Pencarian

Sepasang Garuda Putih 5

Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


membunuh Sularko?" Harjadenta balas membentak.
Ni Dewi Durgomala terkejut bukan main mendengar ucapan
itu dan tanpa banyak cakap tubuhnya sudah meluncur ke
depan, tangan kirinya menampar ke arah kepala Harjadenta.
Pemuda yang pernah menerima gemblengan ilmu kanuragan
dari Empu Gandawijaya, cepat menangkis dengan memutar
lengan kanannya.
''Dukkk ... !" Harjadenta yang menangkis pukulan itu,
terpental dan terhuyung ke belakang sampai beberapa
langkah. "Mampuslah!" Ni Dewi Durgomala yang sudah marah sekali,
melompat dan mengirim pukulan susulan yang sangat dahsyat
dan cepat sehingga agaknya pukulan ini tidak akan dapat
dihindarkan lagi oleh Harjadenta.
"Wuuuuuttt ... plakkkk!!" Kini tubuh Ni Dewi Durgomala
yang terhuyung ke belakang. Ternyata pukulannya tadi ada
yang menangkis, seorang yang muncul dari belakang
Harjadenta, seorang pemuda yang berpakaian serba putih dan
bersikap sederhana. Ketika tadi menangkis pukulan Ni Dewi
Durgomala, diapun tampak tenang dan menangkis sembarangan saja, akan tetapi ternyata telah membuat Ni
Dewi Durgomala terhuyung ke belakang. Ni Dewi Durgomala
tertegun dan bukan main kagumnya melihat seorang pemuda
yang demikian tenang dan tampan, seperti Sang Harjuna saja!
Jantungnya berdebar keras dan biarpun ia tadi ditangkis
sampai terhuyung, ia tidak marah kepada pemuda itu, bahkan
kini ia mengerling dan tersenyum manis sekali. Ia sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika itu sedang dilanda nafsu berahi yang memuncak, maka
begitu me lihat Bagus Seto yang demikian tampan, ia segera
mengerahkan aji pengasihan untuk mengguna-gunai dan
menarik hati perjaka yang tampan ini.
"Teja-teja sulaksana tejanya orang yang baru tampak!
Satria bagus, siapakah andika, wong ganteng?" Ia bertanya
sambil tersenyum. Saking kuatnya aji pengasihan yang ia
kerahkan, bahkan Harjadenta yang sudah terlepas dari
pengaruh sihirnya, kini memandang terlongong penuh kagum
kepada Ni Dewi Durgomala yang mendadak kelihatan
demikian cantik jelita dan menarik seperti seorang dewi yang
baru turun dari kahyangan!
Akan tetapi Bagus Seto tersenyum tenang. Sebelum dia
menjawab, terdengar suara ribut-ribut di kamar sebelah dan
Retno Wilis yang berpakaian serba putih itu me lompat keluar
dari kamar itu dikejar oleh Ki Shiwananda! Apakah yang
terjadi di kamar itu"
Ternyata Retno Wilis membagi tugas dengan kakaknya.
Bagus Seto membayangi Ni Dewi Durgomala dan Retno Wilis
membayangi Ki Shiwananda. Gadis perkasa ini tadi mengintai
pesta liar di atas panggung dan ia pun teringat akan
pengalamannya dahulu. Pernah ia terlibat dalam pesta seperti
itu di bawah pengaruh orang-orang sesat yang menggunakan
sihir kepadanya, ia merasa ngeri dan juga marah bukan ma in.
Ia melihat pula betapa Harjadenta terpengaruh sihir dan ikut
menari-nari liar, akan tetapi karena Bagus Seto yang akan
mengawasinya, maka ia terus mengamati K i Shiwananda yang
kemudian menarik tangan seorang gadis yang tadi menjadi
pasangannya menari menuju ke belakang candi dan memasuki
sebuah kamar! Retno Wilis merasa malu untuk ikut masuk kamar itu, maka
ia mengambil jalan memutar dan tiba di luar jendela kamar
itu. Dengan tenaga Argoselo, ia menggunakan tangan
kanannya untuk mendorong daun jendela kamar itu. Jendela
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu jebol dan Retno Wilis meloncat masuk dengan maksud
untuk menghajar laki-laki raksasa itu sambil membentak,
"Jahanam busuk, apa yang telah kau lakukan terhadap
Sawitri?" Ki Shiwananda terkejut bukan main ketika jendela jebol dan
ia melihat berkelebatnya bayangan putih memasuki kamar,
apalagi mendengar bentakan yang menanyakan tentang
Sawitri itu. Akan tetapi diapun maklum bahwa wanita yang
masuk kamarnya itu tentu seorang yang sakti, maka untuk
menyelamatkan diri, dia sudah merangkul gadis pasangannya
tadi dengan tangan kiri dan memasangnya di depan tubuh
seperti perisai! Melihat ini, tentu saja Retno Wilis terkejut dan
tidak jadi menyerang. Ia melihat betapa sarunya kalau dilihat
orang ia berada di kamar seorang pria, maka ia lalu
mendorong daun pintu dan melompat keluar. Ki Shiwananda
yang sudah terhindar dari serangan mendadak itupun timbul
keberaniannya dan diapun lompat mengejar.
Ketika tiba di luar, Retno Wilis me lihat bahwa kakaknya
bersama Harjadenta juga sudah berhadapan dengan wanita
cantik itu, maka ia mengulang pertanyaannya kepada Ki
Shiwananda. "Shiwananda, engkau tentu telah membunuh Sawitri,
bukan" Engkau jahanam busuk, pendiri agama yang sesat!
Setelah bertemu dengan Retno W ilis, jangan harap engkau
akan dapat melarikan diri!"
Mendengar gadis berpakaian putih itu menyebut namanya,
Ki Shiwananda terkejut bukan main, bahkan juga Ni Dewi
Durgomala terkejut sekali. Ni Dewi Durgomala telah
mendengar bahwa rekannya yang bernama Ni Dewi Nilamanik
dahulu juga tewas secara mengerikan di tangan seorang dara
yang bernama Retno Wilis! Dan gadis ini menurut penuturan
Wasi Karangwolo dan Snrengpati, gadis ini adalah puteri dari
KiPatih Tejolaksono dan Puteri Endang Patibroto yang terkenal
sakti. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Bagus Seto menjawab pertanyaan Ni Dewi
Durgomala yang tadi diajukan kepadanya, "Ni Dewi
Durgomala, aku bernama Bagus Seto. Katakanlah, apa yang
kalian lakukan terhadap Sularko dan Sawitri?"
Melihat betapa Bagus Seto sama sekali tidak terpengaruh
oleh aji pengasihannya, Ni Dewi Durgomala maklum bahwa ia
berhadapan dengan orang yang sakti mandraguna, tidak
terpengaruh oleh ilmu sihirnya. Akan tetapi ia masih hendak
mencoba dan mulutnya berkomak-kemik, lalu ia membungkuk,
mengambil segenggam pasir dan menaburkan pasir itu ke atas
dan mendadak saja pemandangan menjadi gelap. Entah dari
mana datangnya, ada asap hitam menutupi sinar bulan dan
Hartjadenta sendiri terkejut dan merasa jerih.
Akan tetapi Retno Wilis segera mengeluarkan lengkingan
panjang, dan Bagus Seto berkata dengan lembut, "Ni Dewi
Durgomala, simpan saja ilmu setanmu yang hanya dapat
dipakai menakut-nakutianak kecil!"
Bagus Seto menggerakkan tangan kirinya ke arah asap
hitam itu menjadi buyar dan lenyap dan keadaan menjadi
terang kembali.
"Augghhh ... !!" Ki Shiwananda telah mengeluarkan
gerengan seperti seekor biruang dan tubuhnya sudah
menerjang maju, menyerang ke arah Retno Wilis. Namun
gadis itu dengan tangkasnya sudah mengelak sehingga
lawannya hanya menubruk angin kosong. Segera terjadi
pertandingan yang amat seru di antara mereka. Ki
Shiwananda adalah murid Wasi Shiwamurti yang tercinta,
bahkan diangkat menjadi anaknya, maka ilmu kepandaiannya
amat tinggi. Bahkan dia lebih tangguh dibanding Ni Dewi
Durgomala, hanya bedanya wanita ini menguasai segala
macam ilmu sihir dan guna-guna. Akan tetapi sekali ini dia
bertemu dengan Retno Wilis, maka terjadilah perkelahian yang
amat dahsyat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Ni Dewi Durgomala menjadi pucat wajahnya
ketika ilmu sihirnya demikian mudah dipunahkan oleh bagus
Seto. Maka ia tidak mau mencoba lagi almu sihirnya dan
secepat kilat iamencabut senjatanya, sebatang keris dan
menubruk Bagus Seto mengirim serangan maut.
"Kakangmas,
itu Ki Carubuk yang dipegangnya!"
Harjadenta berteriak ketika
mengenal keris yang berada
di tangan Ni Dewi Durgomala. Jelaslah bahwa
yang mencuri Ki Carubuk
adalah wanita iblis itu.
Mendengar seruan ini, Ni
Dewi Durgomala tidak perduli dan menyerang terus. Kerisnya seperti berubah menjadi seekor naga yang menyambar- nyambar, mengeluarkan hawa panas yang terasa oleh
Harjadenta yang berdiri di pinggir. Namun tubuh Bagus Seto
bagaikan telah berubah menjadi bayangan, selalu menghindar
dengan lembutdan cepat sekali, terbebas dari semua tusukan
keris. Harjadenta hanya menonton perkelahian itu. Dia maklum
bahwa ilmu kepandaiannya belum cukup untuk menandingi
seorang lawan seperti Ni Dewi Durgomala atau Ki Shiwananda.
Maka dia hanya menonton dengan hati tertarik. Pada saat itu,
muncul puluhan anak buah atau anggauta kumpulan agama
itu dan melihat betapa Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda
berkelahi dengan seorang pemuda dan seorang gadis, mereka
beramai-ramai segera maju untuk mengeroyok Bagus Seto
dan Retno Wilis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harjadenta merasa mendapat tugas. Dia melompat ke
depan dan mengamuk di antara para anggauta agama itu.
Akan tetapi karena dia tahu bahwa mereka ini adalah orang-
orang yang tidak bersalah, hanya ikut-ikutan saja dan terdiri
dari orang-orang dusun yang lugu, maka dia tidak mau
menggunakan senjata, hanya membagi-bagi pukulan dan
tendangan saja untuk mencegah mereka mengeroyok Retno
Wilis atau Bagus Seto.
Pertandingan antara Bagus Seto dan Ni Dewi Durgomala
seperti seekor kucing mempermainkan seekor tikus saja.
Bagus Seto hanya mengelak dan ketika keris itu menyambar
lagi ke arah dadanya, dia berkata, "Keris ini harus
dikembalikan kepada pemiliknya!" Setelah berkata demikian,
dia menyambut tusukan itu dengan tangannya, menangkap
Keris itu dan sekali renggut, keris itu telah terlepas dari tangan
Ni Dewi Durgomala. Wanita ini terkejut bukan main. Hampir
tidak percaya bahwa ada orang berani menangkap keris
pusaka ampuh itu dengan tangannya begitu saja dan
merenggutnya lepas dari tangannya, ia marah akan tetapi
juga jerih, maklum bahwa ia tidak akan menang melawan
pemuda berpakaian serba putih itu. Sambil berteriak ia lalu
mencabut senjatanya yang istimewa, yaitu sebuah kebutan
berbulu hitam yang tadi terselip di pinggangnya.
"Haittt ... tar-tar!" Kebutan itu digerakkan sedemikian rupa
sehingga ujung bulu-bulunya dapat meledak di atas kepala
Bagus Seto. Namun pemuda itu tenang-tenang saja dan ketika
ia menangkis ke atas, beberapa helai bulu kebutan putus! Ni
Dewi Durgomala kini hanya berputar-putar dan menyerangkan
kebutannya ke arah muka Bagus Seto dan selalu dielakkan
oleh pemuda itu.
Sementara itu, pertandingan antara Retno Wilis melawan Ki
Shiwananda berjalan seimbang. Ki Shiwananda memang
tangguh sekali. Raksasa ini selain memiliki tenaga yang tidak
lumrah manusia, juga dapat bercorak cepat biarpun tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian besarnya. Sepak terjangnya seperti seorang raksasa
saja, kasar dan keras. Kadang dia bergulingan dan menyerang
lawan dari bawah. Kedua lengannya yang panjang besar itu
mencuat dan menyambar-nyambar ke arah segala bagian
tubuh Relno W ilis. Namun, Retno Wilis segera mainkan ilmu
silat Pancaroba dan tubuhnya berkelebat melebihi burung-
walet cepatnya, sukar diraih tangan yang besar itu. Akan
tetapi, Retno Wilis juga mengalami kesukaran untuk dapat
merobohkan lawannya. Sudah dua kali tangan dan kakinya
mengenai tubuh lawan, akan tetapi hanya membuat lawan
terhuyung saja, tidak merobohkannya. Kiranya raksasa itupun
memiliki tubuh yang kebal sekali.
Karena kesal sampai sekian lamanya tidak mampu
merobohkan lawannya, Retno Wilis mencabut pedang
pusakanya, yaitu pedang Sapudenta! Tampak sinar terang
berkelebat menyilaukan mata ketika pedang itu berada di
tangan kanannya.
"Babo-babo
keparat, belum lecet kulitmu sudah mengeluarkan pusaka!" bentak Ki Shiwananda dan diapun
mengeluarkan senjatanya yang berat, yaitu sebatang ruyung
yang tadi tergantung di pinggangnya. Ruyung ini terbuat dari
baja hitam, berat dan kuatnya bukan main. Sebongkah batu
besar-pun akan pecah berantakan kalau sekali kena


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukulannya dengan ruyung ini, apa lagi kalau mengenai
kepala manusia!
Akan tetapi begitu dia menggerakkan ruyungnya, Retno
Wilis telah mengerahkan aji Wisolangking di tangan kirinya. Aji
Wisolangking ini membuat tangan kirinya panas sekali dan
kalau mengenai tubuh lawan dapat menghanguskan bagian
yang terkena pukulan!
Melihat sepak terjang adiknya yang begitu menggiriskan,
Bagus Seto lalu menyambut serangan Ni Dewi Durgomala.
Ketika kebutan itu menyambar ke arah kepalanya, ia
menyambut dengan tangan kanannya dan sekali tangan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyambar, dia te lah berhasil merampas kebutan dari tangan
Ni Dewi Durgomala! Wanita ini memekik marah dan juga
gentar. "Ki Shiwananda, sudah saatnya kita pergi!" bentaknya
kepada raksasa itu yang sedang bertanding seru melawan
Retno Wilis. Bagus Seto juga melompat ke dekat adiknya. "Diajeng,
hati-hati dengan pusakamu!" Dia menggerakkan tangan
menahan ruyung Ki Shiwananda yang dihantamkan.
"Plakkkkk!" Ki Shiwananda merasa betapa tenaga pada
tangan kanannya seperti tenggelam dan lenyap. Dia terkejut
sekali. Menarik kembali ruyungnya dan maklumlah dia bahwa
seruan Ni Dewi Durgomala tadi benar. Baru melawan Retno
Wilis saja dia ke repotan dan tidak mampu menang, apa lagi
kalau Bagus Seto maju. Tangan pemuda itu dapat menyambut
ruyungnya! Dia merasa gentar dan segera mengayun dan
memutar ruyungnya. Ketika Bagus Seto dan Retno Wilis
mundur, mereka berdua melompat dan lenyap di kegelapan
malam. Harjadenta masih mengamuk, merobohkan para pengeroyok. Melihat ini, Bagus Seto lalu melompat ke atas
atap candi dari berseru, "Saudara sekalian, hentikan
pengeroyokan itu!" Lalu dia melayang ke bawah. Melihat ini,
apa lagi melihat betapa dua orang pemimpin mereka telah
melarikan diri, merekapun menghentikan pengeroyokan dan
berdiri bingung seperti sekawanan domba kehilangan
penggembalanya. Harjadenta juga berhenti mengamuk dan
melompat kebelakang, dekat Bagus Seto dan Retno Wilis. Dia
menjadi semakin kagum kepada dua orang kakak beradik ini,
yang demikian mudah mengalahkan Ni Dewi Durgomala dan
Ki Shiwananda sehingga dua orang sakti itu melarikan diri.
Dan dia girang bukan ma in ketika Bagus Seto menyerahkan
keris pusaka Ki Carubuk kepadanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini keris gurumu, kembalikanlah kepadanya," kata Bagus
Seto. "Terima kasih banyak, kakangmas Bagus Seto," katanya
sambil menerima dan menyelipkan keris pusaka itu di
pinggangnya. "Kakang, kenapa kita tidak basmi saja perkumpulan agama
ini?" kata Retno Wilis sambil memandang kepada para
anggauta agama baru itu dengan alis berkerut.
"Jangan, diajeng. Agama mereka itu samasekali tidak
bersalah. Sang Hyang Bathara Shiwa yang mereka sembah
adalah Yang Kuasa Membasmi di alam mayapada ini, dan
sudah selayaknya kalau disembah dan dipuja. Adapun Bathari
Durgo adalah isterinya dan Bathara Kala adalah puteranya.
Tidak ada salahnya dengan mereka yang disembah-sembah.
Semua kesalahan terletak kepada manusianya
yang menyelewengkan pelajaran agama itu untuk tujuan buruk.
Mereka bebas menentukan agama mereka sendiri. Kita tidak
boleh menentangnya dan mereka boleh mendirikan candi
seperti yang mereka kehendaki. Yang kita tentang adalah
manusianya yang melakukan tindakan menyeleweng dan
jahat. Para anggauta agama ini tidak bersalah. Mereka bahkan
menja di korban, korban penyelewengan Ni Dewi Durgomala
dan Ki Shiwananda. Setelah kekalahan mereka malam ini,
kurasa mereka tidak akan berani lagi melakukan kejahatan
mereka di antara penduduk Bulumanik."
Harjadenta yang mendengarkan ucapan Bagus Seto ini,
menjadi semakin kagum. "Saya rasa apa yang diucapkan
kakangmas Bagus Seto itu benar, diajeng Retno. Orang-orang
itu tidak berdosa. Mereka melakukan segala itu karena mereka
tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu
perbuatan jahat. Mereka seperti mabuk atau terbius, seperti
yang kualam i tadi. Aku sendiri tidak sadar bahwa aku ikut
menari-nari seperti orang yang gila. Mereka tidak salah
bahkan patut dikasihani."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu kesalahan ini selain terletak pada pundak
kedua orang pimpinan agama itu, juga terletak di pundak
Demang Kebolinggo. Sebagai seorang kepala daerah, dia tidak
seharusnya memberi ijin kepada orang-orang seperti Ni Dewi
Durgomala dan Ki Suwananda itu untuk membangun candi
dan mempengaruhi penduduk. Tidak mungkin kalau dia tidak
tahu apa yang telah terjadi di candi ini," kata pula Retno Wilis
dengan gemas. "Orang seperti dia tidak patut menjadi
pemimpin dan harus mendapat peringatan keras!"
Bagus Seto mengangguk-angguk. "Pendapatmu itu ada
benarnya, diajeng. Silakan saja kalau engkau ingin
memperingatkan dia, akan tetapi ingat, jangan menggunakan
kekerasan, apa lagi membunuhi orang."
"Diajeng Retno Wilis memang benar, dan kalau boleh, aku
akan senang kalau menemanimu pergi ke rumah demang dan
memberi peringatan kepadanya."
"Kalau begitu lebih baik lagi agar Demang Kebolinggo lebih
terkesan dan menaati nasihat kalian," kata Bagus Seto.
RetnoWilis terpaksa tidak dapat menolak permintaan
Harjadenta. Ia sendiri memang kagum juga kepada pemuda
yang berani dan telah membantu ia dan kakaknya
menghadapi pimpinan agama baru itu.
"Baiklah, dan sebaiknya kita lakukan itu malam ini juga,"
kata Retno Wilis.
"Pergilah kalian, aku akan lebih dulu pulang ke pondokan
Mbok Rondo Gati."
Tiga orang itu lalu berpisah. Retno Wilis dan Harjadenta
pergi meninggalkan Bagus Seto dan mencari rumah Demang
Kebolinggo, penguasa di Bulumanik. Tidak sukar bagi mereka
untuk menemukan rumah yang paling besar di Bulumanik itu.
Mereka berdua melihat bahwa ada tujuh orang penjaga di
gardu penjagaan depan gedung itu. Akan tetapi Retno Wilis
dan Harjadenta tidak mengganggu mereka. Mereka lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengambil jalan dari belakang rumah besar itu. Dengan
mudah mereka melompat pagar tembok yang mengitari rumah
itu dan menyusup ke arah gedung melalui taman bunga yang
berada di bagian belakang.
Malam telah larut dan suasana sunyi sekali. Agaknya semua
penghuni gedung itu sudah tidur nyenyak. Akan tetapi mereka
menemui kesulitan untuk mencari di mana kamar tidur sang
demang. "Biar aku yang mencari keterangan," bisik Harjadenta
kepada Retno Wilis.
Gadis itu mengangguk. Harjadenta mengintai dari lubang di
jendela sebuah kamar dan melihat seorang laki-laki tidur
dalam kamar itu. Melihat kamar itu hanya kecil dan sederhana,
maka dia dapat menduga bahwa laki-laki yang berada di
dalam kamar seorang diri itu tentulah hanya seorang pelayan.
Dengan mudah dia dapat membuka jendela itu dan melompat
ke dalam. Retno Wilis hanya menanti di luar kamar,
bersembunyi di balik tikungan dinding.
Setelah berada di dekat pembaringan laki-laki, setengah
tua itu, Harjadenta lalu mengguncang tubuhnya. Laki-laki itu
terbangun dan sebelum dia dapat membuka mulut,
Harjadenta telah menempelkan keris pusaka Ki Mengeng di
leher orang itu.
"Jangan bergerak dan jangan berteriak kalau engkau
sayang nyawamu!" bisiknya.
Laki-laki itu ketakutan dan membelalakkan matanya,
menggeleng kepala menyatakanbahwa dia tidak akan
berteriak atau bergerak.
"Aku hanya ingin engkau menunjukkan di mana kamar
Sang Demang Kebolinggo!" kembali Harjadenta menggertak,
dan menempelkan kerisnya lebih ketat ke leher orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampunkan saya ... kamar ... kamarnya berada di ruangan
tengah ... jangan bunuh saya ... " kata orang itu dengan
tubuhmenggigil dan suara gemetar.
"Hayo turun dan tunjukkan aku kamar itu!" kembali
Harjadenta berkata, dan dengan tubuh gemetar ketakutan
orang itu lalu turun dari pembaringannya. Dia didorong ke
pintu oleh Harjadenta, membukapintu dan mereka keluar.
Retno Wilis melihat mereka, lalu ia mengikuti dari belakang.
Setelah tiba di ruangan tengah dan orang itu menudingkan
telunjuknya ke arah sebuah pintu kamar yang besar, tiba-tiba
Harjadenta mengetuk tengkuknya dengan tangan kiri. Orang
itu mengeluh lirih dan roboh pingsan.
"Sekarang giliranku untuk memasuki kamar sang demang
lebih dulu," kata RetnoWilis dan Harjadenta mengangguk.
Dengan mudah sekali Retno Wilis juga membuka daun jendela
kamar itu dan bagaikan seekor kucing saja ia melompat ke
dalam tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Kamar itu
remang-remang karena hanya diterangi sebuah lampu
gantung yang kecil. Akan tetapi penglihatan Retno Wilis yang
tajam dapat melihat sesosok tubuh yang tinggi kurus rebah
seorang diri di atas sebuah pembaringan yang lebar dan
berukir indah. Pria itu berusia kurang lebih lima puluh tahun
dan dia tidur telentang dan mendengkur.
Jilid 08 Retno Wilis menghampiri pembaringan itu dan dengan
kakinya ia mendorong pembaringan itu, sehingga pembaringan terguncang keras. Sang demang terkejut dan
terbangun dari tidurnya. Dia menggosok matanya dengan
punggung tangan dan bangkit duduk, akan tetapi tiba-tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja ada sebatang pedang ditodongkan pada dadanya. Dia
terbelalak memandang dan melihat bahwa yang menodong
dadanya dengan pedang adalah seorang wanita yang cantik
jelita akan tetapi matanya mencorong menakutkan.
"Apa ... ada apa ini ... siapa andika?" tanya sang demang.
"Jangan mencoba untuk berteriak karena pedang ini tentu
akan menembus dadamu!" Retno Wilis mengancam.
Kini Demang Kebolinggo sudah sadar sepenuhnya bahwa
kamarnya kemasukan maling wanita yang mangancamnya.
Dia adalah seorang laki-laki yang sedikit banyak memiliki ilmu
bela diri. Dia menganggap bahwa wanita itu berani karena
memegang pedang. Tiba-tiba dia membuang tubuh ke kiri
sehingga terlepas dari todongan lalu kakinya menendang ke
arah tangan Retno Wilis yang memegang pedang. Retno Wilis
terkejut, tidak mengira bahwa demang itu akan melakukan
perlawanan. Maka ia lalu menarik pedangnya dan ketika
melihat kaki demang itu mencuat dalam tendangan, ia
mengetuk kaki itu dengan tangan kiri yang dimiringkan.
"Dukk ... !" Kaki itu terpental kembalidan Demang
Kebolinggo mengeluh kesakitan. Kakinya terasa seperti patah.
Namun dia masih belum mau mengalah. Setelah melompat
turun dari pembaringan, dia lalu menubruk dan memukul
dengan tangannya. Dengan cepat Retno Wilis menghindar dan
tangan kirinya menampar, mengenai leher demang itu dan
tanpa dapat dihindarkan lagi tubuh demang itu terpelanting
roboh. "Hemm, apakah engkau ingin kubunuh dengan pedang
ini?" bentak Retno Wilis, sambil menodongkan pedangnya di
dada Demang Kebolinggo yang sudah bangkit duduk sambil
menggosok-gosok lehernya yang terasa nyeri sekali. Baru
sekarang dia maklum bahwa wanita itu adalah seorang yang
digdaya. Diapun tahu bahwa wanita itu tidak ingin
membunuhnya. Kalau demikian halnya, tentu dia sudah mati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang. Wanita itu hanya merobohkannya dengan tangan
saja, bukan menyerang dengan pedang.
Pada saat itu, Harjadenta yang mendengar suara
gedebukan dalam kamar, merasa khawatir dan diapun
melompat masuk melalui jendela. Hati Demang Kebolinggo
menjadi lebih gentar lagi melihat masuknya seorang pemuda
ke dalam kamarnya. Dia tahu bahwa dia te lah kalah dan harus
menurut apa yang dikehendaki mereka.
"Ada apakah?" tanya Harjadentakepada Retno Wilis.
"Dia mencoba untuk melawanku," jawab Retno W ilis sambil
tetap menodongkan pedangnya ke dada Demang Kebolinggo.
Melihat munculnya seorang pemuda membuat Demang
Kebolinggo merasa semakin tidak berdaya. Akan tetapi dia
merasa bahwa selama ini dia tidak melakukan kesalahan
apapun, maka dengan tabah dia lalu menegur, "Andika berdua
ini orang-orang muda mempunyai keperluan apakah"
Mengapa masuk ke rumahku dan memaksaku seperti dua
orang maling?"
"Hemm, andika sudah berbuat kesalahan besar masih
berpura-pura bersih dan menggertak kami?" bentak Retno
Wilis. "Kesalahan besar apakah yang kulakukan" Aku selama
menjadi demang bersikap bijaksana dan adil terhadap
rakyatku."
"Bagus! Sekarang aku hendak bertanya, apakah engkau
mendukung pendirian candi baru para penyembah Bathara
Shiwa, Bathari Durga dan Bathara Kala di ujung padukuhan
ini?" "Benar, aku mendukungnya, akan tetapi kenapa" Mereka


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendirikan agama baru, bukan me lakukan kejahatan dan
pendirian mereka itu telah mendapat restu pula dari Sang
Adipati di Nusabarung." Demang Kebolinggo membantah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan pendirian candi itu yang kumaksudkan, melainkan
tindakan Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda terhadap
para muda mudi di Bulumanik!"
"Mereka berdua hanya memimpin pembangunan candi!
Tindakan apa yang mereka lakukan?"
"Andika tidak mendengar apakah telingamu yang tuli, tidak
melihat ataukah matamu yang buta. Setiap malam Respati
mereka mengadakan pesta cabul di candi itu dan
mengorbankan banyak pemuda dan gadis yang bodoh
sehingga mereka menurut saja kehendak dua pimpinan yang
cabul itu. Mustahil kalau andika tidak mengetahui hal itu!"
Retno, Wilis menghardik.
Wajah ki demang menjadi merah dan dia menundukkan
mukanya. "Mereka mengadakan pesta itu ... kukira itu adalah
upacara keagamaan mereka ... dan tentang para muda itu,
mereka tidak dipaksa, mereka malakukan dengan sukarela.
Apa yang dapat kuperbuat?"
"Andika bodoh dan tidak patut menjadi pemimpin rakyat.
Mereka melakukan kecabulan itu bukan dengan sukarela,
melainkan karena bujukan dan kekuatan sihir. Relakah andika
melihat para warga Bulumanik diseret ke dalam kesesatan
seperti itu" Dua orang pimpinan pembangunan candi itu
adalah manusia-manusia iblis yang sesat dan cabul, yang
membawa para muda itu ke dalam kesesatan pula. Apakah hal
demikian itu akan andika biarkan saja?"
"Habis, apakah yang harus kami lakukan" Kalau aku
melarang pembangunan candi baru itu, berarti aku menentang
perintah Kanjeng Adipati di Nusabarung!" Ki Demang itu
membantah. "Bukan melarang pembangunan candi, me lainkan me larang
diadakannya pesta cabul itu. Kalau andika tidak melarang,
berarti andika ikut menjerumuskan para muda di sini untuk
menjadi sesat dan jahat. Dan kalau demikian halnya, percuma
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
andika menjadi demang di sini, lebih baik andika dibunuh
saja!" gertak Retno Wilis dan kini dara perkasa itu
menempelkan pedang Sapudenta di leher Ki Demang
Kebolinggo. "Ampunkan aku. Baik, aku akan melarang pesta gila-gilaan
itu." "Bagus! Andika telah berjanji. Untuk sementara kutitipkan
kepalamu kepadamu, akan tetapi kalau lain hari kami lewat
disini dan melihat bahwa pesta cabul itu masih diadakan, aku
akan mengambil kepalamu!" Retno W ilis menggerakkan
pedangnya. "Wirrr ... sratt ... !" Sebagian rambut kepala Ki Demang
Kebolinggo putus dan berhamburan ke bawah. Wajah demang
itu menjadi pucat sekali.
"Aku akan mengadakan pemeriksaan, kalau benar mereka
merusak para muda di Bulumanik, tentu akan kularang dan
kulaporkan kepada Sang Adipati di Nusabarung." Ucapan Ki
Demang Kebolinggo ini bukan hanya karena dia diancam, akan
tetapi memang keluar dari hatinya. Kalau tadinya dia
mendiamkan saja orang-orang itu mengadakan pesta pora di
candi, hal itu adalah karena dia tidak mau mencampuri urusan
agama baru dan merasa tidak berhak. Akan tetapi kalau
mereka itu merusak para pemuda dan gadis daerah
kekuasaannya, bagaimanapun juga dia harus bertindak dan
kalau perlu melarang kegiatan cabul itu.
"Baik, kami percaya kepadamu!" kata Retno Wilis dan gadis
ini lalu menyarungkan kembali pedangnya. Akan tetapi pada
saat itu terdengar teriakan-teriakan banyak orang.
"Tangkap maling!"
"Tangkap penjahat!"
Kurang lebih duapuluh orang perajurit mengepung tempat
itu dengan senjata di tangan. Melihat ini, Retno Wilis dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harjadenta sudah siap pula untuk menyambut pengeroyokan
mereka. Akan tetapi Ki Demang Kebolinggo sudah melompat ke
depan dan mengangkat kedua tangannya ke atas, lalu
berseru, "Tahan ... ! Jangan kalian sa lah paham. Kedua orang
ini bukan maling bukan pula penjahat, mereka adalah
sahabat-sahabatku yang datang berkunjung padaku."
Tentu saja para perajurit itu terkejut dan surut. "Pergilah
kalian dan jangan ganggu kami!" kata pula Ki Demang
Kebolinggo dan semua perajurit lalu pergi. Tentu saja mereka
semua merasa heran karena tadi ada seorang penjaga yang
melihat atasannya itu berkelahi, dan kalau kedua orang itu
benar sahabat yang datang bertamu, mengapa mereka tahu-
tahu telah berada di dalam" Dari mana mereka lewat" Akan
tetapi karena Ki Demang Kebolinggo sendiri yang melarang
mereka, tentu saja mereka tidak berani membantah dan tidak
berani pula banyak bertanya.
Retno Wilis mengangguk-angguk senang. "Melihat sikapmu
ini, kami percaya bahwa andika tentu akan memegang teguh
janji untuk mengadakan pemeriksaan dan melarang perbuatan
cabul yang merusak para muda."
"Percayalah, karena aku sendiri tidak suka akan kejahatan."
kata Ki Demang Kebolinggo dengan suara mantap.
"Kalau begitu, kami sekarang hendak pergi. Selamat
tinggal, Ki Demang!" Sekali melompat, Retno Wilis telah
lenyap dari depan demang itu, disusul Harjadenta yang sekali
lompat sudah menghilang ditelan kegelapan. Ki Demang
Kebolinggo menghela napas panjang. Dia tahu bahwa dua
orang muda itu adalah orang-orang gagah perkasa untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, orang-orang yang
memiliki kesaktian. Akan tetapi dia juga sudah mendengar
bahwa para pimpinan agama baru itu merupakan orang-orang
sakti pula. Dia menjadi serba salah. Akan tetapi di dalam
hatinya, dia sudah mengambil keputusan untuk membujuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para anggauta dan pimpinan agama baru itu agar tidak lagi
melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan. Kalau perlu
dia akan melaporkan kepada Adipati di Nusabarung.
Dua orang muda itu berjalan berdampingan di bawah sinar
bulan yang masih terang. Beberapa kali Harjadenta ingin
membuka mulut bicara, akan tetapi dibatalkannya. Begitu
sukar dia bicara setelah berdampingan dengan Retno W ilis.
Semua kata-kata yang telah disusunnya semenjak dia bertemu
dengan gadis perkasa itu, seolah runtuh semua dan dia tidak
tahu harus bicara dari mana dan bagaimana.
"Andika diam saja sejak tadi. Ada apakah, kakangmas
Harjadenta?" akhirnya Retno Wilis yang bertanya. Mereka
sedang berjalan kembali ke pondokan Mbok Rondo Gati.
"Ah, aku ... aku mengenang kembali peristiwa di candi itu,
diajeng. Kalau tidak ada engkau dan kakangmas Bagus
Seto,entah bagaimana jadinya dengan diriku."
Retno Wilis tersenyum. "Engkau tentu akan jadi pengikut
dan teman yang baik sekali dari Ni Dewi Durgomala." Ia
menggoda. "Ihhh! Amit-amit! Aku tentu akan mencari jalan untuk
membunuh perempuan iblis itu!" kata Harjadenta dengan
marah. "Kenapa" Ia cantik sekali." kembali Retno Wilis menggoda.
"Aku benci sekali pada perempuan itu. Ia telah mencuri
pusaka guruku, dan ia seorang wanita tak tahu malu."
"Engkau tentu tidak mau mengkhianati gadis yang menjadi
tunanganmu, bukan?"
"Wah, diajeng, aku tidak mempunyai tunangan!"
"Akan tetapi engkau tentu telah mempunyai gadis pilihan
hati yang menjadi kekasihmu." Retno Wilis berkata dengan
lugu dan terus terang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sungguh mati aku tidak mempunyai kekasih. Dan tentang
gadis pilihan hati, memang ada, akan tetapi aku tidak berani
mengakuinya."
"Eh, kenapa kakangmas?"
"Aku meras rendah diri. Aku, seorang pemuda yatim piatu
yang miskin dan bodoh, sungguh tidak berhak dan tidak
pantas mencintai seorang dara seperti itu. Pantasnya ia
menjadi jodoh seorang pangeran atau seorang pria yang
benar-benar sepadan dengan dirinya."
Retno Wilis berhenti me langkah. "Hemm, apakah gadis
pilihan hatimu itu seorang puteri istana, kakangmas?"
"Lebih dari sekedar puteri istana biasa."
Retno Wilis mengerutkan alisnya. "Kalau begitu ia tentu
puteri kahyangan?"
"Juga lebih dari sekedar puteri kahyangan. Ia seorang dara
yang tiada cacat, seorang wanita yang sempurna, baik
keelokan lahirnya maupun batinnya. Ia cantik jelita, gagah
perkasa, bijaksana dan budi pekertinya seperti dewi. Ia tiada
keduanya di dunia ini ... "
"Huh, wanita seperti itu hanya terdapat dalam angan-
anganmu saja, kakangmas, bukan seorang manusia dari darah
daging!" Retno Wilis merasa penasaran sekali.
"Tidak diajeng. Ia seorang manusia seperti juga kita, hanya
ia manusia pilihan."
"Hemm, ingin aku bertemu dengan wanita seperti itu. Di
mana ia berada" Di awang-awang" Atau di antara bintang-
bintang?" Retno Wilis mengejek.
"Kalau dibilang jauh, ia jauh sekali, di luar jangkauanku,
akan tetapi kalau dibilang dekat, ia dekat sekali berada di
hadapanku." kata Harjadenta dengan jantung berdebar tegang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena dia sudah membuka rahasia hatinya dan merasa takut
kalau-kalau Retno W ilis akan
marah. "Ehh ... ?" Retno Wilis
memandang tajam dan mukanya berubah merah, bukan karena marah melainkan
karena jengah, "Kau ... kau
maksudkan diriku?"
Harjadenta merasa kedua
kakinya lemas tak bertenaga
dan dia menjatuhkan dirinya
berlutut. "Ampunkan aku, diajeng ... tidak semestinya aku
bersikap lancang, aku tahu betapa tidak pantasnya bagi
seorang seperti aku mencintaimu, akan tetapi itulah
kenyataannya. Kalau engkau marah nah, makilah aku,
pukullah aku ... "
Retno Wilis membalikkan tubuhnya membelakangi pemuda
itu. "Kakang Harjadenta, kuminta jangan sekali-kali engkau
membicarakan tentang hal ini lagi kepadaku. Aku tidak
menyalahkanmu, akan tetapi aku ... sama sekali aku tidak
mempunyai pikiran tentang cinta." Setelah berkata demikian,
gadis itu berlari cepat meninggalkan pemuda itu. Harjadenta
menghela napas panjang, merasa tidak enak hati, akan tetapi
juga lega karena sudah mengeluarkan isi hatinya. Dan
memang tidak mengharapkan bahwa cintanya akan diterima
oleh Retno Wilis. Dia merasa bahwa dirinya tidak berharga
untuk mempersunting bunga yang amat mulia itu. Retno Wilis
puteri Patih Panjalu, ia seorang wanita yang sakti
mandraguna, namanya terkenal sekali. Sedangkan dia hanya
seorang pemuda yatim piatu yang miskin, keturunan orang
tua dari dusun, sungguh ibarat burung dia hanya seekor
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
burung gagak dan Retno Wilis adalah seekor burung merak
yang amat indah!
Dengan lemas diapun bangkit berdiri dan berjalan perlahan
menuju ke pondokan Mbok Rondo Gati. Setibanya di rumah
sederhana itu, dia mendengar berita yang mengejutkan. Para
tetangga berkumpul di rumah itu dan ternyata Mbok Rondo
Gati telah mati menggantung diri setelah mendapat kenyataan
bahwa kedua orang anaknya mati dan hanyut di Kali Mayang.
Agaknya ia tidak lagi dapat menahan kesedihan hatinya. Ia
hanya memiliki kedua orang anaknya itu, dan kini mereka
telah mati dalam keadaan amat menyedihkan, mayat mereka
hanyut di Kali Mayang dan tidak dapat ditemukan. Saking
sedihnya, setelah tiga orang muda yang menjadi tamunya
pergi, ia lalu menggunakan sabuk pinggangnya untuk
menggantung diri sampai mati!
Ketika Bagus Seto yang tidak ikut Retpo Wilis dan
Harjadenta pergi ke rumah Ki Demang, tiba di rumah
pondokan itu, dia mendapatkan Mbok Rondo Gati sudah tewas
dan tergantung di ruangan belakang. Tentu saja dia terkejut
sekali dan cepat menurunkan tubuh Mbok Rondo Gati dari
gantungan, namun wanita tua itu telah tewas. Bagus Seto lalu
memberitahu para tetangga yang berdatangan melayat.
Retno Wilis yang mendahului Harjadenta pulang ke
pondokan, terkejut mendengar akan kematian Mbok Rondo
Gati. Akan tetapi ia mengerti. Memang wanita itu hanya akan
menderita sengsara dalam hidupnya, tanpa kedua orang
anaknya yang dicintainya. Kalau ia hidup terus, tentu setiap
hari ia hanya akan mengangisi kematian kedua orang
anaknya. Harjadenta merasa heran sekali dan juga terkejut
mendengar akan kematian Mbok Rondo Gati. "Apa yang telah
terjadi?" tanyanya kepada Bagus Seto.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ia menggantung diri, tidak dapat menahan kesedihan
hatinya mendengar kedua anaknya telah mati." jawab Bagus
Seto singkat. "Ah, kenapa ia melakukan hal ini" Kenapa ia memilih mati
menggantung diri?" tanya Harjadenta yang merasa kasihan
kepada janda itu.
"Ia menderita sekali dengan kematian kedua anaknya dan
agaknya ia hendak mengakhiri kedukaannya itu dengan


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh diri," kata Retno Wilis.
"Hemm, apakah dengan cara membunuh diri orang akan
dapat melepaskan diri dari kedukaan" Apakah kedukaan itu
terpisah dari dirinya" Kedukaan adalah ulah hati akal pikiran
dan akan mengikuti orang sampai kepada kematiannya
sekalipun." kata Bagus Seto lirih, seperti kepada diri sendiri.
"Akan tetapi, apa yang meyebabkan ia melakukan
perbuatan nekat itu, kakangmas Bagus Seto?" tanya
Harjadenta. "Karena kedukaan menggelapkan hati akal pikirannya.
Kemilikan mendatangkan kemelekatan, dan inilah yang
menjadi akar dari kedukaan. Memiliki sesuatu, baik yang
dimilikinya itu berupa harta, kedudukan, atau anak,
menimbulkan kemelekatan dan kalau sudah melekat, sekali
dipisahkan tentu akan menimbulkan luka dihati. Padahal,
memiliki tidak akan lepas dan pada perpisahan dengan yang
dimilikinya. Akan tiba saatnya dia harus meninggalkan atau
ditinggalkan oleh yang dimiliki, dan kalau hal ini terjadi,
timbullah duka yang menggelapkan hati akal pikiran. Karena
itu, orang yang bijaksana boleh mempunyai namun tidak
memiliki."
"Nanti dulu, kakang! Di sini aku menjadi bingung. Apa
bedanya mempunyai dan memiliki?"
"Yang kumaksudkan, mempunyai itu hanya lahiriah saja.
Aku mempunyai harta, aku mempunyai kedudukan, aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai anak. Mempunyai ini hanya lahiriah dan kita
bersikap dan berbuat sesuatu terhadap apa yang kita punyai
secara wajar dan sesuai dengan kewajiban kita. Akan tetapi
tidak memiliki, karena memiliki ini berarti melekatkan yang
kita punyai itu ke dalam batin, menjadi satu dengan kita, dan
kemilikan itu menguasai diri kita lahir batin. Mempunyai itu
dengan kesadaran bahwa yang dipunyai itu hanyalah titipan
saja, bukan miliknya. Yang memiliki hanya Hyang Widhi, dan
kita ini hanya dititipi saja. Kita harus menjaga sebaiknya apa
yang dititipkan kepadakita, dan kita harus rela apabila yang
dititipkan kepada kita itu sewaktu-waktu diambil kembali oleh
yang menitipkan, diambil kembali oleh Yang Memiliki."
"Hebat, kakangmas Bagus Seto! Keteranganmu sungguh
amat jelas dan gamblang. Akan tetapi, apakah hal itu akan
dapat meringankan penderitaan batin orang yang sedang
berduka" Dapatkah kita melawan duka?" tanya Harjadenta.
"Duka timbul dari akal pikiran yang mengenang masa lalu.
Kita teringat akan masa lalu yang penuh kesenangan, maka
setelah kita dipisahkan dari kesenangan ini, timbullah iba diri
yang menjadikan duka. Kalau kita senantiasa memandang
saat ini, tidak mengenang masa lalu, maka segala apapun
yang telah terjadi kita sadari bahwa hal ituudah dikehendaki
Hyang Widhi dan tidak mungkin dapat diubah pula. Dengan
kesadaran seperti itu, hanya memandang saat ini, kita akan
menghadapi segala sesuatu dengan tabah dan semua ingatan
ditujukan untuk menanggulangi keadaan saat ini. Iba diritiada
kesempatan untuk masuk ke dalam batin dan kita terhindar
dari kedukaan yang berlarut-larut sehingga sampai membunuh
diri seperti halnya Mbok Rondo Gati."
"Kalau begitu, kematian Mbok Rondo Gati ini juga sudah
menjadi kehendak Hyang Widhi, kakangmas?" tanya Retno
Wilis dengan nada membantah.
"Tentu saja. Apa lagi soal mati dan hidup, semua berada
sepenuhnya di tangan Hyang Widhi. Akan tetapi yang kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persoalkan bukan kematiannya yang sudah sewajarnya begitu,
melainkan cara kematian itu terjadi. Cara yang ditempuh Mbok
Rondo Gati bukan cara yang benar dan hanya akah menjadi
beban keadaannya sesudah mati. Kita harus selalu waspada
terhadap daya-daya rendah yang akan menjerumuskan kita ke
dalam kesesatan."
"Apakah daya-daya rendah itu, kakang?" tanya Retno Wilis.
"Daya-daya rendah adalah setan-setan nafsu yang selalu
mengejar kesenangan dan kepuasan melalui badan danpikiran
kita, tidak lagi memperdulikan caranya mengejar, pokoknya
asal bisa mendapatkan yang diinginkan untuk memuaskan dan
menyenangkan diri. Karena pengejaran tanpa pantangan
itulah maka kita terseret melakukan hal-hal tercela demi
mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Dan bekerjanya
nafsu menyeret kita tidak berhenti sampai terlaksana dan
tercapainya yang kita kejar, karena setelah tercapai, nafsu
mendorong kita untuk mengejar lain kesenangan lagi yang
dianggap lebih menyenangkan dari pada yang kita peroleh.
Maka, terjadilah lingkaran setan di mana kita dipermainkan
tiada hentinya, terseret melakukan perbuatan tercela demi
tercapainya yang kita kejar."
"Wah, jahat sekali kalau begitu. Nafsu merupakan musuh
pribadi yang harus dihancurkan dan dimatikan!" kata Retno
Wilis. "Keliru pendapat itu, diajeng Retno Wilis," kata Bagus Seto.
"Nafsu tidak mungkin kita matikan karena tanpa adanya nafsu,
kita tidak dapat hidup. Nafsu telah ada semenjak kita lahir,
menjadi peserta kita yang amat berguna bagi kelangsungan
hidup. Nafsu yang membuat kita enak makan, melihat dan
merasakan keindahan, mendengarkan kemerduan, bahkan
nafsu pula yang menjadi sarana perkembang biakan manusia.
Kita tidak dapat membunuh nafsu karena nafsu merupakan
peserta penting."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menjadi peserta penting akan tetapi juga menjadi
penggoda yang amat berbahaya?" tanya Harjadenta.
"Benar sekali. Nafsu menjadi peserta penting kalau dia
berfungsi tetap sebagai peserta atau sebagai pembantu yang
baik. Akan tetapi jangan biarkan dia merajalela, kalau dia
merajalela dan dari pembantu berubah menjadi majikan dan
kita menjadi pembantunya, celakalah kita yang akan diseret ke
dalam perbuatan jahat."
"Semua keteranganmu sudah jelas, kakangmas Bagus Seto
dan aku berterima kasih sekali mendapat penerangan darimu.
Kesimpulannya, kalau aku tidak salah, kitaharus dapat
mengendalikan nafsu sehingga dia akan tetap menjadi hamba
kita. Bukankah demikian?"
"Benar, dimas. Akan tetapi mengendalikan nafsu itu lebih
mudah dikatakan dari pada dikerjakan. Nafsu telah menyusup
ke dalam diri kita, sampai ke hati akal pikiran, sehingga
rasanya tidak mungkin bagi manusia biasa seperti kita untuk
dapat mengendalikan nafsu."
"Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan, kakang" Nafsu
pembantu penting akan tetapi juga penyeret yang jahat, dan
kita tidak dapat mengendalikannya. Lalu bagaimana" Engkau
membuat kita tidak berdaya!"
"Memang manusia mahluk lemah dan tidak berdaya,
adikku! Baik sekali kalau dapat menyadari akan kelemahan
kita ini. Akan tetapi engkau lupa, diajeng. Di dalam ketidak-
berdayaan kita, ada satu Kekuasaan yang mutlak, Kekuasaan
yang Satu dan hanya Kekuasaan itulah yang akan dapat
mengembalikan nafsu kita pada tempat semula, yaitu menjadi
pembantu yang baik. Kekuasaan Mutlak itu bukan lain adalah
Ke kuasaan Hyang Widhi. Kita sendiri tidak berdaya akan
tetapi kita dapat menyerahkan diri kepada Hyang Widhi,
mohon bimbingannya dengan penuh kepercayaan, keikhlasan
dan penyerahan. Kalau Hyang Widhi sudah berkenan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjamah kita dengan sentuhan suci dari TanganNya, tidak
ada hal yang tidak mungkin."
"Aduh, kakangmas Bagus Seto. Terima kasih, terima kasih
atas segala petunjukmu. Hatiku lega sekarang dan makin
menguatkan batinku untuk menyerahkan diri ke Tangan
Hyang Widhi sebagai dasar dari segala ikhtiar kita."
"Benar, adimas. Kalau sudah menyerah kepada Hyang
Widhi, bukan berarti kita lalu menganggur dan segalanya
terserah kepada Hyang Widhi. Itu pandangan keliru. Kita
sudah diberi kelengkapan tubuh yang sempurna, maka kita
harus mempergunakan setiap anggauta tubuh sesuai dengan
fungsinya. Hanya saja, segala ikhtiar itu harus dilandaskan
kepasrahan dan penyerahan tadi, sehingga apapun hasil dari
ikhtiar kita, akan kita terima dengan ikhlas."
Semalam itu mereka tidak tidur, hanya berbincang-bincang
di sudut ruangan itu. Pada keesokan harinya, jenazah Mbok
Rondo Gati dikuburkan orang dan setelah selesai pemakanan,
tiga orang muda itu lalu berpamit dari para tetangga dan
meninggalkan kota Bulumanik.
Mereka berjalan bersama menuju ke Kali Mayang. Matahari
telah naik tinggi dan setelah tiba di tempat di mana mereka
menambatkan perahu mereka, Bagus Seto berkata kepada
Harjadenta. "Adimas Harjadenta, sekarang kita harus berpisah. Engkau
kembalilah ke Gunung Raung untuk menyerahkan pusaka Ki
Carubuk kepada gurumu, dan kami akan melanjutkan
perantauan kami ke timur."
Harjadenta mengerutkan alisnya, memandang kepada
Bagus Seto lalu kepada Retno W ilis, dan berkata,
"Sesungguhnya aku ingin sekali dapat pergi merantau
bersama kalian untuk meluaskan pengalaman, kakangmas
Bagus Seto. Aku merasa bertemu dengan guru-guru baru yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuka kedua mataku melihat kenyataan hidup dan aku
ingin banyak belajar dari kalian."
Bagus Seto tersenyum dan memegang pundak Harjadenta.
"Ada waktunya kelak kita dapat bertemu kembali, adimas
Harjadenta. Akan tetapi pesan gurumu itu harus kau-
selesaikan dulu, keris pusaka gurumu itu harus kaukembalikan
dulu kepada gurumu, dan setelah urusan itu selesai, engkau
dapat saja merantau seorang diri. Perbekalanmu sudah lebih
dari cukup. Engkau bijaksana dan cukup tangguh untuk
menjaga diri sendiri. Nah, sampai jumpa, adimas." Setelah
berkata demikian, Bagus Seto berjalan menyusuri Ka li Mayang
menuju ke selatan.
Harjadenta menggunakan kesempatan selagi berdua
dengan Retno Wilis untuk berkata, "Diajeng, sekali lagi
maafkanlah kelancanganku kepadamu semalam."
"Engkau tidak bersalah, kakangmas. Sudah menjadi hakmu
untuk mencintai siapa saja termasuk aku. Akan tetapi aku
sendiri belum berpikir tentang cinta. Engkau akan kukenang
sebagai seorang sahabatku yang baik. Selamat tinggal!" Retno
Wilis melompat dan mengejar kakaknya.
Harjadenta mengikuti mereka dengan pandang matanya
sampai mereka itu lenyap dari pandangannya. Dia menghela
napas panjang, tiba-tiba saja merasa betapa hidupnya sepi
dan kosong. Kembali dia menghela napas, kemudian
mendorong perahunya ke sungai dan menaiki perahunya,
mendayung ke hulu untuk kembali ke pegununganRaung.
(Oodwkz-rhgoO) Pemuda itu berjalan dengan santai. Lenggangnya lembut
dan bebas, dan wajahnya yang tampan itu selalu dibayangi
senyum yang mendalam. Senyum penuh pengertian dan
pandang matanya menembus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda ini berusia duapuluh dua tahun, wajahnya masih
nampak muda sekali, akan tetapi kalau melihat sinar matanya,
orang akan mengira dia lebih tua dari usia sebenarnya.
Rambutnya hitam panjang yang digelung ke atas, dahinya
lebar. Sepasang alis yang tebal melindungi sepasang mata
yang mencorong penuh kekuatan batin namun mata itu
bersinar lembut penuh sinar kasih. Hidungnya mancung dan
mulutnya amat menarik, karena mulut itu selalu dihias senyum
penuh kesabaran. Dagunya yang berlekuk keras itu
menunjukkan bahwa dia memiliki pendirian yang kuat.
Tubuhnya sedang saja dan gerak-geriknya lembut, tidak
menunjukkan kekuatan yang kasar.
Siapakah pemuda yang lemah lembut itu" Pakaiannya
sederhana saja, seperti pakaian seorang petani biasa, namun
melihat gerak-geriknya yang lembut, dia berbeda dari petani
yang biasa bekerja kasar. Namanya Jayawijaya, seorang
pemuda yang datang dari pegunungan Tengger. Ayahnya
adalah seorang pendeta yang kini bertapa mengasingkan diri
di sebuah puncak pegunungan Tengger.
Jayawijaya meninggalkan tempat pertapaan ayahnya karena dia hendak
pergi merantau untuk meluaskan pengetahuan dan pengalaman, dan ayahnya mendukung keinginannya itu.
Jayawijaya tiba di sebuah dusun pada siang hari itu. Dia
memasuki dusun itu dengan maksud mencari makanan karena
perutnya terasa lapar.
Akan tetapi baru saja dia memasuki dusun Pandakan itu,
dia merasa heran sekali karena keadaannya sunyi sekali,
seolah tidak ada penduduknya. Akan tetapi dia mendengar
suara banyak orang yang datangnya dari tengah dusun. Dia
segera menuju ke tempat itu.
Di tengah-tengah dusun itu terdapat sebuah balai dusun,
sebuah bangunan panggung yang cukup besar dan kiranya di
situlah para penduduk dusun itu berkumpul. Dia lalu ikut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri di luar panggung untuk me lihat apa yang sedang
terjadi. Di tengah-tengah panggung itu dia melihat seorang pria
berusia enampuluh tahun lebih, berpakaian sebagai pendeta
namun mewah, pakaiannya dari kain halus yang bersih
berwarna kuning, kedua lengannya memakai hiasan lengan
dari emas, rambutnya juga tersisir rapi dan mengkilap karena
diberi m inyak dan dia pesolek, juga gayanya agak kewanitaan
ketika bicara, suka menjilat bibirnya seperti gaya seorang
wanita yang centil.
Pendeta itu bukan lain adalah Wasi Karangwolo yang
menjadi penasihat kadipaten Blambangan. Bersama selosin
anak buahnya dia sedang mempropagandakan agama
penyembah Shiwa-Durga-Kala dan membujuk penduduk
dusun Pandakan itu untuk masuk menjadi anggauta agama
baru itu.

Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekarang sudah tiba saatnya andika sekalian memasuki
perkumpulan agama kami yang menjanjikan kehidupan
bahagia bagi kalian. Dengan memasuki agama kami ini, hasil
panen kalian akan menjadi baik, dan kalian akan dijauhkan
dari bencana banjir, musim kering dan sebagainya lagi.
Percayalah, kalian akan mendapat berkah dari Sang Hyang
Bathara Shiwa, Sang Hyang Bathari Durgo, dan Sang Hyang
Bathara Kala. Dan siapa yang tidak mau masuk menjadi
anggauta agama kami ini, dia akan dikutuk hidupnya dan akan
menjadi sengsara sepertiseekor anjing!"
Jayawijaya mendengar ini dan dia mengerutkan alisnya.
Orang bebas untuk memuji-muji agama sendiri akan tetapi
kalau disertai ancaman seperti itu, namanya sudah tidak benar
lagi. "Agama lain yang kalian peluk itu hanya mendatangkan
kesengsaraan dan kemiskinan belaka dan kalian membuat
tidak-senang hati para dewata sehingga akan mengutuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalian. Maka, mulai sekarang jadilah anggauta agama kami
dan sekalian akan hidup berbahagia."
Tiba-tiba seorang penduduk dusun yang mempunyai nyali
lebih besar berkata, "Kami selama ini memeluk agama kami
yang lama dan kami hidup berbahagia! Ka lau belum ada bukti
bahwa agama baru ini membahagiakan kami, bagaimana kami
dapat percaya?"
Suara para penduduk menjadi riuh rendah mendukung
pernyataan ini. Mendengar ucapan itu, Wasi Karangwolo
memandang ke arah pemuda yang bertubuh tinggi besar itu
dan dia berkata sambil tersenyum ramah. "Saudara yang
bicara tadi dipersilakan naik ke panggung dan kami akan
membuktikan kebenaran omongan kami. Silakan naik!"
Dengan dorongan suara para penduduk, pemuda itu lalu
naik ke atas panggung. "Nah, saudara sekalian, kita sekarang
akan membuktikan semua omongan kami tadi. Ki sanak ini
akan menjadi bukti bahwa kalau menjadi anggauta agama
kami tentu akan bahagia, sebaliknya kalau menolak, akan
hidup seperti anjing."
Setelah berkata demikian Wasi Karangwolo mendekati
pemuda tinggi besar itu dan menyerahkan sebuah batu
sebesar kepalan tangan kepadanya. Dia memperlihatkan batu
itu kepada semua orang dengan mengangkatnya tinggi-tinggi
di atas kepalanya. "Lihat saudara sekalian, yang akan saya
berikan kepada ki sanak ini hanyalah sebuah batu biasa.
Kalian lihat baik-baik, dengan kekuasaan Sang Hyang Bathara
Shiwa dan isiteri serta puteranya, batu di tangannya akan
berubah menjadi emas!" Dia lalu menyerahkan batu itu
kepada pemuda tinggi besar yang masih berdiri di depannya.
Pemuda itu menerima batu itu dan digenggamnya, dan dia
tersenyum-senyum
tidak percaya. Wasi Karangwolo memegang tangannya yang menggegam batu dan berkata, "Ki
sanak,sekarang pejamkanlah kedua matamu dan di dalam
hatimu mintalah berkah kepada Sang Hyang Bathara Shiwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan isteri serta puteranya agar batu dalam genggamanmu ini
berubah menjadi emas!"
Pemuda itu masih tersenyum dan memejamkan kedua
matanya. Wasi Karangwolo lalu membaca mantera, berkemak-
kemik dan menggunakan kedua tangannya mendorong dan
diarahkan kepada para penduduk yang berada di bawah
panggung, kemudian membentak ke arah pemuda yang
menggegam batu.
"Demi nama Sang Hyang BatharaShiwa dan isteri serta
puteranya, batu itu berubah menjadi emas!" teriaknya sambil
menggerakkan tangan ke arah tangan pemuda yang
menggegam batu itu.
"Nah, sekarang buka dan perlihatkanlah kepada semua
orang!" kata Wasi Karangwolo dengan suara biasa. Pemuda
itu membuka matanya, memandang kepada batu yang
digenggamnya dan dia terbelalak. Batuitu benar-benar telah
berubah menjadi emas yang berkilauan!
"Ah, betul-betul berubah menjadi emas!" teriak pemuda
tinggi besar itu dan dia lalu turun dari panggung dan
memperlihatkan sepotong emas itu kepada siapapun yang
ingin melihatnya. Setelah itu, pemuda itu lalu melarikan diri
dari situ sambil membawa emasnya. Penduduk dusun
Pandakan itu tidak ada yang mengenal pemuda itu menduga
bahwa pemuda itu tentu seorang yang datang dari dusun lain
dan kini saking girangnya lari membawa emasnya untuk
diperlihatkan kepada orang-orang di dusunnya.
Wasi Karangwolo hanya tertawa saja melihat pemuda itu
melarikan diri.
"Dia seorang yang beruntung mendapat berkah, dan tentu
mulai saat ini dia mau menjadi anggauta agama baru kami.
Sudah kami buktikan bahwa yang percaya kepada agama kami
akan mendapat kebahagiaan, bahkan batu dapat diubah
menjadi emas kalau Sang Hyang Bathara Shiwa menghendaki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah masih ada saudara yang meragukan kebenaran
ucapan kami?"
Seorang pemuda lain naik ke atas panggung dan dia
berkata, "Aku masih belum percaya betul bahwa agama baru
ini akan membahagiakan orang!"
Wasi Karangwolo memandang pemuda itu dengan alis
berkerut dan mata mencorong. "Ki sanak, tadi sudah ada
buktinya dan andika masih tidak percaya" Apakah ini berarti
bahwa andika menolak menjadi anggauta agama kami?"
"Benar. Aku menolak karena agama kami sudah turun-
temurun menjadi kepercayaan kami dan mendatangkan
berkah," kata pemuda itu dengan berani.
"Hai orang muda! Tahukah andika bahwa siapa yang tidak
percaya dan menolak agama kami akan terkutuk dan hidup
seperti anjing!" bentak Wasi Karangwolo dengan marah.
"Aku tidak takut! Para dewata akan melindungi aku yang
tidak bersalah!"
Wasi Karangwolo menjadi semakin marah. Sepasang
matanya mencorong dan dia menggerakkan kedua tangannya
ke arah pemuda itu dan suaranya terdengar menggeledek dan
berwibawa sekali. "Kalau begitu,sekarang juga hidupmu
seperti seekor anjing yang hanya pandai menggonggong!"
Semua mata yang memandang kepada pemuda yang
pemberani itu tiba-tiba terbelalak. Pemuda itu yang tadinya
berdiri tegak, tiba-tiba saja membungkuk sehingga berdiri di
atas kaki tangannya dan dia lalu mengeluarkan suara
menyalak-nyalak seperti seekor anjing!
"Huk-huk-huk, aung-aung ... !" Orang yang-berlagak
seperti anjing itu berjalan-jalan di atas panggung dengan kaki
tangannya dan terus menggonggong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sungguh jahat! Jahat dan tidak berprikemanusiaan!"
Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki
dan orangnya lalu naik
ke panggung. Dia bukan
lain adalah Jayawijaya.
Sejak tadi dia ikut menonton dengan para
penduduk, melihat betapa Wasi Karangwolo mengubah
batu menjadi emas dan
kini menyumpahi seorang pemuda sehingga berubah menjadi seekor anjing! Ia
merasa tidak tahan me lihat ini dan segera naik ke panggung
sambil mencela.
Melihat seorang pemuda tampan naik ke panggung sambil
menegur perbuatannya.Wasi Karangwolo menjadi marah. Dia
melangkah maju menghadapi pemuda itu.
"Hai, siapa andika, lancang berani naik ke panggung tanpa
perkenan kami" Apa engkau sudah bosan hidup?"
Jayawijaya tidak memperdulikan bentakan ini dan dia lalu
menghampiri pemuda yang masih merangkak dan menggonggong seperti anjing dan menepuk-nepuk pundak
pemuda itu. "Ki sanak, sadarlah. Jangan bermain-ma in seperti anak
kecil. Sadarlah andika!"
Suaranya demikian lembut dan penuh kasih sayang dan
terjadilah keajaiban. Pemuda yang tadi merangkak dan
menggonggong itu tiba-tiba menjadi sadar dan dia bangkit
berdiri, tersipu malu dan turun dari atas panggung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ini, Wasi Karangwolo menjadi semakin marah.
Dengan mengangkat tangan ke atas, memandang kepada
Jayawijaya dengan sepasang mata bersinar-sinar, dia
membentak, "Orang muda, engkau juga menjadi anjing yang
hanya pandai menggonggong!" Dia mengerahkan kekuatan
sihirnya untuk mempengaruhi Jayawijaya agar pemuda ini
terpengaruh dan merasa dirinya seperti seekor anjing. Akan
tetapi, dengan pandang matanya yang lugu dan lembut
sinarnya, Jayawijaya menatap wajah kakek itu dan sama
sekali dia tidak terpengaruh ...
"Pendeta, perbuatanmu seperti ini sungguh tidak diridhoi
Sang Hyang Widhi dan andika berdosa besar!" kata pemuda
itu dengan berani. "Engkau boleh menyebarkan agama apa
saja, akan tetapi tidak boleh memaksa orang untuk masuk
agamamu dengan ancaman. Setiap orang berhak untuk
menentukan agamanya sendiri, kenapa engkau hendak
memaksa orang. Perbuatanmu ini tidak benar, sadarlah!"
Suara pemuda itu lantang dan terdengar oleh semua
penduduk dusun Pandakan. Mendengar ucapan pemuda itu,
banyak yang menyetujuinya dan perlahan-lahan banyak di
antara mereka yang meninggalkan panggung itu, kecuali
mereka yang ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Wasi Karangwolo mendengus marah seperti seekor kuda.
"Orang muda, siapa namamu, berani main-main di depan Wasi
Karangwolo?"
"Namaku Jayawijaya, dan aku tidak merasa main-ma in di
depanmu, Sang Wasi. Aku hanya mengatakan apa adanya dan
mencoba untuk menyadarkanmu akan kesalahanmu."
Mendadak Wasi Karangwolo membuat gerakan dengan
kedua tangannya di udara, mulutnya berkemak-kemik
membaca mantera dan dia mengerahkan seluruh kekuatan
sihirnya lalu membentak. "Jayawijaya, engkau berlututlah di
depanku! Aku adalah penasihat Adipati Blambangan yang
harus kuhormati. Berlututlah!" Perintahnya ini mengandung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
getaran yang amat kuat, bahkan para penonton yang tidak
langsung diserang, suaraitu, merasa seolah-olah ada kekuatan
tersembunyi yang mendorong mereka untuk bertekuk lutut!
Akan tetapi, Jayawijaya tetap berdiri dan dengan tegak dia
menjawab. "Aku bukan kawula Blambangan dan tidak ada alasannya
sedikitpun juga bagiku untuk berlutut di depanmu, Wasi
Karangwolo!"
Sang Wasi terkejut bukan main. Kekuatan sihirnya itu hebat
sekali, kuat dan dapat melumpuhkan lawan yang kuat,
akantetapi mengapa tidak mempan terhadap pemuda yang
kelihatannya lemah ini"
Dia lalu melangkah maju selangkah dan tangan kirinya
mendorong ke depan, disertai tenaga sakti untuk menyerang
dari jarak jauh. "Robohlah!" bentaknya.
Hawa pukulan yang kuat menyambar Jayawijaya dan
pemuda itupun terjengkang roboh di atas papan panggung.
Akan tetapi selain roboh, agaknya pukulan jarak jauh itu
tidak melukainya karena dia segera bangkit berdiri dan
berkata dengan lantang. "Wasi Karangwolo, engkau sungguh
seorang pengecut. Menyerang orang yang tidak melawan.
Akan terapi pukulanmu tidak membikin aku takut dan aku
tetap menentang perbuatanmu hendak memaksa penduduk
dusun ini memeluk agamamu dengan semua ilmu hitammu!"
Melihat pemuda itu terjengkang roboh oleh hawa
pukulannya, Wasi Karangwolo menjadi semakin berani dan
marah. "Jayawijaya, engkau patut dihajar!" Dan kini dia
melompat ke depan dan menampar. Jayawijaya tidak
menangkis atau mengelak karena memang dia tidak dapat
bersilat sehinggatamparan itu mengenai dagunya.
"Plak ... !!" Kembali dia terpelanting keras dan roboh. Akan
tetapi seolah-olah tamparan yang kuat itu tidak membuatnya
merasa nyeri karena dia sudah bangkit berdiri lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wasi Karangwolo, kekejamanmu ini tentu akan dikutuk
oleh Sang Hyang Widhi!" dia mencela.
Tentu saja pendeta itu menjadi penasaran dan semakin
memuncak kemarahannya. Kini dia mengerahkan tenaga
sepenuhnya pada tangan kanannya, tenaga yang mengandung hawa beracun dan dia memukul ke arah dada
pemuda itu. Kini dia yakin bahwa pukulannya itu tentu akan


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menewaskan pemuda yang berani menantangnya seperti itu.
"Wuuuuuuttt ... !" Wasi Karangwolo hampir berteriak saking
kagetnya. Ketika pukulan tangannya sudah dekat dengan dada
pemuda itu, tiba-tiba saja tangan itu tertahan, seolah ada
hawa yang luar biasa kuatnya melindungi dada itu dan yang
membuat tangannya tidak dapat menyentuhnya! Pukulan yang
demikian hebat membawa serangan maut, tidak dapat
mengenai dada Jayawijaya. Wasi Karangwolo hanya melihat
pemuda itu melangkah mundur selangkah. Dia menjadi
penasaran dan melompat lagi menghantam dengan tangan
kirinya ke arah muka pemuda itu. Akan tetapi hasilnya sama
saja. Setelah kepalan tangannya berada sejengkal dengan
muka pemuda itu, pukulannya tertahan.
Dia sudah siap lagi memukul. Akan tetapi pukulan ke tiga
ini bertemu dengan sebuah tangan di udara dan terdengar
seorang wanita berseru. "Sungguh tak tahu malu! Seorang tua
bangka menyerang seorang pemuda yang tidak melawan!"
"Dukkk ... !" Pukulan itu tertangkisdan tubuh Wasi
Karangwolo terhuyung karena tangkisan itu demikian kuatnya.
Ketika dia memandang di atas panggung itu telah berdiri
seorang wanita yang cantik jelita, dan usianya sudah setengah
baya. Wanita itu masih cantik dan anggun, pandang matanya
mencorong penuh wibawa.
Wanita itu adalah Endang Patibroto yang sedang
melakukan perjalanan untuk mencari Retno Wilis dan Bagus
Seto. Ketika ia tiba di dusun itu, ia juga melihat ramai-ramai di
panggung dan segera datang menonton. Ia melihat betapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan sihirnya pendeta itu mempengaruhi orang dusun, dan
melihat pula ketika Jayawijaya naik ke panggung menentang
pendeta itu. Ketika Wasi Karangwolo mempergunakan sihir
untuk mempengaruhi pemuda itu, Endang Patibroto juga
heran dan kagum melihat pemuda itu sama sekali tidak
terpengaruh, ia mengira bahwa pemuda itu tentu seorang
yang memiliki kedigdayaan. Akan tetapi ketika dengan hawa
pukulannya saja pendeta tak mampu merobohkan Jayawijaya
sampai dua kali, Endang Patibroto tahu bahwa pemuda itu
tidak memiliki aji kanuragan, maka begitu melihat tamparan
datang lagi, ia cepat melompat dan menangkis. Karena ia
mengerahkan aji Bayutantra, maka gerakannya ketika
melompat itu seperti terbang saja cepatnya, dan tangkisannya
menggunakan tenaga aji Pethit Nogo, maka tidak heran kalau
Wasi Karangwolo sampai terhuyung dan merasa lengannya
tergetar hebat.
Endang Patibroto memandang kepada Jayawijaya yang
juga memandang kepadanya dan wanita sakti ini berkata,
"Orang muda, andika turunlah dari panggung dan biarkan aku
menghadapi pendeta iblis ini!"
Jayawijaya mengamati wajah Endang Patibroto dan dengan
halus dia berkata, "Kanjeng bibi, kuharap dengan sangat
jangan bibi membunuhnya." Setelah berkata demikian pemuda
itu lalu turun dari panggung dan membiarkan Endang
Patibroto berhadapan dengan pendeta itu.
"Hemm, andika ini siapakah berani mencampuri urusan
Wasi Karangwolo?" tanya pendeta itu dengan suara keras dan
memberi tekanan kepada suaranya agar berpengaruh.
"Jadi andika bernama Wasi Karangwolo" Andika mencoba
mengelabuhi penduduk dusun Pandakan ini dengan tipu daya
dan sihirmu, lalu datang pemuda bijaksana,yang mencoba
untuk menyadarkanmu. Akan tetapi andika malah menyerangnya dan hendak membunuhnya. Tentu saja aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
turun tangan menentang. Namaku adalah Endang Patibroto
dari Panjalu!"
Mendengar disebutnya nama ini, Wasi karangwolo
terbelalak, mukanya berubah merah dan hidungnya
mendengus-dengus seperti seekor kerbau marah. Dia sudah
mendengar akan kematian mendiang Wasi Bagaspati dan Wasi
Bagaskolo, dua orang rekannya yang menjadi utusan Kerajaan
Cola. Kabarnya kematian mereka adalah karena perlawanan
yang dilakukan oleh Endang Patibroto dan suaminya yang kini
menjadi patih Panjalu bernama Tejalaksono!
"Babo-babo, kiranya andika yang bernama Endang
Patibroto! Bagus sekali, tidak usah repot-repot aku
mencarimu, kini engkau telah datang mengantarkan nyawa!"
Endang Patibroto merasa heran mendengar ini. "Eh"
Pendeta siluman, siapakah engkau dan mengapa pula engkau
memusuhi ku?"'
"Mendiang Wasi Bagaspati dan Wasi Bagaskolo adalah
rekan-rekanku dari Negeri Cola. Mereka tewas karena
perlawanan andika dan suami andika, Tejolaksono! Sekarang
andika harus menggantikan nyawa mereka dengan nyawamu.
Heiiiiiiitttt ... !!"
Dengan kemarahan meluap-luap Wasi Karangwolo lalu
mengangkat kedua tangannya ke atas. Tiba-tiba saja cuaca
menjadi gelap seolah ada awan hitam yang tiba-tiba menutupi
sinar matahari. Dan dari dalam awan hitam itu terdengar
gerengan-gerengan seperti suara binatang buas yang
mengancam. Melihat ini, penduduk Pandakan cerai berai me larikan diri
ketakutan. Di bawah panggung kini tinggal Jayawijaya seorang
yang berdiri dengan sikap tenang. Endang Patibroto yang tiba-
tiba menghadapi cuaca yang gelap gulita itu, lalu
mengerahkan tenaga sakti ke dalam dadanya, kemudian ia
mengeluarkan pekik dengan aji Sardulo Baiworo. Terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengking yang amat nyaring menggetarkan panggung itu dan
segera awan gelap itu membuyar dan perlahan-lahan lenyap,
seolah takut mendengar lengkingan yang tinggi dan nyaring
itu. Wasi Karangwolo masih penasaran. Dia mencabut kerisnya
dan tampak sinar menyambar ke atas ketika dia melepaskan
kerisnya dan keris itu berubah menjadi makhluk yang
menyeramkan seperti raksasa berwajah iblis yang menubruk
dan menyerang ke arah Endang Patibroto. Wanita sakti ini
tidak menjadi gentar, akan tetapi merendahkan tubuhnya
dengan menekuk kedua lututnya, kemudian kedua tangannya
dari dekat pinggang didorongkan ke depan, ke arah bayangan
iblis hitam itu. Itulah Aji Gelap-musti yang hebat. Bayangan itu
terpelanting dan kembali menjadi keris yang melayang ke arah
tangan Wasi Karangwolo.
Maklum bahwa dengan ilmu sihir dia tidak dapat
mengalahkan Endang Patibroto, kakek itu lalu menerjang
dengan keris di tangan, menusuk dan gerakannya tangkas
sekali, cepat dan kuat. Namun, Endang Patibroto telah siap
siaga. Mendengar bahwa kakek ini adalah rekan dari
mendiang Wasi Bagaspati dan Wasi Bagaskolo, iapun dapat
menduga bahwa kakek ini tentu memiliki kesaktian yang kuat.
Maka iapun menyambut serangan itu dengan gerakannya
yang lebih cepat lagi karena ia menggunakan aji Bayu-tantra
sehingga gerakannya seperti angin dan setelah mengelak dari
semua serangan keris lawan, ia membalas dengan pukulan
PethitNogo, bergantian dengan pukulan Wisangmolo yang
beracun. Terjadilah perkelahian yang amat seru dan sengit. Tidak
ada yang berani menonton kecuali Jayawijaya yang masih
berdiri di bawah panggung dengan kagum. Diam-diam
Jayawijaya kagum sekali kepada wanita setengah tua itu.
Demikian cekatan gerakannya, demikian cepat dan pukulan-
pukulannya mendatangkan hawa pukulan yang menggetarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panggung. Sebuah perkelahian yang hebat! Dia mulai khawatir
kalau-kalau seorang di antara mereka akan tewas dalam
perkelahian itu. Biarpun matanya juga kabur tidak dapat
mengikuti jalannya perkelahian, namun di dalam hatinya
Jayawijaya percaya bahwa Endang Patibroto tentu akan keluar
sebagai pemenang. Karena khawatir wanita perkasa itu akan
membunuh lawannya, dari bawah panggung dia lalu berseru,
"Kanjeng Bibi, harap jangan bunuh dia. Berilah kesempatan
kepada orang sesat itu untuk menyadari kesesatannya dan
kembali ke jalan benar."
Sementara itu, melihat betapa tangguhnya lawan, Wasi
Karangwolo lalu memberi isyarat kepada duabelas orang
pembantunya dan mereka semua naik ke atas panggung dan
mengeroyok Endang Patibroto. Namun pengeroyokan itu tidak
membuat Endang Patibroto gentar. Ia menyambut selosin
orang itu dengan amukan dan semangatnya bertambah. Jiwa
petualangan wanita ini kini mendapat tempat yang luas dan
dengan gembira dia menyambut pengeroyokan ini dengan
tendangan dan pukulannya. Demikian hebat sepak terjang
Endang Patibroto sehingga para pengeroyok itu bergelimpangan dan ada yang terguling jatuh keluar
panggung. Akan tetapi, ada sesuatu terkandung dalam ucapan
pemuda di bawah panggung tadi agar dia tidak melakukan
pembunuhan. Sungguh aneh. Suara itu demikian mempengaruhinya dan selalu terngiang dalam telinganya.
Tanpa disadarinya apa sebabnya, ia membatasi tenaganya dan
tak seorangpun di antara para pengeroyok itu terpukul tewas.
Namun cukup keras membuat mereka mengaduh-aduh
dengan tulang patah dan membuat mereka tidak dapat
mengeroyok lagi.
Melihat ini, Wasi Karangwolo menjadi marah sekali. Sambil
mengeluarkan gerengan dahsyat, tubuhnya menerjang maju,
kerisnya menyambar-nyambar seperti kilat dan setiap
serangannya merupakan cengkeraman maut yang mengancam nyawa Endang Patibroto. Akan tetapi wanita sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini mengelak dengan cepat. Tubuhnya berkelebatan di antara
sinar keris dan iapun membalas dengan pukulan jari tangan aji
Pethit Nogo yang tidak kalah ampuhnya dibandingkan senjata
ampuh yang mana juga. Akan tetapi Wasi Karangwolo juga
bukan seorang lawan yang lemah. Diapun dapat mengelak
atau menangkis semua pukulan yang dilontarkan Endang
Patibroto. Pertandingan itu berlangsung hebat sekali sehingga
Jayawijaya yang berdiri di luar panggung dan menonton
pertandingan itu merasa khawatir akan keselamatan Endang
Patibroto. Perkelahian itu sudah berlangsung cukup lama dan agaknya
memang sekali ini Endang Patibroto menemukan lawan yang
tangguh. Akan tetapi Wasi Karangwolo sendiri merasa
khawatir dan sedikit jerih. Biarpun dia sudah mengerahkan
semua ajiannya, namun tidak satupun ajian itu dapat
merobohkan lawannya. Bahkan kalau wanita itu menangkis,
pertemuan antara kedua lengan mereka membuat dia tergetar
hebat dan kadang terhuyung. Dengan marah dia lalu
mengeluarkan pekik menyeramkan dan menusuk dengan
kerisnya ke arah dada Endang Patibroto. Wanita ini melangkah
mundur setindak sambil merendahkan diri menekuk sebelah
kaki kiri, kemudian secara tiba-tiba sekali kaki kanannya
mencuat dalam sebuah tendangan. Wasi Karangwolo tidak
mampu menghindarkan diri lagi.
"Wuuuuutt ... bukkk ... !!!" Perut kakek itu terkena
tendangan kaki kanan Endang Patibroto. Walaupun hanya
tendangan seorang wanita setengah tua, namun tendangan
itu didorong oleh tenaga sakti yang amat hebat. Wasi
Karangwolo mengeluh dan tubuhnya terjengkang. Dia
terhuyung ke belakang, tidak sampai roboh akan tetapi
nyalinya sudah terbang. Dia maklum bahwa kalau dilanjutkan
perkelahian itu, akhirnya dia akan kalah. Maka, tanpa malu-
malu dia lalu me lompat turun dari atas panggung dan
melarikan diri. Melihat hal ini, duabelas orang anak buahnya
yang tadi sudah dihajar oleh Eridang Patibroto, segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengikuti jejak pemimpin mereka, melarikan diri tunggang
langgang. Endang Patibroto melihat ke bawah panggung. Tidak ada
seorangpun penduduk dusun yang berada di situ, semuanya
telah me larikan diri pulang ke rumah masing-masing. Akan
tetapi pemuda tampan itu masih berdiri di sana, memandang
kepadanya dengan kagum. Endang Patibroto lalu melompat
turun dari panggung itu, berhadapan dengan Jayawijaya.
"Kanjeng Bibi sungguh sakti mandraguna dan bijaksana,"
kata Jayawijaya dengan pandang mata kagum. "Saya sudah
mendengar dari kanjeng Rama bahwa di Jenggala dan Panjalu
terdapat banyak sekali orang yang sakti, dan ternyata
keterangan kanjeng rama itu benar. Hari ini saya bertemu
dengan seorang di antara orang-orang sakti dari Panjalu."
Endang Patibroto memandang pemuda itu dan senyumnya
membayangkan rasa sukanya. Pemuda ini lembut dan
agaknya lemah tidak memiliki kedigdayaan, akan tetapi
memiliki keberanian luar biasa sehingga berani menentang
seorang sakti seperti Wasi Karangwolo.
"Orang muda yang baik, siapakah namamu dan dari mana
engkau datang?"
"Kanjeng bibi, nama saya adalah Jayawijaya dan saya
datang dari pegunungan Tengger."
"Siapakah orang tuamu dan mengapa engkau dapat berada
di tempat ini?"
"Saya memang sedang merantau, kanjeng bibi, untuk
meluaskan pengetahuan dan pengalaman. Ayah saya yang
menyuruh saya merantau. Ayah saya adalah seorang pertapa


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bernama Panji Kelana. Pengembaraan saya membawa saya
sampai ke tempat ini dan tadi ketika me lihat pendeta itu
hendak memaksakan kehendaknya kepada penduduk dusun
untuk memasuki agamanya, saya lalu menegurnya. Baiknya
ada kanjeng bibi yang datang dan mengusirnya, kalau boleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saya mengetahui, siapakah kanjeng bibi dan bagaimana
secara kebetulan berada di sini" Saya mendengar tadi bahwa
kanjeng bibi datang dari Panjalu."
"Namaku Endang Patibroto dan aku adalah isteri Ki Patih
Panjalu. Aku sedang melakukan perjalanan untuk mencari dua
orang anakku yang juga mengembara ke daerah ini. Nama
mereka Retno Wilis dan Bagus Seto. Apakah andika pernah
bertemu dengan mereka atau mendengar tentang mereka?"
"Saya tidak pernah mendengar tentang mereka, kanjeng
bibi." "Anakmas Jayawijaya, aku sungguh amat heran melihat
keadaanmu. Andika tidak memiliki aji kanuragan, akan tetapi
bagaimana andika berani menentang seorang yang digdaya
seperti Wasi Karangwolo tadi. Bagaimana kalau dia
memukulmu sampai tewas?"
Jayawijaya tersenyum. "Nyawaku berada di tangan Hyang
Widhi, kanjeng bibi. Apa yang harus ditakuti" Kalau Hyang
Widhi belum menghendaki saya tewas, biar ada seratus orang
seperti Wasi Karangwolo tadi, bagaimana dia dapat
membunuhku" Kanjeng Bibi, saya sudah sejak kecil
menyerahkan jiwa ragaku kepada Sang Hyang Widhi dan saya
percaya sepenuhnya bahwa Sang Hyang Widhi akan
melindungi saya dari pada malapetaka."
Endang Patibroto terbelalak heran. "Hanya dengan bekal
kepercayaan dan penyerahan kepada Sang Hyang Widhi,
andika berani menentang orang-orang jahat?"
"Tentu saja, mengapa tidak, kanjeng bibi" Biarpun
andaikata saya memiliki ajian yang sakti mandraguna, kalau
Sang Hyang Widhi menghendaki kematian saya, dengan
mudah saja saya akan tewas."
"Akan tetapi andika berani menentang Wasi Karangwolo"
Itu berbahaya sekali, anakmas Jayawijaya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya memang diutus ayah merantau ke arah Nusabarung
ini dan menurut ayah saya, di daerah ini ada golongan
tertentu yang hendak menghapus agama lama dan
menggantikan dengan agama baru yaitu penyembah Bathara
Shiwa, Bathari Durgo dan Bathara Kala. Ayah memesan agar
saya menentang usaha yang tidak baik itu. Apalagi kalau
usaha penyebaran agama itu dilakukan dengan kekerasan.
Maka, ketika melihat Wasi Karangwolo hendak memaksakan
agama itu kepada penduduk Pandakan ini, saya merasa
kewajiban untuk menegur dan menentangnya."
"Luar biasa! Apakah penyerahanmu kepada Sang Hyang
Widhi sudah sedemikian mutlaknya sehingga andika tidak
takut menghadapi bahaya maut, anakmas Jayawijaya?"
"Tentu saja, kanjeng Bibi. Bukankah kita ini hanya ciptaan
Sang Hyang Widhi dankita dapat hidup ini adalah berkat
kemurahanNya. Saya menyerah dengan penuh kepasrahan
dan keikhlasan, sehingga andaikata saya sampai tewas dalam
penyerahan saya, sayapun akan ikhlas karena kematian saya
sudah dikehendaki Sang Hyang Widhi."
Endang Patibaroto menghela napas panjang. Sudah banyak
dia bertemu para pendeta yang sakti mandraguna dan
bijaksana, namun baru sekarang dia bertemu seorang pemuda
lemah yang memiliki keyakinan dan kepasrahan kepada Sang
Hyang Widhiseperti pemuda ini. Ia teringat akan anak tirinya
Bagus Seto. Bagus Seto juga seorang pemuda aneh, akan
tetapi dia memiliki kesuktian, bahkan dia sakti mandraguna
berkat ilmu-ilmunya yang didapatkan dari gurunya, Sang
Bhagawan Ekadenta. Dia dapat menghadapi lawan-lawannya
yang tangguh dengan ilmu yang dikuasa inya. Akan tetapi
pemuda ini, seorang lemah yang tidak pernah mempelajari
ilmu kadigdayaan, akan tetapi berani sekali menentang orang-
orang yang sakti mandraguna hanya dengan mengandalkan
kepasrahannya kepada Sang Hyang Widhi.
"Sekarang andika hendak kemana, anakmas?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya hendak melanjutkan perantauan saya di daerah ini,
kemudian menuju ke Nusabarung, sesuai dengan perintah
ayah. Kalau sudah sampai di Nusabarung dan menentang
penyebaran agama secara paksa, baru saya akan pulang ke
pegunungan Tengger."
"Kalau begitu, selamat jalan. Kita berpisah di s ini dan harap
andika berhati-hati menjaga dirimu, anak-mas."
"Selamat berpisah, kanjeng bibi. Mudah mudahan kita akan
dapat bertemu kembali. Senang sekali bertemu dengan
seorang yang sakti mandraguna seperti kanjeng bibi. Dan
kanjeng bibi sendiri hendak ke manakah?"
"Aku akan melanjutkan pencarianku terhadap kedua orang
anakku itu."
"Namanya Retno Wilis dan Bagus Seto" Aku akan
membantumu, kanjeng bibi. Kalau bertemu dengan mereka,
akan kuberitahukan bahwa mereka dicari oleh kanjeng bibi."
"Terima kasih, anak-mas," kata Endang Patibroto sambil
tersenyum. Kalau ia saja tidak berhasil mencari anak-anaknya,
apa lagi seorang pemuda lemah seperti Jayawijaya!
Mereka lalu berpisah. Akan tetapi belum lama Endang
Patibroto berpisah dari pemuda itu, hatinya merasa tidak
enak. Membiarkan seorang pemuda lemah seperti Jayawijaya
melakukan perjalanan seorang diri! Sungguh besar bahayanya
mengancam pemuda itu. Ia merasa tidak tega dan diam-diam
ia lalu menanti, kemudian membayangi perjalanan pemuda itu
dari jauh. (Oodwkz-rhgoO) Jayawijaya berjalan seorang diri dengan langkah tenang.
Dia merasa girang sudah dapat mencegah Wasi Karangwolo
membujuk para penduduk dusun. Munculnya Endang Patibroto
mempertebal iman kepercayaannya kepada kekuasaan Sang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hyang Widhi. Tentu hanya Hyang Widhi yang menggerakkan
seorang wanita sakti seperti indang Patibroto sehingga dapat
membantunya menghadapi Wasi Karangwolo. Kalau Hyang
Widhi hendak menolong, tidak kurangjalannya. Karena itu,
sedetikpun dia tidak pernah kendur penyerahannya kepada
Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Kasih. Sedetikpun dia tidak
pernah menyangsikan bimbingan dan perlindungan Hyang
Widhi kepadanya.
Hari telah menjelang senja ketika dia tiba di dekat sebuah
hutan lebat. Tiba-tiba saja dari dalam hutan berlompatan
tujuh orang laki-laki bertubuh tinggi besar dan mereka
menghadang jalan sambil menyeringai menakutkan. Jayawijaya terpaksa berhenti melangkah karena tujuh orang
itu sengaja menghadang di depannya. Pemuda itu dengan
sabar hendak mengambil jalan memutari mereka, akan tetapi
tujuh orang itu kembali menghadangnya dan kemanapun dia
melangkah, mereka tentu menghadang di depannya.
"Andika sekalian ini mau apakah" Saya sedang melakukan
perjalanan, tidak mengganggu kalian dan tidak mengenal
kalian. Harap membuka jalan dan biarkan aku lewat," katanya
dengan nada suara halus.
Tujuh orang itu dipimpin oleh seorang laki-laki tinggi besar
yang mukanya penuh brewok. Sejak tadi dia memandang ke
arah buntalan di punggung Jayawijaya. Mendengar ucapan
pemuda itu, dia tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, orang muda. Ketahuilah bahwa daerah ini
adalah daerah kekuasaan kami. Andika lewat disini, boleh saja
akan tetapi tinggalkan dulu buntalan di punggungmu itu!"
"Akan tetapi mengapa" Buntalan ini berisi pakaian yang
menjadi bekalku dalam perjalanan. Aku memerlukan untuk
pengganti pakaianku," Jayawijaya membantah dengan suara
halus. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau berani membantah" Serahkan pakaian dan barang-
barangmu, atau serahkan nyawamu! Kau boleh pilih, harta
atau nyawa!" kata kepala perampok itu dengan suara garang.
"Hemm, jadi kalian ini adalah perampok?"
"Benar, kami adalah perampok yang menguasai daerah ini.
Jangan banyak membantah kalau engkau menyayangi
nyawamu!" "Sobat, tidak tahukah kalian bahwa merampok adalah
pekerjaan yang amat tidakpatut dan merugikan orang lain"
Sebaiknya kalau kalian cepat menyadari hal itu dan mengubah
jalan hidup kalian agar tidak menumpuk dosa yang akan berat
pertanggunganjawabnya."
Tujuh orang laki-laki itu saling pandang dan tertawa
bergelak. Mereka merasa lucu ada seorang pemuda yang
memberi Wejangan kepada mereka seperti lagak seorang
pendeta saja! "Orang muda,
jangan banyak cerewet! Serahkan
buntalanmu itu kalau engkau ingin hidup!" bentak pemimpin
perampok yang berewokan.
Jilid 09 "Kalian menginginkan buntalan pakaianku ini" Boleh, kalau
kalian memang membutuhkan pengganti pakaian, ambillah."
Dia melepaskan buntalannya dan menyerahkannya kepada
kepala perampok. Si brewok itu menyambar buntalan itu
dengan tangannya, lalu membuka buntalan. Ternyata benar
hanya terisi beberapa stel pakaian yang sederhana, tidak
dapat dibilang mewah dan tidak berharga. Dia mengerutkan
alisnya dengan kecewa dan melemparkan buntalan pakaian itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke atas tanah. Karena agaknya tidak bisa mendapatkan
barang berharga dari pemuda itu, dia bermaksud untuk
menghinanya saja sebagai tindakan bersenang-senang dan
iseng untuk menebus kekecewaannya.
"Sekarang lepaskan semua pakaianmu, itupun harus
diserahkan kepada kami!" bentaknya.
"Sobat, ini sudah keterlaluan namanya! Aku sudah
menyerahkan semua pakaianku, akan tetapi andika masih
menghendaki yang kupakai. Apa andika ingin agar aku
bertelanjang bulat?"
"Ha-ha-ha, tidak perduli engkau akan bertelanjang seperti
monyet, yang penting taatilah perintah kami. Hayo, cepat
lucuti pakaianmu atau kami akan menggunakan kekerasan!"
"Tidak, terpaksa aku tidak dapat menuruti permintaanmu
yang keterlaluan itu," jawab Jayawijaya sambil mengerutkan
alisnya dan menentang pandang mata tujuh orang itu dengan
berani. "Apa?" Kepala rampok membentak sambil me lolot. "Berani
andika menolak perintahku" Apa andika ingin mampus?"
Sambil berkata demikian dia melangkah maju dan
menggunakan lengan tangannya yang besar itu untuk
mendorong dada Jayawijaya. Dorongan itu kuat sekali tanpa
dapat dihindarkan lagi tubuh Jayawijaya terjengkang roboh.
Akan tetapi dia tidak merasakan nyeri dan segera dia bangkit
berdiri, matanya dengan berani menentang mereka.
"Kalian jahat! Kalian tentu akan memetik buah dari
perbuatan kalian sendiri!" katanya sambil menudingkan
telunjuknya ke arah muka si brewok.
Sikap dan kata-kata pemuda ini membuat para perampok
itu menjadi marah sekali. Srat-srat-srat! Mereka mencabut
golok yang tergantung di pinggang. Pemuda itu ro boh hanya
oleh dorongan tangan, akan tetapi bersikap demikian berani
menentang mereka!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Monyet tak berguna! Sekarang aku akan mencabut
nyawamu!" bentak si brewok sambil mengangkat goloknya
tinggi-tinggi dengan sikap mengancam.
Jayawijaya tetap berdiri tenang dan sedikitpun dia tidak
berkedip menghadapi ancaman tujuh orang yang memegang
golok itu. "Kalau Sang Hyang Widhi belum menghendaki aku
mati, golok-golokmu itu tak ada artinya dan tidak akan
mampu membunuhku!" katanya dengan penuh keyakinan.
Tentu saja tujuh orang itu merasa ditantang. Si brewok lalu
menerjang maju, goloknya ditebaskan ke arah leher pemuda
itu dengan maksud sekali serang akan membikin putus leher
itu. Akan tetapi, ketika golok itu sudah dekat sekali dengan
leher Jayawijaya yang sama sekali tidak mengelak, golok itu
terpental kembali dengan kuatnya sehingga hampir terlepas
dari pegangan kepala perampok, seolah ada hawa yang amat
kuat melindungi leher itu! Jayawijaya hanya mundur
selangkah. Kepala perampok menjadi heran dan penasaran
sekali, bersama enam orang anak buahnya dia menyerang
lagi. Tujuh golok menyambar-nyambar ke tubuh Jayawijaya
namun semua golok terpental kembali setelah mendekat
tubuh pemuda itu.
Endang Patibroto yang mengintai peristiwa itu, berdiri
terlongong dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.
Belum pernah ia melihat hal yang seaneh itu. Jayawijaya jelas
tidak memiliki ilmu kepandaian atau kesaktian. Buktinya ketika
didorong tadi ia terjengkang roboh. Akan tetapi mengapa
golok-golok itu tidak dapat melukainya, bahkan tidak dapat
menyentuh tubuhnya" Ia tidak melihat pemuda itu
menggunakan anggauta tubuhnya untuk menangkis atau
mengelak, akan tetapi golok-golok itu terpental membuat
penyerangnya terhuyung ke belakang. Sungguh suatu
penglihatan yang luar biasa anehnya. Ia teringat kata-kata
pemuda itu bahwa dia tidak mempunyai ilmu apa-apa dan
satu-satunya ilmu yang menjadi pegangannya hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penyerahan kepada Sang Hyang Widhi! Benarkah penyerahan
dapat menciptakan suatu pengaruh tidak tampak yang dapat
melindunginya dari malapetaka" Endang Patibroto tidak dapat
membayangkan hal ini. Ia sendiri percaya akan kekuasaan
Hyang Widhi, Yang Maha Pencipta atau Yang Maha Kuasa
yang kekuasaannya tergabung dalam Trimurti. Yang Maha
Pencipta, Yang Maha Melindungi dan Yang Maha Pembasmi.
Akan tetapi kalau ia disuruh menyerah dengan ancaman


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti itu di depan mata, kiranya penyerahannya akan
menghilang dan ia tentu akan mempergunakan segala
kesaktiannya untuk melindungi dirinya. Akan tetapi pemuda
itu dapat melindungi dirinya dengan iman dan penyerahan
yang mutlak dan hasilnya, Hyang Widhi agaknya melindunginya dengan suatu kemujijatan!
Setelah membacok dan menusukkan golok mereka tanpa
hasil dari yang mengakibatkan golok mereka terpental dan
tubuh mereka terhuyung ke belakang, para perampok itu
menjadi ketakutan. Mereka menduga bahwa mereka
berhadapan dengan seorang pemuda yang sakti mandraguna,
maka mereka lalu memutar tubuh dan melarikan diri pontang
panting dengan ketakutan.
Jayawijaya tersenyum dan mengambil buntalannya dari
atas tanah, menggendong
lagi buntalannya setelah membersihkannya dari tanah. Kemudian, dia melanjutkan
perjalanannya seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu dengan
dirinya. Karena yakin sepenuhnya bahwa Hyang Widhi yang
melindunginya, maka dia sama sekali tidak merasa sombong,
karena dia sendiri tidak melakukan sesuatu. Hanya di dalam
hatinya dia tiada hentinya mengucapkan puji syukur kepada
Hyang Widhi yang sudah melindunginya dari marabahaya.
Sudah seringkali dia mengalam i hal seperti itu, yakni selalu
terlepas dari bahaya secara ajaib. Dia sudah terbiasa dan
karenanya, keyakinan imannya dan penyerahannya menjadi
semakin mendalam. Dia percaya sepenuhnya bahwa Yang
Menciptakannya tidak akan membiarkan dia terancam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malapetaka. Dia tidak menggantungkan kepada perlindungan
Hyang Widhi, dia akan berusaha sekuat mungkin untuk
melindungi diri sendiri, akan tetapi kalau usahanya itu telah
sampai di puncaknya dan tidak berhasil, dia hanya
menyerahkan diri kepada Hyang Widhi. Semua usahanya
selalu berlandaskan penyerahan yang ikhlas dan sepenuh
iman. Dia tidak tahu bahwa Endang Patibroto masih terus
membayanginya dari jauh, karena wanita ini tertarik sekali dan
ingin melihat perkembangannya dan apa yang akan dialami
oleh pemuda yang luar biasa itu. Ia sendiri harus mengakui
bahwa beberapa kali ia terhindar dari marabahaya secara
yang tidak disangka-sangka, akan tetapi ia menganggap hal
itu sebagai suatu kebetulan saja. Tidak seperti pemuda itu
yang seolah-olah melihat Tangan Sang Hyang Widhi selalu
melindunginya! Jayawijaya melanjutkan perjalanannya. Hari telah menjelang senja dan melihat sebuah dusun di depan, dia
bermaksud untuk mencari tempat untuk mondok dan
melewatkan malam. Di sudut dusun itu, agak terpencil, dia
melihat sebuah rumah yang lumayan besarnya. Dia segera
memasuki pekarangan rumah itu. Ruangan depan rumah itu
sunyi saja, tidak tampak seorang-pun, akan tetapi lampu
gantung di ruangan itu sudah dinyalakan orang.
"Kulonuwun ... !" Jayawijaya mengucapkan salam.
Ada jawaban dari dalam dan keluarlah seorang laki-laki dan
seorang wanita yang usianya sudah limapuluh tahunan. Dua
orang itu menyambut kedatangan Jayawijaya dengan ramah.
"Anakmas siapakah dan ada keperluan apakah mengunjungi rumah kami?" tanya yang pria.
"Nama saya Jayawijaya dan karena kemalamn di jalan,
saya mohon kepada pamandan bibi agar dapat menerima saya
bermalam di sini untuk malam ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang itu mengamati wajah Jayawijaya dan melirik ke
arah buntalan di punggungnya. "Ah, boleh saja, anakmas.
Silakan masuk, akan tetapi maaf, tempat kami kotor dan
jelek." "Paman terlalu merendahkan diri. Rumah ini cukup bersih
dan indah. Apakah paman dan bibi hanya berdua saja tinggal
di rumah ini?"
"Ya, kami hanya tinggal berdua. Kebetulan ada sebuah
kamar kosong untuk andika berma lam. Silakan duduk. Kami
tadi sedang siap untuk makan malam, maka marilah andika
bersama kami makan malam, anakmas Jayawijaya."
"Terima kasih, paman dan bibi baik sekali," kata Jayawijaya
dan diapun ikut masuk ke ruangan dalam.
"Duduklah dulu sebentar, anakmas. Kami berdua akan
mempersiapkan hidangan malam untuk kita bertiga," kata laki-
laki itu dan dia bersama isterinya lalu meninggalkan
Jayawijaya seorang diri saja di ruangan itu. Jayawijaya duduk
di atas bangku dan menanti dengan hati senang. Beruntung,
pikirnya, sekali ketuk sebuah rumah sudah diterima dengan
ramah. Sementara itu, Endang Patibroto mendekati rumah itu dan
mengintai dari belakang. Ia melihat sepasang suami isteri
setengah tua itu sedang sibuk di dapur.
"Dia tentu seorang priyayi," kata yang wanita kepada yang
pria. "Buntalannya itu tentu mengandung isi yang berharga."
"Sekali ini kita akan untung besar."
"Akan tetapi di mana kita taruh racun ini?" tanya si pria
sambil mengeluarkan sebuah bungkusan kain berwarna hitam.
"Jangan ditaburkan pada makanan karena kita akan makan
bersama. Sebaiknya dimasukkan ke dalam air teh dan kita
suguhi dia a ir teh itu dulu sebelum makan. Dia tentu haus dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan minum air teh itu." Pria itu lalu membuka bungkusan dan
ternyata di dalamnya terdapat bubuk berwarna biru. Dia lalu
menuangkan isi bungkusan itu ke dalam sebuah poci
minuman. "Apa itu tidak akan terasa olehnya?"
''Tidak akan terasa. Kita beri teh yang kental sehingga rasa
pahitnya akan disangka pahitnya teh."
Endang Patibroto terkejut sekali. Duaorang pemilik rumah
itu bermaksud untuk meracuni Jayawijaya! Ia mengambil
keputusan untuk terus mengamati dan nanti akan turun
tangan mencegah kalau pemuda itu hendak minum air teh
karena betapapun juga, ia tidak ingin pemuda itu keracunan.
Apakah penyerahannya akan dapat menolak bekerjanya
racun" Endang Patibroto tidak mau membiarkan ini terjadi.
Setelah hidangan dan minuman selesai dipersiapkan, suami
isteri itu lalu membawa hidangan ke ruangan tengah di
manapemuda itu masih duduk di atas bangku.
"Ah, kami hanya mempunyai suguhan sederhana ini,
anakmas. Nasi jagung dan sayur lodeh. Mari silakan minum
dulu, karena andika tentu kehausan!" kata tuan rumah sambil
menuangkan air teh dari poci itu dalam sebuah cangkir dan
memberikannya kepada Jayawijaya. Pemuda itu menerima
cangkir teh dan menghaturkan terima kasih lalu membawa
cangkir itu ke mulutnya tanpa ragu. Di luar jendela, Endang
Patibroto sudah siap dengan sebuah batu kecil untuk
ditimpukkan kalau pemuda itu benar-benar hendak minum air
teh dari dalamcangkir. Akan tetapi ia tidak tergesa-gesa
karena hendak melihat perkembangannya.
Cangkir itu sudah menempel di bibir Jayawijaya akan tetapi
tiba-tiba Jayawijaya menjauhkan cangkir dan mengerutkan
hidung dan alisnya. Dia menaruh kembali cangkir teh itu ke
atas meja. Suami isteri yang memandang dengan mata penuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harap menjadi kecewa melihat pemuda itu tidak jadi minum
air tehnya dan meletakkan cangkir di atas meja.
"Ada apa, anakmas?" tanya si wanita. "Mengapa andika
tidak m inum air teh yang kami suguhkan?"
Jayawijaya menggelengkan kepalanya."Entah mengapa,
bibi. Akan tetapi mulutku tidak mau minum air teh itu,"
katanya dengan polos.
Memang ketika dia hendak minum tadi, mulutnya menolak
dan air teh itu seperti mengeluarkan bau yang memuakkan.
"Denmas!" tuan rumah itu berkata dengan nada suara
kasar. "Kami dengan sungguh hati menerima kedatanganmu
dan menyuguhkan makanan dan minuman seadanya. Kalau
andika tidak mau minum air teh kami, berarti andika menghina
dan memandang rendah kepada kami!"
"Ayo minumlah, denmas!" isterinya juga membujuk
Jayawijaya. Pemuda itu merasa tidak enak untuk menolak. Sekali lagi
dia mengambil cangkir itu dan menempelkan di mulutnya.
Akan tetapi, baru saja air teh menyentuh bibirnya, dia sudah
menyemburkan keluar dan menaruh cangkir itu di atas meja
kembali. "Ada apakah, denmas" Apakah air teh kami tidak enak?"
tanya si wanita.
Jayawijaya menggeleng kepala. "Bukan tidak enak, entah
mengapa mulutku tidak dapat menerimanya." Dia sendiripun
merasa heran mengapa ketika air teh menyentuh bibirnya,
bibir itu seperti terkena api rasanya.
Tiba-tiba laki-laki tuan rumah itu menjadi marah. "Orang
muda, andika sungguh menghina kami! Aku tidak terima
diperhina seperti ini. Andika ternyata seorang yang tidak
mengenal budi dan sudah sepatutnya dihajar!" Berkata
demikian, orang itu menyambar sebatang arit dari dinding.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Isterinyajuga segera memegangi kedua tangan Jayawijaya
dan berkata, "Engkau seorang pemuda yang tidak tahu diri!
Cepat, pakne, hajar dia!" Ia memegangi kedua pergelangan
tangan pemuda itu dengan kuatnya.
Laki-laki itu lalu melangkah maju dan aritnya diayun ke
arah kepala Jayawijaya.
"Wuuuttt ... crok ... ! Aduuhhh ... !"
Wanita itu menjerit dan pundaknya terluka mengeluarkan
darah. Ternyata ketika arit tadi menyambar ke arah kepala
Jayawijaya, entah bagaimana arit itu menyimpang dan
mengenai pundak wanita itu!'
Pria itu terbelalak me lihat aritnya melukai isterinya sendiri.
Dia menjadi marah dan sekali lagi membacokkan aritnya ke
arah kepala Jayawijaya. Pemuda itu hanya berdiri tenang saja
dan arit yang menyambar ke kepalanya itupun tiba-tiba
menyeleweng, bahkan terlepas dari tangan pria itu dan
meluncur turun melukai pahanya sendiri!
Pria dan wanita itu mengaduh-aduh akan tetapi mereka
agaknya menduga bahwa pemuda itu tentu memiliki ilmu yang
tinggi, maka keduanya lalu menjatuhkan diri berlutut dan
menyembah-nyembah minta ampun.
"Ampunkan kami yang telah beranimengganggu paduka ...
" kata laki-laki ituketakutan.
"Ampunkan saya, kanjeng ... " Isterinya juga meratap.
Jayawijaya mengerti apa yang terjadi. Minuman itu tentu
mengandung racun, maka Kekuasaan Hyang Widhi yang
menghalangi mulutnya untuk minum kemudian ketika kakek
itu menyerangnya, Kekuasaan Gaib itu pula yang membuat
arit itu me lukai suami isteri itu sendiri. Diam-diam dia
mengucap syukur dan memuji Sang Hyang Widhi yang sudah
melindunginya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman dan bibi. Kalau andika berdua tidak suka menerima
kedatangan saya,mengapa tidak mengatakan terus terang
saja" Mengapa harus menggunakan daya upayauntuk
mencelakakan saya" Kalau andika berdua ingin minta ampun,
mintalah ampun kepada Sang Hyang Widhi, karena perbuatan
andika berdua itu merupakan dosa terhadap Sang Hyang
Widhi, bukan terhadap saya." Dia lalu mengambil pula
buntalan pakaian yang tadi diletakkan di atas meja,
mengikatkan di punggungnya dan melangkah keluar dari
rumah itu dengan lenggang seenaknya, seolah tidak pernah
terjadi sesuatu dalam rumah itu. Suami isteri itu masih terus
berlutut menyembah-nyembah dengan ketakutan.
Endang Patibroto yang mengintai dan menyaksikan semua
itu, kembali menjadi bengong terlongong. Seorang pemuda
yang hebat! Belum pernah selama hidupnya dia me lihat atau
mendengar akan adanya seorang pemuda yang berada dalam
perlindungan Yang Maha Kuasa sedemikian ajaibnya. Pemuda
yang sukar dicari bandingannya. Pemuda seperti itulah yang
patut menjadi suami puterinya, Retno Wilis! Dengan pikiran
ini, Endang Patibroto lalu berlari menyusul pemuda itu.
"Anakmas Jayawijaya!" tegurnya.
Pemuda itu menoleh dan me lihat Endang Patibroto, dia
tersenyum. "Senyum itu demikian lembut dan penuh
pengertian," pikir Endang Patibroto.
"Wah, kita bertemu lagi, kanjeng bibi Endang Patibroto!"
kata Jayawijaya dengangirang.
"Aku kebetulan lewat di sini juga dan melihat andika," kata
Endang Patibroto. "Dan andika dari mana sajakah?" tanyanya
untuk memancing pemuda itu menceritakan peristiwa yang
tadi dialam inya. Akan tetapi pemuda itu tersenyum.
"Aku hendak mencari tempat untuk melewatkan malam,
kanjeng bibi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akupun demikian. Akan tetapi tidak enak kiranya kalau kita
mengganggu penduduk dusun. Mungkin mereka malah
mencurigai kita."
"Habis, kanjeng bibi hendak bermalam di mana?"
"Seorang pengembara seperti aku ini tidur di manapun
boleh saja. Aku melihat ada gubuk di tengah ladang,


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana kalau kita melewatkan malam di sana?"
"Baiklah, aku akan senang sekali, kanjeng bibi."
Mereka berdua lalu keluar dari dusun itu dan benar saja, di
luar dusun terdapat ladang yang luas dan tampak beberapa
buah gubuk di tengah ladang.
"Nah, aku dapat bermalam di gubukini, dan andika
bermalam di gubuk yang berada di sana itu. Bukankah tempat
ini cukup menyenangkan?"
"Menyenangkan sekali, kanjeng bibi."
"Sekarang buatlah api unggun, selain untuk mengusir
nyamuk dan hawa dingin, juga aku ingin memanggang juadah
(uli). Aku tadi membelinya dari dusun sana. Lumayan untuk
menghilangkan lapar." Endang Patibroto lalu membuka
buntalan pakaiannya dan dari situ dia mengeluarkan sebuah
bungkusan daun pisang dan ternyata di dalamnya terdapat
juadah yang putih dan besar.
Jayawijaya lalu sibuk membuat api unggun di dekat gubuk,
dan Endang Patibroto lalu menusuk beberapa potong juadah
dengan sebilah bambu lalu memanggang sate juadah itu.
Jayawijaya yang melihat bahwa Endang Patibroto tidak
membawa minuman lalu berkata sambil bangkit berdiri.
"Kanjeng bibi, biar aku memanjat pohon kelapa ituuntuk
mengambil buah kelapa untuk kita minum."
Endang Patibroto tersenyum. Ia hendak melihat bagaimana
caranya pemuda itu mengambil buah kelapa. Kalau ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kehendaki, dengan sekali sambit saja ia akan dapat
meruntuhkan dua butir buah kelapa.
"Baik sekali, anakmas Jayawijaya."
Jayawijaya lalu menghampiri pohon kelapa yang berada tak
jauh dari situ dan memanjat pohon kelapa dengan perlahan.
Endang Patibroto mengamati dan menjadi semakin heran.
"Pemuda itu benar-benar seorang pemuda lemah yang tidak
memiliki kadigdayaan," pikirnya. Mengambil buah kelapa saja
dengan cara memanjat seperti orang biasa. Akan tetapi dia
mendiamkannya saja dan mendengar suara berdebuk dua kali
ketika pemuda itu menjatuhkan dua butir buah kelapa dari
atas. Setelah juadah yang dipanggangnya menjadi matang,
mereka berdua lalu makan. Endang Patibroto tidak mau
memperlihatkan kesaktiannya, maka ia menggunakan sebilah
pisau yang dibawanya untuk melubangi buah kelapa. Mereka
makan juadah panggang dan minum dawegan (kelapa muda)
dan terasa nikmat sekali.
Setelah makan, mereka duduk menghadapi api unggun.
Endang Patibroto menatap wajah yang tampan itu, yang
kelihatan aneh karena ada sinar merah api unggun bermain-
main di wajah itu. Ia melihat betapa sinar mata pemuda itu
amat lembut dan penuh pengertian. Ia merasa seolah-olah
pemuda itu mengetahui semua yang terkandung dalam
hatinya melalui pandang mata yang lugu itu.
"Anakmas Jayawijaya, bolehkah aku mengetahui, berapa
usiamu sekarang?" tanya Endang Patibroto sambil lalu.
"Sudah duapuluh tiga tahun, kanjeng bibi."
"Engkau tentu sudah menikah atau bertunangan?"
Jayawijaya tersenyum dan mukanya yang tersinar api
unggun itu menjadi semakin kemerahan. "Ah, belum kanjeng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bibi. Dalam keadaan seperti saya sekarang ini, samasekali
saya tidak mempunyai pikiran untuk menikah."
"Kenapa" Bukankah pernikahan itu suatu hal yang lumrah
bahkan menjadi kewajiban setiap orang manusia untuk
memperoleh keturunan?"
"Benar apa yang kanjeng bibi katakan. Akan tetapi saya
kira urusan perjodohan adalah ketentuan dari Hyang Widhi.
Pendekar Pedang Kail Emas 2 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Pedang Darah Bunga Iblis 4
^