Kucing Suruhan 1
Kucing Suruhan Karya S B Chandra Bagian 1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karya : SB Chandra
Scan djvu oleh :BBSC
Ebook pdf by Dewi KZ
http://kangzusi.com/
SATU BUKAN hanya Daeng Sumarta yang duda setengah baya itu saja yang sayang kepadanya tetapi juga segenap tetangga.
Bagaimana tidak! Si Sati yang berbulu putih coklat bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya bersih dan gemuk, tetapi juga seekor kucing yang amat cantik rupanya. Yang amat menonjol pada wajah si Sati terutama warna matanya. Tidak kehijau-hijauan seperti kebanyakan kucing, melainkan biru. Seperti mata orang bule saja.
Sebagaimana tuannya, Sati pun merasa bertetangga dengan masyarakat di sekitarnya dan sesuai dengan kebiasaan orang timur ia suka bertandang. Kalau mau masuk ia pasti mengeong lebih dulu, memberi salam rupanya. Sopan dia, tidak nyelonong saja seperti kucing-kucing lainnya. Ini pun menjadi salah satu sebab mengapa para tetangga suka dan sayang kepada Sati. Ia suka menggosok-gosokkan kepalanya ke kaki pemilik rumah yang dikunjunginya. Kadang kala ia duduk di pangkuan mereka. Ia akan dielus-elus dengan rasa sayang. Menikmati kebaikan itu Sati menjilat-jilat tangan orang penyayang dirinya itu. Mereka semua mengagumi mata Sati dan selalu bertanya kepada diri sendiri tanpa jawaban, mengapa mata kucing ini berwarna biru. Dan manakala pengagumnya memuji maka seakan-akan mengerti, Sati lalu memandang penggemarnya. Boleh juga dinamakan tatap muka, menurut istilah yang baru diprodusir dalam usaha memperkaya bahasa.
Pernah juga orang menanyakan kepada Daeng Sumarta, pemilik Sati, mengapa kucing itu bermata biru. Sambil tertawa Daeng lalu menjawab ringan, "Asalnya dari negeri orang Bule." Ia tak pernah memberi jawaban lain. Puas tak puas orang harus terima sebegitu saja. Bagi sementara pengagum, jawaban itu cukup meyakinkan. Tentu saja mata kucing di negeri orang Bule juga biru seperti mata penduduknya.
Ada lagi yang juga agak mengherankan bagi masyarakat di sekitar pemukiman Sati, tetapi tidak mereka tanyakan langsung kepada Daeng Sumarta. Yaitu dari mana asal atau bagaimana mulanya maka pemilik kucing itu bernama Daeng Sumarta. Daeng, sama halnya dengan Andi, hanya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang asal Bugis, Sulawesi Selatan sana. Sedangkan Sumarta nama orang asal Jawa Barat, Sunda. Kalau untuk orang Jawa, Sumarto.
Juga tentang nama kucing cantik itu. Kebanyakan kucing di Indonesia diberi nama Manis, Belang atau sebutan yang sama dengan warna bulunya, seperti Itam, Kuning dan Putih.
Mengapa kucing Daeng Sumarta diberi nama Sati. Aneh sekali.
Tetapi tatkala ada tetangga akrab bertanya mengapa piaraannya itu diberi nama Sati, ia terus terang menjawab, bahwa bagi orang Minang, Sati artinya Sakti. "Kucing saya ini memang sakti," kata Daeng, "sebelum ada dia saya selalu sakit-sakitan, tetapi kemudian tidak lagi. Saya anggap dialah penolak bala yang dulu selalu menerpa saya." Daeng bicara serius tetapi yang bertanya tidak yakin bahwa jadi sehatnya Daeng karena kesaktian si Sati. Dan orang itu benar, walaupun tidak sepenuhnya. Memang ada kelebihan pada Sati tetapi tidak persis seperti yang dikatakannya. Kucing itu seakan-akan bukan kucing, melainkan manusia dalam soal kepintaran. Ia mengerti segala apa yang dikatakan atau disuruh tuannya, yang amat menyayanginya tetapi juga amat disayanginya. Mereka berdua bagaikan dua sahabat akrab.
Jika orang mengetahui asal usul kucing, kasih sayang yang terjalin di antara hewan dan manusia itu bukan sesuatu yang aneh. Hampir semua binatang, kalau dipelihara dengan baik sejak kecil, hampir pasti akan selalu menyayangi dan setia kepada orang yang memelihara dan memberinya makan.
*** PADA hari itu, Jum'at menjelang tengah hari yang amat terik, Daeng Sumarta melihat beberapa orang anak sedang menyiksa seekor kucing yang masih kecil, berumur sekitar dua atau tiga bulanlah. Binatang yang kurus kerempeng itu diikat di ujung seutas tali plastik pada lehernya, lalu mereka seret kian kemari. Kucing itu tak dapat berbuat lain daripada mengeong-ngeong kecil oleh rasa sakit dan takut yang tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencekam dirinya. Kadang-kadang mereka angkat sehingga binatang itu menggelepar-gelepar di udara. Betapa tidak!
Sama saja seperti orang yang digantung atau menggantung diri.
Tiap manusia yang masih mempunyai hati dan sedikit saja rasa kemanusiaan pasti akan kasihan melihat binatang tak berdaya itu diperlakukan begitu kejam. Dan Daeng Sumarta adalah seorang hamba Allah yang kenal rasa kasihan, walaupun terhadap binatang.
"Lepaskan!" hardik Daeng Sumarta menghampiri anak-anak itu. Mukanya yang merah karena amarah dengan kumis melintang dipelintir ke atas menyebabkan ia kelihatan garang, membuat anak-anak nakal itu takut dan serta merta melepaskan binatang siksaan mereka. Lalu lari.
Daeng Sumarta mengambil kucing yang hampir mati itu, membuka ikatan pada lehernya, ditiup-tiupnya, dengan maksud menambah kehidupan yang tinggal terlalu sedikit pada diri hewan itu. Kucing itu bukan hanya kurus dengan tulang-tulang menonjol, tetapi juga kumuh dengan mata yang hanya setengah terbuka mengeluarkan kotoran. Sudah pasti ia bukan kucing kepunyaan dan piaraan seseorang. Mungkin sudah tidak punya induk yang dalam keadaan melarat bagaimana pun pasti mencurahkan kasih sayang kepadanya.
Barangkali ia kucing buangan yang sengaja dienyahkan oleh keluarga yang tadinya memeliharanya. Karena dia suka kencing dan buang kotoran di dalam rumah. Dibuang dalam keadaan belum mampu mengurus diri sendiri itulah menyebabkan dia menjadi kucing gelandangan, tanpa tempat berteduh, tanpa manusia yang seharusnya memberi makan pada binatang . . . jenis piaraan semacam dia.
Daeng Sumarta bagaikan mendapat bisikan untuk membawanya pulang dan ia patuh kepada apa yang seolah-olah bisikan itu. Binatang itu dibawanya pulang dengan singgah sebentar di sebuah warung murahan, membeli nasi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan sedikit ikan goreng. Ia tidak bisa mengharapkan ada nasi di rumah, karena ia sendiri pun hanya pemakan di warung atau beli nasi bungkus untuk di makan di rumah. Ia tinggal seorang diri, tanpa isteri, tanpa pembantu. Ia duda yang tidak punya anak dari dua kali berumah-tangga. Kedua isterinya mati secara tragis sekali, yang pertama dihanyutkan air banjir, yang kedua tewas oleh sambaran petir. Setelah itu ia secara sungguh-sungguh menemui beberapa peramal kenamaan, bertanya mengapa ia ditimpa kemalangan yang demikian.
Hampir semuanya mengatakan, bahwa itu sudah nasib suratan badan. Tak seorang pun dapat mengubahnya. Kata mereka pada suatu ketika ia akan mempunyai isteri lagi.
Menjelang tibanya saat itu ia akan memperoleh teman yang akan sangat setia kepadanya, selalu bersedia melaksanakan apa pun kehendak hatinya. Tetapi untuk itu ia harus menemui seorang tua. Siapa orang tua itu akan diketahuinya dalam sebuah mimpi. Duda malang itu percaya dan menantikan kebenaran dari ramalan.
Apa yang dinantikannya mulai datang tiga bulan kemudian.
Benar, dalam sebuah mimpi ia dikunjungi seorang tua berjenggot lebat, telah putih seluruhnya. Kepada Daeng Sumarta diperintahkannya untuk menemuinya di dalam sebuah gua batu tak berapa jauh dari tepian Citarum, sebuah sungai besar berbatu-batu yang dalam perjalanannya melalui daerah Rajamandala, Jawa Barat.
Perintah itu dipatuhinya dan ia benar-benar menemukan gua yang dikatakan orang tua di dalam mimpinya. Dan benar pula, di dalam gua itu ia bersua dengan manusia berjanggut putih lebat, orang yang dilihatnya di dalam mimpi.
Suatu instink di dalam dirinya menyuruh ia berlutut lalu sujud di hadapan kakek itu.
"Duduklah, aku bukan toapekong untuk disembah-sembah oleh mereka yang bertuhankan berhala. Aku makhluk biasa seperti manusia lainnya, hanya memilih tempat bermukim di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sini. Aku merasa tenteram dan damai di sini. Itulah yang membuat aku betah," kata kakek itu tanpa memperkenalkan diri.
"Saya telah datang memenuhi perintah Aki," kata Sumarta.
Pada waktu itu ia bernama Sumarta tanpa Daeng.
"Kau orang yang telah dua kali kehilangan isteri Sumarta,"
kata kakek itu, membuat si pendatang merasa heran, bagaimana orang yang menjauhi kehidupan ramai itu mengetahui nasib dirinya. "Namaku Andi Malewa asal dari Bugis. Pernah lama tinggal di Jakarta dan Bandung. Bosan aku melihat keramaian dan kepalsuan hidup di kota-kota.
Kemudian aku pindah ke Cianjur. Kupikir keadaan akan jauh lebih baik. Kiranya hampir sama saja. Sebab kota itu pun sudah dihinggapi kepalsuan dan ketamakan. Itulah yang membuat aku menyingkir ke mari. Hatiku tergerak untuk menolong kau Sumarta!"
"Menolong saya" Mengembalikan isteri saya Komariah yang disambar petir atau Rohana yang dihanyutkan banjir?" tanya Sumarta.
"Tidak, itu tak mungkin. Sekurang-kurangnya Aku tidak punya ilmu untuk menghidupkan orang yang telah kembali ke Tuhannya."
"Aki mau memberi azimat kepada saya?"
"Kau tidak membutuhkannya. Aku akan memberi kau yang jauh lebih berharga daripada itu."
"Apa Aki" Saya tentu akan senang sekali. Tetapi mengapa Aki justru memilih saya?"
"Entahlah, pilihanku jatuh ? kepada dirimu. Itu pun kalau kau mau. Kalau kau tidak menghendaki, kau boleh pulang.
Aku akan mengiringkan kau dengan doa!"
"Saya mau Aki. Apa yang Aki mau berikan kepada saya"
Dan apa syaratnya untuk boleh menerimanya?" tanya Sumarta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mendengar dari beberapa cerita, bahwa pertapa kadangkala memberikan azimat atau ilmu kepada seseorang yang disukainya atau datang menemuinya.
"Kau tidur di sini. Cukup tiga malam. Selama di sini kau tidak boleh makan suatu apa pun. Juga tidak boleh minum!
Puasa lengkap!"
Sumarta berpikir sejenak. Ia pun pernah mendengar tentang pertapa yang berbulan-bulan tak makan, tetapi tetap hidup, dihidupkan oleh keyakinannya bahwa bukan hanya makanan dan minuman saja dapat memberi kehidupan kepada manusia. Kemudian ia menyatakan kesanggupannya.
Sejak hari pertama Sumarta menduga akan mendapat ajaran dari pertapa itu. Entah apa. Ilmu pengobatan, kesaktian, ilmu kebal atau ilmu menjadi orang kaya. Tetapi ajaran itu tidak pernah ada. Sampai memasuki malam ketiga ia tidur di sana. Sudah tiga hari dia tak makan dan minum.
Tetapi ia juga tidak pernah merasa lapar atau dahaga.
Pada hari terakhir Sumarta tak dapat lagi menahan pertanyaan, ilmu apakah yang hendak diberikan pertapa itu kepadanya.
"Sudah kumasukkan ke dalam dirimu," kata Andi Malewa.
"Tetapi saya belum merasakannya!" ujar Sumarta.
"Semakin baik. Pertanda bahwa ilmu itu akan ampuh sekali.
Kalau hendak pulang, silakan. Tak lama lagi kau tidak akan merasa kesepian seperti yang kau derita sejak kepergian isterimu!"
*** MAKA bersiaplah Sumarta untuk meninggalkan sang pertapa. Seperti pada kedatangannya tempo hari, kini pun ia berlutut lagi dan sujud, walaupun Andi Malewa pernah mengatakan, bahwa ia bukan berhala untuk disembah oleh bukan penyembah Tuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak ada perintah atau pesan Aki kepadaku?" tanya Sumarta.
"Kau bijaksana menanyakan itu kepadaku. Kalau kau tidak bertanya, aku tidak akan berpesan apa-apa. Kau telah mempunyai sesuatu di dalam dirimu yang tidak kau miliki tadinya dan hanya dipunyai oleh sejumlah amat kecil manusia di dunia ini. Namun begitu, dalam hidupmu ysng penuh lika-liku ada satu yang perlu kauhindari."
"Apa itu Aki?" tanya Sumarta.
"Hujan teramat lebat dan manusia harimau!"
Sumarta tertegun. Hujan lebat dia mengerti. Tetapi manusia harimau, apakah itu. Ditanyakannya kepada Andi Malewa.
"Dia berasal dari Sumatra. Sudah beberapa tahun, sampai kini hidup di Jakarta. Dia orang baik, walaupun kadangkadang menjadi harimau. Hindari dia. Jangan tanya apa-apa lagi, kau akan mengetahuinya kelak. Kembalilah ke ibu kota yang penuh dosa dan kepalsuan itu."
Dengan sebuah mobil Colt ia pergi ke Cianjur. Dari sana disambungnya dengan bis ke Jakarta.
Tiba di rumah kecilnya di Kebun Nanas, Jatinegara, beberapa tetangga yang kehilangan dirinya beberapa hari bertanya, dari mana dia. Dengan jujur ia menjawab, dari rumah kakeknya di Rajamandala. Dan semua tetangga percaya.
Sejak dia kembali, terasa olehnya para tetangga lebih ramah dari dulu, selalu menyapa atau memberi hormat kepadanya bila berpapasan. Tetapi selain itu tidak ada keanehan apa pun terjadi. Semua biasa-biasa saja. Dia tidak mendadak jadi kaya oleh tumpukan uang atau emas yang tiba-tiba saja terletak di hadapannya.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
KEMUDIAN, tujuh hari setelah ia kembali dari gua Andi Malewa, ia melihat beberapa anak nakal yang sedang menyiksa kucing kecil. Diselamatkannya lalu dibawanya pulang.
Dicobanya memberi makan. Binatang itu kiranya masih terlalu lemah untuk makan, walaupun ia tentunya teramat lapar. Sumarta memberinya susu kental dicampur air. Itu pun tak terminum oleh kucingnya. Lalu diminumkannya dengan sendok. Menolong. Binatang itu perlahan-lahan berdiri, mengeong. Sebenarnya antara mengeong dan merengek.
*** DUA OLEH rajinnya Sumarta merawat dan memberi makan-minum kucingnya, perlahan-lahan binatang itu memperoleh tenaga kembali. Dua minggu kemudian ia telah agak gemuk dan kini bersih. Sumarta selalu mengelapnya dengan handuk kecil berair hangat.
Beberapa bulan berlalu tanpa banyak perubahan atas diri Sumarta tetapi membawa banyak kemajuan bagi si kucing. Ia gemuk dan tambah cantik kini, manja sekali pada tuannya.
Juga pada tetangga yang selalu didatanginya dengan setiap kali mengeong lebih dahulu.
Sumarta telah memberinya nama Sati. Ia teringat pada tetangganya sebelum dia pindah ke Kebun Nanas dahulu.
Seorang asal Minang yang bernama Sutan Sati. Ketika ditanyakannya apakah Sati mempunyai makna, sahabatnya itu kontan menjawab bahwa dalam bahasa Minang Sati itu maknanya sakti. Tetapi, katanya sambil tertawa, dia sendiri bukanlah orang yang mempunyai kesaktian.
"Kau kuberi nama Sati kawan, mau?" kata dan tanya Sumarta kepada kucingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Binatang yang disebutnya dengan "kawan" itu memandangnya lalu menggosok-gosokkan kepalanya ke dada tuannya, kemudian melompat ke atas bahunya.
"Barangkali kau yang dimaksudkan Aki Andi Malewa untuk menghilangkan kesepianku," kata Sumarta seperti terluncur saja dari mulutnya. Ia sendiri tak tahu mengapa ia berkata begitu.
Pada saat itu ia melihat pertapa itu mendadak berdiri di hadapannya dan berkata perlahan. "Benar Sumarta, dialah sahabatmu yang baik dan setia. Ia akan patuh pada segala perintahmu. Yang baik dan yang jahat. Tetapi cobalah berbuat yang baik saja, karena perbuatan jahat akan banyak risikonya." Setelah itu pertapa itu menghilang.
Segala perkataan Andi Malewa didengarnya jelas sekali.
Tetapi apakah benar begitu" Tak masuk akal. Bagaimana caranya" Pertapa itu tak pernah mengatakan kepadanya bagaimana caranya menyuruh kucing kesayangannya itu.
Timbul keinginannya untuk mencoba dengan cara biasa saja. Sebagaimana orang menyuruh seorang anak atau orang lain.
"Sati, aku ingin kau ke rumah Pak Mangun. Kau tahu kan, Pak Mangun yang berjualan soto itu. Pergilah," kata Sumarta.
Sati memandangnya lalu mengeong dan melangkah pergi.
Sumarta mengikuti sampai ke pekarangan untuk melihat apakah kucing itu benar-benar mengerti dan melaksanakan suruhannya. Sati menyeberangi jalan lalu berjalan melalui beberapa rumah, kemudian masuk ke rumah Pak Mangun.
Ajaib sungguh Ajaib, Sumarta hampir tidak percaya, tetapi apa yang dilihatnya adalah suatu kenyataan. Bukan khayalan.
Bukan mimpi. Beberapa menit kemudian kucing itu keluar lagi, kembali ke tuannya. Sumarta mengangkat dan menggendongnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa orang yang melihatnya turut senang. Seorang laki-laki duda, yang kesepian dan begitu sayang akan kucingnya.
Seorang anak perempuan kecil datang pada Sumarta, meminjam Sati untuk digendongnya. Sumarta memberi dan kucing itu pun menurut. Dijilat-jilatnya pipi gadis kecil itu sehingga ia tertawa-tawa kesenangan.
"Kucing Wak ini cantik sekali. Kasi Marni saja ya Wak,"
pinta Sumarni. Sumarta tertawa. "Kalau kau suka kucing nanti Wak carikan seekor. Tetapi jangan Sati. Nanti Wak tak punya kawan lagi."
Perlahan-lahan Sumarta merasakan adanya perubahan lain.
Dalam masalah rezeki. Kalau tadinya buah-buahan dagangannya hanya memberi hasilnya pas-pasan, maka kini terasa lebih laku dari biasanya. Orang-orang yang jadi langgangan-nya kini banyak. Ia menganggap, bahwa kucingnya, selain mengerti dan mau disuruh, juga pembawa rezeki. Memang ada makhluk, manusia atau hewan yang membawa rezeki. Begitu pula ada yang menampik rezeki.
Kelahiran seorang anak atau pemungutan seorang anak bisa membawa rezeki banyak bagi keluarga yang mendapat anak baru itu. Ayam, itik, kambing, anjing, kucing, dan binatang piaran lain juga bisa membawa rezeki. Tetapi ada juga yang membuat pencarian jadi susah. Dalam hal yang demikian pendatang baru itu membawa sial, menolak rezeki.
Telah banyak kali Sati membuktikan kepintaran dan kepatuhannya. Sumarta sudah berkali-kali menyuruhnya mengambil baju atau kain yang tersusun di dalam lemari sederhananya. Kucing itu bukan hanya mengambil yang benar-benar dimaksud oleh tuannya, tetapi juga tahu bagaimana cara menggigit benda itu agar tidak sampai menyentuh lantai.
Pernah dicobanya menyuruh piaraannya itu menjaga barang dagangannya sementara ia melihat dari agak jauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau ada pembeli datang ia selalu mengeong lembut sambil mengangkat kaki depannya menunjukkan arah pergi Sumarta.
Seakan-akan mengerti maksud kucing yang amat mengherankan itu, calon pembeli mengusap-usap kepalanya, berlalu untuk kembali lagi kemudian sesudah si pedagang buah berada di tempatnya.
Tetapi ada lain peristiwa yang sangat mengejutkan Sumarta. Ketika ia berdiri agak jauh dari tempatnya berdagang, datang dua orang anak tanggung. Rupanya punya maksud kurang baik. Setelah lihat kiri kanan, salah seorang anak mengambil seikat rambutan rapiah dan beberapa buah salak yang besar-besar lalu memasukkannya dalam kantong plastik yang sudah tersedia. Melihat itu si Sati marah, mengangkat tubuhnya bagaikan hendak berkelahi dan mendengus. Kedua anak itu memandangnya, heran tetapi tidak menjadi takut. Mereka tidak menyangka amarah kucing itu oleh perbuatan yang merugikan tuannya. Mereka terus berlalu, dilihati oleh Sumarta dari sedikit jauh tempatnya berdiri.
Terjadilah apa yang tidak disangka dan cuma mengejutkannya. Sati bergerak lalu melompat ke tengkuk pencuri buah itu. Ia menggigit kuduk di pencuri, rupanya cukup kuat, sebab yang empunya diri berteriak keras kesakitan. Ia juga menanamkan kuku-kukunya ke dalam daging bahu si maling tanggung sehingga anak itu minta-minta tolong. Sumarta datang dan menyuruh Sati melepaskan mangsanya. Tapi kucing itu tidak segera mematuhi. Barangkali ia menyangka tuannya tidak tahu bahwa anak itu telah mencuri buah-buahan.
"Kembalikanlah buah yang kau ambil dari tempatku tadi,"
kata Sumarta tanpa marah-marah, "Supaya Sati melepaskanmu." Dengan badan gemetar anak yang sangat terkejut dan takut itu mematuhi. Dan Sati melepaskannya kembali. Orang-orang yang berada di sekitar situ jadi sangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
heran dan turut takut. Tanpa mereka sadari, bulu roma mereka berdiri Sebagai ada yang amat menyeramkan. Yang kenal pada Sati selalu membelai-belai kucing cantik itu. Tidak pernah menyangka, bahwa ia bisa segalak dan seganas itu.
Kucing apakah dia tanya mereka dalam hati. Dan kemudian di antara mereka tidak berani menanyakan langsung kepada Sumarta.
Bukan hanya mereka. Sumarta sendiri pun terkejut bukan kepalang tatkala si Sati mendadak menerkam dan menggigit tengkuk si pencuri buah. Ia sama sekali tidak memerintahkannya untuk menyerang anak tanggung itu.
Mencuri sedikit buah saja, yang mungkin disebabkan kenakalan atau keusilan semata-mata tidaklah perlu sampai mendapat hukuman seperti itu. Ia tidak sekejam itu. Kucing apakah ini, tanya Sumarta kepada dirinya sendiri. Tetapi ia cukup bijaksana untuk tidak memperlihatkan keterlaluan heran dan terkejutnya itu kepada para pedagang lainnya. Di samping heran dan terkejut, diam-diam dia juga merasa bangga mempunyai piaraan sesetia itu. Tapi juga tidak terlepas dari rasa takut. Keganasan kucing itu bisa membawa risiko baginya. Bisa membuat ia diseret ke Polisi dan ke Pengadilan.
Tidak hanya itu yang dipamerkan si Sati hari itu. Setelah menyerang pencuri buah dan melepaskannya kembali atas perintah tuannya, ia kembali duduk di tempatnya menjaga dagangan, tenang-tenang bagaikan tidak pernah terjadi suatu apa pun. Kemudian ia melompat dari bangku tempatnya duduk, berjalan pelan-pelan ke Mamat, tukang buah juga, yang diketahuinya suka padanya dan sesekali memberinya makan. Tetapi kali ini Mamat tidak menerima kunjungannya dengan perasaan seperti biasa. Bukan senang lalu mengangkatnya, tetapi juga tidak menjauhkan diri. Tidak berani. Jadi serba salah dia. Didekati merasa takut, tetapi untuk menghindar juga tidak punya keberanian. Kalau kucing aneh itu merasa tersinggung, bisa susah! Setelah ia melihat kejadian tadi, maka kejadian lain yang tidak disangka kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saban waktu bisa terjadi. Kucing apakah ini sebenarnya, tanyanya dalam hati. Diberanikannya mengelus badan Sati.
Mau mengambil hati agaknya. Mau memperlihatkan bahwa dia kawan, bukan lawan. Dan nampaknya kucing itu mengerti apa yang terpikir di dalam benak Mamat dan apa yang menjadi tujuan di dalam hatinya. Sati menggesek-gesekkan badannya ke kaki Mamat. Bersahabat baik" Mengapa tidak. Ia memang suka disayangi dan suka membalas sayang orang. Dengan caranya tentu.
Sumarta bukan marah, tetapi menghibur anak yang mencuri buahnya. Memang kucingnya itu kadang-kadang berperangai aneh katanya. Tetapi tidak betul-betul nakal.
Sebenarnya dia mau main-main, tetapi rupanya agak keterlanjuran menggigit agak kuat. Betapa tidak. Tengkuk anak itu mengeluarkan darah dari beberapa luka tembusan gigi Sati. Bahunya juga berdarah oleh cakaran kukunya.
*** SUMARTA tidak mengetahui, bahwa seorang berduit, nampaknya seperti keturunan Cina, melihat seluruh kejadian dari mobilnya, tak berapa jauh dari sana. Dari terkejut ia heran. Selama umurnya yang sebulan lagi mencapai empat puluh tahun, ia belum pernah melihat kucing seaneh dan sepintar itu. Yang biasanya pandai menjaga barang atau keselamatan majikannya hanya anjing. Itu pun setelah melalui latihan yang cukup lama. Kucing tidak bisa! Yang lain tentu bukan kucing biasa. Kucing sakti, keturunan dewa atau bekas piaraan suhu-suhu dari kalangan ilmu tinggi yang tidak dimiliki oleh sembarang orang. Kucing ini pasti bawa rezeki. Kalaupun tidak bawa rezeki, tidak apa. Dia toh sudah cukup kaya. Lebih daripada kaya. Kucing seperti itu bisa jadi kebanggaan. Bisa dilagakkan kepada kawan seprofessi dan pejabat-pejabat yang akrab dengan dia. Tentu akan menimbulkan kesan!
Orang kaya ini yang kemudian ternyata bernama Jaya Wijaya alias Ban Hoy Ya turun dari kendaraannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendapatkan Sumarta. Diperhatikannya pedagang buah itu dari atas ke bawah lalu ke atas lagi, seakan-akan menaksir kekuatan atau kelebihan yang ada pada diri pemilik kucing itu.
Dia, yang bukan hanya kaya duit tetapi juga merasa kaya dalam ilmu kuntau dan nampaknya punya pula ilmu kebatinan berkata:
"Kucing abang hebat sekali!"
Sumarta merasa senang akan pujian itu, tetapi tidak menanggapi.
"Saya mau beli abang punya kucing. Mau jual berapa?"
tanya Jaya. Sumarta mendengar tetapi tidak menjawab. Tidak perlu dijawab pikirnya. Lain halnya kalau orang itu bertanya apakah dia mau menjual kucingnya. Ini langsung menanyakan harga.
Jaya bertanya lagi:
"Abang mau jual berapa?"
"Apa" Mangga harumanis atau rapiah-nya?" jawab Sumarta.
Dia memang hanya tukang jual buah kecil-kecilan, tetapi dia juga bisa belagak bodoh.
"Saya tanya kucing, bukan tanya buah. Kalau mau beli buah, saya tidak beli di sini. Saya beli di Glodok atau Pinangsia!"
"O, kucing."
"Ya, mau jual berapa?"
"Siapa yang mau jual?"
"Wah, si abang sombong amat. Saya mau beli abang punya kucing. Mau dijual berapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tanya siapa yang mau jual kucing" Yang sombong siapa, saya apa tuan" Enak saja tanya harga kucing.
Memangnya saya jual kucing?" Sumarta tidak mau kalah sombong.
Jaya merasa bahwa dia sudah salah masuk, tetapi karena dirinya kaya raya dan sudah terbiasa mendapat apa saja yang dia ingini, maka dia berkata:
"Saya sebetulnya mau nolong si abang. Hasil jualan begini kan tipis sekali. Dengan menjual kucing si abang kepada saya kan bisa buka dagangan yang gedean dengan hasil yang lebih baik. Cukup buat makan anak isteri abang!"
"Kenapa mikirin anak isteri saya" Apa tau saya punya anak dan punya isteri?"
Jaya diam. Dia tidak biasa dilawan begitu. Pejabat saja banyak yang bisa dia atur, kok ini tukang buah tengik ngomong segede alaihim.
"He, saya bukan mau bayar sepuluh ribu buat abang punya kucing. Saya berani bayar seratus ribu. Pernah lihat uang seratus ribu?"
"Tuan sombong ya!"
"Bukan, saya mau tolong si abang. Ini kucing bisa bikin susah sang abang. Cakar dan gigit orang. Abang bisa ditangkap. Tapi saya bisa piara baik-baik di rumah saya.
Makan cukup, semua cukup. Sudahlah, saya memang senang kucing, saya bayar dua ratus ribu."
Jaya mengeluarkan segeblok uang kertas sepuluh ribuan dan menghitung dua puluh lembar. Ia ulurkan uang itu kepada Sumarta, tetapi ia menolak.
"Saya jual buah, bukan jual kucing," katanya.
"Abang betul-betul bodoh. Saya punya banyak cara untuk mendapatkan kucing itu. Jangankan cuma kucing. Apa saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang saya mau saya bisa dapatkan. Abang lebih baik jual saja kepada saya
Saya tambah lagi lima puluh ribu."
Mendadak si Sati menggeram dan memandang ke arah Jaya Wijaya. Geramnya kian keras, dia benar-benar memperlihatkan amarahnya. Orang kaya sombong.
*** TIGA BAGI pandangannya mata kucing berwarna biru itu seolah-olah memancarkan api dan membuat ia silau, dan menutup kedua belah matanya lalu beranjak pergi. Ia gemetar dan hatinya berdebar keras. Tak tahu mengapa, tetapi selama hidupnya dari orang biasa sehingga menjadi sangat kaya selama delapan tahun yang terakhir ini ia belum pernah setakut ini. Dan begitu mendadak. Hanya oleh pandangan seekor kucing, yang dengan satu tendangan kaki bersepatu Pirelli atau Barrattsnya saja sudah akan kelenger dan mati.
Kalau tidak mau menggunakan tenaga, cukup mencabut senjata api FN-nya yang tak pernah lekang dari tubuhnya, ke mana pun ia pergi. Lepaskan satu peluru dan kucing sialan itu akan modar tak pernah berkutik lagi untuk jual garang sama seorang Jaya Wijaya semacam dirinya. Itu sebelum semua senjata nondinas dicabut.
Melihat mati kutu dan kepergian orang kaya secara mendadak itu, Sumarta dan semua orang yang turut mendengarkan tawarannya atas diri si Sati jadi heran tanpa bisa menjawab keheranan itu. Tetapi kini Sumarta, selain heran juga dihinggapi rasa takut baru. Apakah orang berduit itu akan melakukan pembalasan" Bukankah tadi dia mengatakan, bahwa dia mempunyai banyak cara untuk memperoleh kucing yang hendak dimilikinya itu. Seakan-akan tahu, bahwa tuannya rasa kebingungan si Sati yang baru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperlihatkan kegarangannya, mendadak tenang-tenang dan penuh kemanjaan seperti biasa mendekati Sumarta lalu menggosok-gosokkan kepala dan badannya ke kaki orang itu.
Sumarta mengangkat dan gendong kucingnya yang lalu merapatkan kepalanya ke pipi pemiliknya. Betapa mesra kasih sayang antara dua sahabat yang hewan dan manusia itu.
Semesra cinta Bambang terhadap Ningsih.
*** SEPERTI biasa, malam itu pun si Sati tidur seranjang dengan tuannya. Sati mencari kehangatan di antara kedua belah kaki Sumarta.
Lain halnya dengan Jaya Wijaya. Setelah sampai di rumahnya pun ia masih saja gelisah, tak jelas apa yang dirisaukannya. Seperti akan ada malapetaka menimpa dirinya.
Dicobanya membuang dengan meyakinkan dirinya bahwa semua itu hanya khayalan buruk belaka. Akibat amarah kucing setan yang tak lekang dari benaknya. Namun begitu kepada tiga orang pengawal rumah yang jaga sepanjang siang dan malam secara bergiliran dengan rekan-rekan mereka yang lain dibangunan khusus untuk itu di dekat pintu masuk pekarangan dipesankannya agar lebih waspada karena kian banyak penjahat mengganggu keamanan di mana-mana. Tak diceritakannya tentang kucing yang menghantui dirinya.
Oleh karena itu tiga orang penjaga keamanan malah senang sekali ketika jam 22.00 malam itu mereka dapat tamu seekor kucing belang yang bersih dan cantik. Jinak dan manja lagi. Dia menggosok-gosokkan kepala dan mereka mengelus-elus bulunya yang licin. Si Sati, sebagaimana biasanya dalam keadaan normal, selalu ramah tamah.
Mereka juga membiarkan dengan rasa sayang ketika kucing itu meninggalkan rumah jaga menuju ke rumah Jaya Wijaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang besar dan teramat mewah. Konon harga membuat berikut perlengkapannya mendekati seribu juta.
Tidak sulit bagi si Sati untuk masuk ke dalam. Ia memandang ke sekitarnya kemudian memasuki ruangan demi ruangan dan kamar demi kamar. Kucing biasa tak akan dapat melakukannya. Tiap kamar diperhatikannya dengan tenang bagaikan orang yang hendak membeli atau mengontrak rumah saja. Gerak dan lompatnya tak menimbulkan suara sedikit pun. Beberapa saat kemudian ia sampai ke kamar tidur Jaya Wijaya yang sedang terbaring dengan mata terbuka di samping seorang perempuan cantik sekali. Isterinya. Seorang wanita THAI yang diambilnya dari Chieng-mai. Lydia Savatsila memang cantik sekali. Sebenarnya dia bukan isteri sembarangan. Bukan pula seperti lazimnya status isteri-isteri pada umumnya.
Lydia isteri kontrak untuk jangka waktu dua tahun.
Setahunnya seratus ribu dollar Amerika. Kalau oleh satu dan lain sebab Jaya Wijaya tidak ingin sampai mencapai dua tahun, maka uang kontrak tetap untuk dua tahun. Sebaliknya kalau Jaya ingin memperpanjang kontrak harus dengan kesediaan Lydia dan harga akan diperundingkan lagi. Tidak ada ikatan bagi Lydia untuk harus mau memperpanjang kawin-kontrak tersebut.
Tapi bagi Wijaya pun jangan dikira akan menimbulkan kekecewaan kalau Lydia tidak mau memperpanjang waktu.
Dengan uangnya yang akhirnya bisa menimbulkan kepusingan bagaimana cara mempergunakannya, ia dengan mudah bisa mengambil wanita lain, mau yang mana saja! Tinggal tunjuk.
Begitulah pikirnya.
Wijaya tidak mengetahui kehadiran Sati di sana walaupun ia merasa begitu gelisah tanpa mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi sebab. Lain halnya dengan Lydia Savatsila.
Agaknya nalurinya lebih kuat. Boleh jadi kekuatan ini didapatnya dari kakeknya yang di negeri Thai sana, terutama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di pinggiran Chiengmai dikenal sebagai seorang bomo dengan ilmu yang amat tinggi. Ia selalu dapat meramalkan bencana yang akan menimpa seseorang yang meminta nasehatnya dan ia pun dapat mengalihkan bahaya itu kepada orang lain.
Lydia mengguit Wijaya. "Aku merasa ada bahaya di dalam rumah ini," katanya.
Laki-laki kaya itu terkejut, tetapi ia berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Dia selalu memperlihatkan keberanian dan keberhasilan di dalam segala hal. Walaupun jantungnya berdebar, Wijaya berkata:
"Mana mungkin ada bahaya. Mereka harus melangkahi mayat para penjaga dulu. Dan kalau terjadi apa-apa tentu kedengaran!"
"Barangkah benar apa yang kau katakan, tetapi aku tetap merasakan adanya bahaya itu di dalam rumah ini. Dia begitu dekat. Bisikan itu tidak pernah dusta!" kata Savatsila.
"Bisikan apa?" tanya Wijaya. Ia jadi tambah sangsi.
"Aku selalu dapat bisikan, kalau ada bahaya di dekatku.
Tetapi bahaya ini bukan untuk diriku!" kata perempuan cantik itu. Ia tenang-tenang, karena yakin kakeknya selalu melindunginya.
"Jadi untuk siapa?" tanya Wijaya seolah-olah dia percaya sekarang bahwa bahaya itu benar-benar ada.
Si Sati mendengarkan segala percakapan kedua insan itu, barangkali juga mengerti. Memang benar ia tidak akan mengusik wanita yang tidak punya salah terhadap dirinya.
Sati masuk ke ruangan yang penuh dihias dengan aneka macam barang antik dari porse-lein zaman kuno dan barang-barang dari kristal mode mutakhir yang berpuluh bahkan ratusan juta harganya. Ia memandang ke sekitarnya dan rupanya merasa puas. Tak lama kemudian terdengar suara hingar bingar oleh barang-barang yang berpecahan. Si Sati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hanya kucing itu telah menjadi sebesar anjing herder dan mengamuk dengan tenaga seperti harimau.
Terkejutnya Wijaya bukan alang kepalang. Apa yang terjadi"
Suara itu terdengar sampai ke rumah jaga, sehingga dua di antara ketiga petugas berlari ke rumah, tetapi tidak bisa masuk, karena semuanya dikunci. Mereka yang tidak kenal takut pun jadi bingung, tetapi hanya sebentar. Mereka lalu menyangka, bahwa antara majikan mereka terjadi percekcokan dan si nyonya menghancurkan barang-barang yang terdengar berantakan tadi. Tetapi ketika mereka mau kembali ke pos penjagaan, mereka dikejutkan oleh suara Wijaya yang berteriak minta tolong karena semua lampu tiba-tiba padam. Dia pikir tentu perampok-perampok yang memadamkan, sesudah dia lebih dulu dibikin panik dengan penghancuran benda-benda berharga tadi. Dalam gelap dia tidak bisa mengetahui dari mana datangnya musuh, sedangkan musuh tentu telah mengetahui di mana dia berada dan bagaimana menyerang dirinya.
Tubuh Wijaya menggigil. Apakah akan tamat riwayatnya sampai di sini" Ah, ia belum puas menikmati harta yang melimpah-limpah dan wanita yang masih begitu banyak belum dicicipinya. Dia belum merasakan orang Ceko, Polandia, Austria, Turki, Afghan, Iran, Israel, Belgia, Ma-rokko, Mozambik. Ah, masih terlalu banyak untuk disebut satu demi satu. Baru empat belas bangsa yang sudah dicobanya. Dan itu harta! Di berbagai bank. Di aneka negara. Akan tinggal semua. Untuk orang lain" Tidak, semua itu hasil pemikirannya, kepandaiannya, pintarnya mengambil hati beberapa bapak sehingga semua benteng bisa ditembusnya, semua usaha dan keinginannya tercapai. Juta-juta diberikannya kepada mereka.
Ratusan juta dikantonginya. Kalau ia berbaik hati memberi ratusan juta maka ribuan juta akan menjadi bagiannya. Itu dinamakannya baik hati dan bapak-bapak setengah konyol itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepakat pula untuk mengatakan itu suatu kebaikan hati. Enak bekerja sama dengan Jaya Wijaya dan yang sejenis dengannya.
Si Sati memperdengarkan geramnya. Kemudian mendengus keras. Mengetahui bahwa bukan perampok bersenjata, melainkan si Sati yang datang, Jaya Wijaya malah jadi kian takut. Kucing setan itu. Apa maunya! Mau membalas sakit hati, karena tuannya dikasari tadi siang"
Adik Jaya yang tidur di kamar tengah dan melihat semua pintu terkunci telah membuka pintu depan supaya para penjaga bisa masuk. Tetapi keadaan gelap gulita. Penerangan di pekarangan pun turut padam. Penyergapan ini benar-benar direncanakan dengan matang dan dilaksanakan dengan baik.
Tetapi para penjaga dan segenap penghuni rumah, dikecualikan Jaya Wijaya, tetap tidak mengerti bagaimana caranya para perampok itu masuk.
"Ada kucing," kata Lydia, heran. Dia pun masih menduga bahwa yang datang itu tentu perampok. Bahaya dalam rumah yang diketahuinya melalui nalurinya yang kuat adalah para perampok yang mampu menerobos pintu-pintu terkunci rapat dan kuat.
"Dia mau membalas. Mau membunuh aku barangkali," kata Jaya tidak kuat lagi merahasiakan bahaya yang mengancam dirinya.
"Membalas" Kau membuat kesalahan apa!" Dia tidak bertanya mengapa pula seekor kucing datang membalas. Di negerinya segala macam ilmu gaib ada bahkan ada beberapa jenis yang pasti terhebat di antara ilmu-ilmu mistik dan sihir di Asia. Berbagai jenis binatang jadi piaraan atau suruhan bomo-bomo sama halnya dengan di Indonesia. Mendengar ucapan Jaya Wijaya, perempuan Siam itu terus mengerti, bahwa kucing yang dimaksud tentu kucing suruhan. Dan kucing suruhan hanya dilepas oleh orang yang terlalu sakit hati dan mempunyai ilmu luar biasa tinggi. Tidak diketahuinya bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam hal ini kucing itu bukan disuruh oleh majikannya tetapi dia sendiri mempunyai isi yang luar biasa. Sebagai kucing ia tidak menuntut ilmu sendiri. Ia hanya jadi alat tempat seseorang mengisikan kepandaiannya. Dan si Sati sesungguhnyalah telah diisi dengan bermacam-macam kekuatan dan ilmu oleh seseorang yang memang hebat. Dan dia adalah Andi Malewa yang bertapa di dalam gua batu tak jauh dari Citarum di kawasan Rajamandala. Kucing yang ditemukan Sumarta sedang disiksa oleh anak-anak nakal itu, kiriman pertapa yang mau berbuat sesuatu untuk laki-laki yang telah mengunjunginya. Andaikata Sumarta tidak menghiraukan kucing itu, maka peruntungannya akan lain.
Mungkin lebih tenteram dan menyenangkan, mungkin juga penuh gejolak yang selalu menggelisahkan.
Oleh karena itulah maka si Sati bukan hanya kucing suruhan, tetapi juga kucing berisi yang mempunyai daya pikir dan daya buat melebihi manusia biasa.
*** USAHA menghidupkan lampu sia-sia belaka. Cahaya lampu senter simpang siur mencari di mana bersembunyinya para perampok yang oleh penjaga ditaksir lebih dari seorang.
Sekali, lampu senter seorang penjaga kebetulan menyorot Sati.
Ia berkata kepada kawannya: "He, itu dia kucing kita tadi!"
Mereka sebegitu sayang pada Sati sehingga enak saja menyebut "kucing kita."
Mendengar itu rasa takut Jaya Wijaya dilengkapi dengan rasa marah yang tidak ada faedahnya. Rupanya kucing itu tadi bertemu dulu dengan para penjaga keamanannya dan sempat pula disukai oleh mereka. Tiba-tiba ia berteriak hampir melolong, kesakitan. Si Sati telah menerkam dan menggigit betisnya. Beberapa saat tidak melepaskannya, sehingga seluruh bulu kuduk Wijaya berdiri. Bukan hanya sangat sakit, tetapi juga sangat seram. Seperti digigit hantu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi setelah Sati melepaskan gigitannya, lampu semua menyala kembali sehingga seluruh rumah berikut pekarangan indah-luas jadi terang benderang. Mereka semua melihat laki-laki amat kaya dan punya kekuatan itu dengan tubuh gemetar memegangi betisnya.
"Tolong, kucing setan itu menggigit betis gua!" kata Jaya Wijaya.
Pada kaki celana piyamanya kelihatan beberapa tetes darah. Tiga penjaga saling pandang. Kucing cantik yang sama mereka sukai itu menggigit" Mustahil. Ia kucing jinak dan manja. Mata mereka mencari-cari, di mana binatang piaraan yang terawat baik itu. Tentu kepunyaan orang mampu penyayang binatang, begitu keyakinan mereka.
"Panggil dokter atau lekas bawa gua ke rumah sakit," kata Jaya gugup.
Salah satu mobilnya segera melarikannya ke rumah sakit.
"Lekas, nanti gua gila," katanya. Sepanjang jalan, didampingi adiknya dan Lydia Savatsila, dia bicara tak tentu arah sambil memukul-mukul kedua tangannya.
*** EMPAT TIDAK masuk pada akal, bahwa orang setegap Jaya Wijaya menceracau seperti orang gila, hanya disebabkan gigitan seekor kucing. Tapi dokter yang memeriksa luka-lukanya menguatkan keterangan Lydia, bahwa suaminya digigit seekor kucing dalam keadaan rumah gelap gelita. Ia tidak dapat menjelaskan bagaimana kucing itu sampai bisa masuk ke kamar mereka. Pintu semua seperti biasa ditutup rapat. Siapa yang memadamkan lampu juga tidak dapat diterangkan.
Sudah pasti bukan dari salah satu gardu yang terganggu, karena gedung sebelah menyebelah tidak ada yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalami gangguan. Lagi pula lampu itu seua serentak menyala semula, tanpa ada sesuatu yang diperbaiki, pun tanpa ada yang menjamah sakelar.
"Cuma dia mengatakan kucing setan. Dan dia sebut-sebut balas dendam," kata Lydia Savatsila kepada dokter pemeriksa.
"Nyonya percaya?" tanya dokter.
"Saya tidak tahu kucing apa itu. Tetapi di negeri saya memang ada kucing, anjing, tikus, burung, ayam dan binatang-binatang lain yang berisi setan. Dapat disuruh!" kata Lydia.
"Hebat sekali," kata dr Anton.
"Saya dengar di negeri tuan ini juga ada!"
Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, saya ada dengar cerita-ceritanya. Saya sendiri belum pernah melihat binatang suruhan begitu!"
"Tapi tuan percaya?"
"Cerita itu sering saya dengar. Mungkin benar. Saya tidak katakan saya tidak percaya," jawab dr Anton hati-hati.
Dia ingat pernah ada rekan seprofessinya yang sesumbar mengatakan mistik-mistik hanya omong kosong. Hanya muslihat dukun untuk cari duit! Kontan pada malamnya dia didatangi badan manusia berkepala anjing. Dia pingsan terkejut dan ketakutan. Tidak kurang dari 21 hari tergeletak di rumah sakit. Ia memang dirawat dan diobati sesuai nasehat dokter, tetapi pada hari ke 20, keluarganya meminta bantuan dukun muda bernama Erwin, yang lalu menghubungi orang pandai yang mengirim manusia berkepala anjing itu. Atas perdamaian dan permintaan maaf dari keluarga dokter sombong itu, dua hari kemudian, persis setelah dua puluh satu hari selalu mengigau dan tertawa-tawa sendiri, ia sembuh semula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu dokter dan keluarga Jaya Wijaya mendengar apa yang terjadi sebelum barang-barang berharga ratusan juta habis disapu oleh kucing suruhan itu. Tapi apakah benar itu kucing yang sama" Dua orang penjaga yang melihat kucing itu dalam cahaya lampu senter mereka menguatkan, bahwa kucing yang di dalam rumah itu memang sama dengan kucing yang singgah di tempat mereka bertugas. Tetapi menurut penglihatan mereka kucing yang di rumah itu pun hanya kucing biasa, tidak ganas atau punya kelainan daripada kucing-kucing biasa.
"Memang begitu," kata Lydia pula menguatkan. "Orang yang tidak jadi sasarannya melihatnya seperti kucing biasa.
Tetapi orang yang hendak dijadikan mangsa mungkin melihat dia sebesar anjing, bahkan di negeri saya ada seorang jahat melihat ayam sebesar lembu. Penglihatannya itu saja sudah cukup untuk membuat dia mati ketakutan."
"Kata orang negeri nyonya negeri gaharu, cendana dan mistik, apa betul?" tanya dr Anton.
"Ya lebih kurang seperti negeri tuan inilah," kata Lydia, lalu dia bertanya: "Bolehkah tuan memperkenalkan saya dengan dukun yang kata tuan menolong sahabat tuan yang didatangi badan manusia berkepala anjing itu?"
"Wah nyonya ingat cerita saya tadi!" kata dr Anton.
"Ya, mungkin saya membutuhkannya untuk menolong suami saya. Walaupun tidak karena itu saya selalu tertarik dengan orang-orang yang punya ilmu dan kekuatan mistik atau magis. Di negeri saya ada orang-orang yang pandai begitu," kata Lydia tanpa menceritakan bahwa kakeknya termasuk salah seorang di antara orang-orang pandai kebatinan. Dia tahu, baliwa kakeknya bisa memanggil roh orang yang sudah tiada dan bicara dengannya. Dari roh orang yang mati dibunuh dapat diketahui siapa pembunuhnya andaikata pembunuh si korban begitu lihay menyembunyikan jejak. Bahkan kakeknya pandai memanggil orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdosa untuk datang menghadap dia dan mengakui seluruh perbuatannya.
"Saya sendiri tidak kenal secara pribadi dengan dukun muda itu, tetap sahabat karib saya ada yang tahu. Tetapi, apakah betul-betul nyonya ingin berkenalan dengannya?"
"Mengapa tuan sangsi?"
"Saya dengar, tetapi saya tidak tahu benar atau tidak!" kata dr Anton.
"Apa yang tuan dengar" Saya jadi tambah tertarik!" kata wanita Thai yang sudah lumayan pandai berbahasa Indonesia itu. Di sana sini diselang-selingnya dengan bahasa Inggris, karena sesungguhnya ia lulusan sekolah menengah atas di Bangkok. Sehabis sekolah ia kembali ke Chiengmai.
"Dukun itu kata orang yang terkenal betul dengannya, manusia harimau," kata dr Anton ragu-ragu. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia menceritakan hal yang dipesankan sahabatnya supaya dirahasiakan. Ia belum pernah menceritakannya kepada orang lain. Tetapi kepada wanita Thai ini ia begitu mudah mengatakannya. Apakah kecantikan Lydia Savatsila yang telah membuka hati dan mulutnya"
"Maksud dokterr dukun itu punya harimau?" tanya Lydia, juga hati-hati. Dia tahu, cerita yang begitu tidak boleh ditanyakan secara sembarangan. Orang gaib selalu ada di mana-mana dan dapat mendengarkan apa saja yang dibicarakan mengenai dirinya.
"Saya tidak mengetahui sejauh itu nyonya. Tetapi dia memang dukun aneh dan sangat pintar. Bukan dukun bayaran, tetapi ini pun kata mereka yang tahu dan pernah berhubungan dengannya. Saya hanya mendengar cerita,"
katanya hati-hati. Dia tidak ingin didatangi manusia harimau, yang diceritakan ada. Dan diam-diam dr Anton percaya akan adanya makhluk itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh asyiknya mendengar kisah tentang manusia harimau tadi, Lydia tidak terlalu tertarik lagi pada penyakit suaminya, tetapi justru pada siapa yang mengirim kucing suruhan yang menyebabkan Wijaya sampai terus menerus ngoceh seperti orang kurang waras pikiran.
Setelah diterangkan oleh dr Anton bahwa sebaiknya suaminya dirawat untuk dapat diikuti terus perkembangan penyakitnya, Lydia pulang dengan pikiran bercabang-cabang.
Nasib Jaya Wijaya tidak banyak dipikirkannya. Dia mengikuti laki-laki itu karena dikontrak. Cinta" Huh, tunggu dulu. Cinta tidak diperjual belikan. Kalau sekedar diri, ya apa boleh buat.
Untuk tujuan tertentu.
*** SELESAI melaksanakan maksud hati dendamnya, si Sati kembali ke rumah tuannya, yang diketahuinya tidak mempunyai sangkut paut apa pun dengan apa yang baru dilakukannya. Bukan tuannya menyuruh dia ke sana. Tidak atau belum sejauh itu caranya berpikir atau berdendam. Dia memang panas mendengar kesombongan orang yang menawar kucingnya itu, tetapi amarah si Sati yang membuat dia ngeluyur pergi baginya sudah cukup sebagai pembalasan.
Sati kembali tidur di antara kedua kaki Daeng Sumarta, yang pada saat itu sebenarnya baru bernama Sumarta saja.
Dan ketika ia bangun lagi, sama sekali tidak menduga, bahwa seorang kaya dan dapat menunggangi beberapa pejabat telah terbaring dalam keadaan cukup gawat di rumah sakit. Tak ada orang ke tempat dagangannya memberitahukan hal itu. Lebih-lebih tidak ada Polisi datang untuk menuntut dia. Isteri sewaannya, adiknya, begitu pula para pembantu dan penjaga tidak mengetahui di mana tempat tinggal atau siapa pemilik kucing aneh itu. Semula mereka menamakannya kucing setan, tetapi karena kemudian jadi takut dibalas, maka mereka namakan kucing aneh. Malah ada yang mengatakan kucing sakti. Juga ada yang berpendapat, bahwa yang mampir di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat jaga dan kemudian masuk ke gedung Jaya Wijaya bukan kucing biasa, melainkan manusia yang sedang menyamar jadi kucing. Kucing siluman. Masa iya, kalau kucing saja bisa berbuat begitu! Paling sedikit juga kucing piaraan seorang pandai yang bisa memerintahnya sekehendak hati!
Kalau saja Jaya punya teman ketika hendak membeli kucing itu, tentu kawannya itu dapat menceritakan bahwa orang kaya itu punya suatu affair dengan seekor kucing serta pemiliknya.
*** TETAPI seorang setengah baya juga semacam dia, hanya saja bukan tukang jual buah, pada pagi hari itu mengunjungi dia. Tanpa berputar-putar lebih dulu, si pendatang langsung bicara mengenai si Sati. Rupanya termasuk orang yang suka to the point saja. Lumayan, tidak buang tempo, tetapi kadangkala bisa juga jadi kurang bijaksana.
"Kenalkan, saya Daeng Mapparuka," kata tamu itu mengulurkan tangan kepada Sumarta.
"Saya Sumarta. Apa hajat tuan?" kata dan tanya Sumarta.
Tamu itu minta dirinya disebut dengan Daeng saja. Buat Sumarta oke saja, tak ada ruginya.
"Kang Sumarta punya kucing luar biasa," kata pendatang itu.
Sumarta heran dari mana Daeng itu tahu.
"Oh, saya ketahui apa yang terjadi kemarin di sini antara Kang Sumarta dengan Cina kaya itu. Bagus begitu, jangan selalu kita merendah saja pada mereka. Kalau dia baik, biar bangsa apa pun kita harus hormat dan baik. Tapi kalau dia sombong, biar bangsa sendiri, walaupun dia dipanggil "bapak"
oleh orang-orang, kita peduli apa. Dia menyangka, Kang Sumarta akan jadi bodoh oleh dua ratus lima puluh ribunya itu!" kata Daeng Mapparuka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta senang dipuji begitu.
"Ya, saya bukan tidak perlu uang, tetapi sudah tentu tidak dengan jalan menjual si Sati. Dia satu-satunya sahabat saya!"
"Saya tahu," kata Daeng dengan mengatakan, bahwa ia turut sedih atas kematian isteri dua kali yang menimpa diri Sumarta.
Wah, orang ini tahu agak banyak tentang dirinya, pikir Sumarta.
"Saya heran mengapa Daeng mengetahui nasib saya."
"Di dunia ada kenyataan-kenyataan yang mengherankan kita. Kita ambil misal. Kapal terbang kenapa bisa seperti burung. Begitu juga bicara melalui telpon. Jadi melalui kawat saja. Kenapa melalui pesawat radio kita bisa mendengar siaran berita dan lagu-lagu. Apalagi sekarang ada televisi. Semua mengherankan. Tetapi manakala diterangkan dengan ilmu pengetahuan, semua jadi jelas kenapa bisa begitu. Sama juga halnya dengan pengetahuan saya tentang nasib Kang Sumarta. Saya belajar bertahun-tahun melihat nasib orang yang lalu dan akan datang dengan memandang wajahnya.
Saya juga belajar ilmu pengobatan aneka penyakit menurut cara kuno. Tidak pakai alat-alat kedokteran. Semua itu dimungkinkan oleh pengetahuan. Dan pengetahuan atau ilmu apa pun kita bisa kuasai dengan belajar," kata Daeng.
Ia bicara tenang sekali, sehingga satu persatu masuk ke dalam benak Sumarta. Dan memang itulah kehendak Daeng Mapparuka.
"Tadi Daeng mengatakan dapat membaca nasib masa depan orang melalui mukanya. Saya jadi tertarik. Iseng-iseng, saya kepingin tahu bagaimana masa depan saya" Apa akan terus jadi tukang jual buah seperti sekarang?" tanya Sumarta.
Dia sama saja dengan kebanyakan orang di dunia ini. Ingin tahu masa datang, lebih-lebih bagi si bernasib kurang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menguntungkan. Ingin sekali mengetahui apakah di masa mendatang akan ada perubahan nasib.
Daeng memperhatikan muka Sumarta. Serius. Entah mengapa, jantungnya berdebar. Apa akan kata Daeng yang pintar melihat nasib ini"
"Banyak orang melihat nasib melalui telapak tangan," kata Sumarta.
"Caranya memang macam-macam. Ada juga yang mempergunakan kartu. Ada pula yang melalui air di dalam mangkok putih," sahut Daeng, yang setelah diam sejenak mulai menerangkan masa depan Sumarta. "Saya terangkan garis besarnya. Nasib Kang Sumarta kini boleh dikata pas-pasan. Tidak kekurangan, tetapi tidak punya kelebihan untuk disimpan!"
Tepat, memang begitu. Cuma pas-pasan!
"Masa depan saya Daeng," pinta Sumarta.
"Akan baik. Dan bisa lebih daripada baik. Maksud saya lebih dari pada mencukupi. Bisa kaya raya!"
"Hah, kedengarannya bagus, tetapi mana mungkin. Saya orang bodoh!"
"Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini. Kang Marta kenal sama Cina yang mau membeli kucing Kakang kemarin" Dia dulu hanya pelayan toko. Sekolah dasar juga tidak tamat.
Sekarang punya milyar-milyar. Banyak pejabat dia kuasai dengan uangnya. Kalau diusut-usut, dia itu sebenarnya penjahat, penipu. Tapi karena lihay, ada pejabat-pejabat tolol dan rakus kita yang membantunya dalam melaksanakan penipuannya. Bahkan memuji-muji dia lagi! Jadi, semua mungkin," kata Daeng Mapparuka.
"Bagi saya bagaimana jalannya bisa berubah nasib?"
"Kucing Kang Marta itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa?" Sumarta gugup karena kuatir kucingnya akan dikatakan membawa sial dan menghambat perubahan nasibnya pada yang agak baik.
"Kucing Kang Marta itu bukan sembarang kucing. Dia kiriman seorang pertapa sakti. Saya tidak tahu secara tepat di mana ia bertapa. Tetapi pasti tak jauh dari sebuah sungai yang di sana sini bertebing terjal." Mendengar itu Sumarta terdiam sejenak. Ia heran dan kagum akan kepintaran tamunya itu.
*** LIMA ATAS anjuran Daeng Mapparuka yang kemudian menjadi mufakat bersama, Sumarta setuju libur berjualan hari itu untuk melanjutkan perundingan di rumahnya. Agak mengherankan, si Sati seperti tidak setuju. Ia menjauh ketika mau digendong tuannya.
"Kau tak sayang lagi kepada ayahmu?" tanya Sumarta seperti biasa, kalau si Sati tidak segera mengikuti kehendak hatinya. Kucing itu biasanya lantas menurut, tetapi kali ini tidak. Ia mengeong. Ketika didekati lagi, ia menjauh. Kakinya mencakar-cakar tanah, kemudian ia manjat lagi ke atas meja, tempat ia biasanya menjaga barang dagangan tuannya.
"Mengapa kau Sati" lebih suka di sini?" tanya Sumarta.
Si Sati berbunyi lagi dan mengangguk, bagaikan mengiyakan pertanyaan majikannya. Daeng Mappuraka mengerti, bahwa kucing itu lebih suka di sana, sama mengertinya dengan Sumarta.
"Kita biarkan dia di sini. Nanti dia pulang sendiri," kata Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan, nanti dia dicuri orang. Atau ditabrak mobil." Bagi Daeng Mapparuka yang sudah mengetahui kemampuan kucing itu sesungguhnya lebih memperhatikan binatang itu daripada Sumarta. Tetapi karena tukang jual buah itu yang menjadi pemilik, maka ia ingin bekerja sama dengan dia.
Untuk menghindari kejadian seperti yang dialami Jaya Wijaya, yang diketahuinya persis bagaimana peristiwanya, Tetapi belum diceritakannya kepada Sumarta.
"Bujuklah dia baik-baik, dia akan menurut," nasihat Daeng kepada pemilik Sati. Dan Sumarta membujuk kucingnya. Lama kucing itu memandangi tuannya, kemudian ia menggeleng-gelengkan bagaikan manusia menggeleng-gelengkan kepalanya karena heran melihat atau mendengar sesuatu yang tidak berkenan di hatinya.
"Rupanya kau benar-benar sudah tidak suka kepada ayahmu yang miskin ini, ya," kata Sumarta. Bagaikan sedih mendengar perkataan beriba-iba itu, si Sati akhirnya menurut.
Dia ikut karena kasihan dan sayang kepada Sumarta, bukan karena setuju tidak jualan hari itu. Entah apa sebabnya, baru dia sendiri yang merasakan atau menduga.
"Nah, kita sudah sampai," kata Sumarta. "Rumahku buruk.
Seperti kaukatakan tadi, pencarianku hanya pas-pasan. Tidak ada lebihnya untuk ditabung. Punya tempat berteduh begini sudah syukur," katanya sambil mengelus-elus si Sati. Dan kucing itu menggosok-gosokkan kepalanya ke dada Sumarta.
Ia sependapat dengan orang yang menyelamatkan lalu memeliharanya. Ia merasa tenteram dengan kehidupan begitu; cukup bahagia, mau apa lagi!
"Semua akan berubah Kang Sumarta. Kakang akan jadi kaya raya, kucing Kakang saban hari bisa dikasi makan ikan goreng besar-besar. Bisa dikasi apa saja maunya. Kakang juga bisa hidup semau hati Kakang. Bisa beristeri lagi dengan wanita yang bagaimana saja. Sekarang uang bisa membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia mencapai segala kemauannya!" kata Daeng Mapparuka.
Sebenarnya dalam hati Sumarta tidak setuju dengan keadaan yang berlebih-lebihan itu. Yang diingininya hanya sekedar perubahan nasib. Jangan pas-pasan. Tetapi ia tidak mematahkan kata-kata Daeng, supaya jangan sampai mengecilkan hatinya. Orang itu bermaksud baik, begitu keyakinannya. Ia ingin melihat Sumarta berubah nasib, lain tidak.
Daeng Mapparuka ternyata pandai menyesuaikan diri. Ia pergi membeli dua nasi bungkus untuk mereka serta sebungkus nasi putih dengan ikan goreng untuk si Sati. Dari pandainya bergaul, Daeng berhasil menggerakkan hati Sumarta untuk belajar beberapa ilmu pengobatan cara kuno.
Jampi-jampi dan daun-daunan serta akar-akaran.
Setelah disucikan oleh Daeng, Pemilik kucing itu diperbolehkan mengobati orang yang minta pertolongan.
Sumarta yang ingin tahu sampai di mana keampuhan ilmu yang dimilikinya segera mencobanya. Dan benar-benar berhasil. Ia berhasil menyembuhkan orang yang gagu karena ditegur jin. Ia juga berhasil memberi kekuatan kembali kepada kaki orang yang lumpuh sebelah. Lebih daripada itu ia berhasil mengembalikan ingatan seorang wanita yang terus mengoceh karena menginjak anak orang halus. Aneh, begitu cepat Karena senangnya dapat menolong sesama manusia, Sumarta tidak pernah meminta bayaran. Tetapi atas desakan keluarga pasien yang disembuhkan ia menerima juga imbalan sekedarnya. Dalam hal ini Sumarta tanpa disadarinya menyamai sifat Erwin si manusia harimau yang juga amat pandai mengobati. Dan hanya mau menerima sebagian sangat kecil dari upah atau imbalan yang diberikan kepadanya.
"Mengapa Kang Marta menolak imbalan?" tanya Daeng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya ingin beramal. Saya bersyukur sekali mendapat ilmu yang Daeng limpahkan. Saya ingin menolong manusia sebanyak dan sedapat mungkin. Biarlah saya tetap saja jadi tukang jual buah. Saya kira tidak akan pas-pasan lagi. Saya tidak perlu jadi kaya, hanya ingin jangan sampai kekurangan.
Siapa tahu, kalau saya kelak sampai punya anak, jangan anak saya tidak dapat sekolah. Saya dengar memasukkan anak ke sekolah menghendaki uang yang cukup banyak yang tak mungkin terpikul oleh orang tak mampu!"
"Ya, semua orang sekarang berlomba dengan cara dan kepintaran masing-masing, mencari uang sebanyak-banyaknya. Orang menilai atas dasar kebendaan. Orang kaya, walaupun hartanya diperoleh dengan jalan menipu atau korupsi akan lebih dipandang daripada seorang jujur yang tidak punya apa-apa. Lain halnya dengan zaman dulu," kata Daeng.
"Biarlah, saya tidak ingin itu semua," kata Sumarta.
"Kakang berhati bangsawan mulia. Jarang orang masa kini seperti Kakang," kata Daeng Mapparuka. "Kakang kuangkat menjadi saudara, suka?"
"Tentu," kata Sumarta, "bukankah Daeng yang memberi aku ilmu untuk menolong sesama manusia! Aku tidak pernah memimpikan, bahwa pada suatu ketika aku akan dapat menjadi orang berguna bagi masyarakat yang memerlukan diriku. Dengan bantuan Daeng, nasibku sebenarnya sudah berubah. Bukan hanya tukang buah yang bodoh saja lagi!"
Daeng Mapparuka juga senang mendengar. Tak pelak lagi, kawannya ini orang baik yang belum terpengaruh oleh uang, walaupun sudah tinggal mengeruk saja lagi.
"Kita ubah namamu mulai sekarang menjadi Daeng Sumarta, supaya orang tahu, bahwa kita berdua sesungguhnya bersaudara!" kata Daeng. Sumarta tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keberatan kalau sebutan yang demikian tidak menyalahi atau melanggar ketentuan.
"Hanya nama, tidak apa-apa. Tidak merugikan siapa pun,"
kata Daeng. Sejak saat itu mulailah nama Daeng melekat di muka nama Sumarta menjadi Daeng Sumarta.
Namanya mulai terkenal, tetapi ia masih saja tetap tinggal di rumah kecilnya, rasanya berat berpisah dengan para tetangga yang semuanya baik hati. Daeng Mapparuka sebenarnya ingin agar sahabatnya itu pindah dari sana dan jangan membuang kesempatan untuk memperbaiki nasib. Itu baru dari mengobati orang-orang yang membutuhkan pertolongan mereka saja. Memang, sejak Sumarta mempunyai ilmu yang diturunkan oleh sahabat barunya, mereka bagaikan dua sekawan yang tidak dapat dipisahkan. Jalan berdua, makan berdua, tidur seranjang. Cuma mati saja kelak yang barangkali masing-masing menurut kedatangan ajal.
Akhirnya Daeng Mapparuka menceritakan sesuatu yang disimpannya sejak ia pertama kali berjumpa dengan kawannya itu. Tentang Jaya Wijaya yang diterkam si Sati dan sudah lebih empat puluh hari terbaring di rumah sakit. Segala macam sudah dicoba, berbagai dokter ahli sudah memeriksanya, namun ia tetap saja mengoceh ke utara dan ke selatan. Luka bekas gigitan kucing sudah sembuh, tetapi tanda yang ditinggalkannya tak kunjung hilang. Dalam igau atau ocehannya selalu saja ia menyebut "kucing" dan "gua minta ampun." Karena ia seorang kaya terkenal, maka banyak kawan yang melihat. Ada yang karena hubungan dagang biasa, ada yang ingin ambil muka, ada pula yang oleh hubungan kerja sama yang baik sekali, walaupun profesi berlainan. Yang satu pegawai negeri yang dinamakan pejabat dan si sakit seorang multi pedagang yang lihainya naudzubillah. Dalam menerima kunjungan begitu ia tidak pernah bicara normal. Kalau dia cuma melotot tanpa mengedip-ngedipkan mata sudah termasuk paling bagus. Pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesempatan lain ia mangap dan mangap terus seakan-anak mulut itu tidak mau terkatup. Tiba-tiba tertutup dengan bunyi adu gigi yang cukup kedengaran. Mengejutkan. Lalu ia akan tertawa-tawa, seolah-olah kelakuannya itu amat menggelikan hati. Kawan-kawannya banyak yang kasihan melihat, tetapi tidak urung ada juga yang sukar menahan tawa. Kadangkala dengan mulut tertutup dan gigi rapat ia mengangkat kedua bibirnya ke bawah dan ke atas, sehingga dua baris gigi saja yang kelihatan. Paling sedikit lima atau sepuluh menit ia berbuat begitu, baru dinormalkannya letak kedua bibir. Tetapi tiba-tiba kedua tangannya menarik kedua belah telinganya bagaikan murid nakal yang harus berdiri di depan kelas dengan kedua tangan menjewer kedua telinga sendiri. Tamu yang bernasib lebih sial dapat menemui dia sedang tertawa terbahak-bahak bermenit-menit lamanya tanpa henti. Dan bila tiba-tiba berhenti, mukanya kelihatan tegang seakan-akan bukan dia yang baru ngakak tadi.
Belasan dokter yang masing-masing mencoba kepintaran, kemudian berunding bertukar pendapat dalam suara diskusi, bagaikan diskusi tentang bahasa Indonesia, hanya dapat berdebat dan menarik kesimpulan untuk tukar pikiran mereka, tetapi tidak membawa perbaikan perangai kepada si sakit.
Usaha dr Anton yang berjanji akan mempertemukan Nyonya Lydia Savatsila dengan Erwin si manusia harimau juga belum berhasil.
"Ada suatu kejadian besar yang sudah lama ingin kuceritakan, Daeng Sumarta," kata Daeng Mapparuka.
"Tentang Cina yang menawar kucing kita itu."
"Kenapa dia?" tanya Sumarta tertarik. Sejak peristiwa penawaran pada siang hari itu ia tidak pernah lagi mendengar tentang Jaya Wijaya.
"Dia sakit" kata Daeng asli.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta tidak menanggapi. Kata Daeng Mapparuka lagi,
"Dia digigit Sati dan barang-barangnya ratusan juta dihancurkan Sati!" Sumarta kaget dan tidak percaya.
Bagaimana mungkin.
"Daeng ada-ada saja. Siapa pula yang mengisap jempol sebesar kepala kerbau itu! Seumur hidupnya Sati hanya pernah sekali menggigit orang, yaitu anak nakal yang iseng mengambil buah-buahan jagaannya."
"Kang Sumarta tidak tahu dan Sati pun sebenarnya tidak ingin melibatkan Kang Sumarta di dalam. Tetapi sungguh mati dia sudah menggigit Cina yang sombong mau membeli dirinya.
Dia juga sudah membinasakan sekian harta antik dan kristal orang itu senilai ratusan juta!"
"Dari siapa Daeng dengar kabar dengkul ini?"
"Dari orang yang mengetahui. Salah seorang penjaga keamanan di rumah Wijaya, adalah masih saudara misanku.
Dia bercerita. Aku pura-pura tidak terlalu tertarik. Tetapi itulah, yang mendorong aku pada pagi itu menemui Kang Sumarta. Kucing itu lebih keramat daripada yang Kang Marta ketahui. Dia dapat berbuat lebih daripada hanya melakukan apa yang diperintahkan kepadanya," kata Daeng Mapparuka.
"Lalu apa rencana Daeng, kalau betul Cina itu sudah sekian lama terbaring di rumah sakit?"
"Kakang tidak tertarik menanyakan bagaimana atau apa sakit yang menimpa dirinya" Aneh, Kakang seperti memandang sepi saja pada peristiwa yang begitu penting!"
"Apanya yang penting. Cina itu kalau benar digigit si Sati, sama dengan anak iseng itu digigit Sati. Apanya yang penting!"
"Lho. Kalau anak itu kan karena iseng dan tampak oleh Sati yang sangat pandai dan sayang kepada tuannya. Kepada Kang Marta. Tetapi penggigitan atas Cina ini kan lain. Gedungnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertutup rapat, tetapi Sati dapat masuk sampai ke kamar tidur orang itu!"
"Bagaimana caranya?"
"Itulah yang mengherankan. Seperti orang halus saja. Di mana saja ada celah yang dapat dilalui angin, maka dia pun dapat masuk."
"Mana mungkin!"
"Penjaga itu tahu dengan pasti Sebelum masuk ke rumah orang kaya itu Sati singgah di rumah jaga dan bermanja-manja kepada tiga orang penjaga yang ada di sana. Mereka semua senang kepadanya. Dari sana Sati pergi ke rumah besar yang sekitarnya diterangi lampu." Daeng Mapparuka lalu menceritakan, bagaimana para penjaga itu mendadak mendengar suara hingar-bingar dari barang-barang yang berpecahan. Dan bahwa semua pintu tertutup. Ketika pintu sudah dibuka adik Wijaya, dua penjaga masuk menyenter ruangan-ruangan yang mendadak gelap-gulita karena semua lampu padam. Tersenter kucing yang singgah di tempat mereka bertugas. Majikan mereka diterkam kucing itu pada betisnya, kemudian semua lampu menyala kembali. Semula semua penjaga itu tidak percaya bahwa si Sati yang menggigit. Tidak masuk akal, karena kucing itu begitu cantik dan jinak. Tetapi memang hanya dialah kucing di rumah itu.
Tidak ada perampok, tidak ada satu benda pun yang hilang!"
"Lalu?" tanya Sumarta kini sangat tertarik dan ingin tahu.
Daeng Mapparuka menceritakan, bagaimana keadaan Jaya Wijaya yang sudah lebih empat puluh hari tidak dapat disembuhkan oleh sekian banyak dokter. Yang sembuh hanya luka bekas gigitan.
"Kita bisa kaya dari kejadian ini!" kata Daeng Mapparuka.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ENAM DAENG MAPPARUKA menerangkan, bahwa Jaya Wijaya tentu akan membayar tinggi sekali kepada siapa saja yang dapat menyembuhkannya. Mencari dukun yang sehebat itu sukar di Jakarta ini. Barangkalipun tidak ada. Yang banyak dukun-dukunan. Penderita-penderita yang sudah putus asa.
Baik penyakit badan maupun batin banyak yang akhirnya meminta bantuan dukun. Kalau bertemu dukun palsu, keyakinan disertai hamburan yang tidak akan membawa perubahan. Tetapi kalau nasib baik dapat dukun sejati, maka dokter terpandai pun akan kagum. Karena dukun itu akan mampu menyembuhkan penyakit yang berbulan-bulan tidak dapat dienyahkan oleh sang dokter.
"Mana mungkin kita mengobatinya sedang yang menyebabkan dia sakit kucingku sendiri," kata Daeng Sumarta. "Sebenarnya sampai sekarang aku memang masih heran bagaimana Daeng sanggup mengajarkan ilmu pengobatan kepadaku hanya dalam tempo amat singkat, sedangkan orang lain harus berbulan atau bertahun. Bahkan tidak sedikit yang harus disertai dengan tapa dan puasa.
Daeng tidak pernah menerangkannya kepadaku."
"Betul katamu, Kang Sumarta. Aku sendiri merasa heran, Kang Sumarta secepat itu menguasai ilmu pengobatan mistik!"
jawab Daeng Mapparuka. Dan memang benar dia heran tetapi tidak dinyatakannya. "Tetapi," katanya, "mungkin karena Kang Sumarta sudah direstui oleh Aki Andi Malewa ketika Kakang mengunjungi Beliau. Di samping itu Kang Marta mempunyai hati yang terlalu bersih. Ilmu Kakang gunakan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan."
"Mungkinkah itu sebabnya?" tanya Daeng Sumarta.
"Kurasa itulah sebabnya. Oleh karenanya, bukan tidak mungkin Kakang lebih berkemampuan daripada aku sekarang," ujar Daeng Mapparuka. Dia yang memberi ilmu kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir percaya bahwa muridnya itu telah lebih hebat daripada sendiri.
"Tetapi bukankah tidak baik kita memeras orang yang sudah begitu parah keadaannya. Dengan penyakit itu dia sudah lebih menderita daripada yang layak diterimanya sebagai imbalan atas kesombongannya!" kata Sumarta yang tidak punya sifat balas dendam yang berlebih-lebihan. "Lagi pula kalau nanti ternyata bahwa aku atau kita tidak sanggup menyembuhkannya, bukankah kita akan sangat malu"
Bahkan akan terbongkar rahasia kita mempunyai si Sati yang bisa masuk ke mana saja!"
"Ah, saya pikir hal itu tak perlu kita risaukan. Yang pasti Sati sangat sakti, kurasa semua bencana dapat ditolaknya.
Kalau dia sudah meiributyikan sanggup masuk rumah dan kamar yang terkunci rapat lalu membuat mangsanya sampai seperti gila ataupun sudah menjadi gila, tentu dia sanggup pula berbuat apa saja yang kita kehendaki dari dia. Lagi pula Cina itu memperoleh kekayaan dengan cara yang jahat sekali!"
"Entahlah," kata Daeng Sumarta, "kalaupun betul begitu, bukan urusan kita untuk melakukan pembalasan atas dirinya.
Itu urusan pihak penguasa," kata Sumarta.
Hal ini membuat kawannya jengkel. Ada rezeki nomplok begitu besar, mengapa dilewatkan. Mulai saat itu Daeng Mapparuka merasa, bahwa kawannya yang sudah diberi ilmu itu bukan seorang yang selalu mudah diajak bekerja sama.
Kalau sekiranya kucing itu miliknya sendiri, tentu ia dapat berbuat apa saja dan hidup di dunia ini dapat dibuatnya seperti di surga. Kalau mati belum tentu kesurga, pikirnya.
Mengapa tidak merasakan surga di dunia kalau memang ada peluangnya. Rupanya dirinya tidak dibentengi oleh ajaran agama yang cukup tangguh, sehingga kemilau dunia mudah mempengaruhinya. Ia tidak atau kurang yakin, bahwa sesungguhnyalah dunia ini hanya tempat hamba Allah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menumpang lalu dalam perjalanan ke dunia lain yang abadi.
Bahwa Tuhan menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang beriman, yang soleh dan banyak berbuat amal di dunia yang penuh godaan, cobaan, dan iblis ini. Datang pikiran buruk di dalam hatinya untuk membuat si Sati menjadi miliknya, tetapi hanya sekilas. Niat buruk itu masih dapat dihalaunya karena khawatir kalau-kalau kelak kucing itu tidak mau menuruti perintahnya sebagaimana ia menurut pada perintah tuannya yang sebenarnya.
"Apa yang Daeng pikirkan?" tanya Sumarta tiba-tiba, membuat Daeng terkejut.
"Ah tidak. Menyembuhkan Jaya Wijaya kurasa sebenarnya suatu perbuatan kemanusiaan. Dia akan merasa bahwa Kang Marta tidak mempunyai sifat dendam. Baik, bukan?"
"Ya, itu kalau berhasil. Kalau gagal risikonya besar. Kita bisa berurusan sama polisi!" jawab Sumarta.
Sedang mereka bercakap-cakap itu datang Hamdan yang sudah lama mengenal Daeng Mapparuka sebagai dukun yang cukup pandai. Minta tolong. Isterinya Saribanun sakit keras.
Setelah melihat si sakit dan bertanya kepada jin piaraannya dengan apa orang itu dapat ditolong, ia mendapat jawaban, harus mengadakan tujuh ekor anak tikus putih dan seekor anak ayam berkaki satu. Syarat yang hampir mustahil dipenuhi oleh keluarga Hamdan. Sedangkan Daeng Mapparuka sendiri merasa tidak sanggup mencarinya. Dia menceritakan kesulitannya kepada sahabatnya. Sudah tentu dia pun tak punya daya untuk mencari binatang-binatang yang langka itu.
Tetapi dia teringat kesayangannya si Sati yang barangkali dapat dimintai tolong.
"Aku membutuhkan tujuh anak tikus putih dan seekor anak ayam berkaki satu," kata Daeng Sumarta kepada kucingnya.
"Kau dapat menolong aku, sayang" Tapi kalau tak mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan pula kau bersedih hati. Dan tak usah kau sampai terlalu bersusah payah," katanya lagi.
Begitu sayang dia kepada kucingnya sehingga meminta pertolongannya pun ia sangat berhati-hati. Takut benar ia sahabatnya akan kepayahan. Tetapi di luar dugaannya Sati melompat-lompat gembira, lalu menjilat tangannya. Melihat ini kekagumam Daeng Mapparuka semakin meningkat dan hasratnya memiliki kucing itu pun kian besar. Betapa beruntungnya kalau kucing itu menjadi miliknya dan mau menurut segala perintahnya.
Menjelang sholat magrib Sati telah kembali dari usahanya.
Semula ia meletakkan anak ayam dari pegangan mulutnya.
Setelah itu satu per satu anak tikus putih diletakkannya dekat ayam, sehingga mencapai jumlah tujuh ekor. Persis yang diminta Daeng Sumarta, sesuai dengan kebutuhan Daeng Mapparuka.
"Luar biasa, luar biasa. Kucingmu ini sakti dan Kakang orang bertuah," kata Daeng Mapparuka. "Terbukti, bahwa ia sanggup melaksanakan perintah Kakang yang bagaimanapun."
Diam-diam Sumarta kian bangga. Dia pun mulai berpikir, bahwa tak akan ada dua kucing semacam Sati di permukaan
.bumi ini. Dia harus membuat kucing itu merasa bahagia. Dia harus memeliharanya sebaik mungkin.
Malam itu juga Daeng Mapparuka pergi ke rumah kawannya yang ditimpa musibah dan sudah hampir putus asa mendengar persyaratan yang harus ada untuk menyembuhkan isterinya. Dan tiga hari kemudian perempuan yang beruntung itu sembuh seperti semula. Yang paling berjasa sebenarnya Sati. Tanpa dia, tujuh anak tikus berwarna putih dan anak ayam yang hanya berkaki satu tidak akan didapat. Kalaupun akan dapat mungkin harus meraba ke sekian banyak tempat dengan makan tempo entah berapa lama. Jangan-jangan Saribanun terlanjur mati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Girang hati keluarga yang terlepas dari malapetaka itu bukan buatan. Mereka mengadakan kenduri, walaupun hanya ukuran sederhana, karena mereka bukan orang mampu.
Yang menyedihkan adalah biaya yang dipinta Daeng Mapparuka kepada Hamdan. Seratus ribu. Di zaman ini, bagi sementara manusia, uang sekian tidak ada artinya. Tetapi bagi terbanyak orang Indonesia merupakan jumlah yang teramat besar. Masih banyak sekali bangsa ini yang tidak pernah memiliki sepuluh ribu. Bahkan masih banyak yang seumur hidupnya tidak pernah memegang uang seribuan.
Ketimpangan ini diketahui oleh siapa pun. Menyedihkan tetapi banyak pula insan Indonesia yang bermasa-bodoh.
Untuk keluarga Saribanun, seratus ribu sungguh terlalu banyak. Mereka tercengang, bagaimana seorang kawan yang mengetahui keadaan mereka sampai hati meminta bayaran seratus ribu. Dari mana mau dikorek!
"Kami tak punya uang sebanyak itu, Daeng," kata Saribanun. Suaminya Hamdan hanya diam saja. Tak kuasa membuka mulut.
"Kalau seratus ribu untuk satu nyawa kalian rasa terlalu banyak, tak u sahlah dibayar," kata Daeng Mapparuka ketus.
Sumarta yang turut hadir tidak turut bicara, walaupun dalam hati ia sangat menentang tuntutan sahabatnya.
"Bukan begitu, Daeng," kata Hamdan yang amat malu mendengar jawaban Daeng. "Kami bukan mau cuma-cuma.
Kami tahu nyawa tidak bisa dinilai harganya. Kami akan membayarnya. Mohon tempo satu jam."
Daeng dan Sumarta kembali ke rumahnya, sementara Hamdan pergi menjual apa yang bisa dijual, termasuk tiga ekor kambing kesayangan anak tunggalnya, Jalai yang baru berusia delapan tahun. Anak itu menangis sedih, kemudian terus terisak-isak bagaikan tak akan berhenti. Tidak diketahuinya bahwa ayah dan ibunya jauh lebih sedih daripada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya, tetapi juga punya perasaan malu yang belum pernah mereka alami sepanjang hidup. Sejam kemudian uang Daeng Mapparuka diantarkan Hamdan. Dengan kepala ditundukkan dia kembali ke rumahnya untuk membujuk anak kesayangannya yang merupakan permata hati bagi kehidupan ayah dan ibu yang malang itu. Anak yang kehilangan binatang kesayangannya itu masih terus terisak-isak, kadang-kadang meratap.
"Ayah jahat mengambil kambing-kambing ku," tangisnya.
"Kita terpaksa menjualnya untuk membayar ongkos obat ibumu, Lal," kata Hamdan membujuk anaknya, "Nanti, kalau ada duit kita beli yang lain, yang lebih bagus."
Anak yang merasa seperti dikejami itu tidak mau atau belum dapat mengerti. Katanya, "Jual saja aku bersama-sama kambingku."
Hati Hamdan dan isterinya bagaikan diiris dengan sembilu.
Kedua orang tua itu pun turut menangis. Dalam suasana ketiga anak-beranak berkabung itulah datang seekor kucing gemuk yang cantik dan bersih. Hamdan dan isterinya terkejut, karena kucing itu membawa sesuatu di mulutnya. Bukan tikus mati atau setengah mati. Ini satu benda empat persegi. Ia memandang Hamdan tenang-tenang. Tampak oleh laki-laki itu kelainan warna matanya. Biru. Kucing bermata biru. Dia si Sati milik Sumarta. Didekatinya Hamdan, digesekkannya kepalanya ke tubuh laki-laki yang menangisi nasib itu. Diletakkannya bungkusan. Dipandangnya Hamdan, kemudian isterinya.
Melihat kucing aneh membawa bungkusan itu, Jalai pun turut berhenti menangis. Hamdan tidak berani membuka benda yang dibalut kertas itu. Bagaikan tahu apa keragu-raguan orang itu, si Sati mempergunakan kuku dan giginya membuka bungkusan. Hamdan dan isterinya terkejut. Mau tidak percaya, tetapi bagaimana tidak percaya kepada kenyataan yang dilihat dengan mata sendiri. Satu geblok uang lima ribuan. Masih baru. Biasanya seikat begitu terdiri atas seratus lembar. Jadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lima ratus ribu. Apa maksudnya ini" Kucing mengantarkan uang. Dari mana didapat atau dicurinya" Tidak cukup dengan membuka saja, kucing itu kemudian mengangkat uang yang terikat rapi dengan kertas kuning selebar dua senti itu lalu meletakkannya di pangkuan Hamdan. Mereka kian tak mengerti dengan kenyataan itu. Diberanikan Hamdan memegang uang itu. Benar, dia tidak mimpi. Tetapi mengapa seekor kucing sampai mengantarkan uang kepada mereka yang memang sedang dilanda ketiadaan" Yang begini hanya ada dalam cerita. Tidak dalam kenyataan. Tetapi ini sungguh suatu kenyataan.
"Apa maksud Datuk?" tanya Hamdan tanpa pikir, tetapi yakin bahwa dia berhadapan dengan kucing keramat atau kucing sakti. Disangkanya kucing itu akan bicara seperti yang pernah dibacanya, bahwa di zaman dulu semua hewan pun bisa bicara. Tetapi ini tidak. Kucing itu hanya mengeong lembut. Dia beranjak ke Jalai dan men-cium-cium muka anak itu, sehingga tangisnya berubah menjadi tawa, walaupun belum dengan wajah yang cerah-ceria.
"Untuk kamikah uang ini Datuk?" tanya Hamdan.
Kucing itu mengangguk. Bukan sekali, tetapi tiga kali, sehingga tidak perlu disangsikan, bahwa ia tentu ingin mengatakan "iya."
"Uang siapa ini?" tanya Hamdan. Isteri dan anaknya dengan gugup tetapi girang memperhatikan tingkah kucing itu. Saribunan pun yakin, bahwa yang begini pasti bukan sembarang kucing.
"Di mana Datuk tinggal?" tanya Saribanun ikut serta dalam pembicaraan dengan pembawa rezeki yang amat menakjubkan itu.
Kucing itu duduk atas pantat dan kedua kaki belakangnya, kemudian kaki depan sebelah kanan menunjuk ke suatu arah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mau mengatakan di sebelah sanalah letak tempat kediamannya.
"Kita ambil saja kucing ini untuk Jalai ya Ayah!" kata Jalai.
"Jangan, Nak. Datuk ini sakti. Barangkali-pun hanya menyamar sebagai kucing. Beliau membawa rezeki untuk kita.
Kambingmu yang terpaksa ayah jual tadi akan ayah beli kembali!" kata Hamdan dan serta-merta Jalai jadi girang sekali. Kini sudah dengan wajah yang cerah pada puncak kesenangan.
*** DAENG Mapparuka membeli ayam dan ikan goreng di warung Padang, khusus untuk Sati yang telah mencarikan anak tikus dan ayam berkaki satu. Patut ia diupah, pikirnya.
"Ini hasil kerjamu Sati," kata Daeng Mapparuka menyodorkan lauk kesukaan semua kucing. Disangkanya kucing itu akan menerkam dan melahapnya sambil menggeram senang. Tetapi dia keliru. Dengan kaki kanan ia membalikkan piring yang diberikan kepadanya, sehingga potongan-potongan ayam dan ikan berserakan. Daeng terkejut, begitu juga pemiliknya.
Sati marah! Ditatapnya Daeng Mapparuka. Mata birunya yang indah menjadi garang.
*** TUJUH BELUM pernah Sati membalikkan makanan yang diberikan kepadanya. Dan yang lebih mengherankan, makanan yang jauh lebih baik daripada yang biasa. Ada ayam dan ikan goreng.
"Mengapa dia begitu?" tanya Daeng Mapparuka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entah. Yang pasti dia tidak menyukai makanan itu!" jawab Sumarta.
"Apakah makanan itu beracun dan ia tahu?"
"Boleh jadi, barangkali ada orang yang hendak membunuhnya melalui racun. Tapi siapa kira-kira orang yang sampai sejahat itu" Kurasa kita dan dia tidak punya musuh!"
kata Sumarta. "Ada, Cina yang digigitnya itu."
"Kata Daeng dia sakit dan seperti orang gila! Tidak mungkin dia dapat memikirkan atau mengatur itu."
Keterangan ini masuk akal. Lalu apa sebabnya ia menolak makanan seenak itu dengan cara yang kasar pula lagi" Kalau dia tidak suka, cukup tak usah dijamahnya. Membalikkan piring berisi makanan berarti marah, tidak bisa lain daripada itu.
Sati membungkukkan tubuh, memandang Daeng
Mapparuka sambil mendengus. Ia ingin memastikan diri, bahwa dukun itu tahu dia marah. Marah sekali. Tetapi apa yang menyebabkan sampai dia seberang itu"
"Dia marah Daeng. Barangkali dia tidak menyetujui cara Daeng!" kata Sumarta.
"Apa cara saya yang salah, yang menyakitkan hatinya?"
tanya Daeng. "Cobalah ingat-ingat. Mungkin dia sangat peka."
"Kurasa tidak ada. Aku tidak menyinggung perasaan apalagi menyakiti hatinya!" ujar Daeng Mapparuka.
Sumarta mengingat-ingat. Barangkali itu, barangkali itu sebabnya. Daeng tadi menuntut bayaran yang sebenarnya tidak terbayar oleh keluarga Hamdan yang termasuk miskin.
Apalagi orang itu sahabatnya. Waktu Daeng berkata kasar kepada Hamdan tadi, Sati turut melihat dan mendengar. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu bagaimana jadi loyo dan malunya Hamdan ketika meninggalkan mereka. Seratus ribu, suatu jumlah yang sungguh terlalu banyak baginya. Tapi dia membayarnya juga untuk menutup malu walaupun sudah dibikin malu. Uang itu dipergunakan Daeng sedikit untuk membeli ayam dan ikan goreng untuk Sati. Dia menolak. Dia tidak sudi makan makanan dari hasil pemerasan. Kekejaman, yang diketahuinya menyebabkan keluarga Hamdan dengan anaknya Jalai jadi begitu sedih sehingga ketiga-tiganya menangisi nasib.
Mungkin dia menganggap makanan begitu sebagai makanan haram. Hasil kejahatan. Mungkin bagi Sati menyakiti hati dan membuat orang lain sedih merupakan suatu kejahatan.
"Mungkin karena Daeng meminta bayaran yang terlalu berat bagi keluarga Hamdan," kata Sumarta. "Apalagi dia kan sahabat Daeng. Ini hanya menurut dugaan saya, belum pasti karena itu."
Daeng Mapparuka sependapat dengan kemungkinan itu, tapi masih juga bertahan: "Tetapi kan saya selamatkan nyawa isterinya!"
Tenang-tenang Sumarta berkata: "Tiada kesembuhan tanpa izin Tuhan. Dan tikus-tikus putih serta ayam berkaki satu itu Sati yang mencari dan mendapatkannya."
Daeng Mapparuka percaya, bahwa Tuhan yang paling menentukan kesembuhan Saribanun. Tetapi ia juga tetap pada pendiriannya, bahwa dialah yang mengetahui cara pengobatannya. Tanpa pengetahuannya perempuan itu tidak akan sembuh, pikirnya. Peranan Sati diakuinya, tetapi itu kan hanya sebagian kecil dari seluruh pekerjaan, katanya memenangkan dirinya. Baginya pemegang peran utama adalah dia.
"Coba Daeng kembalikan sebagian dari upah yang mereka bayar," kata Sumarta menganjurkan. "Barangkali amarah Sati berkurang atau reda seluruhnya. Coba-coba saja, kalau dia
Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik kembali, tandanya betullah dia marah karena pembayaran yang terlalu berat bagi keluarga Hamdan."
"Seratus ribu untuk satu nyawa saya rasa tetap cukup murah. Bahkan nyawa sebenarnya tidak bisa dibeli!" kata Daeng Mapparuka ngotot mempertahankan harga diri.
"Benar, bagi yang mampu membayar, puluhan atau ratusan juta juga tidak apa-apa untuk menyelamatkan sebuah nyawa.
Tetapi berapa banyak bangsa kita termasuk anak-anak yang menderita sepanjang umur karena penyakit yang tidak dio-bat atau dioperasi karena ketiadaan biaya. Bila maut merenggut nyawa barulah mereka itu bebas dari penderitaan. Saya sering melihat anak-anak dengan kepala sebesar kepala gajah atau dengan daging tumbuh yang menutupi seluruh mukanya.
Daeng tidak membaca wanita-wanita desa dengan perut sebesar beras sekarung tanpa bisa berbuat apa-apa karena tidak punya biaya" Jangankan biaya untuk operasi, untuk makan saja hampir-hampir tidak ada." Sumarta mengatakan semua itu dengan suara sedih dan perasaan tertekan.
Kesedihan itu disebabkan dia punya rasa kemanusiaan tinggi.
Walaupun dia hanya manusia sederhana dengan pengetahuan minim. Hanya tamatan sekolah dasar. Tetapi soal kemanusiaan bukan terletak pada tinggi rendahnya pendidikan atau kedudukan seseorang, melainkan pada iman dan mentalnya.
Daeng Mapparuka mengetahui bahwa apa yang dikatakan sahabatnya semua benar, tetapi hatinya tiada tersentuh. Dia hidup untuk dirinya dan sedikit untuk keluarga. Dia egoist.
Tetapi di zaman kini tidak heran ada insan bernama Daeng Mapparuka yang egoist besar. Ada jutaan egoist lain seperti dia. Dan mereka bukan dukun berpendidikan amat rendah seperti Daeng. Banyak di antara mereka orang-orang pintar, bahkan ada yang dinamakan pemimpin. Ada pula yang pegawai negeri kelas tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kang Sumarta memang orang hebat. Terlalu baik buat zaman ini. Terus terang, aku tidak sebaik Kang Marta. Tapi janganlah perbedaan sifat ini merusak persahabatan kita.
Barangkah buat Kang Marta tersedia sorga sedang yang menanti saya hanya lautan api di neraka. Kalau akhirat itu betul ada," kata Daeng. Dia berterus terang, tetapi dia juga orang keras yang sukar di rubah.
"Tentu, manusia mempunyai sifatnya sendiri-sendiri, juga memilih sendiri jalan yang akan ditempuhnya. Persahabatan kita tidak usah cedera karena itu," kata Sumarta. Kata-katanya masih wajar, tetapi nadanya dingin. Dan Daeng Mapparuka merasakannya.
Sumarta memberi kucingnya makanan lain, sisa makan siangnya. Nasi yang sudah dingin dengan sedikit ikan murahan. Dan Sati memakannya dengan lahap. Sekali lagi dia memperlihatkan tidak sudi makan makanan enak atas penderitaan manusia lain.
Daeng Mapparuka malu, merasa terpukul, tetapi dasar ia orang yang tidak mau dianggap salah, ia hanya tertawa. Dia malahan berkata:
"Kucing dan tuannya sama saja. Terlalu baik! Tetapi aku tetap aku!"
Sumarta tidak menanggapi. Ia tidak suka pendirian Daeng, tetapi ia merasa berhutang budi besar kepadanya. Daeng gurunya di dalam ilmu pengobatan mistik. Dia telah menolong sejumlah manusia dengan ilmunya itu. Dia merasa bahagia sekali dengan itu. Dan kesemuanya itu tak mungkin dilakukannya kalau tidak ada pelimpahan ilmu dari orang asal Bugis itu.
Daeng yang ingin memperoleh kekayaan melalui pengobatan atas diri Jaya Wijaya, tetapi tidak yakin akan dapat melaksanakannya tanpa bantuan Sati, mencari upaya bagaimana menggerakkan hati Sumarta. Kucingnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggigit. Menurut yang lazim dalam ilmu alam gaib, penyebab penyakit pasti dapat menghilangkan penyakit itu.
Menurut jalan pikiran Daeng Mapparuka, kawannya itu dapat menyuruh kucingnya mengobati Jaya Wijaya. Sialnya Sumarta tidak dapat diajak kerja sama dalam maksud itu.
Tiada jalan lain bagi Daeng Mapparuka dari meminta bantuan jin piaraannya. Jin yang diwarisi dari ayahnya, yang juga dukun semasa hidupnya hanya dapat digunakan dalam melakukan kejahilan dan melindungi dirinya dari perbuatan jahat mus jh atau dukun lain.
Pada larut malam dipanggilnya Kesumba, jin asuhannya itu.
Dia datang menghadap. Tidak bertubuh besar bulat hitam dengan kepala kecil atau kepala binatang. Tidak bermata satu atau tiga. Tidak bertangan empat, delapan atau dua belas.
Matanya tidak melotot dengan mulut lebar dari kuping kiri ke kuping kanan. Kesumba bertubuh kurus, bermuka seperti manusia biasa. Tetapi pucat tanpa cahaya kehidupan. Sepucat mayat, tetapi mata terbuka, Juga tanpa cahaya. Pudar, tak pernah berkedip. Rambutnya sangat jarang-jarang, seperti orang baru bangkit dari penyakit typhus berat. Ia tidak memberi hormat sebagai kebiasaan jin yang dikuasai orang berilmu. Ia pun tidak bicara. Ia datang, ia berdiri di hadapan Daeng Mapparuka. Ia tahu akan diberi tugas. Tiap dipanggil pasti untuk melaksanakan tugas. Barangkali ia merasa hebat karena belum ada perintah yang tidak dapat dikerjakannya.
Sedikitnya sudah empat manusia dicekiknya sampai tewas.
Semua atas perintah tuannya. Tidak pernah ditanyanya untuk apa pembunuhan itu. Karena dia pun tidak peduli.
"Aku ingin tahu, Kesumba. Barangkali kau dapat memberi jawaban yang pasti," kata Daeng Mapparuka. Jin itu mengerti walaupun muka pucatnya tidak melukiskan ekspresi apa pun.
Dia tidak bertanya. Karena keinginan majikannya itu belum jelas baginya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kawanku Sumarta mempunyai kucing suruhan. Kau tahu tentu. Dia tidak menyukai aku, tetapi aku ingin menguasainya.
Dapatkah dia kuperintah dengan bantuanmu?"
"Seharusnya dapat. Tetapi kalau dia sudah tidak punya majikan lagi. Tuan mengerti?" tanya Kesumba.
"Sumarta harus disingkirkan. Dibunuh, itu maksudmu bukan?"
"Ya dan harus tangan Tuan sendiri yang membunuh. Agar kucing itu tahu bahwa Tuan lebih kuat dari majikannya. Dan ia harus tunduk pada yang lebih kuat!"
"Kalau hanya itu, soal mudah. Akan kubereskan dia. Kalau si Sati sudah kukuasai, akan kubebaskan kau Kesumba!" kata Daeng Mapparuka girang.
"Aku tidak mau kebebasan. Sudah senang jadi piaraan Tuan begini," kata Kesumba. Sangat mengherankan tuannya.
"Aneh, kau tidak suka kebebasan?"
"Untuk apa" Hanya akan menyusahkan dinku. Aku sudah terbiasa bekerja untuk Tuan. Dulu pada ayah dan kakek Tuan.
Kebebasan berarti pengangguran. Aku akan jadi gelandangan dan hidup liar!" jawab Kesumba. Daeng Mapparuk kian tak mengerti.
"Jadi kau betul-betul tidak ingin kebebasan?"
"Tidak!"
"Kalau aku tidak mau memelihara engkau?"
"Aku protes karena Tuan memperlakukan diriku semena-mena. Kalau terpaksa aku akan ambil tindakan," kata Kesumba dan ia berlalu. Meninggalkan majikannya dengan problemnya. Menyingkirkan Sumarta. Otaknya bekerja.
Bagaimana caranya agar tidak meninggalkan jejak. Agak lama juga ia berpikir. Sedang ia berpikir itulah sahabatnya Sumarta bermimpi. Dalam suatu upacara di mana ia menjadi tokohnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada gadis cantik mengalungkan bunga ke lehernya. Orang ramai lalu bertepuk riuh. Ia berjalan di atas permadani berwarna merah tua, diapit oleh orang-orang berpakaian mentereng. Dari bahan impor yang mahal. Seperti penyambutan atas seorang menteri yang baru turun dari pesawat terbang di daerah. Gadis-gadis cantik membawakan tari dengan iringan musik tradisionil. Banyak mata perawan-perawan itu mengerling padanya. 'Maklum, dia orang penting.
Mereka coba menarik perhatian. Siapa tahu akan dibawa ke ibukota. Atau dibikinkan rumah di daerah.
Sumarta menyesal kenapa mimpi indah itu hanya sampai sekian. Ia terbangun dan mengingat-ingat kembali. Lalu bertanya pada dirinya, apakah makna mimpi itu" Ataukah tidak ada makna sama sekali" Hanya hiburan di waktu tidurkah"
*** DAENG Mapparuka telah mendapat cara bagaimana melenyapkan sahabatnya tanpa meninggalkan kecurigaan atau bukti bahwa ia yang melakukannya. Sebenarnya membunuh seseorang tidak susah. Yang berat dan jarang berhasil adalah meniadakan risiko.
Keesokan paginya, seperti biasa kedua sahabat yang dalam hati masing-masing sudah mengalami cedera itu, sarapan bersama di suatu meja sederhana. Dan seperti biasa pula, Sati turut.
"Daeng sudah menyediakan kopi untukku. Terima kasih,"
kata Sumarta. "Kan aku yang duluan bangun. Maka akulah yang menyiapkan sarapan," kata Daeng dan memang begitulah kebiasaan mereka yang tidak tertulis.
Sati memandangi Daeng. Belum habiskah marahnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bujuk-bujuk dia nanti, supaya kalian bersahabat kembali seperti biasa," begitu anjuran Sumarta. Daeng mengerling sambil menghirup kopi panasnya. Sati naik ke atas meja, berjalan ke Sumarta seperti mau minta dimanjakan. Pada waktu itulah ia melanggar cangkir kopi tuannya, sehingga tumpah seluruh isinya. Daeng Mapparuka kaget, sementara Sumarta hanya berkata: "Kau tidak hati-hati Sati, habis kopiku kau tumpahkan!"
"Sialan," desis Daeng Mapparuka di dalam hati. Gagal usahanya.
*** DELAPAN DAENG Mapparuka mengerling ke kawannya. Tidak ada tanda terkejut. Kalau begitu dia tidak menduga buruk oleh tumpahannya isi gelas yang akan diminumnya. Daeng merasa jengkel oleh kegagalan itu, tetapi terhibur juga, karena Sumarta tidak curiga. Dan sebenarnyalah pemilik kucing itu tidak menaruh syak wasangka apa pun terhadap kawannya.
Tumpahnya kopi hanya oleh kurang hati-hatinya Sati.
Diambilnya gelas lain dan mengisinya sendiri. Dihirupnya seteguk-seteguk. Nyaman seperti biasa. Sama sekali tidak disadarinya, bahwa dia baru luput dari suatu kematian yang direncana-persiapkan oleh sahabatnya.
Kedua orang itu terus bersama-sama. Kadang-kadang menolong orang yang memerlukan keahlian mereka. Tetapi Sumarta sudah mulai berjualan buah lagi sementara Daeng merencanakan suatu pembunuhan baru. Tentu tidak lagi dengan cara yang sama. Kalau membubuhkan racun di dalam gelas Sumarta lagi dan Sati melang-gar-menumpahkannya, pasti Sumarta akan curiga. Bukan hanya penyingkiran Sumarta yang dipikirkannya. Keadaan Jaya Wijaya juga diikuti. Orang kaya itu masih tetap terbaring di rumah sakit dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebiasaannya yang mulai mendarah daging. Mangap berlama-lama dengan mata melotot untuk kemudian mendadak ditutup mengejutkan atau membuat orang tertawa. Yang tertawa melihat itu tidak dapat kita katakan kurang manusiawi. Mereka tak dapat menahan tawa karena merasa geli. Rasa geli bukan sesuatu yang dibuat-buat. Tawa pun kadangkala tak tertahan, walaupun di dalam rasa geli itu terdapat unsur rasa kasihan.
Telah bulat di dalam hati Daeng Mapparuka untuk meniadakan kawannya itu. Dalam banyak keperluan ia telah mempergunakan jinnya Kesumba untuk membunuh sasarannya. Mengapa dalam kepentingannya sendiri, harus dia sendiri yang menghabisi nyawa Sumarta"
Pemilik kucing yang tidak pernah menyangka bahwa dia nyaris mati oleh racun, tidak menduga sedikit pun bahwa kawannya itu akan membunuh dia. Tidak disadarinya, bahwa bagi Daeng Mapparuka dirinya merupakan suatu hambatan besar. Ruang gerak bagi orang itu seakan-akan menjadi sangat sempit oleh adanya Sumarta yang menolak ajakan iblis.
Akhirnya Daeng Mapparuka mendapat suatu akal, yang dirasanya terbaik dan paling aman bagi dirinya. Dengan ular paling berbisa. Ular kamak yang biasanya bermukim di antara kayu bakau.
Satu kali patuk pasti akan menewaskan. Karena kecil, tak mudah kelihatan. Baginya sendiri tidak ada bahaya oleh bisa ular. Ia punya penangkal terhadap berbagai macam bisa.
Mencari ular bakau tidak sesulit mencari anak tikus putih dan ayam berkaki satu.
Setelah ular didapat, tidak ada lagi keraguan bagi Daeng bahwa maksudnya akan tercapai. Ular diletakkan di dalam kamar tidur. Binatang itu segera bersembunyi di bawah ranjang. Daeng sendiri pada malam itu tidak tidur di rumah.
Katanya dipanggil orang yang amat membutuhkan pertolongannya. Hal yang begitu tidak aneh bagi Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baginya tidak jadi soal. Kalau Sati tidak bersamanya, itu baru akan menjadi soal. Baru jadi pikiran yang bisa menggelisahkan.
Sumarta tidur berdua dengan Sati-nya. Kucing itu agak gelisah. Tetapi Sumarta tidak terlalu memperhatikannya.
Ditidurkannya kucing itu di sebelah kepalanya. Jadi berdampingan. Dan kucing itu memeramkan matanya.
Seakan-akan tidur. Sebenarnya tidak. Ia berbuat begitu supaya tuannya segera berbuat sama.
Tidak ada terjadi apa-apa. Semua hening sepi. Hanya Sati yang tidak merasa tenteram. Setelah Sumarta tertidur pulas, ia bangkit. Pelan-pelan untuk tidak diketahui oleh majikannya.
Ia merasa benar bahwa di dalam kamar itu ada bahaya mengancam, tetapi tidak mengetahui apa! Manusia" Bisa jadi.
Jikalau begitu tentu masih berada di luar kamar. Di dalam kamar tak mungkin bisa bersembunyi tanpa ketahuan. Sati waspada. Bulu-bulunya berdiri, walaupun bahaya atau musuh tidak kelihatan.
Dia duduk di samping tuannya yang sedang pulas.
Mendadak tubuhnya melengkung ke atas, bagaikan kucing yang hendak berkelahi. Dia mendengar suatu yang tak kan terdengar oleh telinga manusia. Tak lama kemudian tampak olehnya. Sepasang mata mengkilap. Jarak antara kedua mata dekat sekali. Ular, itulah yang terkilas dalam benaknya.
Tuannya dalam bahaya. Tak dipikirkannya mengapa sampai ada ular masuk kamar. Yang penting hanya satu, menyelamatkan tuannya. Itu pun kalau ia berhasil.
Kemungkinan berhasil tergantung pada kecepatan dan ketepatan. Sati melompat, menerkam pengancam nyawa tuannya itu. Gigi-giginya tertanam tepat di belakang kepala ular amat berbisa itu, sehingga ia tidak mungkin menggigit Sati untuk melepaskan bisa. Ular itu bergelut dalam usaha melepaskan diri, tetapi Sati tambah menguatkan gigitannya, sehingga ular kamak itu kehabisan tenaga. Kegaduhan kecil ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat Sumarta tersentak dari tidurnya, masih sempat melihat adegan terakhir dari pertarungan kucingnya dengan seekor ular yang segera dikenalnya termasuk jenis yang amat berbisa. Daya bunuhnya tinggi sekali, mematikan dalam beberapa menit saja.
Sati belum juga melepaskan musuh yang dibinasakannya itu. Sumarta memeluk kucingnya. Dia telah menyelamatkan nyawa orang yang disayanginya.
"Aku berhutang nyawa padamu Sati," kata Sumarta. Ia terharu. Ia ingat bahwa ia pernah menyelamatkan nyawa Sati dari tangan anak-anak nakal yang pasti akan merenggut nyawa kalau dia tak cepat menolong. Tetapi itu hanya kewajiban kemanusiaan belaka. Kalau Sati membunuh ular itu sebagai pembayar hutangnya, maka kini kedua-duanya bebas dari hutang. Sumarta tidak tahu, bahwa penyelamatan ini untuk yang kedua kalinya. Yang pertama ketika Sati dengan sengaja melanggar gelas berisi kopi beracun yang sedianya akan menewaskannya.
Sumarta berpikir juga, dari mana masuknya ular itu.
Mengapa ia ada di sekitar situ, sedangkan tempat jenisnya di hutan-hutan bakau. Tapi pertanyaan di dalam hati itu hanya sejenak. Bukankah ia sudah selamat oleh kesigapan dan ketepatan Sati" Itu yang paling penting, mau apa lagi"
*** JAM tujuh keesokan paginya, Daeng Mapparuka pulang dan sudah hampir tiba di rumahnya. Hatinya berdebar, bukan karena sangsi, tetapi karena menghadapi kemenangan yang sudah pasti. Ia akan mengetuk-ngetuk pintu kamar tanpa ada yang membuka. Kemudian ia akan panggil beberapa tetangga untuk mendobrak pintu lalu ia akan menjerit sedih melihat sahabat terakrabnya sudah menjadi mayat.
Itulah sebabnya ia kaget bukan kepalang dan darah di muka turun ke kaki semua sehingga ia jadi pucat pasi, hampir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti kain belacu. Sumarta duduk-duduk di depan rumah dengan si Sati-nya. Apa yang dilihatnya ini! Khayalan atau mimpi" Mana bisa jadi. Sumarta tentu sudah mati.
Dia tentu sedang terbaring di ranjang berkasur tipis. Tanpa nyawa.
Tapi setelah ia tiba di pekarangan, Sumarta menegurnya:
"Berhasil Daeng?"
Dasar orang berdosa! Pertanyaan ini membuat dia malu.
Apakah Sumarta menyindirnya, karena tak berhasil membunuh dia melalui ular berbisa itu" Tetapi belum tentu. Barangkali ular itu sama sekali tidak menggigitnya. Masih ada di kamar atau sudah lari.
"Daeng kelihatan pucat sekali. Tidak tidur semalaman ya!"
kata Sumarta lagi.
Pertanyaan ini juga tidak enak. Rupanya dia pucat dan Sumarta melihatnya.
"Sakit apa orangnya?" tanya Sumarta lagi.
Daeng Mapparuka tidak menjawab, sebab dia tidak menduga akan ada pertanyaan-pertanyaan begini. Bagaimana pula kawan yang dipastikannya mati, akan bertanya! Dan tidak ada orang sakit. Daeng menginap di rumah kawannya, bukan mengobati orang.
"Sudah saya sediakan kopi untuk Daeng. Ada lemper sama serabi," kata Sumarta.
Huh, dia tidak akan meminumnya. Barangkali Sumarta menaruh racun dalam kopi itu. Balas dendam. Siapa tahu, dia hanya berpura-pura tidak tahu bahwa Daeng berusaha membunuhnya dengan Racun. Hanya untuk membuat Daeng tidak waspada dan tetap percaya penuh pada sahabatnya itu.
Setelah menyadari kekikukannya baru Daeng Mapparuka berkata:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sakit ingatan. Karena kemasukan jin. Sudah mendingan sekarang." Lalu masuk.
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 7 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Pendekar Cacad 15
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karya : SB Chandra
Scan djvu oleh :BBSC
Ebook pdf by Dewi KZ
http://kangzusi.com/
SATU BUKAN hanya Daeng Sumarta yang duda setengah baya itu saja yang sayang kepadanya tetapi juga segenap tetangga.
Bagaimana tidak! Si Sati yang berbulu putih coklat bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya bersih dan gemuk, tetapi juga seekor kucing yang amat cantik rupanya. Yang amat menonjol pada wajah si Sati terutama warna matanya. Tidak kehijau-hijauan seperti kebanyakan kucing, melainkan biru. Seperti mata orang bule saja.
Sebagaimana tuannya, Sati pun merasa bertetangga dengan masyarakat di sekitarnya dan sesuai dengan kebiasaan orang timur ia suka bertandang. Kalau mau masuk ia pasti mengeong lebih dulu, memberi salam rupanya. Sopan dia, tidak nyelonong saja seperti kucing-kucing lainnya. Ini pun menjadi salah satu sebab mengapa para tetangga suka dan sayang kepada Sati. Ia suka menggosok-gosokkan kepalanya ke kaki pemilik rumah yang dikunjunginya. Kadang kala ia duduk di pangkuan mereka. Ia akan dielus-elus dengan rasa sayang. Menikmati kebaikan itu Sati menjilat-jilat tangan orang penyayang dirinya itu. Mereka semua mengagumi mata Sati dan selalu bertanya kepada diri sendiri tanpa jawaban, mengapa mata kucing ini berwarna biru. Dan manakala pengagumnya memuji maka seakan-akan mengerti, Sati lalu memandang penggemarnya. Boleh juga dinamakan tatap muka, menurut istilah yang baru diprodusir dalam usaha memperkaya bahasa.
Pernah juga orang menanyakan kepada Daeng Sumarta, pemilik Sati, mengapa kucing itu bermata biru. Sambil tertawa Daeng lalu menjawab ringan, "Asalnya dari negeri orang Bule." Ia tak pernah memberi jawaban lain. Puas tak puas orang harus terima sebegitu saja. Bagi sementara pengagum, jawaban itu cukup meyakinkan. Tentu saja mata kucing di negeri orang Bule juga biru seperti mata penduduknya.
Ada lagi yang juga agak mengherankan bagi masyarakat di sekitar pemukiman Sati, tetapi tidak mereka tanyakan langsung kepada Daeng Sumarta. Yaitu dari mana asal atau bagaimana mulanya maka pemilik kucing itu bernama Daeng Sumarta. Daeng, sama halnya dengan Andi, hanya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang asal Bugis, Sulawesi Selatan sana. Sedangkan Sumarta nama orang asal Jawa Barat, Sunda. Kalau untuk orang Jawa, Sumarto.
Juga tentang nama kucing cantik itu. Kebanyakan kucing di Indonesia diberi nama Manis, Belang atau sebutan yang sama dengan warna bulunya, seperti Itam, Kuning dan Putih.
Mengapa kucing Daeng Sumarta diberi nama Sati. Aneh sekali.
Tetapi tatkala ada tetangga akrab bertanya mengapa piaraannya itu diberi nama Sati, ia terus terang menjawab, bahwa bagi orang Minang, Sati artinya Sakti. "Kucing saya ini memang sakti," kata Daeng, "sebelum ada dia saya selalu sakit-sakitan, tetapi kemudian tidak lagi. Saya anggap dialah penolak bala yang dulu selalu menerpa saya." Daeng bicara serius tetapi yang bertanya tidak yakin bahwa jadi sehatnya Daeng karena kesaktian si Sati. Dan orang itu benar, walaupun tidak sepenuhnya. Memang ada kelebihan pada Sati tetapi tidak persis seperti yang dikatakannya. Kucing itu seakan-akan bukan kucing, melainkan manusia dalam soal kepintaran. Ia mengerti segala apa yang dikatakan atau disuruh tuannya, yang amat menyayanginya tetapi juga amat disayanginya. Mereka berdua bagaikan dua sahabat akrab.
Jika orang mengetahui asal usul kucing, kasih sayang yang terjalin di antara hewan dan manusia itu bukan sesuatu yang aneh. Hampir semua binatang, kalau dipelihara dengan baik sejak kecil, hampir pasti akan selalu menyayangi dan setia kepada orang yang memelihara dan memberinya makan.
*** PADA hari itu, Jum'at menjelang tengah hari yang amat terik, Daeng Sumarta melihat beberapa orang anak sedang menyiksa seekor kucing yang masih kecil, berumur sekitar dua atau tiga bulanlah. Binatang yang kurus kerempeng itu diikat di ujung seutas tali plastik pada lehernya, lalu mereka seret kian kemari. Kucing itu tak dapat berbuat lain daripada mengeong-ngeong kecil oleh rasa sakit dan takut yang tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencekam dirinya. Kadang-kadang mereka angkat sehingga binatang itu menggelepar-gelepar di udara. Betapa tidak!
Sama saja seperti orang yang digantung atau menggantung diri.
Tiap manusia yang masih mempunyai hati dan sedikit saja rasa kemanusiaan pasti akan kasihan melihat binatang tak berdaya itu diperlakukan begitu kejam. Dan Daeng Sumarta adalah seorang hamba Allah yang kenal rasa kasihan, walaupun terhadap binatang.
"Lepaskan!" hardik Daeng Sumarta menghampiri anak-anak itu. Mukanya yang merah karena amarah dengan kumis melintang dipelintir ke atas menyebabkan ia kelihatan garang, membuat anak-anak nakal itu takut dan serta merta melepaskan binatang siksaan mereka. Lalu lari.
Daeng Sumarta mengambil kucing yang hampir mati itu, membuka ikatan pada lehernya, ditiup-tiupnya, dengan maksud menambah kehidupan yang tinggal terlalu sedikit pada diri hewan itu. Kucing itu bukan hanya kurus dengan tulang-tulang menonjol, tetapi juga kumuh dengan mata yang hanya setengah terbuka mengeluarkan kotoran. Sudah pasti ia bukan kucing kepunyaan dan piaraan seseorang. Mungkin sudah tidak punya induk yang dalam keadaan melarat bagaimana pun pasti mencurahkan kasih sayang kepadanya.
Barangkali ia kucing buangan yang sengaja dienyahkan oleh keluarga yang tadinya memeliharanya. Karena dia suka kencing dan buang kotoran di dalam rumah. Dibuang dalam keadaan belum mampu mengurus diri sendiri itulah menyebabkan dia menjadi kucing gelandangan, tanpa tempat berteduh, tanpa manusia yang seharusnya memberi makan pada binatang . . . jenis piaraan semacam dia.
Daeng Sumarta bagaikan mendapat bisikan untuk membawanya pulang dan ia patuh kepada apa yang seolah-olah bisikan itu. Binatang itu dibawanya pulang dengan singgah sebentar di sebuah warung murahan, membeli nasi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan sedikit ikan goreng. Ia tidak bisa mengharapkan ada nasi di rumah, karena ia sendiri pun hanya pemakan di warung atau beli nasi bungkus untuk di makan di rumah. Ia tinggal seorang diri, tanpa isteri, tanpa pembantu. Ia duda yang tidak punya anak dari dua kali berumah-tangga. Kedua isterinya mati secara tragis sekali, yang pertama dihanyutkan air banjir, yang kedua tewas oleh sambaran petir. Setelah itu ia secara sungguh-sungguh menemui beberapa peramal kenamaan, bertanya mengapa ia ditimpa kemalangan yang demikian.
Hampir semuanya mengatakan, bahwa itu sudah nasib suratan badan. Tak seorang pun dapat mengubahnya. Kata mereka pada suatu ketika ia akan mempunyai isteri lagi.
Menjelang tibanya saat itu ia akan memperoleh teman yang akan sangat setia kepadanya, selalu bersedia melaksanakan apa pun kehendak hatinya. Tetapi untuk itu ia harus menemui seorang tua. Siapa orang tua itu akan diketahuinya dalam sebuah mimpi. Duda malang itu percaya dan menantikan kebenaran dari ramalan.
Apa yang dinantikannya mulai datang tiga bulan kemudian.
Benar, dalam sebuah mimpi ia dikunjungi seorang tua berjenggot lebat, telah putih seluruhnya. Kepada Daeng Sumarta diperintahkannya untuk menemuinya di dalam sebuah gua batu tak berapa jauh dari tepian Citarum, sebuah sungai besar berbatu-batu yang dalam perjalanannya melalui daerah Rajamandala, Jawa Barat.
Perintah itu dipatuhinya dan ia benar-benar menemukan gua yang dikatakan orang tua di dalam mimpinya. Dan benar pula, di dalam gua itu ia bersua dengan manusia berjanggut putih lebat, orang yang dilihatnya di dalam mimpi.
Suatu instink di dalam dirinya menyuruh ia berlutut lalu sujud di hadapan kakek itu.
"Duduklah, aku bukan toapekong untuk disembah-sembah oleh mereka yang bertuhankan berhala. Aku makhluk biasa seperti manusia lainnya, hanya memilih tempat bermukim di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sini. Aku merasa tenteram dan damai di sini. Itulah yang membuat aku betah," kata kakek itu tanpa memperkenalkan diri.
"Saya telah datang memenuhi perintah Aki," kata Sumarta.
Pada waktu itu ia bernama Sumarta tanpa Daeng.
"Kau orang yang telah dua kali kehilangan isteri Sumarta,"
kata kakek itu, membuat si pendatang merasa heran, bagaimana orang yang menjauhi kehidupan ramai itu mengetahui nasib dirinya. "Namaku Andi Malewa asal dari Bugis. Pernah lama tinggal di Jakarta dan Bandung. Bosan aku melihat keramaian dan kepalsuan hidup di kota-kota.
Kemudian aku pindah ke Cianjur. Kupikir keadaan akan jauh lebih baik. Kiranya hampir sama saja. Sebab kota itu pun sudah dihinggapi kepalsuan dan ketamakan. Itulah yang membuat aku menyingkir ke mari. Hatiku tergerak untuk menolong kau Sumarta!"
"Menolong saya" Mengembalikan isteri saya Komariah yang disambar petir atau Rohana yang dihanyutkan banjir?" tanya Sumarta.
"Tidak, itu tak mungkin. Sekurang-kurangnya Aku tidak punya ilmu untuk menghidupkan orang yang telah kembali ke Tuhannya."
"Aki mau memberi azimat kepada saya?"
"Kau tidak membutuhkannya. Aku akan memberi kau yang jauh lebih berharga daripada itu."
"Apa Aki" Saya tentu akan senang sekali. Tetapi mengapa Aki justru memilih saya?"
"Entahlah, pilihanku jatuh ? kepada dirimu. Itu pun kalau kau mau. Kalau kau tidak menghendaki, kau boleh pulang.
Aku akan mengiringkan kau dengan doa!"
"Saya mau Aki. Apa yang Aki mau berikan kepada saya"
Dan apa syaratnya untuk boleh menerimanya?" tanya Sumarta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mendengar dari beberapa cerita, bahwa pertapa kadangkala memberikan azimat atau ilmu kepada seseorang yang disukainya atau datang menemuinya.
"Kau tidur di sini. Cukup tiga malam. Selama di sini kau tidak boleh makan suatu apa pun. Juga tidak boleh minum!
Puasa lengkap!"
Sumarta berpikir sejenak. Ia pun pernah mendengar tentang pertapa yang berbulan-bulan tak makan, tetapi tetap hidup, dihidupkan oleh keyakinannya bahwa bukan hanya makanan dan minuman saja dapat memberi kehidupan kepada manusia. Kemudian ia menyatakan kesanggupannya.
Sejak hari pertama Sumarta menduga akan mendapat ajaran dari pertapa itu. Entah apa. Ilmu pengobatan, kesaktian, ilmu kebal atau ilmu menjadi orang kaya. Tetapi ajaran itu tidak pernah ada. Sampai memasuki malam ketiga ia tidur di sana. Sudah tiga hari dia tak makan dan minum.
Tetapi ia juga tidak pernah merasa lapar atau dahaga.
Pada hari terakhir Sumarta tak dapat lagi menahan pertanyaan, ilmu apakah yang hendak diberikan pertapa itu kepadanya.
"Sudah kumasukkan ke dalam dirimu," kata Andi Malewa.
"Tetapi saya belum merasakannya!" ujar Sumarta.
"Semakin baik. Pertanda bahwa ilmu itu akan ampuh sekali.
Kalau hendak pulang, silakan. Tak lama lagi kau tidak akan merasa kesepian seperti yang kau derita sejak kepergian isterimu!"
*** MAKA bersiaplah Sumarta untuk meninggalkan sang pertapa. Seperti pada kedatangannya tempo hari, kini pun ia berlutut lagi dan sujud, walaupun Andi Malewa pernah mengatakan, bahwa ia bukan berhala untuk disembah oleh bukan penyembah Tuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak ada perintah atau pesan Aki kepadaku?" tanya Sumarta.
"Kau bijaksana menanyakan itu kepadaku. Kalau kau tidak bertanya, aku tidak akan berpesan apa-apa. Kau telah mempunyai sesuatu di dalam dirimu yang tidak kau miliki tadinya dan hanya dipunyai oleh sejumlah amat kecil manusia di dunia ini. Namun begitu, dalam hidupmu ysng penuh lika-liku ada satu yang perlu kauhindari."
"Apa itu Aki?" tanya Sumarta.
"Hujan teramat lebat dan manusia harimau!"
Sumarta tertegun. Hujan lebat dia mengerti. Tetapi manusia harimau, apakah itu. Ditanyakannya kepada Andi Malewa.
"Dia berasal dari Sumatra. Sudah beberapa tahun, sampai kini hidup di Jakarta. Dia orang baik, walaupun kadangkadang menjadi harimau. Hindari dia. Jangan tanya apa-apa lagi, kau akan mengetahuinya kelak. Kembalilah ke ibu kota yang penuh dosa dan kepalsuan itu."
Dengan sebuah mobil Colt ia pergi ke Cianjur. Dari sana disambungnya dengan bis ke Jakarta.
Tiba di rumah kecilnya di Kebun Nanas, Jatinegara, beberapa tetangga yang kehilangan dirinya beberapa hari bertanya, dari mana dia. Dengan jujur ia menjawab, dari rumah kakeknya di Rajamandala. Dan semua tetangga percaya.
Sejak dia kembali, terasa olehnya para tetangga lebih ramah dari dulu, selalu menyapa atau memberi hormat kepadanya bila berpapasan. Tetapi selain itu tidak ada keanehan apa pun terjadi. Semua biasa-biasa saja. Dia tidak mendadak jadi kaya oleh tumpukan uang atau emas yang tiba-tiba saja terletak di hadapannya.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
KEMUDIAN, tujuh hari setelah ia kembali dari gua Andi Malewa, ia melihat beberapa anak nakal yang sedang menyiksa kucing kecil. Diselamatkannya lalu dibawanya pulang.
Dicobanya memberi makan. Binatang itu kiranya masih terlalu lemah untuk makan, walaupun ia tentunya teramat lapar. Sumarta memberinya susu kental dicampur air. Itu pun tak terminum oleh kucingnya. Lalu diminumkannya dengan sendok. Menolong. Binatang itu perlahan-lahan berdiri, mengeong. Sebenarnya antara mengeong dan merengek.
*** DUA OLEH rajinnya Sumarta merawat dan memberi makan-minum kucingnya, perlahan-lahan binatang itu memperoleh tenaga kembali. Dua minggu kemudian ia telah agak gemuk dan kini bersih. Sumarta selalu mengelapnya dengan handuk kecil berair hangat.
Beberapa bulan berlalu tanpa banyak perubahan atas diri Sumarta tetapi membawa banyak kemajuan bagi si kucing. Ia gemuk dan tambah cantik kini, manja sekali pada tuannya.
Juga pada tetangga yang selalu didatanginya dengan setiap kali mengeong lebih dahulu.
Sumarta telah memberinya nama Sati. Ia teringat pada tetangganya sebelum dia pindah ke Kebun Nanas dahulu.
Seorang asal Minang yang bernama Sutan Sati. Ketika ditanyakannya apakah Sati mempunyai makna, sahabatnya itu kontan menjawab bahwa dalam bahasa Minang Sati itu maknanya sakti. Tetapi, katanya sambil tertawa, dia sendiri bukanlah orang yang mempunyai kesaktian.
"Kau kuberi nama Sati kawan, mau?" kata dan tanya Sumarta kepada kucingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Binatang yang disebutnya dengan "kawan" itu memandangnya lalu menggosok-gosokkan kepalanya ke dada tuannya, kemudian melompat ke atas bahunya.
"Barangkali kau yang dimaksudkan Aki Andi Malewa untuk menghilangkan kesepianku," kata Sumarta seperti terluncur saja dari mulutnya. Ia sendiri tak tahu mengapa ia berkata begitu.
Pada saat itu ia melihat pertapa itu mendadak berdiri di hadapannya dan berkata perlahan. "Benar Sumarta, dialah sahabatmu yang baik dan setia. Ia akan patuh pada segala perintahmu. Yang baik dan yang jahat. Tetapi cobalah berbuat yang baik saja, karena perbuatan jahat akan banyak risikonya." Setelah itu pertapa itu menghilang.
Segala perkataan Andi Malewa didengarnya jelas sekali.
Tetapi apakah benar begitu" Tak masuk akal. Bagaimana caranya" Pertapa itu tak pernah mengatakan kepadanya bagaimana caranya menyuruh kucing kesayangannya itu.
Timbul keinginannya untuk mencoba dengan cara biasa saja. Sebagaimana orang menyuruh seorang anak atau orang lain.
"Sati, aku ingin kau ke rumah Pak Mangun. Kau tahu kan, Pak Mangun yang berjualan soto itu. Pergilah," kata Sumarta.
Sati memandangnya lalu mengeong dan melangkah pergi.
Sumarta mengikuti sampai ke pekarangan untuk melihat apakah kucing itu benar-benar mengerti dan melaksanakan suruhannya. Sati menyeberangi jalan lalu berjalan melalui beberapa rumah, kemudian masuk ke rumah Pak Mangun.
Ajaib sungguh Ajaib, Sumarta hampir tidak percaya, tetapi apa yang dilihatnya adalah suatu kenyataan. Bukan khayalan.
Bukan mimpi. Beberapa menit kemudian kucing itu keluar lagi, kembali ke tuannya. Sumarta mengangkat dan menggendongnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa orang yang melihatnya turut senang. Seorang laki-laki duda, yang kesepian dan begitu sayang akan kucingnya.
Seorang anak perempuan kecil datang pada Sumarta, meminjam Sati untuk digendongnya. Sumarta memberi dan kucing itu pun menurut. Dijilat-jilatnya pipi gadis kecil itu sehingga ia tertawa-tawa kesenangan.
"Kucing Wak ini cantik sekali. Kasi Marni saja ya Wak,"
pinta Sumarni. Sumarta tertawa. "Kalau kau suka kucing nanti Wak carikan seekor. Tetapi jangan Sati. Nanti Wak tak punya kawan lagi."
Perlahan-lahan Sumarta merasakan adanya perubahan lain.
Dalam masalah rezeki. Kalau tadinya buah-buahan dagangannya hanya memberi hasilnya pas-pasan, maka kini terasa lebih laku dari biasanya. Orang-orang yang jadi langgangan-nya kini banyak. Ia menganggap, bahwa kucingnya, selain mengerti dan mau disuruh, juga pembawa rezeki. Memang ada makhluk, manusia atau hewan yang membawa rezeki. Begitu pula ada yang menampik rezeki.
Kelahiran seorang anak atau pemungutan seorang anak bisa membawa rezeki banyak bagi keluarga yang mendapat anak baru itu. Ayam, itik, kambing, anjing, kucing, dan binatang piaran lain juga bisa membawa rezeki. Tetapi ada juga yang membuat pencarian jadi susah. Dalam hal yang demikian pendatang baru itu membawa sial, menolak rezeki.
Telah banyak kali Sati membuktikan kepintaran dan kepatuhannya. Sumarta sudah berkali-kali menyuruhnya mengambil baju atau kain yang tersusun di dalam lemari sederhananya. Kucing itu bukan hanya mengambil yang benar-benar dimaksud oleh tuannya, tetapi juga tahu bagaimana cara menggigit benda itu agar tidak sampai menyentuh lantai.
Pernah dicobanya menyuruh piaraannya itu menjaga barang dagangannya sementara ia melihat dari agak jauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau ada pembeli datang ia selalu mengeong lembut sambil mengangkat kaki depannya menunjukkan arah pergi Sumarta.
Seakan-akan mengerti maksud kucing yang amat mengherankan itu, calon pembeli mengusap-usap kepalanya, berlalu untuk kembali lagi kemudian sesudah si pedagang buah berada di tempatnya.
Tetapi ada lain peristiwa yang sangat mengejutkan Sumarta. Ketika ia berdiri agak jauh dari tempatnya berdagang, datang dua orang anak tanggung. Rupanya punya maksud kurang baik. Setelah lihat kiri kanan, salah seorang anak mengambil seikat rambutan rapiah dan beberapa buah salak yang besar-besar lalu memasukkannya dalam kantong plastik yang sudah tersedia. Melihat itu si Sati marah, mengangkat tubuhnya bagaikan hendak berkelahi dan mendengus. Kedua anak itu memandangnya, heran tetapi tidak menjadi takut. Mereka tidak menyangka amarah kucing itu oleh perbuatan yang merugikan tuannya. Mereka terus berlalu, dilihati oleh Sumarta dari sedikit jauh tempatnya berdiri.
Terjadilah apa yang tidak disangka dan cuma mengejutkannya. Sati bergerak lalu melompat ke tengkuk pencuri buah itu. Ia menggigit kuduk di pencuri, rupanya cukup kuat, sebab yang empunya diri berteriak keras kesakitan. Ia juga menanamkan kuku-kukunya ke dalam daging bahu si maling tanggung sehingga anak itu minta-minta tolong. Sumarta datang dan menyuruh Sati melepaskan mangsanya. Tapi kucing itu tidak segera mematuhi. Barangkali ia menyangka tuannya tidak tahu bahwa anak itu telah mencuri buah-buahan.
"Kembalikanlah buah yang kau ambil dari tempatku tadi,"
kata Sumarta tanpa marah-marah, "Supaya Sati melepaskanmu." Dengan badan gemetar anak yang sangat terkejut dan takut itu mematuhi. Dan Sati melepaskannya kembali. Orang-orang yang berada di sekitar situ jadi sangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
heran dan turut takut. Tanpa mereka sadari, bulu roma mereka berdiri Sebagai ada yang amat menyeramkan. Yang kenal pada Sati selalu membelai-belai kucing cantik itu. Tidak pernah menyangka, bahwa ia bisa segalak dan seganas itu.
Kucing apakah dia tanya mereka dalam hati. Dan kemudian di antara mereka tidak berani menanyakan langsung kepada Sumarta.
Bukan hanya mereka. Sumarta sendiri pun terkejut bukan kepalang tatkala si Sati mendadak menerkam dan menggigit tengkuk si pencuri buah. Ia sama sekali tidak memerintahkannya untuk menyerang anak tanggung itu.
Mencuri sedikit buah saja, yang mungkin disebabkan kenakalan atau keusilan semata-mata tidaklah perlu sampai mendapat hukuman seperti itu. Ia tidak sekejam itu. Kucing apakah ini, tanya Sumarta kepada dirinya sendiri. Tetapi ia cukup bijaksana untuk tidak memperlihatkan keterlaluan heran dan terkejutnya itu kepada para pedagang lainnya. Di samping heran dan terkejut, diam-diam dia juga merasa bangga mempunyai piaraan sesetia itu. Tapi juga tidak terlepas dari rasa takut. Keganasan kucing itu bisa membawa risiko baginya. Bisa membuat ia diseret ke Polisi dan ke Pengadilan.
Tidak hanya itu yang dipamerkan si Sati hari itu. Setelah menyerang pencuri buah dan melepaskannya kembali atas perintah tuannya, ia kembali duduk di tempatnya menjaga dagangan, tenang-tenang bagaikan tidak pernah terjadi suatu apa pun. Kemudian ia melompat dari bangku tempatnya duduk, berjalan pelan-pelan ke Mamat, tukang buah juga, yang diketahuinya suka padanya dan sesekali memberinya makan. Tetapi kali ini Mamat tidak menerima kunjungannya dengan perasaan seperti biasa. Bukan senang lalu mengangkatnya, tetapi juga tidak menjauhkan diri. Tidak berani. Jadi serba salah dia. Didekati merasa takut, tetapi untuk menghindar juga tidak punya keberanian. Kalau kucing aneh itu merasa tersinggung, bisa susah! Setelah ia melihat kejadian tadi, maka kejadian lain yang tidak disangka kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saban waktu bisa terjadi. Kucing apakah ini sebenarnya, tanyanya dalam hati. Diberanikannya mengelus badan Sati.
Mau mengambil hati agaknya. Mau memperlihatkan bahwa dia kawan, bukan lawan. Dan nampaknya kucing itu mengerti apa yang terpikir di dalam benak Mamat dan apa yang menjadi tujuan di dalam hatinya. Sati menggesek-gesekkan badannya ke kaki Mamat. Bersahabat baik" Mengapa tidak. Ia memang suka disayangi dan suka membalas sayang orang. Dengan caranya tentu.
Sumarta bukan marah, tetapi menghibur anak yang mencuri buahnya. Memang kucingnya itu kadang-kadang berperangai aneh katanya. Tetapi tidak betul-betul nakal.
Sebenarnya dia mau main-main, tetapi rupanya agak keterlanjuran menggigit agak kuat. Betapa tidak. Tengkuk anak itu mengeluarkan darah dari beberapa luka tembusan gigi Sati. Bahunya juga berdarah oleh cakaran kukunya.
*** SUMARTA tidak mengetahui, bahwa seorang berduit, nampaknya seperti keturunan Cina, melihat seluruh kejadian dari mobilnya, tak berapa jauh dari sana. Dari terkejut ia heran. Selama umurnya yang sebulan lagi mencapai empat puluh tahun, ia belum pernah melihat kucing seaneh dan sepintar itu. Yang biasanya pandai menjaga barang atau keselamatan majikannya hanya anjing. Itu pun setelah melalui latihan yang cukup lama. Kucing tidak bisa! Yang lain tentu bukan kucing biasa. Kucing sakti, keturunan dewa atau bekas piaraan suhu-suhu dari kalangan ilmu tinggi yang tidak dimiliki oleh sembarang orang. Kucing ini pasti bawa rezeki. Kalaupun tidak bawa rezeki, tidak apa. Dia toh sudah cukup kaya. Lebih daripada kaya. Kucing seperti itu bisa jadi kebanggaan. Bisa dilagakkan kepada kawan seprofessi dan pejabat-pejabat yang akrab dengan dia. Tentu akan menimbulkan kesan!
Orang kaya ini yang kemudian ternyata bernama Jaya Wijaya alias Ban Hoy Ya turun dari kendaraannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendapatkan Sumarta. Diperhatikannya pedagang buah itu dari atas ke bawah lalu ke atas lagi, seakan-akan menaksir kekuatan atau kelebihan yang ada pada diri pemilik kucing itu.
Dia, yang bukan hanya kaya duit tetapi juga merasa kaya dalam ilmu kuntau dan nampaknya punya pula ilmu kebatinan berkata:
"Kucing abang hebat sekali!"
Sumarta merasa senang akan pujian itu, tetapi tidak menanggapi.
"Saya mau beli abang punya kucing. Mau jual berapa?"
tanya Jaya. Sumarta mendengar tetapi tidak menjawab. Tidak perlu dijawab pikirnya. Lain halnya kalau orang itu bertanya apakah dia mau menjual kucingnya. Ini langsung menanyakan harga.
Jaya bertanya lagi:
"Abang mau jual berapa?"
"Apa" Mangga harumanis atau rapiah-nya?" jawab Sumarta.
Dia memang hanya tukang jual buah kecil-kecilan, tetapi dia juga bisa belagak bodoh.
"Saya tanya kucing, bukan tanya buah. Kalau mau beli buah, saya tidak beli di sini. Saya beli di Glodok atau Pinangsia!"
"O, kucing."
"Ya, mau jual berapa?"
"Siapa yang mau jual?"
"Wah, si abang sombong amat. Saya mau beli abang punya kucing. Mau dijual berapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tanya siapa yang mau jual kucing" Yang sombong siapa, saya apa tuan" Enak saja tanya harga kucing.
Memangnya saya jual kucing?" Sumarta tidak mau kalah sombong.
Jaya merasa bahwa dia sudah salah masuk, tetapi karena dirinya kaya raya dan sudah terbiasa mendapat apa saja yang dia ingini, maka dia berkata:
"Saya sebetulnya mau nolong si abang. Hasil jualan begini kan tipis sekali. Dengan menjual kucing si abang kepada saya kan bisa buka dagangan yang gedean dengan hasil yang lebih baik. Cukup buat makan anak isteri abang!"
"Kenapa mikirin anak isteri saya" Apa tau saya punya anak dan punya isteri?"
Jaya diam. Dia tidak biasa dilawan begitu. Pejabat saja banyak yang bisa dia atur, kok ini tukang buah tengik ngomong segede alaihim.
"He, saya bukan mau bayar sepuluh ribu buat abang punya kucing. Saya berani bayar seratus ribu. Pernah lihat uang seratus ribu?"
"Tuan sombong ya!"
"Bukan, saya mau tolong si abang. Ini kucing bisa bikin susah sang abang. Cakar dan gigit orang. Abang bisa ditangkap. Tapi saya bisa piara baik-baik di rumah saya.
Makan cukup, semua cukup. Sudahlah, saya memang senang kucing, saya bayar dua ratus ribu."
Jaya mengeluarkan segeblok uang kertas sepuluh ribuan dan menghitung dua puluh lembar. Ia ulurkan uang itu kepada Sumarta, tetapi ia menolak.
"Saya jual buah, bukan jual kucing," katanya.
"Abang betul-betul bodoh. Saya punya banyak cara untuk mendapatkan kucing itu. Jangankan cuma kucing. Apa saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang saya mau saya bisa dapatkan. Abang lebih baik jual saja kepada saya
Saya tambah lagi lima puluh ribu."
Mendadak si Sati menggeram dan memandang ke arah Jaya Wijaya. Geramnya kian keras, dia benar-benar memperlihatkan amarahnya. Orang kaya sombong.
*** TIGA BAGI pandangannya mata kucing berwarna biru itu seolah-olah memancarkan api dan membuat ia silau, dan menutup kedua belah matanya lalu beranjak pergi. Ia gemetar dan hatinya berdebar keras. Tak tahu mengapa, tetapi selama hidupnya dari orang biasa sehingga menjadi sangat kaya selama delapan tahun yang terakhir ini ia belum pernah setakut ini. Dan begitu mendadak. Hanya oleh pandangan seekor kucing, yang dengan satu tendangan kaki bersepatu Pirelli atau Barrattsnya saja sudah akan kelenger dan mati.
Kalau tidak mau menggunakan tenaga, cukup mencabut senjata api FN-nya yang tak pernah lekang dari tubuhnya, ke mana pun ia pergi. Lepaskan satu peluru dan kucing sialan itu akan modar tak pernah berkutik lagi untuk jual garang sama seorang Jaya Wijaya semacam dirinya. Itu sebelum semua senjata nondinas dicabut.
Melihat mati kutu dan kepergian orang kaya secara mendadak itu, Sumarta dan semua orang yang turut mendengarkan tawarannya atas diri si Sati jadi heran tanpa bisa menjawab keheranan itu. Tetapi kini Sumarta, selain heran juga dihinggapi rasa takut baru. Apakah orang berduit itu akan melakukan pembalasan" Bukankah tadi dia mengatakan, bahwa dia mempunyai banyak cara untuk memperoleh kucing yang hendak dimilikinya itu. Seakan-akan tahu, bahwa tuannya rasa kebingungan si Sati yang baru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperlihatkan kegarangannya, mendadak tenang-tenang dan penuh kemanjaan seperti biasa mendekati Sumarta lalu menggosok-gosokkan kepala dan badannya ke kaki orang itu.
Sumarta mengangkat dan gendong kucingnya yang lalu merapatkan kepalanya ke pipi pemiliknya. Betapa mesra kasih sayang antara dua sahabat yang hewan dan manusia itu.
Semesra cinta Bambang terhadap Ningsih.
*** SEPERTI biasa, malam itu pun si Sati tidur seranjang dengan tuannya. Sati mencari kehangatan di antara kedua belah kaki Sumarta.
Lain halnya dengan Jaya Wijaya. Setelah sampai di rumahnya pun ia masih saja gelisah, tak jelas apa yang dirisaukannya. Seperti akan ada malapetaka menimpa dirinya.
Dicobanya membuang dengan meyakinkan dirinya bahwa semua itu hanya khayalan buruk belaka. Akibat amarah kucing setan yang tak lekang dari benaknya. Namun begitu kepada tiga orang pengawal rumah yang jaga sepanjang siang dan malam secara bergiliran dengan rekan-rekan mereka yang lain dibangunan khusus untuk itu di dekat pintu masuk pekarangan dipesankannya agar lebih waspada karena kian banyak penjahat mengganggu keamanan di mana-mana. Tak diceritakannya tentang kucing yang menghantui dirinya.
Oleh karena itu tiga orang penjaga keamanan malah senang sekali ketika jam 22.00 malam itu mereka dapat tamu seekor kucing belang yang bersih dan cantik. Jinak dan manja lagi. Dia menggosok-gosokkan kepala dan mereka mengelus-elus bulunya yang licin. Si Sati, sebagaimana biasanya dalam keadaan normal, selalu ramah tamah.
Mereka juga membiarkan dengan rasa sayang ketika kucing itu meninggalkan rumah jaga menuju ke rumah Jaya Wijaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang besar dan teramat mewah. Konon harga membuat berikut perlengkapannya mendekati seribu juta.
Tidak sulit bagi si Sati untuk masuk ke dalam. Ia memandang ke sekitarnya kemudian memasuki ruangan demi ruangan dan kamar demi kamar. Kucing biasa tak akan dapat melakukannya. Tiap kamar diperhatikannya dengan tenang bagaikan orang yang hendak membeli atau mengontrak rumah saja. Gerak dan lompatnya tak menimbulkan suara sedikit pun. Beberapa saat kemudian ia sampai ke kamar tidur Jaya Wijaya yang sedang terbaring dengan mata terbuka di samping seorang perempuan cantik sekali. Isterinya. Seorang wanita THAI yang diambilnya dari Chieng-mai. Lydia Savatsila memang cantik sekali. Sebenarnya dia bukan isteri sembarangan. Bukan pula seperti lazimnya status isteri-isteri pada umumnya.
Lydia isteri kontrak untuk jangka waktu dua tahun.
Setahunnya seratus ribu dollar Amerika. Kalau oleh satu dan lain sebab Jaya Wijaya tidak ingin sampai mencapai dua tahun, maka uang kontrak tetap untuk dua tahun. Sebaliknya kalau Jaya ingin memperpanjang kontrak harus dengan kesediaan Lydia dan harga akan diperundingkan lagi. Tidak ada ikatan bagi Lydia untuk harus mau memperpanjang kawin-kontrak tersebut.
Tapi bagi Wijaya pun jangan dikira akan menimbulkan kekecewaan kalau Lydia tidak mau memperpanjang waktu.
Dengan uangnya yang akhirnya bisa menimbulkan kepusingan bagaimana cara mempergunakannya, ia dengan mudah bisa mengambil wanita lain, mau yang mana saja! Tinggal tunjuk.
Begitulah pikirnya.
Wijaya tidak mengetahui kehadiran Sati di sana walaupun ia merasa begitu gelisah tanpa mengetahui apa sesungguhnya yang menjadi sebab. Lain halnya dengan Lydia Savatsila.
Agaknya nalurinya lebih kuat. Boleh jadi kekuatan ini didapatnya dari kakeknya yang di negeri Thai sana, terutama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di pinggiran Chiengmai dikenal sebagai seorang bomo dengan ilmu yang amat tinggi. Ia selalu dapat meramalkan bencana yang akan menimpa seseorang yang meminta nasehatnya dan ia pun dapat mengalihkan bahaya itu kepada orang lain.
Lydia mengguit Wijaya. "Aku merasa ada bahaya di dalam rumah ini," katanya.
Laki-laki kaya itu terkejut, tetapi ia berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Dia selalu memperlihatkan keberanian dan keberhasilan di dalam segala hal. Walaupun jantungnya berdebar, Wijaya berkata:
"Mana mungkin ada bahaya. Mereka harus melangkahi mayat para penjaga dulu. Dan kalau terjadi apa-apa tentu kedengaran!"
"Barangkah benar apa yang kau katakan, tetapi aku tetap merasakan adanya bahaya itu di dalam rumah ini. Dia begitu dekat. Bisikan itu tidak pernah dusta!" kata Savatsila.
"Bisikan apa?" tanya Wijaya. Ia jadi tambah sangsi.
"Aku selalu dapat bisikan, kalau ada bahaya di dekatku.
Tetapi bahaya ini bukan untuk diriku!" kata perempuan cantik itu. Ia tenang-tenang, karena yakin kakeknya selalu melindunginya.
"Jadi untuk siapa?" tanya Wijaya seolah-olah dia percaya sekarang bahwa bahaya itu benar-benar ada.
Si Sati mendengarkan segala percakapan kedua insan itu, barangkali juga mengerti. Memang benar ia tidak akan mengusik wanita yang tidak punya salah terhadap dirinya.
Sati masuk ke ruangan yang penuh dihias dengan aneka macam barang antik dari porse-lein zaman kuno dan barang-barang dari kristal mode mutakhir yang berpuluh bahkan ratusan juta harganya. Ia memandang ke sekitarnya dan rupanya merasa puas. Tak lama kemudian terdengar suara hingar bingar oleh barang-barang yang berpecahan. Si Sati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hanya kucing itu telah menjadi sebesar anjing herder dan mengamuk dengan tenaga seperti harimau.
Terkejutnya Wijaya bukan alang kepalang. Apa yang terjadi"
Suara itu terdengar sampai ke rumah jaga, sehingga dua di antara ketiga petugas berlari ke rumah, tetapi tidak bisa masuk, karena semuanya dikunci. Mereka yang tidak kenal takut pun jadi bingung, tetapi hanya sebentar. Mereka lalu menyangka, bahwa antara majikan mereka terjadi percekcokan dan si nyonya menghancurkan barang-barang yang terdengar berantakan tadi. Tetapi ketika mereka mau kembali ke pos penjagaan, mereka dikejutkan oleh suara Wijaya yang berteriak minta tolong karena semua lampu tiba-tiba padam. Dia pikir tentu perampok-perampok yang memadamkan, sesudah dia lebih dulu dibikin panik dengan penghancuran benda-benda berharga tadi. Dalam gelap dia tidak bisa mengetahui dari mana datangnya musuh, sedangkan musuh tentu telah mengetahui di mana dia berada dan bagaimana menyerang dirinya.
Tubuh Wijaya menggigil. Apakah akan tamat riwayatnya sampai di sini" Ah, ia belum puas menikmati harta yang melimpah-limpah dan wanita yang masih begitu banyak belum dicicipinya. Dia belum merasakan orang Ceko, Polandia, Austria, Turki, Afghan, Iran, Israel, Belgia, Ma-rokko, Mozambik. Ah, masih terlalu banyak untuk disebut satu demi satu. Baru empat belas bangsa yang sudah dicobanya. Dan itu harta! Di berbagai bank. Di aneka negara. Akan tinggal semua. Untuk orang lain" Tidak, semua itu hasil pemikirannya, kepandaiannya, pintarnya mengambil hati beberapa bapak sehingga semua benteng bisa ditembusnya, semua usaha dan keinginannya tercapai. Juta-juta diberikannya kepada mereka.
Ratusan juta dikantonginya. Kalau ia berbaik hati memberi ratusan juta maka ribuan juta akan menjadi bagiannya. Itu dinamakannya baik hati dan bapak-bapak setengah konyol itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepakat pula untuk mengatakan itu suatu kebaikan hati. Enak bekerja sama dengan Jaya Wijaya dan yang sejenis dengannya.
Si Sati memperdengarkan geramnya. Kemudian mendengus keras. Mengetahui bahwa bukan perampok bersenjata, melainkan si Sati yang datang, Jaya Wijaya malah jadi kian takut. Kucing setan itu. Apa maunya! Mau membalas sakit hati, karena tuannya dikasari tadi siang"
Adik Jaya yang tidur di kamar tengah dan melihat semua pintu terkunci telah membuka pintu depan supaya para penjaga bisa masuk. Tetapi keadaan gelap gulita. Penerangan di pekarangan pun turut padam. Penyergapan ini benar-benar direncanakan dengan matang dan dilaksanakan dengan baik.
Tetapi para penjaga dan segenap penghuni rumah, dikecualikan Jaya Wijaya, tetap tidak mengerti bagaimana caranya para perampok itu masuk.
"Ada kucing," kata Lydia, heran. Dia pun masih menduga bahwa yang datang itu tentu perampok. Bahaya dalam rumah yang diketahuinya melalui nalurinya yang kuat adalah para perampok yang mampu menerobos pintu-pintu terkunci rapat dan kuat.
"Dia mau membalas. Mau membunuh aku barangkali," kata Jaya tidak kuat lagi merahasiakan bahaya yang mengancam dirinya.
"Membalas" Kau membuat kesalahan apa!" Dia tidak bertanya mengapa pula seekor kucing datang membalas. Di negerinya segala macam ilmu gaib ada bahkan ada beberapa jenis yang pasti terhebat di antara ilmu-ilmu mistik dan sihir di Asia. Berbagai jenis binatang jadi piaraan atau suruhan bomo-bomo sama halnya dengan di Indonesia. Mendengar ucapan Jaya Wijaya, perempuan Siam itu terus mengerti, bahwa kucing yang dimaksud tentu kucing suruhan. Dan kucing suruhan hanya dilepas oleh orang yang terlalu sakit hati dan mempunyai ilmu luar biasa tinggi. Tidak diketahuinya bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam hal ini kucing itu bukan disuruh oleh majikannya tetapi dia sendiri mempunyai isi yang luar biasa. Sebagai kucing ia tidak menuntut ilmu sendiri. Ia hanya jadi alat tempat seseorang mengisikan kepandaiannya. Dan si Sati sesungguhnyalah telah diisi dengan bermacam-macam kekuatan dan ilmu oleh seseorang yang memang hebat. Dan dia adalah Andi Malewa yang bertapa di dalam gua batu tak jauh dari Citarum di kawasan Rajamandala. Kucing yang ditemukan Sumarta sedang disiksa oleh anak-anak nakal itu, kiriman pertapa yang mau berbuat sesuatu untuk laki-laki yang telah mengunjunginya. Andaikata Sumarta tidak menghiraukan kucing itu, maka peruntungannya akan lain.
Mungkin lebih tenteram dan menyenangkan, mungkin juga penuh gejolak yang selalu menggelisahkan.
Oleh karena itulah maka si Sati bukan hanya kucing suruhan, tetapi juga kucing berisi yang mempunyai daya pikir dan daya buat melebihi manusia biasa.
*** USAHA menghidupkan lampu sia-sia belaka. Cahaya lampu senter simpang siur mencari di mana bersembunyinya para perampok yang oleh penjaga ditaksir lebih dari seorang.
Sekali, lampu senter seorang penjaga kebetulan menyorot Sati.
Ia berkata kepada kawannya: "He, itu dia kucing kita tadi!"
Mereka sebegitu sayang pada Sati sehingga enak saja menyebut "kucing kita."
Mendengar itu rasa takut Jaya Wijaya dilengkapi dengan rasa marah yang tidak ada faedahnya. Rupanya kucing itu tadi bertemu dulu dengan para penjaga keamanannya dan sempat pula disukai oleh mereka. Tiba-tiba ia berteriak hampir melolong, kesakitan. Si Sati telah menerkam dan menggigit betisnya. Beberapa saat tidak melepaskannya, sehingga seluruh bulu kuduk Wijaya berdiri. Bukan hanya sangat sakit, tetapi juga sangat seram. Seperti digigit hantu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi setelah Sati melepaskan gigitannya, lampu semua menyala kembali sehingga seluruh rumah berikut pekarangan indah-luas jadi terang benderang. Mereka semua melihat laki-laki amat kaya dan punya kekuatan itu dengan tubuh gemetar memegangi betisnya.
"Tolong, kucing setan itu menggigit betis gua!" kata Jaya Wijaya.
Pada kaki celana piyamanya kelihatan beberapa tetes darah. Tiga penjaga saling pandang. Kucing cantik yang sama mereka sukai itu menggigit" Mustahil. Ia kucing jinak dan manja. Mata mereka mencari-cari, di mana binatang piaraan yang terawat baik itu. Tentu kepunyaan orang mampu penyayang binatang, begitu keyakinan mereka.
"Panggil dokter atau lekas bawa gua ke rumah sakit," kata Jaya gugup.
Salah satu mobilnya segera melarikannya ke rumah sakit.
"Lekas, nanti gua gila," katanya. Sepanjang jalan, didampingi adiknya dan Lydia Savatsila, dia bicara tak tentu arah sambil memukul-mukul kedua tangannya.
*** EMPAT TIDAK masuk pada akal, bahwa orang setegap Jaya Wijaya menceracau seperti orang gila, hanya disebabkan gigitan seekor kucing. Tapi dokter yang memeriksa luka-lukanya menguatkan keterangan Lydia, bahwa suaminya digigit seekor kucing dalam keadaan rumah gelap gelita. Ia tidak dapat menjelaskan bagaimana kucing itu sampai bisa masuk ke kamar mereka. Pintu semua seperti biasa ditutup rapat. Siapa yang memadamkan lampu juga tidak dapat diterangkan.
Sudah pasti bukan dari salah satu gardu yang terganggu, karena gedung sebelah menyebelah tidak ada yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalami gangguan. Lagi pula lampu itu seua serentak menyala semula, tanpa ada sesuatu yang diperbaiki, pun tanpa ada yang menjamah sakelar.
"Cuma dia mengatakan kucing setan. Dan dia sebut-sebut balas dendam," kata Lydia Savatsila kepada dokter pemeriksa.
"Nyonya percaya?" tanya dokter.
"Saya tidak tahu kucing apa itu. Tetapi di negeri saya memang ada kucing, anjing, tikus, burung, ayam dan binatang-binatang lain yang berisi setan. Dapat disuruh!" kata Lydia.
"Hebat sekali," kata dr Anton.
"Saya dengar di negeri tuan ini juga ada!"
Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, saya ada dengar cerita-ceritanya. Saya sendiri belum pernah melihat binatang suruhan begitu!"
"Tapi tuan percaya?"
"Cerita itu sering saya dengar. Mungkin benar. Saya tidak katakan saya tidak percaya," jawab dr Anton hati-hati.
Dia ingat pernah ada rekan seprofessinya yang sesumbar mengatakan mistik-mistik hanya omong kosong. Hanya muslihat dukun untuk cari duit! Kontan pada malamnya dia didatangi badan manusia berkepala anjing. Dia pingsan terkejut dan ketakutan. Tidak kurang dari 21 hari tergeletak di rumah sakit. Ia memang dirawat dan diobati sesuai nasehat dokter, tetapi pada hari ke 20, keluarganya meminta bantuan dukun muda bernama Erwin, yang lalu menghubungi orang pandai yang mengirim manusia berkepala anjing itu. Atas perdamaian dan permintaan maaf dari keluarga dokter sombong itu, dua hari kemudian, persis setelah dua puluh satu hari selalu mengigau dan tertawa-tawa sendiri, ia sembuh semula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu dokter dan keluarga Jaya Wijaya mendengar apa yang terjadi sebelum barang-barang berharga ratusan juta habis disapu oleh kucing suruhan itu. Tapi apakah benar itu kucing yang sama" Dua orang penjaga yang melihat kucing itu dalam cahaya lampu senter mereka menguatkan, bahwa kucing yang di dalam rumah itu memang sama dengan kucing yang singgah di tempat mereka bertugas. Tetapi menurut penglihatan mereka kucing yang di rumah itu pun hanya kucing biasa, tidak ganas atau punya kelainan daripada kucing-kucing biasa.
"Memang begitu," kata Lydia pula menguatkan. "Orang yang tidak jadi sasarannya melihatnya seperti kucing biasa.
Tetapi orang yang hendak dijadikan mangsa mungkin melihat dia sebesar anjing, bahkan di negeri saya ada seorang jahat melihat ayam sebesar lembu. Penglihatannya itu saja sudah cukup untuk membuat dia mati ketakutan."
"Kata orang negeri nyonya negeri gaharu, cendana dan mistik, apa betul?" tanya dr Anton.
"Ya lebih kurang seperti negeri tuan inilah," kata Lydia, lalu dia bertanya: "Bolehkah tuan memperkenalkan saya dengan dukun yang kata tuan menolong sahabat tuan yang didatangi badan manusia berkepala anjing itu?"
"Wah nyonya ingat cerita saya tadi!" kata dr Anton.
"Ya, mungkin saya membutuhkannya untuk menolong suami saya. Walaupun tidak karena itu saya selalu tertarik dengan orang-orang yang punya ilmu dan kekuatan mistik atau magis. Di negeri saya ada orang-orang yang pandai begitu," kata Lydia tanpa menceritakan bahwa kakeknya termasuk salah seorang di antara orang-orang pandai kebatinan. Dia tahu, baliwa kakeknya bisa memanggil roh orang yang sudah tiada dan bicara dengannya. Dari roh orang yang mati dibunuh dapat diketahui siapa pembunuhnya andaikata pembunuh si korban begitu lihay menyembunyikan jejak. Bahkan kakeknya pandai memanggil orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdosa untuk datang menghadap dia dan mengakui seluruh perbuatannya.
"Saya sendiri tidak kenal secara pribadi dengan dukun muda itu, tetap sahabat karib saya ada yang tahu. Tetapi, apakah betul-betul nyonya ingin berkenalan dengannya?"
"Mengapa tuan sangsi?"
"Saya dengar, tetapi saya tidak tahu benar atau tidak!" kata dr Anton.
"Apa yang tuan dengar" Saya jadi tambah tertarik!" kata wanita Thai yang sudah lumayan pandai berbahasa Indonesia itu. Di sana sini diselang-selingnya dengan bahasa Inggris, karena sesungguhnya ia lulusan sekolah menengah atas di Bangkok. Sehabis sekolah ia kembali ke Chiengmai.
"Dukun itu kata orang yang terkenal betul dengannya, manusia harimau," kata dr Anton ragu-ragu. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia menceritakan hal yang dipesankan sahabatnya supaya dirahasiakan. Ia belum pernah menceritakannya kepada orang lain. Tetapi kepada wanita Thai ini ia begitu mudah mengatakannya. Apakah kecantikan Lydia Savatsila yang telah membuka hati dan mulutnya"
"Maksud dokterr dukun itu punya harimau?" tanya Lydia, juga hati-hati. Dia tahu, cerita yang begitu tidak boleh ditanyakan secara sembarangan. Orang gaib selalu ada di mana-mana dan dapat mendengarkan apa saja yang dibicarakan mengenai dirinya.
"Saya tidak mengetahui sejauh itu nyonya. Tetapi dia memang dukun aneh dan sangat pintar. Bukan dukun bayaran, tetapi ini pun kata mereka yang tahu dan pernah berhubungan dengannya. Saya hanya mendengar cerita,"
katanya hati-hati. Dia tidak ingin didatangi manusia harimau, yang diceritakan ada. Dan diam-diam dr Anton percaya akan adanya makhluk itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh asyiknya mendengar kisah tentang manusia harimau tadi, Lydia tidak terlalu tertarik lagi pada penyakit suaminya, tetapi justru pada siapa yang mengirim kucing suruhan yang menyebabkan Wijaya sampai terus menerus ngoceh seperti orang kurang waras pikiran.
Setelah diterangkan oleh dr Anton bahwa sebaiknya suaminya dirawat untuk dapat diikuti terus perkembangan penyakitnya, Lydia pulang dengan pikiran bercabang-cabang.
Nasib Jaya Wijaya tidak banyak dipikirkannya. Dia mengikuti laki-laki itu karena dikontrak. Cinta" Huh, tunggu dulu. Cinta tidak diperjual belikan. Kalau sekedar diri, ya apa boleh buat.
Untuk tujuan tertentu.
*** SELESAI melaksanakan maksud hati dendamnya, si Sati kembali ke rumah tuannya, yang diketahuinya tidak mempunyai sangkut paut apa pun dengan apa yang baru dilakukannya. Bukan tuannya menyuruh dia ke sana. Tidak atau belum sejauh itu caranya berpikir atau berdendam. Dia memang panas mendengar kesombongan orang yang menawar kucingnya itu, tetapi amarah si Sati yang membuat dia ngeluyur pergi baginya sudah cukup sebagai pembalasan.
Sati kembali tidur di antara kedua kaki Daeng Sumarta, yang pada saat itu sebenarnya baru bernama Sumarta saja.
Dan ketika ia bangun lagi, sama sekali tidak menduga, bahwa seorang kaya dan dapat menunggangi beberapa pejabat telah terbaring dalam keadaan cukup gawat di rumah sakit. Tak ada orang ke tempat dagangannya memberitahukan hal itu. Lebih-lebih tidak ada Polisi datang untuk menuntut dia. Isteri sewaannya, adiknya, begitu pula para pembantu dan penjaga tidak mengetahui di mana tempat tinggal atau siapa pemilik kucing aneh itu. Semula mereka menamakannya kucing setan, tetapi karena kemudian jadi takut dibalas, maka mereka namakan kucing aneh. Malah ada yang mengatakan kucing sakti. Juga ada yang berpendapat, bahwa yang mampir di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat jaga dan kemudian masuk ke gedung Jaya Wijaya bukan kucing biasa, melainkan manusia yang sedang menyamar jadi kucing. Kucing siluman. Masa iya, kalau kucing saja bisa berbuat begitu! Paling sedikit juga kucing piaraan seorang pandai yang bisa memerintahnya sekehendak hati!
Kalau saja Jaya punya teman ketika hendak membeli kucing itu, tentu kawannya itu dapat menceritakan bahwa orang kaya itu punya suatu affair dengan seekor kucing serta pemiliknya.
*** TETAPI seorang setengah baya juga semacam dia, hanya saja bukan tukang jual buah, pada pagi hari itu mengunjungi dia. Tanpa berputar-putar lebih dulu, si pendatang langsung bicara mengenai si Sati. Rupanya termasuk orang yang suka to the point saja. Lumayan, tidak buang tempo, tetapi kadangkala bisa juga jadi kurang bijaksana.
"Kenalkan, saya Daeng Mapparuka," kata tamu itu mengulurkan tangan kepada Sumarta.
"Saya Sumarta. Apa hajat tuan?" kata dan tanya Sumarta.
Tamu itu minta dirinya disebut dengan Daeng saja. Buat Sumarta oke saja, tak ada ruginya.
"Kang Sumarta punya kucing luar biasa," kata pendatang itu.
Sumarta heran dari mana Daeng itu tahu.
"Oh, saya ketahui apa yang terjadi kemarin di sini antara Kang Sumarta dengan Cina kaya itu. Bagus begitu, jangan selalu kita merendah saja pada mereka. Kalau dia baik, biar bangsa apa pun kita harus hormat dan baik. Tapi kalau dia sombong, biar bangsa sendiri, walaupun dia dipanggil "bapak"
oleh orang-orang, kita peduli apa. Dia menyangka, Kang Sumarta akan jadi bodoh oleh dua ratus lima puluh ribunya itu!" kata Daeng Mapparuka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta senang dipuji begitu.
"Ya, saya bukan tidak perlu uang, tetapi sudah tentu tidak dengan jalan menjual si Sati. Dia satu-satunya sahabat saya!"
"Saya tahu," kata Daeng dengan mengatakan, bahwa ia turut sedih atas kematian isteri dua kali yang menimpa diri Sumarta.
Wah, orang ini tahu agak banyak tentang dirinya, pikir Sumarta.
"Saya heran mengapa Daeng mengetahui nasib saya."
"Di dunia ada kenyataan-kenyataan yang mengherankan kita. Kita ambil misal. Kapal terbang kenapa bisa seperti burung. Begitu juga bicara melalui telpon. Jadi melalui kawat saja. Kenapa melalui pesawat radio kita bisa mendengar siaran berita dan lagu-lagu. Apalagi sekarang ada televisi. Semua mengherankan. Tetapi manakala diterangkan dengan ilmu pengetahuan, semua jadi jelas kenapa bisa begitu. Sama juga halnya dengan pengetahuan saya tentang nasib Kang Sumarta. Saya belajar bertahun-tahun melihat nasib orang yang lalu dan akan datang dengan memandang wajahnya.
Saya juga belajar ilmu pengobatan aneka penyakit menurut cara kuno. Tidak pakai alat-alat kedokteran. Semua itu dimungkinkan oleh pengetahuan. Dan pengetahuan atau ilmu apa pun kita bisa kuasai dengan belajar," kata Daeng.
Ia bicara tenang sekali, sehingga satu persatu masuk ke dalam benak Sumarta. Dan memang itulah kehendak Daeng Mapparuka.
"Tadi Daeng mengatakan dapat membaca nasib masa depan orang melalui mukanya. Saya jadi tertarik. Iseng-iseng, saya kepingin tahu bagaimana masa depan saya" Apa akan terus jadi tukang jual buah seperti sekarang?" tanya Sumarta.
Dia sama saja dengan kebanyakan orang di dunia ini. Ingin tahu masa datang, lebih-lebih bagi si bernasib kurang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menguntungkan. Ingin sekali mengetahui apakah di masa mendatang akan ada perubahan nasib.
Daeng memperhatikan muka Sumarta. Serius. Entah mengapa, jantungnya berdebar. Apa akan kata Daeng yang pintar melihat nasib ini"
"Banyak orang melihat nasib melalui telapak tangan," kata Sumarta.
"Caranya memang macam-macam. Ada juga yang mempergunakan kartu. Ada pula yang melalui air di dalam mangkok putih," sahut Daeng, yang setelah diam sejenak mulai menerangkan masa depan Sumarta. "Saya terangkan garis besarnya. Nasib Kang Sumarta kini boleh dikata pas-pasan. Tidak kekurangan, tetapi tidak punya kelebihan untuk disimpan!"
Tepat, memang begitu. Cuma pas-pasan!
"Masa depan saya Daeng," pinta Sumarta.
"Akan baik. Dan bisa lebih daripada baik. Maksud saya lebih dari pada mencukupi. Bisa kaya raya!"
"Hah, kedengarannya bagus, tetapi mana mungkin. Saya orang bodoh!"
"Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini. Kang Marta kenal sama Cina yang mau membeli kucing Kakang kemarin" Dia dulu hanya pelayan toko. Sekolah dasar juga tidak tamat.
Sekarang punya milyar-milyar. Banyak pejabat dia kuasai dengan uangnya. Kalau diusut-usut, dia itu sebenarnya penjahat, penipu. Tapi karena lihay, ada pejabat-pejabat tolol dan rakus kita yang membantunya dalam melaksanakan penipuannya. Bahkan memuji-muji dia lagi! Jadi, semua mungkin," kata Daeng Mapparuka.
"Bagi saya bagaimana jalannya bisa berubah nasib?"
"Kucing Kang Marta itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa?" Sumarta gugup karena kuatir kucingnya akan dikatakan membawa sial dan menghambat perubahan nasibnya pada yang agak baik.
"Kucing Kang Marta itu bukan sembarang kucing. Dia kiriman seorang pertapa sakti. Saya tidak tahu secara tepat di mana ia bertapa. Tetapi pasti tak jauh dari sebuah sungai yang di sana sini bertebing terjal." Mendengar itu Sumarta terdiam sejenak. Ia heran dan kagum akan kepintaran tamunya itu.
*** LIMA ATAS anjuran Daeng Mapparuka yang kemudian menjadi mufakat bersama, Sumarta setuju libur berjualan hari itu untuk melanjutkan perundingan di rumahnya. Agak mengherankan, si Sati seperti tidak setuju. Ia menjauh ketika mau digendong tuannya.
"Kau tak sayang lagi kepada ayahmu?" tanya Sumarta seperti biasa, kalau si Sati tidak segera mengikuti kehendak hatinya. Kucing itu biasanya lantas menurut, tetapi kali ini tidak. Ia mengeong. Ketika didekati lagi, ia menjauh. Kakinya mencakar-cakar tanah, kemudian ia manjat lagi ke atas meja, tempat ia biasanya menjaga barang dagangan tuannya.
"Mengapa kau Sati" lebih suka di sini?" tanya Sumarta.
Si Sati berbunyi lagi dan mengangguk, bagaikan mengiyakan pertanyaan majikannya. Daeng Mappuraka mengerti, bahwa kucing itu lebih suka di sana, sama mengertinya dengan Sumarta.
"Kita biarkan dia di sini. Nanti dia pulang sendiri," kata Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan, nanti dia dicuri orang. Atau ditabrak mobil." Bagi Daeng Mapparuka yang sudah mengetahui kemampuan kucing itu sesungguhnya lebih memperhatikan binatang itu daripada Sumarta. Tetapi karena tukang jual buah itu yang menjadi pemilik, maka ia ingin bekerja sama dengan dia.
Untuk menghindari kejadian seperti yang dialami Jaya Wijaya, yang diketahuinya persis bagaimana peristiwanya, Tetapi belum diceritakannya kepada Sumarta.
"Bujuklah dia baik-baik, dia akan menurut," nasihat Daeng kepada pemilik Sati. Dan Sumarta membujuk kucingnya. Lama kucing itu memandangi tuannya, kemudian ia menggeleng-gelengkan bagaikan manusia menggeleng-gelengkan kepalanya karena heran melihat atau mendengar sesuatu yang tidak berkenan di hatinya.
"Rupanya kau benar-benar sudah tidak suka kepada ayahmu yang miskin ini, ya," kata Sumarta. Bagaikan sedih mendengar perkataan beriba-iba itu, si Sati akhirnya menurut.
Dia ikut karena kasihan dan sayang kepada Sumarta, bukan karena setuju tidak jualan hari itu. Entah apa sebabnya, baru dia sendiri yang merasakan atau menduga.
"Nah, kita sudah sampai," kata Sumarta. "Rumahku buruk.
Seperti kaukatakan tadi, pencarianku hanya pas-pasan. Tidak ada lebihnya untuk ditabung. Punya tempat berteduh begini sudah syukur," katanya sambil mengelus-elus si Sati. Dan kucing itu menggosok-gosokkan kepalanya ke dada Sumarta.
Ia sependapat dengan orang yang menyelamatkan lalu memeliharanya. Ia merasa tenteram dengan kehidupan begitu; cukup bahagia, mau apa lagi!
"Semua akan berubah Kang Sumarta. Kakang akan jadi kaya raya, kucing Kakang saban hari bisa dikasi makan ikan goreng besar-besar. Bisa dikasi apa saja maunya. Kakang juga bisa hidup semau hati Kakang. Bisa beristeri lagi dengan wanita yang bagaimana saja. Sekarang uang bisa membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia mencapai segala kemauannya!" kata Daeng Mapparuka.
Sebenarnya dalam hati Sumarta tidak setuju dengan keadaan yang berlebih-lebihan itu. Yang diingininya hanya sekedar perubahan nasib. Jangan pas-pasan. Tetapi ia tidak mematahkan kata-kata Daeng, supaya jangan sampai mengecilkan hatinya. Orang itu bermaksud baik, begitu keyakinannya. Ia ingin melihat Sumarta berubah nasib, lain tidak.
Daeng Mapparuka ternyata pandai menyesuaikan diri. Ia pergi membeli dua nasi bungkus untuk mereka serta sebungkus nasi putih dengan ikan goreng untuk si Sati. Dari pandainya bergaul, Daeng berhasil menggerakkan hati Sumarta untuk belajar beberapa ilmu pengobatan cara kuno.
Jampi-jampi dan daun-daunan serta akar-akaran.
Setelah disucikan oleh Daeng, Pemilik kucing itu diperbolehkan mengobati orang yang minta pertolongan.
Sumarta yang ingin tahu sampai di mana keampuhan ilmu yang dimilikinya segera mencobanya. Dan benar-benar berhasil. Ia berhasil menyembuhkan orang yang gagu karena ditegur jin. Ia juga berhasil memberi kekuatan kembali kepada kaki orang yang lumpuh sebelah. Lebih daripada itu ia berhasil mengembalikan ingatan seorang wanita yang terus mengoceh karena menginjak anak orang halus. Aneh, begitu cepat Karena senangnya dapat menolong sesama manusia, Sumarta tidak pernah meminta bayaran. Tetapi atas desakan keluarga pasien yang disembuhkan ia menerima juga imbalan sekedarnya. Dalam hal ini Sumarta tanpa disadarinya menyamai sifat Erwin si manusia harimau yang juga amat pandai mengobati. Dan hanya mau menerima sebagian sangat kecil dari upah atau imbalan yang diberikan kepadanya.
"Mengapa Kang Marta menolak imbalan?" tanya Daeng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya ingin beramal. Saya bersyukur sekali mendapat ilmu yang Daeng limpahkan. Saya ingin menolong manusia sebanyak dan sedapat mungkin. Biarlah saya tetap saja jadi tukang jual buah. Saya kira tidak akan pas-pasan lagi. Saya tidak perlu jadi kaya, hanya ingin jangan sampai kekurangan.
Siapa tahu, kalau saya kelak sampai punya anak, jangan anak saya tidak dapat sekolah. Saya dengar memasukkan anak ke sekolah menghendaki uang yang cukup banyak yang tak mungkin terpikul oleh orang tak mampu!"
"Ya, semua orang sekarang berlomba dengan cara dan kepintaran masing-masing, mencari uang sebanyak-banyaknya. Orang menilai atas dasar kebendaan. Orang kaya, walaupun hartanya diperoleh dengan jalan menipu atau korupsi akan lebih dipandang daripada seorang jujur yang tidak punya apa-apa. Lain halnya dengan zaman dulu," kata Daeng.
"Biarlah, saya tidak ingin itu semua," kata Sumarta.
"Kakang berhati bangsawan mulia. Jarang orang masa kini seperti Kakang," kata Daeng Mapparuka. "Kakang kuangkat menjadi saudara, suka?"
"Tentu," kata Sumarta, "bukankah Daeng yang memberi aku ilmu untuk menolong sesama manusia! Aku tidak pernah memimpikan, bahwa pada suatu ketika aku akan dapat menjadi orang berguna bagi masyarakat yang memerlukan diriku. Dengan bantuan Daeng, nasibku sebenarnya sudah berubah. Bukan hanya tukang buah yang bodoh saja lagi!"
Daeng Mapparuka juga senang mendengar. Tak pelak lagi, kawannya ini orang baik yang belum terpengaruh oleh uang, walaupun sudah tinggal mengeruk saja lagi.
"Kita ubah namamu mulai sekarang menjadi Daeng Sumarta, supaya orang tahu, bahwa kita berdua sesungguhnya bersaudara!" kata Daeng. Sumarta tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keberatan kalau sebutan yang demikian tidak menyalahi atau melanggar ketentuan.
"Hanya nama, tidak apa-apa. Tidak merugikan siapa pun,"
kata Daeng. Sejak saat itu mulailah nama Daeng melekat di muka nama Sumarta menjadi Daeng Sumarta.
Namanya mulai terkenal, tetapi ia masih saja tetap tinggal di rumah kecilnya, rasanya berat berpisah dengan para tetangga yang semuanya baik hati. Daeng Mapparuka sebenarnya ingin agar sahabatnya itu pindah dari sana dan jangan membuang kesempatan untuk memperbaiki nasib. Itu baru dari mengobati orang-orang yang membutuhkan pertolongan mereka saja. Memang, sejak Sumarta mempunyai ilmu yang diturunkan oleh sahabat barunya, mereka bagaikan dua sekawan yang tidak dapat dipisahkan. Jalan berdua, makan berdua, tidur seranjang. Cuma mati saja kelak yang barangkali masing-masing menurut kedatangan ajal.
Akhirnya Daeng Mapparuka menceritakan sesuatu yang disimpannya sejak ia pertama kali berjumpa dengan kawannya itu. Tentang Jaya Wijaya yang diterkam si Sati dan sudah lebih empat puluh hari terbaring di rumah sakit. Segala macam sudah dicoba, berbagai dokter ahli sudah memeriksanya, namun ia tetap saja mengoceh ke utara dan ke selatan. Luka bekas gigitan kucing sudah sembuh, tetapi tanda yang ditinggalkannya tak kunjung hilang. Dalam igau atau ocehannya selalu saja ia menyebut "kucing" dan "gua minta ampun." Karena ia seorang kaya terkenal, maka banyak kawan yang melihat. Ada yang karena hubungan dagang biasa, ada yang ingin ambil muka, ada pula yang oleh hubungan kerja sama yang baik sekali, walaupun profesi berlainan. Yang satu pegawai negeri yang dinamakan pejabat dan si sakit seorang multi pedagang yang lihainya naudzubillah. Dalam menerima kunjungan begitu ia tidak pernah bicara normal. Kalau dia cuma melotot tanpa mengedip-ngedipkan mata sudah termasuk paling bagus. Pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesempatan lain ia mangap dan mangap terus seakan-anak mulut itu tidak mau terkatup. Tiba-tiba tertutup dengan bunyi adu gigi yang cukup kedengaran. Mengejutkan. Lalu ia akan tertawa-tawa, seolah-olah kelakuannya itu amat menggelikan hati. Kawan-kawannya banyak yang kasihan melihat, tetapi tidak urung ada juga yang sukar menahan tawa. Kadangkala dengan mulut tertutup dan gigi rapat ia mengangkat kedua bibirnya ke bawah dan ke atas, sehingga dua baris gigi saja yang kelihatan. Paling sedikit lima atau sepuluh menit ia berbuat begitu, baru dinormalkannya letak kedua bibir. Tetapi tiba-tiba kedua tangannya menarik kedua belah telinganya bagaikan murid nakal yang harus berdiri di depan kelas dengan kedua tangan menjewer kedua telinga sendiri. Tamu yang bernasib lebih sial dapat menemui dia sedang tertawa terbahak-bahak bermenit-menit lamanya tanpa henti. Dan bila tiba-tiba berhenti, mukanya kelihatan tegang seakan-akan bukan dia yang baru ngakak tadi.
Belasan dokter yang masing-masing mencoba kepintaran, kemudian berunding bertukar pendapat dalam suara diskusi, bagaikan diskusi tentang bahasa Indonesia, hanya dapat berdebat dan menarik kesimpulan untuk tukar pikiran mereka, tetapi tidak membawa perbaikan perangai kepada si sakit.
Usaha dr Anton yang berjanji akan mempertemukan Nyonya Lydia Savatsila dengan Erwin si manusia harimau juga belum berhasil.
"Ada suatu kejadian besar yang sudah lama ingin kuceritakan, Daeng Sumarta," kata Daeng Mapparuka.
"Tentang Cina yang menawar kucing kita itu."
"Kenapa dia?" tanya Sumarta tertarik. Sejak peristiwa penawaran pada siang hari itu ia tidak pernah lagi mendengar tentang Jaya Wijaya.
"Dia sakit" kata Daeng asli.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta tidak menanggapi. Kata Daeng Mapparuka lagi,
"Dia digigit Sati dan barang-barangnya ratusan juta dihancurkan Sati!" Sumarta kaget dan tidak percaya.
Bagaimana mungkin.
"Daeng ada-ada saja. Siapa pula yang mengisap jempol sebesar kepala kerbau itu! Seumur hidupnya Sati hanya pernah sekali menggigit orang, yaitu anak nakal yang iseng mengambil buah-buahan jagaannya."
"Kang Sumarta tidak tahu dan Sati pun sebenarnya tidak ingin melibatkan Kang Sumarta di dalam. Tetapi sungguh mati dia sudah menggigit Cina yang sombong mau membeli dirinya.
Dia juga sudah membinasakan sekian harta antik dan kristal orang itu senilai ratusan juta!"
"Dari siapa Daeng dengar kabar dengkul ini?"
"Dari orang yang mengetahui. Salah seorang penjaga keamanan di rumah Wijaya, adalah masih saudara misanku.
Dia bercerita. Aku pura-pura tidak terlalu tertarik. Tetapi itulah, yang mendorong aku pada pagi itu menemui Kang Sumarta. Kucing itu lebih keramat daripada yang Kang Marta ketahui. Dia dapat berbuat lebih daripada hanya melakukan apa yang diperintahkan kepadanya," kata Daeng Mapparuka.
"Lalu apa rencana Daeng, kalau betul Cina itu sudah sekian lama terbaring di rumah sakit?"
"Kakang tidak tertarik menanyakan bagaimana atau apa sakit yang menimpa dirinya" Aneh, Kakang seperti memandang sepi saja pada peristiwa yang begitu penting!"
"Apanya yang penting. Cina itu kalau benar digigit si Sati, sama dengan anak iseng itu digigit Sati. Apanya yang penting!"
"Lho. Kalau anak itu kan karena iseng dan tampak oleh Sati yang sangat pandai dan sayang kepada tuannya. Kepada Kang Marta. Tetapi penggigitan atas Cina ini kan lain. Gedungnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertutup rapat, tetapi Sati dapat masuk sampai ke kamar tidur orang itu!"
"Bagaimana caranya?"
"Itulah yang mengherankan. Seperti orang halus saja. Di mana saja ada celah yang dapat dilalui angin, maka dia pun dapat masuk."
"Mana mungkin!"
"Penjaga itu tahu dengan pasti Sebelum masuk ke rumah orang kaya itu Sati singgah di rumah jaga dan bermanja-manja kepada tiga orang penjaga yang ada di sana. Mereka semua senang kepadanya. Dari sana Sati pergi ke rumah besar yang sekitarnya diterangi lampu." Daeng Mapparuka lalu menceritakan, bagaimana para penjaga itu mendadak mendengar suara hingar-bingar dari barang-barang yang berpecahan. Dan bahwa semua pintu tertutup. Ketika pintu sudah dibuka adik Wijaya, dua penjaga masuk menyenter ruangan-ruangan yang mendadak gelap-gulita karena semua lampu padam. Tersenter kucing yang singgah di tempat mereka bertugas. Majikan mereka diterkam kucing itu pada betisnya, kemudian semua lampu menyala kembali. Semula semua penjaga itu tidak percaya bahwa si Sati yang menggigit. Tidak masuk akal, karena kucing itu begitu cantik dan jinak. Tetapi memang hanya dialah kucing di rumah itu.
Tidak ada perampok, tidak ada satu benda pun yang hilang!"
"Lalu?" tanya Sumarta kini sangat tertarik dan ingin tahu.
Daeng Mapparuka menceritakan, bagaimana keadaan Jaya Wijaya yang sudah lebih empat puluh hari tidak dapat disembuhkan oleh sekian banyak dokter. Yang sembuh hanya luka bekas gigitan.
"Kita bisa kaya dari kejadian ini!" kata Daeng Mapparuka.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ENAM DAENG MAPPARUKA menerangkan, bahwa Jaya Wijaya tentu akan membayar tinggi sekali kepada siapa saja yang dapat menyembuhkannya. Mencari dukun yang sehebat itu sukar di Jakarta ini. Barangkalipun tidak ada. Yang banyak dukun-dukunan. Penderita-penderita yang sudah putus asa.
Baik penyakit badan maupun batin banyak yang akhirnya meminta bantuan dukun. Kalau bertemu dukun palsu, keyakinan disertai hamburan yang tidak akan membawa perubahan. Tetapi kalau nasib baik dapat dukun sejati, maka dokter terpandai pun akan kagum. Karena dukun itu akan mampu menyembuhkan penyakit yang berbulan-bulan tidak dapat dienyahkan oleh sang dokter.
"Mana mungkin kita mengobatinya sedang yang menyebabkan dia sakit kucingku sendiri," kata Daeng Sumarta. "Sebenarnya sampai sekarang aku memang masih heran bagaimana Daeng sanggup mengajarkan ilmu pengobatan kepadaku hanya dalam tempo amat singkat, sedangkan orang lain harus berbulan atau bertahun. Bahkan tidak sedikit yang harus disertai dengan tapa dan puasa.
Daeng tidak pernah menerangkannya kepadaku."
"Betul katamu, Kang Sumarta. Aku sendiri merasa heran, Kang Sumarta secepat itu menguasai ilmu pengobatan mistik!"
jawab Daeng Mapparuka. Dan memang benar dia heran tetapi tidak dinyatakannya. "Tetapi," katanya, "mungkin karena Kang Sumarta sudah direstui oleh Aki Andi Malewa ketika Kakang mengunjungi Beliau. Di samping itu Kang Marta mempunyai hati yang terlalu bersih. Ilmu Kakang gunakan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan."
"Mungkinkah itu sebabnya?" tanya Daeng Sumarta.
"Kurasa itulah sebabnya. Oleh karenanya, bukan tidak mungkin Kakang lebih berkemampuan daripada aku sekarang," ujar Daeng Mapparuka. Dia yang memberi ilmu kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir percaya bahwa muridnya itu telah lebih hebat daripada sendiri.
"Tetapi bukankah tidak baik kita memeras orang yang sudah begitu parah keadaannya. Dengan penyakit itu dia sudah lebih menderita daripada yang layak diterimanya sebagai imbalan atas kesombongannya!" kata Sumarta yang tidak punya sifat balas dendam yang berlebih-lebihan. "Lagi pula kalau nanti ternyata bahwa aku atau kita tidak sanggup menyembuhkannya, bukankah kita akan sangat malu"
Bahkan akan terbongkar rahasia kita mempunyai si Sati yang bisa masuk ke mana saja!"
"Ah, saya pikir hal itu tak perlu kita risaukan. Yang pasti Sati sangat sakti, kurasa semua bencana dapat ditolaknya.
Kalau dia sudah meiributyikan sanggup masuk rumah dan kamar yang terkunci rapat lalu membuat mangsanya sampai seperti gila ataupun sudah menjadi gila, tentu dia sanggup pula berbuat apa saja yang kita kehendaki dari dia. Lagi pula Cina itu memperoleh kekayaan dengan cara yang jahat sekali!"
"Entahlah," kata Daeng Sumarta, "kalaupun betul begitu, bukan urusan kita untuk melakukan pembalasan atas dirinya.
Itu urusan pihak penguasa," kata Sumarta.
Hal ini membuat kawannya jengkel. Ada rezeki nomplok begitu besar, mengapa dilewatkan. Mulai saat itu Daeng Mapparuka merasa, bahwa kawannya yang sudah diberi ilmu itu bukan seorang yang selalu mudah diajak bekerja sama.
Kalau sekiranya kucing itu miliknya sendiri, tentu ia dapat berbuat apa saja dan hidup di dunia ini dapat dibuatnya seperti di surga. Kalau mati belum tentu kesurga, pikirnya.
Mengapa tidak merasakan surga di dunia kalau memang ada peluangnya. Rupanya dirinya tidak dibentengi oleh ajaran agama yang cukup tangguh, sehingga kemilau dunia mudah mempengaruhinya. Ia tidak atau kurang yakin, bahwa sesungguhnyalah dunia ini hanya tempat hamba Allah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menumpang lalu dalam perjalanan ke dunia lain yang abadi.
Bahwa Tuhan menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang beriman, yang soleh dan banyak berbuat amal di dunia yang penuh godaan, cobaan, dan iblis ini. Datang pikiran buruk di dalam hatinya untuk membuat si Sati menjadi miliknya, tetapi hanya sekilas. Niat buruk itu masih dapat dihalaunya karena khawatir kalau-kalau kelak kucing itu tidak mau menuruti perintahnya sebagaimana ia menurut pada perintah tuannya yang sebenarnya.
"Apa yang Daeng pikirkan?" tanya Sumarta tiba-tiba, membuat Daeng terkejut.
"Ah tidak. Menyembuhkan Jaya Wijaya kurasa sebenarnya suatu perbuatan kemanusiaan. Dia akan merasa bahwa Kang Marta tidak mempunyai sifat dendam. Baik, bukan?"
"Ya, itu kalau berhasil. Kalau gagal risikonya besar. Kita bisa berurusan sama polisi!" jawab Sumarta.
Sedang mereka bercakap-cakap itu datang Hamdan yang sudah lama mengenal Daeng Mapparuka sebagai dukun yang cukup pandai. Minta tolong. Isterinya Saribanun sakit keras.
Setelah melihat si sakit dan bertanya kepada jin piaraannya dengan apa orang itu dapat ditolong, ia mendapat jawaban, harus mengadakan tujuh ekor anak tikus putih dan seekor anak ayam berkaki satu. Syarat yang hampir mustahil dipenuhi oleh keluarga Hamdan. Sedangkan Daeng Mapparuka sendiri merasa tidak sanggup mencarinya. Dia menceritakan kesulitannya kepada sahabatnya. Sudah tentu dia pun tak punya daya untuk mencari binatang-binatang yang langka itu.
Tetapi dia teringat kesayangannya si Sati yang barangkali dapat dimintai tolong.
"Aku membutuhkan tujuh anak tikus putih dan seekor anak ayam berkaki satu," kata Daeng Sumarta kepada kucingnya.
"Kau dapat menolong aku, sayang" Tapi kalau tak mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan pula kau bersedih hati. Dan tak usah kau sampai terlalu bersusah payah," katanya lagi.
Begitu sayang dia kepada kucingnya sehingga meminta pertolongannya pun ia sangat berhati-hati. Takut benar ia sahabatnya akan kepayahan. Tetapi di luar dugaannya Sati melompat-lompat gembira, lalu menjilat tangannya. Melihat ini kekagumam Daeng Mapparuka semakin meningkat dan hasratnya memiliki kucing itu pun kian besar. Betapa beruntungnya kalau kucing itu menjadi miliknya dan mau menurut segala perintahnya.
Menjelang sholat magrib Sati telah kembali dari usahanya.
Semula ia meletakkan anak ayam dari pegangan mulutnya.
Setelah itu satu per satu anak tikus putih diletakkannya dekat ayam, sehingga mencapai jumlah tujuh ekor. Persis yang diminta Daeng Sumarta, sesuai dengan kebutuhan Daeng Mapparuka.
"Luar biasa, luar biasa. Kucingmu ini sakti dan Kakang orang bertuah," kata Daeng Mapparuka. "Terbukti, bahwa ia sanggup melaksanakan perintah Kakang yang bagaimanapun."
Diam-diam Sumarta kian bangga. Dia pun mulai berpikir, bahwa tak akan ada dua kucing semacam Sati di permukaan
.bumi ini. Dia harus membuat kucing itu merasa bahagia. Dia harus memeliharanya sebaik mungkin.
Malam itu juga Daeng Mapparuka pergi ke rumah kawannya yang ditimpa musibah dan sudah hampir putus asa mendengar persyaratan yang harus ada untuk menyembuhkan isterinya. Dan tiga hari kemudian perempuan yang beruntung itu sembuh seperti semula. Yang paling berjasa sebenarnya Sati. Tanpa dia, tujuh anak tikus berwarna putih dan anak ayam yang hanya berkaki satu tidak akan didapat. Kalaupun akan dapat mungkin harus meraba ke sekian banyak tempat dengan makan tempo entah berapa lama. Jangan-jangan Saribanun terlanjur mati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Girang hati keluarga yang terlepas dari malapetaka itu bukan buatan. Mereka mengadakan kenduri, walaupun hanya ukuran sederhana, karena mereka bukan orang mampu.
Yang menyedihkan adalah biaya yang dipinta Daeng Mapparuka kepada Hamdan. Seratus ribu. Di zaman ini, bagi sementara manusia, uang sekian tidak ada artinya. Tetapi bagi terbanyak orang Indonesia merupakan jumlah yang teramat besar. Masih banyak sekali bangsa ini yang tidak pernah memiliki sepuluh ribu. Bahkan masih banyak yang seumur hidupnya tidak pernah memegang uang seribuan.
Ketimpangan ini diketahui oleh siapa pun. Menyedihkan tetapi banyak pula insan Indonesia yang bermasa-bodoh.
Untuk keluarga Saribanun, seratus ribu sungguh terlalu banyak. Mereka tercengang, bagaimana seorang kawan yang mengetahui keadaan mereka sampai hati meminta bayaran seratus ribu. Dari mana mau dikorek!
"Kami tak punya uang sebanyak itu, Daeng," kata Saribanun. Suaminya Hamdan hanya diam saja. Tak kuasa membuka mulut.
"Kalau seratus ribu untuk satu nyawa kalian rasa terlalu banyak, tak u sahlah dibayar," kata Daeng Mapparuka ketus.
Sumarta yang turut hadir tidak turut bicara, walaupun dalam hati ia sangat menentang tuntutan sahabatnya.
"Bukan begitu, Daeng," kata Hamdan yang amat malu mendengar jawaban Daeng. "Kami bukan mau cuma-cuma.
Kami tahu nyawa tidak bisa dinilai harganya. Kami akan membayarnya. Mohon tempo satu jam."
Daeng dan Sumarta kembali ke rumahnya, sementara Hamdan pergi menjual apa yang bisa dijual, termasuk tiga ekor kambing kesayangan anak tunggalnya, Jalai yang baru berusia delapan tahun. Anak itu menangis sedih, kemudian terus terisak-isak bagaikan tak akan berhenti. Tidak diketahuinya bahwa ayah dan ibunya jauh lebih sedih daripada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya, tetapi juga punya perasaan malu yang belum pernah mereka alami sepanjang hidup. Sejam kemudian uang Daeng Mapparuka diantarkan Hamdan. Dengan kepala ditundukkan dia kembali ke rumahnya untuk membujuk anak kesayangannya yang merupakan permata hati bagi kehidupan ayah dan ibu yang malang itu. Anak yang kehilangan binatang kesayangannya itu masih terus terisak-isak, kadang-kadang meratap.
"Ayah jahat mengambil kambing-kambing ku," tangisnya.
"Kita terpaksa menjualnya untuk membayar ongkos obat ibumu, Lal," kata Hamdan membujuk anaknya, "Nanti, kalau ada duit kita beli yang lain, yang lebih bagus."
Anak yang merasa seperti dikejami itu tidak mau atau belum dapat mengerti. Katanya, "Jual saja aku bersama-sama kambingku."
Hati Hamdan dan isterinya bagaikan diiris dengan sembilu.
Kedua orang tua itu pun turut menangis. Dalam suasana ketiga anak-beranak berkabung itulah datang seekor kucing gemuk yang cantik dan bersih. Hamdan dan isterinya terkejut, karena kucing itu membawa sesuatu di mulutnya. Bukan tikus mati atau setengah mati. Ini satu benda empat persegi. Ia memandang Hamdan tenang-tenang. Tampak oleh laki-laki itu kelainan warna matanya. Biru. Kucing bermata biru. Dia si Sati milik Sumarta. Didekatinya Hamdan, digesekkannya kepalanya ke tubuh laki-laki yang menangisi nasib itu. Diletakkannya bungkusan. Dipandangnya Hamdan, kemudian isterinya.
Melihat kucing aneh membawa bungkusan itu, Jalai pun turut berhenti menangis. Hamdan tidak berani membuka benda yang dibalut kertas itu. Bagaikan tahu apa keragu-raguan orang itu, si Sati mempergunakan kuku dan giginya membuka bungkusan. Hamdan dan isterinya terkejut. Mau tidak percaya, tetapi bagaimana tidak percaya kepada kenyataan yang dilihat dengan mata sendiri. Satu geblok uang lima ribuan. Masih baru. Biasanya seikat begitu terdiri atas seratus lembar. Jadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lima ratus ribu. Apa maksudnya ini" Kucing mengantarkan uang. Dari mana didapat atau dicurinya" Tidak cukup dengan membuka saja, kucing itu kemudian mengangkat uang yang terikat rapi dengan kertas kuning selebar dua senti itu lalu meletakkannya di pangkuan Hamdan. Mereka kian tak mengerti dengan kenyataan itu. Diberanikan Hamdan memegang uang itu. Benar, dia tidak mimpi. Tetapi mengapa seekor kucing sampai mengantarkan uang kepada mereka yang memang sedang dilanda ketiadaan" Yang begini hanya ada dalam cerita. Tidak dalam kenyataan. Tetapi ini sungguh suatu kenyataan.
"Apa maksud Datuk?" tanya Hamdan tanpa pikir, tetapi yakin bahwa dia berhadapan dengan kucing keramat atau kucing sakti. Disangkanya kucing itu akan bicara seperti yang pernah dibacanya, bahwa di zaman dulu semua hewan pun bisa bicara. Tetapi ini tidak. Kucing itu hanya mengeong lembut. Dia beranjak ke Jalai dan men-cium-cium muka anak itu, sehingga tangisnya berubah menjadi tawa, walaupun belum dengan wajah yang cerah-ceria.
"Untuk kamikah uang ini Datuk?" tanya Hamdan.
Kucing itu mengangguk. Bukan sekali, tetapi tiga kali, sehingga tidak perlu disangsikan, bahwa ia tentu ingin mengatakan "iya."
"Uang siapa ini?" tanya Hamdan. Isteri dan anaknya dengan gugup tetapi girang memperhatikan tingkah kucing itu. Saribunan pun yakin, bahwa yang begini pasti bukan sembarang kucing.
"Di mana Datuk tinggal?" tanya Saribanun ikut serta dalam pembicaraan dengan pembawa rezeki yang amat menakjubkan itu.
Kucing itu duduk atas pantat dan kedua kaki belakangnya, kemudian kaki depan sebelah kanan menunjuk ke suatu arah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mau mengatakan di sebelah sanalah letak tempat kediamannya.
"Kita ambil saja kucing ini untuk Jalai ya Ayah!" kata Jalai.
"Jangan, Nak. Datuk ini sakti. Barangkali-pun hanya menyamar sebagai kucing. Beliau membawa rezeki untuk kita.
Kambingmu yang terpaksa ayah jual tadi akan ayah beli kembali!" kata Hamdan dan serta-merta Jalai jadi girang sekali. Kini sudah dengan wajah yang cerah pada puncak kesenangan.
*** DAENG Mapparuka membeli ayam dan ikan goreng di warung Padang, khusus untuk Sati yang telah mencarikan anak tikus dan ayam berkaki satu. Patut ia diupah, pikirnya.
"Ini hasil kerjamu Sati," kata Daeng Mapparuka menyodorkan lauk kesukaan semua kucing. Disangkanya kucing itu akan menerkam dan melahapnya sambil menggeram senang. Tetapi dia keliru. Dengan kaki kanan ia membalikkan piring yang diberikan kepadanya, sehingga potongan-potongan ayam dan ikan berserakan. Daeng terkejut, begitu juga pemiliknya.
Sati marah! Ditatapnya Daeng Mapparuka. Mata birunya yang indah menjadi garang.
*** TUJUH BELUM pernah Sati membalikkan makanan yang diberikan kepadanya. Dan yang lebih mengherankan, makanan yang jauh lebih baik daripada yang biasa. Ada ayam dan ikan goreng.
"Mengapa dia begitu?" tanya Daeng Mapparuka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entah. Yang pasti dia tidak menyukai makanan itu!" jawab Sumarta.
"Apakah makanan itu beracun dan ia tahu?"
"Boleh jadi, barangkali ada orang yang hendak membunuhnya melalui racun. Tapi siapa kira-kira orang yang sampai sejahat itu" Kurasa kita dan dia tidak punya musuh!"
kata Sumarta. "Ada, Cina yang digigitnya itu."
"Kata Daeng dia sakit dan seperti orang gila! Tidak mungkin dia dapat memikirkan atau mengatur itu."
Keterangan ini masuk akal. Lalu apa sebabnya ia menolak makanan seenak itu dengan cara yang kasar pula lagi" Kalau dia tidak suka, cukup tak usah dijamahnya. Membalikkan piring berisi makanan berarti marah, tidak bisa lain daripada itu.
Sati membungkukkan tubuh, memandang Daeng
Mapparuka sambil mendengus. Ia ingin memastikan diri, bahwa dukun itu tahu dia marah. Marah sekali. Tetapi apa yang menyebabkan sampai dia seberang itu"
"Dia marah Daeng. Barangkali dia tidak menyetujui cara Daeng!" kata Sumarta.
"Apa cara saya yang salah, yang menyakitkan hatinya?"
tanya Daeng. "Cobalah ingat-ingat. Mungkin dia sangat peka."
"Kurasa tidak ada. Aku tidak menyinggung perasaan apalagi menyakiti hatinya!" ujar Daeng Mapparuka.
Sumarta mengingat-ingat. Barangkali itu, barangkali itu sebabnya. Daeng tadi menuntut bayaran yang sebenarnya tidak terbayar oleh keluarga Hamdan yang termasuk miskin.
Apalagi orang itu sahabatnya. Waktu Daeng berkata kasar kepada Hamdan tadi, Sati turut melihat dan mendengar. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu bagaimana jadi loyo dan malunya Hamdan ketika meninggalkan mereka. Seratus ribu, suatu jumlah yang sungguh terlalu banyak baginya. Tapi dia membayarnya juga untuk menutup malu walaupun sudah dibikin malu. Uang itu dipergunakan Daeng sedikit untuk membeli ayam dan ikan goreng untuk Sati. Dia menolak. Dia tidak sudi makan makanan dari hasil pemerasan. Kekejaman, yang diketahuinya menyebabkan keluarga Hamdan dengan anaknya Jalai jadi begitu sedih sehingga ketiga-tiganya menangisi nasib.
Mungkin dia menganggap makanan begitu sebagai makanan haram. Hasil kejahatan. Mungkin bagi Sati menyakiti hati dan membuat orang lain sedih merupakan suatu kejahatan.
"Mungkin karena Daeng meminta bayaran yang terlalu berat bagi keluarga Hamdan," kata Sumarta. "Apalagi dia kan sahabat Daeng. Ini hanya menurut dugaan saya, belum pasti karena itu."
Daeng Mapparuka sependapat dengan kemungkinan itu, tapi masih juga bertahan: "Tetapi kan saya selamatkan nyawa isterinya!"
Tenang-tenang Sumarta berkata: "Tiada kesembuhan tanpa izin Tuhan. Dan tikus-tikus putih serta ayam berkaki satu itu Sati yang mencari dan mendapatkannya."
Daeng Mapparuka percaya, bahwa Tuhan yang paling menentukan kesembuhan Saribanun. Tetapi ia juga tetap pada pendiriannya, bahwa dialah yang mengetahui cara pengobatannya. Tanpa pengetahuannya perempuan itu tidak akan sembuh, pikirnya. Peranan Sati diakuinya, tetapi itu kan hanya sebagian kecil dari seluruh pekerjaan, katanya memenangkan dirinya. Baginya pemegang peran utama adalah dia.
"Coba Daeng kembalikan sebagian dari upah yang mereka bayar," kata Sumarta menganjurkan. "Barangkali amarah Sati berkurang atau reda seluruhnya. Coba-coba saja, kalau dia
Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik kembali, tandanya betullah dia marah karena pembayaran yang terlalu berat bagi keluarga Hamdan."
"Seratus ribu untuk satu nyawa saya rasa tetap cukup murah. Bahkan nyawa sebenarnya tidak bisa dibeli!" kata Daeng Mapparuka ngotot mempertahankan harga diri.
"Benar, bagi yang mampu membayar, puluhan atau ratusan juta juga tidak apa-apa untuk menyelamatkan sebuah nyawa.
Tetapi berapa banyak bangsa kita termasuk anak-anak yang menderita sepanjang umur karena penyakit yang tidak dio-bat atau dioperasi karena ketiadaan biaya. Bila maut merenggut nyawa barulah mereka itu bebas dari penderitaan. Saya sering melihat anak-anak dengan kepala sebesar kepala gajah atau dengan daging tumbuh yang menutupi seluruh mukanya.
Daeng tidak membaca wanita-wanita desa dengan perut sebesar beras sekarung tanpa bisa berbuat apa-apa karena tidak punya biaya" Jangankan biaya untuk operasi, untuk makan saja hampir-hampir tidak ada." Sumarta mengatakan semua itu dengan suara sedih dan perasaan tertekan.
Kesedihan itu disebabkan dia punya rasa kemanusiaan tinggi.
Walaupun dia hanya manusia sederhana dengan pengetahuan minim. Hanya tamatan sekolah dasar. Tetapi soal kemanusiaan bukan terletak pada tinggi rendahnya pendidikan atau kedudukan seseorang, melainkan pada iman dan mentalnya.
Daeng Mapparuka mengetahui bahwa apa yang dikatakan sahabatnya semua benar, tetapi hatinya tiada tersentuh. Dia hidup untuk dirinya dan sedikit untuk keluarga. Dia egoist.
Tetapi di zaman kini tidak heran ada insan bernama Daeng Mapparuka yang egoist besar. Ada jutaan egoist lain seperti dia. Dan mereka bukan dukun berpendidikan amat rendah seperti Daeng. Banyak di antara mereka orang-orang pintar, bahkan ada yang dinamakan pemimpin. Ada pula yang pegawai negeri kelas tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kang Sumarta memang orang hebat. Terlalu baik buat zaman ini. Terus terang, aku tidak sebaik Kang Marta. Tapi janganlah perbedaan sifat ini merusak persahabatan kita.
Barangkah buat Kang Marta tersedia sorga sedang yang menanti saya hanya lautan api di neraka. Kalau akhirat itu betul ada," kata Daeng. Dia berterus terang, tetapi dia juga orang keras yang sukar di rubah.
"Tentu, manusia mempunyai sifatnya sendiri-sendiri, juga memilih sendiri jalan yang akan ditempuhnya. Persahabatan kita tidak usah cedera karena itu," kata Sumarta. Kata-katanya masih wajar, tetapi nadanya dingin. Dan Daeng Mapparuka merasakannya.
Sumarta memberi kucingnya makanan lain, sisa makan siangnya. Nasi yang sudah dingin dengan sedikit ikan murahan. Dan Sati memakannya dengan lahap. Sekali lagi dia memperlihatkan tidak sudi makan makanan enak atas penderitaan manusia lain.
Daeng Mapparuka malu, merasa terpukul, tetapi dasar ia orang yang tidak mau dianggap salah, ia hanya tertawa. Dia malahan berkata:
"Kucing dan tuannya sama saja. Terlalu baik! Tetapi aku tetap aku!"
Sumarta tidak menanggapi. Ia tidak suka pendirian Daeng, tetapi ia merasa berhutang budi besar kepadanya. Daeng gurunya di dalam ilmu pengobatan mistik. Dia telah menolong sejumlah manusia dengan ilmunya itu. Dia merasa bahagia sekali dengan itu. Dan kesemuanya itu tak mungkin dilakukannya kalau tidak ada pelimpahan ilmu dari orang asal Bugis itu.
Daeng yang ingin memperoleh kekayaan melalui pengobatan atas diri Jaya Wijaya, tetapi tidak yakin akan dapat melaksanakannya tanpa bantuan Sati, mencari upaya bagaimana menggerakkan hati Sumarta. Kucingnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggigit. Menurut yang lazim dalam ilmu alam gaib, penyebab penyakit pasti dapat menghilangkan penyakit itu.
Menurut jalan pikiran Daeng Mapparuka, kawannya itu dapat menyuruh kucingnya mengobati Jaya Wijaya. Sialnya Sumarta tidak dapat diajak kerja sama dalam maksud itu.
Tiada jalan lain bagi Daeng Mapparuka dari meminta bantuan jin piaraannya. Jin yang diwarisi dari ayahnya, yang juga dukun semasa hidupnya hanya dapat digunakan dalam melakukan kejahilan dan melindungi dirinya dari perbuatan jahat mus jh atau dukun lain.
Pada larut malam dipanggilnya Kesumba, jin asuhannya itu.
Dia datang menghadap. Tidak bertubuh besar bulat hitam dengan kepala kecil atau kepala binatang. Tidak bermata satu atau tiga. Tidak bertangan empat, delapan atau dua belas.
Matanya tidak melotot dengan mulut lebar dari kuping kiri ke kuping kanan. Kesumba bertubuh kurus, bermuka seperti manusia biasa. Tetapi pucat tanpa cahaya kehidupan. Sepucat mayat, tetapi mata terbuka, Juga tanpa cahaya. Pudar, tak pernah berkedip. Rambutnya sangat jarang-jarang, seperti orang baru bangkit dari penyakit typhus berat. Ia tidak memberi hormat sebagai kebiasaan jin yang dikuasai orang berilmu. Ia pun tidak bicara. Ia datang, ia berdiri di hadapan Daeng Mapparuka. Ia tahu akan diberi tugas. Tiap dipanggil pasti untuk melaksanakan tugas. Barangkali ia merasa hebat karena belum ada perintah yang tidak dapat dikerjakannya.
Sedikitnya sudah empat manusia dicekiknya sampai tewas.
Semua atas perintah tuannya. Tidak pernah ditanyanya untuk apa pembunuhan itu. Karena dia pun tidak peduli.
"Aku ingin tahu, Kesumba. Barangkali kau dapat memberi jawaban yang pasti," kata Daeng Mapparuka. Jin itu mengerti walaupun muka pucatnya tidak melukiskan ekspresi apa pun.
Dia tidak bertanya. Karena keinginan majikannya itu belum jelas baginya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kawanku Sumarta mempunyai kucing suruhan. Kau tahu tentu. Dia tidak menyukai aku, tetapi aku ingin menguasainya.
Dapatkah dia kuperintah dengan bantuanmu?"
"Seharusnya dapat. Tetapi kalau dia sudah tidak punya majikan lagi. Tuan mengerti?" tanya Kesumba.
"Sumarta harus disingkirkan. Dibunuh, itu maksudmu bukan?"
"Ya dan harus tangan Tuan sendiri yang membunuh. Agar kucing itu tahu bahwa Tuan lebih kuat dari majikannya. Dan ia harus tunduk pada yang lebih kuat!"
"Kalau hanya itu, soal mudah. Akan kubereskan dia. Kalau si Sati sudah kukuasai, akan kubebaskan kau Kesumba!" kata Daeng Mapparuka girang.
"Aku tidak mau kebebasan. Sudah senang jadi piaraan Tuan begini," kata Kesumba. Sangat mengherankan tuannya.
"Aneh, kau tidak suka kebebasan?"
"Untuk apa" Hanya akan menyusahkan dinku. Aku sudah terbiasa bekerja untuk Tuan. Dulu pada ayah dan kakek Tuan.
Kebebasan berarti pengangguran. Aku akan jadi gelandangan dan hidup liar!" jawab Kesumba. Daeng Mapparuk kian tak mengerti.
"Jadi kau betul-betul tidak ingin kebebasan?"
"Tidak!"
"Kalau aku tidak mau memelihara engkau?"
"Aku protes karena Tuan memperlakukan diriku semena-mena. Kalau terpaksa aku akan ambil tindakan," kata Kesumba dan ia berlalu. Meninggalkan majikannya dengan problemnya. Menyingkirkan Sumarta. Otaknya bekerja.
Bagaimana caranya agar tidak meninggalkan jejak. Agak lama juga ia berpikir. Sedang ia berpikir itulah sahabatnya Sumarta bermimpi. Dalam suatu upacara di mana ia menjadi tokohnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada gadis cantik mengalungkan bunga ke lehernya. Orang ramai lalu bertepuk riuh. Ia berjalan di atas permadani berwarna merah tua, diapit oleh orang-orang berpakaian mentereng. Dari bahan impor yang mahal. Seperti penyambutan atas seorang menteri yang baru turun dari pesawat terbang di daerah. Gadis-gadis cantik membawakan tari dengan iringan musik tradisionil. Banyak mata perawan-perawan itu mengerling padanya. 'Maklum, dia orang penting.
Mereka coba menarik perhatian. Siapa tahu akan dibawa ke ibukota. Atau dibikinkan rumah di daerah.
Sumarta menyesal kenapa mimpi indah itu hanya sampai sekian. Ia terbangun dan mengingat-ingat kembali. Lalu bertanya pada dirinya, apakah makna mimpi itu" Ataukah tidak ada makna sama sekali" Hanya hiburan di waktu tidurkah"
*** DAENG Mapparuka telah mendapat cara bagaimana melenyapkan sahabatnya tanpa meninggalkan kecurigaan atau bukti bahwa ia yang melakukannya. Sebenarnya membunuh seseorang tidak susah. Yang berat dan jarang berhasil adalah meniadakan risiko.
Keesokan paginya, seperti biasa kedua sahabat yang dalam hati masing-masing sudah mengalami cedera itu, sarapan bersama di suatu meja sederhana. Dan seperti biasa pula, Sati turut.
"Daeng sudah menyediakan kopi untukku. Terima kasih,"
kata Sumarta. "Kan aku yang duluan bangun. Maka akulah yang menyiapkan sarapan," kata Daeng dan memang begitulah kebiasaan mereka yang tidak tertulis.
Sati memandangi Daeng. Belum habiskah marahnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bujuk-bujuk dia nanti, supaya kalian bersahabat kembali seperti biasa," begitu anjuran Sumarta. Daeng mengerling sambil menghirup kopi panasnya. Sati naik ke atas meja, berjalan ke Sumarta seperti mau minta dimanjakan. Pada waktu itulah ia melanggar cangkir kopi tuannya, sehingga tumpah seluruh isinya. Daeng Mapparuka kaget, sementara Sumarta hanya berkata: "Kau tidak hati-hati Sati, habis kopiku kau tumpahkan!"
"Sialan," desis Daeng Mapparuka di dalam hati. Gagal usahanya.
*** DELAPAN DAENG Mapparuka mengerling ke kawannya. Tidak ada tanda terkejut. Kalau begitu dia tidak menduga buruk oleh tumpahannya isi gelas yang akan diminumnya. Daeng merasa jengkel oleh kegagalan itu, tetapi terhibur juga, karena Sumarta tidak curiga. Dan sebenarnyalah pemilik kucing itu tidak menaruh syak wasangka apa pun terhadap kawannya.
Tumpahnya kopi hanya oleh kurang hati-hatinya Sati.
Diambilnya gelas lain dan mengisinya sendiri. Dihirupnya seteguk-seteguk. Nyaman seperti biasa. Sama sekali tidak disadarinya, bahwa dia baru luput dari suatu kematian yang direncana-persiapkan oleh sahabatnya.
Kedua orang itu terus bersama-sama. Kadang-kadang menolong orang yang memerlukan keahlian mereka. Tetapi Sumarta sudah mulai berjualan buah lagi sementara Daeng merencanakan suatu pembunuhan baru. Tentu tidak lagi dengan cara yang sama. Kalau membubuhkan racun di dalam gelas Sumarta lagi dan Sati melang-gar-menumpahkannya, pasti Sumarta akan curiga. Bukan hanya penyingkiran Sumarta yang dipikirkannya. Keadaan Jaya Wijaya juga diikuti. Orang kaya itu masih tetap terbaring di rumah sakit dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebiasaannya yang mulai mendarah daging. Mangap berlama-lama dengan mata melotot untuk kemudian mendadak ditutup mengejutkan atau membuat orang tertawa. Yang tertawa melihat itu tidak dapat kita katakan kurang manusiawi. Mereka tak dapat menahan tawa karena merasa geli. Rasa geli bukan sesuatu yang dibuat-buat. Tawa pun kadangkala tak tertahan, walaupun di dalam rasa geli itu terdapat unsur rasa kasihan.
Telah bulat di dalam hati Daeng Mapparuka untuk meniadakan kawannya itu. Dalam banyak keperluan ia telah mempergunakan jinnya Kesumba untuk membunuh sasarannya. Mengapa dalam kepentingannya sendiri, harus dia sendiri yang menghabisi nyawa Sumarta"
Pemilik kucing yang tidak pernah menyangka bahwa dia nyaris mati oleh racun, tidak menduga sedikit pun bahwa kawannya itu akan membunuh dia. Tidak disadarinya, bahwa bagi Daeng Mapparuka dirinya merupakan suatu hambatan besar. Ruang gerak bagi orang itu seakan-akan menjadi sangat sempit oleh adanya Sumarta yang menolak ajakan iblis.
Akhirnya Daeng Mapparuka mendapat suatu akal, yang dirasanya terbaik dan paling aman bagi dirinya. Dengan ular paling berbisa. Ular kamak yang biasanya bermukim di antara kayu bakau.
Satu kali patuk pasti akan menewaskan. Karena kecil, tak mudah kelihatan. Baginya sendiri tidak ada bahaya oleh bisa ular. Ia punya penangkal terhadap berbagai macam bisa.
Mencari ular bakau tidak sesulit mencari anak tikus putih dan ayam berkaki satu.
Setelah ular didapat, tidak ada lagi keraguan bagi Daeng bahwa maksudnya akan tercapai. Ular diletakkan di dalam kamar tidur. Binatang itu segera bersembunyi di bawah ranjang. Daeng sendiri pada malam itu tidak tidur di rumah.
Katanya dipanggil orang yang amat membutuhkan pertolongannya. Hal yang begitu tidak aneh bagi Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baginya tidak jadi soal. Kalau Sati tidak bersamanya, itu baru akan menjadi soal. Baru jadi pikiran yang bisa menggelisahkan.
Sumarta tidur berdua dengan Sati-nya. Kucing itu agak gelisah. Tetapi Sumarta tidak terlalu memperhatikannya.
Ditidurkannya kucing itu di sebelah kepalanya. Jadi berdampingan. Dan kucing itu memeramkan matanya.
Seakan-akan tidur. Sebenarnya tidak. Ia berbuat begitu supaya tuannya segera berbuat sama.
Tidak ada terjadi apa-apa. Semua hening sepi. Hanya Sati yang tidak merasa tenteram. Setelah Sumarta tertidur pulas, ia bangkit. Pelan-pelan untuk tidak diketahui oleh majikannya.
Ia merasa benar bahwa di dalam kamar itu ada bahaya mengancam, tetapi tidak mengetahui apa! Manusia" Bisa jadi.
Jikalau begitu tentu masih berada di luar kamar. Di dalam kamar tak mungkin bisa bersembunyi tanpa ketahuan. Sati waspada. Bulu-bulunya berdiri, walaupun bahaya atau musuh tidak kelihatan.
Dia duduk di samping tuannya yang sedang pulas.
Mendadak tubuhnya melengkung ke atas, bagaikan kucing yang hendak berkelahi. Dia mendengar suatu yang tak kan terdengar oleh telinga manusia. Tak lama kemudian tampak olehnya. Sepasang mata mengkilap. Jarak antara kedua mata dekat sekali. Ular, itulah yang terkilas dalam benaknya.
Tuannya dalam bahaya. Tak dipikirkannya mengapa sampai ada ular masuk kamar. Yang penting hanya satu, menyelamatkan tuannya. Itu pun kalau ia berhasil.
Kemungkinan berhasil tergantung pada kecepatan dan ketepatan. Sati melompat, menerkam pengancam nyawa tuannya itu. Gigi-giginya tertanam tepat di belakang kepala ular amat berbisa itu, sehingga ia tidak mungkin menggigit Sati untuk melepaskan bisa. Ular itu bergelut dalam usaha melepaskan diri, tetapi Sati tambah menguatkan gigitannya, sehingga ular kamak itu kehabisan tenaga. Kegaduhan kecil ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat Sumarta tersentak dari tidurnya, masih sempat melihat adegan terakhir dari pertarungan kucingnya dengan seekor ular yang segera dikenalnya termasuk jenis yang amat berbisa. Daya bunuhnya tinggi sekali, mematikan dalam beberapa menit saja.
Sati belum juga melepaskan musuh yang dibinasakannya itu. Sumarta memeluk kucingnya. Dia telah menyelamatkan nyawa orang yang disayanginya.
"Aku berhutang nyawa padamu Sati," kata Sumarta. Ia terharu. Ia ingat bahwa ia pernah menyelamatkan nyawa Sati dari tangan anak-anak nakal yang pasti akan merenggut nyawa kalau dia tak cepat menolong. Tetapi itu hanya kewajiban kemanusiaan belaka. Kalau Sati membunuh ular itu sebagai pembayar hutangnya, maka kini kedua-duanya bebas dari hutang. Sumarta tidak tahu, bahwa penyelamatan ini untuk yang kedua kalinya. Yang pertama ketika Sati dengan sengaja melanggar gelas berisi kopi beracun yang sedianya akan menewaskannya.
Sumarta berpikir juga, dari mana masuknya ular itu.
Mengapa ia ada di sekitar situ, sedangkan tempat jenisnya di hutan-hutan bakau. Tapi pertanyaan di dalam hati itu hanya sejenak. Bukankah ia sudah selamat oleh kesigapan dan ketepatan Sati" Itu yang paling penting, mau apa lagi"
*** JAM tujuh keesokan paginya, Daeng Mapparuka pulang dan sudah hampir tiba di rumahnya. Hatinya berdebar, bukan karena sangsi, tetapi karena menghadapi kemenangan yang sudah pasti. Ia akan mengetuk-ngetuk pintu kamar tanpa ada yang membuka. Kemudian ia akan panggil beberapa tetangga untuk mendobrak pintu lalu ia akan menjerit sedih melihat sahabat terakrabnya sudah menjadi mayat.
Itulah sebabnya ia kaget bukan kepalang dan darah di muka turun ke kaki semua sehingga ia jadi pucat pasi, hampir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti kain belacu. Sumarta duduk-duduk di depan rumah dengan si Sati-nya. Apa yang dilihatnya ini! Khayalan atau mimpi" Mana bisa jadi. Sumarta tentu sudah mati.
Dia tentu sedang terbaring di ranjang berkasur tipis. Tanpa nyawa.
Tapi setelah ia tiba di pekarangan, Sumarta menegurnya:
"Berhasil Daeng?"
Dasar orang berdosa! Pertanyaan ini membuat dia malu.
Apakah Sumarta menyindirnya, karena tak berhasil membunuh dia melalui ular berbisa itu" Tetapi belum tentu. Barangkali ular itu sama sekali tidak menggigitnya. Masih ada di kamar atau sudah lari.
"Daeng kelihatan pucat sekali. Tidak tidur semalaman ya!"
kata Sumarta lagi.
Pertanyaan ini juga tidak enak. Rupanya dia pucat dan Sumarta melihatnya.
"Sakit apa orangnya?" tanya Sumarta lagi.
Daeng Mapparuka tidak menjawab, sebab dia tidak menduga akan ada pertanyaan-pertanyaan begini. Bagaimana pula kawan yang dipastikannya mati, akan bertanya! Dan tidak ada orang sakit. Daeng menginap di rumah kawannya, bukan mengobati orang.
"Sudah saya sediakan kopi untuk Daeng. Ada lemper sama serabi," kata Sumarta.
Huh, dia tidak akan meminumnya. Barangkali Sumarta menaruh racun dalam kopi itu. Balas dendam. Siapa tahu, dia hanya berpura-pura tidak tahu bahwa Daeng berusaha membunuhnya dengan Racun. Hanya untuk membuat Daeng tidak waspada dan tetap percaya penuh pada sahabatnya itu.
Setelah menyadari kekikukannya baru Daeng Mapparuka berkata:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sakit ingatan. Karena kemasukan jin. Sudah mendingan sekarang." Lalu masuk.
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 7 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Pendekar Cacad 15