Pencarian

Lentera Maut 13

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 13


Biarawati yang muda usia itu bagaikan baru sadar dari lamunannya.waktu dia mendapati ruang tamu sudah sunyi senyap.hanya ada dua orang tamu yang masih saling membicarakan tentang adanya seorang biarawati muda usia yang sinting dan seorang mahasiswa abadi yang masih muda usianya..
Sekali lagi Cie in suthay bersenyum seorang diri lalu dia bangun berdiri dan dengan langkah kaki seenaknya dia meninggalkan ruang makan itu.untuk dia menuju ke kamar yang sudah dia sewa.diikuti oleh pandangan mata ketiga orang orang tadi..
Sampai larut malam Cie in suthay tidak dapat pulas tertidur meskipun sejak tadi dia sudah rebah diatas ranjang dengan sepasang mata rapat dia tutup namun pikirannya jauh terbang melayang.mendahului bertemu dengan si macan terbang Lie Hui Houw.guna mengatur siasat buat menghadapi orang orang gelandangan di kota Hie ciang nanti..
Suatu bau harum kemudian memenuhi kamar tidur Cie in suthay.dan bhiksuni yang muda usia ini sampai jadi terangsang.. Jantungnya memukul seperti mengajak dang dut dengan napas sengal sengal.seperti orang kepanasan di padang gurun pasir..
("o mie to hud....!') Cie In suthay memuji didalam hati.karena dia menyangka bahwa dia tergila gila dengan si macan terbang Lie Hui Houw.. Akan tetapi.saat itu dia cepat teringat dengan semacam asap dupa yang dapat membikin orang jadi lupa daratan.sehingga selekas itu juga dia mengerahkan tenaga dalamnya dan menutup hidungnya sambil dia tetap rebah seperti lagaknya orang yang sudah pulas tertidur..
Tanpa perdengarkan banyak suara.jendela kamar tidur Cie in suthay kemudian dibuka orang dari sebelah luar.dan sesaat kemudian muncul seorang yang menutup sebagian mukanya memakai sehelai saputangan sutera.namun dari pakaiannya Cie in suthay dapat mengenali bahwa orang itu adalah si mahasiswa abadi.yang pada mulanya dia duga sebagai Soan siucay Cie Poan Ciang..
("ternyata dia adalah si mahasiswa cabul......') kata Cie in suthay didalam hati.sebab dia teringat dengan seorang pemuda yang bernama Oey Cin Siu.tukang perkosa anak perawan yang memiliki wajah muka mirip dengan Soan siucay Cie Poan Ciang sehingga banyak orang orang yang seringkali jadi salah paham..
Oey Cin Siu sebenarnya adalah salah seorang muridnya Tiat tauw ciang Cee Kay Bu.si kepala besi yang jadi pendeta gadungan.atau yang baru dibinasakan oleh Lim Thong Bu..
Sebenarnya Oey Cin Siu jalan bersama sama dengan gurunya.akan tetapi mereka berpisah sebab di kota Liong bun koan Oey Cin Siu kena dipikat oleh bini orang yang punya lirikan mata maut.dan senyum manis mengundang lebah.. Perempuan muda itu bininya seorang siucay melarat.yang tidak punya duit buat memenuhi kehendak bininya.sebaliknya Oey Cin Siu yang menjadi mahasiswa abadi.punya kepandaian mencuri lewat atas genteng rumah orang orang kaya; sehingga perempuan perempuan mati-matian memikat tak perduli suaminya telah melihat bininya main gila! Akan tetapi.suami yang malang ini tidak berdaya bersaing dengan Oey Cin Siu.yang mahir ilmu silatnya dan banyak duitnya sampai yang malang itu hidup merana jadi orang gelandangan yang sinting..
Perempuan muda itu tertawa girang waktu melihat suaminya jadi orang gelandangan.dia merasa bebas sebab sudah jadi janda.akan tetapi dia tidak mengetahui bahwa Oey Cin Siu cepat bosan.dan pemuda ini hampir hampir meninggalkan kota Liong bun koan kalau petang itu dia tidak tergila gila dengan senyum manis dari seorang biarawati muda usia yang cantik jelita..
Banyak pengalaman Oey Cin Siu terhadap berbagai macam perempuan akan tetapi belum pernah dia main cinta dengan seorang biarawati.sebab dia selalu kalah cepat dengan gurunya si kepala besi Cee Kay Bu.. Sekarang dia baru bisa bertemu dengan seorang biarawati yang muda usia selagi gurunya tidak ada disisinya; sehingga tidak mau dia membuang kesempatan itu..
Akan tetapi waktu Oey Cin Siu sedang menutup lagi daun jendela kamar yang sudah dia masuki.maka dilihatnya bhiksuni yang muda usia itu sedang duduk diatas ranjang.dan memaki dia..
"Penjahat maksiat.malam ini sudah sampai waktunya untuk kau bertobat......"
Hanya sejenak Oey Cin Siu menjadi terkejut dan didalam hati dia menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan seorang bhiksuni yang bukan sembarang bhiksuni terbukti obat biusnya kehilangan khasiat..
Sebelah tangan Oey Cin Siu bergerak cepat melepaskan dua batang piao yang ditujukan kebagian kaki biarawati yang muda usia itu: akan tetapi Cie in suthay dengan tangkas sudah lompat menghilang.dan tahu tahu dia sudah berada disebelah belakang Oey Cin Siu.. Oey Cin Siu menjadi kaget.karena merasa adanya angin tidak wajar yang menyamber dibagian punggungnya.. Dia Iompat tiga langkah kedepan sambil dia memutar tubuh.dan secepat itu pula dia sudah memegang sebatang pedang yang tajam..
Cie in suthay menjadi geram.karena pemuda itu berhasil menghindar dari serangan yang pertama.. Tanpa menghiraukan penjahat itu memegang pedang.sekali lagi Cie in suthay memukul memakai kebutannya.bergerak dengan ilmu seekor naga bermain di ombak.sehingga Oey Cin Siu jadi kelabakan harus berusaha menghindar dari serangkaian serangan yang tak sudahnya.sampai dengan nekad Oey Cin Siu menerjang jendela kamar memakai kepalanya buat dia lari keluar dari kamar maut itu !
Biarawati yang muda usia itu menjadi bertambah geram.tak mau dia membiarkan perusak kaum wanita itu kabur seenaknya.hendak dia bikin penjahat itu bercacad supaya habis ilmu kepandaiannya.agar tidak lagi penjahat itu dapat mengulang perbuatannya..
Sekali lagi kebutan Cie in suthay bekerja.selagi Oey Cin Siu hendak lompat keatas genteng.. Gerak kebutan itu bagaikan seekor naga yang melibat tiang.karena bagian bawah betis Oey Cin Siu yang kena dilibat.. Akan tetapi licin bagaikan belut pindah liang.sebelah kaki yang sedang kena libat itu berputar; sampai bebas dari libatan; sementara sebelah kaki Oey Cin Siu yang lainnya telah menekan kaki yang bekas kena libatan.sehingga sekali lagi tubuh Oey Cin Siu melesat ke atas genteng dan kabur..
"Kurang ajar......!" maki Cie in suthay yang tidak menduga penjahat itu tinggi ilmunya dan dengan hati penasaran dia kerahkan ilmu leng pou hui pu sehingga tubuhnya yang lincah bagaikan seekor capung yang bermain di atas air.melesat dan mengejar sehingga sesaat kemudian.sekali lagi Cie in suthay mainkan kebutannya bagaikan senjata cambuk maut !
Oey Cin Siu jadi mengeluh didalam hati.tidak pernah dia menduga bahwa malam ini dia bakal bertemu dengan seorang biarawati muda yang sakti ilmunya.. Dia terpaksa membuang dirinya dari atas genteng dan bergulingan jatuh kebawah sehingga sekali lagi dia nyaris dari kebutan biarawati yang muda usia itu akan tetapi sekali lagi dia jadi mengeluh.karena jatuhnya justeru sudah ditunggu oleh Cie in suthay..
Bagaikan seekor naga yang sakti.kebutan Cie in suthay memecut muka Oey Cin Siu sampai muka itu keluar darah dan Oey Cin Siu berteriak kesakitan.akan tetapi dengan nekad pemuda itu menikam memakai pedangnya.bagaikan seekor ular yang menyemburkan bisa..
Cie in suthay menghilang dan pindah tempat kebagian belakang Oey Cin Siu.lalu sekali lagi dia menyabet bagaikan dia sedang membersihkan meja sembahyang dan kali ini Oey Cin Siu jatuh tengkurap dengan muntahkan darah segar dari mulutnya.lalu bertepatan dengan itu.dua jari tangan Cie in suthay hinggap di bagian iga pemuda itu.karena dengan ilmu menotok jalan darah.biarawati yang muda usia itu sudah menghabiskan ilmu yang dimiliki oleh Oey Cin Siu tanpa pemuda itu menjadi tewas nyawanya..
0000dwkzOhendObbsc0000
ANGIN pagi yang berasal dari gunung Ceng liong san meniup sepoi sepoi dipagi hari yang cerah itu..
Seorang biarawati muda usia yang cantik jelita sedang duduk bicara dengan seorang pemuda tampan yang kelihatan terpaksa.. Mereka adalah Cie In suthay dan si macan terbang Lie Hui Houw..
Saat itu mereka sedang duduk dihalaman belakang dari rumahnya almarhum Kim to Hau Beng Yao didusun Liong bun tin.yang letaknya tidak terpisah jauh dengan letak gunung Ceng liong san.. Kim to Hua Beng Yao merupakan teman akrab dari si macan terbang yang menjadi sam ceecu dari Ceng liong pang persekutuan naga hijau.. Kemudian sam ceecu kena fitnah dan ditangkap oleh pemerintah penjajah bangsa Mongolia serta dikabarkan sudah tewas didalam rumah penjara sehingga Kim to Hua Beng Yao hidup merana mengusahakan kedai nasi sampai anak perempuannya Hua Mu Lan menikah..
Dua puluh tahun kemudian.setelah negeri Cina bebas dari tentara penjajah.maka Lie Hui Houw mendapat tugas dari gurunya.buat dia menyamar menjadi "si macan terbang bekas sam ceecu Ceng liong pang.. Maksudnya untuk menyelidiki mencari si penghianat lalu membalas dendam bekas sam ceecu dari Ceng liong pang itu..
Setelah berhasil menunaikan tugasnya itu.Lie Hui Houw kembali menjadi seorang pemuda tampan.akan tetapi tetap mendapat gelar si macan terbang.karena sesungguhnya dia sudah memiliki semua ilmu bekas sam ceecu Ceng liong pang..
Pemuda Lie Hui Houw berada didusun Liong bun tin; habis mengantar Cin Siao Yan yang sudah menjadi calon isterinya.dan kakek Cin sudah memutuskan untuk menetap di dusun itu.sambil dia menemani Hua Mu Lan dan suaminya yang mengusahakan kedai nasi Kim to Hua Beng Yao..
Cerah wajah muka Cie in suthay secerah sinar matahari pagi itu.waktu dia bicara berhadapan dengan si macan terbang Lie Hui Houw yang mendengarkan dengan penuh perhatian sambil kadang kadang dia menanyakan sesuatu yang dia anggap tidak jelas atau kurang jelas.sedangkan Cie in suthay dengan teliti dan cermat selalu memberikan jawaban atas pertanyaan pemuda itu dengan muka yang selalu dihias dengan seberkas senyum yang manis..
"Apakah kalian belum cukup puas setelah tiga hari mengobrol berdua.. ,.. ?" tiba tiba tanya Cin Siao Yan yang datang menggoda.akan tetapi yang berhasil membikin muka Cie in suthay berobah merah.sedangkan Lie Hui Houw menunduk malu.. Dara Cin Siao Yan yang biasanya berlaku manja tentunya akan merasa cemburu kalau Lie Hui Houw berada berdua dengan lain perempuan.apalagi sampai tiga hari lamanya mereka bicara tanpa mau diganggu oleh lain orang..
Akan tetapi pada saat itu yang datang adalah Cie in suthay.biarawati muda usia yang tinggi ilmunya dan yang sudah dia kenal dengan baik sehingga Cin Siao Yan membiarkan kekasihnya dipinjam.sebab katanya biarawati yang muda usia itu datang dari jauh dengan membawa suatu berita penting..
Sementara itu Cie in suthay yang sudah dapat mengatasi diri.lalu dengan tetap menyertai senyumnya dia berkata..
''Sudah beres.sudah beres.jangan takut aku rebut kekasihmu......"
Ganti Cin Siao Yan yang merah wajah mukanya.akan tetapi dia tertawa dan memang sudah terbiasa dengan sikap Cie in suthay yang masih gemar berkelakar..
"Sebenarnya.ada urusan apa yang demikian pentingnya........?" tanya Cin Siao Yan kepada calon suaminya.akan tetapi Lie Hui Houw tidak berani menjawab.sebaliknya pemuda itu mengawasi Cie in suthay bagaikan dia menanyakan pendapatnya biarawati yang muda usia itu..
"Hanya mengenai urusan orang orang gelandangan........" sahut Cie in suthay.tetap dengan menyertai seberkas senyum yang cerah..
"Hayaaa! urusan orang orang gelandangan! mengapa kalian harus menyimpan rahasia dihadapanku........?" Cin Siao Yan menanya lagi.merasa penasaran dan perlihatkan lagak seperti orang merasa tidak senang..
Cie in suthay sekarang menjadi tertawa dan biarawati yang muda usia ini merasa tidak ada halangannya buat dia mengatakan kepada Cin Siao Yan mengenai sengketa orang orang gelandangan di kota Hie ciang akan tetapi terbatas dengan hal hal yang memang tidak perlu dirahasiakan..
Oleh karenanya itu sekali lagi Cie in suthay bicara khusus kepada dara Cin Siao Yan sehingga Lie Hui Houw merasa tidak ada gunanya buat ikut mendengarkan.sebab semua yang dikatakan oleh Cie in suthay sudah lebih dahulu dibicarakan dengan dia..
Sementara itu hari sudah mulai malam ketika seorang laki laki setengah baya memasuki sebuah kedai arak..
Seorang perempuan tersenyum sumbing mengawasi.dan usia perempuan ini sedikit lebih muda dan laki laki yang baru masuk.. Dia sedang duduk minum arak seorang diri sebab dia sudah terbiasa hidup bebas dikota Hie ciang yang kian hari makin tidak mengenal moral penuh dengan berbagai macam perbuatan maksiat..
Laki laki yang baru masuk itu agak basah pakaiannya.sebab diluar kedai arak itu air hujan mulai membasahi bumi..
Sekilas sepasang mata laki laki itu melirik lalu dia memilih tempat duduk yang memang banyak kosong.tidak jauh terpisah dengan tempat perempuan itu duduk seorang diri..
Disaat laki laki pendatang baru itu memanggil seorang pelayan.maka perempuan itu berdiri dari tempat duduknya.lalu dia mendekati sambil ditangannya dia membawa mangkok araknya yang sudah kosong.. Perempuan itu bersenyum sementara sinar matanya redup bagaikan api lilin yang hampir padam dan laki laki pendatang baru itu juga ikut perlihatkan senyumnya..
"Boleh aku duduk disini........" perempuan itu yang bersuara menyapa dengan suara yang terdengar serak basah..
"Silahkan......" sahut laki laki pendatang baru itu.bertepatan dengan datangnya si pelayan dan laki laki pendatang baru itu lalu memesan arak berikut penganannya buat dia berdua dengan perempuan itu..
Perempuan itu kemudian duduk dihadapan laki laki pendatang baru yang belum dikenalnya itu dan untuk sejenak keduanya berdiam.sampai pelayan datang membawa dan menuang arak buat mereka berdua..
"Silahkan...." undang laki laki itu mengajak perempuan itu minum.dan dengan sekali teguk perempuan itu menghabiskan isi mangkoknya..
("hebat juga.dia....!") pikir laki laki itu di dalam hati.akan tetapi dia diam hanya mengawasi.sampai perempuan itu juga ikut mengawasi..
"lngin ngamar......?" tiba tiba tanya perempuan itu; langsung kepada maksud kehadirannya..
Laki laki pendatang baru itu menggeIengkan kepalanya akan tetapi perlihatkan senyumannya yang terasa hambar..
"Akh ! rupanya kau tertolong sama dengan orang orang yang sedang berduka cita itu......" perempuan itu berkata menggerutu.sambil dia menunduk mengawasi isi mangkok araknya yang sudah kosong..
"Maksud kau tertolong,....?"
Perempuan muda itu menengadah dan memutus perkataan laki laki pendatang baru itu :
"Yah.. Tertolong dengan orang orang yang sedih karena tewasnya Ouw Beng Tek.orang gelandangan yang hidupnya jadi bajingan......"
Dan perempuan itu menjadi tersentak diam.sebab dia mendengar bunyi suara si pengurus kedai yang sengaja memukul meja sambil sepasang mata si pengurus kedai itu mengawasi perempuan yang sedang menemani dan bicara dengan laki laki pendatang baru itu..
Sementara itu.laki laki itu segera ikut mengawasi kearah tempat duduk si pengurus kedai lalu ganti lagi dia mengawasi perempuan yang duduk dihadapannya.yang pada waktu itu sudah menundukkan kepala lagi habis melihat ketempat pengurus kedai duduk..
"Akh ! perduli apa aku dengan bajingan itu.. Dulu juga hidupnya hanya menjadi seorang gelandangan biasa.sampai dia mempunyai kedudukan jadi tukang peras.termasuk aku jadi salah satu orang yang dia peras sampai dia mampus dibunuh orang......"
"Sui Hwa tutup mulutmu...... !" teriak pengurus kedai dengan sepasang mata melotot mengawasi dari tempat duduknya..
"Hmm! dasar laki laki pengecut...... " perempuan itu bersuara menggerutu perlahan ditujukan kepada si pengurus kedai.lalu selekas itu juga dia menambahkan perkataannya..
"...... semua orang orang disini bukan cuma orang orang gelandangannya saja.bahkan semua pada senang Ouw Beng Tek mampus.. Sebagian sebab merasa bebas dari pemerasan dan sebagian pada mempunyai kesempatan hendak merebut kekuasaan......"
"Sudah kukatakan.tutup mulutmu......!" si pemilik kedai berteriak lagi dan dia bahkan datang mendekati..
"Baik.lao ya........" kata perempuan itu dengan perlihatkan senyum mengejek.yang ditujukan kepada si pengurus kedai.dan dia bahkan meneruskan perkataannya..
" ........ kau lihat.disini tidak ada tamu lain.jadi jangan kau takut omonganku ini ada lain orang yang ikut mendengarkan......"
( Lao ya tuan tua.atau tuan besar )
Si pemilik kedai itu kelihatan bersungut.sementara perempuan itu lalu ganti mengawasi tamu laki laki yang duduk dihadapannya.sambil dia menyambung bicara :
",.. .kau tahu.apa sebabnya ada golongan orang orang yang berduka cita.disamping ada golongan orang orang yang bergembira ..?"
"Kenapa....?" tanya laki laki itu perlihatkan lagak ingin mengetahui..
"Tetapi.aku ingin minum lagi ...." perempuan itu berkata seolah olah dia ingin "menjual' keterangan..
"Tidak....!" si pelayan tua itu yang bersuara mencegah dengan suara setengah berteriak.sementara sepasang matanya kelihatan melotot lagi..
"Berikan ! aku yang bayar..!" sahut tamu laki laki pendatang baru itu dengan suara yang terdengar geram..
Sejenak si pemilik kedai mengawasi tamunya.akan tetapi dia tidak berani lagi membantah karena melihat sinar mata laki laki itu yang menyala merah.dan dia cepat cepat memanggil seorang pelayan..
"Nah.ceritakanlah sekarang......" kata tamu laki laki itu.setelah pelayan menambah arak mereka..
"Baik...... baik.. Kau memang laki laki jantan...... !" kata perempuan itu sambil dia minum araknya sekaligus habis lagi isi mangkoknya itu..
Jilid 24 "SEMUA bajingan disini, baik dari kelompok orang orang gelandangan maupun bajingan bajingan berkedok jadi pengusaha dan sebagainya pada saling cakar hendak merebut kekuasaan Ouw Beng Tek yang sudah mampus. Dan saling cakar itu ini, sekarang sudah menjadi saling berkelahi bahkan saling bertempur secara berkelompok..!"
"Akan tetapi ternyata bukan kejadian itu yang menyebabkan mereka berduka cita..." kata tamu laki laki itu sebab dilihatnya perempuan itu tidak meneruskan perkataannya.
"Memang bukan itu, akan tetapi aku ingin minta minum lagi,.." Laki laki pendatang baru itu menambah isi mangkok perempuan itu dari poci arak yang ada d atas meja dan perempuan itu lalu berkata lagi, setelah lebih dulu dia menghabiskan isi mangkoknya.
"Yang membikin mereka jadi berduka cita, adalah sebab mereka takut dengan Lim Tiong Houw..!"
Sejenak laki laki itu menatap tajam; akan tetapi bagaikan tak acuh perempuan itu mejelaskan perkataannya.
" ... kau kenal siapa Lim Tiong Houw itu...?"
"Sui Hwa ..!" lagi lagi si pemilik kedai berteriak melarang.
"Tutup mulutmu ... !" tamu laki laki itu ikut berteriak merasa habis sabar, sambil dia mengawasi ketempat pemilik kedai itu duduk.
"Akh ! suara kau memaki, benar benar suara seorang laki laki jantan...!" perempuan itu memuji sambil bersenyum, lalu dia menambahkan lagi perkataannya.
",.,dulu Lim Tiong Houw juga memiliki suara seperti kau; suara seorang laki laki jantan, sebab dia memang benar benar seorang laki laki jantan, sehingga dia lebih ditakuti daripada Ouw Beng Tek..,"
"Antara Lim Tiong Houw dan Beng Tek, siapa yang lebih berkuasa?"" tanya laki laki pendatang baru itu dengan penuh perhatian selagi perempuan itu menunda bicara.
"Tentu Lim Tiong Houw ! dia lebih galak, lebih jahat dari Ouw Beng Tek. Dia pandai melepas piao yang berarti maut bagi orang-orang yang coba menentang dia; akan tetapi dia akrab sekali dengan Ouw Beng Tek, melebihi dari saudara sekandung sehingga dia pasti akan kembali kalau dia mengetahui Ouw Beng Tek sudah mampus,,,"
"Apa benar,,?" laki laki pendatang baru itu menanya seperti ingin menegaskan.
"Benar ! dari itu sebagian bajingan bajingan itu jadi pada ketakutan, pada berduka cita, tidak perduli kelompok orang orang gelandangan atau apa saja, sebab mereka semua mengetahui betapa akrabnya Lim Thong Houw dengan Ouw Beng Tek. Sejak kecil mereka selalu berdua, mereka telah mengucap sumpah setia. Kalau ada yang seorang kena celaka, yang lain pasti akan membela ... !"
"Akan tetapi mengapa dulu Lim Tiong Houw pergi ...?" laki laki pendatang baru itu menanya lagi.
"Ha ha ha ... !" perempuan itu tertawa, sebelum dia memberikan penjelasannya, setelah itu baru dia berkata:
"... Lim Tiong Houw adalah seorang laki laki jantan yang berjiwa besar. Dia menganggap tidak ada gunanya menguasai sebuah perahu kecil harus berdua, dari itu dia pergi hendak menguasai kota yang lain ..."
"Ternyata kau banyak mengetahui tentang dia ..." laki laki itu berkata lagi, sementara nada suaranya terdengar berobah agak perlahan lunak.
Perempuan itu menengadah dan mengawasi sinar sepasang matanya yang redup; sekilas kelihatan menyala seperti menyimpan dendam lama.
"Lim Tiong Houw adalah seorang bajingan, dia tetap bajingan meskipun dia memiliki jiwa besar dan sikap jantan. Aku benci dia melebihi kebencianku terhadap Ouw Beng Tek. Kalau Lim Tiong Houw ada yang bunuh mati, akan aku ludahi mayatnya, seperti aku meludahi mayatnya Ouw Beng Tek ..."
"Siao moay ..."
Terkejut perempuan itu yang sedang bicara marah marah, ketika didengarnya laki laki itu bersuara memakai istilah 'siao moy' atau 'adik kecil', akan tetapi selekas itu juga dia berkata lagi, dengan suara yang berobah agak lunak.
"Jangan panggil aku dengan istilah itu, aku benci sebab dulu Lim Tiong Houw juga memakai istilah itu .. ,"
"Akan tetapi; aku senang memakai istilah itu siao moay .." kata tamu laki laki itu menegaskan, dan mengulang lagi memakai istilah "siao moay'.
"Kau...!" sekali lagi perempuan itu mengawasi, akan tetapi dengan sepasang mata membelalak, lalu semakin bertambah perlahan ketika dia menyambung bicara,
"... siapakah kau.. ?"
"Lim Tiong Houw ..." sahut laki laki itu dan perlihatkan sedikit senyumnya.
Kian redup sinar sepasang mata perempuan itu, lalu dia menempatkan kepalanya diatas meja makan, beralas sepasang telapak tangannya dan dia pulas tertidur lupa daratan, karena terlalu banyaknya dia minum arak.
Sementara itu, si pemilik kedai juga sempat ikut mendengarkan pengakuan laki laki pendatang baru itu, yang mengatakan dia bernama Lim Tiong Houw. Tubuhnya sampai gemetar dan bertambah gemetar waktu dilihatnya Lim Tiong Houw melangkah mendekati tempat duduknya, sehingga cepat cepat dia bangun berdiri buat memberi hormat.
Lim Tiong Houw membayar harga minuman yang dipesan tadi, suatu kebiasaan yang menyimpang dengan kebiasaannya dulu sebab sepuluh tahun yang lalu; dimana saja dia datang makan atau minum, tidak pernah dia membayar sebaliknya orang orang yang berusaha pada membayar uang iuran kepadanya, sebab dia adalah dedengkot orang orang gelandangan yang menguasai keamanan kota Hie ciang dengan pengaruh kekuasaan yang melebihi pejabat Pemerintah setempat.
Sebelum meninggalkan kedai arak itu Lim Tiong Houw memerlukan menanya alamat si perempuan lacur adalah yang bernama Sui Hwa, atau yang sedang mabok itu, dan si pemilik kedai cepat cepat memberitahukan sambil dia berulangkali mengucap terima kasih; sebab Lim Tiong Houw tidak merugikan usaha kedai itu yang sudah hampir bangkrut!
Saat itu hujan sudah tidak turun lagi, akan tetapi jalan jalan raya dikota Hie ciang banyak yang digenangi oleh air hujan sehingga Lim Tiong Houw lalu pulang ketempat dia menginap. Didalam kamarnya, Lim Tiong Houw masih memikirkan tentang pembicaraan dengan perempuan lacur yang bernama Sui Hwa tadi, dan dia terkenang dengan masa lalu, waktu dia masih sama sama memegang kekuasaan dengan Ouw Beng Tek.
Kembalinya dia ke kota Hie ciang setelah sedemikian lamanya dia menghilang, memang akan mendatangkan berbagai tanggapan dari orang orang atau golongan golongan yang sedang terpecah belah.
Sebagian orang orang tentu akan ada yang menduga atau menuduh dia yang melakukan pembunuhan terhadap diri Ouw Beng Tek, sebab dengan tewasnya Ouw beng Tek; maka kedudukan sebagai pimpinan orang orang gelandangan dikota Hie ciang akan kembali ke tangannya dan sekaligus dia bakal memiliki segala harta yang dipupuk dan disimpan oleh Ouw Beng Tek sebab tempat penyimpanan harta itu hanya dia berdua Ouw Beng Tek yang mengetahui.
Sebagian lagi orang orang tentunya memang ada yang merasa khawatir dengan kembalinya Lim Tiong Houw, dan orang orang atau golongan yang merasa khawatir itu, justeru adalah orang orang atau golongan golongan yang sedang mempunyai harapan buat merebut kekuasaan. Mereka khawatir kekuasaan itu akan kembali kepada Lim Tiong Houw, sesuai seperti perjanjian yang dulu Lim Tiong Houw lakukan bersama Ouw Beng Tek dan orang orang atau golongan golongan yang merasa khawatir kehilangan kesempatan berkuasa itu, sudah pasti akan berusaha mengenyahkan Lim Tiong Houw, dengan cara dan daya apapun juga !
Sementara itu malam pun menjadi semakin larut, dan Lim Tiong Houw masih tetap memikirkan masa lampau maupun dengan hari hari yang bakal dia hadapi.
Sepasang telinganya yang tajam dan terlatih, kemudian mendengar adanya suara yang tidak wajar diatas genteng, tempat dibagian atas kamar yang dia sewa di rumah penginapan itu. Lim Tiong Houw lalu memusatkan semua perhatiannya, sampai dia yakin bahwa ada dua orang yang sedang berada diatas genteng kamarnya, lalu kemudian dia mengetahui juga bahwa kedua orang itu telah lompat turun dari genteng, untuk mereka mengintai dekat jendela kamarnya.
Lim Tiong Hauw tetap diam rebah diatas tempat tidurnya, akan tetapi dia bersikap waspada menunggu, akan tetapi kenyataannya kedua orang yang berada d luar jendela kamar itu tidak melakukan sesuatu, sampai mereka kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
O)hend(dwkz)bbsc(O
HO SUN PIN bekerja di kantor pejabat pemerintah setempat sebagai calon perwira muda. Dia terkenal rajin sejak dia masih merupakan bocah yang ingusan, dan pada waktu dia berusia empat belas tahun, dia sudah mulai bekerja, karena ayahnya adalah seorang pemabuk yang tidak mau membeayai anaknya sekolah, sedangkan ibunya hanya pandai merajut yang tidak banyak penghasilannya.
Sebagai seorang yang bertugas sebagai alat negara, Ho Sun Pin tidak menyukai dengan keadaan didalam kota Hie ciang, akan tetapi dia tak berdaya menghadapi atasannya yang biasa menerima uang suap, menutup mata dan telinga menghadapi berbagai perbuatan maksiat yang dilakukan oleh orang orang atau kelompok orang orang yang banyak hubungannya dikalangan pejabat pemerintah.
Oleh karena itu, Ho Sun Pin menyimpan rasa benci terhadap atasannya, juga terhadap rekan rekan sejawatnya, bahkan dendam kepada kota Hie ciang yang kian hari menjadi bertambah gila keadaannya.
Pagi itu Ho Sun Pin sedang tugas luar, sehingga dia sempat singgah di kedainya Wong Lay Kun untuk dia menikmati bubur ayam kegemarannya.
Umur Wong Lay Kun sudah enampuluh tahun lebih, akan tetapi tubuhnya masih kuat dan dia sudah lama mengusahakan kedainya, yang banyak dikunjungi orang orang yang menjadi langganannya, seperti pagi itu kelihatan penuh sesak sampai tidak ada lagi tempat yang kosong.
Lim Tiong Houw datang dan melihat tidak ada lagi tempat buat dia duduk. Hanya ada sebuah kursi yang kelihatan kosong akan tetapi kursi itu adalah tempat duduknya Wong Lay Kun yang kebetulan sedang bantu melayani tamu.
Tanpa menghiraukan sesuatu, dengan seenaknya Lim Tiong Houw mengangkat kursi itu yang dia bawa kedekat meja tempat Ho Sun Pin duduk makan seorang diri.
Wong Lay Kun hendak marah karena melihat tempat duduknya ada yang angkut, akan tetapi selekas itu juga batal dia marah; karena mendadak dia teringat dengan muka orang yang memindahkan kursinya itu dan dia berdiri diam bagaikan patung yang tidak bergerak.
"Kau! bajingan tengik ... !" Ho Sun Pin memaki waktu Lim Tiong Houw sudah duduk didekatnya.
Lim Tiong Houw bersenyum nyengir. Barangkali, dikota Hie Ciang itu hanya Ho Sun Pin satu orang yang berani memaki dia secara berhadapan sebab dulu Ho Sun Pin punya adik perempuan yang saling memadu kasih dengan Lim Tiong Houw.
"Kau masih dendam kepadaku ... ?" tanya Lim Tiong Houw yang paksakan diri buat bersenyum.
"Mengapa tidak ... !" sahut Ho Sun Pin tegas.
"Sebab Siu Lan .. ,?" Lim Tiong Houw menanya lagi,
"Bajingan ! sekali lagi kau sebut namanya kau akan mati ....!"
"Hm! apakah sebab sekarang dia sudah menikah?"" masih Lim Tiong Houw menanya, tetap terdengar lunak suaranya, meski pun dia agak menyindir.
"Aku tidak perduli, dia sudah menikah atau dia belum menikah,.." sahut Ho Sun Pin tetap kelihatan marah.
"Kalau begitu, kau masih tetap menyintai dia,..."
"Kau gila! Dia adalah adikku..." agak lunak terdengar nada suara Ho Sun Pin, meskipun masih bernada marah.
"Adik tiri, sebab kau hanya diakui sebagai anak oleh kedua orang tuanya Siu Lan..." Lim Tiong Houw berkata lagi.
"Bajingan sungguh bajingan kau .." dan Ho Sun Pin mengangkat tangan kanannya, buat menyeka hidungnya yang keluar air dan waktu dilihatnya Lim Tiong Houw diam bersenyum, maka dia yang bicara lagi:
"..aku tahu apa sebabnya kau kembali dan memang sudah aku duga kau bakal muncul...."
"Tentu sebab kau kenal aku dan kau tahu betapa akrabnya hubunganku dengan Ouw Beng Tek..." sahut Lim Tiong Houw.
"Bukan itu yang pikirkan .. , ."
"Maksudmu ... ?" tanya Lim Tiong Houw yang kelihatan merasa heran.
"Kau inginkan kekuasaan Ouw Beng Tek, kau hendak memiliki kekayaan Ouw Beng Tek, itu sebabnya kau muncul .. !"
"Benar ...!" sahut Lim Tiong Houw singkat.
"Akan tetapi kau jangan lupa, kau harus berlaku lebih kejam daripada dulu sebelum kau pergi, sekarang kau menghadapi banyak saingan?"
"Dan terhadap orang yang sudah membunuh Ouw Beng Tek, aku harus bertindak lebih kejam lagi. , .!" Lim Tiong Houw menambahkan.
Sejenak Ho Sun Pin mengawasi Lim Tiong Houw dengan sepasang sinar mata menyala, menyimpan rasa benci.
"Dihadapanku, kau tidak perlu lagi bersandiwara"." Akhirnya kata Ho Sun Pin perlahan dengan nada suara mengejek.
"Maksudmu ..?"
"Kau yang membunuh Ouw Beng Tek, atau setidaknya kau yang telah memerintahkan seseorang buat membunuh Ouw Beng Tek, lalu sekarang kau berlagak hendak menjadi seorang pahlawan, berlagak hendak melakukan balas dendam,. !"
"Tutup mulutmu, .." bentak Lim Tiong Houw marah, membikin Ho Sun Pin benar benar jadi terdiam.
"...akan aku buktikan kepadamu, kepada semua orang orang didalam kota ini, akan aku gantung sipembunuh itu, hidup ataupun mati.. !" Lim Tiong Houw yang berkata lagi.
Ho Sun Pin tetap diam tidak bersuara, sampai Lim Tiong Houw menyudahi perkataannya, setelah itu dia bangun hendak pergi tanpa dia mengucap apa apa.
"Tunggu.." Lim Tiong Houw mencegah.
"Apalagi yang kau inginkan dari aku " apakah kau menghendaki aku membantu kau mencari si pembunuh...?" tanya Ho Sun Pin dengan suara mengejek.
"Tidak ! aku hanya ingin mengetahui, bagaimana caranya Ouw Beng Tek terbunuh atau dibunuh."
"Hmm! aku kira kau sudah cukup mengetahui. Dia kena sebatang piao yang dilepaskan dari jarak dekat,. "
"Sebatang piao yang mengandung bisa racun...!" Lim Tiong Houw menambahkan.
"Merendam piao dengan larutan bisa-racun dapat dilakukan oleh setiap orang akan tetapi melepas piao dari jarak dekat, hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang sudah dikenal benar oleh Ouw Beng Tek..."
"Tepat ! sebab orang orang yang tidak dikenal benar oleh Ouw Beng Tek, tidak akan mendapat kesempatan buat membokong dengan cara itu.." Lim Tiong Houw yang menambahkan lagi.
Ho Sun Pin tersenyum mengejek : "Bagus kalau kau sudah mengetahui, sekarang tidak perlu lagi kau dengan aku tentunya .."
"Tunggu! dimana Ong Sin Mo waktu peristiwa itu terjadi ,.,?" Lim Tiong Houw menanya lagi, sebab dia teringat dengan Ong Sin Mo yang selalu mendampingi Ouw Beng Tek seolah olah seorang pengawal pribadi.
"Dia sedang pergi, Ouw Beng Tek yang memerintahkan?"
Sejenak Lim Tiong Houw terdiam berpikir dan Ho Sun Pin yang terdengar berkata lagi dengan nada suara bertambah mengejek.
"Bagaimana sekarang, tay ya. apa sudah boleh aku pergi...?"
( tay ya tuan besar )
Lim Tiong Houw tetap terdiam, meskipun Ho Sun Pin sudah menghilang ditengah keramaian orang banyak.
Panas pagi makin terasa waktu Lim Tiong Houw meninggalkan kedai Wong Lay Kun. Di suatu lorong yang sunyi, Lim Tiong Houw membuka pakaian luarnya, dan pada lapisan bagian dalam ternyata dia sudah memakai pakaian seorang gelandangan yang banyak tambalannya namun tidak menyimpan bau penyakit, sebab sekarang dia telah kembali menjadi seorang biang gelandangan didalam kota Hie ciang!
Setelah ganti pakaian menjadi seorang gelandangan, maka Lim Tiong Houw meneruskan langkah kakinya, menuju kesuatu tempat yang dahulu sudah biasa dia datang, yakni kalau dia hendak memimpin sesuatu pertemuan dikalangan orang orang gelandangan setempat.
Tempat yang biasa dipakai buat orang orang gelandangan di kota Hie ciang berkumpul atau yang dapat dikatakan sebagai markas besar mereka, adalah merupakan suatu bangunan bekas kuil tua yang letaknya didekat perbatasan kota sebelah timur.
Seorang pengemis muda kelihatan berdiri bersandar pada tembok kuil dekat pintu halaman. Dia mengawasi waktu Lim Tiong Houw datang mendekat dan dia lebih meneliti waktu Lim Tiong Houw berhenti dihadapannya.
Pengemis muda ini agaknya belum kenal dengan Lim Tiong Houw, sebab dia baru jadi orang gelandangan di kota Hie ciang waktu Lim Tiong Houw menghilang.
Semua orang-orang gelandangan yang hadir pada pertemuan hari itu, pada memiliki secarik kain hitam yang dicantumkan dekat pundak sebelah kiri, akan tetapi Lim Tiong Houw tidak memiliki secarik kain warna hitam itu; dan dia menyodorkan lengan kirinya yang pernah dicacah memakai sebatang pisau belati tajam, suatu tanda khusus buat orang orang gelandangan di kota Hie ciang, sebelum Lim Tiong Houw pergi menghilang.
Pengemis muda itu berdiri terpesona mengawasi! Tanda pengenal memakai cacah hanya dimiliki oleh para dedengkot orang orang gelandangan, maka dari itu dia cepat cepat memberi hormat dan membuka pintu halaman kuil tua itu, buat mempersilahkan Lim Tiong Houw masuk.
Sudah ada lebih dari duapuluh orang orang gelandangan yang sedang menghadiri pertemuan dihari itu; dan mereka merupakan tokoh tokoh lama atau yang mempunyai kedudukan didalam anggota pengurus Kay pang cabang kota Hie ciang, serta hadir juga beberapa orang pengusaha dan orang orang hartawan yang menjadi pendukung serta penyumbang tetap.
Ada seorang laki laki gemuk yang sedang angkat bicara. Mukanya bunder, usianya kira kira sudah empatpuluh tahun lebih sedikit, dan namanya Nio Teng Hie. Didekat dia berdiri dan bicara; ada lagi seorang laki laki kurus yang ikut berdiam, namanya Tio Kang Lok, lagaknya seperti seorang pengawal pribadi yang sudah kehabisan tenaga.
Lim Tiong Houw memasuki ruang pertemuan itu, dan dia berdiri disisi seorang pengemis kurus yang bernama Tee Seng Hok, si kucing hitam.
"Toa ya. kau "kau,," tiba tiba kata si kucing hitam, waktu dia melirik Lim Tiong Houw.
(Toa ya majikan pertama)
"Hmm ! apa acara pertemuan hari ini,,?" Lim Tiong Houw bersuara menanya dekat Tee Seng Hok.
"Menentukan ketua setempat, sudah hampir selesai," sahut si kucing hitam.
"Sejak kapan dia mengambil alih pimpinan..,?" Lim Tiong Houw menanya lagi dengan dia' dimaksud Nie Teng Hie yang sedang angkat bicara.
"Setelah Ouw jie ya binasa, tao ya tentu tahu bahwa kita tidak boleh kehilangan pimpinan,,," sahut si kucing hitam; tetap perlahan suaranya.
Lim Tiong Houw terdiam menunda pembicaraannya dengan Tee Seng Hok; sebab perhatiannya dia tujukan kepada Nio Teng Hie yang sedang menjual aksi; merasa akan segera menjadi biang orang orang gelandangan di kota Hie ciang itu, sebab tidak ada lain lagi calon yang menjadi saingannya.
"sekiranya sudah tidak ada lagi lain pertanyaan, aku bermaksud menyudahi pertemuan ini ....'' demikian terdengar kata NioTeng Hie.
"Nio Teng Hie, aku ada pertanyaan..!" tiba tiba Lim Tiong Houw berseru sambil dia melangkah mendekati, mengakibatkan banyak orang orang terus jadi pada mengawasi, dan beberapa orang diantaranya segera teringat dengan Liong Houw yang sudah lama menghilang dari kota Hie Ciang.
Sementara itu Nio Teng Hie kelihatan tidak puas, karena adanya seseorang yang seenaknya saja menyebut namanya, dari itu dia cepat menegur setelah orang itu datang mendekati. "Siapa kau .. "
"Lihat yang benar; sampai kau kenali siapa aku ...!" sahut Lim Tiong Houw kelihatan gusar.
Nio Teng Hie tambah meneliti sampai dia mendengar adanya orang orang yang menyebut nama Lim Tiong Houw, sehingga dia diam berdiri bagaikan terpesona, sedangkan Lim Tiong Houw lalu berkata lagi.
"Kau sebagai orang baru yang menempatkan kakimu diantara orang orang gelandangan disini, seharusnya kau mengenal dengan peraturan yang berlaku, Sekarang kau pergi, sebab aku yang mengambil alih pimpinan.."
Nio Teng Hie paksakan diri untuk berlaku tenang dan tabah, lalu dia berkata.
"Kau jangan berlagak jadi jagoan, kau yang justeru harus dicurigai... "
''Bagus perlihatkan sikap jantanmu, kalau kau mau jadi kepala disini ... !" kata Lim Tiong Houw yang memutus perkataan Nio Teng Hie sambil dia melangkah tambah mendekati, membikin suasana menjadi semakin bertambah tegang.
Setelah berdiri berhadapan, Lim Tiong Houw mengangkat sebelah tangannya, memukul muka Nio Teng Hie memakai bagian belakang dari telapak tangannya.
Gerak tangan Lim Tiong Houw cukup lambat, dapat ditangkis maupun dikelit oleh Nio Teng Hie akan tetapi Nio Teng Hie justeru berdiri diam sampai mulutnya keluar darah kena pukulan itu, sebab sesungguhnya dia tidak berani buat melawan Lim Tiong Houw.
Tio Kang Lok yang menjadi pengawal pribadi Nio Teng Hie kelihatan pucat mukanya. Sebelah tangannya bergerak meraba pisau belati yang ada disisi pinggangnya akan tetapi buru buru dia batalkan niatnya, waktu Lim Tiong Houw melirik dia dengan menyertai senyum mengejek:
"Kau juga kemari ....!" kata Lim Tiong Houw bersikap bengis, memaksa Tio Kang Lok berkelahi.
Dengan nekad Tio Kang Lok lompat menyerbu dan menikam memakai pisau belatinya, akan tetapi dengan sekali menangkis, Lim Tiong Houw berhasil membikin pisau belati itu terpental jatuh, sedangkan Tio Kang Lok meringis sambil membekap sebelah lengannya yang patah !
Orang orang yang hadir menjadi pada gaduh semuanya. Mereka yang terdiri dari orang orang gelandangan, maupun mereka yang jadi pendukung sambil memperalat orang orang gelandangan, semuanya menjadi yakin bahwa kekuasaan cara lama berlaku lagi, yakni siapa kuat dia menang, dan yang menang akan menjadi pemimpin.
Seorang laki laki gemuk berpakaian mentereng lalu bicara:
"Lim Tiong Houw, apakah kau kembali untuk seterusnya hendak jadi pemimpin,,,,?"
"Seterusnya. Dan jika ada yang belum merasa puas. silahkan maju ......," sahut Lim Tiong Houw sambil dia mementang dada.
Laki laki gemuk itu diam menelan ludah dan yang lain semua ikut menjadi terdiam. Sebagian dari yang hadir merasa girang, karena Lim Tiong Houw kembali akan memegang pimpinan; sedangkan sebagian lagi merasa terpaksa atau dipaksa untuk menerima keadaan itu.
Pertemuan itu kemudian ditutup oleh Lim Tiong Houw, yang berdiri meneliti setiap peserta yang sedang bergegas meninggalkan ruangan itu, sampai kemudian si kucing hitam Tee Seng Hok datang mendekati dia.
"Toa ya, aku sangat girang kau mau jadi pimpinan lagi... " demikian kata Tee Seng Hok sambil dia terbatuk batuk, suatu penyakit yang agaknya sudah lama dia derita.
"Aku datang tidak melulu buat menjadi pimpinan; aku bahkan hendak mencari pembunuh yang membinasakan Ouw Beng Tek..!" sahut Lim Tiong Houw.
"Bagus, toa ya, dan apa tugasku..?" si kucing hitam berkata lagi sambil dia bersenyum.
"Seperti dulu, memanjat dan melompat ke atas rumah...."
"Akan tetapi, aku sekarang sudah tidak seperti dulu, kesehatanku batuk lagi."
"Akan kuberikan obat untukmu,..."
"Sudah seribu macam obat; akan tetapi penyakitku tak mau hilang.." masih Tee Seng Hok terbatuk batuk, selagi dia berusaha hendak bersenyum.
Lim Tiong Houw menepuk bagian pundak Tee Seng Hok sambil diam bersenyum, setelah itu dia berkata dengan nada suara bersungguh-sungguh.
"Aku heran, mengapa tadi tidak ada orang-orang yang menentang aku..."
"Kau bertindak terlalu cepat, toa ya. Mereka sekarang bukan seperti dulu. Mereka sudah tidak terbiasa lagi dengan bertindak buru-buru, sebaliknya mereka biasa menggunakan otak yang kadang-kadang memerlukan waktu sampai beberapa hari. Bagaimanapun halnya, kita harus waspada..."
"Kau takut...?" Lim Tiong Houw menanya, akan tetapi didalam hati sempat dia berpikir mengenai perkataan Tee Seng Hok.
Sementara itu Tee Seng Hok menyeringai dan berkata :
"Sudah menjadi tekadku, hendak mendampingi kau, meskipun waktu yang tidak lama sebab aku memang bakal mati oleh penyakitku."
"Bukan mati karena dibunuh mereka... ?" Lim Tiong Houw menggoda dan sambil perlihatkan senyumnya.
"Buat aku tidak ada bedanya. Dua jalan menuju ketempat yang sama, yakni neraka....!" sahut Tee Seng Hok ikut berkelakar. Lim Tiong Houw tertawa, juga Tee Seng Hok ikut jadi tertawa, sampai sesaat kemudian Lim Tiong Houw berkata lagi.
"Masih kau ingat dengan seorang gelandangan yang bernama Siao Cu Leng?"
Tee Seng Hok diam terpikir sebentar, setelah itu baru dia berkata.
"Akh, dia si pemabuk yang malas ..."
"Benar. Kau cari dia dan kau bawa ketempat aku menginap ..." kata lagi Lim Tiong Houw dan dia memberitahukan tempat dia menginap kepada Tee Seng Hok.
Siang harinya Lim Tiong Houw makan di ruangan tamu di hotel tempat dia menginap, sambil dia menantikan kedatangannya Tee Seng Hok yang sedang dia tugaskan. Akan tetapi, sampai Lim Tiong Houw selesai makan yang ditunggu ternyata belum kunjung tiba.
Lim Tiong Houw kemudian memesan arak, buat dia minum perlahan lahan, sambil dia tetap menunggu kedatangannya Tee Seng Hok dan selama itu perhatiannya dia curahkan kepada setiap tamu yang sedang makan ataupun minum sampai disatu saat pandangan sepasang matanya bertemu dengan dua orang laki laki muda, tepat disaat kedua laki laki muda itu sedang mengawasi dia.
Kedua laki laki muda itu memakai pakaian semacam orang orang desa menandakan mereka bukan penghuni kota Hie ciang. Entah mereka memang menginap di rumah penginapan itu atau mungkin pula mereka hanya sekedar singgah untuk makan siang.
Sesaat kemudian kedua laki laki muda itu memanggil seorang pelayan, karena mereka hendak membayar santapan mereka, lalu mereka bergegas hendak meninggalkan tempat makan itu.
Waktu kedua laki laki muda itu hendak melewati meja tempat Lim Tiong Houw, mereka berhenti sejenak dan yang seorang kelihatan menyerahkan segumpal kertas buat Lim Tiong Houw. Lim Tiong Houw menerima dan menyimpan segumpal kertas itu kedalam saku bajunya, tanpa dia mengucap apa apa, bahkan dia tetap duduk tenang ditempatnya, sampai kedua laki laki muda itu meninggalkan dia, juga tanpa mereka mengucap sesuatu perkataan.
Adalah setelah terjadi serah terima itu, maka datang Tee Seng Hok bersama seorang Iaki laki berkumis jarang dengan pakaian orang gelandangan yang bau keringat dan juga bau sampah.
Orang gelandangan berkumis jarang itu ternyata adalah Siao Cu Leng, dia kelihatan gugup atau ketakutan, karena digiring secara paksa oleh Tee Seng Hok yang berlaku bengis, dan dia menjadi bertambah ketakutan waktu dia dihadapkan kepada Lim Tiong Houw.
"Kau yang bernama Siao Cu Leng...?" tanya Lim Tiong Houw untuk menegaskan.
Laki laki orang gelandangan itu hanya manggut membenarkan.
"Kau mau minum ..?" Lim Tiong Houw sengaja menanya dan mendorong sebuah kursi.
"Tidak.." sahut Siao Cu Leng yang kelihatan jadi bertambah gugup, akan tetapi dia menjilat bibir.
"Uang....?"
"Tidak. Aku tidak mau apa apa, mengapa aku dibawa kesini..." gemetar kelihatannya tubuh Siao Cu Leng.
"Duduk dulu, ?""
"Tidak?" Siao Cu Leng membangkang.
Lim Tiong Houw mengangkat kaki kanannya, mendorong bagian betis Siao Cu Leng memaksa duduk, dan Tee Seng Hok ikut duduk bersikap tenang supaya tamu tamu lain tidak curiga.
"Nah, sekarang kau bicara " kata lagi Tiong Houw, nada suaranya berobah menjadi bengis.
"Aku ... aku harus bicara apa ...?" tanya Siao Cu Leng yang jadi meringis merasa sakit pada betisnya yang kena tekanan sebelah kaki Lim Tiong Houw tadi.
"Aku ingin mengetahui bagaimana caranya kau temui Ouw Beng Tek, waktu dia terbunuh."
Sepasang mata Siao Cu Leng melirik kearah pintu keluar, akan tetapi dia menjadi ngeri waktu melihat sepasang mata Lim Tiong Houw yang menyala terang, sehingga batal dia hendak lari.
"Aku,,,, aku tidak membunuh dia.,,," terputus putus Siao Cu Leng bicara.
"Aku tahu,,,," sahut Lim Tiong Houw, tetap nada bengis, dan membiarkan Siao Cu Leng meneruskan bicara.
"Aku.,., tidak membunuhnya. Dia.. dia sudah rebah tewas waktu aku temui dia,,.,!"
Lim Tiong Houw manggut manggut dan berkata,"Teruskan .."
"Ada sebatang piao membenam disini ,." dan Siao Cu Leng menunjuk dibagian lehernya, lalu dia menambahkan lagi perkataannya ",,. aku ambil isi kantongnya, ada uang dan seutas kalung tasbih."
"Hm...!" Lim Tiong Houw bersuara seperti menggerutu, lalu dia berkata kepada Siao Cu Leng. ".. sekarang kau boleh pergi, . ,!"
Siao Cu Leng mengawasi terpesona. Dia tidak menyangka bahwa dia bakal dilepas tanpa ada pemukulan, padahal dia sudah membayangkan dia bakal mati dihadapkan pada dedengkot orang orang gelandangan yang terkenal kejam dan galak itu.
Sementara itu Tee Seng Hok juga sedang merasa heran. Dia menunggu sampai Siao Cu Leng sudah menghilang, setelah itu baru dia menanya dengan suara perlahan.
"Toa ya. Ouw jie ya kedapatan mati didalam rumahnya. Bagaimana mungkin Siao Cu Leng bisa mengambil isi kantong Ouw jie-ya , . ,?"


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu bukan yang pertama kali dia ditemukan"." sahut Lim Tiong Houw juga perlahan suaranya.
"Bagaimana kau bisa mengetahui..?" Tee Seng Hok menanya lagi, tetap merasa heran.
"Hanya ada satu orang didalam dunia ini yang dapat menyerang Ouw Beng Tek memakai piao dari jarak dekat,,,"
"Siapa ?" tanya Tee Seng Hok ingin mengetahui.
"Aku, sebab biasanya Ouw Beng Tek selalu curiga terhadap orang orang yang mendekati atau berada didekat dia."
"Memang ada orang orang yang menduga begitu, tetapi aku tidak percaya ..." sahut Tee Seng Hok masih merasa heran.
Lim Tiong Houw bersenyum. Dia yakin Tee Seng Hok berkata secara jujur, sehingga dia berkata lagi.
"Aku sedang berada jauh terpisah ribuan lie waktu terjadi peristiwa Ouw Beng Tek dibunuh orang .. "
"Itu sebabnya aku menjadi heran toa ya bisa mengetahui .. " Tee Seng Hok berkata lagi, selagi Lim Tiong Houw menunda bicara dan dia tetap kelihatan masih merasa tidak mengerti.
"Kalung bunga tasbih itu yang mengabarkan aku bahwa Ouw Beng Tek sudah binasa. Kalung bunga tasbih itu aku ketahui berada pada seseorang lain padahal kalung bunga tasbih itu dulu aku yang curi dari seorang biarawati tua yang sakti ilmunya. Waktu aku hendak pergi, aku serahkan kalung itu kepada Ouw Beng Tek dengan pesan supaya kalung bunga tasbih itu jangan terpisah dari tubuhnya, kecuali dia mati ...."
"Bagaimana caranya kalung bunga tasbih itu bisa diperoleh seseorang itu ... ?" Tee Seng Hok menanya lagi.
"Seseorang itu secara kebetulan melihat kalung bunga tasbih itu berada pada Siao Cu Leng; lalu dia membelinya bahkan dia memerlukan menanyakan nama Siao Cu Leng..."
"Siapakah seseorang itu...?" semakin heran Tee Seng Hok menanya,
"Seseorang itu adalah si biarawati tua yang sakti ilmunya, pemilik kalung bunga tasbih itu yang dulu aku curi?"
"Jadi, toa ya kenal dengan biarawati tua yang sakti ilmunya itu. ?"
"Lebih dari kenal. Itu pula sebabnya aku diperlihatkan kalung bunga tasbih yang sudah kembali berada ditangannya . " sahut Lim Tiong Houw sambil dia bersenyum.
Akan tetapi senyum Lim Tiong Houw cepat menghilang, karena dia melihat sepasang mata Tee Seng Hok yang membelalak kearah sebelah belakang punggungnya sehingga secepat itu juga Lim Tiong Houw sengaja menjatuhkan dirinya dari tempat dia duduk.
Sepasang gada besi yang dilipat menjadi satu, menghantam kursi tempat duduk Lim Tiong Houw, sampai kursi itu hancur berantakan, sebagai ganti kepala Lim Tiong Houw yang hampir jadi hancur !
Orang yang menyerang memakai sepasang gada besi yang dapat dilipat menjadi satu itu memiliki tubuh yang lincah dan gesit, sebab waktu pukulannya yang pertama tidak mencapai hasil, maka dia lompat menerkam sambil sekali lagi dia menghantam bagaikan gunung tay san menindih.
Keadaan di ruang makan itu serentak menjadi kacau balau, oleh karena para tamu pada lari menyingkir, bahkan ada orang orang yang berteriak ketakutan.
Dengan tabah Lim Tiong Houw menunggu datangnya serangan yang kedua itu lalu secepat kilat sebelah tangannya dia angkat, dan berhasil dia menarik lengan musuh yang bersenjata sepasang gada besi itu yang bahkan ikut terjerumus hampir jatuh.
Musuh yang bersenjata sepasang gada besi itu pasti akan cedera, kalau Lim Tiong Houw sempat ganti menyerang, akan tetapi saat itu datang serangan lain yang berupa pecut panjang, yang dapat bersuara nyaring seperti petir.
Lim Tiong Houw berkelit dari pecut yang datang menyambar, dan waktu sekali lagi pecut itu bergerak hendak mengulang serangan, maka Lim Tiong Houw mendahului lompat tinggi sambil sebelah tangannya bergerak melepas sebatang piao yang tepat membenam dibagian lengan kanan musuh yang memegang pecut itu.
"Lari ...!" teriak musuh yang sudah terluka itu mengajak kawannya.
"Aku tahu siapa mereka , ." kata Tee Seng Hok waktu Lim Tiong Houw hinggap didekatnya, dan Lim Tiong Houw batal mengejar sebab memang belum waktunya buat dia melakukan pembunuhan, sebaliknya dia merasa masih perlu mengumpulkan bahan bahan buat dia menemukan jejak si pembunuh yang sudah membinasakan Ouw Beng Tek.
"Mari, kita juga pergi ..." akhirnya ajak Lim Tiong Houw yang hendak menghindar dari suasana kekacauan di ruang makan itu akan tetapi ditengah tengah perjalanan itu Tee Seng Hok memberitahukan tentang kedua orang orang yang melakukan penyerangan tadi.
"Mereka adalah orang orang yang bekerja pada Cee Giok Tong, seorang pengusaha rumah judi yang besar pengaruh dan kekuasaannya didalam kota Hie ciang."
Dahulu, sebelum Lim Tiong Houw pergi meninggalkan kota Hie ciang, dia sudah pernah berselisih dengan Cee Giok Tong, sampai paha kanannya Cee Giok Tong kena dilukai memakai sebatang piao oleh Lim Tiong Houw. Kemudian setelah Lim Tiong Houw lama menghilang, maka terjadi Cee Giok Tong menikah dengan pacarnya Lim Tiong Houw, yakni Tio Siu Lan yang menjadi adik tiri dari Ho Sun Pin.
Dengan adanya penyerangan yang dilakukan oleh orang orang yang bekerja pada Cee Giok Tong, maka Lim Tiong Houw menduga bahwa Cee Giok Tong sudah mendahulukan bertindak, sebelum Lim Tiong Houw sempat mendatangi buat urusan pacarnya yang sudah direbut! Sementara itu, Lim Tong Houw mengajak Tee Seng Hok mendatangi rumah almarhum Ouw Beng Tek dan waktu Tee Seng Hok mengatakan bahwa rumah itu dikunci sebab tidak ada orang yang menempati, maka Lim Tiong Houw memerintahkan supaya Tee Seng Hok mengambil kunci pintu rumah itu, yang katanya dipegang oleh Su Teng Hok, salah seorang pengurus Kaypang setempat yang kedudukannya setingkat diatas Tee Seng Hok.
Selama menunggu datangnya Tee Seng Hok yang mengambil kunci rumah maka Lim Tiong Houw mengawasi dan meneliti letak bangunan rumah almarhum Ouw Beng Tek yang besar dan luas. Rumah yang dulu menjadi milik mereka berdua sebelum Lim Tiong Houw pergi meninggalkan kota Hie ciang.
Waktu Tee Seng Hok datang sejenak dia biarkan Lim Tiong Houw yang sedang tenggelam dalam lamunannya, sampai kemudian mereka memasuki rumah itu.
Sesaat Lim Tiong Houw jadi terpesona mendapati berbagai perabot mewah yang ada didalam rumah itu. Memang aneh buat seorang gelandangan memiliki perabot perabot mewah yang biasanya dimiliki oleh kaum pejabat pemerintah yang tidak jujur, akan tetapi Ouw Beng Tek bukan sembarang orang gelandangan. Dia menjadi biang orang orang gelandangan di dalam kota Hie ciang merangkap menjadi jagoan yang ditakuti oleh berbagai lapisan masyarakat setempat. Ouw Beng Tek adalah raja tanpa mahkota, yang dapat mengambil apa saja tanpa ada orang yang berani menghalangi, dan kekuasaan semacam itu sudah dirintis sejak Lim Tiong Houw belum meninggalkan kota Hie ciang.
Rumah yang besar itu memiliki beberapa kamar tidur, akan tetapi Ouw Beng Tek hanya menempati seorang diri, melulu seorang pengawal pribadi yang selalu siap mengurus keperluannya, serta dua orang pelayan bisu untuk memelihara kebersihan rumah itu.
"Dimana kedua pelayan itu sekarang.." tanya Lim Tiong Houw kepada Tee Seng Hok.
"Mereka sudah diberhentikan, setelah Ouw jie ya binasa. Mereka tidak dapat memberikan keterangan apa apa, sebab mereka orang orang yang bisu .," sahut Tee Seng Hok.
"Dan Oey Sin Mo yang jadi pengawal pribadi..."Lim Tiong Houw menanya lagi.
"Dia sakit dan pulang ke desa bersama isterinya. Dia sedang diperintah mengambil pesanan arak waktu terjadi peristiwa pembunuhan itu, dia tidak dapat dicurigai, sebab ada seorang rekan yang kebetulan mendampingi dia pula waktu itu. Kemudian waktu kembali dengan membawa arak, dia menemukan Ouw jie ya sudah binasa ...!"
"Dimana Oey Sin Mo menemukan mayatnya Ouw Beng Tek ...?"
"Di sini ..." sahut Tee Seng Hok yang mengajak Lim Tiong Houw mendatangi ruang tamu, lalu dia memberitahukan letak tempat mayat Ouw Beng Tek ditemukan oleh Oey Sin Mo.
"Dia bukan diserang disini; akan tetapi di dekat pintu masuk," tiba tiba kata Lim Tiong Houw, sambil dia menunjuk ke arah pintu, membikin Tee Seng Hok berdiri terpaku, mengawasi tanpa dapat mengucap apa apa sebab dia sedang memusatkan segala pemikirannya kepada peristiwa dibunuhnya Ouw Beng Tek.
Menurut pengakuan Siao Cu Leng, gelandangan itu katanya menemukan mayat Ouw Beng Tek membujur di jalan raya, sehingga Siao Cu Leng sempat mengambil isi saku mayat yang sudah tidak bernyawa. Sekarang Lim Tiong Houw mengatakan bahwa Ouw Beng Tek diserang bukan di ruang tamu, akan tetapi tepat di dekat pintu masuk, kejadian itu, padahal Lim Tiong Houw berada jauh terpisah dari kota Hie ciang waktu peristiwa pembunuhan itu terjadi !
"Tao ya .." akhirnya Tee Seng Hok bersuara, bermaksud hendak mengajukan pertanyaan kepada Lim Tiong Houw.
"Aku tahu. Disuatu saat nanti akan jelas olehmu. Yang sekarang sedang aku pikirkan, siapa gerangan orangnya yang sudah melakukan pembunuhan itu.." sahut Lim Tiong Houw yang kelihatan berlaku tenang.
"Terlalu banyak orang orang yang harus dicurigai, sebab terlalu banyak orang orang yang menghendaki Ouw jie ya mati .. " Tee Seng Hok berkata seperti menggerutu, sehingga memaksa Lim Tiong Houw jadi tersenyum.
"Memang, orang orang yang hidup jadi bajingan seperti kita, lebih banyak mempunyai musuh daripada kawan. Dan orang orang yang merasa jadi kepala, lebih parah lagi keadaannya, sebab orang yang berkuasa tidak pernah disenangi orang .. "
"Waktu pertama kali kami menemui Ouw jie ya yang sudah binasa, dibeberapa tempat, terlebih didalam kamar tidur jie ya, terdapat tanda tanda dikacau orang yang mencari sesuatu.." Tee Seng Hok yang berkata lagi.
"Mencari sesuatu .." ulang Lim Tiong Houw dan Tee Seng Hok manggut membenarkan.
"Keadaan kamar tidur Ouw jie ya seperti diobrak abrik, juga ranjangnya ,.. " Tee Seng Hok menambahkan perkataannya.
Lim Tiong Houw lalu mengajak Tee Seng Hok membuka pintu kamar tidur yang dikunci dari bagian luar, dan waktu mereka sudah masuk maka Tee Seng Hok bersuara kaget, karena melihat keadaan jendela kamar sudah terbuka, dan keadaan kamar tidur itu kacau balau!
"Kurang ajar kamar ini sudah dimasuki seseorang?" demikian kata Tee Seng Hok yang sangat terkejut.
"Perbuatan ini bukan dilakukan oleh satu orang ...." Lim Tiong Houw ikut bicara, setelah dia meneliti keadaan didalam kamar itu.
Keadaan yang dihadapi oleh Lim Tiong Houw, mengakibatkan dia jadi terombang-ambing dengan berbagai macam dugaan mengenai orang atau orang orang yang sudah membunuh Ouw Beng Tek.
Sebelum tiba dikota Hie ciang, dia menduga bahwa Ouw Beng Tek tewas karena perbuatan sekelompok orang orang yang sudah tersepakat hendak merebut kekuasaan, akan tetapi waktu dia sudah mulai melakukan penyelidikan, maka dia berpendapat bahwa Ouw Beng Tek tewas karena perbuatan satu orang yang belum bisa dia tentukan, apakah sebab hendak merebut kekuasaan atau ada sebab sebab lain, seperti dendam dan sebagainya. sekarang dia mendapat kenyataan lain bahwa kamar tidur Ouw Beng Tek telah didatangi oleh beberapa orang, dan orang orang ini jelas telah mencari sesuatu yang entah sudah diperoleh atau belum.
Benda apakah yang orang orang itu cari"
Yang jelas bukan berupa harta, sebab orang orang mengetahui bahwa Ouw Beng Tek tak mungkin menyimpan harta kekayaannya didalam kamar tidur, apalagi didalam kasur.
Ya, didalam kasur ! sebab kasur dan juga bantal bantal habis dibedah orang atau orang orang !
"Menurut kau, barang apakah yang biasanya orang suka umpatkan didalam kasur...?" akhirnya Lim Tiong Houw menanyakan pendapatnya Tee Seng Hok.
Sejenak Tee Seng Hok terdiam berpikir, lalu dia berkata :
"Barangkali surat, atau semacam benda dari kertas..."
"Ya. Surat atau apa saja yang berupa kertas. Harus kita ketahui, surat apa atau kertas apa yang mereka cari itu ,.. !" sahut Lim Tiong Houw; yang akhirnya memutuskan bahwa dia akan menempati rumah yang besar itu, dan dia memilih kamar tidur Ouw Beng Tek buat dia pakai tidur, sedangkan bungkusannya yang ada di rumah penginapan diperintahkan Tee Seng Hok yang mengambilkannya.
Setelah berada seorang diri di rumah yang besar itu, maka Lim Tiong Houw kembali memeriksa setiap sudut ruangan, sampai tiba tiba dia mendengar ada orang yang mengetuk daun pintu.
Lim Tiong Houw merasa heran, karena sebenarnya belum waktu buat Tee Seng Hok kembali, jadi siapakah gerangan yang datang"
Akan tetapi pada saat itu Lim Tiong Houw tidak sempat berpikir banyak dan dia langsung membuka pintu sehingga dia mengetahui bahwa yang datang adalah Kwee Su Liang bersama dua orang tua yang dia belum kenal.
Kwee Su Liang adalah orang kepercayaan dari Kongsun Bouw, seorang pengusaha rumah pelacuran di dalam kota Hie ciang. Usaha maksiat itu mendapat kemajuan yang pesat, dan Kongsun Bouw selalu membayar iuran yang cukup besar buat Kay pang cabang setempat, sedangkan Nio Teng Hie merupakan orang yang didukung oleh Kongsun Bouw buat menjadi pimpinan orang orang gelandangan, setelah Ouw Beng Tek ada yang dibinasakan.
Lim Tiong Houw mengajak ketiga orang tamu itu duduk di ruang tamu, sedangkan di dalam hati dia yakin bahwa kedatangan mereka membawa maksud yang tidak baik sehubungan dengan tindakannya yang sudah menggeser Nio Teng Hie.
"Kau cepat mengetahui bahwa aku sudah berada dirumah ini...'" kata Lim Tiong Houw, setelah ketiga orang tamunya itu pada duduk.
"Kami mempunyai banyak orang buat selalu mengawasi kau...!" Sahut Kwee Su Liang dengan nada suara mengejek.
"Selalu mengawasi aku .. ?" ulang Lim Tiong Houw dengan perlihatkan sikap yang tenang.
"Ya, selalu ! sebab kami tidak menyukai kau berada di dalam kota ini dan menghendaki kau cepat cepat pergi ... !"
Lim Tiong Houw bergerak seperti orang yang hendak bangun dari tempat duduknya akan tetapi dia kalah cepat dengan kedua laki laki tua temannya Kwee Su Liang yang sudah mendahulukan dengan tangan tangan mereka siap meraba senjata mereka yang berada dibagian punggung.
Akan tetapi pada saat itu Lim Tiong Houw tidak jadi bangun, sebab dia memang bukan bermaksud hendak bangun dari tempat duduk sebaliknya dia bersenyum mengejek dan berkata;
"Aku tidak mengira si kura kura botak itu sekarang jadi banyak lagaknya ..."
Kwee Su Liang kelihatan marah, sebab majikannya dikatakan si kura kura botak, dan hal itu memang biasa dilakukan oleh Lim Tiong Houw; selagi dulu dia belum pergi meninggalkan kota Hie ciang.
"Lim Tiong Houw! justeru kau yang sekarang tidak perlu berlagak jadi tuan besar. waktu buat kau sudah habis, kau tidak lagi berarti apa apa, akan tetapi majikan kami berbaik hati menawarkan kau sejumlah uang buat kau pergi ...!" akhirnya Kwee Su Liang berkata dengan menahan rasa marah. "Dan kalau aku tidak mau pergi .. ?"
Sekali lagi kedua laki laki tua itu meraba senjata mereka, sedangkan Kwee Su Liang melirik, lalu kembali mengawasi Lim Tiong Houw dan berkata.
"Kedua lo cianpwee ini adalah Siam say jie lo, dua orang tua dari kota Siam say yang tentunya sudah pernah kau dengar nama mereka jadi jangan kau coba main main dengan mereka..."
Salah seorang dari Siam say jie lo segera ikut bicara.
"Kami sudah siap buat menghajar dia, kalau Kwee hiantee memberikan perintah..!"
Dipihak Lim Tiong Houw, dia tetap duduk dengan sikap tenang, dan perlihatkan senyum mengejek, meskipun di dalam hati dia terkejut juga waktu diperkenalkan tentang Siam say jie lo itu.
"Perintahkanlah mereka .. !" akhirnya kata Lim Tiong menantang.
Kwee Su Liang jadi bertambah marah sampai dia mengepal sepasang tangannya.
"Kau cari mati, padahal majikan kami sudah memberikan jalan hidup bagimu . , .!"
"Kau juga akan ikut mati berikut salah seorang dari Sam say jie lo.. " sahut Lim Tiong Houw yang tetap kelihatan bersikap tenang, sedangkan pada sepasang tangannya sekarang kelihatan dia sudah memegang dua batang piao yang entah sejak kapan atau dari mana dia siapkan !
Muka Kwee Su Liang menjadi merah pucat dan bertambah dia menjadi pucat, waktu ada suara seseorang lain yang ikut bicara.
"Atau kalian semua yang tewas .., !"
Seseorang yang mengucapkan perkataan itu adalah Tee Seng Hok. Dia berdiri dekat pintu ruang tamu dengan sepasang tangan siap memegang dua batang pisau belati, dan kedatangannya tidak diketahui oleh ketiga tamu itu, yang membelakangi pintu ruang tamu.
ooo^Odwkz^hend^bbsc^ooo
SUDAH ADA dua pihak orang orang yang menentang bahkan hendak membunuh Lim Tiong Houw, karena kembalinya dia di kota Hie ciang. Yang pertama adalah Cee Giok Tong, seorang pengusaha rumah perjudian yang besar pengaruh dan kekuasaannya; sesuai dengan kedudukannya sebagai dedengkot orang orang yang gemar main judi, sedangkan yang kedua adalah Kongsun Bouw, si kura kura botak yang jadi pengusaha rumah pelacuran, juga yang besar pengaruh dan kekuasaannya sesuai dengan kedudukannya sebagai dedengkot orang orang yang gemar bermain cinta.
Dipihak Kongsun Bouw, sudah jelas menjadi kehendaknya supaya Nio Teng Hie yang terus jadi ketua orang orang gelandangan di kota Hie ciang, sebab Nio Teng Hie merupakan salah seorang kaki tangannya, sehingga Kongsun Bouw bebas dari segala keharusan membayar uang iuran dan lain sebagainya, bahkan dapat dia memperalat orang-orang Kay pang buat urusan urusan lain.
Tentang Cee Giok Tong, belum jelas oleh Lim Tiong Houw tentang maksud tujuan si pengusaha rumah judi itu, entah yang mengenai urusan cinta, sebab Cee Giok Tong sudah menyerobot pacarnya Lim Tiong Houw yang dijadikan bininya.
Berdasarkan pengalaman pengalaman yang baru saja dia alami, Lim Tiong Houw berpendapat bahwa ada kemungkinan pihak Kongsun Bouw yang melakukan pembunuhan atas dirinya Ouw Beng Tek untuk maksud merebut kekuasaan dan menempatkan Nio Teng Hie sebagai gantinya.
Sementara itu, hari sudah berubah menjadi malam dan Lim Tiong Houw masih terus memikirkan masalah yang sedang dia hadapi, sambil berulangkali dia membaca seberkas kertas yang dia terima waktu dia makan siang tadi, dari kedua orang laki laki muda yang berpakaian semacam orang orang desa.
Lim Tiong Houw menunda pemikirannya, waktu Tee Seng Hok mengajak dia keluar mencari makanan.
Dua orang ini kemudian memasuki sebuah rumah makan yang sudah banyak dikunjungi oleh tamu dan ditempat itu secara tidak diduga Lim Tiong Houw melihat kehadirannya Ho Sun Pin yang sedang duduk makan seorang diri.
Lim Tiong Houw lalu memerintahkan Tee Seng Hok memesan makanan buat mereka berdua dan selama menunggu makanan itu disiapkan, maka Lim Tiong Houw mendatangi Ho Sun Pin dan langsung dia duduk di hadapan laki laki itu.
"Rupanya kau mendapat gilir tugas malam.." Lim Tiong Houw bersuara menyapa, sebab waktu itu Ho Sun Pin memang sedang memakai pakaian seragam.
"Bagiku tidak ada siang dan tidak ada malam aku gunakan waktu untuk bekerja; bukan seperti kau yang pergunakan waktu untuk mengemis atau memeras ... !" sahut Ho Sun Pin geram, membawa sikap tetap membenci Lim Tiong Houw.
"Aku tidak mengemis kepada orang orang yang tidak punya, aku tidak memeras orang orang yang rajin bekerja .. ," sahut Lim Tiong Houw yang menyertai senyum.
"Maksud kau ...?"
"Aku hanya memeras orang orang yang memupuk harta secara tidak halal, atau dari hasil kerja maksiat , .. !" sahut Lim Tiong Houw.
"Bagiku tidak ada bedanya pemerasan adalah suatu kejahatan. Sekiranya aku yang berkuasa, orang orang seperti kau sudah aku tangkap dan aku hukum ...." kata Ho Sun Pin bertambah geram,
"Sekiranya kau yang berkuasa, kau tentu akan serupa dengan atasanmu yang sekarang!"
"Kurang ajar , ." Ho Sun Pin memaki sambil dia mengepal sepasang tangannya, lalu dia menambahkan perkataannya:
"....sekali lagi kau menyebut atasanku, akan aku usir kau..."
"Kedatanganku memang bukan buat mencampuri urusan orang orang yang bekerja sebagai alat negara, aku justeru hendak memberikan keterangan perihal jejak si pembunuh..."
"Jadi sudah kau ketahui siapa dia ...?" tanya Ho Sun Pin yang berobah kelihatan menjadi kaget.
Lim Tiong Houw perlihatkan senyum dingin dan dia berkata lagi.
"Aku belum mengetahui siapa dia, akan tetapi sudah aku ketahui bahwa Ouw Beng Tek bukan mati didalam rumahnya ..."
Sepasang mata dan mulut Ho Sun Pin membuka lebar, namun dia tidak mampu mengucap apa apa, sampai Lim Tiong Houw yang berkata lagi.
?"Ouw Beng Tek berada seorang diri waktu dia memerintahkan Ong Sin Mo membeli arak. Lalu ada seorang orang yang mengetuk pintu rumahnya, dan Ouw Beng Tek menganggap Ong Sin Mo sudah pulang, sehingga tanpa curiga dia membuka pintu, namun selekas itu juga dia diserang dengan senjata piao yang direndam dalam larutan bisa racun. Ouw Beng Tek tidak segera mati, dia bahkan melihat tegas orang yang menyerang dia, dan si penyerang justeru yang menjadi ketakutan dan lari, dengan dikejar oleh Ouw Beng Tek, sampai Ouw Beng Tek terjatuh dan tewas, karena banyaknya darah yang telah keluar serta bisa racun yang mengeram didalam tubuhnya..."
Lim Tiong Houw menunda bicara dan dia mengawasi muka Ho Sun Pin seperti sedang meneliti selagi laki laki itu mendengarkan dengan sikap yang tegang.
"... si pembunuh melihat Ouw Beng Tek terjatuh, dan dia kembali untuk memasuki rumahnya Ouw Beng Tek buat dia mencari sesuatu, yang ternyata tidak dapat dia temui; sampai dia balik lagi ketempat Ouw Beng Tek terjatuh, memeriksa isi saku yang ternyata kosong hampa..."
"Kau...!" tiba tiba Ho Sun Pin memutus perkataan Lim Tiong Houw.
Lim Tiong Houw diam menunggu sambil dia meneliti; namun dia kecewa karena Ho Sun Pin tidak meneruskan perkataannya, sehingga Lim Tiong Houw menanya.
"Mengapa kau diam ... ?"
"Aku heran, mengapa kau sampai mengetahui tentang memeriksa isi saku segala. Kau benar benar telah menambah kecurigaanku bahwa kau adalah yang telah membunuh Ouw Beng Tek .. , !"
"Sialan aku justeru bersusah payah mencari untuk memperoleh keterangan ini ... !" Lim Tiong Houw membela diri.
"Dari siapa kau peroleh keterangan itu.,," kini Ho Sun Pin yang menanya dan menyertai perhatian istimewa.
"Dari seorang pelacur kawakan, Sui Hwa, yang mengaku sudah meludahi mayatnya Ouw Beng Tek dan dari si pemabuk Siao Cu Leng yang sudah merampok isi saku Ouw Beng Tek ...!" sahut Lim Tiong Houw uring uringan.
Ho Sun Pin jadi terdiam, setelah dia mendengar jawaban dari Lim Tiong Houw dan Lim Tiong Houw lalu kembali ketempat Tee Seng Hok, sebab makanan yang dipesan sudah disiapkan.
Selama menikmati santapannya, Lim Tiong Houw memikirkan pembicaraannya tadi dengan Ho Sun Pin, sementara Ho Sun Pin dilihatnya sudah meninggalkan rumah makan itu.
Jilid 25 KEMUDIAN Lim Tiong Houw teringat dengan Sui Hwa, pelacur kawakan yang pernah dia belikan minuman dan yang mengaku sudah meludahi mayatnya Ouw Beng Tek. Hasrat hatinya Lim Tiong Houw hendak menyambangi perempuan lacur itu yang mungkin dapat memberikan tambahan keterangan buat dia, akan tetapi sebelum itu Lim Tiong Houw hendak mengajak Tee Seng Hok dan datang menyambangi rumahnya Nio Teng Hie yang hendak dia ketahui bagaimana keadaannya, setelah Kwee Su Liang bersama Siam say jie lo kembali membawa laporan kepada Kongsun Bouw.
Diluar dugaan Lim Tiong Houw, pintu pekarangan rumah Nio Teng Hie ditutup rapat dan dijaga oleh dua orang gelandangan yang rupanya tetap berpihak kepada Nio Teng Hie.
Melihat keadaan itu Lim Tiong Houw menduga bahwa Nio Teng Hie sedang mengadakan sesuatu pertemuan dirumahnya, sehingga Lim Tiong Houw lalu mengajak Tee Seng Hok melompati tembok halaman, sampai kemudian mereka berada diatas genteng rumahnya Nio Teng Hie.
Keduanya kemudian lompat turun dibagian belakang sampai mereka menemukan suatu ruangan yang pintunya ditutup dan dijaga oleh seorang gelandangan, akan tetapi orang gelandangan itu tidak sukar dibikin tidak berdaya oleh Tee Seng Hok.
Disaat yang diperlukan ternyata si kucing hitam Tee Seng Hok masih lincah dan gesit. Dia mendobrak daun pintu ruangan yang ditutup, dan secepat itu juga Lim Tiong Houw sudah mendahulukan lompat masuk dengan sepasang tangan siap memegang beberapa batang senjata piao, sehingga dengan cara demikian mereka berhasil membikin orang yang berada didalam ruangan menjadi gugup dan tidak berdaya.
Sekiranya orang orang yang berada didalam ruangan itu hendak melakukan perlawanan, tentunya hanya dapat dilakukan oleh dua orang yakni Siam say jie lo atau dua orang tua dari Siam say sedangkan yang lain tidak berdaya akan jadi korban senjata piao yang akan dilepaskan oleh Lim Tiong Houw.
Pada waktu itu Lim Tiong Houw berdua Tee Seng Hok bergerak sangat cepat untuk mereka menguasai orang orang yang sedang berada di dalam ruangan; sementara Siam say jie lo sebagai orang orang yang dibayar, tidak mau sembarang bergerak sebelum mendapat perintah dari Kwee Su Liang yang berdiri terpesona didekat Nio Teng Hie, serta Cee Giok Tong dan dua orang tukang pukulnya yang pernah menyerang Lim Tiong Houw waktu di rumah penginapan.
"Lim Tiong Houw; apa maksud kau menyerbu kami?"" akhirnya Cee Giok Tong yang membuka suara.
"Hm! memang sudah kuduga bahwa kalian telah berkomplot. Akan tetapi jangan kalian harap dapat menguasai orang orang gelandangan disini dengan menempatkan seorang boneka seperti Nio Teng Hie !" sahut Lim Tiong Houw geram.
Merah muka Nio Teng Hie waktu mendengar perkataan Lim Tiong Houw, akan tetapi dia adalah seorang pengecut yang tidak berdaya kalau tidak mendapat dukungan.
Sementara itu, terdengar suara geram dari salah seorang Siam say jie lo, akan tetapi Kwee Su Liang memberikan aba aba merintangi dan orang kepercayaan dari Kongsun Bouw ini lalu berkata :
"Lim Tiong Houw, apakah kau kembali sebab benar benar hendak berkuasa lagi...?"
"Lebih dari itu, aku bahkan hendak membinasakan orang yang sudah membunuh Ouw Beng Tek .,..!" sahut Lim Tiong Houw.
'Hmm, sebuah lagu lama yang hanya gertak sambel belaka?" gumam Cee Giok Tong, sambil dia mengawasi Lim Tiong Houw bagaikan meneliti lalu secepat dia selesai bicara; maka dia memberikan tanda kepada kedua tukang pukulnya, sambil dia bersuara memerintah. "... hajar dia ....!"
Dua tukang pukul itu meraba senjata mereka, akan tetapi kalah cepat dengan Lim Tiong Houw yang langsung menimpuk memakai dua batang senjata piao tepat membenam ditangan kedua tukang pukul itu; sampai senjata mereka lepas jatuh dilantai.
"Permainan yang bagus ....!" seru salah seorang dari Siam say jie lo yang bersorak kegirangan.
Sementara itu Cee Giok Tong menjadi pucat mukanya, terlebih waktu dia mendengar suara Lim Tiong Houw yang berkata kepadanya.
"Kemari kau .... !" demikian Lim Tiong Houw membentak sambil tetap dia siap dengan senjata piao disepasang tangannya.
Cee Giok Tong perdengarkan suara tidak jelas seperti dia sedang menggerutu; akan tetapi dia lalu bergegas hendak lari menuju ke pintu ruangan yang sudah rusak bekas kena diterjang oleh Tee Seng Hok tadi dan pada saat itu pula Lim Tiong Houw melepas sebatang piao yang tepat membenam di bagian pantat Cee Giok tong.
"Seperti dulu tepat dibagian pantat..." seru Lim Tiong Houw yang jadi teringat dengan pengalaman lama, waktu dia serang Cee Giok Tong karena sengketa urusan pacar sedangkan Siam say jie lo sekarang dua-duanya jadi tertawa sambil mereka membekap bagian perut mereka!
Sementara itu Lim Tiong Houw lalu mengawasi NioTeng Hie dan dia berkata.
"Kau pengecut, kemari ..!"
"Aku menyerah, toa ya ... " sahut Nio Teng Hie, gemetar tubuhnya.
"Dan kau," Lim Tiong Houw berkata sambil dia mengawasi Kwee Su liang, dan orang kepercayaannya Kongsun Bouw ini bersenyum dingin, sambil dia berkata.
"Aku perlu menyampaikan laporanku kepada majikanku.... "
"Bagus ! katakan kepadanya bahwa aku menunggu jawaban dari dia ..." Lim Tiong Houw berkata dengan suara geram.
Setelah mengucap demikian, maka Lim Tiong Houw mengajak Tee Seng Hok meninggalkan ruangan itu, sampai kemudian mereka berpisah, sebab Lim Tiong Houw hendak mengunjungi rumahnya Sui Hwa, perempuan lacur yang sudah meludahi mayatnya Ouw Beng Tek.
Alamat yang Lim Tiong Houw terima dari si pemilik kedai arak ternyata merupakan alamat daerah orang orang dari golongan tidak punya, sehingga tidak hanya rumah rumah yang kelihatan tua dan kotor juga jalanan merupakan lorong lorong kecil yang berbau busuk, dan yang saling menembus memusingkan kepala.
Lim Tiong Houw mengetuk pintu sebuah rumah kecil seperti yang alamatnya ada padanya, akan tetapi sampai berulang kali dia lakukan, ternyata tidak ada orang yang membuka pintu atau bersuara. Kemudian Lim Tiong Houw mendorong daun pintu, dan diluar dugaannya pintu itu ternyata tidak dikunci, sedangkan dibagian dalam kelihatan gelap tidak ada alat penerang.
Lim Tiong Houw melangkah memasuki pintu rumah itu dan entah siapa yang berada dibalik pintu itu yang telah memukul kepala Lim Tiong Houw, memakai sesuatu benda keras, sehingga Lim Tiong Houw tersandar pada dinding dekat pintu, dan seseorang yang telah memukul itu cepat cepat lari menghilang sebelum Lim Tiong Houw terjatuh hampir pingsan!
Seluruh perasaan Lim Tiong Houw hampir hilang, hanya suara samar yang dapat dia dengar dari sebelah rumah, suara dari suami isteri yang sedang bertengkar, oleh karena sang suami katanya kalah berjudi, dan sang isteri cari lain lelaki.
Sesaat kemudian baru Lim Tiong Houw merasakan sakit pada bagian kepalanya, yang ternyata sudah mengeluarkan darah dan rasa sakit itu sampai membikin lehernya terasa kejang sehingga bersusah payah dia berusaha bangun berdiri, sampai dia menyentuh sisa sisa guci bekas arak yang sudah hancur bekas diadu dengan kepalanya, oleh orang yang telah menyerang tadi.
Dengan paksakan diri, Lim Tiong Houw berhasil merambat bangun di tempat yang gelap, sampai kemudian dia melangkah sambil dia meraba raba, dan menemukan pelita yang lalu dia pasang sehingga diantara sinar api pelita yang suram, Lim Tiong Houw kemudian menemukan si perempuan lacur Sui Hwa, yang rebah membujur diranjang dengan muka berlumuran darah serta kepala hancur kena pukulan benda berat!
Cepat cepat Lim Tiong Hauw memadamkan lagi api pelita dan secepat itu juga dia meninggalkan rumahnya perempuan lacur yang sudah dibunuh orang itu, sebab Lim Tiong Houw tidak mau kehadirannya diketahui orang yang memungkinkan pekerjaannya menjadi terganggu.
Selekas dia tiba di rumah almarhum Ouw Beng Tek, maka Tee Seng Hok cepat cepat membuka pintu, waktu dia mendengar suara Lim Tong Houw yang memanggil dan Tee Seng Hok menjadi sangat terkejut waktu dia melihat keadaan Lim Tiong Houw yang gugup, serta kepalanya yang pecah mengeluarkan darah.
"Seseorang telah memukul aku ..." kata Tiong Houw, waktu Tee Seng Hok sedang membersihkan dan memberikan obat luka pada kepalanya.
"Orang yang membunuh Sui Hwa, pasti adalah orang yang sudah memukul kau, akan tetapi tahukah toa ya siapa gerangan dia....?" tanya Tee Seng Hok waktu Lim Tiong Houw sudah bercerita habis.
"Tidak ,.." sahut Lim Tiong Houw singkat akan tetapi sesaat kemudian dia menambahkan perkataannya.
"Aku tentu sudah tewas, sekiranya saat itu dia bunuh aku..."
"Dia tentu takut kena diserang memakai piao, dari itu dia buru buru kabur ..." sahut Tee Seng Hok yang mengakibatkan Lim Tiong Houw harus berpikir lagi.
Apakah yang menyebabkan sampai Sui Hwa dibunuh oleh seseorang itu" apakah si pembunuh Sui Hwa adalah si pembunuh Ouw Beng Tek"
Dua peristiwa pembunuhan ini tak dapat Lim Tiong Houw rangkaikan menjadi satu, sebab dua peristiwa itu kalau dihubungkan akan terjadi seolah olah Sui Hwa mengetahui siapa si pembunuh yang sudah membinasakan Ouw Beng Tek, atau sebaliknya si pembunuh yang takut kalau kalau Sui Hwa mengetahui perbuatannya. Akan tetapi bagaimana dan apa yang menyebabkan si pembunuh itu mengetahui bahwa Sui Hwa mengetahui perbuatannya"
("Ho Sun Pin ,...!' ) tiba tiba seru Lim Tiong Houw didalam hati, akan tetapi sejenak dia menjadi ragu ragu dengan dugaannya itu, sebab dia belum menemukan alasan yang kuat yang membikin Ho Sun Pin harus membunuh Ouw Beng Tek sampai kemudian dia teringat dengan si pemabuk Siao Cu Leng, sehingga Lim Tiong Houw kemudian memerintahkan agar Tee Seng Hok segera mencari dan membawa Siao Cu Leng datang, tidak perduli saat itu malam sudah kian larut.
Tee Seng Hok lakukan perintah itu, meskipun di dalam hati dia merasa heran, sedangkan Lim Tiong Houw yang berada sendirian, kembali harus memikirkan berbagai masalah yang sedang dia hadapi, dan sampai berulangkali dia memeriksa lagi seberkas kertas yang dia terima dari kedua orang laki laki muda yang berpakaian semacam orang orang desa setelah itu dia menyediakan alat alat tulis untuk dia menulis sesuatu.
Sampai larut malam, Tee Seng Hok baru datang tanpa dia berhasil menemui Siao Cu Leng. Dia hanya memberitahukan kepada Lim Tiong Houw bahwa untuk mencari Siao Cu Leng, maka dia sudah minta bantuannya Su Teng Hok serta rekan rekan yang lain.
Lim Tiong Houw kelihatan kecewa, karena Tee Seng Hok tidak berhasil menemukan Siao Cu Leng, akan tetapi dia tidak mengucap apa, dan membiarkan Tee Seng Hok beristirahat sedangkan dia sendiri kemudian memasuki kamar tidurnya dengan membawa tulisan yang dibikinnya tadi.
Ketika tanda waktu terdengar dibunyikan orang dua kali, maka Lim Tiong Houw mendengar ada suara langkah kaki diatas genteng kamarnya.
Suara langkah kaki itu sangat perlahan, tak mungkin dapat didengar oleh seorang orang biasa, sebaliknya Lim Tiong Houw bahkan dapat menghitung bunyi suara langkah langkah kaki itu.
(?"... dua, empat, delapan, enambelas, dibagi dua ....") demikian Lim Tiong Houw menghitung didalam hati, sambil dia melirik kearah jendela kamarnya, yang sengaja belum dia tutup rapat, untuk membiarkan angin sejuk memasuki kamar itu.
Sambil tetap rebah diatas tempat tidur, tiba tiba Lim Tiong Houw menimpuk keluar jendela, memakai gumpalan kertas yang dia tulis tadi dan secepat itu juga ada sesuatu bayangan hitam yang menangkap gumpalan kertas yang sedang melayang itu sedangkan Lim Tiong Houw kemudian merentangkan kelima jari tangannya, lalu dia mengerahkan tenaga dalam yang ditujukan kearah daun jendela kamar, sehingga daun jendela itu menutup perlahan lahan, seperti kena didorong oleh sesuatu tenaga gaib !
"Lwee kang yang sempurna , .!" puji bayangan hitam yang berada diluar kamar, sambil dia perdengarkan suara tawa perlahan setelah itu hilang lenyap diantara kegelapan malam (Lwee kang tenaga dalam). Sementara itu Lim Tiong Houw hanya bersenyum seorang diri sampai sesaat kemudian dia pulas tertidur, dan terus tertidur sampai esok paginya.
Lim Tiong Houw bangun tersentak dari mimpinya yang indah, karena suara Tee Seng Hok yang memanggil manggil dia dari bagian luar kamar yang memang dia kunci pintunya.
Betapapun Lim Tiong Houw hendak mengingat ingat mimpinya, namun dia tak sempat lakukan; sebab dia merasa yakin ada keperluan mendesak yang membikin Tee Seng Hok membangunkan dia.
"Su Teng Hok mati dibunuh orang," kata Tee Seng Hok waktu Lim Tiong Houw sudah membuka pintu kamar dan Tee Seng Hok menambahkan keterangannya, bahwa orang yang membunuh itu sudah ditangkap oleh kelompok orang orang gelandangan dan si pembunuh itu mengaku mendapat perintah dari Nio Teng Hie.
"Nio Teng Hie .,,?" ulang Lim Tiong Houw sambil dia harus berpikir lagi,
"Benar, dan aku minta idzin dari toa ya, hendak mencari si pembunuh itu buat membalas dendam Su toako . ,," Tee Seng Hok berkata lagi dengan muka merah menyimpan dendam.
"Aku akan ikut dengan kau , . !"
"Jangan, kalau toa ya ikut si pengecut itu pasti akan lekas lekas kabur ..."
"Baik, silahkan kau pergi.." akhirnya Lim Tiong Houw berkata, karena dia merasa yakin Tee Seng Hok bakal sanggup menghadapi Nio Teng Hie.
Sementara itu Tee Seng Hok lalu pergi dengan terbatuk batuk, sedangkan Lim Tiong Houw tergesa gesa ganti pakaian, makan sarapan pagi yang telah disediakan oleh Tee Seng Hok, setelah itu dia menyusul kepergiannya si kucing hitam.
Pintu halaman rumah Nio Teng Hie kelihatan tertutup rapat; akan tetapi tidak ada orang yang menjaga. Pintu itu terbuka waktu Lim Tiong Houw mendorong memakai sebelah kakinya, dan secepat itu juga Lim Tiong Houw masuk lalu menutup lagi pintu pekarangan itu, sebab dia melihat ada dua orang gelandangan yang sudah binasa dibagian dalam halaman rumah itu.
Sekilas Lim Tiong Houw melihat bahwa mayat orang orang gelandangan itu tewas akibat kena senjata rahasia paku naga beracun (tok liong teng), suatu senjata rahasia yang bukan menjadi miliknya Tee Seng Hok, sebaliknya merupakan senjata yang biasa digunakan oleh si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu.
Bukan main rasa kagetnya Lim Tiong Houw waktu dia mengenali senjata maut itu. Apakah didalam urusan yang sedang dia hadapi ini ada hubungannya dengan si iblis penyebar maut itu "
Akan tetapi pada saat yang seperti itu Lim Tiong Houw tidak sempat berpikir lama sebab dia teringat dengan Tee Seng Hok dan cemas memikirkan keselamatan si kucing belang itu, sehingga dia cepat cepat memasuki rumahnya Nio Teng Hie, sampai dilain saat dia berhenti didekat pintu saIah satu ruangan tertutup, karena didengarnya ada suara yang mencurigai hatinya.
Dengan sebelah kakinya, Lim Tiong Houw menendang pintu itu sampai membentang, akan tetapi dia batal masuk karena ada suatu senjata rahasia yang menyamber kearahnya.
Sambil berkelit menghindar; Lim Tiong Houw kembali dan berlindung dibalik dinding dekat pintu ruangan itu, lalu Lim Tiong Houw ikut menimpuk memakai sebatang piao yang sudah siap ditangannya akan tetapi bertepatan dengan itu dia mendengar bunyi suara jendela ruangan yang diterjang oleh seseorang menandakan seseorang itu telah lari lewat daun jendela!
Dengan bergulingan Lim Tiong Houw memasuki ruangan itu, khawatir kalau kalau ada orang atau orang yang bakal menyerang dia lalu dengan gerak burung walet menerjang angkasa, maka tubuh Lim Tiong Houw melesat keluar jendela bekas seseorang tadi menerjang keluar.
Diluar jendela ruangan itu ternyata merupakan pekarangan yang sepi tidak ada orang; akan tetapi mendadak Lim Tiong Houw mendengar teriak suara Tee Seng Hok:
"Disini, toa ya....!"
Suatu senjata rahasia kembali menyamber kearah Lim Tiong Houw, sebelum Lim Tiong Houw bergerak hendak mendekati suara Tee Seng Hok, yang waktu itu berada di dalam salah satu ruangan yang terbuka jendelanya.
Sekali lagi Lim Tiong Houw berkelit menghindar dengan suatu lompatan yang tinggi dan jauh. Tidak sempat dia memperhatikan entah senjata rahasia bentuk apa yang sudah dua kali menyerang dia, sementara tubuhnya yang sedang melayang tinggi, jatuh diatas genteng dari ruangan yang terdengar ada suara Tee Seng Hok, sedangkan jatuhnya tubuh itu telah pula mengakibatkan genteng genteng rumah hancur berantakan, sedangkan tubuh Lim Tiong Houw meluncur terus kebagian bawah, memasuki ruangan itu!
Terdengar rintih suara Tee Seng Hok yang berada di sudut ruangan, yang sudah tidak ada lain orang lagi, dan Tee Seng Hok terluka parah, memaksakan diri bicara, waktu dia melihat Lim Tiong Houw yang memasuki ruangan itu:
"Kebelakang, toa ya, mereka lari ke belakang ..."
Lemah terdengar suara Tee Seng Hok, dan Lim Tiong Houw mencabut pisau belati yang membenam dibagian perut Tee Seng Hok yang waktu itu terduduk lemah di lantai; bersandar pada tembok ruangan dan Lim Tiong Houw kemudian mengejar kearah yang diberitahukan.
Sekali lagi, ada senjata rahasia yang menyambar kearah Lim Tiong Houw, disaat dia sudah mencapai bagian belakang dari rumahnya Nio Teng Hie, dan Lim Tiong Houw yang pantang mundur, sengaja bergulingan tanpa dia menghiraukan sampai lima kali dia dihujani senjata maut itu.
Akan tetapi, waktu Lim Tiong Houw sudah mencapai pekarangan belakang dengan bergulingan, si penyerang gelap ternyata sudah mendahulukan lompat naik keatas genteng rumah.
Lim Tiong Houw ikut lompat naik buat menyusul, dan sekali lagi ada senjata rahasia yang menyambar kearahnya, sehingga Lim Tiong Houw harus menyampok memakai pisau belati yang ada ditangan kirinya, lalu Lim Tiong Houw menerjang si penyerang gelap itu yang ternyata adalah salah satu dari Siam say jie lo!
Lo Toa adalah orang tua dari Siam say yang kena diterjang oleh Lim Tiong Houw, dan keduanya lalu bergumul bergulingan sampai terjatuh mereka kebagian bawah, dan Lo Toa menyumpah sambil telapak tangannya hendak mencakar muka Lim Tiong Houw. Akan tetapi Lim Tiong Houw berhasil menghindar, bahkan berhasil lompat berdiri dan disaat Lo Toa ikut lompat berdiri, maka Lim Tiong Houw meninju memakai kepelan tangan kanan, namun dapat ditangkis dan dipegang erat erat oleh Lo Toa, sehingga untuk sesaat keduanya telah mengadu tenaga.
Sementara itu, sebelah tangan kiri Lim Tiong Houw yang masih memegang pisau belati yang bekas membenam dibagian perut Tee Seng Hok, ternyata tak mau diam menganggur dan pisau belati itu langsung membenam dibagian iga Lo Toa, bahkan terus membedah selagi Lo Toa melotot mengawasi, bagaikan dia tidak percaya dengan keadaan yang sudah terjadi.
Terdengar aum suara Lo Toa bagaikan seekor domba yang disembelih, lalu dia rubuh perlahan lahan sementara darah membasahi pisau belati ditangan kiri Lim Tiong Houw, yang kemudian mencabut pisau belati itu, lalu dia bergegas kembali ketempat Tee Seng Hok yang terluka parah.
Tee Seng Hok sudah rebah terkulai akan tetapi dia masih bisa paksakan diri bersenyum dan berkata.
"Kau tentu sudah berhasil, toa ya..."
Sekilas Lim Tiong Houw merasa terharu, melihat keadaan Tee Seng Hok yang lemah tidak berdaya, akan tetapi dia kuatkan hati dan berkata.
"Salah satu dari Siam say jie lo sudah aku binasakan. Sebenarnya apa yang sudah terjadi ?" dan Lim Tiong Houw hendak memeriksa luka Tee Seng Hok, akan tetapi si kucing hitam mencegah tidak membolehkan Lim Tiong Houw melihat luka dibagian perutnya.
"Mereka sudah tiba lebih dulu waktu aku datang untuk disini.." kata Tee Seng Hok dengan suara yang lemah.
"Mereka ?" ulang Lim Tiong Houw yang menanya.
"Siam say jie lo. Mereka membinasakan orang orang yang bertugas menjaga, dan salah seorang dari Siam say jie lo itu juga telah membinasakan Nio Teng Hie, sedangkan yang seorang lagi mengejar aku, waktu dilihatnya aku berada disini?"
Napas Tee Seng Hok kian memburu, dan keadaannya kelihatan parah sekali.
"Mari kuperiksa lukamu..." Lim Tiong Houw berkata dan memaksa, akan tetapi Tee Seng Hok mencegah lagi ;
"Aku bukan si kucing hitam yang dulu, toa ya, perutku sudah kena dibedah.., ."
Dan tewaslah si kucing hitam Tee Seng Hok di dekat majikannya yang lama, yang sejak dulu dia dampingi dengan setia.
Lim Tiong Houw menjadi sangat terharu. Dia tidak menduga kalau Siam say jie lo ditugaskan membunuh Nio Teng Hie, padahal dia sama sama merupakan kaki tangan si kura kura botak Kongsun Bouw. Adakah Nio Teng Hie sudah melakukan sesuatu kesalahan "
Dan Siam say jie lo. Mereka ternyata merupakan sisa sisa pengikutnya si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, terbukti dengan senjata senjata mereka yang berupa paku naga beracun dan pisau belati coan yo shin jie (belati penembus tenggorokan), yang sudah membedah perutnya Tee Seng Hok!
Si kura kura botak Kongsun Bouw! Dan Lim Tiong Houw bertekad hendak membalas dendam Tee Seng Hok disamping urusan Ouw Beng Tek!
Lim Tiong Houw tinggaIkan rumah Nio Teng Hie dengan maksud hendak langsung mendatangi tempatnya Kongsun Bouw, yang membuka usaha rumah pelacuran akan tetapi ditengah perjalanan dia teringat perkataan Tee Seng Hok bahwa gembong gembong atau para dedengkot di kota itu sekarang bekerja memakai otak, tidak terpengaruh dengan hawa napsu.
Sisa seorang Siam say jie lo pada waktu itu pasti sudah melaporkan kepada Kongsun Bouw tentang peristiwa yang terjadi dirumahnya Nio Teng Hie, sehingga pihak Kongsun Bouw pasti sudah mempersiapkan suatu penjagaan yang ketat, bahkan mungkin sudah menyebar perintah buat membunuh dia sehingga tidak mudah buat Lim Tiong Houw mendatangi tempatnya Kongsun Bouw, terlebih diwaktu siang hari.
Oleh karena itu, maka Lim Tiong Houw memutuskan hendak mendatangi tempat Kongsun Bouw diwaktu malam, sedangkan sepanjang siang itu, dia hendak melihat keadaan entah tindakan apa yang akan dilakukan oleh pihak Kongsun Bouw terhadap dirinya.
Dengan bertambahnya mayat mayat yang bergelimpangan di dalam kota Hie ciang, agaknya semakin bertambah suram buat Lim Tiong Houw mencari orang atau orang orang yang sudah membinasakan Ouw Beng Tek.
Mengenai tewasnya Nio Teng Hie, memang sudah jelas bahwa dia dibunuh oleh Siam say jie lo yang ditugaskan oleh Kongsun Bouw akan tetapi entah kesalahan apa yang sudah dilakukan oleh Nio Teng Hie, sehingga dia sampai dibunuh oleh orang yang justeru mendukung dia untuk merebut kedudukan Ouw Beng Tek" apakah sebab Nio Teng Hie mengetahui bahwa Kongsun Bouw yang telah menugaskan seseorang buat membunuh Ouw Beng Tek" dan apakah Kongsun Bouw curiga bahwa Nio Teng Hie bakal membuka rahasia itu"
Sampai disini Lim Tiong Houw menjadi teringat dengan isi seberkas surat yang dia pernah terima dari kedua orang laki laki muda, yang memakai pakaian semacam orang orang desa. lsi surat itu antara lain berupa laporan mengenai Kongsun Bouw dengan segala kegiatannya, sehingga selama itu Lim Tiong Houw jadi menunda maksudnya yang hendak mendatangi tempatnya Kongsun Bouw juga tempatnya Cee Giok Long.
Mengenai tewasnya Su Teng Hok, menurut laporan katanya dia dibunuh oleh orang yang ditugaskan oleh Nio Teng Hie, akan tetapi apakah Nio Teng Hie memberikan perintah itu dengan setahu Kongsun Bouw" ataukah melulu atas kehendak Nio Teng Hie dan untuk maksud apa Su Teng Hok harus dibunuh"
Lim Tiong Houw mengingat ingat bahwa waktu itu Su Teng Hok sedang berusaha hendak mencari Siao Cu Leng sehubungan dengan perintah Lim Tiong Houw yang dia berikan kepada Tee Seng Hok.
Apakah tewasnya Su Teng Hok ada hubungan dengan tugasnya yang hendak mencari pemabuk Siao Cu Leng" Lim Tiong Houw menyesal bahwa sampai saat itu dia belum berhasil menemukan si pemabuk itu.
Dan siapakah gerangan orang yang sudah membunuh Sui Hwa" adakah rangkaiannya dengan kematiannya Su Teng Hok berdua Nio Teng Hie" sukar rasanya buat Lim Tiong Houw menentukan, sebab mengenai tewasnya perempuan lacur itu, Lim Tiong Houw bahkan sampai menuduh Ho Sun Pin yang melakukan, sebab hanya kepada Ho Sun Pin itu pernah Lim Tiong Houw mengatakan tentang perempuan lacur yang pada waktu itu sudah meludahi mayatnya Ouw Beng Tek!
Akhirnya Lim Tiong Houw singgah dikedainya Wong Lay Kun, pedagang bubur yang terkenal; oleh karena Lim Tiong Houw mengharapkan dapat bertemu dengan Ho Sun Pin.
Kakek Wong atau si pemilik kedai bubur itu melihat keadaan Lim Tiong Houw yang sudah memilih tempat duduk, dan si kakek lalu mendekati dengan perlihatkan sikap ketakutan kemudian dia berkata dengan suara gugup.
"Aku ada pesan buat disampaikan kepada toa ya, katanya Oey Sin Mo sudah mati di desanya berikut semua keluarganya..,.."
"Dari siapa pesan itu kau terima...,.?" tanya Lim Tiong Houw untuk memastikan.
"Dua orang tamu laki laki, masih muda dan seperti orang orang desa," sahut kakek Wong tetap dengan suara yang gugup.
('pembantaian .. ,,.!') maki Lim Tiong Houw didalam hati, sedangkan kepada sikakek Wong itu, dia tidak mengucap apa apa, bahkan dia membiarkan si kakek tinggalkan dia buat melayani tamu tamu lain.
('siapa lagi gerangan orang orang yang sudah membunuh Oey Sin Mo berikut semua keluarganya..?") pikir Lim Tiong Houw selagi dia duduk makan bubur.
Sukar buat Lim Tiong Houw menentukan, apakah orang orang yang melakukan pembunuhan itu dari pihaknya Kongsun Bouw atau dari pihaknya Cee Giok Tong, sebab kedua laki laki muda yang menyampaikan berita itu tidak memberitahukan atau menjelaskan dan mereka tentunya tidak mengetahui, sebab mereka menemukan Oey Sin Mo sekeluarga sudah dibinasakan tanpa pihak si pembunuh meninggalkan jejaknya.
Mendekati waktu magrib, Lim Tiong Houw pulang ke rumah almarhum Ouw Beng Tek yang dia tempati. Cuaca sudah cukup gelap waktu Lim Tiong Houw membuka pintu dan memasuki rumah itu, lalu secara tiba tiba berbagai macam senjata tajam sudah menyentuh tubuhnya, sementara suara Kwee Su Liang terdengar berkata.
"Angkat sepasang tanganmu keatas, dan berbalik merapat pada dinding,..!"
Sekiranya pada waktu itu Lim Tiong Houw melakukan perlawanan, mungkin dia dapat membinasakan Kwee Su Liang berikut beberapa orang orang yang sedang mengancam dengan berbagai macam senjata tajam itu yang terdiri dari belasan orang banyaknya. Akan tetapi Lim Tiong Houw tidak mau mengambil tindakan secara nekad, terlebih karena dia mempunyai maksud hendak mendatangi tempatnya Kongsun Bouw, sehingga dia menganggap ada baiknya dia menjadi orang tawanan, sebab dia yakin dia bakal dibawa menghadap kepada Kongsun Bouw.
Oleh karena memikir begitu, maka Lim Tiong Houw patuh menurut, memutar tubuh dan merapat pada dinding dengan sepasang tangan diangkat lurus kebagian atas, bahkan dia membiarkan waktu seseorang mengambil senjata piao dan sebatang pisau belati yang dia bawa.
"Apakah kau masih menyimpan senjata lain ...?" terdengar Kwee Su Liang menanya.
"Tidak...." sahut Lim Tiong Houw singkat.
"Hm! sebenarnya sudah lama kami menunggu kau sampai kesabaran kami hampir habis. Untung kau tahu diri menyerah. Akan tetapi kalau kau membikin gerakan yang mencurigai kami, maka Siam say Lo heng memang sudah siap hendak membalas dendam kakaknya ..,.!"
Lim Tiong Houw diam tidak mengucap apa apa, akan tetapi didalam hati dia menyadari bahwa salah seorang dari Siam say jie lo sudah dia binasakan. Mereka tentu sudah mengetahui, dan sisa Siam say jie lo yang seorang lagi, sudah tentu tidak sabar hendak melakukan balas dendam, selagi dia tidak berdaya!
Sementara itu, Kwee Su Liang lalu memerintahkan orang orang untuk mengikat Lim Tiong Houw untuk kemudian dia menggotong Lim Tiong Houw, dibawa kedalam sebuah kereta kuda yang mereka sudah siapkan, setelah itu mereka menuju ketempatnya si kura kura botak Kongsun Bouw.
O) hend(dwkz)bbsc (O
ADA SEBUAH KUIL TUA yang letaknya tidak jauh terpisah dari markas besar orang orang gelandangan di kota Hie ciang. Kuil tua itu sudah sejak lama tidak pernah dikunjungi orang, sebab kuil tua itu sudah kosong, tidak ada isinya yang diperlukan buat orang orang yang hendak sembahyang atau bersujut kepada para patekong apapun juga sebaliknya kuil tua itu justeru dipakai oleb Ouw Beng Tek, khusus buat dia menyimpan harta benda milik pribadinya, tanpa ada orang lain yang mengetahui; kecuali Lim Tiong Houw!
"Kita berdua sudah berhasil menguasai orang orang didalam kota ini, padahal kedudukan kita hanya menjadi dedengkot orang orang gelandangan, mengapa salah seorang dari kita tidak mencoba di kota lain," demikian Lim Tiong Houw pernah berkata kepada Ouw Beng Tek.
"Bagus .. .!" sahut Ouw Beng Tek berseri seri lalu dia menyambung perkataannya. "... akan tetapi, siapa diantara kita yang harus pergi, dan siapa yang harus tetap berada dan berkuasa disini .. .?"
"Mari kita undi dihadapan patekong patekong yang dulu berkuasa disini..." Lim Tiong Houw menyarankan, dan keduanya lalu mengadakan undian didalam kuil tua itu, sampai ternyata Lim Tiong Houw yang harus pergi, dan Ouw Beng Tek yang menetap berkuasa didalam kota Hie ciang, menjadi dedengkot orang orang gelandangan.
Demikian mereka berpisah, dengan sebuah tekad apabila salah seorang dari mereka kena bahaya, yang lain akan menuntut bela!
Jadi, tidak ada orang ketiga yang menyaksikan atau mengetahui, akan tetapi dua bersahabat ini memang saling setia tidak pernah ingkar selama hidup mereka. Akan tetapi setelah Lim Tiong Houw pergi dan Ouw Beng Tek berkuasa seorang diri, maka mulai ada orang orang yang mau coba coba merebut kekuasaan. Akan tetapi Ouw Beng Tek cukup gagah dan cekatan bahkan dengan cara yang bengis dia berhasil mengetahui keadaan, sampai kemudian tersiar berita mengenai si iblis penyebar maut yang katanya belum binasa, bahkan kembali merajalela dalam ujut penyamaran sebagai seorang kakek bongkok yang aneh kelakuannya atau Koay lo jinkee!


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si kura kura botak Kongsun Bouw yang mengusahakan rumah pelacuran, ternyata usahanya tidak terbatas melulu didalam kota Hie ciang, akan tetapi juga di beberapa kota lain sehingga dia banyak melakukan perjalanan membawa rombongan nona nona manis dari satu kota kekota yang lain, sehingga dimasing masing tempat usahanya seringkali kedapatan muka baru, yang dalam istilah mereka disebut sebagai barang baru.
Sebagai akibat si kura kura botak Kongsun bouw seringkali melakukan perjalanan ke berbagai kota, maka banyak yang dia lihat dan banyak yang dia dengar, serta banyak dia menemukan keadaan kawan maupun lawan, sampai dia memperoleh berita tentang adanya peta harta berlimpah limpah bekas keperluan mendukung gerakan Ciu Kong Bie waktu melawan tentara penjajah dulu, dan peta harta itu justeru katanya berada di tangan Ouw Beng Tek.
Tidak ada orang yang mengetahui, entah siapa gerangan merupakan orang pertama yang menyebar berita tentang peta harta yang katanya berada ditangan Ouw Beng Tek itu, akan tetapi banyak orang orang yang mengetahui bahwa dulu harta itu diangkut dan dilindungi oleh si tabib sakti Liauw Cong In yang kemudian dibantu oleh si Rajawali sakti Koan Siok Hu, si pendekar tanpa bayangan Tan Sun Hian yang didampingi oleh Liong Cie In (yang kemudian dikenal sebagai Cie in suthay) dan masih banyak lagi para pendekar yang akan mau ikut memberikan perlindungan sampai harta itu berhasil mencapai tempat tujuan, akan tetapi pada saat itu perjuangan Ciu Kong Bie ternyata kandas; sehingga harta yang belum sempat digunakan itu kemudian dipendam oleh Liauw Cong In, dan si tabib sakti ini sengaja telah membikin suatu peta agar kemudian hari harta itu mudah dicari, andaikata diperlukan lagi untuk dipergunakan.
Kemudian dan ketika tiga belas Malaikat maut dari istana kerajaan Beng mencari Liauw Cong In, untuk merebut peta harta itu ternyata Liauw Cong In sudah menghilang dari dusun Tong kiong tin, berikut anak dan menantunya. Sehingga sejak saat itu tidak ada lagi orang yang mengetahui dimana tempat kediaman Liauw Cong In berikut anak dan mantunya akan tetapi secara tiba tiba tersiar berita bahwa peta harta itu berada di tangan Ouw Beng Tek!
Nah! peta harta yang berlimpah limpah yang tidak akan habis dimakan oleh seratus turunannya itu, sudah tentu ingin benar benar Kongsun Bouw memiliki, meskipun dia menyadari bahwa tidak akan mudah dia peroleh dari tangan Ouw Beng Tek yang punya pengaruh dan kekuasaan didalam kota Hie ciang.
Si kura kura botak kepalanya itu ternyata memang merupakan orang yang pandai berpikir, pandai menggunakan otaknya, bahkan memiliki kesabaran yang tak ada batasnya, demi dia mendapat cita cita.
Mula pertama Kongsun Bouw membikin keadaan didalam kota menjadi bertambah keruh, kehilangan moral dan kehilangan pegangan hidup, sehingga seringkali terjadi kekacauan. Setelah itu dia mengatur permusuhan diantara beberapa golongan termasuk golongan orang orang gelandangan, serta diam diam dia memupuk kekuatan dengan membayar tenaga orang orang yang pandai ilmu silat, khususnya terdiri dari orang orang yang pernah mengetahui tentang adanya peta harta.
Akan tetapi peristiwa yang akan terjadi di dalam kota Hie ciang itu, ternyata tidak lepas dari mata Bok lan siancu yang kebetulan sedang lewat; dan yang kebetulan juga pernah kehilangan kalung bunga tasbih, akan tetapi yang dibiarkan meskipun dia mengetahui siapa si pencurinya. Lalu secara kebetulan juga dia menemukan lagi kalung bunga tasbih itu, padahal si pencuri sudah mengakui perbuatannya dan sudah menceritakan segala galanya.
Bhiksuni yang tua usia dan yang sakti ilmunya itu lalu menceritakan lagi kepada muridnya, Cie in suthay. Menceritakan tentang Lim Tiong Houw yang pernah mencuri kalung bunga tasbih, dan tentang Lim Tiong Houw sudah memberikan kalung bunga tasbih itu kepada Ouw Beng Tek yang dia anggap sudah menjadi saudara kandungnya sendiri. Akan tetapi biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu menjadi penasaran, bukan mengenai urusan kalung bunga tasbih atau urusan orang orang gelandangan, akan tetapi mengenai urusan peta harta berlimpah limpah, oleh karena harta yang berlimpah-limpah itu justeru dia yang pernah ikut melindungi, dan dia mengetahui siapa yang memendam dan mengetahui juga dimana harta itu dipendam, serta siapa yang memegang peta harta itu. Jadi, bagaimana mungkin peta harta itu bisa berada pada Ouw Beng Tek " Mungkinkah si tabib sakti Liauw Cong In sudah binasa" Dan bagaimana dengan nasib si pendekar tanpa bayangan Tan Sun Hiu yang pernah 'mencuri" hatinya, namun yang berkesudahan dengan kehancuran cintanya yang setulus hati dia serahkan kepada laki laki yang ternyata sudah beristeri dan mempunyai anak satu itu.
('sialan Lim Tiong Houw itu.. .!") maki Cie in suthay didalam hati, sebab waktu bercerita kepada Bok lan siancu, Lim Tiong Houw justeru tidak menyebutkan dimana peta harta itu disembunyikan.
Bukan sekali dan bukan hanya dua kali, akan tetapi sudah berulang kali Cie in suthay membongkar bongkar setiap jengkal tanah didalam kuil tua itu, tanpa dia berhasil menemukan peta harta yang dia cari, meskipun diantara tumpukan barang barang milik almarhum Ouw Beng Tek yang tak mau dia ganggu, sementara kepada Lim Thong Bu berdua Ma Kian Sun yang ditugaskan mengawasi Kongsun Bouw, selalu melaporkan bahwa si kura kura botak masih belum kembali dari bepergian keluar kota.
Sementara itu Lim Tiong Houw yang digiring oleh rombongan Kwee Su Liang; didalam kereta kepalanya dipukul sampai dia pingsan lupa diri dan lupa daratan, sehingga dia tidak tahu dengan cara bagaimana dibawa masuk kedalam tempatnya Kongsun Bouw.
Waktu Lim Tiong Houw sudah bisa membuka sepasang matanya, maka dilihatnya sudah ada si kura kura botak Kongsun Bouw, serta beberapa orang orang yang dia tak kenal, akan tetapi dia yakin bahwa orang orang itu pandai ilmu silat, sementara Cee Giok Tong berikut dua tukang pukulnya, ternyata juga telah berada ditempat itu bersama Kwee Su Liang berikut sisa Siam say jie lo yang katanya bernama Lo Heng.
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 9 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Duri Bunga Ju 10
^