Pencarian

Dendam Membara 1

Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Dendam Membara Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
Sumber djvu : Tiraikasih http://kangzusi.com
Edit by : aaa Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com http://dewikz.com
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid I ANAK perempuan itu berusia kurang lebih enam tahun, lucu dan canlik sekali dengan baju merah berkembang, rambut panjang dikuncir dua, la berlari-lari mengejar kupu-kupu yang beterbangan di antara bunga-bunga yang sedang mekar semerbak mengharum di taman itu.Sampai basah leher dan mukanya oleh peluh, dan kedua pipinya menjadi segar kemerahan, namun tak pernah ia berhasil menangkap seekorpun kupu-kupu.Akhirnya ia berhenti mengejar, berdiri di bawah pohon jeruk memandangi buah-buah jeruk yang sudah tua menguning, la mencoba untuk menanjat ke atas melalui batang pohon, namun batang itu masih basah oleh air hujan semalam sehingga licin dan ia tidak berhasil.
Diambilnya beberapa buah batu dan dilemparinya jeruk-jeruk itu, akan tetapi juga tidak pernah berhasil.
Anak laki-laki berusia kurang lebih delapan tahun yang sejak tadi mengintai gerak gerik anak perempuan itu, memasuki taman.Anak ini cukup tampan dan sehat walaupun pakaiannya sederhana saja, bahkan sepatunya sudah agak lusuh.Tanpa berkata sesuatu dia menghampiri pohon jeruk dan dengan mudah dia memanjat ke atas dan memetik dua buah jeruk yang sudah masak, kemudian turun kembali dan menyerahkan buah-buah itu kepada si gadis kecil tanpa bicara.
Anak perempuan itu menerima dua buah jeruk sambil tersenyum girang.Dikantunginya sebuah dan dikupasnya yang sebuah lagi.
"Engkau putera bibi Bu itu, bukan ?" tanyanya sambil menatap wajah anak laki-laki yang berdiri di depannya.
1 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak laki-laki itu mengangguk tanpa mengeluarkan suara, kemudian dia membalikkan tubuhnya hendak pergi.
"Nanti dulu !"
Anak perempuan itu mencegah dan anak laki-laki itu menahan langkahnya, kembali menghadapinya.
"Siapa namamu ?"
"Nama saya Bu Cin Han, nona."
"Sudah berbulan-bulan engkau berada di sini dengan ibumu, dan baru sekarang kita bercakap-cakap.Namaku Lui Kim Eng, sudah tahukah engkau?"
Kembali Cin Han, anak itu, mengangguk.Tentu saja dia sudah tahu.
Lui Kim Eng ini merupakan puteri dan anak tunggal dari majikan mereka, majikan ibunya dan mendiang ayahnya.Ayah anak ini, atau majikan mereka, Lui Tai-jin (Pembesar Lui) adalah seorang jaksa yang berkuasa dan berharta di kota Wan-sian di Propinsi Se-cuan.Mendiang ayahnya, sudah bertahun-tahun menjadi perajurit pengawal Lui Tai-jin, dan semenjak dia diangkat menjadi kepala pengawal beberapa bulan yang lalu, dia diharuskan tinggal di dalam perumahan di belakang gedung tempat tinggal Lui Tai-jin dan dia memboyong isterinya dan anak tunggalnya ke tempat kediaman baru itu.
Akan tetapi, baru sebulan dia dan ibunya diboyong ke perumahan itu, pada suatu malam ayahnya meninggal dunia secara mendadak, oleh suatu penyakit berat yang membuat ayahnya muntah-muntah.Dan sejak ayahnya meninggal, dia dan ibunya tetap tinggal di situ karena ibunya juga bekerja di situ sebagai seorang pelayan.
2 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada pagi hari itu, dia meninggalkan ibunya yang sudah tiga hari jatuh sakit dan hanya rebah di dalam kamar mereka memasuki taman untuk sekedar menghibur hatinya yang berduka karena selama beberap hari ini kurang tidur menjaga ibunya yang sakit.Dan yang membuat dia bersedih adalah melihat ibunya yang sakit itu seringkali menangis.Karena ibunya tidak menceritakan sebab kesedihannya, dia menduga bahwa tentu ibunya teringat kepada ayahnya yang meninggal dunia,
"Aih, kenapa engkau melamun saja" Cin Hin, dapatkah engkau menangkapkan seekor kupu-kupu untukku" Sejak tadi aku mengejar kupu-kupu yang bersayap biru itu tanpa hasil.Tangkapkan seekor untukku, Cin Han."
Cin Han memandang ke arah beberapa ekor kupu-kupu yang beterbangan di sekitar bunga-bunga dan memang terdapat beberapa ekor yang bersayap biru, indah sekali.
"Sio-cia (nona), untuk apa kupu-kupu ditangkap?"
"Untuk apa " Tentu saja untuk main-main, akan kumasukkan dalam botol besar........"
"Ah, kasihan, hal itu akan menyiksanya dan akhirnya ia akan mati.Tidak baik menyiksa binatang yang indah dan tidak berdosa itu, sio cia."
Sepasang mata yang jeli dan indah itu menatap wajah Cin Han penuh keheranan.
"Akan tetapi ia hanya seekor kupu-kupu, seekor binatang !"
"Apa bedanya dengan kita, sio-cia" Iapun dapat menderita, ketakutan dan mungkin ia dapat menangis 3
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa terdengar oleh kita.Kita juga tidak akan mau kalau ditangkap raksasa lalu dimasukkan ke dalam botol untuk main-main, bukan?"
Kini Eng mengangguk-angguk, agaknya ia dapat membayangkan betapa akan tersiksanya kalau ia sampai ditangkap dan dimasukkan dalam botol! Ia lalu mengeluarkan jeruk yang dimasukkan kantung tadi dan menyerahkannya kepada Cin Han.Akan tetapi sebelum Cin Han menerimanya, tiba tiba terdengar suara ribut-ribut.Keduanya menengok dan betapa terkejut hati Cin Han melihat ibunya menjerit-jerit ketika tangannya dipegang oleh tukang kebun dan ditariknya, diseretnya dengan kekerasan menuju kerumah kecil tukang kebun itu yang terletak di sudut belakang taman yang luas itu.
"Lepaskan aku........ohh, lepaskan aku..." ibunya menangis dan menjerit-jerit.
"Hayolah........tidak usah rewel lagi! Tai-jin sudah memberikan engkau padaku, engkau sudah sah menjadi milikku, menjadi isteriku........!" Tukang kebun itu berkata sambil menyeringai dan menyeret wanita itu.Tukang kebun itu bernama Phang Lok, seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih, tubuhnya tinggi besar, mukanya buruk bekas menderita cacar dan sikapnya kasar.
"Ibuuuu.......!" Cin Han melepaskan jeruk yang diterimanya dari Kim Eng tadi dan berlari menghampiri tukang kebun yang menyeret ibunya.Kim Eng sendiri terkejut dan ketakutan, lalu lari masuk ke dalam gedung.
"Cin Han.......!" Nyonya Bu juga berteriak melihat puteranya berlari menghampirinya.Ia seorang wanita berusia hampir tiga puluh tahun, berwajah mirip puteranya, cantik dan tubuhnya menarik.Karena ia meronta dan berusaha melepaskan diri, pakaiannya 4
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi kusut, ikatan gelung rambutnya terlepas dan wajahnya pucat sekali.Namun, Phang Lok tidak memperdulikan semua itu, dengan mulut menyeringai dia menarik-narik terus.
"Lepaskan ibuku! Lepaskan!" Cin Han kini menarik-narik lengan tukang kebun itu agar melepaskan ibunya.
"Pergilah engkau!" bentak Phang Lok dan kakinya menendang.
"Bukkkk !"
Pinggul Cin Han tertendang keras sekali sampai tubuhnya terlempar dan dia terbanting keras, jatuh bergulingan.
"Cin Han..!!" Ibunya berteriak, akan tetapi Phang lok yang sudah kehilangan kesabarannya, menyeretnya cepat memasuki gubuknya, rumah kecil di sudut kebun itu yang terbuat dari pada tembok bercat kuning.Wanita itu meronta dan menjerit, akan tetapi Phang Lok mengempitnya dan mendekap mulutnya sehingga jeritannya tertahan.
Biarpun tubuhnya terata nyeri, terutama sekali bagian pinggul yang tertendang tadi, dan kepalanya terasa pening karena terbanting, Cin Han memaksa dirinya bangkit dan diapun lari mengejar ke dalam gubuk sambil berteriak memanggil ibunya.
"Ibuuuu......!"
Dia memasuki, rumah kecil itu, mendengar jeritan tertahan dari dalam satu-satunya kamar yang berada di situ.Daun pintu kamar itu tidak terkunci, dan Cin Han segera mendorongnya terbuka.Dengan mata terbelalak marah dia menyerbu ke dalam ketika melihat ibunya sedang bergumul dengan tukang kebun Phang 5
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lok.Ibunya meronta-ronta dan menangis, berusaha menjerit namun mulutnya didekap dan pakaian ibunya sudah robek-robek.
"Lepaskan ibuku, jahanam!".bentak Cih Han dan diapun menyerang Phang Lok dari belakang, memukul dan menjambak penuh kemarahan.
Merasa terganggu kesenangannya, Phang Lok menjadi marah sekali.Dia melepaskan wanita itu, membalik dan menjambak rambut Cin Han.
"Setan kecil, apakah engkau sudah bosan hidup?"
bentaknya dan sekali kepalan kanannya menyambar, Cin Han merasa seperti disambar petir.Tubuhnya terjungkal dan matanya berkunang karena mukanya sudah terkena tonjokan tukang kebun itu, keras sekali! Phang Lok menyusulkan tendangan.
"Desss!" Dada anak itu tertendang dan dia-pun terjengkang, tak mampu bergerak lagi.
"Cin Han........!" Nyonya Bu menjerit dan menubruk puteranya, akan tetapi Phang Lok sudah menyambar lengannya dan menyeretnya kembali ke atas pembaringan.Kembali terjadi pergumulan, akan tetapi nyonya Bu sudah kehabisan tenaga dan ia cemas sekali melihat puteranya.Akhirnya ia hanya mampu menangis dan tidak mampu melawan atau mempertahankan kehormatannya lagi yang diperkosa secara buas oleh Phang Lok.Sementara itu, Cin Han dalam keadaan setengah pingsan melihat apa yang terjadi atas diri ibunya.Ibunya diperkosa orang, di depan matanya tanpa dia mampu bergerak untuk menolong ibunya!
Hubungan kelamin antara pria dan wanita merupakan suatu peristiwa yang indah dan suci, kalau saja dilakukan dengan perasaan cinta kasih antara kedua 6
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pihak.Perbuatan antara sepasang manusia pria dan wanita ini, selain indah dan suci, juga teramat penting karena merupakan sarana utama perkembangbiakan manusia.Namun, apabila dilakukan tanpa cinta kasih kedua pihak dan hanya terdorong oleh nafsu berahi belaka, perbuatan itu menjadi teramat buruk.Kenikmatan dalam hubungan ini merupakan anugerah, seperti semua kenikmatan yang dapat dirasakan oleh panca indra kita, namun kalau kita melakukan pengejaran terhadap kenikmatan hubungan kelamin, maka terjadilah segala macam kemaksiatan seperti perkosaan dan pelacuran.
Setelah nafsu kejalangannya tersalur, setelah sejemput kenikmatan diperoleh secara paksa, Phang Lok mengenakan lagi pakaiannya dan keluar dari dalam rumahnya.Seperti sudah lazim terjadi, semua perbuatan yang dilakukan atas dasar nafsu, selalu menimbulkan penyesalan dan rasa takut, dan Phang Lok ingin menyembunyikan perasaan ini dengan bekerja membersihkan taman seperti biasa.
Nyonya Bu menangis dan setelah membereskan kembali pakaiannya, ia lalu turun dari pembaringan, menubruk Cin Hab, merangkul puteranya sambil menangis tersedu-sedu.Cin Han diam saja.Rasa nyeri di kepala dan dadanya, tidaklah sehebat rasa pedih yang menusuk hatinya.Penglihatan tadi membuat dia nanar dan seperti kehilangan semangat.
"Cin Han.........!" ibu itu merintih dan merasa gelisah sekali, mengkhawatirkan keselamatan puteranya.
"Ibu......." Anak itu berbisik dan ibunya mendekapnya, mencium mukanya dan membasahi muka anaknya itu dengan air matanya.
7 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cin Han, kaudengar baik-baik, anakku.Semua ini adalah akibat perbuatan Lui Tai-jin.Semenjak aku dan engkau diboyong ke sini oleh mendiang ayahmu, Lui Taijin selalu hendak menggodaku, akan tetapi aku menolak.Kemudian, tiba-tiba ayahmu meninggal karena penyakit aneh.Dia muntah-muntah dan meninggal dunia.Aku kini yakin bahwa tentu ayahmu diracun oleh Lui Tai-jin, hanya karena dia ingin mendapatkan diriku.Aku.......aku diperkosanya dan sejak ayahmu meninggal dunia, aku dipaksa menjadi kekasihnya...."
Cin Han membelalakkan matanya.Selama ini dia menganggap majikan mereka sebagai orang yang amat baik, yang telah melepas budi kebaikan kepada ayah dan ibunya.Kiranya orang yang dianggapnya mulia itu telah membunuh ayahnya dan mencemarkan ibunya!
"Perbuatannya itu membuat aku mengandung, anakku.Akan tetapi dia Lui Tai-jin, memaksaku minum obat untuk menggugurkan kandunganku.Kandungan itu gugur dan aku rebah sakit.Akan tetapi hari ini.......tahu-tahu dia menyerahkan aku kepada Phang Lok, untuk menjadi isterinya secara paksa.." Wanita itu menangis lagi sesenggukan.
"Ibu........jahanam yang jahat sekali Lui Tai-jin itu........!"
Karena marahnya mendengar keterangan ibunya, bangkit semangat Cin Han dan lenyaplah segala perasaan nyeri di tubuhnya.
"Sssttt.........jangan katakan itu......simpan saja dalam hatimu, anakku dan kelak......kalau engkau sudah dewasa, engkau ingatlah semua peristiwa ini........Sekarang, keluarlah dari sini, Cin Han, aku.........aku ingin tidur.......aku sakit dan lelah sekali......."
8 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita itu merangkul dan menciumi kembali muka anaknya, lalu melepaskan rangkulannya, mengajak Cin Han bangkit berdiri dan mendorong pundak anaknya untuk keluar dari dalam kamar itu.Cin Han melangkah keluar dan daun pintu kamar ditutup dari dalam oleh ibunya.Dia lalu keluar dari dalam rumah, duduk termenung di atas bangku yang berada di luar rumah.Rasa nyeri-nyeri di tubuhnya terasa lagi, berdenyut-denyut, dan kedua telinganya mengiang-ngiang.Namun dia tidak memperdulikan ini semua karena kenangannya penuh dengan cerita ibunya tadi.Yakinlah hatinya akan kebenaran semua cerita ibunya.Ayahnya diracun sampai mati oleh Lui Tai-jin, kemudian ibunya diperkosa sampai hamil dan kandungan itu digugurkan, Kemudian lagi, keparat itu memaksa ibunya menjadi isteri Phang Lok, tukang kebun yang buruk rupa dan buruk tingkah itu sehingga ibunya diperkosanya, di depan matanya! Dia mengepal tinju.Tak mungkin dia membiarkan saja mereka melakukan semua kejahatan itu terhadap keluarganya.Ayah dibunuh, ibunya diperkosa, dan dia sendiri dipukuli! Dia harus membalas semua itu.Akan tetapi, dia harus menjadi seorang yang kuat untuk mampu melakukan pembalasan.
Tiba-tiba dia mendengar suara keras dari dalam rumah.Dia terkejut, meloncat dan lari memasuki rumah, mendorong daun pintu kamar.Begitu dia masuk, dia berdiri seperti terpukau, wajahnya pucat, matanya terbelalak, kedua kakinya menggigil.
"Ibuuuuuu......!" Dia menjerit sekuat tenaga dan terguling menubruk tubuh ibunya dalam keadaan pingsan.Darah bercampur otak yang keluar dari kepala wanita itu membasahi dada Cin Han yang pingsan.
9 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teriakan melengking dari Cin Han tadi menarik datangnya orang-orang dari dalam gedung, terutama sekali para pelayan, juga Phang Lok.Mereka semua terkejut.Nyonya Bu menggeletak dengan kepala pecah, agaknya telah membenturkan kepala pada dinding, membunuh diri! Puteranya pingsan di sebelahnya !
Ketika Cin Han siuman dari pingsannya, dia melihat kamar itu telah penuh orang, di antaranya dia melihat tukang kebun Phang Lok, juga Lui Tai-jin.Seketika bangkitlah kemarahannya dan diapun bangkit berdiri.Baju di dadanya penuh darah dan mukanya pucat sekali, matanya melotot ketika dia memandang kepada Phang Lok dan Lui Tai-jin.Tiba-tiba dia lari menghampiri Lui Tai-jin, memukul-mukul sambit berteriak-teriak.
"Engkau membunuh ibuku.......! Engkau membunuh ibuku.......!"
Tentu saja beberapa orang pelayan segera menghadangnya dan mereka melindungi Lui Tai-jin, bahkan seorang di antsra mereka mendorong anak itu sehingga terhuyung.Kini Cin Han membalik dan menyerang Phang Lok.
"Engkau membunuh ibuku........!"
Phang Lok menyambutnya dengan tamparan yang membuat Cin Han terpelanting roboh di dekat mayat ibunya yang menjadi tontonan.Melihat ini, hati Lui Tai-jin merasa tidak enak.
"Cin Han, ibumu membunuh diri karena berduka ditinggal mati ayahmu," katanya dan diapun memerintahkan pengawal untuk menyeret keluar Cin Han yang masih hendak mengamuk itu.Melihat betapa anak itu meronta-ronta dan masih berteriak-teriak, Lui Tai jin menjadi marah.
10 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lui Tai-jin dan Phang Lok yang membunuh ibuku!"
demikian anak itu berutang kali memaki.
"Seret dia keluar dan dia tidak boleh masuk lagi ke sini!" bentak Lui Tai-jin.
Cin Han dipegang dan diseret oleh dua orang pengawal, dibawa keluar.Akan tetapi di serambi depan, mereka dipanggil oleh Lui Toa-nio (Nyonya Lui) yaitu isteri pertama dari Lui Tai-jin.Mendengar panggilan nyonya majikan ini, dua orang pengawal lain membawa Cin Han menghadap.
Nyonya Lui yang usianya sudah hampir lima puluh tahun itu memiliki watak yang ramah dan budi pekerti yang halus.Banyak sudah ia makan hati melihat watak suaminya yang berlaku sewenang-wenang
mengandalkan kedudukannya dan suka mempermainkan wanita.Ia merasa kasihan sekali kepada Cin Han ketika mendengar betapa ibu anak itu membunuh diri.Ia tahu bahwa ibu anak itu mengandung oleh suaminya, kemudian kandungan digugurkan dengan paksa dan wanita itu diserahkan kepada tukang kebun untuk dipaksa menjadi isterinya.Tanpa banyak cakap lagi, ia menyerahkan sebuah kantung kain terisi sepuluh tail perak kepada Cin Han.
Cin Han meninggalkan rumah keluarga Jaksa Lui, akan tetapi dia tidak pergi jauh.Dia bersembunyi tidak jauh dari situ dan ketika ada orang mengusung jenazah ibunya ke tanah kuburan, diapun mengikutinya dari jauh.Setelah jenazah dalam peti sederhana itu, dikubur, disamping makam ayahnya dan para petugas penguburan meninggalkan tempat itu, barulah Cin Han datang berlutut ke depan makam ibunya dan menangis sepuasnya.Malam itu dia tidak meninggalkan makam ibunya dan dengan tubuh masih terasa nyeri semua dan 11
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perasaan yang lebih pedih lagi, diapun tertidur di depan makam ayah ibunya.Baru pada keesokan harinya, pagi-pagi dia meninggalkan tanah kuburan, keluar dari kota Wan-sian.Dia sendiri tidak tahu ke mana dia akan pergi.Yang jelas, dia harus meninggalkan kota itu, pergi ke mana saja membawa bekal uang sepuluh tail pemberian Nyonya Lui.
oo0oo Sang Waktu memiliki kekuasaan yang amat mutlak.Segala sesuatu yang ada di dunia ini, akhirnya akan ditelan Sang Waktu dan akan lenyap.Lambat namun pasti Sang Waktu akan menjadi pemenang terakhir, membasmi segalanya.Kalau tidak diperhatikan, Sang Waktu melesat secepat kilat, melebihi kecepatan anak panah yang terlepas dari busurnya, sehingga orang tua kalau mengenang masa kanak-kanaknya yang telah lewat puluhan tahun lamanya, seolah-olah masa itu baru terjadi beberapa hari yang lalu saja.Sebaliknya, kalau diperhatikan, seperti orang menantikan sesuatu.Sang Waktu merayap demikian perlahan, lebih lambat dari pada jalannya seekor siput.
Dua tahun telah lewat sejak Cin Han meninggalkan kota Wan-sian.Uang bekal sepuluh tail pemberian Nyonya Lui sudah lama habis untuk-makan setiap hari.Dia sudah berusaha mencari pekerjaan, namun tak seorangpun membutuhkan tenaga seorang anak berusia sepuluh tahun.Karena terpaksa, Cin Han berkeliaran dari kota ke kota sambil mengemis.Dia terpaksa minta-minta untuk dapat mempertahankan hidupnya.
12 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu yang dua tahun lamanya itu telah menghapus kesedihannya.Pada hari-hari pertama dia meninggalkan Wan-sian, hampir setiap malam dia menangis dan teringat kepada ibunya.Kalau dia membayangkan semua peristiwa yang terjadi, betapa ibunya diperkosa orang di depan matanya dan dia sendiri dihajar oleh tukang kebun Phang Lok, hatinya terasa sakit sekali.Namun, lambat laun kesedihannya menipis dan yang tinggal hanyalah dendam! Dendam kepada Lui Tai-jin, dendam kepada Phang Lok.Perasaan dendim ini yang mengusir keputus-asaan yang kadang-kadang mengganggu hatinya!
Perasaan ini mendorongnya untuk hidup dan untuk memperkuat dirinya untuk kelak membalas dendam.Dia harus belajar ilmu silat, harus menjadi orang yang cukup kuat.Akan tetapi dia tidak tahu kepada siapa dia harus mempelajari ilmu silat.Dari perantauannya dia mendengar bahwa orang belajar ilmu silat haruslah membayar mahal kepada seorang guru silat di rumah perguruan silat.Hanya anak-anak dari keluarga mampu saja yang akan dapat belajar ilmu silat di perguruan silat dengan membayar mahal.Bagi dia tidak mungkin.Untuk makan saja dia harus minta-minta.Mana ada uang untuk membiayai pelajaran silat"
Pada suatu hari, perantauannya tanpa tujuan tertentu itu, membawanya naik ke lereng sebuah bukit di Pegunungan Heng tuan.Seorang anak laki-laki yang berusia sepuluh tahun, bertubuh kurus tak terawat, pakaiannya, kotor compang camping, namun sinar matanya penuh semangat.Cin Han memang tak pernah kehilangan semangatnya, karena dibakar dendam.Dendam selalu membara di hatinya, di benaknya dan ini memberinya semangat untuk hidup, betapapun sulitnya kehidupan itu dirasakannya.
13 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari telah menjelang senja.Matahari sudah condong ke barat dan panas tidak begitu menyengat lagi.Hawa pegunungan mulai terasa sejuk dengan angin semilir nyaman, pemandanganpun mulai nampak indah dari ketinggian lereng bukit itu.Akan tetapi Cin Han tidak melihat semua keindahan itu, tidak merasakan kenyamanan udara itu, karena perutnya lapar! Juga tubuhnya lelah sekali.Kelelahan membuat perut lapar semakin terasa menggigit-gigit di dalam perut.Sumber seeala keindahan memang bukan terletak di luar diri, melainkan di dalam diri kita.Kalau kita sehat lahir batin, maka segalapun akan nampak indah.Akan tetapi kalau ada sesuatu yang mengganggu diri kita, baik gangguan lahir dan terutama sekali gangguan batin, maka segala keindahan takkan nampak.
Seekor kelinci putih menyelinap di antara semak-semak belukar.Cin Han melihat ini dan diapun cepat meloncat untuk mengejar dan menangkap kelinci itu.Seekor kelinci putih yang gemuk.Alangkah akan lezatnya kalau dia dapat memanggang daging kelinci itu.Lezat dan mengenyangkan.Cin Han mengambil sebatang ranting pohon kering dan menggunakan batu-batu untuk menyambit semak-semak ke mana kelinci tadi menyusup masuk.Kelinci yang ketakutan itu meloncat keluar dari semak semak dan berlari, dikejar Cin Han dengan kayu ranting diangkat tinggi, siap untuk memukul.Namun kelinci itu terlampau cepat bagi Cin Han, sudah menyelinap dan menyusup lagi ke dalam semak-semak yang lain.Cin Han tidak patah semangat, terus dikejarnya kelinci itu, kalau berada dalam semak-semak dia sambiti dengan batu, kalau sudah berlari keluar dikejarnya lapi.Akhirnya, kelinci itu lenyap dan Cin Han berdiri terengah-engah, mandi peluh dan merasa kecewa sekali.Perutnya menjadi semakin lapar karena 14
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya semakin lelah oleh pengejaran tadi.Dengan penyesalan terhadap ketidakmampuannya sendiri, diapun menjatuhkan diri di atas rumput tebal, di bawah pohon, untuk beristirahat.
Akan tetapi, suara ribut-ribut itu membuat dia terlonjak kaget dan bangkit berdiri menuju ke arah suara orang berteriak-teriak itu.Ketika tiba di tempat itu, di tepi sebuah hutan di bawah puncak, dia tertegun.Yang berteriak-teriak itu adalah lima orang laki-laki yang berusia antara tiga puluh sampai empat-puluh tahun, bersikap kasar dan sambil berteriak-teriak, mereka memukuli seorang hwesio (pendeta Buddha) yang duduk bersila di bawah pohon besar.Lima orang itu memaki-maki dan memukuli, menendangi tubuh hwesio itu.
"Hwesio keparat!! Engkau menggagalkan usaha kami!"
"Buruan kami lolos karena ulahmu!"
"Apakah engkau sengaja hendak menantang kami?"
Dari bentakan mereka, juga melihat pakaian mereka, Cin Han dapat menduga bahwa mereka adalah para pemburu binatang hutan.Akan tetapi yang menarik perhatiannya adalah hwesio itu.Seorang kakek yang usianya tentu ada enam puluh tahun, bertubuh tinggi kurus dan mukanya hitam, kepalanya gundul, pakaiannya hanya jubah pendeta berwarna kuning yang agak kumal dan kusut.Hwesio itu menerima makian, pukulan dan tendangan tanpa mengelak, menangkis apa lagi membalas, hanya tetap duduk bersila merangkapkan kedua tangan di depan dada seperti orang berdoa.Pukulan dan tendangan yang mengenai tubuhnya mengeluarkan suara bak-buk bak-buk seperti memukuli kasur.
15 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat tingkah laku lima orang itu, yang memukuli dan menendangi seorang hwesio yang sama sekali tidak melawan, timbul perasaan iba di hati Cin Han.Selama ini dia menganggap hwesio sebagai rekannya, karena para hwesio yang dijumpainya dalam perantauannya juga suka minta-minta seperti yang dilakukannya.Biaranya, hwesio-hwesio itu mudah menerima dana dari orang-orang, karena mereka itu mengharapkan berkah dan doa dari si hwesio, sedangkan tiada sedikitpun imbalan dapat diharapkan dari pengemis lain, apa lagi pengemis kecil macam dia.Akan tetapi, kerap kali Cin Han menerima makanan dari para hwesio yang selalu rela membagi hasil mereka kepada para pengemis lain.Oleh karena itu, melihat seorang hwesio tua dipukuli oleh lima orang itu, hatinya menjadi marah sekali.
"Jangan pukuli dia !" teriaknya sambil lari menghampiri hwesio itu dan menghadang di depan hwesio dengan mata terbelalak marah."Jangan kalian memukuli dia!!"
Bagaikan seekor anak harimau dia menghadapi lima orang pemburu itu, sedikitpun tidak merasa takut.
Lima orang pemburu itu saling pandang, merasa heran melihat munculnya seorang anak laki-laki mencegah mereka menghajar hwesio itu.
"Siapa engkau " Apamukah hwesio keparat ini?" tanya seorang di antara mereka.
"Bukan apa-apaku, akan tetapi kalian tidak boleh memukuli dia yang tidak bersalah!" Cin Han menjawab.
"Tidak bersalah " Engkau anak kecil tahu apa " Hayo pergi !" bentak seorang di antara mereka.
Melihat betapa lima orang itu sudah mendekat dengan sikap mengancam, Cin Han merangkul hwesio itu 16
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan sikap melindungi."Tidak, kalian tidak boleh memukuli dia lagi!"
Kemarahan lima orang itu kini ditumpahkan kepada Cin Han.Mereka menampar dan menendang sehingga tubuh Cin Han jatuh bangun, dijadikan bola oleh mereka.
"Omitohud.......kalian sungguh kejam!!"
Hwesio yang tadi hanya duduk bersila dan sama sekali tidak melawan ketika dimaki, dipukuli dan ditendangi, kini melihat Cin Han dipukuli mereka, lalu 17
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bangkit berdiri.Dengan langkah lebar dia menghampiri.Ketika lima orang itu menyambutnya dengan serangan, dia hanya menggerakkan tangan kirinya yang hampir tertutup lengan baju yang lebar dan panjang.Beberapa kali dia menggerakkan tangan kirinya itu dan lima orang itupun terjungkal seperti tertiup angin keras.Hwesio itu lalu membangunkan Cin Han yang babak belur dan benjol-benjol.
"Anak baik, engkau berdiri sajalah di belakangku,"
kata hwesio tua bermuka hitam itu.
Kini lima orang pemburu sudah berloncatan bangun dan mereka sudah mencabut senjata mereka berupa golok yang tajam berkilauan.Tentu saja Cin Han merasa ngeti, akan tetapi hwesio itu bersikap tenang saja.
Kemarahan lima orang itu kini ditumpahkan kepada Cin Han.Mereka menampar dan menendang sehingga tubuh Cin Han jatuh bangun, dijadikan bola oleh mereka.
"Omitohud, pinceng (saya) tidak ingin berkelahi, harap kalian suka mundur dan jangan melanjutkan perbuatan sewenang-wenang ini," katanya, suaranya tetap ramah dan pandang matanya lembut.
Akan tetapi lima orang itu agaknya sudah marah bukan main dan tanpa banyak cakap lagi mereka lalu menerjang dan menggerakkan golok mereka menyerang hwesio bermuka hitam itu.Cin Han hampir memejamkan mata saking ngerinya karena dia tidak tega melihat betapa tubuh hwesio itu dijadikan cacahan daging dan darah akan muncrat-muncrat dari luka-lukanya.Mungkin tubuhnya akan terobek-robek dan terpotong-potong.Akan tetapi dia menabahkan hatinya dan membelalakkan matanya untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh kakek itu.
18 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sinar golok berkelebatan menyambar dan terdengar kain robek berulang kali.Cin Han memandang dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.Hwesio tua itu tidak apa-apa! Sama sekali tidak terluka walaupun pakaiannya robek-robek tersayat golok ! Namun, tidak nampak setetespun darah keluar.Bukan hanya dia yang terkejut dan heran, juga lima orang itu terbelalak.Tadi, ketika mereka memukuli dan menendangi hwesio ini tidak roboh atau mengeluh, mereka hanya mengira bahwa hwesio itu memang tahan derita.Akan tetapi kini bacokan gotok mereka ternyata sama sekali tidak dapat melukai tubuhnya.Dasar mereka adalah orang-orang yang keras dan kejam, kenyataan ini tidak membuat mereka mundur.Sebaliknya mereka malah menyerang lagi dengan ganas, kini menujukan golok mereka ke arah bagian tubuh yang paling lemah dan berbahaya.
"Omitohud........bermain api hangus, bermain air basah, bermain senjata terluka........hal itu sudah sepatutnya!"
Dan dia menggerakkan kedua tangannya.Gerakan kedua tangan menyambut ini ternyata hebat akibatnya.Lima orang itu berteriak kesakitan dan mereka terpental lalu terjengkang dan terbanting ke atas tanah, golok mereka terlepas dari tangan, sedangkan lengan mereka terluka berdarah, terkena golok mereka sendiri yang tadi mereka rasakan terpental dah membalik melukai lengan mereka sendiri! Kini barulah mereka maklum bahwa ternyata mereka berhadapan dengan seorang hwesio yang lihai sekali, maka tanpa dikomando lagi, lima orang itu berlompatan bangun kemudian melarikan diri tunggang langgang ke dalam hutan.
Cin Han melihat semua peristiwa yang terjadi itu dan merasa seperti dalam mimpi saja.Kakek itu seorang yang 19
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakti.Dan dia sedang mencari seorang guru yang pandai, Kalau saja dia dapat menjadi murid hwesio ini, tanpa bayar tentunya karena dia tidak mempunyai uang.Tiba-tiba dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki hwesio bermuka hitam itu.Kakek itu tertawa melihat kelakuan Cin Han.
"Ha ha-ha, anak baik.Engkau ,tidak perlu berterima kasih kepada pinceng karena kalau mau bicara tentang tolong menolong, engkaulah yang pertama kali berniat menolong pinceng!!"
Cin Han adalah seorang anak yang cerdik.Dia segera dapat mengerti akan sikap hwesio itu, maka diapun menjawab lantang sambil tetap berlutut.
"Lo-suhu, saya bukan bermaksud menyatakan terima kasih, melainkan ingin mengajukan suatu permohonan kepada lo-suhu (guru tua)."
Hwesio itu kini memandang penuh perhatian dan mengusap dagunya yang tak berjenggot."Hemmm, mengajukan permohonan kepada pin-ceng " Pin-ceng tidak memiliki sesuatu yang dapat kau minta, anak baik."
"Saya tidak minia barang, lo-suhu, melainkan mohon untuk menjadi murid lo-suhu."
"Omitohud.......! Menjadi murid untuk belajar agama dan menjadi calon hwesio?"
"Bukan, lo-suhu.Saya ingin belajar ilmu silat dari lo-suhu "
"Belajar ilmu silat" Wah, gawat! Apakah engkau ingin mempergunakan ilmu silat untuk memukul orang?"
"Sama sekali tidak, lo-suhu.Saya tidak ingin memukul orang !"
20 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Omitohud........I" Hwesio tua itu semakin tertarik dan wajahnya membayangkan senyum.Semenjak bertemu anak ini, dia memang sudah merasa suka dan pandang mata batinnya melihat seorang anak yang berwatak baik dan berbakat sekali untuk menjadi seorang pendekar budiman.
"Kalau tidak ingin memukul orang, lalu apa gunanya engkau mempelajari ilmu silat" Hayo jelaskan alasan-alasanmu."
Sambil tetap berlutut dan membenturkan dahinya ke atas tanah, Cin Han menjawab cepat, "Pertama, agar saya dapat menjadi sehat lahir batin, kedua agar saya dapat melindungi dan membela diri sendiri kalau diserang orang jahat seperti yang terjadi kepada lo-suhu tadi, ketiga agar saya dapat menolong orang lain yang diperlakukan sewenang-wenang oleh orang jahat, dan keempat........"
Sampai di sini, macetlah karena Cin Han sudah kehabisan bahan untuk dijadikan alasan.
"Herani, ke empat apa lagi?"
"Agar........agar teecu dapat mencari uang untuk makan, dengan menjadi guru silat."
Kakek itu tertawa dan wajahnya yang berkulit hitam itu nampak jauh lebih muda kalau dia sedang tertawa.
"Omitohud.....Tiga alasan pertama memang benar dan baik, akan tetapi alasan keempat itu sama sekali tidak boleh dilakukan!"
"Kenapa, lo-suhu" Bukankah mencari uang untuk makan dengan menjadi guru silat dan menerima bayaran, bukan perbuatan jahat?"
21 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang bukan kejahatan, akan tetapi perbuatan berbahaya.Ilmu silat merupakan ilmu yang amat berbahaya kalau dikuasai oleh orang yang wataknya sesat.Mengajarkan silat dengan bayaran tentu tidak memilih murid, asal mampu membayar bereslah, dan mereka yang mampu membayar belum tentu orang baik-baik.Kalau engkau kelak hendak mengajarkan ilmu silat kepada seorang murid, bukan uang pembayaran ukurannya, melainkan keadaan jiwa dan raga anak itu.Dia harus memiliki raga yang baik dan berbakat, dan memiliki jiwa yang bersih."
"Baik, suhu (guru), teecu (murid) akan mentaati perintah suhu."
"Ha-ha-ha-ha! Belum juga pin-ceng menerima permohonanmu, engkau sudah begitu yakin dan menganggap dirimu sebagai murid pin-ceng."
Kembali Cin Han membentur-benturkan dahinya di atas tanah."Teecu mohon agar suhu sudi menerima teecu sebagai murid, atau sebagai kacungpun teecu mau asal diberi pelajaran ilmu silat."
"Omitohud, engkau mempunyai kemauan keras.Akan tetapi ketahuilah bahwa pinceng sendiri juga bekerja di dalam sebuah kuil di puncak bukit ini sebagai seorang kepala dapur!"
"Kalau begitu teecu akan membantu pekerjaan suhu di sana!" kata Cin Han penuh semangat.
"Anak baik, siapakah namamu?"
"Nama teecu Bu Cin Han, teecu hidup sebatang kara di dunia ini karena ayah dan ibu teecu sudah meninggal dunia.Teecu tidak mempunyai keluarga, tidak mempunyai tempat tinggal."
22 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Omitohud........, hidup adalah duka, sekecil ini sidah kehilangan segalanya dan menderita sengsara.Cin Han, ketahuilah bahwa pinceng dipanggil Hek-bin Lo-han (Orang Tua Muka Hitam ) dan pinceng bekerja sebagai kepala dapur di kuil para hwesio di puncak bukit ini.Biarlah engkau ikut bersama pinceng ke kuil dan akan pinceng usahakan agar engkau diterima oleh kepala kuil sebagai seorang kacung yang membantu pekerjaan pinceng di dapur.Mari kita berangkat."
"Terima kasih, suhu," kata Cin Han dengan girang sekali dan melihat kakek itu melangkah pergi mendaki bukit, diapun cepat mengikutinya.Akan tetapi, kedua kakinya gemetar dan dia hampir tidak kuat melangkah, namun ditahannya semua rasa nyeri dan lelah dan dia memaksa diri mengikuti kakek itu dengan langkah gontai.Kakek itu maklum akan keadaan Cin Han, akan tetapi dia pura-pura tidak tahu dan agaknya memang hendak mengujinya.Tiba tiba Cin Han melihat seekor kelinci lagi, tak jauh darinya, tersembul keluar dari semak-semak.Dia menubruk cepat, akan tetapi bukan kelinci yang didapatnya, melainkan tusukan duri semak-semik membuat kedua lengannya berdarah.
Melihat ini, Hek bin lo-han tertawa.
"Ha-ha.sudah lapar sekalikah perutmu?"
"Maaf, suhu.Sejak sarapan pagi tadi sampai sekarang, teecu belum makan."
"Kalau begitu, usahakan agar kelinci itu keluar dari semak-semak, biar pinceng yang akan menangkapnya."
Bukan main girangnya rasa hati Cin Han.Diapun mempergunakan batu-batu disambitkan ke dalam semak-semak dan tak lama kemudian, kelinci itu meloncst keluar diri semak-semak dan sebelum dia menghilang ke dalam 23
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semak-semak lain, tiba-tiba kakek itu menggerakkan tangan kirinya ke arah binatang itu dan kelinci itupun terdiam, tak mampu berlari lagi seolah-olah menjadi lumpuh seketika,
"Nah, tangkaplah." Hek-bin Lo-han berkata kepada Cin Han.Cin Han menangkap kelinci itu dengan mudah.Setelah Cin Han menangkapnya, kelinci itu meronta-ronta hendak melepaskan diri, namun Cin Han memegangnya dengan kuat.
"Nah, sekarang setelah kau tangkap, apa yang akan kau lakukan" Membunuhnya" Menyembelihnya lalu memanggang dan makan dagingnya ?"
Cin Han menjadi bingung dan dia memandang kelinci yang berada di tangannya itu.Harus diakuinya bahwa selama hidupnya, belum pernah dia menyembelih kelinci.Apa lagi kelinci, seekor ayampun belum pernah dia menyembelihnya.
"Omitohud........lihat baik baik kedua matanya itu, Cin Han.Apakah engkau tidak melihat betapa ia ketakutan dan mata itu menjadi basah oleh air mata" Dan suaranya itu, bukankah ia sedang menangis dan minta dilepaskan"
Tegakah engkau menyembelihnya, melihat darah merah muncrat membasahi bulunya yang lembut bersih itu?"
Cin Han bergidik dan diapun melepaskan kelinci itu yang segera berlari lenyap ke dalam lemak-lemak belukar.Cin Han tadi merasa betapa jantung kelinci itu berdenyut keras dan betapa napasnya memburu, tanda dari ketakutan..
"Tidak, suhu..Teecu tidak dapat membunuhnya! Teecu belum pernah membunuhnya walaupun pernah makan daging kelinci."
24 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu tertawa dan merasa lega. Bagaimanapun juga, anak ini masih memiliki kepekaan dan hatinya tidak kejam. Diapun lalu duduk di atas akar pohon yang menonjol, mengeluarkan bungkusan dari balik jubahnya yang lebar dan robek-robek oleh serangan lima orang pemburu tadi.
"Engkau lapar" Pincengpun lapar.Nah, mari kita makan seadanya."
Dibukanya bungkusan itu dan ternyata berisi roti basah dan sayur asin. Tanpa sungkan lagi Cin Han ikut makan dan bukan main lezatnya roti sederhana dan sayur asin itu bagi perut yang lapar. Dia makan dengan lahap, tidak malu dilihat suhunya yang tersenyum-senyum.
Setelah mereka selesai makan dan melanjutkan perjalanan, Cin Han bertanya, "Suhu, siapakah lima orang tadi dan mengapa mereka menyerang suhu ?"
"Pinceng tidak mengenal mereka. Mereka memburu binatang dan ketika mereka mengintai sekelompok kijang, siap untuk membunuh, pinceng merasa tidak tega dan pinceng berteriak mengejutkan kijang-kijang itu yang melarikan diri. Para pemburu itu marah dan menyerang pinceng."
"Mereka itu jahat sekali, suhu. Akan tetapi suhu memiliki ilmu kepandaian tinggi, kenapa suhu tidak melawan ketika dipukuli dan ditendangi " Kenapa suhu demikian sabar?" tanya Cin Han yang masih merasa penasaran.
"Bersabar adalah suatu penekanan amarah, Cin Han.
Pinceng tidak bersabar, karena pinceng tidak marah.
Engkau tidak perlu belajar untuk bersabar, karena kesabaran itu baru dibutuhkan kalau ada kemarahan 25
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam batin. Yang penting adalah melenyapkan amarah seluruhnya dari dalam batin. Kalau sudah tidak ada kemarahan lagi, siapa yang membutuhkan kesabaran?"
Dalam usia sepuluh tahun, sukarlah bagi Cin Han untuk dapat menyalami kebenaran yang diucapkan oleh Hek-bin Lo-han itu, kelak barulah dia mengerti bahwa yang dimaksudkan oleh gurunya adalah bahwa kebajikan dalam kehidupan tidak mungkin dilatih, tidak mungkin dipupuk, tidak mungkin dicari. Yang mungkin kita lakukan adalah mengenal semua keburukan yang ada pada kita, dalam batin kita. Yang dapat kita lakukan adalah meniadakan semua keburukan itu, melenyapkan semua kotoran yang mengeruhkan batin, antari lain kemarahan, kebencian, iri hati, pementingan diri pribadi, pengejaran kesenangan karena semua itu mendatangkan duka.
Kalau sudah tidak ada marah dalam hati, tak perlu belajar sabar lagi, karena keadaan tidak marah itulah kesabaran. Kalau sudah tidak ada duka dalam batin tidak perlu lagi mencari kebahagiaan karena keadaan tanpa duka itulah kebahagiaan.
Malam telah tiba, ketika akhirnya mereka tiba di kuil yang terletak di puncak bukit itu. Kuil itu cukup besar dengan halaman luas dan di belakang kuil terdapat perkebunan sayur yang terawat dengan baik. Kuil kuno ini dihuni oleh tiga puluh lebih orang hwesio, dipimpin oleh Thian Cu Hwesio, seorang hwesio berusia enam puluh tahun, tokoh Siauw-lim-pai. Thian Cu Hwesio inilah yang puluhan tahun lalu menemukan kuil tua yang tidak terpakai lagi itu, sebuah bangunan yang sebagian sudah rusak. Dia lalu mengajak beberapa orang hwesio lain untuk membangun kembali kuil ini karena letaknya baik, tanah di sekitarnya juga subur. Kemudian dia memimpin beberapa orang hwesio mendiami kuil itu dan makin lama, makin banyak saja murid yang menjadi hwesio di 26
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
situ, melaksanakan kehidupan yang penuh damai dan sejahtera. Pekerjaan mereka setiap hari adalah bercocok tanam, memperdalam pengetahuan agama, berdoa, juga kadang-kadang mereka turun bukit untuk menyebarkan pelajaran agama, juga untuk menolong rakyat dengan segala kemampuan mereka yang ada. Akhirnya kuil itupun terkenal di antara para penghuni perdusunan di sekeliling bukit itu, menjadi tempat bagi mereka untuk berobat, berdoa dan pelarian dari duka.
Hek-bin Lo-han baru lima tahun bekerja di kuil itu sebagai kepala dapur. Dia adalah seorang bekas kepala perampok yang telah bertaubat. Dia diterima oleh Thian Cu Hwesio dan setelah bekerja di situ selama tiga tahun, tekun mempelajari kitab agama dan berdoa, Thian Cu Hwesio lalu menerimanya menjadi hwesio dan memberinya julukan Hek-bin Lo-han. Karena dia rajin dan kuat maka dia diangkat menjadi kepala bagian dapur, mengepalai beberapa orang hwesio muda yang bekerja di dapur.
Ketika Hek-bin Lo-han dan Cin Han tiba di halaman kuit, hwesio itu berkata, "Hwesio kepala kuil dalam waktu seperti ini tentu sedang samadhi, Biar pinceng yang menghadap dan melapor. Engkau menanti dulu di sini."
Cin Han yang ditinggal masuk oleh gurunya, melihat betapa halaman itu agak kotor oleh daun kering yang rontok tertiup angin.
Di situ terdapat pula sebatang sapu, maka sebagai seorang anak yang tahu diri, diapun mengambil sapu dan disapunyalah halaman itu.
"Sumoi, ini ada kacung baru. Bagus sekali untuk melatih tiam-hiat-hoat (ilmu menotok jalan darah) yang baru saja kita pelajari !"
27 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi, suheng (kakak seperguruan). Kita disuruh belajar mempergunakan patung manusia di ruangan latihan itu!!"
"Jauh lebih baik menggunakan manusia sungguh dari pada sebuah patung yang kebal terhadap totokan, sumoi (adik perempuan seperguruan)!"
Cin Han yang masih menyapu melihat seorang anak laki-laki berusia sebelas tahun dan seorang anak perempuan berusia sembilan tahun sedang berjalan menghampirinya. Dia tidak mengerti apa yang mereka bicarakan itu. Akan tetapi mereka kini telah berada di dekatnya dan anak laki-laki yang memiliki sepasang alis tebal itu memegang pundaknya.
"Heii, siapa engkau " Apakah engkau kacung baru di kuil ini?"
Cin Han mengangguk. "Benar, nama saya Bu Cin Han, kacung baru."
"Bagus!! Cin Han, kami adalah murid-murid suhu Thian Cu Hwesio, dan kami sedang latihan. Maukah engkau membantu kami latihan dengan menjadi pengganti patung agar kami dapat mempraktekkan ilmu totokan kami?"
Cin Han memandang kepadanya, lalu kepada anak perempuan itu. Seorang anak perempuan yang mungil dan cantik, sepasang pipinya merah dan matanya indah dan jeli. Dia-pun mengangguk. Dengan girang anak laki-laki itu minta agar dia membuka baju atasnya. Biarpun merasa heran, Cin Han membuka bajunya. Mereka mengajak Cin Han berdiri di bawah lampu gantung di serambi depan.Dan tiba-tiba saja anak laki-laki itu menotok pundak kirinya dekat leher. Tukk ! Cin Han menahan pekiknya dan terguling!
28 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cin Han bangkit kembali sambil mengelus-elus pundaknya dengan muka menyeringai kesakitan.
Totokan itu mendatangkan rasa nyeri yang hebat. Dan jari tangan yang menotoknya tadi amat keras seperti besi dan totokan yang mengenai otot itu membuat kepalanya terasa pening dan dari leher sampai ke pinggang kiri berdenyut-denyut amat nyerinya!
Anak laki-laki yang menotoknya itu, tadinya tersenyum lebar dengan puas melihat hasil totokannya, akan tetapi melihat betapa Cin Han dapat bangkit kembali, senyumnya menghilang.
"Suheng, totokanmu gagal, dia dapat bergerak," kata anak perempuan itu sambil tersenyum, setengah menertawakan, kemudian memandang kepada Cin Han sambil bertanya, "Cin Han, sakitkah?"
Entah mengupa dia sendiri tidak tahu. Ditanya demikian, Cin Han merasa malu untuk mengaku sakit dan dia menggeleng kepalanya.
"Engkau dapat bergerak dan berdiri kembali " Ah, seharusnya engkau menjadi kaku dan tidak mampu menggerakkan kaki tanganmu!" kata anak laki-laki yang kecewa itu. "Tentu totokanku tadi kurang tepat. Biar kuulangi sekali lagi!"
Dan diapun melangkah maju, tangan kanannya bergerak cepat dan kembali dia menotok dengan dua jari tangannya ke tempat yang tadi.
"Tukkk!" Lebih keras datangnya totokan itu dan Cin Han merasa nyeri bukan main. Akan tetapi, teringat akan anak perempuan yang berada di situ, ketika tubuhnya terpelanting, dia menggigit bibir menahan nyeri agar mulutnya tidak mengeluarkan keluhan. Ketika totokan tadi mengenai pundaknya dekat leher, memang kaki dan 29
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya terasa kaku, akan tetapi hanya sebentar dan begitu terbanting jatuh, dia sudah dapat bangkit kembali.
Rasa nyeri membuat dia ingin menangis, namun ditahannya. Serasa patah-patah bagian yang tertotok, seperti ditusuk-tusuk jarum nyerinya dan dia hanya berusaha mengurangi rasa nyeri dengan mengelus elusnya.
"Engkau masih belum merasa kaki tanganmu kaku?"
anak laki-laki itu bertanya penuh penasaran. Cin Han menggeleng kepala dan diam-diam dia merasa girang melihat betapa anak itu mengerutkan alisnya penuh kekecewaan.
"Apakah engkau tidak menderita nyeri, Cin Han?"
kembali gadis itu bertanya, berusaha mengamati wajah Cin Han di bawah penerangan lampu yang tidak begitu terang itu. Cin Han menggeleng kepala keras-keras dan anak perempuan itu kelihatan lega hatinya.


Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suheng, engkau harus belajar lagi dengan tekun dan mempelajari gambar jalan darah tubuh itu lebih teliti.
Sekarang biar aku yang melatih totokan untuk membuat tubuh lemas. Cin Han, aku akan menolokmu di bagian jalan darah yang akan membuat tubuhmu terasa lemas kehilangan tenaga. Jangan kaget dan jangan mencoba mengelak karena kalau luput dan mengenai pinggir jalan darah, engkau akan merasa nyeri."
Cin Han mengangguk dan ketika gadis itu menggerakkan tangan kanan menotok ke arah punggungnya, dia melemaskan tubuh dan menerima totokan itu dengan tabah.
"Tukkk!" Cin Han terkulai roboh dan tidak bergerak lagi! Dia tadi merasa betapa jari tangan gadis itupun kaku keras seperti besi, akan tetapi totokan yang 30
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendatangkan rasa cukup nyeri itu tidak membuatnya menjadi lemas walaupun ada perasaan betapa dalam waktu beberapa detik tubuhnya kesemutan. Akan tetapi, dia tidak tega untuk membuat gadis kecil itu kecewa, maka diapun sengaju bersandiwara dan menjatuhkan tubuhnya dengan lemas.
"Ah, aku berhasil, suheng!!" Gadis itu berseru girang dan ia memegang tangan Cin Han, diangkatnya ke atas lalu dilepaskan kembali dan tangan itupun terjatuh seperti sehelai kain basah. Bukan main girangnya hati anak perempuan itu, dan cepat ia mengurut- ngurut bagian punggung Cin Han yang tertotok sambil berkata,
"Jangan takut, Cin Han, aku akan membebaskan engkau dari pengaruh totokanku."
Dan setelah diurut beberapa kali, Cin Han menggerakkan lagi tubuhnya, lalu bangkit berdiri. Dia ikut merasa gembira melihat kegirangan anak perempuan itu.
Melihat keberhasilan sumoinya, anak laki-laki itu menjadi marah dan iri. Dua kali dia menotok ,dan gagal, sedangkan sumoinya sekali menotok berhasil baik. Dia merasa malu dan akhirnya marah, ingin menimpakan kemarahannya ini kepada Cin Han yang dianggapnya seorang kacung baru.
"Akupun akan menotokmu agar lumpuh dan lemas!"
katanya dan cepat sekali jari tangannya menotok punggung Cin Hin.Karena marah, dia menotok dengan sepenuh tenaga, tidak seperti yang diajarkan gurunya.
"Tukk.......!"
"Aughhh.......!" Cin Han terjungkal dan menggeliat kesakitan, mulutnya mengeluarkan darah. Melihat ini, anak perempuan itu terkejut dan merasa khawatir sekali.
Cepat ia berjongkok dekat Cin Han dan berusaha untuk 31
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengurut punggung yang tertotok tadi, akan tetapi sentuhannya bahkan menambah rasa nyeri dan Cin Han merintih.
"Bagaimana, Cin Han " Sakit sekalikah " Yang mana yang sakit ?"
"Punggungku.......dan napasku sesak........" kata Cin Han terengah-engah..
"Suheng, bagaimana ini" Jangan berdiri enak-enak saja di situ! Nah, bagaimana kalau sudah begini" Engkau 32
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyiksa orang!" Anak perempuan itu menegur suhengnya yang masih berdiri acuh saja.
"Sudahlah, nanti juga sembuh. Kenapa ribut-ribut karena kacung ini sedikit kesakitan saja ?"
"Suheng! Dia muntah darah! Itu tandanya dia luka dalam. Bagaimana kalau dia sampai mati ?"
"Aughhh.........!" Cin Han terjungkal dan menggeliat kesakitan, mulutnya mengeluarkan darah ! Melihat ini, anak perempuan itu terkejut dan merasa khawatir sekali.
Mendengar ini, barulah anak laki-laki itu merasa khawatir. Kalau sampai kacung ini mati, berarti dia telah membunuh orang dan tentu akan menimbulkan keributan. Diapun berjongkok mendekat dan ikut memeriksa punggung yang tertotok. Nampak kulit punggung di bagian itu matang biru, juga di pundak yang tertotok tadi. Dia ikut pula mengurut untuk melancarkan jalan darah yang tertotok.
"Sakitkah, Cin Han?" tanyanya. Sebetulnya, di dalam hatinya Cin Han marah sekali. Dia merasa betapa dadanya panas oleh kemarahan mendorongnya untuk membalas perbuatan anak laki-laki itu. Akan tetapi, dia teringat akan sikap gurunya, juga kata-kata gurunya, yang penting bukanlah bersabar, melainkan melenyapkan kemarahan, demikian gurunya berkata.
Dan inilah kemarahan. Dia marah sekali! Anak laki-laki ini terlalu memancang rendah kepadanya, dan bertindak sewenang-wenang! Akan tetapi justeru kenangan ini yang mendatangkan kemarahan, makin berkobar rasanya api kemarahan kalau dia mengingat-ingat apa yang dilakukan orang terhadap dirinya. Dia membuang pikiran yang mengingat-ingat itu dan api kemarahan itupun padam, kemarahan itupun tidak ada lagi. Akan 33
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi hanya sebentar karena segera dia teringat lagi dan marah lagi. Cin Han merasakan benar pertentangan dalam batinnya ini, membuat dia tertegun keheranan dan dia menjadi lupa lagi untuk marah!
"Tidak, tidak sakit," jawabnya sebagai pencetusan kemarahannya dalam bentuk ketinggian hati. Dia tidak sudi memperlihatkan kelemahannya kepada anak laki-laki ini.
Diapun tidak suka memperlihatkan kelemahannya kepada anak perempuan itu, akan tetapi agaknya berbeda alasannya dengan sikapnya terhadap anak laki-laki itu.
"Cin Han, kau maafkan kami.........." anak perempuan itu berkata halus.
"Benar permintaan sumoi, maafkan kami, Cin Han,"
anak laki-laki itu menyambung. Tadinya, mendengar ucapan anak perempuan itu, Cin Han sudah siap untuk memaafkan, dan untuk mengatakan bahwa hal itu tidak apa-apa. Akan tetapi mendengar sambungan kata-kata anak itu, dia membungkam mulutnya dan tidak mau menjawab.
Pada saat itu muncul Hek-bin Lo-han dari dalam.
Sebelum tiba di situ dia sudah berseru, "Cin Han, engkau diterima menjadi pembantuku !"
Akan tetapi ketika dia tiba di situ dan melihat Cin Han diurut-urut punggungnya oleh dua orang anak itu, dia terkejut.
"Cin Han, ada apakah ?" tanyanya, mendekat dan semakin terkejut melihat tanda matang biru di punggung dan pundak dekat leher, dan melihat darah masih bertepatan di tepi mulut anak itu.
34 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau terluka" Muntah darah ?"
Anak perempuan itu yang menjawab, "Lo-han, kami tadi hendak berlatih ilmu tian-hiat-hoat yang kami pelajari dari suhu dan kami bertemu dengan Cin Han, kacung baru ini. Kami menggunakan tubuhnya untuk berpraktek......."
"Omitohud......... Kalian sungguh anak-anak yang lancang, ceroboh, dnn sewenang-wenang. Perbuatan kalian itu dapat membunuh orang, tahukah kalian "
Kalau sampai hal ini terjadi kepada kalian sendiri, apakah kalian mau " Lihat saja kalau sampai suhu kalian tahu akan hal ini, tentu kalian akan dijatuhi hukuman!!"
Mendengar ini, dua orang anak itu kelihatan menjadi ketakutan, dan anak laki-laki itu mencoba untuk membela diri, "Akan tetapi, sebelum kami melakukannya, kami sudah bertanya dan Cin Han mau membantu kami.."
Anak perempuan yang juga ketakutan itu segera memegang lengan Hek-bin Lo-han dan berkata dengan suara memohon, "Lo han yang budiman, tolonglah kami, harap jangan laporkan kepada suhu. Aku.....aku takut kalau sampai beliau marah dan menjatuhkan hukuman..."
Hek-bin Lo-ban menggeleng kepala dengan alis berkerut. "Kalian nakal dan jahat, perlu mendapat hukuman."
Melihat betapa anak perempuan itu ketakutan, hati Cin Han sudah mencair dan kemarahannya lenyap seketika.
"Sudahlah, suhu. Teecu tidak apa-apa, harap urusan ini dihabiskan saja."
35 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Hek bin Lo han yang tadinya nampak muram, kini tiba tiba menjadi cerah berseri-seri. Dia berkata kepada dua orang anak-anak itu.
"Kalian pergilah, pinceng tidak akan melaporkan kalian."
Dua orang anak-anak itu kelihatan girang sekali dan merekapun segera pergi dari situ. Hek-bin Lo-han lalu menggandeng tangan muridnya, diajak pergi ke kamarnya dekat dapur dan di dalam kamar itu, dia lalu mengurut punggung dan pundak Cin Han dan tak lama kemudian lenyaplah semua rasa nyeri.
"Cin Han, sekarang ceritakan apa yang telah terjadi tadi," kata Hek bin Lo-han.
"Mereka tadi bertemu denaan teecu yang sedang menyapu pekarangan karena tempat itu penuh daun kering dan di sana terdapat sebatang sapu pula. Lalu mereka minta bantuan teecu untuk berlatih semacam ilmu. Sebagai pendatang baru tentu saja teecu bersedia membantu mereka dan mereka menyuruh teecu membuka baju." Dia menceritakan betapa totokan-totokan anak laki-laki itu amat menyakitkan, dan betapa totokan anak perempuan itu hampir berhasil membuat dia menjadi lumpuh dan lemas.
Hek-bin Lo-ban mengangguk-angguk.
"Mereka itu sungguh lancang sekali.Mencobakan ilmu tiam-hiat-hoat yang masih belum sempurna di pelajari kepada seorang manusia, amatlah berbahaya."
"Suhu, siapakah mereka itu" Tadinya teecu mengira bahwa di kuil ini hanya dihuni oleh para hwesio seperti suhu. Apakah banyak anak-anak seperti mereka yang 36
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi murid di sini dan siapakah yang menjadi suhu mereka?"
Hek-bin Lo-han menarik napas panjang dan menggeleng kepala.
"Mereka itu datang dari jauh, dari Tong-an.
Sebetulnya, para hwesio di sini tidak ada yang menerima murid, juga Thian Cu. Hwesio yang menjadi ketua kuil ini tidak pernah menerima murid, walaupun dia adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai yang pandai. Akan tetapi, dua tahun lalu, ketika Thian Cu Hwesio mengadakan perjalanan ke luar kuil, di tengah perjalanan dia melihat dua orang pembesar dengan keluarganya diganggu perampok. Tentu saja dia lalu menolong mereka dan berhasil mengusir para perampok dengan kepandaiannya. Dua orang pembesar itu berterima kasih sekali, berkunjung ke kuil ini dan mereka mengeluarkan biaya besar untuk mempeibaiki bangunan kuil ini.
Kemudian, mereka lalu memohon kepada Thian Cu Hwesio agar suka mendidik anak-anak mereka menjadi muridnya dan mengajarkan ilmu silat kepada mereka."
"Dan Thian Cu Hwesio tidak dapat menolak karena mereka sudah membangun kuil ini?" kata Cin Han.
Gurunya memandang kepadanya dengan kagum dan mengangguk.
"Anak laki-laki itu adalah Kim Cong Bu, putera Kim-ciangkun kepala pasukan keamanan dari kota Tong an, sedangkan anak perempuan itu bernama Ciu Lian Hwa, puteri dari Ciu Taijin, kepala daerah kota Tong-an. Sudah dua tahun mereka belajar ilmu silat dari Thian Cu Hwesio dan agaknya mereka memperoleh kemajuan karena memang keduanya berbakat."
Kakek itu lalu menghentikan ceritanya.
37 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, sekarang lebih baik engkau beristirahat dan tidur agar rasa lelah dan nyeri lenyap. Besok pagi-pagi sudah menanti tugas pekerjaanmu di sini."
Sementara itu, Kim Cong Bu dan Ciu Lian Hwa, dua orang anak itu, juga membicarakan Cin Han.
"Untung anak itu baik sekali, suheng. Dialah yang memintakan maaf untuk kita kepada Hek-bin Lo-han.
Kalau tidak, kita tentu dilaporkan dan mendapat hukuman dari suhu." kata Lian Hwa.
"Akan tetapi aku tidak suka melihat mata anak itu, matanya bsgitu tajam memandang orang, dan dia memintakan maaf untuk kita seolah-olah dia itu sederajat dengan kita. Pada hal dia hanya seorang kacung!!" kata Cong Bu, masih mendongkol karena kegagalan praktek ilmu menotoknya tadi.
"Dia menyebut suhu kepada Lo-han, agaknya dia murid Hek-bin Lo-han. Dan mengingat bahwa Hek-bin Lo han merupakan seorang hwesio tua di sini, maka kalau Cin Han menjadi muridnya, berarti tingkat atau kedudukannya sejajar dengan kita. Engkau melihat betapa suhu sendiri bersikap hormat kepada Hek-bin Lohan, tidak seperti terhadap para hwesio lainnya."
"Betapapun juga, Hek-bin Lo-han hanyalah seorang kepala dapur, tukang mencari air, kayu dan tukang masak. Cin Han menjadi muridnya" Ha, tentu diajar memikul air dan memasak. Apa lagi?" kata Cong Bu mengejek untuk melampiaskan kedongkolan hatinya.
"Jangan menghina, suheng. Memasakpun merupakan ilmu yang amat berguna! Kalau tidak ada Lo-han yang pandai masak, kita tentu hanya akan makan sayur dan buah-buahan mentah!" bantah Lian Hwa.
38 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cong Bu tidak berani membantah kata-kata Lian Hwa yang diucapkan dengan nada agak marah. Memang anak laki-laki ini selalu bersikap manis dan melindungi kepada Lian Hwa. Hal ini bukan saja karena dia merasa sepenanggungan dengan anak perempuan itu, jauh dari rumah dan keluarga dan di kuil ini hanya ada mereka berdua saja sebagai murid, akan tetapi juga karena sebelum mereka dikirim ke kuil itu, Cong Bu mendapat pesan dari ayahnya bihwa dia harus menjaga dan melindungi Lian Hwa. Diapun tahu bahwa Lian Hwa adalah puteri kepala daerah yang menjadi atasan dari ayahnya.
Karena Cong Bu selalu berjikap manis dan melindunginya, tentu saja Lian Hwa juga suka kepadanya dan menganggapnya sebagai seorang suheng dan kawan yang baik sekali, walaupun kadang-kadang ia merasa tidak suka akan sikap dan watak Cong Bu yang tinggi hati dan angkuh. Cong Bu memiliki watak yang keras dan tidak mau mengalah, kecuali tentu saja terhadap Lian Hwa, sebaliknya, anak perempuan itu memiliki watak yang lincah, manis dan berbudi halus.
oo0oo Ejekan yang diucapkan Cong Bu mengenai Cin Han yang berguru kepada seorang tukang masak, kepala dapur, yang pekerjaannya hanya memikul air, mencari kayu bakar, memasak dan sebagainya, memang ternyata benar. Mulai pagi-pagi sekali keesokan harinya, Cin Han mendapat tugas memikul air untuk mengisi bak-bak air di dapur! Sumber air berada jauh di bawah puncak sehingga anak itu harus memikul dua ember kayu penuh air, mendaki anak tangga yang lebih dari lima ratus langkah banyaknya. Terseok-seok dia memikul ember 39
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kayu penuh air itu dan pada hari hari pertama, banyak sekali air tumpah dari ember sehingga setibanya di dapur, air yang berada dalam dua ember kayu itu tinggal sedikit saja!
Namun, dengan kemauan yang amat keras, dengan semangat membaja, Cin Hm tak pernah mau berhenti memikul air biarpun dia harus terhuyung dan terseok, kadang-kadang jatuh dan semua air di kedua ember tumpah, membuat dia terpaksa turun lagi untuk mengisi ember yang dipikulnya. Ketekunannya itu akhirnya berhasil.
Setelah kurang lebih tiga bulan, dia mampu memikul air dalam dua ember kayu itu tanpa tumpah, sampai ke dapur, menuangkan dua ember itu ke dalam bak, kemudian berlari menuruni anak tangga untuk mengambil air lagi. Dia tidak pernah mengeluh, tidak pernah mengomel, bahkan tidak berani bertanya kepada suhunya mengapa sampai berbulan-bulan dia tidak pernah diberi pelajaran ilmu silat.
Bahkan kini pekerjaannya ditambah, bukan hanya memikul air yang dapat dilakukannya semakin cepat sehingga sebelum tenga hari semua bak telah dapat dipenuhinya.
Agaknya karena ada waktu tersisa setelah memenuhi semua bak air, kini gurunya menambah tugasnya untuk mencari kayu di hutan bawah puncak, membawanya ke dapur dan membelah kayu-kayu itu menjadi kayu bakar yang kecil-kecil. Pertama kali mengerjakan tugas baru ini tentu saja dia merasa tersiksa dan lelah sekali.
Memanggul kayu berbeda dengan memikul air. Air dalam ember mempunyai gaya gerak dan pikulannya juga dapat memantul sehingga dia dapat meminjam 40
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga pantulan pikulan dan tenaga gerakan air yang dipikulnya, membuat pekerjaan itu tidak lagi terasa berat.
Akan tetapi, kayu merupakan benda yang mati tak bergerak sama sekali, seluruh beratnya menindih pundak sehingga tertatih-tatih dia melangkahi anak tangga dan semakin lama terasa semakin berat. Juga ketika dia mempergunakan kapak membelah kayu, telapak tangannya sampai bengkak-bengkak dan lecet-lecet.
Namun, anak yang memiliki semangat membaja ini tak pernah mengeluh dan dengan tekun melakukan pekerjaan itu sampai beberapa bulan kemudian, dia dapat memanggul cukup banyak kayu ke dapur, dan membelahnya, dengan cepat bukan main tanpa mengalami kulit telapak tangan lecet lagi.
Akan tetapi, gurunya seolah-olah memang sengaja hendak menyiksanya. Kini dia diharuskan mengenakan sepatu kayu yang berat sebagai pengganti sepatunya yang sudah butut. Sepatu kayu itu berat sekali karena di bagian bawahnya dilapisi besi seperti tapal kaki kuda!
Dan kalau dia berjalan, mengeluarkan bunyi keras seperti kuda.
Yang menyakitkan hati Cin Han adalah seringnya Cong Bu menggoda dan mengejeknya. Hanya kalau Cin Han ditemani oleh Lian Hwa, anak laki-laki itu tidak berani mengejeknya, karena tentu akan ditegur oleh Lian Hwa yang selalu bersikap manis dan lembut kepada Cin Han.Bahkan, melihat betapa Cin Han harus bekerja berat, pandang mata anak perempuan itu mengandung iba.
Pada hari pertama Cin Han mengenakan sepatu kayu baru itu, menaiki anak tangga tertatih-tatih memanggul kayu-kayu besar, setiap langkahnya mengeluarkan suara keras seperti kaki kuda, muncullah Cong Bu seorang diri 41
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja, Apak itu berdiri di atas, sambil tertawa-tawa melihat Cin Han mendaki anak tangga itu dengan susah payah dan setiap langkahnya mengeluarkan suara keras. Cin Han maklum bahwa Cong Bu mentertawakannya di atas.
Dia merasa malu dan mendongkol, akan tetapi dia dapat mengusir perasaan ini dan melanjutkan pekerjaannya.
Setelah tiba di atas, seperti yang sudah diduganya, Lian Hwa tidak nampak di situ dan Cong Bu segera menyambutnya dengan suara ketawa.
"Ha-ha-ha, kukira tadi ada seekor kuda yang naik ke sini, Cin Han. Kiranya engkau yang menjadi kuda!"
Karena kedua kakinya terasa gemetar saking lelahnya dibebani sepatu berat, membuat kayu yang dipanggulnya terasa lebih berat dari pada biasanya, dan keringat menetes-netes dari mukanya, Cin Han berhenti sebentar untuk menyusut keringatnya dengan tangan.
"Ha-ha-ha, sudah hampir dua tahun engkau berada di sini, menjadi murid Hek-bin Lo-han, apa saja yang sudah kau pelajari, Cin Han" Memikul air dan memanggul kayu, dan masak-masak barangkali". Dan kini engkau belajar menjadi seekor kuda. Akan tetapi engkau tidak mirip kuda, mirip keledai bodoh!"
"Suheng.......!" Terdengar suara Lian Hwa menegur dan anak perempuan itu datang dengan langkah lebar ke tempat itu. Muka Cin Han sudah menjadi merah sekali dan dia cepat melanjutkan pekerjaannya, memanggul kayu itu ke arah dapur. Betapapun dia sudah berhati-hati melangkah, tetap saja setiap langkahnya mengeluarkan bunyi keras yang membuat Lian Hwa juga memandang dengan heran.
Ketika dia kembali dari dapur untuk turun dan mencari kayu lagi karena persediaannya belum cukup, Lian Hwa 42
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Cong Bu masih berada di tempat tadi dan dari jauh dia melihat Lian Hwa bicara dengan suhengnya, kelihatan anak perempuan itu menegurnya karena dia masih dapat menangkap akhir kalimatnya.
".......sebaliknya dari rasa iba, engkau malah menggodanya."
Cin Han pura-pura tidak melihat mereka dan hendak menuruni anak tangga. Karena tidak memanggul kayu, dia dapat meringankan langkahnya, namun tetap saja sepatu kayu berlapis besi itu mengeluarkan suara yang cukup keras. Melihat betapa Cin Han hendak lewat saja tanpa memandang kepada mereka, Lian Hwa lalu menghadangnya.
"Cin Han, kenapa engkau memakai sepatu kayu yang kelihatan berat itu" Bukankah hal itu mengganggu sekali pekerjaanmu " Lebih baik bertelanjang kaki dari pada memakai sepatu kayu seperti itu!"
"Ini perintah suhu!" kata Cin Han singkat dan melibat betapa Cong Bu memandangnya dengan mata mentertawakan, Cin Han tidak mau melayani mereka lagi lalu dia berlari menuruni anak tangga sehingga sepatunya mengeluarkan bunyi lebih keras lagi.
Lian Hwa mengikuti Cin Han dengan pandang matanya, kemudian ia berkata penasaran,
"Terlalu sekali Hek-bin Lo-han. Aku akan menegurnya, dia terlalu kejam dan tidak adil terhadap Cin Han!"
"Aih, sumoi" Kenapa engkau hendak mencampuri urusan mereka" Apa lagi Cin Han hanya seorang kacung, seorang pelayan, dan gurunya, Hek-bin Lo-han hanya seorang kepala dapur!"
43 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi pada malam hari itu, setelah berlatih silat bersama suhengnya di bawah pengawasan Thian Cu Hwesio sendiri, Lian Hwa lalu menyelinap ke bagian belakang kuil mencari Hek-bin Lo-han yang tinggal di kamar dekat dapur. Ketika ia tiba di ruangan belakang, dekat ruangan makan, ia melihat Cin Han di luar dan anak itu masih bekerja membelahi kayu dengan sebatang kapak kecil. Betapa mudahnya Cin Han membelah kayu, sekali bacok saja kayu terbelah dua. Ia menyelinap agar jangan sampai terlihat oleh anak itu karena ia hendak menegur Hek-bin Lo-han di luar tahu Cin Han.
Ia mendapatkan kakek bermuka hitam itn sedang duduk bersila di luar dapur yang sunyi. Tidak nampak hwesio lain yang pada siang hari bekerja di situ dan kakek itu duduk bersila sambil memejamkan mata seperti orang sedang bersamadhi. Hwesio ini biasa bersikap manis dan ramah, maka Lian Hwa tidak merasa takut atau sungkan kepadanya.
"Hek-bin Lo-han......" katanya lirih sambil mendekati.
Karena hwesio ini hanya seorang kepala dapur yang sederhana sekali sikapnya, maka Lian Hwa biasa memanggil dia begitu saja tanpa banyak penghormatan.
Hwesio tua itu membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat bahwa yang memanggilnya adalah Lian Hwa.
"Aih, Ciu-siocia (nona Ciu), ada keperluan apakah malam-malam begini mencari pincang dan engkau tidak beristirahat di dalam kamarmu?"
"Lo-han, aku ingin bicara tentang Cin Han!"
"Ah" Mengapa dia" Nakalkah dia, kepadamu, siocia
?" 44 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, aku hanya ingin menegurmu, Lo-han, karena engkau sungguh bertindak tidak berperikemanusiaan, tidak adil dan kejam sekali kepadanya! Mengapa kau lakukan kekejaman itu kepadanya, Lo-han?"
Kakek itu membelalakkan mata memandang anak perempuan itu, terheran-heran.
"Nona Ciu, apa yang kau maksudkan itu" Pinceng tidak mengerti!"
"Lo-han, engkau telah menyiksa Cin Han, jangan pura-pura tidak mengerti!"
"Omitohud....., dijauhkan pinceng kiranya dari perbuatan itu. Pinceng menyiksa Cin Han ?"
"Bukankah dia itu muridmu" Akan tetapi, engkau memperlakukan dia seperti seekor keledai saja. Engkau suruh memikul air, memanggul dan mencari kayu bakar, bahkan akhir-akhir ini engkau memaksa dia memakai sepatu kayu berlapis besi yang demikian beratnya.
Kenapa engkau begini kejam menyiksanya" Dan pelajaran apa saja yang sudah kau berikan sebagai gurunya kepadanya ?"
"Omitohud..... Ciu-siocia, katakanlah, apa dia mengeluh akan semua ini kepadamu?"
"Tidak, dia tidak pernah mengeluh, akan tetapi aku kasihan padanya dan penasaran. Engkau tidak boleh sekejam itu!"
Kakek itu tertawa bergelak dengan gembira sekali.
"Ha-ha-ha-ha, nona Ciu yang cerdik, pinceng tidak pernah kejam padanya, pinceng bahkan amat sayang kepadanya.".
Anak perempuan itu terbelalak.
45 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sayang" Kenapa menyuruh dia bekerja seberat itu dan pelajaran apa yang pernah kau berikan?"
"Itulah pelajaran yang dilatihnya setiap hari, nona. Apa sekiranya nona atau Kim-kongcu (tuah muda Kim) mampu, memenuhi semua bak air, lalu mengumpulkan semua kayu itu dan membelahnya, seperti yang dilakukan Cin Han setiap hari, apalagi mengenakan sepatu kayu itu ?"
Lian Hwa semakin heran.
"Jadi........pekerjaan itu.......itukah yang kau maksud dengan pelajaran " Untuk itukah dia berguru kepadamu, Lo-han?"
Kakek itu mengangguk-angguk. "Kelak nona akan mengerti, bahkan sekarangpun akan mengerti kalau nona suka berpikir. Nah, beristirahatlah, nona, hari sudah mulai larut, malam sudah tiba."
Lian Hwa meninggalkan kakek itu dengan hati penuh keheranan. Akan tetapi ketika ia melewati ruangan belakang dia melihat Cin Han asyik membaca buku di bawah sinar lampu gantung. Cin Han membaca kitab!
Sungguh hal ini di luar dugaannya. Seorang kacung dapat membaca kitab. Agaknya Cin Han tenggelam ke dalam bacaannya. Dia duduk di atas bangku di luar ruangan itu, di tempat terbuka dan malam itu sejuk sekali hawanya, apa lagi bulan muda mulai muncul, mendatangkan sinar kehijauan yang nyaman.
"Cin Han, kitab apakah yang kau baca itu ?" tanyanya sambil menghampiri.
Cin Han terkejut dan menoleh. Melihat Lian Hwa, dia memandang dengan wajah berseri.
46 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kiranya engkau, nona Lian Hwa. Kitab ini.......ah, hanya kitab sejarah kuno milik suhu."
"Boleh kulihat ?"
Cin Han memberikan kitabnya yang sudah tua sekali itu dan Lian Hwa membalik-balik lembarannya. Alisnya berkerut. Tulisannya juga kuno dan tulisan seperti itu sukar sekali dimengerti, memiliki arti yang dalam sekali seperti pada umumnya kitab-kitab kuno. Biarpun sejak kecil ia sudah belajar membaca, namun untuk dapat mengerti isi kitab ini, sukar sekali baginya. Ia mengembalikan kitab itu, diam-diam merasa malu sendiri bahwa dalam hal ilmu membaca jelas ia kalah pandai dibandingkan Cin Han.
"Nona Cin, duduklah. Lihat, betapa indahnya malam ini. Bulan sepotong itu demikian lembut, seolah-olah ia berjalan-jalan di antara awan-awan, kadang-kadang bersembunyi lalu perlahan-lahan mengintai keluar dari tirai aWan dan tersenyum lagi. Dan pohon-pohon di sana itu, Nampak aneh sekali dalam cuaca remang-remang, bukan kau ihat, di selatan itu nampak pula bintang-bintang. Indah bukan main!"
Melihat kegembiraan Cin Han, Lian Hwa semakin heran. Anak ini aneh sekali. Sejak pagi sampai sore disiksa seperti itu, malamnya sudah bergembira seperti ini.
"Cin Han, kenapa engkau gembira sekali?"
"Kenapa tidak, nona " Bukankah hidup ini indah selali" Dan kita memiliki semua anggauta badan yang serba lengkap. Mata untuk melihat keindahan pandangan, telinga untuk menikmati kemerduan suara, hidung untuk menikmati keharuman penciuman, segalanya ada pada kita dan semua keindahan sudah 47
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbentang di depan kita. Bayangkan betapa sengsaranya kalau kita kehilangan satu di antara semua alat perasa itu. Buta misalnya, atau tuli.....,"
Lian Hwa bengong! Seorang kacung, bicara seperti ini
" Ia bingung
Bagi Lian Hwa, kata-kata yang keluar dari mulut Cin Han tadi terdengar amat aneh, akan tetapi juga dapat dirasakan sekali kebenarannya. Ia membayangkan, bagaimana kalau ia buta " Wah, akan sengsara sekali!
Dan tuli" Hanya orang buta yang dapat membayangkan keindahan segala sesuatu yang dapat dipandang dan hanya orang tuli yang dapat membayangkan keindahan segala sesuatu yang dapat didengar. Akan tetapi orang yang tidak buta dan tidak tuli, bahkan mengabaikan semua keindahan itu! Bukankah orang begitu sama saja dengan buta dan tuli" Iapun memandang ke luar, ke arah awan dan bulan, ke arah bayangan pohon-pohon, kearah bintang-bintang dan hatinyapun terasa riang sekali.
"Engkau benar, Cin Han. Hidup memang indah sekali.
Akan tetapi........semua itu, dari siapa engkau tahu " Dan engkau membaca kitab, dari siapa engkau belajar?"
"Nona, guruku di dunia ini hanyalah suhu seorang.
Dari siapa lagi kalau bukan dari dia?"
"Tapi, apakah engkau menjadi muridnya hanya untuk mempelajari segala macam itu " Bukan belajar silat?"
"Memang aku menjadi muridnya untuk belajar ilmu silat."
"Dan engkau sudah pernah dilatih silat " Apakah dia pandai ilmu silat?"
-o0odwo0o- 48 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
JILID II CIN HAN menggeleng kepalanya.
"Aku belum pernah dilatih silat, dan suhu adalah orang yang paling pandai dalam ilmu silat."
"Hemmm, sudah dua tahun belajar akan tetapi sama sekali belum diajar ilmu silat. Bagaimana mungkin ini"
Kalau begitu, jelas engkau dibohonginya. Cin Han.
Agaknya dia sama sekali tidak pandai ilmu silat. Coba, selama ini engkau hanya disuruh memikul air, memanggul kayu, mengenakan sepatu kayu berat, untuk apa itu" Hanya ilmu membaca kitab itu memang berguna. Akan tetapi semua pekerjaan berat itu......."
"Amat bermanfaat, nona. Dari pekerjaan itu, aku mendapatkan kekuatan pada tubuhku, juga ketenangan dan kesabaran bagi batinku. juga semua itu memupuk ketahanan terhadap penderitaan yang amat diperlukan untuk kehidupan ini."
"Akan tetapi apa artinya semua itu " Engkau tidak diajar bagaimana harus menyerang dan merobohkan orang!"
"Belajar silat bukan hanya berarti harus merobohkan orang, nona!"
Kembali anak perempuan itu terbelalak memandang wajah Cin Han.
"Lalu untuk apa?"
Ciu Han tersenyum. Anak perempuan ini masih kanak-kanak, akan tetapi manis, mungil dan lucu sekali.
"Untuk menjaga kesehatan, nona. Untuk membela diri dari ancaman bahaya......."
49 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, kalau aku tidak! Aku ingin menjadi seorang pendekar wanita yang membela kebenaran dan keadilan, menentang kejahatan seperti watak para pendekar yang kubaca dalam cerita kitab, sudah malam, Cin Han. Aku harus beristirahat, besok harus bangun pagi-pagi sekali untuk berlatih jurus-jurus baru yang sulit, bersama suheng di dekat sumber air !"
Anak perempuan itu dengan lincahnya lalu meloncat dan berlari kecil menanggalkan Cin Han yang kini duduk termenung. Ucapan anak itu sedikit banyak mendatangkan bahan pemikiran. Memang sering dia merindukan pelajaran ilmu silat yang belum juga diturunkan gurunya. Akan tetapi diapun cukup waspada dan melihat hasil dari semua pekerjaan berat itu. Apa lagi memikul air itu. Suhunya sengaja memberi pikulan yang terbuat dari belahan bambu-bambu kecil yang dijadikan satu dan diikat. Selama dua tahun ini, ikatan seratus batang bambu kecil itu setiap bulan dikurangi oleh suhunya. Dia tidak merasakan ini dan tahu-tahu sekarang ikatan itu tinggal dua puluh batang saja! Akan tetapi dia sanggup memikul air di dua ember kayu itu dengan pikulan yang kecil itu! Juga dia sanggup memanggul sebatang kayu besar dengan mudah mendaki anak tangga, sambil lari lagi dan tidak pernah terengah-engah napasnya, bahkan sedikit saja peluh yang keluar. Tidak, dia tidak boleh ragu-ragu. Semua ini tentu sudah diatur oleh suhunya.
Dia mengingat-ingat lagi pelajaran atau pekerjaan apa saja yang telah diberikan oleh gurunya kepadanya selama dua tahun ini. Memikul air dengan pikulan yang setiap bulan dikurangi besarnya. Mengangkat dan memanggul kayu bakar, kemudian membelah kayu bakar itu menjadi kayu-kayu kecil mempergunakan kapak yang setiap bulan diganti semakin besar akan tetapi semakin 50
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tumpul. Kalau dia disuruh menanak nasi atau memasak air, dia harus mengipasi api dengan berdiri dalam posisi yang tertentu, mula-mula seperti orang menunggang kuda dan dia tidak boleh mengubah posisi kedua kaki dan tubuh itu sebelum nasi yang ditanaknya matang atau air yang dimasaknya mendidih. Mula-mula pekerjaan ini membuat kedua kakinya terasa lelah dan kaku, bahkan kalau dipakai berjongkok saja terasa nyeri semua otot kedua kaki, akan tetapi lambat laun dia menjadi biasa dan kedudukan kaki itu diubah ubah, makin lama semakin sulit. Gurunya tidak memberitahu apa gunanya dun kelihatannya memang seperti siksaan. Namun dia yakin semua ini diperintahkan gurunya untuk kebaikan dirinya, untuk menggemblengnya. Bahkan beberapa bulan terakhir ini, kalau dia memikul air atau memanggul kayu, dia diharuskan melalui lorong kecil yang dibuat gurunya, lorong dari batu-batu yang tidak rata dan licin bukan main. Beberapa kali dia terjatuh ketika melintasi lorong ini, sampai lambat laun dia mampu memikul air atau memanggul kayu melalui lorong itu sambil berlari!
Dan yang terakhir ini, dia diharuskan memakai sepatu kayu yang amat berat!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali dia sudah bangun dan bersembunyi di dekat sumber air untuk mengintai dan menonton Lian Hwa dun Cong Bu berlatih silat. Tak lama kemudian, dua orang anak itu datang dan mereka lalu berlatih jurus jurus ilmu silat baru. Cin Han memperhatikan, akan tetapi dia tidak mengerti. Gerakan mereka itu baginya terlalu cepat dan terlalu sukar untuk diikuti, hanya dia melihat bahwa kaki mereka itu membentuk kedudukan kedudukan seperti yang pernah dilakukannya ketika dia menanak nasi dan mengipasi api.
Dia mengenal kedudukan-kedudukan dua kaki, akan tetapi tidak tahu bagaimana caranya bergerak 51
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memindah-mindahkan kaki dan mengubah-ngubah posisi seperti kedua orang anak itu. Juga kedua tangan mereka amat cepat, dan amat indah. Diam-diam dia mencatut beberapa gerakan dalam hatinya untuk ditirunya nanti.
Demikianlah, kini seringkah Cin Han bersembunyi dan mengintai latihan silat dua orang anak ini, sementara itu, gurunya memberinya pekerjaan yang semakin lama semakin berat. Bahkan gurunya menyerahkan sebuah ikat pinggang dari besi yang berat sekali, yang harus dipasang di balik bajunya setiap kali dia bekerja berat!
Demikianlah, dua tahun lagi lewat dengan cepatnya, Empat tahun sudah Cin Han tinggal di dalam kuil itu dan dia telah menjadi seorang pemuda remaja berusia empat belas tahun! Demikian tekun dia bekerja mentaati semua perintah suhunya sehingga digembleng selama empat tahun ini, tubuhnya telah memiliki kekuatan yang luar biasa sekali sehingga tak seorangpun hwesio yang bekerja di dapur mampu menandinginya dalam hal kekuatan atau kecepatan memikul air atau memanggul kayu, membelah kayu dan semua pekerjaan dapur. Dan karena Cin Han amat rajin, tak pernah mengomel, juga bersikap hormat, sopan dan ramah, semua hwesio di kuil itu, termasuk Thian Cu Hwesio, suka kepadanya.
Kalau Cin Han sudah empat tahun berada di kuil itu, Cong Bu dan Lian Hwa sudah belajar silat sampai enam tahun lamanya! Kini Cong Bu telah menjadi seorang pemuda berusia lima belas tahun sedangkan Lian Hwa seorang gadis kecil berusia tiga belas tahun yang semakin manis, lincah dan lucu. Semenjak pertemuan mereka pada pertama kali itu, hubungan antara Cin Han dan Lian Hwa semakin akrab, walaupun jarang sekali mereka berkesempatan untuk bicara berdua saja dan rasa saling suka antara mereka lebih banyak terpendam di dalam hati masing-masing. Hubungan antara Cin Han 52
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Cong Bu biasa saja, dan pemuda putera komandan pasukan keamanan itu kini menjadi semakin congkak saja setelah merasa bahwa dia telah menguasai ilmu silat yang lumayan tingginya. Tentu saja dia memandang rendah kepada Cin Han yang diketahuinya hanya seorang kacung yang belum pernah belajar ilmu silat, walaupun diam-diam dia mengagumi kekuatan Cin Han kalau memikul air menggunakan pikulan kecil dan memanggul kayu besar dengan kaki memakai sepatu kayu yang berat akan tetapi dapat berlari cepat mendaki anak tangga itu. Namun baginya, semua itu tidak ada gunanya. Apa artinya tenaga besar kalau tidak dapat bersilat" Seperti gentung kosong berisi angin belaka, demikian dia pernah berkata kepada sumoinya..
Pada suatu pagi, seperti biasa, Cong Bu dan Lian Hwa berlatih ilmu silat di dekat sumber air. Mereka tidak tahu bahwa Cin Han mengintai dan nonton mereka berlatih silat, seperti biasa pula. Sudah ada beberapa jurus yang dipelajari Cin Han dari hasil mencuri lihat ini, akan tetapi hal ini disimpan rahasia, bahkan kepada Hek-bin Lo-han sendiri tak pernah dia memperlihatkan hasil "curiannya"
itu. Akan tetapi pada pagi hari ini, hanya perkiraan Cin Han saja bahwa dua orang itu tidak tahu akan pengintaiannya. Sebetulnya, Cong Bu dan Lian Hwa sudah mengetahuinya. Ada seorang hwesio memberitahu kepada mereka akan perbuatan Cin Han, setelah tanpa disengaja hwesio ini melihat perbuatan Cin Han mengintai itu. Hwesio ini memang agak tidak suka kepada Cin Han, terdorong rasa iri karena kepala dapur amat menyayang pemuda itu. Cong Bu dan Lian Hwa berlatih dengan sengaja berpura-pura tidak tabu bahwa Cin Han sedang mengintai mereka dari balik batang pohon dan batu besar di dekat sumber air.
"Mari kita berlatih Sin-eng-kun, sumoi" kata Cong Bu.
53 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, suheng!" jawab Lian Hwa dan mereka berdua lalu bersilat saling serang dengan ilmu silat Sin-eng-kun (Silat Garuda Sakti). Gerakan mereka cepat bukan main akan tetapi Cin Han melihat betapa dalam latihan saling serang dengan ilmu silat yang sama ini, nampaklah bahwa gerakan Lian Hwa masih lebih gesit dan ringan dibandingkan suhengnya. Tubuh mereka berkelebat dan kadang-kadang tubuh Lian Hwa melayang ke atas lalu menyambar ke bawah. Mereka benar-benar tangkas dan gagah. Gerakan mereka mirip sepasang burung garuda yang saling serang, membuat Cin Han kagum bukan main. Pengetahuannya tentang ilmu silat terlalu dangkal untuk dapat mengikuti gerakan mereka. Akan tetapi dia melihat betapa Cong Bu terdesak dan mulai mundur-mundur mendekati tempat di mana dia bersembunyi. Dia tidak tahu bahwa memang latihan ini disengaja oleh mereka dan Cong Bu sengaja mundur untuk mendekati tempat dia bersembunyi.
"Haiiiiitt!"
Lian Hwa menyerang dengan cepat.
"Hynaaah !" Cong Bu meloncat menghindar, akan tetapi loncatannya jauh dan tahu-tahu dia telah tiba di samping Cin Han yang tentu saja menjadi terkejut sekali.
"Wah, kiranya di sini ada orang mengintai kita, sumoi!"
kata Cong Bu sambil menangkap lengan Cin Han dan menarik pemuda itu keluar dari balik batu besar. Dengan muka merah Cin Han membiarkan dirinya ditarik keluar.
"Cin Han, engkau mengintai kami berlatih" Sudah seringkah engkau melakukan hal ini?" tanya Lian Hwa sambil mengerutkan alisnya, tidak mengerti bagaimana seorang seperti Cin Han yang diketahuinya selalu 54
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbuka dan jujur itu kini dapat bersembunyi sambil mengintai orang lain.
"Sudah sering sekali," kata Cin Han mengangguk.
"Tapi mengapa?" tanya pula Lian Hwa.
"Aku ingin sekali melihat kalian berlatih silat. Karena tidak mau mengganggu dan khawatir kalian berkeberatan, maka aku mengintai. Maafkan aku, kongcu dan siocia." Dia membungkuk dengan sikap hormat meminta maaf.
"Enak saja kau! Sudah mencuri lalu meminta maaf begitu saja! Tidak, engkau harus diperlakukan sebagai pencuri ! Kau kembalikan hasil curianmu dan engkau harus dihukum!"
"Aku tidak mencuri apa-apa, akan tetapi aku sudah bersalah melakukan pengintaian dan terserah kalau mau menghukum aku," kata Cin Han pasrah karena dia sudah merasa bersalah. Sementara itu, Lian Hwa diam dan menonton saja karena bagaimanapun juga, tidak senang ia melihat Cin Han melakukan pengintaian yang dianggapnya perbuatan yang tidak layak, ia kecewa melihat Cin Han yang dikaguminya itu ternyata kini suka mengintai orang.
"Engkau menyangkal bahwa engkau telah mencuri"
Engkau mengintai kami berlatih silat, tentu engkau telah menirunya, bukankah itu berarti engkau mencuri ilmu kami" Huh, kiranya Hek-bin Lo-ban mengajarmu untuk mencuri, ya" Pantas, memang dia bekas perampok !"
Cin Han mengangkat mukanya dan memandang wajah Cong Bu dengan sinar mata mencorong dan alis berkerut. "Aku memang telah bersalah, akan tetapi itu kesalahanku sendiri dan sama sekali tidak ada sangkut 55
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pautnya dengan suhu! Suhuku bukan perampok, jangan engkau menghina orang!"
"Hemm, bukan perampok, ya " Dia bekas perampok besar yang kini menjadi seorang hwesio. Tanya saja kepada para hwesio di sini. Semua orang tahu, kecuali engkau yang pura-pura tidak tahu. Buktinya sekarang dia mengajar engkau mencuri ilmu kami. Sungguh cocok guru dan muridnya!"
"Omitohud.......!" Tiba-tiba terdengar seruan halus dan ketika mereka menengok, tahu-tahu di situ telah berdiri Hek-bin Lo-han, Lian Hwa merasa rikuh sekali, akan tetapi Cong Bu tidak. Dia adalah putera seorang perwira, dan murid ketua kuil itu. Takut apa menghadapi tukang masak pengurus dapur ini" Pula, dia bicara apa adanya secara terbuka karena memang dia mendengar bahwa hwesio bermuka hitam ini bekas perampok.
Melihat gurunya, Cin Han cepat menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu.
"Suhu, maafkan teecu yang membuat keributan,"
katanya penuh penyesalan.
"Cin Han, kongcu ini benar. Memang pin-ceng adalah seorang bekas perampok, seorang tokoh sesat yang telah menyadari kekeliruannya dan kembali ke jalan benar. Akan tetapi pinceng tidak pernah mengajarkan engkau untuk mencuri. Benarkah engkau suka mengintai mereka dan meniru jurus-jurus mereka?"
"Benar, suhu." jawab Cin Han sejujurnya.
"Sudah seringkali?"
"Sudah, suhu."
"Sudah berapa banyak jurus yang kau tiru dan kau pelajari?"
56 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah banyak yang teecu lihat akan tetapi teecu tidak berhasil menirukannya, suhu, kecuali satu jurus saja, kalau tidak salah mereka menyebut jurus itu Harimau Putih Menerkam Ular. Jurus ini sudah taecu pelajari dan teecu latih."
Hek-bin Lo-hati kini menghadapi Cong Bu dengan sikap tenang dan muka ramah.
"Nah,. engkau sudah mendengar sendiri, kongcu dan siocia. Muridku yang bodoh dan bersalah ini telah mencuri hanya satu jurus saja ilmu silat kalian, terserah kepada kalian untuk menghukumnya."
"Aib, Lo-han, urusan kecil tidak berarti ini, sudahlah.


Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perlu apa dibesarkan ?" kata Lian Hwa dengan hati tidak enak mengingat betapa tadi suhengnya memburuk-burukkan kakek ini sebagai bekas perampok.
"Tidak, sumoi. Hek-bin Lo-han benar. Siapa mencuri haruslah dihukum dan hasil curiannya harus dikembalikan."
"Aku sudah merasa bersalah, kongcu. Kalau hendak menghukumku, silakan, akan tetapi bagaimana aku harus mengembalikan jurus yang kau anggap telah kucuri itu ?" kata Cin Han dengan penasaran dan penuh penyesalan karena urusan itu ternyata telah menyangkut diri gurunya, bahkan tadi gurunya telah mengalami penghinaan.
"Cin Han, engkau tadi mengaku telah melatih diri dengan jurus Harimau Putih Menerkam Ular. Nah, engkau kini pergunakan jurus itu untuk menyerangku, hendak kulihat apakah engkau benar telah menguasainya atau belum. Kalau belum, biarlah kubebaskan engkau dari mengembalikan jurus itu dan 57
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya akan kuhukum yang layak bagi seorang pencuri.
Nah, kau seranglah aku dengan jurus itu!"
Berkata demikian, Cong Bu memasang kuda-kuda, siap menyambut serangan Cin Han dengan jurus yang telah dikenalnya dengan baik itu. Lian Hwa memandang dengan khawatir, tidak tahu harus berbuat apa.
Tentu saja Cin Han menjadi bingung dan ragu-ragu, tidak berani menyerang Cong Bu dan dia menoleh ke arah gurunya. Dia melihat hwesio tua itu juga memandang kepadanya dan Hek-bin Lo-han mengangguk sambil berkata, "Engkau harus berani mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Dia minta engkau menyerangnya dengan jurus itu, nah, lakukanlah.
Tunggu apa lagi ?"
Cin Han merasa bingung sekali, akan tetapi karena dia sudah mengaku salah dan sudah sanggup menerima hukumannya, maka diapun lalu melangkah maju sambil berseru, "Beginilah jurus itu!"
Dia meloncat ke arah Cong Bu, mengangkat kedua tangan ke atas lalu mencengkeram ke bawah, ke atas dan ke bawah lagi dengan cepatnya, mula-mula menyerang muka, kemudian mencengkeram ke arah leher dan perut Cong Bu tentu saja mengenal baik jurus ini yang sudah dilatihnya selama bertahun-tahun, dan biarpun dia kaget melihat betapa baiknya gerakan jurus itu dilakukan oleh Cin Han, namun dia tahu bagaimana harus menghadapinya. Karena dia ingin sekaligus menghadapi jurus ini dan merobohkan Cin Han, maka dia mengerahkan tenaga untuk menangkis dan terus mendorong dengan kekuatan sepenuhnya! Di sinilah letak kesalahan Cong Bu.
58 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu dia menangkis dan mendorong, bukan tubuh Cin Han yang terdorong atau terpelanting, sebaliknya dia merasa seolah-olah tenaganya membalik dan dia sendiri yang terdorong sampai terhuyung-huyung ke belakang!
Hal ini tidaklah mengherankan. Walaupun Cong Bu tentu saja lebih mahir menggunakan jurus itu, namun latihan selama empat tahun telah memberi kepada Cin Han tenaga yang luar biasa, bukan sekedar tenaga otot melainkan tenaga dalam karena selain berlatih badan, diapun digembleng dengan ilmu siu-lian (samadhi) dan cara menghimpun tenaga di dalam tubuh oleh gurunya, walaupun belum dijelaskan bagaimana kegunaan tenaga dalam itu.
Cong Bu salah perhitungan dan dia terlalu memandang ringan kepada Cin Han. Kalau saja dia mengelak dan mempergunakan kecepatannya, tak mungkin dia sampai terhuyung dan tentu Cin Han takkan pernah mampu mengenai tubuhnya. Akan tetapi dia terlalu bernapsu untuk merobohkan Cin Han, maka dia menggunakan tenaga untuk menangkis, tidak tahu bahwa dalam hal adu tenaga, dia sama sekali bukan tandingan Cin Han.
"Ehhh........!" Dia berseru ketika terhuyung dan hampir terjengkang. Kemarahan membuat mukanya berubah merah sekali.
"Sekarang, terimalah hukumanmu sebagai pencuri!"
teriaknya dan diapun menyerang kalang kabut, mempergunakan ilmu silat Siauw-lim-pai yang dipelajari selama enam tahun ini dari Thian Cu Hwesio !
Cin Han tidak mau melawan karena dia sudah berjanji menerima hukumannya dan diapun bingung melihat gerakan Cong Bu sedemikian cepatnya dan tahu-tahu 59
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan kanan Cong Bu-sudah menghantam ke arah dadanya, keras sekali.
"Bukkk!!"
Hampir Cong Bu berteriak kaget. Pukulannya yang mengenai dada itu meleset seperti memukul benda keras yang licin saja dan tubuh Cin Han hanya terpukul miring, akan tetapi pemuda kecil itu sama sekali tidak terhuyung karena kakinya dapat tegak di tempatnya! Hal inipun tidak aneh. Latihan kerja berat dan samadhi telah membuat Cin Han memiliki tenaga yang kuat dan otomatis tenaga di dalam tubuhnya bergerak melindungi bagian yang akan dipukul, membuat bagian dada tadi dipenuhi tenaga yang amat kuat. Sementara itu, kedua kakinya juga sudah dilatih memasang kuda-kuda yang dilakukan dengan tekun sambil mengipasi api di dapur sehingga kedua kakinya dapat merpasang kuda-kuda sedemikian kuatnya seolah-olah berakar.
Karena penasaran, kembali Cong Bu memukul, tidak kalah kuatnya dari pukulan pertama tadi, sekarang leher yang menjadi sasaran!
"Desss.......!P Kembali leher Cin Han yang sebelah kiri terkena pukulan kuat sekali dan untuk kedua kalinya pukulan itu meleset. Sekali inipun Cin Han tidak roboh atau terhuyung, hanya melangkah ke samping satu langkah saja untuk menahan keseimbangan tubuhnya.
Marahlah Cong Bu. Dua kali pukulannya tidak mampu merobohkan Cin Han, bahkan selalu meleset dan kacung itu terhuyungpun tidak!. Dia lalu menyerang dengan cepat dan bertubi-tabi, memukul, menampar dan menendang! Repotlah Cin Han sekarang. Dia dipukul dan ditendang bertubi-tubi, akan tetapi anehnya, dia tidak pernah roboh dan kedua kakinya melangkah ke sana-sini 60
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan amat sigapnya! Ini adalah berkat latihannya memikul air dan memanggul kayu melalui lorong yang dibuat oleh gurunya, yang amat licin itu. Latihan ini membuat dia mampu mengatur langkah-langkah sedemikian rupa sehingga dia dapat bertahan dan tidak akan terjatuh biarpun diserang secara hebat dan bertubi-tubi oleh Cong Bu. Suara pukulan dan tendangan yang mengenai tubuhnya itu terdengar bak-bik-buk dan pakaiannya sudah robek-robek. Melihat betapa Cin Han belum juga roboh, Cong Bu menjadi semakin penasaran dan marah, dan dia terus menyerang tanpa ingat lagi bahwa hukuman yang dijatuhkannya itu sudah melampaui batas!
Biarpun tubuh Cin Han amat kuat seolah-olah memiliki kekebalan liar, namun dia tidak dapat melindungi mukanya ketika Cong Bu yang penasaran itu kini menyerang mukanya. Bibirnya pecah berdarah, juga hidungnya berdarah ketika terkena pukulan. Akan tetapi, pengalaman dihajar orang ini mendatangkan sesuatu yang menarik hati Cin Han. Dia mulai dapat melihat meluncurnya pukulan atau tendangan, dan dengan kelincahan kakinya, dia mulai mampu mengelak !
Hajaran ini baginya seperti latihan saja, walaupun bukan latihan silat, setidaknya latihan menghindarkan diri dari serangan lawan!!.
Melihat betapa muka Cin Han berdarah, Lian Hwa cepat meloncat ke depan dan menengahi mereka sambil berteriak, "Suheng, cukup, suheng!"
Cong Bu sudah mandi keringat, berbeda dengan Cin Han yang sama sekali belum mengeluarkan peluh dan kini dia berdiri sambil menyusuli darah yang keluar dari hidung dan bibirnya yang terluka. Mukanya ada tanda-tanda pukulan, agak membengkak dan membiru.
61 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan napas agak memburu, karena lelah, dan juga marah, Cong Bu hendak mendorong sumoinya agar minggir.
"Tidak, aku harus menghajarnya !" bentaknya.
"Engkau sudah menghajarnya, dan sudah berlebihan
!" kata pula Lian Hwa. "Sudah, mari kita pergi......."
"Tidak......!!"
"Suheng,' kalau kau lanjutkan, aku akan marah dan aku akan membela Cin Han untuk menandingimu!!"
Tiba-tiba anak perempuan itu mengambil sikap tegas dan keras.
Cong Bu terkejut dan sejenak mereka saling pandang dengan marah. Akhirnya Cong Bu mengalah. Tak mungkin dia akan berkelahi melawan Lian Hwa. Akan tetapi hatinya tidak puas karena dia belum berhasil merobohkan Cin Han ! Lian Hwa menghampiri Cih Han.
"Cin Han, engkau tidak apa-apa ?"
Cin Han tersenyum dan menggeleng kepala. "Ciu-siocia (nona Ciu), harap maafkan aku yang telah mengintai engkau berlatih silat."
"Ahh, sudahlah, Cin Han. Engkau maafkan kami!" kata Lian Hwa yang segera pergi meninggalkan tempat itu.
Ditinggalkan sendirian, Cong Bu merasa agak jerih juga, dan setelah mendengus diapun pergi menyusul Lian Hwa.
Sejak tadi, Hek-bin Lo-han tersenyum saja melihat betapa muridnya dihajar. Kini dia memanggil. "Cin Han, ke sinilah engkau!"
62 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cin Han menghampiri gurunya dan berlutut, akan tetapi kakek itu menyentuh pundaknya. "Berdirilah, aku ingin melihat mukamu."
Pendekar Bayangan Setan 16 Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Pendekar Kembar 14
^