Pencarian

Badai Laut Selatan 6

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


bersambung-sambung, sementara itu Ki Krendoyakso juga
me mutar penggadanya yang mendatangkan suara angin
mengaung-ngaung seperti datangnya taufan.
Joko Wandiro terpaksa harus me me luk cabang pohon agar
tidak jatuh ke bawah. Suara-suara itu amat mengganggunya,
terutama sekali suara tasbih. Kalau saja ia bukan anak
gemblengan yang setiap hari dilatih samadhi, tentu ia takkan
kuat bertahan. Baiknya ia sudah pandai menyatukan panca
indera, pandai pula mengerahkan tenaga batin ke telinga
untuk menolak pengaruh suara-suara itu, maka sebegitu la ma
ia mas ih dapat bertahan. Akan tetapi suara tasbih itu seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengge litik telinganya, menimbulkan rasa geli sehingga
beberapa kali ia mengkirik dan bulu-bulu tubuhnya berdiri,
tubuh terasa dingin sehingga ia me nggigil.
Menghadapi pengerahan
tenaga sakti lawan
yang mengeroyoknya, Narotama kemba li me ngeluarkan suara aneh
yang mirip suara seekor gajah. Inilah Aji Dirodo Meto (Gajah
Marah), dan pekik ini mengandung pengaruh dahsyat yang
biasanya dapat melumpuhkan lawan yang dihadapinya.
Akan tetapi karena kini yang dihadapi adalah orang-orang
sakti, maka suara ini dikeluar kan untuk mena han pengaruh
keampuhan senjata-senjata lawan yang mengeluarkan bunyi
sakti pula itu.
Pertandingan berlangsung pula dengan hebatnya. Mula-
mula Ki Krendoyakso yang agaknya sudah kehabisan, sabar,
me mutar penggada Wojo Ireng menyerbu ke depan,
penggadanya menyambar ke arah kepala Narotama dengan
cepat dan kuat sa mbil menge luarkan bunyi mengau ng.
Narotama cepat miringkan tubuhnya, me mbiarkan penggada itu lewat. Selagi tubuhnya miring, ia mengirim
tendangan ke arah lambung Ki Krendayakso. Tendangan yang
hebat dan cepat dan agaknya tentu akan bersarang tepat
pada sasarannya kalau saja pada saat itu Ki Warok
Gendroyono tidak mengganggu.
Ki Warok ini sudah menerjang pula dengan kolornya yang
diputar-putar menyambar lawan.
Terpaksa Narotama
menarik kembali kakinya yang
menendang, dan hanya berhasil mencium la mbung Ki
Krendoyakso dengan ujung jari kaki saja dan hanya me mbuat
raksasa Bagelen ini mengeluarkah suara "hukkk!" dan mer ingis
karena perutnya tiba-tiba menjadi mulas.
Sambaran kolor sakti Ki Warok d itangkis pusaka Megantoro
men imbulkan bunyi le dakan keras dan Ki Warok Gendroyono
me loncat ke belakang dengan kaget. Kolor saktinya tentu saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sanggup beradu dengan pusaka apapun juga, akan tetapi
ketika bertemu dengan keris Megantoro, keris itu terus
menyelinap ke bawah dan kalau ia tidak cepat meloncat ke
belakang tadi, tentu dada menthoknya berkenalan dengan
keris pusaka Megantoro yang ampuhnya menggila itu.
Hebat adalah serangan Cekel Aksomolo. Kakek yang seperti
Begawan Durno dalam cerita Mahabharata itu ternyata masih
pandai bersilat cepat.
Melihat kegagalan kawan-kawannya, ia bersungut-sungut
maju dan mendesak sa mbil me mutar tasbihnya, jalannya agak
terbongkok-bongkok dan la mbat, akan tetapi tasbih di
tangannya berputar cepat sekali me mbentuk lingkaran hitam
yang melindungi seluruh tubuhnya na mun yang merupakan
gulungan s inar maut me nerjang lawan.
Narotama cepat menggerakkan keris pusaka menangkis.
Terdengar suara "crang-cring-crang-cring" bertub i-tubi dan
tampaklah bunga api berpijar berha mburan ketika kedua
senjata ampuh itu berte mu. Ternyata kedua senjata itu sama
ampuhnya dan diam-dia m Narota ma juga kaget dan kagum
mendapat kenyataan betapa kakek tua renta yang bongkok ini
benar-benar merupakan lawan yang paling tangguh di antara
semua pengeroyoknya!
Ki Warok Gendroyono dan Ki Krendoyakso segera
menyerbu ke depan ketika me lihat Narotama terlibat dalam
pertarungan seru dengan Cekel Aksomolo, sedangkan lima
orang perampok juga ikut mengganggu, men usuk-nusukkan
golok dan me mukul-mukulkan ruyung dar i arah belakang
Narotama. Ki patih yang kosen itu. kali ini benar-benar terdesak,
namun per ma inan kerisnya me mang mengagumkan sehingga
selama itu ia masih berhasil me mpertahan diri, bahkan kaki
kirinya telah berhasil pula mendapat mangsa, yaitu perut dua
orang perampok yang segera terlempar dan roboh tak dapat
bangun pula karena agaknya usus buntu mereka berkenalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan ibu jari kaki Narotama sehingga kini mereka
mengge liat-geliat sambil me megangi perut!.
Akan tetapi hasil sepakan kaki Narotama ini malah
merugikan ki patih sendiri oleh karena ketika pencurahan
perhatiannya terbagi dalam penyerangan, pertahanannya agak
kurang dan karenanya ia tidak dapat menghindarkan lagi
hantaman ujung kolor Ki Warok Gendroyono ke arah lehernya.
Untung ia masih se mpat miringkan tubuh sehingga bukan
lehernya yang terpukul melainkan pundaknya. Kalau lehernya
yang terpukul, betapapun saktinya ki patih, agaknya akan
berbahayalah akibatnya. Hanya pundaknya saja sudah
me mbuat ki patih terlempar ke belakang bagaikan tertiup
angin badai,dan hanya berkat ketangkasan dan ilmunya yang
tinggi saja yang men cegahnya terbanting jatuh.
Ki patih berjungkir-balik me matahkan daya luncur tubuhnya
dan turun ke tanah dalam keadaan berdiri. Pucat sedikit
wajahnya, dan tulang pundaknya terasa ngilu, akan tetapi ia
masih tidak kehilangan tenaga
dan ketangkasannya.
Rangsekan para pengeroyok yang masih banyak jumlahnya
karena para anggota perampok semua ikut- maju, dapat ia
sambut dengan ba ik, walaupun ia benar-benar terdesak
sekarang. Makin gaduh suasana pertandingan, penuh teriakan dan
gerengan, ribut oleh tiga senjata ampuh para pengeroyok.
Juga ki patih yang sudah marah itu kini me mekik-me kik ganas
dan bertambah ganas pula kerisnya. Sudah dua orang
perampok roboh tertusuk keris Megantoro. Kalau keris pusaka
sudah minu m darah, ia akan menjadi makin haus. Kini
Narotama tak mungkin lagi menjaga serangannya agar jangan
me mbunuh orang, karena dala m keadaan terdesak itu ia harus
me mpertahankan diri dengan me mbuka jalan darah.
Pada saat ki patih a mat terdesak itu, tiba-tiba berkelebat
bayangan putih dan terdengar bentakan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orang tak tahu ma lu, begini banyak mengeroyok
seorang tua!"
Hampir saja Joko Wand iro berteriak kegirangan ketika
mengenal ayahnya yang maju dengan gerakan cepat. Akan
tetapi tiba-tiba Pujo yang maju hendak me mbantu Narotama
itu dihadang oleh Ki Tejoranu!
"Olang muda, gelakan mu tangkas. Aku juga tidak suka
keloyokan, hayo kau layani aku ma in-ma in sebental!"
Golok sepasang itu sudah dicabut lagi dan diputar-putar di
atas dan depan tubuhnya.
"Keparat jangan sombong. Majulah!" seru Pujo yang sudah
marah karena mengenal Ki Patih Kanuruhan yang dikeroyok
itu. Ki Tejoranu sudah menerjang maju, sinar goloknya
berkelebat me nyambar. Pujo maklum bahwa lawannya bukan
orang le mah, maka ia cepat menggunakan gerak Bayu Tantra
menge lak. Tubuhnya bagaikan seekor burung saja gesitnya sehingga
serangan Ki Tejoranu selalu gagal. Namun pertapa Danau
Sarangan inipun a matlah sigapnya sehingga balasan terjangan
Pujo yang cepat dan kuat itu dapat pula ia hindarkan.
Joko Wandiro menggigil ma kin keras. Suara tasbih kakek
bongkok benar-benar me mbuat ia kedinginan dan hai ini
me mbuat ia tersiksa karena ia terdorong keinginan me mbuang
air kecil! Tak dapat ditahannya pula keinginan itu. Untuk
turun, ia khawatir ketahuan mereka. Maka anak itu lalu
kencing dari atas pohon dan untuk melampiaskan kegemasan
dan kebenciannya terhadap kakek bongkok, ia sengaja
me milih saat si kakek bongkok bergerak tepat di bawahnya,
lalu ia mengarahkan air kencingnya kepada kakek bongkok itu.
"Huh-huh-huh,
Narotama orang Balidwipa! Kau mengundang bala bantuan" Heh-heh-heh tak beran ikah mati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang diri" Ingin mengajak te man mati bersama" Uh-huh-
huh, katanya pemberani! Dasar......."
Tiba-tiba suaranya berhenti, tasbih yang diputar-putar di
atas kepalanya dan mengeluarkan suara dahsyat itupun
terhenti gerakannya, matanya mendelik, hidungnya kembang-
kempis menyedot-nyedot ketika kepala dan tubuhnya tersiram
air panas dari atas pohon! Cekel Aksomolo men gangkat muka
ke atas dan malang baginya, karena gerakan ini air kencing itu
tepat mengenai muka, me masuki hidung dan mulutnya! Ia
terbangkis-bangkis, terbatuk-batuk dan seketika tubuhnya
menjad i le mas seakan-akan se mua urat syarafnya menjadi
lumpuh. "Aihhh...... aihh...... celaka awak...... sial dangkalan.. ...
bocah edan kau...1"
Ia me lihat seorang anak la ki-laki tertawa di atas pohon.
Ingin ia meloncat, ingin ia menghajar dan me mbunuh anak
itu, akan tetapi tubuhnya sudah lemas, kekuatannya hilang.
Inilah sirikannya, inilah pantangannya. Terkena air kencing
anak-anak, ia seperti balon kehabisan angin, kempis dan
peyot, seperti api tersiram air, ngebos dan pada m! Saking
le masnya ia lalu mendeprok, kakinya dengkelen (tak dapat
berjalan) dan ia hanya dapat merangkak keluar dar medan
pertandingan. Cekel Aksomolo merupakan tenaga yang paling kuat di
antara mereka yang mengeroyok Narota ma, maka setelah ia
tidak aktip lagi, pengeroyokan itu me ngendur dan empat
orang perampok kembali roboh oleh tusukan pusaka dan
tendangan ki patih yang sakti mandraguna.
Pertandingan antara Ki Tejoranu dan Pujo berlangsung
amat hebatnya. Karena pertandingan itu satu lawan satu,
maka jauh lebih seru daripada pengeroyokan yang kacau-
balau itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tejoranu benar-benar hebat permainan sepasang
goloknya, berdasarkan ilmu silat yang tinggi mutunya dan
latihan yang sudah matang. Sekiranya
Pujo hanya menganda lkan ilmu s ilat, ia takkan dapat menang melawan Ki
Tejoranu. Akan tetapi semenjak kecil Pujo telah dige mbleng
oleh Resi Bhargowo dala m ha l ilmu kesaktian yang tidak hanya
diperoleh dengan latihan, melainkan terutama sekali dengan
ketekunan bertapa sehingga ia berhasil me mupuk hawa
kesaktian yang di dala m tubuh dan panca indera.
Oleh karena itu, dalam hal kesaktian ilmu alam dan
mantera ini ia lebih tinggi tingkatnya.
Melihat betapa hebat permainan golok lawannya, Pujo
segera mengerahkan aj i kesaktiannya, menyalurkan hawa
sakti ke dalam kedua lengan sa mpai terasa getarannya ke
ujung-ujung jari tangan, kemudian ia me me kik dan ma inkan
Aji Pethit Nogo! Bukan ma in hebatnya aji ini. Sepuluh jari
tangannya menjadi kuat melebihi baja dan sekali ia
mencengkeram, golok kiri lawan sudah berada da lam
genggamannya. Ki Tejoranu terkejut sekali dan juga heran. Manusia aneh
ini me mang paling senang berkelahi, paling senang menguji
kepandaian orang lain dan agaknya me mang itulah
"hobbynya". Agaknya itu pula yang me mbuat ia pergi
merantau men inggalkan negaranya yang begitu jauh,
mene mpuh pelayaran yang memakan waktu berpekan-pekan.
Di manapun ia tiba, ia selalu mencari-cari orang pandai untuk
diadu ilmunya! Ia maklum bahwa Jawa-dwipa merupakan pulau aneh yang
me mpunyai banyak orang-orang sakti, tempat orang-orang
bertapa. Ia maklum pula bahwa rakyat pulau ini adalah orang-
orang tahan tapa, orang-orang yang memiliki kekuatan batin
hebat sekali, dan untuk menghadapai orang sakt i yang
me miliki daya getaran aneh dalam gerakannya, kadang-
kadang ilmu silat tidak dapat menahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini menyaksikan betapa orang muda ini dengan tangan
kosong berani mencengkeram goloknya, ia men jadi kaget.
Goloknya adalah golok terbuat daripada baja murni dan a mat
kuat dan tajam.
Kalau sekali ia menar ik golok dibareng i tenaga dalam,
bukankah jari-jari orang muda itu akan putus semua"
"Wah, kau hebat, olang muda! Lepaskan golokku, bial kita
mencoba dengan tangan kosong! "
Pujo menjadi ge mas hatinya. Ia da tang untuk me mbantu
Rakyana Patih Kanuruhan dikeroyok, siapa tahu kini ia
dihalangi seorang yang agaknya haus akan per kelahian! Ia
me lepaskan goloknya lalu mengirim serangan dengan Pethit
Nogo yang ampuh.
"Hayaaa.......! Tunggu dulu.......!"
Hebat gerakan Ki Tejoranu karena tubuhnya sudah
mence lat ke udara, jungkir balik beberapa kali dan ketika
tubuhnya turun ke atas tanah, ia telah menyarungkan
sepasang goloknya dan kini me masang kuda-kuda dengan
tangan kosong! Kuda-kudanya kokoh kuat seperti batu
gunung, tubuhnya agak merendah, tangan kanan dikepal


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mepet di la mbung kanan sedangkan tangan kiri dengan ibu
jari ditekuk ke tengah dan jari-jari lainnya lurus tegak, berdiri
di depan dada! Pujo yang tergesa-gesa ingin le kas dapat me mbantu ki
patih, segera menerjang maju. Gerakannya adalah gerakan
Bayu Tantra, ilmu pukulannya adalah Pethit Nogo, hebatnya
bukan main, dahsyat bagaikan badai menga muk, panas
bagaikan kawah meletus!
"Haaiiiitt.......!" Ki Tejoranu kagum dan kaget menghadapi
serbuan dahsyat ini, cepat kakinya bergerak miringkan tubuh
dan tangannya menangkis dengan gerakan mene kuk, lalu
pada detik berikut nya tangan kanannya yang mene mpel
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
la mbung tadi sudah me ncuat ke depan dengan dua jari
tangan, telunjuk dan jari tengah, mengarah pada mata lawan.
"Yaaaaattt!"
Hebat kesudahannya! Gempuran lengan tadi me mbuat
tubuh Ki Tejoranu terdorong ke belakang, namun serangan
jarinya ke arah mata me mbuat Pujo kaget sekali dan cepat-
cepat mencelat mundur. Pujo melompat ke belakang dengan
kaget sedang Ki Tejoranu terhuyung-huyung ke be lakang,
kuda-kuda kakinya tergempur oleh kekuatan mujijat Aji Pethit
Nogo! Pada saat itu, Narotama sudah mengamuk makin hebat
karena Cekel Aksomolo tak dapat aktip lag i dalam pertempur-
an karena tubuhnya masih le mas dan mle mpe m seperti
kerupuk dingin.
Sudah ada sembilan orang pera mpok roboh olehnya.
Melihat ini, Ki Warok Gendroyono dan Ki Krendoyakso menjadi
gentar juga. Ki Krendoyakso lalu me mbaca mantera,
tangannya bertepuk tiga kali dan sekali ia berteriak seperti
lolong serigala, keadaan di situ seketika menjadi ge lap seperti
diliputi ha limun! Juga kolor sa kti Ki Warok Gendroyono
me ledak-ledak hebat dita mbah penggada Wojo Ireng d iputar-
putar. Terpaksa Narotama yang maklu m bahwa kepala ra mpok
Bagelen itu me mpergunakan ilmu hita m, meloncat ke
belakang untuk menjaga diri dan me musatkan panca indera.
Karena keadaan gelap, otomatis pertandingan antara Pujo
dan Ki Tejoranu berhenti dengan sendirinya. Pujo juga cepat
me lompat mundur dan berdiri tegak, bersedakep dan
me musatkan panca indera untuk melawan pengaruh ilmu
hitam. Pujo berdiri di sebelah barat dan Narotama berdiri di
sebelah timur! Yang merasa heran sekali adalah Joko Wandiro. Karena ia
berada di atas pohon, agaknya dia seoranglah yang terbebas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daripada pengaruh ilmu hitam! Ia me mang melihat betapa
medan perte mpuran itu men jadi gelap seperti tertutup awan
hitam, akan tetapi ia dapat melihat betapa sibuknya para
pengeroyok itu berkemas, menolong teman-te man yang luka,
kemudian meninggalkan tempat itu tergesa-gesa.
Sedangkan kakek yang dikeroyok tadi dan ayahnya hanya
berdiri saja bersedakap seperti arca, sama sekali tidak
bergerak, juga tidak mencegah lawan mereka itu me larikan
diri! Narotama me mbuka
matanya, menggerakkan kedua
lengannya mendorong ke depan beberapa kali dan a mbyarlah
halimun gelap itu. Keadaan sebentar saja menjadi terang
kembali dan di s itu ternyata telah sunyi. Gerombolan musuh
tadi sudah lenyap, seorangpun tak tampak. Yang ta mpak
hanya seorang pemuda ta mpan yang tadi dilihatnya
me mbantu nya dan bertanding melawan Ki Tejoranu yang
ampuh sepasang goloknya.
Pujo juga menghentikan samadhinya dan kini dia maju
bertekuk lutut, bersembah sujut di depan Narotama. "Hamba
menghaturkan se mbah ke hadapan Gusti Rakyana Patih!" kata
Pujo dengan hormat.
Narotama sejenak me mandang tajam, lalu bertanya, nada
suaranya lembut. "Orang muda, terima kasih atas bantuanmu.
Musuh terlampau banyak dan amat kuat. Siapakah engkau,
wahai orang muda yang perkasa?"
"Ampunkan ha mba yang bodoh seh ingga tidak berhasil
me mbas mi orang-orang jahat yang menyerang paduka.
Hamba bernama Pujo......."
"Pujo?" Narotama mengerutkan kening, pandang matanya
tajam sekali penuh selidik ke arah orang muda yang masih
berlutut itu. "Engkau dan Resi Bhargowo......." "
Pujo terheran. "Resi Bhargowo adalah guru dan ayah
mertua hamba......."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jagad Dewa Batara! Engkaukah yang bernama Pujo" Heh,
Pujo apakah engkau kira dosa-dosa mu dapat kau tebus hanya
dengan me mbantuku tadi?"
Pujo makin terheran, mengangkat mukanya me mandang
wajah ki patih. Namun ia segera menundukkan mukanya lagi,
tak kuasa lama-lama menentang pandang mata yang tajam
berwibawa itu. "Ampun, gusti patih. Sesungguhnya hamba
tidak mengerti apa gerangan maksud kata-kata paduka tadi."
"Heh, Pujo! Masih berpura-pura lagi-kah engkau" Engkau
dan Resi Bhargowo telah berusaha me mberontak kepada
Kahuripan! Masih engkau henda k menyangkal?"
Andaikata ada petir menyambar kepalanya di saat itu,
belum tentu Pujo akan sekaget ketika mendengar ucapan ini.
Kembali ia menengadah dan me mandang kali ini lebih berani
terdorong kebersihan hatinya.
"Sa ma sekali tidak, gusti patih! Mana ha mba berani
me mberontak?"
Narotama tersenyum.
"He mm, orang muda. Kulihat engkau seorang yang cukup
perkasa. Orang yang melakukan sesuatu, baik atau keliru,
akan tetapi berani me mpertanggung jawabkan perbuatannya,
dialah baru d isebut gagah. Kau yang semuda dan segagah ini
apakah hendak menyangkal hal-ha l yang telah kau lakukan"
Bukankah engkau telah menyerbu Kadipaten Selopenangkep,
me mbuat kekacauan di sana, berusaha membunuh Adipati
Joyowiseso dan me lakukan perbuatan-perbuatan terkutuk?"
Lega kini hati Pujo. Kiranya itukah yang dijadikan alasan dia
me mberontak" Ternyata orang telah memutarbalikkan fakta,
menya mpaikan kepada ki patih secara terbalik sehingga dia
yang terkena fitnah me mberontak!
"Sesungguhnya tidak salah berita itu, gusti. Hamba telah
menyerbu Kadipaten Selopenangkep dan menga muk untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mba las denda m kepada Raden W isangjiwo yang telah
menghancurkan kebahagiaan hidup hamba. Semata-mata
karena permusuhan pribadi hamba dengan Wisangjiwo sajalah
yang mendorong ha mba me mbikin huru-hara di Kadipaten
Selopenangkep. Bukan sekali-kali dengan maksud me mberontak kepada Matara m! "
"He mm....... hemm......, aneh. Hal ini mas ih me merlukan
bukti dan penyelidikan yang lebih mendalam. Apakah paman
Resi Bhargowo berniat me mberontak atau tidak, sukar
dikatakan pada saat ini. Akan tetapi agar lebih mudah aku
me lakukan penyelidikan, permusuhan pribadi apakah yang
terjadi antara engkau dan W isangjiwo sehingga engkau
menyerbu Kadipaten Selopenangkep?"
Pujo menarik napas panjang. Peristiwa itu telah la ma
berlalu telah terpendam sebagai rahasia hidupnya. Akan tetapi
kini menyangkut urusan yang lebih gawat, disangka dia
me mberontak. Pula, ki patih ini terkenal sebagai seorang
bijaksana dan sakti mandraguna, apa salahnya menceritakan
peristiwa itu agar menda pat pengadilan" Sekali lag i ia menarik
napas menguatkan batinnya lalu berkata,
"Sudah la ma terjadinya, gusti patih. Sepuluh tahun lebih
yang lalu, hamba bersama isteri ha mba sedang bertapa dalam
Guha Silu man. Mala m hari itu muncullah Wisangjiwo di guha
dan agaknya ia tertarik kepada isteri hamba, lalu bersikap
kurang ajar. Kami la lu berkelah i, akan tetapi Wisangjiwo
me mpergunakan kecurangan dan ha mba terpukul pingsan.
Dala m keadaan seperti itu, Wisangjiwo lalu....... lalu......." Pujo
tak kuasa melanjutkan ceritanya.
"He mmm......."
Narotama meraba jenggotnya dan mengangguk-angguk, keningnya berkerut, ia dapat menduga
apa yang terjadi selanjutnya. "Dia lalu men ggagahi isterimu,
bukan?" Pujo mengangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankah isterimu itu puteri Resi Bhargowo?"
"Betul, gusti patih."
"Lalu ke ma na sekarang isterimu?"
"Itulah, gusti. Isteriku lari dan sampa i kini ha mba tak
pernah bertemu dengannya. Kebahagiaan hidup hamba
hancur dan karena itulah maka ha mba menyerbu ke
Selopenangkep untu k me mbalas dendam kepada Wisangjiwo."
"He mm, Pujo! Engkau mendenda m kepada Wisangjiwo, itu
sudahlah pantas. Akan tetapi keluarganya tidak berdosa, tidak
tahu-menahu, mengapa engkau mengganggu ke luarganya?"
"Karena Wisangjiwo tida k berada di Selopenangkep, hamba
menjad i mata gelap......." jawab Pujo menyesal.
"Dan engkau perkosa pula isterinya dan bunuh anaknya?"
"Tida k! De mi para dewata, tidak, gusti! Biarlah Sang Hyang
Batara Syiwa mendatangkan hukum seberatnya kepada
hamba kalau ha mba melakukan kedua hal itu!" Pujo berkata
dengan lantang, dan sejenak dua pasang sinar mata bertemu,
yang satu penuh selidik, yang kedua menentang berani.
Narotama mengangguk-angguk. "Di mana engkau tinggal
sekarang?"
"Di muara Sungai Lorog, gusti."
"Engkau tahu tentang pusaka Mataram yang hilang?"
"Pusaka" Hilang" Ha mba tida k tahu, gusti. Sela ma peristiwa
jahanam yang men impa diri ha mba itu, hamba tidak pernah
lagi me masu ki dunia ramai."
Kembali Narota ma mengangguk-angguk. "Mari kulihat
tempatmu. Betapapun juga sudah menjadi tugasku untuk
me me riksa dan me mbuktikan bahwa engkau benar-benar
tidak berniat me mberontak dan pula tidak tahu akan pusaka
yang hilang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang itu
lalu meninggalkan hutan, jalan
berdampingan sa mbil bercakap-cakap. Setelah mereka pergi
jauh, barulah Joko Wandiro berani turun dari atas pohon.
Tubuhnya mas ih ge metar. Ia tadi telah mendengarkan
semua percakapan itu dan jantungnya serasa ditusuk-tusuk.
Ibunya telah digagahi! Ibunya telah diperkosa Wisangjiwo!
Keparat! Teringat akan nasib ibunya, Joko Wandiro menja-
tuhkan diri di bawah pohon dan sejenak ia duduk termenung.
Tidak menang is akan tetapi kedua matanya mengalirkan air
mata yang menetes-netes sepanjang kedua pipinya. Ayahnya
me larangnya menangis. Seorang laki-la ki tidak
layak meruntuhkan air mata, kata ayahnya. Diapun tidak sudi
menang isi. Dala m tiga hari ini ayahnya hendak pergi mencari
Wisangjiwo, dan dia ditinggal, disuruh tinggal bersama
penduduk pedukuhanl Tida k puas hati Joko Wandiro, akan
tetapi ia tidak berani me mbantah kehendak ayahnya. Lalu ia
teringat akan tugasnya, disuruh mencari kuda tunggang yang
baik.. Teringat akan ini, ia lalu melanjutkan perjalanan, berlari
men inggalkan hutan itu menuju ke pedukuhan.
Di hutan terakhir di luar dukuh itu terdapat sebuah belik
(danau kecil) yang airnya jernih sekali. Timbul keinginan
hatinya untuk mandi karena tubuhnya terasa panas setelah
berlari-larian tadi.
Ditanggalkannya semua pakaiannya dan segera ia meloncat
ke dala m air yang jernih dan d ingin dan berenang ke sana ke
mari. Lenyaplah semua kesedihannya karena teringat ibunya
tadi. Segar rasa tubuhnya, dan ia cepat-cepat naik ke darat
mengenakan pa kaiannya lagi. Pada saat itulah ia mendengar
suara berkeritik yang menyakitkan telinga. Teringat ia akan
cantrik tua renta bertasbih yang dibencinya. Agaknya terjadi
pertempuran lagi, pikirnya. Dengan hati berdebar tegang ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berindap-indap menuju ke arah suara dan mengintai dari balik
pohon. Benar saja dugaannya. Cekel Aksomolo bertanding,
disaksikan oleh lima orang perampok tinggi besar. Siapakah
yang menjadi lawannya" Bukan lain adalah Ki Tejoranu, si ahli
sepasang golok!
"Uuh-huh-huh, kau orang tidak setia kawan! Kau percuma
saja menjadi sekutu! Pura-pura suci dan gagah, tidak mau
menyerang Narotama. Orang maca m kau ini kalau tidak
dibas mi, kela k tentu akan mence lakakan be laka, huh-huh-
huh!" Cekel Aksomolo mengobat-abitkan tasbihnya yang
menge luarkan bunyi berkeritik aneh.
Ki Tejoranu tidak menjawab karena orang ini benar-benar
terdesak oleh tasbih yang mengeluarkan hawa mujijat itu.
Biarpun sepasang goloknya bergerak cepat,
namun se mangatnya seakan-akan terbetot dan
dipengaruhi suara tasbih
dan

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara Cekel Aksomolo. Makin kacaulah per mainan goloknya dan tiba-tiba
terdengar suara "rrrrrkkkkk!"
nyaring sekali dan....... tubuh Ki
Tejoranu terguling, seluruh tubuhnya lemah
seakan-akan semua ototnya dilolosi dari tubuh.
Inilah pengaruh tasbih sa kti yang ampuhnya menger ikan
itu! Cekel Aksomolo terkekeh dan mengha mpiri dengan sikap
mengan cam, "Hua-hah-hah,
ma mpus kau sekarang!"
Tasbihnya menghantam ke arah kepala. Biarpun Ki Tejoranu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah le mas tubuhnya, namun ia me miliki ilmu kepandaian
tinggi. Di saat sinar tasbih menyambar, ia mas ih ma mpu
menggulingkan tubuhnya mengelak.
"Bresss!"
Batu dan tanah muncrat berha mburan karena hantaman
tasbih menggantikan kepala Ki Tejoranu yang sudah berhasil
bergulingan menjauhkan diri.
"Uuh-huh-huh, punya aji trenggiling agaknya! Hayo, ajar
dia! Bacok dia, cacah-cacah jadikan abon (daging halus)!"
Cekel Aksomolo me mer intah lima orang pera mpok yang
berada di situ.
Dia sendiri ogah kalau harus mengejar-ngejar lawan yang
biarpun sudah tak dapat me lawan na mun mas ih ma mpu
bergulingan cepat itu. Dia malas untuk ber main kucing-
kucingan. Lima orang perampok tinggi besar itu mencabut
golok dan ramailah mereka mengejar dan me mbacok.
Namun Ki Tejoranu me mang hebat. Tubuhnya bergulingan
dan mencelat-celat seperti seekor kucing kepanasan. Namun,
karena tenaganya sudah hampir habis akibat pengaruh tasbih
mujijat, beberapa bacokan mengenai paha dan pangkal
lengannya. Ia tidak me ngeluh, hanya tertawa mengeje k dan t idak
menyerah, bahkan kini pengaruh tasbih makin men ipis dan ia
dapat berusaha me mbalas dengan tendangan-tendangan dari
bawah. Wandiro adalah seorang anak yang me miliki dasar
pemberani dan juga gagah. Menyaksikan betapa seorang yang
sudah kalah kini dikeroyok dan dis iksa, me mbayangkan betapa
ia akan menyaksikan penyembelihan yang kejam sekali, ia
tidak dapat menahan gejolak hatinya dan ia melompat keluar
sambil me maki-maki,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orang tidak tahu ma lu! Mengeroyok seorang yang
sudah terluka dan tidak pandai melawan, sungguh tak tahu
ma lu!" Ia berdiri dengan tubuh tegak, kedua tangannya
bertolak pinggang, matanya berkilat-kilat marah.
Lima orang pera mpok itu terkejut dan marah, apalagi
ketika menengo k dan me lihat bahwa yang me maki mereka
hanyalah seorang laki-la ki berusia satu duabelas tahun,
kemarahan mereka me muncak.
Serentak mereka menerjang untuk me mbunuh Joko
Wandiro. Namun anak itu bukanlah se mbarang ana k yang mudah
dibunuh begitu saja. Melihat datangnya golok yang bersinar-
sinar me mbacok ke arahnya, sigap ia meloncat ke be lakang,
lalu me masang kuda-kuda dan matanya tajam me mandang ke
depan, siap untuk me lawan mati-matian seperti yang
diajarkan ayahnya.
"Uuuh-huh-huh................., jangan bunuh dia" Tangkap
hidup-hidup anak kadal ini!" Cekel Aksomolo berkata ketika
me ngenal anak yang telah mengencinginya dalam pertandingan mengeroyok Rakyana Patih Kanuruhan.
"Tangkap hidup-hidup, serahkan padaku, akan kuminu m
darahnya setetes demi setetes! Uh-huh-huh!"
Para perampok merasa heran mengapa kake k itu de mikian
me mbenci anak ini, akan tetapi mereka tidak berani
me mbantah. "Wah, celaka, si keparat menghilang!" Tiba-tiba seorang d i
antara mereka berteriak ketika teringat kepada Ki Tejoranu
dan menengok, ternyata orang itu telah lenyap.
"Uuuuuh, biar kan saja, dia tidak ada artinya. Anak ini leb ih
penting, tangkap dia, jangan sampai ha mburkan darahnya,
akan kuhisap se mua sampa i hab is!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cekel Aksomolo berseru lagi. Dia amat benci kepada anak
ini, yang telah melakukan sirikan atau pantangannya, dan dia
baru akan puas kalau dapat menghisap habis darah anak ini,
selain untuk me mbalas denda m kemarahannya, juga ia tahu
bahwa anak ini bukan anak biasa dan darahnya tentu akan
menguatkan tubuhnya.
Lima orang pera mpok segera menyimpan goloknya dan
seorang di antara mereka yang me mandang rendah seorang
anak kecil, segera maju menubruk. Kedua tangannya
dikembangkan, jari-jari tangannya terbuka seperti seekor
harimau menubruk kelinci.
"Bruuuukkk! Uuhghh.......!" perampok ini merangkak
bangun kembali dengan napas terengah-engah sesak karena
tadi ia menubruk angin, bahkan menubruk tanah yang keras
sehingga da danya terasa ampeg. Kiranya ketika ia menubruk,
Joko Wandiro sudah bergerak cepat sekali menyelinap ke
bawah ketiak kanan, tidak lupa ia menga itkan ka kinya ke kaki
lawan yang sedang condong menubruk ke depan sehingga
tanpa dapat dicegah lagi pera mpok itu jatuh tertelungkup
menubruk tanah!
Perampok itu marah dan bangkit lag i, kini bersa ma empat
orang kawannya mereka mengurung Joko Wandiro. Anak ini
maklum bahwa ia dalam bahaya, namun sedikit-pun ia tidak
gentar. Ia menggerakkan kedua kakinya perlahan, mengatur
sikap dan kuda-kuda, matanya mengerling-ngerling taja m ke
arah lima orang pengurungnya, menanti gerakan mereka.
Ia sudah sering berlatih dengan ayahnya menghindarkan
serangan ombak yang me merc ik pecah, maka ia dapat
bergerak gesit. Hanya diam-dia m ia mengharapkan lima orang
ini tidak akan menerjang dalam detik yang bersamaan, maka
untuk itu ia sengaja me mancing dan mendekatkan diri dengan
orang yang tadi mencium tanah. Anak ini me mang cerd ik
sekali. Ia tahu bahwa perampok yang telah terbanting tadi
tentu lebih bernafsu untuk menerka mnya daripada empat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lain. Oleh karena inilah ia sengaja mendekat kepada
perampok yang matanya agak juling ini, bahkan ia berkata
mengejek. "Bagaimana" Ampeg (sesak) tidak pulung hatimu, pa k de?"
Tentu saja perampok juling ini menjad i luar biasa
marahnya, darahnya bergolak naik ke muka sehingga sukar
baginya untuk mengeluarkan kata-kata makian yang terlontar
dari dalam hati yang panas. Hanya ludah-ludah yang
menye mprot dan mulutnya me mbuih, hidungnya yang pesek
itu bergerak-gerak, cuping hidungnya kembang ke mpis seperti
hidung kuda ketakutan.
Akhirnya keluar juga suaranya bersama air ludah.
"Bocah kume ntus (sombong), bocah nyelelek, gembedig
urakan! Ooohhh, kalau tidak dilarang Ki Cekel, ingin kujuwing-
juwing (robek) mulut mu!"
Sambil berkata demikian ia menubruk dan tangan kirinya
mene mpi-ling (me na mpar) kepala, tangan kanannya mencengkeram ke arah pundak untuk me nangkap anak ini
seperti yang diperintahkan Cekel Akso molo.
Girang hati Joko Wandiro. Pancingannya berhasil dan
dengan pendahuluan oleh si juling ini berarti ia t idak akan
menghadapi serangan serentak dari lima orang itu. Kalau
mereka menyerang bertubi-tubi saja ia sama sekali tidak
khawatir. Cepat ia mengerahkan Aji Bayu Tantra yang biarpun belum
ia kuasai sepenuhnya, namun cukup me mbuat tubuhnya da pat
bergerak jauh lebih cepat daripada gerakan lawan. Dengan
gerakan yang amat cepat ini mudah saja baginya untuk
menggeser kaki mengatur langkah mengelak daripada
terjangan si juling.
Aji Pethit Nogo adalah aji pukulan yang luar biasa
ampuhnya, pukulan yang me mpergunakan jar i-jari tangan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepuluh buah banyaknya dan semuanya dipergunakan.
Tidaklah mudah untuk menguasai aji yang mujijat ini, maka
Joko Wandiro yang baru berusia dua belas tahun belum pula
mewarisi aji ini. Namun ayahnya yang menggemblengnya
sejak kecil telah melatih jari-jari tangan anak ini sehingga jari-
jari tangannya sudah dapat ia pergunakan dan ia isi dengan
pengerahan tenaga.
Biarpun be lum mempelajari Aji Pe-thit Nogo, Joko Wandiro
sejak beberapa tahun telah diberi pelajaran tentang letak-letak
jalan darah dan otot dalam tubuh seh ingga ia tahu bagian
mana yang lemah. Begitu tubuhnya miring dan kedua lengan
tangan si juling hanya beberapa senti meter menyambar di
samping kepala dan pundak, cepat tangan anak ini bergerak
pula. Mula- mula jari telunjuk tangan kanannya meluncur dan
menusuk jalan darah di pergelangan tangan kiri si juling yang
menya mbar lewat di atas kepa lanya.
"Athooooww!"
Si juling berteriak kesakitan karena merasa betapa lengan
kirinya itu seakan-akan lumpuh dan sakit sekali. Akan tetapi ia
tetap saja melanjutkan cengkeraman tangan kanannya ke
arah pundak Joko Wandiro. Akan tetapi kembali tangan kiri
Joko Wandiro berkelebat, telunjuk dan jar i tengah tangan
kirinya sudah menusuk ke arah belakang siku lawan.
"Assshhhh.......!" Si juling mendesis karena merasa seakan-
akan otot lengan kanannya putus! Ia me langkah mundur,
menggerak-gerakkan kedua lengannya untuk mengusir pegal
linu seperti tingkah Dursosono dalam panggung wayang
orang! Empat orang perampok la in segera maju dan menyerang
bertubi-tubi. Namun hal ini sudah diperhitungkan Joko
Wandiro sehingga ia cepat menyelinap di antara hujan kepalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan tamparan itu, menyelinap di antara tangan-tangan yang
kotor dan besar, sebesar kepalanya.
Begitu cepat gerakan anak ini seh ingga serangan-serangan
itu sama sekali tidak pernah dapat mengenainya, paling hebat
hanya menyerempet saja. Iapun berusaha memba las dan
beberapa kali kepalan tangannya yang kecil bertemu la mbung
dan perut yang gendut lunak.
Namun para perampok itu ada lah orang-orang yang tebal
kulitnya. Apakah artinya pukulan dan tendangan kaki Joko
Wandiro yang kecil" Mereka mendesak lagi sa mbil me ma ki-
maki seperti tingkah laku lima e kor kucing kaku men gejar-
ngejar seekor tikus yang gesit.
Akhirnya Joko Wandiro tertangkap juga ketika dari
belakangnya, sebuah, lengan yang kurus kering me nyambar.
Tahu-tahu tengkuknya telah ditampar jar i-jari kecil kering,
akan tetapi mengandung tenaga mujijat sehingga anak ini
merasa nanar dan roboh terguling. Si juling segera men ubruk
dan me me luknya kuat-kuat. Demikian kuatnya si juling ini
menyikap sehingga Joko Wand iro merasa napasnya sesak.
"Eh....... eh......., mengapa tidak kaubunuh saja aku" Aha,
kau takut kepada kakek tua renta itu, bukan" Ha-ha-ha,
lucunya. Orang-orang tinggi besar dan kuat seperti kalian
berlima ini masa takut kepada seorang kakek yang sudah mau
ma mpus?" Si juling marah sekali dan ingin ia sekali gencet me mbunuh
anak ini, juga e mpat orang perampok lain mendongkol sekali.
Hanya karena ada Cekel Aksomolo maka mereka tidak berani
me mbunuh anak ini, sekarang dieje k oleh Joko Wan diro tentu
saja mereka dia m-dia m men dongkol pula kepada kake k itu,
akan tetapi mereka hanya berani me mandang dengan mata
mereka yang besar-besar dan me lotot.
"Huhh-huh-huh, bocah setan, bocah kurang ajar, kau tidak
tahu siapa eyangmu ini. Siapakah yang beran i main-main
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan aku" Huuh-huh-huh! Hayo mundur kalian! Dan cari
tua bangka pelo yang melarikan diri tadi, tangkap dia dan
seret ke sini!"
Lima orang tinggi besar itu mengundurkan diri dan lenyap
di antara pohon dan gerumbul dalam usaha mereka men cari
jejak Ki Tejoranu. Sementara itu, melihat lima orang tinggi
besar pergi dan ia hanya berhadapan dengan kakek tua renta,
Joko Wandiro lalu berkata,
"Akupun ma u pergil" Ma ka larilah ia.
"Eeittt....... eittt....... nanti dulu, cah bagus. Kau
mengge linding ke sinilah!" Tangan Cekel Aksomolo digerakkan
dan..... tubuh Joko Wandiro terguling roboh la lu bergulingan
mende katnya kemba li! Anak itu hanya merasa seakan-akan
tubuhnya dirobohkan dan ditiup angin yang kuat sekali.


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika ia meloncat berdiri, ia telah berada di depan kakek
itu kembali yang telah me megang lengannya dengan jari-jari
tangan kurus bengkok-bengkok tinggal kulit me mbungkus
tulang. Dia m-dia m anak ini berg idik ngeri dan maklumlah ia
bahwa kakek ini a mat sakti, bahkan yang me njatuhkannya
dalam pengeroyokan tadipun kakek inilah.
Akan tetapi ia tidak me mper lihatkan muka takut, berdiri
tegak dan me man dang kakek itu dengan sepasang matanya
yang hitam tajam bersinar-sinar.
Biarpun hatinya benci sekali kepada anak ini yang pernah
me mbikin malu kepadanya, namun diam-dia m Cekel Aksomolo
menjad i kagum, bocah pilihan, pikirnya dan hatinya girang
sekali. Darah anak ini tentu hebat, dan merupakan obat yang
amat kuat bagi seorang kakek seperti dia. Ia tahu bahwa
sekutunya, Ki Krendoyakso, meyakinkan ilmu yang amat hebat
dan untuk itu Ki Krendoyakso me milih bayi-bayi yang baik
dan....... me makan daging minum darahnya! Anak laki-la ki
yang ditawannya ini amat baik dan sebagai seorang ahli Cekel
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aksomolo dapat me lihat bahwa kalau anak ini mendapat
didikan ilmu, kelak tentu akan menjadi seorang ge mblengan
yang luar biasa dan sakti. Oleh karena itu, tulang sumsum dan
darah anak ini tentu merupakan penguat yang amat berguna
bagi tubuhnya yang sudah mulai lapuk karena usia tua.
"Bocah bagus, siapa na ma mu?" Cekel Aksomolo me ngelus-
elus dagu dan pipi Joko Wandiro, kelihatannya menyayang
padahal ia menahan air liurnya.
"Na maku Joko Wandiro!" jawab anak itu dengan suara
tenang dan berani.
Seketika Cekel Aksomolo melongo, matanya terbelalak dan
biji matanya bergerak-gerak ke kanan kiri me mbayangkan
ketololan, mulutnya ternganga me mperlihatkan gusi kebiruan
yang ompong. Sampai la ma ia ketap-ketip (terkesima
berkedip-ked ip), baru ia dapat berseru,
"Aduh-duh-duh-duhhhh..... siapa sangka....... ?" Kau
kiranya Joko Wandiro" Uhuh - huh - huh, bertahun-tahun
dicari datang-datang mengencingi orang yang ikut mencari-
carimu. Aduh, raden, kau adalah putera
Kadipeten Selopenangkep.Kau cucu Adipati Joyowiseso.....huh-huh-huh!"
"Tida k........! Kau melantur! Aku bukan anak adipati!
Lepaskan aku......"
"Uuuh-huh-huh, kau me mang diculik orang sejak kecil,
raden. Kau putera Raden Wisangjiwo...... kau......"
"Bohong! Kakek tua bangka suka bohong!" Tiba-tiba Joko
Wandiro merengngutkan lengannya terlepas dari pegangan
kakek itu dan tangan itu bergerak cepat.
"PlakkkM"
Tepat sekali pipi kiri Cekel Aksomolo kena dita mpar oleh
Joko Wandiro, kemudian anak itu me mbalikkan tubuh dan
me larikan diri. Namun sekali lagi ia terguling roboh oleh gerak
tangan Cekel Akso molo yang meniupkan angin pukulan hebat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wuh-huh-huh, sial dangkalan aku! Tak jadi minum darah
bersih dan menghisap sums um murni, malah mendapat
tampar an. Uuuh, anak baik, mau tidak-ma u kau harus ikut
dengan eyangmu, menghadap i kakekmu sang ad ipati! Huuh-
huh, setidaknya aku berjasa besar mendapatkan kemba li Joko
Wandiro.......!"
Kakek itu menyambar tubuh Joko Wand iro yang masih
rebah, lalu berjalan a mat cepat seperti terbang meninggalkan
tempat itu sambil menge mpit tubuh Joko Wandiro yang tak
dapat meronta sama sekali.
Berhari-hari Cekel Aksomolo me lakukan perjalanan me nuju
ke Kadipaten Selopenangkep, hanya berhenti untuk mengaso
di waktu ma la m dan ma kan. Joko Wandiro mulai merasa
gelisah, sungguhpun ia tidak mau me mperlihat kannya sama
sekali di depan kakek yang berna ma Cekel Aksomolo itu.
Beberapa kali di waktu kake k ifu tidur mendengkur, ia
berusaha me larikan diri.
Namun, belum jauh ia lari, ia terjungkal dan bergulingan
kembali ke dekat kakek itu yang tertawa-tawa dan selalu
bersombong, "Tak mungkin kau dapat me larikan diri kalau Cekel
Aksomolo yang sakti mandraguna tidak menghendakinya,
raden. Kau menurut sajalah kuhaturkan ke hadapan eyangmu
adipati dan kelak aku a kan suka se kali menjadi gurumu, heh-
heh-heh!" Semenjak kecil Joko Wand iro belajar ilmu dar i ayahnya,
oleh karena itu ia a mat suka akan ilmu kesaktian. Ia tahu
bahwa kakek tua yang buruk rupa ini a mat sakti dan ia tentu
akan senang sekali menjad i muridnya kalau saja si kakek tidak
begini jahat. Kakek ini jahat, dan tukang pembohong, atau
mungkin juga gila mengatakan bahwa d ia putera Wisangjiwo!
Mana ada yang lebih gila dari ini" Justeru Wisangjiwo musuh
besarnya, telah menghina ibunya, Wisangjiwo yang me mbuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia tidak beribu dan tidak pernah melihat bagaimana wajah
ibunya. Wisangjiwo musuh yang sekali waktu harus ia bunuh. Akan
tetapi kakek ini mengatakan dia putera Wisangjiwo dan cucu
adipati Selopenangkep" G ila! Betapapun saktinya, ia tidak sudi
menjad i murid Cekel Aksomolo dan selalu berusaha untuk
me larikan diri.
Tiga hari kemudian Cekel Aksomolo mengaja knya
beristirahat di da la m sebuah hutan jati.
Kadipaten Selopenangkep tidak jauh lagi. Dengan ilmu lari
cepatnya yang hebat, besok pagi akan sampai. Saking
lelahnya Cekel Aksomolo melepaskan Joko Wandiro, lalu
bersandar pohon dan sebentar kemudian bunyi dengkurnya
keluar masu k bibirnya yang ker ing.
Joko Wandiro juga merasa amat lelah, dan lapar. Sejak
kemarin ia tidak mau makan karena makanan kake k itu jorok
(kotor) sekali, kadang-kadang kalau me mbunuh binatang lalu
dimakan mentah-mentah begitu saja! Kini melihat kakek itu
tidur mendengkur, ia mencari akal untuk dapat melepaskan
diri. Tak pernah ia menyia-nyiakan kese mpatan untuk lar i. Akan
tetapi sudah beberapa kali, biarpun kakek itu kelihatannya
tidur nyenyak, apabila ia lari, selalu ia tertangkap kemba li oleh
kakek yang kelihatan pulas itu. Maka kali ini ia tidak mau lari
lagi, dan me mutar otak mencari akal.
"Kalau aku lar i, dia tentu tahu seperti biasa," pikirnya.
"Kalau bisa kubunuh dia....... tapi dia sakti, mana mungkin
kubunuh dia.......?" Joko Wandiro duduk bertopang dagu,
matanya kadang-kadang melirik kakek yang tidur itu penuh
perhatian, mencari akal.
Kemudian ia mengenangkan betapa kakek sakti ini dalam
pertandingan melawan kakek sa kti yang dise mbah ayahnya
dan disebut Rakyana Patih oleh ayahnya. Hebat pula senjata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tasbih yang mengeluarkan bunyi mujijat. Joko Wandiro me lirik
tasbih itu yang selalu tergantung pada lengan kiri Cekel
Aksomolo. Apakah di tasbih itu terletak kesaktiannya" Teringat
ia betapa bunyi tasbih itu me mbuatnya pening, menggigil
kedinginan sehingga ia terkencing-kencing. Teringat pula ia
betapa karena tak tertahankan lagi, ia kencing dari atas pohon
dan sengaja ia mengencingi kake k ini. Joko Wandiro
tersenyum geli, akan tetapi segera ia teringat betapa setelah
tersiram kencingnya, kakek ini terhuyung-huyung, terbatuk-
batuk, kemudian merangkak keluar dari medan pertandingan
seperti orang yang kehabisan tenaga.
Joko Wandiro kini berdiri, matanya menatap tajam kepada
kakek yang masih mengoro k itu. Itukah agaknya pengapesannya" Air kencing".
Joko Wandiro seorang anak yang cerdik dan beran i. Ia toh
sudah berada dalam tawanan kakek ini. Apapun akan jadinya
terserah di tangan kakek ini. Mengapa tidak berusaha untuk
keselamatannya sendiri" Menggantungkan nasib, menyerah
kepada kakek atau kepada lawan, bukanlah laku seorang
gagah. Dengan hati-hati Joko Wandiro mengingsut-ingsut
perlahan, menggerakkan pantatnya memutari kakek itu
sampai a khirnya ia tiba di belakang batang pohon yang
disandari Cekel Aksomolo.
Kemudian ia bangkit berdiri dengan hati-hati tanpa
men imbulkan suara, mema ksa diri mendorong keinginan
kencing, la lu me mbuka celananya me mbuang air kecil,
mengarahkan air kencingnya menyira m kepala Cekel Akso molo
yang masih mendengkur!
"Wajoowwww! Bocah setan! Cindil anak tikus!"
Cekel Aksomolo me lompat cepat sehingga tidak terkena air
kencing. Saking kagetnya Joko Wandiro seketika berhenti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kencingnya dan menutup kembali
celananya, berdiri
me mandang kakek. itu dengan mata terbelalak kaget.
Cekel Aksomolo menang kap pergelangan tangannya,
menguncang-guncang tubuh anak itu dan bertanya,
"Siapa me mberitahumu akan rahasiaku" Siapa" Hayo
bilang, siapa yang me mbocorkan rahasiaku!"
"Rahasia pengapesanmu" Se mua orangpun tahu! Yang
me mbocorkan adalah ayahku, kau mau apa?" Joko Wandiro
yang sudah nekat karena tidak melihat jalan lain untuk
me mbebaskan diri, kini sengaja menggunakan nama ayannya
untuk menakut-nakuti kakek menyebablkan ini.
Cekel Akso molo berjingkrak-jingkra k marah.
"Apa" Ayahmu" Raden W isangjiwo mana tahu akan
rahasiaku?"
"Raden Wisangjiwo boleh ma mpus di neraka jahana ml"
Joko Wandiro menyumpah marah.
"Ayahku bernama Pujo, seorang gagah per kasa, jagoan,
sakti mandraguna yang bertapa di muara Sungai Lorog! "
Kini Cekel Aksomolo yang melengak heran sampai mulutnya
terbuka lebar-lebar. Saking kaget dan herannya mendengar
ini, ia sampai lupa akan kemarahannya.
Baru sesaat ia berkata, "Uuuhh-huh, de mi setan wewe
tetekan! Kau anak Pujo" Laeeee , laeee, bagaimana ini " Kau
putera Wisangjiwo dan Pujo....... si keparat itu, dialah
orangnya yang menculikmu dar i Kadipaten Selopenangkep!"
"Bohong! Bohong.......! Kau kakek busuk, kake k jahat! Pujo
adalah ayahku! Wisangjiwo boleh ma mpus, Kadipaten
Selopenangkep boleh hancur-lebur, siapa peduli" Ayahku
bernama Pujo, seorang ksatria sejati!"
Pada saat itu terdengar lengking tinggi mengerikan,
seakan-akan menya mbut atau menjawab ucapan Joko
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wandiro yang diucapkan keras-keras itu. Cekel Aksomolo
sendiri sampa i tersentak kaget mendengar suara ini. Tidak ada
binatang hutan seperti itu suaranya, juga tak mungkin
manusia. Hanya peri dan iblis saja agaknya yang dapat
menge luarkan suara seperti itu, lengking tinggi me nusuk
jantung. Hati kake k itu tidak ena k, segera ia menangkap
pergelangan tangan Joko Wandiro.
. ''Hayo kita pergi dari sini! Biar di Selopenangkep nanti kau
me mbantah ka kekmu send iri......."
"Tida k mau! Tida k sudi! Ka kek jahat, lepaskan aku!"
Joko Wandiro meronta-ronta. Namun Cekel Aksomolo t idak
me mperdulikannya dan menyeretnya untuk cepat-cepat pergi
dari hutan itu.
Tiba-tiba tampak bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu
seorang kakek sudah berdiri menghadangnya dengan
sepasang golok di kedua tangan. Dia ini bukan lain adalah Ki
Tejoranu yang segera berkata mengejek,
"Cekel Aksomolo! Seolang tua bangka macam kau
me ma ksa dan menghina anak kecil, akulah lawan mu, tua
sama tua!" Cekel Aksomolo marah bukan main. Tentu saja ia
sama sekali tidak takut kalau hanya pertapa Sarangan ini yang
muncul. "Uuhhh-huh, kau pecundang, kau sudah keok (kalah)
sekarang berani muncul lagi" Minta ma mpus" Uuhh, dasar
bosan hidup!"
Tiba-tiba kakek ini menggerakkan jari tangannya me mencet
kedua pundak Joko Wand iro. Anak ini menge luh perlahan dan
roboh terguling, tak dapat bangun lagi karena ia merasa
seluruh tubuhnya lumpuh. Ia hanya dapat memandang ke
arah dua orang ka kek itu yang sudah bertanding.
Betapapun hebat permainan sepasang golok di tangan Ki
Tejoranu dan betapa mahirnya akan ilmu meringankan tubuh,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun menghadapi Cekel Aksomolo, ia masih kalah tinggi
ilmunya. Cekel Aksomolo mengandalkan kesaktiannya kepada ilmu
hitam yang mujijat, tidak seperti Ki Tejoranu yang semata-
mata mengandalkan Ilmu silatnya. Biarpun tasbih yang
digerakkan itu t idak a mat cepat, na mun dar i tasbih itu keluar
segulung sinar hita m yang luar biasa ampuhnya, yang seakan-
akan merupa kan tangan-tangan iblis menghalau gulungan
sinar golok. Sambil memutar tasbih ini Cekel Aksomolo
bersumbar, "Heh Ki Tejoranu manusia berlidah pendek! Kau bertapa
dan belajarlah dua windu lagi, baru boleh mencoba kesaktian
Cekel Aksomolo,huh-huh-huh! Akan tetapi sekarang sudah
terlambat, karena aku tidak akan me mberi kesempatan
kepadamu untuk belajar lagi.. Terimalah ke matian mu!"
Tiba-tiba tangan kiri pertapa di lereng Wilis ini bergerak


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan sesosok sinar hitam menyambar ke depan, menyambar
sambil me ngeluarkan suara mendesing. Inilah senjata rahasia
yang amat ampuh dari Cekel Aksomolo, yaitu senjata rahasia
ganitri yang sebenarnya biji-biji tasbih.
Bukan main a mpuhnya senjata rahasia ini, karena biarpun
hanya sebutir benda kecil terbuat daripada kayu hitam, namun
jika sekali me lesat dari tangan sakti dapat mengejar lawan
seperti seekor lebah yang berb isa.
Ki Tejoranu terkejut sekali, cepat golok kanannya
menya mpok benda kecil itu sedang kan golok kirinya masih
sibuk me layani untaian tasbih yang menyambar-nyambar
dikepalanya. "Tringgg.......!"
Ganitri yang kecil itu tersa mpok, akan tetapi tidak runtuh
atau terlempar jauh, bahkan berputaran dan menghantam ke
arah mukanya! Ki Tejoranu ma kin kaget, cepat ia meloncat ke
belakang, akan tetapi terlambat! Ganitri telah menya mbar dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenai pundaknya! Begitu mencium darah, senjata rahasia
ganitri yang luar biasa ini terbang kembali ke tangan kiri Cekel
Aksomolo yang tertawa terkekeh-kekeh me lihat Ki Tejoranu
roboh terjengkang lalu bergulingan dengan sepasang goloknya
masih menya mbar-nyambar me lin dungi tubuh.
Dia m-dia m kake k bongkok ini kagum bukan ma in. Betapa
orang yang sudah terluka dan roboh masih dapat
menggunakan sepasang golok me lindungi tubuh seperti itu
benar-benar me mbukt ikan kemah iran per mainan golok yang
hebat. Maklum bahwa luka akibat ganitri yang berbisa akan
mendatangkan maut kepada lawannya, Cekel Aksomolo tidak
me mperdulikan Ki Tejoranu lagi, melainkan me mbalikkan
tubuh hendak me mbawa pergi Joko Wand iro.
Akan tetapi alangkah kaget hatinya, sampai dia berd iri
terlongong. Joko Wandiro telah bangun dan berdiri di tempat
itu, dan di sebelahnya berdiri seorang wanita muda yang
cantiknya bukan kepalang! Seorang wanita muda yang
me miliki wajah, kulit, dan bentuk tubuh yang hanya pantas
dimiliki seorang bidadari kahyangan! Mata Cekel Aksomolo
yang berminyak kalau me lihat wanita ayu ini seperti hendak
terloncat keluar dari te mpatnya. Jantungnya mencak-mencak
dalam dada, pandang matanya seperti hendak menelan bu lat-
bulat dan hatinya berbis ik,
"....... wadouhhh, denok montok kinyis-kinyis...." dan
seperti seorang mengida m yang me lihat mangga, air liurnya
men itik turun dar i kedua ujung bibirnya!
.)0oo-dw-oo0( Jilid 11 WANITA itu masih muda dan me mang hebat. Wajahnya
cantik jelita, dihias ra mbutnya yang panjang terurai ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang hita m bero mbak. Pakaian nya bagian atas hampir
tidak dapat menahan le kuk lengkung tubuh yang seperti
hendak me mberontak dan me mecahkan kain penutup karena
kepadatannya. Namun, kecantikan dan keindahan bentuk tubuh ini
dilindungi sikap yang agung, pandang mata yang tajam
angker, tarikan mulut yang me mbayangkan kekerasan hati,
kerut di kening yang menggoreskan derita hidup yang
kesemuanya itu me mbuat ia tampa k bercuriga kepada setiap
orang yang dihadapinya.
"Pergilah engkau, pa man tua dan jangan ganggu anak ini!"
Demikian ucapannya yang ditujukan kepada Cekel
Aksomolo. Suaranya merdu akan tetapi nadanya dingin
menyeramkan, seakan-akan di balik ucapan itu berse mbunyi
ancaman maut yang mengerikan. Cekel Aksomolo dapat
merasakan ini, a kan tetapi tentu saja ia tidak takut. Masa
seorang sakti mandraguna seperti dia takut terhadap seorang
wanita yang begitu denok ayu"
"Aduuhh, ayu kinyis-kinyis, denok montrok-montrok, di
dunia tiada keduanya! Engkau siapa, genduk bocah ayu
man is" Waduhhh, mati aku ada wanita kok begini cantik!"
Wanita itu mengerutkan kening, pandang matanya
menge luarkan s inar berapi, lalu terdengar lagi ia bertanya,
suaranya masih merd u na mun leb ih dingin dar ipada tadi,
"Kakek tua, sekali lagi pergilah! Aku tak akan me nangani
(menghajar) seorang kakek yang sudah tua renta seperti kau,
kecuali kalau terpaksa."
"Heh-heh-huh-huh-huh! Biar tua tuanya kelapa, tuanya
kemiri, biar tua leb ih berguna dar ipada yang muda! Bocah
denok montrok, aku mau pergi dari sini kalau menggendongmu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba wanita itu mengeluarkan suara melengking tinggi
dan hampir saja Cekel Aksomolo terjengkang saking kagetnya.
Kiranya yang mengeluarkan suara lengking men gerikan tadi
adalah wanita ayu ini! Akan tetapi kakek ini tidak diberi
kesempatan untuk terheran lebih la ma karena pada detik itu
wanita tadi telah menerjangnya dengan gerakan kilat dan
sebuah tamparan keras menyambar mukanya!
Tamparan yang menggunakan telapak tangan, dan hawa
pukulannya saja sudah seperti api me mbara! Kagetlah kakek
ini, sama sekali tidak disang kanya wanita seelok ini dapat
me lakukan pukulan sedahsyat itu. Cepat ia menge lak, kini
tangan dengan jari-jari terbuka menusuk ke arah la mbung,
hebatnya bukan main.
"Aduhhh, celaka .. .. !"
Cekel Aksomolo adalah seorang sakti tentu saja dalam
keadaan bahaya ini ia tidak kehilangan akal. Tahu bahwa
tusukan itu biarpun hanya dilakukan dengan jari-jari tangan
yang halus meruncing lunak, na mun dapat mene mbus kulit
la mbungnya, dan bahwa tusukan itu tak dapat lagi ia elakkan,
si kakek cepat menggerakkan tasbihnya, menghantam ke arah
kepala wanita itu untu k mengajak sampyuh (mati bersa ma)!
"Kakek jahat!" Wanita itu berseru, tangan kirinya
menang kis lengan kanan lawan yang me mbawa tasbih dan
karena itu maka tusukannya tadi me la mbat sehingga Cekel
Aksomolo mendapat kesempatan untuk menang kis pula
dengan tangan kiri sambil miringkan tubuh.
Dua pasang tangan saling berte mu dan akibatnya, wanita
itu terhuyung ke belakang, akan tetapi juga Cekel Aksomolo
hampir terguling.
Wanita itu agaknya penasaran dan marah, tanpa
menge luarkan kata-kata ia sudah menerjang maju lagi,
gerakannya cepat bukan main, kedua tangannya menge luarkan angin panas! Cekel Aksomolo yang kecelik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengira dia itu wanita ayu yang lemah dan mudah dijadikan
korban, terpaksa menggunakan tasbih melawan.
Yang leb ih me ngherankan hatinya adalah betapa suara
tasbihnya seakan-akan tidak me mpan terhadap wanita ini. Ia
sama sekali tidak pernah mimpi bahwa wanita cantik yang ia
hadapi ini adalah Kartikosari, isteri Pujo.
Kartikosari kini bukanlah Kartikosari sepuluh tahun yang
lalu. Ia sudah melatih diri di tepi laut, jika sedang melatih
tenaga sakti, deru badai mengamuk sekalipun tidak
menggoyahkan pertahanan batinnya. Apalagi kini s uara tasbih
yang biarpun mengandung suara mujijat, namun bukan apa-
apa jika dibandingkan dengan suara mujijat yang dibawa oleh
omba k dan bada i!
Pada saat Kartikosari menerjang dan terlibat dalam
pertandingan seru dengan Cekel Aksomolo, Joko Wandiro
berdiri terbelalak kagum. Sudah banyak ia melihat laki-la ki
sakti, jagoan-jagoan yang pandai. Akan tetapi baru kali ini ia
menyaksikan seorang wanita berkelah i dengan cara yang
demikian mengagumkan. Apalagi ketika ia mengenal gerakan-
gerakan ayahnya, ia makin terpesona.
Tadi ketika Cekel Aksomolo bertanding melawan Ki
Tejoranu, tahu-tahu wanita ini muncul dan sekali mengurut
pundaknya, ia dapat bangun. Akan tetapi sebelum Joko
Wandiro sempat bertanya, Cekel Aksomolo yang telah
meroboh kan Ki Tejoranu telah me nghadapi penolongnya.
Kini mereka berdua bertanding hebat, Joko Wandiro
me mandang kagum akan tetapi juga khawatir karena ia
maklum betapa kakek bongkok itu benar- benar berbahaya
dan sakti. Pada saat itu, ia merasa ada angin bertiup di belakangnya
dan disusul napas terengah seorang manusia. Joko Wandiro
cepat memba likkan tubuhnya, siap menghadapi serangan
lawan. Akan tetapi alangkah kaget dan herannya ketika ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me lihat seorang anak perempuan sebaya dengannya, hanya
satu dua tahun lebih muda, anak yang berwajah seperti bulan
dan bermata seperti bintang, berdiri dengan napas terengah-
engah me mandang perte mpuran. Agaknya anak ini telah
berlari jauh dan cepat maka sa mpai terengah-engah
napasnya. Melihat anak ini me mandang pertempuran dengan mata
terbelalak, Joko Wandiro menyangka dia ketakutan dan ngeri,
maka katanya, "Kau siapa" Anak kecil tidak boleh di s ini, berbahaya. Tidak
kaulihat ada orang bertempur" Perg ilah!"
Tangannya bergerak mendoro ng ke arah pundak untuk
menakut-nakuti dan menyuruh anak itu pergi, akan tetapi
hanya dengan gerakan miringkan tubuh, dorongannya tidak
mengenai sasaran dan anak perempuan itu kini me mandangnya dengan mata marah dan mulut cemberut.
"Lagaknya seperti orang tua saja! Apakah kau juga bukan
anak kecil" Tentu kau anak monyet itu!"
Dan tiba-tiba sekali, benar-benar di luar dugaan Joko
Wandiro, anak perempuan itu telah menerjang dan
menghanta m dadanya dengan kepalan tangannya yang kecil.
Serangan ini a mat cepat dan juga sama sekali tidak disangka-
sangka, maka Joko Wandiro tidak sempat mengelak lag i.
"Bukk!"
Joko Wandiro roboh terjengkang, mengelus dadanya yang
terpukul karena merasa sakit. Benar-benar ia heran luar biasa
bagaimana ada seorang anak perempuan me miliki pukulan
yang begini ampuh, cukup kuat sehingga ia sesak bernapas.
Gerakannya cepat sekali dan me lihat cara anak ini
me mukul, jelas bahwa anak ini me miliki ilmu ber kelahi yang
sama sekali tidak rendah!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat Joko Wand iro hanya jatuh terduduk saja oleh
pukulannya tadi, anak perempuan itu marah- marah,
"Kau masih belum rebah ma mpus?" teriaknya dan kini
dengan gerakan yang benar-benar dahsyat dan cepat dia telah
menendang ke arah muka Joko Wandiro yang masih terheran-
heran. Akan tetapi kali ini Joko Wandiro tidak berani berlaku
lengah. Cepat ia mengelak dan meloncat bangun.
"Wah, kau ini bocah setan begini ga lak dan kej i!"
Joko Wandiro berseru karena anak itu sudah menerjangnya
lagi kalang-kabut. Sebuah pukulan secara aneh sekali telah
bersarang di perutnya me mbuat ia terhuyung ke be lakang.
Hebat dan cepat gerakan anak perempuan itu.
Kalau ia tadi menang kis lalu me mbalas tentu ia akan dapat
mendahului, akan tetapi karena Joko Wandiro tidak mau
menyerang anak pere mpuan, maka ia lagi-lagi terkena
pukulan. Perutnya menjadi mulas dan ia mulai marah.
"Kau ini bukan bocah perempuan, kau seperti kucing
mabo k!" katanya dan menangkis kuat-kuat, bahkan balas
mena mpar ke arah pipi anak itu. Anak itu mengelak sa mbil
me loncat mundur, kedua pipinya yang tadi terkena tamparan
itu menjadi merah sekali,
"Apa kau bilang?" Telunjuknya yang kecil menuding ke arah
hidung Joko Wandiro, seperti henda k menusuk lubang
hidungnya. "Aku kucing" Kalau begitu kau monyet! Kau celeng
goteng! Kau kirik (anak anjing) bungkik!"
"Wah-wah, galak dan tukang maki. Kau ini bocah manakah
sih begini kurang ajar" Hayo pergi, kalau tidak tentu
kutempiling kau!" Joko Wandiro marah, melangkah maju dan
menganca m dengan kedua tangan terkepal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau berani mene mpiling aku" Coba! Hayo coba! Dua kali
sudah kuhantam engkau, yang ketiga kalinya tentu kau takkan
dapat bangun lagi!"
Anak perempuan itu me mekik dan menyerang lag i leb ih
dahsyat daripada tadi. Joko Wandiro yang sudah marah dan
penasaran, menangkis dan balas menyerang. Alangkah kaget
dan herannya ketika ia mendapat kenyataan bahwa gerakan
anak perempuan ini sa ma dengan gerakan-gerakannya!
Sementara itu Kartikosari merupakan lawan yang kuat bagi
Cekel Aksomolo. Biarpun kakek itu me miliki tasbih mujijat,
namun Kartikosari dapat menghadapinya dengan baik. Kedua
tangan wanita ini a mpuh sekali, apalagi dibantu dengan
tendangan-tendangan kaki yang tak terduga-duga.
Setelah serangan-serangannya gagal dan ia mendapat
kenyataan bahwa kakek bongkok itu tidaklah selemah yang ia
kira se mula, Kartikosari mencabut sebatang keris kecil dari
pinggangnya dan kini dengan keris di tangan kanan untuk
menyerang, tangan

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kirinya berusaha mencengkeram dan merampas tasbih.
Kagetlah Cekel Aksomolo. Tak disangkanya wanita muda
yang cantik jelita ini de mikian perkasa. Dan ketika ada dua
sinar golok menyambar sebagai tanda bahwa Ki Tejoranu
sudah maju pula mengeroyoknya, diam-dia m Cekel Aksomolo
menge luh. Menghadapi wanita cantik ini saja ia sudah repot dan
andaikata dapat menang juga akan makan waktu lama,
apalagi sekarang ditambah sepasang golok Ki Tejoranu yang
cukup a mpuh, bisa- bisa ia mati konyol! Maka ia tiba-tiba
me mbunyikan tasbihnya dan menyerang hebat.
Ki Tejoranu yang sudah terluka hebat itu cepat meloncat
mundur dan Kartikosar i juga kaget dan cepat mundur
me masang kuda- kuda. Saat itu dipergunakan oleh Cekel
Aksomolo untuk mence lat ke belakang dan melarikan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tejoranu cepat maju dan me mberi hormat kepada
Kartikosari, berkata kagum, "Nona yang gagah pelkasa telah
meno long saya olang tua yang tiada guna, sungguh
me lupakan budi besal."
Akan tetapi Kartikosari tidak menjawab karena perhatiannya tertarik oleh gerakan-gerakan di belakangnya.
Ketika ia meno leh, ia melihat dua orang anak itu masih saling
serang dengan gerakan cepat. Ia tertegun sejenak, kagum
me nyaksikan gerakan mereka yang jelas sealiran. Akan tetapi
iapun dapat melihat bahwa anak perempuan itu yang lebih
banyak menyerang, sedangkan anak laki-laki itu lebih banyak
menga lah, menang kis dan menge lak.
"Endang! Berhenti, jangan pukul orang!"
Suaranya merdu akan tetapi berpengaruh karena anak
perempuan itu me loncat mundur, mencibirkan bibir bawah
yang merah kepada Joko Wand iro sambil ber kata perlahan,
"Untung kau, ibu melarang, kalau tidak .... hemmm ..... !"
Joko Wandiro mendongkol, akan tetapi lega hatinya karena
tidak harus melayani anak pere mpuan liar dan galak ini. Ia
menengo k dan memandang wan ita itu penuh kagum.
Kartikosari sudah menghadapi Ki Tejoranu lagi sa mbil
menge luarkan perta nyaan halus,
"Kau terluka, paman ?"
Ki Tejoranu menoleh ke arah pundak kirinya. Ia tadi sudah
merobek baju di sebelah kiri dan tahu bahwa pundaknya
terluka biji tasbih yang berbisa seh ingga pundaknya
me mper lihatkan luka menghitam.
"Ah, telkena senjata ganitli yang belbisa. Kakek itu benal
jahat." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kartikosari agak geli hatinya mendengar omongan yang
pelo itu, dan ia dapat menduga bahwa kakek ini tentulah
seorang asing. "Syukur kalau kau dapat mengobatinya sendiri, kalau tidak,
saya mempunyai obat widosari (se maca m boreh) yang baik
untuk me munahkan bisa."
"Telima kasih. Tida k usah, bisanya tidak a mat jahat, tidak
sejahat Cekel Aksomolo."
"Ah, dia Cekel Aksomolo" Pantas begitu sakti. Nah, paman,
harap kautinggalkan kami dan kuharap kau tidak usah sebut-
sebut kehadiranku di sini."
Ki Tejoranu me mandang penuh perhatian, lalu mengangguk-angguk.
"Nona telah me nolong, saya tidak akan lupa. "
Kemudian ia me langkah mengha mpiri Joko Wand iro dan
mengangguk-angguk pula me mber i hormat.
"Saudala kec il a mat gagah calon ksatlia, kelak kita belte mu
lagi. Selamat ... selamat .... !" pergilah kakek itu dengan
gerakan cepat sekali.
Kartikosari me mbalikkan tubuh me man dang Joko Wandiro
yang juga me man dangnya dengan matanya yang tajam.
"Eh, bocah, siapa nama mu dan mengapa kau bertanding
me lawan anakku" Kau tadi tahu betapa aku telah
meno longmu, mengapa kau me mba las pertolongan orang
dengan cara de mikian?"
Joko Wandiro menundukkan mukanya, tak kuasa
menentang kilatan sinar mata wanita itu, lalu menguatkan hati
karena merasa tidak bersalah, me mandang lag i dan
menjawab, "Bibi yang baik, nama saya Joko Wandiro. Saya sama sekali
tidak mengajak ber kelahi boc .. eh, adik ini, melainkan saya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya membe la diri karena diserang kalang-kabut. Selain itu,
tadi saya tidak tahu bahwa dia .... dia anak bibi. Maafkan,
bibi." Senang hati Kartikosari melihat anak ta mpan dan bertubuh
tegap ini bicara secara jujur dan pandai membawa diri pula. Ia
mengangguk-angguk dan berkata,
"Gerakan mu bertanding tadi, dari siapa kau belajar?"
Kartikosari setengah menduga bahwa anak ini kalau bukan
murid Pujo tentulah murid ayahnya, Resi Bhargowo. Akan
tetapi alangkah herannya ketika ia mendengar jawaban yang
tegas, "Dari ayah saya."
"Ayahmu......." Siapakah na ma ayahmu?"
"Na manya Pujo."
Berdegup jantung dalam dada Kartikosari. Lalu ia me lirik ke
arah puterinya, membanding-bandingkan. Anak laki -laki ini
jelas lebih tua daripada anaknya. Akan tetapi ia masih belum
puas. "Berapa usiamu sekarang?"
"Kata ayah usia saya dua belas tahun, bibi."
"He mm, kalau begitu tak mungkin Pujo beristeri lagi dan
me mpunyai anak ini," pikir Kartikosari agak lega.
Akan tetapi mengapa Pujo bisa me miliki putera yang lebih
tua daripada anaknya"
"Siapakah ibumu?"
Joko Wandiro menggigit bibir, menekan perasaannya yang
sakit, lalu menggeleng kepala.
"Saya saya tidak tahu, bibi, mungkin sudah tidak ada di
dunia ini ..... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oohhhh ...... di mana dia sekarang " "
"Siapa, bibi?"
"Pujo itu, di mana dia?"
"Ayah?"
"He mm, ya. Di mana dia?"
"Bibi me ngenal ayah?" Joko Wandiro girang.
"Mengenal Pujo?" Kartikosari mengulang pertanyaan ini.
Bibirnya tersenyum akan tetapi hatinya serasa dire mas-
remas. Dia mengenal Pujo" Sungguh per tanyaan yang
mengge likan, tapi juga me nyedihkan.
"Tentu saja. Di mana dia se karang?"
"Ayah sejak dahulu tinggal di muara Sungai Lorog, bibi."
Mendengar ini Kartikosari serentak timbul niat di hatinya
untuk menjumpa i sua minya. Sudah lama se kali ia merindukan
suaminya yang tercinta. Sekarangpun ia baru saja mening-
galkan Karangracuk di pantai se latan untuk melakukan ba las
dendam, untuk men cari Wisangjiwo dan mencari suaminya.
Ia menyimpan denda mnya sampa i sepuluh tahun adalah
karena ia ingin me mperda lam ilmunya dan di sa mping itu,
iapun tidak dapat men inggalkan Endang Patibroto yang masih
kecil. Kini ana knya sudah berusia sepuluh tahun, sudah cukup
besar dan kuat diaja k me lakukan perjalanan jauh.
Siapa kira, suaminya itu berada di muara Sungai Lorog, di
pantai Laut Selatan pula yang tidak berapa jauhnya dari
tempat tinggalnya sendiri. Apalagi kalau me lakukan perjalanan
dari Karangracuk terus menyusuri sepanjang pantai Laut
Selatan menuju ke timur, dengan ilmu lari cepat agaknya
dalam waktu dua hari saja paling lama tentu akan sa mpa i! .
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Endang, kau kembalilah ke pantai bersa ma anak ini.
Ibumu akan pergi selama sepekan. Kalian berdua tunggu
kembaliku di pantai dan jangan berkelah i lagi!"
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat lenyaplah
Kartikosari dari depan kedua anak itu.
Joko Wandiro masih termenung karena kagum melihat
gerakan yang luar biasa cepatnya itu dan ia kaget ketika tiba-
tiba punggungnya disodok s iku dari be lakang Ia meno leh dan
ternyata yang menyikunya adalah anak perempuan tad i! Anak
itu me mandangnya, penuh tantangan.
"Mau apa kau?" Ia menegur marah.
Anak perempuan itu menjelajahi tu buhnya dari kaki ke
kepala dengan pandang mata menilai, la lu ber kata,
"Sekarang ibuku telah pergi. Hayo kita lanjutkan adu
tebalnya kulit kerasnya tulang!"
Mau tak mau Joko Wandiro tersenyum. Anak perempuan ini
me mang luar biasa sekali dan ia tidak bisa mengha rapkan lain
dari anak seorang wanita sakti seperti tadi. Anak ini agaknya
dimanja dan tak pernah mau kalah, pikirnya. Ia maklum
bahwa kalau ia bersungguh-sungguh, biarpun tidak mudah
namun ia pasti akan dapat menangkan ana k pere mpuan ini.
Akan tetapi anak ini adalah anak wanita cantik tadi yang te-
lah menolong nyawanya, bagaimana ia dapat menjadi lawan"
Kalau sampai kesalahan pukul, bukankah ibunya akan marah
kalau pulang nanti" Dan pula, ia tidak tega untuk memukul
kulit yang kelihatannya halus tipis itu.
"Eh, ditantang berkelah i kok ma lah mesa m-mese m
(senyum-senyum)! Hayo, kalau kau me mang laki-laki gagah.
Kalau bisa kalah kan Endang Patibroto barulah kau benar-
benar perkasa!"
Anak perempuan itu berdiri me masang kuda-kuda,
menggerak-gerakkan kedua tangannya yang jari-jarinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dibuka seperti kuku burung elang. Terdengar bunyi angin
perlahan bercuitan dari jari-jari ini dan dia m-dia m Joko
Wandiro terkejut. Itulah ilmu pukulan yang luar biasa
ampuhnya! Mengapa tadi anak itu t idak menge luar kan ilmu pukulan
ini" Di merasa ragu- ragu apakah a kan ma mpu menghadapi
tangan yang telah memiliki tenaga sakti seperti itu. Tentu saja
ia tidak tahu bahwa karena tidak mau kalah, Endang Patibroto
ini sengaja me mperlihatkan ilmu simpanan yang ia pelajari
dari ibunya. Ilmu ini adalah ciptaan ibunya sendiri yang
menga mbil inti gerakan burung-burung walet dan elang laut.
Ibunya telah mengancamnya agar jangan menggunakan ilmu
ini karena selain be lum se mpurna dipelajari, juga ilmu ini
hanya boleh digunakan kalau keadaan betul-betul mendesak.
Kini ibunya tidak ada maka timbul keberaniannya untuk
me ma mer kan di depan Joko Wandiro!
"Sudahlah, aku terima kalah. Ibumu begitu ba ik
meno longku, mengapa engkau begini galak?"
Setelah berkata demikian, Joko Wandiro me mba likkan
tubuhnya lalu duduk di atas sebuah batu hitam besar di
bawah pohon asem. Di dekat kakinya banyak terdapat buah-
buah asem yang rontok, buahnya sudah matang. Dipilihnya
beberapa biji dan dikupasnya perlahan, lalu dimakannya
daging ase m yang matang berwarna merah kehitaman itu.
Rasanya masam-masa m ma nis.
Rasa masam me mbuat kedua pe lupuk matanya bergetar
dan melihat ini, Endang Patibroto tak dapat menahan lagi air
liurnya. Menyaksikan orang makan yang asam-masa m
me mang bisa membikin mulut kemecer (mengeluarkan liur)!
Joko Wandiro melihat betapa anak perempuan itu beberapa
kali mene lan ludah, tersenyum dan me milih beberapa buah
asem matang, mengangsurkarinya kepada Endang Patibroto.
"Enak yang kema mpo (setengah matang) begini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Endang Patibroto masih me masang kuda- kuda. Melihat
betapa orang yang ditantangnya tidak menyambut tantang-
annya malah menawarkan buah ase m kema mpo ia tertegun.
Selama ini tidak banyak ia bergaul dengan orang la in. Ibunya
me larangnya. Buah asempun be lum pernah ia me ma kannya,
kecuali buah ase m yang dipergunakan ibunya me mbumbui
ikan, itupun dima kan sebagai bumbu.
Sikap dan senyum Joko Wand iro me mbuat ia kehilangan
semangat bertempur, dan akhirnya ia mener ima pe mberian
itu, duduk agak menjauhi dan mulai makan buah ase m.
Memang enak masa m- masam man is. Akan tetapi rasa masam
me mbuat kedua matanya kiyer-kiyer (tergetar setengah
terpejam). "lihhh, kecut sekali !" katanya.
Joko Wandiro tertawa karena lucu se kali me lihat anak itu
terkiyer-kiyer seperti itu. Endang Patibroto juga tertawa dan
lenyaplah semua sisa rasa per musuhan dari dalam dada
Endang. "Na ma mu siapa?" tanya Endang sambil mengelamuti buah
asem, matanya ketap-ketip menatap wajah Joko, mata yang
seperti bintang.
"Na maku Joko Wandiro, dan kau?"
"Endang Patibroto "
"Wah, nama mu bagus, terutama Patibroto itu...... "
"Dan nama mu buruk, lebih-lebih Wandiro itu!"
Keduanya terdiam, hanya saling pandang. Karena keduanya
sejak kecil jarang bergaul dengan anak-anak berbeda kelamin,
pernah melihatpun dalam kelompok banyak, maka kini mereka
saling berhadapan merupakan pengalaman perta ma dan
keduanya merasa seakan-akan menghadapi sesuatu yang
aneh dan me mbutuhkan per hatian.


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah kini Endang Patibroto tidak marah lagi, wajahnya
tampak man is dan menyenangkan se kali bagi Joko Wandiro.
Terutama sepasang mata yang lebar seperti bintang itu.
Melihat gadis cilik itu duduknya mendeprok di atas rumput,
Joko Wandiro menepuk-nepuk batu hita m di sebelahnya dan
berkata, "Endang, ma rilah duduk di sini, enak duduk di sini."
Endang Patibroto mengge leng-geleng kepala.
"Di sini lebih enak!"
Wandiro menahan senyum. Anak ini benar-benar keras
kepala. Rumput itu agak basah dan kotor, bagaimana enak
diduduki" "Mungkin lebih enak, akan tetapi hati-hati, kalau ada ulat
berbulu dan semut api menggigit kakimu!"
Seketika Endang melompat bangun dan menggerak-
gerakkan kedua pundaknya karena ngeri dan jijik, lalu berjalan
perlahan mengha mpiri Wand iro, duduk di atas batu.
" Kau bilang tadi ibumu sudah tiada .... " "
Joko Wandiro mengangguk sunyi, matanya redup dan
keningnya agak berkerut. Melihat ini, Endang Patibroto cepat-
cepat menyambung,
"Ibuku mas ih ada, akan tetapi ayahku- pun sudah tiada.
Engkau tak beribu, aku tak berbapa, jadi sama nilainya. Kita
sama-sa ma anak yatim."
Joko Wandiro mengangguk-angguk, wajahnya masih
mura m. Dala m hatinya ia me mbantah. Kau mana tahu,
pikirnya. Kehilangan ibu bukan lah suatu hal yang a mat
menyakit kan hati, akan tetapi men dengar ibu diperkosa orang!
"Joko, kenapa kau diam saja" Seperti arca!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teguran disertai sentuhan pada lengannya ini menyadarkan
Joko Wandiro. Ia menoleh dan me lihat anak perempuan itu
tersenyum. Akibatnya luar biasa sekali. Seketika lenyap semua
renungan buruk dan bagaikan terkena aliran aneh wajah Joko
Wandiro juga murah cerah, tersenyum dan kemudian
keduanya tertawa girang!
"Hayo kita berang kat!"
"Berangkat" Ke mana?"
"Ihh, bagaimana sih engkau ini" Bukankah tadi ibu
berpesan agar kita kembali ke pantai, ke pondok kami dan
menanti ibu di sana selama sepekan" Marilah!"
Joko Wandiro menggeleng kepala.
"Tida k, aku harus lekas pulang. Ayah akan mencari-cari dan
menanti-nantiku."
"Eh, mengapa begitu" Kau dengar tadi. Ibuku sedang pergi
mencari ayah mu, tentu ibuku akan me mberi tahu bahwa
engkau berada di sini bersa maku."
"Mengapa ibu mu mencari ayahku?"
"Siapa tahu?" Tiba-tiba gadis cilik itu tertawa geli, matanya
yang lebar me mancarkan s inar berseri dan ia berkata,
"Siapa tahu, ayahmu dan ibuku itu sahabat-sahabat baik
dan ...... eh , kalau saja mereka bersatu"
"Hah ..... ?"" Joko Wandiro terbelalak heran dan kaget,
tidak segera dapat menangkap maksud kata-kata yang
tersendat-sendat itu.
"Ibuku menjadi ibumu, ayahmu menjadi ayahku. Bukankah
itu baik sekali" Kau mendapatkan ibu baru, aku men dapatkan
ayah baru, dan kita menjadi kakak- beradik!"
Serentak gadis cilik itu menari-nari kegirangan, berjingkrak-
jingkra k dan berputaran amatlah lincahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joko Wandiro tertegun dan termenung. Ia menggeleng-
gelengkan kepalanya, dala m hati ia tidak setuju, akan tetapi
me nyaksikan kegembiraan gadis cilik ini, ia tidak tega untuk
me mbantahnya. "Hayo kita berangkat ke pantai!" akhirnya Endang
mengajaknya. Dia mengge leng kepala. "Kurasa leb ih ba ik aku pulang
sekarang."
Endang Patibroto cemberut dan membant ing-banting kaki
kirinya, merajuk.
"Apakah kau tidak mau mene maniku" Kau me mbiarkan aku
sendirian pulang ke pantai yang sunyi dan jauh" Apakah kau
tidak suka menjadi kakakku?"
Di dalam suara anak pere mpuan ini terkandung isak
tertahan, terkandung rindu akan kasih sayang saudara yang
tak pernah dirasainya, terkandung rasa rindu akan teman
bermain yang tak pernah pula dirasainya. Joko Wandiro
terharu, apalagi kalau mengingat betapa ibu gadis cilik ini
telah menyelamatkannya
daripada bahaya maut. Ia mengeraskan hati. Biarlah a ku dimarahi ayah kalau per lu.
Kasihan dia ini. Ia mengangguk dan ber kata tegas,
"Baiklah. Kute man i kau sampai ibumu pulang."
Endang Patibroto bersorak, lalu me nyambar tangan Joko
Wandiro, ditariknya dan diajaknya lar i menuju ke selatan, ke-
luar dari da la m hutan itu. Joko Wandiro hanya tersenyum-
senyum dan ia ma kin tertarik kepada gadis cilik yang amat
lincah, galak, mudah marah dan mudah ge mbira, berwatak
aneh ini. Akan tetapi tidak lama kedua orang anak ini berlari-lari
sambil tertawa- tawa ge mbira. Belu m juga habis hutan itu
mereka te mbusi, tiba-tiba mereka berhenti lari dan berd iri
terbelalak kaget. Di depan mereka menghadang lima orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
laki-laki tinggi besar yang semua me mbawa golok di tangan,
dengan sikap menganca m me man dang mereka berdua.
Mereka itu adalah lima orang perampok yang tiga hari yang
lalu bersa ma Ceke l Akso molo.
Mereka mengejar dan mencari jejak Ki Tejoranu yang me-
nuju ke hutan ini, maka sa mpailah mereka ke dalam hutan ini.
Sungguh tak mereka sangka bahwa yang mereka te mukan
bukanlah Ki Tejoranu yang me reka cari-cari, melainkan Joko
Wandiro bocah yang pernah me mbuat mereka kalang-kabut.
Tentu saja dapat dibayangkan kemarahan mereka melihat
anak ini. Teruta ma sekali perampok ber mata juling yang
pernah jatuh bangun oleh Joko Wandiro. Kemarahannya
me muncak dan hatinya girang bukan main me lihat bocah ini
sekarang berada di depannya.
"Hoh-hoh-hoh, keketulan sekali! Kelinci muda mendekati
mulut harimau kelaparan! Hayo, anak setan, kau akan lari ke
mana se karang?" bentaknya, goloknya siap me mbaco k.
"Uwah, Ki roko, cincang saja tubuhnya si bocah iblis!" seru
perampok baju hita m di be lakangnya.
"Hayo, kita bunuh dia, akan tetapi bocah ayu itu jangan
dibunuh! Kuncup bunga yang belum me kar itu sayang kalau
dibunun, ha-ha-hah!" kata perampok ke tiga yang wajahnya
pucat. Melihat lagak para pera mpok yang tertawa-tawa dan air
ludah mereka me nyemprot-nyemprot itu, Endang Patibroto
ketakutan. Benar ia seorang anak yang sejak kecil menerima
gemblengan ibunya di pantai Laut Selatan, akan tetapi belum
pernah ia bertemu dengan orang-orang yang begini buas dan
berwajah menye ramkan.
Para petani yang pernah ia temui berwajah sabar dan
man is budi, tidak seperti binatang buas sikapnya. Rasa takut
me mbuat ia cepat bersembunyi d i belakang Joko Wandiro dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telapak tangannya dingin ketika ia me megang lengan
temannya. Juga Joko Wandiro merasa terkejut, gelisah.
Ia sendiri tidak takut menghadapi lima orang buas itu, akan
tetapi sekarang ia bersama Endang Patibroto yang harus ia
lindungi. Keringat dingin men itik turun dar i dahinya ketika
bocah pemberani ini mendorong temannya supaya mundur
sambil me mbentak.
"Kalian berlima mau apakah" Di antara kalian dan aku tidak
ada urusan apa-apa, apa kesalahanku sehingga kalian
menganca m hendak me mbunuhku?"
"Ho-ho-ho-ha-ha-ha! Kau ketakutan sekarang, anak setan?"
Si juling tertawa mengejek dan mengangkat goloknya me-
nakut-nakuti. Joko Wandiro siap waspada, me ma sang kuda-kuda dan
menjawab, "Aku tidak takut karena aku tidak bersalah apa-
apa. Orang yang berbuat salah, dialah yang akan ketakutan
selama hidupnya!" Ia meniru wejangan ayahnya.
"Huah-ha-ha, bocah so mbong, bocah setan. Kematian
sudah di depan mata, lekas kau berlutut minta ampun di
depan kakiku!" Si juling menganca m lagi.
"Kalau aku bersalah, tanpa kaupaksa aku suka minta
ampun. Akan tetapi apakah kesalahan ku?"
"Kau berani me mbantah" Minta kucincang kepala mu?"
Golok itu diangkat tinggi-tinggi, mulutnya menyeringai lebar
me mper lihatkan gigi yang besar-besar dan kuning, matanya
makin me njuling la gi sehingga seakan men jadi satu d i pinggir
hidung. Tiba-tiba terdengar teriakan keras dan sesosok bayangan
berkelebat dari belakang tubuh Joko Wandiro. Bayangan itu
menubruk ke depan dan ......
"cesssss .. ! "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah cundrik (ker is kecil) menancap di perut perampok
mata juling itu. Cepat gerakan Endang Patibroto ini dan sama
sekali tidak pernah tersangka oleh pera mpok mata juling,
bahkan tidak tersangka oleh Joko Wandiro yang menjadi kaget
sekali. Cepat pula Endang Patibroto mencelat ke belakang
mencabut cundriknya dan "currrrr!!" darah merah muncrat-
muncrat dari perut yang gendut.
" ....... apa ..... " Aduhh ..... wah ...... !"
Si mata juling mendekap perutnya dengan tangan kiri,
matanya sejenak terbelalak me ngawasi darahnya yang
mengucur melalui celah-celah jar i tangannya, kemudian ia
terbelalak me mandang gadis c ilik yang berdiri di sa mping Joko
Wandiro dengan cundrik di tangan, cundrik yang merah
ujungnya karena darah! Kini Endang Patibroto sama sekali
tidak kelihatan takut, bahkan sepasang matanya yang lebar itu
nampak beringas dan liar.
"Endang ...... kau ........ kenapa kau la kukan itu .. ..... ?"
Joko Wandiro bertanya gagap. Dia sendiri juga seorang
anak gemblengan, akan tetapi selama hidupnya belum pernah
ia me luka i orang sampa i darah bercucuran dari perutnya
seperti itu, ma ka iapun merasa ngeri.
Akan tetapi Endang Patibroto menjawab tegas, "Dia mau
me mbunuhmu, si keparat! Biar kubunuh mere ka se mua!"
Jawaban ini selain mengagetkan Joko Wandiro, juga
me mbuat para perampok itu marah sekali. Bahkan pera mpok
muka pucat yang tadi tertarik oleh kecantikan wajah gadis cilik
ini, sekarang men jadi marah sekali.
"Bunuh mereka! Bunuh kedua setan cilik ini!"
Si mata juling yang lebih dulu mengamuk. Goloknya
menya mbar dan kini yang ia terjang bukannya Joko Wandiro,
me lainkan Endang Patibroto yang telah me lukai perutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun gadis cilik yang masih kanak-kanak, baru berusia
sepuluh tahun itu me miliki gerakan yang a mat gesit sehingga
bacokan golok s i juling meluncur mengenai tanah. Ia ter-
engah-engeh, mendengus-dengus dan mencar i-cari. Ternyata
anak perempuan itu sudah meloncat dua meter jauhnya di se-
belah kiri. Ia menggereng dan menerjang lag i, kini goloknya ia
obat-abitkan sekuat tenaga sehingga merupakan gulungan si-
nar yang menghalang anak itu meloncat.
Endang Patibroto sejak kecil belajar ilmu silat, akan tetapi
ia masih belum ada pengalaman sama sekali, maka me lihat
golok itu berkelebat ke kanan kiri, ia menjadi bingung. Sambil
me langkah maj u ia nekat menang kis dengan cundriknya.
"Cringgg.. !" Cundrik itu terlepas dari tangannya, me luncur
dan menancap ke atas tanah, tiga meter jauhnya.
"Heh-heh-heh, kucincang kepala mu, bocah keparat!" Si
mata juling marah sekali, akan tetapi tiba-tiba tubuh Endang
Patibroto sudah berkelebat ke depan, kemudian menggerakkan kedua tangannya seperti cakar burung.
Dua tangannya dengan jari-jari mencengkeram persis kaki
burung elang itu me mbuat gerakan ke arah lengan besar si
mata juling yang me megang golok, kemudian mencengkeram,
yang kiri bergerak mundur yang kanan maju.
"Kreeeeekkkkk!"
Si mata juling berteriak keras sekali, goloknya terlepas dan
lengan kanannya itu robek berikut kulit dan dagingnya!
Demikian hebatnya ilmu simpanan yang diajarkan oleh
Kartikosari kepada puterinya itu. Baru anak kecil berusia
sepuluh tahun saja dengan ilmu ini sudah dapat merobek kulit,
daging, dan baju lengan seorang yang kuat seperti pera mpok
mata juling! Sejenak perampok itu terbelalak, mer ingis kesakitan, lalu
terhuyung- huyung mundur dengan muka ketakutan. Siapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang takkan ngeri menghadapi bocah perempuan de mikian
kecilnya akan tetapi yang telah merobek perut dan lengannya"
Apalagi darah yang terlalu banyak keluar me mbuat kepalanya
pening dan pandang matanya berkunang.
Akhirnya roboh terjerembab di bawah pohon.
Adapun empat orang perampok lain kini sudah menghujani
Joko Wandiro dengan bacokan-bacokan golok. Mereka
penasaran sekali karena sebegitu la ma belum juga mereka
ma mpu menyentuh anak itu dengan golok mereka. Memang
mengagumkan seka li gerakan Joko Wandiro.
Anak ini cerdik sekali dan maklum bahwa e mpat orang
lawannya kuat-kuat pula me megang senjata tajam, ia tidak
mau melawan

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kekerasan, melainkan cepat menggunakan Aji Bayu Tantra, yaitu ilmu meringankan tubuh
sambil berloncatan ke sana ke mar i, mengelak ke kanan kiri,
menyelinap di antara kilatan dan sa mbaran golok.
"Jangan takut, Joko, kubantu!" tiba- tiba terdengar teriakan
Endang Patibroto yang sudah tidak punya lawan lagi. Gadis
cilik ini berlari hendak men ga mbil cundriknya, akan tetapi
me lihat itu, dua orang pera mpok me ninggalkan Joko Wan diro
dan menerjang si gadis cilik.
Sabetan pertama pada kepalanya dapat dielakkan oleh
Endang Patibroto yang cepat membungkuk untuk menga mbil
cundriknya. Dalam keadaan me mbungkuk inilah pera mpok ke
dua sudah menggerakkan golok hendak me mbacoknya!
"Endang, awas ...... !"
Saking khawatirnya melihat bahaya menganca m Endang,
Joko Wandiro melesat men inggalkan kedua orang pengeroyoknya dan karena lompatannya ini dila kukan sa mbil
menge rahkan Bayu Tantra, tubuhnya melayang dan tahu-tahu
telah berada di atas tengkuk s i muka pucat yang hendak
me mba cok Endang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dala m keadaan seperti itu, Joko Wandiro tida k ingat untuk
menggunakan ilmu silat lagi, ia segera mencengkeram ke
depan sambil berjongkok di atas tengkuk dan pundak dan
begitu jari tangannya bertemu benda lunak di depan, terus ia
mencengkeram dan me narik.
"Auggghhhh!" Si muka pucat berteriak kesakitan karena
cengkeraman itu tepat mengenai mukanya. Celakanya jari
tangan yang kecil itu ada yang me masuki lubang hidungnya
sehingga ketika Joko Wandiro mencengkeram dan menarik,
sebagian hidung si muka pucat menjad i se mplok (pecah) dan
darah mengucur keluar.
Lebih s ialan lagi baginya, kawannya yang melihat Joko
Wandiro jongkok di atas pundak s i muka pucat, cepat
mengayun goloknya me mbacok. Joko Wandiro secepat burung
terbang telah melompat turun dari pundak si muka pucat
itulah yang menjadi makanan go lok. Si muka pucat mengeluh
lirih dan roboh terkulai seperti kain basah.
Tiga orang perampok yang lain menjad i makin marah dan
menga muk dengan golok mereka diobat-abitkan. Terpaksa
Joko Wandiro dan Endang Patibroto hanya menggunakan
kegesitan tubuh menge lak ke sana sini. Pada saat itu ta mpak
bayangan orang berkelebat seperti kilat menyambar-nyambar
cepatnya dan berturut-turut tiga orang perampok itu
berjatuhan, golok mereka terlempar.
Sebelum kedua orang anak itu tahu apa yang terjadi, tahu-
tahu mereka telah dike mpit seorang kakek tua yang
me mbawa mereka lar i secepat terbang!
Betapapun mereka berdua berusaha
meronta dan me lepaskan diri, sia-sia belaka dan saking cepatnya si kakek
ini "ter bang", Joko Wandiro dan Endang Patilbroto merasa
ngeri dan akhirnya mereka hanya meramkan mata dan
menerima na sib!
**dw** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha mba merasa heran sekali mengapa paduka dikeroyok
oleh tokoh-tokoh itu," Pujo ber kata ketika Ki Patih Narotama
sudah tiba di pondoknya, di muara Sungai Lorog.
Narotama menarik na ipas panjang.
"Pujo, engkau adalah muridl Resi Bhargowo yang me miliki
kesaktian. Sungguh menge cewakan sekali engkau sebagai
seorang satria terlalu tenggelam dalam denda m dan urusan
pribadi sehingga s;ama sekali tidak tahu akan keadaan di
kerajaan. Ahhh, bukan baru tadi saja orang-orang itu
berusaha membunuhku, sudah sering sekali. Bahkan beberapa
orang tumenggung dan senopati yang setia kepada sri
baginda, telah dibunuh orang. Sungguh menyedihkan sekali,
semenjak Gusti Pra bu Airlangga mengundurkan diri, terjadi
perebutan pengaruh dan kekuasaan di kerajaan. Aku hanya
seorang patih bagaimana dapat mengurusi nafsu para
pangeran?" Narotama menarik napas panjang dan kelihatan
berduka sekali.
"Perebutan kekuasaan?" Pujo yang selama bertahun-tahun
mengasingkan diri, sama se kali tidak tahu akan hal ini.
Ki Patih Narota ma mengangguk-angguk,
"Engkau tentu sudah tahu bahwa sri baginda me mpunyai
dua orang perma isuri, yang pertama adalah Puteri Mataram,
sedangkan yang ke dua adalah Puteri Sriwijaya. Nah, kini
terjadilah perebutan pengaruh antara kedua pangeran dari
dua permaisuri itu. Atau lebih tepat lagi, pangeran muda,
putera permaisuri ke dua berdarah Sriwijaya itu berusaha
secara sembunyi-sembunyi untuk meruntuhkan kekuasaan
dan pengaruh kaka k tirinya, pangeran tua putera permaisuri
pertama. Pangeran muda ini banyak sekali pengikutnya, di
antaranya para senopati yang me mbenci Sang Prabu Airlangga
karena telah ditaklukkan. Kau tahu, orang- orang seperti Cekel
Aksomolo, Warok Gendroyono dan kepala rampok Ki
Krendoyakso yang mengeroyokku tadipun adalah kaki tangan
pangeran muda."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau me mang mereka itu jahat dan bermaksud merebut
kekuasaan, mengapa tidak dilaporkan saja kepada gusti
prabu?" Narotama mengge leng-geleng kepala.
"Gusti prabu sudah lima tahun ini me ngundurkan diri dan
bertapa. Bagaima mungkin diganggu dengan hal-hal seperti
itu" Beliau s udah menyerahkan kepadaku akan tetapi.......
persaingan antara pangeran-pangeran putera sang prabu
sendiri, bagaimana
mengatasinya" Sayang....... pusaka
keraton yang hilang belum juga dapat dikete mukan kembali.
Inilah aga knya yang menjad i sebab malapetaka ini. Kalau
pusaka itu tak dapat diketemukan kembali, berarti kerajaan
kehilangan cahaya dan wahyunya, dan tentu akan terjadi
ma lapetaka yang akan menghancurkan kerajaan!"
Narotama menarik na pas panjang lag i, wajahnya mura m.
"Apalagi kalau para satrianya, seperti engkau ini, hanya
tenggelam ke dalam denda m pribadi, tidak peduli lagi akan
kewajiban sebagai seorang satria!"
"Ampunkan ha mba, gusti patih. Hamba berjanji bahwa jika
saya sudah dapat melakukan pe mbalasan atas
diri Wisangjiwo, hamba akan menyerahkan jiwa raga untuk
me mbe la kerajaan."
"He mm, begitukah " Kalau begitu kau boleh segera mula i.
Tentang Wisangjiwo, mudah saja. Dia terhitung orang keper-
cayaan pangeran muda, akan tetapi karena aku yang
me masu kkannya menjadi pengawal sehingga kini ia menjadi
senopati muda, maka aku dapat mengatur agar ia datang ke
tempat ini dan kau dapat berhadapan empat mata dengannya.
Akan tetapi, jangan engkau menjadi buta oleh dendam pribadi
engkau harus dapat me mbantu ku melakukan penyelidikan.Kalau tidak salah, para pembantu pangeran
muda itu sebagian besar dikumpulkan oleh Adipati Joyowiseso
ayah Wisangjiwo. Nah, kau cobalah untuk me maksanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengaku, peran apakah yang dilakukan ayahnya dan oleh dia
sendiri." "Sendika dawuh paduka, gusti!" jawab Pujo dengan hati
girang. Memang ia dahulu sudah menduga di dalam hatinya,
Adipati Joyowiseso dan puteranya itu tidak tunduk benar-
benar kepada Mataram, maka dalam keadaan Kerajaan
sedang kacau di mana dua orang pangeran sa ling berebut
kekuasaan, tentu member i kesempatan kepada orang-orang
yang tidak setia untuk mainkan perannya.
Ki Patih Narotama lalu pergi mening galkan muara Sungai
Lorog, dan beberapa hari kemudian, benar saja Pujo dari
tempat sembunyinya melihat seorang laki-laki gagah perkasa
naik kuda besar hilir mudik di sekitar muara. Siapa lagi orang
itu kalau bukan W isangjiwo! Senopati muda ini menerima
perintah dari ki patih sendiri untuk menyelidiki muara Sungai
Lorog yang men urut ki patih, mungkin menjad i te mpat
dise mbunyikannya pusaka kerajaan yang hilang dan masih
dicari-cari oleh semua tokoh di empat penjuru.
Seperti para tokoh lainnya, Wisangjiwo tentu saja ingin
sekali bisa mene mukan dan mera mpas pusaka itu karena
kedua pangeran dia m-dia m saling me mperebut kan pusaka dan
mengutus orang-orang kepercayaan untuk mencarinya. Hal ini
tidaklah aneh kalau terdapat kepercayaan bahwa siapa yang
me miliki patung pusaka, dialah yang mendapat wahyu untuk
menjad i raja! ,
Seperti telah sedikit disinggung Ki Patih Narota ma ketika
berceritera kepada Pujo, me mang terjadi perebutan pengaruh
dan kekuasaan di istana. Semestinya, putera yang pertama
atau pangeran tua yang sepatutnya menjadi pangeran
mah kota. Hal ini sudah lajim karena sebagai putera tertua,
tentu saja pangeran tua yang menjad i calon raja. Sang Prabu
Airlangga juga tidak me langgar kelajiman ini dan sebelum
beliau mengundurkan diri untuk me njadi pertapa, kekuasaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sementara ia serahkan kepada pangeran tua, diembani oleh Ki
Patih Narotama yang oleh Sang Prabu Airlang- ga dianggap
sebagai wakil be liau pribadi.
Hal ini men imbulkan iri dalam hati pangeran muda dan
ibunya, maka mulailah mereka berusaha untuk men genyahkan
setidaknya mengurangi pengaruh dan kekuasaan pangeran
tua. Dengan menggunakan barang-barang berharga seperti
emas dan per mata, pangeran muda ini mengumpulkan orang-
orang pandai dan menjanjikan kedudukan-kedudukan mulia,
mengadakan persekutuan dengan mereka yang me mang
me musuhi Prabu Airlangga dan menanti kesempatan untuk
me mberontak. Di antara cara-cara yang digunakan pangeran muda untuk
mengurangi kekuasaan kakak t irinya adalah me mpergunakan
orang-orang pandai me mbunuhi tu menggung-tumenggung
dan senopati-senopati yang setia kepada Prabu Airlangga dan
karenanya mereka taat akan perintah dan bersetia- pula
kepada pangeran tua.
Banyaklah sudah para tumenggung yang tewas tentu saja
dengan dalih per musuhan pribadi. Bahkan Ki Patih Narotama
sendiri sudah sering dihadang di tengah jaian dan dikeroyok.
Hanya berkat kesaktiannya, selama itu ki patih masih dapat
menyelamatkan diri. Dan karena adanya Ki Patih Narotama
inilah pangeran muda masih belum berani terang-terangan
berusaha merebut kekuasaan, apalagi Sang Prabu Airlangga
sendiri masih hidup, biarpun sudah menjadi pertapa dan tidak
mau menca mpuri urusan duniawi.
Wisangjiwo adalah seorang pemuda yang cerdik. Ia tahu ke
mana angin bertiup, sebentar saja bertugas di dalam keraton,
tahulah ia akan persaingan ini dan tahulah ia fihak mana yang
harus ia bantu. Karena ia dan ayahnya me mang ber maksud
me mberontak, maka segera ia mende kati pangeran muda dan
menga mbil-a mbil hati pangeran ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka dalam waktu singkat saja Wisangjiwo ditarik oleh
pangeran muda dan menjadi senopa tinya, bahkan menjadi
orang kepercayaannya. Melalui W isangjiwo inilah pangeran
muda dapat berkenalan dan menarik bantuan tokoh-tokoh
yang me mang sudah la ma dihimpun oleh ayah Wisangjiwo,
yaitu Adipati Joyowiseso.
Tentu saja begitu mendengar dari ki patih bahwa ada
kemungkinan patung pusaka disembunyikan di muara Sungai
Lorog, Wisangjiwo menjadi girang sekali dan tergesa-tega
berangkat naik kuda ke daerah itu. la tidak heran mengapa ki
patih justru menyuruh dia, karena hal ini bag inya tidak aneh.
Bukankah ia selalu bersikap hormat dan baik terhadap ki
patih" Bukankah ki patih ini bekas kekasih gurunya, Ni
Durgogini" Hal ini baru ia ketahui setelah ia bekerja di is tana.
Dan bukankah Ki Patih Narotama yang me mbantunya
mendapatkan kedudukan di istana" Tanpa curiga sedikitpun,
Wisanguwo berangkat naik kuda. Kalau benar-benar ia dapat
mene mukan patung pusa ka, hemmm .... ia masih ragu-ragu
apakah akan diserahkannya pusaka itu kepada pangeran
muda. Bagaima na nanti sajalah, pikirnya dan dengan hati
gembira ia me mpercepat larinya kuda.
Di ba lik batang pohon, Pujo yang mengintai kedatangan
Wisangjiwo, men jadi tegang seluruh tubuhnya. Melihat musuh
besarnya ini, terbayanglah semua peristiwa sepu luh tahun
yang lalu, peristiwa ma la m jahanam di dalam Guha Siluman.
Kedua tangan Pujo dikepalkan erat-erat, matanya menjadi
merah beringas, gigi atas dan bawah bertemu ketat
men imbulkan bunyi ber kerotan, jantungnya berdegup seakan
hendak pecah, napasnya mendesis keluar di antara gigi yang
merapat. Ketika kuda yang ditunggangi Wisangjiwo lewat, Pujo
cepat-cepat lari me mbayangi sambil berse mbunyi dari pohon
ke pohon. Akhirnya, di dekat muara di mana a ir Sungai Lorog
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kemerahan me masuki laut yang airnya kebiruan, Wi-
sangjiwo me lompat turun dar i atas kuda nya.
Ia tidak mengikat kuda ini pada pohon, tanda bahwa kuda
itu jinak dan ba ik. Kemudian W isangjiwo me langkah ke kanan
menyusuri pinggir muara, matanya me mandang ke e mpat
penjuru. Bagaimana di tempat yang sunyi ini disembunyikan
patung pusaka" Apakah Ki Patih Narotama sengaja berbohong


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan me mpermainkannya" Akan tetapi hatinya berdebar ketika
ia melihat sebuah pondok kecil di sudut sana, dekat hutan.
Hemm, agaknya pondok itu ada penghuninya dan penghuni
pondok itu agaknya yang tahu akan pusaka yang
dise mbunyikan.
Dengan langkah lebar Wisangjiwo berjalan menuju ke
pondok. Akan tetapi tiba-tiba dari balik sebatang pohon meloncat
keluar seorang laki- la ki yang menghadapinya dengan muka
beringas dan mata merah.
"Pujo ...... ?"!?"
Wisangjiwo berseru kaget sekali. Kaget dan heran, karena
sungguh ia sama sekali tidak pernah menyangka akan
bertemu dengan Pujo di te mpat ini. Akan tetapi ia sama sekali
tidak takut. Dahulu ia pernah kalah oleh Pujo di dalam guha
itu, akan tetapi lain dulu lain sekarang. Ia telah me mperdalam
ilmunya. Pula, ia malah girang bertemu dengan musuh
besarnya, yang telah mem- perkosa isterinya dan adiknya, dan
telah menculik puteranya.
Pujo tertawa menyeramkan, tawa mengandung denda m,
benci, dan juga girang. Bertahun-tahun ia menanti datangnya
saat ini dengan penuh ketekunan. Belu m pernah sedetikpun
api denda m yang menyala di dalam hatinya itu pada m.
Bahkan mengecilpun tidak kalau tak dapat dikatakan ma kin
me mbesar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wisangjiwo jahanam pengecut! Akhirnya kita berhadapan
empat mata di te mpat sunyi ini. Agaknya Dewa Keadilan
sengaja memperte mukan kita agar semua perhitungan yang
lalu dapat dibe reskan sekarang juga. Wisangjiwo, sepuluh
tahun lebih yang telah lalu, engkau me lakukan perbuatan keji
dan biadab. Kau meroboh kan aku dengan serangan pengecut
dan curang, kemudian engkau melakukan perbuatan biadab
terhadap isteriku. Nah, sekarang bersiaplah untuk menebus
dosamu dengan nyawa!"
Wisangjiwo bertolak pinggang dan tertawa mengeje k.
"Ha-ha-ha-ha! Benar-benar engkau pria yang sama sekali
tidak jantan! Engkau me mutarbalikkan fakta dan pandai
me lontarkan fitnah hanya untuk mencar ikan dalih penutup
perbuatan-perbuatanmu yang biadab. Ha-ha- ha!"
Pujo mengerutkan keningnya.
"Apa maksud kata-katamu yang busuk ini" Kau berani
menyangkal bahwa ma la m itu kau tidak datang ke Guha
Siluman, me mukul roboh aku secara curang kemudian engkau
me mper kosa isteriku yang telah terluka dan tak berdaya?"
Wisangjiwo menggeleng kepala cepat- cepat.
"Datang ke guha dan bertanding denganmu sa mpai
isterimu dan engkau roboh, itu me mang betul. Akan tetapi
setelah itu aku perg i ke luar guha, sama se kali tidak
me mper kosa "
"Bohong ...... !!"
Saking marahnya Pujo sudah menerjang maju, me mukul
dahsyat sekali karena ia telah me mpergu nakan Aji Gelap
Musti da la m keadaan dendam dan penuh kebenc ian.
Wisangjiwo selama sepuluh tahun inipun tidak tinggal dia m,
me lainkan melatih diri dengan tekun. Betapa dahsyatnya
pukulan Pujo, sekali miringkan tubuh pukulan itu menyambar
lewat dan cepat Wisangjiwo me mbalas dengan ilmu pukulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tirto Rudiro karena sejak turun dari kuda tadi, untuk menjaga
bahaya ia sudah menggenggam ajimatnya kerang merah
sehingga sewaktu-waktu dapat ia pergunakan.
Hawa dingin menyambar ke arah lambung Pujo ketika
pukulan Tirto Rudiro itu dilakukan lawan dari sebelah
kanannya. Pujo yang tadi tak berhasil pukulannya, kini malah
terus me mutar tubuh ke kiri a mat cepatnya sambil melakukan
gerakan mendorong dengan lengan tangan kirinya yang
mendahului tubuhnya me mbalik. Tentu saja ia mengerahkan
tenaga saktinya dala m tangkisan ini karena maklum bahwa
lawannya bukan orang le mah.
"Dukkk! "
Tepat sekali gerakan Pujo tadi karena tangan kirinya
dengan jari- jari terbuka itu menang kis hanta man kepalan
kanan Wisangjiwo. Kesudahannya, Pujo tergetar mundur tiga
langkah, akan tetapi Wisangjiwo terhuyung ke belakang
hampir roboh kalau ia tidak cepat-cepat me loncat untuk
me matahkan tenaga benturan yang mendorongnya! Ketika
Pujo hendak mendesak lagi, Wisangjiwo menyetopnya dengan
tangan kanan diangkat dan me mbentak marah,
"Heh keparat Pujo. Jangan kira aku takut kepadamu. Kita
sama-sa ma laki-laki ge mblengan. Kalah dan maut dalam
pertandingan bukan apa-apa! Akan tetapi kau bicaralah yang
genah (masuk akal)! Jangan me mbuang fitnah ke kanan kiri
seperti orang mabok saja. Hayo katakan, di mana kau
sembunyikan puteraku yang kau culik?"
Senyum paksaan, senyum masa m me mbayang di wajah
yang mura m itu.
"Apa yang kaukehendaki akan terjadi Wisangjiwo. Kau ingin
dia mati" Mudah. Ingin me lihat dia menjadi penderita cacat,
menjad i anggauta para jembel gelandangan atau menjadi
anggauta maling dan rampok?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setan iblis! Kau apakan puteraku" Kaubunuh dia" Jahanam
keji, kau telah merusak kehormatan adikku, isteriku, dan
kiranya kau malah telah me mbunuh puteraku. Di samping
kekejianmu ini kau masih me ndakwa aku yang bukan- bukan.
Cuh, tak tahu malu! Laki-la ki maca m apa kau ini" Hayo,
sekarang tidak perlu beradu suara lag i, biarlah senjata yang
menentukan!"
Setelah berkata demikian Wisangjiwo men ggerakkan
tangannya dan tampaklah sinar hita m bergulung-gulung
sambil me mperdengar kan suara "tar-tar-tar!" Itulah ca mbuk
sakti Sarpokenoko milik Ni Durgogini yang telah dihadiahkan
kepada murid dan kekasih rupawan ini! Memang bukan
cambuk se mbarang cambuk.
Cambuk pusaka a mpuh yang dima inkan dalam ilmu yang
hebat sehingga cambuk itu berubah men jadi sinar hita m yang
bergulung-gulung yang menge luarkan suara meledak-ledak
dan mengeluarkan asap hita m tipis!
"Wuuut-tar-tar-tar!"
Gulungan sinar hita m ca mbuk Sarpo kenoko menyambar
ganas. Pujo mengenal senjata a mpuh. Cepat ia menggedruk
(menendang dengan tu mit) tanah sehingga tubuhnya
mence lat ke atas dengan kecepatan luar biasa. Cambuk
Sarpokenoko menyambar-nya mbar dan meledak-ledak di
bawah kakinya. Akan tetapi sambaran ke tiga menyentuh ujung tu mit
kirinya dan Pujo terpaksa me mbi ang diri ke kiri la lu tubuhnya
jatuh ke tanah, terus bergulingan dan me loncat bangun
dengan wajah agak pucat. Tumit kirinya terasa panas sekali.
"Ha-ha-ha, Pujo. Kepandaian hanya sebegitu akan tetapi
berani mati engkau menuduh yang bukan-bukan kepadaku
hanya untuk menutupi perbuatan-perbuatan yang rendah dan
keji. Lebih baik lekas kauberitahu di mana puteraku, mungkin
aku masih akan me mpertimbangkan dosamu. Sebagai laki-la ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sejati, aku tidak akan meributkan benar perkara wanita. Kalau
kau berkeras he mmmmm, Sarpokenoko akan merobe k- robek
tubuhmu!" Pujo tadi me mang terkejut se kali. Ia tadi meloncat dengan
Aji Bayu Tantra, ilmu mer ingankan tubuh ajaran Resi
Bhargowo yang selama ini telah ia se mpurnakan. Dan men ilik
gerakannya, Wisangjiwo tidak secepat itu sehingga dapat
mengenai tumitnya dengan ca mbuk.
Maka ia menduga bahwa tentu ca mbuk hita m itu lah yang
hebat, cambuk sakti yang a mat a mpuh dan ia kini berlaku
hati-hati sekali.
"Wisangjiwo keparat sombong! Baru dapat men jilat
tungkakku saja engkau sudah menyombong. Kaukira aku
kalah oleh mu" Nah, majulah!"
Pujo menggerakkan tangan
kanan dan sudah mencabut
sebatang keris yang menge luarkan sinar kehijauan.
Inilah keris pusaka yang ia
namakan Banuwilis karena
sinarnya yang kehijauan. Keris
eluk se mbilan yang pamornya
seperti ombak Laut Selatan
dengan airnya yang hijau
saking da la mnya.
Wisangjiwo tertawa mengejek, cambuknya me lecut keras dan menyambar kepala Pujo. Pujo sudah siap
sedia, sengaja ia tidak mengelak melainkan menangkis dengan
kerisnya ke atas dengan pengerahan tenaga agar cambuk
lawannya terbabat putus. Ketika ujung cambuk bertemu
dengan mata keris, dari kedua senjata itu keluar hawa mujijat
yang ampuh dan saling bertentangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keris Banuwilis tidak cukup kuat untuk dapat me mbabat
putus Sarpokenoko, akan tetapi tenaga sakti yang tersalur
me lalui keris itu mas ih lebih kuat daripada tenaga Wisangjiwo
sehingga ca mbuk itu terpental ke atas dan telapak tangan
Wisangjiwo terasa panas dan sakit.
Marahlah senopati muda ini. Ia mengeluarkan gerengan
keras dan cepat cambuknya bergerak menya mbar-nyambar,
dan dia m-dia m tangan kirinya sudah me lolos keluar sehelai
kain merah dar i saku baju. Selama sepuluh tahun ini, selain
me mpero leh kemajuan dalam se mua ilmu yang telah
dimilikinya, juga Wisangjiwo menerima "hadiah" lain dari Ni
Nogogini bibi guru yang menjad i juga kekasihnya, yaitu kain
ini yang mengandung hawa beracun a mat berbahaya.
Sekali mengebutkan kain ini, bau yang harum akan tercium
lawan dan betapapun tangguhnya lawan, tentu akan roboh
pingsan menciu m bau ini. Senjata yang amat curang dan
hanya digunakan oleh laki-laki yang suka mengganggu wan ita
baik-baik, atau setidaknya oleh orang yang suka merebut
kemenangan dengan ja lan apapun juga.
Melihat betapa gulungan sinar ca mbuk hitam itu kini
menya mbar-nyambar me mbentu k lingkaran- lingkaran ruwet
seperti banyak ular bermain-main, sukar diduga mana
ujungnya yang akan mener jangnya, Pujo berlaku hati-hati
sekali. Ia berdiri tegak me masang kuda-kuda, me mbiarkan
sinar hita m itu bergulung- gulung mengitari atas kepalanya.
Ketika sa mpai la ma gulungan sinar -hitam itu tidak
menerjangnya, maklumlah ia bahwa Wisangjiwo me mang
hendak me mancing nya agar ia me mpergunakan kecepatan
gerakan mengimbangi gerakan ca mbuk.
Pujo tahu akan ha l ini dan tahu pula bahwa biarpun ia
Anak Harimau 20 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Pendekar Cacad 11
^