Pencarian

Kemelut Di Majapahit 20

Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Bagian 20


Mari kuantar kalian semua keluar dan kalian pura-pura tunduk kepadaku, sebagai tawanan-tawanan. Kita mencari perahu untuk lari dari pulau ini," Sutejo berbisik.
"Akan tetapi... Adikku... jenazah Adikku Roro Kartiko..."
Joko Handoko terisak.
"Aku sudah tahu bahwa Diajeng Roro Kartiko telah tewas.
Berarti kita tidak dapat menolongnya lagi, Kakangmas. Maka biarlah nanti kalau kita kembali bersama pasukan, kita akan mencarinya. Sekarang, paling penting adalah agar kita dapat keluar dari pulau ini dengan selamat. Hayolah!"
Empat orang tawanan itu lalu berjalan keluar dengan http://kangzusi.com
kepala menunduk, digiring oleh Sutejo yang mengangkat muka dan mengangkat dada dengan gagahnya. Ketika mereka tiba di luar, para perwira dan penjaga memandang dengan mata terbelalak penuh keheranan. Akan tetapi Sutejo segera berkata, "Mereka telah tunduk kepadaku dan aku menjalankan perintah Kanjeng Rama Adipati untuk membawa mereka ke suatu tempat. Kalian semua harus tetap menjaga di sini, seorang pun tidak boleh meninggalkan tempat ini sampai ada perintah lain. Berjaga-jagalah terhadap musuh yang berusaha memasuki tempat ini dengan usaha mereka untuk menolong tawanan yang sudah kukeluarkan ini."
1099 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para perwira mengangguk, dan Sutejo cepat menggiring empat orang itu keluar dan menghilang ke dalam kegelapan cuaca yang mulai remang-remang karena fajar mulai
menyingsing di ufuk timur.
"Kami mempunyai perahu di pantai, dijaga oleh Ambar dan Tarmi," kata Joko Handoko dan bergegas mereka pergi ke arah pantai itu. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan dua orang penjaga yang sedang meronda, akan tetapi tanpa banyak cakap lagi Sutejo merobohkan mereka, membuat mereka pingsan dan dia mengajak teman-temannya untuk mempercepat langkah.
Ternyata perahu yang dijaga oleh Ambar dan Tarmi masih ada di tempat semula.
Kedua orang wanita pengikut Sriti Kencana itu bersembunyi di dalam semak-semak dan mereka berdua sudah merasa khawatir bukan main karena semalam suntuk teman-teman mereka tidak juga kembali, padahal fajar telah mulai mendatang. Kini dengan girang mereka melompat keluar melihat bayangan lima orang itu, akan tetapi mereka terkejut ketika melihat Sulastri dan Sutejo, dan mereka tidak melihat adanya Roro Kartiko. Mereka cepat bertanya, akan tetapi Joko Handoko menjawab, "Tidak ada waktu banyak bicara, mari kita cepat pergi!"
Perahu didorong ke air, mereka meloncat dan mendayung http://kangzusi.com
perahu ke tengah, kemudian dengan bantuan layar
terkembang, perahu meluncur cepat meninggalkan
Nusabarung. Setelah perahu meluncur pergi, barulah hati mereka
merasa lega, akan tetapi hal ini justru mengingatkan mereka kembali akan tewasnya Roro Kartiko dan hal-hal lain.
Terdengar isak tangis dan ternyata Sulastri telah menangis lagi. Sutejo cepat duduk mendekati gadis itu, memegang lengannya dan berkata halus, "Diajeng, sudahlah harap jangan berduka. Diajeng Roro Kartiko tewas sebagai seorang wanita 1100
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah perkasa, dan selama hidup kita harus selalu teringat akan pengorbanan dan pembelaannya itu. Karena dialah maka kita dapat bertemu dan berkumpul kembali..."
Akan tetapi, mendengar ucapan ini, Sulastri bukannya terhibur, bahkan menangis makin sedih. Joko Handoko menghela napas dan hanya menundukkan muka, sedangkan empat orang anggauta Sriti Kencana saling pandang dengan bingung. Sikap Sutejo yang demikian mesra terhadap Sulastri mendatangkan perasaan tidak senang dan heran dalam hati mereka. Bagimana Sutejo berani bersikap demikian mesra dan lancang terhadap Sulastri, di depan suami mereka itu pula"
Dan mengapa pula Joko Handoko juga kelihatan tidak peduli, bahkan berduka" Juga Ambar dan Tarmi terisak menangis ketika mendengar bahwa Roro Kartiko telah tewas dalam penyelundupan mereka ke pulau itu.
Sunyi di perahu. Yang terdengar hanyalah isak tangis para wanita, karena melihat Sulastri, Ambar dan Tarmi menangis, tak tertahankan lagi Ayu Kunti dan Cempaka juga terisak-isak.
Hanya tinggal Joko Handoko dan Sutejo berdua yang diam, menundukkan muka dan tidak berkata-kata, semua tenggelam ke dalam kedukaan yang memberatkan hati. Namun, Joko Handoko tidak pernah lengah untuk mengemudikan perahu, sedangkan Ambar dan Tarmi yang pandai berlayar itu
mengatur layar dengan cermatnya.
http://kangzusi.com
Setelah matahari naik tinggi, dari jurusan daratan
nampaklah banyak sekali perahu besar berlayar menuju ke Nusabarung.
"Itu adalah perahu-perahu kita!" Joko Handoko berseru girang dan memang benar.
Setelah dekat, perahu-perahu besar itu ternyata adalah perahu-perahu yang membawa pasukan Puger. Seperti kita ketahui, para anggauta Sriti Kencana yang dipimpin oleh Joko Handoko dan Roro Kartiko meninggalkan Puger tanpa pamit, kemudian disusul pula oleh Sulastri. Pada keesokan harinya, 1101
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pagi-pagi sekali barulah para dayang mengetahui hal itu dan dengan bingung mereka lalu melapor.
Mendengar pelaporan ini, tahulah Sang Prabu bahwa
putera-puteri mereka tentu melakukan penyelidikan ke Nusabarung, maka pagi-pagi sekali Sang Prabu sendiri lalu memimpin pasukan besar, juga minta bantuan Maeso Pawagal untuk mengerahkan pasukan dari Lumajang, untuk melakukan penyeberangan ke Nusabarung untuk menyerbu musuh itu!
Pertemuan antara Joko Handoko dan Sang Prabu
Bandardento amat mengharukan. Sang Prabu Bandardento yang sudah tua itu tak dapat menahan linangan air matanya ketika mendengar akan tewasnya Roro Kartiko, puteri angkatnya yang amat disayangnya itu. Saking berduka, Sang Adipati menjadi marah sekali. Andaikata Roro Kartiko berada bersama mereka yang berhasil lolos dari Nusabarung, agaknya Sang Adipati akan membatalkan niatnya menyerbu
Nusabarung. Akan tetapi mendengar bahwa puterinya tewas oleh orang-orang Nusabarung, dia lalu dengan marah
memerintahkan armadanya melanjutkan pelayaran menuju ke Nusabarung!
Sutejo belum sempat banyak bicara dengan Sulastri karena mereka berdua tidak memperoleh kesempatan untuk bicara berdua saja. Namun, Sulastri melihat betapa sinar mata pemuda itu selalu ditujukan kepadanya dengan penuh kasih http://kangzusi.com
sayang,penuh rindu dan juga penuh penyesalan, membuat hatinya terharu sekali. Dia ingin bicara banyak dengan pemuda itu dan dia merasa makin terharu kalau mengingat bahwa Sutejo tentu belum tahu bahwa dia kini telah bersuami!
Di lain pihak,Sutejo yang melihat sinar mata Sulastri kadang-kadang ditujukan kepadanya, dapat menangkap kesedihan besar di dalam sinar mata wanita yang dicintanya itu. Dia pun ingin sekali bicara banyak dengan Sulastri, ingin mohon maaf dan ingin menjelaskan bahwa dia sungguh-sungguh tidak membunuh guru gadis itu, dan juga bahwa kalau benar dia 1102
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah menikah dengan puteri Adipati Nusabarung, hal itu terjadi karena dia telah kehilangan ingatan! Hatinya gelisah melihat betapa gadis itu masih memandang kepadanya
dengan sinar mata penuh duka, seolah-olah banyak sekali hal-hal yang mengganjal di hati gadis yang amat dicintanya itu Nusabarung menjadi geger ketika secara tiba-tiba pasukan Puger yang besar sekali jumlahnya, dibantu pasukan
Lumajang yang kuat, datang menyerbu pulau dan melakukan pendaratan di sepanjang pantai utara. Adipati Menak Dibyo, dibantu oleh Menak Srenggo dan putera-puterinya, sudah membantu para perwira melakukan penjagaan. Pagi tadi baru ada penjaga mengetahu"Itu adalah perahu-perahu kita!"
Joko Handoko berseru girang dan memang benar. Setelah dekat, perahu-perahu besar itu ternyata adalah perahu-perahu yang membawa pasukan Puger. Seperti kita ketahui, para anggauta Sriti Kencana yang dipimpin oleh Joko Handoko dan Roro Kartiko meninggalkan Puger tanpa pamit, kemudian disusul pula oleh Sulastri.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali barulah para dayang mengetahui hal itu dan dengan bingung mereka lalu melapor. Mendengar pelaporan ini, tahulah Sang Prabu bahwa putera-puteri mereka tentu melakukan penyelidikan ke Nusabarung, maka pagi-pagi sekali Sang Prabu sendiri lalu memimpin pasukan besar, juga minta bantuan Maeso Pawagal http://kangzusi.com
untuk mengerahkan pasukan dari Lumajang, untuk melakukan penyeberangan ke Nusabarung untuk menyerbu musuh itu!
Pertemuan antara Joko Handoko dan Sang Prabu
Bandardento amat mengharukan. Sang Prabu Bandardento yang sudah tua itu tak dapat menahan linangan air matanya ketika mendengar akan tewasnya Roro Kartiko, puteri angkatnya yang amat disayangnya itu. Saking berduka, Sang Adipati menjadi marah sekali. Andaikata Roro Kartiko berada bersama mereka yang berhasil lolos dari Nusabarung, agaknya Sang Adipati akan membatalkan niatnya menyerbu
1103 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nusabarung. Akan tetapi mendengar bahwa puterinya tewas oleh orang-orang Nusabarung, dia lalu dengan marah
memerintahkan armadanya melanjutkan pelayaran menuju ke Nusabarung!
Sutejo belum sempat banyak bicara dengan Sulastri karena mereka berdua tidak memperoleh kesempatan untuk bicara berdua saja. Namun, Sulastri melihat betapa sinar mata pemuda itu selalu ditujukan kepadanya dengan penuh kasih sayang,penuh rindu dan juga penuh penyesalan, membuat hatinya terharu sekali. Dia ingin bicara banyak dengan pemuda itu dan dia merasa makin terharu kalau mengingat bahwa Sutejo tentu belum tahu bahwa dia kini telah bersuami!
Di lain pihak,Sutejo yang melihat sinar mata Sulastri kadang-kadang ditujukan kepadanya, dapat menangkap kesedihan besar di dalam sinar mata wanita yang dicintanya itu. Dia pun ingin sekali bicara banyak dengan Sulastri, ingin mohon maaf dan ingin menjelaskan bahwa dia sungguh-sungguh tidak membunuh guru gadis itu, dan juga bahwa kalau benar dia telah menikah dengan puteri Adipati Nusabarung, hal itu terjadi karena dia telah kehilangan ingatan! Hatinya gelisah melihat betapa gadis itu masih memandang kepadanya
dengan sinar mata penuh duka, seolah-olah banyak sekali hal-hal yang mengganjal di hati gadis yang amat dicintanya itu Nusabarung menjadi geger ketika secara tiba-tiba pasukan Puger yang besar sekali jumlahnya, dibantu pasukan
http://kangzusi.com
Lumajang yang kuat, datang menyerbu pulau dan melakukan pendaratan di sepanjang pantai utara. Adipati Menak Dibyo, dibantu oleh Menak Srenggo dan putera-puterinya, sudah membantu para perwira melakukan penjagaan. Pagi tadi baru ada penjaga mengetahui bahwa Menak Srenggo, Sariwuni dan Bandupati dibelenggu di ruangan itu dan ditutup mulut mereka. Setelah memperoleh pertolongan dan mereka itu bercerita kepada Sang Adipati Menak Dibyo tentang Sutejo yang memberontak, adipati ini marah sekali. Apalagi ketika menerima laporan bahwa Sutejo yang mereka kenal sebagai 1104
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo itu telah membawa pergi empat orang tawanan, Sang Adipati marah-marah dan segera memerintahkan para pengawal untuk mencari dan melakukan pengejaran.
Akan tetapi hasil pengejaran itu adalah berita yang amat mengejutkan, yang dibawa oleh para pengejar itu bahwa kini armada yang amat besar telah datang menuju ke pulau mereka, yaitu pasukan-pasukan dari Puger! Tentu saja hal ini menimbulkan kegemparan. Penjagaan dilakukan serentak, dan ketika pasukan-pasukan Puger mendarat, mereka ini disambut hangat oleh para pasukan Nusabarung yang sudah membuat persiapan secara tergesa-gesa sehingga pada pagi hari itu,terjadilah perang campuh yang amat hebat di pantai Pulau Nusabarung!i bahwa Menak Srenggo, Sariwuni dan Bandupati dibelenggu di ruangan itu dan ditutup mulut mereka. Setelah memperoleh pertolongan dan mereka itu bercerita kepada Sang Adipati Menak Dibyo tentang Sutejo yang memberontak, adipati ini marah sekali. Apalagi ketika menerima laporan bahwa Sutejo yang mereka kenal sebagai Bromatmojo itu telah membawa pergi empat orang tawanan, Sang Adipati marah-marah dan segera memerintahkan para pengawal
untuk mencari dan melakukan pengejaran.
Akan tetapi hasil pengejaran itu adalah berita yang amat mengejutkan, yang dibawa oleh para pengejar itu bahwa kini armada yang amat besar telah datang menuju ke pulau http://kangzusi.com
mereka, yaitu pasukan-pasukan dari Puger! Tentu saja hal ini menimbulkan kegemparan. Penjagaan dilakukan serentak, dan ketika pasukan-pasukan Puger mendarat, mereka ini disambut hangat oleh para pasukan Nusabarung yang sudah membuat persiapan secara tergesa-gesa sehingga pada pagi hari itu,terjadilah perang campuh yang amat hebat di pantai Pulau Nusabarung!
Akan tetapi, kini semangat bertempur para pasukan
Nusabarung menjadi menyempit,apalagi ketika mereka
melihat betapa Sutejo yang tadinya menjadi landasan 1105
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semangat mereka itu kini berpihak kepada musuh! Melihat Sutejo mengamuk di samping Sulastri, senopati wanita dari Puger yang hebat itu, merobohkan lawan dengan mudah saja, hati para perajurit Nusabarung menjadi kecil sekali.
Sariwuni dan Bandupati yang melihat betapa Sutejo kini berfihak kepada musuh,bertanding bahu-membahu bersama wanita perkasa yang menjadi senopati Puger,menjadi marah sekali. Dengan senjata di tangan mereka memapaki dua orang ini dan Sariwuni segera menudingkan telunjuknya kepada Sutejo, "Kakangmas Bromatmojo! Aku adalah isterimu, apakah kini engkau hendak mencelakakan isterimu sendiri?"
Di dalam hatinya, Sutejo sudah marah sekali. Wanita ini sungguh tak tahu malu, pikirnya. Menguasai dirinya melalui racun Lalijiwo dan dalam keadaan lupa diri itu dia telah dibujuk untuk menjadi suaminya! Apalagi ketika di dalam perahu dia memperoleh kesmpatan mendengar penuturan singkat Joko Handoko betapa di dalam keadaan kehilangan ingatan itu dia mengaku bernama Bromatmojo dan Sariwuni mengaku kepadanya sebagai Sulastri, hatinya terasa sakit sekali! Wanita tak tahu malu ini mempergunakan kesempatan selagi dia tidak ingat apa-apa lagi, menggunakan cinta kasihnya terhadap Sulastri, wanita itu mengaku sebagai Sulastri sehingga dia mau saja dijadikan suaminya.
Akan tetapi saking marahnya, dia sampai tidak dapat http://kangzusi.com
mengeluarkan kata-kata, dan adalah Sulastri yang menjawab,
"Perempuan hina! Akulah yang bernama Bromatmojo,dan aku pula yang bernama Sulastri! Tanpa racun Lalijiwo, jangan harap kau akan dapat mempengaruhi lagi kepada Kakang Tejo. Akulah lawanmu, iblis betina!" Dan Sulastri sudah mnerjang maju, mengirim tamparan Hasto Nogo kepada
Sariwuni. Sekali ini Sulastri marah bukan main, kemarahan yang didasari oleh hati penuh cemburu bahwa wanita ini telah menggunakan namanya dan berhasil mempersuami Sutejo!
1106 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat adiknya terdesak oleh segebrakan serangan itu, Bandupati hendak membantu, akan tetapi tiba-tiba Sutejo membentak dan sudah menyerangnya sehingga terpaksa
Bandupati meninggalkan adiknya dan menghadapi terjangan Sutejo yang juga menyerang dengan kemarahan meluap-luap.
Sementara itu, Menak Srenggo kembali telah berhadapan dengan Padas Gunung dan Pragalbo, dua orang tokoh Puger yang amat membenci Menak Srenggo yang berkhianat itu.
Sedangkan Adipati Menak Dibyo memperoleh lawan yang setingkat, yaitu Sang Prabu Bandardento sendiri yang selalu dibayangi dan dilindungi oleh Joko Handoko.
Hebat bukan main perang campuh yang terjadi di pantai Pulau Nusabarung itu.
Makin lama, perang itu makin ke tengah pulau karena pihak Nusabarung terdesak dan terus mundur. Teriakan-teriakan mereka menggegerkan seluruh pulau. Burung-burung
beterbangan dengan ketakutan, mengungsi ke pulau lain.
Ombak Lautan Kidul juga ikut mengamuk dan mendebur
dahsyat ke pantai selatan Pulau Nusabarung, seolah-olah Sang Ratu Kidul sendiri menjadi marah menyaksikan kekejaman manusia yang saling sembelih itu!
Pertandingan antara Sariwuni dan Sulastri berjalan singkat saja. Tidak sampai tiga puluh jurus, Sariwuni roboh terkena tamparan tangan kiri Sulastri. Tamparan itu tepat mengenai http://kangzusi.com
pelipisnya, tak tetahankan oleh Sariwuni dan wanita ini roboh dengan kepala retak, tewas seketika. Sebelum
menghembuskan napas terakhir, dia memekik, "Kakangmas Bromatmojo...!!"
Hampir bersamaan waktunya, Bandupati juga roboh, kena didorong dadanya oleh telapak tangan kanan Sutejo. Tidak ada luka di dadanya, namun getaran hawa sakti yang
mendorong dada itu merusakkan isi dadanya dan Bandupati roboh tak berkutik lagi, juga tewas seketika.
1107 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perang menjadi makin kacau. Setelah akhirnya Adipati Menak Dibyo juga roboh oleh Sang Adipati Puger, dan juga Menak Srenggo tidak kuat menghadapi keroyokan Padas Gunung dan Pragalbo, akhirnya roboh dengan leher berlubang dan dada berlubang terkena tusukan keris Pragalbo dan suling Padas Gunung, pasukan Nusabarung menjadi kacau-balau dan berserabutan melarikan diri. Akan tetapi, mereka terus dikejar oleh pasukan-pasukan Puger yang mulai melakukan
pembasmian. Istana diserbu dan terjadilah pembunuhan besar-besaran yang amat mengerikan. Setelah Sang Prabu Bandardento melalui para perwiranya mengumumkan isyarat, barulah pembunuhan berhenti dan para sisa pasukan
Nusabarung tunduk kepada Puger dan Sang Prabu
Bandardento lalu mengangkat Padas Gunung untuk menjadi penguasa setempat di Nusabarung, sebagai hadiah atas jasa-jasa senopati yang sudah lama menghambakan diri di Puger itu.
Sang Prabu Bandardento menangisi jenazah Roro Kartiko yang masih berada di Nusabarung. Jenazah ini lalu diurus dengan penuh penghormatan, lalu dibakar sebagaimana mestinya, diiringkan tangis kakaknya dan semua keluarga kadipaten Puger. Juga Sulastri menangis terisak-isak, sedangkan Sutejo berdiri dengan kepala tunduk, mukanya pucat karena dia tahu bahwa Roro Kartiko tewas karena membela dia! Sampai saat itu dia tidak tahu bahwa
http://kangzusi.com
sebenarnya Roro Kartiko diam-diam amat mencintanya, dan gadis itu seolah-olah putus harapan dan sengaja membelanya dengan taruhan nyawa setelah melihat kenyataan bahwa biarpun telah menjadi isteri kakaknya, Sulastri masih tetap mencinta Sutejo.
Setelah semua selesai, Sang Prabu Bandardento kembali ke Puger, menyerahkan kekuasaan atas Pulau Nusabarung
kepada Padas Gunung yang dibantu oleh para perwira yang sudah takluk. Tentu saja kemenangan perang ini
menghasilkan barang-barang berharga yang menjadi
1108 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rampasan, termasuk puteri-puteri Nusabarung. Mereka ini dibawa keluar dari Nusabarung menuju ke Puger di mana, baik barang-barang berharga maupun para puteri dan wanita cantik itu akan dibagi-bagikan kepada mereka yang berjasa, tentu saja dimulai dari para perwira tinggi. Dan sudah barang tentu, orang Pertama yang berhak memilih adalah Sang Prabu Bandardento sendiri!
Memang demikianlah yang menjadi kenyataan, yang terjadi semenjak dahulu sampai sekarang pun di dunia ini! Manusia saling bermusuhan, saling berperang hanya untuk
memperebutkan keuntungan yang pada hakekatnya hanyalah kesenangan belaka yang berselubung, karena bukankah keuntungan itu berarti kesenangan" Keuntungan yang
menyenangkan dan kerugian adalah menyusahkan.
Keuntungan berupa kedudukan,kehormatan, kemenangan, harta benda, puteri-puteri dan wanita-wanita rampasan yang menjadi syarat pemuasan kesenangan nafsu berahi, nama besar, dan sebagainya,yang semua itu menjamin datangnya kesenangan dan kepuasan. Tentu saja tidak ada orang atau bangsa yang mau melihat kenyataan ini, tidak ada yang mau mengatakan bahwa mereka berperang demi keuntungan atau kemenangan yang menjamin kesenangan.
Mereka menyelimuti keuntungan itu dengan kata yang
sudah makin menjadi kotor saja, yaitu kebenaran! Mereka http://kangzusi.com
berjuang demi kebenaran! Mereka berperang demi kebenaran!
Sungguh merupakan lelucon yang sama sekali tidak lucu.
Bagaimana mungkin kebenaran diperebutkan dengan saling membunuh" Bagaimana mungkin kebenaran diperoleh dengan jalan saling bermusuhan" Bermusuhan, berperang,saling membunuh, ini sudah jelas tidak benar. Mana mungkin mencapai kebenaran melalui cara yang tidak benar"
Yang jelas, setiap peperangan mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan,terutama bagi yang kalah, sedangkan pada akhirnya, yang menang menikmati kemenangan dan
1109 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperoleh kesenangan yang dinamakan kebenaran! Semua ini demikian jelas, demikian sederhana dan demikian mudah.
Akan tetapi sungguh aneh.
Semua manusia di dunia ini tidak mau melihatnya! Tidak mau memandangnya sebagai kenyataan hidup. Terjadilah kepincangan-kepincangan, kejanggalan-kejanggalan yang demikian nyata, namun sama sekali tidak dapat menyadarkan manusia daripada kepalsuan itu. Yang kalah dikutuk sebagai yang salah, yang menang dipuja sebagai yang benar.
Demikianlah kenyataan hidup manusia, di manapun juga tidak ada kecualinya. Semenjak jaman dahulu sampai sekarang pun, yang tetap berlaku adalah hukum rimba, yaitu siapa kuat dia menang dan siapa menang dia benar dan dia kuasa! Lihatlah di sekeliling kita, lihatlah di dunia ini. Hukum rimba yang liar,dan pada hakekatnya kita ini masih hidup di jaman purba, seperti binatang di dalam hutan. Hanya hukum rimba kita sekarang diperhalus, berselubung, terhias dengan segala macam peradaban, kebudayaan, politik, agama dan
sebagainya. Namun pada intinya, masih jelas nampak hukum rimba itu. Tentu saja siapa pun boleh saja menyangkalnya, namun bagi siapa yang suka membuka mata dan telinga, melihat kenyataan hidup sehari-hari, tentu akan melihat kenyataan itu.
Dalam suasana gembira karena menang perang, akhirnya http://kangzusi.com
Sang Prabu Bandardento menerima mereka yang telah berjasa besar itu di dalam ruangan persidangan. Semua senopati yang telah berjasa hadir, tidak ketinggalan Pragalbo, Joko Handoko,Sulastri, Sutejo, dan para bekas anak buah Sriti Kencana yang kini kehilangan kepalanya itu. Setelah memuji-muji kesetiaan dan kegagahan para senopatinya,akhirnya dengan muka sedih Sang Adipati berkata, "Amat disesalkan bahwa kedatangan kita terlambat sehingga puteri kami tercinta, Roro Kartiko, telah menjadi korban dan tewas di tangan musuh. Akan tetapi, pengorbanannya itu tidak sia-sia karena pengorbanannya itu membawa kemenangan bagi
1110 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Puger sehingga Nusabarung dapat kita taklukkan! Biarlah, kami takluk terhadap kehendak para dewata yang telah mengambil puteri kami. Kami masih mempunyai putera kami, Handoko dan mantu kami, Sulastri. Dengan adanya putera dan mantu kami ini, Puger akan selalu kuat dan jaya...."
"Ohhhh...!" Semua orang terkejut mendengar suara ini dan mereka menoleh. Mereka melihat Sutejo menjadi pucat sekali mukanya dan pemuda itu menundukkan mukanya, tubuhnya gemetar seperti orang sakit.
"Anakmas Sutejo, Andika telah berjasa besar dan tanpa bantuan Andika, kiranya akan sukarlah menundukkan
Nusabarung! Juga Andika yang telah menyelamatkan putera dan mantu kami... eh, Andika kenapakah, Anakmas?"
Seluruh tubuh Sutejo menggigil dan dia memejamkan
matanya. Sulastri menoleh dan wanita ini menjadi pucat sekali, akan tetapi dia segera menundukan muka kembali,tidak berani memandang kepada Sutejo. Memang selama ini, belum pernah dia berani mengatakan kepada Sutejo bahwa dia telah menikah dengan Joko Handoko. Kini, mendengar disebutnya namanya sebagai mantu Sang Adipati, tentu saja Sutejo menjadi terkejut dan mengalami pukulan batin yang amat hebat.
Joko Handoko maklum akan keadaan Sutejo ini, maka
cepat dia menghampiri dan berkata kepada Sang Adipati, http://kangzusi.com
"Kanjeng Romo, agaknya Dimas Sutejo kambuh kembali
penyakitnya, karena memang selama ini dia kurang sehat, harap Kanjeng Romo suka memaafkannya dan biarlah hamba mengantarkannya ke dalam kamarnya."
Sutejo maklum bahwa dia bersikap tidak sopan, maka dia pun membungkuk dengan hormat tanpa berani mengeluarkan kata-kata, kemudian setelah melihat Sang Adipati mengangkat tangan tanda menyetujui, dia bangkit dan dipapah oleh Joko Handoko, pergi meninggalkan ruangan sidang dan menuju ke dalam kamarnya.
1111 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh, Adimas... Adimas Sutejo, Kau ampunkan aku..."
Setibanya di dalam kamar,Joko Handoko berkata dan
memandang wajah pemuda yang duduk di atas pembaringan itu dengan hati penuh rasa iba.
Sutejo yang tadinya memejamkan mata, kini membuka
matanya, memandang kepada Joko Handoko. Mata itu seperti mata orang yang kehilangan semangat, layu dan sama sekali tidak ada gairah hidup lagi sehingga Joko Handoko merasa terkejut bukan main.
"Dimas Sutejo, harap kau suka maafkan aku, maafkan kami berdua..." kembali dia berkata dengan suara tersendat-sendat.
"Sudah semenjak kita bertemu, ingin aku menyampaikan hal ini kepadamu, akan tetapi... ah, ketika itu engkau masih belum sadar, dan kemarin... kemarin ini, aku tidak
mendapatkan kesempatan dan... dan agaknya aku ngeri untuk menyampaikan kepadamu, Adimas...." Joko Handoko lalu menggunakan kedua tangannya menutupi mukanya. Betapa dia merasa amat menyesal bahwa dia pernah menikah dengan Sulastri, pernikahan yang hanya mendatangkan kepahitan dan kedukaan di dalam hatinya, di dalam hati Sulastri, dan kini menghancurkan pula hati Sutejo.
Sunyi kembali dalam kamar itu setelah Joko Handoko
mengeluarkan kata-kata itu.
Sampai lama mereka hanya duduk diam, Joko Handoko
http://kangzusi.com
masih menutupi muka dengan kedua tangannya, sedangkan Sutejo termangu-mangu memandang wajah yang ditutupi jari-jari tangan itu. Akhirnya terdengar dia berkata dengan suara halus, namun ketenangan sikapnya itu masih berlawanan dengan suaranya yang gemetar.
"Kakangmas Joko Handoko, mengapa engkau minta maaf
kepadaku" Sudah sepatutnya kalau... kalau Diajeng Sulastri menjadi isterimu. Engkau kini adalah seorang putera adipati yang terhormat, engkau masih muda, tampan, sakti dan amat baik. Engkau patut menjadi suaminya, dan tidak ada yang 1112
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus disesalkan, Kakangmas... aku... aku malah ikut merasa girang bahwa kalian saling mencinta..."
"Tidak... ah, kalau saja demikian keadaannya, Dimas...."
Sutejo memandang tajam. Alisnya berkerut. "Apa
maksudmu, Kakangmas?"
Joko Handoko menurunkan kedua tangannya dan mukanya kini sama pucatnya dengan muka Sutejo, bahkan matanya basah, membuat Sutejo memandang khawatir dan heran.
"Kuakui saja bahwa memang aku amat mencinta Diajeng Sulastri, Dimas. Akan tetapi semenjak aku mengetahui bahwa dia mencinta dirimu seorang, aku sudah tahu diri dan tidak berani mengharapkan cintanya. Aku cinta padanya, sampai detik ini juga,akan tetapi dia... dia sama sekali tidak pernah mencintaku, Dimas. Hanya engkau seoranglah yang dicintanya sampai sekarang..."
Sutejo bangkit berdiri saking kagetnya mendengar
pengakuan itu. "Akan tetapi kalau begitu... mengapa...
mengapa kalian menikah?" tanyanya dengan suara agak keras karena merasa penasaran.
Joko Handoko menarik napas panjang. "Terjadi hampir dua tahun yang lalu, Adimas. Kami menikah karena terpaksa dan itu pun atas desakan Diajeng Sulastri yang tidak melihat jalan lain untuk menyelamatkan diri kami bertiga dari bahaya http://kangzusi.com
maut." Joko Handoko lalu menceritakan pengalamannya bersama Roro Kartiko dan Sulastri, betapa mereka terancam maut di tangan saudara kembar Murwendo dan Murwanti dan betapa mereka melihat jalan keluar untuk menyelamatkan diri, yaitu pernikahan antara Sulastri dan Joko Handoko seperti yang dikehendaki oleh Sang Prabu Bandardento untuk menghadapi tuduhan Murwendo.
1113 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Demikianlah, Dimas Sutejo. Dan sampai... sampai
sekarang..., setelah hampir dua tahun lamanya, kami... kami berdua, sungguhpun semua orang menganggap kami suami isteri, akan tetapi kami... kami tidak pernah tidur sekamar...
kami tidak pernah menjadi suami isteri dalam arti kata yang sesungguhnya. Aku bersumpah demi para Dewata, Adimas."
Sutejo makin terheran-heran dan alisnya berkerut makin dalam. "Akan tetapi,mengapa kalian berdua begitu gila"
Mengapa melakukan hal seperti itu hanya untuk
menyelamatkan diri" Itu bukanlah perbuatan satria utama!"
"Maafkan aku, Dimas. Sesungguhnya, jalan itu kutempuh karena dua hal. Pertama, seperti kuceritakan tadi, kami menikah untuk menyelamatkan nyawa kami bertiga,ke dua, karena... karena aku hendak memberi peluang dan
kesempatan kepada Adikku... ah, kasihan Adikku Roro Kartiko, agar... dia dapat melaksanakan apa yang menjadi cita-cita hidupnya...."
Sutejo memandang dan tidak mengerti. "Apa maksudmu?"
"Dia cinta kepadamu, Dimas Sutejo. Adikku yang malang itu, setelah gagal cintanya terhadap... Bromatmojo, lalu dia mendapatkan kenyataan bahwa dia sesungguhnya
mencintamu, Dimas. Dia cinta kepadamu, dan dapat
kaubayangkan betapa hancurnya ketika dia mendengar
pengakuan Sulastri yang hanya mencintamu seorang. Sama http://kangzusi.com
hancurnya dengan hatiku yang mendengar Sulastri
mencintamu. Kami berdua kakak beradik seperti menerima kutukan Dewata, mungkin karena dosa-dosa Ayah kami. Aku ingin memberi peluang kepadanya. Kalau Sulastri menikah denganku dan akhirnya dapat belajar mencintaku, tentu terbuka kesempatan baginya untuk menjadi jodohmu. Akan tetapi... ahh, segala sesuatu berjalan serba tidak kebetulan dengan kami...."
"Ah, kenapa begitu" Kenapa kalian begitu bodoh...?""
1114 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Semuanya telah terjadi, Dimas Sutejo. Aku pun menyadari kesalahan itu setelah terlanjur. Aku tahu bahwa cinta kasih di hati Diajeng Sulastri hanya untukmu,oleh karena itulah, maka malam tadi Diajeng Roro Kartiko dan aku nekat menyelundup ke Nusabarung dengan maksud untuk mengingatkanmu.
Semua itu kami lakukan demi engkau dan demi Sulastri.
Diajeng Kartiko bertindak demi untukmu,dan aku bertindak demi Diajeng Sulastri. Kami tahu bahwa kami telah bertepuk tangan sebelah, bahwa cinta kasih kami tidak terbalas, oleh karena itu, kami ingin mengisi sisa hidup kami untuk membahagiakan kalian berdua, orang-orang yang kami cinta.
Akan tetapi, Diajeng Roro Kartiko telah mengorbankan nyawanya dan aku menyesal mengapa aku seorang yang
masih hidup...." Setelah berkata demikian, Joko Handoko lalu meninggalkan kamar itu dengan muka pucat dan langkah kaki terhuyung.
Sutejo tidak mencegahnya dan dia sendiri duduk
termenung dengan hati bingung.
Baru dia mengangkat muka ketika dia mendengar langkah kaki yang ringan dan merasa bahwa ada orang lain di situ.
Kiranya yang berdiri di depannya adalah...
Sulastri! Wanita ini tadi merasa tidak enak ketika melihat suaminya pergi bersama Sutejo. Dia khawatir kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak baik, maka diam-diam dia lalu http://kangzusi.com
berpamit dari depan ayah mertuanya dan cepat menyusul suaminya ke kamar itu. Dia masih dapat mendengarkan percakapan mereka yang terakhir dan dia pun merasa terharu sekali akan keadaan Joko Handoko dan Roro Kartiko. Memang telah diduganya hal itu, akan tetapi sungguh tak diduganya betapa rela hati kakak beradik itu demi cinta kasih mereka, cinta kasih yang murni, yang tidak mementingkan diri sendiri.
Sejenak kedua orang itu hanya berpandangan. Perlahan-lahan Sutejo bangkit berdiri tanpa mengalihkan pandang matanya dari mata Sulastri. Dua pasang sinar mata itu saling 1115
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pandang, saling menyelami, saling bicara dan akhirnya terdengar Sulastri bertanya, "Kau mau memaafkan kami?"
Sutejo seperti terkejut mendengar pertanyaan itu, lalu menundukkan mukanya dan menjawab lirih, "Apa yang harus dimaafkan" Kalian tidak bersalah apa-apa, bahkan bertindak benar. Hanya sayang bahwa engaku menghancurkan hati Kakangmas Joko Handoko... dengan... dengan... menyia-nyiakan kasih sayangnya kepadamu..."
"Kakang Tejo!" Sulastri berkata keras. "Kau tahu bahwa kami hanya... pura-pura saja menikah! Mana bisa aku membalas cintanya?"
"Tidak mungkin! Sebelum kami menikah, kami telah saling berjanji bahwa pernikahan itu hanya pura-pura saja, hanya untuk menyelamatkan nyawa kami. Dia pun mengerti bahwa aku tidak sengaja untuk menghancurkan hatinya. Tak mungkin aku mencintanya, tidak mungkin aku mencinta pria lain, dan hal ini kau tentu sudah tahu!" Sulastri berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, nadanya menyesal sekali, "Tidak tahu bahwa engkau telah hidup mulia dan senang, menjadi mantu seorang adipati, menjadi senopati terhormat...."
"Diajeng Sulastri! Kau tahu bahwa aku tidak sadar
melakukan itu semua! Bahwa aku berada dalam pengaruh racun Lalijiwo dan agaknya masih akan terus dalam keadaan seperti itu kalau tidak muncul Eyang Guru yang
http://kangzusi.com
menyembuhkan aku!"
Sulastri menarik napas panjang. "Aku tahu, Kakang Tejo.
Aku tahu dan tentu saja aku juga tidak dapat menyalahkan kau. Kau lihat, banyak hal-hal terjadi di luar kemauan kita, terjadi tanpa kita sengaja, seperti halnya pernikahanku dengan Kakangmas Joko Handoko. Sekarang, apa yang
hendak kaulakukan selanjutnya, Kakang Tejo?"
Hati Sutejo merasa terharu sekali, terutama mendengar sebutan "Kakang Tejo", sebutan yang hanya dapat keluar dari 1116
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulut dara ini. Begitu mesra, begitu sederhana, namun begitu menggugah perasaan hatinya!
"Aku tidak tahu, aku sudah kehilangan pegangan semenjak pertemuan kita yang terakhir itu. Diajeng Sulastri, apakah engkau masih membenciku dan menganggap aku membunuh gurumu, Eyang Empu Supamandrangi?"
Sulastri menggeleng kepala. "Aku tidak tahu apa yang terjadi di sana, akan tetapi aku menduga bahwa tidak mungkin engkau mencampuri urusan khianat itu, dan aku sudah berhasil membunuh Resi Harimurti dalam pertandingan di Kahuripan. Aku sudah puas, karena aku mendapatkan perasaan bahwa dialah biang keladi kematian Guruku."
Sutejo mengangguk. "Memang semua adalah akal yang
diatur oleh Kakang Resi Mahapati yang ingin memperoleh sebatang keris pusaka Kolonadah tiruan untuk dihaturkan kepada Gusti Pangeran. Resi Harimurti memaksa Eyang Empu dan akhirnya Eyang Empu Supamandrangi membuatkan keris itu." Sutejo lalu menceritakan tentang syarat menekuk bahan baja untuk keris itu yang dapat dilakukannya sehingga akhirnya Empu Supamandrangi mau membuatkannya.
=o0o-dw-o0o= http://kangzusi.com
Jilid 74 "Ketika itu, aku sedang duduk seorang diri di puncak.
Ketika aku turun, aku sudah melihat Eyang Empu menggeletak dengan keris di tangan menusuk dada sendiri. Nampaknya seperti membunuh diri. Akan tetapi aku pun merasa curiga, di dalam hatiku aku menduga bahwa tentu Resi Harimurti yang membunuhnya. Akan tetapi, tidak ada saksinya dan bukti menunjukkan pembunuhan diri, maka aku pun tidak dapat berbuat apa-apa kecuali membantu pengurusan jenazah Gurumu."
1117 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringat akan kematian gurunya, Sulastri menghapus
beberapa titik air matanya dan berkata, "Betapa banyaknya korban-korban yang jatuh akibat dari pertikaian antara keluarga raja di Mojopahit. Sampai-sampai orang-orang seperti Guru-guruku yang selama hidupnya mengasingkan diri dan tidak turut bermusuhan, menjadi korban pula. Keluarga-keluarga kita berantakan dan betapa banyaknya korban di antara rakyat jelata..."
Sutejo menarik napas panjang, teringat akan ucapan
gurunya ketika hendak meninggalkan Nusabarung. "Engkau benar, Diajeng dan kini aku teringat akan pertanyaanmu tadi apa yang akan kulakukan selanjutnya. Aku akan meninggalkan semua ini, meninggalkan semua peperangan, semua
permusuhan, semua kekerasan, aku akan hidup sebagai petani di lereng Pegunungan Kawi, tidak mau lagi mencampuri urusan pertikaian di dunia."
Sulastri memandang dengan sinar mata mesra. "Ah...
Kakang Tejo, kau... kaubawalah aku... bersamamu!" Di dalam sinar matanya itu timbul rasa cinta kasih yang mendalam, pengharapan yang setinggi gunung, bibir itu terbuka sedikit mengarah senyum namun terbayang pula kekhawatiran kalau-kalau pemuda itu menolak permintaannya. Dan memang
penolakan itu tiba-tiba dengan langsung dan mengejutkan hatinya.
http://kangzusi.com
"Tidak...!! Sekali lagi tidak! Sama sekali tidak boleh!" Sutejo berkata seperti orang berteriak marah sehingga Sulastri memandang dengan mata terbelalak dan muka berubah pucat sekali. "Kau kira aku ini orang macam apa, Diajeng Sulastri"
Engkau... engkau adalah isteri orang! Dan bukan orang biasa yang menjadi suamimu itu, melainkan Kakangmas Joko
Handoko! Bagaimana engkau dapat menyuruh aku melakukan perbuatan sekeji itu, membawa isteri Kakangmas Joko Handoko" Ah, lebih baik aku mati saja!"
"Akan tetapi... kami... kami tidak..."
1118 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa bedanya" Diajeng Sulastri, lihatlah baik-baik. Engkau adalah isteri Kakangmas Joko Handoko, tidak perduli apa pun yang terjadi di antara kalian. Semua orang tahu belaka bahwa engkau adalah isterinya, dan engkau adalah anak mantu Sang Prabu Bandardento! Mana mungkin engkau pergi bersama aku" Ah, jangankan melakukannya, membicarakannya saja, bahkan memikirkannya saja sudah merupakan hal yang sama sekali tidak patut!"
Perlahan-lahan, air mata turun dari sepasang mata itu, membasahi kedua pipinya.
Sulastri tidak terisak, melainkan menggigit bibirnya dengan hati seperti ditusuk-tusuk rasanya. Harapannya selama ini hancur berantakan seperti sebuah kendi jatuh dan pecah, isinya tumpah dan tak dapat diharapkan akan utuh kembali.


Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sutejo telah menolaknya! Menolaknya walaupun dia tahu bahwa pemuda itu masih amat mencintanya.
Hal itu dapat diketahui dari pandang mata pemuda itu.
Karena dia adalah isteri Joko Handoko! Untuk memperoleh keyakinan, maka sambil menahan rasa nyeri di hatinya, Sulastri bertanya, suaranya agak gemetar namun masih jelas terdengar satu-satu.
"Kakang Tejo, jawablah. Apakah engkau masih mencintaku seperti dahulu" Apakah engkau menolak karena engkau telah beristeri dan cintamu kepadaku telah menipis dan lenyap"
http://kangzusi.com
Ataukah karena engkau merasa kecewa mendapatkan diriku telah menikah dengan orang lain, tanpa memperdulikan apa pun alasan pernikahanku itu" Jawablah agar tidak ada rasa penasaran yang akan mencekik dan membunuhku!"
Sutejo yang tadinya sudah menjatuhkan diri duduk di atas pembaringan, kini bangkit berdiri lagi dan dengan suara sungguh-sungguh namun kering dan dingin dia berkata, "Aku cinta padamu, Diajeng, aku cinta padamu semenjak dahulu sampai sekarang, sampai selama hidupku. Tentang aku sudah pernah beristeri dengan Sariwuni, hal itu terjadi di luar 1119
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemauanku, bahkan di luar kesadaranku sehingga sama sekali tidak pernah kuanggap. Apalagi sekarang dia telah meninggal, andaikata dia masih hidup sekalipun, aku akan memberontak terhadap pernikahan itu dan aku akan meninggalkannya, karena pernikahan seperti itu bukanlah pernikahan namanya!
Berbeda dengan pernikahanmu. Apa pun yang menjadi
alasannya, apa pun yang memaksa kalian menikah, namun kalian melakukannya dalam keadaan sadar. Pernikahan kalian itu adalah sah, dan disaksikan oleh orang-orang sekadipaten Puger! Karena itu, mana mungkin aku mementingkan diri sendiri saja, membawa kau pergi sehingga terjadi tiga hal yang amat mengerikan, pertama nama baikmu akan menjadi tercemar, nama keluarga Sang Adipati di Puger akan menjadi kotor dan rusak, sedangkan hati Kakangmas Joko Handoko akan menjadi hancur. Yang terakhir inilah yang aku tidak akan melakukannya, Diajeng, biar aku mati sekali pun. Mana bisa aku merusak hati Kakangmas Joko Handoko" Ah, kau
mengajukan permintaan yang sama sekali tidak mungkin..."
Sutejo lalu meloncat dan lari meninggalkan kamar itu di mana Sulastri masih berdiri dengan muka pucat dan pandang mata kosong termenung.
Sementara itu terjadi hal-hal yang juga amat menarik di Mojopahit. Kemelut Mojopahit bukan makin mereda, bahkan kini seolah-olah berkumpul awan gelap yang makin menebal, yang menggelapkan Mojopahit dan mengancam ketenangan http://kangzusi.com
negara itu. Setelah Sang Prabu yang sepuh meninggal dunia, setelah kini kekuasaan pemerintahan berada di tangan Pangeran Kolo Gemet yang telah menjadi raja dengan gelar Sang Prabu Jayanagara. Raja yang masih amat muda ini masih diembani oleh Ki Patih Nambi yang bijaksana dan pandai mengatur pemerintahan. Akan tetapi, adanya Ki Patih Nambi yang masih dipertahankan kedudukannya hanyalah berkat pesanan
terakhir dari mendiang Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana saja. Dalam kenyataannya, Sang Prabu Jayanagara yang 1120
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih muda itu lebih percaya dan lebih bergantung kepada ibunya, yaitu yang kini menjadi ibu suri, Sang Dyah Sri Indreswari dan juga kepada para ponggawa lain yang setia kepadanya semenjak dia masih menjadi pangeran, yaitu mereka yang mendukungnya terhadap pihak lawan yang
menjadi saingan. Mereka ini antara lain adalah Sang Resi Mahapati yang mempunyai banyak kaki tangan orang-orang pandai, Tumenggung Singosardulo, dan yang lain-lain.
Biarpun dia masih menjadi patih yang resmi, namun di dalam hatinya, Ki Patih Nambi merasa gelisah dan tidak tenteram. Juga dia merasa tidak senang, karena memang pada hakekatnya dia tidak suka melihat sepak terjang Sang Prabu Jayanagara semenjak raja ini masih menjadi pangeran mahkota. Apalagi setelah terjadi peristiwa pembunuhan keponakan isterinya, Dyah Wulandari dan Sarjitowarman.
Hanya karena terpaksa sajalah dia masih menjadi patih, terpaksa karena sudah kepalang tanggung, karena dia adalah seorang senopati yang amat setia kepada Mojopahit.
Apalagi melihat perlakuan Raja Jayanagara terhadap para puteri dari mendiang Prabu Kertarajasa Jayawardhana, yaitu terutama sekali Puteri Tribuwanatunggadewi,dan Puteri Raja Dewi Maharajasa. Oleh ibu mereka, kedua orang puteri ini ditunangkan dengan pangeran-pangeran dari kerajaan lain yang lebih kecil. Akan tetapi, dengan cara yang amat kasar http://kangzusi.com
Raja Jayanagara telah menentang dan menolaknya!
"Dalam keluarga kerajaan, kepentingan pribadi tidaklah ada lagi, semua harus dilakukan menurut hukum kerajaan!"
Demikianlah antara lain dia berkata, kata-kata yang dihafalnya menurut ajaran para pembesar durna yang membisikinya.
"Karena Ayunda Tribuwanatunggadewi dan Ayunda Rajadewi adalah puteri-puteri dari mendiang Kanjeng Rama, maka mereka adalah keluarga terdekat dari kerajaan, dan urusan jodoh mereka merupakan urusan kerajaan yang harus
diputuskan oleh hukum.
1121 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan karena pada saat ini, sayalah yang menjadi raja, maka sayalah pula yang berhak menentukan perjodohan mereka!
Oleh karena itu, saya menuntut agar pertunangan di luar kehendak saya itu dibatalkan sekarang juga agar kedua ayunda tidak melanggar hukum kerajaan! Ingat, semua ini kita lakukan demi kepentingan kerajaan, urusan pribadi harus kita singkirkan sejauhnya!"
Alasan yang dikemukakan oleh Raja Jayanagara ini hanya untuk menyelimuti kehendak hatinya yang penuh pamrih.
Pertama, dia memang tidak rela melihat kedua orang
ayundanya yang cantik jelita seperti bidadari itu terjatuh ke dalam pelukan pria-pria lain dan dia mengandung maksud untuk memperisteri sendiri mereka itu! Hal ini bukan hanya karena dia memang haus akan wajah cantik dan tubuh wanita yang indah menggairahkan, akan tetapi juga di baliknya terkandung niat untuk dapat menguasai Mojopahit seluruhnya secara mutlak. Kalau kedua orang Ayundanya itu menikah dengan pria lain, maka tentu saja terbukalah kemungkinan bagi pihak lain untuk menentang kekuasaannya. Sebaliknya kalau kedua orang puteri itu tetap berada di dalam
kekuasaannya, maka boleh dibilang semua kedaulatan yang berasal dari mendiang Raja Kertanegara berada sepenuhnya di dalam tangannya.
Semua hal ini amat tidak menyenangkan hati Ki Patih http://kangzusi.com
Nambi. Biarpun dia masih tidak mau meninggalkan tugasnya, namun hatinya telah merasa tawar dan dingin,dan hal ini tercermin di wajahnya yang kelihatan tua dan muram selalu.
Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh Resi Mahapati yang selalu awas akan terbukanya kesempatan baik untuk menumbangkan orang-orang yang dianggap menjadi penghalang bagi kemajuannya. Kesedihan hatinya karena kehilangan selirnya yang tercinta, kini telah mulai sembuh dan tentu saja tidaklah sukar baginya untuk mencari pengganti wanita-wanita muda lainnya, sungguhpun sampai selama itu 1122
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum pernah dia menemukan seorang wanita yang mampu menggantikan Lestari, baik dalam pelayanan di dalam kamar maupun bantuannya dalam mengatur siasat yang amat cerdik dalam segala urusan yang penting. Maka tentu saja Mahapati merasa kehilangan sekali.
Namun, Resi Mahapati masih merupakan seorang yang
amat cerdik dan banyak akal, sungguhpun dia telah
kehilangan Lestari, bahkan akhir-akhir ini dia kehilangan Resi Harimurti yang tewas di tangan Sulastri. Ketika dia melihat sikap Ki Patih Nambi, maka pada suatu hari, menjelang senja, dia mengunjungi Ki Patih Nambi di istana kepatihan.
Mendengar bahwa tamunya adalah Sang Resi Mahapati,
biarpun di dalam hatinya dia merasa segan untuk menemui orang yang tak disukanya itu, namun karena dia maklum bahwa kakek itu memiliki kedudukan penting dan menjadi orang kepercayaan Sang Prabu, maka terpaksa Ki Patih Nambi keluar juga menemui tamunya di ruangan tamu.
Setelah mempersilakan tamunya dan minuman dihidangkan oleh pelayan sebagai layaknya orang menerima tamu, Ki Patih Nambi lalu berkata, "Sungguh merupakan kehormatan besar dan juga merupakan hal yang mengherankan bahwa Paman Resi Mahapati datang mengunjungi saya pada saat ini. Tentu membawa keperluan yang amat penting maka Paman
membuang waktu yang amat berharga untuk mengadakan
http://kangzusi.com
kunjungan ini."
Sang Resi tersenyum lebar. "Ah, tidak keliru pendapat Andika, Ki Patih. Selain merasa rindu dan ingin bercakap-cakap, juga saya selalu merasa kurang enak hati,tidak nyenyak tidur dan tidak enak makan sebelum hal ini saya sampaikan kepada Andika. Sesungguhnya, sudah lama sekali saya mendengar desas-desus kalau Sang Prabu mengadakan pembicaraan di luar kehadiran Andika. Saya yang ikut mendengarnya merasa kurang enak sekali. Maklumlah, saya dengan Andika merupakan rekan sepekerjaan yang telah 1123
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertahun-tahun mengabdi Mojopahit, senasib sependeritaan, berjuang bahu membahu. Kini, mendengar hal-hal yang tidak menyenangkan bagi Andika, tentu saja saya ikut merasa tidak enak maka makin lama urusan ini makin menghimpit hati dan tidak akan membebaskan hati saya sebelum saya sampaikan kepada Andika."
Ki Patih Nambi mengerutkan alisnya. Dia tidak terlalu mempercaya omongan orang seperti Sang Resi ini, akan tetapi kalau ada persoalan penting tentang Sang Prabu yang hendak disampaikan, tentu saja dia merasa tertarik sekali. Dia membungkuk sebagai tanda hormat lalu berkata, "Terima kasih atas kebaikan hati Paman yang masih mengingat akan hubungan sesama rekan. Saya bersedia untuk mendengarkan, berita apakah kiranya yang membuat hati Paman merasa tidak enak itu?"
Sang Resi menarik napas panjang. "Aihh, bagaimana saya harus menyampaikannya" Hal ini amat pahit bagi
pendengaran Andika."
Dengan wajah sungguh-sungguh Ki Patih Nambi menjawab.
"Saya bersiap untuk menerima berita yang paling pahit sekalipun. Berita pahit yang benar jauh lebih berharga daripada berita manis yang palsu, Paman Resi."
"Hemm, Andika benar bijaksana, Ki Patih. Baiklah, saya akan berterus terang saja bahwa dalam beberapa kali http://kangzusi.com
persidangan ini, di waktu Andika tidak hadir, Sang Prabu selalu membayangkan rasa tidak sukanya kepada Andika. Saya merasa tidak enak sekali, karena saya tahu betapa Andika adalah seorang yang amat setia, seorang ponggawa yang sudah mengorbankan segala-galanya untuk Mojopahit dan kini,Sang Prabu memperlihatkan sikap tidak menghargai dan kurang terima, bahkan kelihatan kurang suka kepada Andika."
"Paman Resi saya tidak ingin mendengarkan pendapat
siapa pun tentang sikap Sang Prabu, kalau Paman memang ingin menyampaikan berita kepada saya, harap suka
1124 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyampaikan berita yang nyata saja, bukan pendapat-pendapat yang kosong!" jawab Ki Patih Nambi dengan suara tegas.
Wajah pendeta itu menjadi merah, akan tetapi dia masih tidak malu-malu untuk tertawa dan berkata, "Maaf..., maaf, memang berita yang hendak saya sampaikan ini nyata, hanya betapa sukarnya membuka mulut, karena amat tidak enak bagi Andika. Begini, dalam beberapa kali persidangan, dengan terang-terangan Sang Prabu Jayanagara menyatakan bahwa sesungguhnya Beliau terpaksa saja mempertahankan
kedudukan Paduka sebagai patih hamangkubumi, bahwa
sesngguhnya Beliau tidak ingin lagi melihat Andika
membantunya karena Beliau masih merasa tidak senang dengan peristiwa keponakan Andika tempo dulu. Nah, semua itu saya dengar sendiri keluar dari mulut Beliau, maka tidak enaklah hati saya selama ini sebelum saya sampaikan kepada Andika, karena dengan berdiam diri saja saya merasa seolah-olah mengkhianati hubangan persahabatan antara kita."
Merah kedua telinga Ki Patih Nambi dan terasa panas pula mukanya. Dia bukan tidak percaya kepada omongan Sang Resi Mahapati ini karena memang dia sudah tahu bahwa Sang Prabu tidak suka kepadanya, apalagi semenjak peristiwa kematian Dyah Wulandari itu. Dia termenung dan sampai Sang Resi Mahapati berpamit, dia masih termenung, hanya http://kangzusi.com
mengucapkan beberapa perkataan yang menyatakan terima kasihnya kepada Sang Resi itu. Dan semalam itu Ki Patih tidak dapat tidur sama sekali.
Ketika isterinya bertanya, dengan terus terang Ki Patih Nambi mengakui akan berita yang didengarnya itu.
"Memang semenjak peristiwa Dyah Wulandari dan
Sarjitowarman, antara aku dan Pangeran Kolo Gemet terdapat perasaan yang tidak baik, maka setelah Beliau menjadi raja dan aku terpaksa menjadi patih atas kehendak mendiang Sang 1125
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prabu yang sepuh, perasaan itu makin menjadi-jadi. Aku memang sudah mencari jalan untuk mengundurkan diri saja."
Sebagai seorang wanita tentu saja amat mengagungkan kedudukan dan kemuliaan,isteri Ki Patih terkejut dan berkata,
"Akan tetapi, Paduka telah mengerahkan seluruh kemampuan Paduka, seluruh kesetiaan Paduka untuk kerajaan, mana mungkin sekarang Paduka akan melepaskan begitu saja?"
Ki Patih Nambi menarik napas panjang dan memandang
langit-langit kamarnya dengan termenung, kemudian dia berkata, "Kita turun-temurun bersetia kepada keturunan Sang Prabu Kertanegara, bersetia semenjak Mojopahit didirikan!
Untuk Mojopahit,aku selalu siap dan rela untuk mengorbankan apapun juga, bahkan nyawaku tak kuragukan demi Mojopahit.
Akan tetapi, agaknya Sang Prabu yang sekarang ini hendak menyeleweng dari anggeran yang diutamakan oleh para raja yang bijaksana dari nenek moyangnya. Perlakuannya terhadap para puteri keturunan Sang Prabu Kertanegara sungguh tidak adil, dan sikapnya terhadap para ponggawa yang setia juga tidak semestinya. Beliau terlalu mendengarkan bisikan-bisikan beracun dari para pembesar durna dan penjilat sehingga dengan pimpinan Beliau ini dikhawatirkan Mojopahit akan menghadapi keruntuhannya. Inilah yang menjadikan kedukaan hatiku, dan yang mendorong aku untuk mengundurkan diri saja agar di waktu Mojopahit runtuh, aku bukan lagi http://kangzusi.com
bertanggung jawab sebagai seorang nara praja."
Biarpun dihibur oleh isterinya, namun keputusan hati Ki Patih Nambi sudah tetap.
Hanya dia belum dapat menemukan cara bagaimana dia
harus mengundurkan diri.
Kalau hanya menghadap Sang Prabu dan terang-terangan mohon berhenti, hal itu juga amat tidak enak dan dapat menimbulkan kesan bahwa dia tidak suka membantu raja yang baru itu.
1126 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi secara kebetulan sekali, pada keesokan
harinya, pagi-pagi sekali datang utusan dari Lumajang yang mengabarkan bahwa ayah Ki Patih Nambi, yaitu Aryo
Pranorojo, sedang menderita sakit keras! Tentu saja hal ini amat mengejutkan hati Ki Patih Nambi. Ayahnya memang telah tua dan memang akhir-akhir ini sering kali menderita sakit. Kini, mendengar bahwa ayahnya menderita sakit keras, pagi hari itu juga Ki Patih Nambi lalu pergi menghadap Sang Prabu Jayanegara, mohon ijin untuk pergi ke Lumajang dan mengunjungi ayahnya yang menderita sakit. Permohonan ini diijinkan oleh Sang Prabu.
Maka dengan tergesa-gesa Ki Patih dan sekeluarganya berkemas-kemas, lalu bersama-sama keluarganya
berangkatlah Ki Patih Nambi menuju ke Lumajang untuk menengok ayahnya yang dikabarkan sakit keras itu. Dia memang mohon diberi cuti yang agak lama, yaitu satu bulan dari Sang Prabu, selain untuk menengok dan menjaga
ayahnya, juga untuk menenteramkan batinnya yang banyak terguncang akhir-akhir ini. Maka diajaknyalah semua keluarganya sehingga nampaknya Ki Patih Nambi seolah-olah melakukan boyongan.
Sesampainya di dusun Ganding, yaitu di dekat tapal batas antara wilayah Mojopahit dan wilayah Lumajang, dia disambut oleh pasukan Lumajang yang diutus oleh Sang Adipati http://kangzusi.com
Lumajang untuk menyambut Ki Patih Nambi dan rombongan Ki Patih Nambi ini dikawal dan diantar sampai ke Lumajang.
Berita ini memang tidak bohong. Aryo Pronorojo memang sedang menderita sakit keras. Akan tetapi selain menjaga ayahnya yang sakit dan prihatin melihat keadaan ayahnya, juga Ki Patih Nambi yang sering kali bercengkerama dengan Adipati Lumajang, menuturkan keadaan di Mojopahit dan mereka semua bersepakat bahwa tindakan-tindakan Sang Prabu memang tidak tepat.
1127 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak patutlah kalau Gusti Puteri keturunan Sang Prabu Kertanegara direndahkan seperti itu, dijadikan ratu-ratu di Kahuripan dan Daha seperti boneka saja! Bahkan urusan perjodohan saja hendak ditentukan oleh Sang Prabu
Jayanegara yang hanya menjadi adik kedua Beliau itu!
Betapapun juga, yang berhak menjadi Ratu di Mojopahit sebetulnya adalah keturunan langsung dari Sang Prabu Kertanegara,bukan keturunan Melayu!" Adipati Wirorojo berkata dengan muka merah. Kemudian dia melanjutkan,
"Sudah sejak dahulu kita mendengar kelaliman Pangeran Kolo Gemet, akan tetapi karena ketika itu kita memandang muka ayahnya, yaitu Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana yang menjadi junjungan kita bersama, kita hanya menahan diri dan tidak berani menentang. Sekarang, anak Melayu itu telah dinobatkan menjadi Raja Mojopahit, kalau kita tidak turun tangan, Mojopahit akan dibawa kepada keruntuhan! Sang Puteri Tribuwanatunggadewi yang berhak atas Kerajaan Mojopahit, bukan anak Melayu itu.
Pendapat pikiran para bekas Senopati Mojopahit yang berkumpul di Lumajang sama benar dengan pendapat Ki Patih Nambi, maka hatinya makin panas seperti dibakar rasanya.
Dan hati yang panas ini ditimpa kedukaan hebat ketika ayahnya yang menderita sakit itu akhirnya meninggal dunia, hanya beberapa hari setelah dia tiba di Lumajang.
http://kangzusi.com
Lumajang berkabung. Berita tentang kematian Aryo
Pronarojo itu terdengar sampai ke Mojopahit. Atas nasehat Resi Mahapati yang selalu mengikuti peristiwa itu, dan juga para penasehat lainnya, Sang Prabu Jayanagara mengirim utusan ke Lumajang untuk menyatakan berbela sungkawa.
Para utusan ini terdiri dari Resi Mahapati, Pamandana, Lasem, Jaran Lejong dan beberapa orang pembesar lagi.
Kesempatan melayat atas nama Sang Prabu ini
dipergunakan oleh Resi Mahapati sebaik-baiknya. Banyak dia menemui Ki Patih Nambi dan menyebar hasutan-1128
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hasutannya,mengatakan bahwa keadaan, kedudukan bahkan keselamatan Ki Patih akan terancam karena Sang Prabu benar-benar masih menaruh dendam karena Dyah Wulandari tidak mau melayani beliau dengan baik, dan bahwa penolakan dara itu dihubungkan dengan sikap memberontak dari Ki Patih sehingga kini Sang Prabu ingin sekali menyingkirkan Ki Patih.
"Oleh karena itu, menurut pendapat saya, jauh lebih aman kalau Andika berada dulu di sini, Ki Patih. Terutama sekali untuk keselamatan para keluarga Andika. Nanti, kalau Sang Prabu sudah mereda kemarahannya, barulah Andika kembali ke Mojopahit".
Karena pikirannya sendiri sedang ruwet dan bingung, pula dihimpit kedukaan, lama-kelamaan hasutan-hasutan itu termakan juga oleh hati Ki Patih Nambi yang menjadi makin panas.
"Memang saya belum mempunyai ingatan untuk kembali ke Mojopahit, Paman Resi. Oleh karena itu, sekalian mumpung Paman Resi berada di sini, saya mohon bantuan Paman untuk menyampaikan permohonan saya kepada Sang Prabu agar saya diberi ijin tinggal lebih lama di Lumajang berhubung dengan kematian ayah, sedikitnya sampai seratus hari."
Permintaan ini diterima dengan senang hati oleh Sang Resi.
Akan tetapi, permintaan Ki Patih Nambi itu dipergunakan oleh Sang Resi Mahapati untuk menjalankan siasatnya http://kangzusi.com
mengadu domba. Begitu menghadap Sang Prabu,sepulangnya dari pelayatannya ke Lumajang, dia cepat memberi tahu kepada Sang Prabu bahwa di Lumajang telah dibuat persiapan untuk memberontak!
"Si Nambi itulah biang keladinya, Gusti!" antara lain dia berkata sambil menyembah. "Dialah yang menganjurkan kepada Adipati Lumajang untuk membuat benteng
pertahanan, dan dengan alasan kematian Ayahnya dia minta perpanjangan izin tinggal di Lumajang, padahal jelas bahwa 1129
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia tidak akan kembali ke Mojopahit. Bahkan hamba sendiri dibujuknya untuk ikut bersekutu dengan mereka!"
Tentu saja Sang Prabu yang masih muda itu marah sekali mendengar pelaporan ini.
"Dan banyak hamba lihat punggawa Mojopahit yang datang melayat ke Lumajang tanpa perkenan Paduka. Mereka itu harus dicurigai karena siapa tahu bahwa mereka itu datang ke Lumajang memang bermaksud untuk bersekutu dengan Si Nambi. Mereka adalah para pengikut ibu-ibu tiri Paduka yang memang sejak dahulu telah mempunyai hati khianat!"
"Keparat! Kalau begitu biar kusuruh tangkap mereka
semua!" Resi Mahapati mengangkat kedua tangannya. Sudah
cukuplah siasatnya untuk membakar hati Sang Prabu. "Harap Paduka bersabar, Gusti. Saat sekarang ini,sebaiknya kalau Paduka mengerahkan segenap perhatian, tenaga dan pikiran untuk menghadapi Lumajang. Urusan dalam negeri adalah urusan kecil dan biarlah hamba dan para pembantu hamba selalu memperhatikan gerak-gerik mereka dan turun tangan kalau perlu. Paduka percayalah kepada kesetiaan hamba."
"Lalu bagaimana baiknya, Paman Resi" Apakah kita
membuat pertahanan dan menanti datangnya penyerbuan dari Lumajang?" http://kangzusi.com
"Oooo, keliru, Gusti. Siasat menanti musuh menggempur merupakan siasat yang lemah dan tidak menunjukkan
kewibawaan Paduka. Sudah jelas bahwa pihak Lumajang adalah pihak kawula dari Mojopahit. Semenjak dahulu, adipatinya tidak pernah datang menghadap ke Lumajang, hal itu saja sudah cukup menjadi alasan menggempur Lumajang dengan tuduhan memberontak. Apalagi sekarang Si Nambi berada di sana dan mengobarkan pemberontakan. Tidak, Paduka harus lebih dulu turun tangan, Gusti. Harap persiapkan semua senopati dan hamba yang sanggup untuk mengatur 1130
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siasat agar Lumajang dapat dibumihanguskan dan
ditundukkan dengan mudah".
Sang Prabu menjadi girang sekali. Segera semua senopati dipanggil, persidangan darurat diadakan dan dibentuk serta disusunlah komandan-komandan pasukan yang kesemuanya diperbantukan kepada Resi Mahapati. Mulailah Resi Mahapati menjalankan peranannya yang penting di dalam pemerintahan raja yang masih muda ini. Persiapan-persiapan dilakukan dengan cepat dan siasat perang telah diatur.
Tentu saja berita ini segera dapat ditangkap oleh para mata-mata Lumajang dan oleh mereka yang dalam hatinya memang condong kepada Lumajang. Juga mata-mata yang setia dari para puteri keturunan Sang Prabu Kertanegara tidak tinggal diam,cepat melaporkan kepada junjungan masing-masing yang di lain pihak juga mengutus kepercayaan mereka ke Lumajang untuk memberi kabar kepada Adipati Lumajang.
Maka dalam waktu singkat, pihak Lumajang sudah
mendengar bahwa Mojopahit telah siap untuk menyerbu Lumajang! Tentu saja mereka terkejut dan cepat membuat persiapan perang pula. Awan gelap yang berkumpul di atas Mojopahit kini berkumpul ke timur, ke atas Lumajang dan sebentar lagi hujan berupa perang saudara pasti akan pecah pula!
Geger tentang persiapan perang yang akan terjadi antara http://kangzusi.com
Mojopahit dan Lumajang juga menggemparkan Puger. Sang Adipati di Puger tentu saja membela Lumajang.
Begitu mendengar akan kegawatan keadaan, bahwa
Lumajang akan diserang oleh Mojopahit, Sang Adipati sudah mempersiapkan pasukan dan dia lalu mengutus Pragalbo untuk memimpin pasukan ini dan membawa pasukan ke
Lumajang untuk membantu Lumajang menghadapi
penyerbuan dari Mojopahit.
1131 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, segera Joko Handoko juga mengajukan diri untuk memimpin pasukan, bahkan Sulastri juga segera mengajukan diri untuk membela Lumajang. Tentu saja Joko Handoko dan Sulastri tidak dapat membiarkan Lumajang diserang Mojopahit tanpa membantu, mengingat betapa baiknya Adiapti Lumajang terhadap mereka. Yang serba bingung adalah Sutejo.
Pemuda ini sebetulnya ingin menjauhkan diri dari segala pertikaian. Dia teringat akan nasehat eyang gurunya dan dia ingin sekali pergi meninggalkan semua itu,hidup dengan tenang dan damai di lereng Gunung Kawi bersama eyang gurunya,menjauhkan diri dari segala keributan dan
permusuhan. Akan tetapi betapapun juga,hatinya tidak dapat meninggalkan Sulastri! Dia tahu bahwa Sulastri masih mencinta dia, dan dia pun mencinta Sulastri, akan tetapi mereka tidak mungkin dapat melanjutkan cinta kasih mereka itu mengingat betapa Sulastri telah menjadi isteri Joko Handoko. Padahal dia pun tahu bahwa hubungan antara Sulastri dan Joko Handoko sama sekali tidak ada, yang ada hanya nama mereka sebagai suami isteri saja. Jadi serba salah dan serba membingungkanlah keadaannya di Puger itu.
Ketika dia mengambil keputusan untuk pergi hari itu dengan hati berat, tiba-tiba saja terdengar berita tentang perang yang akan meletus antara Mojopahit dan Lumajang.
http://kangzusi.com
Joko Handoko, Sulastri dan Sutejo bercakap-cakap di dalam taman. Mereka bertiga sengaja mengadakan pertemuan itu tanpa diketahui orang lain. Wajah Joko Handoko kurus dan masih pucat, sinar matanya layu dan mukanya muram. Semua orang menduga bahwa pria muda ini tentu masih berkabung dan berduka karena kematian adiknya.
Memang hal ini ada benarnya juga, akan tetapi kedukaan tentang kematian adiknya ini menjadi makin berat terasa olehnya melihat keadaan isterinya, Sulastri dan Sutejo. Dia sengaja menemui Sulastri dan dengan terang-terangan dia 1132
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyatakan kerelaannya kalau Sulastri "kembali" kepada Sutejo. Malam itu dia sengaja menemui Sulastri dan mengajak wanita ini bicara empat mata.
"Diajeng, harap kau suka memaafkan kalau kata-kataku menyinggungmu. Akan tetapi aku bicara dari balik lubuk hatiku. Aku tahu bahwa semenjak dahulu Diajeng selalu mencinta Dimas Sutejo dan selalu mengharapkan akan dapat bertemu dengan dia. Dan sekarang, dengan cara yang amat aneh, agaknya Hyang Widhi Wasesa telah mengabulkan
harapan Diajeng dan Diajeng telah dapat bertemu dan berkumpul kembali dengan Dimas Sutejo. Oleh karena itu, Diajeng Sulastri, aku masih selalu memegang teguh janji kita dan aku selalu memberi kesempatan kepadamu untuk bersatu kembali dengan Dimas Sutejo. Aku merelakan Diajeng untuk pergi dan berjodoh dengan Dimas Sutejo..."
Bukan main terharu rasa hati Sulastri mendengar ucapan Joko Handoko itu yang dikeluarkan dengan suara gemetar.
Saking terharunya, dia memegang kedua tangan pemuda itu dan menekan jari-jari tangan itu dengan lembut, lalu dilepaskan tangan itu dan dia pun berkata, "Kakangmas Handoko, betapa mulia hatimu,Kakangmas. Ah, kalau kuingat, betapa mulia engkau dan betapa tak kenal budi adanya aku ini. Dan sampai sekarang... ah, entah bagaimana, belum juga ada kata sepakat antara aku dan Kakang Tejo. Entahlah, apa http://kangzusi.com
akan jadinya dengan kami nanti..."
Joko Handoko terkejut dan memandang penuh perhatian.
"Mengapa, Diajeng...?" Dia bertanya penuh perhatian.
Sulastri menggeleng kepalanya. "Jangan tanyakan hal itu, Kakangmas Handoko. Jangan tanyakan hal itu...!" Dan hanya sekianlah percakapan antara mereka karena Sulastri segera meninggalkannya dan Joko Handoko tahu betul bahwa
"isterinya" itu pergi meninggalkannya sambil menangis.
Demikianlah, sejak malam itu, Joko Handoko mengandung kedukaan besar, bukan hanya duka karena kematian adiknya, 1133
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melainkan juga duka memikirkan keadaan Sulastri. Dia tadinya menghibur diri bahwa dia akan merasa ringan hatinya kalau melihat Sulastri hidup bahagia di samping Sutejo. Akan tetapi, ternyata harapannya itu kosong belaka dan kini dia melihat Sutejo dan Sulastri tetap kelihatan murung dan berduka.
Sebagai seorang yang cerdas, dia lalu mengerti bahwa tentu kehadirannya yang menjadi sebab. Dia mengenal Sutejo sebagai seorang satria sejati, maka sudah tentu Sutejo tidak akan mau merampas Sulastri yang telah menjadi isterinya!
Sungguhpun dia percaya bahwa Sulastri tentu telah
menceritakan keadaan mereka sebagai suami isteri pura-pura itu.
"Dimas Sutejo," demikianlah katanya ketika mereka bertiga mengadakan pertemuan setelah terdengar berita
menggegerkan bahwa Lumajang akan diserang oleh
Mojopahit. "Kita telah mendengar akan ancaman Mojopahit terhadap Lumajang.
Karena Lumajang merupakan tempat yang telah
menampung kami sekeluarga, dan aku telah banyak
berhutang budi kepada Adipati Lumajang, pila mengingat bahwa Mojopahit dipimpin oleh orang-orang yang lalim, dan betapa semenjak kematian Sang Prabu sepuh maka kini Mojopahit berada dalam kekuasaan orang-orang Melayu,maka sudah semestinya kalau aku ikut pula berjuang membela http://kangzusi.com
Lumajang." Dia berhenti sebentar dan kesempatan ini dipergunakan oleh Sulastri untuk berkata pula, "Aku pun harus membantu Lumajang dan menghadapi musuh-musuh besarku, orang-orang lalim yang berkuasa di Mojopahit!"
Melihat Sutejo diam saja, Joko Handoko berkata, "Kami tentu saja tidak dapat mengharapkan Adimas Sutejo untuk ikut berperang, mengingat bahwa Adimas pernah membantu Mojopahit dan Adimas mempunyai kakak perempuan yang...."
"Cukuplah, Kakangmas Handoko. Aku telah menerima
nasihat Eyang Guru, aku tidak mau lagi melibatkan diriku 1134
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam perang antara siapapun juga. Aku sudah bosan dengan semua permusuhan ini, dengan semua kekerasan ini karena kekerasan yang kita lakukan hanya akan menimpa diri kita sendiri. Aku tidak akan mencampuri perang, Kakangmas. Dan tentang Diajeng Sulastri... jika boleh aku nasehatkan,apakah tidak lebih baik kalau Diajeng juga tidak mencampuri perang?"
Sulastri menggeleng kepala. "Tidak mungkin, Kakang Tejo.
Engkau tentu tahu sendiri akan riwayatku. Guruku yang pertama, Adipati Ronggo Lawe, tewas, oleh Mojopahit, kemudian Guruku yang ke dua, Ki Jembros, tewas pula oleh Mojopahit,bahkan Guruku yang ke tiga, Eyang Empu
Supamandrangi, tewas pula oleh Mojopahit.
Mereka semua adalah orang-orang yang kucinta, Kakang, dan mereka semua tewas oleh ulah orang-orang lalim yang kebetulan berkuasa di Mojopahit. Aku bukan membenci Mojopahit, melainkan orang-orang lalim yang menguasainya.
Aku sudah membantu sampai keris pusaka Kolonadah terjatuh ke tangan yang berhak, yaitu Gusti Puteri
Tribuwanatunggadewi. Kalau Beliau kelak yang menjadi Ratu di Mojopahit, barulah aku akan mencuci tagan. Akan tetapi sekarang, tidak, Kakang,aku harus membantu Lumajang."
Sutejo menghela napas panjang. "Kalau begitu, aku akan ke Mojopahit, bukan untuk membantu Mojopahit berperang, melainkan untuk menengok Mbakayu Lestari, kemudian aku http://kangzusi.com
akan pergi ke Kawi mencari Eyang Guru. Sekali lagi, Diajeng Sulastri, apakah tidak lebih baik kalau engkau tidak ikut perang?"
Tiba-tiba Sulastri bangkit dan memandang pemuda itu dengan sinar mata tajam,kemudian dengan kepala dan dada terangkat dia bertanya terang-terangan di depan "suaminya"
kepada Sutejo, "Dan kau akan mengajak aku pergi bersama ke Kawi?"
Sutejo bangkit dan undur selangkah, mukanya berubah merah sekali dan dia menoleh kepada Joko Handoko yang 1135
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya menunduk. Sutejo merasa tidak enak sekali mendengar betapa Sulastri berani bicara tentang hal itu demikan terang-terangan di depan Joko Handoko. "Ahh... tentang itu... tidak mungkin... Diajeng..."
Kini Joko Handoko dan Sutejo saling pandang, kemudian Sutejo menarik napas panjang dan duduk kembali. Sampai lama keduanya hanya diam saja, ditelan keheningan yang menyelimuti hati masing-masing, "Dimas Sutejo, apakah...
apakah yang terjadi antara Dimas dan Sulastri...?" akhirnya Joko Handoko bertanya.
Sutejo terkejut, mengangkat muka memandang. "Apa yang terjadi" Tidak apa-apa,Kakangmas Handoko. Seperti kau dengar sendiri, aku hanya mencegah dia ikut perang akan tetapi dia tidak mau, memang sejak dahulu hatinya keras sekali."
"Akan tetapi dia amat berbudi, Dimas, biarpun keras akan tetapi dia selalu membela kebenaran, setia, dan gagah perkasa!"
"Ya, mungkin benar, hanya dia keras hati dan keras kepala, tidak pernah mau menurut kata-kata orang..." Sutejo menghela napas panjang, lalu tersenyum,senyum masam kepada Joko Handoko. "Tidak pernah ada kecocokan antara dia dan aku,Kakangmas. Mungkin aku terlalu bodoh, atau aku pun keras hati. Betapapun juga, dia adalah isterimu, http://kangzusi.com
Kakangmas..."
"Dimas Sutejo! Kita berdua tahu apa artinya ikatan suami isteri antara kami yang hanya pura-pura itu. Dan engkau sudah datang, Dimas. Engkaulah yang ditunggu-tunggunya selama ini. Kalau aku menjadi penghalang...!"
Tiba-tiba Sutejo memegang tangannya. "Jangan mengira yang bukan-bukan, Kakangmas! Jangan mengira bahwa aku Sutejo adalah seorang yang hanya memikirkan diri pribadi belaka! Tidak! Aku tahu jalan pikiranmu. Engkau agaknya 1136
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan rela mengorbankan diri, akan sengaja berlaku nekat agar engkau tewas dalam perang ini, bukan?"
Bukan main kagetnya hati Joko Handoko. Mukanya seketika menjadi pucat dan dia meloncat berdiri, "Kau... kau tahu?"
Sutejo kembali memegang lengannya dan mengajaknya
duduk kembali. "Aku dapat menduga dengan melihat sinar matamu, Kakangmas Handoko. Aihhh... apa saja yang takkan dilakukan orang demi cinta kasihnya! Aku tahu bahwa engkau sengaja akan menghilang agar Sulastri dapat kembali kepadaku. Akan tetapi, kalau engkau sengaja membunuh diri seperti itu, Kakangmas, engkau akan membuat kami berdua menjadi manusia-manusia yang serendah-rendahnya, sehina-hinanya kalau kami bersenang-senang di atas mayatmu, di atas kematianmu. Oleh karena itu, jangan melakukan hal yang bukan-bukan...."
Joko Handoko memandang wajah pemuda di depannya itu dengan mata terbelalak dan sinar mata bingung. Sungguh dia tidak mengerti. "Akan tetapi... kalau begitu,hubunganmu dengan dia... menjadi terhalang dan aku ingin melihat dia berbahagia, Adimas."
"Justeru kebahagian datang secara wajar, tidak mungkin dapat dibuat atau dipaksakan, Kakangmas. Biarkanlah segala hal berjalan sewajarnya. Aku sekarang mulai melihat bahwa selama ini kita semua hanya mengingatkan diri pribadi belaka, http://kangzusi.com
hanya ingin mendapatkan kesenangan lahir batin untuk diri sendiri, sehingga semua yang kita lakukan adalah untuk menaruh diri sendiri di tempat yang benar dan tinggi.
Biarkanlah segala sesuatu berkembang sewajarnya dan nanti kita sama-sama lihat bagaimana kesudahannya, Kakangmas.
Sekarang aku akan pergi, menengok Mbakayuku di
Mojopahit."
"Akan tetapi... ingatlah Sulastri, Adimas Sutejo!"
1137 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa yang tidak ingat kepadanya" Aku cinta kepadanya, seperti juga engkau mencintanya, Kakangmas Handoko. Dan pesanku, jangan melakukan hal yang bukan-bukan!"
Setelah berkata demikian, Sutejo lalu meninggalkan Joko Handoko yang masih nampak bingung.
Joko Handoko adalah seorang yang benar-benar menaruh cinta kasih kepada Sulastri, isterinya yang sesungguhnya hanya menjadi isteri sebutan saja itu. Dia rela berkorban apapun juga, rela melakukan apapun juga, bahkan tidak memperdulikan perasaan hatinya sendiri yang sakit demi untuk kebahagiaan wanita itu. Rasa kehilangan di hatinya kalau dia sampai berpisah dari Sulastri tentu akan terobati kalau mengingat bahwa wanita itu hidup berbahagia di samping Sutejo,pria yang menjadi pujaan hati Sulastri. Akan tetapi, kini dia melihat betapa hubungan antara Sulastri dan Sutejo merenggang, bahkan terdapat pertentangan pendapat antara keduanya itu. Dia tahu bahwa hal itu mendatangkan duka dalam hati Sulastri dan juga dalam hati Sutejo. Dia tadinya rela untuk mengorbankan diri saja, karena dialah yang agaknya menjadi hambatan atau halangan bagi bersatunya kedua orang yang saling mencinta itu. Bahkan dia sudah mengambil keputusan untuk mati saja, seperti adik
kandungnya, dan dengan kematiannya itu dia merasa yakin bahwa penghalang bagi bersatunya Sutejo dan Sulastri sudah http://kangzusi.com
hilang. Akan tetapi, kiranya Sutejo, pemuda yang luar biasa itu, telah mengetahui rencana hatinya untuk tewas saja dalam perang! Bahkan pemuda itu berpesan agar dia jangan
melakukan rencana yang nekat untuk mengorbankan nyawa demi kebahagian Sulastri. Maka bingunglah pemuda ini setelah Sutejo pergi.
Dia tidak dapat menyalahkan mereka, karena dia melihat kebenaran dalam pendapat mereka masing-masing. Sutejo yang hendak menjauhkan diri dari perang tidak dapat dipersalahkan karena memang perang merupakan suatu hal 1138
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang amat buruk, bahkan terkutuk sekali karena dalam perang manusia menjadi lebih buas daripada binatang yang paling buas, haus darah akan tetapi kalau binatang haus darah terdorong oleh lapar atau menyelamatkan diri dari maut, adalah manusia haus darah karena terdorong oleh kebencian dan dendam, oleh nafsu membunuh! Sebaliknya dia pun tidak dapat menyalahkan isterinya. Sulastri ingin terjun ke dalam perang menghadapi para pembesar lalim di Mojopahit yang telah membunuh guru-gurunya,dan juga untuk membela
Lumajang yang telah melimpahkan banyak kebaikan
kepadanya. Akhirnya Joko Handoko yang bingung memikirkan
bagaimana agar Sulastri dapat berbahagia itu lalu mencari isterinya, mendapatkan Sulastri sedang rebah menelungkup di atas pembaringan di dalam kamarnya, sedang menangis lirih tanpa mengeluarkan suara, hanya tubuhnya saja kadang-kadang terguncang oleh isak.
"Diajeng...." tegurnya halus.
Sulastri bangkit lalu duduk di tepi pembaringan
menghadapi suaminya. Wajahnya pucat dan matanya merah, bantal di mana tadi dia menelungkupkan mukanya sudah basah, bahkan kedua pipinya yang pucat masih basah air mata. Joko Handoko merasa terharu dan kasihan sekali.
"Boleh aku duduk untuk bicara denganmu, Diajeng?" Belum http://kangzusi.com
pernah selama menjadi suami Sulastri, pemuda ini memasuki kamar Sulastri yang tadinya ditempati oleh isterinya itu berdua dengan Roro Kartiko. Dan baru sekarang dia memasuki kamar itu dan mendengar betapa suaminya minta diijinkan duduk, Sulastri merasa terharu juga.
=o0o-dw-o0o= 1139 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 75 "Tentu boleh, duduklah, Kakangmas..." kata Sulastri sambil menghapus air matanya dan memandang kepada suaminya itu.
Sejenak mereka saling berpandangan. Hampir sama
pandang mata mereka itu. Joko Handoko memandang penuh rasa kasihan, dan sebaliknya Sulastri memandang suaminya dengan perasaan kasihan dan tidak enak. Dia merasa betapa suaminya itu mengalami banyak kepahitan dan tekanan batin karena dia.
"Diajeng Sulastri, baru saja Adimas Sutejo telah pergi, katanya hendak menengok Mbakayunya di Mojopahit."
"Biarlah, biar dia membantu Mojopahit sekali agar kami dapat saling berhadapan sebagai lawan dan musuh!"
Mendengar suara isterinya itu mengandung penasaran dan kemarahan, Joko Handoko menarik napas panjang. "Diajeng, harap kau suka berpikir panjang dan jangan terburu nafsu.
Aku dapat mengerti akan pandangan Dimas Sutejo. Dia melihat kesia-siaan perang yang hanya merupakan bunuh-membunuh antara sesama manusia belaka, karena itu maka dia hendak mengundurkan diri dan menjauhi perang."
Sulastri bersungut-sungut, "Kalau dia ingin begitu, biarlah!"


Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://kangzusi.com
Joko Handoko menarik napas panjang. Betapa dia amat mengenal watak isterinya ini!
Segala isi hati dan gerak-gerik pikiran Sulastri seperti telah berada di telapak tangannya! Dia mengenal betul semua pandangan hidup isterinya ini yang berwatak gagah perkasa, seorang satria wanita yang amat hebat!
"Diajeng, aku tahu benar betapa Dimas Sutejo amat
mencintamu, dan aku tahu pula betapa Diajeng juga... selalu mencinta Dimas Sutejo. Oleh karena itu, mengapa kalian berdua tidak dapat saling mengalah" Mengapa...."
1140 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakangmas Joko Handoko! Engkau tentu telah mendengar sendiri ketika aku bicara dengan Kakang Tejo. Ketika dia membujuk agar aku tidak ikut perang, aku minta ketegasan darinya apakah dia mau mengajakku ikut ke Gunung Kawi bersamanya dan apakah jawabannya" Dia menolak! Nah, apalagi yang harus kuperbuat" Tak mungkin aku merengek-rengek mengharapkan... kasihan dan cintanya...!" Sulastri kembali menangis.
"Ahhh... semua karena aku!" Joko Handoko berkata dengan hati pedih. "Diajeng, tidak tahukah engkau bahwa jawaban Dimas Sutejo itu membuktikan kebesaran hatinya" Sudah tentu dia tidak mungkin mengajakmu, mengingat bahwa engkau... menurut pendapat umum... adalah isteri orang lain!
Kalau... kalau aku sudah tidak ada...."
"Kakangmas Joko...!" Sulastri berseru dan menurunkan kedua tangan dari depan mukanya, memandang kepada
"suaminya" itu dengan mata terbelalak penuh kengerian.
Joko Handoko tersenyum dan menggeleng kepala sambil menarik napas panjang. "Jangan salah sangka, Diajeng.
Memang terus terang saja, tadinya timbul dalam pikiranku suatu keinginan gila, yaitu bahwa aku sengaja akan maju perang sampai mati, agar aku tewas dalam perang sehingga engkau dapat bebas dan tidak ada penghalang lagi antara engkau dan Dimas Sutejo...."
http://kangzusi.com
"Kakangmas...!" Kembali Sulastri berseru kaget.
"Jangan khawatir, Diajeng. Keinginan gila itu sebelum terlaksana, bahkan sebelum ada yang mendengar dari
mulutku, ternyata telah diketahui oleh Dimas Sutejo yang arif bijaksana! Dia telah dapat mengetahuinya dan menegurku sehingga dia telah mengusir pikiran yang bukan-bukan itu dari dalam kepalaku. Maka nampaklah kemungkinan lain daripada ingatan gila itu. Kalau kita lebih dulu bercerai dalam keadaan hidup, bukankah ini juga berarti bahwa engkau telah bebas 1141
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari ikatan pernikahan dengan aku, Diajeng" Dan aku rela untuk membebaskanmu dari ikatan itu agar..."
"Sudahlah, Kakangmas, jangan perpanjang lagi urusan itu.
Ucapanmu hanya menambah bingung hatiku saja."
"Akan tetapi, aku tidak mau melihat engkau menderita, Diajeng... aku... aku..."
Sulastri memandang kepada suaminya itu melalui air mata yang mengembang di pelupuk matanya. Betapa mulianya pria yang menjadi suami pura-pura ini! "Kakangmas Joko Handoko, terima kasih atas segala budi kebaikanmu itu..., ah, entah bagaimana dan kapan aku dapat membalas segala budi
kebaikanmu kepadaku. Akan tetapi, sudahlah, jangan kita singgung lagi soal antara aku dan Kakangmas Tejo,biarlah terserah kepada kehendak Hyang Agung saja bagaimana nanti jadinya dengan kami...."
Ketika Joko Handoko hendak membantah lagi, tiba-tiba datang seorang pengawal yang menyampaikan berita bahwa suami isteri itu dipanggil menghadap oleh Sang Adipati.
Mendengar panggilan ayah angkatnya, Joko Handoko lalu cepat pergi menghadap bersama Sulastri. Sang Adipati di Puger ternyata telah mendengar tentang persiapan perang di Lumajang dan untuk membantu Lumajang itulah maka dia dipanggil putera angkatnya dan mantunya.
http://kangzusi.com
"Agaknya perang sewaktu-waktu dapat meletus antara
Lumajang dan Mojopahit," kata Sang Prabu Bandardento kepada mantu dan puteranya. "Oleh karena itu, sebaiknya kalau kalian berdua sekarang juga pergi ke Lumajang membawa pasukan dan menghadap Sang Adipati di
Lumajang, menyampaikan salam hormatku dan menyerahkan pasukan sebagai bantuan dari Puger untuk Lumajang,"
demikian antara lain pesan Sang Adipati itu. "Kelak kalau perang sudah meletus, aku sendiri akan memimpin sisa pasukan untuk membantu."
1142 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, Kanjeng Romo. Memang hamba berdua sudah
bersiap-siap," jawab Joko Handoko.
Demikianlah, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, berangkatlah Joko Handoko dan Sulastri, memimpin pasukan dari Puger menuju ke Lumajang untuk membantu Lumajang menghadapi ancaman Mojopahit.
Kedatangan suami isteri ini disambut dengan gembira dan hormat oleh Sang Adipati di Lumajang dan mereka berdua langsung dipersilakan menghadap ke ruangan persidangan di mana Sang Adipati sedang berunding dengan semua
senopatinya. Joko Handoko dan Sulastri memasuki ruangan itu dan disambut oleh Sang Adipati dan semua senopati Lumajang yang kagum akan kesaktian dara perkasa yang sudah banyak berjasa terhadap Lumajang ini.
Akan tetapi berkerutlah alis yang hitam kecil di atas sepasang mata yang memandang marah ketika Sulastri
melihat kehadiran Ki Patih Nambi di dalam ruangan itu. Ki Patih Nambi juga merasa akan pandang mata yang
mengandung kemarahan itu. Dia tidak tahu mengapa dara ini marah kepadanya. Sebelum Sulastri memasuki ruangan itu, dia mendengar dari para senopati bahwa Sulastri adalah mantu Adipati Puger yang amat sakti dan gagah, yang sudah banyak jasanya terhadap Lumajang karena pernah menjadi tokoh Lumajang. Dan Patih ini merasa tidak pernah bertemu http://kangzusi.com
muka dengan Sulastri, maka tentu saja pandangan marah yang ditujukan kepadanya oleh sepasang mata yang jeli itu membuat dia terheran-heran.
Juga para senopati lain yang melihat betapa Sulastri memandang kepada Ki Patih Nambi dengan alis berkerut dan mata marah itu menjadi heran.
Suasana di dalam ruangan itu menjadi sunyi dan tegang.
Biar tidak ada seorang pun yang mengeluarkan suara, namun suasana yang tegang mencekam itu menyatakan kepada
Sulastri bahwa sikap dan kemarahannya diketahui oleh semua 1143
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang. Maka dia pun lalu bertanya kepada Sang Adipati Wirorojo, "Mohon maaf kalau hamba bertanya kepada Paduka apakah persidangan ini untuk membicarakan tentang
kemunafikan dan kelaliman para pembesar Mojopahit yang mengancam keselamatan Lumajang, Paman Adipati?"
Adipati Lumajang tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Benar Sulastri."
"Akan tetapi hamba melihat hadirnya seorang pembesar Mojopahit di sini, seorang pembesar yang paling menonjol dalam wataknya yang sewenang-wenang di Mojopahit dan kehadirannya di sini sudah pasti tidak akan membawa kebaikan untuk Lumajang"
Semua orang terkejut dan Sang Adipati yang tua itu pun tersenyum maklum. Dia sudah dapat menduga yang
dimaksudkan oleh dara perkasa yang keras hati itu,namun dia tidak mau menyatakan ini, bahkan bertanya, "Sulastri, apakah yang Andika maksudkan?"
"Kiranya Paman Adipati sendiri tentu sudah maklum.
Lupakah Paman akan kematian mendiang Adipati Ronggo Lawe ketika Beliau memberontak terhadap Mojopahit karena kelaliman pembesar Mojopahit" Justru biang keladi
pemberontakan yang mengakibatkan gugurnya putera Paduka itu kini berada di sini dan hendak ikut berbincang tentang perlawanan kita terhadap Mojopahit! Bukankah hal ini amat http://kangzusi.com
ganjil?" "Ah, kiranya yang kaumaksudkan adalah kematian
mendiang puteraku Ronggo Lawe dan kehadiran Ki Patih Nambi ini. Begitukah?" Sang Adipati bertanya dan semua orang mendengarkan dengan hati penuh diliputi ketegangan.
"Maaf, Paman Adipati. Biarlah saya yang menjawab
persoalan itu dan menghadapi Puteri perkasa ini!" Tiba-tiba Ki Patih Nambi memotong ucapan Sang Adipati. Sang Adipati tersenyum, mengangguk dan Ki Patih Nambi lalu memutar 1144
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya menghadapi Sulastri yang memandang kepadanya dengan sinar mata penuh kebencian.
"Maafkan, lebih dulu saya ingin bertanya, apakah gerangan hubungan Andika dengan mendiang Kakang Ronggo Lawe
sehingga Andika merasa penasaran dan sakit hati atas kematiannya?"
Dengan sinar mata masih bernyala marah, Sulastri
menjawab sambil menekan perasaannya, karena di depan Sang Adipati dan para senopati Lumajang, di dalam
persidangan agung itu, tentu saja dia tidak berani bersikap kasar, "Ki Patih Nambi, ketahuilah bahwa mendiang Adipati Ronggo Lawe adalah Guruku. Semua orang tahu belaka
bahwa pemberontakan Beliau adalah karena Andika, dan kematian Beliau juga membawa kematian Mbakayuku yang berbela pati. Oleh karena itu, kematian Adipati Ronggo Lawe dan Mbakayuku berada di tanganmu!"
Ki Patih Nambi menghela napas panjang dan mengangguk-angguk. "Begitulah keadaan perang, selalu membawa korban.
Akan tetapi kalau ada pihak yang lalim dan tersesat, bagaimana kita mungkin dapat menghindarkan perang?"
Ucapan ini dikeluarkan dari mulutnya sambil menunduk, seolah-olah bicara kepada diri sendiri. Kemudian Ki Patih Nambi mengangkat muka memandang kepada Sulastri dan suaranya terdengar penuh wibawa ketika dia berkata, http://kangzusi.com
"Kematian Kakang Ronggo Lawe adalah karena kesalahannya sendiri karena dia telah berani memberontak terhadap mendiang Sang Prabu Kertarajasa yang sama-sama kita hormati dan cinta. Ketika itu, saya sebagai seorang senopati Mojopahit tentu saja menentang siapa pun juga yang
memberontak terhadap Mojopahit. Bahkan Paman Wirorojo sendiri, sebagai ayah kandung Kakang Ronggo Lawe, juga melihat kekeliruan tindak dari Kakang Ronggo Lawe maka beliau tidak mau mencampuri.
1145 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang semua orang tahu bahwa Kakang Ronggo Lawe
marah dan memberontak terhadap Sang Prabu Kertarajasa oleh karena saya diangkat menjadi patih, akan tetapi apakah hal itu dapat dipersalahkan kepada saya?"
Sulastri mengerutkan alisnya dan berkata dengan nada mengejek, "Kalau Andika benar merupakan seorang ponggawa yang sedemikian setianya terhadap Mojopahit,mengapa saat ini Andika berada di sini bersama-sama merundingkan pemberontakan terhadap Mojopahit?" Pertanyaan ini luar biasa keras dan tajamnya sehingga semua orang terkejut memandang ke arah Ki Patih Nambi.
Akan tetapi Ki Patih Nambi hanya tersenyum pahit, lalu menjawab, "Wahai puteri yang gagah perkasa! Agaknya Andika memang belum mengerti benar akan duduknya
perkara. Ketahuilah bahwa seluruh senopati Mojopahit adalah satria-satria utama yang tidak ragu sedetikpun juga untuk membela keturunan Sang Prabu Kertanegara dengan taruhan nyawa! Mojopahit dibangun oleh Sang Prabu Kertarajasa semenjak Beliau masih kami sebut sebagai Raden Wijaya!
Kepada Beliau kami setia sampai mati, dan karena itulah maka ketika Kakang Ronggo Lawe memberontak terhadap Beliau, kami semua menentangnya. Akan tetapi sekarang" Andika bertanya mengapa kita semua kini hendak memberontak"
Kami bukan memberontak terhadap Mojopahit,melainkan http://kangzusi.com
terhadap rajanya dan kaki tangannya yang lalim. Raja sekarang adalah keturunan Melayu, itulah sebabnya saya ikut berada di sini untuk bersama-sama menentang raja keturunan Melayu!"
Mendengar uraian panjang lebar ini, Sulastri yang memang tadinya sama sekali tidak begitu memperhatikan tentang urusan kerajaan, menjadi bingung dan dia lalu memandang kepada Sang Adipati Lumajang. Adipati yang tua itu
mengangguk dan tersenyum lalu berkata, "Semua ucapan Ki Patih Nambi benar belaka, Sulastri. Kita bukan menentang 1146
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mojopahit, melainkan menentang rajanya. Seharusnya, pengganti dari mendiang Sang Prabu Kertarajasa
Jayawardhana adalah puteri Beliau, keturunan langsung dari mendiang Sang Prabu Kertanegara, bukan keturunan Melayu itu."
Sulastri menundukkan mukanya, lalu mengerling ke arah Ki Patih Nambi. "Karena saya kurang pengertian tentang itu semua, maka harap Ki Patih Nambi sudi memaafkan semua kelancangan saya."
Ki Patih Nambi tersenyum dan berkata, "Andika sungguh hebat, gagah perkasa dan jujur. Memang seharusnya setiap orang gagah mengemukakan pendapat dan ganjalan
pikirannya secara terang-terangan daripada menyimpan dendam dan sakit hati."
Kini perundingan dilanjutkan. Siasat perang diatur dan dalam persidangan itu diputuskan bahwa mengingat akan kuatnya pasukan-pasukan Mojopahit, maka harus dilakukan siasat memancing musuh menyerbu Lumajang dan
menyembunyikan pasukan-pasukan kuat di luar Lumajang yang kemudian akan menyergap musuh dari belakang. Untuk keperluan ini, ditentukan dua tempat penting sebagai benteng di mana pasukan-pasukan penyergap itu bersembunyi, yaitu di Pajarakan sebagai benteng pertama dan di Ganding sebagai benteng ke dua. Pasukan yang berada di Pajarakan dipimpin http://kangzusi.com
oleh beberapa orang senopati dan dibantu oleh Sulastri.
Sedangkan Joko Handoko diperbantukan kepada pasukan yang berada di Ganding. Tentu saja Ki Patih Nambi sendiri yang memimpin langsung pasukan inti yang berada di
Lumajang. Adapun Adipati Wirorojo sendiri yang sudah tua hanya bertindak sebagai penasehat saja.
Banyak senopati setia yang ikut dalam persiapan perang melawan Mojopahit ini. Di antaranya adalah Pamandana, Maesa Pawagal. Panji Anengah, Jaran Bangkal, Semi,Lasem, 1147
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Patih Emban dan masih banyak lagi senopati-senopati perkasa yang memperkuat pasukan Lumajang.
Sulastri berpisah dari suaminya dan ketika dia menunggang kuda bersama para senopati lainnya, memimpin pasukan yang menuju ke Pajarakan, diam-diam dia memikirkan suaminya ini.
Setelah Roro Kartiko meninggal, setelah dia berjumpa kembali dengan Sutejo, makin menonjol dan makin nampaklah
kebaikan-kebaikan Joko Handoko dan diam-diam dia harus mengakui bahwa jarang di dunia ini terdapat seorang yang demikian mulia hatinya seperti Handoko yang benar-benar mencintanya dengan sepenuh jiwa raganya. Ngeri dia
membayangkan betapa suaminya itu akan sengaja bertempur sampai mati hanya agar dia bebas dan dapat kembali kepada Sutejo. Teringat akan ini, jantungnya berdebar tegang penuh kekhawatiran. Akan tetapi agak lega hatinya ketika dia teringat akan penuturan suaminya betapa Sutejo telah mengetahui akan niat rahasia itu dan telah mencegah suaminya berbuat nekat seperti itu. Demikianlah, ketika melakukan perjalanan ini, Sulastri merasa gelisah, merasa kesepian, merasa nelangsa dan dia menghadapi peretempuran dengan semangat kendur dan tubuh lemas.
Sementara itu Sang Prabu di Mojopahit yang marah
mendengar hasutan Resi Mahapati bahwa Ki Patih Nambi mempersiapkan pemberontakan di Lumajang, segera
http://kangzusi.com
memerintahkan untuk mempersiapkan pasukan untuk
menggempur Lumajang yang dianggapnya memberontak.
Karena kepercayaan Sang Prabu terhadap Resi Mahapati makin membesar, apalagi karena Ibu suri, yaitu Puteri Sri Indreswari juga menaruh kepercayaan kepada Sang Resi, maka Resi Mahapati diberi kekuasaan oleh Sang Prabu untuk mengatur siasat menghadapi Lumajang.
Resi Mahapati adalah seorang yang amat pandai mengatur siasat. Dengan cerdik sekali Sang Resi ini berhasil menyelundupkan mata-matanya ke Lumajang dan dari mata-1148
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mata inilah dia berhasil memperoleh keterangan tentang keadaan di Lumajang dan tentang pasukan Lumajang yang disembunyikan di Pajarakan dan Ganding.
Setelah mendengar laporan ini, Mahapati lalu mengatur siasat. Dia mengerahkan pasukan besar, memecah pasukan menjadi dua, yang dua pertiga bagian dikerahkan untuk menyerbu Pajarakan sedangkan yang sepertiga bagian
menyerbu Ganding.
Penyerbuan kedua tempat itu dilakukan di waktu malam hampir serentak!
Malam itu sunyi saja di Pajarakan. Akan tetapi tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh bunyi hiruk-pikuk dan dari sekeliling tempat pertahanan itu menyambar anak panah ke dalam benteng. Malam itu Pajarakan telah diserbu oleh pasukan Mojopahit yang amat besar jumlahnya!
Para senopati yang memimpin Pajarakan bersama Sulastri adalah senopati tua yang gagah perkasa, yaitu Pamandana, Maeso Pawagal, dan Panji Anengah. Mereka bertiga lalu melakukan perundingan kilat dengan Sulastri, kemudian mereka memecah menjadi empat kelompok yang
mempertahankan benteng itu di empat penjuru. Malam itu terjadilah perang anak panah dari dalam dan luar benteng Pajarakan. Akan tetapi tentu saja pihak pasukan Lumajang yang banyak mengalami rugi karena kalau pihak musuh dapat http://kangzusi.com
mengarahkan anak panah mereka ke tempat tertentu, yaitu di dalam benteng pertahanan itu, sebaliknya mereka yang tidak dapat melihat musuh hanya melepaskan anak panah keluar secara ngawur saja. Akan tetapi, tentu saja Pasukan Lumajang juga tidak mau membiarkan diri mereka menjadi sasaran anak panah yang datang bagaikan hujan. Mereka berlindung sedapat mungkin sehingga tidak begitu banyak jatuh korban hujan anak panah ini.
Pada keesokan harinya, pihak musuh menyerbu dan
menggempur pintu gerbang. Pihak Pasukan Lumajang segera 1149
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat perlawanan dan terjadilah perang campuh yang amat seru dan mati-matian di depan empat pintu gerbang benteng pertahanan Pajarakan. Dalam perang ini, Sulastri mengamuk seperti harimau betina. Sepak terjangnya
menggiriskan lawan dan banyaklah perajurit pihak musuh yang roboh oleh hantaman tangan kirinya atau sambaran keris di tangan kanannya. Akhirnya, tidak ada lagi perajurit yang berani mendekatinya dan mereka itu terpaksa mundur.
Juga tiga orang senopati Lumajang mengamuk penuh
semangat sehingga pihak musuh, biarpun jumlah mereka lebih banyak, dapat diusir mundur dan pintu-pintu gerbang benteng dapat ditutup rapat dan dijaga ketat. Malam tiba dan pertempuran dihentikan. Kedua pihak mengambil kesempatan ini untuk beristirahat dan merawat yang luka, menyusun kekuatan kembali untuk menghadapi pertempuran
selanjutnya. Tiga orang senopati Lumajang kembali berunding dengan Sulastri. Mereka semua maklum bahwa jumlah pasukan musuh jauh lebih besar dan bahwa Pajarakan sudah dikurung sehingga berada dalam keadaan berbahaya. Mereka lalu mengambil keputusan untuk mengirim utusan yang harus dapat menerobos keluar dari kepungan untuk menyampaikan berita ke Lumajang dan mohon bala bantuan.
Akan tetapi, tiga kali mereka mengirim utusan, memilih http://kangzusi.com
perajurit-perajurit yang pandai untuk menerobos keluar dan hasilnya, mayat-mayat para utusan itu digantung di depan pintu gerbang, tanda bahwa usaha mereka itu sia-sia belaka dan para utusan itu menjadi korban penghadangan musuh!
Ternyata Pajarakan telah dikurung rapat sekali sehingga tidak ada seorang dari dalam benteng itu dapat keluar tanpa diketahui oleh musuh!
Tentu saja hal ini membuat tiga orang senopati itu menjadi panik. Dalam keadaan berbahaya ini, Sulastri mengajukan diri untuk menerobos keluar.
1150 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, jangan...!" Senopati Pamandana yang memegang
kekuasaan dalam benteng itu mencegat kaget. "Tenagamu amat dibutuhkan di sini untuk mempertahankan benteng ini!
Menerobos keluar amat berbahaya!"
Sulastri tersenyum. "Paman, kiranya Andika bertiga tidak perlu mengkhawatirkan saya. Dalam perang seperti ini, siapa sih yang takut akan kematian" Kalau sudah tiga kali utusan kita gagal, berarti bahwa keadaan di luar amat kuat, maka kiranya hanya saya seoranglah yang wajib menerjang keluar.
Kalau saya gagal, yah sudahlah. Akan tetapi, tanpa datangnya bala bantuan dari Lumajang, agaknya kita semua tentu akan tewas juga. Harap Paman bertiga suka bertindak bijaksana dan membiarkan saya menyerbu keluar untuk minta bala bantuan ke Lumajang."
Akhirnya tiga orang senopati itu menyetujui juga, dan menjelang fajar, Sulastri menyelinap keluar dari pintu gerbang sebelah timur seorang diri saja dengan keris di tangan. Masih gelap di luar dan dengan kecepatan kilat dia lalu meloncat dan berlari secepatnya menuju ke timur.
Akan tetapi setelah agak jauh dia meninggalkan pintu gerbang itu, tiba-tiba saja muncullah banyak orang dari balik pohon-pohon dan semak-semak dan tahu-tahu dia dihadang oleh belasan orang yang bersenjata tombak dan yang segera mengurung dan dikeroyok!
http://kangzusi.com
"Tangkap mata-mata!"
"Bunuh...!"
"Ah, dia Si Panglima wanita itu!"
Ramailah para pengeroyok itu berteriak-teriak, akan tetapi teriakan itu mereka segera disusul oleh jerit-jerit mengerikan ketika beberapa orang di antara mereka roboh oleh tamparan tangan kiri Sulastri atau sambaran keris di tangan kanannya.
Karena maklum bahwa dia tidak boleh lengah atau terlambat di tempat itu kalau ingin selamat, maka Sulastri sudah 1151
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempergunakan segala kepandaiannya,mengerahkan Ilmu Pukulan Hasto Bairowo dan bergerak dengan Aji Turonggo Bayu,mengamuk untuk dapat cepat meloloskan diri dari kepungan. Akan tetapi, teriakan-teriakan itu memancing datangnya lebih banyak perajurit dan tiba-tiba terdengar suara tertawa mengejek dan muncullah Resi Mahapati bersama beberapa orang senopati Mojopahit yang berkepandaian tinggi!
"Ha-ha-ha, kiranya Si Pemberontak Cilik, Si Perempuan Liar ini lagi! Ha-ha-ha,engkau sudah terkurung, lebih baik menyerah, mungkin nyawamu masih dapat diselamatkan
daripada harus mati dengan tubuh hancur di tempat ini!"
Melihat orang yang amat dibencinya ini, sepasang mata Sulastri terbelalak, mukanya menjadi merah dan dia
membentak, "Si Keparat Mahapati! Aku datang untuk
membalas kematian Eyang Jembros dan Eyang Empu
Supamandrangi!" Setelah berkata demikian, tangan kirinya melayang dan dia menubruk ke arah resi itu.
"Dukk!" Mahapati menangkis dan keduanya terdorong ke belakang. Mahapati menjadi marah sekali.
"Serbu! Bunuh perempuan liar ini!"
Maka mengamuklah Sulastri. Kerisnya merupakan kilat yang menyambar-nyambar seperti maut yang haus nyawa, http://kangzusi.com
sedangkan tangan kirinya dengan pukulan-pukulan Hasto Nogo tidak kurang berbahaya.
Akan tetapi, pihak pengeroyok terlalu banyak baginya. Dia hampir tidak mempunyai kesempatan untuk balas menyerang ketika para senopati yang dipimpin oleh Resi Mahapati itu, dibantu oleh banyak perajurit pilihan, mulai menyerangnya dan senjata mereka itu seperti hujan saja menyambar ke arah tubuhnya. Dia hanya dapat menangkis atau mengelak dan hanya sekali-kali kerisnya atau tangan kirinya merobohkan seorang pengeroyok yang kurang kuat. Biarpun demikian, 1152
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama sekali Sulastri tidak menjadi gentar, bahkan dia ingin merobohkan sebanyak mungkin lawan, lupa bahwa dia adalah seorang utusan yang harus dapat meloloskan diri dari tempat itu untuk menyampaikan berita ke Lumajang.
Yang menjadi lawan terberat bagi Sulastri adalah Resi Mahapati sendiri. Resi ini maklum bahwa wanita muda ini amat sakti dan berbahaya, maka tidak seharusnya dibiarkan meloloskan diri. Karena itulah maka Sang Resi ini sendiri turun tangan, ikut mengeroyok, bahkan dia selalu menyerang dengan dahsyatnya. Tidak seperti biasanya, kini menghadapi lawan yang dia tahu amat kuat, Sang Resi telah mengeluarkan senjatanya yang ampuh, yaitu sebatang keris pusaka yang mengeluarkan cahaya kehijauan di tangan kiri sedangkan tangan kanannya dia mempergunakan sebatang tongkat kayu cendana yang juga merupakan sebuah senjata yang ampuh sekali, senjata yang telah ditapai dan dimantrainya sehingga mengandung kekuatan mujijat.
Terdengar teriakan ganas ketika seorang senopati
melakukan serangan berbareng dengan seorang perajurit pilihan Mojopahit, menyerang dari kanan kiri dengan senjata golok dan tombak mereka. Serangan ini hebat sekali karena tubuh Sulastri sedang terhuyung ketika dia menangkis tongkat Mahapati sehingga dia terdorong ke belakang, maka tubrukan dua orang itu benar-benar berbahaya baginya.
http://kangzusi.com
"Yaaaaaahhhh...!" Tiba-tiba Sulastri mengeluarkan jerit melengking yang amat mengejutkan ini, lengan kirinya menangkis senopati itu dilanjutkan dengan tamparannya sedangkan kerisnya dia lontarkan ke depan, menancap ke dada perajurit yang sedang menombaknya!
"Prakk! Cepp...!" Senopati itu roboh dengan kepala pecah dan perajurit itu roboh pula dengan dada tertembus keris!
Sulastri meloncat ke atas ketika ada dua orang senopati menerjangnya dari belakang, memutar tubuhnya dan
menggunakan kakinya menendang. Senopati yang kena
1153 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tendang itu berteriak kesakitan dan tulang pundaknya patah tercium ujung kaki Sulastri!
Akan tetapi pada saat itu, keris bercahaya hijau dari Mahapati menyambar perutnya dengan kecepatan kilat.
Sulastri merasa ada hawa panas menyambar, dia cepat membuang tubuh ke belakang sehingga tusukan itu luput.
Akan tetapi ketika dia menggulingkan tubuhnya, pundak kirinya kena disambar tongkat kayu cendana dari Mahapati.
"Desss...!" Tubuh Sulastri yang sudah akan bangkit itu kembali rebah berguling-guling dan ketika dia meloncat bangun, dia menggigit bibir karena pundaknya terasa ngilu dan nyeri bukan main. Kini teringatlah Sulastri bahwa dia harus pergi ke Lumajang, maka sambil menggeram dan
Golok Halilintar 7 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Pendekar Gelandangan 4
^