Pencarian

Kesatria Baju Putih 18

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 18


Pokiam berada padamu?"
"Ya." Tio Tay seng mengangguk. "Tapi telah kuberikan kepada putriku ini."
"Omitohud Ha ha ha"TayliLo Ceng tertawa gembira sambil memandang Tio Hong Hoa dengan
penuh perhatian. "Bagus, bagus Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi."
"Maaf" ucap Tio Tay seng dan bertanya. "Bolehkah aku tahu maksud ucapan Lo Ceng?"
"Ha ha ha"Tayli Lo Ceng tertawa lagi. "Aku memiliki pedang pusaka Thian Liong Pokiam, juga
telah kuberikan kepada muridku."
"Apa?" Tio Tay seng tersentak. "Thian Liong Pokiam?"
"Betul." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Kini sudah saatnya kedua pedang pusaka itu bersatu
padu. Ha ha..."
"Maksud Lo ceng?"
"Putrimu berjodoh dengan muridku, maka mereka berdua harus menjadi suami isteri."
"Lo Ceng...." Wajah Tio Hong Hoa langsung memerah.
"Tapi...." Tio Tay seng mengerutkan kening. "Aku belum pernah melihat murid Lo Ceng itu."
"Jangan khawatir" sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh. "Muridku tampan sekali, lagi pula
merupakan pemuda yang baik."
"Putriku juga amat cantik, bahkan lemah lembut," ujar Tio Tay seng. "Lo Ceng boleh menilainya
sendiri" "Benar." Tayli Lo Ceng manggut. "Muridku juga alim, kalem dan penurut."
"Putriku merupakan gadis periang, lincah dan pandai memasak lho" Tio Tay seng
memberitahukan.,
"Eeeeeh?" It sim sin Ni tertawa geli. "Kalian berdua sedang mempromosikan sesuatu atau
membicarakan perjodohan" Aku neneknya, kenapa dilewatkan begitu saja"
"Ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Saking gembiranya aku jadi lupa."
"Maaf, Ibu" ucap Tio Tay seng dan bertanya. "Bagaimana menurut Ibu tentang ini?"
"Terserah Hong Hoa saja," sahut It sim sin Ni penuh pengertian. "Kita hanya merestui, tidak bisa
memaksanya harus menikah dengan siapa."
"Benar." Tio Tay seng mengangguk, kemudian berkata kepada Tayli Lo Ceng. "Maaf, Lo Ceng.
Tentang ini kuserahkan kepada Hoa ji saja."
"Ngmmm" Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Baiklah. urusan ini kita serahkan kepada mereka
berdua saja."
"Oh ya" Tio Hong Hoa teringat sesuatu. "Adik Cie Hiong berpesan agar kami ke markas pusat
Kay Pang. Kenapa dia berpesan begitu?"
"Pasti ada tujuan tertentu." sahut Tio Tay seng. "Kalau begitu, kita berangkat ke markas kay
pang" "Tapi dia pun bilang, harus secara diam-diam jangan sampai diketahui oleh pihak Bu Tek Pay."
"Oooh" Tio Tay seng manggut-manggut. "Itu agar tidak menyusahkan Pihak Kay Pang."
"Tay seng" tanya It sim sin Ni. "Kapan kalian akan berangkat ke sana?"
"Besok pagi." Tio Tay seng menatapnya. "Ibu tidak mau pergi bersama?"
"Ibu sudah tidak mau mencampuri urusan persilatan. Kalian berangkat saja besok pagi" ujar It
sim sin Ni dan berpesan. "Kalian harus hati-hati, sebab Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Kay dan
Lak Kui berkepandaian sangat tinggi"
"Ya" Tio Tay seng mengangguk.
Bab 70 Ditangkap
Bagaimana keadaan Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng di
Tayli" Apakah mereka sudah mempunyai anak" Ternyata mereka belum mempunyai anak. Mungkin
mereka menggunakan sistem menjaga, agar tidak begitu cepat mempunyai anak.
Pagi ini, mereka berempat duduk di halaman istana. Kening Lam Kiong Bie Liong berkerut-kerut
seakan sedang memikirkan sesuatu.
"Suamiku" Toan pit Lian memegang bahunya. "Apa yang kaupikirkan?"
"Aku sedang memikirkan Cie Hiong," jawab Lam Kiong Bie Liong. "Sudah dua tahun lebih, entah
dia sudah sembuh belum?"
"Mungkin sudah sembuh," ujar Toan pit Lian.
"Tapi...." Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala. " Kenapa tiada kabar beritanya?"
"Aku khawatir...," sela Toan wie Kie. "Ke-pandaiannya tidak bisa pulih atau... dia telah cacat."
"Aaakh..." Gouw sian ^ng menghela nafas panjang. "Dia berkorban demi kita semua, tapi
sebaliknya kita malah enak-enak di sini"
"Isteriku" Toan wie Kie menatapnya lembut. "Kita harus bagaimana?"
"Kita berangkat ke Tionggoan," sahut Lam Kiong Bie Liong. "Kalau sudah tahu keadaannya,
barulah aku bisa berlega hati."
"Tidak mungkin." Toan pit Lian menggelengkan kepala. "Sebab ayah pasti tidak akan
mengijinkan."
Bagian 40 "Benar." Toan Wie Kie manggut-manggut. "Ti-dak mungkin ayah mengijinkan kita ke
Tionggoan."
"Tapi..." ujar Lam Kiong Bie Liong dengan suara rendah. "Bukankah kita bisa berangkat secara
diam-diam?"
"Suamiku" Toan Pit Lian menghela nafas panjang. "Kalau tahu, ayah pasti marah besar."
"Biar aku yang bertanggung jawab" ujar Lam Kiong Bie Liong, sepertinya telah mengambil
keputusan. "Itu...." Toan Pit Lian tampak ragu.
"Adik" Toan Wie Kie menatapnya. "Kita ke Tionggoan cuma ingin tahu bagaimana keadaan Cie
Hiong, setelah itu kita langsung pulang."
"Baiklah." Toan Pit Lian mengangguk. "Kalau begitu, kapan kita berangkat?"
"Lebih baik besok pagi-pagi saja." sahut Lam Kiong Bie Liong. "Kita jangan menunggang kuda.
Setelah kita memasuki daerah Tionggoan, barulah kita membeli dua ekor kuda untuk melanjutkan
perjalanan kita menuju markas pusat Kay Pang."
"Ngmm" Toan Wie Kie manggut-manggut.
Pada waktu bersamaan, muncut seorang dayang memberitahukan kepada mereka, bahwa Toan
Hong Ya memanggil mereka.
Mereka berempat saling memandang, lalu berjalan ke dalam istana menuju ruang dalam.
Toan Hong Ya dan isterinya duduk di situ. Toan Wie Kie, Gouw Sian Eng, Lam Kiong Bie Liong
dan Toan Pit Lian segera memberi hormat. "Duduklah" ujar Toan Hong Ya sambil tersenyum.
"Ayah" tanya Toan Wie Kie sambil menarik nafas dalam-dalam. "Ada urusan apa Ayah
memanggil kami?"
"Sudah berapa lama kalian menikah?" Toan Hong Ya balik bertanya sambil memandang mereka.
"Sudah dua tahun lebih," sahut Toan wie Kie tercengang. "Memangnya kenapa?"
"Kenapa kalian masih belum mempunyai anak?" Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.
"Padahal kami sudah ingin sekali menggendong cucu, namun kalian masih belum mempunyai
anak." "Apakah kalian menjaga agar tidak cepat-cepat mempunyai anak?" tanya Toan Hong Ya hujin
mendadak. "Kami...." Wajah Toan wie Kie agak memerah. "Kami memang menjaga."
"Lho" Kenapa?" Toan Hong Ya menghela nafas. "Kenapa kalian tidak ingin cepat-cepat
mempunyai anak?"
"Kami... kami...." Toan wie Kie agak tergagap. kemudian melanjutkan. "Ayah, kami masih
memikirkan Cie Hiong...."
"Oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Ayah tahu perasaan kalian. Terus terang, ayah juga
sering memikirkannya. sudah dua tahun lebih, namun tiada kabar beritanya."
"Ayah" tanya Toan wie Kie mendadak. "Bolehkah kami pergi ke Tionggoan...."
"Tidak boleh." potong Toan Hong Ya cepat. "Sebab akan membahayakan diri kalian. Kalau Cie
Hiong sudah sembuh, pasti ada kabar beritanya."
"Ayah...."
"Pokoknya kalian jangan pergi ke Tionggoan" tegas Toan Hong Ya. "Jangan mencari penyakit"
"Ya, Ayah." Toan wie Kie menundukkan kepala.
"Oh ya" Toan Hong Ya tersenyum lagi. " Kalian harus cepat-cepat mempunyai anak, ayah dan
ibu kalian sudah ingin sekali menggendong cucu."
Betapa terkejutnya Toan Hong Ya dan isterinya ketika menerima laporan dari salah seorang,
bahwa Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian tidak berada di kamar.
" Celaka" Wajah Toan Hong Ya langsung berubah. "Mereka pasti pergi ke Tionggoan, ini... ini...."
"Hong Ya" sang permaisuri cemas bukan main. "Kita harus bagaimana?"
"Aaaakh..." Toan Hong Ya menghela nafas sambil berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Di
saat bersamaan muncul Lam Kiong Hujin.
"Ada apa, Hong Ya?" tanya Lam Kiong Hujin heran.
"Celaka" sahut Toan Hong Ya.
"Apa yang celaka?" Lam Kiong Hujin tersentak.
"Mereka... mereka...." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.
"Mereka sudah berangkat ke Tionggoan?"
"Apa?" Air muka Lam Kiong Hujin berubah. "Mereka sudah berangkat ke Tionggoan?"
"Ya." Toan Hong Ya mengangguk. "Kita... kita harus bagaimana?"
"Bagaimana kalau aku pergi menyusul mereka?" tanya Lam Kiong Hujin seakan mengusulkan.
"Itu akan membahayakanmu, Lam Kiong Hujin." Toan Hong Ya menggelengkan kepala. "Mari
kita pikirkan bersama harus bagaimana?"
"Tiada jalan lain kecuali aku pergi menyusul mereka," ujar Lam Kiong Hujin sungguh-sungguh .
"Kita harus tenang" seta sang permaisuri. "Mungkin pihak Bu Tek Pay tidak akan mencelakai
mereka, sebab pihak Bu Tek tahu, bahwa Cie Hiong telah mati...."
" Kalau pihak Bu Tek Pay menangkap mereka untuk dijadikan sandera, bukankah itu akan
membahayakan mereka semua?" ujar Toan Hong Ya dengan kening berkerut-kerut.
"Lalu kita harus bagaimana?" sang permaisuri juga berjalan mondar-mandir, kelihatannya cemas
sekali. Pada waktu bersamaan, mendadak muncul sin san Lojin dan Ang Kin sian Li, guru Toan Wie Kie
dan guru Toan Pit Lian
"Hong Ya" tanya sin San Lojin. "seorang dayang memberitahukan, bahwa Toan Wie Kie dan
lainnya sudah berangkai ke Tionggoan. Benarkah itu?"
"Benar." Toan Hong Ya mengangguk. "Kebetulan kalian ke mari, coba pikir kita harus
bagaimana?"
"Hong Ya" ujar Ang Kin Sian Li. "Kami baru sampai di sini, jadi tidak tahu jelas masalahnya.
Bolehkah Hong Ya menjelaskannya?"
Toan Hong Ya memberitahukan, "Kemarin mereka bilang masih terus memikirkan Cie Hiong. Aku
telah melarang mereka untuk pergi ke Tionggoan. Tapi pagi ini mereka justru berangkat ke sana."
"Kalau begitu, alangkah baiknya kami pergi menyusul mereka," ujar sin san Lojin.
"Baiklah." Toan Hong Ya mengangguk. "Kalian bertiga harus segera pergi menyusul mereka.
Kalau tersusul, ajaklah mereka pulang seandai-nya tidak tersusul, kalian harus mencari mereka di
Tionggoan"
"Ya," sahut mereka bertiga serentak.
"Oh ya" Toan Hong Ya memberitahukan. "Mereka bilang mau ke markas pusat Kay Pang, jadi
kalian harus ke sana setelah bertemu mereka, ajaklah mereka pulang"
"Ya, Hong Ya."Mereka bertiga memberi hormat, lalu berangkat dengan menunggang kuda
jempolan. Sementara itu, Toan wie Kie dan lainnya terus mengerahkan ginkang, bahkan mengambil jalan
pintas. Ketika sampai di sebuah desa, mereka membeli dua ekor kuda, lalu melanjutkan perjalanan
dengan menunggang kuda.setelah memasuki daerah Tionggoan, mendadak mereka mendengar
suara derap kuda di belakang. Mereka segera menoleh. Betapa terkejutnya setelah mereka melihat
sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam Kiong Hujin.
"Celaka" seru Lam Kiong Bie Liong. "Ibuku dan guru kalian telah menyusul. Kita harus
bagaimana?"
"Tidak apa-apa," sahut Toan wie Kie sambil tersenyum. "Mari kita tunggu mereka"
Mereka menghentikan kuda masing-masing. Tak lama sin san Lojin, Ang Kin sian Li dan Lam
Kiong Hujin pun menghentikan kuda masing-masing di sisi mereka.
"Ibu" panggil Lam Kiong Bie Liong.
"Guru" panggil Toan wie Kie dan adiknya serentak.
"Bie Liong...." Lam Kiong Hujin menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalian sungguh ceroboh" tegur sin san Lojin sambil menghela nafas. " Kenapa kalian pergi
secara diam-diam?"
"Guru" Toan wie Kie tersenyum. "Bagaimana mungkin aku harus terang-terangan" Ayah telah
melarang kami...."
"Hong Ya melarang kalian pergi ke Tionggoan itu demi kebaikan kalian," ujar sin san Lojin.
"Namun kalian...."
"Ayoh, kita pulang" tegas Ang Kin sian Li. "Jangan mencari penyakit di Tionggoan"
"Guru Kami tidak mencari penyakit, melainkan hanya ingin mencari informasi tentang Cie
Hiong," sahut Toan pit Lian sambil tersenyum.
"Pokoknya kalian harus ikut kami pulang, jangan membuat Hong Ya cemas" ujar sin san Lojin.
"Guru Kita sudah sampai di Tionggoan, maka apa salahnya kalau kita ke markas pusat Kay
Pang...." "Bagaimana kalau pihak Bu Tek Pay tahu?" tanya sin san Lojin.
"Kita bilang saja sedang pesiar di Tionggoan, maka sekalian mampir ke markas pusat Kay Pang,"
jawab Toan wie Kie. "Kita tidak bermusuhan dengan pihak Bu Tek Pay, tentunya mereka tidak akan
mencelakai kita."
"Bagaimana seandainya mereka menangkap kita?" tanya Ang Kin sian Li mendadak. "Kita tidak
dapat melawan mereka Iho"
"Mereka tidak akan menangkap kita, paling juga cuma menahan kita." sahut Toan pit Lian.
"Yang penting kita jangan membocorkan rahasia tentang Cie Hiong, maka kita pasti aman."
"Bagaimana menurut kalian?" tanya Ang Kin sian Li kepada sin san Lojin dan Lam Kiong Hujin.
"Memang sudah tanggung, lebih baik kita ke markas pusat Kay Pang saja." jawab Lam Kiong
Hujin. "Baiklah." sin san Lojin dan Ang Kin sian Li mengangguk. "Tapi agar tidak menimbulkan
kecurigaan pihak Bu Tek Pay, kita harus bersikap sewajar mungkin"
"Ya." Toan wie Kie dan lainnya mengangguk dengan wajah berseri.
"Kita harus melakukan perjalanan dengan santai, agar pihak Bu Tek Pay tidak akan mencurigai
kita" ujar Lam Kiong Hujin. "Apabila mereka menahan kita, kita tidak boleh membuka rahasia
tentang Cie Hiong, ingat baik-baik itu"
Yang mendengar langsung manggut-manggut, setelah itu barulah mereka melanjutkan
perjalanan menuju markas pusat Kay Pang dengan santai.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun duduk di
ruang tengah sambil minum.
"Sungguh mengherankan" ujar Tang Hai LoMo mendadak. "Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek
dan pemilik Hong Hoang tiada jejaknya, entah mereka bersembunyi di mana?"
"Ha ha" Tiau Am Kui tertawa gelak. "Aku yakin pemilik Hong Hoang Leng sedang mengobati
luka dalamnya."
"Benar." Bu Ceng Kui manggut-manggut. "Tapi...."
"Kenapa?" tanya siluman Kurus.
"Orang yang menolong mereka pasti bisa menyembuhkan mereka." sahut Bu Ceng Kui. "Sebab
orang itu memiliki lweekang yang sangat tinggi."
"Sudahlah." tandas siluman Gemuk. "Tidak perlu dibicarakan. Apabila mereka muncul lagi,
barulah kita mencari akal untuk tangkap mereka."
"Benar." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Ayoh kita bersulang"
Ketika mereka baru mau bersulang, mendadak muncul seorang anggota Bu Tek Pay. orang itu
buru-buru memberi hormat lalu melapar.
"Ketua, ada beberapa orang, yang kelihatannya sedang menuju markas pusat Kay Pang."
"oh?" Kening Tang Hai Lo Mo langsung berkerut. "Siapa mereka?"
"Mereka sin san Lojin, Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin, Toan wie Kie, Toan pit Lian, Lam Kiong
Bie Liong dan Gouw sian Eng."
"Mereka tampak terburu-buru menuju markas pusat Kay Pang?" tanya Thian Mo.
"Tidak terburu-buru, melainkan kelihatan santai sekali."
"oh?" Te Mo mengerutkan kening. "Kenapa mereka memasuki Tionggoan lagi" Apakah ada
sesuatu penting dengan Kay Pang?"
"Mungkin tidak," sahut Tang Hai Lo Mo. "sebab mereka tidak terburu-buru. Mungkin mereka
sedang pesiar."
"Kalau begitu..." Thian Mo manggut-manggut. "Kita biarkan saja Sebab mereka tidak menentang
kita...." "Menurutku, lebih baik mereka kita tahan." sela siluman Kurus dan menambahkan. "Mungkin
ada gunanya kelak."
"Tapi kita tidak bermusuhan dengan mereka. Maka apabila kita menahan mereka, tentu akan
menimbulkan suatu kesalahpahaman," sahut Tang Hai Lo Mo melanjutkan. "Toan Hong Ya pasti
tidak senang."
"Tidak jadi masalah." siluman Kurus tertawa. "Mereka kita tahan, tetapi kita perlakukan sebagai
tamu." "Baiklah." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "siapa yang pergi mengundang mereka ke mari?"
"Biar kami berdua saja," sahut Kwan Gwa siang Koay. "Mereka pasti tidak berani melawan. Ha
ha ha..." Toan wie Kie dan lainnya terus melanjutkan perjalanan dengan santai, agar tidak menimbulkan
kecurigaan pihak Bu Tek Pay. Di saat mereka memasuki sebuah rimba, sekonyong-konyong dua
sosok bayangan berkelebat ke hadapan mereka sudah barang tentu mereka terperanjat dan
menghentikan kudanya. Ternyata dua sosok bayangan itu adalah Kwan Gwa siang Koay.
"Ha ha ha" Mereka berdua tertawa gelak. "selamat bertemu" ucapnya.
"siapa kalian?" tanya sin san Lojin sambil mengerutkan kening. "Kenapa kalian menghadang
perjalanan kami?"
"Kami berdua adalah Kwan Gwa siang Koay Kami juga tahu siapa kalian" sahut siluman Kurus
sambil tertawa.
"Haaah..." sin san Lojin terkejut bukan main. "Ada urusan apa kalian menghadang kami di sini?"
"Terus terang kedatangan kami untuk mengundang kalian ke markas Bu Tek Pay dan kami
harap kalian tidak akan merasa berkeberatan" sahut siluman Gemuk.
Sin san Lojin dan lainnya saling memandang, kemudian Ang Kin sian Li bertanya kepada Kwan
Gwa siang Koay.
"Ada urusan apa kalian mengundang kami ke markas Bu Tek Pay" Padahal kami tidak
mempunyai hubungan dengan partai itu"
"Ang Kin sian Li, kami mengundang kalian secara baik-baik, maka kami harap kalian jangan
menolak" tegas siluman Gemuk.
"Cianpwee" ujar Toan wie Kie. "Selama ini Tayli tidak bermusuhan dengan pihak luar


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perbatasan, tetapi kenapa Cianpwee mempersulit kami?"
"Ha ha ha" siluman Kurus tertawa. "Kami tidak mempersulit kalian, melainkan mengundang
kalian ke markas saja."
"Baiklah." Toan wie Kie mengangguk. "Karena cianpwee mengundang kami secara baik-baik,
maka kami tidak bisa menolak."
"Bagus Bagus" Kwan Gwa siang Koay tertawa gelak. " Kalau begitu, mari ikut kami"
Toan Wie Kie dan lainnya saling memandang, lalu memacu kuda masing-masing mengikuti Kwan
Gwa siang Koay dengan perasaan tercekam. Mereka tahu, bahwa pihak Bu Tek Pay akan menahan
mereka, tapi dengan dalih mengundang ke markas.
Mereka tidak berani melawan, sebab tahu bahwa Kwan Gwa siang Koay berkepandaian tinggi
sekali. Karena itu terpaksa menurut dari pada celaka.
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa Lak Kui dan lainnya menyambut mereka sambil tertawa gelak. "Ha
ha ha silakan duduk" ucap Tang Hai Lo Mo.
Setelah mereka duduk. beberapa anggota Bu Tek Pay segera menyuguhkan makanan dan
minuman. "Terimakasih atas kedatangan kalian" Thian Mo tertawa. "Ayoh, kita bersulang"
Mereka mulai bersulang, setelah itu barulah sin san Lojin membuka mulut sambil memandang
Bu Lim sam Mo. "Sebetulnya ada urusan apa kami diundang ke mari?"
"Tidak ada urusan apa-apa," sahut Tang Hai Lo Mo. "sekedar mempererat hubungan saja."
"Terimakasih" ucap sin san Lojin.
"Oh ya" siluman Kurus menatapnya seraya bertanya. " Kenapa kalian datang di Tionggoan?"
"Kami cuma pesiar dan sekalian berkunjung di markas pusat Kay Pang," sahut Toan wie
Kie tenang. "setelah itu, kami juga akan ke rumah Lam Kiong Hujin."
"Oooh" siluman Kurus manggut-manggut. "Tentunya kalian kenal Tio Cie Hiong, kan?"
"Kami memang kenal dia, tapi...." Toan wie Kie menghela nafas panjang.
"Kenapa?" tanya siluman Kurus seakan menyelidik,
"Bu Lim sam Mo sudah tahu, tapi kenapa Cianpwee masih bertanya kepada kami?" Toan Wie Kie
menggeleng-gelengkan kepala. "Dua tahun lalu, Tio Cie Hiong terluka parah, kemudian meninggal."
"Oh ya" Tang Hai Lo Mo menatapnya tajam. "Kalian kenal Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek
dan pemilik Hong Hoang Leng?"
"Kami sama sekali tidak pernah mendengar nama itu," sahut Toan wie Kie tercengang. "Kami
baru tiba di Tionggoan."
"Belum lama ini...." Thian Mo memberitahukan. "Mereka telah muncul dalam rimba persilatan.
Bahkan mereka berani menentang kami, maka kami kira kalian mempunyai hubungan dengan
mereka." "Kami tidak kenal mereka." tegas Toan wie Kie. "Lagi pula kami sudah tidak mau mencampuri
urusan rimba persilatan."
"Oooh" Bu Lim sam Mo manggut-manggut.
"Oh ya?" tanya Tiau Am Kui mendadak sambil menatapnya tajam. "Kalian kenal seseorang
berusia empat puluhan yang berkepandaian tinggi?"
"Siapa dia?" Toan wie Kie balik bertanya dengan penuh keheranan.
"Dia ke mana-mana pasti didampingi seekor monyet." Tiau Am Kui memberitahukan.
"Oh?"
Toan Wie Kie tertawa. "Mungkin dia tukang sulap keliling, dan mempertunjukkan beberapa
atraksi dengan monyet itu."
Tiau Am Kui diam seketika, karena Toan Wie Kie tidak memperlihatkan ekspresi wajah yang luar
biasa. Hal itu membuktikan bahwa mereka tidak kenal orang tersebut.
"Berhubung kalian datang dari Tayli, maka kami harap kalian sudi menginap beberapa malam di
sini. Tentunya kalian tidak akan menolak, bukan?" ujar Tang Hai Lo Mo.
"Kami memang tidak ada urusan penting di Tionggoan, cuma ingin pesiar saja," sahut Toan Wie
Kie sambil tersenyum, sungguh hebat silat lidahnya. " Karena Cia npwee bermaksud baik, maka
kami tidak akan menolak."
"Bagus Bagus Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Secara tidak langsung hubungan kita akan
bertambah erat"
"Terimakasih, Cianpwee" ucap Toan Wie Kie sambil tertawa gembira, sebab Bu Lim sam Mo dan
lainnya tidak menaruh curiga kepada mereka.
Tentang ditahannya sin san Lojin, Ang Kin sian Li, Lam Kiong Hujin dan lainnya telah diketahui
oleh pihak Kay Pang. oleh karena itu, sai Pi Lo Kay segera melapar kepada Lim Peng Hang, ketua
Kay Pang. "Apa?" Betapa terkejutnya Lim Peng Hang mendengar laparan itu. "Bu Tek Pay menahan
mereka?" "Ya." sai Pi Lo Kay mengangguk dan menambahkan. "Tapi mereka aman, diperlakukan sebagai
tamu." " Kalau begitu...." Lim Peng Hang mengerutkan kening. " Kenapa Bu Lim Sam Mo menahan
mereka?" "Entahlah." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala.
"Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "kini engkau boleh pergi, namun kalau ada apaapa,
harus segera melapar"
"Ya, Pangcu." sai Pi Lo Kay memberi hormat, lalu melangkah pergi.
"Heran...," gumam Lim Peng Hang. " Kenapa Bu Lim sam Mo menahan mereka" Apa tujuan
mereka?" "Mereka pasti mempunyai tujuan tertentu," sahut sam Gan sin Kay serius. "Yang penting mereka
tidak membocorkan tentang Tio Cie Hiong, jadi mereka tetap aman."
"Tapi kalau membocorkan itu, mereka pasti dijadikan sandera." sambung Kim siauw suseng.
"Aku yakin mereka tidak akan membocorkan itu," sela Tui Hun Lojin. "Sebab mereka tidak
begitu bodoh."
"Benar." sam Gan Sin Kay manggut-manggut. " Lagi pula mereka tidak mempunyai hubungan
dengan Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng. Karena itu, Bu Lim sam
Mo pasti tidak akan mencelakai mereka."
"Aku sungguh tidak habis pikir...." Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Kenapa mereka datang
di Tionggoan lagi?"
"Tentu mereka ingin tahu bagaimana kabarnya Cie Hiong," sahut Kim siauw suseng dan
menambahkan. "Sebab mereka kawan baiknya. Mungkin sudah dua tahun lebih tiada kabar berita
tentang Cie Hiong, maka mereka ke mari."
"Aaaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Kenapa mereka tidak berpikir panjang?"
"Bukan tidak berpikir panjang, melainkan rasa solidaritas yang mendorong mereka ke mari." ujar
Kim Siauw Suseng. "Kita harus memaklumi mereka."
"Tapi otomatis akan mencelakai mereka." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Menurutku Bu Lim sam Mo sama sekali tidak berniat mencelakai mereka." ujar Gouw Han
Tiong. "Kalau begitu, kenapa Bu Lim sam Mo menahan mereka?" tanya Lim Peng Hang.
"Bu Lim sam Mo menahan mereka, karena ingin tahu apakah mereka mempunyai hubungan
dengan Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek, pemilik Hong Hoang Leng dan Cie Hiong yang
menyamar itu. Kalau sudah tahu bahwa mereka tidak mempunyai hubungan, tentu Bu Lim sam Mo
akan melepaskan mereka. Tapi...." Gouw Han Tiong mengerutkan kening. "Apabila Bu Lim sam Mo
tahu bahwa orang yang membawa monyet itu adalah Cie Hiong, maka Cie Hiong yang bakal
celaka." "Benar." sam Gan sin Kay manggut-mang-gut. "Untung Bu Lim sam Mo belum tahu tentang itu.
Kalau tahu, Bu Lim sam Mo pasti akan menggunakan mereka untuk mengancam Cie Hiong."
"Kalau begitu harus bagaimana?" Lim Ceng Im yang diam dari tadi mulai cemas. "Perlukah aku
pergi mencari Kakak Hiong?"
"Kalau engkau meninggalkan markas pusat ini, pasti akan ditangkap." sahut Lim Peng Hang.
"Cie Hiong pasti celaka di tanganmu."
"Ayah...." Air mata Lim Ceng Im mulai meleleh.
"Ceng Im" tegas sam Gan sin Kay. "Ini urusan serius, jangan kau anggap main-main"
"Dan juga..." tambah Kim siauw suseng. " janganlah engkau mencoba-coba pergi mencari Cie
Hiong. Kalau engkau berbuat begitu, sama juga membunuh Cie Hiong. Tahu?"
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk.
"Engkau harus tenang dan sabar, Cie Hiong pasti kembali" ujar Lim Peng Hang. "Kalau engkau
tidak bisa tenang dan sabar, semua urusan pasti akan jadi runyam."
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk lagi. "Aku pasti menurut perkataan Ayah."
"Nah, begitu Nak" Lim Peng Hang tersenyum lembut.
Beberapa hari kemudian ketika hari sudah larut malam, mendadak tampak sosok bayangan
melesat memasuki markas pusat Kay Pang. Kemunculan sosok bayangan itu sangat
menggembirakan Bu Lim Ji Khie, dan lainnya yang ketika itu sedang duduk-duduk di ruang tengah.
"Kakak Hiong Kakak Hiong..." seru Lim Ceng Im dan langsung mendekap di dadanya.
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membelainya.
"Cie Hiong, duduklah" ujar sam Gan Sin Kay. Kali ini ia tidak menggoda Lim Ceng Im yang
mendekap di dada Tio Cie Hiong.
"Kakek...." Lim Ceng Im membanting-banting kaki. "Aku sedang mendekap di dadanya, tapi
kakek malah menyuruhnya duduk sebal"
"Eeeh?" sam Gan sin Kay tertegun, kemudian tertawa gelak seraya berkata. "Ayoh Terus
mendekaplah di situ. Tidak apa-apa Anggap saja semua yang di sini ini patung"
"Ceng Im" tegur Lim Peng Hang. "Sudah cukup apa belum engkau mendekap di dada Cie
Hiong?" "Ayah" Lim Ceng Im cemberut. "Heran Kelihatannya Ayah dan kakek tidak boleh melihat orang
senang. Aku ingin mencurahkan rasa rinduku kepada Kakak Hiong, tapi...."
"Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Mari kita duduk"
"Ya, Kakak Hiong." Lim Ceng Im mengangguk.
"Wuaduh" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Segitu nurutnya. Bahkan suaranya begitu
mesra Ha ha ha..."
"Kenapa kakek usil amat sih?" Lim Ceng Im melotot, lalu duduk di sisi Tio Cie Hiong dengan
wajah cerah ceria.
"Paman" tanya Tio Cie Hiong kepada Lim Peng Hang. "Apakah Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam
Khek sudah ke mari?"
"Mereka belum ke mari," sahut Lim Peng Hang. "Apakah engkau sudah bertemu mereka?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun menggunakan bom asap
beracun. Aku yang menolong sekaligus suruh mereka ke mari, tapi kenapa mereka belum sampai di
sini?" "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Apakah terjadi sesuatu lagi atas diri mereka?"
"Tidak mungkin." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.
"Cie Hiong" tanya sam Gan sin Kay. "Engkau kenal mereka?"
"Aku kenal Tui Beng Li, tapi tidak kenal Thian Liong Kiam Khek," jawab Tio Cie Hiong.
"Aku kenal gurunya."
"Kakak Hiong, siapa Tui Beng Li itu?"
"Dia adalah Tan Li Cu," sahut Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. "Liu siauw Kun membunuh
suaminya, kemudian membunuh ayah dan anaknya yang belum berusia setahun. sungguh kejam
Liu siauw Kun itu"
"Jadi...." Lim Ceng Im terbelalak. "Tui Beng Li adalah kakak Li Cu" Kenapa kepandaiannya bisa
begitu tinggi?"
"Dua tahun lalu, Tayli Lo Ceng menolongnya lalu membawanya ke Gunung Hong Lay san
menemui It sim sin Ni." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Sejak itu dia jadi murid It sim sin Ni."
"Oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Oh ya, Kakak Hiong kenal guru Thian Liong Kiam
Khek?" "Kenal. Gurunya adalah Tayli Lo Ceng."
"Pantas kepandaiannya begitu tinggi" sam Gan sin Kay manggut-manggut dan bertanya.
"Engkau bertemu pemilik Hong Hoang Leng?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan melanjutkan. "Bahkan aku menolong mereka. Malam itu
ketika aku melewati markas cabang Bu Tek Pay, aku mendengar suara pertarungan, oleh karena
itu, aku langsung melesat memasuki markas itu...."
"Lalu bagaimana?" tanya Kim siauw suseng tertarik.
"Aku melihat seorang tua dan seorang gadis sedang bertarung melawan Kwan Gwa Lak Kui.
Mereka berdua sudah terluka, maka aku segera turun tangan menolong mereka."
"Kakak Hiong bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?" tanya Lim Ceng Im. "Bagaimana
kepandaian mereka?"
"Kepandaian mereka tinggi sekali. Untung di saat itu mereka menyerangku tidak dengan
segenap Iweekang. Kalau mereka menyerangku dengan segenap Iweekang, repot juga aku
menghadapi mereka." Tio Cie Hiong memberitahukan secara jujur. "Pada saat itu, aku segera
mengibaskan lengan bajuku, sehingga membuat mereka terdorong mundur beberapa langkah.
Kesempatan itu kumanfaatkan untuk menyambar mereka dan langsung kubawa pergi, kemudian
kuobati. Ternyata mereka bernama Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa."
"Oh?" Lim Ceng Im tertawa. "Mereka satu marga denganmu."
"Benar." Tio Cie Hiong tersenyum dan melanjutkan. "Keesokan harinya, aku pergi membeli
sedikit makanan kering, kemudian masuk di sebuah kedai teh.Justru sungguh di luar dugaan...."
"Terjadi sesuatu?" tanya Lim Ceng Im cepat.
"Tidak terjadi apa-apa, namun aku bertemu seorang tua berusia tujuh puluhan," jawab Tio Cie
Hiong. "Kelihatannya orang tua itu berkepandaian tinggi, dan ramah sekali. Aku diajaknya duduk
bersama dan bercakap-cakap. Ternyata orang tua itu datang dari sebuah pulau. Akan tetapi, ketika
kami sedang asyik bercakap-cakap. mendadak muncul belasan anggota Bu Tek Pay...."
"Kakak Hiong dan orang tua itu bertempur dengan mereka?"
"Tidak." Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku menyuruh kauw heng memberesi mereka."
Monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong langsung bercuit-cuit dan manggutmanggut.
"Dalam waktu sekejap. kauw heng sudah berhasil merobohkan mereka" lanjut Tio Cie Hiong
sambil membelai monyet bulu putih yang duduk di bahunya. "Setelah itu, aku dan orang tua itu
mulai bercakap-cakap lagi. Ternyata dia datang di Tionggoan untuk mencari puterinya yang
berangkat ke Tionggoan bersama pembantunya. Tio Lo Toa itu adalah pembantu setianya. Seketika
juga kuajak orang tua itu pergi menemui mereka berdua. sungguh tak disangka, orang tua itu
majikan pulau Hong Hoang To."
"Oh?" Bu Lim Ji Khie terbelalak.
"Orang tua itu pun tahu bahwa aku memakai kedok kulit." ujar Tio Cie Hiong dan
menambahkan. "setelah mereka bertemu, aku langsung pergi."
"Bagus" sam Gan sin Kay tertawa gelak. " Kemunculan Tocu Hong Hoang To itu secara tidak
langsung akan membantu kita."
"Heran?" gumam Kim siauw suseng. "Kenapa mereka datang di Tionggoan untuk memusuhi Bu
Tek Pay?" Sam Gan sin Kay mengerutkan kening. "Mungkin mereka mempunyai dendam terhadap Bu Lim
sam Mo." "Memang mungkin." Tui Hun Lojin manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong
seraya bertanya. "Cie Hiong, engkau tahu telah terjadi sesuatu?"
"Tentang sin san Lojin dan lainnya yang ditangkap Bu Lim sam Mo?" Tio Cie Hiong balik
bertanya. "Ya." Tui Hun Lojin manggut-manggut.
"Aku sudah tahu tentang itu, namun untuk sementara ini hal itu masih tidak menjadi masalah.
sebab Bu Lim sam Mo tidak akan mencelakai mereka." ujar Tio Cie Hiong. "Untungnya mereka
belum tahu tentang diriku, kalau tahu...."
"Bu Lim sam Mo pasti akan menggunakan mereka untuk memaksamu menyerahkan diri seperti
kejadian dua tahun yang lalu," ujar Lim Ceng Im.
"Kakak Hiong harus hati-hati"
"Ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Oh ya, aku harus pergi lagi esok pagi."
"Apa?" Wajah Lim Ceng Im langsung berubah. "Kakak Hiong baru kembali malam ini, esok pagi
akan pergi lagi?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku harus pergi mencari Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek
dan pemilik Hong Hoang Leng."
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Kenapa engkau harus pergi mencari
mereka?" "Kalau mereka tidak ke mari, pasti dalam keadaan bahaya," sahut Tio Cie Hiong sungguhsungguh.
"Maka aku harus pergi mencari sekaligus menyuruh mereka ke mari. Kalau tidak, aku
khawatir mereka akan ditangkap oleh Bu Lim sam Mo."
"Tapi...." Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Bukankah Kakak Hiong baru kembali?"
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum sambil memegang tangan gadis itu erat-erat. "Waktu kita
masih banyak. yaitu sampai di akhir hayat nanti. Tapi apabila mereka ditangkap oleh Bu Lim sam
Mo, mereka pasti mati, lalu bagaimana perasaan kita?"
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im mendongakkan kepala dan menatapnya dengan air mata
bercucuran. "Hatimu sungguh mulia, selalu memikirkan orang lain tanpa memikirkan diri sendiri"
"Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh kasih sayang. "Setelah urusan ini beres,
aku tidak akan meninggalkanmu setapak pun."
"Tidak mungkin." sam Gan sin Kay tertawa. "Bagaimana kalau engkau mau buang air besar atau
air kecil" Haruskah engkau menarik Ceng Im mendampingimu juga?"
"Eh" Kakek pengemis...." Wajah Tio Cie Hiong agak kemerah-merahan. "Maksudku tidak akan
meninggalkan Adik Ceng Im lagi."
"Itu baru benar." sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Kakak Hiong, aku lebih senang kalau engkau tidak meninggalkanku setapak pun. Kalau engkau
buang air besar atau air kecil, aku ikut saja," ujar Lim Ceng Im sambil tersenyum-senyum, lalu
memandang sam Gan sin Kay. "Mau apa?"
"Haaah...?" sam Gan sin Kay terbelalak. "Yah, ampun"
"Ha ha ha" Kim siauw suseng dan lainnya tertawa gelak. pada saat bersamaan, mendadak
kening Tio Cie Hiong berkerut-kerut. sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im tercengang. "Kenapa engkau?"
"Aku sedang memikirkan kepandaian Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui itu. Mereka
berkepandaian tinggi sekali. Kakek pengemis dan lainnya walau sudah berhasil menguasai Kan Kun
ciang Hoat serta ilmu pukulan Monyet sakti, namun belum tentu mampu mengalahkan mereka.
Kalau bisa terus bertahan...." Tio Cie Hiong berpikir sejenak, lalu melanjutkan.
"Kauw heng pasti bisa membantu, tapi Kan Kun ciang Hoat dan ilmu pukulan Monyet sakti
belum tentu bisa bertahan, sebab kedua macam ilmu itu bersifat menangkis dan menyerang.
Iweekang kurang tinggi, pasti akan celaka itu...."
Lim Ceng Im, Bu Lim Ji Khie dan lainnya diam saja. Mereka sama sekali tidak berani
mengganggu Tio Cie Hiong yang sedang berpikir.
"Kalau harus bertahan terus...." Tio Cie Hiong bergumam lagi sambil berpikir, kemudian
mendadak berseru girang. "Betul, harus menggunakan ilmu itu"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ilmu apa, Kakak Hiong?"
"Kiu Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat) Ilmu tersebut dapat menghindari seranganserangan
lawan, sekaligus menyerang pula."
"Benar." Lim Ceng Im tertawa gembira.
"Oh ya, Adik Im Aku pernah mengajarkan ilmu tersebut kepadamu, tentunya engkau telah
mahir, kan?" Tio Cie Hiong memandangnya.
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Aku...."
"Belum begitu mahir?" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. " Engkau malas berlatih.
Mulai sekarang engkau harus giat berlatih"
"Ya, Kakak Hiong." Lim Ceng Im mengangguk.
Mulai malam itu, Tio Cie Hiong mengajar mereka Kiu Kiong san Tian Pou. Yang paling gembira
adalah Lim Ceng Im, sebab Tio Cie Hiong tidak segera pergi.
Bab 71 Pembicaraan serius di markas pusat Kay Pang
Tampak Tayli Lo Ceng sedang duduk dengan wajah serius. sedangkan It sim sin Ni terus
memandangnya dengan mata tak berkedip dan keningnya berkerut-kerut, lama sekali barulah It
sim sin Ni membuka mulut.
"Lo Ceng, bagaimana rencanamu?"
"Omitohud" sahut Tayli Lo Ceng. "Aku sama sekali tidak menyangka kalau Bu Lim sam Mo akan
menahan Toan wie Kie dan lainnya."
"Laporan muridku pasti tidak salah." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. " Kenapa Toan wie Kie
dan lainnya datang di Tionggoan" Mereka sama sekali tidak berpikir panjang"
"Mungkin mereka ingin tahu bagaimana keadaan Cie Hiong," ujar It sim sin Ni sambil menghela
nafas. "Mereka tidak bisa sabar, akhirnya menimbulkan masalah." Tayli Lo Ceng menggelenggelengkan
kepala. "Untung mereka masih belum tahu tentang Cie Hiong. Kalau tahu..."
"Cie Hiong akan celaka." Tayli Lo Ceng menghela nafas lagi. "Kita juga telah bersalah, karena
membiarkan Tio Tay seng, Tio Lo Toa, dan Tio Hong Hoa pergi. Mereka seharusnya tinggal di sini."
"Mereka ingin mencari Cie Hiong, maka bagaimana mungkin kita tahan?" It sim sin Ni
menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana kalau mereka ditangkap oleh pihak Bu Tek Pay" Bukankah mereka akan celaka?"
"Kenapa waktu itu engkau tidak mencegah agar mereka tidak pergi?"
"Mereka anak cucumu, aku tidak berhak mencegahnya."
"Lalu sekarang kita harus bagaimana?"
"Aku harus mencari jalan keluarnya." Tayli Lo Ceng memejamkan matanya. sesaat kemudian
barulah ia membuka matanya seraya berkata.
"Aku harus pergi ke markas Bu Tek Pay menemui Bu Lim sam Mo dan lainnya, agar mereka
melepaskan Toan wie Kie..."
"Apa?" It sim sin Ni terbelalak. "Engkau akan pergi ke markas Bu Tek Pay?"
"Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Aku yakin, Bu Lim sam Mo pasti akan melepaskan mereka,
apabila aku ke sana."
"Lo Ceng..." It sim sin Ni menatapnya. "Bagaimana kalau Bu Lim sam Mo dan Thian Kwan Gwa
siang Koay serta Lak Kui mengeroyokmu?"
"Ha ha ha"Tayli Lo Ceng tertawa. "Aku terpaksa melawan. Namun aku yakin tidak akan terjadi
hal itu." "Lo Ceng..." It sim sin Ni menghela nafas panjang. "Aku telah bersumpah tidak akan
mencampuri urusan rimba persilatan. Kalau tidak. aku pasti mengikutimu ke markas Bu Tek Pay."
"Terimakasih, sin Ni" ucap Tayli Lo Ceng sambil tersenyum. "Baiklah. Aku harus pergi, sampai
jumpa" Salah seorang anggota Bu Tek Pay yang menjaga di luar markas segera masuk untuk melapor
kepada Bu Lim sam Mo, bahwa Tayli Lo Ceng berkunjung.
"Cepat undang beliau masuk" sahut Tang Hai Lo Mo.
"Tayli Lo Ceng?" Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui tampak terkejut. "Kenapa padri tua itu ke
mari?" "Tentu ada hubungan dengan orang-orang yang kita tahan di sini." sahut Thian Mo.
"Benar." Te Mo manggut-manggut dan mengerutkan kening. "Lalu kita harus bagaimana?"
"Kita lihat saja bagaimana sikap padri tua itu" sahut Tang Hai Lo Mo.
"Ingat Kita tidak boleh bertindak sembarangan" ujar siluman Kurus dan menambahkan.
"Sebab padri tua itu kenal almarhum guru kami."
"Lo Ceng itu pun kenal almarhum guru kami." Lak Kui memberitahukan.
"Omitohud..." Tayli Lo Ceng sudah berjalan ke dalam sambil tertawa. "Maaf, kedatanganku telah
menganggu kalian semua"
"Selamat datang, Lo Ceng" ucap Bu Lim sam Mo sambil bangkit berdiri, begitu pula Kwan Gwa
siang Koay dan Lak Kui.
"Selamat bertemu" sahut Tayli Lo Ceng.
"Silakan duduk, Lo Ceng" ucap Tang Hai Lo Mo.
"Terimakasih" Tayli Lo Ceng duduk.
"Maaf Ada urusan apa Lo Ceng ke mari?" tanya Thian Mo.
"Omitohud" sahut Tayli Lo Ceng. "Aku yakin kalian sudah tahu apa tujuanku ke mari, bukan?"
"Tentunya berkaitan denganpara tamu kami yang datang dari Tayli." Tang Hai LoMo tertawa.
"Betul." Tayli Lo Ceng juga tertawa. "Oleh karena itu, aku ke mari untuk menengok mereka."
"Mereka baik-baik saja," ujar Kwan Gwa siang Koay dan menambahkan. "Kami memperlakukan
mereka sebagai tamu terhormat."
"Terimakasih"
"Ang Bin sat sin" Perintah Tang Hai Lo Mo. "Cepat undang para tamu kita itu ke mari"
"Ya, Ketua." Ang Bin sat sin memberi hormat, kemudian berjalan ke dalam.
Berselang beberapa saat, Ang Bin sat sin sudah kembali ke situ bersama Toan wie Kie dan
lainnya. "Lo Ceng..." Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian langsung
bersujud dihadapan padri tua itu. sin san Lojin, Ang Kin sianii dan Lam Kiong hujin juga segera
memberi hormat.
"Omitohud Kalian bangunlah" Tayli Lo Ceng Icrsenyum.
Toan wie Kie dan lainnya bangkit berdiri, sedangkan Tang Hai Lo Mo tertawa gelak.
"Ha ha ha Kami tidak bohong kan, Lo Ceng" Mereka baik-baik saja."
"Terimakasih" ucap Tayli Lo Ceng. "omi-tohud..."
"Lo Ceng" ucap Kwan Gwa siang Koay.
"Kami tahu tujuan Lo Ceng dan tidak akan menghalangi."
"Terimakasih"
"Tapi..." Kwan Gwa siang Koay tertawa. "Kami harap Lo Ceng sudi mengabulkan satu
permintaan kami"
"Omitohud Apa permintaan kalian?"
"Lo Ceng boleh membawa mereka pergi, namun harus menyuruh mereka segera kembali ke
Tayli." ujar Kwan Gwa siang Koay sungguh-sungguh. "Dan juga selanjutnya Lo Ceng jangan
mencampuri urusan kami."
"Omitohud. Aku memang tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan, hanya saja karena aku
Tayli Lo Ceng, maka terpaksa harus mencampuri urusan Tayli."
"Kami mengerti." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Kami tidak akan menghalangi Lo ceng."
"Terimakasih" ucap Tayli Lo Ceng. "Kami mohon pamit"
"Silakan Lo Ceng" sahut Kwan Gwa siang Koay.
"Ayoh, kita pergi" ajak Tayli Lo Ceng sambil melangkah pergi. Toan wie Kie dan lainnya segera
mengikutinya setelah berada di luar goa, barulah Tayli Lo Ceng menarik nafas lega, kemudian
memandang mereka sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Lain kali kalian harus berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu, jangan ceroboh lagi"
"Ya, Lo Ceng." Toan wie Kie mengangguk. "Sebetulnya kami..."
"Aku tahu apa tujuan kalian ke Tionggoan. Nah, katakan saja Dia sudah sembuh dan
kepandaiannya juga sudah pulih."
"Oh?" Toan wie Kie dan lainnya girang bukan main. "Lo Ceng, kapan kami bisa bertemu dia?"
"Sekarang kalian harus kembali ke Tayli, jadi kalian tunggu saja di sana" sahut Tayli Lo Ceng.
"Ya, Lo Ceng." Toan Wie Kie dan lainnya tidak berani membantah. "Kami akan kembali ke Tayli
sekarang juga."
"Omitohud Cepatlah kalian berangkat"
"Ya, Lo Ceng." Toan wie Kie mengangguk.
Tiba-tiba tampak beberapa anggota Bu Tek Pay menuntun empat ekor kuda kehadapan mereka,
lalu memberi hormat dan berkata. "Ini adalah kuda-kuda kalian."
"Terimakasih" ucap Toan Wie Kie girang.
Mereka langsung meloncat ke atas punggung kuda, kemudian meninggalkan tempat itu.
"Omitohud" Tayli Lo Ceng juga melesat pergi. sedangkan beberapa anggota Bu Tek Pay itu
segera masuk untuk melapar kepada Bu Lim sam Mo.
"Aku tidak menyangka..." siluman Kurus menggeleng-gelengkan kepala. "Tayli Lo Ceng masih
hidup," "Kalau padri tua itu turut campur urusan kita...," sambung siluman Gemuk. " Repot juga kita."
"Kita telah melepaskan mereka, maka Tayli Lo Ceng pasti tidak akan mencampuri urusan kita,"
ujar Tang Hai Lo Mo. la telah menerima laporan dari anggota Bu Tek Pay yang membawa kuda
untuk Toan wie Kie. "Kini mereka sudah berangkat ke Tayli, berarti kita mengurangi satu lawan
tangguh" "Ha ha ha" Kwan Gwa Siang Koay tertawa gelak. "Untung tempo hari kita menahan mereka,
maka muncul Tayli Lo Ceng..."
"Kalau tidak. kita tidak tahu bahwa padri tua itu masih hidup," sahut Lak Kui sambil tertawa.
"Kini..." ujar Thian Mo mendadak. "Yang menjadi masalah adalah lelaki yang membawa monyet
itu. Kita harus mencari akal untuk melenyapkannya."
"Betul." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Bahkan kita juga harus mengutus beberapa orang
yang berkepandaian tinggi untuk menangkap Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong
Hoang Leng itu"
Malam ini, Lim Ceng Im duduk di ruang tengah markas cusat Kay Pang dengan wajah agak
murung, sedangkan yang lain tampak serius.
"Kakak Hiong..." Lim Ceng Im menatapnya dengan mata basah. "Engkau akan pergi esok pagi?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku harus pergi mencari mereka."
"Nak" ujar Lim Peng Hang. "Engkau jangan mencegahnya, sebab itu penting sekali"
"Aku tahu, Ayah." Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Tapi bukankah aku akan berpisah lagi
dengan Kakak Hiong?"
"Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Setelah bertemu mereka, aku pasti kembali, jadi
aku pergi tidak lama."
"Aaakh..." Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Ini merupakan takdir atau nasib yang
mempermainkan kita, maka kita harus selalu berpisah. Aku sungguh tidak mengerti"
"Ceng Im" ujar sam Gan sin Kay menasehatinya. "Engkau harus tenang dan sabar percayalah.
Engkau pasti hidup bahagia di sisi Cie Hiong."
"Tapi..." ketika Lim Ceng Im baru mau mengatakan sesuatu, namun mendadak sosok bayangan
berkelebat di hadapan mereka. Dapat dibayangkan, betapa terkejutnya mereka.
"Omitohud Ha ha ha..." sosok bayangan itu ternyata Tayli Lo Ceng.
"Lo Ceng" seru Tio Cie Hiong girang.
"Haaah?" Bu Lim Ji Khie dan lainnya tersentak. "Tayli Lo Ceng..."
"Omitohud" Tayli Lo Ceng memandang Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Kepandaianmu telah
pulih, syukurlah"
"Kauw heng yang merawat ku. Kalau tidak. aku pasti cacat seumur hidup." Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Monyet sakti" Tayli Lo Ceng tertawa. "Engkau sungguh hebat"
Monyet bulu putih bercuit-cuit, kemudian manggut-manggut.
"Selamat datang, Lo Ceng" ucap Bu LimJi Khie dan lainnya serentak. "Silakan duduk"
"Terimakasih" sahut Tayli Lo Ceng sambil duduk dan memandang Tio Cie Hiong lagi. "Bagus
engkau memakai kedok kulit, jadi pihak Bu Tek Pay tidak mengenalimu"
"Apakah Lo Ceng sudah tahu tentang Toan wie Kie..." tanya Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Aku justru dari markas Bu Tek Pay. Bu Lim sam Mo telah
membebaskan mereka."
Tio Cie Hiong menarik nafas lega. "Di mana mereka sekarang?"
"Sudah kembali ke Tayli," sahut Tayli Lo Ceng dan memberitahukan. "Oh ya, pihak Hong Hoang
To sudah ke Hong Lay san menemui It sim sin Ni. Kebetulan aku juga ke sana."
"Jadi mereka tinggal di Hong Lay san?"
"Mereka telah meninggalkan Hong Lay san, ingin mencarimu." Tayli Lo Ceng menggelenggelengkan
kepala. "Tetapi kenapa mereka belum sampai di sini" Mungkin telah terjadi sesuatu?"
"Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek juga belum sampai di sini, aku justru sedang menunggu
mereka," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Ternyata Lie Man chiu adalah murid Lo Ceng."
"Apakah engkau sudah bertemu dia?"
"Ya, dia bersama Tui Beng Li."
Tayli Lo Ceng manggut-manggut, kemudian wajahnya tampak serius. "Cie Hiong, aku ke mari
membawa kabar gembira untukmu."
"Kabar apa?" tanya Tio Cie Hiong.
"Engkau telah menolong Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa, bahkan juga bertemu seorang tua di
kedai, bukan?"
"Ya, Lo Ceng."
"Orang tua itu bernama Tio Tay seng, majikan pulau Hong Hoang To."
"Oh?"
"Mereka bermarga Tio, engkau juga bermarga Tio. Namun engkau tidak akan menyangka,
bahwa mereka mempunyai hubungan famili denganmu."
"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun. "Mereka familiku" Bagaimana mungkin?"
"Cie Hiong" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Tio Tay seng, majikan pulau Hong Hoang To adalah
pamanmu. Tio Hong Hoa adalah kakakmu lho"
"Lo Ceng..." Tio Cie Hiong terbelalak, begitu pula yang lain.
"Lo Ceng tidak bohong?" tanya Lim Ceng Im.
"Omitohud" sahut Tayli Lo Ceng. " untuk apa aku membohongi Cie Hiong?"
"Maaf, Lo Ceng" ucap Lim Ceng Im sambil menundukkan kepala.
"Lo Ceng..." Tio Cie Hiong tercengang. "Padahal aku sudah bertemu Tio Lo Toa dan Tio Hong
Hoa, tetapi kenapa mereka tidak memberitahukan tentang itu?"
"Karena mereka tidak mengenalmu, lagi pula engkau tidak menyebut namamu." Tayli Lo Ceng
tersenyum. "Ada satu hal lagi yang engkau tidak akan menduganya."
"Hal apa?"
"It sim sin Ni adalah nenekmu."
"Hah" Apa?" Mulut Tio Cie Hiong ternganga lebar. "Bagaimana mungkin?"
"Memang benar It sim sin Ni adalah nenekmu," ujar Tayli Lo Ceng kemudian menutur tentang
semua kejadian lampau itu.
Tio Cie Hiong manggut-manggut dan girang buka main. "Sungguh di luar dugaan" katanya.
"Cie Hiong, engkau harus pergi mencari Tui Beng Li, Tio Tay seng dan muridku, setelah itu,
kalian semua harus pergi ke Gunung Hong Lay san" pesan Tayli Lo Ceng.
"Lo Ceng, kenapa mereka harus pergi ke sana" Bukankah lebih baik ke mari saja?" tanya Lim
Ceng Im. "Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Aku tahu engkau merasa berat berpisah dengan jantung
hatimu ini, bukan?"
"Lo Ceng..." Wajah Lim Ceng Im langsung memerah.
"Gadis kecil" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Kalian cuma berpisah untuk sementara waktu saja.
Tidak lama Cie Hiong pasti kembali."
"Lo Ceng, bolehkah aku ikut Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im mendadak.
"Kalau engkau ikut dia, sama juga ingin mencelakainya," sahut Tayli Lo Ceng. "Engkau tidak
boleh meninggalkan markas pusat Kay Pang ini, sebab kalau engkau meninggalkan tempat ini, akan
menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay."
"Kalau begitu, sebaiknya mereka yang ke mari," ujar Lim Ceng Im penuh harap.
"Apabila itu baik, tentu aku tidak akan menyuruh mereka ke Gunung Hong Lay san," sahut Tayli
Lo Ceng. "Engkau harus tahu, bahwa pihak Bu Tek Pay tahu tempat ini, namun tidak tahu tentang
Gunung Hong Lay san. Demi keamanan mereka, maka mereka harus tinggal di sana."
"Kakak Hiong juga harus tinggal di sana?" Mata Lim Ceng Im mulai basah.
"Tentu tidak." Tayli Lo Ceng tersenyum. "setelah usai berunding di sana, jantung hatimu itu
pasti kembali ke sini."
"Itu pasti lama sekali." tukas Lim Ceng Im dan nyaris menangis terisak-isak.
"Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Aku akan berusaha secepat mungkin kembali ke
sini." "Kakak Hiong..." Air mata Lim Ceng Im mulai meleleh.
"Gadis kecil" Tayli Lo Ceng menatapnya tajam. "Engkau harus ingat, jangan meninggalkan
tempat ini"
"Ya, Lo Ceng." Lim Ceng Im mengangguk.
"Aku tahu bagaimana perasaanmu, namun kalian memang harus berpisah untuk sementara
waktu. Setelah urusan ini selesai, kalian pasti tidak akan berpisah lagi. selamanya pasti saling
mendampingi, asal jangan merasa bosan saja," ujar Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.
"Lo Ceng Aku dan Kakak Hiong pasti akan hidup saling mencinta selama-lamanya," ujar Lim
Ceng Im dan menambahkan. "Kami tidak akan bertengkar, aku selalu menurut kepadanya."
"Bagus Bagus" Tayli Lo Ceng tertawa. "Menjadi suami isteri memang harus begitu, kalau mau
bertengkar atau ribut, lebih baik jangan menjadi suami istri."
"Lo Ceng, kapal yang berlayar di laut yang luas pun kadang-kadang masih bisa bertabrakan. Apa
lagi suami istri yang tinggal satu rumah, sewaktu-waktu pasti bisa tabrakan pula," ujar Tio Cie
Hiong. "Omitohud Itu memang benar." sahut Tayli Lo Ceng. "Kapal yang berlayar di laut bisa
bertabrakan, karena pengemudinya kurang berhati- hati. Kalau pengemudinya berhati-hati, tentu
tidak akan terjadi tabrakan. Begitu pula suami istri yang tinggal satu rumah, apabila mereka mau
saling mengalah dan sabar, serta rasa cinta mereka tidak luntur, sudah barang tentu tidak akan
terjadi suatu tabrakan. Kalian harus ingat itu"
Bagian 41 "Ya, Lo ceng." Tio cie Hiong dan Lim ceng Im mengangguk.
"Baiklah." Tayli Lo ceng bangkit berdiri. "cie Hiong, aku tunggu engkau di Gunung Hong Lay
San. Sampai jumpa"
Tayli Lo ceng melesat pergi. Tio cie Hiong dan Lim ceng Im saling memandang, sedangkan Bu
Lim Ji Khie menghela nafas panjang.
"cie Hiong" ucap Sam Gan Sin Kay kemudian. "Aku memberi selamat kepadamu"
"Terimakasih, Kakek pengemis" sahut Tio cie Hiong.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha ha ha" Kim Siauw Suseng tertawa gembira. "Sungguh tak disangka, cie Hiong masih
mempunyai nenek, paman dan kakak"
"Ha ha ha" Tui Hun Lojin juga tertawa. "Malam ini kita harus bersulang sampai pagi"
"Benar." sela Gouw Han Tiong. "Sebab cie Hiong akan pergi esok pagi."
"Kakak Hiong tidak boleh bersulang di sini." ujar Lim ceng Im mendadak. "Dia harus
menemaniku di halaman belakang sampai pagi, dan kami tidak mau diganggu."
"Ha ha ha" Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Baiklah. Malam ini aku tidak akan
menganggu kalian. cepatlah kalian ke halaman belakang"
Tio cie Hiong dan Lim ceng Im menuju halaman belakang, kemudian berdua duduk
berdampingan di bawah sebuah pohon.
Ketika hari mulai terang, Tio cie Hiong ber-pamit lalu pergi. Seketika juga Lim ceng Im menangis
terisak-isak. Betapa gembiranya Toan Hong Ya dan isterinya, ketika menerima laporan bahwa Toan Wie Kie
dan lainnya sudah pulang. Tak lama muncullah mereka menghadap Toan Hong Ya di ruang tengah,
maka hati Toan Hong Ya dan istrinya jadi lega. "Duduklah" ucap Toan Hong Ya.
Mereka segera duduk. Toan Hong Ya memandang Toan Wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie
Liong dan Toan Pit Lian.
"seharusnya ayah menghukum kalian, tapi... sudahlah" ujar Toan Hong Ya dan menambahkan.
"Lain kali kalian jangan berbuat begitu lagi, sebab mencemaskan ayah dan ibu kalian"
"Ya, Ayah." sahut mereka berempat serentak.
" Kenapa bisa begitu lama kalian baru pulang?" tanya Toan Hong Ya sambil memandang sin san
Lojin, Ang Kin sianli dan Lam Kiong hujin.
"Kami menyusul mereka sampai di Tionggoan." jawab sin san Lojin memberitahukan. "
Kemudian muncul Kwan Gwa siang Koay..."
"oh?" Toan Hong Ya mengerutkan kening. "Lalu bagaimana?"
"Mereka berdua menangkap kami dengan alasan mengundang kami ke markas Bu Tek Pay,"
sahut sin san Lojin melanjutkan. "Kami ditahan di sana beberapa hari."
"setelah itu bagaimana?"
"Mendadak muncul Tayli Lo Ceng, maka Bu Lim sam Mo membebaskan kami." Ang Kin sianli
memberitahukan.
"oh syukurlah" ucap Toan Hong Ya, kemudian bertanya. "Bagaimana" Kalian sudah memperoleh
kabar tentang cie Hiong?"
"Tayli Lo Ceng memberitahukan, bahwa kepandaian cie Hiong telah pulih," jawab sin san Lojin.
"Namun kami belum bertemu dia, karena Tayli Lo Ceng menyuruh agar kami segera kembali."
"Kami disuruh menunggu di Tayli saja," sambung Ang Kin sianli.
"Kalau begitu..." Toan Hong Ya manggut-manggut dengan wajah ceria. "Kepandaian Cie Hiong
pasti sudah pulih. Kalau tidak. bagaimana mungkin Lo Ceng itu mengatakan begitu?"
"Kami juga yakin akan apa yang dikatakan Tayli Lo Ceng, karena itu kami segera pulang." ujar
sin san Lojin dan menambahkan. "Lo Ceng itu memang berwibawa sekali. Bu Lim sam Mo, Kwan
Gwa siang Koay dan Lak Kui tampak segan serta hormat kepadanya."
" Untung sekali" Toan Hong Ya menghela nafas lega. " Kalian tidak tahu tentang Cie Hiong.
Kalau tahu, Cie Hiong pasti celaka di tangan kalian."
" Kenapa?" tanya Toan Wie Kie heran.
"Pikirlah" sahut Toan Hong Ya.
Toan Wie Kie berpikir, setelah itu mendadak wajahnya berubah pucat lalu berkata.
"Benar, Ayah. Kalau kami tahu tentang Cie Hiong, Bu Lim sam Mo pasti menggunakan kami
untuk mengancam Cie Hiong. syukurlah kami sudah pulang..."
"Aaak..." Toan Pit Lian menghela nafas. " Ketika mau ke Tionggoan, kami sama sekali tidak
memikirkan hal itu. Kami... kami betul-betul bersalah."
" Untung Lo Ceng bertindak tepat pergi membebaskan kalian. Kalau tidak..." Toan Hong Ya
menggeleng-gelengkan kepala. "secara tidak langsung kalian akan mencelakai cie Hiong, kejadian
dua tahun lalu pasti terulang kembali."
"Ayah, maafkanlah kami" ucap Toan wie Kie dan Toan pit Lian serentak. "Kami memang tidak
berpikir panjang . "
"Ayah telah memaafkan kalian," sahut Toan Hong Ya sambil tertawa. "Nah, mulai sekarang
kalian harus menunggu kedatangan cie Hiong dengan sabar Dan yang terpenting, ayah dan ibu
kalian sudah ingin sekali menggendong cucu, janganlah kalian mengecewakan kami Ha ha ha..."
Bab 72 Berjodoh pasti ketemu
Lie Man chiu dan Tan Li cu berjalan perlahan di tempat sepi sambil bercakap-cakap. dan sesekali
Tan Li cu menghela nafas panjang.
"Tui Beng Li, kenapa engkau?" tanya Lie Man chiu sambil memandangnya. "Apa yang terganjel
dalam benakmu?"
"Aku sedang berpikir, kapan baru bisa membunuh Liu siauw Kun," sahut Tan Li cu. "Aku selalu
merasa penasaran."
"Tui Beng Li" ujar Lie Man chiu. "Jangan terus memikirkan itu Percayalah engkau pasti dapat
membalas dendammu"
"Tapi..." Tan Li cu menggeleng-gelengkan kepala. "Bagaimana mungkin Liu Siauw Kun akan
muncul lagi?"
"Ha ha ha" Terdengar suara tawa. "Dia tidak muncul, kami yang muncul."
Tan Li cu dan Cie Man chiu mengerutkan kening, karena di hadapan mereka telah berdiri
belasan anggota Bu Tek Pay yang berkepandaian tinggi. Mereka anggota handal dalam partai
tersebut. Maka Bu Lim sam Mo mengutus mereka untuk menangkap Tui Beng Li, Thian Cieng Kiam
Khek dan memiliki Hong Hoang Leng.
"Bagus" sahut Lie Man chiu. " Kalian memang ingin cari mati"
"Ha ha ha Kalianlah yang akan mati hari ini"
"Hm" Dengus Lie Man Chiu dingin sambjl menghunus Thian Cieng Pokiam, sedangkan Tan Li Cu
juga mengeluarkan Loan Kang Pokiam.
"Serang mereka" terdengar suara seruan, dan seketika tampak belasan senjata mengarah ke
Tan Li cu dan Cie Man chiu.
Terjadilah pertarungan yang sangat seru. Di saat bersamaan, tampak tiga sosok bayangan
berkelebat ke tempat itu, yang tidak lain Tio Tay seng, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa.
"Eeeh?" Tio Tay seng terbelalak ketika melihat pedang yang di tangan Lie Man chiu.
"Itu pedang pusaka Thian Cieng Pokiam. Dia pasti murid Tayli Lo Ceng."
"Wanita itu adalah Tui Beng Li, murid nenek." ujar Tio Hong Hoa.
"Hoa ji" Tio Tay seng tersenyum. "Pemuda itu tampan sekali, bahkan berkepandaian tinggi.
Bagaimana" Engkau tertarik kepadanya?"
"Ayah..." Tio Hong Hoa cemberut. Gadis itu memang tertarik kepada Lie Man chiu.
"Hoa ji" ujar Tio Tay seng. "Cepat bantu dia Gunakan Hong Hoang Pokiam"
"Ya, Ayah." Tio Hong Hoa mengangguk sambil menghunus pedang pusakanya, lalu melesat ke
sisi Lie Man chiu. "Murid Tayli Lo Ceng, aku akan membantumu"
"Nona..." Lie Man chiu terbelalak ketika melihat pedang yang di tangan gadis itu. "Hong Hoang
Pokiam" "Ya." Tio Hong Hoa mengangguk malu-malu.
"Aku adalah Thian Cieng Kiam Khek, pemilik Thian Cieng Pokiam." Cie Man chiu cepat-cepat
memperkenalkan diri.
Sementara belasan anggota Bu Tek Pay terus berdiri di tempat, mereka tampak terkejut akan
kemunculan Tio Hong Hoa.
"Lo Toa, engkau pergi membantu Tui Beng Li." ujar Tio Tay seng.
"Ya, Tocu," Tio Lo Toa segera melesat ke sisi Tan Li cu. "Tui Beng Li, aku akan membantumu. "
"Terimakasih" ucap Tan Li cu.
"Serang mereka" bentak salah seorang anggota Bu Tek Pay.
Kemudian terjadi lagi pertarungan sengit. Tio Tay seng menyaksikan pertarungan itu dengan
penuh perhatian. Thian Cieng Kiam Hoat dan Hong Hoang Kim Hoat memang merupakan ilmu
pedang yang mempunyai hubungan erat. Kalau Thian Cieng Pokiam menyerang, Hong Hoang
Pokiam pasti melindungi. Betapa gembiranya Tio Tay seng menyaksikan itu, sebab putrinya dan
pemuda itu merupakan pasangan yang serasi.
Tak seberapa lama kemudian, belasan anggota Bu Tek Pay itu terkapar tak bernyawa lagi.
"Terima kasih atas bantuan Nona" ucap Lie Man chiu sambil memberi hormat.
"Sama-sama," sahut Tio Hong Hoa sekaligus balas memberi hormat, lalu mendekati Tan Li Cu
sambil tersenyum. "Engkau pasti Li Cu."
"Kok engkau mengenalku?" tanya Tan Li cu heran.
"Engkau murid It sim sin Ni." Tio Hong Hoa memberitahukan. "Tapi engkau tidak menduga,
kalau gurumu itu nenekku, bukan?"
"oh?" Tan Li cu terbelalak. "Kalau begitu, engkau adalah..."
"Namaku Tio Hong Hoa," sahut gadis itu lalu memperkenalkan. "itu ayahku, dan yang itu
pembantu setia ayahku."
Tan Li cu segera memberi hormat kepada Tio Tay seng dan Tio Lo Toa, begitu pula Lie Man
chiu. "Kok Nona tahu aku murid Tayli Lo Ceng?" tanya Cie Man chiu kemudian.
"Kami telah bertemu guru kalian di Gunung Hong Lay san" Tio Hong Hoa memberitahukan.
"Oooh" Lie Man chiu manggut-manggut.
"Hahaha"TioTay seng tertawa gembira. "Anak muda, engkau bernama Lie Man chiu, kan?"
"Betul, cianpwee." Pemuda itu mengangguk.
"Gurumu memberitahukan, bahwa Thian Cieng Pokiam telah diberikannya kepadamu. Aku pun
telah memberikan Hong Hoang Pokiam kepada putriku," ujar Tio Tay seng dan tertawa lagi. "Thian
Cieng Pokiam dan Hong Hoang Pokiam merupakan..."
"Ayah" potong Tio Hong Hoa dengan wajah memerah.
"Ha ha ha" Tio Tay Seng tertawa terbahak-bahak. "ohya, mari kita tinggalkan tempat ini"
Mereka berlima lalu melesat pergi. Tak lama hari mulai gelap. maka mereka terpaksa singgah di
sebuah rumah petani, dan bermalam di rumah itu.
Tio Hong Hoa dan Lie Man chiu duduk di bawah sebuah pohon, Tan Li cu duduk seorang diri
bersandar pada sebuah batu besar, sedangkan Tio Tay seng dan Tio LoToa duduk di dalam rumah
itu sambil minum. "LoToa, bagaimana menurutmu mengenai pemuda itu?" tanya Tio Tay seng
mendadak. " Kelihatannya dia memang pemuda baik, cocok dan serasi dengan Hoa ji," jawab Tio Lo Toa
sambil tersenyum. "Mereka berdua saling tertarik."
"Lo Toa" Tio Tay seng tertawa. "Kok engkau tahu mereka saling tertarik?"
"Dari sorotan mata mereka sudah bisa ditebak. Mungkin tidak lama lagi mereka akan saling
mencinta" Tio Tay seng manggut-manggut. "Kini legalah hatiku, karena Hoa ji telah bertemu dengan
pemuda yang cocok dengannya."
"Tocu" Tio Lo Toa tersenyum lagi. "saat ini, mungkin mereka berdua sedang mencurahkan
perasaan dan isi hati masing-masing."
"Bagus Bagus Ha ha ha..." Tio Tay seng tertawa gembira. "Itu yang kuharapkan"
Apa yang dikatakan Tio Lo Toa memang tidak salah, Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa sedang
mencurahkan perasaan masing-masing.
"Hong Hoa..." ujar Cie Man chiu dengan suara rendah. "Sungguh tak disangka, kita bertemu di
tempat itu."
"Apakah engkau merasa gembira bertemu denganku?"
"Gembira sekali. Bagaimana engkau?"
"juga gembira sekali."
"Hoang Hoa menurut guruku Thian Cieng Pokiam pasti berpapasan dengan Hong Hoang Pokiam,
jadi kita pun...."
"Berjodoh, kan?"
"Benar" Lie Man chiu mengangguk. "Tapi..."
"Kenapa?" Tio Hong Hoa menatapnya.
"Entah engkau menyukaiku apa tidak" sebab aku anak yatim piatu." ujar Lie Man chiu sambil
menghela nafas panjang.
"Tidak menjadi masalah." Tio Hong Hoa menundukkan kepala. "Kakak Chiu, apakah engkau
suka kepadaku?"
"Ketika melihat kemunculanmu, aku sudah merasa suka kepadamu," jawab Lie Man chiu terus
terang. "Namun apakah engkau juga menyukaiku?"
Tio Hong Hoa mengangguk.
"Adik Hoa..." Tanpa sadar Lie Man chiu menggenggam tangan gadis itu erat-erat.
"Kakak Chiu..." Tio Hong Hoa juga menggenggam tangannya erat-erat. Kini mereka telah
terkena panah asmara. Kemudian Tio Hong Hoa menaruh kepalanya di bahu Lie Man chiu.
"Adik Hoa" bisik Lie Man chiu sambil membelai rambutnya. "Aku gembira sekali."
"Aku pun merasa begitu," sahut Tio Hong Hoa dengan suara rendah, lalu bertanya. "Kakak chiu,
tahukah engkau tentang riwayat hidup Tan Li cu?"
"Tahu." Lie Man chiu mengangguk. "Kasihan dia, nasibnya sungguh malang. Rumah tangganya
hancur karena perbuatan Liu siauw Kun."
"Benar." Tio Hong Hoa menghela nafas panjang. " Gurumu yang membawanya ke gunung Hong
Lay san." "ohya" Cie Man chiu memberitahukan. " Kami pernah bertarung dengan Ang Bin sat sin dan Liu
siauw Kun. sebetulnya Li Cu dapat membunuh Liu siauw Kun, tapi mereka menggunakan asap
beracun." "oh" Lalu bagaimana?"
"Untung segera muncul lelaki berusia empat puluhan menolong kami. Kalau tidak- kami pasti
celaka." "Siapa lelaki itu?"
"Dia tidak mau menyebut namanya, namun di bahunya terdapat seekor monyet bulu putih"
"Dia adikku, namanya Tio Cie Hiong."
"Apa?" Lie Man chiu terbelalak. "Bagaimana mungkin" sebab orang itu berusia empat puluhan."
"Kakak Chiu" Tio Hong Hoa tersenyum. "Dia memakai kedok kulit, maka tampak begitu."
"ooooh" Lie Man chiu manggut-manggut. "Eh" Kenapa engkau bilang dia adikmu" Aku jadi
bingung." "Dia bukan adik kandungku, melainkan anak almarhum pamanku, "jawab Tio Hong Hoa,
kemudian menutur tentang semua itu.
"Jadi Cie Hiong masih belum tahu tentang itu?" tanya Lie Man chiu.
"Dia belum tahu."
"Guruku pernah bilang, kepandaian cie Hiong tinggi sekali. Terus terang, aku tidak begitu
percaya." "Kakak Chiu" Tio Hong Hoa tersenyum. "Engkau harus percaya"
"Kenapa?"
"Maaf Kakak Chiu Bolehkah aku bertanya kepadamu?"
"Tanyalah" Lie Man chiu tersenyum. "Kenapa harus minta maaf" Aku jadi bingung."
"Aku khawatir engkau akan tersinggung oleh pertanyaanku, maka sebelumnya aku minta maaf"
"Adik Hoa, aku bukan pemuda yang cepat tersinggung, percayalah"
"Aku percaya." Tio Hong Hoa tersenyum manis lalu bertanya "Apakah engkau mampu melawan
Kwan Gwa Lak Kui?"
"Kalau satu lawan satu, aku masih bisa bertahan," jawab Lie Man Chiu jujur dan melanjutkan.
"Tapi apabila mereka maju berenam, aku pasti mati."
"Nah, itu."
"Eh" Kenapa?"
"Aku dan Paman Lo Toa pernah bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui." Tio Hong Hoa
memberitahukan. "Kalau lelaki yang punya monyet bulu putih itu tidak muncul menolong kami,
tentu kami berdua sudah mati."
"Oh?" Lie Man chiu terperanjat. "Lelaki itu pasti bertarung mati-matian dengan Kwan Gwa Lak
Kui." "Tidak," sahut Tio Hong Hoa. "Ketika dia muncul, Kwan Gwa Lak Kui langsung menyerangnya . "
"Lalu apa yang terjadi?"
" Lelaki itu cuma mengibaskan lengan bajunya, tapi dapat membuat Kwan Gwa Lak Kui
terdorong mundur beberapa langkah. Kemudian lelaki itu segera menyambar sekaligus membawa
kami pergi. "
"oh?" Lie Man chiu terbelalak. "Begitu tinggi kepandaian lelaki itu?"
"Pada waktu itu, kami sama sekali tidak tahu bahwa lelaki itu Tio Cie Hiong. setelah kami pergi
ke gunung Hong Lay san, kebetulan gurumu juga muncul, barulah kami tahu bahwa lelaki itu Tio
Cie Hiong. Gurumu yang memberitahukan."
" Kalau begitu..." Lie Man Chiu manggut-manggut. "Tio Cie Hiong sungguh berkepandaian tinggi.
Kalau bertemu dia, aku ingin mohon petunjuk."
"Sama." Tio Hong Hoa tersenyum. "Aku juga ingin minta kepadanya mengajarku semacam ilmu
silat." "Oh ya, aku merasa heran. Kenapa dia memakai kedok kulit?"
"Itu agar tidak menyusahkan pihak Kay Pang. Karena dua tahun lalu, pihak Kay pang
menyiarkan berita bahwa Cie Hiong telah mati."
"Oooh" Lie Man chiu mengangguk. "Aku ingat sekarang. Guruku pun pernah memberitahukan
padaku. " "Kakak Chiu, Li cu tampak murung sekali. Dia duduk seorang diri. Mari kita ke sana
menghiburnya "
"Baik"
Mereka berdua mendekati Tan Li cu, lalu duduk di hadapannya, tapi Tan Li cu cuma tersenyum
getir. "Tui Beng Li" Lie Man chiu menghela nafas panjang. " Kejadian itu telah berlalu, jangan terus
dipikirkan"
"Thian Cieng Kiam Khek. aku adalah seorang ibu. Bagaimana perasaan seorang ibu yang telah
kehilangan suami dan anak?" ujar Tan Li cu dengan mata bersimbah air. "Kalau mereka mati secara
wajar, aku masih bisa menerima. Tapi mereka mati terbunuh, termasuk ayahku pula."
"Li Cu" Tio Hong Hoa memegang tangannya. " Kami pasti membantumu membunuh Liu siauw
Kun." "Terimakasih" ucap Tan Li cu. "Tapi lebih baik aku membunuhnya dengan tanganku sendiri"
"ohya, Li Cu" Tio Hong Hoa memberitahukan. "Tentunya engkau tidak tahu, bahwa lelaki yang
menolong kalian itu adalah... Tio Cie Hiong."
"Apa?" Tan Li cu tersentak. "Dia... dia Cie Hiong?"
"Ya."
"Kenapa dia..."
"Dia memakai kedok kulit, maka engkau tidak mengenalinya."
"Pantas..." Tan Li cu manggut-manggut. "Aku merasa kenal kepadanya. Ternyata dia Cie Hiong.
syukurlah Kepandaiannya telah pulih, aku gembira sekali."
"Li Cu" Lie Man chiu menatap iba kepadanya. "Udara di sini dingin sekali, lebih baik engkau
masuk"

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak apa-apa," sahut Tan Li cu. "ohya, kalian berdua merupakan pasangan yang serasi, maka
kalian harus saling mencinta"
"Li Cu..." Wajah Tio Hong Hoa kemerah-merahan. "Kami..."
"Aku tahu, kalian sudah saling mencurahkan perasaan. itu membuktikan bahwa kalian telah
saling mencinta Jangan mengelak itu" ujar Tan Li cu sambil tersenyum, kemudian menghela nafas
panjang. "Aku tidak menyangka kalau nasibku sungguh malang."
Keesokan harinya. Tan Li cu sudah tidak berada di tempat itu. Ternyata ia telah pergi. Tio Tay
seng, Tio Lo Toa, Tio Hong Hoa dan Lie Man chiu terkejut bukan main. Mereka berempat sama
sekali tidak menyangka, kalau Tan Li cu akan pergi. "Aaakh..." Tio Tay seng menghela nafas
panjang. "sungguh kasihan dia"
"Ayah, kenapa dia pergi tanpa pamit?" tanya Tio Hong Hoa.
"Kalau dia berpamit kepada kita, tentu kita akan mencegahnya," sahut Tio Tay seng dan
menambahkan. "Kelihatannya dia tidak mau mengganggu kalian berdua."
"Lho?" Tio Hong Hoa heran. " Kenapa?"
"Kalau dia masih berada di tengah-tengah kalian, tentu akan menimbulkan salah paham. Dia
tidak menghendaki itu, maka pergi tanpa pamit," jawab Tio Tay seng menjelaskan. "Lagi pula dia
juga merasa tiada artinya terus bersama kita."
"Dia..." Tio Hong Hoa menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman Bagaimana kalau aku pergi mencarinya?" tanya Cie Man chiu.
"Percuma." Tio Tay seng tersenyum getir. "Kalaupun engkau berhasil menyusulnya, dia pasti
tidak akan kembali ke sini."
"Tapi..." Lie Man chiu mengerutkan kening. "Dia pergi seorang diri, itu sangat
membahayakannya."
"Aku tahu." Tio Tay seng manggut-manggut. "Kita akan bersama-sama pergi cari dia."
Ketika mereka baru mau berangkat, mendadak melayang turun seseorang. Tampak pula seekor
monyet bulu putih duduk di bahunya. Dia adalah Tio Cie Hiong.
"Haaah Adik Cie Hiong..." seru Tio Hong Hoa terkejut girang.
"Kak" panggil Tio Cie Hiong, kemudian memberi hormat kepada Tio Tay seng dan Tio Lo Toa.
"Paman Paman Lo Toa"
"Nak" Tio Tay seng tertawa gembira. "Engkau sudah tahu tentang hubungan ini?"
"Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk. "Tayli Lo Ceng pergi ke markas pusat Kay Pang
memberitahukan kepadaku."
"oooh" Tio Tay seng manggut-manggut.
"Saudara Tio" Lie Man chiu memberi hormat sambil tersenyum. "Kita bertemu lagi"
"Saudara Lie, aku tidak menyangka kalau, engkau sudah bertemu paman dan kakakku." sahut
Tio Cie Hiong sekaligus balas memberi hormat kepadanya.
"Guruku pergi ke markas pusat Kay Pang?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. kemudian memberitahukan. "Tayli Lo Ceng berpesan, bahwa
kita semua harus pergi ke gunung Hong Lay san, beliau menunggu di sana."
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang" ajak Tio Tay seng.
"Eh?" Tio Cie Hiong menengok ke sana ke mari. "Di mana Li Cu" Kok tidak kelihatan?"
"Dia sudah pergi tanpa pamit." Tio Hong Hoa memberitahukan dengan wajah muram.
"Apa?" Tio Cie Hiong terperanjat. "Itu akan membahayakan dirinya."
"Begini saja sekarang kita pergi ke gunung Hong Lay san dulu, setelah itu, barulah berusaha
mencarinya." ujar Tio Tay seng. "Kita tidak boleh melalaikan pesan Tayli Lo Ceng."
"Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk.
Mereka sudah tiba di Gunung Hong Lay san, dan Tio Cie Hiong langsung bersujud di hadapan It
sim sin Ni. "Nenek..." panggilnya dengan suara agak gemetar saking gembiranya. "
"Cucuku" It sim sin Ni tersenyum lembut sambil membelainya. "Tidak disangka sama sekali,
ternyata engkau cucuku"
"Nenek..." Tio cie Hiong terisak-isak. "Aku tidak sebatang kara lagi, sebab kini aku punya nenek.
paman dan kakak."
"omitohud" Tayli Lo Ceng tertawa gembira. "Isak tangis yang mengharukan, sekaligus
menggembirakan pula . "
"Tapi...," ujar Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tan Li cu tidak bersama paman, dia... entah ke
mana?" "Kasihan dia" It sim sin Ni menghela nafas panjang. "ohya, cucuku Bukalah kedok kulitmu, agar
pamanmu dan lainnya dapat menyaksikan wajah aslimu"
"Ya, Nek." Tio Cie Hiong mengangguk. lalu membuka kedok kulitnya.
"Haah...?" Tio Hong Hoa berseru tak tertahan. "Adik Cie Hiong, engkau sungguh tampan"
"Ha ha ha" Tio Tay seng tertawa gembira. "Aku tidak menyangka, keponakanku begitu tampan."
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Dia memang tampan dan bagus hatinya."
"Saudara Tio" Lie Man chiu menatapnya kagum. "Engkau sangat tampan dan masih muda,
namun kepandaianmu begitu tinggi."
"Saudara Lie, kepandaianku biasa-biasa saja," sahut Tio Cie Hiong merendah.
"Engkau terlampau merendah." Lie Man chiu tersenyum. "ohya, aku..."
"Adik Cie Hiong, dia ingin mohon petunjuk kepadamu" sela Tio Hong Hoa memberitahukan.
"Itu..." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum lagi. "Cie Hiong, berilah dia petunjuk Kalau tidak, dia pasti
penasaran. "
"Lo Ceng..." Tio Cie Hiong ragu-ragu.
"Cucuku" It sim sin Ni menatapnya lembut. "Jangan ragu, berilah petunjuk kepada Man Chiu"
"Ya, Nek." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Ha ha ha" Tio Tay seng tertawa gelak. "Kalau begitu, mari kita ke halaman depan"
Mereka semua segera menuju halaman depan. setelah itu Tio Cie Hiong berkata kepada Cie Man
chiu. "Saudara Lie, tunjukkanlah ilmu pedangmu"
"Baik." Lie Man chiu mengangguk sambil menghunus pedang pusaka Thian Cieng Pokiam,
kemudian mulailah mempertunjukkan ilmu pedang Thian Cieng Kiam Hoat yang sangat hebat dan
lihay itu. Tio Cie Hiong terus memperhatikan sambil manggut-manggut, kelihatannya sangat kagum akan
kehebatan ilmu pedang tersebut. Berselang beberapa saat, barulah Lie Man chiu berhenti.
"Bagaimana ilmu pedangku itu, saudara Tio?" tanyanya.
"Sungguh hebat dan lihay," sahut Tio Cie Hiong, lalu memandang Tio Hong Hoa seraya berkata.
"Kak. tunjukkanlah ilmu pedangmu"
Tio Hong Hoa tersenyum, kemudian mempertunjukkan ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat.
Bukan main indah dan hebatnya ilmu pedang tersebut. Tio Cie Hiong terus memperhatikan sambil
manggut-manggut. sementara Tay-li Lo Ceng, it sim sin Ni dan Tio Tay seng juga memperhatikan
gerak-gerik Tio Cie Hiong. Mereka ingin tahu, bagaimana cara Tio Cie Hiong memberi petunjuk
kepada Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa. Berselang beberapa saat, Tio Hong Hoa berhenti.
"Bagaimana ilmu pedangku, adik Cie Hiong?" tanyanya sambil tersenyum. ilmu pedang itu
sungguh indah, hebat dan lihay," sahut Tio Cie Hiong sambil berjalan ke tengah-tengah halaman,
lalu duduk bersila di situ dengan mata terpejamkan.
Tayli Lo Ceng, it sim sin Ni dan Tio Tay seng saling memandang dengan penuh rasa heran,
mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan Tio Cie Hiong.
Sementara Tio Cie Hiong setelah duduk bersila, kemudian ia mengangkat tangan kanannya
sekaligus digerak-gerakkan, menyusul tangan kirinya pun terangkat dan mulai bergerak.
Berselang sesaat, Tio Cie Hiong membuka matanya dan bangkit berdiri sambil tersenyum, la
mendekati Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa untuk meminjam pedang pusaka mereka. setelah itu, ia
kembali ke tengah-tengah halaman lagi.
Tangan kanannya memegang pedang pusaka Thian Cieng Pokiam, dan tangan kirinya
memegang pedang pusaka Hong Hoang Pokiam. Mendadak ia menggerakan Thian Cieng Pokiam,
mulai memainkan Thian Cieng Kiam Hoat. Di saat bersamaan. Hong Hoang Pokiam yang di tangan
kirinya juga mulai bergerak. Itulah Hong Hoang Kiam Hoat.
"Omitohud" ucap Tayli Lo Ceng dengan mata terbelalak. "Bukan main Dia mampu memainkan
dua macam ilmu pedang sekaligus"
"Lo Ceng" it sim sin Ni menghela nafas panjang. "Sungguh di luar dugaan"
"Cie Hiong...," gumam Tio Tay seng. "Dia sungguh luar biasa Kalau kedua orang tuanya masih
hidup, pasti girang sekali"
"Omitohud" Tayli Lo Ceng menarik nafas dalam-dalam. " Kalau Cie Hiong berhati jahat, entah
apa jadinya rimba persilatan"
"Lo Ceng" it sim sin Ni tersenyum. "Engkau mampu memainkan kedua macam ilmu pedang itu
sekaligus?"
"Tidak." Tayli Lo Ceng menggelengkan kepala. "cie Hiong memang pendekar sakti di kolong
langit." Bagaimana Tio Lo Toa, Tio Hong Hoa dan Lie Man chiu menyaksikan itu" Mereka terbelalak
dengan mulut ternganga lebar. Lie Man chiu menghela nafas panjang seraya berkata.
"Adik Hoa, adikmu itu sungguh luar biasa. Aku kagum sekali padanya."
"Akupun tidak menyangka kalau dia begitu hebat." Tio Hong Hoa menggeleng-gelengkan kepala.
"Hanya sekali pandang, dia sudah menghafal semua jurus-jurus ilmu pedang kita."
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti dan memandang Lie Man
chiu seraya berkata.
"Ilmu pedang Thian Cieng Kiam Hoat harus bersatu dengan ilmu pedang Hong Hoang Kiam
Hoat. sebab kedua macam ilmu pedang itu punya hubungan erat, maka boleh disebut Cieng Hong
Hap It Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Phoenix Bersatu Padu). oleh karena itu, kalian berdua pun
harus bersatu hati"
"Eh" Adik,.." Wajah Tio Hong Hoa ke merah-merahan.
"Kak. aku berkata sesungguhnya, bukan menggoda kalian," ujar Tio Cie Hiong sungguhsungguh.
"Nah, kalian perhatikan baik-baik. aku akan memberi petunjuk pada kalian"
Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa segera memusatkan perhatian, sedangkan Tio Cie Hiong mulai
memainkan kedua macam ilmu pedang itu. Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong
berhenti. "Bagaimana" Apakah kalian sudah mengerti?" tanyanya.
"Belum," sahut mereka berdua serentak.
"Kalau begitu, akan kuulangi lagi," ujar Tio Cie Hiong lalu mengulanginya lagi.
Cie Man chiu dan Tio Hong Hoa terus memperhatikan, sedangkan Tayli Lo Ceng, it Sim sin Ni
dan Tio Tay seng manggut-manggut kagum.
"Aku tidak menyangka," ujar it sim sin Ni. "cucuku bisa merangkapkan kedua macam ilmu
pedang itu."
"ibu, aku merasa heran." Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa Cie Hiong begitu
luar biasa dan istimewa?"
"omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Itu merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa. omitohud"
Tio cie Hiong sudah berhenti, lalu bertanya lagi kepada Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa.
"Kalian sudah mengerti?"
"Ya." Mereka berdua mengangguk.
"Kalau begitu..." Tio cie Hiong melangkah ke pinggir. "Cobalah kalian berlatih bersama"
Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa mengangguk. kemudian mereka berdua menuju ke tengahtengah
halaman, dan mulai berlatih bersama.
Tio Cie Hiong memperhatikannya dengan seksama. Apabila mereka melakukan kesalahan, ia
segera memberi petunjuk.
"Bagaimana, saudara Tio?" tanya Cie Man Chiu seusai berlatih bersama Tio Hong Hoa,
"Sudah lumayan," sahut Tio Cie Hiong. "Kalian berdua masih harus terus berlatih."
"Ya." Cie Man Chiu mengangguk, "saudara Tio, terima kasih"
"Sama-sama." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Adik Cie Hiong" tanya Tio Hong Hoa mendadak. "setetah kami menguasai Cieng Hong Hap It
Kiam Hoat, bisakah kami mengalahkan Kwan Gwa Lak Kui?"
"Kalau kalian berdua melawan satu, sudah pasti menang," jawab Tio Cie Hiong sungguhsungguh.
"Dua lawan dua akan seimbang, dua lawan tiga hanya bisa bertahan, dua lawan empat
jelas kalah."
"Kalau begitu..." Tio Hong Hoa tampak kecewa.
"Kakak" Tio cie Hiong tersenyum. "Kalian kalah dalam hal lweekang, maka kalau boleh kalian
harus tukar-menukar ilmu lweekang."
"Lho" Kenapa?" Tio Hong Hoa tercengang.
"Seharusnya Kiu Yang sin Kang dimiliki kaum lelaki, sedangkan Hud Bun Pan Yok sin Kang
dimiliki kaum wanita."
"Benar." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Karena itu, mulai hari ini kalian berdua harus saling
mengajar ilmu lweekang itu"
"Ya, Guru."
"Ayah..." Tio Hong Hoa memandang Tio Tay seng.
"Ayah mengijinkan," sahut Tio Tay seng sambil tersenyum, kemudian memandang Tayli Lo
Ceng. "Lo Ceng, mungkin sudah saatnya..."
"omitohud" Tayli Lo Ceng manggut-manggut, lalu memandang It sim sin Ni seraya berkata,
"Bagaimana menurut, sin Ni?"
" Kalau mereka berdua saling mencinta, apa salahnya kita menjodohkan mereka," ujar it sim sin
Ni sambil tersenyum.
" omitohud" Tayli Lo Ceng tertawa terbahak-bahak. "Muridku, kemarilah" serunya.
"Ya, Guru." Cie Man chiu segera mendekati Tayli Lo Ceng.
"Guru ingin bertanya, engkau harus jawab sejujurnya" ujar Tayli Lo Ceng serius.
"Ya, Guru." Cie Man chiu mengangguk.
"Muridku, apakah engkau mencintai Tio Hong Hoa?" tanya Tayli Lo Ceng sambil menatapnya.
"Guru, aku memang mencintai Adik Hoa." "Dengan sungguh-sungguh dan segenap hati?"
"Betul, Guru."
"Bagus Bagus Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa gembira dan berkata kepada Tio Tay seng. "Tio
Tocu, kini giliranmu bertanya kepada putrimu."
"Baik." Tio Tay seng mengangguk sambil berseru. "Hoa ji"
"Ya, Ayah." Tio Hong Hoa mendekati Tio Tay seng dengan wajah kemerah-merahan, karena
tanya jawab Tayli Lo Ceng dengan Cie Man chiu telah didengarnya.
"Hoa ji" Tio Tay seng menatapnya. "Betulkah engkau mencintai Lie Man chiu dengan sungguhsungguh
dan segenap hati?"
"Betul, Ayah." Tio Hong Hoa mengangguk malu-malu.
"Bagus Bagus" Tio Tay seng tertawa gembira. "Berhubung kalian telah saling mencinta, maka
ayah, Tayli Lo Ceng dan nenekmu akan menjodohkan kalian."
"Terimakasih Ayah, Nenek" ucap Tio Hong Hoa.
"Terimakasih Guru" ucap Lie Man chiu.
"omitohud Kalian memang telah kamijodohkan, namun masih harus menunggu." Tayli Lo Ceng
memberitahukan. "Maka kalian berdua harus sabar."
"Ya, Guru." Lie Man Chiu mengangguk. Pe-muda itu tahu apa yang dimaksudkan gurunya.
"Murid mengerti."
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum.
"Selamat selamat" ucap Tio Cie Hiong menghampiri Tio Hong Hoa. "Kak. aku memberi selamat
padamu" "Terima kasih, Adik Cie Hiong" Tio Hong Hoa tersenyum.
"Saudara Lie" Tio Cie Hiong menghampiri pemuda itu. "Aku memberi selamat pada mu"
"Terima kasih, saudara Tio" ucap Lie Man Chiu. "Terimakasih..."
"Nenek, Paman Kini urusan di sini telah beres, aku harus segera pergi cari Tan Li cu, kemudian
ke markas pusat Kay Pang, setelah itu aku akan ke mari lagi." ujar Tio cie Hiong.
"Kalau bertemu dia, suruh dia pulang" pesan It sim sin Ni.
"Ya, Nek." Tio cie Hiong mengangguk.
"cie Hiong" sela Tio Tay seng. "Lebih baik engkau berangkat esok pagi saja."
"Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk lagi.
Keesokan harinya, setelah berpamit barulah Tio Cie Hiong berangkat pergi mencari Tan Licu.
Bab 73 Kou Hun Bi jin (Wanita Cantik Pembetot sukma)
Sementara itu, Bu Lim sam Mo tampak marah sekali, karena mereka telah menerima laporan
tentang terbunuhnya belasan anggota Bu Tek Pay yang mereka utus itu. Bahkan saking marahnya
Tang Hai Lo Mo memukul meja. "Aku harus bunuh mereka" geramnya dengan wajah merah padam.
"Tenang" ujar Thian Mo. "Belum waktunya kita turun tangan. Kalau sudah waktunya, barulah
kita turun tangan membunuh mereka."
"Kita masih harus bersabar," sambung Te Mo. "Kita sudah mulai mencurigai pihak Kay Pang,
oleh karena itu..."
"Alangkah baiknya kita mengutus seseorang untuk menyamar sebagai anggota Kay Pang," ujar
Thian Mo. "Apabila terbukti Kay Pang punya hubungan dengan Tui Beng Li, Thian Cieng Kiam Khek
dan pemilik Hong Hoang Leng, kita harus membasmi mereka semua."
"Betul." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Aku akan mengutus seseorang menyamar sebagai
anggota Kay Pang untuk membaurkan diri di sana. Ha ha ha"
"Ide yang bagus" Kwan Gwa siang Koay tertawa. "Apabila benar Kay Pang punya hu-bungan
dengan mereka, kami pasti pergi membantai mereka"
"Lalu bagaimana dengan lelaki yang membawa monyet itu?" tanya Tiau Am Kui mendadak.
"Kalau perlu, kami bertiga akan turun tangan membunuhnya," sahut Tang Hai Lo Mo. "Aku ingin
tahu, berapa tinggi kepandaiannya."
"Hi hi hi" Mendadak terdengar suara tawa cekikikan yang sangat nyaring sekali, dan tak lama
berkelebat sosok bayangan ramping di tengah-tengah ruang itu.
"Haaah...?" Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui terkejut bukan main. Air muka mereka pun
berubah. "Kou Hun Bijin"
"Apa?"Bu Lim sam Mo juga terkejut. " Wanita itu adalah Kou Hun Bijin?"
"Ya." Kwan Gwa siang Koay mengangguk.
Wanita yang berkelebat ke dalam itu ternyata Kou Hun Bijin (Wanita Cantik Pembetot sukma).
Wanita itu memang cantik sekali, kelihatannya berusia empat puluhan. Akan tetapi, sesungguhnya
Kou Hun Bijin sudah berusia seratus lebih. Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui kenal wanita itu,
karena guru-guru mereka pernah tergila-gila padanya.
"Hei siang Koay dan Lak Kui Pantas kalian tidak berada di Kwan Gwa, tidak tahunya kalian hidup
senang di sini"
"Selamat datang, Bijin" ucap Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui serentak.
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan sambil menatap Bu Lim sam Mo. "Kenapa kalian tidak
mempersilahkan aku duduk" Tidak senang aku ke mari?"
Bu Lim sam Mo diam karena terpukau oleh kecantikan Kou Hun Bijin. Ketika wanita itu tertawa
cekikikan, pikiran mereka menjadi kacau balau.
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan lagi. "Kenapa kalian bertiga diam saja?"
"Bijin, silakan duduk" ujar Bu Lim sam Mo serentak sambil menarik nafas dalam-dalam.
"Terima kasih" ucap Kou Hun Bijin lalu duduk.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sementara Liu siauw Kun terus memandangnya dengan mata tak berkedip. Kou Hun Bijin
mengetahuinya, maka ia pun sengaja mengerling ke arahnya. "Anak muda Kenapa engkau terus
memandangku seperti macan melihat anak domba" Hi hi hi Engkau tertarik padaku ya?"
"Bijin..." Liu Siauw Kun memang sangat tertarik kepadanya. "Aku..."
"Pemuda ganteng, engkau murid siapa sih?" tanya Kou Hun Bijin dengan suara mengalun
merdu. "Guruku adalah Ang Bin sat sin dan Bu Lim Sam Mo." Liu Siauw Kun memberitahukan.
"oooh" Kou Hun Bijin tersenyum. "Ternyata engkau murid kesayangan mereka"
"Bijin" ucap Tang Hai LoMo. "Maafkanlah murid kami yang tak tahu apa-apa itu"
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa merdu. "Siapa bilang dia tidak tahu apa-apa" Menurutku, dia
sudah berpengalaman lho"
"Bijin, maafkanlah dia" Tang Hai LoMo menghela nafas panjang. "Siauw Kun, cepatlah engkau
minta maaf kepada Bijin"
"Ya, Guru," sahut Liu Siauw Kun, kemudian tersenyum-senyum agar Kou Hun Bijin tertarik
kepadanya. "Bijin, aku minta maaf"
"Kuterima maafmu, sayang," sahut Kou Hun Bijin sambil mengedipkan matanya. Kedipan mata
itu nyaris membuat Liu Siauw Kun pingsan seketika, karena begitu memukau.
"Bijin, angin apa yang membawamu ke mari?" tanya Siluman Kurus.
"Tentunya angin sorga." Kou Hun Bijin tersenyum. "Aku dengar kalian sudah hidup senang di
sini, maka aku buru-buru ke mari lantaran ingin hidup senang pula."
"Bijin" ujar Liu Siauw Kun mendadak. "Di sini memang merupakan sorga..."
"Siauw Kun" bentak Tang Hai Lo Mo. Jangan kurang ajar"
"Eeeh Tang Hai Lo Mo, jangan begitu galak terhadapnya" ujar Kou Hun Bijin sambil mengerling
ke arah Liu siauw Kun. "Dia tidak kurang ajar, bahkan sangat menyenangkanku."
"Terima kasih, Bijin" ucap Liu siauw Kun dengan hati berbunga-bunga. Pemuda hidung belang
itu mengira Kou Hun Bijin sungguh-sungguh tertarik kepadanya.
"Bijin" ujar Kwan Gwa siang Koay. " Kedatanganmu merupakan kehormatan bagi kami, jadi kami
pun harus memberitahukan..."
"Aku sudah tahu," potong Kou Hun Bijin. "Kalian berdua dan Lak Kui adalah Tetua Bu Tek Pay,
kan?" "Betul, Bijin." Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui mengangguk. "Bu Lim sam Mo adalah ketua."
"oh, sungguh menarik, sungguh menarik" Kou Hun Bijin tertawa. "Pantas kalian betah di sini"
"Bijin Maukah engkau bergabung dengan kami?" tanya siluman Kurus mendadak sambil
tersenyum. "Boleh juga," sahut Kou Hun Bijin dan bertanya. "Tapi apa kedudukanku di sini?"
"Pokoknya yang tertinggi," sahut Bu Lim sam Mo girang, sebab apabila Kou Hun Bijin mau
bergabung, tentunya Bu Tek Pay bertambah kuat.
"Jadi para anggota Bu Tek Pay dan termasuk kalian harus tunduk kepadaku?" tanya Kou Hun
Bijin sambil tertawa cekikikan.
"Tentu Tentu" Bu Lim sam Mo mengangguk.
"Kalau begitu..." Kou Hun Bijin berpikir sejenak. kemudian mengangguk. "Baiklah"
"Terimakasih, Bijin" ucap Tang Hai Lo Mo. "Lalu selanjutnya kami harus memanggil apa kepada
Bijin?" "Tetap panggil aku Bijin saja," sahut Kou Hun Bijin sambil tersenyum manis lalu bertanya.
"Tang Hai LoMo, bagaimana keadaan paman gurumu?"
"Bijin kenal paman guruku?" Tang Hai Lo Mo tersentak.
"Betul." Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Dia tidak pernah menceritakan kepadamu tentang
diriku?" "Pernah berpesan..."
"Dia pesan apa?"
"Paman guruku berpesan, apabila bertemu Bijin harus menghormatinya."
"Hi hiHi" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Thian Gwa sin Mo paman gurumu itu memang
romantis, pernah memijiti aku sampai tiga hari tiga malam."
"oh?" Tang Hai Lo Mo menundukkan kepala.
"Hi hi Jangan merasa malu" Kou Hun Bijin tertawa lagi. "Guru siang Koay dan guru Lak Kui pun
pernah mengipas aku tiga hari tiga malam. Aku cuma bilang udara sangat panas, mereka berdua
langsung mengipas iku."
"Benar, Bijin." Kwan Gwa siang Koay mengangguk. "Guru kami pernah memberitahukan, bahkan
juga berpesan kepada kami," sambung Kwan Gwa Lak Kui.
"Bagus Bagus" Kou Hun Bijin tertawa gembira. "Ternyata mereka masih begitu baik kepadaku
ohya, Tang Hai Lo Mo Bagaimana kabarnya paman gurumu?"
"Sudah meninggal."
Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala. "sungguh kasihan Guru siang Koay dan Lak Kui
juga sudah meninggal, kini aku sungguh merana"
"Aku bersedia menemani Bijin," ujar Liu siauw Kun mendadak.
"Anak muda Engkau boleh menjadi cucuku lho" Kou Hun Bijin memberitahukan sambil tertawa,
kemudian menambahkan. "Lumayan juga kalau engkau bersedia menemaniku"
"Terimakasih, Bijin" Liu siauw Kun girang bukang main.
Bu Lim sam Mo, Ang Bin sat sin dan Kwan Gwa siang Koay Lak Kui hanya menggelenggelengkan
kemala. "Eeeeh?" Mendadak Kou Hun Bijin mengerutkan kening. "Bagaimana nih?"
"Ada apa, Bijin?" tanya Tang Hai Lo Mo heran.
"Sudah sekian lama aku duduk di sini, tapi kenapa tidak disajikan makanan dan disugguhkan
minuman?" Kou Hun Bijin melotot.
"Maaf, maaf" ucap Tang Hai Lo Mo. "Kami belum tahu, Bijin suka makanan dan minuman apa?"
"Pokoknya makanan yang lezat dan arak istimewa," sahut Kou Hun Bijin. "ohya Di sini tidak ada
pemain musik dan penari?"
"Ada, ada," sahut Bu Lim sam Mo cepat. Kemudian Tang Hai Lo Mo berseru. "Sajikan makanan
yang lezat dan suguhkan arak istimewa setelah itu, suruh para pemain musik dan para penari ke
mari" "Ya." sahut beberapa anggota Bu Tek Pay lalu menyajikan makanan lezat dan arak istimewa.
"Mari kita makan" ujar Tang Hai Lo Mo.
"Hi hi hi" Kou Hun Bijin tertawa nyaring dan mulai makan.
Seusai makan, mereka bersulang sambil tertawa gembira. setelah itu terdengarlah alunan musik,
kemudian para penari mulai menari lemah gemulai.
Kou Hun Bijin bertambah cantik sesudah minum. Wajahnya tampak bersemu merah. Arak yang
diminumnya sangat keras. Kou Hun Bijin menghabiskan beberapa cangkir, sehingga membuatnya
setengah mabuk.
"Hi hi H i" suara tawanya sungguh menggetarkan kalbu dan membetot sukma, membuat Liu
siauw Kun terus memandangnya dengan mesra. "Aku... aku juga ingin menari."
Kou Hun Bijin melangkah gemulai ke tengah-tengah ruangan, membaurkan diri dengan para
penari, lalu mulai menari sambil tersenyum-senyum. Bukan main indah dan gemulai tariannya. Bu
Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun menonton dengan
mulut ternganga lebar.
"Pantas..." gumam Tang Hai Lo Mo. "Paman guruku begitu tergila-gila kepadanya"
"Begitu pula guru kami," sambung Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui. "Murid kita itu..." Thian
Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Kelihatannya dia sudah mabuk kepayang."
"Biarkan saja." Te Mo tertawa. "Kalau siauw Kun bisa menyenangkan Kou Hun Bijin, berarti
menguntungkan kita."
"Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. Tapi...," Mendadak Thian Mo mengeluh. "Aku mulai
tidak tahan."
"Sama," sahut Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui. "Rasanya ingin mendekatinya."
"ohya, siang Koay" bisik Tang Hai Lo Mo. "Kalian berdua sangat kuat, kenapa..."
"Tang Hai LoMo, hati-hati bicara Kou Hun Bijin tidak pernah berbuat yang bukan-bukan.
Melainkan guru kami dan paman gurumu yang tergila-gila kepadanya. Dia dipuja bagaikan bidadari
dari kahyangan. Kami... kami tidak berani berlaku kurang ajar terhadapnya, lagi pula
kepandaiannya tinggi sekali."
"oooh" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut dan menambahkan. "Kalau dia terus menari. kita
bakal celaka..."
"Yang celaka duluan muridmu," sela siluman Kurus. "Lihatlah Murid mu sudah melangkah
mendekatinya "
"Mungkin dia ingin ikut menari." sahut Tang Hai Lo Mo sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Memang benar apa yang dikatakan Tang Hai Lo Mo, Liu siauw Kun ingin menari bersama Kou
Hun Bijin. "Bijin, bolehkah aku menari bersamamu?" tanya Liu siauw Kun lembut sambit tersenyum
menawan. "Tentu boleh." Kou Hun Bijin tersenyum manis. "Ayolah, kita menari bersama"
"Terima kasih" ucap Liu siauw Kun lalu mulai menari bersama Kou Hun Bijin. Penari-penari lain
segera mundur jadi penonton, sedangkan musik terus mengarun.
"Wuah, bukan main" ujar Tang Hai Lo Mo sambil menghela nafas. "Mereka berdua kelihatan
seperti sepasang kekasih."
"Aku tidak menyangka..." Kwan Gwa Siang Koay menggeleng-gelengkan kepala. "Siauw Kun
begitu pandai menari."
"ohya" bisik Thian Mo. "Bagaimana kalau kita minta bantuan Kou Hun Bijin untuk melenyapkan
lelaki yang membawa monyet itu?"
"Ngmm" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut.
"Bagus," katanya. "Kami yakin Kou Hun Bijin dapat membunuh lelaki itu," ujar Kwan Gwa siang
Koay. "Tapi ingat, kita harus bicara baik-baik dengan dia, jangan bernada memaksanya, sebab kalau
memaksanya, kita pula yang akan celaka" Tiau Am Kui mengingatkan.
Bu Lim sam Mo dan Kwan Gwa siang Koay manggut-manggut. sementara Liu siauw Kun terus
menari bersama Kou Hun Bijin dengan wajah ceria, tampaknya gembira sekali. "Anak muda,
engkau pandai sekali menari," puji Kou Hun Bijin.
"Bijin, aku bersedia terus menemanimu menari "sahut Liu siauw Kun sambil merangkulnya .
"oh, ya?" Kou Hun Bijin tersenyum mesra. "Sungguh senang hatiku"
"Aku pasti menyenangkanmu dalam hal apa pun," bisik Liu siauw Kun. "Pokoknya memuaskan."
"oh?" Ucapan tersebut membuat Kou Hun Bijin gusar, tapi tetap tersenyum dan menari. "Terima
kasih" Berselang beberapa saat, barulah mereka berhenti menari. Musik pun berhenti mengalun,
kemudian kembali ke tempat duduk masing-masing.
"Bu Lim sam Mo" ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa. "Murid kalian sungguh menyenangkan"
"Oh, ya?" Bu Lim sam Mo tertawa gembira. "Bijin, mari kita bersulang lagi"
"Mari" sahut Kou Hun Bijin sambil mengangkat minumannya.
Mereka semua bersulang sambil tertawa-tawa, kemudian Tang Hai Lo Mo memandangnya
seraya menghela nafas panjang.
"Eh" Tang Hai Lo Mo" Kou Hun Bijin tercengang. "Kenapa mendadak engkau menghela nafas?"
"Bijin" Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Sebetulnya kami sedang menghadapi
seorang musuh tangguh."
"Kalian sedang menghadapi seorang musuh tangguh?" Kou Hun Bijin terbelalak. "Siapa orang
itu?" "Kami tidak kenal dia, namun dibahunya terdapat seekor monyet berbulu putih." Tang Hai Lo Mo
memberitahukan.
"Eh" Kalian bergurau ya?" Kou Hun Bijin tampak tidak senang. "Kalian bilang tidak kenal orang
itu, tapi kenapa bisa bermusuhan?"
"Dia selalu menentang Bu Tek Pay, bahkan..." Tang Hai Lo Mo memandang Kwan Gwa Lak Kui.
"Bijin, kami berenam pernah menyerang orang itu." TiauAm Kui memberitahukan. "Ketika kami
berada di markas cabang."
"oh" Bagaimana hasilnya setelah kalian menyerangnya?" tanya Kou Hun Bijin sambil menatap
Tiau Am Kui. "Dia cuma mengibaskan lengan bajunya, tapi membuat kami berenam termundur-mundur
beberapa langkah." Tiau Am Kui memberitahukan dengan kepala tertunduk.
"Apa?" mata Kou Hun Bijin terbeliak. "Dia begitu lihay?"
"Ya." Tiau Am Kui mengangguk.
"Kenapa kalian menyerangnya?" tanya Kou Hun Bijin sambil mengerutkan kening. " Kalian
bermusuhan dengan orang itu?"
"Pada waktu itu..." Tiau Am Kui menjelaskan." "Kami sedang bertarung dengan musuh-musuh
Bu Tek Pay, mendadak muncul orang itu setelah membuat kami termundur-mundur, dia pun segera
membawa pergi musuh-musuh Bu Tek Pay itu."
"oooh" Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Bagus Bagus sudah lama aku tidak bertemu orang
berkepandaian tinggi, aku ingin bertanding dengan dia. ohya, dia berada di mana?"
"Kami tidak tahu," sahut Kwan Gwa Lak Kui.
"Kalau begitu, aku akan mencarinya," ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa. "Aku akan membuatnya
berlutut di hadapanku."
"Bijin" ujar Tiau Am Kui. "orang itu berusia empat puluhan, di bahunya terdapat seekor monyet
bulu putih."
Bagian 42 "Aku sudah ingat itu."
"Kapan Bijin akan pergi mencari orang itu?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Besok pagi," sahut Kou Hun Bijin. "ohya, di sini terdapat taman bunga" Aku paling suka duduk
di taman bunga."
"Ada," sahut Te Mo. "Di halaman belakang terdapat sebuah taman bunga yang sangat indah."
"Bagus" Kou Hun Bijin tertawa gembira. "Sekarang aku ingin duduk beristirahat di sana."
Kou Hun Bijin bangkit berdiri. Liu Siauw Kun pun segera berdiri pula seraya berkata. "Biar aku
yang mengantar Bijin ke sana."
"Baik." Kou Hun Bijin mengangguk.
"Mari ikut aku ke dalam" ajak Liu Siauw Kun sambil tersenyum.
Kou Hun BUin manggut-manggut lalu mengikuti Liu Siauw Kun ke dalam menuju halaman
belakang. "Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Kita berhasil memperalat Kou Hun Bijin untuk
menghadapi orang itu, aku yakin Kou Hun Bijin dapat membunuhnya."
"Benar." Thian Mo tertawa gembira.
"Bu Lim Sam Mo" tegur Kwan Gwa Siang Koay. "Tidak baik mengatakan begitu, sebab Kou Hun
Bijin teman baik guru kami."
"Maaf" ucap Tang Hai Lo Mo sambil tertawa. "Aku telah salah omong, karena saking
gembiranya."
"ohya" ujar Tiau Am Kui. " Kalian harus memperingatkan Liu siauw Kun, agar dia tidak berlaku
kurang ajar terhadap Kou Hun Bijin. sebab Kou Hun Bijin tingkatan tua."
"Tiau Am Kui " Tang Hai Lo Mo tersenyum. "Itu urusan mereka, kita tidak bisa campur."
"Benar," sela Ang Bin sat sin. " Kalian pun telah menyaksikannya, betapa gembiranya Kou Hun
Bijin menari bersama Liu siauw Kun."
"Memang." Tiau Am Kui mengangguk. "Tapi usia Kou Hun Bijin sudah di atas seratus lho"
"Kalau mereka saling menyukai, biarkan saja" sahut Ang Bin sat sin sambil tertawa. "Aku yakin
Kou Hun Bijin sangat tertarik pada siauw Kun."
Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui saling memandang, kemudian mereka menggelenggelengkan
kepala. Benarkah Kou Hun Bijin sangat tertarik kepada Lui siauw Kun" sesungguhnya tidak, sebaliknya
malah merasa sebal. sebab Kou Hun Bijin paling membenci kaum lelaki hidung belang, karena itu,
ia ingin menggodanya. Kou Hun Bijin bukan wanita jahat, namun ia memiliki daya tarik luar biasa,
sehingga kaum lelaki yang melihatnya, pasti tergila-gila kepadanya. Begitu pula Liu siauw Kun.
Ketika melihat Kou Hun Bijin, dia sudah tertarik, dan setelah menari bersama, mulai tergila-gila
kepadanya. Perlu diketahui, Liu siauw Kun memang pemuda pengganggu kaum wanita.
Sementara Kou Hun Bijin sudah duduk sambil menikmati keindahan bunga-bunga yang
beraneka warna, sedangkan Liu siauw Kun yang berdiri di sisinya terus memandangnya dengan
mata berbinar-binar.
"Bijin, bolehkah aku duduk di sisimu?" tanya Liu siauw Kun lembut sambil tersenyum manis.
"Tentu boleh," sahut Kou Hun Bijin sambil tertawa merdu. "Duduklah"
"Terimakasih" Liu siauw Kun segera duduk dengan wajah berseri-seri.
"ohya, kenapa engkau mau menemaniku duduk di sini?" tanya Kou Hun Bijin mendadak.
"Terus terang..." Liu siauw Kun menjulurkan tangannya memegang lengan Kou Hun Bijin. "Sejak
melihatmu, aku..."
"Jatuh hati padaku?"
"Betul."
"Tapi engkau harus tahu," ujar Kou Hun Bijin memberitahukan. "Usiaku sudah seratus lebih lho"
"Aku tahu." Liu siauw Kun tersenyum. "Namun wajahmu sungguh cantik, aku..."
"Wuah" Kou Hun Bijin tertawa. "Engkau memang romantis sekali."
"Selain romantis, aku pun dapat menyenangkan kaum wanita."
"Oh"Jadi engkau sering menyenangkan kaum wanita?"
"Ya." Liu siauw Kun mengangguk dengan bangga. "Dan sekaligus memuaskan mereka pula."
"Bagus, bagus" Kou Hun Bijin manggut-manggut. "Pantas engkau begitu berani terhadapku"
"Berani lantaran ingin memuaskan," sahut Liu siauw Kun sambil tersenyum, kemudian
tangannya mulai meraba-raba paha Kou Hun Bijin.
"Kok tanganmu sudah mulai usil?" sesungguhnya Kou Hun Bijin sudah gusar sekali, hanya saja
tidak diperlihatkan pada wajahnya. 'Hm Dasar pemuda bajingan' cacinya dalam hati.
"Aku yakin, engkau pasti senang."
"Benar. Aku memang senang sekali." Apabila di saat ini Kou Hun Bijin mengayunkan tangannya,
Liu siauw Kun pasti mati. Namun Kou Hun Bijin tidak melakukannya, sebab ia tidak mau
sembarangan membunuh orang.
"Bijin..." Nafas Liu siauw Kun sudah mulai memburu, karena nafsu birahi telah terbangkit.
"Kenapa?"
"Aku..." Liu siauw Kun mulai meraba-raba bagian dadanya, jari tangannya yang usil itu
menyentuh- nyentuh payudara Kou Hun Bijin.
"Anak muda" Wajah Kou Hun Bijin merah padam. " Engkau jangan keterlaluan ingat, usiaku
sudah di atas seratus..."
"Itu tidak jadi masalah," sahut Liu siauw Kun dan mulai meremas-remas payudaranya.
"siauw Kun" panggil Kou Hun Bijin lembut. "Engkau sudah tidak bisa tahan ya?"
"Ya, Bijin."
"Engkau jangan terburu nafsu, karena waktu kita masih banyak Kalau tahu kelakuanmu begini,
guru-gurumu pasti marah besar."
"Jangan khawatir Bijin" Liu siauw Kun semakin berani, tangannya mulai menyelonong ke
selangkangan Kou Hun Bijin. "Guru-guruku tidak akan marah."


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siauw Kun" Kou Hun Bijin tersenyum. "Engkau harus sabar, kalau tidak, aku tidak akan
melayanimu."
"Bijin, aku... aku sudah tidak tahan."
"Aku tahu, namun biar bagaimana pun engkau harus sabar." Kou Hun Bijin membelai
rambulnya. "Setelah aku mengalahkan lelaki yang membawa monyet itu, barulah kita bersenangsenang.
" "Bijin, aku mau sekarang. "Jari tangan Liu siauw Kun mulai main di selangkangan Kou Hun Bijin.
Itu membuat kening Kou Hun Bijin berkerut-kerut, bahkan matanya membara, namun ia tetap
berkata dengan lembut.
"siauw Kun, kalau engkau terus begini, aku tidak akan memperdulikanmu."
"Bijin..."
"Bersabarlah sayang" Kou Hun Bijin mengecup pipinya. "Tunggu waktu yang tepat, barulah kita
bersenang-senang Pokoknya aku pasti melayanimu sepuas-puasnya, asal engkau jangan mati lemas
saja." "Ha ha" Liu siauw Kun tertawa. "Aku sudah berpengalaman, pokoknya engkau pasti merasa
puas." "Baiklah." Kou Hun Bijin bangkit berdiri "Kalau sudah waktunya kita bersenang-senang, aku pasti
menemuimu."
"Jangan bohong ya" Liu siauw Kun berdiri, kemudian menciumnya dengan mesra. "Aku sangat
membutuhkanmu..."
Tan Li cu terus berjalan tanpa arah tujuan dengan hati duka. Kenapa ia tidak mau bersama Tio
Tay seng dan lainnya" Ternyata ketika menyaksikan kegembiraan mereka, hatinya seperti tertusuktusuk
duri. Bukan karena iri, melainkan karena teringat akan nasibnya. la tahu, apabila dirinya terus
bersama mereka, tentunya akan merusak suasana. oleh karena itu, ia mengambil keputusan untuk
pergi tanpa pamit dengan mereka, la terus berjalan, akhirnya duduk beristirahat di bawah sebuah
pohon untuk melepaskan lelah.
la termenung dengan mata memandang lurus ke depan. Wajah suaminya terbayang di depan
matanya, kemudian ayah dan anaknya. Ketika terbayang akan kematian anaknya yang begitu
mengenaskan, ia mulai menangis sedih. Mendadak melayang turun sosok bayangan di hadapannya,
namun Tan Li cu seakan tidak melihatnya. siapa orang yang baru melayang turun itu" Ternyata Kou
Hun Bijin, yang telah meninggalkan markas Bu Tek Pny, tujuannya mencari lelaki yang membawa
monyet bulu putih.
"Eh" Kenapa engkau menangis sedih seorang diri di sini" Siapa yang menghinamu?" tanya Kou
Hun Bijin lembut, lalu duduk di sisinya. Tan Li cu diam saja, tapi air matanya terus berderai.
"Engkau masih muda dan cantik, kenapa harus begini?" Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan
kepala. "Ditinggal kekasih ya?"
Tan Li cu menoleh perlahan-lahan. setelah melihat jelas wanita yang duduk di sisinya, ia
tertegun karena tidak menyangka wanita itu begitu cantik,
"siapa Kakak?" tanyanya.
"Hi hi hi?" Kou Hun Bijin tertawa. "Tadi kukira engkau gagu, ternyata tidak. ohya, aku Kou Hun
Bijin. Engkau panggil aku Bijin saja"
"Kou Hun Bijin?" Tan Li cu terperangah.
"Ya." Kou Hun Bijin mengangguk. "Nah, bolehkah aku tahu siapa engkau?"
"Namaku Tan Li cu, julukanku Tui Beng Li."
"Wanita Pengejar Nyawa?" Kou Hun Bijin tertegun. " Engkau masih muda, kenapa mau jadi
Tusuk Kondai Pusaka 11 Anak Berandalan Karya Khu Lung Misteri Bayangan Setan 10
^