Lentera Maut 14
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 14
"Nah! kau sudah sadar sekarang! tentu enak kau bermimpi ....!" kata si kura kura botak Kongsun Bouw waktu dia melihat Lim Tiong Houw sudah membuka mata. Lim Tiong Houw bangun berdiri lambat lambat, sebab ternyata dia tidur diatas lantai batu yang keras, akan tetapi dia diam tidak mengucap apa apa, sehingga si kura kura botak Kongsun Bouw yang ngoceh lagi.
"... hm! kau tentu mengetahui, apa yang kami kehendaki dari kau. Peta harta itu, mengerti... !"
Lim Tiong Houw membentangkan sepasang matanya lebar lebar, dan juga mulutnya, akan tetapi dia tetap diam tidak bersuara sampai secara mendadak dia bagaikan baru teringat dengan sesuatu, dan dia berkata.
"Tidak akan kau peroleh dari aku "
Si kura kura botak Kongsun Bouw tertawa girang. Jawaban Lim Tiong Houw sudah memperkuat dugaannya bahwa peta harta itu benar benar sudah ada ditangan Lim Tiong Houw.
Setelah dia merasa puas tertawa; maka si kura kura botak itu berkata lagi.
"Jangan kau sesalkan aku, jangan kau salahkan aku, sebab kau sendiri yang meminta...!" lalu dia melirik kepada sisa Siam say jie lo yang bernama Lo Heng, sambil dia menambahkan perkataannya.
"Hajar , , , !" dia memerintahkan secara singkat.
Lo Heng melangkah mendekati dengan seberkas senyum iblis dibibirnya. Setelah sudah berdiri berhadapan dengan Lim Tiong Houw maka dia memukul muka Lim Tiong Houw disusul kemudian pada bagian perut, naik keatas kepala lagi, turun lagi ke bagian perut, sampai bertubi tubi dia memukul dan sampai Lim Tiong Houw merasa pecah perut dan pecah kepalanya, sedangkan mulutnya banyak mengeluarkan darah kental!
Si kura kura botak Kongsun Bouw kemudian memberikan aba aba supaya Lo Heng berhenti memukul dan dia berkata lunak kepada Lim Tiong Houw:
"Orang bilang kau keras kepala, dan kulihat kepalamu memang keras, tahan kena gebuk, tahan kena pukulan, akan tetapi aku tahu banyak cara buat memaksa orang bicara, atau orang mati lambat. Mana yang kau pilih .. ,?"
Suara Lim Tiong Houw terdengar parau, waktu dia memberikan jawaban.
"Tidak ada gunanya segala siksa dan perbuatanmu atas diriku."
Si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi naik pitam, marah marah dan dia ingin memerintahkan supaya Lo Heng menghajar lagi Lim Tiong Houw, tetapi mendadak terdengar Kwee Su Liang nyelak bicara.
"Orang ini memang benar benar keras kepalanya; lebih keras dari Ouw Beng Tek. Biar kita cabut lidahnya; kalau dia tidak mau menyerahkan peta harta itu .. ."
"Bagaimana dengan pikiran kau, Lim Tiong Houw " atau siapa saja kau ini .. .!" si kura kura botak Kongsun Bouw berkata lagi, membentak dan mengawasi Lim Tiong Houw.
Sementara itu Lim Tiong Houw kelihatan terkejut, sampai sepasang matanya jadi melotot lagi; akan tetapi dia pantang mundur dan pantang menyerah. Dengan suara lantang dia berkata :
"Persetan ! kalau kalian mau lakukan, silahkan.. .!"
"Biar aku tambahkan lagi .. !" terdengar Lo Heng ikut bicara.
Kongsun Bouw sebaliknya sekarang mencegah dan dia berkata kepada Lim Tiong Houw.
"Kau dengar itu bukan " Lo Heng tentu punya cara lain buat memaksa kau bicara. Dia bekas orang Thian tok bun ."
"Persetan dengan Thian tok bun,..!" sahut Lim Tiong Houw yang kelihatan geram.
(Thian tok bun persekutuan penyebar racun maut, bekas kegiatan si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu).
Sementara itu Lo Heng ikut menjadi naik pitam, langsung dia memukul Lim Tiong Houw tanpa dia menunggu perintah dari si kura kura botak Kongsun Bouw dan pukulan tangannya itu kena di bagian perut Lim Tiong Houw, membikin Lim Tiong Houw jadi nungging nungging sambil dia membekap bagian perutnya, akan tetapi tidak sampai dia terjatuh duduk.
"Tidak ada gunanya kau berkeras kepala, sebaiknya kau bicara . , ." si kura kura botak Kongsun Bouw yang bicara lagi sementara sebelah tangannya memberikan aba aba supaya Lo Heng menunda kepelan tangannya yang hendak menghajar bagian botak kepala Lim Tiong Houw, yang waktu itu lagi nungging-nungging.
Mendengar perkataan si kura kura botak Kongsun Bouw, maka secara mendadak Lim Tiong Houw menengadah, meskipun sepasang tangannya masih membekap bagian perutnya mungkin maksudnya untuk melindungi bagian perutnya itu supaya jangan kena digebuk lagi oleh Lo Heng, sementara sepasang mata Lim Tiong Houw kelihatan merah menyala, waktu dia bicara dengan suara menantang yang dia tujukan kepada si kura kura botak Kongsun Bouw.
"Mengapa bukan kau yang bicara . " .?" demikian Lim Tiong Houw berkata dengan sikap menantang.
Si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi tertawa geli, bukan dia marah marah setelah itu baru dia berkata kepada Lim Tiong Houw.
"Bagus juga cara itu. Biar aku yang bicara, dan kau yang mendengarkan, setelah itu kau berikan jawaban. Nah, aku mulai dengan pertanyaan pertama, siapa yang membunuh Ouw Beng Tek .. . ?"
Terbelalak sepasang mata Lim Tiong Houw, waktu dia mendengar pertanyaan si kura kura botak Kongsun Bouw yang pertama itu. Dia yang menduga bahwa kematian Ouw Beng Tek adalah sebagai perbuatannya si kura kura botak Kongsun Bouw, akan tetapi ternyata sekarang si kura kura botak itu justeru menanya, mungkinkah Kongsun Bouw hanya pura pura belaka" Rasanya tidak mungkin, sebab bukan waktunya buat berpura pura dan menghambur waktu, sehingga setelah berpikir begitu maka ganti dia yang menanya.
"Bukankah kau atau kalian yang telah membunuh Ouw Beng Tek ....?"
Sekali lagi si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi tertawa, seperti dia menganggap lucu mendengar pertanyaan Lim Tiong Houw, setelah itu dia berkata lagi.
"Aku justeru menyangka sebagai perbuatan kau, atau setidaknya orang suruhan kau. Aku sedang berada di lain tempat, waktu aku mendapat berita kau muncul lagi dikota Hie ciang dan aku cepat cepat mengutus Siam say jie lo membawa tugas melarang semua pembantuku membunuh kau, dan aku bahkan melarang menentang kau. Aku sengaja membiarkan kalian saling hantam, sebab bagiku tidak ada bedanya, kau atau Ouw Beng Tek yang memegang kekuasaan. Sekarang kau mengatakan bahwa kau tidak membunuh Ouw Beng Tek. Kalau menurut dugaan siapakah kira kira yang sudah melakukan pembunuhan itu..."
Sekilas Lim Tiong Houw melirik kearah Cee Giok Tong, akan tetapi dilain saat secara mendadak dia mendapat pikiran lain, sehingga dia lalu berkata.
"Mungkinkah Nio Teng Hie melakukannya...?"
"Bah! dia seorang pengecut yang tidak ada gunanya. Dia hanya bisa merengek hendak dijadikan orang gede, akan tetapi dia bodoh dan menyuruh orangnya melakukan pembunuhan terhadap Su Teng Hok, dari itu aku suruh Siam say jie lo mampusin dia. Akan tetapi sesalkan kau ikut campur, sampai So Toa kau binasakan, sehingga aku terpaksa mengeluarkan perintah untuk menangkap kau...," si kura kura Kongsun Bouw berkata dengan muka merah, menyimpan rasa marah terhadap Lim Tiong Houw.
"Mengapa Nio Teng Hie memerintahkan buat membunuh Su Teng Hok .. " Lim Tiong Houw menanya lagi, disaat si kura Kura Kongsun Bouw sedang menunda bicara,
"Sebab Su Teng Hok memihak pada kau, dan katanya sedang mendapat perintah dari kau buat mencari seorang pemabuk bernama Siao Cu Leng, sehingga Nio Teng Hie bahkan perintahkan orangnya buat membunuh si pemabuk itu .. ." sahut si kura kura Kongsun Bouw, masih merah mukanya dan masih merasa marah terhadap Lim Tiong Houw.
"Mudah mudahan si pemabuk Siao Cu Leng itu belum mati " . " Lim Tiong Houw berkata seperti menggerutu.
"Apa maksud kau , ?" tanya Kongsun Bouw yang menjadi heran, sehingga sejenak dia terlupa bahwa dia masih marah terhadap Lim Tiong Houw.
"Sebab si pemabuk itu mungkin melihat orang yang telah membunuh Ouw Beng Tek..." sahut Lim Tiong Houw yang pada mulanya kelihatan ragu ragu, akan tetapi kemudian dia bahkan menambahkan tentang Siao Cu Leng yang sudah mengambil isi saku Ouw Beng Tek, sebab Siao Cu Leng menemukan mayat Ouw Beng Tek yang menggeletak di tengah jalan.
"Sialan ! justeru si pemabuk itu juga sudah mampus .. .." akhirnya Kongsun Bouw berkata dengan perdengarkan suara menyesal.
Sejenak keadaan menjadi hening, sebab Lim Tiong Houw juga kelihatan menjadi kaget, berbareng dia ikut menjadi menyesal ketika mendengar keterangan dan si kura kura botak Kongsun Bouw bahwa si pemabuk Siao Cu Leng sudah dibinasakan oleh orang suruhannya Nio Teng Hie.
Setelah itu, mendadak Lim Tiong Houw jadi teringat dengan nasib Ong Sin Mo sekeluarga yang juga telah dibantai orang, sehingga dia lalu menanya lagi kepada si kura kura botak Kongsun Bouw.
"Siapakah yang telah membunuh Ong Sin Mo sekeluarga ..?"
"Aku yang perintahkan, sebab dia juga keras kepala, tidak mau memberitahukan tempat Ouw Beng Tek menyimpan barang barangnya .. ." sahut si kura kura botak Kongsun Bouw yang kembali perlihatkan muka marah kepada Lim Tiong Houw.
Akan tetapi pembicaraan itu menjadi tertunda, oleh karena datangnya Tio Kang Lok yang kelihatan tergesa gesa dan bekas pengawal pribadi dari Nio Teng Hie itu mengajak Kongsun Bouw ke sudut ruangan; lalu dia bicara dengan suara perlahan didekat telinga si kura kura botak Kongsun Bouw.
Setelah Tio Kang Lok selesai bicara; maka Kongsun Bouw mendekati Lim Tiong Houw dan dia berkata.
"Aku terpaksa harus menunda pembicaraan kita, sebab ada urusan lain yang memerlukan aku. Tunggu sampai aku sudah kembali dari kuil tua itu, dan aku akan bicara lagi dengan kau . , . !"
Sehabis berkata demikian, maka Kongsun Bouw lalu memerintahkan orang orang buat mengikat Lim Tiong Houw, yang tadi sudah dilepaskan waktu dia pingsan lupa diri.
Setelah itu maka si kura kura botak Kongsun Bouw mengajak semua orang orangnya pergi, hanya sisa Cee Giok Tong dan dua tukang pukulnya yang ditugaskan menjaga Lim Tiong Houw.
"Inilah saat yang aku nantikan .. ." kata Cee Giok Tong menyeringai, waktu si kura kura botak Kongsun Houw dan rombongannya sudah pergi dan dia mendekati Lim Tiong Houw yang sudah diikat tidak berdaya.
Lim Tiong Houw meIudahi muka Cee Giok Tong, setelah itu dia berkata:
"Kau pengecut yang hanya bisa merampok pacar orang..,."
Cee Giok Tong tambah menyeringai seperti hantu yang kena diguyur air panas dan dia menyapu mukanya yang kena diludahi oleh Lim Tiong Houw, setelah itu mulai dia membikin pesta, dibantu oleh kedua tukang pukulnya yang memang pintar pintar buat memukul orang yang sudah diikat!
Melulu sebab Kongsun Bouw sudah memberitahukan tentang tempat tujuannya, yakni sebuah kuil tua, maka Lim Tiong Houw paksakan diri buat bertahan dari pukulan pukulan bertubi tubi yang dilakukan oleh Cee Giok Tong bertiga sampai napas mereka yang memukul yang terdengar sengal sengal, dan Cee Giok Tong lalu berkata. "Kalian berdua tinggal disini, akan aku cari minuman buat kita?"
Di dalam hati Lim Tiong Houw bersenyum mengejek. Kalau lain orang yang dihajar oleh Cee Giok Tong dan kedua orang tukang pukulnya, apalagi oleh Lo Heng, maka tentunya sudah mampus atau setidaknya akan menjadi gempor. Akan tetapi Lim Tiong Houw memiliki ilmu yang sudah mencapai batas kemampuannya. Dengan mengerahkan tenaga dalam dia sudah berhasil membikin tubuhnya menjadi kebal tahan kena pukulan.
Lim Tiong Houw kemudian mencoba coba kekuatan tali yang mengikat tubuhnya, dengan keadaan sepasang tangan kebagian belakang dan sepasang kaki ikut diikat erat erat.
Masih ada dua orang yang menunggu Lim Tiong Houw dari itu, dia tidak mau sembarang perlihatkan geraknya supaya dia tidak dicurigai oleh kedua orang orang itu sebelum tali yang mengikat tubuhnya menjadi lepas, berkat ilmu belut licin membebaskan diri.
Hanya sesaat yang diperlukan oleh Lim Tiong Houw dan sepasang tangannya sudah bebas dari tali tali yang mengikat, akan tetapi tangan tangan itu tetap berada dibagian belakang tubuhnya, selama dia memikirkan daya untuk melepaskan tali tali yang mengikat dibagian sepasang kakinya.
Ada rasa curiga pada laki laki yang bersenjata sepasang gada yang dapat dilipat menjadi satu. Dia mendekati hendak meneliti, akan tetapi tiba tiba Lim Tiong Houw merangkul dia, dan secepat itu juga Lim Tiong Houw berhasil merebut senjata laki laki itu yang langsung dia gunakan buat memukul; sampai laki laki itu semaput dengan sepasang mata kelihatan melotot!
Sebatang golok kemudian hendak menabas putus batang leher Lim Tiong Houw, akan tetapi dalam keadaan terduduk dan selagi sepasang kakinya masih terikat erat erat, maka Lim Tiong Houw menyepak kaki orang yang menyerang dirinya sambil dia ikut bergulingan, sehingga waktu laki laki itu terjatuh, maka sekali lagi Lim Tiong Houw menghantam dan laki laki itu tewas seketika menyusul temannya yang sudah mendahulukan!
Tepat pada saat itu, Cee Giok Tong datang dengan sepasang tangan memegang guci dan mangkok mangkok arak. Dia berdiri terpaku melihat kedua tukang pukulnya sudah kena dipukul dan sudah bergelimpangan menjadi mayat mayat dengan mata melotot, dan dia meringis ketakutan waktu melihat Lim Tiong Houw sedang menyeringai, seperti malaikat maut yang siap merampas nyawa!
Kemudian Lim Tiong Houw memukul sepasang lutut Cee Giok Tong terpaksa ikut tertunduk berhadapan, sedangkan guci dan mangkok mangkok arak jatuh hancur berantakan.
"Mulai sekarang; kau harus patuh dengan perkataan isterimu. Aku tidak mau kau sia-sia bekas pacarku," Lim Tiong Houw berkata seperti dia sedang menggerutu sambil dia melepaskan tali tali yang mengikat pada sepasang kakinya setelah itu dia pergi menghilang, membiarkan Cee Giok Tong hidup dengan sepasang lutut hancur tidak dapat digunakan lagi. Lim Tiong Houw tidak menghiraukan dengan banyaknya orang orang yang mengawasi dirinya yang pada saat itu sedang berlari lari menuju kuil tua yang sedang didatangi oleh rombongan si kura kura botak Kongsun Bouw sebanyak sembilan belas orang. Sedangkan pakaian Lim Tiong Houw pada waktu itu banyak yang robek bekas dia disiksa, juga noda noda darah kelihatan melekat pada pakaian itu.
Disepanjang perjalanan itu, tak hentinya Lim Tiong Houw cemas memikirkan Cie in suthay, yang dia ketahui sedang berada seorang diri didalam kuil tua yang sedang didatangi oleh rombongannya si kura kura botak Kongsun Bouw.
Meskipun Cie in suthay memiliki ilmu yang tinggi; akan tetapi Lim Tiong Houw merasa cemas, sebab dia mengetahui rombongan si kura kura botak Kongsun Bouw terdiri dari orang orang yang tidak bermoral, dan tidak berperi kemanusiaan, sebaliknya biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu pantang membunuh nyawa manusia, sebab sudah tekad hendak mendekati sang Budha.
Dan Cie in suthay memang sedang berada di dalam kesukaran menghadapi gerombolan bajingan bajinngan tengik yang pandai menyelak dan pandai mengejek.
Kuil tua yang sudah tidak digunakan lagi itu selalu gelap keadaannya diwaktu malam, akan tetapi sejak Cie in suthay menempati kuil tua itu, maka dia selalu memerlukan membikin pelita buat alat penerang terlebih kalau dia sedang mencukil-cukil tanah, seperti pada waktu gerombolan bajingan bajingan tengik itu datang menyergap!
"Kalian lihat ada seorang gelandangan gaya baru, memakai pakaian seperti seorang biarawati .. ." kata seorang bajingan yang menemukan Cie in suthay sedang mencukil-cukil tanah, seperti seorang gelandangan yang sedang mencari sisa sisa makanan.
"Ha ha ha . ," tawa bajingan yang lain, dan seorang yang lainnya kemudian berkata dengan lagak yang membikin Cie in suthay jadi bertambah muak.
"... mukanya cukup cantik, dan umurnya masih muda .. .."
Cie in suthay marah sampai dia lupa diri, karena dianggap seorang gelandangan yang sedang kelaparan. Dia tidak memerlukan waktu untuk berdiri, akan tetapi sambil jongkok tubuhnya secara mendadak mencelat, seperti seekor burung walet yang terbang ke angkasa, lalu dia menotok jalan darah kedua bajingan tengik itu memakai jari tangannya sehingga pada detik berikutnya kedua bajingan tengik itu berdiri diam seperti patung bisu !
Si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi sangat terkejut waktu dia menyaksikan kejadian itu, juga Lo Heng yang menjadi sisa dari Siam say jie lo ikut menjadi terkejut, karena dia tidak menduga bahwa didalam kuil tua itu bakal bertemu dengan seorang biarawati sakti yang masih muda usianya, padahal Tio Kang Lok membawa laporan, mengatakan bahwa di kuil tua itu merupakan tempat penyimpanan barang barang milik pribadi Ouw Beng Tek almarhum !
Sementara itu Kong tong sam kiam adalah tiga jago pedang dari golongan Kong tong pay, bekas orang orang Thian tok bun dari kota Hud san tin yang sengaja dibawa oleh si kura kura botak Kongsun Bouw. Mereka hendak memberikan jasa mereka; dari itu mereka berseru dan mengurung Cie in suthay, siap dengan pedang pedang ditangan mereka.
Tidak ada kesempatan lain buat Cie in suthay dan dia harus melakukan perlawanan, bertempur sebab jago jago pedang dari Kong tong pay itu sudah membuka serangan, sedangkan si kura kura botak Kongsun Bouw lalu memerintahkan memasang api obor dan memerintahkan orang orang memeriksa untuk mencari peta harta yang dia duga ada didalam kuil tua itu.
Belasan orang orang itu kemudian berpencar, mencari keberbagai pelosok dan sudut kuil tua itu, membiarkan Kong tong sam kiam atau tiga jago pedang dari golongan Kong-tong pay yang sedang bertempur melawan Cie in suthay dan biarawati yang muda usia ini menjadi gelisah hatinya, sebab dia yakin gerombolan bajingan itu bakal menemukan tempat Ouw Beng Tek menyimpan barang barang, yang pasti akan mereka rampas.
Biarawati yang muda usia dan cantik jelita itu juga menjadi gelisah memikirkan Lim Thong Bu dan Ma Kian Sun yang entah sedang berada dimana, serta juga memikirkan entah nasib apa yang sudah atau sedang dihadapi oleh Lim Tiong Houw, yang dia yakin tidak bakal membuka rahasia kepada pihak musuh, akan tetapi entah apa sebabnya si kura-kura botak Kongsun Bouw bisa mengetahui bahwa kuil tua itu adalah tempat menyimpan harta benda miliknya Ouw Beng Tek.
Kong tong sam kiam atau tiga jago pedang dari Kong tong pay itu, ternyata memang lihay ilmu silat mereka, dan mereka berlaku hati hati dalam menghadapi lawan mereka, yang berupa seorang biarawati muda usia yang tinggi ilmunya, sehingga tak mudah buat Cie in suthay cepat cepat mengalahkan mereka bertiga, yang selalu menyerang secara silih berganti, dan selalu mundur menghindar kalau diserang oleh Cie in suthay sehingga benar benar sangat merepotkan Cie in suthay yang bersenjatakan kebutan.
Adalah pada saat itu, Lim Tiong Houw tiba dengan pakaian banyak yang pecah dan kotor penuh debu yang bercampur dengan peluh, ditambah dengan noda noda darah bekas dia kena disiksa, sehingga keadaan Lim Tiong Houw pada waktu itu memang mirip seperti seorang gelandangan.
Lima orang musuh berusaha mencegat Lim Tiong Houw, sementara yang lain masih sibuk dengan pekerjaan mereka, mencari peta harta seperti yang diperintahkan oleh si kura kura botak Kongsun Bouw Lim Tiong Houw, tidak mau menghambur waktu dan tenaga, apalagi waktu dia melihat Cie In suthay sedang dikepung oleh tiga lawan yang kuat, sementara rombongan gerombolan musuh yang lain sedang menyebar di perbagai sudut kuil tua itu.
Segera Lim Tiong Houw mengerahkan tenaganya dan menggunakan ilmu silat Lo han ngo heng kun yang khas dari golongan Siao-lim.
Jilid 26 SEBELAH tangan kirinya bergerak memainkan ilmu kuntao bango atau ho kun, tepat dia menghajar lengan seorang musuh yang sedang melakukan penyerangan sehingga musuh itu lompat mundur sambil dia berteriak kesakitan, sebab lengan kanannya itu patah kena pukulan kuntao bango. Sementara gerak kepelan tangan kanan Lim Tiong Houw yang agak melengkung, memukul seorang musuh lain memakai jurus pukulan kuntao macan kumbang, atau Pa kun, mengakibatkan musuh itu bolong batang lehernya, dan tewas seketika!
Kelima musuh yang menghadang Lim Tiong Houw itu, sebenarnya bukan merupakan sembarang orang orang yang lemah. Mereka mahir ilmu silatnya yang sudah mencapai batas kemampuan mereka, akan tetapi gerak yang serba cepat dari Lim Tiong Houw yang sudah membikin dua musuh itu kena serangan Lim Tiong Houw dan tiga musuh yang lainnya segera mengerahkan tenaga dalam mereka, bersiap hendak menyerang dengan menggunakan ilmu Tay lek kim kong Cu yang terkenal dahsyat!
Sejenak Lim Tiong Houw kelihatan terkejut, karena dia tidak menduga, akan tetapi dia pantang mundur dan dia segera ikut menambah tenaganya siap buat tangan kirinya memainkan ilmu Liong kun atau kuntao naga dan tangan kanan memainkan Houw kun atau kuntao harimau.
Tiga orang musuh itu perdengarkan suara mereka secara serentak, lalu mereka melakukan penyerangan secara sekaligus!
Dua musuh terpental balik akibat kalah mengadu tenaga dengan Lim Tiong Houw; bahkan mereka tidak sanggup bangun, sebab mulut mereka telah mengeluarkan darah kental sedangkan musuh yang ketiga berhasil membenamkan kepelan tangan kirinya pada perut Lim Tiong Houw, akan tetapi perut itu sangat lunak bagaikan kapas, bahkan dapat menyedot kepelan tangan itu sampai tak mungkin ditarik secara tiba tiba perut itu mendorong, dan tubuh si penyerang terpental mundur sampai dia menghajar tembok, kuil dan dia tewas setelah susah payah dia hendak bangun berdiri.
Sementara itu beberapa senjata rahasia datang menyambar ke arah Lim Tiong Houw dan jenis senjata rahasia itu adalah paku paku naga beracun, sehingga sambil berkelit menghindar, Lim Tiong Houw sudah dapat menduga siapa gerangan si penyerang gelap itu, yakni Lo Heng, sisa Siam say jie lo bekas orang Thian tok bun!
Dari arah datangnya serangan Lim Tiong Houw dapat menduga duga tempatnya Lo Heng yang belum dia lihat kehadirannya, lalu dengan bergulingan Lim Tiong Houw mendekati sambil berusaha menghindar dari hujan paku paku naga beracun sampai secara tiba tiba Lim Tiong Houw lompat bangun dengan sepasang tangan penuh gumpalan tanah yang lalu dia hamburkan dan kena mukanya Lo Heng sampai orang tua yang licik itu menjadi kelabakan tidak dapat melihat bahkan mulutnya ikut penuh terisi dengan tanah!
Menyusul gerakannya tadi, sepasang kepalan Lim Tiong Houw langsung menghantam dada Lo Heng sampai Lo Heng rubuh celentang dengan mulut mengeluarkan darah dan dia tewas seketika.
Pihak musuh mulai berkecil hati, sebab berturut2 mereka melihat pihaknya sudah kena dibinasakan oleh Lim Tiong Houw. Mereka yang tadinya terpencar mencari cari peta harta, sejenak berdiri ragu ragu, akan tetapi si kura kura botak Kongsun Bouw cepat berteriak memerintahkan mereka menyerang dan mengepung Lim Tiong Houw!
Kemudian dengan langkah kaki lompat seperti seekor kura kura yang botak kepalanya, maka Kongsun Bouw kian mendekati Lim Tiong Houw. Dan waktu Lim Tiong Houw melihat bekas bekas jejak langkah kaki Kongsun Bouw, maka Lim Tiong Houw menjadi sangat terkejut, sebab tempat bekas jejak langkah kaki itu kelihatan melesak sebagian dalam menandakan si kura kura botak Kongsun Bouw sedang mengerahkan ilmu tenaga seribu kati dan dia menjadi lebih terkejut lagi, sebab ditangan Kongsun Bouw kelihatan dia memegang sebatang cambuk istimewa yang berduri runcing serta dibagian ujungnya terdapat kepala seekor ular dengan mulut terbuka, kelihatan ada gigi gigi dan ada lidahnya yang keluar ! Hebat adalah gerak si kura kura botak Kongsun Bouw yang berikutnya, sebab selagi Lim Tiong Houw kelihatan terkejut, maka si kura kura botak Kongsun Bouw sudah mulai menyerang menghantam memakai cambuk yang mengarah bagian muka Lim Tiong Houw!
Lim Tiong Houw menyadari bahwa cambuk yang istimewa itu mengandung bisa racun maut. Tidak mau dia sembarang menangkap memakai tangannya, dari itu dia perlihatkan kelincahan tubuhnya, berkelit menyamping kesebelah kanan.
Kalau tadi langkah kaki si kura kura botak Kongsun Bouw kelihatan lambat dan berat maka sekarang dia ternyata memiliki kelincahan tubuh yang luar biasa bahkan geraknya bagaikan sudah memperhitungkan kearah mana kira kira musuhnya bakal berkelit menghindar sehingga waktu sekali lagi dia menghajar memakai cambuknya maka secarik baju Lim Tiong Houw kena disamber pecah padahal Lim Tiong Houw sudah buru buru lompat mundur buat menghindar lagi!
Si kura kura botak Kongsun Bouw semakin jadi bertambah geram sampai dia memaki tidak jelas, sambil dia tidak berhenti melakukan penyerangan secara bertubi tubi sehingga setengah tobat Lim Tiong Houw yang harus berkelit menghindar, kagak berani menangkap cambuk yang banyak durinya dan yang mengandung bisa racun maut, kagak bisa dia menangkis sebab dia tidak bersenjata, dan kagak bisa dia balas menyerang, sebab tidak mendapat kesempatan sampai tahu tahu dia mendengar ada seseorang yang berteriak.
"Lie heng, disini ada golok .."
Itulah suara Lim Thong Bu yang berdiri di suatu sudut terpisah dari musuh sambil sebelah tangan kanannya mengacungkan sebatang golok miliknya akan tetapi tidak berani dia melontarkan buat Lim Tiong Houw, khawatir kesergap oleh cambuknya si kura kura botak Kongsun Bouw.
Lim Tiong Houw lompat tinggi dan jauh, mencapai tempat Lim Thong Bu berdiri, disusul oleh si kura kura botak Kongsun Bouw yang juga ikut lompat melayang dengan tubuhnya yang kelihatan ringan sekali, meskipun tubuh itu gemuk pendek. Lim Tiong Houw berhasil meraih golok yang diberikan oleh Lim Thong Bu, disusul dengan cambuk si kura kura Kongsun Bouw yang menghantam akan tetapi kalah cepat, sebab Lim Tiong Houw berdua Lim Thong Bu sudah saling lompat terpencar kedua sisi yang terpisah sehingga cambuk si kura kura Kongsun Bouw hanya menghantam bekas tempat Lim Thong Bu tadi berdiri !
"Hm ! siapapun kau, memang sudah aku duga; kau bukannya Lim Tiong Houw ,...!" maki Kongsun Bouw yang menunda serangan, sambil dia mengawasi Lim Tiong Houw yang berdiri siap dengan golok ditangan.
Sementara itu pemuda Lim Thong Bu sudah bertempur melawan sejumlah musuh yang langsung mengepung dia, akan tetapi Lim Thong Bu cepat berhasil merebut sebatang tombak pendek dari seorang lawan, sehingga pemuda itu mengamuk bagaikan seekor harimau yang bertambah sayap !
Kedatangan Lim Thong Bu adalah berdua dengan pemuda Ma Kian Sun. Akan tetapi waktu Lim Thong Bu melihat keadaan Lim Tiong Houw yang tidak bersenjata, maka dia membiarkan Ma Kian Sun berkelahi dikepung musuh. Sebaliknya Lim Thong Bu mencari tempat yang terpisah buat dia memberikan goloknya kepada Lim Tiong Houw, setelah itu baru dia membantu Ma Kian Sun, sambil dia merebut sebatang tombak pendek dari seorang musuh.
Di pihak Lim Tiong Houw, dia perlihatkan senyum mengejek waktu dia mendengar tuduhan si kura kura botak Kongsun Bouw lalu dia berkata.
"Kongsun Bouw, ajalmu sudah hampir tiba. Jelas bagiku bahwa urusan dengan kau adalah yang menyangkut urusan peta harta?"
"Dan kau adalah yang membunuh Ouw Beng Tek dan merampok peta harta itu .. !" si kura kura Kongsun Bouw memutus perkataan Lim Tiong Houw, akan tetapi Lim Tiong Houw menggelengkan kepala, lalu dia berkata lagi;
"Bukan aku yang membunuh Ouw Beng Tek tapi lain orang yang sedang menunggu giliran..,."
"Giliran apa .,.?" sekali lagi Kongsun Bouw memutus perkataan Lim Tiong Houw.
"Giliran mampus ditanganku.." sahut Lim Tiong Houw geram.
"Kurang ajar .." dan si kura kura botak Kongsun Bouw menyerang lagi memakai cambuknya; menggunakan jurus atau gerak tipu ular hijau melepas bisa racun.
Lim Tiong Houw berkelit lalu dia balas menyerang sebab sekarang dia sudah bersenjata dan dia bahkan memainkan ilmu ngo heng to an bun to di tangan kanan yang memegang golok, sedang tangan kirinya yang tidak mau diam menganggur, ikut bergerak memainkan ilmu lo han ngo heng kun. Dua macam ilmu istimewa dari golongan Siao lim.
Setelah lewat sesaat; mendadak si kura kura botak Kongsun Bouw lompat mundur mencari kesempatan buat dia mengatur napas, dan buat dia bicara.
"Tunggu ! kulihat kau pandai ilmu golongan Siao lim. Pernah apa kau dengan Peng hweeshio..?"
Sekali lagi Lim Tiong Houw perlihatkan senyum mengejek. Pheng hweeshio yang ditanyakan adalah rekan seperjuangan dari Ci siu lojin dan Pit Leng Hee, tiga tokoh yang ikut mendukung gerakan Tio Su Seng waktu menentang kaum penjajah bangsa Mongolia.
"Pheng hweeshio adalah rekannya Pit Leng Hee, si biang pengemis dan aku adalah temannya Ouw Beng Tek, biang orang orang gelandangan. Adakah bedanya buat kau .,?"
"Kurang ajar.." maki si kura kura botak yang hendak menyerang lagi, akan tetapi mendadak dia menunda, sebab ada suara tawa seseorang yang belum dia kenal.
"Ha ha ha ! dia mengaku jadi temannya Ouw Beng Tek, yang dia sebut sebagai biang orang orang gelandangan, padahal justeru kami adalah si biang orang orang gelandangan ..!"
Si kura kura botak Kongsun Bouw memerlukan melihat orang yang tertawa dan bicara itu, yang ternyata adalah dua bersaudara orang orang gelandangan yang bernama Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin; yang benar benar merupakan biang orang orang gelandangan, yang entah sejak kapan sudah berada di kota Hie ciang, bahkan sudah pula berada di dalam kuil tua itu, bahkan juga sudah ikut bertempur mengusir semua orang orang yang membantu si kura kura botak Kongsun Bouw, sehingga Kongsun Bouw menjadi sangat terkejut sekali, karena sejak tadi dia tidak mengetahui berhubung perhatiannya dia curahkan terhadap Lim Tiong Houw. Oleh karena keadaannya yang sudah sangat terjepit itu, maka secara mendadak si kura-kura botak Kongsun Bouw lalu menyerang Iagi Lim Tiong Houw, dan dia bahkan melakukan penyerangan secara membabi buta, sehingga untuk sesaat dia berhasil membikin Lim Tiong Houw jatuh bangun setengah tobat sampai tiba tiba Lim Tiong Houw menerkam dan berhasil mencakar muka si kura kura botak Kongsun Bouw, mencakar menggunakan ilmu cakar harimau, sampai copot kulit muka Kongsun Bouw yang kena dicakar dan dia rubuh tewas dengan berlumuran darah!
"O mie to hud .. . " Cie in suthay bersuara memuji dan datang mendekati, akan tetapi Lim Tiong Houw justeru mendekati Lim Thong Bu buat dia mengembalikan golok pemuda itu, dengan tidak lupa dia mengucap terima kasih.
Kemudian Lim Tiong Houw membersihkan telapak tangan kirinya yang kena noda darah si kura kura botak Kongsun Bouw, setelah itu baru dia meraih bagian mukanya, membuka selaput kulit luar sampai kemudian dia berobah menjadi seorang pemuda yang tampan, yang ternyata adalah si macan terbang Lie Hui Houw! Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin, dua dedengkot orang orang gelandangan perdengarkan suara tidak jelas karena merasa heran, sebaliknya Cie in suthay kelihatan bersenyum manis, sedangkan pemuda Lim Thong Bu yang juga telah ikut mendekati, segera memperkenalkan Lie Hui Houw kepada Gwa Teng Kie berdua Gwa Teng Sin sebaliknya Gwa Teng Sin jadi tertawa dan berkata kepada Lie Hui Houw :
"Bagus sekali cara penyamaran Lie ciangkun, kami benar benar bagaikan melihat Lim Tiong Houw hidup lagi?" demikian Gwa Teng Sin memuji sambil tak bosan bosan dia mengawasi muka Lie Hui Houw, sedangkan Cie in suthay yang justeru kelihatan berobah merah mukanya, dan Lim Thong Bu menjadi heran sehingga pemuda itu menanya kepada Gwa Teng Sin.
"Eh, mengapa kau sebut dia Lie ciangkun?""
(Lie ciangkun perwira Lie )
Gwa Teng Sin berdua Gwa Teng Kie tertawa lagi sedangkan si macan terbang Lie Hui Houw kelihatan bersenyum, sampai kemudian Gwa Teng Sin menjelaskan bahwa dahulu Lie Hui Houw merupakan panglima kesayangan Thio Su Seng almarhum.
"Akh! kalau begitu kalian sudah saling mengenal ..." akhirnya Lim Thong Bu berkata seperti dia menggerutu.
"Kami bahkan pernah bahu membahu mengganyang iblis muka hitam dengan lentera mautnya?" kata Gwa Teng Sin yang menambahkan keterangannya.
Sementara itu terdengar Cie In suthay berkata seperti mengejek.
"Hm ! memang bagus cara dia menyamar, akan tetapi cara dan lagaknya memainkan peranan kalah tangkas dan kalah jantan dengan Lim Tiong Houw yang sebenarnya...."
"Maksud suthay ....?" tany Gwa Teng Kie yang ingin mengetahui, juga yang lain ingin mengetahui apa sebab Cie in suthay berkata begitu.
Sementara itu Cie in suthay lalu berkata lagi:
"Dia terlalu lambat menentukan siapa sebenarnya yang sudah membunuh Ouw Beng Tek, dia terlalu ragu ragu..."
"Akan tetapi aku sudah mengetahui ..." kata Lie Hui Houw seperti membela diri.
"Siapa ...?" Gwa Teng Kie yang menanya berbareng dengan Gwa Tek Sin yang adiknya.
"Ho Sun Pin," sahut Lie Hui Houw yang hanya menyebut nama.
"Ho Sun Pin" apa sebab dia membunuh Ouw Beng Tek" apakah juga urusan peta harta...?"
"Tidak ada sangkutannya dengan urusan peta harta, sebaliknya sebab cinta," sahut Lie Hui Houw, sekilas sempat melirik Cie in suthay yang kelihatan sedang bersenyum sambil menundukkan kepala.
"Cinta " siapa yang dia cintai .. .?" tanya lagi dua dedengkot orang orang gelandangan itu, sementara Lim Thong Bu dan Ma Kian Sun ikut perlihatkan senyum mereka, sedangkan wajah muka Cie in suthay kelihatan jadi berubah merah.
Sementara itu, terdengar Lie Hui Houw memberikan jawaban atas pertanyaan dua dedengkot orang orang gelandangan itu.
"Tio Siu Lan .. ." lagi lagi Lie Hui Houw hanya menyebut nama.
"Tio Siu Lan adalah bininya Cee Giok Tong dan menjadi adiknya Ho Sun Pin; bagaimana mungkin terjadi .. .. ?" kedua biang orang orang gelandangan itu berkata lagi dan bertambah merasa heran, sedangkan Lie Hui Houw mengawasi Cie in suthay, sambil dia menyertai senyum hampa yang mirip seperti senyum mengejek setelah itu baru dia berkata.
"Suthay melarang aku datang di tempatnya Cee Giok Tong buat menemui Tio Siu Lan, akan tetapi aku sudah mengetahui bahwa Ho Sun Pin melulu dianggap anak oleh kedua orang tuanya Tio Siu Lan.. ."
Lie Hui Houw menunda perkataannya, karena sekali lagi dia memerlukan mengawasi Cie in suthay, sedangkan biarawati yang muda usia itu kelihatan bersenyum tenang, membiarkan Lie Hui Houw meneruskan perkataannya,
"Ho Sun Pin mencintai Tio Siu Lan dan menyimpan dendam terhadap Lim Tiong Houw, sebab Lim Tiong Houw adalah pacarnya Tio Siu Lan (sampai disini diam diam Cie in suthay tertawa didalam hati), Kemudian Lim Tiong Houw menghilang dan Ho Sun Pin mempunyai harapan lagi, akan tetapi kenyataannya Tio Siu Lan dilamar oleh Cee Giok Tong dan Ho Sun Pin buru buru menemui Ouw Beng Tek, menghasut supaya Ouw Beng Tek merintangi pernikahan itu, sebab katanya Tio Siu Lan adalah pacarnya Lim Tiong Houw, akan tetapi ternyata Ouw Beng Tek tidak menghiraukan dan membiarkan Cee Giok Tong menikah dengan Tio Siu Lan, sehingga Ho Sun Pin jadi menyimpan dendam terhadap Ouw Beng Tek, juga terhadap Cee Giok Tong .. ."
".. . Ho Sun Pin mengetahui kuil tua ini dijadikan tempat menyimpan barang barang milik pribadi Ouw Beng Tek, dan secara kebenaran Ho Sun Pin menemukan beberapa batang piao miliknya Lim Tiong houw yang lalu dia ambil, sampai kemudian dia mendapat kesempatan menyerang Ouw Beng Tek, pada waktu Ouw Beng Tek sedang memerintahkan Ong Sin Mo membeli arak sehingga Ouw Beng Tek membuka pintu, karena menduga Ong Sin Mo yang kembali membawa arak .. ."
". akan tetapi Ouw Beng Tek tidak mati walau sudah terkena serangan piao itu, sehingga Ho Sun Pin lari ketakutan dengan dikejar oleh Ouw Beng Tek yang sudah terluka sampai kemudian Ouw Beng Tek rubuh tewas sebab piao itu ternyata sudah diberikan larutan bisa racun oleh Ho Sun Pin ...."
" ... . Ho Sun Pin yang lari sampai dirumahnya, tetap merasa gelisah, sampai kemudian dia balik lagi dan menyeret mayat Ouw Beng Tek yang dia bawa masuk kerumah Ouw Beng Tek, sehingga orang orang menduga Ouw Beng Tek tewas didalam rumah; padahal ada dua orang yang sudah melihat mayat Ouw Beng Tek waktu menggeletak ditengah jalan. Dan orang orang itu adalah Siu Hwa, seorang perempuan lacur yang katanya sudah meludahi mayat Ouw Beng Tek dan Siao Cu Leng, seorang gelandangan yang sempat mengambil isi saku Ouw Beng Tek yang telah menjadi mayat .. ."
"Mengapa Ho Sun Pin tidak membunuh Cee Giok Tong ...?" Gwa Teng Sin menanya lagi.
"Dia belum mendapat kesempatan, sebab Lim Tiong Houw keburu datang ..."
Sekarang giliran Lim Thong Bu yang tertawa, memutus perkataan Lie Hui Houw, sedangkan Ma Kian Sun menyusul tertawa belakangan, dan Cie in suthay menambah senyumnya membikin kedua dedengkot orang orang gelandangan itu saling mengawasi tidak mengerti dan Gwa Teng Kie yang kemudian menanya kepada Lim Thong Bu berdua Ma Kian Sun.
"Mengapa kalian tertawa ..?"
"Bukankah tadi kau dengar bahwa dia mengatakan Lim Tiong Houw keburu datang..." sahut Lim Thong Bu sambil dia menunjuk Lie Hui Houw dan tertawa lagi, sehingga kedua dedengkot orang orang gelandangan itu menjadi ikut tertawa, bahkan tak mau berhenti mereka tertawa!
O) hend(dwkz)bbsc (O
SETELAH mengembalikan Lie Hui Houw yang dipinjamnya kepada Cin Siao Yan, maka seorang diri Cie in suthay melakukan perjalanan hendak kembali ke kuil Cui gwat am menemui gurunya. Akan tetapi ditengah perjalanan itu dia teringat dengan salah seorang sahabatnya, sehingga dia singgah di gunung Ngo tay san dan bertemu dengan sahabatnya itu yang bernama Hui cu suthay.
Kedatangan Cie in suthay ini ternyata bertepatan dengan Hui cu suthay justeru hendak melakukan perjalanan oleh karena katanya Hui cu suthay bermaksud mengunjungi muridnya yang bernama Cu Sian Ing yang menetap di dusun Lo an Cung, sehingga terjadi mereka berdua melakukan perjalanan bersama-sama, dan sempat Cie in suthay ikut singgah di dusun itu sehingga kembali dia dihadapkan dengan masalah si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, yang benar benar membikin dia menjadi pusing kepala.
Waktu Koay lo jinkee alias si iblis penyebar maut menderita penyakit demam disebuah kuil tua, waktu itu dia bertemu dengan seorang pemuda yang telah memberikan dia minum air hangat berikut penganan kering, dan setelah dia sembuh dari penyakit demam itu, maka dia telah memberikan sekedar tambah ilmu kepada si pemuda yang telah menolong tanpa disengaja itu, sampai kemudian mereka berpisah lagi.
Setelah berpisah dari si kakek yang aneh dan yang dia tidak ketahui siapa namanya, maka pemuda itu meneruskan perjalanannya seorang diri; dan tengah harinya dia singgah di suatu kedai arak yang terdapat disisi jalan sunyi, dekat sebuah dusun yang dia tidak diketahui apa namanya.
Dia memesan semangkok arak berikut dua bakpao, dan dia juga membeli sebungkus penganan kering karena perbekalannya sudah habis.
Kedai itu terletak disisi jalan yang sunyi, sehingga para pembelinya sudah tentu melulu terdiri dari orang orang yang sedang melakukan perjalanan. Waktu pemuda itu datang kedai arak itu sunyi tidak ada lain tamu, akan tetapi lewat sesaat, datang dua tamu laki laki yang memilih tempat duduk disudut sebelah kanan dari si pemuda yang dengan lahap sedang makan bakpao.
Dua orang tamu lelaki yang baru datang itu, yang seorang berusia kira kira empatpuluh tahun, bertubuh gagah dan memiliki wajah muka garang dengan kumis hitam yang tebal, sedangkan kawan seperjalanannya merupakan seorang pemuda bermuka hitam dengan mata sedikit juling.
Waktu si pemilik kedai mengantarkan arak yang mereka pesan, terdengar yang lebih tua menanyakan tentang letak dusun Lo an cung dan dijawab oleh si pemilik kedai, bahwa dusun itu sudah tidak jauh lagi terpisah dari tempat mereka berada.
Kedua tamu itu kelihatan tergesa gesa sebab mereka cepat bergegas pergi, mendahulukan si pemuda yang masih menghadapi mangkok araknya.
"Heran, hari ini sudah lebih dari sepuluh orang gagah dari rimba persilatan, yang hendak mengunjungi dusun Lo an cung.." si pemilik kedai itu berkata menggerutu seperti pada dirinya sendiri, selagi dia mengawasi mangkok mangkok arak bekas kedua tamunya tadi.
"Orang orang rimba persilatan " mengapa mereka kesana .. .?" tanya si pemuda bagaikan tak sadar, karena perhatiannya agaknya tertarik dengan perkataannya si pemilik kedai tadi.
"Memang, akan tetapi aku sendiri tidak mengerti .. .." sahut si pemilik kedai yang sengaja mendekati si pemuda, lalu dia menambahkan perkataannya.
", .. sejak beberapa hari ini, seringkali dusun Lo an cung kedatangan kaum pandai silat, dan sejak itu pula didusun Lo-an cung seringkali terjadi pertempuran dan pembunuhan .. , ."
"Bagaimana kau mengetahui, sedangkan kau bukan bertempat tinggal didusun itu?"" tanya lagi si pemuda, rupanya dia bertambah tertarik perhatiannya.
"Aku memang tidak menetap didusun itu, tetapi aku mempunyai seorang keponakan yang seringkali datang membawa kabar. Bahkan dikatakan bahwa awal peristiwa itu disebabkan terbunuhnya seorang pemuka dusun itu .." sahut si pemilik kedai arak.
"Siapa pemuka dusun itu...?" masih si pemuda menanya, dan dia bahkan mengawasi muka si pemilik kedai arak.
"Dia adalah Pek bin houw Cu Siang Kie, si macan alis putih yang menjadi ketua kampung. Seorang berbudi luhur akan tetapi terlalu tegas dalam mengambil keputusan..."
"Hmmm.. !" pemuda itu bersuara dan menyudahi pembicaraan itu. Akan tetapi diluar kesadarannya langkah kakinya justeru mengajak dia buat mengunjungi dusun Lo an cung !
Seperti yang dikatakan oleh si pemilik kedai arak tadi, letak dusun Lo an cung memang sudah tidak terlalu jauh lagi. Mendekati waktu magrib, pemuda itu sudah memasuki dusun Lo an cung, yang ternyata adalah suatu dusun yang cukup indah dengan berbagai pemandangan alam, serta kelihatannya merupakan suatu dusun yang cukup makmur, dan cukup banyak penduduknya.
Langkah kaki pemuda itu kemudian menuntun dia mencari sebuah tempat penginapan, dan di saat berikutnya dia memasuki suatu rumah makan, yang kebenaran sedang banyak pengunjungnya, sedangkan di rumah makan itu memang tersedia kamar kamar untuk disewakan bagi para tamu yang hendak menginap.
Pemuda itu memasuki dan melihat banyaknya para tamu. Pada setiap meja kedapatan empat atau lima tamu, bahkan ada yang diisi oleh delapan orang, dan pemuda itu langsung mendekati tempat pengurus rumah makan untuk dia memesan sebuah kamar.
Si pengurus rumah makan itu mencatat nama si pemuda. "Gouw Pa Thian" lalu memerintahkan seorang pelayan buat mengantarkan pemuda itu kekamar yang dipesannya.
Kamar itu cukup baik dan cukup bersih, sehingga si pemuda yang mengaku bernama Gouw Pa Thian itu kelihatan merasa puas. Akan tetapi disaat si pelayan hendak meninggalkan dia, maka secara mendadak jendela kamar membentang lebar, lalu tiga batang senjata piao meluncur kearah si pemuda.
Dengan geraknya yang sukar dilihat, Gouw Pa Thian menyambuti tiga batang piao itu memakai sebelah tangannya, lalu dia menyambit kearah keluar kamar, lewat daun jendela yang membentang terbuka.
"Kabur .. ." terdengar seru seseorang di luar kamar, lalu pada saat berikutnya suasana kembali menjadi sunyi, menandakan si penyerang gelap itu sudah jauh menghilang, dibiarkan oleh Gouw Pa Thian yang tidak bermaksud mengejar.
Tubuh si pelayan menjadi gemetar, waktu Gouw Pa Thian mengawasi dengan bengis.
"Apakah memang menjadi kebiasaan disini, menyerang setiap tamu secara membokong .. .?" Gouw Pa Thian berkata dengan suara mengejek.
"Tidak .. ..tidak, siangkong. Baru sekali ini terjadi. Apakah bukan musuh siangkong yang sengaja mengintai ...?" sahut si pelayan yang perlihatkan muka ketakutan.
"Musuhku..?" si pemuda berkata seperti menggerutu, akan tetapi dia menyudahi pembicaraan itu dan memerintahkan si pelayan mengambilkan air teh.
Malam harinya cuaca berobah menjadi suram, di langit penuh awan hitam, kemudian turun hujan dengan amat lebatnya.
Diruang makan hanya ada sebuah meja yang masih diisi oleh empat orang tamu laki laki; dan pemuda Gouw Pa Thian yang sengaja keluar dari kamarnya, lalu memilih tempat duduk didekat tempat si pengurus rumah makan.
"Aku dengar ada seorang yang telah menyerang siangkong secara membokong," kata si pengurus rumah makan yang sengaja datang mendekati.
"Dua orang " sahut Gouw Pa Thian singkat tetapi tegas suaranya, lalu dia menunda pembicaraan itu, buat dia memesan makanan pada seorang pelayan. "... aku hanya merasa heran apakah menjadi kebiasaan penduduk disini, melakukan penyerangan secara membokong setelah itu kabur seperti pengecut.." Gouw Pa Thian menambahkan perkataannya kepada si pengurus rumah makan, setelah pelayan tadi pergi untuk menyediakan makanan yang dipesannya.
Sejenak si pengurus rumah makan kelihatan terpesona, dan tidak berani dia mengawasi tamunya yang sedang mengawasi dia, terlebih oleh karena dia menganggap tamu itu seorang pemarah. Akan tetapi dengan suara ramah kemudian dia berkata.
"Congsu; aku sangat menyesal dengan terjadinya peristiwa tadi. Memang, biasanya di tempatku ini tidak pernah terjadi kekacauan atau keributan apapun juga, akan tetapi setelah terjadinya ketua kampung kita dibunuh tanpa diketahui siapa si pembunuhnya, maka suasana dikampung kami berobah dan seringkali terjadi keributan. Apa lagi belakangan ini muncul seorang pendekar pedang yang memakai tutup muka dengan secarik kain warna hitam yang mengacau dusun ini dan memusuhi orang orang yang menjadi pembantu pejabat ketua kampung yang baru... ,"
"Siapa nama ketua kampung yang sekarang...?" Gouw Pa Thian menanya!
"Ketua kampung yang sekarang sebenarnya belum resmi, masih merupakan pejabat sementara, dan orang itu adalah bekas pembantu utama ketua kampung yang lama. Namanya Thio Bun Hok...."
Tepat pada saat itu diluar rumah makan terdengar ada suara keributan, menyusul kemudian sesosok tubuh manusia penuh lumpur terlempar masuk kedalam ruangan rumah makan, lalu terjatuh dilantai dengan mendatangkan suara berisik.
Menyusul kemudian dipintu rumah makan itu telah berdiri seseorang yang mengenakan pakaian serba ringkas warna hitam. Kepalanya dibungkus dengan secarik kain hitam dan bagian mukanya juga ditutup dengan sehelai kain yang sama warnanya, sehingga wajah mukanya tidak terlihat orang. Dia lompat dari kepekatan malam dan curahan hujan, dengan pedang siap ditangan !
Pendekar berbaju hitam itu hendak menghabiskan nyawa mangsanya yang sudah tidak berdaya, akan tetapi pada saat itu sebuah mangkok arak melayang, memukul pedangnya yang hendak menikam, membikin pendekar berbaju hitam itu terkejut karena dia merasakan suara benturan keras, menandakan si pelempar mangkok itu mahir tenaga dalamnya.
Pada detik berikutnya si pendekar berbaju hitam itu sempat melihat adanya sesosok tubuh yang sedang melayang hendak menyerang dia dengan sebatang pedang yang sudah siap ditangan.
Si pendekar berbaju hitam itu lalu menimpuk memakai sebatang piao, akan tetapi piao itu dapat ditangkis oleh Gouw Pa Thian dengan pedangnya, sementara tubuhnya meluncur terus, dan dia menikam memakai gerak tipu "burung elang menerkam mangsa", suatu jurus dari ilmu "eng jiauw hoat' yang dia peroleh dari Koay lo jinkee atau si kakek bongkok yang aneh !
Dengan gerak tipu 'macan betina pulang ke kandang', pendekar berbaju hitam itu sempat lompat menghindar dari serangan Gouw Pa Thian, akan tetapi Gouw Pa Thian mendesak lawannya dengan serangkaian serangan secara berturut turut, membikin si pendekar berbaju hitam itu kelihatan menjadi repot sampai dia lompat keluar dari rumah makan itu dengan tujuh kali lompatan secara jungkir balik !
"Bagus .. .!" Gouw Pa Thian bersuara memuji, akan tetapi selekas itu juga dia lompat menyusul, tanpa dia menghiraukan hujan masih turun rintik rintik. Setelah itu lagi lagi dia menikam memakai gerak tipu 'burung elang menerkam mangsa', akan tetapi sebuah tendangan pada betisnya membikin dia jatuh terguling, dan berbalik dia yang diserang secara bertubi tubi, dengan delapan belas kali bacokan memakai gerak tipu 'cap pe lo han sin kiam', suatu jurus istimewa yang dimiliki oleh si pendekar berbaju hitam.
Dengan bergerak bagaikan keledai malas mandi dipasir; Gouw Pa Thian harus bergulingan untuk dia menolong diri dari ancaman maut lalu pada suatu kesempatan dia bergerak bagaikan seekor ikan gabus meletik, sementara kakinya sempat menendang pantat si pendekar berbaju hitam itu; membuat lawan itu terpental jauh; akan tetapi tidak sampai terjatuh, hanya sebelah tangannya yang tanpa sadar telah meraba raba bagian pantatnya yang kena ditendang, sehingga dia menjadi geram.
"Kurang ajar ...!" dia memaki. Akan tetapi menggunakan kesempatan selagi keadaan mereka terpisah cukup jauh, maka si pendekar berbaju hitam itu lalu menghilang dikegelapan malam.
Gouw Pa Thian membiarkan lawannya menghilang. Dia mengibaskan pakaiannya yang penuh lumpur, karena tadi dia telah bergulingan di tanah yang becek. Waktu dia hendak memasuki rumah makan, maka orang yang hampir menjadi mangsa si pendekar berbaju hitam tadi mendekati dan mengucapkan terima kasih:
"Terima kasih; congsu, untung ada kau yang menolong ..."
"Musuhmu itu tinggi ilmunya .. ." kata Gouw Pa Thian yang tidak menghiraukan ucapan terima kasih orang itu.
"Memang benar kalau congsu mengatakan dia sakti. Tadi kami beramai mengepung dia, akan tetapi tiga kawanku tewas, dan ..."
"Tunggu! coba kau lihat, ada orang orang yang sedang mendatangi. Apakah mereka kawan kawan kau .. ,?" Gouw Pa Thian memutus perkataan orang itu.
"Benar, mereka adalah teman temanku.....?" sahut orang itu, waktu disaat berikutnya sudah lebih dari dua belas orang yang memasuki rumah makan itu, merobah suasana menjadi ramai dengan obrolan mereka.
Orang yang memimpin rombongan yang baru datang itu mengaku bernama Go Siang Tek. Umurnya sudah mendekati lima puluh tahun bertubuh kurus akan tetapi kuat dan lincah. Dengan bangga dia mengaku pernah menjadi kepala kawanan perampok di atas gunung Lo san, yang letaknya diperbatasan antara propinsi An hui dan Kangsay sebelah barat laut.
"Dan mengapa kau tinggalkan gerombolanmu, lalu kau berada disini ..?" tanya Gouw Pa Thian dengan suara mengejek.
"Sebab rombonganku sedang bubar .." sahut Go Siang Tek yang kelihatan meringis, seperti merasa malu.
"Sudah dibubarkan atau sudah dibasmi...?" masih Gouw Pa Thian menanya, tetap dengan nada suara mengejek.
"Sahabat, kau terlalu menghina" geram Go Siang Tek membikin semua temannya jadi merasa cemas, karena mereka mengetahui bahwa Gouw Pa Thian justeru baru saja menolong salah seorang teman mereka.
"Siapa sahabatmu ... ?" gumam Gouw Pa Thian yang tetap perlihatkan muka menghina, sedangkan sikapnya sangat tenang. Go Siang Tek jadi bertambah geram. Dia bahkan telah menghunus goloknya yang hendak dia gunakan buat menyerang Gouw Pa Thian, akan tetapi secara tiba tiba seorang teman mereka berteriak, lalu rubuh dengan muka membenam sebatang piao.
Semua yang berada didalam rumah makan itu menjadi terkejut. Juga Gouw Pa Thian ikut menjadi kaget; sebab perhatiannya sedang dia curahkan kepada Go Siang Tek, yang telah mendatangkan rasa bencinya.
Pada saat berikutnya, dari luar rumah makan itu telah menerobos belasan orang laki laki, yang semuanya sudah siap dengan senjata mereka.
"Mari kita bunuh semua orang orang terkutuk itu, jangan biarkan seorang pun yang melarikan diri,.." teriak seseorang yang rupanya menjadi pemimpin pihak yang datang menyerang. Suatu pertempuran yang secara kacau segera terjadi di dalam rumah makan itu. Meja dan kursi kursi pada terbalik atau sengaja ditendang kesisi, sehingga membentang suatu arena yang cukup luas untuk mereka bertempur, sementara suara pekik orang orang yang membikin tambah ramai suasana yang gaduh itu.
Gouw Pa Thian ikut terlibat didalam pertempuran yang serba kacau itu, karena dia telah diserang oleh salah seorang rombongan dari pihak yang baru datang.
Dengan tubuhnya yang lincah, Gouw Pa Thian dapat menghindar dari serangan orang itu, lalu sambil tubuhnya masih bergerak miring, dia menikam dan orang itu berteriak karena pedangnya Gouw Pa Thian membenam dibagian dadanya.
Pemimpin rombongan yang datang menyerang itu berteriak marah. Dengan suatu terkaman dia lompat dan membacok memakai goloknya.
Gouw Pa Thian cabut pedangnya yang membenam dibagian dada lawannya tadi. Darah segar menyambar keluar dan orang itu rubuh tewas, sementara dengan pedangnya itu Gouw Pa Thian menangkis serangan golok yang sedang mengarah dirinya sehingga terdengar bunyi suara nyaring dari kedua benda logam yang saling bentur, sampai mengeluarkan lelatu anak api.
Si pemimpin rombongan yang menyerang itu menjadi terkejut. Tidak dia sangka bahwa pemuda yang dia serang memiliki tenaga besar, mengakibatkan tangannya terasa pedih dan goloknya hampir terlepas jatuh. Akan tetapi dia tidak menghentikan geraknya karena dia terus menyerang dengan serangkaian bacokan maut, sangat mirip dengan cara penyerangan yang pernah dilakukan oleh si pendekar berbaju hitam tadi, yakni dengan delapan belas kali bacokan, sesuai dengan jurus dari cap pe lo han sin kiam.
Sejenak Gouw Pa Thian menjadi ragu ragu merasa kalau kalau si pemimpin rombongan ini adalah si pendekar yang berbaju hitam tadi meskipun sekarang lawan itu menggunakan senjata golok. Oleh karenanya dia mengawasi dengan penuh perhatian, sampai tiba tiba dia menjadi terkejut, oleh karena dia teringat bahwa lawannya itu justeru adalah si pemilik kedai arak yang sore tadi dia singgah sebelum dia memasuki dusun Lo an cung.
Justeru oleh karena Gouw Pa Thian sedang terpesona maka dia kena tendangan dan tubuhnya terlempar cukup jauh akan tetapi tidak sampai dia terguling jatuh, sebab selagi diudara, tubuhnya telah jungkir balik menggunakan ilmu burung elang terbang menukik, suatu ilmu yang dia peroleh dari Koay lo jinkee dan disaat berikutnya sepasang kakinya sudah menginjak lantai ditempat yang bekas musuhnya berdiri, akan tetapi selekas itu juga tiga batang piao telah meluncur ke arahnya.
Dengan menggunakan pedangnya, Gouw Pa Thian menangkis ketiga batang piao itu, kemudian dengan jurus dari ilmu angin topan meniup daun daun kering', yang khas dari golongan Tiang pek pay, untuk kemudian dia harus menyambuti serangan berikutnya dari lawannya; yang lagi lagi telah menikam dan membacok dengan serangkaian serangan yang bertubi tubi.
"Kalau tidak salah, kau adalah si pemilik kedai arak yang tadi aku singgah . , ." kata Gouw Pa Thian, sesaat selagi dia sempat berhadapan muka dengan lawannya.
"Bagus, kalau kau tidak lupa. Sebaiknya jangan kau campuri urusan kami ini" sahut lawannya, akan tetapi kelihatan jelas dia merasa penasaran, karena belum dapat dia mengalahkan pemuda lawannya, padahal dia yang sudah berusia empat puluh tahun lebih sudah banyak pengalamannya didalam menghadapi berbagai macam lawan!
Gouw Pa Thian perdengarkan suara gumam yang tidak jelas, akan tetapi dia harus cepat cepat bergerak buat melayani lagi.
Sementara itu di ruangan rumah makan sudah banyak tubuh orang orang yang bergelimpangan jatuh, baik karena luka luka dan ada pula yang sudah binasa.
Pada suatu kesempatan menangkis, maka Gouw Pa Thian membarengi menyerang dengan gerak tipu 'burung elang mengibas sayap' dan ujung pedangnya berhasil melukai jidat lawannya, bahkan berhasil memutus ikat rambut lawan itu, yang menjadi gugup dan hampir kehilangan nyawa terkena serangan berikutnya kalau Gouw Pa Thian tidak harus menghindar dari serangan tiga batang piao yang dilepaskan seseorang, dan seseorang itu ternyata adalah si pendekar berbaju hitam, yang muncul secara mendadak dan menolong temannya disaat yang tepat.
"Kurang ajar! Kau menyerang seperti seorang perempuan .. .!" Gouw Pa Thian memaki dan dia harus lompat sungsang sumbal; karena dia tidak siaga sebab perhatiannya sedang dia curahkan terhadap lawan yang berupa si pemilik kedai arak.
Si pendekar berbaju hitam kedengaran tertawa. Akan tetapi waktu Gouw Pa Thian lompat menerkam hendak menyerang, maka dia lompat jauh untuk menghindar dan disaat berikutnya dia kabur, menyusul si pemilik kedai yang sudah mendahulukan.
Pertempuran didalam ruangan rumah makan itu telah terhenti semuanya. Pihak penyerang telah melarikan diri, meninggalkan banyak korban yang luka atau binasa, dan di pihak yang diserang juga terdapat beberapa orang yang binasa atau terluka, termasuk Go Siang Tek yang kelihatan cukup parah lukanya, sehingga dia tidak mampu mendekati Gouw Pa Thian, sebaliknya orang yang pernah ditolong nyawanya oleh pemuda itu telah mendekati dan sekali lagi dia mengucap terima kasih :
"Syukur ada congsu yang membantu pihak kami, sehingga dalam pertempuran tadi kami memperoleh kemenangan. Akan tetapi, sayang congsu tidak berhasil menangkap .. ."
"Siapa bilang aku membantu pihak kalian..?" kata Gouw Pa Thian yang memutus perkataan orang itu, sedangkan perkataannya sudah tentu menjadikan orang itu menjadi terpesona dengan sepasang mata membelalak.
Sementara itu Gouw Pa Thian menambahkan perkataannya.
" . , . kalau tadi aku ikut bertempur, melulu oleh karena aku telah diserang orang dan waktu aku menolong kau dari ancaman maut, waktu itu aku merasa wajib membantu pihak yang lemah. Akan tetapi kemudian aku melihat kalian semua adalah manusia kerdil yang berlagak jadi jagoan tengik...!"
Pucat muka orang itu waktu dia mendengar perkataan Gouw Pa Thian, akan tetapi tidak berani dia mengawasi sepasang mata Gouw Pa Thian yang sedang menatap dia dengan geram. Lalu sambiI tunduk dia menjauhkan diri, dan mengajak semua temannya meninggalkan rumah makan itu, dengan mengangkut juga yang luka luka maupun yang binasa, termasuk orang orang dari pihak yang menyerang mereka; yang mereka jadikan orang tawanan.
Hanya ada satu orang yang tertawa menyaksikan lagak dan mendengarkan perkataan Gouw Pa Thian. Dia masih tertawa waktu melihat Gouw Pa Thian meninggalkan ruang tamu atau ruang makan itu.
Orang yang tertawa itu adalah si pengurus rumah makan, yang tidak menghiraukan kerugian yang dia derita akibat terjadinya pertempuran tadi, sebaliknya dia merasa puas karena telah mengetahui pendirian Gouw Pa Thian.
Esok paginya Gouw Pa Thian terbangun dari tidurnya dan dia menjadi terkejut seperti digigit ular, sebab didalam kamarnya ada dua orang yang sedang duduk tenang tenang; dan kedua orang itu justeru adalah si pemilik kedai arak berdua si pendekar berbaju hitam. Kedua orang orang yang pernah dia tempur !
Baik si pendekar berbaju hitam maupun si pemilik kedai arak, keduanya sedang mengawasi Gouw Pa Thian yang masih rebah diatas tempat tidurnya. Dan si pemilik kedai arak bahkan perlihatkan senyumnya, suatu senyum ramah penuh suasana persahabatan dan Gouw Pa Thian merasa yakin bahkan dibalik kain hitam yang menutupi wajahnya, si pendekar berbaju hitam itu tentu sedang bersenyum juga.
Gouw Pa Thian bangun dan duduk. Tangannya meraba pedangnya akan tetapi si pemilik kedai arak lalu berkata.
"Tenang, sahabat. Kami datang bukan sebagai musuh, akan tetapi sebagai teman.."
Gouw Pa Thian tidak mengucap apa apa sebaliknya sepasang matanya liar mengawasi kearah jendela yang masih tertutup dan terkunci dari bagian dalam. Juga pintu kamar masih tertutup, lengkap dengan palang kayu yang semalam sengaja dia tempatkan.
"Kami masuk dari balik dinding itu ..." kata si pendekar berbaju hitam sambil jari tangannya menunjuk kesuatu sudut kamar.
"Hm ...." desis Gouw Pa Thian.
"Maafkanlah, kalau telah terjadi salah paham antara pihak kami karena semalam kami menganggap siangkong sebagai orang yang berpihak kepada lawan kami . ,."
"Akan tetapi aku juga bukan berpihak kepada kalian ..."
Si pemilik kedai arak bersenyum lagi, lalu dia menyambung perkataannya.
"Aku bernama Oey Goan Ciang, dan ini adalah Cu Sian Ing kouwnio, puteri tunggal almarhum Cu Sian Kie..."
"Kouwnio...?" ulang Gouw Pa Thian bagaikan dia tidak percaya dengan perkataan si pemilik kedai arak yang mengaku bernama Oey Goan Ciang.
Si pendekar berbaju hitam tertawa. Nada suaranya sangat berbeda, menjadi suara tawa yang merdu halus, dan dia membuka tutup kepala berikut tutup mukanya maka dilain detik terbentang suatu wajah muka perempuan muda yang cantik jelita, dengan sekuntung rambut ikal panjang terurai!
Sementara itu bagaikan tidak sadar Gouw Pa Thian menambahkan perkataannya yang dia tujukan kepada si pendekar berbaju hitam itu.
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi kau memang perempuan ..."
"Apakah kau anggap aku banci ..." balik tanya Cu Sian Ing, sambil lagi lagi dia menyertai tawanya yang merdu.
"Cu kouwnio, sebaiknya kau jangan bergurau, sebaiknya marilah kita jelaskan mengenai persoalan kita kepada Gouw tayhiap .." kata si pemilik kedai arak atau Oey Goan Ciang dan dia meneruskan perkataannya yang ditujukan kepada Gouw Pa Thian.
".. Gouw tayhiap tentunya belum mengetahui tentang pertikaian yang sedang terjadi di dusun ini. Pernah aku katakan bahwa dulu ketua kampung kami adalah Pek bin houw Cu Siang Kie, atau ayahnya Cu kouwnio"
" ... sebelum menjadi ketua dusun ini, Pek bin houw Cu Siang Kie sering berkelana dikalangan rimba persilatan; sehingga tidak mengherankan kalau dia mempunyai kawan dan juga mempunyai musuh. Kemudian dia menjadi ketua dusun ini, dan pada suatu hari kedatangan seorang teman yang bernama Tio Bun Hok yang kemudian ikut menetap dan menjadi pembantu dalam kesibukan menjadi ketua dusun ini.. ."
".. . diluar dugaan, Tio Bun Hok ini mempunyai maksud hendak merebut kekuasaan dan jabatan ketua kampung dan dia berhasil menghasut beberapa warga setempat untuk memihak kepada dia. Lalu pada suatu kesempatan dia berhasil membinasakan Cu Siang Kie dengan suatu muslihat yang keji, dan secara sepihak Tio Bun Hok menentukan dirinya menjadi pengganti ketua kampung Lo an cung, sedangkan orang orang yang menentang, terutama orang orang yang masih setia dengan almarhum Cu Siang Kie, telah ditindak secara kejam dan sewenang wenang, sehingga terjadilah suatu perpecahan antara kelompok orang orang yang berpihak kepada Thio Bun Hok dan kelompok orang orang yang tetap setia dengan almarhum Cu Siang Lie, yang semula tidak ada yang pimpin, sampai kemudian Cu Sian lng datang habis mengikuti gurunya berkelana di kalangan rimba persilatan.. ."
"Selama terjadi perpecahan ini, maka hampir setiap hari terjadi pertempuran antara kedua kelompok orang orang yang saling bertentangan, sedangkan Cu Sian Ing yang memakai pakaian serba hitam, lengkap dengan penutup muka ikut pula melakukan berbagai perbuatan yang merugikan pihak Tio Bun Hok, sampai Tio Bun Hok mengundang banyak rekannya dari kalangan rimba persilatan untuk membantu kelompoknya dengan menjanjikan upah yang besar untuk menangkap si pendekar berbaju hitam, yang dia tidak ketahui adalah Cu Sian Ing."
Demikian Oey Goan Ciang membentangkan persoalan pertentangan yang terjadi di dusun Lo an cung, dan sementara itu Gouw Pa Thian sudah menyuguhkan tiga cangkir air teh dingin buat tamunya yang dia tidak undang, dan tidak harapkan kedatangannya.
"Lalu apa maksud kalian datang dan menceritakan hal ini kepadaku...?" akhirnya tanya Gouw Pa Thian waktu Oey Goan Ciang menyudahi kisahnya.
"Siaomoay bermaksud mengharapkan bantuan Gouw ko,. ," tiba tiba Cu Sian Ing yang ikut bicara, mengakibatkan sepasang mata Gouw Pa Thian jadi membelalak mengawasi.
"Siao moay.. ?" ulang pemuda itu.
"Siao moay.." sahut Cu Sian Ing dengan menyertai seberkas senyum, suatu senyum manis mengandung seribu arti.
O) hen(dwkz)bbsc (O
GOUW PA THIAN menjadi terpesona waktu dia mendengar kata ulang Cu Sian Ing, dara yang berpakaian serba hitam dan yang kelihatannya gemar bergurau, orangnya mudah senyum dan murah tawa, senyum manis dan tawa yang merdu merangsang.
Pemuda itu masih terpesona, waktu tiba tiba pintu kamarnya digedor orang, disertai dengan suara gugup dari si pengurus rumah makan dan waktu Oey Goan Ciang membuka pintu, maka dengan suara yang terputus putus si pengurus rumah makan berkata.
"Cu kouwnio, celaka, tempat ini sudah dikurung oleh pihak musuh ... !"
"Akh .. , !" desis Cu Sian Ing bagaikan tak mampu mengucap kata kata lain, akan tetapi dia segera lompat keluar diikuti oleh Oey Goan Ciang dan si pengurus rumah makan.
Bagaikan tanpa sadar, Gouw Pa Thian cepat cepat mengemasi bungkusannya, setelah itu dia siapkan juga sejumlah pisau terbang 'coan yo shin cie" atau belati penembus tenggorokan yang khas dia bikin berdasarkan petunjuk dari si kakek bongkok yang aneh dan yang tidak dia kenal namanya juga berbagai macam senjata rahasia lainnya; setelah itu dengan menghunus pedangnya dia melesat keluar, dan disaat berikutnya dia telah melihat Cu Sian Ing bertiga sedang dikepung secara rapat oleh pihak musuh mereka.
Seraup jarum 'hek tok ciam' kemudian dilontarkan kearah pihak orang orang yang sedang mengepung Cu Sian Ing bertiga, lalu terdengar berbagai pekik suara dari orang orang yang terkena jarum jarum maut yang mengandung bisa racun, lalu disaat berikutnya mereka yang terkena jarum jarum maut itu menjadi tewas dengan kulit muka berobah biru sementara pada mulut mereka kelihatan keluar buih putih.
Sementara itu Gouw Pa Thian sudah memasuki kancah pertempuran dan dia mengamuk bagaikan seekor burung garuda yang buas dan lincah gerakannya, berbeda jauh dengan cara dia bertempur kemarin; sehingga dengan cepat dia berhasil membobolkan pihak orang orang yang sedang mengepung, dan berhasil dia mendekati Cu Sian Ing lalu dengan suatu kerjasama yang serasi, sepasang insan muda itu berhasil mendesak pihak orang orang yang mengepung, sampai mereka jadi bertempur dibagian luar rumah makan, akan tetapi pihak orang orang yang mengepung ternyata semakin bertambah jumlahnya karena datangnya Tio Bun Hok dengan para pembantunya yang terdiri dari orang orang kalangan rimba persilatan yang tinggi ilmunya.
Dengan punggung menempel pada punggung, Gouw Pa Thian berdua Cu Sian Ing melakukan perlawanan terhadap semua pihak musuh yang mengepung mereka, dan semua para pengepungnya itu terdiri dari tokoh tokoh kalangan rimba persilatan yang sengaja didatangkan oleh Tio Bun Hok.
Dilain pihak, Oey Goan Ciang berdua si pengurus rumah makan juga sudah dikepung oleh puluhan lawan, akan tetapi untung bagi mereka, karena pada saat berikutnya mereka mendapat bantuan dari sisa orang orang yang masih setia pada almarhum Cu Siang Kie.
"Gouw ko, tikus tikus belang ini lumayan juga ilmu silatnya?" kata Cu Sian Ing yang masih sempat berkelakar, bahkan menyertai senyumnya yang manis, meskipun maut sedang mengintai.
"Hm ..!" cuma itu Gouw Pa Thian mampu bersuara, karena sekilas jiwanya terasa bagaikan bergetar; selesai dia melirik ke arah dara yang sedang mendampingi dia, setelah itu tangan kirinya bergerak dan dua batang pisau terbang "coan-yo shin jie' mengenai sasaran terhadap dua orang yang hampir saja berhasil membinasakan Oey Gouw Ciang.
Dengan cepat tubuh Gouw Pa Thian hinggap lagi didekat Cu Siang Ing, sehabis tadi dia lompat tinggi buat melepaskan pisau terbang, dan selagi tubuhnya masih melayang sebelah kakinya sempat menendang seorang musuh yang hendak membokong Cu Siang Ing, sedangkan pedangnya nyaris menikam seorang musuh lain.
"Tendangan Gouw ko cukup sakit sebab siau moay pernah merasakan,..." sekali lagi Cu Siang Ing berkata dengan berkelakar, dan tetap menyertai senyum yang memikat, akan tetapi agak merah mukanya, sebab teringat dengan pantatnya yang pernah kena ditendang oleh Gouw Pa Thian !
Sementara itu Gouw Pa Thian terpaksa ikut tersenyum, waktu dia mendengar perkataan Cu Sian Ing. Suatu senyum yang mungkin baru pertama kalinya menghias diwajahnya sejak dia dilahirkan, meskipun senyum itu berupa suatu senyum yang hampa !
Dilain pihak, dua orang yang terkena serangan pisau belati tadi telah tewas dan seseorang kemudian terdengar berteriak, sehabis dia memeriksa rekannya yang terkena pisau terbang itu.
"Toako ! inilah pisau 'coan yo shin jie'...."
Sebutan toako rupanya ditujukan kepada Tio Bun Hok; karena kelihatan dia lompat mendekati orang yang berteriak itu, yang masih memegang sebatang pisau terbang bekas digunakan oleh Gouw Pa Thian.
Tio Bun Hok menerima dan memeriksa pisau terbang itu; lalu wajah mukanya kelihatan berubah pucat, membikin sejenak dia berdiri terpesona. Setelah itu secara tiba tiba dia lompat melesat mendekati Gouw Pa Thian yang sedang dikepung dan dia menyerang memakai goloknya, dengan gerak tipu yang khas dari golongan Pat kwa bun. Beberapa orang orang yang sedang mengepung Gouw Pa Thian segera lompat mundur waktu mengetahui ketua mereka menghadapi si pemuda.
"Katakan, kau pernah apa dengan cuncu.." bentak Tio Bun Hok dengan mata melotot, akan tetapi nada suaranya terdengar agak gemetar.
"Hm! aku tidak tahu apa dan siapa cuncu itu....!" sahut Gouw Pa Thian geram karena waktu tadi dia menangkis serangan Tio Bun Hok, maka terasa tangannya tergempur karena dia tidak menduga datangnya serangan yang berat itu.
"Kurang ajar! kau akan menyesal kalau kau tidak mau menjelaskan ."," kata lagi Tio Bun Hok.
"Mengapa aku harus menyesal, dan apa arti menyesal itu ....?" sahut Gouw Pa Thian dengan nada suara mengejek.
"Bagus kalau begitu, kau jaga serangan aku..." dan Tio Bun Hok menutup perkataannya dengan memasang kuda kuda buat dia menyaIurkan tenaga Pat kwa yu sin kang!
"Gouw ko, hati hati.. . " seru Cu Sian Ing yang sempat menyaksikan, meskipun dia sedang dikepung musuh.
Gouw Pa Thian sempat pula melihat lagak dan gaya lawan tangguh ini. Dia pun menyaIurkan tenaga eng jiauw kang yang pernah dia belajar dari si kakek bongkok yang aneh dan waktu Tio Bun Hok menyerang dengan suatu bacokan memakai jurus gunung Tay san menindih, maka dengan tabah Gouw Pa Thian menangkis dengan jurus burung elang mengibas sayap, dan saking kerasnya benturan senjata mereka, maka goloknya Tio Bun Hok putus menjadi dua, sedangkan pedangnya Gouw Pa Thian meluncur terus, membabat bagian leher lawannya, sehingga dalam kagetnya, Tio Bun Hok berusaha melangkah mundur, akan tetapi dia kalah cepat; dan dadanya robek menyemburkan darah yang memancur keluar !
"Kau pernah apa dengan cuncu.,..?" masih Tio Bun Hok menanya dengan suara lemah, setelah itu dia rubuh terjungkal dan tewas seketika.
"Hmm.... !" gumam Gouw Pa Thian dan dia tidak menghiraukan lawannya yang sudah binasa, sebaliknya dia mengamuk lagi, membikin pihak lawan kucar kacir kabur menyelamatkan diri.
Dua kali Tio Bun Hok menyebut istilah 'cuncu', dan seseorang telah berseru tentang adanya pisau terbang 'coan yo shin jie" (belati penembus tenggorokan). Bagi seseorang yang mengetahui, sudah tentu tidak asing lagi dengan pisau maut dan istilah cuncu itu. demikian dengan orang orang undangan yang didatangkan oleh Tio Bun Hok. Dari itu mereka segera melarikan diri setelah dilihatnya Tio Bun Hok telah dibinasakan.
Semua orang orang yang mengaku sebagai tokoh kaum rimba persilatan yang telah diundang oleh Tio Bun Hok, sebenarnya kebanyakan adalah sisa sisa anggota persekutuan Thian tok bun yang berkeliaran tidak menentu, setelah markas pusat kegiatan persekutuan itu dibasmi, sedangkan persekutuan Thian-tok bun adalah persekutuan yang dibina oleh si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, dan Tio Bun Hok itu adalah bekas ketua Thian tok bun cabang kota Lam ciang di propinsi Kangsay.
Istilah cuncu adalah untuk panggilan bagi pemimpin besar Thian tok bun, atau lengkapnya Thian tok cuncu dan pisau terbang coan yo shin jie merupakan senjata yang khas menjadi milik Thian tok cuncu alias si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu!
Semua cabang Thian tok bun sudah habis berantakan waktu diperoleh berita tentang dibasminya markas besar Thian tok bun, serta tewasnya Thian tok cuncu oleh karena itu Tio Bun Hok menjadi sangat terkejut waktu dia harus menghadapi seorang musuh yang memiliki pisau terbang 'coan yo shin jie', dan dia menjadi lebih terkejut lagi waktu lawan yang masih muda itu mengerahkan tenaga eng jiauw kang, padahal ilmu itu merupakan ilmu keistimewaan dari pemimpin besar mereka. Akan tetapi segala galanya sudah terlambat buat Tio Bun Hok menyelamatkan diri, sebab kejadian itu berlangsung dengan cepat sekali!
Sementara itu pertempuran cepat menjadi selesai, karena Tio Bun Hok telah binasa, dan semua musuh musuh yang dianggap kuat sudah melarikan diri. Cu Sian Ing dan Oey Goan Ciang kelihatan sibuk mengurus kelompok orang orang yang menjadi pembantu mereka; sementara Gouw Pa Thian lalu memasuki kamarnya mengambil bungkusan pakaiannya, setelah itu dia meninggalkan sepotong uang perak diatas meja buat pembayar sewa kamar, lalu dia hilang meninggalkan dusun Lo an cung.
Kemudian waktu Cu Sian Ing teringat dengan pemuda yang sudah membantu itu bahkan yang sudah menambat hatinya, maka cepat cepat dia mencari dan terus mencari sampai dia memasuki bekas kamar yang disewa oleh Gouw Pa Thian, untuk kemudian dia membanting kaki menyatakan penyesalannya, dan tanpa terasa air mata membasahi wajah mukanya yang cantik jelita.
Sementara itu Oey Goan Ciang kemudian diangkat menjadi ketua dusun Lo an cung sedangkan dara Cu Sian Ing kehilangan senyum dan kehilangan tawanya yang halus merdu, membikin ibunya menjadi gelisah, karena yakin anak dara itu sedang dilanda asmara.
Hampir sebulan lamanya Cu Sian Ing bagaikan hidup merana, sampai pada hari itu dia kedatangan gurunya, Hui cu suthay; yang didampingi oleh seorang biarawati muda usia yang cantik jelita, yang katanya bernama Cie in suthay.
Setelah mendengar kisah tentang peristiwa yang telah terjadi di dusun Lo-an cung itu, maka Cie in suthay lalu berkata.
"Dengan cuncu, sudah tentu dimaksud Thian tok cuncu, atau pemimpin besar persekutuan Thian tok bun, dan Thian tok cuncu justeru adalah si iblis penyebar maut atau yang juga dikenal sebagai Han bie kauwcu. Sekarang Cu kouwnio mengatakan tentang pemuda yang memiliki pisau terbang coan-yo shin jie itu bernama Gouw Pa Thian, sehingga pinnie meragukan kalau kalau dia adalah salah seorang muridnya si iblis penyebar maut itu?"
"Atau mungkin anaknya .." Hui cu suthay ikut bicara, padahal sudah lama dia hidup menyendiri diatas gunung Ngo tay, sehingga kurang mengikuti berbagai peristiwa yang terjadi dikalangan rimba persilatan.
"Tidak mungkin anaknya Gan Hong Bie atau si iblis penyebar maut, sebab pinnie mengetahui anaknya Gan Hong Bie ada tiga orang, yang sekarang dititipkan kepada seorang ulama yang sakti ilmunya...."
"Akan terjadi suatu bencana lagi, kalau kelak anak anaknya si iblis penyebar maut itu ikut merajalela..." Hui cu suthay yang berkata lagi, sementara Cu Sian Ing hanya diam mendengarkan.
"Harap saja ulama itu berhati murni, sesuai dengan kedudukannya. Akan tetapi yang pasti sekarang ini kalangan rimba persilatan menjadi terancam lagi. Pertama karena munculnya si kakek tua bongkok yang aneh atau Koay lo jin kee yang katanya sebagai ujut penyamaran si iblis penyebar maut dan yang kedua adalah dengan munculnya seorang pemuda yang mengaku bernama Gouw Pa Thian.."
"Akan tetapi aku tidak percaya kalau Gouw ko berhati kejam, dan tidak mungkin dia segolongan dengan manusia biadab..." Cu Sian Ing ikut bicara dan membela pemuda yang telah menambat hatinya.
"Seorang iblis banyak akal muslihatnya..." kata Hui cu suthay, yang maksudnya hendak memperingatkan muridnya, sementara Cie in suthay lalu berkata lagi:
"Perihal watak seseorang dapat dilihat dari tindak perbuatannya. Banyak orang yang mengetahui betapa ganasnya bisa racun yang digunakan oleh si iblis penyebar maut, Misalnya saja pada jarum maut hek tok ciam. Gejala yang menewaskan orang yang terkena bisa racun pada jarum maut itu, adalah warna kulit mukanya berobah biru, agak kehitam hitaman serta mulut mengeluarkan buih putih, tepat seperti yang dikatakan oleh Cu kouwnio, tentang korban yang kena serangan jarum jarum yang dilepaskan oleh Gouw Pa Thian...."
Cu Sian Ing ingin membantah dan memutus perkataan Cie in suthay, akan tetapi gurunya memberikan suatu tanda dan membiarkan Cie In suthay meneruskan perkataannya:
"sekarang ini, atau setelah terjadinya berbagai peristiwa yang sangat mengesankan maka timbul dugaanku bahwa si iblis penyebar maut benar benar yang justeru sedang merajalela lagi ...!"
"Akan tetapi, bukankah dia sudah dibinasakan digunung Kauw it san .. ?" tanya Hui cu suthay yang tidak mengerti.
"Memang. Aku bahkan ikut menyaksikan waktu Toat beng sim hancur tubuh dan mukanya, akibat meluapnya kemarahan para pendekar yang bersatu padu mengganyang markas besarnya, akan tetapi baru baru ini aku telah bertemu lagi dengan dia yang bahkan telah menyamar sebagai Tay lwee sip sam ciu atau 13 malaikat maut istana kerajaan Beng..." dan seterusnya Cie in suthay ceritakan pengalamannya tentang dia berdua Lie Hui Houw bertemu dan menolong Lie Hong Giok anak perempuannya si tangan geledek Lie Thian Pa yang hidup menjadi seorang sinting, sebagai korban keganasan si iblis penyebar maut!
"Akan tetapi, aku yakin bahwa Gouw ko bukanlah si iblis penyebar maut yang menyamar .." Cu Sian Ing berkata lagi dan tetap dia membela pemuda yang telah menambat hatinya itu; lalu dara yang merana ini menceritakan tentang Gouw Pa Thian yang justeru memusuhi pihak Tio Bun Hok, yang justeru bekas ketua cabang Thian tok bun. Jadi, bagaimana mungkin Gouw Pa Thian membunuh anak buahnya sendiri, kalau benar Gouw Pa Thian adalah penyamaran si iblis penyebar maut.
"Sebelum dia berhadapan dengan Thio Bun Hok, tahukah dia bahwa dia sedang memusuhi sisa sisa orang Thian tok bun" atau yakinkah Cu kouwnio bahwa dia ikut bertempur karena dia memihak kepada kalian" bukan sebab dia telah terlibat dalam suatu pertempuran secara tidak sengaja ...?" Cie in Suthay menanya Iagi.
"Pada mulanya dia memang tidak bermaksud membantu pihak kami, dia bahkan membantu pihak Tio Bun Hok, kemudian Ong susiok yang menjadi pengurus tempat dia menginap mendengar dia berkata bahwa dia bertempur karena seseorang telah menyerang dia terlebih dulu ...." sahut Cu Sian Ing dengan suara perlahan, dan secara tidak sadar dia telah menghapus istilah Gouw ko sebagai ganti nama Gouw Pa Thian, yang dia ganti memakai istilah 'dia".
"Untuk mengetahui sampai jelas tentang apakah dia adalah si iblis penyebar maut yang sedang menyamar, barangkali aku harus menunda keberangkatan ketempat suhu dan aku akan melakukan suatu penyelidikan untuk mengikuti jejak pemuda itu .. ." akhirnya kata Cie in suthay.
"Suhu, bolehkah aku ikut dengan Cie in suthay.. ?" tanya Cu Sian Ing pada gurunya.
"Kau tanyakanlah pada suthay ." "
Dan terjadi Cu Sian Ing berkelana hendak mencari pemuda idaman hatinya, mendampingi Cie in suthay yang merasa penasaran bahwa iblis iblis masih merajalela di dalam dunia, sehingga kelak Cie in suthay bahkan harus meminta bantuannya Lie Hui Huow, yang terpaksa dipinjam meskipun Lie Hui Houw sudah menjadi suaminya Cin Siao Yan, sehingga sekali lagi si macan terbang Lie Hui Houw harus melakukan penyamaran, untuk dia menghadapi si Pendekar Tanpa Kawan alias Gouw Pa Thian, yang kisah lengkapnya dapat diikuti dalam cerita Su Kiam Hiap In.
TAMAT Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 3 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Naga Kemala Putih 6
"Nah! kau sudah sadar sekarang! tentu enak kau bermimpi ....!" kata si kura kura botak Kongsun Bouw waktu dia melihat Lim Tiong Houw sudah membuka mata. Lim Tiong Houw bangun berdiri lambat lambat, sebab ternyata dia tidur diatas lantai batu yang keras, akan tetapi dia diam tidak mengucap apa apa, sehingga si kura kura botak Kongsun Bouw yang ngoceh lagi.
"... hm! kau tentu mengetahui, apa yang kami kehendaki dari kau. Peta harta itu, mengerti... !"
Lim Tiong Houw membentangkan sepasang matanya lebar lebar, dan juga mulutnya, akan tetapi dia tetap diam tidak bersuara sampai secara mendadak dia bagaikan baru teringat dengan sesuatu, dan dia berkata.
"Tidak akan kau peroleh dari aku "
Si kura kura botak Kongsun Bouw tertawa girang. Jawaban Lim Tiong Houw sudah memperkuat dugaannya bahwa peta harta itu benar benar sudah ada ditangan Lim Tiong Houw.
Setelah dia merasa puas tertawa; maka si kura kura botak itu berkata lagi.
"Jangan kau sesalkan aku, jangan kau salahkan aku, sebab kau sendiri yang meminta...!" lalu dia melirik kepada sisa Siam say jie lo yang bernama Lo Heng, sambil dia menambahkan perkataannya.
"Hajar , , , !" dia memerintahkan secara singkat.
Lo Heng melangkah mendekati dengan seberkas senyum iblis dibibirnya. Setelah sudah berdiri berhadapan dengan Lim Tiong Houw maka dia memukul muka Lim Tiong Houw disusul kemudian pada bagian perut, naik keatas kepala lagi, turun lagi ke bagian perut, sampai bertubi tubi dia memukul dan sampai Lim Tiong Houw merasa pecah perut dan pecah kepalanya, sedangkan mulutnya banyak mengeluarkan darah kental!
Si kura kura botak Kongsun Bouw kemudian memberikan aba aba supaya Lo Heng berhenti memukul dan dia berkata lunak kepada Lim Tiong Houw:
"Orang bilang kau keras kepala, dan kulihat kepalamu memang keras, tahan kena gebuk, tahan kena pukulan, akan tetapi aku tahu banyak cara buat memaksa orang bicara, atau orang mati lambat. Mana yang kau pilih .. ,?"
Suara Lim Tiong Houw terdengar parau, waktu dia memberikan jawaban.
"Tidak ada gunanya segala siksa dan perbuatanmu atas diriku."
Si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi naik pitam, marah marah dan dia ingin memerintahkan supaya Lo Heng menghajar lagi Lim Tiong Houw, tetapi mendadak terdengar Kwee Su Liang nyelak bicara.
"Orang ini memang benar benar keras kepalanya; lebih keras dari Ouw Beng Tek. Biar kita cabut lidahnya; kalau dia tidak mau menyerahkan peta harta itu .. ."
"Bagaimana dengan pikiran kau, Lim Tiong Houw " atau siapa saja kau ini .. .!" si kura kura botak Kongsun Bouw berkata lagi, membentak dan mengawasi Lim Tiong Houw.
Sementara itu Lim Tiong Houw kelihatan terkejut, sampai sepasang matanya jadi melotot lagi; akan tetapi dia pantang mundur dan pantang menyerah. Dengan suara lantang dia berkata :
"Persetan ! kalau kalian mau lakukan, silahkan.. .!"
"Biar aku tambahkan lagi .. !" terdengar Lo Heng ikut bicara.
Kongsun Bouw sebaliknya sekarang mencegah dan dia berkata kepada Lim Tiong Houw.
"Kau dengar itu bukan " Lo Heng tentu punya cara lain buat memaksa kau bicara. Dia bekas orang Thian tok bun ."
"Persetan dengan Thian tok bun,..!" sahut Lim Tiong Houw yang kelihatan geram.
(Thian tok bun persekutuan penyebar racun maut, bekas kegiatan si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu).
Sementara itu Lo Heng ikut menjadi naik pitam, langsung dia memukul Lim Tiong Houw tanpa dia menunggu perintah dari si kura kura botak Kongsun Bouw dan pukulan tangannya itu kena di bagian perut Lim Tiong Houw, membikin Lim Tiong Houw jadi nungging nungging sambil dia membekap bagian perutnya, akan tetapi tidak sampai dia terjatuh duduk.
"Tidak ada gunanya kau berkeras kepala, sebaiknya kau bicara . , ." si kura kura botak Kongsun Bouw yang bicara lagi sementara sebelah tangannya memberikan aba aba supaya Lo Heng menunda kepelan tangannya yang hendak menghajar bagian botak kepala Lim Tiong Houw, yang waktu itu lagi nungging-nungging.
Mendengar perkataan si kura kura botak Kongsun Bouw, maka secara mendadak Lim Tiong Houw menengadah, meskipun sepasang tangannya masih membekap bagian perutnya mungkin maksudnya untuk melindungi bagian perutnya itu supaya jangan kena digebuk lagi oleh Lo Heng, sementara sepasang mata Lim Tiong Houw kelihatan merah menyala, waktu dia bicara dengan suara menantang yang dia tujukan kepada si kura kura botak Kongsun Bouw.
"Mengapa bukan kau yang bicara . " .?" demikian Lim Tiong Houw berkata dengan sikap menantang.
Si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi tertawa geli, bukan dia marah marah setelah itu baru dia berkata kepada Lim Tiong Houw.
"Bagus juga cara itu. Biar aku yang bicara, dan kau yang mendengarkan, setelah itu kau berikan jawaban. Nah, aku mulai dengan pertanyaan pertama, siapa yang membunuh Ouw Beng Tek .. . ?"
Terbelalak sepasang mata Lim Tiong Houw, waktu dia mendengar pertanyaan si kura kura botak Kongsun Bouw yang pertama itu. Dia yang menduga bahwa kematian Ouw Beng Tek adalah sebagai perbuatannya si kura kura botak Kongsun Bouw, akan tetapi ternyata sekarang si kura kura botak itu justeru menanya, mungkinkah Kongsun Bouw hanya pura pura belaka" Rasanya tidak mungkin, sebab bukan waktunya buat berpura pura dan menghambur waktu, sehingga setelah berpikir begitu maka ganti dia yang menanya.
"Bukankah kau atau kalian yang telah membunuh Ouw Beng Tek ....?"
Sekali lagi si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi tertawa, seperti dia menganggap lucu mendengar pertanyaan Lim Tiong Houw, setelah itu dia berkata lagi.
"Aku justeru menyangka sebagai perbuatan kau, atau setidaknya orang suruhan kau. Aku sedang berada di lain tempat, waktu aku mendapat berita kau muncul lagi dikota Hie ciang dan aku cepat cepat mengutus Siam say jie lo membawa tugas melarang semua pembantuku membunuh kau, dan aku bahkan melarang menentang kau. Aku sengaja membiarkan kalian saling hantam, sebab bagiku tidak ada bedanya, kau atau Ouw Beng Tek yang memegang kekuasaan. Sekarang kau mengatakan bahwa kau tidak membunuh Ouw Beng Tek. Kalau menurut dugaan siapakah kira kira yang sudah melakukan pembunuhan itu..."
Sekilas Lim Tiong Houw melirik kearah Cee Giok Tong, akan tetapi dilain saat secara mendadak dia mendapat pikiran lain, sehingga dia lalu berkata.
"Mungkinkah Nio Teng Hie melakukannya...?"
"Bah! dia seorang pengecut yang tidak ada gunanya. Dia hanya bisa merengek hendak dijadikan orang gede, akan tetapi dia bodoh dan menyuruh orangnya melakukan pembunuhan terhadap Su Teng Hok, dari itu aku suruh Siam say jie lo mampusin dia. Akan tetapi sesalkan kau ikut campur, sampai So Toa kau binasakan, sehingga aku terpaksa mengeluarkan perintah untuk menangkap kau...," si kura kura Kongsun Bouw berkata dengan muka merah, menyimpan rasa marah terhadap Lim Tiong Houw.
"Mengapa Nio Teng Hie memerintahkan buat membunuh Su Teng Hok .. " Lim Tiong Houw menanya lagi, disaat si kura Kura Kongsun Bouw sedang menunda bicara,
"Sebab Su Teng Hok memihak pada kau, dan katanya sedang mendapat perintah dari kau buat mencari seorang pemabuk bernama Siao Cu Leng, sehingga Nio Teng Hie bahkan perintahkan orangnya buat membunuh si pemabuk itu .. ." sahut si kura kura Kongsun Bouw, masih merah mukanya dan masih merasa marah terhadap Lim Tiong Houw.
"Mudah mudahan si pemabuk Siao Cu Leng itu belum mati " . " Lim Tiong Houw berkata seperti menggerutu.
"Apa maksud kau , ?" tanya Kongsun Bouw yang menjadi heran, sehingga sejenak dia terlupa bahwa dia masih marah terhadap Lim Tiong Houw.
"Sebab si pemabuk itu mungkin melihat orang yang telah membunuh Ouw Beng Tek..." sahut Lim Tiong Houw yang pada mulanya kelihatan ragu ragu, akan tetapi kemudian dia bahkan menambahkan tentang Siao Cu Leng yang sudah mengambil isi saku Ouw Beng Tek, sebab Siao Cu Leng menemukan mayat Ouw Beng Tek yang menggeletak di tengah jalan.
"Sialan ! justeru si pemabuk itu juga sudah mampus .. .." akhirnya Kongsun Bouw berkata dengan perdengarkan suara menyesal.
Sejenak keadaan menjadi hening, sebab Lim Tiong Houw juga kelihatan menjadi kaget, berbareng dia ikut menjadi menyesal ketika mendengar keterangan dan si kura kura botak Kongsun Bouw bahwa si pemabuk Siao Cu Leng sudah dibinasakan oleh orang suruhannya Nio Teng Hie.
Setelah itu, mendadak Lim Tiong Houw jadi teringat dengan nasib Ong Sin Mo sekeluarga yang juga telah dibantai orang, sehingga dia lalu menanya lagi kepada si kura kura botak Kongsun Bouw.
"Siapakah yang telah membunuh Ong Sin Mo sekeluarga ..?"
"Aku yang perintahkan, sebab dia juga keras kepala, tidak mau memberitahukan tempat Ouw Beng Tek menyimpan barang barangnya .. ." sahut si kura kura botak Kongsun Bouw yang kembali perlihatkan muka marah kepada Lim Tiong Houw.
Akan tetapi pembicaraan itu menjadi tertunda, oleh karena datangnya Tio Kang Lok yang kelihatan tergesa gesa dan bekas pengawal pribadi dari Nio Teng Hie itu mengajak Kongsun Bouw ke sudut ruangan; lalu dia bicara dengan suara perlahan didekat telinga si kura kura botak Kongsun Bouw.
Setelah Tio Kang Lok selesai bicara; maka Kongsun Bouw mendekati Lim Tiong Houw dan dia berkata.
"Aku terpaksa harus menunda pembicaraan kita, sebab ada urusan lain yang memerlukan aku. Tunggu sampai aku sudah kembali dari kuil tua itu, dan aku akan bicara lagi dengan kau . , . !"
Sehabis berkata demikian, maka Kongsun Bouw lalu memerintahkan orang orang buat mengikat Lim Tiong Houw, yang tadi sudah dilepaskan waktu dia pingsan lupa diri.
Setelah itu maka si kura kura botak Kongsun Bouw mengajak semua orang orangnya pergi, hanya sisa Cee Giok Tong dan dua tukang pukulnya yang ditugaskan menjaga Lim Tiong Houw.
"Inilah saat yang aku nantikan .. ." kata Cee Giok Tong menyeringai, waktu si kura kura botak Kongsun Houw dan rombongannya sudah pergi dan dia mendekati Lim Tiong Houw yang sudah diikat tidak berdaya.
Lim Tiong Houw meIudahi muka Cee Giok Tong, setelah itu dia berkata:
"Kau pengecut yang hanya bisa merampok pacar orang..,."
Cee Giok Tong tambah menyeringai seperti hantu yang kena diguyur air panas dan dia menyapu mukanya yang kena diludahi oleh Lim Tiong Houw, setelah itu mulai dia membikin pesta, dibantu oleh kedua tukang pukulnya yang memang pintar pintar buat memukul orang yang sudah diikat!
Melulu sebab Kongsun Bouw sudah memberitahukan tentang tempat tujuannya, yakni sebuah kuil tua, maka Lim Tiong Houw paksakan diri buat bertahan dari pukulan pukulan bertubi tubi yang dilakukan oleh Cee Giok Tong bertiga sampai napas mereka yang memukul yang terdengar sengal sengal, dan Cee Giok Tong lalu berkata. "Kalian berdua tinggal disini, akan aku cari minuman buat kita?"
Di dalam hati Lim Tiong Houw bersenyum mengejek. Kalau lain orang yang dihajar oleh Cee Giok Tong dan kedua orang tukang pukulnya, apalagi oleh Lo Heng, maka tentunya sudah mampus atau setidaknya akan menjadi gempor. Akan tetapi Lim Tiong Houw memiliki ilmu yang sudah mencapai batas kemampuannya. Dengan mengerahkan tenaga dalam dia sudah berhasil membikin tubuhnya menjadi kebal tahan kena pukulan.
Lim Tiong Houw kemudian mencoba coba kekuatan tali yang mengikat tubuhnya, dengan keadaan sepasang tangan kebagian belakang dan sepasang kaki ikut diikat erat erat.
Masih ada dua orang yang menunggu Lim Tiong Houw dari itu, dia tidak mau sembarang perlihatkan geraknya supaya dia tidak dicurigai oleh kedua orang orang itu sebelum tali yang mengikat tubuhnya menjadi lepas, berkat ilmu belut licin membebaskan diri.
Hanya sesaat yang diperlukan oleh Lim Tiong Houw dan sepasang tangannya sudah bebas dari tali tali yang mengikat, akan tetapi tangan tangan itu tetap berada dibagian belakang tubuhnya, selama dia memikirkan daya untuk melepaskan tali tali yang mengikat dibagian sepasang kakinya.
Ada rasa curiga pada laki laki yang bersenjata sepasang gada yang dapat dilipat menjadi satu. Dia mendekati hendak meneliti, akan tetapi tiba tiba Lim Tiong Houw merangkul dia, dan secepat itu juga Lim Tiong Houw berhasil merebut senjata laki laki itu yang langsung dia gunakan buat memukul; sampai laki laki itu semaput dengan sepasang mata kelihatan melotot!
Sebatang golok kemudian hendak menabas putus batang leher Lim Tiong Houw, akan tetapi dalam keadaan terduduk dan selagi sepasang kakinya masih terikat erat erat, maka Lim Tiong Houw menyepak kaki orang yang menyerang dirinya sambil dia ikut bergulingan, sehingga waktu laki laki itu terjatuh, maka sekali lagi Lim Tiong Houw menghantam dan laki laki itu tewas seketika menyusul temannya yang sudah mendahulukan!
Tepat pada saat itu, Cee Giok Tong datang dengan sepasang tangan memegang guci dan mangkok mangkok arak. Dia berdiri terpaku melihat kedua tukang pukulnya sudah kena dipukul dan sudah bergelimpangan menjadi mayat mayat dengan mata melotot, dan dia meringis ketakutan waktu melihat Lim Tiong Houw sedang menyeringai, seperti malaikat maut yang siap merampas nyawa!
Kemudian Lim Tiong Houw memukul sepasang lutut Cee Giok Tong terpaksa ikut tertunduk berhadapan, sedangkan guci dan mangkok mangkok arak jatuh hancur berantakan.
"Mulai sekarang; kau harus patuh dengan perkataan isterimu. Aku tidak mau kau sia-sia bekas pacarku," Lim Tiong Houw berkata seperti dia sedang menggerutu sambil dia melepaskan tali tali yang mengikat pada sepasang kakinya setelah itu dia pergi menghilang, membiarkan Cee Giok Tong hidup dengan sepasang lutut hancur tidak dapat digunakan lagi. Lim Tiong Houw tidak menghiraukan dengan banyaknya orang orang yang mengawasi dirinya yang pada saat itu sedang berlari lari menuju kuil tua yang sedang didatangi oleh rombongan si kura kura botak Kongsun Bouw sebanyak sembilan belas orang. Sedangkan pakaian Lim Tiong Houw pada waktu itu banyak yang robek bekas dia disiksa, juga noda noda darah kelihatan melekat pada pakaian itu.
Disepanjang perjalanan itu, tak hentinya Lim Tiong Houw cemas memikirkan Cie in suthay, yang dia ketahui sedang berada seorang diri didalam kuil tua yang sedang didatangi oleh rombongannya si kura kura botak Kongsun Bouw.
Meskipun Cie in suthay memiliki ilmu yang tinggi; akan tetapi Lim Tiong Houw merasa cemas, sebab dia mengetahui rombongan si kura kura botak Kongsun Bouw terdiri dari orang orang yang tidak bermoral, dan tidak berperi kemanusiaan, sebaliknya biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu pantang membunuh nyawa manusia, sebab sudah tekad hendak mendekati sang Budha.
Dan Cie in suthay memang sedang berada di dalam kesukaran menghadapi gerombolan bajingan bajinngan tengik yang pandai menyelak dan pandai mengejek.
Kuil tua yang sudah tidak digunakan lagi itu selalu gelap keadaannya diwaktu malam, akan tetapi sejak Cie in suthay menempati kuil tua itu, maka dia selalu memerlukan membikin pelita buat alat penerang terlebih kalau dia sedang mencukil-cukil tanah, seperti pada waktu gerombolan bajingan bajingan tengik itu datang menyergap!
"Kalian lihat ada seorang gelandangan gaya baru, memakai pakaian seperti seorang biarawati .. ." kata seorang bajingan yang menemukan Cie in suthay sedang mencukil-cukil tanah, seperti seorang gelandangan yang sedang mencari sisa sisa makanan.
"Ha ha ha . ," tawa bajingan yang lain, dan seorang yang lainnya kemudian berkata dengan lagak yang membikin Cie in suthay jadi bertambah muak.
"... mukanya cukup cantik, dan umurnya masih muda .. .."
Cie in suthay marah sampai dia lupa diri, karena dianggap seorang gelandangan yang sedang kelaparan. Dia tidak memerlukan waktu untuk berdiri, akan tetapi sambil jongkok tubuhnya secara mendadak mencelat, seperti seekor burung walet yang terbang ke angkasa, lalu dia menotok jalan darah kedua bajingan tengik itu memakai jari tangannya sehingga pada detik berikutnya kedua bajingan tengik itu berdiri diam seperti patung bisu !
Si kura kura botak Kongsun Bouw menjadi sangat terkejut waktu dia menyaksikan kejadian itu, juga Lo Heng yang menjadi sisa dari Siam say jie lo ikut menjadi terkejut, karena dia tidak menduga bahwa didalam kuil tua itu bakal bertemu dengan seorang biarawati sakti yang masih muda usianya, padahal Tio Kang Lok membawa laporan, mengatakan bahwa di kuil tua itu merupakan tempat penyimpanan barang barang milik pribadi Ouw Beng Tek almarhum !
Sementara itu Kong tong sam kiam adalah tiga jago pedang dari golongan Kong tong pay, bekas orang orang Thian tok bun dari kota Hud san tin yang sengaja dibawa oleh si kura kura botak Kongsun Bouw. Mereka hendak memberikan jasa mereka; dari itu mereka berseru dan mengurung Cie in suthay, siap dengan pedang pedang ditangan mereka.
Tidak ada kesempatan lain buat Cie in suthay dan dia harus melakukan perlawanan, bertempur sebab jago jago pedang dari Kong tong pay itu sudah membuka serangan, sedangkan si kura kura botak Kongsun Bouw lalu memerintahkan memasang api obor dan memerintahkan orang orang memeriksa untuk mencari peta harta yang dia duga ada didalam kuil tua itu.
Belasan orang orang itu kemudian berpencar, mencari keberbagai pelosok dan sudut kuil tua itu, membiarkan Kong tong sam kiam atau tiga jago pedang dari golongan Kong-tong pay yang sedang bertempur melawan Cie in suthay dan biarawati yang muda usia ini menjadi gelisah hatinya, sebab dia yakin gerombolan bajingan itu bakal menemukan tempat Ouw Beng Tek menyimpan barang barang, yang pasti akan mereka rampas.
Biarawati yang muda usia dan cantik jelita itu juga menjadi gelisah memikirkan Lim Thong Bu dan Ma Kian Sun yang entah sedang berada dimana, serta juga memikirkan entah nasib apa yang sudah atau sedang dihadapi oleh Lim Tiong Houw, yang dia yakin tidak bakal membuka rahasia kepada pihak musuh, akan tetapi entah apa sebabnya si kura-kura botak Kongsun Bouw bisa mengetahui bahwa kuil tua itu adalah tempat menyimpan harta benda miliknya Ouw Beng Tek.
Kong tong sam kiam atau tiga jago pedang dari Kong tong pay itu, ternyata memang lihay ilmu silat mereka, dan mereka berlaku hati hati dalam menghadapi lawan mereka, yang berupa seorang biarawati muda usia yang tinggi ilmunya, sehingga tak mudah buat Cie in suthay cepat cepat mengalahkan mereka bertiga, yang selalu menyerang secara silih berganti, dan selalu mundur menghindar kalau diserang oleh Cie in suthay sehingga benar benar sangat merepotkan Cie in suthay yang bersenjatakan kebutan.
Adalah pada saat itu, Lim Tiong Houw tiba dengan pakaian banyak yang pecah dan kotor penuh debu yang bercampur dengan peluh, ditambah dengan noda noda darah bekas dia kena disiksa, sehingga keadaan Lim Tiong Houw pada waktu itu memang mirip seperti seorang gelandangan.
Lima orang musuh berusaha mencegat Lim Tiong Houw, sementara yang lain masih sibuk dengan pekerjaan mereka, mencari peta harta seperti yang diperintahkan oleh si kura kura botak Kongsun Bouw Lim Tiong Houw, tidak mau menghambur waktu dan tenaga, apalagi waktu dia melihat Cie In suthay sedang dikepung oleh tiga lawan yang kuat, sementara rombongan gerombolan musuh yang lain sedang menyebar di perbagai sudut kuil tua itu.
Segera Lim Tiong Houw mengerahkan tenaganya dan menggunakan ilmu silat Lo han ngo heng kun yang khas dari golongan Siao-lim.
Jilid 26 SEBELAH tangan kirinya bergerak memainkan ilmu kuntao bango atau ho kun, tepat dia menghajar lengan seorang musuh yang sedang melakukan penyerangan sehingga musuh itu lompat mundur sambil dia berteriak kesakitan, sebab lengan kanannya itu patah kena pukulan kuntao bango. Sementara gerak kepelan tangan kanan Lim Tiong Houw yang agak melengkung, memukul seorang musuh lain memakai jurus pukulan kuntao macan kumbang, atau Pa kun, mengakibatkan musuh itu bolong batang lehernya, dan tewas seketika!
Kelima musuh yang menghadang Lim Tiong Houw itu, sebenarnya bukan merupakan sembarang orang orang yang lemah. Mereka mahir ilmu silatnya yang sudah mencapai batas kemampuan mereka, akan tetapi gerak yang serba cepat dari Lim Tiong Houw yang sudah membikin dua musuh itu kena serangan Lim Tiong Houw dan tiga musuh yang lainnya segera mengerahkan tenaga dalam mereka, bersiap hendak menyerang dengan menggunakan ilmu Tay lek kim kong Cu yang terkenal dahsyat!
Sejenak Lim Tiong Houw kelihatan terkejut, karena dia tidak menduga, akan tetapi dia pantang mundur dan dia segera ikut menambah tenaganya siap buat tangan kirinya memainkan ilmu Liong kun atau kuntao naga dan tangan kanan memainkan Houw kun atau kuntao harimau.
Tiga orang musuh itu perdengarkan suara mereka secara serentak, lalu mereka melakukan penyerangan secara sekaligus!
Dua musuh terpental balik akibat kalah mengadu tenaga dengan Lim Tiong Houw; bahkan mereka tidak sanggup bangun, sebab mulut mereka telah mengeluarkan darah kental sedangkan musuh yang ketiga berhasil membenamkan kepelan tangan kirinya pada perut Lim Tiong Houw, akan tetapi perut itu sangat lunak bagaikan kapas, bahkan dapat menyedot kepelan tangan itu sampai tak mungkin ditarik secara tiba tiba perut itu mendorong, dan tubuh si penyerang terpental mundur sampai dia menghajar tembok, kuil dan dia tewas setelah susah payah dia hendak bangun berdiri.
Sementara itu beberapa senjata rahasia datang menyambar ke arah Lim Tiong Houw dan jenis senjata rahasia itu adalah paku paku naga beracun, sehingga sambil berkelit menghindar, Lim Tiong Houw sudah dapat menduga siapa gerangan si penyerang gelap itu, yakni Lo Heng, sisa Siam say jie lo bekas orang Thian tok bun!
Dari arah datangnya serangan Lim Tiong Houw dapat menduga duga tempatnya Lo Heng yang belum dia lihat kehadirannya, lalu dengan bergulingan Lim Tiong Houw mendekati sambil berusaha menghindar dari hujan paku paku naga beracun sampai secara tiba tiba Lim Tiong Houw lompat bangun dengan sepasang tangan penuh gumpalan tanah yang lalu dia hamburkan dan kena mukanya Lo Heng sampai orang tua yang licik itu menjadi kelabakan tidak dapat melihat bahkan mulutnya ikut penuh terisi dengan tanah!
Menyusul gerakannya tadi, sepasang kepalan Lim Tiong Houw langsung menghantam dada Lo Heng sampai Lo Heng rubuh celentang dengan mulut mengeluarkan darah dan dia tewas seketika.
Pihak musuh mulai berkecil hati, sebab berturut2 mereka melihat pihaknya sudah kena dibinasakan oleh Lim Tiong Houw. Mereka yang tadinya terpencar mencari cari peta harta, sejenak berdiri ragu ragu, akan tetapi si kura kura botak Kongsun Bouw cepat berteriak memerintahkan mereka menyerang dan mengepung Lim Tiong Houw!
Kemudian dengan langkah kaki lompat seperti seekor kura kura yang botak kepalanya, maka Kongsun Bouw kian mendekati Lim Tiong Houw. Dan waktu Lim Tiong Houw melihat bekas bekas jejak langkah kaki Kongsun Bouw, maka Lim Tiong Houw menjadi sangat terkejut, sebab tempat bekas jejak langkah kaki itu kelihatan melesak sebagian dalam menandakan si kura kura botak Kongsun Bouw sedang mengerahkan ilmu tenaga seribu kati dan dia menjadi lebih terkejut lagi, sebab ditangan Kongsun Bouw kelihatan dia memegang sebatang cambuk istimewa yang berduri runcing serta dibagian ujungnya terdapat kepala seekor ular dengan mulut terbuka, kelihatan ada gigi gigi dan ada lidahnya yang keluar ! Hebat adalah gerak si kura kura botak Kongsun Bouw yang berikutnya, sebab selagi Lim Tiong Houw kelihatan terkejut, maka si kura kura botak Kongsun Bouw sudah mulai menyerang menghantam memakai cambuk yang mengarah bagian muka Lim Tiong Houw!
Lim Tiong Houw menyadari bahwa cambuk yang istimewa itu mengandung bisa racun maut. Tidak mau dia sembarang menangkap memakai tangannya, dari itu dia perlihatkan kelincahan tubuhnya, berkelit menyamping kesebelah kanan.
Kalau tadi langkah kaki si kura kura botak Kongsun Bouw kelihatan lambat dan berat maka sekarang dia ternyata memiliki kelincahan tubuh yang luar biasa bahkan geraknya bagaikan sudah memperhitungkan kearah mana kira kira musuhnya bakal berkelit menghindar sehingga waktu sekali lagi dia menghajar memakai cambuknya maka secarik baju Lim Tiong Houw kena disamber pecah padahal Lim Tiong Houw sudah buru buru lompat mundur buat menghindar lagi!
Si kura kura botak Kongsun Bouw semakin jadi bertambah geram sampai dia memaki tidak jelas, sambil dia tidak berhenti melakukan penyerangan secara bertubi tubi sehingga setengah tobat Lim Tiong Houw yang harus berkelit menghindar, kagak berani menangkap cambuk yang banyak durinya dan yang mengandung bisa racun maut, kagak bisa dia menangkis sebab dia tidak bersenjata, dan kagak bisa dia balas menyerang, sebab tidak mendapat kesempatan sampai tahu tahu dia mendengar ada seseorang yang berteriak.
"Lie heng, disini ada golok .."
Itulah suara Lim Thong Bu yang berdiri di suatu sudut terpisah dari musuh sambil sebelah tangan kanannya mengacungkan sebatang golok miliknya akan tetapi tidak berani dia melontarkan buat Lim Tiong Houw, khawatir kesergap oleh cambuknya si kura kura botak Kongsun Bouw.
Lim Tiong Houw lompat tinggi dan jauh, mencapai tempat Lim Thong Bu berdiri, disusul oleh si kura kura botak Kongsun Bouw yang juga ikut lompat melayang dengan tubuhnya yang kelihatan ringan sekali, meskipun tubuh itu gemuk pendek. Lim Tiong Houw berhasil meraih golok yang diberikan oleh Lim Thong Bu, disusul dengan cambuk si kura kura Kongsun Bouw yang menghantam akan tetapi kalah cepat, sebab Lim Tiong Houw berdua Lim Thong Bu sudah saling lompat terpencar kedua sisi yang terpisah sehingga cambuk si kura kura Kongsun Bouw hanya menghantam bekas tempat Lim Thong Bu tadi berdiri !
"Hm ! siapapun kau, memang sudah aku duga; kau bukannya Lim Tiong Houw ,...!" maki Kongsun Bouw yang menunda serangan, sambil dia mengawasi Lim Tiong Houw yang berdiri siap dengan golok ditangan.
Sementara itu pemuda Lim Thong Bu sudah bertempur melawan sejumlah musuh yang langsung mengepung dia, akan tetapi Lim Thong Bu cepat berhasil merebut sebatang tombak pendek dari seorang lawan, sehingga pemuda itu mengamuk bagaikan seekor harimau yang bertambah sayap !
Kedatangan Lim Thong Bu adalah berdua dengan pemuda Ma Kian Sun. Akan tetapi waktu Lim Thong Bu melihat keadaan Lim Tiong Houw yang tidak bersenjata, maka dia membiarkan Ma Kian Sun berkelahi dikepung musuh. Sebaliknya Lim Thong Bu mencari tempat yang terpisah buat dia memberikan goloknya kepada Lim Tiong Houw, setelah itu baru dia membantu Ma Kian Sun, sambil dia merebut sebatang tombak pendek dari seorang musuh.
Di pihak Lim Tiong Houw, dia perlihatkan senyum mengejek waktu dia mendengar tuduhan si kura kura botak Kongsun Bouw lalu dia berkata.
"Kongsun Bouw, ajalmu sudah hampir tiba. Jelas bagiku bahwa urusan dengan kau adalah yang menyangkut urusan peta harta?"
"Dan kau adalah yang membunuh Ouw Beng Tek dan merampok peta harta itu .. !" si kura kura Kongsun Bouw memutus perkataan Lim Tiong Houw, akan tetapi Lim Tiong Houw menggelengkan kepala, lalu dia berkata lagi;
"Bukan aku yang membunuh Ouw Beng Tek tapi lain orang yang sedang menunggu giliran..,."
"Giliran apa .,.?" sekali lagi Kongsun Bouw memutus perkataan Lim Tiong Houw.
"Giliran mampus ditanganku.." sahut Lim Tiong Houw geram.
"Kurang ajar .." dan si kura kura botak Kongsun Bouw menyerang lagi memakai cambuknya; menggunakan jurus atau gerak tipu ular hijau melepas bisa racun.
Lim Tiong Houw berkelit lalu dia balas menyerang sebab sekarang dia sudah bersenjata dan dia bahkan memainkan ilmu ngo heng to an bun to di tangan kanan yang memegang golok, sedang tangan kirinya yang tidak mau diam menganggur, ikut bergerak memainkan ilmu lo han ngo heng kun. Dua macam ilmu istimewa dari golongan Siao lim.
Setelah lewat sesaat; mendadak si kura kura botak Kongsun Bouw lompat mundur mencari kesempatan buat dia mengatur napas, dan buat dia bicara.
"Tunggu ! kulihat kau pandai ilmu golongan Siao lim. Pernah apa kau dengan Peng hweeshio..?"
Sekali lagi Lim Tiong Houw perlihatkan senyum mengejek. Pheng hweeshio yang ditanyakan adalah rekan seperjuangan dari Ci siu lojin dan Pit Leng Hee, tiga tokoh yang ikut mendukung gerakan Tio Su Seng waktu menentang kaum penjajah bangsa Mongolia.
"Pheng hweeshio adalah rekannya Pit Leng Hee, si biang pengemis dan aku adalah temannya Ouw Beng Tek, biang orang orang gelandangan. Adakah bedanya buat kau .,?"
"Kurang ajar.." maki si kura kura botak yang hendak menyerang lagi, akan tetapi mendadak dia menunda, sebab ada suara tawa seseorang yang belum dia kenal.
"Ha ha ha ! dia mengaku jadi temannya Ouw Beng Tek, yang dia sebut sebagai biang orang orang gelandangan, padahal justeru kami adalah si biang orang orang gelandangan ..!"
Si kura kura botak Kongsun Bouw memerlukan melihat orang yang tertawa dan bicara itu, yang ternyata adalah dua bersaudara orang orang gelandangan yang bernama Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin; yang benar benar merupakan biang orang orang gelandangan, yang entah sejak kapan sudah berada di kota Hie ciang, bahkan sudah pula berada di dalam kuil tua itu, bahkan juga sudah ikut bertempur mengusir semua orang orang yang membantu si kura kura botak Kongsun Bouw, sehingga Kongsun Bouw menjadi sangat terkejut sekali, karena sejak tadi dia tidak mengetahui berhubung perhatiannya dia curahkan terhadap Lim Tiong Houw. Oleh karena keadaannya yang sudah sangat terjepit itu, maka secara mendadak si kura-kura botak Kongsun Bouw lalu menyerang Iagi Lim Tiong Houw, dan dia bahkan melakukan penyerangan secara membabi buta, sehingga untuk sesaat dia berhasil membikin Lim Tiong Houw jatuh bangun setengah tobat sampai tiba tiba Lim Tiong Houw menerkam dan berhasil mencakar muka si kura kura botak Kongsun Bouw, mencakar menggunakan ilmu cakar harimau, sampai copot kulit muka Kongsun Bouw yang kena dicakar dan dia rubuh tewas dengan berlumuran darah!
"O mie to hud .. . " Cie in suthay bersuara memuji dan datang mendekati, akan tetapi Lim Tiong Houw justeru mendekati Lim Thong Bu buat dia mengembalikan golok pemuda itu, dengan tidak lupa dia mengucap terima kasih.
Kemudian Lim Tiong Houw membersihkan telapak tangan kirinya yang kena noda darah si kura kura botak Kongsun Bouw, setelah itu baru dia meraih bagian mukanya, membuka selaput kulit luar sampai kemudian dia berobah menjadi seorang pemuda yang tampan, yang ternyata adalah si macan terbang Lie Hui Houw! Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin, dua dedengkot orang orang gelandangan perdengarkan suara tidak jelas karena merasa heran, sebaliknya Cie in suthay kelihatan bersenyum manis, sedangkan pemuda Lim Thong Bu yang juga telah ikut mendekati, segera memperkenalkan Lie Hui Houw kepada Gwa Teng Kie berdua Gwa Teng Sin sebaliknya Gwa Teng Sin jadi tertawa dan berkata kepada Lie Hui Houw :
"Bagus sekali cara penyamaran Lie ciangkun, kami benar benar bagaikan melihat Lim Tiong Houw hidup lagi?" demikian Gwa Teng Sin memuji sambil tak bosan bosan dia mengawasi muka Lie Hui Houw, sedangkan Cie in suthay yang justeru kelihatan berobah merah mukanya, dan Lim Thong Bu menjadi heran sehingga pemuda itu menanya kepada Gwa Teng Sin.
"Eh, mengapa kau sebut dia Lie ciangkun?""
(Lie ciangkun perwira Lie )
Gwa Teng Sin berdua Gwa Teng Kie tertawa lagi sedangkan si macan terbang Lie Hui Houw kelihatan bersenyum, sampai kemudian Gwa Teng Sin menjelaskan bahwa dahulu Lie Hui Houw merupakan panglima kesayangan Thio Su Seng almarhum.
"Akh! kalau begitu kalian sudah saling mengenal ..." akhirnya Lim Thong Bu berkata seperti dia menggerutu.
"Kami bahkan pernah bahu membahu mengganyang iblis muka hitam dengan lentera mautnya?" kata Gwa Teng Sin yang menambahkan keterangannya.
Sementara itu terdengar Cie In suthay berkata seperti mengejek.
"Hm ! memang bagus cara dia menyamar, akan tetapi cara dan lagaknya memainkan peranan kalah tangkas dan kalah jantan dengan Lim Tiong Houw yang sebenarnya...."
"Maksud suthay ....?" tany Gwa Teng Kie yang ingin mengetahui, juga yang lain ingin mengetahui apa sebab Cie in suthay berkata begitu.
Sementara itu Cie in suthay lalu berkata lagi:
"Dia terlalu lambat menentukan siapa sebenarnya yang sudah membunuh Ouw Beng Tek, dia terlalu ragu ragu..."
"Akan tetapi aku sudah mengetahui ..." kata Lie Hui Houw seperti membela diri.
"Siapa ...?" Gwa Teng Kie yang menanya berbareng dengan Gwa Tek Sin yang adiknya.
"Ho Sun Pin," sahut Lie Hui Houw yang hanya menyebut nama.
"Ho Sun Pin" apa sebab dia membunuh Ouw Beng Tek" apakah juga urusan peta harta...?"
"Tidak ada sangkutannya dengan urusan peta harta, sebaliknya sebab cinta," sahut Lie Hui Houw, sekilas sempat melirik Cie in suthay yang kelihatan sedang bersenyum sambil menundukkan kepala.
"Cinta " siapa yang dia cintai .. .?" tanya lagi dua dedengkot orang orang gelandangan itu, sementara Lim Thong Bu dan Ma Kian Sun ikut perlihatkan senyum mereka, sedangkan wajah muka Cie in suthay kelihatan jadi berubah merah.
Sementara itu, terdengar Lie Hui Houw memberikan jawaban atas pertanyaan dua dedengkot orang orang gelandangan itu.
"Tio Siu Lan .. ." lagi lagi Lie Hui Houw hanya menyebut nama.
"Tio Siu Lan adalah bininya Cee Giok Tong dan menjadi adiknya Ho Sun Pin; bagaimana mungkin terjadi .. .. ?" kedua biang orang orang gelandangan itu berkata lagi dan bertambah merasa heran, sedangkan Lie Hui Houw mengawasi Cie in suthay, sambil dia menyertai senyum hampa yang mirip seperti senyum mengejek setelah itu baru dia berkata.
"Suthay melarang aku datang di tempatnya Cee Giok Tong buat menemui Tio Siu Lan, akan tetapi aku sudah mengetahui bahwa Ho Sun Pin melulu dianggap anak oleh kedua orang tuanya Tio Siu Lan.. ."
Lie Hui Houw menunda perkataannya, karena sekali lagi dia memerlukan mengawasi Cie in suthay, sedangkan biarawati yang muda usia itu kelihatan bersenyum tenang, membiarkan Lie Hui Houw meneruskan perkataannya,
"Ho Sun Pin mencintai Tio Siu Lan dan menyimpan dendam terhadap Lim Tiong Houw, sebab Lim Tiong Houw adalah pacarnya Tio Siu Lan (sampai disini diam diam Cie in suthay tertawa didalam hati), Kemudian Lim Tiong Houw menghilang dan Ho Sun Pin mempunyai harapan lagi, akan tetapi kenyataannya Tio Siu Lan dilamar oleh Cee Giok Tong dan Ho Sun Pin buru buru menemui Ouw Beng Tek, menghasut supaya Ouw Beng Tek merintangi pernikahan itu, sebab katanya Tio Siu Lan adalah pacarnya Lim Tiong Houw, akan tetapi ternyata Ouw Beng Tek tidak menghiraukan dan membiarkan Cee Giok Tong menikah dengan Tio Siu Lan, sehingga Ho Sun Pin jadi menyimpan dendam terhadap Ouw Beng Tek, juga terhadap Cee Giok Tong .. ."
".. . Ho Sun Pin mengetahui kuil tua ini dijadikan tempat menyimpan barang barang milik pribadi Ouw Beng Tek, dan secara kebenaran Ho Sun Pin menemukan beberapa batang piao miliknya Lim Tiong houw yang lalu dia ambil, sampai kemudian dia mendapat kesempatan menyerang Ouw Beng Tek, pada waktu Ouw Beng Tek sedang memerintahkan Ong Sin Mo membeli arak sehingga Ouw Beng Tek membuka pintu, karena menduga Ong Sin Mo yang kembali membawa arak .. ."
". akan tetapi Ouw Beng Tek tidak mati walau sudah terkena serangan piao itu, sehingga Ho Sun Pin lari ketakutan dengan dikejar oleh Ouw Beng Tek yang sudah terluka sampai kemudian Ouw Beng Tek rubuh tewas sebab piao itu ternyata sudah diberikan larutan bisa racun oleh Ho Sun Pin ...."
" ... . Ho Sun Pin yang lari sampai dirumahnya, tetap merasa gelisah, sampai kemudian dia balik lagi dan menyeret mayat Ouw Beng Tek yang dia bawa masuk kerumah Ouw Beng Tek, sehingga orang orang menduga Ouw Beng Tek tewas didalam rumah; padahal ada dua orang yang sudah melihat mayat Ouw Beng Tek waktu menggeletak ditengah jalan. Dan orang orang itu adalah Siu Hwa, seorang perempuan lacur yang katanya sudah meludahi mayat Ouw Beng Tek dan Siao Cu Leng, seorang gelandangan yang sempat mengambil isi saku Ouw Beng Tek yang telah menjadi mayat .. ."
"Mengapa Ho Sun Pin tidak membunuh Cee Giok Tong ...?" Gwa Teng Sin menanya lagi.
"Dia belum mendapat kesempatan, sebab Lim Tiong Houw keburu datang ..."
Sekarang giliran Lim Thong Bu yang tertawa, memutus perkataan Lie Hui Houw, sedangkan Ma Kian Sun menyusul tertawa belakangan, dan Cie in suthay menambah senyumnya membikin kedua dedengkot orang orang gelandangan itu saling mengawasi tidak mengerti dan Gwa Teng Kie yang kemudian menanya kepada Lim Thong Bu berdua Ma Kian Sun.
"Mengapa kalian tertawa ..?"
"Bukankah tadi kau dengar bahwa dia mengatakan Lim Tiong Houw keburu datang..." sahut Lim Thong Bu sambil dia menunjuk Lie Hui Houw dan tertawa lagi, sehingga kedua dedengkot orang orang gelandangan itu menjadi ikut tertawa, bahkan tak mau berhenti mereka tertawa!
O) hend(dwkz)bbsc (O
SETELAH mengembalikan Lie Hui Houw yang dipinjamnya kepada Cin Siao Yan, maka seorang diri Cie in suthay melakukan perjalanan hendak kembali ke kuil Cui gwat am menemui gurunya. Akan tetapi ditengah perjalanan itu dia teringat dengan salah seorang sahabatnya, sehingga dia singgah di gunung Ngo tay san dan bertemu dengan sahabatnya itu yang bernama Hui cu suthay.
Kedatangan Cie in suthay ini ternyata bertepatan dengan Hui cu suthay justeru hendak melakukan perjalanan oleh karena katanya Hui cu suthay bermaksud mengunjungi muridnya yang bernama Cu Sian Ing yang menetap di dusun Lo an Cung, sehingga terjadi mereka berdua melakukan perjalanan bersama-sama, dan sempat Cie in suthay ikut singgah di dusun itu sehingga kembali dia dihadapkan dengan masalah si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, yang benar benar membikin dia menjadi pusing kepala.
Waktu Koay lo jinkee alias si iblis penyebar maut menderita penyakit demam disebuah kuil tua, waktu itu dia bertemu dengan seorang pemuda yang telah memberikan dia minum air hangat berikut penganan kering, dan setelah dia sembuh dari penyakit demam itu, maka dia telah memberikan sekedar tambah ilmu kepada si pemuda yang telah menolong tanpa disengaja itu, sampai kemudian mereka berpisah lagi.
Setelah berpisah dari si kakek yang aneh dan yang dia tidak ketahui siapa namanya, maka pemuda itu meneruskan perjalanannya seorang diri; dan tengah harinya dia singgah di suatu kedai arak yang terdapat disisi jalan sunyi, dekat sebuah dusun yang dia tidak diketahui apa namanya.
Dia memesan semangkok arak berikut dua bakpao, dan dia juga membeli sebungkus penganan kering karena perbekalannya sudah habis.
Kedai itu terletak disisi jalan yang sunyi, sehingga para pembelinya sudah tentu melulu terdiri dari orang orang yang sedang melakukan perjalanan. Waktu pemuda itu datang kedai arak itu sunyi tidak ada lain tamu, akan tetapi lewat sesaat, datang dua tamu laki laki yang memilih tempat duduk disudut sebelah kanan dari si pemuda yang dengan lahap sedang makan bakpao.
Dua orang tamu lelaki yang baru datang itu, yang seorang berusia kira kira empatpuluh tahun, bertubuh gagah dan memiliki wajah muka garang dengan kumis hitam yang tebal, sedangkan kawan seperjalanannya merupakan seorang pemuda bermuka hitam dengan mata sedikit juling.
Waktu si pemilik kedai mengantarkan arak yang mereka pesan, terdengar yang lebih tua menanyakan tentang letak dusun Lo an cung dan dijawab oleh si pemilik kedai, bahwa dusun itu sudah tidak jauh lagi terpisah dari tempat mereka berada.
Kedua tamu itu kelihatan tergesa gesa sebab mereka cepat bergegas pergi, mendahulukan si pemuda yang masih menghadapi mangkok araknya.
"Heran, hari ini sudah lebih dari sepuluh orang gagah dari rimba persilatan, yang hendak mengunjungi dusun Lo an cung.." si pemilik kedai itu berkata menggerutu seperti pada dirinya sendiri, selagi dia mengawasi mangkok mangkok arak bekas kedua tamunya tadi.
"Orang orang rimba persilatan " mengapa mereka kesana .. .?" tanya si pemuda bagaikan tak sadar, karena perhatiannya agaknya tertarik dengan perkataannya si pemilik kedai tadi.
"Memang, akan tetapi aku sendiri tidak mengerti .. .." sahut si pemilik kedai yang sengaja mendekati si pemuda, lalu dia menambahkan perkataannya.
", .. sejak beberapa hari ini, seringkali dusun Lo an cung kedatangan kaum pandai silat, dan sejak itu pula didusun Lo-an cung seringkali terjadi pertempuran dan pembunuhan .. , ."
"Bagaimana kau mengetahui, sedangkan kau bukan bertempat tinggal didusun itu?"" tanya lagi si pemuda, rupanya dia bertambah tertarik perhatiannya.
"Aku memang tidak menetap didusun itu, tetapi aku mempunyai seorang keponakan yang seringkali datang membawa kabar. Bahkan dikatakan bahwa awal peristiwa itu disebabkan terbunuhnya seorang pemuka dusun itu .." sahut si pemilik kedai arak.
"Siapa pemuka dusun itu...?" masih si pemuda menanya, dan dia bahkan mengawasi muka si pemilik kedai arak.
"Dia adalah Pek bin houw Cu Siang Kie, si macan alis putih yang menjadi ketua kampung. Seorang berbudi luhur akan tetapi terlalu tegas dalam mengambil keputusan..."
"Hmmm.. !" pemuda itu bersuara dan menyudahi pembicaraan itu. Akan tetapi diluar kesadarannya langkah kakinya justeru mengajak dia buat mengunjungi dusun Lo an cung !
Seperti yang dikatakan oleh si pemilik kedai arak tadi, letak dusun Lo an cung memang sudah tidak terlalu jauh lagi. Mendekati waktu magrib, pemuda itu sudah memasuki dusun Lo an cung, yang ternyata adalah suatu dusun yang cukup indah dengan berbagai pemandangan alam, serta kelihatannya merupakan suatu dusun yang cukup makmur, dan cukup banyak penduduknya.
Langkah kaki pemuda itu kemudian menuntun dia mencari sebuah tempat penginapan, dan di saat berikutnya dia memasuki suatu rumah makan, yang kebenaran sedang banyak pengunjungnya, sedangkan di rumah makan itu memang tersedia kamar kamar untuk disewakan bagi para tamu yang hendak menginap.
Pemuda itu memasuki dan melihat banyaknya para tamu. Pada setiap meja kedapatan empat atau lima tamu, bahkan ada yang diisi oleh delapan orang, dan pemuda itu langsung mendekati tempat pengurus rumah makan untuk dia memesan sebuah kamar.
Si pengurus rumah makan itu mencatat nama si pemuda. "Gouw Pa Thian" lalu memerintahkan seorang pelayan buat mengantarkan pemuda itu kekamar yang dipesannya.
Kamar itu cukup baik dan cukup bersih, sehingga si pemuda yang mengaku bernama Gouw Pa Thian itu kelihatan merasa puas. Akan tetapi disaat si pelayan hendak meninggalkan dia, maka secara mendadak jendela kamar membentang lebar, lalu tiga batang senjata piao meluncur kearah si pemuda.
Dengan geraknya yang sukar dilihat, Gouw Pa Thian menyambuti tiga batang piao itu memakai sebelah tangannya, lalu dia menyambit kearah keluar kamar, lewat daun jendela yang membentang terbuka.
"Kabur .. ." terdengar seru seseorang di luar kamar, lalu pada saat berikutnya suasana kembali menjadi sunyi, menandakan si penyerang gelap itu sudah jauh menghilang, dibiarkan oleh Gouw Pa Thian yang tidak bermaksud mengejar.
Tubuh si pelayan menjadi gemetar, waktu Gouw Pa Thian mengawasi dengan bengis.
"Apakah memang menjadi kebiasaan disini, menyerang setiap tamu secara membokong .. .?" Gouw Pa Thian berkata dengan suara mengejek.
"Tidak .. ..tidak, siangkong. Baru sekali ini terjadi. Apakah bukan musuh siangkong yang sengaja mengintai ...?" sahut si pelayan yang perlihatkan muka ketakutan.
"Musuhku..?" si pemuda berkata seperti menggerutu, akan tetapi dia menyudahi pembicaraan itu dan memerintahkan si pelayan mengambilkan air teh.
Malam harinya cuaca berobah menjadi suram, di langit penuh awan hitam, kemudian turun hujan dengan amat lebatnya.
Diruang makan hanya ada sebuah meja yang masih diisi oleh empat orang tamu laki laki; dan pemuda Gouw Pa Thian yang sengaja keluar dari kamarnya, lalu memilih tempat duduk didekat tempat si pengurus rumah makan.
"Aku dengar ada seorang yang telah menyerang siangkong secara membokong," kata si pengurus rumah makan yang sengaja datang mendekati.
"Dua orang " sahut Gouw Pa Thian singkat tetapi tegas suaranya, lalu dia menunda pembicaraan itu, buat dia memesan makanan pada seorang pelayan. "... aku hanya merasa heran apakah menjadi kebiasaan penduduk disini, melakukan penyerangan secara membokong setelah itu kabur seperti pengecut.." Gouw Pa Thian menambahkan perkataannya kepada si pengurus rumah makan, setelah pelayan tadi pergi untuk menyediakan makanan yang dipesannya.
Sejenak si pengurus rumah makan kelihatan terpesona, dan tidak berani dia mengawasi tamunya yang sedang mengawasi dia, terlebih oleh karena dia menganggap tamu itu seorang pemarah. Akan tetapi dengan suara ramah kemudian dia berkata.
"Congsu; aku sangat menyesal dengan terjadinya peristiwa tadi. Memang, biasanya di tempatku ini tidak pernah terjadi kekacauan atau keributan apapun juga, akan tetapi setelah terjadinya ketua kampung kita dibunuh tanpa diketahui siapa si pembunuhnya, maka suasana dikampung kami berobah dan seringkali terjadi keributan. Apa lagi belakangan ini muncul seorang pendekar pedang yang memakai tutup muka dengan secarik kain warna hitam yang mengacau dusun ini dan memusuhi orang orang yang menjadi pembantu pejabat ketua kampung yang baru... ,"
"Siapa nama ketua kampung yang sekarang...?" Gouw Pa Thian menanya!
"Ketua kampung yang sekarang sebenarnya belum resmi, masih merupakan pejabat sementara, dan orang itu adalah bekas pembantu utama ketua kampung yang lama. Namanya Thio Bun Hok...."
Tepat pada saat itu diluar rumah makan terdengar ada suara keributan, menyusul kemudian sesosok tubuh manusia penuh lumpur terlempar masuk kedalam ruangan rumah makan, lalu terjatuh dilantai dengan mendatangkan suara berisik.
Menyusul kemudian dipintu rumah makan itu telah berdiri seseorang yang mengenakan pakaian serba ringkas warna hitam. Kepalanya dibungkus dengan secarik kain hitam dan bagian mukanya juga ditutup dengan sehelai kain yang sama warnanya, sehingga wajah mukanya tidak terlihat orang. Dia lompat dari kepekatan malam dan curahan hujan, dengan pedang siap ditangan !
Pendekar berbaju hitam itu hendak menghabiskan nyawa mangsanya yang sudah tidak berdaya, akan tetapi pada saat itu sebuah mangkok arak melayang, memukul pedangnya yang hendak menikam, membikin pendekar berbaju hitam itu terkejut karena dia merasakan suara benturan keras, menandakan si pelempar mangkok itu mahir tenaga dalamnya.
Pada detik berikutnya si pendekar berbaju hitam itu sempat melihat adanya sesosok tubuh yang sedang melayang hendak menyerang dia dengan sebatang pedang yang sudah siap ditangan.
Si pendekar berbaju hitam itu lalu menimpuk memakai sebatang piao, akan tetapi piao itu dapat ditangkis oleh Gouw Pa Thian dengan pedangnya, sementara tubuhnya meluncur terus, dan dia menikam memakai gerak tipu "burung elang menerkam mangsa", suatu jurus dari ilmu "eng jiauw hoat' yang dia peroleh dari Koay lo jinkee atau si kakek bongkok yang aneh !
Dengan gerak tipu 'macan betina pulang ke kandang', pendekar berbaju hitam itu sempat lompat menghindar dari serangan Gouw Pa Thian, akan tetapi Gouw Pa Thian mendesak lawannya dengan serangkaian serangan secara berturut turut, membikin si pendekar berbaju hitam itu kelihatan menjadi repot sampai dia lompat keluar dari rumah makan itu dengan tujuh kali lompatan secara jungkir balik !
"Bagus .. .!" Gouw Pa Thian bersuara memuji, akan tetapi selekas itu juga dia lompat menyusul, tanpa dia menghiraukan hujan masih turun rintik rintik. Setelah itu lagi lagi dia menikam memakai gerak tipu 'burung elang menerkam mangsa', akan tetapi sebuah tendangan pada betisnya membikin dia jatuh terguling, dan berbalik dia yang diserang secara bertubi tubi, dengan delapan belas kali bacokan memakai gerak tipu 'cap pe lo han sin kiam', suatu jurus istimewa yang dimiliki oleh si pendekar berbaju hitam.
Dengan bergerak bagaikan keledai malas mandi dipasir; Gouw Pa Thian harus bergulingan untuk dia menolong diri dari ancaman maut lalu pada suatu kesempatan dia bergerak bagaikan seekor ikan gabus meletik, sementara kakinya sempat menendang pantat si pendekar berbaju hitam itu; membuat lawan itu terpental jauh; akan tetapi tidak sampai terjatuh, hanya sebelah tangannya yang tanpa sadar telah meraba raba bagian pantatnya yang kena ditendang, sehingga dia menjadi geram.
"Kurang ajar ...!" dia memaki. Akan tetapi menggunakan kesempatan selagi keadaan mereka terpisah cukup jauh, maka si pendekar berbaju hitam itu lalu menghilang dikegelapan malam.
Gouw Pa Thian membiarkan lawannya menghilang. Dia mengibaskan pakaiannya yang penuh lumpur, karena tadi dia telah bergulingan di tanah yang becek. Waktu dia hendak memasuki rumah makan, maka orang yang hampir menjadi mangsa si pendekar berbaju hitam tadi mendekati dan mengucapkan terima kasih:
"Terima kasih; congsu, untung ada kau yang menolong ..."
"Musuhmu itu tinggi ilmunya .. ." kata Gouw Pa Thian yang tidak menghiraukan ucapan terima kasih orang itu.
"Memang benar kalau congsu mengatakan dia sakti. Tadi kami beramai mengepung dia, akan tetapi tiga kawanku tewas, dan ..."
"Tunggu! coba kau lihat, ada orang orang yang sedang mendatangi. Apakah mereka kawan kawan kau .. ,?" Gouw Pa Thian memutus perkataan orang itu.
"Benar, mereka adalah teman temanku.....?" sahut orang itu, waktu disaat berikutnya sudah lebih dari dua belas orang yang memasuki rumah makan itu, merobah suasana menjadi ramai dengan obrolan mereka.
Orang yang memimpin rombongan yang baru datang itu mengaku bernama Go Siang Tek. Umurnya sudah mendekati lima puluh tahun bertubuh kurus akan tetapi kuat dan lincah. Dengan bangga dia mengaku pernah menjadi kepala kawanan perampok di atas gunung Lo san, yang letaknya diperbatasan antara propinsi An hui dan Kangsay sebelah barat laut.
"Dan mengapa kau tinggalkan gerombolanmu, lalu kau berada disini ..?" tanya Gouw Pa Thian dengan suara mengejek.
"Sebab rombonganku sedang bubar .." sahut Go Siang Tek yang kelihatan meringis, seperti merasa malu.
"Sudah dibubarkan atau sudah dibasmi...?" masih Gouw Pa Thian menanya, tetap dengan nada suara mengejek.
"Sahabat, kau terlalu menghina" geram Go Siang Tek membikin semua temannya jadi merasa cemas, karena mereka mengetahui bahwa Gouw Pa Thian justeru baru saja menolong salah seorang teman mereka.
"Siapa sahabatmu ... ?" gumam Gouw Pa Thian yang tetap perlihatkan muka menghina, sedangkan sikapnya sangat tenang. Go Siang Tek jadi bertambah geram. Dia bahkan telah menghunus goloknya yang hendak dia gunakan buat menyerang Gouw Pa Thian, akan tetapi secara tiba tiba seorang teman mereka berteriak, lalu rubuh dengan muka membenam sebatang piao.
Semua yang berada didalam rumah makan itu menjadi terkejut. Juga Gouw Pa Thian ikut menjadi kaget; sebab perhatiannya sedang dia curahkan kepada Go Siang Tek, yang telah mendatangkan rasa bencinya.
Pada saat berikutnya, dari luar rumah makan itu telah menerobos belasan orang laki laki, yang semuanya sudah siap dengan senjata mereka.
"Mari kita bunuh semua orang orang terkutuk itu, jangan biarkan seorang pun yang melarikan diri,.." teriak seseorang yang rupanya menjadi pemimpin pihak yang datang menyerang. Suatu pertempuran yang secara kacau segera terjadi di dalam rumah makan itu. Meja dan kursi kursi pada terbalik atau sengaja ditendang kesisi, sehingga membentang suatu arena yang cukup luas untuk mereka bertempur, sementara suara pekik orang orang yang membikin tambah ramai suasana yang gaduh itu.
Gouw Pa Thian ikut terlibat didalam pertempuran yang serba kacau itu, karena dia telah diserang oleh salah seorang rombongan dari pihak yang baru datang.
Dengan tubuhnya yang lincah, Gouw Pa Thian dapat menghindar dari serangan orang itu, lalu sambil tubuhnya masih bergerak miring, dia menikam dan orang itu berteriak karena pedangnya Gouw Pa Thian membenam dibagian dadanya.
Pemimpin rombongan yang datang menyerang itu berteriak marah. Dengan suatu terkaman dia lompat dan membacok memakai goloknya.
Gouw Pa Thian cabut pedangnya yang membenam dibagian dada lawannya tadi. Darah segar menyambar keluar dan orang itu rubuh tewas, sementara dengan pedangnya itu Gouw Pa Thian menangkis serangan golok yang sedang mengarah dirinya sehingga terdengar bunyi suara nyaring dari kedua benda logam yang saling bentur, sampai mengeluarkan lelatu anak api.
Si pemimpin rombongan yang menyerang itu menjadi terkejut. Tidak dia sangka bahwa pemuda yang dia serang memiliki tenaga besar, mengakibatkan tangannya terasa pedih dan goloknya hampir terlepas jatuh. Akan tetapi dia tidak menghentikan geraknya karena dia terus menyerang dengan serangkaian bacokan maut, sangat mirip dengan cara penyerangan yang pernah dilakukan oleh si pendekar berbaju hitam tadi, yakni dengan delapan belas kali bacokan, sesuai dengan jurus dari cap pe lo han sin kiam.
Sejenak Gouw Pa Thian menjadi ragu ragu merasa kalau kalau si pemimpin rombongan ini adalah si pendekar yang berbaju hitam tadi meskipun sekarang lawan itu menggunakan senjata golok. Oleh karenanya dia mengawasi dengan penuh perhatian, sampai tiba tiba dia menjadi terkejut, oleh karena dia teringat bahwa lawannya itu justeru adalah si pemilik kedai arak yang sore tadi dia singgah sebelum dia memasuki dusun Lo an cung.
Justeru oleh karena Gouw Pa Thian sedang terpesona maka dia kena tendangan dan tubuhnya terlempar cukup jauh akan tetapi tidak sampai dia terguling jatuh, sebab selagi diudara, tubuhnya telah jungkir balik menggunakan ilmu burung elang terbang menukik, suatu ilmu yang dia peroleh dari Koay lo jinkee dan disaat berikutnya sepasang kakinya sudah menginjak lantai ditempat yang bekas musuhnya berdiri, akan tetapi selekas itu juga tiga batang piao telah meluncur ke arahnya.
Dengan menggunakan pedangnya, Gouw Pa Thian menangkis ketiga batang piao itu, kemudian dengan jurus dari ilmu angin topan meniup daun daun kering', yang khas dari golongan Tiang pek pay, untuk kemudian dia harus menyambuti serangan berikutnya dari lawannya; yang lagi lagi telah menikam dan membacok dengan serangkaian serangan yang bertubi tubi.
"Kalau tidak salah, kau adalah si pemilik kedai arak yang tadi aku singgah . , ." kata Gouw Pa Thian, sesaat selagi dia sempat berhadapan muka dengan lawannya.
"Bagus, kalau kau tidak lupa. Sebaiknya jangan kau campuri urusan kami ini" sahut lawannya, akan tetapi kelihatan jelas dia merasa penasaran, karena belum dapat dia mengalahkan pemuda lawannya, padahal dia yang sudah berusia empat puluh tahun lebih sudah banyak pengalamannya didalam menghadapi berbagai macam lawan!
Gouw Pa Thian perdengarkan suara gumam yang tidak jelas, akan tetapi dia harus cepat cepat bergerak buat melayani lagi.
Sementara itu di ruangan rumah makan sudah banyak tubuh orang orang yang bergelimpangan jatuh, baik karena luka luka dan ada pula yang sudah binasa.
Pada suatu kesempatan menangkis, maka Gouw Pa Thian membarengi menyerang dengan gerak tipu 'burung elang mengibas sayap' dan ujung pedangnya berhasil melukai jidat lawannya, bahkan berhasil memutus ikat rambut lawan itu, yang menjadi gugup dan hampir kehilangan nyawa terkena serangan berikutnya kalau Gouw Pa Thian tidak harus menghindar dari serangan tiga batang piao yang dilepaskan seseorang, dan seseorang itu ternyata adalah si pendekar berbaju hitam, yang muncul secara mendadak dan menolong temannya disaat yang tepat.
"Kurang ajar! Kau menyerang seperti seorang perempuan .. .!" Gouw Pa Thian memaki dan dia harus lompat sungsang sumbal; karena dia tidak siaga sebab perhatiannya sedang dia curahkan terhadap lawan yang berupa si pemilik kedai arak.
Si pendekar berbaju hitam kedengaran tertawa. Akan tetapi waktu Gouw Pa Thian lompat menerkam hendak menyerang, maka dia lompat jauh untuk menghindar dan disaat berikutnya dia kabur, menyusul si pemilik kedai yang sudah mendahulukan.
Pertempuran didalam ruangan rumah makan itu telah terhenti semuanya. Pihak penyerang telah melarikan diri, meninggalkan banyak korban yang luka atau binasa, dan di pihak yang diserang juga terdapat beberapa orang yang binasa atau terluka, termasuk Go Siang Tek yang kelihatan cukup parah lukanya, sehingga dia tidak mampu mendekati Gouw Pa Thian, sebaliknya orang yang pernah ditolong nyawanya oleh pemuda itu telah mendekati dan sekali lagi dia mengucap terima kasih :
"Syukur ada congsu yang membantu pihak kami, sehingga dalam pertempuran tadi kami memperoleh kemenangan. Akan tetapi, sayang congsu tidak berhasil menangkap .. ."
"Siapa bilang aku membantu pihak kalian..?" kata Gouw Pa Thian yang memutus perkataan orang itu, sedangkan perkataannya sudah tentu menjadikan orang itu menjadi terpesona dengan sepasang mata membelalak.
Sementara itu Gouw Pa Thian menambahkan perkataannya.
" . , . kalau tadi aku ikut bertempur, melulu oleh karena aku telah diserang orang dan waktu aku menolong kau dari ancaman maut, waktu itu aku merasa wajib membantu pihak yang lemah. Akan tetapi kemudian aku melihat kalian semua adalah manusia kerdil yang berlagak jadi jagoan tengik...!"
Pucat muka orang itu waktu dia mendengar perkataan Gouw Pa Thian, akan tetapi tidak berani dia mengawasi sepasang mata Gouw Pa Thian yang sedang menatap dia dengan geram. Lalu sambiI tunduk dia menjauhkan diri, dan mengajak semua temannya meninggalkan rumah makan itu, dengan mengangkut juga yang luka luka maupun yang binasa, termasuk orang orang dari pihak yang menyerang mereka; yang mereka jadikan orang tawanan.
Hanya ada satu orang yang tertawa menyaksikan lagak dan mendengarkan perkataan Gouw Pa Thian. Dia masih tertawa waktu melihat Gouw Pa Thian meninggalkan ruang tamu atau ruang makan itu.
Orang yang tertawa itu adalah si pengurus rumah makan, yang tidak menghiraukan kerugian yang dia derita akibat terjadinya pertempuran tadi, sebaliknya dia merasa puas karena telah mengetahui pendirian Gouw Pa Thian.
Esok paginya Gouw Pa Thian terbangun dari tidurnya dan dia menjadi terkejut seperti digigit ular, sebab didalam kamarnya ada dua orang yang sedang duduk tenang tenang; dan kedua orang itu justeru adalah si pemilik kedai arak berdua si pendekar berbaju hitam. Kedua orang orang yang pernah dia tempur !
Baik si pendekar berbaju hitam maupun si pemilik kedai arak, keduanya sedang mengawasi Gouw Pa Thian yang masih rebah diatas tempat tidurnya. Dan si pemilik kedai arak bahkan perlihatkan senyumnya, suatu senyum ramah penuh suasana persahabatan dan Gouw Pa Thian merasa yakin bahkan dibalik kain hitam yang menutupi wajahnya, si pendekar berbaju hitam itu tentu sedang bersenyum juga.
Gouw Pa Thian bangun dan duduk. Tangannya meraba pedangnya akan tetapi si pemilik kedai arak lalu berkata.
"Tenang, sahabat. Kami datang bukan sebagai musuh, akan tetapi sebagai teman.."
Gouw Pa Thian tidak mengucap apa apa sebaliknya sepasang matanya liar mengawasi kearah jendela yang masih tertutup dan terkunci dari bagian dalam. Juga pintu kamar masih tertutup, lengkap dengan palang kayu yang semalam sengaja dia tempatkan.
"Kami masuk dari balik dinding itu ..." kata si pendekar berbaju hitam sambil jari tangannya menunjuk kesuatu sudut kamar.
"Hm ...." desis Gouw Pa Thian.
"Maafkanlah, kalau telah terjadi salah paham antara pihak kami karena semalam kami menganggap siangkong sebagai orang yang berpihak kepada lawan kami . ,."
"Akan tetapi aku juga bukan berpihak kepada kalian ..."
Si pemilik kedai arak bersenyum lagi, lalu dia menyambung perkataannya.
"Aku bernama Oey Goan Ciang, dan ini adalah Cu Sian Ing kouwnio, puteri tunggal almarhum Cu Sian Kie..."
"Kouwnio...?" ulang Gouw Pa Thian bagaikan dia tidak percaya dengan perkataan si pemilik kedai arak yang mengaku bernama Oey Goan Ciang.
Si pendekar berbaju hitam tertawa. Nada suaranya sangat berbeda, menjadi suara tawa yang merdu halus, dan dia membuka tutup kepala berikut tutup mukanya maka dilain detik terbentang suatu wajah muka perempuan muda yang cantik jelita, dengan sekuntung rambut ikal panjang terurai!
Sementara itu bagaikan tidak sadar Gouw Pa Thian menambahkan perkataannya yang dia tujukan kepada si pendekar berbaju hitam itu.
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi kau memang perempuan ..."
"Apakah kau anggap aku banci ..." balik tanya Cu Sian Ing, sambil lagi lagi dia menyertai tawanya yang merdu.
"Cu kouwnio, sebaiknya kau jangan bergurau, sebaiknya marilah kita jelaskan mengenai persoalan kita kepada Gouw tayhiap .." kata si pemilik kedai arak atau Oey Goan Ciang dan dia meneruskan perkataannya yang ditujukan kepada Gouw Pa Thian.
".. Gouw tayhiap tentunya belum mengetahui tentang pertikaian yang sedang terjadi di dusun ini. Pernah aku katakan bahwa dulu ketua kampung kami adalah Pek bin houw Cu Siang Kie, atau ayahnya Cu kouwnio"
" ... sebelum menjadi ketua dusun ini, Pek bin houw Cu Siang Kie sering berkelana dikalangan rimba persilatan; sehingga tidak mengherankan kalau dia mempunyai kawan dan juga mempunyai musuh. Kemudian dia menjadi ketua dusun ini, dan pada suatu hari kedatangan seorang teman yang bernama Tio Bun Hok yang kemudian ikut menetap dan menjadi pembantu dalam kesibukan menjadi ketua dusun ini.. ."
".. . diluar dugaan, Tio Bun Hok ini mempunyai maksud hendak merebut kekuasaan dan jabatan ketua kampung dan dia berhasil menghasut beberapa warga setempat untuk memihak kepada dia. Lalu pada suatu kesempatan dia berhasil membinasakan Cu Siang Kie dengan suatu muslihat yang keji, dan secara sepihak Tio Bun Hok menentukan dirinya menjadi pengganti ketua kampung Lo an cung, sedangkan orang orang yang menentang, terutama orang orang yang masih setia dengan almarhum Cu Siang Kie, telah ditindak secara kejam dan sewenang wenang, sehingga terjadilah suatu perpecahan antara kelompok orang orang yang berpihak kepada Thio Bun Hok dan kelompok orang orang yang tetap setia dengan almarhum Cu Siang Lie, yang semula tidak ada yang pimpin, sampai kemudian Cu Sian lng datang habis mengikuti gurunya berkelana di kalangan rimba persilatan.. ."
"Selama terjadi perpecahan ini, maka hampir setiap hari terjadi pertempuran antara kedua kelompok orang orang yang saling bertentangan, sedangkan Cu Sian Ing yang memakai pakaian serba hitam, lengkap dengan penutup muka ikut pula melakukan berbagai perbuatan yang merugikan pihak Tio Bun Hok, sampai Tio Bun Hok mengundang banyak rekannya dari kalangan rimba persilatan untuk membantu kelompoknya dengan menjanjikan upah yang besar untuk menangkap si pendekar berbaju hitam, yang dia tidak ketahui adalah Cu Sian Ing."
Demikian Oey Goan Ciang membentangkan persoalan pertentangan yang terjadi di dusun Lo an cung, dan sementara itu Gouw Pa Thian sudah menyuguhkan tiga cangkir air teh dingin buat tamunya yang dia tidak undang, dan tidak harapkan kedatangannya.
"Lalu apa maksud kalian datang dan menceritakan hal ini kepadaku...?" akhirnya tanya Gouw Pa Thian waktu Oey Goan Ciang menyudahi kisahnya.
"Siaomoay bermaksud mengharapkan bantuan Gouw ko,. ," tiba tiba Cu Sian Ing yang ikut bicara, mengakibatkan sepasang mata Gouw Pa Thian jadi membelalak mengawasi.
"Siao moay.. ?" ulang pemuda itu.
"Siao moay.." sahut Cu Sian Ing dengan menyertai seberkas senyum, suatu senyum manis mengandung seribu arti.
O) hen(dwkz)bbsc (O
GOUW PA THIAN menjadi terpesona waktu dia mendengar kata ulang Cu Sian Ing, dara yang berpakaian serba hitam dan yang kelihatannya gemar bergurau, orangnya mudah senyum dan murah tawa, senyum manis dan tawa yang merdu merangsang.
Pemuda itu masih terpesona, waktu tiba tiba pintu kamarnya digedor orang, disertai dengan suara gugup dari si pengurus rumah makan dan waktu Oey Goan Ciang membuka pintu, maka dengan suara yang terputus putus si pengurus rumah makan berkata.
"Cu kouwnio, celaka, tempat ini sudah dikurung oleh pihak musuh ... !"
"Akh .. , !" desis Cu Sian Ing bagaikan tak mampu mengucap kata kata lain, akan tetapi dia segera lompat keluar diikuti oleh Oey Goan Ciang dan si pengurus rumah makan.
Bagaikan tanpa sadar, Gouw Pa Thian cepat cepat mengemasi bungkusannya, setelah itu dia siapkan juga sejumlah pisau terbang 'coan yo shin cie" atau belati penembus tenggorokan yang khas dia bikin berdasarkan petunjuk dari si kakek bongkok yang aneh dan yang tidak dia kenal namanya juga berbagai macam senjata rahasia lainnya; setelah itu dengan menghunus pedangnya dia melesat keluar, dan disaat berikutnya dia telah melihat Cu Sian Ing bertiga sedang dikepung secara rapat oleh pihak musuh mereka.
Seraup jarum 'hek tok ciam' kemudian dilontarkan kearah pihak orang orang yang sedang mengepung Cu Sian Ing bertiga, lalu terdengar berbagai pekik suara dari orang orang yang terkena jarum jarum maut yang mengandung bisa racun, lalu disaat berikutnya mereka yang terkena jarum jarum maut itu menjadi tewas dengan kulit muka berobah biru sementara pada mulut mereka kelihatan keluar buih putih.
Sementara itu Gouw Pa Thian sudah memasuki kancah pertempuran dan dia mengamuk bagaikan seekor burung garuda yang buas dan lincah gerakannya, berbeda jauh dengan cara dia bertempur kemarin; sehingga dengan cepat dia berhasil membobolkan pihak orang orang yang sedang mengepung, dan berhasil dia mendekati Cu Sian Ing lalu dengan suatu kerjasama yang serasi, sepasang insan muda itu berhasil mendesak pihak orang orang yang mengepung, sampai mereka jadi bertempur dibagian luar rumah makan, akan tetapi pihak orang orang yang mengepung ternyata semakin bertambah jumlahnya karena datangnya Tio Bun Hok dengan para pembantunya yang terdiri dari orang orang kalangan rimba persilatan yang tinggi ilmunya.
Dengan punggung menempel pada punggung, Gouw Pa Thian berdua Cu Sian Ing melakukan perlawanan terhadap semua pihak musuh yang mengepung mereka, dan semua para pengepungnya itu terdiri dari tokoh tokoh kalangan rimba persilatan yang sengaja didatangkan oleh Tio Bun Hok.
Dilain pihak, Oey Goan Ciang berdua si pengurus rumah makan juga sudah dikepung oleh puluhan lawan, akan tetapi untung bagi mereka, karena pada saat berikutnya mereka mendapat bantuan dari sisa orang orang yang masih setia pada almarhum Cu Siang Kie.
"Gouw ko, tikus tikus belang ini lumayan juga ilmu silatnya?" kata Cu Sian Ing yang masih sempat berkelakar, bahkan menyertai senyumnya yang manis, meskipun maut sedang mengintai.
"Hm ..!" cuma itu Gouw Pa Thian mampu bersuara, karena sekilas jiwanya terasa bagaikan bergetar; selesai dia melirik ke arah dara yang sedang mendampingi dia, setelah itu tangan kirinya bergerak dan dua batang pisau terbang "coan-yo shin jie' mengenai sasaran terhadap dua orang yang hampir saja berhasil membinasakan Oey Gouw Ciang.
Dengan cepat tubuh Gouw Pa Thian hinggap lagi didekat Cu Siang Ing, sehabis tadi dia lompat tinggi buat melepaskan pisau terbang, dan selagi tubuhnya masih melayang sebelah kakinya sempat menendang seorang musuh yang hendak membokong Cu Siang Ing, sedangkan pedangnya nyaris menikam seorang musuh lain.
"Tendangan Gouw ko cukup sakit sebab siau moay pernah merasakan,..." sekali lagi Cu Siang Ing berkata dengan berkelakar, dan tetap menyertai senyum yang memikat, akan tetapi agak merah mukanya, sebab teringat dengan pantatnya yang pernah kena ditendang oleh Gouw Pa Thian !
Sementara itu Gouw Pa Thian terpaksa ikut tersenyum, waktu dia mendengar perkataan Cu Sian Ing. Suatu senyum yang mungkin baru pertama kalinya menghias diwajahnya sejak dia dilahirkan, meskipun senyum itu berupa suatu senyum yang hampa !
Dilain pihak, dua orang yang terkena serangan pisau belati tadi telah tewas dan seseorang kemudian terdengar berteriak, sehabis dia memeriksa rekannya yang terkena pisau terbang itu.
"Toako ! inilah pisau 'coan yo shin jie'...."
Sebutan toako rupanya ditujukan kepada Tio Bun Hok; karena kelihatan dia lompat mendekati orang yang berteriak itu, yang masih memegang sebatang pisau terbang bekas digunakan oleh Gouw Pa Thian.
Tio Bun Hok menerima dan memeriksa pisau terbang itu; lalu wajah mukanya kelihatan berubah pucat, membikin sejenak dia berdiri terpesona. Setelah itu secara tiba tiba dia lompat melesat mendekati Gouw Pa Thian yang sedang dikepung dan dia menyerang memakai goloknya, dengan gerak tipu yang khas dari golongan Pat kwa bun. Beberapa orang orang yang sedang mengepung Gouw Pa Thian segera lompat mundur waktu mengetahui ketua mereka menghadapi si pemuda.
"Katakan, kau pernah apa dengan cuncu.." bentak Tio Bun Hok dengan mata melotot, akan tetapi nada suaranya terdengar agak gemetar.
"Hm! aku tidak tahu apa dan siapa cuncu itu....!" sahut Gouw Pa Thian geram karena waktu tadi dia menangkis serangan Tio Bun Hok, maka terasa tangannya tergempur karena dia tidak menduga datangnya serangan yang berat itu.
"Kurang ajar! kau akan menyesal kalau kau tidak mau menjelaskan ."," kata lagi Tio Bun Hok.
"Mengapa aku harus menyesal, dan apa arti menyesal itu ....?" sahut Gouw Pa Thian dengan nada suara mengejek.
"Bagus kalau begitu, kau jaga serangan aku..." dan Tio Bun Hok menutup perkataannya dengan memasang kuda kuda buat dia menyaIurkan tenaga Pat kwa yu sin kang!
"Gouw ko, hati hati.. . " seru Cu Sian Ing yang sempat menyaksikan, meskipun dia sedang dikepung musuh.
Gouw Pa Thian sempat pula melihat lagak dan gaya lawan tangguh ini. Dia pun menyaIurkan tenaga eng jiauw kang yang pernah dia belajar dari si kakek bongkok yang aneh dan waktu Tio Bun Hok menyerang dengan suatu bacokan memakai jurus gunung Tay san menindih, maka dengan tabah Gouw Pa Thian menangkis dengan jurus burung elang mengibas sayap, dan saking kerasnya benturan senjata mereka, maka goloknya Tio Bun Hok putus menjadi dua, sedangkan pedangnya Gouw Pa Thian meluncur terus, membabat bagian leher lawannya, sehingga dalam kagetnya, Tio Bun Hok berusaha melangkah mundur, akan tetapi dia kalah cepat; dan dadanya robek menyemburkan darah yang memancur keluar !
"Kau pernah apa dengan cuncu.,..?" masih Tio Bun Hok menanya dengan suara lemah, setelah itu dia rubuh terjungkal dan tewas seketika.
"Hmm.... !" gumam Gouw Pa Thian dan dia tidak menghiraukan lawannya yang sudah binasa, sebaliknya dia mengamuk lagi, membikin pihak lawan kucar kacir kabur menyelamatkan diri.
Dua kali Tio Bun Hok menyebut istilah 'cuncu', dan seseorang telah berseru tentang adanya pisau terbang 'coan yo shin jie" (belati penembus tenggorokan). Bagi seseorang yang mengetahui, sudah tentu tidak asing lagi dengan pisau maut dan istilah cuncu itu. demikian dengan orang orang undangan yang didatangkan oleh Tio Bun Hok. Dari itu mereka segera melarikan diri setelah dilihatnya Tio Bun Hok telah dibinasakan.
Semua orang orang yang mengaku sebagai tokoh kaum rimba persilatan yang telah diundang oleh Tio Bun Hok, sebenarnya kebanyakan adalah sisa sisa anggota persekutuan Thian tok bun yang berkeliaran tidak menentu, setelah markas pusat kegiatan persekutuan itu dibasmi, sedangkan persekutuan Thian-tok bun adalah persekutuan yang dibina oleh si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu, dan Tio Bun Hok itu adalah bekas ketua Thian tok bun cabang kota Lam ciang di propinsi Kangsay.
Istilah cuncu adalah untuk panggilan bagi pemimpin besar Thian tok bun, atau lengkapnya Thian tok cuncu dan pisau terbang coan yo shin jie merupakan senjata yang khas menjadi milik Thian tok cuncu alias si iblis penyebar maut alias Han bie kauwcu!
Semua cabang Thian tok bun sudah habis berantakan waktu diperoleh berita tentang dibasminya markas besar Thian tok bun, serta tewasnya Thian tok cuncu oleh karena itu Tio Bun Hok menjadi sangat terkejut waktu dia harus menghadapi seorang musuh yang memiliki pisau terbang 'coan yo shin jie', dan dia menjadi lebih terkejut lagi waktu lawan yang masih muda itu mengerahkan tenaga eng jiauw kang, padahal ilmu itu merupakan ilmu keistimewaan dari pemimpin besar mereka. Akan tetapi segala galanya sudah terlambat buat Tio Bun Hok menyelamatkan diri, sebab kejadian itu berlangsung dengan cepat sekali!
Sementara itu pertempuran cepat menjadi selesai, karena Tio Bun Hok telah binasa, dan semua musuh musuh yang dianggap kuat sudah melarikan diri. Cu Sian Ing dan Oey Goan Ciang kelihatan sibuk mengurus kelompok orang orang yang menjadi pembantu mereka; sementara Gouw Pa Thian lalu memasuki kamarnya mengambil bungkusan pakaiannya, setelah itu dia meninggalkan sepotong uang perak diatas meja buat pembayar sewa kamar, lalu dia hilang meninggalkan dusun Lo an cung.
Kemudian waktu Cu Sian Ing teringat dengan pemuda yang sudah membantu itu bahkan yang sudah menambat hatinya, maka cepat cepat dia mencari dan terus mencari sampai dia memasuki bekas kamar yang disewa oleh Gouw Pa Thian, untuk kemudian dia membanting kaki menyatakan penyesalannya, dan tanpa terasa air mata membasahi wajah mukanya yang cantik jelita.
Sementara itu Oey Goan Ciang kemudian diangkat menjadi ketua dusun Lo an cung sedangkan dara Cu Sian Ing kehilangan senyum dan kehilangan tawanya yang halus merdu, membikin ibunya menjadi gelisah, karena yakin anak dara itu sedang dilanda asmara.
Hampir sebulan lamanya Cu Sian Ing bagaikan hidup merana, sampai pada hari itu dia kedatangan gurunya, Hui cu suthay; yang didampingi oleh seorang biarawati muda usia yang cantik jelita, yang katanya bernama Cie in suthay.
Setelah mendengar kisah tentang peristiwa yang telah terjadi di dusun Lo-an cung itu, maka Cie in suthay lalu berkata.
"Dengan cuncu, sudah tentu dimaksud Thian tok cuncu, atau pemimpin besar persekutuan Thian tok bun, dan Thian tok cuncu justeru adalah si iblis penyebar maut atau yang juga dikenal sebagai Han bie kauwcu. Sekarang Cu kouwnio mengatakan tentang pemuda yang memiliki pisau terbang coan-yo shin jie itu bernama Gouw Pa Thian, sehingga pinnie meragukan kalau kalau dia adalah salah seorang muridnya si iblis penyebar maut itu?"
"Atau mungkin anaknya .." Hui cu suthay ikut bicara, padahal sudah lama dia hidup menyendiri diatas gunung Ngo tay, sehingga kurang mengikuti berbagai peristiwa yang terjadi dikalangan rimba persilatan.
"Tidak mungkin anaknya Gan Hong Bie atau si iblis penyebar maut, sebab pinnie mengetahui anaknya Gan Hong Bie ada tiga orang, yang sekarang dititipkan kepada seorang ulama yang sakti ilmunya...."
"Akan terjadi suatu bencana lagi, kalau kelak anak anaknya si iblis penyebar maut itu ikut merajalela..." Hui cu suthay yang berkata lagi, sementara Cu Sian Ing hanya diam mendengarkan.
"Harap saja ulama itu berhati murni, sesuai dengan kedudukannya. Akan tetapi yang pasti sekarang ini kalangan rimba persilatan menjadi terancam lagi. Pertama karena munculnya si kakek tua bongkok yang aneh atau Koay lo jin kee yang katanya sebagai ujut penyamaran si iblis penyebar maut dan yang kedua adalah dengan munculnya seorang pemuda yang mengaku bernama Gouw Pa Thian.."
"Akan tetapi aku tidak percaya kalau Gouw ko berhati kejam, dan tidak mungkin dia segolongan dengan manusia biadab..." Cu Sian Ing ikut bicara dan membela pemuda yang telah menambat hatinya.
"Seorang iblis banyak akal muslihatnya..." kata Hui cu suthay, yang maksudnya hendak memperingatkan muridnya, sementara Cie in suthay lalu berkata lagi:
"Perihal watak seseorang dapat dilihat dari tindak perbuatannya. Banyak orang yang mengetahui betapa ganasnya bisa racun yang digunakan oleh si iblis penyebar maut, Misalnya saja pada jarum maut hek tok ciam. Gejala yang menewaskan orang yang terkena bisa racun pada jarum maut itu, adalah warna kulit mukanya berobah biru, agak kehitam hitaman serta mulut mengeluarkan buih putih, tepat seperti yang dikatakan oleh Cu kouwnio, tentang korban yang kena serangan jarum jarum yang dilepaskan oleh Gouw Pa Thian...."
Cu Sian Ing ingin membantah dan memutus perkataan Cie in suthay, akan tetapi gurunya memberikan suatu tanda dan membiarkan Cie In suthay meneruskan perkataannya:
"sekarang ini, atau setelah terjadinya berbagai peristiwa yang sangat mengesankan maka timbul dugaanku bahwa si iblis penyebar maut benar benar yang justeru sedang merajalela lagi ...!"
"Akan tetapi, bukankah dia sudah dibinasakan digunung Kauw it san .. ?" tanya Hui cu suthay yang tidak mengerti.
"Memang. Aku bahkan ikut menyaksikan waktu Toat beng sim hancur tubuh dan mukanya, akibat meluapnya kemarahan para pendekar yang bersatu padu mengganyang markas besarnya, akan tetapi baru baru ini aku telah bertemu lagi dengan dia yang bahkan telah menyamar sebagai Tay lwee sip sam ciu atau 13 malaikat maut istana kerajaan Beng..." dan seterusnya Cie in suthay ceritakan pengalamannya tentang dia berdua Lie Hui Houw bertemu dan menolong Lie Hong Giok anak perempuannya si tangan geledek Lie Thian Pa yang hidup menjadi seorang sinting, sebagai korban keganasan si iblis penyebar maut!
"Akan tetapi, aku yakin bahwa Gouw ko bukanlah si iblis penyebar maut yang menyamar .." Cu Sian Ing berkata lagi dan tetap dia membela pemuda yang telah menambat hatinya itu; lalu dara yang merana ini menceritakan tentang Gouw Pa Thian yang justeru memusuhi pihak Tio Bun Hok, yang justeru bekas ketua cabang Thian tok bun. Jadi, bagaimana mungkin Gouw Pa Thian membunuh anak buahnya sendiri, kalau benar Gouw Pa Thian adalah penyamaran si iblis penyebar maut.
"Sebelum dia berhadapan dengan Thio Bun Hok, tahukah dia bahwa dia sedang memusuhi sisa sisa orang Thian tok bun" atau yakinkah Cu kouwnio bahwa dia ikut bertempur karena dia memihak kepada kalian" bukan sebab dia telah terlibat dalam suatu pertempuran secara tidak sengaja ...?" Cie in Suthay menanya Iagi.
"Pada mulanya dia memang tidak bermaksud membantu pihak kami, dia bahkan membantu pihak Tio Bun Hok, kemudian Ong susiok yang menjadi pengurus tempat dia menginap mendengar dia berkata bahwa dia bertempur karena seseorang telah menyerang dia terlebih dulu ...." sahut Cu Sian Ing dengan suara perlahan, dan secara tidak sadar dia telah menghapus istilah Gouw ko sebagai ganti nama Gouw Pa Thian, yang dia ganti memakai istilah 'dia".
"Untuk mengetahui sampai jelas tentang apakah dia adalah si iblis penyebar maut yang sedang menyamar, barangkali aku harus menunda keberangkatan ketempat suhu dan aku akan melakukan suatu penyelidikan untuk mengikuti jejak pemuda itu .. ." akhirnya kata Cie in suthay.
"Suhu, bolehkah aku ikut dengan Cie in suthay.. ?" tanya Cu Sian Ing pada gurunya.
"Kau tanyakanlah pada suthay ." "
Dan terjadi Cu Sian Ing berkelana hendak mencari pemuda idaman hatinya, mendampingi Cie in suthay yang merasa penasaran bahwa iblis iblis masih merajalela di dalam dunia, sehingga kelak Cie in suthay bahkan harus meminta bantuannya Lie Hui Huow, yang terpaksa dipinjam meskipun Lie Hui Houw sudah menjadi suaminya Cin Siao Yan, sehingga sekali lagi si macan terbang Lie Hui Houw harus melakukan penyamaran, untuk dia menghadapi si Pendekar Tanpa Kawan alias Gouw Pa Thian, yang kisah lengkapnya dapat diikuti dalam cerita Su Kiam Hiap In.
TAMAT Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 3 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Naga Kemala Putih 6