Pencarian

Lentera Maut 9

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 9


Sie Kong melihat gejala tidak baik bagi rekannya dan dia cepat cepat menyeruduk lagi memakai kepalanya yang botak seperti seekor banteng gila; dan sekali lagi Lie Hui Houw kena diseruduk sampai dia terdorong mundur tiga langkah kebelakang sedangkan si botak tewas dengan leher bolong seperti kena cakar macan menjadi pengganti Lim Su Kie.
Dipihak Lim Su Kie dia menjadi sangat gusar karena melihat seorang rekannya binasa; sekali lagi dia menekan alat pada kipasnya dan lagi-lagi telah meluncur jarum jarum halus yang ditujukan kepada Lie Hui Houw akan tetapi pada saat itu Lie Hui Houw sudah mendahulukan lompat kedekat Cie in suthay sebab waktu itu Lie Hui Houw sangat terkejut karena melihat sepasang telapak tangan Ang Sie Cwan yang merah membara.
"(tok see ciang Lie . . .) seru Lie Hui Houw didalam hati: karena dia teringat dengan si tangan beracun Ang Cong Loei. Dan selekas itu juga Lie Hui Houw lompat dan menghadang dibagian sebelah depan Cie in suthay, siap membela atau mewakilkan biarawati yang muda usia itu buat melawan Ang Sie Cwan yang memiliki ilmu 'tangan pasir beracun*.
Ang Sie Cwan tidak perduli musuhnya berganti orang. Dia tertawa seperti iblis yang siap hendak membakar manusia dan dia langsung menyerang memakai sepasang tangannya yang keras dan mengandung racun maut.
Lie Hui Houw melawan memakai ilmu ngo heng ciang pada tangan kirinya, dan ilmu ngo heng kiam hoat pada tangan kanannya memegang sarung pedang ceng liong kiam dan sarung pedang dari baja itu sudah beberapa kali berhasil menghajar sepasang tangan Ang Sie Cwan; akan tetapi musuh ini agaknya memiliki kekebalan, sampai kemudian tangan kiri Lie Hui Houw berhasil menghajar jidat Ang Sie Cwan dengan jurus kuntao bango, dan jidat itu bolong seperti kena dipatok oleh seekor burung bango.
Keadaan menjadi tambah kacau, karena adanya beberapa alat negara itu yang kena dibinasakan. Perwira yang memimpin pasukan itu berteriak memerintahkan semua tentara mengepung tambah ketat, memaksa Lie Hui Houw harus kerja keras mendampingi Cie-in suthay yang pantang membunuh sampai kemudian datang seorang pendeta yang ikut mengamuk; melemparkan banyak tentara yang merintang, sampai Cie in suthay menjadi girang, karena melihat pendeta itu adalah Hui beng siansu seorang tokoh Thian san pay yang memang sudah dia kenal. Juga Lie Hui Houw sudah tidak asing lagi dengan Hui beng siansu yang pernah membantu waktu dulu Lie Hui Houw sedang menyamar sebagai si kakek Lie.
Cie-in suthay hendak menyapa Hui beng siansu yang usianya lebih tua belasan tahun, akan tetapi mendadak Cie-in suthay menjadi terkejut, karena melihat kereta pertanda ada yang bawa lari.
'Hey ! kereta itu dibawa kabur!" teriaknya Cie in suthay; lalu dia bergerak melesat buat mengejar, sedangkan dibelakangnya ada beberapa orang tentara yang ikut mengejar.
Lie Hui Houw berdua Hui beng siansu masih harus menghadapi pihak tentara yang mengepung, sampai pihak tentara setengah tobat setelah itu Hui beng siansu mengajak Lie Hui Houw mengejar kereta.
Lie Hui Houw memang pernah bertemu dengan Hui beng siansu, waktu terjadi peristiwa dia menyamar si kakek Lie menghadapi si iblis penyebar maut dalam ujut penyamaran sebagai si kakek Ouw, akan tetapi pada kesempatan pertemuan itu mereka tidak saling berbicara, bahkan Lie Hui Houw harus buru buru membawa si kakek Ouw, dengan ditemani oleh Kanglam hiap Ong Tiong kun.
Kemudian Lie Hui Houw banyak mendengar dari Cie in suthay tentang tokoh Thian-san pay itu yang sejak muda usia tidak bosan-bosan mencari jejak si iblis penyebar maut.
Waktu itu Hui beng siansu masih merupakan seorang pemuda yang memakai nama Tan Hui Beng. Pertama kali dia bertemu dan menghadapi peristiwa si iblis penyebar maut adalah selagi dia melakukan perjalanan dan singgah didusun Pek kee cung; disuatu pagi yang sejuk hawanya selagi ayam ayam jantan sedang berkokok perdengarkan suaranya dan matahari baru perlihatkan ujutnya.
Di tempat yang sunyi dan masih merupakan tempat belukar karena letaknya didekat perbatasan luar desa, Tan Hui Beng dibikin terpesona menemukan empat tubuh manusia yang membujur rebah menjadi mayat, sedangkan darah berceceran disekitar mayat itu.
"Akh! mayat mayat siapakah gerangan ini" dan apa yang menyebabkan mereka dibunuh dengan cara yang kejam.. . ?" Tan Hui Beng berkata seorang diri.
Selagi Tan Hui Beng masih berdiri meneliti, maka tiba tiba dia mendengar teriak suara seseorang; yang disusul kemudian dengan teriak suara orang orang yang lain.
"Pembunuh! pembunuh . . . !"
"Ada pembunuh ! ada pembunuh . . . !"
Kemudian dalam waktu yang singkat, tempat itu telah dipenuhi oleh para penduduk desa Pak kee cung.
"Itu pembunuhnya, tangkap . ."
"Mari kita kepung ! bunuh saja dia ...l"
Dan para penduduk yang rupanya meluap kemarahan mereka, sebab biasanya didesa mereka tidak pernah terjadi perkara pembunuhan atau kedatangan orang orang jahat; sehingga secara serentak mereka telah menyerang dan mengepung pemuda pendatang baru itu, rnenyerang memakai senjata apa saja yang sedang mereka bawa; ada yang berupa pacul, tongkat kayu, golok dan lain sebagainya.
Meskipun Tan Hui Beng merasa terkejut dan penasaran, akan tetapi pemuda ini menyadari bahwa penduduk desa setempat salah paham dengan kehadirannya didekat mayat mayat itu, sehingga dia dituduh menjadi si pembunuh.
Dengan pedangnya yang tetap berada didalam sarungnya, Tan Hui Beng berkelit atau menangkis dari setiap serangan disamping dia berteriak berulangkali untuk meredakan sikap para penduduk itu, akan tetapi usahanya sia sia dan teriak suaranya kandas di antara sekian banyaknya orang orang desa yang berteriak dan mengepung dia sehingga pada saat berikutnya pemuda ini bergerak pesat seperti terkena tiupan badai, mengakibatkan tubuhnya hanya kelihatan bagaikan bayangan yang bergerak gesit ke delapan penjuru, sebab dia sedang bersilat mengerahkan ilmu 'pat kwa yu sin cianghoa".
Orang orang desa yang terkena serangan sarung pedang atau kepelan tangan pemuda itu berpelantingan jatuh bagaikan dilanda angin.topan. Semakin lama semakin banyak orang orang yang berjatuhan sampai akhirnya keadaan menjadi reda karena rupanya mereka merasa tobat menghadapi sipemuda pendatang baru itu.
Tiba tiba terdengar suara tawa seorang dan ketika Tan Hui Beng mencari dengan pandang matanya yang tajam dan bersinar terang maka diketahuinya bahwa suara tawa itu berasal dari seorang lelaki setengah tua sudah empat puluh tahun lebih umurnya; memiara kumis dan sedikit jenggot bertubuh agak kurus akan tetapi sehat kuat; dan lelaki setengah tua itu justru adalah satu satunya orang yang tidak ikut dalam pengepungan tadi.
Lelaki setengah tua itu kemudian melangkah mendekati Tan Hui Beng; lalu sambil masih tertawa dia berkata :
"Maaf, maaf atas tindakan orang2 desa yang telah membikin siao hiap jadi marah. Namaku Su Gie lengkapnya Ong Su Gie. Bolehkah aku mengetahui nama siaohiap ?" Dengan paksakan diri untuk ikut bersenyum, maka Tan Hui Beng berkata.
'Siaotit bernama Tan Hui Beng, seorang dalam perjalanan yang mendadak menemukan mayat mayat itu, lalu siaotit dituduh sebagai pembunuhnya."
'Aku tahu. aku tahu... ' kata Ong Su Gie yang memutus perkataan Tan Hui Beng dan menambahkan lagi perkataannya.
". . ketika mereka tadi mengepung siao hiap aku telah pergunakan kesempatan itu buat memeriksa keadaan mayat mayat yang ternyata adalah menjadi korban keganasan si iblis penyebar maut.."
"Toat beng sim . . .?" ulang Tan Hui Beng yang berkata perlahan seperti dia menggerutu.
Ong Su Gie manggut membenarkan lalu diperlihatkannya sebuah lencana toat beng sim yang selalu ditinggalkan oleh si iblis penyebar maut didalam melakukan keganasannya.
Kemudian Ong Su Gie juga berhasil memberikan penjelasan kepada para penduduk setempat sambil sekedar dia menceritakan tentang keganasan si iblis penyebar maut yang sudah seringkali dia dengar dan bukti lain yang ditemukan oleh Ong Su Gie adalah berupa paku naga beracun atau tok liong teng, suatu senjata yang biasa digunakan oleh si iblis penyebar maut.
Maka dalam waktu yang singkat telah menjadi bahan pembicaraan yang menggemparkan bagi penduduk desa Pek kee cung tentang adanya si iblis penyebar maut yang telah mengganas di desa mereka.
Sementara itu Ong Su Gie yang ternyata merupakan salah seorang penduduk desa Pek kee cung lalu mengundang Tan Hui Beng singgah dirumahnya di mana pemuda itu diperkenalkan kepada isteri dan anak laki laki Ong Su Gie yang bernama Ong In Thian yang waktu itu sudah berumur 19 tahun sedikit lebih muda dari umur Tan Hui Beng.
"Tentang Toat beng sim itu, tahukah susiok siapa gerangan dia ,,.., ,?" tanya Tan Hui Beng pada Ong Su Gie selagi mereka bicara di ruang tamu.
Ong Su Gie tidak segera memberikan jawab dan dia kelihatan termenung sebentar; setelah itu baru dia berkata.
"Banyak orang yang sudah mengetahui tentang si iblis yang ganas dan gemar menyebar maut, mengetahui karena mendengar atau menghadapi keganasan Toat beng Sim. Akan tetapi orang tetap tidak mengetahui siapa gerangan namanya dan bagaimana ujut mukanya yang sebenarnya, oleh karena dia sangat pandai melakukan penyamaran, memakai semacam topeng yang dibikin dari bahan yang mirip dengan kulit manusia, sehingga tidak mudah buat seseorang mengetahui bahwa si iblis penyebar maut sedang melakukan penyamaran . . ."
"... pada mulanya aku pun tidak mengetahui, kalau si iblis pandai melakukan penyamaran; sekiranya tidak terjadi suatu peristiwa yang sangat menggemparkan yang pernah aku alami . . "
"Peristiwa apakah itu?" tanya Tan Hui Beng waktu Ong Su Gie tidak meneruskan perkataannya kelihatan seperti ragu-ragu.
Sejenak Ong Su Gie masih mengawasi muka tamunya setelah itu baru dia berkata :
"Peristiwa itu terjadi didalam kota Po teng yang meskipun tidak merupakan suatu kota yang besar akan tetapi ramai dan banyak penduduknya."
"..,..di kota itu aku mempunyai sahabat seorang hartawan yang luas pergaulannya baik di kalangan pedagang pembesar negri ataupun dikalangan rimba persilatan; meskipun dia sendiri tidak pandai silat.
Hartawan itu bernama The Sin Goan. Dalam usianya yang sudah lebih dari lima puluh tahun dia hanya mempunyai seorang anak perempuan yang baru berumur delapan belas tahun; seorang anak dara yang cantik dan halus budi bahasaya. The Lian Cu adalah nama dara yang cantik jelita itu. Dia sangat disayang oleh kedua orang tuanya, akan tetapi dia tidak bersifat manja. Dara yang anak orang hartawan ini sudah mempunyai calon suami, yang sesuai dan memang menjadi idaman hatinya : seorang pemuda bernama Can Houw Liang, anak seorang saudagar yang kaya raya, berasal dari perbatasan Kui ciu bagian barat akan tetapi sudah 5 tahun lamanya menetap menjadi penduduk kota Po teng.
Untuk merayakan hari jadinya yang ke 18 maka The Lian Cu menghendaki diadakan suatu pesta, dan hartawan The Sin Goan lalu mengundang banyak sahabat serta kenalannya baik yang tinggal berdekatan maupun dari luar kota Po teng termasuk Ong Su Gie yang datang dengan membawa bingkisan seperlunya.
The Lian Cu adalah anak perempuan satu satunya dari keluarga hartawan The, sehingga tidak mengherankan kalau barang barang bingkisan yang diterimanya sebagai hadiah hari jadinya sangat berlimpah limpah dan kebanyakan terdiri dari barang barang perhiasan batu permata atau mutiara yang tak ternilai harganya.
Adapun para tamu yang datang memenuhi undangan hartawan The tidak hanya terdiri dari para hartawan atau bangsawan, bahkan banyak juga dari kalangan orang orang rimba persilatan, yang terdiri dari macam macam golongan. Akan tetapi mereka semua adalah orang orang yang menghormati hartawan The Sin Goan, sehingga hartawan itu tidak merasa curiga atau khawatir kalau kalau akan terjadi pencurian atau perampokan meskipun hartawan The mengetahui bahwa diantara para tamu yang hadir; terdapat juga para perampok kenamaan, bahkan terkenal ganas dan kejam.
Ditengah kesibukan hari perayaan itu maka tiba tiba terdengar pekik suara seorang pelayan perempuan kemudian datang laporan kepada hartawan The Sin Goan yang mengatakan bahwa didalam kamar tempat menyimpan barang barang bingkisan, telah terjadi pencurian atas semua barang barang yang berupa perhiasan atau permata yang sangat berharga itu.
Ketika hartawan The dengan disertai oleh berapa orang sahabatnya yang akrab dan mahir ilmu silatnya memasuki kamar itu; maka mereka menemui beberapa orang yang bertugas menjaga yang ternyata telah kena dibius memakai asap dupa mengandung racun mengakibatkan mereka tertidur lupa diri.
Sebelum hartawan The sempat memikirkan sesuatu daya maka dari arah halaman belakang rumah terdengar adanya bunyi suara orang orang yang sedang bertempur.
Dengan langkah kaki tergesa gesa, hartawan The dan para sahabatnya bergegas menuju kebagian belakang rumah dan masih sempat mereka melihat Can Houw Liang; atau sang calon mantu sedang dikepung 4 orang kauwsu (tukang pukul), yang bekerja sebagai penjaga keamanan dirumah hartawan The dan para kauwsu itu dibantu oleh dua orang sahabatnya hartawan The yaitu dia adalah yang bernama Tio Tiong Cun dan Ong Su Gie.
Para kauwsu yang sempat melihat kehadiran majikan mereka, maka sambil tetap mengepung mereka berteriak memberitahukan bahwa si pencuri justeru adalah Can Houw Liang !
Dilain pihak waktu itu kelihatannya Can Houw Liang sudah merasa tidak sanggup melawan para pengepungnya, sehingga dengan gerak 'yan cu coan-in' atau burung "walet menembus angkasa maka secara tiba tiba Can Houw Liang lompat melesat melewati tembok halaman dan melarikan diri. Akan tetapi oleh karena geraknya itu maka dari dalam kantongnya telah berhamburan sebagian barang barang permata hasil curiannya.
Beberapa orang segera mengumpulkan barang barang permata yang berhamburan itu, untuk dikembalikan kepada hartawan The, sementara beberapa orang lagi telah melakukan pengejaran kearah Can Houw Liang melarikan diri. Diantara orang orang yang melakukan pengejaran itu, terdapat Tio Tiong Cun berdua Ong Su Gie yang termahir ilmu ringan tubuh dan lari cepat, sehingga lewat sesaat mereka berdua menemukan Can Houw Liang, yang waktu itu sudah rubuh pingsan di suatu sudut dekat rumah seseorang, akan tetapi tidak diketahui terkena serangan apa dan dilakukan oleh siapa. Sedangkan Tio Tiong Cun berdua Ong Su Gie manganggap bahwa seseorang telah memberikan bantuan, akan tetapi seseorang itu sengaja tidak mau diketahui jasanya.
Dengan demikian Can Houw Liang dapat ditangkap dan dibawa menghadap kepada hartawan The, akan tetapi sisa barang barang curian yang seharusnya masih ada padanya, ternyata tidak ditemukan, sehingga orang yang menduga bahwa Can Houw Liang telah umpat disuatu tempat, atau mungkin sudah diambil oleh seseorang yang sudah berhasil membikin Can Houw Liang tidak berdaya waktu ditemukan oleh Tio Tiong Cun berdua Ong Su Gie.
Kemudian waktu Can Houw Liang sudah ditolong dan sudah sadar dari pingsannya maka ternyata penuda itu menyangkal telah melakukan pencurian, sebaliknya dia mengatakan bahwa seseorang telah memukul dia sampai dia lupa diri, tanpa dia mengetahui siapa seseorang itu, bahkan dia tidak tahu bahwa dia sedang ditangkap dan dituduh menjadi pencuri.
Orang orang yang hadir dan ikut mendengarkan pengakuan Can Houw Liang, sudah tentu menjadi tertawa, bahkan ada yang perlihatkan muka menghina sebab mereka beranggapan akan sia sia pemuda itu menyangkal sebab banyak orang orang yang melihat pemuda itu melakukan perlawanan, dan melihat juga waktu sebagian barang barang permata itu berhamburan selagi Can Houw Liang berusaha melarikan diri.
Diantara orang orang yang ikut tertawa, terdapat juga seorang pembesar negeri yang menjadi pejabat pemerintah di kota Po teng, dan pejabat pemerintah itu lalu berkata:
"Rumah penjara akan selalu penuh sesak, kalau setiap pencuri mengakui perbuatannya," demikian kata pejabat pemerintah itu yang membikin orang orang jadi tertawa lagi dan pejabat pemerintah itu lalu memerintahkan para pengawalnya membawa Can Houw Liang buat menambah isi rumah penjara.
Hartawan The Sin Goan tidak berdaya menentang keputusan pejabat pemerintah itu, apalagi waktu dilihatnya Can Hok Liang ayahnya Can Houw Liang membiarkan anaknya ditangkap, sebab orang tua itu merasa malu menghadapi perbuatan anaknya yang menjadi seorang pencuri !
Dipihak pejabat pemerintah setempat sebenarnya adalah menjadi harapannya bahwa hartawan The atau ayah Can Houw Liang hendak mengajukan permohonan supaya Can Houw Liang jangan ditangkap sehingga si pejabat pemerintah itu mempunyai kesempatan buat minta uang tebusan !
Barangkali apabila ada seseorang sempat untuk berpikir dua kali pada waktu mendengarkan pengakuan dari Can Houw Liang, maka seseorang itu tentunya akan menyadari bahwa Can Houw Liang bukanlah merupakan anak kecil lagi.
CAN HOUW LIANG adalah seorang pemuda terpelajar yang bahkan terkenal cerdas, bagaimana mungkin dia memberikan pengakuan tidak melakukan pencurian, kalau dia mengetahui ada banyak orang orang yang sudah melihat barang bukti yang sudah ada padanya, dan orang orang bahkan sudah bertempur dengan dia. Jadi pengakuan Can Houw Liang itu lebih tepat dianggap sebagai pengakuan orang sinting !
Dan setelah tiga hari Can Houw Liang turut memenuhi isi rumah penjara dikota Po teng maka secara mendadak pada malam berikutnya Can Houw Liang menghilang, ditolong oleh seseorang yang telah merusak pintu penjara akan tetapi tidak diketahui entah siapa gerangan yang telah menolongnya itu, sebab dia memakai selubung penutup kepala hingga tidak terlihat wajah mukanya sebatas leher !
Menghilangnya Can Houw Liang dari rumah penjara kota Po teng itu sudah tentu membikin si pejabat pemerintah menjadi repot. Dia mendatangi rumah hartawan The dan mendatangi juga rumah ayahnya Can Houw Liang tetap tidak ditemukan sehingga mengakibatkan banyak orang-orang jadi membicarakan lagi urusan Can Houw Liang itu.
Sementara itu tidak jauh terpisah dari kota Po teng terdapat desa Bian sie cung yang letaknya berdekatan dengan gunung Bian san.
Di dekat perbatasan antara desa Bian sie cung dengan gunung Bian san itu terdapat sebuah kuil yang cukup besar akan tetapi dari bagian luar kelihatan agak menyeramkan sebab banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon yang besar dan lebat.
Setahu orang orang, kuil itu dipimpin oleh seorang pendeta bangsa Biauw yang bernama Touw liong touwsu, yang sudah lima tahun lamanya menetap dikuil itu akan tetapi seringkali melakukan perjalanan ke berbagai kota atau tempat lain.
Touw-liong touwsu atau si pendeta suku bangsa Biauw itu sudah berusia empat puluh tahun lebih, bertubuh kurus dan tinggi, memiara rambut panjang dan memakai ikat kepala dengan sehelai kain warna putih (sorban).
Belasan tahun yang lalu, Touw-liong touwsu pernah datang menyambangi gurunya yang bermukim jauh diatas gunung Ya ma coan, diperbatasan In Lam..lalu dia menjadi sangat terkejut sebab menemukan gurunya dalam keadaan luka parah; ditemani oleh seorang pengemis kecil.
Meskipun benar nyawanya tertolong, ternyata si kakek yang menjadi gurunya Touw touwsu itu menjadi cacad lumpuh, tidak mampu lagi menggunakan ilmu silatnya.
Dengan mengajak kedua muridnya yang bernama Toa mo tosauw dan Jie mo tosauw, maka Touw Iiong touwsu kemudian melakukan perjalanan ke berbagai pelosok tempat buat dia mencari kedua musuh gurunya, yang menurut keterangannya terdiri dari dua orang laki laki bangsa asing, yang tidak diketahui nama kebangsaannya.
Selama melakukan perjalanannya itu, dua kali dalam setahun Touw liong touwsu memerlukan menyambangi dan memberikan laporan kepada gurunya, melatih si pengemis kecil yang ternyata telah dijadikan murid bungsu dari gurunya yang sakti itu.
Untuk sepuluh tahun lamanya gurunya berhasil mendidik murid bungsu itu (yang tentunya bukan merupakan seorang pengemis kecil lagi) dan ketika kakek tua itu wafat; maka Touw liong touwsu menetap dikuil yang letaknya didekat desa Bian sie cung.
Malam itu selagi Can Houw Liang masih berada di dalam rumah penjara di kota Po teng, tiba tiba pemuda ini telah mendapat pertolongan dari seseorang yang memakai selubung tutup kepala dari kain warna hijau.
Orang itu dengan geraknya yang tangkas dan lincah dalam sekejap telah berhasil membikin para petugas mati daya sampai kemudian orang itu merusak pintu penjara.
Adalah pada waktu Can Houw Liang ingin mengucap terima kasih maka secara tiba tiba tangan kanan orang itu sudah bergerak dan secarik kain warna hijau semacam saputangan menyambar muka Can Houw Liang lalu suatu bau harum telah tercium oleh pemuda itu yang kemudian menjadi pingsan lupa diri.
Kemudian waktu Can Houw Liang telah sadar maka dia mendapat dirinya diikat berdiri bersandar pada suatu tiang kayu dengan sepasang tangan terbentang lebar dan sepasang kaki rapat; sehingga pemuda itu menjadi sangat heran dan tidak mengerti mengapa dirinya yang sudah ditolong keluar dari rumah penjara, dan sekarang ditahan di suatu tempat yang masih asing bagi dia, bahkan diikat erat erat sampai dia tidak bisa bergerak.
Dengan pandangan matanya, Can Houw Liang mulai meneliti keadaan disekitar tempat dia ditahan, sehingga dia mengetahui bahwa dia berada disuatu kamar yang luas dan terdapat suatu meja upacara sembahyang menjadikan dia merasa yakin bahwa dia ditahan disuatu kuil.
Lewat sesaat Can Houw Liang melihat datangnya dua orang pendeta muda bersama seorang laki laki bertubuh tinggi besar, yang bermuka hitam dengan sedikit kumis, sedangkan pakaiannya berupa jubah warna putih.
Can Houw Liang batal menanyakan sesuatu, sebab tiba tiba laki laki bermuka hitam itu kedengaran berkata kepada salah seorang pendeta muda yang mengantar.
'Kelihatannya dia sudah siuman, tolong siao suhu beritahukan pada cuncu," demikian kata orang bermuka hitam itu.
Pendeta muda yang diajak bicara itu menurut. Dia pergi meninggalkan ruangan itu sementara laki laki bermuka hitam itu lalu mendekati Can Houw Liang dan dengan cermat dia meneliti pemuda yang sedang diikat itu.
"Tempat apakah ini"' tanya Can Houw Liang yang masih belum mengerti tentang maksud penahanan atas dirinya.
Laki laki bermuka hitam itu tidak menjawab. Dia tetap mengawasi dengan penuh perhatian; dan Can Houw Liang lalu menanya lagi.
"Siapakah orang yang kau sebut cuncu itu?"
'Diam kau," bentak laki laki yang bermuka hitam itu yang sekarang kelihatan menjadi marah dan tambah menyeramkan, setelah itu dia menyambung perkataannya.
"Maut sudah mengintai, akan tetapi kau masih banyak menanya," demikian dia berkata seperti menggerutu dan meninggalkan Can Houw Liang untuk dia mendekati si pendeta yang seorang lagi yang sejak tadi berdiri diam mengawasi. Dipihak Can Houw Liang sudab tentu dia menjadi sangat terkejut, ketika didengarnya perkataan laki laki bermuka hitam tadi. Dia penasaran karena tidak tahu apa sebabnya dikatakan maut sedang mengintai dia !
Tiba tiba si pendeta muda yang pergi tadi telah kembali lagi dengan mengajak seorang pemuda dan ketika Can houw Liang melihat pemuda yang baru datang itu, maka sepasang matanya menjadi terbelalak mengawasi terpesona sebab pemuda yang dilihatnya itu justeru adalah sangat mirip dengan dia.
"Kau . . kau. " kata Can Houw Liang, akan tetapi tak kuasa dia meneruskan perkataannya padahal dia sudah mulai jelas dengan sebab sebab dia dituduh menjadi pencuri. Ada lain orang yang telah menyamar sebagai dirinya.
"Ha ha ha ,. !" tawa pemuda yang baru datang dan yang mirip dengan Can Houw Liang itu.
Disaat berikutnya; dua pemuda yang mirip mukanya itu sudah berdiri saling berhadapan. Lalu secara tiba tiba Can Houw Liang yang baru datang telah meludahi muka Can Houw Liang yang sedang diikat.
Can Houw Liang yang sedang diikat tidak menduga, sehingga mukanya kena ludah Can Houw Liang yang baru datang. Dia marah dan bermaksud hendak balas meludahi Can Houw Liang yang baru datang, akan tetapi sebelum niatnya terlaksana, tiba tiba tangan kanan Can Houw Liang yang baru datang telah menampar muka Can Houw Liarig yang diikat membikin muka Can Houw Liang yang sedang diikat menjadi terdorong menyamping, dan ludahnya tidak mencapai sasaran yang dikehendaki.
"Ha ha ha . . !" tawa lagi Can Houw Liang yang baru datang itu, lalu dia meneruskan berkata:
" . . . lima belas tahun yang lalu, kau pernah meludahi seorang pengemis kecil. Kau menganggap remeh perbuatanmu itu, dan kau bahkan tertawa. Tertawa sebab kau merasa girang, sebab kau telah berhasil menghina seorang bocah yang tidak berdaya . "
(Dahulu, ya dahulu. Disuatu pagi yang dingin karena memang sedang dalam pertengahan musim dingin, selagi Can Houw Liang bersama ayahnya membuka pintu rumah, karena mereka bermaksud hendak mengunjungi seorang sanak, maka kelihatannya bahwa di depan pintu rumahnya sedang meringkuk seorang pengemis kecil yang merintih. Merintih karena kedinginan, dan merintih karena sedang kelaparan ! Dengan sebelah kakinya yang kecil, si bocah Can Houw Liang menendang si pengemis kecil itu).
' . . nah, sekarang kau teringat dengan waktu kau menendang si pengemis kecil itu, bukan . . ?" tiba tiba tanya Can Hauw Liang yang sedang diikat; lalu secara tiba tiba pula dia menendang betis Can Houw Liang yang sedang diikat, membikin pemuda yang tidak berdaya itu jadi berteriak kesakitan namun tidak dapat menghindar.
(" si pengemis kecil itu berteriak mengaduh. Lalu waktu dia sedang berusaha hendak berdiri buat dia meninggalkan tempat itu, maka Can Houw Liang telah meludahi, tepat pada muka si pengemis kecil yang jadi berdiri terpesona dihadapannya akan tetapi tidak berani melawan, sebab dilihatnya di dekat Can Houw Liang ada ayahnya Can Houw Lang bahkan juga ada empat orang tukang pukul yang telah bergerak mendorong dan mengusir si pengemis kecil itu . .)
Dan pandangan mata si pengemis kecil itu, sekarang mirip benar dengan pandangan sinar mata Can Houw Liang yang sedang berdiri mengawasi Can Houw Liang yang diikat membikin Can Houw Liang yang sedang diikat itu menjadi terkenang dengan masa lalu yang sebenarnya sudah dia lupakan.
'Bagi kau yang telah meludahi si pengemis kecil itu sudah tentu kau menganggap remeh perbuatanmu . . .' kata lagi Can Houw Liang yang sedang berdiri mengawasi Can Houw Liang yang sedang diikat, lalu dia menyambung bicara lagi : "... akan tetapi, bagi si pengemis kecil itu. Meskipun benar dia hanya seorang gelandangan yang tidak berdaya, akan tetapi dia mempunyai rasa dan harga diri, sedangkan harga dirinya itu sudah kau landa dengan perbuatanmu itu. Fui ., '
Sekali lagi Can Houw Liang yang sedang diikat harus menerima ludahnya Can Houw Liang yang sedang berdiri dan berbicara di hadapannya.
Can Houw Liang yang sedang diikat itu tidak sempat menanyakan siapa sebenarnya orang yang sekarang mirip dengan dia itu oleh karena mendadak Can Houw Liang yang berdiri itu keluar meninggalkan ruangan sambil dia memesan sesuatu kepada si pendeta muda yang memanggil dia tadi.
Malam itu dengan menggunakan ilmu ringan tubuh ouw beng kong atau bayangan hitam melayang diangkasa, maka Can Houw Liang dengan memakai tutup muka dari kain warna hijau, berhasil memasuki rumahnya hartawan The, tanpa ada seseorang yang mengetahui meskipun sebenarnya waktu itu terdapat banyak para kauwsu dan para tamu yang kebenaran masih menginap.
Dengan geraknya yang lincah dan ringan, Can Houw Liang kemudian berhasil memasuki kamarnya dara The Lian Cu.
Meskipun waktu itu The Lian Cu sudah rebah diatas tempat tidurnya, akan tetapi dia belum pulas tertidur, sebab dia sedang memikirkan perbuatan calon suaminya yang katanya telah menjadi seorang pelarian dari rumah penjara kota Po teng.
Seperti kata orang orang bahwa perempuan itu memiliki perasaan yang halus, yang kadang kadang bagaikan mempunyai indera yang keenam, maka hati nurani The Lian Cu merasa tidak percaya bahwa laki laki pilihannya telah melakukan pencurian, apalagi barang yang dicuri adalah milik yang menjadi caIon isterinya, yang kemudian hari barang barang itu akan menjadi milik mereka berdua. Akan tetapi, adanya bukti barang itu berhamburan dari dalam kantong Can Houw Liang benar benar telah membikin The Lian Cu menjadi bingung tidak mengerti.
Dan dara yang jelita itu kemudian menjadi sangat terkejut waktu secara tiba tiba dilihatnya daun jendela kamarnya terbuka, lalu seseorang yang memakai tutup muka warna hijau memasuki kamarnya.
Hampir The Lian Cu berteriak memanggil orang orang akan tetapi dia batal melakukannya; sebab orang itu dilihatnya memberikan aba aba agar dia tidak bersuara dan di lain saat orang itu melepaskan tutup mukanya, sehingga pada detik berikutnya dara jelita itu melihat pemuda calon suaminya yang sedang melangkah mendekati, sambil menyertai seberkas senyum.
"Lian moay?" kata calon suami itu yang tiba tiba telah duduk disisi The Lian Cu yang baru sempat duduk diatas tempa tidurnya, dan kemudian dara yang jelita itu buru buru menghalau waktu tangan calon suaminya hendak menyentuh tubuhnya,
"Lian moay, kau tidak lagi menyintai aku?" tanya Can Houw Liang sambil dia mengawasi muka calon istrinya dan tak lupa dengan menyertai senyumnya.
Dara yang jelita itu tidak segera memberikan jawaban sehingga sejenak keadaan didalam kamar itu menjadi hening.
Sejak mereka berdua bertunangan memang benar telah beberapa kali keduanya mengadakan pertemuan dan saling bertukar kata bahkan pemuda itu sudah biasa memegang sepasang lengan The Lian Cu kalau mereka berdua sedang berada didalam taman bunga, akan tetapi untuk berada berdua didalam kamar tidur apalagi saat itu dara yang jelita itu sedang memakai pakaian tidur yang tipis kainnya maka hal itu adalah memalukan bagi The Lian Cu.
Akan tetapi waktu didengarnya kata kata lembut dan sikap mesra maka The Lian Cu balas mengawasi muka calon suaminya dan dia berkata : "Liang ko, kau..," dan dara yang jelita itu tak dapat meneruskan perkataannya; padahal jelas maksudnya dia hendak menanyakan keterangan perihal pencurian dan peristiwa berikutnya yang dialami oleh calon suaminya itu.
'Lian moay, apakah kau percaya bahwa aku telah melakukan pencurian..," sengaja Can Houw Liang menanya lembut mesra nada suaranya.
The Lian Cu mengawasi lagi muka calon suaminya setelah sesaat tadi dia diam menunduk, dan sekali ini dibiarkannya waktu sebelah tangannya dipegang erat erat oleh pemuda itu yang kemudian menambahkan perkataannya.
"Pencurian itu bukan aku yang lakukan aku justru.., "
"Mengapa Liang ko tidak mengatakan terus terang kepada ayah dan kepada mereka yang menangkap kau ?" tanya The Lian Cu yang memutus perkataan calon suaminya.
"Sukar buat aku ingkar sebab lebih dulu aku harus menangkap pencurinya; untuk aku membuktikan keadaan yang sebenarnya.. .* sahut Can Houw Liang, sambil dia meraba raba lengan calon isterinya yang putih halus kulitnya.
'Siapakah gerangan si pencuri itu ,,?" The Lian Cu menanya lagi karena dia memang tidak percaya bahwa calon suaminya tetah melakukan pencurian, sementara waktu itu dia merasa geli, akibat lengannya sedang diraba mesra oleh calon suaminya.
'Seseorang yang aku tidak ketahui siapa dia, akan tetapi dia telah menyamar sebagai aku; waktu dia melakukan perbuatan itu. ." sahut Can Houw Liang.
"Menyamar .. "' ulang The Lian Cu yang kelihatan menjadi heran, akan tetapi didalam hati dia sudah dapat menduga tentang apa sebabnya orang orang menuduh calon suaminya yang melakukan pencurian itu.
"Benar, akan tetapi hal ini akan aku atasi, yang penting bagiku, apakah Lian moay percaya bahwa aku telah mencuri .?"
The Lian Cu menggelengkan kepalanya dan perlihatkan seberkas senyum manis, senyum wajar karena sesungguhnya dia merasa girang sebab calon suaminya sudah memberikan penjelasan kepadanya.
"Kau tetap menyintai aku . . . . "' tanya lagi calon suami itu dan waktu The Lian Cu manggut maka tiba tiba Can Houw Liang menarik sepasang lengan calon isterinya membikin tubuh mereka saling menyentuh lalu Can Houw Liang merangkul dan mencium pipi serta leher dara yang jelita itu.
'Oh, Liang ko, jangan.." The Liang Cu bersuara lembut perlahan didalam rangkulan calon suaminya kemudian rasa geli menjalar membikin dia tertawa perlahan sementara Can Houw Liang mendorong membikin tubuh mereka berdua rebah diatas tempat tidur.
"Liang ko. dimana kau umpatkan diri selama ini ?" tanya dara yang jelita itu sambil jari jari tangannya memainkan daun telinga kekasihnya yang rebah menindih tubuhnya; dia membiarkan tangan tangan kekasihnya yang dengan nakal sedang menyusuri tubuhnya.
'Hmm! aku terpaksa berdiam didalam sebuah kuil, jauh di luar kota Po teng .'sahut Can Houw Liang yang lalu mematikan api lilin yang masih menyala.
Ketika disaat berikutnya The Lian Cu telah berada seorang diri, maka suatu rasa kekosongan telah menyelubungi dirinya, karena kekasihnya telah pergi, meskipun berjanji akan kembali pada esok malamnya, akan tetapi dengan memesan supaya The Lian Cu tidak memberitahukan kepada orang lain tentang kedatangannya.
Dara yang jelita rebah termenung dengan air mata membasahi mukanya. Dia tidak menyesali akan perbuatan yang baru mereka Iakukan. Dia hanya merasa heran, mengapa dengan mudah dia sudah menyerah tidak berdaya menghadapi perbuatan kekasihnya. Dia benar benar tidak mengetahui bahwa suatu obat perangsang 'yen-yang-bun' telah digunakan; sehingga atas suatu bau harum yang tercium oleh dara yang jelita itu, maka dia tidak berdaya dan membiarkan kegadisannya direnggut oleh si iblis penyebar maut yang menyamar sebagai ujut calon suaminya.
Esok malamnya pada waktu yang sama Can Houw Liang menepati janjinya kepada kekasihnya, akan tetapi malam itu tidak lagi dia memerlukan memakai obat perangsang, sebab The Lian Cu telah berlaku menjadi seorang isteri yang patuh terhadap suaminya.
Demikian sepasang insan anak manusia itu memadu kasih mesra, sedangkan tanpa diketahui oleh dara yang jelita itu pihak ayahnya dan sementara penduduk kota Po-teng masih tetap ramai membicarakan perihal Can Houw Liang, yang tetap menghilang sehabis melarikan diri dari rumah penjara kemudian disusul dengan peristiwa tewasnya Can Hok Liang (ayahnya Can Houw Liang) tanpa diketahui siapa pembunuhnya akan tetapi pada tubuh orang tua itu, atau tepatnya pada bagian lehernya, membenam sebuah paku "tok liong teng" atau paku naga beracun, yang menjadi senjata rahasia si iblis penyebar maut.
Para tamu yang datang dirumah hartawan The Sin Goan untuk menghadiri upacara hari jadi The Lian Cu, telah pamitan pulang ketempat masing masing, kecuali Tio Tiong Cun dan Ong Su Gie yang diminta bantuannya oleh hartawan The yang masih merasa penasaran dalam menghadapi urusan calon menantunya.
Tio Tiong Cun berdua Ong Su Gie merupakan orang orang gagah yang biasa berkelana dikalangan rimba persilatan, sehingga mereka sudah mendengar perihal keganasan si iblis penyebar maut sampai kemudian mereka menghadapi peristiwa tewasnya Can Hok Liang yang mereka duga telah menjadi korban keganasan si iblis penyebar maut, sebab telah ditemukannya paku naga beracun ("tok-liong teng') yang merupakan senjata khas menjadi senjata rahasia si iblis penyebar maut dan disamping itu mereka berdua masih penasaran dengan hilangnya Can Houw Liang dari rumah penjara di kota kangzusi Po teng dan pemuda itu tetap tidak muncul .com padahal berita tentang tewasnya Can Hok Liang dengan cepat telah tersebar meluas.
Dengan adanya peristiwa di kota Po teng itu, maka Tio Tiong Cun berdua Ong Su Gie bertekad hendak melakukan penyelidikan disamping mereka merasa wajib memberikan bantuan bagi hartawan The Sin Goan yang menjadi sahabat mereka.
Dengan giat dan secara silih berganti Tio Tiong Cun berdua Ong Su Gie bantu meronda diwaktu malam, baik disekitar rumah hartawan The, bahkan sampai kerumah almarhum Can Hok Liang.
Dan pada malam itu, selagi Tio Tiong Cun mendapat giliran meronda disekitar rumah hartawan The, maka tiba tiba dilihatnya ada sesuatu bayangan hitam yang bergerak sangat pesat dan lincah.
Di antara para kauwsu yang bekerja pada hartawan The telah diketahui oleh Tio Tiong Cun bahwa mereka tidak ada yang memiliki ilmu ringan tubuh yang sedemikian mahirnya sedangkan Ong Su Gie pada malam itu mendapat giliran meronda dirumah almarhum Can Hok Liang. Oleh karena itu tanpa ragu ragu Tio Tiong Cun melesat mengejar karena bayangan hitam itu menghilang sampai dilain saat diketahui o!eh Tio Tiong Cun, bahwa bayangan hitam itu sedang mengintai didekat jendela kamarnya The Lian Cu!
Dengan geraknya yang ringan Tio Tiong Cun melesat mendekati bayangan hitam itu, akan tetapi dia menjadi heran dan terpesona sebab waktu bayangan hitam itu membalik maka yang dilihatnya justeru adalah sahabatnya, Ong Su Gie.
"Ong hiantee, bukankah kau menjaga di,."
Tio Tiong Cun hentikan perkataannya, sebab dilihatnya sahabatnya memberikan aba aba supaya dia tidak bersuara dan sahabatnya itu bahkan mengajak dia menjauhi tempat itu.
(Usia Tio Tiong Cun sedikit lebih tua dari Ong Su Gie, sehingga dia menyebut adik, atau hiantee)
"Toako, aku sudah berhasil menemukan tempat Can Houw Liang . . " kata Ong Su Gie, setelah mereka pindah dari dekat jendela kamar The Lian Cu.
"Benarkah . . . " " tanya Tiong Cun; heran bercampur girang.
'Benar. Marilah toako ikut aku . . ." sahut Ong Su Gie yang lalu mendahulukan bergerak kesuatu arah disusul cepat cepat oleh sahabatnya.
Tio Tiong Cun memiliki ilmu lari cepat 'liok tee hui heng' atau terbang diatas rumput yang mahir, akan tetapi saat itu dia harus mengerahkan semua kemampuannya, buat tetap dia mendampingi sahabatnya, sehingga didalam hati dia memuji Ong Su Gie yang benar benar sangat mahir ilmu ringan tubuh dan lari cepat.
Mereka lari jauh menuju luar kota Po-teng dan mereka masih terus lari meskipun mereka telah memasuki desa Bian sie cung. Sampai kemudian mereka memasuki sebuah kuil dimana dengan lagak berhati hati Ong Su Gie mengajak rekannya memasuki ruangan, sehingga dilain saat mereka melihat pemuda Can Houw Liang yang diikat sepasang kaki dan tangannya, serta yang waktu itu berada dalam keadaan pingsan, meskipun tetap dalam keadaan berdiri.
Tio Tiong Cun bergegas hendak mendekati dan menolong Can Houw Liang, akan tetapi tiba tiba didengarnya suara sahabatnya yang mencegah niatnya. Mencegah bukan dengan nada seorang sahabat akan tetapi membentak seperti seorang musuh :
"Tunggu.. . !"
Tio Tiong Cun memutar tubuhnya menghadapi sahabatnya dan dilihatnya Ong Su Gie tiba tiba tertawa dan berkata lagi :
" . .. . kau sudah terperangkap. maut sudah mengintai akan tetapi kau masih menjual lagak hendak menolong lain orang. Ha ha-ha,, "
'Ong hiantee, kau,..,"'
"Ha ha ha ! ketahuilah olehmu bahwa aku adalah Toat beng sim, aku bukan sahabatmu."
'Iblis penyebar maut..,?" ulang Tio Tiong Cun yang menjadi terpesona. Sekarang sadarlah dia bahwa orang yang sedemikian lamanya dia anggap sebagai sahabatnya ternyata adalah seorang iblis penyebar maut yang ganas; seperti pengakuan Ong Su Gie sendiri !
"Binatang! kalau begitu kau adalah si iblis penyebar maut yang kejam dan ganas itu ,.,!" Tio Tiong Cun menyambung perkataannya dan memaki, karena tak kuasa dia membendung kemarahannya.
"Ha ha ha,,,!" Ong Su Gie tertawa lagi, akan tetapi sambil dia mengeluarkan senjatanya yang melibat dibagian pinggangnya, oleh karena senjata itu adalah merupakan Kim sie joan pian atau cambuk lemas yang penuh duri duri yang tajam, yang mengandung bisa racun maut!
Dalam gusarnya, maka tanpa ragu ragu Tio tiong Cun juga menyiapkan senjatanya, berupa sebuah golok yang tajam dan dia bahkan mendahulukan melakukan penyerangan, bergerak dengan tipu 'jangkerik muda Iompat dirumput' (han-san-sie tit), sambil goloknya menikam, memakai jurus dari 'pak hong liu-san* atau angin utara meniup gunung.
Sekali lagi Ong Su Gie perdengarkan suara tawanya. Tawa bagaikan iblis yang sedang gembira, sementara dengan tenang kakinya melangkah mundur, lalu diayunkan dan kakinya menghajar golok lawannya dengan jurus belut hitam menyelam didalam air sehingga cambuknya itu sempat melibat golok lawannya, yang hampir lepas dari pegangan Tio Tiong Cun, sekiranya Tio Tiong Cun tidak bergerak ringan, mengikuti daerah perputaran cambuk lawannya, sehingga lepas dari libatan lalu Tio Tiong cun menendang lengan lawan yang sebelah kanan, memaksa lawannya harus berkelit memisah diri !
"Bagus... !" seru Ong Su Gie memuji; sambil Iagi lagi dia tertawa dan memutar cambuknya, sampai perdengarkan bunyi suara angin menderu dan cambuk itu kemudian dengan lincah dan gesit telah mencari sasaran pada tubuh lawannya, melakukan serangkaian serangan maut.
Untuk sesaat Tio Tiong Cun terdesak dengan serangan lawan yang datangnya bertubi tubi; yang memaksa dia harus melawan sambil melangkah mundur.
Untung bagi Tio Tiong Cun bahwa latihan tenaga dalamnya sudah mencapai batas kemampuannya, sehingga walaupun dia terdesak, namun dia dapat berlaku tenang, sehingga tidak dapat dia dikalahkan dengan mudah.
Sebenarnya sudah cukup lama Tio Tiong Cun kenal dengan Ong Su Gie. Mereka berdua bahkan pernah bahu membahu bertempur melawan berbagai musuh, karena keduanya merupakan sehaluan yang biasa menentang berbagai perbuatan jahat dari itu sesungguhnya adalah sangat diluar dugaan Tio Tiong Cun bahwa sahabatnya itu sebenarnya adalah si iblis penyebar maut yang ganas dan kejam.
Di samping itu Tio Tiong Cun juga merasa heran sebab sedemikian lamanya dia kenal dengan sahabatnya akan tetapi tak pernah dia melihat sahabatnya itu memakai senjata Kim sie joan pian atau cambuk lemas. Sebab biasanya senjatanya Ong Su Gie adalah sebatang pedang yang istimewa tajamnya.
Sementara itu sambil tetap bertempur menghadapi lawannya, Ong Su Gie sekarang perdengarkan kata katanya yang agak kurang dimengerti oleh Tio Tiong Cun :
'Dahulu, ya dahulu kau pernah menghina seorang pengemis kecil waktu kau dalam perjalanan mengantar kereta piauw."
(Dahulu Tio Tiong Cun memang pernah menjabat pekerjaan sebagai piauwsu pada Tin wan piauwkiok. Dia tidak heran kalau sahabatnya mengetahui tentang pekerjaannya itu akan tetapi dia heran mengapa sahabatnya mengetahui tentang hal remeh seperti yang dikatakan bahwa dia telah menghina seorang pengemis kecil yang sebenarnya dia sudah tidak ingat lagi)
"... si pengemis kecil itu tidak mengemis sesuatu kepadamu. Tidak juga dia mengharap belas kasihanmu atau dari rombonganmu. Akan tetapi mengapa kalian menghina dia" Mengapa kalian memaki dia dengan mengatakan dia menjadi mata mata pihak orang orang Kay pang dan mengusir dia babkan beberapa pembantu kau telah melontarkan pengemis kecil itu dengan batu batu.. .?"
(Sekarang Tio Tiong Cun jadi teringat dengan peristiwa itu. Teringat bahwa waktu itu dia sedang melindungi suatu kiriman kereta piauw yang kemudian dirintangi oleh beberapa orang orang gelandangan yang diduga dari pihak Kay pang, atau persekutuan para pengemis. Kemudian terjadi pertempuran dan orang orang gelandangan berhasil dihalau oleh dia serta para pembantunya, akan tetapi pada saat berikutnya datang serombongan kawanan berandal yang dipimpin oleh seorang perempuan yang masih muda usia akan tetapi gagah perkasa, sehingga rombongannya kena dihajar kucar kacir.
Iringan kereta piauw itu akhirnya kena dirampas oleh pihak berandal dan Tio Tiong Cun mengajak sisa pembantunya buat melakukan penyelidikan; sampai kemudian mereka menemukan seorang pengemis kecil yang sedang menangis seorang diri di tepi suatu jalan yang sunyi. Disebabkan mereka curiga kalau kalau si pengemis kecil itu adalah mata mata dari pihak Kay pang yang dianggap menjadi pembawa bencana, yang mengakibatkan kereta piauw mereka dirampas oleh kawanan berandal, maka Tio Tiong Cun mendekati dan membentak si pengemis kecil itu membikin si pengemis kecil itu menjadi ketakutan, namun menyangkal bahwa dia menjadi mata mata pihak Kay pang, sampat kemudian para pembantu Tio Tiong Cun mengusir si pengemis kecil itu, bahkan ada yang melontarkan dengan batu batu kecil.
Akan tetapi, ada hubungan apakah antara si pengemis kecil dengan sahabatnya yang bernama Ong Su Gie ini " Peristiwa itu terjadi kira kira sudah sepuluh tahun lebih. Usia Ong Su Gie sekarang sudah lewat dari 40 tahun sehingga tidak mungkin bahwa si pengemis kecil itu Ong Su Gie. Akan tetapi mengapa Ong Su Gie kelihatan begitu dendam dengan peristiwa itu.
?" si pengemis kecil itu memang tidak berdaya waktu kalian hina akan tetapi kalian lupa bahwa si pengemis kecil itu adalah seorang manusia biasa yang tidak ada bedanya seperti kalian, sebab dia juga mempunyai rasa. Rasa harga diri dan rasa dendam . . ' demikian Ong Su Gie berkata lagi, selagi dia melakukan berbagai serangan kepada Tio Tiong Cun.
"Akan tetapi ada hubungan apa antara kau dengan si pengemis kecil itu . . " tanya Tio Tiong Cun, sambil dia harus berkelit dari suatu sabetan cambuk.
"Sebab si pengemis kecil itu adalah aku.." teriak Ong Su Gie yang kelihatan sangat marah dan dendam.
Selagi Tio Tiong Cun terpesona bagaikan dia tidak percaya dengan perkataan sahabatnya tadi, maka dia terkena hajaran cambuk berbisa dari si iblis penyebar maut.
Tio Tiong Cun berusaha menahan rasa sakit pada pundak kirinya yang terkena cambuk berduri itu, akan tetapi dia tak kuasa menahan rasa pening yang menyerang dia yang membikin matanya menjadi gelap dan tubuhnya sempoyongan, sedangkan goloknya ikut lepas dari pegangannya, sehingga dia menyadari bahwa dia telah terkena bisa racun yang sangat dahsyat !
Masih sempat Tio Tiong Cun mendengar suara tawa sahabatnya. Tawa bagaikan iblis yang siap menyebar maut. Lalu sahabatnya itu mendekati dengan sebelah tangan kirinya memegang sebatang pisau belati.
Pisau belati itu bagaikan kilat lalu membenam dibagian perut Tio Tiong Cun, lalu pisau belati itu ditarik kebagian atas merobek perut Tio Tiong Cun yang menyemburkan darah hangat, dan Tio Tiong Cun rubuh tengkurap menjadi mangsa yang kesekian banyaknya dari si iblis penyebar maut yang waktu itu berujut muka sebagai Ong Su Gie!
Disaat berikutnya si iblis penyebar maut mengganti ujut mukanya, dan kembali ia menjadi si pemuda Can Houw Liang.
-o)dw-hen(o- SEHARUSNYA malam itu Tio Tiong Cun bertugas jaga disekitar rumah hartawan The, akan tetapi waktu Ong Su Gie mencari, dia tidak menemukan sahabatnya itu Ong Su Gie menunggu dan menunggu, akan tetapi sahabatnya itu tak kunjung kelihatan.
Ong Su Gie menjadi gelisah dan merasa cemas. Lagi dia meminta bantuan para kauwsu buat mencari sahabatnya itu, akan tetapi apa gerangan kata dua orang kauwsu yang bernama Ang Cin Bu dan Ang Cin Bun "
'Bukankah tadi Ong tayhiap yang mengajak Tio tayhiap pergi . . ?"
Sudah tentu Ong Su Gie jadi terpesona; tidak mampu dia bicara apa apa.
Sejak dia berpisah membagi tugas, maka Ong Su Gie menetap mengawasi rumah keluarga Can Hok Liang. Dia datang kerumah hartawan The karena tiba waktunya buat dia berkumpul dengan sahabatnya, akan tetapi tidak pernah dia temui sahabatnya itu, jadi bagaimana mungkin dikatakan bahwa dia telah mengajak sahabatnya pergi"
Adapun kauwsu Ang Cin Bu lalu menambah perkataannya sebagai berikut :
"., secara kebenaran sempat kami lihat Ong tayhiap yang sedang mengintai kedalam kamar The siocia,"
'Hayaa! aku mengintai kamarnya anak perawan ?" kata Ong Su Gie yang merah mukanya menahan rasa malu ! akan tetapi kauwsu Ang Cin Bu tidak menghiraukan dan dia berkata lagi;
"Kemudian kami melihat Tio tayhiap datang dan berkata: 'Ong hiantee, bukanlah kau menjaga di..,.."' dan Ong tayhiap lalu memberikan aba-aba supaya Tio tayhiap jangan bersuara sebaliknya Ong tayhiap mengajak Tio tayhiap pergi sebab katanya Ong tayhiap sudah berhasil menemui Can kongcu !
"Kami mempunyai tugas menjaga keamanan rumah The wangwee dari itu kami tidak mungkin ikut pergi dengan kalian. Jadi bagaimana mungkin sekarang Ong tayhiap mencari Tio tayhiap, mencari dan menanya kepada kami ?" Ang Cin Bun ikut bicara selagi Ong Su Gie masih terpesona; dan kauwsu ini bahkan perlihatkan rasa curiga.
Ong Su Gie jadi tersinggung waktu dia mendengar perkataan Ang Cin Bun. Dia sampai berteriak membantah akan tetapi tiba-tiba dia menjadi terkejut ketika dia mendengar suara hartawan The Sin Goan yang datang mendekati dan hartawan The sudah mendengarkan pembicaraan yang berlangsung tadi.
("Kau tahu hiantit," kata Ong Su Gie kepada Tan Hui Beng yang menjadi tamunya; dan dia menambahkan lagi :
". . . saat itu betapa rasa maluku terhadap hartawan The yang menjadi sahabatku. Malu karena aku dituduh sudah mengintai ke dalam kamar anak perawannya, dan malu karena aku dituduh sudah menganiaya sahabatku yang bernama Tio Tiong Cun, yang pagi harinya kami temukan mayatnya dibungkus dengan karung, ditempatkan disuatu semak di halaman belakang rumah hartawan The dan mayat sahabatku itu sangat rusak karena perutnya yang robek seperti bekas dibedah; sehingga orang orang yang melihatnya menjadi bergidik dan marah terhadap si pembunuh yang biadab, dan si pembunuh biadab itu justeru dituduh aku ... !")
Hari itu juga jenazah Tio Tiong Cun dimasukkan kedalam peti mati lalu dikirim kerumah keluarganya di kota Lim Tong. Untuk pekerjaan ini hartawan The sengaja telah mengupah Kim goan piauwkiok yang mengantar.
Pada mulanya Ong Su Gie bermaksud meninggalkan rumah hartawan The pada hari itu juga, akan tetapi hartawan yang amat ramah tamah itu membujuk supaya dia menunda niatnya, dengan mengatakan sebaiknya Ong Su Gie pergi setelah urusan di kota Po teng itu menjadi jelas, yang sekaligus akan menghapus tuduhan orang terhadap Ong Su Gie.
Malam harinya sampai mendekati waktu subuh Ong Su Gie terus meronda disekitar rumah hartawan The, meskipun sebenarnya dia merasa seolah olah sudah diasingkan, akibat dicurigai oleh para kauwsu yang bekerja pada hartawan The.
Jilid 17 DlSAAT Ong Su Gie hendak kembali kedalam kamarnya, secara mendadak dia mendengar pekik suara seorang perempuan, dan pekik itu datangnya justeru dari dalam kamarnya The Lian Cu.
Karena kegesitannya, maka dalam sekejap Ong Su Gie telah berada didekat jendela kamar The Lian Cu selagi lain lain orang belum berada ditempat itu.
Untuk sesaat Ong Su Gie berdiri ragu ragu, karena dia takut sembarang bertindak, apa lagi untuk memasuki kamar seorang anak perawan, selagi dia sedang dituduh pernah mengintai kamar anak perawan itu !
Dengan telinganya yang tajam, Ong Su Gie sempat mendengar bunyi suara bagaikan tubuh seseorang yang terbentur dengan tembok disusul kemudian terdengarnya pekik suara seorang perempuan yang berteriak mengaduh, setelah itu secara mendadak daun jendela kamar anak perawan itu terbentang dan seseorang telah lompat keluar sedangkan seseorang itu adalah Can Houw Liang !
Karena menduga telah terjadi sesuatu didalam kamarnya The siocia; maka Ong Su Gie membentak dan merintang :
"Binatang! kau jangan lari !"
Can Houw Liang membatalkan niatnya yang hendak lompat keatas genteng rumah. Dia mengawasi perintangnya dengan sepasang mata bersinar nyala, lalu dia tertawa-tawa menyeramkan bagaikan iblis yang sedang tertawa; sambil dia menyiapkan senjata 'kim-sie joan pian", atau cambuk lemas yang melibat dibagian pinggangnya.
(Untuk jelas, perlu diketahui perihal peristiwa yang terjadi didalam kamar The Lian Cu.)
Pada malam terjadinya peristiwa pembunuhan atas dirinya Tio Tiong Cun, maka Can Houw Liang atau si iblis penyebar maut tidak sempat menemui The Lian Cu membikin malam itu merupakan suatu malam yang sunyi dan kosong bagi dara jelita yang sedang haus cinta itu.
Adalah pada malam berikutnya dara yang jelita itu berkesempatan melepas rasa rindu didalam rangkulan sang kekasih, memadu kasih dan bermain cinta sampai kekasihnya rebah terkulai didalam rangkulannya, sementara dara yang belum tertidur itu, lagi lagi telah memainkan daun telinga kekasihnya, sampai tiba tiba dia meraba sejenis selaput kulit muka buatan, dan kulit muka itu sedikit demi sedikit dia tarik, sehingga kemudian secara tiba tiba dia berteriak kaget, karena menemukan dua macam wajah muka kekasihnya. Lain dibagian atas, dan lain dibagian bawah. Dalam kagetnya karena dia tersentak dengan teriak suara The Lian Cu, maka Can Houw Liang alias si iblis penyebar maut Ioncat bangun; dan terburu buru memakai celananya.
Bagaikan orang yang kemasukan hantu, The Lian Cu turun dari ranjang, tanpa dia menghiraukan baju dalamnya yang tidak menutup seluruh tubuhnya.
Dara yang sudah cemar itu kemudian menerkam laki laki yang dia sangka kekasihnya, memegang baju laki laki itu, memukul mukul sambil dia menangis dan berteriak,
"Siapa kau " Lekas katakan. Siapa kau !"
Can Houw Liang alias si iblis penyebar maut yang masih sempat merapikan selaput kulit mukanya, menjadi tertawa, akan tetapi dia menghalau tangan The Lian Cu yang waktu itu sedang berusaha hendak membuka tutup mukanya.
Dara yang telah cemar itu kemudian semakin memaksa hendak meraih muka Can Houw Liang, bahkan sambil dia berteriak dan menangis. Can Houw Liang jadi gelisah dan cemas, kalau kalau banyak orang akan mendatangi kamar itu.
Dengan menggunakan sedikit tenaganya, kemudian Can Houw Liang mendorong tubuh The Lian Cu dan dara yang sudah cemar itu terpental membentur dinding tembok, sambil dia perdengarkan teriak kesakitan.
Can Houw Liang menjadi terkejut, menganggap The Lian Cu telah tewas, karena kepalanya terbentur dengan dinding tembok. Dia membuka daun jendela kamar dengan maksud hendak melarikan diri akan tetapi dia dihadang oleh Ong Su Gie.
Dipihak Ong Su Gie, dia telah bertempur dengan heran dan ragu ragu sebab yang menjadi lawannya ternyata Can Houw Liang yang diketahui menjadi calon menantu hartawan The. Akan tetapi Ong Su Gie menjadi penasaran, sebab pemuda itu justeru melancarkan berbagai serangan maut yang tidak boleh dianggap remeh.
Waktu itu beberapa orang kauwsu yang meronda juga telah berada didekat tempat pertempuran. Akan tetapi mereka menjadi ragu ragu membantu sebab yang mereka lihat Ong Su Gie sedang bertempur melawan sang calon baba mantu, yang dikabarkan sudah menghilang dari rumah penjara Po-teng.
Disaat para kauwsu itu sedang ragu ragu mendadak mereka mendengar pekik teriak Can Houw Liang.
'Lekas tangkap dia! dia telah membunuh The siocia.. ,!'
Tentu saja Ong Su Gie menjadi sangat terkejut waktu dia mendengar teriak itu, sementara para kauwsu yang juga terkejut serentak mereka lalu bergerak dan mengepung Ong Su Gie !
Dipihak Can Houw Liang waktu dilihatnya para kauwsu itu bergerak mengepung Ong Su Gie maka dia buru buru kabur menghilang kegelapan malam.
Tanpa diketahui oleh orarg orang yang sedang bertempur waktu itu hartawan The juga ikut menyaksikan, sejak Ong Su Gie sedang bertempur melawan calon mantunya.
Disaat hartawan The hendak berteriak menghentikan pertempuran itu maka dia ikut mendengar perkataan Can Houw Liang tentang anak daranya yang katanya sudah dibunuh sehingga buru buru orang tua itu memasuki kamar The Lian Cu dan dilihatnya beberapa orang pelayan perempuan sedang berusaha menolong anak daranya yang baru sadar dari pingsannya.
Dara yang sudah cemar itu menangis, dan mengatakan kepada ayahnya bahwa orang yang disangka Can Houw Liang sebenarnya adalah seseorang yang menyamar dengan memakai topeng yang mirip dengan wajah mukanya Can Houw Liang !
Sudah tentu hartawan The menjadi sangat terkejut dan buru buru dia meninggalkan kamar anaknya, tanpa menghiraukan sampai tiga kali dia menerjang atau kena diterjang orang orang yang sedang sibuk simpang siur dan waktu itu tiba ditempat pertempuran, ternyata orang orang yang menyamar menjadi Can Houw Liang sudah menghilang sebaliknya yang sedang bertempur adalah Ong Su Gie melawan empat orang tukang pukulnya.
'Berhenti ! kalian jangan bertempur karena si penjahat yang menyamar sebagai Can Houw Liang sudah kabur... !" demikian teriak hartawan The.
Semua yang lagi bertempur lalu memisah diri dan mendekati hartawan The sedangkan hartawan The lalu menambahkan keterangannya seperti yang dia ketahui dari anaknya, sehingga orang orang yang tadi bertempur; kemudian sama sama mengejar kearah si penjahat tadi kabur.
Ong Su Gie yang mahir ilmu ringan tubuh dan lari cepat berhasil mendahului semua para kauwsu yang ikut mengejar; akan tetapi dia menyadari bahwa tidak mudah buat mengejar si penjahat, oleh karena si penjahat sudah kabur cukup lama. Yang dia tidak ketahui adalah tentang si penjahat, entah siapa gerangan yang telah menyamar sebagai Can Houw Liang.
Adalah ketika Ong Su Gie telah berada di perbatasan luar kota Po teng, maka disuatu sudut jalan vang sunyi; dia berhasil menemui tubuhnya Can Houw Liang yang ternyata telah rebah tidak berdaya sebab pemuda itu telah binasa kena beberapa tikaman pisau belati dan Ong Su Gie yang meneliti jadi memikirkan entah siapa yang telah memberikan bantuan dan membinasakan si penjahat yang menyamar sebagai Can Houw Liang itu.
Disaat berikutnya empat orang kauwsu yang ikut mengejar juga telah sampai ditempat itu sehingga mereka menganggap bahwa Ong Su Gie yang sudah membinasakan Can Houw Liang.
Meskipun benar para kauwsu itu telah mendapat keterangan singkat dari hartawan The, bahwa si penjahat telah menyamar menjadi Can Houw Liang, akan tetapi waktu mereka meneliti wajah muka Can Houw Liang yang telah menjadi mayat itu mereka tidak menemukan tanda tanda yang menandakan bahwa yang sudah tewas itu adalah benar benar Can Houw Liang.
Diantara ke empat orang kauwsu itu, terdapat kauwsu Ang Cin Bu yang pernah bertengkar dengan Ong Su Gie, dan kauwsu ini lalu berkata:
"Sekiranya mayat ini bukan mayat si penjahat, tetapi sungguh sungguh mayatnya Can kongcu, maka kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu ... !"
"Akan tetapi bukan aku yang bunuh dia. Kalian lihat, tidak ada noda darah pada pedangku ini ...!" Ong Su Gie membantah sambil dia perlihatkan pedangnya.
"Tentu saja tidak ada tanda bekas darah pada pedangmu sebab Can kongcu bukan dibunuh memakai pedang, akan tetapi memakai pisau belati dan pisau belati itu tentunya sudah kau buang l' kata lagi kauwsu Ang Cin Bu dengan nada suara mengejek.
Ong Su Gie menjadi sangat gusar mendengar perkataan kauwsu itu akan tetapi dia tidak menghiraukan dan sebaliknya lalu diangkatnya mayat Can Houw Liang untuk dibawa lari menuju ke rumah keluarga hartawan The.
"Kau tahu hiantit ," kata Ong Su Gie yang merambahkan keterangannya pada tamunya yang mengaku bernama Tan Hui Beng dan dia menambahkan lagi perkataannya.
".. berbagai peristiwa telah terjadi saling susul. Pertama kali adalah urusan pencurian barang bingkisan, dan orang orang melihat bahkan ada yang ikut bertempur dengan si pencuri yang mereka anggap adalah Can Houw Liang, sampai Can Houw Liang ditangkap. Kemudian Can Houw Liang hilang dari rumah penjara kotaPo teng dan ayahnya mati dibunuh orang, tanpa orang berhasil menemukan si pembunuh. Padahal pada mayat Can Hok Liang waktu itu ditemukan adanya paku naga beracun "tok liong teng" akan tetapi paku maut itu disimpan oleh pihak pejabat pemerintah buat dijadikan barang bukti, tanpa dia perlihatkan kepada orang orang yang pernah mengetahui atau mendengar perihal keganasan si iblis penyebar maut .. ."
?" peristiwa berikutnya adalah datangnya mayat Tio Tiong Cun ke rumah hartawan The dan aku mulai curiga sebagai perbuatan si iblis penyebar maut, sebab perut Tio Tiong Cun robek seperti dibedah memakai pisau belati, dan aku pernah mendengar bahwa si iblis juga sangat mahir menggunakan pisau belati penembus tenggorokan..!"
" ., kemudian menurut keterangan hartawan The yang dia peroleh dari almarhum puterinya cara penyamaran si penjahat adalah memakai topeng yang dibuat dari bahan lembut yang mirip dengan kulit manusia dan keterangan ini tambah meyakinkan aku dengan si lblis penyebar maut sebab si iblis memang sangat pandai menyamar, sehingga ada orang orang yang menamakan dia sebagai si manusia muka seribu atau Koan bin jin-yoa.."
"Tunggu dulu susiok tadi mengatakan tentang almarhum The siocia, apakah puterinya hartawan The juga telah binasa ..,, ?" tanya Tan Hui Beng yang kelihatannya memperhatikan benar kisah yang diceritakan oleh Ong Su Gie.
"Kisah yang aku ceritakan memang belum selesai, kau sabarlah hiantit," sahut Ong Su Gie sambil dia mengajak tamunya minum teh yang sudah disediakan.
".. . kejadian berikutnya adalah tentang tewasnya Can Houw Liang, sebab mayat yang aku bawa ternyata benar benar mayatnya Can Houw Liang, artinya bukan mayat si penjahat yang katanya menyamar sebagai Can Houw Liang."
".. pada tubuh mayat itu yang pada mulanya kami anggap hanya terkena tikaman pisau belati, ternyata ketika pakaiannya sudah kami buka maka kami mengetahui bahwa perutnya Can Houw Liang juga sudah robek tidak berbeda seperti yang sudah dilakukan terhadap Tio Tiong Cun sehingga kami jadi mengetahui telah dilakukan oleh sipembunuh yang sama dan sekaligus menghapus kecurigaan orang orang terhadap diriku, sedangkan perihal tewasnya The Siocia, adalah karena dia telah melakukan bunuh diri sehabis dia menceritakan suatu rahasia kepada ayahnya...."
'Rahasia apakah itu.. . ?" tanya Tan Hui Beng, sebab Ong Su Gie tidak melengkapi keterangannya.
"Tentang rahasia pribadi mereka, sebaiknya aku tidak mengatakan kepada hiantit.." sahut Ong Su Gie sambil dia paksakan diri buat bersenyum sebab dari balik meja dia sedang menekan perutnya, yang mendadak terasa mual.
"Berdasarkan kisah yang susiok ceritakan,, jelas bahwa 'koan bin jin yao dan 'toat beng sim" terdiri dari satu orang yang sama.." kata lagi Tan Hui Beng yang ikut minum air teh yang telah disediakan,
"Memang, mereka terdiri dari satu orang. Manusia muka seribu itu adalah si iblis penyebar maut, dan nama itu adalah...."
Ong Su Gie tak kuasa menyelesaikan perkataannya, sebab tubuhnya mendadak kelihatan mengejang, sepasang matanya mendelik lalu dia rubuh terjatuh dari tempat duduknya.
Tan Hui Beng berdua Ong In Thian menjadi terkejut dan mendekati, akan tetapi mereka berdua mendapati Ong Su Gie sudah tewas dengan mulut mengeluarkan busa putih; menandakan dia kena bisa racun maut !
Dari dalam kantong bajunya, kemudian Tan Hui Beng rnengeluarkan sesuatu benda; dan benda itu adalah sebatang tusuk sanggul yang dibuat dari bahan perak. Pemuda ini lalu merendam tusuk sanggul itu kedalam air teh bekas sisa minum Ong Su Gie sehingga jelas bagi pemuda itu bahwa air teh itu benar benar mengandung bisa racun.
Setelah Tan Hui Beng mengeringkan tusuk sanggul itu serta membersihkan dari noda noda racun, maka dia rendam pada sisa air teh yang dia minum akan tetapi diketahuinya bahwa air teh itu tidak mengandung bisa racun. "Heran.." kata pemuda ini bagaikan pada dirinya sendiri, lalu dia berkata lagi:


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"jelas bahwa susiok sendiri yang menuang air teh itu dari poci yang sama akan tetapi hanya yang dia minum yang kedapatan bisa racun ..."
Dan selekas pemuda ini selesai bicara, maka dia mengawasi kearah daun jendela yang masih tertutup, dan ternyata pada kertas penutup daun jendela itu terdapat liang.
"Kurang ajar! disiang hari begini berani mengintai dan melepas racun.. . !" kata Tan Hui Beng yang lalu membuka daun jendela itu, akan tetapi tidak ada seseorang yang dilihatnya, sampai jauh dia mengawasi keluar jendela yang merupakan halaman samping rumah dan dia melihat ibunya Ong In Thian atau isterinya Ong Su Gie, yang saat itu sedang bicara dengan seorang pelayan perempuan.
Sementara itu meskipun dalam keadaan kaget dan bingung, akan tetapi Ong In Thian sudah memindahkan mayat ayahnya keatas dipan, lalu dia mengikuti tamunya yang sedang mendekati ibunya.
"Subo, apakah tadi ada seseorang yang memasuki halaman ini.. . " " tanya Tan Hui Beng pada ibunya Ong In Thian.
Ibunya Ong In Thian manggut membenarkan, lalu dia berkata :
"Tadi ada seorang pemuda pelajar berbaju putih dia menanyakan ayahnya In Thian dan aku menduga dia adalah temannya hiantit."
"Celaka! dia adalah koan bin jin yao atau si iblis penyebar maut. Kearah mana dia pergi.." tanya Tan Hui Beng yang kelihatan gugup.
Ibunya In Thian memberitahukan dan Tan Hui Beng mengajak Ong In Thian memasuki ruangan dalam, sementara ibunya Ong In Thian juga ikut masuk sebab melihat keadaan yang gugup dari kedua pemuda itu.
Akan tetapi diruangan dalam Tan Hui Beng berdua Ong In Thian tidak berhasil menemukan si pelajar berbaju putih sebaliknya mereka menemukan selembar surat.
".. Ong Su Gie terlalu banyak mengetahui dan terlalu banyak bicara. Maut adalah menjadi bagiannya."
Dan pada akhir surat itu terlihat adanya tanda dari "toat beng sim' atau si iblis penyebar maut!
Selama sepuluh tahun lamanya Tan Hui Beng mengikuti gurunya belajar ilmu silat diatas gunung Thian tay san, akan tetapi hari itu seseorang telah melepaskan bubuk racun yang membinasakan Ong Su Gie tanpa dia mengetahui atau mendengar gerak suara orang itu, peristiwa ini benar benar membikin Tan Hui Beng menjadi sangat penasaran.
Keterangan yang Tan Hui Beng peroleh dari Ong Su Gie mengatakan bahwa si manusia muka seribu dan si iblis penyebar maut, merupakan dua gelar dari satu orang yang kejam dan ganas, yang saat itu sedang merajalela !
Kemudian berdasarkan hasil penyelidikan yang Tan Hui Beng berdua Ong In Thian lakukan, maka diketahui bahwa ke empat mayat mayat yang pertama kali diketemukan oleh Tan Hui Beng, ternyata merupakan mayat dari orang orang yang bekerja pada keluarga Cong Keng Hok seorang penduduk terkemuka yang mengusahakan ladang didesa itu.
Tan Hui Beng berdua Ong In Thian lalu memerlukan singgah dirumah keluarga Cong Keng Hok dan Cong Keng Hok ini ternyata sudah berusia sedikit lebih tua dari Ong Su Gie.
"Sun Goan dan Sui Hin dulu pernah bekerja menjadi pengawal kereta piauw pada Tin wan piauwkiok akan tetapi tentang Cong Hay dan Cin Hong ..." demikian hartawan Cong Keng Hok mulai memberi keterangan atas pertanyaan kedua pemuda tamunya, tentang mayat mayat yang ditemukan oleh Tan Hui Beng, akan tetapi Cong Keng Hok menunda perkataannya, karena datangnya seorang pelayan laki laki muda yang membawakan air teh untuk kedua tamunya.
". .mungkin A Liong mengetahui tentang Cin Hong berdua Cong Hay.. ' kata lagi hartawan Cong Keng Hok sambil dia mengawasi sang pelayan.
A Liong adalah nama pelayan laki laki muda itu yang sedang menyediakan air teh. Umurnya kira kira baru 17 tahun dan mulai bekerja di rumah keluarga Cong sejak sebulan yang lalu.
A Liong kelihatan lincah dan gemar bicara. Dia erat bergaul dengan Cong Hay dan Cin Hong, sehingga dia banyak mengetahui tentang kedua orang yang sudah tewas itu.
"Dua tahun yang lalu, Lie susiok dan Bu susiok pernah bekerja disuatu kuil sebagai pembantu penerima tamu," demikian A Liong mulai memberitahukan sementara yang dimaksud dengan Lie susiok adalah Cin Hong dan Bu susiok adalah Cong Hay.
"Kuil apakah namanya dan dimana letaknya?" tanya Tan Hui Beng yang menggunakan kesempatan selagi A Liong belum meneruskan perkataannya.
A Liong perlihatkan senyumnya dan mengawasi muka tamu majikannya, setelah itu dia menyambung bicara;
"Sayang, nama dan tempat kuil itu tidak diberitahukan kepada siao jin, akan tetapi menurut kata kedua susiok itu kuil yang dimaksudkan katanya dipimpin oleh seorang pendeta dari suku bangsa Biauw.. "
'Tidak diberitahukan tentang nama pendeta itu.. ?" Tan Hui Beng menanya lagi; memutus perkataan A Liong.
"Tidak ..." sahut A Liong singkat. Pada nada suaranya terdengar dia merasa tidak senang, karena perkataannya telah diputus, akan tetapi dia menyambung bicara lagi,
".. pendeta suku bangsa Biauw itu kabarnya sudah lima tahun lebih mengasuh kuil itu, mendapat sumbangan tertentu dari penduduk setempat yang memang hidupnya aman dan makmur, sampai kemudian pendeta itu kedatangan seorang tamu yang katanya adalah adik seperguruan dari pendeta suku bangsa Biauw itu, dan tamu itu.."
'Tidak dikatakan siapa nama tamu itu.."* tanya lagi Tan Hui Beng kembali dengan memutus perkataan A Liong.
"Mengapa Tan siangkong gemar memutus perkataan seseorang ,, ?" balik tanya A Liong, yang benar benar merasa tidak senang dengan kelakuan Tan Hui Beng. "A Liong ,.. !" bentak Cong Keng Hok yang melihat pelayannya berlaku tidak sopan terhadap tamunya.
"Cong pekhu, aku memang bersalah. Biarkanlah A Liong meneruskan keterangannya," kata Tan Hui Beng, sementara A Liong kelihatan mengawasi dengan muka bersungut.
'Menurut kata kedua susiok itu tamu yang datang dan yang menjadi adik seperguruan dari pendeta bangsa Biauw itu, ternyata adalah Toat beng sim atau si iblis penyebar maut, yang terkenal ganas dan kejam.. ."
(Cong Keng Hok berdua Ong In Thian kelihatan kaget, waktu mendengar A Liong menyebut tentang si iblis penyebar maut, sedangkan Tan Hui Beng diam diam sedang memikirkan sesuatu)
"....dikatakan pula, bahwa pernah terjadi sipendeta suku bangsa Biauw itu memberikan nasihat atau peringatan kepada Toat beng sim, akan tetapi segala nasihat baik itu tak dihiraukan, sampai kemudian Toat beng sim katanya jadi menggabungkan diri dengan pihak berandal diatas gunung yang letaknya tidak terlalu jauh terpisah dengan kuil itu, sehingga Lie susiok berdua Bu susiok yang banyak mengetahui tentang si iblis penyebar maut maka pada suatu hari mereka mendatangi rumah seorang pejabat kepolisian yang katanya bernama Yap Seng Lim.."
A Liong berhenti sebentar. Sepasang matanya yang sejak tadi mengawasi Tan Hui Beng, sekarang dia perlihatkan gaya seperti mengejek akan tetapi Tan Hui Beng berlaku tenang tidak menghiraukan.
"Pejabat polisi Yap Seng Lim sebenarnya adalah seorang Purnawirawan dikalangan rimba persilatan, yang luas hubungan dan banyak kenalannya. Dia memang sedang mendapat tugas dari pejabat pemerintah setempat, untuk menyelidik dan mencari jejak sekawanan berandal yang pernah merampas barang kiriman pejabat pemerintah itu, sehingga keterangan yang diberikan oleh Lie susiok berdua Bu susiok tentang si iblis penyebar maut yang katanya sudah bergabung dengan kawanan berandal, sesungguhnya merupakan suatu keterangan yang sangat berharga, karena Yap seng Lim yakin bahwa pihak berandal yang dimaksud adalah pihak berandal yang telah merampas harta atasannya.. ,"
'..akan tetapi agaknya Yap Seng Lim ini merasa gentar dengan si iblis penyebar maut, yang katanya ganas kejam serta mahir ilmu silatnya, sehingga untuk mendatangi atau menyerang pihak berandal, Yap Seng Lim merasa yakin tidak akan berhasil kalau hanya mengerahkan tentara negeri, dan dia lalu memutuskan hendak meminta bantuan tenaga dari pihak pendekar yang pernah dikenalnya."
"Adalah merupakan hal yang kebenaran bahwa diantara para pembantunya Yap Seng Lim terdapat dua orang bekas pegawai Tin wan piauwkiok, mereka adalah Lok Sun Goen dan Sim Sui Hin dan atas saran kedua pembantunya ini, maka Yap Seng Lim memerintahkan mereka berdua mengundang twa to Go Bun Heng, si golok maut dari See gak hun kunbun golongan huruf Heng, Pui lui cui Lie Thian Pa, sitangan geledek; dan Kwan Teng Liok dari Kwan kok pay.. ."
"Tiga jago muda kenamaan dikalangan rimba persilatan ," Tan Hui Beng berkata seperti menggerutu.
"Benar ! kata orang orang mereka adalah tiga jago muda kenamaan di kalangan rimba persilatan..; ." sahut A Liong dengan nada suara mengejek.
'Dan mereka pasti dapat mengalahkan si iblis penyebar maut.." kata Ong In Thian yang ikut bicara, akan tetapi cepat cepat diputus oleh A Liong :
'Si iblis penyebar maut tidak terkalahkan oleh siapapun juga. Sayangnya pada waktu itu si iblis tidak berkesempatan menghadapi ketiga orang orang yang dikatakan menjadi jago muda kenamaan itu, sebab waktu mereka datang melakukan penyerangan ke markas kawanan berandal, mereka tidak menemukan Toat beng sim, yang kebenaran sedang mempunyai urusan lain...."
'Urusan apakah itu.. !" tanya Tan Hui Beng yang diam diam sedang merangkaikan cerita A Liong dengan cerita yang dia dengarkan dari almarhum Ong Su Gie;
"Urusan dengan pihak hartawan The di kota Po teng !" sahut A Liong, seperti orang lepas bicara, karena terlalu cepat memberikan jawaban itu, tanpa dia pikir lagi,
"Dan mengapa kau katakan si iblis penyebar maut tidak terkalahkan?" Tan Hui Beng menanya lagi nada suaranya seperti orang yang mendesak.
'Sebab Toat beng Sim justeru sedang mencari jejak ketiga orang orang yang dikatakan menjadi jago jago muda kenamaan itu," sahut A Liong tetap seperti tadi, terlalu cepat dia memberikan jawaban seperti dia sedang membendung hawa marah.
"Dan kau belum berhasil menemukan mereka"' desak Tan Hui Beng yang sekarang telah bangun berdiri menghadapi A Liong,
Sejenak si pelayan yang mengaku bernama A Liong berdiri terpesona. Dia terkejut waktu mendengar perkataan Tan Hui Beng, dan tepat pada saat itu dia melihat kesebelah tangan kanan Tan Hui Beng sedang bergerak hendak menjambak mukanya !
Dengan suatu gerak yang gesit dan lincah A Liong melangkah mundur. Akan tetapi waktu dilihatnya tangan Tan Hui Beng terus membayangi mukanya sebab pemuda itu bergerak memakai ilmu 'daun Liu mengikuti tiupan angin' maka A Liong lompat kesamping kanan dengan gerak tipu ikan gabus meletik, membikin tangan Tan Hui Beng tidak mencapai hasil !
"Tan siangkong kau telah menghina seorang kacung.. " teriak A Liong dengan nada suara mengejek.
'Aku tidak menghina seorang kacung akan tetapi aku menghina si iblis penyebar maut yang sedang menyamar sebagai seorang kacung..!" sahut Tan Hui Beng yang menyudahi perkataannya dengan suatu serangan bu siong pa houw atau Bu siong memukul macan.
Dengan gerak tipu hong hong tam tiauw atau burung hong manggut, maka dengan menundukkan kepalanya, A Liong berhasil menghindar dari suatu pukulan tadi, lalu dengan gerak 'poan-liong jiauw-po' atau naga bertindak, maka sekali lagi dia lompat menyamping sambil dia mengirim serangan mengarah perut, dan dia sambil memaki.
"Tan siangkong! kau telah menuduh dan memfitnah seseorang.. . !"
Segala yang terjadi itu berlangsung dengan sangat cepatnya, sehingga tidak mungkin dapat dicegah oleh Cong Keng Hok sementara Ong In Thian kelihatan berdiri terpesona.
Dan segala gerak serangan yang dilakukan oleh A Liong; telah menambah keyakinan Tan Hui Beng, bahwa dia sedang berhadapan dengan si iblis penyebar maut atau si manusia muka seribu, yang saat itu sedang menyamar sebagai si pelayan yang bernama A Liong.
Adalah pada saat terdengar teriak suara Cong Keng Hok yang bermaksud mencegah terjadinya perkelahian, sehingga sejenak Tan Hui Beng menjadi ragu ragu dengan cegahan pihak tuan rumah dan mengakibatkan A Liong sempat mengeluarkan dua senjata rahasia yang dia lontarkan kearah Ong In Thian berdua Cong Keng Hok.
Pemuda Ong In Thian sempat berkelit menghindar, akan tetapi Cong Keng Hok yang sudah tua usianya serta tidak mengerti ilmu silat, telah menjadi sasaran terkena senjata rahasia itu yang membenam dibagian dada sebelah kiri mengakibatkan dia merasa gelap mata dan rubuh pingsan.
Ong In Thian berdua Tan Hui Beng mendekati orang tua itu, sedangkan A Liong Iompat menghilang.
'Hiantee, kau berikan obat ini pada Cong pakhu, aku hendak mengejar si iblis itu ...!' kata Tan Hui Beng sambil dia memberikan sebotol kecil obat bubuk, setelah itu dia menghilang mengejar A Liong atau si iblis penyebar maut.
Waktu Tan Hui Beng kembali tanpa hasil, maka dilihatnya Cong Keng Hok telah sadarkan diri, dan lukanya sudah dibalut sementara orang tua itu sedang memberitahukan kepada Ong ln Thian, bahwa sesungguhnya dia tidak pernah menduga tentang A Liong yang pandai ilmu silat, terlebih tentang A Liong adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut, dan yang telah melakukan pembunuhan terhadap empat orang pegawainya, bahkan juga Ong Su Gie ikut menjadi korban !
Disaat Ong In Thian sedang mencuci senjata rahasia Tok liong teng (paku naga beracun) yang hampir merenggut nyawa Cong Keng Hok; maka pada saat itu mereka dikejutkan dengan adanya seorang pelayan yang masuk dengan tergesa gesa, membawa berita bahwa rumahnya Ong In Thian sedang terjadi kebakaran.
Tanpa sempat pamitan Ong In Thian berdua Tan Hui Beng keluar meninggalkan rumah Cong Keng Hok. Akan tetapi waktu mereka tiba, mereka mendapatkan api sudah berhasil dipadamkan oleh para tetangga, akan tetapi ibunya Ong In Thian tewas terkena paku naga beracun, sedangkan jenazah Ong Su Gie yang belum dimakamkan, hangus kena terbakar !
Ong In Thian menangis sampai lupa diri dia bersumpah akan membalas dendam, sehingga setelah selesai mengurus makam ibunya berikut sisa tulang tulang ayahnya yang berhasil dia kumpulkan, maka Ong In Thian mengikuti Tan Hui Beng berkelana, mencari jejak musuh sambil dia tidak lupa membawa dua batang paku naga beracun (tok liong teng) yang sengaja dia kalungkan di lehernya.
Demikian sejak saat itu Tan Hui Beng berdua Ong In Thian tidak bosan bosan mencari jejak si iblis penyebar maut dan Tan Hui Beng masih meneruskan usahanya itu, meskipun dikemudian hari Ong In Thian tewas ditangan si iblis penyebar maut dan Tan Hui Beng menjadi seorang pendeta dengan nama Hui beng siansu, bahkan pernah bertemu serta bahu membahu dengan Lie Hui Houw, untuk mengganyang si iblis penyebar maut.
Sekarang dan selagi bahu membahu menghadapi kepungan pihak tentara negeri, maka Le Hui Houw merasa kagum dengan sikap tenang dari seorang pendeta ini yang bahkan tetap kelihatan tenang meskipun mengetahui kereta yang berisi Lie Hong Giok sedang dibawa kabur, sambil dikejar oleh Cie in suthay.
"Mari kita susul mereka . !" ajak Hui beng siansu sambil dia mendampingi Lie Hui Houw, lalu keduanya mengerahkan ilmu lari cepat buat menyusul kereta yang dibawa kabur.
Ada kesempatan buat Lie Hui Houw menguji ilmu lari cepat pendeta yang selalu diagungkan oleh Cie in suthay itu, dan pemuda ini mulai percepat larinya, juga Hui beng siansu ikut menambah kecepatan larinya, buat dia tetap mendampingi Lie Hui Houw.
Sekali lagi Lie Hui Houw menambah kecepatan larinya juga pendeta Hui beng siansu menambah dan menambah lagi memakai ilmu Liok tee hui beng, sehingga Lie Hui Houw benar benar bagaikan terbang diatas rumput akan tetapi Hui beng siansu selalu berada disisi pemuda itu sehingga diam diam Lie Hui Houw merasa sia sia belaka dia mengambil alih gelar si "macan terbang".
Ada sekelompok tentara yang bergegas hendak menghadang kedua orang yang sedang "terbang itu. Kelompok tentara ini adalah orang orang yang tadi mengejar Cie in suthay; akan tetapi mereka tidak sanggup mencapai maksud mereka; sebab Cie in suthay lari dengan kecepatan maksimal.
Kelompok tentara itu kemudian saling menyisih terpencar, waktu Lie Hui Houw berdua Hui beng siansu bagaikan hendak menerjang mereka. Dan kedua orang yang sedang berlomba lari tidak ada lagi yang berani merintang atau menghadang; sampai mereka berhasil mengejar kereta bertenda itu akan tetapi Lie Hui Houw tidak melihat adanya Cie in suthay, sedangkan kereta berkuda itu dikendalikan oleh seorang setengah tua berpakaian seperti orang petani.
Lie Hui Houw lompat ketempat sais dengan lagak hendak memukul; akan tetapi Hui beng siansu yang ikut lompat disisinya mencegah dan berkata :
'Sabar, Lie ciangkun, sais itu adalah kawan kita ."
Lie Hui Houw batal memukul dan terduduk disisi sais itu, sedangkan disisi sebelah Lie Hui Houw ikut duduk Hui beng siansu, sehingga bertiga mereka duduk ditempat sais saling berhimpit sikap bergerak dengan Lie Hui Houw yang duduk disebelah tengah.
'Mana Cie in suthay.. ?" akhirnya tanya Lie Hui Houw bagaikan pada dirinya sendiri dan Hui beng siansu menjawab seenaknya seperti dia sudah mengetahui.
"Cie in suthay duduk didalam kereta menemani Lie kouwnio dan teman kita yang jadi sais ini adalah Ciu Tong.. "
"Ciu Tong" bukankah dia adalah si iblis penyebar maut.. "' Lie Hui Houw memutus perkataan Hui beng siansu sambil mengawasi muka Ciu Tong dan Ciu Tong ikut mengawasi dia dengan muka tegang karena merasa marah.
"Enak saja kau menuduh orang,.. !" Ciu Tong berkata akan tetapi sepasang tangannya tetap memegang kendali kuda kereta.
"Akan tetapi si iblis justeru menyamar sebagai ujut kau ,, ' sahut Lie Hui Houw juga seenaknya dia bicara.
Ciu Tong mencelat tinggi ke angkasa melepas tali kendali membiarkan kereta meluncur dibagian bawah tubuhnya, lalu dia hinggap dan masuk kedalam kereta lewat bagian belakang dengan meraih tenda kereta.
Lie Hui Houw cepat cepat meraih tali kendali menggantikan Ciu Tong menjadi sais sedangkan Hui beng siansu lalu berkata: "Sebenarnya apa yang sudah terjadi ."
Lie Hui Houw ceritakan pengalamannya dan mengatakan si iblis penyebar maut yang juga telah menyamar sebagai Ciu Tong.
"Akh! sudah dua kali si iblis menyamar sebagai Ciu hiantee, yang pertama kali bahkan si iblis telah membunuh It tin hong Khouw Cie Ya, akan tetapi kejadian itu cepat diketahui oleh Ang ie liehiap Lee Su Nio serta rombongannya, yang sebenarnya sedang melakukan perjalanan bersama sama, akan tetapi semuanya kena ditipu oleh si iblis penyebar maut."
Ciu Tong sebenarnya adalah salah seorang dari lima dedengkot partai Boe tong, akan tetapi Ciu Tong "ogah" jadi pendeta; dia lebih senang hidup sebagai petani yang bukan sembarang petani, sebab dia memang tidak pernah memegang pacul dan tidak pernah mengolah ladang, sebaliknya dia habiskan waktunya untuk berkelahi dan minum arak kalau sedang menganggur.
Banyak teman teman Ciu Tong yang memberikan nasihat supaya Ciu Tong jangan terlalu banyak minum arak akan tetapi Ciu Tong tidak dapat mengurangi kebiasaannya itu, sebab dia menganggap arak justeru menjadi obat buat dia melupakan kenangan lama, suatu pengalaman pahit yang dia alami bersama sama rekannya; orang orang Boe tong pay.
Sehabis ikut dalam aksi mengganyang markas kegiatan si iblis penyebar maut, maka Hui beng siansu berpisah dari sahabatnya; akan tetapi pada suatu hari Ciu Tong datang menemui dia, berkata dengan marah marah sebab si iblis penyebar maut sudah meuyamar menjadi si petani gadungan itu bahkan sudah membunuh it tin hong Khouw Cie Ya.
"Aku bisa konyol, sebab teman teman bisa menuduh aku orang sinting yang sudah membunuh temannya sendiri. ."kata Ciu Tong yang menyudahi laporannya kepada Hui beng siansu.
"Akan tetapi, bukankah si iblis sudah mati " tangan hiantee sendiri ikut membinasakan dia.." sahut Hui beng siansu sambil dia berpikir.
'Memang, akan tetapi waktu itu kau tidak ikut turun tangan, jadi si iblis sekarang hidup lagi' sahut Ciu Tong seenaknya, tidak dengan nada bergurau.
'Bukan itu soalnya, akan tetapi kita pasti sudah kena tipu dia lagi. Dia sempat lari sambil menyamar, tetapi waktu kita mengganyang markas kegiatannya, dan menempatkan seseorang lain buat menggantikan ujutnya; sehingga seseorang itu yang kita binasakan ..." sahut Hui Beng siansu.
"Persetan dengan tipu muslihatnya. Yang penting sekarang kita harus cari dia ...!" kata Ciu Tong dengan hati membara dan berhasil dia mengajak Hui beng siansu ngebelangsak lagi mencari jejak si iblis penyebar maut yang mereka ketahui sedang menyamar sebagai koay lo jinkee; atau si kakek bongkok yang aneh.
Sebagai hasil dari perjalanan mereka berdua, banyak bukti bukti yang mereka dapatkan tentang keganasan si iblis penyebar maut dalam penyamarannya sebagai ujut si kakek yang aneh dan menamakan diri sebagai Kui-mo ong atau biang hantu jejadian.
Bukti bukti yang diperoleh kedua tokoh kesamaan ini, antara lain bahkan merupakan sebungkusan pakaian milik pemuda Cin Bian Hui, yang mereka peroleh dari pengurus rumah penginapan bekas Cin Bian Hui berdua Lie Hong Giok menginap, dan pengurus rumah penginapan itu memberikan keterangan, bahwa mereka menemukan mayat Cin Bian Hui membusuk didalan lubang sumur, serta mereka menemukan sebuah lencana bergambar Kui mo ong, didekat mayat itu. Padahal tiga hari sebelumnya pemuda itu datang bersama seorang dara cantik yang bernama Lie Hong Giok yang kemudian pergi seorang diri tanpa diketahui kemana tujuannya.
"Kini jelas sudah urusannya, Lie Hong Giok..' kata Cie in suthay, ketika mereka beristirahat dan membahas persoalan itu.
'Kasihan Lie kouwnio yang kena gangguan penyakit jiwa..." Ciu Tong ikut bicara sedangkan didalam hati dia tambah memaki si iblis penyebar maut yang sudah menodai Lie Hong Giok dan memaki lagi sebab untuk yang kedua kalinya si iblis sudah menyamar meminjam ujut mukanya !
"Suthay hendak membawa Lie kouwnio ke kuil Cui gwat am, aku yakin gurumu dapat menyembuhkan penyakitnya dan kalau suthay tidak keberatan kami ingin menyertai suthay sebab aku kepingin sekali bertemu dengan gurumu..;" kata Hui beng siansu kepada Cie in suthay.
Bhiksuni yang muda usia itu bersenyum manis, lalu dia berkata,
"Sudah tentu pin nie tidak keberatan, akan tetapi hendaklah jie wie ketahui kuil Cui gwat am tidak menerima kunjungan kaum laki laki.."
Hui beng siansu ikut bersenyum lalu dia berkata lagi :
"Akan kita Iihat nanti semoga suthay tidak mendapat teguran karena membawa kami menghadap kepada gurumu.."
Sekali lagi Cie in suthay bersenyum dan mereka lalu meneruskan perjalanan mereka.
Dikota Hong yang; Lie Hui Houw memisah diri hendak menemui Cin Siao Yan yang menunggu di rumah si naga sakti Louw Sin Liong sedangkan rombongan Cie in suthay yang tiba di kuil Cui gwat am, ternyata sudah ditunggu oleh Tok pin nie Bok lan siancu diluar pintu kuil itu, sedangkan pintu kuil kelihatan ditutup rapat.
Biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu berlutut memberi hormat, juga Hui beng siansu dan Ciu Tong ikut memberi hormat kepada bhiksuni tua yang sakti ilmunya itu, sementara Bok lan siancu lalu memerintahkan muridnya memberikan sebutir obat pulung buat Lie Hong Giok, yang maksudnya mencegah supaya Lie Hong Giok jangan jadi hamil lagi setelah itu baru perempuan sinting itu dibolehkan dibawa masuk ke dalam kuil oleh Cie in suthay, sedangkan Bok lan siancu mengajak Hui beng siansu berdua Ciu Tong bukan memasuki kuil Cui gwat am, akan tetapi justeru meninggalkan kuil itu.
Cie in suthay yakin bahwa gurunya mempunyai sesuatu urusan dengan Hui beng siansu, dan biarawati yang muda usia ini memang mengetahui bahwa gurunya memiliki ilmu yang dapat mengetahui kejadian kejadian yang bakal datang seperti kepergian Cie-in suthay ke kota raja, memang sudah direncanakan buat membantu Lie Hui Houw yang sedang menunaikan tugas dari gurunya.
Teringat dengan pengalamannya yang mendampingi pemuda perkasa itu, maka Cie in suthay jadi teringat juga dengan dara manja Cin Siao Yan.
Biarawati yang masih muda usia itu mengetahui bahwa Cin Siao Yan jatuh cinta terhadap si "macan terbang", tanpa menghiraukan beda usia, sebab waktu itu Lie Hui Houw sedang menyamar menjadi laki laki bekas orang hukuman yang usianya sudah lebih dari empat puluh tahun.
Kini Lie Hui Houw kembali sebagai seorang pemuda tampan dan gagah, bagaimana gerangan sambutan Cin Siao Yan terhadap orang yang dia cintai itu "
(Cintanya pasti tambah menggelora.. . ') Cie in suthay memberikan jawaban didalam hati, akan tetapi mengapa Lie Hui Houw justeru lari dan menjauhi diri" apakah pemuda itu tidak mencintai dara yang menyintai dirinya itu "
('kurang ajar pemuda itu ....') maki Cie in suthay dalam hati dan dia cepat cepat menyusul kepergian pemuda tampan yang perkasa itu yang hendak dia paksa supaya kawin dengan Cin Siao Yan yang sengaja dia ajak mengejar Lie Hui Houw.
"Suthay, mengapa kau paksa aku mengawini dia.. . ?" tanya Lie Hui Houw waktu berhasil mereka kejar.
"Dia mencintai kau setengah mati, sebaliknya kau tidak menghiraukan dia, apakah kau mau menjadikan dia seorang perempuan sinting yang kehilangan cinta.. ?" sahut Cie in suthay yang ngomel ngomel.
Lie Hui Houw kelihatan tidak senang dengan perkataan biarawati yang muda usia itu dan dia berkata lagi :
'Suthay, tahukah kau dengan arti cinta."
"Mengapa tidak...."!" sahut Cie in suthay dengan suara tegas, akan tetapi dia cepat berubah merah mukanya, sedangkan di dalam hatinya buru buru dia menyebut "o-mie to hud".
Sementara itu Lie Hui Houw jadi ngomel ngomel waktu dia berkata lagi.
"Nah, cintaku tidak bisa dijual.. . !"
"Siapa kesudian membeli cintamu.. ?" Cie in suthay masih membangkang, akan tetapi selekas itu juga dia harus menyebut lagi 'o mie to hud" didalam hati,
"Cintaku sudah kuberikan kepada lain orang.. . !" makin sengit Lie Hui Houw jadinya.
"Aku tidak perduli! kalau perlu akan kubunuh orang yang mengambil cintamu itu. . !" sekali lagi Cie in suthay harus menyebut "o mie to hud", tetap cuma didalam hati.
"Akan tetapi, aku justeru cinta padamu...!" Tiga kali lagi Cie in suthay harus menyebut 'o mie to hud' didalam hati; setelah itu dia jatuh seperti orang pingsan. Biarawati yang masih muda usia dan yang cantik jelita itu jatuh kedalam kolam kembang teratai, tanpa ada Lie Hui Houw berdua Cin Siao Yan, sebab dia cuma melamun seorang diri!
000 O-dwkz-hend- ooo
DILUAR TAHU Cie in suthay, urusan yang membikin Bok lan siancu meninggalkan kuil Cui gwat am bersama Hui Beng siansu dan Ciu Tong justeru adalah urusan yang mengenai pedang ceng liong kiam.
Dahulu kala, pedang itu dijadikan semacam barang pusaka oleh persekutuan Ceng liong pang sedangkan pedang itu ada sepasang yang kemudian digunakan oleh si macan terbang dan oleh si burung Hong akan tetapi ketika si macan terbang dijadikan orang tawanan oleh pihak kaum penjajah bangsa Mongolia, maka pedang yang berada pada si macan terbang itu telah disita dan dikirim ke istana kerajaan bangsa Mongolia, juga pedang yang berada di tangan si burung Hong, dengan lain cara dapat 'disita' oleh pihak pemerintah penjajah, sehingga sepasang pedang itu berkumpul lagi dan disimpan lagi didalam istana kerajaan bangsa Mongolia.
Akan tetapi menjelang saat saat keruntuhan pemerintah penjajah, waktu itu rakyat jelata merasa sangat tertindas ; sering kali terjadi wabah lapar karena tekanan tekanan dari pihak pemerintah penjajah, baik didalam melaksanakan berbagai macam peraturan yang sebenarnya simpang siur, maupun dengan cara memungut pajak yang diluar kemampuan rakyat.
Di beberapa tempat terdapat kota kota yang mati, sepi dari perdagangan dan beberapa desa yang tandus, tidak ada tumbuhan atau tanaman. Yang banyak terdapat adalah kawanan perampok yang melakukan keganasan menambah penderitaan rakyat yang lemah.
Kawanan perampok yang merajalela waktu itu, sebenarnya dapat dipisahkan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah kaum perampok yang benar benar merupakan perampok yang ganas, merampok dan membunuh, tidak perduli rakyat jelata yang hidupnya sudah penuh derita. Dan golongan kedua adalah kaum perampok berbudi. Mereka ini hanya merampok orang orang kaya yang kejam atau pembesar negeri; lalu hasil mereka merampok tak sayang sayang mereka gunakan buat menolong rakyat jelata yang sedang menderita.
Dibukit pegunungan Cin nia waktu itu dikuasai oleh 5 orang orang gagah yang menyusun suatu barisan perampok yang sangat ditakuti orang. Kelima orang orang gagah itu dikenal dengan nama Cin san ngo liong atau lima naga dan gunung Cin san. Mereka terdiri dari Toa liong tauw Kwee Tian Peng, jie liong tauw Ngo Hoan Eng: sam liong tauw Lie Bok Seng, su liong tauw Cia Keng Jie dan ngo liong tauw Tang Han Cin,
Kian hari kesatuan mereka kian bertambah anggotanya, karena banyaknya rakyat jelata yang tidak mempunyai pencarian, akhirnya memilih pekerjaan sebagai perampok.
Orang orang yang biasa melintasi daerah pegunungan Cin san sudah tidak banyak lagi sebab mereka telah mendengar perihal adanya gerombolan perampok yang sangat ditakuti itu. Rombongan para pengusaha pengangkutan selalu harus membayar semacam upeti atau iuran, kalau hendak melintasi daerah pegunungan Cin san, sedangkan para piauwsu bahkan tidak ragu ragu meminta bayaran dari orang orang yang sengaja hendak jalan berbareng dalam satu rombongan dengan para piauwsu itu.
Oleh karena keadaan lalu lintas semakin hari menjadi semakin sepi, maka pendapatan para perampok diatas gunung Cin san menjadi kian berkurang, sedangkan biaya yang mereka perlukan untuk perbekalan pangan dsb, justeru kian bertambah, maka Cin san ngo liong kemudian menyusun rencana kerja merampok ditempat yang jauh terpisah dari gunung Cin san, dan pekerjaan itu mereka atur secara bergilir dan terdiri dari lima rombongan.
Pada suatu hari adalah menjadi giliran rombongan ngo liong tauw Tang Han Cin untuk melakukan perampokan. Rombongan yang terdiri dari duapuluh orang itu telah melakukan perjalanan selama tiga hari, akan tetapi mereka belum memperoleh hasil sampai kemudian mereka menemukan suatu peristiwa percobaan perampokan yang sedang dilakukan oleh serombongan para pengemis terhadap suatu iringan kereta piauw yang dipimpin oleh seorang piauwsu tua, akan tetapi kelihatannya lihay ilmu silatnya.
Dikalangan para pengemis yang sedang berusaha merampok itu, kelihatan sudah banyak yang menjadi korban tewas atau luka, demikian juga terhadap korban dari rombongan para pengawal kereta piauw. Akan tetapi pertempuran masih terus berlangsung dan piauwsu tua itu kelihatan dikepung oleh lima orang pengemis yang juga mahir ilmu silatnya.
Cin san ngo liong tauw Tang Han Cin segera menyusun siasat. Diperintahkannya anak buahnya umpatkan diri untuk menunggu tanda perintahnya, sedangkan dia sendiri lalu memacu kudanya dan dengan lagak seorang pendekar, langsung dia memberikan bantuan bagi pihak para pengemis itu: mengepung si piauwsu tua, sampai si piauwsu tua itu tewas terkena golok ngo-liong tauw Tang-Han Cin, yang bahkan terus mengamuk dikalangan para pengawal kereta piauw dibantu oleh para pengemis, meskipun mereka kelihatan agak tidak setuju, sampai habis semua para pengantar kereta piauw terbinasa atau terluka parah.
Merasa telah mendapat bantuan dari ngo liong tauw Tang Han Cin yang mereka tidak kenal, maka pihak para pengemis mengucap terima kasih dan menanyakan nama Tang Han Cin akan tetapi pemimpin kelima dari gerombolan perampok diatas gunung Cin san itu hanya tertawa; dan tidak mau memberitahukan.
Pihak para pengemis itu tidak memaksa, mereka beranggapan bahwa mereka telah bertemu dengan seorang pendekar aneh yang tidak mau diketahui namanya. Sekali lagi mereka mengucap terima kasih, setelah itu mereka mulai mengangkut kereta piauw rampasan dengan sisa tenaga yang ada, sementara yang luka luka telah mereka angkut juga.
Para pengemis itu belum pergi jauh, ketika mereka mendengar pekik suara Cin san-ngo liong tauw Tang Han Cin, lalu serentak mereka disergap oleh rombongan berandal dari gunung Cin san, sementara Tang Han Cin sekali lagi perlihatkan kegagahannya, dan kali ini yang menjadi korban adalah di pihak para pengemis yang benar benar merasa tidak mengerti dengan sepak terjang penolongnya !
Hanya terdapat beberapa orang saja dipihak para pengemis yang berhasil kabur menyelamatkan diri, yang lain semuanya tewas, termasuk orang orang yang sudah terluka parah akibat pertempuran melawan para rombongan piauwsu tadi.
Dengan demikian kereta piauw itu telah diangkut oleh kawanan berandal dari gunung Cin san, untuk dibawa kemarkas mereka.
Ditengah perjalanan itu, sempat Tang Han Cin memeriksa isi kereta yang ternyata adalah miliknya salah seorang pangeran dari pemerintah bangsa Mongolia, isinya banyak terdapat uang emas dan sepasang pedangCeng liong kiam. Suatu hasil kerja yang sangat gemilang, yang benar benar sangat diluar dugaan ngo liong tauw Tang Han Cin sehingga mendatangkan suatu pemikiran yang tidak baik pada diri pemimpin ke lima dari kawanan berandal itu, yang hendak memiliki sepasang pedang Ceng liong kiam buat pribadinya sendiri.
Demikian waktu malam harinya rombongan ini beristirahat disuatu tempat yang belukar, maka ngo liong tauw Tang Han Cin telah menyisihkan sejumlah besar uang mas berikut sepasang pedang Ceng liong kiam, yang kemudian dia pendam didekat sebuah pohon.
Esok paginya rombongan perampok itu menemukan pemimpin mereka sedang rebah dengan tubuh gemetar dan tubuhnya terasa panas, menandakan ngo liong tauw Tang Han Cin sedang menderita penyakit demam yang parah.
Hal ini sebenarnya adalah menjadi siasatnya Tang Han Cin. Dengan mengerahkan ilmu tenaga dalam, dia berhasil membikin tubuhnya gemetar seperti orang yang menggigil sementara peluh membasahi muka dan tubuhnya, sehingga terasa panas bagi orang yang memegangnya.
Kemudian kepada rombongannya itu; Tang Han Cin mengatakan bahwa pada pertempuran melawan para pengemis dia terkena suatu serangan tenaga dalam, dan dia memerintahkan untuk semua rombongannya meneruskan perjalanan mereka menuju keatas gunung Cin san, untuk mengabarkan kepada ke empat pemimpin mereka.
Dua anggota gerombolan yang hendak perlihatkan kesetiaan mereka, mengatakan hendak menunggu dan merawat ngo liong tauw-Tan Han Cin, sedangkan yang lain lalu meneruskan perjalanan mengangkut kereta piauw menuju keatas gunung Cin san.
Setelah lewat beberapa hari, maka ditempat belukar itu telah datang jie liong tauw Nio Hoan Eng dan su liong tauw Cia Keng Jie, dengan diantar oleh dua orang anggota berandal yang menjadi anak buahnya Tang Han Cin.
Akan tetapi, ditempat itu mereka hanya menemukan sisa mayat dari kedua orang yang menemani Tang Han Cin; sementara ngo liong tauw Tang Han Cin hilang tidak diketahui jejaknya sehingga pihak yang mencari telah menduga bahwa ngo liong tauw Tang Han Cin telah ditangkap, entah oleh pihak pemerintah penjajah atau oleh pihak para piauwsu atau oleh pihak para pengemis yang merasa dirugikan.
Setelah lewat beberapa waktu setelah terjadinya peristiwa itu, maka tersiar suatu berita tentang isi kereta piauw yang dirampas, yang katanya terdapat sepasang pedang ceng liong kiam, disamping adanya barang barang permata dan uang emas yang tidak ternilai harganya !
Keempat naga yang menjadi pemimpin perampok diatas gunung Cin san menjadi sangat terkejut. Tidak pernah mereka melihat adanya pedang ceng liong kiam pada kereta piauw yang mereka terima, sebagai hasil kerja ngo liong tauw Tang Han Cin.
Toa liong tauw Kwee Thian Peng mulai merasa curiga terhadap hilangnya Tang Han Cin. Mungkin ngo liong tauw Tang Han Cin sengaja menghilang, karena hendak memiliki sepasang pedang pusaka itu untuk dirinya sendiri, demikian dengan sejumlah permata dan uang emas yang tidak terdapat didalam kereta rampasan itu.
Sam liong tauw Lie Bok Seng tidak sependapat dengan kecurigaan Toa liong tauw Kwee Thian Peng, akan tetapi dia kalah suara karena Jie liong tauw Nio Hoan Eng dan su-liong tauw Cia Keng Jie berada dipihak toa liong tauw Kwee Thian Peng. Akhirnya diambil keputusan untuk mereka, untuk melakukan penyelidikan tentang jejak ngo liong tauw Tang Han Cin, disamping mereka tak menghentikan kegiatan mereka sebagai perampok diatas gunung Cin san. Maka sekali lagi mereka mengadakan pembagian tugas secara bergilir. Pertama kali yang akan mengadakan penyelidikan adalah toa liong tauw Kwee Thian Peng, untuk jangka waktu sebulan.
Untuk melakukan penyelidikan mencari jejak Tang Han Cin, maka toa liong tauw Kwee Tian Peng menyamar menjadi seorang hartawan, dan melakukan perjalanan dengan diantar oleh dua orang bekas anak buahnya Tang Han Cin. Masing masing bernama Ong Toa dan Ouw Sam.
Sekali lagi mereka mendatangi tempat belukar bekas terjadinya ngo liong tauw Tang Han Cin ditinggalkan, karena katanya sedang menderita sakit. Kemudian mereka mendatangi tempat bekas terjadinya peristiwa perampasan kereta piauw dan langkah penyelidikan itu menuntun toa liong tauw Kwee Thian Peng mengunjungi Tay wie piauwkiok perusahaan pengangkutan yang dahulu mendapat tugas mengirim kereta piauw yang berisi pedang 'ceng liong kiam' itu. Tay wie piauwkiok berkedudukan dikota Tay ciu, akan tetapi perusahaan itu sudah ditutup oleh pihak pejabat pemerintah setempat yang bahkan telah menahan semua anggota keluarga pengurus Tay wie piauwkiok sebagai jaminan sampai pihak perusahaan itu mengganti nilai kiriman yang hilang dan mengembalikan pedang 'ceng liong kiam".
Satu satunya orang piauwkiok yang tidak ditahan adalah Wie Keng Siang, bekas pemimpin perusahaan yang diharuskan bertanggung jawab atas kehilangan barang barang yang telah dirampas oleh pihak penjahat.
Usia Wie Keng Siang waktu itu sudah mencapai empat puluh tahun atau lebih sedikit. Dia adalah seorang ahli waris tunggal dari ilmu silat golok Marga Wie yang tidak pernah dikembangkan kepada pihak luar, akan tetapi Wie Keng Siang ini mempunyai sahabat yang bernama Liauw Pek Jin, dan Liauw Pek Jin ini sangat gemar mengumpulkan dan mencangkok berbagai macam ilmu silat golok, sampai kemudian Liauw Pek Jin ini menamakan ilmu silat golok ciptaannya itu "See gak hua kunbun", atau ilmu silat gabungan dari Pasir putih.
Dalam usahanya mencari pihak penjahat yang telah merampas kereta piauw yang menjadi tanggung jawabnya, maka Wie Keng Siang memerlukan mengunjungi desa Pek see cung, atau desa pasir putih yang letaknya di seberang sungai Tiang kang.
Ternyata desa pasir putih itu hanya merupakan suatu perkampungan kecil, yang penduduknya terdiri dari dari belasan rumah, yang dibangun tidak secara berkelompok, akan tetapi saling terpisah cukup jauh.
Untuk mencapai rumah sahabatnya itu Wie Keng Siang harus melintasi jalan daerah pegunungan yang sunyi dan yang tidak mudah dicapai oleh setiap orang sampai kemudian dia sampai disebuah rumah dengan pekarangan yang sangat besar dan luas, penuh dengan berbagai macam tanaman.
Dengan langkah kaki yang perlahan, Wie Keng Siang mendekati halaman rumah sahabatnya itu sampai kemudian dia hentikan langkah kakinya, sebab didalam halaman itu dia melihat ada lima bocah yang sedang berlatih ilmu silat golok.
Disuatu saat Wie Keng Siang berdiri terpesona karena menyaksikan bocah bocah itu sedang memainkan jurus jurus ilmu silat golok Marga Wie. Ada beberapa bagian dari jurus jurus ilmu silat golok itu yang dilihat agak kacau, atau menyimpang dari ketentuan yang dia ketahui, dari itu Wie Keng Siang tak kuasa menahan diri, dan dia muncul dengan perdengarkan suara tertawa, lalu dia berkata :
"Ha ha ha ! kalian telah membuat beberapa kesalahan.. !"
Sebenarnya waktu itu Wie Keng Siang sedang berduka hati karena semua keluarganya sedang ditahan oleh pihak pejabat pemerintah setempat, akan tetapi dia dapat tertawa sebab melihat bocah bocah itu berlatih. Didalam hati dia memuji sahabatnya, Liauw Pek Jin, yang sekali melihat dan mendapat sedikit penjelasan, telah berhasil memiliki ilmu silat golok Marga Wie, bahkan telah berhasil mengajarkan kepada murid muridnya, meskipun terdapat sedikit kesalahan-kesalahan atau menyimpang dari ketentuan.
Kampung Setan 9 Golok Naga Kembar Karya Hong San Khek Cinta Bernoda Darah 14
^