Pencarian

Kesatria Baju Putih 11

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 11


"Ya, Paman guru." Hui Khong Taysu mengangguk lagi. setelah memberi hormat, Hui Khong
Taysu berangkat ke markas pusat Kay Pang.
Beberapa hari kemudian, sampailah dia di markas pusat Kay Pang. Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin
Wan dan Lim Peng Hang menyambut kedatangan ketua siauw Lim itu dengan penuh keheranan.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. " Kepala gundul, angin apa yang membawamu ke
mari?" "Mungkin angin badai," sahut Hui Khong Taysu dan memberitahukan. "Paman guru yang
mengutusku ke mari."
"oh?" sam Gan sin Kay mengerutkan kening. "silakan duduk"
"Terimakasih" Hui Khong Taysu duduk.
" Kepala gundul" sam Gan sin Kay menatapnya. " Kenapa paman gurumu mengutusmu kc
mari?" "omitohud" ucap Hui Khong Taysu, kemudian menghela nafas panjang. " Ketiga paman guruku
berfirasat buruk...."
" Ketiga tua bangka itu berfirasat buruk apa?" tanya Kim siauw suseng.
"omitohud" Hui Khong Taysu menengok kc sana ke mari. "Kok tidak kelihatan Tio Cie Hiong" Ke
mana dia?"
"Aaaakh..." Lim Peng Hang menarik nafas. "Dia sedang ke Tibet."
"oh?" Hui Khong Taysu heran. " Kenapa ke Tibet" Apakah telah terjadi sesuatu di sini?"
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Dhalai Lhama tua Tibet...."
Lim Peng Hang memberitahukan tentang peristiwa yang menimpa Lim Ceng Im sampai
kel^ergian Tlo cie Hiong ke Tibet. Hui Khong Taysu mendengarkan dengan mata terbelalak.
"omitohud" Hui Khong Taysu menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkinkah itu merupakan firasat
ketiga paman guruku?"
"Ketiga paman gurumu berfirasat apa?" tanya Lim Peng Hang tegang.
" Ketiga paman guruku memberitahukan, bahwa beberapa hari lalu mereka bertiga tidak bisa
bersemadi dengan tenang, sehingga timbul suatu firasat...." Hui Khong Taysu menghela nafas.
"Lanjutkan" ujar sam Gan sin Kay tidak sabaran.
" Ketiga paman guruku berfirasat, bahwa akan muncul seorang iblis ganas dalam rimba
persilatan, maka rimba persilatan akan dilanda banjir darah lagi, iblis ganas itu muncul, berarti ajal
ketiga paman guruku pun tiba." Hui Khong Taysu memberitahukan.
"oh?" sam Gan sin Kay tersentak. "Mungkinkah itu?"
" Kalau begitu...," ujar Lim Peng Hang. "Tentunya tiada kaitannya dengan kepergian cie Hiong
ke Tibet."
"Menurutkupun begitu," sambung Kim siauw suseng.
"firasat ketiga paman guruku tidak pernah meleset, maka mengutusku ke mari memberitahukan,
agar partai Kay Pang bersiap-siap." ujar Hui Khong Taysu.
"Heran" gumam sam Gan sin Kay sambil menggaruk-garuk kepala. "Kepandaian Bu Lim sam Mo
telah musnah, sedangkan Ku Tek Cun, murid mereka itu telah terjun kcjurang. Lalu... iblis ganas
mana yang akan muncul?"
"Mungkin kali ini firasat ketiga Tetua siauw Lim akan meleset," ujar Lim Peng Hang.
"Menurut pendapatku, firasat ketiga Tetua siauw Lim tidak akan meleset," sahut Tok Pie sin
Wan. "Maka ada baiknya kalau kita mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan. "
"Ngmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"omitohud" Hui Khong Taysu bangkit berdiri. "Aku mau mohon diri, karena ketiga paman guruku
telah berpesan kepadaku harus segera pulang setelah memberitahukan tentang itu"
"Baiklah," ucap sam Gan sin Kay dan berpesan. "Tolong sampaikan salam kami kepada siauw
Lim sam Tiang lo"
"omitohud," Hui Khong Taysu mengangguk, lalu melangkah pergi. Lim Peng Hang mengantarnya
sampai di depan markas pusat, setelah itu, barulah kembali ke dalam.
"Harus kita tanggapi dengan serius firasat siauw Lim sam Tiang lo itu" ujar Kim siauw suseng
dengan kening berkerut-kerut.
"Tapi...." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Kira-kira siapa iblis ganas yang akan
muncul itu?"
"Bagaimana mungkin kita tahu," sahut Tok Pie sin wan.
"Haaah..." seru Lim Peng Hang kaget. "Mungkinkah iblis ganas itu adalah...."
"siapa?" tanya sam Gan sin Kay cepat.
"Tio Cie Hiong," jawab Lim Peng Hang dengan wajah pucat pias.
"Kok engkau jadi ngawur?" bentak sam Gan sin Kay. "Bagaimana mungkin Tio Cie Hiong akan
berubah menjadi iblis ganas?"
"Aku berani menjamin dengan kepalaku," sela Kim siauw suseng. " Kalau Tio Cie Hiong berubah
menjadi iblis ganas, akan kupersembahkan kepalaku kepadanya."
"Peng Hang" Sam Gan Sin Kay menatapnya tajam. " Kenapa engkau berpikir begitu" Apa
alasanmu?"
"ceng Im terjadi sesuatu, itu dapat membuat Cie Hiong berubah menjadi jahat," sahut Lim Peng
Hang. " Kalau benar begitu, tentunya Cie Hiong akan membantai kaum penjahat dan golongan hitam,"
ujar sam Gan sin Kay dan melanjutkan. "Tapi siauw Lim sam Tiang lo berfirasat, bahwa tujuh partai
besar akan hancur, termasuk Kay Pang Jadi tidak mungkin Cie Hiong yang berubah menjadi iblis
ganas." "Ngmmm" Kim siauw suseng manggut-mang-gut. "Pasti orang lain, hanya saja kita tidak tahu
siapa orangnya."
"Mudah-mudahan Cie Hiong cepat pulang" ujar Tok Sie sin Wan. "Kita bisa berunding bersama."
"Yaah" Lim Peng Hang menghela nafas. "Tidak mungkin Cie Hiong dan Ceng Im akan begitu
cepat pulang, sebab mereka pasti pesiar ke sana ke mari."
"Benar." sam Gan sin Kay manggut-manggut dan menambahkan. "Sudahlah Kenapa kita harus
memusingkan sesuatu yang belum terjadi" Yang penting kita harus bcrsiap-siap."
"Lim Pangcu" pesan Kim siauw suseng serius. "Markas pusat ini harus dijaga ketat, kita tidak
boleh lengah"
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. lalu menurunkan perintah kepada para pengemis peringkat
menengah untuk memperketat penjagaan.
Pada suatu malam yang hening, terdengarlah suara doa di dalam biara Siauw Lim. Pada saat
bersamaan, mendadak terdengar suara tawa yang menyeramkan, sehingga suara doa itu berhenti.
"Ha ha ha Hehehe..." suara tawa yang menyeramkan itu terus bergema. Cap Pwee Lo Han
(Delapan Belas Arhat) berhambur ke luar, kemudian disusul oleh Hui Khong Taysu dan siauw Lim
sam Tiang io. "He h e h e" suara tawa itu masih bergema, dan tiba-tiba melayang turun sosok
bayangan. "siapa engkau?" bentak Cap Pwee Lo Han. Kemudian dengan tangan memegang toya, Delapan
Belas Arhat itu mengurung sosok yang baru melayang turun.
"Aku Im sie Hong Mo (iblis Gila Alam Baka)" sahut orang itu Dia berpakaian kumal dan
rambutnya yang panjang awut-awutan, sehingga mukanya tidak tampak jelas karena tertutup oleh
rambutnya. "Mau apa engkau ke mari?" bentak Cap Pwee Lo Han.
"He he he" Im sie Hong Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Malam ini siauw Lim harus musnah, aku
akan membunuh kalian"
"Serang" seru kepala Cap Pwee Lo Han.
seketika tampak belasan toya berkelebatan menyerang Im sie Hong Mo. Pada waktu bersamaan,
terlihat pula sinar pedang berkelebat ke sana ke mari, disusul oleh suara jeritan yang menyayat
hati. "Aaaakh Aaaaakh Aaaakh..."
Cap Pwee Lo Han telah terkulai bermandi darah. Ternyata mereka telah mati dengan tubuh tak
berbentuk, karena sekujur tubuh mereka tertusuk dan terbacok tidak karuan.
"omitohud" siauw Lim sam Tiang lo mendekati Im sie Hong Mo.
"Ha ha ha He he he" Im sie Hong Mo tertawa seram. "siauw Lim sam Tiang lo, ajat kalian telah
tiba malam ini"
"omitohud" ucap siauw Lim sam Tiang lo sekaligus mengurung Im sie Hong Mo.
"He he he Kalian bertiga harus mati" teriak Im sie Hong Mo. Mendadak pedang di tangannya
berderak begitu cepat menyerang siauw Lim sam Tiang lo.
"omitohud." siauw Lim sam Tianglo sebera menangkis dengan kibasan lengan jubah. Breeet
Lengan jubah siauw Lim sam Tianglo putus oleh sabetan pedang Im sie Hong Mo.
Bukan main terkejutnya siauw Lim sam Tianglo, begitu pula Hui Khong Taysu yang
menyaksikannya .
"He he he He he he"Im sie Hong Mo terus tertawa terkekeh, kemudian mendadak menyerang
lagi. sungguh aneh dan cepat gerakan pedangnya, bahkan tampak kacau tidak karuan.
siauw Lim sam Tianglo menangkis dan balas menyerang. Delapan jurus kemudian, gerakan
pedang Im sie Hong Mo makin kacau tidak karuan, sehingga membuat siauw Lim sam Tianglo
kewalahan menghadapinya. Sekonyong-konyong Im sie Hong Mo membentak aneh, dan tampak
pedangnya berkelebat ke sana ke mari. Gerakannya sangat cepat, aneh dan kacau balau tidak
karuan, sehingga tidak dapat diikuti dengan pandangan mata.
setelah itu, Im sie Hong Mo berdiri diam di tempat. siauw Lim sam Tianglojuga berdiri tegak,
namun bagian pinggang mereka telah berlumuran darah. Berselang sesaat,robohlah tiga tetua
siauw Lim itu. "Haaah?" Hui Khong Taysu terkejut dan wajahnya pucat pias. "omitohud...."
Ternyata yang roboh bagian atas tubuh, bagian bawah dari pinggang sampai ke kaki tetap
berdiri. Betapa mengenaskan kematian siauw Lim sam Tianglo itu, tubuh mereka terkutung jadi
dua. "He he he He he he...." Im sie Hong Mo tertawa seram.
"Paman guru Paman guru...." Mata Hui Khong Taysu telah basah. "omitohud omitohud...."
"He he he" Im sie Hong Mo tertawa ter-kekeh-kekeh. "Apakah 'omitohud' dapat melindungimu,
hweeshio tua?"
"Engkau iblis...." Hui Khong Taysu melangkah maju.
"Jangan bergerak" bentak Im sie Hong Mo, dan mendadak sepasang matanya memancarkan
cahaya hijau. Hut Khong Taysu langsung diam di tempat, bahkan tampak seakan kehilangan sukma.
"Hui Khong Taysu" Im sie Hong Mo menatapnya.
"Ya," sahut ketua siauw Lim itu.
"Mulai sekarang dan selanjutnya, engkau harus patuh kepada perintahku" ujar Im sie Hong Mo
sepatah demi sepatah.
"Ya." Hui Khong Taysu mengangguk.
"Ha ha ha He he he" Im sie Hong Mo tertawa gelak. "Engkau harus ikut aku"
Im sie Hong Mo melesat pergi, dan Hui Khong Taysu mengikutinya dari belakang. sayup,sayup
masih terdengar suara tawa seram Im sie Hong Mo.
Kejadian di Biara siauw Lim sangat menggemparkan, dan mengejutkan rimba persilatan. Kaum
persilatan mana yang tidak akan terkejut ketika mendengar siauw Lim sam Tianglo mati secara
mengenaskan" Lagipula Hui Khong Taysu hilang entah kc mana. siapa Im sie Hong Mo, tiada
seorang pun yang mengetahuinya.
Partai-partai lain pun mulai tercekam, terutama partai Butong. Malam ini It Hian Tojin berbicara
serius dengan lima muridnya, yakni Bu-tong Nao Hiap (Lima Pendekar Butong).
" Kalian berlima dengar baik-baik" ujar It Hian Tojin sambil memandang mereka. "Kini partai
siauw Lim boleh dikatakan telah musnah, mungkin tidak lama lagi akan giliran kita. oleh karena itu,
apabila Im sie Hong Mo muncul, kalian berlima harus bersembunyi di ruang bawah tanah. Apa pun
yang terjadi atas diriku, kalian berlima tidak boleh keluar."
"Guru...."
"Ingat Kalian berlima harus selamat agar partai Butong masih bisa berdiri kelak. Jangan sampai
partai kita lenyap dari rimba persilatan." ujar It Hian Tojin sambil menghela nafas panjang. "Kalau
diriku terjadi sesuatu, kalian berlima harus segera ke markas pusat Kay Pang menemui Bu Lim Ji
Khie" "Ya, Guru."
"Im sie Hong Mo muncul mengganas, namun Pek Ih sin Hiap malah tenggelam entah ke mana?"
It Hian Tojin menggeleng-gelengkan kepala.
"Guru" In Siauw Houw memberitahukan. "Pek Ih Sin Hiap sedang pergi ke Tibet, dan hingga
saat ini masih belum pulang."
"Di saat rimba persilatan dilanda banjir darah, dia malah tidak ada." It Hian Tojin menghela
nafas lagi. "Mungkin Pek Ih sin Hiap sudah dalam perjalanan pulang," ujar The Cok Peng.
"Itu cun sudah terlambat." It Hian Tojin menggeleng-gelengkan kepala lagi. "sungguh tak
disangka, setelah Bu Lim sam Mo, Empat Dhalai Lhama dan Ku Tek Cun ditumpas oleh Pek Ih sin
Hiap. kini malah muncul Im sie Hong Mo yang begitu ganas dan kejam...."
sekonyong-konyong terdengarlah suara tawa menyeramkan di luar. seketika wajah It Hian Tojin
berubah pucat pias.
"Im sie Hong Mo telah datang, cepatlah kalian berlima bersembunyi di ruang bawah tanah
Cepat" ujar It Hian Tojin dengan suara gemetar.
"Guru...."
"Kalian tidak usah menghiraukan diriku, cepatlah kalian masuk ke dalam"
"Ya, Guru" Butong Nao Hiap segera berlari ke dalam, sedangkan It Hian Tojin berhambur ke
luar. la melihat puluhan murid Butong telah terkapar menjadi mayat di halaman, sementara suara
tawa seram itu masih terus bergema.
"iblis Cepat perlihatkan dirimu" bentak It Hian Tojin.
"He he he" Mendadak muncul sosok bayangan, yang tidak lain Im sie Hong Mo. "Im sie Hong
Mo...." "Diam" bentak Im sie Hong Mo sambil menatapnya dengan mata memancarkan cahaya hijau.
It Hian Tojin langsung diam, seperti telah kehilangan sukma. Im sie Hong Mo tertawa seram
lagi, kemudian membentak. "It Hian Tojin"
"Mulai sekarang engkau harus patuh kepada perintahku"
"Ya" "Mari ikut aku"
"Ya" Im sie Hong Mo melesat pergi, dan It Hian Tojin segera melesat mengikutinya.
setelah partai Butong runtuh, menyusul partai Hwa san, Kun Lun, GoBie, Khong Tong dan partai
swat san. Bahkan Lam Kiong hujin, Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong pun hilang entah ke mana.
Kini hanya tersisa Kay Pang. Penjagaan di markas pusat Kay Pang pun diperketat. sedangkan Bu
Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan dan Lim Peng Hang telah bersiap dengan perasaan tercekam.
Mereka semua duduk di aula depan dengan kening berkerut-kerut. Mendadak mereka
mendengar suara seruan di luar, yang saling menyusul.
"Butong Ngo Hiap berkunjung Butong Ngo Hiap berkunjung...."
Berselang beberapa saat kemudian, muncullah Butong Ngo Hiap dengan wajah muram. Mereka
berlima memberi hormat.
"Silakan duduk" ucap Lim Peng Hang.
"Terima kasih, Lim Pang cu" ucap Butong Ngo Hiap lalu duduk.
"Apakah sudah ada kabar berita tentang It Hian Tojin?" tanya sam Gan sin Kay sambil
memandang mereka.
"Belum." Butong Nao Hiap menggeleng-gelengkan kepala.
" Heran?" gumam Lim Peng Hang. "Para ketua tujuh partai itu hilang ke mana" Kok tiada
jejaknya sama sekali?"
"Kami yakin, mereka telah ditangkap oleh Im sie Hong Mo," ujar In siauw Houw, salah seorang
Butong Ngo Hiap.
"Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin juga telah hilang," sambung Lie say Meng
memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin Kay terbelalak. "Mereka juga telah hilang?"
"Ya." In siauw Houw mengangguk. "Aku pun yakin, mereka pasti ditangkap oleh Im sie Hong
Mo." "Tujuh partai besar telah runtuh, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin pun telah
hilang. Kini... pasti giliran kita," ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.
"Tidak salah." Kim siauw suseng manggut-manggut. "Maka kita harus siap bertarung matimatian."
"Heran" sam Gan sin Kay menggeleng-ge-lengkan kepala. "siapa sebetulnya Im sie Hong Mo itu"
Kok kepandaiannya begitu tinggi?"
"Pengemis bau" Kim Siauw Suseng tertawa. "Siauw Lim Sam Tianglo mati di tangan Im sie Hong
Mo, apakah kita juga akan menyusul?"
"Engkau takut mati ya, sastrawan sialan?" tanya sam Gan sin Kay menyindir.
"Takut mati sih tidak- hanya saja kemungkinan besar kita akan mati penasaran," sahut Kim
siauw suseng. "Benar." Tok Pie sin wan manggut-manggut. " Karena kita akan mati tanpa tahu siapa Im sie
Hong Mo itu"
"Aaaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas. " Kenapa Cie Hiong dan ceng Im masih belum
pulang?" " Lebih baik mereka belum pulang," sahut sam Gan sin Kay.
" Kenapa?" Lim Peng Hang heran.
"Agar mereka tidak usah menjadi korban di sini," ujar sam Gan sin Kay. "Tentunya kalian tahu,
betapa tingginya kepandaian siauw Lim sam Tianglo, tapi mereka hanya dapat bertahan belasan
jurus, kemudian mati secara mengenaskan."
"Pengemis bau" Kim siauw suseng menatapnya. "Menurutmu, Cie Hiong masih tidak mampu
menghadapi Im sie Hong Mo?"
"Entahlah." sam Gan sin Kay menggelengkan kepala.
Pada waktu bersamaan, terdengarlah suara tawa yang menyeramkan, wajah Butong Nao Hiap
langsung berubah.
"Im sie Hong Mo datang" seru mereka dengan suara bergemetar.
"Bagus" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Mari kita hadapi dia"
Mereka semua berhambur ke luar. Tampak seorang berdiri di halaman markas pusat Kay Pang
dan puluhan mayat bergelimpangan di situ pula.
"Ha ha ha He he he" Im sie Hong Mo tertawa. "Akan kuhabiskan semua orang di sini He he
he...." "Im sie Hong Mo" sam Gan sin Kay menatapnya. "Siapakah kau" Ada permusuhan apa engkau
dengan Kay Pang?"
"He he he" Im sie Hong Mo terus tertawa. "Pokoknya aku harus menghabiskan nyawa kalian Di
mana Tio Cie Hiong" Akan kucincang dia Akan kuhisap darahnya Di mana Tio Cie Hiong" Cepat
suruh dia keluar"
"Dia tidak ada," sahut urnPeng Hang. "Engkau punya dendam dengannya?"
"Pokoknya kalian semua harus mati Tio Cie Hiong harus mati juga He he he...." Im sie Hong Mo
tertawa gila. "siapa yang berada di sini, harus mati"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Im sie Hong Mo" Kim siauw suseng tertawa dingin. "Belum tentu engkau dapat membunuh
kami" "Ha ha ha Kalian pasti mati" Im sie Hong Mo mulai menghunus pedangnya. "Akan kucincang
kalian semua"
"Bagus" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Mari kita bertarung Engkau tidak perlu omong besar di
sini" sam Gan sin Kay sudah memegang tongkat bambu, Kim siauw suseng menggenggam suling
emasnya, Lim Peng Hang memegang tongkat bambu, sedangkan Tok Pie sin wan mengeluarkan
goloknya. "He he he He he he" Mendadak pedang Im Sie Hong Mo bergerak menyerang mereka berempat.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan langsung menangkis dengan senjata masing-
masing. Akan tetapi, sekonyong-konyong Im Sie Hong Mo melesat ke atas, kemudian
badannya berputar-putar bagaikan angin puyuh dan pedangnya berkelebatan ke sana ke mari.
Berrrt Pakaian Sam Gan Sin Kay dan Kim Siauw Suseng telah sobek tersabet pedang.
Mereka berdua segera meloncat ke belakang, begitu pula Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan.
Sungguh di luar dugaan, ternyata bahu kedua orang itu telah teriuka dan mengucurkan darah.
"Hati-hati" ujar Sam Gan Sin Kay. "Ilmu pedang Im Sie Hong Mo sangat aneh dan lihay"
"He he he" Im Sie Hong Mo tertawa. "Kalian semua harus mati Pokoknya harus mati"
Mendadak ia menyerang lagi. Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan terkejut
bukan main, sebab gerakan pedang Im Sie Hong Mo cepat laksana kilat, bahkan kacau balau tapi
lihay sekali. Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin Wan terpaksa menangkis, maka terjadilah
pertarungan hebat.
Belasan jurus kemudian, Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan mulai terdesak. Im
Sie Hong Mo tertawa seram, dan gerakan pedangnya juga bertambah aneh dan kacau balau. "Serrt
Berrrt Cess" Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan sudah bermandi darah. Sedangkan
Im sie Hong Mo terus tertawa seram dan pedangnya pun terus bergerak laksana kilat.
Kelihatannya Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan akan mati di bawah pedang Im
sie Hong Mo, sebab mereka berempat telah terluka. Di saat nyawa mereka berempat berada di
ujung pedang itu, mendadak terdengar suara tawa yang sangat nyaring dan melengking- lengking.
"Hi hi hi Hi hi hi"
Im sie Hong Mo tampak tertegun ketika mendengar suara tawa itu, sehingga ia berhenti
menyerang. seketika Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan meloncat ke belakang,
sebab sekujur badan mereka telah berlumuran darah.
"Hi hi hi" suara tawa yang nyaring dan melengking- lengking itu masih bergema, disusul oleh
suara yang penuh mengandung dendam.
"Aku pasti mencincangmu Aku pasti mencincangmu"
Tampak melayang turun sosok bayangan putih di hadapan Im sie Hong Mo. Wajahnya tidak
tampak jelas, sebab tertutup oleh rambutnya yang panjang tergerai. Namun pakaiannya bersih
sekali dan serba putih.
"He he he" Im sie Hong Mo tertawa. "Mau apa kau?"
"Aku harus mencincangmu Aku harus mencincangmu" sahut wanita berbaju putih, lalu
mendadak menyerang Im sie Hong Mo dengan pedang Justru sungguh membingungkan, karena
gerakan pedangnya juga kacau balau tidak karuan.
"He he he" Im sie Hong Mo tertawa dan sambil menangkis.
Terjadilah pertarungan sengit, tapi mereka berdua bertarung sambil tertawa. Gerakan pedang
mereka sama cepat laksana kilat, bahkan juga kacau balau.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan menyaksikan pertarungan itu denga mata
terbelalak. Padahal mereka berempat telah terluka, namun pertarungan itu membuat mereka lupa
akan lukanya. "Hi hi hi" Wanita berbaju putih tertawa nyaring dan melengking-lengking sambil menyerang Im
sie Hong Mo. "Aku harus mencincangmu Aku harus mencincangmu"
sungguh mengherankan, Im sie Hong Mo kelihatan agak takut kepada wanita berbaju putih itu.
la bertarung sambil mundur, bahkan kemudian melesat pergi. Namun wanita berbaju putih tidak
membiarkannya. " Engkau mau kabur ke mana" Aku pasti mencincangmu Aku pasti mencincangmu" serunya
sambil mengejar.
setelah mereka berdua melesat pergi, Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin Wan sating
memandang. " Untung wanita berbaju putih itu segera datang. Kalau tidak..." sam Gan sin Kay menggelenggelengkan
kemala. "Pengemis bau" Kim siauw suseng tertawa. " Kelihatannya kita sudah harus pensiun."
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Benar. sudah waktunya kita pensiun dari rimba
persilatan."
" Heran" gumam Tok Pie sin Wan. "siapa Im sie Hong Mo dan siapa pula wanita berbaju putih
itu?" "Kita sama sekali tidak bisa melihat jelas wajah mereka." sam Gan sin Kay menggelenggelengkan
kepala. "Wajah mereka sama-sama tertutup rambut."
"Mari kita ke dalam berobat dulu" ujar Lim Peng Hang.
"Aduuuh" Tok Pie sin Wan mengaduh- aduh kesakitan.
" Eh?" sam Gan sin Kay terbelalak. " Kenapa baru sekarang engkau menjerit kesakitan?"
"Baru sekarang aku merasa sakit." sahut Tok Pie sin wan dengan wajah meringis.
"Aduuuh" Kim siauw suseng juga menjerit kesakitan.
"Ha ha ha Kalian berdua...." Mendadak sam Gan sin Kay juga menjerit kesakitan. Mereka
berempat lalu berjalan ke dalam.
setelah mengobati dan membalut luka-luka di tubuh masing-masing, barulah mereka duduk
sambil menarik nafas lega.
"Kita semua masih beruntung," ujar sam Gan sin Kay. "Tapi kalau wanita berbaju putih itu tidak
segera muncul, kita semua pasti sudah menjadi mayat."
"Benar." Kim siauw suseng manggut-mang-gut. "Im sie Hong Mo tertawa menyeramkan,
sedangkan wanita berbaju putih tertawa nyaring dan melengking- lengking, kelihatannya mereka
berdua...."
"Tidak waras, kan?" sambung Tok Pie sin Wan.
"Ya." Kim siauw suseng manggut-manggut lagi. "Kalau begitu iblis Gila Alam Baka memang tidak
waras. Lalu wanita...."
"Pek Ih Hong Li (Wanita Gila Baju Putih)." sahut sam Gan sin Kay. "Kita menamainya Pek Ih
Hong Li saja."
"Julukan yang tepat bagi wanita itu" Kim siauw suseng tertawa. "Heran...."
"Memang mengherankan," sambung sam Gan sin Kay. "Gerakan pedang mereka hampir mirip.
Mungkinkah mereka berdua kakak beradik seperguruan?"
"Mungkin." Tok Pie sin wan mengangguk. "Tapi... siapa guru mereka" Dalam rimba persilatan
tidak pernah terdengar ada orang gila yang berkepandaian tinggi...."
"Lagi pula...." Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Pek Ih Hong Li itu terus berteriak begitu,
kelihatannya mereka berdua saling mendendam."
"Benar." sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Padahal kepandaian mereka boleh dikatakan
seimbang, kenapa Im sie Hong Mo malah kabur?"
"Aaaakh..." Kim siauw suseng menarik nafas panjang. "Sebelumnya siauw Lim sam Tianglo telah
berfirasat akan muncul seorang iblis ganas, bahkan tahu pula akan mati di tangannya."
"seharusnya mereka bertiga menyembunyikan diri," ujar Tok Pie sin wan mendadak.
"Lutung gila siauw Lim sam Tianglo telah ditakdirkan harus mati di tangan Im sie Hong Mo.
Karena itu, mereka bertiga tidak mau bersembunyi," sahut sam Gan sin Kay.
"Ha ha ha" Mendadak Kim siauw Suseng tertawa geli.
"Lho?" sam Gan sin Kay menatapnya heran. "sastrawan sialan, kenapa engkau tertawa geli"
Baru lolos dari kematian sudah tertawa geli Dasar...."
"Kita panggil Tok Pie sin wan sebagai Lutung Gila, itu berarti dia masih mempunyai hubungan
dengan Im sie Hong Mo dan Pek Ih Hong Li. Tapi... kepandaiannya justru...." Kim siauw suseng
tertawa geli. "Benar." sam Gan sin Kay tertawa.
"Hmm" dengus Tok Pie sin wan. " Kalian jangan mentertawakan diriku. Kalian berdua Bu Lim Ji
Khie, tapi kini harus dipanggil Bu Lim Ji Kwei (Dua Kura-kura Rimba persilatan)"
"Eh" Lutung gila...." sam Gan sin Kay melotot.
"Sudahlah Jangan ribut" ujar Lim Peng Hang. "Kita masih harus berjaga-jaga, karena
kemungkinan besar Im sie Hong Mo masih akan muncul."
"Percuma kita berjaga-jaga" Kim siauw suseng menggelengkan kepala. "Kalau Im sie Hong Mo
muncul lagi, paling... kita juga pasrah."
"Yaah..." sam Gan sin Kay menghela nafas. "Tidak disangka Bu Lim Ji Khie akan pasrah dalam
hal ini" "Melawan juga percuma. Malah bisa-bisa kita akan mati seperti siauw Lim sam Tiang lo," ujar
Kim siauw suseng.
"Aaakh" Lim Peng Hang menggeleng- gelengkan kepala. "Kapan cie Hiong dan ceng Im pulang?"
"Pengemis bau Menurut pendapatmu, apakah Cie Hiong dapat menghadapi Im sie Hong Mo?"
tanya Kim siauw suseng mendadak.
"Entahlah." sam Gan sin Kay menggelengkan kepala. "Tapi mudah-mudahan cie Hiong dapat
menghadapinya Kalau tidak...."
"Lebih baik dia dan ceng Im jangan pulang dulu," sambung Lim Peng Hang.
"Cie Hiong dapat merobohkan Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo, bagaimana mungkin
tidak dapat menghadapi Im sie Hong Mo?" ujar Tok Pie sin Wan.
"Aku yakin dia dapat menghadapi Im sie Hong Mo."
"Mudah-mudahan" sahut Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang.
Bab 39 Muh san Nao Kui (Lima setan Gunung Muh san)
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im memang sedang dalam perjalanan pulang. Apa yang telah
terjadi di rimba persilatan, mereka berdua sama sekali tidak mengetahuinya.
Mereka berdua menunggang seekor kuda, memupuk cinta kasih sambil menikmati keindahan
alam yang mereka lewati.
"Kakak Hiong, setelah kita sampai di markas pusat Kay Pang, apa rencanamu?" tanya Lim Ceng
Im sambil tersenyum lembut.
"Kita menikah, lalu hidup tenang dan bahagia di tempat terpencil," jawab Tio cie Hiong.
"Benar." Lim Ceng Im manggut-manggut. "Aku sudah jemu berkecimpung di rimba persilatan,
maka alangkah baiknya kita hidup tenang dan bahagia di tempat terpencil, jadi kita tidak akan
dipusingkan lagi oleh urusan rimba persilatan."
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kalau kita punya anak kelak, apakah harus di ajari ilmu
silat?" "Itu memang harus," ujar Lim Ceng Im. "Kalau tidak. anak kita akan dihina orang."
"Kalau begitu, sudah barang tentu anak kita akan berkecimpung dalam rimba persilatan, kan?"
Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Pasti. Tidak mungkin akan ikut kita hidup di tempat terpencil, sebab anak kita harus mencari
pengalaman di luar." Lim Ceng Im tersenyum.
"Eh?" Tio Cie Hiong tertawa geli. "Kita belum menikah, tapi sudah membicarakan anak. Apakah
tidak terlampau awal?"
" Engkau yang memulai, aku cuma menyambung." Lim Ceng Im cemberut. "Ya, kan?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "ohya, engkau ingin anak lelaki atau anak perempuan?"
"Anak lelaki boleh, anak perempuan pun tidak jadi masalah," sahut Lim Ceng Im sungguhsungguh
. "Bagus Memang harus begitu." Tio Cie Hiong tersenyum dan menambahkan. "Anak lelaki harus
setampan aku, anak perempuan harus secantik engkau."
"Tentu." Lim Ceng Im tertawa gembira. "Kakak Hiong, kita pasti akan bertambah bahagia
setelah dikaruniai anak."
"Benar. Tapi... kita juga harus baik-baik mendidik anak. agar tidak mencemarkan nama kita,"
ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Ng" Lim Ceng Im mengangguk.
Begitulah mereka berdua melakukan perjalanan sambil bercakap-cakap. Kadang-kadang mereka
bersenda gurau, bahkan sering pula Tio Cie Hiong meniup sulingnya.
Hari ini mereka memasuki kota Pie Hong, dan begitu memasuki kota tersebut Tio Cie Hiong
teringat sesuatu.
"Adik Im, aku ingin mengatakan sesuatu, engkau jangan salah sangka ya" ujar Tio Cie Hiong.
"Katakanlah" Lim Ceng Im tersenyum. "Tidak mungkin aku akan salah sangka terhadapmu."
"Ini kota Pie Hong, maka..."
"Aku tahu." Lim Ceng Im tersenyum lagi.
" Engkau ingin mengajakku berkunjung ke rumah hartawan Lie, bukan?"
" Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Itu tidak apa-apa," ujar Lim Ceng Im sungguh-sungguh. "Jadi akupun bisa berkenalan dengan
Nona Lie. setelah kami bertemu, dia pun tidak usah terus merindukanmu."
"Memang begitulah maksudku." Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil tersenyum lembut.
Betapa kaget dan gembiranya hartawan Lie, ia menyambut kedatangan mereka dengan penuh
keramahan. Namun di balik itu, wajahnya tampak murung sekali. "Ha ha cie Hiong Aku tak
menyangka engkau masih ingat kepadaku silakan duduk"
"Terimakasih, paman" Tio Cie Hiong duduk. dan Lim Ceng Im duduk di sebelahnya.
"ohya, nona ini..." Hartawan Lie memandang Lim Ceng Im dengan penuh perhatian.
"Dia bernama Lim Ceng Im, calon istriku." Tio Cie Hiong memperkenalkan.
"ooooh" Hartawan Lie manggut-manggut.
"sungguh cantik Nona Lim, kalian memang pasangan yang serasi."
"Paman Di mana bibi?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Dia... dia sedang beristirahat di dalam kamar...," jawab hartawan LieJustru di saat bersamaan
muncullah nyonya Lie dengan air mata berderai-derai.
"cie Hiong syukurlah engkau datang siu sien pasti tertolong..." ujarnya.
"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun. "Apa yang terjadi atas diri adik Siu Slen" Bibi, ceritakanlah"
"Nak..." Nyonya Lie menangis terisak-isak.
"Begini..." Hartawan Lie memberitahukan. "sebulan lalu, kota ini diserbu para perampok, bahkan
para perampok itu memperkosa para gadis. Betapa takutnya kami sekeluarga, mendadak muncul
beberapa perampok di sini..."
"Kemudian bagaimana?" tanya Tio Cie Hiong tegang.
"Beberapa perampok itu menangkap siu sien..." Lanjut hartawan Lie. "Tiba-tiba muncul seorang
pemuda, yang langsung menyerang perampok-perampok itu, bahkan membunuh mereka. setelah
itu, pemuda tersebut melesat ke luar membunuh perampok-perampok yang lain."
"siapa pemuda itu?" tanya Tio Cie Hiong.
"Dia bernama Kam Pek Kiam," jawab hartawan Lie dan memberitahukan. "Pemuda itu kembali
ke mari lagi, maka kami sangat ber-terimakasih kepadanya Justru sungguh di luar dugaan, dia dan
siu sien saling memandang..."
"Mereka saling jatuh hati barangkali?" Tlo cie Hiong tersenyum.
"Benar." Hartawan Lie manggut-manggut. "sebab siu sien berterus terang pada kami, karena itu
kami pun bertanya pada Kami Pek Kian. Ternyata pemuda itu juga suka kepada siu sien. Tentunya
sangat menggembirakan kami, sehingga kami pun menjodohkan mereka. Akan tetapi..."
"Terjadi sesuatu?" tanya Tio Cie Hiong.
"Ya." Hartawan Lie mengangguk. "Kemarin kepala perampok berjumlah lima orang datang ke
mari..." "Kam Pek Kian itu dirobohkan oleh kelima perampok?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"sebetulnya Kam Pek Kian tidak kalah, namun salah seorang kepala perampok itu mengeluarkan
sesuatu, kemudian dilemparkannya ke-tanah dan mengebulkan asap. membuat Kam Pek Kian
langsung pingsan. Kelima kepala perampok itu menangkapnya, bahkan juga menangkap siu sien."
Hartawan Lie memberitahukan dengan wajah murung. "Cie Hiong, selamatkanlah mereka...."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Ohya, apakah paman tahu di mana sarang perampokperampok
itu?" "Mereka menyebut diri mereka Muh san Ngo Kui," ujar hartawan Cie.
"Kalau begitu, tempat tinggal mereka pasti berada di Gunung Muh san," ujar Tio Cie Hiong dan
bertanya. "Paman tahu di mana Gunung Muh san itu?"
"Tahu." Hartawan Cie mengangguk. "Kira-kira lima puluh mil dari sini, harus melalui jalan ke
utara." "Kalau begitu kami berangkat sekarang," ujar Tio Cie Hiong. "Paman dan bibi tenang saja Kami
pasti dapat menyelamatkan Adik siu sien dan Kam Pek Kian."
"Terima kasih, Cie Hiong" ucap Hartawan Lie.
"Nak" ucap Nyonya Cie dengan air mata bercucuran. "Terimakasih..."
Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mengajak Lim Ceng Im berangkat ke Gunung Muh san.
"Akan kuhabiskan para perampok itu"
"Adik Im, jangan sembarangan membunuh" pesan Tio Cie Hiong.
"Tapi..." Lim Ceng Im mengerutkan kening.
"Aku akan memusnahkan kepandaian mereka, jadi engkau tidak usah berbuat dosa membunuh
orang" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Ya, Kakak Hiong." urn ceng Im mengangguk.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im telah tiba di kaki Gunung Muh san. setelah menambatkan
kudanya di pohon, Tio Cie Hiong memungut sebatang bambu untuk Lim Ceng Im, lalu mengajak
gadis itu mendaki ke atas.
"Kakak Hiong, kenapa tidak menggunakan ginkang Bukankah lebih cepat?" tanya Lim Ceng Im.
"Kita belum tahu di mana sarang perampok-perampok itu," jawab Tio Cie Hiong sambil
tersenyum. " Kalau kita berjalan kaki, pasti muncul perampok menghadang kita, jadi kita bisa
bertanya di mana sarang mereka"
"Betul, Kakak Hiong." Lim Ceng Im manggut-manggut.
Mereka terus mendaki melaluijalan setapak. Berselang beberapa saat kemudian, Tio cie Hiong
berhenti mendadak.
"Kakak Hiong...?" Lim Ceng Im heran.
"Adik Im" bisik Tio cie Hiong. "Ada bebwrapa orang sedang mengintai kita di atas pohon."
"oh?" Lim Ceng Im segera memandang ke atas mengarah ke pohon-pohon, namun tidak melihat
apa-apa. "Kok aku tidak melihat mereka?"
"Mereka bersembunyi di balik dedaunan yang lebat, maka engkau tidak melihat mereka," sahut
Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Mereka akan memanah kita."
(Bersambung ke bagian 25)
Jilid 25 Tio cie Hiong memungut beberapa batu kecil, kemudian mengajak Lim ceng Im mendaki lagi.
Tapi sekonyong-konyong...
Serrr Seeer Seeer Terdengar suara ser-seran kemudian, tampak puluhan panah meluncur cepat
ke arah mereka.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tio cie Hiong mengibaskan lengan bajunya, panah-panah itu terpental semua, kemudian ia
mengayunkan tangannya.
"Aaaakh..." Terdengar suara jeritan, lalu tampak beberapa sosok tubuh berjatuhan dari pohon.
Terdengar Tio cie Hiong menyambit mereka dengan batu kerikil.
Perlahan-lahan Tio cie Hiong menghampiri mereka. Seketika juga mereka berlutut minta
ampun. "Tayhiap (Pendekar Besar), ampunilah kami"
"Aku akan mengampuni nyawa kalian" sahut Tio cie Hiong sambil mengibaskan lengan bajunya.
Beberapa perampok itu menjerit-jerit lagi, ternyata Tio cie Hiong telah memusnahkan kepandaian
mereka. "Di mana pemimpin kalian?" tanya Lim ceng Im membentak.
"Mereka... mereka berada di puncak gunung...," jawab salah seorang perampok. "Mereka
sedang berpesta."
"Kakak Hiong, mari kita ke puncak" ajak Lim ceng Im.
Tio Gouw Han Tiong mengangguk. Mereka lalu melesat menggynakan ginkang. Maka tak
seberapa lama kemudian, mereka berdua sudah sampai di puncak. Tampak beberapa buah tenda di
situ, dan puluhan orang sedang minum-minum sambil tertawa-tawa.
Tio Cie Hiong dan Lim ceng Im mendekati mereka. Ketika melihat kemunculan mereka berdua,
para perampok itu tertegun.
"siapa kalian?" bentak beberapa perampok.
"Kami ingin menemui pemimpin kalian" sahut Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" salah seorang perampok tertawa gelak. "saudara-saudara, kita sungguh beruntung
Ada gadis cantik mengantar diri, kita..." Plak Plak Terdengar suara tamparan. Aduuuh Jerit
perampok itu kesakitan.
Ternyata Lim Ceng Im bergerak cepat menampar muka perampok itu. Perampok perampok lain
tampak terkejut dan langsung menghunus pedang.
"serang mereka" teriak salah seorang perampok.
seketika para perampok itu menyerang Tio cie Hiong dan Lim ceng Im, tapi mendadak badan
Tio Cie Hiong bergerak laksana kilat, dan seketika terdengarlah suara jeritan-jeritan.
Dalam waktu yang singkat sekali, para perampok itu telah roboh. Kemudian muncul lima orang
bertampang seram, yang ternyata Muh san Nao Kui (Lima setan Muh san).
"siapa kalian?" bentak Muh san Ngo Kui. "sungguh berani kalian merobohkan para anak buah
kami" "Aku Pek Ih sin Hiap" sahut Tio Cie Hiong.
"Haaah..." Muh san Nao Kui terbelalak dan wajah mereka pun berubah pucat pias. "Pek Ih sin
Hiap?" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Pek Ih sin Hiap. ampunilah kami Mulai sekarang kami tidak akan berani melakukan kejahatan
lagi. Ampunilah kami"
"Aku akan mengampuni nyawa kalian, tapi kepandaian kalian harus kumusnahkan" sahut Tio Cie
Hiong. "Jangan..Jangan..." Muh san Nao Kui langsung menjatuhkan diri berlutut. "Jangan
memusnahkan kepandaian kami"
Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mendadak tengannya bergerak menggunakan Bit Ciat sin Ci (Jari
sakti Pemusnah Kepandaian) menyerang Muh san Ngo Kui.
"Aaakh..."jerit Muh san Nao Kui lalu terkapar.
" Kepandaian kalian telah musnah, maka mulai sekarang kalian harus menjadi orang baik-baik"
ujar Tio Cie Hiong, lalu bersama Lim Ceng Im berjalan memasuki tenda.
Mereka melihat seorang pemuda terikat kaki serta tangannya dengan rantai besi, dan seorang
gadis diikat dengan tali.
"Adik siu sien" seru Tio Cie Hiong girang.
" Engkau... engkau Kakak Hiong?" Cie siu sien terbelalak, seakan tidak percaya kepada
penglihatannya .
"Benar, aku Tio Cie Hiong," sahutnya dan berkata pada Lim Ceng Im.
"Adik Im, buka tali itu"
Lim Ceng Im mengangguk. lalu membuka tali yang mengikat siu sien. sedangkan Tio Cie Hiong
mendekati pemuda tampan itu, yang ternyata Kam Bek Kian.
Tio Cie Hiong memegang rantai besi yang mengikat tangan dan kaki pemuda itu, kemudian
menyentaknya sehingga putus.
" Haaah?" Bukan main terkejutnya Kam Pek Kian, sehingga mulutnya ternganga lebar.
" Kakak Hiong" Cie siu sien mendekatinya.
"Dia Kam Pek Kian."
"saudara Kam" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Anda... Anda pasti Tio Cie Hiong" seru Kam Pek Kian girang.
"Adik sien pernah menceritakan tentang dirimu.Jadi... Anda Pek Ih sin Hiap yang telah
menggemparkan rimba persilatan."
"Itu hanya julukan kosong belaka," sahut Tio Cie Hiong merendah.
"Terima kasih, saudara Tio" ucap Kam Pek Kian, lalu mendadak melesat ke luar. Tak lama
kemudian terdengarlah jeritan-jeritan yang menyayatkan hati.
Tio Cie Hiong mengerutkan kening, lalu melesat ke luar. Betapa terkejutnya, karena melihat Muh
san Nao Kui dan para perampok itu telah menjadi mayat.
sedangkan Kam Pek Kian duduk di bawah sebuah pohon sambil menangis tersedu-sedu,
sehingga membuat Tio Cie Hiong terheran- heran.
Lim Ceng Im mendekati Tio Cie Hiong, dan Lie siu sien mendekati Kam Pek Kian sekaligus
membelainya dengan penuh cinta kasih.
" Kakak Hiong, diakah yang membunuh semua perampok itu?" tanya Lim Ceng Im berbisik.
"Ng" Tio Cie Hiong mengangguk.
" Kenapa dia menangis setelah membunuh para perampok itu?" tanya Lim Ceng Im lagi dengan
heran. "Entahlah." Tio cie Hiong menggelengkan kepala. "Mari kita ke sana"
Mereka berdua mendekati Kam Pek Kian dan Cie siu sien, sementara Kam Pek Kian masih terus
menangis. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berdiri diam di hadapan mereka. Lie siu sien memandang
mereka berdua sambil menggeleng-gelengkan kepala, dan menghela nafas.
sesaat kemudian Kam Pek Kian berhenti menangis, lalu mendongakkan kepala memanda Tio Cie
Hiong. "saudara Tio Maaf..." ucapnya.
"Tidak apa-apa," sahut Tio Cie Hiong lembut, la tahu, bahwa batin Kam Pek Kian tertekan
sesuatu. "saudara Kam, kenapa engkau membunuh para perampok itu?" tanya Lim Ceng Im dan
menambahkan. "Padahal kepandaian mereka telah musnah."
"Aku... aku memang tidak bisa mengampuni para penjahat," jawab Kam Pek Kian.
" Kalau aku bertemu penjahat, pasti kubunuh."
"saudara Kam, itu pasti ada sebab musababnya, bukan?" Tio Cie Hiong menatapnya.
"Ya." Kam Pek Kian mengangguk dan menutur. "Ketika aku berusia sebelas tahun, terjadi
malapetaka di keluargaku..."
"Malapetaka apa?" tanya Lim Ceng Im.
"orang tuaku sangat kaya dan berhati bajik, selalu menolong orang dan lain sebagainya," jawab
Kam Pek Kian dan melanjutkan penuturannya.
"Aku mempunyai tiga kakak perempuan. Pada suatu malam muncul belasan orang di rumahku.
Mereka merampok dan membunuh kedua orang tuaku, bahkan kemudian memperkosa ketiga kakak
perempuanku hingga mati. Aku menyaksikan kejadian itu dengan mata kepala sendiri Ketika para
perampok itu mau membunuhku, tiba-tiba muncul seorang tua menolongku, dan membunuh semua
perampok itu. sejak saat itu aku berguru kepada orang tua tersebut."
"Aaaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas. "saudara Kam, engkau harus melupakan kejadian itu,
agar tidak terus menghantui hatimu Kedua orang tuaku mati ditangan Bu Lim sam Mo, kakak
perempuanku mati di tangan Empat Dhalai Lha-ma Tibet. Namun aku tidak membunuh mereka,
hanya memusnahkan kepandaian mereka saja."
"saudara Tio" Kam Pek Kian menatapnya. "Engkau berhati bajik, aku kagum kepadamu."
"saudara Kam, engkau berasal dari mana?" tanya Tio cie Hiong, karena mendengar logatnya,
agak lain. "Aku berasal dari Kang Lam," jawab Kam Pek Kian memberitahukan. "Aku pergi mengunjungi
famili, kebetulan menginap di Kota Pie Hong."
"Karena itu, engkau menyelamatkan Kakak siu sien, bukan?" Lim Ceng Im tersenyum.
" Ya." Kam Pek Kian mengangguk.
"setelah itu, kalian berdua pun saling mencinta," ujar Lim Ceng Im dan menambahkan.
"orang tua Kakak siu sien telah memberitahukan kepada kami."
"Adik Ceng Im, engkau dan Kak Hiong...?" wajah Lie siu sien kemerah-merahan.
"Dia calon istriku." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Oooh" Lie siu sien manggut. " Kalian berdua memang pasangan yang serasi."
"Begitu pula kalian berdua," sahut Lim Ceng lm.
"ohya, saudara Kam..." Tio Cie Hiong teringat sesuatu. "Bolehkah engkau memperlihatkan ilmu
pedangmu" "
"Boleh." Kam Pek Kian mengangguk. lalu bergerak mempergunakan pedang. Ia
mempertunjukkan ilmu pedangnya, setelah itu bertanya. "Bagaimana ilmu pedangku" saudara Tio,
aku mohon petunjuk"
" Ilmu pedangmu cukup lihay,"jawab Tio Cie Hiong dan melanjutkan. "Tapi kalau berhadapan
dengan penjahat yang berkepandain tinggi, engkau pasti kewalahan menghadapinya. oleh karena
itu..." "Terimakasih, saudara Tio" ucap Kam Pek Kian cepat.
"sebab..." Kam Pek Kian tersenyum. "Aku tahu saudara Tio berniat mengajar aku semacam ilmu
pedang, maka aku mengucapkan terima kasih kepadanya."
"Benar," Tio Cie Hiong manggut-manggul. "Aku memang berniat begitu."
"Terimakasih, saudara Tio" ucap Kam Pek Kian dengan girang.
Tio Cie Hiong mengambil pedang kemudian mempertunjukkan Toat Beng Kiam Hoat. Kam Pek
Kian menyaksikannya dengan mulut terngaga.
"Nah" ujar Tio Cie Hiong memberitahukan setelah berhenti mempertunjukkan ilmu pedang
tersebut. "Aku akan mengajarmu Toat Beng Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pencabut Nyawa) ini."
"saudara Tio..." Kam Pek Kian terbelalak.
"Perhatikan baik-baik" Tio Cie Hiong mulai mengajarnya ilmu pedang itu.
Kam Pek Kian mencurahkan perhatiannya. setelah Tio Cie Hiong mengajarnya berulang kali,
Kam Pek Kian dapat menguasai ilmu pedang tersebut, namun masih lamban gerakannya.
"saudara Kam" Tio Cie Hiong tersenyum. "Engkau harus terus berlatih agar bisa cepat"
"Ya." Kam Pek Kian mengangguk.
" ingat Kalau tidak terpaksa, janganlah engkau menggunakan ilmu pedang ini, sebab setiap
jurusnya pasti mencabut nyawa orang" pesan Tio Cie Hiong.
" Ya." Kam Pek Kian mengangguk lagi.
"sekarang mari kila kuburkan mayal-mayat itu" ujar Tio cie Hiong. Mereka lalu menggali sebuah
lubang besar, dan menguhurkan mayat-mayat itu di dalamnya. setelah itu, Tio Cie Hiong berpamit.
"Kakak Hiong tidak mau ke rumah lagi?" tanya Lie siu sien.
"Kami masih harus melanjutkan perjalanan, sampaikan salamku kepada kedua orang tuamu"
jawab Tio Cie Hiong dan menambahkan. "ohya, kalian berdua harus pulang, sebab paman dan bibi
sangat mencemaskan kalian."
"Ya." Lie siu sien mengangguk. "Kalau kalian sempat kelak. jangan lupa ke rumah kami"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "sampaijumpa dan semoga kalian berdua hidup bahagia"
"sama-sama," sahut Kam Pek Kian sambit tersenyum.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melesat pergij Lie siu sien dan Kam Pek Kian saling
memandang, kemudian tersenyum mesra.
"Kakak Kian" ujar Cie siu sien dengan suara rendah. "Kalau Kakak Hiong dan Adik Im tidak
muncul, entah bagaimana nasib kita?"
"Adik sien" Kam Pek Kian menghela nafas. " Yang jelas kita telah berhutang budi kepada
saudara Tio, entah kapan dan harus bagaimana kita membalas budi pertolongannya itu?"
Bab 40 Mayat-mayat hidup
Ketika hari mulai sore, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im memasuki sebuah desa yang cukup
besar. Namun sungguh mengherankan, desa itu tampak sepi sekali. Lim Ceng Im menengok ke
sana ke mari sambil mengerutkan kening, kemudian bergumam.
"Desa ini cukup besar, tapi kenapa begitu sepi?"
"Adik Im" sahut Tio Cie Hiong serius. "Pasti telah terjadi sesuatu di desa ini, maka lebih baik kita
bertanya kepada salah seorang penduduk."
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im menunjuk ke sebuah rumah yang pintunya terbuka. "Mari kita
bertanya kepada penghuni rumah itu"
Tio Cie Hiong mengangguk. Mereka berdua lalu berjalan ke rumah itu. Walau pintu rumah itu
terbuka, namun Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im tidak berani lancang memasukinya. Tio Cie Hiong
dan Lim Ceng Im saling memandang, kemudian Tio Cie Hiong mengetuk pintu.
"siapa?" terdengar suara sahutan dari dalam.
"Maaf, kami kebetulan lewat di desa ini, maka mampir sebentar," ujar Tio Cie Hiong.
sesaat kemudian, muncullah seorang gadis berusia belasan yang terus menatap Tio Cie Hiong
dan Lim Ceng Im dengan mata terbelalak. "siapakah kalian?" tanyanya.
"Adik" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kami ingin bertanya, kenapa desa ini begitu sepi?"
"Karena...." ucapan gadis itu terputus, karena ada orang bertanya dari dalam.
" Bwee Ji (Anak Bwee), siapa yang di luar?"
"Ada tamu, Ayah," sahut gadis itu.
" Undang mereka masuk" suara seruan dari dalam.
"Ya, Ayah." Bwee Ji mengangguk. " Kakak. masuklah"
"Terimakasih" ucap Tio Cie Hiong lalu melangkah kc dalam diikuti Lim Ceng Im dari belakang.
"silakan duduk" ucap Bwee Ji sopan.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im mengangguk. lalu duduk sambil memandang ke dalam,
sedangkan Bwee Ji menyuguhkan dua cangkir teh.
" Kakak. silakan minum"
"Terimakasih" ucap Tio Cie Hiong dan bertanya, "Adik, kenapa ayahmu?"
"Ayahku sakit," jawab Bwee Ji dengan wajah murung. "sejak malam itu, ayahku sakit..."
"Oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Adik, kenapa tidak memanggil tabib ke mari
memeriksanya" "
"Kami... kami tidak mempunyai uang," Gadis itu menundukkan kepala.
"Aku mengerti ilmu pengobatan, bolehkah aku memeriksa ayahmu?" tanya Tio Cie Hiong.
"Boleh, boleh." Bwee Ji girang sekali. "Mari ikut aku masuk"
Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im mengikuti Bwee Ji ke dalam. Tampak seorang tua berbaring di
ranjang kayu, wajahnya pucat pias dan nafasmu memburu.
"Paman" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku akan memeriksa Paman sebentar, Paman tidak
berkeberatan kan"^
"Terimakasih... " ucap orang tua itu.
Tio Cie Hiong mulai memeriksa nadi orang tua itu, berselang sesaat ia manggut-manggut seraya
berkata . "Tidak apa-apa, Paman hanya mengalami ketakutan, sehingga membuat jantung Paman
tergoncang."
"Aku... aku memang takut sekali," ujar orang tua itu.
Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian mengambil sebutir obat lalu dimasukkan ke mulut orang tua
itu. "telanlah obat itu" ujar Tio Cie Hiong. orang tua itu menelan obat tersebut. sesaat kemudian,
nafasnya sudah norma kembali.
"Terimakasih" ucap orang tua itu sambil bangun duduk. "ohya, sebetulnya siapa kalian?"
"Kami bernama Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im." Tio Cie Hiong memberitahukan. " Kebetulan
kami lewat di sini, karena desa ini tampak sepi, niaka kami merasa heran."
"Aaaakh..." orang tua itu menghela nafas. "seluruh penduduk desa ini di cekam ketakutan."
"Apa yang telah terjadi di desa ini?" tanya Tio Cie Hiong.
"Beberapa malam lalu..." tutur orang tua itu. "Mendadak anjing-anjing di desa ini melolong
menyeramkan, kemudian muncul beberapa sosok bayangan hitamn"
"Apa itu?" tanya Lim Ceng Im merinding.
"Mereka berjalan kaku. sekujur badan mereka berlumuran tanah, membengkak dan berbau
busuk." ujar orang tua itu dengan wajah diliputi ketakutan.
"Apakah mereka mayat-mayat hidup?" tanya Tio Cie Hiong sambil mengerutkan kening.
"Benar." orang tua itu mengangguk. "Mayat- mayat hidup itu telah membunuh beberapa orang.
Iiiih sungguh mengerikan"
"Apakah mayat-mayat itu muncul setiap malam?" tanya Tio Cie Hiong.
"Ya." orang tua itu menarik nafas. "Malam itu aku pulang agak larut. Aku melihat maya- mayat
itu sedang mengoyak-ngoyak tubuh orang, dan tak lama aku langsung jatuh pingsan."
"Heran" gumam Tio Cie Hiong. "Bagaimana mungkin ada mayat bisa hidup kembali" sungguh
tak masuk akal"
" Kakak Hiong, mari kita cepat pergi" ajak Lim Ceng Im ketakutan.
"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Aku harus membasmi mayat-mayat itu, agar
tidak mengganas lagi di desa ini."
"Kakak Hiong..." Lim Ceng Im terbelalak. "Engkau... engkau ingin membasmi mayat-mayat
hidup itu?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk pasti.
"Apakah engkau tidak takut?" tanya Lim Ceng Im sambil memandangnya.
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Apanya yang ditakuti?"
"Tapi..." Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Aku takut sekali."
"Kalau engkau takut, begitu mayat-mayat hidup itu muncul, engkau diam saja di dalam rumah
ini" ujar Tio Cie Hiong. "Aku akan keluar menghadapi mereka."
"Kakak Hiong..."
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum lagi. "Apakah engkau tidak percaya kepada diriku?"
"Aku percaya, tapi mereka mayat-mayat hidup,.." Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala.
"Lebih gampang menghadapi mayat hidup daripada manusia. sebab mayat hidup tidak bisa
berpikir, sedangkan manusia dapat berpikir dan banyak akalnya," ujar Tio Cie Hiong.
"Tapi... menyeramkan."
"Adik Im, siapa pun akan menjadi mayat. Begitu pula kita. Kalau kita sudah mati, bukankah akan
menjadi mayat?"
"Iiiih" Lim Ceng Im mengerutkan kening. "Kakak Hiong, jangan omong begitu ah"
"Adik" Tio cie Hiong menatap Bwee Ji seraya bertanya. "Apakah engkau takut kepada mayat
hidup itu?"
"Memang takut, tapi tidak begitu takut," sahut Bwee Ji.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eeeeh?" Lim Ceng Im melongo. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan itu"
"Takut karena mayat-mayat itu bisa hidup dan membunuh orang, tidak begitu takut karena kita
bisa lari," jawab Bwee Ji menjelaskan. "sedangkan mayat-mayat itu tidak bisa lari"
"Benar." Tio Cie Hiong tersenyum sambil manggut-manggut.
" Kalau orang sudah ketakutan, bagaimana mungkin bisa lari lagi?" Lim Ceng Im menggelenggelengkan
kepala. " Itu tergantung pada keberanian masing-masing, lagi pula kita harus tenang menghadapi
segala sesuatu," sahut Bwee Ji.
"Eh?" Lim Ceng Im tertegun. "Adik, berapa usiamu sekarang?"
"Tiga belas." Bwee Ji memberitahukan. "Ketika mayat-mayat hidup itu muncul, aku sering
mengintip dari lubang jendela. Mayat-mayat hidup itu berjalan kaku. Kalau kita tidak mendekatinya,
mereka tidak bisa mengejar kita karena mereka tidak bisa lari. Dari tadi ayah menyuruhku menutup
pintu, tapi aku tidak menurutinya."
" Bwee Ji" bentak orang tua itu. "Kenapa engkau makin bandel?"
"Ayah, kalau belum malam, mayat-mayat hidup itu tidak akan muncul. Kenapa harus tutup pintu
sekarang" Lagi pula tanpa setahu ayah, aku sudah bikin sebuah pintu belakang. Apabila mayatmayat
hidup itu ke mari, kita bisa kabur lewat pintu belakang."
"Oh?" Qrang tua itu tersenyum. " Bwee Ji, engkau memang cerdik"
sementara hari sudah mulai gelap. Ketika Bwee Ji ingin menutup pintu, Tio Cie Hiong
mencegahnya. "Aku duduk di sini, pintu tidak usah ditutup,"
" Kakak tidak takut pada mayat-mayat hidup itu?" tanya Bwee Ji terbelalak.
"Tidak," sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Bahkan aku ingin membasmi mereka."
"oh?" Bwee Ji menatap Tlo Cie Hiong dalam-dalam. "Kalau begitu... kakak pasti berkepandaian
tinggi" "Tidak begitu tinggi." Tio Cie Hiong tersenyum lagi dan sangat menyukai gadis kecil itu.
Tak terasa malam sudah tiba. Tio cie Hiong, Lim Ceng Im dan Bwee Ji berada di ruang depan,
sedangkan orang tua itu berada di dalam dengan wajah pucat pias. Berselang beberapa saat
kemudian, terdengarlah suara lolong anjing yang menyeramkan.
" Kakak Mungkin mayat-mayat hidup itu sudah ke mari," ujar Bwee Ji sambil mengintip ke luar
melalui lubang jendela.
" Kakak Hiong..." Lim Ceng Im ketakutan.
"Adik Im" Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kok nyalimu begitu kecil" Lihatlah adik
itu Dia tidak ketakutan, melainkan malah terus mengintip ke luar."
"Dia masih kecil, maka belum mengenal rasa takut," sahut Lim Ceng Im sambil cemberut,
kemudian menarik nafas dalam-dalam. "Nah, aku sudah tidak takut lagi."
"oh?" Tio Cie Hiong tertawa. "Tapi kenapa wajahmu tampak pucat?"
"Tuh" Bwee Ji yang mengintip itu memberitahukan. "Mayat-mayat hidup itu sudah muncul."
Tio Cie Hiong manggut-manggut, lalu berjalan ke luar dengan tenang. sedangkan Lim Ceng Im
juga melongok ke luar. Begitu melihat mayat-mayat hidup itu, ia nyaris pingsan seketika.
Bwee Ji malah terus mengintip dengan penuh perhatian, ingin tahu bagaimana cara Tio Cie
Hiong membasmi mayat-mayat itu.
Ketika mendekati mayat-mayat hidup itu, Tio Cie Hiong mengerahkan ilmu Penakluk iblis. Maka
tidak heran kalau mayat-mayat hidup itu langsung diam tak bergerak lagi.
Tio Cie Hiong memandang mayat-mayat hidup itu. la tahu bahwa mayat-mayat itu dibangkitkan
oleh semacam ilmu sesat. Kemudian ia mengibaskan tangannya ke arah mayat-mayat hidup itu.
Ternyata ia telah mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang.
seketika mayat-mayat hidup itu mengepulkan asap. lalu roboh dan hanya tinggal tulang
belulang. Tio Cie Hiong kembali ke rumah itu. Bwee Ji menyambutnya dengan penuh kekaguman. "Kakak
hebat sekali" ujarnya.
" Eng kau memang berani, dari tadi terus mengintip" seru Tio Cie Hiong tersenyum sambil
memandangnya. "Kek kakak tahu aku terus mengintip?" Bwee Ji heran.
"Tentu tahu." sahut Lim Ceng Im sambil tertawa kecil. Kini gadis itu tidak merasa takut lagi.
" Kakak Hiong, kenapa mayat-mayat hidup itu diam saja ketika kau dekati?"
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Apakah engkau lupa, bahwa aku belajar Ilmu Penakluk
iblis?" "oooh?" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Aku lupa. Kalau engkau bilang dari tadi, aku pasti
tidak merasa takut."
"Sebetulnya mayat-mayat itu tidak hidup, melainkan dibangkitkan oleh semacam ilmu sesat." Tio
Cie Hiong memberitahukan. "Aku justru masih merasa heran, siapa yang memiliki ilmu sesat itu."
"Jadi masih akan muncul mayat-mayat yang dibangkitkan lagi?" tanya Lim Ceng Im.
"Mungkin." Tio Cie Hiong mengangguk. "Tapi ilmu sesat itu hanya mamcu membangkitkan
mayat baru, yang belum lewat tujuh hari. Lagi pula kekuatan ilmu sesat itu pun hanya mampu
bertahan sepuluh hari. Lewat sepuluh hari, mayat-mayat itu akan roboh dengan sendirinya."
"oooh" urn Ceng Im manggut-manggut.
"Kakak..." Mendadak Bwee Ji menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tio Cie Hiong.
"Eh" Kenapa engkau?" Tio Cie Hiong tertegun.
" Kakak, aku ingin jadi muridmu," sahut Bwee Ji.
" Bwee Ji" orang tua itu muncul sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Mereka berdua hanya
kebetulan lewat, bagaimana mungkin akan menerimamu sebagai murid?"
"Kakak..." Bwee Ji memandang Tio cie Hiong dengan penuh harap.
" Bwee Ji, bangunlah" ujar Tio cie Hiong.
"Aku tidak mau bangun..."
" Bwee Ji" orang tua itu melotot. "Jangan bandel, cepatlah bangun, jangan bikin malu ayahmu"
"Ayah" Bwee Ji bangun tetapi cemberut.
" Bwee Ji" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sung-guh. "Aku masih muda, maka tidak boleh menerima
murid Lagi pula kami hanya lewat di desa ini..."
"Kakak Hiong" Lim Ceng Im berbisik-bisik di telinga Tio Cie Hiong. Pemuda itu manggutmanggut
sambil tersenyum.
"Bwee Ji" tanya Tio cie Hiong kemudian.
"Apakah engkau bersungguh-sungguh ingin belajar ilmu silat?"
"Ya." Bwee Ji mengangguk.
" Kalau begitu..." Tio Cie Hiong teringat sesuatu. "ohya, apakah engkau bisa membaca?"
"Bisa," jawab Bwee Ji cepat dan memberitahukan.
"Almarhumah yang mengajar aku menulis dan membaca."
"Bagus, bagus" Tio Cie Hiong tertawa gembira. "Kalau begitu, cepatlah siapkan kertas dan pit"
"Ya." Bwee Ji segera melaksanakannya.
Tio Cie Hiong mulai menggambar dan menulis. Ternyata ia menurunkan semacam ilmu
lweekang, ilmu pukulan dan ilmu pedang, ia menggambar cara melatih ilmu lweekang, gerakan
tangan kosong dan ilmu gedang serta keterangan-keterangannya.
Ketika hari mulai pagi, barulah selesai lalu diberikan kepada Bwee Ji. Gadis itu menerimanya,
kemudian terus duduk termenung.
" Bwee Ji, engkau harus berlatih dengan sungguh-sungguh" pesan Tio Cie Hiong. "setelah
engkau hafal dan mengerti, engkau harus membakar kertas-kertas ini ingat, jangan diperlihatkan
kepada orang lain"
"Ya." Bwee Ji mengangguk. "Terimakasih, kakak"
" Bwee Ji" Tio Cie Hiong membelainya.. "Hari sudah pagi, kami mau berangkat. Karena ayahmu
masih tidur, maka kami tidak berpamit kepadanya."
"Kakak..." Mata Bwee Ji mulai basah. "Kalau kakak sempat kelak. jangan lupa ke mari lagi"
"Ya." Tio Cie Hiong membelainya lagi, lalu melangkah pergi bersama Lim Ceng Im.
" Kakak sampai jumpa" seru Bwee Ji dengan air mata berlinang-linang. Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng Im meloncat ke atas punggung kuda. setelah lambaikan tangannya ke arah Bwee Ji, Tio Cie
Hiong lalu memacukan kudanya.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im tiba di sebuah kota yang cukup besar. Mereka berdua singgah di
sebuah kedai teh untuk melepaskan lelah. setelah duduk. Tio cie Hiong segera memesan teh dan
makanan kepada pelayan.
" Kakak Hiong..." ujar Lim Ceng Im sambil tersenyum,. " Kenapa malam itu aku begitu takut?"
"Itu berarti engkau sering mendengar cerita yang menyeramkan, maka timbul rasa takutmu,"
jawab Tio Cie Hiong sambil memandangnya.
"Padahal engkau berkepandaian tinggi. sedangkan Bwee Ji yang tidak mengerti ilmu silat,
malah tidak begitu takut"
"Gadis itu memang pemberani, lagipula sangat cerdik," ujar Lim Ceng Im. "Bahkan dia berbakat
untuk belajar ilmu silat. Karena itu...."
" Eng kau menyuruhku menurunkan kepadanya ilmu Iweekang, ilmu pukulan dan ilmu pedang."
Tio cie Hiong tersenyum. "Adik Im, aku yakin bahwa dia berhasil mempelajarinya."
"Akupun begitu." Lim Ceng Im manggut-manggut.
Pada waktu bersamaan, tampak beberapa orang memasuki kedai itu. Kelihatannya mereka
kaum pesilatan, sebab mereka membawa pedang. setelah duduk dan memesan teh serta makanan,
salah seorang dari mereka menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"sungguh di luar dugaan, rimba persilatan dilanda banjir darah lagi..."
Ucapan orang itu menarik perhatian Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im. Kebetulan orang-orang itu
duduk di sebelah kiri mereka, maka mereka dapat mendengar percakapan orang itu dengan jelas.
"Setelah Pek Ih Sin Hiap berhasil mengalahkan Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim Sam Mo,
seharusnya rimba persilatan menjadi aman. Tapi..."
"Memang sudah aman, hanya saja belum lama ini telah muncul seorang iblis yang begitu
ganas." "Para murid tujuh partai besar dibunuh dengan cara begitu, Delapan belas Arhat siauw Lim mati
dengan puluhan tusukan dan sabetan pedang..."
"Bahkan siauw Lim sam Tianglopun mati begitu mengenaskan, tubuh mereka bertiga terpotong
dua." "Yang mengherankan adalah para ketua tujuh partai besar, yang semuanya hilang entah ke
mana." "setelah iblis itu muncul, kaum golongan hitam dan sesat pun mulai mengganas. Namun untung
muncul pula seorang wanita, yang selalu membunuh kaum golongan hitam dan sesat"
"Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong pun ikut hilang..."
"Begitupula Lam Kiong Hujin."
"Aaaakh, rimba persilatan makin kacau Ku-pikir lebih baik kita hidup di tempat sepi."
"Benar. Kalau kita masih berkecimpung dalam rimba persilatan, mungkin kita juga akan menjadi
korban." " Kini tujuh partai besar telah hancur, sedangkan Bu Lim Ji Khie, ketua Kay Pang dan Tok Wie
sin wan juga telah terluka ..."
Mendengar sampai di sini, wajah Lim Ceng Im langsung berubah pucat. Tio Cie Hiong segera
memberi isyarat kepadanya agar tenang.
"Justru kaum rimba persilatan tidak habis pikir, kenapa Pek Ih Sin Hiap tidak muncul membasmi
iblis itu."
"Mungkin Pek Ih sin Hiap telah mengundurkan diri dari rimba persilatan."
"Kalau benar begitu, bagaimana mungkin Pek Ih sin Hiap membiarkan iblis itu terus
mengganas?"
"Mungkin... Pek Ih sin Hiap belum sembuh dari sakitnya."
"Menurut pendapatku, setelah terluka oleh pukulan Bu Lim sam Mo, kepandaian Pek Ih sin Hiap
musnah, maka kini dia tinggal di suatu tempat terpencil."
"Aaakh... Kini rimba persilatan telah berada di ambang kehancuran, siapa yang mampu
menyelamatkan rimba persilatan lagi" siauw Lim sam Tiang lo dan Bu Lim Ji Khie masih tidak
mampu melawan iblis itu, apa lagi orang lain" Nah, daripada kita terbunuh, bukankah lebih baik
hidup tenang di tempat sepi?"
"Kami setuju. Tiada gunanya kita terus berkecimpung dalam rimba persilatan. sudah waktunya
kita mengundurkan diri."
"Justru kaum rimba persilatan tidak habis pikir, sebetulnya siapa iblis itu. sebab kepandaiannya
begitu tinggi...."
" Kakak Hiong" bisik Lim Ceng Im. "Kita harus segera pulang ke markas pusat Kay Pang."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. kemudian bergumam. "Apakah benar apa yang diceritakan
mereka itu?"
"Aku yakin benar," sahut Lim Ceng Im cemas. "Kita harus segera pulang, entah bagaimana
keadaan ayah dan kakek?"
"Baiklah." Tio cie Hiong mengangguk lagi. "Kita harus melakukan terjala nan siang malam...."
Bab 41 Diselimuti teka-teki
Dua hari kemudian, Tio cie Hiong dan Lim ceng Im telah tiba di markas pusat Kay Pang. Bet apa
gembiranya para anggota Kay Pang ketika melihat mereka. Para anggota Kay Pang langsung
bersorak sorai sambil memukul-mukulkan tongkat bambu mereka ke tanah.
sedangkan Tio cie Hiong dan Lim ceng Im segera berlari ke dalam markas. Bu Lim Ji Khie, Lim
Peng Hang dan Tok pie sin Wan berhambur ke luar menyambut mereka dengan wajah ceria.
"Ayah...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dada ketua Kay Pang.
"Nak" Lim Peng Hang membelainya. " Engkau tidak apa-apa, kan?"
"Aku baik-baik saja, Ayah," sahut Lim Ceng Im dengan mata basah, kemudian memandang Bu
Lim Ji Khie. " Kakek Kakek sastrawan...."
"Ha ha ha" Bu Lim Ji Khie tertawa. "syukurlah kalian sudah pulang,Jadi kami tidak usah
mencemaskan kalian lagi."
"Ayoh, kita duduk" ujar Tok Pie sin Wan.
Mereka semua lalu duduk. suasana pun berubah semarak. Berselang sesaat, barulah sam Gan
sin Kay membuka mulut. "cie Hiong, bagaimana pengalamanmu di Tibet?"
"Ternyata Dhalai Lhama tua telah salah paham...." jawab Tio Cie Hiong dan menutur tentang
itu. "syukurlah urusan itu dapat diselesaikan dengan baik, tapi di rimba persilatan malah...."
"Telah muncul seorang iblis, kan?" sambung Lim Ceng Im.
"Kalian sudah tahu?" tanya Lim Peng Hang.
"Dua hari lalu kami baru tahu. Ketika itu kami mampir di sebuah kedai teh...." Lim Ceng Im
memberitahukan.
"Aaakh..." Kim siauw suseng menghela nafas panjang. "Tujuh partai besar telah hancur, para
ketuanya juga hilang entah ke mana sungguh membingungkan sekali"
" Kakek pengemis?" tanya Tio cie Hiong. "Apakah iblis itu telah menyerang ke mari?"
"Ya." sam Gan sin Kay mengangguk. "Kami semua terluka, dan banyak anggota yang mati"
"Tahukah Kakek siapa iblis itu?" tanya Lim Ceng Im.
"Tidak tahu." sam Gan sin Kay menggelengkan kepala, kemudian menambahkan. "Tapi dia
menyebut dirinya Im sie Hong Mo."
"Apa?" Tio Cie Hiong terkejut. Ternyata ia masih ingat akan apa yang pernah diceritakan Lam
Hai sin ceng mengenai Im sie Hong Jin (orang Gila Alam Baka), Lam Hai sianjin (orang suci Laut
selatan), Pak Kek siang ong (Dewa Kutub utara) dan cian ciu Kwan Im (Kwan Im Lengan seribu).
oleh karena itu ia bergumam dengan kening berkerut. "Im sie Hong Mo.... Im sie Hong Jin. Tapi
tidak mungkin Im sie Hong Jin masih hidup, juga tidak mungkin Im sie Hong Mo muridnya."
"cie Hiong" sam Gan sin Kay menatapnya heran. "Tahukah engkau tentang Im sie Hong MO?"
"Tidak tahu," jawab Tio Cie Hiong dan memberitahukan. "Tapi aku tahu sedikit tentang Im sie
Hong Jin. Lam Hai sin ceng yang menceritakan kepadaku."
" Kakak Hiong, ceritakanlah tentang Im sie Hong Mo itu" Desak Lim Ceng Im..
"Im sie Hong Jin...." Tio Cie Hiong menutur berdasarkan apa yang didengarnya dari Lam Hai sin
Ceng, kemudian menambahkan. "Tapi Im sie Hong Mo itu tidak mungkin murid Im sie Hong jin,
sebab Im sie Hong Mo tidak mungkin bisa hidup sampai dua ratus tahun...."
"Mungkinkah...," ujar Kim sia uw suseng menduga. "Ada seseorang menemukan kitab
peninggalan Im sie Hong Jin, lalu mempelajari kitab itu dan menamakan dirinya Im sie Hong Mo?"
"Ngmmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Itu memang masuk akal, tapi siapa orang itu"
Kenapa dia memusuhi tujuh partai besar dan kita" Dia pun berteriak-teriak ingin mencincang cie
Hiong. Bukankah mengherankan sekali?"
"Oh?" Tio cie Hiong mengerutkan kening. "Kalau begitu, Im sie Hong Mo itu pasti kenal aku.
Tapi... selama ini aku tidak mempunyai musuh, kenapa Im sie Hong Mo itu ingin mencincangku" "
"itulah yang membuat kami tidak habis pikir." Tok Pie sin wan menggeleng-gelengkan kepala
dan melanjutkan. "Pada waktu itu kami sudah terluka, dan nyawa kami semua sudah berada di
ujung pedangnya. Tapi mendadak...."
"Terjadi lagi sesuatu?" tanya Tio cie Hiong.
"Benar." Kim Siauw Suseng manggut-manggut dan menambahkan. "Kalau tidak muncul Pek Ih
Hong Li (Wanita Gila Baju Putih), kami semua pasti sudah mati."
"Pek Ih Hong Li?" Tio Cie Hiong tertegun. "siapa dia?"
"Kami tidak melihat jelas wajahnya, sebab wajahnya tertutup rambutnya yang tergerai," ujar
sam Gan sin Kay. "Kami memberijulukan itu kepadanya, karena dia kelihatan tidak waras. sebelum
dia muncul, terdengar dulu suara tawanya yang nyaring dan melengking- lengking. Begitu muncul,
dia langsung menyerang Im sie Hong Mo...."
"Yang mengherankan adalah kepandaian mereka...," ujar Kim siauw suseng. "sebab gerakan
mereka agak mirip. maka kami menduga bahwa mereka kakak beradik seperguruan."
"oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Im sie Hong Mo muncul disertai tawa yang menyeramkan, sedangkan Pek Ih Hong Li muncul
disertai tawa nyaring dan melengking- lengking. Ketika menyerang Im sie Hong Mo, dia berteriakteriak...,"
ujar Lim Peng Hang.
"Berteriak apa" " tanya Lim Ceng Im.
"Aku harus mencincangmu Aku harus mencincang mu" Lim Peng Hang meniru suara Pek Ih
Hong Li dan melanjutkan. "Justru sungguh mengherankan, Im sie Hong Mo kelihatan agak takut
kepadanya, itulah yang membuat kami tak habis pikir"
" Kalau begitu...," ujar Tlo cie Hiong. "Di antara mereka pasti pernah terjadi sesuatu, maka Im
sie Hong Mo agak takut kepadanya."
"Ngmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Akupun berpikir begitu."
"Tapi...." Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau mereka memperoleh kitab
peninggalan Im sie Hong Jin, lalu bagaimana cara mereka belajar bersama" Karena kelihatannya
kepandaian mereka seimbang, lagi pula... gerakan mereka hanya mirip...."
"Berarti terdapat gerakan yang tak sama, bukan?" tanya Tio Cie Hiong sambil mengerutkan
kening. "Ya." Kim siauw suseng manggut-manggut.
"Itu lebih mengherankan lagi," ujar Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. " Kalau mereka kakak
beradik seperguruan atau bersama belajar kitab peninggalan Im sie Hong Jin, tentunya gerakan
mereka tidak akan berbeda. Namun...."
"Itu... itu memang mengherankan." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala lalu
menggaruk-garuk. "Aku pusing memikirkannya."


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pengemis bau" ujar Kim siauw suseng. "Kalau begitu, jangan dipikirkan lagi, nanti kepalamu
bisa pecah"
"Dasar sastrawan sialan" caci sam Gan sin Kay.
"Ohya" Tio Cie Hiong teringat sesuatu lalu bertanya. "Bagaimana gerakan ilmu gedang mereka?"
"Wah" seru sam Gan sin Kay. "Kacau balau dan tidak karuan."
"Apa?" Terbelalak Tio Cie Hiong. "Kacau balau dan tidak karuan" Ilmu pedang apa itu?"
"Memang kacau balau dan tidak karuan ilmu pedang mereka," ujar Kim siauw suseng. "Sulit
diduga pedangnya bergerak ke mana. Pedangnya bergerak menyerang ke kiri, tahu-tahu malah
menyerang ke kanan. Kalau kita menangkis ke kanan, pedang justru menyerang ke atas.
singkatnya kita tidak bisa menduga gerakan pedangnya."
"Itu berarti ilmu pedang yang luar biasa tinggi," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Mungkin
sulit bagiku merobohkannya."
"Apakah itu ilmu pedang aliran sesat?" tanya Lim Ceng Im.
"Bukan,"jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Itu ilmu pedang tidak waras, jadi berlawanan
dengan ilmu pedang aliran mana pun. Artinya orang tak waras baru bisa menggunakan ilmu
pedang itu."
"oh?" Lim Ceng Im mengerutkan kening. " Kalau begitu...."
"Aku harus menghadapinya dengan ketenangan, kalau tidak, diriku akan celaka," ujar Tio Cie
Hiong lalu menambahkan. "Apabila dia muncul, biar aku yang menghadapinya, yang lain...
bersembunyi saja"
"cie Hiong" Kim siauw suseng tertawa. "Kami bukan kura-kura yang suka menyembunyikan
kepala, jadi jangan harap kami akan bersembunyi"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay juga tertawa.
"Memang benar apa yang dikatakan sastrawan sialan itu, kami bukan kura-kura."
"Hi hi hi" Lim Ceng Im tertawa geli. "siapa yang bilang kalian kura-kura?"
"siapa ya?" sam Gan sin Kay menggaruk-garuk kepala, kemudian menunjuk Kim siauw suseng
sambil tertawa gelak. "Dia yang mengaku dirinya kura-kura."
"Dasar pengemis bau" caci Kim siauw suseng.
Pada waktu bersamaan, di luar terdengar suara seruan saling menyusul dari para anggota Kay
Pang. "Lam Kiong Bie Liong berkunjung Lam Kiong Bie Liong berkunjung..."
" Cepat undang dia masuk" sahut Lim Peng Hang.
" Undang Lam Kiong Bie Cieng masuk Un-dang Lam Kiong Bie Cieng masuk...."
Berselang beberapa saat, tampak berjalan ke dalam seorang pemuda dengan wajah murung dan
cemas. Dialah Lam Kiong Bie Cieng.
"Lam Kiong Bie Cieng memberi hormat kepada Bu Lim Ji Khie dan paman-paman" ucap pemuda
itu sambil memberi hormat.
"silakan duduk" sahut Lim Peng Hang.
"Terima kasih, Paman" ucap Lam Kiong Bie Cieng, alu duduk sambil memandang Tio Cie Hiong.
"saudara Lam Kiong" panggil Tio Cie Hiong.
"Adik Hiong" Lam Kiong Bie Cieng tersenyum. "Engkau harus memanggilku kakak Iho"
"oh?" Tio Cie Hiong tercengang.
"Engkau pasti belum tahu, bahwa ayahmu dan ayahku ternyata saudara angkat. Ibu yang
memberitahukan kepadaku." Lam Kiong Ble Cieng memberitahukan.
"oh?" Tio Cie Hiong girang bukan main "Kakak Cieng...."
"Adik Hiong, apa yang telah terjadi?" tanya Lam Kiong Bie Cieng. "siapa Im sie Hong Mo itu?"
"Aku pun sedang kebingungan." jawab Tio Cie Hiong. "sebab aku dan adik Im baru pulang dari
Tibet." "Pulang dari Tibet" Kenapa kalian ke sana?" tanya Lam Kiong Bie Cieng.
"Karena...," tutur Tio cie Hiong. "Maka aku berangkat ke Tibet. Justru aku tidak tahu kejadiankejadian
yang menimpa rimba persilatan. oh ya, Kakak Liong kapan pulang" Kek adik sian Eng tidak
ikut?" "Aku pulang duluan. Mereka akan menyusui nanti," jawab Lam Kiong Bie Liong
memberitahukan. "Beberapa hari lalu aku sudah pulang, tapi begitu sampai di rumah...."
"ibumu tidak ada, kan?" sambung Lim Peng Hang.
"Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "Tahukah Paman di mana ibuku?"
"Aaakh..." Lim Peng Hang menarik nafas panjang. "selain ibumu, Tui Hun Lojin, Gouw Hantiong
dan para ketua tujuh partai pun hilang entah ke mana."
" Kakak Liong. Apakah pelayan di rumah menceritakan tentang kejadian itu?" tanya Tio Cie
Hiong. "Mereka memang telah menceritakan." Lam Kiong Bie Liong menghela nafas. "Malam itu muncul
Im sie Hong Mo, kemudian ibuku hilang begitu saja."
" Kalau begitu...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Aku yakin mereka semua pasti ditangkap
Im sie Hong Mo."
"Mungkin begitu." sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Hanya saja kita tidak tahu mereka
disekap di mana."
"Adik Hiong, sebetulnya siapa Im sie Hong Mo itu?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Kakak Liong" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kami semua sama sekali tidak tahu
siapa dia, namun yang jelas kepandaiannya sangat tinggi."
"Oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening, kemudian menghela nafas panjang. "Heran
Rimba persilatan tidak pernah tenang, aman dan damai. setelah kepandaian Bu Lim sam Mo, Empat
Dhalai Lhama dan Ku Tek Cun musnah, kita mengira rimba persilatan akan aman dan damai, tapi
tidak tahunya malah muncul Im sie Hong Mo yang begitu ganas dan kejam Ini sungguh di luar
dugaan" suasana di markas pusat Kay Pang memang agak tercekam, sebab sewaktu-waktu akan muncul
Im sie Hong Mo. oleh karena itu, Bu Lim Ji Khie dan lainnya dalam keadaan was-was.
setiap hari mereka pasti berkumpul di aula dalam, begitu pula hari ini. Yang paling cemas adalah
Lam Kiong Bie Cieng, sebab ibunya juga ikut hilang.
"Aaaakh..." Lam Kiong Bie Cieng terus-menerus menghela nafas. " Entah bagaimana keadaan
ibuku?" "Kakak Cieng" ujar Tio Cie Hiong. "Tenanglah Aku yakin ibumu tidak terjadi sesuatu."
"Adik Hiong" Lam Kiong Bie Cieng menggeleng-gelengkan kemala. "Di saat utusan Tay li mau ke
mari, justru timbul kejadian ini"
"Utusan Tayli mau ke mari?" tanya Tio Cic Hiong.
"Ya." Lam Kiong Bie Cieng mengangguk. "Utusan itu mewakili Toan Hong Ya melamar Gouw
sian Eng, maka Toan wie Kie juga datang."
"Celaka" seru sam Gan sin Kay. "Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong malah hilang Bagaimana
kalau utusan itu dan Toan wie Kie keburu datang?"
"Yaaah" sahut Kim Siauw suseng. "Ceritakan saja apa adanya"
"ibuku pun akan dijemput ke Tayli, tapi...." Lam Kiong Bie Cieng menggeleng-gelengkan kepala
lagi. "Kakak Liong" Tio Cie Hiong tersenyum. "Mudah-mudahan kita dapat mencari ibumu dan lainnya
sebelum utusan Tayli datang"
"Adik Hiong...." Lam Kiong Bie Liong tersenyum getir.
Mendadak masuk seorang pengemis tua. setelah memberi hormat, pengemis tua itu berkata.
"Aku Kiu Ci Cui Kay (Pengemis Mabuk Jari sembilan) melapor kepada Pancu Tanpa sengaja aku
telah melihat para ketua tujuh partai, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin."
"Di mana mereka?" tanya Lim Peng Hang tegang, begitu pula yang lain, terutama Lam Kiong Bie
Liong. "Mereka berada di bekas markas sam Mo Kauw." Kiu Ci Cui Kay memberitahukan.
"Apa yang mereka lakukan di sana?" tanya sam Gan sin Kay.
"Tidak melakukan apa-apa, cuma berdiri dan berjalan seperti kehilangan sukma. Bahkan...
mereka juga kelihatan tidak saling mengenal, lagi pula wajah mereka tampak bengis sekali. oleh
karena itu, aku tidak berani menghampiri mereka, hanya mengintip dari balik pohon saja."
"Jadi mereka disekap di markas sam Mo Kauw...," gumam Lim Peng Hang.
"ohya Kenapa engkau ke sana?"
"Aku minta dihukum, pangcu" jawab Kiu Ci Cui Kay.
"Karena engkau telah berjasa dalam hal ini, maka engkau tidak dihukum," ujar Lim Peng Hang.
"Terimakasih, Pangcu" ucap Kiu Ci Cui Kay dan memberitahukan. "Hari itu aku teriampau banyak
minum, sehingga mabuk berat. Aku melesat ke sana ke mari, akhirnya tak sadarkan diri. Ketika
siuman, aku mendapatkan diriku berada di bawah sebuah pohon. Kemudian aku bangkit berdiri dan
menengok kian ke mari. Aku terkejut ketika melihat sebuah bangunan megah, sebab bangunan itu
bekas markas Sam Mo Kauw. Lebih terkejut lagi ketika aku melihat para ketua dan lainnya sedang
berdiri di halaman, kelihatannya mereka seperti orang linglung, tapi wajah mereka tampak bengis
sekali. oleh karena itu, aku cepat-cepat ke mari untuk melapor."
"Ngmm" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Masih ada laporan lain?"
"Ada." Kiu Ci Cui Kay mengangguk. "Yakni mengenai Pek Ih Hong Li. Dia selalu membunuh
kaum golongan hitam dan sesat."
"Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut lagi. "Sekarang engkau boleh pergi istirahat."
"Terimakasih, Pangcu" Kiu Ci Cui Kay memberi hormat kepada Lim Peng Hang, Bu Lim Ji Khie
dan lainnya, lalu pergi sambil menarik nafas lega, karena ketua Kay Pang tidak menjatuhkan
hukuman kepadanya.
"Jadi kini kita sudah tahu para ketua tujuh partai, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam
Kiong hujin berada di mana. Lalu apa langkah kita?" tanya Lim Peng Hang kepada Bu Lim Ji Khie.
"Mari kita berunding bersama" ajak Sam Gan Sin Kay.
"Bagaimana kalau aku pergi menolong mereka?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Kakak Cieng" sahut Tio Cie Hiong. "Jangan main-main dengan urusan ini, sebab akan
membahayakan dirimu"
"Adik Hiong, ibuku...."
"Aku tahu, Kakak Cieng," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Aku yakin Im sie Hong Mo
memiliki ilmu sesat, sehingga mereka kehilangan kesadarannya. Tapi mungkin aku bisa
menyadarkan mereka...."
"Adik Hiong, bagaimana cara engkau menyadarkan mereka?" tanya Lam Kiong Bie Cieng.
"Kakak Cieng" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku memiliki Ilmu Penakluk iblis, jadi aku bisa
menyadarkan mereka."
"Benar," sela Lim Ceng Im. "Aku telah menyaksikannya...."
Lim Ceng Im menutur tentang Tio Cie Hiong memusnahkan mayat-mayat yang dibangkitkan
oleh ilmu sesat.
"Ngmmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Lain apa rencanamu?"
"Kita harus sebera ke sana untuk menolong mereka," ujar Tio Cie Hiong dan melanjutkan. "Tapi
hanya aku yang boleh mendekati mereka, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan."
"Baik. Kalau begitu mari kita berangkat sekarang" ujar sam Gan sin Kay. "Kita jangan
membuang waktu"
"Apabila muncul Im sie Hong Mo di sana, aku yang menghadapinya." Tio Cie Hiong
mengingatkan. "Kakek pengemis, Paman sastrawan dan lainnya harus berusaha menolong mereka"
"Ya." Bu Lim Ji Khie mengangguk.
setelah berunding lagi sejenak. barulah mereka berangkat dengan perasaan tegang dan
tercekam. Kini mereka telah sampai di tempat tujuan, tapi mereka hanya berdiri di tempat yang agak tinggi
sambil memandang ke arah bangunan megah itu. Tampak para ketua tujuh partai, Tui Hun Lojin,
Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin berjalan mondar-mandir di halaman bangunan, yaitu
bangunan bekas markas sam Mo Kauw atau istana Thian Mo.
"Aku akan ke sana," ujar Tio Cie Hiong. "Apabila muncul Im Sie Hong Mo, aku akan
memancingnya ke tempat lain."
"Kami mengerti," sahut sam Gan sin Kay dan berpesan. "Cie Hiong, hati-hatilah"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im menatapnya. " Hati- hati ya" Tio Cie Hiong tersenyum sambil
manggut-manggut.
"Adik Hiong" Lam Kiong Bie Liong memegang bahunya. "sebelumnya kuucapkan terima- kasih
kepadamu" "Jangan berkata begitu" ujar Tio Cie Hiong. "Ibumu juga boleh dikatakan bibiku."
"Adik Hiong, hati-hati" pesan Lam Kiong Bie Liong.
Tio Cie Hiong mengangguk. lalu melesat pergi. Bu Lim Ji Khie dan lainnya terus memperhatikan
halaman bangunan itu.
Sementara Tio Cie Hiong telah melayang turun di halaman bangunan tersebut, bahkan telah
mengeluarkan suling kumalanya.
Munculnya Tio Cie Hiong membuat para ketua tujuh partai, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan
Lam Kiong hujin menggeram, kelihatan ingin menyerang.
Tio Cie Hiong segera duduk bersila, kemudian mulai meniup suling kumalanya. Ia mengerahkan
Pan Yok Hian Thian sin Kang dan Ilmu Penakluk iblis.
Para ketua tujuh partai, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin tampak tertarik
akan suara suling Tio Cie Hiong. Mereka semua berdiri mematung di tempat, dan terus
mendengarkan dengan air muka berubah tak menentu.
suara suling terus mengalun lembut menggetarkan hati dan pikiran. sesaat kemudian mereka
semua mulai menengok ke sana ke mari. Wajah mereka yang semula tampak bengis, berubah
perlahan-lahan.
Lewat beberapa saat, mereka kelihatan seakan tersentak dan saiing memandang.
"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "omitohud....,
(Bersambung ke Bagian 26)
Jilid 26 "Aaaakh..." Yang lain pun mengeluarkan seruan, sepertinya baru tersadar dari mimpi buruk.
Tio cie Hiong berhenti meniup sulingnya, kemudian memandang mereka satu persatu.
"Pek Ih Sin Hiap" panggil mereka serentak.
"Syukurlah" Tio cie Hiong tersenyum sambil bangkit berdiri. "Kalian semua telah bebas dari
pengaruh ilmu sesat"
"omitohud Terima kasih...," ucap Hui Khong Taysu.
"Bu Lim Ji Khie dan lainnya juga sudah ke mari. Mari kita temui mereka"
Tio cie Hiong mengajak mereka pergi menemui Bu Lim Ji Khie dan lainnya. Yang paling gembira
adalah Lam Kiong Bie Liong. Pemuda itu langsung bersujud di hadapan ibunya. "Ibu Ibu...."
"Nak" Lam Kiong hujin membelainya seraya berkata. "Bangunlah Engkau harus berterima-kasih
kepada pemuda itu"
"Ibu...." Lam Kiong Bie Liong bangkit berdiri sambil memberitahukan. "Dia Tio cie Hiong."
"Oh?" Lam Kiong hujin memandangnya dengan penuh kasih sayang. "Nak...."
"Bibi..." panggil Tio cie Hiong dan memberi hormat.
"Mari kita tinggalkan tempat ini" seru Sam Gan Sin Kay lidak sabaran.
"Kita bicara di markas saja"
Mereka telah sampai di markas pusat Kay Pang. semuanya duduk di aula dalam sambil bercakap-
cakap. " Kepala gundul Tuturkanlah kejadian itu" ujar Kim siauw suseng.
"omitohud...." Hui Khong Taysu menghela nafas. " Kejadian itu sungguh mengerikan. Cap Pwee
Lo Han mati dengan puluhan tusukan dan sabetan pedang, sedangkan ketiga paman guruku....
omitohud" "siauw Lim sam Tianglo dapat bertahan berapa lama ketika bertarung dengan lm sie Hong Mo?"
tanya sam Gan sin Kay.
"Tidak begitu lama." Hui Khong Taysu memberitahukan. "Gerakan pedang Im sie Hong Mo
begitu cepat dan kacau balau, sehingga sulit diikuti dengan mata. Mendadak ketiga paman guruku
berdiri diam di tempat, kemudian roboh. Namun tubuh bagian bawah dari pinggang sampai di kaki
tetap berdiri di situ...."
"Tubuh ketiga Tetua itu terpotong dua?" tanya Lam Kiong Bie Liong dengan air muka berubah.
"omitohud...." Mata Hui Khong Taysu tampak basah. "omitohud..."
"Im sie Hong Mo memang kejam sekali," ujar It Hian Tojin. "Para murid Butong telah dibantai
habis, hanya tersisa Butong Ngo Hiap."
"Aaaakh..." Wie Hian Cinjin menghela nafas panjang. "Kun Lun Pay kami telah musnah, sebab
cuma tinggal aku seorang diri Aku... aku sungguh malu terhadap sucouw (Pendiri Partai Kun Lun)."
"sama," sambung Ceng sinsuthay, ketua partai GoBie dan Beng Leng Hoatsu, ketua partai
Khong Tong. "Aaaakh..." keluh Pek Bie Lojin. ketua partai swat san sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Partai swat sanpun telah habis...."
"Aku masih tidak habis pikir, siapa sebenarnya Im sie Hong Mo itu?" ujar Tui Hun Lojin. "
Kepandaiannya begitu tinggi, ilmu sesatnya pun sangat luar biasa."
"Dia dapat mengendalikan pikiran kita." sela Lam Kiong hujin. "ohya, suara suling itu kok bisa
menyadarkan kita?"
"Itu suling kumala, boleh dikatakan tergolong benda pusaka." Kim siauw suseng
memberitahukan. "sedangkan Cie Hiong mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang dan Ilmu
Penakluk iblis ketika meniup suling kumala itu, maka setelah kalian mendengar suara suling itu,
sudah barang tentu punah pula pengaruh ilmu sesat dalam pikiran kalian, dan kalian tersentak
sadar." "ooooh" Lam Kiong hujin dan lainnya manggut-manggut.
"lbu" Lam Kiong Bie Liong memberitahukan. "Mungkin tidak lama lagi utusan Toan Hong Ya
akan tiba di sini."
"oh, ya?" Wajah Lam Kiong hujin berseri.
"Utusan itu dan Toan wie Kie akan melamar Gouw sian Eng, setelah itu kita semua akan
berangkat ke Tayli," ujar Lam Kiong Bie Liong sambil memandang Tui Hun Lojin dan Gouw Han
Tiong. "Kalau begitu, kami berdua harus segera pulang," sahut Tui Hun Lojin.
"Setan tua" ujar sam Gan sin Kay. "Lebih baik kalian tunggu di sini Untuk sementara ini, kita
semua tidak boleh berpencar ingat, sewaktu-waktu Im sie Hong Mo pasti akan muncul lagi"
"Tapi kalau utusan itu dan Toan wie Kie ke rumah?" Tanya Gouw Han Tiong
"Jangan khawatir" Lim Peng Hang tersenyum. "Akan kusuruh seseorang ke sana
memberitahukan kepada pelayan di sana, bahwa kalian berdua menunggu di sini."
"Terimakasih, Lim Pangcu" ucap Gouw Han Tiong.
"lbu" ujar Lam Kiong Bie Liong. "Kita pun menunggu di sini saja, sebab terlampau bahaya
apabila kita berpencar."
"Ng" Lam Kiong hujin mengangguk.
"Aaaakh..." Hui Khong Taysu menghela nafas. "Hingga saat ini aku tidak habis pikir," katanya.
"Kepala gundul" Kim siauw suseng tertawa. "Apa yang menyebabkan engkau tak habis pikir?"
"Tujuh partai telah hancur, tapi... kenapa Kay Pang tidak diganggu Im sie Hong Mo itu?"
"siapa bilang tidak?" sahut sam Gan sin Kay. "Kami semua nyaris mati di tangannya."
"Tapi...." It Hian Tojin menatapnya heran. "Buktinya kalian semua masih hidup, Apakah dia tidak
jadi membunuh kalian?"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yaah" Sam Gan Sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. " Kalau waktu itu tidak muncul Pek Ih
Hong Li, kami semua pasti sudah mati."
"Apa?" It Hian Tojin terbelalak. "Pek Ih Hong Li" siapa dia?"
"seperti Im sie Hong Mo, tiada seorang pun tahu siapa dia," sahut sam Gan sin Kay. "sebab
wajahnya tertutup rambutnya yang panjang. Na-mun gerakan pedangnya mirip Im sie Hong MO."
"oh?" Hui Khong Taysu tercengang. "Mungkinkah mereka kakak beradik seperguruan?"
" Kami pun menduga begitu," sahut Kim siauw suseng. "Masuk akal tapi tidak mungkin."
" Kenapa begitu?" Hui Khong Taysu heran.
" Gerakan pedang mereka hanya mirip. masih terdapat perbedaan. itulah yang
membingungkan," ujar Kim siauw suseng.
"Heran..." gumam It Hian Tojin. "sebetulnya siapa Im sie Hong Mo dan gurunya...?"
"Menurut cie Hiong, Im sie Hong Mo pasti ada hubungannya dengan im sie Hong Jin," sahut
sam Gan sin Kay.
"Im sie Hong Jin?" it Hian Tojin terheran-heran. "Siapa Im sie Hong Jin itu?"
"Omitohud Im sie Hong Jin yang hidup dua ratus tahun lampau itu?" tanya Hui Khong Taysu.
"Ya." sam Gan sin Kay mengangguk lalu bertanya. "Taysu kepala gundul, tahukah engkau
tentang Im sie Hong Jin itu?"
" Ketiga paman guruku pernah menceritakan, Tapi itu juga tidak begitu jelas,"jawab Hui Khong
Taysu. "Tapi... bagaimana mungkin Im sie Hong Jin masih hidup?"
"Mungkin seseorang memperoleh kitab pusaka ilmu silat peninggalannya, lalu muncul dengan
julukan Im sie Hong Mo," sahut Kim siauw suseng.
"omitohud...." Hui Khong Taysu menghela nafas. " Entah kapan rimba persilatan bisa tenang,
aman dan damai" omitohud...."
Bab 42 Utusan Tayli
sungguh mengherankan, walau sudah lewat belasan hari, namun Im sie Hong Mo tidak pernah
muncul lagi di markas pusat Kay Pang. oleh karena itu semua orang Kay Pang merasa lega.
"Mungkinkah Im sie Hong Mo telah dibunuh oleh Pek Ih Hong Li?" gumam sam Gan sin Kay.
"Mungkin," sahut Kim siauw suseng. "sebab hingga saat ini dia tidak pernah muncul."
"Itu hanya mungkin," ujar Tok Pie sin wan. "Menurut pendapatku, Im sie Hong Mo tidak
mungkin telah dibunuh Pek Ih Hong Li, sebab kepandaian mereka berdua seimbang. Mungkin.... Im
sie Hong Mo sedang menghindari Pek Ih Hong Li, maka dia tidak berani muncul."
"Ngmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Mungkin."
" Kakek bagaimana sih?" tegur Lim Ceng Im. "Ini mungkin dan itu mungkin...."
" Cucuku yang pintar Menurutmu apa yang harus dipastikan?" sam Gan sin Kay menatap Lim
Ceng Im sambil tersenyum.
"Yang jelas...." Wajah Lim Ceng Im berseri. "Kakak Hiong sudah berada di sini, maka Im sie
Hong Mo tidak berani ke mari."
"Mungkin." sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Mungkin lagi mungkin lagi" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala.
"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sung-guh. "Im sie Hong Mo tidak muncul bukan karena
aku di sini, melainkan... dia sedang menunggu kesempatan."
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im heran. " Kenapa dia harus menunggu kesempatan?"
"Sebab kini dia masih terhalang oleh Pek Ih Hong Li, maka dia belum mau muncul. Yang
penting, kita semua harus hati-hati" ujar Tio Cie Hiong. "Masuk akal dan mungkin begitu," sahut
sam Gan sin Kay.
Pada waktu bersamaan, terdengarlah suara seruan di luar susul menyusul dan bergema.
"Utusan Tayli dan Toan wie Kie datang"
"Utusan Tayli dan Toan wie Kie datang...."
" Undang mereka masuk" sahut Lim Peng Hang.
" Undang mereka masuk...." suara seruan ini saling menyusul ke luar.
"Mari kita sambut mereka" ujar Lim Peng Hang. Bu Lim Ji Khie dan lainnya segera beranjak ke
pintu. sesaat kemudian, muncullah utusan Tayli dan Toan wie Kie. Utusan Tayli ternyata Hian Teng
Taysu, Koksu istana Tayli, sin san Lojin dan Ang Kin sian Li.
"selamat datang selamat datang" ucap Lim Peng Hang sambil memberi hormat kepada mereka.
"selamat bertemu" sahut Hian Teng Taysu dan balas memberi hormat. "Toan Hong Ya mengutus
kami ke mari."
"silakan masuk" ucap Lim Peng Hang selaku tuan rumah.
"saudara Tio" Toan wie Kie menepuk bahu Tio Cie Hiong. "Nanti kita baru mengobrol."
"saudara Kie" Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil tersenyum.
"silakan duduk" ucap Lim Peng Hang lagi. Kemudian mereka saling memperkenalkan diri, dan
suasana pun menjadi semarak.
"Maaf" ucap Hian Teng Taysu. "Kedatangan kami telah mengganggu markas pusat Kay Pang ini"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kepala gun.... eh Taysu...."
"Ha ha ha" Hian Teng Taysu juga tertawa. "Aku memang kepala gundul, engkau pengemis bau
yang sangat terkenal."
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Kalau begitu, aku pun tidak perlu
sungkan-sungkan lagi. Kepala gundul, kalian bertiga ke mari ingin melamar Gouw sian Eng, kan?"
"Betul, pengemis bau." Hian Teng Taysu manggut-manggut. "Kami mewakili Hong Ya untuk
melamar Gouw sian Eng. Tui Hun Lojin dan Gouw tayhiap. apakah lamaran ini akan diterima
dengan senang hati?"
"Tentu Tentu...." Tui Hun Lojin tertawa gembira.
"setan tua" ujar sam Gan sin Kay. "Engkau boleh makan enak dan tidur nyenyak di istana Tayli
lho" "Pengemis bau" Tui Hun Lojin tertawa lagi.
" Engkau boleh ikut."
"Benar, benar," sela sin san Lojin. "Kalau Bu Lim Ji Khie mau berkunjung ke Tayli, itu merupakan
suatu kehormatan bagi kami."
"Ha ha ha" Kim siauw suseng tertawa terbahak-bahak. " Kalau begitu, kelak kami pasti ke sana."
"Kami sangat mengharapkan," sahut sin san Lojin sungguh-sungguh.
"Terimakasih" ucap Kim siauw suseng.
"ohya" ujar Hian Teng Taysu memberitahukan. "Lam Kiong Bie Liong, Hong Ya juga
perintahkan kami untuk menjemput ibumu ke Tayli."
"Terimakasih, Koksu" ucap Lam Kiong Bie Liong.
"Apakah kehadiranku di sana tidak akan mengganggu ketenangan istana Tayli?" tanya Lam
Kiong hujin sambil tersenyum.
"Tentu tidak," sahut Hian Teng Taysu sambil tertawa. "Malah akan menambah semarak suasana
di istana Tayli."
"Terimakasih" ucap Lam Kiong hujin.
"Tentu tidak" sahut Hian Teng Taysu.
"ohya" Ang Kin sian Li memberitahukan. "Hong Ya juga mengundang Tui Hun Lojin dan Gouw
tayhiap ke sana."
"Terimakasih" ucap Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong serentak.
"Hua ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak.
"Tuuuh setan tua, mulai saat ini engkau akan hidup senang, punya menantu pangeran Tayli
Jangan jangan engkau akan melupakan kami yang di sini"
"Pengemis bau Bagaimana mungkin aku melupakan kalian?" sahut TUi Hun Lojin sambil tertawa.
"Ohya" Hian Teng Taysu memberitahukan. "Hong Ya dan Hujin mengundang Pek Ih sin Hiap ke
sana." "Terima kasih atas undangan Hong Ya dan Hujin" ucap Tio Cie Hiong. "Tapi aku tidak bisa
memenuhi undangan itu."
"Kenapa?" Hian Teng Taysu heran.
"Sebab aku sedang menghadapi suatu masalah." Tio Cie Hiong memberitahukan. "setelah
masalah itu selesai, kami pasti berkunjung ke Tayli."
"Masalah apa?" tanya sin san Lojin dan Ang Kin sian Li serentak.
"Di rimba persilatan sini telah muncul seorang iblis, yang berjuluk Im sie Hong Mo.
Kepandaiannya sangat tinggi, maka aku harus menghadapinya," jawab Tio Cie Hiong.
"Im sie Hong Mo?" sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Hian Teng Taysu saling memandang.
"Im sie Hong Mo..." tutur Tlo Cie Hiong.
"Apa?" Hian Teng Taysu terbelalak. "Tujuh partai besar telah hancur?"
"Omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Memang benar. oleh karena itu, kami semua berkumpul di
sini menunggu kemunculan Im sie Hong Mo itu."
"Pantas ketua-ketua partai berada di sini" Hian Teng Taysu manggut-manggut menghela nafas.
"Sungguh di luar dugaan"
"Kalau begitu...," ujar Sin San Lojin sungguh-sungguh. "Agar tidak terjadi sesuatu, lebih baik kita
berangkat besok."
"Tidak terlalu cepat?" tanya sam Gan sin Kay.
"Kami memang harus cepat kembali ke Tayli, itu perintah Hong Ya." sin san Lojin
memberitahukan. "Lagipula... kalau terjadi sesuatu, berat sekali tanggung jawab kami."
"Baiklah." sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Kami tidak akan menahan kalian. Memang ada
baiknya kaitan segera berangkat ke Tayli, mudah-mudahan Im Sie Hong Mo tidak muncul malam
ini" Malam hari, Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie ber-cakap-cakap
di halaman, namun wajah Toan wie Kie tampak agak kecewa.
"sayang sekali" ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kalian berdua tidak bisa ke
Tayli" "sesungguhnya kami memang ingin menghadiri pesta pernikahan kalian, tapi...." Tio Cie Hiong
menghela nafas. "Bagaimana mungkin aku dan adik Im berangkat ke sana?"
"saudara Tio" Toan wie Kie menatapnya. "Benarkah Im sie Hong Mo itu berkepandaian tinggi
sekali?" "Benar." Tio Cie Hiong mengangguk. "Dapat dibayangkan betapa tingginya kepandaian Im sie
Hong Mo itu. Berdasarkan bukti kematian siauw Lim sam Tianglo, maka kita dapat membayangkan
kepandaiannya."
"saudara Tio" Toan Wie Kie mengerutkan kening. "Engkau dapat menghadapinya?"
"Mudah-mudahan" sahut Tio cie Hiong. "Aku tidak yakin dapat menghadapinya karena ilmu
pedangnya sangat berbeda."
" Kenapa berbeda?" tanya Toan Wie Kie heran.
"Im sie Hong Mo adalah orang tak waras, maka ilmu pedangnya juga kacau balau tidak karuan,
tapi lihay sekali. Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin Wan nyaris mati di tangannya.
Kalau Pek In Hong Li tidak muncul di saat itu, mereka semua pasti sudah mati."
"saudara Tio" tanya Toan Wie Kie. "Engkau tahu siapa Pek Ih Hong Li itu?"
"Aku sama sekali tidak tahu, lagi pula aku tidak bertemu dia dan Im sie Hong Mo, maka aku
tidak tahu siapa mereka." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
" Kalau begitu, bukankah engkau boleh bergabung dengan Pek Ih Hong Li untuk membasmi Im
sie Hong Mo?" ujar Toan Wie Kie seakan mengusulkan.
"Tidak mungkin." Tio cie Hiong menggelengkan kepala lagi.
" Kenapa?" tanya Toan wie Kie.
"Pek Ih Hong Li juga tak waras, jadi bagaimana mungkin aku bergabung dengannya?" Tio Cie
Hiong memberitahukan. "Mereka berdua sama-sama tak waras, maka aku malah khawatir mereka
berdua akan bergabung menghadapiku."
" Kakak Hiong...." Lim Ceng Im tersentak. "Mungkinkah begitu?"
"Mungkin juga." Tio Cle Hiong manggut-manggut. " Karena orang tak waras akan lebih dekat
dengan orang tak waras pula."
"Tapi...." Lim Ceng Im mengerutkan kening. "Kata kakek, Pek Ih Hong Li justru memusuhi Im
sie Hong Mo. Karena itu, aku yakin Pek Ih Hong Li tidak akan bergabung dengan Im sie Hong Mo
untuk menghadapi Kakak Hiong."
"Mudah-mudahan begitu" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum getir. "Kapan rimba persilatan
akan aman...?"
"Tapi sungguh mengherankan" sela Lam Kiong Bie Liong. "Kenapa hingga saat ini Im sie Hong
Mo belum muncul?"
"Dia sedang menunggu kesempatan. Aku yakin tidak lama lagi dia akan muncul di sini," sahut
Tio Cie Hiong. "Kenapa engkau yakin begitu?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Apabila Pek Ih Hong Li lengah, dia pasti muncul," sahut Tio Cie Hiong memberitahukan. "Dia
agak takut kepada Pek Ih Hong Li, maka sementara ini dia menghindar. setelah itu, barulah
muncul." "Adik Hiong" Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak habis pikir, kenapa
Im sie Hong Mo agak takut kepada Pek Ih Hong Li" Apakah mereka mempunyai suatu hubungan?"
"Mungkin." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Kalau tidak, bagaimana mungkin Im sie Hong Mo
agak takut kepada Pek Ih Hong Li?"
"Memang membingungkan." Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
memandang Tio Cie Hiong seraya berkata, "Adik Hiong, tentunya engkau tidak berkeberatan
memberi petunjuk kepadaku mengenai ilmu pedang, bukan?"
"Kakak Liong...." sesungguhnya Tio Cie Hiong ingin menolak, namun merasa tidak enak.
" Kepandaianku. ... "
"Adik Hiong" ujar Lam Kiong Bie Liong sungguh-sungguh. "Jangan merendah, aku akan
memperlihatkan ilmu pedangku, di mana terdapat kekurangannya, aku harap engkau memberi
petunjuk" " Kakak Liong...." Tio cie Hiong berpikir, lalu mengangguk seraya berkata. ."Baiklah. silakan
Kakak Liong memperlihatkan ilmu pedangmu itu"
"Terima kasih, Adik Hiong" ucap Lam Kiong Bie Liong girang, lalu menghunuskan pedangnya
dan berkata. "Yang kuandalkan adalah Thay Yang Kiam Hoat (Ilmu Pedang surya)."
Usai berkata begitu, mulailah Lam Kiong Bie Liong menggerakkan pedangnya mempertunjukkan
Thay Yang Kiam Hoat.
Tio Cie Hiong terus memperhatikan dengan cermat. la manggut-manggut tapi kadang-kadang
mengerutkan kening.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Lam Kiong Bie Liong berhenti lalu bertanya. "Adik
Hiong, bagaimana" Apakah ilmu pedang ku terdapat kekurangannya?"
"Kakak Liong," sahut Tio Cie Hiong. "sesungguhnya ilmu pedang mu sangat hebat dan
mengagumkan tergolong ilmu pedang tingkat tinggi. Tapi...."
"Kenapa?" tanya Lam Kiong Bie Liong cepat.
"Ada beberapa jurus yang masih terdapat kekurangannya," jawab Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Yaitu pada jurus ketujuh, kesembilan, dan ketiga belas. Apakah engkau sengaja
tidak melanjutkan jurus-jurus itu?"
"Adik Hiong" Lam Kiong Bie Liong menatapnya kagum. "Sungguh tajam dan cermat
penglihatanmu. Aku belajar ilmu pedang itu dari sebuah kitab, tapi tersobek sedikit, sehingga tidak
dapat kupelajari dengan baik jurus-jurus itu."
"ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut dan mulai memberi petunjuk. "Pada jurus ketujuh
engkau harus melanjutkan dengan gerakan ini"
Lam Kiong Bie Liong segera mengikuti gerakan tersebut. Bukan main terkejut dan girangnya,
karena jurus itu menjadi sempurna.
"Adik Hiong" ujarnya kemudian. "Berbulan-bulan aku berpikir setengah mati untuk
menyempurnakan jurus itu, namun tidak berhasil sama sekali. Engkau cuma sekali pandang sudah
mampu menyempurnakan jurus itu. Aku... aku sungguh tidak mengerti."
Tio Cie Hiong hanya tersenyum, kemudian memberi petunjuk lagi, sehingga ilmu pedang
tersebut bertambah hebat dan lihay. Betapa girangnya Lam Kiong Bie Liong, dan dia memandang
Tio Cie Hiong dengan mata terbelalak.
" Kakak Liong" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Terima kasih, Adik Hiong Aku merasa bangga sekali mempunyai adik...."
"Kakak Liong, jangan terus-menerus memujiku" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku jadi malu...."
Pagi ini, utusan Tayli dan Toan wie Kie berpamit. Begitu pula Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong
dan Lam Kiong Bie Liong, juga ikut berangkat ke Tayli.
"Setan tua" ujar sam Gan sin Kay. "Bukan kami tidak hadir, melainkan...."
"Aku tahu, kalau bukan terpaksa, aku pun tidak akan berangkat ke Tayli," sahut Tui Hun Lojin,
kemudian memegang bahu Tio Cie Hiong.
"Hati-hati terhadap Im sie Hong Mo"
"Ya, Kakek." Tio cie Hiong mengangguk.
"saudara Tio" ujar Toan wie Kie berpesan. "Apabila urusanmu telah selesai, jangan lupa
berkunjung ke Tayli"
"Tentu." Tio cie Hiong tersenyum. "saudara Kie, sampaikan salamku kepada kedua orang tuamu
dan adik sian Eng"
"Pasti kusampaikan." Toan wie Kie mengangguk.
"Adik Hiong" Lam Kiong Bie Liong memegang bahu Tio cie Hiong erat-erat. "setelah engkau
mengalahkan Im sie Hong Mo, susullah kami"
" Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
Kemudian berangkatlah mereka dengan naik kuda. setelah itu Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin Wan,
Tio Cie Hiong, Lim Peng Hang, Lim Ceng Im dan para ketua tujuh partai baru masuk. Mereka duduk
di aula dalam. sam Gan sin Kay menarik nafas lega seraya berkata.
"Mereka lebih aman diTayli daripada di sini jadi kita tidak usah mengkhawatirkan mereka"
"sayangnya kita tidak bisa menghadiri pesta pernikahan itu." Kim siauw suseng menggelenggelengkan
kepala. "Padahal aku ingin sekali pesiar ke Tayli."
"Kalau begitu, cepatlah susul mereka" ujar sam Gan sin Kay sambil tertawa. "Masih keburu kok"
"Pengemis bau, jangan menyindir" sahut Kim siauw suseng. "Aku bukan orang yang takut mati
Iho" "Aku tahu. Aku tahu...." Sam Gan Sin Kay tertawa lagi, lalu memandang cucunya. "Ceng Im,
kalau tidak terganggu oleh kemunculan Im sie Hong Mo, engkau dan cie Hiong pun pasti telah
melangsungkan pernikahan."
"Kakek...." Wajah Lim Ceng Im memerah.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak^
sementara itu, utusan Tayli terus melakukan perjalanan. Tampak Tui Hun Lojin sedang
bercakap-cakap dengan Gouw Han Tiong.
"Terus terang, aku merasa tidak enak ikut ke Tayli...." Tui Hun Lojin menghela nafas.
"sian Eng dan wie Kie akan melangsungkan pernikahan, tentunya ayah harus hadir, kenapa
malah bilang tidak enak?" Gouw Han Tiong heran.
"Aku merasa tidak enak terhadap yang berada di markas pusat Kay Pang. Karena mereka
sedang menghadapi musuh tangguh, tapi kita malah berangkat ke Tayli."
"Kalaupun Ayah tetap berada di sana, juga tidak bisa membantu." ujar Gouw Han Tiong
sungguh-sungguh. "Bahkan aku akan merasa tidak enak terhadap Toan Hong Ya, kalau Ayah tidak
hadir."

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tui Hun Lojin menghela nafas. "Mudah-mudahan cie Hiong dapat mengalahkan Im sie Hong Mo"
Ucapan Tui Hun Lojin terhenti, karena mendadak mereka semua mendengar suara tawa yang
menyeramkan. " Celaka" seru Gouw Han Tiong dengan wajah pucat pias. "Im sie Hong Mo"
"semua harus hati-hati" teriak Tui Hun Lojin. "Itu suara tawa Im sie Hong Mo"
Mereka semua berhenti. Hian Teng Taysu, Sin San Lojin dan Ang Kin Sian Li saling memandang.
sungguh tak disangka, di tempat ini mereka akan menghadapi Im sie Hong Mo.
"Hua ha ha He he he...." suara tawa yang menyeramkan itu terus bergema, dan tak lama
muncullah seseorang berpakaian kumal, rambutnya yang panjang awut-awutan menutupi
wajahnya. orang itu ternyata memang Im sie Hong Mo.
"omitohud" Hian Teng Taysu menatapnya seraya berkata. " Kami pihak Tayli tidak bermusuhan
denganmu, harap engkau jangan mengganggu perjalanan kami yang akan kembali ke Tayli"
"He h e h e" Im Sie Hong Mo masih terus tertawa. "Pokoknya kalian semua harus mati Harus
mati" "Engkau. ingin menanam permusuhan dengan Tayli?" tanya sin san Lojin sambil mengerutkan
kening. "Tayli" Phui" Im sie Hong Mo meludah. "Aku Im sie Hong Mo, tidak akan takut kepada siapa pun
Kalian semua harus mati He he he...."
Im sie Hong Mo mulai menghunuskan pedangnya, namun di saat bersamaan terdengarlah suara
tawa nyaring yang melengking- lengking.
Im sie Hong Mo tampak tersentak lalu menengok ke sana ke mari. sekonyong-konyong
berkelebat sosok bayangan putih ke hadapan Im sie Hong Mo. Bayangan itu ternyata Pek Ih Hong
Li. "Aku harus mencincangmu Aku harus mencincang mu" Pek Ih Hong Li langsung menyerang Im
Pendekar Pemetik Harpa 9 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Suling Emas Dan Naga Siluman 26
^