Pencarian

Kesatria Baju Putih 19

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 19


Wanita Pengejar Nyawa" Nyawa siapa yang engkau kejar?"
"Aaaakh..." Tan Li cu menghela nafas panjang. "Aku harus balas dendam, aku harus
membunuhnya."
"Engkau harus membunuh siapa?"
"orang itu..." Tan Li cu mulai menangis sedih lagi. "Dia membunuh suamiku, kemudian
membunuh ayahku dan... anakku yang belum berusia setahun. Dia... dia menghempas anakku
sampai mati."
"Haaah...?" Mulut Kou Hun Bijin ternganga lebar. "Begitu kejam orang itu?"
"Selain kejam, dia juga sering memperkosa anak gadis dan isteri orang." Tan Li cu
memberitahukan.
"Apa?" Mata Kou Hun Bijin langsung berapi-api. "Aku paling benci kaum lelaki yang begitu
macam. Beritahukan pada ku, siapa orang itu?"
"Aaakh..." Tan Li Cu menghela nafas panjang. "Percuma kuberitahukan, sebab sulit mencari
dia." "Beritahukan saja" desak Kou Hun Bijin.
"Dia berada di markas Bu Tek Pay."
"Apa" orang itu berada di markas Bu Tek Pay?"
"Ya."
"Namanya?"
"Liu siauw Kun."
"Ternyata pemuda bajingan itu Hi Hi Dia memang harus mampus" Kou Hun Bijin tertawa
nyaring. "Bijin..." Tan Li cu menatapnya. "Engkau kenal dia?"
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa nyaring lagi. "Bukan cuma kenal, bahkan dia juga berani
berlaku kurang ajar terhadapku. Terus terang, aku memang dari markas Bu Tek Pay"
"Hah?" Tan Li cu terkejut bukan main. "Jadi... engkau punya hubungan dengan pihak Bu Tek
Pay?" "Jangan takut" Kou Hun Bijin tersenyum lembut. "Aku tidak punya hubungan dengan partai Bu
Tek Pay, hanya merupakan tamu terhormat di sana."
"Oooh" Tan Li cu menarik nafas lega.
"Kalau begitu.." tanya Kou Hun Bijin. " sudah lama engkau kenal Liu siauw Kun?"
"Sudah lama aku kenal dia...," jawab Tan Li cu menutur.
"Oooh" Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Ternyata begitu Engkau memang harus
membunuhnya "
"Tapi dia tidak pernah meninggalkan markas itu." Tan Li cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Jangan khawatir Aku bisa memancingnya keluar." ujar Kou Hun Bijin. "Tapi harus menunggu
urusanku selesai dulu"
"Engkau punya urusan apa?"
"Aku sedang mencari seseorang untuk bertanding."
"oooh" Tan Li cu manggut-manggut, namun tidak bertanya siapa yang di cari Kou Hun Bijin.
"ohya" Mendadak Kou Hun Bijin menatapnya dalam-dalam. "Liu siauw Kun adalah murid Ang Bin
sat sin dan Bu Lim sam Mo, kepandaiannya pasti tinggi. engkau mampu mengalahkannya" "
"Kukira mampu."
"Kalau begitu.." Kou Hun Bijin berpikir sejenak lalu melanjutkan. "Aku pun bisa memancingnya
keluar, tapi..."
"Kenapa?"
"Engkau harus menunggu di mana?"
"ohya" Tan Li cu teringat sesuatu. "Tak jauh dari sini terdapat sebuah gubuk kosong, aku
menunggu di gubuk kosong itu saja."
"Baiklah. Tapi engkau jangan ke mana-mana Aku pasti membawanya ke gubuk kosong itu."
"Ya." Tan Li cu mengangguk. kemudian menatap ,Kou Hun Bijin dengan heran. "Kenapa...
engkau bersedia membantuku?"
"Karena kita sama-sama wanita," sahut Kou Hun Bijin sambil tertawa nyaring. "Tentunya wanita
harus membantu wanita."
"Terimakasih, Bijin" ucap Tan Li cu setulus hati.
"ohya" Kou Hun Bijin tersenyum. " Engkau pasti mengira aku berusia empat puluhan, bukan?"
"Ya. Kenapa?"
"Kalau kuberitahukan usiaku, engkau pasti tidak percaya."
"Sesungguhnya berapa usiamu?"
"Di atas seratus."
"Apa?" Tan Li cu terbelalak. " Engkau tidak membohong iku?"
"Nyatanya memang begitu. Kalau tidak, bagaimana mungkin Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang
Koay dan Lak Kui begitu menghormatiku" Itu dikarenakan aku kenal guru mereka."
"oh" Tapi..." Tan Li cu terus menatapnya dengan mata tak berkedip.
"Aku tidak bohong." Kou Hun Bijin tersenyum. " Ketika aku sampai di markas Bu Tek Pay, Liu
siauw Kun sudah mulai mengincarku. Bahkan kemudian dia berani begitu kurang ajar, meraba-raba
diriku. Padahal sudah kukatakan usiaku sudah seratus lebih, namun dia masih tetap kurang ajar.
Hm Dia memang cari mati"
"Itu tidak heran, Liu siauw Kun memang pemuda pengganggu kaum wanita. Lagi pula... lo
cianpwee sangat cantik sekali."
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa geli. "Aduh Jangan panggil aku lo cianpwee, cukup panggil aku
Bijin saja"
"Baiklah." Tan Li cu mengangguk.
"Kalau begitu, aku mau pergi dulu." Kou Hun Bijin bangkit berdiri dan berpesan. "Tunggulah di
gubuk kosong itu jangan ke mana-mana"
"Ya." Tan Li cu mengangguk pasti.
"Sampai jumpa nanti" ucap Kou Hun Bijin lalu melesat pergi. Tan Li cu terbelalak
menyaksikannya, karena ginkang Kou Hun Bijin tinggi sekali.
Bab 74 Pertandingan yang memberi kesan baik
Telah beberapa hari lamanya Tio Cie Hiong terus mencari Tan Li cu, namun sia-sia karena tiada
jejaknya sama sekali.
Hari ini udara sangat panas, Tio Cie Hiong berjalan di bawah terik matahari. Kebetulan di pinggir
jalan terdapat sebuah kedai teh. Tio cie Hiong segera ke kedai teh itu untuk melepaskan dahaga.
Pelayan kedai itu langsung menyuguhkan secangkir teh. Tapi Tio Cie Hiong berpesan secangkir
lagi, untuk monyet bulu putih yang duduk di bahunya. "Kauw heng, tentunya engkau sudah, haus.
Di sini tiada arak. kita minum teh saja." Monyet bulu putih manggut-manggut.
Pelayan itu menaruh secangkir teh lagi ke atas meja. Tio Cie Hiong mengangkat cangkir itu lalu
diberikan kepada monyet bulu putih. "Kauw heng, mari kita minum"
Ketika mereka sedang meneguk. tiba-tiba muncul pula seorang wanita yang sangat cantik ke
dalam kedai itu, bahkan langsung menuju meja Tio Cie Hiong dan duduk di hadapannya. Padahal
masih ada tempat lain yang kosong. Itu pertanda wanita itu memang sengaja duduk di hadapan Tio
cie Hiong. Monyet bulu putih menatap wanita tersebut, tapi diam saja.
Tio Cie Hiong mengambil cangkir yang di tangan monyet bulu putih, kemudian di taruh di atas
meja. Walau ada wanita cantik duduk di hadapannya, sikap Tio Cie Hiong tetap biasa-biasa saja.
Wanita cantik itu memandang tangan Tio Cie Hiong, lalu memandang wajahnya dan tersenyum.
setelah itu, barulah memandang monyet bulu putih.
"Monyet cakap. kau tidak mau minum teh lagi?" tanya wanita cantik itu. Monyet bulu putih diam
saja. "Aku tidak menyangka..." gumam wanita cantik itu. "Akan berhadapan dengan orang yang
memakai kedok kulit."
Mendengar ucapan itu, Tio Cie Hiong hanya tersenyum. sedangkan monyet bulu putih bercuit
beberapa kali. "Hei Lelaki berkedok" ujar wanita cantik itu sambil tertawa kecil. "Pasti engkau yang membuat
Kwan Gwa Lak Kui tor mundur-mundur dengan kibasan lengan bajumu"
"Betul." Tio Cie Hiong mengangguk, "Dari mana engkau tahu?"
"Hi h Hi" Wanita cantik itu tertawa nyaring lalu memperkenalkan dirinya. "Aku Kou Hun Bijin,
guru-guru Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui adalah teman baikku."
"Kou Hun Bijin?" Tio Cie Hiong tertegun.
"Bclul." Ternyata wanita cantik itu Kou Hun Bijin.
"Engkau memang cantik sekali," ujar Tio Cie Hiong tersenyum dan menambahkan. "suara
tawamu dapat membetot sukma kaum lelaki."
"Tidak salah." Kou Hun Bijin tertawa lagi. "Apakah sukmamu terbetot oleh suara tawaku?"
"Sama sekali tidak. sebaliknya malah membuatku merinding."
"oh, ya?"
"Memang ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut. " engkau teman baik guru-guru Kwan Gwa
siang Koay dan Lak Kui, itu membuktikan engkau sudah tua sekali. Namun engkau awet muda, dan
tampak baru berusia empat puluhan."
"Betul." Kou Hun Bijin mengangguk. "Engkau pakai kedok kulit sehingga tampak berusia empat
puluhan, padahal engkau masih muda."
"Sungguh tajam matamu"
"Terimakasih atas pujianmu"
"Aku yakin, engkau bukan kebetulan ke mari, melainkan sengaja menemuiku. Ya kan?"
"Ya. Aku dengar engkau berkepandaian tinggi, maka sungguh menarik hatiku."
"sesungguhnya, kepandaianku tidak begitu tinggi." Tio Cie Hiong menatapnya dan melanjutkan.
"Aku pun yakin, engkau bukan wanita jahat. Tapi... kenapa mau membaurkan diri dengan Kwan
Gwa siang Koay, Lak Kui dan Bu Lim sam Mo?"
"Hi h H i" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Kek engkau begitu yakin aku bukan wanita jahat?"
"sebab Kauw heng diam saja." Tio cie Hiong memberitahukan. " itu pertanda engkau bukan
wanita jahat."
"oh, ya?" Kou Hun Bijin menatap monyet bulu putih. "Maksudmu monyet itu monyet sakti?"
"Kira-kira begitulah."
"Engkau panggil dia Kauw heng, lalu aku harus panggil dia apa?"
"Usianya sudah hampir tiga ratus, jadi engkau harus panggil dia apa?"
"Apa?" Kou Hun Bijin terbelalak. kemudian tertawa geli. "Aku tidak menyangka engkau juga
pandai membual...."
Mendadak monyet bulu putih itu bercuit-cuit, tentunya membuat Kou Hun Bijin terheran-heran.
"Eh" Kenapa dia?"
"Dia bilang aku tidak membual."
"oh?" Kou Hun Bijin terbelalak. "Monyet itu mengerti bahasa manusia?"
"selain mengerti bahasa manusia, dia juga berkepandaian tinggi sekali." Tio Cie Hiong
memberitahukan dengan jujur. "Kou Hun Bijin, aku berkata sesungguhnya Jangan kau anggap aku
bohong" "Baik," Kou Hun Bijin mengangguk. "Aku percaya. ohya, engkau panggil aku Bijin saja"
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Sebetulnya ada urusan apa Bijin menemuiku di sini?" tanyanya kemudian.
"Aku tertarik akan kepandaianmu. oleh karena itu, aku ingin menjajal kepandaianmu itu."
"Bijin" Tio cie Hiong tersenyum. "Bagaimana kalau aku mengaku kalah padamu" Jadi kita tidak
perlu bertanding."
"Lho" Kenapa begitu?"
"Untuk apa kita harus bertanding?"
"Terus terang," ujar Kou Hun Bijin sungguh-sungguh. "Sudah puluhan tahun aku tidak bertemu
orang yang berkepandaian tinggi, maka ketika aku mendengar engkau berkepandaian begitu tinggi,
tanganku langsung gatal."
"Bijin" Tio Cie Hiong menatapnya. "Secara pribadi atau membela Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa
siang Koay dan Lak Kui untuk bertanding denganku?"
"Tentunya secara pribadi, jangan dikaitkan dengan mereka" sahut Kou Hun Bijin. "Nah,
bagaimana" Engkau bersedia bertanding denganku?"
"Yaah..." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Untuk apa engkau terus mendesakku untuk
bertanding?"
"Hanya ingin tahu bagaimana kepandaianmu. Nah, engkau tidak akan menolak. bukan?"
"Padahal usiamu sudah di atas seratus, tapi kenapa masih bersifat seperti anak kecil?"
"Engkau masih muda, namun malah bersifat seperti orang tua. Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa
geli. "ohya, bolehkah engkau perlihatkan wajah aslimu?"
"Boleh. Tapi... engkau harus memenuhi sebuah syaratku," sahut Tio cie Hiong sungguh-sungguh
"oh?" Kou Hun Bijin tersenyum. "Apa syaratmu?"
"Urungkan niatmu untuk bertanding denganku" Ternyata Tio cie Hiong mengajukan syarat
tersebut. "Aku ingin menyaksikan wajah aslimu, juga ingin bertanding denganmu pula." Tegas Kou Hun
Bijin. " Kalau tidak. aku pasti penasaran sekali."
"Bijin..." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. " Kenapa engkau terus mendesakku?"
"Kalau tidak bertanding denganmu, aku pasti merasa penasaran selama-lamanya."
"Jadi engkau tidak akan puas kalau belum bertanding denganku?"
"Ya." Kou Hun Bijin mengangguk dan menambahkan. "Bahkan aku juga akan penasaran apabila
tidak menyaksikan wajahmu yang di balik kedok kulit itu."
"Kenapa engkau menyulitkan diriku, Bijin?" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang.
"Aku tahu, engkau pasti menjaga suatu rahasia, maka memakai kedok kulit itu, bukan?"
"Agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan."
"Oooh" Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Ayohlah, kita ke tempat yang sepi untuk bertanding"
Tio Cie Hiong berpikir lama sekali, akhirnya mengangguk pula. "Baiklah."
"Bagus" Kou Hun Bijin tertawa gembira. "Bagus..."
Mereka sudah sampai di tempat yang amat sepi, bahkan berdiri berhadapan pula. Kou Hun Bijin
terus menatapnya, kemudian tersenyum sambil berkata. "Nah, lepaskanlah kedok kulit itu"
"Bijin..." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, lalu perlahan-lahan melepaskan kedok
kulitnya. "Haah...?" Mulut Kou Hun Bijin ternganga lebar dan matanya terbeliak. "Aku tidak menyangka,
engkau begitu tampan."
"Bijin, bolehkah aku pakai kembali kedok kulit ini?"
"Jangan dulu" Kou Hun Bijin menggelengkan kepala. "Aku lebih senang bertanding denganmu
tanpa memakai kedok kulit itu."
"Bijin..." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Usia mu sudah seratus lebih, tapi sifatmu...."
"Tapi wajahku masih tampak muda, maka sifatku juga seperti anak kecil."Kou Hun Bijin tertawa
nyaring tak berhenti-henti.
Tio Cie Hiong mengerutkan kening, tahu kalau Kou Hun Bijin sedang mengerahkan semacam
ilmu untuk mempengaruhinya. Karena itu, ia segera mengerahkan ilmu Penakluk iblis.
Kou Hun Bijin terus tertawa, kemudian ia mulai menari-nari di hadapan Tio Cie Hiong. Akan
tetapi, Tio cie Hiong hanya tersenyum, tidak terpengaruh sama sekali.
Berselang beberapa saat, Kou Hun Bijin berhenti menari lalu menatap Tio Cie Hiong dengan
mata terbeliak lebar.
"Eeeh" Kenapa engkau tidak terpengaruh oleh suara tawa dan tarianku?" tanyanya heran.
"Sebab aku memiliki Ilmu Penakluk iblis." Tio Cie Hiong memberitahukan dengan jujur.
"Apa?" Kou Hun Bijin tertegun. " Engkau masih sedemikian muda, tapi... memiliki ilmu itu?"
"Ya." Tio cie Hiong mengangguk.
"Engkau memang hebat sekali" Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Nah, sekarang mari kita
bertanding"
"Kita bertanding dengan tangan kosong saja Bagaimana?"
"Baik."
"Kauw heng, turunlah" ujar Tio Cie Hiong kepada monyet bulu putih, dan monyet itu segera
meloncat turun.
"Nah, hati-hati" ujar Kou Hun Bijin. "Aku akan mulai menyerangmu."
Tio Cie Hiong mengangguk sambil mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang untuk melindungi
diri Mendadak Kou Hun Bijin menyerangnya. Tio Cie Hiong berkelit dengan ilmu Kiu Kiong san Tian
Pou. Kou Hun Bijin terkejut, karena Tio Cie Hiong telah menghilang dari hadapannya.
"Hebat" seru Kou Hun Bijin memujinya, lalu menyerang lagi ke belakang tanpa melihat. "Aku
tahu engkau menggunakan semacam ilmu langkah aneh, tapi engkau tidak bisa terus berkelit"
Memang benar apa yang dikatakan Kou Hun Bijin. Ketika Tio Cie Hiong baru mau berkelit, Kou
Hun Bijin sudah berputar-putar mengelilingi Tio Cie Hiong.
Apa boleh buat, Tio Cie Hiong tarpaksa menangkis dan sekaligus balas menyerang dengan ilmu
Bit ciat sin ci.
"Hi hi Hi Hebat sekali" Kou Hun Bijin tertawa nyaring, namun merasa penasaran. oleh karena itu,
ia mulai mengerahkan Giok Lin sin Kang (Tenaga sakti Gadis Murni). "Hati-hati Kali ini aku tidak
main-main lagi"
Ketika mengerahkan Iweekang tersebut, wajah Kou Hun Bijin memancarkan cahaya putih. Tio
Cie Hiong terkejut menyaksikannya. la tahu bahwa Kou Hun Bijin sedang mengerahkan iweekang
tingkat tinggi, maka ia mengerahkan Kan Kun Taylo sin Kang.
Tiba-tiba Kou Hun Bijin berseru keras, lalu menyerang Tio Cie Hiong. Betapa dahsyatnya
serangan yang penuh mengandung Giok Li sin Kang. Karena itu, Tio Cie Hiong terpaksa menangkis
dengan Kan Kun Taylo Ciang Hoat, menggunakan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien (Alam semesta
Tiada Batas). "Haaah...?" Kou Hun Bijin terkejut bukan main, karena mendadak lweekangnya berbalik
menyerang dirinya sendiri seketika juga ia teringat akan pesan gurunya, Giok Lisin Kang memang
tergolong Iweekang yang tanpa tanding di kolong langit. Namun harus berhati-hati, jangan sampai
membentur Kan Kun Taylo sin Kang, sebab Iweekang itu akan membalikkan Giok Li sin Kang
menyerang diri sendiri Kalau terjadi itu, maka Giok Li sin Kang akan buyar dan wajahmu langsung
berubah tua. Gugup dan panik Kou Hun Bijin teringat akan pesan tersebut. la ingin menarik kembali
lweekangnya, tapi sudah terlambat.
Pada saat bersamaan, Tio Cie Hiong juga melihat wajah Kou Hun Bijin berubah agak keriput.
Tersadarlah ia akan iweekang yang dimiliki Kou Hun Bijin, ternyata Iweekang itu yang membuatnya
awet muda. Namun apabila Kou Hun Bijin terserang oleh lweekangnya sendiri, maka akan
menyebabkannya jadi tua sesuai dengan usianya.
Timbullah rasa tidak tega dalam hati Tio Cie Hiong, sehingga ia cepat-cepat menarik kembali
Kan Kun Taylo Sin Kang.
Seketika juga Kou Hun Bijin merasa lweekangnya menyerang lagi ke arah Tio Cie Hiong, ia tahu
pemuda itu menarik kembali lweekangnya. Daaar Terdengar suara yang amat keras.
Tio Cie Hiong terpental belasan depa jatuh duduk dengan mulut mengeluarkan darah.
Monyet bulu putih memekik marah, tapi ketika baru mau menyerang Kou Hun Bijin, Tio Cie


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hiong berseru lemah. "Kauw heng, jangan kurang ajar"
Monyet bulu putih itu langsung diam, kemudian melesat ke arah Tio Cie Hiong, sekaligus
memegang tubuhnya seakan sedang memeriksanya. Setelah itu, monyet bulu putih tersebut bercuit
perlahan, sepertinya menarik nafas lega.
"Adik kecil" teriak Kou Hun Bijin sambil mendekatinya. "Bagaimana keadaanmu?"
"Aku... aku tidak apa-apa." Tio Cie Hiong tersenyum, lalu duduk bersila. Kou Hun Bijin duduk di
sisinya, matanya tampak basah, sedangkan monyet bulu putih itu terus melototinya.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong membuka matanya, ketika melihat
mata Kou Hun Bijin basah, ia tersenyum. "Kakak tidak usah sedih, aku tidak apa-apa"
"Adik kecil..." Kou Hun Bijin terisak-isak. "Sungguh mulia hatimu, aku... aku terharu sekali."
"Kakak" Tio Cie Hiong memandang wajahnya. "Syukurlah wajahmu masih tetap cantik"
"Adik kecil..." Mendadak Kou Hun Bijin menggenggam tangannya erat-erat. "Engkau... engkau
tidak terluka?"
"Tidak." Tio cie Hiong tersenyum. "Aku sama sekali tidak terluka."
"Adik kecil, Kauw heng, maafkanlah aku" ucap Kou Hun Bijin setulus hati.
Monyet bulu putih itu bercuit beberapa kali sambil manggut-manggut, Tio Cie Hiong tersenyum
lagi dan memberitahukan. "Kauw heng telah memaafkanmu."
"Terima kasih, Kauw heng Tapi... engkau bersedia memaafkan aku?"
"Engkau tidak bersalah terhadapku, kenapa harus minta maaf?"
"Adik kecil, aku kagum sekali kepadamu. Sungguh mulia hatimu Aku pun merasa senang, karena
engkau memanggil kakak kepadaku."
"Kakak. lweekangmu sungguh hebat"
"Ohya" Kou Hun Bijin menatapnya dalam-dalam. "Engkau memiliki Kan Kun Taylo sin Kang?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Kok Kakak tahu?"
"Guruku pernah memberitahukan, apabila Giok Lisin Kang bertemu Kan Kun Taylo sin Kang, aku
pasti celaka."
"Oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Aku ingin menarik kembali Iweekangku itu, tapi sudah terlambat," ujar Kou Hun Bijin. "Tapi...
kenapa mendadak engkau menarik kembali lweekangmu itu?"
"Karena aku melihat... wajahmu berubah agak keriput, maka aku tahu lweekang itu membuatmu
awet muda. Kalau lweekangmu itu buyar, otomatis engkau akan berubah tua sekali. Aku... aku
merasa tidak tega, sehingga cepat-cepat menarik kembali Kan Kun Taylo sin Kang."
"oooh" Kou Hun Bijin menatapnya dengan terharu. "Tapi... kenapa engkau sama sekali tidak
terluka dalam?"
"Karena aku masih memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang yang melindungi diriku." Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Bahkan aku juga sudah dua kali makan buah Kiu Yap Lie Che."
"Syukurlah" Kou Hun Bijin tersenyum. "oh-ya, adik kecil Kini maukah engkau memberitahukan
namamu?" "Namaku Tio Cie Hiong."
"Apa?" Terbelalak Kou Hun Bijin. "Aku pernah dengar tentang Tio Cie Hiong itu. Bukankah dua
tahun lalu dia sudah mati" Kek engkau juga bernama Tio Cie Hiong?"
"Tio Cie Hiong adalah aku, aku adalah Tio Cie Hiong itu," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Lho?" Kou Hun Bijin terheran-heran. "Kok begitu?"
"Sebab..," ujar Tlo Cie Hiong dan menutur tentang itu, kemudian menambahkan. "Maka aku
harap Kakak menjaga rahasia itu Kalau tidak. pihak Kay Pang pasti celaka."
"Jangan khawatir" Kou Hun Bijin tersenyum. "Kita sudah jadi kakak adik, tentunya aku harus
menjaga rahasia ini."
"Kalau begitu, aku sudah boleh pakai kedok kulit itu?"
"Boleh."
Kemudian Tio cie Hiong memakai kedok itu, monyet bulu putih segera meloncat ke atas
bahunya. "Jadi... kauw heng ini yang mengobatimu hingga sembuh?" tanya Kou Hun Bijin sambil
memandang kagum monyet bulu putih.
"Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Kalau tidak ada Kauw heng ini, aku sudah cacat
seumur hidup."
"Kauw heng" Mendadak Kou Hun Bijin memberi hormat kepadanya. "Terimalah hormatku"
Monyet bulu putih itu bercuit beberapa kali, kemudian balas memberi hormat kepada Kou Hun
Bijin, sudah barang tentu Kou Hun Bijin tertawa geli karenanya.
"Hi hi hi Kauw heng, engkau sungguh lucu dan baik"
"Kakak" Tio Cie Hiong menatapnya. "Jangan membaurkan diri dengan mereka, itu tidak baik."
"MaksudmuBu Lim sam Mo, Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Km?"
"Ya."
"Adik kecil" Kou Hun Bijin menghela nafas. "Biar bagaimanapun, aku masih harus kembali ke
markas Bu Tek Pay."
"Kenapa?" Tio Cie Hiong menatapnya. "Maukah kakak menjelaskan?"
"Tentu mau." Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Karena aku telah berjanji pada seorang wanita
muda yang bernasib malang, akan kembali ke markas itu untuk memancing keluar seseorang."
"Siapa orang itu?"
"Dia masih muda, namun..." Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala. "Dia membunuh
suami, ayah dan anak wanita itu."
"Apakah Liu siauw Kun?"
"Kok engkau tahu?"
"Wanita muda yang bernasib malang itu tentunya Tan Li Cu, bukan?"
"Lho?" Kou Hun Bijin tercengang. "Kok engkau tahu tentang itu?"
"Sebab aku kenal Tan Li Cu..." ujar Tio Cie Hiong dan menutur, kemudian menambahkan. "Tan
Li cu dan Thian Liong Kiam Khek terkena asap beracun, aku yang menolong mereka. sejak itu, Liu
siauw Kun tidak pernah muncul."
"oooh" Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Liu siauw Kun itu sungguh kejam, aku merasa kasihan
pada Tan Li Cu, maka berjanji akan membantunya untuk memancing Liu siauw Kun keluar."
"Kakak..." Tio Cie Hiong tersenyum. "Hatimu cukup baik, hanya saja...."
"Sifatku buruk. kan?" Kou Hun Bijin tersenyum, lalu menghela nafas panjang sambil memandang
jauh ke depan. "Adik kecil, sesungguhnya aku sangat membenci kaum lelaki. Karena itu, aku sering
membuat kaum lelaki tergila-gila kepadaku. setelah tergila-gila, mereka kutinggalkan, sehingga
frustasi. Bahkan ada yang bunuh diri minum racun, gantung diri dan lain sebagainya."
"Kenapa Kakak melakukan itu?"
"Adik kecil, ketika aku berusia dua puluhan, aku pernah dikecewakan sekaligus hatiku disakiti
oleh kekasihku sendiri."
"Kok begitu?"
"Yaahh" Kou Hun Bijin menghela nafas panjang. "Aku berasal dari keluarga miskin, begitu pula
kekasihku itu. Tapi kemudian dia berkenalan dengan seorang gadis dari keluarga kaya raya."
"Bagaimana dia bisa berkenalan dengan gadis orang kaya itu?"
"Dia bekerja di rumah gadis orang kaya itu, kebetulan gadis itu melihat sekaligus jatuh hati
kepadanya. oleh karena itu, orang tua gadis itu menikahkan mereka. Coba bayangkan, betapa
kecewa dan sakitnya hatiku"
"Kak" Tio Cie Hiong tersenyum. "sebetulnya Kakak tidak usah merasa kecewa maupun sakit hati,
relakan saja dia menikah dengan gadis itu"
"Adik kecil, kekasihku itu..." Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala. "Aku... aku telah
menyerahkan kesucianku kepadanya."
"Kak" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Itu salah Kakak, kenapa mau menyerahkan
kesucian kepadanya?"
"Karena aku... aku mencintainya, dan dia juga sangat mencintaiku. Kemudian dia terus
merayuku untuk berbuat, aku percaya dia akan bertanggung jawab, maka...."
"Setelah itu bagaimana?"
"Aku mau bunuh diri, tapi di saat itulah aku bertemu seorang biarawati tua. Beliau merasa iba
kepadaku, maka menerimaku sebagai murid." Kou Hun Bijin memberitahukan. "Hampir dua puluh
tahun aku belajar silat tingkat tinggi kepadanya. Pada suatu hari guruku memberiku tiga butir pil,
dan aku disuruh memakannya. setelah aku makan pil itu, guruku mengajarku Giok Li sin Kang.
Guruku mengatakan bahwa Giok Li sin Kang tergolong iweekang yang sulit dicari tandingannya
dalam rimba persilatan. selain itu, aku pun akan awet muda karena telah makan pemberiannya itu
juga pengaruh dari Giok Lisin Kang. Betapa gembiranya aku mendengar itu . Namun ketika guruku
sakit, guruku berpesan agar aku berhati-hati, jangan sampai Giok Li sin Kang membentur Kang Kun
Taylo sin Kang. sebab apabila terbentur, Giok Li sin Kang akan berbalik menyerang diriku. Kalau
Giok Li sin Kangku buyar, aku akan berubah tua."
"ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. " Untung aku melihat perubahan wajahmu, dan
sempat menarik kembali Kan Kun Taylo sin Kangku. Kalau tidak..."
"Aku sudah berubah menjadi nenek." Kou Hun Bijin tersenyum. "Adik kecil, sekali lagi aku
mengucapkan terima kasih kepadamu"
"Itu tidak perlu, Kak." Tio Cie Hiong tersenyum.
"ohya, sebetulnya engkau mau ke mana?" tanya Kou Hun Bijin sambil memandangnya.
"Aku mencari Tan Li cu, kini aku sudah tahu tentang dirinya, jadi tidak usah mencarinya lagi"
"Lalu engkau mau ke mana sekarang?"
"Ke markas pusat Kay Pang."
"Kalau begitu, kita berpisah di sini, sebab aku harus segera kembali ke markas Bu Tek Pay."
"ohya" pesan Tio Cie Hiong. "Setelah Tan Li cu membalas dendamnya, Kakak tolong suruh dia
ke gunung Hong Lay san"
"Baik,"
"Kakak. sampai jumpa" ucap Tio Cie Hiong, lalu melesat pergi menuju markas pusat Kay Pang.
Kou Hun Bijin berdiri termangu di tempat, berselang sesaat barulah ia melesat ke arah markas
Bu Tek Pay. Tio Cie Hiong telah tiba di markas pusat Kay Pang. Betapa gembiranya Lim Ceng im, dan
langsung mendekap di dadanya. sedangkan Tio cie Hiong membelai-belainya dengan penuh cinta
kasih. "Kakak Hiong...."
"Adik Im...."
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Yang satu mendekap. yang satu lagi
membelai. Asyiiik"
"Kakek..." Lim Ceng Im membanting-banting kaki. "Kenapa Kakek selalu usil?"
"Lho siapa yang usil" Kalian berdua atau kami?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa lagi.
"Engkau mendekap di dada Cie Hiong, sedangkan cie Hiong membelaimu. Padahal kami semua
berada di sini, namun kalian.... Nah, siapa yang usil?"
"Kakek sungguh keterlaluan" wajah Lim Ceng im memerah. "Kakak Hiong, kita duduk ya"
Tio Cie Hiong mengangguk. seketika sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak lagi.
"Bukan main Begitu merdu dan lembut suaranya, bagaikan suara kicauan burung dipagi hari"
katanya. "Kakek" Lim Ceng im melototinya, lalu duduk di sisi Tio Cie Hiong.
"cie Hiong" Lim Peng Hang memandangnya seraya bertanya. "Engkau sudah bertemu paman,
kakakmu dan lainnya?"
"Sudah." Tio Cie Hiong mengangguk. "Kami pun ke Gunung Hong Lay san, hanya saja Tan Li Cu
tidak bersama kami."
"Kenapa?" Lim Peng Hang heran.
"Paman dan kakak bertemu Tan Li cu yang bersama Thian Liong Kiam Khek. namun kemudian
Tan Li cu pergi tanpa pamit." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Ternyata Tan Li cu tidak
menghendaki timbulnya suatu salah paham, maka pergi tanpa pamit."
"oooh" Lim Peng Hang manggut-manggut.
"ohya, engkau tidak berhasil mencarinya?"
"cie Hiong pasti sudah bertemu Tan Li Cu," sahut Kim siauw suseng. "Kalau tidak, bagaimana
mungkin dia kembali ke sini?"
"Sesungguhnya aku tidak bertemu Tan Li cu, tapi aku sudah tahu kabar beritanya," ujar Tio Cie
Hiong. "Karena aku bertemu seorang wanita awet muda...."
"Wanita awet muda?" Kim siauw suseng mengerutkan kening. "siapa wanita itu?"
"Dia Kou Hun Bijin."
"Haaah?" Mulut Kim siauw suseng ternganga lebar. "Dia masih hidup?"
"Mungkinkah Cie Hiong bertemu rohnya?" sahut Sam Gan Sin Kay sambil tertawa, namun
tampak terkejut juga. "cie Hiong, engkau bercakap-cakap dengannya?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Bahkan kami pun bertanding."
"Apa?" Kim siauw suseng terperanjat. "Bagaimana hasil pertandingan itu?"
"Menimbulkan kesan baik." Tio Cie Hiong tersenyum. "Dia menganggapku sebagai adik, aku
juga menganggapnya sebagai kakak."
"Gila" sam Gan sin Kay menggaruk-garuk kepala. "Usianya sudah seratus lebih, engkau
menganggapnya sebagai kakak?"
"Ya." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tapi dia tampak baru berusia empat puluhan."
"Dia memiliki kecantikan yang membetot sukma, kan?" tanya Kim siauw suseng. "Sukmamu
tidak terbetot olehnya?"
"Tentu tidak." sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Sebab aku memiliki Ilmu Penakluk iblis."
"ooooh" Kim siauw suseng manggut-manggut.
"Kakak Hiong" tanya Lim Ceng Im mendadak. "Betulkah Kou Hun Bijin itu cantik sekali?"
"Betul." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kalau engkau tidak memiliki Ilmu Penakluk iblis, apakah sukmamu akan terbetot oleh
kecantikannya" "
"Pertanyaan yang bagus dan tepat?" seru sam Gan sin Kay. Tio Cie Hiong tersenyum, lalu
memandang Lim Ceng im seraya menjawab. "Tentu tidak. sebab aku memiliki iman yang kuat, lagi
pula cintaku hanya untukmu, Jadi hatiku tidak gampang tergoda."
"Yang benar?" Lim Ceng Im tersenyum manis. "ohya, Kou Hun Bijin lebih cantik atau aku yang
lebih cantik?"
"Bagus" seru Sam Gan Sin Kay lagi sambil tertawa. "Pertanyaan yang jitu sekali?"
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum lembut. "Suatu kecantikan harus disertai kebersihan jiwa.
Kalau hanya cantik tapi berjiwa kotor dan berhati jahat, itu cuma merupakan suatu kedok seperti
yang kupakai ini."
"Bagus Jawaban yang tepat" seru Sam Gan Sin Kay sambil tertawa lagi.
"Heran?" Lim Ceng Im cemberut. "Aku yang sedang berbicara dengan Kakak Hiong, namun
Kakek yang berteriak-teriak tidak karuan"
"Ha ha ha" Sam Gan Sin Kay terus tertawa.
"Sudah cukup belum engkau tertawa, Pengemis Bau" tegur Kim Siauw Suseng.
"Lho" Kenapa?" Sam Gan Sin Kay melotot. "Punya hak apa engkau menegurku?"
"Dasar Pengemis Bau" sahut Kim Siauw Suseng, kemudian bertanya kepada Tio Cie Hiong.
"Bagaimana perbandingan itu" Apakah Kou Hun Bijin terluka?"
"Tidak, hanya saja..." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Dia nyaris berubah tua."
"Lho" Kenapa?" Kim Siauw Suseng tertegun.
"Karena..." Tio Cie Hiong menutur tentang itu. "Dia sangat terharu sehingga langsung
memanggilku adik kecil."
"oooh" Kim Siauw Suseng manggut-manggut. "Cie Hiong, engkau memang berhati mulai. Tidak
heran kalau dia terharu."
"Untung dia bertemu Cie Hiong, kalau bertemu orang lain..." Sam Gan Sin Kay menggelenggelengkan
kepala. "Kini dia pasti sudah berubah tua."
"sastrawan sialan" ujar Tui Hun Lojin mendadak. "Kou Hun Bijin awet muda, engkau pun awet
muda, maka...."
"Mereka merupakan pasangan yang serasi," sambung sam Gan sin Kay sambil tertawa gelak.
"Pengemis bau" tegur Kim siauw suseng. "Jangan omong sembarangan, kalau Kou Hun Bijin
mendengarnya, engkau pasti celaka."
"Dia tidak berada di sini, maka aku berani omong begitu." sam Gan sin Kay menyengir. "Kalau
dia berada di sini, aku akan berubah gagu."
"Aaakh..." Kim siauw suseng menghela nafas panjang. "sesungguhnya Kou Hun Bijin adalah
kawan baik guruku, bahkan guruku sangat mencintainya. Tapi.... Kou Hun Bijin justru menolaknya,
itu membuat guruku jadi frustasi."
"Dia memang suka menggoda kaum lelaki hidung belang, lagi pula memiliki daya tarik alami."
sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Lelaki mana yang melihatnya, pasti tergila-gila.
Karena itu, dia dijuluki Kou Hun Bijin."
"Benar." Kim siauw suseng mengangguk. "Sekitar tujuh puluh lima tahun silam, rimba persilatan
digegerkan oleh munculnya Kou Hun Bijin. Entah berapa banyak kaum pendekar yang tergila-gila
kepadanya, termasuk guruku. setelah itu, barulah muncul Hong Hoang Leng. Namun, sejak itu Kou
Hun Bijin entah menghilang ke mana, dan tiada kabar beritanya sama sekali. Justru sungguh di luar
dugaan, kini dia muncul lagi."
"Mungkinkah dia punya hubungan dengan Bu Lim Sam Mo, Thian Gwa Siang Koay dan Lak Kui?"
gumam sam Gan sin Kay.
"Kou Hun Bijin memang ke markas Bu Tek Pay." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tapi itu bukan
berarti dia punya hubungan dengan mereka, hanya saja kenal guru-guru mereka."
"oh?" sam Gan sin Kay menatapnya. "Dia memberitahukan kepadamu?"
"Benar." Tio cie Hiong mengangguk dan melanjutkan. "sebelum bertemu denganku, dia sudah
bertemu Tan Li cu."
"Dia menangkap Li Cu?" tanya Lim Peng Hang.
"Tidak." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Sebaliknya Kou Hun Bijin malah bersimpati
kepadanya, maka ingin membantunya."
"Bagaimana caranya membantu Tan Li Cu?" tanya sam Gan sin Kay.
"Dia akan memancing Liu siauw Kun keluar, sebab pemuda itu sangat kurang ajar juga
terhadapnya," jawab Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Kou Hun Bijin bukan wanita berhati jahat.
Ketika berusia dua puluhan, dia ditinggal mentah-mentah oleh kekasihnya, sehingga frustasi dan
nyaris membunuh diri Di saat itulah dia bertemu seorang biarawati tua, yang bersedia menerimanya
sebagai murid. Karena pernah mengalami itu, maka dia sangat membenci kaum lelaki."
"Dia yang menceritakan riwayat hidupnya kepadamu?" tanya Kim siauw suseng agak tertegun.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku pun menceritakan tentang diriku, bahkan dia pun telah
menyaksikan wajahku."
"Kakak Hiong..." Lim Ceng im tersentak. "Dia... dia tidak akan memberitahukan kepada Bu Lim
sam Mo?" "Tentu tidak." Tio cie Hiong tersenyum. "sebab kami sudah merupakan kakak adik. oh ya, aku
juga memberitahukan kepadanya tentang dirimu. Apabila ada sempat, dia pasti menemuimu."
"Kalau aku bertemu dia, aku harus panggil dia apa?" tanya Lim Ceng im sambil tersenyum.
"Tidak mungkin panggil dia nenek. kan?"
"Panggil dia bibi saja" sahut Tio Cie Hiong.
"Baik," Lim Ceng im mengangguk.
"ohya" Tio Cie Hiong tersenyum. "Thian Liong Kiam Khek Cie Man chiu dan Tio Hong Hoa sudah


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dijodohkan."
"Bagus, bagus" sam Gan sin Kay tertawa gembira. "Itu merupakan kabar yang
menggembirakan. "
"Mereka berdua memang cocok dan serasi. Aku pun turut gembira," ujar Tio Cie Hiong.
"Kakak Hiong, kapan aku bisa bertemu Kakak Hong Hoa?" tanya Lim Ceng im mendadak.
"Engkau pasti bertemu mereka kelak, "jawab Tio Cie Hiong dan menambahkan. "ohya, aku akan
tinggal di sini beberapa hari, setelah itu akan pergi ke gunung Hong Lay san lagi untuk berunding."
"Kakak Hiong..." Lim Ceng im menghela nafas. "Cuma beberapa hari engkau tinggal di sini?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Adik im, aku harap engkau maklum dan mengerti"
Lim Ceng Im manggut-manggut, namun wajahnya tampak agak murung. "Kakak Hiong...."
"cie Hiong" Lim Peng Hang tersenyum. "Temanilah Ceng im ke halaman belakang, kalian
ngobrollah di sana saja"
"Wuah" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Ayah yang baik dan tahu perasaan anak Ha ha ha..."
"Memangnya seperti kakek yang selalu usil" sahut Lim Ceng im, kemudian menggandeng Tio cie
Hiong ke belakang.
"Asyiiik Berdua di halaman belakang Ha ha ha..." sam Gan sin Kay terus tertawa gelak.
Bab 75 Mati secara mengenaskan
Kou Hun Bijin telah tiba di markas Bu Tek Pay. Bu Lim sam Mo, Thian Gwa siang Koay, Lak Kui
dan Ang Bin sat sin menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Terutama Liu siauw Kun, yang
terus memandangnya dengan mesra.
"silakan duduk. Bijin" ucap Bu Lim sam Mo ramah.
"Terima kasih" Kou Hun Bijin duduk sambil tersenyum-senyum.
Beberapa anggota Bu Tek Pay langsung menyuguhkan minuman. Bu Lim sam Mo tertawa gelak.
"Ha ha ha Mari kita bersulang dulu"
Mereka bersulang sambil tertawa gembira, sementara Liu siauw Kun masih terus memandang
Kou Hun Bijin dengan mesra. Kou Hun Bijin tersenyum manis, sekaligus mengedipkan matanya.
Kedipan mata itu membuat hati Liu siauw Kun langsung berbunga-bunga.
"Bijin" tanya Kwan Gwa Siang Koay. "Apakah Bijin telah bertemu lelaki berkepandaian tinggi
itu?" "Aku memang telah bertemu dia," sahut Kou Hun Bijin sambil manggut-manggut.
"Kepandaiannya memang tinggi sekali."
"Apakah Bijin kalah bertanding dengannya?" tanya Tiau Am Kui dengan suara agak rendah.
"omong kosong" bentak Kou Hun Bijin. "Tiau Am Kui Engkau anggap aku tak berguna ya?"
"Maaf, Bijin Maaf...," ucap Tiau Am Kui sambil menundukkan kepala.
"Aku yakin...," ujar siluman Kurus. "Bijin pasti berhasil melukainya."
"Benar. Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. " Walau dia berkepandaian tinggi, aku masih
berhasil melukainya dengan Giok Lisin Kang."
"oh?" Tang Hai Lo Mo terkejut. Jadi.... Bijin memiliki iweekang itu?"
"Apakah paman gurumu tidak memberitahukan?" tanya Kou Hun Bijin.
"Paman guruku memang tidak memberitahukan kepadaku, hanya saja..." Tang Hai Lo Mo
memberitahukan. "Beliau memberiku Kitab Hian Bun Kui Goan Kang Khi, tapi tidak memberitahukan
tentang Bijin memiliki Giok Li sin Kang."
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Engkau kira aku tidak tahu, kalian bertiga telah
berhasil mempelajari ilmu itu" Hihihi Pada waktu itu, Thian Gwa sin Mo ingin memberikan kitab
tersebut kepadaku, namun dengan syarat aku harus jadi istrinya. Aku menolak langsung, sejak itu
Thian Gwa sin Mo hilang entah ke mana."
Bagian 43 "Paman guruku pulang ke Tang Hai." Tang Hai Lo Mo memberitahukan.
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Karena frustasi, dia pulang ke Tang Hai."
"Bijin Setelah lelaki itu terluka, lalu bagaimana keadaannya?" tanya Siluman Kurus. "Apa-kah
Bijin membunuhnya?"
"Kami cuma bertanding," sahut Kou Hun Bijin. "Maka setelah dia teriuka, aku membiarkan dia
pergi" "Kenapa Bijin tidak membunuhnya?" tanya Tang Hai Lo Mo sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Apa?" Wajah Kou Hun Bijin langsung berubah. "Jadi engkau ingin memperalat diriku untuk
membunuhnya?"
"Ti... tidak." Tang Hai Lo Mo menundukkan kepala. "Dia musuh besar Bu Tek Pay...."
"Tapi aku dan dia tidak punya dendam, maka kami cuma bertanding saja, tidak berniat saling
membunuh Tahu?" bentak Kou Hun Bijin.
"Ya, ya..." Tang Hai Lo Mo mengangguk.
"Nah" Kou Hun Bijin bangkit berdiri. "Aku mau ke taman bunga untuk beristirahat sejenak."
Kou Hun Bijin berjalan ke belakang, Liu siauw Kun segera mengikutinya. Bu Lim Sam Mo, Kwan
Gwa Siang Koay, Lak Kui hanya menghela nafas.
"Sayang sekali" Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Kou Hun Bijin tidak membunuh
lelaki itu"
"Tapi sudah melukainya," sahut siluman Kurus. "Maka aku yakin lelaki itu tidak begitu berani lagi
menentang kita."
"Benar." ThianMo manggut-manggut. "Itu boleh dikatakan sebagai pelajaran bagai lelaki itu. Ha
ha ha..." "Biar bagaimanapun..." bisik Te Mo. "Kita harus berupaya agar Kou Hun Bijin selalu membantu
kita." "Ngmm" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut, kemudian tertawa gelak.
Sementara Kou Hun Bijin sudah sampai di taman bunga, lalu duduk sambil tersenyum-senyum.
"Bijin..." panggil Liu siauw Kun lembut.
"N g?" Kou Hun Bijin mengerlingnya. "Duduklah"
"Terimakasih" Liu siauw Kun langsung duduk di sisinya, sekaligus menggenggam tangannya.
"urusan Bijin sudah beres, kan?"
"Ya, kenapa?"
"Apakah Bijin sudah lupa akan janji itu?"
"Janji apa?"
"Setelah urusan Bijin beres, bukankah Bijin akan..:."
"Oh, itu" Kou Hun Bijin tertawa. "Hi hi Jadi engkau menagih janjiku itu ya?"
"Ya." Liu siauw Kun mengangguk. "Karena Bijin yang berjanji, maka aku pun boleh
menagihnya."
"Betul, betul." Kou Hun Bijin manggut-manggut.
"Kalau begitu..." Liu siauw Kun menatapnya dengan penuh gairah nafsu birahi. "Mari kita ke
kamar bersenang-senang"
"Kok engkau tidak bisa bersabar" Aku kan baru pulang, lagi pula..." Kou Hun Bijin tersenyum
memikat. "Tidak baik kita bersenang-senang di markas Bu Tek Pay ini."
"Lho" Kenapa?"
"Kalau Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui dan lainnya tahu, mukamu mau ditaruh
ke mana" Ya, kan?"
"Kalau begitu..."
"Aku punya rencana yang bagus."
"Rencana apa?"
"Kita bersenang-senang di tempat lain, jadi tiada seorang pun tahu. juga tidak akan terganggu
oleh siapa pun."
"Benar." Liu siauw Kun tertawa gembira. "Oh, Bijin Engkau memang jantung hatiku."
"Oh, ya?" Kou Hun Bijin tersenyum manis.
"Bijin..." Liu siauw Kun menciumnya. Jari tangan pemuda itu pun mulai jail meraba-raba
sepasang payudara Kou Hun Bijin yang sangat montok itu.
"Idiiih" Kou Hun Bijin menggeserkan badannya seraya menegur. "jangan begitu, kalau terlihat
orang, bukankah akan membmtku malu?"
"Tiada seorang pun berani ke mari. Bijin tenang saja" sahut Liu siauw Kun dan meraba-raba lagi
payudara Kou Hun Bijin.
"Siauw Kun" ujar Kou Hun Bijin lembut. "Engkau harus sabar dikit, cara begini tidak
mengasyikkan. Lebih baik tunggu nanti, pokoknya engkau akan melihat semuanya."
"Bijin, kita akan ke tempat mana?" Kelihatan-nya Liu siauw Kun sudah tidak dapat berlahan lagi,
karena nafsu birahinya terus bergejolak.
"Begini," bisik Kou Hun Bijin.
"Engkau harus mencari alasan untuk meninggalkan markas ini di malam hari ini juga. selelah itu,
engkau pergi dan tunggu aku di bawah pohon..."
"Pohon yang mana?"
"Pohon yang paling besar di luar markas, di situ juga terdapat sebuah batu besar. Engkau tahu
kan?" "Tahu." Liu siauw Kun mengangguk. "Lalu kapan Bijin menyusulku?"
"Besok pagi."
"Kenapa harus besok pagi" Bagaimana kalau malam, ini juga?"
"Kalau malam ini aku menyusulmu, tentu akan menimbulkan kecurigaan guru-gurumu."
"Baiklah. Malam ini aku akan meninggalkan markas ini. Tapi..." Liu siauw Kun menatapnya
mesra. "Engkau tidak boleh membohongi aku Iho Besok pagi kau harus menyusulku"
"Pasti." Kou Hun Bijin mengangguk. "Aku pasti menyusulmu, sebab... aku sangat
membutuhkanmu. "
"Ha ha" Liu siauw Kun tertawa gembira. "Pokoknya aku akan memuaskanmu."
"Itu yang kuharapkan," sahut Kou Hun Bijin sambil tertawa cekikikan, kemudian mendadak
mengecup pipi pemuda itu.
"Bijin..." Kecupan itu membuat Liu siauw Kun nyaris terlena. la memejamkan matanya seraya
berkata. "Kecuplah aku sekali lagi"
Kou Hun-Bijin tersenyum, lalu mengecup pipi Liu siauw Kun beberapa kali, sehingga Liu siauw
Kun langsung memeluknya erat-erat.
Ketika hari sudah gelap. Liu siauw Kun pergi ke ruang tengah untuk menemui Bu Lim sam Mo.
Kebetulan hanya ada Bu Lim sam Mo di situ.
"Guru..." Liu siauw Kun berdiri di hadapan mereka.
"Ada apa?" tanya Tang Hai Lo Mo sambil menatapnya, "ingin menyampaikan sesuatu?"
"Guru, aku... aku ingin pergi jalan-jalan," ujar Liu siauw Kun dengan kepala tertunduk.
"Ha ha " Thian Mo tertawa . "Mau pergi bersenang-senang ya" "
"Guru..."
"Aku tahu, sudah sekian lama engkau tidak pergi ke mana-mana, maka malam ini engkau ingin
pergi mencari hiburan di luar, bukan?" Te Mo juga tertawa. "Tidak apa-apa. Tapi... jangan sampai
lupa pulang"
"Ya, Guru." Liu siauw Kun mengangguk dengan wajah ceria.
"Siauw Kun" Tang Hai Lo Mo menatapnya. "Bukankah Kou Hun Bijin sangat baik terhadapmu,
kenapa engkau tidak mau bersenang-senang dengannya di sini?"
"Guru, itu bagaimana mungkin?" Liu siauw Kun menggelengkan kepala. "Usia Kou Hun Bijin
sudah di atas seratus, sedangkan usiaku..."
"Ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Tapi dia masih cantik dan montok. Kenapa engkau tidak
mau?" "Guru, itu tidak baik. sebab dia tamu agung di sini. Kalau aku berbuat begitu, tentu akan
merusak rencana guru."
"Ngmm" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Baiklah. Engkau boleh pergi mencari hiburan di
luar, namun jangan lupa pulang"
"Ya, Guru." Liu siauw Kun mengangguk girang. "Guru, aku pergi"
Liu siauw Kun meninggalkan markas Bu Tek Pay sesuai dengan janji maka ia menunggu di
bawah pohon besar di depan markas.
Pagi harinya, Kou Hun Bijin duduk di taman bunga. Tak seberapa lama muncullah Bu Lim sam
Mo, mereka bertiga memandangnya sambil tersenyum-senyum.
"Sedang menghirup udara segar di sini, Bijin?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Ya." Kou Hun Bijin mengangguk dan tersenyum. "Sungguh indah bunga-bunga yang baru
mekar itu oh ya, kok tidak kelihatan muridmu?"
"Dia pergi semalam," jawab Thian Mo. "Biasa anak muda, mencari hiburan di luar karena sudah
lama dia tidak bersenang-senang."
"oh?" Kou Hun Bijin menghela nafas. "Kenapa dia tidak memberitahukan kepadaku?"
Bu Lim sam Mo saling memandang, kemudian Tang Hai Lo Mo bertanya sambil tertawa. "Bijin,
apakah engkau tertarik pada murid kami itu?"
"Dia memang ganteng dan romantis, aku memang tertarik padanya. Namun mengingat akan
usiaku..."
"Ha ha Bijin, sebetulnya usia tidak jadi masalah," ujar Tang Hai Lo Mo sungguh-sungguh . "Yang
penting ... "
"saling mencinta," sela Thian Mo sambil tertawa. "Ha ha ha..."
"Benar," sambung Te Mo. "Kalau sudah saling mencinta, usia tidak jadi masalah."
"Tidak mungkin...," Kou Hun Bijin menghela nafas. "ohya, aku juga mau mohon pamit."
"Kok begitu cepat?" Tang Hai Lo Mo berusaha menahannya. "Tinggal di sini saja?"
"Yah" Kou Hun Bijin tersenyum. "Aku ingin pergi jalan-jalan."
"Baiklah" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut dan berkata. "Pintu markas ini selalu terbuka
untukmu, Bijin."
"Terimakasih" ucap Kou Hun Bijin sambil tersenyum manis. "Kita pasti berjumpa kembali."
Kou Hun Bijin melangkah pergi, Bu Lim sam Mo saling memandang dan menghela nafas pula.
"Apakah kalian tidak tertarik padanya?" tanya Tang Hai Lo Mo mendadak sambil menatap Thian
Mo dan Te Mo. "Ha ha" Thian Mo tersenyum. "Aku yakin engkau pasti tertarik padanya, hanya saja...."
"sama-sama," sahut Tang Hai Lo Mo. "Namun kita tidak boleh berlaku kurang ajar, sebab dia
mantan kekasih paman guruku. Lagi pula... kepandaiannya sangat tinggi, kalau dia marah danjadi
musuh kita, repotlah kita."
"Benar." Thian Mo manggut-manggut. "ohya, mungkinkah dia pergi mencari Liu siauw Kun?"
"Mungkin juga," sahut Tang Hai Lo Mo. "Itu urusannya, kita tidak usah ikut campur."
"Kelihatannya murid kita itu telah mabuk kepayang, namun kenapa dia malah mencari wantta
lain?" Thian Mo heran.
"Mungkin Kou Hun Bijin tidak begitu meladeninya, maka dia pergi mencari wanita lain," ujar Te
Mo sambil tertawa. "Kalau aku masih muda, tentunya aku akan mendekati Kou Hun Bijin. Ha ha
ha..." Liu siauw Kun terus menunggu di bawah pohon dengan sabar. Pemuda itu yakin Kou Hun Bijin
pasti ke tempat itu menemuinya. Ketika terbayang wajahnya yang begitu cantik, serta sepasang
payudara yang masih montok. tersenyum-senyum.
"Hi hi hi" Terdengar suara tawa cekikikan yang sangat, merdu.
"Bijin Bijin..." seru Liu siauw Kun girang. "Kok begitu lama baru ke mari" setengah mati aku
menunggu di sini Iho"
"Cuma setengah mati, tidak apa-apa," sahut Kou Hun Bijin sambil melayang ke hadapannya.
"Bagaimana" Apakah engkau kedinginan semalam di sini?"
"Tentu kedinginan."
"Jangan khawatir, sebentar lagi aku akan menghangatkanmu."
"Bijin..." Liu siauw Kun memeluknya erat-erat, bahkan juga menciumnya dengan mesra.
"Engkau sungguh jantung hatiku"
"Oh, ya?" Kou Hun Bijin membelainya.
"Ya." Liu siauw Kun mengangguk. "Bijin, kita bersenang-senang di mana?"
"Tentunya tidak di sini," sahut Kou Hun Bijin sambil tersenyum. "Aku tahu suatu tempat yang
sangat sepi. Di situ pun terdapat sebuah gubuk kosong. Mari kita ke sana saja"
"Baik," Liu siauw Kun tidak bercuriga sama sekali, maka ketika Kou Hun Bijin melesat pergi, ia
segera mengikutinya.
Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di tempat itu. Mereka bisa begitu
cepat sampai karena menggunakan ginkang. Liu siauw Kun gembira bukan main, lantaran tempat
itu memang cocok untuk bersenang-senang.
"Kosongkah gubuk itu?" tanya Liu siauw Kun sambil menunjuk gubuk tersebut.
"Benar." Kou Hun Bijin tertawa nyaring.
"Kalau begitu, cepatlah kita ke dalam..." ucapan Liu siauw Kun terhenti, sebab ia melihat sosok
bayangan melesat ke luar dari gubuk itu.
"Liu siauw Kun" Terdengar suara bentakan pula.
Dapat dibayangkan, betapa terkejutnya Liu siauw Kun, karena tidak menyangka Tan Li cu
berada di situ.
"Li Cu..." Wajahnya langsung berubah pucat pias. " Kalian."
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Nah, kini sudah waktunya engkau bersenangsenang"
"Bijin..." Liu siauw Kun terbelalak. "Engkau... engkau menipuku ke mari?"
"Benar." Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Engkau begitu jahat, maka hari ini engkau harus
mampus di tangan wanita itu."
"Engkau kenal dia?"
"Aku pernah bertemu dia, dan metelah mendengar penuturannya, aku pun cari akal untuk
menipumu ke mari. Hi hi hi Bersiap-siaplah menyambut ajalmu" Kou Hun Bijin tertawa nyaring.
"Hm" dengus Liu siauw Kun. " Kalau guru-guruku tahu...."
"Guru-gurumu tidak akan tahu. Kalaupun tahu, aku pun tidak takut," sahut Kou Hun Bijin, lalu
berkata kepada Tan Li cu. "Nah, dia sudah berada di sini. Engkau boleh membunuhnya . "
"Terimakasih, Bijin" ucap Tan Li Cu, kemudian menatap Liu siauw Kun dengan mata berapi-api
sambil menghunus pedang Loan Kang Pokiamnya.
"Liu siauw KUn Terimalah kematianmU"
Tan Li cu langsung menyerangnya. Guguplah Liu siauw Kun karena tidak membawa senjata.
"Curang" bentaknya. "Engkau bersenjata, aku cuma bertangan kosong...."
"Li Cu, cepat serang dia Tidak usah banyak bicara dengan dia" seru Kou Hun Bijin.
Tan Li cu segera menyerang Liu siauw Kun lagi. Pemuda itu terpaksa melawannya dengan
tangan kosong, mengeluarkan Pak Kek sin ciang (Ilmu Pukulan sakti Kutub utara).
Akan tetapi, Liu siauw Kun kurang latihan, sehingga Ilmu Pukulan sakti itu berkurang
kedahsyatannya. Beberapa jurus kemudian, ia sudah mulai terdesak.
"Bagus" seru Kou Hun Bijin sambil tertawa. "Li Cu, terus serang dia, gunakan jurus-jurus yang
mematikan"
Mendadak Tan Li cu membentak keras, lalu menyerang Liu siauw Kun dengan jurus Lui Tian Toh
san (Petir Kilat Merobohkan Gunung). Tampak pedangnya berkelebatan bagaikan kilat menyambar
ke arah Liu siauw Kun, bahkan terdengar suara yang menggelegar.
"Jurus yang hebat" seru Kou Hun Bijin kagum.
"Aaaakh..."Terdengar suara jeritan Liu siauw Kun, ternyata lengannya sudah kutung sebelah dan
darahnya terus mengucur.
"Liu Siauw Kun, terimalah kematianmu" bentak Tan Li cu sekaligus menyerangnya
mempergunakan jurus Lui Tian Liak Te (Petir Kilat Membelah Bumi), yang sangat dahsyat, lihay dan


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ganas. Liu siauw Kun tak sempat menjerit lagi, sebab badannya telah terbelah dua. sungguh
mengerikan cara kematiannya sedangkan Kou Hun Bijin memandang mayat itu dengan sikap acuh
tak acuh. Setelah berhasil membunuh Liu siauw Kun, Tan Li cu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis
terisak-isak. "Ayah, suami dan anakku Aku... aku telah berhasil membalas dendam kalian," ujar Tan Li Cu
dengan air mata berderai-derai. Kemudian ia juga berlutut di hadapan Kou Hun Bijin. "Terimakasih
atas bantuan Bijin" ucap Tan Li cu.
"Bangunlah" Kou Hun Bijin membangunkannya. "Li Cu, kini Liu siauw Kun lelah mati, lalu apa
rencanamu?"
"Aku... aku akan kembali ke Gunung Hong Lay san." Tan Li cu memberitahukan. "Aku mau
menjadi biarawati."
"Itu terserah niatmu." Kou Hun Bijin tersenyum. "oh ya, aku sudah bertemu Tio Cie Hiong."
"Apa?" Tan Li cu tersentak. "Bijin kenal dia?"
"Aku tidak kenal dia, namun Bu Lim sam Mo memberitahukan kepadaku, bahwa di rimba
persilatan telah muncul seorang lelaki yang berkepandaian sangat tinggi, lelaki itu membawa seekor
monyet putih."
"Tempo hari Bijin bilang mau mencari seseorang, apakah lelaki itu?"
"Ya."
"Kok Bijin tahu kalau dia Tio Cie Hiong?"
"Li Cu" Kou Hun Bijin tersenyum dan menutur tentang itu "Dia memang pemuda yang berhati
mulia." "Syukurlah Bijin dan dia saling menganggap sebagai kakak adik. ohya, dia sudah punya calon
istri." "Dia telah memberitahukan kepadaku, dan aku turut gembira mendengarnya."
"Bijin... mau kembali ke markas Bu Tek Pay?"
"Belurn dapat dipastikan, yang jelas aku akan ke markas pusat Kay Pang untuk memberitahukan
kepada Cie Hiong tentang ini."
"Tapi..."
"Kenapa?"
"Bijin harus berhati-hati, jangan sampai terlihat oleh pihak Bu Tek Pay, sebab kalau kedatangan
Bijin terlihat pihak Bu Tek Pay, akan menyusahkan Kay Pang."
"Aku tahu." Kou Hun Bijin tersenyum, lalu melesat pergi seraya berseri. "Sampai jumpa"
"Sampai jumpa, Bijin" sahut Tan Li Cu, kemudian melesat pergi menuju Hong Lay san.
Pada malam harinya, di markas pusat Kay Pang tampak Lim Ceng Im tidak bisa duduk diam di
ruang tengah. la berjalan mondar-mandir di situ dengan wajah murung.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang, Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong saling memandang sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Nak. Cie Hiong harus pergi ke Gunung Hong Lay San untuk berunding. Engkau tenang saja"
ujar Lim Peng Hang sambil menghela nafas. "Setelah berunding, dia pasti kembali."
Ternyata tadi pagi Tio Cie Hiong terangkat ke Gunung Hong Lay san. Lim Ceng Im merasa berat
berpisah dengannya, bahkan merengek-rengek ingin ikut, namun Tio Cie Hiong melarangnya.
setelah Tio Cie Hiong berangkat, gadis itu tampak murung.
"Cuma beberapa hari di sini, dia pergi lagi pagi ini. Aku..." Mata Lim Ceng Im berkaca-kaca.
"Kenapa kami harus selalu berpisah" Apakah akan terus begini?"
"Tentu tidak," sahut sam Gan sin Kay dan menambahkan. "Percayalah, tidak lama lagi kalian
berdua pasti selalu berdampingan"
"Aku justru khawatir akan terjadi sesuatu lagi pada kami." Lim Ceng Im menghela nafas.
"Itu tidak akan terjadi." Kim siauw suseng tersenyum. "Yang penting engkau harus tenang dan
sabar." "Benar," sambung Tui Hun Lojin. " ingat, takkan lari gunung dikejar"
"Tapi aku dan Kakak Hiong bukan gunung," sahut Lim Ceng Im sambil menggeleng-gelengkan
kepala "Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Setan tua, engkau sok mengucapkan pepatah,
akhirnya...."
"Pengemis bau Wajah Tui Hun Lojin kemerah-merahan. "Itu cuma kiasan, maksudku adalah...
takkan lari kebahagiaan dikejar."
"Buktinya lari terus," sahut Lim Ceng Im dan menghela nafas lagi. "Aku jadi pusing."
"HihihiIHihihi..." Mendadak terdengar suara tawa cekikikan. "Kenapa pusing" Memikirkan cie
Hiong ya?"
Tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam, seorang wanita cantik berdiri di situ sambil
tersenyum-senyum. Begitu menyaksikan wanita cantik itu, seketika juga Bu Lim Ji Khie, Tui Hun
Lojin, Lim Peng IHang dan Gouw Han Tiong ternganga lebar mulut mereka.
"Idiiih" Ternyata wanita cantik itu Kou Hun Bijin. "Kenapa kalian jadi begitu?"
"Se... selamat datang, Bijin" ucap Sam Gan Sin Kay dengan hormat.
"Eeeh?" Kou Hun Bijin menatapnya. "Kok engkau bertambah dekil" Sudah punya cucu masih
begitu dekil, dasar pengemis bau"
"Ha ha ha" Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak "Bijin, dari kecil hingga besar, dari besar
hingga tua aku memang bau. Maka engkau jangan dekat-dekat, nanti akan jadi bau pula."
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Pengemis bau, engkau memang usil dari dulu. Kini
sudah jadi kakek juga masih tetap usil, dasar...."
"Ha ha ha..." Sam Gan Sin Kay tetap tertawa gelak.
"Eeeh" Kok aku tidak dipersilahkan duduk" Tidak senang aku ke mari ya?" tanya Kou Hun Bijin
sambil tersenyum-senyum.
"Silakan duduk, bibi" ucap Lim Ceng Im cepat.
"Gadis cantik" Kou Hun Bijin memandangnya. "Engkau pasti calon istri Tio Cie Hiong, bukan?"
"Betul, bibi." Lim Ceng Im mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Ngmm" Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Engkau dan dia memang merupakan pasangan yang
serasi. ohya, kenapa engkau memanggilku bibi?"
"Kakak Hiong yang menyuruhku memanggil demikian, jadi aku menurut saja," jawab Lim Ceng
Im memberitahukan.
"Boleh juga engkau memanggilku bibi, tidak pantas memanggilku Bijin. Lagi pula Cie Hiong
memanggilku kakak." ujar Kou Hun Bijin, lalu memandang Kim Siauw suseng yang duduk diam dari
tadi. "Engkau...."
"Dia Kim siauw suseng." sam Gan sin Kay memberitahukan sambil tertawa. "Dia pun awet muda,
lho" "Kim siauw suseng...," gumam Kou Hun Bijin sambil berpikir. "oooh Aku ingat sekarang, engkau
murid si Tampan suling Emas itu, bukan?"
"Betul, Bijin." Kim siauw suseng mengangguk.
"Kim siauw suseng, bagaimana kabarnya gurumu itu?" tanya Kou Hun Bijin mendadak.
"Sudah lama guruku meninggal," sahut Kim siauw suseng sambil menghela nafas panjang.
"oh?" Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala. "Tak disangka dia juga sudah meninggal
Dia... berupaya agar bisa awet muda seperti aku, namun gagal, muridnya malah awet muda"
"Bijin" Tiba-tiba Kim Siauw suseng menatapnya tajam. "Padahal guruku sangat mencintaimu,
kenapa...."
"Maksudmu aku mempermainkannya?"
"Ya."
"Sesungguhnya aku tidak mempermainkannya, aku juga mencintainya. Tapi..." Kou Hun Bijin
menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak bisa menikah dengannya."
"Kenapa?" tanya Kim siauw suseng dengan kening berkerut.
"Cobalah pikir, kalau aku menikah dengannya, apa pula yang akan terjadi pada dirinya?" sahut
Keu Hun Bijin. "Maaf, Bijin Aku tidak tahu."
"Kini dia pasti sudah tua renta, sedangkan aku masih tetap muda. otomatis dia akan hidup
tersiksa, bukan?"
"oooh" Kim siauw suseng mengangguk. "Kalau begitu, Bijin tidak mempermainkannya"
"Tidak salah." Kou Hun Bijin menghela nafas. "Pada waktu itu, aku sarankan padanya berusaha
cari semacam buah aneh yang dapat membuat orang awet muda..."
"Guruku memang berhasil memperoleh buah aneh itu, tapi..." Kim siauw suseng menggelenggelengkan
kepala. "Guruku terpagut ular yang sangat berbisa akhirnya mati. sebelum
menghembuskan nafas penghabisan, beliau memberikan buah aneh itu kepadaku."
"Engkau yang makan buah aneh itu, maka jadi awet muda?" tanya Kou Hun Bijin.
"Ya." Kim siauw suseng mengangguk. "Guru yang menyuruhku makan. Kalau tidak. aku tidak
berani makan."
"Kasihan gurumu" Kou Hun Bijin menghela nafas. "Gara-gara aku menyarankan begitu, dia mati
dipagut ular berbisa"
"Bibi" Lim Ceng Im menatapnya seraya bertanya. "Bibi ke mari mencari Kakak Hiong?"
"Benar." Kou Hun Bijin tersenyum. "Aku ingin menyampaikan sesuatu kepadanya. Apakah dia
berada di sini?"
"Dia sudah berangkat ke Hong Lay san," sahut Lim Ceng Im dan bertanya. "Bibi mau
menyampaikan apa kepadanya?"
"Tentang Tan Li cu."
"Bagaimana kakak Li Cu?" tanya Lim Ceng Im cepat. "Dia berhasil membunuh Liu siauw Kun?"
"Ya." Kou Hun Bijin mengangguk. "Dia telah berhasil membunuh pemuda jahat itu."
"Lalu Kakak Li Cu ke mana?"
"Ke Gunung Hong Lay san, cie Hiong pasti bertemu dia di sana. Nah, aku sudah menyampaikan
itu. sekarang aku mau pamit"
"Bibi mau ke mana" Lebih baik menginap di sini saja" ujar Lim Ceng Im.
"Gadis cantik" Kou Hun Bijin tersenyum. "Aku tidak boleh menginap di sini Iho"
"Kenapa?" Lim Ceng Im heran.
"Akan menyusahkan semua orang di sini," sahut Kou Hun Bijin. "Nah, sampai jumpa"
"Bibi..." seru Lim Ceng Im memanggilnya.
Namun Kou Hun Bijin telah melesat pergi, namun sayup-sayup masih terdengar suara
sahutannya. "Ceng Im Cie Hiong pemuda baik, jujur dan setia, engkau pasti bahagia bersamanya...."
"Bibi...."
"Nak Dia sudah pergi, percuma engkau memanggilnya lagi," ujar Lim Peng Hang, kemudian
bergumam. "Aku tidak menyangka, Kou Hun Bijin berhati begitu baik."
"Dia memang berhati baik, berhati baik,.." sahut Kim siauw suseng seperti bergumam.
"Celaka" seru sam Gan sin Kay mendadak. "Kim siauw suseng jatuh hati kepadanya, sungguh
celaka" "Itu tidak celaka," sahut Tui Hun Lojin. "Kou Hun Bijin awet muda, Kim siauw suseng juga awet
muda. Mereka berdua... sungguh merupakan pasangan yang serasi Ha ha ha"
"setan tua" Kim siauw suseng melolot. "Kalian jangan omong sembarangan Kalau Kou Hun Bijin
dengar, kalian pasti celaka."
"sastrawan sialan" ujar sam Gan sin Kay sambil tertawa. "Aku dan setan tua bersedia jadi
perantara. Ha ha ha..."
"Pengemis bau Engkau..." Wajah Kim siauw suseng memerah. "Jangan bergurau yang bukanbukan"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay dan Tui Hun Lojin terus tertawa, sedangkan Lim Peng Hang dan
Gouw Han Tiong saling memandang sambil tersenyum-senyum.
Bab 76 Bu Tek Pay menyerang Kay Pang
Sementara itu, Tio Cie Hiong telah tiba di Hong Lay san. It sim sin Ni memberitahukannya,
bahwa Tan Li Cu berhasil membunuh Liu siauw Kun atas bantuan Kou Hun Bijin.
Mendengar itu, Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian memandang It sim sin Ni seraya
bertanya. "Nek, Li cu berada di mana sekarang?"
"Berada di ruang meditasi." It Sim sin Ni memberitahukan. "Kini dia telah resmi jadi biarawati,
dan tidak mau bertemu siapa pun."
"Kalau begitu, aku tidak perlu menemuinya," ujar Tio Cie Hiong. "Aku tidak mau mengganggu
ketenangannya."
"omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Aku tidak menyangka engkau bertemu Kou Hun Bijin, bahkan
dia menganggapmu sebagai adik pula. Itu sungguh di luar dugaan"
"Lo Ceng kenal Kou Hun Bijin?" tanya Tio Cie Hiong.
"Kenal." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Dia memang cantik sekali, dan juga awet muda, hanya
saja tidak mau menikah."
"Lo Ceng tahu mengenai riwayat hidupnya?"
"Tidak tahu. Engkau tahu?"
"Dia telah menceritakan kepadaku..." tutur Tio Cie Hiong kemudian menambahkan. "Kami pun
telah bertanding. Dia memiliki Giok Li Sin Kang."
"Li Cu telah menceritakan itu omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. " Engkau memang berhati
bajik, Kalau tidak. kini Kou Hun Bijin pasti sudah berubah tua."
"Lo Ceng, pada waktu itu aku merasa tidak tega. Karena itu, aku segera menarik kembali Kan
Kun Taylo sin Kang."
"Engkau juga terluka karenanya?" Tayli Lo Ceng tersenyum lagi. "Namun engkau masih
memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, bahkan juga dua kali makan buah Kiu Yap Ling che, maka
engkau cuma menderita luka ringan saja."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. lalu memandang Tio Hong Hoa seraya bertanya.
"Bagaimana latihan Kakak. sudah ada kemajuan?"
"Maksudmu ilmu pedang Liong Hong Hap It Kiam Hoat?" Tio Hong Hoa balik bertanya. Tio Cie
Hiong mengangguk.
"Adik Cie Hiong" Tio Hong Hoa tersenyum. "Kami telah berhasil menguasai ilmu pedang itu."
"Bagus" Tio Cie Hiong manggul-mangguL kemudian memandang Tio Tay seng seraya bertanya.
"Paman sudah punya suatu rencana?"
"Rencana untuk memberantas Bu Tek Pay?"
"Ya, Paman."
"Menurut paman...," Tio Tay seng berpikir sejenak lalu melanjutkan. "Lebih baik kita tunggu
perkembangannya lagi, sebab kita tidak boleh bertindak ceroboh, sebab itu akan merugikan kita
semua." "Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk. "Kalau begitu, aku akan kembali ke markas pusat Kay
Pang." "Nak" Tio Tay seng tersenyum. "Engkau tinggal di sini dulu, lihat bagaimana perkembangan
selanjutnya.Jadi engkau tidak usah ke sana ke mari."
"Tapi...."
"Paman tahu, engkau pasti merasa berat berpisah dengan Ceng Im. Maka engkau tinggal di sini
beberapa hari, setelah itu barulah engkau kembali ke markas pusat Kay Pang."
"Baik, Paman." Tio Cie Hiong menurut. la justru tidak tahu sama sekali, akan terjadi sesuatu di
markas pusat Kay Pang.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui dan Ang Bin sat sin duduk di ruang tengah
dengan wajah serius, bahkan kening mereka tampak berkerut-kerut.
"Heran" gumam Tang Hai Lo Mo. " Kenapa Siauw Kun belum pulang?"
"Mungkin Kou Hun Bijin telah bertemu dia, mereka lalu bersenang-senang sehingga membuat
Siauw Kun lupa pulang," sahut Thian Mo menduga.
"Mungkin dan tidak,"ujar Te Mo. "Aku malah khawatir telah terjadi sesuatu atas dirinya."
"Itu yang dikuatirkan," sela siluman Gemuk dan menambahkan. "Karena Kou Hun Bijin tidak
mungkin akan bersenang-senang dengan dia. Walau Kou Hun Bijin kelihatan genit, namun tidak
pernah berbuat begitu."
"Benar," sahut siluman Kurus. "Kami tahu jelas tentang itu."
"Memang tidak salah," sambung Kwan Gwa Lak Kui. "Kami juga tahu jelas mengenai itu, Kou
Hun Bijin tidak pernah berbuat begitu."
"Tapi...." Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening. "Kenapa siauw Kun belum pulang" Benar-kah
telah terjadi sesuatu alas dirinya?"
"Bagaimana kalau kita suruh beberapa orang untuk mencarinya?" usul Thian Mo.
"Boleh juga..." ucapan Tang Hai Lo Mo terputus, karena melihat salah seorang anggotanya
masuk. Ternyata orang yang diutus menyamar sebagai pengemis untuk memata-matai Kay Pang
pusat. "Lapor pada Ketua...," ujar orang itu sambil memberi hormat. "Aku telah memperoleh
informasi."
"Informasi apa?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Dua malam lalu, sai Pi Lo Kay mabuk sehingga aku berhasil memancingnya. Dia bilang pernah
melihat lelaki yang membawa monyet berada di dalam markas pusat Kay Pang. Kelihatannya
mereka merundingkan sesuatu."
"oh?" Betapa gusarnya Tang Hai Lo Mo. "Ternyata Kay Pang punya hubungan dengan lelaki itu
Bagus, bagus Itu membuktikan pihak Kay Pang mulai menentang kita"
"Kalau begitu, kita bumi hanguskan saja markas pusat Kay Pang" ujar Thian Mo.
"Ng" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Kita memang harus memusnahkah markas pusat kay
Pang" "Benar." Te Mo mengangguk. kemudian bertanya pada orang itu. "Apakah masih ada informasi
lain?" "Ada." orang itu mengangguk sekaligus memberitahukan. "Di belakang markas pusat itu
terdapat sebuah pintu rahasia, kemungkinan besar mereka akan kabur melalui pintu rahasia itu"
"Bagus" Te Mo tertawa. "Karena engkau telah berjasa, maka akan kami naikkan kedudukanmu.
sekarang engkau boleh pergi beristirahat dulu."
"Terima kasih, Ketua" ucap orang itu sambil memberi hormat lalu pergi.
"Bagaimana rencana kita sekarang?" tanya Tang Hai Lo Mo sambil memandang Kwan Gwa siang
Koay dan Lak Kui.
"Kita serang saja markas pusat Kay Pang," sahut Kwan Gwa siang Mo.
"Benar," sela Kwan Gwa Lak Kui. "Mari kita serang mereka sekarang, jangan sampai ada yang
lolos" "Ngmm" Tang Hai Lo Mo manggut-manggul. "Kini di markas pusat Kay Pang cuma terdapat Bu
Lim Ji Khie, Lim Peng IHang, Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong. Kita harus bunuh mereka semua,
tapi Lim Ceng Im harus ditangkap hidup-hidup."
"Kalau begitu, biar kami yang pergi melaksanakan tugas ini," ujar Kwan Gwa Siang Koay.
"Begini," ujar Thian Mo serius. "Kwan Gwa Lak Kui dan Ang Bin Sat Sin menyerang dari depan,
sedangkan siang Koay menunggu di belakang markas, agar tiada seorang pun yang dapat
meloloskan diri."
"Bagus, bagus" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Nah, kapan kalian akan berangkat ke sana?"
"Sekarang," sahut Kwan Gwa Siang Koay, Lak Kui dan Ang Bin sat Sin serentak.
"Baik." Tang Hai Lo Mo mengangguk^ "Bawa juga lima puluh orang yang berkepandaian tinggi,
para anggota Kay Pang harus dibantai semua"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya." Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui mengangguk. lalu tertawa gelak. "Ha ha ha..."
Salah seorang anggota Kay Pang melesat memasuki markas dengan wajah pucat pias, sudah
barang tentu mengejutkan Bu Lim Ji Khie dan lainnya.
"Ada apa?" tanya Sam Gan Sin Kay.
"Celaka, Tetua" sahut anggota Kay Pang itu. "Pihak Bu Tek Pay sedang menuju ke mari."
"Apa?" Betapa terkejutnya Sam Gan sin Kay. "Jangan-jangan mereka sudah tahu tentang Tio Cie
Hiong?" "Ayah, kita harus bagaimana?" tanya Lim Peng Hang cemas.
"Siapa saja yang menuju ke mari?" tanya sam Gan sin Kay kepada anggota Kay Pang itu.
"Kwan Gwa Lak Kui, Ang Bin sat sin dan puluhan anggota Bu Tek Pay," sahut Anggota Kay Pang
itu memberitahukan.
"Cepat sampaikan perintah ku kepada semua anggota yang berada di sini, jangan melawan,
harus segera meninggalkan tempat ini" ujar sam Gan sin Kay.
"Ya, Tetua." Anggota Kay Pang itu sebera melesat ke luar.
"Ayah, kita harus bagaimana?" tanya Lim Peng Hang lagi karena sam Gan sin Kay tidak
menjawabnya. "Peng Hang" sahut sam Gan sin Kay. "Cepat suruh Ceng Im kabur melalui pintu belakang"
"Ada apa, Kakek?" tanya Lim Ceng Im yang baru muncul. Gadis itu merasa heran karena mereka
tampak gugup, "Ceng Im Pihak Bu Tek Pay menuju ke mari, engkau harus segera pergi melalui pintu belakang"
sahut sam Gan sin Kay.
"Lebih baik kita lawan saja, Kek," ujar Lim Ceng Im.
"Yang ke mari adalah Kwan Gwa Lak Kui dan Ang Bin sat sin, jadi kita masih tidak kuat
menghadapi mereka. Engkau harus segera pergi" bentak sam Gan sin Kay.
"Lalu bagaimana dengan Kakek. ayah dan lainnya?" tanya Lim Ceng Im cemas.
"Kami masih bisa meloloskan diri," sahut sam Gan sin Kay. "Engkau tidak usah memikirkan
kami" "Nak Cepatlah engkau pergi Kalau terlambat, engkau akan celaka" desak Lim Peng Hang. "
Engkau harus langsung menuju ke Gunung Hong Lay san"
"Ya." Lim Ceng Im berlari ke dalam, namun siapa pun tidak menyangka kalau Kwan Gwa siang
Koay sudah menunggu di belakang markas.
"Pengemis bau, apakah kita harus melawan mereka sampai titik darah penghabisan?" tanya Kim
siauw suseng. "Aku pikir tidak perlu," sahut sam Gan sin Kay. "Kita harus berusaha meloloskan diri"
"Pengemis bau" tegur Tui Hun Lojin. " Kenapa engkau jadi pengecut?"
"Aku bukan pengecut, hanya tidak menghendaki kita mati sia-sia di sini," ujar sam Gan sin Kay
sungguh-sungguh. "Kita semua harus pergi ke Gunung Hong Lay san, maka harus menggunakan
Kiu Kiong san Tian Pou untuk meloloskan diri"
"Benar." Kim siauw suseng manggut-manggut. "Kita pun harus berpencar kemudian berkumpul
di Gunung Hong Lay san."
"Baik." sam Gan sin Kay mengangguk. "Kalau begitu, mari kita ke luar menyambut mereka"
Mereka sebera melesat ke luar. Di saat itu terdengarlah suara tawa yang terkekeh di luar,
ternyata Kwan Gwa Lak Kui dan Ang Bin sat sin sudah sampai di situ "Ada urusan apa kalian ke
mari?" tanya sam Gan sin Kay.
"Pengemis baur bentak Tiau Am Kui. "Kau kira kami tidak tahu, kalian di sini punya hubungan
dengan lelaki yang membawa monyet putih" Itu pertanda kalian mulai menentang kami, maka hari
int kalian harus mampus semua"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. " Kalian kira kami begitu gampang mampus di
tangan kalian" Ha ha ha...."
"Mungkin kalian yang akan mamcus di sini" ujar Kim siauw suseng.
"Benar" sambung Tui Hun Lojin. "Mereka pasti mati di sini"
"Apa?" Bukan main gusarnya Kwan Gwa Lak Kui dan Ang Bin sat sin. "Kalau begitu, sambutlah
serangan kami"
Kwan Gwa Lak Kui dan Ang Bin sat sin mulai menyerang mereka. seketika terjadilah pertarungan
yang sangat seru. Kwan Gwa Lak Kui menggunakan ilmu pukulan Ku Lu Ciang Hoat, Bu Lim Ji Khie
dan lainnya menangkis dengan ilmu pukulan Kan Kun ciang Hoat, sekaligus berkelit dengan ilmu Kiu
Kiong san Tian Pou.
Sementara Ang Bin sat sin hanya menonton, berselang beberapa saat kemudian mendadak ia
melemparkan sesuatu ke bawah. Daar Terdengar suara ledakan dan asap pun mengebul.
"Awas asap beracun" seru sam Gan sin Kay. Mereka cepat-cepat menutup pernafasan.
Akan tetapi, di saat bersamaan Kwan Gwa Lak Kui juga melancarkan serangan dengan gencar
sekali. "Pergunakan Kiu Kiong san Tian Pou untuk meloloskan diri" seru sam Gan sin Kay lagi.
Sedangkan Ang Bin sat sin terus melemparkan bom asap beracun. Bu Lim Ji Khie dan lainnya
tidak bisa mengerahkan lweekang, karena sedang menahan nafas. Maka, mereka terpukul oleh
Kwan Gwa Lak Kui, sehingga mengalami luka yang cukup parah.
Oleh karena itu mereka segera menggunakan Kiu Kiong San Tian Pou untuk meloloskan diri.
"Jangan sampai mereka lolos" teriak Tiau Am Kui.
Namun Bu Lim Ji Khie dan lainnya sudah tidak kelihatan. Betapa gusarnya Kwan Gwa Lak Kui.
sudah barang tentu kegusarannya dilampiaskan kepada para anggota Kay Pang yang tidak cepatcepat
kabur. Sementara itu di Gunung Hong Lay san, tampak Tayli Lo Ceng sedang bersemedi, tiba-tiba padri
tua meloncat bangun.
"Lo Ceng," It Sim sin Ni heran. "Kenapa engkau?"
"Telah terjadi sesuatu," sahut Tayli Lo Ceng. "Karena mendadak aku tidak bisa bersemedi
dengan tenang. omitohud...."
"Kira-kira apa yang terjadi?" tanya It sim sin Ni menatapnya.
"omitohud Aku tidak tahujelas," sahut Tayli Lo Ceng. "Kalau bukan di Tayli, pasti di markas
pusat Kay Pang."
"Oh?" It sim sin Ni mengerutkan kening. "Kalau begitu, pasti di markas pusat Kay Pang."
"Omitohud" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Mudah-mudahan semuanya bisa
selamat" Malam harinya, tampak beberapa sosok bayangan berjalan sempoyongan menuju sebuah biara
di Gunung Hong Lay san. Mereka adalah Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Lim Peng Hang dan Gouw
Han Tiong. "siapa kalian?" bentak kedua murid It sim sin Ni, penjaga biara itu
"Kami dari markas pusat Kay Pang," sahut sam Gan sin Kay. "Tolong beritahukan kepada Cie
Hiong, bahwa markas Kay Pang telah diserang Bu Tek Pay"
"Baik," salah seorang biarawati itu segera melesat pergi, dan tak lama kemudian ia sudah
kembali bersama Tio Cie Hiong, Tio Tay seng, Tio Lo Toa, Tio Hong Hoa dan Lle Man chiu.
"Kakek pengemis" seru Tio cie Hiong.
"Cie Hiong..." sahut sam Gan sin Kay lalu terkulai.
"Kakek pengemis" Tio cie Hiong segera memeriksanya, kemudian menarik nafas lega. " Cepat
papah mereka ke dalam biara"
Setelah berseru, Tio Cie Hiong memapah sam Gan sin Kay. Berselang sesaat, mereka sudah
sampai di dalam biara.
"omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng. "Ternyata Bu Tek Pay menyerang Kay Pang...."
"Mereka terkena asap beracun dan pukulan beracun." Tio Cie Hiong memberitahukan sambil
mengeluarkan sebuah botol, lalu memberikan obat penawar racun kepada mereka.
Berselang beberapa saat kemudian setelah makan obat penawar racun itu, Bu Lim Ji Khie dan
lainnya tampak membaik,
"Cie Hiong, di mana Ceng Im?" tanya Lim Peng Hang mendadak.
"Apa?" Tio Cie Hiong tersentak. "Adik Im juga ke mari?"
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk.
"Dia lebih dulu ke mari."
"Tapi...." Wajah Tio Cie Hiong mulai cemas. "Dia... dia belum sampai di sini."
"Ha ah?" Lim Peng Hang terkejut.
"Mungkinkah dia kesasar?" Tio Cie, Hiong mengerutkan kening. "sebab dia tidak pernah ke
mari." "Mungkin." Lim Peng Hang manggut-manggut.
"omitohud Lebih baik kalian beristirahat dulu," ujar Tayli Lo Ceng. "Besok kalian pasti sembuh."
"Lo Ceng" Tio Cie Hiong memandangnya. "Ceng Im...."
"Tenang" sahut Tayli Lo Ceng, lalu berkata kepada muridnya. "Man chiu, pergilah kau ke kaki
gunung, cari Lim Ceng Im"
"Ya, Guru."
"Kakak Chiu, aku ikut" ujar Tio Hong Hoa.
Lie Man chiu tidak berani langsung bilang boleh, melainkan memandang gurunya. "Man chiu, dia
boleh ikut," Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Terima kasih, Guru"
"Terima kasih, Lo Ceng"
Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa segera melesat pergi, sedangkan Tio Cic Hiong berdiri
termangu-mangu.
"Nak" TioTay Seng memegang bahunya. "Engkau harus tenang"
"Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk, namun bagaimana mungkin ia bisa tenang"
Setelah larut malam, barulah Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa pulang. Mereka berdua menggeleng-
gelengkan kepala, pertanda tidak menemukan Lim Ceng Im.
"Aaakh..." Tio Cie Hiong langsung menghela nafas. "Kalau begitu, aku harus pergi cari dia."
"Sabar" cegah Tayli Lo Ceng. "Tunggu beberapa hari, barulah engkau pergi cari dia
"Tunggu beberapa hari?" Tio Cie Hiong terbelalak. "Mungkin ceng Im sudah jadi mayat"
"Tenang" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Itu tidak akan terjadi."
"Tapi...." Tio Cie Hiong berjalan mondar-mandir.
"Percayalah" Tayli Lo Ceng tersenyum lagi. "Ceng Im tidak akan terjadi apa-apa."
"Lo Ceng" It sim sin Ni mengerutkan kening. "Yakinkah itu"jangan main-main Iho"
"sin Ni" sahut Tayli Lo Ceng. "Ini masalah serius, bagaimana mungkin aku main-main?"
"Kalau begitu..." It sim sin Ni menatap Tio Cie Hiong. "Cucuku, engkau tenanglah"
"Ya, Nek" Tio cie Hiong mengangguk.
Sam Gan sin Kay dan Lim Peng Hang tampak agak tenang, karena Tayli Lo Ceng mengatakan
begitu. "Heran?" gumam Tio Tay seng. "Kenapa mendadak Bu Tek Pay menyerang markas pusat Kay
Pang" Apakah Bu Lim sam Mo telah mengetahui tentang cie Hiong?"
"Hm" dengus sam Gan sin Kay. "Aku yakin ada mata-mata dalam pihak Kay Pang."
"Benar." Kim siauw Suseng mengangguk. "Kalau tidak, bagaimana mungkin mendadak Bu Tek
Pay menyerang kita?"
"Siapa mata-mata itu?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Sudah pasti mata-mata itu membaurkan diri dengan para anggota kita," sahut Sam Gan sin
Kay. "Kita memang kurang hati-hati, akhirnya jadi begini."
"Untung kita masih bisa meloloskan diri," sela Tui Hun Lojin.
"Kalau mereka tidak menggunakan bom asap beracun, kita masih dapat melawan mereka," ujar
Kim siauw suseng.
"Eh?" Tiba-tiba Gouw Han Tiong teringat sesuatu. "Mungkinkah ada yang melihat Kou Hun Bijin
ke markas, maka Bu Lim sam Mo mengutus Kwan Gwa Lak Kui, Ang Bin sat sin dan para anggota
Bu Tek Pay menyerang kita?"
"Agak tipis kemungkinannya," sahut Lim Peng Hang. "Lebih mungkin mata-mata itu melihat Tio
Cie Hiong memasuki markas."
"Itu memang mungkin." sam Gan sin Kay manggut-manggut dan mendadak tersentak. "Kalau
ada mata-mata di markas pusat kita, tentunya tahu ada pintu rahasia di belakang markas."
"Celaka" seru Lim Peng Hang cemas. "Kita tidak melihat Bu Lim sam Mo atau Kwan Gwa siang
Koay. Jangan-jangan mereka menunggu di belakang markas" Jadi Ceng Im tertangkap mereka."
"Celaka" sam Gan sin Kay juga mulai cemas. "Kalau Ceng Im tertangkap oleh mereka...."
"Omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Kalian semua tenang saja Percayalah"
"Lo Ceng, kalau Ceng Im ditangkap mereka, sudah barang tentu Cie Hiong yang akan celaka,"
ujar Tui Hun Lojin.
"Tenang Pokoknya kalian tenang saja" sahut Tayli Lo Ceng. "Tidak akan terjadi apa-apa atas diri
Ceng Im, percayalah"
"Lo Ceng" It sim sin Ni menatapnya tajam.
"sin Ni" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Engkau tidak mempercayai apa yang kukatakan?"
"Baik." It sim sin Ni mengangguk. "Aku percaya Tapi... apabila terjadi sesuatu atas diri Ceng Im,
bagaimana engkau?"
"omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Itu terserah sin Ni, aku bersedia diapakan juga."
"Bagus" It sim sin Ni manggut-manggut. "Lo Ceng, jangan lupa akan ucapanmu ini"
"Jangan khawatir Aku tidak akan lupa. omitohud...."
"Lo Ceng...." Tio Cie Hiong tetap tidak bisa tenang. "Bagaimana kalau aku pergi ke markas Bu
Tek Pay?" "cie Hiong" sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "Apabila engkau muncul di sana, engkau dan
ceng Im pasti mati. Nah, terserah padamu, mau ke sana atau mau tunggu di sini."
"Lo Ceng..." ucapan Tayli Lo Ceng membuat Tio Cie Hiong serba salah.
"Cucuku" panggil It sim sin Ni. "Biar bagaimana pun engkau harus tenang dan sabar Lo Ceng
sudah mengatakan begitu, engkau harus percaya"
"cie Hiong" sambung Lim Peng Hang sambil tersenyum getir. "Kita memang harus tenang dan
sabar, bahkan engkau harus berpikir panjang.jangan sampai terulang kejadian dua tahun yang
lampau." "Paman...." Mata Tio Cie Hiong mulai basah. "Aku tidak habis pikir, kenapa masih ada cobaan
ini" Kenapa...?"
"omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "penderitaan justru merupakan awal dari suatu kebahagiaan...."
"Omong kosong" sahut sam Gan sin Kay mendadak. "seandainya cucuku itu mati, apakah juga
merupakan awal suatu kebahagiaan?"
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Mati dan hidup memang sudah ditakdirkan. Kalau belum
takdirnya mati, pasti akan muncul penolong. seandainya sudah takdirnya mati, selagi makan pun
bisa mati mendadak."
"Lo Ceng, aku tidak mengerti akan itu," ujar sam Gan sin Kay. "Yang kulihat hanya berdasarkan
kenyataan."
"Kalau begitu, apakah kini cucumu telah mati?" tanya Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.
"Entahlah." sam Gan sin Kay menggelengkan kepala.
"Entah itu menandakan belum pasti, lalu kenapa engkau sudah menduga yang buruk atas diri
cucumu?" Tayli Lo Ceng menatapnya.
"Kalau cucuku tertangkap oleh Bu Lim sam Mo, apakah dia masih bisa hidup?" tanya sam Gan
sin Kay. "Itu kalau. Baik, aku pun menggunakan "kalau" cucumu tertangkap oleh Bu Lim sam Mo, dia
pasti masih hidup," sahut Tayli Lo Ceng.
"Aaakh..." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Aku jadi bertambah pusing."
"Kalau begitu..." Tayli Lo Ceng tersenyum. "Jangan memusingkan itu, agar engkau bisa tenang
omitohud...."
Sementara Tio Cie Hiong terus menghela nafas panjang, kemudian melangkah ke luar.
Seberalah Tio Hong Hoa dan Lie Man chiu mengikutinya.
"Adik Cie Hiong" panggil Tio Hong Hoa. " Engkau jangan terlampau cemas, aku yakin Ceng Im
tidak akan terjadi apa-apa"
"Kak...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, lalu menengadahkan kepalanya sambil
memandang ke langit. " Hingga saat ini aku tidak habis pikir, kenapa hidupku penuh cobaan" PadahaL..
aku tidak pernah berbuat dosa."
"saudara Tio" "Lie Man chiu memegang bahunya seraya berkata, "Biasanya orang baik justru
banyak cobaan. Kalau iman tidak kuat dan hati tidak teguh, tentu akan berubah menjadi jahat."
"Kalau dipikir-pikir...," sahut Tio Cie Hiong sambil menghela nafas panjang. "Lebih baik aku jadi
orang jahat. sebab kalau waktu itu aku membunuh Bu Lim sam Mo, tentunya tidak akan muncul
kejadian ini."
"Memang. Namun...." Lie Man chiu menatapnya. "Mungkin akan muncul kejadian lain ya lebih
fatal dari ini."
"Aaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang lagi.
Di saat bersamaan, mendadak monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong meloncat
turun, lalu bercuit-cuit sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri
"Kauw heng Engkau suruh aku tenang?" Monyet bulu putih itu manggut-manggut. "Maksudmu
Ceng Im tidak akan terjadi apa-apa?" Monyet bulu putih itu manggut-manggut lagi.
"Kauw heng, engkau memiliki panca indera keenam maka tahu tentang itu?"
Monyet bulu putih itu bercuit tiga kali, kemudian meloncat ke atas bahu Tio cie Hiong lagi.
"saudara Tio" Lie Man chiu tersenyum. "Guruku mengatakan begitu, monyet sakti ini pun
menyatakan yang sama. oleh karena itu, engkau harus tenang dan percaya"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Mudah-mudahan begitu"
Bab 77 Muncul penolong
Di dalam markas Bu Tek Pay tampak Bu Lim sam Mo tertawa gelak, mereka bertiga kelihatan
gembira sekali.
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo terus tertawa, kemudian berkata. " Walau Bu Lim Ji Khie dan lainnya
dapat meloloskan diri, namun mereka telah terluka."
"Bahkan...," sambung Thian Mo. "siang Koay pun berhasil menangkap Lim Ceng Im. Kita siksa
gadis itu agar dia memberitahukan kepada kita, Bu Lim Ji Khie dan lainnya bersembunyi di mana.
Aku yakin gadis itu pasti tahu."
"Benar." Te Mo manggut-manggut.
"Bawa tahanan itu ke mari" seru Tang Hai Lo Mo memberi perintah.
Tak lama kemudian dua anggota Bu Tek Pay membawa Lim Ceng Im, yang mangan dan kakinya
dirantai ke ruang tersebut.
Bagian 44 "Hei" bentak Tang Hai Lo Mo. "Engkau harus beritahukan kepada kami, Bu Lim Ji Khie dan
lainnya bersembunyi di mana Kalau engkau tidak beritahukan, mukamu pasti kami rusak"
"Aku tidak tahu," sahut Lim ceng Im.
"Engkau tidak mau beritahukan?" Thian Mo melotot. "Tidak takut kami akan merusak wajahmu
yang cantik itu?"
"Hm" dengus Lim ceng Im dingin.
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Jangan keras kepala, kalau engkau beritahukan,
kami pasti melepaskanmu"
"Aku memang tidak tahu." Lim ceng Im tetap tidak mau memberitahukan. "Kalau aku tahu,
sudah kuberitahukan. Siapa tidak mau bebas sih?"
"Ha ha" Thian Mo tertawa. "Gadis cantik, engkau cukup cerdik Tapi Jangan harap bisa
membohongi kami"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalian tidak percaya, aku mau bilang apa?" Lim ceng Im menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagus, bagus Aku ingin tahu berapa lama engkau akan keras kepala" ujar Tang Hai Lo Mo dan
berseru. "cepat siapkan sebatang besi panas"
"Ya," sahut salah seorang anggota Bu Tek Pay. Berselang sesaat, ia sudah membawa sebatang
besi yang membara.
"Nah Pikir baik-baik" ujar Tang Hai Lo Mo sekaligus mengancam. "Apabila engkau tidak
beritahukan, batang besi yang membara ini akan merusak wajahmu"
Lim Ceng Im diam saja, namun sudah ketakutan sekali dalam hati, wajahnya pun pucat pias.
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak sambil menghampirinya. "Kutegaskan, apabila engkau
tidak beritahukan, wajahmu pasti rusak"
"Aku... aku sungguh tidak tahu...."
"oh" Kalau begitu wajahmu pasti rusak" Tang Hai Lo Mo tertawa terkekeh, lalu mengambil besi
yang membara itu, sekaligus disodorkan ke wajah Lim Ceng Im.
"Jangan Jangan..." jerit gadis itu.
"Engkau harus beritahukan Cepaat" bentak Tang Hai Lo Mo.
"Aku... aku tidak tahu...." Lim Ceng Im menggeleng kepala. Tampak air matanya telah meleleh.
"Hm" dengus Tang Hai Lo Mo dingin. "Baik, aku terpaksa harus merusak wajahmu"
Tang Hai Lo Mo kelihatan tidak main-main. Besi yang membara itu semakin dekat ke wajah Lim
Ceng Im. "Jangan Jangan... "jerit Lim Ceng Im ketakutan.
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak.
Di saat bersamaan, terdengarlah suara bentakan nyaring yang menusuk telinga.
"Berhenti" Tiba-tiba melayang turun seseorang, yang tidak lain Kou Hun Bijin. wanita itu
menatap Tang Hai Lo Mo dengan dingin sekali.
"Bijin...." Bu Lim sam Mo dan lainnya terkejut. Mereka tidak menyangka Kou Hun Bijin akan
muncul. Sedangkan Lim Ceng Im diam saja, tidak berani berteriak minta tolong kepada Kou Hun Bijin,
sebab gadis itu tetap menjaga rahasia.
"Hmm" dengus Kou Hun Bijin dingin, kemudian mendekati Lim Ceng Im, sekaligus memutuskan
rantai yang mengikat kaki dan tangannya.
"Bijin...." Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening.
"Bu Lim sam Mo" bentak Kou Hun Bijin. "Kalian sungguh pengecut, hanya berani terhadap gadis
kecil Aku mau menolongnya, kalau kalian merasa tidak senang, boleh mengeroyokku"
"Bijin...." Bu Lim sam Mo saling memandang, begitu pula Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui.
siang Koay dan Lak Kui tampak serba salah, sedangkan Ang Bin sat sin diam saja.
"Bijin" ujar Tang Hai Lo Mo dengan kening berkerut. "Sebetulnya aku tidak bermaksud merusak
wajahnya, hanya menakutinya agar dia memberitahukan tempat persembunyian Bu Lim Ji Khie dan
lainnya." "Betulkah begitu?"
"Betul, Bijin."
"Kebetulan aku tahu mereka bersembunyi di mana, dan aku akan memberitahukan kepada
kalian Tapi aku harus membawa pergi gadis ini, kalian tidak berkeberatan, kan?"
"Itu...." Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening lagi. " Kenapa Bijin ingin membawanya pergi?"
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Tentunya kalian semua tahu, hingga saat ini aku
belum punya murid...."
"oooh" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Ternyata Bijin ingin menerimanya sebagai murid"
"Tidak salah." Kou Hun Bijin mengangguk. kemudian mendekati Tang Hai Lo Mo dan berbisik.
"Bu Lim Ji Khie dan lainnya bersembunyi di Gunung Hong Lay san, di sana terdapat sebuah biara."
"Bijin tidak membohong?" Tang Hai Lo Mo kurang percaya.
"Apa?" Kou Hun Bijin melotot. "Engkau tidak mempercayaiku" Kurang ajar Baik, apabila aku
bohong, engkau boleh ambil nyawaku"
"Kalau begitu, aku percaya." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Bijin boleh menerima gadis ini
sebagai murid."
"Hi hi Hi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Tang Hai Lo Mo, terima kasih atas kebaikanmu"
Mendadak Kou Hun Bijin menowel pipinya, setelah itu barulah mengajak Lim Ceng im pergi.
Tang Hai LoMo berdiri mematung di tempat, kemudian mengusap-usap pipinya dan dicium pula
tangannya yang mengusap pipinya itu.
"Ha ha ha" Kwan Gwa siang Koay tertawa. "Masih tercium bau tangannya?"
"Haaah..." Wajah Tang Hai Lo Mo memerah seketika. "Aku...."
"Tang Hai Lo Mo, Kou Hun Bijin berbisik apa kepadamu?" tanya Thian Mo ingin mengetahuinya .
"Dia memberitahukan bahwa Bu Lim Ji Khie dan lainnya bersembunyi di Gunung Hong Lay san, "
jawab Tang Hai Lo Mo.
"Apakah benar?" Thian Mo kurang percaya.
"Te Mo" ujar Kwan Gwa siang Koay. "Kou Hun Bijin tidak akan membohongi kita, percayalah
kepadanya"
"Kalau begitu...." Te Mo mengerutkan kening. "Perlukah kita cari mereka ke gunung itu?"
"Jangan dulu" sahut Tang Hai Lo Mo.
"Kenapa?" Te Mo heran.
"Sebab Kou Hun Bijin juga memberitahukan, bahwa mereka berada di sebuah biara di gunung
itu" Tang Hai LoMo memberitahukan. "Biara itu pasti ada penghuninya, sedangkan kita tidak tahu
siapa penghuni biara itu. Maka Jangan sembarangan ke sana"
"Heran" Kenapa Kou Hun Bijin bisa tahu?" gumam Te Mo.
"Aku yakin dia pernah melewati gunung itu, jadi tahu..." sela Kwan Gwa siang Koay dan tiba-tiba
teringat sesuatu. "Jangan-Jangan... lelaki yang membawa monyet itu berada di biara tersebut?"
"Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Ketika Kou Hun Bijin bertanding dengan dia, pasti
dia yang memberitahukan."
"Kalau begitu..." Thian Mo mengerutkan kening. "Apa rencana kita sekarang" Perlukah kita
serang ke sana?"
"Kita lihat saja bagaimana perkembangan selanjutnya," sahut Tang Hai Lo Mo dan
menambahkan. "Aku yakin mereka tidak akan tinggal diam begitu."
"Maksudmu mereka akan menyerang kita?" tanya Te Mo.
"Kira-kira begitulah," sahut Tang Hai Lo Mo sambil tertawa. "Kalau mereka menyerang kita, aku
juga punya akal untuk menghadapi mereka. Ha ha ha..."
Lim Ceng Im sungguh berterima kasih kepada Kou Hun Bijin yang telah menolongnya. Ternyata
Kou Hun Bijin membawa gadis itu ke Gunung Hong Lay san. sepanjang jalan Kou Hun Bijin terus
tertawa. "Hi hi hi Aku tidak menyangka begitu cepat membalas budi Cie Hiong." Gumamnya. "Dia pasti
gembira sekali. Hi hi hi"
"Kok Bibi bisa begilu kebetulan ke markas Bu Tek Pay?" tanya Lim Ceng Im.
"Bukan kebetulan, melainkan aku sengaja ke sana menolongmu," sahut Kou Hun Bijin. "Aku
dengar markas pusat Kay Pang telah diserang pihak Bu Tek Pay, bahkan salah seorang anggota Kay
Pang mengatakan engkau ditangkap. Karena itu, aku segera ke markas Bu Tek Pay."
"Terimakasih, Bibi" ucap Lim Ceng Im. " Kakak Hiong bilang, Bibi adalah wanita baik. Memang
tidak salah...."
"Hi hi Hi" Kou Hun Bijin terlawa nyaring. "Yang paling baik itu Kakak Hiong mu, karena dia
berhati mulia. Maka, hari ini engkau pun tertolong."
"Kenapa begitu?"
"Kalau hari itu dia tidak berbuat baik kepadaku, bagaimana mungkin hari ini aku menolongmu,
bukan?" "oooh"
"Ceng Im" Kou Hun Bijin tersenyum. "Engkau memang pintar. Ketika melihatku, engkau tidak
memanggilku maka mereka tidak bercuriga sama sekali."
"Terimakasih alas pujian Bibi" ucap Lim Ceng Im. "Tapi Bibi lebih cerdik dari padaku."
"Lho?" Kou Hun Bijin lertawa. " Kenapa engkau mengatakan demikian?"
"Sebab aku tahu apa yang Bibi bisikkan itu."
"Oh?"
"Tentu Bibi memberitahukan kepada Tang Hai Lo Mo, bahwa Bu Lim Ji Khie dan lainnya
bersembunyi di Gunung Hong Lay san, bukan?"
"Benar. engkau tahu kenapa aku memberitahukan kepadanya?"
"Bibi tahu mereka tidak akan berani menyerang ke sana. Maka Bibi memberitahukan dengan
cara berbisik, seakan tidak menghendaki aku mengetahuinya."
"Hi hi Hi" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "engkau memang pintar oh ya, maukah engkau
menjadi muridku?"
"Terimakasih, Bibi Namun aku lebih senang memanggil Bibi, sebab rasanya begitu dekat," ujar
Lim Ceng im sungguh-sungguh.
"Bagus, bagus Memang lebih baik engkau panggil aku bibi, aku senang sekali." Kou Hun Bijin
tersenyum. "Aku menyatakan di hadapan Bu Lim sam Mo dan lainnya, bahwa aku ingin
menerimamu sebagai murid, sesungguhnya itu cuma alasan belaka."
"Kenapa Bibi harus menyatakan dengan alasan itu?" Lim Ceng im tercengang.
"Kalau tidak. bagaimana mungkin begitu gampang aku mengajakmu pergi, bukan"jadi
sesungguhnya aku tidak berniat menerimamu sebagai murid."
"Yaah" Lim Ceng im tampak kecewa. "Bibi bikin aku girang setengah mati."
"Ceng Im" Kou Hun Bijin tertawa. "Engkau cukup belajar kepada Cie Hiong, sebab
kepandaiannya lebih linggi d ariku."
"Tapi...."
"Begini saja, setelah kita sampai di Gunung Hong Lay san, aku akan mengajarmu Giok Li sin
Kang." Lim Ceng im girang sekali. "Kalau begitu, aku akan awet muda seperti Bibi?"
"Tentu tidak." Kou Hun Bijin menggelengkan kepala.
"Lho, kenapa?"
"Engkau perlu tahu, sebelum aku belajar Giok Li sin Kang, guruku memberiku tiga butir pil." Kou
Hun Bijin memberitahukan. "Setelah makan tiga butir pil itu, barulah aku diajar Giok Li sin Kang.
Kata guruku, aku akan awet muda karena tiga butir pil itu akan membaur dengan Giok Li sin Kang."
"Kalau begitu, Bibi akan memberiku tiga butir pil itu juga?"
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa. "Ceng Im, tahukah engkau berapa lama guruku membuat tiga
butir pil itu?"
"Entahlah."
"Hampir lima puluh tahun."
"Haah?" Mutut Lim Ceng Im ternganga lebar. "Membuat tiga butir pil harus membutuhkan waktu
hampir lima puluh tahun?"
"Ya." Kou Hun Bijin mengangguk dan menambahkan. "Lagipula pil itu hanya tiga butir, jadi
bagaimana aku memberikan kepadamu" Pil itu sudah tidak ada."
"ooooh" Lim Ceng Im menghela nafas.
"Namun ada gunanya juga engkau belajar Giok Li sin Kang," ujar Kou Hun Bijin menjelaskan.
"sebab setelah engkau memiliki lweckang itu, wajahmu tidak akan gampang keriput."
"oh, ya?" Lim Ceng im tersenyum. "Bibi, aku mau belajar lweekang itu."
"Aku pasti mengajarmu setelah kita tiba di Gunung Hong Lay San." Kou Hun Bijin berjanji.
"Terima kasih, Bibi" ucap Lim Ceng Im gembira.
Walau Tayli Lo Ceng mengatakan tidak akan terjadi apa-apa atas diri Lim Ceng im, bahkan
ditambah dengan naluri monyet bulu putih menyatakan begitu pula, namun rasa cemas tetap
mencekam dalam hati Tio Cie Hiong, sam Gan sin Kay dan Lim Peng Hang.
"Kakek, Paman" ujar Tio Cie Hiong dengan kening berkerut. "Kalau besok masih tiada kabar
beritanya adik Ceng Im, aku akan pergi mencarinya."
"Tapi ada baiknya engkau berkonsultasi dulu dengan Tayli Lo Ceng." sahut sam Gan sin Kay
mengusulkan. "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Sebelum aku pergi mencari adik Im, tentu aku akan
berkonsultasi dulu dengan Tayli Lo Ceng."
"Menurut aku..." sela Tui Hun Lojin. "Tidak akan terjadi apa-apa atas diri Ceng im."
"setan tua" sam Gan sin Kay menatapnya. "Apa dasarnya engkau berkesimpulan begitu?"
"Tentunya kita tahu, berapa usia monyet kauw heng ini" Tentu dia memiliki naluri yang kuat
sekali, bahkan juga memiliki panca indera ke-enam, bukan?"
"Memang benar apa yang dikatakan Tui Hun Lojin," sahut Kim siauw suseng. "Aku pun yakin,
tidak akan terjadi apa-apa atas diri Ceng Im."
Mendadak monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio cie Hiong bercuit-cuit seakan gembira
sekali, kemudian meloncat turun dan berjingkrak-jingkrak pula.
"Kauw heng...." Tio Cie Hiong tercengang melihat sikap monyet bulu pulih ilu. " Kenapa
engkau?" Monyet bulu putih itu berhenti berjingkrak, lalu menunjuk ke atas, setelah itu menunjuk Tio cie
Hiong dan mengelus-elus dada.
"cie Hiong...." sam Gan sin Kay terbelalak. "Kauw heng bilang apa?"
"Kalau tidak salah, dia bilang sebentar lagi ada orang ke mari." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin Kay tersentak. "Pihak Bu Tek Pay ke mari?" Monyet bulu pulih b ercuit
sambil menggelengkan kepala.
"Kalau bukan pihak Bu Tek Pay, lalu siapa...." sam Gan sin Kay mengerutkan kening.
Di saat bersamaan, terdengarlah suara tawa cekikikan yang amat nyaring menusuk telinga.
"Haah?" Mulut Bu Lim Ji Khie ternganga lebar. "Kou.... Kou Hun Bijin...."
"Kakak" Wajah Tio cie Hiong langsung berseri.
"Hi hi hi" Terdengar suara Kou Hun Bijin. "Adik kecil, aku membalas budi kebaikanmu. Hi hi hi..."
Kemudian melayang turun dua sosok bayangan, yang tidak lain Kou Hun Bijin dan Lim Ceng Im.
"Adik Im" seru Tio Cie Hiong girang sambil menghampirinya.
"Kakak Hiong Kakak Hiong...," sahut Lim Ceng Im sekaligus merentangkan sepasang tangannya,
siap memeluk Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay yang usil itu tertawa gelak, "itulah jurus memeluk kekasih"
"Kakek...." Lim Ceng Im melototinya, namun tetap merentangkan sepasang tangannya lebarlebar.
"Kakak Hiong...."
"Adik Im"
"Kakak Hiong" Lim Ceng Im memeluknya erat-erat, kemudian mendekap di dadanya. "Kakak
Hiong, aku rindu sekali kepadamu."
"Aku juga," sahut Tio Cie Hiong sambil membelainya.
"Huaha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Dekap mendekap lagi Asyilik."
"Pengemis bau Engkau memang usil dari kecil sampai dewasa, dari dewasa sampai tua" tegur
Kou Hun Bijin sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Bawaan lahir, mau bilang apa?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa lagi.
"Itu bukan bawaan lahir," tandas Kou Hun Bijin. "Melainkan tak tahu diri, sebab engkau tidak
boleh melihat orang senang."
"Benar, Bibi," sahut Lim Ceng Im. "Kakekku memang tidak boleh melihat orang senang."
"Eeeh?" sam Gan sin Kay melotot. "Cucuku kok malah membela orang lain, dasar...."
Sementara Tio Cie Hiong hanya tersenyum ketika mendengar perdebatan itu. Berselang
beberapa saat barulah ia membuka mulut. "Kakak. kuucapkan banyak-banyak terima kasih
kepadamu" "Adik kecil" Kou Hun Bijin tertawa. "Engkau pernah berbaik hati padaku, tentu aku pun harus
berbuat baik terhadapmu. Nah, Bu Lim sam Mo menangkap Ceng Im, aku yang menyelamatkannya
sekaligus membawanya ke mari, agar kalian bisa berkumpul."
"Terimakasih, Kakak" ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Apa yang dikatakan Tayli Lo Ceng
memang benar."
"Apa?" Kou Hun Bijin tertegun. "Kepala gundul itu berada di sini?"
"omitohud Aku si Kepala Gundul memang berada di sini." Muncul Tayli Lo Ceng, It sim sin Ni, Tio
Tay seng dan Tio Hong Hoa.
"Kepala gundul" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Ternyata engkau belum naik ke sorga"
"Bijin" sahut Tayli Lo Ceng sambil tersenyum. "Diriku belum bersih dari dosa, bagaimana
mungkin begitu cepat naik ke sorga?"
"oh, ya?" Kou Hun Bijin tertawa lagi, kemudian menatap It sim sin Ni. "Hi hi hi Engkau pun
belum mati."
"Bijin" It sim sin Ni tersenyum. "Engkau belum mati, tentunya aku juga tidak mau mati."
"Ei sin Ni Terus terang, aku tidak habis pikir hingga saat ini," ujar Kou Hun Bijin sungguhsungguh.
"Kenapa suamimu yang ganteng itu minggat bersama anak-anaknya?"
"Engkau belum tahu sebab musababnya?"
"Aku dengar...." Kou Hun Bijin menatapnya. "Engkau menyeleweng, namun aku tidak begitu
percaya Karena... engkau bukan tipe wanita yang suka menyeleweng."
"Terima kasih" ucap It sim sin Ni, lalu menghela nafas panjang. "Itu dikarenakan salah paham."
"Salah paham?" Kou Hun Bijin mengerutkan kening, kemudian menuding Tayli Lo Ceng seraya
berkata. "Pasti disebabkan kepala gundul itu, bukan?"
"omitohud Memang disebabkan diriku, sehingga timbul kesalahpahaman itu," sahut Tayli Lo
Ceng mengaku. "Kepala gundul" tegur Kou Hun Bijin. "Engkau tidak tahu diri sih Kepala sudah gundul, tapi
masih sering menemui sin Ni, akhirnya rumah tangganya jadi berantakan."
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Kalau kepalaku tidak gundul, tentu aku tidak mau
menemui sin Ni."
"Maksudmu karena engkau seorang hweeshio, maka tidak jadi masalah menemui isteri orang?"
"Sebelum dia jadi isteri orang, aku sudah tahu dia seorang biarawati. Karena jatuh cinta pada
Tio Po Thian, maka dia menikah sekaligus melepaskan jubah biarawatinya. Dia menemuiku karena
ingin memperdalam ajaran Budha, namun justru menimbulkan kesalahpahaman itu."
"Suami mana yang tidak akan cemburu melihat isterinya pergi menemui lelaki lain secara diamdiam"
Engkau seorang padri sakti, kenapa tidak tahu itu?"
"Hatiku bersih, maka tidak tahu itu."
"Kepala gundul" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Hatimu bersih" Kalau hatimu bersih harus pergi
menemui suaminya, bukan menemui sin Ni ini. Hi hi Masih berani mengaku berhati bersih, berarti
hatimu kotor."
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Engkau mau bilang apa, aku tetap menerima. Yang
penting hatiku bersih, omitohud"
"Kakak Itu memang salah paham," sela Tio Cie Hiong. "Lagipula sudah berlalu, jadi tidak usah
diungkit kembali"
"Adik kecil...." Kou Hun Bijin tersenyum. "Menurutku hatimu lebih mulia dan bersih dari si Kepala
gundul itu."
"Kakak...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak baik kurang ajar terhadap Tayli
Lo Ceng, sebab dia pernah menyelamatkan nyawaku."
"sama," sahut Kou Hun Bijin. "Aku juga telah menyelamatkan nyawa Ceng Im. Hi hi hi"
"omitohud" Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Dalam hatimu masih disinari cahaya Budha."
"omong kosong" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Yang benar dalam hatiku disinari oleh
kebaikan cie Hiong, kalau tidak...."


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cahaya Budha menuntunmu ke markas Bu Tek Pay, maka engkau berhasil menolong Ceng Im."
"Aku sengaja ke sana, bukan dituntun oleh cahaya Budha."
"Cahaya Budha yang di dalam hatimu, menggerakkan hatimu untuk ke sana."
"Hi hi Hi" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Dan" dulu engkau selalu omong kosong, saat ini juga
masih omong kosong."
"omitohud Kosong itu berisi, berisi itu kosong. segala apa pun berasal dari kosong, maka segalagalanya
akan kembali ke kosong pula," ujar Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.
"sudahlah Jangan membicarakan soal kosong dan berisi" tandas Kou Hun Bijin. "ohya, sin Ni
Engkau sudah bertemu suami dan anak-anakmu?"
"Suamiku sudah lama meninggal, namun anak sulungku berada di sini," sahut It sim sin Ni. "Tay
seng, cepat beri hormat kepada Kou Hun Bijin"
"Cianpwee, terimalah hormatku" ucap Tio Tay seng sambil memberi hormat.
"Engkau Tay seng" Kek sudah begini besar?" Kou Hun Bijin terbelalak sambil menatapnya.
"Ha ha ha Ha ha ha..." Mendadak sam an sin Kay tertawa gelak hingga badannya bergoyanggoyang.
"Pengemis bau" tegur Kou Hun Bijin. "Kenapa engkau tertawa?"
"Tay seng sudah berusia tujuh puluhan, tapi engkau malah bilang dia sudah besar. Bukankah itu
lucu sekali?" sahut sam Gan sin Kay.
"Itu tidak lucu," sahut Kou Hun Bijin. "sebab ketika aku melihat Tay seng dan it seng, mereka
berdua masih kecil, bahkan sering mandi telanjang di sungai."
"oh?" sam Gan sin Kay tertegun. "Jadi engkau kenal Tay seng dan It seng kelika mereka masih
kecil?" "Ng" Kou Hun Bijin mengangguk.
"Bijin Tahukah engkau anak siapa Tio Cie Hiong?" tanya sam Gan sin Kay mendadak.
"Tidaktahu." Kou Hun Bijin menggelengkan kepala. "Dia anak siapa?"
"Anak Tio It seng." sam Gan sin Kay memberitahukan.
"Apa?" Kou Hun Bijin tertegun. "Jadi.... It sim sin Ni adalah neneknya?"
"Bijin" it sim sin Ni tersenyum. "Aku memang neneknya, namun belum lama ini aku baru tahu."
"Lalu di mana It seng?" tanya Kou Hun Bijin.
"It seng dan isterinya mati di tangan Bu Lim sam Mo." sam Gan sin Kay memberitahukan,
sekaligus menutur tentang kejadian yang menimpa diri Tio It seng dan isterinya.
"Sungguh di luar dugaan" Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kemala. "Ternyata Cie Hiong
anak Tio It seng"
"Bijin, bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu?" ujar sam Gan sin Kay dengan wajah serius.
"Tanyalah"
"Benarkah Tay seng dan it seng sering mandi telanjang di sungai?"
"Benar," sahut Kou Hun Bijin agak tercengang. "Memangnya kenapa?"
"Pantas" sam Gan sin Kay tertawa sambil memandang Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im. seketika
juga wajah yang dipandangnya menjadi kemerah-merahan.
"Apanya yang pantas?" Kou Hun Bijin kebingungan.
"Ketika cucuku bertemu Tio Cie Hiong, dia juga mandi telanjang di sungai. Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak.
"Kakek" Lim Ceng Im langsung melotot dengan wajah memerah.
"oh?" Kou Hun Bijin terbelalak, kemudian tertawa cekikikan. "Kebiasaan almarhum menurun
pada anaknya Hi hi hi..."
"Eeeeh?" Mendadak Tui Hun Lojin menatap Kim siauw suseng. "sastrawan sialan Kenapa engkau
diam saja dari tadi" sukmamu telah terbetot keluar ya?"
"Setan tua Jaga mulutmu dikit" tegur Kim siauw suseng. "Jangan omong sembarangan"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa. "Sukmanya memang sudah terbetot keluar sejak bertemu
Kou Hun Bijin."
"Pengemis bau" Kim siauw suseng melotot. "Jangan sampai aku marah ya"
"Sastrawan awet muda" Kou Hun Bijin menatapnya sambil tertawa nyaring. "Benarkah sukmamu
terbetot keluar sejak melihat aku tempo hari?"
Kampung Setan 4 Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 19
^