Pencarian

Badai Laut Selatan 7

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


me miliki Bayu Tantra yang membuat ia ma mpu bergerak
secepat gerakan cambuk, namun mana mungkin ia dapat
bertanding kecepatan me lawan sebatang cambuk yang
digerakkan tangan" Lama-lama ia tentu a kan le lah dan kalah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh karena itulah, ia diam saja tidak melayani per mainan
cambuk lawan. Iapun maklum bahwa biarpun ca mbuk itu kini
bergulung- gulung sinarnya di atas kepala, namun W isangjiwo
sedang menanti saat baik.
Kalau ia terpancing dan me lakukan serangan lebih dulu,
tentu Wisangjiwo akan menjatuhkan serangannya secara tak
tersangka-sangka.
Di lain fihak, Wisangjiwo mendongkol dan kecewa sekali,
juga kagum. Siasat pertempuran ini ia dapat dari gurunya
belum la ma ini.
"Menghadapi lawan
tangguh yang sedang
marah, biarkanlah ia bingung dengan bayangan cambuk berputar-
putar di atas kepalanya, pancing dia supaya menggunakan
kecepatan gerakan tubuhnya mengimbangi kecepatan gerak
cambukmu. Nah,kalau sudah demikian, mudah saja meroboh kan nya. Baik dia menyerang dulu atau tidak, kau
boleh gerakkan sa mputangar? merah menge but mukanya
atau menangkis serangannya dan pada saat itu uiung
cambukmu menghanta m dari atas me milih Sasaran yang
tepat." Demikian itu ajaran dari gurunya. Akan tetapi sekarang
Pujo dia m saja, hanya berdiri me masang kuda- kuda dan
menatap kepadanya penuh kewaspadaan, benar-benar
me mbuat ia sendiri yang bingung!
Akhirnya Wisangjiwo men jadi tidak sabar. Secara tiba-tiba
ia menggerakkan saputangan merahnya dengan tangan kiri,
dikebutkan ke arah muka Pujo lalu me nyusul dengan gerakan
cambuknya yang siap menghantam bagian berbahaya sesuai
dengan gerakan Pujo apabila mengelak serangan saputangan
merah. )0oo-dw-oo0( Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 12 PUJO melihat bayangan merah sapu tangan ini, cepat
menahan napas, lalu mengerahkan hawa bakti men iup dari
mulutnya, dibarengi tangan kirinya menya mpok dari depan.
Lima jari tangannya berkembang menyambut saputangan
merah dan .....
"breeittt ....... !!!"
Pecahlah kain merah itu, pecah dan hangus lalu hancur,
tidak kuat senjata mujijat yang beracun itu berte mu dengan
hawa pukulan Pethit Nogo yang dilancarkan tangan kiri Pujo.
Dala m kaget dan marahnya, Wisangjiwo menggerakkan
Sarpokenoko yang melecut dan ujungnya bagaikan paruh
elang me matuk ubun-ubun kepala Pujo. Celakalah Pujo jika
serangan ini mengenai sasaran. Tentu ubun-ubun kepalanya
akan pecah. Akan tetapi ketika tadi menghancurkan senjata
kain merah lawan, Pujo sudah siap sedia, sudah dapat
menduga bahwa tentu Wisangjiwo a kan menyusul dengan
serangan susulan yang menggunakan ca mbuknya.
Maka giranglah hatinya melihat lawannya marah dan tidak
sabar, karena makin marah dan tidak sabar keadaan seorang
lawan, ma kin mudah diatasi. Melihat datangnya lecutan
cambuk, ia tidak menangkis dengan kerisnya karena maklum
bahwa tangkisan tidak dapat mengalahkan lawan. Secepat
kilat tangan kirinya bergerak ke atas dan di lain detik, ujung
cambuk itu sudah terjepit jari-jari tangan kirinya yang masih
mengerahkan Aji Pethit Nogo.
"Cappp!" Sekali terjepit, ujung ca mbuk itu tak mungkin
dapat terlepas lagi.
Wisangjiwo makin kaget, akan tetapi selagi ia berusaha
menarik ca mbuknya, ujung keris Banuwilis dengan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersangka-sangka telah meluncur ke depan dan telah menusuk
pergelangan tangan kanannya.
Wisangjiwo berseru kaget, terpaksa mengelak, na mun
masih ada ujung keris melukai pangkal ibu jari tangan
kanannya. Rasa nyeri me mbuat ia terpaksa melepaskan
gagang cambuk dan saking marah melihat cambuknya teram-
pas ia mengirim tendangan kilat sekenanya.
Tendangan me mang berhasil menge nai paha kiri Pujo, akan
tetapi pada saat itu, lehernya terpukul oleh tangan kanan Pujo
yang sudah me mba likkan kerisnya sehingga bukan mata keris
yang menusuk leher, melainkan gagang keris yang keras.
Wisangjiwo mengeluh dan roboh terguling,
matanya berkunang-kunang.
"Aduhhh, mati aku .... !"
Ia mengeluh dan sebuah tendangan keras yang mengenai
pangkal telinganya me mbuat ia . tak dapat mengeluh lagi dan
tidak ingat apa- apa.
Akan tetapi Wisangjiwo tidak mati, atau setidaknya belum
mati ketika ia siuman kembali. Ia sadar dan mendapat? kan
dirinya berdiri bersandarkan batang pohon dalam keadaan
terikat erat- erat pada batang pohon dengan kedua lengannya
ditelikung ke belakang. Bahkan bagian lehernyapun dikalungi
tambang yang ternyata adalah cambuknya sendiri, cambuk
Sarpokenoko! Ketika berusaha meronta, ia merasa sakit-sakit
pada lengannya dan lehernya makin tercekik, maka ia tidak
lagi meronta dan me man dang kepada musuhnya yang. berdiri
di depannya, me mandangnya sa mbil tersenyum-senyurn,
senyum iblis! "Pujo, aku sudah kalah. Kenapa engkau tidak me mbunuhku
saja" Untuk apa mesti mengikatku di sini?"
"Untuk apa" Terlalu enak ka lau kau dibunuh begitu saja!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, Pujo, begitu benc ikah engkau kepadaku" Memang
aku pernah mengganggumu ketika kau dan isterimu bertapa
di Guha Siluman, akan tetapi pembalasanmu sungguh
keterlaluan. Aku hanya merobohkan kau dan isterimu, karena
hatiku panas disebabkan engkau dahulu tidak ikut
me mpertahankan Selopenangkep dari serbuan balatentara
Mataram. Akan tetapi, hanya sampai di situ saja perbuatanku.
Setelah engkau dan isterimu roboh karena .... hemm, terus
terang saja, karena akalku, aku lalu pergi meninggalkan guha.
Akan tetapi pembalasanmu sungguh berlebihan. Kau menyebu
Selopenangkep, me mbunuh banyak pengawal bahkan ha mpir
me mbunuh ayahku, kemudian kau me mper kosa Roro Luhito
adikku, menculik kemudian me mperkosa iste- riku, dan
me mbawa pergi puteraku! Dan kau masih belum puas dengan
perbuatan- perbuatan keji itu! Pujo, apakah kau sudah
menjad i gila, ataukah kau berubah menjad i iblis?"
Tentu saja makin panas dan marah hati Pujo mendengar
ini. Ia tertawa ber gelak.
"Ha-ha-ha! Tiada manusia d i dunia ini yang suka mengakui
akan kesalahannya! Apalagi manusia maca m engkau,
Wisangjiwo! Karena banyaknya manusia maca m engkau inilah
maka dunia ini menjad i makin kotor dan makin keruh, karena
itu sebaiknya orang macam engkau ini dibas mi habis! Memang
semula aku hendak me mper kosa isterimu di guha, hendak
kulakukan persis seperti yang kaulakukan terhadap isteriku.
Sayang aku bukan manusia maca m engkau sehingga aku tak
sanggup melakukan hal itu. Ocehanmu tentang me mper kosa
isterimu dan adikmu bo leh saja kaukeluarkan, akan tetapi aku
sama sekali tidak melakukan ha l itu. Andaikata ada orang lain
me lakukan hal itu, sudah menjadi bagianmu, karena hukum
karma takkan me lepaskan korbannya. Tentang anakmu, ha-
ha-ha! Kau tunggu saja, aku sengaja mendidik dia untuk
me mbunuhmu, Wisangjiwo!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisangjiwo terpekik ngeri, mukanya pucat. Maklum ia apa
yang akan dilakukan Pujo. Agaknya puteranya itu dipelihara
dan dididik Pujo dan ditanamkan da la m jiwa anaknya itu
bahwa dia adalah musuh anaknya sendiri, dan setelah
sekarang ia menjadi tawanan, agaknya Pujo menanti
datangnya anak itu untuk turun tangan me mbunuhnya! Inilah
sebabnya mengapa ia diikat erat-erat pada pohon agar supaya
tidak dapat melawan jika anak itu turun tangan. Tadinya ia
merasa heran mengapa dia yang sudah kalah mas ih harus
diikat, padahal kalau Pujo henda k me mbunuhnya, adalah amat
mudah. "Pujo.......! Kuminta kepadamu de mi dewata yang agung
lekas bunuh saja padaku agar punah sudah perhitungan kita.
Akan tetapi, kaukemba likan puteraku ke kadipaten......" Ia
me mohon, mukanya masih pucat sekali.
Pujo tersenyum, tangan kirinya mencengkeram baju dekat
pundak, tangan kanannya mencengkeram keris Banuwilis.
"Keparat! Sekarang kau ada muka untuk minta- minta" Kau
tidak ingat betapa aku hampir gila mengingat akan
kebiadabanmu terhadap isteriku dahulu" Hemmm, seluruh
urat syaraf di tubuhku mendesak agar kucincang tubuhmu
sekarang juga dengan keris ini! Akan tetapi terlampau enak
bagimu, Wisangjiwo, terlampau enak dan terlalu lekas
ma mpus. Kau tunggulah ....... ! Engkau laki-laki perusak
wanita,mengandalkan kedudukan, harta benda dan wajah
tampan. Bagaimana kalau ku- buntungkan saja hidungmu"
Dan kedua telingamu" Bagaimana kalau kurajang muka mu
sehingga kelak setiap orang wanita yang memandang
mukamu, biar ne nek-nenek se kalipun, akan muntah karena
jijik dan muak?"
Gelora dendam me mbuat Pujo bicara seperti orang tidak
waras lagi pikirannya, matanya merah dan mukanya menjadi
buas sehingga Wisangjiwo ma kin pucat dan ngeri. Biarpun
Wisangjiwo merasa tidak pernah me mper kosa isteri Pujo,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun mulailah ia me nyesali perbuatan- perbuatannya yang
lalu. Memang banyak sudah ia merusa k anak isteri orang dan
inilah agaknya buah daripada perbuatan nya, atau hukum
karma dar ipada semua perbuatannya itu. Ia merasa ngeri
karena tahu bahwa dalam keadaan murka seperti itu bukan
tidak mungkin Pujo me laksana kan ancamannya yang
menyeramkan. Ketika keris di tangan Pujo menggigil dan
sudah terangkat, Wisangjiwo mera mkan matanya dan ....
"Kakangmas Pujo ..... !!"
Keris itu tertahan dan Pujo mencengkeram baju Wisangjiwo
makin erat saking kagetnya. Wisangjiwo juga me mbuka
matanya dan melihat seorang wanita cantik jelita datang
berlari seperti terbang cepatnya. Wisangjiwo terkejut bukan
ma in karena wanita itu bukan la in ada lah Kartikosar i!
Kartikosari yang lebih cantik menarik daripada dahulu, akan
tetapi Kartikosari dengan sepasang mata yang bersinar-sinar
penuh denda m me mandang kepadanya!
"Kakangmas Pujo, biar lah aku yang me mbalas jahana m
terkutuk ini!" seru Kartikosar i girang ketika ia sudah tiba di
tempat itu. Pujo masih tak ma mpu me ngeluarkan kata-kata, bahkan
kedua kakinya menggigil ketika ia me mandang kepada isteri-
nya, hatinya penuh keharuan, penuh penyesalan, penuh rindu.
Munculnya Kartikosari di saat ia berhasil menangkap musuh
besar ini sungguh-sungguh tak pernah ia sangka. Ia hanya
me mandang wajah isterinya itu tanpa berkedip, mukanya
pucat dan ketika mendengar per mintaan Kartikosar i, ia tidak
dapat menjawab, hanya melangkah mundur dan me mandang
seperti orang mimpi.
Dengan gerakan ringan dan cepat sekali sehingga a mat
mengheran kan hati Pujo yang maklum bahwa isterinya dahulu
tidaklah secepat itu gerakannya, Kartikosari me loncat ke
depan Wisangjiwo yang me mandangnya dengan mata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbelalak. Sinar mata Kartikosar i penuh kebencian menyala-
nyala dan kedua ta ngannya bergerak ke depan.
"Plak-plak-plak-plak!"
Empat kali tangannya mena mpar kedua pipi.
Wisangjiwo merintih biarpun ia telah sekuat tenaga
menahan sa kit. Ternyata kulit pipinya hancur oleh tamparan
itu dan penuh darah saking hebatnya tampar an telapak
tangan Kartikosari!
"Manusia berhati binatang! Anjing busuk hina-dina!"
Kartikosari me maki de ngan mata berapi-api. "Aku akan
merobek dada mu, akan kukeluarkan jantungmu, kuminum
darahmu! Akan tetapi lebih dulu akan kucokel kedua
mata mu!" Wisangjiwo merasa ngeri. Menghadapi wanita ini kiranya
lebih mengerikan daripada menghadapi kemarahan Pujo tadi.
Akan tetapi ia me mbesarkan hatinya dan me maksa senyum
biarpun kedua pipinya merasa nyeri kalau digerakkan, lalu
berkata lemah, "Kalian pengecut-pengecut boleh melakukan kepada apa
saja kepada orang yang terikat tak ma mpu me mbalas!"
"Bedebah! Kau mas ih berani bicara begitu" Tak ingat akan
perbuatanmu sendiri dahulu" Kaukira aku takut kepadamu jika
kau terlepas" Cihh, tak tahu malu! Boleh kau kulepaskan, biar
lebih enak aku menghajar mu!"
Setelah berkata demikian, Kartikosari merenggut dengan
kedua tangannya ke arah tambang yang mengikat tangan dan
dada Wisangjiwo. Hebat sekali kepandaian wanita ini
sekarang, sekali renggut saja tali-tali yang kuat itu putus
semua! Setelah kedua tangannya bebas, Wisangjiwo cepat
me lepaskan cambuk Sarpokenoko yang melilit lehernya. Ia
mera sa betapa kedua pergelangan tangannya sakit-sakit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah terlepas daripada belenggu, dan hampir sukar
digerakkan karena darahnya tidak lancar jalannya. Karena itu,
ia lalu me mencet-mencet kedua pergelangan tangannya untuk


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

me mper lancar jalan darahnya.
Kartikosari berdiri menanti sambil me mandang dengan
senyum mengeje k, sama sekali tidak takut me lihat musuhnya
bebas dan sudah memegang sebatang cambuk. Akan tetapi
ketika ia melihat ke arah jar i-jari tangan yang bergerak-gerak
me mencet-mencet pergelangan tangan itu, tiba-tiba ia
menjad i pucat, menjerit lirih dan tubuhnya terhuyung-huyung
hendak roboh! Pujo kaget sekali dan cepat ia merangkul pundak isterinya
agar tidak sampai jatuh.
Mendapatkan kesempatan ini, Wisangjiwo yang tahu bahwa
nyawanya di tepi jurang ke matian itu lalu melarikan diri. Pujo
menjad i marah dan melepaskan rangkulannya dan pundak
Kartikosari sa mbil me mbentak.
"Jahanam busuk hendak lari ke mana" " Akan tetapi
sebelum ia se mpat meloncat dan mengejar, lengannya
dipegang Kartikosari yang mencegahnya. Pujo kaget dan
heran, menoleh dan me man dang dengan kening berkerut.
"Jangan kejar dia .... !"
"Mengapa" Aku harus bunuh dia!"
Kartikosari mengge leng kepala dan wajah yang ayu itu
nampak kecewa. "Bukan dia ...... ahhhh, bukan dia .. .... "
"Nimas Sari ...... apa maksudmu?"
Pujo me megang pundak isterinya dan menatap wajah yang
sudah bertahun-tahun ia rindukan ini.
"Bukan dia orangnya ...... ah, selama bertahun-tahun ini
aku menjatuhkan dendam kepada orang yang sama sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak berdosa, dan agaknya engkau juga, kakangmas Pujo.
Aduh, makin payah penanggungannya kalau begini !"
Kartikosari merenggutkan tangannya yang dipegang
suaminya, dan me mbant ing-banting kakinya dengan marah.
Tergetar hati Pujo menyaksikan ini. Terbayang depan
matanya betapa dahulu isterinya juga me mbant ing-banting
kakinya kalau sedang marah-marah dalam kema njaan. Akan
tetapi sekarang lenyaplah sikap manja itu, dan kemarahannya
benar-benar tidak dibuat-buat.
"Sari ...... apa maksudmu" Kau bilang bahwa bukan
Wisangjiwo orangnya" Bukan dia musuh kita?" Dala m suara
Pujo terkandung kegetiran dan kepahitan, bahkan terbayang
keraguan dan kecurigaan. Selama sepu luh tahun bertapa ini,
perasaan Kartikosari peka sekali maka cepat ia me mbalikkan
tubuh menoleh, menatap wajah sua minya dengan pandang
mata se akan-akan mene mbus jantung Pujo.
"Kau kau masih tak berubah! Kau laki-laki penuh ce mburu!
Kau menyangka aku sengaja melindungi dia, bukan" Celaka !"
Merah wajah Pujo. Ingin ia me mukul mukanya sendiri.
Memang tak dapat disangkalnya, ada perasaan dan dugaan
demikian itu tadi menyelinap dalam benaknya. Ia menunduk,
lalu t iba- tiba ia menjatuhkan diri ber lutut di depan isterinya.
"Nimas Sari, isteriku jangan kau me mandangku seperti
itu....... ah, isteriku, kau tidak tahu betapa hebat keseng-
saraanku selama sepuluh tahun ini. Kartikosari, kau kembalilah
kepadaku, nimas. Jangan kautinggalkan aku lagi. Aku percaya
kepadamu, biarlah dewata menghancurleburkan diriku kalau
aku tak per caya kepadamu. Aku cinta pada mu, nimas, dan aku
tidak sanggup hidup jauh daripadamu. Marilah, nimas, mari
kita bangun ke mba li rumah tangga kita. ......
"Tida k ...... ! Tidak ...... kakangmas Pujo. Belum tiba
saatnya!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nimas Sari ...... tega benarkah engkau membiarkan aku
hidup merana seperti orang gila t idak kasihankah engkau
kepadaku ...... ?"
"Kakangmas Pujo, coba kau ingat-ingat, alangkah serupa
keadaan kita sekarang ini dengan sepuluh tahun yang lalu di
dalam guha, hanya akulah waktu itu yang me mohon-mohon
akan tetapi engkau yang me mbalas dengan penghina an dan
fitnahan keji ...... "
"Aduh, nimas ....... ampunkah lah aku. Ketika itu aku gila
oleh malapetaka yang menimpa kita, aku gila dan tetap
bersikap tidak adil kepadamu, nimas. Namun kegilaanku itu
telah kutebus dengan penderitaan hidup bertahun- tahun.Kauampunkan lah aku, nimas ...... dan marilah kita
hidup bersama kembali, me mbangun cinta kasih kita yang
porak-poranda dilanda badai nimas Sari, aku selamanya tak
pernah kehilangan cinta kasihku kepadamu dan aku tahu
bahwa kaupun selalu mencintaiku, nimas ....... "
Suara Pujo me melas sekali. Melihat dia
berlutut menge mbangkan kedua lengan, dengan suara gemetar dan
muka pucat, mata penuh permohonan, mulut seperti orang
hendak menang is, hati siapa yang kuat menahan" Apalagi hati
Kartikosari yang me mang mencinta suaminya, serasa ditusuk-
tusuk jarum rasa jantungnya.
Ingin ia menjatuhkan diri ber lutut, me mbiarkan dirinya di
dalam pe lukan sua minya yang aman sentausa, membiarkan
dirinya dibelai dan dicumbu la ki-laki yang setiap malam ia
rindukan dan impikan. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya. Ia
me mbuang muka untuk me nyembunyikan air matanya yang
bercucuran me mbasahi pipi, tangan kirinya ia goyang-goyang
perlahan, kemudian berkatalah wanita ini dengan suara
bercampur isak.
"Belum tiba waktunya, kakangmas. Engkau belum berhasil
menghukum orang yang mendatangkan aib dan sengsara
kepada kita, bagaimana kau ada muka untuk mengajak aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali" Kakangmas Pujo, sebelum kulihat dia yang telah
merusak kebahagiaan kita itu menggeletak tak bernyawa di
depan kakiku, mana mungkin aku dapat kembali kepadamu"
Tadinya kusangka Wisangjiwo orangnya ah, kiranya bukan dia
...... bukan dia .. .!"
Suara Kartikosari kecewa sekali dan kini ia menang is betul-
betul. "Kalau begitu, siapakah, nimas" Kau sungguh me mbikin
hatiku bingung. Bukan sekali-kali aku menyangka engkau
me lindunginya, ohhh, sama sekali tidak. Akan tetapi, ketika
itu, bukankah Wisangjiwo si keparat yang bertempur dengan
kita" Bukankah tidak ada orang lain terdapat di dalam guha di
ma la m jahanam itu" Maka betapa aku takkan heran dan
bingung mendengar kau me mastikan bahwa bukan dia
orangnya yang menjadi musuh besar kita?"
Kartikosari menghapus air matanya. Kini wajahnya menjadi
beringas ke mba li, penuh ke marahan.
"Bukan dia me mang! Kakangmas Pujo, kau tidak tahu dan
karena pada waktu itu engkau seperti gila karena cemburu,
maka aku t idak se mpat me mber i tahu. Sekarang ketahuilah
bahwa biarpun pada waktu itu aku tidak berdaya karena
terluka, namun aku masih berhasil mendatangkan cacad
kepada si laknat terkutuk. Aku telah berhasil menggigit sampai
putus sebagian daripada kelingking tangan kirinya."
Ia meraba-raba ke dalam kembennya, menge luarkan
sebuah benda kecil dan melempar kan nya kepada Pujo yang
masih berlutut di atas tanah.
"Inilah dia kelingking itu. Musuh kita sekarang tidak
me mpunyai jari kelingking pada tangan kirinya! Dan kulihat
Wisangjiwo tadi masih lengkap jar i tangannya, oleh karena itu
tanpa ragu kukatakan bahwa bukan dia si jahanam ma la m itu!
Nah, kakangmas, aku girang me lihat engkau mas ih h idup dan
selamat serta sehat. Biarlah kita berpisah sekarang dan baru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita mungkin berkumpul lagi kalau sudah berhasil aku melihat
musuh kita menggeletak tanpa nyawa di depan kakiku.
Selamat tinggal, kangmas ...... !"
Kartikosari me mandang sua minya penuh kasih sayang yang
mesra untuk beberapa lama nya, kemudian ia me mbalikkan diri
sambil terisak dan lari dengan cepat sekali men inggalkan Pujo.
Pujo hanya me mbisikkan na ma isterinya, mukanya pucat
dan matanya tertuju kepada benda kecil di depannya,
sepotong jari kelingking yang sudah kering.
Pikirannya berputar-putar me mbuatnya nanar dan pening.
Terang bukan Wisangjiwo kalau begitu. Akan tetapi mengapa"
Bagaimana" Siapa gerangan" Dan dia sudah me mba las
kepada keluarga Wisangjiwo! Dia sudah menculik Joko
Wandiro. Ah, dia sudah bertindak terlalu jauh. Jadi Wisangjiwo
tidak berdosa" Siapakah dia yang me lakukan perbuatan
biadab di malam jahana m itu.
Orang tanpa kelingking kiri" Tiba-tiba Pujo meloncat
berdiri, serasa pernah ia melihat orang yang tak berkelingking
kiri. Akan tetapi lupa lagi ia di mana, dan lupa pula bilamana
dan siapa. Ia me mbungkuk, mengambil benda mengerikan itu
lalu me nyimpannya dalam saku.
Ketika ia me man dang ke depan, bayangan Kartikosari telah
lenyap. Betapapun juga, agak terhibur hatinya bahwa isterinya
masih hidup, isterinya masih cantik jelita dan ia tahu dari
pandang mata isterinya bahwa Kartikosari masih mencintanya,
bahwa isterinya itu menanti sa mpa i musuh besar mereka itu
terbalas, baru suka kembali kepadanya. Wajah Pujo mulai
tampak berseri, tidak seperti biasanya mura m- suram.
Kini ada tit ik ap i menerangi wajahnya, titik api harapan
yang me mbuat hidupnya berarti. Dengan girang ia lalu
berlutut dan menelungkup di atas tanah di tempat Kartikosari
tadi berdiri. Dibelai-belainya rumput hijau yang masih rebah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terinjak kaki isterinya, diciu minya rumput itu penuh rindu
sambil berbisik-bis ik, "Sari ...... Sari "
Pujo sama sekali tidak pernah mimpi bahwa tak jauh dari
situ, di tengah hutan, Kartikosari juga menangis sa mbil
me me luk batang pohon. Kartikosari men ciumi tangannya yang
tadi terpegang Pujo sambil berbisik,
"Kakangmas Pujo kasihan kau ...... begitu kurus dan pucat
...... tapi cinta kasihmu belum bersih daripada ce mburu,
kangmas.......sehingga tak berani aku bercerita tentang
Endang ... hu-hu-hukk ...... kangmas, bilakah kita dapat
berkumpul ke mba li ..?"
Sampa i la ma wanita ini menang is, me me luki batang pohon
dan bersambatarv menyebut-nyebut
nama suaminya, kemudian baru ia perg i dengan cepat sekali. Hatinya pepat
karena kini musuh besarnya menjadi teka-teki setelah ternyata
bahwa Wisangjiwo tidak buntung kelingkingnya.
Ia menduga-duga akan tetapi tetap saja tidak dapat
menerka siapa gerangan laki-la ki yang telah melakukan
perbuatan biadab atas dirinya di ma la m jahana m da la m guha
sepuluh tahun yang lalu itu.
***dw*** Kenyataan bahwa kakek tua renta yang rambut dan
cambangnya sudah putih semua itu me mondong mereka
dengan sikap hati-hati, yang wajahnya membayangkan
keramahan dan lar inya secepat terbang, membuat Joko
Wandiro dan Endang Patibroto a khirnya tidak meronta-ronta
lagi dan mandah saja dibawa lari. Baik Endang Patibroto
maupun Joko Wand iro adalah ana k-anak yang cer dik dan
mereka dapat menduga bahwa kakek ini tentulah bukan orang
yang me mpunyai niat buruk terhadap mereka.
Joko Wandiro pernah mendapat pesan ayahnya bahwa
kelak kalau ayahnya meninggalkannya, dia akan disuruh ting-
gal bersama seorang resi yang sakti mandraguna, yaitu kakek
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gurunya sendiri yang kata ayahnya bernama Resi Bhargowo
dan tinggal di tepi Laut Selatan sebelah barat. Kalau kakek
gurunya itu seperti kakek ini saktinya, alangkah senang
hatinya. "Kek, kami akan kaubawa ke mana, kek?" Akhirnya Joko
Wandiro tak dapat menahan lagi hatinya dan bertanya.
Kakek itu tertawa tanpa memper la mbat larinya. "Kubawa
ke tempat t inggalku."
"Tetapi ayah akan mencari-cariku,
kek! Dia kan kebingungan tidak tahu ke mana aku kaubawa pergi," kata
pula Jo ko Wandiro.
"Heh-heh-heh, biarlah, kelak juga kau akan bertemu
kembali dengan ayah mu."
Kakek itu lari makin cepat lagi sehingga suara angin bertiup
keras di telinga kedua orang anak itu.
"Kakek, kalau ibuku tahu kau menculikku, tentu kau akan
dibunuh!" tiba-tiba Endang Patibroto berkata, suaranya
nyaring, penuh anca man.
"Ha-ha-ha, ibumu takkan berani me mbunuh a ku, angger!"
Endang Patibroto mengerutkan keningnya. Ia seorang anak
yang keras hati dan tidak mau kalah. Ia menganggap ibunya
seorang yang paling sakti di dunia ini, masa tidak berani
menghadap i kakek ini" Karena ibunya kalah tua barangkali"
"Kalau ibu tidak berani, aku juga punya kakek yang sakti,
kau tentu akan dicekik!" katanya mendongkol.
Namun kakek itu malah makin keras tertawa dan tidak
menjawab. Se mentara
itu, dia m-dia m Joko Wandiro
me mperha tikan gerak kaki kakek yang menggendongnya dan
ia amatlah kagum. Kedua kaki kakek itu benar-benar seperti
tidak menyentuh bumi, tidak ada suaranya namun a matlah
cepat larinya, dan amat tinggi loncatannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kek, kau hebat sekali. Akan tetapi belum tentu kakek akan
dapat menang kan kakekku!" kata Joko Wandiro. "Kakek
guruku a mat sakt i."
"Kakek gurumu" Siapa dia?"
"Kakek guruku adalah guru ayahku berna ma Resi


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bhargowo!"
"Wah, bohong! Kau tidak tahu malu!" Tiba-tiba Endang
Patibroto berteriak ma rah.
"Eh, eh, mengapa kau marah- marah dan me maki orang?"
Joko Wandiro menegur.
"Kau tak tahu malu! Resi Bhargowo adalah kakekku! Ayah
ibuku adalah murid Resi Bhargowo yang tinggal di Bayuwis mo.
Bagaimana kau berani mengaku- aku sebagai kakek gurumu"
Cih, tak berma lu!"
"Kau yang tak tahu ma lu. Ayahku adalah murid terkasih
Resi Bhargowo!"
"Bohong!"
"Kau yang bohong!"
"Kek, turunkan aku. Biar kuhajar mulutnya yang lancang!"
Endang Patibroto marah- marah.
"Boleh kaucoba!" tantang Joko Wandiro.
Kakek itu tertawa, akan tetapi keningnya berkerut dan ia
mengge leng- geleng kepalanya. Ia berhenti berlari, menurunkan Endang Patibroto dan me me gang muka yang ayu
itu dalam kedua ta ngannya, memandangi penuh perhatian,
kemudian berkata,
"Kau me mang anaknya, tak salah lagi. Cah ayu, kau adalah
cucuku. Ibumu, Kartikosari, adalah puteri tungga lku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Endang Patibroto yang sedang marah kepada Joko Wandiro
itu kini terbelalak me mandang kakek itu. Wajah kakek yang
menyeramkan dan menimbulkan rasa takut inikah kakeknya"
"Siapakah engkau, kek?"
"Aku Bhagawan Rukmoseto, cucuku."
"Ah, kalau begitu kau tak mungkin kakekku! Kakekku
bernama Resi Bhargowo!"
"Ha-ha-ha, me mang sepuluh tahun yang lalu namaku Resi
Bhargowo, akan tetapi sekarang julukanku Bhagawan
Rukmoseto. Lihatlah, rambutku sudah putih se mua. Cucuku
yang man is, nama mu siapakah?"
"Na maku Endang Patibroto."
Dia m-dia m kakek itu terkejut. Mengapa Kartikosari
mena makan p uteri- nya demikian" Rahasia apakah yang telah
terjadi sehingga puterinya itu berpisah dari suaminya"
Kemudian ia berpaling kepada Joko Wand iro dan me mandang
tajam. Bocah inipun sejak tadi mendengar kan dengan mata
terbelalak. Tiada hentinya ia memperhatikan kakek ini dan
menjad i ragu-ragu. Jadi kakek inikah guru ayahnya"
Melihat Joko Wandiro, Bhagawan Rukmoseto juga kagum.
Anak ini bukan anak se mbarangan dan sudah sepatutnya kalau me njadi
cucu muridnya pula. Akan tetapi mengapa anak ini mengaku
sebagai putera Pujo" Sering ia melihat dari jauh betapa,
seperti Endang Patibroto dilatih Kartikosari, anak laki-laki ini
dige mbleng oleh Pujo secara hebat.
"Anak baik, sekarang tiba giliranmu. Kau anak siapa?"
"Ayahku Pujo dan menurut ayah guru ayah bernama Resi
Dhargowo " Ia meragu.
Bhagawan Rukmoseto tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Me mang tidak keliru. Ayahmu itu muridku, angger. Akulah
kakek gurumu."
Mendengar ini, serta-merta joko Wandiro menjatuhkan diri
berlutut dan menyembah. Makin girang hati kakek itu dan ia
menge lus-elus kepala Joko Wandiro.
"Siapakah na ma mu, nak?"
"Na maku Joko Wandiro, eyang."
"Ayahmu berna ma Pujo. Dan ibumu" Siapakah ibumu?"
Joko Wandiro hanya menggeleng kepala. "Tida k tahu,
eyang. Ayah tidak pernah menceritakan tentang ibu,"
Si kakek menge lus-elus jenggotnya lalu berpaling kepada
Endang Patibroto.
"Dan kau, angger. Siapakah na ma ayah mu?"
Gadis cilik itu menggeleng kepala ke- ras-keras. "Tidak
tahu!" Berkerut kening yang sudah putih itu.
"Ah, cucu-cucuku, mari kita lanjutkan perjalanan. Kalian
ikut bersama ku me mpelajari ilmu. Dunia sedang kacau- balau,
permusuhan terjadi di mana- ma na, perebutan kekuasaan
me mbuat orang saling bunuh, iblis dan setan merajalela, lebih
baik kalian belajar ilmu bersama kakek di te mpat sunyi. Hayo!"
Tanpa menanti jawaban kedua orang anak itu, Bhagawan
Rukmoseto sudah menyambar tubuh mereka lagi dan di lain
saat ia sudah berlari secepat terbang meninggalkan te mpat
itu, menuju ke timur.
Bhagawan Rukmoseto tinggal di Pulau Se mpu yang sunyi.
Untuk menyeberang ke pulau kosong itu ia menggunakan
sebuah perahu yang disembunyikannya di dalam se mak-
semak di tepi Laut Selatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baik Joko Wand iro maupun Endang Patibroto tadinya
merasa tidak senang karena merasa dipaksa dan diculik oleh
orang tua yang mengaku menjad i kakek mereka itu, akan
tetapi setelah kakek itu me mastikan bahwa ayah Joko Wandiro
dan ibu Endang Patibroto kelak pasti akan datang ke situ,
mereka berdua merasa terhibur.
Hanya anehnya, di antara kedua orang anak itu seakan-
akan terdapat rasa saling iri, seakan-akan mereka bersaing
dan tidak mau saling mengalah sehingga dia m-dia m kakek
pertapa itu merasa prihatin sekali, juga terheran-heran.
Apalagi ketika ia mencoba tingkat mereka, ia mendapat
kenyataan bahwa tingkat mereka itu tidak banyak selisihnya,
dan me mang tidak salah lag i, ilmu yang mereka pelajari
adalah ilmu daripadanya, yaitu Bayu Tantra dan pukulan Gelap
Musti. Maka mula ilah ia mengge mblen g keduanya dengan
ilmu- ilmu yang tinggi, karena ka kek yang waspada ini maklum
bahwa kedua orang cucunya ini akan hidup dalam ja man yang
kacau dan penuh dengan perang.
Juga dalam me mpelajari ilmu yang diturunkan kake k itu,
kedua orang anak ini selalu berlomba dan bersaing. Namun
sifat ini sesungguhnya malah me mbuat mereka cepat sekali
maju. Sifat tidak mau kalah dan ingin mengatasi yang lain
inilah justeru me mbuat mereka tekun sekali berlatih dan
kemajuan yang mere ka peroleh luar biasa sekali. Kurang lebih
setahun kemudian semenjak mere ka tinggal bersama
Bhagawan Rukmoseto, pada suatu senja kakek itu tampak
datang mendayung perahu ke pulau itu dengan wajah penuh
kerut-merut dan s inar mata sayu. Begitu ia me lompat ke atas
pulau, ia segera me manggil kedua orang cucunya dan
masu klah mereka bertiga ke dala m pondok kecil yang menjadi
tempat tinggal mereka.
Dua orang anak itu bersila, bersujut di depan kake k ini
dengan hati berdebar. Melihat wajah yang biasanya berseri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan ramah itu kini kelihatan marah dan gelisah, dua orang
anak ini dapat menduga pasti telah terjadi hal yang hebat.
"Cucu-cucuku, aku telah bertemu dengan orang tua kalian
dan mereka telah kuberi tahu bahwa kalian berada
bersamaku."
Endang Patibroto bersorak girang.
"Eyang, kenapa ibu tidak diajak ke s ini?" "Sstttt ..... !" Joko Wandiro me ncela.
Gadis cilik itu menjeb i kepadanya dan mengernyitkan
hidung mengejek. Sejenak keduanya saling melotot.
Bhagawan Rukmoseto menar ik napas panjang.
"Cucu-cucuku, kalian ini biarpun bukan saudara sekandung,
akan tetapi terhitung saudara seperguruan. Mengapa tidak
bisa akur dan selalu bercekcok saja?"
"Dia yang selalu mula i dulu, eyang," kata Joko Wandiro.
"Ah, tidak, eyang. Dia itu anak laki- laki tidak pernah mau
menga lah."
"Aaahhh !"
"Aahhhhh !" Ke mbali keduanya saling pandang me lotot.
Bhagawan Rukmoseto tersenyum. Kakek ini me ma ng telah
menjumpai Pujo dan juga telah me njumpai puterinya.
Mereka telah mengaku terus terang apa yang terjadi
sepuluh tahun yang lalu, maka ia tahu bahwa Joko Wandiro
sesungguhnya adalah putera Wisangjiwo, sedangkan Endang
Patibroto puteri Pujo dan Kartikosari. Akan tetapi bukan hal ini
yang membuat kakek itu pulang dengan wajah keruh.
Melainkan apa yang ia lihat dan dengar tentang keadaan di
Kerajaan Kahuripan. Permusuhan menja- di-jadi di antara
Pangeran Tua dan Pangeran Muda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini permusuhan dan persaingan terjadi secara terang-
terangan, tidak sembunyi-sembunyi lagi seperti dulu.
Bentrokan antara jagoan-jagoan mereka setiap har i terjadi.
Para pongga wa terpecah dua, memihak pilihan masing-
masing. Juga para adipati di luar kerajaan mula i terpecah-
pecah bahkan sudah mulai saling serang sendiri. Perang
saudara yang hebat sudah me mbayang, takkan mungkin
dapat dicegah lag i.
Bunuh-me mbunuh mula i terjadi. Kedua pihak saling
menarik ba la bantuan, orang-orang sakti dan para pertapa
yang biasanya bersembunyi di gunung-gunung dan pekerjaannya hanya mengejar ilmu kebatinan dan bertapa
me mujikan se la mat dan sejahtera bagi dunia dan isinya, kini
mulai turun gunung, keluar dari tempat se mbunyi masing-
masing untuk ikut berlomba me mperebutkan kedudukan
Kebajikan menyuram, kekuasaan iblis dan setan menonjol.
Dan kini, di depan matanya sendiri, dua orang anak kecil
yang masih bers ih p ikiran dan hatinya, agaknya tidak terluput
pula dari pengaruh hawa jahat yang merajale la menguasai
dunia. Ia lalu men ggerakkan tangannya, merangkul kedua
orang anak itu di kanan kiri.
"Endang Patibroto, kau adalah cucuku. Ibumu itu puteri
tunggalku. Oleh karena itu engkau harus taat kepadaku. Dan
kau, Joko Wandiro, biarpun bukan keluarga, namun sama
saja. Kau cucu muridku dan a kupun sayang kepadamu. Kalian
ini ada hubungan keluarga seperguruan, oleh karena itu sama
sekali tidak boleh ber musuhan. Kelak kalian harus bantu-
me mbantu tidak boleh berselis ih dan bermusuhan. Ketahuilah,
dunia sedang kacau dan tenaga kalian kelak a matlah
dibutuhkan untuk me mbantu para dewata me mulihkan
ketentraman. Kini orang-orang jahat yang me miliki kesaktian
luar biasa sedang merajalela, oleh karena itu kalian harus
tekun belajar di sini. Marilah, cucu-cucuku, mari ikut
denganku. Ada semacam rahasia yang harus sekarang juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuberitahukan kalian sebelum terlambat. Mari kalian ikut
denganku."
Keluarlah mereka bertiga dari dalam pondok. Hari telah
senja dan matahari telah bersembunyi di langit barat, hanya
tinggal cahaya layung (merah kekuningan) yang masih
menerangi sebagian permukaan bumi bagian barat. Bhagawan
Rukmo seto menggandeng tangan Endang Patibroto di kiri
sedangkan Joko Wandiro berada di kanannya.
Mereka berjalan per lahan menuju ke barat, menuju ke sinar
layung kemerahan, mendekati pantai pulau sebelah barat
yang ditumbuhi pandaneri. Setelah mereka tiba de kat pandan
yang me menuhi tempat itu, terdengar suara keras dan
burung-burung ca mar yang menjadikan tempat itu sebagai
sarang, beterbangan sambil mengeluarkan suara hiruk-pikuk,
agaknya marah karena tempat mere ka terganggu.
Akan tetapi Bhagawan Rukmoseto terus mengajak mereka
menyelinap di antara pandan-pandan yang tebal dan akhirnya
mereka tiba di depan sebuah guha kecil yang tersembunyi di
antara pandan. "Cucu-cucuku, di tempat ini tersimpan sebuah benda yang
pada saat sekarang ini dijadikan perebutan se mua manusia di
dunia. Kalau ada yang tahu bahwa benda ini berada di sini,
hemmm.. ...... agaknya nyawa kita akan terancam bahaya
maut. " "Ihhh, benda apakah itu, eyang?"
"Benda apakah eyang dan mengapa eyang menyimpannya
di sini?" tanya pula Joko Wandiro.
Kakek itu menarik kedua orang cucunya duduk di atas batu
depan guha, lalu bercerita.
"Dengarlah baik-baik, cucuku. Hanya kepada kalianlah aku
me mpercayakan benda ini, dan hanya kepada kalianlah aku
me mpertaruhkan
kepercayaanku. Ketahuilah, Kerajaan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mataram yang kemudian disebut Kerajaan Medang dan kini
disebut Kahuripan, me miliki sebuah pusaka yang menjadi
la mbang kejayaan kerajaan. Apabila pusaka itu lenyap dari
kerajaan, hal itu berarti bahwa kerajaan akan. menyuram,
berarti akan terjadi perang dan perebut an kekuasaan. Dahulu
beberapa kali pusaka itu lenyap dan akibatnya memang hebat.
Belum la ma ini, pusaka itu lenyap pula tercuri oleh orang
jahat, dan inilah sebabnya mengapa kini Kerajaan Kahuripan
mulai menyuram dan mulailah terjadi perebutan kekuasaan
antara Pangeran Tua dan Pangeran Muda. Tidak itu saja,
ma lah orang-orang cerd ik pandai mulai berlomba untuk
mencari dan me mperebutkan benda keramat itu, oleh karena
sesungguhnya benda itu luar biasa sekali, siapa yang
me milikinya menjadi seorang yang paling sakti dan


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

me mpunyai wahyu mahkota, berhak menjadi raja! Secara
kebetulan sekali, pusaka itu terjatuh ke dalam tanganku,
ketika diba wa lari penjahat dan kusimpan di sini."
"Aiihhhh ..... !"
"Hebat ..... !"
"He mm, mengapa kalian ribut-ribut?" Kake k itu me mandang
tajam. "Oh, tidak, eyang. Hanya..... kalau begitu tentu eyang
berhak menjadi raja?" kata Endang Patibroto.
Kakek itu tertawa.
"Tida k, cucuku. Aku seorang yang masih setia kepada sang
prabu di Kahuripan. Sang prabu send iri mengundurkan diri
tidak suka lagi men jadi raja dan kini menjad i pertapa, masa
aku seorang pendeta ingin menjadi raja" Tidak. Hanya aku
merasa prihatin menyaksikan keadaan perebutan kekuasaan
itu. Kalau mereka itu tahu bahwa pusaka berada di sini, sudah
pasti mereka akan me mperebutkannya dan keadaan akan
menjad i leb ih geger lagi. Aku sudah tua, aku tidak ingin
menduduki kemuliaan, bahkan tidak ingin a ku terseret ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam urusan-urusan kerajaan. Akan tetapi kalian adalah
orang-orang muda yang harus mengis i hidup kalian dengan
darma sebagai keturunan satria dan pertapa. Oleh karena
itulah, kalian a kan kuge mbleng di pulau ini dan pusaka itu
kuserahkan kepada kalian. Kelak harus kalian yang
menge mba likan pusaka itu ke kerajaan, akan tetapi harus
kalian kembalikan kepada seorang raja yang benar-benar
bijaksana, karena sekali pusaka itu terjatuh ke dalam tangan
raja lalim, rakyat tentu akan celakalah."
Joko Wandiro adalah seorang yang cerdik.
"Eyang, mengapa eyang mengaja k aku dan Endang
sekarang ke tempat ini" Kami berdua masih kecil, bagaimana
ma mpu me lindungi pusaka itu" Ataukah, eyang mengajak
kami hanya agar mengetahui te mpatnya saja?"
Bhagawan Rukmoseto menge lus kepala Joko Wandiro.
"Kau benar. Bukan hanya untuk mengetahui tempatnya,
me lainkan akan kuberikan sekarang juga."
"Sekarang ..... ?"" Endang Patibroto bersorak, girang dan
kaget. Bhagawan Rukmoseto mengcingguk- angguk dan mengelus
jenggotnya. "Orang- orang di dunia hitam sudah mulai tahu akan
tempat persembunyianku ini dan mulai curiga. Tak la ma lagi
tentu mereka akan mencari ke sini dan akan me ma ksaku
mengaku. Oleh karena itu, biarlah pusaka itu kuberikan
kepada kalian berdua karena mereka tentu tidak akan mengira
bahwa pusaka yang sepenting itu kuberikan kepada dua orang
anak kecil. Aku hanya bertindak menurutkan naluri, dan
agaknya Dewata yang me mberi petunjuk kepadaku, cuku-
cucuku." Kakek itu lalu merangkak me masuki guha kecil itu dan tak
la ma kemudian ia sudah keluar lagi me mbawa sebuah bung-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kusan kain kuning. Dua orang anak itu duduk bersila dan
me mandang dengan mata terbelalak. Apalagi ketika kake k itu
me mbuka bungkusan kain kuning, En dang Patibroto berseru
girang. "Golek kencono (boneka e mas)!! Aduhhh bagusnya! Eyang,
berikan aku saja !"
Bhagawan Rukmoseto tertawa, akan tetapi tiba-tiba ia
me mandang ke se kelilingnya seperti orang ketakutan.
"Kalian mendengar sesuatu tadi?"
Dua orang anak itu menggeleng kepa la. Adapun Joko
Wandiro merasa kecewa karena kiranya pusaka itu hanyalah
sebuah boneka emas, mainan seorang ana k pere mpuan!
"Pusaka ini maca m dua," katanya berbisik, "karena itu akan
kujadikan dua dan seorang menyimpan sebuah. Cucuku
Endang, kau boleh me milih. Nah, kau terimalah ini dan
kaupilih, yang mana kau suka."
Endang Patibroto menerima patung kencana itu, me mutar-
mutar dan me me riksa-mer iksa la lu tanpa ia sengaja tangan
kanannya kena cabut gagang keris di sebelah bawah. Sinar
yang meng- giriskan hati berkelebat ketika keris pusaka Brojol
Luwuk tercabut.
"Aku pilih ini, eyang ....... !"
Endang Patibroto berseru girang dan gadis cilik ini
me le mparkan patung emas yang menjadi warangka itu ke
arah Joko Wandiro! Joko menerima dan bibirnya cemberut.
Untuk apa sebuah patung emas bagi seorang anak laki-laki" ia
me man dang ke arah keris di tangan Endang Patibroto dengan
penuh kagum dan ingin.
Juga Bhagawan Rukmoseto me man dang anak pere mpuan
itu dengan tercengang. Dia terheran-heran mengapa anak itu
me megang keris sede mikian cocok, seakan-akan me mang
keris itu sudah se jak dahulu dikenalnya. Keris itu me mang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan keris besar, hanya keris tanpa ganja seperti sebuah
keris biasa, akan tetapi begitu digerakkan sedikit saja
keluarlah sinar yang aneh.
Ketika kakek itu menoleh ke arah Joko Wandiro, ia me lihat
anak laki- laki itu me mandangi patung.
Anak ini dapat me mbawa diri, pikirnya. Ia tahu bahwa anak
ini kecewa mendapat bagian patung, akan tetapi sama sekali
tidak diperlihatkan.
"Joko, benda di tanganmu itu bukan lah benda biasa. Itulah
benda keramat yang menjadi pujaan sekalian raja di Mataram
dahulu. Sekarang dengarlah kalian baik-baik. Kedua pusaka itu
seharusnya menjadi satu. Patung itu merupa kan warangka
atau tempat pusaka di tangan Endang itu. Dan pusaka itu
adalah pusaka Mataram yang menjadi la mbang kemakmuran
Mataram. Kini kerajaan sedang kacau balau. Orang- orang
jahat memperebutkan kedudukan dan saling berlomba
mendapatkan singgasana. Oleh karena itulah belum waktunya
pusaka ini kemba li ke Matara m. Maka aku sengaja
me mber ikan kepada kalian berdua dengan dipisah, agar tidak
mudah kedua-duanya jatuh ke tangan orang jahat. Endang
dan kau Joko. Setelah pusaka ini berada di tangan kalian,
sekarang juga kalian harus mencar i tempat perse mbunyian,
kalian harus sembunyikan pusaka-pusaka itu di te mpat yang
aman, yang hanya kalian saja yang mengetahui. Dan ingat,
biarpun nyawa kalian terancam, jangan sekali-kali kalian
beritahukan kepada orang lain tentang pusaka itu. Kalian
adalah cucu-cucuku, maka aku me mpercayakan pusaka ini
kepada kalian. Dapatkah kalian kupercaya?"
"Aku akan melindungi pusaka ini de ngan nyawaku, eyang!"
Endang Patibroto berkata sambil ma inkan keris itu. Ia cekatan
dan lincah sehingga ketika ia menggerakkan kerisnya tampak
sinar berkilauan dan terdengar suara seperti halilintar.
"Saya akan mentaati perintah eyang guru," jawab Joko
Wandiro. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, kalau begitu sekarang juga kalian le kas pergi
menye mbunyikan pusaka-pusaka itu. Aku menant i di sini."
Tanpa menanti perintah dua kali karena anak-anak itu
me mang cerdik dan tahu bahwa pusaka-pusaka di tangan me-
reka itu amat diingini orang-orang jahat di dunia, Joko
Wandiro dan Endang Pa- tibroto berlari pergi, seorang ke
barat seorang ke timur. Joko Wandiro tiba di tepi pulau itu
yang penuh batu karang dan di situ terdapat banyak guha-
guha batu. Akan tetapi guha itu demikian banyaknya dan
bentuknya serupa. Bagaimana kalau kelak ia lupa lagi" Pula,
tempat seperti ini malah men curigakan orang. Ia harus
menye mbunyikan patung kecil itu di te mpat yang tidak
disangka- sang ka orang, pikirnya. Akan tetapi di mana"
Tiba-tiba wajahnya yang tampan berseri ketika ia
me mandang kepada sebatang pohon randu yang besar. Pulau
ini kosong, tidak dit inggali orang. Andaikata ada orang di
pulau itu me mbutuhkan kayu, tak mungkin s usah-susah
menebang pohon besar ini, pikirnya. Banyak terdapat kayu di
sekitar tempat itu, tinggal a mbil saja. Pula, kayu randu adalah
kayu yang lemah, tidak baik untuk dibuat apapun, kurang
kuat. Joko Wandiro lalu menga mbil sebuah batu yang tajam
runcing dan dengan senjata ini naiklah ia ke atas pohon
randu. Di ujung batangnya yang paling atas, ia mulai
me mbuat lubang dengan batu itu, dengan perlahan-lahan dan
hati-hati. Karena kayu randu me mang tidak keras, akhirnya ia
berhasil me mbuat sebuah lubang cukup besar
dan dise mbunyikannya patung emas itu ke dalam lubang yang
segera ia tutup dengan kulit kayu randu yang tadi ia buka.
Tempat yang amat aman dan tak seorangpun ma nusia akan
menyangka bahwa di dalam batang randu itu terdapat sebuah
pusaka yang dijadikan rebutan orang sedunia!
Girang sekali hati Joko Wandiro. Akan tetapi ketika ia
me mbuang batu tajam itu dan mulai merayap turun, tiba- tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakinya terasa sakit bukan ma in dan dapat dibayangkan
betapa kagetnya ketika betisnya itu dililit seekor ular hijau
sebesar ibu jari kaki yang menggigit tungkaknya.
Ia berteriak dan pegangannya pada pohon terlepas,
tubuhnya roboh terguling. Ia me megang tubuh ular itu dan
merenggutkannya dari kaki, akan tetapi ular yang berwarna
hijau itu me mbelit tangannya dan kini malah menggigit
pergelangan tangannya. Seluruh tubuhnya terasa panas dan
sakit-sakit, "Aduh, eyang....... celaka " Ia berlari, dan dalam marahnya
karena ular itu tidak dapat ia lepaskan dari lengan, iapun lalu
menggigit leher ular hijau itu. Belu m jauh ia berlari, tubuhnya
sudah terguling roboh dan ia pingsan. Ular itu masih
menggigit pergelangan lengannya, akan tetapi ia sendiripun
masih menggigit leher ular itu sa mpai ha mpir putus! Sa mbil
menggigit Joko Wand iro mengisap dan mengisap terus saking
marah dan bencinya sehingga tanpa ia sadari ia telah minum
darah ular, darah berikut racun ular yang terasa man is!
Sementara itu, Endang Patibroto juga kebingungan ketika
ia tiba di pantai timur. Pantai sebelah ini a mat indah, penuh
rumput dan terdapat beberapa belas batang pohon nyiur yang
tinggi- tinggi. Ke mana ia harus menyembunyikan sebatang
keris itu" Ditana m dalam tanah" Hanya itulah cara yang ia
ketahui. Ia me milih sebatang pohon yang paling besar,
kemudian mulailah ia menggali tanah, me mpergunakan keris
pusaka itu! Agaknya para tokoh sakti di e mpat penjuru dunia
akan meringis kalau me lihat betapa pusaka yang mereka impi-
impikan itu kini dipakai menggali tanah oleh seorang anak
kecil, seakan- akan pusaka itu hanyalah sebatang pisau dapur
saja! Mendadak Endang Patibroto terkejut. Hampir saja
kepalanya tertimpa kelapa yang berjatuhan dari atas. Ia
menengo k ke atas dan alangkah kagetnya ketika melihat
betapa buah-buah kelapa dari batang itu rontok semua dan
daunnya menjad i kering, juga batang kelapa menjad i kering
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama sekali. Ia tidak tahu bahwa pohon kelapa itu tidak kuat
menerima hawa mujijat keris pusaka yang menggali tanah di
bawahnya! "He, bocah ayu, kau sedang apa di situ?"
Endang Patibroto kaget seperti dise ngat kalajengking. Ia
tersentak dan mencelat berdiri, menyembunyikan keris di
belakang tubuhnya sambil me mandang. Kiranya, tanpa ia
ketahui, ada sebuah perahu mendarat tak jauh dari tempat
itu. Sebuah perahu kecil yang ditumpangi dua orang laki-la ki
yang me mandangnya sambil menyeringai mena kutkan.
Seorang di antara mereka masih muda, mukanya pucat
matanya juling. Yang ke dua sudah agak tua, akan tetapi
mukanya kasar berca mbang-bauk dan matanya melotot
seperti hendak me loncat keluar dari te mpatnya.
Endang Patibroto mundur-mundur, tetap menyembunyikan
kerisnya di belakang tubuh sa mbil me ma ndang mereka yang
me loncat ke darat.
"Ha-ha-ha, mas ih kecil sudah cantik jelita. Eh, cah ayu,
apakah kau anak peri penjaga pulau kosong ini?" kata si muka
pucat dengan sikap ceriwis sekali. "Mari ber i pa man mu cium
selamat datang, ya?"
"Jangan main-ma in, siapa tahu dia itu keluarganya. Eh,
genduk (sebutan anak pere mpuan), tahukah kau di mana
rumah bapa Resi Bhargowo?"
Endang Patibroto hanya menggeleng dan sepasang
matanya yang lebar dan bening itu memandang tak pernah
berkedip. Dua orang itu masing-masing me mbawa golok besar
yang diselipkan di pinggang dan sikap mereka itu jelas
me mbayangkan watak yang kasar dan kejam.
"Anak manis, kau tinggal bersa ma siapa di pulau ini" Mana
ibumu" Wah,ibumu tentu masih muda dan cantik heh-heh!" Si
juling berkata, lagi sambil mende kati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adi Wirawa, jangan lupakan tugas kita. Kita di sini
menyelidik, bukan bersenang-senang!" Si ca mbang-bauk
mene gur. "Ah, kakang, bekerja saja tanpa senang-senang, me mbosan kan. Anak ini manis sekali, ibunya tentu cantik. Biar
kugendong dia dan kita ajak dia pulang, siapa tahu di
rumahnya kita bisa bertemu dengan Resi Bhargowo, ha- ha-
ha! Hayo, nduk cah ayu, mari kugendong. Diupah cium, ya?"
Ia mendesak maju.
Endang Patibroto mas ih mundur-mundur dan tangannya
dise mbunyikan di belakang tubuh. Ketika si juling itu
menubruk maju sambil tertawa-tawa, tiba-tiba dengan
gerakan gesit Endang Patibroto miringkan tubuh, tangan
kanannya menya mbar ke depan laksana kilat cepatnya.
"Aduhhhh ..... mati aku
..... !!" Sijuling itu terjengkang,


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengge lepar seperti seekor
ayam dipotong lehernya, berkelojotan menggeliat- geliat kemudian tak bergerak
lagi, tubuhnya kering dan
hangus, mati seketika!
Temannya berdiri terbelalak, matanya yang lebar itu ma kin lebar lagi dan
kumisnya yang tebal menggetar-getar.
Ia me mandang anak perempuan itu dengan heran dan marah. Anak itu paling
banyak berusia sepuluh atau sebelas tahun, dengan sebatang
keris di tangan, bagaimana dapat me mbunuh te mannya" Dan
mengapa temannya itu tidak kelihatan terluka, akan tetapi
mati sede mikian mengerikan, bajunya hangus semua, kulitnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga hangus dan kering" Akan tetapi kemarahannya meluap-
luap dan ia sudah mencabut goloknya yang lebar dan besar.
"Bocah keparat! Bocah setan ..... !"
Ia menerjang dengan goloknya, lupa bahwa yang
dihadapinya hanyalah seorang anak perempuan kecil.
Namun Endang Patibroto adalah seorang bocah gemblengan yang sejak kecil sudah melatih diri dengan ilmu
silat tinggi. Melihat golok itu berkelebat menerjangnya, ia
cepat trengginas me lompat ke sa mping sa mbil menggerakkan
tangan kanan menyampok dar i kanan.
"Trangggg ..... !!"
Si brewok menjerit kaget karena goloknya telah patah
menjad i e mpat potong begitu bertemu dengan keris d i tangan
anak itu dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, kedua kakinya
sudah lumpuh ketika keris itu menge luarkan cahaya sehingga
ia tidak ma mpu bergerak lag i.
Sepasang mata yang lebar dari si brewok itu terbelalak
ketakutan, mulut nya terbuka tanpa dapat mengeluarkan
suara, hanya kedua tangannya menolak seolah-olah dengan
gerakan itu ia akan dapat melindungi tubuhnya. Akan tetapi
benda bercahaya itu tetap saja datang menyentuh dadanya.
"Aauuughhh!"
Hanya keluhan ini yang keluar dari mulutnya karena iapun
menga la mi nas ib seperti si juling, tubuhnya menjadi kering
dan hangus, mati seketika!
Sejenak Endang Patibroto berdiri tercengang. Keris pusaka
Brojol Luwuk mas ih berada di tangan kanannya. Sedikitpun
tidak ada tanda darah di ujung keris itu. Anak perempuan
yang baru berusia sepuluh tahun lebih ini sedikitpun tidak
merasa ngeri bahwa tangannya telah me mbunuh dua orang
lagi. Setahun yang lalu, ketika ia dan Joko Wandiro dihadang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perampok-pera mpok, iapun dengan berani telah melukai dan
me mbunuh dua orang pera mpok.
Akan tetapi sekarang lain lagi. Ia me lihat betapa ampuh
dan hebatnya keris di tangannya dan ia tercengang. Keris itu
seakan-akan hidup kalau ia berhadapan dengan musuh,
seakan-akan dapat bergerak sendiri dan sedikit menyentuh
tubuh lawan saja sudah cukup me mbuat lawan roboh tewas
dalam keadaan menger ikan, yaitu hangus dan ker ing!
Di dalam hatinya, Endang Patibroto merasa girang bukan
ma in, akan tetapi juga khawatir. Ia girang bahwa setelah
setahun menerima ge mblengan eyangnya, kini dalam
menghadap i dua orang lawan itu gerakannya tidak ragu-ragu
dan ia merasa betapa mudah menga lahkan lawan, girang pula
bahwa ia telah me miliki keris pusaka yang ampuhnya
menggiriskan. Geli hatinya kalau teringat olehnya betapa Joko
Wandiro mendapatkan bag ian patung kencana. Teringat akan
ini, Endang Patibroto tersenyum geli.
Biarlah Joko Wandiro men cari setendang dan menggendong gole k kencana itu dan bertembang men inabobokkan! Alangkah lucunya!
Akan tetapi hatinya khawatir melihat dua orang lawan yang
sudah hangus tubuhnya itu. Eyangnya tentu akan marah
bukan ma in. Kata eyangnya, pusaka itu adalah pusaka keraton
Mataram yang a mpuh dan terpuja. Kalau eyangnya me lihat ia
menggunakan pusaka itu untuk me mbunuh dua orang, tentu
eyangnya akan marah. Selain itu, ke mana ia dapat
menyimpan pusaka keris di tangannya" Pusaka ini luar biasa
ampuhnya dan sekarang tahulah ia bahwa saking ampuhnya,
pohon nyiur tadi seketika menjad i kering dan mati ketika ia
hendak mengubur ker is itu di bawah pohon.
Ia me mandang keris di tangannya itu penuh perhatian.
Kalau dilihat sepintas lalu, keris pusaka ini tidaklah a mat aneh.
Keris biasa saja berlekuk tujuh dan berwarna abu-abu. Akan
tetapi karena tahu akan keampuhannya yang sudah terbukti,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka t imbul rasa sayang besar sekali dalam hati anak itu dan
ia mende kap keris itu di depan dadanya yang mulai
me mbayangkan bagian menonjol.
"Tida k," kata hatinya. "Keris ini tidak akan kutinggalkan,
akan kusimpan bersamaku, kubawa selalu. Aku haru" pergi
dari sini, kalau eyang marah melihat dua mayat ini kemudian
minta kembali keris pusaka, aku rugi! Lebih baik aku pergi dan
mencari ibu. Ibu tentu akan bangga me lihat keris ini!"
Pikiran ini datang sekonyong-konyong dalam bena knya
ketika Endang Patibroto melihat perahu yang ditumpangi dua
orang tadi. Kesempatan baik baginya untuk pergi. Tanpa ragu-
ragu lagi ia menye mbunyikan keris pusaka di balik
kembennya, kemudian
lari mengha mpiri perahu dan
mendorongnya ke tengah melawan ombak.
Semenjak kecil sudah biasa dia bersa ma ibunya ber main-
ma in dengan ombak laut yang jauh leb ih besar daripada
omba k di pantai pulau ini, dan ber main perahu tentu saja
merupa kan per mainan sehari-hari baginya. Setelah berh-sil
me lalui buih o mbak yang me mecah di pantai, perahunya mulai
me laju ke tengah sa mudera dalam penyeberangan menuju ke
daratan! "Kakangmas Pujo ..... !"
Pujo yang sedang duduk termenung di depan pondoknya,
terkejut. Pikirannya sedang sibuk, hatinya gelisah. Pertemu-
annya dengan Kartikosari beberapa
hari yang lalu mendatangkan ber maca m perasaan kepadanya. Rasa cinta,
sesal, duka, dan kecewa, namun ada juga harapan yang
me mbuatnya gembira. Isterinya
masih hidup, masih mencintanya. Hal ini mudah saja ia duga, karena bukankah
cinta kasih itu terpancar jelas dari pandang matanya" Namun
kegembiraan dan harapan untuk kelak dapat bersatu dengan
isterinya terganggu bermaca m-maca m kenyataan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Musuh besar mereka, si laknat yang melakukan perbuatan
terkutuk terhadap isterinya di ma la m jahana m di Guha
Siluman itu, belum terbalas. Bahkan mengetahuinya siapapun
belum! Bukan Wisangjiwol Inilah yang me mbikin hatinya risau
dan gelisah. Kalau bukan W isangjiwo, berarti dosa putera
adipati itu tidaklah sebesar yang disang ka sebelumnya.
Dan dia sudahi me mbalas dengan hebat! Sudah menculik
puteranya, dan me mbuat isterinya gila Dia m-dia m rasa sesal
menyusupi perasaan hati Pujo.
Semua ini dita mbah lagi dengan kenyataan bahwa sudah
sepekan ini Joko Wand iro yang ia suruh mencari kuda di
dusun belum juga datang! Ia merasa gelisah dan menga mbil
keputusan untuk menyusul dan mencarinya kalau hari ini
belum juga p ulang anak itu. Anak Wisaigjiwo yang diculiknya,
akan tetapi anak yang ia sayang sebagai murid, bahkan
seperti telah menjadi puteranya sendiri.
Suara wanita me manggilnya itu benar-benar mengejutkannya, akan tetapi juga sejenak wajahnya berseri
karena timbul harapannya bahwa Kartikosari akhirnya datang
kepadanya! Akan tetapi setelah menengok, ia cepat bangkit berd iri
dengan wajah ter- heran-heran. Wanita me mang yang
me manggilnya tadi, seorang wanita yang cantik man is, akan
tetapi sama sekali bukanlah isterinya. Bukan Kartikosar i!
Usianya me mang sebaya, mungkin hanya dua tiga tahun lebih
muda dar ipada Kartikosari. Wajahnya man is, pandang
matanya tajam, tubuhnya ramping padat, akan tetapi pada
saat itu air mata turun me ngalir di sepanjang kedua pipinya.
"Anda siapakah ..... ?" Akhirnya Pujo dapat bertanya sambil
me langkah maj u.
Wanita itu terisak, mengusap air mata dengan tangan
kirinya. Akan tetapi hanya sebentar karena ia sudah dapat
menguasai perasaannya kembali. Air matanya tidak mengucur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi ketika ia mengangkat mukanya yang menjadi kemerahan
dan menatap wajah Pujo dengan pandang mata taja m.
"Kakangmas Pujo, sepuluh tahun la manya aku mencari-
carimu. Setelah kini bertemu engkau tidak mengena lku lag i!
Alangkah pahitnya kenyataan ini! Kakangmas Pujo, kelirukah
penilaianku dalam hati tentang dirimu" Bukankah engkau
seorang laki-laki jantan yang tidak akan mengingkari semua
perbuatanmu, seorang satria yang berani mempertanggung
jawabkan perbuatannya" Kakangmas, lupakah kau kepadaku,
kepada ..... Roro Luhito ..... ?"
Ia terisak lagi dan beberapa butir air mata bertitik ke atas
pipi. Pujo teringat. Pantas saja tadi serasa pernah ia melihat
wanita ini! Akan tetapi mengapa seperti itu sikapnya dan
seperti itu pula bicaranya" Pujo mengerutkan kening dan
menduga-duga akan tetapi tetap tidak dapat mengerti.
Ia mengangguk dan berkata,
"Ah, teringat aku sekarang. Engkau Roro Luhito puteri sang
adipati di Selopenangkep yang dulu ikut pula mengepungku,
bukan" Akan tetapi apa artinya semua ucapanmu tadi?"
Seketika berhenti tangis wanita itu. Kedua matanya yang
masih berkaca- kaca (me mbasah) itu terbelalak me man dang.
Mata yang indah dan bening. Mulut yang mungil itu bergerak-
gerak ketika giginya menggigit-gigit bibir bawah. Bibir yang
berkulit tipis, merah dan penuh.
Kedua tangan diangkat ke p inggang, mengepal dan jarinya
mere mas re mas. Jari-jari kecil meruncing.
)0oo-dw-oo0( Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 13 "KAU ....... kau pura-pura tidak tahu ... " Pura-pura lupa "
Serendah inikah b udimu" Benarkah eng kau begini ....... begini
....... pengecut?""
Pujo menjadi makin heran, akan tetapi lapun merasa tak
senang disebut pengecut dan rendah budi.
"Roro Luhito! Hati-hatilah engkau dengan kata-katamu! Aku
tidak akan mengingkari se mua perbuatanku dan aku sama
sekali bukanlah seorang pengecut yang rendah budi. Memang
benar, sepuluh tahun yang lalu aku telah menyerbu gedung
ayahmu, melukai ayah mu dan me mbunuh beberapa orang
pengawal. Kemudian a ku telah menculik isteri dan putera
kakakmu! Tidak kusang kal bahwa aku kemudian telah
men inggalkan isteri kakakmu di Guha Siluman dan me mbawa
lari putera kakakmu! Nah, aku t idak menyangkal se mua
perbuatanku. Habis, kau mau apa" Hendak me mba las
dendam?" Akan tetapi pengakuan Pujo ini sa ma sekali t idak
me muas kan hati Roro Luhito, bahkan me mbuat ia ma kin
marah. Ha mpir berteriak ia ketika berkata,
"Bagus! Hanya itukah yang kaulakukan" Mengapa engkau
tidak menyebut-nyebut perbuatan yang kaulakukan terhadap
aku?" "Perbuatan yang kulakukan terhadapmu?" Pujo mengingat-
ingat, lalu tertawa. "Ahh, ketika engkau ikut mengeroyokku"
Dan kau terguling roboh" Hanya untuk perbuatan itu saja
engkau mencari-cariku sa mpai sepu luh tahun?"
Pujo makin terheran-heran, apalagi ketika teringat betapa
sikap wanita ini tadi a mat mesra me manggilnya, sama sekali
bukan sikap seorang yang hendak menuntut balas atas
kekalahannya dahulu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini pandang mata Roro Luhito seperti mengeluarkan api
saking marahnya.


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pujo! Engkau tidak mengaku tentang perbuatanmu dalam
....... dalam ....... bilikku .......?"
Pujo tertegun. Wanita ini tidak main-main agaknya. Akan
tetapi, ia tak pernah merasa melakukan sesuatu dalam
biliknya! Ia mengingat-ingat keras akan tetapi tidak mene mui
jawaban. Gilakah wanita ini" Sayang kalau gila, wanita begini
man is. Ia menggeleng kepala. "Aku tidak ....... penah memasuki
bilikmu " "Keparat! Kalau kau menyangkal, berarti kau harus
ma mpus di tanganku!"
Roro Luhito mengeluarkan pekik menye ramkan, seperti
bukan pekik seorang manusia, lebih mirip pekik seekor monyet
betina. Akan tetapi terjangannya hebat sekali, tubuhnya sudah
menyerbu ke depan, kedua tangan mencengkeram, kedua
kaki menendang, cepat dan dahsyat seperti topan menga muk!
"Haaaiiittt!!"
Pujo terkejut sekali dan mengeluarkan teriakan ini sa mbil
cepat mengelak dan menggunakan tangannya menangkis.
Alangkah kagetnya ketika lengannya bertemu dengan tangan
Roro Luhito, ia merasa hawa panas menya mbar dari tangan
itu. Serangan wanita ini tak boleh dipandang ringan. Di lain
fihak Roro Luhito juga terkejut karena tubuhnya terpental ke
belakang ketika lengannya ditangkis.
Memang Roro Luhito yang sekarang berbeda dengan puteri
Adipati Selopenangkep sepuluh tahun yang lalu. Ia telah
dige mbleng oleh gurunya, Resi Telomoyo dan menerima
banyak ilmu. Bukan sembarang ilmu. Aji Sosro Satwo (Seribu
Binatang) dan Kapi Dibyo me mbuat ia menjad i kuat dan
tangkas, memiliki tenaga mujijat yang timbul dari hawa sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di dalam tubuh yang sudah dapat dihimpunnya. Namun,
menghadap i Pujo ia kalah latihan dan ka lah tenaga.
Melihat dengan gerakan yang a mat sigap dan cepat wanita
itu sudah hendak menerjangnya lagi, Pujo cepat mengangkat
tangan dan berkata,
"E-ehh ......... setop! Setop dulu!"
"Mau bicara apa lagi?" Roro Luhito me mbentak marah,
akan tetapi sepasang matanya yang bening berair.
"Roro Luhito, sikap mu me mbuat orang penasaran dan tidak
mengerti. Kalau kau marah dan henda k me mba lasku karena
perbuatanku seperti yang telah kuceritakan tadi, yaitu
menculik keponakanmu, melukai ayahmu, mengalahkan kau
dan me mbunuh beberapa orang pengawal ketika aku
menyerbu Selopenangkep, aku dapat menerimanya dan tidak
akan menjadi penasaran. Akan tetapi, kau menuduhku
me lakukan sesuatu terhadapmu di dalam bilikmu! Nanti dulu!"
Pujo menghindar dari sebuah serangan kilat. "Dengarkan
dulu! Sungguh mati aku tidak mengerti apa yang
kaumaksudkan! Perbuatan apakah itu?"
Tentu saja amat sukar bagi seorang gadis seperti Roro
Luhito untuk mencer itakan peristiwa sepuluh tahun yang la lu,
pada malam hari d i dalam biliknya yang gelap Ia menganggap
bahwa Pujo ini berpura-pura saja, atau agaknya sengaja
hendak me mbikin dia malu dan hendak me ma ksa dia yang
mengadakan pengakuan.
Hal ini me mbuat kemarahannya meluap-luap dan ia segera
menerjang setelah me mbentak,
"Boleh saja kau pura-pura tidak tahu! Akan tetapi engkau
atau aku harus mati untuk menebus perist iwa jahanam itu!"
Kembali tanpa me mberi kesempatan kepada lawan untuk
banyak bicara, Roro Luhito sudah me nerjang lag i dengan
gerakan yang amat cepat, secepat monyet melompat, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan hanya tangan kirinya yang mencengkeram ke arah
muka lawan mengarah kedua mata, akan tetapi juga tangan
kanannya yang sudah mencabut cundrik itu menghanta m ke
arah dada dengan tusukan kilat.
Bukan ma in hebatnya serangan ini, dila kukan se lagi
tubuhnya masih mencelat di atas udara! Pujo benar-benar kaget. Sepuluh tahun yang lalu pernah ia
menghadap i gadis ini ketika ia dikeroyok di Kadipaten
Selopenangkep, akan tetapi tidaklah sehebat ini gerakan gadis
itu. Gerakannya sekarang selain tangkas dan kuat, juga a mat
aneh, sepertj gerakan seekor binatang buas.
Dala m keheranannya, Pujo berlaku hati-hati. Cepat ia
menggerakkan tubuh miring ke kanan untuk menghindarkan
diri dar ipada cengkera man tangan lawan. Adapun tusukan
cundrik itu terpaksa ia tangkis dengan ta mparan jari-jari yang
menggunakan Aji Pethit Nogo.
"Plakk!"
"Aduh ......... !"
Cundrik itu terlepas dari tangan Roro Luhito yang merasa
betapa tangan kanannya seakan-akan remuk semua tulangnya
dan menjadi lumpuh. Ia terguling roboh ke atas pasir, akan
tetapi cepat sekali ia sudah meloncat dan tiba-tiba tangan,
kirinya menyambar.
Pujo berusaha mengelak akan tetapi karena serangan
wanita yang sudah ia robohkan itu benar-benar sa ma sekali
tidak pernah diduganya, sebagian dari pasir yang disebarkan
oleh Roro Luhito itu mengena i matanya. Pujo mengeluh,
kedua matanya pedas dipejamkan dan ia terhuyung ke
belakang. Roro Luhito tidak menyia-nyiakan kesempatan ini
dan kakinya menendang, tepat mengenai dada Pujo yang
terjengkang ke belakang dan jatuh terbanting ke atas pasir.
Roro Luhito yang sudah me luap kemarahannya itu
menubruk, dengan maksud menghabiskan nyawa lawannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan pukulan-pukulan maut. Tentu saja Pujo juga maklum
akan bahaya ini, biarpun kedua matanya untuk sementara tak
dapat ia buka, namun telinganya dapat menang kap sambaran
tubuh dan tangan Roro Luhito yang menubruknya. Ia
menggulingkan tubuh ke kiri sehingga tubrukan Roro Luhito
mengenai te mpat kosong dan Pujo yang tahu bahaya itii
dengan mata masih terpejam cepat meringkusnya dan
me megang kedua tangannya.
"Lepaskan! Setan keparat. ....... lepaskan.......!"
Roro Luhito menjerit-jerit dan bergumul ah kedua orang itu
di atas pasir yang halus. Karena kemarah annya, Roro Luhito
menjad i ganas dan buas dan dalam usahanya me mbebaskan
kedua pergelangan tangannya yang terpegang erat-erat oleh
tangan Pujo, ia meronta-ronta, bahkan lalu menggigit! Karena
Pujo masih mera m dan mereka bergumul tak teratur dalam
ilmu perkelah ian lagi, maka pipi kiri Pujo tergigit .
"Aduhhhhh !! Adu-du-duhhh lepaskan! Eh, kok mengigit.......... !"
Saking sakitnya Pujo mengaduh-aduh dan cepat ia
mengerahkan tenaganya melemparkan tubuh Roro Luhito ke
depan, lalu cepat meloncat berdiri. Untung, rasa pedas pada
matanya me mbuat air matanya bercucuran dan air mata inilah
yang mencuci dan me mbawa keluar pasir yang me masu ki
matanya sehingga pada saat itu Pujo sudah mampu me mbuka
mata kirinya. "Brukkk!"
Tubuh Roro Luhito terlempar dan terbanting keras. Untung
bahwa tempat itu adalah pesisir laut yang banyak pasirnya
sehingga terbanting sekeras itu hanya terasa pedas dan agak
njarem bagian pinggulnya. Roro Luhito menyumpah-nyu mpah
ketika bangkit sa mbil mengelus pinggulnya.
Juga Pujo menyumpah-nyu mpah ketika meraba pipi kirinya
yang berdarah. Kini ia berhasil pula me mbuka mata kanannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua matanya merah dan masih berair, akan tetapi sudah
terbebas dari pasir.
Mereka kini berdiri berhadapan, dalam jarak tiga meter,
saling pandang, penuh ke mewahan.
"Kau ......... perempuan liar!" Pujo me ma ki, timbul
kemarahannya. "Dan kau ......... laki-laki pengecut !"
Roro Luhito balas me maki, juga marah sekali karena
hatinya telah dikecewakan. Sama sekali tak disangkanya
bahwa Pujo menyangkal perbuatannya sepuluh tahun yang
lalu, perbuatan yang disangkanya benar-benar berlandaskan
cinta kasih seperti yang dibis ikkan nya sepuluh tahun yang lalu.
Betapa kecewa hatinya kini. Sepuluh tahun ia mengharap-
harapkan pertemuan ini, mengharap kan penerimaan Pujo
dengan hati gembira dan perasaan bahagia, mengharapkan
dapat menjadi isteri Pujo, selain untuk menebus aib juga
untuk me laksanakan hasrat hatinya yang mencinta. Siapa kira,
Pujo selain menyangkal, juga me makinya dan kini bahkan
me lawan dan mengalahkannya. Rasa kecewa me mbuat ia
menjad i ne kad dan kini hanya ada satu harapan di hatinya,
yaitu membunuh laki-la ki yang ia
cinta dan yang mengecewakan hatinya ini, ke mudian me mbunuh diri sendiri! .
Roro Luhito yang sudah nekat Itu lalu menerjang maju lagi
sambil menge luarkan pekik yang melengking t inggi seperti
pekik tantangan marah seekor monyet betina yang diganggu
anaknya. Ia telah mengeluarkan se mua ajinya yang ia peroleh
dari gurunya, Resi Telomoyo. Mendengar pekik yang
mengiringi Aji Sosro Satwo ini, se mua binatang buas di dalam
hutan tentu akan lari tunggang-langgang. Seekor harimau
yang liar sekalipun akan lar i bersembunyi mende ngar pekik
ini! Tubuh Roro Luhito me lompat ke depan, kaki tangannya
me lakukan serangan bertubi-tubi yang sifatnya liar ganas,
namun juga amat berbahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pujo ma klum bahwa wanita ini tak boleh dipandang r ingan,
maka iapun lalu mengerahkan ajinya, Aji Bayu Tantra yang
me mbuat tubuhnya ringan laksana kapas gesit laksana burung
srikatan, juga ia mengerahkan Aji Pethit Npgo ke dalam
sepuluh jari tangannya. Biarpun ia sa ma sekali tidak
me mpunyai niat me mbunuh wanita ini, namun tanpa Aji Pethit
Nogo, agaknya tidak akan mudah baginya untuk mengatasi
kedahsyatan serangan Roro Luhito.
Bukan main cepatnya gerakan kedua orang itu. Ketika Roro
Luhito menerjang dan menyerang bertubi-tubi dan Pujo
menge lak ke sana ke mari mengandalkan ilmunya Bayu
Tantra, lenyaplah kedua orang itu, yang tampak hanya
bayangan mereka berkelebatan dan kadang-kadang bergumul
menjad i satu. Ketika mendapat kesempatan menangkis, Pujo
me mpergunakan jari tangannya untuk dikipatkan ke arah
lengan Roro Luhito.
Akan tetapi wanita inipun bukan lah seorang wanita biasa.
Ia cukup cerdik dan maklum bahwa lawannya me miliki jari-jari
tangan yang kuat dan mengeluarkan hawa panas yang bukan
ma in, ma ka setiap kali Pujo menangkis, ia selalu menar ik
kembali tangannya untuk diganti dengan pukulan lain yang
lebih berbahaya dan yang kecepatannya tak mungkin dapat
ditangkis kecuali hanya dielakkan secara cepat pula.
Gerakan Roro Luhito se lain cepat juga aneh dan bertubi-
tubi. Kadang-kadang kelihatan seperti gesitnya seekor Kera,
kadang-kadang seperti menyambar nya seekor burung elang,
atau seperti ganasnya harimau menerka m. Memang Ilmu Silat
Sosro Satwo ini, sesuai dengan namanya yang berarti Seribu
Binatang, menga mbil inti sari dar ipada gerakan ber maca m-
maca m binatang hutan.
Repot juga Pujo menghadapi ilmu silat yang aneh itu.
Untung ia menang kuat dan tubuhnya kebal, kalau tidak, ia
bisa kalah oleh lawannya. Belum pernah ia berhasil
menang kis, malah sudah tiga kali ia kena tendangan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan yang cukup membuat matanya berkunang, akan
tetapi tidak cukup kuat untuk me mbuat nya roboh.
Kembali karena bingung menghadapi serangan Roro Luhito
yang gayanya berputaran seperti lagak seekor ayam jago,
la mbung kirinya kena di "jalu", yaitu ditendang dengan gaya
seperti seekor ayam jago meneladung (menendang).
"Ngekkk!"
Terasa juga kali ini. Lambungnya kena d igajul keras sekali.
Sejenak Pujo terengah, akan tetapi gerakan Roro Luhito yang
menendang sa mbil meloncat itu me mbuat rambutnya yang
panjang terurai ke depan.
Pujo tidak mau me nyia-nyiakan kesempatan ba ik ini.
Tangan kirinya meraih dan ra mbut panjang itu dapat
dija mbaknya dan ditarik sehingga tubuh Roro Luhito
terhuyung . "Athooooouu!" Ia menjerit-jerit kesakitan. "Lepaskan!
Curang kau !" .
Akan tetapi Pujo yang masih mulas perutnya karena
la mbungnya digajul tadi, sudah mena mpar dengan tangannya,
ke arah tengkuk.
"Plakkk!"
Tidak keras ta mparan itu, na mun karena jar i tangannya
masih mengandung hawa sakti Aji Pethit Nogo, cukup
me mbuat tubuh Roro Luhito terpelanting dan tak dapat
bangun kembali. Wanita itu merintih-rintih dan me megangi
tengkuknya yang rasanya seperti patah-patah!
"Heh si keparat Pujo! Kau tidak menerimanya dengan baik-
baik ma lah berani merobohkannya" Aku tidak terima!"
Terdengar suara keras, sesosok bayangan melesat dan
menya mbar ke arah kepala Pujo dar i atas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pujo terkejut sekali, cepat ia menggerakkan kaki, tubuh
ditekuk ke bawah sehingga kakinya lurus dengan tanah. Cepat
sekali gerakannya mengelak ini, karena ia tahu akan
kehebatan serangan dari atas maka ia menggunakan jurus
kelit Kemul Bantolo (Berselimut Tanah). Akan tetapi sungguh
tak disangkanya dan a mat mengejutkan hatinya karena


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungguhpun serangan pertama itu dapat ia elakkan, akan
tetapi secara aneh sekali kaki penyerang itu dapat
menyeleweng dan mendupak (menendang) pundaknya
dengan kecepatan yang tak mungkin ia elakkan lagi! Selain
terkejut, juga Pujo merasa nyeri pundaknya.
Tendangan itu tidak mengena i secara tepat, namun cukup
me mbikin nyeri, tanda bahwa ini telah menggunakan tenaga
hebat yang keluar dari hawa sakti! . Pujo me mbanting diri ke
kiri terus bergulingan untuk me nghindarkan diri dari serangan
susulan, kemudian ia melompat dan me mbalikkan tubuh
dengar sigap dan s iap dengan kuda-kuda yanj kuat.
Baru sekarang ia dapat meliha l lawannya. Kiranya lawannya
adalah seorang kakek yang sudah putih se mua ra mbutnya,
akan tetapi kake k itu mukanya buruk se kali, dahinya nonong,
matanya cekung, hidungnya pesek, dagunya menonjol ke
depan. Muka seekor monyet! Dan sungguhpun kaki dan
tangannya tidak berbulu seperti seekor monyet, akan tetapi
karena kulitnya agak putih dan rambutnya sudah putih semua,
kakek ini benar-benar mirip dengan seekor kera putih
berpakaian! Kakek yang aneh ini dengar gerakan yang aneh
sekali telah menghampiri Roro Luhito dan beberapa kal
mengurut-urut tengkuk gadis itu dan seketika Roro Luhito
dapat bangkit ke mbali.
"Bapa resi, dia menyangkal, malah menyerangku!" kata
Roro Luhito dengan sikap dan suara manja. "Harap bapa resi
suka me mbunuh dia untuk membalas sakit yang ia datangkan
kepada diriku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan khawatir, muridku yang denok. Heh, Pujo, kau laki-
laki pengecut, berani berbuat tidak berani bertanggung jawab!
Kau telah me mperkosa muridku, akan tetapi dia bersedia
me maafkan perbuatanmu bahkan ingin bersuwita (mengha mba) kepadamu, mener ima sekalipun menjadi
isterimu yang ke dua. Akan tetapi engkau tidak hanya
menyangkal perbuatanmu yang rendah, malah telah
meroboh kannya. Aku Resi Telomoyo tidak suka bermusuhan
dengan orang muda, akan tetapi sekali ini apa boleh buat,
karena mertuamu Resi Bhargowo tidak ada, aku sendirilah
vang akan me mberi hajaran kepadamu!"
Kalau saja tidak sedang menghadap i keadaan yang gawat
dan berbahaya, juga kalau saja Pujo tidak sedemikian
terkejutnya mendengar ia didakwa me mper kosa Roro Luhito,
tentu Pujo takkan dapat menahan ketawanya menyaksikan
sikap kake k itu yang sambil bicara panjang le bar tiada
hentinya menggaruk-garuk
kepala, punggung atau bebokongnya, persis tingkah laku seekor monyet!
Akan tetapi ia terlampau kaget dan dengan muka merah ia
berkata, "Resi adalah gelar bagi seorang pertapa yang sidik
paninggal (tajam pandangan) dan tidak hanya mendengarkan
fitnah sepihak! Aku tidak pernah merasa melakukan perbuatan
serendah itu, bagaimana aku dapat me mpertanggung jawab-
kannya?" "Jahanam keparat! Kalau kau tidak melakukan kekejian itu,
apa perlunya aku mencar imu sa mpa i sepu luh tahun" Apa
perlunya aku minggat dari kadipaten" Kau me ma ng manusia
rendah, pengecut yang selain mendatangkan aib dengan keji
juga telah menculik kakak ipar dan keponakanku!"
Saking marahnya Pujo sampai tak dapat menjawab dan
saat itu dipergunakan oleh Resi Telomoyo yang memang
wataknya keras itu untuk menerjangnya lagi. Seperti juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Roro Luhito tadi, da lam penyerangannya ini kakek itu menge-
luarkan suara gera man seperti seekor monyet jantan.
Akan tetapi sepak terjangnya jauh berbeda dengan
muridnya. Kakek ini jauh lebih a mpuh gerakannya dan kedua
tangan kakinya mendatangkan angin bersiutan tanda bahwa
tenaga yang ia keluarkan mengandung hawa sakti yang
dahsyat. Pujo juga marah, menganggap kakek ini keterlaluan,
menjatuhkan tangan besi tanpa pe meriksaan lebih dulu. Ia
bergerak dengan Aji Bayu Tantra, demikian cepatnya ia
bergerak sampai tubuhnya le nyap menjadi bayangan
berkelebatan, dan dengan pengerahan tenaga ia menerjang,
kadang-kadang dengan Aji Gelap Musti, kadang-kadang
dengan Aji Pethit Nogo yang ampuh.
"Wah-wah, kau hebat, orang muda!"
Kakek itu sa mbil menghindar ke sana ke mar i dengan
sigapnya me muji. Dengan kecepatan dan gerakan aneh, kakek
itu meloncat-loncat
dan me mbingungkan Pujo. Tadi
menghadap i Roro Luhito saja ia sudah bingung dan beberapa
kali kena dipukul. Apalagi sekarang. Hanya bedanya, kalau
tadi menghadapi Roro Luhito ia segan menurunkan pukulan
maut, kini me nghadapi kakek yang ia tahu a mat sakti itu ia
tidak segan-segan mengeluarkan se mua ajiannya, bahkan
mengerahkan tenaga mujijat yang ia latih selama ini melawan
gelombang Laut Selatan.
"Luar biasa!" seru Resi Telomoyo sambil menggulingkan diri
di atas pasir ketika jari-jari tangan Pujo me nyambar dengan
Aji Pethit Nogo sehingga menge luarkan suara nyaring seperti
cambuk me nyambar.
Sambil bergulingan kakek ini menggunakan tipu seperti
yang dipergunakan Roro Luhito. Pasir berhamburan menya mbar ke muka Pujo. Baiknya Pujo tadi sudah
menga la mi akibat tipu ini sehingga ia sudah waspada dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me lihat bayangan pasir menyambar, ia sudah menutup mata
dan mengelak. Namun pasir yang hanya merupakan butir-
butiran kecil itu ketika me ngenai kulit muka dan leher, terasa
seperti jarum-jarum yang runcing menusuk-nusuk! Ia kaget
sekali dan baiknya Pujo dapat menyalurkan hawa sakti ke
bagian yang terserang sehingga kulitnya hanya lecet-lecet saja
akan tetapi pasir tidak dapat mene mbus.
Dari ini saja sudah dapat dibayangkan betapa hebatnya
tenaga dalam kake k seperti monyet itu. Orang biasa saja
terkena sambaran pasir ini tentu akan tewas karena pasir itu
akan terus mene mbus kulit daging, bahkan mungkin dapat
mene mbus tulang, tiada ubahnya seperti pe luru-peluru baja!
"Wah-wah, tidak kecewa kau menjadi murid Resi
Bhargowo!" Kembali kakek itu bicara sambil menerjang terus.
"Sayang kau mata keranjang dan penge cut!"
Makin marahlah Pujo. Ia
mence lat ke belakang agak
jauh dan tahu-tahu ia sudah
mencabut kerisnya, yaitu
pusaka Banuwilis yang menge luarkan cahaya hijau.
Keris berlekuk sembilan ini
men corong dan hawanya
seperti seekor ular hijau
berbisa. Namun Resi Telomoyo tidak gentar, hanya tersenyum men gejek.
"Ha-ha! Belum lecet kulit mu, belum patah tulangmu, sudah mengeluarkan pusaka!
Ha-ha-ha!"
"Resi Telomoyo! Entah perbuatan kita yang mana dan
kapan yang menghasilkan akibat saat ini. Aku tidak pernah
me musuhi anda dan murid anda, akan tetapi andika agaknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghenda ki kematianku! Apa boleh buat, kalau me mang
hendak mengadu nyawa, silakan!"
Pujo me masang kuda-kuda dengan keris pusaka di
tangannya, siap untuk me mbunuh atau dibunuh! .
"Ha-ha-ha! Mengakui dan menyesali perbuatan sendiri
me mang merupakan per kara yang paling sulit dila kukan di
dunia ini! Betapapun buruk perbuatan sendiri, selalu
dipandang dan dicari segi-segi kebaikannya. Aku tidak ingin
me mbunuhmu, hanya ingin
me maksamu me mpertang-
gungjawabkan perbuatanmu terhadap muridku. Hayo, kau
boleh gunakan pusakamu, orang muda. Murid sa ma dengan
anak, kalau guru tidak me mbe la muridnya, orang tua tidak
me mbe la anaknya, habis apa gunanya menjadi guru atau
orang tua" Kerahkan se mua tenagamu, keluarkan semua aji
kesaktian mu kalau kau mau mengenal Resi Telomoyo!"
Pujo ma kin mendongkol hatinya. Agaknya percuma saja
bicara dengan dua orang itu. Menyangkalpun tidak akan ada
gunanya karena tidak dipercaya Maka ia la lu berseru,
"Baik, hati-hatilah, sang resi. Awas pusakaku!"
Ia menubruk maju dan menerjang dengan hebat. Bukan
ma in hebatnya serangan Pujo ini. Kerisnya me nyambar-
nyambar, lenyap ujudnya berubah menjadi segulung sinar
hijau. Sedangkan tangan kirinya dengan pengerahan tenaga
dalam mengimbangi terjangan kerisnya dengan pukulan-
pukulan jari Pethit Nogo! .
Baiknya Resi Telomoyo adalah seorang pertapa sakti yang
sudah tinggi sekali tingkat ilmunya. Ia seorang pemuja dan
penyembah tokoh pewayangan Hanuman (Ano man), kera
putih yang terkenal sakti mandraguna di ja man Ra mayana,
kera putih yang menjadi senopati dan yang seorang diri berani
menyerbu Kerajaan Alengka, me mper mainkan raja denawa
Prabu Dasa muka beserta semua perajuritnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Resi Telomoyo me miliki aji yang me mbuat tubuhnya dapat
bergerak laksana terbang, ringan seperti kapas, cepat seperti
halilintar menyambar, dan hawa sakti di tubuhnya sudah
mencapai tingkat yang a mat tinggi karena ia gentur tapa
(tekun bertapa), waspada dan sakti mandraguna.
Hanya sayangnya, yang ia puja adalah seorang tokoh
bertubuh monyet, dan agaknya karena memang ia lebih
menyayang monyet daripada manusia, maka kekasaran,
kenakalan, dan kelucuan seekor monyet menular kepada nya.
Ia suka main-ma in, kadang-kadang kasar dan nakal.
Pandang matanya yang waspada sebetulnya menyadarkan
perasaannya bahwa Pujo adalah seorang laki-laki yang baik
dan agaknya tidak melakukan perbuatan hina terhadap mu-
ridnya. Akan tetapi ia juga merasa yakin bahwa muridnya
tidak me mbohong kepadanya. Kalau disuruh me milih, percaya
yang mana, tentu saja tanpa ragu-ragu lagi ia lebih percaya
muridnya! Pula, melihat orang muda itu me miliki kesaktian
tinggi juga, timbul keinginan hatinya untuk me lawan dan
menga lahkannya!.
Pertandingan berlangsung seru. Baru sekarang Roro Luhito
me lihat dengan mata sendiri betapa saktinya Pujo! Tahulah ia
kini bahwa tadi Pujo sengaja banyak mengalah terhadapnya.
Kalau tadi Pujo seperti sekarang ini sepak terjangnya, ia harus
mengakui bahwa ia takkan kuat menghadapi Pujo lebih dari
dua puluh jurus. Gurunya me mang hebat. Akan tetapi agaknya
menga lahkan Pujo yang me megang keris pusaka, bukan
merupakan ha l yang mudah. Dia m-dia m ia merasa kagum
kepada Pujo dan mau tidak mau ia harus mengakui bahwa
cinta kasih yang terpendam di hatinya bukan lenyap oleh
kemarahannya, bahkan ma kin menjadi.
Ia menghela napas berulang-ulang saking pedih hatinya
oleh penolakan dan penyangkalan Pujo. Bisikan-bis ikan Pujo di
dalam bilik dahulu! Pernyataan cintanya! Masih terngiang di
telinganya bisikan pada peristiwa di malam hari itu, sepuluh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahun yang lalu. Masih terasa kehangatan lengan yang
merangkulnya dan mas ih berge ma bis ikan ha lus,
"Luhito, aku Pujo, aku tahu, engkau suka kepadaku seperti
aku mencintaimu ......... "
Dan sekarang Pujo menyangkal perbuatannya itu! Berpikir
begini, panas lagi hatinya, panas dan kecewa, maka
menang islah ia terisak-isak sa mbil mendepro k (terduduk) di
atas pasir. Pandang mata Resi Telomoyo a mat tajam. Biarpun ia
sedang bertanding seru dengan Pujo, akan tetapi ia dapat
me lihat muridnya yang menjatuhkan diri di atas tanah dan
menang is terisak-isak dengan sedihnya. Melihat ini, kemarahannya meluap. Ia harus merobo hkan pemuda ini dan
me ma ksanya menerima muridnya sebagai isteri!
Tiba-tiba ia mengeluarkan pekik yang amat dahsyat. Pekik
yang disertai hawa sakti sedemikian hebatnya sehingga Pujo
sendiri ha mpir tergetar tubuhnya, dan menggigil tangan yang
me megang keris. Saat itu dipergunakan oleh Resi Telomoyo
untuk menendang pergelangan tangan yang me megang keris.


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tendangan yang amat keras sehingga terlepaslah sa m-
bungan pergelangan tangan Pujo. Keris pusakanya terlempar
dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, tubuhnya sudah
terangkat dan terbanting di atas pasir. Matanya berkunang,
kepalanya pening dan sejenak Pujo tidak ma mpu bangun.
"Kakangmas Pujo ......... !"
Jerit ini disusul berkelebatnya sesosok bayangan yang
gerakannya cepat sekali. Tahu-tahu seorang wanita cantik
muncul di depan Resi Telomoyo. Dia ini bukan la in adalah
Kartikosari. Melihat sua minya mengge letak tak berdaya dan kakek yang
wajahnya buruk menyera mkan berd iri di situ sedangkan
seorang wanita cantik menang i s tak jauh dari situ, Kartikosari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
langsung menerjang Resi Telomoyo. Resi ini tadinya terkesima
karena tidak mengenal siapa wanita yang luar biasa cantiknya
ini sehingga ia me mandang rendah.
Pukulan dari Kartikosar i adalah pukulan dengan Aji Gelap
Musti, dila kukan cepat sekali karena selama waktu sepuluh
tahun ini Kartikosari me mperdalam ilmunya dan berhasil
menciptakan gerakan yang diambil dari gerakan burung camar
di tepi laut. "Plak! Desssssss!!"
Resi Telomoyo yang tidak menyangka-nyangka wanita itu
sedemikian hebatnya, kena ditampar lehernya dan ditonjok
perutnya. Ia gelayaran (sempoyongan), jatuh terduduk dan
me longo saking herannya. "Waduh, galak dan tangkas !" Ia
me muji. Kartikosari sejenak melongo juga. Pukulannya tadi adalah
pukulan Gelap Musti dan jangankan perut seorang manusia
kalau tidak pecah atau remuk isinya, batu karang sekalipun
terkena hantamannya tadi akan remuk! Akan tetapi kakek
aneh itu hanya jatuh terduduk, dan matanya kethap-kethip
seperti orang terheran saja, sama sekali tidak seperti orang
habis dipukul. Maklumlah ia bahwa kakek ini seorang sakti,
maka cepat ia berlutut dekat suaminya yang sudah dapat
bangun duduk. "Bagaimana, kakangmas " Kau .... kau terluka.. ?"
Pujo serasa mimpi. Benar-benar Kartikosari sekarang yang
berada di dekatnya, meme luk pundaknya dan dengan wajah
yang gelisah bertanya kalau-kalau ia terluka. Tanda kasih
sayang terbayang jelas di wajahnya yang selalu dirindukannya
itu. Tak dapat lagi ia menanahan hasrat hatinya. Dirangkulnya
leher isterinya, dibelai dan hendak diciumnya! Kartikosari
me mbuang muka mengeak. "Hussshh, orang lain me lihat ....
!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Barulah Pujo teringat dan sadar cepat ia menarik tubuh
Kartikosari bangun dan berdiri. Resi Telomoyo sudah berdiri
pula, me mandang dan me nyeringai.
"Ho-ho-ho! Kebetulan sekali! engkau isterinya" Engkau
isteri Pujo" Kalau begitu engkau tentu puteri Resi Bhargowo!
Ha-ha, sungguh kebetulan.dengarlah engkau akan kelakuan
suamimu yang bagus itu! Dia telah meng ....... "
"Bapa guru, dia m !!!" Tiba-tiba Roro Luhito menjerit
me loncat berdiri dan me nubruk gurunya sambil me nangis.
" Bapa guru, haruskah aku menderita malu dan terhina di
depan banyak orang lain " Biarlah a ku yang menghadapi
Pujo!" Roro Luhito adalah seorang wanita yang berwatak keras.
Sebentar saja ia sudah berhasil mene kan perasaannya.
Matanya masih merah, akan tetapi tidak ada air mata mengalir
turun. Dengan pandang mata penuh benci dan denda m .
Ia me mandang Pujo, dan hanya mengerling sejenak ke
arah Kartikosari yang dia m-dia m ia puji kecantikannya.
"Pujo, kau tadi bilang bahwa kau tidak me mpunyai
permusuhan dengan a ku. Sekarang, aku minta engkau
sebagai seorang ksatria jantan, sebagai laki-laki se jati, di
depan isterimu, kau ceritakanlah apa yang terjadi di Kadipaten
Selopenangkep sepuluh tahun yang lalu! Kalau kau
mencer itakan kesemuanya dan me mang tepat, biar aku
menga lah dan pergi. Akan tetapi kalau sebaliknya? aku pasti
akan mengadu nyawa denganmu!"
"Kakangmas, siapakah dia ini dan kakek itu" Jangan takut,
biarlah kuhadapi mereka!" Kartikosari hendak me langkah
maju, akan tetapi Pujo me megang lengannya dan berkata
halus, "Jangan, nimas. Urusan ini ada lah urusan salah faha m dan
fitnah, memang harus dibikin terang agar jangan menjadi-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jadi." Pujo me larang isterinya karena ia tahu bahwa biarpun
Kartikosari kini agaknya me mpero leh kemajuan pesat dengan
ilmunya, namun belum tentu dapat mengatasi Resi Telomoyo
yang demikian sakt inya. Selain itu, ia kini percaya bahwa
betul-betul aib yang men impa diri Roro Luhito dan bahwa di
balik per istiwa ini tentu terselip rahasia yang harus
dipecahkan. Ia melangkah maju dan berd iri berha dapan dengan Resi
Telomoyo dan Roro Luhito, terpisah dua meter saja jauhnya.
Kartikosari mas ih digandengnya. Kemudian ia menarik napas
panjang dan berkata,
"Roro Luhito dan juga pa man Resi Telomoyo, harap suka
dengarkan baik-ba ik penuturanku. Aku bersumpah de mi
kehormatartku sebagai satria kepada Hyang Maha Pamungkas,
bahwa apa yang kuceritakan ini adalah yang sebenar-
benarnya, tidak lebih maupun kurang daripada hal-hal yang
sebenarnya terjadi."
Ia menarik napas panjang, mengajak isterinya duduk di
atas pasir sambil me mpersilakan kedua orang guru dan murid
itu untuk duduk pula. Resi Telomoyo yang me mang yakin
bahwa orang muda di depannya ini bukan orang jahat, segera
menjatuhkan diri duduk di pasir seenaknya, sedangkan Roro
Luhito me lihat tiga orang itu duduk, biarpun dengan ragu-
ragu, akhirnya duduk pula bersimpuh, matanya menatap
wajah Kartikosari yang cantik dan berwibawa .
Dia m-dia m ia merasa iri betapa kedua sua mi isteri itu
bergandeng tangan dengan sikap mesra, penuh cinta kasih.
"Sepuluh tahun yang lalu, aku me mpunyai denda m sedala m
lautan terhadap Wisangjiwo, dendam yang hanya dapat
diselesaikan dengan menyabung nyawa. Oleh karena denda m
itu semata maka pada ma la m har i itu aku menyerbu Kad ipaten
Selopenangkep. Maksud hatiku hendak mencari W isangjiwo
dan me mbunuhnya. Akan tetapi sayang sekali, Wisangjiwo
tidak berada di kadipaten dan karena mata gelap saking
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besarnya rasa dendam kesumat, aku menga muk, me mbunuh
beberapa orang pengawal, melukai Adipati Joyowiseso, akan
tetapi akhirnya aku tertangkap. Aku tetap tidak mau mengaku
dendam apa yang kurasakan terhadap Wisangjiwo. Aku disiksa
dan akhirnya dihukum perapat."
"Ohhh.......!"
Kartikosari yang belum mendengar cerita ini berseru kaget
dan jari-jari tangannya yang halus mencengkeram tangan
suaminya. Pujo menoleh kepadanya dan mengangguk-angguk,
menger ling kepada Roro Luhito dan Resi Telomoyo lalu
berkata, "Lihat, isteriku sendiripun baru sekarang dapat mende-
ngarkan ceritaku karena akibat perbuatan Wisangjiwo itu telah
me mbuat kami suami isteri berp isah pula sa mpai sepuluh
tahun!" "He mmm.......!"
Resi Telomoyo me ngangguk-angguk dan menggaruk-garuk
punggung serta kepalanya. Sejak tadi Kartikosari me mperhatikan gerak-gerik Resi Telomoyo ini dan di dalam
hatinya ia merasa geli dan baru sekarang ia melihat betapa
kakek ini mirip benar, baik muka maupun gerak-gerik, dengan
seekor kera putih yang besar!
"Huku man perapat tidak berhasil me mbunuhku dan
akhirnya muncullah Jokowanengpati yang pada malam hari itu
turun tangan dan me mbuat a ku tertangkap."
"Jokowanengpati murid uwa guru Empu Bharodo?"
Kartikosari tercengang Pujo mengangguk.
"Dia men jadi ta mu kadipaten ketika itu dan me mbantu
kadipaten sehingga aku tertangkap. Akan tetapi ketika hukum
perapat dijalankan dan tidak berhasil me mbunuhku, kakang
Jokowanengpati datang dan me mbawa ku kemba li ke dalam
tahanan. Ternyata dia ber maksud baik terhadap aku,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengingat kita masih saudara seperguruan. Dia me mbalik
terhadap kadipaten, malam itu ia me mbebaskan aku, malah
dia pula yang me mbantu menculik isteri Wisangjiwo dan
puteranya, me mbantu aku keluar dar i kadipaten dan setelah
jauh baru dia menyuruhku cepat-cepat pergi me mbawa isteri
Wisangjiwo dan puteranya."
"Ahhh, kau lakukan hal itu ?" "
Suara Kartikosari benar-benar me mba yangkan hati kaget
dan heran. Pujo menepuk-nepuk lengan isterinya, menyabarkan
hatinya. "Karena tidak berhasil mendapatkan Wisangjiwo, aku
seperti kemasu kan iblis sa king kecewa dan marahku, maka
kuculik isteri dan puteranya. Akan tetapi jangan salah sangka,
demi Dewata Yang Agung, aku tidak melakukan hal-hal yang
me langgar susila terhadap wanita itu, nimas."
Kemudian Pujo me noleh kepada dua orang bekas
lawannya. Ia melihat betapa sepasang mata Roro Luhito
terbelalak, pandang matanya liar dan sepasang alis yang
hitam kecil itu ber kerut-kerut.
"Lalu bagaima na ....... " Lalu bagaimana ....... ?"" desak
Roro Luhito, dadanya yang membusung tertutup kemben itu
bergelombang turun-naik, napasnya agak terengah tanda
bahwa di da la m hatinya timbul perasaan yang tegang.
"Kubawa mereka ke Guha Siluman, kutinggalkan isteri
Wisangjiwo di dalam guha akan tetapi kubawa lari puteranya
yang selanjutnya kujadikan muridku dan kuanggap anak
sendiri ....... "
"Dia Joko Wandiro ....... ?""
Kini Kartikosari yang me megang lengan sua minya,
bertanya, suaranya gugup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar. Eh, bagaimana kau bisa tahu, nimas?" tanya Pujo
heran, menoleh kepa da isterinya.
Akan tetapi, sebelum Kartikosari menjawab, Roro Luhito
sudah melompat berd iri dengan gerakan cepat. Pujo,
Kartikosari, dan juga Resi Telomoyo me mandang kaget. Wajah
gadis itu pucat sekali, matanya bergerak-gerak liar, hidungnya
kembang-ke mpis, dadanya terengah-engah.
"Pujo ........ Pujo ....... kau bersumpahlah sekali lagi........
bahwa apa yang kauceritakan semua itu tadi adalah yang
sebenarnya terjadi?"
"Aku bersu mpah de mi Dewata Agung!"
"Dan bukannya engkau terlepas karena bantuan gurumu
Resi Bhargowo, kemudian gurumu me mbantu mu men culik
isteri dan putera kangmas Wisangjiwo dan engkau send iri
me masu ki ....... bilikku " "
"Tida k sa ma sekali! Dari ma na datangnya fitnah itu"!?"
Pujo me lompat berdiri, juga Kartikosari dan Resi Telomoyo.
Mereka sa ma-sama menjadi tegang.
"Kata kakangmas Jokowanengpati engkau me masuki bilikku
....... dan kau dibantu Resi Bhargowo maka dia t idak berdaya
dan..... aduh Jagad Dewa Batara.......! Tahulah aku sekarang!
Dialah orangnya! Dia si keparat Jokowanengpati........ , ya
Dewa ....... Gusti Maha Agung, cabut sajalah nyawaku .......
bapa guru ..!"
Roro Luhito menubruk gurunya dan rebah pingsan dalam
pelukan Resi TeHomoyo.
Resi Telomoyo me mandang Pujo bingung, bertanya,
"Anakmas, apa sebenarnya yang terjadi?"
Pujo menggeleng kepala. "Aku sendiri bingung, pa man.
Bawalah dia ke pondok, dia perlu istirahat dan menenangkan
perasaannya yang terguncang hebat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu mengangguk, me mondong tubuh muridnya dan
me mbawanya me ma suki pondok Pujo.
Pujo dan isterinya memandang sa mpai kake k itu lenyap di
balik pintu pondok.
"Kakangmas! Jadi putera Wisangjiwokah yang bernama
Joko Wandiro?"
"Betul, nimas. Tadinya hendak kudidik dia agar kelak
me musuhi ayahnya sendiri. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Ah, kakangmas ....... celaka! Aku khawatir sekali. Dia
dan....... anak kita telah lenyap......."
Saking kagetnya Pujo me lepaskan tangan Kartikosari yang
me megang lengannya sambil melompat mundur sejauh lima
meter leb ih. Benar-benar kaget sekali dan tadi ia me loncat
seperti menghindar kan d iri dar i serangan maut! Kini matanya
terbelalak, kakinya bergerak la mbat-la mbat maju, bibirnya
gemetar ketika ia bertanya,
"Anak ....... anak ....... kita ....... ?" " Kartikosari tak dapat
menahan diri lagi. Ia menjatuhkan dirinya bersimpuh di atas
pasir, mengangguk-angguk sa mbil menangis, lalu keluar kata-
katanya tersendat-sendat,
"Ketika.. ..... kita berpisah ....... aku...... aku sudah
mengandung aku ....... lari dan bersembunyi ke Karang Racuk
....... me melihara dan mendidiknya di sana ....... " Pujo
me lompat dan men ubruk isterinya, mendekapnya dan air mata
me mbanjir di pipinya,
"Aduh Gusti ....... terima kasih! Nimas Sari, di mana anak
kita ......." Laki-laki atau perempuan kah " Siapa namanya?"
"Kunamakan dia Endang Patibroto....."
Pujo terharu sekali mendengar na ma ini, dipandangnya
wajah isterinya, lalu didekapnya

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepala itu ke dadanya,diciumnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampunkan aku, Sari kau a mpunkan aku yang bermata
namun tak dapat me lihat betapa engkau sesungguhnya
seorang wanita sesuci-sucinya, seorang puteri yang patut
menjad i tauladan. Aku bodoh bebal dan pengecut.
Kauampunkan aku, nimas...,..."
Pujo lalu berlutut dan hendak meraih dan mencium jari kaki
Kartikosari. Naik sedu-sedan dari dada wanita itu dan cepat ia
merangkul leher sua minya, melarang suaminya melakukan
perbuatan itu. "Jangan, kakangmas! Tak ba ik seorang sua mi merendahkan diri maca m ini! Aku tetap isterimu, aku
selamanya tetap mencinta dan setia kepada mu, ka kangmas."
Mereka berdekapan, merasa seakan-akan diterbangkan
angin, terapung-apung di angkasa raya, penuh bahagia,
mene mukan kembali kehilangan yang sepuluh tahun me mbuat
mereka merana. "Di mana dia, nimas. Di mana Endang Patibroto ana kku?"
Kartikosari tersentak kaget, lalu melepaskan diri dari
pelukan. "Inilah sebabnya mengapa aku datang ke sini kakangrnas.
Ketika beberapa hari yang lalu aku bertemu Joko Wandiro dan
mendengar tentang kau, aku lar i ke sini, meninggalkan Joko
Wandiro dan Endaa Patibroto yang kusuruh kembali kepantai.
Akan tetapi ketika aku kembali ke sana, mereka tidak ada.
Mereka lenyap dan kulihat ada lima orang penjahat sudah
mengge letak menjadi mayat. Aku gelisah sekali, kakangrnas......entah di mana adanya mereka berdua...."
Pujo termenung dan juga cemas, Kiranya Joko Wandiro
yang disuruhnya mencari kuda itu berte mu dengan Kartikosari.
Pantas sampai kini belum pulang. Dan sekarang anak itu,
bersama-sama ?nak kandungnya sendiri, mereka telah lenyap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak men inggalkan bekas! Ia bertemu isterinya akan tetapi
berbareng kehilangan muridnya yang terkasih dan anak
kandungnya yang belum pernah ia lihat! .
Pada saat itu, Resi Telomoyo keluar dari pondok bersama
Roro Luhito. Wanita itu tidak menangis lag i dan wajahnya
amat pucat, rambutnya kusut, matanya sayu. Ia melangkah
mende kati Pujo dan Kartikosari yang sudah bangkit berdiri,
lalu ber kata kepada Pujo,
"Kakangmas Pujo, harap kau ampunkan kesalahanku yang
telah menuduhmu. Aku mengerti sekarang. Jokowanengpati
yang telah melakukan hal itu kemudian menjatuhkan fitnah
kepadamu. Agar tiada awan gelap lagi mengeruhkan pikiran
kita, bolehkah aku mengetahui, apa yang telah dilakukan oleh
kakangmas Wisangjiwo maka engkau begitu me mbencinya?"
Pujo me mandang isterinya yang juga menatapnya,
kemudian Kartikosari yang menjawab,
"Diajeng Roro Luhito, me mang ada per musuhan antara
kakakmu dengan kami sua mi isteri. Malah beberapa hari yang
lalu kami telah berhasil menang kapnya. Akan tetapi ternyata
kami telah salah duga. Sungguhpun kakakmu itu pernah
me musuhi kami, akan tetapi bukan dialah orang yang
sebenarnya kami cari. Kami juga telah salah duga, seperti
engkau salah menduga sua miku tadi. Tidak ada urusan apa-
apa lagi antara keluargamu dengan kami, diajeng. Bahkan
keponakan mu, Joko Wandiro, juga dididik baik-ba ik oleh
suamiku, ma lah menjad i muridnya. Sekarang dia bersama
anak kami yang kusuruh menanti di Karang Racu k, telah
lenyap entah ke mana. Kami sedang bingung me mikirkannya
dan hendak berusaha mencar i mere ka."
"Kalau begitu, kakakkupun terkena fitnah! Bagaimana
kalian baru bisa tahu bahwa bukan kakangmas W isangjiwo
yang kalian cari" Ataukah inipun rahas ia?"
Roro Luhito bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang kami cari adalah seorang la ki-laki yang buntung
kelingking tangan kirinya, sedangkan Wisangjiwo masih
lengkap jar i tangannya."
"Buntung kelingking kirinya?"?" Roro Luhito bertanya
setengah menjerit. "Hyang Maha Agung yang menguasai
jagad! Si keparat Jokowanengpati buntung kelingking kirinya!"
Tiba-tiba Pujo me loncat dan mena mpar kepalanya sendiri.
"Ahhhhh ....... ! Alangkah tolol aku! Benar ....... kelingking
tangan kirinya buntung!"
Suami isteri itu saling pandang, mata mereka bersinar-sinar
penuh kemarahan dan ha mpir berbareng mereka berseru,
"Jokowanengpati iblis keparat!"
"Tahu aku sekarang!" Roro Luhito ikut bicara. "Kalau ka lian
mencari orangnya yang melakukan fitnah terhadap kakangmas
Wisangjiwo kepada kalian, tentulah si Jokowanengpati. Pantas
saja dia bertindak seperti ular kepala dua di kadipaten! Dia
me mbantu ayah menang kapmu, kakangmas Pujo, kemudian
dia me mbantu mu me mbebaskan diri dan me nculik isteri dan
putera kakakku, kemudian dia me mbohongi ayah dan me-
nyatakan bahwa kau kabur menculik serta melakukan
perbuatan keji di kadipaten atas bantuan gurumu, Resi
Bhargowo!"
"Tobat-tobat ....... ! Ada manusia sejahat itu" Dia hendak
mengadu domba antara Resi Bhargowo semuridnya dengan
Kadipaten Selopenangkep! Dan aku pernah bertemu dengan
manusia iblis itu. Sayang yang kucari adalah Pujo dan Resi
Bhargowo, kalau aku tahu dia orangnya yang bersalah, tentu
sudah kubekuk dia!"
Secara singkat Resi Telomoyo mencerita kan pertemuan dan
pertandingannya
melawan Jokowanengpati dan Cekel Aksomolo beserta pasukannya.
Pujo mengangguk-angguk,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tahulah aku sekarang! Pantas gusti patih sendiri menuduh
aku dan ayah mertuaku sebagai pemberontak-pe mberontak!
Kiranya itulah siasat si jahanam Jokowanengpati. Nimas Sari,
jelas sekarang siapa musuh kita. Hemm, agaknya dahulu itu
dia berada di sebelah dalam guha, dan dia menggunakan
kesempatan munculnya Wisangjiwo untuk melakukan perbuatan biadab me mpergunakan na ma Wisangjiwo!"
Wajah Kartikosari menjadi merah saking malu dan marah,
namun matanya me mancar kan cahaya berapi-api.
"Agaknya begitulah. Pantas kau roboh olehnya ketika itu,
karena kau sudah terluka. Wisangjiwo yang sudah terluka pula
agaknya tak mungkin dapat meroboh kanmu. bodoh kita, kita
berangkat dan mencarinya!" .
"Akan tetapi bagaimana dengan anak kita dan muridmu"
Kita harus mencar inya."
"Kakangmas Pujo dan kakangmbok, kalau diperkenankan,
biarlah aku mene man i kalian. Musuh kita ternyata sama
orangnya!" kata Roro Luhito.
"Betul, harap kalian berbaik hati me nerima muridku sebagai
teman. Aku sendiri akan pulang ke Telomoyo, akan tetapi
kelak a kupun a kan menyusul kalian ke Se lopenangkep. Nah,
muridku Roro Luhito, baik-baiklah engkau menjaga diri. Dua
orang ini boleh kaupercaya sepenuhnya, mereka orang-orang
baik. Kalau sudah tiba saatnya, aku akan menyusulmu, nak."
Roro Luhito segera berlutut menyembah, memberi hormat
dan menghaturkan selamat ja lan.
Demikian pula suami isteri itu yang tahu bahwa kakek itu
adalah seorang pertapa yang sakti dan berbudi walaupun
wataknya aneh seperti monyet, segera member i hormat.
Tanpa ragu-ragu lag i mereka mener ima Roro Luhito sebagai
teman, karena sedikit banyak terutama Pujo, merasa bersalah
terhadap keluarga Wisangjiwo, bersalah telah menculik Joko
Wandiro. Jelas bahwa musuh besar mereka sama orangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan la in adalah Jokowanengpati, Siapa lagi kalau bukan dia
" Selain bukti kelingking kiri yang buntung, juga semua sepak
terjangnya di Selopenangkep me mbayangkan pengkhianatan
dan penipuan untuk mengadu domba, dan ini saja sudah
cukup me njadi bukti.
Betapapun juga, ia tidak mau berlaku gegabah, dan
potongan kelingking kering mas ih ia simpan. Ia akan
mengukurnya dahulu dengan kelingking kiri Jokowanengpati
sebelum me njatuhkan pe mbalasan. Kalau sekali ini ia keliru
lagi, akibatnya tentu hebat, karena Jokowanengpati adalah
rnurid uwa gurunya, Empu Bharodo yang sakti mandraguna.
Setelah Resi Telomoyo pergi men inggalkan tempat itu,
Kartikosari bertanya kepada Roro Luhito,
"Diajeng, kalau menurut pikiran mu, ke manakah kita akan
dapat mencari musuh kita?"
Roro Luhito menundukkan mukanya.
"Terserahlah kepada kalian, aku hanya menurut dan .ikut.
Kepandaianku t idak seberapa, dan aku tahu betapa saktinya
musuh kita."
"Kita harus pergi dulu mencari anak kami dan
keponakan mu Joko Wandiro. Aku khawatir kalau- kalau terjadi
sesuatu dengan mereka, karena aku melihat lima orang mayat
penjahat di sana."
"Begitupun baik, aku hanya menurut saja. " kata Roro
Luhito dan sekilat mata nya mengerling ke arah Pujo lalu
menunduk ke mbali.
Pujo melihat ini dan teringat akan sikap gadis itu ketika
mula- mula bertemu dengannya, mukanya menjad i merah
sekali. Ketika gadis itu menyangka dia orang yang
menggagah inya, gadis ini ma lah mencar inya dan hendak
bersuwita (mengha mba) kepadanya. Kini setelah tahu bahwa
bukan dia orangnya, melainkan Jokowanengpati, mengapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sikapnya berubah dan hendak me mba las dendam kepada
Jokowanengpati penuh kebencian" Hanya satu saja jawaban
yang mungkin benar, yaitu bahwa Roro Luhito ini
mencintanya!! Berdebar jantung Pujo sehingga mukanya menjad i merah.
Timbul rasa haru dan iba yang besar di hatinya. Namun,
betapa mungkin. ia mengimbangi perasaan gadis itu" Ia telah
mene mukan kembali isterinya, satu-satunya wanita di jagad
raya ini yang dicintainya sepenuh jiwa raganya! Untuk
menghilangkan kecanggungan hatinya ia segera berkata,
"Perjalanan kita jauh dan sukar, sebaiknya kita ke dusun
mencari tiga e kor kuda. Menunggang kuda akan lebih cepat
dan tidak me lelahkan."
Dua orang wanita itu setuju dan berangkatlah mere ka ke
dusun mencari kuda. Setelah mendapatkan kuda dari
penghuni dusun yang mengenal baik Pujo, berangkatlah
mereka mula i dengan perjalanan yang me mpunyai dua tujuan,
pertama mencar i Endang Patibroto dan Joko Wandiro, kedua
mencari musuh besar mereka, Jokowanengpati.
Penelitian Rahasia 4 Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Pendekar Sadis 2
^