Pencarian

Kesatria Baju Putih 12

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 12


sie Hong Mo. Maka terjadilah pertarungan yang sangat seru.
Hian Teng Taysu dan lainnya menyaksikan pertarungan itu dengan mata terbelalak, sebab ilmu
pedang Pek Ih Hong Li dan Im sie Hong Mo begitu hebat dan lihay, tapi kacau balau tidak karuan.
"He he he" Im sie Hong Mo tertawa keras dan mendadak melesat pergi. Pek Ih Hong Li pun
melesat mengejarnya. seketika juga suasana di tempat itu menjadi hening.
"omitohud" Hian Teng Taysu menghela nafas. " Kalau wanita berbaju putih itu tidak muncul, kita
semua pasti mati di tangan Im sie Hong Mo."
"Wanita berbaju putih itu pasti Pek Ih Hong Li," ujar Toan wie Kie sambil menarik nafas legg.
"Secara tidak langsung dia telah menolong kita semua."
"Benar." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. " Wanita itu pasti Pek Ih Hong Li. Im sie Hong
Mo tampak agak takut kepadanya."
"Ayoh, kita melanjutkan perjalanan" seru sin san Lojin.
Mereka segera melanjutkan perjalanan dengan hati tercekam, sebab khawatir kalau sewaktuwaktu
Im sie Hong Mo muncul lagi.
Toan Hong Ya dan Hujin menyambut mereka dengan penuh kegembiraan, lalu beramah tamah
dengan mereka di ruang khusus. para dayang pun segera menyuguhkan berbagai macam makanan
dan minuman. "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira. "Terimakasih atas kedatangan kalian semua"
"Terimakasih atas keramahan Hong Ya dan Hujin" sahut Tui Hun Lojin.
" Kami telah mempersiapkan segala keperluan pernikahan. Bagaimana kalau pesta pernikahan
diselenggarakan esok?" tanya Toan Hong Ya.
"Kami setuju," jawab Tui Hun Lojin.
"Lam Kiong Hujin" ujar Toan Hong Ya memberitahukan. "pesta pernikahan Bie Liong dan Pit Lian
juga diselenggarakan bersama. Bagaimana?"
"Itu memang baik sekali." Lani Kiong hujin manggut-manggut.
"Baik" Toan Hong Ya tertawa. " Kita pastikan esok menyelenggarakan pesta pernikahan."
"Ya." Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin mengangguk.
"ohya" Toan Hong Ya mengerutkan kening. " Kenapa Cie Hiong dan Ceng Im tidak datang?"
"Ayah" Toan wie Kie memberitahukan. "Cie Hiong harus menghadapi seorang musuh tangguh."
"Oh?" Toan Hong Ya mengerutkan kening lagi. "Siapa musuh tangguhnya itu?"
"Im sie Hong Mo," jawab Toan wie Kie.
"Kepandaiannya sungguh tinggi. Dalam perjalanan pulang, kami bertemu Im sie Hong Mo itu"
"Oh, ya?" Toan Hong Ya terkejut. "Kalian bertarung dengan dia?"
"Omitohud" sahut Hian Teng Taysu. "Kalau kami bertarung dengan Im sie Hong Mo, tentu kami
semua sudah mati."
"Apakah dia begitu hebat?" Toan Hong Ya kelihatan kurang percaya.
"Benar." Tui Hun Lojin mengangguk lalu menutur kejadian itu "Kami disadarkan dengan suara
suling. Kalau tidak, pikiran kami masih terpengaruh dan dikendalikan oleh ilmu hitam itu."
"Apakah Im sie Hong Mo juga mahir ilmu hitam?" tanya Toan Hong Ya terkejut.
"Ilmu hitamnya tinggi sekali," jawab Lam Kiong hujin. "Kami dan para ketua tujuh partai besar di
Tionggoan tak sanggup melawan ilmu hitam yang dimiliki Im sie Hong Mo."
"Tapi Cie Hiong...." Toan Hong Ya tercengang. "Dia cuma meniup suling...."
"Cie Hiong memiliki Ilmu Penakluk iblis. Dia mengerahkan ilmu itu di saat meniup suling,
sehingga membuat pikiran kami menjadi jernih."
"Ooooh" Toan Hong Ya manggut-manggut, kemudian bertanya. "Ohya, dapatkah dia
menghadapi Im sie Hong Mo itu?" ^
"Entahlah." Tui Hun Lojin menggelengkan kepala. "Yang jelas Im sie Hong Mo kelihatan takut
kepada Pek Ih Hong Li. Ketika Im sie Hong Mo muncul menghadang kami, tak lama Pek Ih Hong
Lipun muncul. Kalau Pek Ih Hong Li tidak muncul di saat itu, kami semua pasti celaka."
"Bukan cuma celaka, tapi pasti mati," sela Ang Kin sian Li. "Sebab kepandaian Im sie Hong Mo
memang lihay dan bukan main hebatnya."
"Kalau begitu...," Toan Hong Ya tampak cemas. "Bagaimana Cie Hiong?"
"Mudah-mudahan dia sanggup menghadapinya" ucap Tui Hun Lojin dan menambahkan.
"Lagipula masih ada Pek Ih Hong Li yang terus menerus mengejar Im sie Hong Mo. Dengan begitu
Im sie Hong Mo tiada kesempatan untuk bertarung dengan cie Hiong"
"Benar." Lam Kiong hujin manggut-manggut.
"syukurlah kalau begitu" ucap Toan Hong Ya agak berlega hati.
Keesokan harinya, Toan Hong Ya menyelenggarakan pesta pernikahan putra putrinya.
selama tiga hari tiga malam, seluruh rakyat Tayli juga ikut berpesta pora dengan penuh
kegembiraan dan semarak.
Akan tetapi, sementara itu pula di markas pusat Kay Pang justru tengah terjadi sesuatu.
Bab 43 Wajah rusak tidak mempengaruhi cinta
Ketika hari mulai gelap. tiba-tiba di markas pusat terdengar suara tawa yang menyeramkan.
Pemilik suara itu tak lain Im sie Hong Mo.
Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Bu Lim Ji Khie dan lainnya tampak berhambur keluar dengan
perasaan tegang.
"cie Hiong, hati-hati" seru sam Gan sin Kay.
Tio Cie Hiong mengangguk. Pemuda itu berdiri di tengah halaman dengan kening berkerutkerut.
Tak seberapa lama kemudian, muncullah Im sie Hong Mo di hadapannya sambil tertawa seram.
"He he he Bagus, bagus Kalian semua berkumpul di sini, aku harus membunuh kalian semua"
ujar Im sie Hong Mo dengan suaranya yang parau.
Tersentak Tio Cie Hiong ketika melihat Im sie Hong Mo. Walau wajahnya tertutup oleh rambut,
Tio Cie Hiong merasa kenal padanya.
"Im sie Hong Mo Apa urusanmu datang ke mari...?" tanya Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha... aku harus membunuhmu dan lainnya Malam ini ajal kalian telah tiba. Ha ha ha..."
"Kila tidak saling punya dendam, kenapa engkau ingin membunuh kami?" Tio Cie Hiong
menatapnya, ingin melihat lebih jelas siapa sosok lelaki di hadapannya itu.
"Pokoknya aku harus mencabut nyawamu, setelah itu barulah giliran mereka He he he" Im sie
Hong Mo mulai menghunus pedangnya.
" Harap semua minggir" seru Tio Cie Hiong, seraya mengeluarkan suling kumala.
Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, dan lainnya segera mundur belasan depa. Melihat Lim Ceng Im
masih berdiri di situ, Lim Peng Hang cepat-cepat menariknya.
"Ayah...." Wajah gadis itu mulai memucat.
"Tenang" bisik Lim Peng Hang.
"Tio Cie Hiong Malam ini engkau harus mampus" bentak Im sie Hong Mo sambil menyerang. Tio
Cie Hiong cepat berkelit. Hatinya merasa heran, karena Im sie Hong Mo tahu namanya.
"siapa engkau?" tanyanya lagi.
"Aku adalah Im sie Hong Mo, aku harus mencabut nyawamu" sahut Im sie Hong Mo sambil terus
menyerang. Para peimbaca yang budiman tentunya tahu siapa Im sie Hong Mo itu. Dia adalah Ku Tek Cun.
Tokoh yang telah berhasil mempelajari Kitab Im sie Cin Keng, peninggalan Im sie Hong Jin, serta
kitab Cih Hun Tay Hoat pemberian Im Yang Hoatsu. oleh karena itu, ia betul-betul jadi gila tapi
masih ingat siapa-siapa yang harus dibunuhnya. saat ini ia menyerang Tio Cie Hiong dengan Hong
Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Kacau Balau). Bagi orang yang normal, pasti tidak bisa mempelajari
ilmu pedang tersebut.
Tio Cie Hiong pun segera mengeluarkan ilmu Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat ciptaannya.
sementara kakinya bergerak berdasarkan ilmu Kiu Kiong san Tian Pou. Akan tetapi, pedang di
tangan Im sie Hong Mo seakan punya mata, di mana suling Tio Cie Hiong bergerak. di situ pula
pedang Im sie Hong Mo menangkis.
satu hal lagi yang sangat membingungkan, pada saat Tio Cie Hiong sudah berderak laksana
kilat, Im sie Hong Mo dapat mengimbanginya, bahkan kelihatan seakan tahu ke mana lawannya
akan bergerak. Biasanya Tio Cie Hiong mampu melihat jelas gerakan-gerakan ilmu pedang lawan. Namun kali ini
ia justru tidak dapat melihat kelebatan-kelebatan pedang Im sie Hong Mo. Hal itu tentu
membuatnya terkejut bukan main. Mendadak pemuda ini mengeluarkan bunyi siulan panjang.
Ternyata ia menyerang im sie Hong Mo dengan jurus Hoan Thian coan Te (Membalikkan Langit
Memutarkan Bumi). sebuah jurus yang sangat dahsyat.
Namun im sie Hong Mo tampak hanya ter-tawa-tawa. la sama sekali tidak menangkis, melainkan
balas menyerang. Dan yang sangat mengherankan, serangannya yang kacau balau itu, mampu
mematahkan serangan Tio Cie Hiong. Cess
Badan Tio Cie Hiong terpekik kaget. Darah segar mengucur di tubuhnya ketika pedang lawan
berhasil menusuknya.
" Kakak Hiong..." Urn Ceng Im menjerit karena merasa cemas.
"Jangan menjerit, itu akan mengganggu perhatiannya" bisik UrnPeng Hang. Keringat dingin pun
mulai mengucur karena merasa tegang menyaksikan pertarungan itu
Wajah Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, dan para ketua tujuh partai sudah pucat pias.
"Ha ha ha He he he" Im sie Hong Mo terus tertawa seram. "Engkau harus mampus Engkau
harus mampus" pekiknya dengan penuh kegeraman.
Im sie Hong Mo terus menyerang Tio Cie Hiong. sungguh mengagumkan, makin lama makin
hebat ilmu pedang Im sie Hong Mo.
Mendadak Tio cie Hiong bersiul panjang lagi, lalu menyerang Im sie Hong Mo secepat kilat
dengan jurus san pang Te Liat (Gunung Runtuh Bumi Retak). TUk TUk TUk
Ujung suling kumala berhasil menotok beberapa jalan darah penting di tubuh Im sie Hong Mo.
Akan tetapi, terbelalaklah Tio Cie Hiong melihat Im sie Hong Mo tidak roboh. Lelaki seram itu
malah tertawa terkekeh-kekeh lalu menyerang Tio cie Hiong bertubi-lubi. Pedangnya berkelebatkelebat
laksana kilat menusuk dan menyabet badan Tio Cie Hiong.
Cepat-cepat Tio Cie Hiong berkelit menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou, namun pedang Im sie
Hong Mo bergerak lebih cepat. cess Breet
Badan Tio cie Hiong tertusuk dan tersabet pedang Im sie Hong Mo lagi. sekujur badannya
berlumuran darah hingga pakaiannya yang putih itu berubah merah.
"Kakak Hiong Kakak Hiong..." Lim Ceng Im menjerit dan menangis.
"Nak...," Wajah Lim Peng Hang sudah bertambah pucat karena tegang. Begitu pula wajah Bu
Lim Ji Khie dan lainnya.
Sementara Im Sie Hong Mo terus melancarkan serangan, sedangkan Tio Cie Hiong memang
sudah mulai terdesak hebat, hingga hanya mampu menangkis saja. Breet crass Badan Tio Cie
Hiong pun tersabet pedang im sie Hong Mo.
"HahahaHehehe"Im sie Hong Mo tertawa seram sambil terus menyerang Tio cie Hiong.
"sert" Wajah Tio Cie Hiong pun tersabet pedang.
Walau wajah dan sekujur badan telah terluka, Tio cie Hiong tidak menjerit sama sekali. Dia tetap
berusaha menangkis sambil mengerahkan pan Yok Hian Thian sin Kang untuk melindungi diri agar
darah tidak terus mengucur.
Keadaan Tio Cie Hiong semakin gawat. Sementara itu Bu Lim Ji Khie, Tok Jie sin wan, Lim Peng
Hang, dan para ketua tujuh partai tampak sudah siap menyerang im sie Hong Mo. Akan tetapi, di
saat bersamaan terdengarlah suara tawa yang melengking nyaring.
Mendengar suara tawa itu, Im sie Hong Mo pun tampak tertegun. Dihentikan serangannya
terhadap Tio cie Hiong. Pemuda itu pun terkulai.
"Kakak Hiong..." jerit Lim Ceng im. Tanpa menghiraukan apa pun ia langsung berlari
mendekatinya. " Kakak Hiong"
"Adik Im..." sahut Tio Cie Hiong lemah. Darah masih tampak mengalir dari wajahnya.
"Aku cincang engkau Aku cincang engkau" Terdengar cula suara teriakan menyertai munculnya
Pek Ih Hong Li. "Engkau berani melukainya" Aku cincang tubuhmu"
Pek Ih Hong Li langsung melesat melancarkan serangan,-^embuat Im sie Hong Mo termundurmundur.
"Kucincang tubuhmu Kucincang tubuhmu..." Teriak Pek Ih Hong Li, geram sekali. la menyerang
Im sie Hong Mo dengan ganas dan dahsyat.
Sementara Tio Cie Hiong memperhatikan Pek Ih Hong Li. Matanya terbelalak kaget melihat
wanita itu. "Adik In Adik In..."
"Kakak Hiong" Lim Ceng Im juga kaget. "Pek Ih Hong Li adalah Yap In Nio?"
"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk. "Im sie Hong Mo adalah Ku Tek Cun...."
Pek Ih Hong Li terus menyerang dengan ganas dan cepat sekali, membuat Im sie Hong Mo
meloncat ke sana ke mari dan akhirnya melesat pergi.
"Mau kabur ke mana" Akan kubunuh kau" Pek Ih Hong Li juga melesat mengejar Im sie Hong
Mo. "Adik In Nio..." Tio Cie Hiong berseru keras, namun mendadak ia pingsan.
"Kakak Hiong Kakak Hiong..." jerit Lim Ceng Im sambil menangis.
Lim Peng Hang segera mendekati Tio Cie Hiong, lalu bersama Lim Ceng Im menggotongnya ke
dalam. Ketika siuman, Tio Cie Hiong sudah berada di tempat tidur. Namun badan, tangan, dan kaki tak
bisa digerakkan sama sekali. sekujur tubuhnya telah dibalut, begitu pula mukanya sehingga dirinya
menyerupai sosok mummi, yang tampak hanya sepasang matanya. Di dekatnya terlihat Lim Ceng
Im terisak-isak. "Engkau sudah siuman?"
"Adik Im...." Panggil Tio Cie Hiong sambil memandangnya.
" Kakak Hiong...." Air mata Lim Ceng Im berderai-derai.
" Engkau yang membalut luka-lukaku?"
Lim Ceng Im menggeleng kepala. "Ayah, kakek dan kakek sastrawan yang melakukan semua
ini." Tak lama kemudian muncul Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang, dan Tok Pie sin Wan. "Syukurlah
engkau sudah siuman"
"Aku...."
"Jangan banyak bicara, beristirahat saja" ujar sam Gan sin Kay.
"Tidak apa-apa," sahut Tio Cie, Hiong, dan kemudian menghela nafas panjang. "Untung aku
memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan pernah makan buah Kiu Yap Ling che. Kalau tidak, aku
pasti sudah mati kehabisan darah."
"Aaakh...." Lim Peng Hang menggeleng-geleng kepala. " Luka- luka mu itu cukup parah, untung
kami menyimpan obatmu."
"sungguh di luar dugaan," gumam Tio Cie Hiong. "Im sie Hong Mo ternyata Ku Tck Cun, dia
tidak mati di dasar jurang Padahal kepandaiannya telah kumusnahkan, jadi bagaimana mungkin dia
bisa seperti itu?"
" Kami pun tidak habis pikir," timpal Kim-siauw suseng. " Kalau Pek Ih Hong Li tidak muncul di
saat itu...."
"Aku pasti sudah mati," sambung Tio Cie Hiong. " Itu pun diluar dugaan. Pek Ih Hong Li
ternyata Yap In Nio. Hanya dalam waktu setahun lebih, kepandaian mereka kok jadi begitu hebat"
Dua-duanya pun sudah jadi gila pula"
"Apakah mereka berdua sama-sama memperoleh kitab pusaka peninggalan Im sie Hong Jin?"
gumam sam Gan sin Kay.
Tidak dapat diduga tentang itu," sahut Kim siauw suseng. " Kecuali kita bertanya pada Yap In
Nio" "Dia sudah gila, bagaimana mungkin kita bisa menanyakannya?" ujar Tok Pie sin Wan.
"Heran Itu sungguh mengherankan" gumam Kim siauw suseng sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Paman, berapa tusukan dan sabetan di tubuhku?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Ada tiga puluh enam tusukan dan tiga puluh enam sabetan di tubuhmu." Lim Peng Hang
memberitahukan.
"Mukaku?"
Lim Peng Hang tampak ragu memberitahukan.
"Beritahukanlah" desak Tio cie Hiong.
"Tujuh tusukan dan tujuh sabetan." Lim Peng Hang terpaksa memberitahukan.
"Aaakh..." keluh Tio Cie Hiong. "Kalau begitu, wajahku... pasti rusak"
"Jangan memikirkan yang bukan-bukan, engkau beristirahat saja Ceng Im akan menemanimu di
sini," ujar sam Gan sin Kay.
Usai berkata begitu, Sam Gan sin Kay melangkah pergi diikuti Kim siauw suseng, Lim Peng
Hang, dan Tok Pie sin wan dari belakang.
Kemudian mereka duduk di ruang dalam dengan mulut membungkam, hanya saling memandang
sambil menghela nafas panjang.
"Kita harus terus menghibur Cie Hiong," ujar sam Gan sin Kay. "sebab wajahnya pasti rusak
berat." "Aku kuatir...." Kim siauw suseng mengerutkan kening. sam Gan sin Kay menatapnya, kemudian
bertanya. "sastrawan sialan. Apa yang engkau kuatirkan?"
" Cucumu itu."
" Kenapa cucuku?"
"Wajah Cie Hiong telah rusak berat, pasti berubah menyeramkan. Maka aku kuatir cucumu
terhadapnya...."
"Maksudmu cucuku akan berubah terhadapnya."
"Ya" "sastrawan sialan, jangan menghina cucuku" sam Gan sin Kay tampak tidak senang.
" Cucuku bukan gadis semacam itu."
"Aku tahu, tapi...."
"Tidak ada tapi-tapian cucuku akan tetap mencintai Cie Hiong "
"Itu yang kuharapkan. Kalau tidak... "^
"Aku yakin putriku tetap mencintai cie Hiong walau wajahnya telah rusak tidak karuan," ujar Lim
Peng Hang. "sebab aku tahu jelas mengenai sifat putriku."
"syukurlah" ucap Kim siauw suseng.
"Kita pun harus terus menghibur Cie Hiong, agar kuat hatinya," tambah Tok Pie sin Wan.
"Jangan sampai dia kehilangan gairah hidup hanya karena wajahnya rusak"
"Benar" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Yang penting adalah Ceng Im, dia harus
mendampingi cie Hiong dan terus menghiburnya."
seminggu kemudian Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang, dan Tok Pie sin Wan membuka balutan Cie
Hiong. selelah balutan itu dibuka, diam-diam mereka pun menghela nafas panjang saat melihat
wajah pemuda itu.
Ternyata wajah Tio Cie Hiong memang telah rusak karuan, penuh bekas tusukan dan sabetan.
Begitu pula tangan, kaki dan sekujur badannya.
"Paman" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tahu, wajahku telah rusak tidak
karuan...."
Lim Peng Hang tersenyum. "Cepatlah engkau berpakaian, ceng Im akan ke mari menemanimu"
Tio Cie Hiong segera berpakaian, kemudian duduk melamun di pinggir tempat tidur.
"Tenang saja, Cie Hiong" Lim Peng Hang menepuk bahunya.
Kim siauw suseng menatapnya sambil tersenyum. "Engkau tidak usah mengkhawatirkan apa
pun, percayalah" ujarnya menghibur.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tio Cie Hiong terdiam. la tahu apa maksud perkataan mereka. Namun kini ia tahu wajahnya
telah rusak. Bu Lim Ji Khie memandangnya sejenak. lalu meninggalkan kamar itu. Tok Pie sin Wan dan Lim
Peng Hang juga ikut keluar.
Tak lama kemudian, tampak Lim Ceng Im berjalan ke dalam sambil memandang Tio Cie Hiong
dengan iba. "Kakak Hiong...," panggilnya dengan air mata berderai.
"Adik Im...," sahut Tio Cie Hiong sambil menghela nafas panjang.
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im mendekap di dadanya dan menangis terisak-isak dengan air mata
terus bercucuran.
"Adik Im, kini wajahku telah rusak, tentunya...."
" Kakak Hiong," potong Lim ceng Im cepat. " Walau wajahmu telah rusak, aku tetap
mencintaimu. Percayalah"
"Adik Im" Tio cie Hiong menggeleng-geleng-kan kemala. "Aku... aku merasa malu terhadap
diriku sendiri"
"Jangan begitu, Kakak Hiong" ujar Lim Ceng Im sungguh-sungguh. "Wajahmu memang telah
berubah menyeramkan, tapi cintaku terhadapmu takkan berubah selama-lamanya. Percayalah
Kakak Hiong"
"Adik Im...," Dua baris air mata mengalir turun dari mata Tio Cie Hiong. "Terima kasih, Adik Im"
" Kakak Hiong, mari kita ke depan" ajak Lim Ceng Im.
Tio cie Hiong mengangguk. Mereka berdua lalu meninggalkan kamar itu. Kebetulan Bu Lim Ji
Khie, Tok Pie sin Wan, dan Lim Peng Hang duduk di ruang dalam. Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im
menghampiri mereka lalu duduk.
"Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Lim Peng Hang.
"Sudah baik semua luka luar, hanya meninggalkan bekas saja," jawab Tio Cie Hiong sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"cie Hiong" sam Gan sin Kay menatapnya seraya berkata, " Engkau tetap tenang, jangan
membayangkan yang bukan-bukan sebab... cucuku tetap mencintaimu."
"Betul" timpal Kim siauw suseng.
"Ceng Im sangat mencintaimu. Walau wajahmu telah rusak. tidak akan mempengaruhi cintanya
terhadapmu," ujar Tok Pie sin Wan meyakinkan.
Lim Peng Hang tersenyum. " Kami tidak menghibur, ceng Im telah mengatakan begitu pada
kami." "Benar, Kakak Hiong," ujar Lim Ceng Im sambil menundukkan kepala. " Ketika wajahku dekil
tidak karuan, kau pun tetap baik padaku."
"Itu cuma dekil, tapi wajahku...," Tio Cie Hiong menghela nafas panjang.
"Kakak Hiong" Lim Ceng Im mendongakkan kepala memandangnya. "Kalau Kakak Hiong tidak
mempercayaiku, aku akan merusak wajahku"
"Jangan" Tio Cie Hiong terkejut. "Adik Im, engkau tidak boleh berbuat begitu."
"Tapi Kakak Hiong harus mempercayai, bahwa aku tetap mencintaimu"
Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku mempercayaimu, Adik Im."
"Nah Harus begitu" Lim Ceng Im tersenyum.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang, dan Tok Pic sin wan juga tersenyum mendengar pembicaraan
kedua muda-muda ini.
"Cie Hiong" Sam Gan Sin Kay memandangnya. "Engkau tidak dapat memecahkan ilmu pedang
Im Sie Hong Mo itu?"
"Aku justru masih bingung, ilmu pedang itu sangat aneh" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku sama sekali tidak dapat melihat Jelas gerakan-gerakan pedangnya."
"Engkau bisa mengingatnya kembali?" tanya Kim Siauw Suseng.
"Aku akan mencobanya" Tio Cie Hiong memejamkan mata, ia berusaha mengingat gerakangerakan
ilmu pedang Im Sie Hong Mo.
Tak lama kemudian, tangannya juga bergerak tapi berhenti lagi. Setelah itu bergerak lagi,
namun berselang sesaat ia pun berhenti sambil membuka matanya dan menghela nafas.
"Aku tidak bisa mengingat gerakan-gerakan ilmu pedang itu, terlampau kacau balau" ujarnya
dengan kening berkerut. "Aku masih tidak habis pikir, entah Iweekang apa yang dimilikinya."
"Memangnya kenapa?" tanya Lim Ceng Im.
"Makin lama bertarung, iwee kangnya makin dahsyat menyerangku" jawab Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Kalau aku tidak memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang, pasti sudah terluka
dalam." "Heran?" gumam Lim Peng Hang. "Bagaimana Ku Tek Cun itu berkepandaian begitu tinggi dalam
waktu satu tahun?"
"Padahal urat penting dalam tubuhnya telah kuputuskan, tapi...." Tio Cie Hiong mengerutkan
kening. "Mungkinkah dia telah mempelajari semacam Iwee kang sesat?"
"Mungkin" Kim Siauw Suseng manggut-manggut. "Bukankah dia telah berubah jadi gila"
"Nah, itu mungkin terpengaruh oleh Iwee kang sesat yang dimilikinya."
"Masuk akal" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Tapi..., Yap In Niopun telah gila. Berarti dia
mempelajari Iwee kang yang sama. Bagaimana mungkin mereka mempelajari Iwee kang itu
bersama?" "Itu sungguh membingungkan" Tok Pie sin Wan menggeleng-geleng kepala.
"Mungkin...," ujar Lim Peng Hang setelah berpikir sejenak. "Im sie Hong Jin punya saudara
seperguruan.Jadi...."
"Lam Hai sin ceng tidak memberitahukan, bahwa Im sie Hong Jin punya saudara seperguruan,"
tukas Tio cie Hiong.
"Kalau begitu..," Lim Peng Hang menggeleng-geleng kepala. "Lebih baik tidak perlu
membicarakan tentang itu, membuat kita bertambah pusing"
"Cie Hiong" Kim siauw suseng memandangnya. "Kini kita harus bagaimana?"
"Entahlah" Tio Cie Hiong menghela nafas. "Aku sungguh bingung, bagaimana kita kalau Im sie
Hong Mo muncul lagi?"
"Kakak Hiong, sebaiknya kita bersembunyi," usul Lim Ceng Im. "Maksudku kita semua."
"Bisa bersembunyi untuk sementara waktu, tidak mungkin untuk selama-lamanya, oh ya, di
mana para ketua?"
"Mereka sedang berunding di ruang depan." Lim Peng Hang memberitahukan.
"Untuk sementara ini...," ujar Kim siauw su-seng. "Aku yakin Im sie Hong Mo tidak akan muncul
di sini, sebab Pek Ih Hong Li pasti terus mengejarnya."
"Benar" Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Maka kita harus memanfaatkan kesempatan ini
untuk memikirkan jalan keluarnya."
"Jalan keluar bagaimana?" tanya Tok Pie sin Wan.
"justru kita harus berpikir." sahut sam Gan sin Kay. "Kita tidak bisa duduk diam saja."
Kim siauw suseng memandang Tio cie Hiong. "Kecuali kalau dia dapat ciptakan semacam ilmu
pedang untuk mengalahkan Im sie Hong Mo itu. Kalau tidak...."
"Terus terang," ujar Tio Cie Hiong dengan wajah murung. "Tentang itu aku tidak mampu, sebab
aku tidak melihat jelas gerakan- gerakan pedang Im sie Hong Mo. Lagipula dia memiliki Iweekang
yang aneh, semakin lama bertarung ilmu pedangnya pun makin hebat."
(Bersambung ke Bagian 27)
Jilid 27 "Kalau begitu. Kita cuma berharap Pek Ih Hong Li dapat membunuhnya." ujar Tok Pie sin Wan.
"Hanya itu harapan kita," sahut Sam Gan Sin Kay.
"Ada jalan Ada jalan" seru Tio cie Hiong mendadak dengan wajah berseri tapijustru tampak
menyeramkan. "Jalan apa?" tanya mereka serentak.
"Aku harus segera berangkat Aku harus segera berangkat" sahut Tio cie Hiong.
"Kakak Hiong harus berangkat ke mana?" tanya Lim ceng Im heran.
"Aku harus segera berangkat ke Gunung Thian San" Tio cie Hiong memberitahukan. "Di dalam
goa itu terdapat beberapa macam gerakan, pada waktu itu aku tidak mempelajarinya karena belum
tertarik belajar ilmu silat. Lagipula keterangannya diukir dengan huruf-huruf Han kuno, aku tidak
mengerti. Namun sekarang aku sudah mengerti, Thian Thi Siansu yang mengajarkan padaku."
"Kalau begitu, cepatlah engkau berangkat" ujar Sam Gan Sin Kay. "Siapa tahu gerakan-gerakan
itu dapat mengalahkan ilmu pedang Im Sie Hong Mo." "Benar" Sela Kim Siauw suseng. "Manfaatkanlah
kesempatan ini untuk berangkat"
Tio cie Hiong mengangguk.
"Kakak Hiong, aku ikut," ujar Lim ceng Im.
Tio Cie Hiong menggeleng kepala. " Engkau tidak bisa ikut"
" Kenapa?"
"sebab puncak Gunung Thian san sangat dingin, dirimu tidak akan tahan"
"Kakak Hiong bisa tahan, kenapa aku tidak?"
"Aku memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, yang membuatku mampu menahan dingin"
"Kakak Hiong...."
"Kalau aku berangkat ke Gunung Thian san...."
"Jangan khawatir" ujar sam Gan sin Kay. "Kami menjaga Ceng Im baik-baik. Kalau perlu, kami
akan menyembunyikannya di suatu tempat yang aman."
"Terima kasih, Kakek pengemis," ucap Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Cie Hiong, Ceng Im adalah cucuku. Tentunya aku
pun bertanggung jawab atas keselamatannya, jadi tidak perlu gelisah."
Tio Cie Hiong mengangguk. "Baik kalau begitu."
" Kakak Hiong...," Lim Ceng Im menatapnya dengan mata basah seraya bertanya. " Kapan
engkau berangkat?"
"sekarang"
"sekarang?" Mata Lim Ceng Im membelalak.
"Ya" "cie Hiong," ujar Lim Peng Hang. "Akan kusiapkan kuda jempolan, agar engkau cepat tiba di
Gunung Thian san."
"Terima kasih, Paman. Tapi, lebih baik aku menggunakan ginkang saja" sahut Tio Cie Hiong.
"Mungkin akan lebih cepat."
"Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut.
" Engkau boleh berangkat dengan tenang, jangan khawatirkan Ceng Im"
"Ya, Paman" Tio Cie Hiong mengangguk.
Tio Cie Hiong telah berangkat ke Gunung Thian san. Di tempat sepi ia menggunakan ginkang.
Malam harinya, ia cuma duduk bersamadi sejenak. lalu melanjutkan lagi perjalanannya.
Kira-kira belasan hari kemudian, ia sudah tiba di kaki Gunung Thian. segeralah ia mengerahkan
ginkangnya melesat ke puncak gunung itu. Begitu sampai di puncak. la bersiul panjang lalu
berteriak menggunakan Iwee kang. "Kauw heng (saudara Monyet) Aku datang Kauw heng...."
Mendadak tampak sosok bayangan putih berkelebat- kelebat di permukaan saiju menuju ke
arahnya, disertai suara cuit-cuitan yang amat nyaring.
"Kauw heng" Betapa girangnya Tio Cie Hiong ketika melihat sosok bayangan itu yang tak lain
monyet berbulu putih.
setelah dekat, monyet putih itu langsung meloncat merangkul Tio Cie Hiong erat-erat sambil
mengeluarkan suara cuit-cuitan.
"Kauw heng..." Tio Cie Hiong membelainya.
Mendadak monyet putih itu memandangnya sambil menggaruk-garuk kepala, sepertinya merasa
heran kenapa wajah Tio Cie Hiong berubah jadi begitu menyeramkan.
"Kauw heng...." Tio Cie Hiong menghela nafas. "Wajah dan sekujur badanku dilukai musuh,"
ujarnya memberitahu.
Monyet putih bercuit-cuitan, sambil meloncat turun, kemudian menarik tangan Tio Cie Hiong.
"Kauw heng, aku ke mari untuk belajar ilmu silat yang terukir di dinding goa. Engkau tidak
berkeberatan, kan?"
Monyet putih manggut-manggut, dan langsung menarik Tio Cie Hiong ke goa tersebut.
Keadaan di dalam goa itu masih seperti dulu. Tio Cie Hiong duduk sejenak di atas batu yang
dingin, sedangkan monyet putih itu terus berloncat- loncatan, gembira sekali.
Tio Cie Hiong bangkit berdiri, lalu mendekati dinding yang berukir huruf-huruf Han kuno itu. Dia
lalu mulai membacanya.
Ini adalah Kan Kun Taylo sin Kang (Tenaga sakti Alam semesta). Tenaga sakti ini bersifat
menahan dan menggempur balik serangan Iwee kang orang lain.
Gerakan-gerakan yang diukir di dinding goa ini adalah cara melatih Kan Kun Taylo sin Kang. Bagi
siapa yang telah memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan pernah makan buah Kiu Yap Ling che,
tidaklah sulit untuk belajar Kan Kun Taylo sin Kang dalam waktu beberapa bulan pasti berhasil.
Di dinding goa ini juga diukir tiga jurus pukulan dan tiga jurus pedang. Walau cuma tiga jurus,
tapi kehebatannya sangat luar biasa.
Tiga jurus pukulan ini hanya untuk menahan, dan sekaligus menggempur balik Iweekang pihak
musuh. Begitu pula tiga jurus ilmu pedang, dapat menahan ilmu pedang apapun yang dikolong langit,
juga sekaligus menggempur balik ilmu pedang pihak musuh.
Ingat Kalau tidak dalam keadaan bahaya, janganlah mengerahkan Kan Kun Taylo sin Kang
berikut jurus-jurus pukulan dan jurus-jurus pedang tersebut. BuBeng sian sU
setelah membaca huruf-huruf itu, dapat dibayangkan betapa girangnya Tio Cie Hiong. Mulailah
ia mempelajari Kan Kun Taylo sin Kang.
Bab 44 Pek Ih Hong Li (Wanita Gila Baju Putih)
Beberapa hari kemudian setelah Tio Cie Hiong berangkat ke Gunung Thian san, ketika hari mulai
gelap. mendadak bergema suara tawa yang menyeramkan di markas pusat Kay Pang.
Begitu mendengar suara tawa seram itu, wajah Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, Lim Peng Hang,
dan para ketua tujuh partai langsung berubah pucat pias. sebab, mereka mengenali suara tawa
seram itu. "Aaaakh...," keluh Lim Peng Hnng. "Kita harus bagaimana?"
" Cepat sembunyikan Ceng Im" ujar Sam Gan sin Kay.
Akan tetapi, gadis itu justru malah keluar mendekati mereka. Wajahnya juga sudah pucat pias.
"Ayah Im sie Hong Mo...?"
"Ceng im, cepatlah bersembunyi ke dalam" perintah Lim Peng Hang dengan suara bergemetar.
"He he he Percuma bersembunyi, pokoknya malam ini kalian harus mampus" Terdengar suara
seruan im sie Hong Mo, ternyata ia telah berada di halaman.
"Pengemis bau" Kim siauw suseng menatapnya sambil tersenyum. " Kelihatannya ajal kita telah
tiba malam ini."
" Kira- kira begitulah," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa.
"omitohud" Hui Khong Taysu memandang mereka. " Kalau memangnya sudah takdir, terimalah
dengan hati terbuka"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa lagi. "Mari kita keluar untuk menerima takdir kita"
sam Gan sin Kay berjalan keluar, Kim siauw suseng mengikutinya dari belakang, setelah itu
barulah para ketua tujuh partai dan Tok Pee sin wan. sedangkan Lim Peng Hang dan putrinya tetap
berada dijalan. Kening Lim Peng Hang terus berkerut.
"Ayah..." panggil Lim Ceng im dengan suara rendah.
"Nak Apabila mereka tidak sanggup membendung terjangan im sie Hong Mo, engkau harus
segera kabur" pesan Lim Peng Hang.
Lim Ceng Im mengangguk. "Aku sudah tahu tempat yang aman untuk bersembunyi."
"Engkau di sini saja, Ayah mau keluar"
"Ya" sementara Bu Lim Ji Khie sudah sampai di luar. Mereka melihat Im sie Hong Mo berdiri dengan
sinar mata kehijau-hijauan.
"Ku Tek Cun" bentak sam Gan sin Kay. "Mau apa engkau ke mari?"
"Ku Tek Cun" Siapa dia?" tanya Im Sie Hong Mo sambil tertawa terkekeh. "Aku Im Sie Hong Mo,
bukan Ku Tek cun"
"Engkau Ku Tek Cun" sahut Kim siauw suseng. "Ayahmu adalah Hong Lui Kiam Kheh-Ku Tiok
Beng" "Aku Im sie Hong Mo, aku tidak punya ayah He he he" Im sie Hong Mo tertawa lagi, kemudian
menghunus pedangnya.
"sastrawan sialan" ujar sam Gan sin Kay. "Kita harus berupaya menahannya sampai belasan
jurus, agar ceng Im bisa kabur"
"Baik" Kim siauw suseng mengangguk.
"He he he" Im sie Hong Mo menatap mereka seraya membentak. "Dalam tiga jurus kepala
kalian pasti copot"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Belum tentu, Im sie Hong Mo "
" Engkau tertawa" Bagus" Mendadak sepasang mata menyorot cahaya hijau. "Ayo, terus
tertawalah"
"Hua ha ha Hua ha ha" sam Gan sin Kay betul-betul terus tertawa. "Ha ha ha ha..."
"Pengemis baur bentak Kim siauw Suseng sambil memukul bahunya. "Diam"
"Haaah..." sam Gan sin Kay tersentak. melihat Im sie Hong Mo menyerang mereka sambil
tertawa seram dan membentak-bentak. " Kalian harus mampus"
sam Gan sin Kay menangkis dengan tongkat bambu, sedangkan Kim siauw suseng menangkis
dengan suling emas dan....
Plaak Trang Terdengar suara benturan.
"He he he" Im sie Hong Mo tertawa terkekeh-kekeh.
sam Gan sin Kay dan Kim siauw suseng terhuyung-huyung, pakaian mereka telah robek tersabet
pedang Im sie Hong Mo. Bukan main Hanya satu jurus Im sie Hong Mo telah berhasil membuat
robek pakaian Bu Lim Ji Khie, itu membuktikan betapa tingginya kepandaian im sie Hong Mo itu.
"Pengemis bau" Kim siauw suseng tersenyum getir. "Kelihatannya ajal kita memang telah tiba"
"Takdir" sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa gelak.
"He h e he..." Im sie Hong Mo tertawa terkekeh lagi. "Ajal kalian semua memang telah tiba."
Mendadak berkumandang tawa nyaring yang melengking- lengking. Begitu mendengar tawa itu,
Bu Lim Ji Khie langsung menarik nafas lega, sedangkan im sie Hong Mo tampak tertegun.
"Hi hi hi Hi hi hi Aku akan mencincang tubuhmu"
sosok bayangan putih melayang turun di hadapan im sie Hong Mo. la adalah Pek Ih Hong Li.
Begitu melayang turun, Pek Ih Hong Li langsung menyerang Im sie Hong Mo.
"Eeeeh..." Im sie Hong Mo tampak kalang kabut menangkis serangan-serangan yang dilancarkan
Pek Ih Hong Li. "Aku harus mencincang Hiya...".
Im sie Hong Mo bergerak karena terdesak. Dia tampaknya kurang berani balas menyerang
terhadap Pek Ih Hong Li. Bahkan akhirnya melesat pergi.
"Mau kabur ke mana" Akan kubunuh kau..." Pek Ih Hong Li melesat mengejarnya. Bu Lim Ji
Khie dan lainnya saling memandang. Lim Ceng Im menghambur keluar.
"Ayah Im sie Hong Mo sudah pergi?" tanya gadis itu.
"Ya" Lim Peng Hang mengangguk sambil menarik nafas dalam-dalam. "Pek Ih Hong Li muncul,
membuat Im sie Hong Mo langsung kabur"
"Yap In Nio?"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya" "omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Kita semua belum ditakdirkan mati...."
" Kepala gundul" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Aku mulai mempercayai takdir."
"omitohud" Hui Khong Taysu tersenyum.
"Ayo, mari kita ke dalam" ajak sam Gan sin Kay.
Ketika mereka baru mau masuk mendadak berkelebat sosok bayangan putih. sosok berpakaian
putih itu tak lain Pek Ih Hong Li.
Kemunculan Pek Ih Hong Li sangat mengherankan mereka. semua memandangi wanita itu
dengan kening berkerut.
"Eh?" sam Gan sin Kay tampak bingung. "Mau apa dia balik ke mari?"
" Entahlah," sahut Kim siauw suseng menggelengkan kepala.
sementara Pek Ih Hong Li setelah melayang turun, lalu mendekati sebuah pohon dan duduk di
situ. "Ayah...," bisik Lim Ceng Im. "Kenapa dia duduk di bawah pohon?"
"Entahlah." Lim Peng Hang menggeleng kepala. "Mungkin... dia ingin beristirahat di sana."
"Ayolah Mari kita masuk" ajak sam Gan sin Kay dan berjalan ke dalam. Kim siauw suseng, Tok
Pie sin wan, dan lainnya juga masuk kemudian, mereka duduk di ruang depan.
" Heran?" Gumam Kim siauw suseng. "Kenapa Pek Ih Hong Li datang lagi" Itu berarti dia tidak
berhasil mengejar im sie Hong Mo"
"Mungkinkah..." ujar sam Gan sin Kay setelah berpikir sejenak. "Dia duduk di bawah pohon
dengan maksud ingin melindungi kita?"
"Benar" sahut Kim siauw suseng.
"Tapi...," Tok Pie sin wan menggeleng-gelengkan kepala. "Pikirannya tidak waras, bagaimana
mungkin...."
"Mungkin dia masih ingat kita, maka timbul suatu perasaan, sehingga membuatnya merasa
harus melindungi kita," tukas Kim siauw suseng.
"Mungkini..." sela sam Gan sin Kay. "Di- karena kan im sie Hong Mo sering muncul di sini, maka
dia menunggunya di sini."
"Masuk akal." ujar Kim siauw suseng. " Walau dia sudah gila, tapi masih memiliki naluri."
"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Kita masih dilindungi. Dengan adanya Pek Ih Hong Li di
sana, Im sie Hong Mo pasti tidak berani muncul."
"Ngmm" sam oan sin Kay manggut-manggut, kemudian tertawa gelak dan berkata. "Kita semua
memang ditakdirkan mati. Buktinya Pek Ih Hong Li muncul melindungi kita."
"Ceng Im" Lim Peng Hang menatap putrinya. "Cobalah engkau mendekatinya, siapa tahu ia
masih ingat padamu."
"Ya, Ayah" Lim Ceng Im mengangguk.
"Tunggu" seru sam Gan sin Kay.
Lim Ceng Im berhenti, gadis itu memandang kakeknya dengan penuh keheranan^. "Kakek...."
"Ceng im, biar bagaimanapun engkau harus hati-hati," pesan sam Gan Sin Kay sungguhsungguh.
"sebab ia sudah gila, jadi...."
"Kakek. aku tahu itu," ujar Lim Ceng Im lalu berjalan keluar.
sesampainya di luar, dilihatnya Pek Ih Hong Li masih duduk diam di bawah pohon. Lim Ceng Im
mendekati lalu duduk di hadapannya.
Kehadiran Lim Ceng Im sama sekali tidak digubris Pek Ih Hong Li, tetap duduk diam sambil
memandang kosong ke depan.
"Adik in" panggil Lim ceng im. "Adik In..."
Pek Ih Hong Li memandang Lim Ceng im dengan mata tak berkedip. Karena takut, Lim Ceng im
dan cepat-cepat menundukkan kepala.
"Kenapa engkau panggil Adik In...?" bentak Pek Ih Hong Li mendadak. "siapa Adik In itu?"
"Yap In Nlo" sahut Lim Ceng Im. "Engkau adalah Yap in Nlo"
"Yap In Nio Yap In Nio...?" gumam Pek Ih Hong Li. "Nama yang indah, Yap In Nio Nama yang
indah" "Itu namamu"
"Aku tidak punya nama, aku bukan Yap In Nio Aku... lapar Lapar"
"Aku ambilkan makanan dan minuman, ya?"
"Cepat Cepaaat Aku sudah lapar sekali"
"Baik...Baik" Lim Ceng Im cepat-cepat berlari ke dalam, membuat semua yang ada di dalam
terkejut. "Ceng Im Ada apa?" tanya Lim Peng Hang cemas.
"Dia... dia lapar," sahut Lim Ceng Im memberitahukan. "Aku akan ambilkan dia makanan dan
minuman." "oooh" Lim Peng Hang menarik nafas lega.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya saling memandang, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"omitohud..." ucap Hui Khong Taysu.
Lim Ceng Im membawakan nasi, lauk pauk, dan air minum untuk Pek Ih Hong Li yang telah
kelaparan itu. Begitu ditaruh ke hadapannya, langsung saja Pek Ih Hong Li menyantapnya dengan lahap
sekali. Dalam waktu sekejap. habislah nasi dan lauk pauk itu Airnya juga ditenggaknya habis.
"Gleek Gleeek Gleeek Aaaakh..." Pek Ih Hong Li tertawa-tawa sambil memegang perutnya. "
Kenyang Kenyang sekali."
"In Nio" Lim Ceng Im menatapnya sambil tersenyum, kemudian bertanya. " Kenapa engkau
duduk di sini?"
"Aku... aku harus duduk di sini."
" Kenapa?"
"Aku di sini, Ku Tek cun tidak berani ke mari. Kalian... kalian selamat"
"Engkau kenal Ku Tek cun?"
"Dia jahat Aku harus mencincang tubuhnya. Aku harus cincang dia..." Mendadak Pek Ih Hong Li
tersenyum dan berkata lembut. "Ada seorang pemuda yang sangat baik sekali, dia... dia sayang
padaku, aku suka dia."
"siapa dia?"
"Dia adalah pemuda itu"
"siapa pemuda itu?"
"Pemuda itu adalah dia" jawaban Pek Ih Hong Li membuat Lim Ceng Im melongo. Kemudian ia
pun tertawa sendiri, karena yang dihadapinya orang tak waras. "Engkau kenal dia?"
"Aku kenal." Pek ih Hong Li tersenyum-senyum, seakan teringat sesuatu yang indah. "Dia orang
baik, dia sayang padaku...."
"Dia berada di mana sekarang?"
"Dia... dia telah mati"
"Kenapa dia mati?"
"Aku... aku...." Mendadak Pek Ih Hong Li menangis. "Aku... aku tusuk dia dengan belati,
perutnya berdarah...."
"Kenapa engkau tusuk dia?" tanya Lim Ceng im lagi. Ternyata ia ingin menyadarkan Pek Ih Hong
Li dengan menggali ingatannya.
"Dia... dia...." Tiba-tiba sepasang mata Pek Ih Hong Li memancarkan sinar yang berapi-api
penuh dendam. "Bukan dia, tapi adalah Ku Tek Cun Aku harus cincang dia Harus cincang dia"
"siapa pemuda yang engkau tusuk itu?"
"Dia sangat baik dan sayang padaku." Wajah Pek Ih Hong Li mulai berseri lagi. "Dia... dia...
aaaakh..."
"Engkau lupa namanya?"
"Namanya... namanya...." Pek Ih Hong Li mengerutkan kening, lalu kembali menangis gerunggerungan.
"Dia... dia telah mati Aku... aku bersalah...."
"In Nio" Lim Ceng im menatapnya dalam-dalam serada bertanya. "Kepandaianmu sangat tinggi
sekali, engkau berguru pada siapa?"
"Bibi"
"siapa bibi itu?"
"Dia... dia sudah berubah jadi tulang-"
"Dia yang mengajar engkau silat?"
"Bukan" Pek Ih Hong Li tertawa. "Ada tulisan di atas batu, aku harus memeluk dia. Aku menurut
dan langsung memeluknya, tapi... hi hi hi Dia berubah jadi tulang."
"Kenapa dia bisa berubahjudi tulang?" tanya Lim Ceng Im merasa kebingungan.
"Kenapa, ya?" Pek Ih Hong Li menggaruk-garuk kepala dan tersenyum. "Setelah aku peluk dia,
aku... aku jadi kuat sekali."
"oh?" Lim Ceng Im bertambah bingung. "Lalu siapa yang mengajar engkau ilmu silat?"
"Hi h Hi" Pek Ih Hong Li tertawa gembira. "Aku belajar sendiri, aku pintar, kan?"
" Engkau memang pintar" Lim Ceng im tersenyum dan menatapnya iba.
"Dia juga pernah bilang aku adalah gadis pintar..." gumam Pek Ih Hong Li. "Aku... aku gembira
sekali" "siapa dia?"
"Eh" Kenapa kau goblok sekali" Dia adalah pemuda yang baik itu. sudah kukatakan dari tadi,
engkau masih terus bertanya. Dasar goblok"
"Ya Ya, aku memang goblok" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Engkau belajar silat dari mana?"
"Aku membaca sebuah kitab, aku belajar dari kitab itu"
"Di mana?"
"Di dalam goa Hi hi hil sekarang aku sudah bisa terbang...."
"Masih ada siapa di dalam goa itu?"
"Cuma ada bayanganku sendiri"
"Tidak ada orang lain?"
"Tidak ada"
"Engkau kenal Ku Tek cun?"
"Dia orang jahat Aku harus membunuhnya. Aku harus mencincang tubuhnya"
"Ilmu pedangnya mirip ilmu pedangmu" Apa-kah dia juga belajar di dalam goa itu?"
"Eeeeh?" Pek Ih Hong Li menatapnya dengan bola mata berputar-pular. "Engkau kok goblok
amat" Jangan-jangan engkau sudah gila Tadi sudah kukatakan, di dalam goa cuma ada
bayanganku sendiri, mana ada orang lain lagi, sih?"
"Tapi..." Lim Ceng Im menggeleng-geleng kepala.
"Ku Tek Cun jahat Dia... dia adalah.,.." Pek Ih Hong Li menggaruk-garuk kepala.
" Gurunya pasti adalah Im sie Hong Jin, aku harus membunuhnya. Aku harus membunuhnya,
aku harus mencincang dia"
" Engkau kenal Im sie Hong Jin?"
"Wuaah" Pek Ih Hong Li tertawa. "Engkau betul-betul sudah gila, aku mana kenal dia" Bibi
berpesan melalui tulisannya, aku harus cari keturunan im sie Hong Jin, karena Im sie Hong Jin
pernah menganiayai bibi"
"oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut. " Kenapa engkau begitu dendam pada Ku Tek Cun?"
"Dia... dia menyamar jadi pemuda yang baik itu, dan aku... aku tidak tahu." Pek Ih Hong Li
menangis sedih. "Aku tidur sama dia, aku... aku kira pemuda yang baik itu tidak mau bertanggung
jawab. Maka aku... aku tusuk dia dengan belati, perutnya berdarah.... mati"
"Engkau ingat seseorang?" tanya Lim Ceng Im menyelidik. "Dia bernama Tio Cie Hiong"
Tio Cie Hiong...?" Pek Ih Hong Li menggumam. "Tio Cie Hiong.... Hiong.... Kakak Hiong" Kakak
Hiong Aaaakh.... Kakak Hiong Aku bersalah padamu, aku telah membunuhmu Kakak Hiong...."
Pek Ih Hong Li terus menangis sedih. Diam-diam Lim Ceng im menghela nafas panjang.
"Sudahlah, In Nio, jangan menangis Kakak Hiong tidak mati...." Lim Ceng Im memberitahukan.
"Hi h H i" Pek Ih Hong Li tertawa melengking- lengking. " Kakak Hiong sudah mati, aku... aku
yang bunuh dia Kakak Hiong... Ku Tek Cun Aku harus cincang engkau Aku lumatkan tubuhmu..."
Mendadak Pek Ih Hong Li melesat pergi.
Betapa terkejutnya Lim Ceng Im melihat hal itu.
"In Nio In Nio..." Lim ceng Im berteriak-teriak memanggil gadis itu.
Tiada sahutan, Lim Ceng Im duduk termangu di situ. Berselang sesaat tiba-tiba melayang turun
sosok bayangan putih yang tiada lain Pek Ih Hong Li. seketika itu juga Lim ceng Im menarik nafas
lega. "In Nio"
Pek Ih Hong Li tidak menggubrisnya. la menjatuhkan diri dan duduk di bawah pohon.
"Aku tidak boleh pergi. Aku tidak boleh pergi- Kalau aku pergi, Ku Tek cun akan ke mari, semua
orang di sini pasti mati. Aku harus berjaga di sini"
"Berjaga di sini" Lim Ceng Im tidak habis pikir, kenapa Yap In Nio punya pikiran begitu.
"In Nio Kenapa engkau harus berjaga di sini?" tanya Lim Ceng Im ingin mengetahuinya.
"Aku pernah berada di sini, aku harus menjaga semua orang di sini. orang-orang di sini sangat
baik terhadap Kakak Hiong, aku... aku harus menjaga di sini"
"In Nio" Lim Ceng Im menatapnya iba. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, yakni yakin Tio cie Hiong
dapat menyembuhkannya.
" Jangan berisik" Pek Ih Hong Li melotot.
" Kenapa?" tanya Lim Ceng Im heran.
"Aku sudah ngantuk, mau tidur" Pek Ih Hong Li langsung menelentangkan badannya. "Aku mau
tidur." "In Nio, tidur di dalam saja"
"Tidak."
"ln Nio...."
"Diam Jangan berisik"
Lim Ceng Im menghela nafas, lalu meninggalkannya, la berjalan ke dalam dengan kepala
tertunduk, hatinya merasa kasihan terhadap Yap In Nio.
"Ceng Im" Lim Peng Hang menatapnya. " Ke-napa engkau?"
"Kasihan Yap In Nio" Lim ceng Im menghela nafas. "Dia betul-betul gila, tidak tahu siapa dirinya.
Namun masih ingat sedikit masa lalunya."
"oh" Engkau bicara apa padanya?"
"Membicarakan ini dan itu."
"Ceng Im, duduk" seru sam Gan Sin Kay. "Beritahukanlah apa yang engkau bicarakan padanya"
Lim Ceng Im duduk. kemudian menarik nafas.
"Dia tahu Ku Tek Cun yang menodai dirinya, maka dia begitu mendendam padanya"
"Dia memberitahukan siapa gurunya?" tanya Kim siauw suseng.
"Dia bilang bibi," jawab Lim Ceng Im dan memberitahukan tentang itu berdasarkan apa yang
didengarnya dari Pek Ih Hong Li.
" Kalau begitu...," Kim siauw suseng mengerutkan kening. "Yang dia panggil bibi adalah wanita
itu. Dia memeluknya kemudian wanita itu berubah jadi tulang...."
"sastrawan sialan" sam Gan sin Kay tertawa. "Mungkin wanita itu memiliki suatu ilmu, maka
ketika Yap in Nio memeluk maka Iwee kang yang dimilikinya semasa hidup tersalur ke dalam tubuh
Yap In Nio"
"Benar" Kim siauw suseng mengangguk. "Begitu pula yang dialami Ku Tek Cun."
"Kalau begitu," sela Tok Pie sin wan. " Wanita itu dan im sie Hong Jin pasti punya hubungan
erat. Bukankah ilmu pedang mereka hampir mirip?"
"Menurutku, wanita itu dan im sie Hong Jin adalah kakak beradik seperguruan," duga sam Gan
sin Kay. "Kini kita sudah tahu itu, dan kita pun aman karena Pek Ih Hong Li menjaga di situ."
"Mudah-mudahan dia menjaga sampai Cie Hiong pulang" ucap Lim Peng Hang.
"ohya" Lim Ceng im bangkit berdiri "Aku mau ke dalam mengambil tikar dan selimut untuk In
Nio, dia tidur di bawah pohon itu"
"Kenapa engkau tidak menyuruhnya tidur di dalam saja?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Aku sudah menyuruhnya, tapi tidak maur Lim Ceng im menggeleng-geleng kepala, lalu berjalan
ke dalam. Berselang beberapa saat, ia sudah balik ke bawah pohon itu dengan membawa sehelai tikar dan
selimut. Ternyata Pek Ih Hong Li sudah tidur. Namun ketika Lim Ceng Im mendekatinya, ia langsung
meloncat bangun. "Mau apa engkau?" bentaknya.
"Aku membawakan tikar dan selimut untukmu," ujar Lim Ceng Im sambil tersenyum lembut.
"Tikar dan selimut?"
"Ya" Lim Ceng Im menaruh tikar dan selimut itu, kemudian menatap Pek Ih Hong Li seraya berkata.
"Tikar untuk alas tidur, selimut untuk menutupi dirimu agar tidak dingin."
"Lucu Lucu sekali Hi h H i" Pek Ih Hong Li tertawa geli. "Aku sudah biasa tidur begini, kenapa
engkau bawakan tikar dan selimut?"
"Kalau pakai tikar, pakaianmu tidak akan kotor." Lim Ceng im memberitahukan. "Pakai selimut
tidak akan kedinginan."
"Oh" Terima kasih Terima kasih" ucap Pek Ih Hong Li, tersenyum lucu. "Engkau gila, tapi baik
hati" "Oh, ya?" Lim Ceng im tersenyum getir.
"Sudah, ya Jangan ke mari menggangguku lagi, aku mau tidur" Pek Ih Hong Li langsung
membaringkan dirinya ke atas tikar, kemudian menarik selimut untuk menutupi badannya. "Hei
Besok pagi bawakan makanan dan minuman, ya"
"Tentu" Lim Ceng Im tersenyum.
"Hei selamat malam" ucap Pek Ih Hong Li.
"Selamat malam" sahut Lim Ceng Im. Tidak disangkanya Yap In Nio yang telah gila itu masih
bisa mengucapkan "selamat Malam" padanya. la menggeleng-geleng kepala sambil meninggalkan
tempat itu. Pagi-pagi sekali Lim Ceng im membawakan makanan dan minuman berupa teh hangat untuk
Pek Ih Hong Li. Ternyata ia sudah bangun, duduk di atas tikar sambil memandang kosong ke
depan. "In Nio" Panggil Lim Ceng Im-sambil menaruh makanan dan minuman ke hadapannya, lalu ia
pun duduk. "Hi h H i" Pek Ih Hong Li tertawa "Aku punya pelayan. Aku punya pelayan sungguh
menggembirakan"
"In Nio, selamat pagi" ucap Lim Ceng im.
"siapa bilang pagi" Sudah mau malam engkau bilang pagi" Pek Ih Hong Li menggeleng-geleng
kepala. " Engkau betul-betul sudah gila"
"In Nio, makanlah" Lim Ceng im menarik nafas.
"Hi hi hi Ada makanan lezat" Pek Ih Hong Li tertawa gembira. "Ayam, daging dan... wah Nikmat
sekali ini"
Pek Ih Hong Li langsung bersantap seperti macan kelaparan, setelah itu ia pun tertawa-tawa
seraya berseru. "Aku kenyang Aku kenyang"
"Mau tambah lagi?"
"Eh?" Pek Ih Hong Li menatapnya. "Aku sudah bilang kenyang, kenapa engkau masih bertanya
mau tambah lagi" Penyakit gilamu kumat lagi, ya?"
"In Nio...." Lim Ceng Im menggeleng-geleng kepala.
"Sekarang sudah pagi, aku pun sudah makan kenyang... mandi Aku mau mandi. Di mana ada


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungai, aku mau mandi"
"Mau mandi, ya?"
"Kok tanya lagi?"
"Mari ikut aku ke dalam, di sana ada kamar mandi Engkau boleh mandi sepuas-puasnya."
"Boleh berenang?"
"Tentu boleh."
"cihuii..." Pek Ih Hong Li berseru kegirangan.
"Ayo, ikut aku"
Lim Ceng Im melangkah ke markas, Pek Ih Hong Li mengikutinya dari belakang.
Begitu masuk- puluhan mata langsung memandang padanya. Pek Ih Hong Li tersenyumsenyum.
"selamat pagi" ucapnya sambil terus tersenyum lucu.
"Pagi" sahut Bu Lim Ji Khie dan lainnya.
setelah Lim Ceng Im dan Pek Ih Hong Li masuk menuju ke kamar mandi, Bu Lim Ji Khie saling
memandang lalu tertawa.
"Huaha ha ha sebetulnya yang sudah gila itu dia atau kita" Dia masih ingat mengucapkan
"selamat pagi" pada kita lho"
"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. " Walau dia sudah gila, namun masih memiliki jiwa
kemanusiaan dan sopan santun."
"Ha ha ha" Kim siauw suseng tertawa sambil memandang Tok Pie sin Wan. " Lutung gila, dia
lebih sopan dari padamu."
"Kita yang waras malah tidak tahu diri," timpal Tok Pie sin Wan.
"Aku yakin, dia bisa sembuh," ujar sam Gan sin Kay.
"Belum tentu" Kim siauw suseng menggeleng kepala.
"Kenapa?" sam Gan sin Kay mengerutkan kening. "sastrawan sialan,jelaskanlah"
"sebab dia telah belajar semacam ilmu sesat, itu yang mempengaruhi pikirannya. Tapi... aku
percaya Cie Hiong dapat menyembuhkannya," sahut Kim siauw suseng menjelaskan. "Kita tahu, Cie
Hiong memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan mahir ilmu pengobatan."
"Betul" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Mudah-mudahan dia akan berjaga di sini sampai
Cie Hiong pulang"
"Kasihan gadis itu kalau terus begitu...." Kim siauw suseng menghela nafas panjang.
sementara Lim Ceng Im dan Pek Ih Hong Li sudah sampai di depan kamar mandi. Lim Ceng Im
menunjuk kamar mandi. "In Nio, mandilah di dalam"
Pek Ih Hong Li masuk bahkan juga menutup pintu kamar mandi. Tak lama terdengarlah
siraman air, kemudian diiringi pula bunyi senandung.
Lim Ceng im menggeleng-geleng kepala. la semakin kasihanpada Yap In Nio. Berselang
beberapa saat, pintu kamar mandi terbuka sedikit, Pek Ih Hong Li menjulurkan kepalanya.
"Hei Ada pakaian baru?" tanyanya.
"Ada" Lim Ceng Im mengangguk dan bertanya. "Engkau mau pakaian warna apa?"
"Putih"
"Baiklah, akan kuambilkan."
Lim Ceng Im melangkah pergi, sedangkan Pek Ih Hong Li menutup kembali pintu kamar. Tak
lama kemudian, Lim Ceng im sudah datang lagi. "In Nio" panggilnya perlahan.
Pintu kamar mandi terbuka sedikit, Pek Ih Hong Li menjulurkan kepalanya. "Mana pakaian
baru?" "Nih" Lim Ceng Im memberikannya, sambil memandang ke dalam.
"Hi hi hi" Pek Ih Hong Li tertawa geli. "Engkau lihat apa" sama-sama punya kok masih melihat"
Dasar gila"
Wajah Lim Ceng Im langsung memerah. Pek Ih Hong Li tertawa lagi, lalu menutup pintu kamar
mandi. Tak lama pintu kamar mandi itu terbuka lagi, Pek Ih Hong Li keluar.
"Hei, orang gila Engkau baik sekali terhadapku, mudah-mudahan kelak hidup bahagia bersama
suamimu" Pek Ih Hong Li berjalan ke depan. Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, Lim Peng Hang, danpara
ketua tujuh partai memandang padanya.
"Kenapa kalian terus memandang aku?" Pek Ih Hong Li tertawa. "Aku cantik sekali, kan?"
"Omitohud" ucap Hui Khong Taysu.
"Mulut menyebut omitohud, belum tentu hati bersih Huh Dasar kepala gundul" ujar Pek.iH Hong
Li sambil berjalan pergi, Lim Ceng Im terus mengikutinya.
"Huaha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "kepala gundul, engkau tidak
tersinggung, ya?"
" omitohud" sahut Hui Khong Taysu. "Apa yang dikatakan Pek Ih Hong Li memang benar.
Banyak sekali hwecshio menyebut " omitohud", tapi belum tentu hatinya bersih. Aku mengakui itu."
sementara Pek Ih Hong Li sudah duduk di bawah pohon, bersama Lim Ceng im yang duduk di
sisinya. "Hi h H i" Pek Ih Hong Li tertawa cekikikan. " engkau memang sudah gila, kenapa terus
mengikuti aku?"
"Aku senang bergaul denganmu," jawab Lim Ceng im sambil tersenyum.
"Tapi aku tidak mau bergaul dengan orang gila" ujar Pek Ih Hong Li. "engkau gila tapi baik,
aku... aku senang sekali"
"Namaku Ceng im...."
"Hi hi hi" Pek Ih Hong Li tertawa geli. "orang gila tahu namanya, aku yang waras saja tidak tahu
siapa diriku."
"Engkau adalah Yap In Nio," ujar Lim Ceng Im.
"Aku bukan Yap In Nio, aku Pek Ih Hong Li" sambarnya dan mendadak wajahnya berubah
bengis. "Aku harus membunuh Im sie Hong Mo, aku harus cincang Ku Tek Cun Harus cincang Ku
Tek Cun..."
Bab 45 Kepiluan yang memuncak
Beberapa bulan kemudian, Tio Cie Hiong telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo sin Kang
(Tenaga sakti Alam semesta). Memang suatu kebetulan sekali, Tio Cie Hiong memiliki Pan Yok Hian
Thian sin Kang, dan pernah makan buah Kiu Yap Ling che. oleh karena itu, tidak sulit baginya
mempelajari ilmu tersebut.
"Kauw heng" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo sin
Kan." Monyet putih itu mencicit- cicit, seakan mengucapkan selamat pada Tio Cie Hiong, lalu
berjungkir balik dan berloncat- loncat dengan gembira.
"Kauw heng Mulai hari ini aku akan mempelajari Kan Kun Taylo ciang Hoat (Umu Pukulan Alam
semesta) dan Kan Kun Taylo Kiam Hoat (Ilmu Pedang Alam semesta)"
Monyet putih itu mencicit- cicit sambil manggut-manggut. Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian
memperhatikan gerakan-gerakan yang diukir pada dinding goa.
Hanya dua minggu Tio Cie Hiong telah berhasil menguasai Tiga Jurus Ilmu Pukulan Kan Kun
Taylo ciang Hoat dan TigaJurus Ilmu Pedang Taylo Kan Kun Kiam Hoat.
Pagi ini Tio Cie Hiong tampak melamun di dalam goa, sedangkan monyet bulu putih itu terus
memandangnya, kemudian bercuit-cuitan seakan bertanya pada Tio Cie Hiong kenapa melamun"
"Kauw heng" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Wajahku telah rusak begini. Aku merasa
malu berhadapan dengan Adik Im, sebab dia sangat cantik."
Mendadak monyet putih itu meloncat merangkul leher Tio Cie Hiong, lalu meraba-raba wajahnya
yang rusak tidak karuan.
setelah itu, monyet bulu putih meloncat turun dan berjalan mondar-mandir, seperti sedang
memikirkan sesuatu.
Tio Cie Hiong terheran-heran. "Apa yang sedang engkau pikirkan?" tanyanya kemudian.
Monyet putih itu terus berjalan mondar mandir. Tingkahnya seperti orang sedang menghadapi
suatu masalah yang tak terpecahkan. Mendadak monyet putih berloncat- loncat dan bercuit-cuitan,
memperlihatkan kegembiraan.
"Kauw heng..." Tio Cie Hiong tercengang melihat monyet.
Tiba-tiba monyet bulu putih itu melesat pergi. Gerakannya yang secepat kilat itu membuat Tio
Cie Hiong bertambah tercengang. "Kauw heng..."
Monyet putih itu sudah tidak kelihatan. Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, lalu duduk
bersandar di dinding goa sambil berpikir. la mengambil keputusan apabila monyet putih kembali,
segera akan meninggalkan goa itu. Biar bagaimanapun, ia harus berpamit pada monyet putih .
Tio Cie Hiong terus menunggu, walau sudah lewat beberapa jam. Namun monyet putih itu
belum kembali. Karena itu, ia bangkit berdiri saat yang bersamaan melesat ke dalam sosok
bayangan putih disertai suara cuit-cuitan.
Ternyata monyet putih telah kembali. Tangannya menggenggam beberapa kuntum bunga yang
berbentuk aneh. Monyet itu bercuit-cuitan sambil memberikan bunga pada Tio Cie Hiong.
Tio Cie Hiong menerima bunga-bunga itu dengan perasaan heran. "Untuk apa engkau
memberikan aku bunga-bunga ini" Apakah engkau tahu aku mau meninggalkan goa ini, hingga kau
memberikan aku bunga-bunga ini?" tanyanya, belum mengerti.
Monyet bulu putih menggeleng-gelengkan kepala sambil bercuit-cuitan, kemudian menunjuk
bunga-bunga itu dan menunjuk wajah Tio Cie Hiong.
"Apa?" Tio Cie Hiong tersentak. "Bunga-bunga ini dapat menyembuhkan wajahku?"
Monyet bulu putih manggut-manggut dan bercuit-cuitan, bahkan juga bertepuk-tepuk tangan.
Tio Cie Hiong memperhatikan bunga-bunga yang di tangannya, lalu diciumnya. Tidak berbau
apapun, namun bunga-bunga itu sangat dingin.
sementara monyet bulu putih terus bercuit-cuitan, tangannya juga bergerak seakan menumbuk.
Menyaksikan tingkah monyet itu, Tio Cie Hiong mengerti akan maksudnya.
"Ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. " Engkau suruh aku menumbuk bunga-bunga ini, lalu
dipoleskan pada wajah dan sekujur badanku?"
Monyet bulu putih mengangguk dan menunjuk sebuah batu yang mirip tumbukan di sudut kiri.
Tio Cie Hiong menoleh ke sana. Monyet bulu putih pun menariknya ke sana. Kemudian mendadak
menyambar bunga-bunga yang di tangan Tio Cie Hiong, dan langsung ditaruh ke dalam batu itu.
Tio Cie Hiong tersenyum dan mulai menumbuk. tak seberapa lama kemudian, bunga-bunga itu
jadi halus dan mengeluarkan cairan yang agak berlendir.
"Kauw heng Benarkah bunga-bunga itu merupakan semacam obat yang dapat menyembuhkan
wajahku?" tanya Tio Cie Hiong ragu.
Monyet putih manggut-manggut, karena itu Tio Cie Hiong pun membuka baju. la mulai
memolesi mukanya dengan cairan berlendir itu, kemudian dilanjutkan ke sekujur badan. setelah itu,
ia duduk bersila.
Tiga hari kemudian, Tio Cie Hiong coba melihat bekas tusukan dan sabetan di badannya. Betapa
kaget dan herannya dia ternyata bekas luka-luka itu telah lenyap.
Perlahan-lahan ia menjulurkan tangan ke wajahnya. Dengan agak bergemetar tangannya
meraba wajahnya. Begitu tangannya menyentuh kulit wajah, ia pun terkejut girang, sebab
wajahnya sudah berubah halus.
"Kauw heng" seru Tio cie Hiong dengan hati berdebar-debar. "Apakah wajahku telah sembuh?"
Monyet bulu putih memandang wajahnya. Kemudian bercuit-cuitan dan berloncat- loncatan
dengan penuh kegembiraan. setelah itu, monyet bulu putih melesat ke dalam. Dan sebentar
kemudian telah kembali. Ternyata monyet bulu putih itu membawa sebuah lempengan tembaga
yang mirip kaca, disodorkannya ke hadapan Tio Cie Hiong.
Tio Cie Hiong sebera memandang lempengan tembaga itu. seketika ia berseru dengan girang
sekali, karena wajahnya telah pulih seperti sediakala. Bahkan karena saking girangnya dia langsung
merangkul monyet putih. "Kauw heng, terima kasih Terima kasih..."
Monyet bulu putih terus menerus mengelus wajah Tio Cie Hiong yang telah berubah halus
sambil mulutnya tak henti-henti mencicit- cicit. "Kauw heng, aku sungguh berhutang budi padamu"
Monyet putih menyengir. cengiran itu membuat Tio cie Hiong tertawa geli. Monyet bulu putih
pun bercuit-cuitan lagi.
Tio Cie Hiong memandangnya. "Aku terpaksa berpamit, karena masih ada urusan yang harus
kuselesaikan."
Monyet bulu putih langsung diam, sepertinya merasa sedih. Tio Cie Hiong membelainya.
"setelah urusanku selesai, aku pasti datang lagi bersama Adik Im" Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Aku akan tinggal di sini, tidak ingin pusing dengan urusan rimba persilatan lagi"
Monyet bulu putih bercuit-cuitan perlahan saat Tio Cie Hiong membelainya lagi.
"Kauw heng, selamat tinggal" Tio Cie Hiong melepaskan monyet bulu putih ke bawah. "Kauw
heng, sampai jumpa"
Tio Cie Hiong melangkah. Tampak monyet bulu putih mengikutinya dari belakang dengan wajah
murung. Ketika sampai di luar goa, Tio Cie Hiong memandang monyet bulu putih.
"Kauw heng, jangan bersedih Kelak kita akan berjumpa lagi, selamat tinggal" Tio Cie Hiong
melesat pergi, sedangkan monyet bulu putih bercuit-cuitan sedih.
Tio Cie Hiong terus mengerahkan ginkangnya. Kini kepandaiannya bertambah tinggi, begitu pula
Iwee kang dan ginkangnya. la harus memburu waktu agar cepat sampai di markas pusat Kay Pang.
sama sekali tak diketahui bagaimana situasi di markas pusat Kay Pang, apakah Im sie Hong Mo
masih muncul di sana atau tidak.
siang hari ini ketika memasuki sebuah lembah, mendadak ia terbelalak memandang lembah itu.
la teringat kalau lembah itu tempat tinggal seng Li Tong (Goa Wanita suci) berada.
segeralah ia melesat menuju sebuah goa. la heran melihat pintu goa itu terbuka lebar.
Tio Cie Hiong mengerutkan kening kemudian melesat ke dalam. la melihat formasi bunga bwee
hancur berantakan. Hal itu sungguh mengejutkannya. Dengan sebera ia mengerahkan ginkang
melewati kolam menuju ke tempat tinggal Pek sim seng Li, bibinya.
Begitu kakinya menginjak tempat itu, wajahnya pun berubah pucat pias, karena melihat tiga
sosok mayat yang sudah mulai membusuk. "Bibi Bibi..." jeritnya dengan air mata berderai-derai.
Ternyata salah satu sosok mayat itu adalah Pek sim seng Li, bibinya. Tio Cie Hiong
membungkukkan badan memperhatikan mayat bibinya. Di sisi tangan bibinya terdapat sebaris
tulisan. Begitu membaca, darah Tio Cie Hiong mendidih. "Im sie Hong Mo" bunyi tulisan itu,
pertanda yang membunuh bibinya adalah Ku Tek Cun. Dua sosok mayat lain adalah siauw Loan dan
siauw Ing, pelayan setia bibinya.
"Bibi Bibi..." jerit Tio Cie Hiong sambil menangis gerung-gerungan. Kini ia telah kehilangan bibi
satu satunya. "Im sie Hong Mo Kenapa engkau membunuh bibiku" Kenapa?"
Tio Cie Hiong terus menangis sedih, dan tak henti-hentinya ia menggumam penuh kegeraman.
"Ku Tek Cun Kenapa engkau membunuh bibiku" Kenapa engkau begitu tega" Kenapa engkau
membunuh bibiku" Kenapa...?"
Tio Cie Hiong masih terus menangis dengan wajah pucat pias. Kemudian dirasakan matanya
berkunang-kunang dan gelap. hingga akhirnya jatuh pingsan di sisi mayat Pek sim seng Li bibinya.
sementara itu, di dalam sebuah goa di laut Timur, terdengar suara tawa terbahak-bahak. suara
tertawa milik Bu Lim sam Mo.
"Ha ha ha Kini kita telah berhasil mempelajari Ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi, urat kita yang
cutus telah tersambung" ujar Tang Hai Lo Mo bergembira. "Sehingga lweekang kita mengalami
kemajuan pesat, begitu pula Pak Kek sin Kang kita Ha ha ha..."
"Lo Mo" Thian Mo memandangnya. "Ini memang di luar dugaan kita, jadi mulai hari ini kita akan
mempelajari Tiga jurus Hian Bun sin ciang."
"Ya" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Setelah itu, kita akan kembali ke rimba persilatan,
menuntut balas pada Tio Cie Hiong."
"Dia memusnahkan kepandaian kita," ujar Te Mo dengan mata berapi-api. "Maka kita harus
mencabut nyawanya"
"Benar" Tang Hai Lo Mo mengangguk. "ohya, entah bagaimana Ku Tek Cun murid kita itu?"
"Akan kita cari dia nanti," sahut Tang Hai Lo Mo. "setelah kita berhasil membunuh Tio Cie Hiong,
berarti sudah waktunya kita menguasai rimba persilatan Ha ha ha"
"Tio Cie Hiong pasti tidak tahu kepandaian kita bertambah tinggi. Karena itu, lebih baik kita
muncul di rimba persilatan secara diam-diam saja," ujar Thian Mo. "Kita akan membuat kejutan di
rimba persilatan"
"Tidak salah" Te Mo tertawa gelak. "ohya, nanti kalian berdua bersamaku tinggal di istanaku
saja" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Itu memang bagus, sebab istanamu berada di dalam
sebuah goa yang sangat rahasia. siapa pun tidak tahu tentang goa itu"
"Lo Mo" ujar Te Mo seakan mengusulkan. "Begitu muncul di rimba persilatan, pertama-tama kita
harus berusaha mencari Lam Hai sin ceng. Kita harus membunuhnya"
"Benar Benar" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "setelah itu, kita tangkap para ketua tujuh partai.
Kita pasti menggemparkan rimba persilatan. Ha ha ha" "Lo Mo Perlukah membangun kembali sam
Mo Kauw?" tanya Thian Mo.
"Kita akan bergerak secara gelap nanti. Kalau kita membangun kembali sam Mo Kauw, tentunya
kaum persilatan akan mengetahui tentang diri kita" jawab Tang Hai Lo Mo. "Maka lebih baik kita
mendirikan.... Bu Tek Pay (Partai Tanpa Tanding) saja Bagaimana menurut kalian?"
"Setuju" sahut Thian Mo dan Te Mo serentak sambil tertawa gembira. "Kaum rimba persilatan
tidak akan tahu, siapa sebenarnya ketua Bu Tek Pay Ha ha ha"
"Kemunculan kita kelak, sudah pasti akan menguasai rimba persilatan." ujar Tang Hai Lo Mo
sambil tertawa-tawa. "Kita bertiga harus membuat sejarah baru di rimba persilatan. Nanti dalam
rimba persilatan tidak akan terdengar lagi Bu Lim It Ceng dan Ji Khie, hanya ada Bu Tek Pay yang
kita dirikan itu Aku ketua satu, Thian Mo ketua dua dan Te Mo ketua tiga Kalian berdua setuju?"
"Tentu setuju" sahut Thian Mo dan Te Mo serentak. "Pokoknya kita bertiga harus bersatu
selama-lamanya Ha ha ha..."
Di Tayli, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong, dan Lam Kiong Hujin sudah berkali-kali berpamit pada
Toan Hong Ya, namun Toan Hong Ya selalu menahan mereka.
"Tinggal di sini beberapa bulan, barulah kalian kembali ke Tionggoan" ujar Toan Hong
"Tapi...," Tui Hun Lojin menghela nafas panjang. "sudah sekian bulan kami tinggal di sini, lagi
pula Cie Hiong belum ke mari. Aku khawatir...."
"Justru karena itu aku melarang kalian kembali ke Tiong goan, karena akan menambah beban
cie Hiong."
"Benar juga." Lam Kiong Hujin manggut-manggut. "Daripada kita jadi bebannya, memang lebih
baik tinggal di sini dulu."
"Kalau begitu...," Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala. "Bukankah diri kita akan
dicap sebagai orang yang tiada rasa setia kawan?"
"Tidak mungkin" sahu Toan Hong Ya sung-guh-sungguh. "Begini saja, apabila dalam waktu dua
tiga bulan mereka belum datang, kalian boleh kembali ke Tiong goan."
"Baiklah, Hong Ya." Tui Hun Lojin mengangguk.
Toan Hong Ya memandang ke arah Lam Kiong Hujin. "Berhubung suasana di rimba persilatan
Tiong goan masih belum aman, maka nanti putramu dan pit Lian tidak boleh ikut ke Tionggoan."
"Aku mengerti itu. Hong ya." Lam Kiong Hujin manggut-manggut.
"Terima kasih," ucap Toan Hong Ya.
"sama-sama" sahut Lam Kiong Hujin sambil tersenyum. "Memang lebih aman putraku tinggal di
sini dulu. setelah keadaan di rimba persilatan Tionggoan aman, barulah mereka ke Tionggoan."
"Benar" Toan Hong Ya manggut-manggut. "sebetuinya aku ingin mohon bantuan pada
seseorang, tapi...."
"Maksud Hong Ya?" tanya Tui Hun Lo^in.
"Di Tayli ini terdapat seorang padri tua yang dipanggil Tayli Lo Ceng. Usia beliau sudah hampir


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seratus tiga puluh. Namun, beliau hidup menyendiri, sama sekali tidak mau mencampuri urusan apa
pun. Karena itu, belum tentu aku bisa mengundangnya keluar."
"Hmm...?" Tui Hun Lojin menggumam. "Apakah padri tua itu berkepandaian tinggi?"
"Sulit diukur lagi kepandaiannya, mungkin sudah mencapai kesempurnaan," jawab Toan Hong
Ya memberitahukan. "Tapi padri tua itu tidak pernah mempertunjukkan kepandaiannya. Aku yakin
beliau mampu mengatasi Im sie Hong Mo"
"Tayli Lo Ceng (Padri Tua Tayli)...?" gumam Gouw Han Tiong. Kemudian dia bertanya,
"pernahkah padri tua itu mengunjungi Tionggoan?"
"Pernah" Toan Hong Ya mengangguk. "Bah-kan juga pernah ke Thian Tok (India), Persia, Nepal,
dan Tibet"
" Heran" Tui Hun Lojin mengerutkan kening.
"Aku tidak pernah mendengar nama Tayli Lo Ceng."
"Itu karena padri tua tidak pernah mempertunjukkan kepandaiannya, maka kaum rimba
persilatan Tiong goan tidak mengetahuinya," ujar Toan Hong Ya menjelaskan. " Yang jelas
kepandaiannya sudah tidak bisa diukur."
"Padri tua itu tidak punya murid?" tanya Lam Kiong Hujin.
(Bersambung ke bagian 28)
Jilid 28 "Aku kurang jelas tentang itu." Toan Hong Ya menggeleng kepala, kemudian memberitahukan.
"Beliau sangat dihormati dan diagungkan di sini, aku pun masih harus bersujud di hadapannya."
"Sayang sekali kami tidak bisa bertemu padri tua itu..." gumam Tui Hun Lojin.
Sementara itu, tampak dua pasang suami isteri sedang bercakap-cakap di halaman, mereka
adalah Lam Kiong Bie Liong, Toan Pit Lian, Toan Wie Kie, dan Gouw sian Eng.
"Heran" Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Sudah sekian bulan, Adik Hiong
dan ceng Im belum ke mari. Mungkinkah...."
"Maksudmu telah terjadi sesuatu atas diri cie Hiong?" tanya Toan Wie Kie.
"Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "Itu membuatku cemas sekali"
"Belum tentu" ujar Toan Pit Lian. "Kalau terjadi sesuatu atas dirinya, sudah pasti ada orang ke
mari mengabarkan. Ya, kan?"
"Ng" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut.
"Kakak Kie" Gouw sian Eng menatapnya. "Kenapa Hong Ya terus menahan kakek, ayah, dan
Lam Kiong Hujin?"
"Adik sian Eng" Toan Wie Kie tersenyum. "Terus terang, ayahku bermaksud baik"
"Bermaksud baik?" gumam Gouw Sian Eng.
"Tentunya engkau tahu, betapa tingginya kepandaian Im Sie Hong Mo.Jadi kalau mereka
kembali ke Tionggoan, tentu akan membahayakan bagi keselamatan. oleh karena itu, ayahku terus
menahan mereka."
"OOOh"
"Apa jadinya kalau Adik Hiong tidak dapat mengalahkan Im sie Hong Mo?" Lam Kiong Bie Liong
mengerutkan kening.
"Percayalah" ujar Toan Pit Lian. "cie Hiong berhati bajik, jadi dia pasti selamat."
Mendadak Lam Kiong Bie Liong tampak serius. "Hian Teng Taysu, Sin san Lojin, Ang Kin sian Li,
dan kita semua bukan lawan Im sie Hong Mo. Bagaimana seandainya dia ke mari?"
"Maksudmu Im sie Hong Mo datang ke Tayli ini?" Toan Wie Kie menatapnya.
"Ya" Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"seandainya dia ke mari, kita tidak perlu takut" Toan Wie Kie tersenyum-senyum.
" Kakak Kie, kenapa engkau bilang begitu?" tanya Gouw sian Eng.
"sebab...," Toan Wie Kie memberitahukan. "Di Tayli ini ada seorang padri tua yang berusia
hampir seratus tiga puluh."
"Haaah...?" Mulut Gouw sian Eng ternganga lebar. "Be... begitu tua?"
" Walau sudah sangat tua, tapi padri itu masih tampak sehat," ujar Toan Wie Kie.
" Karena padri tua itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali, sulit diukur berapa tinggi
kepandaiannya."
"oh?" Lam Kiong Bie Liong tertarik. "Apabila padri tua itu bersedia membantu Adik Hiong...."
"Itu tidak mungkin." Toan Wie Kie menggeleng kepala. "Ayah pernah bermohon padanya, agar
menerima aku dan Pit Lian sebagai murid, namun padri tua itu menolak."
" Kenapa?" tanya Gouw sian Eng heran.
"Beliau itu memang tidak mau menerima murid," jawab Toan Wie Kie, memberitahukan sambil
menghela nafas. "Mungkin aku dan Pit Lian tidak berjodoh dengan padri tua itu."
"Kakak Kie, ayahmu adalah raja Tayli, kenapa padri tua itu berani menolak?" tanya Gouw sian
Eng heran. "Adik sian Eng" Toan Wie Kie tersenyum.
"Engkau harus tahu, kedudukan Tayli Lo Ceng itu sangat tinggi, ayahku saja harus bersujud di
hadapannya."
"oooh" Gouw sian Eng manggut-manggut.
"Kalau begitu..." ujar Lam Kiong Bie Liong. "Kepandaian padri tua itu pasti di atas Im sie Hong
Mo." "Aku yakin itu," sahut Toan Wie Kie.
"Hm... pernahkah padri tua itu melancong ke Tionggoan?" tanya Gouw sian Eng.
"Pernah." Toan Wie Kie mengangguk. "Bahkan juga pernah ke India, Pers ia, Tibet, dan Nepal."
"Beliau berasal dari Tayli ini?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Ya" Toan Wie Kie mengangguk.
"Di mana tempat tinggal padri tua itu?"
"Tidak menentu." Toan Wie Kie memberitahukan. "Padri tua itu pun mahir meramal."
"oh?" Lam Kiong Bie Liong tertarik. " Kalian pernah diramalnya?"
"Tidak pernah" Toan Wie Kie menggeleng kepala. "Namun kalau ada apa-apa biasanya beliau
akan muncul sendiri."
" Hebat sekali padri tua itu" ujar Gouw sian Eng kagum. "Alangkah baiknya jika Kakak Hiong bisa
bertemu padri tua itu"
" Kalau Cie Hiong berjodoh dengan padri tua itu, tentunya akan bertemu." Toan Wie Kie
tersenyum dan menambahkan. "siapa tahu padri tua itu sudah berangkat keTionggoan membantu
Cie Hiong"
"Mudah-mudahan begitu" ucap Lam Kiong Bie Liong.
Bab 46 Dicincang-cincang
Di halaman markas pusat Kay Pang, masih tampak Pek Ih Hong Li duduk di bawah pohon.
Walau Lim Ceng Im terus menerus berupaya menyadarkan Pek Ih Hong Li dengan cara menggali
ingatannya, tapi tidak berhasil sama sekali.
"In Nio, engkau sudah ingat siapa aku?" tanya Lim Ceng Im lembut.
" Engkau memang orang gila" sahut Pek Ih Hong Li sambil tertawa cekikikan. " Kenapa aku
harus ingat siapa engkau?"
"Engkau adalah Yap In Nio"
"Aku tidak kenal Yap In Nio, jadi aku bukan Yap In Nio, Jangan-jangan engkaulah yang Yap In
Nio, karena sudah gila, maka engkau lupa siapa dirimu"
"In Nio...," Lim Ceng Im menggeleng-geleng kepala.
"TUh" Pek Ih Hong Li tertawa nyaring. "Penyakit gilamu kumat lagi. sungguh lucu sekali"
Lim Ceng Im menghela nafas panjang.
"Ei Gadis gila" bentak Pek Ih Hong Li. "Tidak baik menghela nafas panjang, akan cepat tua lho."
Lim Ceng Im menggeleng-geleng kepala.
Mendadak mulut Pek Ih Hong Li berhembus-hembus seakan kegerahan, kemudian berkata. "Aku
mau mandi Aku mau mandi"
"Mari ikut aku ke dalam" Lim Ceng Im menggandengnya, membuat Pek Ih Hong Li tertawa geli.
"Hi hi hi Aku bukan anak kecil, tidak perlu digandeng."
"Anggaplah engkau masih kecil" sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum.
"Dasar gadis gila" Pek Ih Hong Li menggeleng-geleng kepala sambil mengikuti Lim Ceng Im ke
dalam. Di saat Pek Ih Hong Li sedang mandi, mendadak Lim Ceng Im mendengar suara tawa seram di
luar. seketika wajahnya berubah pucat.
"Im sie Hong Mo...?" Braaak Pintu kamar mandi terbuka, Pek Ih Hong Li melesat keluar, ia
sudah berpakaian.
Itu memang suara tawa Im sie Hong Mo. Bu Lim Ji Khie, TOk Pie Sin Wan, Lim Peng Hang, dan
para ketua tujuh partai langsung berhambur keluar.
"He he he He he he" Im sie Hong Mo berdiri di halaman. "Hari ini kalian semua harus mampus"
"Aku harus mencincang tubuhmu Aku harus cincang engkau" Berkelebat sosok bayangan putih
ke hadapan Im sie Hong Mo. "Jangan kabur Aku akan mencincang tubuhmu..."
"Haah?" Im sie Hong Mo tampak terkejut. Dia langsung melesat pergi sambil tertawa seram.
"Mau kabur ke mana" Akan kucincang tubuhmu Aku cincang engkau..." Pek Ih Hong Li
mengejarnya. Bu Lim Ji Khie dan lainnya saling memandang, Lim Ceng Im pun berhambur keluar.
"Ayah, di mana Yap In Nio?" tanyanya.
"Dia pergi mengejar Im sie Hong Mo"
"Mudah-mudahan Pek Ih Hong Li berhasil membunuh Im sie Hong Mo itu" ucap Tok Pie Sin
Wan. "Itu tidak mungkin" Kim siauw suseng menghela nafas. "Kepandaian mereka seimbang."
Ucapan Kim siauw suseng terhenti mendadak, ternyata ia melihat sosok bayangan putih
berkelebat- kelebat laksana kilat.
"Pek Ih Hong Li kembali" serunya.
"Tidak disangka dia begitu cepat kembali" sahut sam Gan sin Kay. "Itu berarti dia tidak berhasil
mengejar Im Sie Hong Mo"
sosok bayangan putih itu melayang turun. Terbrlalaklah mereka semua ketika melihat jelas
sosok bayangan putih itu, terutama Lim Ceng Im. sebab, sosok bayangan putih itu bukan Pek Ih
Hong Li, melainkan Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong Mereka terbelalak menyaksikan wajah Tio Cie
Hiong telah berubah mulus seperti dulu, tampan dan mempesonakan.
" Kakak Hiong Kakak Hiong..." Lim Ceng Im berlari-lari mendekatinya.
"Adik Im" sahut Tio Cie Hiong girang.
"Kakak Hiong" Lim Ceng Im langsung mendekap di dadanya. "Kakak Hiong...."
"Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya sambil tersenyum lembut.
"Hua ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Asyiiik saling peluk memeluk sehingga melupakan
kami" Lim Ceng Im segera melepaskan dekapannya, lalu memandang sam Gan sin Kay dengan mata
melotot. "Kakek usil ah" Gadis itu cemberut.
"Aku usil atau engkau lupa akan keberadaan kami di sini?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa
gelak lagi. "Eeeh?" Tio cie Hiong menengok ke sana ke mari. "semua berkumpul di sini" Tahu aku akan
pulang hari ini?"
"Tadi Im sie Hong Mo datang...."
"Ceng Im Mari bicara di dalam saja" seru Lim Peng Hang. "Jangan menceritakan sepotongsepotong
" " Kakak Hiong Mari kita ke dalam" Lim Ceng Im menggandengnya masuk.
sam Gan sin Kay yang usil itu terus menggoda Lim Ceng Im lagi sambil berjalan ke dalam.
"Bergandengan tangan, persis seperti sepasang pengantin hendak masuk ke kamar"
"Kakek...." Wajah Lim Ceng Im memerah, lalu membanting-banting kaki. "Ayah, kakek tuh"
"Iho?" Lim Peng Hang tersenyum. " Kakekmu kenapa?"
" Kakek terus menerus menggoda aku, sebal deh" gerutu Lim Ceng Im, cemberut.
"Memang persis seperti sepasang pengantin," ujar Kim siauw suseng sambil tertawa terkekehkekeh.
"Menuju ke kamar, hendak tidur"
"Kakek sastrawan" Lim Ceng Im melotot.
"omitohud Ini merupakan berkah" ucap Hui Khong Taysu. "Harus disambut dengan rasa syukur"
"Taysu?" Lim Ceng Im menoleh. "Hweeshio boleh menggoda orang, ya?"
"Bukan menggoda, memang merupakan suatu berkah," sahut Hui Khong Taysu sambil
tersenyum lembut. "Wajah cie Hiong telah pulih seperti sedia kala. omitohud..."
Mereka semua duduk di ruang depan. setelah duduk Tio cie Hiong menghela nafas panjang.
Wajahnya tampak murung sekali.
"Pek sim seng Li, bibiku itu telah mati," ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin Kay terkejut. "Bibimu itu telah mati?"
"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Pek sim seng Li telah terlepas dari segala penderitaan."
"Dasar kepala gundul" tukas sam Gan sin Kay. "Kalau begitu, kenapa engkau tidak mati saja
agar terlepas dari segala penderitaan?"
"Apabila ajalku telah tiba, pasti kusambut dengan tersenyum," sahut Hui Khong Taysu.
" Kalau begitu, kenapa engkau mengucurkan air mata ketika siauw Lim sam Tiang li mati?"
tanya Kim siauw suseng.
" Ketiga pamanku dibunuh secara mengenaskan, aku mengucurkan air mata karena kematian
yang menyedihkan..." jawab Hui Khong Taysu. "omitohud"
"Cie Hiong Dari mana kau tahu bibimu telah mati?" tanya Lim Peng Hang heran.
"Kebetulan aku melewati lembah itu...," ujar Tio Cie Hiong menuturkan. "Bibiku, siauw Loan dan
siauw Ing mati dibunuh Im sie Hong Mo."
"Ha h?" Terkejut semua orang mendengarnya. " omitohud..."
"Kepala gundul Kini engkau harus bilang apa?" tanya Sam Gan sin Kay mendadak.
"semoga Pek sim seng Li masuk ke sorga" jawab Hui Khong Taysu.
"Dasar kepala gundul" dengus sam Gan sin Kay. "Tadi bilang Pek sim seng Li telah terlepas dari
segala penderitaan, sekarang bilang semoga dia masuk ke sorga Kalau engkau mati, harus bilang
apa?" "semoga aku masuk neraka, agar bisa menolong arwah-arwah yang tersiksa di sana," jawab Hui
Khong Taysu. "Kalau begitu, engkau harus menghadapi Im sie Hong Mo" sambar Kim siauw suseng.
"omitohud Kalau itu merupakan takdirku," ujar Hui Khong Taysu sambil tersenyum.
"Putar sana putar sini, alasanmu" tukas Kim siauw suseng tampak kesal.
"Cie Hiong," Lim Peng Hang menatapnya. "Engkau telah berhasil mempelajari apa yang diukir di
dinding goa itu?"
"Telah berhasil." Tio cie Hiong mengangguk.
"syukurlah" ucap Lim Peng Hang.
" omitohud" ucap sam Gan sin Kay mendahului Hui Khong Taysu, membuat semua orang
tertawa. "Bagus Bagus" Hui Khong Taysu tersenyum. "siapa yang menyebut " omitohud" berarti berjodoh
dengan sang Budha"
"oh, ya?" sam Gan sin Kay tertawa.
" Kakak Hiong, ilmu apa yang engkau pelajari di dalam goa itu?" tanya Lim Ceng Im.
"Kan Kun Taylo sin Kang," jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Kan Kun Taylo ciang Hoat dan
Kan Kun Taylo Kiam Hoat."
"Ilmu itu dapat mengalahkan Im sie Hong Mo?"
"Mudah-mudahan" ucap Tio Cie Hiong dan bertanya. "ohya, tadi engkau bilang Im sie Hong Mo
ke mari, lalu bagaimana?"
"Pek Ih Hong Li mengejarnya," jawab Lim Ceng Im.
"cie Hiong" Lim Peng Hang memberitahukan. "setelah engkau berangkat ke Thian san,
mendadak muncul Im sie Hong Mo. Untung muncul juga Pek Ih Hong Li yang membuat Im sie
Hong Mo langsung kabur"
"oooh" Tio Cie Hiong tampak le^a. "Setelah itu bagaimana?"
"Justru sungguh mengherankan," sahut Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tak lama kemudian, Pek Ih Hong Li muncul lagi lalu duduk di bawah pohon."
"Mau apa dia duduk di bawah pohon?"
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum. "Dia berjaga di situ. Aku berupaya menyadarkannya
dengan cara menggali ingatannya."
"Dia berjaga di situ?" gumam Tio Cie Hiong. " Kalau begitu, dia masih memiliki rasa setia
kawan." "Benar, Kakak Hiong"
"Adik Im, bagaimana hasilnya engkau berupaya menyadarkannya?"
"Sia-sia," sahut Lim Ceng Im sambil menghela nafas. "Dia sama sekali tidak ingat siapa dirinya,
tapi masih ingat telah menusuk engkau dengan belati, bahkan mengira engkau telah mati."
"Kasihan dia" Tio cie Hiong menggeleng-geleng kepala.
"Dia tahu siapa yang menodai dirinya, itulah sebabnya terus menerus mengejar Im sie Hong
Mo" "ohya Engkau bertanya padanya dari mana dia memperoleh kepandaian itu?"
"Dia memberitahukan padaku...." Tutur Lim Ceng Im.
"Kalau begitu, yang dipanggilnya bibi itu pasti adik seperguruan Im sie Hong Jin," ujar Tio Cie
Hiong. "Kami pun menduga begitu," timpal Lim Peng Hang.
"ohya" Tio Cie Hiong tampak sungguh-sung-guh. "Aku akan coba mengobati Yap In Nio"
Lim Ceng Im tersenyum. "Aku pun berpikir begitu, sebetulnya dia gadis yang baik, Tapi...."
"Cie Hiong, biar bagaimanapun engkau harus hati-hati mendekatinya," pesan Lim Peng Hang.
Tio cie Hiong mengangguk.
"Memang lucu sekali." Mendadak Lim Ceng Im tertawa geli. "Dia malah bilang aku gila."
"oh?" Tio cie Hiong menghela nafas dan bertanya. "Dia terus berjaga di bawah pohon selama
aku berada di Thian san?"
"Ya" Lim Ceng Im memberitahukan. "Aku yang mengantarkan makanan dan minuman padanya,
juga mengantarnya ke kamar mandi. Walau dia telah gila, namun masih ingat akan kesopanan dan
rasa malu. Ketika mandi, dia menutup pintu kamar mandi, aku melongok ke dalam, dia langsung
menegurnya."
"Ha ha ha" Mendadak sam Gan sin Kay tertawa. "Kenapa engkau melongok ke dalam" Mau lihat
apa" sama-sama punya kok."
"Kakek...." Wajah Lim Ceng Im langsung kemerah-merahan, tapi kemudian malah tertawa geli.
"Eh?" Tercengang sam Gan sin Kay. "Kenapa engkau tertawa geli?"
"Jangan-jangan Kakek pun sudah mulai gila sebab apa yang Kakek katakan barusan, juga
merupakan kata katanya padaku."
"oh?" sam Gan sin Kay dan tertawa. "Tidak salah Jangan-jangan aku juga sudah mulai gila"
"Pengemis bau" ujar Kim siauw suseng sambil tertawa. "Dari dulu dirimu memang sudah gila."
" Kalau begitu, engkau pun pasti sudah sinting dari dulu. Ya, kan?" sahut Sam Gan Sin Kay.
"Kira-kira begitulah" Kim siauw suseng tertawa lagi. "Kalau tidak, bagaimana mungkin kita
berdua disebut Bu Lim Ji Khie?"
"Betul Betul" sam Gan sin Kay tertawa gelak.
" Kakak Hiong," bisik Lim Ceng Im. "Bagai-mana wajahmu bisa pulih seperti ini?"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"semua ini karena jasa monyet putih yang di Gunung Thian san." Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Entah dari mana dia mengambil bunga-bunga aneh itu, kemudian dia
menyuruhku menumbuknya untuk dipoleskan pada wajahku. Aku menurut dan inilah hasilnya."
Lim Ceng Im tertawa geli. "Monyet itu mengerti bahasa orang ya?"
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Cucuku" sam Gan sin Kay memberitahukan. "Di sini pun ada lutung yang bisa mengerti bahasa
orang." Mendengar itu, Lim Ceng Im tertawa geli, ia tahu kakeknya menggoda Tok Pie sin wan.
"Pengemis bau" ujar Tok Pie sin wan melotot. "Kalau kepandaianku tidak di bawah
kepandaianmu, sudah aku gantung dirimu di pohon"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Yang bergantung dipohon adalah lutung,
monyet dan sejenisnya."
"Kakek pengemis" Tio cie Hiong menyela kedua orang tua itu. "Monyet bulu putih yang di Thian
san tidak pernah bergantung dipohon."
"Ya... itu kan monyet putih" sahut sam Gan sin Kay. "Yang kumaksudkan adalah monyet bulu
hitam yang mirip...."
"Pengemis bau" bentak Tok Pie sin wan.
" omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Tidak baik bergurau dengan memperolok-olok. itu akan
merusak suasana dan persahabatan. omitohud..."
"Eh?" sam Gan sin Kay mendelik, "Kepala gundul, ini kan urusan dunia, kenapa engkau turut
campur?" "omitohud" sahut Hui Khong Taysu. "omitohud..."
setelah Tio Cie Hiong kembali, suasana di markas pusat Kay Pang berubah jadi tenang. Yang
paling gembira adalah Lim Ceng Im. Di mana pun Tio Cie Hiong berada, gadis itu pasti berada di
situ. Pendek kata, Lim Ceng Im mendampinginya setiap saat.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak, ternyata ia memergoki Lim Ceng Im berada dalam
pelukan Tio Cie Hiong. "Wah Bukan main mesranya..."
"Kakek" Wajah Lim Ceng Im memerah. "Kenapa Kakek begitu usil sih" Tidak boleh orang
senang" "Kakek justru ikut senang Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gembira. "ohya. Kalau Im sie
Hong Mo sudah dibasmi, kalian berdua lebih baik segera melangsungkan...."
Ucapan sam Gan sin Ka terhenti karena mendadak saja terdengar suara tawa bergema dari luar.
"Im sie Hong Mo..." seru Lim Ceng Im tak tertahan. "Im sie Hong Mo sudah datang"
"Adik Im, jangan panik, tenanglah..." ujar Tio Cie Hiong seraya memegang bahu gadis itu.
"Cie Hiong, mari kita keluar" ajak sam Gan sin Kay.
"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.
Mereka berdua melangkah keluar. Lim Ceng Im mengikuti mereka dari belakang dengan hati
kebat-kebit, karena khawatir Tio Cie Hiong tidak dapat mengalahkan Im sie Hong Mo. sementara itu
di luar masih terdengar suara tawa menyeramkan yang terus bergema.
Kim siauw suseng, Tok Pie sin wan, Lim Peng Hang, dan para ketua tujuh partai sudah berdiri di
halaman. Di saat sam Gan sin Kay, Tio Cie Hiong, dan Lim Ceng Im sampai di luar, tampak berkelebat
sesosok bayangan, turun ke halaman. so-sok bayangan itu tak lain Im sie Hong Mo.
"He he he" Im sie Hong Mo terus tertawa menyeramkan "Hari ini kalian semua harus mati"
"Belum tentu" sahut Tio Cie Hiong. Dia melangkah mendekatinya, sambil memberi isyarat pada
yang lain agar mundur.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya segera mundur. Meskipun mereka tahu Tio Cie Hiong telah
mempelajari Kan Kun Taylo sin Kang, namun tetap mengkhawatirkan.
"Hai... Kau Tio Cie Hiong" Im sie Hong Mo menudingnya dengan mata memancarkan cahaya
yang kehijau-hijauan. "Hari ini engkau harus mati"
"Ku Tek Cun" Tio Cie Hiong menatapnya dingin. " Kenapa engkau membunuh Pek sim seng Li
dan kedua pelayannya?"
"He he he Aku senang. Kalian juga semua harus mati hari ini"
"Ku Tek Cun...."
"Diam" bentak Im sie Hong Mo lalu melesat melakukan serangan cepat dengan pedang.
Tio Cie Hiong berkelit dengan melompat sambil mengeluarkan suling kumalanya, bahkan juga
mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang.
Im sie Hong Mo terus menyerang Tio Cie Hiong dengan "Ilmu Pedang Kacau Balau". sementara
pemuda itu terus melayaninya dengan "Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian"
Pertarungan sengit antara kedua tokoh berilmu tinggi ini berjalan seru. Lim Ceng Im
menyaksikannya dengan hati berdebar-debar tegang. Tak berkedip matanya menyaksikan
pertarungan itu.
"Pengemis bau," bisik Kim siauw suseng. "Apa-kah Tio Cie Hiong akan mampu mengatasinya" "
"Mudah-mudahan" sahut sam Gan sin Kay yang juga merasa tegang. "Kalau Tio Cie Hiong tidak
dapat mengatasinya, kita semua akan mati."
" omitohud segala itu tergantung pada takdir," ujar Hui Khong Taysu. "Jadi kita harus tenang."
" Kelihatannya Cie Hiong belum mengeluarkan Kan Kun Taylo Kiam Hoat," sela It Hian Tejin
ketua partai Butong.
"Ng" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Tapi..., Im sie Hong Mo juga belum mengeluarkan jurus-jurus andalannya. Mungkin karena itu,
cie Hiong tidak mau mengeluarkan ilmu Kan Kun Taylo sin Kang."
"Bcnar" sahut Kim siauw suseng sambil terus memperhatikan. "sebab itu merupakan penentuan
antara kalah dan menang. Rupanya Cie Hiong harus berhati-hati."
"Apakah Kakak Hiong akan menang?" tanya Lim Ceng Im.
"Dia kelihatan begitu tenang. Agaknya sudah punya suatu perhitungan untuk menundukkan Im
sie Hong Mo," sahut sam Gan sin Kay. "Jadi engkau harus berusaha tenang, jangan menjerit karena
bisa memecah perhatiannya"
Lim Ceng Im mengangguk, menuruti saran orang tua itu.
sementara pertarungan semakin seru. Tak henti-hentinya Im sie Hong Mo menyerang Tio Cie
Hiong, yang masih tetap menggunakan Ilmu Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat ciptaannya. "Hiaaa..."
Tiba-tiba Im sie Hong Mo memekik keras, kemudian mengeluarkan suara tawa menyeramkan
sambil terus melakukan serangan gencar. Ternyata lelaki bengis ini mulai mengeluarkan jurus-jurus
andalannya. Pedangnya berkelebat ke sana ke mari secara kacau balau dan tidak karuan. Menyaksikan itu,
wajah Lim Ceng Im mulai pucat, diliputi kecemasan yang hebat.
"Im sie Hong Mo mulai mengeluarkan jurus-jurus andalannya" ujar sam Gan sin Kay.
"Benar" Kim siauw suseng mengangguk.
Tiba-tiba Tio Cie Hiong bersiul panjang sambil menggerakkan suling kumalanya dengan
pengerahan ilmu Kan Kun Taylo sin Kang. Tampak suling kumala itu berkelebatan cepat sekali. Dan
benturan keras terjadi ketika suling kumala itu dapat menangkis pedang Im sie Hong Mo.
Ternyata Tio Cie Hiong mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien (Alam semesta Tiada Batas)
.Jurus tersebut digunakan untuk bertahan dan memapak serangan lawan. Ilmu ini sungguh hebat
luar biasa. sebab mampu menggempur balik serangan-serangan yang dilancarkan Im sie Hong Mo.
Perlu diketahui, Tio Cie Hiong memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, suatu Iweekang yang mampu
melindungi dirinya. sementara Kan Kun Taylo sin Kang bersifat membendung dan menggempur
balik Iweekang lawan.
Pengerahan Kan Kun Taylo Kiam Hoat, sebenarnya mengandung Kan Kun Taylo sin Kang.
sehingga setiap kali ditangkiskan, Im sie Hong Mo tampak tergempur mundur oleh Iweekangnya
sendiri Ketika pertama kali Tio cie Hiong bentrok dengan tokoh gila ini, semakin bertarung Im sie Hong
Mo semakin kuat, bertambah hebat dan dahsyat.
Akan tetapi, kali ini tidak terjadi. setiap kali Im sie Hong Mo menyerang, selalu terpental
beberapa langkah, bahkan kekuatannya makin lemah.
"Bukan main" seru sam Gan sin Kay berdecak kagum. "sama sekali tidak menyangka Kan Kun
Taylo sin Kang yang dimiliki Tio Cie Hiong begitu hebat Kali ini Im sie Hong Mo pasti tamat
riwayatnya"
"Benar" Kim siauw suseng manggut-manggut.
Lim Ceng Im berlega hati. Begitu pula Lim Peng Hang, Tok Pie sin wan, dan para ketua tujuh
partai. " omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "omi-tohud..."
sementara gerakan Im sie Hong Mo mulai lamban, namun wajahnya bertambah seram. Tiba-tiba
ia memekik keras sekali, seraya mengerahkan Im sie Hong Kang sampai pada puncaknya. Lalu
menyerang Tio Cie Hiong bertubi-tubi dengan Hong Loan Kiam Hoat. Dapat dibayangkan, betapa
dahsyatnya serangan-serangan itu.
Tio Cie Hiong bersiul nyaring. Tampak suling kumala di tangannya berkelebatan cepat sekali. Dia
terus menyambut serangan-serangan Im sie Hong Mo dengan jurus Kan Kun Taylo Hap It (segalagalanya
Menyatu Di Alam semesta).
Trang Trang Trang... Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga.
Tio cie Hiong berdiri tegak di tempat, sedangkan Im sie Hong Mo terpental sejauh dua depa.
Ternyata ia telah tergempur oleh Iwee kangnya sendiri
Im sie Hong Mo menggeram, kemudian menyerang lagi dengan dahsyat. Dengan cepat badan
Tio Cie Hiong berputar-putar. suling kumalanya pun berkelebatan ke sana ke mari menangkis
pedang Im sie Hong Mo, dengan mengerahkan jurus Kan Kun Taylo Kwi Cong (segala-galanya
Kembali Ke Alam semesta).
Trang Trang... Pedang Im sie Hong Mo termental entah ke mana. sementara tubuh lelaki itu
terpental lima depa jauh sedangkan Tio Cie Hiong terdorong mundur beberapa langkah.
"Uakkkh..." Im sie Hong Mo memuntahkan darah segar, lalu terkulai. Kelihaiannya ia sudah tak
bertenaga lagi.
Im sie Hong Mo tergempur oleh Iwee kangnya sendiri, sehingga membual peredaran darah
kembali seperti biasa. Hal itu telah membuat kepandaian yang dimilikinya lenyap seketika. Tio cie
Hiong mendekati selangkah demi selangkah sambil menatap penuh kewaspadaan.
"Ku Tek Cun" bentak Tio Cie Hiong. "Eng-kau benar-benar biadab Bibiku sudah hidup
mengasingkan diri, engkau masih datang dan membunuhnya Aku... aku harus membunuhmu sayang,
aku tetap tidak mau membunuh orang Nah, kau boleh pergi sekarang" Ku Tek Cun diam saja.
"Kakak Hiong..." seru Lim Ceng Im yang terkejut karena Tio Cie Hiong menyuruh Ku Tek Cun
pergi. "Adik Im" Tio Cie Hiong menghela nafas. "Janganlah engkau menyuruhku berbuat dosa"
"Tapi...."
"Kini kepandaiannya telah musnah lagi, sama sekali tidak bisa belajar ilmu silat. Dia telah
tergempur oleh Iwee kangnya sendiri"
"Ceng Im" Lim Peng Hang menepuk bahunya. "Apa yang dikatakan cie Hiong memang benar,
jangan suruh dia berbuat dosa"
Lim Ceng Im hanya mengangguk.
"Ku Tek Cun" Tio Cie Hiong menatapnya dingin. "Cepatlah engkau enyah dari sini"
Ku Tek Cun bangkit berdiri, ia memandang Tio Cie Hiong dengan penuh dendam, lalu
melangkah pergi sempoyongan.
Tio Cie Hiong memandang punggungnya sambil menghela nafas. Bu Lim Ji Khie dan lainnya
sama terdiam menatap kepergian Ku Tek Cun.
setelah Ku Tek Cun berjalan belasan langkah, mendadak terdengar suara tawa nyaring yang
melengking-lengking.
"Pek Ih Hong Li..." seru Lim Ceng Im tak tertahan.
"Yap In Nio?" sentak Tio Cie Hiong yang tertegun melihat sesosok bayangan berkelebat.
"Hi hi hi Hi hi hi..." Sosok bayangan melayang turun di hadapan lm Sie Hong Mo atau Ku Tek
cun. "Adik In" seru Tio cie Hiong. "Adik In..."
Pek Ih Hong Li tak memperdulikan seruan Tio Cie Hiong. Matanya menatap tajam Ku Tek Cun
sambil tertawa cekikikan nyaring.
"Hi hi hi Aku harus cincang engkau Aku harus cincang engkau...."
secepat kilat Pek Ih Hong Li mengibaskan pedangnya, hingga berkelebatan cepat ke arah tubuh
Ku Tek Cun. Merencah dan membabat dengan bengis sekali. "Aaakh..." Ku Tek Cun
mengeluarkanjeritan yang menyayat hati.
"Hi h Hi" Pek Ih Hong Li terus tertawa melengking- lengking.
Ketika pedangnya berhenti bergerak, Ku Tek Cun pun telah mati dengan tubuh tidak utuh. Pek
Ih Hong Li betul-betul mencincangnya
Lim Ceng Im membuang muka tidak berani melihat. Tio Cie Hiong menggeleng-geleng kepala.
sementara Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, dan Lim Peng Hang saling memandang, sedangkan para
ketua tujuh partai membisu dengan mata terbelalak ngeri.
"omitohud..." suara Hui Khong TaysU. "Yang jahat akhirnya mendapat ganjaran"
"Hi h H i" Pek Ih Hong Li tertawa melengking, kemudian menangis meraung-raung. " Kakak
Hiong Kakak Hiong Aku telah bunuh Ku Tek Cun Kakak Hiong, maafkanlah aku karena menusukmu
dengan belati Kakak Hiong..."
"Adik In inilah diriku, Kakak Hiongmu" ujar Tio Cie Hiong sambil mendekatinya.
"Apa?" sentak Pek Ih Hong Li dengan mata terbelalak kaget. "Engkau adalah Kakak Hiong?"
Tio Cie Hiong mengangguk. "Akulah Kakak Hiong..."
"Bohong" bentak Pek Ih Hong Li. "Kakak Hiong sudah mati, aku tusuk dia Kakak Hiong Kakak
Hiong..." Mendadak Pek Ih Hong Li melesat pergi sambil tertawa melengking- lengking. la sama sekali
tidak mengenali Tio cie Hiong lagi.
"Hi hi hi Hi hi hi Aku telah cincang dia Aku telah cincang dia..,"
Tio Cie Hiong menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Hiong, kenapa engkau tidak mengejarnya?" tanya Lim Ceng Im merasa iba kepada Yap
In Nio. "Percuma" Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "Kita harus menunggu waktu yang tepat untuk
melumpuhkannya. setelah itu, barulah aku coba mengobatinya."
"Kasihan dia" gumam Lim Ceng Im, menghela nafas.
sementara Lim Peng Hang telah memerintahkan beberapa anggota Kay Pang untuk mengubur
mayat Ku Tek Cun yang hancur tidak karuan itu.
sesudah itu, mereka masuk ke markas dan duduk. Tak henti-hentinya Bu Lim Ji Khie menarik
nafas. "Kalian berdua merasa kasihan pada Im sie Hong Mo?" tanya Tok Pie sin wan heran.
"Im sie Hong Mo memang pantas mati" sahut sam Gan sin Kay. "Kami menghela nafas karena
merasa kasihan pada Yap In Nio."
"ooooh" Tok Pie sin Wan manggut-manggut.
"omitohud" ucap Hul Khong Taysu. "Im Sie Hong Mo telah dibasmi, kini dunia persilatan akan
aman kembali."
"Benar," sahut It Hian Tejin sambil memandang Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im. "Aku ingin
bertanya, kapan kalian akan melangsungkan pernikahan?"
"Aku sudah punya rencana," ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Kami berdua akan ke Tayli
dulu, pulang dari sana melaksanakan rencana pernikahan kami...."
"Omitohud" Hui Khong Tays u tersenyum lembut. "Jangan lupa undang kami, pokoknya kami
akan hadir."
"Terima kasih, Taysu," ucap Tio Cie Hiong.
"ohya" sela It Hian Tejin. "Kini im sie Hong Mo telah mati, kami pun tidak akan terus
mengganggu di sini, kami mau mohon pamit"
" Hidung kerbau" sam Gan sin Kay tertawa. "siapa yang bilang kalian mengganggu di sini?"
"Maaf, sin Kay" It Hian Tejin menggeleng-gelengkan kepala.
" omitohud Memang sudah waktunya kami mohon pamit" sambung Hui Khong Taysu sambil
bangkit berdiri, begitu pula para ketua partai lain. Mereka memberi hormat, lalu meninggalkan
markas pusat Kay Pang.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gembira, kemudian memandang Tio Cie Hiong.
" Kenapa tidak segera melangsungkan pernikahan saja?"
" Karena kami telah berjanji pada Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kic, bahwa kami akan
mengunjungi mereka." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"oooh" Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Jadi kalian pun ingin mengundang mereka
menghadiri pesta pernikahan kalian. Ya, kan?" Tio Cie Hiong mengangguk dan tersenyum.
"Kalau begitu...," ujar Kim siauw suseng sambil tertawa. "Aku masih harus makan tidur gratis di
sini untuk menunggu mereka pulang."
"Aku pun begitu," timpal Tok Pie sin wan.
"Lutung gila" Kim siauw suseng melotot. "Kenapa engkau ikut-ikutan?"
"sastrawan sialan" bentak Tok Pie sin wan. "Tidak boleh, ya?"
"siapa bilang tidak boleh?" sahut Kim siauw suseng sambil tertawa. "Engkau sudah terbiasa di
sini, bagaimana mungkin kembali ke hutan dan bergantung dipohon lagi?"
"sastrawan sialan" Tok Pie sin wan melotot. "Engkau tidak pernah ditampar orang, ya?"
"ingin merasakannya," sahut Kim siauw su-seng dan tertawa gelak.
"Baiklah," ujar sam Gan sin Kay. "Terus terang, aku merasa senang sekali kalian masih bersedia
tinggal di sini."
"Kapan kalian akan berangkat ke Tayli?" tanya Lim Peng Hang memandangi wajah Tio Cie
Hiong. "Besok pagi" jawab Tio cie Hiong.
"Mau menggunakan dua ekor kuda atau cukup seekor saja?" tanya Lim Peng Hang sungguhsungguh
. Ketika Tio cie Hiong baru mau menjawab, sam Gan sin Kay sudah mendahuluinya menyahut.
"Tentu menggunakan seekor kuda, jadi mereka berdua bisa senggol-senggolan Iho"
"Kakek..." Wajah Lim Ceng Im memerah. "Konyol amat sih?"
"siapa yang konyol?" sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa terbahak-bahak. " Kakek bicara
sesungguhnya."
"Pengemis bau" tegur Kim siauw suseng. "Mereka berdua mau senggol-senggolan atau mau
cubit-cubitan adalah urusan mereka berdua. Engkau sudah janganlah usil seperti itu... padahal
engkau sudah berbau tanah dan api"
"Eh?" sam Gan sin Kay melotot. "Kenapa engkau katakan tanah dan api" Katakan saja diriku
berbau tanah"
"Pengemis bau" sahut Kim siauw suseng. " Kalau matimu dikubur berarti berbau tanah, tapi
kalau dibakar berarti berbau api"
"Benar juga" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"ohya" ujar Kim siauw suseng.
"setelah Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melangsungkan pernikahan, aku akan meninggalkan
markas miskin ini" sambung Tok Pie sin Wan.
"Dasar Lutung gila" Kim siauw suseng. " Ikut- ikutan terus"
Bab 47 Tayli Lo Ceng (Padri Tua Tayli)
Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im telah berangkat ke Tayli dengan seekor kuda jempolan.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perjalanan yang sangat menyenangkan, mereka menuju ke Tayli dengan perasaan berbahagia.
sepanjang jalan mereka bercanda ria.
Dua minggu kemudian, mereka telah tiba di Tayli. Betapa gembiranya Lam Kiong Bie Liong,
Toan pit Lian, Toan wie Kic, Gouw sian Eng, serta Toan Hong Ya, dan permaisurinya, menyambut
kedatangan mereka.
Toan Hong Ya langsung mengadakan perjamuan menyambut kedatangan kedua muda mudi itu.
suasana pun bertambah semarak.
Toan Hong Ya menghampiri Tio Cie Hiong. "Jadi engkau telah berhasil menundukkan Im sie
Hong Mo?" tanyanya.
"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk dan memberitahukan. "Tapi beberapa bulan lalu, aku justru
terluka berat oleh pedangnya. Kalau Pek Ih Hong Li tidak muncul saat itu, mungkin aku sudah
mati." "oh?" Terbelalak Toan Hong Ya mendengarnya. "Tapi bagaimana kejadiannya hingga kemudian
engkau yang dapat menundukkannya?" ^
"Aku ke Thian san...," Tio Cie Hiong lalu menuturkan dengan singkat dan jelas.
"oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Kalau begitu, Ilmu Kan Kun Taylo cian hoat dan ilmu
Kan Kun Taylo Kiam Hoat itu hebat sekali."
Tio Cie Hiong mengangguk. lalu menjelaskan lagi. Kan kun Taylo sin Kang bersifat membendung
dan menggempur balik lweekang lawan, sedangkan ilmu pukulan dan ilmu pedang hanya
menangkis serangan lawan. Walau cuma menangkis, ilmu itu mampu menggempur balik seranganserangan
lawan. "Wuah" gumam Toan Hong Ya kagum. "Bukan main itu Aku jadi ingin menyaksikannya"
Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "Tidak mungkin, Hong Ya."
"Kenapa?" tanya Toan Hong Ya, merasa heran.
"Sebab apabila aku bertarung lalu menangkis dengan Kan Kun Taylo Ciang Hoat atau Kiam Hoat,
berarti harus mengerahkan Kan Kun Taylo sin Kang Jadi, sangat berbahaya bagi si penyerang."
"oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Apakah engkau yang membunuh Im sie Hong Mo itu?" tanya Lam Kiong Bie Liong menyerah.
"Tidak" Tio cie Hiong menggeleng kepala. "Walau dia telah membunuh Pek Sim seng Li, bibiku,
tapi aku tetap melepaskannya."
"Apa?" Gouw sian Eng terperanjat mendengar hal itu. "Guru... guruku dibunuh Im sie Hong
Mo?" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Be-gitulah."
" Kalau begitu, kenapa kakak Hiong melepaskannya?" tanya Gouw sian Eng dengan air mata
bercucuran. "Aku tak pernah ingin membunuh orang,"juwab Tio cie Hiong menjelaskan. "Aku tidak mau
berbuat dosa, sebab siapa yang berbuat dosa, pasti akan mendapat ganjarannya atau suatu karma.
Aku tidak menghendaki itu."
Toan Hong Ya dan permaisuri manggut-manggut mendengar itu, sedangkan Lam Kiong Bie
Liong dan Toan Wie Kie saling memandang.
"Tapi...," lanjut Tio cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ketika lm sie Hong Mo
sedang pergi dengan sempoyongan, tiba-tiba muncul Pek Ih Hong Li...."
"Lalu bagaimana?" tanya Gouw sian Eng, tampak penasaran sekali.
"Pek Ih Hong Li mencincangnya hingga tubuhnya hancur tidak karuan" jawab Tio Cie Hiong
sambil menghela nafas.
"Ganjaran" gumam Lam Kiong Bie Liong. "Itu ganjarannya, Adik Hiong. Engkau tidak
membunuhnya, tapi orang lain yang melakukannya"
"Yaa... itu memang merupakan karmanya," ujar Tio Cic Hiong. "sebab dia pernah menodai Pek
Ih Hong Li, maka Pek Ih Hong Li mencincangnya."
"Kalau begitu.." Wajah Lam Kiong Bie Liong berseri. "Rimba persilatan pasti akan aman, tenang
dan damai."
"Para ketua tujuh partai juga telah pulang ke tempat masing-masing," ujar Tio Cie Hiong.
Pendekar Panji Sakti 14 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Maling Budiman Berpedang Perak 3
^