Pencarian

Kesatria Baju Putih 15

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 15


"Tidak" teriak Lim Ceng Im.
"Eh" Gadis cantik siapa kau?" tanya siluman Kurus. " Kenapa engkau berteriak-teriak?"
"Dia bernama Lim Ceng Im, putri kesayangan ketua Kay Pang." Tang Hai Lo Mo
memberitahukan.
"oooh" siluman Kurus manggut-manggut, kemudian menatap Lim Ceng Im seraya berkata. "
Untung kami tidak selera terhadap anak gadis yang belum matang. Kalau kami berselera, kami pasti
menyuruhmu melayani kami."
"Jangan menyahut, Nak" bisik Lim Peng Hang. Lim Ceng Im terpaksa diam. Padahal gadis itu
sudah gusar sekali.
"siang Koay Bagaimana cara kalian akan membuat Tio Cie Hiong menyerah?" tanyanya sam Gan
sin Kay sambil tertawa.
"Kami mempunyai akal," sahut siluman Kurus. "sampai waktunya kalian akan mengetahuinya.
He he he..."
"Pokoknya pasti sangat memuaskan kalian semua," sambung siluman Gemuk dan
menambahkan. " jadi kalian semua boleh tenang, karena tidak lama lagi kalian semua akan bebas."
"Terima kasih" ucap sam Gan sin Kay dengan hati mendongkol.
"siauw Kun" Tang Hai LoMo memberi perintah kepadanya. "Bawa mereka ke penjara lagi"
"Ya, Guru" Liu Siauw Kun segera membawa mereka kembali ke dalam penjara. Setelah pintu
penjara itu ditutup, Lim Ceng Im menangis ter-isak-isak dengan air mata berderai-derai.
"Mereka akan menggunakan akal apa menghadapi Kakak Hiong?"
"Tenang saja, Nak" ujar Lim Peng Hang. "Tentu cie Hiong tidak akan terjebak oleh akal busuk
mereka." "Menurutku...." Kim siauw suseng menghela nafas. "Tio Cie Hiong pasti menyerah kepada
mereka." " Kenapa?" tanya sam Gan sin Kay sambil mengerutkan kening.
" Karena dia pasti mementingkan kita. Mungkin...." Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan
kepala dan melanjutkan. "Dia akan mengorbankan dirinya demi kita semua."
"Tidak Tidak..." jerit Lim Ceng Im.
"Tenanglah, Nak" Lim Peng Hang memegang bahu gadis itu. "Kita lihat saja bagaimana
perkembangan selanjutnya."
"Aaaakh..." TUi Hun Lojin menarik nafas panjang. "Tidak disangka rimba persilatan akan
dikuasai oleh kaum iblis"
"omitohud" ucap Hui Khong Taysu dan menambahkan. "Itu pertanda kaum iblis akan musnah."
"Musnah kepalamu yang gundul" sahut sam Gan sin Kay. "Buktinya kita semua dikurung di sini.
Bahkan mereka akan menggunakan akal busuk menghadapi Tio Cie Hiong. Engkau kepala gundul
malah bilang yang tak masuk akal. Dasar kepala gundul"
"omitohud...." Hui Khong Taysu menghela nafas.
"omitohud kepalamu gundul" sahut sam Gan sin Kay lagi. "Kita semua boleh dikatakan telah
kehilangan Iweekang, tapi engkau...."
"Pengemis bau" tegur Kim siauw suseng. "sudahlah jangan terus berdebat dengan kepala
gundul itu Kita harus memikirkan cie Hiong"
"seandainya mereka menyuruh Tio Cie Hiong bunuh diri, apakah dia akan menurut?" tanya Lam
Kiong Hujin mendadak.
"Haaah..." Bu Lim Ji Khie tersentak. "Celaka"
" Kakak Hiong...." Lim Ceng Im mulai menangis lagi.
"Itu... itu...." Wajah sam Gan sin Kay memucat, sebab ia tahujelas bagaimana sifat Tio Cie
Hiong. Apabila Bu Lim sam Mo menyuruh Tio Cie Hiong membunuh diri, ia yakin Tio Cie Hiong pasti
menurut karena demi mereka semua.
"Pengemis bau" Kim siauw suseng mengerutkan kening. "Kita harus bagaimana agar cie Hiong
tidak menyerah kepada mereka?"
"Tiada jalan lain kecuali...." sam Gan sin Kay menghela nafas. "Kecuali kita semua bunuh diri
lebih dulu."
"Benar." Kim siauw suseng tertawa. "Mari kita bunuh diri bersama, agar cie Hiong tidak
menyerah kepada mereka"
"Gunakanlah akal sehat" sela Tui Hun Lojin. "Kalau Toan wie Kie dan Toan pit Lian juga ikut
bunuh diri, apa pula yang akan terjadi atas diri Toan Hong Ya" Dan juga kalau Lim Ceng Im mati,
tentu Cie Hiong pun tidak akan hidup lagi, bukan?"
"Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa. "sastrawan sialan, kenapa pikiran kita menjadi tidak karuan?"
" Engkau yang memulai, aku cuma ikut-ikutan saja," sahut Kim siauw suseng sambil tersenyum.
"sungguh tak disangka, Bu Lim Ji Khie yang sangat terkenal menjadi begini"
"Takdir Memang sudah merupakan takdir" sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Ada
benarnya juga apa yang dikatakan Hui Khong kepala gundul itu."
"omitohud Mudah-mudahan ini merupakan takdir yang baik" ucap Hui Khong Taysu.
"Kepala gundul Apakah takdir ada yang baik dan ada yang buruk?" tanya sam Gan sin Kay.
"Ya." Hui Khong Taysu mengangguk. " Itu tergantung dari perbuatan kita. Kalau kita tidak
pernah berbuat dosa, tentu akan memperoleh takdir yang baik."
sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Kalau begitu, apa yang akan terjadi atas diri Cie Hiong,
kita semua harus bersabar."
"Bagaimana kalau Kakak Hiong mati" Apakah aku juga harus bersabar?" tanya Lim Ceng Im
mendadak. "Itu... itu...." sam Gan sin Kay tergagap.
" omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Tio Cie Hiong tidak pernah membunuh orang, tentunya dia
tidak akan mati. Karena Thian (Tuhan) pasti melindunginya."
sementara itu, Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay dan lainnya sedang berunding serius,
merundingkan bagaimana caranya menghadapi Tio Cie Hiong.
"siang Koay, kita harus menggunakan akal apa untuk menghadapi Tio Cie Hiong?" tanya Tang
Hai Lo Mo. "Kita utus seseorang ke markas pusat Kay Pang menemui Tio Cie Hiong," sahut siluman Kurus.
"Memberitahukan kepadanya bahwa kita akan melepaskan Bu Lim Ji Khie dan lain-lainnya, tapi dia
harus menyerah pada kita tanpa melawan. Apabila dia berani melawan, maka kita akan membunuh
Bu Lim Ji Khie dan lain-lainnya. Nah sudah barang tentu dia tidak akan berani melawan, karena
kekasihnya berada di tangan kita."
"Benar." Tang Hai Lo Mo tertawa gembira. "Kita suruh dia ke lembah seribu bunga, kita bawa Bu
Lim Ji Khie dan lain-lainnya ke sana."
"setelah itu, kita memusnahkan kepandaiannya," sambung Thian Mo sambil tertawa.
"Benar." Te Mo manggut-manggut dan menambahkan. " Jangan lupa kita harus mematahkan
tulang punggungnya, agar dia hidup tersiksa selama-lamanya. Ha ha..."
"Kami berdua akan menjaga Bu Lim Ji Khie dan lain-lainnya," ujar siluman Kurus. "Apabila Tio
Cie Hiong berani melawan, kami berdua pasti turun tangan membunuh mereka semua."
"Memang harus begitu," sela siluman Gemuk sambil tertawa, kemudian bertanya setengah
berbisik, "Apakah sudah ada wanita cantik menunggu di dalam kamar kami?"
"sudah," Tang Hai Lo Mo tertawa. "Apakah kalian berdua sudah mau bersenang-senang?"
" Kami perlu istirahat," sahut siluman Kurus.
"Baiklah." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "siauw Kun, antar kedua Tetua ke kamar masingmasing
" "Ya, Guru." Liu siauw Kun mengangguk. lalu mengantar Kwan Gwa siang Koay ke kamar.
"Dua buah kamar ini untuk Tetua." Liu siauw Kun memberitahukan sambil tersenyum. "Kalau
wanita yang di dalam kurang memuaskan, akan diganti dengan wanita lain."
"Ha ha" Kwan Gwa siang Koay tertawa, lalu memasuki kamar masing-masing dengan wajah
berseri. Liu siauw Kun segera kembali kc ruang depan untuk melapor kepada guru-gurunya, sedangkan
Kwan Gwa siang Koay sudah tertawa gembira di dalam kamar masing-masing.
"He h e h e" siluman Kurus memandang wanita cantik yang duduk di pinggir ranjang. "sayangku,
sudah lamakah engkau menunggu?"
"Tua bangka" sahut wanita cantik itu sambil tersenyum genit. "Engkau sudah tua renta, apakah
masih kuat?"
"Ha ha" siluman Kurus tertawa. "Pokoknya aku masih mampu membuatmu merem melek."
"Jangan cuma omong kosong, tapi buktikan" ujar wanita cantik itu sambil tertawa cekikikan.
"Aku akan melayanimu sampai beberapa ronde."
"oh?" siluman Kurus duduk di sisi wanita cantik itu "Percayalah Cukup satu ronde engkau sudah
terengah-engah."
"oh, ya" Kalau begitu mari kita mulai, tua bangka"
"Tua tapi memuaskan lho" siluman Kurus tertawa sambil menggerayangi sekujur tubuh wanita
cantik itu. "Hi h H i" Wanita cantik itu tertawa geli, lalu balas menggerayangi tubuh siluman Kurus.
sesaat kemudian terdengarlah suara mendesis-desis dan rintihan yang tercetus dari mulut
wanita cantik itu.
"Auuh Tua bangka Engkau memang hebat.... ouuuh Tapi aku masih kuat beberapa ronde lagi."
"Engkau juga hebat sekali. Aku... aku merasa puas sekali. Ha ha ha..."
sementara di kamar sebelah juga terdengar suara yang sama. Bu Lim Sam Mo memang pintar.
Mereka mencari wanita yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Tentunya Kwan Gwa siang
Koay sangat puas sehingga mereka berdua betah tinggal di markas Bu Tek Pay.
Bab 57 Utusan Bu Tek Pay
Tio Cie Hiong berjalan mondar-mandir di ruang depan markas pusat Kay Pang. la sedang
memikirkan Lim Ceng Im dan lain-Iainnya berada di mana. setelah Yasuki Nichiba dan Michiko
membawa kelima Ninja kembali keJepang, para anggota Kay Pang terus menerus mencari jejak Lim
Ceng Im dan lain-Iainnya, tetapi, tiada hasilnya sama sekali.
Itu sungguh membingungkan dan mencemas Tio Cie Hiong. Di saat bersamaan, muncul sai Pi Lo
Kay dengan wajah serius.
"Cie Hiong..." panggilnya sambil mengerutkan kening.
"Ada apa, Lo Kay?" sahut Tio Cie Hiong.
"Utusan Bu Tek Pay ke mari ingin bertemu. Apakah engkau bersedia menemui mereka?" sai Pi
Lo Kay memberitahukan.
"Utusan Bu Tek Pay?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Ya." sai Pi Lo Kay mengangguk. "Mereka bilang ada urusan penting yang harus disampaikan
kepadamu."
"Baik," Tio Cie Hiong manggut-manggut. "undang mereka masuk"
sai Pi Lo Kay segera ke luar. Berselang beberapa saat kemudian, pengemis tua itu sudah
kembali bersama seorang pemuda dan seorang tua bermuka merah.
"Engkau...." Tio Cie Hiong tersentak ketika melihat pemuda itu, karena pemuda itu Liu siauw
Kun. "selamat bertemu, Tio Cie Hiong" sahut Liu siauw Kun sambil tersenyum. " Engkau tidak sangka,
kan?" "Jadi engkau utusan dari Bu Tek Pay?" Tio Cie Hiong menatapnya tajam sekali.
"Benar." Liu siauw Kun manggut-manggut. "Ini Ang Bin sat sin, guruku. Ketua Bu Tek Pay
mengutus kami ke mari untuk menyampaikan sesuatu kepadamu."
"Apa yang akan disampaikan kepadaku?"
"Mengenai Lim Ceng Im, Bu Lim Ji Khie dan lain-lainnya."
"Lim Ceng Im dan lain-lainnya berada di mana sekarang?"
"Berada di markas Bu Tek Pay." Ang Bin sat sin memberitahukan. "Keadaan mereka baik-baik
saja, engkau tidak perlu mencemaskan mereka."
"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong. "Lalu apa yang harus kulakukan?"
"Ketua Bu Tek Pay menghendaki agar engkau menyerahkan diri," sahut Ang Bin sat sin. "setelah
itu, ketua Bu Tek Pay akan melepaskan Lim Ceng Im dan lain-lainnya."
"Bagaimana cara aku menyerahkan diri?" tanya Tio Cie Hiong.
"Engkau harus ke Lembah seribu Bunga." Liu siauw Kun memberitahukan. " Ketua Bu Tek Pay
juga akan membawa Lim Ceng Im dan lain-lainnya ke sana."
"Jadi mereka akan ditukarkan dengan diriku?"
"Ha ha ha" Ang Bin sat sin tertawa. " Kira- kira begitulah."
" Karena engkau pernah memusnahkan kepandaian mereka, maka mereka pun ingin
memusnahkan kepandaianmu." tambah Liu siauw Kun.
"Jadi ketua Bu Tek Pay adalah Bu Lim sam Mo?"
"Tidak salah. Ketiga ketua Bu Tek Pay memang Bu Lim sam Mo," sahut Liu siauw Kun dan
melanjutkan. "juga guru-guruku."
Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Kapan aku akan bertemu mereka di Lembah seribu Bunga?"
"Hari ketiga terhitung hari ini," ujar Ang Bin sat sin. "Kalau engkau tidak ke sana, Lim Ceng Im
dan lain-lainnya pasti mati."
"Baik," Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku pasti ke sana."
" Kalau begitu, kami mohon diri," ucap Ang Bin sat sin, lalu mengajak Liu siauw Kun pergi.
sai Pi Lo Kay mengantar mereka sampai di luar, kemudian kembali ke ruang itu la melihat Tio cie
Hiong duduk dengan kening berkerut-kerut.
"cie Hiong" panggilnya sambil duduk di hadapan Tio Cie Hiong.
"Bagaimana menurutmu, Lo Kay?" tanya Tio Cie Hiong.
"Memang serba salah." SaiPi Lo Kay menggeleng- gelengkan kepala. "Mereka menggunakan akal
busuk." "Kalau aku tidak menyerahkan diri kepada Bu Lim sam Mo, Lim Ceng Im dan lain-lainnya pasti
mati," ujar Tio Cie Hiong. "sebab Bu Lim sam Mo tidak akan mengeluarkan ancaman kosong."
"Benar." sai Pi Lo Kay manggut-manggut. "TapiBu Lim sam Mo pasti memusnahkan
kepandaianmu. "
"Tidak jadi masalah," ujar Tio cie Hiong sambil tersenyum. "Sebab dari kecil aku memang tidak
mau belajar ilmu silat, maka apabila kepandaianku dimusnahkan, berarti aku akan menjadi orang
biasa. Tidak akan pusing lagi memikirkan urusan rimba persilatan."
"Tapi...."
"Lusa aku akan ke sana."
"Bagaimana kalau kami menyertaimu?"
"Tidak usah." Tio cie Hiong menggelengkan kepala. "Bu Lim sam Mo menghendaki diriku saja.
Kalau kalian ikut, urusan malah akan menjadi runyam."
"Tapi...." Kening sai Pi Lo Kay berkerut-kerut. "Itu... itu...."
"Asal bisa menyelamatkan mereka semua, apa pun yang akan terjadi atas diriku sudah tidak jadi
masalah lagi." Tio cie Hiong tersenyum.
"Cie Hiong...." sai Pi Lo Kay menatapnya dengan wajah murung. "Engkau memang pendekar
sejati." "Semua itu akan berlalu." Tio Cie Hiong tersenyum lagi. "Yang penting aku harus
menyelamatkan mereka semua...."
Tanpa diketahui sai Pi Lo Kay dan para anggota Kay Pang, pagi-pagi sekali Tio Cie Hiong sudah
berangkat ke Lembah seribu Bunga, dan sore harinya sudah tiba di tempat itu. Tampak Bu Lim sam
Mo dan lain-lainnya sudah berada di situ. "Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak.
"Tio Cie Hiong, kita bertemu lagi Apa kabar?"
"Baik-baik saja," sahut Tio Cie Hiong sambil memandang Lim Ceng Im. "sam Mo, bolehkah aku
menemui Ceng Im?"
"Silakan silakan" sahut Thian Mo sambil tertawa.
sebelum Tio cie Hiong mendekati Lim Ceng Im, gadis itu sudah berseru-seru dengan air mata
bercucuran. "Kakak Hiong Kakak Hiong...."
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Akhirnya kita bertemu kembali. Aku... aku girang sekali."
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dadanya. "Kakak Hiong...."
"Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya lembut. "Tenanglah Jangan mencemaskan diriku"
"Cie Hiong" Lim Peng Hang mendekatinya. "Mereka menyuruhmu menyerahkan diri?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Cie Hiong" sam Gan sin Kay juga mendekatinya, begitu pula yang lainnya, mereka
mengerumuninya .
" Kakek pengemis" Tio cie Hiong tersenyum. "syukurlah semuanya baik-baik saja"
"cie Hiong...." Kim siauw suseng menggeleng- gelengkan kemala. "Bu Lim sam Mo akan
memusnahkan kepandaianmu?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Engkau setuju?" tanya Tui Hun Lojin.
"Tentu." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Aku seorang diri bisa menyelamatkan belasan orang,
itu memang berharga...."
"cie Hiong" bisik Toan wie Kie. "Bagaimana kalau kita mengadakan perlawanan?"
"Percuma." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Karena kalian semua telah terkena
racun sehingga kalian kehilangan Iweekang. Lagi cula kedua orang tua renta itu berkepandaian
tinggi sekali, kalian semua akan mati di tangannya."
"Mereka berdua adalah Kwan Gwa siang Koay." sam Gan sin Kay memberitahukan. "Kepandaian
mereka memang tinggi sekali."
"Cie Hiong...." Kim siauw suseng menatapnya haru. "Demi kami semua, engkau yang jadi
korban." "Paman sastrawan" Tio Cie Hiong tersenyum dan kelihatan tenang sekali. "Dari dulu aku
memang tidak mau belajar ilmu silat, maka tidak menjadi masalah apabila Bu Lim sam Mo
memusnahkan kepandaianku."
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im mulai menangis sedih.
"Adik Hiong" Lam Kiong Bic Liong memegang bahunya, kemudian menghela nafas panjang.
"Aaaakh..."
"Jangan berduka" Tio Cie Hiong tersenyum lagi. "Yang penting kalian semua selamat. oh ya,
saudara Kie setelah Bu Lim sam Mo melepaskan kalian semua, lebih baik kalian kembali ke Tayli"
"cie Hiong...." Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Hiong...." Gouw sian Eng menatapnya dengan rasa iba. "Engkau... akan mengorbankan
dirimu demi kami semua?"
"Jangan berkata begitu, Adik sian Eng" ujar Tio Cie Hiong. "Aku cuma akan menjadi orang biasa,
dan itu lebih menyenangkan daripada memiliki kepandaian tinggi. selanjutnya aku tidak akan
memusingkan urusan rimba persilatan lagi."
" Cukup Cukup, seru Tang Hai Lo Mo. "Kini sudah waktunya kami memusnahkan kepa
ndaianmu" "Baik." Tio Cie Hiong mengangguk lalu berjalan menghampiri Bu Lim sam Mo dan berkata. "Aku
harap kalian bertiga harus menepati janji. setelah memusnahkan kepandaianku, kalian haruslah
melepaskan mereka"
"Jangan khawatir" Tang Hai LoMo tertawa. " Kami pasti menepati janji, bahkan juga akan
melepaskanmu."
"Tapi..." sela Thian Mo dingin. "Apabila engkau berani mengerahkan lweekang untuk melawan,
Lim Ceng Im dan lain-lainnya pasti mati di tangan Kwan Gwa siang Koay. Maka engkau jangan
coba-coba melawan"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Nah, lakukanlah"
Bu Lim sam Mo saling memandang, kemudian mendadak mereka bergerak menotok jalan darah
Tio Cie Hiong, dan seketika juga Tio Cie Hiong terkulai lemas
" Kakak Hiong..." teriak Lim Ceng Im dengan air mata berderai-derai.
"Tenang, Nak" Lim Peng Hang memegang bahunya.
"Ha ha ha" Bu Lim sam Mo tertawa gembira. Mereka bertiga lalu memukul Tio Cie Hiong dengan
pak Kek sin ciang. Buuk Buuuk Buuuk
"Aaaakh..." jerit Tio cie Hiong. Badannya terpental belasan depa dengan mulut menyemburkan
darah segar. " Kakak Hiong Kakak Hiong..." teriak Lim Ceng Im histeris. " Kakak Hiong"
"He h e he" BU Lim sam Mo tertawa terkekeh-kekeh, karena semua urat di tubuh Tio cie Hiong
telah putus, dan Tio Cie Hiong terkapar pingsan.
"omitohud omitohud..." ucap Hui Khong Taysu sambil menundukkan kepala.
"Diam" bentak sam Gan sin Kay. "itukah yang disebut takdir?"
"omitohud...." Hui Khong Taysu menghela nafas panjang.
"Adik Hiong...." Lam Kiong Bie Liong terisak-isak. Begitu pula Gouw sian Eng, ia menangis sedih
dengan air mata bercucuran.
sementara Bu Lim sam Mo mendekati Tio Cie Hiong yang terkapar pingsan itu, lalu mendadak
mereka memukul tulang punggungnya. Plak Plak Plaak
"Kakak Hiong Kakak Hiong...." Lim Ceng Im langsung jatuh pingsan.
" Kejam sungguh kejam Aku akan mengadu nyawa dengan kalian" teriak Tok Pie sin Wan sambil
berlari menghampiri Bu Lim sam Mo.
sekonyong-konyong Kwan Gwa siang Koay mengayunkan tangan, dan seketika terdengarlah
suara jeritan Tok Pie sin wan yang menyayat hati. "Aaaakh..." Tok Pie sin wan terkapar dan
nyawanya pun sudah melayang.
"Jahanam" bentak sam Gan sin Kay.
"Pengemis bau" Kim siauw suseng sebera memegang lengannya. " Jangan membuang nyawa
sia-sia" "cie Hiong..." keluh sam Gan sin Kay dengan air mata meleleh. "Habis Habislah sudah"
"He he he" Bu Lim sam Mo tertawa terkekeh dan puas. "Nah, kami melepaskan kalian semua
termasuk Tio Cie Hiong Kalian boleh bawa dia pergi"
Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie segera mendekati Tio Cie Hiong. Ketika menyaksikan
keadaan pemuda itu, air mata mereka meleleh.
sementara Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koa dan lain-lainnya meninggalkan tempat itu
sambil tertawa terbahak-bahak.
setelah mereka pergi, para ketua tujuh partai pun berpamit kepada Bu Lim Ji Khie. "omttohud
Kami mohon diri"
" Kalian cepat pergi Cepat pergi" bentak Sam Gan sin Kay. "Cepaaat"
"omitohud...." Hui Khong Tays u segera meninggalkan tempat itu, begitu pula ketua-ketua partai
lain. Lim Ceng Im yang pingsan itu masih belum siuman. Lim Peng Hang menggendongnya dengan
penuh kecemasan.
"Jangan disadarkan dulu" ujar Kim Siauw Suseng. "Setelah sampai di markas, barulah kita
menyadarkannya."
Lim Peng Hang mengangguk lalu bertanya. "Bagaimana keadaan Tio Cie Hiong?"
"Mudah-mudahan masih hidup, sahut Kim siauw suseng dengan mata basah. "Mudah-mudahan
dia masih bisa hidup,"
Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie membaringkan Tio Cie Hiong ke tempat tidur dengan
hati-hati sekali. Badan Tio Cie Hiong lemas seperti tak bertulang dan masih dalam keadaan pingsan.
"Mari kita menyadarkan Ceng Im" ujar sam Gan sin Kay, lalu memijit-mijit urat di leher gadis itu.
Berselang beberapa saat kemudian, Lim Ceng Im mulai membuka mata dan kemudian berteriakteriak.
" Kakak Hiong Di mana Kakak Hiong" Di mana Kakak Hiong...?"
"Tenang, Nak Dia berada di kamarnya," sahut Lim Peng Hang.
"Aku mau pergi menengoknya" Lim Ceng Im langsung berlari ke kamar Tio Cie Hiong. Bu Lim Ji
Khie dan Lim Peng Hang segera mengikutinya.
Tio Cie Hiong terbaring di tempat tidur dengan wajah pucat pias, sama sekali masih belum
siuman, bahkan nafasnya lemah sekali.
"Kakak Hiong Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menangis meraung-raung dengan air mata berderaiderai.
"Adik Ceng Im" Toan pit Lian memegang bahunya. "Tenang dan tabahlah Kakak Hiong masih
hidup," "Pengemis bau Kita harus memberinya obat," ujar Kim siauw suseng.
"Ya." sam Gan sin Kay mengangguk. "Pakailah obat penyembuh luka dalam"
"Di mana obat itu?" tanya Kim siauw suseng.
"Di...." sam Gan sin Kay bertanya kepada Lim Peng Hang. "Di mana obat itu?" Lim Peng Hang
cepat-cepat mengambil obat tersebut, lalu diberikan kepada putrinya. "Beri dia minum obat ini"
katanya. "Ya." Lim Ceng Im mengangguk dengan air mata berlinang-linang, kemudian memasukkan dua
butir obat ke mulut Tio cie Hiong.
"sastrawan sialan" bisik sam Gan sin Kay. "Cie Hiong tidak mengerahkan lweekangnya untuk
melindungi diri, apakah dia... dia akan hidup?"
"Dia akan hidup," sahut Kim siauw suseng. "Bu Lim sam Mo tahu dia tidak mengerahkan
Iweckang, maka mereka tidak menggunakan tenaga sepenuhnya untuk memukul Cie Hiong, hanya
memutuskan semua urat di tubuhnya agar kepandaiannya musnah. Lagi pula.... Cie Hiong pernah
makan buah Kiu Yap Ling cEh dan memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, yang dapat melindungi
dirinya." "Tapi tulang punggungnya telah patah, itu...." sam Gan sin Kay menghela nafas panjang,
"Dia akan cacat seumur hidup dan tidak bisa pulih lagi kepandaiannya." Kim siauw suseng
menggeleng-gelengkan kemala.
"Itu tidak jadi masalah, yang penting dia masih hidup," ujar Lim Peng Hang sungguh-sungguh.
"jadi Ceng Im bisa tenang."
"Aaakh..." sam Gan sin Kay menarik nafas. "Kita tidak bisa berbuat apa-apa, karena di dalam
tubuh kita masih mengidap racun, sehingga kita tidak bisa menyadarkan cie Hiong dengan Iweekang."
"Kalau Cie Hiong sudah sadar, dia pasti akan memberitahukan tentang obat pemunah racun itu."
ujar Kim siauw suseng.
"Mudah-mudahan dia cepat sadar" ucap Lim Peng Hang dan menambahkan. "Yang kita
sayangkan adalah kematian Tok Pie sin Wan, yang sia-sia... "
Dua hari kemudian barulah Tio Cie Hiong siuman dari pingsannya, namun sekujur badannya
belum bisa bergerak. Walau demikian, Lim Ceng Im dan lainnya tampak berlega hati.
" Kakak Hiong..." panggil Lim Ceng Im dengan air mata bercucuran.
"Adik.... Adik Im Apakah aku tidak mati?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Kakak Hiong" Lim Ceng Im terisak-isak. "Engkau masih hidup, aku... aku girang sekali."
"syukurlah Kalian semua selamat" ucap Tio Cie Hiong.
" Kakak Hiong, Tok Pie Sin wan...." Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa dia" Apakah telah dibunuh oleh Kwan Gwa siang Koay?" tanya Tio Cie Hiong.
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk.
"Aaakh..." Tio cie Hiong menghela nafas. " Kenapa Kwan Gwa siang Koay membunuhnya?"
" Ketika melihat Bu Lim sam Mo menyiksamu, dia tidak tahan dan langsung menyerbu ke arah
mereka. Namun Kwan Gwa siang Koay segera turun tangan membunuhnya."
"sungguh kejam Kwan Gwa siang Koay itu...."
"cie Hiong Jangan banyak bicara, lebih baik engkau beristirahat saja" sela sam Gan sin Kay.
"Tidak apa-apa, Kakek pengemis"
"cie Hiong...." Kim siauw suseng menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "
Kepandaian- mu telah musnah, bahkan...."
"Tulang punggungku juga sudah patah, kan?" Tio Cie Hiong tersenyum getir. "Aku pasti cacat
seumur hidup,..."
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im membelainya. "Walaupun engkau cacat, aku tetap mencintaimu"
"Benar, ceng Im tetap mencintaimu." sela Lim Peng Hang.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya juga ikut menghibur Tio Cie Hiong, betapa terharunya Tio Cie Hiong,
sehingga matanya menjadi basah.
"Aaaakh..." la menghela nafas panjang. "Karena aku berkepandaian tinggi, akhirnya menjadi
begini...."
"Kakak Hiong, jangan berkata begitu" Lim Ceng Im terisak-isak lagi.
"Adik Im, bagaimana para ketua tujuh partai?" tanya Tio Cie Hiong.
"Mereka sudah pulang ke tempat masing-masing," jawab Lim Ceng Im memberitahukan.
"Syukurlah" Tio cie Hiong tampak terhibur. Keadaan dirinya sudah begitu, namun masih
memikirkan para ketua tujuh partai. Hal itu membuat Bu Lim Ji Khie menggeleng-gelengkan kepala.
sejak Tio cie Hiong siuman dari pingsannya, Lim Ceng Im merawatnya dengan penuh perhatian.
walau sudah lewat beberapa hari, sekujur badan Tio cie Hiong tetap tidak bisa bergerak.
Bu Lim Ji Khie, TUi Hun Lojin, Lim Peng Hang dan Lam Kiong Hujin tahu bahwa badan Tio Cie
Hiong selamanya tidak akan bisa bergerak. Namun mereka tetap menghibur Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng Im, agar mereka berdua tidak putus asa.
Bab 58 Lenyap mendadak
Pagi ini di markas pusat Kay Pang digemparkan oleh suara teriakan-teriakan Lim Ceng Im.
Bahkan gadis itu berlari ke sana ke mari.
"Kakak Hiong Kakak Hiong Kakak Hiong..." Lim ceng Im terus berteriak bagaikan orang gila.
Tentunya kejadian itu sangat mengejutkan semua orang, Bu Lim Ji Khie, TUi Hun Lojin, Lam
Kiong Hujin dan lainnya berhambur ke luar dari kamar menghampiri Lim Ceng Im dengan wajah
pucat pias. "Ceng Im Apa yang terjadi" Kenapa Cie Hiong?" tanya sam Gan sin Kay.
"Kakak Hiong lenyap. Kakak Hiong lenyap." jawab Lim Ceng Im dengan air mata berderai.
"Bagaimana mungkin bisa lenyap?" Kim siauw suseng bingung. "Mari kita periksa kamarnya"
Mereka sebera memeriksa kamar Tio cie Hiong. Memang Tio cie Hiong tidak tampak berbaring di
tempat tidur. "Ceng Im Apa yang telah terjadi?" tanya Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.
"Aku memasuki kamar ini ingin menengok Kakak Hiong, tapi..." Lim Ceng Im terisak-isak. "Dia...
dia sudah lenyap."
" Heran?" gumam Kim siauw suseng. "Tidak mungkin dia bisa pergi begitu saja. Pasti...."
"Mungkinkah dia diculik?" tanya Tui Hun Lojin.
"Mungkin." sam Gan sin Kay manggut-mang-gut sambil mendekati tempat tidur itu. Tiba-tiba ia
terbelalak karena melihat secarik kertas di sisi dalam tempat tidur itu. Cepat-cepat ia mengambil
kertas tersebut lalu dibacanya dengan suara lantang. " Kalian jangan cemas, aku yang membawa
pergi Tio Cie Hiong, mudah-mudahan dia akan sembuh Kalian harus sabar menunggunya pulang,
jangan panik maupun cemas. siarkan berita bahwa Tio Cie Hiong telah mati, dan ingat Jangan
menentang Bu Tek Pay, sebab akan mencelakai diri sendiri Bersabarlah"
" Heran siapa yang membawa pergi Cie Hiong?" gumam Lim Peng Hang setelah mendengar itu.
" Yang jelas orang itu bermaksud baik," sahut Kim siauw suseng. Jadi kita boleh berlega hati."
"Tapi..." Lim Ceng Im terisak-isak. "Keadaan kakak Hiong...."
"Nak. tenanglah" ujar Lim Peng Hang. " orang yang membawa pergi Cie Hiong itu bertujuan
baik, dia ingin menolongnya."
" Kalau begilu..." Air mata Lim Ceng Im berderai. " Kenapa orang itu tidak mau menemui kita?"
"Engkau harus tahu, Nak" sahut Lim Peng Hang. "Banyak orang aneh dalam rimba persilatan,
mungkin dia tidak menghendaki kita tahu siapa dirinya."
"Ceng Im, Biar bagaimana pun, engkau harus tenang dan sabar Percayalah Tio Cie Hiong pasti
muncul kelak dalam keadaan seperti sedia kala."
"Tapi kapan Kakak Hiong akan muncul?" Lim Ceng Im tampak berduka sekali dan masih terisakisak.
" Lukanya begitu parah, tentu tidak akan begitu cepat sembuh," ujar Kim siauw suseng.
"Mungkin satu dua tahun dia baru bisa sembuh. Mudah-mudahan kepandaiannya bisa pulih"
"Aaakh..." Lim Ceng Im menghela nafas panjang, kelihatan mulai tenang.
"Ayoh Kita duduk di ruang depan saja" ajak sam Gan sin Kay.
Mereka menuju ruang depan lalu duduk. Ber-selang beberapa saat kemudian, barulah sam Gan
sin Kay membuka mulut.
"Kita harus menuruti pesan orang itu, yakni menyiarkan berita bahwa Tio Cie Hiong telah mati.
Tentang Tio cie Hiong dibawa pergi oleh orang misterius itu, jangan sampai para anggota kita
mengetahuinya."
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk.
"Kitapun harus mengadakan suatu upacara, agar pihak Bu Tek Pay bertambah yakin, bahwa Tio
Cie Hiong telah mati," ujar Kim siauw suseng.
"Benar." Tui Hun Lojin manggut-manggut. "Ini adalah rahasia, kita semua harus menjaga
mulut." "seusai upacara itu..." sam Gan sin Kay memandang Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong.
"Kalian harus segera kembali ke Tayli, agar Toan Hong Ya bisa tenang."
"Tapi..." Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening.
"Memang lebih baik kalian kembali ke Tayli," ujar Kim siauw suseng sungguh-sungguh dan
menambahkan. "Lam Kiong hujinpun harus ikut."
"Itu..." Lam Kiong hujin tampak ragu.
"Kalian harus tahu, kini rimba persilatan telah dikuasai Bu Tek Pay.Jadi lebih aman Lam Kiong
hujin ke Tayli saja."
"Itu..." Kening Lam Kiong hujin berkerut-kerut.
"Ibu" ujar Lam Kiong Bie Liong. "Lebih baik ibu ikut ke Tayli, tidak baik hidup seorang diri di
sini." "Baiklah." Lam Kiong hujin manggut-manggut.
"Nah" sam Gan sin Kay memandang Tui Hun Lojin. "setan tua, bagaimana engkau" Masih mau
tinggal di sini atau ikut ke Tayli?"
"Ha ha ha" Tui Hun Lojin tertawa gelak. "Tentu aku akan tinggal di sini hingga Cie Hiong
muncul." "Jadi kakek akan tetap di sini?" tanya Gouw sian Eng.
"Ya." Tui Hun Lojin mengangguk pasti.
" Kalau begitu..." Gouw sian Eng memandang Gouw Han Tiong. "Ayah akan ikut ke Tayli?"
"Nak" Gouw Han Tiong tersenyum. "Ayah juga akan tetap tinggal di sini. engkau adalah isteri
Toan wie Kie, tentu harus pulang ke Tayli."
"Ayah..." Mata Gouw sian Eng mulai basah.
"Nak" Gouw Han Tiong tersenyum lagi. "Ayah akan aman di sini, percayalah"
"Adik sian Eng" ujar Toan wie Kie lembut. "Jangan mendesak ayahmu, tidak mungkin ayahmu
mau ikut ke Tayli"
"Aaakh..." keluh Gouw sian Eng. "Kapan Ayah dan Kakek akan ke Tayli?"
"Kalau Cie Hiong sudah muncul, ayah dan kakekmu pasti ke Tayli memberitahu kalian," sahut
Gouw Han Tiong dan menambahkan, "ingat, kalian jangan ke mari sebelum rimba persilatan di sini
aman" "Ya, Ayah." Gouw sian Eng mengangguk.
Mendadak muncul sai Pi Lo Kay. la memberi hormat kepada Lim Peng Hang, Bu Lim Ji Khie dan
lainnya lalu melapor.
"Lapar pada ketua dan Tetua, Kiu ci Cui Kay telah mati...."
"Apa?" Lim Peng Hang terkejut. " Kapan dia mati?"
sanpi Lo Kay memberitahukan. Lim Peng Hang memandang Lim Ceng Im seraya bertanya.
" Kenapa engkau tidak memberitahukan kepada ayah?"
"Ketika itu kita dikurung di markas Bu Tek Pay, maka kalau aku beritahukan, bukankah ayah
akan bertambah berduka?" sahut Lim Ceng Im.
Lim Peng Hang diam saja dengan wajah murung, sedangkan sai Pi Lo Kay memberitahukan lagi.
"Tio Cie Hiong pernah bertemu dengan sepasang pendekar dari Jepang, kemudian muncul
beberapa Ninja dari Jepang..." tutur sai Pi Lo Kay tentang itu. Lim Peng Hang manggut-manggut,
tidak berkomentar apa pun.
setelah melapor, sai Pi Lo Kay segera pergi dan suasana di ruang itujadi hening sekali.
"Aku masih tidak habis pikir, sebenarnya siapa yang membawa pergi Tio Cie Hiong?" gumam
Kim siauw suseng. "Aku yakin orang itu pasti kenal Tio Cie Hiong."
"siapa orang itu tidak usah dipikirkan" tandas sam Gan sin Kay. "Kita akan mengetahuinya
kelak." " Entah kapan Kakak Hiong akan muncul...?"
Lim Ceng Im terisak-isak. " Kakak Hiong begitu baik hati, tapi kenapa...."-t
"Nak" sahut Lim Peng Hang sambil menghela nafas panjang. "orang yang baik hati, memang
banyak percobaan. oleh karena itu, engkau harus tabah dan tenang. Percayalah Dia pasti kembali
ke sini kelak."
"Kakak Hiong..." Air mata Lim Ceng Im berderai-derai lagi.
sebetulnya siapa yang membawa pergi Tio Cie Hiong, dan benarkah orang itu bermaksud
menolongnya"
seorang padri tua menggendong Tio Cie Hiong melesat ke puncak -Gunung Thian san. Padri tua
itu tidak lain Tayli Lo ceng. Ternyata orang yang membawa pergi Tio Cie Hiong adalah padri tua itu.
Ketika hampir mencapai puncak Gunung Thian San, mendadak dari kejauhan tampak sosok
bayangan putih berkelebat ke arahnya, dan terdengariah suara cuit-cuitan yang sangat nyaring.
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Monyet sakti itu sudah muncul"
Tak seberapa lama, muncullah monyet berbulu putih di hadapan Tayli Lo Ceng, dan menatapnya
dengan tajam. "Monyet sakti Majikanmu teriuka parah. Aku membawanya ke mari agar engkau mengobatinya .
" Monyet putih memandang Tio Cie Hiong yang masih di punggung Tayli Lo Ceng, kemudian
bercuit-cuit lemah seakan mengeluh menyaksikan keadaan pemuda itu.
"Kauw heng..." panggil Tio Cie Hiong.
Monyet berbulu putih itu bercuit-cuit lagi di hadapan Tayli Lo Ceng. Sikapnya membuat padri tua
berpikir. Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Engkau menyuruhku menaruh Tio Cie Hiong ke bawah?"
Monyet putih mengangguk. Tayli Lo Ceng tersenyum lembut seraya berkata. "Monyet sakti,
engkau harus baik-baik merawat majikanmu ini Mudah-mudahan dia akan sembuh"
Monyet putih bercuit-cuit lagi, kemudian Tay-li Lo Ceng menaruh Tio Cie Hiong kebawah.
"Monyet sakti, kuserahkan Tio Cie Hiong kepadamu, rawatlah baik-baik" pesan Tayli Lo Ceng.
Monyet putih manggut-manggut, lalu memegang tangan Tio Cie Hiong erat-erat.
"Kauw heng, engkau mau membawaku ke goa itu?" tanya Tio Cie Hiong. Monyet putih
mengangguk sambil bercuit-cuit dan, Tio Cie Hiong cuma tersenyum getir. "Lo Ceng-."
"Tenanglah Dua tahun kemudian engkau pasti akan bertemu kembali dengan Lim Ceng Im," ujar
Tayli Lo Ceng dan menambahkan. "Aku yakin monyet sakti ini dapat mengobati sakitmu."
"Terima kasih, Lo Ceng" ucap Tio Cie Hiong.
"Cie Hiong" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Kita akan berjumpa lagi kelak." Tayli Lo Ceng melesat


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergi, menuju Gunung Hong Lay san.
Tio Cie Hiong memandang monyet putih, kemudian menggeleng-gelengkan kepala seraya
berkata dengan suara lemah.
"Kauw heng, sekujur badanku tidak bisa bergerak. bagaimana mungkin bisa ke goa itu?" Monyet
putih bercuit-cuit sambil mengangkat tangannya. Tio Cie Hiong manggut-manggut. " Engkau ingin
menarikku ke goa itu?"
Monyet putih mengangguk. lalu menarik Tio Cie Hiong. Bukan main, monyet itu mampu menarik
Tio Cie Hiong, bahkan sangat cepat larinya. Tak berapa lama kemudian, mereka sampai di goa
tersebut. Monyet bulu putih membaringkan Tio Cie Hiong, lalu melesat pergi lagi.
Beberapa saat kemudian, monyet itu sudah kembali dengan membawa buah-buahan aneh.
Buah-buahan itu sebesar jempol jari, bentuknya bulat tapi dalamnya berisi cairan.
Monyet bulu putih memasukkan sebiji buah itu ke mulut Tio Cie Hiong. Kemudian Tio Cie Hiong
mengunyahnya dan cairan yang di dalam buah itu mengalir ke dalam tenggorokan.
Rasanya pahit sekali, sehingga kening Tio Cie Hiong berkerut-kerut.
Monyet putih bercuit-cuit kelihatan gembira, lalu menaruh sisa-sisa buah tersebut di atas batu.
Tak lama setelah cairan itu masuk ke dalam tenggorokannya, sekujur badan Tio Cie Hiong
terasa panas. Tiba-tiba monyet bulu putih menarik Tio Cie Hiong ke atas batu yang sangat dingin, dan Tio cie
Hiong lalu telentang di situ.
Berselang sesaat, tubuh Tio Cie Hiong mulai menggigil. Cepat-cepat monyet bulu putih
memasukkan sebiji buah tersebut ke mulutnya lagi, lalu bercuit-cuit seakan memberilahukan
kepada Tio Cie Hiong, bahwa ia sedang mengobatinya. "Terima kasih, Kauw heng" ucap Tio Cie
Hiong terharu. Tayli Lo Ceng. It Sim sin Ni dan Tan Li cu duduk berhadap-hadapan. sepasang mata Tan Li Cu
agak membengkak sepertinya habis menangis.
"Lo Ceng" It sim Sin NI menatapnya. "Engkau yakin monyet sakti itu dapat mengobati Tio Cie
Hiong?" "Sin Ni" Tayli Lo Ceng tersenyum. " Kalau aku tidak yakin, bagaimana mungkin aku
membawanya ke sana?"
"Tapi..." It Sim Sin NI menghela nafas. "Monyet sakti itu adalah hewan...."
"Walau hewan, dia jauh lebih pintar daripada kita," sahut Tayli Lo Ceng.
"semua urat dalam tubuh Tio Cie Hiong telah putus, bahkan tulang punggungnya juga telah
patah. Bagaimana mungkin cie Hiong akan sembuh?" It Sim Sin Ni menggeleng-gelengkan kepala.
"Terus terang, aku berharap dia bisa sembuh dan tidak cacat seumur hidup, tapi tidak berharap
kepandaiannya bisa pulih." ujar Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh.
"Lho" Kenapa?"
" Karena tulang punggungnya telah patah, jadi bagaimana mungkin kepandaiannya bisa pulih?"
It Sim Sin Ni manggut-manggut. " Kalau pun sembuh, dia tetap cacat, kan?"
"Kira-kira begitulah." Tayli Lo Ceng menghela nafas. "Kecuali...."
" Kecuali apa?"
" Kecuali dia berjodoh makan buah Kiu Yap Ling che lagi." Tayli Lo Ceng memberitahukan.
"Tapi... itu tidak mungkin."
"Lo Ceng Kakak Hiong berhati bajik dan selalu berbuat kebaikan, maka aku percaya dia akan
berjodoh makan buah Ling che lagi." seru Tan Li cu.
(Bersambung ke bagian 34)
Jilid 34 "omitohud Mudah-mudahan masih ada pohon itu yang berbuah" sahut padri tua dan
menambahkan. "Apabila dia berjodoh makan buah Kiu Yap Ling che lagi, kepandaiannya pasti
pulih." "Lo ceng Jadi kini rimba persilatan telah dikuasai Bu Tek Pay yang dipimpin Bu Lim Sam Mo?"
tanya It Sim Sin Ni.
"Ya." Tayli Lo ceng mengangguk. "Bahkan Kwan Gwa Siang Koay juga telah diangkat sebagai
Tetua di sana."
"Apakah sepasang siluman itu masih hidup?" It Sim Sin Ni tersentak.
"Kita masih hidup, tentunya mereka pun hidup." Tayli Lo ceng tertawa. "Memang cuma kita
yang panjang umur?"
"Lo ceng Bagaimana kepandaian Kwan Gwa Siang Koay?" tanya Tan Li cu.
"Tinggi sekali," jawab Tayli Lo ceng memberitahukan. "Mereka berdua memiliki ilmu Tok Im
ciang yang sangat beracun."
"Kalau begitu..." Tan Li cu menggeleng-gelengkan kepala. "Siapa yang mampu melawan Bu Lim
Sam Mo dan Kwan Gwa Siang Koay?"
"Makanya engkau harus tekun belajar Kiu Yang Sin Kang," ujar Tayli Lo ceng sambil memandang
It Sim Sin N i. "Apakah engkau telah memberikannya Kim Yang Tan (Pil Emas Ya Mujarab)?"
"Tentu." It Sim Sin Ni mengangguk. " Kalau tidak, bagaimana mungkin dia akan berhasil
mempelajari Kiu Yang sin Kang?"
"Bagus" Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Kalau begitu, dua tahun lagi dia sudah boleh
memuncul di rimba persilatan."
"Benar" It sim sin Ni tersenyum. "oh ya, kapan muridmu akan memuncul di rimba persilatan?"
"juga harus menunggu dua tahun lagi."
"Tapi..." It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala. "seandainya muridku bergabung dengan
muridmu pun belum tentu mampu melawan Bu Lim sam Mo."
"Muridmu cuma melawan Liu siauw Kun, sedangkan kita terpaksa melawan Bu Lim sam Mo."
"Lalu siapa yang akan melawan Kwan Gwa siang Koay?"
"sin Ni" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Itu urusan nanti, jadi tidak perlu dibicarakan sekarang.
Apabila kepandaian Tio Cie Hiong pulih, semuanya pasti akan beres."
"Tapi..." It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkinkah kepandaian Tio Cie Hiong
akan pulih?"
"omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Mudah-mudahan"
Berita tentang kematian Tio Cie Hiong sungguh mendukakan para ketua tujuh partai dan kaum
Bu Lim lainnya. sebaliknya malah sangat menggembirakan golongan hitam.
Para ketua tujuh partai menghadiri upacara pemakaman, dan hadir pula kaum Bu Lim lainnya.
seusai upacara itu, para ketua tujuh partai menuju markas pusat Kay Pang, kemudian duduk di
ruang depan. "omitohud" wajah Hui Khong Taysu tampak murung sekali. "Tak disangka Tio Cie Hiong akan
mati...." "Kepala gundul" sahut sam Gan sin Kay. "Mungkin itu merupakan takdir."
"omitohud...."
"Aku sama sekali tidak menyangka, Tio Cie Hiong..." it Hian Tojin menghela nafas panjang.
"Yaah" Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kepala. "Memang sudah nasibnya"
"omitohud" Hui Khong Taysu memandang sam Gan sin Kay. "Jaga baik-baik Ceng Im, jangan
sampai dia mengambil jalan pendek"
"Tentu." sam Gan sin Kay manggut-manggut. "ohya, apakah racun yang mengidap dalam tubuh
kalian telah punah?"
"Belum." Hui Khong Taysu menghela nafas. "Mungkin selamanya kita akan kehilangan
lweekang."
"sungguh keterlaluan Bu Lim sam Mo itu" ujar Hui Liong sin Kiam, ketua partai Hwa san.
"Mereka melepaskan kita, tapi tidak memberikan obat pemunah racun itu."
"Bukan hanya keterlaluan, bahkanBu Lim sam Mo pun kejam sekali." Wie Hian cinjin menghela
nafas. "Mereka bilang hanya memusnahkan kepandaian Tio Cie Hiong, namun buktinya Tio cie
Hiong telah mati."
Mereka bercakap-cakap dengan wajah murung, setelah itu para ketua tujuh partai berpamit.
Berselang beberapa saat, muncullah Lim ceng im, Lam Kiong Bie Liong, Toan wie Kie, Toan pit
Lian dan Gouw sian Eng, yang semuanya tampak murung.
"Ayah" ujar Gouw sian Eng memberitahukan pada Gouw HanTiong. "Kami sudah berunding,
besok pagi akan berangkat ke Tayli."
"Baiklah." Gouw Han Tiong manggut-manggut dan berpesan. "Kalian harus hati-hati"
"Ya, Ayah."
"Mudah-mudahan tak ada gangguan dalam perjalanan," ujar sam Gan sin Kay. "Karena kalian
kembali ke Tayli, sedangkan Bu Tek Pay telah menguasai rimba persilatan, tentunya tidak akan
mengganggu kalian."
"Benar." Kim siauw suseng manggut-manggut.
"Ayah..." bisik Gouw sian Eng. "Apabila Kakak Hiong telah muncul kelak. tolong beritahukan
kepada kami"
"Ng" Gouw Han Tiong mengangguk, "ingat, sebelum rimba persilatan Tionggoan aman, kalian
jangan ke mari"
"Ya, Ayah." Gouw sian Eng mengangguk.
"sampaikan salam kami kepada Toan Hong Ya dan hujin" pesan Gouw Han Tiong.
Gouw sian Eng mengangguk lagi, kemudian mendekati Lim Ceng Im yang menangis terisak-isak.
" Kakak Im, jangan menangis Kakak Hiong pasti kembali kelak" ujar Gouw sian Eng
menghiburnya . "Adik Sian Eng" Lim Ceng im menatapnya dengan air berlinang-linang. " Kalian sungguh
bahagia, tak pernah mengalami suatu apa pun. sebaliknya aku dan Kakak Hiong selalu mengalami
percobaan-percobaan berat. "
" Kakak Im" Gouw sian Eng tersenyum. "setelah Kakak Hiong kembali kelak, kalian pasti hidup
bahagia." "siapa tahu akan muncul percobaan berat lagi" Lim Ceng im menghela nafas panjang.
"Tidak mungkin. sebab kali ini merupakan percobaan yang paling berat. Apabila Cie Hiong
kembali, berarti sudah tidak ada percobaan lagi. Percayalah" sela Toan pit Lian. Lim Ceng Im
mengangguk. "Aaaakh Kakak Hiong...."
Kino markas Bu Tek Pay yang terletak di dalam goa sudah bukan merupakan tempat rahasia
lagi. Banyak golongan hitam bergabung dengan partai tersebut, sehingga membuat Bu Tek Pay
semakin kuat. Ketika mendengar berita tentang kematian Tio Cie Hiong, Bu Lim sam Mo, Ang Bin sat sin, Kwan
Gwa siang Koay dan Liu siauw Run terus tertawa gembira.
"Ha ha ha Ha ha ha..." seusai tertawa, Tang Hai Lo Mo pun berkata. "Tidak disangka Tio cie
Hiong akan mati, seharusnya dia hidup tersiksa"
"Benar." Thian Mo manggut-manggut. "Kita bermaksud membuatnya cacat seumur hidup, tapi
dia malah mati."
"Kini siapa yang mampu melawan kita" He he he" Te Mo tertawa terkekeh. "Bu Tek Pay telah
berkuasa di rimba persilatan, ini merupakan sejarah baru."
"Ada baiknya juga Tio Cie Hiong mati, itulah contoh bagi kaumBu Lim yang berani menentang
kita," ujar siluman Kurus.
"Tidak salah," sahut siluman Gemuk sambil tertawa gembira. "ohya, menurutku alangkah
baiknya kita undang ketua tujuh partai ke mari, termasuk Partai Pengemis."
"Untuk apa mengundang mereka ke mari?" tanya siluman Kurus.
"Bukankah tubuh mereka masih mengidap racun?" siluman Gemuk balik bertanya sambil
memandang Bu Lim sam Mo.
"Betul." Tang Hai LoMo mengangguk. "Apakah engkau punya suatu ide?"
siluman Gemuk mengangguk. "setelah kita undang ke mari, mereka kita beri obat pemunah
racun itu. Tapi mereka semua harus di bawah perintah Bu Tek Pay, Kalau mereka berani
menentang, habiskan saja"
"Benar." Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Artinya Bu Tek Pay memperlihatkan kekuatan."
"Kalau tujuh partai besar berikut Kay Pang berada di bawah kekuasaan Bu Tek Pay, berarti Bu
Tek Pay sebagai partai nomor satu dalam rimba persilatan, partai yang paling jaya masa kini dan
selanjutnya," ujar siluman Gemuk. "Tentunya merupakan sejarah baru yang tak terlupakan di rimba
persilatan."
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Baiklah. Kalau begitu kapan kita undang partai-partai
itu?" "sepuluh hari kemudian. sebab kita harus ada persiapan untuk menyelenggarakan berbagai
acara." jawab siluman Gemuk.
"Acara apa?" tanya Thian Mo.
"Tari-tarian dan lain sebagainya. Menyenangkan, kan?" sahut Siluman Gemuk sambil tertawa
terkekeh. "siapa yang tertarik, boleh menjadi anggota Bu Tek Pay."
"Benar." siluman Kurus tertawa gembira.
"Ha ha ha..." Bu Lim sam Mo dan lainnya juga ikut tertawa, sehingga terdengarlah suara yang
riuh gemuruh. sepuluh hari kemudian, tujuh partai besar berikut Kay Pang telah menerima kartu undangan dari
Bu Tek Pay, bahwa pada tanggal lima belas, para ketua harus hadir di markas partai tersebut.
" Heran?" sam Gan sin Kay mengerutkan kening. "Karena Bu Tek Pay mengundang semua ketua
partai?" "Tidak mungkinBu Tek Pay akan membunuh kita. Kupikir...," ujar Kim siauw suseng. "TentuBu
Lim sam Mo ingin mengumumkan sesuatu."
"Apa yang akan mereka umumkan?" tanya Tul Hun Lojin.
"Mana tahu?" sahut Kim siauw suseng. "Tapi tidak apa-apa, kita hadir saja Kalau tidak. kita
semua malah akan celaka."
"Tidak disangka..." LimPeng Hang menghela nafas panjang. "Kay Pang dan tujuh partai besar
akan menjadi begini."
"Hm" dengus sam Gan sin Kay. "Kejayaan Bu Tek Pay tidak akan bertahan lama, percayalah
Namun untuk sementara ini, kita harus bersabar hingga Tio Cie Hiong muncul."
"Pengemis bau" Kim siauw suseng menatapnya. "Apakah engkau yakin Tio Cie Hiong akan
kembali tanpa cacat?"
"Terus terang, aku berfirasat, kepandaian Tio cie Hiong akan pulih seperti sedia kata." sahut
sam Gan sin Kay.
"Pengemis bau" Tui Hun Lojin memandangnya dengan mata tak berkedip. "Bagaimana engkau
bisa berfirasat begitu?"
"Entahlah." sam Gan sin Kay menggelengkan kepala. "Tapi aku masih ingat akan pesan tertulis
dari orang yang membawa pergi Tio Cie Hiong. Bukankah kita di suruh bersabar" Nah, orang itu
pasti bisa menyembuhkan Tio Cie Hiong."
"Kalau dipikir-pikir memang ada benarnya juga." Tui Hun Lojin manggut-manggut. "Hanya saja
kita tidak bisa menduga siapa orang itu."
"Jadi Kakak Hiong pasti akan kembali?" tanya Lim Ceng Im agak tenang.
"Ya." sam Gan sin Kay mengangguk. "Karena itu, engkau harus tabah, tenang dan sabar."
" Kakek Bolehkah aku ikut ke markas Bu Tek Pay?" tanya Lim Ceng Im lagi.
"Jangan" sam Gan sin Kay menggelengkan kepala. "Engkau harus tetap di sini, tidak boleh ke
mana-mana."
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk.
"Nak" Lim Peng Hang memandang putrinya. "Berjanjilah engkau tidak akan ke mana-mana"
"Ya. Ayah. Aku tidak akan ke mana-mana, ayah harus percaya" ujar Lim Ceng Im berjanji.
Lim Peng Hang manggut-manggut.
Pada tanggal lima belas, Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, para
ketua tujuh partai dan kaum golongan hitam telah hadir di markas Bu Tek Pay.
Beberapa anggota Bu Tek Pay tampak sibuk menyuguhkan berbagai macam makanan dan
minuman. Berselang beberapa saat kemudian, barulah Bu Lim Sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang
Bin Sat Sin dan Liu Siauw Kun berjalan ke luar lalu duduk.
"Selamat datang Selamat datang" ucap Tang Hai Lo Mo sambil tertawa terbahak-bahak.
Para hadirin diam saja, karena tidak tahu harus mengucapkan apa. Setelah usai tertawa, Tang
Hai Lo Mo berkata lagi dengan suara lantang.
"Hari ini kami mengundang kalian semua ke mari, karena kami ingin memberitahukan sesuatu"
lanjut Tang Hai Lo Mo dengan wajah berubah serius. "Yaitu pada hari ini kami akan memberikan
obat penawar racun"
Mendengar ucapan itu, Bu Lim Ji Khie dan lain-lainnya saling memandang, karena merupakan
hal yang sungguh di luar dugaan.
"siauw Kun" ujar Tang IHai Lo Mo. "Berilah mereka obat penawar racun"
"Ya, Guru," sahut Liu Siauw Kun sambil memberi hormat, kemudian mulai membagi-bagikan
obat penawar racun kepada Bu Lim Ji Khie dan lainnya. Setelah mem-bagi-bagikan obat penawar
racun, Liu Siauw Kun kembali duduk dengan sikap angkuh.
"Terima kasih, ketua Bu Tek Pay" ucapBu Lim Ji Khie dan lain-lainnya. "Ha ha ha" Tang IHai Lo
Mo tertawa gelakl "Setelah kalian makan obat itu, lweekang kalian akan pulih seperti semula."
"Terima kasih" ucap Sam Gan Sin Kay dan bertanya. "Sebetulnya ada apa kalian mengundang
kami ke mari?"
"sudah pasti ada sebabnya," sahut Thian Mo.
" Dapatkah dijelaskan?" tanya Kim siauw su-seng.
"Kami mengundang kalian ke mari, karena kami ingin memberikan obat penawar racun untuk
kalian, dan itu telah kami laksanakan." sahut Te Mo.
"Terima kasih" ucap Kim siauw suseng. "Tentunya bukan khusus untuk itu, pasti masih ada
urusan lain."
"Betul." Tang Hai Lo MO manggut-manggut.
"Apa urusan itu?" tanya sam Gan sin Kay.
"HahahaHahaha" siluman Gemuk tertawa gelak. "Mulai hari ini, Kay Pang dan tujuh partai besar
lainnya harus di bawah kekuasaan Bu Tek Pay."
"siapa yang berani menentang, pasti kami basmi" sambung siluman Kurus sambil tertawa dingin.
"Bagaimana" Kalian setuju?"
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang,
kemudian mereka memandang para ketua tujuh partai sambil memberi isyarat. setelah itu, mereka
menyahut serentak. "setuju."
"Bagus Bagus" siluman Kurus tertawa. " Kalian memang tahu diri. Kalau tidak. pasti kalian pasti
musnah." "Mulai hari ini Kay Pang dan tujuh partai besar lainnya harus di bawah perintah Bu Tek Pay.
Partai mana berani membangkang, pasti dibasmi." sambung siluman Gemuk. Bu Lim Ji Khie dan
lain-lainnya gusar sekali dalam hati, namun mereka tetap bersabar.
"Kamipun sudah tahu...," ujar Tang Hai Lo Mo sambil memandang Bu Lim Ji Khie. "Lam Kiong
hujin, Lam Kiong Bie Liong, Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng telah berangkat ke
Tayli. Karena itu, kami mengutus seseorang untuk menyusul mereka."
"Apa?" sam Gan sin Kay tersentak. " Kalian mengutus seseorang untuk mencelakai mereka?"
"Tentu tidak," sahut Tang Hai Lo Mo sambil tertawa. "Kami mengutus seseorang untuk
menyerahkan obat penawar racun kepada mereka. Kalau tidak, bagaimana mungkin Iweekang
mereka bisa pulih?"
"oooh" sam Gan sin Kay menarik nafas lega.
"ohya" Tang Hai Lo Mo menatap sam Gan sin Kay seraya berkata. "semua markas besar Kay
Pang harus diserahkan kepada Bu Tek Pay, dan para anggota Kay Pang di sana dipindahkan ke


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

markas pusat saja"
"Apa?" sam Gan sin Kay terbelalak.
"Karena markas cabang Kay Pang akan kamijadikan markas cabang Bu Tek Pay. sin Kay, engkau
tidak setuju?"
"Kami harus berunding sebentar," sahut sam Gan sin Kay, lalu bertanya kepada Lim Peng Hang.
"Bagaimana" Engkau bersedia menyerahkan semua markas cabang Kay Pang kepada Bu Tek Pay?"
"Tidak apa-apa," jawab Lim Peng Hang. "Kita serahkan saja"
"Baiklah." sam Gan sin Kay memandang Tang Hai Lo Mo. "Dalam waktu tiga hari, kami pasti
mengosongkan semua markas cabang Kay Pang."
"Terima kasih atas pengertianmu" ucap Tang Hai Lo Mo sambil tertawa gembira. "Ha ha ha
Mulai hari ini, Bu Tek Pay sebagai partai nomor satu di rimba persilatan, sekaligus sebagai
pemimpin rimba persilatan pula "
"HidupBu Tek Pay Hidup Bu Tek Pay Hidup Bu Tek Pay..." seru para anggota sambil bertepuktepuk
tangan, sehingga ruangan itujadi riuh gemuruh.
"Ha ha ha He he he" Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Ang Bin sat sin, dan Liu siauw Kun
terus tertawa terbahak-bahak.
"Acara yang mengasyikkan akan sebera dimulai." ujar Tang Hai LoMo dengan suara lantang,
kemudian bertepuk tangan tiga kali.
Kemudian muncullah para pemain musik dan para penari yang terdiri dari kaum wanita cantik.
setelah mereka memberi hormat, para pemain musik lalu duduk dan tak lama terdengarlah suara
musik yang sungguh menggetarkan kalbu.
Para penari pun mulai menari lemah gemulai. Bukan main Mereka mengenakan pakaian yang
tembus pandang. Apalagi ketika menggoyang- goyangkan pinggul, mereka tampak merangsang
sekali. Bu Lim Ji Khie dan lain-lainnya menggeleng-gelengkan kepala menyaksikan tarian itu,
sedangkan para anggota Bu Tek Pay bersorak sorai penuh kegembiraan.
"Mari kita bersulang demi kejayaan Bu Tek Pay" seru Tang Hai Lo Mo, talu tertawa terbahakbahak.
"Ha ha ha..."
sementara Toan wie Kie, Toan pit Lian, Lam Kiong hujin, Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian
Eng telah tiba diTayli dan langsung menuju istana. Betapa gembiranya Toan Hong Ya, Hujin dan
para pengawal istana. Mereka memberi hormat kepada Toan Hong Ya dan Hujin Toan Hong Ya
tertawa gembira.
"Ha ha Duduklah" ucapnya. "ohya, kenapa Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong tidak ke mari?"
"Mereka masih tinggal di markas pusat Kay Pang." jawab Lam Kiong hujin.
"Eeeh?" Toan Hong Ya memandang mereka. "Wajah kalian tampak tidak begitu gembira, apakah
telah terjadi sesuatu di Tionggoan?"
"Ya." Lam Kiong hujin mengangguk. "Golongan putih di rimba persilatan Tionggoan telah
mengalami masa suram."
"oh?" Toan Hong Ya mengerutkan kening. "Bagaimana kabarnya Tio Cie Hiong dan Lim Ceng
Im" Apakah mereka sudah melangsungkan pernikahan?"
"Belum." Lam Kiong hujin menggelengkan kepala.
"Kenapa belum?" Toan Hong Ya heran. "Apakah ada halangan?"
"Benar, Ayah," ujar Toan wie Kie sambil menghela nafas, lalu menutur tentang semua kejadian
itu. "Haaah...?" Air muka Toan Hong Ya berubah. "Cie Hiong... dia...."
"Kepandaiannya telah dimusnahkan." Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi
seseorang telah membawanya pergi."
"siapa orang itu?" tanya Toan Hong Ya.
"Entahlah." Toan wie Kie menggelengkan kepala. "Namun orang itu bermaksud baik, mungkin
akan berusaha menyembuhkannya."
"Aaakh..." Toan Hong Ya menghela nafas panjang. "Cie Hiong perlu kita hormati, sebab dia rela
mengorbankan dirinya demi keselamatan kalian semua. Kalau tidak. entah bagaimana nasib
kalian?" "Dia benar-benar pendekar muda yang berhati mulia, namun nasibnya..." Toan pit Lian
menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa begitu banyak percobaan berat yang menimpa dirinya?"
"Tidak gampang menjadi orang baik, lebih gampang menjadi orang jahat," sahut Toan Hong Ya
sungguh-sungguh dan menambahkan. "sebab orang baik pasti akan mengalami berbagai percobaan
kalau hatinya tidak tabah dan kuat imannya, niscaya akan berubah jahat pula."
Bab 59 Hong Hoang To (Pulau Phoenix)
Di Pak Hai (Laut Utara) terdapat sebuah pulau misterius. Pulau itu dinamai pulau Phoenix karena
masih banyak burung langka tersebut hidup di pulau itu.
Para nelayan yang tinggal di pesisir Laut Utara, sama sekali tidak berani mendekati Pulau Hong
Hoang To, sebab pulau tersebut dianggap keramat, lagi pula sering diselimuti kabut tebal.
Pada pagi ini, tampak seorang gadis berusia dua puluhan sedang berlatih ilmu pedang di pulau
tersebut. Beberapa ekor burung Phoenix menyaksikannya sambil memekik girang. Ketika gadis itu
berhenti berlatih, terdengarlah suara orang memujinya.
"Bagus Bagus" kemudian muncul seorang tua berusia tujuh puluhan sambil mendekatinya
dengan wajah berseri. "Hoa Ji (Anak Hoa), ilmu pedang mu telah maju pesat."
"oh?" Gadis itu tertawa gembira. "Ayah, apakah ilmu pedangku ini dapat mengalahkan orang
berkepandaian tinggi di Tionggoan?"
"Ha ha" orang tua itu tertawa gelak. "Jangan terlampau berambisi Engkau tahu bahwa, banyak
orang aneh berkepandaian tinggi di Tionggoan, sedangkan kepandaianmu masih cetek."
Gadis itu cemberut. "Aku tidak berambisi, hanya ingin tahu saja. Boleh kan?"
"Tentu boleh." orang tua itu manggut-mang-gut dan melanjutkan. " Kecuali engkau telah
berhasil mempelajari Kiu Yang sin Kang, maka engkau pasti bisa mengalahkan orang
berkepandaian tinggi di Tionggoan."
"Ayah, kapan aku akan berhasil mempelajari Kiu Yang sin Kang?"
"Itu tergantung dari ketekunanmu berlatih. Mungkin... masih harus dua tahun lagi."
"Kenapa begitu lama?"
"Paling cepat masih harus menunggu setahun lebih. Karena itu, mulai hari ini ayah akan
memberimu Kim Yang Tan. pil tersebut dapat menambah lweekangmu."
"Terima kasih. Ayah" ucap gadis itu dan bertanya. "ohya, kenapa Ayah tidak pernah ke
Tionggoan?"
"Almarhum kakekmu melarangnya, maka ayah tidak boleh ke Tionggoan," sahut orang tua itu
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa kakek mengeluarkan larangan itu?" tanya gadis itu heran. la bernama Tio Hong Hoa,
ayahnya bernama Tio Tay seng, ibunya telah meninggal beberapa tahun yang lalu.
"Hoa Ji..." Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas panjang. "Itu
rahasia kakekmu, engkau tidak usah mengetahuinya."
"Ayah..." Tio Hong Hoa tampak tidak senang. "Aku cucunya, kenapa tidak boleh tahu
rahasianya" Lagipula kakek sudah almarhum..."
"Hoa Ji, kelak ayah pasti menceritakannya," ujar Tio Tay seng sambil tersenyum lembut.
"Ayah, apakah Kiu Yang sin Kang merupakan ilmu yang tanpa tanding di rimba persilatan
Tionggoan?" tanya Phang Ling Hiang Hong Hoa.
"Kiu Yang sin Kang berasal dari Kiu Yang cin Keng (Kitab Pusaka Kiu Yang). sebenarnya kitab
pusaka itu milik siauw Lim Pay, tapi ratusan tahun silam, telah dicuri orang." Tio Tay seng
memberitahukan. " Namun kemudian Tio Bu Kie yang memperoleh kitab pusaka tersebut, bahkan
berhasil mempelajarinya . "
"Ayah, siapa Tio Bu Kie?"
"Ayah Tio Bu Kie adalah murid Tio sam Hong, ketua Butong Pay masa itu. Tio sam Hong
berkepandaian sangat tinggi, bahkan kemudian berhasil menciptakan ilmu Thay Kek Kun (Ilmu
Pukulan Taichi). sudah barang tentu nama Butong Pay terangkat tinggi, bahkan di atas nama siauw
Lim Pay. Tapi akhirnya ayahnya membunuh diri karena menikah dengan putri Mo Kauw. Putri Mo
Kauw itu pun membunuh diri sambil menggendong Tio Bu Kie yang masih kecil..."
"Ayah" Tio Hong Hoa menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa kedua orang tua Tio Bu Kie bunuh
diri?" "Karena ibu Tio Bu Kie sering membunuh orang, maka para ketua enam partai besar menuntut
terhadap Tio sam Hong. padahal sesungguhnya ayah Tio Bu Kie merupakan murid kesayangan
ketua Butong Pay itu."
"Apakah Tio sam Hong yang mendesak ayah Tio Bu Kie membunuh diri?"
"sebenarnya tidak. melainkan ayah Tio Bu Kie yang mengambil keputusan itu, lantaran sangat
mencintai istrinya. Kemudian ibu Tio Bu Kie pun membunuh diri sambil menggendong Tio Bu Kie.
sungguh mengenaskan kematian kedua orang tua Tio Bu Kie."
"Apakah Tio Bu Kie menuntut balas setelah berkepandaian tinggi?"
"Tidak." Tio Tay seng melanjutkan. "sebab Tio Bu Kie tahu, ibunya yang bersalah. setelah
berhasil mempelajari Kiu Yang sin Kang, maka Tio Bu Kie menyatukan Mo Kauw menjadi Beng
Kauw untuk merobohkan dinasti Goan (Monggol)."
"Apakah Tio Bu Kie berhasil?"
"Berhasil." Tio Tay seng manggut-manggut. " Karena itu, berdirilah dinasti Beng."
"Tio Bu Kie adalah kaisar pertama dinasti Beng?"
"Bukan. sebab Tio Bu Kie tidak mau menjadi kaisar." Tio Tay seng menggeleng-gelengkan
kepala dan melanjutkan. Justru karena itu, terjadilah pergolakan dalam Beng Kauw, dan muncullah
salah seorang anggota Beng Kauw bernama Cu Guan ciang. Akhirnya dia yang berhasil menjadi
kaisar pertama dinasti Beng, sebab dia menggunakan akal licik,"
"Lalu bagaimana?"
"Setelah menjadi kaisar, Cu Guan cian malah menurunkan perintah membantai para anggota
Beng Kauw. Tio Bu Kie sebera membubarkan Beng Kauw. karena tidak menghendaki pertumpahan
darah. Lagi pula rakyat hidup menderita di masa itu. Kalau terjadi peperangan, rakyatlah yang akan
menjadi korban. Maka Tio Bu Kie tidak mau mengadakan perlawanan, malah membubarkan Beng
Kauw." "Sungguh berjiwa besar Tio Bu Kie, dia mementingkan rakyat tanpa memikirkan kepentingan
sendiri." "Benar Tapi..." Tio Tay Seng menghela nafas. "Setelah Beng Kauw dibubarkan. cu Guan Ciang
malah menurunkan perintah menangkap Tio Bu Kie. Karena itu, Tio Bu Kie terpaksa kabur bersama
istrinya."
"Tio Bu Kie dan istrinya kabur ke mana?"
"Ke sebuah pulau, namun tiada seorang pun tahu pulau apa itu."
"Ayah Mungkinkah mereka ke pulau ini?"
"Mungkin."
"Kalau begitu... mungkinkah kita keturunan Tio Bu Kie, sebab kita memiliki Kiu Yang Sin Kang."
"Ayah tidak begitu jelas, tapi... mungkin juga."
"Ayah..." Tio Hong Hoa memandangnya dengan penuh harap. "Ayah telah menceritakan tentang
Tio Bu Kie, bagaimana kalau ayah ceritakan juga tentang kakek mengeluarkan larangan itu?"
"Hoa Ji..." Tio Tay Seng mengerutkan kening. "Bukan ayah tidak mau menceritakan,
melainkan...".
"Kenapa?"
"Sebab apa yang pernah kakekmu ceritakan kepada ayah..." Tio Tay Seng menghela nafas.
"Ayah tidak tahu benar atau tidak cerita kakekmu itu."
"Kalau begitu, Ayah ceritakan saja" Tio Hong Hoa tersenyum. "Mungkin aku bisa memberikan
sedikit pendapat."
Tio Tay seng berpikir, lama sekali barulah mengangguk.
"Baiklah. Ayah akan menceritakannya. Kira-kira tujuh puluh lima tahun lalu, kakekmu pergi ke
Tionggoan. Pada masa itu kaum golongan hitam merajalela di rimba persilatan Tionggoan. Karena
itu, kakekmu mulai membunuh mereka, sekaligus meninggalkan Hong Hoang Leng (Tanda Perintah
Poenix). Hal itu sangat mengejutkan kaum rimba persilatan Tionggoan, sebab dua ratus tahun lalu
Hong Hoang Leng pernah muncul beberapa kali di rimba persilatan Tionggoan, khususnya
membunuh kaum golongan hitam. Kakekmu ke Tionggoan dan membunuh kaum golongan hitam,
setelah itu meninggalkan Hong Hoang Leng, tentunya sangat mengejutkan kaum golongan hitam.
Akan tetapi, tiada seorang pun yang tahu siapa pemilik Hong Hoang Leng tersebut."
"setelah itu bagaimana?"
"Kebetulan kakekmu menolong seorang biarawati, kemudian mereka berdua saling mencinta,
dan akhirnya biarawati itu melahirkan dua anak lelaki."
" Kalau begitu, biarawati itu nenek?"
"Betul." Tio Tay seng mengangguk. " Karena itu, biarawati kembali jadi wanita biasa. Akan
tetapi, beberapa tahun kemudian, kakekmu membawa ayah dan pamanmu pulang ke Hong Hoang
To." "Lho" Kenapa?"
"Kata kakekmu, nenekmu menyeleweng dengan lelaki lain. Maka saking gusarnya kakekmu
membawa ayah dan pamanmu pulang ke Hong Hoang To, dan nenekmu tidak tahu sama sekali."
"Ayah tahu siapa nenek?"
"Ayah tidak tahu nama nenekmu, tapi... nenekmu sangat cantik dan lembut, karena itu, ayah
tidak begitu yakin nenekmu akan menyeleweng dengan lelaki lain. Namun kakekmu bilang
menyaksikannya dengan mata kepala sendiri."
"ohya, di mana paman?"
"Ketika pamanmu berusia dua puluhan, dia secara diam-diam meninggalkan pulau ini. Betapa
gusarnya kakekmu sehingga ayah yang dihukum, sebab ketika kakekmu membawa ayah dan
pamanmu pulang, kakekmu juga melarang kami ke Tionggoan. Siapa berani melanggar larangan itu
pasti dihukum berat."
"Dengan cara apa kakek menghukum ayah?"
"Aaakh..." Tio Tay Seng menghela nafas panjang. "Kalau Tio Lo Toa tidak ikut berlutut
bermohon kepada kakekmu, mungkin ayah sudah dibunuh."
"Kalau begitu, secara tidak langsung Paman Lo Toa telah menyelamatkan nyawa Ayah."
"Benar." Toa Tay Seng mengangguk. "Dia pembantu yang sangat setia, juga berkepandaian
tinggi." "Ayah, paman tidak pernah pulang?"
"Belasan tahun lalu setelah kakekmu meninggal, ayah pernah mengutus Tio Lo Toa ke
Tionggoan menyelidiki pamanmu, ternyata pamanmu sudah mempunyai istri dan anak."
"Oh?"
"Lima tahun lalu, ayah mengutus Tio Lo Toa ke Tionggoan lagi." lanjut Tio Tay seng sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Paman dan bibimu telah mati di bunuh oleh Bu Lim sam Mo, anakanaknya
entah hilang ke mana."
"Kenapa Bu Lim sam Mo membunuh paman dan bibi?"
"Dikarenakan sebuah kotak pusaka."
"Ayah Bolehkah aku tahu nama paman?"
"Pamanmu bernama Tio It seng, bibimu adalah sin Pian Bi jin-Lie Hui Hong," jawab Tio Tay seng
memberitahukan. "Anak-anaknya bernama Tio suan suan dan Tio cie Hiong. Tio suan suan sudah
mati." "Bagaimana Tio cie Hiong?"
"Belum tahu jelas, tapi ayah telah mengutus Tio Lo Toa ke Tionggoan untuk menyelidikinya . "
"Kapan paman Lo Toa akanpulang?"
"Mungkin... hari ini."
"Ayah..." Di saat Tio Hong Hoa baru mau bicara, mendadak muncul seorang tua berusia enam
puluhan mendekati mereka.
"Tocu (Majikan pulau) "panggil orang tua itu, yang ternyata Tio Lo Toa yang baru pulang dari
Tiong goan. "Tio Lo Toa Bagaimana kabarnya Tio Cie Hiong?" sahut Tio Tay seng.
"Aaaakh..." Tio Lo Toa menghela nafas. "Dia... dia sudah mati."
"Apa?" Betapa terkejutnya Tio Tay seng. "Bagaimana dia mati?"
" Kepandaiannya dimusnahkan oleh Bu Lim sam Mo, bahkan tulang punggungnya juga
dipatahkan. Akhirnya dia mati beberapa hari kemudian."
" Kenapa" Kenapa kepandaiannya bisa dimusnahkan oleh Bu Lim sam Mo?" tanya Tio Tay seng
dengan kening berkerut-kerut.
"Demi Bu Lim Ji Khie, Kay Pang dan tujuh partai besar lainnya. Maka dia mengorbankan
dirinya...," jawab Tio Lo Toa dan menutur tentang kejadian itu.
"Aaakh..." Tio Tay seng menghela nafas panjang. "sungguh malang nasib keponakanku..."
"Ayah" ujar Tio Hong Hoa dengan mata berapi-api. "Aku akan berangkat ke Tionggoan untuk
menuntut balas kepada Bu Lim sam Mo"
"Hoa Ji" Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala. "Dengan kepandaianmu sekarang, engkau
masih bukan tandingan mereka."
"selain Bu Lim sam Mo, juga terdapat Kwan Gwa siang Koay." Tio Lo Toa memberitahukan.
"Kini rimba persilatan Tionggoan telah dikuasai Bu Tek Pay yang dipimpin Bu Lim sam Mo."
"Ayah, biar bagaimana pun aku harus menuntut balas kepada Bu Lim sam Mo" tegas Tio Hong
Hoa. "sungguh kasihan Adik Cie Hiong"
"Hoa Ji" Tio Tay seng menatapnya dalam-dalam. " Kalau memang engkau bertekad, maka
engkau harus lebih tekun belajar."
"Ya, Ayah." Tio Hong Hoa mengangguk.
"Tocu tidak berniat ke Tionggoan?" tanya Tio Lo Toa mendadak.
"Aku tidak mau melanggar larangan almarhum ayahku, jadi aku tetap di pulau. Engkau bersama
Hoa Jie saja ke Tionggoan kelak." jawab Tio Tay seng. "Tapi jangan bertindak gegabah, harus
dengan perhitungan."
"Tocu..." Tio Hong Hoa menghela nafas panjang. "Majikan tua telah meninggal, maka larangan
itu tidak berlaku lagi."
"Biar bagaimana pun, aku harus mentaati larangan almarhum, tidak baik melanggarnya," ujar
Tio Tay seng sungguh-sungguh.
"Tocu..." Tio Lo Toa menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayah" desak Tio Hong Hoa. "Ayah ikut saja kelak"
"Hoa ji" Tio Tay seng tersenyum getir. "Ayah sudah tua, lagi pula dari dulu hingga kini sama
sekali tidak berniat ke Tionggoan."
"Ayah" Tio Hong Hoa tertawa kecil. "Anggap saja pesiar di sana, bukankah Ayah senang akan
panorama yang indah" Nah, di Tionggoan banyak panorama indah."
" Hoa ji" Tio Tay seng menatapnya. "Itu urusan kelak. tidak perlu dibicarakan sekarang. Yang
penting, mulai sekarang engkau harus tekun mempelajari Kiu Yang sin Kang."
"Ya, Ayah." Tio Hong Hoa mengangguk. dan mulai hari itu gadis tersebut betul-betul belajar
dengan tekun sekali.
sementara itu, di dalam goa yang di puncak Gunung Thiansan, monyet bulu putih merawat Tio
Cie Hiong dengan penuh perhatian. setiap hari monyet itu pasti memberinya buah yang
mengandung cairan pahit, dan selama beberapa bulan, Tio Cie Hiong hanya makan buah tersebut.
Buah itu memang mujarab, maka kini sekujur badan Tio Cie Hiong sudah mulai bisa bergerak.
tapi masih belum bisa duduk.
"Kauw heng" Tio Cie Hiong menatapnya terharu. " Kebaikanmu melebihi manusia, aku sungguh


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhutang budi kepadamu."
Monyet bulu putih bercuit-cuit dan sepasang tangannya digoyang-goyangkan, sepertinya
memberitahukan kepada Tio Cie Hiong, jangan merasa berhutang budi kepadanya.
"Kauw heng, hatimu sungguh mulia" ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Apabila aku bisa
sembuh, aku pasti mengajakmu pergi bersama. Tentunya engkau akan merasa gembira, bukan?"
Monyet bulu putih bercuit-cuit lagi, kemudian bertepuk-tepuk tangan sambil berjingkrak-jingkrak
kelihatan gembira sekali.
Di dalam sebuah goa di Gunung Thay san, tampak Tayli Lo Ceng duduk bersemedi bersama
seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tiga, yang wajahnya sangat tampan.
Berselang beberapa saat kemudian, Tayli Lo Ceng membuka matanya dan tersenyum lembut
sambil memandang pemuda itu.
Tak seberapa lama pemuda itu pun membuka matanya. Ketika melihat Tayli Lo Ceng
memandangnya, segeralah ia berlutut. "Guru..."
"Duduk saja" Tayli Lo Ceng tersenyum lembut. "Tidak perlu berlutut."
"Ya, Guru." Pemuda itu langsung duduk dan bertanya. "sudah lama kah guru pulang?"
"Belum begitu lama." Tayli Lo Ceng menatapnya dalam-dalam. "Lweekangmu sudah bertambah
maju, guru merasa gembira sekali, karena tidak sia-sia aku menggemblengmu."
"Terima kasih atas gemblengan guru." ucap pemuda itu dan bertanya. "Guru baru pulang dari
Hong Lay san?"
"Ya." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Kini It sim sin Ni sudah mempunyai seorang murid
perempuan bernama Tan Li Cu..."
Tayli Lo Ceng menutur tentang kejadian yang menimpa Tan Li Cu, dan pemuda itu mendengar
dengan penuh perhatian.
"Guru, nasibnya sungguh malang" ujar pemuda itu sambil menghela nafas, kemudian
menundukkan kepala seraya bertanya. "Guru, sebetulnya siapa kedua orang tuaku?"
"Kini sudah waktunya guru memberitahukan."
Tayli Lo Ceng menatapnya. "Engkau bernama Lie Man Chiu. Ayahmu adalah seorang pembesar
yang tidak pernah korupsi, akan tetapi, kira-kira dua puluh tahun lalu, kedua orang tuamu dan
kakakmu dibantai oleh beberapa penjahat. Kebetulan guru lewat di kota itu, maka masih sempat
menolongmu"
"Aaakh..." keluh Lie Man chiu sambil menghela nafas panjang.
"setelah menolongmu...," lanjut Tayli Lo Ceng. "Guru terpaksa menitipkanmu di keluarga petani,
dan lima tahun kemudian barulah guru membawamu ke mari."
"Terima kasih atas budi baik guru yang telah membesarkanku." ucap Lie Man chiu, lalu berlutut
di hadapan Tayli Lo Ceng.
"Duduklah" Tayli Lo Ceng tersenyum lembut. "Sudah belasan tahun guru menggemblengmu,
dan kini kepandaianmu sudah tinggi, maka setahun kemudian engkau boleh meninggalkan goa ini."
"Guru...."
"Guru perlu memberitahukan, kini rimba persilatan telah dikuasi Bu Tek Pay yang dipimpin Bu
Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay. Karena itu, setahun kemudian, engkau harus membantu
Tio Cie Hiong."
"Guru, bolehkah aku tahu siapa Tio Cie Hiong?"
"Tio Cie Hiong adalah seorang pendekar yang berhati bajik..." tutur Tayli Lo Ceng.
"Guru, Tio Cie Hiong sungguh berjiwa besar, dia rela mengorbankan dirinya demi semua orang
itu Aku kagum dan salut kepadanya, dan kelak aku pun harus jadi seorang pendekar seperti dia."
"Bagus Bagus" Tayli Lo Ceng manggut-manggut..
"Tapi..." Mendadak Lie Man chiu mengerutkan kening. "Guru, apakah Cie Hiong akan sembuh?"
"Dia akan sembuh, tapi kepandaiannya bisa pulih atau tidak. guru tidak berani memastikannya .
" "Guru, bagaimana seandainya kepandaiannya tidak bisa pulih?"
"Berarti Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Keay akan tetap menguasai rimba persilatan. "
"Guru..."
"Guru tahu engkau ingin mengatakan apa." Tayli Lo Ceng tersenyum getir. "Tentunya engkau
menghendaki guru dan it sim sin Ni melawan Kwan Gwa siang Koay, sedangkan engkau dan Tan Li
cu melawan Bu Lim sam Mo, bukan?"
"Ya, guru." Lie Man chiu mengangguk. "Jadi kita bisa membasmi mereka."
"Itu tidak mungkin..." Tayli Lo Ceng meng-gelcng-gelengkan kemala. "sebab kalian berdua
belum mampu melawan Bu Lim sam Mo. Kalau kalian berdua menghadapi mereka bertiga, kalian
berdualah yang akan celaka."
Lie Man chiu mengerutkan kening. " Kalau begitu, Tio Cie Hiong...."
"Dia seorang diri mampu melawan Bu Lim sam Mo." Tayli Lo Ceng memberitahukan. "sebab dia
memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang dan Kan Ku Taylo sin Kang, hanya saja entah bisa pulih atau
tidak kepandaiannya?"
"Guru Tio cie Hiong berada di mana sekarang?"
"Di puncak Gunung Thian san."
"Guru yang membawanya ke sana?"
"Betul." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. " Karena di sana terdapat seekor monyet berbulu
putih yang sakti, dan cie Hiong boleh dikatakan majikan monyet sakti itu."
"Guru..." Lie Man chiu memandang Tayli Lo Ceng dengan penuh keheranan. "Bagaimana
mungkin monyet itu dapat mengobati Cie Hiong?"
"Engkau harus tahu, monyet itu sudah berusia hampir tiga ratus tahun." Tayli Lo Ceng
memberitahukan. "Majikannya yang dulu adalah seorang sakti, sudah barang tentu dia pun menjadi
sakti, bahkan tak mempan dibacok dengan senjata apa pun."
" Kalau begitu, monyet itu pun berkepandaian tinggi?"
"Tinggi sekali." Tayli Lo Ceng tersenyum dan melanjutkan. "Kemungkinan besar monyet itu
mampu mengalahkan guru."
"Begitu lihaykah monyet itu?" Lie Man Chiu terbelalak.
"Kalau tidak. bagaimana mungkin guru menyebutnya monyet sakti?" sahut Tayli Lo Ceng dan
menambahkan. "Monyet sakti itu pun sangat setia kawan, karena itu, guru yakin dia pasti berupaya
menyembuhkan Cie Hiong." Lie Man Chiu manggut-manggut.
"omitohud..." ucap Tayli Lie Man Chiu sambil menatapnya tajam. "Pada dasarnya engkau
memang berhati baik, namun masih diliputi hawa membunuh. setelah engkau berkecimpung dalam
rimba persilatan, janganlah terlampau banyak membunuh orang"
"Guru Aku akan membunuh penjahat. Kalau tidak, para penjahat itu pasti terus melakukan
kejahatan."
"omitohud omitohud..." Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "Tekanlah hawa membunuhmu
itu" "Ya, guru." Lie Man chiu mengangguk.
"omitohud..." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "omitohud..."
Bab 60 Gadis Jepang muncul di markas pusat Kay Pang
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Lim Ceng Im duduk di ruang
depan markas pusat Kay Pang. Kini Kay Pang sudah tiada kegiatan apa-apa, sebab di bawah
perintah Bu Tek Pay, bahkan semua markas cabang pun telah dijadikan markas
cabang partai Tanpa Tanding itu. Begitu pula tujuh partai besar lainnya, semua di bawah
perintah Bu Tek Pay, maka membuat kaum golongan hitam yang berjaya dalam rimba persilatan.
Mereka selalu berlaku sewenang-wenang, menyita harta benda orang dan memperkosa kaum
wanita. siapa yang berani melawan, pasti dibunuh tanpa ampun. Para pedagang harus membayar pajak
tinggi kepada Bu Tek Pay, sedangkan kaum hartawan diwajibkan membayar uang keamanan. Yang
paling menderita adalah rakyat jelata, walau anak gadis atau isteri mereka diperkosa, mereka pun
harus diam. Kalau tidak, pasti mati di ujung senjata.
"Aaaakh..." sam Gan sin Kay menghela nafas panjang. "Tidak disangka rimba persilatan akanjadi
begini macam"
"Pengemis bau, kita sebagai Bu Lim Ji Khie, tapi cuma bisa duduk diam. sungguh menyedihkan"
ujar Kim siauw suseng sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Keadaan yang begini, entah kapan
akan berakhir?"
"Kalau Cie Hiong sudah muncul, semuanya pasti berakhir," sela Tui Hun Lojin.
"Itu merupakan harapan kita satusatunya," sahut sam Gan sin Kay. "sebab siapa yang dapat
melawan Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay?"
"Ini adalah kesuraman golongan putih...." Kim siauw suseng menghela nafas panjang.
"sudah setahun..." gumam Lim Ceng im dengan wajah murung. "Entah bagaimana keadaan
Kakak Hiong" Mungkinkah dia sudah sembuh?"
"Kita semua berharap dia sembuh dan pulih kepandaiannya. oleh karena itu kita harus tetap
bersabar..." ucapan sam Gan sin Kay terputus, ternyata ia melihat sai Pi Lo Kay berlari masuk
dengan wajah serius.
"Lapor pada Tetua dan Pangcu" ujar sai Pi Lo Kay. "Gadis Jepang itu ke mari ingin bertemu cie
Hiong." "siapa gadis Jepang itu?" tanya Lim Peng Hang heran.
"Dia Michiko, aku kenal dia," jawab sai Pi Lo Kay memberitahukan. " wajahnya tampak kusut
dan murung, pasti ada suatu urusan."
"Kalau begitu, cepat suruh dia masuk" ujar Lim Peng Hang.
"Ya, Pangcu." sai Pi Lo Kay segera ke luar, dan tak lama ia sudah kembali bersama Michiko.
"Maaf Maaf" ucap gadis Jepang itu sambil menengok ke sana ke mari. "Aku ke mari mau
bertemu Kakak Tio."
"Maksudmu Tio Cie Hiong?" tanya Lim Peng Hang.
"Ya." Michiko mengangguk. "Aku memanggilnya Kakak Tio."
"Mari kita ke ruang dalam" ajak Lim Peng Hang dan berpesan kepada sai Pi Lo Kay. "Perketat
penjagaan di luar, apabila ada anggota Bu Tek Pay ke mari, cepatlah melapor"
"Ya, Pangcu." sai Pi Lo Kay langsung pergi.
sedangkan Lim Peng Hang dan lain-lainnya berjalan masuk. dan setelah duduk. ketua Kay Pang
itu menatap Michiko dalam-dalam lalu bertanya. "Ada urusan apa Nona Michiko ingin bertemu Tio
Cie Hiong?"
"Aku cuma kenal Kakak Tio di Tionggoan ini, maka aku ke mari mencarinya." jawab Michiko
jujur. "sebab dia boleh dikatakan seperti kakakku sendiri"
Berkata sampai di sini, Michiko mulai terisak-isak dengan air mata bercucuran.
"Nona Michiko, apakah telah terjadi sesuatu atas dirimu di Jepang?" tanya Lim Peng Hang.
"Ya." Michiko mengangguk. "Setahun lalu, aku dan kakakku membawa lima Ninja pulang ke
Jepang. setelah itu, mereka berlima dihukum mati. Akan tetapi...."
"Kenapa?" tanya Lim Peng Hang.
"Mendadak muncul ketua aliran Ninja. Dia membunuh guru dan kakakku, untung aku sempat
kabur. Kalau tidak- aku pun pasti mati." Michiko memberitahukan. Lim Peng Hang manggutmanggut.
"Jadi engkau kabur ke mari?"
"Ya." Michiko mengangguk. "Hanya Kakak Tio yang dapat melindung iku, karena aku yakin ketua
aliran Ninja itu pasti akan mengejarku."
"Mengejar sampai di Tionggoan ini?" sam Gan sin Kay tersentak.
"Ya," jawab Michiko "Setahun lalu, lima Ninja itu bergabung dengan Bu Tek Pay."
"Celaka" seru sam Gan sin Kay. "Ini... ini...."
"Pengemis bau, kenapa engkau menjadi begitu pengecut?" tegur Kim siauw suseng sambil
meng- geleng- gelengkan kepala.
"sastrawan sialan Aku bukan pengecut" sahut sam Gan sin Kay dengan kening berkerut-kerut.
"Yang kupikirkan adalah kita dan para anggota Kay Pang" Kim siauw suseng manggut-manggut.
"Kalau begitu, kita harus mencari akal."
"Ada apa?" tanya Michiko.
"Nona Michiko, tentunya engkau belum tahu, bahwa kini Bu Tek Pay telah menguasai rimba
persilatan Tionggoan, Kay Pang dan tujuh partai besar lainnya berada di bawah perintahnya," ujar
Lim Peng Hang. "Kalau begitu, nanti setelah bertemu dengan Kakak Tio, aku akan segera pergi agar tidak
merepotkan di sini," ujar Michiko dan bertanya. "Bolehkah aku bertemu Kakak Tio?"
"Nona Michiko" Lim Ceng im menatapnya. "Kami akan berupaya melindungimu, karena engkau
menganggap Kakak Hiong sebagai kakakmu."
" Engkau pasti Nona Ceng im, calon isteri Kakak Tio." Michiko memandangnya. " Engkau cantik
sekali, pantas Kakak Tio begitu mencintaimu"
"Aaakh..." Lim Ceng im menghela nafas panjang.
"Nona Ceng Im" Tanya Michiko cepat. "Apa-kah telah terjadi sesuatu atas diri Kakak Tio?"
Lim Ceng Im mengangguk lalu memberitahukan. "Dia terluka parah...."
Lim Ceng Im menutur secara jelas mengenai kejadian itu, dan Michiko mendengarkan dengan
air mata berlinang-linang.
"Kakakku begitu baik, tapi mati di tangan ketua aliran Ninja. sedangkan Kakak Tio yang berhati
bajik, malah mati di tangan Bu Lim sam Mo."
"Nona Michiko" ujar Lim Ceng im dengan suara rendah. "Sebetulnya Kakak Hiong tidak mati,
tapi...." "oh?" Michiko tercengang. "Kalau begitu, Kakak Tio pasti bisa sembuh."
"itulah yang kita harapkan," sahut Lim Peng Hang. "Tapi belum tentu kepandaiannya bisa pulih
seperti sedia kala."
"Aaakh..." Michiko menghela nafas panjang.
" Karena itu, kita semua harus bersabar untuk menunggu Cie Hiong pulang," ujar Lim Peng
Hang. "Mudah-mudahan dia bisa pulang dengan keadaan seperti dulu"
Michiko manggut-manggut, sementara sam Gan sin Kay terus mengerutkan kening, kelihatannya
sedang memikirkan sesuatu.
"Nona Michiko Untuk sementara ini, engkau harus bersembunyi." ujarnya kemudian.
"Kenapa?" Michiko heran.
"Kalau pihak Bu Tek Pay tahu engkau berada di sini, dan kami tidak menyerahkanmu kepada Bu
Tek Pay. tentunya kita akan celaka semua," sahut Sam Gan sin Kay sungguh-sungguh .
"Kalau begitu aku akan pergi," ujar Michiko lalu bangkit berdiri
"Kalau engkau pergi pasti celaka," ujar sam Gan sin Kay dan menambahkan. "Aku mempunyai
akal." "Pengemis bau Engkau punya akal apa" Beri-tahukanlah" tanya Kim siauw suseng.
"Begini...." sam Gan sin Kay merendahkan suaranya. "Nona Michiko boleh pergi sekarang, lalu
bersembunyi di luar markas Kay Pang ini. Malam harinya aku akan ke sana menjemput."
"Maksud cianpwee menjemputku ke mari lagi?" Michiko agak bingung.
"Ya." sam Gan sin Kay mengangguk. "Jadi para anggota Kay Pang melihat engkau pergi...."
"oooh" Michiko manggut-manggut. Terima kasih, Cianpwee"
"Pengemis bau" Kim Siauw Suseng tertawa. "Aku tak menyangka kalau engkau begitu cerdik."
"Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Tentunya aku lebih cerdik dari padamu."
"Kalau begitu, aku pergi sekarang" ujar Michiko sambil bangkit berdiri.
"Nona Michiko. Aku antar engkau ke depan." Lim Ceng Im juga bangkit berdiri sambil
tersenyum. "Terima kasih" ucap Michiko. "Mungkin usiaku lebih besar sedikit dari usiamu, jadi aku akan
memanggilmu Adik Ceng Im, dan engkau memanggilku Kakak Michiko."
"Baik, Kak." Lim Ceng Im mengantar gadis itu sampai di depan, kemudian berbisik. "Di luar
markas ini terdapat sebuah pohon besar, bersembunyilah di sana Begitu hari sudah malam,
kakekku pasti pergi menjemputmu."
"Ya" Michiko mengangguk. "Terima kasih, adik Ceng Im"
Malam harinya, tampak sosok bayangan berkelebat meninggalkan markas pusat Kay Pang.
Berselang beberapa saat kemudian, sosok bayangan itu kembali memasuki markas pusat Kay Pang
bersama sosok bayangan lain, yang ternyata sam Gan sin Kay dan Michiko
"Bagaimana?" tanya Kim siauw suseng. "Apa-kah tiada seorang pun melihat kalian?"
sam Gan sin Kay mengangguk. "Mari kita ke ruang bawah tanah"
Mereka semua menuju ke dalam. Lim Peng Hang menekan sebuah tombol rahasia, seketika
muncul sebuah lubang di lantai.
"Mari kita masuk" ajak Lim Peng Hang lalu masuk ke lubang itu, dan yang lain pun mengikutinya
. Ruang bawah tanah itu cukup luas dan bersih. setelah berada di dalam ruang itu, barulah Lim
Peng Hang menghela nafas lega.
"Nona Michiko sementara bersembunyilah engkau di sini, nanti setelah aman engkau boleh
keluar, tetapi harus menyamar sebagai pengemis."
"Terima kasih, Paman" ucap Michiko
"Kakak Michiko Bagaimana kepandaian ketua aliran Ninja itu?" tanya Lim Ceng im.
"Kepandaiannya sangat tinggi. Aku justru masih merasa heran...." Gadis Jepang itu
mengerutkan kening. "Padahal setahun lalu kepandaiannya belum begitu tinggi, namun kini
sungguh tinggi dan lihay. Guru dan kakakku tak sanggup melawannya, akhirnya mati di
tangannya."
"Engkau yakin ketua aliran Ninja itu akan ke mari?" tanya sam Gan sin Kay.
"Aku yakin" Michiko manggut-manggut. "Sebab dia tahu aku kabur ke Tionggoan ini."
"Kalau begitu, ketua aliran Ninja itu pasti Bu Tek Pay. Karena kelima muridnya pernah
bergabung dengan partai Tanpa Tandihg itu." ujar Lim Ceng im.
"Benar." Kim siauw suseng mengangguk. HKe-mungkinan besar dalam beberapa hari ini, pihak
Bu Tek Pay akan ke mari mencari Nona Michiko."
"Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa. " Karena itu, timbullah akalku ini, jadi Nona Michiko akan
aman di dalam ruang bawah tanah."
"Hanya kitalah yang tahu ruang bawah tanah ini?" tanya Tui Hun Lojin mendadak. "Apakah sai
Pi Lo Kay tidak mengetahuinya?"
"Memang hanya kita yang tahu," sahut sam Gan sin Kay. "sai Pi Lo Kay pun tidak tahu."
Tui Hun Lojin manggut-manggut. "Pengemis bau, aku tidak menyangka kalau engkau
mempunyai akal yang sedemikian lihay."
"Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kini engkau sudah tahu, kan?"
"Benar Benar...." Tui Hun Lojin juga tertawa.
"Nona Michiko Tenanglah engkau di sini, Ceng Im akan mengantar makanan dan minuman
untukmu" "Terima kasih, Paman" Ucap Michiko terharu. "Terima kasih...."
Ketua aliran Ninja sudah tiba di Tionggoan dan langsung menemui beberapa anggota Bu Tek
Pay. setelah tahu identitas ketua aliran Ninja, maka salah seorang anggota partai tersebut
mengantarnya ke markas.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Keay, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun menyambut
kedatangannya dengan penuh kegembiraan.
"Ha ha ha Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Selamat datang, ketua Ninja"
"Selamat bertemu, ketua Bu Tek^ay" sahut ketua aliran Ninja, yang bernama Takara Yahatsu.
"Ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa lagi. "sila-kan duduk, silakan duduk"
"Terima kasih" Takara Yahatsu duduk seraya berkata. "Murid- murid ku pernah bilang, bahwa
mereka telah bergabung di sini, maka setelah tiba di Tionggoan, aku pun langsung ke mari."


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar- sahut Thian Mo. "Murid-muridmu memang telah bergabung di sini, kemudian mereka
berlima bertarung dengan Yasuki Nichiba dan Michiko sesungguhnya mereka dapat membunuh
kedua lawan itu, tapi muncul Tio Cie Hiong...."
(Bersambung ke Bagian 35)
Jilid 35 "Hmm" dengus Takara Yahatsu. "Aku datang di Tionggoan, justru ingin membuat perhitungan
dengan Tio cie Hiong. Selain itu, aku pun harus membunuh Michiko yang kabur ke Tionggoan ini."
"oh" Michiko juga sudah berada di Tionggoan?" tanya Te Mo.
"Ya." Takara Yahatsu mengangguk. "Mungkin Bu Tek Pay bisa membantuku mencari Michiko."
"Tentu." Tang Hai Lo Mo tertawa. "Kami pasti membantu dalam hal ini."
"Terima kasih" ucap Takara Yahatsu. "Kalau begitu, aku pun mau bergabung di sini."
"Bagus Bagus" Siluman Kurus tertawa. "Kita bisa bekerja sama."
"Benar." Takara Yahatsu memandangnya. "Maaf, bolehkah aku tahu...."
"Mereka berdua adalah Kwan Gwa Siang Koay, kini sebagai Tetua Bu Tek Pay." Tang Hai Lo Mo
memperkenalkan.
Takara Yahatsu manggut-manggut, kemudian bertanya. "Tio cie Hiong berada di mana
sekarang?"
"Dia telah kami musnahkan kepandaiannya, dan beberapa hari kemudian dia mati."
"Sayang sekali Padahal aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri." ujar Takara Yahatsu.
"Dia mati di tangan kami juga sama, bukan?" tanya Thian Mo sambil tertawa gelak.
"Betul." Takara Yahatsu^ juga tertawa. "ohya, apakah para anggota di sini tahu Michiko berada
di mana?" "Itu..." pikir Tang Hai Lo Mo. "Dia pernah tinggal di markas pusat Kay Pang, mungkin dia berada
di sana." "Kalau begitu, aku akan ke sana."
"Engkau tidak perlu ke sana," ujar Tang Hai Lo Mo. "Kami akan mengutus beberapa orang ke
sana." "Hm" dengus Tang Hai Lo Mo dingin. "Kalau dia berada di sana, dan Kay Pang tidak
menyerahkannya kepada kita, berarti Kay Pang akan musnah"
"Benar. Kalau benar Michiko berada di sana tapi Kay Pang tidak menyerahkan kepada kita, Bu
Tek Pay pasti membantai habis Kay Pang" sahut siluman Gemuk.
"Terima kasih Terima kasih" ucap Takara Yahatsu sambil tertawa gembira. "Aku tidak
menyangka, baru tiba di Tionggoan sudah mempunyai kawan baik."
"sebab kita satu aliran, lagipula engkau sudah bergabung dengan kami." sahut Tang Hai Lo Mo.
"oleh karena itu mulai hari ini engkau pun akan hidup senang di sini." sambung Thian Mo.
"Terima kasih Ha ha ha..." Takara Yahatsu tertawa terbahak-bahak.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya duduk di ruang depan markas pusat Kay Pang. Kelihatannya mereka
sedang membicarakan sesuatu yang cukup penting, karena tampak kening mereka berkerut-kerut.
"Aku yakin dalam satu dua hari ini, pihak Bu Tek Pay pasti ke mari. Kalau mereka mau
menggeledah, kita biarkan saja Kita jangan menentang mereka, dan harus tetap bersabar."
"Memang harus begitu," sahut Kim siauw su-seng dan melanjutkan. "Apabila Cie Hiong pulang
dan kepandaiannya telah pulih, aku pasti akan turun tangan membantaipara anggota Bu Tek Pay"
"Nafasku sudah mulai sesak karena menahan hawa kegusaran," ujar Tui HUn Lojin.
" Kenapa, setan tua?" tanya sam Gan sin Kay.
"Kita cuma bisa bersabar," sahut Tui Hun Lojin sambil menggeleng-gelengkan kepala. "seandainya
Cie Hiong tidak pulang...."
"Kakak Hiong pasti pulang. Kakak Hiong pasti pulang." sela Lim Ceng Im setengah berteriak.
"Jangan berteriak-teriak, Nak" tegur Lim Peng Hang. "Kita masih harus berhati-hati...."
Mendadak sai Pi Lo Kay berjalan ke dalam, lalu memberi hormat sekaligus melapor. "Utusan Bu
Tek Pay ke mari."
"sambut mereka" sahut Lim Peng Hang.
"ya, Pangcu." sai Pi Lo Kay segera berjalan ke luar.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya saling memandang, dan air muka mereka tampak agak berubah.
" ingat Kita semua harus tenang" pesan sam Gan sin Kay.
Berselang sesaat, sai Pi Lo Kay sudah kembali bersama Ang Bin sat sin, Liu siauw Kun dan
belasan anggota Bu Tek Pay.
"selamat datang, utusan ketua Bu Tek Pay" ucap Lim Peng Hang sambil bangkit berdiri, dan
yang lain pun mengikutinya.
"Ha ha ha" Ang Bin sat sin tertawa. "Bagus Bagus Kalian memang tahu aturan"
"silakan duduk" ucap Lim Peng Hang.
"Terima kasih" sahut Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun serentak sambil duduk. sikap pemuda itu
paling memuakkan.
"Ada perintah apa untuk kami?" tanya Lim Peng Hang.
"Ketua Bu Tek Pay memberi perintah kepada kalian agar menyerahkan Michiko" sahut Ang Bin
sat sin. "Kalau tidak. hari ini Kay Pang pasti musnah" sambung Liu siauw Kun dengan dada terangkat
sedikit. "Apa?" Lim Peng Hang pura-pura terheran-heran. "Kami tidak mempunyai Michiko, apa itu
Michiko" Kalau Mi biasa kami punya."
"Ha ha ha" Ang Bin sat sin tertawa gelak. "Lim Pangcu,janganpura-pura tidak mengerti"
"Michiko..." Lim Peng Hang pura-pura berpikir, kemudian manggut-manggut seraya berkata.
"Apakah yang kalian maksudkan gadis Jepang itu?"
"Benar" sahut Ang Bin sat sin. "Nah, cepatlah kalian serahkan"
"Maaf" ucap Lim Peng Hang. "Dua hari yang lalu gadis Jepang itu memang ke mari, tetapi pada
hari itu juga dia pergi."
"Benarkah?" Ang Bin sat sin tidak percaya.
"Benar." ujar Lim Peng Hang. "Dia ke mari mencari Tio Cie Hiong. Katanya ketua aliran Ninja di
Jepang telah membunuh guru dan kakaknya. Dia ingin berlindung di sini, namun kami beritahukan
kepadanya, bahwa Tio Cie Hiong sudah mati. Karena itu, dia langsung pergi."
"Lim Pangcu" Kening Ang Bin sat sin berkerut. "jangan-jangan kalian menyembunyikannya "
"Ang Bin sat sin" sela sam Gan sin Kay sambil menatapnya. "Mungkinkah kami akan
mempertaruhkan ratusan nyawa hanya karena seorang gadis Jepang yang tiada hubungannya
dengan kami?"
Ang Bin sat sin manggut-manggut. "sam Gan sin Kay, ucapanmu masuk akal"
"Tapi kami tidak bisa percaya begitu saja" ujar Liu siauw Kun.
"Lalu apa maumu?" tanya Lim Peng Hang.
"Kami berhak menggeledah" sahut Liu siauw Kun dingin. " Kalau tidak berkeberatan apabila
kami menggeledah seluruh kamar yang ada di sini, bukan?"
"Apakah kami berani menentang?" sahut Lim Peng Hang.
"Baik" Liu siauw Kun tersenyum, lalu menurunkan perintah kepada belasan anggota Bu Tek Pay
itu. "Cepatlah kalian geledah"
"Ya." sahut mereka lalu mulai menggeledah ke sana ke mari.
Berselang beberapa saat kemudian, para anggota Bu Tek Pay itu sudah kembali ke ruang depan
dan melapor. " Lapar kepada Pelindung dan Tuan muda Kami sudah menggeledah semua kamar, tetapi tidak
tampak gadis Jepang itu."
Ang Bin sat sin manggut-manggut, kemudian memandang Lim Peng Hang seraya bertam "Gadis
Jepang itu ke mana?"
"Maaf, kami tidak tahu," jawab Lim Peng Hang.
"Kalau kalian mengetahuijejak gadis Jepang itu, harus melapor kepada Bu Tek Pay" pesan Ang
Bin sat sin. "sebab ketua aliran Ninja sudah berada di markas kami"
"Baik." Lim Peng Hang mengangguk.
" Kalau begitu, kami mau kembali ke markas."
"Tunggu dulu, Guru" potong Liu siauw Kun, kemudian menunjuk beberapa anggota Bu Tek Pay,
dan berkata. " Kalian pergi bawa beberapa pengemis ke mari"
"Ya." Mereka segera keluar, dan tak lama sudah kembali bersama beberapa pengemis berusia
empat puluhan. "Tahukah kalian kenapa aku menyuruh kalian ke mari?" tanya Liu siauw Kun kepada pengemispengemis
itu. "Maaf, kami tidak tahu," sahut pengemis-pengemis itu.
"Apakah dua hari lalu kalian melihat seorang gadis Jepang ke mari?" tanya Liu siauw Kun sambil
menatap mereka dengan tajam dan dingin sekali.
"Kami memang melihat," sahut salah seorang pengemis. "Tapi tak seberapa lama, kami pun
melihat dia pergi."
Liu siauw Kun manggut-manggut. "Nah, sekarang kalian boleh keluar"
"Ya." Mereka sebera meninggalkan ruang itu sambil menghela nafas lega.
"Guru" ujar Liu siauw Kun kepada Ang Bin sat sin. "sekarang aku baru percaya akan perkataan
Lim Pangcu."
"Ha ha" Ang Bin sat sin tertawa. " Engkau memang cerdik Ayoh kita kembali ke markas"
"selamat jalan" ucap Lim Peng Hang.
" ingat Apabila ada kabar berita tentang gadis Jepang itu, kalian harus melapor kepada Bu Tek
Pay" pesan Ang Bin sat sin dengan tegas dan menambahkan. "Kalau kalian lalai melaporkan Hm"
setelah mendengus dingin, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun melangkah pergi meninggalkan
markas pusat Kay Pang.
"Aaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas dalam-dalam. "sungguh cerdik Liu siauw Kun"
"Ha ha" Kim siauw suseng tertawa. "Tapi pengemis bau jauh lebih cerdik, sebab telah
memperhitungkan itu."
"Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "sastrawan sialan, baru kali ini engkau
memujiku Ha ha ha..."
"Pengemis bau Aku benar-benar kagum akan kecerdikanmu, bisa memperhitungkan sampai ke
situ." ujar Tul Hun Lojin.
"Tapi ingat Michiko harus terus bersembunyi di dalam ruang bawah tanah, tidak boleh
menyamar sebagai pengemis." ujar sam Gan sin Kay.
"Benar." Kim Siauw Suseng manggut-manggut dan melanjutkan, "Pokoknya kita semua harus
tetap sabar menunggu kembalinya Tio Cie Hiong."
sementara itu, Tio Cie Hiong yang dirawat oleh monyet berbulu putih sudah bisa menggerakkan
badannya, bahkan bisa duduk. Itu sungguh menggembirakan Tlo Cie Hiong. Maka tidak heran kalau
ia terus-menerus membelai monyet bulu, putih yang duduk di hadapannya.
"Kauw heng Kalau tidak ada engkau, entah bagaimana diriku" Aku yakin tubuh ku pasti cacat
seumur hidup," ujarnya.
Monyet itu bercuit-cuit kelihatannya juga gembira sekali, kemudian mendadak menarik Tio Cie
Hiong mengajak berdiri
"Kauw heng...." Tio Cie Hiong memandangnya. " Engkau menyuruhku belajar berdiri?"
Monyet bulu putih manggut-manggut.
"Tapi...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening, lalu mengangguk. "Baiklah Aku akan coba berdiri"
Perlahan-lahan Tio Cie Hiong bangkit berdiri, namun sepasang kakinya bergemetar, akhirnya
terkulai. Monyet bulu putih menarik tangannya lagi, dan mulutnya bercuit-cuit seakan menyuruh Tio Cie
Hiong bangkit berdiri.
"Kauw heng...." Kening Tio cie Hiong mengucurkan keringat. Namun karena monyet berbulu
putih terus menarik tangannya, maka ia mencoba bangkit berdiri lagi.
Tio Cie Hiong berhasil berdiri, namun sepasang kakinya terus gemetar. la terus bertahan karena
monyet bulu putih bertepuk-tepuk tangan, sepertinya memberi semangat kepadanya.
Berselang sesaat, Tio Cie Hiong terkulai dan nafasnya terengah-engah. Monyet bulu putih
segera memasukkan sebiji buah ke mulutnya. setelah cairan buah itu masuk ke tenggorokannya,
nafas Tio Cie Hiong kembali normal. "Kauw heng, terima kasih" ucap Tio cie Hiong.
Monyet bulu putih bercuit, kemudian terjadilah hal yang di luar dugaan, karena monyet itu
menghapus keringat di kening Tio cie Hiong. "Kauw heng...." Tio cie Hiong tertegun. la menatap
monyet itu seraya berkata. "Engkau sungguh baik terhadapku, belum tentu ada manusia yang
sebaik engkau."
Monyet bulu putih bercuit-cuit, lalu menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tio Cie Hiong.
"Kauw heng, kenapa engkau berlutut?" Tio cie Hiong heran. " cepatlah berdiri, jangan begini"
Monyet bulu putih menunjuk ke arah makam, setelah itu bercuit-cuit lagi. Tio cie Hiong
manggut-manggut mengerti, "oooh Engkau menganggapku sebagai majikanmu, kan?" Monyet bulu
putih itu manggut-manggut.
"Kauw heng" Tio Cie Hiong membelainya. "Kita bersaudara, aku bukan majikanmu."
Monyet bulu putih berloncat- loncatan, kelihatannya gembira sekali, namun Tio Cie Hiong malah
menghela nafas panjang. seketika monyet putih berhenti, lalu menatap Tio Cie Hiong sambil
menggaruk-garuk kepala.
"Kauw heng, oleh seandainya kepandaianku tidak bisa pulih, sebetulnya tidak jadi masalah, tapi
rimba persilatan...."
Bab 61 Thian Liong Hong Hoang Po Kiam (Pedang Pusaka Naga Khayangan dari Poenix)
Tio Hong Hoa terus melatih Hong Hoang Kiam Hoat (Ilmu Pedang Burung Phoenix),
menggunakan sebatang ranting, dan tampak ranting itu berkelebatan lebat ke sana ke mari. Ketika
ia sedang berlatih, Tio Tay seng menghampirinya dengan membawa sebilah pedang.
"Bagus Bagus" ujarnya sambil tertawa gembira setelah putrinya berhenti berlatih. " Ilmu
pedangmu maju pesat, ayah gembira sekali."
"Ayah" Tio Hong Hoa segera menghampirinya. Ketika melihat pedang di tangan ayahnya, gadis
itu terbelalak. "Itu... itu Hong Hoang Po Kiam (Pedang Pusaka Phoenix). Kenapa ayah membawa
pedang pusaka itu ke mari?"
"Hoaji, mulai sekarang engkau harus berlatih dengan pedang pusaka ini." sahut Tio Tay seng.
Tio Hong Hoa tampak girang sekali. "Ayah, apakah aku boleh menggunakan pedang pusaka itu
untuk berlatih?"
"Kalau tidak boleh, bagaimana mungkin ayah membawa pedang pusaka ini ke mari?"
"Terima kasih, Ayah" ucap Tio Hong Hoa. "Aku pasti bertambah tekun melatih Hong Hoang Kiam
Hoat (Ilmu Pedang Phoenix).
"Hoaji" Tio Tay seng tersenyum. "Ayah juga akan berikan pedang pusaka ini kepadamu."
Tio Hong Hoa kurang percaya. "Benarkah itu?"
"Benar." Tio Tay seng tersenyum dan memberitahukan. " Ketika kakekmu pergi ke Tionggoan,
pedang pusaka ini pun dibawanya."
"Jadi kalau aku ke Tionggoan, ayah pasti berikan pedang pusaka ini kepadaku" Ayah tidak
bohong kan?"
"Bagaimana mungkin ayah membohong imu?" Kemudian wajah Tio Tay seng berubah serius
seraya berkata. "sebetulnya pedang pusaka ini ada pasangannya, hanya saja ayah tidak tahu
berada di mana pedang pusaka yang satu itu." Hati Tio Hong Hoa tertarik. "Apakah juga Hong
Hoang Po Kiam?"
"Bukan. itu adalah Thian Liong Pokiam (Pedang pusaka Naga Kahyangan)." Tio Tay seng
menjelaskan. "Apabila kedua pedang pusaka bertemu, kedua pemiliknya juga akan bersatu hati."
"Maksud Ayah?"
"Thian Liong Pokiam pasti berada di tangan seorang pemuda, maka...."
"Ayah" Wajah Tio Hong Hoa kemerah-merahan. "jangan bicara yang bukan-bukan ah"
"Ayah bicara sesungguhnya." Tio Tay seng tersenyum. "Engkau harus percaya itu."
"Tapi...." Tio Hong Hoa mengerutkan kening. "seandainya pemilik Thian Liong Pokiam seorang
lelaki yang sudah berumur, lalu harus bagaimana?"
"Tidak mungkini sebab apabila pedang pusaka Phoenix muncul, belum tentu pedang pusaka
Naga Kahyangan akan muncul. Kecuali pemiliknya seorang pemuda, maka Thian Liong Pokiam itu
pasti muncul."
"Ayah" Tio Hong Hoa tertawa geli. "seperti-nya suatu cerita dongeng."
" Hoa ji" Tio Tay seng tersenyum lembut. "Eng-kau boleh percaya boleh tidak- lihat buktinya
nanti" "Tocu" Tio Lo Toa menghampiri mereka. Ketika melihat Hong Hoang Pokiam, ia tampak terkejut.
"Apakah Hong Hoang Pokiam akan muncul dalam rimba persilatan Tionggoan?"
"Ya." Tio Tay seng mengangguk dan menambahkan. "Bahkan Hong Hoang Leng (Tanda
Perintah Phoenix) juga akan muncul dalam rimba persilatan."
"Maksud Tocu?" Tio Loa Toa tercengang.
"Beberapa bulan lagi engkau dan Hoa ji akan berangkat ke Tionggoan, jadi Hoa ji juga akan
membawa Hong Hoang Leng." Tio Tay seng memberitahukan.
"Tocu tidak mau ke Tionggoan bersama?" Tio Tay seng menggelengkan kepala.
"Ayah" Tio Hong Hoa tampak kecewa. "Benarkah Ayah tidak mau ke Tionggoan" Memangnya
kenapa?" "Kalian berdua berangkat duluan, ayah akan menyusu," sahut Tio Tay seng dan berpesan.
"Hoaji, engkau harus menuruti perkataan paman Lo Toa, jangan berlaku gegabah"
"Ya, Ayah." Tio Hong Hoa mengangguk.
"Nah sekarang cobalah berlatih dengan pedang pusaka ini" Tio Tay seng memberikan pedang
pusaka tersebut kepada putrinya.
"Terima kasih, Ayah" ucap Tio Hong Hoa sambil menerima pedang pusaka itu dan mulai berlatih.
Di luar goa di Gunung Thay san, tampak Lie Man chiu sedang melatih Hud Bun Pan Yok Ciang
Hoat. sungguh hebat ilmu pukulan itu, terdengar suara menderu- deru merontokkan daun-daun
pohon di sekitarnya.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Lie Man chiu berhenti, dan di saat bersamaan
muncullah Tayli Lo Ceng sambil tersenyum-senyum, membawa sebilang pedang.
"Man chiu Engkau sudah menguasai ilmu pukulan itu dengan baik, maka kini engkau harus
berlatih Thian Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Kahyangan)," ujar Tayli Lo Ceng.
"Ya, Guru." Lie Man chiu mengangguk sambil memandang pedang yang di tangan padri tua itu.
"Guru, bukankah itu pedang pusaka Naga Khayangan?"
"Betul." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "ini memang Thian Liong Pokiam. Mulai hari ini
engkau harus berlatih Thian Liong Kiam Hoat dengan pedang pusaka ini."
"Guru...." Lie Man chiu girang bukan main.
"Kini sudah saatnya engkau berlatih dengan Thian Liong Pokiam." Tayli Lo Ceng tersenyum.
"Thian Liong Pokiam harus menyatu dengan Hong Hoang Pokiam."
"Apa?" Lie Man chiu tertegun. "Maksud guru...?"
"Tidak lama lagi Hong Hoang Pokiam akan muncul dalam rimba persilatan, maka Thian Liong
Pokiam pun harus muncul bersatu padu dengan Hong Hoang Pokiam itu."
"jadi... pasangan Thian Liong Pokiam adalah Hong Hoang Pokiam?"
"Benar. Bahkan pemiliknya juga harus bersatu hati."
"Apa?" Lie Man Chiu heran. "Guru, tolong jelaskan"
"Pemilik Hong Hoang Pokiam pasti seorang gadis yang cantik jelita, sedangkan engkau adalah
pemilik Thian Liong Pokiam, maka engkau dan gadis itu harus bersatu hati."
"Guru...." Wajah Lie Man Chiu kemerah-merahan. "jadi guru ingin memberikan Thian Liong
Pokiam kepadaku?"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar." Tayli Lo Ceng tersenyum. " Karena pemilik Hong Hoang Pokiam adalah jodohmu."
"Guru...." Kening Lie Man chiu berkerut. "Bagaimana kalau pemilik Hong Hoang Pokiam itu
seorang nenek?"
"omitohud Hahaha..."TayliLo Ceng tertawa. "Tidak mungkin. Engkau harus percaya bahwa
pemilik Hong Hoang Pokiam itu seorang gadis cantik,"
"oh?" Lie Man chiu tampak girang.
" Kalau Thian Liong Kiam Hoat bersatu dengan Hong Hoang Kiam Hoat, maka merupakan ilmu
pedang yang sangat dahsyat."
"Bisakah mengalahkan Bu Lim sam Mo?" tanya Lie Man chiu mendadak.
"Menurut guru...," jawab Tayli Lo Ceng setelah berpikir sejenak. "Masih bisa bertahan."
"Cuma bisa bertahan?"
"Engkau harus tahu." Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Bu Lim sam Mo memiliki Pak Kek sin
Kang, bahkan kini kepandaiannya bertambah tinggi, tentunya memiliki semacam lwee-kang yang
sangat tinggi. Kalau tidak, bagaimana mungkin uratnya yang telah putus itu tersambung kembali?"
Memanah Burung Rajawali 12 Pendekar Naga Mas Karya Yen To Golok Halilintar 9
^