Pencarian

Lentera Maut 10

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 10


Sementara itu Liauw Pek Jin keluar ketika mengetahui kedatangan sahabatnya dan keduanya saling bicara sampai kemudian dengan muka duka Wie Keng Siang menceritakan perihal peristiwa malapetaka yang sedang menimpa perusahaan dan keluarganya.
'Memang sejak dahulu sudah aku anjurkan supaya hiantee hentikan pekerjaan yang penuh resiko itu, sebab keadaan sekarang penuh dengan kerusuhan, sedangkan negara sedang terancam.." demikian antara lain terdengar perkataan Liauw Pek Jin yang lalu meneruskan; setelah mempersilahkan tamunya minum.
"... tentang para pengemis yang melakukan penjegalan seperti berita yang kau terima saat ini yang aku ketahui ada dua macam persekutuan para pengemis. Yang pertama adalah Hek kin kay pang atau persekutuan pengemis dengan selendang hitam, yang dipimpin oleh seorang pengemis sakti yang mengaku bernama Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho, kedua adalah persekutuan Kay pang yang dipimpin oleh Oey Yok Su, yang mempunyai rencana atau hasrat hendak mempersatukan semua kaum pengemis yang berada di negeri Cina ..."
"Entah persekutuan pengemis yang mana, yang telah melakukan penjegalan itu.." kata Wie Keng Siang yang kelihatan menjadi semakin bertambah kesal.
"Justeru hal ini yang harus menjadi langkah pertama dari penyelidikan kita," sahut Liauw Pek jin yang lalu meneruskan perkataannya :
"... terlebih dahulu kita harus mendapat kepastian, persekutuan para pengemis yang mana yang telah melakukan penjegalan, lalu kita hubungi pemimpin mereka, supaya kita ketahui pihak berandal mana yang telah berhasil merampas kereta piauw itu, sebab setahu aku ditempat terjadinya peristiwa perampasan, tidak terdapat kaum perampok seperti yang kau ceritakan.."
Wie Keng Siang agak terhibur, karena sahabatnya telah memberikan titik terang buat urusan yang sedang dia hadapi. Dan dia menjadi girang karena mengetahui kesediaan sahabatnya untuk ikut melakukan penyelidikan.
Demikian esok harinya dua bersahabat itu meninggalkan Pek see cung. Mereka menyusuri sungai Tiang kang dengan menyewa sebuah perahu, sampai di hari ketiga baru mereka mendarat dan meneruskan perjalanan menuju dusun Ciam kauw tin yang diketahui menjadi pusat dari persekutuan kaum pengemis dengan selendang hitam, atau Hek kin kay pang.
Jilid 18 TlO SIN HOK, seorang wakil dari Ciam kauw sinkay Ciam Sun Ho, menyambut kedatangan kedua tamunya. Sikap Tio Sin Hok kelihatan sangat memandang hina waktu Wie Keng Siang perkenalkan diri dan nama sahabatnya. Hampir terjadi pertempuran, kalau tidak Liauw Pek Jin bersikap sabar, sampai kemudian mereka mengetahui bahwa Ciam-kauw sinkay Ciam Sun Ho sedang bepergian kedusun Boe kee cung.
Dua bersahabat ini kemudian menyusul si biang pengemis Ciam Sun Ho, sementara di sepanjang perjalanan itu, tak sudahnya D-Wie Keng Siang memaki Tio Sin Hok, yang dia anggap sangat memandang hina, bersikap sebagai seorang pengemis yang sangat sombong. Sebaliknya Liauw Pek Jin hanya tertawa dan mengatakan bahwa dengan perlihatkan sikapnya itu, Tio Sin Hok justeru seolah olah sudah mengakui bahwa pihak Hek kin kay pang yang melakukan penjegalan terhadap kereta piauw, akan tetapi pihak ketiga yang berhasil merampasnya, sehingga semua anggota Hek kin kay pang justru sedang merasa penasaran dan marah marah dengan urusan perampasan kereta piauw itu.
"Apakah mungkin pihak Boe kee cung itu yang telah bertindak sebagai pihak ketiga, sehingga Ciam kauw sinkay Ciam Sun Ho mengunjungi dusun itu ?"" tanya Wie Keng Siang.
"Kita lihat nanti ?" sahut Liauw Pek Jin dan keduanya lalu meneruskan perjalanan mereka menuju ke dusun Boe kee cung, dan didusun itu diketahui oleh mereka tentang adanya tokoh kaum rimba persilatan yang bernama Coa Kim Hin, si ular kepala dua.
Dengan istilah ular kepala dua dengan mudah orang mendapat kesan bahwa Coa Kim Hin berhati belang dan bermuka dua. Artinya Coa Kim Hin itu adalah manusia yang sukar dipercaya dan pandai menjilat atau "mengekor" demi mencari keuntungan buat diri sendiri.
Akan tetapi meskipun banyak orang yang mengetahui bahwa Coa Kim Hin ini bagaikan ular kepala dua namun orang orang sangat banyak yang kesudian mengikat tali persahabatan dengan dia, disamping dia disegani karena memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, tidak mudah terkalahkan.
Didusun Boe kee cung, Coa Kim Hin bertindak selaku kepala kampung yang sangat ditakuti dan dihormati, dirumah yang besar tersedia banyak kamar yang khusus digunakan untuk para tamu yang datang menginap sehingga rumah itu selalu ramai dengan para tamu, ditambah dengan keluarganya yang besar, serta belasan orang kauwsu atau tukang pukul bayaran.
Usia Coa Kim Hin pada waktu itu sudah mendekati 50 tahun, dia bertubuh agak gemuk tetapi penuh otot. Mukanya putih agak bundar, penuh senyum yang sukar diketahui maknanya.
Pada pada waktu usianya masih muda Coa Kim Hin merupakan pemimpin gerombolan rampok yang berkeliaran tak tentu tempatnya. Dimana saja dia berada selalu dia melakukan perampokan, tanpa menghiraukan kalau ditempat itu dikuasai oleh sesuatu gerombolan perampok sehingga sering kali terjadi dia bersama rombongannya terlibat dalam suatu pertempuran melawan gerombolan perampok lain yang merasa daerah operasinya telah diganggu.
Akan tetapi pada setiap pertempuran atau pertentangan yang terjadi, selalu Coa Kim Hin memperoleh kemenangan baik karena memang ilmu silatnya yang lebih mahir atau pun karena siasat dan akal muslihatnya yang dapat mengakibatkan pihak lawan berubah menjadi kawan !
Dengan demikian dikalangan para perampok nama Coa Kim Hin juga dimalui dan disegani.
Pada suatu hari, didusun Boe kee cung itu kedatangan seorang pengemis, dan pengemis ini langsung telah mendatangi rumahnya Coa Kim Hin.
Para kauwsu yang menjaga keamanan dirumah Coa Kim Hin merasa yakin bahwa mereka sedang berhadapan bukan dengan sembarangan pengemis, dari itu mereka memberikan laporan kepada majikan mereka, tentang kehendakan si pengemis yang ingin bertemu.
Si ular kepala dua Coa Kim Hin keluar dan menemui si pengemis itu yang lalu memperkenalkan diri sebagai Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho, ketua persekutuan pengemis selendang hitam atau Hek kin kay pang.
Coa Kim Hin tertawa dan mengajak pengemis itu memasuki ruang dalam. Memang sudah dia dengar nama Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho dan persekutuan Hek kin kay pang, yang sedang berkembang cepat.
Setelah menyuguhkan tamunya yang istimewa itu, maka Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho lalu menceritakan tentang maksud kedatangannya, yakni bertalian dengan urusan piauw yang dirampas pihak perampok yang belum dia ketahui dari mana dan siapa nama mereka, dan sipengemis itu justeru memberitahukan tentang isi kereta piauw yang berupa uang emas yang tak ternilai harganya, serta sepasang pedang pusaka ceng liong kiam.
"... jelasnya barang barang itu adalah milik istana kerajaan yang hendak dikirim ke utara; akan tetapi di luar dugaan telah dirampok.... " kata Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho yang menambahkan keterangannya untuk kemudian dia bentangkan maksud kedatangannya, adalah untuk bekerja sama dengan si ular kepala dua Coa Kim Hin.
"... uang mas itu sangat besar jumlah dan nilainya. Cukup untuk digunakan sebagai pembiayaan gerakan menggulingkan pemerintah penjajah, selagi ditempat lain juga sudah ada gerakan yang serupa, sementara segenap anggota Hek kin kay pang sudah siap untuk dijadikan panglima dan pasukan perang; sedangkan dengan sepasang pedang pusaka ceng liong kiam yang memang berasal dari istana kerajaan, tepat dipegang Coa toako selaku sri baginda raja yang berkuasa dinegeri kita ini.. ."
"Ha ha ha....!" terdengar si ular kepala dua Coa Kim Hin tertawa. Memang hebat cara si pengemis itu berpikir dan memang tepat siasatnya. Dengan harta yang sedemikian banyaknya sudah tentu dapat mereka membeli tenaga manusia buat digunakan untuk menggulingkan pemerintah penjajah, dan alangkah jayanya dia kalau dia menjadi seorang maharaja yang agung !
"...sudah tentu aku mau menjadi seorang raja yang didukung oleh para pengemis, akan tetapi aku tidak mau kalau dijadikan seorang raja pengemis.." akhirnya kata Coa Kim Hin.
Si biang pengemis Ciam Sun Ho ikut tertawa, meskipun didalam hati dia mendongkol mendengar perkataan "raja pengemis"; sebab pada saat itu kedudukan Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho justeru adalah sebagai ketua persekutuan kaum pengemis, atau dalam arti-kata, dapat dianggap sebagai 'raja pengemis*.
"...kalau nanti aku menjadi raja, maka kau akan aku jadikan perdana menteri yang berjasa.." kata lagi Coa Kim Hin yang lalu disambungnya dengan suara tertawa.
Demikian dan sejak hari itu Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho jadi menginap dirumahnya Coa Kim Hin dan mereka berdua secara rahasia telah merundingkan siasat dan cara cara mereka bekerja untuk menggulingkan pemerintah penjajah bangsa Mongolia dan menyusun pula siasat serta rencana kalau kelak Coa Kim Hin sudah menjadi raja.
Keduanya kemudian sependapat hendak merobah anggaran hukum negara dan menyusun suatu pemerintahan yang kuat, agar tidak mudah diserang oleh pihak bangsa asing maupun oleh pihak bangsa sendiri yang bermaksud merebut lagi pemerintah yang mereka kuasai. Untuk ini mereka pun telah menyusun suatu daftar nama kawan kawan mereka yang kelak akan mereka berikan jabatan jabatan yang penting.
"... akan tetapi sebagai langkah pertama adalah kita harus merebut kembali kereta piauw yang dirampas orang.." akhirnya kata si biang pengemis Ciam Kauw sin kay Ciam Sun Ho, sementara mukanya sudah mulai merah dan kepalanya terasa pusing, karena banyaknya arak yang sudah diminumnya.
"Ya, lebih dulu kita harus merebut kereta piauw..." sahut Coa Kim Hin yang lalu tertidur pulas dengan kepala berada diatas meja karena tidak kuasa menahan rasa mabok dan rasa mengantuk, sebab diluar kesadaran mereka, hari sudah berubah mendekati waktu subuh, dan mereka masih terus berunding menyusun siasat dan menyusun anggaran dasar negara yang mereka sedang khayalkan.
Esok harinya penduduk dusun Boe kee cung menyaksikan suatu kesibukan dirumahnya Coa Kim Hin karena berturut turut telah berangkat belasan penunggang kuda yang meninggalkan dusun Boe kee cung dan mereka semuanya adalah para kauwsu yang membawa surat surat undangan dari Coa Kim Hin yang ditujukan untuk para tokoh rimba persilatan dan pemimpin kawanan perampok di berbagai tempat yang semuanya sudah dikenal oleh si Ular kepala dua Coa Kim Hin yang bermaksud hendak menjadi raja.
Dengan dikirimkannya surat surat undangan itu, maka pada hari yang sudah ditentukan dusun Boe kee cung menjadi ramai, penuh dengan orang orang kaum rimba persilatan yang kebanyakan terdiri dari golongan hitam.
Mereka datang memenuhi undangan Coa Kim Hin, meskipun mereka tidak mengetahui maksud undangan itu, termasuk su liong tauw Cia Keng Jie dari bukit pegunungan Cin nia, yang ikut menerima surat undangan.
Su liong tauw Cia Keng Jie datang dengan dikawal oleh dua orang pembantunya. Mereka tiba didusun Boe kee cung, dimana mereka disambut oleh para kauwsu yang bersikap ramah tamah dan mengantar para tamu memasuki taman yang luas yang letaknya di bagian belakang dari rumahnya Coa Kim Hin, dimana sudah berkumpul tidak kurang dari lima puluh orang orang tokoh kaum rimba persilatan.
Su liong tauw Cia Keng Jie dengan kedua orang pembantunya mendapat tempat duduk dibagian selatan dari taman yang luas itu sedangkan dibagian tengah taman itu terdapat suatu arena tempat orang berlatih ilmu silat lengkap dengan persediaan berbagi macam senjata yang ditempatkan pada suatu rak.
Dari tempat duduknya itu su liong tauw Cia Keng Jie mengawasi kesekitar taman yang sudah penuh dengan para tamu, dan dia kelihatan agak terkejut ketika diantara yang hadir dia melihat banyak terdapat kaum pengemis dari Hek kin kay pang sesuai dengan tanda selendang hitam yang terdapat melingkar dibagian pundak mereka.
Betapapun halnya, su liong tauw Cia Keng jie menyadari bahwa pihaknya telah mengikat tali permusuhan dengan pihak Hek kin kay pang, sebab seperti yang dia ketahui ngo liong tauw Tang Han Cin telah melakukan perampasan kereta piauw dari tangan pihak Hek kin kay pang, dan ngo liong tauw Tang Han Cin telah membunuh banyak orang orang Hek kin kay pang, oleh karena itu su liong tauw Cia Keng Jie menjadi agak terkejut, sebab didusun Boe kee cung im dilihatnya banyak orang orang Hek kin kay pang yang juga menjadi tamu undangannya Coa Kim Hin.
Didalam hati su liong tauw Cia Keng Jie bertanya-tanya, apakah mungkin pihak Hek kin kay pang sudah mengetahui bahwa pihaknya yang telah melakukan perampasan kereta piauw " atau apakah pertemuan didusun Boe kee cung itu ada hubungannya dengan urusan kereta piauw yang telah dirampas oleh ngo liong tauw Tang Han Cin "
Sementara itu, para pelayan telah membawakan hidangan makan malam yang lengkap ditempatkan pada tiap tiap meja para undangan. Setelah itu orang orang melihat Coa Kim Hin berdiri dari tempat duduknya, lalu dia berjalan perlahan lahan menuju kebagian tengah dari taman itu sementara pada mukanya kelihatan cerah penuh senyum.
Ditengah tengah taman itu, Coa Kim Hin berdiri menghadapi semua para tamunya. Dia memberi hormat lalu dia mulai angkat bicara dengan kata sambutannya.
Mula pertama Coa Kim Hin mengucap terima kasih kepada para tamunya yang sudi datang memenuhi undangannya, setelah itu secara singkat dia menceritakan riwayat hidupnya bahwa diwaktu muda dia seringkali melakukan pekerjaan merampok dikangzusi berbagai tempat, sampai seringkali terjadi pertentangan antara dia dengan berbagai rombongan kaum perampok lainnya.
Diakuinya bahwa kesalahan berada dipihaknya, oleh karena dia telah mengganggu wilayah atau daerah kekuasaan lain orang, akan tetapi dahulu katanya dia masih muda berdarah panas sehingga dia tak menyadari akan kesalahan itu.
Hal hal yang semacam dia lakukan dulu, sekarang tidak boleh berulang lagi, baik pada dirinya sendiri maupun pada diri lain orang. Oleh karenanya pada kesempatan pertemuan itu, dia bermaksud akan mencalonkan diri menjadi ketua kaum perampok, yang tugasnya mendamaikan kalau terjadi sesuatu pertentangan didalam kalangan kaum perampok, dan mengatur batas batas pembagian daerah kekuasaan masing masing.
Setelah mengetahui dan mendengar urusan pihak tuan rumah, maka didalam hati su liong tauw Cia Keng Jie menjadi agak tenang sebab jelas bagi dia bahwa maksud undangan pertemuan itu bukan dalam rangkaian urusan yang bertalian dengan kereta piauw yang dirampas oleh pihaknya akan tetapi adalah untuk pemilihan seorang ketua kaum perampok, atau dengan kata lain Coa Kim Hin ingin menjadi raja dari segala raja perampok.
Di antara yang hadir, sudah tentu ada yang setuju dan ada yang tidak setuju, untuk menentukan atau memilih Coa Kim Hin menjadi ketua atau raja dari segala raja perampok. Kalau memang hendak mengangkat seorang ketua, mengapa tidak dilakukan dengar cara pemilihan yang bebas "
Akan tetapi orang orang yang merasa setuju ternyata lebih banyak daripada yang tidak setuju, lagipula diantara mereka yang tidak setuju tidak ada yang bersuara, sebaliknya yang memberikan persetujuan telah mengacungkan tangan mereka tinggi tinggi, sambil mereka berteriak menyatakan persetujuan mereka sehingga mengakibatkan sebagian dari orang orang yang pada mulanya merasa tidak setuju, telah ikut ikutan mengangkat tangan dan memberikan tanda persetujuan mereka !
Si ular kepala dua Coa Kim Hin menjadi sangat girang melihat sambutan dari tamunya. Dia mengucap terima kasihnya dan mulai saat itu dia menghendaki orang orang menyebut dia sebagai kauwcu atau ketua.
Kemudian Coa Kim Hin meneruskan lagi angkat bicara dan dia menekan bahwa dia tidak menghendaki adanya sesuatu pihak yang melakukan pekerjaan merampok didaerah kekuasaan pihak lain seperti yang baru baru ini terjadi serombongan perampok telah melakukan pekerjaan diwilayah kekuasaan orang orang Hek kin kay pang.
",..rombongan itu bahkan telah melakukan cara yang sangat keji.. !" kata Coa Kim Hin yang menambahkan keterangannya dan meneruskan perkataannya.
"..mereka bukan saja melakukan pekerjaan didaerah kekuasaan kaum Hek kin kay pang, akan tetapi mereka malahan merampas barang barang yang sudah dirampas dan dikuasai oleh pihak Hek kin kay pang, lalu dengan keji mereka telah membunuh mati semua orang orang kay pang yang sedang melakukan pekerjaannya."
Tanpa terasa, tubuh su liong tauw Cia Keng Jie menjadi gemetar waktu dia mendengar perkataan Coa Kim Hin yang baru saja ditetapkan menjadi kauwcu atau ketua. Juga kedua pembantunya ikut gemetar, bahkan muka mereka kelihatan pucat ketakutan, sebab mereka mengetahui persoalan itu cukup jelas.
Sementara itu, diantara para undangan yang hadir, mereka telah perdengarkan suara mereka yang berisik.
Diantara mereka memang sudah ada yang mendengar sedikit berita mengenai peristiwa itu. Akan tetapi mereka tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, terlebih yang menjadi korban adalah kaum Hek kin kay pang, yang waktu itu sebenarnya sudah cukup besar pengaruhnya dan cukup ditakuti oleh berbagai kalangan.
".. iringan kereta piauw yang dirampas itu, berisi sejumlah besar uang emas dan sepasang pedang pusaka 'Ceng liong kiam'... " demikian terdengar kata lagi Coa Kim Hin akan tetapi tak dapat dia meneruskan perkataannya, oleh karena suara yang hadir menjadi semakin berisik oleh karena mereka benar benar menjadi sangat terkejut, dengan di sebutnya nama pedang pusaka yang sudah sangat terkenal itu.
"... cu wie diharap tenang sebentar.. !" teriak Coa Kim Hin dan setelah semua orang orang terdiam mendengarkan, maka dia meneruskan lagi pembicaraannya:
"Aku tahu bahwa pihak yang bersangkutan sekarang ini hadir diantara cuwie. Sebagai kauwcu, aku tidak mau mengambil tindakan keras; masih ada cara untuk menyelesaikan secara damai. Aku menghendaki pihak yang bersangkutan mengembalikan barang barang rampasan itu kepada pihak Hek kin kay pang yang ketuanya yakni Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho juga ikut hadir pada pertemuan kita ini dan mengenai urusan mereka yang sudah dibinasakan, akan dianggap selesai ,, ,"
Sehabis dia berkata begitu, maka Coa Kim Hin memanggil Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho, untuk diperkenalkan dihadapan orang banyak.
(odwkz-hen-o) SEMUA yang terjadi dan semua perkataan yang diucapkan oleh Coa Kim Hin telah dihadapi dan didengar oleh Wie Keng Siang berdua Liauw Pek Jin.
Dua bersahabat ini ikut hadir pada pertemuan itu, oleh karena mereka datang di dusun Boe kee cung dengan maksud hendak menemui Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho, dan secara kebenaran waktu itu sedang diadakan pertemuan dari berbagai kalangan dan rombongan para perampok, atas undangan si ular kepala dua Coa Kim Hin.
Waktu mendengar perkataan Coa Kim Hin yang menghendaki kereta piauw dikembalikan kepada pihak Hek kin kay pang, sebenarnya Wie Keng Siang hendak berdiri dari tempat duduknya dan hendak mengatakan mengapa bukan dikembalikan kepada pihak piauw kiok, akan tetapi pada saat itu Liauw Pek jin menekan sebelah lengan sahabatnya, melarang sahabatnya itu bicara yang sekaligus berarti memperkenalkan diri sebagai orang dari pihak perusahaan pengangkutan yang berkepentingan.
Dilain pihak, su liong tauw Cia Keng jie benar benar sudah tak bisa menahan rasa gugupnya. Tanpa terasa dia telah berdiri dari tempat duduknya, lalu dengan suara keras dia berkata ;
"Akan tetapi, waktu itu belum ditentukan pembatasan daerah atau wilayah kerja, dan belum ada kauwcu... " demikian kata Cia Keng jie, akan tetapi selekas dia suara, maka dia menyadari bahwa dia sudah melakukan suatu kesalahan yang besar.
Akan sia sia meskipun su liong tauw Cia Keng jie hendak duduk lagi di tempatnya sebab semua mata sudah ditujukan kepadanya, terutama sinar mata Ciam kauw sinkay Ciam Sun Ho yang bagaikan mengeluarkan api karena menahan rasa marah,
"Kemari kau... !" seru Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho dengan suaranya yang seperti guntur, sementara tidak kurang dari dua belas orang orang Hek kin kay pang sudah berdiri didekat tempat duduk Cia Keng Jie bersama kedua pembantunya dan sikap orang orang Hek kin kay pang itu bagaikan sudah mengurung !
Dengan paksakan diri untuk berlaku tenang, maka su liong tauw Cia Keng Jie mendatangi dan mendekati tempat Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho berdua Coa Kim Hin,
"Harap kaujelaskan, kau dari rombongan mana... ," kata Coa Kim Hin ketika Cia Keng Jie sudah berdiri dekat.
"Siao tee adalah su liong tauw Cia Keng Jie dari gunung Cin san.. "
"Su liong tauw ! mengapa bukan toa liong tauw yang datang memenuhi undanganku.. ?" tanya Coa Kim Hin kelihatan dia seperti tersinggung.
Toa liong tauw sedang bepergian mencari ngo liang tauw . ," sahut Cia Keng jie namun selekas itu juga dia menyadari tentang kesalahannya yang lagi lagi telah terlepas bicara, melulu oleh karena dia tak mampu mengatasi rasa gugupnya.
"Mencari ngo liong tauw " Coba katakan yang lebih jelas ,..!" kata lagi Coa Kim Hin yang kelihatan berobah menjadi bengis.
"Kauwcu, apakah kau perlakukan aku sebagai orang tertuduh... ?" tanya Cia Keng Jie yang kelihatan mulai marah, akan tetapi belum habis rasa gugupnya.
"Hmm ... !" geram Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho mukanya bertambah bengis dan kedua matanya bertambah besar membentang, sebaliknya Coa Kim Hin tertawa dan berkata lagi :
"Kau tidak mau diperlakukan sebagai seorang yang tertuduh, baik, akan tetapi sekali lagi aku menanya, siapa diantara kalian yang melakukan penjegalan itu ....?"
"Ngo liong ..."
Cia Keng Jie tidak sempat meneruskan kalimat perkataannya, sebab Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho sudah tidak sanggup membendung menahan rasa marahnya. Dia berdiri didekat Cia Keng Jie dan secara tiba tiba kepelan tangan kanannya bergerak memukul bagian dada!
Sudah tentu keadaan Cia Keng Jie sedang tidak siaga, terlebih karena gugupnya memang belum hilang. Dadanya terkena pukulan itu, tubuhnya terdorong beberapa langkah kebelakang, sedangkan dari mulutnya dia mengeluarkan darah kental. Sebelum Cia Keng Jie sempat melakulan perlawanan atau bicara, maka empat orang laki laki sudah menerkam dia dan memegang sepasang tangannya erat erat.
Dua orang pembantunya Cia Keng Jie juga mendapat nasib yang serupa, oleh karena mereka telah dikepung dan ditangkap oleh orang orang Hek kin kay pang.
Suasana orang banyak menjadi bertambah ramai. Semua yang terjadi telah berlangsung begitu cepatnya dan diluar dugaan mereka semua.
Sementara itu sekali lagi Coa Kim Hin berteriak memerintahkan semua orang berlaku tenang :
"Cuwie diharap tenang semuanya dan dengarkan perkataanku,"demikian kata Coa Kim Hin yang sejenak menunggu, setelah para hadirin diam tidak bersuara, maka
dia menyambung perkataannya :
"..kita terpaksa menyudahi pertemuan kita hari ini, akan tetapi aku perintahkan kalian semua berangkat ke gunung Cin san. Kurung markas Cin san ngo liong dan jangan biarkan ada yang melarikan diri. Aku akan segera menyusul setelah selesai memeriksa Cia Keng Jie... !"
Sementara itu berulangkali Liauw Pek Jin harus mencegah kawannya yang tidak dapat menahan sabar karena Wie Keng Siang sudah yakin bahwa pihak Cin san ngo liong yang merampas kereta piauw yang menjadi tanggung jawabnya.
Waktu para undangan pada bubar dan bersiap siap hendak berangkat ke atas gunung Cin san, maka secara diluar tahu orang orang itu, Liauw Pek jin mengajak sahabatnya untuk cepat cepat mendahulukan berangkat ke atas gunung Cin san.
Dua bersahabat ini telah melakukan perjalanan yang cepat, dan disepanjang perjalanan mereka menyusun siasat buat menghadapi pihak berandal diatas gunung Cin san sebelum rombongan Coa Kim Hin tiba.
Akan tetapi begitu mereka tiba ditempat tujuan mereka menjadi sangat terkejut, karena mereka melihat sangat banyaknya tentara negeri yang sedang berjaga jaga disekitar kaki gunung Cin san.
Dari keterangan yang mereka peroleh, maka diketahui oleh dua bersahabat ini, bahwa dari pihak tentara telah melakukan penyerangan dan sudah menguasai gunung Cin san, menangkap semua berandal, kecuali para pemimpin mereka yang katanya sudah berhasil melarikan diri.
Adanya pihak tentara negeri menyerang ke atas gunung Cin san, sebenarnya adalah akibat dari perbuatannya ngo liong tauw Tang Han Cin !
Waktu sudah memperoleh sepasang pedang ceng liong kiam dan menyisihkan sejumlah uang emas, maka dengan kejam Tang Han Cin telah membinasakan dua orang pembantunya yang menjaga dia karena menganggap dia benar benar sedang sakit.
Dengan membawa uang emas dan sepasang pedang ceng liong kiam, maka ngo liong-tauw Tang Han Cin berangkat secara tergesa gesa, akan tetapi tanpa tujuan yang menentu, oleh karena dia hendak mencapai tempat yang sejauh mungkin untuk menghindar dari rekan rekannya diatas gunung Cin san.
Disepanjang perjalanan itu, ngo liong tauw Tang Han Cin berlaku sangat hati hati. Karena dia menyadari bahwa musuhnya tidak melulu berupa para pengemis dari Hek kin kay pang, akan tetapi juga pihak Cin san, pihak piauwkiok dan pihak pemerintah penjajah, sehingga dia harus berusaha menghindari dari semua musuh musuh itu.
Pada suatu hari Tang Han Cin tiba di dalam kota Hie ciang, sebuah kota penghubung yang ramai dengan arus lalu lintas yang menuju ke propinsi Hoo lam.
Waktu itu hari sudah mendekati magrib, akan tetapi Tang Han Cin yang hendak menghindar dari suatu tempat yang ramai, sengaja dia telah meneruskan perjalanan, tidak bermalam di dalam kota Hie ciang.
Akibat tindakan yang sangat berhati hati itu, maka Tang Han Cin harus berjalan terus, meskipun hari sudah menjadi malam, sedangkan dia belum mencapai tempat buat dia beristirahat dan bermalam. Kemudian hujan pun turun dengan sangat derasnya, akan tetapi Tang Han Cin masih harus meneruskan perjalanannya, oleh karena tiada tempat buat dia numpang meneduh, sehingga pakaiannya menjadi basah.
Akhirnya Tang Han Cin terpaksa harus menggunakan ilmu Iari cepat, menerobos hujan dan melawan hawa dingin; sampai kemudian dia menemukan sebuah dusun kecil yang tidak terlalu banyak penduduknya, bahkan letak perumahan mereka saling terpisah jauh.
Didusun itu Tang Han Cin tidak berhasil menemukan sebuah rumah penginapan, sehingga terpaksa dia mendatangi rumah suatu keluarga dengan niat numpang bermalam. Akan tetapi, sudah tiga rumah dia datangi, ternyata tidak ada yang mau membuka pintu ditengah malam, sedangkan hujan masih turun dengan sangat derasnya. Adalah disuatu rumah yang kecil dari suatu keluarga yang sangat miskin, Tang Han Cin berhasil mendapat persetujuan untuk menumpang inap.
Keluarga yang bersedia menerima Tang Han Cin itu, mengaku bernama Ong Hok Sin. Karena usianya yang sudah tua, maka di dusun itu dia dikenal dengan nama Ong lopek. Ong Hok Sin atau Ong lopek hanya menetap berdua dengan anak perempuannya, Ong Sin Lan yang waktu itu sudah berumur dua puluh tahun sementara ibunya Sin Lan sudah lama meninggalkan dunia.
Hidup mereka sangat miskin, sehingga hanya dapat menghidangkan teh panas bagi Tang Han Cin, akan tetapi saat yang seperti itu secangkir air teh panas terasa sangat berharga bagi Tang Han Cin, yang waktu itu sedang merasakan sangat kedinginan, akibat dia terkena hujan dan harus mengeluarkan banyak tenaga selagi menempuh perjalanan itu.
Diluar dugaan dan diluar keinginannya; esok paginya Tang Han Cin terserang penyakit demam, sehingga tidak sanggup dia meneruskan perjalanannya.
Dilain pihak, Ong Hok Sin kelihatan menjadi bingung karena tamunya yang mendadak sakit. Mereka tidak mempunyai uang buat membelikan obat, bahkan buat menyediakan makanan mereka tidak mampu. Sementara itu, Ong Sin Lan sudah mematangkan semangkok bubur, yang lalu dia bawa kedalam kamar, dimana Tang Han Cin sedang rebah merintih kedinginan.
Ong Sin Lan tak sampai hati waktu melihat keadaan sang tamu yang tidak mungkin dapat makan sendiri. Dara ini kemudian duduk ditepi ranjang dengan susah payah dia merangkul tubuh Tang Han Cin yang berat untuk merobah letak sehingga Tang Han Cin rebah bersandar, setelah itu dia memberikan bubur buat Tang Han Cin, sesendok demi sesendok.
Selama hidup menjadi rampok diatas gunung Cin san, yang dilihat dan dihadapi oleh Tang Han Cin adalah segala sifat kekerasan, bahkan buas dan kejam. Sekarang dia menghadapi sikap lembut yang terasa mesra, sehingga mau tak mau Tang Han Cin menjadi terharu dan berterima kasih terhadap Ong Sin Lan berdua ayahnya.
Setelah selesai memberikan bubur, Ong Sin Lan hendak keluar meninggalkan tamunya, akan tetapi dengan paksakan diri maka Tang Han Cin berkata :
"Lan moay, terima kasih atas kesediaanmu menolong aku..." dia berhenti sebentar dau berusaha perlihatkan senyumnya, juga Ong Sin Lan kelihatan tersenyum, selagi dia menunda niatnya yang hendak meninggalkan tamunya.
"Lan moay. Kau tolong ambilkan bungkusanku . ," Tang Han Cin berkata lagi sambil dia menunjuk ketempat bungkusannya, dan menyambung perkataannya ;
".." tolong kau buka dan ambil sepotong uang perak. Kau berikan pada lopek buat dibelikan makanan buat kita semuanya ... ,"
Ong Sin Lan menurut akan tetapi sejenak dia menjadi sangat terkejut, oleh karena waktu itu dia sudah membuka bungkusan itu; ternyata isinya sangat banyak dengan potongan uang emas, sedang uang perak hanya sisa dua potong.
Diambilnya sepotong uang perak seharga duapuluh tail, sesudah itu dengan tangan gemetar dia mengikat lagi bungkusan tamunya, yang lalu dia tempatkan didekat kaki Tang Han Cin, sesudah itu dia keluar guna menemui ayahnya, tetapi dia tidak beritahukan kepada sang ayah tentang tamunya yang memiliki begitu banyak uang emas dan perhiasan.
Ong Hok Sin menjadi sangat girang waktu anaknya memberikan uang dari tamunya; dia memang sedang bingung karena tak mempunyai uang buat membeli bahan pangan.
Setelah menerima uang itu maka Ong Hok Sin pergi ke pasar dan pada waktu pulangnya, dia membawa seorang thabib buat memeriksa dan mengobati penyakitnya Tang Han Cin.
Tanpa diduga dan dirasa, sudah lima hari Tang Han Cin berada dirumah Ong Hok Sin, akan tetapi penyakitnya belum menjadi sembuh bahkan semakin memburuk keadaannya.
Dua potong uang perak seharga empat puluh tail sudah habis digunakan, buat membeli bahan pangan dan ongkos berobat, oleh karena itu maka Tang Han Cin menyerahkan sepotong uang emas buat ditukarkan oleh Ong Hok Sin.
Untuk menukar uang emas itu sudah tentu tidak dapat dilakukan didusun yang sepi dan penduduknya kebanyakan terdiri dari orang orang miskin, dari itu Ong Hok Sin harus berangkat ke kota Hie ciang yang bagi Ong Hok Sin harus memerlukan waktu seharian suntuk. Akhirnya lebih dari dua bulan Tang Han Cin harus menetap dirumahnya Ong Hok Sin dan selama itu sudah tiga kali Ong Hok Sin berangkat ke kota Hie ciang, buat dia menukarkan uang emas pemberian Tang Han Cin dan untuk menukarkan uang emas itu, Ong Hok Sin selalu berhubungan dengan rumah gadai milik negara di kota Hie ciang.
Dan selama dua bulan itu, Tang Han Cin mendapat pelayanan istimewa dari Ong Sin Lan yang bukan saja sudah berlaku sebagai seorang ibu yang penuh perhatian, bahkan juga sebagai seorang isteri yang sangat menyintai sampai kemudian diketahui bahwa Ong Sin Lan sudah hamil.
Oleh karena itu setelah Tang Han Cin sembuh dari penyakitnya, maka mereka bergegas mengadakan persiapan untuk merayakan hari pernikahan antara Tang Han Cin dengan Ong Sin Lan.
Sekali lagi Ong Hok Sin harus ke kota Hie ciang buat menukarkan uang emas sebab mereka perlu membeli banyak bahan persiapan pernikahan, termasuk bahan pakaian dan sebagainya.
Dua orang tukang masak dari kota Hie-ciang bahkan telah diundang oleh Ong Hok Sin, buat keperluan memasak hidangan istimewa pada perayaan pesta pernikahan itu.
Hampir semua penduduk dusun telah diundang pada hari pesta pernikahan Tang Han Cin dengan Ong Sin Lan, bahkan sanak keluarga dari jauh telah diundang, dan menghadiri pesta yang meriah itu.
Acara yang menarik perhatian adalah pada saat upacara sembahyang "sam kay" sepasang mempelai. Saat itu semua mata memandang terpesona dan penuh rasa iri hati terhadap Ong Hok Sin yang hidupnya penuh derita kemiskinan, akan tetapi mendadak mendapat menantu orang berduit.
Disaat upacara sembahyang "sam kay" itu masih berlangsung maka dirumah Ong Hok Sin menjadi bertambah ramai dengan kedatangan tentara negeri yang tiba tiba mengurung atau mengepung, sedang beberapa orang perwira kelihatan memasuki rumah mencari Ong Hok Sin !
Sebagai ekor dirampasnya kereta piauw, memang sangat menghebohkan kalangan beberapa pihak, yakni pihak Tay wie piauw kiok yang harus bertanggung jawab kemudian pihak Hek kin kay pang dan pihak berandal diatas gunung Cin san yang telah diselomoti oleh Tang Han Cin, ditambah kemudian dengan pihak si ular kepala dua Coa Kim Hin yang hendak menjadi raja. Disamping itu, yang tidak boleh dilupakan adalah pihak pemerintah penjajah, atau si pangeran yang barang barangnya dirampas !
Seperti yang sudah dibentangkan bahwa saat itu negeri cina sedang kacau, sedang pihak pemerintah juga sedang terjadi saling gontok terutama akibat dari para sri baginda raja yang sudah lanjut usianya. Para pangeran yang sedang berlomba ini, bahkan ada yang mempunyai maksud hendak melakukan pemberontakan, diantaranya adalah Pangeran Kim Lun.
Untuk maksud gerakan tersebut, Pangeran Kim Lun memilih siasat mendekati orang orang rimba persilatan dari golongan hitam, akan tetapi untuk maksud ini sudah tentu Pangeran Kim Lun membutuhkan banyak keuangan buat membeayai gerakannya. Dengan cara menyelundup dan berangsur angsur, Pangeran Kim Lun mengirim harta berupa uang emas dan permata dari istana, untuk diteruskan kepada orang orang yang mendukung niat Pangeran itu melakukan pemberontakan.
Untuk pengiriman itu telah disewa perusahaan pengangkutan Tay wie piauw kiok yang dipimpin oleb Wie Keng Siang, sehingga terjadi perampasan sedangkan didalam pengiriman itu bahkan terdapat pula sepasang pedang 'ceng liong kiam', sebagai pedang pusaka yang sangat berharga.
Baik peristiwa perampasan maupun peristiwa adanya pengiriman itu sudah tentu tidak boleh disiarkan secara meluas sebaliknya Pangeran Kim Lun memerintahkan orang orang kepercayaannya buat melakukan penyelidikan dan mengambil tindakan.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan hasil pemeriksaan terhadap sisa orang orang yang mengantarkan kereta piauw, maka pangeran Kim Lun mengetahui bahwa mula pertama iringan kereta piauw dihadang dan dirampas oleh para pengemis, dengan demikian maka pihak pangeran Kim Lun secara diam diam telah melakukan penangkapan terhadap sekian banyaknya orang orang gelandangan, tanpa menghiraukan apakah para pengemis itu tergabung dalam persekutuan kay pang ataupun Hek kin kay pang, bahkan yang tidak memasuki salah satu dari persekutuan itu pun telah ditangkap.
Akan tetapi pihak pangeran Kim Lun belum memperoleh hasil yang mereka harapkan, sampai kemudian pihak pejabat pemerintah kota Hie ciang mencurigai seseorang yang menukarkan uang emas, sebab berdasarkan tanda tanda yang diperoleh uang uang emas itu berasal dari milik istana!
Kuan cinjin atau pejabat pemerintah kota Hie ciang adalah kaki tangannya pangeran Kim Lun, dari itu laporan mengenai adanya uang uang emas itu beredar di kota Hie ciang, telah dilaporkan langsung kepada pangeran Kim Lun dan Pangeran Kim Lun lalu mengirim empat belas orang utusan yang akan melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap orang yang menukarkan uang uang emas itu.
Pihak rumah gadai negara di kota Hie-ciang memang mencatat nama dan alamat dari setiap orang orang yang berhubungan dengan rumah gadai itu, maka tidak sukar untuk diketahui nama dan alamat Ong Hok Sin, sebagai orang yang menukarkan uang uang emas milik istana.
Ke empat belas orang utusan dari Pangeran Kim Lun itu terdiri dari seorang perwira muda, Lian ciangkun, serta tiga belas orang para wie su yang asalnya terdiri dari orang orang rimba persilatan yang mahir ilmu silatnya, mereka mendatangi rumah Ong Hok Sin dengan diantar oleh Kuan tay jin serta lima puluh orang tentara negeri.
Rumah Ong Hok Sin yang sedang penuh dengan para tamu karena sedang diadakan pernikahan, langsung dikurung oleh pihak tentara negeri yang tidak membolehkan siapa pun meninggalkan tempat itu sedangkan Lian ciangkun dengan diantar oleh Kuan tayjin dan empat orang wie su telah memasuki rumah itu dan menangkap Ong Hok Sin yang tidak berdaya melakukan perlawanan,
Diantara kegaduhan yang sedang terjadi, bekas ngo liong tauw Tang Han Cin mengempit tubuh isterinya dan memberikan perlawanan. Benda apa saja yang ditemukan, telah digunakan sebagai senjata oleh Tang Han Cin yang masih memakai pakaian mempelai.
"Itulah ngo liong tauw Tang Han Cin dari gunung Cin san... !" terdengar teriak seorang wie su yang luas hubungannya; terlebih karena dia memang bekas seorang penjahat. Ke empat orang wie su itu lalu mengepung Tang Han Cin, sementara Kuan tayjin berlindung didekat Ong Hok Sin yang dipegang erat erat oleh dua orang tentara, dan Lian ciangkun bersiap siaga menjaga kemungkinan Tang Han Cin melarikan diri.
Pihak yang mengurung rumah Ong Hok Sin juga bersiap siap menunggu perintah dari Lian ciangkun, akan tetapi waktu itu Tang Han Cin berhasil menerobos kepungan dan dia lari memasuki kamarnya mengambil bungkusan dan pedang 'ceng liong kiam.
Pintu dan jendela lalu ditutup oleh Tang Han Cin, sementara Ong Sin Lan sudah pingsan didalam kempitan Tang Han Cin.
Sebatang pedang "ceng liong kiam" dikeluarkan dari sarungnya, dan siap ditangan kanan Tang Han Cin, kemudian dengan suatu lompatan dan dua kali tabasan, maka pedang 'ceng liong kiam' berhasil membobolkan atap rumah, sehingga disaat berikutnya Tang Han Cin sudah berdiri diatas genteng, selagi pihak pengurung tidak menduga kemungkinan terjadinya hal itu.
Adalah orang orang yang mengurung dibagian luar rumah, yang sempat melihat Tang Han Cin berada diatas genteng, dan sedang bergegas hendak melarikan diri.
Empat orang wie su kemudian lompat melesat keatas genteng dan melakukan pengejaran. Akan tetapi mereka disambut dengan empat senjata rahasia yang mengeluarkan sinar kuning terkena pantulan sinar matahari. Diantara mereka ada yang berkelit menghindar, ada yang menangkis memakai senjata mereka, dan ada seorang yang dengan tabah telah menyambuti senjata rahasia yang dilontarkan oleh Tang Han Cin.
"Inilah uang mas....!" teriak sang wie su sambil dia melihat benda yang berada di tangannya.
Ketiga rekannya menunda gerak mereka yang hendak mengejar Tang Han Cin. Mereka mendekati sang rekan yang sedang memegang uang mas bekas dilontarkan oleh Tang Han Cin, dan mereka jadi terpesona sambil berpikir apakah mereka harus memungut sisa uang mas bekas dilontarkan oleh Tang Han Cin tadi, atau mereka mengejar terus membiarkan uang uang mas yang mahal harganya itu berserakan. Dan kalau sudah mereka temukan, apakah ada kemungkinan buat mereka kantongi dan memiliki tanpa diketahui oleh pihak Lian ciangkun "
Dua diantara ke empat wie su itu kemudian mencari uang mas yang berserakan, sedangkan yang dua orang lagi melakukan pengejaran terhadap Tang Han Cin, yang waktu itu bahkan sedang dikejar oleh para wie su yang lain.
Tang Han Cin terus melarikan diri. Geraknya sangat sukar sebab dia harus membawa Ong Sin Lan dan bungkusannya yang cukup berat.
Beberapa kali Tang Han Cin hampir kena dikejar, akan tetapi beberapa kali itu dia berhasil membikin para wie su repot dan penuh ragu ragu, sebab mereka telah diserang memakai uang uang mas, yang sudah tentu sangat disayangkan kalau dibiarkan hilang berserakan.
Dengan caranya itu, Tang Han Cin berhasil menjauhkan diri dari para pengejarnya, sampai kemudian dia memilih daerah pegunungan dan berhasil menghilang.
Dalam marahnya, pangeran Kim Lun telah menghukum mati Ong Hok Sin, kemudian pangeran ini memimpin lebih dari seribu orang tentara negeri, dan membasmi kawanan berandal diatas gunung Cing san akan tetapi jie liong tauw Nio Han dan sam liong tauw Lie Bok Seng berhasil menyelamatkan diri, meskipun harta benda diatas gunung ludas disita pihak tentara Pangeran Kim Lun.
Lima tahun lamanya bekas ngo liong tauw Tang Han Cin berhasil menghilang dari kejaran berbagai pihak.
Su liong tauw Cia Keng Jie tewas ditangan Si ular kepala dua Coa Kim Hin, yang sangat marah sebab tak tercapai niatnya yang mau jadi seorang raja, sedang persekutuan Hek kin kay pang hancur lebur dibasmi pihak tentara Pangeran Kim Lun, setelah diperoleh kepastian bahwa orang orang Hek kin kay pang yang justeru menjadi biang bencana.
Toa liong tauw Kwee Tian Peng berhasil menemui jie liong tauw Nio Hoan Eng dan sam liong tauw Lie Bok Seng. Dia sangat gusar dan penasaran karena sarang mereka sudah dibasmi pihak tentara Pangeran Kim Lun melulu akibat dari perbuatan hianat ngo liong tauw Tang Han Cin. Dia bersumpah akan terus mencari bekas rekan seperjuangan itu, yang sekarang dia anggap sudah menjadi musuhnya.
Jadi orang orang yang masih terus mencari Tang Han Cin adalah tiga sisa naga dari gunung Cin san, si ular kepala dua Coa Kim Hin dan Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho, yang meskipun persekutuannya sudah bubar, akan tetapi masih tetap penasaran dan menghendaki sepasang pedang "ceng liong kiam" buat pribadinya kemudian bekas piauwtauw Tay wie piauwkiok Wie Keng Siang yang semua anggota keluarganya habis dibunuh oleh pihak pemerintah penjajah, lalu ditambah lagi dengan segenap lapisan orang orang rimba persilatan yang hendak memiliki sepasang pedang 'ceng liong kiam'.
Kemudian tibalah saatnya permulaan musim rontok, disaat sawah sawah didaerah pedalaman penuh dengan tanaman padi yang sudah menguning; menandakan musim panen akan segera tiba.
Waktu itu bekas ngo liong tauw Tang Han Cin menetap dan merahasiakan tentang dirinya, disuatu dusun yang letaknya didekat pegunungan Couw lay san. Rumahnya cukup besar dan mewah untuk tingkat kehidupan dipedalaman, hidupnya serba cukup ditambah hasil tanaman dari sawah dan ladang miliknya tetapi wajah mukanya kelihatan terlalu tua bila dibandingkan dengan umurnya karena rasa takut bertemu dengan seseorang selalu menghantui dirinya, disamping dia merasa sedih sebab ditinggal mati oleh Ong Sin Lan isterinya; sejak usia anak mereka memasuki umur dua tahun.
Sebagai seorang anak yang hanya satu satunya dan sudah tidak mempunyai ibu, maka Tang Lan Hua anak perempuannya Tang Han Cin sangat dimanja, selain dipenuhi apa saja yang dikehendakinya. Waktu sudah memasuki usia lima tahun, Tang Lan Hua mendapat didikan dasar ilmu silat dari ayahnya.
Demikian di permulaan musim rontok itu kelihatan Tang Lan Hua sedang berjalan jalan bersama seorang pelayan perempuan sampai jauh mereka meninggalkan rumah dan keduanya kemudian beristirahat dibawah suatu pohon yang besar, disisi jalan yang sunyi tidak banyak orang orang yang berlalu lintas. Ditempat itu Tang Lan hua dudut bersila sambi1 dia mulai mengatur jalan pernapasannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh ayahnya.
Perbuatan Tang Lan Hua ini ternyata telah mendapat perhatian khusus dari seseorang dan seseorang itu adalah seorang kelana yang memerlukan menunda langkah kakinya lalu dia mendekati tempat Tang Lan Hua duduk bersila dengan sepasang mata dimeramkan.
"Seorang anak yang memiliki bakat sangat baik...." kata si kelana bagaikan dia bicara pada dirinya sendiri, akan tetapi cukup didengar oleh Tang Lan Hua, yang diam-diam menjadi girang, dan menganggap si kelana adalah seorang ahli ilmu silat.
Sementara itu si pelayan perempuan pengasuh Tang Lan Hua justeru merasa agak takut karena melihat mukanya si kelana yang begitu hitam dan memiara sedikit jenggot, kelihatan menyeramkan meskipun waktu itu si kelana sedang bersenyum dan bicara dengan suara yang ramah. Si pelayan perempuan itu lalu menyentuh tubuh Tang Lan Hua membikin Tang Lan Hua membuka sepasang matanya dan ikut mengawasi si kelana yang sedang berdiri didekat dia.
"Anak, siapa nama kau..?" si kelana menyapa dengan suara ramah, juga dengan perlihatkan senyumnya.
"Tang Lan Hua.. ," sahut Tang Lan hua tanpa dia merasa takut sedikitpun juga. sebaliknya dia girang waktu melihat dipunggung si kelana terselip sebatang pedang, menandakan dugaannya tidak keliru, bahwa si kelana pintar ilmu silat dan karena girangnya itu maka kelihatan dia ikut bersenyum.
"Apakah kau pernah belajar ilmu silat,. ,?" tanya lagi si kelana, agaknya dia sempat memperhatikan pandangan mata Tang Lan Hua, yang tertuju pada pedangnya.
Tang Lan Hua menggelengkan kepalanya. Dia bergeser sedikit membiarkan si kelana ikut duduk didekat dia, dibawah pohon yang terlindung dari sinar matahari.
"Akan tetapi, siapa yang mengajarkan kau duduk...?" tanya lagi si kelana dan pertanyaan itu mengakibatkan Tang Lan Hua menjadi tertawa geli.
'Lopek, kau ini lucu sekali. Seorang anak meskipun tidak diajar duduk, akan tetapi pada waktunya dia akan bisa duduk sendiri. Hi hi hi.. .!"
Sejenak si kelana menjadi terpesona melihat lagak dan mendengarkan perkataan Tang Lan Hua, akan tetapi akhirnya ia ikut bersenyum. Senyum puas.
'Akan tetapi anak, cara kau duduk berlainan dengan duduk orang orang biasa. Kau sedang mengatur pernapasan sebagai dasar ilmu tenaga dalam...'
"Hi hi hi ! kau hebat lopek....' sahut Tang Lan Hua yang sekarang memuji karena si kelana mengetahui bahwa dia sedang mengatur pernapasannya, dan dia lalu menambahkan perkataannya :
"... ayah yang mengajarkan aku.."
"Siapa nama ayahmu... ?"
"Tang Han Cin .."
Tidak terkirakan si kelana menjadi kaget waktu dia mendengar nama Tang Han Cin. Akan tetapi untung bisa berhadapan dengan seorang bocah dan dia berusaha tenangkan diri.
"Tentunya ayahmu pandai ilmu silat..," demikian si kelana berkata lagi tak lupa dengan menyertai senyumnya yang ramah meskipun sebenarnya merupakan suatu senyum yang sukar diketahui maknanya.
Sementara itu, Tang Lan Hua manggut, lalu dia menambahkan keterangannya.
'Ayah bahkan memiliki sepasang pedang yang tajam katanya buat aku, kalau aku sudah besar nanti .."
Si kelana bersenyum lagi. Tetapi merupakan suatu senyum yang sukar diketahui maknanya, akan tetapi jelas terlihat berupa senyum girang, waktu Tang Lan Hua menyebut adanya sepasang pedang yang tajam.
("pasti pedang ceng liong kiam..." ) dia berkata didalam hati, sedangkan kepada Tang Lan Hua dia berkata.
"Apakah kau pernah melihat ayahmu berlatih ilmu silat melawan seseorang . " "
Tang Lan Hua menggelengkan kepala, karena sesungguhnya dia tidak pernah melihat ayahnya latihan bertempur, kecuali bersilat seorang diri.
"Nah, kau antarkan aku pada ayahmu, kemudian akan kau saksikan suatu latihan bertempur antara ayahmu melawan aku. Suatu tontonan yang pasti akan memikat hati."
"Benarkah ,..?" tanya Tang Lan Hua yang sekilas kelihatan girang, akan tetapi dilain saat dia perlihatkan wajah muka muram.
"Kenapa" apakah kau takut ayahmu akan cedera atau terluka" Jangan takut kita hanya akan berlatih..," si kelana berkata lagi karena dia dapat mengerti dengan perobahan muka Tang Lan Hua, akan tetapi kemudian didengarnya Tang Lan Hua berkata:"Bukan begitu, laopek, aku justeru khawatir kau yang akan terluka, atau setidaknya pedangmu akan putus, karena sepasang pedang ayah amat tajam .,,,!"
Sebenarnya Tang Lan Hua tidak mengetahui bahwa ayahnya menyimpan pedang Ceng liong kiam. Akan tetapi pada suatu malam dia melihat ayahnya sedang mengawasi seperti terpesona dengan pedang yang sedang dipegangnya, dan sepasang pedang itu mengeluarkan sinar hijau cemerlang terkena sinar api pelita.
"Ayah, pedang apakah itu ... ?" tanya Tang Lan Hua waktu itu dan dia menerobos memasuki kamar ayahnya secara mendadak.
Tang Han Cin kelihatan sangat terkejut. Wajah mukanya tiba tiba berobah pucat untung anaknya tidak memperhatikan atau memang tidak mengerti, sehingga kemudian sang ayah tersenyum, akan tetapi dia tidak mengucap apa apa, sehingga Tang Lan Hua yang menanya lagi :
'Tajamkah pedang itu, ayah.."' dan Tang Lan Hua perlihatkan lagak manja, seperti biasa.
Sang ayah tetap tidak menjawab dan tetap perlihatkan senyumnya. Lalu sang ayah itu mengambil sepotong besi Iinggis dan pedang yang tajam itu berhasil memutuskan besi linggis itu menjadi dua sehingga Tang Lan Hua bersorak kegirangan.
Sementara itu si kelana sekarang yang jadi tertawa, setelah itu dia berkata :
"Anak baik, sudah tentu aku akan menjaga diri, supaya tidak terluka, dan menjaga pedangku, supaya tidak diputuskan....'
"Benarkah..?" tanya Tang Lan Hua kelihatan girang, akan tetapi dilain saat dia kelihatan ragu ragu.
Sementara itu si kelana kelihatan manggut dan bersenyum, dan Tang Lan Hua lalu menarik sebelah tangan si kelana, mengajak singgah dirumahnya, dan dimintanya kelana duduk menunggu diruang tamu, selagi dia berlari dan mencari ayahnya. Sudah tentu Tang Han Cin menjadi sangat terkejut, waktu dia menemui si kelana yang duduk diruang tamu, sebaliknya si kelana itu tetap perlihatkan senyumnya yang ramah.
'Kau..." kata Tang Han Cin yang masih berdiri terpesona, dengan muka pucat bagaikan dia bertemu dengan hantu disiang hari.
"Apa khabar, ngo tee... ?" tanya si kelana tetap dengan menyertai seberkas senyum yang menghias dimukanya senyum bangga disamping senyum pelepas rindu setelah sedemikian lamanya mereka tidak pernah saling bertemu. Lalu sepasang matanya sekilas melirik kearah Tang Lan Hua yang ikut berada di ruang tamu itu, karena agaknya si bocah ingin menyaksikan latihan ilmu silat, seperti yang dijanjikan oleh si kelana.
"Anak Lan, kau masuklah, sebab aku hendak bicara dengan tamu kita..." kata Tang Han Cin yang berusaha tenangkan diri. Dan waktu Tang Lan Hua sudah masuk dengan perlihatkan muka bersungut, maka Tang Han Cin mengawasi tamunya dan meneruskan percakapan mereka.
Sejak hidupnya berobah haluan, tidak lagi menjadi berandal, akan tetapi hidup tenang memupuk keluarga, maka watak sam liong tauw Lie Bok Seng banyak berobah menjadi seorang yang penyabar dan ramah tamah terhadap sesamanya.
Dalam menghadapi bekas ngo-liong tauw Tang Han Cin, maka Lie Bok Seng kelihatan banyak bersenyum, meskipun sebenarnya dahulu dia sangat membenci, sangat menyimpan dendam, karena akibat perbuatan Tang Han Cin, maka su liong tauw Cia Keng Jie jadi binasa dan sarang mereka habis berantakan.
Dengan kata kata yang lemah lembut, Lie Bok Seng menyarankan supaya Tang Han Cin mau menemui toa liong tauw Kwee Tian-Peng dan jie liong tauw Nio Hoan Eng, untuk mengakui semua kesalahan kesalahan yang telah diperbuatnya, serta menyerahkan sisa hasil rampasan berikut sepasang pedang ceng liong kiam kepada toa liong tauw Kwee Thian Peng untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
Pada mulanya Tang Han Cin membangkang mengatakan tidak bersedia mengikuti sarannya Lie Bok Seng. akan tetapi akhirnya ia menjanjikan syarat, bersedia bertemu dengan Kwee Thian Peng dan Nio Hoan Eng akan tetapi tempatnya dia tentukan dilembah gunung Couw lay san; yang Ietaknya tidak terpisah jauh dari rumahnya, dan waktunya lagi sebulan setelah pertemuan dengan Lie Bok Seng itu.
Dan sejak terjadinya pertemuan antara ayahnya dengan si kelana itu, maka setiap hari wajah muka Tang Han Cin kelihatan muram; bahkan dia sering murung atau marah marah, sehingga Tang Lan Hua yang biasanya sering berlaku manja, menjadi tidak berani mendekati ayahnya buat menanya, entah siapa gerangan si kelana dan apa sesungguhnya maksud kedatangan si kelana itu. Oleh karenanya, didalam hati Tang Lan Hua jadi membenci si kelana, dan terutama karena dia merasa dibohongi oleh si kelana, yang katanya hendak berlatih ilmu silat dengan ayahnya, dan yang dia anggap tidak pernah terjadi sampai si kelana itu menghilang lagi.
Di pihak Tang Han Cin, menjelang hari pertemuan yang sudah dijanjikan; maka setiap hari dia kelihatan sibuk mengatur berbagai persiapan. Antaranya dia sengaja memendam harta kekayaannya dibagian belakang rumahnya, disuatu tempat yang tidak mudah diketahui orang kecuali Tang Lan Hua yang ikut menyaksikan perbuatannya itu.
Kemudian terjadilah disuatu pagi hari, selagi hari itu masih gelap, Tang Lan Hua digendong dipunggung ayahnya yang berlari lari mendaki gunung Couw lay san sampai kemudian mereka memasuki suatu lembah yang jarang didatangi orang dan disuatu saat Tang Han Cin kelihatan sangat gugup; sedangkan sepasang matanya mengawasi bagian kaki gunung Couw lay san.
Dalam gugupnya itu, Tang Han Cin mencari sesuatu dan ternyata dia mencari suatu tempat yang dia anggap terlindung, buat dia meninggalkan Tang Lan Hua.
Di suatu selokan yang cukup tinggi tanggulnya, maka Tang Han Cin menurunkan Tang Lan Hua kedalam selokan itu, lalu dia memesan bahwa apapun yang terjadi, Tang Lan Hua tidak boleh meninggalkan tempat itu; harus menunggu sampai sang ayah datang lagi.
Sebelum meninggalkan Tang Lan Hua, maka kepada anaknya itu Tang Han Cin menitipkan sepasang pedang 'ceng liong kiam' dengan pesan harus tetap dipegang oleh Tang Lan Hua. Setelah itu barulah Tang Han Cin meninggalkan anaknya, akan tetapi dia tidak pergi jauh, sebab dia menuju kesuatu tempat yang agak datar, yang mudah dilihat oleh Tang Lan Hua, akan tetapi yang tak mudah buat orang lain melihat Tang Lan Hua, apa lagi dari tempat yang datar itu.
Selokan atau tempat saluran air tempat Tang Lan Hua berdiri, ternyata berisi air yang mengalir sangat deras, menyusuri tebing gunung Couw lay san, dan air itu bahkan merendam Tang Lan Hua sebatas pahanya, sehingga dalam waktu yang singkat bocah itu jadi menggigil kedinginan, karena amat dinginnya air gunung yang merendam kakinya.
Terasa tak kuasa Tang Lan Hua menahan hawa dingin yang merendam sepasang kakinya itu, dan hampir saja dia berteriak memanggil ayahnya, atau berusaha naik dari dalam saluran air akan tetapi dia teringat dengan pesan ayahnya, lagi pula tepat pada saat itu, dia melihat datangnya tiga orang laki laki yang bermuka garang, dan diantara ke tiga orang laki laki itu terdapat si kelana yang dia sudah kenal dan yang dia benci!
Ke tiga orang laki laki itu dengan cepat telah melewati tempat Tang Lan Hua umpatkan diri; dan mereka terus mendatangi tempat Tang Han Cin yang rupanya memang sudah dijanjikan, sehingga dari tempatnya itu sempat Tang Lan Hua melihat pertemuan antara ayahnya dengan ke tiga orang laki laki itu.
Untuk sesaat kelihatan terjadi percakapan antara Tang Han Cin dengan ketiga orang Iaki laki yang baru datang itu, lalu menyusul terjadi pertempuran antara Tang Han Cin melawan seorang laki laki yang tidak dikenal oleh Tang Lan Hua. Pada mulanya Tang Lan Hua menganggap pertempuran itu adalah semacam latihan ilmu silat, seperti yang telah dijanjikan oleh sikelana, akan tetapi disaat berikutnya Tang Lan Hua melihat ayahnya dikepung oleh dua orang lawan, namun dengan gagah ayahnya itu sanggup memberikan perlawanan sampai kemudian Tang Lan Hua menjadi tambah membenci si kelana, sebab dilihatnya si kelana itu ikut memasuki kancah pertempuran, dan terjadi ayahnya dikepung bertiga sampai kemudian ayahnya dibinasakan.
Tang Lan Hua berteriak, akan tetapi suaranya tidak terdengar bagaikan tersumbat, karena tepat pada saat itu dia pingsan. Dan Tang Lan Hua pingsan bukan diakibatkan dia melihat ayahnya yang dibinasakan, akan tetapi dia pingsan akibat tak tahan lagi dia merasa begitu dingin, sementara sepasang kakinya sudah membeku, sehingga sepasang kaki itu untuk seterusnya menjadi lumpuh!
Di lain pihak dan seperti yang memang sudah diduga oleh Tang Han Cin bahwa adat pemarah dari bekas toa liong tauw Kwee Tian Peng sukar buat diajak berdamai. Dia menuntut bahwa kematian bekas su liong tauw Cia Keng Jie harus ditebus dengan kematian Tang Han Cin, disamping bekas ngo liong tauw itu diharuskan menyerahkan semua harta kekayaannya berikut sepasang pedang 'ceng liong kiam".
Bekas sam liong tauw Lie Bok Seng melihat keadaan gawat yang memungkinkan terjadinya suatu pertempuran. Dia berusaha sedapatnya untuk meredakan, akan tetapi dia tak kuasa mencegah, waktu tangannya Kwee Tian Peng meluncur menghantam pundak Tang Han Cin dengan suatu gerak yang amat cepat dan sangat diluar dugaan.
Sejak hidupnya sebagai seorang pelarian ternyata tak bosan bosan Tang Han Cin melatih diri baik dalam hal ilmu silat, mau pun dalam hal ilmu tenaga dalam. Oleh karenanya sebagai seorang yang sudah mencapai batas kemampuannya, meskipun dia itu diserang selagi tidak siaga sehingga tidak mungkin untuk dia menghindar, namun dia sempat mengerahkan tenaga dalam untuk menerima serangan Kwee Tian Peng.
Maka terdengar bunyi suara akibat terkenanya pundak Tang Han Cin oleh pukulan tangan Kwee Tian Peng.
Tubuh Tang Han Cin terdorong tiga langkah kebelakang, akan tetapi dia tidak terjatuh dan tidak menderita cedera, kecuali pundaknya itu terasa panas menandakan Kwee Tian Peng telah memukul dengan menggunakan tenaga yang besar.
Dilain pihak tubuh Kwee Tian Peng juga terdorong mundur beberapa langkah kebelakang, ketempat semula dari dia berdiri, sehingga dia menjadi sangat terkejut disamping tangan kanannya terasa sakit,
'Kurang ajar rupanya kau sudah berhasil menambah ilmu, sehingga kau jadi berani menentang aku....' teriak Kwee Tian Peng bertambah marah, lalu dia menyiapkan senjatanya, yakni sepasang bandering dengan bola besi penuh duri tajam bagaikan bertaburan mata pisau.
Sejak dia memperoleh sepasang pedang pusaka ceng liong kiam, maka dalam latihan ilmu silat selalu Tang Han Cin memakai dua batang pedang sebagai pengganti senjatanya yang semula berupa sebatang golok. Sekarang sepasang pedang ceng liong kiam tidak mau dia bawa dan perlihatkan kepada Kwee Tian Peng bertiga dari itu sebagai pengganti dia memakai dua batang golok tipis.
Waktu sebelah bandering datang menyerang maka Tang Han Cin telah menyiapkan sepasang goloknya yang istimewa lalu golok yang dipegang di sebelah kiri dia pakai buat membiarkan terlibat oleh senjata Kwee Tian Peng sedangkan golok di tangan kanan dia pakai buat menahan tangan Kwee Tian Peng yang memegang senjata bandering.
"Bagus.. !" seru Kwee Tian Peng yang cepat sekali berhasil melepaskan libatan rantai bandering pada golok lawannya, dan dia lompat mundur buat menghindar dari tebasan golok, kemudian dengan bandering ditangan lain, dia memukul memakai gerak tipu naga buas melepas api.
Jilid 19 DENGAN gesit Tang Han Cin lompat menyamping sehingga bandering itu menghajar batu cadas didekat tempat tadi dia berdiri lalu Tang Han Cin mengirim sebuah tikaman memakai gerak tipu macan betina merebut mangsa, dan tikamannya itu mengarah bagian dada Kwee Tian Peng.
"Toako dan ngo tee, bersabarlah dan mari kita bicara lagi...!" seru Lie Bok Seng yang masin berusaha hendak mendamaikan.
Akan tetapi, waktu Tang Han Cin melihat goloknya hendak ditangkis memakai bandering, maka golok yang menikam itu betul meneruskan penyerangannya, sebaliknya golok yang lain yang menabas batang leher Kwee Tian Peng.
Dalam kagetnya, tidak sempat Kwee Tian Peng berkelit atau pun menangkis. Cukup gesit buat dia menundukkan kepala, sehingga nyaris kepalanya itu putus, akan tetapi ikat rambutnya putus menjadi mangsa golok.
Pucat mukanya Kwee Tian Peng yang hampir kehilangan kepala, dan dia menjadi lebih pucat lagi waktu golok di tangan yang lain dari Tang Han Cin sedang meluncur hendak menikam, sehingga dia harus lompat mundur dengan rambut terurai lepas dari ikatannya.
"Jie ko, jangan....!" terdengar lagi teriak suara Lie Bok Seng, yang sekaligus telah memperingatkan Tang Han Cin dari suatu serangan bokongan yang sedang dilakukan oleh Nio Hoan Eng.
Melihat keadaan gawat dan membahayakan bagi Kwee Tian Peng, ternyata Nio Hoan Eng telah menyerang secara membokong memakai tiga batang pisau terbang yang dilakukan secara beruntun. Tang Han Cin menduga pada suatu serangan gelap, waktu dia mendengar teriak suara Lie Bok Seng. Dia sempat berkelit dari pisau pertama yang mengarah bagian punggung, lalu menangkis pisau kedua memakai goloknya, akan tetapi pisau ketiga mendahulukan gerakannya, sehingga berhasil membenam di dada sebelah kiri!
Tang Han Cin sangat marah dengan perbuatan Nio Hoan Eng, sampai dia perdengarkan suara mengejek. Kedua tangannya memegang sepasang goloknya, dan dia tidak sempat mencabut pisau terbang yang membenam didadanya, sebab waktu itu Kwee Tian Peng sudah melakukan serangan lagi.
Kwee Tian Peng sempat melihat bahwa Tang Han Cin sudah terkena serangan pisaunya Nio Hoan Eng, dan dia tahu benar bahwa pisau itu mengandung bisa racun yang dapat melumpuhkan anggota badan. Dari itu dia sengaja melakukan penyerangan cepat cepat, supaya Tang Han Cin tidak mempunyai kesempatan buat mencabut pisau itu agar bisa racun dapat terus memasuki tubuhnya. Dengan gerak tipu macan hitam mengibas ekor, maka Tang Han Cin menangkis serangan Kwee Tian Peng yang datangnya dari bagian belakangnya, lalu tubuhnya melesat mendekati Nio Hoan Eng yang dia serang dengan suatu tikaman.
Nio Hoan Eng tertawa menghina. Dia tahu benar bahwa bisa racun dari pisaunya akan segera perlihatkan hasil kerjanya. Dia bersenjata sepasang ruyung besi, dan dengan senjata ditangan kanannya, dia menangkis goloknya Tang Han Cin, akan tetapi diluar dugaannya tenaga Tang Han Cin sangat besar, mengakibatkan dia terjerumus beberapa langkah ke belakang, dan dia akan tewas sekiranya Tang Han Cin sempat menyerang dia untuk kedua kalinya.
Memang waktu itu Tang Han Cin sudah harus menghindar lagi dari serangannya Kwee Tian Peng, yang sengaja hendak menolong Nio Hoan Eng. Dan sehabis berkelit menghindar dari serangan Kwee Tian Peng, maka Tang Han Cin sudah mendekati Nio Hoan Eng lagi yang langsung dia serang dengan sebuah tikaman sambil dia lompat menerkam! Nio Hoan Eng masih gugup, dan tangannya masih terasa sakit, bekas dia menangkis serangan Tang Han Cin tadi, dari itu kali ini dia tidak berani menangkis, akan tetapi dia lompat mundur untuk menghindar, hanya serangan Tang Han Cin itu merupakan serangan beruntun, dan tikaman goloknya bagaikan terus membayangi tubuh Nio Hoan Eng, sampai akhirnya pundak kiri Nio Hoan Eng terkena tikaman golok, yang untungnya tidak membahayakan nyawa, sebab Tang Han Cin harus lagi lagi menghindar dari serangan Kwee Tian Peng, yang datang menolong tepat pada waktunya.
Setelah berkelit dari serangan Kwee Tian Peng, maka Tang Han Cin melakukan serangan balasan, dan dia bahkan menyerang dengan hebat, mengirim tiga serangan secara beruntun dan ganti berganti golok, membikin Kwee Tian Peng harus mundur beberapa langkah kebelakang, sampai Nio Hoan Eng menyerang secara terpaksa, buat menolong sang toako dan serangan berikutnya dari Tang Han Cin kemudian beralih kepada orang yarg sudah melukai dia dengan sebatang pisau yang mengandung bisa racun.
'Ngo tee ! hentikan perlawananmu" teriak lagi Lie Bok Seng, yang sekarang kelihatan menjadi gugup.
"Sam tee apakah kau tidak mau membantu kami .. ?" Kwee Tian Peng ikut berteriak, sambil dia mengepung Tang Han Cin dalam pertempuran yang serba cepat itu.
Dipihak Tang Han Cin, dia sekarang kelihatan menjadi gugup, oleh karena bisa racun yang sudah perlihatkan hasil kerjanya, disamping dia masih ragukan entah berapa lama lagi Lie Bok Seng dapat berpeluk tangan. Dan kalau sampai Lie Bok Seng ikut mengepung, maka benar benar tidak ada harapan lagi buat dia memenangkan pertempuran itu.
Akhirnya apa yang ditakuti oleh Tang Han Cin itu benar benar terjadi. Lie Bok Seng lompat memasuki kancah pertempuran dengan pedang siap ditangan. Dia bentur golok Tang Han Cin yang sedang mengarah Nio Hoan Eng, dan kakinya pun ikut bekerja menendang lengan kiri Tang Han Cin, sehingga golok yang dipegangnya menjadi terlepas.
"Bodoh! seharusnya sudah sejak tadi kau lakukan ...!" kata Lie Bok Seng memperingatkan akan tetapi cukup perlahan suaranya, maksudnya kalau sejak tadi Tang Han Cin melepaskan salah satu goloknya, maka sebelah tangannya menjadi bebas buat mencabut pisau terbang yang membenam didadanya sehingga bisa racun tidak terlalu banyak yang memasuki tubuh Tang Han Cin.
Seperti orang yang baru menyadari, maka cepat cepat Tang Han Cin mencabut pisau terbang yang membenam dibagian dadanya, dan selekas itu juga pisau itu dia lontarkan kearah Nio Hoan Eng, berhasil membenam di bagian perut Nio Hoan Eng.
Akan tetapi tepat disaat Nio Han Eng berhasil mencabut pisau yang membenam diperutnya maka saat itu pula tubuh Tang Han Cin terguling jatuh didekatnya, karena terkena libatan senjata bandering Kwee Tian Peng.
Meskipun dia sudah terjatuh, akan tetapi Tang Han Cin masih berusaha hendak membacok sepasang kaki Nio Hoan Eng sehingga Nio Hoan Eng harus lompat tinggi tinggi untuk menghindar; sedangkan pada waktu itu sebuah bandering Kwee Tian Peng berhasil menghajar kepala Tang Han Cin yang belum sempat lompat bangun; sehingga mata bandering itu membenam dikepalanya dengan darah dan otak berhamburan keluar.
"Mari kita serbu rumahnya, dan kita cari pedang 'ceng liong kiam" .. !" kata Kwee Tian Peng tanpa dia menghiraukan luka Nio Hoan Eng yang sudah mengalirkan darah.
Sejenak Lie Bok Seng berdiri ragu ragu di dekat mayat Tang Han Cin, lalu dia teringat dengan si bocah Tang Lan Hua yang ingin dia selamatkan, dari itu cepat cepat dia menyusul Kwee Tian Peng dan Nio Hoan Eng yang sudah lebih dulu menyusuri gunung Couw lay san.
Ada pepatah yang mengatakan, bahwa apa yang harus terjadi, pasti akan terjadi. Sekiranya Tang Lan Hua tidak bertemu dengan Lie Bok Seng, sudah tentu Tang Han Cin pasti tidak terbinasa, atau sekiranya Wie Keng Siang berdua Liauw Pek Jin berhasil bertemu dengan Kwee Tian Peng bertiga yang sedang mendaki gunung Couw lay san, maka segala peristiwa akan menjadi berlainan.
Memang tidak bosan bosan Wie Keng Siang mencari jejak sisa sisa pemimpin berandal dari gunung Cin san. Terkadang dia berkelana seorang diri; terkadang ia ditemani oleh Liauw Pek Jin sahabatnya.
Demikian hari itu mereka melakukan perjalanan berdua, dan Liauw Pek Jin melihat rombongan Kwee Tian Peng yang mendaki gunung Couw lay san; akan tetapi mereka tidak berhasil menemukan rombongan Kwee-kang Tian Peng, yang sedang bertempur dilembah Couw-kz lay san yang memang jarang didatangi orang.
'Apakah Liauw heng tidak salah lihat...?" tanya Wie Keng Siang, karena hampir setengah harian mereka mencari cari diatas gunung Couw lay san yang tinggi dan luas itu. "Pasti tidak,.." sahut Liauw Pek Jin, akan tetapi keduanya lalu beristirahat, duduk mengawasi kesekitar tempat itu, sambil mereka makan bekal mereka yang berupa penganan kering.


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagian sana yang kita belum periksa.." akhirnya kata Liauw Pek Jin, sambil dia menunjuk ke arah bagian selatan ditempat yang kelihatan banyak batu batu cadas yang besar besar,
Wie Keng Siang membuka tutup airnya dan diminumnya isinya, sementara sepasang matanya ikut mengawasi arah yang ditunjuk oleh sahabatnya, sampai kemudian mereka melangkahkan kaki mereka, setelah merasa cukup beristirahat.
Itulah lembah gunung Couw lay san, tempat berlangsungnya pertempuran tadi, akan tetapi saat itu sudah sunyi tidak terdengar lagi bunyi suara sesuatu, hanya mayat Tan Han Cin yang masih membujur yang mereka temui.
"Inilah mayat ngo liong tauw Tang Han Cin .. " kata Wie Keng Siang, setelah dengan susah payah dia meneliti, sebab muka Tang Han Cin penuh darah bercampur otak yang pecah berhamburan.
"Kalau begitu, Kwee Tian Peng bertiga telah berhasil menemui dia, entah dimana mereka sekarang ..." kata Liauw Pek Jin, yang teringat dengan pengakuan su liong tauw Cia Keng Jie dirumahnya si ular kepala dua Coa Kim Hin.
"Tentunya pedang 'ceng liong kiam" sekarang berada pada mereka bertiga ..." kata lagi Wie Keng Siang dengan dugaannya.
"Marilah kita cari mereka, mudah mudahan mereka mengumpat diatas gunung ini .." kata lagi Liauw Pek Jin yang mengajak temannya.
Keduanya lalu mengitari lagi lembah Couw lay san sampai kemudian mereka menemukan seorang anak perempuan kecil berdiri pingsan dengan sepasang kaki terendam didalam air selokan, dan sepasang tangan merangkul gili gili, akan tetapi sepasang kepalanya yang kecil masih memegang sepasang pedang Ceng liong Kiam!
"Dia pingsan terlalu lama menahan hawa dingin..." kata Liauw Pek Jin yang sudah mengangkat dan merebahkan Tang Lan Hua yang bahkan dia berikan sebutir obat pil merah lalu dia berkata lagi:
"Mungkin nyawanya dapat kita selamatkan akan tetapi sepasang kakinya sudah lumpuh, karena darah dan daging yang membeku."
"Inilah pedang Ceng liong kiam." seru Wie Keng Siang terkejut, karena dia telah mengeluarkan pedang itu dari sarungnya.
Sekilas Liauw Pek Jin memandang terpesona dengan sinar hijau yang keluar memantul kena cahaya sinar matahari, kemudian teruskan usahanya menolong Tang Lan Hua yang dia rebahkan tengkurap lalu tangan kanan Liauw Pek Jin mengusap kebagian punggung karena dengan menyalurkan tenaga dalam, dia hendak memberikan hawa panas bagi Tang Lan Hua.
Lewat beberapa saat kemudian kelihatan Tang Lan Hua siuman dan membuka sepasang matanya. Hawa dingin masih dia rasakan didalam tubuhnya, meskipun waktu itu dia sudah berpeluh akibat disalurkannya hawa panas kedalam tubuhnya oleh Liauw Pek Jin.
Bocah itu kemudian mampu membalik tubuhnya, bahkan mampu dia berduduk. Dia terpesona berbareng terkejut melihat kehadiran dua orang laki laki yang sedang memegang sepasang pedang ceng liong kiam.
"Berikan kembali pedangku,,..!" seru Tang Lan Hua, sambil dia berusaha hendak bangun berdiri dan hendak merebut sepasang pedang Ceng liong kiam dari tangan Wie Keng Siang, akan tetapi dia tidak mampu melakukan niatnya, karena sepasang kakinya yang sudah lumpuh sebatas paha.
Dengan suara yang lemah lembut, Liauw Pek Jin membujuk dan merangkul, akan tetapi Tang Lan Hua meronta ronta hendak melepaskan diri, dan dia baru menjadi tenang setelah Wie Keng Siang menyarungkan lagi pedang Ceng liong kiam, dan pedang itu diserahkan kepada Tang Lan Hua.
Tang Lan Hua merangkul erat erat sepasang pedang Ceng liong kiam, takut dia untuk terIepas lagi dari pegangannya, akan tetapi mau dia menjawab pertanyaan Liauw Pek Jin tentang nama dan tentang ayahnya.
Dua bersahabat Liauw Pek Jin dan Wie Keng Siang kelihatan terkejut, ketika mereka mengetahui bahwa mereka sedang berhadapan dengan anaknya bekas ngo liong tauw Tang Han Cin. Hampir saja Wie Keng Siang bermaksud hendak membunuh Tang Lan Hua, karena menganggap semua keluarganya sudah binasa akibat perbuatan Tang Han Cin, akan tetapi dia sempat berpikir lebih panjang, sehingga tidak terjadi dia membinasakan Tang Lan Hua.
Sementara itu Liauw Pek Jin kemudian menggendong Tang Lan Hua dan mengajak sahabatnya buat kembali ketempat mayat Tang Han Cin yang masih rebah membujur dan sekali lagi Tang Lan Hua menjadi pingsan, karena tak hentinya dia menangis sambil dia merangkul tubuh ayahnya yang sudah kaku sedangkan Wie Keng Siang berdua Liauw Pek Jin bersusah payah membikin makam buat Tang Han Cin.
Setelah memakamkan bekas ngo liong tauw Tang Han Cin, maka dengan menggendong Tang Lan Hua, kedua bersahabat itu mendatangi rumah almarhum Tang Han Cin, oleh karena Wie Keng Siang berpendapat bahwa mereka boleh mengambil semua harta benda milik Tang Han Cin, buat mereka gunakan untuk menolong rakyat jelata yang waktu itu banyak menderita, dan didalam perjalanan itu Tang Lan Hua menceritakan awal kisah yang mengakibatkan ayahnya terbunuh yakni dimulai dengan datangnya si kelana yang dia kenal namanya sebagai paman Lie, sampai kemudian ayahnya mengajak dia mendatangi lembah Couw lay san dan dia diumpatkan didalam selokan yang mengalirkan air gunung sangat dingin, sehingga mengakibatkan sepasang kakinya menjadi lumpuh.
Adalah setelah mereka tiba ditempat yang mereka tuju, maka ketiga insan itu menjadi sangat terkejut, karena yang mereka temui adalah sisa rumah Tang Han Cin yang sudah dibakar habis, dengan beberapa tempat masih kelihatan asap yang mengepul disertai dengan sisa sisa api yang membara.
Yakin Liauw Pek Jin berdua Wie Keng Siang, bahwa semua kejadian ini adalah sebagai hasil perbuatan Lie Bok Siang bertiga dengan Kwee Tian Peng dan Nio Hoan Eng. Akan tetapi apa daya yang mereka harus lakukan " Ketika bekas pemimpin berandal dari gunung Cin san itu sudah tidak kelihatan bayangannya, dan dua bersahabat itu tidak mengetahui dimana tempat menetap Lie Bok Siang bertiga, juga Tang Lan Hua tidak mengetahui.
Akhirnya dua bersahabat itu meninggalkan bekas rumah almarhum Tang Han Cin, dan Liauw Pek Jin tetap menggendong Tang Lan Hua, sedangkan sepasang pedang "ceng liong kiam" dibungkus rapi, supaya tidak terlihat orang disepanjang perjalanan; akan tetapi tetap dipegang oleh Tang Lan Hua yang tidak mau terpisah dengan sepasang pedang itu, yang dianggapnya sebagai benda peninggalan dari ayahnya!
( ooooO dwkzXhend Ooooo )
SEJAK hari itu Tang Lan Hua menetap dirumahnya Liauw Pek Jin, belajar jalan memakai sepasang tongkat, sampai kemudian sanggup Tang Lan Hua belajar ilmu silat di bawah asuhan Liauw Pek Jin.
Ternyata Tang Lan Hua tumbuh menjadi seorang anak dara yang berhati keras bagaikan baja, pantang mundur dalam menghadapi berbagai kesukaran dalam menerima pelajaran, bahkan tak mau menerima bantuan dari lain orang, termasuk lima murid murid Liauw Pek Jin yang lainnya, dan dia lebih senang berada seorang diri.
Adalah berkat semangat yang membara ditambah bakatnya yang istimewa, maka Tang Lan Hua berhasil memiliki ilmu silat yang mahir, serta ilmu ringan tubuh yang mencapai batas kemampuannya !
Selama mengikuti gurunya; tak sedikitpun juga Tan Lan Hua melupakan dendamnya terhadap musuh musuh yang telah membinasakan ayahnya, terutama terhadap si 'paman Lie' yang sangat dibencinya.
Adalah setelah dara yang cacad sepasang kakinya itu mendapat perkenan dari gurunya, maka dia melakukan perjalanan seorang diri, mencari musuh musuh yang sudah membinasakan ayahnya.
Air mata membasahi muka dara yang cacad sepasang kakinya itu, pada waktu dia hendak berpisah dengan gurunya. Didalam hati dia berjanji bahwa dia akan kembali setelah tugasnya selesai, dan dia akan terus mendampingi gurunya, hidup menyendiri di lembah pasir putih.
Dara cacad yang sepasang kakinya lumpuh itu, mulai berkelana seorang diri. Dia berjalan memakai bantuan sepasang tongkat yang bukan sembarang tongkat. Sepasang tongkatnya itu kelihatannya seperti dibikin dari bahan kayu yang mirip seperti dahan atau cabang pohon berukuran sebatas bagian bawah pundak untuk menahan tubuhnya. Akan tetapi, sepasang tongkat yang kelihatannya dari kayu itu; sebenarnya dibikin dari bahan logam yang ampuh dan tahan uji, tidak mudah rusak meskipun kena benturan dengan senjata tajam, dan tongkat dari bahan logam itu sebenarnya merupakan sarung sarung pedang 'ceng liong kiam".
Dengan demikian, secara sepintas lalu orang orang tidak akan menduga, bahwa dara cacad yang sepasang kakinya itu membekal senjata, bahkan tidak menduga bahwa dara yang cacad itu memiliki ilmu silat yang mahir. Dengan caranya yang sangat terlatih untuk menggunakan pedangnya itu dara Tang Lan Hua dapat melontarkan sarungnya keatas udara, dan selagi sarung pedang itu melayang diudara bebas, maka pedang Ceng liong Kiam siap mencari mangsa, setelah itu sarung pedang akan jatuh tepat pada pedang yang tetap dipegang oleh Tang Lan Hua, sehingga pada detik berikutnya pedang pusaka itu akan berobah menjadi tongkat penolong dara cacad itu berjalan.
Baik kepada gurunya maupun kepada Wie Keng Siang yang dia sebut 'paman Wie', tak pernah Tang Lan Hua mengatakan bahwa waktu dia masih kecil, pernah terjadi percakapan antara dia dengan si kelana paman Lie; dan secara tidak terpikir oleh Lie Bok Seng, waktu itu Lie Bok Seng memberitahukan alamatnya, disuatu kota kecil yang disebut Bok kee tin, yang jauh terpisah dari letak lembah Pasir putih.
Untuk mencapai kota kecil itu, jelas suatu perjalanan jarak jauh yang harus ditempuh dengan jalan kaki oleh seorang dara yang bahkan cacad sepasang kakinya. Namun demikian Tang Lan Hua melakukannya dengan semangat yang membara.
Dara yang cacad sepasang kakinya itu, masih muda usianya dan cantik mukanya, sehingga betapapun halnya, sudah tentu dia bakal banyak menemukan rintangan, bahkan hinaan yang sewaktu waktu dapat mematahkan semangatnya atau membikin dia menjadi rendah diri. Untuk pertama kalinya dia memasuki daerah rimba persilatan, maka kemarahannya sudah seringkali terjadi, melulu kalau orang mengejek dia yang sepasang kakinya cacad, atau kemarahannya itu jadi meluap, karena ternyata dikalangan rimba persilatan masih saja terdapat orang orang yang tidak bosan bosan mencari sepasang pedang Ceng liong kiam, bahkan masih ada orang orang yang menyelidiki atau mencari jejak Tang Han Cin, almarhum ayahnya Tang Lan Hua karena belum banyak yang mengetahui bahwa Tang Han Cin sudah binasa!
Langkah kaki dara Tang Lan Hua menuntun dia untuk lebih dahulu mendaki gunung Couw lay san. Dan dengan ilmu ringan tubuh yang sudah mencapai batas kemampuannya, dengan mudah Tang Lan Hua lompat dari satu tebing ke tebing lain, untuk dia mencapai lembah Couw lay san, dan dara yang cacad sepasang kakinya itu lompat, adalah dengan menekan sepasang tongkatnya, lalu tubuhnya melesat bagaikan terbang dan dia hinggap dengan tongkatnya yang siap untuk menahan tubuhnya !
Dengan demikian, dapat dibayangkan betapa sukarnya dara yang cacad sepasang kakinya itu belajar dan melatih diri, dibawah asuhannya Tiauw Pek Jin yang memiliki kesabaran tak terbatas!
Air mata dara yang cacad sepasang kakinya kembali membasahi mukanya dengan sangat derasnya, waktu berlutut didekat makam ayahnya, dan terbayang lagi olehnya betapa dahulu dia digendong oleh ayahnya waktu melintasi tebing tebing itu, dan dia tertawa bangga dengan kemampuan sang ayah, yang dia tak sangka hari itu maut telah merenggut nyawa ayahnya.
Diselokan atau tempat saluran air mengalir, tempat dahulu dia umpatkan diri (atau diumpatkan), yang membawa akibat sepasang kakinya menjadi lumpuh, dia berhenti lalu dengan sebelah tangannya dia memegang air selokan itu yang tetap terasa sangat dingin sedingin belasan tahun yang lalu waktu tubuhnya terendam sebatas paha, dan yang tanpa setahu sang ayah sebab keadaan sang ayah yang waktu itu sangat gugup.
Air selokan yang dingin itu kemudian diusapkan pada mukanya, dan sejenak dia berpikir,"kalau tidak terjadi dia diumpatkan didalam selokan itu, sudah tentu musuh musuh ayahnya akan menemukan dia, dan pedang Ceng liong kiam pasti sudah dirampas bahkan nyawanya tidak mungkin dapat dilindungi lagi, sebab pada waktu itu sudah pasti dia tidak akan rela atau membiarkan ayahnya dibinasakan orang, meskipun pada waktu itu dia masih merupakan seorang bocah yang tidak berdaya!"
Kemudian sekali lagi dara yang cacad sepasang kakinya itu mendatangi makam ayahnya, dan untuk yang kesekian kalinya dia menangis dan meratap, sambil dia merangkul gundukan tanah yang sudah hampir merata; lalu diambilnya segumpal tanah makam itu, yang dia bungkus dan anggap sebagai abu jenazah ayahnya dan bungkusan tanah itu dia simpan hati hati dibalik bajunya setelah itu baru dia pamitan dengan meninggalkan janji bahwa dia akan membalas dendam ayahnya!
Pada suatu hari yang cerah Tang Lan Hua tiba disuatu kota kecil yang dinamakan Lan kwan, dan dikota yang kecil itu dia mencari sebuah rumah penginapan buat dia beristirahat dan bermalam.
Pada waktu makan diruang tamu, dara yang cacad sepasang kakinya itu mendengar percakapan sekelompok orang orang, dan sepintas lalu Tang Lan Hua mendengar, bahwa orang orang itu menyebut tentang sepasang pedang Ceng liong kiam.
Mereka yang sedang bercakap cakap itu terdiri dari tiga orang laki laki. Yang dua sudah cukup tua, sedangkan yang seorang lagi berupa seorang pemuda dengan muka penuh tanda bekas jerawat, dan mata pemuda itu justeru seringkali mencuri lihat kearah Tang Lan Hua yang duduk seorang diri, sementara pada wajah mukanya yang bopeng, terlihat suatu senyum bagaikan sedang mengejek.
Dari keterangan yang dia peroleh melalui seorang pelayan, maka Tang Lan Hua mengetahui bahwa kedua orang laki laki yang sudah cukup tua umurnya itu; memang menginap di rumah penginapan itu, sedangkan si pemuda katanya memang merupakan warga kota Lan kwan, akan tetapi tidak diketahui namanya oleh si pelayan itu.
"Aku juga tidak perlu mengetahui siapa namanya.. ,!" kata Tang Lan Hua dengan muka bengis, membikin si pelayan itu terpesona heran dan gentar, padahal dia menyangka dara itu tertarik dengan si pemuda muka bopeng, karena pakaian pemuda itu kelihatan mewah dari bahan yang mahal, menandakan dia anak seorang yang berduit.
('biar jelek orangnya; asal duitnya banyak...') pelayan itu menggerutu di dalam hati, selagi dia pergi menjauhi tempat Tang Lan Hua, yang dianggap sebagai dara pemarah, padahal sepasang kakinya cacad.
Sehabis waktu makan, maka Tang Lan Hua tidak bosan bosan memperhatikan kedua laki laki yang sudah cukup tua umurnya itu, yang dia yakin pasti memiliki kepandaian ilmu silat yang mahir, sedangkan letak kamar mereka, sudah pasti pula diketahui oleh Tang Lan Hua.
Malam harinya, sepasang telinga Tang Lan Hua yang sudah terlatih baik, mendengar bunyi suara yang tidak wajar diatas genteng.
Dengan cepat Tang Lan Hua sudah berdiri didekat jendela kamarnya, dengan sepasang tongkatnya yang istimewa. Lalu dilain detik dia sudah berada di luar kamar, dan dia umpatkan diri dibagian tempat yang gelap sambil pandangan matanya yang tajam meneliti keadaan tempat disekitar dia berada, sampai kemudian sempat dia melihat adanya dua bayangan orang yang sedang berlari diatas genteng rumah; menjauhi dari rumah penginapan itu.
Dara yang cacad sepasang kakinya itu kemudian menekan ujung sebelah tongkatnya yang istimewa; lalu tubuhnya melesat bagaikan terbang diudara, dan dia hinggap jauh di atas genteng rumah seseorang, lalu sebelah tongkatnya yang lain menekan ringan diatas genteng rumah itu, dan tubuhnya melayang lagi sehingga dalam beberapa kali lompatan dia sudah berada tidak terpisah jauh dari kedua bayangan itu, akan tetapi dia sengaja berada tidak terlalu dekat, membiarkan kedua bayangan itu meneruskan lari mereka, karena Tang Lan Hau bermaksud hendak terus membayangi.
Dua bayangan orang itu, ternyata adalah dua orang laki laki yang umurnya sudah cukup tua, yang memang sedang diperhatikan oleh Tang Lan Hua.
Mereka berlari lari tanpa mereka mengetahui adanya seseorang yang mengikuti mereka dengan cara yang istimewa, sampai dilain saat mereka berhenti didepan sebuah rumah yang besar dan luas. Sejenak mereka memperhatikan keadaan disekitar rumah itu, lalu mereka masuk dengan melompati tembok halaman yang cukup tinggi; dengan dibayangi terus oleh Tang Lan Hua.
Kedua orang orang itu kemudian berhenti didekat sebuah jendela kamar yang terbesar dari rumah itu, lalu yang seorang kelihatan memasuki sesuatu benda kedalam kamar melalui sela sela daun jendela yang mereka buka memakai ujung golok, dan daun jendela itu mereka tutup lagi, setelah orang tadi memasuki sesuatu benda kebagian dalam kamar.
Dari tempat dia umpatkan diri dan dari tiupan angin malam, dara yang sepasang kakinya cacad itu sempat merasakan sesuatu bau yang cukup harum, membikin dia teringat dengan asap membikin orang pulas tertidur, yang biasa digunakan oleh maling maling kecil, atau 'bajingan bajingan tengik" dalam melakukan kejahatannya, seperti yang gurunya pernah ceritakan.
Dara yang cacad sepasang kakinya itu tidak terpengaruh dengan bau asap penidur itu, sebab dia berada diudara yang terbuka. Demikian pula dengan kedua orang laki laki itu yang berdiri menunggu sejenak, dengan sikapnya yang waspada khawatir kalau ada orang yang mengetahui perbuatan mereka.
Setelah menunggu sesaat lamanya, maka dilihat oleh dara yang cacad sepasang kakinya itu, bahwa kedua orang2 itu memasuki kamar, sehingga Tang Lan Hua lalu mendekati daun jendela dan mengintai, dimana dilihatnya kedua orang laki laki itu sedang membungkus sejumlah uang perak dan perhiasan, setelah itu mereka bergegas hendak keluar lagi.
Kembali Tang Lan Hua umpatkan dirinya, akan tetapi dia segera mengejar waktu kedua laki laki itu lari, dan anehnya mereka lari tidak menuju ketempat mereka menginap, sebaliknya mereka mengambil arah keluar kota.
Oleh karena merasa heran, maka Tang Lan Hua terus membayangi kedua orang laki laki itu sampai mereka tiba diperbatasan kota, dan mereka lalu memasuki sebuah kuil.
Dara yang cacad sepasang kakinya itu menjadi semakin merasa heran bagaimana mungkin kedua pencuri itu memasuki sebuah kuil, suatu tempat yang biasanya dihuni oleh orang orang suci " apakah para imam disitu merupakan komplotan si pencuri "
Malam itu sinar bulan agak suram, sedangkan angin malam meniup perlahan, membikin pohon pohon didekat kuil itu perdengarkan bunyi suara daun daun yang tertiup angin.
Disaat Tang Lan Hua ingin ikut memasuki kuil itu, mendadak telinganya yang tajam mendengar adanya suara orang sedang mendatangi, sehingga cepat cepat dia umpatkan dirinya lagi sampai kemudian dilihatnya yang sedang mendatangi itu adalah dua orang laki laki lain.
Kedua orang laki laki yang baru datang itu, juga merupakan orang orang yang aneh. Sebab yang seorang kelihatan berpakaian mewah seperti seorang hartawan, dan dia berteman jalan dengan seorang pengemis. Keduanya merupakan orang orang yang sudah cukup tua usianya.
Kedua orang laki laki yang baru datang itu hendak langsung memasuki kuil itu akan tetapi dari dalam kuil mendadak lompat keluar dua orang laki laki yang ternyata adalah kedua orang laki laki pencuri tadi.
'Coa kauwcu, mengapa kau terlalu mendesak kami...?" terdengar kata salah seorang dari kedua pencuri itu, kepada orang yang baru datang, yang sebenarnya adalah si ular kepala dua Coa Kim Hin, bersama rekannya yang setia mengikuti dia, yakni Ciam kauw Ciam Sun Ho, si biang pengemis dari persekutuan Hek kin kay pang yang sudah berantakan.
"Kwan Hok dan Kwan Seng ! aku perintahkan kalian mencari pedang Ceng liong kiam, akan tetapi rupanya kalian tidak menghiraukan perintahku, sebaliknya kalian merajalela melakukan pencurian dibeberapa kota, akan tetapi kalian tidak pernah membayar upeti! Apakah tidak wajib aku menghukum kalian.... ?" demikian terdengar perkataan si ular kepala dua Coa Kim Hin.
"Coa Kim Hin; aku sudah bosan dengan lagak kau ! lain orang boleh mengakui kau sebagai ketua, akan tetapi aku tidak sudi...!" seru Kwan Hok, sedangkan yang bicara pertama kali tadi adalah Kwan Seng.
"Hmmm..." geram siular kepala dua Coa Kim Hin yang sudah sangat marah, karena berbareng dengan itu dia telah mengeluarkan senjatanya yang sangat istimewa, yakni yang berupa alat penghitung atau shui poa. Ukurannya cukup panjang karena terdiri dari 14 baris, dan setiap baris terisi 7 butir biji shui poa, sehingga alat penghitung itu mempunyai 98 butir biji shui poa, yang semuanya dibuat dari bahan logam yang tahan uji!
Waktu si ular kepala dua Coa Kim Hin mengguncangkan tangannya, maka terdengar bunyi suara biji biji shui poa itu yang saling bentur, akan tetapi Kwan Hok dan Kwan Seng rupanya sudah tidak gentar lagi dengan ketua dari kawanan perampok dan pencuri itu bahkan Kwan Hok sudah menyiapkan goloknya, dan langsung menyerang dengan gerak tipu macan kumbang menerkam kijang. Si ular kepala dua Coa Kim Hin perdengarkan suara tawa mengejek, lalu dia bergerak dengan tipu 'jip mui hoan tiauw" atau memasuki pintu sambil berlompat, yakni berbareng dengan lompatannya yang menyamping, maka senjatanya yang istimewa ikut bergerak menyerang kearah tiga bagian tubuh Kwan Hok yang waktu itu sedang lompat menerkam.
Kwan Hok sangat terkejut, waktu melihat adanya tiga sinar dari biji biji logam yang mengarah dia, akan tetapi dia tak kuasa menangkis ataupun berkelit, sehingga tiga biji biji shui poa itu membenam dibagian kepala, tenggorokan dan lehernya. Hanya pekik mengerikan yang sempat Kwan Hok perdengarkan, lalu tubuhnya rubuh binasa!
Kwan Seng menjadi sangat terkejut dan gentar, sebab dalam waktu sejurus saja kakaknya sudah rubuh binasa. Dia menjadi bingung dan gugup, apakah harus dia menolong kakaknya, atau harus melakukan penyerangan terhadap si ular kepala dua Coa Kim Hin. Akan tetapi, pada saat itu dari dalam kuil sudah lompat keluar lagi seorang laki laki lain, yang ternyata adalah si pemuda muka bopeng, yang petang tadi berada ditempat penginapan waktu bersantap.
"Ha ha ha ! rupanya hari ini aku berjodoh dapat bertemu dengan kauwcu Coa Kim Hin, ..!" kata si pemuda muka bopeng itu dengan nada suara mengejek.
"Hm ! lagakmu sangat menyebalkan, anak muda ..." kata si ular kepala dua Coa Kim Hin, yang tidak senang melihat lagak dari si pemuda muka bopeng itu.
"Coa Kim Hin ! kau telah membinasakan seorang pembantuku, untuk itu tiada maaf bagimu...!" seru si pemuda muka bopeng yang juga menjadi gusar, dan dia bahkan langsung menikam memakai pedangnya.
Sekali lagi si ular kepala dua Coa Kim Hin berkelit, seperti yang dia lakukan terhadap serangan Kwan Hok tadi, dan meluncurlah tiga butir biji biji shui poa mencari sasaran pada si pemuda muka bopeng, akan tetapi kali ini Coa Kim Hin menjadi kecewa dan terkejut; sebab gerak menyerang si pemuda tadi hanya merupakan gerak menipu belaka sedangkan gerak yang sesungguhnya adalah justeru menerkam kearah tempat Coa Kim Hin lompat berkelit!
Jelas bahwa perbuatan si pemuda muka bopeng itu adalah perbuatan seorang yang curang, sebab pada waktu si ular kepala dua Coa Kim Hin diserang oleh Kwan Hok tadi, diam diam si pemuda muka bopeng itu mengintai dari dalam kuil, sehingga dia sudah mengira ngira arah Coa Kim Hin bakal lompat berkelit.
Dalam kagetnya, si ular kepala dua Coa Kim Hin tidak sempat lagi lompat berkelit; akan tetapi sempat dia menangkis memakai senjatanya yang istimewa membikin pedang dan alat shui poa beradu dengan mengeluarkan lelatu anak api sedang sipemuda muka bopeng yang tidak takut bahwa pedangnya akan cacad, bahkan telah melakukan penyerangan secara bergelombang sampai 18 kali serangan yang semuanya harus ditangkis oleh Coa Kim Hin memakai senjatanya yang istimewa yang selalu perdengarkan bunyi suara gemercik dari biji biji shui poa yang saling terbentur, disamping bunyi suara kedua senjata mereka yang saling beradu itu.
Dilain pihak, Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho sampai perdengarkan suara pujian karena gerak tubuh yang sangat gesit dan serangan serangan yang berbahaya, yang dilakukan oleh pemuda muka bopeng itu. Dia masih mengawasi terpesona waktu tiba tiba dilihatnya Kwan Seng hendak membokong dengan serangan senjata piao.
Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho membentak dengan suara menyeramkan; membikin Kwan Seng batal menyerang Coa Kim Hin, sebaliknya tiga batang piao yang sudah dia gunakan buat menyerang si biang pengemis !
Adanya si ular kepala dua Coa Kim Hin dan Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho di kota Lan kwan, adalah dalam rangka perjalanan mereka yang tetap hendak menemukan pedang Ceng liong kiam.
Sejak mereka tidak berhasil merampas harta dari pihak berandal diatas gunung Cin san, karena telah didahulukan oleh pihak tentara penjajah, maka usaha mereka dialihkan untuk mencari sepasang pedang Ceng liong kiam.
Sebagai kauwcu atau ketua dari kawanan perampok atau kaum rimba persilatan golongan hitam, maka disamping melakukan perjalanan bersama Ciam kauw sin kay Ciam Sun Ho; telah pula Coa Kim Hin memerintahkan para anggotanya untuk bantu mencari sepasang pedang pusaka itu, sehingga semakin ramai orang orang rimba persilatan yang membicarakan persoalan sepasang pedang pusaka itu.
Diantara mereka yang menerima perintah itu, terdapat pula dua bersaudara Kwan Hok dan Kwan Seng. Kedua bersaudara ini terkenal sebagai maling maling tunggal yang selalu bekerja berdua, tanpa memiliki anak buah, dan kedua bersaudara ini justeru yang sering bertemu dengan si ular kepala dua Coa Kim Hin, sehingga dua bersaudara ini yang paling sering mendapat teguran sehingga mereka merasa sangat didesak, sampai mereka mencari bantuan pada si pemuda muka bopeng yang bahkan mereka anggap sebagai atasan mereka, yang selalu membagi hasil barang barang yang mereka curi.
Pemuda muka bopeng itu ternyata sangat lihay ilmu silatnya, karena dia adalah salah seorang muridnya Leng hoat taysu dari puncak gunung Hong san, dan nama pemuda itu adalah Nio Beng Hui, putera tunggal dari Nio Hoan Houw yang menjadi adik kandung dari Nio Hoan Eng; bekas jie liong tauw diatas gunung Cin san!
Dipihak Kwan Seng, sudah tentu dia bukan merupakan lawan yang kuat buat Ciam Kauw sin kay Ciam Sun Ho dan si biang pengemis ini langsung melakukan serangan balasan, setelah dia berhasil menghindar dari serangan tiga batang piao tadi.
Hanya dalam beberapa jurus saja, si maling Kwan Seng dapat bertahan dari serangan yang dilakukan oleh si biang pengemis Ciam Sun Ho, lalu punggungnya kena hantaman, sampai dia rubuh dengan mulut muntahkan darah hidup.
Si biang pengemis Ciam Sun Ho jadi tertawa mengejek, akan tetapi mendadak dia menjadi terkejut, sebab melihat kauwcu Coa Kim Hin didesak oleh lawannya dan terancam nyawanya.
Sekali lagi si biang pengemis Ciam Sun Ho perdengarkan suara yang menyeramkan, lalu tubuhnya lompat memasuki kancah pertempuran, dan pentungannya menghantam kepala si muka bopeng, dengan gerak tipu 'tay san ap teng' atau gunung Tay san menindih.
Dari Kwan Hok berdua Kwan Seng, memang sudah diketahui oleh Nio Beng Hui, bahwa si pengemis ini bukan merupakan sembarang pengemis, akan tetapi dia adalah si biang pengemis Ciam Sun Ho yang terkenal lihay memiliki tenaga besar dan berwatak bengis kejam!
Kemudian sempat juga Nio Beng Hui menyaksikan bahwa si biang pengemis Ciam Sun Ho dalam waktu yang singkat sudah dapat mengalahkan Kwan Seng, sehingga pemuda ini sengaja mendesak lawannya, supaya cepat cepat dia dapat mengalahkan Coa Kim Hin, sebab kalau dia tidak bekerja cepat maka akan terjadi dia bakal dikepung oleh dua lawan yang kuat!
Akan tetapi ternyata tidak mudah buat pemuda Nio Beng Hui lekas lekas mengalahkan si ular kepala dua Coa Kim Hin, yang juga mahir ilmu silatnya, dan si biang pengemis Ciam Sun Ho benar benar sudah menyerang seperti yang dia khawatirkan.
Sengaja pemuda Nio Beng Hui tidak mau menangkis tongkat si biang pengemis Ciam Sun Ho, yang dia ketahui bertenaga besar.
Dia berkelit menghindar dan sekaligus tubuhnya terpisah dari kedua lawannya akan tetapi kesempatan ini justru digunakan oleh si ular kepala dua Coa Kim Hin buat dia melepas tiga butir biji biji shui poa yang meluncur dengan pesat; membikin sekali lagi Nio Beng Hui harus lompat berkelit dengan tubuh jungkir balik diatas udara bebas, dan tubuhnya itu terus mendekati si biang pengemis Ciam Sun Ho, yang dia serang dengan suatu tabasan memakai pedangnya.
Si biang pengemis Ciam Sun Ho tertawa mengejek, lalu dia mengangkat pentungannya buat dia menangkis pedangnya Nio Beng Hui, sedangkan pemuda itu tidak berdaya menghindar dari benturan senjata mereka, sehingga pemuda itu buru buru mengerahkan tenaga dalamnya, buat dia bertahan dan menggempur.
Suatu benturan yang berat segera terjadi pada senjata mereka itu. Tubuh Nio Beng Hui yang masih berada di udara bebas terlempar balik, sedangkan tubuh si biang pengemis Ciam Sun Ho sempoyongan terjerumus menyamping, akan tetapi tidak sampai dia terjatuh.
Pemuda Nio Beng Hui tiba di bumi, dan berhasil dia mempertahankan diri buat tidak terjatuh, akan tetapi dia telah diserang lagi oleh si ular kepala dua Coa Kim Hin memakai tiga butir biji biji shui pao.
Pemuda Nio Beng Hui tidak sempat lompat menghindar dari serangan senjata istimewa itu, oleh karenanya dia putar pedangnya, memainkan jurus dari 'angin utara meniup daun Liu" mengakibatkan biji biji shui poa itu terpental menyeleweng, lalu dia terkam si ular kepala dua Coa Kim Hin dengan geraknya seperti yang pertama kali dia serang musuh itu, sehingga sia-sia Coa Kim Hin lompat menyamping, dan sia-sia juga tiga butir biji biji shui poa yang dia lepaskan lagi waktu dia diterkam dengan gerak tipuan, sebaliknya lagi lagi dia harus menghadapi Nio Beng Hui dalam suatu pertempuran yang rapat.
Sekali lagi si biang pengemis Ciam Sun Ho hendak membantu kawannya, akan tetapi secara mendadak dia batalkan niatnya sedangkan pandangan matanya terpesona mengawasi kesuatu arah.
Juga orang orang yang sedang bertempur, secara mendadak telah saling memisah diri, dan ikut mengawasi heran kearah yang dilihat oleh si biang pengemis Ciam Sun Ho. karena diarah itu mereka melihat datangnya seorang perempuan muda yang sepasang kakinya lumpuh, yang bergerak mendatangi dengan perlahan memakai bantuan sepasang tongkatnya. Sekiranya mereka menemukan seorang dara cacad yang berjalan diwaktu siang hari, dan ditempat yang ramai, sudah tentu mereka tidak akan terpesona heran, akan tetapi apa gerangan maksud dara cacad ini yang sengaja mendekati tempat pertempuran yang sedang terjadi ditengah malam dan ditempat yang sunyi"
Dipihak si pemuda Nio Beng Hui dia justeru lebih merasa heran, karena dia mengetahui bahwa dara cacad itu menginap di tempat penginapan didalam kota Lan kwan, ditempat yang sama dengan Kwan Hok dan Kwan Seng menginap, akan tetapi mengapa di tengah malam buta dara cacad itu berada di tempat sunyi yang jauhnya lebih dari 5 lie terpisah dari tempat penginapan.
Akhirnya terdengar suara tawa si ular kepala dua Coa Kim Hin. Dia melihat dengan pandangan mata mengejek terhadap dara yang cacad sepasang kakinya itu akan tetapi dia terpesona dengan wajah muka yang cantik menarik, mendatangkan niatnya yang tidak baik.
Dilain pihak pandangan mata Tang Lan Hua merah membara waktu melihat lagak si ular kepala dua Coa Kim Hin. Dia hentikan langkah kakinya waktu dia merasa sudah cukup dekat berada diantara ketiga orang laki laki itu, lalu dengan suara dingin dia berkata:
"Mengapa dia cekcok diantara kalian sendiri" bukankah kalian sedang mencari ini...?"
Sengaja dara yang cacad sepasang kakinya ini tidak menunggu jawaban dari ketiga orang laki laki itu dan sebelah tangannya bergerak sangat cepat, lalu sebelah tongkatnya melayang tinggi keangkasa, akan tetapi tongkatnya yang istimewa itu, bagaikan merupakan sarung tongkat yang terbang keatas udara, dan sebagai gantinya ditangan kanannya dia memegang sebatang pedang yang mengeluarkan sinar hijau terkena pantulan sinar bulan yang buram.
"ltulah pedang Ceng liong kiam...!" seru si ular kepala dua Coa Kim Hin, berbareng dengan suara si biang pengemis Ciam Sun Ho, yang kemudian disusul oleh suara pemuda Nio Beng Hui, akan tetapi secepat itu juga sarung tongkat yang terbang tadi, telah kembali ketempatnya, dan sepasang tangan Tang Lan Hua kelihatan seolah olah dia memegang sepasang tongkat seperti semula dia datang.
Itulah hasil suatu latihan yang cermat dan cukup memakan waktu dan kesabaran; sehingga Tang Lan Hua enak saja meluncurkan sarung tongkatnya, atau lebih tepat disebut sarung pedangnya, untuk kemudian sarung pedang itu meluncur balik dan kembali ketempatnya, sedangkan soal jangka waktu yang diperlukan buat mengeluarkan sarung pedang itu dapat dikendalikan dengan tinggi atau rendahnya sarung pedang itu dilontarkan ke atas udara, dan dapat pula dilakukan dengan seenaknya, ke bagian atau kearah mana saja sarung pedang itu hendak dia lontarkan, akan tetapi akan tetap kembaIi pada tempatnya, semacam senjata 'boomerang'.
Konon sehabis mengeluarkan suara mereka, maka ketiga orang laki laki itu bagaikan saling berlomba, serentak lompat menerkam Tang Lan Hua, hendak merebut sepasang pedang Ceng liong kiam, akan tetapi sebagai akibatnya mereka bertiga saling bentur, sedangkan Tang Lan Hua sudah menghilang dari tempatnya.
"Bajingan tengik ! aku ada disini.. !" seru dara yang cacad sepasang kakinya itu, perlahan suaranya tetapi terdengar tegas oleh ketiga orang laki laki itu yang serentak sudah memutar tubuh, untuk melihat tempat Tang Lan Hua berdiri.
Dalam keadaan yang tenang dan dapat menggunakan pikiran yang sehat, sudah tentu ketiga orang laki laki itu akan menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang dara yang tinggi ilmunya akan tetapi waktu itu mereka sedang loba atau tamak hendak merebut pedang Ceng liong kiam dan bagaikan berlomba sekali lagi mereka menerkam, akan tetapi sekali lagi mereka kehilangan dara yang cacad sepasang kakinya itu, bahkan yang hebat, sambil melayang menghindar, dara yang sakti itu sempat memukul punggung si ular kepala dua Coa Kim Hin memakai tongkatnya yang istimewa, sehingga si ular kepala dua Coa Kim Hin tersungkur dan terjatuh dengan mulut mengeluarkan darah.
Baru sekarang pemuda Nio Beng Hui sadar bahwa mereka bukan berhadapan dengan sembarang dara cacad, sebab dalam pertempuran melawan Coa Kim Hin tadi, pemuda ini sudah mengetahui kemampuan lawannya, akan tetapi dengan mudah Coa Kim Hin itu kena dipukul hingga jatuh dan berdarah oleh seorang dara yang cacad sepasang kakinya. Kemudian pikiran yang jernih mengingatkan dia akan kata pamannya, yaitu Nio Hoan Eng, yang mengatakan bahwa bekas ngo liong tauw Tang Han Cin mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Tang Lan Hua yang kalau ada, usianya sedikit lebih muda dari umur dia, sebab dahulu datangnya Tang Lan Hua hilang tidak ditemukan!
"Awas! dia adalah anaknya bekas ngo liong tauw Tang Han Cin .. !" akhirnya teriak pemuda muka bopeng itu dan dia berhasil membikin si biang pengemis Ciam Sun Ho dan Coa Kim Hin tersentak bagaikan diantup binatang serangga.
Dipihak dara yang cacad sepasang kakinya itu, dia juga tersentak kaget waktu si pemuda muka bopeng itu mengetahui, bahwa dia adalah anaknya bekas ngo liong tauw Tang Han Cin. Kemarahannya meluap akan tetapi ingin benar dia mengetahui siapa gerangan si pemuda bermuka bopeng itu, dan darimana pemuda itu mengetahui tentang dia.
Akan tetapi waktu itu Tang Lan Hua tidak sempat berpikir lama, sebab dengan suatu tikaman pedang maka Nio Beng Hui sudah mendahulukan menyerang menggunakan gerak tipu macan kumbang menerkam kijang.
Serangan Nio Beng Hui itu bukan lagi berupa serangan menipu seperti yang dia lakukan terhadap Coa Kim Hin, sebaliknya dia menyerang sungguh sungguh bahkan dengan mengerahkan tenaga dalam sebab dia yakin dara cacad itu memiliki tenaga yang besar sebab dengan sekali pukul, dara cacad itu berhasil melukai atau membikin Coa Kim Hin terjatuh!
Tang Lan Hua perdengarkan suara mengejek waktu dia melihat serangan pemuda muka bopeng itu. Tubuhnya tidak bergerak, karena tidak ada maksudnya untuk berkelit menghindar sebaliknya dengan tongkatnya yang sebelah kiri dia menangkis tikaman pedang Nio Beng Hui, membikin pedang pemuda itu terlempar jauh; lepas dari pegangan, lalu dengan tongkat sebelah kanan, maka dara yang cacad sepasang kakinya itu memukul tepat pada iga pemuda mata bopeng itu, yang jadi terlempar jauh, sambil dari mulutnya mengeluarkan darah.
Duri Bunga Ju 10 Rumah Judi Pancing Perak Pendekar 4 Alis Karya Khu Lung Ilmu Ulat Sutera 8
^