Pencarian

Lentera Maut 1

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 1


Lentera Maut (Ang Teng Hek Mo)
Karya : Khu Lung
Sumber djvu : BBSC
Ebook oleh : Hendra & Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Daftar Isi : Lentera Maut Daftar Isi : Jilid 1 Jilid 2 Jilid 3 Jilid 4 Jilid 5 Jilid 6 Jilid 7 Jilid 8 Jilid 9 Jilid 10 Jilid 11 Jilid 12 Jilid 13 Jilid 14 Jilid 15 Jilid 16 Jilid 17 Jilid 18 Jilid 19 Jilid 20 Jilid 21 Jilid 22 Jilid 23 Jilid 24 Jilid 25 Jilid 26 Jilid 1 ORANG BILANG, hidup didalam rumah penjara adalah suatu penderitaan, harus melakukan kerja-paksa dan tidak boleh bertemu dengan 'orang luar', kalau bukan pada waktu-waktu yang sudah ditentukan.
("akan tetapi, hidup didalam biara, barang kali lebih menderita..." ) kata Cie in suthay didalam hati; Karena agaknya dia sedang membandingkan derita orang yang hidup didalam rumah penjara, dengan orang orang yang hidup didalam biara seperti dia.
Cie in suthay adalah seorang biarawati yang muda usia, memiliki ilmu yang perkasa akan tetapi pernah mengalami siksa asmara; sehingga dia memilih hidup didalam biara, mendekati sang Budha buat menjauhi dewi asmara atau cinta.
Akan tetapi, mungkin karena usianya yang masih muda, atau mungkin pula karena bakatnya yang memang tidak ada; maka Cie in suthay sering sering memaki setan setan yang menggoda, membakar semangatnya, atau menyimpan rasa dendam, atau ingin mengembara membasmi setan setan yang merajalela.
Dahulu nama Cie in suthay adalah Liong Cie In. Sejak kecil dia sudah belajar ilmu silat pada Thian jie sengjin yang sakti ilmunya, terutama dalam hal kelincahan tubuh dan ilmu lari cepat 'Leng pou hui pu' atau terbang diatas air.
Dalam masa perjuangan tentara rakyat yang hendak menggulingkan pemerintah penjajah bangsa Mongolia, Liong Cie In membantu gerakan yang dipimpin oleh almarhum Thio Su Seng, dan pada kesempatan itu Liong Cie In mendapat tambahan ilmu dari seorang pendeta sakti, yakni Cit Siu tojin yang menjadi pembantu utama dari almarhum.
Kemudian dara yang perkasa itu terlibat dalam kasih asmara dengan seorang laki laki muda yang perkasa, yakni si pendekar tanpa bayangan Tan Sun Hian, namun akhirnya diketahui oleh dara yang perkasa itu, bahwa Tan Sun Hian sebenarnya sudah beristeri dan sudah mempunyai seorang anak, sehingga Liong Cie In hampir saja membunuh diri, sekiranya dia tidak bertemu dengan Bok-lan siancu seorang bhiksu sakti yang hanya memiliki sebelah tangan kanan, sebab lengan kirinya putus sebatas pundak.
Dan sejak saat itu Liong Cie In menjadi murid dari bikshuni tua yang sakti itu, belajar agama dan mendapat tambahan pelajaran ilmu silat, serta mengganti nama menjadi Cie in suthay karena dia bertekad hendak menjadi seorang biarawati, supaya jauh dari goda dan jauh dari pengaruh cinta asmara. Sementara itu sudah tiga bulan lamanya Cie in-suthay ditinggal pergi oleh gurunya dan sudah tiga bulan pula biarawati yang muda usia itu merawat Lie Hong Giok yang terkena penyakit jiwa, menjadi seorang perempuan sinting sebab diganggu oleh si iblis penyebar maut atau Toat beng sim'.
Perkenalan Cie in suthay dengan dara Lie Hong Giok adalah sejak mereka bahu membahu ikut gerakan penentang pemerintah penjajah bangsa asing, sampai kemudian mereka ikut menggabungkan diri dalam kelompok pendekar penegak keadilan, melakukan aksi pengganyangan terhadap markas pusat persekutuan Thian tok bun, suatu persekutuan penyebar racun maut sebagai kegiatan dari si iblis penyebar maut.
Kemudian ketika pada suatu kesempatan Cie in suthay sedang melakukan perjalanan bersama sama si macan terbang Lie Hui Houw. maka secara tidak disengaja biarawati yang muda usia itu bertemu dengan Lie Hong Giok yang sedang menderita, sebagai seorang perempuan sinting, sebagai korban perbuatan biadab dari si iblis penyebar maut.
Ada kemajuan yang dicapai oleh Lie Hong Giok, berkat rawatan Cie in suthay yang cermat dan teliti, memakai obat obat dan cara cara seperti yang diberitahukan oleh Bok lan siancu, gurunya Cie in suthay.
Secara berangsur angsur kesehatan Lie Hong Giok menjadi pulih lagi, akan tetapi nyala-api dimatanya dara yang bernasib malang itu bagaikan sudah padam, seperti dia merasa tidak ada lagi gunanya dia hidup didalam dunia ini, sebab perawannya sudah hilang bahkan pernah dia melahirkan bayi didalam sebuah kuil tua, tanpa ada dukun atau seseorang yang membantu dia !
Konon waktu Bok lan siancu pulang dari perjalanan musibah, bhiksuni yang sudah tua dan sakti ilmunya itu membawa berita baru yang dia ceritakan dihadapan Cie in suthay :
" - - dikota Hie ciang, orang orang Kay pang atau orang orang gelandangan sedang pecah menjadi dua golongan." demikian Bok lan siancu memulai dengan bertanya yang baru itu dan meneruskan lagi.
"...dahulu orang orang gelandangan didalam kota Hie ciang dipimpin oleh seorang laki laki yang bernama Lim Tiong Houw. Akan tetapi sejak kepergiannya sepuluh tahun yang lalu, pimpinan diganti oleh seorang laki laki yang bernama Ouw Beng Tek dan baru baru ini Ouw Beng Tek itu mati dibunuh seseorang sehingga terjadilah orang orang gelandangan didalam kota Hie ciang saling berebut hendak menjadi pemimpin."
"persoalan mereka yang saling berebut kedudukan itu, tentunya dengau mudah dapat dibereskan oleh Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin, dua kakak beradik yang menjadi pejabat ketua umum persekutuan Kay pang..." kata Cie in suthay yang memutus perkataan gurunya.
"Dua bocah bocah itu, mengurus diri saja mereka tidak mampu bagaimana mungkin sanggup mengatasi urusan perkumpulan Kay pang yang sudah sangat meluas itu ..?" sahut Bok lan siancu yang sebenarnya sudah tidak mau mencampuri urusan orang orang yang sedang berselisihan; namun bhiksuni tua yang sakti ilmunya itu menyimpan sesuatu maksud terhadap muridnya yang sedang dia ajak bicara.
"... pertentangan antara sesama orang-orang gelandangan didalam kota Hie ciang itu kemudian ditunggangi oleh seseorang atau sekelompok orang orang yang sengaja hendak menambah kekeruhan. Dua bocah yang kau sebut namanya tadi, sudah tiga kali mengirim utusan buat mengambil alih pimpinan Kay pang di dalam kota itu akan tetapi dua orang yang menjadi utusan itu sudah binasa pada sebelum mereka memasuki kota Hie ciang; dan yang seorang lagi atau yang ketika mampus waktu dia baru semalaman tiba . ."
Perhatian Cie in suthay menjadi tertarik dan dia memperhatikan setiap kata kata yang diucapkan o!eh gurunya yang meneruskan menceritakan tentang peristiwa yang sedang terjadi didalam kota Hie ciang; bahkan sering kali Cie-in suthay menanya kalau ada sesuatu yang dia rasa belum jelas terlebih mengenai sebab sebab Lim Tiong Houw pergi meninggalkan kota Hie Ciang; Ouw Beng Tek dibunuh orang dan sebagainya sampai Bok lan siancu berulangkali perlihatkan tanda kepingin tidur, sebab malam semakin bertambah larut namun Cie in suthay belum merasa cukup mengajukan pertanyaan sampai kepada persoalan yang sekecil kecilnya.
Waktu sudah berada seorang diri didalam kamarnya, dw-kz biarawati yang muda usia itu masih duduk berpikir; sampai mendadak dia teringat dengan si macan terbang Lie Hui Houw.
Setelah berpisah habis bahu membahu menolong Lie Hong Giok, maka Cie in suthay tidak pernah bertemu lagi dengan macan terbang Lie Hui Houw; padahal pemuda itu pernah datang kuil Cui gwat am bersama kekasihnya, Cin Siao Yan; dan kedatangan pemuda itu yang hendak menyambangi Cie in ternyata sia sia belaka sebab kuil Cui gwat am tidak boleh menerima kunjungan tamu laki laki.
Malam itu, karena adanya urusan dikota Hie ciang, maka Cie in suthay menjadi teringat dengan si macan terbang Lie Hui Houw.
Biarawati yang muda usia dan cantik rupawan ini tak mengetahui apakah si macan terbang Lie Hui Houw masih menumpang dirumah si naga sakti Louw Sin Liong, ataukah sudah pergi membawa kekasihnya ke teluk Hek liu ouw sebab sesuai dengan rencananya pemuda itu hendak mengajak kekasihnya menemui si jeriji sakti Phang Bun Liong, datuk dari para pendekar penegak keadilan.
('akan kususul dia, kemanapun dia pergi...') biarawati yang muda usia itu memutuskan di dalam hatinya; sebab untuk yang kesekian kalinya ternyata dia tidak berhasil mengatasi diri dari "gangguan" setan setan, dan dia bertekad hendak mencampuri urusan orang orang gelandangan yang katanya sedang saling gontok didalam kota Hie ciang.
Setelah menetapkan tekadnya maka biarawati yang muda usia itu sempat tidur selama dua jam; dan pada pagi harinya dia menghilang dari kuil Cui gwat am, dengan meninggalkan sepucuk surat buat gurunya, sebagai ganti pamit buat dia menjernihkan urusan didalam kota Hie ciang !
Bok lan siancu tertawa didalam hati waktu dia habis membaca surat muridnya. Bhiksuni tua yang sakti ilmunya ini memang sudah mengetahui, bahwa usia muda dan semangat yang masih membara belum memungkinkan buat muridnya itu mendekati sang Budha, sehingga Bok lan siancu membiarkan sang murid itu mengamalkan darma baktinya didunia yang bebas, yang masih banyak setan setan yang berkeliaran.
)o(dw)(X)(kz)0(
Sepanjang melakukan perjalanan hendak mencari si macan terbang Lie Hui Houw, maka Cie in suthay menjadi ingat masa perkenalannya dengan si macan terbang itu yang kadang kadang bisa membikin dia tersenyum seorang diri, menganggap lucu oleh karena pada waktu itu dia menghadapi DUA 'macan terbang", bukannya cuma SATU macan terbang.
Waktu itu maharaja Beng tay couw merupakan raja Beng yang pertama setelah berhasil mengusir kaum penjajah bangsa Mongolia. Adalah merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa dan negara yang berhasil merebut kemerdekaan setelah sedemikian lamanya dijajah oleh bangsa asing. Kemerdekaan antara lain merupakan suatu kebebasan dari penindasan kaum penjajah. Akan tetapi rakyat negri Cina yang mengharapkan suatu kehidupan yang aman dan tentram, ternyata telah dihadapkan oleh suatu kekecewaan oleh karena keamanan negara ternyata belum tercapai, meskipun yang memerintah sudah merupakan bangsa sendiri.
Cu Juan Csang yang mengangkat diri menjadi maharaja Beng yang pertama, merasa perlu untuk memerintah memakai tangan besi, istimewa terhadap orang orang yang pernah mendukung atau pernah memihak dengan Thio Su Seng seorang tokoh yang dianggap sebagai saingan oleh Cu Juan Csan dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri Cina. Meskipun tokoh Thio Su Seng sudah binasa dan segala kesatuannya sudah dibubarkan, namun maharaja Beng merasa curiga bahwa antek anteknya Thio Su Seng masih hendak berusaha merebut pemerintahan melalui suatu pemberontakan.
Beng tay couw atau maharaja Beng yang agung itu kemudian mengeluarkan perintah menangkap dan menghukum mati bagi antek-anteknya Thio Su Seng berikut semua keluarga mereka; dan pihak istana mengetahui adanya suatu "daftar nama" dari seratus delapan orang orang yang pernah menjadi pendukung gerakan Thio Su Seng, dan maharaja Beng tay couw lalu memerintahkan mencari dan merebut daftar nama itu. Untuk tugas ini telah dibentuk suatu kesatuan "dinas rahasia" yang terdiri dari tiga belas orang jago istana atau Tay lwee sip sam ciu; alias tiga belas malaikat maut.
Tay Iwee sip sam ciu dipimpin oleh seorang pangeran muda, salah seorang keponakan maharaja Beng yang mahir ilmu silatnya, dan merupakaj sesuatu hal yang istimewa baginya pada kesatuan dinas rahasia ini, bahwa mereka memiliki pakaian seragam yang lengkap dengan selubung penutup kepala sehingga wajah muka mereka tidak kelihatan dan tidak saling mengenal diantara sesama rekan mereka. Tanda pengenal mereka adalah nomor urut dalam lingkaran gambar seekor naga yang terdapat dibagian dada sebelah kiri pada seragam mereka, serta sebuah lencana khusus yang berupa cincin.
Pakaian seragam dari ke tiga belas malaikat maut itu, masing masing saling berbeda warna. Misalnya warna kuning emas bagi Tay lwee siap sam ciu yang pertama sebagai pemimpin, warna hitam bagi Tay lwee sip sam ciu nomor dua warna hijau untuk nomor delapan dan lain sebagainya.
Sepak terjang ke tiga belas malaikat itu yang melakukan tugas penyelidikan dikalangan masyarakat, dalam sekejap telah menghebohkan berkat kekejaman tindakan mereka. Rakyat jelata hidup dalam suasana penuh rasa takut dan saling curiga, setiap saat nyawa mereka akan hilang tanpa dapat diramal,bila kiranya mereka kena tuduhan menjadi antek anteknya gerakan Thio Su Seng, atau ikut mengetahui tentang adanya "daftar nama" keseratus delapan orang orang menjadi pendukung gerakan Thio Su Seng itu.
Suasana gelisah dan rasa curiga ini tidak melulu terjadi dikalangan rakyat jelata, akan tetapi juga dikalangan rimba persilatan ikut menjadi heboh; sebab sepak terjang ke tiga belas malaikat maut itu justeru dipusatkan pada kelompok orang orang gagah.
Sementara itu, seorang lelaki bermuka hitam bekas kena terbakar oleh teriknya sinar matahari bertubuh agak kurus tapi berotot, dikawal oleh sejumlah alat negara untuk menerima kebebasannya dari rumah penjara dekat Tembok besar Ban lie tang shia.
Hampir duapuluh tahun lamanya dia menjadi penghuni rumah penjara itu. menjalani derita dan siksa, melakukan kerja paksa tanpa menghiraukan panasnya terik sinar matahari atau musim dingin yang penuh dengan salju.
Dahulu lelaki ini merupakan seorang pemuda yang tampan dan tangkas, sekarang dia bermuka hitam dan kelihatan lebih tua dari usia yang baru mendekati empat puluh tahun.
Seharusnya dia mengalami hukuman seumur hidup sebagai orang tahanan pihak pemerintah penjajah, sebab dia ikut perjuangan yang menentang kaum penjajah bangsa Mongolia. Akan tetapi berkat kemerdekaan bangsa dan negaranya, maka hari itu dia menerima kebebasannya.
Lelaki itu tertawa tak sudahnya waktu dia sudah berada diluar tembok penjara. Dia telah merdeka, seperti juga bangsa dan negaranya yang sudah bebas dari belenggu kaum penjajah. Dia sekarang sudah bebas dan mempunyai kesempatan buat melepas dendam terhadap orang atau orang orang telah mcnghianati dia, mengakibatkan dia kena ditangkap dan harus mengalami derita didalam rumah penjara, melakukan kerja paksa yang tidak mengenal perikemanusiaan !
Dahulu lelaki itu adalah seorang panglima ketiga dari persekutuan 'naga hijau" ataa Ceng liong pang, suatu persekutuan orang-orang gagah yang menentang penjajah bangsa Mongolia. Kemudian dia mendapat perintah dari pangcu atau ketua persekutuan buat dia membunuh pejabat pemerintah kota Hang ciu, sebab pejabat pemerintah itu adalah seorang penghianat bangsa yang kesudian mengabdi pada bangsa asing.
Dikota Hang ciu yang besar dan ramai, sengaja lelaki itu tidak memilih sebuah rumah penginapan buat dia memondok, sesuai dengan saran salah seorang rekan seperjuangannya, dan dia menginap didalam sebuah kuil tua yang letaknya dekat perbatasan luar kota. Akan tetapi, segala persiapan yang cermat dan teliti itu ternyata sia sia belaka, karena pihak pejabat pemerintah setempat segera mengetahui tentang tugas dan kedatangannya dikota Hang ciu, bahkan pihak pejabat pemerintah itu telah mengetahui tempat memondoknya yang istimewa, dan menyergap lalu menangkap dia memakai suatu muslihat.
Sebagai seorang ksatrya yang tangkas dan memiliki semangat baja, sudah pasti dia pantang menyerah dan akan melakukan sampai pada akhir hayatnya, akan tetapi waktu itu dia kena perangkap yakin seyakin yakinnya, bahwa seseorang telah menghianati dia, dan seseorang itu pasti adalah rekan seperjuangan yang menyarankan dia memilih tempat mondok didalam sebuah kuil tua. Dengan demikian, segala derita selama dia dihukum melakukan kerja paksa didalam rumah penjara, terasa lebih menyakitkan adalah derita membendung dendam yang membara !
Sekarang setelah dia memperoleh kebebasannya maka kesempatan pertama yang hendak dia pergunakan adalah untuk melakukan balas dendam terhadap orang yang sudah menghianati dia.
Langkah kakinya tidak mengenal lelah buat dia menempuh jarak perjalanan yang jauh menuju keatas gunung Ceng liong san, tempat markas pusat persekutuan Ceng liong pang dahulu, dua puluh tahun yang lalu !
Setelah hampir dua puluh tahun lamanya dia menjadi orang hukuman, sekarang laki-laki itu bagaikan sudah lupa dengan kebiasaannya dahulu, selagi dia menjadi seorang pemuda tampan yang selalu berpakaian bersih dan rapih.
Pakaiannya sekarang dari bahan katun bagaikan pakaian seorang desa. Bekalnya sangat terbatas, dari itu dia tidak pernah masuk ke sebuah rumah makan buat dia mengisi perut, sedangkan untuk tidur dia memilih kuil kuil tua yang sudah tidak ada penghuninya atau bercampur dengan orang orang gelandangan.
Didalam hati, sebenarnya laki laki bekas orang hukuman itu merasa heran; mengapa bukan Thio Su Seng yang menjadi raja " Mengapa justeru Cu Juan Tsyang "
Laki laki bekas orang hukuman itu teringat dengan masa lalu selagi dia masih menjadi panglima ketiga pada perkumpulan Ceng liong pang. Dia lebih condong dengan gerakan yang dipimpin oleh Thio Su Seng; sebaliknya pangcu Ceng liong pang kelihatannya memihak dengan gerakan "Pelangi merah" yang dipimpin oleh Cu Juan Tsyang. Dan sekarang ternyata pangcu itu yang 'menang".
Maka didalam hati dia menjadi tersenyum. Namun sekarang dia tidak perduli siapa saja yang menjadi raja. Yang penting negara sudah merdeka tidak lagi dijajah oleh bangsa asing, seperti cita cita dan perjuangannya. Dan yang lebih penting lagi dia sekarang ikut jadi merdeka, tidak lagi menjadi orang hukuman yang hidup didalam rumah penjara !
Akan tetapi, selama dia melakukan perjalanan itu, dilihatnya rakyat jelata hidup dalam keadaan gelisah, takut bicara dengan orang-orang yang mereka tidak kenal, terhadap seseorang pendatang seperti dia, sehingga sangat berbeda dengan janji-janji selama masa perjuangan masih berlangsung bahwa rakyat jelata akan hidup amat tentram kalau negara sudah merdeka !
Namun demikian, dendam yang membara di dalam tubuhnya, telah menjadikan laki laki bekas orang hukuman itu bersikap 'masa bodo", tidak mau dia mencampuri urusan lain orang. Dia sekarang justru selalu menghindar dan bicara hanya seperlunya jauh berbeda kalau dibanding dengan waktu dia masih muda.
Akan tetapi ketika pada suatu hari dia memasuki kota Lu liang thang, jiwa ksatrya yang tetap dia miliki, memaksa laki laki bekas orang hukuman itu jadi menunda perjalanannya.
Di dalam kota Lu liang thang ini, adalah menjadi tempat tinggalnya seorang pendekar muda bernama Lee Kuo Cen serta adik perempuannya yang bernama Lee Su Nio, sipendekar perempuan berbaju merah atau Ang ie liehiap.
Baik Lee Ku Cen maupun adiknya, mereka berdua hampir selalu tidak pernah berada dirumah. Keduanya seringkali merantau menunaikan bhakti sebagai semua para pendekar penegak keadilan, seperti baru-baru ini mereka ikut didalam aksi pengganyangan terhadap markas besar si iblis penyebar maut yang melakukan kegiatan sebagai pemimpin dari persekutuan Thian tok bun, atau persekutuan penyebar racun maut.
Kedua pendekar ini, Lee Kuo Cen dan Lee Su Nio, merupakan orang orang yang namanya justeru dicantum didalam daftar nama ke 108 orang orang yang mendukung gerakan Thio Su Seng, lagipula segala sepak terjang kedua pendekar muda itu sudah banyak diketahui orang, sehingga tidak sukar buat pihak alat negara mencari alamat mereka, terlebih bagi kesatuan dinas rahasia yang menamakan diri sebagai Tay lwee sip-sam ciu atau tigabelas malaikat maut.
Tay lwee sip sam ciu yang ke tujuh berhasil memperoleh keterangan tentang kegiatan yang pernah dilakukan oleh Lee Kuo Cen berdua adik perempuannya. Dinas rahasia itu mendatangi pihak pejabat pemerintah setempat, yang bermaksud untuk meminta bantuan tenaga pasukan tentara buat menangkap kedua pendekar muda itu, yang dia yakin akan melakukan perlawanan dan tak mudah untuk ditangkap, meskipun anggota dinas rahasia yang ke tujuh itu memiliki ilmu yang tinggi.
Kedatangan rombongan pasukan tentara itu dibawah pimpinan seorang perwira muda serta didampingi oleh Tay lwee sip sam ciu yang ke tujuh akan tetapi ketika mereka tiba di tempat tujuan, mereka hanya berhasil menemui Ang-ie liehiap Lee Su Nio berikut suami isteri yang menjadi pembantu rumah tangga, sedangkan pemuda Lee Kuo Cen sedang melakukan perjalanan mengembara.
Dara perkasa berbaju merah itu justeru baru dua hari berada dirumah, bermaksud hendak menemui kakaknya sebab dia telah mendengar berita tentang sepak terjang Tay lwee sip sam ciu yang mendapat tugas langsung dari istana kerajaan Beng. Akan tetapi dara yang perkasa itu belum berhasil bertemu dengan kakaknya, sebaliknya pihak alat negara justeru telah datang hendak menangkap dia berikut kakaknya. Ang ie liehiap Lee Su Nio melakukan perlawanan tanpa menghiraukan banyak pihak alat negara yang mengepung dia, akan tetapi, dara perkasa berbaju merah itu tak mau menyebar maut dikalangan bangsa sendiri. Dalam usahanya hendak melarikan diri pedangnya lebih banyak dipakai buat dia melindungi dirinya, atau buat mengancam Tay lwee sip sam ciu yang ketujuh serta si perwira muda yang ikut melakukan pengepungan.
Akibat cara dia bertempur itu, justeru jadi merugikan dara perkasa berbaju merah itu, sebab pihak tentara menjadi berani mengurung dan mengepung dia secara ketat, bahkan Lee Su Nio menjadi tidak berdaya memberikan pertolongan waktu suami-isteri pembantu rumah tangganya kena ditangkap dan digiring ke kantor pejabat pemerintah. Di lain pihak Tay lwee sip-sam ciu yang ke tujuh menghadapi kenyataan bahwa memang tidak mudah buat dia menangkap Ang-ie liehiap Lee Su Nio, apalagi kalau pada saat itu Lee Kuo Cen ikut mendampingi adiknya. Tay lwee sip sam ciu yang ke tujuh itu kemudian memerintahkan beberapa orang tentara buat membakar rumahnya Lee Su Nio, sementara pengepungan tetap dilakukan; namun sambil mereka bergerak keluar rumah.
Pedih hati Lee Su Nio waktu menyaksikan rumah dan harta bendanya dibakar habis Dara perkasa berbaju merah itu sebenarnya mempunyai kesempatan buat melarikan diri dari kepungan tentara yang sekarang terjadi di bagian luar rumah, di jalan raya, akan tetapi dara yang perkasa itu sekarang tidak dapat lagi membendung kemarahannya.
Mayat mayat dan orang orang yang terluka parah, mulai bergelimpangan di jalan raya terkena amukan pedang dara perkasa berbaju merah itu.
Biasanya, jalan raya tempat terjadinya pertempuran itu merupakan jalan yang ramai dengan arus lalu lintas. Akan tetapi karena adanya pihak alat alat negara yang hendak melakukan penangkapan atas diri Lee Su Nio, maka hilang lenyap orang-orang yang berlalu lintas, bahkan para tetangga pada berlomba menutup pintu rumah mereka.
Kemudian waktu terjadi pembakaran terhadap rumah Lee Su Nio, maka para tetangga berhamburan saling berlomba membuka pintu buat mengeluarkan harta benda mereka, sehingga dalam sekejab keadaan menjadi bertambah kacau balau, banyak terdengar pekik suara perempuan dan kanak kanak, bercampur dengan suara tatis dan suara dari orang-orang yang sedang mengepung Lee Su Nio.
Pihak pejabat yang menerima laporan kilat mengenai pertempuran itu, cepat cepat mengirimkan bala bantuan yang beberapa kali lebih banyak jumlahnya, ditambah dengan seorang perwira menengah bernama Yo Sun Kong, yang pernah menjadi pembantu dari ciangkun Lie Kim Liang, perwira tinggi, yang menjabat pangkat sebagai kepala pasukan gerak cepat di istana kerajaan Beng.
Keadaan Lee Su Nio sekarang menjadi gawat, dikepung dalam suatu lingkaran pasukan tentara yang hampir 100 orang banyaknya serta tay lwee siap sam ciu yang ke 7 dan rekan rekannya yang secara silih berganti ikut melakukan pengepungan terhadap dara perkasa berbaju merah itu.
Betapapun halnya keadaan yang hiruk pikuk itu telah menarik perhatiannya laki laki bekas orang hukuman itu, yang baru saja memasuki kota Lu liang thang.
Sejenak laki laki bekas hukuman itu bagaikan lupa dengan perjalanannya yang hendak mendaki gunung Ceng liong san buat mencari seorang orang yang telah menghianati dia. Dia bergerak lincah dan ringan waktu dia lompat naik keatas sebuah pohon untuk dia duduk seenaknya pada sebuah dahan di mana dia menggoyang goyang kepala waktu melihat hanya seorang perempuan muda yang harus dikepung oleh sedemikian banyaknya kaum laki laki.
Akan tetapi, perempuan muda yang berbaju merah sangat cantik dan sangat perkasa sehingga secara mendadak laki-laki bekas orang hukuman itu menjadi terkenang dengan masa lalu, karena dia teringat dengan seorang dara yang pernah dia kenal dan pernah menjadi tambatan hatinya. Kelincahan dan kegagahan dara berbaju merah itu, tidak ubahnya seperti dara yang pernah menjadi tambatan hatinya.
Secara begitu mendadak, secara begitu tiba tiba, didalam hati laki laki bekas seorang hukuman itu jadi mengeluh:
(Hong Moay, mengapa bisa terjadi seperti ini" mengapa nasib sekejam itu memisah kita ..."!)
Dan, secara begitu tiba-tiba juga sepasang laki-laki itu menjadi basah dengan air mata!
Mungkin karena adanya kenangan lama itu maka laki laki bekas orang hukuman itu bagaikan lupa dengan sikapnya yang sudah tidak mau mencampuri urusan yang lainnya orang. Dia berteriak perdengarkan suaranya yang bagaikan aum seekor harimau jantan, seperti kebiasaan dulu lalu tubuhnya melesat bagaikan seekor macan yang sedang terbang !
Dua kepala tentara dia injak menjadi landasan buat dia lompat sekali lagi, sampai dia berhasil mendekati Ang ie liehiap Lee Su Nio!
Sebelah telapak tangannya kemudian memukul lengan Yo Sun Kong yang sedang menyerang Lee Sun Nio memakai sebatang ruyung besi, sementara sikutnya ikut bekerja mencari sasaran pada seorang tentara yang hendak menikam Lee Sun Nio memakai sebatang tombak panjang.
Si perwira Yo Sun Kong adalah seorang jago yarg sudah cukup lama meraja lela, tapi dia tidak kuasa menghindar dari pukulan yang datangnya sangat cepat serta diluar dugaannya. Tulang lengannya remuk tak dapat dia gunakan lagi, senjata lantas saja terlepas dan dia hampir hampir tewas karena kena tikaman pedang Lee Su Nio sekiranya dia tidak lekas lekas ditolong oleh Tay lwee sip sam ciu yang ke tujuh.
Seorang tentara yang kena sikut tadi, terlempar jatuh tak dapat bangun lagi, sementara dua tentara yang kepalanya kena injak menjadi landasan, tewas seketika karena batok kepalanya itu menjadi remuk !
Tay lwee sip sam ciu yang ke 7 dilibat dengan pertempuran melawan Lee Su Nio, dan keadaan menjadi kacau balau karena datangnya laki laki bekas orang hukuman itu, yang sekarang sedang dihadang oleh si perwira muda, namun si perwira muda itu cepat terkulai tidak berdaya kena tendangan geledek pada bagian dadanya.
Tay sip sam ciu yang ke 7 menjadi sangat terkejut karena dia sempat melirik dan melihat si perwira muda yang kena ditendang. Cepat cepat dia bersiaga waktu laki tidak dikenal itu mendekati, dan dengan gerakannya yang cepat pula Tay lwee sip ciu sam ke-7 itu bahkan mendahului menyerang, menikam memakai pedangnya dengan jurus maut ular belang melepas bisa.
Sekali lagi terdengar laki laki bekas orang hukuman itu terpekik bagaikan aum seekor harimau yang sedang marah, sementara tangan kirinya bergerak bagaikan nekad hendak menangkis pedang lawan yang tajam namun gerak tangannya cepat berobah dan tahu-tahu dia berhasil memegang lengan lawannya yang memegang pedang, lalu lengan itu dia putar sedangkan telapak tangan kanannya menyambar dengan amat pesatnya, langsung merenggut muka Tay Lee sip sam ciu ke 7 yang memakai selubung penutup kepala, sampai kain selubung itu robek dan muka itu penuh berlumuran darah !
Tay lwee sip sam ciu yang ke 7 tewas tanpa dia mampu bersuara dan pihak tentara menjadi tambah kacau ketakutan, karena mereka kehilangan pemimpin, akan tetapi Ang ie liehiap Lee Su Nio cepat cepat mengajak penolongnya itu lari menyingkir, karena tak mau dara ini membiarkan laki-laki perkasa itu menyebar maut lagi.
)o(dw)(X)(hend)o(
ANGIN sepoi sepoi meniup mengurangi teriknya sinar matahari disiang hari itu.
Ang ie liehiap Lee Su Nio menyingkap anak rambut yang menutupi sebelah daun telinganya kena tiupan angin tadi. Dara perkasa berbaju merah itu duduk diatas sebuah batu besar ditepi jalan, dekat perbatasan kota Lu liang thang, sedangkan laki laki bekas orang hukuman itu berdiri disisi dara yang perkasa cantik jelita itu.
"... tayhiap. kita belum berkenalan, Namaku Lee Su Nio . . . " terdengar antara kata dara perkasa berbaju merah itu, setelah lebih dahulu dia mengucap terima kasih atas bantuan laki laki yang belum dikenalnya itu. "Lee Su Nio . . ?" ulang laki laki bekas orang hukuman itu, perlahan suaranya, lebih mirip dia berkata pada dirinya sendiri, dan agaknya dia segan memperkenalkan namanya, bahkan kelihatannya dia bersikap acuh. Hanya didalam hatinya, untuk yang sekian kalinya dia menjadi teringat dengan dara tambatan hatinya.
Sementara itu, Lee Su Nio yang menunggu sia sia dan laki laki tidak meneruskan perkataannya, maka ganti dia yang bicara lagi.
"Dan siapa nama tayhiap ..?" demikian tanyanya.
"Akh ! Apa arti sebuah nama . . . ?" sahut laki laki bekas orang hukuman itu, sementara pandangan matanya jauh tertuju ke suatu arah, kelihatan hampa.
('Hong moay dimana kau sekarang berada" Apakah sudah mendahului aku meninggalkan dunia yang fana ini . . . ?") laki laki bekas orang hukuman itu mengeluh didalam hati yang sudah terlalu sering dia lakukan.
Ang ie liehiap Lee Su Nio adalah seorang dara perkasa yang sudah biasa berkenalan dan seringkali menghadapi berbagai macam keanehan dari orang-orang rimba persilatan, sehingga dia tidak merasa heran kalau laki-laki perkasa itu tidak mau memperkenalkan namanya.
"Mengapa mereka hendak menangkap kau?" tiba tiba laki laki bekas orang hukuman itu menanya, setelah keduanya sama sama hening sejenak.
"Suatu kejadian yang sudah aku duga . ." sahut Lee Su Nio yang lalu menambahkan perkataannya selagi laki-laki yang belum dikenalnya itu menatap dengan sepasang sinar matanya yang tajam :
"Saat ini dikalangan khalayak ramai sedang banyak diperbincangkan tentang sepak terjangnya Tay-lwee sip sam ciu.
'Tiga belas jago istana ?" laki laki bekas orang hukuman itu memutus perkataan Lee Su Nio. "Benar. Mereka bahkan banyak dikenal sebagai tiga belas malaikat maut. Mereka mendapat tugas langsung dari istana kerajaan buat menyelidiki dan mencari daftar nama seratus delapan orang orang yang pernah menjadi pendukung dari gerakan Thio Su Seng almarhum ..."
"Tunggu ! Mengapa kau bilang Thio Su Seng almarhum... ." sekali lagi laki-laki bekas orang hukuman itu memutus perkataan Lee Su Nio, dan sepasang matanya semakin tajam mengawasi muka Lee Su Nio.
Ang ie liehiap Lee Su Nio terbelalak terpesona, sehingga sejenak dia ikut mengawasi muka laki laki yang sedang dia ajak bicara itu. Apakah benar-benar laki laki yang tak mau dikenal namanya itu tidak mengetahui bahwa Thio Su Seng sudah binasa" Ataukah laki laki itu orang sinting . . " Sebab, tewasnya Thio Su Seng sebagai seorang tokoh perjuangan, diketahui oleh hampir setiap orang.
"Thio pek hu sudah tewas dan hal ini sudah diketahui oleh semua orang ..." akhirnya kata Lee Su Nio; dengan nada suara yang menyatakan dia merasa tidak puas.
Akan tetapi, lelaki bekas orang hukuman Itu bagaikan tidak menghiraukan perasaan Lee Su Nio. Tidak dilihat oleh Lee Su Nio tentang adanya perobahan pada muka lelaki itu, yang entah merasa kaget atau merasa heran karena mendengar Thio Su Seng sudah binasa; sebaliknya lelaki itu terdengar menanya lagi :
"Apa sebabnya Thio Su Seng binasa...!?"
Terbelalak sepasang mata Ang ie-liehiap Lee Su Nio ketika mendengar pertanyaan itu. Apakah lelakiini benar benar merupakan seorang sinting " Ataukah lelaki itu sedang memperolok dia" Akan tetapi, nada suara lelaki itu kedengaran wajar waktu dia mengajukan pertanyaannya.
"Thio pek hu tewas sebagai seorang ksatrya pejuang bangsa dan dalam suatu pertempuran yang dapat menentukan...." akhirnya Lee Su Nio memberikan jawaban tetap dengan perdengarkan nada suara seperti dia merasa tersinggung.
'Oh . . !" hanya itu yang diucapkan oleh laki laki bekas orang hukuman itu. Pada mukanya tidak kelihatan dia merasa ikut berduka cita, juga pada sepasang matanya tidak kelihatan seperti dia ikut bersedih hati. sikapnya kelihatan begitu acuh seperti tidak berperasaan, ini menurut penilaian Ang ie-liehiap Lee Su Nio pada waktu itu sehingga untuk yang kesekian kalinya, Lee Su Nio jadi menatap muka laki laki yang sedang dia ajak bicara Suatu wajah muka yang belum pernah dia kenal, namun ilmu yang dimiliki oleh laki laki itu sangat dahsyat agak mirip dengan jurus jurus ilmu silat golongan Siao lim, namun cara penggunakannya terlalu keras terutama pada saat laki laki itu membinasakan Tay lwee sip sam cui yang ke tujuh. Cakaran tangannya bagaikan menggunakan ilmu pukulan Lohan ngo heng kun pada jurus pukulan 'macan" ( 'houw kun' ).
". .dalam menunaikan tugas mencari daftar nama itu, ternyata Tay lwee sip sam ciu telah bertindak sangat ganas dan kejam, sehingga masyarakat menjadi sangat gelisah dan takut, karena setiap saat mereka dapat ditindak sebagai antek antek kaum pemberontak yang diancam dengan hukuman mati.." dara perkasa berbaju merah itu berkata lagi yang kembali pada pokok pembicaraannya dan dia bahkan meneruskan perkataannya selagi laki laki bekas orang hukuman itu diam mendengarkan:
" . . namaku dan nama kakak tercantum didalam daftar nama itu, karena sesungguhnya kami pernah ikut menbantu perjuangan Thio pek hu, . ."
"Siapakah yang menyusun daftar nama itu. ..?" laki laki bekas orang hukuman itu menanya, selagi Lee Su Nio menunda bicara.
"Bo im kiamhiap Tan Sun Hian, sipendekar tanpa bayangan. . . " sahut Lee Su Nio, "Pendekar tanpa bayangan " ha ha ha " benarkah ilmu yang dimilikinya sesuai dengan gelar yang dia pakai ..."'" tanya laki laki bekas orang hukuman itu, yang bahkan menyertai tawa yang seperti mengejek.
Akan tetapi, sekarang Ang ie liehiap Lee Su Nio tidak menghiraukan lagi, meskipun perkataan laki laki itu bernada mengejek. Didalam hati, dara yang perkasa dan yang berbaju merah ini sedang memikirkan sesuatu mengenai laki laki yang tidak mau memberitahukan namanya itu.
"Bo-im kiamhiap Tan Sun Hian menyusun daftar nama itu atas perintah Cit siu tojin, akan tetapi Cit siu tojin juga sudah wafat sehingga tidak diketahui pada siapa gerangan daftar nama itu dipegang . ." Lee Su Nio menambahkan keterangannya.
"Akh ! jadi Cit siu tojin juga sudah binasa ...?" gumam laki laki bekas orang hukuman itu akan tetapi nada suaranya wajar dan sangat mengesankan, sehingga Lee Su Nio mulai percaya bahwa laki laki itu tidak mengetahui perihal Cit siu tojin yang sudah binasa.
"Tayhiap kenal dengan Cit siu tojin. . .?" sengaja Lee Su Nio menanya.
'Dia merupakan pembantu utama dalam pasukan Thio Su Seng, bersama Pheng hweshio dan si biang pengemis Pit Leng Hee..."
'Oh. . . !" Lee Su Nio bersuara bagaikan tanpa terasa; sebab diluar dugaannya, laki-laki itu mengetahui tentang ketiga tokoh yang disebutnya tadi, bahkan dengan seenaknya dia menyebut nama Pit Leng Hee yang dikatakan sebagai si biang pengemis, dan seenaknya juga menyebut Pheng Hweeshio yang menjadi guru dari Thio Su-Seng, sekaligus menjadi guru dari Cu Juan Tsyang yang saat itu menjadi maharaja Beng!
('. . . siapakah sebenarnya laki laki yang perkasa ini. . ."' tanya Lee Su Nio didalam hati.
Laki laki yang perkasa itu dapat digolongkan sebagai seorang pendekar yang aneh (koay hiap) sebab dia tidak mau memperkenalkan namanya seolah olah dia memang tidak memiliki nama (Boe beng), dan lebih aneh lagi laki laki itu tidak mengetahui bahwa Thio Su Seng dan Cit siu tojin telah binasa padahal laki laki itu kenal dengan nama nama ketiga tokoh yang menjadi pembantu utama dari almarhum Thio-Su Seng. Jelas bahwa laki laki yang perkasa itu pernah mengasingkan diri untuk sekian tahun lamanya, sehingga dia tidak mengetahui segala perkembangan dan berbagai peristiwa yang telah terjadi.
Konon selagi Lee Su Nio terbenam dalam alam pemikirannya, maka dari arah dalam kota Lu liang thang kelihatan debu mengepul tinggi, menandakan datangnya serombongan orang orang yang menunggang kuda, yang dilarikan dengan amat pesatnya.
Dara perkasa yang berbaju merah itu menduga bahwa pihak tentara sudah tentu diperintahkan untuk melakukan pengejaran, sedangkan dia merasa enggan untuk bertempur lagi melawan tentara negeri :
'.Tayhiap, rupanya kita dikejar . . ." Lee Su Nio berkata, selagi sepasang matanya mengawasi kearah tentara negeri yang tengah mendatangi dengan naik kuda.
"Kita ganyang mereka . . . !" sahut lelaki bekas orang hukuman itu dengan seenaknya
"Jangan. Kita tidak perlu menyebar maut dikalangan bangsa sendiri. Marilah kita pergi . . ." sahut Lee Su Nio.
"Kemana tujuan kau....?" tanya lelaki bekas orang hukuman itu, setelah sejenak dia diam seperti ragu-ragu; sedangkan lagak dan nada suaranya seperti orang yang merasa berat berpisah dengan dara perkasa berbaju merah itu yang mampu membikin dia menjadi terkenang dengan dara tambatan hatinya.
Sementara itu didengarnya Lee Su Nio menberikan jawaban: 'Aku hendak mencari kakak yang mungkin sudah berada diteluk Hek liu ouw ditempat Phang lo cianpwee.."
"'Si jeriji sakti dari Hek liong pang. Kau sampaikan salamku kepadanya sebab aku masih mempunyai urusan ditempat lain..."
Sekali lagi dara perkasa berbaju merah itu menjadi terpesona dan kagum karena agaknya laki laki itu pun sudah kenal dengan It ci sian Phang Bun Liong seorang tokoh kenamaan yang bahkan sudah dianggap menjadi seorang datuk bagi kelompok para pendekar penegak keadilan!
'Bagaimana mungkin aku menyampaikan salam itu, sedang nama tayhiap tidak aku kenal .,.?" sahut Lee Su Nio, sambil untuk pertama kalinya dia perlihatkan senyumnya, dan senyumnya itu justeru telah membangkitkan lagi kenangan lama bagi laki laki bekas orang hukuman itu, oleh karena sekali lagi dia jadi terkenang dengan senyum manis dara tambatan hatinya.
"Katakan padanya bahwa di goa naga ada seekor macan dan macan itu menyampaikan salam hangat buat dia.. ," akhirnya sahut laki laki bekas orang hukuman itu.
'Di goa naga ada seekor macan . . " ulang Ang ie liehiap Lee Su Nio; akan tetapi dara yang perkasa ini sekali lagi menjadi terpesona dengan lagak aneh dari laki laki yang tidak dia ketahui namanya itu; sebab secara mendadak laki laki itu telah berlari lari pesat meninggalkan dia, bagaikan orang yang sedang dikejar hantu !
Ang ie liehiap Lee Su Nio tersenyum dan membiarkan laki laki yang perkasa itu kabur dengan amat pesatnya, dan dara perkasa berbaju merah itu lalu mengambil aran lain, hendak menuju ke teluk Hek liu ouw yang letaknya didekat kota Intay.
Setelah terpisah cukup jauh dari kota Lu liang thang, maka laki laki bekas orang hukuman itu perlambat langkah kakinya, menyusuri jalan pegunungan yang bertebing itu sunyi sambil dia mengenangkan pertemuannya dengan Ang ie liehiap Lee Su Nio yang dia anggap begitu mengesankan, dan sekali lagi dia menjadi terkenang dengan dara tambatan hatinya, yang saat itu dia tidak ketahui entah berada dimana, dan dia bahkan tidak mengetahui entah dara tambatan hatinya itu sudah binasa atau masih hidup.
('Hong moay, dimana kau sekarang berada.. . "') sekali lagi dia mengeluh didalam hatinya; dan selekas itu juga sepasang matanya kembali basah dengan sisa air matanya.
Waktu hari sudah mendekati magrib, laki laki bekas orang hukuman itu tiba didekat sebuah desa yang bernama Ang sie cung; dan kebenaran dia melihat adanya seorang pedagang nasi memakai bangunan gubuk kecil di sisi jalan. Laki laki bekas orang hukuman itu memesan makanan dengan sedikit arak buat dia menghilangkan rasa dahaga dan dia belum selesai makan waktu kemudian datang lagi dua orang Iaki Iaki yang ikut memesan makanan dan duduk didekat dia.
Kedua orang laki laki yang baru datang itu perlihatkan sikap dan lagak sebagai orang orang yang mengerti ilmu silat, akan tetapi lagak dan perkataan kedua laki laki itu tidak dihiraukan oleh laki laki bekas orang hukuman yang bahkan kelihatannya seperti sedang terbenam didalam lamunan mengenangkan berbagai kejadian lama, selagi dahulu hampir selalu dia didampingi oleh dara tambatan hatinya, sampai seseorang telah menghianati dia.
Dilain saat kedua orang laki laki itu selesai bersantap, dan mereka mendahului meneruskan perjalanan memasuki desa Ang sie cung.
"Agaknya hari ini desa Ang sie cung banyak kedatangan orang orang gagah,,." gumam pedagang nasi itu selagi dia mengemasi mangkok mangkok bekas kedua orang laki laki tadi makan, dan dia bicara bagaikan kepada dirinya sendiri, maka dari itu tanpa dia mengawasi kearah tempat laki-laki bekas orang hukuman itu duduk.
"Orang orang gagah " mengapa kau risaukan kalau mereka datang ke desa itu?" tanya laki laki bekas orang hukuman itu, meskipun dia perlihatkan sikap acuh.
Pedagang nasi itu menunda pekerjaannya mengawasi kearah tamunya dan memberikan jawaban :
'Siapa yang tidak menjadi risau kalau kedatangan mereka hanya untuk mengacau. Biasanya aku berdagang didalam desa itu yang ramai, akan tetapi sekarang aku terpaksa mengungsi ke tempat yang sunyi ini ..."
"Hm...." laki laki bekas orang hukuman itu bersuara; namun sikapnya kembali seperti tidak ingin menghiraukan atau tidak ingin mencampuri urusan lain orang, berlainan dengan wataknya di waktu dia masih muda, karena semangatnya selalu membara buat membela keadilan.
Akan tetapi si pedagang nasi itu yang justeru menyambung perkataannya; memperlihatkan lagak bahwa dia memang gemar bicara :
'Sebelum Thio cuncu binasa, desa kamt selalu dalam keadaan aman, bebas dari segala kekacauan ..."
"Siapakah Thio cuncu itu ?" tanya laki-laki bekas orang hukuman itu, tetap perlihatkan sikap acuh; akan tetapi dalam hati dia bertanya-tanya, oleh karena dia bagaikan teringat dengan seseorang, setelah dia mendengar disebut nama "Thio cuncu".
"Thio liang Hok..dia menjadi ketua desa kami yang disukai oleh segenap lapisan penduduk setempat ..."
"Thio liang Hok ?" laki laki bekas orang hukuman itu mengulang menyebut nama, memutus perkataan si pedagang nasi. oleh karena dia mulai teringat dengan kejadian Iama dan merasa kenal dengan nama 'Thio Liang Hok" yang disebutkan itu, sementara si pedagang nasi lalu memberikan penjelasan.
"Thio cuncu memang banyak dikenal orang dan banyak bersahabat dengan tokoh orang orang rimba persilatan. Dia tewas waktu melakukan perlawanan terhadap pihak alat negara yang hendak menangkap dia. Sekarang rumah tangganya berantakan dan banyak sanak keluarganya yang kena ditangkap, sedangkan kedudukan ketua desa diambil alih oleh Ma Kok Sun. seorang penghuni yang sebenarnya belum cukup lama berdiam di desa Ang sie cung, namun mempunyai hubungan yang luas dengan pihak alat negara, juga dengan pejabat pemerintah dikota Lu Liang thang".
Sesungguhnya si pedagang nasi itu tidak perlu meneruskan perkataannya, oleh karena laki laki bekas orang hukuman itu sudah teringat dengan nama Thio Liang Hok, seorang laki laki yang masih ada hubungan keluarga dengan almarhum Thio Su Seng yang pernah dia kenal, oleh karena dahulu laki laki bekas orang hukuman itu pernah menerima tugas dari Thio Su Seng buat dia menemui Thio Liang Hok, yang pada saat itu sedang mengusahakan dana bagi pembeayaan gerakan perjuangan yang dipimpin oleh almarhum Thio Su Seng.
Lelaki bekas orang hukuman itu menjadi teringat lagi dengan saat saat waktu dia bertemu dengan Thio Liang Hok, dan dia pun teringat juga dengan perkataan Thio Liang-Hok tentang dana dana sumbangan yang diperoleh dari masyarakat desa Ang sie thung.
Sekarang Thio Liang Hok sudah binasa dan desa Ang sie thung sedang dilanda kekacauan, maka semangatnya bangkit untuk membela; sehingga dia lalu memasuki desa Ang sie thung tanpa menunggu si pedagang nasi menyelesaikan perkataannya. Akan tetapi, diluar tahu lelaki bekas orang hukuman itu si pedagang nasi justru jadi bersenyum selagi dia membiarkan lelaki bekas orang hukuman itu bergegas memasuki desa Ang sie thung.
Suasana didalam desa yang didatangi itu kelihatan tenang, bahkan terlalu tenang sebab keadaannya sangat sunyi tidak banyak orang orang yang berlalu lintas dan kebanyakan rumah rumah penduduk pada menutup pintunya. Untuk pertama kalinya sejak dia keluar dari rumah penjara, lelaki bekas hukuman itu merasa perlu untuk memasuki sebuah rumah penginapan yang sekaligus merupakan rumah makan untuk umum, oleh karena hanya di tempat itu dia melihat berkumpulnya banyak orang orang yang sedang makan dan minum, dan kebanyakan dari mereka itu justru merupakan orang orang dari kalangan rimba persilatan.
Lelaki bekas orang hukuman itu masuk dan mengatur langkah kakinya tanpa dia menghiraukan banyaknya pandangan mata yang mengawasi dia, dan dia langsung mendekati tempat pengurus rumah penginapan yang saat itu sedang menghitung uang pembayaran melalui seorang pelayan yarg masih muda usianya.
Baik si pelayan maupun si pengurus rumah penginapan itu, kelihatan ragu ragu waktu mengetahui maksud kedatangannya laki laki bekas orang hukuman itu yang hendak menyewa sebuah kamar sampai laki laki bekas orang hukuman itu mengeluarkan sisa uangnya buat dia melunaskan sewa kamar yang dipesannya.
"Akh eh...' kata si pengurus rumah penginapan yang kelihatan gugup dan memaksa diri untuk bersenyum, sementara sebelah tangannya menyodorkan sebuah buku tamu sambil dia memerintahkan seorang pelayan buat mengantarkan tamu itu kedalam kamar yang disewa oleh tamunya yang pada mulanya dia anggap sebagai seorang gelandangan alias pengemis.
Pengurus rumah peiginapan itu kemudian mengawasi buku tamu yang sudah diisi tadi selagi si pelayan mengantarkan tamu yang istimewa itu dan dia menjadi terpesona oleh karena tamunya itu hanya menulis dua kata "boe beng" atau tanpa nama. Dilain pihak laki laki bekas orang hukuman itu baru saja tiba didekat pintu kamar ketika telinganya yang terlatih mendengar suara angin yang tidak wajar yang menyambar kearahnya.
Dengan geraknya yang lincah dan tangkas laki laki bekas orang hukuman itu memutar tubuh sambil sepasang tangannya bergerak menangkap dua batang pisau belati yang terbang mengarah dia; lalu memukul dua batang pisau lainnya sampai terpental kearah asal mencari sasaran pada dua orang laki laki yang telah melakukan penyerangan gelap itu.
Kedua penyerang gelap itu setengah mati menghindar dari pisau pisau yang berbalik mengancam mereka, dan mereka langsung lari lari ketakutan bagaikan yang orang bertemu dengan hantu ! Juga si pelayan yang mengantarkan, ikut ketakutan sampai tubuhnya gemetar, namun laki laki bekas orang hukuman itu hanya memperdengarkan suaranya yang mengejek itu dan membiarkan si pelayan yang cepat cepat meninggalkan dia.
Waktu malam sudah bertambah larut, hujan gerimis pun mulai turun rincik-rincik membasahi bumi.
Laki laki bekas orang hukuman itu rebah seorang diri menikmati empuknya kasur tempat dia tidur yang sudah sekian tahun lamanya tidak pernah dia rasakan lagi. Dia tidak cepat tertidur pulas karena pikirannya kembali mengenangkan masa lalu, dan masa pertemuannya dengan Thio Liang Hok.
Kemudian waktu genteng diatas kamar tidurnya terdengar berbunyi perlahan, maka dia segera mengetahui adanya seseorang di atas genteng itu, namun ia sengaja tidak menghiraukan bahkan dia sengaja meramkan sepasang matanya, berlaku bagaikan dia sudah pulas tertidur. Suara langkah kaki dari seseorang yang berada diatas genteng itu, meyakinkan laki laki bekas hukuman itu bahwa seseorang itu pasti mahir akan kepandaiannya dalam ilmu ringan tubuh dan suara itu lalu berpindah untuk kemudian lompat turun, mendekati daun jendela kamar yang ditutup rapat.
Laki laki bekas orang hukuman itu masih tetap rebah dengan sepasang mata rapat dia tutup. Agaknya dia sengaja hendak membiarkan seseorang itu memasuki kamarnya, untuk kemudian hendak dia tangkap dan memaksa memberikan keterangan tentang keadaan didesa Ang sie cung yang katanya dalam keadaan gawat itu.
Akan tetapi, harapan laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sia sia belaka, ketika mendadak menjadi suatu pertempuran diluar rumah penginapan, sedangkan seseorang yang semula berada didekat jendela kamarnya sekarang telah menjauhkan diri karena agaknya seseorang itu hendak menyatukan diri dengan kelompok orang orang yang sedang bertempur.
Laki laki bekas orang hukuman itu lalu bangun dari tempat tidurnya. Dia mengencangkan tali celana yang mengikat dipinggangnya, setelah itu dia lompat keluar melalui jendela kamar sampai dilain saat dia melihat adanya dua kelompok orang orang yang sedang bertempur, yang dia tidak ketahui masing masing dari golongan mana hingga tidak mau dia sembarangan memberi bantuannya.
Ada suatu hal yang menarik perhatian laki laki bekas orang hukuman itu, bahwa ditengah kelompok orang orang yang sedang bertempur itu, dilihatnya adanya seseorang yang berpakaian serba hitam, lengkap dengan penutup muka dan pembungkus kepala memakai dua helai kain yang juga berwarna hitam pekat.
Segera terpikir oleh laki laki bekas orang hukuman itu, bahwa orang yang memakai pakaian serba hitam itu adalah Tay lwee sip sam ciu seperti yang dia dengar melalui Ang in liehiap Lee Sun Nio, dan yang baru dia binasakan. Akan tetapi, tidak disadarinya bahwa seseorang itu bukan memakai selubung penutup kepala yang begitu rapih dilihatnya melainkan berupa secarik kain yang menutupi bagian muka yakni pada bagian hidung dan mulutnya. Dan, suatu Keanehan lain yang dilihat oleh lelaki bekas orang hukuman itu diantara orang orang yang sedang bertempur itu, tak seorangpun ada yang berseragam tentara negeri. Mungkinkah mereka sengaja menyamar sebagai rakyat jelata " pikir lelaki bekas orang hukuman itu didalam hati.
Sejenak lelaki bekas orang hukuman itu memperhatikan orang orang yang menjadi pihaknya seseorang yang memakai pakaian serba hitam itu, lalu seperti yang menjadi kebiasaannya segera dia memperdengarkan pekik suaranya yang khas bagaikan aum seekor harimau jantan, sambil dia lompat memasuki arena pertempuran.
Lelaki bekas orang hukuman itu meraih tubuh dua orang yang bermaksud menghadang dia. Kedua tubuh orang orang itu diangkatnya melalui bagian dari punggung mereka, lalu dua dua kepala mereka diadunya satu dengan lain mengakibatkan kedua orang orang itu segera tewas dengan kepala pecah berlumuran darah !
Pada saat berikut, laki laki bekas orang hukuman itu sudan berdiri berhadapan dengan orang yang berpakaian serba hitam itu, sehingga bertambah jelas dia melihat orang itu memegang sepasang pisau belati pada tangan yang kiri maupun pada tangan yang kanan sedangkan dikitar bagian pinggangnya yang ramping, bergantungan belasan pisau belati yang rapih memakai sarung.
'Hm.. . !" desis laki laki bekas orang hukuman itu yang perdengarkan suara mengejek, oleh karena dia teringat bahwa baru saja dia pernah dibokong memakai pisau pisau belati yang seperti itu.
Laki laki bekas orang hukuman itu bersiap perlihatkan lagak hendak melakukan sesuatu penyerangan, dan orang yang berpakaian serba hitam itu mendahului lompat mundur agak menyamping, bagaikan dia merasa gentar.
Melihat lagak dan gerak seseorang yang berpakaian serba hitam itu, maka lelaki bekas orang hukuman itu menjadi tertawa lalu sebelah tangan kirinya memukul dengan gerak tipu 'bangau putih menangkap ikan' dan pada waktu orang itu lagi lagi melompat menyamping buat menghindar, maka sebelah kaki kanannya menyapu bagaikan geledek menyambar akar pohon. Orang yang berpakaian serba hitam itu bersuara kaget, namun untung bagi diabahwa sempat melompat tinggi dan jauh sambil sepasang tangannya bergerak melepaskan dua batang pisau belati yang dipegangnya.
)o(dw)(X)(hend)o(
SEKALI LAGI lelaki bekas orang hukuman itu memperdengarkan suara tawa, sambil kedua tangannya menyambut pisau belati yang terbang kearahnya, dan dia berkata secara jenaka :
"Kau dapat menghindar dari dua seranganku, maka sekali ini aku biarkan engkau hidup.. ." demikian dia berkata seperti menggerutu, namun yang dia tujukan kepada oiang yang memakai pakaian serba hitam itu sambil dia bergerak menghindar dari serangan beberapa orang yang hendak mengepung dia lalu memasang pisau belati yang ditangannya berhasil merobek perut dua orang yang mendekatinya, sehingga kedua orang itu tewas dengan perdengarkan pekik suara yang mengerikan.
Laki laki bekas orang hukuman itu ingin meneruskan menyebar maut, ketika secara mendadak didengarnya suara seseorang yang berteriak dan berkata :
"Sam ceecu tahan ! kau sudah menyerang orang-orang sendiri . . . l'
Itulah suatu suara seruan dari seorang laki laki yang sedang bertempur dan berusaha hendak mendekati laki laki bekas orang hukuman itu. Teriak suara itu cukup keras dan jelas di dengar oleh laki laki bekas orang hukuman itu Dan teriak suara itu agaknya sangat mempengaruhi jalan pikiran laki laki bekas orang hukuman itu sehingga diam terpukau sambil dia mengawasi orang yang mengeluarkan teriak suara itu.
Lelaki bekas orang hukuman itu kemudian sempat mengenali bahwa lelaki yang berteriak itu adalah si pedagang nasi yang berdagang didekat perbatasan desa Ang sie cung tempat petang tadi dia singgah dan makan. Dan sebagai akibat laki laki bekas orang hukuman itu dengan lengah, maka secara tiba tiba dia terkena sabetan ujung golok pada bagian pahanya, sehingga celananya robek dan pahanya mengeluarkan darah.
Laki laki bekas orang hukuman itu berpekik bagaikan aum seekor harimau jantan yang kena luka. Sebatang pisau belati ditangan kanannya melesat dan membenam dibagian dada kanan seorang laki laki yang bersenjata golok itu membelalak sepasang matanya; sambil sebelah tangan kirinya berusaha hendak mencabut pisau belati tajam itu yang membenam di dadanya namun pada saat itu juga laki laki.bekas orang hukuman itu sudah menerkam dan merobek muka orang yang melukai dia, sehingga orang itu berpekik dan sekali lagi berpekik mengerikan.
"Bagus, sam ceecu ! kau sekarang berpihak pada orang orang yang tepat.. . !" terdengar lagi sipedagang nasi tadi berteriak, sementara dia pun berhasil melukai salah seorang lawan yang sedang mengepung dia.
("kurang ajar! siapakah dia itu ... "') laki laki bekas orang hukuman itu berkata didalam hati, sementara dengan.langkah kaki pincang dan hanya bersenjata sebatang pisau belati, dia harus mengamuk didalam kepungan tiga orang laki-laki gagah yang melakukan penyerangan.
Sementara itu, orang yang memakai pakaian Serba hitam juga tidak tinggal diam. Dia mengamuk dengan sepasang pisau belati dikedua tangannya. Ilmu silatnya tinggi dan gerak tubuhnya lincah gesit, sedangkan pisau belatinya kadang kadang terbang melesat mencari sasaran pada pihak musuh, untuk secepat itu juga dia telah meraih lagi sebatang pisau belati lain dari bagian pinggangnya. Pihak lawan sangat tangguh dan lebih banyak jumlahnya, akan tetapi sekarang mereka menjadi jeri atau gentar karena orang yang berpakaian serba hitam itu sangat gagah lagi pula sekarang dibantu oleh laki laki yang tetap perkasa meskipun sebelah pahanya sudah terluka.
Jilid 2 Dalam keadaan pertempuran yang kacau balau itu, tiba tiba terdengar ada pekik suara seseorang yang mengajak kawan-kawannya mengundurkan diri sehingga pada saat berikutnya kelompok orang orang yang bertempur itu kelihatan memisah diri, dan mereka yang melarikan diri ternyata tidak dikejar oleh pihak lawan sebab laki laki si pedagang nasi berteriak melarang, sambil dia mendekati laki laki bekas orang hukuman yang dia sebut sebagai sam ceecu atau pemimpin ke tiga.
"Sam ceecu, kau terluka?" kata si pedagang nasi yang kelihatannya kaget, namun dia menyertai senyumnya, sementara lelaki bekas orang hukuman itu berdiri tegak sambil dia mengawasi si pedagang nasi tanpa dia mengucap apa apa, sehingga si pedagang nasi itu yang berkata lagi :
" sam ceecu, mari kau ikut ketempat kami, akan kurawat dan kuobati luka itu.. ."
"Siapa kau . . . ?" tiba tiba lelaki bekas orang hukuman itu bertanya, nada suaranya penuh wibawa membikin si pedagang nasi itu menunda tindakannya yang hendak tambah mendekati.
"Sam ceecu, apakah kau benar benar telah lupa kepadaku " Aku adalah Ang Sin Tiu yang selalu mendampingi Thio cuncu . . ."
Si pedagang nasi itu menyudahi perkataannya, sementara sepasang matanya segera kelihatan berlinang basah. Agaknya dia sedih sewaktu menyebut nama Thio cuncu tadi, sementara laki laki bekas orang hukuman itu mendadak menjadi teringat dengan Ang Sin Tiu, yang dahulu menjadi pembantu utama dari Thio Liang Hok.
"Akh, kiranya kau . . . ' akhirnya laki-laki bekas orang hukuman itu berkata; lalu dia ganti mengawasi orang yang berpakaian serba hitam, yang saat itu juga sudah ikut mendekati.
"Sam ceecu ini adalah ... "
"Susiok, tunggu! tak layak kita bicara di sini... ." orang yang berpakaian serba hitam itu memutus perkataan Ang Sin Tiu dan nada suaranya terdengar halus merdu sebagai suara seorang perempuan.
"Benar, marilah Sam ceecu ikut dengan kami ." kata Ang Sin Tiu yang menyadari keadaan.
Laki-laki bekas orang hukuman itu manggut. Dia merobek bagian kaki celananya untuk dia mengikat luka dibagian pahanya, setelah itu dia ikut rombongan orang orang yang memilih jalan sebelah selatan sampai dilain saat mereka memasuki suatu arah jalan belukar yang penuh liku dan menemui sebuah bangunan tua yang kelihatannya sudah tidak terawat lagi.
Bangunan tua itu cukup besar dan luas. Ada beberapa buah kamar yang lengkap dengan perabotannya, meskipun semua perabot itu merupakan barang barang tua yang tidak ada harganya.
Ang Sin Tiu ajak tamunya memasuki sebuah kamar, dimana kemudian dia mengobati dan membalut luka dibagian paha laki laki bekas orang hukuman itu, sambil dia berkata :
"Sam ceecu, luka ini cukup parah meskipun tak terlalu dalam - - - "
'Tidak apa apa, sebaiknya kau ceritakan tentang kalian..." sahut laki laki bekas orang hukuman itu.
Ang Sin Tiu ikut mengawasi tamunya. Matanya berlinang basah dengan air mata, meskipun sebenarnya dia merupakan seorang laki laki yang keras hati.
'Sam ceecu, orang orang mengatakan kau justeru sudah mati ..."
Sejenak laki laki bekas orang hukuman itu terdiam tidak mengucap apa apa, selagi sepasang matanya bersinar hampa mengawasi Ang Sin Tiu; dan sepasang mata itu kemudian berobah kelihatan seperti bersinar menyala menyimpan dendam yang begitu membara. Suaranya ikut berobah serak parau ketika dia bicara :
"Orang orang siapa maksud kau . . .?" demikian tanya laki laki bekas orang hukuman itu, tetap sambil dia mengawasi Ang Sin Tiu.
Tak kuasa Ang Sin Tiu mengadu-pandang dengan laki laki yang dia kenal sebagai pemimpin ketiga itu. Dia menunduk dan menarik napas panjang, sebelum dia memberi jawaban.
"Dulu, selagi Thio cuncu masih menjadi ketua didesa ini; kami pernah kedatangan beberapa rekan dari kalangan rimba persilatan. Dan mereka mengatakan, bahwa kau kena ditangkap oleh pihak perintah penjajah, dan sudah dihukum mati. ... . " demikian akhirnya Ang Sin Tiu dengan suara yang terdengar perlahan.
"Hm! jadi hal penangkapan atas diriku sudah diketahui oleh orang banyak.. ."' laki-laki bekas orang hukuman itu berkata bagaikan pada dirinya sendiri, namun nada suaranya itu jelas terdengar menyimpan nada dendam.
'Apakah sam ceecu berhasil melarikan diri ..?" tanya Ang Sin Tiu yang mengangkat mukanya buat mengawasi laki laki bekas orang hukuman itu.
Sepasang sinar mata laki laki bekas orang hukuman itu kian menyala. Jelas kelihatan dia merasa tidak puas dengan pertanyaan Ang Sin Tiu, namun dia berkata:
''Setiap hari aku memakai belenggu rantai besi di kaki, dan melakukan kerja paksa; akan tetapi sebaiknya jangan kau menanya lagi.. ."
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak meneruskan perkataannya. dia perlihatkan lagak tidak senang untuk pembicaraan perihal penderitaannya itu.
Seseorang kemudian memasuki kamar itu dan seseorang itu justeru adalah orang yang memakai pakaian serba hitam tadi namun sekarang dia sudah melepas kain penutup muka dan penutup kepalanya sehingga jelas kelihatan bahwa dia adalah seorang dara yang bermuka cantik serta berambut panjang sebatas punggung.
"Sam ceecu ini adalah Lianhua, puteri tunggal Thio cuncu." Ang Sin Tiu memperkenalkan dara cantik itu kepada laki laki bekas orang hukuman itu yang masih tetap dia anggap sebagai pemimpin ketiga dari persekutuan "naga hijau" atau ceng liong pang.
Thio Lian hua yang masih berpakaian serba hitam itu mendekati dan memberi hormat sedangkan laki laki bekas orang hukuman ini jadi termenung memikirkan bahwa sudah terlalu lama harus menyimpan diri di dalam rumah penjara, sehingga sekarang dia berhadapan dengan seorang dara anak sahabatnya yang dahulu tentunya belum dilahirkan. Seandainya pada waktu itu dia tidak kena difitnah oleh seseorang, mungkin dia juga telah menikah dengan dara tambatan hatinya, dan mempunyai seorang anak perempuan yang secantik Thio Lian hua !
Sementara itu Ang Sin Tiu meneruskan bicara selagi laki laki bekas orang hukuman itu masih terbenam dalam lamunannya :
"Sam ceecu, negara kita sekarang sudah merdeka, akan tetapi kita memiliki seorang raja yang lalim. Cu Juan tsyang ternyata menyimpan dendam dan menganggap Thio Su Seng sebagai saingan bahkan mencurigai bahwa orang orang yang pernah mendukung gerakan Thio Su Seng akan bangkit lagi dan menentang pemerintahannya... ."
Ang Sin Tiu menghentikan perkataannya, dan mengajak tamunya minum, yang baru saja diantar oleh seorang laki laki, setelah itu Ang Sin Tiu menyambung pembicaraannya.
"..., raja yang lalim itu mengeluarkan perintah menangkap dan menghukum mati semua orang orang yang pernah membantu atau mendukung gerakan Thio Su Seng, dan Thio cuncu tewas karena adanya seseorang yang melaporkan, mengatakan Thio cuncu sanak terdekat dari Thio Su Seng dan yang ikut mendukung atau membantu- -"


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

".. Thio cuncu ditangkap oleh serombongan tentara yang sengaja didatangkan dari kota Lu liang thang, dan Thio cuncu tewas ditangan seorang yang berpakaian seragam serba hijau, lengkap dengan kain selubung penutup kepala dan muka, yang juga berwarna hijau . . ."
"Tay lwee sip sam ciu ..." gumam laki laki bekas orang hukuman itu, sehingga dia memutus perkataannya Ang Sin Tiu.
"Ya, benar Tay lwee sip sam ciu yang ke 8 sesuai dengan nomor dalam lingkaran gambar seekor naga pada bagian dada sebelah diri.. . . " sahut Ang Sin Tiu yang lalu meneruskan perkataannya :
"... Saat itu aku sedang ditugaskan mengantarkan Lian hua yang ziarah ke makam almarhum ibunya, dan kami terpaksa harus menyelamatkan diri sesuai dengan saran saran sebagian penduduk desa ini yang tetap setia dengan Thio cuncu ..."
" ,.. kami umpatkan diri sampai kemudian kami mengetahui bahwa orang yang melaporkan kepada pihak pemerintah adalah Ma Kok Sun, dan Ma Kok Sun ini yang sekarang justru diangkat menjadi kepala desa Ang sie cung oleh pihak pejabat pemerintah kota Lu liang thang - - -
"... Lian hua bertekad hendak membalas dendam terhadap Ma Kok Sun, dan kami mendukung sepenuhnya. Akan tetapi Ma Kok Sun memiliki banyak orang-orang yang sengaja dibayar buat melindungi dia, ditambah dengan sebagian penduduk desa yang memihak dia sehingga beberapa kali kami harus bertempur, dan niat membalas dendam belum berhasil kami laksanakan . . .
"... kami umpatkan diri dan menyusun kekuatan ditempat ini, sebaliknya Ma Kok Sun juga memperkuat diri dengan mengundang banyak jago jago kaum rimba persilatan yang mau menerima bayaran, sehingga setiap hari berdatangan orang orang yang memasuki desa ini. . .
"Aku sengaja menyamar menjual nasi dekat perbatasan desa. Aku selalu menggunakan bubuk racun terhadap mereka yang aku curigai akan membantu Ma Kok Sun andaikata mereka singgah dan makan ditempatku. Akan tetapi petang tadi aku menjadi terkejut waktu melibat kedatangan sam ceecu. Aku agak ragu ragu sehingga aku tidak perkenalkan diriku, dan aku bertanya pada diriku sendiri, apakah mungkin sam ceecu masih hidup..."
".. kemudian aku cepat cepat berkemas dan menemui Lian hua, sampai kemudian Lian hua mendatangi tempat sam ceecu menginap; namun kami yang ikut mengawasi kepergian Lian hua, telah berpapasan dan bertempur dengan orang orangnya Ma Kok Sun."
Bertepatan dengan Ang Sin Tiu menyudahi perkataannya itu maka terdengar suara ribut ribut dibagian luar dari bangunan tua itu dan seseorang kemudian memasuki kamar dengan tergesa gesa membawa laporan bahwa tempat mereka telah diserbu oleh banyak orang orang dari Ma Kok Sun.
"Hai ! Rupanya mereka sudah mengetahui tempat kita, dan kita harus melakukan pertempuran yang menentukan ..." kata Ang Sin Tiu yang tetap bersikap tenang, lalu dia mengawasi luka pada kaki tamunya dan dia berkata lagi : "... sam ceecu, luka pada ,.."
"Tidak apa apa.. " " sahut lelaki bekas orang hukuman itu yang memutus perkataan Ang Sin Tiu, dan dia bahkan mendahulukan bangun dari tempat duduknya, untuk kemudian dia ikut keluar.
Pertempuran diluar bangunan tua itu sudah terjadi secara kacau, dan diantara suara yang ribut ribut itu terdengar teriak suara seseorang yang memberikan perintah membakar bangunan tua itu.
Thio Lian hua menjadi geram waktu mengetahui orang yang memberikan perintah itu justeru adalah Ma Kok Sun.
"Itulah Ma Kok Sun :... ." teriak dara yang masih berpakaian serba hitam itu; sambil dia lari mendekati buat menyerang Ma Kok Sun.
Ang Sin Tiu hendak mengikuti Thio Lian hua, akan tetapi dia dihadang oleh beberapa orang musuh yang langsung mengepung dia.
Laki laki bekas orang hukuman itu juga dihadang oleh gerombolan musuh yang ternyata telah datang dalam jumlah yang banyak sekali.
Luka pada pahanya sudah dibalut rapih dan sudah mendapat pengobatan akan tetapi mau tak mau gerak kelincahannya menjadi berkurang, dan laki laki bekas orang hukuman itu lalu mengerahkan tenaganya yang dia saIurkan pada sepasang tangannya, sehingga dalam sekejap dia berhasil menghajar empat orang musuh yang langsung tewas dengan mulut mereka mengeluarkan darah segar.
Dua orang laki laki pendatang baru yang magrib tadi ikut singgah dan makan ditempat Ang Sin Tiu; menjadi geram waktu menyaksikan kegagahan laki laki bekas orang hukuman itu. Mereka berdua sama sama menggunakan senjata senjata golok, dan serentak mereka menyerang memakai gerak tipu 'sepasang naga merebut mutiara'.
"Bagus '..! !" seru laki laki bekas orang hukuman itu dengan nada suara mengejek. Sikapnya kelihatan tenang dan bergerak menyisi dari sebatang golok yang mengarah bagian sebelah kiri iganya sementara telapak tangan kirinya mencari sasaran pada lengan musuh yang seorang lagi.
Musuh yang diserang lengannya itu menjadi sangat terkejut. Dia cukup lama menjadi jago menjelajah di kalangan rimba persilatan. dari itu gerakannya cepat dan tangkas, waktu dia membatalkan serangannya yang sekaligus untuk menghindar pukulan yang mengarah bagian lengannya.
Akan tetapi, gerak musuh itu agaknya sudah menjadi perhitungan lelaki bekas orang hukuman itu, sebab telapak tangan kirinya menyambar terus dengan ganti arah dan gerak, sehingga tahu tahu tangan kiri lawan yang sekarang kena dia pegang dan tarik secara tiba tiba, mengakibatkan lelaki bersenjata golok itu terjerumus maju ke sebelah depan, lalu sebelah kepalan tangan kanan lelaki bekas orang hukuman itu menghajar bagian dada, bagaikan pukulan sebuah palu godam;
Jelas bahwa lelaki bekas orang hukuman itu telah bergerak menggunakan jurus "macan" (houw-kun) dan jurus "ular" (coa-kun), ilmu pukulan yang khas dari Siao lim. Dia bergerak sangat tangkas dan cermat, mengakibatkan lawannya tak kuasa menolong diri dan rubuh tewas dengan mulut mengeluarkan darah segar !
Lawan yang seorang lagi kelihatan sangat cemas, namun dia yakin tak boleh berdiam diri; dari itu dia mendahulukan menyerang, membacok dengan gerak tipu 'tay san ap teng, atau gunung tay san menindih.
Laki laki bekas orang hukuman itu tertawa mengejek, dan menghilang dari hadapan musuh yang membacok; kemudian dari bagian sisi kiri, sebelah tangan kanannya menyerang jidat musuh itu dengan gerak 'Ho kun' atau kuntao bango; mengakibatkan jari jari tangannya penuh berlumuran darah, karena jidat musuhnya itu menjadi bolong dan tewas seketika.
Segera terdengar pekik suara bagaikan aum seekor harimau jantan, oleh karena laki laki bekas orang hukuman itu telah dikurung oleh belasan musuh yang hendak membinasakan dia.
('ternyata dia masih seperti dulu....') kata Ang Sin Tiu didalam hati; sebab dia teringat dengan kebiasaan sam ceecu atau panglima ketiga dari Ceng liong pang yang terkenal gagah perkasa itu.
Ang Sin Tiu yang bertempur memakai senjata sebatang golok; kelihatan sangat mementingkan keselamatan nyawa Thio Lian hua, yang pada saat itu sedang bertempur melawan Ma Kok Sun serta dua orang pembantunya. Hasrat hatinya Ang Sin Tiu hendak mendekati dan memberikan bantuan bagi Thio Lian hua akan tetapi dia dihadang dan tidak mudah buat dia menerobos musuh yang bahkan segera mengepung dia.
Waktu mendengar pekik suara laki laki bekas orang hukuman itu dan mengetahui bahwa Sam ceecu itu sudah berhasil membinasakan dua lawannya yang terkenal sebagai kawanan maka semangat Ang Sin Tiu bangkit dan goloknya berhasil melukai salah seorang pengepungnya, sehingga selanjutnya dia harus menghadapi sisa 3 orang lawan.
Di pihak Thio Lian hua, dia sedang menghadapi lawan yang bukan sembarangan lawan. Ma Kok Sun adalah musuh yang telah mengakibatkan ayahnya itu menjadi binasa.
Dia harus membalas dendam namun Ma Kok Sun mahir ilmu silatnya, dan dua orang pembantunya juga merupakan jago jago kawakan yang terkenal kejam dan ganas.
Seorang musuh hampir berhasil mengkait kaki Thio Lian hua memakai senjata kaitan baja. Dara ini melompat tinggi sambil ia melepas sebatarg pisau belati yang mengarah musuh yang bersenjata sepasang kait baja itu, namun pisaunya kena disampok tidak berhasil mencapai sasaran.
Seorang musuh lain menyapu tubuh Thio lian hua memakai senjata golok, akan tetapi dara yang masih berpakaian serba hitam itu, sempat menendang lengan musuh yang memegang golok itu selagi tubuhnya meluncur turun.
Thio Lian hua bernapas lega, karena keadaannya tadi sangat gawat. Akan tetapi, bertepatan pada saat itu juga, Ma Kok Sun membarengi menyerang memakai senjata pian koan pit yang semacam alat tulis cina.
Ma Kok Sun menverang bagaikan membokong. Dia menikam dari bagian belakang Thio Lian hua, namun dara yang berpakaian serba hitam itu cukup tangkas buat memutar tubuh sambil menangkis memakai pisau belati ditangan kirinya, sementara belati ditangan kanannya terbang meluncur kearah Ma Kok Sun.
Ma Kok Sun tidak menduga dengan gerak yang tangkas dan cepat dari lawannya itu. Belati yang terbang meluncur dengan cepat sudah membenam dibagian dadanya, akan tetapi sempat dia lompat mundur dan tempatnya diganti oleh dua orang pembantunya yang baru datang, buat merintangi serangan susulan dari Thio Lian hua.
Dara berpakaian serba hitam itu kemudian harus mengamuk didalam kepungan enam orang laki laki, atas perintahnya Ma Kok Sun yang menjadi naik pitam karena kena dilukai tadi.
Sekali lagi terdengar pekik suara mengerikan bagaikan aum seekor harimau yang sedang marah, disusul dengan melayangnya tubuh beberapa orang yang kena dilontarkan oleh lelaki bekas orang hukuman itu, yang mengamuk dan berhasil mendekati Thio Lian hua yang sedang dikepung.
Pihak musuhdw menjadi sangat gentar melihat kegagahan lelaki yang mereka takz kenal itu, dan Thio Lian hua menggunakan kesempatan itu buat dia mendekati Ma Kok Sun.
Ma Kok Sun kehilangan orang-orangnya yang pada melarikan diri karena ketakutan, waktu melihat Thio Lian hua datang mendekati, dan Ma Kok Sun juga bergegas hendak menyingkir melarikan diri. Dara berpakaian serba hitam itu melontarkan sebatang pisau belati, yang tepat membenam dibagian lutut sebelah kiri dari Ma Kok Sun; dan waktu sekali lagi tangan kiri Thio Lian hua bergerak, maka lutut sebelah kanan yang menjadi sasaran pisau belati itu.
Ma Kok Sun terjatuh bagaikan orang yang berlutut memohon keampunan, akan tetapi dua batang lagi pisau belati melayang dan membenam pada sepasang telapak tangannya, bahkan menembus langsung sampai bagian dada.
Ma kok Sun perdengarkan pekik teriak yang sangat mengerikan, namun tak sampai lama dia harus menderita; oleh karena Ang Sin Tiu telah menikam dia memakai goloknya sehingga tewaslah Ma Kok Sun itu.
)o(dwkz)(X)(hen)o(
DARA YANG berpakaian serba hitam itu menangis lupa malu setelah dia berhasil membalas dendam ayahnya, setelah itu dia berIutut mengucap terima kasih kepada laki-laki yang dia sebut sebagai "Sam ceecu' ; sementara laki laki bekas orang hukuman itu repot membangunkan.
Dalam.percakapan selanjutnya yang terjadi didalam bangunan tua itu, maka laki-laki bekas orang hukuman itu menganggap bahwa Thio Lian hua dan rekan seperjalanan Ang Sin Tiu tidak akan bebas dari kejaran pihak alat negara; terlebih dari Tay lwee sip sam ciu yang terkenal ganas dan tinggi ilmunya, Oleh karena itu dia menyarankan agar sebaiknya Ang Sin Tiu berdua Thio Lian hua bergabung dengan si jeriji sakti Phang Bun Liong yang menjadi Hek liong pangcu.
"Hek liong pang" bukankah sudah lama persekutuan itu dibubarkan.. .?" tanya Ang Sin Tiu yang banyak mengetahui perihal perkembangan didalam kalangan rimba persilatan.
Sejenak laki laki bekas orang hukuman itu menjadi terdiam mengawasi Ang Sin Tiu namun akhirnya dia berkata :
"Aku tidak tahu, akan tetapi aku baru saja bertemu dengan Ang ie liehiap Lee Su Nio yang mengatakan hendak mendatangi It ci sian Phang Bun Liong diteluk Hek liu ouw..."
Nama Ang ie liehiap Lee Su Nio cukup dikenal oleh Ang Sin Tiu, juga oleh Thio Lian hua itu. Kedua duanya percaya bahwa si jeriji Sakti Phang Bun Liong masih menjadi penghuni teluk Hek liu ouw, meskipun persekutuan Hek liong pang sudah dibubarkan.
"Baik Kami akan mengikuti saran sam-ceecu buat berlindung ditempat Phang lo-cianpwee, akan tetapi sam ceecu sendiri hendak kemana .,,,?" akhirnya tanya Ang Sin Tiu.
Laki laki bekas orang hukuman itu diam seperti termenung tidak segera memberikan jawaban, sampai sesaat lamanya baru dia berkata :.
"Aku bermaksud mendaki gunung Ceng-liong san.., ,"
"Ceng liong pang sekarang hanya dipimpin oleh Yang toako ,.. " Ang Sin Tiu memberikan keterangan.
"Yang toako kau maksud Yang Cong Loei si 'tangan beracun",..,?" tanya laki laki bekas orang hukuman itu dengan nada suara yang terdengar gemetar, dan sepasang matanya bersinar aneh.
Sementara itu terdengar Ang Sin Tiu memberikan jawabannya. ''Benar. Sejak kemerdekaan negeri kita tercapai dan Ca Juan Tsyang menjadi Beng-tay couw, maka pangcu ikut mendampingi menjadi penghuni istana kerajaan, sedangkan toa ceecu dan jie ceecu ikut mengundurkan diri dari Ceng liong pang; namun mereka tidak ikut mengabdi pada Beng tay couw, hanya entah dimana gerangan mereka berdua sekarang menetap - -"
Ang Sin Tiu mengucapkan kata-katanya yang sebenarnya merupakan keterangan yang sangat penting artinya bagi lelaki bekas orang hukuman itu akan tetapi pada waktu itu kelihatannya dia bagaikan tidak mendengarkan oleh karena dia justru termenung bagaikan orang yang kehilangan sukma dan pada sinar matanya menyala bagaikan sinar mata seekor harimau jantan yang menyimpan dendam.
"Yang Cong Loei - - " gumam lelaki bekas orang hukuman itu, perlahan suaranya akan tetapi cukup didengar oleh Ang Sin Tiu berdua Thio Lian hua.
"Sam ceecu, kau kenapa.. ?" tanya Ang Sin Tiu waktu Thio Lian Hua memberikan tanda.
Laki-laki bekas orang hukuman itu bagaikan tersentak waktu dia mendengar pertanyaan Ang Sin tiu,
"Akh, tidak ..." sahut dia perlahan; lalu dia menambahkan perkataannya :
"... hari sudah mendekati pagi sebaiknya aku pergi sekarang. Dan kalian juga sebaiknya berkemas buat meninggalkan desa ini.,."
Ang Sin Tiu hendak mencegah, akan tetapi dia tidak berhasil, dari itu sekali lagi dia dan Thio Lian Hua mengucapkan terima kasih.
Laki laki bekas orang hukuman itu kemudian balik ke tempat penginapan, buat dia mengambil bungkusan pakaiannya yang sebenarnya tidak ada harganya.
Orang orang di rumah penginapan sudah banyak yang terbangun dari tidur mereka, sebab mereka mengetahui perihal terjadinya pertempuran yang mengakibatkan tewasnya Ma Kok Sun, mereka mengawasi lelaki bekas orang hukuman itu dengan muka ketakutan, akan tetapi lelaki itu tenang tenang saja memasuki kamarnya, lalu keluar lagi untuk langsung meninggalkan desa Ang sie cung.
Sekali lagi langkah kakinya yang kokoh kuat menyusuri jalan yang menuju kearah gunung Ceng liong san, dan langkah kakinya itu bagaikan dia ingin cepat cepat mencapai tempat tujuan.
Lelaki bekas orang hukuman itu bahkan terus melakukan perjalanannya, baik pada waktu siang maupun pada waktu malam hari, dia hanya sejenak beristirahat pada waktu makan atau tidur kalau dia merasa sudah sangat mengantuk sehingga pada waktu lohor dia memasuki dusun Yo kee po, dan teringat dengan kenalannya yang bernama Yo Hok Sin.
Saat itu bekal uangnya sudah habis, hingga laki laki bekas orang hukuman itu bermaksud hendak meminjam sedikit uang kepada kenalannya itu, Sebab dia belum makan siang sedangkan perjalanan masih jauh dari tempat tujuan.
Lebih dari dua puluh tahun yang lalu, di dusun Yo kee po katanya Yo Hok Sin membuka rumah perguruan ilmu silat sehingga laki laki bekas orang hukuman itu merasa yakin bahwa tidak akan sukar buat dia mencari rumah kenalannya itu, akan tetapi waktu dia menanyakan kepada seorang orang yang dia temui, maka orang itu balik mengawasi dia dengan perlihatkan muka ketakutan.
'Kau hendak mencari Yo Hok Sin ,...?" demikian orang itu balik menanya dengan suara gemetar.
'Benar, kata dia membuka rumah perguruan ilmu silat didusun ini..," sahut laki laki bekas orang hukuman itu, sedangkan didalam hati dia merasa heran berbareng merasa curiga.
Orang itu manggut manggut akan tetapi sepasang matanya melirik kearah sekitar tempat itu, seperti dia sedang meneliti, dan suaranya perlahan waktu dia berkata lagi.
"Akan tetapi Yo Hok Sin sekarang sudah binasa, rumahnya sudah dikuasai oleh orang lain. .."
"Maksud kau, keluarganya sudah pindah ke lain tempat. ..?" tanya laki laki bekas orang hukuman itu; sedangkan didalam hati dia merasa menyesal, bahwa orang yang hendak dia temui buat dipinjam uangnya, ternyata sudah binasa.
Orang yang diajak bicara tidak segera memberikan jawaban. Sepasang matanya melirik kesuatu arah, lalu pada wajah mukanya kelihatan dia semakin menjadi ketakutan; lalu dia berkata terburu buru:
"Tak tahu, kau tanyakan saja kepada lain orang. . ."
Sehabis berkata begitu, maka orang itu buru buru pergi meninggalkan laki laki bekas orang hukuman itu, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu menjadi bertambah heran dan curiga, lalu dia memerlukan melihat ke arah orang tadi melirik.
Disudut jalan dekat orang orang yang sedang berdagang memakai meja dan keranjang buah laki laki bekas orang hukuman itu melihat adanya dua orang pemuda yang sedang mengawasi dia dengan perlihatkan lagak girang dan sikap mengejek.
Dua orang pemuda yang sedang mengawasi itu adalah orang orang yang berpakaian sebagai layaknya orang orang yang mengerti ilmu silat. Kedua duanya memiliki tubuh yang kuat serta dengan otot otot yang terlatih.
Setelah sejenak berdiri diam maka laki laki bekas orang hukuman itu lalu meneruskan lagi langkah kakinya, melewati tempat kedua pemuda yang sejak tadi mengawasi dia dengan perlihatkan sikap garang dan lagak menghina.
Didalam hati laki laki bekas orang hukuman itu merasa yakin bahwa kedua orang pemuda itu akan merintangi dia akan tetapi kenyataan kedua pemuda itu membiarkan dia lewat; sampai kemudian dia menyusuri keramaian penduduk desa itu, dan ia langsung melangkah sampai dia memasuki suatu jalan yang sunyi dimana mendadak dia berhenti karena adanya suara seseorang wanita yang menyapa dia :
'Toaya, tunggu... . !"
Laki laki bekas orang hukuman itu memutar tubuhnya, dan melihat orang yang menyapa itu adalah seorang perempuan muda, berpakaian sederhana seperti layaknya seorang gadis desa, namun wajah muka perempuan itu cukup cantik dan ramping bentuk tubuhnya.
Gadis desa itu menunduk malu waktu dia sudah berdiri berhadapan dengan laki laki bekas orang hukuman itu, yang sedang mengawasi dan merasa heran. Dengan memaksa diri. gadis desa itu kemudian menanya:
"Toa-ya aku dengar tadi kau menanyakan keterangan perihal Yo suhu ..."
"Yo Hok Sin maksud kau ... ?" Gadis desa itu manggut membenarkan dan berkata lagi ;
"Apakah toa ya bernama Yo Hok San, pamannya Yo kouwnio . . ?"
'Bukan . . ." sahut lelaki bekas orang hukuman itu sambil dia menggoyangkan kepalanya.
'Oh ! maafkan sebab aku salah duga . . " gadis desa itu berkata lagi, sementara mukanya perlihatkan rasa meayesal bercampur duka, lalu dia bergegas hendak pergi meninggakan lelaki bekas orang hukuman itu,
'Tunggu . . !'" kata lelaki bekas orang hukuman itu.
Sejak semula lelaki bekas orang hukuman itu memang sudah merasa curiga, kalau kalau telah terjadi sesuatu terhadap Yo Hok Sin dan keluarganya, dari itu ingin benar dia memperoleh keterangan pada kesempatan dia bertemu dengan gadis desa itu.
"kau jangan takut . " kata lelaki bekas orang hukuman itu dengan suara yang terdengar ramah, sebab melihat seorang gadis desa itu gemetar ketakutan, waktu mendengar kata kata 'tunggu" tadi sementara laki laki bekas orang hukuman itu meneruskan perkataannya :
"... aku adalan sahabatnya Yo suhu, dapat kau anggap aku sebagai pamanya Yo kouwnio. Nah sekarang kau antar aku menemui Yo kouwnio,..,"
Gadis desa itu masih memperlihatkan rasa takut, dia mengawasi dengan sinar mata curiga, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu harus perlihatkan senyum ramah, untuk yang pertama kalinya dia lakukan sejak dia lepas dari rumah penjara, senyum yang diperlihatkan oleh laki laki bekas orang hukuman itu ternyata berhasil mengurangi rasa takutnya gadis desa itu yang kemudian manggut dan mengantarkan untuk menemui Yo kouwnio atau nona Yo yang ternyata sedang umpatkan diri disuatu kuil tua yang letaknya ditempat belukar, sebelah utara dusun Yo kee po.
Waktu keduanya sudah mendekati letak bangunan kuil tua itu, maka terdengar oleh mereka adanya suara orang-orang yang sedang bertempur memakai senjata tajam, yang tentunya sedang terjadi didalam ruangan kuil tua itu.
"Hayaaa ! rupanya mereka sudah mengetahui tempat Yo kouwnio umpatkan diri . .! " gadis desa itu berkata dan cepat cepat dia lari memasuki kuil tua itu.
Lelaki bekas orang hukuman itu bergerak cepat mendampingi gadis desa itu, dan sempat menarik memakai sebelah tangannya, waktu sebatang tombak datang menyambar, selagi mereka baru saja memasuki pintu halaman kuil tua.
Tombak itu nyaris mencapai sasaran, dan didalam halaman kuil itu terdapat 4 orang pemuda bersenjata, yang sekarang bersikap mengurung kedua orang yang baru datang itu.
Seorang pemuda yang tadi menikam memakai tombak, mengawasi dengan sikap mengejek, karena melihat lelaki bekas orang hukuman itu tak membekal senjata. Pemuda itu lalu berteriak, dan sekali lagi dia menikam memakai tombaknya, dan sekali ini ditujukan kepada laki laki yang tidak dikenalnya itu.
Laki laki bekas orang hukuman itu bersikap tenang, Sebelah tangannya tetap memegang lengan kanan gadis desa yang berdiri ketakutan disisinya.
Hanya sedikit tubuh laki laki bekas orang hukuman itu bergerak miring waktu ujung tombak datang menikam, lalu dengan sebelah tangan kanannya, dia meraih datang tombak dan secepat itu juga dia menarik membikin si pemilik terperosok mendekati lalu sebuah tendangan mengakibatkan pemuda itu terlempar balik dengan mulut mengeluarkan darah!
Sebatang tombak yang sekarang berada di tangan laki laki bekas orang hukuman itu.dan dia lontarkan disaat seorang pemuda bersenjata golok sedang lompat menerkam hendak menyerang.
Tubuh pemuda bersenjata golok itu tak berhasil mendekati sebab tombak itu telah membenam diperutnya, pemuda itu rubuh tewas seketika!
Dua orang pemuda lainnya yang menyaksikan kejadian itu, berteriak ketakutan dan lari memasuki ruangan dalam kuil. dimana seorang dara perkasa berbaju hijau sedang dikepung dan berada dalam keadaan yang sangat membahayakan nyawanya.
Segera terdengar pekik suara bagaikan aum seekor harimau jantan yang sedang marah; dan laki laki bekas orang hukuman itu mulai mengamuk memakai sebelah tangan kanannya, sebab tangan kirinya masih tetap dia gunakan buat memegang lengan kanan gadis desa yang perlu dia lindungi.
Sebatang golok datang manyambar, akan tetapi tangkas dan cepat golok itu berhasil dikebut; sedangkan sipemilik kena ditendang tewas seperti pemuda yang bersenjata tombak tadi. Lalu dengan golok rampasan itu dia mengamuk dan dalam sekejab dia berhasil melukai empat orang lawan yang mendekati.
Mungkin karena tenaganya yang besar, atau mungkin karena golok itu terlalu sering dia pakai buat menangkis berbagai macam senjata; maka disuatu saat selagi golok itu terbentur dengan golok seorang musuh, maka goloknya putus menjadi dua dan laki laki bekas orang hukuman itu hampir terkena tabasan golok lawannya andaikata dia tidak lekas lekas miringkan tubuhnya, sambil dia membenamkan sisa goloknya ditubuh lawannya, sehingga lawan itu tewas seketika dan golok lawan itu direbutnya, sebagai ganti golok yang patah dua tadi. Dara perkasa berbaju hijau atau Yo kouwnio yang sedang dikepung oleh serombongan musuhnya, menjadi bangkit semangat perlawanannya waktu melihat datangnya seseorang yang membantu dia meskipun orang itu tidak dikenalnya.
Pedang dara perkasa berbaju hijau itu bergerak tambah lincah mencari sasaran pada musuh, sedangkan pihak musuh menjadi gentar, sebab melihat beberapa orang rekan-rekan mereka sudah tewas menjadi mayat.
Secara serentak pihak musuh itu lalu bergerak hendak melarikan diri akan tetapi tidak mudah mereka lakukan niat mereka, akan tetapi Yo Kouwnio tak mungkin mau sembarang melepas musuhnya, dan dalam hal ini dia dibantu oleh laki laki bekas orang hukuman itu sehingga akhirnya hanya sisa beberapa orang saja yang berhasil menyelamatkan diri.
Didusun Yo kee po; untuk waktu yang cukup lama Yo Hok Sin mengusahakan rumah perguruan ilmu silat yang khas dari keluarga Yo. Murid muridnya cukup banyak, disamping dia mendidik ketiga orang anaknya yakni Yo Bun Siang, Yo Bun Lian dan Yo Bun Seng. Yang pertama dan Ketiga adalah laki laki, sedangkan yang kedua adalah perempuan.
Disaat sedang memuncaknya kancah perjuangan rakyat yang menentang pemerintah penjajah, dusun Yo kee po banyak berkurang penduduknya. Kemudian waktu kemerdekaan telah dicapai, maka dusun Yo kee po bertambah lagi penduduknya dengan para pendatang baru, antara lain terdapat seorang hartawan bernama Lim Toan Ceng, yang ternyata banyak memiliki kawan kawan orang orang rimba persilatan, termasuk kaum pelarian dari persekutuan Thian tok bun yang terpencar berantakan setelah markas mereka dibasmi.
Kawan kawan Lim Toan Ceng yang sering berdatangan didusun Yo kee po, kemudian mengetahui bahwa Yo Hok Sin pernah menjadi pendukung gerakan Thio Su Seng, serta bersahabat erat dengan Kanglam hiap Ong Tiong Kun. seorang tokoh kenamaan yang menjadi musuh bebuyutan bagi orang orang Thian tok bun, bahkan sejak persekutuan itu memakai nama Han bie kauw.
Sisa gerombolan Thian tok bun itu kemudian berhasil menghasut Lim Toan Ceng. Mereka kemudian membentuk perkumpulan Cung lien hui, persatuan kaum pemuda yang mendukung pemerintah kerajaan Beng, sehingga didalam waktu yang singkat para pemuda setempat banyak yang mendaftarkan diri menjadi anggota, tidak terkecuali para pemuda yang semula belajar ilmu silat pada Yo Hok Sin.
Pihak Yo Hok Sin menjadi tidak puas karena banyak murid muridnya yang pindah menjadi anggota Cung lien hui, sedangkan para pendiri dari perkumpulan itu justeru sedang dia curigai sebagai orang orang dari golongan yang sesat.
Telah beberapa kali terjadi bentrokan senjata antara pihak Yo Hok Sin dengan pihak Cung lien hui, dan kenyataannya pihak Yo Hok Sin menjadi tidak berdaya, malahan pihak Yo Hok Sin kemudian dituduh sebagai orang orang yang menentang pihak pemerintah kerajaan Beng.
Murid muridnya Yo Hok Sin menjadi semakin berkurang, mereka takut bahwa setiap waktu mereka bakal ditangkap dan dihukum mati. disamping mereka selalu mendapat ancaman dari pihak orang orang Cun lien hui.
Yo Hok Sin tidak dapat lagi menahan kesabarannya. Seorang diri dia mendatangi markas Cung lien hui hendak menemui Lim Toan Ceng, akan tetapi yang menyambut kedatangannya adalah Lim Biauw Kie, yang didampingi oleh beberapa orang pemuda yang menjadi anggota Cung lien hui ; serta beberapa orang laki-laki bermuka garang bekas gembong-gembong Thian tok bun.
Pada mulanya Yo Hok Sin tidak menduga, bahwa ditempat itu dia bakal berhadapan dengan orang orang bekas dari persekutuan Thian tok bun yang terkenal dengan ganas dan kejam, sedangkan orang yang bernama Lim Biauw Kie, mengaku sebagai saudara misan dari Lim Toan Ceng.
Lim Biauw Kie ini sebenarnya adalah muridnya Coa Hok Ciang; si orang hutan tangan panjang' yang pernah merajalela di kalangan rimba persilatan.
Dahulu pernah terjadi, Lim Bauw Kie datang di kota Gie lung an, hendak menemui seorang adik seperguruannya yang bernama Can Hok Ling; akan tetapi ternyata Lim Biauw datang terlambat, sebab Can Hok Ling sudah mati dibunuh oleh Liauw Cong In, setelah Can Hok Ling ditangkap oleh si pendekar tanpa bayangan Tan Sun Hian.,
Kemudian Lim Biauw Kie menemui Ouw lt To yang waktu itu telah menjadi kauwcu Thian tok bun cabang kota Gie lung an, dan Ouw It To lalu menganjurkan agar Lim Biauw Kie menghubungi Yo Jin Hce, ketua Thian Tok bun cabang Yo sin cung, untuk membantu usaha merampas kereta harta yang sedang diangkut oleh rombongannya Tiauw-Cong In dengan janji jika berhasil maka Lim Biauw Kie akan menerima upah yang besar.
Lim Biauw Kie dapat menyusul rombongan Coa Kie Hian yang sedang membawa 20 orang anggota Thian tok bun, dan atas sarannya Lim biauw Kie maka mereka merencanakan perampasan kiriman harta dengan menyamar sebagai kawanan perampok.
Dengan memakai sarannya Lim Biauw Kie itu, mereka ternyata berhasil merampas kereta harta, akan tetapi pada pertempuran yang berikutnya Lim Biauw Kie kena ditikam oleh pedangnya Liong Cie In (yang kemudian menjadi biarawati muda dengan nama Cie in suthay), sehingga Lim Biauw Kie rubuh dengan perdengarkan pekik mengerikan, dan orang-orang menduga bahwa Lim Biauw Kie telah binasa, padahal dia hanya berpura pura dan berhasil menyelamatkan diri pada setelah pertempuran itu selesai.
Sementara itu, sia sia Yo Hok Sin memaksa hendak bertemu dengan Lim Toan Ceng, sampai akhirnya terjadi pertengkaran dan seorang diri Yo Hok Sin harus melakukan perlawanan terhadap beberapa orang pemuda yang diperintah menyerang dan mengepung.
Betapapun halnya, Yo Hok Sin adalah seorang tokoh kaum rimba persilatan yang dimalui, tidak sukar bagi dia untuk melukai beberapa orang pemuda yang mengepung itu sampai kemudian terdengar teriak suara seseorang yang memerintahkan sisa para pemuda itu mengundurkan diri.
Suara seseorang itu amat keras menyeramkan dan waktu Yo Hok Sin mengawasi dilihatnya orang itu memiliki wajah muka hitam memiara jenggot pendek yang runcing seperti duri landak, bertubuh penuh otot karena dia adalah Hek houw Thio Leng, si macan hitam bekas ketua Thian tok bun cabang kota Boe-ouw.
"Bagus! kau pelarian dari kota Boe-ouw juga berada di sini..,..!" kata Yo Hok Sin dengan nada suara mengejek.
'Hm! Yo Hok Sin sebaiknya kau jangan menjual lagak disini. Kau akan dihukum mati oleh pemerintah kita kalau kau ditangkap seperti kawan kawan kau yang sudah mendahulukan kau ..."
"Penghianat... . !' maki Yo Hok Sin yang sangat gusar, sampai tangannya kelihatan gemetar waktu dia menuding dan karena tak dapat membendung kemarahannya, maka dia langsung lompat menyerang, memakai kepalan tangan kanan dengan jurus 'dewa sakti menyerahkan buah butho'
Hek houw Thio Leng tertawa sambil dia lompat menyisi, berkelit dari serangan Yo Hok sin; untuk kemudian dia balas memukul mengarah bagian punggung lawan itu.
Yo Hok Sin mengangkat tangan kirinya yang dia pakai untuk menangkis, kedua tangan mereka saling membentur dengan keras; mengakibatkan Yo Hok Sin terjerumus ke sebelah depan dan Hek houw Thio Leng terdorong mundur beberapa langkah kebelakang.
"Bagus ,.,!" seru Hek houw Thio Leng dergan nada suara mengejek; meskipun di dalam hati dia terkejut karena tidak menduga lawan yang tubuhnya lebih kurus itu, ternyata memiliki tenaga yang besar. Dipihak Yo Hok Sin. dia memang sudah menduga akan tenaga besar dari si macan-hitam Thio Leng, akan tetapi dia berhati tabah dan tidak menghiraukan bahwa tangan kirinya terasa sakit akibat benturan tadi. Dia bersiap siaga, menambah tenaganya yang dia salurkan pada sepasang tangannya, lalu dia menyerang lagi dengan gerak tipu 'petani membelah kayu '.
Hek houw Thio Leng sudah bersiap-siap dan dia hendak menangkis pukulan lawannya. Sengaja sekali lagi dia hendak mengadu tenaga, akan tetapi dia terkejut karena lawannya hanya menipu dia dengan serangannya tadi, sebab secara tiba-tiba sebelah kaki Yo Hok Sin yang justeru menendang, mengakibatkan Hek houw Thio leng rubuh terguling dan si macan hitam ini harus terus menggulingkan tubuhnya buat menghindar dari injakan kaki Yo Hok Sin yang berulang kali nyaris mencapai sasaran.
Hek hok Thio Leng kemudian tertolong dari ancaman maut, sebab dua oiang rekannya cepat cepat memasuki gelanggang pertempuran dan menyerang Yo Hok Sin secara silih berganti, sehingga pada detik detik berikutnya Yo Hok Sin harus melawan tiga orang musuh yang bukan merupakan lawan lemah sebab ketiga tiganya merupakan tokoh tokoh bekas pimpinan persekutuan Thian tok bun, atau persekutuan penyebar racun maut, sebuah perkumpulan yang didirikan oleh Han-bie kauwcu berdua Han-bie niocu sehabis perkumpulan Han bie kauw diganyang berantakan.
Yo Hok Sin cukup tangguh menghadapi kepungan ketiga lawan yang kuat itu, akan tetapi tiba tiba lambat laun dia kehabisan tenaga, terlebih karena beberapa kali dia harus menerima pukulan dari Hek houw Thio Leng yang bertenaga besar, selagi dia tidak siaga sebab memperhatikan seorang lawan yang tangan kirinya memakai kaitan baja, sebagai ganti lima jari tangannya yang sudah putus.
Disuatu saat Yo Hok Sin tidak dapat menghindar dari serangan orang yang memakai kait baja itu. Lehernya kena kegaet robek dan mengeluarkan banyak darah. Dia belum berhasil membebaskan lehernya yang masih terkait, ketika sebelah kepalan Hek houw Thio Leng menghujam dibagian matanya yang sebelah kanan, sampai biji matanya keluar dan Yo Hok Sin meram menahan rasa sakit.
Suatu tendangan dari lawan yang ketiga, mengakibatkan tubuh Yo Hok Sin terlempar dan terguling dilantai; lalu sekali lagi dia kena diinjak oleh Hek houw Thio Leng yang bertenaga besar, sampai terdengar bunyi suara tulang tulang iganya yang patah, dan darah mengalir keluar dari mulut serta lehernya yang bekas kena kait baja tadi.
Setelah membinasakan Yo Hok Sin maka Hek houw Thio Leng mengajak sekelompok rombongannya buat mendatangi rumah keluarga Yo dimana mereka mengepung ketiga anaknya Yo Hok Sin, tanpa ada seorang murid Yo Hok Sin yang berani ikut bertempur, bahkan mereka melarikan diri kabur semuanya.
Dalam pertempuran yang kacau itu, si bungsu Yo Bun Seng tewas ditangan laki laki yang memakai kait baja, sedangkan Yo Bun Siang terluka parah namun sempat diajak lari oleh adiknya, Yo Bun Lian, sampai kemudian mereka umpatkan diri didalam kuil tua yang letaknya ditempat yang belukar.
Sampai berhari hari lamanya sepasang muda mudi itu umpatkan diri, dan segala kebutuhan mereka disediakan oleh si gadis desa Lie Sin Nio yang berhasil dihubungi oleh Yo Bun Lian.
Dahulu si gadis desa Lie Sin Nio bekerja sebagai pelayan pada keluarganya Yo. Dia berhenti karena ibunya sakit dan dia ternyata masih tetap setia terhadap bekas majikannya.
Kedusun Ang Sie cung ada adiknya Yo Hok Sin yang bernama Yo Hok San dan Yo Bun Lian lalu menulis surat buat minta pamannya itu datang untuk bersama sama melakukan balas dendam. Surat itu dibawa oleh kakaknya Lie Sin Nio, namun sang paman itu belum datang sampai Lie Sin Nio membawa seseorang yang tidak dikenal oleh Yo Bun Lian, tepat disaat kedua muda mudi itu dikepung oleh musuh dan dalam pertempuran itu Yo Bun Siang bahkan tewas meskipun pihak musuh akhirnya dapat dihalau.
"Laki laki yang memakai kait baja, kau tahu siapa namanya.?"" tanya laki laki bekas orang hukuman itu selagi Yo Bun Lian menceritakan kisahnya.
"Entah siapa namanya dia tidak ikut didalam rombongan tadi. Dia kurus agak tinggi berkulit kuning pucat dan jalannya agak pincang kaki kirinya ",sahut Yo Bun Lian yang ternyata masih terus mengalirkan air mata, menangisi kakaknya yang sudah binasa.
"Hm ! ternyata dia masih mengganas.. " Laki-laki bekas orang hukuman itu seperti menggerutu,
"Inkong kenal dia . . . ?" tanya Yo Bun Lian; dan sekilas dia menjadi curiga, khawatir kalau kalau orang yang telah membantu itu justru bersahabat dengan musuh yang memakai kait baja itu.
Laki-laki bekas orang hukuman itu manggut, akan tetapi pada mukanya dia tidak diperlihatkan perobahan apa apa, hanya sepasang matanya yang kelihatan bersinar seperti menyala, dan dia berkata :
"Namanya Cie Tong Hee. Dia memakai gelar si 'kait baja' dan kait baja itu memang tidak pernah lepas dari tangan kirinya, sebab dia memang sengaja menggantikan kelima jari tangannya dengan kait baja itu . . ."
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak meneruskan perkataannya, meskipun sebenarnya Yo Bun Lian sedang mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dengan membicarakan si kait baja Cie Tong Hee, laki laki bekas orang hukuman itu bagaikan teringat dengan pengalamannya tempo dulu, waktu seorang diri dia mendaki gunung Ho san, mengganyang kelompok berandal yang dipimpin oleh si 'kait baja Cie Tong Hee serta kakaknya yang bernama Cie Tong Him, si beruang kepala putih. Kemudian dia pun menjadi teringat juga dengan nama gunung Hong san yang membikin dia terbayang lagi dengan dara tambatan hatinya sehingga secara mendadak sinar matanya berubah menjadi hampa, meskipun pada mukanya dia tidak perlihatkan apa apa; dan dia bahkan bagaikan tidak sadar waktu dia mengucap kata kata dengai suara yang amat perlahan :
'Adik Hong; dimana kau kini berada . . ?" Sejak tadi Yo Bun Lian sedang mengawasi laki laki yang sedang duduk termenung dihadapannya itu, dara yang cantik dan yang sudah menjadi anak yatim ini masih menunggu laki laki itu bicara lagi tentang si kait baja Cie Tong Hee akan tetapi laki laki itu tetap duduk termenung bahkan ada butir butir air mata yang kemudian menetes membasahi mukanya, lalu sesaat kemudian laki laki itu menyambung perkataannya tetap dengan suara yang terdengar perlahan, menandakan dia sedang menyimpan suatu rasa duka :
"Maafkan aku, marilah kita datangi tempatnya Cung lien hui dan ."
"Aku kira tidak perlu kita datangi mereka sebab aku yakin mereka justeru akan datang mencari kita ,..' sahut Yo Bun Lian dengan muka muram, mengingat mereka hanya berdua dan pihak musuh sangat banyak dan kuat;
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak memaksa dia bangun berdiri dan menemukan adanya makanan yang sedang disediakan oleh Lie Sin Nio sehingga sambil menantikan kedatangan dari rombongan pihak musuhnya, mereka bertiga lalu mengisi perut. Mereka baru saja selesai makan, ketika pihak musuh ternyata benar-benar sudah mendatangi dengan perdengarkan suara mereka yang ribut sudah terdengar sejak dari jauh!
Laki laki bekas orang hukuman itu mengajak Yo Bun Lian keluar buat menunggu musuh di halaman kuil dan memerintahkan Lie Sin Nio untuk tetap berada diruangan dalam.
Rombongan musuh yang datang terdiri dari belasan orang banyaknya, dipimpin oleh Hek houw Thio Leng bertiga dengan si kait baja Cie Tong Hee dan Lo Thong Sun.
Seorang pemuda yang tadi menjadi pecundang dan berhasil melarikan diri, memberitahukan Thio Leng dengan menunjuk kearah laki laki bekas orang hukuman itu.
Hek houw Thio Leng perdengarkan suara mengejek sambil dia melangkah tambah mendekati, diikuti oleh si 'kait baja' Cie Tong Hee dan Lo Teng Soen.
"Hm ! jagoan tengik pernah apa kau dengan keluarga Yo?"" tegur si macan hitam Thio Leng dengan nada suara menghina.
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak menghiraukan teguran si macan hitam, sebaliknya pandangan matanya ditujukan kepada si 'kait baja Cie Tong Hee. sampai disuatu saat si 'kait baja' ikut mengawasi dan pandang mata mereka berdua saling bertemu.
Kelihatan ada sedikit perobahan pada mukanya yang pucat dari si 'kait baja'. Agaknya Cie Tong Hee merasa seperti pernah mengenal dengan laki laki bekas orang hukuman itu, namun entah dimana sudah dia lupa.
.'Cie Tong Hee. apakah benar benar kau sudan tidak kenal lagi dengan aku - -!" akhirnya kata laki laki bekas orang hukuman itu dengan nada suara bengis.
Si 'kait baja"Cie Tong Hee tambah mengawasi dan tambah meneliti; "Hm ! segala gelandangan mengaku kenal aku . !" gumam Cie Tong Hee dengan suara mengejek.
"Akh ! Kau lupa atau tidak lupa aku tidak perduli. Dulu aku pernah berkata, kalau sekali lagi kita bertemu, maka kaki kananmu akan kubikin pincang ..."
"Kau . .I' akhirnya kata Cie Tong Hee sambil dia menuding dengan kedua jari tangan kanannya yang kelihatan gemetar, juga nada suaranya ikut gemetar juga; namun dia berusaha meneruskan berkata :
"Kau . . . bukankah kau sudah mati . . ?"
"Kalau aku sudah mati kau sekarang tentunya bertemu dengan hantuku . . . ." sahut laki laki bekas orang hukuman itu, juga dengan nada suara yang mengejek.
Tidak pernah Cie Tong Hee bermimpi bahwa sesudah dua puluh tahun lamanya, hari itu dia akan bertemu lagi dengan sam ceecu dari Ceng liong pang yang gagah perkasa itu, yang sudah membinasakan kakaknya dan melukai kaki kirinya sehingga dia cacad menjadi pincang jalannya, padahal berita yang dia dengar dikatakan bahwa 'sam ceecu' itu sudah tewas didalam rumah penjara kaum penjajah bangsa Mongolia.
Sementara itu si macan hitam Thio Leng yang tidak mengetahui kegagahan laki laki bekas orang hukuman itu, dan laki laki itu justru sedang mengawasi dengan sepasang sinar mata yang menyala, lalu dia berkata dengan nada suara yang bengis.
"... . kau memakai gelar 'macan hitam', mukamu memang hitam akan tetapi dengan hak apa kau berani mengaku macan . . . ?"
Hek houw Thio Leng menjadi marah tak terkirakan. Dia berteriak geram sambil melompat menerkam memakai sepasang kepalannya yang besar.
"Ha ha ha ! Gerak seekor macan bukanlah seperti itu , !' terdengar laki laki bekas orang hukuman itu tertawa dan berkata dengan menghina, sementara sepasang tangannya ikut bergerak, menyambut sepasang kepalan tangan Thio Leng yang secepat kilat dia pegang pada bagian lengannya.
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 3 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Raja Naga 7 Bintang 3
^