Pencarian

Kucing Suruhan 12

Kucing Suruhan Karya S B Chandra Bagian 12


Geleng Sati membuat wanita itu yakin, bahwa kucing itu datang menolong. Kalau begitu, dia bukan kucing setan.
Malaikatkah dia"
Perempuan itu meneruskan, "Kau datang menyelamatkan aku, Nenek?" Ia tak tahu perkataan lain untuk menyatakan hormatnya. Kucing itu mengangguk, lalu dengan tenang berlalu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi setiba di pintu ia berhenti dan memandang kembali kepada Kathleen. Perempuan itu pun memandang pula dengan penuh rasa terima kasih. Dikiranya kucing penyelamat dirinya itu hendak mengatakan selamat tinggal. Pada saat berikutnya kucing itu mengangkat kedua kaki depannya sehingga mencapai pegangan. Lalu menoleh lagi ke wanita yang diselamatkannya. Menurutkan perintah otaknya ia membuka pintu itu. Sati mendorong betisnya dengan gerak seperti menyuruh dia keluar. Kathleen pun menurutkan sehingga ia seperti berada di bawah bimbingan kucing itu.
Kucing suruhan milik Sumarta berjalan cepat, diikuti pula oleh wanita yang mempercayakan dirinya kepada kehendak kucing itu. Hanya seorang petugas Jaya Wijaya yang sudah mengenal Sati, terkejut dan dalam kebingungannya coba menghadang, tetapi secepat kilat Sati menerkam. Orang itu segera dibuat tak berdaya. Ada beberapa orang lain menyaksikan, tetapi dalam keheranan yang kemudian menyebabkan rasa takut, mereka tidak mau turun tangan.
Bahkan lebih daripada itu. Mereka seperti terpukau dan membiarkan wanita dan kucing itu meninggalkan rumah, melalui pekarangan dan tiba di pinggir jalan. Barulah perempuan itu merasa dirinya telah berada di alam bebas kembali. Dan barulah kini ia benar-benar merasa bahwa ia telah dibebaskan dari suatu kematian yang tadinya sudah dapat dikatakan pasti. Ia menghentikan sebuah taksi yang lewat, naik. Dan pada saat berikutnya dia telah melihat Sati pun telah ada di sana tanpa melihat kucing itu tadi turut masuk ke dalam mobil. Tambah yakinlah dia bahwa kucing ini bukan setan, bukan pula malaikat, tetapi suatu makhluk yang dikirim Yang Mahakuasa untuk menyelamatkannya.
Mungkin termasuk kucing yang punya jiwa humor, Sati kemudian pindah duduk di sebelah supir, membuat pengemudi itu agak terkejut tetapi juga ragu-ragu. Sepanjang penglihatannya, penumpang yang baru naik tadi tidak membawa kucing, hanya menyandang tas. Dia jelas melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita itu memberi aba-aba dengan tangannya, memintanya berhenti. Kalau ada kucing yang menyertainya, mustahil ia sampai tidak melihatnya. Lalu dari mana datangnya binatang yang kelihatan tenang-tenang dan bermata cerah itu" Tetapi dia tidak menduga atau berpikir buruk. Hanya tanda tanya di dalam hati kecilnya. Penasaran ia menyampaikan dengan ramah, "Nyonya tadi membawa kucing?" Kathleen tidak segera menjawab. Tidak mengetahui cara bagaimana menjawabnya.
Dan dia takut salah jawab. Karena kucing yang tiba-tiba saja ada di dalam mobil itu bukan sembarang kucing. Mau mengatakan "tidak tahu?" Mau menjawab "ya" ataukah mau mengatakan "tidak?" Akhirnya dia diam, seolah-olah tidak mendengar pertanyaan sang supir. Itu yang paling bijaksana, walaupun yang bertanya tentu tidak puas. Bisa juga kecil hati karena pertanyaan yang datangnya dari orang seperti dia, tidak perlu dijawab. Kenapa mau tahu sih dengan urusan penumpang. Tugasnya kan hanya mengantarkan sampai ke tempat tujuan lalu menerima ongkosnya. Lain tidak! Kemudian pengemudi itu tertarik pula dengan lagu kucing yang berdiri dengan kedua belah kakinya di atas dashboard lalu memandang-mandang ke luar melalui kaca. Tak cukup dengan itu, ia kemudian memandang bung supir dengan mulut seperti meringis atau mau tertawa. Berbagai ragam pertanyaan dan dugaan bangkit di dalam hati pengemudi itu. Tetapi ia masih tidak merasa takut, karena kucing itu tidak memperdulikan tanda-tanda yang perlu ditakuti. Mungkin ia masuk ke dalam ketika mobil parkir menunggu penumpang. Setelah memandang-mandang ke luar, Sati merebahkan diri di jok, santai. Seperti di rumahnya sendiri. Ketika Kathleen tiba di depan rumahnya dan turun setelah membayar, kucing itu pun turut turun dan menggiring wanita itu. Supir taksi geleng kepala. Rupanya kucing itu memang milik penumpangnya, hanya dialah yang tidak melihatnya turut naik tadi.
Kathleen sendiri heran dengan kelakuan penolongnya itu, tetapi dia juga merasa lebih aman dengan kehadirannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah berani dia berpikir dan bersyukur mempunyai bodyguard yang benar-benar dapat diandalkan.
Tetapi Sati tidak mau diajak masuk. Dia menolak dengan menggeleng, kemudian pergi.
Suasana di gedung Jaya Wijaya menjadi panik,. setelah mereka semua mengetahui bahwa boss telah tiada.
*** DELAPAN PULUH ENAM
POLISI segera diminta datang karena yang baru terjadi jelas suatu pembunuhan. Orang kedua Jaya Wijaya yang menelepon polisi tidak memberitahukan lain daripada pembunuhan atas diri orang kaya yang terkenal royal tetapi juga diketahui merupakan tokoh yang amat jahat. Penyebab dari berbagai macam tindak mengkhianati sumpah jabatan oleh sejumlah orang gede. Penyebab pula dari beberapa kematian orang pandai yang tidak mau diajak bekerja sama, tetapi mengetahui sepak terjang orang keturunan Cina itu.
Mayor Polisi Sumanang yang melakukan pemeriksaan dengan tiga bawahannya memandang heran, karena yang ada pada tubuh korban hanya luka bekas gigitan. Tidak ada bekas tembakan atau luka oleh senjata tajam.
"Ada yang melihat pembunuhnya?" tanya Mayor Pol.
Sumanang. Anak buah Jaya Wijaya yang tadi mau menghadang kepergian Sati dan Kathleen, diperkuat oleh kesaksian beberapa rekannya menerangkan, bahwa yang membunuh majikan mereka itu seekor kucing.
"Kucing"!" tanya Sumanang heran hampir tak percaya.
"Bagaimana pula kucing sampai membunuh korban!"
"Benar Pak, kucing itu menggigit Boss di leher!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kucing siapa. Kucing piaraan di sini?"
"Bukan. Kucing luar!"
"Dia datang kemari untuk membunuh Tuan Jaya ini?"
Anak buah orang yang sudah mati itu membenarkan.
"Mana mungkin. Kucing datang untuk membunuh!" kata Mayor polisi itu, tetapi ia kemudian teringat, bahwa ada binatang yang dapat disuruh. Tetapi bukan kucing. Yang pernah dibacanya di dalam majalah dan buku, hanya lipan, ular atau kalajengking yang dapat diperalat sebagai pembunuh oleh orang-orang berilmu kebatinan atau sihir.
Bukan kucing. Anjing saja pun tidak bisa disuruh mendatangi rumah seseorang untuk membunuh orang itu. Setidak-tidaknya Sumanang belum pernah mendengar cerita yang begitu.
"Mana kucing itu" Mengapa tidak kalian tangkap?"
"Saya sudah mencoba, tetapi saya diterkam," kata Hong Jin alias Barata sambil memperlihatkan lukanya oleh taring-taring kucing bersetan itu.
"Pembunuh itu pergi bersama seorang wanita relasi boss kami" kata Sampurno yang disegani oleh kawan-kawannya karena ia bodyguard Jaya Wijaya yang terkenal sanggup membunuh tanpa tanya apa sebab harus ditiadakan. Ia pula kesayangan Jaya Wijaya, karena dia selalu melaksanakan perintah tanpa tanya. Tetapi ketika melihat kawannya diserang oleh kucing, Sampurno seperti terkesima, tidak berbuat suatu apa pun. Sebabnya sederhana sekali. Ia percaya kepada adanya setan dan hantu. Begitu pula tentang benar adanya jin dan iblis. Kesemuanya ini dipercayainya dapat masuk ke dalam tubuh makhluk lain, baik manusia maupun hewan. Ketika ia melihat Hong Jin diterkam kucing ia lalu percaya, bahwa kucing itu bukanlah kucing sebenar kucing. Melainkan iblis atau jin yang masuk ke dalam diri seekor kucing untuk melaksanakan suatu keinginan atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tugas. Keinginan, kalau suatu tindakan dilakukan atas kehendak jin, hantu atau iblis sendiri. Tugas, kalau si jin atau iblis diperintah oleh majikannya. Sampurno tidak akan mundur melawan musuh dengan senjata apa pun serta berapa banyak jumlahnya. Ia begitu setia kepada bossnya yang bermental bejat itu, sehingga mati untuknya akan dikategorikannya sebagai pahlawan yang gugur dalam menunaikan tugas. Kini ia merasa bahwa ia beruntung tidak turut-turutan menghadang kucing iblis itu, karena ia pun pasti akan mati seperti anjing dilindas mobil.
"Kucing itu pasti kucing setan, Pak Mayor," kata Sampurno.
"Datangnya tidak ketahuan. Tetapi perginya seperti sengaja memperlihatkan diri supaya kami tahu, bahwa dia bukanlah kucing biasa." .
"Andai katakan kucing itu pergi dengan seorang wanita.
Apakah tidak ada kaitan wanita itu dengan kucing yang Anda percayai dimasuki iblis itu" Siapakah perempuan itu. Di mana alamatnya?" tanya Mayor Polisi Sumanang.
"Wanita itu relasi Boss," jawab Sampurno sambil memandang kepada rekan-rekannya. Yang kesemuanya bungkam.
"Relasi bagaimana?" Sampurno tidak segera menjawab.
"Kalau Anda memberi keterangan cukup, kami akan mudah melakukan pelacakan!" Tetapi Sampurno tidak juga menjawab.
"Kalau begitu Anda semua tidak ingin kucing itu kami tangkap bersama orang atau orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan ini." Tiada tanggapan.
"Relasi dagang?" tanya Mayor Sumanang lagi.
"Saya ingin membantu, Pak," kata Hong Jin. "Perempuan itu bernama Kathleen. Ceweknya boss kami!" mendengar kata-kata itu Sampurno jadi berang, karena ia merasa majikannya dibikin malu, walaupun sudah tidak punya nyawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi. Oleh emosi yang tak terkendalikan Sampurno memukul Hong Jin yang dalam keadaan luka, sehingga terjajar ke tembok.
"Pengkhianat," desis Sampurno. Mayor Polisi Sumanang mengajukan banyak pertanyaan yang diharapkannya bisa memudahkan jalan dalam melakukan penyelidikan dan penangkapan. Di waktu itulah, tanpa diduga, sehingga sangat mengejutkan, tiba-tiba hadir seekor kucing di tengah-tengah mereka. Tidak diketahui darimana datang atau masuknya.
Mendadak saja ada di sana. Sampurno yang biasanya gagah berani dan baru memukul Hong Jin segera menjauh. Dia takut akan jadi sasaran kucing yang diyakininya membawa iblis itu.
Dia yang tadi mengatakan, bahwa kucing itu bukan kucing benar. Tentu kucing itu tahu dan tentu dia datang untuk menyerang atau mungkin membunuh dia. Muka Sampurno pucat, sementara yang lain tidak buka mulut. Termasuk Mayor Polisi Sumanang. Dia benar-benar terkejut dan tak bisa mengerti. Bagaimana mendadak ada kucing di sana. Dan kucing itu memandangi Sampurno. Tidak dengan mata ganas, tetapi membuat orang takut dan tidak tahu akan berbuat apa.
"Ampuni saya," kata Sampurno. "Saya tidak punya niat jahat."
Mendengar ini Mayor Polisi Sumanang jadi tahu, bahwa tentu inilah kucing yang. membunuh Jaya Wijaya dan menyerang Hong Jin. Dan dia pulalah yang pergi dengan wanita yang kata Hong Jin cewek Jaya Wijaya.
Tanpa melakukan tindakan apa pun, kucing yang tak lain dari Sati kepunyaan Sumarta, tiba-tiba menghilang. Begitu saja lenyap dari pandangan mereka. Mayor Polisi Sumanang menceritakan semua kepada atasan dan rekan-rekannya sesama polisi. Tiada cara yang lebih baik daripada menyerahkan tugas penyelidikan dan follow-up-nya kepada Kapten Polisi Sahata Siregar yang sudah berkali-kali menangani kasus semacam itu. Mulai dari jatuhnya korban-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
korban oleh apa yang mereka kenal sebagai manusia harimau dari Tapanuli dan kemudian serangan-serangan kucing suruhan yang sudah mengambil beberapa korban. Dan berita yang amat menggemparkan itu tidak dapat dirahasiakan dari telinga para pemburu berita yang hidup dari menjualnya kepada mass media pers, yang dipihaknya menyajikannya dengan senang hati kepada masyarakat pembaca yang menghidupi para kuli tinta, baik yang duduk penuh gaya di belakang meja, maupun yang dengan keringat bercucuran mengejar segala berita.
Masyarakat jadi gempar dan sebagian terbesar ingin tahu, yang bagaimanakah yang dikatakan kucing setan atau kucing suruhan itu. Cukup banyak sahabat kenalan termasuk sejumlah pejabat yang turut sedih, karena kehilangan suatu sumber keuangan. Sebanyak itu, balikan lebih banyak lagi yang merasa senang dan bersyukur atas kematian Jaya Wijaya, karena merasa kehilangan satu manusia yang kerjanya merusak pejabat; yang rakus uang, tanpa peduli betapa ia dengan begitu bersekongkol merugikan negara dalam jumlah miliar-miliar. Lydia, walaupun pernah melayani nafsu Jaya Wijaya termasuk orang yang amat bersyukur, karena satu bahaya yang selalu mengancam telah hilang bersama kelenyapan si manusia kaya, sombong dan tiada berperikemanusiaan itu. Sumarta pun merasa lega, karena kini ia bebas dari incaran orang yang pernah malu karena tidak berhasil membeli kucingnya. Kemudian mempunyai dendam karena ia diserang sehingga tidak kenal manusia selama lebih empat bulan oleh kucing yang hendak dibelinya itu. Walaupun kemudian Sumarta, Daeng Mapparuka dan kucing suruhan itu juga yang menyembuhkannya kembali, setelah sekian dokter menyatakan tidak sanggup.
*** KEENAM orang yang akan berangkat ke Muangthai itu berkumpul di rumah Hamidy yang ayah Susanti. Karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengetahui, bahwa Erwin bukan dukun yang mau menangguk apa saja yang menguntungkan bagi dirinya, maka suami-isteri itu percaya sepenuhnya, bahwa tidak akan ada bahaya apa pun yang akan menimpa anaknya di negeri gajah putih itu.
Begitu pula suami isteri Subandrio akhirnya menyerah. Apalagi setelah mendengar kematian Jaya Wijaya yang juga dikenalnya, oleh serangan kucing kepunyaan Sumarta. Mereka menghibur diri dengan keyakinan, bahwa anak mereka yang mestinya kawin dengan orang pintar dan kaya itu pun benar-benar terpaut hati pada dukun merangkap tukang buah itu.
Diam-diam Lydia berharap akan dapat nikah dengan dr Anton di negerinya nanti. Dan dia juga akan membuktikan kepada dokter itu betapa luhurnya agama Budha jika dijalankan dengan benar, sesuai ajaran Budha Gautama. Lydia membayangkan betapa Erwin yang amat baik hati itu akan kagum dengan ilmu yang dimiliki oleh sejumlah amat kecil orang Thai yang punya ilmu kebatinan dan bahkan dianugerahi kesaktian, yang menurut kepercayaan mereka oleh pengabdian mereka kepada Budha yang Mahaagung. Uh, Lydia akan memperlihatkan betapa tinggi kebudayaan mereka dengan ratusan kuil yang amat indah dan megah, walaupun tidak ada yang punya arsitektur seperti Borobudurnya Indonesia.
Lydia ingin membalas budi sahabat-sahabat setia dan dr Anton yang dicintainya. Juga kepada Sati yang nyata-nyata berbuat segala-galanya untuk menyelamatkan dirinya. Banyak kesenangan dinikmatinya pada hari-hari pertama ia disewa oleh Jaya Wijaya. Dalam bidang materi, bukan dalam masalah hubungan seks. Dalam yang belakangan ini ia tidak pernah merasa bahagia, karena ia sadar sepenuhnya bahwa ia hanya memberikan dirinya sebagai imbalan uang kontrak yang telah diterimanya untuk kepentingan keluarganya. Kemudian datanglah siksaan lahir batin oleh orang yang membayar, Jaya Wijaya yang kemudian menjadi kehilangan daya jantannya.
Suatu penderitaan yang tidak akan pernah hilang, karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amat dalam melukai hatinya. Dokter Antonlah orangnya yang berani menolong, walaupun ia sadar, bahwa komplotan Jaya Wijaya merupakan suatu kumpulan orang-orang yang bisa melakukan apa saja. Tidak ada keinginan Jaya yang dapat dipatahkan. Orang boleh menolak tetapi ia tetap akan mencapai apa yang jadi keinginannya. Dengan segala cara.
Karena ia selalu yakin bahwa tidak ada satu apa pun di Indonesia ini dapat melawan dirinya. Kadang-kadang orang itu merasa dirinya sebagai dewa atau jin yang paling berkuasa dan harus disembah serta ditakuti. Ia sudah terbiasa dipuja dan disembah. Oleh anak buah dan oleh orang-orang yang katanya penting dan terhormat tetapi toh menyediakan diri untuk menjadi budak manusia keturunan asing itu. Oleh karena itulah, kematian Jaya Wijaya tidak bisa lain daripada membuat Lydia merasa syukur. Tanpa kematian yang dilaksanakan oleh Sati, belum tentu ia akan bisa lolos ke negerinya, walaupun mempergunakan segala akal dan daya.
Walaupun ia yakin akan kemampuan Erwin yang muda dan pendiam tetapi penuh kekuatan yang tidak bisa dinilai oleh siapa pun.
Hanya ketidak ikutsertaan kucing suruhan milik Sumarta itulah yang kini menyedihkan dirinya. Ia ingin sekali agar kucing itu ikut ke negerinya. Supaya ia pun dapat menikmati.
Dapat melihat segala keanehan, keindahan rupa-rupa kenyataan yang tidak dapat diuraikan dengan hukum akal, mengapa bisa demikian. Betapa inginnya Lydia melihat Sati duduk di atas punggung gajah. Kalau mungkin di atas punggung gajah belang tunggangan neneknya yang disembah pula oleh semua orang Thai di kampung itu, tanpa kecuali.
Sungguh sayang, kucing yang telah melindungi dan menyelamatkan dirinya itu tidak bisa dibawa serta.
Saat mereka berbincang-bincang mengatur ke-berangkatan yang hanya tinggal dua hari lagi, tanpa pertanda apa pun, mendadak Sati sudah ada di sana. Kali ini ia bukan mendatangi majikannya atau Erwin, tetapi langsung naik ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangkuan Lydia, seolah-olah ia tahu "walaupun ia tadi tidak hadir" apa yang sedang dipikir wanita cakep penuh pengalaman di dalam dadanya itu. Hanya sebentar merasa kaget, tetapi kemudian semuanya menjadi senang, karena dengan begitu lengkaplah kelompok itu. Sejumlah manusia dengan seekor kucing. Dan Sati tidak selesai dengan naik ke pangkuan Lydia saja. Ia berdiri menjilati mukanya, dibiarkan oleh wanita itu, karena ia yakin, bahkan tahu bahwa inilah cara seekor kucing menunjukkan rasa senang dan terima kasih. Semua orang heran, mengapa kucing suruhan itu menunjukkan sayangnya hanya kepada Lydia. Tidak kepada majikannya"
"Aku ingin dia ikut. Dia akan senang berkenalan dengan kucing-kucing cantik di sana. Sayang, oh sayang sekali Sati tak dapat ikut," kata Lydia.
Kini Sati memandangi wajah Lydia dengan tenang, terpancar sinar bahagia dari matanya. Membuat wanita Thai itu tambah terharu dan tak dapat membendung air mata. Ia merasa berutang nyawa kepada kucing itu. Karena kalau Jaya Wijaya masih hidup bukan tidak mungkin dia akan mengatur lagi segala siasat dengan kekuatan uangnya untuk meniadakan dirinya di dunia.
"Sayangnya kau tidak dapat bicara, Sati. Aku ingin bicara denganmu, ingin mengucapkan terima kasih, ingin bertanya mengapa kau begitu baik hati menyelamatkan diriku. Siapakah yang menyuruhmu" Budhakah" Kau tahu dan kenal Budha, Sati?" Yang hadir turut terharu mendengar kata-kata Lydia.
Perempuan itu memeluk dan mengelus-elus punggungnya.
Kemudian Sati melompat, kini naik ke pangkuan Erwin yang diketahuinya berhati dan berbudi luhur.
"Kau berjasa banyak sekali Sati, nenekku!" kata Erwin.
Kucing itu mengeong. Entah apa maksudnya. Mungkin mengatakan "terima kasih," tetapi boleh jadi juga ingin berkata, "Jangan katakan lagi bahwa aku nenekmu." Dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangkuan Erwin barulah Sati mendekati Sumarta.
Menggesekkan kepalanya ke kaki laki-laki yang majikannya itu. Dia tidak naik ke pangkuannya. Mungkin dia berpikir, walaupun majikan, karena mat keranjang dan kadang-kdang punya niat busuk tanpa tahu diri, cukuplah begitu saja.
Keberangkatan ditetapkan. Hanya seorang yang masih agak gugup karena curiga. Orang itu Sumarta. Apakah menjelang keberangkatannya, orang-orang Jaya Wijaya yang sudah ditinggalkan boss mereka tidak akan membunuh dia, karena kucingnyalah yang menewaskan Jaya Wijaya"
*** DELAPAN PULUH TUJUH
MENYADARI sepenuhnya, bahwa ia sendiri tidak punya cukup pertahanan dan menggantungkan nasib pada kucing suruhannya yang sudah pernah marah kepadanya, maka tanpa malu-malu ia mohon bicara berdua-dua saja dengan Erwin.
"Hatiku masih bimbang, Erwin," kata Sumarta.
"Apalagi yang dikhawatirkan. Besok kita akan berangkat.
Kang Marta telah berbaikan dengan Christine dan merasakan, bahwa ia benar-benar menyayangi Kang Marta. Bukankah begitu?" kata dan tanya Erwin.
"Bukan itu, Erwin. Terus terang, aku masih khawatir pada komplotan Jaya Wijaya. Benar ia telah mati, tetapi bukankah ia punya saudara dan anak buah yang setia. Yang dapat menyerang aku, sebagaimana mereka menyerang dan menewaskan Daeng!"
"Itu mungkin saja," kata Erwin terus terang tanpa maksud membuat Sumarta menjadi takut, tetapi juga tidak mau meremehkan segala kemungkinan. 'Tetapi begitulah sudah risiko hidup, Kang Marta. Orang semacam kita ini, yang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
punya niat buruk terhadap orang lain, bisa saja dibenci oleh orang lain, kadang-kadang tidak kita kenal, yang ingin kebinasaan kita. Sudah tentu kita harus waspada. Jangan tekebur, tetapi juga jangan sampai mau diburu oleh rasa takut yang hanya menyiksa diri tanpa mampu membuat perubahan di dalam suatu ketentuan atas nasib."
"Aku ingin punya ketabahan seperti kau, Erwin. Tetapi aku tidak mampu. Mana aku belum sampai menikah dengan Christine," katanya tanpa malu-malu. Dan Erwin cukup mengerti apa makna kalimat yang sepotong itu.
"Kita usahakan supaya kita selamat. Sepulang dari negeri Nona Lydia, kuharap Kang Marta segera menikah dengan Christine. Kalau aku Kang Marta pilih jadi saksi, aku sangat bersedia!" kata Erwin ringan.
"Erwin, bagaimana kalau malam ini kau menginap di rumahku" Aku ingin dapat berangkat besok. Dan aku belum punya keyakinan atas keselamatan diriku sampai besok. Rasa-rasanya akan ada sesuatu yang akan menimpa diriku!"
'Itulah yang namanya dikejar khayalan buruk!"
"Bukan, ini firasat, Erwin. Dan firasat jarang berdusta!"
"Baiklah, kalau Kang Marta ingin begitu. Aku akan mengawani Kakang malam ini. Dan besok malam di Singapura kita juga tidur sekamar!"
"Ya, kalau masih ada hari esok untukku!"
"Kakang terlalu pesimis dan membangkitkan sendiri rasa khawatir di dalam diri Kakang!" Mendengar itu hati Sumarta agak lega.
Malam itu di rumah Sumarta, tukang buah itu menceritakan semua tentang asal mula ia jatuh hati kepada Christine dan apa yang dilakukannya dengan bantuan Daeng Mapparuka dan kucing suruhannya. Ia pun menceritakan bagaimana ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai mempunyai Sati sebagai teman sangat setia yang dapat disuruh-suruhnya.
"Kakang punya nasib sangat baik, tidak seperti aku!" kata Erwin.
"Mengapa begitu" Ceritakanlah tentang dirimu, Erwin!"
Anak Dja Lubuk hanya tertawa kecil yang menyuarakan penderitaannya. "Ceritanya panjang. Nanti sepulang dari Muangthai akan kuceritakan," katanya.
Sedang mereka ngomong-ngomong di malam yang sudah mulai larut itu, Sati pulang, la mengeong memberitahukan kedatangannya, karena kedua laki-laki itu sedang asyik.
"Dari mana kau Yang?" tanya Sumarta tanpa bangkit dari tempat pembaringannya yang untuk satu orang itu. Erwin yang tidur di dipan bekas Daeng Mapparuka semasa hayatnya juga memandang ke sahabatnya itu. Dan kucing itu juga memandang kepadanya seolah-olah ia heran mengapa Erwin tidur di situ. Tidak biasa-biasanya begitu, pikirnya.
"Kau tidak keberatan aku tidur di sini, bukan?" tanya Erwin.
Dan kucing itu seperti tertawa. Dia malah senang. Dan di luar harapan Sumarta, ia melompat ke samping Erwin, menggesekkan kepalanya ke muka Erwin, lalu merebahkan diri Walaupun tidak berkata, Sumarta merasa heran dan tersinggung. Bukan sekedar tersinggung. Ia sedih, mengapa kucingnya justru lebih senang tidur dengan sahabat baiknya itu. Apakah ini suatu bukti yang paling jelas, bahwa manusia Erwin jauh lebih baik budi dan hati daripada dia"
"Aku bukan mengusir, Sati, tetapi pergilah temani majikanmu. Ia pasti akan senang sekali." Kucing itu mengeong, tetapi tidak beranjak dari sisi Erwin. Dia tidak meneruskan cerita. Sikap Sati benar-benar amat mempengaruhi diri dan hatinya. Apakah seterusnya nanti ia tidak dapat mengandalkan kucing itu lagi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
'Kau marah kepadaku, Sati?" tanya Sumarta penasaran.
Kucing itu tidak mengeong, juga tidak menggeleng. Namun demikian dia juga tidak mengangguk. Dia tidak mau menjawab pertanyaan Sumarta. Ia mulai memejamkan mata dan tidur. Erwin pun terlena. Hanya Sumarta yang tidak dapat tidur. Ia gelisah dan hatinya penuh pertanyaan tanpa dapat dijawab. Kemudian datang kembali iri hatinya, sebagaimana di masa lalu ia beberapa kali iri hati kepada Erwin karena Susanti, bahkan Christine sendiri tampaknya lebih tertarik kepada diri anak dari Tapanuli Selatan itu. Apakah yang telah dilakukan Erwin kepada kucingnya sehingga ia kini lebih suka kepada orang itu daripada kepada dirinya sendiri" Padahal ia dulu yang menyelamatkan nyawanya. Pada saat begitu, orang yang selalu digoda prasangka ini lupa, bahwa dia sendiri sudah lama meninggalkan dunia kalau tidak karena pertolongan Sati.
Sumarta bangun, bergerak ke ranjang Erwin.
Dipandanginya laki-laki itu di bawah penerangan lampu dua puluh lima watt. Wajahnya tenang, hampir seperti kanak-kanak menandakan kepolosan hatinya. Sati membuka mata, memandangi orang yang majikannya itu, seolah-olah ingin tahu, mau apa dia. Sumarta mengelus-elus Sati dan kucing suruhan itu membiarkan. Kemudian mengangkatnya pelan-pelan lalu memindahkan ke tempat tidurnya. Kucing itu juga membiarkan. Tetapi ketika Sumarta telah membaringkan diri, Sati melompat lagi dan pindah ke sisi Erwin. Seperti menggoda tuannya. Hati Sumarta panas oleh kejengkelan dan prasangka yang sering kambuh. Tetapi dikuatkannya hati menahan diri. Siapa tahu Erwin sebenarnya tidak tidur.
Mungkin dia insan yang selalu dijaga malaikat yang enam belas. Empat di kanan dan empat di kiri, empat di depan dan empat di belakang. Dari mana pun orang tidak akan dapat menjahilinya. Lagi pula ayahnya selalu tahu, kalau anaknya dalam bahaya, lebih baik dia jangan mencoba-coba. Oengan amat mengejutkan dirinya, mendadak Erwin berkata,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidurlah, Kang Marta. Jangan pikirkan yang bukan-bukan, karena hanya akan menyusahkan diri Kakang sendiri!"
Mendengar ini, Sumarta jadi pucat dan malu tak terhingga.
Rupanya Erwin melihat semua gerak dan perbuatannya.
Begitu dugaan Sumarta. Padahal bukan itu yang sebenarnya.
Erwin tidak melihat dia bangun dan mengambil Sati. Juga tidak tahu apa yang dipikirkannya, karena ia memang sedang tidur pulas. Tetapi saat dia terbangun dan tanpa maksud lain ia menganjurkan Sumarta untuk tidur.
Sumarta yang dihantui kecurigaan dan pikiran yang membuat dirinya sendiri jadi takut, kini semakin gelisah.
Memeramkan mata saja tak mampu. Seperti ada saja yang didengarnya. Langkah-langkah di pekarangan, orang yang mengetuk pintu dan memanggil-manggil namanya. Ketika terdengar mobil berhenti di jalan, kira-kira di depan rumahnya, ia tak mampu lagi menahan diri. Dibangunkannya Erwin yang sudah tertidur kembali.
"Erwin, ada mobil berhenti. Barangkali musuh!" kata Sumarta pelan, tetapi cukup untuk membuat kawannya itu terbangun.
"Ah, Kakang membuat takut diri Kakang sendiri. Barangkali mobil tetangga atau taksi menurunkan penumpang."
"Tetapi kenapa tidak ada suaranya, pergi lagi?"
"Dia disuruh menunggu oleh penumpangnya. Sudah, tidurlah!" kata Erwin. Hati Sumarta tambah gelisah.
Telinganya menangkap suara orang berbisik-bisik. Tandanya lebih dari seorang.
"Dengarlah, Erwin!" kata Sumarta mendekati sahabatnya.
Erwin memasang kuping. Benar ada suara. Tetapi ia berkata,
"Maling barangkali. Mereka dapat info, bahwa Kakang punya duit. Itulah susahnya kalau punya banyak uang. "Erwin masih asal ngomong saja. Padahal Sumarta sudah kian takut. Kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya maling tidak soal. Tetapi kalau anak buah Jaya Wijaya yang mau menuntut balas, kan sangat berbahaya.
"Mana Sati?" tanya Erwin.
"Entah, tadi dia di sisimu!"
Erwin berdiri dan mencari kucing itu. Tidak ada. Sudah hilang seperti hilangnya hantu yang tidak memerlukan pintu untuk datang atau pergi. Kini darah Erwin turut tersirap.
Bukan karena takut. Hanya mulai merasa bahwa ada sesuatu yang tidak boleh dianggap remeh.
"Apa akal?" tanya Sumarta. Besok mau berangkat dengan Christine ke Muangthai. Apakah tidak akan ada kepergian besok, karena ia hanya akan tinggal nama. Diam-diam dia berdoa supaya Tuhan melindungi, jangan terjadi apa-apa atas dirinya.
Erwin merapatkan telinga ke dinding dekat jendela.
"Kau yakin dia sendirian?" tanya yang satu pelan-pelan.
"Aku bukan yakin. Aku tahu. Kawannya hanya satu. Kucing yang membunuh Boss. Kalau dia ada tentu sedang tidur.
Kucing tidur, walaupun bagaimana hebatnya tentu dapat kita bunuh."
"Kalau dia kucing kebal, bagaimana?" tanya yang lain, yang rupanya lebih berhati-hati.
Begitu bisik itu terhenti, karena kedua orang berpikir, mendadak terdengar suara orang berteriak karena kaget, lalu terdengar pergumulan.
"Tolong, tolong aku," kata orang yang berteriak tadi.
Rupanya kawannya hanya melihat dengan kebingungan atau telah melarikan diri oleh rasa takut. Erwin membuka pintu, keluar diiringkan Sumarta. Beberapa tetangga pun yang tadi kaget mendengar orang minta-minta tolong, sudah ada di sana. Dengan senjata tajam atau pentungan. Hanya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjaga segala kemungkinan. Mereka masih sempat melihat seseorang berlari ke mobil yang diparkir tak jauh dari muka rumah
Sumarta. Melarikan diri. Ditinggalkannya kawan yang mendapat serangan. Mereka pun masih sempat melihat seekor kucing berlalu dari sana. Melangkah tenang. Bukan berlari seperti takut akan sesuatu.
Sambil mengerumuni orang yang tergeletak di tanah, mereka ceritakan apa yang mereka lihat. Sayang tak ada yang sempat mencatat nomor mobil yang menyelamatkan kawan korban ini. Mendengar ada kucing pergi dengan tenang, Sumarta dan Erwin tahu, bahwa yang menyerang korban tentu Sati. Sumarta girang dan terharu, karena kucing suruhannya ternyata belum meninggalkannya. Tidak memusuhinya. Tetapi kebencian pasti ada. Diperlihatkannya terang-terangan dengan tak mau tidur di dekatnya. Tetapi mau di sisi Erwin. Rupanya ia ingin majikannya sebaik anak si manusia harimau yang bangkit dari kuburnya manakala anak terkasih membutuhkan bantuannya.
Semua tetangga sedugaan, bahwa orang yang kini sedang sekarat itu, pasti ingin mencuri. Sebagian dari mereka heran mengapa mau mencuri di rumah Sumarta. Padahal ada banyak orang kaya di kawasan itu. Hanya satu dua orang yang tahu, bahwa Sumarta punya duit, walaupun hanya puluhan juta. Dan mereka ini tahu, bahwa Sumarta punya kucing setan tetapi cantik yang dapat diperintah. Keanehan demikian tak mungkin selama-lamanya tetap rahasia bagi semua orang. Ada tetangga yang tajam mata dan telinga karena ingin tahu. Lebih-lebih sejak Daeng Mapparuka ditabrak mobil, yang disusul oleh hilang misteriusnya supir yang bekerja pada Jaya Wijaya. Tentang orang kaya ini banyak cerita yang bocor ke luar. Jaya Wijaya hanya salah satu dari ratusan atau bahkan ribuan yang kaya dan lihay licik seperti dia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jauh sebelum peristiwa itu beberapa tetangga juga sudah melihat keanehan. Adanya seorang wanita bersedan mahal sering datang ke sana, membawa makanan. Kemudian ada beberapa orang di antara tetangga itu mengetahui, bahwa wanita itu bernama Christine, terpelajar dan anak orang kaya, jatuh hati pada Sumarta yang hanya tukang jual buah secara lebih sedikit dari kecil-kecilan dan bisa mendukun. Mereka selalu ramah kepada Sumarta dan Daeng Mapparuka ketika ia masih hidup, mengatakan bahwa kucing mereka bagus. Hanya sampai situ. Tidak berani bertanya apakah itu kucing sakti atau kucing iblis. Ada juga beberapa pemuda yang iri hati, tetapi tidak membenci Sumarta. Iri, karena cewek cantik yang mestinya jatuh hati pada orang ganteng dan terpelajar, kok justru memilih Sumarta yang hanya segitu! Pasti dengan guna-guna, pikir mereka.
Orang yang terkapar itu dalam keadaan gawat. Menyentak-nyentakkan kakinya seperti orang sedang meregang nyawa.
Dari lehernya terus saja mengucur darah segar. Tak ada yang mengenal dia. Dia pakai jaket, yang pada pinggang menonjolkan sesuatu. Mungkin pistol yang akan dipergunakan di dalam rumah, kalau Sumarta terbangun.
Polisi telah dipanggil. Mengajukan pertanyaan setelah memeriksa korban. Luka di leher korban bukan bekas senjata tajam. Letnan Polisi Kifli bertanya tanpa banyak harapan,
"Siapa yang melukaimu?" tanpa disangka ia dapat jawaban dan Sumarta, "Kucing saya!" Hanya Erwin yang tidak terkejut.
Yang lainnya, baik para tetangga yang kian banyak berdatangan, maupun Letnan Polisi Kifli kaget dan tidak percaya.
"Kucing" Kucing yang menggigit sampai begini?" tanya Kifli, bengong dan tidak percaya.
"Kami mendengarnya dari dalam. Kawannya lari. Kami masih mendengar ia meminta tolong kepada kawannya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Barangkali memang benar, Pak," kata seorang tetangga.
"Tadi kami melihat seekor kucing pergi dari sini!"
"Mana kucing itu?" Letnan itu masih heran dan belum percaya, tetapi bagaimanapun tentu ia ingin tahu yang mana kucing penyerang itu dan ia harus menangkapnya.
"Kalau benar kucing Bapak yang menyerang, kenapa Bapak biarkan. Mengapa Bapak memelihara binatang yang mau membunuh manusia. Sama saja dengan memelihara harimau liar yang dibiarkan bebas. Bapak harus bertanggung jawab atas kejadian ini."
Korban yang kian gawat itu mengerang. Kifli sadar, bahwa orang ini harus diselamatkan supaya dapat memberi kesaksian yang sebenarnya. Maka ia membungkuk lagi, bertanya,
"Benarkah kucing yang menyerangmu" Siapa namamu" Mau apa kau mendekati rumah ini?"
Orang itu hanya mengatakan lemah, "Ya kucing." Lain tidak.
"Namamu dan maksudmu?" tanya Kifli lagi. Tetapi tiada jawaban.
Ambulans mengangkut korban pergi, sementara Sumarta dan Erwin dibawa ke kantor polisi untuk ditanyai.
"Bisa gagal berangkat besok!" bisik Sumarta kepada Erwin.
"Tidak. Mudah-mudahan tidak. Kita akan berangkat. Mau melihat kakek dengan gajah belangnya kan?" kata Erwin berseloroh. Dalam keadaan begitu ia masih bergurau. Dia bukan anak Dja Lubuk kalau lekas bingung dan putus harapan.
*** DELAPAN PULUH DELAPAN
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
BAGI sejumlah anggota polisi, Erwin bukan muka baru. Ini orangnya yang pernah bikin geger, ketika ia dua tahun yang lalu ditahan atas tuduhan melakukan pembunuhan yang sama sekali tidak pernah dilakukannya. Kegegeran itu disebabkan lenyapnya Erwin dengan meninggalkan beberapa korban di kantor polisi, tanpa ada seorang pun melihat ia lewat di hadapan petugas-petugas keamanan yang berdinas jaga. Pun tak ada orang yang bisa menjelaskan, bagaimana ia bisa keluar dari sel yang dikunci, bahkan ditambah dengan gembok, besar. Tiada orang mengetahui, bahwa waktu itu ayahnya datang membinasakan orang-orang yang menganiaya anaknya yang sedang dalam wujud manusia biasa.
Meskipun beberapa orang di kantor itu mengenalnya, tidak ada seorang pun yang berani berkata.
"Dia lagi." Apalagi yang lebih dari sekedar berkata begitu.
Dalam dirinya yang amat sederhana orang membayangkan suatu kekuatan dan kemampuan gaib yang tidak dapat dijelaskan oleh cendekiawan yang bagaimanapun hebat ilmunya. Karena Sumarta juga bersama dia, maka kepadanya pun tidak ada polisi yang berani usil, takut kalau-kalau dia pun sehebat Erwin, atau setidak-tidaknya berada di bawah lindungannya.
"Ada di antara kalian yang mengenal orang-orang ini?"
tanya Kifli. Tiada jawaban. Lalu Kifli menambahkan, "Yang satu ini konon mempunyai kucing yang telah mencederakan orang yang belum kukenal dan kini telah dibawa ke rumah sakit.
Tetangganya menguatkan, bahwa tadi memang ada kucing yang pergi dari tempat kejadian.
Sebetulnya belum masuk di akalku, bahwa seekor kucing saja bisa melakukan serangan yang begitu buruk akibatnya.
Tetapi untuk suatu kepastian, kalian carilah kucing itu. Minta keterangan kepada tetangga orang ini. Tangkap dia. Kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak bisa ditangkap dan tampak melawan, tembak.
Bangkainya saja bawa ke mari!"
"Jangan!" kata Sumarta dengan suara keras. Spontan.
Kemudian baru ia sadar, bahwa ia telah membentak seorang polisi, sementara ia mungkin akan jadi tersangka dan akan jadi tahanan.
"Kau membentak aku?" kata Kifli geram. "Aku melarang Tuan membunuh kucingku. Demi keselamatan Tuan sendiri,"
kata Sumarta. Entah dari mana datangnya keberanian yang mendadak itu. Dia tidak biasanya senekat itu. Ia mengetahui kelemahan dan ketidakmampuannya.
"Masukkan orang ini ke dalam sel, supaya dia tahu, bahwa ini bukan di rumahnya. Beri dia ajaran supaya tahu adat!" kata Kifli.
Tetapi pada saat itu tiba-tiba seekor kucing telah duduk di atas meja. Kucing biasa. Tetapi membuat mereka semua "
tidak termasuk Erwin dan Sumarta" menjadi sangat kaget.
Tetapi yang paling terkejut disertai takut adalah Kifli. Karena baru dialah yang buka suara dengan nada begitu garang.
Kini, Kifli yang tadi menyuruh tangkap atau tembak mati kucing itu bungkam tak bersuara. Dan kucing itu memandangi dia, biasa-biasa saja. Tidak dengan muka garang.
Hati Sumarta melonjak kegirangan. Kucing suruhannya masih tetap setia dan sayang kepadanya. Dalam keadaan gawat selalu ada.
"Inilah kucingku itu!" kata Sumarta. Kifli tidak menanggapi.
Polisi yang lain pun tidak berkutik. Tidak ada yang berani ngomong, apalagi bergerak untuk menangkapnya. Diam-diam Erwin pun girang, bukan untuk dirinya, melainkan untuk Sumarta, sahabatnya yang sudah seperti orang kehilangan pegangan. Ia tahu benar, bahwa Sumarta sangat menyandarkan dirinya kepada kucing suruhan yang mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ngambek kalau majikannya berbuat sesuatu yang tidak layak dan tidak berkenan di hatinya.
Tanpa disangka oleh Kifli yang telah kehilangan segala nyalinya karena melihat kucing keramat mendadak hadir dan memperhatikan dirinya, tiba Kapten Sahata Siregar. Ia datang bukan tidak disengaja, bukan secara kebetulan, tetapi karena ditelepon oleh salah seorang sersan yang mengetahui, bahwa hanya kapten dari Sipirok itulah yang paling mampu berhadapan dengan kasus-kasus gaib semacam itu, karena dia telah berpengalaman. Dan di hari-hari yang belakangan setelah menghadapi kasus Erwin dan ayahnya dulu, orang-orang di sekitarnya berbisik-bisik bahwa dia pun memelihara harimau yang bisa disuruh. Siregar sendiri pun mendengar bisik-bisik itu, tetapi ia berlagak tidak tahu. Tidak ada ruginya, bahkan ada baiknya sebab hal itu membuat mereka menjadi tambah segan kepadanya. Banyak di antara mereka yang telah mengalami dan melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana hebatnya Dja Lubuk dengan keanehan hidupnya dalam dua dunia. Yang fana dan yang baqa. Malah ada yang lebih jauh lagi. Beberapa rekannya menyangka, bahwa kapten polisi yang seorang ini punya hubungan famili dengan Erwin yang sudah dikenal sebagai manusia harimau itu.
Melihat kedatangan kapten itu, Erwin berdiri memberi hormat, dituruti oleh Sumarta yang kini berpedoman pada Erwin, karena yakin bahwa apa yang dilakukannya itulah yang benar.
Kapten Siregar sama sekali tidak heran melihat Letnan Kifli terbengong-bengong. Ia pun tidak heran melihat kehadiran seekor kucing di atas meja. Baginya memang ada dunia biasa yang wajar semata-mata, tetapi baginya juga ada dunia gaib yang tidak dapat diuraikan dengan hukum akal. Walaupun, kalau orang sudah benar-benar menguasai ilmu gaib, dunia ini pun dapat dijelaskan dengan hukum akal, karena ia hanya suatu keterpaduan antara yang tampak dan yang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelihatan. Kalau seseorang sudah dapat mengkhusukkan diri dan mengenal aku yang sebenar akunya, maka ia akan berhubungan dengan dunia gaib. Pengkhusukkan itulah kuncinya yang terlalu dipengaruhi oleh dunia dan kurang yakin akan adanya alam lain yang dinamakan dunia gaib tadi.
"Bagaimana ceritanya Let?" tanya Kapten Siregar kepada Letnan Kifli. Ia bersikap tenang, seolah-olah menghadapi perkara orang menyenggol seseorang dan yang disenggol tidak suka terima lalu dengan sok mengadu ke polisi.
Sebelum menjawab Letnan Kifli memandang dulu ke Sumarta dan Erwin, lalu ke kucing yang masih seenaknya duduk di atas meja. Dia tidak memberi reaksi apa pun ketika Kapten Siregar tadi memasuki ruangan. Mungkin karena dia sudah mengenal petugas polisi yang seorang ini.
Kifli masih belum menjawab, seperti orang gagu yang tidak pandai berkata. Di waktu itulah seperti kedatangan tanpa pertanda tadi, kucing Sumarta sudah lenyap. Seolah-olah ia tidak pernah ada di sana.
Lenyapnya Sati yang mendatangi kantor polisi untuk memperlihatkan kepada majikannya, bahwa ia masih punya rasa sayang atau setidaknya kasihan kepada majikannya, bukan melegakan Kifli. Sebaliknya ia malah jadi tambah ketakutan. Kalau ke kantor inipun ia berani datang, tentu saja dia juga mungkin akan datang ke rumah Kifli dan ia akan mampu melakukan apa saja yang diingininya, misalnya menggigit lehernya seperti dilakukannya terhadap pendatang tak dikenal ke rumah Sumarta. Dan ia pun tidak akan mampu melawan lalu akan terjengkang meregang nyawa. Seorang letnan polisi yang dibinasakan oleh hanya seekor kucing.
Betapa memalukan.
"Ke mana kucing Pak Sumarta tadi?" tanya Siregar.
"E, entah ya Pak, saya juga tidak tahu!" kata Sumarta. Dan ia mengatakan yang sebenarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana sih ceritanya Let?" tanya Siregar lagi kepada bawahannya yang masih dicekam kebingungan itu.
Sambil memandang Sumarta dan Erwin silih berganti, letnan itu menceritakan sebagian kecil dari apa yang diketahuinya. Ada panggilan melalui telepon, kebetulan dia sedang tugas. Lalu ia datang ke alamat yang dimaksud. Sudah ada orang tergeletak dalam keadaan sekarat. Kata saksi-saksi mereka mendengar teriakan, dan masih sempat melihat seekor kucing pergi dari sana.
Siregar menelepon ke rumah sakit, menanyakan? hasil pemeriksaan atas korban. Memang bekas gigitan. Tidak memastikan gigitan kucing, tetapi besar sekali kemungkinan memang gigitan kucing. Ada bulu-bulu kucing pada baju korban.
Erwin menceritakan duduk kejadian sebagaimana yang diketahuinya. Seorang sersan polisi membuat proses verbal, setelah itu kedua orang yang dalam status saksi itu diperkenankan pulang. Masih sempat Kapten Siregar mengatakan, bahwa ia akan datang. Ingin ngomong-ngomong dengan Erwin. Tetapi sebelum ke rumah anak manusia harimau yang sahabat pemilik kucing suruhan itu, terlebih dulu Siregar ke rumah sakit bersama Kifli.
Ternyata dari KTP-nya bahwa ia bernama Darmadi alias Ng Bok Cong, pekerjaan dagang.
Umur 33 tahun. Alamatnya serupa dengan alamat Jaya Wijaya. Bagi Siregar sudah cukup jelas, Korban pasti anak buah non-pri yang banyak duit dan besar pengaruh itu.
Ia tersenyum mesem saja. Ini salah satu dari tentu sangat banyak kartu penduduk yang palsu urainya. Pedagang tidak akan datang pada jauh malam hari mengendap-endap ke rumah orang lain yang sama sekali tidak mengenal dirinya.
Orang ini suruhan Jaya Wijaya. Tidak perlu disangsikan lagi. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang untuk membalas dendam ke-matian bossnya yang dibunuh oleh Sati.
Kapten Siregar berdaya upaya memperoleh keterangan dari Ng Bok Cong yang sedang sekarat.
"Kau telah dikhianati kawanmu. Dia palsu. Tidak setia kawan. Sebutkan namanya. Utangnya kepadamu akan kutagih," kata Kapten Siregar. Laki-laki itu coba membuka matanya. Tidak mampu lagi memandang jelas.
Karena Ng diam, Kapten Siregar mengulangi, "Aku ini polisi, tetapi sekarang aku kawanmu. Kau jangan marah, kau tidak dapat bertahan. Sebutkan namanya selagi kau masih mampu.
Apa lagi yang kaupikirkan. Kau tidak akan mati sebagai pahlawan, kalau kau berdiam diri. Jangan bodoh!"
Pada detik-detiknya yang terakhir itu ia berkata lemah,
"Lauw!"
"Lauw apa" Katakan, supaya jangan salah orang!"
Kian lemah, Ng berkata, "Kim Yan!" Dia tidak mengatupkan matanya lagi. Seolah-olah merenung. Padahal baginya semua sudah gelap, karena nyawa telah meninggalkan jasadnya.
Sudah cukup jelas bagi Kapten Siregar. Ia sendiri akan menangkapnya. Dan dia akan peras segala info yang mungkin dari penjahat itu. Sudah sejak lama ia sangat berhasrat melumpuhkan komplotan itu. Kalau tidak mungkin seluruhnya, setidak-tidaknya sebagian besar kaki tangan Jaya Wijaya. Ia sangat jahat, licik dan sadis. Dia salah satu dari orang-orang pendatang yang tidak layak tinggal di bumi negerinya ini. Air negeri ini yang dia minum, kebaikan budi atau kekonyolan bangsa ini yang telah membuat dia jadi kaya raya, dan kekayaan itu kemudian digunakannya untuk mem-perbudak orang-orang penting yang membantu dia mencapai kekayaannya. Banyak orang licik semacam Jaya Wijaya itu dan sangat banyak pula orang kita yang bersedia membantu mereka untuk mendapat sedikit bagian, sementara yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
miliar-miliar adalah untuk mereka. Siregar akan menyikat mereka. Dia tidak dapat dibeli, dan masih ada sejumlah pejabat mulus yang tidak akan pernah sudi melacurkan diri.
Dari rumah sakit, Siregar langsung ke tempat Sumarta. Ia menolak keinginan Kifli yang mau ikut. Pada saat itu letnan yang biasanya gagah itu memohon-mohon. Kifli yang sekarang bukan Kifli yang lama. Tadinya dia belum pernah melihat kucing seperti itu. Mendengar ceritanya saja belum.
"Pak Regar," kata Kifli. "Saya benar-benar takut. Bapak kan kenal kepada mereka. Aku mau minta maaf dengan dukungan Bapak, bahwa aku menyesal atas semua kata-kataku yang menyinggung perasaan mereka. Aku sekarang yakin, bahwa kucing itu sakti. Aku juga mohon ampun kepada kucing itu.
Kalau tidak ada sebab, mustahil dia menyerang korbannya itu.
Kalau dipikir-pikir dia malah telah membantu menangkap penjahat." Itulah kata-kata Letnan Kifli. Entah dari mana diraihnya. Barangkali karena takutnya dan yang terpenting baginya kini keselamatan.
"Tak usah takut," kata Siregar. "Aku akan menyampaikan pesan Letnan. Bertenang sajalah. Kucing itu tidak akan mengganggu apalagi mencederai Letnan."


Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan Kifli kembali ke kantor tempat ia bertugas dengan pikiran tidak tenteram. Dia masih tidak bisa memecahkan, mengapa di dunia bisa kejadian seperti itu. Sebenarnya dia pun tidak perlu berpikir mencari pemecahannya. Ia telah melihat semua sebagai suatu fakta. Nah, terimalah kenyataan itu.
*** DI RUMAH Sumarta suasana tidak seperti biasanya. Para tetangga datang silih berganti. Semua menyalami dia dengan ucapan syukur karena telah dipeliharakan Tuhan dari bencana.
Dan mereka menyatakan kekaguman mereka atas kucingnya yang amat setia. Ada pula yang membawa anaknya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit, mohon diobati Sumarta. Banyak di antara mereka yang kini menganggapnya dukun pintar berkucing ajaib. Ada juga yang mengatakan kucing sakti. Ada yang berbisik-bisik, bahwa kucing itu tentu kucing suruhan Sumarta. Rasa kagum kepada Sumarta masih ditambah dengan pujian, bahwa dia selalu merendahkan diri, walaupun punya kepandaian dan ilmu yang tidak kepalang tanggung. Begitulah penilaian mereka.
Ketika Kapten Sahata Siregar tiba di sana, orang yang datang kian banyak. Mau tahu apa yang akan terjadi. Banyak di antara mereka yang mengenal polisi yang seorang ini punya sifat ramah, tetapi selalu tegas. Banyak penjahat segan kepadanya. Telah berkali-kali masuk koran.
Menimbulkan pertanyaan pada orang-orang yang ada di sana ketika kapten polisi itu mengulurkan tangan. Semula kepada Erwin, walaupun bukan dia pemilik kucing, baru setelah itu menyalam Sumarta.
"Saya mau menyampaikan terima kasih," kata Kapten Siregar kepada Sumarta. "Kucing Bapak telah menolong kami.
Orang yang diserangnya itu sempat ngomong ketika akan meninggal tadi. Membuka jalan bagi kami. Berkat ketangkasan kucing Bapak!"
Pada saat itu, dengan amat mengejutkan mereka yang berkerumunan di sana, Sati pun sudah datang. Entah dari mana. Seperti keluar dari lantai. Ia menggesek-gesekkan kepalanya ke kaki Kapten Siregar. Dan kini orang banyak itu menduga, bahwa polisi ini tentu punya ilmu pula. Seperti sudah akrab dengan kucing yang telah membunuh manusia itu.
*** DELAPAN PULUH SEMBILAN
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SAHATA SIREGAR tahu, apa yang kira-kira dipikir oleh orang-orang itu. Persahabatannya dengan kucing yang pembunuh. Padahal dia seorang anggota polisi yang mestinya menangkap kucing itu, karena telah menimbulkan bencana atas manusia dan bukan tak mungkin di masa-masa mendatang masih akan mengulanginya. Keadaan menjadi lebih aneh bagi mereka, ketika seorang perwira polisi lain dengan dua bawahannya masuk pula ke rumah yang sedang ramai itu. Dan yang datang itu tidak kurang daripada Mayor Polisi Sumanang yang beberapa hari sebelumnya menangani kasus Jaya Wijaya yang juga digigit kucing hingga mati. Tetapi kemudian, walaupun telah mayor, ia menyerahkan penyelidikan dan penelitiannya kepada Kapten Siregar juga, karena dialah yang menilai paling kompeten dalam kasus aneh dan ajaib semacam itu. Dalam peristiwa yang begitu, ilmu kepolisian biasa, betapapun tingginya dapat dipastikan tidak akan dapat memecahkan perkara sampai benar-benar jelas, karena di sekolah kepolisian dan intel mana pun tidak ada mata pelajaran tentang kekuatan gaib dan ajaib. Mendengar terjadinya lagi penyerangan oleh kucing dan orangnya tewas pula seperti Jaya Wijaya, maka Mayor Polisi Sumanang yang jadi ingin mengetahui lebih banyak tentang kenyataan-kenyataan yang aneh itu, datang ke rumah Sumarta. Dan dia pun heran melihat kucing bermanja-manja di kaki Siregar.
Meskipun tahu, bahwa semua orang di situ akan tambah heran dan berpikir macam-macam, kapten polisi itu membungkuk lalu mengangkat Sati. Dengan kedua kaki depannya, Sati menempel di tubuh Siregar. Seolah-olah kapten itulah majikannya. Sukar percaya, bahwa tidak lain daripada kucing yang amat manja ini jugalah yang telah melakukan dua pembunuhan beruntun terhadap dua manusia dari satu gedung. Hanya kedudukan yang berbeda. Jaya Wijaya terkenal kaya raya, secara terselubung bahkan membawahi sejumlah pejabat penting yang turut mengatur negara. Kapten Siregar memberi hormat kepada orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atasannya itu, yang diketahuinya datang ke sana karena ingin tahu lebih banyak tentang pembunuhan yang aneh ini.
Sati memandang Mayor Polisi Sumanang. Pandangan biasa, tetapi toh membangkitkan rasa ganjil dan tidak enak pada diri perwira itu. Ia mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
"Mayor ingin menggendongnya?" tanya Siregar.
Kaget mendengar pertanyaan yang tidak diduganya ini, Sumanang gugup menjawab, "Dia tentu tidak mau. Tidak mengenal saya!" Mata Sumanang melirik ke sekeliling. Orang-orang itu tentu menyangka bahwa ia sebenarnya takut. Dan sangkaan yang tepat, karena Sumanang memang takut.
Setidak-tidaknya penuh keragu-raguan. Kucing setan seperti ini bisa saja mendadak berbuat sesuatu yang mengerikan.
Mungkin tahu apa yang dipikir oleh Sumanang, kucing suruhan yang sesekali suka humor itu mendadak melompat ke atas bahu Sumanang, sehingga mayor polisi itu terpekik dan tanpa kuasa mencegah, badannya jadi gemetaran. Dalam ketakutannya ia tidak teringat untuk membebaskan diri.
Seperti orang yang menunggu takdir. Padahal Sumanang bukan saja terkenal jago tinju, tetapi juga ahli karate. Semua orang terkejut, termasuk Sumarta, Erwin, dan Siregar. Tetapi mereka juga tidak berbuat apa-apa, khawatir malah salah gerak dan keadaan akan bertambah buruk. Tetapi, di luar dugaan semua orang, Sati hanya meletakkan kepalanya di atas bahu Sumanang. Dan menggesekkan kepalanya ke leher petugas polisi itu. Sebenarnya gesek senang, tetapi toh membikin bulu roma Sumanang berdiri. Dia bergidik terkena senggolan lembut itu seperti sesuatu yang amat menakutkan.
Sati yang rupanya tahu bagaimana perasaan Sumanang malah meneruskan dengan menjilat batang lehernya. Satu getaran menjalari tubuh Pak Mayor. Dia benar-benar pasrah sambil berdoa. Keadaannya sangat tidak menyenangkan, jadi tontonan sekian banyak orang, yang dari mulanya tercekam akhirnya merasa geli.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah Sati," kata Erwin memecah ketegangan. "Pak Mayor sudah tahu kau suka kepadanya. Dan dia juga suka kepadamu, cuma masih canggung-canggung. Turunlah. Kini sudah berkenalan dan seterusnya bersahabat." Dan kucing suruhan milik Sumarta itu melompat ke lantai, seperti harimau sirkus yang patuh kepada segala kehendak pelatihnya. Dan Mayor polisi itu merasa lega. Rupanya kucing itu hanya main-main atau menghibur dirinya melihat seorang anggota polisi dalam keadaan ketakutan.
*** "JADI kalian berangkat besok?" tanya Kapten Sahata Siregar kepada Sumarta. Yang ditanyai memandang Erwin, yang diharapnya akan memberi jawaban. Dan tanpa ragu-ragu ia mengatakan "jadi." Dilengkapi dengan kata-kata, "Semua dua pasang dan dua orang."
Mendengar itu Kapten Siregar tidak mengerti. Sehingga ditanyakannya, apa maksud kalimat Erwin.
"Dokter Anton dan Miss Lydia sepasang. Lalu pasangan Pak, Sumarta dengan tunangannya, Nona Christine. Yang dua orang lagi adalah Nona Susanti dan saya. Bukan pasangan,"
katanya lagi menegaskan.
Kapten Siregar tersenyum, tersentuh hatinya mendengar Erwin mengatakan "bukan pasangan." Mungkin dia senang kepada Susanti, barangkali dia sendiri pun ingin berpasangan dengan Susanti, tetapi dia sangat tahu diri. Tiada kelayakan, tiada kepantasan bagi dirinya yang hanya sebegitu, Sumarta sendiri tersipu-sipu mendengar Erwin menamakannya berpasangan dengan Christine. Dan di dalam hati ia terharu oleh kata-kata Erwin, bahwa dia hanya sendiri. Susanti bukan apa-apa-nya. Tentu karena ia merasa tidak pantas berdampingan dengannya. Semakin jelas bagi Sumarta, bahwa Erwin jauh lebih baik daripada dirinya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebelum meninggalkan rumah Sumarta, petugas polisi yang telah menghadapi beberapa kasus pembunuhan tak wajar itu, sempat berbisik kepada Erwin, apakah dia mau turut ke rumahnya. Sebagai sahabat, karena sama-sama dari Tapanuli.
Sebelum menyetujui, Erwin bertanya kepada Sumarta, apakah dia sudah boleh pulang. Barangkali dr Anton dan Nona Lydia membutuhkan tenaganya karena pada esok hari akan berangkat.
"Aku masih khawatir Erwin," kata Sumarta berterus terang.
"Mungkin masih akan ada utusan lain dari mereka. Sudah pasti mereka menghendaki nyawaku. Apalagi kawan mereka sudah tewas pula seorang lagi!"
"Sudah tidak ada yang perlu Kakang khawatirkan!" kata Erwin.
"Kemarin pun kau katakan begitu. Tidak akan ada bahaya apa-apa. Padahal firasatku tepat. Dua orang Jaya Wijaya mau membunuhku. Untung ada Sati. Kalau tidak karena dia dan karena hadirnya kau di sini, entah apalah yang terjadi. Paling tidak aku sudah ditahan polisi. Kukira aku tidak ditahan karena Kapten ini memandang kau!"
Erwin bisa mengerti rasa takut yang masih menghantui Sumarta dan ia menyampaikannya kepada Kapten Siregar. Dia minta kepada dua anak buah Mayor Sumanang untuk menjaga dan menghadapi segala kemungkinan. Kapten Siregar sendiri percaya, bahwa kemungkinan anak buah Jaya Wijaya yang lain akan datang, tidak tertutup. Jaya Wijaya bukan berdiri sendiri. Dia punya saudara dan punya beberapa kawan akrab yang sama jahatnya dengan dia. Mereka tentu sudah tahu apa yang telah terjadi Mereka pun pasti memandang Sumarta sebagai musuh yang harus disingkirkan.
Dengan adanya penjagaan itu, Sumarta akhirnya menyetujui Erwin pergi, tetapi mengharap kedatangannya kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sati, kau menemani tuanmu. Dia membutuhkanmu," kata Erwin kepada Sati yang diketahuinya mengerti apa yang dikatakannya. Ia mengeong ketika Erwin mengusap-usap punggungnya.
Erwin belum selesai bicara dengan Sati, ketika sebuah mobil berhenti pada saat menjelang subuh itu. Dokter Anton dan Lydia datang. Ia telah mendengar dari rekannya di rumah sakit, bahwa ada seorang laki-laki sekarat digigit kucing. Dia pun kemudian -menerima kabar, bahwa laki-laki itu telah tewas. Karena Erwin telah minta diri kepadanya untuk menemani Sumarta, maka ia dan Lydia langsung saja ke rumah Sumarta.
Lydia mendengar seluruh cerita, membuat dia sendiri bertanya kepada diri sendiri dengan ragu-ragu, apakah mungkin mereka bisa berangkat besok. Ia bahkan masih meragukan keselamatan nyawanya sampai esok hari. Bukan mustahil Jaya Wijaya pernah berpesan kepada kawan-kawannya untuk tidak berhenti berusaha meniadakan Lydia yang katanya pengkhianat dan punya keberanian untuk tinggal di rumah Dokter Anton.
Kapten Siregar meyakinkan dr Anton dan Lydia, bahwa kini semua sudah selesai. Percobaan membunuh atau menculik Sumarta telah gagal dan siapa pun bandit-bandit itu tidak akan kembali. Sekurang-kurangnya tidak dalam waktu sehari dua ini. Sebagai petugas polisi yang jujur Kapten Siregar mengatakan, bahwa bukan tidak mungkin kawan-kawan dari korban kucing Sumarta masih akan kembali untuk membalas dendam.
Memandang Sumarta sudah sebagai sahabat dekat, maka dr Anton dan Lydia tidak lekas-lekas pulang. Membiarkan Kapten Siregar pergi bersama Erwin. Mayor Sumanang masih tinggal bersama kedua anak buahnya. Dan dia yang sudah melihat sendiri bagaimana anehnya kucing Sumarta, menilai laki-laki itu sebagai seorang yang tentunya sangat hebat. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia yang tadinya pernah ingin menjebloskan Sumarta sebagai pemelihara binatang buas yang dibiarkan berkeliaran, kini bersikap ramah kepadanya. Walaupun kucingnya sekali lagi melakukan pembunuhan. Dan sudah didengarnya pula dari Kapten Siregar, bahwa Ng yang jadi korbannya itu masih anak buah Jaya Wijaya juga. Sama halnya dengan Letnan Kifli yang belakangan jadi jinak, walaupun ia terkenal sebagai penegak hukum yang tidak pernah gentar menghadapi penjahat sekaliber gunung sekalipun, Sumanang mengagumi dan memuji Sumarta yang mempunyai kucing sakti yang dapat disuruh melakukan apa saja.
"Tetapi saya tidak pernah menyuruhnya membunuh orang itu Mayor," kata Sumarta.
"Kucing saya berbuat atas pertimbangan dan kemauannya sendiri. Sekali-kali bukan atas suruhan saya."
"Maksud saya, kucing Bapak itu luar biasa. Punya kekuatan gaib dan setia kepada Pak Sumarta," kata Sumanang memperbaiki.
Sedang ia berkata begitu, Sati yang tadi sudah pergi, secara tak diketahui dari mana datangnya, mendadak sudah ada lagi di sana. Ia pun menggesekkan kepalanya lagi pada kaki Mayor Sumanang. Karena sudah pernah didekati, maka Sumanang pun tidak gugup lagi.
"Apa maunya pak Marta?" tanya Sumanang.
"Saya rasa dia tambah senang sama Pak Mayor."
"Kucing Bapak ini bukan kucing biasa," kata Sumanang.
Lalu ia mohon menuntut ilmu kepada Sumarta. "Sekedar penjaga diri," kata Sumanang.
"Saya tidak punya apa-apa, Pak Mayor," ujar Sumarta polos.
"Saya tidak minta banyak, hanya untuk menjaga diri!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta tahu, bahwa Sumanang yakin sekali, ia tentu punya ilmu gaib segudang. Paling tidak pun, segerobaklah!
"Sungguh mati, Pak Mayor. Saya tidak punya ilmu apa pun.
Hanya kasihan Tuhan kepada saya. Kalau Pak Mayor mau bekal, saya kira ..." Sumarta tidak melanjutkan.
Sumanang menanti kalimat yang tidak selesai.
"Teruskanlah Pak Marta, Bapak bicara setengah-setengah.
Terimalah saya sebagai saudara," kata Sumanang mengulurkan tangan. Dan Sumarta terpaksa menyambutnya, supaya jangan dikatakan angkuh. Bukan karena ia merasa dirinya hebat.
"Coba kepada sahabat saya itu. Kalau dia, memang benar-benar hebat. Bisa membaca pikiran orang dan sudah banyak orang ditolongnya. Cuma," kata Sumarta. Lagi-lagi tidak meneruskan, sehingga Mayor Sumanang mohon supaya dia menyelesaikan apa yang hendak dikatakannya.
"Jangan tawarkan uang kepadanya. Dia tidak suka. Dia hanya mau menolong secara ikhlas. Tidak suka duit-duitan.
Saya tidak dapat menerangkan, mengapa dia begitu. Tetapi begitulah orangnya!"
"Aneh," kata Sumanang. Dia sudah tidak khawatir lagi kepada kucing suruhan Sumarta, karena yakin bahwa apa yang dikatakan laki-laki itu benar. Kucing sakti itu menyukainya. Enak juga disenangi oleh kucing sakti. Kalau ada bahaya mengancam, barangkali kucing yang punya ilmu gaib itu tanpa diketahuinya akan membantu. Sumanang menjongkok, lalu menyapu-nyapu punggung Sati, yang membuat lingkaran sambil menggesekkan kepala. Sumanang merasa dirinya sangat beruntung.
"Kapan saya boleh menghadap Pak Erwin" Apakah dia saudara Kapten Siregar?" tanya Sumanang ingin informasi lebih banyak untuk dapat berguru ilmu yang katanya sekedar penjaga diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tanya kepada Pak Dokter ini," jawab Sumarta. "Dia sebenarnya tinggal di rumah Pak Dokter."
Mayor Sumanang bicara-bicara dengan Dokter Anton, kemudian semua meninggalkan Sumarta. Kecuali dua anggota Polri berpakaian preman yang tinggal di sana melindunginya.
Tetapi betapa terkejut Dokter Anton dan Lydia menemukan rumah mereka sudah dimasuki tiga orang tak dikenal, setelah beberapa pembantu rumah tangga dibikin tak berdaya. Kamar tidur dan kerjanya berantakan.
*** SEMBILAN PULUH LYDIA langsung saja mengatakan bahwa yang melakukan pembongkaran ini tentu orang-orang Jaya Wijaya, yang kian panas hati karena tidak juga berhasil melampiaskan dendam mereka. Percobaan ke rumah Sumarta gagal dengan kehilangan satu kawan mereka.
Setelah membereskan tiga pembantu rumah tangga dari ikatan dan sumbatan mulut. Narti yang tukang masak dengan gugup dan napas tidak teratur menyampaikan pesan tiga orang yang datang dengan pistol dan senjata tajam.
"Sampaikan kepada majikanmu dan jahanam pelacur itu, bahwa kami kemari untuk mencabut nyawa mereka!" kata Narti menirukan perkataan salah seorang dari anak buah Jaya Wijaya. Muka Lydia merah padam, karena dirinya disebut pelacur. Marah dan malu.
"Apa lagi?" tanya dr Anton dengan segala kekuatan menahan diri.
"Katakan lagi, jangan pikir akan bisa meninggalkan Jakarta.
Lonte itu tidak akan pernah melihat tanah airnya kembali!"
kata Narti. Dia mengulangi kalimat-kalimat yang diucapkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengobrak-abrik rumah itu. Betapapun tabahnya hati Lydia menjadi pucat. Kalau begitu ia akan dibunuh. Tidak akan mungkin bisa pulang ke negerinya.
Pada waktu itu datang Erwin, yang diantarkan oleh Kapten Siregar. Ia kaget melihat keadaan. Dr Anton menceritakan segala apa yang didengarnya dari Narti.
"Bangsat," desis Erwin yang tidak biasanya mengeluarkan kata-kata kasar.
Pada saat semacam itu ia ingin berubah jadi harimau untuk membinasakan musuh-musuh keparat itu. Tetapi justru pada waktu ia ingin jadi harimau, perubahan tidak datang.
"Tenanglah," pinta Kapten Siregar.
"Aku ingin membinasakan mereka, Kapten," kata Erwin.
"Sabar. Itu bukan tugasmu. Kau tidak boleh bertindak sebagai hakim. Aku yang harus bertindak. Kalian akan berangkat besok, percayalah!"
Waktu itu hari sudah hampir pagi. Sudah Subuh.
"Mereka terlalu banyak, Kapten," kata Erwin.
"Aku baru kali ini berjanji. Dan Siregar belum biasa tidak menepati janji," kata Kapten Sahata Siregar dengan tenang. Ia menelepon Mayor Sumanang dan Letnan Kifli. Di rumah dr Anton mereka berunding dan mengatur siasat. Kemudian mereka pergi dengan pesan dari Siregar, "Kami akan gulung mereka. Kau bisa menjaga diri. Kau tidak khawatir, bukan!"
Erwin mengangguk dan pada waktu itu ia ingat kepada ayahnya yang tidak pernah meninggalkan dia sendirian di dalam menghadapi kesulitan yang bagaimanapun besarnya.
Tetapi sampai matahari terbit, tidak ada lagi gangguan.
Tiga penjahat komplotan Jaya Wijaya itu datang untuk mengambil paspor-paspor mereka supaya tidak bisa berangkat, tetapi mereka tidak menemukan apa yang mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cari. Semua paspor disimpan di rumah Christine. Entah apa yang menggerakkan Erwin meminta kepada dr Anton supaya semua paspor jangan disimpan di rumah sendiri. Barangkali firasatnya yang tajam. Walaupun tidak mengetahui secara tepat, bahwa rumah itu akan digeledah oleh orang-orang Jaya Wijaya.
Ketiga perwira polisi itu memenuhi janji Selain tidak mau omong kosong karena akan sangat malu, mereka juga senang kepada Erwin dan Sumarta yang masing-masing punya kelebihan. Yang tidak mereka punyai, walaupun mereka anggota polisi dengan wewenang yang tidak pula dimiliki oleh Sumarta dan Erwin. Mereka bertiga sependapat bahwa kedua orang sederhana itu bisa dibikin kawan. Mereka bukan orang jahat. Hanya satu musibah tidak dapat mereka cegah. Polisi tidak, Erwin dan Sumarta dengan kucing suruhannya juga tidak. Yaitu kematian Kathleen. Ia telah dibunuh oleh komplotan Jaya Wijaya di rumahnya sendiri. Dia dinilai mereka sebagai penyebab kematian boss mereka. Juga. pembantunya yang tidak berdosa apa-apa. Di waktu itu tidak ada Sati yang telah menyelamatkannya dari cengkeraman Jaya Wijaya. Tidak ada Erwin yang dapat melindungi dia. Juga tidak ada Sumanang, yang menangani peristiwa kematian laki-laki impoten yang telah dihinggapi penyimpangan cara dalam melampiaskan nafsu jantannya yang telah padam.
Semua kaki tangan Jaya Wijaya, termasuk saudara laki-lakinya Wangsa Wijaya dan adik perempuannya bernama Adelina Wijaya, keseluruhannya tak kurang dari dua belas orang tak dapat meloloskan diri dari kepungan Kapten Siregar dan kawan-kawannya.
Sumarta yang menerima berita ini dari Erwin merasa lega.
Lebih daripada itu, ketiga perwira polisi yang punya peranan dalam kasus-kasus kucing suruhan Sumarta datang ke rumah tukang jual buah itu. Memberi salam kepadanya. Kepada Erwin masih dikatakan Kapten Siregar, "Kalian akan berangkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nanti dengan tenang. Harap kau pertimbangkan permintaanku tadi, Er," katanya. Erwin hanya tersenyum. Tidak menidakkan, tetapi juga tidak mengiyakan. Ketika berbincang-bincang di rumah Siregar tadi, kapten polisi itu meminta supaya Erwin sudi menjadi semacam intel. Erwin menjawab, bahwa ia tidak punya bakat untuk itu. Tetapi kapten itu meyakinkan, bahwa ia pasti mampu berbuat banyak untuk keamanan. Erwin ingin menyenangkan kapten yang sederhana dan baik hati itu, tetapi dia bimbang, karena ia tetap manusia yang sewaktu-waktu berubah wujud jadi harimau. Suatu penentuan yang tidak dapat ditolaknya. Dia tidak akan berusaha menolak, karena ia tidak mau memasygulkan hati ayahnya yang telah tiada tetapi selalu datang mendampinginya.
*** PESAWAT Singapore Air Lines membawa keenam orang yang hendak melihat negeri Lydia yang penuh pula dengan keajaiban, terutama gajah belang yang selalu jadi ingatan Erwin. Begitu pula nenek yang disembah harimau. Dan benar seperti dikatakan Kapten Siregar. Tidak ada halangan. Kapten itu beserta Mayor Sumanang dan Letnan Kifli hadir di lapangan, menjaga segala kemungkinan. Dan mereka semua mengharapkan kekembalian kawan-kawan baik itu dengan selamat. Mungkin dengan, tetapi mungkin juga tanpa Lydia.
Bagi Erwin dan Sumarta, itulah pengalaman pertama. Naik pesawat terbang. Seperti dibawa burung raksasa. Erwin tenang-tenang, tidak kelihatan bahwa ada yang aneh baginya.
Seperti biasa, ia tahu membawa dan menyesuaikan diri.
Sumarta juga berusaha demikian, karena tahu dirinya sudah berada di kalangan orang-orang sekolahan cukup, sedangkan dia cuma esde. Tetapi masih tampak kecanggungan pada dirinya. Apalagi dr Anton yang bujangan mengambil tempat kelas satu. Di mana penumpang dilayani seperti raja. Minuman dan makanan boleh pilih menurut selera. Sumarta duduk berdampingan dengan dr Anton, Lydia dengan Christine. Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
justru Erwin yang tidak berpasangan dengan Susanti duduk berdampingan.
Duduknya sih enak. Para pramugari terlatih Singapore Air-lines itu ramah-ramah. Celakanya bagi Sumarta nona-nona cantik itu berbahasa Inggris. Sumarta jadi terbengong-bengong, untung ada dr Anton membantu. Tetapi pelan-pelan kecanggungan Sumarta yang hari itu mengenakan setelan lengkap warna abu-abu dengan dasi bergaris-garis hitam kuning, khusus ditempa untuk keberangkatan itu, berkurang juga. Dia tahu, harus bisa menyesuaikan diri. Sehari-harinya dia memang tukang jual buah dan praktek dukun tanpa cukup ilmu, tetapi di pesawat ini kan lain. Kalau tiap hari hidup begini sih enak bener!
Masakannya saja lain. Belum pernah dia makan yang seperti ini. Suatu pengalaman nikmat yang tidak akan terlupakan dan maunya selalu diulang. Bukan main, pikirnya di dalam hati. Nona pramugari yang cakep itu mempersilakan dia memilih. Mau udang besar, kambing muda, ikan, atau daging sapi. Barangkali di restoran-restoran besar juga ada seperti ini.
Dia mau coba nanti. Bersama Christinenya. Sekali-sekali jadi orang hebat. Orang berkelas. Tetapi, katanya lagi sendiri, barangkali memesannya. Apa namanya masakan seperti ini!
Ketika pramugari menawarkan minuman anggur, boleh pilih yang merah atau yang putih, Sumarta yang sudah mau berlagak keren, meminta yang putih. Langsung direguknya.
Dia kaget. Kok rasanya begitu. Untung tidak keluar kembali.
Dia merasa mukanya berubah. Tetapi masih untung, dia dapat menahan diri. Seperti tidak ada apa-apa. Tetapi dalam hati dia memutuskan untuk tidak meminumnya lagi. Cukuplah sebegitu. Hitung-hitung pengalaman. Sekedar tahu.
"Bagaimana Kang Marta" Enak?" tanya dr Anton.
"Ya, enak. Menambah selera makan," jawabnya. Dr Anton jadi heran juga. Tidak menyangka akan mendapat jawaban begitu. Memang itu anggur membuat selera makan. Rupanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang Marta ini "jelek-jelek" punya cukup pengalaman dalam masalah anggur. Bener-bener bukan tukang buah sembarangan, dan tidak cuma-cuma ia memiliki kucing suruhan.
"Kepinginnya kucing saya ada di sini," kata Sumarta.
Dr Anton kasihan mendengar. Tentu ia rindu kepada Sati dan ingin agar suruhan yang kesayangan dan banyak berjasa itu turut menikmati perjalanan dengan semua makanan enaknya. Siapa tahu, kucing yang ajaib itu juga senang anggur putih pembuka selera makan. Seperti majikannya.
Lain lagi dengan Erwin yang duduk berdampingan dengan Susanti. Bedanya cukup lumayan. Erwin yang sederhana dan memang tak pernah memakai dasi hanya mengenakan kemeja biasa lengan pendek, sementara Susanti memakai baju mahal yang cocok sekali untuk dirinya, yang setelah sembuh kian aduhai. Walaupun tidak bilang apa-apa, dia tidak pernah menyangka, bahwa di dalam pesawat terbang bisa seperti ini.
Lebih menyenangkan dari pelayanan restoran besar, ke tempat ia pernah diajak turut serta oleh dr Anton dan Lydia.
Bagi orang mampu, hidup ini memang lain. Ya, beginilah umpamanya.
Suatu kenikmatan yang tidak pernah dikhayalkan oleh orang miskin, bahkan tidak oleh orang yang termasuk sederhana seperti dia. Banyak yang dapat dicapai dengan uang. Banyak sekali. Tetapi pasti tidak semua. Dalam pengalaman hidupnya yang baru menjejak tahun ketiga puluh.
Erwin mengetahui, bahwa di antara orang-orang kaya juga ada problem-problem rumit, yang membuat hidup jadi amat pahit dan menjemukan. Yang tidak dapat diatasi dengan uang.
Soal perasaan, soal hati. Tekanan perasaan yang selalu tak tampak oleh orang lain, tetapi sakitnya Allahurabbi. Dia biasa melihat keceriaan dan kebahagiaan pada wajah orang-orang di kampungnya. Yang hanya makan nasi dengan daun singkong ditumbuk. Sudah syukur kalau kebetulan ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepotong ikan asin murah atau ikan sungai yang dia sap.
Banyak kekurangan mereka, banyak yang tidak pernah mereka nikmati. Tetapi mereka juga tidak mengenal kesulitan sementara orang kota. Karena mereka lekas puas, lekas bersyukur atas pemberian Allah. Mereka bahagia, karena tidak banyak yang mereka tuntut. Asal tidak lapar dan masih ada kain menutupi tubuh, sudah!
Sedang Erwin membanding-banding kenikmatan orang kaya dan kebahagiaan sementara orang desa miskin, mendadak ia berdebar. Ketakutan. Ia merasa suatu kedatangan yang tidak disukainya datang pada waktu itu.
Suatu perasaan dingin yang membuat dia sedikit menggigil.
Bukan karena dinginnya alat pendingin di pesawat. Pertanda bahwa ia akan berubah wujud. Akan menjadi harimau.
Erwin jadi gugup. Bagaimana kalau sampai terjadi. Susanti akan melihatnya dan menjerit ketakutan. Semua awak pesawat akan panik.
Kemudian semua penumpang juga akan ketakutan. Dan bisa membawa bencana. Pesawat tak dapat dikendalikan dengan baik oleh pilot yang khawatir akan keselamatan nyawanya. Manusia jadi harimau di dalam pesawat.
Bayangkan. Manusia mana yang tidak akan takut.
Keringat dingin mulai keluar. Membasahi baju di dalam pesawat berhawa sejuk itu, Erwin bayangkan, pesawat jatuh dengan semua penumpang tewas. Tetapi mendadak pikiran dialihkan oleh suatu kenyataan yang sama sekali di luar dugaannya. Di atas pangkuannya telah duduk Sati, kucing suruhan Pak Sumarta. Alhamdulillah. Perasaan dingin menakutkan tadi berkurang. Erwin mengangkat Sati ke dadanya. Kucing itu menjilati mukanya. Dan Erwin kembali normal. Segala puji bagi-Mu, ya Tuhan.
"Kang Marta," kata Erwin tanpa menahan suara agak pelan.
Sehingga semua penumpang di kelas satu yang hanya sembilan orang berikut mereka, memandang ke arahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sati!" teriak Sumarta dengan suara hampir saja tidak kepalang tanggung.
"A cat!" teriak si pramugari cantik, yang di badge-nya tertulis Suzanna T. Dua orang rekannya berdatangan.
Kemudian datang lagi pramugari yang dari kelas ekonomi.
Mereka saling pandang. Saling tanya, dari mana datangnya.
Tadi tidak ada. Punya siapa"
Dalam girang, Sumarta dan rombongannya jadi rada bingung. Mereka sendiri tidak menyangka, kalau Sati ikut. Dan memang dia tidak ikut tadi. Tidak terang-terangan ikut.
Mereka tidak membawanya. Tetapi ternyata .dia ikut. Buktinya dia mendadak ada di sana.
Ketika petugas bertanya siapa pemiliknya, dr Anton yang menjawab, bahwa kucing itu mereka punya. Kini timbul persoalan. Bagaimana dia bisa dibawa, mana surat-suratnya.
Dan rombongan dr Anton saling pandang. Mau bilang apa"
Para pramugari yang cakep-cakep itu masih
mempercakapkan kecantikan kucing itu, ketika mendadak binatang itu hilang. Dan hilangnya begitu saja. Di depan mata dan hidung sekian banyak orang yang memandanginya. Kini giliran para petugas dan penumpang saling pandang. Tanpa tanya. Mereka sama-sama melihat kucing itu mendadak saja lenyap. Bukan pergi. Dia lenyap, betul-betul hilang tanpa bekas.
Dr Anton juga yang bijaksana, "Boleh saya memberi usul?"
tanpa jawab, semuanya memandang dr Anton, "Dia sudah menghilang. Lebih baik jangan dipersoalkan. Saya tidak tahu apakah kalian percaya kepada saya. Tetapi itulah yang terbaik.
Jangan tanya dan jangan persoalkan. Kalian semua beruntung telah melihat suatu kenyataan yang tidak dapat kalian jelaskan!"
Dan semua orang diam. Seperti patuh kepada guru. Tidak ada lagi yang bertanya. Tidak berani.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya tinggal desas-desus antar mereka. Itu barangkali tidak apa. Bukan bertanya kepada rombongan yang punya.
Bukan mempersoalkannya.
PESAWAT Boeing 707 itu mendarat dengan mulusnya di landasan "ketika itu" lapangan terbang internasional Paya Lebar. Karena di sanalah mereka akan menginap satu malam untuk pada keesokan harinya meneruskan perjalanan dengan pesawat perusahaan penerbangan Thai ke Bangkok.
Semuanya, sebagaimana layaknya juga semua orang Indonesia, kagum dengan indahnnya lapangan dan terminal penerbangan tetangga yang negaranya hanya secuil, tetapi mampu mengelolanya dengan baik. Kita iri hati kepada mereka. Mungkin pada saatnya nanti, kalau lapangan terbang Cengkareng sudah selesai dan konon tak kalah indah dari lapangan terbang mana pun di Asia Tenggara ini, kita akan bernapas lega. Melihat keindahan dan kehebatannya, kalau benar demikian. Belum bicara tentang management-nya, pengelolaannya. Yang diharapkan tidak brengsek seperti kebanyakan perusahaan milik negara, bahkan instansi-instansi Pemerintah. Yang banyak tidak semua hanya merugikan negara dengan memperkaya beberapa gelintir atau ratusan, (ataukah ribuan gelintir) manusia-manusia bejat mental yang merupakan manusia-manusia palsu. Lain omong, lain anjuran, lain penampilan, tetapi sangat lain dari perbuatan.
Semua urusan di lapangan dan terminal negara tetangga itu berjalan lancar, membuat kita betah "kalau punya duit untuk datang berulang. Meskipun hanya orang-orang sangat sederhana, Sumarta dan Erwin tidak dapat menyembunyikan wajah senang. Kagum, itulah terutama sekali tampak pada wajah kita yang tidak pernah menemukan kelancaran dan pelayanan yang begitu menyenangkan. Kalau anak-anak sekarang pasti akan mengatakan 'assyiik."
Hotel yang dipesan dr Anton tak kurang dari Ming Court Hotel, yang terkenal sebagai salah satu hotel dari beberapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang terbaik. Yang bahkan tak dikenal oleh kebanyakan orang Indonesia berduit, karena pengetahuan mereka tentang banyak hal sebenarnya masih sangat terbatas. Yang berlebihan itu kebanyakan hanya duitnya, bukan pengetahuannya.
Dan yang paling menyenangkan pada malam itu adalah kehadiran Sati, yang sudah tidur saja di ranjang Erwin, yang sekamar dengan Sumarta. Kenyataan itu mereka ketahui ketika kembali dari makan malam, yang mereka lakukan di luar hotel. Di Islamic Restaurant dengan nasi briyani yang, bagi yang menggemari, cukup mengasyikkan pula. Tetapi bagi yang tidak suka, bisa juga menganggapnya sebagai nasi jamu yang bukan menambah tenaga tetapi bikin mules. Bukan hanya masalah selera, tetapi soal daya tahan perut atau kebiasaan.
DC-10 Thai International mengangkut rombongan dokter, dukun, pemilik kucing, dan manusia harimau itu ke Bangkok.
Sekitar dua jam penerbangan mereka telah tiba di Don Muang Airport. Tidak seenak di Singapore. Rasa semrawut. Bea Cukainya termasuk keras. Tetapi bagi kebanyakan pendatang dari Indonesia tampaknya banyak kelonggaran. Sebagai orang atau bangsa sesama ASEAN yang dipercaya.
Di Bangkok mereka menginap di hotel sederhana. Begitu keinginan Lydia.
"Aku telah mengikuti kemauanmu di Singapore, Anton,"
kata Lydia. "Walaupun hatiku melawan. Aku tidak suka kau menghamburkan uang. Duduk di kelas satu itu saja sebenarnya aku tidak setuju. Kenapa tidak di kelas ekonomi saja. Toh tibanya sama."
Dr Anton mencium Lydia sambil berkata, "Kau benar!"
Selama dua hari di Bangkok, Lydia bertemu dengan beberapa keluarganya yang ada di sana. Mereka yang di Bangkok tidak tahu apa yang telah dilakukannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mempersewakan diri. Mereka pikir dia menikah lalu pindah ke Indonesia.
Lydia hanya berkata singkat, bahwa suaminya itu telah lama meninggal dan ia kembali dengan beberapa teman, termasuk dr Anton yang calon suaminya. Dari sana mereka ke Chiengmai, kota indah, yang dikunjungi banyak wisatawan.
Atas permintaan Lydia juga mereka ke kota terkenal itu dengan bus. Supaya banyak yang dapat dilihat, kata Lydia memberi alasan.
Di Chiengmai, Lydia tidak mengizinkan dr Anton dan kawan-kawannya menginap di hotel.
"Biarpun tidak seenak di hotel, aku punya rumah.
Maksudku rumah pamanku!" kata Lydia. dan mereka menginap di sana. Ternyata sekeluarga Lydia ramah dan senang kedatangan kembali wanita yang mereka sayangi itu.
Mereka pun senang kepada dr Anton. Lydia menceritakan tentang Erwin dan Sumarta. Sati pun berada di tengah-tengah mereka, menimbulkan kekaguman luar biasa karena kesaktiannya. Mereka menamakan Sati kucing sakti. Yang tidak sakti tidak mungkin begitu.
Setelah tiga hari di Chiengmai, mereka semua pergi ke sebuah dusun, dua puluh kilometer di sebelah bara t daya kota itu. Di sanalah Lydia mempertemukan kawan-kawannya dengan kakek bergajah belang. Dan wanita tua yang mempunyai harimau amat setia. Tak kurang dari sebulan mereka di sana. Erwin belajar dari kakek yang masih keluarga Lydia. Dengan wanita itu sebagai penerjemah. Dari sana mereka ke Pattani, yang letaknya di sebelah selatan, berbatasan dengan Malaysia. Sebagian amat terbesar penduduk di sana memeluk agama Islam, ada yang fanatik.
Mereka pergi ke kota Pattani-nya, kota terbesar di kawasan itu. Di sanalah atas mufakat bersama, tanpa dipengaruhi oleh sesuatu apa pun, Sumarta melangsungkan pernikahan dengan Christine, sehingga keduanya menjadi suami-isteri. Sumarta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri pun tidak menyangka, bahwa di kota Thai itu ia memulai bab baru dalam hidupnya. Menjadi suami dari seorang wanita kaya yang telah diguna-gunai-nya. Dalam hati kecilnya Erwin berdoa dengan khusuk agar pasangan ini akan menempuh hidup damai dan bahagia., walaupun di Jakarta nanti pasangan yang timpang itu pasti akan menjadi pergunjingan masyarakat. Susanti minta bantuan Christine dan dr Anton supaya ia dinikahkan dengan Erwin karena dia sudah tidak ingin yang lain. Ia hanya menghendaki Erwin. Dan ia yakin bahwa dukun muda yang mengobati dirinya itu juga cinta kepadanya. Ia selalu cepat menolong, penuh perhatian dan ramah dengan budi yang teramat halus. Tetapi Erwin menolak dengan menyatakan bahwa bukan dia orangnya yang pantas bagi gadis cantik itu. Karena ia bukan apa-apa. Lydia yang mengerti perasaan wanita, berdaya upaya menjelaskan kepada Erwin, bahwa Susan-ti benar-benar menghendaki dia.
Dan kalau seorang wanita sudah benar-benar jatuh hati pada seorang laki-laki, maka baginya sudah tidak ada laki-laki lain.
Susanti akhirnya terus terang menyatakan perasaan hatinya kepada Erwin dan agar mereka kawin. "Peduli apa omongan orang. Pak Sumarta yang tukang buah itu kawin dengan Christine."
Erwin yang kewalahan dan tidak mau meruntuhkan hati gadis itu akhirnya meminta agar Susanti menunggu sampai di Jakarta. Dia akan melamar baik-baik, walaupun permintaannya besar kemungkinan akan ditolak. "Aku terlalu kurang ajar, kalau kita nikah tanpa persetujuan orang tuamu!"
"Kalau orang tuaku nanti misalnya tidak setuju?" tanya Susanti.
"Kalau aku sudah melamar dan kau pun setuju, tetapi orang tuamu tidak, akan jadi lain masalahnya. Bukan mereka yang akan nikah," kata Erwin meredakan hati Susanti. Dan ia berhasil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Susanti merasa sedih, tatkala Lydia mengatakan, bahwa mereka akan kembali ke Chiengmai. Karena keluarganya sudah setuju untuk menikahkannya dengan dr Anton.
"Mereka juga akan menikah, Erwin," kata Susanti.
"Memang mudah, karena keluarga Lydia setuju dan mereka ada di sini," kata Erwin.
Setelah Lydia dan dr Anton pun menikah, maka tinggallah Erwin dan Susanti yang masing-masing tidur sendiri. Seperti kata Erwin kepada Kapten Siregar, ia dan Susanti bukan pasangan,.
Tatkala mereka kembali ke Jakarta, "atas pemintaan dr Anton duduk di kelas satu lagi sebagai pasangan yang sedang berbulan madu" mereka tidak duduk seperti kedatangan mereka dulu. Sekarang dr Anton bersama Lydia, Sumarta dengan Christine. Erwin juga berdampingan dengan Susanti, tetapi bukan sebagai suami-isteri. Untunglah seperti tempo hari, mendadak Sati, kucing suruhan Sumarta tiba-tiba ada di pangkuan Erwin.
TAMAT Amanat Marga 12 Golok Sakti Karya Chin Yung Jago Kelana 15
^