Pencarian

Kucing Suruhan 3

Kucing Suruhan Karya S B Chandra Bagian 3


anak yatim dan orang-orang miskin yang membutuhkan uluran tangan orang dermawan. Tidak banyak orang kaya yang dermawan, padahal mestinya kekayaan juga dimanfaatkan untuk membuat pahala guna bekal di hari kelak," kata Daeng. Sumarta amat senang membayangkan semuanya itu. Punya isteri idaman hati, punya kekayaan untuk diamalkan.
"Bagaimana cara mengobatinya?" tanya Sumarta yang sudah menyetujui semua rencana. Kuncinya kan pada berhasilnya pengobatan. Kalau tidak dapat menyembuhkan bagaimana pula si sakit itu akan mau memberi imbalan.
"Itu akan beres, walaupun kita tentu tidak boleh takbur,"
kata Daeng. "Akan kujelaskan caranya, tetapi bantuan Sati juga amat diperlukan. Dan dia akan membantu. Sati akan menurut apa saja yang kakang perintahkan kepadanya. Daeng bukan omong kosong, sebenarnya semua orang pandai yang menguasai ilmu awal dan asal dapat berbuat banyak untuk kemanusiaan, sama banyaknya dengan kemampuan menimbulkan bencana atas manusia lain."
"Kaji Daeng tinggi sekali," kata Sumarta mengagumi kepintaran sahabatnya.
Tetapi Daeng merendahkan diri dengan halus.
Diterangkannya, bahwa kaji mengenal awal dan asal adalah ilmu yang amat sederhana dan mudah diterima akal. Tetapi oleh kesederhanaannya itu justru tidak banyak orang menaruh perhatian dan tidak banyak orang mempelajarinya. Sedangkan manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mengakui awal dan asal itu.
"Apa maksud Daeng?" tanya Sumarta yang ingin tahu mengapa ia mengatakan ilmu itu hanya kaji sederhana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang tahu pantun orang zaman dulu yang sampai kini masih dinyanyikan tentang cinta umpamanya. Itu suatu contoh dari kaji asal dan awal tadi!"
"Saya jadi semakin tidak mengerti," kata Sumarta jujur.
"Pantunnya begini:
Dari mana datangnya lintah
Dari sawah turun ke kali
Dari mana datangnya cinta
Dari mata turun ke hati" kata Daeng Mapparuka dengan nada bergurau.
"Itu termasuk kaji awal. Bahwa cinta itu datangnya dari mata. Melihat seseorang lalu tertarik. Itu awalnya. Maka kalau kita hendak melembutkan hati seseorang yang kita cintai sedangkan orang itu belum tentu menyukai kita, khusukkan pikiran pada mata orang itu. Tekadkan dalam hati untuk menundukkan matanya. Dari sana baru menundukkan hatinya.
Itu sekedar contoh, kang Marta."
"Banyak sekali kepintaran Daeng," kata Sumarta memuji lagi.
Daeng Mapparuka lalu menceritakan, bahwa orang berilmu menundukkan wanita yang diingininya, melalui mata. Kalau saja dia sempat berpandangan dengan wanita yang jadi tujuan, maka perempuan itu akan tunduk padanya. Tetapi tentu saja dia harus mempunyai ilmu yang benar-benar kuat.
Bukan tak ada wanita yang punya pertahanan. Artinya punya kekuatan pula berupa jimat atau penangkal yang sudah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Ilmu laki-laki yang kepalang tanggung tak akan sanggup merubuhkan hati wanita yang punya pertahanan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta mendengarkan dengan penuh perhatian. Semua itu merupakan pengetahuan baru baginya, sekaligus menambah keyakinannya pada ketinggian ilmu sahabatnya.
Daeng lalu menceritakan, bahwa dengan ilmu awal dan asal nanti Sumarta akan dapat menyembuhkan Jaya Wijaya. Untuk itu Daeng memilih petang keesokan harinya untuk menemui nyonya orang kaya itu. Alamat sudah ada padanya, karena ia memang sudah membuat persiapan untuk itu.
*** MALAM itu Erwin datang lagi ke rumah dr Anton. Dalam hati ia kasihan melihat dokter itu menyambut kedatangannya dengan penuh harap akan mendapat jawaban yang menyenangkan. Bukan menyenangkan dirinya, tetapi melakukan suatu jasa untuk Lydia sebagai jembatan mendekati dan seboleh-bolehnya mendapat hati wanita itu.
"Dokter, saya telah bertemu dengan ayah. Saya tidak akan berhasil andaikata saya coba menolong sahabat dokter. Tetapi akan ada orang lain yang akan mengobati dan mudah-mudahan menyembuhkannya," kata Erwin.
"Tetapi," kata dr Anton menyela tanpa dapat meneruskan kalimatnya karena Erwin memotong, "Jangan tanyakan apa sebabnya dokter. Saya harap pada suatu hari akan dapat berbuat sesuatu untuk dokter, kalau diri saya diperlukan."
"Boleh saya meminta sesuatu?" tanya dr Anton.
"Asal tidak menyangkut soal pengobatan sahabat dokter,"
kata Erwin. "Tidak, ini urusan pribadi. Sebenarnya saya malu mengemukakan, kuatir saudara tolak," kata dr Anton.
Erwin jadi heran. Apa yang ada padanya yang diingini orang itu, sehingga membuat ia kuatir akan ditolak.
"Katakanlah, apa yang dokter ingini dari saya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya ingin jadi sahabat saudara. Boleh?" Dokter yang aneh merasa dirinya kecil itu setengah ragu-ragu, sementara Erwin yang mendengar pertanyaan jadi kian heran. Apa sebab seorang dokter yang begitu pintar dan jadi andalan banyak orang sakit ingin jadi sahabatnya dan menanyakan itu dengan perasaan kuatir pula. Sungguh mengherankan. Orang bagaimanakah dokter ini" Apa yang ada di dalam benak dan hatinya sehingga ia berkata begitu"
Agak lama baru Erwin menjawab. Sempat membuat dr Anton gelisah dan separoh yakin bahwa dukun itu tentu akan menolak keinginannya.
"Saya ini hanya dukun kampungan. Tidak punya ilmu.
Hanya mohon bantuan kepada Allah. Kalau Tuhan mengabulkan pinta saya, akan sembuhlah orang yang saya obati. Kalau tidak saya akan gagal. Jadi, kalau sampai sembuh maka Tuhanlah yang menyembuhkan. Bukan saya. Terus terang, saya heran mengapa dokter ingin jadi sahabat saya.
Rasanya orang seperti saya tidak pantas jadi sahabat seorang dokter. Tetapi seperti saya katakan tadi, kalau ada yang dapat saya lakukan untuk dokter, saya akan melakukannya dengan segala senang hati. Dokter telah baik sekali kepada saya, mau menerima kedatangan saya, mau berbincang-bincang dengan saya. Bagi saya, semua itu sudah merupakan suatu kehormatan yang luar biasa," kata Erwin sejujur hati.
"Saudara orang yang sangat berbudi. Penuh dengan ilmu yang orang-orang semacam saya ini tidak punya. Namun begitu saudara selalu merendahkan diri. Tak banyak manusia zaman sekarang memakai ilmu padi. Itulah membuktikan saudara seorang yang arif dan bijaksana, beriman. Tak banyak dukun akan mau mengatakan bahwa ia tidak sanggup mengobati seseorang, tetapi saudara mengatakannya dengan terus terang. Saya salut pada saudara Erwin. Pertanyaan saya tadi. Bolehkah saya jadi sahabat saudara?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tetap heran. Tetapi kalau seorang dokter sampai mau jadi sahabat seorang yang hanya dukun semacam saya, maka sayalah yang harus merasa sangat beruntung dan tak tahu cara bagaimana mengucapkan terima kasih. Kalau mau dicari orang yang baik budi dan rendah hati di antara dokter dan saya, maka dokterlah orang yang baik hati, rendah hati dan memakai ilmu padi," kata Erwin mengembalikan kata-kata dokter tadi.
Dokter Anton jadi kian kagum. Dukun yang punya sifat dan dapat bicara seperti itu tentu bukan dukun sembarangan. Pasti bukan kampungan. Ia pasti mempunyai suatu kelebihan yang luar biasa, yang tidak mau dilagakkan kepada orang lain tetapi diperlihatkannya pada waktu dan saat yang tepat.
"Terimalah tangan saya ini sahabat," kata dr Anton. Dan Erwin menyambut terharu. Dia jadi sangat simpati pada dr Anton dan dia akan berbuat sesuatu dengan cara manusia-harimau-nya.
*** TUJUH BELAS KETIKA dr Anton berkunjung untuk kedua kalinya ke rumah Lydia Savatsila, wanita Thai itu sedang kedatangan tamu.
Seorang laki-laki setengah baya, berpakaian sederhana tetapi rapi. Atas permintaan nyonya rumah, dr Anton bergabung dengan mereka setelah lebih dulu Lydia memperkenalkan kedua orang tamunya itu. Tamu yang datang duluan segera tahu bahwa kenalan barunya itu seorang dokter dan sekaligus bahwa dialah salah seorang di antara sekian banyak dokter yang telah merawat Jaya Wijaya tanpa hasil apa pun. Tetapi apa yang diketahui dr Anton tentang tamu Lydia, itu hanyalah bahwa dia bernama Daeng Mapparuka, seorang asal Bugis.
Beberapa saat kemudian baru Lydia menceritakan bahwa maksud kedatangan Daeng adalah untuk menawarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bantuan. Bahwa sahabatnya bernama Sumarta ingin mencoba kemampuannya, kalau isteri orang kaya itu mengizinkan.
"Bagaimana pendapat dokter?" tanya Lydia.
"Saya kira baik sekali. Tiap tawaran bantuan harus diterima dengan hati terbuka dan dengan harapan semoga akan membuahkan hasil," jawab dr Arton.
Ia senang, karena berita yang akan disampaikannya kemudian tidak akan terlalu mengecewakan perempuan itu lagi. Dan Daeng kontan jadi simpati kepada sang dokter yang suka menerima bantuan dukun.
"Dokter percaya kepada dukun?" tanya Daeng.
"Saya senang pada siapa saja yang suka membantu sesama manusia yang sedang dalam membutuhkan pertolongan," jawab dr Anton bijaksana.
Daeng tidak puas dengan jawaban sekedar begitu. Sebab bukan senang atau tidak yang ditanyakannya. Dia mengulangi pertanyaannya. "Yang saya ingin tahu dari dokter, apakah dokter percaya pada dukun?"
"Tentu saja, kalau dukun sungguhan. Saya bukan hanya percaya, tetapi telah melihat sendiri bahwa dalam penyakit-penyakit tertentu dokter tak mampu berbuat apa-apa.
Sebaliknya dukun kawakan dapat menyembuhkannya hanya dengan segelas air dingin. Saya berkata begitu karena memang ada dukun palsu, sama halnya dengan di sana sini terdengar adanya dokter gadungan," kata dr Anton.
Daeng Mapparuka puas mendengar penilaian dan cara berpikir dokter itu. Walaupun acuh tak acuh dengan kesehatan Jaya Wijaya, perempuan itu menyatakan persetujuannya pada penawaran
Daeng sesudah ia mendapat isyarat dari dr Anton untuk menerima.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa syarat-syaratnya pak?" tanya Lydia kepada Daeng.
"Tidak ada apa-apa!" jawab Daeng yang hendak menimbulkan kesan terbaik bagi tawarannya." Jangan disangka, bahwa kawannya dukun mata duitan. Walaupun duit sebanyak mungkin yang jadi tujuannya.
Dr Anton juga sangat terkesan. Ini bukan dukun komersial.
Sama dengan Erwin yang diberi ongkos jalan pun tidak mau menerima. Ini pasti dukun benar. Yang mau menolong sesama manusia karena Allah, bukan karena ulah!
Daeng mohon diri dengan berjanji akan datang lagi keesokan harinya setelah matahari tinggi sepenggalah di ufuk sebelah barat.
Setelah tinggal berdua saja, di ruang tamu itu barulah dr Anton langsung mengatakan, bahwa menurut Erwin akan ada dukun yang menawarkan jasa-jasa baiknya, sementara ia sendiri mengatakan, bahwa ia tidak sanggup mengobati suami Madam.
"Tak apalah," kata Lydia. "Adakah dokter katakan, bahwa saya ingin berkenalan dengannya"' Dengan muka berubah merah dr Anton menjawab bahwa ia belum menanyakan hal itu. Lupa. Memang dia lupa, karena ia sendiri baru sampai ke tingkat ingin menjadi sahabat dekat dukun yang berharimau itu. Tetapi ia berjanji pada Lydia untuk mengajak Erwin mengunjunginya, bila dukun itu datang lagi. Tidak dikatakannya, bahwa Erwin bersedia membantunya, manakala ia membutuhkan.
"Dia akan datang lagi ke rumah dokter?" tanya Lydia. Sekali lagi muka dr Anton memerah, karena pertanyaan itu seakan-akan menunjukkan bahwa hubungan antara dokter dan dukun masih akan berkelanjutan. Untuk urusan apa ia datang lagi ke rumah dokter itu kalau tidak ada keperluan. Padahal keperluan semula hanya untuk meminta bantuannya mengobati Jaya Wijaya. Lain tidak. Dan ia sudah mengatakan tidak sanggup,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau tidak bersedia. Pendeknya urusan dengan dukun itu mestinya sudah selesai.
"Dokter masih ada urusan dengan dukun itu" Tak usah dokter jawab, kalau dokter tidak atau kurang bersedia. Tiap orang punya hak untuk menyimpan urusan-urusan yang sangat pribadi." Lydia termasuk orang yang suka berterus terang dan menanyakan apa saja yang ingin diketahuinya.
Dokter itu benar-benar jadi tambah kikuk menghadapi wanita cantik semacam ini. Apalagi dia sudah jatuh hati pula. Dia merasa seakan-akan dirinya diselidiki secara agak mendalam oleh wanita itu. v
"Urusan sebenarnya tidak ada, Madam," jawab dr Anton.
"Saya tertarik dengan kepribadiannya. Saya ingin mengenalnya lebih dekat. Saya yakin bahwa dia punya pengetahuan atau kepintaran yang tidak saya punyai. Saya rasa dia punya kelebihan dalam hal-hal tersebut."
Keterangan dr Anton yang berterus terang itu menimbulkan simpati yang kian besar dalam hati Lydia Savatsila. Pada umumnya dokter menganggap rendah bahkan ada yang menganggap hina pada dukun.
"Bila dia datang ke rumah dokter lagi, maukah dokter mengingat dan menyampaikan pesan saya?" tanya Lydia.
"Tentu, tentu," jawab dr Anton cepat.
"Apa pesan saya, kalau benar dokter masih ingat," kata Lydia setengah berkelakar dan setengah mempermainkan dr Anton.
"Bahwa Madam ingin berkenalan dengannya," jawab dokter itu ringan. Dia merasa tambah akrab dengan wanita yang sedang dapat musibah itu.
"Boleh saya bertanya sesuatu yang tidak usah Madam jawab, kalau Madam keberatan?" tanya dr Anton.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
'Tiap orang punya hak untuk menyimpan hal-hal yang sangat pribadi." Lydia langsung merasa, bahwa dokter ini punya sifat ingin lekas membayar hutang kalau ia merasa punya hutang. Sambil tertawa ia berkata:
"Mengenai apa" Dokter pendendam ya, tetapi saya suka orang yang selalu mau membalas!" Kalimat ini membuat dr Anton juga tertawa.
"Saya sekedar ingin tahu, kalau boleh. Sudah berapa lama Madam kawin dengan tuan Jaya Wijaya" Madam tentu selalu bahagia sebelum tuan Jaya sakit," kata dr Anton.
Setelah agak lama diam, Lydia bertanya: "Dokter benar-benar ingin tahu?"
"Hanya kalau Madam tidak keberatan," ujar dokter yang hatinya sudah tercuri itu.
"Saya miliknya. Maksud saya diri saya!" kata Lydia. Tetapi ini bukan jawaban atas pertanyaan dr Anton.
Dr Anton memandang wanita itu tanpa tanya, tetapi jelas bagi Lydia bahwa tamunya itu seperti menghadapi teka-teki yang tak terjawab olehnya.
"Mengapa heran?" tanya Lydia.
"Bukan heran. Saya malah tidak mengerti sama sekali.
Madam senang berteka-teki ya!"
Lydia tertawa kecil.
"Barangkah saya ini ditakdirkan untuk mempunyai kehidupan yang agak lain. Saya bekerja pada Mister Jaya Wijaya."
"O, sebagai sekretaris!" kata dr Anton. Dia merasa agak lega. Rupanya hanya bekerja, jadi sebenarnya masih single.
Lydia tunduk, dengan nada menurun dia berkata:
"Lebih dari itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini dokter itu jadi heran lagi. Pekerjaan apa yang lebih dari sekretaris. Pengurus rumah tentu tidak. Lydia kelihatan sangat terpelajar. Untuk mengurus rumah saja orang tidak membutuhkan pendidikan tinggi, sedikitnya tidak untuk orang timur.
"Baiklah saya katakan apa adanya. Saya benar-benar bekerja untuk Mister Wijaya, melayani semua kebutuhan diri dan kehendak hatinya. Saya dikontrak untuk dua tahun, dapat disambung kalau majikan dan buruh sama-sama menghendaki. Uang kontrak untuk dua tahun sudah saya terima sepenuhnya dan saya belikan rumah serta sebuah mobil untuk ibu dan ayah saya. Saya ingin membuat mereka senang selagi mereka masih hidup," kata perempuan itu.
Pandangannya tampak dingin, hampir tanpa ekspresi. Tidak memperlihatkan rasa bangga, juga tidak menunjukkan rasa sedih. Ia tahu apa yang telah ia lakukan dan apa yang sedang dilakukannya.
Dr Anton tak tahu apa yang terbaik dikatakannya. Selama hidup, baru kali ini ia menghadapi seorang insan yang mempunyai riwayat begitu aneh dan masih terus menempuh kelanjutannya entah ke mana dan bagaimana akhirnya.
Ataukah Lydia sudah tahu akhir cerita yang sedang dibuatnya sekarang"
"Aneh," hanya itu yang terucapkan oleh dr Anton.
"Barangkali," kata Lydia. "Kalaupun aneh, hanya suatu keanehan kecil di tengah lautan yang penuh dengan aneka keanehan di dunia ini."
"Madam orang hebat!" kata dr Anton setulus hati walaupun pikirannya seperti diamuk ketidak pastian setelah ia mendengar sekelumit dari kisah Lydia yang paling sedikit tentu segunung. Melayani segala kebutuhan diri dan kehendak hatinya. Dr Anton mengganggap tidak bijaksana kalau menanyakan bagaimana asal mula Lydia sampai datang ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Indonesia bersama Jaya Wijaya. Dengan duit banyak, hampir semua dapat dicapai dan dibuat manusia di dunia ini, kadangkadang hal yang sukar masuk akal, seperti yang dialami wanita dari Siam ini. Namun begitu ada pula keinginan dan hasrat selangit yang tidak dapat diraih dengan uang yang tumpukannya setinggi gunung himalaya. Lydia umpamanya.
Dia melayani kebutuhan dan keinginan laki-laki yang mengontrak dirinya. Apakah dia juga melayani dengan sepenuh hati, ataukah hanya dengan tubuh kasarnya yang dapat dijamah dan diperlakukan semau selera"
Tak tahu lagi apa yang akan ditanya atau dikatakan, dr Anton mohon diri dengan suara tanpa makna mendekati hampa. Dan Lydia melepaskan pergi, karena ia sendiri pun tak tahu bagaimana meneruskan cerita kepada seorang kawan yang tidak melanjutkan tanya. Tetapi bagi Lydia yang memang sangat muda usia, tetapi kaya, pengalaman dan penderitaan, ketertutupan dokter Anton merupakan isyarat baginya, bahwa sebenarnya ada suatu rahasia hati yang ia belum sanggup ungkapkan, karena belum punya cukup keberanian untuk itu Lydia kira-kira dapat menebak dengan pasti apa rahasia itu dan ia senang dengan kesopan santunan dokter yang tidak gegabah itu. Ia pun dapat menduga-duga apa yang dipikirkan oleh dr Anton setelah ia mengetahui jalan hidup yang ditempuhnya selama ini. Dia merasa bahwa antara mereka berdua ada semacam persamaan, yaitu dapat menahan diri.
Dia sendiri pun baru menceritakan sebagian amat kecil dari apa yang dialaminya. Belum dilampiaskannya perasaannya yang dihimpit oleh penderitaan selama beberapa bulan yang terakhir, sesudah Jaya Wijaya mendadak mengalami impotensi total. Sebagai kompensasi atas bencana yang menimpa dirinya ia telah memerintahkan wanita kontrakan itu untuk melakukan berbagai macam perbuatan untuk menyalurkan gairah biologisnya yang sudah tak dapat dilaksanakan secara wajar.
Dan Lydia melakukan segala apa yang ditugaskan itu, karena kuatir Jaya Wijaya akan membuat ancaman-ancamannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi kenyataan. Ia sudah melihat sendiri betapa besarnya kekuasaan Wijaya dengan uangnya yang bermilyar-milyar.
Orang itu pernah mengatakan, bahwa penolakan atas keinginannya harus dibayar dengan harga yang sangat tinggi.
Bukan akan ditembak dengan sebuah peluru yang akan menembus jantung atau benaknya. Bukan hanya akan dipenggal leher. Juga bukan hanya akan dijadikan santapan harimau piaraannya.
"Akan kutusuk tetekmu tiap hari dengan jarum, hanya tiga tusukan setiap hari. Akan kusulut modalmu di antara kedua paha yang indah itu. Hanya satu sulutan dengan api rokok setiap malam, sehingga kemulusan itu akan berubah seperti orang habis dilanda penyakit cacar, Berbekas sepanjang umur dan berbekas ketika kau dimasukkan ke dalam kubur, kalau aku kelak bermurah hati untuk menyediakan sebuah lubang guna menyimpan jasadmu yang sudah tidak berguna. Bukan hanya itu Lydia. Akan kukirim orang-orangku ke negerimu, kusuruh habiskan semua keluargamu, terutama ayah, ibu dan adikmu," kata Jaya Wijaya tenang, setenang pendeta membacakan khotbah terakhir untuk roh jenazah yang akan menghadap Tuhannya.
Lydia tidak meneteskan air mata untuk ancaman itu. Ia tahu laki-laki itu bukan orang yang bisa dilembutkan dengan air mata. Laki-laki itu mau imbalan untuk tiap dollar yang sudah dibayar kepadanya.
"Tentu, tentu. Aku akan kerjakan apa saja yang kau ingini Jaya. Tak perlu kau ancam. Aku tahu tugas dan kewajibanku.
Aku bukan orang yang suka melarikan diri dari kewajiban. Aku sudah menerima seluruh bayaran dan aku harus bekerja untuk itu," kata Lydia, berdaya upaya setenang Jaya Wijaya. Dan ia melakukan semua perintah, walaupun seringkah ia muntah-muntah karena jijik dan mual yang tak dapat dilawan dengan kekerasan hati belaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya ia sama sekali tidak sedih atas bencana yang menimpa diri Jaya Wijaya oleh gigitan kucing suruhan milik Sumarta. Tetapi ia berbuat sebijaksana mungkin. Barangkali saja sesembuhnya nanti laki-laki ganas itu akan mengirimnya pulang ke Muangthai.
Tetapi, persis seperti kata Erwin kepada dr Anton, dia mulai tertarik pada dokter yang baik hati itu. Dia tidak tahu, apakah dengan itu ia bermain api, yang bisa membakar dirinya.
*** DELAPAN BELAS SESUAI mufakat bersama dengan Daeng Mapparuka yang dihadiri oleh dr Anton, Jaya Wijaya dikeluarkan dari rumah sakit, dibawa pulang untuk pengobatan dukun. Seperti biasa, olah sifat manusia yang berbeda-beda, termasuk sifat para dokter, kepergian si pasien dari rumah sakit untuk menyerahkan nasib kepada seorang atau lebih dukun ditanggapi secara berbeda. Sebagian besar tertawa sinis, ada yang terang-terangan mengejek. Sedangkan dokter yang belajar bertahun-tahun tak sanggup atau belum menemukan apa jenis penyakit aneh yang diidap Jaya Wijaya. Apalagi seorang atau bahkan beratus dukun yang umumnya hanya jompa-jampi disertai membakar kemenyan yang asapnya bikin sesak napas di dalam suatu ruangan atau paling banter menimbulkan perasaan yang bukan-bukan kepada mereka yang percaya jin dan syaitan. Mereka ini yang oleh sementara pihak dianggap bodoh karena percaya tahyul atau mau dikibuli dukun merasa seakan-akan sang dukun sedang memanggil semua piaraannya, mulai dari dedemit kecil sampai pada jin afrid yang gedenya bisa setinggi sepuluh meter. Mana mungkin dukun bisa menyembuhkan penyakit yang namanya saja belum diketahui oleh lebih dari selusin dokter! Tetapi di samping mereka ini ada seorang dua yang diam-diam merasa malu, mengapa mereka tidak mampu menyembuhkannya. Si
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit kelihatannya segar dan makan banyak melebihi orang biasa, sampai ada perawat yang berkata bahwa Jaya Wijaya makan seperti babi. Penyakitnya cuma suka mangap atau tiba-tiba tertawa terbahak-bahak untuk secara tiba-tiba pula diam kembali dengan mulut yang terus dingangakan. Dokter yang hanya satu dua gelintir ini percaya akan kekuatan gaib yang dimiliki sementara dukun, yang tidak mereka dapat di fakultas kedokteran karena sang maha guru atau professor pun tidak mengetahui dan tidak percaya kekuatan begituan.
"Kalau Jaya sampai sembuh, akan terbukti sekali lagi bahwa dalam penyakit tertentu, dukun lebih mampu dari kita,"
kata dr Lim Keng Beng kepada dr Anton. Walaupun berlainan agama, keduanya sudah melihat fakta tentang adanya dukun yang punya kebolehan luar biasa.
"Ya, saya juga sudah melihat sendiri dukun yang seperti dokter Lim katakan," kata dr Anton. Ia lalu teringat pada cerita sahabatnya tentang Erwin dan apa yang dialaminya sendiri ketika manusia harimau itu datang ke rumahnya.
Banyak juta dibayar keluarga Jaya Wijaya untuk tempat, dokter dan segala macam pemeriksaan dan pengobatan di rumah sakit. Betul, keluarganya yang bayar, bukan Lydia Savatsila. Mereka semua tahu, bahwa perempuan Thai itu hanya semacam pakaian Jaya yang amat kaya. Pakaian hanya untuk dipakai selagi masih suka, bukan untuk pegang uang.
Semua keluarga Jaya mengetahui dan Lydia juga merasa. Ia tidak berkecil hati menerima kenyataan, karena ia menyadari sepenuhnya apa fungsi dan sampai di mana saja hak-haknya di rumah Jaya Wijaya andaikata dia toh punya hak-hak tertentu yang amat terbatas. Barang sewaan tentu saja tidak bisa mendapat kepercayaan dan hak yang sama dengan seorang isteri syah yang dijadikan teman hidup melalui pendeta, kadhi atau ulama agama lain.
KETIKA Daeng Mapparuka datang pada waktu yang dijanjikan bersama Sumarta, mereka disambut oleh Lydia,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa saudara Jaya Wijaya dan juga dokter Anton yang sengaja datang untuk melihat sendiri kehebatan apa yang ada pada dukun yang menawarkan diri itu. Manusia biasakah dia atau juga manusia yang punya piaraan hewan atau bisa jadi hewan seperti Erwin" Kalau bukan manusia harimau, barangkali manusia sapi atau manusia yang kadangkala jadi babi atau anjing! Dia sudah lihat kelainan pada diri Erwin, dia mau tahu kelainan apa yang ada pada diri pak dukun ini.
Berlainan halnya dengan Erwin yang datang ke rumah dr Anton dengan bajaj, maka Daeng Mapparuka dan Sumarta tiba dengan kendaraan mobil sedan yang cukup bagus. Toyota Corona 75 yang mulus dan mengkilap. Walaupun taksi gelap.
Bukan milik mereka sendiri. Kedatangan dengan taksi pilihan ini semua diatur Daeng, yang harus memulai dengan memperlihatkan gengsi Jangan sampai keluarga kaya ini anggap enteng pada mereka. Dukun kelas sedan tentu tidak sama dengan yang kelas minicar atau beca atau dibonceng dengan sepeda.
Daeng tidak langsung ingin melihat si sakit. Tanpa dipinta pemilik rumah dia duduk di kursi yang sudah pernah didudukinya. Sumarta tinggal mengikuti perbuatan ki Dalang.
Lydia dan keluarga Jaya juga jadi turut duduk. Rupanya dukun ini memang lain. Yang berkepentingan harus menyelesaikan diri dengan yang akan memberi bantuan. Itu biasa.
"Bapak-Bapak suka minum apa?" tanya Jaya Diraya, yang abang kandung Jaya Wijaya. Semua laki-laki dari keluarga ini pakai Jaya di nama baru mereka yang sudah di Indonesiakan.
Ada Jaya Wijaya, Jaya Diraya dan satu lagi Jaya Darmawangsa. Nama-nama yang cukup keren.
"O terima kasih," jawab Daeng. "Kami pantang minum sebelum bekerja."
"Maaf, kalau begitu," kata Jaya Diraya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nama tuan yang sakit itu Jaya Wijaya, pedagang besar dan sering bepergian ke luar negeri. Penyakitnya sudah lebih empat bulan. Senangnya mangap dan kadang-kadang ketawanya meledak tanpa ada sebab. Betul begitu?" tanya Sumarta, sesuai dengan apa yang sudah diajarkan oleh Daeng Mapparuka.
Keluarga si sakit tercengang heran. Belum diceritakan, ini dukun sudah tahu. Mereka membetulkan duduk. Lebih hormat. Dan mulai ada rasa takut. Orang-orang begini yang berani sama orang-orang gedean kalau bisa diajak kompromi dengan duit, takutnya justru sama orang-orang kampung kayak Sumarta ini.
"Apa bisa ditolong Pak?" tanya Jaya Darma-wangsa yang adik Jaya Wijaya.
"Kita coba. Kita manusia cuma ikhtiar. Yang menentukan bukan kita. Kita akan gunakan semua kemampuan. Memang kerjanya berat. Tapi tidak mengganggu tuan-tuan dan nyonya.
Saya akan mengerjakannya di rumah," kata Sumarta.
"Terima kasih banyak Pak," kata kedua Jaya hampir serentak.
"Jangan terima kasih, belum tentu saya berhasil. Boleh saya melihat tuan yang sakit?" tanya Sumarta. Suara juga penuh wibawa, seperti yang dilagukan oleh Daeng Mapparuka.
Mereka dibawa masuk. Dr Anton juga turut Tanpa sengaja Lydia menyentuh jari-jari dokter itu. Sentuhan biasa, tetapi tubuh dokter itu serasa dialiri stroom. Bukan stroom tegangan tinggi yang mematikan, tetapi justru menyenangkan. Hih, kalau orang sudah jatuh cinta tanpa berani bicara, tersentuh begitu saja sudah kelimpungan. Biarpun dokter!
Ketika Sumarta dan Daeng beserta yang lainnya sampai di ranjang Jaya Wijaya, sebagai biasanya ia sedang mangap.
Bukan setengah, seperti yang tanpa sengaja sering kita lihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada orang yang sedang tidur. Tapi mangap total, sepenuhnya.
Menganga lebar. Dan matanya tidak meram. Menatap saja ke atas, tidak sadar akan adanya banyak orang di sekitarnya.
Semua hadirin, kecuali Sumarta memandang Jaya Wijaya.
Ia sedang komat-kamit membaca jampi-jampinya. Kemudian mendadak dengan mengejutkan orang-orang yang ada di sana ia bertanya Lantang: "He Jaya Wijaya, engkau sakit ini dimulai dengan amarah satu hewan piaraan. Jawab kalau betul dan menganga terus kalau tidak benar!"
Mendadak, sama mengejutkan dengan kata-kata Sumarta yang membentak tadi Jaya Wijaya tertawa terbahak-bahak.
Kuat sekali. Tanpa sengaja, Lydia Savatsila memegangi tangan dr Anton erat-erat. Karena kaget. Ia tidak tahu bahwa perbuatan spontan ini terlihat oleh Jaya Darmawangsa.
Walaupun hanya sesaat. Karena pada saat berikutnya Lydia melepaskan pegangan itu kembali, dengan perasaan malu.
Memang tidak disengaja-nya. Hanya karena kaget!
"Sudah, berhenti," perintah Sumarta, karena Jaya mengakak terus. Dan si sakit berhenti tertawa, seperti seorang kopral terima komando dari seorang letnan. Hal ini membuat keluarga Jaya Wijaya dan Lydia, begitu pula dr Anton jadi sangat kagum. Dia patuh pada Sumarta, pikir mereka.
"Apa dan siapa pun engkau, engkau akan tunduk padaku.
Katakan iya!" bentak Sumarta dengan suara menggelegar.
Memang serem kedengaran.
"Dengan mulut tetap ternganga Jaya Wijaya mengangguk.
Untuk pertama kali dia mengangguk sejak diserang sakit tak bernama itu. Yang melihat tambah kagum pada kehebatan Sumarta. Dalam hati dr Anton berpikir, bahwa memang ada perbedaan besar antara dokter dan dukun dalam menghadapi penyakit aneh seperti ini. Dokter mencari apa yang menyebabkan penyakit dan jenis apa penyakit itu. Sedangkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dukun memerintah penyakit seakan-akan bawahan yang bisa mengerti dan menerima perintah. Jelas benar kelihatan, bahwa Sumarta mau membuat penyakit itu takut kepadanya dan akan tunduk kepada apa yang diperintahkannya.
"He Jaya Wijaya," hardik Sumarta laksana jin membentak anak manusia, "engkau pernah sombong dan selalu hendak menundukkan orang dengan kekuatan uangmu. Mengangguk kalau benar begitu, menggeleng kalau tidak!"
Dan Jaya Wijaya mengangguk. Tidak pelak lagi, dukun ini bisa berkomunikasi dengan si sakit dengan mempergunakan bahasa biasa, sedangkan semua orang lain, termasuk Lydia dan dokter-dokter yang berusaha bertanya padanya, tidak digubrisnya sama sekali.
"Kau mau menundukkan aku dengan uangmu Jaya Wijaya?" bentak Sumarta. Si sakit menggeleng lagi.
"Bagus. Sifat burukmu harus kau rubah. Kalau kau mau berjanji begitu, aku akan coba membuang jin dari dirimu! Kau berjanji?"
Sekali lagi si sakit mengangguk.
Sumarta berkeringat. Rupanya dia menumpahkan seluruh konsentrasi dalam usaha menundukkan penyakit Jaya Wijaya.
Persis seperti yang diajarkan Daeng Mapparuka kepadanya.
Siapa pun yang tunduk pada kita, tentu akan menurut perintah kita, kata Daeng memberi keyakinan kepadanya.
Melihat keadaan Sumarta, perempuan dari Muangthai yang sejak tadi memperhatikan dengan sepenuh pikiran dan aneka perasaan lalu teringat pada kakeknya sendiri yang juga pintar ilmu kebatinan dan pada kakek-kakek yang sesekali datang ke kampungnya di udik dengan mengendarai gajah belang hitam dan putih. Kini ia melihat dengan mata sendiri, bahwa sesungguhnyalah di Indonesia dan dukun-dukun yang hebat dan dapat menundukkan jin dan syaitan. Bagi Lydia Savat-sila, penyakit yang menduduki tubuh Jaya Wijaya tentunya jin atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hantu yang dikirim oleh seseorang yang tidak menyukai laki-laki kaya itu, karena sifatnya yang selalu angkuh dan sombong dan merasa dapat membeli segala-galanya dengan kekuasaan uangnya. Diam-diam Lydia senang juga karena kini penyewa dirinya itu sedang terkena batunya.
Sumarta mengeluarkan saputangan bersih dan harum, juga sesuai dengan petunjuk Daeng, lalu menyapu mukanya yang penuh keringat. Sampai-sampai ke kuduk dan seluruh lehernya. Setelah itu dia tunduk taffakur lagi. Semua yang hadir tak berani bicara. Takut mengganggu pemusatan pikiran dukun besar itu.
Setelah Sumarta mengangkat kepala dan menarik napas panjang barulah ia berkata kepada kedua saudara Jaya Wijaya: "Yang menduduki diri tuan yang sakit ini kuat sekali.
Kekuatan gaib dari seekor hewan yang amat marah kepadanya!"
"Dapatkah bapak menyuruh pergi dengan memenuhi segala syarat yang jadi tuntutannya?" tanya Jaya Darmawangsa.
"Mudah-mudahan saja. Nanti malam saya berunding dengan beliau," jawab Sumarta.
"Dengan hewan itu?" tanya Lydia yang tambah ingin tahu.
"Ya, saya coba. Kalau dapat kata sepakat, mudah-mudahan ia mau pergi dari diri tuan ini. Kalau tidak, yah, saya angkat tangan. Tidak sanggup," kata dukun itu. Juga persis seperti yang diajarkan Daeng Mapparuka kepadanya.
"Maksud bapak?" tanya Jaya Diraya, cemas.
"Kalau hewan itu tidak mau kompromi, ya saya tidak sanggup," kata Sumarta.
"Lalu pak?" tanya Lydia.
"Dia akan sakit terus. Melihat sudah lamanya menderita, paling lama tahan dua bulan lagi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua Jaya yang saudara Jaya Wijaya jadi pucat.
"Maksud bapak?" tanya Lydia
"Maaf, kalau hewan itu tak mau diajak berda-mai, paling lama dua bulan lagi suami nyonya ini akan pergi," jawab Sumarta. Menyebabkan muka Lydia jadi merah padam, karena ia sama sekali tidak mempunyai kedudukan sebaik dan seterhormat itu.
"Jangan pak, jangan sampai saudara kami ini mati," kata Jaya Diraya dan Jaya Darmawangsa. "Apa pun tuntutan hewan itu turuti saja. Kami akan tunduk pada apa saja kata bapak!"
"Yah mudah-mudahan. Sebenarnya, kalau dia tidak mau berdamai saya bisa usir dia dengan paksa. "Tuan ini jadi sembuh tapi saya jadi bermu sunan dengan hewan itu!" kata Sumarta.
"Ah, kalau bapak kan punya isi kuat, bisa melawannya.
Kami tidak punya apa-apa. Sembuhkanlah saudara kami ini.
Dia harapan seluruh keluarga."
"Baiklah saya akan pertaruhkan diri saya. Kalau dia tidak mau damai, saya usir atau saya bertarung dengan dia sampai dia tewas!" kata Sumarta.
*** SEMBILAN BELAS SESUNGGUHNYA Sumarta sendiri takjub dengan hasil yang dicapainya dalam menghadapi penyakit Jaya Wijaya. Begitu pula Daeng Mapparuka, walaupun dia mengenal ilmu awal dan asal. Walaupun dia mengetahui asal mula penyakit orang sangat kaya itu. Sati yang menyebabkan Jaya Wijaya diterjang penyakit aneh dan baru pertama kali ditemukan para dokter, bukan kucing suruhan biasa. Ia menggigit orang yang pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sombong itu bukan atas perintah tuannya, tetapi atas kehendaknya sendiri. Jadi ia punya kemampuan untuk berpikir sendiri dan berbuat atas kehendaknya sendiri. Berbeda dengan hewan suruhan biasa yang hanya berbuat atas perintah majikannya. Orang yang menguasai dirinya. Kucing ini memang mau disuruh oleh majikannya, tetapi ia juga melaksanakan apa yang dikehendaki hatinya tanpa menunggu komando.
Keberanian dan keyakinan Sumarta dan Daeng menghadapi si sakit sebenarnya setelah Sumarta mohon bantuan kepada kucingnya agar sudilah memenuhi segala permohonannya.
Agar Sati mau tunduk padanya. Hanya untuk memperlihatkan kepada si sakit dan keluarganya beserta isterinya bahwa penyakit itu atau jin yang menyebabkan penyakit Jaya Wijaya, dapat ditundukkan oleh dukun itu. Semua telah berjalan lancar. Sumarta berkeringat tadi bukan semata-mata karena memusatkan seluruh konsentrasi, tetapi juga oleh segores kengerian di dalam hatinya andaikata si sakit melawan.
Misalnya ketika Sumarta bertanya apakah dia berani melawan kekuatan yang ada pada dirinya. Sekiranya kekuatan Sati melalui si sakit balas membentak dengan mengatakan "aku tidak takut" dan "aku tak mau pergi," maka gagallah semua rencana untuk menyembuhkan dan mendapat uang guna jadi kaya dan dengan itu melamar Christine Julianty Subandrio yang janda kembang amat cantik disertai kaya itu.
*** SETIBA di rumah, Sumarta langsung menggendong kucingnya, mengelus-elus bahkan menciuminya. Dia merasa berhutang budi pada kucingnya. Kali ini Sati bukan disuruh, tetapi mengabulkan harapan majikannya. Tidak seperti tatkala ia mencarikan tujuh ekor tikus putih dan seekor anak ayam berkaki satu. Juga tidak seperti ketika ia disuruh menanamkan kemenyan putih pada dua pojok rumah Christine.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daeng Mapparuka yang pernah hendak menyingkirkan Sumarta pun turut terharu. Ia merasakan betapa sayangnya kucing itu pada tuannya dan merasa syukur ia belum sampai membunuh Sumarta. Tanpa melakukan kejahatan, kini ia pasti akan dapat bagian dari uang yang akan diterima Sumarta dari keluarga Jaya Wijaya, kalau orang keturunan Cina itu sampai sembuh. Dan ia sendiri, sadar sepenuhnya bahwa penyembuhan orang itu tidak bisa dilakukan tanpa bantuan, bahkan peranan menentukan kucing sakti milik sahabatnya.
Penyakit itu berasal dari gigitan Sati, maka Satilah yang dapat menarik kembali bekas yang ditinggalkannya pada orang itu.
Sati bisa disuruh, tetapi apakah dalam hal ini dia juga mau disuruh" Dia telah menunjukkan kerja sama sampai pada saat itu. Karena kasihan atau sayang pada Sumarta. Tetapi dia juga kucing yang dapat berpikir dan berbuat sendiri.
'Kini sepenuhnya tergantung pada Sati, Kang Sumarta. Dan tergantung pada kakang untuk membujuknya," kata Daeng.
"Sati, kau tahu aku sayang sekali padamu. Kau juga sayang padaku, bukan" Bantulah aku, sayang. Aku tidak menyuruhmu. Aku meminta," kata Sumarta lembut kepada kucingnya. Meskipun kucing itu tidak dapat bicara, tetapi dia mengerti tiap kalimat yang diucapkan majikannya. Ia mengeong. Selembut majikannya berkata-kata.
"Aku ingin mempunyai teman hidup untuk mengurus kita, kau dan aku dan Daeng kalau dia nanti mau serumah dengan kita," kata Sumarta. Sahabatnya yang mendengarkan merasa senang dengan niat baik pemilik kucing itu.
Sati yang sedang digendong majikannya, memandang dengan penuh perhatian pada tuannya. Ia tahu apa yang dikatakan Sumarta. Mau memperisteri Christine si janda kaya.
Untuk itulah dia tempo hari disuruh menanam kemenyan.
"Tapi dia orang kaya Sati Dan kita orang miskin. Kita perlu uang. Untuk itulah makanya kita harus menyembuhkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali si Cina Jaya Wijaya walaupun dulu dia pernah sombong!"
Sati menjilat-jilat pipi tuannya, karena kasihan sambil menghibur. Dia kasihan, karena majikannya yang begitu sederhana dan sebetulnya sudak cukup bahagia dengan kesederhanaan itu sampai jatuh cinta pada seorang wanita yang sama sekali tidak seimbang dengan keadaannya.
Mengapa tidak memilih seorang wanita yang sejajar dengan dirinya dan kelak akan menyayangi dan mengurus dirinya dengan penuh pengabdian dan kasih sayang. Tetapi kemudian ia ingat betapa dirinya yang pasti mati di tangan anak-anak jahil dahulu, diselamatkan kemudian dipelihara dengan baik oleh manusia yang amat sederhana ini. Dia pun tahu, bahwa Jaya Wijaya sakit aneh karena gigitannya sebagai pembalasan dendam atas kesombongannya. Dan dia pun tahu, bahwa pada dirinya ada kemampuan untuk menyembuhkan Jaya Wijaya. Tetapi pantaskah orang sesombong itu ditolong" Ia merusak banyak pejabat yang mata duitan. Ia merugikan negara dengan aneka macam kejahatan. Sombongnya bukan baru sekali itu terhadap Sumarta, tetapi sudah selalu dilakukannya. Dia temasuk manusia yang terlalu meremehkan sementara orang besar yang mengurus negara ini. Suatu penghinaan bukan hanya terhadap mereka, tetapi sesungguhnya terhadap bangsa dan negara di mana ia tinggal dan mengumpulkan kekayaannya dengan berbagai macam jalan.
"Kau akan menolong aku Sati?" tanya Sumarta.
Mendengar pertanyaan itu Sati bergerak dan melompat dari gendongan tuannya, lalu pergi. Dia tidak mendengus menunjukkan amarah, tetapi dia pergi memperlihatkan kekurang senangannya terhadap keinginan majikannya untuk menyembuhkan orang sombong itu.
"Dia pergi Daeng," kata Sumarta. "Apakah itu suatu tanda bahwa ia tidak mau menolong kita?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daeng tidak segera menjawab. Dia pun merasa bahwa Sati sebenarnya memprotes kehendak majikannya, walaupun dia tidak menunjukkan amarah. Dia telah berkali-kali menunjukkan kesetiaan dan kepatuhannya. Mau disuruh apa saja. Tetapi untuk menyembuhkan orang yang dibencinya rupanya ia tidak begitu saja mau menurut. Ia punya pendirian.
Ia menggigit Jaya Wijaya bukan atas suruhan, kini ia diminta menyembuhkan orang itu. Untuk itulah ia rupanya agak keberatan atau benar-benar tidak setuju.
"Bagaimana Daeng?" tanya Sumarta.
"Nampaknya dia tidak begitu setuju mengobati orang yang tidak disukainya itu. Tetapi aku yakin, dia tidak akan sampai hati mengecewakan kakang. Dia sangat sayang pada kakang, sesayang kakang kepadanya. Berdoalah agar Sati mau berlembut hati, tetapi jangan desak dia. Aku masih yakin, dia tidak akan meninggalkan kakang dan tidak akan mau membuat kakang jadi dukun yang gagal," kata Daeng. Dia tidak mau mendesak Sumarta, karena dia tahu, bahwa penyakit yang menimpa diri Cina itu bukan kehendak sahabatnya itu.
Cemas hati Sumarta bukan main. Bukan karena ia menaruh simpati atau kasihan pada Jaya Wijaya, tetapi karena ia menggantungkan harapan pada orang itu. Kalau ia tidak mempunyai cukup kekayaan, sukarlah baginya untuk hidup bersama Christine, walaupun sekiranya perempuan itu menyerahkan diri kepadanya karena telah dimakan guna-guna yang dipakai dan kemudian dikirimnya ke pojok rumah wanita itu melalui kesetiaan Sati. Kalaulah Sati sampai tidak mau membantu, maka ia tidak akan berani kembali ke rumah si sakit, karena malu.
Oleh kecemasan hati itu, Sumarta sampai jauh malam tak dapat tidur. Bukan hanya itu. Selera makan pun patah sama sekali. Walaupun begitu ia tidak merasa lapar. Kemungkinan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagal dan tak jadi kaya; itulah yang membuat dia tak dapat memejamkan mata.
Daeng Mapparuka juga merasa bingung, tetapi di samping itu masih ada suatu perasaan beruntung padanya, yaitu tidak sampai membunuh Sumarta untuk dapat menguasai Sati.
Kalaupun Sumarta dapat dibunuhnya, maka Sati belum pasti akan tunduk kepadanya. Bahkan ada harapan ia akan menggigit sebagaimana ia menggigit Cina yang menyombongkan harta kotornya itu. Dan bukan tak mungkin nasib Daeng akan sama dengan Jaya Wijaya, mangap berkepanjangan dan mendadak menggelegarkan tawa terbahak-bahak. Dalam pada itu ia sendiri diam-diam turut memanjatkan doa agar Sati mau membantu majikannya dalam penyembuhan Jaya Wijaya.
*** KETIKA Sumarta menghadap langit-langit kamarnya dengan kepala berbantalkan kedua belah tangannya, sudah menjelang pagi, ia hampir saja menangis oleh perasaan haru disertai hidupnya kembali harapan yang tadi hampir punah.
Terasa olehnya Sati perlahan-lahan merebahkan diri di antara kedua belah pahanya. Terima kasih ya Tuhan, Kau lembutkan juga hati kucingku ini. Memanglah Kau Mahapengasih Tuhanku. Kau dengar pinta dan jerit hatiku.
Dari celah paha, Sati pindah ke samping tuannya dengan meletakkan kepalanya di atas dada Sumarta. Perlahan-lahan, penuh kasih dan terima kasih tukang buah itu mengelus-elus kepala dan badan kucingnya. Air mata membasahi pipi Sumarta dan ia tidak kuasa dan tidak pula berusaha membendungnya. Tangis itu suatu tangis keindahan dari seorang yang menyayang atas sahabat yang amat disayang.


Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan air mata membasahi bantal dan mengering di pipi Sumarta tertidur dan bermimpi. Rasanya ia berada di suatu negeri asing dengan manusia-manusianya yang mirip bangsanya sendiri, tetapi mempergunakan bahasa yang ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak mengerti. Di negeri itu banyak rumah ibadah dengan patung-patung Budha di dalam. Banyak sekali orang berkunjung dan memberi hormat di sana. Banyak pula yang memohon kebahagiaan, mohon kekayaan, mohon penyembuhan penyakit. Bukan hanya itu. Ia juga melihat iringan gajah, banyak sekali, tak terhitung olehnya.
Inikah negeri Siam, yang memiliki paling banyak gajah di Asia" Begitu pikir dan tanya Sumarta di dalam hati. Kemudian ia jadi terkejut heran. Setelah iringan gajah itu berlalu tiba-tiba datang lagi seekor gajah besar. Kalau hanya besar ia tidak akan terlalu heran. Kalau sekiranya gajah ini berwarna putih ia pun hanya akan takjub, karena ia belum pernah melihat gajah putih. Tetapi ia pernah mendengar bahwa di Siam yang sekarang disebut orang dengan Muangthai ada gajah putih.
Semacam gajah yang dikeramatkan, dianggap pemimpin agung oleh semua gajah yang ada di sana. Yang sangat mengherankan dan membuat ia serasa bermimpi " dalam mimpi itu- - gajah yang datang terakhir ini berwarna hitam dan .putih. Hitamnya pekat, putihnya sebersih ayam berbulu putih tanpa noda. Di atas gajah itu duduk seorang berbadan kurus, dengan kain sarung menutupi sebagian dari tubuhnya.
Tetapi dia tidak gundul. Rambutnya melewati bahu, telah berwarna putih seluruhnya. Meskipun tubuhnya kecil dan semakin kecil kelihatan di atas badan gajah yang amat besar itu, namun matanya yang redup seperti memancarkan api.
Gajah suruhannya-kah si belang yang sangat perkasa itu"
Kemudian ia lihat seorang wanita mendatangi gajah itu, memberikan bungkusan kepada kakek yang duduk di punggungnya. Itu pun belum apa-apa. Yang membuat dia merasa tambah takjub, perempuan itu adalah isteri Jaya Wijaya, setidak-tidaknya begitulah anggapannya mengenai diri wanita cantik yang telah ditemuinya bersama dua saudara si sakit dan seorang dokter kemarin. Sumarta menegur perempuan cantik itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai nyonya rupawan, mengapa nyonya ada di sini.
Bagaimana dengan penyakit suami nyonya?" Perempuan itu menoleh padanya, memandang agak lama. Pandangan dingin, tanpa segores senyum pun.
"Nyonya tak mengenal saya lagi?" tanya Sumarta.
Ia tetap saja memandang. Agak lama kemudian baru dia menjawab: "Bapak dukun mata duitan. Cuma saja bapak bukan koruptor atau penyelundup. Tidak jahatlah. Tetapi bapak kan benci pada dia. Kebencian itu dikesampingkan karena bapak mau duitnya." Setelah itu perempuan itu pergi tanpa pamit.
Malunya Sumarta bukan main, karena wanita itu tahu rahasia hatinya. Dia dikatakan mata duitan. Itu tidak benar.
Dia tidak mata duitan, cuma perlu duit untuk melamar Christine.
Tetapi Sumarta tidak lalu terbangun. Mimpinya sampai di situ sementara ia terus tidur sampai pagi. Ketika ia bangun, yang pertama diingatnya adalah Sati yang tidur di atas dadanya dan mimpinya yang aneh dan akhirnya membuat dia merasa malu. Untung cuma mimpi.
Semua mimpi itu diceritakannya kepada Daeng. Barangkali dia dapat menafsirkannya. Dia kepingin tahu, apa alamat mimpi yang begitu.
"Ah, itu cuma karena kakang menumpahkan perhatian pada penyembuhan Jaya Wijaya. Dan omongan isterinya di dalam mimpi itu hanya untuk menguji sampai di mana kekerasan kemauan dan kemanusiaan kakang. Itu tandanya kakang akan berhasil," kata Daeng Mapparuka.
Sumarta tidak bertanya apa-apa kepada Sati. Kedatangan dan sikapnya telah cukup jelas.
"Nanti petang kita ke sana sayang"katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta dan Daeng yakin, mereka akan berhasil. Sama yakinnya dengan Lydia Savatsila, bahwa orang yang paling tepat baginya untuk mengadukan nasib adalah dr Anton, yang sudah jadi sahabat si manusia harimau.
*** DUA PULUH WALAUPUN banyak orang tak percaya akan kekuatan guna-guna dan menjadi hak mereka untuk mau percaya atau tidak, banyak fakta telah membuktikan, bahwa guna-guna tulen buatan dukun atau orang yang menguasai ilmu kebatinan, tidak dapat diremehkan begitu saja. Bukan rahasia, bahwa ada sejumlah wanita yang pernah sombong kepada seorang laki-laki, misalnya meludah menunjukkan kebencian atau kejijikannya, akhirnya berbalik mohon secercah kasih dari orang yang pernah, dihinanya. Begitu pula, bukan hanya satu dua lelaki yang angkuh karena kegantengan atau ke-kekayaannya, akhirnya bersimpuh di hadapan seorang wanita yang dik^cewakannya, minta dimaafkan dan dikasihani. Uh, betapa memalukan, kalau seorang lelaki sampai mohon kasihan. Sama saja dengan pengemis yang juga mohon dikasihani.
Yang seorang mohon bantuan materi yang lain mohon secuil hati.
Begitulah juga halnya dengan janda kaya Christine Julianty Subandrio. Ia bukan wanita sombong atau angkuh. Tidak pernah melagakkan hartanya, juga tidak kepada si tukang jual buah-buahan Sumarta. Dalam keadaan wajar dia mengerti betul, bahwa kedudukannya jauh berbeda dengan Sumarta. Ia kaya, terpelajar, bepergian dengan mobil mewah, lingkungannya juga orang terkemuka yang umumnya berharta. Sedang Sumarta orang sangat sederhana, untuk tidak dikatakan miskin, hanya sekolah dasar, ke sana kemari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya dengan bus, oplet, beca atau jalan kaki.
Lingkungannya, ya para tukang buah dan yang seta-rap dengan itulah!
Walaupun menyadari perbedaan tingkat yang amat menyolok itu, perempuan kaya itu tidak bisa membantah, bahwa di hari-hari belakangan ia jadi tertarik pada Sumarta. Ia selalu teringat padanya, bukan memimpikannya. Hanya sekelumit rasa malu saja yang membuat dia membantah kata hatinya, bahwa ia mulai jatuh cinta pada si tukang buah.
Aneh, dia merasa aneh. Dia tidak mengerti sehingga tidak dapat memecahkannya. Tapi dia pun tidak dapat memungkiri kenyataan, bahwa sebenarnyalah dia telah jatuh cinta. Betapa memalukan. Dia masih tahu itu. Jangankan pada keluarga kalau mereka sampai tahu, sedangkan pada dirinya sendiri dia merasa malu. Mengapa dia yang intelek dan memiliki hampir semua kehendak hati, dikagumi oleh banyak lelaki, telah dilamar pula oleh sekian duda, perjaka dan diingini oleh lebih banyak lagi laki-laki yang sudah punya bini, akhirnya malahan merasa tercuri hatinya oleh seorang tukang buah. Tahukah kang Sumarta bahwa seorang Christine cantik telah jatuh cinta padanya" Pernah juga ia bertanya pada dirinya, apakah ini yang dinamakan perbuatan guna-guna" Ah, mustahil katanya, memaafkan dirinya yang dianggapnya berdosa kalau mempunyai dugaan yang begitu buruk terhadap Sumarta.
Masa iya, dia yang begitu susah cari uang mau mempergunakan hasil keringat dan jerih payahnya untuk membayar dukun ahli guna-guna! Christine masih sadar, bahwa dalam semua hal dia lebih dari Sumarta. Kelebihan lelaki itu cuma satu, dia punya kucing yang cantik dan pintar.
Tetapi apalah artinya kelebihan begitu. Sama saja dengan seorang petani yang kebetulan punya pohon kelapa bercabang dua atau kambing berkaki lima. Orang heran mendengar, datang melihat, habis! Christine tidak pernah tahu, tidak pernah sampai mengira, bahwa Sumarta telah main bunga mawar yang dijampi dan kemenyan putih yang ditanam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kucingnya di dua pojok rumahnya. Dia tidak melihat cukup tinggi atas aktivitas Sumarta dan kepintaran kucingnya Sati.
Untunglah sifat kewanitaan dan pendidikannya mampu membuat dia menahan diri dan merahasiakan apa yang menggoda hatinya. Malunya baru terbatas pada dirinya sendiri saja. Bagi penglihatannya Sumarta kian hari tambah ganteng dan memikat saja. Paling celaka bagi lelaki maupun wanita, kalau hati sudah digoda cinta. Sungguh tepat kalau dikata, bahwa cinta merupakan suatu penyakit ataukah suatu anugerah yang bisa menimbulkan aneka akibat, positip atau negatip. Rasa bahagia atau bencana terbesar di dalam kehidupan manusia. Cinta merupakan tantangan yang paling sukar dilawan. Bila diperturutkan bisa membuat hanyut, tetapi bila dilawan dapat membuat patah!
*** LAIN pula halnya dengan dokter Anton, yang diam-diam juga jatuh cinta. Pada milik orang! Memang bukan isteri, tetapi kan masih dalam mengontrakkan diri. Masih dalam kekuasaan Jaya Wijaya. Cinta ini sungguh aneh. Begitu banyak perawan-perawan rupawan atau janda-janda manis tanpa ikatan yang menaruh perhatian atau hati padanya, kok dia malah inginkan seorang asing yang dalam kekuasaan seorang Cina yang kuat duit dan kuat pengaruh! Bodohkah dia" Atau cinta itu yang bodoh, tak punya mata dan tak memiliki pertimbangan"
Ataukah memang lebih enak jatuh cinta pada seseorang yang milik orang lain" Kalau perempuan kepada seorang yang berstatus suami, kalau pria kepada perempuan yang berkedudukan sebagai isteri atau sejenisnya" Ada semacam perjuangan dalam memenangkan pilihan hati. Semacam pertarungan yang penuh sensasi dan aktivitas. Menyisihkan atau mengalahkan rintangan. Hasil pertarungan gigih selalu lebih manis dari pada mendapatkan buah hati semata-mata karena apa yang orang namakan "sudah jodoh."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu ia ingin membebaskan Lydia dari cengkeraman Jaya Wijaya, kalau wanita itu ingin dan dapat dibebaskannya.
Tetapi setelah dapat dibebaskan, masih ada satu pertanyaan.
Maukah ia menjadi teman hidup si pembebas"
Sudah tentu tidak dengan sistem kontrak, seperti mengontrak rumah. Harapan, bahwa Lydia akan bersedia bahkan barangkali dengan senang hati selalu ada. Apalagi Erwin pun sudah mengatakan, bahwa wanita itu juga senang padanya. Tetapi sekarang ada persoalan baru. Sumarta yang dukun hebat akan berusaha menyembuhkan Jaya Wijaya.
Apakah kesembuhannya itu tidak akan merupakan rintangan bagi keinginan hatinya. Sejenak terlintas pikiran di dalam otak dr Anton, bahwa yang terbaik adalah kalau Cina itu mati saja.
bukan dengan jalan membunuhnya melalui racun atau pembunuh bayaran, tetapi agar ia mati, karena tidak bisa disembuhkan. Diam-diam pada saat itu dr Anton berharap, agar Sumarta tidak berhasil. Suatu harapan yang buruk.
Apalagi bagi seorang dokter yang tugas utamanya adalah menyembuhkan orang sakit. Bahkan menyelamatkan jiwa insan yang sudah sekarat, kalau bisa. Tetapi dokter juga manusia, sama dengan manusia lainnya. Cuma profesi dan kewajibannya yang berlainan. Sebagaimana manusia biasa, dokter pun tidak mau keinginan hatinya terhambat. Apalagi di dalam soal cinta. Cinta yang kian mengobarkan hasratnya lagi!
Bagaimana, kalau ia mendekati Sumarta dan membisikkan padanya agar jangan menyembuhkan Jaya Wijaya" Tapi risikonya besar. Kalau ia mau diajak kompromi. Tentu saja dengan imbalan besar. Tetapi kalau ia malah membuka rahasia busuk dr Anton bagaimana"
Sedang ia sarapan minggu sambil dihantui oleh berbagai macam pikiran dan tanya jawab di dalam dirinya itulah, terdengar sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Ia tidak bangkit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Belum tentu tamu untuk dia. Tetapi tak lama kemudian kedengaran suara wanita, suara yang tak asing baginya.
Spadaa! Kontan darah Anton tersirap. Orang yang sedang menggoda pikirannya itu datang. Sepagi ini. Ada apa" Ia bergegas keluar.
Sempat didengarnya deru mesin mobil meninggalkan tempat ia berhenti tadi. Tak salah lagi. Lydia Savatsila datang dengan taksi, hanya minta di drop di sana, tidak disuruh menunggu. Girang dengan degup jantung yang lazim pada orang yang sedang mabuk kepayang, Anton mengucapkan selamat pagi dengan suara gugup.
"Dokter terkejut oleh kedatanganku?" tanya Lydia.
Mukanya agak merah dan suaranya juga agak gugup walaupun ia berdaya upaya bersikap setenang mungkin.
"Terus terang, saya agak terkejut. Tetapi senang sekali dengan kedatangan Madam. Tak pernah menyangka, bahwa Madam mau datang ke mari."
Lydia tidak memberi reaksi. Ia berusaha menguasai diri dan sekaligus menahan emosi.
"Boleh saya duduk?" tanya Lydia yang tidak dipersilakan tuan rumah duduk walaupun mereka berada di ruang tamu yang lengkap dengan meja kursi model terakhir. Dr Anton jadi malu, kegugupannya kentara sekali. Tetapi kentara gugup ada kalanya menguntungkan, sebab keadaan begitu merupakan bahasa tersendiri untuk memperlihatkan rasa hati.
"Maafkan saya. Saya memang nervous Madam. Karena girang," kata Anton berterus terang. Apa lagi yang mau disembunyikan. Perempuan itu toh sudah tahu.
"Betul dokter senang atas kedatangan saya ini?" tanya Lydia.
"Senang sekali. Sungguh senang sekali!" kata Anton tanpa menanyakan keadaan Jaya Wijaya. Dia sudah tak kuasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbasa basi. Dalam hati ia ingin halangan itu tersingkir, tetapi tidak oleh perbuatannya.
"Barangkali dokter lagi sarapan," kata wanita Thai itu.
"Ya, Madam penebak tepat. Saya boleh menebak pula"
Madam belum sarapan. Boleh kuajak Madam sarapan bersama?" tanya Anton. Bicaranya sudah lancar.
"Dokter juga penebak tepat. Memang saya belum sarapan.
Ada jatah?" tanya Lydia bergurau.
Secara refleks Anton memegang tangan wanita cantik itu, membawanya ke ruang tengah.
"Rumah dokter rapi sekali. Siapa yang mengatur?" Lydia tidak bertanya tentang isteri, karena ia sudah tahu bahwa dokter itu tidak punya isteri. Kalau dia bertanya pura-pura tidak tahu, hanya menyuarakan lagu kuno.
"Sebenarnya saya ingin membuatnya kelihatan enak dipandang, tetapi kebolehan saya hanya sebegini. Mencontoh dari home decoration, tetapi tidak sempurna," kata dr Anton yang memang suka mengatur dekorasi.
"Dokter rajin. Tak banyak cendekiawan yang begitu," kata Lydia sambil makan apa adanya. Ketan urap, serabi dan singkong rebus yang ditemani gula pasir. Serba asli. Pujian dalam hal ini hanya dikatakan Lydia di dalam hati. Tidak bijaksana memuji terlalu banyak, bisa memualkan.
"Tahu dokter mengapa saya datang?" tanya wanita Thai itu.
"Hmmm," dr Anton tidak menjawab.
Itu cara terbaik. Mengatakan "tidak tahu" pasti tidak bijaksana, karena tidak enak bagi yang bertanya. Mengatakan
"tahu" tidak mungkin, karena sesungguhnyalah dr Anton tidak tahu apa maksud kedatangan Lydia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan sebuah kisah yang enak untuk diceritakan. Juga tidak enak untuk didengar," kata Lydia. Hati si dokter yang sudah tenteram jadi tidak enak, bimbang dengan banyak tanda tanya. Dia tentu bukan datang untuk menceritakan bahwa dia bukan isteri syah Jaya Wijaya. Itu sudah diketahuinya. Sudah dikatakannya terus terang, bahwa ia hanya dikontrak dengan kewajiban melayani segala kebutuhan dan keinginan hatinya. Lalu apa yang akan dikatakannya"
Bahwa kedua saudara Jaya Wijaya curiga pada dr Anton"
Bahwa mereka melihat ketika dokter itu memegang tangan Lydia sejenak pada hari Sumarta membentak hantu yang menduduki diri si sakit"
"Saya ingin mendengarnya. Katakanlah Madam," kata dr Anton.
"Ini kisah penderitaan, tetapi saya tidak bermaksud minta bantuan yang akan memberati dokter. Saya ingin ada orang mengetahui beban berat yang menimpa hati saya. Kawan yang saya rasa dekat hanya dokter."
Dr Anton heran mendengar ucapan itu. Ia kawan terdekat"
Yang baru kenal karena orang yang semula disangkanya suami Lydia, dimasukkan ke rumah sakit dan ia merupakan salah seorang dokter perawatnya. Ah, mustahil. Perempuan itu rupanya tahu apa yang dipikir oleh dr Anton. Lalu ia menegaskan: "Memang sukar dokter percaya. Tetapi yang saya terangkan itu sungguh benar. Saya agak lelauasa bicara dengan dokter hanyalah karena kebetulan ia sakit. Itu pun, andaikata dia sadar diri, saya rasa saya tidak berani ngomong begitu banyak!"
Dokter Anton tercengang. Betul-betul sukar diterima akal.
"Memang sukar masuk akal. Tetapi demi Budha dan semua dewa yang kupuja, saya berkata benar."
"Tetapi mengapa sampai begitu?" tanya dr Anton.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia terlalu cemburu. Terlalu. Tiap laki-laki, walaupun sahabat karibnya yang agak lama saja memandangi saya, dianggapnya mau merenggut saya dari dirinya. Orang itu dicurigainya dan saya akan dicaci maki, kadang-kadang dipukul. Dia akan berkata. "Selama kontrak belum habis, kau milikku. Sama dengan meja atau kursi dan anjing yang juga jadi milikku!" Lydia berkata tenang. Dia tidak emosi. Dia sudah terlalu lama menderita tanpa dapat berbuat apa-apa, karena takut akan keselamatan dirinya. Dan lebih takut lagi akan keselamatan nyawa kedua orang tua dan adiknya di Muangthai. Orang tidak akan gugup atau emosi lagi mengisahkan nasibnya kalau ia sudah cukup lama memikul beban penderitaan.
"Saya rasa wajar kalau lelaki cemburu terhadap orang yang amat dicintainya. Karena, ia takut kehilangan. Tetapi kalau sampai seperti yang Madam ceritakan, itu sudah gila!"
"Mungkin dia gila. Karena merasa terlalu berkuasa dengan kekuatan uangnya. Dokter, saya ingin bebas. Saya mau menyerahkan apa saja yang ada pada saya untuk kebebasan ini. Sekarang saya sudah semakin takut. Kalau dia sembuh, entah apa lagi yang akan terjadi atas diri saya." Pada saat itu egoisme dokter Anton bangkit dan menyala.
Perempuan ini ingin bebas dan ia ingin memilikinya. Tidakkah ini pucuk dicita ulam tiba"
*** DUA PULUH SATU TANPA dipinta, dr Anton berpikir keras bagaimana cara membebaskan wanita ini. Bagaimana pula cara memilikinya kalau ia dapat dibebaskan! Gila! Tahap pertama, kebebasan Lydia saja belum jadi kenyataan. Baru keinginan. Dapat dikata khayalan, kalau diingat betapa ketat penjagaan dan kekuatan Jaya Wijaya. Kalau ia sampai sembuh, tidak mungkin ia mau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membebaskan wanita yang dikontraknya itu. Yang sebaiknya dia terus sakit atau mati. Tetapi dukun Sumarta mungkin akan mampu menyembuhkannya.
"Saya tak tahan lebih lama bersamanya dokter," kata Lydia.
Perempuan itu lalu menceritakan pengalaman-pengalaman pahit yang telah menimpa dirinya, pekerjaan-pekerjaan paling hina yang dilakukannya untuk laki-laki itu. Karena ia sudah dibayar, tetapi lebih-lebih lagi, karena ia sangat takut. Ia harus berbuat jauh lebih berat dari perempuan lacur. Pada umumnya pelacur hanya diminta menyerahkan kehormatan, kalau itu masih dapat dinamakan kehormatan. Kebanyakan pembeli juga sudah puas dengan itu. Bahkan sering kali si pelacur hampir tidak mengeluarkan tenaga apa pun selain membuka pakaiannya. Dalam beberapa menit sebelum yang menjual merasa apa-apa, transaksi sudah selesai Si pembeli senang. Seringkah yang menjual juga amat senang dengan cara itu. Dia hanya menjual diri, bukan mencari kesenangan.
Kesenangan tidak diharap dari pembeli. Itu dipinta dari laki-laki yang dicintai. Jarang pelacur ketemu pembeli yang merupakan batu dalam petualangannya. Dan kalau kebetulan yang bengal begitu, pelacur bisa jatuh cinta. Dan itu tidak menguntungkan.
Kalau hanya itu yang dipinta Jaya Wijaya, bagi Lydia tidak akan jadi masalah. Dulu memang hanya itu yang dimauinya.
Walaupun dengan aneka macam obat kuat, ia tidak akan mampu berbuat lebih dari sepuluh menit. Itu dia rasa sudah top dan dia merasa dirinya sudah raja. Tetapi setelah ia mengalami impotensi total, maka keinginannya jadi berubah merupakan tuntutan sadis yang amat menjijikkan. Dengan ancaman.
Kini, semua itu diceritakan oleh Lydia. Dia mau membayar dengan segala apa yang ada pada dirinya untuk kebebasannya. Kalau mau berpikir secara rendah dan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbudi orang akan tafsirkan, bahwa Lydia rela menyerahkan dirinya kepada orang yang sanggup membebaskannya.
Harap dan cemas menggoda pikiran dr Anton. Ini suatu kesempatan baik, kalau ia dapat memanfaatkan. Untuk memanfaatkan ini diperlukan lebih dari uang dan keberanian.
Akal atau tipu muslihat tinggi. Dapatkah dia, yang sehari-harinya hanya ahli penyakit itu pun tidak semua penyakit"
membebaskan seorang wanita yang dikurung dalam kerangkeng yang tak tampak. Bahwa ia selalu diawasi oleh petugas-petugas Jaya Wijaya. Barangkali kunjungannya ke rumah dr Anton itu pun dibuntuti mata-mata Cina itu.
"Dokter mau menolongku, bukan. Dan you tentu tahu, mengapa aku justru minta tolong padamu. Karena aku tidak punya kepercayaan pada orang lain, karena aku juga tidak mau mengharapkan orang lain," kata Lydia.
Dokter Anton tidak mampu segera menjawab. Takut salah jawab. Menyanggupi, untuk kecewa dan malu nanti kalau tidak dapat memenuhinya"
Sesaat keduanya saling pandang. Yang wanita menanti jawaban atau setidaknya mau melihat reaksi, yang pria seperti mau menyelami apa yang terpendam jauh di lubuk hati perempuan itu. Walaupun ia sudah mengungkapkan sebagian besar dari penderitaannya.
"Kecantikan kadang-kadang membawa bencana," kata dr Anton. Seperti tidak disengaja. Keluar begitu saja dari mulutnya, tetapi juga dari hatinya. Dr Anton mengalihkan pandangan. Tanpa sasaran, tanpa tujuan.
"Kalau rasanya terlalu berat atau bahkan tak mungkin, jangan pikirkan dr Anton. Sebenarnya apa yang kualami dan kuhadapi hanya risiko dari tiap petualang."
"Memang benar, tetapi janganlah berpikir begitu. Aku mau berbuat apa pun yang mungkin untukmu Madam."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"You telah mengetahui bahwa aku hanya petualang. Aku tidak layak disebut Madam, dokter. Aku akan senang kalau you mau menyebut nama saja. Dengan itu you bisa menolong aku dari rasa kikuk. Maafkan aku, kalau kisah hidup sial ini membuat you ikut-ikut memeras otak."
"Aku justru senang mendapat kepercayaan untuk mendengar kisahmu."
"Aku bernasib sial. Dan kesialan itu kubuat sendiri!"
"Kalau dibuat, bukan nasib namanya," kata dr Anton. Ia coba meringankan penyesalan perempuan itu terhadap dirinya sendiri.
"Aku ini perempuan hina ya dok?"
"Tidak. Kau hanya petualang yang ingin bernasib baik tetapi kebetulan dihadang nasib buruk."
"Aku mengontrakkan diri karena mata duitan, bukankah begitu?"
"Kurasa tidak. Kau butuh uang untuk menyenangkan orang tuamu. Yang kau pertaruhkan dirimu sendiri. Dan dirimu adalah milikmu. Jadi bukan suatu kehinaan. Malah dari suatu segi kau boleh bangga pada dirimu. Anak yang cinta pada orang tuanya."
"You menghibur aku dokter Anton."
"Tidak, aku mengatakan yang benar. Kau tidak butuh hiburan. Kau ingin kebebasan."
Lydia senang mendengar keterus terangan dokter Anton. Ia tidak berani memastikan, tetapi ia mempunyai perasaan, bahwa dokter ini senang padanya dan ingin menolong.
Dibacanya tadi pada mata Anton, ketika mereka bertemu pandang.
"Aku ingin dia tidak bisa sembuh. Kalau dia sehat kembali akan lebih sulit bagiku untuk melarikan diri," kata Lydia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keinginan yang juga menjadi keinginan dr Anton. Kalau dia sembuh akan lebih sulit bagi Anton untuk membebaskan dan kemudian memiliki Lydia.
"Akan kupikirkan caranya. Sebenarnya sudah sejak lama aku ingin kau bebas dari dia, walaupun sekarang kau di sana hidup seperti di sor-ga," kata dr Anton. Bahasa lain untuk mengatakan, bahwa ia telah lama mencintai Lydia. Dan wanita itu senang sekali. Dokter itu sudah berterus terang dengan cara yang halus. Orang itu pasti akan berbuat segala yang mungkin untuk kebebasannya. Sekali lagi mereka tanpa diatur bertemu pandang. Pandangan mereka mengatakan isi hati yang sama. Tetapi keduanya tetap di tempat duduk masing-masing. Tidak lantas berangkulan. Perjalanan masih jauh dan penuh ancaman. Dan mereka menyadarinya.
"Pulanglah. Jangan sampai ada yang tahu kau kemari. Kita harus sangat hati-hati. Jangan sampai didahului kawan di dalam bertindak," kata dr Anton. Ketika mengucapkan kata-kata itu ia su*dah bertekad untuk mengambil tindakan membebaskan Lydia Savatsila. Namun dia belum tahu, bahkan belum mengkhayalkan bagaimanakah bentuk tindakan itu.
Tentu saja harus diatur rapi dan dengan persiapan yang benar-benar sempurna, karena yang dihadapi tak kurang dari seorang milyarwan yang sudah sanggup membeli sejumlah pejabat yang mau menjual diri.
Mendengar itu keyakinan Lydia bertambah besar, bahwa dokter yang diam-diam sudah memikat hati dan menjadi tumpuan harapannya itu pasti akan menolong karena mencintainya. Hampir dia berani mengatakan pada dirinya, bahwa ia akan jadi Nyonya Dr Anton. Orang akan menyebutnya Ibu dokter atau Madam.
Dokter Anton memberi Lydia nomor telponnya di rumah.
"Telponlah aku kalau ada sesuatu yang mengancam dirimu," katanya seakan-akan ia seorang jagoan yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjun membinasakan musuh, manakala kekasihnya dalam bahaya.
Lydia memandangnya lagi. Pandangan penuh harapan dan kepercayaan. Kemudian secara refleks ia memeluk dokter itu.
Laki-laki itu setengah gemetar karena tak percaya bahwa idaman hatinya telah menjadi kenyataan. Ia dipeluk dan dicium oleh seorang Lydia Savatsila yang begitu cantik. Mmm betapa indah. Oleh kagetnya ia tak sempat membalas memeluk. Lydia bergegas pergi meninggalkan dr Anton dengan segunung khayalan tetapi juga dengan bergunung-gunung kewajiban moril disertai segala risikonya. Dan dia tahu, bahwa di antara risiko itu termasuk kemungkinan kehilangan nyawa. Jaya Wijaya bukan hanya punya milyar-milyar, tetapi juga memelihara tukang pukul dan sejumlah pembunuh bayaran yang selalu siap melaksanakan perintahnya. Sekarang dia bukan hanya dokter penyakit tetapi juga harus bisa jadi seorang James Bond dengan segudang akal, kebolehan dan keberanian. Mungkin dia akan mempunyai semua persyaratan itu, karena cinta merupakan modal terbesar untuk membuat si pengecut jadi pahlawan, membuat si bego jadi punya seribu akal dan si miskin jadi perampok tanpa kenal takut.
*** TEPAT pada jam yang dijanjikan, Sumarta dengan Daeng Mapparuka tiba di gedung megah Jaya Wijaya. Kalau Jaya Diraya dan Jaya Darma-wangsa girang penuh harapan menyambut kedatangan dukun itu, maka berlainan sekali hal Lydia yang kini berharap agar bossnya tidak bisa sembuh. Ia punya keyakinan bahwa kesembuhan laki-laki itu dari penyakitnya hanya akan menimbulkan kesulitan atau bahkan bencana besar baginya. Tiada lain daripada itu.
Yang dirasa aneh dan menimbulkan banyak tanda tanya di hati kedua saudara Jaya Wijaya dan Lydia adalah turut sertanya seekor kucing yang digendong Sumarta. Kedua kaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
depannya berada di atas bahu kanan pemiliknya persis seorang anak yang manja pada ayahnya. Walaupun ingin tahu, namun kedua Jaya dan Lydia tidak berani bertanya.
Begitu takutnya mereka pada Sumarta yang tukang jual buah-buahan di Slipi itu.
Kini mereka langsung ke kamar si sakit. Tuan rumah mempersilakan mereka duduk di kursi, tetapi Sumarta mengatakan bahwa ia akan duduk di bawah. Dan yang dinamakan bahwa itu tak kurang daripada lantai marmer yang di dilapisi karpet tebal kelas termahal dengan warna kehijau-hijauan teramat indah.
Sumarta menurunkan Sati. Duduk di hadapannya. Kedua Jaya dan Lydia yang juga turut duduk tahu kini, bahwa kucing itu tentu akan turut pegang peranan dalam usaha penyembuhan Jaya Wijaya. Lebih daripada kedua saudara Jaya, perempuan Thai itu bertanya pada dirinya apakah ada hubungan kucing ini dengan kucing yang menggigit Jaya Wijaya di dalam gelap sehingga ia mengidap penyakit aneh tanpa nama dan tidak dapat disembuhkan para dokter.
Setelah kucing itu duduk di ruangan yang terang benderang itu semua penghuni rumah melihat bahwa ia cantik sekali.
Bermata biru pula lagi.
Sati memandang ke atas dan ke sekelilingnya. Betapa sangat kayanya orang yang punya rumah ini! Begitu mungkin pikirnya. Dan sebagai kucing suruhan yang sangat sakti ia pun mengetahui dari mana saja asal kekayaan ini. Siapa-siapa yang membantu Jaya Wijaya menjadi begini. Sangat pantas dia menggigit orang sombong itu, sehingga kekayaannya tak berguna. Tak dapat dinikmatinya selama ia sakit. Sialnya, kini ia pula yang diminta mengobati si jahanam itu. Dan dia datang demi cinta dan kasihannya pada sang majikan.
"Sati," kata Sumarta. "Tuan yang punya rumah ini sakit keras. Ia membutuhkan pertolongan kita. Sakitnya berawal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari gigitan kucing yang amat marah kepadanya. Kau mau membantunya sayang."
Sati menggeram. Jelas dia marah. Majikannya tidak mengatakan seluruhnya. Tidak berterus terang, bahwa Sati yang menggigit. Maksudnya baik. Supaya mereka jangan sampai tahu, bahwa sebenarnya Sati yang menggigit.
Mendengar kucing itu menggeram, Sumarta dan Daeng Mapparuka jadi cemas tetapi tidak putus asa. Mereka tahu, bahwa kucing itu sebenarnya tak suka mengobati musuhnya itu. Dia hanya kasihan pada Sumarta. Dia ingat jasa tukang buah itu menyelamatkan nyawanya. Kedua Jaya dan Lydia heran, karena baru pertama kali mereka melihat dukun mempergunakan kucing dalam pengobatan.
"Apakah kau ingin aku berterus terang Sati?" tanya Sumarta.
Kucing itu diam. Tidak menggeram lagi. Walaupun tidak mengangguk atau menjilati tangan tuannya tanda ia setuju.
"Saya harus mengatakan yang sebenarnya tuan-tuan dan nyonya Wijaya," kata Sumarta. "Saya harap tidak berkecil hati.
Tuan yang sakit ini pernah sangat sombong, mau membeli kucing keramat ini. Dia merasa sangat dihina dan sebagai balas dendam dia datang malam-malam menggigitnya sampai sakit seperti sekarang. Cobalah tuan-tuan dan nyonya minta ampun kepadanya atas nama si sakit, barangkah dapat melembutkan hatinya."
Walaupun merasa aneh, tetapi tanpa pikir kedua saudara Jaya mohon ampun untuk Jaya Wijaya. "Kalau dia sudah bisa bicara, dia juga akan minta ampun datuk nenek," kata kedua orang itu. Lydia tidak berkata apa-apa. Dia mulai nekad. Minta ampun untuk Jaya Wijaya bertentangan dengan suara hatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mereka sudah minta ampun Sati, kau mau mengobatinya bukan?" tanya Sumarta. Sati diam saja. Setidak-tidaknya tidak marah lagi.
Setelah menjampi-jampi di hadapan perasapan yang menebarkan bau kemenyan untuk menjauhkan iblis dan setan yang mungkin akan menggoda, Sumarta mengangkat Sati, melihat Jaya Wijaya. Kini kucing itu menggeram lagi lalu mendengus. Dia memperlihatkan ketidak senangannya. Hati mereka semua jadi berdebar.
*** DUA PULUH DUA TETAPI yang paling cemas adalah Daeng Mapparuka dan Sumarta. Jaya Wijaya hanya mungkin disembuhkan kalau Sati mau bekerja sama. Kalau ia menolak, maka seluruh rencana akan gagal, segenap harapan akan punah. Tidak jadi kaya dan yang terparah bagi Sumarta, tidak jadi hidup berdampingan dengan Christine.
Sumarta mengelus-elus Sati, berdaya-upaya
menenteramkan dan mengambil hatinya.
"Nyonya Jaya dan Tuan-tuan lebih baik menunggu di luar, supaya saya dapat berbicara leluasa dengan kucing keramat ini. Rupanya dia tidak suka dikelilingi orang banyak seolah-olah ini tontonan," kata Sumarta. Patuh, mereka keluar.
Hanya tinggal Sumarta dan sahabatnya.
"Sati sayangku, bantulah aku. Ampunilah kesalahan Cina ini. Untuk seterusnya dia tentu tidak berani sombong lagi., terutama terhadap kita. Kalau dia sombong lagi kelak, apalagi kalau berani menghina kita, kita tamatkan riwayatnya," bisik Sumarta. Daeng senang mendengar. Sumarta benar-benar ingin mencapai maksudnya. Jadi kaya. Dan kenyataan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta berarti kekayaannya. Betapa enak hidup kelak. Punya segala apa yang jadi keinginan hati.
Sati berhenti mendengus. Berhenti pulalah kecemasan Sumarta dan Daeng.
Sumarta meletakkan kucing itu di atas ranjang.
"Mulailah Sayang. Kau yang tahu cara mengobatinya," pinta Sumarta.
Sati tidak segera melakukan sesuatu. Kemudian baru dipandanginya Jaya Wijaya. Setelah itu ia mulai menjilat-jilat muka si sakit. Termasuk kedua belah matanya. Sesudah jilatan pada mata itu Jaya meram. Tidak membelalak seperti sudah beberapa bulan. Takjub Sumarta dan Daeng dibuatnya.
Memanglah Sati keramat. Sangat keramat. Dengan jilatan saja ia dapat melenyapkan satu dari sekian macam keanehan pada diri si sakit.
Sehabis menjilat mata Jaya Wijaya, Sati memandang tuannya, seolah-olah hendak melihat kesan bagaimana yang tercermin pada wajah Sumarta. Tampaknya ia juga bahagia melihat kesenangan majikannya. Ia berutang nyawa dan di mana saja ada kesempatan, apalagi keharusan, ia mau memperlihatkan bahwa ia kucing yang tahu mengenang dan membalas jasa-jasa baik Sumarta.
Sumarta mengelus-elus kucingnya. Ia bangga, ia sangat bahagia. Kekuatan gaib yang ada pada binatang itulah yang akan membawa dia pada kehidupan bahagia bersama wanita pujaan hati.
"Terima kasih Sayang," kata Sumarta bagaikan perjaka menyatakan senangnya kepada sang kekekasih.
"Kau luar biasa, Sati. Kakang orang yang sangat beruntung," kata Daeng Mapparuka kepada Sati dan sahabatnya. Kini, tanpa menunggu perintah, Sati meneruskan pekerjaannya. Dijilatinya sekitar mulut Jaya Wijaya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah lebih empat bulan selalu terbuka lebar. Dan mulut itu terkatup. Sumarta dan Daeng jadi semakin kagum. Dan bersamaan dengan itu juga bertambah girang. Orang sakit berat dan aneh ini pasti akan sembuh. Memang hanya Satilah rupanya yang dapat menyembuhkan dia, karena ia sakit pun karena gigitan Sati.
Pada saat itu terlintas lagi semacam pikiran buruk di dalam hati Daeng. Kalau kelak kucing itu disuruh menggigit orang-orang kaya, kemudian dia pula yang menyembuhkan, bayangkan betapa banyak uang yang akan terkumpul. Tetapi mendadak Sati menoleh dan menatap muka Daeng. Dia menggeram pelan, tidak sampai mendengus. Namun begitu cukup untuk membuyarkan khayalan Daeng. Ia menjadi agak takut. Tahukah kucing itu apa yang dipikir dan diangan-angankannya"
Mulut Jaya telah tertutup kembali, matanya pun telah terpejam. Ia tidak bicara, barangkali pun tak dapat bicara atau belum dapat berkata-kata kembali.
"Coba cari bekas gigitan Sati, Kakang," kata Daeng Mapparuka. Betul, Sumarta juga menduga, bahwa kunci penyembuhkannya tentu pada bekas gigitan itu. Dari sana masuknya bisa atau kekuatan Sati yang kemudian menimbulkan kelainan pada diri Jaya Wijaya. Tetapi di mana letaknya bekas gigitan itu" Ditanyakan kepada perempuan yang mereka anggap isteri si sakit" Memalukan, seharusnya dukun yang pintar mengetahui tempat itu. Sama halnya dengan tukang ramal yang bertanya kepada orang yang menanyakan nasib padanya, apakah orang itu sudah kawin.
Sudah punya anak berapa. Apa pekerjaannya, pegawai atau dagang. Bagaimana dia mau meramalkan nasib orang, kalau hal-hal semacam itu mesti ditanyakan. Seharusnya dia mengetahui. Baik dengan melihat wajah, maupun memperhatikan garis-garis telapak tangannya. Atau dengan menjejerkan kartu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sati sayang, di mananya kau gigit dia dulu?" tanya Sumarta lembut sambil mengelus-elus kucingnya lagi.
Kucing itu tidak menyahut, tetapi pergi ke kaki Jaya Wijaya yang ditutupi dengan selimut. Sati menarik selimut itu ke atas sehingga kedua belah kaki orang itu kelihatan. Kemudian ia diam. Jelas bagi Sumarta dan Daeng bahwa yang digigit kaki Jaya. Sumarta mencari-cari dengan matanya. Juga Daeng.
Tidak kelihatan bekas gigi. Sumarta mencari dengan mata lebih didekatkan. Juga tangannya bekerja. Barangkali di betis.
Daeng membantu. Namun bekas gigi tidak juga kelihatan.
"Aku tidak melihatnya Sati," kata Sumarta.
Kucing itu bergerak lalu dengan kaki depan sebelah kanan ia menunjuk pada suatu tempat di bawah lutut kanan dan di sebelah kanan, hampir di betis. Sumarta melihat lebih dekat lagi, memperhatikannya baik-baik. Tidak ada bekas gigi.
Mungkin sudah hilang. Yang tidak hilang adalah pengaruh gigitan. Masuk ke dalam darah dan daging. Tidak mustahil menjalar sampai ke otaknya.
"Jilatlah Sati, supaya dia sembuh," kata Sumarta tanpa pikir, seolah-olah dia tahu bahwa dengan menjilat di tempat itu Jaya Wijaya akan sembuh. Tetapi ia cepat sadar, bahwa kata-katanya mungkin keliru. Dan Sati tidak suka diatur begitu. Dia sudah disuruh mengobati, bagaimana caranya bukan urusan Sumarta, walaupun dia majikan. Kalau merasa tahu bagaimana cara menyembuhkannya, mengapa tidak dikerjakan sendiri!
Dan Sati memang tidak menurut perintah. Ia tidak menjilat, tetapi sebaliknya memandangi majikannya, seakan-akan ia berkata, "Aku tahu apa yang harus kukerjakan. Kau menghendaki agar dia sembuh kembali untuk mendapat imbalan besar. Pengobatan itu urusanku, bukan urusanmu!"
Walaupun Sati tidak dapat mengatakannya, namun pandangan itu membuat Sumarta merasa malu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu Sati melompat ke karpet tebal yang empuk.
Semula Sumarta bingung, tetapi Daeng menolong.
"Mungkin sekian saja untuk hari ini Kang Marta. Jarang kejadian, sekali obat langsung sembuh. Hasil hari ini sudah cukup hebat, Kang. Lebih baik kita pulang dulu!"
Sumarta mengangkat lalu menggendong Sati. Kucing itu menurut. Rupanya itulah kehendak hatinya. Pulang dulu. Tidak harus disembuhkan hari itu juga. Daeng Mapparuka keluar memberitahukan kepada kedua saudara Jaya dan Lydia Savatsila, bahwa untuk hari ini pekerjaan mereka selesai. Akan diteruskan pada esok harinya.
Kedua Jaya dan Lydia terkejut dan merasa takjub. Mata yang membelalak dan mulut yang ternganga terus selama lebih empat bulan telah normal kembali. Dukun apakah ini dan apakah kucing itu sebenarnya" Hanya kucing atau manusia yang menjelma sebagai kucing agar orang tak mengenal dirinya" Ataukah barangkali seorang putri yang teramat cantik" Boleh jadi juga seorang nenek yang berusia ratusan tahun dan dapat mengubah dirinya menjadi kucing.
Jaya Diraya dan Jaya Darmawangsa yang juga kaya "
walaupun kurang sedikit dari saudara mereka " serta-merta menjatuhkan diri lalu berlutut memegangi lutut Sumarta. Sang dukun yang sehari-harinya tukang jual buah itu terkejut bukan kepalang. Dia disembah. Tak pernah dimimpikannya dan tak pernah pula diharapnya. Dia bukan apa-apa, tetapi kedua laki-laki berpengaruh besar itu memandang dirinya sebagai keramat hidup. Dia merasa malu sekali. Yang hebat bukan dia, melainkan Sati. Apa boleh uuat, kedua orang itu mau menyembah, bukan dia yang minta disembah.
Oleh rasa girang yang amat sangat, Jaya Diraya mengambil tiga berkas uang sepuluh ribu, tiap berkas sejuta rupiah.
Dengan dua tangan diberikannya kepada Sumarta, bagaikan seorang duta besar menyampaikan surat kepercayaan kepada seorang presiden. Tetapi Sumarta dengan halus menolak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Entah dari mana dia tiba-tiba dapat pikiran untuk tidak mau menerima uang itu. Daeng jadi kaget. Apa-apaan nih. Uang sebanyak itu ditolak. Itu tentu belum bayaran, hanya persekot.
Jaya Diraya jadi malu. Tetapi tidak berani memaksakan.
Salah-salah dia bisa menggantikan penyakit saudaranya.
"Jangan main uang, Tuan. Pekerjaan saya belum selesai.
Saudara Tuan belum sembuh seratus persen," kata Sumarta.
Daeng jadi lega, begitu pula kedua saudara Jaya Wijaya.
Sesungguhnya tidak banyak dukun seperti itu. Yang tidak mau, dibayar setelah memberikan jasa-jasanya hanya sedikit sekali. Seorang di antaranya si manusia harimau Erwin. Tetapi Sumarta bukan sahabat Erwin, jadi tidak meniru dia. Lagipula, berbeda dengan Erwin, Sumarta memang mengharapkan imbalan besar, hanya menahan diri untuk tidak buru-buru menerima uang. Supaya gengsi jadi naik dan honor pengobatan juga akan berlipat ganda.
Kedua Jaya menyembah Sumarta, bukan semata-mata karena girang melihat saudara mereka telah sembuh lima puluh persen, tetapi karena mengira bahwa Sumarta pasti orang sakti yang dapat dipinta jasa-jasanya bukan hanya dalam pengobatan tetapi dalam banyak hal yang tak kalah pentingnya dari pengobatan. Mereka yakin, bahwa Sumarta punya ilmu untuk menundukkan siapa saja. Yang penting terutama sekali menundukkan mereka yang tak dapat dibikin bertekuk lutut dengan uang. Pejabat-pejabat yang setia dan takut akan kutuk sumpah jabatan kalau sampai dilanggar.
Walaupun sampai sekian jauh baru beberapa orang pengkhianat sumpah jabatan saja yang dilanda hukum karma.
Yang lain masih still going strong atau bahkan kian tinggi kelasnya. Dari juta-juta sudah sampai ratusan juga, bahkan milyaaar. Meck! Tapi jangan dikira semua orang di rumah itu jadi gembira. Sekurang-kurangnya satu insan jadi gelisah, bahkan kecut. Lydia Savatsila. Dia yang sudah merasakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa kejamnya selera menyimpang Jaya Wijaya, tidak ingin orang itu sembuh kembali. Selama hampir lima bulan ia sudah mendapatkan ketenteraman kembali. Setidak-tidaknya tidak perlu melayani nafsu gila abnormal Jaya Wijaya. Walaupun ia masih tinggal di istana kecil yang baginya tak banyak lebih baik dari kandang harimau. Cuma saja ia tidak dikoyak-koyak dan dijadikan santapan. Yang mungkin juga tidak lebih sakit daripada apa yang harus dilakukannya untuk Jaya Wijaya.
"Tuanmu akan sembuh Lydia," kata Jaya Diraya. "Dia tentu akan tambah sayang padamu," katanya yang tidak mengetahui betapa nasib perempuan itu sebenarnya. Jaya Wijaya tak pernah menceritakan sementara Lydia juga tidak mau mengungkapkannya. Malu. Belum tentu mereka akan bersimpati padanya, barangkali malah akan tertawa terbahak-bahak, seperti mendengar cerita yang sangat lucu.
Lydia memaksakan dirinya seolah-olah sangat gembira.
Harus pandai bersandiwara.
Jaya Wijaya masih tidur. Seperti bayar utang setelah melek terus sekian lama.
PADA suatu kesempatan yang dianggapnya cukup aman, Lydia menelpon dr Anton. Tentu saja dari ruangan lain. Di gedung itu ada empat telpon, satu di antaranya di kamar mandi private Jaya Wijaya.
Kebetulan dr Anton sendiri yang menerima. Ia girang tetapi juga tersirap mendengar suara Lydia. Berita apa"
"Apa kabar Madam?" tanya Anton.
"Lagi-lagi you bilang Madam. Aku sedang sedih sekali!"
"Ada bahaya. Mereka tahu kau kemari?" tanya Anton.
"Bukan. Lebih dari itu!"
Mendengar itu hati dr Anton jadi tidak enak. Dia diam, menunggu Lydia menceritakan apa yang terjadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia sudah hampir sembuh. Dukun itu pintar sekali," kata Lydia. Dia seperti berbisik, takut ada orang lain mendengar, walaupun telpon itu tidak paralel.
"Wah," hanya itu ucap dr Anton. Sependapat dengan Lydia, bahwa itu memang kabar buruk. Solider dalam mengharapkan agar Jaya Wijaya tidak bisa sembuh. Dalam hal-hal seperti itu egoisme pasti di atas dari segala-galanya. Tidak ada rasa kasihan pada orang lain. Yang paling penting tercapainya hasrat hati sendiri. Persetan sama penyakit Jaya Wijaya. Mau mampus juga sebodo. Lebih baik malah!
"Bagaimana?" tanya Lydia seakan-akan ia meminta bantuan pada dokter itu untuk mencegah penyembuhan Jaya Wijaya.
Kalau dia masih dirawat di rumah sakit, seorang dokter yang nekat melanggar sumpah dan mengkhianati tugasnya bisa saja melakukan perbuatan kriminal yang dapat diselimuti dengan suatu kelihayan dan akal licik. Tentu saja dalam hal yang amat memaksa atau menguntungkan dirinya sendiri. Lain halnya sekarang. Jaya Wijaya sudah di tangan dukun. Dr Anton bertanya kapan lagi dukun itu akan datang. Dia kepingin hadir. Walaupun belum tahu apa yang akan dilakukannya. Itu pun kalau ada sesuatu yang dapat dilakukannya, belum tentu.
"Besok sore, datanglah Anton," kata Lydia, sudah tidak pakai "dokter."
*** DUA PULUH TIGA MALAM itu kedua saudara Jaya Wijaya tidur di rumah si sakit, ingin melihat perkembangan keadaan. Lydia disuruh menunggui majikannya, sementara kedua saudara Jaya bergantian masuk kamar. Ternyata si sakit yang sudah setengah sembuh itu tidur terus. Jam 02.00 menjelang subuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barulah Jaya Wijaya membuka matanya dan menguap.
Rupanya masih mengantuk.
Mata itu memandang lurus-lurus ke depan tanpa ekspresi.
Tidak mengucapkan barang sepa-tah kata pun. Mungkin belum bisa bicara. Bukankah Sumarta mengatakan bahwa ia belum seratus persen sembuh. Barangkali ia juga belum mengenal orang yang menghadapi dia.
"Kau ingin makan" Katakan saja mau makan apa. Kami adakan," kata Jaya Diraya. Yang ditanya diam saja. Tetapi sejurus kemudian ia tersenyum. Tetapi senyum itu belum berarti bahwa ia mengenal yang bertanya atau mengerti apa yang ditanyakannya. Lydia ingin pergi ke kamar lain, menelan obat tidur untuk tidak diganggu oleh rasa takut yang menghantui dirinya melihat Jaya Wijaya akan sembuh. Tetapi ia tidak berani melakukannya. Akan tampak sekali kebenciannya atau paling sedikit ke masa bodoannya yang akan membangkitkan curiga kedua saudara Jaya Wijaya.


Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Coba kau suapi dia makan bubur ayam yang panas itu Lydia," kata Jaya Diraya. Atas perintahnya kepada pelayan, telah tersedia di sana beberapa macam makanan.
Lydia merasa sebal sekali. Menyuapi manusia yang dibencinya. Yang diharap mati tetapi tidak oleh perbuatannya.
Tetapi ia tidak berani menolak. Disuapkannya bubur panas itu sesendok. Eee, si sakit yang dianggap Lydia sangat sialan itu mau pula membuka mulut dan menerima bubur itu. Tapi dia tidak berkata apa-apa. Bukan mustahil, selain belum bisa bicara dia juga tidak mengenal Lydia. Belum mengenalnya kembali. Jaya Diraya senang sekali melihat Lydia benci setengah mati!
"Dia akan sembuh Lydia. Hebat sekali dukun itu ya!" kata Jaya Darmawangsa. "Apakah di negerimu juga ada dukun sepandai itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada. Di negeri ini memang banyak yang hebat-hebat," jawab Lydia asal jawab saja. padahal ia tahu betul, bahwa di negerinya sana tidak sedikit dukun-dukun yang luar biasa pintarnya. Main sepak bola saja kadang-kadang pakai pawang. Menyilapkan mata barisan menyerang lawan. Mereka menembak ke gawang, tetapi gawang yang mereka tuju hanya khayalan. Hampir tidak pernah bola ditembakkan ke arah gawang yang sebenarnya.
"Aku nanti mau minta tolong pada dukun itu Lydia," kata Cina itu lagi, Lydia hanya mengangguk.
*** SETIBA di rumah dan sepanjang malam Daeng Mapparuka dan Sumarta membicarakan hasil mereka yang gemilang. Kian terasa oleh mereka bahwa Sati lebih hebat dari yang mereka perkirakan semula. Dan sangat baik hati. Walaupun ia mula-mula menolak keinginan Sumarta, tetapi akhirnya ia patuh juga. Ia tidak tega mengecewakan Sumarta. Seperti biasa, malam itu Sati tidur bersama majikannya dengan meletakkan kepalanya di atas dada tukang jual buah itu.
"Besok kita ke sana lagi sayang," kata Sumarta lembut.
Kucing itu menjilat-jilat tangan Sumarta. Bantuannya kepada Sumarta lebih banyak karena rasa kasihan, karena Sumarta begitu tergila-gila pada Christine.
Keesokan petangnya Sumarta, Daeng dan Sati berkunjung lagi ke rumah Jaya Wijaya. Saudara-saudara si sakit menceritakan keadaan Jaya Wijaya yang sudah mau makan, tetapi belum mau bicara.
Sedang mereka duduk-duduk di ruang tamu itulah dr Anton datang.
"Sudah ada kemajuan dok!" kata Lydia mendahului.
Dokter itu terkejut, kok kelihatannya perempuan itu girang.
Katanya dia risau melihat kemungkinan Jaya Wijaya akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembuh. Tetapi kedunguan itu hanya sebentar. Tak lama antaranya ia menyadari bahwa perempuan itu berkata demikian hanya sebagai suatu muslihat belaka, agar jangan ketahuan bahwa ia sesungguhnya tidak menyukai kesembuhan Jaya Wijaya yang mengontrak dirinya itu.
"Memang tepat dugaan saya," kata dr Anton, "Saya sudah menduga, bahwa tuan-tuan dapat menyembuhkan penyakit tuan Jaya Wijaya. Kepintaran dukun sejati selalu sangat mengagumkan. Yang tak dapat disembuhkan berbulan-bulan oleh sekian banyak dokter dapat dipulihkannya hanya dalam satu dua kali kunjungan."
"Semua pun dengan izin dari Tuhan pak dokter," kata Sumarta merendahkan diri. "Kami hanya perantara yang melakukan ikhtiar. Tak lebih dari itu."
Mendengar ucapan-ucapan Sumarta, Daeng Mapparuka jadi kagum. Diam-diam sahabatnya itu mencapai banyak kemajuan dalam bertutur. Orang berisi memang sebaiknya merendahkan diri. Dan kepintaran bicara ini bukan ajarannya.
"Kalau saudara kami sudah sembuh, saya juga mau minta tolong kepada bapak," kata Jaya Diraya yang sudah punya niat untuk minta azimat kepadanya.
"Ya, boleh saja. Asal saja tuan tahu, bahwa kebolehan saya sangat terbatas. Kita coba menyelesaikan penyakit saudara tuan ini dulu," kata Sumarta. Ia mengerling pada Daeng Mapparuka, seolah-olah hendak berkata, bahwa satu jumlah uang lagi sudah menanti mereka. Dan Daeng terangguk-angguk, mengerti apa arti kerlingan sahabatnya itu.
"Bapak yang keramat dan punya kekuatan gaib suka merendahkan diri," kata Jaya Darmawangsa.
"Tentu sudah banyak orang yang tuan tolong," kata dr Anton kepada Sumarta. "Saya akan minta bantuan tuan dukun, kalau nanti ada pasien-pasien yang tidak dapat ditolong oleh para dokter. Boleh?" tanyanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hidup kita di dunia ini memang untuk tolong menolong.
Masing-masing memberi pertolongan sesuai dengan kemampuannya. Tetapi seperti saya katakan tadi, saya hanya punya sedikit ilmu. Diberi oleh seorang pertapa. Beliau betul-betul sakti. Dalam usaha pengobatan tuan Jaya Wijaya, sebenarnya kucing saya inilah yang benar-benar berjasa," kata Sumarta lagi.
Setelah minum teh susu dan makan kue-kue buatan bakery modern, Sumarta minta izin untuk melihat pasiennya. Semua hadirin ingin turut melihat kalau boleh. Dan Sumarta mengizinkan. Hanya waktu pengobatan saja mereka lebih baik tidak hadir. Begitu kata Sumarta.
Jaya Wijaya sedang terbaring tenang. Dia sedang mengunyah-ngunyah biskuit yang diambilnya dari satu kaleng di sisi tempat tidurnya. Matanya kadang-kadang berkedip.
Hanya belum bicara dan pandangan matanya tidak memperlihatkan bahwa ia mengenal orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Dia sudah sembuh," kata dr Anton, heran melihat keadaan Jaya Wijaya yang sudah melek dan bahkan makan.
"Belum, kami belum sepenuhnya berhasil pak dokter,"
jawab Sumarta. "Tetapi mengapa para dokter berbulan-bulan tidak dapat membuat mulutnya berhenti menganga dan matanya merem.
Saya sungguh sangat heran," kata dr Anton tanpa dibuat-buat.
"Kemurahan Tuhan kepada hambaNya yang memohon.
Kami juga tidak habis pikir dan tidak bisa mengerti, bagaimana dokter bisa membedah pasien lalu mengganti alat-alat di dalamnya. Bahagian-bahagian di dalam perut yang dibawa sejak lahir dapat diganti dokter seperti menukar onderdil mobil saja. Kami tidak dapat memikirkannya, apalagi mengerjakannya," kata Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dokter Anton jadi tambah kagum dan simpati pada Sumarta. Dengan bahasanya yang sederhana dia mengatakan, bahwa tiap manusia ada kelebihan dan ada pula kekurangannya. Kerja sama dan saling pengertian di antara manusia dapat saling mengisi untuk menciptakan suatu masyarakat yang ideal, harmonis dan indah. Sifat-sifat manusia yang berbeda-beda jualah yang menimbulkan pertentangan dan persaingan, sehingga kehidupan ini penuh ketegangan dan kadangkala berkesudahan dengan peperangan yang meminta ratusan ribu bahkan jutaan korban.
Dokter Anton menyadari, bahwa pada umumnya dokter bekerja atas dasar ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bertahun-tahun, kadang-kadang minta sekedar restu dari Tuhan. Sebaliknya dukun yang asli dengan jampi-jampinya lebih menitik beratkan permohonan kepada Allah, dilengkapi dengan sedikit pengobatan sesuai dengan yang diwariskan oleh nenek moyang, saat mereka dulu belum mengenal kucing itu mengeong. Sama saja dengan kucing serba rumit.
"Apakah dia sudah mengenal orang, pak?" tanya Jaya Diraya.
"Belum. Semua masih samar-samar baginya. Dia bahkan belum ingat bahwa kita ini manusia dan dia pun manusia juga seperti kita," kata Sumarta. Dia katakan saja apa yang rasanya tepat pada saat begitu. Barangkali memang begitulah keadaan si sakit.
"Apakah dia bisa normal kembali pak?" tanya dokter Anton.
"Dengan izin Tuhan segala keajaiban bisa terjadi Sama-samalah kita meminta kepada Allah," kata Sumarta.
Lydia tambah takut. Dukun ini bukan sembarangan. Benar-benar orang yang padat dengan berbagai ilmu. Dari lagu bicaranya itu kelihatan bahwa ia dukun yang amat ampun. Di Muangthai juga begitu. Dukun-dukun sejati tak banyak omong, ada yang hanya suka tersenyum-senyum dan mengangguk atau menggeleng saja. Dia teringat lagi pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakeknya yang juga sangat pandai dan kakek tua yang sesekali masuk ke kampungnya dengan menunggang gajah belang tunggal di seluruh negeri itu. Gajak belang itu bukan binatang terlatih seperti yang ada di sirkus, tetapi ia mengerti segala apa yang dikehendaki atau diperintahkan kakek itu kepadanya dan ia akan melakukannya tanpa ingkar sedikit pun.
"Kau akan mengobati tuan Jaya Wijaya lagi ya Sati," kata Sumarta.
Kucing itu mengeong. Untuk pertama kali orang-orang di rumah itu dan dr Anton mendengar dokter berbaju putih dengan aneka peralatan yang lain. Tak ada kelainan apa pun di suaranya.
"Kemarin kau mengobati mata dan mulutnya. Tak boleh dilihat orang. Apakah hari ini juga begitu sayang?" tanya Sumarta lembut.
Dengan membuat saudara-saudara Jaya dan Lydia serta dr Anton sangat takjub, kucing itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Bahasanya untuk mengatakan "tidak." Kalau begitu orang-orang itu boleh hadir. Kemarin ia menghendaki agar semua orang keluar. Rupanya ada pengobatan yang pantang dilihat orang lain, ada pula yang bebas untuk ditonton.
Semua hadirin menunggu dengan hati berdebar, terutama Lydia yang mengharapkan tidak sembuhnya Jaya Wijaya dan dr Anton yang sangat ingin melihat bagaimanakah seekor kucing dan majikannya yang dukun mengerjakan tugasnya.
Tetapi kucing itu masih duduk saja. Kemudian baru Sumarta teringat, bahwa ia pun harus menyediakan dupa untuk pelengkap pengobatan cara tradisionil. Dupa dengan kemenyan segera dipersiapkan dan Sumarta duduk menghadapinya sambil membaca beberapa mantera yang tidak kedengaran, tetapi kemudian ia membaca dengan suara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dapat didengar oleh semuanya dalam bahasa Sunda mohon kepada Gusti Allah agar permintaannya dikabulkan.
Ketika dia membaca, tanpa dipinta atau didudukkan, Sati pun menghadapi dupa itu. Meniru majikannya ia mengasapi kedua belah kaki depannya, lalu menyapu-nyapukannya ke mukanya. Persis seperti yang dilakukan Sumarta. Entah seharusnya begitu, entahkan dia menyindir tuannya, karena yang akan mengobati si sakit sebenarnya adalah dia, si Sati yang nenek semua raja rimba.
Sumarta mengerling ke Daeng Mapparuka yang juga mengerling dirinya, seakan-akan keduanya hendak saling bertanya, mengapa Sati berbuat begitu.
Tetapi kedua saudara Jaya Wijaya dan Lydia Savatsila serta dr Anton jadi kian terheran-heran dan tak habis pikir bagaimana seekor kucing dapat berbuat seperti seorang dukun. Kemudian, tanpa disuruh atau dinaikkan ke ranjang, Sati melompat sendiri ke samping si sakit. Dihadapinya Jaya Wijaya seketika, kemudian ia mulai jalan mengelilingi tubuh yang terbaring itu, tepat sebanyak tujuh kali putaran. Setelah itu ia memandang Jaya Wijaya lagi. Kini Sumarta sendiri dan Mapparuka pun dengan penuh perhatian dan perasaan cukup tegang menanti, apa lagi yang akan dilakukan kucing itu. Sati naik ke atas dada si sakit, kemudian memutar tubuhnya dengan muka menghadap Sumarta. Kemudian pengobatan itu terjadi. Sati mengencingi muka Jaya Wijaya, membuat semua yang mempersaksikannya benar-benar terkejut karena sama sekali tidak menduga, bahwa kucing itu akan berbuat demikian. Tetapi di luar dugaan mereka pula, mendadak si sakit menggosok-gosok mukanya sehingga kencing Sati semakin merata di mukanya. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia terganggu oleh bau kencing itu, ataukah kencing itu sama sekali tak berbau busuk"
Lebih menakjubkan lagi, Jaya Wijaya lalu memandang sekeliling dan bertanya pelan: "Lydia mana?" Untuk pertama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kali setelah berbulan-bulan orang kaya itu bersuara lagi dan ingatan yang pertama adalah pada Lydia. Mungkin bukan karena cinta, melainkan karena wanita itu yang selalu mendampingi dia atau karena Lydialah yang memberi dia kesenangan dengan segala cara yang dikehendakinya.
"Hallo Jaya, kau akhirnya sembuh sayang," kata Lydia.
Geram dan panas hati dr Anton mendengar ucapan itu. Dia menyebutnya "sayang" dan ia kelihatan senang dengan kesembuhan orang yang katanya amat dibencinya. Dr Anton mengerling ke arah Lydia, tetapi wanita itu tidak mengerling kembali. Apakah dia telah beralih tadah pula" Menaruh hati dan harapannya pada Jaya Wijaya dan tidak menghiraukan kehadiran dirinya di sana"
*** DUA PULUH EMPAT
KASIHAN dr Anton, ia merasa sangat terpukul. Serasa terdengar olehnya gelak tawa semua orang lain yang ada di sana. Menertawakan dia. Dr Anton yang seperti si cebol merindukan bulan. Punya apa dia! Titel dokternya itu" Buat dila-gakkan sih boleh. Tetapi kebahagiaan dan kebutuhan manusia kan tidak cukup dengan berlagak saja! Duit yang perlu, sangat perlu. Dan itu adanya pada Jaya Wijaya.
Pendekar Cacad 17 Golok Halilintar Karya Khu Lung Elang Terbang Di Dataran Luas 12
^