Pencarian

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 2


berdiri bingung dan masih telanjang belum berpakaian.
Demikianlah ketiga anak malang itu berjalan bersama. Anak yang bernama Thian Jie, mudah ditebak adalah anak yang
dilontarkan Cun Le dari samadinya dan nampaknya meskipun selamat ditemukan 2 anak bangsawan yang terlunta-lunta, tapi kepala Ceng Liong seperti mengalami benturan yang
meskipun tidak menewaskannya tetapi menghilangkan
ingatannya. Tubuhnya penuh hawa dan tenaga dari kakeknya, dan
karena itu benturan lain tidak melukainya, bahkan tidak ketika jatuh dari ketinggian di air terjun belakang lembah pualam hijau. Ketaatannya untuk "menyatu dengan alam dan pasrah"
ternyata membuatnya selamat, hanya kehilangan ingatannya saja. Dan selanjutnya dia akan dikenal dan dipanggil Thian Jie.
Ketiganya segera menjadi sangat dekat. Thian Jie,
menghadirkan rasa hormat karena wibawa yang terkandung
dari kharismanya. Matanya bercahaya sangat tajam dan
cemerlang, jarang kalimat dan perintahnya dibantah Tek Hoat dan Mei Lan yang mengakuinya sebagai Kakak tertua. Diapun sangat menyayang dan melindungi Tek Hoat dan Mei Lan, dan bersama Tek Hoat dia mencarikan makanan buat mereka
semua. Baik ketika bertemu anak-anak di kota maupun ketika berada di jalanan.
Bahkan saking percayanya, Tek Hoat sudah menceritakan
kepada Thian Jie mengenai latar belakang mereka. Dan ketika suatu saat Thian Jie bertanya kepada petugas kerajaan, justru caci maki yang tidak sedap dialamatkan kepadanya dan
pangeran Liang yang dia terima. Pada akhirnya mereka
berusaha sendiri mencari jalan dan arah ke Hang Chouw,
menuju rumah pangeran Liang.
Tapi, kedua anak bangsawan yang tidak mengenal jalan
karena jarang sekali keluar istananya dan Thian Jie yang baru sekali ini di jalanan seorang diri, takut bertanya kepada petugas, bukannya membawa mereka mendekat ke Hang
Chouw, tapi justru seringkali menjauhinya.
"Tek Hoat dan Lian Moi, sebaiknya kita mulai mencari jalan dan arah menuju Hang Chouw, coba biar kita mulai dengan bertanya-tanya kepada orang-orang" usul Thian Jie kepada kedua teman seperjalanannya
"Terserah Thian Ko sajalah" sahut Tek Hoat
"Asal arahnya yang enak-enak saja, kalo bisa dapat kuda buat jalan" gurau Tek Hoat yang memang selalu riang.
Kedukaannya akibat hilang dari rumah sudah seperti tak
berbekas. Malah dia seperti menikmati kebebasannya berjalan di luar rumah, hanya lapar saja yang membuatnya selalu rindu pulang kerumahnya yang nikmat ditinggali itu.
"Uh enak saja, memangnya Thian Ko punya uang beli
kuda?" omel Mei Lan
"Sudah, ayo kita coba bertanya-tanya" tegas Thian Jie.
Melalui bertanya-tanya, Thian Jie mengatur arah dan jalan mereka menuju Hang Chouw. Sayang, karena mereka
memang tidak begitu mengenal arah, ketiga anak ini setelah sebulan berjalan bersama tidak mengalami kemajuan berarti, malahan sering meleset meski tidak terlalu menjauh dari arah tujuan mereka.
Sampai hari itu mereka kembali beristirahat di luar sebuah kota, agak dekat dengan sebuah sungai besar, tetapi yang nampaknya airnya belum terlalu banyak karena berada di
penghujung musim panas. Udara di atas mereka nampaknya
cerah, tetapi di pegunungan sudah sejak pagi mendung agak tebal, sangat tebal malahh, bahkan nampaknya sudah lama turun hujan di daerah pegunungan.
Air sungaipun nampaknya mengalami percepatan arus dan
permukaannya agak meninggi. Untuk di ketahui, musim saat itu adalah akhir musim kemarau, tetapi di daerah pegunungan yang lebih tinggi, curah hujan sudah mengalami peningkatan dan mulai sangat lebat. Karena itu, sungaipun permukaannya mulai naik, dan yang tadinya sudah sedikit surut akhirnya mulai mengalir dengan arusnya yang semakin lama semakin deras dan semakin memekakkan telinga apabila berada tepat ditepiannya.
Ketiga anak yang sedang beristirahat dalam perjalanan
mencari atau menuju Hang Chouw, kebetulan beristirahat di tepi sungai tersebut. Tempat peristirahatan mereka sebetunya tidak jauh dari sebuah Kampung dibelakang mereka, dan juga tidak jauh dari tempat dimana anak-anak kampung bernama Sam Ci Tan bermain-main di sungai itu, berenang atau bahkan mencari ikan. Sambil menikmati buah-buahan dan makanan
yang tersedia, ketiga anak itu menikmati istirahat mereka, dengan sesekali Tek Hoat bergurau akan menjamu Thian Jie jika sudah di Hang Chouw.
Bukan cuma makanan, juga akan disediakan pakaian yang
layak dan baik agar tidak kelaparan dan telanjang lagi. Tek Hoat mengucapkannya dengan nada dan gaya kelakar yang
membuat ketiganya tertawa bersama.
"Paling tidak bajumu bukan baju curian" Tek Hoat sambil terkekeh-kekeh, sementara Thian Jie hanya tersenyum kecut karena teringat harus mengambil baju orang di jemuran untuk dikenakannya.
"Iya, khan koleksi thia banyak untuk buat baju yang baru, ganti baju curian itu" Mei Lan ikut-ikutan menggoda Thian Jie yang hanya mesem-mesem aja dikerjai kakak beradik itu.
"Ya, tapi pakaian sebagus apapun tidak ada gunanya. Aku tidak mengenal diriku sendiripun" Ucap Thian Jie sekenanya.
"Setidaknya kan ada kami" Tek Hoat bersuara
"Ya, setidaknya memiliki adik seperti kalian, tidak rugi"
Thian Jie menarik nafas seperti orang tua.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
4 Tokoh Gaib Rimba Persilatan
Tapi tiba-tiba, telinganya yang tajam seperti mendengarkan suara gemuruh dari kejauhan. Tapi dia tidak tahu apa artinya.
Meskipun tidak mengingat sesuatu, tetapi dalam kondisi dan keadaan refleks, biasanya tenaga dan hawa kakeknya secara otomatis bekerja.
Kali inipun, tiba2 baik Tek Hoat maupun Mei Lan melihat mata Thian Jie mencorong tajam, terutama ketika
menyebutkan adanya suara gemuruh yang mereka berdua
sama sekali tidak dengar. Bagaimana mungkin mereka
mendengarnya" Karena bahkan Thian Jie yang terlatihpun
tidak akan mampu mendengar suara itu bila belum terisi hawa kakeknya. Begitupun dia tidak tahu apa arti dari suara
gemuruh yang sempat didengarnya, dan bila dia tahu, dia mungkin akan merasa terkejut dan takut bukan main.
"Kami tidak mendengar apa-apa koko" ujar Mei Lan, dan
dia benar karena memang normalnya tidak terdengar suara apapun, apalagi suara bergemuruh seperti ucapan Thian Jie.
"Ya, akupun tidak mendengar sesuatu, apalagi yang
gemuruh" tegas Tek Hoat
Thian Jie mengendur, dan sinar mencorong matanya
kemudian juga menormal kembali. Dan bersamaan dengan itu, suara gemuruh yang didengarnya juga menghilang. Tetapi, firasat dan bahasa tubuhnya menjadi gelisah. Sinar mata mencorong Thian Jie itu yang sering membuat Tek Hoat dan Mei Lan menjadi sangat bergidik memandang Thain Jie dan secara tidak sengaja membuat mereka sangat kagum dan
hormat terhadap anak yang mereka tolong itu. Padahal
mereka tidak mengenal anak itu sedikitpun.
"Sudahlah, habiskan makanan kalian. Sebentar lagi kita
harus berjalan agar tidak kemalaman di jalan" ujar Thian Jie.
Tetapi ketika mereka baru saja menyelesaikan makan
mereka, tiba-tiba bukan hanya Thian Jie, tetapi Tek Hoat dan Mei Lan mendengar suara jeritan anak-anak yang sepertinya datang dari arah sungai:
"Tolong, ada anak hanyut ". tolong" beberapa anak
nampak seperti sedang berteriak meminta tolong.
"Dari arah sungai, juga tiba-tiba terdengar teriakan "tolong
". tolong", teriakan minta tolong anak yang sedang hanyut.
Tapi bersamaan dengan itu, gemuruh yang tadi didengar
secara refleks dan tidak sengaja oleh Thian Jie, terdengar lagi.
Tapi kali ini, baik Mei Lan maupun Tek Hoat juga sudah
mendengarnya. Celakanya, ketiganya tidak mengerti dan tidak sadar apa yang sedang terjadi. Sebaliknya, Mei Lan yang ringan tangan, justru menongolkan kepalanya kearah sungai ketika mendengar teriakan minta tolong anak yang hanyut.
Tampaknya anak dari kampung yang tadinya berenang,
secara tidak sengaja terseret arus sungai yang secara tiba-tiba meluap dan menghasilkan arus yang luar biasa derasnya.
Tapi, suara gemuruh itu, semakin mendekat dan semakin
mengerikan nampaknya, tapi ketiga anak itu, tiada
seorangpun yang berpengalaman untuk menyimpulkan apa
gerangan suara gemuruh yang kedengaran mengerikan itu.
"Thian Koko, Hoat Koko, ada 2 anak hanyut berpegang di
sebatang pohon" jerit Mei Lan menyaksikan sebatang pohon dengan 2 orang anak berpegangan hanyut dengan arus yang semakin deras.
"Celaka, kita harus menolong mereka" desis Thian Jie
khawatir. Sementara pada saat bersamaan suara gemuruh
terasa semakin dekat dengan mereka, dan air sungai nampak mengalir tambah deras, bahkan dengan tiba-tiba mulai
meluber ke tepiannya.
"Tapi bagaimana caranya Koko?" desis Tek Hoat
"jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran
kosong, pasrah terhadap alam", tiba-tiba Thian Jie mengingat kembali kalimat yang masih terngiang dikepalanya.
"Aku akan menolong mereka" Thian Jie kemudian bersiap-
siap untuk meloncat ke sungai.
Tetapi pada saat bersamaan tangannya di pegang Tek Hoat yang berusaha untuk mencegahnya, justru pada saat itulah secara tidak sengaja Thian Jie mengibaskannya secara refleks, dan akibatnya Tek Hoat justru terpental kearah Mei Lan, persis dipinggir atau tepian sungai, dan tanpa ampun lagi Mei Lan justru jatuh ke sungai yang alirannya makin deras.
"Byuuuurrrr" tubuh gadis cilik itupun terpental kesungai terkena tenaga dorongan dari tabrakan dengan tubuh
kakaknya. "Koko, toloooooong" hanya jeritan itu yang sempat
didengar Tek Hoat dan Thian Jie. Kejadian itu berselang hanya beberapa detik, yakni ketika batang pohon yang dipegangi 2
anak dari kampung sebelah melewati tempat mereka bertiga.
Dan, tanpa ba bi bu lagi, baik Tek Hoat maupun Thian Jie kemudian melompat ke sungai berniat untuk menolong Mei
Lan, meskipun mereka tidak tahu lagi berada dimana Mei Lan pada saat itu. Syukur, baik Thian Jie maupun Tek Hoat
biarpun sedikit, tetapi cukup mengerti dengan ilmu dalam air dan bisa berenang.
Sayangnya pada saat bersamaan, hanya beberapa detik
setelah Mei Lan terpental ke Sungai dan dikejar Tek Hoat dan Thian Jie, gemuruh yang ternyata adalah sebuah banjir
banding segera menimpa tempat mereka dan menggoyahkan
tanah dan bahkan meruntuhkan pohon-pohon yang ada dan
kemudian bahkan terus menyeret pohon-pohon besar kecil
untuk mengalir bersama arus sungai dan menghempaskan
batang pohon lain yang terhampar disepanjang tepian sungai yang dilalui arus besar dari banjir banding itu.
Dan tempat itupun masih terus bergemuruh dengan suara
yang mengerikan dan terus bergulung gulung, ?".?""..
entah seperti apakah nasib anak-anak malang yang hanyut terbawa banjir banding yang mengerikan itu, baik kedua anak yang hanyut duluan, maupun ketiga anak yang menyusul
kemudian karena ingin menolong kedua anak terdahulu.
Entahlah. -0o~Marshall~DewiKZ~o0-
"Omitohud, sungguh hebat Soan Hong Sin Liong (Naga
Sakti Angin Badai), masih seperti yang dulu. Benar-benar Giok Ceng Sinkang dan Giok Ceng Cap Sha Sin Kun masih tak habis dikupas" Seorang kakek tua renta bersuara memuji setelah melepaskan pukulan tidak bersuara.
"Hahaha, Kian Ti Hosiang, Tay Lo Kim Kong Ciang bukan
nama kosong" Seorang tua renta lainnya berseru menyahut.
Kedua orang itu sepertinya sedang melakukan perang
tanding, tetapi tidak dengan cara biasa. Cukup dengan
lontaran-lontaran serangan sambil duduk bersila, keduanya sudah bisa saling mengukur kekuatan. Keduanyapun segera terlibat dalam diskusi panjang mengulas aspek-aspek dan sisi lain dari pertemuan tenaga dan jurus pamungkas yang mereka lepaskan barusan.
Dan tidak lama kemudian keduanya kembali berhadapan
dan saling melontarkan 1-2 kali pukulan, kesiuran angin dan bahkan mencicit tajam menyebar. Dan ". "plak", suara
benturan keras kembali terjadi, dan kedua orang tua renta yang menyebabkan benturan kembali saling memuji.
"Soan Hong Sin Ciang semakin kental dengan perbawa
kebatinan" Ucap Kian Ti Hosiang si kakek tua berjubah
pendeta Budha. "Tapi Selaksa Tapak Budah dan tenaga Ih Kin Keng tetap
digdaya, malah bertambah matang" Bergumam orang tua
yang satu lagi.
Sementara di tempat yang terpisah tidak jauh, sepasang
kakek tua lainnya juga sedang melakukan hal yang sama.
Kibasan lengan mereka mendatangkan angin tajam yang
bahkan meledak memekakkan gendang telinga ketika
benturan hebat terjadi:
"Pek Lek Sin Jiu ". Tidak berkurang kehebatannya, kagum sungguh kagum" Pendeta yang bernama Pek Sim Siansu
bergumam. "Benar, tetapi kehalusan dan ketajaman Thai Kek Sin Kun juga tambah matang" Kakek tinggi besar bernama Kiong Siang Han Kiu Ci Sin Kay (Pengemis Sakti Berjari Sembilan)
menjawab. "Tapi apakah Liang Gie Sim Hwat masih juga ampuh"
Tanya Sin Kay sambil kembali mengibaskan lengannya kali ini dengan gerak Hang Liong Sip Pat Ciang.
Desingan suaranya seperti Naga meraung-raung dan
langsung menusuk telinga yang diserang. Tetapi, Pek Sim Siansu, bukan percuma menjadi tokoh wahid Bu Tong Pay,
segera menimbrungi dengan jotosan tak bersuara, sangat
lemas tetapi menutup perbawa lawannya.
Kembali terdengar benturan keras, dan keduanya sambil
saling tersenyum membagi puji-pujian untuk kemudian
mendiskusikan kemajuan dan kemungkinan pengembangan
ilmu masing-masing. Ilmu-ilmu langka yang dimiliki dan
diyakinkan oleh para ahlinya, mungkin yang paling ahli dan mahir pada zaman mereka. Dan para ahli itu sedang
membandingkan, merundingkan dan kemudian mendiskusikan
kemungkinan kemungkinan pengembangan dan
penyempurnaan ilmu masing-masing dan ilmu lawannya.
Dan itulah yang terjadi dan dilakukan 4 manusia sakti yang sudah renta itu selama berjam-jam, sesekali mereka berganti lawan, bukan sekedar perang tanding dan adu ilmu, tetapi terutama mendiskusikan kemajuan dan pengembangan ilmu
masing-masing. Tapi siapakah gerangan ke-4 kakek tua renta yang sedang melakukan adu ilmu dan adu diskusi dan adu runding
mengenai ilmu silat ini" Mau apa pula mereka duduk-duduk sambil mengibaskan lengan yang mengakibatkan benturan
dahsyat dan mengguncang tebing tempat mereka duduk
duduk tersebut" Tidakkah mereka khawatir jorokan tempat mereka duduk bisa dengan sangat mudah runtuh dan jatuh ke bawah aliran sungai berarus deras di bawah mereka"
Padahal jika ada tokoh persilatan yang melihat
pertandingan mereka, sudah pasti mereka akan ngiler
sekaligus terbelalak. Betapa tidak, Ilmu-ilmu silat dibenturkan adalah ilmu-ilmu pilihan, ilmu-ilmu yang dianggap menjagoi dan tidak tertandingi bila muncul di dunia persilatan.
Dan perbawa ilmu-ilmu tersebut terlihat dari hasilnya yang membawa pengaruh luas biasa, tetapi meskipun demikian
nampaknya tidak sanggup melukai ke-4 orang tua aneh yang sedang memainkan ilmu-ilmu mujijat tersebut.
Dan sekiranya ada yang mempergoki mereka, maka
kejadian itu akan menjadi sangat luar biasa dan langka.
Kemujuran dan keuntungan bagi yang sempat melakukannya.
Karena ke-empat tokoh tua ini, boleh dibilang adalah tokoh termahir dan sudah dianggap menjadi manusia setengah dewa dalam tradisi Dunia Persilatan dewasa ini.
Mereka berempat memang tampil dalam waktu yang
hampir bersamaan di dunia Kang ouw, angkat nama bersama dan kemudian menyepi nyaris bersamaan juga. Begitupun,
siapakah sebenarnya ke-empat tokoh aneh luar biasa yang sudah dianggap menjadi manusia setengah dewa di rimba
persilatan tersbeut"
Orang pertama dan yang tertua adalah Kiong Siang Han Kiu Ci Sin Kay (Pengemis Sakti Berjari Sembilan). Kiu Ci Sin Kay Kiong Siang Han adalah sesepuh tertua Kay Pang saat ini, yang bahkan oleh Ketua Kaypang saat ini, tidak tahu lagi apakah sesepuh ini masih hidup atau tidak lagi.
Sin Kay adalah salah seorang Ketua Kay Pang yang dengan matang dan mahirnya menguasai ilmu-ilmu rahasia Kay Pang.
Dalam 100 tahun terakhir, dialah yang menguasai secara
sempurna 18 Jurus Penakluk Naga atau yang dikenal
dengan nama Hang Liong Sip Pat Ciang dan Tah Kauw
Pang atau Ilmu Tongkat Penghajar Anjing. Hal ini dikarenakan ketua ini tidak pernah menikah dan tidak pernah berhubungan seks, yang membuatnya mampu mematangkan
dan menyempurnakan hawa murni 18 jurus rahasia tersebut.
Setiap Ketua Kay Pang memang pasti menguasai jurus ini, tetapi Sin Kay mampu mendalami dan menemukan inti rahasia dari 18 jurus tersebut, bahkan mampu menjalankan gabungan 18 jurus tersebut sebagai jurus pamungkas.
Selain itu, diapun memiliki ilmu keras lainnya yang
perbawanya sungguh menakutkan, PUKULAN HALILINTAR
atau Pek Lek Sin Jiu. Pukulan ini terdiri dari 7 tingkatan dan merupakan gubahan Sin Kay berdasarkan kitab catatan Pek Lek Sin Jiu yang ditemukannya di sebuah Gua Rahasia di bukit Heng San. Jarinya hilang 1 ketika menembus jalan rahasia menuju Kitab Rahasia tersebut dan sejak itu dia berjuluk Pengemis Sakti Berjari Sembilan.
Sin Kay sudah menuntaskan tingkatan tertinggi ilmu
halilintar ini, hingga mampu meledakkan halilintar di
tangannya yang mampu merusak telinga orang biasa dan
bahkan menghanguskan batu ataupun besi. Setelah mencapai usia hampir 60 tahun, atau sekitar 30 tahun memegang
jabatan Pangcu Kay Pang, Kiu Ci Sin Kay mengundurkan diri karena sudah merasa bosan dan terlalu lama menjabat
Pangcu. Dia kemudian berkelana dan belakangan menyepi atau
bertapa tanpa diketahui lagi oleh generasi penerus Kay Pang dimana bekas Pangcu yang hebat itu menyepi dan bertapa.
Ditaksir usia Kiu Ci Sin Kay sudah mendekati 100 tahunan.
Orang kedua yang juga berusia sudah mendekati 100-an,
sedikit lebih muda dari Kiu Ci Sin Kay adalah Kian Ti Hosiang. Kian Ti Hosiang sejak kecil sudah menjadi Pendeta di Biara Siauw Lim Sie dan menjadi salah satu bintang terang Kuil Siauw Lim Sie di Gunung Siong San dalam dunia
persilatan. Kian Ti Hosiang sungguh bertekun dalam mengembangkan
Ilmu Silat dan Ilmu Budha. Dalam hal Ilmu Silat dia adalah salah satu yang sulit ditemukan dalam 100 tahun terakhir dengan menekuni ilmu-ilmu terdalam dari Siauw Lim Sie. Dia mampu memahami secara sempurna dan dalam Ih Kin Keng yang menghasilkan Sinkang tak terukur baginya, diapun
dengan sempurna melatih baik Tay Lo Kim Kong Ciang dan Tay Lo Kim Kong Sin Kiam serta mampu memainkan
Ilmu Jari Kim Kong Ci.
Terakhir bahkan mampu melatih dan menyempurnakan
ilmu Selaksa Tapak Budha (Ban Hud Ciang) yang
sungguh lama tidak mampu diyakinkan generasi penerus
Siauw Lim Sie. Pendeta ini memiliki kedalaman Ilmu Silat yang sungguh luar biasa, sekaligus memiliki kesabaran yang tidak lumrah. Karena itu, Pendeta ini jarang mau melibatkan diri jika bukan sebuah urusan yang sangat menentukan dan teramat
sangat penting, baik bagi Kuil Siauw Lim Sie maupun bagi umat persilatan.
Setelah menjadi Ketua Siauw Lim Sie selama lebih 30
tahun, Kian Ti Hosiang kemudian menghilang dan mensucikan dirinya dan bertapa di sebuah Gua Rahasia yang terlarang di Kuil Siauw Lim Sie. Tidak ada lagi yang pernah bersua dan menyaksikan Pendeta tua ini hadir di dunia pesilatan setelah itu, bahkan tidak juga Ketua Siauw Lim Sie sesudahnya.
Tempatnya mensucikan diri adalah ruang rahasia di Siauw Lim Sie dan hanya keluar 10 tahun sekali mengikuti
pertemuan di tebing ini, itupun tanpa ada orang lain yang tahu, tidak juga ada yang sanggup melihatnya. Lagipula, siapa pula yang sanggup melihatnya bila sang Guru Besar ini tidak menginginkan untuk terlihat"
Orang ketiga, berusia sekitar 95 tahun bernama Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan. Di usia 35 tahun sudah menjadi Ketua Bu Tong Pay setelah mewarisi ilmu-ilmu rahasia Bu Tong Pay dan secara tidak sengaja menemukan Liang Gie Sim Hwat, Ilmu rahasia peninggalan Thio Sam Hong yang mengangkat ilmunya menjadi demikian sempurna dalam usia muda.
Tetapi sayangnya, teramat sulit mencari pewaris Liang Gie Sim Hwat bersama Thai Kek Sin Kun yang hanya mungkin disempurnakan melalui penguasaan Liang Gie Sim Hwat yang matang. Hampir semua rahasia Ilmu Bu Tong Pay hanya bisa mencapai puncaknya melalui pemahaman yang dalam akan
Liang Gie Sim Hwat sebagai pengaturan hawa dalam tubuh
manusia dengan meningkatkan juga kekuatan batin.
Wie Tiong Lan muda menemukan Liang Gie karena
kesukaannya akan buku-buku kuno, yang kemudian ternyata secara cerdik selipan Liang Gie dia temukan dalam sebuah buku kesukaan Thio Sam Hong. Hampir 30 tahun Pek Sim
Siansu mengetuai Bu Tong Pay untuk kemudian menyucikan
diri di belakang gunung Bu Tong dan tidak pernah kedengaran lagi berkelana.
Tetapi sebagaimana Kian Ti Hosiang, Pek Sim Siansu juga setiap 10 tahun sekali keluar dari tempat penyuciannya tanpa seorangpun tahu bagaimana caranya manusia gaib ini keluar.
Yang jelas, sebagaimana 10 tahun sebelumnya, kali inipun Wie Tiong Lan hadir dan duduk bersama 3 tokoh sakti lainnya tanpa kepergok tokoh-tokoh Bu Tong Pay.
Orang keempat yang paling muda adalah Kiang Sin
Liong, Soan Hong Sin Liong, cucu pendiri Lembah Pualam Hijau. Sebagai pengemban Perdamaian Dunia Persilatan,
Kiang Sin Liong mewarisi ilmu-ilmu rahasia keluarganya. Yakni Ceng Giok Cap Sha Sin Kun, Giok Ceng Sin Kang dan juga Giok Ceng Kiam Sut, dan bahkan ketika menjadi Ketua Lembah atau Duta Agung, setelah pertempuran menentukan
dengan Pendekar India, dia menciptakan Ilmu Dahsyat lainnya bernama Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut.
Ilmu yang mendasarkan pada kekuatan batin dan kekuatan
Sinkang yang dilatih di atas Batu Pembaringan Giok Hijau.
Kiang Sin Liong juga kemudian menjadi ketua atau duta
agung untuk waktu yang lama sebelum mengundurkan diri
dan menyerahkan tugas kepada anaknya dan kemudian
menghilang dan menyepi di sebuah gua pertapaan yang masih berada di belakang Lembah Pualam Hijau. Tetapi, diapun
menjadi sangat jarang berkeliaran di dunia persilatan, bahkan juga di Lembah Pualam Hijau. Dia hanya beberapa kali
muncul, itupun untuk mendidik penerus-penerusnya di
Lembah Pualam Hijau, terutama ketika mendidik cucu-
cucunya. -0o~Marshall~DewiKZ~0o-
- Pertemuan 10 Tahunan
Hingga saat ini, ke-4 tokoh ini sudah dianggap tokoh gaib dan cenderung didewakan meski tidak diketahui lagi oleh siapapun apakah mereka masih hidup ataukah sudah
meninggal. Sedikit orang yang tahu kalau keempatnya
memiliki tradisi bertanding ilmu silat setiap 10 tahunan, dan hal ini mereka lakukan bahkan puluhan tahun silam, ketika mereka masih sama-sama berusia muda.
Sementara untuk pertemuan tradisi kali ini adalah yang
pertemuan ke 7 kalinya, dimana mereka berkumpul melakukan pertandingan dan pembahasan Ilmu Silat. Bukan satu atau dua Ilmu Silat belaka, tetapi bahkan semua Ilmu andalan mereka masing-masing dibuka dan dibahas untuk
dikembangkan dan disempurnakan.
Tempat pertemuan, sejak awal memang ditetapkan di
jorokan sungai tersebut dan sampai kali ke-7 ini masih tetap menjadi tempat mereka bertanding. Dan berunding. Tanpa
ada seorang tokoh dunia persilatanpun yang tahu akan
rahasia pertemuan tersebut.
Mereka menetapkan tempat pertandingan ini ketika masih
berusia muda, masih berusia di sekitar 25 tahunan, dan tetap melanjutkan ketika mereka ber-4 sudah menjadi Ketua di


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masing-masing perkumpulannya dan bahkan terus berlanjut dan terus mereka pelihara tradisi itu ketika tiada orang tahu apakah mereka masih hidup ataukah tidak lagi. Dan rahasia pertemuan mereka itupun, hingga pertemuan ketujuh, tidak diketahui orang.
Pertemuan kali ini adalah yang ke-7, dan cara bertempur mereka tidak sama lagi dengan cara yang mereka tetapkan dan lakukan pada waktu waktu awal pertemuan. Pada
awalnya, mereka mengadu Ilmu dengan cara normal, masing-masing menggunakan semua ilmu silat, Sinkang dan ilmu
Ginkang, dengan saling bertukar lawan sampai semua sempat saling berhadapan.
Kali ini, berdasarkan pengalaman, mereka mampu
mengukur dengan kekuatan batin masing-masing sampai
dimana tingkat dan kemampuan kawannya. Karena bukan lagi soal kalah dan menang yang penting, tapi bagaimana mencari celah dan aspek pengembangan Ilmu masing-masing. Karena kebutuhan tersebut, sejak pertemuan ke-5, cara bertanding mereka menjadi berubah secara drastis.
Diskusi atau bertanding secara lisan justru lebih lama
mereka lakukan dan bisa seharian penuh waktu mereka
manfaatkan untuk diskusi dan tukar pikiran tersebut. Dari pertemuan-pertemuan inilah kemudian masing-masing
memahami bagaimana cara dan jalan menuju puncak
kematangan ilmunya masing-masing. Baik Siauw Lim Sie yang mengutamakan kedalaman, Bu Tong Pay yang mengutamakan
kehalusan, Lembah Pualam Hijau yang mementingkan im
berhawa dingin dan halus serta Kay Pang yang
mengutamakan tenaga murni lelaki jejaka dan pukulan petir yang beraliran keras.
Kian Ti Hosiang dan Pek Sim Siansu yang tulus dan polos mengerti belaka bahwa mencapai kesempurnaan adalah
dengan penyatuan "im" dan "yang" atau "luar" dan "dalam".
Sehingga sebetulnya pematangan mereka dimungkinkan
melalui system saling memberi dan saling menerima. Setelah mencapai usia tua dan kebijaksanaan mereka meningkat
tajam, serta nafsu menang juga sudah padam, maka sejak
pertemuan ke-6 mereka kemudian meningkatkan kemampuan
mereka secara sempurna dengan saling memberi dan
menerima, disertai peningkatan kemampuan batin dan
membuat mereka semua mampu melihat jauh kedepan.
Juga demikian dengan Kay Pang dan Lembah Pualam Hijau,
mereka menemukan kenyataan bahwa kehalusan dan
kekuatan mereka bisa saling menyempurnakan dengan cara
yang sama. Hasilnya, mereka semua mengalami proses
pematangan yang sama 10 tahun terakhir, kekuatan batin
mereka menjadi demikian matang dan sempurna dan tidak
mungkin lagi mereka saling berdusta satu dengan yang lain.
Bahkan dari pendalaman dan saling menyempurnakan
inilah kemudian masing-masing menciptakan Ilmu Pamungkas dengan dasar utama ciri khas masing-masing perguruan. Ilmu-ilmu khas inilah yang kemudian akan bermunculan di dunia persilatan, bukan oleh para guru besar ini, tetapi oleh murid mereka masing-masing.
"Nampaknya kita kedatangan tamu" Ujar Kian Ti Hosiang
sambil menundukkan kepala, dan kemudian si pendeta saleh ini menggerakan tangannya ke air sungai yang arusnya
sedang menggila. Entah apa maksud kakek sakti ini, tetapi tentu bukan masin-main, dan terbukti tiba-tiba dia berseru:
"Kena" Ujarnya sambil berseru dan tidak lama kemudian
dihadapan mereka terkapar 2 bocah yang memeluk erat-erat batang pohon tempat mereka berharap tetap hidup. Keduanya pingsan. Pingsan dengan cara yang menunjukkan kecerdikan mereka, tetap memeluk erat-erat pohon yang menjadi
sandaran dan kesempatan mereka untuk tetap hidup. Tetapi, belum lagi semua sadar dengan kehadiran kedua bocah yang beruntung selamat dari banjir banding sungai yang menggila itu, tiba-tiba:
"Masih ada lagi" Sin Kay berseru dan nampak
menggerakkan tangannya dan mengerahkan tenaga ke
sungai, dan ajaib diapun mampu mengangkat seorang bocah yang kemudian ternyata adalah Liang Tek Hoat. Seperti kedua anak yang pertama, kali inipun anak yang terangkat oleh Kiong Siang Han juga pingsan dengan memeluk batang pohon yang lain.
Dan, seperti tidak mau kalah, nampak tiba-tiba Pek Sim
Siansu juga mengerahkan tenaga ke tangan dan mengarahkan tangannya ke sungai:
"Satu lagi" Pek Sim Siansu ikut berseru dan dilakukannya hal tersebut bersamaan juga dengan Kiang Sin Liong yang juga berseru "Kena". Dan dihadapan mereka bertambah 2
tubuh bocah kecil lainnya, yang semuanya pingsan seperti anak-anak yang lain.
Kecuali seorang anak yang terus menerus berdesis dalam
sikap kosong jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap alam. Dialah anak terakhir yang diangkat dari sungai yang sednag membahana arusnya itu.
"Begitu banyak "tamu" kita hari ini" keluh Pek Sim Siansu sambil memandangi kelima anak yang sedang pingsan dan
keadaan mereka sungguh sangat mengharukan.
"Siancai-siancai. Siansu, ini tanda keterikatan kita kembali dengan dunia. Kita masih ditolak nirwana, dan mungkin kita melihat semua bahwa mereka ini akan menjadi sinar bagi
dunia yang sebentar lagi menjadi pekat" Ujar Kian Ti Hosiang.
"Nampaknya kita masing-masing telah memilih sesuai
jodoh" Sin Kay menarik nafas setelah memandang dan
mengerti melihat keganjilan di mata Kiang Sin Liong.
"Benar, kita telah secara tidak sengaja memilih pewaris kita masing-masing" Ujar Kiang Sin Liong. Hawa yang beredar di tubuh Thian Jie membuat Sin liong berkerut dan manggut-manggut. Terkejut dan heran melihat keadaan anak yang
ditolongnya dari sungai itu.
"Baiklah, kita tetapkan demikian. Kian Ti Hosiang dengan demikian akan memiliki 2 orang anak yang bila tidak salah nampaknya keduanya kakak beradik kembar. Pek Sim
mempunyai pewaris wanita, tulangnya sangat tepat bagi Liang Gie Sim Hwat, Sin Liong memiliki jika tidak salah keluarganya sendiri dan aku mempunyai anak ini. Kita sama telah melihat mendung bagi dunia persilatan, padahal kita tidak mungkin lagi menanganinya. Lembah Pualam Hijau sedang mengurus
rumah tangganya, penerus di partai dan perkumpulan kita sedang merosot, maka tugas terakhir kita sebelum
menyelesakan kehidupan di dunia. Liong Te, bagaimana
menurutmu?" Sin Kay, memang sangat menghormati Sin
Liong, karena dia paham betul meski yang termuda tetapi perkembangan Ilmu Sin Liong seperti tidak pernah habis.
"Benar twako. Kian Ti dan Pek Sim, jika tidak salah kemelut kali ini bukan hanya melawan kekuatan dari luar, tetapi juga dari dalam. Lohu menyedihkan kondisi Lembah kami, tetapi rasanya anak ini (menunjuk Thian Jie) akan bisa mencuci kekotoran lembah kami. Biarlah kita semua mempersiapkan mereka yang bertugas menggantikan kita seperti pada lebih 50 tahun berselang" Ujar Sin Liong.
Dan nampaknya orang tua yang lain manggut-manggut
setuju dengan ucapan Kiong Siang Han dan Kiang Sin Liong.
Bahkan terdengar Kian Ti Hosiang berkata:
"Baiklah, kita tetapkan demiian. Jika pinto tidak salah, pertemuan kita 10 tahun kedepan merupakan pertemuan 10
tahunan yang terakhir. Tanpa perlu berlomba kita sudah tahu akhir dan capaian murid kita masing-masing. Semoga Thian melindungi anak-anak ini, mereka akan terlibat dalam
derasnya pergolakan Kang Ouw dan karena itu tugas kita
menyiapkan mereka seperlunya"
"Tidak salah. Biarlah kita mendidik mereka masing-masing, meski belitan rindu dan dendam diantara mereka akan rumit, tetapi kegagahan mereka masih lebih berharga daripada
kerumitan perasaan mereka" Sambung Pek Sim.
"Kian Ti, karena 10 tahun depan adalah pertemuan
perpisahan kita, biarlah 10 tahun ini kita bekerja keras.
Nampaknya mendung dunia persilatan akan bergantung
kepada anak-anak ini. Liong Te, nampaknya buyutmu itu
mengalami keanehan dan kegaiban, cuma lohu tidak yakin
akan akhirnya. Biarlah Thian dan nasib mengantarnya kearah terang. Dan Pek Sim, anak gadismu itu juga memiliki bintang terang sebagaimana muridku. Sungguh ramai, sungguh ramai mereka nantinya" Sin Kay yang tertua akhirnya menyimpulkan semua percakapan dan diskusi mereka mengenai anak-anak
yang secara aneh ditolong oleh orang yang kemudian menjadi guru mereka masing-masing.
Jika memang sudah jodoh, teramat sulit untuk
mengelakkannya. Bila tidak jodoh, dikejarpun akan sangat sulit mencapainya. Jodoh, membuat kelima anak ini seperti mendapat durian runtuh, menjadi murid tokoh gaib. Padahal, ada jutaan anak yang dengan rela meminta, memohon atau
bahkan rela membayar salah seorang diantara ke-4 kakek
sakti ini untuk bersedia menjadi guru mereka.
Yang mencari dan memaksa, tidak mendapatkan. Yang
tidak mencari, justru mendapatkan, itulah jodoh.
"Dan, biarlah kita berjumpa kembali 10 tahun kedepan" Sin Kay menutup kalimatnya dan kemudian berkelabat setelah
memberi salam. Sekejap dan tubuhnya sudah hilang bersama Tek Hoat disusul dengan berkelabatnya Kian Ti Hosiang
memanggul dua anak kembar dan Pek Sim yang membawa
Mei Lan pergi. Kakek renta Kiang Sin Liong mondar-mandir sambil
bergumam "ajaib, ajaib, bagaimana mungkin tubuhnya penuh hawa Giok Ceng?". Apakah Cun Le yang mengirimnya" Dan
siapa pula nama anak ini" Tanda Giok Ceng di lengan kanan menandakan anak ini bermarga Kiang, pastilah buyutnya.
Tapi, kenapa pula tubuhnya penuh hawa Giok Ceng" Dan
kenapa pula kepalanya nampak bersinar cerah dan aneh di mata batin Sin Liong" Dan banyak pertanyaan lainnya yang sulit dijawab, bahkan tidak terjawab sampai Kakek Sin Liong berkelabat lenyap membawa tubuh cucu buyutnya.
Tebing itu kembali hening. Hening seperti tahun-tahun
sebelumnya, tetapi bahana bergemuruh masih terdengar
meski tidak seheboh sejam sebelumnya. Nampak banjir
banding itu masih belum surut, masih sanggup memporak-
porandakan bahkan desa ataupun kota yang dilalui dan
diterjangnya. Tetapi yang pasti, pada saatnya, mungkin
malamnya, suasana akan kembali normal, seperti biasanya.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 3: Badai Mulai Mengamuk
(1): Kun Lun Pay
Dunia persilatan kembali gempar. Setelah Lembah Pualam
Hijau kecolongan, beberapa bulan kemudian puluhan tokoh kelas satu, pesilat tangguh daerah Tionggoan tiba-tiba
mengalami bencana. Sebagiannya lenyap dengan tidak tentu rimbanya, dan sebagian lainnya ditemukan mati terbunuh di tempat berbeda beda. Ada yang ditemukan mati dirumahnya, ada pula yang ditemukan sudah menggeletak mati di jalanan, ada yang ditemukan mati terbunuh di tepian sebuah hutan.
Sementara sebagian yang lain menghilang secara sangat
misterius dan kemudian tidak pernah ditemukan lagi jejaknya untuk waktu yang lama. Dunia Persilatan kontan menjadi
panic dan kacau balau, apalagi karena ketika datang ke
Lembah Pualam Hijau, ternyata Duta Agung tidak berada di tempat.
Orang-orangpun mulai meragukan Lembah Pualam Hijau
dan mulai memikirkan cara dan jalan alternatif guna
menyelamatkan dunia persilatan dari ancaman badai
pembunuhan. Disaat genting seperti ini, banyak orang
memikirkan cara lain, cara yang dipikirkan bisa meredakan ketegangan dan teror, tetapi menemukan cara lain yang
dimaksud, ternyata juga tidak segampang membalikkan
telapak tangan.
Belum lagi reda gejolak akibat terbunuhnya dan hilangnya banyak pendekar kelas satu Kang Ouw, sebuah peristiwa
menggegerkan lainnya kembali terjadi. Sebuah pukulan lain yang semakin memperkeruh dan melahirkan kekhawatiran
yang sangat, karena bencana dan teror bahkan mulai
menyentuhh perguruan yang lebih terkenal dan lebih besar, bahkan bersejarah panjang dalam dunia Kang Ouw. Begini
kejadiannya: Gunung Kun Lun memiliki sejarah panjang di dunia
persilatan Tionggoan, karena di salah satu puncak gunung Kun Lun berdiri sebuah Perguruan Silat yang bernama besar dengan nama Kun Lun Pay. Selain itu, beberapa puncak di Gunung Kun Lun, banyak digunakan orang yang memilih
menyepi dan bertapa. Itulah sebabnya Kun Lun San memiliki arti yang sangat penting dan bernama besar dalam dunia
persilatan. Sementara itu, tidak ada seorang pesilatpun yang tidak
mengenal nama Kun Lun Sam Liong atau Tiga Naga Kun Lun
yang memiliki kesaktian hebat. Belum lagi ketuanya yang kini memasuki usia ke 65, bernama Pek Mau Seng Jin Li Beng Tan yang sangat terkenal dengan Ilmu andalannya Kun Lun Pek-kong To-hoat (Ilmu Golok Sinar Putih Kun Lun Pay).
Ilmu Li Beng Tan hanya seusap di atas Kun Lun Sam Liong yang juga adalah adik seperguruannya sendiri, Siok En Lay adik seperguruan kedua, Cu Kun Tek adik seperguruan ketiga dan Kwa Sin Cu adik seperguruan keempat. Meskipun
perorangan mereka masih di bawah Pek Mau Seng Jin, tetapi apabila maju bersama dengan Barisan Kun Lun Sam Liong,
maka bahkan Ketua Kun Lun sendiri masih belum sanggup
mengatasi mereka.
Begitu juga dengan Wakil Ketua Kun Lun Pay berjuluk Pek Kong Hiap Ma Bok Sun, murid utama dari Susiok Pek Mau
Seng Jin. Kemampuan Ma Bok Sun tidak berada di bawah
suhengnya Pek Mau Sengjin. Ke-5 orang ini menjadi andalan dan tonggak kejayaan Kun Lun Pay dewasa ini.
Menjelang siang yang cerah, tiba-tiba bentakan keras
terdengar dari bawah gunung, "berhenti, siapakah kalian?"
rupanya beberapa anak murid Kun Lun Pay bertemu beberapa orang misterius yang tidak dikenal.
"Tolong dibuka tutup wajah kalian bila ingin bertamu
secara terhormat" cegah seorang murid ketika orang2
bertutup muka biru berkeras mau naik ke atas gunung.
Tetapi para pendatang yang mengenakkan juga berwarna biru tersebut, malah tidak menggubris peringatan para murid Kun Lun Pay. Sebaliknya para tamu tersebut malah mengeluarkan suara ancaman:
"Jangan memaksa kami menggunakan kekerasan saat ini"
dengan suara yang terdengar sangat tidak bersahabat.
"Maafkan kami, menjadi tugas kami menyambut tamu dan
mengingatkan cara dan tata krama bertamu di Kun Lun Pay"
berkata seorang murid yang berjaga dengan tetap hormat
meskipun dengan hati mengkal.
"Kalian belum pantas untuk berbasa-basi dan
menghentikan langkah kami, di Kun Lun San sekalipun"
dengus salah seorang utusan berjubah biru.
Mendengar ucapan yang menjadi lebih kurang ajar dan
sangat menghina itu, para murid Kun Lun Pay naik darah.
Tanpa dapat dicegah:
"Sombong" seru seorang murid sambil menusukkan pedang
kedepan secepat kilat. Rupanya murid yang satu ini belum sekuat kedua temannya dalam mengendalikan kemarahannya.
Tusukannya dengan cepat dan kokoh mengarah ke salah
seorang dari pendatang berjubah biru itu dan langsung
mengancam tempat yang berbahaya.
Tapi hanya dengan mengegos mudah disusul dengan satu
tarikan tangan yang sangat cepat, sang murid Kun Lun Pay sudah terjungkal dan terjerembab di tanah. Melihat kejadian itu, secepat kilat 2 orang lainnya melakukan serangan
serempak, tetapi kembali nampak dengan sangat mudah, si pendatang berjubah biru melakukan 2 langkah cepat dibarengi dua kali sodokan, dan hanya terdengar suara "duk ". duk"
dan kedua murid lainnya juga terjungkal menyusul kawan
mereka terdahulu.
Dan ketika mereka bangkit berdiri kesakitan, orang-orang berkerudung biru yang mereka hadang, sudah naik keatas
gunung. Dan tidak berayal lagi, ketiganya segera paham apa yang harus mereka kerjakan, menyusul tidak lama terdengar isyarat tanda bahaya dikirim ke atas gunung.
Tetapi, ketika sinyal tanda bahaya sedang dikirimkan ke atas gunung, di depan pintu gerbang atau pintu masuk Kun Lun Pay sudah berdiri 4 orang. Keempat orang tersebut
berkerudung dan berjubah dengan warna warna berbeda,
yakni warna merah, warna hijau, warna biru dan warna
kuning, dan semuanya berwarna pekat. Merah pekat, hijau pekat, kuning pekat dan biru pekat.
Menyusul tidak beberapa lama kemudian, berloncatan
dibelakang masing-masing 4 orang tersebut barisan-barisan berwarna sama. Di Belakang masing-masing 4 orang yang
datang terdahulu, kini berdiri berbaris sebanyak 12 orang dengan warna yang sama mengikuti pimpinannya, hanya tidak sepekat 4 orang yang sudah sejak awal datang, dengan
menanti duluan di depan gerbang masuk Kun Lun Pay.
Inilah BARISAN WARNA WARNI. Baru sekali ini barisan ini tampil bersama, tampil lengkap dengan menandakan tempat yang dituju tentu lebih berbobot dan lebih hebat dibandingkan dengan yang didatangi oleh hanya 1 Barisan Warna saja.
"Utusan barisan warna-warni datang minta untuk ketemu
dengan Ketua Kun Lun Pay" Duta berbaju biru nampak
berseru lantang, tetapi melalui pengerahan tenaga dalam dan khikang, sehingga suara tersebut terdengar berkumandang sampai cukup jauh. Jelas suara itu sudah terdengar kedalam dan sudah diketahui pihak Kun Lun Pay.
"Kami bertamu baik-baik, harap diterima" lanjutnya dengan lontaran suara yang sama dengan suaranya yang terdahulu.
Tidak terdengar sedikitpun sahutan dari dalam, tetapi tidak lama setelah ucapan Duta Biru, dibalik pintu gerbang
terdengar sejenak suara berisik dan benar saja, tidak berapa lama pintu gerbang Kun Lun Pay terbuka diiringi dengan
sebuah suara yang tak kalah menggema dan bergaung
dengan pengerahan suara dan khikang si utusan Barisan
Warna biru tadi:
"Silahkan ". silahkan, meski kalian masuk dengan paksa
dan tidak mematuhi tata karma mengunjungi Gunung Kun
Lun, tapi kami persilahkan masuk dengan sangat hormat.
Biarlah terlebih dahulu kami menyambut kalian semua di
halaman depan"
Nampaknya saja penyambutan dengan hormat, tetapi
dengan hanya menyambut di halaman depan, atau di depan
pintu masuk saja, sama artinya dengan tidak menerima tamu secara hormat. Tetapi, itupun karena tamu yang datang
memaksa dan menerobos masuk dengan cara yang sangat
tidak sopan dan tidak menghormati tuan rumah. Tamu,
karenanya hanya diberi kesempatan menginjak halaman
depan, dan tidak atau belum diijinkan masuk halaman dan pekaranganrumah sebagai tanda menghormati tetamu.
Nampaknya para pendatang menyadari hal tersebut,
karena itu amat wajar bila terdengar dengusan pemimpin
Barisan Kuning:
"Hmm, sombong sekali"
"Memang, tapi masih lebih baik daripada di gerbang yang terlalu sempit ini" sahut si pemimpin Barisan merah.
"Tapi, kan setidaknya kita melewati gerbang ini, dan
rasanya lebih baik dan lebih menyenangkan" tambah si
pemimpin Barisan Hijau.
Dan ketika keempat Pemimpin Barisan warna-warni
menginjakkan kakinya melewati gerbang, di sebelah dalam, sebuah halaman luas terhampar. Nampak jelas apabila
pekarangan tersebut terawat dan dirawat dengan sangat baik dan sangat tekun. Bahkan disana-sini ditemukan bunga-bunga khas Kun Lun San, terutama bunga yang memiliki habitat di pegunungan dan berdaya tahan tinggi terhadap cuaca dingin.
Tetapi bukannya luas halaman serta bunga-bungaan yang
indah di dekat gerbang yang menarik perhatian mereka, tetapi puluhan atau mungkin mendekati 100an murid Kun Lun Pay
ternyata sudah menyambut mereka. Mereka berdiri sigap dan siap, kurang lebih 50 meter dari gerbang yang banyak dihiasi bunga dan berdiri di halaman depan gedung mereka.
Bahkan di depan mereka berdiri Pek Kong Hiap Ma Bok
Sun, sute merangkap wakil ketua Kun Lun Pay didampingi oleh Kun Lun Sam Liong. Tokoh-tokoh Kun Lun Pay nampak
menanggapi serius kedatangan Barisan Warna-Warni ini,
karena sedikit banyak mereka sudah mendengar mengenai
Barisan yang sedang mengganas di dunia Kang Ouw ini.
"Selamat datang ".. selamat datang di Kun Lun San.
Apakah penghormatan kami tidak memadai bagi kalian?"
terdengar suara bernada teguran dari Ma Bok Sun yang
memimpin barisan di depan gedung Kun Lun Pay itu.
"Atau, apakah kedatangan kalian melanjutkan serbuan
kalian di beberapa perguruan Tionggoan beberapa bulan
terakhir ini?" lanjut Ma Bok Sun dengan hebat dan telak langsung ke pokok persoalan. Ma Bok Sun memang dikenal
tidak suka berbelit-belit, tetapi sangat berterus terang dan jujur. Hal ini dia perlihatkan dalam menerima kunjungan Barisan Warna-Warni tersebut.
"Kami menghormati Kun Lun Pay, karena itu bukan hanya 1
Barisan Warna saja yang datang berkunjung, tetapi bahkan semua Barisan Warna Warni" Jawab Duta Merah tetap tenang, seperti tidak tersinggung dengan ucapan Ma Bok Sun yang tanpa tedeng aling-aling.
"Kami tersanjung" jawab Ma Bok Sun, tetapi suaranya jelas menunjukkan bahwa dia sangat tidak terkesan dengan
kedatangan Barisan Warna-Warni. Dan terdengar dia
kemudian melanjutkan:
"Tetapi, tentunya kedatangan kalian bukan dengan maksud menikmati keindahan alam Kun Lun San. Dan tidak sekedar datang untuk menunjukkan kalian menghormati kami.
Benarkah?" kembali Ma Bok Sun mengeluarkan kalimat yang telak menohok para pendatang.
Keempat pemimpin Barisan, nampak melengak juga
meladeni cara dan gaya bercakap Ma Bok Sun yang sungguh tidak mengenal basa basi, langsung saja ke pokok persoalan.
"Meskipun pemandangan Kun Lun San memang indah, tapi
maksud kami memang bukan untuk melancong" ujar
Pemimpin Barisan Kuning.
"Baiklah, bila kalian berkenan dan sudah siap, boleh kalian sampaikan maksud kedatangan lengkap dengan barisan warna masing-masing" Ma Bok Sun masih dengan tenang memburu
keterangan pendatang.
"Tetapi, maafkan, kami hanya bisa bicara langsung dengan Ciangbunjin Kun Lun Pay" tegas Pemimpin Barisan Merah yang nampaknya mewakili kawan-kawannya menjadi juru bicara.
"Sebagai wakil Ciangbunjin Suheng yang sedang semedi,
maka aku berhak menerima kalian" Ma Bok Sun berkeras,
karena memang sebagai Wakil Ciangbunjin, dialah yang
mengurusi segala hal dalam kesehari-harian, terutama bila Ciangbunjin sedang berhalangan atau samadhi.
"Kami akan tetap menunggu sampai Pek Mau Seng Jin
tampil sendiri menghadapi kami" terdengar pemimpin Barisan Merah juga berkeras dengan keinginan mereka. Dan
akibatnya, nampak Ma Bok Sun menjadi kurang senang, meski masih tetap hormat sebagai tuan rumah, dan terdengar dia berkata:
"Maaf, tetapi kami tidak bersedia menampung tamu
sebanyak kalian di kuil kami. Silahkan kalian berlalu dan datang lagi nanti besok sore, bertepatan dengan Ciangbunjin Suheng menyelesaikan samadhinya" Sahut Ma Bok Sun dingin, sambil menunjuk pintu gerbang tempat para tamu untuk


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlalu. "Kalian tidak usah menampung kami, karena kami akan
mampu memaksanya keluar" Sebuah suara terdengar penuh
berisi khikang terdengar. Dan sudah pasti suara itu didengar atau terdengar oleh Pek Mau Sengjin, Ciangbunjin Kun Lun Pay jika benar dia berada didalam kuil.
"Hm ".. tidak perlu jual lagak di Kun Lun" Sebuah suara yang halus terdengar menindih suara penuh khikang yang
barusan dilancarkan Pemimpin Barisan Hijau. Dan bersamaan dengan itu, didepan murid-murid Kun Lun Pay telah berdiri Pek Mau Sengjin dengan agung dan berwibawa.
Pek Mau Sengjin memang tidak kecewa menjadi Ketua
sebuah Perguruan Silat besar sekelas Kun Lun Pay. Usianya sudah cukup lanjut, mendekati 65 tahun, jauh terpisah dengan Adik seperguruannya Ma Bok Sun yang baru mau mencapai
40an tahun. Dalam hal kematangan, pengalaman, ketenangan serta akurasi bersikap di tengah persoalan rumit, dia jauh mengungguli sute-sutenya, bahkan termasuk Kun Lun Sam
Liong. Bahkan kekuatan Iweekangnya, sebetulnya sudah demikian
dalam, tanpa pernah diketahui oleh adik2 seperguruannya.
Kematangannya nampak dari gaya, wibawa dan saat
berhadapan dengan para Pemimpin Barisan Warna Warni yang dihadapinya dengan senyum. Seperti menghadapi sekelompok anak nakal saja, dan terdnegar dia berkata:
"Sicu sekalian, buat apa membawa barisan warna-warni
kalian ke Kun Lun San?" Tanya Pek Mau Sengjin dengan
senyum ramah. "Apakah kami berhadapan langsung dengan Ciangbunjin
Kun Lun Pay yang terhormat Pek Mau Sengjin" bertanya
Pemimpin Barisan Merah sebagai juru bicara kelompok
pendatang itu. "Demikian orang-orang mengenal dan memanggilku" Jawab
Pek Mau Sengjin masih dengan senyum sabar.
"Apakah ada sesuatu yang kalian perlukan dariku?"
bertanya Pek Mau Sengjin lebih lanjut.
"Ya, kami punya urusan. Tocu (Pemilik Pulau) kami
meminta kerjasama dengan Kun Lun Pay kedepan. Entah
Ciangbunjin bersedia atau tidak?" Pemimpin Barisan merah langsung dengan urusan yang diembankan kepada mereka
untuk diajukan kepada Kun Lun Pay.
Sambil menarik nafas dan tetap dengan ramah dan sabar,
dan bahkan kemudian terlihat mengelus jenggot putihnya, Ketua Kun Lun Pay Pek Mau Sengjin menukas:
"Hmmm, kami merasa terhormat. Tetapi, herannya
mengapa kalian dari Lam Hay Bun menjadi berubah sikap dan cara" Dan kerjasama apapula yang kalian maksudkan?"
"Tocu berniat memperluas pengaruh ke Tionggoan. Kami
sudah menaklukkan banyak Perguruan dan mereka siap
bekerjasama. Dan sekarang kami menawarkan kerjasama
tersebut kepada Kun Lun Pay" Jawab Pemimpin Barisan
Merah. "Hahahaha, artinya jika Kun Lun Pay menolak, maka
nasibnya akan sama dengan perguruan semisal Pek Liong Pay, Hong Lui Pay, Perguruan Macan terbang dan lain-lainnya?"
Bertanya Pek Mau Sengjin sambil tertawa ringan, seolah tanpa beban. Hal yang membuat para pendatang mengerutkan
kening dan kagum akan ketabahan dan kehebatan
Ciangbunjin Kun Lun Pay ini.
"Kami datang dengan niat baik, menawarkan kerjasama
dengan Kun Lun Pay" Jawab Pemimpin Barisan Merah.
"Dan jika tidak bersedia, kalian mau menaklukkan kami
dengan kekerasan, begitu?" Siok En Lay, Ji Sute Pek Mau Sengjin yang berangasan menjadi tidak sabaran. Tetapi
dengan tenang Pek Mau Sengjin menyabarkan Sutenya:
"Ji Sute, tenang saja. Biarkan aku melanjutkan
pertanyaanku dengan mereka" bujuknya dengan tetap sabar.
Mermang matang betul Ciangbunjin ini.
"Keterlaluan, mereka betul-betul menghina Kun Lun Pay,
Ciangbunjin Suheng" kesal Siok En Lay dengan wajah merah terbakar amarah.
"Mereka memang keterlaluan Ciangbunjin Suheng, tapi
memang mari kita lihat apa maunya" Ma Bok Sun menimpali.
Dia percaya betul dengan Toa Suhengnya, Ciangbunjin Kun Lun Pay.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
(2): Pertandingan di Kun Lun Pay
Pek Mau Sengjin kembali menghadapi Barisan Warna Warni
dan dengan suara menjadi lebih serius berkata:
"Lam Hay Bun menawarkan kerjasama tetapi dengan
mengutus utusan yang tidak pantas menawarkan kerjasama.
Kedua, kalian telah mengganggu wilayah daerah Persilatan Tionggoan. Ketiga, menjadi tugas kaum pendekar termasuk Kun Lun Pay untuk menegakkan keadilan di dunia Kang Auw.
Dan terakhir, karena kalian bertamu baik-baik dan tidak menimbulkan kegaduhan, kami persilahkan untuk angkat kaki dengan baik-baik pula dari Kun Lun San" Pek Mau Sengjin menjadi tegas berujar sambil menunjukkan pintu keluar bagi Barisan Warna Warni.
"Silahkan" tegasnya menunjuk pintu keluar. Hebat
Ciangbunjin ini, barusan dia berbasa-basi dan nampak sangat lembut dan sabar, tetapi ketika memutuskan sesuatu yang sangat penting, menyangkut kegagahan, keadilan dan
keamanan dunia persilatan, bahkan kehormatan Kun Lun Pay, tiba-tiba dia menjadi sangat tegas, berwibawa dan sulit ditawar.
"Hahahahaha, sudah kuduga kalau Kun Lun Pay memiliki
kegagahan untuk menjaga kehormatannya. Sebagaimana
biasanya, kami memperoleh tugas untuk memaksa mereka
yang menolak bekerjasama" Pemimpin Barisan Merah sudah
mulai menunjukkan gelagat tidak baik. Dengan kata lain, mereka memang ditugaskan untuk memaksa.
"Apa kalian kira mampu unjuk kehebatan di Gunung kami"
Ma Bok Sun mendengus gusar.
"Mampu atau tidak, kita boleh lihat" Jawab Pemimpin
Barisan Merah dingin.
Pek Mau Sengjin tidak kehilangan kesabaran dan
ketelitiannya. Dia sadar, Barisan Warna-Warni yang menjadi duta Lam Hay Bun tidak bernama kosong, dan mereka
bukannya tanpa persiapan. Intuisinya berbicara bahwa masih ada kekuatan lain yang disiapkan oleh Lam Hay Bun dalam menghadapi Kun Lun Pay yang kekuatannya sudah bisa
ditaksir sekitar 200an anak murid. Karena itu dengan tetap sabar dan hati-hati dia berkata:
"Apakah kerjasama semacam yang kalian tawarkan selalu
berakhir dengan pertempuran untuk memaksa dan
menaklukkan?" tanyanya kembali menjadi sabar untuk
mengulur waktu mempelajari kesiapan lawan.
"Tergantung kesediaan yang kami tawari kerjasama,
apakah menerima ataukah menolak" jawab Pemimpin Barisan Merah.
"Jika kami menolak?" Tanya Pek Mau Sengjin
"Kami akan memaksa, kami akan mencoba menaklukan
Kun Lun Pay dengan kekuatan kami yang ada dan tersedia"
jawab Duta Merah
"Bangsat, kalian pikir gunung ini empuk buat kalian
santap?" Erang Siok En Lay gusar dan tidak mampu
mengendalikan diri lagi, tetapi tetap ditahan Ciangbunjinnya.
"Bagaimana cara kalian memaksa kami jika demikian?" Pek Mau Sengjin bertanya sambil tersenyum, karena dia hamper pasti bahwa intuisinya ternyata benar.
"Dengan kekuatan, baik bertanding ilmu silat ataupun
bertanding misal dengan menggunakan barisan kami Su-fang-hong-ho-tin" (barisan hujan angin di empat penjuru)
Pemimpin Barisan Merah menegaskan niatnya.
"Dengan hanya kalian berjumlah sekian banyak mau
menempur kami yang ada 200an orang?" Pek Mau Sengjin
menegaskan sambil meneliti, seakan ingin berpesan, bahwa mereka tidak akan sanggup menaklukkan Kun Lun Pay yang
berkekuatan lebih besar.
"Kami merasa sudah cukup untuk bisa melakukannya
sampai tuntas" Jawab Pemimpin Barisan Merah aseran
Tanpa dapat dicegah lagi Siok En Lay sudah menerjang
kearah pemimpin barisan merah, melesat sambil melepaskan sebuah pukulan penuh tenaga iweekang. Pemimpin Barisan
merah tahu bahaya, dan sadar bahwa salah seorang dari Kun Lun Sam Liong bukan barang murah. Tetapi belum sempat dia bergerak, tiba-tiba bayangan kuning berkelabat menangkis serangan Siok En Lay dan benturan keras terjadi memekakkan telinga
?"."Blaaaaaar", sambil kedua sosok bayangan terpisah
dan terlontar ketempatnya masing-masing. Siok En Lay segera sadar, bahwa kekuatannya masih sedikit berada di bawah
lawan, dan ini membuatnya tertegun. Pandangan Pek Mau
Sengjin yang tajam juga mampu melihat kenyataan ini,
kenyataan yang membuatnya menjadi semakin waspada.
Nampaknya kekuatan Barisan Warna Warni dari Lam Hay Bun ini bukannya sembarangan.
"Ji Sute, tahan amarahmu" Pek Mau Sengjin menyabarkan
dan kembali memandang tajam kearah para pemimpin
Barisan. "Baiklah, kami menolak tawaran kalian yang tidak pada
tempatnya. Dan apabila kalian memaksa, maka bukan karena kami kelebihan orang maka kami menggunakannya. Tetapi
karena kami mempertahankan kehormatan Perguruan kami.
Atau, jika ingin yang lebih lunak, kami persilahkan
kalianmeninggalkan Kun Lun Pay. Kasarnya kami mengusir
kalian semua" Pek Mau Sengjin mengambil tindakan tegas. Dia sadar bahwa nampaknya pertarungan sudah sangat sukar
untuk dihindari lagi.
"Kalian mau menggunakan semua murid dan kami dengan
barisan kami, atau kita melakukan perang tanding dengan menakluk sebagai taruhannya?" Pemimpin Barisan Merah
bertanya dingin.
"Kun Lun Pay memiliki sejarah panjang, bahkan dengan
kalian menghancurkan Gunung ini, bukan berarti berakhirnya cerita dan sejarah Kun Lun Pay. Kami memiliki puluhan atau mungkin ratusan murid yang berkelana di Dunia Persilatan.
Tapi jika kalian menginginkan perang tanding, maka Kun Lun Pay akan berusaha menjaga kehormatannya tanpa
mempertaruhkan apa-apa" Tegas Pek Mau Sengjin.
Pemimpin Barisan merah berpikir sejenak. Dengan
mengalahkan pentolan-pentolan Kun Lun Pay, tentunya akan lebih mudah menaklukkan Perguruan ini, lagipula dari
benturan tenaga Duta Kuning dengan Siok En Lay, dia tahu jagonya masih menang seurat. Karena itu akhirnya dia
cenderung menerima atau mengusulkan perang tanding
dengan catatan kelompoknya harus mampu menang dan
membunuh lawannya.
Dengan pikiran itu dia menukas:
"Baik, kami mengajukan 5 orang untuk melayani 5 orang
dari kalian" tegasnya memilih. Meski dia juga sadar, bahwa untuk melaksanakan tugasnya, kalah menang dalam perang
tanding dia harus tetap menggunakan barisan Su-fang-hong-ho-tin yang dahsyat dan gaib untuk menuntaskan tugasnya atas Kun Lun Pay.
"Baik jika itu pilihan kalian, kami akan menyiapkan 5 orang yang akan menandingi kalian. Tapi sebaiknya ada batasan dan aturan atas pertandingan itu, misalnya dibatasi sampai 100
jurus saja" usul Pek Mau Sengjin
"Tidak perlu dibatasi, harus diselesaikan sampai ada
pemenangnya" Tukas Pemimpin Barisan Merah.
"Baik jika itu mau kalian, maka akulah yang akan maju
pertama" Siok En Lay yang berangasan sudah tanpa
menunggu permisi Ciangbunjinnya langsung menawarkan diri.
Hal yang disesali Pek Mau Sengjin, karena dengan demikian dia menjadi memiliki pilihan sempit untuk memenangkan
pertandingan ini. Karena itu, dia tidak punya pilihan lain ketika kemudian Pemimpin Barisan Kuning sudah kembali berkelabat dan kini berhadap-hadapan dengan Siok En Lay dalam sebuah arena pertempuran sungguhan, dan bukan hanya sekedar adu tenaga belaka.
Siok En Lay yang sudah terbakar amarah, masih cukup
sadar jika lawannya kali ini tidaklah ringan. Tetapi, sebagai salah satu tokoh kelas utama dalam Dunia Persilatan, dia merasa punya bekal cukup untuk menandingi Pemimpin
Barisan Kuning dari Lam Hay ini. Karena itu, dengan
pengalamannya ditekannya amarahnya dan berkonsentrasi
untuk memenangkan pertarungan.
Setelah menarik nafas sebentar, tidak lama kemudian
pertempuran antara kedua jago inipun segera pecah. Sesuatu yang menarik perhatian Pek Mau Sengjin adalah, dasar
pergerakan dan ilmu Pemimpin Barisan Kuning ternyata terlalu mirip dengan dasar Ilmu Tionggoan dan bukannya dasar ilmu yang disaksikannya dimainkan tokoh-tokoh Lam Hay Bun
puluhan tahun lalu di Siauw Lim Sie. "Heran" pikirnya, ada apa sebenarnya dengan Lam Hay Bun, dan mengapa pula tokoh
mereka memainkan ilmu semacam ini.
Tetapi meskipun dasarnya adalah Ilmu daratan Tionggoan, tetapi jurus-jurusnya begitu aneh dan dahsyat. Sekilas Pek Mau Sengjin sadar bahwa nampaknya Siok En Lay
menghadapi tugas yang tidak ringan dan kecenderungan
untuk kalah malah agak besar. Dari benturan-benturan
kekuatan nampak bahwa Siok En Lay keteteran dan kalah
seusap, sementara dalam hal kegesitan, nampaknya mereka berimbang.
Siok En Lay yang memainkan Rangkaian Ilmu Pukulan dari
Kun Lun Kun Hoat, nampak kurang trengginas menghadapi
amukan Pemimpin Barisan Kuning yang memainkan jurus-
jurus aneh yang belum dikenal. Tetapi kedahsyatannya
membuat Siok En Lay seperti hanya menunggu waktu untuk
kalah semata. Menghadapi kenyataan tersebut, tiba-tiba Siok En Lay
mengeluarkan jurus terampuh dari Kun Lun Kun Hoat
bernama Lok-sia-ho-ku-ing-ci-fei" (pelangi turun dan elang terbang ke udara). Serta merta pukulan dan terjangan
Pemimpin Barisan Kuning tertahan dan bahkan dia
menghadapi cakar dan patukan dari kedua tangan Siok En Lay yang menerjang dari atas dan mengarah ke bagian-bagian
mematikan di kepala dan dadanya.
Gebrakan tersebut merubah keadaan, dari keadaan Siok En Lay tertekan menjadi menyerang, tetapi dengan melupakan pertahanannya, karena memang jurus Lok-sia-ho-ku-ing-ci-fei"
merupakan jurus serangan ampuh. Dengan susah payah
Pemimpin Barisan Kuning menggulingkan dirinya di tanah baru bisa menghindari jurus maut yang berantai tersebut. Tetapi dengan berguling-guling di tanah untuk sementara
kedudukannya menjadi tertekan dan di bawah angin.
Sementara itu, Siok En Lay telah memanfaatkan waktu
seketika untuk mengganti jurus serangannya yang kali ini menggunakan jurus khas Kun Lun Sam Liong, yakni Toat Beng Sam Liong (Tiga Naga Pencabut Nyawa) yang mengangkat
nama Kun Lun Sam Liong.
Ilmu ini sebenarnya akan membawa perbawa yang luar
biasa jika dimainkan bertiga, bahkan Pek Mau Sengjin sendiri akan kesulitan mengatasinya. Tetapi, bisa juga dimainkan sendirian, tetapi kekuatannya berkurang dibandinmgkan
dengan dimainkan secara bersama oleh 3 orang. Ketika yang diperoleh Siok En Lay cukup untuk memainkan jurus ampuh yang juga menjadi andalannya disamping Kun Lun Kun Hoat maupun Kun Lun Kiam Hoat. Dengan gerakan-gerakan lincah meniru gerakan Naga Menggoyang Ekor, Siok En Lay
memainkan kaki tangannya dengan cepat dan kokoh.
Tetapi Duta Kuning yang sempat mengalami kerugian
akibat jurus andalan Kun Lun Kun Hoat sudah mempersiapkan diri dengan jurus andalannya Pat Tou Su-sing (Empat bintang bertaburan di delapan penjuru) yang juga aslinya dimainkan bersama 3 Pemimpin Barisan lainnya. Bahkan jika ditambah dengan poros bintang putih atau bintang hitam dari Barisan Putih (Barisan Dalam) dan Barisan hitam (Barisan Luar), maka kekuatan barisannya menjadi berlipat ganda.
Tetapi dengan 4 Pemimpin Barisan memainkannya
berbarengan, juga sudah sulit dicarikan tandingan. Dimainkan sendiri oleh Pemimpin Barisan Kuning, juga nampaknya masih memadai untuk mengatasi Siok En Lay yang nampak kembali mulai jatuh di bawah angin. Meskipun tidak bisa dibilang terdesak, tetapi serangan 8 penjuru dengan kecepatan kilat, membuat jurus Naga Menggerakkan Ekor dan Naga
Mengamuk dari rangkaian jurus Toat Beng Sam Liong hanya kokoh mempertahankan diri.
Tetapi yang pasti, sulit bagi Siok En Lay untuk keluar
menyerang saking cepat dan bervariasinya serangan dari 8
arah yang dilancarkan oleh Pemimpin Barisan Kuning.
Untungnya jurus Toat Beng Sam Liong mampu mengimbangi
pada 3 arah berbeda meski dengan kekuatan yang berbeda-
beda. Keadaan Siok En Lay bagi Pek Mau Sengjin tidak akan
bertahan seri untuk waktu yang lama, karena kekuatan tenaga dalam yang berbeda akan menentukannya. Selebihnya, untuk keluar menyerang juga sudah sulit bagi Siok En Lay,
sementara Pemimpin Barisan Kuning sedang menunggu saat
yang tepat untuk menyerang dengan jurus pamungkas dari
Pat Tou Su-sing.
Tangannya bergerak lincah dan bagaikan datang dari 8
arah, sementara Siok En Lay sulit menentukan apakah 5 yang tidak bisa dihadapi merupakan serangan asli ataukah tipuan.
Akibatnya beberapa kali bagian tubuhnya mulai tersentuh oleh tangan lawannya. Sepantasnya pada saat itu Siok En Lay
mengundurkan diri, tetapi keberangasannya membuatnya
terus bertahan dan pada akhirnya sebuah tepukan berat di pinggangnya melontarkannya jauh dengan luka yang cukup
parah. Syukur kegagahan belum dilupakannya, "Aku kalah, kamu
menang" gumamnya lesu. "Maafkan aku Ciangbunjin Suheng"
sapanya kelu menatap Pek Mau Sengjin untuk kemudian
duduk bersila berusaha mengobati luka dalam setelah
menelan sebutir pil yang diberikan Ciangbunjin, lukanya nampak cukup parah dipinggangnya, bahkan dari mulutnya
nampak darah mengucur.
Meskipun menang, Pemimpin Barisan Kuning nampak
kurang senang. Hal ini disebabkan dia mendapat teguran
melalui Coan Im Jip Bit (Ilmu Menyampaikan suara) yang
menyalahkannya karena tidak membunuh dan melumpuhkan
Siok En Lay. Pemimpin Barisan Kuning berjalan tertunduk lesu dan nampak menyesal karena tenaga yang mampu
dikeluarkannya pada saat terakhir tidak mampu atau tepatnya belum cukup untuk merenggut nyawa Siok En Lay, hanya
menyebabkan luka parah.
Pek Mau Sengjin kemudian menatap Ma Bok Sun, sutenya
(Murid dari Adik Seperguruan Gurunya) sambil berbisik, "Sute, sebaiknya saat ini kamu yang turun ke gelanggang. Sebaiknya bersiap menggunakan baik Golok Putihmu maupun Ilmu
Pukulan Naga Putih dari Susiok, kita menghadapi saat yang cukup gawat untuk mempertahankan Kun Lun San".
"Baik Ciangbunjin Suheng" Ma Bok Sun kemudian
melangkah maju sambil menjura
"Siapa yang akan menjadi lawanku kemudian?" tanyanya
aleman. Pemimpin Barisan Hijau meminta ijin kepada
Pemimpin Barisan Merah untuk maju dan diiakan
"Baik, mari kita bermain-main. Tapi apakah bersenjata atau tidak?" tanyanya karena melihat Ma Bok Sun membekal Golok meski belum dihunus.
"Kita bisa melakukan kedua-duanya" Sahut Ma Bok Sun
singkat. "Baik, silahkan" sahut Pemimpin Barisan Hijau.
Pek Mau Sengjin memperhitungkan bahwa untuk
menghadapi 5 jago dari Barisan Warna Warni ini dia akan mengajukan 2 orang dari Kun Lun Sam Liong, kemudian Ma
Bok Sun, dirinya sendiri dan Barisan 3 Naga Kun Lun. Dia memprediksi bahwa 5 jago yang dimaksudkan Duta Merah
tadi adalah ke-4 pemimpin barisan dan kemudian barisan
mereka. Karena itu, dia memilih Ma Bok Sun untuk memberi ketika Siok En Lay memulihkan kekuatannya dan menyusun
barisan 3 Naga.
Sementara itu, gebrakan antara Ma Bok Sun dengan
Pemimpin Barisan Hijau sudah semakin seru, dan
sebagaimana dugaan Pek Mau Sengjin, nampaknya keduanya
seimbang. Ma Bok Sun yang masih memainkan Kun Lun Kun
Hoat dengan kokoh mengimbangi ilmu yang dikembangkan
Pemimpin Barisan Hijau, dan tidak nampak mendesak maupun terdesak. Nampaknya dalam hal Iweekang dan juga Ginkang keduanya agak setara, hal yang makin mengejutkan Pek Mau Sengjin dengan banyaknya jago sakti di pihak musuh.
Serang menyerang makin seru dan ketika kemudian Ma Bok
Sun mengeluarkan jurus Pek Liong Kun Hoat diapun sanggup menandingi Pat Tou Su-sing (Empat bintang bertaburan di delapan penjuru). Pek Liong Kun Hoat memang berbeda
dengan Toat Beng Sam Liong Sin Ciang yang mesti dimainkan bertiga. Pek Liong Kun Hoat memang digubah khusus oleh
Susiok Pek Mau Sengjin dan diturunkan kepada Ma Bok Sun.
Karena itu, menghadapi Pat Tou Su-sing jurus tersebut
sanggup untuk menahan dan bahkan membalas serangan


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan tidak kalah garangnya. Serang menyerang dan saling bertahan dari pukulan lawan terjadi silih berganti dengan tiada tanda-tanda salah seorang dari mereka akan terdesak. Bahkan ketika pertandingan dilanjutkan dengan menggunakan senjata masing-masing, yakni Ma Bok Sun menggunakan Golok dan
memainkan Pek Kong To Hoat sementara Pemimpin Barisan
hijau menggunakan senjata model Bintang Laut bergerigi, juga tidak sanggup mengubah keadaan.
Ma Bok Sun memang menang kokoh, tetapi keuletan dan
kengototan Duta Kuning menutupi kelemahannya hingga
menghasilkan tidak lebih dari seri. Setelah menghabiskan lebih 200 jurus, akhirnya pertandingan dinyatakan draw karena masing-masing tidak sanggup mendesak lawannya.
Pertandingan ketiga mempertemukan Cu Kun Tek dengan
Pemimpin Barisan Biru, dan seperti juga Siok En Lay, Cu Kun Tek mengalami kerugian, malah lebih parah. Kepandaian Cu Kun Tek memang seimbang dengan Siok En Lay, seperti juga Pemimpin Barisan Biru dengan Pemimpin Barisan Kuning.
Hanya karena Pemimpin Barisan Biru yang sudah memperoleh pesan harus melumpuhkan atau membunuh jika bisa,
membuat luka yang diderita Cu Kun Tek sedikit lebih parah dari saudaranya Siok En Lay.
Dan karena pada pertandingan keempat posisi Kun Lun Pay tertinggal 0-2, maka Pek Mau Sengjin terpaksa harus turun tangan langsung guna memenangkan 2 pertandingan tersisa demi menjaga kehormatan Kun Lun Pay. Pek Mau Sengjin
dihadapi oleh Pemimpin Barisan Merah yang nampaknya
menjadi pimpinan dari 4 barisan warna warni tersebut.
"Marilah sicu, kita bermain-main sebentar" Pek Mau Sengjin menantang.
"Baik, sambutlah" jawab Pemimpin Barisan Merah sambil
langsung menyerang.
Pertandingan kali ini melibatkan gengsi tertinggi Kun Lun Pay, karena Ketuanya langsung yang turun tangan menempur musuh. Murid-murid Kun Lun Pay yang sebelumnya terbenam dalam kesedihan akibat kekalahan 2 pemimpinnya berusaha memberi semangat Ciangbunjinnya untuk memenangkan
pertarungan. Dan memang, kematangan Pek Mau Sengjin segera
terlihat. Meskipun nampaknya Pemimpin Barisan Merah
seusap diatas 3 duta lainnya, tapi dia sadar kalah matang dengan Pek Mau Sengjin yang bertarung sabar, kokoh dan
luar biasa kuatnya. Kun Lun kun Hoat dimainkannya dengan sempurna, baik ketika menyerang maupun ketika bertahan.
Nyaris tidak ada cela bagi Pemimpin Barisan Merah menerobos ketua Kun Lun Pay ini, sementara kekuatan Iweekangnya
seperti terus menerus mengalir dan membuat Pemimpin
Barisan Merah tidak tahan.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
(3): Duta Agung Vs Barisan Warna-Warni
Pemimpin Barisan Merah sadar bahwa dia akan dikalahkan, tetapi dia tidak mau terlalu ngotot karena memiliki
perhitungan lain. Karena itu, pada jurus ke 75, ketika dia menerima pukulan dipundaknya dan dia terpelanting jatuh oleh serangan kun Lun Kun Hoat, dia segera menyatakan
kalah. "Ciangbunjin memang hebat, aku mengaku kalah" ujarnya
sambil menghormat diiringi teriakan girang dari para murid Kun Lun Pay.
"Baiklah, kalian tentukan jago untuk pertandingan terakhir.
Biar kami akan memutuskan siapa yang akan maju dalam
pertarungan tersebut" Ujar Pek Mau Sengjin.
"Kami mendengar bahwa barisan Kun Lun Sam Liong Tin
adalah barisan istimewa. Kami ingin menandinginya dengan Pat Tou Su-sing-Tin kami" Jawab Pemimpin Barisan Merah.
Pek Mau Sengjin tercekat. Dia sadar posisi mereka gawat, Siok En Lay terluka, meski nampaknya sudah tidak ada
halangan, sementara Cu Kun Tek masih sedang mengobati
lukanya. Parahnya, Ma Bok Sun tidak sanggup bermain dalam barisan 3 Naga.
"Sudahlah, nampaknya memang harus demikian, tidak bisa
disembunyikan" gumamnya.
"Barisan Kun Lun Sam Liong bersama dengan "kepalanya"
akan bergerak menyambut musuh. Sin Cu, tempati samping
kanan sirip Naga dgn melinduni ekor, En Lay, tempati sisi kiri sirip Naga. Cun Tek, sudah sanggupkah menjaga bagian
ekor?" Dengan memaksakan diri Cun Tek bangkit.
Meskipun sulit, tetapi dia nampak antusias karena untuk kali pertama ini barisan 3 Naga Kun Lun maju dengan
kepalanya sekaligus, Kepala Naga yang diciptakan Susiok Ciangbunjin baru 5 tahun berselang dan sekarang akan
digunakan menempur musuh. "Siap Ciangbunjin, demi Kun
Lun Pay" sahutnya.
"Barisan 3 Naga Kun Lun Pay siap menyambut kalian,
silahkan" Pek Mau Sengjin mengundang, meskipun sadar
bahwa serangan bagian ekor tidak akan maksimal.
"Baik, Barisan Pat Tou Su-sing (Empat bintang bertaburan di delapan penjuru) bersiap", maka ke-4 barisan warna warni kemudian melompat berbareng pada 4 penjuru dengan
menciptakan ruang luas didalamnya. Dan tidak lama
kemudian, ke-4 orang tersebut mulai berlari mengelilingi barisan 3 Naga sampai kemudian di 8 penjuru tidak lagi
nampak warna Kuning, Merah, Biru dan Hijau, tetapi justru warna putih yang menyilaukan mata.
Pek Mau Sengjin yang harus membagi perhatian dengan
ekor dan sayap kiri yang sedikit "rusak", mulai menggerakkan barisannya. Serangan datang silih berganti, tetapi pergerakan 3 Naga juga sanggup dengan mudah mementahkan semua
serangan bagaikan badai dari 8 penjuru dari ke-4 pemimpin barisan warna warni.
"Hujan Bintang Laut 8 Penjuru" terdengar sebuah seruan
..... dan barisan yang bergerak cepat itu tiba-tiba
menghamburkan banyak piauw bintang laut kecil ke arah
barisan 3 Naga. Tapi Barisan Naga yang juga mulai bergerak cepat dengan tangkas menyampok piauw-piauw kecil tersebut, bahkan Pek Mau Sengjin dan ketiga Sutenya kini
bersenjatakan pedang mulai melakukan serangan-serangan
balasan. Tetapi, sebagaimana barisan Naga, barisan para pemimpin warna warni juga memiliki mekanisme saling membantu dan saling melindungi. Kedua barisan yang saling berbenturan akhirnya sangat tergantung kerjasama untuk saling melindungi dan saling menyerang. Pada sisi penyerangan, nampaknya
serangan 3 Naga agak terganggu karena tidak optimalnya
ekor dan sayap kiri, terutama bagian ekor yang tidak bisa melakukan kibasan. Karenanya, perbawa barisan warna warni nampak lebih mentereng.
Tetapi, posisi Kepala Naga yang dimainkan oleh Pek Mau
Sengjin sungguh mampu menutup kekurangan barisannya, dia bergerak berganti-ganti posisi dari Kepala ke ekor untuk mengamankan barisannya. Sementara barisan warna-warni
tetap berputar menghasilkan cahaya putih menyilaukan mata.
Pemimpin Barisan Merah yang cerdik segera sadar, bahwa
titik lemah barisan 3 Naga saat itu ada di bagian ekor dan sayap kiri, terutama bagian ekor. Tetapi dengan cerdik dia memerintahkan menyerang bagian kepala. "Serang kepalanya"
tetapi dia sendiri dengan sepenuh tenaga sambil mengucurkan banyak piauw bintang laut, berganti posisi dengan Pemimpin Barisan Biru yang langsung mengancam Kepala Naga, dan
menyerang sisi ekor Naga.
Pek Mau Sengjin yang sabar dan tulus tidak menyangka
jika Pemimpin Barisan Merah akan mengibulinya, karena itu ia tidak sempat lagi melindungi bagian ekor. Yang sempat
didengarkannya hanya keluhan "ngek, kena" dan barisannya kalang kabut karena Cun Tek termakan Piauw Bintang Laut di tangannya sementara dadanya kembali memperoleh gedoran
hebat, dan kali ini nampaknya mengakibatkan jiwanya
melayang. Pek Mau Sengjin mencoba mengembalikan barisan ke
barisan 3 Naga tanpa Kepala, tetapi saat kehilangan Cun Tek dimanfaatkan Pemimpin Barisan Hijau dan Biru untuk
menyerang hebat ke arah En Lay, sementara Pemimpin
Barisan Kuning menahan Pek Mau Sengjin yang mengerahkan jurus ampuh dari Golok Putih Halilintar. Bersamaan dengan tertebasnya lengan Duta Kuning, Pek Mau Sengjin mendengar jeritan menyayat hati dari Siok En Lay yang juga melepas nyawa tanpa bisa dilindunginya.
Dalam kegusarannya, Pek Mau Sengjin mengerahkan
tenaga saktinya yang disalurkan baik melalui Golok Halilintar maupun Pukulan Naga Mengamuk yang diarahkan ke
Pemimpin Barisan Merah dan Kuning. Serangan yang sungguh dahsyat ini nampaknya sulit dihindari keduanya, apalagi kedua pemimpin barisan yang lain terhalang oleh serangan Sin Cu yang juga sudah murka bukan main.
Disaat yang genting bagi kedua duta, tiba-tiba berkelabat sebuah bayangan hitam yang langsung menyongsong pukulan dan tebasan pedang Pek Mau Sengjin.
"Trang ..... duaaar" benturan senjata dan pukulan yang luar biasa terjadi. Akibatnya Pek Mau Sengjin tedorong 3 langkah kebelakang, sementara bayangan hitam tadi juga terdorong 4
langkah ke belakang.
"Siapa kau" Pek Mau Sengjin yang tergetar sadar bahwa
intuisinya benar. Ada kekuatan lain yang disembunyikan
lawan. "?uta Hitam" jawab si kerudung hitam singkat
Aneh, di Lam Hay hanya dikenal 4 Pemimpin Barisan dan
tidak ada duta hitam. Siapa mereka sebenarnya, Pek Mau
Sengjin bingung.
"Apakah kamu yang memimpin mereka?" tanyanya
"Untuk urusan Kun Lun benar" jawabnya tegas dan singkat-singkat saja.
"Baik, mari kita lanjutkan" tukas Sengjin
"Mari, biar Ciangbunjin kulayani" jawabnya sederhana.
Sambil berseru "Pat Tou Su-sing (Empat bintang bertaburan di delapan penjuru) laksanakan tugas" dan serentak barisan 4
duta yang besar termasuk 12 orang pengikut di masing-
masing Duta Ombak Warna Warni menyatu dan berputar
berbalikan arah bagaikan gerigi mesin.
Pusaran itu kemudian mengarah ke anak murid Kun Lun
Pay yang bahkan ikut melibat Sin Cu dan Ma Bok Sun dalam kesulitan. Akibat terjangan barisan tersebut, anak murid Kun Lun Pay mengalami banyak bencana, sementara Pek Mau
Sengjin dilibat sengit oleh Duta Hitam. Hebatnya, Duta Hitam ini bahkan masih sangghup mengimbangi dirinya, baik
Iweekang maupun Ginkangnya, sehingga semua serangannya
mengalami tangkisan dan hambatan yang sama kuatnya.
Dalam keadaan genting bagi anak murid Kun Lun Pay yang
sudah mengalami korban puluhan jiwa akibat pusaran barisan Pat Tou Su-sing (Empat bintang bertaburan di delapan
penjuru) disertai taburan piauw bintang laut, terdengar suara halus:
"Siapa mengacau Kun Lun" Suara tersebut diikuti oleh
kibasan tangan seorang tua yang berpakaian sederhana putih-putih. Kibasan-kibasan tangannya membentur tembok
berputar yang diciptakan oleh berputarnya 4 barisan warna-warni. Akibatnya orang tua ini juga menjerit
"Ih, barisan yang hebat". Tetapi akibat kibasannya, Barisan itu kemudian tidak sanggup menelan anak murid Kun Lun Pay yang lain, dan menyisakan mengepung orang tua tersebut di tengah bersama Sin Cu dan Ma Bok Sun.
"Suhu, baik-baikkah?" Ma Bok Sun menegur si orang tua
dengan hormat. "Sudahi hormat menghormat itu, kita lihat bagaimana cara menggedor kepungan barisan ini. Sin Cu awasi sisi belakang, Bok Sun, awasi sayap kiri kanan, biarkan aku membentur
dinding barisan itu" kata Kakek Renta itu.
Dan kembali lengannya mengibas ke kiri dan kekanan,
diikuti langkah seenaknya maju ke depan dan diirngi
pengawasan Sin Cu dan Bok Sun. Akibatnya, putaran 4
barisan yang berlawanan arah itu sedikit tersendat meskipun kemudian kembali berputar biasa. Hal tersebut rupanya
membangkitkan penasaran di hati Kakek Tua itu sekaligus perhatian dan keinginan menaklukkan barisan itu.
Sementara disisi pertempuran lain, Pek Mau Sengjin sedang bertarung seru dan sepenuh tenaga ketika kemudian sebuah serangan jarak jauh menahan pukulan si duta hitam, dan
kemudian terdengar seruan
"Duta dalam lindungi murid Kun Lun Pay lainnya dan Duta Hukum bantu menggedor barisan itu". Dan benturan pukulan si pendatang mementalkan bukan hanya lengan Duta Hitam
tetapi bahkan tubuhnya kebelakang bagaikan didorong petir.
Bersamaan dengan itu sosok pria berpakaian hijau dengan gagah berdiri diantara Duta Hitam dan Pek Mau Sengjin.
"Ciangbunjin, maafkan siauwte terlambat memberi
bantuan" Sesal si pendatang berjubah hijau.
"Hahahaha, kedatangan Duta Agung Pualam Hijau pasti
menyelamatkan Kun Lun dari kehancuran. Maaf, kami
menyambut dalam kesemrawutan" jawab Pek Mau Sengjin
sambil mengatur nafasnya.
"Biarlah Ciangbunjin beristirahat, siauwte ingin menangkap dan mengorek keterangan para perusuh dunia persilatan ini" si pendatang yang ternyata Kiang Hong bersama istri dan Duta Hukumnya berujar.
"Terima kasih bengcu" ucap Pek Mau Sengjin sambil
menoleh ke pertempuran lain.
Dengan sorot wajah marah, Kiang Hong kemudian
mengalihkan perhatiannya kepada Duta Hitam dan bertanya dingin,
"Siapa kau?".
"Duta Hitam Lam Hay Bun", jawab Duta Hitam.
"Hm, jangan ngibul dihadapanku. Tidak ada duta hitam di Lam Hay Bun" Buru Kiang Hong yang berdiri gagah dihadapan Duta Hitam yang nampak rada segan.
"Sebenarnya siapa kalian, sudah jelas kalian bukan berasal dari Lam Hay Bun. Lam Hay Bun tidak serendah kalian cara kerjanya" buru Kiang Hong.
"Duta Hitam ya Duta Hitam" jawab Duta Hitam, tetap
bertahan dengan penjelasannya dan tetap singkat-singkat tidak mua banyak bicara.
"Apa maksud kalian menyaru Barisan Warna Warni Lam
Hay Bun?" desak Kiang Hong semakin bernafsu.
"Kami memang dari Lam Hay Bun, bukannya gadungan"
Duta Hitam juga berkeras.
"Apa kamu memintaku untuk mendesakmu dengan
kekerasan?" Ancam Kiang Hong, yang merasa harus
melakukannya sebagai Bengcu.
"Boleh, asalkan kamu sanggup menangkapku di tengah
barisan kami Pat Tou Su-sing" Tantang Duta Hitam.
"Apa setelah kutaklukkan kalian bersedia memberi
jawaban?" tanya Kiang Hong
"Setelah ditaklukkan pasti tiada pilihan lain" jawab Duta Hitam mulai enteng.
"Baiklah, silahkan bergabung dengan barisanmu" Kiang
Hong mempersilahkan.
Duta Hitam segera berkisar mendekati barisannya, dan dia terbelalak menyaksikan betapa seorang tua berpakaian putih-putih layaknya pertapa dengan mudahnya membentur-bentur dinding barisan yang berputar tanpa terdesak. Siapa gerangan orang tua ini" Bisiknya khawatir. Bila banyak orang pandai mengeroyok barisannya, bisa berabe.
Tetapi, dia memiliki keyakinan yang tinggi akan keampuhan barisan yang disebutnya tadi Pat Tou Su-sing, sebuah barisan kebanggaan perkumpulan rahasianya. Karena itu, dia
mengeluarkan perintah:
"Pat Tou Su-sing dalam pusaran intinya, segera rubah
barisan" Duta Hitam tiba-tiba berteriak dan barisan tersebut sedikit melambat. Dan saat Duta Hitam menempati posisi
diantara sudut sempit pergerakan barisan Pemimpin Barisan merah dan barisan kuning, barisan tersebut kembali berputar, dan arah serta gerakannya seirama dengan langkah kaki duta hitam yang kini mengendalikan barisan tersebut. Dan tiba-tiba terdengan suaranya:
"Marilah Duta Agung Pualam Hijau, buktikan bahwa kamu
bisa menaklukkan aku dalam barisanku. Boleh juga dibantu orang tua ini bersama istri dan Duta Hukummu" Tantang Duta Hitam.
"Bila tecu tidak salah, kau orang tua adalah Thian-hoat Taysu, sesepuh Kun Lun Pay yang sudah mengasingkan diri"
Kiang Hong memberi hormat kepada Susiok Pek Mau Sengjin yang sudah tua renta tetapi sakti mandraguna tersebut.
"Hahahaha, Cun Le .... Cun Le, anak naga pasti
menghasilkan Naga. Ombak di belakang biasanya mendorong ombak didepan. Majulah anak muda, memang tugas kalian
menghadapi angkara murka seperti ini" Thian Hoat Taysu
gembira memandang Kiang Hong dan yakin bahwa Kiang
Hong akan mampu membuyarkan barisan yang dia sudah
coba sangat liat tersebut.
"Hiong Ji menghadap engkau orang tua" Bi Hiong
mendekati Thian Hoat yang adalah salah satu kawan dekat gurunya di Bu Tong Pay.
"Hahaha, Pualam Hijau memiliki hujin secerdas engkau
memang luar biasa" Thian Hoat gembira melihatnya. Gembira karena melihat anak murid Bu Tong Pay, murid sahabatnya berada juga di Kun Lun Pay.
Setelah itu Pek Mau Sengjin menghampiri si orang tua
sambil menyembah hormat, tetapi Thian Hoat menegurnya,
"Sutit adalah Ciangbunjin, perlakukan dirimu sepantasnya"
tegur Thian Hoat. "
"Baik Susiok, tapi apakah Susiok sehat-sehat saja?" tanya Pek Mau.
"Iya, cuma aku tersadar saat mendengar jeritan banyak
anak murid kita" Jawabnya dengan wajah serius dan berubah duka melihat kerugian yang dialami oleh anak murid Kjun Lun Pay.
"Dengan kedatangan Kiang Bengcu, masalah kalian bisa
diatasi. Kamu dan Sun Ji, segera menghadapku setelah
semuanya usai. Dunia Persilatan nampak seperti mau kiamat, banjir darah disini pasti akan terjadi lagi" Selesai berucap orang tua itu berkelabat menghilang.
(4): Duta Agung Vs Barisan Warna-Warni
"Sekarang saatnya kita menentukan, apakah aku sanggup
menaklukkan kalian atau tidak" Kiang Hong mulai bersiap untuk menyerang.
"Mari, kami sudah lama menanti" tantang Duta Hitam.
Kiang Hong segera membuka serangan dengan jurus-jurus
pembukaan dari Giok Ceng Cap Sha Sin Kun Hoat, tetapi
kemanapun dia bergerak, seiring dengan langkah kaki Duta Hitam, pergerakan yang menimbulkan tembok atau dinding
menyilaukan dari barisan itu menyulitkannya. Sebaliknya, barisan yang pekat dan bergerak bertolak belakang atau
berlawanan arah, dimana merah dan hijau bergerak searah jarum jam tetapi kuning dan biru dengan arah sebaliknya mendatangkan rasa silau dan terganggu di matanya.
Tetapi, Kiang Hong bukan pendekar sembarang pendekar,
dengan mengerahkan tenaga Giok Ceng dia menindas seluruh rasa pusing yang ditimbulkan barisan itu, dan kemudian
kembali mencoba-coba menyerang dinding-dinding itu. Tetapi, lontaran piauw yang banyak kembali melemparkannya pada
posisi semula, yakni kembali ketengah barisan itu.
Bahkan kemudian, serangan demi serangan yang saling
membantu dan kerjasama semakin menyulitkan Kiang Hong.
Diapun menguras ilmu saktinya Cap Sha Sin Kun Hoat, tetapi Ilmu Ajaib itu hanya ampuh melawan beberapa orang, tetapi sulit untuk melawan barisan ajaib ini. Karena itu, Kiang hong mencoba jurus andalan Pualam hijau lainnya, yakni Soan Hong Sin Ciang.
Badai dilawan badai, badai hasil dari putaran barisan itu, dilawan dengan badai lainnya yang diciptakan oleh lontaran tenaga dan kekuatan batin yang melambarinya. Dengan Ilmu ini, keadaan Kiang Hong menjadi membaik. Dia mulai mampu memberi serangan balasan meski belum berarti terlalu banyak, tetapi desakan rasa silau dan rasa tertekan mulai membuyar setelah dia mainkan ilmu ini.
Soan Hong Sin Ciang selain mengandalkan lontaran tenaga sakti dengan dilambari kekuatan batin, juga dilakukan dengan kecepatan tinggi seperti angin badai bertiup. Karena itu, barisan ini merasa terganggu juga dengan badai yang
diciptakan dari tubuh Kiang Hong. Bahkan untuk menambah daya serang dan badai ciptaan ini, Kiang hong kemudian
mencabut pedangnya dan menggerakkannya menurut ilmu
Toa Hong Kiam Hoat, pasangan dari Soan Hong Sin Ciang
Hoat. Hebat akibatnya, pusaran itu menjadi tersendat-sendat,
meski belum dalam masalah serius. Tetapi, nampaknya
dengan beberapa langkah, pijakan dan teriakan duta hitam, barisan tersebut normal kembali, dan pertarungan kembali berlangsung dalam keadaan seimbang.
Pada saat Kiang Hong memeras otaknya untuk mencari
celah menghancurkan barisan ini, dia mendengar suara
istrinya memberi pesan melalui Ilmu Mengirim Suara "Serang langsung duta hitam dengan serangan kejut. Khong In Loh Thian cocok untuk menghajarnya" setelah dia lumpuh, barisan ini dengan sendirinya akan kehilangan 30-40% kekuatannya"
demikian pesan Bi Hiong.
Sebagaimana diketahui, sang istri sangatlah cerdas dan
Kiang Hong percaya betul dengan pandangan istrinya.
Lagipula dia mulai memikirkannya, tetapi istrinya yang melihat dari luar pasti lebih memahaminya. "Maju 2 langkah, bergeser kekiri 2 langkah dan kemudian patahkan arus putaran berbalik arah merah dan biru, saat itu celah menyerang Hitam terbuka"
tambah istrinya.
Dan dengan serta merta, Kiang Hong menyimpan Pedang
Pualam Hijaunya, kemudian memainkan langkah "Dewa
Menunjukkan Jalan" mengikuti petunjuk istrinya dan
menyiapkan serangan Khong in loh Thian di tangan kanannya.
Dan begitu kesempatan terbuka dia menghantamkan
tangannya ke arah duta hitam yang tidak menyangka ada
lubang yang mungkin diciptakan di barisan gaibnya.
Dia masih tidak menyadari, karena memang pukulan ini
tidak bersuara dan berdesir, angin dan awan kosong, dan ketika menyadari, saat ingin melompat sudah sangat terbatas.
Dengan teriakan ngeri tubuhnya melayang keudara, tetapi bersamaan dengan itu 4 buah bom peledak terlontar dari 4
pemimpin barisan warna warni. Keadaan menjadi kacau, Kiang Hong juga melompat mundur takut asap dari peledak tersebut beracun.
Dan ketika keadaan mulai samar dan kelihatan benda-
benda dibalik asap, tiada satupun anggota barisan itu yang masih kelihatan, menghilang melalui gerbang depan ketika keadaan kacau. Dan ketikapun diperiksa anggota barisan
warna-warni yang tertinggal, tenryata sudah dalam keadaan meninggal dengan menenggak racun.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0-
Dunia persilatan kembali gempar. Kun Lun Pay yang
memiliki sejarah panjang dihajar orang, hampir 60 anak murid tewas, bahkan Kun Lun Sam Liong yang terkenal tersisa 1
orang. Untungnya Duta Agung Kiang Hong sempat muncul
membantu Kun Lun San. Setelah kejadian, Pek Mau Sengjin menutup diri dan menyerahkan urusan Kun Lun kepada
sutenya Ma Bok Sun.
Bersama susioknya, Pek Mau Sengjin menyepi dan
mempersiapkan murid terpilih Kun Lun untuk memperdalam
Barisan 3 Naga guna menghadapi ancaman dari luar.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kabar baik dari Kun Lun Pay adalah kemampuan Kiang
Hong mengusir para perusuh dan tampil kembalinya Kiang
Hong setelah Lembah Pualam Hijau dirusuhi orang saat dia tidak ditempat. Dunia Persilatan mengalami 2 perasaan
sekaligus, yakni semakin ngeri dengan ancaman badai dunia persilatan dan sedikit harapan bahwa Lembah Pualam Hijau masih eksist.
Kiang Hong tidak berlama-lama di kun Lun Pay. Karena
ingin mengejar para Barisan Warna Warni guna diperas
keterangannya. Kiang Hong hanya ala kadarnya berada di Kun Lun Pay. Tetapi sebuah pesan penting sangat diperhatikannya disampaikan oleh Pek Mau Sengjin;
"Kiang Bengcu, sepenglihatanku ilmu silat para pemimpin barisan warna-warni memliliki dasar sangat kuat dan itu adalah dasar ilmu silat Tionggoan. Mereka bukan bersilat layaknya para Pemimpin Barisan warna warni dari Lam Hay yang pernah lohu lihat 30-40 tahun ketika kakekmu bertarung di Siauw Lim Sie. Dasar mereka jelas adalah Ilmu Tionggoan, begitu juga ilmu barisan mereka terasa sangat asing dan tidak menggambarkan sikap dan gaya Lam Hay Bun" Demikian Pek
Mau. "Ciangbunjin, Ayah juga sudah curiga dengan kelompok
perusuh ini. Mengapa mengambil nama dan samaran Lam
Hay. Betapapun, nampaknya saya harus ke Lam Hay untuk
bertanya langsung kepada Lam Hay Bun. Tetapi, tidak
menutup kemungkinan adanya sekelompok rahasia orang
yang ingin mengacau keadaan" jawab Kiang Hong.
"Apakah menurut Ciangbunjin ada ciri lain yang
mencurigakan" bertanya Bi Hiong.
"Selain Ilmu Silat, gaya dan sikap, tidak terlihat hal-hal aneh lainnya. Piauw bintang laut kecil adalah memang senjata Lam Hay Bun. Tetapi dasar ilmu silat 4 duta itu, termasuk duta hitam, jelas-jelas bukan Lam Hay Bun. Keinginan mereka
untuk membasmi Kun Lun Pay, juga tidak sejalan dengan
prinsip Lam Hay Bun selama ini" jelas Pek Mau Sengjin.
"Hampir pasti bahwa ada orang yang main gila dengan
menjelekkan nama Lam Hay. Hal ini, hampir pasti
mengundang Lam Hay memasuki Tionggoan. Nampaknya
perjalanan ke Lam Hay sangat penting, tetapi mengatasi
perusuh di Tionggoan juga sangat penting". Bi Hion nampak merenung dan kembali bertanya:
"Ciangbunjin, ditilik dari dasar Ilmu mereka, kira-kira lebih dekat kemana Ilmu Silat mereka" Bi Hion bertanya lagi.
"Terasa ada dasar Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay bahkan Kay Pang, tetapi maaf, Kiang Bengcu, nampaknya dari semua gaya dan dasar itu, justru lebih dekat dengan Lembah Pualam
Hijau. Terus terang ini sangat membingungkanku" Tegas Pek Mau dengan sangsi dan hati-hati.
"Ach, sejauh itu?" Serentak Bi Hiong dan Kiang Hong
tersentak kaget.
"Apakah mungkin demikian?" Kiang Hong bertanya sangsi
"Gaya Silat boleh ditiru dan dipalsukan, tetapi Dasar Ilmu sungguh sulit dipalsukan. Apakah ada kemungkinan
keterkaitan dengan lembah kita?" Bi Hiong bertanya sangsi.
"Nampaknya tugas berat menanti Kiang Bengcu dan
Lembah Pualam Hijau. Kamipun akan segera mempersiapkan
diri dan membangun kekuatan. Pada saatnya, bila Bengcu
membutuhkan, Kun Lun akan siap membantu" tegas Pek Mau.
"Terima kasih Ciangbunjin, kamipun mohon pamit, semoga
masih mungkin mengejar jejak para perusuh itu" Kiang Hong pamit bersama istrinya dan Duta Hukum.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0-
Bila di Kun Lun Pay, Kiang Hong masih mampu memberi
bantuan fital, maka di Go Bi San, Perguruan Go Bi Pay menjadi porak poranda. Berdasarkan pengalaman di Kun Lun Pay,
maka kekuatan perusuh malah bertambah dengan tampilnya
Duta Putih dan salah satu Hu-Hoat atau Pelindung Hukum dari Perguruan misterius tersebut.
Banyak anak murid Go Bi Pay yang melarikan diri dari
gunung, dan banyak juga yang tewas terbunuh dalam
pertempuran di Go Bi San. Go Bi Pay yang memang pamornya sedang merosot mengalami bencana hebat. Selain salah
seorang murid Ketua Go Bi Pay yang selamat dengan
membekal rahasia perguruan, yang lain-lain nyaris semua terbunuh, melarikan diri dari Gunung ataupun tertawan dan menakluk.
Selang waktu antara kejadian di Kun Lun Pay dan Go Bi Pay hampir berjarak 3 bulan. Selain itu, tidak lama setelah kejadian di Go Bi Pay, sejumlah pendekar kenamaan kembali ditemukan terbunuh dan beberapa menghilang secara
misterius. Kejadian beruntun yang semakin mencekam ini
terjadi semakin sering hanya berjarak hampir 2 tahun sejak Kiang Hong meninggalkan Lembah Pualam Hijau menuju ke
Timur menjumpai bibinya Liong I Sinni.
Kiang Hong, sebagaimana pesan ayahnya, menyerahkan
Kiang Sun Sio putrinya, adik Ceng Liong untuk dididik oleh Liong I Sinni. Selain itu, selama beberapa minggu tinggal bersama bibi mereka, Bi Hiong memperoleh kemajuan yang
sangat pesat, terutama dalam penggunaan-penggunaan Ilmu Keluarga Kiang dari salah seorang ahli perempuannya, Kiang In Hong yang kini telah menjadi Pendeta Wanita Sakti dari Timur.
Seperti yang diceritakan di bahagian depan, Kiang in Hong setelah pertempuran di Siauw Lim Sie memilih melenyapkan diri dengan alasan tertentu (akan diceritakan kelak).
Belakangan, muncul seorang Pendeta Wanita yang sakti luar biasa di Timur dan hanya Cun Le kakaknya yang mengerti
bahwa In Hong adiknya yang menjelma menjadi Pendet
wanita tersebut.
Dalam hal ilmu silat, Pendeta wanita ini tidaklah berada di bawah kepandaian Cun Le, malah karena hawa "im" memang
lebih cocok dengan wanita, In Hong malah mampu melampaui kakaknya dalam hal ginkang. Hanya kekuatan batinnya saja yang tidak sekuat Cun Le. Sebagaimana Cun Le menciptakan ilmu sakti Khon in loh Thian dan ilmu langkah ajaib "Dewa Menunjukkan Jalan", maka In Hong atau Lion I Sinni juga menggubah beberapa Ilmu Silat hebat setelah menyepi.
Pertama-tama, dan bahkan sejak sebelum pertempuran di
Siauw Lim Sie, dia sudah berhasil mengembangkan ginkang Te-hun-thian (mendaki tangga langit) yang membuat frustasi jago dari Bengkauw yang tidak mampu menyentuhnya
sekalipun. Ginkang ini membuatnya bergerak secepat kilat dan berlari bagaikan tidak lagi menyentuh bumi, ginkang yang dipandang kagum oleh Ketua Siauw Lim Sie waktu itu.
Bahkan kemudian In Hong digelari sebagai "ahli ginkang
nomor wahid" di dunia Kang ouw". Kemudian yang kedua
dalam waktu-waktu menyepi, dia menciptakan ilmu Hue-hong-bu-liu-kiam (tarian pedang searah angin), melanjutkan gaya dan sifat Pualam Hijau yang lemas. Ilmu ini memadukan Ilmu Pedang Giok Ceng Kiam Hoat dengan Te Hun Thian
ciptaannya sebelumnya, sehingga ketika memainkannya Liong I Sinni bagaikan sedang terbang sambil menari mengitari musuhnya.
Dan terakhir, Sinni juga menciptakan Hun-kong-ciok-eng"
atau menembus sinar menangkap bayangan sebuah ilmu yang sarat kekuatan batin dengan memanfaatkan kecepatan dan
kekuatan im untuk menelanjangi ilmu hitam lawan.
Kepada Bi Hiong dan bahkan juga Kiang Hong, Sinni
kemudian mewariskan Te Hun Thian, ginkang istimewa
ciptaannya dan mewariskan Hun kong ciok eng kepada Bi
Hiong. Hal ini disebabkan In Hong melihat bahwa Kiang Hong sudah mewarisi Khong in loh Thian yang fungsinya sama
dengan Hun Kong Ciok Eng.
Dengan demikian, waktu hampir 2 minggu dimanfaatkan
oleh Kiang Hong dan Bi Hiong untuk memperdalam ilmu
mereka, terutama Bi Hiong yang selain mewarisi kedua ilmu dahsyat ciptaan In Hong, juga memperdalam pemahaman dan penggunaan hawa "im" dalam Giok Ceng Sin Kang yang
sebenarnya lebih bersifat dekat dengan wanita. Setelah waktu 2 minggu berlalu, suami istri yang kemudian mendengar
insiden di Lembah Pualam Hijau akhirnya menitipkan anak mereka kepada Neneknya, Liong-i-Sinni untuk mengusut
kejadian-kejadian di dunia persilatan.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 4: Huru Hara dan Duel di
Kaypang (1): Rapat Di Kay
Kim Ciam Sin Kay (Pengemis Sakti Jarum Emas) Kim Put
Hoan merupakan Pangcu Kay Pang 2 generasi setelah Kiu Ci Sin Kai Kiong Siang Han, bekas Ketua Kay Pang seangkatan Kiang Sin Liong yang sangat termasyhur itu. Setelah murid utama kesayangan yang disiapkannya meninggal, yaitu Yo
Hong, dalam sebuah pertempuran di kaki Gunung Beng San, Kiu Ci Sin Kay akhirnya menyerahkan kedudukan Pangcu
Kaypang kepada permusyawaratan kaum Pengemis.
Kim Ciam Sin Kay sendiri menjadi Pangcu Kaypang
seangkatan dengan Kiang Cun Le, hanya saja apabila Kiang Cun Le sudah meletakkan jabatannya kurang dari 10 tahun yang lewat, Kim Ciam Sin Kay masih tetap memimpin Kay
Pang hingga saat ini. Usianya sendiri sudah mendekati 56-an tahun dan tidak memiliki istri maupun anak.
Kim Ciam Sin Kay sebetulnya pernah menikah di usia 25
tahun, tetapi sayang istrinya meninggal bersama anak
pertamanya pada waktu melahirkan kurang lebih 30 tahun
silam. Akibatnya Kim Ciam Sin Kay Kim Put Hoan memilih
untuk menduda, tidak ingin untuk menikah kembali dan
belakangan memutuskan untuk mengabdi sepenuhnya kepada
Kay Pang hingga saat ini.
Sampai pada generasi Kim Ciam Sin Kay, Kay Pang tetap
merupakan perkumpulan terbesar di Tionggoan. Anggotanya puluhan bahkan ratusan ribu orang dan tersebar merata di seluruh daratan Tionggoan, dan di masing-masing kota
terdapat cabang Kay Pang yang diketuai oleh seorang Tancu atau Kepala Cabang.
Jumlahnya yang demikian besar ini, bahkan jauh melebihi jumlah anggota perguruan besar lainnya semisal Siauw Lim Sie dan Bu Tong Pay yang paling banyak berjumlah 300 an orang. Tetapi, memang harus diakui, kementerengan Kay
Pang mulai mengalami kemerosotan yang sangat terasa
setelah ditinggal ketuanya yang gemilang Kiong Siang Han.
Kiong Siang Han dipuji bukan hanya karena dia yang
mampu menguasai dengan sempurna semua ilmu pusaka Kay
Pang. Bahkan dalam soal Ilmu Silat, diapun menciptakan
sebuah ilmu dahsyat bernama Pek Lek Sin Jiu (Pukulan
Halilintar). Kiong Siang Han, juga dipuji karena dia bertindak sangat tegas dan disiplin kepada semua kalangan Kay Pang, serta terkenal sangat mengasihi organisasi tersebut.
Itulah sebabnya dia sangat dipuja dan sangat dihormati, bahkan dikasihi oleh anak murid Kay Pang dimanapun, bahkan namanya masih sangat kental melekat diantara tokoh-tokoh utama Kay Pang puluhan tahun setelah masanya menjabat
berlalu. Ada 2 orang Pangcu Kaypang setelah Kiong Siang Han yang memimpin Kay Pang sebelum generasi Kim Ciam Sin Kay
Pangcu, tetapi kemunduran Kay Pang sudah demikian terasa bukan hanya pada masa Kim Ciam Sin Kay, tetapi bahkan
sudah disadari sejak pada 2 Pangcu Kay Pang sebelumnya.
Hal ini terutama karena standar atau ukurannya adalah
kehebatan dan kebijaksanaan Kiu Ci Sin Kay.
Sebagai Pangcu Kay Pang, Kim Ciam Sin Kay tentunya
menguasai dengan baik Hang Liong Sip Pat Ciang maupun Tah Kauw Pang, yang menjadi Ilmu Pusaka Kay Pang sejak dahulu kala. Tetapi sebagaimana 2 Pangcu sebelumnya yang
memimpin dalam waktu yang tidak terlampau lama, Kim Ciam Sin Kay juga tidak menguasai sedikitpun Pek Lek Sin Jiu yang memang diciptakan sendiri oleh Kiong Siang Han dan hanya diturunkan kepada murid-muridnya.
Tetapi kepandaian Kim Ciam Sin Kay sendiri sudah
demikian hebat, apalagi karena Kim Ciam Sin Kay sendiri memang sudah memiliki kepandaian sendiri yang khas,
terutama dalam menggunakan Jarum Emas, baik untuk
pengobatan maupun dalam pertempuran. Itu sebabnya
Pangcu ini bisa memainkan Tongkat sebagai senjatanya,
bahkan juga tidak kalah berbahayanya bila dia menggunakan jarum emas, baik sebagai senjata maupun sebagai alat rahasia dalam menyerang lawannya.
Justru nama dan kemasyuran Kim Ciam Sin Kay diperoleh
dari kehebatannya dalam memainkan jarum emas, yakni kim ciam, baik dalam ilmu silat maupun dalam pengobatan.
Sebagai Hu Pangcu Kay Pang bagian luar adalah
Pengemis Tawa Gila, seorang Pengemis sakti yang terbiasa dan senang hidup mengembara. Dan karena kegemarannya
itu, dia cocok mengemban tugas dalam mewakili Kay Pang
untuk urusan-urusan luar yang berkenaan dengan hubungan antar Pang atau perkumpulan lain.
Pengemis ini memiliki hidup yang serba misterius, dan
nyaris tak seorangpun tahu masa lalu, riwayat hidupnya serta nama aslinya. Entah bagaimana caranya, begitu memasuki
dunia persilatan, dia dikenal hanya dengan namanya itu, yakni Pengemis Tawa Gila, dan kemudian direkrut oleh Pangcu
sebelumnya, yakni Yok Sian Lo Kay, sebagai anak murid Kay Pang.
Karena itu, akhirnya orangpun lebih mengenal dan
memanggil serta menyebutnya sebagai Pengemis Tawa Gila, karena tertawanya memang rada rada mirip dengan orang gila yang sedang tertawa. Sementara Hu Pangcu urusan dalam
adalah seorang Pengemis Sakti yang sabar dan telaten
bernama Put-pay-sin-kiam (Pedang sakti tak
terkalahkan) Kho Tiang-ceng.
Sesuai namanya, pengemis sakti ini memang memiliki ilmu pedang yang luar biasa, tetapi setelah angkat nama besar di dunia persilatan, pengemis ini kemudian lebih banyak
menghindari urusan Kang Ouw kecuali untuk urusan Kay
Pang. Pengemis Sakti ini bergabung dengan Kay Pang bahkan sebelum Hu Pangcu Pengemis Tawa Gila bergabung, dan saat ini termasuk tokoh senior dan dihormati di kalangan Kay Pang.
Selain itu, struktur kepengurusan Kay Pang juga memiliki 4
Hiongcu atau Penasehat resmi. Biasanya, Pangcu sebelumnya secara otomatis menjabat sebagai Hiongcu atau sejenis
Penasehat bagi Kay Pang. Ketika Kiong Siang Han melepaskan jabatan Pangcu Kay Pang, begitu banyak anggota Kay Pang yang menyedihkan mundurnya Pangcu mereka, karena
usianya masih belum tua benar.
Tetapi karena berbagai alasan Kiong Siang Han meminta
diganti dan disertai janji akan tetap terus membantu Kay Pang. Karena jasanya, kepada dan di tangan Siang Han
dihadiahkan sebuah Kim Pay atau tanda kekuasaan emas yang berarti sang pemegang memiliki kekuasaan yang sangat besar di kalangan Kay Pang. Kim Pay yang dianugerahkan kepada Kiong Siang Han bahkan kemudian diberi nama Kiu Ci Kim Pay yang menunjuk sosok dan kebesaran Siang Han.
Siapapun yang bertemu dengan Kim Pay ini wajib tunduk
dan hormat, bahkan termasuk Pangcu harus menghormati
tanda kebesaran pemegangnya tersebut. Tetapi, pemegang
dan tanda kebesaran itu sendiri, tidak pernah muncul lagi di Kay Pang puluhan tahun terakhir ini secara berterang, hanya tokoh-tokoh tertentu yang mengetahui kapan dan untuk apa sang bekas Pangcu itu datang berkunjung.
Selain Kiong Siang Han, Kay Pang juga memiliki 2 bekas
Pangcu sebelum Kim Ciam Sin Kay yang menjabat sebagai
Hiongcu. Salah satunya adalah guru Kim Ciam Sin Kay sendiri, atau Pangcu Kaypang sebelum Kim Ciam bernama Cia Peng dan berjuluk Yok Ong Sin Kay (Pengemis Sakti Raja
Obat) atau Yok Ong Lo Kay. Cia Peng memang memiliki kepandaian baik dalam ilmu silat maupun terutama ilmu
pengobatan yang tergolong "sangat mahir", bahkan
kemahirannya mengobati membuatnya diakui layak
menyandang sebagai "Raja Tabib atau Raja Obat".
Sebagai Kay Pang Hiongcu, sekaligus guru Kay Pangcu, Cia Peng sendiri tidak banyak mencampuri urusan dalam Kay Pang lagi. Diapun sudah menyepi di usianya yang sudah lebih dari 70-an, hanya berselisih beberapa tahun lebih muda daripada Pangcu yang digantikannya yakni Kian Gi Yong Wi.
Pengemis Kian Gi Yong Wi ini malah sejak digantikan, hanya aktif membantu Kay Pang dalam masa Yok Ong Sin Kay dan
setelahnya dia sudah sama sekali lenyap seperti Kiong Siang Han dan tidak pernah munculkan dirinya lagi.
Baik Yok Ong Sin Kay maupun Kian Gi Yong Wi juga
memegang tanda kebesaran, sebuah tanda pengenal biasa
dari Kay Pang yang dianugrahkan kepada bekas Pangcu sesuai tradisi Kay Pang.
Sementara Hiongcu terakhir adalah salah seorang murid
Kiong Siang Han yang bernama Ciu Sian Sin Kai (Pengemis Sakti Dewa Arak). Diantara tokoh Kay Pang yang masih aktif, selain Kay Pangcu, maka Sin Kai inilah yang menguasai Hang Liong Sip Pat Ciang dan Tah Kauw Pang serta bahkan
menguasai Pek Lek Sin Jiu sampai pada tingkat 5.
Karena kegemarannya akan arak dan memang tingkahnya
agak kukoay (aneh), Ciu Sian Sin Kay menciptakan ilmu Ciusian Cap-pik-ciang (Delapan Belas Pukulan Dewa
Mabuk) yang digubahnya sendiri dan bahkan kemudian sempat disempurnakan oleh gurunya. Sayangnya, Pengemis
ini memang agak kukoay (aneh) tingkah lakunya, dan sama sekali tidak berambisi menjadi Pangcu, meskipun Gurunya sempat memintanya untuk menjabat atau menjadi Pangcu Kay Pang.
Kesaktiannya bahkan masih melampaui kepandaian Pangcu
Kay Pang Kim Ciam Sin Kay, dan dia dihormati oleh tokoh-tokoh terkemuka dunia persilatan dewasa ini. Karena meski ugal-ugalan, tetapi sifat kependekaran dan ksatrianya, benar-benar sangat menonjol. Tetapi, kegemarannya mengembara
dan sifatnya yang aneh dan ugal2an membuatnya sulit berada disatu tempat dalam waktu yang lama.
Meskipun demikian, tokoh aneh ini, hamper selalu akan
bisa ditemukan di markas Kay Pang jika Kay Pang sedang
menghadapi urusan yang besar, atau jika Kay Pang sedang dalam sebuah kesulitan besar, ataupun bila ada sebuah acara besar yang dilakukan oleh Kay Pang. Karena itu jugalah, maka tokoh-tokoh utama Kay Pang sama sangat menghormati tokoh ini.
Disamping Pangcu dan Hu Pangcu, Kay Pang juga memiliki
2 orang Pelindung Hukum (Hu Hoat), yakni Pengemis Tua
yang berpengalaman dan memiliki kebijkasanaan karena
mengerti benar seluk beluk Kay Pang dan yang tentu memiliki kepandaian sangat hebat. Bahkan salah seorang Hu-Hoat bernama Pek San Fu dan memperoleh julukan Han-ciang Tiau-siu (pemancing dari telaga Han-ciang)
karena memang berasal dan lahir di sekitar telaga Han ciang, memiliki kesaktian hebat yang tidak berada di bawah Pangcu dan Hu Pangcu Pengemis Tawa Gila.
Ketiganya dewasa ini dikenal sebagai tokoh Kay Pang yang memiliki kesaktian yang paling hebat, masih sedikit berada di atas tokoh Kay Pang lainnya seperti Hu Pangcu bagian dalam maupun salah seorang Hu-Hoat lainnya yang bernama Ceng Fang-guan, si Pengemis Sakti dari Pintu Selatan (Lan Bun Sin Kay). Meskipun ketiganya masih belum sanggup menandingi tokoh lainnya Ciu Sian Sin Kay yang memang
menjadi murid kesayangan Kiong Siang Han.
Tetapi, dengan adanya ketiga pendekar atau pengemis
sakti ini, maka urusan-urusan Kay Pang masih sanggup
diselesaikan dan dituntaskan. Apalagi ketiganya, terutama Pengemis Tawa Gila, dikenal memiliki relasi dan hubungan yang sangat luas dengan tokoh-tokoh utama dunia persilatan.
Di bawah tokoh-tokoh ini kemudian adalah para tancu atau kepala cabang. Kepala Cabang biasanya berkedudukan di
sebuah kota, dan besar kecilnya sebuah kota menentukan
besar kecilnya pengaruh seorang tancu. Sebetulnya, di tangan para tancu inilah operasional Kay Pang ini ditentukan.
Karena di markas besar Kay Pang di bukit Heng san,
setidaknya hanya berisi Pangcu, Hu Pangcu bagian dalam, 2
Hu-Hoat dan 12 orang Pengemis yang biasa menjadi utusan untuk mengerjakan suatu hal penting bagi Kay Pang.
Selebihnya adalah Pengemis anggota biasa yang memang
bertugas mengurus keperluan rumah tangga bagi markas
besar Kay Pang.
Tetapi, dalam saat-saat yang genting, di markas besar
tersebut bisa berada lebih dari 500an anak murid bila perlu, yang didatangkan dan dipanggil dari cabang-cabang terdekat.
Sesepuh yang tinggal disekitar Heng San yang diketahui
hanyalah ketua atau Pangcu Kay Pang sebelumnya, meskipun sudah banyak tahun juga tidak lagi munculkan dirinya. Di kalangan 12 petugas utusan Kay Pang rata-rata adalah tokoh muda murid-murid Pangcu, Hu Pangcu dan murid ke dua hu-hoat, ditambah dengan beberapa anggota lain yang
berkepandaian cukup tinggi.
Hari itu, Kay Pang Pangcu Kim Ciam Sin Kay sedang
memimpin pertemuan di markas besar Kay Pang dihadiri oleh semua tokoh Kay Pang, yakni Pangcu, Hu Pangcu, Hu Hoat
dan 3 diantara 12 utusan luar Pangcu. Ketiganya adalah
murid-murid Pangcu bernama Tan Can-peng berusia 35
tahunan, murid Hu Pangcu bagian dalam bernama Sie Han Cu berusia sekitar 40-an dan murid Pek San Fu Hu Hoat bernama Can Bu Ti yang baru berusia sekitar 27-an.
Materi pembahasan meliputi 2 hal besar sebagaimana
dilaporkan oleh ketiga utusan tersebut, yakni terjadinya pergolakan atau pembangkangan banyak tancu di utara Yang Ce, yang kini menjadi daerah Kerajaan Cin. Dan kemudian fakta betapa beberapa tokoh Pengemis yang hilang atau
terbunuh akhir-akhir ini, nampaknya terkait dengan
munculnya perusuh dunia persilatan 2 tahun terakhir.
Kejadian-kejadian tersebut diungkapkan sebagaimana
dilaporkan oleh Sie Han Cu sebagai berikut:
"Pangcu dan para Tetua, tecu bertiga sudah mencermati
persoalan-persoalan di sebelah utara. Banyak tancu yang merasa tidak puas, selain itu muncul seorang tokoh pengemis asing yang sekarang ditakuti dan banyak diikuti pengemis lainnya dan bahkan menjadi panutan dari pengemis di sebelah utara. Bahkan santer berita bahwa mereka mau mendirikan organisasi Pengemis di luar Kay Pang kita. Informasi ini kami dengan langsung dari sumber-sumber di utara, karena kami selama 2 minggu berada dan bertugas disana" Demikian
informasi Han Cu yang menjadi pemimpin 3 utusan yang baru bertugas ke Utara memberikan laporannya.
"Dan dalam perjalanan kami, baik di utara maupun selatan sungan Yang Ce, kami menemukan ada beberapa tokoh kita
mengalami bencana. Ada beberapa di utara dan selatan yang hilang dan ada 3 orang tokoh utama kita yang tewas terbunuh di tempat berbeda. Nampaknya kasus-kasus tersebut terkait dengan memanasnya situas di dunia persilatan dewasa ini, karena ada banyak tokoh-tokoh pendekar kenamaan yang
hilang dan terbunuh. Entah berasal dari Bu Tong Pay, Thian San Pay, Siauw Lim Pay, Kun Lun Pay atau bahkan Kay Pang kita. Bahkan semua nampaknya terkait dengan penyerbuan
mereka yang dilakukan secara besar-besaran di Kun Lun Pay dan bahkan menghancurkan Go Bie Pay di gunung Go Bie
beberapa bulan berselang. Bahkan bila tidak ditolong Kiang Bengcu, Kun Lun Pay juga agaknya akan dapat mereka libas dan hancurkan" tambah Can Bu Ti.
"Pengemis Tawa Gila, bagaimana laporan dan
pengamatanmu dalam kaitan dengan Perguruan-perguruan
sahabat kita" Pangcu berpaling dan bertanya kepada
Pengemis Tawa Gila, karena memang untuk urusan luar dan memanasnya dunia persilatan, dipastikan tokoh ini banyak tahu dan banyak memperoleh informasi dari kawan-kawan
dunia persilatan.
"Pangcu dan saudara sekalian, lohu telah menemui Siauw
Lim Ciangbunjin, Bu Tong Ciangbunjin, sudah pula
Pedang Golok Yang Menggetarkan 14 Sang Ratu Tawon Pendekar 4 Alis Seri 9 Karya Khulung Pedang Golok Yang Menggetarkan 9
^