Pencarian

Lentera Maut 12

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 12


"Liang ko, apakah kau masih merasa kedinginan....?" tanya Tang Lan Hua yang berteriak dari dalam kolam air panas itu.
"Sudah tidak terlalu dingin,... , !" sahut pemuda Lie Cong Liang, juga sambil berteriak, akan tetapi dia masih meneruskan 'tariannya' buat mengurangi rasa dingin.
"Liang ko, kau lucu sekali..;,!" teriak lagi Tang Lan Hua yang sengaja berlaku jenaka, supaya dapat mengurangi derita pemuda kekasihnya.
"Apanya yang lucu.?" tanya Lie Cong Liang tetap berteriak dan tetap sambil dia menari.
"Kau seperti Sun go kong yang lagi menari.,!" sahut Tang Lan Hua yang menyertai tawa.
oo^dwkz OhendObbsc ^oo
"HA HA ha.,!" Lie Cong Liang ikut tertawa, tanpa dia menambahkan dengan kata kata.
Masih beberapa jam lagi diperlukan buat menyembuhkan sepasang kaki Tang Lan Hua yang waktu itu sedang merendam ditelaga sumber air panas. Untuk girangnya, dara yang bernasib malang itu mulai merasakan adanya semacam aliran hangat pada sepasang kakinya. Dia yakin darah sedang usaha mendesak atau menerobos otot otot pada sepasang kakinya yang sudah lama membeku. Segera dia berteriak memberitahukan pemuda kesayangannya dan pemuda Lie Cong Liang ikut jadi kegirangan, sampai dia menambah gerak tariannya. Akan tetapi, rasa girang sepasang insan muda mudi itu tidak berlangsung lama; sebab mendadak saja dibagian luar dinding es terdengar suara dari banyak orang orang yang sedang mendatangi!
Itulah rombongannya dara manja Kwee In Hong dan Nio Hoan Houw, yang berhasil mengikuti jejak sepasang buronan mereka.
Pemuda Lie Cong Liang cepat cepat lompat keluar dari dalam ruangan dinding es dan merintang, sehingga terjadi pertengkaran antara dia dengan dara manja Kwee In Hong.
"... Kwee kouwnio, harap kau bersikap jantan untuk menunggu sampai Tang kouwnio sembuh dari penyakitnya, setelah itu terserah kalau kalian hendak bertempur..." antara lain terdengar kata pemuda Lie Cong Liang, yang berusaha merintangi niat dara manja Kwee In Hong yang hendak menerobos mengajak rombongannya memasuki ruangan dinding es.
"Ha ha ha, aku justeru bukan jantan buat apa aku harus bersikap jantan...!" sahut Kwee In Hong yang menyertai tawa mengejek, dan dia bahkan langsung menyerang Lie Cong Liang yang tetap berusaha merintang.
Pemuda Lie Cong Liang siapkan pedangnya dan menangkis, sementara kesempatan itu telah dipergunakan oleh dua orang pengawalnya yang menerobos masuk, bahkan hendak langsung memasuki ruangan tempat Tang Lan Hua yang masih merendam ditelaga air panas akan tetapi secepat itu pula pemuda Lie Cong Liang berteriak:
"Kalian akan mati beku, kalau kalian berani memasuki ruangan itu..,!" demikian teriak Lie Cong Liang itu yang berhasil membatalkan niat kedua orang orang itu dan kedua orang orang itu kemudian ikut mengepung Lie Cong Liang atas perintah Kwee In Hong bahkan Nio Hoan Houw ikut mengepung dengan mengajak rombongannya.
Didalam telaga tempat sumber air panas; Tang Lan Hua menjadi gelisah dan berteriak teriak.
"Hey! kalian jangan bertempur, aku berada disini. Kalian boleh masuk menangkap aku..!" demikian teriak Tang Lan Hua, akan tetapi tidak ada orang yang menghiraukan teriak suaranya, sebab mereka memang sudah mengetahui bahwa tempat itu tidak mungkin mereka masuki tanpa memegang batu hitam 'ouw liong ta'.
Pemuda Lie Cong Liang mengetahui bahwa dara tambatan hatinya sedang merasa gelisah dan cemas, karena melihat dia dikepung oleh sekian banyaknya lawan, dari itu dia balas berteriak, supaya kekasihnya berlaku tenang.
"Lan moay! harap kau tenang dan jangan kau tinggalkan tempatmu. Sebentar lagi kau pasti akan sembuh dan sementara ini kau saksikan aku mengusir mereka...!"
Sudah tentu dara manja Kwee In Hong jadi bertambah marah waktu dia mendengar perkataan pemuda itu, atau yang sebenarnya sudah menjadi adik iparnya. Dara manja ini juga merasa iri hati karena nada suara Lie Cong Liang terdengar sangat mesra; penuh rasa kasih sayang terhadap Tang Lan Hua !
"Penghianat ! kau sudah membela seorang musuh.,...!" teriak dara manja itu dan dia mengulang serangannya dengan gerak 'burung hong menangkap cacing', akan tetapi sia sia serangannya, karena pemuda Lie Cong Liang terlalu lincah, dan sambil berkelit menghindar pemuda itu bahkan berhasil melukai seorang pengikutnya Nio Hoan Houw.
Di kota tempat kediamannya, Nio Hoan Houw dikenal sebagai si 'macan galak' yang sangat ditakuti. Dia marah karena merasa tidak berdaya mengalahkan si pemuda yang pada mulanya dia anggap sebagai keponakannya, akan tetapi sekarang dia anggap sebagai seorang musuh, sebab pemuda itu telah memihak kepada orang yang sudah membunuh puteranya ! Segera si macan galak Nio Hoan Houw merobah siasat bertempurnya, dia teriak memerintahkan semua orang orangnya mundur membikin suatu lingkaran maksudnya supaya berdua dengan dara manja Kwee In Hong, akan dia kepung pemuda itu dan dia lalu membuka serangan memakai gerak tipu macan galak menerkam anak kelinci, sebuah gerak tipu yang tidak ada bedanya dengan gerak tipu yang dilakukan oleh Kwee In Hong tadi. Perbedaannya adalah serangannya itu memiliki tenaga yang lebih besar yang sudah tentu tidak berani ditangkis oleh Lie Cong Liang, akan tetapi ketika baru saja pemuda itu lompat menghindar, maka gerak tipu Nio Hoan Houw berobah memakai jurus macan galak menangkap anak kambing.
"Awas...," teriak Nio Hoan Houw yang mendadak menjadi terkejut sampai mukanya pucat sebab waktu dia lakukan perobahan pada serangannya maka dara manja Kwee In Hong juga ikut menerjang Lie Cong Liang dan gerak serangan dara manja Kwee In Hong itu justeru merintangi serangan Nio Hoan Houw yang mengakibatkan serangan itu menjadi tertuju pada tubuh Kwee In Hong.
Dara manja Kwee ln Hong ikut menjadi terkejut waktu dia mendengar teriak suara Nio Hoan Houw. Dia melihat datangnya serangan yang cepat dan meluncur mengarah dirinya, akan tetapi tak kuasa dia melompat menghindar, sebab dia justeru baru lompat hendak menerjang Lie Cong Liang.
Terpaksa dara manja itu menangkis goloknya Nio Hoan Houw memakai pedangnya, dan untungnya Nio Hoan Houw sempat mengurangi tenaga serangannya, akan tetapi Kwee In Hong merasakan tangannya jadi tergetar keras waktu kedua senjata itu beradu.
"Kurang ajar! kau malah menyerang aku..!" maki dara manja Kwee In Hong yang menjadi marah terhadap Nio Hoan Houw, lalu tanpa ragu ragu dia serang Nio Hoan Houw dengan serangkaian serangan bergelombang!
"Kwee kouwnio tahan..,!" teriak Nio Hoan Houw yang beberapa kali harus lompat menghindar, tidak berani dia menangkis sebab dapat mengakibatkan pedang dara manja itu jadi terlempar, dan bahkan bisa menggempur bagian dalam tubuh dara manja yang menjadi keponakannya itu, namun galaknya bukan main!
Dipihak dara manja Kwee In Hong, dia justeru jadi bertambah marah, sebab dia penasaran dengan serangkaian serangannya yang belum mencapai hasil. Tekatnya tidak akan berhenti menyerang sebelum dia dapat melukai lawannya, tidak perduli siapa saja yang menjadi lawannya !
Sementara itu pemuda Lie Cong Liang yang sudah bebas dari pertempuran, kelihatan duduk seenaknya diatas sebuah batu yang penuh dilapis dengan salju. Dia menonton pertempuran yang sedang terjadi antara dara galak Kwee In Hong melawan si macan galak Nio Hoan Houw sambil dia perlihatkan senyumnya terlebih waktu dia melirik kearah dara tambatan hatinya yang ikut jadi bersenyum kelihatan tenang merendam sepasang kakinya.
"Kwee kouwnio; aku menyerah kalah. Mari kita bekuk si monyet yang sedang cengar cengir itu..." kata lagi Hoan Houw, yang masih tetap tidak berani melakukan perlawanan sebab yang dia takuti sebenarnya adalah ayahnya Kwee In Hong yang pasti bakal mengamuk kalau anaknya kena cedera ditangannya!
Sebaliknya dara manja Kwee In Hong menjadi girang, ketika mendengar si macan galak berteriak menyerah kalah. Kemudian dia ikut mengawasi pemuda Lie Cong Liang yang katanya lagi cengar cengir seperti monyet dan hatinya menjadi panas sebab waktu itu dia melihat Lie Cong Liang sedang melirik dan bersenyum kepada dara tambatan hatinya!
"Kurang ajar..!" bentak Kwee In Hong yang lalu menerkam memakai gerak tipu 'burung Hong mementang sayap'.
Pemuda Lie Cong Liang masih bersenyum waktu dia harus lompat menghindar dan batu yang berlapis salju bekas dia duduk menjadi mangsa pedang dara yang manja dan galak itu, lalu senyum pemuda itu mendadak hilang waktu secara tiba tiba dia diserang oleh Nio Hoan Houw yang memakai gerak itu "macan galak mengibas ekor".
Golok si macan galak Nio Hoan Houw menabas agak menyamping, tidak memberikan kesempatan buat pemuda lawannya berkelit menghindar menyamping, akan tetapi diluar dugaannya, pemuda itu justeru berkelit dengan lompat tinggi; sehingga tidak perlu pemuda itu menangkis serangan tadi.
Nio Hoan Houw menjadi penasaran, sekali lagi dia hendak menyerang, akan tetapi cepat cepat dia batalkan niatnya, sebab kali ini dia sempat melihat gerak dara manja Kwee In Hong yang hendak menyerang Lie Cong Liang. Sekiranya dia ikut menyerang lagi, maka dia khawatir akan terulang lagi dara manja itu akan berbalik menyerang dia.
Pemuda LieCong Liang masih berkelit serangan dara manja Kwee In Hong akan tetapi sekarang dia tidak melulu berkelit untuk menghindar, sebaliknya dia berkelit sambil dia balas menyerang menikam bagian dada Kwee In Hong. Akan tetapi waktu dilihatnya dara manja itu tidak sempat berkelit atau menangkis, maka dengan terkejut dia itu buru buru menyampingkan arah sasarannya dengan maksud supaya tidak membinasakan, bahkan tidak melukai calon kakak ipar itu. Sebagai akibat perbuatannya itu, maka pedangnya Lie Cong Liang memapas sebutir kancing baju Kwee In Hong, tepat dibagian dada sehingga kelihatan sedikit baju dalamnya yang berwarna merah tua!
"Laki laki ceriwis, kau berani berlaku kurang ajar terhadap twasomu, akan kuberitahukan ayahku supaya kau disembelih....!" maki maki Kwee In Hong sambil dia membanting kaki dan hampir menangis, akan tetapi masih ingat dia untuk menutup bagian dadanya memakai sebelah tangannya!
Dipihak Lie Cong Liang, pemuda ini juga menjadi terkejut waktu melihat hasil kerjanya yang dia lakukan secara tidak disengaja. Akan tetapi dia tidak sempat menjawab perkataan Kwee In Hong, sebab dara manja itu sudah menyerang lagi bahkan Nio Hoan Houw selalu merintang ditempat dia akan berkelit dari serangan dara manja yang galak dan yang bakal menjadi kakak iparnya!
Dengan demikian pertempuran yang mereka lakukan itu bagaikan bukan merupakan suatu pertempuran maut, sebab meskipun benar Kwee In Hong selalu melancarkan serangan maut, akan tetapi dia bukan tandingan pemuda LieCong Liang sebaliknya pemuda itu tidak berani melancarkan serangan maut.
Pada mulanya pemuda Lie Cong Liang selalu berkelit menghindar dari serangan Kwee In Hong; akan tetapi belakangan Nio Hoan Houw selalu merintang arah tempat ia berkelit, sedangkan serangan yang dilakukan oleh Nio Hoan Houw justeru merupakan serangan serangan maut !
Pemuda Lie Cong Liang tidak berani melawan Nio Hoan Houw yang dia anggap sebagai paman, disamping sang paman itu memang bukan merupakan lawan ringan bagi Lie Cong Liang. Dengan demikian pemuda Lie Cong Liang melayani Kwee In Hong dan dia mulai melakukan penangkisan, supaya dia jangan berkelit dan mendekati Nio Hoan Houw. Untuk ini sengaja Lie Cong Liang tidak menggunakan tenaga besar dan dia menyerang tanpa dia bermaksud melukai calon kakak iparnya; sedangkan Nio Hoan Houw tidak berani mencelakai, kalau sepasang muda mudi itu sedang bertempur secara rapat, takut kesalahan tangan kena menyentuh pedangnya Kwee In Hong yang dapat mengakibatkan dara manja itu ngambek, bahkan bertempur lagi. Jadi yang masih bertempur atau lebih tepat dianggap sedang berlatih, adalah pemuda Lie Cong Liang melawan Kwee In Hong, ditonton oleh Nio Hoan Houw yang merasa penasaran sampai tubuhnya jadi menggigil menahan rasa dingin dan menahan rasa marah.
Sementara itu waktu berjalan terus dan Tang Lan Hua semakin merasakan sepasang kakinya kian menjadi hangat, menandakan dia telah hampir sembuh dari penyakitnya.
"Hey! apakah kalian sedang bertempur atau bercanda...?" teriak dara yang sedang merendam sepasang kakinya itu; sebab mau tak mau dia merasa lucu dengan cara pertempuran yang sempat dia lihat.
"Lan moay, bagaimana kau rasakan dengan sepasang kakimu?"" balik tanya pemuda Lie Cong Liang, sambil dia 'menempel' pedang Kwee In Hong dengan pedangnya, membikin dua kepala mereka saling berdekatan, akan tetapi pandangan mata pemuda Lie Cong Liang ditujukan kepada dara tambatan hatinya.
"Sudah hampir sembuh...!" sahut dara yang sedang merendam didalam air panas.
"Kurang ajar..!" geram dara manja Kwee In Hong dan dia mengerahkan tenaganya, mendorong pemuda Lie Cong Liang; akan tetapi sia-sia usahanya karena tidak bergerak tubuh pemuda yang didorongnya sampai akhirnya pemuda Lie Cong Liang yang lompat mundur, melepas pedangnya yang tadi 'menempel" pedangnya Kwee In Hong.
Di lain pihak Nio Hoan Houw kelihatan menjadi bingung bercampur cemas, oleh karena dengan lewatnya sang waktu akan memungkinkan Tang Lan Hua menjadi sembuh dan kalau dara yang cacad itu sudah sembuh, maka akan membahayakan pihaknya; karena Tang Lan Hua pasti akan ikut bertempur.
Namun demikian; buat memasuki tempat sumber air panas itu, sudah tentu dia tidak berani lakukan. Dari itu segera dia berseru kepada Kwee In Hong:
"Kwee kouwnio, harap kau mundur, biar aku yang membinasakan penghianat itu...!"
"Apakah kau anggap aku tidak sanggup melawan dia..,?" sahut Kwee In Hong yang kelihatan menjadi marah atau tersinggung terhadap sang paman yang dia anggap terlalu memandang dia ringan.
Nio Hoan Houw jadi bertambah bingung dan cemas. Dia sampai menggaruk-garuk kepalanya yang memakai topi bulu penahan hawa dingin.
Jilid 22 ADALAH pada saat itu, rombongan Kwee Tian Peng juga telah tiba, sehingga benar benar sangat menggirangkan bagi Nio Hoan Houw yang langsung mendekati dan melaporkan segala peristiwa yang telah terjadi.
Dipihak pemuda Lie Cong Liang, sudah tentu pemuda ini menjadi sangat terkejut ketika melihat kedatangannya sang paman yang memang sangat ditakuti itu, karena ilmu silatnya yang memang lihay dan adatnya yang pemarah.
Sementara itu Kwee Thian Peng menjadi sangat gusar setelah Nio Hoan Houw selesai memberikan laporannya. Segera dia mendekati kancah pertempuran, memerintah dara manja Kwee In Hong mundur, lalu dia maki pemuda Lie Cong Liang yang dia anggap sudah menjadi penghianat terhadap keluarga, sebab telah memihak dengan Tang Lan Hua, yang dianggap menjadi musuh mereka.
Sehabis memaki pemuda itu, maka Kwee Tian Peng lalu menyiapkan senjatanya, sebuah golok kay to yang panjang dan berat, yang selalu dipikul oleh dua orang pengawalnya.
Dengan didahulukan oleh suara seruannya yang mengguntur; maka Kwee Tian Peng mulai membuka serangannya.
Dipihak pemuda Lie Cong Liang, dia yakin bahwa dia tidak dapat menghindar dari pertempuran melawan Kwee Tian Peng yang dia masih panggil paman, sebab kalau dia tidak melawan, sudah pasti dia bakal dibinasakan !
Beberapa kali pemuda Lie Cong Liang berhasil menghindar dari serangan Kwee Tian Peng, sehingga salju salju pada berguguran kena senjata yang berat dan panjang. Akan tetapi di suatu saat tidak ada kesempatan buat Lie Cong Liang berkelit menghindar, sehingga terpaksa dia harus menangkis goloknya Kwee Tian Peng yang panjang dan berat, sehingga akibatnya tubuhnya jadi terlempar beberapa langkah, lalu dia terjatuh duduk dengan mulut mengeluarkan darah!
Kwee Tian Peng tertawa mengejek. Dia puas melihat pemuda itu terjatuh dan keluar darah. Dia sengaja tidak meneruskan serangannya sebaliknya dia sengaja menunggu sampai Lie Cong Liang bangun berdiri, setelah itu dengan didahulukan oleh pekik suaranya yang mengguntur, dia serang lagi pemuda itu.
Didalam telaga air panas Tang Lan Hua sempat melihat pemuda kekasihnya sedang terancam bahaya maut, bagaikan seekor tikus yang sedang dipermainkan oleh seekor kucing yang galak. Berulangkali dia berteriak hendak mencegah diteruskannya pertempuran itu, akan tetapi teriak suaranya tidak dihiraukan.
Akhirnya dara yang malang itu menggerakkan sepasang kakinya. Memang lambat, akan tetapi dara yang bernasib malang itu menjadi girang; karena berhasil dia mengendalikan sepasang kakinya.
"Liang ko! aku sudah sembuh... !" teriak dara yang bernasib malang itu.
"Lan moay, jangan dulu kau keluar. Masih perlu sedikit waktu lagi,.!" balas teriak Lie Cong Liang, sambil dia berusaha menghindar dari serangan Kwee Tian Peng, akan tetapi karena perhatiannya terpecah, maka dia kena tendangan dan sekali lagi tubuhnya terlempar jauh dan terjatuh, sedangkan mulutnya kembali telah mengeluarkan darah segar.
Dara yang bernasib malang menjadi semakin merasa cemas melihat keadaan kekasihnya yang sedang diancam bahaya maut. Dia paksakan diri merayap naik dari dalam kolam air panas. Dia berhasil meskipun semua gerakannya itu sangat lambat dia lakukan, oleh karena memang belum waktunya buat dia keluar dari dalam sumber air panas itu.
Akan tetapi pada saat itu pemuda Lie Cong Liang benar benar sedang diancam bahaya maut. Sekilas terpikir oleh Tang Lan Hua bahwa sia-sia dia sembuh kalau pemuda kekasihnya harus binasa.
Pada saat itu dilihatnya pemuda Lie Cong Liang sedang bergulingan menghindar dari berbagai bacokan maut. Segera Tang Lan Hua melepaskan sebatang pedang Ceng liong kiam dari dalam sarungnya. Karena keadaan yang sangat mendesak, maka Tang Lan Hua melontarkan pedang pusaka itu, mengarah tubuh Kwee Tian Peng yang sedang melancarkan serangan maut terhadap Lie Cong Liang.
Pedang Ceng liong kiam itu meluncur dengan amat pesatnya dan membenam dibagian punggung Kwee Tian Peng, bahkan sampai tembus kebagian dada !
Kwee Tian Peng mendelik bagaikan tak percaya dengan kejadian itu. Dia masih kuat berdiri, bahkan masih kuat melangkah untuk mendekati pemuda Lie Cong Liang, akan tetapi pemuda itu sudah lompat berdiri, sebalikrya tubuhnya Kwee Tian Peng yang jatuh terguling, dengan dipunggungnya masih membenam sebatang pedang Ceng liong kiam.
Dara manja Kwee In Hong menyerang pemuda Lie Cong Liang bagaikan kuntianak yang sedang mengamuk, bahkan Nio Hoan Houw dan beberapa anak buahnya ikut bantu mengepung, memaksa pemuda Lie Cong Liang harus melakukan perlawanan, meski pun dia sudah sangat payah keadaannya bekas kena gempuran hebat pada tenaga dalamnya oleh Kwee Tian Peng tadi. Sementara itu Tang Lan Hua masih berdiri lemah didalam ruangan tempat sumber air panas. Sepasang kakinya kembali terasa beku tak dapat dikendalikan, oleh karena sebenarnya belum waktunya buat dia tinggalkan sumber air panas itu, dia masih memerlukan waktu untuk merendam lagi sepasang kakinya.
Dara yang bernasib malang itu kemudian teringat bahwa alangkah baiknya kalau kekasihnya bisa ikut masuk kedalam ruangan tempat dia berada supaya selamat dari ancaman musuh sebab musuh sudah tentu tidak berani ikut masuk.
Setelah berpikir begitu, maka Tang Lan Hua mengambil batu hitam 'ouw liong ta' dari dalam saku bajunya dan dia berteriak kepada pemuda kekasihnya.
"Liang ko.! kau sambuti... !"
Pemuda Lie Cong Liang sempat mendengarkan teriak suara dara tambatan hatinya, dan sempat pula dia melihat sesuatu benda hitam yang melayang kearahnya. Dia lompat menyambuti, kemudian dia langsung memasuki ruangan tempat sumber air panas. Akan tetapi, selekas itu pula dia menjadi sangat terkejut dan terpesona.
Tubuhnya Tang Lan Hua masih berdiri dengan gaya sedang melempar batu hitam tadi, akan tetapi tubuh itu sudah terbungkus dengan salju putih, yang kemudian jadi membeku lalu berobah menjadi es yang bening dan keras, membungkus seluruh tubuh dara tambatan hatinya yang tewas seketika.
"Lan moay .. , !" teriak Lie Cong Liang dan dia tidak tahan untuk tidak menangis; sementara dibagian luar ruangan tempat sumber air panas itu berkumpul dara manja Kwee In Hong berikut semua rombongannya yang semuanya berdiri terpaku terpesona.
Setelah mengetahui bahwa dara tambatan hatinya telah binasa menjadi patung yang berlapis es abadi, maka pemuda Lie Cong Liang keluar lagi dari dalam ruangan tempat sumber air panas itu, lalu bagaikan orang yang lupa diri, dia mengamuk ketengah orang banyak sedangkan Kwee In Hong maupun Nio Hoan Houw, mereka seperti sudah lupa dengan urusan permusuhan, sebaliknya mereka berusaha menghindari dari amukan pemuda Lie Cong Liang, sampai kemudian datang rombongannya Lie Bok Seng yang ikut tiba di tempat itu.
Waktu melihat kedatangan rombongan ayahnya; maka tiba tiba pemuda Lie Cong Liang tertawa bagaikan tak sudahnya, sampai kemudian secara tiba tiba dia lompat masuk lagi kedalam ruangan tempat sumber air panas, dan dia tewas menjadi patung berlapis es dalam sikap seperti orang yang hendak merangkul kekasihnya!
Ternyata waktu tadi Lie Cong Liang mengamuk lupa diri, secara tidak disengaja atau karena memang dia tidak menghiraukan maka batu ouw liong ta terjatuh. Dan jatuhnya batu hitam itu secara kebenaran dilihat oleh Kwee In Hong.
Dara manja Kwee In Hong kemudian mengambil batu hitam ouw liong ta dan dia bahkan memasuki ruangan tempat sumber air panas dengan maksud hendak merusak tubuh Lie Cong Liang berdua Tang Lan Hua, akan tetapi niat buruk itu batal dia lakukan, karena mendadak dia melihat adanya sebatang pedang Ceng liong kiam didekat sepasang insan yang sudah tidak berdaya itu.
Lupa dengan niatnya yang hendak merusak tubuh Lie Cong Liang berdua Tang Lan Hua, maka Kwee In Hong mengambil pedang Ceng liong kiam yang kemudian dia bawa berikut sarungnya yang istimewa. Kemudian dia pun teringat dengan sebatang pedang Ceng liong kiam yang masih membenam ditubuh almarhum ayahnya sehingga cepat cepat dia lompat keluar dari dalam ruangan tempat sumber air panas itu lalu dia mendekati tempat ayahnya terbinasa dan dia cabut pedang Ceng liong kiam yang membenam didalam tubuh ayahnya, setelah itu secara tiba tiba dia tertawa dan terus tertawa sambil matanya liar mengawasi orang orang yang menyaksikan segala perbuatan dan setelah dia puas tertawa, maka secara mendadak dia lari menyusuri gunung Tiang Pek san sampai dia hilang dari pandangan mata orang orang yang menyaksikan.
Bagaikan orang yang sudah kehilangan semangat untuk hidup, Lie Bok Seng membiarkan segala tingkah yang dilakukan oleh Kwee In Hong dan dia bahkan membiarkan waktu rombongannya Nio Hoan Houw meninggalkan tempat itu dengan membawa jenazah Kwee Tian Peng.
Cukup lama Lie Bok Seng terdiam tanpa mengucap apa apa, sebab pikirannya sangat terpengaruh dengan perbuatan anaknya, Lie Cong Liang yang ternyata sangat berat cintanya terhadap Tang Lan Hua yang bernasib malang. Dia menyesal bahwa dia terlambat datang, dia menyesal sebab tidak dari awal dia membantu usaha Tang Lan Hua yang hendak menyembuhkan sepasang kakinya, dan dia menyesal bahwa dahulu dia pernah mempertemukan Tang Han Cin dengan Kwee Tian Peng, sehingga hari itu terjadi peristiwa yang sedang dia hadapi. Pokoknya dia sesalkan dirinya dan dia sesaIkan semua perbuatannya, bahkan dia sesalkan kehidupannya!
Akhirnya Lie Bok seng memutuskan hendak bertapa ditempat itu, menghabiskan hari tuanya dengan menemani sepasang insan yang sudah membeku menjadi patung berlapis es abadi itu, dan kepada rombongannya diperintahkannya pulang buat memberikan kabar kepada Lie Cong Han yang memang tidak ikut sebab masih menderita luka luka. Tiga tahun lamanya Lie Bok Seng hidup menyendiri bertapa diatas gunung Tiang pek san, menemani anaknya, Lie Cong Liang dan Tang Lan Hua yang didalam hati sudah dia anggap menjadi mantunya, namun yang kedua duanya sudah merupakan patung patung yang berlapis es abadi, sedangkan tempat Lie Bok Seng duduk menunggu adalah dibagian luar dari ruangan yang terdapat kolam sumber air panas.
Dari tempatnya itu, terlalu sering Lie Bok Seng kelihatan termenung, mengawasi sepasang insan remaja yang sudah menjadi patung patung berlapis es abadi, lalu air matanya kelihatan membasahi mukanya, sebab agaknya dia terkenang lagi dengan masa lalu.
Satu satunya yang dianggap menjadi hiburan bagi orang tua itu, adalah bunyi suara tiupan dari angin gunung Tiang pek san, yang kadang kadang terdengar pula suara bergelombang bagaikan bunyi suara guruh, memasuki tiang tiang es yang berdiri tegak dekat tempat dia berada. Kemudian diseling dengan bunyi suara gugurnya es yang longsor, atau bunyi suara hujan yang lembut serta datangnya awan yang indah, atau bunyi suara gemercik dari butiran butiran cairan es, dibarengi dengan bunyi suara mengalirnya cairan cairan es yang menyusuri bukit bukit tertinggi. Dan semua aneka bunyi suara itu, bagaikan suara berirama yang membangkitkan semangat laki laki tua itu untuk mempertahankan hidupnya, dan selama sisa usianya itu, dia berusaha menciptakan berbagai ilmu yang sakti.
Segala irama alam itu, kemudian dicatat oleh Lie Bok Seng didalam suatu buku, dan dia memerlukan membikin sebatang seruling dari bahan inti es semacam batu pualam, sehingga seruling itu tidak mungkin dapat menjadi rusak atau patah.
Setiap kali mendengarkan sesuatu bunyi suara yang berirama, maka dia pun menirukan bunyi suara itu melalui suara serulingnya, dan dari suara serulingnya yang mengalun itu dia menirukan lagi memakai gerak pedangnya atau gerak serulingnya, yang juga terdengar mengalun karena liang liang dari seruling itu kemasukan angin akibat gerak buatannya. Lalu semua gerak yang berirama atau gerak yang berdasarkan irama alam itu dia catat lagi dalam bukunya, sehingga selama tiga tahun dia bertekun dan bersusah payah, maka bukunya sudah kian menebal dan dia sudah kehabisan suara irama lain, sedangkan yang sudah dicatat olehnya ada sebanyak tigapuluh enam kelompok irama, dan tiap kelompok mempunyai panca benda irama menjadi semuanya sebanyak seratus delapan puluh jenis irama alam.
Ketigapuluh enam kelompok irama alam yang dicatatnya itu, menjadi memudahkan untuk seseorang menirukan irama irama itu memakai gerak pedang maupun gerak seruling, dan kalau seseorang yang menirukan gerak itu mahir ilmu silat dan mahir pula didalam ilmu meringankan tubuh, maka gerak berirama itu berobah menjadi suatu gerak irama sakti, misalnya saja pada kelompok keduapuluh dari catatan itu, yang sengaja dia beri nama "lui seng hua kong" atau bintang bintang berkisar diangkasa, merupakan jurus ilmu silat tentang perkisaran tempat (atau tubuh), dan jurus itu mempunyai panca beda atau lima beda. Kemudian pada kelompok ketujuh yang dia beri nama lui tian kauw ciok ( petir dan kilat berganti ganti), jelas mengandung arti untuk jurus ilmu silat yang menyerang secara bergelombang dengan gerak yang cepat bagaikan kilat atau petir yang menyambar !
( ooooodekz0shmhn0bbsc0ooooo )
SEMUA peristiwa itu, baik yang mengenai tentang kisah sepasang pedang Ceng liong kiam, maupun tentang kisah Tang Lan Hua dan Lie Bok Seng yang mengasingkan diri di atas gunung Tiang pek san; pasti akan hilang punah tidak lagi menjadi perhatian orang-orang, apabila dikemudian hari dikalangan rimba persilatan menjadi heboh, karena sepak terjangnya seorang pendekar yang menggunakan senjata seruling irama sakti (Mo Ti Cui In).
Kisah tentang seruling irama sakti ini, baru dikemudian hari Cie in suthay mengetahui dari gurunya, yakni Bok lan siancu yang terpaksa harus melakukan perjalanan lagi bersama sama Hui beng siansu dan Ciu Tong (kisah selengkapnya dapat dibaca secara tersendiri, dalam buku 'MO TI CUI IN' atau "SERULING MAUT" )
Sementara itu, Cie In suthay yang sedang melakukan perjalanan seorang diri hendak menemui si "macan terbang" Lie Hui Houw, di sepanjang jalan dan didalam hati tak sudahnya dia menyebut "o mie to hud" kalau dia sedang terkenang dengan masa lalu, selagi dia melakukan petualangan dengan didampingi oleh si 'macan terbang" Lie Hui Houw.
('akan kususul dia kemanapun dia pergi..") demikian biarawati yang muda usia itu berkata didalam hatinya, sebab dia sudah bertekat hendak mencampuri urusan orang orang gelandangan yang katanya sedang saling gontok di kota Hie ciang.
Cie in suthay berhasil menemui si 'naga sakti" Louw Sin Liong, akan tetapi si 'macan terbang" Lie Hui Houw katanya sudah pergi ke dusun Liong bun, hendak menemui kakeknya Cin Siao Yan, untuk kemudian katanya mereka hendak menikah.
("mudah mudahan mereka tidak buru buru kawin...') kata Cie in suthay seorang diri, waktu dia sudah pamitan dari si 'naga sakti" Louw Sin Liong dan meneruskan lagi perjalanannya hendak menyusul si 'macan terbang' Lie Hui Houw.
Biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu menghendaki Lie Hui Houw dan Cin Siao Yan tidak buru buru kawin, sebab dia bermaksud mengajak pemuda itu pergi ke kota Hie ciang, berkelahi melawan setan setan yang sedang merajalela.
Andaikata Lie Hui Houw dan Cin Siao Yan sudah menikah, tentu tidak enak buat Cie in suthay merusak bulan madu mereka, apalagi kalau tugas dikota Hie ciang akan membawa bencana bagi si 'macan terbang', sehingga Cin Siao Yan tentu akan menjadi seorang janda muda dan hal ini benar benar tidak diketahui oleh biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu.
("O mie to hud ! mudah mudahan dia tidak gagal dan tidak mati;,.') Cie in suthay berdoa didalam hati, selagi dia mengikuti arus orang orang yang sedang menuju kearah sebelah selatan.
Cie in suthay adalah seorang biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita. Meski pun dia berpakaian sebagai seorang biarawati; akan tetapi kecantikannya tidak mudah dia umpatkan, sehingga waktu dia melakukan perjalanan seorang diri, banyak laki laki jadi blingsatan dan banyak yang bersedia menjadi teman jalanannya kalau memang biarawati yang muda usia itu menghendaki.
Dimana saja dan kapan saja, laki laki tentu tidak mudah berbuat kurang ajar, kalau memang tidak diberi kesempatan. Itulah pendiria Cie in suthay yang tetap membawa diri secara tenang. Akan tetapi kalau sampai ada setan setan jahat yang coba coba mengganggu maka hati hati dengan kebutan yang dia baru terima dari gurunya; dan yang sekarang dia bawa bawa. Kebutan itu bukan dibikin memakai buntut kuda juga bukan buntut babi akan tetapi kalau kena mata bisa buta !
Kemudian waktu Cie in suthay tiba didusun Hong in cung maka dia merasa perlu beristirahat hendak melewati sang malam, akan tetapi biarawati yang muda usia itu merasa serba salah. Tidak layak rasanya buat dia menginap disebuah rumah penginapan sebab dia sendirian sedangkan didusun itu dia tidak melihat adanya kuil yang khusus buat kaum bhiksuni, yang ada cuma kuil buat hweeshio yang gundul kepalanya. 'O mie to hud..." puji seorang hweeshio gundul yang mendekati Cie in suthay, dan meneruskan berkata.
"..rupanya suthay sedang bingung mencari tempat mondok. Bagaimana kalau pinceng ajak kerumah seorang dermawan...?"
"Terima kasih kalau suhu hendak mengantarkan pinnie..." sahut Cie in suthay. Bagaimanapun dia merasa girang karena akan diantar untuk menginap dirumah seorang keluarga dermawan didusun itu.
"Mari kita pergi..." ajak hweeshio gundul itu yang jalan mendampingi Cie in suthay dan tongkatnya yang panjang serta berat perdengarkan bunyi suara genta genta kecil yang terdapat dibagian kepala tongkat itu, yang tinggi melewati kepala si hweeshio gundul.
"Ada kelenteng toa se bio didusun ini.." kata hweeshio itu yang menjelaskan selagi mereka jalan sama sama, dan hweeshio gundul itu lalu menambahkan perkataannya :
".. , pengurusnya pinceng kenal; dari itu pinceng mampir dan numpang menginap...."
Sekilas Cie in suthay melirik hweeshio gundul yang jalan disisinya itu. Tubuhnya kelihatan tinggi besar, dengan kepalanya yang botak licin dan sepasang mata yang seperti mata ikan koki, sementara ditangannya memegang sebatang tongkat yang ukurannya lebih tinggi dari tubuhnya.
"Oh, jadi suhu bukan menetap di dusun ini?" akhirnya sahut Cie in suthay yang semula mengira hweesio gundul itu merupakan salah satu imam didusun Hong in cung.
"Bukan; nama pinceng Cee bin hweesio. Siapa nama suthay, kalau pinceng boleh mengetahui... ?" sahut hweesio gundul itu, perlihatkan senyum seperti orang yang mau menangis.
"Cie in.." singkat saja Cie in suthay memberikan jawaban.
"Oh! sebuah nama yang bagus sekali..." Cie bin hweesio memuji sambil dia bersenyum lagi dan melirik lagi kearah Cie in suthay yang jalan disisinya, sedangkan Cie in suthay pada saat itu sedang memperhatikan jalan yang mereka tempuh.
Keluarga dermawan yang dikatakan oleh Cee bin hweesio, ternyata adalah berupa suami isteri petani yang hidupnya sederhana, memiliki rumah yang kecil akan tetapi tidak kotor, hanya letaknya terpisah jauh dari rumah penduduk lainnya.
Suami isteri petani itu kelihatan ketakutan waktu mereka kedatangan Cee bin hweesio yang membawa seorang biarawati muda usia yang cantik jelita, akan tetapi suami isteri itu menyanggupi menyediakan sebuah kamar buat Cie in suthay, bahkan cepat cepat mereka menyediakan makanan tanpa daging, sesuai seperti yang dipesan oleh Cee bin hweesio.
('sediakan makanan tanpa daging... !') kata Cie in suthay didalam hati, mengulang perkataan Cee bin hweesio tadi; sedangkan dia hanya manggut manggut seperti seekor burung yang sedang mengantuk, dan dia masih manggut manggut meskipun mereka sudah duduk berdua.
"Eh, mengapa suthay manggut manggut,,,,?" tanya Cee bin hweeshio yang kelihatan heran.
Cie in suthay mainkan kebutannya seenaknya,seperti dia sedang mengusir lalat, sambil dia berkata:
"Aku benar benar merasa kagum dengan sikap dermawan mereka, padahal mereka hidup sangat sederhana" demikian dia berkata,
"Ha, ha ha! penduduk dusun ini semuanya patuh terhadap aku.." Sahut Cee bin hweeshio yang kelihatan kegirangan, sehingga dia menyertai tawa seperti gorila ketemu pacar.
"Wah wah wah ! kau tentunya seorang yang hebat..." puji Cie in suthay, sambil dia menyertai senyum manis yang dapat memikat selusin perjaka menjadi lupa daratan, akan tetapi masih untung bagi Cee bin hweesio, hweeshio merupakan seorang laki laki kawakan, jadi dia tabu dan tahu keadaan.
Waktu itu Cie in suthay duduk saling berhadapan dengan Cee bin hweeshio. Akan tetapi biarawati yang muda usia itu hanya makan sendirian, sebab Cee bin hweeshio tidak ikut makan, sebaliknya imam itu menemani sambil dia minum arak.
('dia tentu pandai ilmu silat,.,') kata Cie-in suthay didalam hati, sebab biarawati yang muda usia itu sedang menilai imam yang duduk minum di hadapannya, selagi dia makan perlahan lahan, sampai mendadak dia merasakan ada sesuatu yang merangsang membakar dada sampai dia menunda makan, mendekap bagian dadanya memakai sebelah telapak tangan kirinya, sambil didalam bati dia menyebut "o mie to hud".
"Ha ha ha," tawa Cee bin hweeshio yang kegirangan, akan tetapi tiba tiba dia menjadi terkejut, waktu Cie in suthay memuntahkan makanan yang sudah dimakannya dan muntah itu mengarah pada muka si imam !
Cie in suthay memang sudah mempunyai dugaan jelek mengenai pribadi Cee bin hweeshio, dari itu dia sudah waspada dan cepat cepat mengerahkan tenaga dalam, waktu dia merasakan ada yang tidak beres pada makanannya.
Muntah Ce in suthay mempunyai tenaga dorong yang dahsyat, dapat membikin hancur muka Cee bin hweeshio kalau imam itu tidak Iekas lekas jatuhkan diri menyamping, berikut kursi yang tempat dia duduk. Dan waktu Cie in suthay menimpuk memakai sepasang sumpit, maka Cee bin hweeshio sudah bergulingan menghindar, kemudian langsung lompat keluar rumah, sedangkan sumpit sumpit itu membenam hilang masuk kedalam lantai!
Gerak tubuh Cie in suthay bagaikan dewi pengasih yang sedang terbang, waktu dia lompat mengejar si hweeshio gundul, sampai dia dihajar oleh Cee bin hweeshio memakai tongkatnya yang sejak tadi bersuara bising! Dengan tabah Cie in suthay menangkis memakai kebutannya yang kecil, dan bagian bulu bulu kebutan itu melibat tongkat Cee-bin hweesio yang berat dan panjang, untuk kemudian mereka berdua siling menarik memakai tenaga.
Dalam menghadapi lawannya yang berupa seorang imam, agaknya Cie in Suthay terlalu gegabah atau terlalu tabah, sehingga dia terlibat dalam adu tenaga dalam, padahal imam itu bukan sembarang imam, sebab dia adalah seorang pendeta gadungan yang bernama Tiat tauw ciang Cee Kay Bu, si Kepala besi yang bejat moral!
Bulu bulu pada kebutan Cie in suthay tetap melibat bagaikan melekat pada tongkat besi Tiat tauw ciang Cee Kay Bu; hal itu harus tetap dipertahankan sampai salah satu pihak ada yang kena gempur jadi pecundang. Sebaliknya, kalau terlepas selagi mereka sama sama menarik, maka mereka akan sama sama jatuh celentang, dan sama sama menderita kena gempur tenaga dalam mereka !
Disaat keadaan mereka berdua sedang tegang dan gawat, maka dua orang pemuda yang mendekati dan diketahui oleh Cie in suthay, maupun oleh Tiat tauw ciang Cee Kay Bu, akan tetapi mereka tidak menghiraukan sebab mereka sedang memusatkan tenaga dan perhatian mereka.
Dua pemuda yang baru datang tanpa diundang dan tanpa disengaja itu adalah Lim Thong Bu bersama temannya, Ma Kian Sun, puteranya almarhum bekas piauwsu tua Ma Heng Kong.
Pemuda Lim Cong Bu adalah salah seorang ahliwaris kaum See gak hua kunbun golongan hurup 'Seng', murid kedua dari almarhum Coa Seng Hok, sedangkan pendiri kaum atau golongan See gak hua kunbun adalah Liauw Pek Jin, gurunya Tang Lan Hua.
Sehabis ikut dalam aksi mengganyang markas kegiatan si iblis penyebar maut, maka seorang diri Lim Thong Bu akan meneruskan berkelana, mencari si pencuri kitab See gak hua Seng pit kip yang dibawa lari orang sampai kemudian Lim Thong Bu menemukan bekas piauwsu tua Ma Heng Kong yang dibunuh oleh si iblis penyebar maut dalam ujut Sebagai Kui mo ong atau si biang hantu.
Pemuda Lim Thong Bu kemudian membawa jenazah Ma Heng Kong, dan Ma Kian Sun lalu bertekad mengikuti perjalanan Lim Thong Bu, sebab puteranya Ma Heng Kong itu hendak mencari balas terhadap orang yang sudah membinasakan ayahnya.
Cukup lama kedua pemuda itu merantau dan cukup banyak mereka menemukan berbagai peristiwa, sampai malam itu secara di luar dugaan mereka bertemu dengan Cie in suthay yang sedang mengadu tenaga dalam dengan "Tiat tauw ciang Cee Kay Bu, yang kedua duanya memang sudah dikenal oleh pemuda Lim Cong Bu, sebab biarawati yang muda usia itu pernah ikut dalam aksi pengganyangan terhadap markas kegiatan si iblis penyebar maut, sedangkan si kepala besi Cee Kay Bu adalah komplotan orang yang telah mencuri kitab See gak hua Seng pitkip yang memang sedang dia cari.
Segera Lim Thong Bu siapkan diri, mengerahkan tenaga tay lek kim kong ciang dari See gak hua kunbun golongan hurup seng, bahkan sekaligus yang dia gabung dengan golongan hurup Hee dan Gie.
Pemuda itu kemudian perdengarkan pekik suara yang nyaring memecah angkasa, sambil dia lompat dengan sepasang kaki yang siap untuk digunakan.
Baik Cie in suthay, maupan Tiat tauw ci an Cee Kay Bu, dua-duanya sempat mendengar pekik suara itu dan sempat melihat gerak pemuda Lim Thong Bu, yang sudah dikenal oleh Cie in suthay, akan tetapi belum dikenal oleh si Kepala besi Cee Kay bu.
Kedua orang yang saling mengadu tenaga dalam itu lalu bersiap sedia, sehingga disaat sepasang kaki Lim Thong Bu menyentuh kebutan Cie in suthay dan tongkat besi Cee Kay Bu, maka mereka berdua sengaja melepaskan senjata-senjata mereka dan disaat senjata senjata mereka sedang terpental melayang ditengah udara, maka mereka lompat menyusul, merebut kembali senjata mereka, sebelum senjata mereka jatuh ditanah.
Dipihak pemuda Lim Thong Bu, dia langsung mengeluarkan goloknya, setelah dia berhasil memisah kedua orang orang yang sedang mengadu tenaga dalam itu.
"Suthay, hweeshio gundul ini adalah musuhku, dari itu biarkan aku yang hadapi dia." seru Lim Thong Bu kepada Cie in suthay.
"Bocah haram! mengapa kau tuduh aku bagai musuhmu... ?" tegur Tiat tauw ci an Cee Kay Bu, sedangkan didalam hati si Kepala besi sedang memikirkan tenaga dahsyat dan kepandaian istimewa yang dimiliki si pemuda itu.
"Hweeshio gundul, aku tahu kau adalah si pendeta gadungan Cee Kay Bu. Muridmu Hoan Jin Ong berkomplot dengan Ouw bin liong Kwee Ong dan mencuri kitab See gak hua Seng pit kip. Aku adalah Lim Thong Bu, ahliwaris See gak hua kunbun golongan hurup Seng..."
Tiat tauw ciang Cee Kay Bu menjadi terkejut waktu dia mendengar pengakuan pemuda itu. Akan tetapi dia tidak sempat berpikir lama, sebab Lim Thong Bu sudah menyerang memakai golok.
Dengan tongkat besinya yang berat dan panjang, Tiat tauw ciang Cee Kay Bu menangkis, akan tetapi tongkat besi itu putus menjadi dua diantara sinar lelatu anak api yang banyak berhamburan !
Si Kepala besi Cee Kay bu sangat terkejut. Dia yakin pemuda itu bukan memakai golok mustika, akan tetapi tongkatnya putus sebab pemuda itu telah mengerahkan tenaga yang besar. Segera Cee Kay Bu siapkan diri sambil dia lompat mundur. Dikerahkannya tenaganya dengan ilmu Tiat pou san, sampai tulang tulang didalam tubuhnya terdengar merentak berbunyi.
Sekarang ganti Lim Thong Bu yang menjadi terkejut. Juga Cie in suthay yang ikut melihat, sebab mereka tidak menduga kalau si Kepala besi Cee Kay Bu pandai dengan ilmu baju besi atau Tiat pou san, suatu ilmu kebal yang tidak mempan terhadap senjata apa pun juga!
Akan tetapi, pemuda Lim Thong Bu sudah mempunyai persiapan buat dia menghadapi musuh musuhnya yang mencuri kitab See gak hua seng pitkip, dan persiapan itu dia peroleh dari si mahasiswa melarat Kiang Su Cee datuk See gak hua kunbun golongan hurup 'Gee' dan dari nenek San Cay Hee, datuk See gak hua kunbun golongan hurup "Hee' menjadi caIon nenek mertua pemuda ini.
Maka terjadi saling serang antara Lim Thong Bu dan Tiat tauw ciang Cee Kay Bu. Dan pada pertempuran itu, kelihatan dua dua pihak tak mau saling bentur senjata, sebaliknya mereka mencari bagian bagian kelemahan dari pihak lawan.
Pemuda Lim Thong Bu menghadapi kesukaran, karena pihak lawannya sangat ketat menjaga bagian kelemahannya, yakni di bagian bawah antara sepasang pahanya, Sedangkan di bagian kepala atau bagian tubuh lainnya, si Kepala besi Cee Kay Bu sudah kebal terhadap senjata tajam.
Diam diam Cie in suthay menjadi gelisah menyaksikan pertempuran kedua orang itu. Biarawati yang muda usia itu membayangkan betapa dia bakal repot kalau dia yang harus bertempur melawan si Kepala besi Cee Kay Bu, sebab meskipun dia mengetahui bagian kelemahan dari ilmu Tiat pou san, akan tetapi apakah mungkin buat dia harus menyerang dibagian bawah lawannya, tepat diantara kedua paha si pendita gadungan itu" ('o mie to hud,,,') sekali lagi Cie In suthay harus memuji didalam hati, sementara mukanya segera berobah menjadi merah karena teringat dengan hal itu. Inilah kerugiannya sebagai seorang perempuan, apalagi sebagai seorang biarawati.
Dilain pihak, Lim Cong Bu perlihatkan kelincahan tubuhnya yang sudah mencapai batas kemampuannya. Pemuda ini mengancam bagian bawah lawannya memakai goloknya, menggunakan jurus 'lian hoan to' dari See gak Hua kunbun golongan hurup 'Seng".
Selagi musuhnya kalang kabut melindungi bagian bawahnya yang diserang secara bergelombang tak hentinya; maka secara tiba tiba jari jari tangan Lim Cong Bu meraih sepasang mata Cee Kay Bu sampai pecah berdarah sepasang mata itu, dan hilang sudah daya lihat si Kepala besi, membikin si Kepala besi itu lalu mengamuk sebagai seekor banteng yang gila, sehingga Cie in suthay dan Ma Kian Sun yang menonton, harus waspada supaya tidak terkena serangan nyasar!
"Pendeta gadungan, kau bakal mati, dari itu cepat kau katakan, pada siapa kitab yang dicuri itu disimpan...?" seru pemuda Lim Thong Bu, akan tetapi pemuda itu harus buru buru pindah tempat, karena tempat itu digempur oleh sisa tongkatnya Cee Kay Bu, mengakibatkan tanah ditempat itu berhamburan.
"Bocah sinting! kau yang harus mati duluan," maki Cee Kay Bu, yang lalu menyerang lagi secara membabi buta, sebab matanya memang sudah buta, tanpa dia bisa melihat apa yang diserangnya, sehingga dia hanya mampu memusatkan alat pedengarannya, untuk memperhatikan tempat pemuda lawannya berada.
Pemuda Lim Thong Bu kemudian menganggap tidak ada gunanya dia menghambur waktu dan tenaga, melayani banteng buta yang sedang mengamuk itu. Sekilas dia melirik kearah Cie in suthay dan biarawati yang muda usia itu bagaikan mengerti dengan maksud kehendak Lim Thong Bu, sehingga cepat cepat dia 'ngepot' masuk kedalam rumah yang sudah ditinggal lari oleh dua penghuninya.
Bagaikan seekor burung garuda yang menyambar, maka tanpa perdengarkan bunyi suara tubuh Lim Thong Bu melesat mendekati Cee Kay Bu, yang lalu dia tendang bagian bawahnya, tepat diantara sepasang pahanya sampai si Kepala besi Cee Kay Bu menjerit seperti seekor babi yang mau disembelih, membuang tongkatnya sebab sepasang telapak tangannya dia perlukan untuk mendekap bagian yang kena tendang tadi akan tetapi tidak tertolong lagi dia rubuh tewas, karena bagian bawahnya sudah remuk dengan darah membasahi celananya !
Ada suatu hal yang bisa membikin Cie in suthay jadi tersenyum seorang diri, kalau dia teringat lagi dengan pengalaman pemuda Lim Thong Bu yang menjadi ahliwaris See gak hua kunbun golongan hurup Seng selagi dan setelah dia berpisah dari kedua pemuda itu.
Waktu itu Cie in suthay sedang duduk makan seorang diri di sebuah rumah makan, sementara senyumnya itu sudah tentu menarik perhatian beberapa orang orang yang ikut hadir di dalam rumah makan itu.
"Eh, kau lihat; biarawati itu tentu orang sinting..." kata seseorang pada temannya yang sama sama duduk makan. "Kenapa memang...." tanya temannya, sambil dia menunda kegiatan sumpitnya yang hendak dia gunakan buat menjumput sepotong ati ayam.
"Aku lihat dari tadi tadi dia bersenyum seorang diri..." sahut temannya, yang rupanya sejak tadi mengawasi Cie in suthay, sebab biarawati yang muda usia itu sedang mengenangkan peristiwa yang pernah dialami oleh Lim Thong Bu.
Setelah berpisah dari Lim Thong Bu berdua Ma Kian San, maka Cie in suthay tidak mau tahu lagi dengan urusan yang bakal orang cela dia, dan dia duduk seenaknya di sebuah rumah makan atau menyewa kamar seorang diri di rumah penginapan.
Demikian hari itu dia tiba di kota Liong bun kwan, yang letaknya sudah tidak jauh lagi dengan dusun Liong bun tin, tempat si macan terbang, Lie Hui Houw yang hendak ditemui.
Dikota itu Cie in suthay menyewa sebuah kamar buat dia bermalam, lalu dia duduk di ruang makan dan bersenyum seorang diri karena dia teringat lagi dengan peristiwa yang pernah dialami oleh Lim Thong Bu, yang kisahnya dia dengar melalui seorang sahabatnya. Akan tetapi, diluar tahu Cie in suthay, senyumnya yang manis itu telah mengakibatkan adanya beberapa orang orang yang menganggap biarawati muda usia itu adalah orang yang sinting, dan telah pula menawan hati seorang pemuda tampan berdandan seperti seorang pelajar atau siucay.
Pemuda tampan yang berpakaian semacam seorang pelajar itu, sangat mirip seperti Soan siucay Cie Poan Ciang, seorang pemuda yang menjadi kekasihnya Ang ie liehiap Lie Su Nio; dan kedua-duanya merupakan rekan seperjuangan Cie in suthay, sebagai pendekar penegak keadilan.
Oleh karena itu, alangkah kurang ajarnya pemuda tampan yang tertawan hatinya oleh senyum manis biarawati yang muda usia itu, apabila pemuda itu memang benar benar adalah Soan siucay Cie Poan Ciang, sebab seharusnya pemuda itu mendekati dan memberi hormat kepada Cie in suthay yang punya kedudukan lebih tua.
Sementara itu, Cie in suthay masih suka tersenyum seorang diri, tanpa dia merisaukan dan menghiraukan keadaan di sekitar tempat dia duduk dan makan seorang diri, sambil dia masih tenggelam dengan kisah lama yang pernah dialami oleh pemuda Lim Thong Bu.
Pemuda Lim Thong Bu asal penduduk daerah Siam say, di perkampungan Coan in cung, dekat gunung Coan in san.
Pemuda ini mempunyai seorang kakak laki laki yang sudah menikah dan waktu itu sudah punya anak umur setahun. Kakaknya bernama Lim Thong Hok; dan isteri kakaknya bernama Oey Lan Ing. Mereka bertiga merupakan murid murid kaum See gak hua kunbun golongan hurup Seng, dan orang orang see gak hua kunbun waktu itu masih saling gontok memisah dari dalam lima golongan yakni golongan golongan hurup Seng, Heng, Gee dan Thian.
Waktu itu Lim Thong Bu bekerja sebagai orang piauwsu pada Tan wan piauwkiok dari Samsay, sehingga didusun Coan in tin hanya ada ibunya bersama Lim Thong Hok dengan istri dan anaknya.
Adalah pada suatu hari pejabat pemerintah kota Tung hay lantas mengirimkan orang utusan buat mengundang Lim Thong Bu untuk meminta bantuannya membasmi suatu kejahatan yang sedang terjadi didalam kota Tung hay koan.
Dua orang utusan itu tidak berhasil bertemu dengan Lim Thong Bu, yang sedang bertugas mengawal kereta piauw, akan tetapi mereka bertemu dengan Lim Thong Hok, dan kedua petugas itu kelihatan kecewa bercampur merasa cemas,
"Sebenarnya ada perkara kejahatan apa didalam kota Tung hay koan... "' tanya Lim Thong Hok yang mengetahui bahwa kedua petugas itu sedang merasa kecewa bercampur cemas.
Akan tetapi kedua utusan itu tidak mengetahui bahwa Lim Thong Hok mempunyai ilmu, jadi mereka tidak memandang mata dan seenaknya bercerita mengatakan bahwa di dalam kota Tung hay koan sedang ada perkara kejahatan berupa pencurian; pemerasan dan perkosaan terhadap anak anak perawan dan perempuan perempuan yang masih muda usia bahkan tidak perduli bini orang, gundik orang ataupun janda janda, pokoknya cuma yang muda muda yang hilang, yang tua tua kagak ada yang hilang diculik.
"Itu sih cuma kejadian biasa buat kota besar seperti Tung hay koan, sebab di kota itu ada banyak rumah judi, tempat isap candu dan juga banyak tempat tempat pelacuran, jadi kalau orang kurang duit, ya ngerampok atau nyolong..." kata Lim Thong Hok yang mulai kheki melihat lagak menghina dari kedua orang utusan itu.
"Memang kejadian biasa kalau yang melakukan kejahatan itu adalah orang orang biasa ataupun orang orang sinting, akan tetapi kejahatan ini dilakukan oleh suatu siluman naga yang suka telan orang bulat bulat.."
Lim Thong Hok tertawa, akan tetapi kedua petugas itu tidak menghiraukan dan meneruskan bicara, mengatakan bahwa banyak sekali orang orang kota yang sudah pernah melihat naga buas itu ditepi laut Tung hay, dan setiap kali naga buas itu muncul, maka pasti terjadi kejahatan, entah berupa pencurian, perampokan ataupun penculikan terhadap cewek cewek.
("ini tentu perbuatan seorang orang....") pikir Lim Thong Hok didalam hati, sebab dia jadi teringat dengan kebiasaan seorang tokoh kejahatan yang sudah dia kenal, sehingga Lim Thong Hok lalu memutuskan mengajukan diri menggantikan adiknya.
"Bagus, kalau kau memang sudah bosan hidup," kata kedua orang utusan itu, sebab dua duanya memang tidak memandang mata terhadap Lim Thong Hok, akan tetapi mereka membawa juga Lim Thong Hok buat dihadapkan kepada atasan mereka.
Pejabat pemerintahan kota Tung hay koan kelihatan marah marah waktu kedua utusan itu membawa Lim Thong Hok datang menghadap; bukan Lim Thong Bu yang diundang.
"Orang yang disuruh undang bernama Lim Thong Bu, dia dikenal gagah, bisa menangkap siluman, dan untuk dia pemerintah menyediakan upah buat dia..." kata pejabat pemerintah itu semau gue.
"Tay jin, aku juga mau coba coba nangkap siluman. Kalau aku berhasil tidak perlu diberi upah, sebaliknya kalau aku mampus, ya sudah, tidak perlu jenazahku diurus supaya pemerintah tidak dirugikan. ,." sahut Lim Thong Hok, juga semau gue sebab dia sedang kheki.
Akan tetapi, pejabat pemerintah itu "ngotot' dan bicara lagi :
"Jenazahmu memang tidak perlu dikubur atau diurus, sebab akan ditelan hidup hidup oleh siluman naga itu, jadi boleh juga kau coba coba..." dan pejabat pemerintah itu ngitung ngitung didalam hati, akan tetapi memakai jari jari tangannya yang bergerak gerak. Maksudnya, berapa banyak dia bakal untung kalau Lim Thong Hok berhasil menangkap siluman naga, dan dia buru buru menambahkan perkataannya, selagi Lim Thong Hok belum sempat lagi bicara:
"...akan tetapi, ongkos kau makan dan mondok, harus kau bayar sendiri..."
Lim Thong Hok tidak mau melayani pejabat pemerintah itu bicara, dia hanya teringat dengan kepentingan masyarakat yang sedang dilanda bencana.
Malam hari itu Lim Thong Hok diantar oleh kedua orang utusan yang sudah dikenalnya. Mereka menuju tepi laut Tung hay tempat siluman naga itu seringkali muncul, akan tetapi sampai tiga malam lamanya mereka tidak berhasil menemui yang mereka cari, sampai kedua petugas mulai percaya dengan Lim Thong Hok, yang dianggap sudah berhasil membikin siluman naga takut muncul, sebab siluman naga itu sudah membaui kedatangan Lim Thong Hok.
Akan tetapi pada malam berikutnya mereka menyusuri tepi laut sebelah barat, maka tiba tiba mereka mendengar ada suara angin ribut yang menderu deru, kemudian di angkasa ada sinar terang yang berwarna kuning emas, lalu berpeta menjadi semacam naga yang sedang terbang atau menari nari, sehingga kedua petugas alat negara itu menjadi ketakutan, buru buru mereka umpatkan diri diatas sebuah pohon yang besar dan lebat.
Setelah sinar yang terang tadi hilang lenyap, maka keadaan disekitar tempat itu kembali menjadi gelap gulita, sampai sesaat kemudian terdengar suatu suara tawa yang menyeramkan, membikin takut orang orang yang mendengarnya.
Waktu Lim Thong Hok mengawasi arah suara tawa itu terdengar, maka dilihatnya ada sesuatu yang sedang mendekati dia, yang ternyata berbentuk seorang manusia laki laki yang tinggi dan besar tubuhnya; memiliki wajah muka hitam menyeramkan sedangkan ditangannya memegang sebatang gada seperti cakar naga.
"Bangsat ! ternyata kau adalah Ouw bin liong Kwee Ong...!" maki Lim Thong Hok; karena tepat seperti yang memang sudah dia duga.
('ouw bin liong" naga muka hitam)
Penjahat itu tertawa mengejek, lalu berkata :
"Dan kau adalah Lim Thong Hok, muridnya si tua bangka Coa Seng Hok...!" balas maki Ouw bin liong Kwee Ong, yang sekaligus telah memaki gurunya Lim Thong Hok, sehingga Lim Thong Hok menjadi sangat gusar, lalu dengan goloknya dia mulai menyerang.
Ternyata kedua orang yang sedang bertempur itu memang sudah saling bermusuhan; mempunyai latar belakang dendam perguruan, sebab Lim Thong Hok dari See gak hua kunbun golongan hurup 'Seng", sedangkan Ouw bin liong Kwee Ong dari See gak hua kunbun golongan hurup "Thian", sebab si naga bermuka hitam itu adalah muridnya Hui ho Pouw Kong Jin, si Rase terbang yang menjadi adik kandung dari Moti cui in Pouw Thian Jiu, si Seruling maut yang menjadi dedengkot orang orang See gak hua kunbun golongan hurup 'Thian'.
Dalam pertempuran itu, Ouw bin liong Kwee Ong telah menggunakan peluru asap yang mengandung racun ouw shia chang; sehingga waktu peluru asap itu meledak mengeluarkan asap warna hitam, maka Lim Thong Hok rebah pingsan sebab pengaruh asap yang mengandung racun dan Ouw bin liong Kwee Ong lalu membawa lari lawannya, yang sudah pingsan tidak berdaya.
Setelah lama mereka menghilang; maka kedua petugas alat negara itu merayap turun dari atas pohon, memeriksa tempat tempat bekas pertempuran dengan tubuh mereka yang masih gemetar ketakutan. Setelah itu mereka Iari kekantor pejabat pemerintah, memukul beduk tanda bahaya tidak perduli malam sudah larut, membangunkan si pejabat pemerintah yang sedang asyik tidur didalam rangkulan bini mudanya yang kesembilan, dan kedua petugas itu lalu mengarang cerita soal Lim Thong Hok, yang katanya sudah ditelan bulat bulat oleh siluman naga yang hitam menyeramkan!
Pejabat pemerintah itu ikut jadi ketakutan, dia takut siluman naga bakal mencari dia, sebab dia sudah mengundang orang tolol yang sok ngaku jadi pendekar gagah.
Sampai pagi pejabat pemerintah itu tidak berani menyambung tidur. Dia memuja nama Tuhan, supaya mau melindungi dia dan dia bersumpah tidak jadi menambah bini muda, asal dia bisa diselamatkan dari bencana siluman naga.
Bahkan sampai dua malam berikutnya, pejabat pemerintah itu tetap tidak bisa tidur, biarpun empat bini mudanya sekaligus menemani dia. Didalam hati pejabat pemerintah itu memutuskan bahwa kalau siluman naga itu datang mencari dia, maka dia akan rela menyerahkan keempat bini mudanya itu.
Akan tetapi dihari ketiga itu, bukan siluman naga yang datang mencari dia, melainkan sepucuk surat yang tidak diketahui dari mana dan bagaimana cara datangnya, tahu-2 sudah ada di atas meja kerja pejabat pemerintah, dan dalam surat itu dikatakan bahwa Lim Thong Hok belum mati, akan tetapi disimpan dalam sebuah goa naga, dijadikan semacam sandera buat ditebus atau ditukar dengan kitab perguruan See gak hua Seng pit kip, dan Kitab perguruan itu katanya harus diserahkan kepada pengurus kuil Sim yang tong yang letaknya dekat pantai laut sebelah barat.
Pejabat pemerintah kota Tung hay koan tidak mengerti dengan maksud surat itu, dan tidak pula mengetahui tentang arti kitab perguruan yang dimaksud. Surat yang diduga dari siluman naga itu, kemudian dikirim kerumah Lim Thong Hok buat diserahkan kepada isterinya atau kepada ibunya Lim Thong Hok.
Lim sie atau ibunya Lim Thong Hok, juga tidak mengetahui tentang adanya rahasia perguruan See gak hua kunbun, orang tua ini menangis memikirkan anaknya yang sedang dibawa lari oleh siluman naga dan mendesak menantunya memenuhi permintaan siluman naga itu, buat menukar Lim Thong Hok dengan kitab perguruan See gak hua Seng pitkip.
"Buku itu bisa kau cetak sebanyak kau mau akan tetapi suamimu tidak bisa kau bikin lagi..." Kata sang ibu mertua sambil meratap menangis.
Oey Lan Ing yang jadi mantu kelihatan patuh berbakti kepada mertuanya. Nyonya muda ini berkemas dan membawa kitab See gak hua Seng pit kip, lalu menyusul ketempat sang suami ditangkap siluman naga.
Akan tetapi Oey Lan Ing tidak langsung menuju ke kota Tung hay koan. Dia berbelok arah menuju ke kota Siamsay, buat menitipkan kitab perguruan itu kepada Tin wan piawkiok dengan pesan untuk diteruskan kepada sang adik ipar; Lim Thong Bu yang pada waktu itu sedang bertugas mengawal kereta piauw.
Nyonya yang masih muda usia itu mempunyai tekad hendak mengadu nyawa kepada musuh, tidak sudi dia untuk memberikan kitab perguruan See gak hua Seng pitkip sebab sebagai murid bungsu si Ular belang Coa Seng Hok, maka Oey Lan Ing juga mengetahui tentang adanya sengketa orang orang See gak hua kunbun.
Demikian Oey Lan Ing melakukan perjalanan seorang diri, meninggalkan rumah dia meninggalkan anaknya yang masih kecil di dalam asuhan sang ibu mertua, dan dia menuju Siamsay seperti yang dia rencanakan.
Pada suatu hari, Oey Lan Ing singgah di suatu kedai nasi yang letaknya disebuah desa yang agak ramai, karena nyonya muda ini bermaksud istirahat sambil makan siang.
Sebelum Oey Lan Ing selesai makan, tiba tiba terjadi suatu perkelahian antara beberapa orang laki laki, yang semuanya tidak dikenal oleh Oey Lan Ing. Nyonya muda ini meninggalkan meja tempat dia makan, buat melihat dengan mendekati tempat terjadinya perkelahian, yang kemudian dapat didamaikan oleh para pengunjung kedai nasi dan Oey Lan Ing lalu kembali ketempatnya buat menyambung makan.
Akan tetapi, nyonya muda ini menjadi terkejut, karena dia melihat bungkusan bawaannya hilang disamber orang, padahal bungkusan itu dia tempatkan diatas meja makan.
Oey Lan Ing tidak menghiraukan tentang uang maupun pakaiannya yang harus hilang dicuri orang, akan tetapi dia cemas sebab di dalam bungkusan itu justeru dia simpan kitab perguruan See gak hua Seng pitkip, dan kitab perguruan itu sekarang hilang.
Dalam gugupnya Oey Lan Ing menemui si pemilik kedai nasi dan melaporkan tentang kehilangan itu, sedangkan si pemilik kedai lalu berkata :
"Aih ! ini tentu perbuatan dia..."
"Dia siapa...?" tanya Oey Lan Ing yang tetap kelihatan gugup bercampur gelisah.
"Perkelahian yang terjadi tadi, tentu akal perbuatannya.,." kata lagi si pemilik kedai, yang tidak menjawab langsung namun dia menambahkan perkataannya;
".. dia adalah Soen Put Jie, manusia dengan seribu akal.."
"Dimana tempat orang itu.. ?" tanya Oey Lan Ing, ingin segera mengejar si pencuri.
"Dari sini kouwnio jalan terus, dekat sebuah kuil tua belok kekiri, lalu kekanan, kekiri lagi dan kekanan lagi; sampai delapan belas kali tikungan, setelah itu kouwnio bakal mencapai daerah pegunungan Leng siao san, nah disitulah kouwnio akan menemui rumahnya Soen Put Jie...." kata si pemilik kedai dengan memberikan gambaran memakai gerak sepasang tangannya, bagaikan orang yang sedang menari.
"Akan kususul ketempatnya itu, sementara aku belum membayar harga makanan, maka akan aku titipkan pedangku ini sebagai jaminan. ,." kata Oey Lan Ing, sambil dia melepaskan pedangnya dari ikat pinggangnya.
Pemilik kedai yang baik hati itu menolak pemberian Oey Lan Ing, dia bahkan mengatakan sekiranya Oey Lan Ing tidak berhasil menemui si pencuri itu, maka dia mempersilahkan Oey Lan Ing menginap dikedai itu, yang memang menyediakan juga kamar kamar buat disewa para tamu yang hendak bermalam.
Oey Lan Ing mengucap terima kasih dan berjanji akan kembali, lalu dengan langkah kaki tergesa gesa dia mencari rumahnya Soen Put Jie, berdasarkan pengunjukkan si pemilik kedai tadi. Akan tetapi karena banyaknya jalan yang berliku liku, maka telah beberapa kali Oey Lan Ing menembus jalan yang sama atau yang pernah dia lewati, sehingga perjalanan itu jadi memerlukan banyak waktu sampai hari menjadi malam baru dapat dia menemui rumah yang dia cari.
Nyonya muda itu lalu mengetok pintu rumah; akan tetapi sampai berulang kali tak ada orang yang menjawab atau membuka pintu itu, sehingga tidak sabar lagi Oey Lan Ing menunggu, dan dia lompat masuk melalui tembok halaman yang cukup tinggi.
Rumah itu cukup besar dan luas, akan tetapi Oey Lan Ing tidak menemui adanya seseorang didalam rumah itu, meskipun ada beberapa pelita yang menyala menjadi alat penerang.
('ada pelita, tentu ada orang...") pikir Oey Lan Ing di dalam hati, dan dia terus memasuki rumah yang besar itu, meskipun bulu kuduknya mulai pada bangun, takut bertemu dengan setan setan gentayangan atau mayat hidup yang suka melancong.
Ada sebuah kamar tidur yang Oey Lan Ing buka pintunya perlahan lahan, sebab pintu itu ternyata tidak dikunci meskipun ditutup rapat, lalu Oey Lan Ing melihat ada seorang orang laki laki yang rebah diatas tempat tidur tanpa kelihatan bergerak.
Sejenak Oey Lan Ing terlihat ragu ragu. Laki laki itu rebah membujur celentang.
Ukuran tubuhnya panjang kurus, mukanya seperti muka tikus, ada sedikit kumis yang melintang. Laki laki itu tidak bergerak meskipun sudah cukup lama Oey Lan Ing berdiri mengawasi. Laki laki itu tetap diam sebab rupanya dia sudah mati.
Agak gemetar tubuh Oey Lan Ing, yang sudah berdiri disisi ranjang. Ada selembar kertas bertuliskan di sisi mayat itu, dan Oey Lan Ing mengambil, lalu membaca dengan bantuan sinar api lilin yang menyala.
"Temanku Tay Hin ! Kau terlalu mendesak aku, padahal kau tahu aku tidak berhasil memperoleh barang itu. Aku memilih mati minum racun, dari pada mati dibunuh oleh kau...."
Demikian Oey Lan Ing membaca surat itu, yang dibagian bawahnya dibubuhi nama Soen Put Jie.
Oey Lan Ing jadi kesal, menyesal karena dia datang terlambat. Pencuri itu sudah mati bunuh diri, jadi bagaimana mungkin dia dapat menemui lagi bungkusannya yang hilang" Apa kata gurunya almarhum karena kitab perguruan itu dia bikin hilang"
Benar benar Oey Lan Ing menjadi kesal bercampur penasaran. Dia mau memeriksa semua isi rumah itu, buat dia mencari bungkusannya yang hilang, akan tetapi mendadak dia menunda niatnya itu, sebab dia mendengar adanya suara seseorang yang mendatangi rumah itu, juga memakai cara melompati tembok halaman, menandakan orang yang sedang mendatangi itu pandai ilmu silat dan ilmu ringan tubuh.
Dengan cepat Oey Lan Ing umpatkan diri di bagian belakang ranjang, terlindung dibalik kain kelambu, dan disaat berikutnya dilihatnya jendela kamar dibuka oleh seseorang dari luar, memakai golok yang tajam dan setelah jendela itu terbuka, maka seorang laki laki memakai tutup muka lompat masuk dengan sebelah tangan memegang golok.
Lalu laki bertopeng itu sejenak berdiri di dekat tubuh yang membujur sebagai mayat, lalu tiba tiba dia mengangkat goloknya, hendak membacok mayatnya Soen Put Jie.
Melihat kehendak laki laki yang memakai tutup muka itu, maka buru buru Oey Lan Ing menghadang dan menangkis memakai pedangnya. sambil dia membentak:
"Manusia biadab, orang sudah mati masih mau dibunuh...."
Laki laki yang memakai tutup muka itu menjadi sangat terkejut. Goloknya hampir lepas dari tangannya, sebab tidak menduga ada seseorang yang melindungi mayat Soen Put Jie yang sudah tewas akibat minum racun, apa lagi yang melindungi itu adalah seorang perempuan muda yang cantik jelita.
Setelah berhasil mengatasi rasa kagetnya maka laki laki itu memberikan perlawanan bertempur didalam kamar yang sempit itu; dengan ditonton oleh mayatnya Soen Put Jie yang diam diam jadi tertawa.
Sambil bertempur, laki laki yang memakai tutup muka itu menjadi jatuh cinta terhadap Oey Lan Ing, akan tetapi oleh karena perempuan muda itu sangat tangkas; maka cepat cepat lelaki itu lompat keluar lewat jendela, disusul oleh Oey Lan Ing yang merasa penasaran.
Sesudah kedua orang yang bertempur itu meninggalkan kamarnya, maka mayat Soen Put Jie lalu bergerak bangun, dan turun dari ranjang, lalu bergegas dia meninggalkan kamar itu dan menghilang lewat pintu belakang.
(Sekali lagi Cie in suthay jadi tersenyum seorang diri, mengenangkan pengalaman Oey Lan Ing atau isterinya Lim Thong Hok dan senyum manis biarawati yang muda usia itu, tetap memikat hati laki laki muda yang berpakaian sebagai seorang pelajar, yang diam diam terus memperhatikan, sementara kedua orang lain yang ikut lihat senyum manis itu sekali lagi harus membicarakan pendapat mereka :
"Aku sekarang yakin; dia benar benar orang sinting....," demikian kata yang seorang, dan temannya lalu menambahkan:
"aku justeru kasihan melihat dia sebab usianya masih muda dan cantik jelita."
Cie in suthay tetap tidak menghiraukan dan tetap duduk makan seorang diri, bahkan tetap suka bersenyum atau tersenyum !
O) hend(dwkz)bbsc (O
SEMENTARA itu, waktu sudah menyelesaikan tugasnya mengantar kereta piauw, maka dalam perjalanan pulang ke rumahnya, Lim Thong Bu mengajak dua orang pembantunya singgah di kota Tung hay koan.
Waktu hendak singgah disebuah rumah makan, Lim Thong Bu membiarkan kedua pembantunya masuk lebih dulu, sementara dia membeli buah buah bekal buat dibawa pulang ke rumah. Setelah selesai berbelanja, maka Lim Thong Bu memasuki rumah makan itu, dan dilihatnya kedua orang pembantunya sedang bertempur melawan seorang dara lincah yang cantik mukanya.
Dengan senjata golok ditangannya, maka Lim Thong Bu memasuki arena pertempuran dengan maksud memisah, akan tetapi dara lincah yang kena ditangkis pedangnya, menjadi marah dan memaki :
"Bagus ! kalian bertiga hendak mengepung aku ! kalian sungguh sungguh adalah laki laki pengecut".!"
Jilid 23

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"KAU ANGGAP Lim piauwsu tidak berani melayani kau sendirian......?" sahut seorang pembantunya Lim Thong Bu dengan nada suara mengejek.sebelum Lim Thong Bu sendiri sempat bicara..
"Bagus! mari kita bertanding diluar....!" ajak dara lincah itu bertambah marah.dan dia mendahulukan keluar rumah makan dengan geraknya yang benar benar sangat lincah..
Pemuda Lim Thong Bu tidak bermaksud membikin permusuhan dengan dara lincah yang belum dikenalnya itu.. Dia ikut keluar dengan maksud mengajak dara lincah itu bicara.akan tetapi tiba tiba dia sudah diserang hingga setelah beberapa kali dia hanya berkelit menghindar.maka dengan suatu gerak yang indah dengan goloknya dia berhasil menggetarkan pedangnya dara lincah itu lepas dari pegangannya.. Akan tetapi selagi pedang itu masih melayang diangkasa.maka dengan suatu gerak tubuh yang lincah dan ringan.dara itu melesat dan berhasil merebut pedangnya.sebelum pedang itu jatuh ditanah..
"Bagus......!" Lim Thong Bu memuji.akan tetapi dara lincah itu mendahulukan berkata.. "Baik! sekali ini nonamu kurang berhati hati.akan tetapi pada lain kesempatan nanti kita pasti akan bertemu lagi......!"
Sehabis berkata begitu.maka dara lincah itu pergi dengan lari pesat.tanpa menghiraukan teriak Lim Thong Bu yang sebenarnya ingin mengetahui nama dara lincah itu..
Dengan langkah kaki seenaknya.Lim Thong Bu kemudian memasuki lagi rumah makan itu untuk dia bersantap sambil dia memikirkan entah siapa gerangan dara lincah tadi sampai kemudian dia mendengar pembicaraan beberapa orang tamu.tentang adanya seorang pendekar bernama Lim Thong Hok yang telah jadi mangsa siluman naga!
Sudah tentu Lim Thong Bu menjadi sangat terkejut.dan dia lalu menanyakan keterangannya yang lebih lanjut.sampai kemudian ia mendatangi dan menemui pejabat pemerintah kota Tung hay koan..
Sebagai langkah pertama.seorang diri segera Lim Thong Bu mendatangi kuil sam yang tong.sedangkan kedua orang pembantunya dia perintahkan berangkat lebih dahulu ke kota Siamsay untuk membawa kabar..
Pengurus kuil Sam yang tong yang mengaku bernama Hoan Jin Ong.sebenarnya adalah salah seorang muridnya Tiat tauw ciang Cee Kay Bu si Kepala besi sehingga tidak mengherankan jika rumah suci itu telah dijadikan tempat melakukan berbagai perbuatan kejahatan..
Pada waktu itu.didalam kuil Sam yang tong sedang berkumpul Hui ho Pouw Kong Jin bersama Ouw bin liong Kwee Ong.. Mereka sedang membicarakan soal tahanan mereka (Lim Thong Hok) yang ternyata telah berhasil menghilang tanpa setahu mereka..
Ketika Hoan Jin Ong masuk memberitahukan bahwa mereka kedatangan Lim Thong Bu maka dengan girang mengatur siasat keji menangkap Lim Thong Bu memakai bubuk racun Ouw shia chang yang dicampur kedalam air teh.dan waktu Hoan Jin Ong hendak membunuh pemuda itu selagi masih lupa daratan maka Hui ho Pouw Kong Jin melarang.sebab si Rase terbang tetap hendak memiliki kitab perguruan See gak hua Seng pitkip.dengan memperalat Lim Thong Bu memakai suatu cara yang sukar dapat dipercaya..
Dilain pihak.berhasilnya Lim Thong Hok melepas diri dari tahanan pihak musuh.sebenarnya adalah berkat pertolongan seorang pendeta yang bernama Liauw hoan hweeshio..
Liauw hoan hweeshio sebenarnya adalah anggota pengurus kuil Sam yang tong yang lama.sebelum pemimpin mereka dibunuh mati oleh Hoan Jin Ong.. Dengan demikian Liauw hoan hweeshio memang sudah lama mencari kesempatan hendak mengusir Hoan jin Ong.dan menjadikan kuil Sam yang tong kembali sebagai rumah suci..
Setelah berhasil menolong Lim Thong Hok maka Liauw hoan hweeshio menceritakan tentang rencana pihak Hui ho Pouw Kong Jin yang hendak memiliki Kitab perguruan See-gak hua Seng pitkip.sehingga sudah tentu Lim Thong Hok menjadi terkejut dan bergegas pergi tanpa dia memberitahukan pihak pejabat pemerintah setempat.oleh karena dia merasa perlu cepat cepat mencegah isterinya menyerahkan kitab perguruan mereka buat dipakai sebagai penebus dirinya..
Tetapi,selagi Lim Thong Hok mencapai daerah pegunungan Leng Siao san tiba tiba dia melihat adanya dua belas orang gerombolan perampok yang sedang bertempur melawan seorang dara lincah..
Hasrat hatinya ingin benar dia membantu dara lincah yang sedang dikepung gerombolan perampok itu.akan tetapi Lim Thong Hok sedang menghadapi urusan yang gawat mengenai keluarga dan urusan perguruan dari itu memaksakan dirinya untuk tidak menghiraukan urusan lain orang.seperti peristiwa yang sedang terjadi dan yang dilihatnya itu..
Akan tetapi mendadak Lim Thong Hok mendengar pekik suara dara lincah itu, dan waktu dia mengawasi.maka dilihatnya dara lincah itu sedang terjatuh; karena kakinya tergelincir menginjak sebuah batu yang agak besar..
Beberapa orang kawanan perampok sedang berusaha hendak menyerang dara lincah itu memakai senjata mereka.membikin Lim Thong Hok segera melesat mendekati.menghadang dan menangkis setiap serangan yang ditujukan kepada dara lincah itu; akan tetapi untuk selanjutnya Lim Thong Hok yang jadi bertempur melawan semua gerombolan perampok itu..
Dara lincah yang ditolong oleh Lim Thong Hok.ternyata adalah dara lincah yang pernah bertempur melawan Lim Thong Bu waktu di kota Tang hay koan..
Dara lincah itu kelihatan terpesona waktu mengetahui dirinya ditolong oleh seorang laki laki muda yang tampan dan gagah perkasa.. Dia tetap duduk ditempat dia terjatuh mengawasi Lim Thong Hok yang sedang bertempur dan dikepung.tanpa dia mempunyai niat buat membantu laki laki muda yarg sudah menolong dia.sebaliknya khayalnya jauh merantau memikirkan alangkah akan bahagia hidupnya kelak kalau dia mempunyai suami gagah dan tampan seperti laki laki yang sedang bertempur itu..
Setelah Lim Thong Hok berhasil mengalahkan semua gerombolan perampok itu.mengusir mereka sampai hilang semuanya maka Lim Thong Hok mendekati tempat dara lincah itu terduduk yang dia sangka terluka sampai tidak bisa berdiri.. "Siao kouwnio.apakah kau terluka......?" Lim Thong Hok menanya ketika telah mendekati dara lincah itu..
"Siao Kouwnio, apakah kau anggap aku anak kecil yang masih ingusan...... ?" sahut dara lincah itu marah marah dengan muka bersungut..
"Maaf.. maaf.apakah kouwnio terluka ?" ulang Lim Thong Hok yang meralat pertanyaannya tadi..
"Mumm.. kau anggap dirimu gagah.dan kau usir mereka pergi padahal susah payah aku sedang mengatur siasat hendak mengetahui sarang mereka....,!" kata lagi dara lincah itu tetap dengan muka bersungut..
('eh..sudah ditolong malah memaki?") kata Lim Thong Hok akan tetapi cuma didaIam hati dan dia bergegas hendak meninggalkan dara lincah itu yang tidak lagi mau dia hiraukan..
"E ehm...... !" teriak dara lincah itu tiba-tiba.dan dia menyambung perkataannya.selagi Lim Thong Hok menunda langkah kakinya..
"......aku sedang terluka.apakah kau akan biarkan aku mampus ditempat ini " Lekas kau antar aku ke dusun Soen kee po....!"
Sekali lagi Lim Thong Hok mengangkat sepasang bahunya tanda dia setengah tobat menghadapi dara lincah yang pemarah akan tetapi yang bisa bersikap manja itu.dan Lim Thong Hok lalu mendekati lagi dan dia bantu mengangkat dara manja itu berdiri sementara sebelah lengan dara manja itu merangkul bagian pundak Lim Thong Hok untuk kemudian dengan langkah kaki pincang dara manja itu berjalan dengan tubuh rapat melekat pada pundak Lim Thong Hok.bagaikan sebelah kakinya mendapat cedera padahal hanya pura pura belaka..
Lim Thong Hok berhasil mencapai dusun Soen kee po untuk mengantar dara lincah yang manja itu yang ternyata bernama Gak Siao Cu..
Mereka memasuki sebuah rumah yang besar dan luas.padahal penghuninya hanya dara Gak Siao Cu bersama neneknya yang sudah tua; ditambah dengan belasan orang pelayan laki laki dan perempuan..
Dara manja Gak Siao Cu sudah tidak mempunyai ayah dan ibu.nenek Soen (Soen lo-naynay) adalah ibu dari ibunya; dan nenek tua itu sangat mengasihi cucunya yang semata wayang sehingga sang nenek menjadi terkejut dan girang.waktu sang cucu pulang bersama Lim Thong Hok..
Soen lo naynay terkejut karena sang cucu berjalan dengan sebelah kaki pincang dan Soen lo naynay girang sebab merasa akan mendapat cucu mantu yang tampan dan mempunyai bakat baik buat belajar ilmu silat..
Sudah tentu Lim Thong Hok menjadi terkejut waktu nenek Soen mengatakan hasratnya hendak menjadikan dia sebagai cucu mantunya.bukan sebab dara manja Gak Siao Cu kurang cantik dan kurang manja.akan tetapi persoalannya Lim Thong Hok sudah punya bini dan sudah punya anak satu..
Segera Lim Thong Hok hendak menolak dengan mengakui keadaan dirinya yang sebenarnya.. Akan tetapi secepat itu pula Lim Thong Hok batal bicara atau mengakui bahwa dia telah punya bini sebab dia merasa heran menjadi bingung berhubung nenek Soen hendak memberikan pesalin berupa barang pusaka yang tak ternilai harganya yakni sebuah kitab pelajaran ilmu silat See gak hua Seng pitkip!
"Kitab perguruan See gak hua kunbun golongan hurup Seng........?" tanya Lim Thong Hok menegaskan takut dia salah dengar..
"Benar,....!" sahut nenek Soen bangga; karena orang tua itu menganggap calon cucu mantunya ternyata seorang yang benar benar cerdas mengerti barang bagus atau barang jelek! Lim Thong Hok kemudian meminta waktu beberapa hari buat dia berpikir, padahal dia hendak menyelidiki tentang kitab perguruan itu melalui dara Gak Siao Cu.sebab benar benar dia tidak mengerti apa sebabnya dan bagaimana caranya kitab itu bisa berada pada nenek Soen.padahal kitab itu selalu disimpan oleh bininya dirumah..
Sebaliknya nenek Soen ini ternyata mempunyai adat yang aneh.. Dia tidak keberatan Lim Thong Hok menunda hari pernikahan.akan tetapi Soen lo naynay menghendaki hari itu juga Lim Thong Hok menerima kehendaknya menjadi cucu mantunya buat dikawinkan dengan cucunya!
Adat aneh nenek Soen ternyata merupakan kebiasaannya sejak dulu yakni sejak dia masih muda.sebab nenek Soen sebenarnya adalah dedengkot See gak hua kunbun golongan hurup Hee.. Nama lengkapnya adalah Hek bo tan Soen Cay Hee.atau si Bunga mawar hitam yang banyak sekali durinya.sebab itu barang siapa saja yang berani dekat dengan dia pasti akan mengeluarkan darah sebab terluka atau semaput jadi setan kagak punya kepala!
Dengan siasat mendekati gak Siao Cu.maka kepada Lim Thong Hok telah diperlihatkan kitab perguruan See Gak hua Seng pit kip dan ternyata bahwa kitab perguruan itu adalah kitab yang asli bukan tiruan dan bukan juga salinan.melainkan yang biasanya disimpan oleh Oey Lan Ing.bininya Lim Thong Hok !
Kemudian dan menurut keterangan yang diberikan oleh Gak Siao Cu.kitab perguruan itu katanya diperoleh dari pamannya yang bernama Soen Put Jie..
Waktu Lim Thong Hokz menanyakan.apakah Soen pekhu itu pandai ilmu silatnya maka Gak Siao Cu tertawa lalu berkata..
"Soen pekhu hanya sekedar mengerti sedikit ilmu silat.akan tetapi dia memiliki banyak akal.sehingga orang orang menamakan dia sebagai si manusia dengan seribu akal terbukti dia telah berhasil memperoleh buku ini entah dari mana dan entah dengan cara bagaimana padahal kitab perguruan semacam ini biasanya menjadi barang rebutan tokoh tokoh kaum rimba persilatan yang bersedia mati asal bisa memiliki barang pusaka ini......"
Lim Thong Hok manggut membenarkan dan menanya lagi:
"Dimana seorang Soen pekhu itu........?" demikian tanyanya seperti ingin diperkenalkan dengan Soen Put Jie..
"Hmmn! entah dekat; entah jauh.. tidak ada orang yang tahu.. Manusia belum datang akan tetapi kitab ini sudah dia kirim melalui seorang temannya......" sahut Gak Siau Cu yang perlihatkan lagak manja bercampur bangga..
Dilain pihak.Lim Thong Bu yang menjadi orang tangkapan pihak Ouw bin liong Kwee Ong maka pemuda ini telah dibius memakai semacam obat hasil ciptaan Hui ho Pouw Kong Jie.sehingga pada waktu itu Lim Thong Bu siuman.maka dia menjadi orang lupa diri dan lupa keadaan.sebaliknya dia sangat patuh terhadap si Rase terbang Pouw Kong Jin bagaikan dia adalah suatu benda mati yang dapat dikendalikan semau gue..
Hal ini adalah sengaja menjadi asetnya si Rase terbang Pouw Kong Jie bahwa dengan memperalat Lim Thong Bu.dia hendak memperoleh kitab perguruan See gak hua Seng pit kip.tanpa memakai cara kekerasan..
Sesuai dengan perintah yang diterimanya maka Lim Thong Bu berangkat kedusun Coan in cung untuk mengambil kitab perguruan See gak hua Seng pit kip.akan tetapi waktu dia sedang melewati daerah pegunungan Ieng siao san.maka tiba tiba Lim Thong Bu menjadi terkejut.karena dia mendengar suara seorang perempuan yang memanggil namanya..
Itulah seorang perempuan muda yang sedang duduk menangis seorang diri.ditepi jaIan yang sunyi..
Perempuan muda itu mengaku bernama Oey Lan Ing bininya Lim Thong Hok dan memanggil tee hu kepada Lim Thong Bu yang sedang lupa diri merasa tidak kenal dengan perempuan muda itu sehingga waktu perempuan muda itu dengan menangis mengatakan lakinya diculik oleh siluman naga maka Lim Thong Bu lalu berkata seenaknya..
"Akh,kouwnio.. mengapa kau harus menangisi yang tidak ada" Bukankah lebih baik kita kawin dan ikut menjadi muridnya Hui ho Pouw Kong Jie......?"
Pemuda ini tidak sempat meneruskan perkataannya lagi.sebab perempuan muda itu cepat menjadi marah marah dan memaki maki:
"Laki-laki penghianat! laki laki berhati binatang! Memang sejak dulu aku sudah curigai kau menyimpan maksud hendak merebut diriku.........."
Sehabis memaki.perempuan itu lalu mengayunkan pedangnya dan menyerang membabi buta seperti seekor babi yang benar benar buta membikin Lim Thong Bu menjadi kelabakan sibuk harus berkelit menghindar sampai kemudian pemuda ini juga mengeluarkan goloknya memberikan perlawanan dan bertempur ditempat yang sunyi itu..
Dua orang yang sedang bertempur itu adalah sama sama orang orang See gak hua kunbun golongan hurup 'Seng".tetapi tingkat ilmu pendidikan Lim Thong Bu sudah tentu lebih tinggi dari Oey Lan Ing yang menjadi murid bungsu dari itu sudah beberapa kali goloknya Lim Thong Bu berhasil merobek bajunya Oey Lan Ing; membikin perempuan muda itu menjadi semakin marah marah semakin menganggap sang ipar berlaku kurang ajar.sampai tak bosan bosan Oey Lan Ing memaki sambil menyerang melupakan pertahanan yang harus dia lakukan..
Barangkali Oey Lan Ing akan menjadi telanjang bulat.kalau pertempuran itu berlangsung lebih lama.. Untung pada saat yang gawat itu tiba tiba ada seorang laki laki tua yang kebetulan sedang lewat..
Laki laki tua itu mempunyai badan yang cukup gemuk dengan muka bundar.akan tetapi sebagian tertutup dengan jenggot putih tumbuh panjang sampai lewat dada.. Dia melihat dan menganggap ada seorang laki laki muda yang sedang menghina seorang perempuan muda.dari itu dia menjadi marah dan seenaknya saja dia memasuki gelanggang pertempuran tanpa dia menghiraukan golok dan pedang yang sedang melayang layang seperti pelangi memecah angkasa.. Lalu dengan beberapa kali dia mengangkat angkat kakinya.maka beberapa kali juga Lim Thong Bu jadi jatuh bangun sampai akhirnya dia lari terbirit birit.karena merasa tobat !
Oey Lan Ing menjadi sangat girang karena adalah seseorang yang sudah menolong dia dan dia menjadi lebih girang lagi waktu mengetahui bahwa laki laki tua itu adalah dedengkot orang orang See gak hua kunbun golongan hurup "Gee' yang bernama Kiang Su Gee atau si mahasiswa melarat yang tetap melarat meskipun sudah mengetahui bahwa cintanya ditolak mentah mentah oleh si mawar hitam Soen Cay Hee yang sekarang sudah menjadi nenek..
Sementara itu Lim Thong Bu lari dan terus lari.meskipun dia mengetahui tidak ada orang yang mengejar dirinya.sampai kemudian Lim Thong Bu memasuki sebuah rumah.untuk sekedar dia ingin minta air apa saja buat dia melepas rasa dahaga.. Akan tetapi tiba tiba pemuda itu mendengar suara seorang laki laki yang sedang bicara seorang diri :
"Ha ! nasib baik sudah melindungi aku dari kematian.. Tidak kusangka bahwa temanku mati di tangan seorang perempuan muda dan syukur kitab See gak hua Seng pit kip sudah aku selamatkan......"
Laki laki yang sedang bicara seorang diri itu adalah Soen Put Jie si manusia dengan seribu akal yang sudah setengah tua umurnya.bertubuh kurus agak tinggi.memiara kumis tipis seperti kumis tikus.. Di saat yang dia tidak duga.secara mendadak ada seseorang yang meraih bagian punggungnya.dan berkata dengan membentak..
"Lekas serahkan kitab itu kepadaku...."
"Kitab apa.. .?" tanya Soen Put Jie yang terdengar gemetar suaranya.juga tubuhnya ikut seperti kegatalan..
"Kitab See gak hua Seng pitkip....!" bentak seseorang yang masih meraih bagian punggungnya Soen Put Jie..
"Sudah dibawa......" sahut Soen Put Jie.tetap gemetar ketakutan..
"Dibawa kemana.,;?" tanya Lim Thong Bu bertambah bengis..
"Dibawa kerumah keluarga Soen naynay di dusun Soen kee po.."
"Siapa yang perintahkan.. ,?" masih Lim Thong Bu menanya..
"Soen Put Jie...." sahut Soen Put Jie seenaknya.sudah hilang rasa takutnya.sehingga tubuhnya tidak lagi terasa seperti kegatalan..
"Dimana Soen Put Jie itu......?" jadi penasaran Lim Thong bu menanya.. "Sudah mati ...."
"Kau bohong......" kembali Lim Thong Bu membentak.. "Benar.makamnya dekat dari sini........"
Karena merasa tidak percaya; maka Lim Thong Bu minta diantarkan sampai kemudian mereka berdiri di hadapan sebuah makam yang baru selesai dibikin dan pada batu nisan jelas ditulis namanya Soen Put Jie..
"Dimana letak dusun Soen kee po .,," akhirnya Lim Thong Bu menanya lagi.sementara nada suaranya berobah agak lunak dan pemuda ini bermaksud ingin menyusul.untuk dia merebut kitab perguruan See gak hua Seng pitkip yang hendak dia serahkan kepada si Rase terbang Pouw Kong Jie..
Soen Put Jie yang mengetahui tentang kegagahan Soen lo naynay.tanpa ragu ragu dia telah memberitahukan Iengkap dengan gambaran memakai gerak sepasang tangannya..
Setelah Lim Thong Bu menghilang.maka Soen Put Jie menarik napas panjang.dan berkata lagi seorang diri.masih ditempat dekat makam yang baru selesai dia bikin:
"Oh.temanku.meskipun kau sudah mampus akan tetapi lagi lagi kau telah menyelamatkan nyawaku......"
Akan tetapi secara tiba tiba Soen Put jie mendengar ada suara seorang yang sedang mendatangi.sehingga cepat cepat dia umpatkan dirinya lalu dengan merangkak dia coba coba hendak mengintai.sampai dia menjadi terkejut karena dilihatnya dekat tubuhnya ada sepasang kaki manusia yang sedang berdiri!
Perlahan lahan Soen Put Jie menengadah dan melihat muka seorang perempuan muda yang sedang berdiri mengawasi sehingga Soen Put Jie menjadi bertambah terkejut bercampur takut.sebab perempuau muda itu adaIah Oey Lan lng.atau si pemilik bungkusan yang dia curi dan yang sudah bertempur serta membinasakan temannya yang baru dia pendam mayatnya..
"Soen Put Jie.kau telah menipu aku...... !" bentak perempuan muda itu sambil dia menyiapkan pedangnya yang tajam..
"Ampun.lie pousat.akan tetapi namaku bukan Soen Put Jie........" masih Soen Put Jie coba coba membela diri menggunakan akalnya yang ada seribu..
"Hm.kau sudah menipu aku satu kali.tidak mungkin kau bisa menipu aku dua kali.....,!" bentak lagi Oey Lan Ing.lalu diangkatnya pedangnya.yang dia tempelkan dekat batang leher Soen Put Jie membikin tubuh Soen Put Jie tadi kegajahan lagi.sedangkan Oey Lan Ing lalu berkata lagi;
?"sudah bertemu dengan mayatku mana bisa kau bohongin aku lagi......?"
"Ha ha ha kalau kau sudah pernah bertemu dengan mayatnya.maka sekarang kau tentu bicara dengan hantu......!" kata seorang lak laki tua yang ikut mendekati.dan ikut bicara dengan menyertai suara tawa.karena rasa lucu mendengar perkataan Oey Lan Ing tadi..
"Aku...... aku memang hantunya Soen Put Jie ,.." Soen Put Jie ikut bicara bagaikan dia kehabisan akal karena keadaannya yang sedang gugup bercampur takut..
Sementara Oey Lan Ing jadi bertambah marah marah.dan dia berkata lagi :
"Aku tidak perduli kau hantu atau kau manusia; sekarang kau ikut aku ke rumah makan tempat kau curi bungkusanku.setelah itu akan aku buntungkan kepalamu.. ,..!"
"Ampun.Lie pousat......," sahut Soen Put Jie yang memaksakan diri meratap lalu dia mengakui perbuatannya dengan mengatakan kitab See gak hua Seng pitkip sudah dia kirim ke dusun Soen kee po; ditujukan kepada Soen lo naynay.karena katanya dia menyangka kitab perguruan itu berasal miliknya si nenek tua.dan si nenek justeru menjadi dedengkot orang orang See gak hua kunbun.namun dia tidak mengetahui tentang adanya golongan hurup hurup yang berbeda beda..
ooo dwkz-hend-bbsc ooo
NENEK Soen Cay Hee sesungguhnya bukan sembarang nenek seperti kebanyakan perempuan perempuan lain yang sudah tua umurnya.. Nenek Soen yang sudah mendekati umur tujuh puluh tahun.masih tangkas dan masih pesat gerak tubuhnya.masih cerdas dan masih suka marah marah..
Malam itu cuaca kelihatan lebih gelap dari biasanya.. Bulan dan bintang bintang menghilang bagaikan kena digertak oleh suara guntur yang sedang memanggil hujan.akan tetapi sang hujan belum kunjung datang.sampai tahu tahu nenek Soen terbangun dari tidurnya.karena diatas genteng kamarnya terdengar bunyi suara yang tidak wajar.. Dengan cepat dan gesit nenek Soen membuka jendela kamar.Iompat keatas genteng dengan sepasang golok siap di kedua tangannya.. Akan tetapi tak ada sesuatu yang dilihat oleh nenek tua itu.padahal dia merasa yakin benar bahwa seseorang telah berada diatas genteng rumahnya..
Mendadak nenek Soen melihat ada sesuatu bayangan hitam yang bergerak didekat jendela kamar cucunya.dara Gak Siao Cu !
"Kurang ajar ! kau jangan lari?" bentak nenek Soen yang cepat melesat seperti terbang berbareng jendela kamar Gak Siao Cu ikut terpentang lalu sang cucu lompat ke luar dari dalam kamarnya.juga dengan membawa pedangnya yang tajam..
Sementara itu bayangan hitam tadi sudah menghilang mengambil arah kebelakang rumah.dengan disusul oleh nenek Soen dan cucunya..
Bayangan hitam yang mengacau adalah Lim Thong Hok yang sudah mengetahui tempat disimpannya kitab perguruan see gak hua Seng pitkip.sehingga dengan nekad malam itu dia bermaksud melakukan pencurian.untuk kemudian dia mau lari supaya tidak jadi kawin dengan Gak Siao Cu..
Lim Thong Hok telah berhasil memancing keluar nenek Soen berdua cucunya.lalu dia memutar dan masuk kedalam kamarnya Gak Siao Cu.akan tetapi selagi dia bermaksud kabur setelah berhasil dia mencuri kitab See gak hua Seng pitkip.maka tiba tiba sebelah betisnya kena sebatang senjata piao lalu muncul seorang laki laki muda yang ternyata adalah Lim Thong Bu!
"Siao tee lekas kau bawa Iari kitab ini.. ." kata Lim Thong Hok yang mengenali adiknya sambil tergesa gesa dia menyerahkan kitab perguruan itu kepada adiknya..
Sikap Lim Thong Bu waktu itu kelihatan tidak wajar.dia seperti ragu ragu atau seperti orang yang merasa curiga.akan tetapi akhirnya dia menerima kitab yang diberikan itu sementara sang kakak yang tidak memperhatikan keadaan adiknya.telah berkata lagi..
"Lekas kau lari jangan hiraukan luka dikakiku.sebab aku bisa membohongi mereka......" demikian kata Lim Thong Hok yang tidak menyangka bahwa piao yang melukai kakinya itu justeru dilepaskan oleh Lim Thong Bu yang waktu itu kesadarannya sedang dipengaruhi oleh si Rase terbang Pouw Kong Jin..
Sementara itu lekas lekas Lim Thong Bu sudah menghilang.maka saat itu pula muncul Soen lo naynay berdua cucunya.. "Lekas susul pencuri itu......" kata Lim Thong Hok sengaja mengerahkan tenaga dalam.membikin mukanya kelihatannya pucat dan nada suaranya lemah seperti orang yang sangat menderita..
Soen lo naynay menyusul pada arah yang salah; sesuai seperti yang diberitahukan oleh Lim Thong Hok.sedangkan Gak Siao Cu berlutut disisi calon suaminya.memeriksa luka Lim Thong Hok yang sudah mengeluarkan darah..
Nenek Soen kembali tanpa berhasil menemui si pencuri sementara Lim Thong Hok sudah digotong masuk kedalam kamarnya oleh beberapa orang pelayan.sedangkan piao yang meIukai kakinya.sudah dicabut dan sudah disimpan oleh Gak Siao Cu.sampai kemudian nenek Soen ikut memeriksa dan memberikan obat pada luka bekas kena piao itu..
("Heran.. Menurut kata Siao Cu; katanya Lim Thong Hok mahir ilmu silatnya.akan tetapi melulu kena piao pada betisnya.dia tidak berdaya menangkap si pencuri......') nenek Soen berkata didalam hati.yang diam diam jadi merasa curiga..
Esok paginya.nenek Soen menerima kedatangan tiga orang tamu.. Mereka adalah Soen Put Jie yang datang bersama seorang perempuan muda yang dia tidak kenal.dan yang ketiga adalah Kiang Su Gee.si mahasiswa melarat dari See gak hua kunbun golongan hurup 'Gee'; yang pada waktu mudanya selalu menguber uber dia buat diajak kawin akan tetapi setelah itu sangat lama mereka tidak pernah bertemu lagi..
"Ha ha ha ! Kiang toako.kau membikin aku jadi terkenang lagi dengan tempo dulu"!" seru nenek Soen yang kelihatan kegirangan menerima kedatangan bekas pacar..
'Ha ha ha ! si tua Gouw Hui Pa selalu mendahulukan aku.. Dia mendahulukan aku mempersunting kau.dan dia mendahulukan aku masuk ke liang kubur....!" sahut si mahasiswa melarat Kiang Su Gee.yang ikut menyerta tawa girang..
Soen lo naynay tertawa lagi.. Dapat dikatakan sudah puluhan tahun lamanya dia tidak pernah tertawa.karena sikapnya terlalu tegas.meskipun terhadap Gak Siao Cu yang dia manjakan..
Nenek yang sudah tua usianya itu benar benar jadi teringat lagi dengan tempo dulu.waktu Kiang Su Gee dan Gouw Hui Pa berlomba hendak merebut kasih sayang nenek tua itu.dan nenek kemudian memilih si kuda binal Gouw Hui Pa buat dijadikan lakinya.meninggalkan si mahasiswa melarat yang seterusnya jadi melarat sebab merana seumur hidup dia tidak menikah..
O)(dwkzXhendXbbsc)(O
MAKA terjadilah apa yang memang harus terjadi sebab takdir memegang peranan penting.. Si mahasiswa melarat tidak pernah menikah.akan tetapi marga Kiang tidak terputus.sebab adiknya yang bernama Kiang Su Liang memiliki seorang anak laki laki dan seorang anak perempuan.sebaliknya Gouw Hui Pa yang menikah dengan Soen Cuy Hee.hanya memiliki anak perempuan; sehingga tidak ada marga Gouw yang berasal dari si kuda binal..
Akan tetapi si kuda binal tetap si kuda binal sebab sia-sia Gouw Hui Pa mendapat gelar si kuda binal kalau dia tidak bisa punya bini lain tanpa setahu Soen Cay Hee juga si mahasiswa melarat tidak mengetahui.sehingga didalam dunia yang penuh hantu ini si pendekar tanpa kawan (baca : Su Kiam Hiap In.atau Pendekar tanpa kawan)..
"Bagaimana kabarnya dengan si seruling maut Pouw Thian Jin...." tanya Kiang Su Gee yang menyebabkan si nenek menjadi bermuka muram.teringat dengan pengalaman pengalaman pahit waktu dia masih muda..
"Aku sudah lama tidak menghiraukan urusan diluar.. Aku tidak tahu dimana dia sekarang...."sahut nenek Soen..
"Aku pun sudah ogah ikut repot dengan urusan di luar.akan tetapi baru baru ini aku kedatangan seorang tamu yang bernama Sim Ie Liat.. Dari tamu ini aku mendapat berita bahwa si golok maut Go Bun Heng sudah mendahului kita masuk ke neraka.sedangkan untuk kitab perguruan See gak hua Seng pitkip yang katanya sudah dititipkan pada tamu itu kemudian hilang dicuri oleh seseorang yang sengaja meninggalkan jejak berupa sekuntum bunga Mawar putih.. Waktu tempo dulu.aku mengetahui ada dua orang yang gemar dengan bunga bunga mawar.. Yang satu senang dengan bunga mawar berwarna putih; yakni Hui eng niocu Siok Lie Hua dari lembah Hui-eng san cong.dan yang seorang lagi senang dengan bunga mawar warna hitam yang sengaja dibikin dari bahan kertas.dan orang itu adalah kau.. Aku sudah mengutus ketiga orang muridku buat mengunjungi Hui eng niocu Siok Lie Hua dengan membawa suratku; akan tetapi kepada kau.sengaja aku datang sendiri...."
"Hayaaa ! kau anggap aku jadi maling......!" seru nenek Soen Cay Hee..
"Tunggu dulu.masih ada sedikit yang harus aku tambahkan......" kata Kiang Su Gee yang memutus perkataan nenek Soen.dan dia lalu menyambung perkataannya..
"...... ditengah perjalanan.aku bertemu dengan nyonya muda ini.yang ternyata adalah Oey Lan Ing; muridnya si ular belang Coa Seng Hok yang katanya sedang kehilangan kitab perguruan See gak hua Seng pitkip sedangkan suaminya sedang menghadapi kesulitan kena ditangkap oleh si Rase terbang dan muridnya yang sedang mengganas di kota Tung hay koan.."
"See gak hua Seng pitkip.. ,.. ?" nenek Soen berkata seperti menggerutu,
"Benar.... ," Sahut si mahasiswa melarat yang sudah jadi seorang kakek..
"Hui ho Pouw Kong Jin,....?" sekali lagi nenek tua itu bicara bagaikan pada dirinya sendiri..
"Benar...." sekali lagi si mahasiswa melarat memberikan jawabannya..
"Dengan muridnya yang bernama Ouw bin liong Kwee Ong......?" dan merah muka nenek tua itu sekarang.kelihatan menyimpan dendam lama.. Lalu waktu si mahasiswa melarat membenarkan sekali lagi.maka nenek tua itu menjadi geram..
"Kurang ajar ! anak dan mantuku justeru tewas ditangan mereka......!"
Terbelalak sepasang mata si mahasiswa melarat Kiang Su Gee.sebab dia memang tidak pernah mengetahui atau mendengar tentang peristiwa itu..
"Dan siapa nama suaminya nyonya muda ini....?" nenek Soen Cay Hee yang menanya."Lim Thong Hok......" sahut Oey Lan lng mendahului si mahasiswa melarat Kiang Su Gee.membikin si nenek Soen yang ganti jadi terbelalak sepasang matanya sedangkan Oey Lan Ing juga ikut menjadi terbelalak waktu dia mengawasi kesuatu arah.oleh karena adanya tiga orang yang sedang mendatangi yakni Soen Put Jie yang didampingi oleh Gak Siao Cu berdua Lim Thong Hok !
Waktu Soen lo naynay sedang melayani kedua tamunya.si mahasiswa melarat Kiang Su Gee dan Oey Lan Ing.maka Soen Put Jie telah pergunakan kesempatan itu buat dia menemui Gak Siao Cu di ruangan belakang.sebab dia ingin menyampaikan berita yang menyangkut urusan kitab perguruan See gak hua Seng pitkip yang dia curi secara tidak disengaja..
Maka terjadi keributan antara Gak Siao Cu dengan Lim Thong Hok yang rahasianya ketahuan.bahwa dia sudah punya bini tetapi mengaku masih perjaka.sampai kemudian mereka keluar dan keadaan menjadi bertambah pelik.sebab Oey Lan Ing juga marah kepada Lim Thong Hok.yang dikatakan sudah menghianati kasih sayangnya.padahal dia setia tidak kena goda dan bujuk rayu sang adik ipar.Lim Thong Bu !
Untung ada si mahasiswa melarat Kiang Su Gee yang berhasil mengatasi suasana yang serba ribut itu.sedangkan nenek Soen tak sudahnya mengurut dada.melihat kelakuan orang orang muda jaman sekarang !
Nenek tua Soen Cay Hee adalah dedengkot orang orang See gak hua kunbun golongan hurup "hee".. Di luar dugaannya.pada suatu hari dia menerima kitab perguruan See gak Seng pitkip bahkan yang tidak ada artinya buat dia.sebab nenek tua itu tidak mau mengetahui tentang rahasia masing masing golongan atau pihak.sebaliknya Soen Put Jie yang tidak mengetahui tentang adanya sengketa pada orang orang See gak hua kunbun.menganggap kitab perguruan itu ada kepentingannya dengan sang nenek.. Adalah setelah kedatangan Lim Thong Hok.maka nenek Soen mempunyai suatu gagasan bahwa alangkah baiknya jika antara hurup 'seng" dan hurup "hee" terjalin suatu ikatan.artinya dia akan nikahkan cucunya dengan Lim Thong Hok; lalu dia akan membantu Lim Thong Hok belajar ilmu silat See gak hua kunbun golongan hurup "seng" berdasarkan kitab perguruan yang ada padanya untuk selanjutnya antara hurup 'seng" dan hurup "hee".akan dia ciptakan suatu ilmu gabungan..
Akan tetapi kemudian terjadi kitab perguruan See gak hua Seng pitkip dicuri seseorang dan Lim Thong Hok ketahuan rahasianya yang ternyata sudah beristeri sehingga buyar semua idaman hati si nenek Soen yang jadi mengurut ngurut dada,
"Lo naynay.kitab itu aku yang curi dan aku yang berikan kepada adikku Lim Thong Bu.. Dia belum kawin.cocok benar buat jadi suaminya Gak moay.dan gagasan lo naynay dapat dilaksanakan...." kata Lim Thong Hok setelah mengetahui maksud kehendak nenek Soen Cay Hee..
Si mahasiswa melarat Kiang Su Gee menjadi tertawa waktu dia mendengarkan perkataan Lim Thong Hok.sedangkan nenek Soen meringis dan Oey Lan Ing menangis.sambil nyonya muda ini memberitahukan bahwa Lim Thong Bu sudah tidak dapat dipercaya; sebab katanya sudah berhianat menjadi muridnya Hui Pouw Kong Jin..
Lim Thong Hok tidak percaya bahwa adiknya mau jadi penghianat bagi perguruan mereka..
"Didalam hal ini.tentu ada apa apa yang perlu kita selidiki dulu.. ,........ " demikian kata Lim Thong Hok yang kelihatan menjadi cemas memikirkan adiknya..
"Atau dia terkena racun bius.suatu cara lama yang khas dari si Rase terbang Pouw Kong Jie......" si mahasiswa melarat Kiang Su Gee ikut berikan pendapatnya.sehingga si nenek Soen menjadi teringat lagi dengan pengalaman lama..
"Manusia jejadian itu benar benar sangat ganas tidak mengenal tobat.masih saja dia merajalela .. ,!" kata nenek Soen yang datang marahnya..
"Moay moay.marilah kita bantu anak anak ini.,," akhirnya kata Kiang Su Gee kepada nenek Soen..
"Apa tadi kau bilang .... ?" sahut nenek Soen yang terkenang dengan lagu lama.karena adanya istilah 'moay moay' yang digunakan oleh si mahasiswa melarat Kiang Su Gee..
"Moay moay......" ulang Kiang Su Gee yang lalu tertawa dan mengusap jenggotnya yang putih panjang..
"Aku setuju ! mari kita berangkat sekarang,....!" dan nenek Soen langsung berdiri dari tempat duduknya hendak masuk kekamarnya buat dia berkemas.akan tetapi sempat dia berkata kepada Gak Siao Cu,
"Kau juga ikut........"
Dan disepanjang perjalanan menuju kota Tung hay koan.kakek dan nenek tua itu tak sudahnya saling ganti bicara.membicarakan urusan tempo dulu selagi mereka merajalela dikalangan rimba persilatan.sedangkan Oey Lan Ing ogah bicara dengan suaminya.karena merasa cemburu akibat perbuatan Lim Thong Hok yang mengaku masih perjaka sedangkan Gak Siao Cu juga ogah bicara dengan calon suami yang batal itu karena dara manja ini juga merasa telah dipermalukan..
Akibatnya.Lim Thong Hok jadi jalan seorang diri dibagian paling belakang.sedangkan Oey Lan Ing dan Gak Siao Cu mengapit Soen Put Jie yang juga ikut dalam perjalanan itu..
Ketika rombongan ini tiba di kuil Sam yang tong.maka Hoan Jin Ong mati daya tidak dapat ingkar dari perbuatannya yang sudah berkomplot dengan Ouw bin liong Kwee Ong dan Hui ho Pouw Kong Jin akan tetapi sayangnya si naga muka hitam Kwee Ong berdua si Rase terbang Pouw Kong Jin sudah menghilang membawa kitab perguruan See gak hua Seng pitkip.sehingga kedatangan rombongan nenek Soen ini hanya berhasil menolong Lim Thong Bu..
Kuil Sam yang tong selanjutnya diurus oleh Liauw hoan hweeshio yang pernah menolong Lim Thong Hok.sementara Lim Thong Hok bersama isterinya kembali kerumah mereka di dusun Coan in cung..
Dengan demikian keamanan kota Tung hay koan menjadi amat aman lagi.sedang Lim Thong Bu bertekad hendak merebut lagi kitab perguruan See gak hua Seng pitkip.dan untuk menghadapi rombongan si Rase terbang Pouw Kong Jin maka nenek Soen dan kakek Kiang Su Gee mengajak Lim Thong Bu kedusun Soen kee po buat mendidik dalam suatu ilmu khusus yang dulu pernah digunakan oleh si kakek berdua si nenek.waktu mereka menghadapi dan mengalahkan si Rase terbang Pouw Kong jin..
Tiga bulan lamanya Lim Thong Bu menetap di dusun Soen kee po.dan selama itu hubungannya dengan Gak Siao cu menjadi akrab.lalu mereka berjanji akan menikah kalau Lim Thong Bu sudah berhasil merebut kitab perguruan See gak hua Seng pitkip..
Adalah selama melakukan perjalanan mencari jejak si Rase terbang Pouw Kong Jin.maka Lim Thong Bu ikut bersatu dengan para pendekar penegak keadilan.dan ikut mengganyang markas kegiatan si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu.sehingga pemuda ini jadi berkenalan dengan Cie in suthay.biarawati muda usia yang cantik jelita dan perkasa..
Han Bu Kong 9 Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong Peristiwa Bulu Merak 5
^