Pencarian

Pendekar Aneh Dari Kanglam 9

Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong Bagian 9


daerah tersebut.
Wanita itu telah ber-lari2 terus sambit men-jerit2, dan dari
matanya telah mengalir air mata yang deras sekali, tampaknya
ia letih sekali dan diliputi ketakutan.
Dibelakangnya tampak seorang Ielaki berusia tiga puluh
tahun lebih, bertubuh tegap dan memiliki berewok yang lebat,
tengah mengejarnya. Larinya kencang dan berusaha
menangkap wanita itu,
Mungkia kuatir dirinya kena ditangkap oleh lelaki tersebut,
membuat wanita itu menjerit-jerit sekuat suaranya sambil
berlari dengan kencang, walaupun ia telah sangat letih, tokh ia
masih memaksakan diri untuk berlari terus, guna berusaha
menghindarkan diri dari kejaran lelaki itu.
Tetapi lelaki bertubuh tegap itu berhasil mengejarnya
dengan cepat, waktu jarak mereka semakin dekat dan wanita
tersebut tengah ketakutan bukan main, lelaki itu telah berkata
dengan suara yang menyeramkan: "Mau lari kemana kau,
manis berhentilah.. berhentilah, mari temani Toayamu !" dan
ia mengejar semakin cepat juga.
Wanita itu semakin ketakutan, dan setelah berlari beberapa
saat lagi lamanya, akhirnya ia telah kehabisan tenaga,
tubuhnya telah terjerunuk jatuh bergulingan ditanah lapang
itu, sambil mengeluarkan suara jerit yang mengan dung
ketakutan luar biasa,
Lelaki bertubuh tinggi besar itu telah tiba ditempat itu cepat
sekali. Dengan tak membuang waktu lagi ia menubruk wanita
tersebut sambil mengeluarkan suara tertawa yang panjang,
mengandung kepuasan, ia merangkul wanita tersebut kuat2,
sambil katanya:
"Manis engkau hendak lari kemana. . ." Bukankah tadi telah
Toaya-mu katakan, engkau tidak perlu ber-lari2 begitu yang
akan meletihkan dirimu" Bukankah sekarangpun engkau telah
terjatuh ditangan Toaya juga" Hahahaha. . . hahaha!"
Dan lelaki bertubuh tinggi tegap itu berusaha utuk
mencium muka wanita itu.
Wanita tersebut berusaha meronta, tetapi ia mana bisa
melawan kekuatan tenaga lelaki itu yang demikian kuat,
wajahnya telah dibanjiri air mata, ia meng-geleng2kan
kepalanya berusaha menghindarkan ciuman lelaki itu, iapun
telah ber-teriak2 antara tangis dan ketakutan yang sangat:
"Toaya... jangan mengganggu diriku... jangan mengganggu
diriku..!"
Namun lelaki yang bertubuh tinggi besar itu sambil tertawa
hahhahaha, terus juga berusaha menciumi wanita itu. Malah
tangannya yang kanan mulai kurang-ajar berusaha membuka
pakaian wanita itu.
Tampaknya lelaki bertubuh tinggi besar tersebut sudah
tidak perduli bahwa mereka berada ditanah lapang terbuka
seperti itu, tetapi kesepian yang terdapat didaerah tersebut
membuat lelaki tersebut ingin melampiaskan keinginannya
ditempat itu juga, yaitu memperkosa wanita itu.
Tentu saja wanita tersebut ketakutan setengah mati, ia
berusaha meronta dengan sekuat tenaganya yang ada, namun
gagal, pakaian atasnya telah kena dirobek sebagian. Sambil
menangis tersedu-sedu ia memohon agar lelaki tersebut tidak
mengganggunya. Tetapi rupanya lelaki itu telah dikuasai oleh nafsu
binatangnya, ia tidak memperdulikan isak tangis dan
permohonan wanita itu, yang memohon agar jangan diganggu
kehormatannya, ia terus juga berusaha melucuti pakaian
wanita itu. Tiba2 diwaktu lelaki itu berusaha menggumuli wanita
tersebut dari arah sebelah kanan lapangan itu berkelebat
sesosok bayangan yang gesit sekali, dimana terdengar seruan
marah, dan belum lagi lelaki bertubuh tinggi besar itu
mengetahui apa yang terjadi, mendadak ia merasakan
punggungnya sakit dicengkeram sesuatu benda.
Dan menyusul dengan itu, segera juga lelaki tersebut
merasakan tubuhnya menjadi ringan terangkat ketengah
udara, kemudian terpisah dari pelukannya pada diri wanita
tersebut, tubuhnya juga telah melayang keudara, lalu
meluncur turun terbanting keras sekali, menimbulkan suara
gedebukan yang nyaring, dan juga suara jeritannya yang
keras melengking mengandung kesakitan bukan main.
Dengan marah lelaki bertubuh tinggi besar tersebut telah
merangkak bangun, matanya mendelik lebar menatap kepada
orang yang telah membantingnya, ia melihatnya seorang
pemuda berparas tampan dan juga berpakaian rapih tengah
berdiri mengawasinya.
Lelaki bertubuh tinggi besar tersebut juga telah melirik
kepada wanita yang hampir menjadi korbannya, Dilinatnya
wanita itu tengah beringsut menjauhi diri dari tempatnya
berada sambil membenarkan letak pakaiannya.
"Manusia binatang...!" memaki pemuda itu dengan suara
yang dingin, "Engkau hendak mengganggu kehormatan wanita
itu tanpa kenal malu dan manusia seperti engkau harus
diberikan hajaran yang setimpal dengan perbuatanmu yang
jahat itu."
Tetapi lelaki bertubuh tinggi besar itu bukannya takut,
malah ia telah melompat berdiri sambil mengeluarkan suara
bentakan yang menyerupai raung kemarahan:
"Pemuda kurang ajar yang tidak mengenal mampus,
rupanya engkau tidak mengenal siapa adanya Toaya mu ini,
bukan " Hemmmmm, engkaulah yang harus mampus...!" dan
sambil berkata begitu, tubuh lelaki tersebut telah melompat
dengan cepat menerjang kepada pemuda penolong wanita itu,
sambil mengayunkan kedua tangannya, hendak menghajar
pemuda tersebut.
Bin An dengan mudah telah berkelit kesamping, waktu
tubuh lelaki itu tengah nyelonong karena kehilangan
sasarannya, tangan pemuda itu telah diulurkan, untuk
mencengkeram pundak lelaki itu lagi.
Lalu ia menghentaknya, tubuh lelaki itu seperti juga layanglayang
yang putus tali, melayang-layang ditengah udara,
kemudian meluncur jatuh terbanting keras sekali diatas tanah,
menimbulkan suara gedebukan yang keras, matanya jadi
berkunang-kunang dan ia merasakan tulang pinggangnya
seperti hendak patah, dengan merintih kesakitan ia berusaha
untuk berdiri. Pemuda itu telah tertawa mengejek, kemudian katanya:
"Jika engkau tidak mau cepat-cepat angkat kaki, hemmmm,
aku akan menghajarmu babak belur! Dan kelak jika engkau
tidak membuang watak burukmu yang senang mengganggu
wanita, aku akan membinasakanmu...!"
Lelaki bertubuh tinggi besar tersebut telah pecah nyalinya,
ia ketakutan bukan main, karena dengan mudah sekali
pemuda itu telah berhasil membantingnya, sehingga ia sama
sekali tak berdaya, walaupun ia memiliki bentuk tubuh yang
tinggi besar dan tenaga yang kuat.
Dengan menahan sakit, ia meranbgkak untuk bangdun,
kemudian taanyanya: "Siapakbah.... siapakah namamu...?"
tanyanya dengan suara ter-bata2.
Pemuda itu tersenyum mengejek, katanya: "Engkau
menanyakan namaku, apakah engkau mengandung maksud
kelak hendak menuntut balas padaku" jangan bermimpi
sahabat, karena jika memang kelak kita bertemu lagi, dan
engkau masih memiliki watak binatang seperti ini, diwaktu itu
aku bukan hanya sekedar menghajarmu seperti sekarang, aku
akan mencabut jiwamu...! Dengarlah, aku she Bu dan
bernama Bin An, bergelar Kang Lam Koay Hiap... Nah,
sekarang cepat-engkau angkat kaki meninggalkan tempat ini
sebelum aku berobah pikiran..!"
Lelaki bertubuh tinggi besar itu menyadari, bahwa ia tidak
mungkin bisa melawan pemuda itu, yang tampaknya memiliki
kepandaian sangat tinggi.
Namun ia licik sekali, karena itu sambil ter-tawa2 ia telah
melangkah menghampiri, sambil katanya: "Baiklah.. aku akan
mengingatnya dengan baik, bahwa engkau she Bu dan
bernama Bin An, bergelar Kang Lam Koay Hiap....! Dan
akupun akan segera memberitahukan kepada kawan2ku, agar
tidak melakukan perbuatan yang jahat seperti yang pernah
kulakukan, agar kami meninggalkan dunia kami yang kotor
dan selanjutnya tidak akan mengganggu wanita lagi."
Waktu berkata begitu lelaki bertubuh tinggi besar tersebut
telah menyeringai, dan tangannya digerakkan, disaat itulah
melayang sebatang pisau pendek yang berkilauan, menuju
kearah Bin An, karena lelaki bertubuh tinggi besar tersebut
ingin membokong-nya.
Karena waktu itu dia telah melangkah mendekati Bin An
dalam jarak yang tidak jauh lagi, mungkin mereka hanya
terpisah satu tombak dan lelaki bertubuh tinggi besar tersebut
yakin bahwa bokongannya itu akan berhasil
Bin An tetap tersenyum berdiri ditempat tanpa berusaha
mengelakkan samberan pisau itu. Wanita yang hampir
menjadi korban keganasan lelaki bertubuh tinggi besar
tersebut yang hendak melampiaskan nafsu binatangnya itu,
jadi mengeluarkan suara jeritan ngeri waktu melihat pisau itu
menyambar kearah Bin An dan Bin An sama sekali tidak
berusaha mengelakkan diri.
Ketika pisau itu telah tiba dekat, disaat itulah Bin An telah
membuka mulutnya, dan tahu-tanu ia telah menggigit ujung
pisau tebrsebut.
Dengan dtangan kanannyaa Bin An telah mbengambil pisau
tersebut dari mulutnya, dan dia menggerakkan tangannya
perlahan, maka pisau itu pesat sekali menyambar kepada
lelaki bertu buh tinggi besar itu.
"Nih, kukembalikan ....!" kata Bin An.
Pisau itu menyambar terlalu cepat, lelaki bertubuh tinggi
besar itu hanya bisa melihat berkelebatnya secercah sinar, dan
kemudian merasakan betapa lengannya sakit sekali, karena
pisau miliknya itu telah menancap dalam sekali dilengannya,
dan dari tempat yang terluka itu mengalir darah yang deras
sekali. Muka lelaki bertubuh tinggi besar itu berobah pucat, tanpa
mengatakan sepatah perkata anpun, ia telah memutar
tubuhnya dan mementang kakinya lebar2 untuk melarikan diri.
Bin An hanya mengawasi dengan tersenyum saja, ia tidak
mengejarnya dan membiarkan lelaki bertubuh tinggi besar
tersebut meninggalkan tempat itu.
Wanita yang nyaris hampir menjadi korban keganasan
lelaki bertubuh tinggi besar tersebut telah menghampiri Bin An
dan berlutut untuk menyatakan terima kasihnya.
"Lain kali engkau harus hati2... jangan lah berada seorang
diri ditempat sesunyi ini!" kata Bin An waktu mendengar cerita
wanita itu, yang mengatakan ia disergap oleh lelaki bertubuh
tinggi besar dan memiliki maksud buruk terhadapnya itu
ditanah lapang ini, diwaktu ia tengah menuju kerumahnya.
Setelah menyatakan terima kasih lagi, wanita tersebut
meninggalkan tempat itu dengan ber-lari2 kecil, agar cepat2
tiba dirumahnya.
Bin An menghela napas, telah puluhan kali ia menyaksikan
kejadian seperti itu, banyak wanita2 yang hampir diperkosa
oleh lelaki berwatak rendah dan bejat seperti lelaki bertubuh
tinggi besar itu. Dan telah puluhan kali Bin An selalu harus
turun tangan menghajar leIaki2 seperti itu, ada yang dihajar
sampai babak belur, ada yang dihajarnya sampai patah tangan
dan kakinya, dan ada juga yang dilukainya.
Memang selama berkelana didalam rimba persilatan Bin An
banyak menyaksikan kejadian kejadian tidak radil, dan
selamtanya Bin An turqun tangan untukr membereskan
persoalan tersebut ia merupakan seorang pendekar muda
yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, maka segala
persoalan yang dihadapinya bisa diselesaikan dengan mudah.
Tidak jarang memang Bin An harus berhadapan dengan
jago2 silat dari kalangan hek-to, yaitu jalan hitam, para
penjahat yang hendak melakukan kejahatan mereka, namun
selama itu pula Bin An bisa menyelesaikan mereka dengan
baik. Karena Bin An setiap kali telah merubuhkan, tentu
berusaha memberikan pengertian kepada para penjahat itu,
agar kembali kejalan yang benar dan lurus, untuk hidup
baik2...! Kalangan penjahat maupun kalangan putih, baik yang
berkepandaian sedang2 saja mau pun yang memiliki
kepandaian tinggi, semuanya menaruh rasa hormat dan segan
kepada Kang Lam Koay Hiap Bu Bin An, yang nama nya
semakin tersiar luas dalam rimba persilatan.
Dan Bu Bin An juga telah merupakan seorang jago muda
yang sangat dihormati oleh para jago2 tua dari berbagai
kalangan, pernah juga Bin Anpun diundang oleh beberapa
orang tokoh Siauw Lim Sie, untuk menyatakan terima kasih
dan kagum mereka pepada Bin An, karena Bin An telah
menyelamatkan murid2 mereka.
Dan pihak Siauw Lim Sie sendiri mengakui bahwa
kepandaian yang dimiliki Bin An merupakan kepandaian yang
tinggi sekali, malah pihak perguruan Siauw Lim Sie yang
mengetahui kecilnya Bin An yang pernah dititipkan pada pintu
perguruan tersebut, dan kini bisa memiliki kepandaian yang
begitu tinggi, juga sebagai pemimpin dari para orang2 gagah
dari berbagai aliran jadi bersyukur dan kagum sekali, Malah
ciangbunjin Siauw Lim Sie pernah menawarkan kepada Bin An,
untuk memberikan kesempatan pada pemuda yang gagah
perkasa ini untuk mempelajari ilmu andalan Siauw Lim Sie,
warisan dari Tat Mo Cauwsu, agar kepandaian pemuda itu
lebih sempurna.
Tawaran istimewa yang diberikan oleh pihak Siauw Lim Sie
tersebut, karena Bu Bin An memang terkenal sebagai seorang
pendekar muda yang selalu melakukan perbuatan dan
tindakan dijalan keadilan dan kemuliaan membela orang2
yang tengah dalam kesulitan.
Tentu saja tawaran istimewa yang diberikan Siauw Lim Sie
itu tidak di-sia2kan oleh Bu Bin An, dimana ia telah
mempelajari berbagai kepandaian yang hebat2 dari pintu
perguruan tersebut dan kepandaiannya jadi kian tinggi dan
mahir. Tetapi sebagai seorang pendekar muda yang memiliki
nama begitu terkenal, banyak juga jago-jago dari kalangan
hitam yang merasa penasaran dan beberapa tokoh dari
kalangan hitam tersebut telah mencari jejak Bu Bin An, untuk


Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menguji kepandaian pemuda tersebut.
Tidak jarang diantara mereka juga ada yang terkandung
maksud hendak membinasakan Bu Bin An, karena mereka
menaruh dendam kepada Bin An disebabkan murid atau
saudara mereka yang terbinasa ditangan Bin An.
Dengan demikian tidak jarang Bin An juga harus
berhadapan dengan jago2 yang memiliki kepandaian tinggi
dan luar biasa anehnya, namun karena Bin An memang
memiliki ilmu silat yang sukar dijajagi dengan demikian dia
bisa menghadapi semua itu dengan baik.
Bahkan dengan adanya kejadian-kejadian seperti itu,
dimana Bin An selalu berhasil merubuhkan dedengkot
penjahat tersebut, membuat namanya semakin terkenal saja.
Tetapi walaupun nama Bu Bin An dengan gelarannya Kang
Lam Koay Hiap telah demikian terkenal dan disegani oleh
setiap jago-jago rimba persilatan, pemuda ini tidak pernah
menjadi angkuh atau sombong, malah ia berlaku ramah
terhadap siapapun juga, dan berusaha untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang mengandung perikemanusiaan
untuk kepentingan orang banyak.
Bin An juga teringat, bahwa ia tidak memiliki orang tua dan
juga tidak memiliki sanak famili, dengan demikian ia hidup
sebatang kara. Hanya saja peruntungannya memang sangat
baik, dimana ia bisa memiliki kepandaian yang begitu tinggi.
Dan dengan keberuntungannya yang demikian baik, ia
hendak mempergunakan kepandaiannya itu untuk melakukan
kebaikan kebaikan sebanyak mungkin.
Empat tahun lamanya Bin An telah mengembara didalam
rimba persilatan, dan selama itu namanya semakin disegani.
Dan banyak juga pemuda-pemuda yang karena terlalu kagum
mendengar nama besar Kang Lam bKoay Hiap tersedbut, telah
beruasaha mencarinyab untuk minta berguru dan minta
diangkat menjadi muridnya.
Namun Bin An merasa usianya masih terlalu muda, ia selalu
menolak permintaan dari orang-orang itu, karena ia ingin
bebas dulu, untuk mengembara dan melakukan perbuatanperbuatan
mulia. Jika ia menerima murid, tentu ia akan terikat
dan setidak-tidaknya iapun harus membagi perhatiannya
untuk mendidik murid-muridnya tersebut.
Bin An telah merencanakan, jika ia telah berusia empat
puluh tahun, diwaktu itulah baru ia akan mengundurkan diri
dari rimba persilatan, untuk hidup mengasingkan diri ditempat
yang tenang dan tenteram, dan menerima beberapa orang
murid, untuk diwarisi kepandaiannya, agar sang murid itu pun
kelak bisa mempergunakan kepandaian tersebut untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik demi kepentingan orang
banyak. Sebagai seorang pendekar muda yang memiliki nama
sangat terkenal seperti Kang Lam Koay Hiap Bu Bin An,
menyebabkan ia juga terlibat banyak sekali peristiwa, Bu Bin
An telah berkelana dari kota yang satu kekota yang lainnya,
dari kampung yang satu kekampung yang lainnya, dan dia
telah menjelajahi seluruh daratan Tionggoan.
Malah terkandung maksud hatinya untuk mengunjungi
Himalaya, dimana di pegunungan tersebut menurut tokohtokoh
persilatan, terdapat jago-jago sakti yang memiliki
kepandaian tinggi, yang hidup mengasingkan diri ditempat
tersebut. Tetapi belum lagi Bin An mewujudkan maksud hatinya yang
ingin mendatangi gunung Himalaya tersebut, beberapa orang
jago sakti dari pegunungan tersebut telah melibatkan diri
untuk mencari jejak pemuda tangguh tersebut, yang akhirnya
timbul pergolakan yang agak luar biasa pada diri Kang Lam
Koay Hiap itu. Pada hari itu Bin An tengah melakukan perjalanan
dipermukaan sebuah hutan yang cukup lebat didaerah Kangsouw,
ia bermaksud untuk menuju kekota Kang-ho, sebuah
kota yang terkenal cukup ramai untuk bilangan Kang-souw.
Waktu itu hari sudah mendekati tengah hari, sinar matahari
juga tengah menyorotkan sinarnya yang terik, angin
berhembus dengan siliran yang panas menyengat kulit. Waktu
itu Bin An berhenti sejenak untuk menyekab keringat
dimukdanya, tetapi tiaba2 melihat sesbuatu yang agak luar
biasa. Dibawah teriknya sinar matahari, diudara terbuka tampak
rebah sesosok tubuh, Waktu Bin An menghampiri lebih dekat,
dilihatnya seorang pengemis bertubuh kurus dan mukanya
kotor dengan rambut dan kumis jenggot tak teratur,
berpakaian tambalan sana sini dengan berbagai bahan cita,
tengah tidur dengan mengeluarkan suara menggeros yang
cukup nyaring sekali.
Yang membuat Bin An jadi heran, adalah pengemis
tersebut seperti juga tidak merasakan teriknya matahari yang
waktu itu tengah bersinar kencang dan pengemis itu seperti
juga tertidur nyenyak sekali, bagaikan tengah tertidur
disebuah pembaringan yang empuk dan nyaman.
Bin An menghampiri dan mengawasi pengemis itu. ia
melihat tangan kanan pengemis itu telah dipergunakan
sebagai pengganti bantal, dan dalam tidurnya itu sipengemis
seperti bersenyum.
Setelah memandang sejenak lamanya, Bin An melanjutkan
perjalanannya, Namun baru saja ia melangkah beberapa
tindak, sipengemis telah menggeliat.
"Hai, hai, nyaman sekali!" kata sipengemis dengan suara
yang cukup nyaring, dan ia telah melompat duduk dan
mengawasi Bin An.
Pemuda itu jadi menunda langkah kakinya, ia memutar
tubuhnya dan memandang sipengemis. Dilihatnya jelas,
bahwa pengemis itu rupanya merupakan seorang pengemis
lanjut usia, yang mungkin telah berusia delapan puluhan
tahun. "Paman, mengapa kau tidur dibawah teriknya matahari
seperti itu?" tanya Bin An kemudian, "Bukankah lebih baik jika
paman tidur dibawah batang pohon dihutan itu, sehingga
paman tidak perlu sampai kepanasan seperti barusan
kuIihat...?"
Sipengemis menyeringai katanya: "Betapa nyaman, Udara
yang demikian sejuk dan membuat tidurku jadi nyenyak
sekali...! Mengapa kau menegur diriku seperti itu, anak
muda?" Bin An merasa heran mendengar perkataan sipengemis
yang aneh itu, kemudian katanya : "Terserah pada paman,
aku hanya ingin memberikan saran, alangkah baiknya jika
paman tidur ditempat yang sejuk..!"
Tetapi pengemis itu telah tertawa menyeringai lagi,
kemudian katanya: "Hatimu cukup baik, anak muda,
kemarrilah Bersediaktah engkau menemqani aku untuk
nrgobrol" Aku telah cukup puas tertidur satu harian, dan
sekarang yang aku butuhkan adalah kawan untuk ngobrol..!"
Melihat sikap pengemis tersebut Bin An segera dapat
menerkanya bahwa pengemis ini tentunya seorang yang
memiliki tabiat aneh. Usianya sudah begitu tua, tetapi gerak
geriknya yang lincah dan segar, sama sekali tak tampak
ketuaannya tersebut.
Dan juga, dilihat dari cara berpakaiannya itu, tampaknya
sipengemis tua tersebut adalah seorang rimba persilatan yang
memiliki kepandaian tidak rendah.
"Baiklah !" kata Bin An kemudian sambil mengangguk dan
melangkah mendekati pengemis itu, ia telah berkata lagi
kemudian: "Bagaimana jika kita mengobrol dibawah batang
pohon dimuka hutan itu, tentu lebih menggembirakan, dimana
kita bisa mengobrol dengan leluasa tanpa perlu menderita
kepanasan dibawah teriknya matahari ?"
Pengemis itu menggelengkan kepalanya, katanya: "Tidak,
disinipun cukup sejuk dan nyaman . . . duduklah !"
Karena melihat watak pengemis ini yang memang agak
aneh, Bin An tidak banyak rewel lagi, ia telah duduk
dihadapan sipengemis.
"Siapa namamu ?" tanya pengemis itu sambil menyeringai
mengawasi Bin An.
"Aku yang muda bernama Bu Bin An,..!" menjelaskan Bin
An. Tetapi mendadak saja wajah sipengemis berobah, ia
mengawasi Bin An lebih tajam, kemudian tanyanya: "Jadi...
engkau yang bergelar Kang Lam Koay Hiap ?"
Bin An mengangguk.
"Ya, itu hanya gelaran yang diberikan oleh sahabat-sahabat
rimba persilatan." menyahuti Bin An sambil tersenyum ramah.
"Hemmm, tidak kusangka bisa bertemu dengan pendekar
muda yang memiliki nama yang demikian terkenal... sungguh
merupakan rejekiku yang baik...!" kata pengemis itu.
Bin An tersenyum sambil tanyanya: "siapakah engkau
paman pengemis, tampaknya engkau seorang yang agak luar
biasa...!"
"Seorang yang agak luar biasa " Ohh, enak didengar, enak
didengar...!" kata sipengemis tua itu sambil tertawa bergelak,
dan sikapnya juga telah berobah, seperti juga ia kini bersungguh2
waktu menatap Bin An, dan lan jutnya pula:
"sesungguhnya yang luar biasa adalah engkau, seseorang
yang masih muda usia, tetapi sudah memiliki nama yang
begitu terkenal, memiliki kepandaian yang tinggi, benar-benar
merupakan jago muda yang bisa mendatangkan perasaan
kagum setiap orang. Telah cukup lama juga aku sipengemis
tua bangka Thio Jiauw It mendengar akan nama dan
gelaranmu itu, dan menurut beberapa orang sahabat rimba
persilatan bahwa engkau memiliki kepandaian yang luar biasa!
sebetulnya telah sepuluh tahun lebih aku hidup menyendiri
ditempat yang tenang dipuncak Himalaya, untuk melewati hari
tuaku sampai nanti masuk lobang kubur.
Tetapi tertarik karena mendengar cerita dari sahabatsahabatku,
bahwa didalam rimba persilatan muncul seorang
jago muda yang memiliki kepandaian tinggi, dengan begitu
aku mau menyempatkan diri untuk mencarimu, guna mainmain
beberapa gebrakan, untuk membuktikan kebenaran dari
perkataan sahabat-sahabatku itu !"
Bin An jadi mengerutkan alisnya, kemudian katanya sambil
tertawa: "Apa yang dikatakan sahabatmu tentu terlalu di-
Iebih2kan, paman.... sesungguhnya aku hanya mengerti ilmu
silat biasa saja, tidak terdapat keistimewaan apapun juga !"
Thio Jiauw It telah tertawa ter-bahak2 kemudian katanya:
"Baik... soal itu tidak perlu kita bicarakan benar atau tidak
perkataan sahabat-sahabatku itu, tidak perlu kita persoalkan.
Sekarang kebetulan sekali kita telah bertemu, dan tentu
engkau tidak keberatan untuk main2 satu dua jurus denganku,
bukan" Tentunya engkaupun tidak akan mengecewakan aku,
dimana telah demikian jauh aku menyempatkan diri untuk
turun dari Himalaya dan mencarimu, maka pertemuan ini
benar2 menggembirakan sekali.!"
Bin An mengawasi Thio Jiauw It beberapa saat, sampai
akhirnya ia berkata: "Paman, jika memang paman hanya
hendak bertukar pikiran mengenai ilmu silat, hal itu tentu
malah menggembirakan hatiku, tetapi jika memang harus
mengadu kekuatan ilmu, itulah aku tak berani karena
pertandingan yang terjadi, walaupun hanya main2 belaka,
tetapi bisa menimbulkan perasaan yang tidak baik diakhirnya
!" Thio Jiauw It tertawa ber-gelak2 Iagi, sesungguhnya ia
memang merupakan seorang tokoh sakti yang telah sengaja
turun dari tempat berdiamnya di puncak Himalaya.
Ia adalah bekas Pangcu dari Kaypang keturunan ketujuh
puluh satu, dan telah belasan tahun ia menyerahkan
jabatanya itu kepada pangcu yang baru, kemudian pergi
kesuatu tempat di Himalaya untuk hidup menyendiri disana,
guna melatih ilmunya dan menyempurnakan singkangnya.
Hanya sekali2 saja ia bertemu dengan sahabatnya yang
menyambanginya. Dan justru dari sahabatnya itulah ia
mendengar akhir2 ini didalam rimba persilatan telah muncul
seorang pendekar muda yang memiliki kepandaian sangat
tinggi dan bahkan telah diangkat menjadi pemimpin dari jago2
rimba persilatan berbagai kalangan.
Sebagai seorang akhli silat yang sejak mudanya selalu
gemar mempelajari ilmu tersebut, tentu saja hati Thio Jiauw It
jadi gatal mendengar prihal kehebatan Kang Lam Koay Hiap
Bu Bin An. Ia sengaja telah turun gunung, untuk mencari Bu Bin An
untuk mengajaknya mengadu kepandaian
Hampir satu tahun lamanya Thio Jiauw It melakukan
perjalanan mengelilingi kota2 yang terdapat didaratan
Tionggoan, siapa tahu sekarang ia bisa bertemu denyan Bin
An ditempat ini, sehingga membuatnya jadi girang.
"Mau atau tidak, engkau harus memenuhi harapanku,
jangan mengecewakan aku.... kau harus mengiringiku
beberapa jurus untuk memperlihatkan kepadaku, sampai
berapa tinggi kepandaian yang engkau miliki...!"
Bu Bin An berpikir sejenak, kemudian dia berpikir didalam
hatinya: "Memang ada baiknya aku main2 beberapa jurus
dengannyab, untuk melihatd sampai berapa atinggi
kepandaiban-nya, Memang dilihat dari keadaannya, tampak
nya pengemis ini suatu merupakan tokoh sakti yang memiliki
kepandaian tinggi sekali, dan tidak ada ruginya jika memang
aku harus main2 beberapa jurus dengannya, untuk menambah
pengalamanku....!"
Setelah berpikir begitu Bin An akhirnya mengangguk:
"Baiklah Locianpwe," bilangnya, ia telah merobah
panggilannya, dari paman ke Locianpwe, yaitu sebutan untuk
golongan yang lebih tua dari orang2 rimba persilatan.
"Boanpwe hanya bisa menuruti saja kehendak locianpwe
untuk memberikan petunjuk beberapa jurus pada Boanpwe !"
Senang hati Thio Jiauw It mendengar Bin An menerima
"tantangan" nya tersebut, ia telah mengangguk, katanya :
"Apakah kita bisa memulainya sekarang saja ?"
Bin An mengawasi pengemis tersebut, kemudian tanyanya:
"Dengan cara bagaimana Locianpwe hendak mengadu ilmu
dengan Boanpwe hanya menuruti saja kehendak Locianpwe !"
Mendengar perkataan Bin An, pengemis yang telah lanjut
usia tersebut jadi tersinggung, katanya dengan nada kurang
senang: "Seharusnya engkau dari goIongan muda yang
menyebutkan dengan cara bagaimana engkau hendak
menerima pengajaran dariku, bukan aku yang menentukan!
Karena jika memang aku yang menentukan, jelas dengan


Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mudah engkau akan dapat kurubuhkan dengan ilmu
simpananku!"
Sekarang katakan, kepandaian apa yang kau an dalkan,
pukulan tangan kosong, atau dengan mempergunakan senjata
tajam " Aku hanya akan mengiringi saja, untuk melihat berapa
tinggi kepandaian yang engkau miliki !"
Bu Bin An tersenyum, ia berkata sabar: "Bagaimana jika
kita main-main dengan pukulan tangan kosong saja " Dalam
pertandingan ini, jika kita mempergunakan senjata tajam,
tentu tidak begitu baik akibatnya karena senjata tajam tidak
memiliki mata, mungkin juga Boanpwe bisa celaka karenanya
!" sengaja Bin An berkata begitu, untuk mengembalikan
kegembiraan sipengemis, yang telah tersinggung tadi.
Thio Jiauw It mengangguk, lalu katanya:
"Baik, baik, kirta akan main-matin seratus juruqs dengan
tanganr kosong !"
Setelah berkata begitu, Thio Jiauw It melompat berdiri,
kemudian katanya: "Mari kita mulai..!"
Bin An juga telah berdiri.
"Boan pwe telah siap untuk menerima petunjuk
Locianpwe," katanya.
Sipengemis she Thio tersebut tertawa, katanya: "Aku akan
mengalah tiga jurus, sebagai tingkatan muda, engkau kuberi
kesempatan untuk menyerangku sebanyak tiga jurus, Setelah
itu barulah aku akan mempergunakan kepandaianku..!"
Bin An tidak berlaku shejie lagi, ia merangkapkan kedua
tangannya, katanya: "Boanpwe akan segera mulai."
Dan memang membarengi dengan perkataannya itu, Bin An
telah menggerakkan kedua tangan kanannya untuk mulai
menyerang, Kepalan tangannya itu meluncur akan
menghantam dada sipengemis.
Tetapi Thio Jiauw It telah melompat kesamping untuk
mengelakkan diri, sedangkan didalam hatinya ia berpikir
"pukulan pemuda ini biasa saja, tidak ada keistimewaannya.."
Baru saja sipengemis berpikir sampai disitu, ia jadi kaget
sendirinya, Karena waktu ia berkelit kesamping, kepalan
tangan Bin An telah berobah menjadi cengkeraman yaitu
kelima jari tangannya telah terpentang, dan cepat sekali
mengikuti kearah berkelitnya sipengemis, bermaksud akan
mencengkeram tulang pie-pe-kut nya si pengemis she Thio
tersebut. Itulah cara menyerang yang tidak disangka-sangka oleh
sipengemis, ia juga kaget melihat kecepatan tibanya
cengkeraman tersebut yang tahu-tahu terpisah hanya
beberapa dim dari pundaknya.
Tetapi sebagai seorang tokoh sakti yang memiliki
kepandaian tinggi sekali, keadaan seperti itu tidak membuat si
pengemis berlaku ayal. cepat dan tampaknya mudah, ia telah
berhasil meloloskan diri dengan menciutkan pundaknya.
Caranya itu merupakan bukti bahwa lwekangnya telah
mencapai tingkat yang tinggi sekali dengan mempergunakan
kekuatan tenaga dalamnya, ia bisa menciutkan dan
mengembangkan daging tubuhnya sekehendak hatinya.
"Satu jurus telah lewat.,.!" kata si pengemis sambil tertawa.
"Ya, Boanpwe akan menyerang dengan jurus kedua..!"
tertawa Bin An dia menarik pulang tangannya yang gagal
mengenai sasaran, lalu melangkah tiga tindak kesamping,
kemudian dengan gesit tubuhnya itu telah dimiringkan
kekanan, melangkah dua tindak lagi, dibarengi dengan tangan
kiri dan kanannya bergerak serentak, ia pun telah berseru:
"Awas serangan !" dan kali ini Bin An melancarkan
pukulannya itu dengan ber-sungguh2 mempergunakan salah
satu jurus yang aneh sekali, yaitu Kim Tiauw Cie Kun (Pukulan
Jari Rajawali Emas), yang me-nyambar2 kearah jalan darah
berbahaya di tubuh sipengemis.
Seperti nama jurus itu, maka kedua tangan Bin An
bagaikan cakar kuku garuda yang me-nyambar2 dengan hebat
dan cepat sekali, disamping setiap gerakan dari jurusan yang
diincernya sangat luar biasa anehnya.
Sipengemis sampai mengeluarkan seruan tertahan, karena
dia sebagai seorang akhli silat yang telah mencapai
kesempurnaannya dan pengalaman sekali, mengetahui bahwa
jurus itu benar2 merupakan jurus yang berbahaya sekali.
Dan ia juga telah mengetahui bahwa sinkang yang dimiliki
Bin An tidak berada dibawahnya, hal itu diketahui dari
samberan angin serangan yang dilancarkan oleh pemuda
tersebut. Maka untuk serangan kedua ini, sipengemis Thio Jiauw It
tidak bisa main2 lagi, dia telah mengeluarkan kekuatan tenaga
dalamnya, yang disalurkan pada kedua kakinya, yang berdiri
tegak bagaikan tegaknya batu karang, kemudian tubuhnya itu
ber-goyang2 seperti gangsing dengan kedua kaki tetap berdiri
ditempatnya. Dengan cara mengelakkan diri yang aneh seperti itu Thio
Jiauw It bisa menyelamatkan diri dari setiap samberan jari
tangan Bin An. "Serangan kedua telah selesai kini tinggal satu jurus
lagi....!" kata sipengemis she Thio itu kemudian.
Bin An mengiyakan. Dban cepat sekalid ia telah
melanacarkan pukulan byang ketiga. Kali ini ia melakukan
pukulan dengan cara yang tidak kurang anehnya, yaitu kedua
tangannya di tekuk, sehingga jarak jangkaunya jadi pendek,
tetapi yang maju justru tubuhnya yang didoyongkan kedepan.
Gerakannya itu bagaikan sikap seekor biruang yang akan
mencengkeram mangsanya.
Kembalt sipengemis Thio Jiauw It jadi terkejut, ia
mengeluarkan seruan heran lagi, karena tiga kali beruntun ia
telah menyaksikan tiga macam serangan yang lain-lain dan
aneh. Namun justru hal ini menggembirakan sekali hati pengemis
itu, ia jadi gembira bisa memperoleh lawan yang memiliki
kepandaian tinggi seperti ini.
Selama ia berkelana didalam rimba persilatan sebelum
hidup mengasingkan diri, hampir sama sekali tidak ada orang
yang bisa menandingi kepandaiannya. Tetapi sekarang melihat
lawannya yang masih muda usia dan memiliki kepandaian
yang setinggi itu, semangat tempur Thio Jiauw It jadi
terbangkit. Dengan mengeluarkan suara tertawa bergelak ia telah
menjejakan kakinya, tubuhnya melompat ketengah udara dan
berjumpalitan. Dengan cara seperti itu ia telah berhasil memunahkan
serangan yang dilakukan Bin Ap. Ketika kedua kakinya
hinggap ditanah, cepat sekali sipengemis telah menotol, iapun
berseru: "sekarang kau terima seranganku .. .. !" dan
tubuhnya waktu melompat seperti itu, cepat sekali sipengemis
telah menggerakkan kedua tangannya menyerang Bin An.
Pukulan yang dilakukan oleh Thio Jiauw It merupakan
pukulan yang aneh, bukan pukulan biasa saja, karena memiliki
keanehan yang bisa mengaburkan pandangan mata lawan,
selain pada kepalan tangannya itu terdapat tenaga sinkang
yang kuat sekali, juga ia telah menggetarkan tangannya itu,
sehingga kepalan tangannya seperti telah berobah menjadi
belasan kepalan tangan yang meluncur kearah Bin An dengan
kecepatan penuh.
Dalam tiga gebrakan itu, Bin An juga telah tahu bahwa
lawannya ini bukan merupakan lawan biasa saja, karena itu, ia
telah mengempos semangatnya, dan iapun jadi tertarik untuk
bertempur lebih lanjut dengan bpengemis itu.
dWaktu kepalan taangan sipengemibs menyambar
kearahannya dengan cara yang aneh seperti itu, Bin An tidak
gentar sedikitpun juga, ia telah berdiri tegak, menantikan
tibanya serangan lawannya, lalu menyampok dengan kedua
tangannya. Sampokan yang dilakukannya tentu saja disertai dengan
kekuatan sinkang yang dahsyat, sesungguhnya Thio Jiauw It
ingin menarik pulang tangannya waktu melihat Bin An
menangkis kuat seperti itu, tetapi ia terlambat.
Segera terdengar suara benturan yang sangat keras sekali,
ketika tangan mereka saling bentur.
Yang mengejutkan hati Thio Jiauw It adalah kekuatan
tenaga tangkisan yang dilakukan Bin An, dimana tubuh
sipengemis seperti diterjang oleh suatu gelombang kekuatan
yang dahsyat sekali dan telah membuat dia hampir terhuyung
karena kuda-kuda kedua kakinya telah tergempur.
Namun disebabkan ia memang memiliki sinkang yang telah
sempurna, waku kuda-kuda kedua kakinya itu hampir
tergempur, diwaktu itulah ia telah memusatkan tenaga
sinkangnya untuk memperkuat kedudukan kedua kakinya, lalu
ia telah melompat ketengah udara, membarengi dengan
tenaga tekanan kakinya itu, ia mendorong mempergunakan
kedua telapak tangannya pada Bin An, dimana ia telah
mempergunakan kekuatan sinkangnya sebanyak delapan
bagian. Bin An tidak gentar, ia tetap berdiri ditempatnya dan
menangkis dengan kedua telapak tangannya.
Kembali kedua pasang telapak tangan saling bertemu dan
tenaga sinkang mereka saling bentrok kuat sekali.
Tubuh kedua orang itu bergoyang-goyang, tetapi mereka
tidak ada yang mundur hanya kedua pasang telapak tangan
itu tetap menempel satu dengan yang lainnya.
Bin An maupun sipengemis telah juga mengerahkan
kekuatan sinkang mereka masing2 untuk saling tindih.
Karena sinkang mereka itu berimbang, dengan sendirinya
tidak ada seorangpun diantara mereka yang tertindih oleh
kekuatan lawannya.
Serangan demikian, tampak kedua masing2 tetap
memusatkan kekuatan lwekang mereka yang disalurkan
keserluruhannya padat kedua telapak qtangan masing2,r perlahan2
dari tubuh mereka mengepul uap tipis yang naik
ketengah udara.
Cara bertempur seperti ini bukan bertempur biasa saja,
karena mereka telah bertempur dengan mempergunakan
kekuatan tenaga dalam yang dahsyat. Sekali saja, mereka
terdesak, berarti kematian.
Buat sipengemis Thio Jiauw It, malah hal itu
menggembirakan, ia puas bisa menerima perlawanan yang
begitu tangguh dari lawannya, semangat bertempurnya jadi
terbangun dan ia terus mengempos semangatnya.
Bia An juga telah memusatkan kekuatannya dan dia
berusaha untuk membendung kekuatan sinkang lawannya.
Begitulah, kedua orang ini saling mengerahkan tenaga
dalam mereka, sampai akhirnya karena mereka
mempergunakan kekuatan yang terlalu besar, telah membuat
kedua pasang kaki dari kedua orang ini melesak masuk
kedalam tanah, semula hanya beberapa dim, tetapi akhirnya
telah melesak masuk terus sampai belasan dim.
Tentu saja cara bertempur seperti ini merupakan cara
bertanding yang bisa membawa bahaya yang tidak kecil,
sewaktu-waktu bisa mencelakai dan dapat juga mematikan
mereka. Tetapi disaaat keadaan telah kritis sekali buat kedua orang
ini, karena mereka telah terlibat dalam tekanan tenaga
sinkang yang sangat kuat, sipengemis Thio Jiauw It telah
menarik pulang tangannya, dan tubuhnya juga telah
melompat mundur sedikit ke belakang.
"Cukup !" teriaknya.
Bin An menghela napas dalam2 dan menghapus
keringatnya, ia juga menarik keluar kedua kakinya dari dalam
tanah, lalu katanya: "Sungguh luar biasa kepandaian
Locianpwe... terima kasih atas psntunjuk yang diberikan
Locianpwe..!"
Thio Jiauw It merupakan seorang tokoh sakti yang telah
berusia lanjut, dimana iapun merupakan seorang yang
berpengalaman sekali dengan hanya bertempur beberapa
jurus saja, ia telah membuktikan bahwa kepandaian yang
dimiliki Bin An tidak berada dibawahnya. Jika memang mereka
meneruskan pertempuran itu berarti mereka berdua bisa
bercelaka bersama.
Maka ia merasa sayang sekali pada Bin An kalau sampai
pemuda itu bercelaka, itulah sebabnya sipengemis telah
menyudahi pertempuran tersebut dengan perasaan puas dan
kagum. "Bukan main.... waktu aku seusiamu, aku tidak memiliki
kepandaian sehebat itu ! Engkau merupakan seorang pemuda
yang hebat sekali, kelak jika memang engkau mempelajari
lebih lanjut kepandaianmu sampai mahir, mungkin di dalam
rimba persilatan, engkau merupakan satu2 nya orang yang
terpandai!"
"Lociaopwe terlalu memuji...!" kata Bin An merendahkan
diri. "Aku bicara sesungguhnya, " kata Thio Jiauw It. "Dan kelak
mungkin engkau merupakan seorang jago tanpa tandingan,
sungguh membuat aku sangat kagum sekali... dan jika engkau
tidak mencela, aku bermaksud hendak mengikat tali
persahabatan dengan kau...!"
Bin An cepat2 merangkapkan sepasang tangannya, ia
memberi hormat.
"Terima kasih atas kehormatan yang diberikan Locianpwe,
Boanpwe yang masih berusia sangat muda, jelas tidak pantas
untuk berlaku kurang ajar seperti itu, karena Boanpwe hanya
pantas menerima petunjuk2 dari Locianpwe !"
-oo0dw0oo- Jilid 16 PENGEMIS tua she Thio tersebut telah tertawa bergelakgelak,
kemudian katanya: "Dalam hal usia tidak menjadi
persoalan kita bersahabat dan bisa merundingkan ilmu silat,
itulah urusan yang menggembirakan. Karena itu, aku sebagai
sipengemis tua, bisa memperoleh seorang sahabat seperti
kau, benar-benar membahagiakan sekali, tetapi justru engkau
sendiri, apakah engkau tidak merasa jijik dan memandang
rendah kepadaku sipengemis melarat ini?"
Bin An cepat-cepat merangkapkan tangannya memberi
hormat sambil katanya. "Terima kasih atas penghargaan yang
diberikan Thio Locianpwe, jika memang Thio Locianpwe telah
berkata begitu, tentu aku tidak berani menampiknya !"
Sipengemis tua she Thio tersebut tertawa
ber-gelak2 lagi, kemudian katanya: "Bagus.. Bagus...!
Sungguh menggembirakan sekali ! Dan karena usiaku lebih
tua dari kau, untuk selanjutnya cukup engkau memanggilku


Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan sebutan Toako saja, tidak perlu memakai perkataan
Locianpwe segala ! Kau tentu setuju Hiante ( adik ) ?"
Bin An mengangguk Tetapi baru saja ia ingin menyahuti,
diwaktu itu terdengar suara orang ber-seru2: "Suhu ! Suhu !"
dan disusul tampak sesosok bayangan merah tengah berlarilari
mendatangi. Bin An yang memiliki mata sangat tajam, segera dapat
melihatnya bahwa bayangan merah itu adalah seorang gadis
yang tengah ber-lari2 menghampiri, dibelakangnya tampak
mengejarnya beberapa sosok tubuh.
Sedangkan sipengemis tua she Thio itu telah berkata
dengan sikap terkejut: "Hai, hai, siapa yang berani berlaku
kurang ajar seperti itu pada muridku ?"
Dan tubuh Thio Jiauw It telah melompat ringan sekali,
memapak pada gadis tersebut.
"Siong-jie, siapa yang berani menghina-mu ?" teriaknya.
Gadis berpakaian merah itu telah tiba didekat sipengemis,
ditangannya mencekal sebatang pedang yang berkilauan
tertimpa cahaya matahari.
"Suhu... ketiga orang itu telah menghina diriku, engkau
harus menghajarnya untuk melampiaskan kemendongkolan
hatiku...!"
Dan baru saja gadis yang berpakaian baju merah itu
berkata sampai disitu, ketiga orang pengejarnya telah sampai.
Mereka adalah tiga orang yang cara berpakaiannya agak luar
biasa yaitu mengenakan pakaian seperti hwesio, tetapi mereka
memelihara rambut, dan juga mereka bertiga kurus kering,
waktu berlari-Iari mendatangi cepat dan gesit sekali, mereka
seperti tiang bambu yang me-Iayang2, dilihat dari cara berlari
mereka itu, nyata ketiga orang itu yang miliki ginkang yang
tinggi. Mata sipengemis mendelik, ia telah menghadang ketiga
orang itu. "Kalian manusia-manusia kurang ajar, berani menghina
muridku, heh " Kalian perlu dihajar !" kata Thio Jiauw lt.
Ketiga orang pengejar gadis itu telah menahan langkah
kaki mereka, berhenti berlari dengan serentak, dan salah
seorang diantara mereka yang paling tertua, mungkin berusia
lima puluh tahun, sedangkan yang duanya lagi berusia empat
puluh tahun lebih, telah mendelik juga kepada sipengemis she
Thio sambil membentak:
"Pengemis tua bangka, rupanya engkau guru dari siluman
perempuan yang tidak tahu malu itu ! Baik, muridnya harus
dihajar, gurunya pun perlu dihajar !"
Dan tanpa banyak bicara lagi orang itu telah mengulurkan
tangannya untuk menyerang Thio Jiauw It.
Thio Jiauw lt mengerutkan alisnya, ia membentak bengis.
"Manusia tidak tahu mampus !" katanya dengan suara yang
dingin, dan ia mengebutkan tangannya.
Sesungguhnya kepandaian orang itu tidak rendah, tetapi
dikebut oleh tangan Thio Jiauw It, tubuhnya telah terpelanting
keras sekali. Tetapi dia segera melompat bangun. Kedua kawannya yang
tertegun sejenak karena kaget melihat hal itu, kini tersadar
dengan marah. Mereka telah mengeluarkan suara bentakan dan menerjang
maju, sedangkan yang seorang itu, yang tadi telah dibuat
terpelanting juga, juga telah ikut menerjang lagi.
Thio Jiauw lt mengeluarkan suara dengusan mengejek
waktu melihat dirinya dikeroyok bertiga seperti itu.
"Hemm, kalian bertiga harus dihajar benar2 sampai hatiku
rasa puas..!" katanya. "Kalian bertiga telah berlaku kurang
ajar pada murid-ku, dan kini sesumbar dengan tingkah laku
seperti ini maka dengan demikian kalian perlu memperoleh
hajaran yang setimpal dengan perbuatan kalian...!"
Thio Jiauw It bukan hanya sekedar berkata begitu saja,
karena ia telah mengeluarkan suara bentakan yang nyaring
disertai dengan kedua tangannya yang bergerak cepat.
Dimana dia telah menggerakkan tangannya dengan disertai
tenaga sinkang yang kuat sekali.
Luar biasa kesudahannya, karena ketiga orang itu dengan
mudah telah dibuat terpelanting lagi oleh Thio Jiauw It.
Salah seorang dari ketiga orang itu, yang berusia lebih tua,
telah berkata dengan murka: "Kami Sam Sing Cie Sian (Tiga
Kingkong Berjari Emas) tidak akan menyudahi hal ini sampai
disini... kami akan mengadu jiwa denganmu, pengemis tua
bangka!" Tampaknya, walaupun mereka telah dibuat terpental begitu
rupa oleh Thio Jiauw It namun kenyataannya mereka tidak
mengenal takut, dengan serentak mereka menerjang maju
kembali. Thio Jiauw It tertawa mengejek, melihat menyambarnya
serangan ketiga orang itu, ia mengeluarkan suara siulan yang
panjang, Ialu mempergunakan kedua tangannya, mengebut
dengan gerakan tubuh yang lincah sekali.
Kali ini Thio Jiauw It telah mempergunakan jurus yang luar
biasa hebatnya, tampa ampun lagi tubuh ketiga orang Sam
Sing Cie-sian itu telah terpental dan ambruk bergulingan di
atas tanah. Malah mereka tidak bisa bangkit, karena tulang
tangan mereka telah patahpun mereka terpelanting hampir
pingsan. Setelah meng-erang2 beberapa saat, akhirnya mereka
berhasil berdiri.
"Mengapa kalian me-ngejar2 muridku?" bentak Thio Jiauw
It dengan suara yang dingin.
Salah seorang dari Sam Sing Cie Sian telah menjawab
dengan meringis menahan sakit, pada pinggangnya.
"Muridmu itu... siluman wanita itu.... ia telah mengganggu
kami, ia berusaha untuk mencuri barang kami." menjelaskan
orang tersebut.
Muka Thio Jiauw It berobah, ia tertawa mengejek.
"Walaupun muridku itu memiliki guru seorang pengemis
melarat seperti diriku ini, kukira muridku itu tidak memiliki jiwa
yang rendah seperti itu, ia tentu tidak akan kemaruki harta
benda orang lain !"
"Tetapi justru kami telah memergoki dia tengah
membongkar pauwhok kami..!" kata orang yang berusia paling
tua dari Sam Sing Cie Sian.
Thio Jiauw It telah menoleh kepada muridnya, tanyanya:
"Siong-jie, apakah yang di katakannya itu benar ?"
Gadis berbaju merah itu mengangguk.
"Mereka merupakan tiga orang jahat, maka aku bermaksud
mempermainkannya, tetapi bukan hendak mengambil
barangnya." menyahuti gadis tersebut.
Si pengemis telah tertawa mengejek kepada Sam Siang Cie
Sian, katanya: "Nah, kalian dengar sendiri, kalian bertigalah
manusia-manusia yang tidak tahu malu, kalian hendak
mempergunakan kekuatan bertiga, untuk menghina seorang
gadis yang menjadi muridku itu! Dari hal itu saja telah terlihat
bahwa kalian bukan sebangsa manusia baik-baik !"
Muka Sam Siang Cie Sian telah berobah merah padam,
kemudian mereka hampir berbareng telah bertanya: "siapakah
namamu, pengemis tua bangka ?"
Waktu bertanya begitu, dari sinar mata ketiga orang
tersebut seperti memancarkan dendam yang luar biasa.
"Kalian hendak mengetahui namaku" Aku sipengemis tua
melarat she Thio dan bernama Jiauw It !" menyahuti Jiauw It
sembari memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Thio... Thio Jiauw It ?" berseru ketiga orang Sam Siang Cie
Sian dengan sikap yang terkejut. "Apakah Thio Jiauw It yang
pernah memangku jabatan sebagai pangcu Kaypang?"
Thio Jiauw It mengangguk membenarkan dan ia tersenyum
mengejek. Ketiga orang itu, Sam Sing Cie Sian telah saling
memandang satu dengan yang lainnya dan kemudian
memutar tubuh mereka, tanpa mengucapkan sepatah
perkataanpun, ketiganya telah berlari cepat sekali untup
meninggalkan tempat itu.
Hati mereka juga diliputi perasaan takut bukan main
setelah mengetahui bahwa orang yang begitu mudah
merubuhkan mereka tidak lain dari Thio Jiauw It yang
namanya begitu terkenal didalam rimba persilatan sebagai
tokoh persilatan yang sakti dan memiliki kepandaian tinggi
sekali. Thio Jiauw It tidak mengejar, ia membiarkan ketiga orang
itu pergi. Dan kemudian menoleh kepada muridnya, katanya:
"Siongjie, cepat kau beri hormat kepada sahabatku, Bu Bin An
yang terkenal sebagai Kang Lam Koay Hiap!"
Sigadis berbaju merah itu telah menoleh kepada Bin An,
mengawasi sipemuda dengan sinar mata yang tajam,
tampaknya ia ragu-ragu, karena melihat usia pemuda itu tidak
terpaut jauh dengan usianya.
"Siongjie, cepat kau memberi hormat !" perintah Thio Jiauw
It lagi, "Mengapa engkau terdiri mematung disitu ?"
Dengan perasaan segan si gadis berbaju merah itu telah
menghampiri Bu Bin An, merangkapkan kedua tangannya dan
menjura memberi hormat, katanya. "Siauw-moay Siangkoanctt
dengan ini memberi hormat kepadamu, Toako."
Bu Bin An cepat-cepat mengelak kesamping dan telah
berkata: "Jangan banyak peradatan, tidak berani aku
menerima pengnormatan nona."
Thio Jiauw It tertawa bergelak-gelak, katanya kepada Bin
An: "Bu Hiante, inilah murid tunggalku... telah beberapa tahun
ia mengikutiku kemana saja, bahkan telah rela untuk hidup
ditempat sunyi seperti puncak Himalaya."
"Sungguh beruntung Toako memiliki murid secantik dan
sepandai Siangkoan-cu Moay-moay !" Bin An menyebut sigadis
dengan sebutan Moay-moay, yaitu adik, karena usia mereka
yang memang tidak berbeda banyak.
Mendengar pujian Bin An, paras sigadis she Siangkoan
tersebut jadi berobah merah.
Sedangkan Thio Jiauw It telah menceritakan kepada
muridnya, bahwa kepandaian yang dimiliki Bu Bin An sangat
tinggi sekali, tidak berada disebelah bawah kepandaiannya.
"Dan engkau kelak tentu bisa meminta petunjuk dari Bu
Hiante!" kata Thio Jiauw It.
Bu Bin An cepat-cepat merendahkan diri, sedangkan
Siangkoan-cu sendiri telah sibuk sekali menceritakan
pengalamannya mengapa ia bisa bentrok dengan Sam Siap
Cie Sian, ketiga Kingkong yang memiliki jari emas itu.
"Mereka merupakan tiga orang penjahat yang memiliki
kepandaian tinggi, malang melintang semau mereka menindas
orang2 disekitar tempat ini, maka ketika aku mengetahui
perihal mereka, segera aku mencarinya dan ingin memberi
hajaran. Tetapi sayang aku hanya bisa mengetahui tempat berdiam
mereka di sebuah rumah penginapan yang dijadikan sarang
mereka, dimana pemilik rumah penginapan itu pun dikuasai
mereka, yaitu harus memberitahukan mereka jika ada tamu
yang memiliki uang cukup banyak, agar mereka bisa memeras
dan merampas barang2... dan ketika aku tiba dikamar
mereka, Sam Sing Cie Sian tidak berada dikamarnya, mereka
sedang keluar, aku segera memeriksa buntalan mereka
masing2... tetapi baru saja aku membukanya, mereka telah
datang... sehingga kami telah bertempur dan pertempuran itu
telah membuat aku terdesak sekali... kepandaian mereka
berada diatas kepandaianku, karena mereka bertiga dan
mengeroyok diriku, maka dengan sendirinya aku tidak
sanggup untuk bertempur terus dengan mereka dan cepat2
melarikan diri. Untung saja bertemu dengan suhu, jika
terlambat, tentu mereka akan menganiaya diriku...!"
Setelah mendengar cerita muridnya, Thio Jiauw It tertawa
ter-gelak2. Katanya: "Hmmm, engkau memang seorang anak
yang nakal..."
Sedangkan Bu Bin An sambil mendengarkan cerita sigadis,
telah bersenyum saja, tetapi diam-diam dia memperhatikan
sigadis yang memiliki paras cantik dan menarik hati.
Siangkoan Cu waktu dalam suatu ketika menoleh dan
melihat Bu Bin An tengah mengawasi dirinya seperti itu, telah
berobah mukanya menjadi merah.
Setelah ber-cakap2 beberapa sabat lagi, Bu Bind An
pamitan untauk melanjutkan bperjalanannya, Thio Jiauw It
menahannya untuk mereka ber-cakap2 pula dan mencari
tempat untuk bermalam, tetapi permintaan Thio Jiauw It telah
ditolak oleh Bu Bin An, dengan alasan ia masih memiliki
keperluan lainnya.
"Baiklah Bu Hiante... semoga saja dilain waktu kita bisa
berjumpa lagi..!" kata sipengemis.
Bu Bin An telah memberi hormat kepada Thio Jiauw It dan
Siangkoan-cu, kemudian melanjutkan perjalanannya,
sedangkan Thio Jiauw It dan sigadis Siangkoan-cu telah
mengawasi kepergian pemuda itu.
Setelah bayangan Bu Bin An lenyap dari pandangan mata
mereka, Tnio Jiauw It menceritakan betapa tadi ia telah
menguji kepandaian Bin An, dan dalam beberapa jurus ia telah
berhasil melihatnya bahwa kepandaian Bu Bin An luar biasa
sekali. "Pemuda itu memiliki kepandaian yang luar biasa dan
dalam usia semuda itu ia telah memiliki kepandaian yang
begitu tinggi....!" setelah berkata begitu, Thio Jiauw It sambil
tersenyum lebar telah berkata:
"Dan alangkah baiknya, jika engkau bisa bersama-sama
dengan nya untuk meminta petunjuk darinya, karena usiaku
sudah terlalu tua dan gurumu ini tidak bisa selalu
mendampingimu... Bu Hiante cocok sekali jika menjadi
pengawalmu !"
Muka Siangkoan-cu jadi berobah merah.
"Suhu hanya bergurau saja...!" katanya dengan sikap yang
malu. Tetapi Thio Jiauw It telah memperlihatkan sikap yang bersungguh2.
"Aku telah berusia lanjut dan akupun telah kenyang
berkelana ke berbagai tempat mengenal watak2 manusia. Dan
selama puluhan tahun pula aku telah melatih kepandaianku
selama itu tidak pemah ada orang yang bisa mengalahkan
kepandaianku, hanya Bu Hiante itu yang bisa mengimbangi
kepandaianku dengan baik.
"Dia berusia muda, kulihat ia memiliki watak yang baik
seperti yang diceritakan sahabat2 gurumu ini, bahwa Kang
Lam Koay Hiap Bu Bin An merupakan seorang pendekar muda
yang selalu mengambil jalan diatas keadilan... iapun tampan


Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan memiliki kepandaian yang begitu tinggi, jika saja kalian
berjodoh dan engkau bisa menjadi isterinya, itulah merupakan
jodohmu yang baik, dimana engkau bisa menjadi seorang
isteri yang baik sekali sambil mempelajari ilmu silat yang tinggi
darinya...! Jika memang engkau tidak keberatan, gurumu situa
bangka yang sivdah mau mampus ini akan merecoki urusan
ini!" Muka sigadis she Siangkoan itu berobah semakin merah, ia
berkata: "Suhu hanya menggodaku saja !" dan ia telah berlari
meninggalkan gurunya.
Thio Jiauw It tertawa bergelak-gelak, katanya: "Anak nakal,
sulit untuk memperoleh seorang suami sehebat dan setampan
itu !" dan ia telah mengejarnya, untuk menyusul muridnya
tersebut, sedangkan suara tertbawa bergelak-gedlaknya masih
juaga terdengar sabmar-samar,sampai akhirnya lenyap, dan
tempat itu jadi sunyi kembali.
o o o BU BIN AN yang waktu itu telah melanjutkan
perjalanannya, ketika hari menjelang sore, ia tiba dikota Kanglun
yang terpisah tidak jauh lagi dengan kota Kang-ho. Kota
Kang-lun tidak sebesar dan seramai kota Kang-ho, tetapi
penduduknya cukup padat.
Bin An mencari sebuah rumah penginapan tetapi waktu ia
berada dijalan raya dan melewati sebuah rumah makan,
hidungnya telah mencium harumnya berbagai masakan,
perutnya jadi keruyukan.
Bin An segera memutuskan untuk menangsel perut dulu
sebelum mencari rumah penginapan.
Segera dimasukinya rumah makan itu dan segera memesan
beberapa macam masakan.
Pelayan rumah makan itu dengan hormat telah
melayaninya, dan segera pula pesanan Bu Bin An disiapkan.
Karena memang sedang lapar, Bin An segera "menyikat
habis" hidangan itu, malah kemudian telah tambah lagi
beberapa macam sayur dan juga dua mangkok nasi.
Diwaktu Bin An tengah bersantap dengan lahap itu,
mendadak terdengar seorang berkata dengan suara yang
perlahan: "Ah, monyet hutan dari mana yang telah datang
kemari begitu kelaparan ?"
Bin An melirik, ia melihat orang yang mengeluarkan
perkataan tersebut adalah seorang lelaki berusia tiga puluh
tahun lebih, berpakaian sebagai seorang pelajar dan duduk
dimeja yang dekat dengan jendela, terpisah tiga meja dari
tempatnya duduk.
Tetapi kemudian Bin An melanjutkan makannya, ia berdiam
diri tidak melayani ejekan itu walaupun ia mengetahui bahwa
ejekan tersebut ditujukan kepada dirinya.
Peiajar itu mengeluarkan suara tertawa yang tawar, ia
melambaikan tangannya memanggil pelayan.
Waktu pelayan menghampiri padanya pela jar itu berkata
dengan suara mengandung ejekan: "Di ruangan ini bau sekali,
bau yang tidak sedap... mungkin disebabkan seekor monyet
hutan yang tengah kelaparan ikut berada diruangan ini."
Pelayan itu tentu saja jadi heran, ia telah memperlihatkan
sikap tidak mengerti.
"Apa... apa yang dimaksudkan oleh Kong cu ?" tanya
pelayan itu. Sipelajar telah menjebikan bibirnya kearah Bin An, katanya:
"Engkau tidak melihat monyet hutan itu" Hai, hai, untuk apa
kau memiliki mata ?"
Pelayan itu yang melihat pelajar tersebut menjebikan
bibirnya kearah Bin An, telah menoleh juga memandang
kepada Bin An, hati pelayan itu jadi tidak enak sendirinya,
karena ia segera tersadar bahwa pelajar itu mengejek Bin An,
ia kuatir akan timbul keributan.
"Kongcu... ini.r.. ini..!" katatnya dengan suarqa yang
tergagapr. Pelajar itu tertawa dingin sekali.
"Aku telah mengatakan bahwa ruangan ini berbau tidak
sedap maka engkau harus menyingkirkan monyet hutan itu,
selera bersantapku jadi menurun dengan adanya monyet
hutan itu,didalam ruangan ini..!" sambil ber kata begitu,
pelajar itu melirik.
Kebetulan Bin An juga melirik, sehingga ia bisa melihat
lirikan mata palajar itu, Maka Bin An berdiri dari duduknya,
meletakkan sumpit dan mangkoknya menghampiri pelajar itu.
"Saudara," katanya sambil tertawa lebar. "Rumah makan ini
ternyata merupakan rumah makan yang memiliki koki sangat
pandai sekali dari tiga masakannya mungkin tidak kalah
dengan istana Kaisar. Sampai seekor monyet hutan yang
tengah kelaparan datang kerumah makan ini, untuk ikut
mencicipi masakan istimewa dari koki rumah makan ini. Tetapi
sayangnya rupanya persediaan makanan dirumah makan ini
tidak mencukupi untuk menutupi lapar pada diri monyet hutan
itu, menyebabkan ia hendak memakan juga Kau-pek (anjing
putih) yang gemuk dan tidak doyan makan karena tubuhnya
yang telah montok..!"
Dan tanpa menanti jawaban pelajar itu diwaktu mana
pelajar itu memperlihatkan sikap sinis waktu Bin An ber-kata2,
tahu2 tangan kanan Bin An telah diulurkan dan segera
mengangkat tubuh pelajar itu, ia membantingnya kuat sekali
tubuh pelajar itu kelantai, sambil berkata: "Dan Kauw-pek
paling lezat sekali jika di-banting2 agar dagingnya empuk !"
Pelajar itu kaget waktu tubuhnya diangkat ketengah udara,
dan ia jadi lebih kaget di waktu tubuhnya terbanting begitu
keras sekali dilantai, matanya jadi berkunang-kunang dan juga
kepalanya seketika bertelur, karena ia telah mencium lantai,
menyebabkan kepalanya itu benjol dan dari hidungnya
mengalir darah merah yang cukup banyak,
Karena kesakitan, pelajar itu mengeluarkan suara teriakanteriakan
yang berisik sekali. Dia adalah putera pembesar yang
bertugas dikota ini, dengan mengandalkan kukuasaan orang
tuanya, ia memang selalu bertindak se-wenang2.
Tadi ketika melihat Bin An yang hanya mengenakan
pakaian sederhana ia menduga seorang penduduk kampung
yang tengah singgah dikota ini. Dengan begitu, seperti
menjadi kebiasaannya, ia mengejeknya dan bermaksud
meminta pelayan rumah makan itu mengusir Bin An.
Tetapi siapa sangka justru pelajar itu telah kena batunya,
Bin An bukan saja seorang yang memiliki kepandaian tinggi,
pun memang merupakan seorang tokoh persilatan yang telah
menjadi pemimpin dari jago2 berbagai aliran dirimba
persilatan. Dengan begitu, ia jadi kaget bukan main waktu
terbanting begitu rupa.
"Kau... pemuda kurang ajar... kau mencari mampus ?"
bentak pelajar itu sambil merangkak bangun, "Aduh... aduh...
Akan kuperintahkan orang menangkapmu, untuk dihukum
pancung kepala..."
Tetapi belum lagi pelajar itu menyelesaikan perkataannya,
Bin An telah mendengus mengeluarkan suara ejekan,
kemudian mengulurkan tangannya pula mencengkeram baju
di dada pelajar itu sambil katanya: "Sudah kukatakan,
sebelum dimasak, Kauw-pek harus dibanting-banting dulu,
supaya empuk, maka engkau memang perlu untuk dibikin
empuk..!" dan ia membanting lagi.
Keruan saja pelajar itu jadi menjerit-jerit kesakitan dengan
suara yang berisik sekali, malah ia berteriak: "Tolong....
tolong.... tangkap orang jahat ! Tangkap orang jahat..!"
Pelayan rumah makan itu jadi kebingungan, ia memang
mengetahui siapa adanya pelajar tersebut, Maka ia telah
menyelak dan memberi hormat kepada Bin An.
"Kongcu... maafkan dan ampunilah Wang Kongcu... Wang
Kongcu adalah.... adalah putera Tiehu dikota ini !"
Mendengar psrkataan sjpelayan, Bin An te lah
mengeluarkan suara tertawa dingin, kata-nya: "Aku tidak mau
tahu apakah ia putera Tiehu atau putera Kaisar, yang kutahu
dia adalah seekor Kauw-pek yang perlu dihajar !" dan kembali
Bin An mengulurkan tangannya, mencengkeram baja pelajar
itu, mengangkat tubuh orang hendak dibantingnya lagi.
Tentu saja pelajar itu jadi ketakutan bukan main, ia menjerit2
meminta tolong.
Bin An tidak memperdulikan, ia membanting pula.
Seketika tubuh pelajar tersebut, putera Wang Tiehu itu
telah terbanting lagi, keras sekali, ia meng-erang2 kesakitan.
Disaat itulah terdengar suara langkah kaki yang ramai
sekali dan beberapa orang tentara negeri telah masuk
kedalam rumah makan dengan sikap yang garang. Banyak
tamu2 rumah makan yang segera menyingkirkan diri waktu
melihat akan timbul keributan.
Para tentara negeri itu merupakan anak buah dari Wang
Tiehu, dan mereka telah memperoleh laporan dari salah
seorang kenalan Wang Kongcu itu, bahwa Wang Kongcu
tersebut tengah dihajar setengah mati oleh seseorang, dan
putera pembesar negeri itu tengah menderita sekali dibantingbanting
dan diperumpamakan Kauw-pek.
"Mana penjahatnya?" teriak beberapa orang tentara negeri
itu, "Mana orangnya....?"
Dan sambil berieriak-teriak begitu, para tentara negeri
tersebut telah mencabut golok mereka masing-masing dengan
sikap yang garang.
Disaat itu Wang Kongcu tengah meringkuk dilantai dengan
kesakitan dan ketakutan, ketika melihat datangnya para
tentara negeri tersebut, ia jadi terbangun semangatnya,
dengan meringis menahan sakit, ia telbah menunjuk ke dpada
Bin An samabil berteriak: b"Itu penjahatnya, tangkap monyet
hutan itu... tangkap dan gusur untuk menerima hukuman..."
Tanpa banyak bicara lagi tentara negeri yang berjumlah
tujuh atau delapan orang tersebut telah menerjang kepada Bin
An. Mereka telah menggerakkan golok mereka, salah seorang
telah membentak dengan sikap mengancam: "Menyerah saja
secara baik-baik, jika tidak engkau akan terbinasa ditangan
kami...!" Bin An mengeluarkan suara dengusan mengejek, melihat
kelakuan Wang Kongcu itu, ia segera mengetahui bahwa
putera pembesar negeri tersebut merupakan seorang pemuda
bergajulan yang sering menimbulkan keributan dan
mengandalkan kekuasaan ayahnya untuk bertindak sewenangwenang.
Terlebih lagi sekarang melihat datangnya tentara negeri
tersebut, yang telah mengancam dengan senjata tajam
mereka, membuat Bin An tambah tidak senang.
Tanpa mengucapkan sepatah perkataanpun, tubuh Bin An
telah berkelebat ia mengayunkan tangan kanannya, dan
"plakkk!" salah seorang dari tentara negeri itu telah disamppk
mukanya dan mata tentara negeri tersebut berkunangkunang,
kepalanya pusing, dan tubuhnya terjerubuk kelantai
sambil mengeluarkan suara jerit kesakitan.
Kawan-kawan tentara negeri tersebut jadi murka dan
menggerakkan golok masing-masing menyerang Bin An, tetapi
Bin An tanpa memandang sebelah mata terhadap serangan
itu. Gesit sekali tubuhnya lelah berkelebat kesana ke mari, dan
kedua tangannya bekerja.
Maka tubuh dari para tentara negeri tersebut telah
"berterbangan" dan terbanting seorang demi seorang, malang
melintang dilantai, dalam keadaan tertotok, dan merintih-rintih
kesakitan, sebab jalan darah "Mo-lie-hiat" mereka lelah
tertotok. Jika seseorang tertotok jalan darah "Mo-lie hiat" nya, maka
akan menyebabkan korban totokan tersebut menderita
kesakitan yang hebat, dan juga tidak bisa menggerakkan
anggota tubuhnya.
Dengan begitu, para tentara negeri tersebut meringkuk
dilantai tanpa bisa menggerakkan anggota badan mereka,
hanya me-rintih2 kesakitan.
Pelajar yang menjadi putera dari Wang Tie hu semula telah
girang melihat kedatangan para tentara negeri yang menjadi
anak buah ayah nya, tetapi semangatnya seperti terbang
meninggalkan raganya waktu dia melihat Bin An begitu mudah
membereskan tentara negeri tersebut.
Bin An telah menoleh kepada Wang Kong cu tersebut, dan
berkata dengan suara yang dingin: "Hemm, tadi pekerjaanku
terganggu dengan kedatangan para tentara negeri itu, dimana
aku belum lagi selesai untuk membikin empuk daging Kauwpek!
Hu!Hu! sekarang aku akan melanjutkannya pula..!"
sambil berkata begitu, tampak Bin An telah melangkah
mendekati Wang Kongcu.
Tubuh Wang Kongcu jadib gemetaran karedna ketakutan,
daan sepasang lutbutnya jadi lemas ia telah berlutut
"Ampun... ampun Taihiap... aku... aku tidak berani
menghinamu lagi...!" katanya sesambatan meminta ampunan.
Tetapi Bin An mengeluarkan suara tertawa mengejek.
"Sekarang engkau mengatakan tidak akan berbuat jahat
lagi, karena engkau tengah ketakutan dan tidak berdaya,
tetapi begitu engkau memiliki kesempatan hemmm, hemmm,
manusia berhati bengis dan jahat seperti kau ini, mana bisa
dipercaya akan ketulusan hatimu ?"
Bukan main ketakutannya Wang Kongcu ia kembali berlutut
mengangguk-anggukkan kepalanya, sampai keningnya
menghantam lantai beberapa kali menimbukan suara yang
nyaring. "Aku bersumpah tidak akan melakukan kejahatan lagi... aku
bersungguh-sungguh tidak melakukan kejahatan lagi !"
katanya. Tetapi Bin An tidak memperdulikan sikap pelajar tersebut,
yang menjadi putera dari pembesar negeri yang semula
bersikap begitu cong-kak dan se-wenang2, ia melangkah
menghampiri dekat sekali pada Wang Kongcu, sambil katanya:
"Kouw-pek umumnya baru empuk jika telah dibanting puluhan
kali...!" dan tangannya diulurkan mencengkeram lagi, dimana
ia telah mengangkat tubuh Wang Kongcu itu, yang men-jerit2
melolong meminta ampun, kemudian Bin An membantingnya
sampai tubuh pelajar tersebat terbanting keras sekali dilantai
hampir saja ia pingsan, karena matanya jadi gelap dan berkunang2.
Bin An tertawa mengejek. "Hemmm, sebentar lagi Kauwpek-
ku ini tentu empuk dan baru dimasak !" diulurkan
tangannya lagi, untuk mencengkeram tubuh Wang Kongcu,
guna dibantingnya pula. Wang Kongcu sendiri sangat
ketakutan sambil ber-teriak2 meminta ampun pada Bin An.
Bin An tidak memperdulikan ia mengangkat tinggi2 tubuh
Wang Kongcu, yang akan dibantingnya.
Namun sebelum ia menggerakkan tangannya untuk


Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membanting Wang Kongcu, diwaktu itulah terdengar suara
seseorang yang membentak bengis: "Tahan !"
Bin An melirik, dilihatnya diambang pintu berdiri seorang
tojin berusia lanjut, tetapi masih memiliki kesegaran tubuh
dan juga wajahnya merah sehat, ia tengah memandang
bengis kepada Bin An.
Melihat tojin itu, yang diduga oleh Bin Aa sebagai kaki
tangannya Wang Tiehu, ia mengeluarkan suara tertawa
dingin, tangannya digerakkan dan ia telah membanting tubuh
Wang Kongcu, sampai tubuh pemuda itu terbanting keras dan
meraung kesakitan, menggeliat dua ka li, kemudian pingsan
tak sadarkan diri.
Muka tojin itu rberobah merah ptadam karena murqka, ia
mengebutrkan hudtim yang tercekal ditangan kanannya,
kemudian dengan cepat ia memindahkan hudtimnya ketangan
kirinya, tangan kanannya itu telah mencabut pedang
panjangnya. "Sring...!" pedang itu tercabut keluar memancarkan
sinarnya yang tajam sekali.
"Pemuda kurang ajnr kau berani menyiksa Wang Kongcu
kami " Hemm, rupanya engkau telah bosan hidup...!" dan
tubuh tojin itu melompat kedekat Bin An, sambil
menggerakkan pedangnya menikam kepada Bin An.
Bin An mana jeri menghadapi tojin itu, ketika melihat
berkelebatnya pedang tojin tersebut ia mengelak kesamping,
Cepat dan gesit sekali gerakan Bin An, sehingga tikaman
pedang tojin itu mengenai tempat kosong.
Tetapi tojin itu rupanya selain mempergunakan pedang
sebagai senjatanya, juga mempergunakan hudtim nya sebagai
senjata pula, dimana begitu tikaman pedangnya jatuh
ditempat kosong, ia membarengi dengan kebutan hudtimnya,
yang menyambar kearah kepala Bin An dengan bulu hudtim
itu berkumpul menjadi satu.
Melihat cara menyerang tojin itu, Bin An mengetahui bahwa
tojin ini memiliki kepandaian yang lumayan, tanpa buang
waktu lagi Bin An mengulurkan tangan kirinya, tahu2 bulu hud
tim itu telah kena dicekalnya, sekali saja Bin An meremasnya,
hancur luluhlah bulu2 hudtim itu, dan berhamburan kemanamana.
Muka tojin itu jadi berobah. dan mengeluarkan seruan
kaget, karena ia tidak menyangka bahwa seorang pemuda
sebelia Bin An bisa memiliki kekuatan lwekang yang begitu
tinggi, sekali meremas bulu2 hudtim telah hancur luluh. Dan
harus diketahui, bahwa tadi tojin itu telah menyerang dengan
hudtimnya yang berobah keras seperti besi.
Tetapi siapa sangka, begitu mudah Bin An telah
menghancurkan bulu2 hudtimnya tersebut Setelah tertegun
sejenak, tojin itu mengeluarkan teriakan marah: "Pinto Ko Sun
Tojin akan meminta pengajaran darimu, pemuda kurang
ajar...!" dan selesai dengan perkataannya itu, tampak Ko Sun
Tojin telah menggerakkan pedangnya yang diputar cepat
sekali, gagang hud timnya juga dipergunakan berulang kali
untuk menotok jalan darah diiubuh Bin An.
Ko Sun Tojin merupakan salah seorang murid tingkat ketiga
dari pintu perguruan Ceng-shia-pay. sebuah pintu perguruanyang
terdiri seluruh muridnya dari pengikut agama To.
Dengan demikian, murid pintu perguruan tersebut
merupakan tojin2 yang mempelajari agama To dan ilmu silat,
ilmu pedang dari pintu perguruan tersebut tidak berada
dibawah ilmu pedang Kun Lun Pay, karena memang Kiam-hoat
dari pintu perguruan Ceng-shia-pay merupakan kiam hoat
yang lihay sekali. Terlebih lagi Ko Sun To jin merupakan murid
tingkat ketiga, sehingga ia memiliki kepandaian yang bisa
diandalkan. Sayangnya, sekarang ini ia berhadapan dengan Bin An,
seorang tokoh persilatan yang memiliki kepandaian luar biasa
tingginya, sehingga kepandaian yang dimiliki Ko Sun lojin
bagaikan tidak memiliki apa2 lagi.
Pedang tojin itu telah ber-gulung2 cepat sekali menyambar
kesana kemari dengan cepat dan cahaya pedang tersebut
selalu berkelebat ke-bagian2 yang mematikan ditubuh Bin An.
Namun Bin An selalu bisa mengelakkan dengan mudah, dan
setelah melewati sepuluh jurus. Bin An telah menggerakkan
kedua tangannya, tangan kiri telah merampas gagang hudtim
tojin itu, sedangkan tangan kanannya telah menyentil pedang
tojin itu, sehingga menimbulkan suara yang nyaring.
Dan bukan itu saja, begitu disentil, segera pedang tersebut
jadi patah. Tojin tersebut kaget sekali mukanya jura berobah pucat
waktu ia melompat mundur Ko Sun Tojin mmiiliki kepandaian
yang cukupan dan biasanya untuk jago2 biasa saja, sulit
menghadapinya. Dan sekarang, Bin An seorang pemuda belia
dengan mudah telah rnerubuhkannya, dan merebut gagang
hudtimnya, yang bulunya tadi telah dihancur luluhkan, bahkan
pedangnya telah disentil patah. Dengan demikian membuat Ko
Sun Tojin jadi kaget dan heran.
Ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya
bahwa seorang pemuda seperti Bin An bisa memiliki
kepandaian yang begitu tinggi.
Walaupun ia mempelajari ilmunya masih berada didalam
kandungan ibunya, tidak mungkin ia bisa memiliki tenaga
dalam yang demikian mahir...." pikir Ko Sun Tojin. Dan sambil
berpikir begitu, Ko Sun Tojin telah menatap kepada Bin An
dengan tajam. "Siapa namamu, anak muda kurang ajar ?" bentak Ko Sun
Tojin, "Apakah engkau tidak takut menghadapi hukuman dari
Wang Tiehu ?"
Bin An tertawa dingin.
"Akulah simonyet hutan yang tengah kelaparan dan hendak
memakan masakan daging anjing putih !" menyahuti Bin An
dengan suara yang dingin. "Tetapi tidak disangka, belum lagi
anjing putih itu sempat dibikin empuk untuk dimasak, telah
datang seekor kerbau lagi !"
Muka Ko Sun Tojin jadi merah padam, ia tabu perkataan
"kerbau" yang diucapkan oleh Bin An, ditujukan untuk dirinya.
"Hemmm, engkau terlalu sombong, anak muda, kau kira
aku telah menyerah kalah, heh ?" dan membarengi dengan
perkataannya itu, Ko Sun Tojin telah menerjang dengan
tangan kosong, karena pedangnya yang telah patah dan
gagang hudtimnya telah dibuangnya kelantai.
Tetapi Bin An mengelakkan diri dengan gesit, sama sekali ia
tidak memberikan kesempatan kepada Ko Sun Tojin untuk
menyerang dirinya.
Ketika pukulan Ko Sun Tojin datang lagi ber-tubi2, Bin An
berkata dengan dingin: "Hem, dasar kerbau dungu, tetap saja
kerbabu dungu, yang hdanya pandai menayeruduk!" dan
sbetelah berkata begitu, cepat luar biasa Bin An bergerak
kekiri dan kekanan dengan lompatan yang gesit sekali, dan ia
telah menggerakkan kedua tangannya untuk menghantam
kearah tojin itu.
Tepat sekali pukulan kedua tangan Bin An, kepalan tangan
kirinya telah menghantam hidung Ko Sun Tojin, sedangkan
tangan kanannya, dengan mempergunakan telapak tangannya
menghantam pundak tojin tersebut.
Ko Sun Tojin mengeluarkan suara jeritan yang nyaring,
dimana hidungnya segera bocor mengeluarkan darah merah,
dan juga tubuhnya telah terhuyung rubuh terguling diatas
lantai. Cepat-cepat Ko Sun Tojin merangkak bangun, ia meraung
dengan penasaran, dan telah menerjang lagi kepada Bin An
untuk mengadu jiwa.
Melihat kedua tangan tojin itu melancarkan pukulan
kepadanya, Bin An tertawa dingin.
"Kerbau dungu, engkau selalu minta hajar saja !" kata Bin
An dengan nada mengejek.
Dan waktu tubuh Ko Sun Telah menerjang dekat, Bin An
sama sekali tidak mengelakkan diri dari pukulan kedua tangan
tojin tersebut, malah ia telah mengulurkan tangannya
menyambuti kepalan tangan tojin itu, Begitu Bin An
membentak dan menghentaknya, tubuh tojin itu telah
terlempar ketengah udara, kemudian jatuh terbanting diatas
tanah. Bin An telah berkata: "Cepat kau angkat kaki, aku masih
sibuk hendak membikin empuk daging Kauw-pek-ku...!"
Ko Sun Tojin menggeliat dengan menderita kesakitan,
pinggangnya dirasakan seperti hendak patah akibat bantingan
itu Dan dia merangkak bangun, kemudian setelah memandang
Bin An sejenak, ia ber-ingsut2 berlalu meninggakan tempat
tersebut. Wang Kongcu yang sejak tadi menyaksikan dengan hati
ber-debar2, betapa Ko Sun To jin menyerang Bih An, berdoa
didalam hatinya, agar tojin itu, yang merupakan anak buah
ayahnya, bisa memperoleh kemenangan tetapi sayang sekali,
orang yang diharapkan bisa menolong dirinya itu, ternyata
bisa dirubuhkan oleh Bin An dengan mudah.
Malah Ko Sun Tojin waktu diusir oleh Bin An, ia telah
berlalu begitu saja, menyebabkan Wang Kongcu tambah
ketakutan, tubuhnya menggigil keras membayangkan
penderitaan yang akan diterimanya pula, maka tidak tertahan
lagi ia membuka mulutnya, menangis keras sekali seperti
seorang anak kecil yang tak memperoleh mainan...!
Bin An tertawa dingin, ia melangkah menghampiri putera
pembesar negeri itu, diulurkan tangannya dan telah
mencengkeram baju putera pembesar negeri itu, yang
diangkatnya kemudian dibantingnya pula.
"Bukkkk !" tubuh Wang Kongcu telah terbanting lagi diatas
tanah, dan ia meraung kesakitan untuk kedua kali Wang
Kongcu jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
Bin An telah duduk kembali dikbursinya, ia mendantikan
sampai aWang Kongcu terbsadar dari pingsannya.
Diwaktu itu, Wang Kongcu pingsan tidak terlalu lama, ia
tersadar sambil meraung kesakitan dan menangis ketakutan.
Disaat itulah, tampak Bin An telah bangkit dari duduknya, ia
menghampiri lagi.
Wang Kongcu ketakutan bukan main, ia berlutut
menyembah-nyembah meminta ampun sambil menangis
keras. Bin An tidak memperdulikan, ia telah mengulurkan
tangannya, mencengkeram hendak membanting, tetapi kali ini
hanya merupakan ancaman belaka, karena begitu ia
mengangkat tinggi tubuh putera pembesar negeri itu, ia
bertanya dengan suara yang bengis: "Apakah dilain waktu
engkau barani berbuat se-wenang2.?"
Wang Kongcu berkata sambil menangis sesambatan:
"Tidak... tidak berani... ampunilah aku Taihiap, aku tidak
berani lagi..."
Bin An melepaskan cekalannya tubuh Wang Kongcu
terbanting perlahan.
"Pergilah..." bentak Bin An dengan suara yang dingin.
Bagaikan memperoleh sesuatu yang menggembirakan,
Wang Kongcu tanpa mengucapkan apa2 lagi telah mementang
kakinya, berlari meningalkan rumah tersebut.
Bin An memesan lagi makanan kepada pelayan, untuk
melanjutkan daharannya.
Pelayan itu memperlakukan dan melayani Bin An dengan
sikap yang hormat sekali, karena ia telah melihat betapa Bin
An merupakan seorang pendekar muda yang memiliki
kepandaian tinggi, pelayan lainnya telah membereskan kursi
dan meja yang terbalik akibat keributan.
Waktu mempersiapkan makanan untuk Bin An, pelayan
tersebut telah berkata dengan suara yang perlahan:
"Taihiap... engkau harus hati-hati... biasanya jika seorang
ribut dengan Wang Kongcu, tentu akan mengalami urusan
yang tidak menyenangkan..!"
"Maksudmu ?" tanya Bin An kemudian sambil tersenyum
dengan sangat tenang.
"Ayah Wang Kongcu, yaitu Wang Tichu sangat
memanjakannya, setiap kali puteranya itu ribut dengan orang
lain, ia selalu mau ikut campur dan berusaha menggunakan
kekuasaan untuk menindas orang yang ribut dengan
puteranya, maka alangkah baiknya, jika setelah makan,
Taihiap berlalu dari tempat ini !"
"Terima kasih atas kebaikan hatimu !" kata Bin An sambil
tersenyum dan merogoh sakunya, menghadiahkan pada
pelayan tersebut tiga tail perak. "Jika perlu, orang tuanya itu
harus dihajar juga !"
Pelayan itu jadi kaget.
"Taihiap !"
"Sudahlah," kata Bin An tersenyum waktu melihat muka
pelayan rumah makan itu jadi pucat pias. "Engkau tridak perlu
kuattir, jika memangq Tiehu yang jahrat itu mengirim orang
nya, biar nanti Tiehu itu sendiri yang akan kuhajar babak
belur, agar dia kapok...!"
Dan tanpa msmpsrdultkan pelayan itu yang berdiri tertegun
ditempatnya dengan muka yang pucat, Bin An telah makan
kembali. Waktu Bin An tengah bersantap, tiba2 diluar rumah makan
tersebut terdengar suara ribut-ribut.
"Jangan... bukan kami tidak ingin menerima kedatangan
kalian, tetapi tentu akan mengganggu ketenangan dan selera
makan tamu-tamu yang lainnya, terdengar suara beberapa
orang pelayan yang sibuk sekali mencegah seseorang untuk
masuk kedalam ruang rumah makan itu.
Bin An melirik, kemudian memanggil seorang pelayan yang
berada dekat padanya, ta-nya: "Ada apa diluar" Atau memang
orang2 Tiehu she Wang itu telah datang untuk mencari urusan
denganku?"
Pelayan itu mengatakan ia hendak melihat dulu keluar,
tidak lama kemudian dia kembali melaporkan kepada Bin An,
ada seorang pengemis yang berpakaian compang camping
serta mesum, memaksa untuk masuk dan makan dirumah
makan ini. Tetapi bersama-sama dengan pengemis tua itu, yang
menurut pelayan tersebut mungkin telah berusia delapan
puluh tahun, terdapat seorang gadis cantik berpakaian merah.
Bin An jadi teringat kepada Thio Jiauw It dan Siangkoan
Cu. "Suruh mereka masuk, biar aku yang mengundang mereka
dan mentraktir mereka!" kata Bin An.
Pelayan itu nampak ragu-ragu, tetapi ia tidak berani
membantah perintah Bin An.


Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu itu diluar masih terdengar suara ribut-ribut, diselingi
oleh suara tertawa bergelak-gelak dari seseorang, yang
dikenal oleh Bin An, karena ia pernah mendengar suara
tertawa bergelak-gelak itu.
Pelayan yang diperintah Bin An untuk mengundang tamu
istimewa tersebut dengan cepat kembali mengiringi seseorang
pengemis tua dan seorang gadis cantik jelita, yaitu Siangkoan
Cu dan Thio Jiauw It!
"Toako, memang aku telah menduga, bahwa tamu
istimewa yang membuat para pelayan ramah makan ini jadi
sibuk tidak keruan tentu adalah engkau !" kata Bin An sambil
bangkit dari duduknya dan mengundang sahabat-nya
tersebut, bersama murid sahabatnya itu untuk duduk semeja
bersama dengannya.
Melihat Bin An, bukan main gembiranya Thio Jiauw It. ia
sampai berjingkrak-jingkrak.
"Dasar jodoh, kembali kita bisa bertemu disini !" kata
pengemis tua itu sambil tertawa.
Sedangkan Siangkoan Cu berobah merah mukanya, ia
menunduk malu. Begitulah, ketiga orang ini telah bersantap bersama Bin An
juga telah memesan banyak macam sayur untuk Thio Jiauw It
dan Siangkoan Cu. Mereka bercakap-cakap dengan gembira,
Dan Bin An telah menceritakan pengalamannya tadi, yang
telah menghajar Wang Kongcu, yang dibanting-bantingnya
seperti mem-banting2 Kauw-pek, agar menjadi empuk.
Thio Jiauw It dan Siangkoan Cu jadi tertawa gembira, lalu
tanya Siangkoan Cu: "Toako tadi engkau mengatakan Wang
Tiehu tentu tak akan mau mengerti dengan kejadian yang
telah menimpali diri puteranya itu dan akan mengirim
orang2nya untuk mencari keributan dengan kau. . . tentunya
akan ada keramaian yang mengasyikkan."
Bin An mengangguk.
"Jika Tiehu itu memang tidak tahu diri, dan mengirim
orang2nya datang kemari, kita boleh menghajarnya bersama2!"
sahut Bin An. Thio Jiauw It tertawa keras, kemudian katanya: "Hitung2
memanaskan darahku... dan sebagai latihan untuk
menempeleng orang..."
Mereka bertiga telah tertawa lagi dengan keras. Banyak
tamu2 yang kuatir akan timbul keributan diruangan rumah
makan ini, telah menyingkir.
Sambil mengunyah paha ayam, Thio Jiauw It telah
bertanya kepada Bin An: "Hiante, ada seseuatu yang hendak
kutanyakan kepadamu?"
"silahkan Toako, pertanyaan apakah yang hendak diajukan
Toako ?" "Tetapi engkau jangan marah, ya ?" kata Thio Jiauw It
sambil perlihatkan sikap serius.
Bin An tertawa.
"Mengapa harus marah ?" tanyanya.
"Berapa usiamu pada tahun ini ?"
"Dua puluh enam tahun !"
"Usia yang telah cukup dewasa untuk memperoleh teman
hidup...!" kata Thio Jiauw It.
Bin An tercengang. ia tertegun sejenak.
"Apa maksud perkataan Toako ?" tanya Bin An, dan
kemudian melirik kepada Siangkoan Cu.
Sipengemis tua she Thio itu telah tertawa bergelak-gelak,
kemudian katanya: "Begini, ku lihat engkau telah cukup
dewasa, tentunya engkau harus memiliki teman hidup, bukan
?" "Kukira, urusan itu masih terlalu pagi untuk dibicarakan
Toako !" "Bukan soal waktunya, tetapi justru jika engkau tidak
keberatan, aku mau merecoki urusan itu menjadi
comblangnya!" kata Thio Jiauw It.
"Ha?" Bin An terkejut.
Kembali Thio Jiauw It tertawa bbergelak-gelak dsedangkan
Siangakoan Cu jadi tebrsipu-sipu menunduk malu dengan
muka yang memerah.
"Dengarlah Hiante, aku memiliki seorang murid wanita,
yang juga usianya tidak berjauhan dengan kau, aku telah
berusia lanjut, dan tidak bisa selamanya mendampingi
muridku yang bodoh itu, sehingga aku selalu berkuatir kalaukalau
kelak aku sudah masuk ke liang kubur, nanti ada orang
yang menghina terhadap muridku yang tidak memiliki
kepandaian berarti itu.
"Walaupun aku baru bertemu dengan mu dan mengikat tali
persahabatan tetapi aku telah melihat engkau seorang
pemuda yang baik, Dan telah cukup banyak juga kudengar
dari sahabat2 bahwa Kang Lam Koay Hiap masih bujangan,
belum beristeri. Maka jika memang engkau tidak
mentertawakan dan mau, aku ingin sekali mengalami jadi
comblang untuk merangkapkan jodoh muridku ini
denganmu...!" dan setelah berkata begitu, Thio Jiauw It
tertawa tawa tergelak-gelak lagi.
Bin An terkejut. ia cepat2 berdiri dari duduknya,
merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada
pengemis tua itu.
"Toako.... mana berani aku menerima kehormatan seperti
itu?" katanya.
"Kenapa?" tanya Thio Jiauw It yang menghentikan
tertawanya dan mengawasi Bin An dengan mata
dinyurengkan. Bin An cepat-cepat berkata dengan hati-hati sekali: "Aku
seorang yang liar, tidak memiliki kepandaian apa-apa yang
bisa diandalkan dengan diberikan kepercayaan oleh Toako
yang hendak menyerahkan muridmu menjadi jodohku, hal itu
benar-benar merupakan suatu keberuntungan yang besar
sekali buatku, tetapi aku tidak berani untuk menerimanya !"
Muka Thio Jiauw It jadi bersungguh-sungguh waktu ia
berkata: "Engkau jangan bicara berbelit-belit. Sekarang
katakan saja, kau bersedia atau tidak untuk mengambil
muridku ini menjadi isterimu ?"
Muka Bin An jadi berobah merah, ia melirik kepada
Siangkoan Cu, yang waktu itu juga tengah mengangkat
kepalanya sedikit melirik kepadanya.
Dua pasang mata saling bentrok, dan sigadis seperti
terkejut telah menundukkan kepalanya dalam-dalam dengan
pipi yang memerah, terasa panas sekali.
Bin An sendiri tidak urung berobah mukanya jadi merah.
"Sesungguhnya Toako, aku sendiri tidak mengetahui
mengapa bisa mendapat keberuntungan seperti ini, menerima
tawaran istimewa dari kau Toako...! Tetapi karena urusan
pernikahan adalah menyangkut diri Siangkoan Cu Moay-moay
sendiri apakah ia setuju, sedangkan untuk aku jelas aku
mengharapkannya pun tidak berani."
Thio Jiauw It telah tertawa.
"Jika memang engkau telah setuju, muridku ini tentu
setuju, Aku telah menanyakannya terlebih dulu padanya, tidak
mungkin akbu mengajukan tadwaran, seperti aini kepadamu
Hibante jika memang muridku ini tidak menyukaimu..." dan
setelah berkata begitu, Thio Jiauw It tertawa ber-gelak2 lagi.
Bin An merasakan pipinya panas bukan main, sedangkan
Siangkoan Cu sendiri telah menundukkan kepalanya semakin
dalam sambil tersenyum-senyum, diwajahnya terpancar
cahaya kebahagian dan kegembiraan.
Maka urusan rangkap jodoh yang dilakukan sipengemis
Thio Jiauw It telah selesai.
Tetapi disaat Thio Jiauw It ingin berkata-kata lagi, untuk
basa-basi menjelaskan perihal keadaan muridnya yang
memiliki adat keras dan berangasan, agar Bin An bisa
memperlakukannya dengan sabar, diwaktu itulah terdengar
suara hiruk pikuk diluar rumah makan.
Thio Jiauw It telah mengerutkan alisnya, ia berkata:
"Mungkin Tiehu she Wang itu lelah mengirim orangorangnya...
agar oiang-orangnya itu nanti menjadi Kauw-pek
lagi... Mari kita lihat keluar, jangan sampai merusak segala
perabotan didalam rumah makan itu !" sambil berkata begitu,
Thio Jiauw It telah melompat untuk menuju keluar ruangan
rumah makan. Bin An mengiyakan sambil merogoh sakunya, ia meletakkan
dua puluh tail perak di-atas meja, sebagai pembayaran dari
barang makanan yang telah mereka habisi.
Bersamaan dengan Siangkoan Cu, dengan tersenyumsenyum
mereka telah menuju keluar ruangan.
Diluar memang tampak seratus lebih pasukan tentara
negeri, Merekalah yang menimbulkan suara gaduh. Dan
bersama mereka tampak beberapa orang busu (akhli silat),
yang ditangannya masing2 telah mencekal senjata tajam. Juga
tampak Ko Sun Tojin, yang tidak berani berdiri terlalu didepan,
tampaknya dia masih takut-takut.
"Mana dia penjahatnya " Mana dia penjahatnya ?" teriak
para busu itu. Ko Sun Tojin telah menunjuk kepada Bin Atn, sambil
katanya: "ltu dia...!"
Para busu itu mengeluarkan suara teriakan nyaring:
"Tangkap penjahat! Tangkap penjahat dan mereka menyerbu
sambil menggerakkan senjata tajam mereka.
Begitu juga para tentara negeri itu, telah meluruk
menyerbu kepada Bin An bertiga, dengan Thio Jiauw It dan
Siangkoan Cu berisik sekali.
Rupanya Wang Tiehu yang menerima laporan dari
puteranya bahwa yang telah menganiaya puteranya itu adalah
seorang dari persilatan yang memiliki kepandaian tinggi, Tiehu
itu segera mengutus beberapa orang busu diiringi oleh seratus
lebih pasukan tentara negeri. Dengan jumlah kekuatan seperti
itu, Tiehu tersebut yakin bisa menangkap orang telah
menganiaya puteranya.
Bin An menoleh kepada Siangkoan Cu, katanya: "Siangkoan
Moay-moay, mari kita menghajar mereka, untuk
menggembirakan hati..." dan Bin An telah melompat, kedua
tangannya telah bekerja, membanrtingi para tenttara itu.
Sedangqkan Siangkoan Cru yang tengah gem bira, ikut
menghajar pasukan tentara negeri itu. Terlebih lagi Thio Jiauw
It, yang telah melompat kesana kemari, sambil sebentar2
memperdengarkan suara tertawa bergelaknya, kedua
tangannya bergerak kesana kemari, dan banyak tentara negeri
yang telah dilemparkannya, terbanting pingsan ditanah, tanpa
bisa berkutik lagi, dan banyak yang telah patah tangan dan
kakinya akibat bantingan yang cukup keras. Ko Sun Tojin
waktu melihat perkembangan keadaan seperti itu jadi
ketakutan bukan-main.
Tojin itu telah memutar tubuhaya, maksudnya hendak
melarikan diri menghindari.
Tetapi Bin An telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah
melompat gesit sekaii, tahu-tahu telah berada dibelakangnya
tojin tersebut.
Cepat sekali Bin An telah mengulurkan tangannya,
menghantam punggung tojin tersebut.
"Tojin jahat, engkau memang perlu dihajar...!" dan pukulan
telapak tangan Bin An singgah dipunggung tojin itu keras
sekali, menimbulkan suara yang nyaring dan tubuh tojin
tersebut telah terjerembab sambil mengeluarkan suara jeritan
memuntahkan darah segar, dan kemudian pingsan tidak
sadarkan diri !
Begitu juga halnya dengan para busu itu, yang telah dihajar
babak belur dan jatuh pingsan oleh Thio Jiauw It dua
Siangkoan Cu, Mereka semuanya umumnya jadi pingsan tak
sadarkan diri terkena hajaran dari tangan para jago2 yang
memiliki kepandaian luar biasa seperti Thio Jiauw It, Bu Bin An
maupun Siangkoan Cu.
Dalam waktu yang sekejap mata saja, para tentara negeri
dan para busu maupun Ko Sun Tojin telah malang melintang
dalam keadaan babak belur dan pingsan, sisanya dari pasukan
tentara negeri itu telah lari kucar-kacir, menyelamatkan diri
mereka. Thio Jiauw It, Bin An dan Siangkoan Cu tertawa gembira,
mereka telah saling memberikan isyarat, kemudian bertiga
mereka meninggalkan tempat tersebut.
Mereka bertiga tidak pernah berpisah lagi, merantau bersama2.
Sampai akhirnya setahun kemudian Bin An telah
berlangsung pernikahannya dengan Siangkoan Cu. Karena Bin
An merupakan tokoh persilatan yang menjadi pemimpin dari
berbagai kalangan dan aliran maka pada hari pernikahannya
memperoleh kunjungan banyak sekali jago2 rimba persilatan
yang semuanya datang untuk memberikan ucapan selamat
kepada Bin An dan Siangkoan Cu pasangan mempelai itu.
Dan setelah menikah Kang Lam-Koay Hiap Bu Bin An
bersama isterinya, masih terus iuga berkelana, untuk
mengamalkan kepandaian mereka melakukan perbuatan2 baik
diatas keadilan, sedangkan Thio Jiauw It karena merasa
usianya memang terlalu tua dan ingin melewati hari tuanya
dipuncak gunung Himalaya, telah kembali kepuncak gunung
itu. Nama Kang Lam Koay Hiap semakin lama semakin terkenal
juga, dan disegani oleh jago2 dari berbagai kalangan.
Sampai disinilah kisah "Kang Lam Koay Hiap" selesai.
T A M A T Neraka Hitam 1 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Pedang Naga Kemala 8
^