Pencarian

Kucing Suruhan 9

Kucing Suruhan Karya S B Chandra Bagian 9


Keanehan perbuatan Erwin diikuti Daeng dan Sumarta tanpa tanya. Bukan tak ingin tahu, tetapi tidak berani bertanya. Apalagi setelah melihat bahwa bersamaan dengan terbantingnya tempat abu rokok, angin kencang itu pun berhenti. Terang seterang-terangnya bagi Daeng dan Sumarta, bahwa yang seperti ini bukan permainan mereka.
Mereka baru sampai pada menjampi-jampi kembang dan kemenyan. Kalau diibaratkan sekolah maka mereka baru di SD
atau Teka. Bahkan barangkalipun baru di play group saja.
Pada saat itu, baik Daeng maupun Sumarta berpikir, kalau mau berguru memperdalam ilmu yang hanya secuil, inilah orangnya. Walaupun ia masih muda belia dan sama sekali tidak punya tampang seperti orang yang punya ilmu serba mampu.
Sumarta mulai malu pada dirinya sendiri, mengapa ia harus mencurigai orang setulus dan sebaik Erwin. Orang seperti ini harus didekati dan dihormati. Tetapi ia membujuk diri. Daeng jauh lebih jahat dari dia. Mau menyingkirkan Erwin demi tercapainya keinginan seorang manusia sombong seperti Jaya Wijaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Daeng dan pak Marta, kalau kalian menjadi aku, untuk penyingkiran siapa ada orang yang mau bayar uang panjar sampai sepuluh juta, kalian akan berbuat apa?" tanya Erwin.
Sumarta memandang Erwin sesaat, tetapi oleh mata yang sama bertemu, Sumarta tunduk tanpa dapat menjawab.
Kiranya Daeng lebih berani, tetapi juga lebih palsu. Katanya:
"Aku akan membunuh orang itu. Penyingkiran yang dimaksudkannya itu jelas suatu pembunuhan, supaya pak Erwin tidak ada lagi di dunia ini. Cuma saya yang akan merubah penyingkiran itu menjadi suatu perpindahan!"
"Kalau Daeng jadi aku, mampukah Daeng melakukan pembunuhan itu" Bagaimana caranya" Dengan ilmu mistik yang Daeng miliki?" tanya Erwin ingin mendengar bagaimana jalan pikiran orang yang hendak menyingkirkan dirinya itu.
"Dengan jalan apa saja. Pokoknya orang semacam itu harus dibalas. Harus kita dahului," kata Daeng. Entah keluar dari hatinya, entah berkata tanpa pikir. Tetapi pada detik berikutnya ia menyambung: "Pak Erwin mau, aku yang melakukannya untuk pak Erwin?"
Mendengar itu manusia harimau itu jadi kaget dan heran.
Bagaimanakah sebenarnya manusia Daeng Mapparuka ini.
Uang yang diterimanya dari Jaya Wijaya melalui Tong A Su masih dalam simpanannya. Yang menyampaikan uang telah tewas dibantai kucing suruhan Sumarta yang melakukannya tanpa disuruh. Kini ia sendiri pula bersedia membunuh si pemberi upah. Bukan untuk dirinya, tetapi untuk Erwin yang semula hendak disingkirkannya. Ataukah ia bersedia mencoba pembunuhan itu karena ada kepentingannya di dalam. Karena ia telah menerima uang sepuluh juta dan supaya uang itu tetap menjadi miliknya tanpa ada orang yang akan menyebut-nyebutnya atau menuntut sesuatu dari dirinya karena telah menerima uang panjar tanpa berbuat suatu apa pun bagi kepentingan yang memberi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Atas tanggung jawabmu sendiri" Tanpa menyebut-nyebut namaku?" tanya Erwin menguji.
"Tentu saja. Pengecut namanya kalau membawa-bawa nama orang lain," kata Daeng walaupun ia sesungguhnya belum tahu bagaimana akan melakukannya. Bahkan belum tahu apakah dia benar-benar punya keberanian untuk itu.
Tetapi, kemudian ia berkata: "Dengan satu persyaratan."
Sumarta dan Erwin memandang orang yang mau jadi pembunuh itu.
"Kalau aku telah melaksanakannya, pak Erwin menurunkan ilmu-ilmunya kepadaku. Hanya itu. Ringan bukan."
Tenang Erwin menjawab: "Aku tidak meminta Daeng untuk melakukannya. Apalagi untuk kepentingan diriku. Walaupun aku sendiri tidak punya niat untuk meniadakannya. Jadi aku tidak punya kewajiban membayar dalam bentuk apa pun kepada Daeng." Tetapi setelah menanti sebentar ia berkata lagi: "Namun begitu, kalau Daeng mau menerima secuil pengetahuan yang ada padaku, boleh kuberi. Tanpa melakukan pembunuhan segala atas diri orang lain. Kalau tertangkap dan masuk kurungan, bagaimana lagi mau menerima ilmu yang sedikit itu!"
Daeng dan Sumarta tambah mengenal pribadi orang muda itu. Ia mau memberi tanpa menerima apa pun sebagai imbalan. Tidak banyak manusia seperti itu.
Belum disadari oleh Daeng dan Sumarta, bahwa Jaya Wijaya sudah bertekad bulat untuk meniadakan Daeng, Sumarta, Erwin, dr Anton dan Lydia.
Ki Jagad yang mengetahui menghadapi lawan yang tangguh di dalam diri pendatang ke rumah sasarannya ketika ia sedang melakukan penujuan, berdaya upaya menyelidiki siapakah tamu itu. Dan ia segera mengetahuinya. Bukan hanya nama dan cerita-cerita burung mengenai diri orang itu tetapi juga mengenai asal usulnya. Memang lawan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangguh. Tetapi dia yang asal Cirebon tak kan mau tunduk pada orang yang merantau ke Jakarta. Tentu untuk cari makan, karena sudah ketiadaan peluang di daerah asalnya, pikir Ki Jagad.
*** ENAM PULUH TIGA
JAYA WIJAYA memanggil dua orang suruhannya lalu memberi perintah dengan suara sekedar didengar oleh kedua orang itu saja. Semacam perintah rahasia. Kedua orang itu, Asman dan Simon saling pandang seperti ragu-ragu, tetapi kemudian mengangguk tanda setuju untuk melaksanakan tugas yang dibebankan.
"Kalian tahu imbalannya! Dua juta untuk tiap kepala," kata Jaya Wijaya. Muka yang tadinya suram kini berubah jadi berseri. Mereka segera berangkat.
Dengan mempergunakan kekuatan dukun pandai dan orang-orang yang seperti Asman dan Simon, mustahillah pekerjaan tidak akan berhasil.
Bukan hanya Jaya Wijaya memberi perintah khusus. Aki Jagad juga akan mempergunakan kebolehannya yang jarang dipakai. Ia memang tidak punya kucing atau ular suruhan.
Tetapi ia mampu memberi perintah kepada anjing mana pun untuk melakukan apa yang jadi keinginan hatinya. Kali ini ia akan mempergunakan anjing untuk menyerang dan membunuh kucing Sumarta yang diceritakan Jaya Wijaya kepadanya. Bukan hanya itu. Kalau ilmu "tuju" nya tidak cukup ampuh karena ada Erwin yang memagari rumah itu, maka anjing itu akan menyudahi mereka. Untuk maksud itu Aki Jagad minta kepada Jaya Wijaya supaya menyediakan seekor anjing besar baginya. Orang kaya itu heran, mengapa sampai diperlukan seekor anjing. Tetapi setelah ia mendapat penjelasan, bahwa kalau perlu anjing itulah yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyudahi riwayat semua sasaran, maka Jaya Wijaya melompat kegirangan dengan wajah berseri dan jantung berdebar.
"Ini baru betul," kata Jaya Wijaya. "Kita paksa mereka membayar lunas hutang mereka. Mereka pernah menyusahkan aku dengan kucingnya. Sekarang Aki harus membalas. Bunuh mereka semua, termasuk kucing setan itu melalui anjing kita. Dengan begitu seluruh dendam terbalas dan tidak akan ada tuntutan hukum. Kalau mau menuntut juga, tuntutlah anjing suruhan Aki. Bukankah begitu Aki?"
Aki Jagad mengangguk dengan muka menggambarkan kegembiraan dan kemenangan. Belum ada yang bisa menandingi dia dalam bidang kekuatan ilmu hitam. Hanya satu orang lawan dan musuh bebuyutannya dulu, Ki Ampuh.
Tetapi menurut yang didengarnya orang yang penuh digdaya itu telah berubah menjadi babi. Dimakan oleh sumpahnya sendiri. Ia pun mendengar bahwa di dalam bencana yang menimpa Ki Ampuh ada disebut-sebut makhluk yang dinamakan manusia harimau dari Mandailing, tetapi dia tidak mendengarnya sampai terperinci. Bahkan di mana letak apa yang dinamakan Mandailing itu dia tidak tahu. Dan dia pun tidak ingin tahu. Persetan sama itu semua. Ilmu yang dimilikinya telah tinggi, sangat tinggi, tidak akan dapat dikalahkan oleh ilmu gaib dari gunung atau lautan setan sekalipun.
Jaya Wijaya rasakan tak sabar menunggu cerita Aki Jagad itu menjadi kenyataan. Sumarta, Daeng Mapparuka, si setan Erwin dan dr Anton tewas semua dicabik-cabik anjing boxer yang akan disediakannya bagi keperluan dukun pandai dan punya cara-cara yang amat bengis itu. Lalu Lydia Savatsila, perempuan pengkhianat itu bagaimana" Ia berpikir sejenak lalu menemui Aki Jagad di kamar khususnya. Perintahnya:
"Ada satu perempuan yang juga harus dibinasakan.
Perempuan itu cantik, tetapi pengkhianat besar. Namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu, jangan dibunuh. Perintahkan kepada anjing suruhan Aki nanti supaya mukanya dirobek-robek sampai rusak.
Supaya lenyap seluruh kecantikannya. Dan," Dia berhenti sejenak, kemudian perintahnya: "Dan satu buah dadanya dimakan separoh. Ya, separuh saja. Jadi, si muka cacad itu nanti mempunyai satu buah dada normal sementara yang lainnya hanya tinggal separuh. Seperti bukit tidak ada puncaknya. Bisa Aki?" tanyanya dengan muka menggambarkan kesadisan.
"Gampang, semua gampang," sahut Aki Jagad meyakinkan.
"Tapi kucing itu memang hebat Aki, jangan lupa!" kata Jaya Wijaya mengingatkan.
"Sehebat-hebatnya kucing suruhan tidak akan mungkin melebihi anjing yang juga suruhan," kata Aki Jagad lebih meyakinkan lagi.
"Bagus," kata Jaya Wijaya, "bagaimana kalau seterusnya Aki Jagad kerja sama saya saja. Tiap bulan, ada kerja atau tidak saya kasih gaji satu juta!"
"Itu kita bicarakan nanti-nanti saja. Tuan lihat saya punya kerja dulu!" kata Aki Jagad bijaksana.
*** PADA petang itu terjadi suatu kecelakaan yang amat menyedihkan bagi penduduk di sekitar tempat kediaman Daeng Mapparuka. Terutama sekali bagi Sumarta. Tanpa ada pertanda-pertanda, misalnya pesan atau kelainan tingkah sebelum terjadi bencana, Daeng Mapparuka tertabrak oleh sebuah truck tanpa muatan dan terseret sampai sepuluh meter jauhnya sebelum ia terlepas dari kolong kendaraan itu.
Dan kendaraan itu terus lari. Ada saksi yang sempat mencatat nomornya, tetapi kemudian ternyata nomor itu palsu. Tidak ada truck terdaftar dengan nomor tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Daeng dilarikan ke rumah sakit, tetapi sudah tiada gunanya. Karena ia mati seketika. Yang dilarikan orang-orang itu hanya mayatnya. Belum pernah terjadi kecelakaan begitu hebat di sana. Supir yang menabrak itu telah melakukan tugasnya untuk Jaya Wijaya tetapi tiada seorang pun yang tahu, bahwa ia sebenarnya pembunuh dengan sadar dan pembunuh bayaran. Dialah Simon, salah satu dari dua orang Jaya Wijaya yang dapat perintah khusus dengan bisik-bisik itu.
Untuk nyawa Daeng ia akan mengantongi dua juta. Begitulah hidup ini. Satu insan berhenti hidup, sahabatnya, insan Sumarta tak kuasa menahan air mata, sementara insan lain Simon merasa menang dan penuh kegirangan karena akan mendapat keuntungan besar atas penderitaan insan lain.
Dengan mengacungkan induk jari kepada kawan-kawan, Simon menuju ke ruang kerja boss untuk menceritakan keberhasilannya dan menerima upah. Tetapi kawan-kawannya yang kagum mendadak sontak jadi terkejut dan ada yang berteriak, karena pada waktu itulah seekor kucing melompat; ke tengkuk Simon dan menanam gigi-giginya ke leher supir itu, persis di bawah telinga. Lelaki itu menjerit, karena kaget dan sakit, tetapi kucing itu seperti tidak mau melepaskan.
Tampaknya giginya ditanamkan lebih dalam lagi. Bagaikan dracula mengisap kering darah mangsanya.
Simon menjerit kian keras, dengan kedua belah tangannya coba membebaskan diri, tetapi Sati malah semakin menguatkan gigitannya. Ia seperti seekor ular yang membelit korban, tak sudi melepaskannya. Beberapa kawannya datang berlarian hendak membantu setelah beberapa waktu hanya sebagai penonton yang terpukau, tidak berbuat suatu apa pun. Melihat gelagat buruk itu Sati melepaskan cengkeramannya, menerkam muka salah seorang pembantu, tepat mengenai mata dengan kukunya, sehingga orang ini melolong panjang. Mendengar ini dan melihat kenyataan, yang lain mundur. Mereka biasa berhadapan dengan orang-orang keras dan kasar, bahkan pernah baku tembak dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
polisi, tetapi musuh yang satu ini lain. Bagaimana tidak.
Setelah penolong yang diterkam itu bersimbah darah, Sati kembali ke korbannya yang pertama, yang baginya merupakan musuh, walaupun manusia itu telah terkapar sambil menggelapar. Ia menggigit lagi di tempat yang tadi juga. Rupanya ia belum puas. Beberapa saat kemudian barulah dilepaskannya. Ia pergi Membawa sesuatu di mulutnya. Sepotong daging yang direnggutnya dari leher Simon. Orang berezeki dua juta yang ditimpa bencana.
Pada saat Sati berangkat pergi dengan tenang, beberapa kawannya mendekat kembali. Juga Jaya Wijaya datang setelah mendengar hiruk pikuk dengan jerit ketakutan. Sambil bertanya apa yang terjadi ia mendekat, melihat Simon. Ia belum mati, tetapi sudah sekarat. Muka Jaya Wijaya menjadi pucat.
"Simon," tegur Jaya Wijaya pelan sambil berjongkok.
Suara itu membuat Simon membuka mata, memandang tanpa sinar kehidupan atau kebanggaan. Katanya sangat pelan: "Aku telah melakukannya. Dia hancur, mati!"
Bersamaan dengan ujung kalimat itu ia pun menutup matanya kembali, mati menyusul Daeng Mapparuka.
Sati kembali ke rumahnya di mana berkumpul beberapa tetangga dan juga Erwin dan dr Anton yang telah mendengar berita buruk itu. Semua memandang kucing yang membawa daging berlumur darah di mulutnya. Sati memandang Sumarta lalu meletakkan daging itu di lantai. Semua orang terheran-heran disertai perasaan ngeri. Hanya Sumarta yang tahu, bahwa kucing itu telah melaksanakan perintahnya. Mencari supir yang menabrak Daeng Mapparuka, membunuhnya dan sebagai bukti membawa sekerat dagingnya pulang.
"Daging supir yang membunuh sahabatku," bisik Sumarta penuh kesedihan kepada Erwin. "Ia sengaja ditabrak.
Barangkali aku pun akan ditabrak juga." Erwin tidak berkata apa-apa. Meletakkan tangannya di atas bahu Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumarta merasakan, bahwa letakkan tangan itu bukan sekedar tanda turut berdukacita, tetapi bahwa Erwin bersedia membela dia. Dan kala seorang Erwin mau membela, dapat diyakini, bahwa musuh tidak akan mudah melaksanakan niat jahatnya.
Sebelum Erwin pergi, berhenti sebuah mobil. Yang datang bukan lain dari Christine Julianti Subandrio. Begitu mendengar berita ia langsung melaju ke rumah Sumarta. Perempuan kaya itu tak kuasa menahan isak tangis, karena ia sudah memandang Daeng sebagai saudara dekat. Tidak diketahuinya, bahwa bunga pemberian Daeng kepada Sumartalah yang mula pertama menggoncang hatinya, sehingga tertarik pada tukang buah itu.
Christine, sebagaimana para tetangga yang berdatangan, mendapat cerita, bahwa Daeng Mapparuka bukan mati tertabrak, tetapi tewas ditabrak oleh sebuah truck yang sudah cukup lama berhenti sekitar seratus meter dari tempat itu.
Berita-berita aneh dan tak masuk akal biasanya lebih lekas tersebar luas dari berita-berita nyata yang sebenarnya hebat.
Begitulah juga berita seorang supir yang tewas oleh serangan seekor kucing. Walaupun Jaya Wijaya dan anak buahnya berusaha merahasiakan kejadian itu, tetapi mulut tak sanggup diam di antara mereka menyebabkan peristiwa itu bocor juga ke luar. Dan sejumlah orang lalu tahu, bahwa yang diserang kucing sehingga tewas itu adalah supir sebuah truck. Ada beberapa orang yang kemudian mengetahui pula, bahwa kucing ganas itu milik Sumarta yang baru kehilangan kawannya. Kematian Daeng Mapparuka oleh terjangan truck dan kematian seorang supir truck oleh serangan seekor kucing segera dikait-kaitkan. Berita itu terdengar pula oleh polisi, yang untuk memudahkan penyelidikan, sebagai biasa, mengutus Kapten Sahata Siregar yang telah beberapa kali menangani kasus manusia harimau dan kemudian kejadian-kejadian mengerikan disebabkan oleh seekor kucing. Kucing
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakti dan suruhan yang sudah pula dikenalnya. Bahkan sudah menjadi semacam sahabatnya.
Dari rumah Sumarta, petugas hukum itu segera ke rumah Jaya Wijaya untuk melakukan pemeriksaan. Tetapi semua orang di sana, termasuk Jaya Wijaya sendiri menyambut kedatangan kemudian pertanyaannya dengan heran Mereka saling pandang seperti orang yang tak mengerti apakah yang dimaksud oleh Kapten Polisi itu. Mereka mengatakan, bahwa Kapten Siregar salah alamat. Tidak ada supir di sana yang menabrak manusia, bahkan tidak ada supir yang biasa membawa truck di situ. Mereka lebih terheran-heran lagi, ketika kepada mereka diceritakan tentang seseorang yang tewas diterkam kucing. Pendeknya tidak ada supir truck dan tidak ada orang yang diterkam kucing. Pemeriksaan teliti oleh rombongan polisi pun tidak menghasilkan apa-apa. Dengan perasaan malu, tetapi juga kesal rombongan polisi itu pergi.
Kapten Siregar yakin, bahwa supir itu ada dan telah mati diterkam Sati. Tetapi ketangkasan mereka menghilangkan jejak membuat polisi tidak sanggup mengadakan bukti.
Siregar pergi dengan tangan hampa. Bagi masyarakat, kejadian ini berarti, bahwa polisi tidak berhasil menangkap penabrak lari itu. Yang lebih tidak enak lagi, masyarakat menganggap bahwa korban bukan sekedar tertabrak, tetapi ditabrak, jadi dengan sengaja. Polisi tidak dapat membuat pengumuman, bahwa penabrak itu sudah dibunuh oleh seekor kucing. Akan jadi tertawaan, apalagi tidak dapat memperlihatkan mayatnya sebagai bukti. Adanya sepotong daging yang dibawa Sati tidak dapat dijadikan bukti, bahwa itu daging supir yang menabrak itu. Kalau Sati dinyatakan sebagai pembunuh, maka dia harus ditangkap dan pemiliknya turut menjadi terdakwa memiliki binatang ganas pencabut nyawa yang dibiarkannya berkeliaran. Kalau Sati harus ditangkap, maka pekerjaan itu sendiri akan merupakan suatu tugas yang belum tentu dapat dilakukan oleh polisi. Akan lebih mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangkap harimau atau gajah di hutan belantara daripada seekor kucing suruhan di tangan Jakarta.
*** ENAM PULUH EMPAT
MENDENGAR cerita Erwin tentang pembunuhan yang dilakukan oleh seorang supir truck atas diri Daeng Mapparuka, dr Anton bergidik memikirkan dirinya. Nasib serupa bukan tak mungkin akan menimpa dia. Jaya Wijaya dengan dendamnya yang menyala-nyala akan menjalankan segala akal untuk mencapai tujuannya. Membinasakan orang-orang yang dianggapnya merusak kehidupannya atau membuat ia merasa malu. Dalam halnya dengan Lydia, sudah pasti orang itu merasa dirinya tersingkir, oleh karena wanita itu kini tertarik pada seorang dokter yang pernah merawatnya tanpa hasil apa pun. Dia tega membunuh Daeng Mapparuka, yang diketahuinya bersama-sama Sumarta menyembuhkan dirinya dengan pertolongan kucing mereka yang mempunyai kekuatan gaib dan ajaib itu. Mengapa pula ia tidak dengan lebih mudah memerintahkan anak buahnya untuk juga segera mengambil nyawanya. "Dokter kelihatannya bingung.
Memikirkan apa?" tanya Erwin.
"Ah, tidak. Tidak ada apa-apa," jawab dokter Anton.
Tetapi Lydia yang juga hadir minum teh bersama, tanpa jalan memutar berkata: "Kau memang kelihatan gelisah.
Katakanlah apa yang memusingkan pikiranmu. Kepada siapa lagi kau hendak bercerita, kalau bukan kepadaku dan Erwin!"
Karena Anton tetap diam, maka Lydia berkata: "Kau cemas mendengar pak Daeng yang ditabrak mobil?"
"Aku kasihan padanya. Mengapa orang bisa begitu kejam melakukan pembunuhan atas seseorang yang pernah menyelamatkan nyawanya! Aku yakin, yang menjadi dalang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pastilah Jaya Wijaya yang kaya dan kelihatannya amat berkuasa itu. Dialah yang sebenarnya membunuh, tetapi mempergunakan tangan orang lain. Pembunuh bayaran!" kata dr Anton.
Cerita itu dapat juga dicerna oleh Erwin dan Lydia, tetapi mereka tetap yakin, bahwa sebab utama adalah karena dokter itu memikirkan kemungkinan yang dihadapinya. Biarpun dokter, kalau sampai ditabrak dengan sengaja pasti akan tinggal nama.
Pada waktu itu Kapten Siregar masuk. Disambut ramah oleh penghuni rumah.
"Kalian sedang membicarakan Daeng?" tanyanya.
"Ya, kenapa Kapten tahu" Sudah mendengarkan sejak tadi?" tanya dr Anton. Sedikit banyak kedatangan perwira polisi itu melegakan hatinya.
"Dokter kelihatan seperti bingung. Pendeknya tidak secerah biasa. Karena peristiwa Daeng?" tanya Kapten Siregar.
"Ya," jawab Lydia yang sudah merasa dekat sekali dengan orang yang disukainya dan diketahuinya sudah cinta pada dirinya itu. "Tetapi juga tentang dirinya. Menurut perasaan kami, dokter menjadi salah satu sasaran Jaya Wijaya yang belum dapat disingkirkan."
"Kenapa kalian begitu yakin, bahwa Jaya Wijaya terlibat dalam kejadian ini" Kalian dapat membuktikan?" tanya Kapten Siregar.
"Tidak, apakah kapten tidak menduga dia terlibat, bahkan jadi pengatur pembunuhan itu?"
tanya Erwin. "Anda menamakannya pembunuhan. Mengapa begitu berani?" Punya bukti?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Beberapa tetangga melihat truck itu sudah agak lama ada di sana. Seperti menunggu kesempatan. Kalau sekiranya Sumarta yang berdiri di pinggir jalan itu, dialah yang akan ditabrak. Jaya Wijaya meminta bantuan mereka untuk membunuh musuh-musuhnya, tetapi mereka menolak.
Padahal mereka dapat melakukannya dengan mempergunakan kucing mereka yang dapat disuruh-suruh itu!"
"Siapa yang hendak dibunuh Jaya Wijaya?"
"Dokter Anton misalnya. Yang dianggapnya merebut nona Lydia. Aku, yang pernah memukul anak buahnya sehingga gagal membawa dokter Anton. Dan nona ini, yang dianggap berkhianat, karena melarikan diri. Ia merasa kehormatan dirinya dilanggar, dan baginya hukuman bagi orang semacam itu hanyalah kematian. Sudah banyak terdengar tentang kejahatannya, mengapa polisi belum juga menangkapnya?"
tanya Erwin. "Tidak mudah bagi kami untuk menangkap seseorang.
Harus ada alasan untuk itu. Dan bukan alasan yang dibuat-buat atau dicari-cari!" kata kapten Siregar mengelak.
"Tetapi dia memang orang kuat, bukankah begitu?" tanya Lydia.
Kapten Siregar memandang wanita itu, agak lama kemudian baru menjawab: "Nona yang lama bersamanya, agaknya lebih mengetahui!"
Kini giliran Lydia tertunduk. Dia memang mengetahui, betapa besarnya kekuasaan laki-laki yang menyewa dirinya itu. Betapa banyak pula para pembantunya. Dari yang berpakaian lengkap, sekurang-kurangnya dengan kemeja berdasi untuk kerja halus sampai yang bertampang serem dengan berbagai ukuran untuk pekerjaan-pekerjaan yang ada kaitannya dengan keselamatan nyawa manusia. Dia sendiri serasa turut dalam komplotan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak adakah bukti sedikit pun untuk menggeledah rumahnya" Barangkali di sana ada, bahkan banyak senjata gelap. Begitu pula obat bius yang mereka edarkan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya sambil merusak para pemuda kita!' tanya Erwin.
"Untuk melakukan penggeledahan harus ada surat perintah. Dan surat perintah begitu hanya dapat dikeluarkan ada petunjuk keras bahwa di tempat yang jadi sasaran benar-benar ada barang larangan. Petunjuk-petunjuk itu kami tidak punya," kata Kapten Siregar agak lesu. Mungkin dia merasa sesuatu yang tidak dapat dikatakannya. Bagaimanapun kapten bukanlah kedudukan yang sangat berkuasa. Masih banyak sekali orang yang pangkatnya jauh lebih tinggi.
"Ya, di negara saya juga begitu," kata Lydia.
"Apa rencanamu Erwin?" tanya Siregar. Erwin mengangguk-angguk. Tanpa kata. Kapten Siregar memandanginya. Seperti hendak membaca apakah yang direncanakan oleh orang yang diketahuinya manusia harimau itu. Lalu menoleh kepada dr Anton. Ia menasehatkan agar dokter itu berhati-hati. Kalau ia jadi kebencian Jaya Wijaya, memang seharusnyalah ia berhati-hati. Barangkali maut sedang mengintai dirinya.
Keheningan kemudian dipecahkan oleh suara Lydia yang mengatakan, bahwa mereka punya rencana untuk pergi ke negerinya.
"Bagus. Berliburlah di sana. Banyak yang berharga untuk dilihat dan dipelajari," kata Kapten Siregar.
"Kalau kami tidak mati sebelum berangkat," kata dr Anton.
Rupanya pikirannya benar-benar banyak dipengaruhi bencana yang menimpa diri Daeng Mapparuka.
"Tidak," kata kapten Siregar, "aku yakin, tidak akan terjadi suatu apa pun yang buruk atas diri kalian." Dia memandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin dengan penuh arti. Ia menilai Erwin cukup tangguh untuk melindungi diri mereka bertiga.
"Kami juga risau memikirkan Sumarta," kata Lydia.
"Kukira, dia pun mampu melindungi dirinya. Bukankah . . ."
Siregar tidak meneruskan. Tetapi Erwin tahu, apa maksud orang sedaerahnya itu.
Bukankah Sumarta mempunyai kucing suruhan.
"Saya kira juga begitu," kata Erwin.
'Wanita yang kekasihnya itu juga ikut?" tanya Siregar. Dia sekedar ingin tahu., sampai di mana sudah terkaitnya Christine pada tukang buah merangkap dukun itu.
Lydia membenarkan sambil berkata, kalau Christine mendapat izin dari orang tuanya. Siregar masih bertanya, apakah Sati juga akan ikut, yang dengan pasti dijawab oleh Lydia, bahwa binatang itu tidak mungkin dibawa. Terlalu banyak urusannya. Ditambahkannya, bahwa sementara mereka pergi Sati tentu dapat diurus oleh para pembantu dr Anton. Jadi urusan makannya tidak akan menjadi soal.
Pada waktu itu Christine datang. Mengatakan bahwa kedua orang tuanya keberatan ia pergi karena Sumarta pun turut, tetapi ia bertekad untuk tetap pergi. Walaupun akan bentrok dengan orang tuanya. Sampai sebegitu hebatkah cintanya kepada Sumarta, pikir Kapten Siregar agak keheranan.
Pegangannya tentu kuat sekali. Orang-orang berduit tentu bersedia membayar mahal untuk azimat disuruh bekerja.
Kapten Siregar bertanya lagi, kapan hari pernikahan mereka, yang tidak dijawab oleh wanita itu. Sebaliknya ia memandang ke arah Erwin, barangkah tanpa sengaja.
"Erwin belum berniat untuk berumah tangga lagi?" tanya kapten Siregar pula. Sekali lagi Christine memandangnya sekelibatan. Erwin hanya tertawa. Tetapi kemudian ia memandang ke depan, seperti memandang jauh ke masa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
silam, tatkala ia masih mempunyai Indahayati dengan anak mereka yang mungil.
Kapten Siregar menyesal menanyakan itu. Bagaimanapun pertanyaan itu telah menimbulkan kenangan menyedihkan di hati orang yang dianggapnya sahabat itu.
Sekali lagi pula Christine minta diantarkan oleh Erwin.
Sekedar menghilangkan rasa malu lelaki itu. Lydia menganjurkan agar ia memenuhi permintaan Christine. Pada hari itu Erwin sendiri pun didatangi keinginan untuk menemani Christine pulang. Entah kenapa, biasanya ia memang segan-segan, mengingat peristiwa di Surabaya dulu.
"Mengapa kau mengabaikan larangan orang tuamu?" tanya Erwin di perjalanan.
"Karena aku sudah sejak lama ingin ke sana. Kata orang, negerinya indah dan penuh misteri," kata Christine. "Aku juga ingin belajar ilmu kebatinan di sana!"
"Untuk apa. Kau perempuan. Mau jadi dukun?"
"Apa salahnya. Hebat kan, kalau aku dikenal sebagai Christine dukun. Mau ilmu pekasih atau pemanis, carilah Christine," katanya tertawa penuh keriangan.
"Kau cinta sekali sama bang Sumarta, ya," kata Erwin.
Tanpa rencana, pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya. Erwin sendiri kemudian merasa malu, mengapa ia bertanya begitu. Agak lama juga wanita itu baru menjawab.
Dan nampaknya ia berkata polos: "Ya, aku suka padanya.
Entah mengapa. Tahu-tahu aku jadi suka padanya. Orangnya baik dan ramah." Kemudian ia diam lagi Dalam hati ia bertanya mengapa sebenarnya maka ia sampai jatuh cinta pada orang yang tukang buah itu. Lalu ia berkata lagi: "Kata mereka, orang sederhana semacam itu lebih tahu menyayangi dan tak suka menyeleweng. Jadi tidak akan menyakitkan hati.
Orang pintar dan terkemuka punya banyak akal bulus terhadap isteri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O, jadi kau punya alasan yang baik. Kukira juga begitu, orang sederhana tidak punya banyak akal," kata Erwin.
"Ya, tetapi bukan itu alasan yang sebenarnya!"
"Lalu apa, kalau aku boleh tahu."
"Tidak ada. Sudah, bicaralah tentang lain-lain yang lebih menarik," kata Christine.
Rupanya dia tidak tertarik membicarakan dirinya. Setidak-tidaknya dalam soal cintanya pada Sumarta.
Ketika mereka sampai di rumah, orang tua Christine sedang hendak keluar, sehingga bertemu dengan Erwin yang sudah mereka kenal. Karena bukan pacar anak mereka, maka kedatangan lelaki yang sama sederhananya dengan Sumarta itu diterima baik. Dipersilakan masuk. Apalagi ia seorang dukun berusia muda yang sopan. Walaupun dia telah menolak untuk mengobati penyakit jatuh cinta anaknya yang tidak wajar. Barangkah dengan persahabatan begini, nanti ia mau menolong. Sudah terang ia hanya dukun untuk menyembuhkan, bukan tukang bikin guna-guna yang bisa bawa penyakit, bahkan bencana. Kalau mereka tahu, bahwa Erwin tak kurang dari manusia harimau yang sewaktu-waktu bisa berubah ujud, penilaian dan sikap mereka tentu jadi lain.
Sangat lain. Dan kalau Christine mengetahui siapa dan apa Erwin sebenarnya, barangkali ia tidak akan pernah minta antarkan olehnya. Ataukah ia justru akan lebih tertarik karena mempunyai kekasih yang lain dari manusia lainnya" Seperti halnya Indahayati sebelum ia menjadi isteri Erwin dan kemudian menjadi teman hidup setianya sampai Ki Ampuh merenggutnya dari samping suaminya yang manusia harimau itu.
"Kau baik sekali Erwin. Senang punya teman sebaik kau,"
kata Christine. Ia tak tahu atau belum berani mengatakan lebih daripada itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kaulah yang baik dan rendah hati, mau ditemani oleh orang yang hanya semacam aku ini Tak banyak wanita kaya yang mempunyai hati sebaikmu Chris," kata Erwin. Mereka merasa sudah bersahabat baik dan saling menyebut nama atau aku dan kau saja. Dan Christine senang mendengar pujian yang dinilainya wajar itu. Walaupun begitu dia merasakan getaran lain di dalam dirinya.
Setelah setengah jam ngomong-ngomong, Erwin pulang.
Menduga, bahwa manusia polos ini barangkali tidak punya uang, Christine ingin memberi, tetapi ia takut pula, kalau-kalau orang itu tersinggung. Yang demikian pasti tidak akan menambah enaknya persahabatan. Tetapi diam-diam diintipnya bagaimana caranya Erwin pulang. Erwin yang tidak menduga apa-apa menyuruh berhenti sebuah bajaj, tawar menawar, lalu bajaj itu pergi tanpa membawa orang yang ingin menumpang itu. Christine merasa kasihan, tetapi apa yang dapat dilakukannya. Dia mengintip terus. Dengan bajaj ketiga barulah Erwin naik.
*** KI JAGAD merasa kecewa mendengar langsung dari Jaya Wijaya, bahwa yang perlu dilumpuhkan di rumah kedua dukun sasaran itu hanya tinggal satu, yaitu Sumarta.
"Kawannya ditabrak truck, mati," kata Jaya Wijaya tanpa perasaan apa pun. "Meringankan kerja bapak," katanya lagi.
Tak terpikir oleh Ki Jagad bahwa orang itu sebenarnya telah dibunuh. Dan ia masuk kamar, memusatkan pikiran. Tetapi belum lama ia duduk bersila, ia melihat kucing masuk dari pintu yang tertutup. Walaupun ia punya pegangan cukup tangguh, kejadian ini mengejutkan juga.
*** ENAM PULUH LIMA
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
KUCING itu duduk tenang di hadapan dukun penganut ilmu hitam terkenal itu. Ketenangan Ki Jagad juga segera kembali.
Belum tentu kucing ini bermaksud buruk. Walaupun sudah pasti bukan kucing biasa. Hanya semacam iblis dan syaitan serta manusia yang memiliki ilmu tembus angin yang dapat masuk melalui ruangan tertutup rapat.
Ingin tahu, apakah sebenarnya niat kucing itu, Ki Jagad bertanya ramah: "Sahabat, apa gerangan maksudmu masuk ke rumahku tanpa memberi salam" Aku tidak kecil hati, bahkan mengagumi kebolehanmu. Barangkali kau suka menurunkannya kepadaku, sebab aku pun seorang yang selalu haus ilmu. Aku ingin belajar d arimu sahabat!".
Kucing itu memandang Ki Jagad tanpa mengedipkan mata.
Ia faham apa makna kata-kata orang biasanya yang berilmu tinggi itu dan ia pun cukup arif untuk mengetahui apa tujuannya menegur seramah itu. Ia ingin berdamai, kalau mungkin. Masih suatu sifat yang baik. Ia tidak langsung menyerang. Sudah tentu ia tahu, bahwa Sati bukan kucing biasa.
"Kita tidak bermusuhan, bukankah begitu?" tanya Ki Jagad.
Kucing itu tetap saja menatapnya tanpa kata.
"Kau diam saja sahabat. Kau tidak menyukai aku?"
Sati mempertajam sorot pandangannya lalu menggeleng.
"Mengapa?"
Kucing itu hanya memandang.
"Kau milik pak Sumarta?"
Kucing itu tidak mau mengangguk, mengiya-kan. Ia malah mempertajam sorot matanya. Seolah-olah mau mengatakan, peduli apa kau, aku ini milik siapa.
"Kau membenci tuan Jaya Wijaya?" bisik Ki Jagad.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kucing itu tidak juga mau mengiyakan. Mungkin ia mau mengatakan, bahwa ia tidak perlu menjawab, karena Ki Jagad seharusnya sudah tahu.
"Kau pikir aku terlibat dalam kematian sahabat majikanmu itu. Ia dilanggar truck. Itu namanya nasib, sahabat."
Kini Sati mendengus seolah-olah membantah pendapat Ki Jagad.
"Kau marah. Apakah aku tidak berkata benar" Apakah itu bukan nasib?"
Kucing itu mendengus lebih keras lalu menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Maksudmu dia bukan tertabrak tetapi sengaja ditabrak.
Yaitu dengan sengaja membunuhnya?" tanya Ki Jagad.
Sati mengangguk-angguk dengan sorot mata menyala.
"Jadi, kau datang untuk membalas dendam?"
Kucing itu memandang Ki Jagad lurus-lurus lalu hilang.
Begitu Sati telah gaib tanpa bekas, ruangan itu seperti diamuk puting beliung. Benda-benda yang menghias dinding berjatuhan, sementara yang berada di atas lantai semuanya bergeser-geser. Ki Jagad yang pandai nujum penghuni sesuatu rumah sebagaimana dilakukannya terhadap rumah Sumarta turut tergoncang-goncang, walaupun tidak sampai terpental,
Orang pandai yang telah banyak makan asam garam pertarungan kekuatan batin itu terkejut, tetapi juga sekaligus marah. Siapakah orang atau orang-orang yang begitu kurang ajar dan berani mencoba-coba dirinya. Orang-orang ini harus dibikin mampus, sumpahnya. Ia berdiri, menantang lawannya agar keluar memperlihatkan diri.
"Kalau engkau musuh jantan majulah. Aku ingin diuji dan aku juga ingin menguji engkau. Tetapi kalau engkau setan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betina, segeralah beranjak dari sini, karena aku tidak sudi melawan setan-setan yang tidak punya senjata di antara kedua pahanya," bentak Ki Jagad. Ia bermaksud untuk membuat malu lawannya, kalau ia hanya seorang perempuan yang mempunyai ilmu hitam seperti dia. Ki Jagad membaca mantera-mantera yang masing-masing punya kekuatan tersendiri. Dan angin puting beliung yang melanda ruangan itu memang jadi reda.
"Mengapa kau berhenti!" hardik Ki Jagad lalu ia tertawa terbahak-bahak seperti mengejek musuh yang tidak mampu meneruskan gangguannya itu. Karena tiada jawaban, Ki Jagad menghardik lagi: "Kalau baru sebegitu saja kemampuanmu bergurulah lagi. Kalau sudah merasa tangguh, kupersilakan kau kembali. Pergilah sebelum aku betul-betul marah. Yang semacam kau bukan tandingan bagiku. Kau ini musuh yang membuat aku malu. Jangan kau coba kembali, sebab kedatangan kedua kalinya tidak akan mendapat ampun lagi.
Akan kurubah kau menjadi debu. Ataukah kau lebih suka menjadi kacoa?" Lalu ia tertawa lagi. Tetapi masih dalam terbahak-bahak itu ia mendadak merasa satu tamparan di pipi kanannya lalu ia terjengkang ke samping. Terkejutnya Allahurabbi. Betapa tidak, dia yang sedang mabok kesombongan tiba-tiba mendapat pukulan di luar dugaan. Pipi yang menjadi panas itu dirabanya. Ya dewa-dewa, apakah ini!
Ia merasakan telapak tangannya basah. Dilihatnya telapak tangan yang biasa membinasakan musuh dengan satu kali pukulan saja. Telah merah berlepotan darah. Yang masih segar. Darah mukanya sendiri. Ia malu, dan ini memberinya semangat untuk melawan siapa atau apa pun musuhnya itu.
Ia bangkit lagi, memandang ke sekitarnya. Hendak melihat bagaimanakah rupa lawannya itu. Tetapi tiada yang kelihatan.
"Mengapa kau bersembunyi" Kau bukan lawan yang bersifat jantan. Perlihatkan dirimu. Sebagaimana aku dapat kau lihat," pinta Ki Jagad. Kemudian tampak olehnya makhluk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang barangkali menyebabkan ia terhempas tadi. Kucing yang tadi menghilang dengan tiba-tiba. Tak masuk akal. Kucing inikah yang telah menyebabkan puting beliung dan kemudian memukulnya sehingga berdarah. Tidak mungkin. Pukulan tadi begitu keras dan tentu dari sesuatu yang berbadan besar.
Kalau jin, tentu sedikitnya jin dari Gunung Merbabu. Kalau hantu pasti paling sedikit pun hantu dari Rancaekek. Kucing itu memandanginya tenang-tenang, seolah-olah tidak terjadi suatu apa pun.
"Kau yang telah memukul aku" Kau?" tanya Ki Jagad. Ia tak dapat menahan diri dari bertanya, karena benar-benar tak masuk akalnya bahwa kucing itu mempunyai tenaga sehebat itu. Kalaupun ia mempunyai tenaga raksasa buta, tangannya tak melebihi besar kucing biasa. Sedangkan yang menampar tadi punya tangan besar. Tetapi tanpa menjawab, mendadak kucing suruhan itu hilang pula.
"Mengapa kau lari. Kau takut" Jadi tidak sehebat yang kukira!" kata Ki Jagad mengejek. Maksudnya supaya kucing itu tampil kembali.
"Semua makhluk punya rasa takut Ki Jagad!" kata satu suara tanpa kelihatan siapa orangnya. "Semua makhluk, tanpa kecuali. Kau pun tadi ketakutan. Bukankah begitu Ki Jagad yang sombong!" Ini sudah tentu bukan suara kucing yang tak pandai berkata-kata itu. Rupanya ada lawan baru. Kawan si kucing suruhan atau kucing setan.
"Kau yang memukul aku" Hebat juga kau, sampai aku terjatuh dan mukaku berdarah. Perlihatkan dirimu, aku ingin berkenalan. Kau telah mengenal aku, tadi kau sebut namaku, tetapi aku belum mengenalmu. Rupanya kau seorang hebat yang belum punya nama. Siapa namamu" Kau tentu tidak keberatan mengatakannya. Namaku sudah kau ketahui. Ki Jagad. Memang itulah namaku!"
"Baiklah, kalau kau begitu ingin mengenal diriku," kata suara itu lagi, dan tak lama kemudian di sana telah duduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
makhluk yang belum pernah dilihat Ki Jagad selama hidupnya.
Seekor atau seorang harimau bermuka manusia. Sudah lanjut usia. Karena makhluk itu tidak menunjukkan sikap permusuhan, rasa heran yang lebih-lebih merasuki diri Ki Jagad.
"Namaku Dja Lubuk. Ayah dari salah seorang sasaranmu,"
kata makhluk yang memang Dja Lubuk itu. "Kau punya ilmu tinggi Ki Jagad. Namamu dikenal juga di kampungku. Jauh di Mandailing sana. Tetapi kami tidak mengetahui, bahwa kau mau menjual kepintaranmu untuk membunuh orang-orang yang sama sekali tidak pernah menyakiti dirimu. Itu perbuatan amat jahat. Telah berapa banyak manusia gila, cacad atau tewas oleh perbuatan terkutukmu Ki Jagad?"
Makhluk berujud setengah harimau itu berkata tenang. Tiap ucapannya ditangkap dan dimengerti jelas oleh Ki Jagad. Dan dia pun mengetahui, bahwa apa yang dikatakan manusia harimau itu benar semua. Tetapi dia bukanlah orang pandai yang diberi gelar Ki Jagad, kalau ia lalu menjadi lemah oleh ucapan-ucapan itu. Tunduk pada kebenaran dianggapnya sebagai suatu perbuatan memalukan. Sama malunya dengan pejabat-pejabat terkutuk kalau ia hidup teramat sederhana karena ia selalu jujur. Untuk menutupi malu itu mereka lalu menggila merampok harta negara dengan segala cara untuk hidup sebagai raja-raja tanpa mahkota di negera republik dengan sebagian besar rakyatnya masih menderita.
Oleh cara berpikir sama dengan insan-insan terkutuk lainnya, maka Ki Jagad berkata lantang: "Kau datang dari pulau lain untuk memberi petunjuk kepadaku mana yang baik dan mana yang harus kuhindari" Kasian. Dirimu saja tak dapat kau urus. Kau manusia bukan, harimau betul juga tidak. Kau jadi begini tentu karena kutukan! Katakan, apa sebenarnya maumu!" Ki Jagad mencoba gertak terhadap lawan yang disadarinya bukan sembarangan itu. Sementara itu Dja Lubuk merasa panas sekali dikatakan dirinya berupa begitu oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu kutukan. Ini suatu penghinaan sangat besar yang amat menyakitkan hati.
"Kalau anakmu yang tidak bersalah akan dibunuh orang, apakah engkau akan tinggal diam, Ki Jagad?" tanya Dja Lubuk. Orang pandai dari Cirebon itu diam. Bagaimana harus menjawabnya.
Saat itulah kedua-duanya jadi sangat terkejut, karena tanpa mereka duga, seekor kucing menerkam Ki Jagad, tepat di mukanya. Serangan tiba-tiba ini membuat Ki Jagad kepayahan. Ia berusaha melepaskan diri, tetapi Sati pun mempergunakan seluruh kemampuannya. Karena serangan itu di-luar perhitungan, maka Ki Jagad tidak sempat mempergunakan mantera-mantera untuk menolak bahaya itu.
Mukanya koyak-koyak.
"Sudahlah Sati," kata Dja Lubuk dan sangat mengherankan, kucing itu mematuhi perintahnya.
Ia segera menghilang.
"Batalkan niat jahatmu Ki Jagad," kata Dja Lubuk, lalu ia pun menghilang pula. Ki Jagad merasa sangat malu, tetapi begitulah risiko dari tiap pertarungan. Baik dengan kekuatan fisik, maupun melalui kekuatan mistik. Dia malu, karena dia menyadari bahwa ucapan Dja Lubuk terakhir tadi merupakan ancaman bagi dirinya. Ia terlebih malu lagi, bahwa kucing yang hanya sekecil Sati telah berhasil menyerang dirinya diwaktu ia lalai, sehingga muka itu penuh luka-luka yang tidak dapat disembunyikan. Mungkin untuk selamanya karena cakaran kuku Sati akan meninggalkan bekas untuk selama-lamanya.
Pada waktu itu, kekalahan dan dendam sama membara di dalam hatinya. Ia tidak akan membiarkan aib itu berlalu tanpa ada kelanjutannya. Dia Ki Jagad yang belum pernah dikalahkan. Kalau dia tidak membalas, maka gelar itu tidak lagi pantas jadi sandangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi bagaimana dengan Jaya Wijaya yang telah menerima kepastian darinya, bahwa ia akan melaksanakan segala keinginan orang kaya itu dengan sebaik-baiknya sehingga ia puas. Jawaban apa yang akan diberikannya kepada orang yang mengupahnya" Apa akan dikatakannya mengenai luka-luka yang memenuhi mukanya. Ditampar kucing" Diserang harimau" Di dalam kamar tertutup dengan pintu masuk yang dikawal ketat oleh anak buah Jaya Wijaya"
Pada saat itu kucing yang semula diremehkan-nya itu datang kembali. Ia memandangi Ki Jagad, seolah-olah hendak bertanya apa lagi yang akan dilakukannya.
"Kau disuruh majikanmu menghadapi aku?" desis Ki Jagad.
Kucing itu hanya memandangi terus. Berkata lagi Ki Jagad:
"Majikanmu itu pengecut. Engkau disuruhnya melaksanakan tugas yang ia sendiri tidak sanggup laksanakan. Dan engkau mau mematuhinya karena engkau hanya budak. Engkau benar-benar tak lebih daripada budak. Engkau diperalatnya untuk mencapai hasrat hatinya yang kotor. Sebenarnya aku kasian melihat engkau, karena engkau seekor kucing yang sebenarnya berderajat tinggi, tetapi kau buat dirimu jadi hina karena engkau bodoh, mau diperbudak orang yang hanya setingkat Sumarta-mu itu. Kalau aku menjadi engkau, aku pasti meninggalkannya. Atau bahkan lebih tepat dari pada itu.
Aku melakukan pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukannya. Tahukah kau bahwa dukun yang memakai pesuruh itu sebenarnya manusia yang tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Kalau terjadi bencana, maka si pesuruh itulah yang akan celaka. Bukan yang menyuruh.
Sepantasnya kau bunuh dia, karena dia sudah lama memperbodoh dirimu, sehingga engkau yang sakti dapat ditipunya untuk melakukan segala perintahnya yang kotor."
Sati mendengarkan seolah-olah ia tertarik dengan ucapan korbannya itu, sehingga Ki Jagad kian bersemangat walaupun ia dalam keadaan payah. Tetapi mendadak Sati menyerangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi. Kali ini lebih parah dari tadi. Ia menggigit leher Ki Jagad, begitu kuat sehingga orang pandai itu menyadari bahwa ia toh belum cukup pandai dalam bersiasat dan belum cukup mahir dalam menghadapi serangan lawan. Ki Jagad bukan menyerah begitu saja. Ia berdaya upaya melepaskan gigitan Sati, tetapi keempat kaki kucing itu turut bekerja menghabiskan tenaganya, sehingga akhirnya ia tergeletak tak berdaya, sementara Sati masih saja terus menggigit. Kian dalam dan kian dalam. Dan Ki Jagad mati dalam gigitan kucing suruhan Sumarta yang ketika itu melakukan tugas kesetiaannya tanpa disuruh oleh majikannya. Setelah yakin, bahwa musuh majikannya telah tewas barulah ia melonggarkan kemudian menarik kembali gigi-giginya dan ia duduk dengan napas terengah-engah. Membunuh seorang pandai meminta cukup banyak tenaga dari dirinya.
Ketika ia akan menghilang tampak olehnya Dja Lubuk memandanginya dengan penuh kekaguman. Sati lalu berhenti dan memandang pula pada Dja Lubuk yang menjadi pikirannya. Apakah yang satu ini pun termasuk cucunya"
Sebab yang cucunya adalah harimau. Sedangkan yang ini kepalanya manusia, badannya harimau.
Dja Lubuk pun seperti mengerti apa yang dipikirkan Sati. Ia tersenyum membuat mata Sati jadi bercahaya oleh rasa senang dan haru. Dia tahu, makhluk yang paling sedikit setengah cucunya itu kagum atas dirinya. Ia masih punya tugas yang akan dilaksanakan.
*** ENAM PULUH ENAM
APA yang tampak oleh Dja Lubuk, bukan lagi sekedar kesetiaan, tetapi sudah merupakan kecintaan seekor kucing kepada majikannya. Suatu bukti, bahwa seekor hewan bisa lebih baik dari sementara manusia. Yang seringkah bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya tidak tahu membalas budi, bahkan mampu membalas susu dengan air tuba. Apa yang dilakukan oleh Sati sesungguhnyalah bukan lagi sekedar membalas budi, tetapi suatu unjuk cinta kepada orang yang menyayanginya.
Dja Lubuk menaruh rasa hormat kepada kucing yang menurut cerita dari masa ke masa adalah tiada lain daripada nenek kandung harimau. Ia yang sejak mudanya dulu memang suka berpikir melihat apa yang terjadi di lingkungannya, bertanya pada dirinya apakah cara berpikir kucing jauh lebih halus daripada harimau; Sepanjang yang diketahuinya cinta induk kucing kepada anak-anaknya sama dengan kasih harimau kepada anak-anaknya pula. Jangan coba mengusik anak kucing, jika orang tidak mengenal dan bersahabat dengan induknya. Ia selalu penuh curiga. Ia mampu menyerang dengan kuku dan giginya. Mencakar dan menggigit. Harimau yang berbadan kuat akan berbuat lebih dari pada itu. Ia akan menerkam dan membinasakan siapa saja yang berani mengusik atau mencuri anaknya. Tiada ampun. Ini sudah banyak kali terjadi. Di India, Muangthai, Birma, Tiongkok dan Malaysia. Contoh yang paling dekat adalah pulau Sumatra di tanah air kita ini. Kejadian terakhir menggemparkan orang di Tapan, sebuah desa tak jauh dari Lubukalung dan Sicin-cin. Belum lama ini, tepatnya di bulan Pebruari tahun seribu sembilan ratus delapan puluh tiga dua orang penduduk menemukan seekor anak harimau di hutan.
Rupanya ia "yang belum dapat berlari karena masih sangat muda" ingin melihat-lihat keadaan di luar tempat persembunyiannya. Salah seorang dari kedua petani tadi ingin membawa anak harimau yang belum dapat melawan itu pulang. Sebab anak harimau sama artinya dengan duit.
Harganya tak kan kurang dari hasil kerja keras selama tiga bulan. Mungkin ia berkata di dalam hati bahwa penemuan itu sama saja dengan mendapat rezeki nomplok. Tetapi kawannya melarang. "Jangan," katanya bersungguh-sungguh.
"Induknya akan kehilangan lalu mencari-cari. Kalau ia sampai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengetahui di mana anaknya disembunyikan, pasti ia akan mendobrak rumah itu, kalau penjara anaknya itu hanya sebuah gubug yang tak mampu menahan terkaman harimau.
Kalau rumah kuat, maka ia akan menanti. Terang-terangan atau bersembunyi. Siapa pun yang keluar dari rumah itu pasti akan dibunuhnya.
Kawannya masih mengatakan, bahwa ia tetap akan membawanya, sebab harimau kecil itu akan menghasilkan banyak uang.
"Aku tahu, tetapi risikonya terlalu besar. Banyak orang akan jadi korbannya. Dan kalau sampai terjadi begitu, maka bencana itu semata-mata oleh kesalahanmu."
Oleh rasa jengkel karena keinginannya dilarang-larang oleh kawannya, maka ia membunuh harimau kecil yang tiada berdosa itu. Ditinggalkannya saja begitu. Dan itu pun rupanya belum cukup memberi penyaluran bagi rasa kesalnya.
Ditutupnya pintu guna tempat anak harimau itu tadinya ditinggal induknya. Barangkali juga bersama jantannya bermukim di situ.
"Mengapa kau bunuh dia?" tanya si petani berkemanusiaan.
"Biarlah. Daripada orang lain mengambilnya lalu dijual.
Padahal dia sebenarnya rezekiku. Kau melarang!"
Pada petang itu juga tiga ekor harimau, satu betina dengan dua jantan dewasa berbadan besar masuk kampung. Mereka bersembunyi. Korban pertama seorang perempuan yang sama sekali tidak punya dosa. Harimau-harimau itu pun tahu bahwa perempuan itu tidak berdosa. Sama tidak berdosanya dengan si harimau kecil yang dibunuh manusia kejam itu. Perempuan itu hanya mereka terkam dan bunuh. Tidak dimakan. Padahal biasanya harimau memakan habis seluruh isi perut mangsanya, kemudian baru memakan dagingnya.
Korban kedua seorang laki-laki. Juga hanya dibunuh. Isi perut dan dagingnya tidak mereka sentuh. Dan harimau-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harimau yang marah rupanya tidak puas dengan hutang satu bayar satu. Seorang anak laki-laki belasan tahun juga mereka terkam, tetapi hanya mereka lukai. Tidak dibunuh.
Petang itu penduduk desa itu gempar, karena tiga orang warganya tidak kembali ke rumah. Dan mereka menemukan dua mayat serta seorang anak luka-luka di tempat yang berdekatan satu dengan lainnya.
Tatkala penduduk berkumpul untuk ramai-ramai mengangkut korban-korban itu terdengar suatu lengkingan pendek. Mereka tahu, itu suara harimau. Semua mereka menoleh ke arah lengking itu. Dan mereka melihat tiga ekor harimau berjarak hanya sekitar tiga puluh meter dari mereka.
Hampir semuanya menggigil dan pucat ketakutan, walaupun mereka tahu bahwa harimau tidak lazim menyerang orang banyak.
Ketiga harimau memandangi penduduk yang diamuk takut dan kesedihan itu dengan tenang, seolah-olah hendak mengatakan, bahwa duka-cita yang menimpa manusia disebabkan oleh manusia sendiri. Mereka pun ingin mengatakan, bahwa kesedihan mereka tak kurang daripada yang dirasakan oleh manusia yang katanya paling berakal dan berbudi di antara semua makhluk. Setelah itu mereka pergi masuk ke belukar dengan kesedihan mereka sendiri. Dendam agaknya sudah berbalas tetapi semuanya itu tidak mengembalikan nyawa si harimau kecil yang sangat dicintai oleh keluarganya.
*** LAMA juga Dja Lubuk memperhatikan mayat Ki Jagad.
Kematiannya pun atas permintaannya sendiri karena ia memperdagangkan kepandaiannya untuk membunuh orang lain.
Setelah lebih dua belas jam Ki Jagad menjadi mayat, barulah Jaya Wijaya mengetahui apa yang telah terjadi. Tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu pun hanya terbatas pada kenyataan bahwa ia telah mati.
Dan ia mati karena lawannya dalam ilmu kebatinan lebih unggul dari kemampuan yang ada di dalam dadanya.
Sekali ini Jaya Wijaya tidak segera memberi perintah. Ia pun mulai kehilangan kepercayaan pada kemampuan uangnya. Sekaligus kemampuan anak buahnya dan orang-orang tinggi ilmu yang diandalkannya selama ini. Walaupun di dalam hatinya masih tertanya-tanya, apakah benar Sumarta dengan kucing suruhannya, begitu pula Erwin yang belakangan didengarnya sebagai makhluk yang dinamakan manusia harimau tidak dapat dikalahkan oleh tenaga manusia, baik tenaga berdasar kekuatan pisik, maupun tenaga oleh kekuatan ilmu mistik, termasuk ilmu hitam. Apakah betul mereka tidak punya tandingan dan dengan begitu merupakan orang dan makhluk yang paling ampuh di Jakarta.
Mengingat ini, Jaya Wijaya termenung. Bukan mengenang sesuatu, tetapi menanyai dirinya lagi. Apakah dia harus menerima pengkhianatan Lydia yang masih dalam kontrak yang sudah dilunaskan-nya" Tanpa mampu berbuat suatu apa pun yang merupakan hukuman atas dirinya" Memang, walaupun wanita itu dapat direbutnya kembali, ia tidak dapat lagi memuaskan selera seks pada dirinya. Tetapi bukankah ia dapat berbuat lain-lain untuk memuaskan diri. Melihat wanita itu menerima pembalasan yang setimpal saja pun sudah merupakan suatu kenikmatan.
Sedang Jaya Wijaya memikirkan Lydia, tanpa diketahuinya dari mana masuknya, kembali kucing yang sudah sangat dikenalnya, Sati telah berada di sampingnya. Ia terpekik lalu secara refleks terlompat, tetapi dengan sangat ketakutan berhenti lagi, karena kucing suruhan Sumarta melompat di atas punggungnya. Dia telah menantikan suatu gigitan yang mematikan seperti yang diberikan Sati kepada Ki Jagad. Ia sadar bahwa ia masih hidup, tetapi perasaannya ia hanya tinggal menunggu beberapa saat untuk mati. Seluruh tenaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah lenyap dari tubuhnya, kakinya gemetar. Mengeluarkan jerit minta tolong pun ia sudah tidak mampu. Berdoa pun ia tidak. Ia merasa bahwa segalanya sudah tiada berguna.
Akhirnya Jaya Wijaya yang selalu jaya di dalam hidupnya akan menemui ajal di kamarnya sendiri oleh seekor kucing yang dulu telah pernah melumpuhkannya.
Tetapi di luar harapan dan keinginan "karena ia sudah tidak berharap dan tidak punya keinginan apa pun" kucing itu melompat kembali ke lantai, tanpa menyakitinya. Ia tidak percaya apa yang sedang terjadi, walaupun semuanya benar-benar suatu kenyataan yang dapat dilihat dan diraba. Agak lama juga ia membiarkan dirinya tergoncang-goncang di atas kakinya yang gemetaran itu. Sampai ia percaya, bahwa kucing suruhan Sumarta memang benar-benar telah tiada lagi di punggungnya. Ia menoleh. Pelan-pelan, seperti takut kalau-kalau kucing itu mendadak melompatinya lagi Tetapi Sati telah tiada. Ia tidak percaya. Mustahil ia datang hanya untuk memperlihatkan diri! Tetapi apakah mungkin ia datang hanya untuk menunjukkan, bahwa ia selalu ada dan selalu mengetahui apa yang dipikirkan oleh Jaya Wijaya"
Sesaat ia berpikir untuk mendekati Sumarta! Tetapi apakah masih mungkin" Ia telah pernah mencobanya melalui sekretarisnya yang akhirnya tewas di kamar sebuah hotel.
Bagaimana kalau kali ini ia mengajaknya berdamai tanpa minta bantuan apa pun. Hanya jadi sahabat, jangan lagi mengganggu dia. Hanya satu permintaannya kepada Sumarta nanti. Untuk membuat Lydia kembali kepadanya. Dia akan berjanji untuk tidak menjahati wanita itu. Hanya supaya lepas dari dr Anton, kemudian dialah yang akan mengirimnya kembali ke Muangthai. Dengan begitu, sekurang-kurangnya dia tidak akan terlalu malu. Bisa memperoleh kembali wanitanya yang minggat! Tipis sekali harapan untuk itu, tetapi bagaimanapun itu merupakan suatu jalan yang barangkali masih terbuka,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
*** KEMATIAN Daeng Mapparuka merupakan suatu pukulan yang meninggalkan kesedihan mendalam di hati Sumarta.
Walaupun supir yang menabrak itu diyakininya telah tewas dibunuh oleh kucingnya. Tinggal seorang diri, padahal biasanya punya kawan untuk berunding dan bekerjasama menjadi suatu siksaan tersendiri. Sedangkan hari perkawinan dengan Christine Julianty Subandrio masih juga belum ditetapkan. Dia pun merasa seperti ada perubahan pada wanita itu. Tidak se-kerap dulu datangnya berkunjung. Tidak selancar dulu mengobrol. Apakah semua itu hanya perasaan yang dipengaruhi dugaan belaka" Bahwa Christine agak berubah. Padahal sesungguhnya wanita itu sama sekali tidak berubah. Ataukah seperti yang dikatakan setengah orang, bahwa guna-guna tidak mempunyai kekuatan abadi" Bahwa sayang Christine padanya semata-mata karena ulah guna-guna. Kini dia mempertanyakan itu di dalam dirinya. Tadinya dia menganggap bahwa perhatian dan sayang Christine kepadanya sudah jadi alamiah. Sudah memang begitu perasaan hatinya.
Pada waktu itu Sumarta berniat untuk menguji kekasihnya.
Kalau benar hatinya tidak sudah dicuri oleh orang lain, tentu dia masih seperti dulu. Tetapi kalau ada orang lain, siapa" Dan pikirannya lalu melayang ke Erwin. Tetapi itu mustahil. Dia tidak boleh berprasangka begitu. Bukankah laki-laki itu sudah beberapa kali memperlihatkan kesetiaannya bersahabat.
Bukankah dia yang datang menolong ketika ia dituju sehingga tidak berdaya oleh Ki Jagad. Kalau dia menghendaki Christine, mengapa pula dia datang membantu. Gila, pikiran busuk begitu harus dilemparkan jauh-jauh dari benaknya yang kotor.
Erwin itu sahabat, dan sahabat setia pula lagi.
Sumarta lalu membuat seolah-olah dirinya sakit. Jadi membuat-buat. Berita itu dibuat sampai ke telinga Christine.
Dan wanita itu segera datang. Dengan buah-buahan segar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tidak biasa dijual oleh Sumarta. Dengan agar-agar coklat buatannya sendiri lagi, makanan yang diketahuinya jadi kegemaran Sumarta.
"Apanya yang sakit bang Marta?" tanya Christine. Dia kelihatan cemas. Dan kecemasan orang yang dicintainya itu justru membuat Sumarta jadi senang. Kalau mau dikatakan dunia ini miring, katakanlah. Tetapi dalam hal semacam ini, benar-benar kesusahan atau kebingungan orang tersayang membuat senang orang yang menyayang. Edan!
Sumarta memandang si tersayangnya dengan mata sayu atau disayukan, walaupun hatinya bersorak gembira oleh perhatian sang pujaan. Setengah palsu!
"Kepala ini terasa berat, badan pegal-pegal," kata Sumarta pelan, seakan-akan ia tak kuasa bersuara normal. Dan wanita yang tetap masih tertarik kepadanya itu, "walaupun tidak sehangat dulu" memijit-mijit kepala yang oleh Sumarta dirasa berat. Aduh mak, asyik juga!
"Mau flu barangkali," kata Christine. "Mengapa tak ke dokter Anton" Bukankah dia sahabat kita."
"Ya, mau nanti sore," kata Sumarta dengan mulutnya, sementara hatinya tahu betul bahwa ia tidak memerlukan pemeriksaan atau perawatan, karena sakitnya itu sakit dibuat-buat. Cara untuk menguji hati calon isteri!
Tak lama kemudian Sati ikut duduk di sana, memandangi tuannya, seperti mau tertawa karena merasa geli oleh tingkah majikannya itu. Macam-macam manusia ini, pikirnya. Kucing tidak mengenal akal begituan.
Di waktu yang tidak tepat bagi Sumarta itulah Erwin datang. Melihat keadaan, ia langsung bertanya, apa penyakit sahabatnya itu. Satu lirikan Sumarta pada Christine memberi dugaan kepadanya, bahwa wanita-nya justru senang dengan kedatangan laki-laki itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kudengar Ki Jagad yang menggoda tempo hari sudah meninggal," kata Erwin. "Ia dibunuh kucing bang Marta."
*** ENAM PULUH TUJUH
SUMARTA yang sama sekali tidak pernah menyuruh kucingnya untuk membunuh orang bernama Ki Jagad yang sama sekali tidak pula dikenalnya memperlihatkan muka bertanya.
"Bukan kang Marta yang menyuruh Sati?" tanya Erwin.
"Saya tidak kenal, siapa orang itu. Mana mungkin saya menyuruh kucing saya?" ia menerangkan untuk membersihkan dirinya dari kemungkinan diduga terlibat pula di dalam suatu kasus pembunuhan. Sedangkan dalam kematian supir Jaya Wijaya yang menabrak Daeng Mapparuka dengan trucknya pun ia sama sekali tidak terlibat. Sati membunuhnya atas kehendak sendiri oleh suatu perasaan setia sahabat yang dendamnya sudah di-balaskan.
"Kalau begitu kucing kang Marta melakukannya atas kemauannya sendiri. Kakang sangat beruntung mempunyai sahabat sesetia itu," ujar Erwin. "Padahal Ki Jagad termasuk seorang dukun dan ahli ilmu hitam yang sangat handalan.
Dialah orangnya yang menuju rumah ini, tatkala kang Marta dan Daeng sampai lemas tempo hari."
Erwin memandangi Sati yang sedang menunggui tuannya yang pura-pura sakit. Merasa diperhatikan, Sati pun memandang Erwin. Keduanya seperti saling memahami.
"Keberangkatan kita sudah dekat, kang Marta. Lekaslah sembuh. Boleh kupegang jari-jari kang Marta?" tanya Erwin, tetapi tanpa menunggu jawaban ia telah memegang tangan sahabatnya itu. Dan kang Marta membiarkan, sementara Christine dan Sati memperhatikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin mengerutkan dahi, sehingga Christine bertanya penyakit apa yang menyerang. Apakah buatan orang pula.
"Aku tidak melihat apa-apa," kata Erwin. "Barangkali hanya perasaan kang Marta saja." Muka tukang buah itu berubah merah sementara mata Sati juga memancarkan rasa senang atau geli, karena Erwin mengetahui bahwa tuannya itu hanya berpura-pura sakit.
"Apakah Erwin bisa meramalkan nasib?" tanya Christine.
"Tidak. Nasib ada di tangan Tuhan, tak perlu diramalkan."
"Tapi aku ingin tahu. Kalau bisa tolonglah lihat nasibku, walaupun sekedar iseng-iseng."
Sumarta memandang Erwin dengan mata meminta, rupanya ingin juga mendengar bagaimana nasib dirinya sendiri
"Bagaimana kang Marta, boleh" Tapi sekedar iseng-iseng,"
kata Erwin ingin memenuhi keinginan Christine yang sangat ramah dan baik hati itu.
Erwin mengeluarkan pisau karatan yang selalu dibawa-bawanya, meletakkannya di atas telapak tangan kirinya. Ia lalu membaca-baca.
"Ada orang kaya yang sangat cinta pada nona Christine,"
kata Erwin. Menyebabkan jantung Sumarta berdebar.
Untunglah Erwin kemudian menyambung: "Tetapi hati nona lebih tertarik pada seorang amat sederhana. Orang inilah yang selalu jadi ingatan nona." Mendengar itu muka Sumarta berseri. Karena ia yakin, bahwa orang sederhana itu bukan lain daripada dia sendiri. "Tetapi," kata Erwin meneruskan, sementara Sumarta yang katanya sedang sakit, tanpa sadar duduk lurus ingin mengetahui kata-kata apa yang akan menyusul di belakang tetapi si tukang ramal. Erwin tidak segera mengatakan apa yang ingin didengar oleh Sumarta, tetapi juga diam-diam oleh Christine sendiri. "Apa yang hendak kau katakan Erwin?" pinta Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang tidak akan marah?" tanya Erwin, membuat jantung Sumarta tambah kuat debarnya.
"Tidak, katakanlah. Aku ingin sekali mengetahuinya."
"Tetapi seperti sudah kukatakan, aku ini bukan peramal.
Hanya iseng-iseng saja, menurut sedikit ajaran yang pernah diberi nenek kepadaku."
"Kau selalu merendahkan diri. Padahal aku yakin, ilmumu segerobak," kata Sumarta. Dan ia benar-benar mengatakan apa yang diyakininya. Kekuatan Erwin sudah diketahui sejak ia melumpuhkan kebolehan Ki Jagad yang pernah menuju rumahnya.
Kini muka Sumarta bertambah merah. Celaka benar, mengapa ia tadi minta dilihatkan nasibnya. Kini apa yang dipikirkannya pun diceritakan oleh Erwin. Dan ia mengatakan yang sebenarnya. Orang ini bukan sekedar peramal, tetapi pembaca isi otak orang.
"Siapa orang yang dicurigai kang Marta itu Erwin?" tanya Christine.
"Ya, Tuhan," doa Sumarta, "janganlah Erwin sampai mengatakan. Janganlah dia tahu!"
Erwin memandang Sumarta. Bagi Sumarta pandangan itu seolah-olah mengatakan, bahwa orang yang dimaksud itu adalah dirinya. Ia tunduk, seperti orang kehilangan muka.
"Orang itu cukup dikenal oleh kang Marta, begitu kata pisau tua ini," ujar Erwin. "Tetapi saya tidak dapat mengatakan namanya dengan tepat. Itu pantangan, bisa menimbulkan huru-hara. Yang mengetahui secara persis hanya kang Marta dan Tuhan." Bukan main leganya hati Sumarta.
"Betulkah itu kang Marta?" tanya Christine.
Buru-buru Erwin menjawab: "Tiap orang yang benar-benar mencintai seseorang selalu curiga dan cemburu. Itu hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disebabkan cintanya yang serius. Kalau tidak cemburu dan curiga, cinta belum afdhol," kata Erwin membuat Sumarta merasa senang sekali.
"Masih ada lagi?" tanya Christine.
Erwin kembali memandangi pisau di tangannya yang bergerak-gerak dengan sendirinya, kadang-kadang membalik seratus delapan puluh, bahkan tiga ratus enam puluh derajat.
"Ya, bukan hanya kang Marta, tetapi menurut kata pisau ini, hati nona Christine pun kadang-kadang tergoncang. Tidak jelas benar apa sebabnya, tetapi memang sesekali tergoncang. Seperti kurang mantap."
Sekarang bukan hanya Sumarta yang jadi bingung, tetapi juga Christine. Betapa tidak, Erwin mengatakan, bahwa hatinya kadang-kadang tidak mantap. Dan itu benar. Ada semacam perasaan aneh merasuki dirinya bila ia memandang atau teringat pada Erwin. Bukan jatuh cinta. Setidak-tidaknya belum sampai sejauh itu. Tetapi perasaan itu mengganggu.
Benar membuat dirinya kadang-kadang kurang mantap terhadap diri Sumarta yang dulu secara amat aneh begitu digilainya.
Sumarta memandang tajam pada muka wanita yang amat dicintainya itu. Ingin melihat perubahan apa yang terjadi setelah Erwin mengatakan demikian.
"Apa yang membuat dia kadang-kadang tidak stabil.
Tergoncang seperti kata Erwin tadi," tanya Sumarta.
"Ini pun saya tidak dapat menerangkan dengan pasti.
Seperti mengenai orang yang Kang Marta curigai itu," kata Erwin. Suatu jawaban yang amat bijaksana. Memeliharakan Christine dari suatu pukulan yang lebih berat lagi. Namun begitu di dalam hati ia tertanya-tanya, apakah sebenarnya Erwin tahu apa yang menggoncang pikirannya, hanya ia tidak mau mengatakannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya ingin tahu saudara Erwin, apakah masih ada lagi bahaya mengancam diri saya. Apakah saya akan mengalami nasib seperti Daeng juga?" tanya Sumarta.
Ketika Erwin menanyai pisaunya, sekali lagi Kapten Polisi Sahata Siregar kebetulan datang. Erwin tidak terkejut, bahkan dengan tenang meneruskan pertanyaannya tanpa bersuara kepada pisau berisinya. Kapten Siregar yang merasa bahwa kedatangannya tidak merupakan halangan bagi kegiatan orang-orang di rumah itu, mendekat pelan-pelan dan' turut menyaksikan. Ia segera mengetahui, apa yang sedang dikerjakan Erwin. Ia pun tidak merasa heran, karena ia sudah melihat sendiri kemampuan Erwin yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum akal orang-orang yang sekedar mendapat pelajarannya dari universitas.
"Bahaya belum habis kang Marta. Begitu menurut cerita pisau ini. Datangnya dari sumber yang sama. Tetapi mungkin ia masih akan mencoba mendekati untuk bersahabat. Itu pun untuk kepentingan dirinya. Bilamana ia tidak berhasil ia masih akan mencoba melakukan permainan kasar," kata Erwin.
Mendengar ucapan ini, Sati memandang ke arah Erwin seolah-olah ia ingin penegasan. Sumarta menarik napas agak panjang. Ia yakin, apa yang dikatakan Erwin itu memang benar. Sati mendekati tuannya, lalu menggesekkan kepalanya ke badan Sumarta seolah-olah ingin mengatakan, supaya ia jangan jadi panik.
"Coba lihatkan nasibku Erwin," pinta Kapten Siregar.
Setengah iseng, setengah memang ingin tahu juga. Ramalan begitu boleh saja didengar tetapi jangan orang lantas percaya dan terpengaruh olehnya.
"Kapten berkelakar," kata Erwin. "Kami pun sekedar iseng-iseng. Kabar apa yang Kapten bawa?" tanya Erwin.
"Sekedar menyampaikan berita, bahwa guru kebatinan Jaya Wijaya mati. Menurut cerita diserang seekor kucing!" kata Siregar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bapak tidak akan menuduh bahwa kucing saya yang melakukannya, bukankah begitu pak Kapten?" tanya Sumarta.
"Tidak, saya atau kami dari kepolisian tidak punya bukti untuk menuduh begitu. Tetapi saya juga tidak mengenal kucing lain yang mampu berbuat begitu!" kata Kapten Siregar.
"Maksud kapten?" tanya Erwin membantu Sumarta.
"Maksud saya seperti arti keterangan saya itu. Tetapi saya ingin bertanya, tanpa maksud menyinggung perasaan pak Marta. Adakah bapak memerintah kucing bapak untuk meniadakan Ki Jagad" Ini hanya pertanyaan biasa. Dia dukun cukup terkenal. Bapak juga orang pandai yang punya kemampuan serta alat tersendiri. Di antara orang pandai kadang-kadang terjadi persaingan, bahkan sampai ada usaha untuk saling mematikan. Apakah Ki Jagad pernah menyusahkan pak Marta" Ataupun bapak ketahui dia punya niat untuk menyerang bapak dengan ilmunya?" tanya kapten Siregar.
"Saya tidak pernah mengenalnya. Dari bapak baru saya dengar, bahwa ia guru tuan Jaya Wijaya. Saya dengar almarhum Daeng ditabrak dengan sengaja oleh supir Jaya Wijaya itu. Teranglah, bahwa ia tetap memusuhi saya. Tetapi saya tidak pernah mempergunakan kucing saya dalam kematian Ki Jagad. Seperti saya katakan, saya baru tadi mengenal namanya. Apakah Pak Kapten meragukan saya"'*
tanya Sumarta. Waktu itu Sati mendengus tanda marah. Mungkin hendak mengatakan, bahwa tuannya berkata benar, tidak punya sangkut paut dengan kematian Ki Jagad.
"Sati nampaknya marah," kata Kapten Siregar.
"Hendak memperkuat keterangan pak Marta barangkali,"
kata Erwin. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak mungkin kang Marta punya hati sejahat itu," kata Christine membela. Sumarta merasa senang mendengar ucapan orang yang sangat disayanginya itu. Mungkin dugaannya bahwa wanita itu agak berubah, hanya pengaruh perasaan belaka.
"Saya tidak menuduh apa-apa. Hanya menjalankan tugas mencari keterangan. Saya dibayar untuk itu," kata Kapten siregar.
"Terima kasih," kata Sumarta dan Erwin hampir serentak.
"Kapan kalian berangkat?" tanya Siregar mengalihkan persoalan.
"Tak lama lagi, semuanya sudah siap," sahut Erwin.
"Pak Marta bisa menambah ilmu di sana," kata Siregar.
"Akan menyenangkan sekali, kalau pak Kapten pergi bersama-sama kami," kata Christine. Siregar mengucapkan terima kasih dengan memberi alasan, bahwa ia bukan orang bebas seperti mereka yang hendak bepergian itu.
"Sudah hilang sakitnya kang Marta?" tanya Christine tiba-tiba, membuat tukang buah itu jadi agak rikuh, karena ia sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit lagi.
"Ya, mungkin berkat pegangan bung Erwin tadi," kata Sumarta. Erwin tertawa, Sumarta juga tertawa. Sama-sama tertawa, tetapi penyebabnya lain-lain. Mungkin kucing suruhan pun merasa geli di dalam hati. Hidup manusia selalu penuh dengan muslihat.
Kapten Siregar menawarkan diri untuk mengantar Erwin pulang, yang diterimanya dengan senang hati, sementara Christine masih tinggal di sana.
"Aku boleh bertanya Erwin?" tanya Kapten Siregar.
"Sebagai kawan, bukan sebagai petugas keamanan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin mempersilakan dan kapten Polisi itu bertanya, apakah mungkin Sumarta memperalat kucingnya untuk membunuh Ki Jagad. Orang dari Mandailing itu menjawab, bahwa Sumarta telah mengatakan yang sebenarnya, bahwa ia sama sekali belum mengenal Ki Jagad sebelum Erwin kemudian kapten Siregar menceritakan, bahwa Ki Jagad yang dibayar Jaya Wijaya sebagai guru kebatinan telah mati dibunuh seekor kucing. Tidak diragukan, bahwa ia dibinasakan oleh kucing Sumarta, tetapi bukan atas perintahnya. Sehingga tidak ada sebab untuk menuduh Sumarta terlibat di dalam pembunuhan itu.
"Tetapi kucing itu sangat berbahaya, kalau dibiarkan bebas seperti sekarang ini. Sudah banyak orang jadi korbannya,"
kata Kapten siregar. Ia mengatakan yang sebenarnya, tetapi Erwin bertanya, apakah polisi punya keberanian untuk membinasakannya.
"Kucing itu peka sekali dan mempunyai instink yang sangat kuat. Ia tahu siapa yang akan mengancam diri atau tuannya,"
kata Erwin. "Ia dapat dibinasakan, misalnya ditembak, bila tertangkap basah sedang menyerang mangsanya. Polisi berkewajiban mengamankan manusia dari pembunuhan. Di antara polisi itu termasuk aku."
*** ENAM PULUH DELAPAN
ERWIN menerangkan, bahwa risiko mencoba saja sudah akan amat besar, sebab belum tentu kucing itu mempan peluru. Andaikata dia tidak dimakan peluru, pasti ia akan melakukan pembalasan. Dan dalam hal yang demikian, jangankan seorang kapten, jenderal pun dia tidak akan perduli. Bagi kucing dan binatang apa pun segala macam pangkat dan kedudukan, bahkan harta tidak akan laku!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu bagaimana menyelamatkan orang-orang yang masih mungkin jadi korbannya?" tanya Kapten Siregar.
"Dia tidak akan pernah membinasakan siapa pun yang tidak dianggapnya sebagai musuh. Yang musuh baginya hanyalah mereka yang menyusahkan dia dan majikannya atau orang-orang yang punya niat untuk itu. Ia hanya dapat dijinakkan oleh orang yang punya ilmu lebih tinggi dari dirinya sendiri. Ia bukan hanya bisa disuruh dan bergerak manakala diperintah saja. Ia dapat berpikir dan bertindak sendiri, menandakan bahwa ia mempunyai ilmu, yang mungkin melebihi pemiliknya."
"Bagaimana kalau engkau menolong polisi?"
"Aku pun tidak tahu siapa yang dianggapnya musuh. Dan aku pun belum tentu sanggup menghadapinya. Itu pun kalau dia bertindak sewenang-wenang, jadi mengganas tanpa sebab!"
"Aku kuatir dia akan menyerang Jaya Wijaya lagi!"
"Mengapa mesti kuatir. Bukankah polisi juga akan menindak Jaya Wijaya jikalau ia melakukan kejahatan?"
Mendengar itu Kapten Siregar terdiam. Memang polisi berkewajiban menindak semua orang yang berbuat jahat.
Melanggar hukum. Apalagi melakukan kejahatan yang sangat merugikan negara. Tetapi dia pun menyadari bahwa tidak selalu polisi dapat bertindak. Terlebih-lebih kalau tiada bukti.
"Jadi kau tak mau menolong aku?" tanya Kapten Siregar.
"Bukan tidak mau. Tidak dapat. Dan aku tidak mau bermusuhan dengannya. Pernahkah kapten mendengar Sati melakukan kejahatan terhadap orang yang tidak bersalah?"
"Memang belum. Tetapi bagaimanapun ia tidak boleh bertindak di luar wewenangnya. Sedangkan polisi pun paling banter hanya berhak menangkap, lalu menahan. Untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diperiksa dan kalau cukup alasan dibawa di pengadilan.
Hakimlah yang memutuskan!"
"Begitulah mestinya. Tetapi benarkah tidak ada polisi yang berbuat diluar batas wewenangnya. Benarkah polisi bisa menangkap lalu menahan orang-orang yang sesungguhnya patut ditangkap dan ditahan" Lalu kalau sampai ke pengadilan, benarkah semua orang bersalah akan dihukum sesuai dengan berat kesalahannya. Ataukah ada juga yang dihukum terlalu berat, tidak sesuai dengan kesalahannya.
Sementara yang sebenarnya penjahat besar hanya dihukum teramat ringan atau dengan berbagai dalih malah bisa bebas.
Apakah benar semua hakim kita menjatuhkan vonnis sesuai dengan kata hati nurani dan keadilan yang ada di dalam dirinya. Apakah ada pula yang menjatuhkan hukuman dengan melihat siapa yang akan divonnis ataupun berapa banyak uang yang dipersembahkan untuk hukuman yang akan atau tidak dijatuhkan?" Erwin bicara seperti keluarnya peluru dari senapan mesin.
Kapten Polisi Sahata Siregar diam. Malu membekas pada mukanya, dan lebih daripada itu dia membenarkan sindiran Erwin tanpa mengeluarkan kata. Hanya, sekali lagi tampak olehnya bahwa orang semacam Erwin saja pun kiranya turut menilai aparat-aparat pemerintah beserta pribadi pejabat-pejabat yang punya wewenang menentukan itu. Suatu tanda bahwa sebenarnya, sebagaimana selalu didengungkan oleh sementara pejabat, kesadaran hukum masyarakat sudah kian tinggi, jangan lagi mereka dipermainkan. Tetapi orang-orang besar yang tidak ingat hari esok itu masih saja berbuat sesuka hati, bersandar pada kekuasaan dunia yang diberikan oleh manusia juga kepadanya. Bukan kekuasaan oleh Yang Maha Esa.
Lama kemudian barulah Kapten Siregar berkata: "Mengapa kau berkata begitu" Bencikah kau pada pemerintah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, sama sekali tidak. Tanpa pemerintah negara kita tidak ada. Tetapi tanpa rakyat pemerintah itu pun tidak pernah ada. Aku tidak menyalahkan pemerintah sebagai suatu keseluruhan, tetapi orang-orang jahat yang duduk sebagai pejabat. Yang mencuri, menipu dan merampok dan yang menyebabkan kematian. Artinya secara tidak langsung membunuh. Hanya saja, bagi mereka ada istilah lain untuk kejahatan yang mereka lakukan! Orang-orang begitu mestinya dihukum setimpal dengan dosanya. Bukan hukum berat, tetapi juga bukan hukum ringan. Hukum setimpal, itu baru adil!"
"Kau mestinya bukan jadi dukun Erwin. Jadi pengacara, hakim, politikus atau diplomat!" kata Kapten Siregar.
"Kapten menyindir aku" Katakanlah, mestinya jangan jadi manusia harimau! Jadilah manusia biasa seperti orang lain!"
Kapten Siregar terkejut mendengar reaksi Erwin. Dia sesungguhnya tidak menyindir. Tidak punya maksud menyinggung perasaan Erwin. Rupanya laki-laki itu sangat peka. Mungkin dia bukan hanya tersinggung, tetapi merasa dihina dan dia marah oleh penghinaan itu. Dia manusia harimau. Mengapa Siregar menyebut hakim dan diplomat segala!
"Maaf Erwin, kau salah faham. Aku sama sekali tidak menyindir. Maksudku, orang yang punya otak secerdas kau sangat baik kalau jadi hakim umpamanya. Karena kau berpandangan luas dan adil. Kau orang yang masih bermental dan bermoral baik! Aku sengaja gunakan masih, karena di zaman ini tidak banyak orang yang bersih di dalam hati dan pikirannya dan bersih pula di dalam sikap dan perbuatannya.
Di situlah letak kecelakaan kita yang terbesar." Erwin diam saja.
"Kau marah padaku" Aku mohon maaf, bukan atas kesalahan, tetapi atas salah faham oleh kata-kataku itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin reda kembali. Rupanya kapten ini termasuk orang yang masih baik, mau mohon maaf atas ucapan yang menyinggung perasaan orang lain, walaupun ia tidak punya maksud-maksud lain daripada arti kalimat yang diucapkannya.
"Lupakanlah itu kap. Aku yang salah, mudah tersinggung.
Kelemahan orang kampung!" kata Erwin merendah.
"Bukan, pertanda orang bersih," kata Siregar membetulkan.
"Jangan kapten lebih-lebihkan. Aku bukan orang bersih.
Banyak sekali kekurangan dalam diriku. Terus terang, kurasa kapten juga tahu, aku ini sudah berkali-kali membunuh. Cuma bukan karena keisengan atau hobby. Tetapi karena harus.
Membunuh atau dibunuh. Walaupun bukan di medan perang.
Dan, tidak bisa dibuktikan. Bukankah begitu kap" Kakek dan ayahku yang sudah meninggal pun masih melakukan pembunuhan di mana perlu! Kapten mengetahui itu, bukan"
Tetapi bagaimana menghukum orang yang telah tiada?" Erwin berterus terang, karena ia tahu bicara dengan kapten yang tahu atau banyak mendengar tentang ilmu mistik ini tidak ada bahayanya.
Dan memang kapten Siregar diam saja. Dia mengetahui dan dia juga menghargai kepolosan manusia harimau yang kini bersahabat baik dengan kucing suruhannya Sumarta yang juga bikin pusing polisi ibukota tanpa dapat berbuat banyak, bahkan belum dapat berbuat apa pun dalam kasus-kasus yang menyangkut kucing yang seekor ini.
Kini Erwin bertanya lagi: "Jadi apa yang kapten mau lakukan atas Sati dan Sumarta" Kalau aku boleh tahu. Kalau itu bukan rahasia polisi!"
"Tidak tahu, sekurang-kurangnya, sekarang aku belum tahu."
"Aku yakin, kucing itu kucing baik. Sumarta pun orang baik.
Jaya Wijaya itulah yang jahat. Menurut pikiranku, akan baik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali kalau Jaya Wijaya bisa dicegah dari membuat rencana-rencana busuk terhadap Sumarta, kucingnya dan kami!"
"Lydia miliknya Erwin!" kata Siregar.
"Dalam kontrak dengan dia. Tetapi dia sudah tidak memerlukannya. Sebagai ganti pemuasan seks, ia menyiksa wanita itu. Bukankah kapten sudah tahu" Apakah belum" Ia sudah impoten. Lydia hanya berguna baginya kalau ia punya daya jantan cukup. Dia sudah tidak mampu berbuat. Sebagai gantinya ia pukuli, cambuki dan kata-katai perempuan itu dalam keadaan seluruhnya ditelanjangi. Itu makanya ia melarikan diri dengan dalih mau kembali ke negeri asalnya!"
"Dan dokter Anton cinta padanya, bukankah begitu" Soal cinta sebenarnya urusan pribadi seseorang, tetapi dalam hal ini hak pribadi itu punya kaitan langsung dengan kejadian-kejadian yang disebabkan oleh larinya nyonya itu ke rumah dr Anton. Inilah yang tidak dikehendaki Jaya Wijaya. Kurasa patut kalau dia merasa sakit hati. Kau tahu Erwin, cinta yang beginian banyak risikonya! Mengapa dr Anton tidak ambil saja wanita lain yang setidak-tidaknya sama menarik dan cantiknya dengan nyonya Lydia itu!" kata Kapten Siregar.
"Kalau bisa begitu memang bagus sekali kapten. Tetapi dalam soal cinta kan tidak mudah orang menggunakan istilah tukar saja sama yang lain. Maunya Lydia, bukan yang secantik dia tetapi lain. Bukan pula yang lebih cantik. Dia mau Lydia.
Sama halnya dengan misalnya seorang besar atau bahkan kepala negara yang jatuh hati pr.da seorang bekas wanita panggilan. Dia tidak perduli semua itu. Dan tidak ada kaitannya dengan kedudukannya sebagai menteri atau kepala negara. Yang bicara dalam hal-hal semacam Uh a ulilah nati seorang manusia. Terlepas dari segala kedudukan atau keturunan atau kekayaannya."
"Rupanya dalam masalah cinta pun kau kawakan Erwin.
Bukan menyindir. Kau benar-benar hebat. Aku ingin jadi seperti kau Erwin," kata Kapten Siregar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Seperti aku" Jadi manusia harimau, yang kadang-kadang tidak tahu ke mana mau menyembunyikan diri karena malu dan karena takut dikeroyok oleh orang banyak" Yaitu kalau aku mendadak berubah rupa. Perubahan yang terjadi tanpa kuingini dan tak dapat dicegah!"
Kapten Siregar diam lagi. Membicarakan keadaan Erwin yang menyimpang itu harus hatihati, sebaiknya jangan sama sekali. Soal itu terlalu peka.
Dalam omong-omong begitu, mobil pun tiba di rumah dr Anton yang bersama Lydia mempersilakan kapten itu masuk.
Mereka semua sudah semacam sekelompok sahabat, walaupun lain-lain profesi dan nasib.
"Bila kalian berangkat?" tanya kapten Siregar setelah ia duduk.
"Empat hari lagi, kalau sementara itu tidak ada hal-hal yang menyebabkan kami tidak bisa berangkat. Umpamanya mendadak sakit. Atau mendadak mati," kata dr Anton.
"Mengapa menyebut soal mati?" tanya kapten Siregar.
"Wajar, Karena kematian tunangan semua orang hidup yang pada saatnya tidak kawin dengan maut. Perkawinan terakhir. Bisa juga bagi sementara orang perkawinan pertama.
Langsung dengan maut," kata dr Anton. Datar saja.
"Apakah dokter masih saja teringat akan ke-matian Daeng Mapparuka dan yakin supir yang menabraknya itu orang bayaran Jaya Wijaya" Dan dokter yakin pula Jaya Wijaya belum melepaskan maksudnya melakukan pembalasan atas dokter?" tanya kapten Siregar.
"Apakah kapten juga yakin bahwa supir itu orang bayaran Jaya Wijaya yang ditugaskan untuk membunuh Daeng dan mungkin orang-orang lain, kalau dia tidak mati dibinasakan kucingnya pak Marta" Mengapa Jaya Wijaya tidak ditangkap atau sekurang-kurangnya diselidiki sampai di mana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keterlibatannya. Kapten jangan marah, saya dengar polisi pun tak berdaya terhadap dia. Saya tidak percaya, tetapi ingin bertanya kepada kapten, benarkan bisikan orang itu?"
Sekali lagi kapten Sahata Siregar menerangkan, bahwa tidak ada orang yang kebal hukum. Apalagi hanya seorang Jaya Wijaya, katanya. Tetapi mendengar ucapan kapten itu dokter Anton hanya tertawa sinis. Dipeluaran terdengar banyak cerita bahwa Jaya Wijaya ini termasuk salah satu tokoh yang dikatakan tak terjamah oleh hukum. Sama nalnya dengan sejumlah nama lain, yang kelihatannya bisa mengatur apa saja tanpa pernah terjangkau oleh hukum yang katanya berlaku dan benar-benar mau ditegakkan di negara ini.
"Pada suatu hari dokter akan melihat, bahwa saya berkata benar," kata kapten Sahata. "Kalau saya punya bukti, saya akan menangkapnya. Dan saya akan lawan siapa saja yang mau membekking dia"!" Suara kapten itu terdengar geram.
Sebab dia pun mendengar bisik-bisik itu.
Kapten polisi itu lalu bertanya kepada Lydia apakah benar Jaya Wijaya menyiksa dia, badan dan batin. Perempuan itu membenarkan dan dia tidak tahan lagi. Mau mengadu kepada polisi pun dianggapnya tidak berguna, karena ia mengetahui, bahwa orang yang mengontrak dirinya itu memang punya banyak kekuasaan. Benarlah, seperti tidak terjamah oleh hukum. Sehingga ia bukan hanya sombong tetapi juga brutal dan sangat kejam. Tetapi dia tidak berani menceritakan apa yang diketahuinya, karena takut akan keselamatan dirinya.
Nanti, kalau dia sudah aman di negerinya barangkali dia mau membongkar segala rahasia yang diketahuinya.
"Bagaimana dengan Sati?" tanya kapten Siregar.
"Pak Marta lebih suka membawanya. Tetapi kalau tidak mungkin, akan ditompangkan di sini," kata Erwin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat namanya disebut itu, tahu-tahu kucing suruhan Sumarta sudah hadir pula di sana. Menimbulkan rasa takjub lagi di hati mereka semua.
*** ENAM PULUH SEMBILAN
KAPTEN Siregar memandang Erwin, seolah-olah minta penjelasan tentang keajaiban itu. Tidak diketahui dari mana masuknya. Tiba-tiba saja dia ada di sini hanya karena namanya sedang disebut-sebut.
"Kau ingin turut ke Muangthai Sati?" tanya Erwin. Kucing itu mengeong, tidak menggeleng atau mengangguk sebagaimana yang lazim dilakukannya.
Pada waktu mereka membicarakan keberang-katan tanpa kehadiran Sumarta, yang kadang-kadang masih teringat akan kepergian Daeng dengan cara yang sangat menyedihkan, tiba-tiba tel-pon dr Anton berdering. Kiranya Subandrio ingin bicara dengan dr Anton. Ia mohon dokter itu suka datang ke rumahnya karena ada suatu hal yang amat penting, katanya.
Ia pergi seorang diri, dinantikan oleh suami isteri Subandrio yang mengajak tamu itu di ruang tengah.
"Mengenai keberangkatan dokter dan mereka ke Muangthai, kami tidak mampu mencegah keturut sertaan anak kami Christine. Sebenarnya kami sama sekali tidak keberatan kalau ia hanya pergi dengan dokter, nona Lydia dan dukun itu.
Sedikit pun kami tidak curiga," kata Subandrio. Setelah diam sejenak barulah ia meneruskan, bahwa yang
mengkhawatirkan mereka ialah Sumarta.
"Anak kami itu terkena guna-guna dokter," kata nyonya Subandrio. "Tanpa jalan begitu, tak mungkin anak kami itu tertarik dan bahkan ingin kawin dengan tukang buah yang juga pandai ilmu kebatinan itu. Barangkali juga ilmu hitam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sahabat dokter yang dukun itu tidak mau menolong. Mungkin Sumarta sahabat akrabnya. Karena ke-pergiannya tidak dapat kami cegah, kami sangat mengharapkan bantuan dokter.
Supaya anak kami itu selamat pergi dan selamat pulang nanti.
Kalau boleh, dokter minta kepada nona Lydia jangan pernah jauh dari Christine. Guna mencegah kemungkinan yang tidak diingini. Secara wajar tidaklah mungkin anak kami itu jatuh hati, apalagi misalnya dinodai. Tetapi dengan kekuatan guna-guna macam-macam bisa terjadi. Yang terbaik, kalau dokter sudi membantu, ialah memberikan kesadaran kepada Sumarta, supaya membebaskan anak kami dari pengaruhnya.
Kasih yang begitu kabarnya tidak akan pernah abadi, bahkan tidak bisa panjang. Bila kekuatan guna-guna habis, maka habislah rasa sayang si korban kepada yang mengguna-gunainya. Ada lagi yang lebih buruk daripada itu dokter.
Kekuatan guna-guna bisa membuat korbannya jadi bodoh, penurut tanpa memikirkan mengapa ia menurut. Karena sesuai dengan jalan pikirannya, karena disukainya atau semata-mata karena ia pasrah dan tak kuasa berbuat lain daripada pasrah. Bukankah itu sangat menyedihkan, dokter.
Cobalah kalau adik atau kakak dokter terkena pengaruh yang begitu. Apakah dokter tidak akan berbuat segala yang mungkin untuk membebaskan saudara dokter dari pengaruh itu?" Subandrio bicara tenang, tetapi emosinya kentara juga.
Ia ingin dokter Anton dapat merasakan apa yang dirasanya. Di pintanya supaya dr Anton secara halus memberi nasehat dan menyadarkan tukang buah itu supaya membebaskan Christine.
"Tidakkah dokter kasihan pada anak saya. Ia bukan cinta, tetapi dibikin linglung sehingga jatuh cinta." Setelah diam sejenak, nyonya Subandrio tidak dapat menahan mulutnya dari berkata: "Mustahil anak saya yang pernah hampir selesai di fakultas hukum jatuh hati pada seorang tukang buah."
Kata-kata ini lantas mendapat reaksi dari dr Anton:
"Tentang pendapat nyonya itu saya tidak setuju. Tukang buah, tukang pungut kaleng bekas, tukang rumput, sais
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
delman semua sama dengan orang-orang yang punya kedudukan terpandang di dunia ini. Sama-sama manusia, punya hati dan jantung, punya perasaan. Bisa benci, bisa suka, bahkan bisa mencintai dan bisa dicintai. Dalam soal cinta seringkah kedudukan atau asal usul tidak pegang peranan apa pun. Seorang pangeran bisa saja jatuh cinta pada anaknya seorang tukang sampah. Begitu pula seorang gadis terpelajar dan. kaya bisa saja kena hati pada seorang kecil yang sedang menganggur. Soal cinta selalu tidak ada kaitan dengan soal pendidikan, derajat dan martabat."
"Maksud dokter anak saya itu benar-benar cinta murni pada tukang buah itu?" tanya Subandrio yang tidak bisa menolak pendapat dr Anton tetapi juga tidak bisa menerimanya.
"Saya tidak mengatakan begitu. Saya hanya bicara soal cinta pada umumnya. Tidak khusus mengenai anak tuan!"


Kucing Suruhan Karya S B Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Syukurlah kalau begitu. Saya ingin mengatakan, bahwa anak saya itu kebetulan kena guna-guna. Seorang dukun telah mengatakannya. Ada barang yang ditanam di pekarangan atau di sekitar rumah ini, tetapi dia kalah ilmu dari orang yang membuat guna-guna. Dia tidak tahu di mana ditanam. Tetapi ada. Pasti. Malah dia berani bersumpah," kata ibu Subandrio.
"Apakah dokter tidak percaya kepada kekuatan guna-guna!"
"Saya ada mendengar dan pernah juga melihat," kata dr Anton jujur. Dia teringat pada Sumarta dan Daeng Mapparuka yang menyembuhkan Jaya Wijaya, yang dia dan teman-temannya tidak sanggup lakukan. Dia pun mau tak mau jadi percaya, bahwa dalam beberapa hal dukun bisa lebih hebat daripada dokter. Sebenarnya dr Anton percaya, bahwa Christine terkena guna-guna. Tetapi untuk memberinya nasehat sukar, bahkan serasa tak mungkin. Salah-salah ia pula jadi mangsa Sati yang diketahuinya amat setia kepada tuannya itu.
"Apakah dokter mengetahui atau mendengar tentang dukun yang benar-benar pintar, sehingga saya dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyelamatkan anak saya itu. Bagaimana dokter pikir, kalau saya ngomong baik-baik dengan Sumarta lalu memberinya uang untuk melepaskan Christine," kata Subandrio yang kehilangan akal bagaimana caranya menolong anaknya.
"Wah, sulit dijawab. Entahlah kalau dia mau menjual cintanya. Sogok menyogok untuk meloloskan barang selundupan atau mendapat fasilitas banyak terjadi. Tetapi menyogok orang yang jatuh cinta untuk melepaskan orang yang dicintainya belum pernah saya dengar. Apalagi kalau orang itu sampai menggunakan guna-guna dalam mencapai tujuannya. Tentu dia bukan main-main! Tapi kalau mau coba, tentu tidak ada yang bisa melarang," kata dr Anton.
Subandrio terdiam. Kata-kata dokter itu termakan oleh otaknya. Sumarta tidak akan mau disogok. Dia akan merasa dihina dan kalau sampai begitu dia akan lebih berbahaya. Dia akan perkuat guna-gunanya atas Christine dan perempuan cantik itu akan lebih tergila-gila lagi
Sesudah berpikir, ibu Subandrio pula meneruskan permintaan, supaya dr Anton dan Lydia, begitu pula Erwin menjaga di perjalanan, jangan sampai Sumarta bisa berbuat hal-hal yang akan membuat malu keluarga mereka.
"Terus terang saja," kata Nyonya Subandrio, "Janganlah Sumarta sampai punya kesempatan menghamilkan anak saya.
Kalau sudah sampai sebegitu jauh tidak akan tertolong lagi!"
"Kami tidak berwenang untuk itu. Tergantung pada anak nyonya sendiri Saya rasa dia cukup tahu apa yang tidak boleh dilakukannya karena bisa membawa akibat tatal."
"Orang yang sudah dimakan guna-guna bukankah tidak akan tahu lagi mana yang boleh dan mana yang tidak" Kalau sudah bisa jatuh cinta secara tidak wajar, tentu bisa juga melakukan perbuatan lain yang juga tidak wajar. Karena otak dan pikirannya sudah dikuasai oleh kekuatan guna-guna itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin betul begitu, tetapi kami sungguh tidak dapat berbuat apa pun. Paling baik, nyonya sendiri memberinya nasehat supaya jangan sampai melampaui batas. Atau minta baik-baik supaya dia jangan pergi. Pak Sumarta juga pasti tidak keberatan kalau Christine tidak ikut sebab dia pun tidak akan jadi ikut!"
Dr Anton menerangkan hari dan jam kebe-rangkatan mereka. Tidak langsung ke Bangkok tetapi akan singgah satu malam di Singapore, mungkin juga dua malam. Sebab dia ada urusan di sana, katanya.
"Lalu, anak saya akan tidur bagaimana" Dengan Lydia"
Kalau bisa begitu masih lumayan," kata nyonya Subandrio berterus terang. Ia begitu kuatir anaknya sampai ditiduri Sumarta dengan segala kemungkinan sebagai akibatnya. Dan ia merasa hina sekali kalau anaknya sampai bisa digauli oleh tukang buah itu, walaupun dokter Anton telah memberi penjelasan jatuh cinta seseorang dengan segala seluk beluk dan sebab musababnya.
Karena suami isteri itu terus saja mengemukakan kekuatiran akan keutuhan diri Christine, maka dr Anton menjanjikan saja, bahwa mereka akan berbuat segala yang mungkin untuk mencegah terjadinya hal-hal yang sangat ditakuti Subandrio dan isterinya. Padahal dokter itu tahu, bahwa praktis tidak ada yang dapat mereka lakukan. Kalau dua manusia dewasa suka sama suka melakukan sesuatu yang menyenangkan mereka, maka orang luar tidak dapat berbuat apa-apa. Paling banter juga memberi nasehat. Dan nasehat, bagaimanapun indah dan benar, biasanya tidak dapat memenangkan pertarungan dengan dorongan hati. Apalagi kalau sudah dapat dikatakan dorongan nafsu.
"Dia akan celaka, kalau menjerumuskan anak saya," kata Subandrio melepaskan luapan kekuatiran dan kebenciannya pada Sumarta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dokter Anton tidak memberi komentar ataupun mengajukan pertanyaan. Dia tidak ingin tahu, bagaimana orang itu akan menimpakan kecelakaan atas diri Sumarta. Dia sudah berkata banyak, tidak ingin terlibat di dalam masalah itu. Tetapi ada sesuatu yang memberi sambutan atau reaksi atas ucapan Subandrio. Secara tidak diketahui dari mana datangnya, sebagaimana telah selalu dilakukannya, mendadak saja kucing suruhan Sumarta sudah ada di sana. Subandrio dan isterinya terkejut, sementara dr Anton hanya keheranan.
Berkata di dalam hati betapa hebatnya kucing ini dan bertanya-tanya bagaimana ayah Christine mau melawan kenyataan yang tidak dapat dijelaskan dengan ilmu biasa ini.
"Apa maksudnya ini?" tanya Subandrio. Muka nyonya Subandrio berubah pucat. Tentu kiriman seseorang, pikirnya.
Setelah berpikir, dr Anton berpendapat, sebaiknya mengatakan saja apa yang diketahuinya.
"Kucing ini milik pak Sumarta. Kucing baik yang mempunyai kelebihan dari kucing lain," kata dokter itu.
"Dokter mengenalnya?"
"Namanya Sati, tadi ke rumah saya."
"Apa kelebihannya itu" Apa maksudnya tiba-tiba berada di sini" Disuruh yang punyakah?" tanya Subandrio.
"Barangkah tidak. Tetapi dia selalu muncul di mana saja orang membicarakan majikannya. Entah mengapa ia dapat datang secara tiba-tiba, saya tidak tahu. Tetapi begitulah kenyataannya. Tuan dan nyonya telah melihatnya sendiri!"
"Apakah dia disuruh Sumarta melakukan sesuatu?"
"Sudah saya katakan tadi, barangkali tidak. Pak Sumarta tentu ingin berbuat yang baikbaik terhadap tuan dan nyonya.
Kalau seorang laki-laki mencintai wanita, menurut keharusannya, ia juga menyayangi orang-orang yang jadi keluarga orang yang dicintainya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi kami tidak menyukai Sumarta," kata nyonya Subandrio menyuarakan perasaan hatinya secara polos.
Mendengar ucapan itu Sati mendengus sambil melengkungkan tubuhnya dengan bulu-bulu semua berdiri. Ia marah dan Subandrio serta isterinya mengerti, bahwa kucing itu marah.
Kalau tadi hanya terkejut, kini kedua orang itu jadi takut.
Mereka merasa bahwa kucing ini mendengar dan mengerti apa yang dikatakan orang. Dia marah karena majikannya tidak disukai.
Kedua orang tua Christine merasa ngeri, ketika kemudian kucing itu memandangi mereka dengan sorot mata seperti menyala. Oleh takutnya kedua suami isteri itu seperti terbisu, tak kuasa mengatakan apa pun, tak pula kuasa menjerit.
Mereka pun tidak menantikan apa lagi yang akan terjadi.
Tetapi yang terjadi justru apa yang sama sekali tidak merasa sangka. Kucing suruhan Sumarta mendadak hilang, sebagaimana tadi ia mendadak ada di sana. Subandrio dan isterinya diam terpaku. Seperti orang hilang ingatan.
Beberapa saat kemudian dr Anton, yang sebelum peristiwa Jaya Wijaya digigit kucing, hanya bergelimang dengan segala macam obat-obatan yang ditulisnya sebagai resep, berkata pelan: "Ia sudah pergi. Ia hanya mau memperlihatkan, bahwa dia mendengar dan mengetahui rencana jahat orang terhadap majikannya. Dia hanya memberi peringatan. Belum lebih daripada itu!"
"Maksud dokter?" tanya Subandrio tanpa mengangkat muka.
"Dia bisa berbuat lebih dari itu. Dan ia telah berkali-kali melakukan yang lebih daripada itu. Menerkam, mencakar dan menggigit. Bisa sampai membunuh. Ia telah membunuh seorang supir yang dengan sengaja menabrak sahabat terdekat Sumarta. Nama orang itu Daeng Mapparuka. Apakah Christine tidak menceritakan?"
Subandrio dan isterinya tidak menjawab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata lagi dr Anton: "Saya bukan mau membela Sumarta.
Tetapi saya rasa bukan dia yang menyuruh Sati kemari.
Kucing itu berbuat begitu atas kehendak hatinya sendiri. Tadi tuan mengatakari mau mencelakakan Sumarta. Kucingnya tidak menerima maksud tuan itu. Ia datang untuk memberi ingat!" Dokter itu lalu menerangkan, bahwa dari kenyataan-kenyataan yang dilihatnya sendiri, ia kini percaya pada kegaiban dan keajaiban yang tadinya tidak pernah diterima akal.
Pada waktu kedua orang tuanya masih belum normal semula Christine tiba. "Ada apa" Kelihatannya agak tegang.
Dokter, Erwin tidak ikut" Dia tidak apa-apa bukan" Dan Lydia, bagaimana?"
"Papa dan mama kelihatan bingung. Mengapa?" tanya Christine kepada kedua orang tuanya.
"Tadi Sati datang. Baru saja pergi lagi," kata dr Anton.
*** TUJUH PULUH CHRISTINE terkejut mendengar kunjungan kucing suruhan itu. Apa maunya. Dia tidak akan datang tanpa maksud.
Apakah mungkin Sumarta menyuruh, karena mengetahui bahwa orang tuanya tidak menyukai hubungan mereka.
Apalagi setelah mendengar kepastian Christine untuk turut serta ke Muangthai.
"Apa maunya?" tanya wanita muda itu.
"Tidak ada apa-apa," jawab dr Anton mendahului Subandrio atau isterinya. "Barangkali sekedar memperkenalkan diri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Nyonya Subandrio segera pula berkata: "Entah dari mana datangnya, tiba-tiba sudah ada di sini. Dan perginya pun mendadak hilang saja."
"Dia kelihatan marah dan pandangannya dengan sorot tajam amat mengerikan," sambung
Subandrio. Christine merasa malu, takut orang tuanya berpikir bahwa Sumarta melancarkan ancaman melalui kucingnya itu. Dia masuk, tidak mau mendengarkan.
"Apakah dia biasa membunuh orang-orang yang tidak menyukai pemiliknya?" tanya nyonya Subandrio lagi.
"Begitulah yang saya dengar. Dan ia juga tidak segan-segan membinasakan siapa saja yang hendak menganiaya pak Sumarta."
Bergidik juga bulu tengkuk nyonya Subandrio. Seharusnya tidak masuk akal. Tetapi ia dan suaminya sendiri telah melihat kehadiran kucing itu secara tiba-tiba, tidak diketahui dari mana dia masuk. Suatu kenyataan, bahwa kucing itu bisa membuat dirinya tidak tampak. Kalau manusia, maka ia mempunyai ilmu perabun, membuat mata orang lain yang tidak dikehendakinya melihat dirinya, jadi seperti buta.
Dengan ilmu perabun orang bisa melewati petugas bea cukai umpamanya tanpa terlihat. Padahal ia terang-terangan berlalu diha-dapan orang yang seharusnya memeriksa diri atau barang bawaannya. Dengan ilmu' perabun juga seorang jahat bisa masuk ke rumah satu keluarga kaya langsung ke tempat-tempat yang dikehendakinya lalu mengambil apa saja yang diingininya tanpa dilihat oleh siapa pun. Inilah salah satu ilmu yang amat ampuh, berbahaya, tetapi juga sekaligus ilmu yang amat besar gunanya bagi si pemilik. Di zaman revolusi pisik dengan kekuatan Belanda dan Sekutu dalam perebutan kemerdekaan, ada penyelundup senjata yang memiliki ilmu perabun ini. Ia membawa senjata satu motorboat penuh,
Kisah Sepasang Rajawali 14 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kidal 11
^