Pencarian

Kesatria Baju Putih 16

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 16


"Guru...." Lie Man Chiu menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau begitu, bagaimana cara
membasmi Bu Lim sam dan Kwan Gwa siang Koay?"
"Kecuali...." Tayli Lo Ceng menghela nafas. "Kepandaian Tio cie Hiong bisa pulih seperti semula,
barulah Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay dapat dibasmi."
"Guru Apakah kepandaian Tio cie Hiong akan pulih?" tanya Lie Man chiu.
"Mudah-mudahan Guru pun tidak berani memastikannya. Namun menurut guru, kepandaiannya
akan pulih." sahut Tayli Lo Ceng.
" Kalau begitu...." Wajah Lie Man Chiu tampak berseri. " Kami pasti bertemu kelak dalam rimba
persilatan. Aku ingin mohon petunjuk kepadanya."
"omitohud omitohud...." Tayli Lo Ceng tersenyum. "Itu memang baik sekali, mudah-mudahan
kepandaiannya akan pulih"
sementara itu, Tan Li cu yang berada di gunung Hong Lay san juga sedang berlatih ilmu pukulan
dan ilmu pedang. It sim sin Ni menyaksikannya sambil manggut-manggut gembira.
"Bagus Bagus Kepandaianmu sudah maju pesat, begitu pula Iweekangmu." ujar It sim sin Ni
seusai Tan Li cu berlatih.
"Guru Kapan aku boleh pergi mencari Liu siauw Kun?" tanya Tan Li Cu.
"Harus menunggu beberapa bulan lagi." jawab It sim sin Ni. "Tapi engkau harus ingat Janganlah
engkau ke markas Bu Tek Pay, sebab engkau akan celaka di tangan Bu Lim sam dan Kwan Gwa
siang Koay"
"Apakah Guru tidak dapat mengalahkan mereka?" tanya Tan Li Cu mendadak.
" Kalau satu lawan satu, guru masih bisa menang, tapi apabila mereka maju serentak guru pasti
kalah," jawab It sim sin Ni jujur.
"Bagaimana kalau guru bergabung dengan Tayli Lo Ceng?"
"Mungkin akan seimbang melawan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay. oleh karena itu,
engkau harus memancing Liu siauw Kun keluar."
"Guru...." Wajah Tan Li Cu tampak murung. "Entah bagaimana keadaan cie Hiong?"
"Menurut guru, kepandaiannya agak sulit untuk pulih." It sim sin Ni mengerutkan kening. "Tapi
memang cuma dia yang dapat menyelamatkan rimba persilatan."
"Kalau kepandaiannya tidak bisa pulih, bagaimana mungkin dia dapat menyelamatkan rimba
persilatan?" Tan Li cu menghela nafas.
"Mudah-mudahan kepandaiannya bisa pulih" ucap It Sim sin Ni dan menambahkan. "Dia
merupakan harapan kaum rimba persilatan golongan putih."
Bagaimana keadaan Tio Cie Hiong sekarang" Apakah dia sudah sembuh" Benarkah dia
merupakan harapan kaum rimba persilatan golongan putih"
Monyet bulu putih terus merawat Tio Cie Hiong dengan penuh perhatian. Dapat dibayangkan
betapa terharunya Tio Cie Hiong. Padahal monyet bulu putih tersebut hewan, namun mempunyai
perasaan setia kawan.
Kini Tio Cie Hiong sudah bisa berjalan, hanya terbungkuk-bungkuk. Hal itu membuat hatinya
berduka sekali.
"Kauw heng..." ujar Tio Cie Hiong dengan mata bersimbah air. "Keadaanku menjadi begini...."
Monyet bulu putih bercuit-cuitan kemudian memegang tangan Tio Cie Hiong seakan
menghiburnya . "Kauw heng, kalau keadaanku begini, bagaimana mungkin aku meninggalkan goa ini?" keluh Tio
Cie Hiong. Monyet bulu putih bercuit-cuit lagi, lalu menepuk bahu Tio cie Hiong, sepertinya menyuruhnya
bersabar. "Aaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Aku tidak tahu harus bagaimana"
Keesokan harinya, ketika Tio cie Hiong duduk bersandar di dinding goa, tiba-tiba monyet bulu
putih melesat ke dalam sambil bercuit-cuit tak henti-hentinya, tangannya membawa sesuatu.
Begitu melihat apa yang dibawa monyet bulu putih, seketika juga Tio Cie Hiong terbelalak.
Ternyata monyet itu membawa buah Kiu Yap Ling che.
"Kauw heng...." Mulut Tio Cie Hiong ternganga lebar. "Itu buah Kiu Yap Ling che, engkau dapat
dari mana?"
Monyet bulu putih bercuit-cuit, lalu memberikan buah tersebut kepada Tio Cie Hiong.
"Terima kasih, kauw heng" ucap Tio Cie Hiong dengan mata basah. la menerima buah itu
dengan tangan gemetar saking gembiranya, kemudian dimasukannya ke mulut.
Berselang beberapa saat, sekujur tubuhnya mulai hangat. Kemudian segeralah ia duduk di atas
batu dingin, dan mencoba menghimpun hawa murninya.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang Bin sat sin, Takara Yahatsu dan Liu siauw Kun
duduk dengan wajah serius. Kelihatannya mereka sedang membicarakan sesuatu yang sangat
penting . "Bagaimana mungkin Michiko bisa tiada jejaknya?" ujar ketua aliran Ninja dengan kening
berkerut. "Memang mengherankan," sahut Tang Hai Lo Mo. "Tidak mungkin dia hilang begitu saja."
"Padahal para anggota kita telah mencarinya ke mana-mana, tapi...." Thian Mo menggelenggelengkan
kemala. "Tiada kabar beritanya."
"Mungkinkah pihak Kay Pang menyembunyikannya?" tukas Te Mo.
"Tidak mungkin," sahut Ang Bin sat sin. "Kami sudah menggeledah di markas pusat Kay Pang,
namun tidak menemukannya."
"Aku pun sudah bertanya kepada beberapa anggota Kay Pang..." sela Liu siauw Kun. "Mereka
bilang memang melihat Michiko ke sana, tapi kemudian pergi lagi."
"Mungkinkah beberapa anggota Kay Pang itu berdusta?" tukas siluman Kurus sambit meneguk
minumannya. "Begini..." usul siluman Gemuk. "suruh beberapa orang pergi membawa anggota Kay Pang ke
mari Kita siksa mereka agar mereka mengaku."
"Betul." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "ltulah ide yang tepat sekali Ha ha ha..."
" Ketua Biar aku dan Liu siauw Kun yang melaksanakan tugas ini" ujar Ang Bin sat sin.
"Baiklah." Tang Hai LoMo mengangguk dan berpesan. "Kalian berdua harus cepat pulang"
"Ya, Ketua." Ang Bin sat sin memberi horr mat, lalu mengajak Liu siauw Kun pergi.
sementara Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay serta Takara Yahatsu terus makan dan
minum sambil tertawa-tawa.
Setelah hari gelap. barulah Ang Bin sat Sin dan Liu Siauw Kun pulang dengan membawa
beberapa anggota Kay Pang.
"Ketua, kami telah berhasil membawa mereka ke mari." lapar Ang Bin sat sin.
"Bagus" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Ha ha ha Ang Bin sat sin, Liu siauw Kun, kalian duduklah"
"Terima kasih, Ketua" Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun lalu duduk.
Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay menatap beberapa anggota Kay Pang itu dengan
tajam. "Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan, kalian harus jawab sejujurnya" ujar Tang Hai Lo
Mo dingini "Kalau tidak...."
"Ketua Bu Tek Pay, silakan tanya, kami pasti menjawab dengan jujur," sahut salah seorang
anggota Kay Pang.
"Benarkah pihak Kay Pang tidak menyembunyikan Michiko?" tanya Tang Hai Lo Mo sambil
menatap pengemis itu
"Benar." Pengemis itu mengangguk dan me- lanjutkan "Pada waktu itu, gadis Jepang itu
memang datang di markas pusat Kay Pang mencari Tio Cie Hiong, tetapi setelah tahu Tio cie Hiong
sudah mati, dia lalu pergi"
"Kalian tahu dia ke mana?" tanya Thian Mo.
"Tidak tahu," sahut pengemis itu.
"Benarkah engkau tidak tahu?" Thian Mo menatapnya dingini " Engkau jangan bohong, kini
nyawamu berada di tangan kami lho"
"Kami tidak bohong."
"Apakah Michiko kembali lagi ke markas pusat Kay Pang?"
"Tidak. Kalau dia kembali lagi ke markas pusat Kay Pang, kami pasti melihatnya."
"sungguh?"
"Aku tidak berdusta."
Bu Lim sam Mo saling memandang, kemudian Te Mo bangkit berdiri lalu mendekati pengemis
itu. "Benarkah yang kau katakan?" tanya Te Mo yang berdiri di hadapan pengemis itu.
"Ya." Pengemis itu mengangguk.
Mendadak Te Mo mengayunkan tangannya memukul pengemis itu, dan seketika terdengarlah
suara jeritan. "Aaaakh..." Pengemis itu terpental dan mulutnya mengeluarkan darah.
" Engkau masih tidak mau memberitahukan kepada kami?" bentak Te Mo sambil mendekatinya.
"Ayoh Cepat beritahukan"
"Gadis Jepang itu... memang tidak berada di markas...." Mendadak pengemis itu menjerit lagi.
"Aaaakh"
Ternyata Te Mo telah memukulnya lagi, sehingga pengemis itu terkapar dan mulutnya terus
mengeluarkan darah, kemudian nyawanya melayang.
"Ha ha ha" Te Mo tertawa menyeramkan sambil menatap pengemis-pengemis lain. " Kalian
masih tidak mau memberitahukan dengan jujur?"
"Kami sudah memberitahukan dengan jujur. Kalau tidak percaya, silakan bunuh kami"
"Hm" dengus Te Mo. "Itu akan mengotori tanganku, kalian boleh pergi sekarang"
Pengemis-pengemis itu memandang TeMo dengan penuh dendam, lalu melangkah pergi.
"Bawa pergi mayat itu" bentak Te Mo. Pengemis-pengemis itu menggotong mayat tersebut,
sedangkan Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun tertawa
terbahak-bahak.
Betapa gusarnya sam Gan sin Kay dan Lim Peng Hang ketua Kay Pang, mereka terus
memandang mayat pengemis yang ditaruh di lantai.
"Kita harus menyerbu ke markas Bu Tek Pay" teriak sam Gan sin Kay. "Kita harus mengadu
nyawa dengan mereka"
"Tenang" ujar Kim siauw suseng. "Jangan emosi, urusan akan menjadi runyam."
"sastrawan sialan" bentak sam Gan sin Kay "Te Mo telah membunuh anggota Kay Pang yang tak
bersalah, apakah kami masih harus diam?"
"Pengemis bau Pikir panjang" ujar Tui Hun Lojin dengan wajah merah padam. orang tua itu pun
gusar sekali. "Kita sudah bersabar sekian lama, kenapa tidak bisa bersabar beberapa bulan lagi?"
"Tapi...." sam Gan sin Kay menghela nafas. "Aaaakh..."
"Ayah" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Biar bagaimana pun, kita harus tetap
bersabar Kita harus membalasnya kelak"
"Pokoknya kita harus menghabiskan mereka semua" sahut Kim siauw suseng sambil berkertak
gigi. "Mudah-mudahan kepandaian cie Hiong bisa pulih"
"ohya Kejadian ini jangan diberitahukan kepada Michiko, sebab kalau dia tahu, aku khawatir dia
akan pergi dari sini." pesan sam Gan sin Kay.
"Kalau begitu, kita harus berpesan kepada Ceng Im." ujar Lim Peng Hang. Di saat bersamaan
muncullah Lim Ceng Im.
"Haaah..." jerit gadis itu ketika melihat mayat tersebut. "Ayah, apa yang terjadi?"
"Ceng Im, Te Mo yang membunuhnya," sahut Lim Peng Hang.
" Kenapa Te Mo membunuhnya?" Lim Ceng Im mengerutkan kening. "Apakah karena urusan
Kakak Michiko?"
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk sambil menghela nafas, kemudian berpesan. "Engkau tidak
boleh memberitahukan kepadanya. Kalau tahu, dia pasti akan pergi."
"Ya, Ayah." Lim Ceng fm mengangguk dengan wajah murung. "Entah bagaimana keadaan Kakak
Hiong" Kenapa masih belum kembali?"
"Mungkin dia belum sembuh," Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "sebab kalau dia
sudah sembuh, pasti sudah ke mari."
" Kakak Hiong pasti sembuh Kakak Hiong pasti sembuh..." teriak Lim Ceng Im dengan mata
basah. "Nak. tenanglah Cie Hiong pasti sembuh, hanya masih membutuhkan waktu." ujar Lim Peng
Hang. Bab 62 Tui Beng Li (Wanita Pengejar Nyawa)
Tampak belasan anggota Bu Tek Pay sedang makan dan minum di sebuah kedai. Sekujur badan
pemilik kedai itu tampak gemetar, sedangkan beberapa pelayan sibuk melayani mereka.
Memang tidak sulit mengenali para anggota Bu Tek Pay, karena di bagian baju depan mereka
terdapat tulisan Bu Tek (Tanpa Tanding). sementara pemilik kedai juga mengeluh dalam hati. Hari
ini ia pasti akan rugi besar lantaran kedatangan orang-orang itu, sebab biasanya mereka makan
dan minum tanpa membayar.
Di saat belasan anggota Bu Tek Pay itu sedang berpesta pora, mendadak seorang wanita cantik
berjalan ke dalam. la mengenakan pakaian serba hitam dan wajah tampak dingin sekali.
setelah duduk. wanita itu pun memesan makanan dan minuman kepada pelayan yang mengha
mpirinya . "sup sapi dan arak"
Pelayan itu manggut-manggut, dan tak lama ia sudah menyuguhkan pesanan wanita itu.
"Nyonya hati-hati Mereka adalah anggota Bu Tek Pay yang selalu mengganggu anak gadis dan
isteri orang." bisiknya.
"Terima kasih" sahut wanita itu, lalu mulai bersantap.
sementara belasan anggota Bu Tek Pay itu terus memandangnya sambil tertawa-tawa.
"Waduuh sungguh cantik wanita itu, pasti enak dipakai Ha ha ha" salah seorang dari mereka
mencetuskan ucapan yang kurang ajar. "Aku siap melayaninya beberapa ronde."
"Eh" Kami pun kepingin."
"Tapi wajahnya dingin sekali."
"Yang dingin justru enak. Ha ha ha..."
"Kawan-kawan, bagaimana kalau kita bawa dia ke tempat sepi, lalu kita bersenang-senang di
sana?" "setuju."
"Tapi jangan dengan cara paksa, harus dengan akal"
"Benar. Ha ha ha..."
Walau mereka berbicara berbisik-bisik, namun semua pembicaraan mereka tidak terlewat dari
telinga wanita itu.
"Hmm" dengusnya sambil tersenyum dingin. "Hari ini aku akan mulai membantai mereka"
Berselang sesaat, salah seorang dari mereka mendekati wanita itu sambil tertawa cengar-cengir.
"Nona, bolehkah aku duduk di sini?"
"Tentu boleh," sahut wanita itu sambil tersenyum. "Silakan duduk"
"Terima kasih" ucap anggota Bu Tek Pay itu dengan hati berbunga-bunga, karena wanita itu
menyambutnya dengan lembut dan senyum pula.
"Apakah orang-orang itu kawan-kawanmu?" tanya wanita itu.
"Benar." Anggota Bu Tek Pay itu mengangguk, kemudian berkata dengan dada terangkat. "Kami
anggota Bu Tek Pay yang sangat terkenal. Lihatlah baju kami terdapat tulisan Bu Tek siapa yang
bertemu dengan kami, harus beri hormat."
"oh?" Wanita itu tersenyum lagi. " Kalau begitu, aku lupa memberi hormat kepada kalian."
"Tidak apa-apa," sahut anggota Bu Tek Pay itu cepat sambil tertawa gembira. "ohya, Nona dari
mana?" "Aku datang dari Kang Lam."
"Pantas...." Anggota Bu Tek Pay itu manggut-manggut sambil memandangnya. "Nona begitu
cantik. setahuku kaum gadis di Kang Lam memang cantik manis."
"Terima kasih atas pujianmu"
"ohya, apakah Nona masih mau tambah makanan dan minuman?"
"Tidak usah, aku sudah kenyang."
"Nona sudah punya suami?"
"Pernah punya suami, tapi..." Wajah wanita itu berubah murung. "suami ku sudah meninggal,
jadi kini aku janda."
" Kasihan" ucap anggota Bu Tek Pay itu dan menambahkan. " Kalau begitu, Nona pasti
kesepian" "Ya." Wanita itu menundukkan kepala. "Aku memang kesepian sekali."
"Aku sangat simpati kepadamu. Bagaimana kalau aku dan kawan-kawanku menemanimu"
Engkau setuju, kan?"
"Aku seorang janda, tidak mungkin kalian akan merasa senang menemaniku." Wanita itu
menghela nafas.
"Ha ha ha" Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gembira. "Terus terang, kami senang sekali
menemanimu. oh ya, sudah berapa lama suamimu meninggal?"
"Dua tahun lebih."
" Kalau begitu...." Anggota Bu Tek Pay itu menatapnya sambit menelan air liur. "selama dua
tahun ini, engkau sama sekali tidak... itu... itu...."
"Aku tidak mengerti maksudmu, jelaskanlah"
"Maksudku engkau tidak tidur dengan lelaki?"
"oh, itu" Wanita tersebut tersenyum malu-malu. "Aku... aku wanita baik-baik, bagaimana
mungkin sembarangan melakukan itu?"
"Benar Benar Ha ha ha...." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa. "ohya, bagaimana kalau kami
menemanimu?"
"Menemani apa?"
"Menemani engkau tidur Jadi engkau tidak akan kesepian lagi."
"Mana boleh?" Wanita itu menundukkan kepala. " Kalian berjumlah belasan...."
"Jangan khawatir, pokoknya beres" "Beres sih beres, namun aku mana bisa tahan?"
"itu bisa diatur. Bisa diatur...." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa lagi, kemudian memandang
kawan-kawannya sambil memberi isyarat. Tentunya isyarat itu sangat menggembirakan. "Maaf, aku
harus beritahukan dulu kepada kawan-kawanku"
"Silakan" sahut wanita itu sambil tersenyum. Anggota Bu Tek Pay itu mendekati kawankawannya,
maka seketika itu juga mereka menghujaninya pertanyaan-pertanyaan. "Bagaimana"
Engkau berhasil membujuknya?"
"Dia mau ikut kita ke tempat lain?"
"Dia masih gadis atau sudah bersuami" Dia tersenyum-senyum, apakah dia tertarik kepada
kita?" " Kapan kita ke tempat sepi bersama dia?"
"Tenang" sahut anggota itu bangga. "Begitu aku mendekatinya, kalian sudah lihat, kan" Dia
langsung tersenyum kepadaku."
" ingat Pokoknya semua harus menikmatinya Engkau jangan enak sendiri lho" ujar kawannya.
"Beres" Anggota Bu Tek Pay itu tertawa dan berbisik. "Dia sudah janda..."
"Bagus Bagus Berarti dia sudah berpengalaman untuk melayani kita. Ha ha ha Karena janda,
maka dia pasti kuat melayani kita semua."
"Benar Tapi kalian harus ingat, aku yang duluan lho setelah itu, barulah giliran kalian."


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang harus begitu. Ha ha ha..."
sementara pemilik kedai dan beberapa pelayan tampak mengerutkan kening, bahkan mereka
pun menggeleng-gelengkan kepala, karena tahu apa yang akan menimpa diri wanita itu.
Anggota Bu Tek Pay itu menghampirinya lagi sambil tersenyum-senyum, kemudian ujarnya
dengan penuh gaya.
" Kawan- kawanku siap menyenangkanmu, maka engkau pasti senang Jangan ragu, percayalah
kepada kami"
Wanita itu tertawa kecil. "Aku tidak menyangka akan bertemu kalian yang sedemikian baik.
Namun aku ingin bertanya...."
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Kita mau pergi ke mana?"
"Tak jauh dari sini ada sebuah rumah kosong, mari kita ke sana Kita akan bersenang-senang di
sana." "Terima kasih"
"Ayoh, kita ke sana"
"Baiklah." Wanita itu bangkit berdiri dan berkata. "Aku harus membayar...."
"Tidak usah" Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gelak. "Kami selalu makan gratis di sini, maka
engkau juga tidak usah membayar"
"Itu merugikan orang, lebih baik aku membayar," ujar wanita itu sambil mengeluarkan uang
peraknya. Begitu melihat uang perak yang ada didalam kantong wanita itu, para anggota Bu Tek Pay
langsung terbelalak. Wanita itu tersenyum, lalu menaruh setael perak di atas meja seraya berseru.
"Pelayan"
"Ya" seorang pelayan segera menghampirinya. "Mau pesan apa Nona?"
"setael perak ini untuk membayar semua, apakah cukup?" tanya wanita itu.
"Masih ada lebihnya." Pelayan memberitahukan. "Akan kukembalikan...."
" Lebihnya untukmu," ujar wanita itu sambil melangkah pergi.
"Terima kasih Terima kasih" ucap pelayan itu, lalu menghela nafas panjang.
"Mari ikut kami" ujar anggota Bu Tek Pay dan menambahkan. "Uang perakmu begitu banyak,
apakah engkau tidak takut dirampok?"
" Kenapa aku harus takut?" sahut wanita itu sambil tertawa kecil. "Bukankah aku sudah bersama
kalian" siapa yang berani merampokku?"
"Betul Betul" Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gelak. "Pokoknya kami akan melindungimu
sekaligus menyenangkanmu."
"Terima kasih. Kalian sungguh baik terhadapku"
"Karena itu engkau pun harus baik-baik melayani kami. Engkau harus tahu, Bu Tek Pay
berkuasa di mana-mana."
Wanita itu manggut-manggut. "Kalau begitu, aku sungguh beruntung berkenalan dengan
kalian." "Tidak salah." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa lagi.
Kira-kira sepenanak nasi kemudian, mereka sudah sampai di depan sebuah rumah kosong.
"Rumah inikah?" tanya wanita itu.
"Betul. Ha ha ha Kita akan bersenang-senang di dalam." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa
gembira. "Mari kita masuk"
Wanita itu mengangguk, lalu mengikuti mereka memasuki rumah kosong itu. Begitu sampai di
dalam, anggota Bu Tek Pay itu menatapnya sambil menelan air liur, bahkan tampak penuh gairah
nafsu birahi. "Kita akan bersenang-senang di sini," ujarnya sambil mengelus-elus pipi wanita itu.
"Iiih sudah tidak tahan ya?" tanya wanita itu sambil tertawa cekikikan.
"Aku memang sudah tidak tahan. Ayohlah kita mulai" Anggota Bu Tek Pay itu tersenyumsenyum.
"Aku yang duluan bersenang-senang denganmu, setelah itu barulah giliran kawankawanku."
"Kalian berjumlah..." Wanita itu menghitung. "satu, dua, tiga, empat..., lima belas."
"Apakah engkau kuat melayani kami yang berjumlah lima belas orang?" tanya anggota Bu Tek
Pay itu. "Kenapa tidak" Lebih dari itu pun aku sanggup," sahut wanita itu.
"Ha a a h...?" para anggota Bu Tek Pay terbelalak, kemudian mereka tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha..."
"Aku sudah siap melayani kalian" Mendadak wajah wanita itu berubah dingin sekali. Anggota Bu
Tek Pay itu gembira sekali. "Kalau begitu, bukalah pakaianmu"
Wanita itu merogoh ke dalam bajunya, kemudian mengeluarkan sebilah pedang yang sangat
lemas. "Hmm" dengus wanita itu dingin sambil menatap mereka dengan bengis sekali. "Hari ini kalian
semua harus mati"
Anggota Bu Tek Pay tertegun. " Engkau... engkau siapa?"
"Aku Tui Beng Li (Wanita Pengejar Nyawa)" sahut wanita itu memberitahukan. "Maka kalian
semua harus mati di tanganku"
"Jangan bergurau Lebih baik engkau layani kami..." ujar anggota Bu Tek Pay dengan kening
berkerut. Mendadak Tui Beng Li menggerakkan pedangnya, seketika juga anggota Bu Tek Pay itu
menjerit. "Aaakh..." Bajunya sudah berlumuran darah, ternyata dadanya tertembus pedang.
sebetulnya pedang itu sangat lemas, namun ketika Tui Beng Li mengerahkan lweekangnya,
pedang itu berubah menjadi keras bukan main. Perlu diketahui, pedang itu adalah Loan Rang Po
Kiam (Pedang pusaka Baja Lemas) yang sangat tajam.
"Engkau... engkau...." Anggota Bu Tek Pay terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya yang
berlumuran darah, kemudian terkulai dan nyawanya pun melayang.
Kejadian itu sangat mengejutkan kawan-kawannya, maka mereka lalu serentak mencabut
senjata masing-masing. "serang" seru seseorang.
Tui Beng Li tertawa dingin sambil memutar-mutarkan pedangnya untuk menangkis, lalu
mendadak membentak sambil balas menyerang. Tampak pedangnya berkelebatan menyambar ke
sana ke mari dan terdengar pula suara yang menggelegar. "Aaakh..." "Aaaakh..." "Aaaakh Aaakh..."
Terdengarlah suara jeritan yang menyayat hati. Ternyata belasan anggota Bu Tek Pay itu sudah
terkapar berlumuran darah, bahkan nyawa mereka pun melayang.
siapa sebenarnya Tui Beng Li" Dia ternyata Tan Li cu. setelah berhasil mempelajari Kiu Yang sin
Kang dan Li Tian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Petir Kilat), maka It sim sin Ni memperbolehkannya pergi
mencari Liu siauw Kun untuk menuntut balas.
Tan Li cu tidak berani datang di markas Bu Tek Pay, sebab gurunya telah berpesan, jangan ke
markas Bu Tek Pay mencari Liu siauw Kun, sebab di sana banyak jebakan dan Bu Lim sam Mo serta
Kwan Gwa sian Koay berkepandaian sangat tinggi, lebih baik memancing Liu siauw Kun keluar.
Karena pesan tersebut, maka Tan Li cu tidak berani datang di markas Bu Tek Pay, namun ia
membunuh anggota-anggota Bu Tek Pay untuk memancing Liu siauw Kun keluar.
Tan Li cu memandang mayat-mayat itu dengan dingin, lalu melesat pergi menuju kedai lagi. la
yakin, anggota-anggota Bu Tek Pay lain akan muncul lagi di kedai itu, maka ia kembali ke sana.
Pemilik kedai dan beberapa pelayan terbelalak melihat kemunculan Tan Li cu. Salah seorang
pelayan segera menyuguhkan secangkir teh.
"Nona tidak apa-apa?" tanya pelayan itu berbisik. "Ke mana belasan anggota Bu Tek Pay itu?"
"Mereka sudah tidak bisa melakukan kejahatan lagi," sahut Tan Li cu sambil tersenyum.
"Maksud Nona?" pelayan itu tercengang.
"sudah kukirim ke alam baka." Tan Li cu memberitahukan, kemudian menghirup teh itu.
"Apa?" Wajah pelayan itu berubah pucat. "Nona... Nona telah membunuh mereka?"
"Ya." Tan Li cu manggut-manggut.
" Celaka" Pelayan itu tampak kalut. "Nona harus segera pergi sebab akan muncul lagi anggotaanggota
Bu Tek Pay."
"Aku ke mari lagi justru ingin menunggu kemunculan mereka," sahut Tan Li Cu sambil
tersenyum. "Nona...." Pelayan itu menggeleng-gelengkan kepala, lalu segera menghampiri pemilik kedai dan
berbisik-bisik. "Dia... dia telah membunuh belasan anggota Bu Tek Pay itu."
"oh?" pemilik kedai terbeliak. "Kalau begitu, wanita itu pasti berkepandaian tinggi. oh ya, kenapa
dia ke mari lagi?"
" Katanya ingin menunggu kemunculan anggota- anggota Bu Tek Pay yang lain," sahut pelayan
memberitahukan.
"Berarti dia ingin membunuh anggota-anggota Bu Tek Pay lagi." ujar pemilik kedai. "Aku harus
siap rugi besar hari ini."
"Kenapa?"
"Kalau mereka berkelahi di sini, bukankah kedaiku akan hancur" Tetapi tidak jadi masalah,
sebab para anggota Bu Tek Pay selalu sewenang-wenang, dan sering memperkosa anak gadis serta
isteri orang...."
Ucapan pemilik kedai itu terhenti mendadak. karena ia melihat beberapa anggota Bu Tek Pay
memasuki kedai nya.
"Mereka datang..." bisik pelayan itu.
"Layani mereka dengan sikap tenang Mereka mau makan apa berikan saja, sebab ajal mereka
sudah tiba" sahut pemilik kedai dengan suara rendah.
"Pelayan Pelayan" teriak salah seorang anggota Bu Tek Pay yang baru datang itu.
"Ya." Pelayan itu berlari-lari menghampiri mereka. "Tuan-tuan mau pesan apa?"
"Cepat hidangkan makanan-makanan yang lezat dan arak"
"Ya, ya." Pelayan itu manggut-manggut.
sesaat kemudian, meja itu telah penuh berbagai macam hidangan-hidangan lezat, dan arak yang
wangi. "Ha ha ha" Anggota-anggota Bu Tek Pay itu tertawa gelak. "Mari kita makan sekenyangkenyangnya
" Mereka mulai makan dan minum. Tiba-tiba salah seorang teringat sesuatu, lalu menengok ke
sana ke mari. "Eh" Ke mana kawan-kawan kita yang datang duluan."
" Heran" Kenapa mereka tidak kelihatan"jangan-jangan sudah pergi bersenang-senang dengan
wanita.... Wah, ada wanita cantik di sini"
"Bukan main cantiknya wanita itu Ha ha ha Kita akan bersenang-senang dengannya Aku akan
mengundangnya makan bersama"
Anggota Bu Tek Pay itu menghampiri Tan Li cu yang duduk dengan kepala tertunduk. "Nona"
Perlahan-lahan Tan Li cu mendongakkan kepalanya, kemudian tersenyum manis. " Engkau
memanggilku?" tanyanya.
"Betul." Anggota Bu Tek Pay itu terbelalak ketika menyaksikan senyuman yang sangat menawan
itu. "Nona sendirian?"
"Ya."
"Bagaimana kalau Nona makan bersama kami?"
"Itu.."
"Jangan malu-malu Nona, mari makan bersama, kami Ada bermacam-macam hidangan yang
lezat-lezat."
"Tapi apakah aku tidak akan mengganggu kalian?"
"Tentu tidak." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gembira. "Mari makan bersama kami"
"Baiklah." Tan Li cu mengikuti anggota Bu Tek Pay itu. Begitu wanita itu duduk, para anggota Bu
Tek Pay yang lain memandangnya dengan penuh gairah.
"Mari kita bersulang" salah seorang menyodorkan minuman keras ke hadapannya. "Ha ha ha..."
"Terima kasih" ucap Tan Li cu lalu meneguk minuman itu. "Nona dari mana?"
"Aku dari Kang Lam."
"Apakah Nona sudah punya suami?"
"suamiku sudah mati, kini aku menjanda. Aaaakh..." Tan Li cu menghela nafas. "Aku datang di
kota ini untuk mencari famili, tapi tidak ketemu."
" Kasihan" salah seorang terus menatap dadanya yang menonjol. "sudah berapa lama engkau
menjanda?"
"Dua tahun lebih."
"Apakah engkau tidak merasa kesepian?"
"Tentu. Tapi... tiada lelaki yang baik, jadi aku...."
"Kami semua lelaki baik. Karena engkau merasa kesepian, maka kami bersedia menemanimu. "
"Oh, ya?"
"Ya, ya. Kami siap menemanimu"
"Kalian berlima, sedangkan aku cuma seorang diri...."
"Tidak menjadi masalah. Itu bisa diatur." Anggota Bu Tek Pay itu tertawa gelak. "Ha ha ha
Pokoknya kami akan memuaskanmu, aku jamin."
"Terus terang, aku sanggup melayani kalian berlima. Aku tidak omong kosong lho"
"oh?" Kelima anggota Bu Tek Pay itu saling memandang.
"Benarkah itu?"
"sudah ada buktinya."
"Ada buktinya?"
"Aku telah bertemu kawan-kawan kalian berjumlah belasan, tetapi mereka semua tak berdaya
melayaniku. Maka hingga saat ini mereka masih belum bisa bangun."
Bagian 36 "Oh, ya" Mereka berada di mana?"
"Mereka mengajakku bersenang-senang di sebuah rumah kosong." Tan Li cu memberitahukan
sambil tersenyum. "cuma sekejap mereka sudah tak berdaya sama sekali. Sungguh
mengecewakan"
"Ha ha ha" Kelima anggota Bu Tek Pay itu tertawa terbahak-bahak. "Mereka memang tak
berguna, namun kami berlima kuat-kuat semua lho Pokoknya...."
"Tentunya kalian berlima juga akan mengecewakanku." Tan Li cu menggelengkan kepala.
"Kami pasti dapat memuaskanmu Ayoh, mari kita ke rumah kosong itu" Kelima anggota Bu Tek
Pay bangkit berdiri.
"Ng" Tan Li cu mengangguk sambil berdiri. "Tapi kalian harus membayar hidangan-hidangan itu"
"Ha ha Kami makan di sini tidak pernah membayar."
"Kalau begitu, kalian bukan lelaki baik, aku tidak mau ikut kalian ke rumah kosong itu."
Kelima anggota Bu Tek Pay itu saling memandang, kemudian tertawa sekaligus mengeluarkan
uang perak masing-masing.
"Kami akan membayar lebih dari itu," ujar salah seorang Bu Tek Pay, lalu mengambil uang perak
kawan-kawannya dan diserahkan kepada pemilik kedai. "Kami membayar, tapi nanti kami ke mari
lagi, engkau harus mengembalikan uang kami"
"Baik." Pemilik kedai manggut-manggut dan membatin. " Kalian tidak akan kembali lagi."
Kelima anggota Bu Tek Pay melangkah ke luar. Tan Li cu mengikuti mereka dan menoleh ke
belakang memberi isyarat kepada pemilik kedai.
Pemilik kedai mengangguk perlahan, kelihatannya tahu akan arti isyarat itu, bahwa Tan Li cu
akan membunuh kelima anggota Bu Tek Pay. Mereka sudah sampai di depan rumah kosong itu,
namun Tan Li cu tidak masuk. hanya berdiri di situ.
"Eh" Kenapa berdiri di situ" Mari kita masuk untuk bersenang-senang"
"Kalian masuklah Coba lihat kawan-kawan kalian sudah bangun atau belum?" sahut Tan Li Cu
sambil tersenyum.
"Baik," Kelima anggota Bu Tek Pay melangkah ke dalam, namun mendadak berhambur ke luar
lagi dengan wajah pucat pias. "Mereka... mereka...."
"Mereka belum bangun, kan?" tanya Tan Li cu tersenyum.
"Siapa... siapa yang membunuh mereka?" Kelima anggota Bu Tek Pay balik bertanya.
"Aku yang membunuh mereka," sahut Tan Li cu dingin.
"Si... siapa kau?"
"Aku Tui Beng Li, namaku Tan Li cu."
"Wanita Pengejar Nyawa?"
"Betul." Tan Li cu tertawa dingin. "Hari ini kalian harus mati di tanganku"
Tan Li cu mengeluarkan Loan Rang Po Kiam, lalu mengerahkan Kiu Yang sin Rang. Kelima
anggota Bu Tek Pay pun menghunus pedang masing-masing, kemudian mendadak menyerang Tan
Li Cu. " Kalian harus mati" bentak Tan Li cu sambil menangkis, lalu balas menyerang dengan jurus Lui
Ming Tiah soh (Petir Menggelegar Kilat Menyambar). Pedang pusaka baja lemasnya mengeluarkan
suara menggelegar dan menyambar ke sana ke mari. "Aaaakh..." "Aaaakh... Aaaakh..."
Tampak empat anggota Bu Tek Pay terkulai berlumuran darah. Yang satu hanya terpotong
sepasang telinganya sehingga darahnya mengucur.
"Engkau...." Anggota Bu Tek Pay itu mundur-mundur dengan wajah pucat pias. la ketakutan
sekali karena melihat kawan-kawannya telah mati.
"Aku sengaja melepaskanmu, agar engkau bisa melapor kepada ketua Bu Tek Pay bahwa aku
sedang mengejar nyawa Liu siauw Kun" ujar Tan Li cu dingin lalu membentak. "Ayoh, cepat enyah"
Anggota Bu Tek Pay itu kabur terbirit-birit, sedangkan Tan Li cu tertawa dingin, kemudian melesat
pergi. Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun mendengar laporanlaporan
itu dengan kening berkerut-kerut. "Tui Beng Li?" tanya Tang Hai Lo Mo. "Dia
memberitahukan namanya?"
"Namanya Tan Li cu," sahut anggota Bu Tek Pay yang terpotong sepasang telinganya. "Dia pun
menyuruh aku melapor, bahwa dia sedang mengejar nyawa Tuan Muda."
"Oh?" Tang Hai Lo Mo tampak gusar sekali, kemudian bertanya kepada Liu Siauw Kun.
"Engkau kenal wanita itu?"
"Kenal, Guru," jawab Liu siauw KunjujUr. "Dua tahun lalu...."
Liu siauw Kun menutur tentang kejadian ketika ia ingin memperkosa wanita itu, namun
terdengar suara orang menegurnya.
" Kalau begitu...." Tang Hai Lo Mo setelah berpikir sejenak. "Dia pasti ditolong oleh orang yang
berkepandaian tinggi."
"Siapa yang berkepandaian begitu tinggi?" gumam Thian Mo sambil mengerutkan kening.
"Hanya dalam satu jurus dia mampu membunuh empat orang dan menguntungkan sepasang
telinganya...."
"Itu tidak mengherankan. Anggota-anggota kita itu berkepandaian rendah, maka wanita
tersebut gampang membunuh mereka."
"Ang Bin sat sin Engkau dan Liu siauw Kun harus menangkap wanita itu"
"Tunggu" cegah siluman Kurus. "Jangan menyuruh mereka berdua menangkap Tui Beng Li"
"Kenapa?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Kelihatannya Tui Beng Li sengaja memancing Liu siauw Kun keluar markas. Karena itu, jangan
sampai dia terpancing" sahut siluman Kurus.
"Kalau begitu, kita harus membiarkannya membunuh para anggota kita?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Kita lihat bagaimana perkembangan selanjutnya, setelah itu barulah kita mengambil tindakan,"
sahut siluman Kurus.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar." Thian Mo manggut-manggut. "Kita lihat saja perkembangan selanjutnya. Itu Cuma
gangguan kecil, tidak perlu kita pusingkan"
"Menurutku...." Kening TeMo berkerut. " Kalau Tui Beng Li tidak yakin dirinya mampu
membunuh Liu siauw Kuo, tentunya dia pun tidak akan berani menantang. Dia berani menantang,
pertanda dia berkepandaian tinggi."
"Tidak salah. Tapi memang ada baiknya kita menunggu perkembangan selanjutnya." sahut Ang
Bin sat sin. "Baiklah." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut.
Sementara itu, pihak Kay Pang juga telah mendengar tentang kejadian tersebut, namun hanya
tahu bahwa wanita itu adalah Tui Beng Li (Wanita Pengejar Nyawa), tidak tahu namanya.
" Heran" gumam sam Gan sin Kay. "Siapa wanita itu, kenapa dia begitu berani membunuh para
anggota Bu Tek Pay?"
"Aaakh..." Kim siauw suseng menghela nafas panjang. "Kita semua mirip kura-kura yang
menyembunyikan kepala."
"Kita harus memikirkan ratusan nyawa. Apabila kita sembarangan bertindak akan mencelakai
kita semua. Lagipula kita harus bersabar menunggu Tio Cie Hiong, bukan?" sahut sam Gan sin Kay.
"Belum juga Cie Hiong muncul, malah muncul Tui Beng Li. Itu pertanda Bu Tek Pay sudah
mendekati keruntuhan." ujar Tui Hun Lojin.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Bu Lim sam Mo pasti terpukul oleh kejadian itu."
"Benar. Itu memang merupakan tamparan berat bagi Bu Tek Pay," sahut Kim siauw suseng dan
menambahkan. "Apabila Cie Hiong sudah muncul, aku juga ingin membantai para anggota Bu Tek
Pay." "Tapi...." Kening Lim Ceng Im berkerut. "Kenapa Kakak Hiong masih belum pulang?"
"Tenanglah, Nak Mungkin tidak lama lagi dia akan pulang, engkau harus sabar" ujar Lim Peng
Hang. "Ya, Ayah." Lim Ceng Im mengangguk.
"Ohya, Ceng Im" sam Gan sin Kay menatapnya seraya bertanya. "Bagaimana gadis Jepang itu"
Betahkah dia terus bersembunyi di ruang bawah tanah itu?"
"Kakek" Lim Ceng Im menghela nafas. "Tidak betah pun harus betah, sebab kalau dia keluar
sekarang, sama juga mencari mati, bukan?"
Sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Kasihan juga nasib gadis itu"
"Dia gadis yang baik, aku tahu dia sangat mencintai Kakak Hiong." ujar Lim Ceng Im
memberitahukan. "Tapi cintanya ditolak oleh Kakak Hiong. Dia tidak merasa sakit hati, sebaliknya
malah makin kagum kepada Kakak Hiong yang sangat setia kepadaku. Dia bilang, sulit mencari
pemuda seperti Kakak Hiong...."
"Ceng Im" Kim siauw suseng menatapnya dalam-dalam. "Tidakkah engkau merasa cemburu?"
"Kenapa aku harus merasa cemburu" Kakak Hiong sangat setia kepadaku. Kalau aku cemburu
karena itu, bukankah aku berhati picik?"
"Benar." Kim siauw suseng manggut-manggut.
"Walau begitu banyak anak gadis jatuh cinta kepada cie Hiong, tapi dia tidak tergoda sama
sekali." "Tentu." Lim Peng Hang tertawa mendadak. "sebab putriku pernah melihat dia telanjang mandi
di sungai...."
"Ayah" Wajah Lim Ceng Im langsung memerah. " Kenapa berkata yang bukan-bukan?"
"Wuah" Ha ha ha" Kim siauw suseng terbahak-bahak. "sungguh luar biasa, belum apa-apa
sudah melihat...."
" Kakek sastrawan" Lim Ceng Im melotot. " Waktu itu kami masih kecil, lagipula aku tidak
sengaja melihatnya, dan dia pun tidak tahu kalau aku anak gadis."
"Ha ha ha" Kim siauw suseng tertawa. "Tidak sengaja tapi sudah melihat, kan" Maka... teringat
terus." "Iiih" Lim Ceng Im membanting-banting kaki. "Aku sedang pusing, malah digoda Kakek
sastrawan sungguh keterlaluan"
"Ha ha ha" Kim siauw suseng, saman sin Kay dan lainnya terus tertawa, akhirnya Lim Ceng
Im berlari ke dalam....
Bab 63 Hong Hoang Leng (Tanda Perintah Phoenix)
Di dalam sebuah kamar penginapan, tampak seorang tua dan seorang gadis duduk berhadapan
dengan wajah serius. Mereka adalah Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa. Ternyata mereka telah
meninggalkan Pulau Hong Hoang To, dan kini bermalam di sebuah penginapan.
"Hoa ji Kita tidak boleh bertindak sembarangan, juga tidak boleh datang di markas Bu Tek Pay,"
ujar Tio Lo Toa sungguh-sungguh.
"Kalau begitu...." Tio Hong Hoa mengerutkan kening. "Apa rencana kita, Paman Lo Toa?"
Tio Lo Toa menyahut dengan suara rendah. "Lebih baik kita turun tangan memusnahkan markas
cabang Bu Tek Pay Itu pasti sangat mengejutkan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay."
"Benar." Tio Hong Hoa tertawa gembira. "Kita juga harus bergerak secara misterius membuat
bingung pihak Bu Tek Pay."
"Ha ha" Tio Lo Toa tertawa gembira. "Malam ini kita hancurkan salah satu markas cabang Bu
Tek Pay, beberapa malam kemudian kita bertindak lagi."
"Setuju," sahut Tio Hong Hoa. "Kita tinggalkan sebuah Hong Hoang Leng, agar Bu Lim sam Mo
tahu tentang Hong Hoang Leng dan pasti terkejut."
"Kita ke markas cabang itu tengah malam," ujar Tio Lo Toa dan menambahkan. "Alangkah
baiknya kita menutup muka dengan kain, agar mereka tidak mengenali kita."
"Baik." Tio Hong Hoa manggut-manggut.
Setelah tengah malam, tampak dua sosok bayangan melesat ke arah markas cabang Bu Tek
Pay, Beberapa penjaga terkejut bukan main ketika melihat dua sosok bayangan melayang turun.
"Siapa kalian?" bentak mereka.
"Kami datang untuk menghabisi nyawa kalian" sahut Tio Hong Hoa sambil menggerakkan
pedangnya. "Aaaakh Aaakh..."
Beberapa penjaga itu roboh seketika berlumuran darah, dan putus pula nafas mereka.
"Hoa ji...." Tio Lo Toa menggeleng-gelengkan kepala.
"Mereka sering membunuh orang dan memperkosa anak gadis serta isteri orang, maka mereka
harus mati." sahut Tio Hong Hoa.
Tio Lo Toa menghela nafas. Mereka lalu melangkah memasuki markas cabang Bu Tek Pay itu.
Mendadak muncul belasan orang bersenjata tajam, dan salah seorang menatap mereka dengan
tajam. "Siapa kalian" Mau cari mati di sini?" bentaknya.
"Kami ke mari bukan untuk cari mati, melainkan ingin membasmi kalian" sahut Tio Hong Hoa
dingin. "Apa?" orang itu tertegun. "Siapa berani menentang Bu Tek Pay, harus mati Apakah kalian tidak
tahu?" "Tahu oleh karena itu, kami harus membasmi kalian" Tio Hong Hoa tertawa dingin sekaligus
menghunus Hong Hoang Po Kiam.
"Hm" dengus orang itu lalu memberi aba-aba. "Serang dia"
Belasan anggota Bu Tek Pay langsung menyerang Tio Hong Hoa. Gadis itu tertawa nyaring, lalu
menggerakkan pedangnya untuk menangkis.
"Trang Trang Trang" senjata para anggota Bu Tek Pay terkutung semua, sehingga membuat
mereka tertegun.
"Kalian bersiap-siaplah untuk mati, karena kalian telah banyak melakukan kejahatan" bentak Tio
Hong Hoa sambil menyerang.
Badan gadis itu berputar-putar, Hong Hoan Po Kiampun berkelebatan. Ternyata ia mengeluarkan
jurus Hong Hoang Coanshin (Burung Phoenix memutarkan badan).
"Aaaakh Aaaakh Aaaaakh..." jerit belasan anggota Bu Tek Pay itu. Tubuh mereka berlumuran
darah, kemudian roboh dan tak bernyawa lagi.
Pada waktu bersamaan, muncul lagi belasan orang, salah seorang diantaranya adalah pemimpin
markas cabang itu.
"Siapa kalian?" bentaknya sambil memandang mayat-mayat yang bergelimpangan itu. "Kalian
berani membunuh anggota Bu Tek Pay?"
"Tentu berani" sahut Tio Hong Hoa. "Bukankah aku telah membunuh mereka" Kenapa masih
bertanya?"
"Serang dia" seru pemimpin markas cabang Bu Tek Pay itu.
Para anak buahnya langsung menyerang. Tio Hong Hoa menangkis dan sekaligus balas
menyerang dengan jurus Hong Hoang Seng Thian (Burung Phoenix Terbang Ke Langit).
Badan gadis itu melambung ke atas, dan pedang pusakanya berkelebatan. seketika terdengarlah
suara yang menyayat hati.
"Aaakh Aaakh..." Belasan anggota Bu Tek Pay itu roboh mandi darah.
Betapa terkejutnya pemimpin itu. seketika ia mengambil langkah seribu, tetapi, Tio Lo Toa
sudah melesat ke hadapannya sekaligus mengayunkan tangannya. "Aaakh..." jerit pemimpin itu lalu
terkulai, dan nyawanya pun melayang.
"Hoa ji Mari kita memeriksa ke dalam, apakah masih ada anggota Bu Tek Pay yang tersisa apa
tidak" ujar Tio Lo Toa.
Tio Hong Hoa mengangguk. mereka berdua lalu berjalan ke dalam. Namun di dalam tidak
terdapat anggota Bu Tek Pay, hanya ditemukan belasan wanita yang sedang menangis.
" Cepatlah kalian pulang sekarang sudah aman" ujar Tio Hong Hoa kepada mereka.
"Terima kasih, Lihiap (Pendekar Wanita)" ucap wanita-wanita itu, lalu segera meninggalkan
markas cabang Bu Tek Pay.
"Hoaji Taruhlah sebuah Hong Hoang Leng di badan pemimpin itu" ujar Tio Lo Toa dan
menambahkan. "Kita harus segera pergi."
"Ya." Tio Hong Hoa segera melempar sebuah Hong Hoang Leng ke atas badang pemimpin itu.
"Paman Lo Toa, mari kita pergi"
Tio Lo Toa mengangguk. mereka berdua lalu melesat pergi. Tak seberapa lama kemudian,
mereka sudah sampai di penginapan. Setelah berada di dalam kamar, Tio Hong Hoa tertawa sambil
duduk dan Tio Lo Toa duduk di hadapannya.
"Hong Hoang Leng sudah muncul dalam rimba persilatan, pertanda hari kematian para
penjahat." ujar Tio Hong Hoa.
"Para anggota Bu Tek Pay memang kelewat jahat, mereka sering membunuh orang dan
memperkosa pula" Tio Lo Toa menggeleng-gelengkan kepala. "Kita memang harus membasmi
mereka." "Paman Lo Toa, bagaimana kalau Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay muncul?" tanya Tio
Hong Hoa mendadak.
"Tidak mungkin. Bu Lim Sam Mo adalah ketua, sedangkan Kwan Gwa Siang Koay adalah Tetua,
tentunya mereka tidak akan muncul. Mungkin mereka akan mengutus Ang Bin sat sin dan Liu siauw
Kun menghadapi kita," sahut Tio Lo Toa.
"Paman Lo Toa menghadapi Ang Bin sat sin, aku akan menghadapi Liu siauw Kun. setelah kita
membunuh mereka, mungkin Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay akan muncul."
"Itu memang mungkin. Karena itu, kita harus berhati-hati." pesan Tio Lo Toa. " Karena itu kita
tidak mampu menghadapi mereka."
"Paman Lo Toa" Tio Hong Hoa tersenyum. "Itu urusan nanti, mungkin ayahku sudah datang di
Tionggoan."
"Hoa ji," Tio Lo Toa menghela nafas. "Ayahmu juga tak mampu menghadapi Bu Lim sam Mo dan
Kwan Gwa siang Koay. Kalau satu lawan satu, mungkin ayahmu masih kuat menghadapinya."
Tio Hong Hoa mengerutkan kening. "Kalau begitu...."
"Lebih baik kita beristirahat dulu, Hoa-ji." Tio Lo Toa tersenyum. " Engkau tidur di tempat tidur,
aku duduk di sini saja."
"Ohya Kita telah mendengar tentang Tui Beng Li yang membunuh para anggota Bu Tek Pay.
Apakah Paman Lo Toa tahu kira-kira siapa wanita itu?"
"Tidak tahu." Tio Lo Toa menggelengkan kepala. "Tapi... yang jelas, wanita itu mempunyai
dendam terhadap pihak Bu Tek Pay."
"Paman Lo Toa, alangkah baiknya kita bisa bertemu dia." ujar Tio Hong Hoa dan menambahkan.
"Jadi dia dan kita bergabung."
"Hoa ji Tidurlah"
"Ya." Tio Hong Hoa mengangguk. lalu membaringkan dirinya di atas tempat tidur, dan
memejamkan matanya.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay dan Ang Bin sat sin tampak terkejut ketika menerima
berita tentang pembunuhan di markas cabang. Kening Tang Hai Lo Mo terus berkerut, lama sekali
barulah membuka mulut.
"Hong Hoang Leng pernah muncul kira-kira tujuh puluh lima tahun yang lampau. Tiada seorang
pun tahu siapa pemilik Hong Hoang Leng itu, dan dari mana asalnya. Yang jelas pemilik Hong
Hoang Leng sangat memusuhi kaum golongan hitam, membunuh kaum golongan hitam tanpa
ampun. Tapi sudah sekian puluh tahun tidak muncul, kenapa kini Hong Hoang Leng itu muncul lagi,
bahkan membunuh para anggota kita?"
"Memang mengherankan," sahut Thian Mo dengan kening berkerut dan melanjutkan. "Kita harus
bersiap-siap. karena setelah muncul Tui Beng Li, kini muncul pula Hong Hoang Leng."
"Bahkan..." tambah Te Mo. " Kelihatannya Tui Beng Li dan pemilik Hong Hoang Leng sehaluan,
terbukti mereka sama-sama membunuh anggota-anggota kita."
"Tetua" Tang Hai Lo Mo memandang Kwan Gwa siang Koay. "Perlukah kka yang turun tangan?"
"Menurutku...." siluman Gemuk berpikir sejenak. "Belum waktunya kita turun tangan. Namun
kita harus menyuruh para anggota kita untuk menyelidiki tentang Hong Hoang Leng itu"
"Ya." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Kini ada orang tertentu mulai mengusik kita, maka setelah
kita tahu siapa pemilik Hong Hoang Leng, kita harus turun tangan membunuhnya."
"Hm" dengus siluman Kurus. "Kalau sudah tahu siapa dia, aku pasti menyuruhnya merasakan
kelihayanku"
"Jadi...." Thian Mo mengerutkan kening. "Un-tuk sementara ini kita diam saja?"
"Ya." Kwan Gwa siang Koay mengangguk. "Kalau ada orang yang mencurigakan, harus
dilaporkan kepada kita."
"Siauw Kun Perintahkan para anggota kita, agar menyelidiki Hong Hoang Leng itu siapa yang
mencurigakan, harus segera lapor" ujar Tang Hai Lo Mo.
"Ya." Liu siauw Kun memberi hormat, lalu melangkah pergi.
"Oh ya, di mana Takara Yahatsu?" tanya Tang Hai Lo Mo mendadak sambil memandang Thian
mo. "Dia sedang melatih ilmu pedang di halaman belakang," sahut Thian Mo memberitahukan.
"Heran" gumam Te Mo. "Aku tidak habis pikir, gadis Jepang itu bersembunyi di mana?"
"Mungkinkah dia sudah mati?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Tidak mungkin Aku yakin pasti ada pihak tertentu menyembunyikannya," sahut Te Mo.
"Tidak mungkin Kay Pang. Mungkin salah satu partai besar yang menyembunyikannya?" ujar
Thian Mo. "Itu juga tidak mungkin. Tujuh partai besar tidak mungkin berani mencari urusan dengan kita."
sela siluman Gemuk.
"Kalau begitu gadis itu hilang ke mana?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening.
"Padahal anggota-anggota kita telah menyelidikinya, namun tidak menemukan jejaknya."
"Itu bukan urusan kita," tandas Siluman Kurus. "Jadi kita tidak perlu memikirkan itu, yang jadi
masalah kita sekarang adalah Tui Beng Li dan munculnya Hong Hoang Leng itu."
"Benar." Bu Lim Sam Mo manggut-manggut. "Setelah Tio Cie Hiong mati, kini malah muncul Tui
Beng Li dan Hong Hoang Leng. Hm Kita harus membunuh mereka"
"Apabila masih terjadi pembunuhan terhadap anggota-anggota kita, berarti sudah waktunya kita
turun tangan. Sebab kalau tidak, kita pasti ditertawakan oleh Kay Pang dan tujuh partai besar." ujar
Siluman Kurus. "Benar." Siluman Gemuk manggut-manggut. "Kita harus segera memberantas mereka, agar
tidak ditertawakan oleh Kay Pang dan tujuh partai besar."
Memang benar apa yang dikatakan Kwan Gwa Siang Koay, saat ini Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin,
Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong sedang tertawa, namun wajah mereka pun tampak serius.
"Aku sama sekali tidak menduga, kalau Hong Hoang Leng itu bisa muncul lagi dalam rimba
persilatan." Sam Gan Sin Kay mengerutkan kening. "Padahal sudah sekian puluh tahun tidak pernah
muncul." "Memang mengherankan," sahut Kim Siauw Suseng. "Tapi kemunculan Hong Hoang Leng justru
membunuh para anggota Bu Tek Pay. Keli-hatannya pemilik Hong Hoang Leng mempunyai dendam
dengan Bu Lim Sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay."
"Belum tentu," sela Tui Hun Lojin sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Sebab pemilik Hong
Hoang Leng khususnya memang membunuh kaum golongan hitam."
"Apakah Ayah tahu jelas tentang Hong Hoang Leng itu?" tanya Lim Peng Hang.
"Tidak begitu jelas," sahut sam Gan sin Kay.
"Kira-kira tujuh puluh lima tahun silam, Hong Hoang Leng pernah muncul dan membunuh
orang-orang golongan hitam. Namun beberapa tahun kemudian, Hong Hoang Leng hilang begitu
saja. Tiada seorang pun tahu siapa pemilik Hong Hoang Leng itu. Guruku pun tidak tahu sama
sekali." "Pada waktu itu, kita masih kecil," sela Kim siauw suseng. "Tapi kini Hong Hoang Leng muncul
lagi, bukankah sungguh mengherankan?"
"Kelihatannya pemilik Hong Hoang memusuhi Bu Tek Pay, sebab pemimpin markas cabang Bu
Tek Pay telah dibunuh, para anggota di situ pun mati semua," ujar Lim Peng Hang.
"Itu merupakan berita yang menggembirakan," Gouw Han Tiong tertawa. "Dan merupakan
pukulan kedua bagi Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay."
"Mungkin sudah waktunya Bu Tek Pay runtuh. setelah muncul Tui Beng Li, kini muncul lagi Hong
Hoang Leng, dan tidak lama lagi akan muncul Cie Hiong. Bu Tek Pay pasti runtuh." ujar Tui Hun
Lojin. "Aku masih tidak habis pikir..." gumam sam Gan sin Kay. "Karena kemuncullan Tui Beng Li dan
Hong Hoang Leng, sepertinya menuntut balas terhadap Bu Lim sam Mo."
"Kalau begitu, mungkinkah Tui Beng Li dan pemilik Hong Hoang Leng mempunyai hubungan
dengan Tio cie Hiong?" ujar Kim siauw suseng menduga.
"Tidak mungkin, sebab Tio cie Hiong baru berusia dua puluhan, sedangkan Hong Hoang
Leng...." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala dan menambahkan. "Tapi wanita Pengejar
Nyawa itu mungkin kenal Tio Cie Hiong, maka dia membunuh anggota-anggota Bu Tek Pay."
"Kenapa pemilik Hong Hoang Leng juga membunuh anggota-anggota Bu Tek Pay?" tanya Gouw
Han Tiong. "Para anggota Bu Tek Pay selalu membunuh orang dan memperkosa anak gadis. Mungkin
karena itulah maka pemilik Hong Hoang Leng membunuh mereka." sahut Kim siauw suseng.
"Apakah Ayah tahu asal-usul pemilik Hong Hoang Leng?" tanya Lim Peng Hang mendadak.
"Aku sama sekali tidak tahu. Tapi... konon di laut Utara terdapat sebuah pulau misterius, yakni
Pulau Hong Hoang To. Mungkin pemilik Hong Hoang Leng berasal dari pulau itu." sahut sam Gan
sin Kay. "Hong Hoang To?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong terbelalak.
"Menurut cerita guruku..." ujar Kim siauw Suseng. "Dua ratus tahun lalu Hong Hoang Leng


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah muncul di rimba persilatan, namun kemudian menghilang mendadak."
"Kemunculan Hong Hoang Leng pada masa itu juga membunuh kaum golongan hitam?" tanya
Gouw Han Tiong.
"Ya." Kim siauw suseng mengangguk. "Tujuh puluh lima tahun lalu muncul kembali, setelah itu
tidak pernah muncul lagi. Namun kini malah muncul, maka sungguh mengherankan."
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Yang jelas kini Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang
Koay pasti kebakaran jenggot saking gusarnya."
"Benar." Kim Siauw Suseng juga tertawa. "Ha ha Itu sangat menggembirakan Mungkin para
ketua tujuh partai juga sudah mendengar tentang berita itu."
"Tentu." sam Gan sin Kay manggut-manggut dan menambahkan. "Kalau Cie Hiong sudah
pulang, kita juga harus mulai bergerak."
"Kakek Kakak Hiong sudah pulang ya?" Mun-cul Lim Ceng Im sambil menghampiri mereka.
"Cie Hiong belum pulang," sahut Lim Peng Hang sambil menggelengkan kepala.
"Kalau begitu, kenapa ayah dan kakek tampak begitu gembira?" Lim Ceng Im heran. "Padahal
Kakak Hiong belum pulang...."
"Nak" Lim Peng Hang menatapnya. "Kini di rimba persilatan telah muncul Hong Hoang Leng.
itulah yang menggembirakan kami."
"Hong Hoang Leng?" Lim Ceng Im tercengang. "Apa Hong Hoang Leng itu?"
"Hong Hoang Leng merupakan tanda kematian bagi kaum golongan hitam..." jawab Lim Peng
Hang dan memberitahukan tentang kejadian di markas cabang Bu Tek Pay.
Lim Ceng Im terbelalak. " Kalau begitu, pemilik Hong Hoang Leng berada di pihak kita?"
"Bukan di pihak kita, tapi di pihak golongan putih," ujar Lim Peng Hang. "Itu pertanda sudah
waktunya Bu Tek Pay runtuh."
"Kini muncul Tui Beng Li, dan disusul oleh Hong Hoang Leng. Namun...." Lim Ceng Im menghela
nafas panjang. "Kenapa Kakak Hiong masih belum muncul?"
"Tenang, Nak" ujar Lim Peng Hang. "Percayalah Tidak lama lagi Cie Hiong pasti pulang."
"Aaaakh..." Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kemala. "Entah bagaimana keadaan Kakak
Hiong" Mudah-mudahan dia sudah sembuh Masalah kepandaiannya bisa pulih atau tidak. aku tidak
begitu memikirkan. Yang penting dia sembuh dari tukanya, agar kami bisa berkumpul dan tidak
terpisah lagi."
"Jangan khawatir Apa yang kau inginkan itu pasti terwujud, percayalah"
" Kakak Hiong, kapan engkau pulang?" gumam Lim Ceng Im dengan air mata meleleh. "Aku
sudah rindu sekali kepadamu...."
Berita tentang kemunculan Hong Hoang Leng juga telah sampai ke telinga It sim sin Ni.
Yang memberitahukan kepadanya adalah kedua biarawati, muridnya. setelah mendengar
tentang itu, It sim sin Ni lalu duduk bersila sambil melamun, kelihatannya sedang memikirkan
sesuatu. Di saat bersamaan Tayli Lo Ceng muncul, dan ketika melihat It sim sin Ni melamun,
tercenganglah padri tua itu.
"sin Ni" Tayli Lo Ceng duduk di hadapannya. "Urusan apa yang membuatmu melamun?" It sim
sin Ni tidak menyahut.
"omitohud" Tayli Lo Ceng menatapnya. "oh-ya, di mana Tan Li cu?"
"Dia sudah turun gunung," sahut It sim sin Ni singkat.
"Oh?" Tayli Lo Ceng mengerutkan kening dan memberitahukan. "Murid ku pun sudah turun
gunung. sin Ni, apakah engkau sedang memikirkan murid bungsumu itu?"
It sim sin Ni menggelengkan kepala, kemudian menghela nafas panjang.
"Lo ceng, engkau mendengar tentang Hong Hoang Leng yang telah muncul dalam rimba
persilatan?" tanyanya.
"Hong Hoang Leng?" Tayli Lo Ceng tertegun. "Aku belum mendengar, sebab aku langsung
kemari dari Gunung Thay san"
"Hong Hoang Leng telah muncul lagi."
"Sin Ni" Tayli Lo Ceng heran. " Kenapa engkau memikirkan tentang Hong Hoang Leng?"
"Karena...." It sim sin N Imenghela nafas. "Hong Hoang Leng mempunyai hubungan dengan
diriku." "Apa?" Tayli Lo Ceng tampak tertegun. "Hong Hoang Leng itu mempunyai hubungan dengan
dirimu?" "Ya."
"Setahuku engkau tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Hong Hoang Leng itu Tujuh
puluh lima tahun lalu, Hong Hoang Leng itu pernah muncul dalam rimba persilatan."
"Karena itu, aku mempunyai hubungan dengan Hong Hoang Leng itu." It sim sin Ni menghela
nafas lagi. "Aaaakh... tujuh puluh lima tahun kemudian muncul kembali sungguh di luar dugaan"
"Sin Ni" Tayli Lo Ceng menatapnya. "Maukah engkau menutur tentang hubunganmu dengan
Hong Hoang Leng itu?"
"Tujuh puluh lima tahun silam...." It sim sin N Imulai menutur. "suatu hari, aku terkepung kaum
golongan hitam. Di saat diriku dalam bahaya, muncullah seorang lelaki berusia lima puluhan.
wajahnya tampan, berwibawa dan gagah berani. Hanya dua jurus dia telah berhasil membunuh
kaum golongan hitam yang mengepungku."
"Lalu kalian berkenalan?"
"Ya." It sim sin Ni mengangguk dan melanjutkan. "Setelah berkenalan, saling tertarik."
"Omitohud...." Tayli Lo Ceng menghela nafas. "Bukankah engkau biarawati?"
"Lo Ceng Belum lama ini aku pernah memberitahukanmu, bahwa dulu aku pernah melakukan
suatu kesalahan."
"Ya. Engkau memang pernah memberitahukan, tapi engkau tidak bersedia menuturkannya."
"Benar." It sim sin N Imanggut-manggut. "Kini Hong Hoang Leng telah muncul lagi, maka aku
harus menuturkannya."
"Setelah kalian berdua saling tertarik, lalu bagaimana?"
"Kami saling jatuh cinta." It sim sin NI memberitahukan sambil mengenang. "Karena itu, kami
menikah dan dikaruniai dua anak lelaki."
"Omitohud Itu bukan kesalahanmu, melainkan merupakan takdir. setelah itu bagaimana?"
"Beberapa tahun kemudian, mendadak dia membawa kedua anakku meninggalkanku...." It sim
sin Ni menggeleng-gelengkan kepala.
"Apa sebabnya dia membawa kedua anak itu meninggalkanmu?" tanya Tayli Lo Ceng dengan
kening berkerut.
"Ternyata dia telah salah paham denganku." It sim sin NI menghela nafas lalu melanjutkan.
"Pada waktu itu, kita berjumpa kembali, sehingga aku sering pergi menemuimu secara diamdiam.
Ternyata dia mengetahuinya."
"Omitohud" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Itu yang menyebabkannya
meninggalkanmu omitohud...."
"Hampir lima tahun aku mencarinya, tapi dia dan anak-anak hilang begitu saja." It Sim Sin Ni
menghela nafas lagi. "Akhirnya aku menjadi putus asa dan kembali ke mari, dan sejak itu aku tidak
pernah meninggalkan biara ini."
Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "sin Ni, bolehkah aku tahu namanya?"
"Dia bernama Tio Po Thian, pemilik Hong Hoang Leng." It sim sin Ni memberitahukan "Kini
muncul kembali Hong Hoang Leng itu...."
"Omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Maka engkau menduga dia muncul lagi" Kira-kira begitu
dugaanmu, kan?"
"Ya." It sim sin Ni mengangguk.
"Aaakh...." Tayli Lo Ceng menghela nafas. "Kalau dia adalah Tio Pe Thian, aku harus
menjernihkan kesalahpahaman itu."
"Terima kasih, Lo Ceng Tapi itu telah berlalu." It sim sin NI menggeleng-gelengkan kepala. "Aku
menduga, kalau bukan dia, pasti anak-anakku."
"Ohya, bolehkah aku tahu nama anak-anakmu?"
"Mereka bernama Tio Tay Seng dan Tio It seng," ujar It sim sin Ni dan menambahkan. "Yang
sulung mungkin sudah berusia tujuh puluhan, yang bungsu berusia sekitar enam puluh lima."
"Aku akan pergi mencari mereka, lalu membawa mereka ke mari menemuimu." ujar Tayli Lo
Ceng sungguh-sungguh.
"Terima kasih, Lo Ceng" ucap It sim sin Ni.
"Sin Ni, aku mohon diri sampaijumpa" Tayli Lo Ceng melangkah pergi, sedangkan It sim sin Ni
menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang.
Bab 64 Thian Liong Kiam Khek (Pendekar Pedang Naga Khayangan)
Seorang pemuda tampan berjalan menuju kota Lam Teng. Pada punggungnya tampak
bergantung sebuah buntalan dan sebatang pedang. siapa pemuda itu, ternyata Lie Man chiu, murid
Tayli Lo Ceng. Ketika Lie Man chiu berjalan perlahan sambil menikmati keindahan alam, mendadak ia berhenti
dan keningnya tampak berkerut, karena sayup,sayup terdengar suara teriakan wanita minta tolong.
la melesat ke sebuah rimba di pinggir jalan, lalu naik ke sebuah pohon sekaligus memandang ke
arah suara teriakan.
Tampak belasan orang sedang mengerumuni seorang wanita sambil tertawa-tawa. Sementara
wanita itu ketakutan, tiba-tiba salah seorang memeluknya dari belakang.
"Jangan melawan Baik-baiklah melayani kami" ujar orang itu sambil tertawa, kemudian mulai
membuka baju wanita itu.
"Jangan jangan...." Wanita itu meronta-ronta. "Tolong Tolong..."
"Percuma engkau berteriak minta tolong Ha ha ha..." orang itu tertawa gelak dan mulai
memegang payudara wanita itu.
"Ha ha ha" Yang lain pun ikut tertawa, bahkan diantaranya mulai mendekati wanita itu, lalu
menggerayangi sekujur tubuhnya.
"Tolong Tolong..." Wanita itu terus menrjerit-jerit. "Tolong..."
"Ha ha ha Percuma engkau berteriak Lebih baik engkau melayani kami...."
"Berhenti" Terdengar suara bentakan yang mengguntur, kemudian melayang turun seseorang.
Belasan orang itu terkejut, lalu memandang orang yang baru melayang turun dari pohon, yang
tidak lain Lie Man chiu. la menatap mereka dengan dingin sekali.
"Siapa engkau?" bentak belasan orang itu.
"Aku Thian Liong Kiam Kheks sahut Lie Man chiu lalu membentak sengit. "siapa kalian?"
"Lihatlah tulisan ini" sahut salah seorang dari mereka sambil menunjuk bajunya sendiri, dengan
dada terangkat sedikit.
"Bu Tek" Lie Man chiu membacanya. "Oooh Ternyata kalian anggota Bu Tek Pay"
"Engkau sudah tahu, maka cepat- cepatlah enyah dari sini" bentak salah seorang anggota Bu
Tek Pay "Kalau tidak...."
"Kalian mau turun tangan membunuhku, kan?" tanya Lie Man Chiu sambil tertawa dingin.
"Siauhiap. tolonglah aku" ujar wanita itu. "Mereka... mereka ingin memperkosaku."
"Tenang Aku pasti menolongmu," sahut Lie Man Chiu.
"Engkau mau menolong wanita itu?" tanya salah seorang anggota Bu Tek Pay dan
menambahkan. "Siapa berani menantang Bu Tek Pay pasti mampus"
"Siapa berani menentangku, juga harus mati" sahut Lie Man Chiu sambil menghunus pedang
pusaka Naga Kahyangan yang bergantung di punggungnya. "Hari ini kalian semua harus mati di
tanganku" "Kawan-kawan Mari kita serang dia" seru salah seorang anggota Bu Tek Pay dan langsung
menyerang Lie Man chiu dengan golok. kawan-kawannya pun ikut menyerang.
Lie Man chiu bersiul panjang. Mendadak badannya melesat ke atas, lalu berjungkir balik ke
bawah sekaligus menggerakkan pedangnya. Ternyata ia balas menyerang dengan jurus Thian Liong
Jip Hai (Naga Kahyangan Masuk Ke Laut). Trang Trang Trang
"Aaaakh Aaaakh Aaaakh..."
Terdengar suara benturan senjata dan suara jeritan yang menyayat hati. Beberapa anggota Bu
Tek Pay telah roboh tak bernyawa.
Lie Man chiu tidak diam sampai di situ. la bersiul panjang lagi sambil menyerang mereka dengan
jurus Thian Liong cioh Cu (Naga Khayangan Merebut Mutiara), pedang pusaka Naga Khayangan itu
berkelebat ke sana ke mari.
"Aaakh Aaaakh Aaaakh..." terdengar lagi suara jeritan yang menyayat hati. Ternyata sisa
anggota Bu Tek Pay terkapar bermandi darah dan nyawa mereka pun melayang.
"Hmm" dengus Lie Man chiu sambil memandang mayat-mayat itu, kemudian berkata kepada
wanita tersebut. "Cepatlah engkau pulang, sebarkan berita bahwa Thian Liong Kiam Khek
membunuh mereka"
"Terima kasih, siauhiap" ucap wanita itu. "Aku pasti menyebarkan berita tentang ini."
Lie Man chiu manggut-manggut lalu mendadak melesat pergi, dan wanita itu pun segera
meninggalkan tempat tersebut.
Lie Man Chiu sudah memasuki kota Lam Teng, lalu singgah di sebuah kedai untuk mengisi perut.
la memesan sup sapi dan sepoci arak. Pelayan segera menyuguhkannya, kemudian berbisik. "Tuan
bukan orang kota ini, kan?"
"Ya. Kenapa?"
"Apabila muncul anggota-anggota Bu Tek Pay, Tuan jangan memandang mereka." pesan
pelayan itu. "Lho?" Lie Man chiu heran. "Memangnya kenapa?"
"Aaakh" Pelayan itu menghela nafas. "Anggota-anggota Bu Tek Pay sangat kejam. Kalau
tersinggung lantaran Tuan memandang, mereka pasti membunuh Tuan"
Lie Man chiu tersenyum. "Terima kasih atas peringatanmu, tapi aku memang berharap
kemunculan mereka."
"Haah?" Wajah pelayan itu langsung memucat. "Apakah Tuan teman Bu Tek Pay?"
"Bukan." Lie Man chiu tersenyum lagi. "Aku menunggu kemunculan mereka karena ingin
membasmi mereka."
"Apa?" pelayan itu terbelalak. "Tuan jangan bergurau, itu bahaya sekali lho"
"Sebelum memasuki kota ini, aku telah membunuh belasan anggota Bu Tek Pay yang mau
memperkosa seorang wanita." Lie Man chiu memberitahukan, lalu mulai bersantap. Pelayan itu
meninggalkannya, lalu menghampiri majikannya yang duduk di tempat kas.
"Tuan besar, akan ada tontonan menarik," bisiknya.
"Maksudmu?" tanya majikan itu.
"Pemuda itu...." Pelayan tersebut menunjuk ke arah Lie Man chiu. "Dia sedang menunggu
kemunculan anggota-anggota Bu Tek Pay."
"Apa?" Terkejut majikan itu "Dia teman Bu Tek Pay?"
"Bukan, dia malah ingin memberantas mereka." Pelayan itu memberitahukan. "Sebelum
memasuki kota, dia telah membunuh belasan anggota Bu Tek Pay."
Wajah majikan itu berseri. "Tapi kalau dia berkelahi di sini, kedai ini pasti hancur."
"Tidak jadi masalah." Pelayan itu tersenyum. "Aku bersedia dipotong gaji sampai setahun."
Majikan itu tertawa. "Tidak jadi masalah kedaiku hancur, asal pemuda itu bisa membunuh
mereka. Bahkan... aku akan menaikkan gajimu mulai bulan ini."
"Tidak usah Lebih baik potong gajiku"
"Malah akan kunaikkan gajimu." Tiba-tiba wajah majikan itu berubah seraya berbisik. "Tuh
Mereka sudah datang."
"Bagus Bagus" Pelayan itu tertawa gembira, lalu menghampiri Lie Man chiu dan berbisik,
"Anggota-anggota Bu Tek Pay sudah ke mari."
Lie Man chiu manggut-manggut. "Tolong beritahukan kepada mereka, bahwa aku Thian Liong
Kiam Khek"
"Ya." Pelayan itu mengangguk. lalu menghampiri para anggota Bu Tek Pay itu sambil
membungkuk-bungkukkan badannya. "Tuan-tuan...."
"Cepat sediakan makanan yang lezat" sahut salah seorang anggota Bu Tek Pay dengan suara
lantang. "Tuan-tuan" bisik pelayan itu. "Tahukah kalian siapa pemuda yang duduk di sudut itu?"
"Tidak tahu. siapa dia?"
"Dia Thian Liong Kiam Khek."
"Apa?" Anggota Bu Tek Pay itu tampak terkejut, namun kemudian tertawa gelak. "Bagus Bagus
Kami memang sedang mencari dia, kebetulan dia berada di sini."
Pelayan itu segera meninggalkan mereka, kemudian mendekati majikannya. "Tuan besar
Tontonan yang menarik akan segera dimulai." bisiknya.
"Mudah-mudahan pemuda itu dapat membunuh mereka" sahut majikan itu dengan wajah
tegang. Belasan anggota Bu Tek Pay menghampiri Lie Man Chiu, yang sedang meneguk arak.
"Hei" bentak salah seorang anggota Bu Tek Pay. "Engkaukah Thian Liong Kiam Khek?"
Lie Man Chiu tidak menyahut, melainkan malah menyiram anggota Bu Tek Pay itu dengan arak
sambil tertawa dingin. "Jangan membentak-bentak, aku tidak senang"
"Engkau...." Anggota Bu Tek Pay itu gusar bukan main.
"Mau bertarung ya?" Lie Man chiu tertawa dingin lagi. "Jangan di sini, ayoh kita bertarung di
luar" Lie Man chiu berjalan ke luar, belasan anggota Bu Tek Pay mengikutinya. Pelayan dan majikan
kedai itu juga tidak mau ketinggalan, mereka berdua pun ikut keluar.
"Kedaiku tidakjadi hancur, sebab mereka akan bertarung di luar." bisik majikan itu dan
menambahkan. "Kalau pemuda itu dapat membunuh mereka semua, aku pasti memberikanmu lima
tael perak."
"Terima kasih, Tuan besar" sahut si pelayan. "Namun lima tael perak itu akan kugunakan untuk
mentraktir pemuda itu."
Mereka berdua terus berbisik-bisik, sedangkan belasan anggota Bu Tek Pay itu sudah
mengepung Lie Man chiu.
"Engkau yang membunuh kawan-kawan kami di rimba itu?" tanya salah seorang anggota Bu Tek
Pay. "Benar" Lie Man Chiu mengangguk.
"Hm Kalau begitu, bersiap-siaplah engkau untuk mampus" bentak anggota Bu Tek Pay itu.
"Hari ini kalian yang harus mampus" sahut Lie Man Chiu dingin sambil menghunus Thian Liong
Po Kiam. "Serang" Terdengar suara seruan, dan seketika juga tampak belasan senjata mengarah ke Lie
Man chiu. Lie Man chiu bersiul panjang, kemudian badannya melesat ke atas sekaligus berjungkir balik ke
bawah sambil menangkis dan balas menyerang, itulah jurus Thian Liong Jip Hai (Naga Kha-yangan
Masuk Ke Laut).
"Trang Trang Trang..." Terdengar suara benturan senjata, yang disusul oleh suara jeritan yang
menyayat hati. "Aaaakh Aaaakh Aaaaaak..."
Tujuh orang telah terkapar dengan tubuh berlumuran darah.
"Satu, dua tiga... tujuh. sudah tujuh orang mati. Masih tersisa... enam orang." ujar si pelayan,
yang sejak tadi mengintip pertarungan itu.
"Ha ha sungguh menyenangkan" Majikan kedai tertawa.
"Jangan tertawa, Tuan besar Kalau kedengaran mereka, kita bisa celaka." bisik si pelayan.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa engkau begitu goblok?" Majikan itu menggeleng-gelengkan kepala. "Mereka juga pasti
mati di bawah pedang pemuda itu. Bagaimana mungkin mereka mengurusi kita lagi?"
"Benar." Pelayan itu ikut tertawa. "Ha ha ha..."
Sementara Lie Man Chiu berdiri tegak di tempat sambil memandang anggota Bu Tek Pay yang
masih hidup itu dengan dingin. Mereka saling memandang lalu mendadak berlari kabur.
"Kalian tidak akan bisa kabur" bentak Lie Man Chiu sambil bergerak. mengeluarkan jurus Thian
Liong Pah Bwee (Naga Khayangan Mengibaskan Ekor). "Aaaakh Aaaakh..." Terdengar suara jeritan.
Enam orang sisa anggota Bu Tek Pay itu roboh dengan tubuh berlumuran darah, dan nyawa
mereka pun melayang seketika.
"Sudah beres." ujar pelayan itu. "Mereka semua sudah menjadi mayat."
"Nanti kita harus bersulang atas kematian anggota-anggota Bu Tek Pay itu." sahut majikan kedai
sambil tertawa gembira. "Ha ha ha"
Setelah membunuh belasan anggota Bu Tek Pay Li Man Chiu kembali ke kedai. si pelayan cepatcepat
menghampirinya, kemudian mengacungkan jempolnya ke hadapan Lie Man Chiu.
"Tuan sungguh hebat Hanya dua kali "Serrt", mereka semua mati" ujar si pelayan kagum.
"Oh ya, Tuan mau makan apa?"
"Aku sudah kenyang," sahut Lie Man chiu sambil tersenyum. "Aku mau membayar...."
"Tuan tidak usah membayar, pokoknya gratis"
"Kenapa gratis?"
"Karena Tuan telah membunuh mereka. Itu sungguh menggembirakan. Maka silakan Tuan
makan lagi, tidak usah membayar"
"Terima kasih" ucap Lie Man chiu. "Oh ya, di mana ada penginapan besar?" tanyanya.
"Penginapan An Lok." Pelayan itu memberitahukan. "Tak jauh dari sini, berada di sebelah
kanan." "Aku akan bermalam di penginapan itu. Kalau masih ada anggota Bu Tek Pay datang ke mari,
tolong beritahukan kepada mereka bahwa aku berada di penginapan itu"
"Ya." Pelayan itu mengangguk.
Lie Man chiu mengeluarkan lima tael perak. lalu diberikan kepada pelayan itu. "Uang perak ini
untukmu." "Eh" Tuan...." Pelayan itu ingin menolak, tapi Lie Man chiu sudah melangkah pergi. oleh karena
itu ia berdiri termangu-mangu di tempat.
"Kenapa engkau berdiri mematung di sini?" tanya majikannya sambil mendekatinya. "Dia berikan
aku lima tael perak dan berpesan...."
"Dia pesan apa?"
"Kalau masih ada anggota Bu Tek Pay ke mari, aku harus memberitahukan kepada mereka,
bahwa dia berada dipenginapan An Lok."
"Bagus Ha ha" Majikan kedai tertawa gembira. "Mudah-mudahan masih ada anggota Bu Tek Pay
muncul di sini"
Dapat dibayangkan betapa gusarnya Bu Lim sam Mo ketika menerima laporan tentang kejadian
itu, bahkan Tang Hai Lo Mo memukul meja saking gusarnya.
"Kini muncul lagi Thian Liong Kiam Khek membunuh anggota-anggota kita. Sungguh
menjengkelkan" Kali ini Tang Hai Lo Mo tampak marah sekali.
"Ilmu pedangnya begitu hebat, siapa gurunya?" gumam Thian Mo.
Te Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Tempo hari muncul Tui Beng Li, lalu muncul Hong Hoang
Leng dan kini muncul pula Thian Liong Kiam Khek. Kelihatannya mereka sengaja menentang kita."
"Kini sudah waktunya kita turun tangan membunuh mereka," ujar Tang Hai Lo Mo.
"Sabar" sela siluman Kurus sambil mengerutkan kening. "Mereka berkepandaian begitu tinggi,
tentunya kepandaian guru-guru mereka jauh lebih tinggi. Karena itu, kita harus memperhatikan hai
tersebut."
"Benar." siluman Gemuk manggut-manggut. "Aku yakin mereka akan bergabung untuk melawan
kita." "Kalau begitu, kita harus segera membunuh mereka," ujar Tang Hai Lo Mo yang masih diliputi
kegusaran. "Tenang" ujar siluman Kurus dan menambahkan. "Jangan emosi Kita harus memikirkannya
dengan kepala dingin. Kalau mereka dan guru-guru mereka bergabung, tentu membahayakan kita."
"Benar." siluman Gemuk mengangguk. "sebab kekuatan inti Bu Tek Pay cuma terdiri dari kita
beberapa orang saja, maka hal ini perlu kita pikirkan bersama."
"Tidak salah." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Lalu apa rencana kita selanjutnya?"
"Begini..." sahut siluman Gemuk sungguh-sungguh. " Kekuatan inti Bu Tek Pay harus ditambah."
"Benar. Tapi...." Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening.
"Kalian pernah mendengar Lak Kui (Enam setan) dari luar perbatasan?" tanya siluman Gemuk
mendadak. "Kwan Gwa Lak Kui?" Bu Lim sam Mo terkejut.
"Ya." siluman Gemuk manggut-manggut.
"Mereka berkepandaian tinggi sekali. Lima puluh tahun lalu mereka pernah muncul di
Tionggoan. Tapi kemudian tiada kabar beritanya lagi, mungkin mereka kembali ke Kwan Gwa," ujar
Tang Hai Lo Mo.
"Benar. sejak saat itu mereka berenam tidak pernah memasuki daerah Tionggoan lagi." siluman
Kurus memberitahukan. "Kwan Gwa Lak Kui adalah teman baik kami, karena itu, kami akan pergi
menemui mereka."
"Oh?" Wajah Tang Hai Lo Mo tampak berseri. "Maksud Tetua mengajak mereka ke mari untuk
memperkuat Bu Tek Pay?"
"Benar. Kalau kami yang pergi mengajak mereka ke mari, mereka tentu tidak akan menolak."
sahut siluman Kurus sambil tertawa.
"Setelah mereka ke mari, barulah kita menyusun rencana untuk menghadapi Tui Beng Li, Hong
Hoang Leng dan Thian Liong Kiam Khek."
"Baik." Bu Lim sam Mo mengangguk.
"Sebelum kami kembali bersama Kwan Gwa Lak Kui, janganlah kalian sembarangan bertindak"
pesan siluman Kurus.
"Ya." Bu Lim sam Mo mengangguk, kemudian Thian Mo bertanya. "Kapan kalian berangkat?"
"Besok pagi," sahut Kwan Gwa siang Koay pasti, " ingat, sebelum kami kembali, kalian jangan
bertindak"
"Ya." Bu Lim sam Mo mengangguk.
Keesokan harinya, Kwan Gwa siang Koay berangkat secara diam-diam. Yang tahu
keberangkatan mereka Bu Lim sam Mo, Ang Bin sat sin, Liu siauw Kun dan Takara Yahatsu, ketua
aliran Ninja. Di dalam markas pusat Kay Pang, terdengarlah suara tawa terbahak-bahak. Ternyata suara tawa
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong. sedangkan Lim Ceng Im diam
saja, tidak ikut tertawa.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay terus tertawa hingga badannya bergoyang-goyang. "Tak disangka
sama sekali, kini muncul lagi Thian Liong Kiam Khek dan memberantas anggota-anggota Bu Tek
Pay, Aku yakin Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay pasti marah besar kali ini."
"Benar." Kim siauw suseng manggut-manggut. "sebab Bu Tek Pay telah menyatakan, siapa
berani menentang, pasti dibunuh. Namun mareka belum membunuh Tai Beng Li, pemilik Hong
Hoang Leng dan Thian Liong Kiam Khek. sebaliknya mereka malah kehilangan banyak anggota."
"Ha ha" Tai HUn Lojin tertawa. "Itu merupakan pukulan ketiga bagi Bu Lim sam Mo dan Kwan
Gwa siang Koay."
"Heran" gumam Lim Peng Hang. "siapa sebenarnya Thian Liong Kiam Khek itu" Kenapa dia juga
memusuhi Bu Tek Pay?"
"Memang mengherankan," Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kemala. "Kita sama sekali
tidak tahu siapa mereka."
"Yang jelas mereka berada dipihak golongan putih," sahut sam Gansin Kay dan menambahkan.
"Aku yakin mereka akan bergabung melawan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay."
"Walaupun bergabung, mereka tetap tidak akan bisa melawan Bu Lim sam Mo dan Kan Gwa
siang Koay." ujar Kim sia uw suseng.
"Tidak salah." sam Gan sin Kay tersenyum. "Tapi jangan lupa satu hal lho"
"Hal apa?" tanya Kim siauw suseng heran.
"Mereka pasti mempunyai guru, dan tidak mungkin guru mereka diam saja, bukan?" sahut sam
Gan sin Kay. "Aku tidak habis pikir, siapa guru-guru mereka?" Kim siauw suseng menghela nafas.
"Pemilik Hong Hoang Leng pasti berasal dari Hong Hoang To, pulau yang misterius itu," sahut
sam Gan sin Kay. "Lalu guru Tui Beng Li dan guru Thian Liong Kiam Khek...."
"Sulit diduga siapa guru mereka." Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kepala. "Dalam
rimba persilatan kini, siapa yang berkepandaian setingkat dengan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa
siang Koay?"
Bagian 37 "Kita justru tidak tahu," sahut Tui Hun Lojin. "Yang sangat terkenal adalah It ceng, Ji Khie dan
sam Mo. It ceng telah mati, sedangkan Ji Khie tak berkutik. Lalu masih ada siapa yang
berkepandaian setingkat dengan Sam Mo dan Siang Koay?"
"Apa-apaan nih" sela Lim ceng Im mendadak dengan wajah tidak senang. "cuma memikirkan
orang lain, sama sekali tidak mau memikirkan Kakak Hiong"
"Nak" ujar Lim Peng Hang menghiburnya. "Tenanglah Tidak lama lagi Cie Hiong pasti kembali."
"Beberapa bulan lalu. Ayah mengatakan demikian. Sekarang juga mengatakan demikian Aku
sudah bosan mendengarnya" sahut Lim ceng Im dengan wajah murung.
"ceng Im" Sam Gan sin Kay menatapnya. "Kami juga memikirkan Cie Hiong. Kalau dia sudah
sembuh, dia pasti kembali. Kenapa engkau jadi bersungut-sungut terhadap kami?"
"Kakek...." Mata Lim ceng Im mulai basah. "Aku...."
"ceng Im, engkau harus tenang dan tetap sabar" ujar Kim Siauw Suseng lembut. "Aku punya
firasat, tidak lama lagi Cie Hiong pasti kembali. Percayalah"
"Kakak Hiong...." Air mata Lim ceng Im mulai meleleh dan bergumam. "Kenapa aku dan Kakak
Hiong selalu berpisah" Kenapa...?"
"Nak" Lim Peng IHang menghampirinya, kemudian membelainya seraya berkata. "Sabarlah Cie
Hiong pasti kembali."
"Tapi...." Lim Ceng Im terisak-isak. "Aku...."
Lim Ceng Im berlari ke dalam. Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela
nafas panjang, lalu duduk kembali dengan wajah murung.
Mendadak masuk sai Pi Lo Kay. Pengemis lua ilu memberi hormat lalu melapar dengan wajah
serius. "Salah seorang anggota kita melihat Kwan Gwa siang Koay pergi, maka segera memberitahukan
padaku. " "Apa?" sam Gan sin Kay tertegun. Begitu pula yang lain. "Kwan Gwa siang Koay pergi ke mana?"
"Entahlah." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala.
"Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Engkau boleh kembali ke tempatmu untuk
beristirahat."
"Terima kasih, Pangcu" ucap sai Pi Lo Kay lalu meninggalkan ruang itu.
"Apa sebabnya Kwan Gwa siang Koay meninggalkan markas?" gumam sam Gan sin Kay sambil
mengerutkan kening.
"Aku yakin, dia pasti kembali ke Kwan Gwa," sahut Kim siauw suseng.
"Kenapa dia kembali ke Kwan Gwa?" tanya Tui Hun Lojin dengan kening berkerut-kerut.
"Mungkin...." Kim siauw suseng berpikir sejenak. " untuk mencari bantuan"
"Mencari bantuan?" sam Gan sin Kay menatapnya. "Maksudmu?"
"Untuk memperkuat Bu Tek Pay." Kim siauw suseng menjelaskan. "Mereka khawatir guru Tui
Heng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pihak pulau Hong Hoang To akan bergabung melawan mereka.
Maka Kwan Gwa siang Koay kembali ke Kwan Gwa untuk mencari bantuan."
"Masuk akal." sam Gan sin Kay manggut-manggut. " Entah siapa yang akan mereka undang?"
"Selain Kwan Gwa siang Koay, siapa yang berkepandaian tinggi di Kwan Gwa?" tanya Kim siauw
suseng. Sam Gan sin Kay dan Tui Hun Lojin terus berpikir, kemudian mendadak Sam Gan sin Kay
berseru kaget. "Mungkinkah mereka yang akan diundang?"
"Siapa?" tanya Kim siauw suseng dan Tui Hun Lojin serentak.
"Kwan Gwa Lak Kui," sahut sam Gan sin Kay.
"Haaah..." Kim siauw suseng dan Tui Hun Lojin tampak terkejut. "Kwan Gwa Lak Kui (Enam
setan Liar perbatasan)?"
"Kuduga mereka yang akan diundang," sahut sam Gan sin Kay sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Tentunya kalian tahu bagaimana kepandaian Kwan Gwa Lak Kui?"
"Kepandaian mereka berenam setingkat dengan kepandaian Kwan Gwa siang Koay, bahkan
sangat kejam." sahut Kim siauw suseng dan menambahkan. "Kalau tidak salah, mereka pernah
muncul di Tionggoan lima puluh tahun lalu. Kepandaian mereka memang tinggi sekali. Kalau
mereka bergabung dengan Bu Lim sam Mo, siapa yang mampu melawan mereka?"
"Celaka" sam Gan sin Kay menghela nafas.
"Memang sudah celaka," sahut Kim siauw suseng sambil tertawa. "Ditambah celaka lagi, juga
tidak menjadi masalah."
"Engkau yang tidak menjadi masalah" ujar Sam Gan Sin Kay sambil melotot. "Dasar sastrawan
sialan sama sekali tidak memikirkan Cie Hiong, bagaimana mungkin dia melawan Bu Lim sam Mo,
Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui."
"Iya, ya?" Kim siauw suseng mengerutkan kening. "Itu... itu bagaimana?"
"Tenanglah" sahut Tui Hun Lojin. "Apakah kalian telah melupakan guru-guru Tui Beng Li dan
Thian Liong Kiam Khek serta pihak pulau Hong Hoang To?"
"Benar." sam Gan sin Kay tertawa. "Aku yakin mereka pasti akan bantu Cie Hiong. Mungkin
mereka akan bergabung."
"Diam Jangan tertawa" bentak Kim siauw suseng.
"Lho" Kenapa?" sam Gan sin Kay heran. " Kenapa marah-marah"
"Tadi ketika aku tertawa, engkau melotot. Maka kini engkau tertawa, aku harus marah-marah,"
sahut Kim siauw suseng, tapi kemudian tertawa.
Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiongcuma saling memandang, lalu menggeleng-gelengkan
kepala. Sementara itu, Tio Cie Hiong terus berlatih di atas batu dingin agar lweekangnya pulih. setelah
makan buah Kiu Yap Ling che, Tio Cie Hiong mulai menghimpun lweekangnya di atas batu dingin
itu. Ia terus menghimpun lweekangnya dengan penuh semangat, akhirnya berhasil sehingga merasa
gembira sekali.
"Kauw heng" Tio Cie Hiong memeluk monyet bulu putih itu erat-erat. "Aku telah berhasil
menghimpun Iweekangku, bahkan tulang punggungku telah bersambung kembali."
Monyet bulu putih bercuit-cuit, kelihatannya girang bukan main. Tio Cie Hiong membelainya
dengan penuh kasih sayang, karena ia betul-betul telah berhutang budi pada monyet itu
"Kauw heng, mungkin dua tiga bulan lagi setelah kepandaianku pulih seperti sedia kala, aku
akan meninggalkan goa ini."
Mendadak monyet bulu putih menatapnya tajam, kemudian bercuit-cuit lagi seakan
memberitahukan sesuatu kepada Tio Cie Hiong.
"Oooh" Tio Cie Hiong tersenyum. " Eng kau menagih janjiku, kan?" Monyet bulu putih manggutmanggut.
"Jangan khawatir, Kauw heng" Tio Cie Hiong membelainya lagi. "Aku pasti membawamu,
sebaBengkau pun bisa bantu aku memberantas para penjahat."
Monyet itu bercuit-cuit, kemudian meloncal turun dari pelukan Tio Cie Hiong, dan menggerakkan
sepasang tangannya.
"Ha ha ha" Tio Cie Hiong tertawa gelak. "Aku tahu, engkau juga memiliki kepandaian tinggi."
Sementara monyet bulu putih terus menggerakkan sepasang tangannya, lalu memukul ke arah
sebuah batu yang berukuran cukup besar. Blaaammm Batu itu hancur lebur.
"Haaah?" Tio Cie Hiong terbelalak. la tidak menduga kalau monyet bulu putih itu memiliki
Iweekang yang begitu dalam, gerakan-gerakan sepasang tangannya juga bukan main lihaynya.
Setelah memukul batu, monyet bulu putih membalikkan badannya sambil bercuit-cuit, dan
tampak bangga sekali.
"Kauw heng" Tio Cie Hiong bertepuk tangan. " engkau sungguh hebat Ayoh, perlihatkan lagi
kepandaianmu"
Monyet bulu putih manggut-manggut. lalu mulai ia bergerak.
Tio Cie Hiong terbelalak menyaksikannya, sebab ia tidak pernah melihat monyet bulu putih
bergerak seperti itu.
Karena tertarik. maka sudah barang tentu Tio Cic Hiong menyaksikannya dengan penuh
perhatian. Berselang beberapa saat kemudian, barulah monyet bulu putih menghentikan
gerakannya. "Bukan main" seru Tio Cic Hiong kagum. "Itu merupakan ilmu pukulan tingkat tinggi. Kauw
heng, engkau sungguh luar biasa"
Monyet bulu putih bercuit-cuit melirik Tio Cie Hiong, kelihatan bangga sekali karena dipuji.
"Engkau menyuruhku meniru gerakan-gerakanmu itu?" tanya Tio Cie Hiong. Monyet bulu putih
manggut-manggut.
"Baiklah." Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku akan mencoba meniru gerakan-gerakanmu itu."
Tio Cie Hiong mulai bergerak. dan monyet bulu putih terus memandang dengan penuh
perhatian. Kalau ada kekeliruan, monyet bulu putih pasti bercuit-cuit, lalu bergerak seakan memberi
petunjuk. Akhirnya Tio Cie Hiong berhasil mempelajari ilmu pukulan itu, dan monyet bulu putih
berjingkrak-jingkrak saking girangnya. "Kauw heng, ilmu pukulan apakah itu?" tanya Tio Cie Hiong.
Monyet bulu putih diam saja, kemudian menggaruk-garuk kepala sambil memandang Tio Cie
Hiong. "Apakah engkau juga tidak tahu?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum. Monyet bulu pulih
manggut-manggut.
"Kalau begitu...." Tio Cie Hiong berpikir sejenak. "Akan kunamai Kan Kun ciang Hoat (Ilmu
Pukulan Alam semesta), sebab agak mirip Kan Kun Taylo ciang Hoat yang terdiri dari tiga jurus."
Monyet bulu putih bertepuk-tepuk tangan sambil bercuit-cuit, kelihatannya gembira sekali.
Mungkin ilmu pukulan itu memang Kan Kun ciang Hoat.
"Kauw heng, aku masih harus melatih lwee-kangku. Kalau sudah pulih seperti sedia kala, kita
akan meninggalkan goa ini."
Bab 65 Kwan Gwa Lak Kui (Enam Setan Liar Perbatasan)
Kwan Gwa siang Koay telah kembali ke markas Bu Tek Pay bersama Kwan Gwa Lak Kui.
Tentunya sangat menggembirakan Bu Lim sam Mo, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun, begitu pula
Takara Yahatsu yang masih tinggal di markas tersebut. "Selamat datang, Lak Kui" ucap Tang Hai Lo
Mo tertawa. "Selamat bertemu" sahut Kwan Gwa Lak Kui serentak sambil tertawa. Mereka berenam adalah
Tok Gan Kui (setan Mata satu), Tiau Am Kui (setan Gantung Leher), Bu Ceng Kui (setan Tanpa
Perasaan), ok sim Kui (setan Hati Jahat), Toa Thau Kui (setan Kepala Besar) dan ciak Bin Kui (setan
Muka Hijau). Wajah mereka seram sekali, maka tidak heran kalau dijuluki Enam setan.
"Silakan duduk" ucap Bu Lim sam Mo.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terimakasih" sahut Kwan Gwa Lak Kui lalu duduk.
Seketika beberapa anggota Bu Tek Pay segera menyuguhkan berbagai macam hidangan dan
minuman. "Ha ha ha" Kwan Gwa siang Koay tertawa gembira. "Lak Kui, mari kita makan dan minum"
"Ha ha ha" Tiau Am Kui tertawa gelak. "Mari kita bersulang, setelah itu barulah kita makan"
"Mari" sahut Kwan Gwa siang Koay, Bu Lim sam Mo dan Ang Bin sat sin.
Mereka bersulang, kemudian barulah bersantap sambil tertawa ria seusai bersantap. mereka
bercakap-cakap.
"Siang Koay mengundang kami ke mari," ujar Tiau Am Kui memberitahukan. "Katanya kami
berenam akan hidup senang di sini seperti mereka berdua, sebab kedudukan mereka di sini sebagai
Tetua Bu Tek Pay. Karena itu, aku ingin bertanya, kenapa kami diundang ke mari?"
"Ha ha ha" siluman Kurus tertawa. "Tentunya untuk hidup senang dan memperkuat Bu Tek Pay"
Tiau Am Kui manggut-manggut. " Kalau begitu, apa kedudukan kami di sini?"
"Tentunya sebagai Tetua Bu Tek Pay." siluman Gemuk memberitahukan sambil tertawa.
"Bagaimana" Apakah kalian setuju?"
"Setuju." Kwan Gwa Lak Kui mengangguk, kemudian Bu Ceng Kui bertanya dengan serius.
"Apakah Bu Tek Pay sedang menghadapi musuh tangguh?"
"Sebetulnya hanya bersiap-siap saja," sahut Tang Hai Lo Mo dan melanjutkan. "Belum lama ini
telah muncul beberapa orang menentang Bu Tek Pay."
"Siapa mereka?" tanya Toa Thau Kui.
"Mereka Tui Beng Li, pemilik Hong Hoang Leng dan Thian Liong Kiam Khek." sahut Tang Hai Lo
Mo. "Hong Hoang Leng?" Kwan Gwa Lak Kui tampak agak terkejut. "Jadi Hong Hoang Leng sudah
muncul lagi?"
"Ya." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "oleh karena itu, Bu Tek Pay harus bersiap-siap menghadapi
guru-guru mereka."
"Siapa guru-guru Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek?" tanya Tok Gan Kui sambil meneguk
araknya. "Kami belum tahu," jawab siluman Kurus. "Tapi mereka berdua berkepandaian hingga, bahkan
telah membunuh anggota-anggota kita."
"oh?" Tok Gan Kui mengerutkan kening, lalu memandang Kwan Gwa siang Koay seraya
bertanya. "Kenapa kalian belum bunuh mereka?"
"Kami tidak tahu mereka bersembunyi di mana, maka sulit mencari mereka," sahut siluman
Kurus. "Bagaimana menurut kalian?" tanya siluman Gemuk. "Apakah kalian punya ide?"
"Anggota yang berkepandaian rendah, tentu sulit melawan mereka," sahut Tiau Am Kui sambil
mengerutkan kening. " Karena itu, kita harus mengutus anggota yang berkepandaian tinggi untuk
membunuh mereka."
"Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut dan menambahkan. " Kalau begitu, mulai sekarang
aku akan memerintah anggota-anggota yang berkepandaian tinggi agar membunuh Tui Beng Li,
Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng."
Tiau Am Kui manggut-manggut. " Kalau anggota-anggota itu masih tidak dapat membunuh
mereka, barulah kita turun tangan."
"Benar." siluman Gemuk mengangguk. "Nah, sekarang kita kesampingkan dulu urusan ini Mari
kita menyaksikan tarian-tarian yang menarik"
Tang Hai Lo Mo segera bertepuk tangan tiga kali, tak lama muncullah para pemain musik dan
penari yang cantik. seketika Kwan Gwa Lak Kui melotot saking terpesona.
"Ha ha ha" siluman gemuk tertawa terbahak-bahak. "Kalian berenam boleh memilih para penari
itu. Malam ini mereka pasti memuaskan kalian. Ha ha ha..."
"Bagus" Kwan Gwa Lak Kui juga tertawa gelak. "sungguh menyenangkan sungguh
menyenangkan"
Kini kepandaian Tio Cie Hiong telah pulih seperti sedia kala. Karena gembiranya pemuda itu
memeluk monyet bulu putih sambil berjingkrak-jingkrakan.
"Kauw heng Kepandaianku sudah pulih, hari ini kita akan meninggalkan goa Engkau gembira,
kan?" Monyet bulu putih manggut-manggut, lalu mendadak meloncat ke arah dinding yang berukir
gambar dan tulisan.
"Kauw Heng..." Tio Cie Hiong tercengang.
Monyet bulu putih bercuit-cuit, kemudian bergerak cepat memukul-mukul dinding goa. Tak
seberapa lama, gambar dan tulisan yang terukir di dinding goa telah berubah tak karuan.
Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Kauw heng, engkau memang pintar sekali. Ayoh, kita pergi"
Monyet bulu putih diam saja, kelihatannya sedang memikirkan sesuatu, lalu meloncat ke sudut
untuk mengambil sesuatu. setelah itu, ia kembali ke hadapan Tio Cie Hiong, sekaligus menyerahkan
sesuatu. Tio Cie Hiong menerimanya dan terbelalak, ternyata monyet itu memberikan sebuah kedok kulit
yang sangat halus.
"Kauw heng Apakah engkau menyuruhku memakai kedok kulit ini?"
Monyet bulu putih manggut-manggut. Tio Cie Hiong tertawa gembira seraya berkata.
"Benar. Aku harus memakai kedok kulit ini, sebab Tayli Lo Ceng memberitahukan kepadaku,
pihak Kay Pang telah menyiarkan berita, bahwa aku sudah mati. Aku memang harus memakai
kedok kulit ini, agar tidak dikenali orang lain, bahkan aku pun ingin membuat kejutan di markas
pusat Kay Pang. Adik Im pasti tidak mengenali aku. Ha ha ha..."
Sementara itu, di markas pusat Kay Pang sedang berlangsung pula pembicaraan serius,
berkaitan dengan Kwan Gwa Lak Kui yang telah tiba di markas Bu Tek Pay
" Kini Bu Tek Pay bertambah kuat," ujar Sam Gan Sin Kay sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"sebab Kwan Gwa Lak Kui telah berada di sana."
" Kalau begitu...." Kim siauw suseng mengerutkan kening. "Tui Beng Li, pemilik Hong Hoang
Leng dan Thian Liong Kiam Khek dalam keadaan bahaya."
"Benar." Tui Hun Lojin manggut-manggut. "Pihak Bu Tek Pay pasti berupaya membunuh
mereka." "Tidak apa-apa," ujar sam Gan sin Kay. "Aku yakin guru-guru mereka tidak akan tinggal diam."
"Tidak salah." Kim siauw suseng manggut-manggut. "Apabila pihak Bu Tek Pay mengutus orangorang
berkepandaian tinggi untuk membunuh mereka, tentunya guru-guru mereka pun bertindak."
"Yang kusayangkan...." Tui Hun Lojin menghela nafas. " Yakni Cie Hiong belum pulang. Kalau
dia sudah pulang, mungkin masih dapat mengatasi urusan tersebut."
"Benar." sam Gan sin Kay mengangguk. "Oh ya, di mana Ceng Im?"
"Dia menemani Nona Michiko di ruang bawah tanah," sahut Lim Peng Hang memberitahukan.
Saat ini, Lim Ceng Im memang sedang menemani Michiko Mereka berdua berbicara dengan
serius. "Adik Ceng Im, sudah sekian lama aku bersembunyi di dalam ruang ini. Tapi... Kakak Cie Hiong
masih belum kembali. Aku...."
Michiko menghela nafas panjang. "Rasanya aku sudah tidak betah....".
"Kakak Michiko" Lim Ceng Im menatapnya. "iar bagaimana pun engkau harus sabar, mungkin
tidak lama lagi Kakak Hiong akan kembali."
"Adik Ceng Im" Michiko tersenyum getir. "Dari tempo hari engkau mengatakan demikian, namun
buktinya Kakak Cie Hiong masih belum kembali. Adik Ceng Im, engkau tidak rindu kepadanya?"
"Kakak Michiko, aku...." mata Lim Ceng Im mulai basah. "Aku rindu sekali kepadanya."
"Aaakh..." Michiko menggeleng-gelengkan kepala. "setelah berhasil membunuh Takara Yahatsu
ketua aliran Ninja itu, aku pun akan segera pulang keJepang."
"Kakak Michiko..."
"Adik Ceng Im" Michiko menatapnya sambil tersenyum lembut. "Engkau sungguh bahagia,
punya calon suami yang begitu baik, setia dan sangat mencintaimu."
" Kakak Michiko Aku yakin engkau pasti akan bertemu pemuda yang seperti Kakak Hiong"
"Mudah-mudahan" sahut Michiko, kemudian melanjutkan. "Adik Ceng Im, apabila dalam waktu
dua bulan ini Kakak Cie Hiong masih belum kembali, aku akan pergi mencari Takara Yahatsu."
"Kakak Michiko" Lim Ceng Im menggelengkan kepala. "Engkau akan celaka kalau meninggalkan
ruang bawah tanah ini. Engkau sudah menunggu sekian lama, kenapa tidak bisa bersabar lagi?"
"Adik Ceng Im" Michiko menatapnya. "Aku tahu, engkau pun sudah tidak sabar lagi, bukan?"
"Memang." Lim Ceng Im mengangguk. "Tapi tetap harus menunggu, sebab aku yakin Kakak
Hiong pasti kembali."
"Aaakh..." Michiko menghela nafas panjang. "Di mana-mana sama, pasti ada orang baik dan
orang jahat. Kalian semua adalah orang baik, sedangkan Takara Yahatsu dan pihak Bu Tek Pay
adalah orang jahat...."
"Mereka berkuasa dan bersenang-senang, tetapi Kakak Hiong malah menderita." Lim Ceng Im
menggeleng-gelengkan kepala. "Sungguh kasihan Kakak Hiong"
"Adik Ceng Im" Michiko memegang bahunya seraya berkata. " Kalau Kakak Cie Hiong sudah
pulang, kalian pasti tidak akan berpisah lagi, percayalah"
Mereka berdua saling menghibur, berselang beberapa saat, barulah Lim Ceng Im meninggalkan
ruang bawah tanah menuju kamarnya.
Gadis itu duduk di pinggir tempat tidur sambil melamun, entah berapa lama kemudian,
bergumam. " Kakak Hiong, kapan engkau kembali" Ka-pan...." setelah bergumam, gadis itu membaringkan
dirinya di tempat tidur, dan isak tangisnya pun meledak.
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Lim Ceng Im duduk di ruang
dalam markas pusat Kay Pang dengan wajah murung, sementara malam semakin larut.
"Aaakh..." sam Gan sin Kay menghela nafas panjang. "seharusnya Cie Hiong sudah waktunya
kembali, tapi kenapa dia masih belum muncul?"
"Mungkinkah dia belum sembuh, maka belum kembali?" sahut Kim siauw suseng sambil
mengerutkan kening.
"Apakah orang yang membawa Cie Hiong pergi cuma menghibur kita?" sela Tui Hun Lojin.
"Padahal Cie Hiong akan cacat seumur hidup."
"Kalaupun cacat, dia harus kembali," sahut Lim Peng Hang dan menambahkan. "sebetulnya itu
tidakjadi masalah, yahg penting dia hidup,..."
"Ayah" ujar Lim Ceng Im terisak-isak. " Ketika dia dibawa pergi masih dalam keadaan luka
parah, siapa yang akan merawatnya" Jangan-jangan...."
"Nah, engkau jangan menduga yang bukan-bukan" ujar Lim Peng Hang. "Percayalah Tidak akan
terjadi suatu apa pun atas dirinya"
"Ayah" Air mata Lim Ceng Im mulai meleleh. "Aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu.
seandainya dia cacat, aku akan mengurusinya selama-lamanya...."
Disaat Lim Ceng Im mengucapkan demikian, mendadak berkelebat sosok bayangan ke dalam,
tentunya sangat mengejutkan mereka.
"siapa?" bentak Bu Lim Ji Khie serentak.
Tampak seorang lelaki berusia empat puluhan berdiri di tengah-tengah ruang itu. Dia berpakaian
putih dan seekor monyet berbulu putih duduk di bahunya.
Walau Bu Lim Ji Khie membentak, lelaki itu diam saja, hanya memandang Lim Ceng Im.
Mendadak monyet bulu putih itu bercuit-cuit, dan lelaki tersebut manggut-manggut.
Bu Lim Ji Khie dan Tui Hun Lojin langsung bangkit berdiri, kemudian menatap lelaki itu dengan
tajam. "Siapakah kau" Kenapa masuk ke mari?" tanya Kim siauw suseng membentak. "Ayoh Cepat
jawab" "Aku memang sengaja ke mari," sahut lelaki itu dengan suara serak.
"Ada urusan apa engkau sengaja ke mari?" tanya Sam Gan Sin Kay dan terus menatap lelaki itu
dengan penuh perhatian.
"Ingin menyampaikan sesuatu," jawab lelaki itu lalu bertanya. "Apakah Lim Ceng Im berada di
sini?" "Aku" sahut gadis itu. "Paman ingin menyampaikan sesuatu kepadaku?"
"Ya." Lelaki itu manggut-manggut. "Mengenai Tio Cie Hiong."
"Kakak Hiong" Di mana dia" Bagaimana keadaannya" Apakah lukanya sudah sembuh?" tanya
Lim Ceng Im bertubi-tubi.
"Dia... dia...." Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa dia?" tanya Lim Ceng Im tegang dan wajahnya sudah memucat. "Beritahukanlah
Kenapa dia?"
"Dia... dia sudah mati."
"Haaah?" Lim Ceng Im terhuyung-huyung, lalu terkulai pingsan.
Lim Peng Hang meloncat ke arahnya secepat kilat, lalu mengangkatnya. "Ceng Im Nak..."
panggilnya. Perlahan-lahan Lim Ceng Im membuka matanya, kemudian menangis gerung-gerungan dengan
air mata berderai-derai.
"Kapan... kapan Kakak Hiong mati?"
"Dua tahun yang lalu."
"Dia mati di mana?"
"Bukankah dia mati di sini?"
"Apa?" Lim Ceng Im melongo dan berhenti menangis. "Dia... dia mati di sini?"
"Ya." Lelaki itu mengangguk. sedangkan monyet bulu putih yang duduk di bahunya berjingkrakjingkrak
sambil bercuit-cuit.
Kemudian lelaki itu menambahkan. "Tapi kini dia sudah hidup kembali."
"Apa?" Lim Ceng Im terbelalak. " Kakak Hiong hidup kembali" Dia...."
"Engkaukah yang membawanya pergi dua la hun yang lalu?" tanya Lim Peng Hang mendadak
"Ya." Lelaki itu mengangguk.
"Kalau begitu, di mana dia sekarang?" tanya Lim Peng Hang.
"Dia berada di...."
Ucapan lelaki itu terputus, karena monyet bulu putih bercuit-cuit. la menunjuk Lim Ceng Im,
kemudian menunjuk lelaki tersebut sambil cengar-cengir.
Sementara sam Gan sin Kay dan Kim siauw suseng saling memandang, lalu manggut-manggut
dan tertawa terbahak-bahak.
Suara tawa itu membuat yang lainnya tercengang. Mereka memandang sam Gan sin Kay dan
Kim siauw suseng dengan kening berkerut-kerut. Kemudian Tui Hun Lojin pun turut tertawa gelak.
"Ha ha ha..."
"Eeeeh?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong terheran-heran.
"Sudah cukup, Cie Hiong Engkau jangan mempermainkan Ceng Im lagi" ujar sam Gan sin Kay.
"Kasihan dia"
"Kakak Hiong" Mana" Mana Kakak Hiong?" Lim Ceng Im menengok ke sana ke mari.
Monyet bulu putih bertepuk-tepuk tangan, sedangkan lelaki itu mengusap wajahnya sendiri.
"Aku di sini," katanya.
"Haaah?" Lim Ceng Im terkejut, karena mengenali suara itu. Kemudian ia memandang lelaki itu
dan berseru. "Kakak Hiong Kakak Hiong...."
"Adik Im" Ternyata lelaki itu Tio Cie Hiong. Tadi ia memakai kedok kulit pemberian monyet bulu
putih itu, maka wajahnya berubah menjadi wajah lelaki berusia empat puluhan.
"Kakak Hiong Kakak Hiong...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dadanya dengan air mata
berderai-derai. "Kakak Hiong...."
Mendadak monyet bulu putih menjulurkan tangannya membelai rambut Lim Ceng Im, sud
barang tentu membuat semua orang tertawa, tapi Lim Ceng Im tidak mengetahuinya, karena
mengira Tio Cie Hiong yang membelainya.
"Kakak Hiong jahat Kakak Hiong jahat" Tiba-tiba Lim Ceng Im memukul dada Tio Cie Hiong.
Monyet bulu putih bercuit-cuit lagi, kemudian mendadak menjewer telinga Lim Ceng Im.
"Kauw Heng, jangan bergurau" tegur Tio Cie Hiong. Monyet bulu putih bercuit-cuit lagi,
kemudian memandang Lim Ceng Im sambil menyengir.
"Mo... monyet" Lim Ceng Im melotot.
"Ha ha ha" Tio Cie Hieng tertawa dan membelainya. "Adik Im, maafkanlah aku Tadi aku ingin
membuat kejutan."
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im mendekap di dadanya lagi dan berbisik, "Mulai sekarang kita
tidak akan berpisah lagi."
"Cie Hiong" seru Sam Gan sin Kay sambil tertawa. "Duduklah Kalau mau dekap- mendekap di
dada, lebih baik nanti saja"
"Kakek pengemis...." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kakek konyol ah" Wajah Lim Ceng Im kemerah-merahan.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak- bahak. "Ha ha ha..."
"Kauw heng, mari kuperkenalkan" ujar Tio Cie Hiong. "Gadis ini calon isteriku, yang itu adalah
Sam Gan sin Kay, Kim Siauw Suseng, Tui Hun Lojin, Paman Gouw dan Paman Lim."
Monyet bulu putih terus manggut-manggut, sikapnya seperti tingkatan tua terhadap tingkatan
muda. "Dasar monyet tak tahu diri...." Caci Sam Gan Sin Kay "Lagaknya...."
Mendadak monyet bulu putih melesat ke arahnya. Scketika terdengar suara Took, kemudian
monyet itu kembali ke bahu Tio Cie Hiong.
"Ha a a h...?" Sam Gan Sin Kay mengusap-usap pipinya dengan mulut ternganga lebar. Ternyata
monyet bulu putih telah menamparnya. Yang membuatnya terkejut adalah gerakan monyet itu
begitu cepat sehingga ia tidak sempat menangkis.
"Kauw heng" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
Monyet bulu putih menunjuk Sam Gan sin Kay sambil bcrcuit-cuit, lalu menunjuk dirinya sendiri.
"Kauw heng" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kakek pengemis itu tidak tahu...."
"Monyet si..." Sebetulnya Sam Gan Sin Kay ingin menyebut monyet sialan, namun takut
ditampar lagi. "Cie Hiong Monyet itu bilang apa?"
"Dia bilang Kakek Pengemis berani kurang ajar terhadapnya," jawab Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin Kay melotot. "Monyet itu berani bilang aku kurang ajar?"
"Tahukah Kakek Pengemis berapa usia monyet ini?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Mana aku tahu?"
"Usia monyet bulu putih ini sudah hampir tiga ratus tahun."
"Apa?" sam Gan sin Kay terbelalak. " usianya sudah hampir tiga ratus tahun?"
"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk. "Tapi aku memanggilnya kauw heng."
"Ha ha ha..." Mendadak Kim siauw suseng tertawa terbahak-bahak hingga badannya bergoyanggoyang
. "Sastrawan sialan" sam Gan sin Kay terheran-heran. "Kenapa engkau tertawa hingga badanmu
bergoyang-goyang" Apa yang menggelikan?"
"Ha ha ha" Kim siauw suseng masih tertawa. "Baru kali ini aku menyaksikan orang ditampar
monyet." "Engkau...." sam Gan sin Kay melotot dan mendadak mengayunkan tangannya. Plaak Pipi Kim
siauw suseng kena tampar.
"Pengemis bau" Kim Siauw suseng mencak-mencak. " Engkau sudah gila ya" Kenapa engkau
menamparku" "


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Impas," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa. "Monyet itu menamparku, aku menamparmu.
Nah, impas kan?"
"Dasar pengemis bau" caci Kim siauw suseng.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im tersenyum-senyum. Monyet bulu putih pun bercuit-cuit.
"Kakak Hiong, mari kita duduk." ajak Lim Ceng Im. Tio Cie Hiong mengangguk lalu duduk. Lim
Ceng Im duduk di sebelahnya dengan wajah terus berseri.
"Oh ya" Tio Cie Hiong memandang Bu Lim Ji Khie seraya bertanya. "Kenapa kalian bisa
menebakku?"
"Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa. "Dari tanya jawab dan tatapan matamu terhadap Ceng Im.
Tatapan matamu penuh mengandung cinta kasih, maka aku bisa menebak meskipun engkau
memakai kedok kulit." Tlo Cie Hiong manggut-manggut.
" Kakak Hiong siapa yang bawa engkau pergi dan siapa yang menyembuhkanmu?" tanya Lim
Ceng Im. "Tayli Lo Ceng yang membawaku ke puncak Gunung Thian san, dan kauw heng ini yang
menyembuhkanku." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Selama ini kauw heng yang merawatku, dan memberiku makan semacam buah, kemudian
memberikanku buah Kiu Yap Ling che. Kalau tidak, aku pasti cacat seumur hidup. "
"oh?" Lim Ceng Im memandang monyet bulu putih, lalu memberi hormat. "Terimakasih, kauw
heng" Monyet bulu putih bercuit-cuit sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Hiong, kauw heng bilang apa?" tanya Lim Ceng Im.
"Dia bilang tidak usah berterima kasih," sahut Tio Cie Hiong, kemudian bertanya kepada Bu Lim
Ji Khie. "Bagaimana keadaan rimba persilatan sekarang?"
"Aaakh..." sam Gan sin Kay menghela nafas. "Telah dikuasai Bu Tek Pay, yang diketuai oleh Bu
Lim sam Mo"
"oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Kini Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui juga berada di markas Bu Tek Pay," ujar Kim siauw
suseng memberitahukan. "Mereka sebagai Tetua Bu Tek Pay."
"Bagaimana kepandaian Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui itu?" tanya Tio Cie Hiong, yang sama
sekali tidak tahu tentang mereka.
" Kepandaian mereka tinggi sekali," sahut sam Gan sin Kay dan menambahkan. "setingkat
dengan Bu Lim sam Mo."
" Kalau begitu...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Partai Bu Tek Pay kuat sekali."
"Benar." Kim siauw suseng manggut-manggut dan memberitahukan. "Tapi belum lama ini telah
muncul Tui Beng Li, Hong Hoang Leng dan Thian Liong Kiam Khek menentang Bu Tek Pay, dan
sudah banyak anggota Bu Tek Pay yang mati di tangan mereka."
"oh?" Tio Cie Hiong tertarik. "Siapa mereka?"
"Tidak jelas," sahut Kim siauw suseng. "Yang paling misterius adalah Hong Hoang Leng."
"Hong Hoang Leng?" Tio Cie Hiong semakin tertarik. "Apakah Hong Hoang Leng itu?"
"Hong Hoang Leng merupakan tanda maut bagi kaum golongan hitam." sum Gan sin Kay
memberitahukan. "Kira-kira tujuh puluh lima tahun lalu. Hong Hoang Leng pernah muncul,
sehingga membuat kaum golongan hitam kocar-kacir dan banyak yang mati terbunuh.
"Kali ini muncul lagi dan menentang Bu Tek Pay," sambung Kim siauw suseng. "sungguh
mengherankan."
"Siapa pemilik Hong Hoang Leng itu?"
"Tiada seorang pun yang tahu. Konon di laut Puk Hai terdapat sebuah pulau misterius, yakni
Pulau Hong Hoang To. Mungkin pemilik Hong Hoang Leng berasal dari pulau itu." sam Gan sin Kay
memberitahukan lagi. "salah satu markas cabang Bu Tek Pay telah diberantas oleh pemilik Hong
Hoang Leng."
"Kalau begitu, aku akan berusaha menemui mereka," ujar Tio Cie Hiong. "Lalu mengajak mereka
bergabung."
"Benar." sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Kini engkau sudah kembali, berarti sudah
waktunya memberantas Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui itu."
"Tapi jangan bertindak ceroboh, sebab mereka berkepandaian tinggi sekali" ujar Tio Cie Hiong. "
Amanat Marga 2 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Naga Naga Kecil 3
^