Lentera Maut 3
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 3
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terkejut waktu melihat gerak si malaikat maut yang ke empat. Cepat cepat dia mengerahkan tenaga dan menangkis memakai ilmu cakar macan, akan tetapi dia kalah cepat dengan datangnya angin pukulan yang menyambar dia.
Tubuh laki laki bekas orang hukuman itu terpental balik ketempat asal, menahan rasa sakit pada bagian dalamnya yang kena gempur, namun dia tetap tidak boleh lengah sebab seorang rekannya Cu Yu Seng sedang menghajar dia memakai sebatang ruyung berduri sembilan !
Terpaksa laki laki bekas orang hukuman itu harus menggulingkan tubuhnya yang sedang terjatuh bekas kena gempur tadi, sambil sebelah kakinya menendang betis kaki si penyerang, membikin musuh itu berteriak kesakitan berlompatan menggunakan sebelah kakinya.
Hek houw Thio Leng yang sejak tadi kelihatan bagaikan orang bingung atau gugup, mendadak ikut menyerang selagi dia melihat keadaan bekas sam ceecu yang belum sempat bangun berdiri. Akan tetapi, si macan hitam agaknya tidak menduga dengan ketangkasan laki laki bekas orang hukuman itu !
Si macan hitam menyerang tepat disaat bekas sam ceecu itu menendang rekannya Cu Yu Seng, dan tanpa diduga oleh si macan hitam, bekas sam ceecu itu justeru berhasil merampas ruyung yang langsung dia gunakan buat memukul si macan hitam.
Hek houw Thio Leng menjerit ketakutan. Tak kuasa dia menolong diri dari serangan itu, akan tetapi untung bagi dia, bahwa disaat yang tepat si malaikat maut yang kesepuluh justeru sedang menyerang memakai cambuk panjang dari jarak yang cukup jauh terpisah.
Cambuk panjang si malaikat maut ke 10 berhasil membelit ruyung yang sedang menghajar Hek houw Thio Leng, pasti dapat membinasakan laki laki bekas sam ceecu itu, selagi senjata ruyung itu kena dilibat.
Hek houw Thio Leng menyadari setelah terlambat buat dia menggunakan kesempatannya, sehingga waktu simacan hitam melakukan serangannya maka bekas sam ceecu itu sudah sempat menggulingkan tubuhnya dan menghindar tanpa menghiraukan senjata ruyung tadi sudah lepas dari targannya.
Akan tetapi laki laki bekas orang hukuman itu harus terus menggulingkan tubuhnya bagaikan seekor keledai malas yang mandi dipasir, sebab si malaikat maut yang ke 10 terus memecut dengan cambuknya yang panjang, dan cambuk itu perdengarkan suara yang menggema bagaikan aum dari seekor naga yang sedang mengamuk, tetapi tubuh si malaikat yang ke 10 itu tidak setinggi tubuh bekas jie ceecu Louw Sin-Liong yang hendak didatangi oleh laki laki bekas orang hukuman itu.
Andaikata tubuh si malaikat maut yang ke 10 itu mempunyai ukuran yang sama dengan bekas jie ceecu Louw Sin Liong, maka laki laki bekas orang hukuman itu pasti akan menerka bahwa musuh yang memakai selubung penutup kepala itu adalah sang kakak yang kedua, yang hendak dia cari.
Akan tetapi segala gerak dan cara si malaikat yang ke 10 menyerang memakai cambuknya sungguh sungguh sangat mirip dengan ilmu yang biasa digunakan oleh sinaga sakti Louw Sin Liong; sehingga benar benar sangat membingungkan bagi laki laki bekas orang hukuman itu, terlebih dengan ilmu 'pek kong ciang' yang sangat mirip dengan ilmu "eng jiauw kang" atau tenaga cakar elang yang sebenarnya sangat mirip dengan ilmu yang sudah dimiliki oleh seseorang bekas pangcu dari Ceng liong pang, atau ayahnya si 'burung Hong" yang menjadi tambatan hatinya.
Dalam keadaan yang serba membingungkan itu laki laki bekas orang hukuman itu tidak sempat menggunakan pikirannya; sebab dia harus tetap menghindar dari maut yang sedang mengancam dirinya.
Segala geraknya yang memerlukan dia memakai tenaganya; telah mengakibatkan rasa sakit pada bagian dalamnya menjadi semakin terasa, bekas tadi kena gempuran tenaga 'pek kong ciang'.
Untung bagi laki laki bekas orang hukuman itu, bahwa disaat dia sedang diancam oleh cambuk maut Tay Iwee sip sam ciu yang ke sepuluh, mendadak datang seorang pemuda yang tampan dan tangkas.
Pemuda yang tangkas itu memasuki arena pertempuran dengan tangan kanan memegang sebatang pedang, sedangkan pada tangan kirinya terbungkus dengan sebuah sarung tangan dari kulit.
Dengan sebelah tangan kirinya yang di bungkusan itu, dia menangkap ujung cambuk yang sedang mengancam laki laki bekas orang hukuman itu, sehingga untuk sesaat pemuda itu saling tarik dengan si malaikat maut ke-10, masing masing dengan menggunakan tenaga mereka.
Tay lwee sip-sam ciu yang ke empat melihat datangnya pemuda yang tidak diharapkan itu. Dalam gusarnya dia perdengarkan pekik suaranya dan menghantam pemuda itu memakai tenaga 'pek kong ciang', akan tetapi pemuda yang tangkas itu telah pergunakan kecerdasannya, yakni dia sengaja membiarkan tubuhnya kena ditarik oleh si malaikat yang kesepuluh yang bersenjata cambuk, sehingga tubuhnya pemuda itu melesat cepat dan terhindar diri pukulan tenaga pek kong ciang sebaliknya sambil meluncur pemuda itu menyiapkan pedangnya dan berhasil menikam pundak kiri si malaikat maut yang kesepuluh yang sedang tersungkur jatuh, akibat daya tarik tenaganya sendiri.
Si malaikat maut yang ke empat menjadi sangat terkejut; ketika melihat rekannya terluka kena tikaman pedang. Sekali lagi dia menyerang memakai ilmu pek kong ciang dan kali ini pemuda itu lompat jauh menghindar, yang sekaligus dia menjadi mendekati laki laki bekas orang hukuman itu, yang keadaannya sedang diancam maut, karena sedang diserang oleh seorang musuh yang menjadi temannya Cu Yu Seng.
Dengan pedangnya yang tajam, pemuda yang tangkas itu berhasil menikam musuh yang sedang menyerang bekas sam ceecu yang sudah tidak berdaya karena kehabisan tenaga, kemudian waktu pemuda itu mengawasi kearah si malaikat maut yang ke empat maka dilihatnya musuh itu sedang lari sambil dia memanggul tubuh rekannya yang ke sepuluh diikuti oleh Hek houw Thio Leng tanpa menghiraukan ketiga rekan mereka yang sudah tewas bergelimpangan.
Laki laki bekas orang hukuman itu bangun berdiri waktu pemuda yang menolongnya datang mendekati. Geraknya sangat lambat dan pandangan matanya kelihatan bersinar lesu:
'Toako, kau tentunya kena gempur pukulan 'Pek kong ciang " kata pemuda yang sempat melihat keadaan orang yang ditolongnya itu.
Sejenak laki laki bekas orang hukuman itu bagaikan terpesona mendengar kata 'toako* yang diucapkan oleh pemuda penolongnya, sampai dia meraba mukanya dekat belakang telinganya; setelah itu dia paksakan diri buat bersenyum dan berkata :"Tidak apa apa, dan terima kasih atas bantuanmu.."
Pemuda itu merendah dan memperkenalkan namanya. Ternyata dia adalah Cia It Hok, salah seorang pendekar penegak keadilan dari golongan Tiang pek pay !
)dw( (o) )hnd( SEHABIS ikut mengganyang markas besar Cian tok bun diatas gunung Kauw it san, maka Cia It Hok langsung berangkat pulang ke kota Pao kee tin, buat dia menemui istri dan anaknya yang baru berumur 2 tahun, yang waktu itu menetap bersama kedua mertuanya Cia It Hok.
Ada suatu hal yang menggelisahkan hati Cia It Hok, oleh karena setelah dia berkumpul dengan keluarganya, maka dia mengetahui bahwa gurunya Hong Jin Eng tak pernah datang dirumahnya, padahal sang guru itu berjanji akan singgah buat mengobati ibu mertuanya Cia It Hok yang sedang sakit, dan janji itu sang guru berikan waktu Cia It Hok ditugaskan ikut mengganyang markas besar Thian tok bun.
Sesungguhnya Cia It Hok tak mengetahui bahwa setelah berpisah dengan muridnya maka Hong Jin Eng kena perangkap orang-orang Thia tok cuncu alias Han bie kauwcu dan Hong Jin Eng tewas sedangkan mayatnya dijadikan makanan binatang buas sehingga untuk seterusnya Cia It Hok tak dapat bertemu lagi dengan gurunya itu.
Oleh karena kegelisahan hatinya memikirkan janji gurunya yang tidak dipenuhi, maka Cia It Hok pamitan dan sekali lagi dia merantau meninggalkan keluar, bahkan untuk waktu yang cukup lama sebab diatas gunung Tiang pek san tidak dapat Cia It Hok menemui gurunya, dan dia berkelana terus buat mencari gurunya, sampai dia singgah di teluk Hek liu ouw buat menemui si jeriji sakti Phang Bun Liong.
Kedatangan Cia It Hok justeru bertepatan dengan sedang mengganasnya Tay lwee sip sam ciu, istimewa ditujukan terhadap orang orang bekas para pendukung gerakan Thio Su Seng.
Oleh si jeriji sakti Phang Bun Liong maka Cia It Hok kemudian ditugaskan untuk mengikuti perjalanan dua orang laki laki muda yang baru singgah di teluk Hek liu ouw, oleh karena si jeriji sakti Phang Bun Liong mencurigai kedua laki laki muda itu, terutama yang mengaku bernama Lim Seng Kie.
Cia It Hok kehilangan jejak orang-orang yang seharusnya dia ikuti, maka dari itu dia harus melakukan perjalanan secepat mungkin dan diluar dugaan dia bertemu dengan lelaki bekas orang hukuman itu yang sedang dikepung oleh sejumlah musuh, diantaranya terdapat si malaikat maut yang ke 10 dan yang ke 4 sehingga Cia It Hok langsung memberikan bantuan, oleh karena dia menganggap orang yang sedang dikepung itu pasti adalah rekannya dari golongan pendekar penegak keadilan yang hendak dibinasakan oleh Tay lwee sip sam ciu !
Akan tetapi, suatu keanehan telah dihadapkan oleh Cia It Hok, yang bahkan merupakan sesuatu kekecewaan; sebab seorang yang ditolongnya itu ternyata tak mau memperkenalkan namanya, sebaliknya secara tak langsung orang itu mengatakan bahwa disuatu saat mereka tentu akan bertemu lagi yakni di tempatnya It ci sian Phang Bun Liong. Akan tetapi sekiranya lelaki itu tak berkesempatan memenuhi janjinya, maka Cia It Hok dipersilahkan menanya kepada si jeriji sakti tentang adanya seekor macan di goa naga !
"seekor macan di goa naga . . . ." pikir Cia It Hok didalam hati sambil dia mengawasi kepergian laki laki yarg telah ditolongnya itu, sampai mendadak Cia It Hok menjadi teringat bahwa kemungkinan laki laki yang aneh itu sedang menjalankan suatu tugas yang perlu untuk dia merahasiakan tentang dirinya.
Laki laki bekas orang hukuman itu menguatkan dirinya buat dia menempuh perjalanan kembali ke rumah penginapan. Dia merasa bagaikan sudah kehilangan harga dirinya karena sudah ditolong oleh seseorang yang usianya lebih muda dari dia. Oleh karena itu dia tidak mau ditolong sekali lagi oleh Cia It Hok yang hendak mengantarkan dia sampai di rumah penginapan.
Didekat kamar dara Cin Siao Yan, maka laki laki bekas orang hukuman itu berhenti sebentar, lalu dia membikin jeriji tangannya ke dalam mulutnya buat dia membikin liang pada kertas penutupan daun jendela, dan dia mengintai dara manja itu yang ternyata masih pulas tertidur karena saat itu baru mendekati waktu subuh.
Laki laki bekas orang hukuman itu kemudian memasuki kamarnya dan merebahkan diri. Tenaga dalamnya telah kena gempuran ilmu pek kong ciang, suatu ilmu pukulan udara kosong yang dahsyat, di saat dia justeru bermaksud menghadapi si naga sakti Louw sin Liong buat membalas dendam.
Dalam keadaan yang seperti itu, dia yakin bahwa dia tidak akan sanggup melawan si naga sakti namun dendam yang membara selama 20 tahun tidak boleh dia kesampingkan. Oleh karena itu dia memikirkan suatu daya atau cara buat dia menghadapi orang yang sudah menghianati dirinya. Pagi harinya dara manja Cin Siao Yan menemui laki laki bekas orang hukuman itu dengan muka yang cerah, siap untuk meneruskan perjalanan mereka.
Dara yang biasa berlaku manja itu semalam bermimpi bahwa laki laki teman seperjalanannya telah melakukan pertempuran yang seru melawan bekas jie ceecu Louw Sin Liong, dan pada akhir pertempuran itu si naga sakti dapat dibinasakan, sehingga tunai sudah dendam laki laki teman seperjalanannya itu, yang selanjutnya sempat mendampingi dia dengan muka yang selalu berseri seri, tidak lagi menyimpan duka seperti biasanya.
Sebaliknya kepada Cin Siao Yan tidak diberitahukan oleh laki laki bekas orang hukuman itu tentang pertempurannya semalam, yang mengakibatkan dia menyimpan luka dibagian dalam.
Jilid 5 LAKI-LAKI bekas orang hukuman itu bahkan berusaha bersikap seperti biasa terhadap dara yang manja itu, dan melakukan pembayaran uang sewa kamar, untuk kemudian mereka terus melanjutkan perjalanan mereka, hendak mencapai kota Hong yang.
Adalah ditengah perjalanan itu, Cin Siao Yan mendadak melihat keadaan yang lemah dari laki laki teman seperjalanannya, yang napasnya kelihatan sangat memburu.
Dara yang biasanya berlaku manja itu menghentikan langkah kakinya, dan sebelah tangannya erat erat memegang sebelah tangan laki laki teman seperjalanannya, lalu dia berkata :
"Kau sakit .. . ?" tanya dara manja itu sambil dia menatap muka teman seperjalanannya yang tidak perlihatkan perobahan apa apa hanya pada sepasang matanya yang kelihatan bersinar sayu.
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak segera menjawab. Sebelah tangannya dia gunakan buat memegang kepalanya lalu dia mengangguk dan berkata :
'Aku merasa sedikit demam . ."
"Kita istirahat dulu..." ajak Cin Siao Yan sambil dia meneliti sekitar tempat mereka berada disuatu jalan yang sunyi dan yang tidak terdapat rumah seseorang; akan tetapi di kedua sisi jalan banyak terdapat pohon pohon yang gersang.
Akan tetapi, laki laki bekas orang hukuman itu menggelengkan kepala dan berkata lagi:
"Kita tidak perlu membuang waktu, aku ingin hari ini juga kita tiba ditempat tujuan...."
"Akan tetapi, bagaimana kau bisa tempur dia kalau keadaan kau sedang sakit... ?" kelihatan cemas Cin Siao Yan yang mengawasi.
Sekali lagi laki laki bekas orarg hukuman itu perlihatkan lagak seperti sedang berpikir. padahal dia sedang menahan derita rasa sakit akibat kena pukulan tenaga 'pek kong ciang; sedangkan pada saat itu dia banyak menggunakan tenaga buat melakukan perjalanan.
."Aku, aku pasti dapat mengalahkan dia "akhirnya laki laki bekas orang hukuman itu berkata, sedangkan sepasang matanya yang bersinar seram, mengawasi pedang yang digantung dibagian pinggang sebelah kiri dara yang manja itu; setelah itu dia mengajak Cin Siao Yan membiarkan dara manja itu menuntun sebelah tangan kanannya.
Di lain pihak, si naga sakti Louw Sin Liong sudah cukup lama menempati rumahnya didalam kota Hong yang, sebuah rumah yang cukup besar dan luas yang dihuni bersama isteri dan seorang anaknya, serta beberapa sanak dan para pembantu rumah tangga.
Sejak mengundurkan diri dari persekutuan Ceng liong pang, si naga sakti Louw Sin Liong mencurahkan segala perhatiannya buat memupuk keluarga, tanpa dia menghiraukan segala kejadian dikalangan rimba persilatan, berkat banyaknya pengalaman pahit yang dia hadapi selama dia menjabat kedudukan sebagai jie ceecu dari persekutuan naga hijau.
Touw Sin Liong menetap dikota Hong-yang dengan berusaha menjadi seorang thabib yang mengobati orang orang sakit. Sekali pernah dia kedatangan sang toa toako, bekas kakak seperjuangannya yang menjabat sebagai 'toa ceecu' pada persekutuan Ceng liong pang; dan sang Poei toako ini juga sudah menjauhi diri dari pergaulan kaum rimba persilatan.
Betapapun halnya, kedatangan sang Poei toako itu telah mengakibatkan si naga sakti Louw Sin Liong menjadi terkenang lagi dengan berbagai kejadian tempo dulu, juga mengenai cinta sepihak, yang untuk sekian lamanya dia pupuk, sedangkan orang yarg dia cintai si "burung Hong" yang cantik dan perkasa tetap setia dengan cintanya yang pertama, yakni terhadap si harimau yang tampan yang dikabarkan sudah binasa didalam rumah penjara kaum penjajah.
Sejak terjadinya perpisahan diatas gunung Ceng liong san naga sakti Louw Sin Liong kehilangan jejak si 'burung Hong* yang tetap dia cintai. Adalah sang Poei toako itu yang kemudian datang membawa berita bahwasanya si burung Hong yang cantik dan perkasa telah menjadi seorang biarawati, menemani Tok-pin-nie Bok-lan siancu didalam kuil Cui-gwat am.
Waktu sang Poei toako sudah pamitan, maka si naga sakti Louw Sin Liong minta idzin dari isterinya; karena setelah berpisah lebih dari lima belas tahun lamanya, dia hendak menemui orang yang pernah dia cintai.
Akan tetapi, si naga sakti Louw Sin Liong ternyata tidak berhasil mencapai niatnya yang hendak bertamu dengan si 'burung Hong' yang pernah dia cintai, sebab kuil Cui gwat am tidak menerima kunjungan tamu laki laki; dalam arti kata si 'burung Hong' tidak dibenarkan bertemu dengan kaum pria !
Namun demikian si naga sakti Louw Sin Liong boleh merasa cukup puas, sebab dia dibolehkan berbicara dengan si burung Hong yang pernah dia cintai, yakni dari balik pintu halaman kuil Cui gwat am yang dibuat dari bahan besi tebal.
Nada suara si burung Hong ternyata masih tetap sama seperti dia masih merupakan seorang dara yang cantik, meskipun dari nada suaranya itu si naga sakti Louw Sin Liong mendapat kesan, bahwa sudah hilang sikap perkasa si burung Hong, karena sekian lamanya dia menanggung derita siksa kehilangan orang yang dia cintai.
",., Louw jieko, aku mengucap terima kasih karena kau kesudian menyambangi aku, akan tetapi maafkan bahwa aku harus taat dengan peraturan kuil yang tidak membolehkan aku menemui kau..," demikian antara lain terdengar perkataan si burung Hong dengan nada suara yang merdu, akan tetapi terdengar lemah hilang keperkasaannya.
"Hong moay, sudah lebih dari 15 tahun lamanya kita berpisah, bagaimana dengan keadaan kau,,. ?" Louw Sin Liong lalu ia menanya, dan air matanya berlinang keluar tanpa dia sanggup membendungnya, meskipun sebenarnya dia terkenal sebagai seorang laki laki yang keras hati.
Sejenak suasana menjadi hening oleh karena dari bagian dalam halaman kuil Cui-gwat am tidak terdengar suara jawaban dari si 'burung Hong".
"Aku baik baik saja. Bagaimana dengan kau . .?" balik tanya si "burung Hong" yang sejenak tadi tidak terdengar suaranya.
Mendengar pertanyaan orang yang pernah dirindukan itu, maka sekarang ganti si naga sakti Louw Sin Liong yang tidak mampu segera memberikan jawaban. Mukanya merah, akan tetapi untungnya tidak terlihat oleh si 'burung Hong" yang berdiri dibalik pintu kuil yang tebal kokoh itu.
Si naga sakti Louw Sin Liong merasa malu buat mengakui, bahwa dia sudah menikah dan mempunyai seorang anak lelaki berumur sembilan tahun, akan tetapi akhirnya dia menyadari bahwa tidak seharusnya dia membohongi sang adik yang pernah dia rindukan itu:
"Aku sudah menikah dan mempunyai anak lelaki kz umur 9 tahun . . ." akhirnya dia berkata; terdengar perlahan suaranya.
Dari sebelah halaman dalam kuil itu terdengar si burung Hong menarik napas panjang; setelah itu baru dia berkata lagi :
"Syukurlah kalau begitu semoga kau hidup bahagia selamanya.., . "
"Akan tetapi Hong moay ..." hilang lenyap suara sinaga sakti Louw Sin Liong yang tak mampu meneruskan perkataannya, sedangkan siburung Hong lalu bersuara menyapa karena cukup lama dia menunggu sia sia :
"Tetapi kenapa, Louw jieko ..."'
" Tetapi..." hilang lagi suara sinaga sakti Louw Sin Liong yang tetap tak kuasa meneruskan perkataannya; sedangkan disebelah halaman dalam kuil itu, siburung Hong tetap menunggu.
"Kau tidak sanggup menyebut nama dia, bukankah begitu ... ?" akhirnya terdengar si burung Hong menanya karena untuk yang ke sekian kalinya dia kehilangan suara sang jie ko atau kakak yang ke dua.
Louw Sin Liong manggut tak sadar akan tetapi kemudian dia menyadari bahwa si burung Hong tidak mungkin melihat waktu dia manggut tadi sehingga cepat cepat dia berkata:
"Benar- - dia."
"Andaikata dia masih hidup, ingin benar aku mengucapkan sesuatu kepadanya." si burung Hong memutus perkataan si naga sakti, dan nada suaranya itu terdengar mengandung suatu penyesalan.
'Mengucapkan apa ..,?" Louw Sin Liong menanya dan merasa heran.
"Sebuah pengakuan .. " sahut si burung Hong dari sebelah halaman dalam kuil itu.
"Pengakuan ...?" Louw Sin Liong mengulang perkataan itu tetapi dia merasa heran tidak mengerti.
Untuk sesaat.lamanya hilang lenyap suara si burung Hong dari balik pintu kuil yang tebal kokoh itu, sampai kemudian terdengar dia berkata lagi, dengan suaranya yang terdengar semakin perlahan :
"Pengakuan bahwa aku mengetahui orang yang sudah menghianati dia - - -"
'Hong moay - -kau - - -?"
Dan sekali lagi si burung Hong memutus perkataan si naga sakti :
'Masih, kau ingat dengan usaha kita yang tidak berhasil menolong dia - - -?"
'Mengapa tidak - - - " sahut Louw Sin Liong cepat, sedangkan hatinya berdebar keras, dan terbayang lagi dia dengan kejadian tempo dulu.
Waktu itu pangcu tidak menyetujui niat mereka berdua yang hendak berusaha menoIong si 'harimau' yang tampan, oleh karena pangcu berpendapat tembok penjara sangat tinggi dan penjagaan dilakukan dengan sangat ketat sekali. Lebih dari seribu orang tentara yang dipimpin oleh seorang perwira bangsa asing yang banyak pengalamannya serta tujuh puluh dua orang anggota "kim sie-wie" yang terdiri dari kaum penghianat bangsa yang kesudian mengabdi pada kaum penjajah.
Akan tetapi niat siburung Hong yang hendak menolong kekasihnya tak dapat dibendung. Dia tetap mengajak sinaga sakti Louw Sin Liong; dan mereka pergi tanpa idzin dan tanpa setahu pangcu Ceng liong pang yang menjadi ayah siburung Hong.
Mereka berdua melakukan perjalanan yang cepat tanpa mengenal lelah dan tanpa mengenal waktu. Memang benar tembok penjara sangat tinggi dan dijaga sangat ketat oleh pihak tentara bangsa Mongolia.
Keduanya pandai ilmu "pek hou you chong' atau 'cecak merayap ditembok"; akan tetapi mereka berdua merasa yakin bahwa mereka tak akan sanggup mencapai dibagian tertinggi dari tembok penjara itu !
Si Dewi burung Hong yang cantik dan perkasa tidak habis daya. Dia menyiapkan empat utas tambang yang bagian ujungnya dia ikat memakai besi runcing seperti mata tombak. Dengan masing masing membekal dua utas tambang yang cukup panjang itu, mereka mulai memanjat tembok penjara. Keduanya berhasil mencapai bagian teratas dengan bantuan tambang tambang yang mereka gunakan buat merambat, akan tetapi kedatangan mereka cepat diketahui sehingga mereka harus melakukan pertempuran yang maha hebat.
Seingat si naga sakti Louw Sin Liong, seumur hidup baru pernah dia mengalami pertempuran yang seberat itu dan yang terbanyak dia membunuh jiwa manusia !
Keduanya terpaksa berusaha menyingkir sebelum berhasil mencapai niat mereka. Dalam usaha menuruni tembok penjara yang tinggi itu, tambang yang dipakai oleh siburung Hong kena dibacok putus oleh pihak musuh sehingga tubuh siburung Hong meluncur jatuh tidak berdaya. Untung bahwa si naga sakti Louw Sin Liong sudah lebih dulu tiba dibawah, sehingga si naga sakti ini berhasil menyanggah tubuh siburung Hong yang nyaris terbanting jatuh !
"Alangkah terkutuknya hidup ini kalau kita menyimpan dosa,,, deritaku barangkali lebih berat kalau dibanding dengan penderitaannya yang berada didalam rumah penjara,,." terdengar si burung Hong berkata seperti dia bicara pada dirinya sendiri.
"Akan tetapi, dia sekarang sudah mati,,," tukas si naga sakti yang mendengarkan kata kata si burung Hong bagaikan orang yang meratap.
"Ya, dia sudah mati. Justeru dia sudah mati maka dia bebas dari derita dan siksa,,," terdengar si burung Hong berkata lagi, dari balik daun pintu kuil yang tebal-kokoh itu.
Si naga sakti Louw Sin liong belum sempat mengucap apa apa ketika dia didahului oleh suara didalam kuil yang memanggil si burung Hong; sehingga cepat cepat si burung Hong berkata lagi kepada sang kakak yang kedua itu: "Louw jieko, maaf sebab aku dipanggil suhu. Kesempatan untuk kita bicara sudah habis. Aku ucapkan sekali lagi agar kau hidup bahagia mendampingi keluarga?"
Suara langkah kaki si burung Hong terdengar memasuki bagian dalam kuil itu dan si naga sakti Louw Sin Liong tak kuasa mencegah, langkah kaki si naga sakti kemudian lemah tidak bersemangat waktu dia meninggalkan kuil Ciu gwat am.
Dan hari itu, si naga sakti Louw Sin Liong sedang tidur siang ketika dia diberitahukan tentang kedatangan sepasang tamu lelaki dan perempuan. Dia menjadi sangat terkejut karena dia baru saja memimpikan kedatangan si burung Hong bersama kekasihnya. Sepasang insan itu datang dengan muka berseri seri. Saling memadu kasih, seperti dua puluh tahun yang lalu !
Si naga sakti Louw Sin Liong kemudian tenangkan hatinya, melupakan mimpinya buat dia menghadapi kenyataan, bahwa pada saat itu dia kedatangan dua orang tamu laki laki dan perempuan, dan tamu tamu itu katanya bersikap aneh dan tidak mau masuk menunggu di ruang tamu, akan tetapi berdiri di haIaman menunggu dia keluar.
Sekali lagi si naga sakti Louw Sin Liong menjadi terkejut, waktu dia sudah berhadapan dengan kedua tamunya itu sebab tamu yang laki laki itu adalah . . .
*Kau .!" kata si naga sakti Louw Sin Liong yang merasa ragu ragu, terlebih waktu dilihatnya tamu yang perempuan itu bukannya si burung Hong.
*Ha ha ha ! agaknya waktu duapuluh tahun cukup lama buat kau melupakan aku . . !' kata laki laki bekas orang hukuman itu dengan tawanya yang khas, yang sekaligus telah menghilangkan keraguan si naga sakti Louw Sin Liong.
"Sam tee, kau I" seru si naga sakti dengan muka girang; lalu dia bergegas hendak mendekati dengan sepasang lengan membuka lebar bagaikan orang yang hendak merangkul. Secepat yang dia masih mampu melakukan laki laki bekas orang hukuman itu menarik keluar pedang yang berada dipinggang Cin Siao Yan, siap buat dia menikam Louw Sin Liong!
Sebagaimana layaknya orang yang memiliki ilmu tinggi, si naga sakti Louw Sin Liong langsung menunda langkah kakinya, tepat lagi beberapa senti pedang yang tajam itu membenam ditubuhnya!
'Sam tee kau . .!' kata si naga sakti Louw Sin Liong yang menjadi gugup dan perlihatkan muka heran.
'Ha ha ha! masih ada muka buat kau sebut aku sebagai Sam tee ... ?" laki laki bekas orang hukuman itu berkata dan langsung mengulang tikaman pedangnya yang tadi tertunda.
Si naga sakti Louw Sin Liong lompat mundur akan tetapi sekali lagi dia harus lompat menyamping dan masih beberapa kali dia harus berusaha menghindar karena sang adik yang ketiga masih terus mengulang serangannya.
'Hm! kau keluarkan ilmu "yu liong sin jiauw', aku siap menghadapinya...,!" seru laki laki bekas orang hukuman itu, yang terpaksa menunda serangannya buat dia memperbaiki napasnya; setelah beberapa kali tidak berhasil menikam.
( "yu liong sin jiauw" - ilmu cakar maut naga sakti; suatu ilmu yang khas dimiliki oleh Louw Sin Liong )
Sementara itu si naga sakti Louw Sin Liong masih tetap perlihatkan muka heran. Dan dia menjadi lebih heran lagi karena menghadapi serangan serangan sang adik yang ketiga, yang meskipun dapat mengakibatkan maut, akan tetapi geraknya agak lambat sehingga tidak sukar buat dia menghindar. Maka terpikir oleh si naga sakti Louw Sin Liong, bahwa sang adik yang ketiga itu tentunya habis mengalami siksa didalam rumah penjara, sehingga kesaktiannya hilang atau berkurang banyak.
"Sam tee, mengapa kau serang aku,,,"'' si naga sakti Louw Sin Liong masih berusaha bicara dan menanya.
Laki laki bekas orang hukuman itu mengawasi dengan sinar mata menyala karena menyimpan dendam, akan tetapi nyala itu bagaikan redup dimata sang kakak yang tinggi ilmunya:
"Hm ! Kau masih mencoba bersandiwara " Kau hianati aku sehingga duapuluh tahun lamanya aku harus menderita didalam rumah penjara, akan tetapi ternyata Tuhan berlaku adil dan memberikan kesempatan buat aku berhadapan lagi dengan kau....!"
Jelas bagi si naga sakti Louw Sin Liong bahwa sang adik yang ketiga telah menuduh dia sebagai si penghianat. Segera dia teringat lagi dengan perkataan si burung Hong yang katanya hendak memberitahukan sesuatu, kalau dia sempat bertemu dengan sang adik yang ketiga ini, sehingga sekilas Louw Sin Liong menganggap si burung Hong telah pula bertemu dan telah bicara dengan sang adik yang ketiga ini. Akan tetapi kenapa dia yang dituduh menjadi penghianat "
"Sam-tee, apakah kau sudah bertemu dengan Hong moay ....?"
Laki-laki bekas orang hukuman itu sebenarnya sudah siap hendak menggunakan sisa tenaganya, buat dia menyerang sang kakak kedua dengan ilmu houw jiauw kang akan tetapi dia membatalkan niatnya waktu itu dia mendengar disebutnya si burung Hong yang menjadi kekasihnya.
'Apakah dia masih hidup?" dia menanya, sedangkan pada sepasang matanya kelihatan mulai ada butir butir yang membasah.
Mendengar pertanyaan ini, maka si naga sakti Louw Sin Liong yakin bahwa sang adik yang ketiga belum bertemu dengan si burung Hong. Dia manggut akan tetapi sepasang matanya tetap mengawasi sang adik yang ketiga itu.
"Tadi kau menuduh aku telah menghianati kau, sehingga kau ditangkap dan menderita didalam rumah penjara. Aku dapat memahami dendam yang membara didalam lubuk hatimu, samtee ; sebab dahulu pernah kita terlibat dalam cinta segitiga. Akan tetapi setelah aku mengetahui bahwa Hong moay memilih kau, maka aku merelakan dan mendoakan kalian hidup bahagia. Aku dan Hong moay pernah berusaha menolong kau akan tetapi pada percobaan yang pertama itu kami gagal, dan kami tak sempat mengulang lagi sebab kami mendapat berita kau sudah binasa. Andaikata kami mengetahui kau masih hidup, sudah tentu kami akan berusaha terus buat menolong kau . ."
Si naga sakti Louw Sin Liong menghentikan sebentar perkataannya, akan tetapi perhatiannya tidak lepas dari sang adik yang ketiga dan waktu sang adik yang ketiga hendak mengucap sesuatu perkataan, maka dia mencegah dan meneruskan bicara :
"...aku baru saja membayangi Hong moay dikuil Cui gwat am, Entah mengapa, dia hendak memberitahukan kau tentang si penghianat, andaikata dia sempat bertemu dengan kau . ."
''Hong moay dikuil Cui gwat am " Hong moay tahu siapa yang menghianati aku... ?" kata laki laki bekas orang hukuman itu bagaikan pada dirinya sendiri sementara sebelah tangannya sedang mencari cari dinding buat dia menahan tubuhnya yang terasa tidak bertenaga sehingga Cin Siao Yan yang sejak tadi berdiri diam dengan sikap waspada, cepat cepat mendekati dan menolong.
"sam tee, kau sedang sakit. Mari istirahat didalam. " kata si naga sakti Louw Sin liong yang ikut mendekati dan ikut membantu memegang sang adik yang ketiga itu. Laki laki bekas orang hukuman itu tidak menyahut, akan tetapi dia membiarkan waktu dara Cin Siao Yan membimbing dia mengajak masuk, dibantu oleh si naga sakti Louw Sin Liong menuju keruang tamu, sementara didalam hati dia mulai mempercayai bahwa bukan sang kakak kedua yang menghianati dia, sebab kalau benar si penghianat itu adalah si naga sakti, maka saat itu tidak sukar buat dia binasakan, karena si naga sakti sudah mengetahui dia sedang dalam keadaan sakit.
Sementara itu Louw Sin Liong mengajak kedua tamunya kedalam ruangan khusus yang biasa dia pakai buat memeriksa orang sakit.
"Sam tee, aku akan mengobati kau dulu; setelah itu kita bicara lagi . ." kata si naga sakti Louw Sin Liong: dan waktu sang adik yang ketiga membiarkan dia menggantikan Cin Siao Yan, maka dia yang menuntun mengajak sang adik yang ketiga memasuki ruang periksa, sementara Cin Siao Yan tidak ikut masuk, akan tetapi dia menunggu dengan sikap waspada siap menghadapi segala kemungkinan dan mempertaruhkan nyawa buat melindungi laki laki bekas orang hukuman itu.
Laki laki bekas orang hukuman itu membiarkan dirinya direbahkan diatas dipan yang biasanya dipakai untuk memeriksa orang sakit, dan membiarkan juga waktu sebagian pakaiannya dibuka, yang menyebabkan si naga sakti Louw Sin Liong menjadi sangat terkejut, waktu dia melihat bagian dada sang adik yang ketiga itu :
"Sam tee. kau luka kena... "
"Pukulan tenaga 'Pek kong ciang".. ." sahut sang adik yang ketiga itu; lalu dengan secara singkat dia menceritakan tentang pertempuran melawan si malaikat maut yang ke empat dan yang ke sepuluh.
"Ah ! pada mulanya aku sangka kau sakit karena siksa didalam rumah penjara: kemudian waktu melihat luka ini, aku menyangka kau berkelahi dengan pangcu karena kau menuduh pangcu yang menghianati kau..."
"Kau tahu dimana pangcu.. . ?" laki-laki bekas orang hukuman itu menanya.
'"Tidak!" sahut si naga sakti singkat.
"Aku juga heran, mengapa si malaikat maut memiliki ilmu yang mirip dengan yang dimiliki oleh pangcu ." gumam laki laki bekas orang hukuman itu yang jadi teringat dengan pengalaman waktu dia bertempur sementara si naga sakti Louw Sin Liong dengan cermat sedang menusuki memakai beberapa batang jarum pada beberapa bagian tubuh sang adik yang ketiga, lalu dia keluar dari dalam rumah buat memanggil dan memerintahkan pembantunya memasak obat sedangkan waktu Cin Siao Yan hendak masuk buat melihat keadaan laki laki teman seperjalanannya, maka si naga sakti Louw Sin Liong melarang meminta dara yang biasa berlaku manja itu bersabar menunggu.
Si naga sakti Louw Sin Liong kemudian menemui sang adik yang ketiga yang masih rebah dengan beberapa batang jarum yang menempel ditubuhnya dan si naga sakti Louw Sin Liong kemudian memberikan 3 butir obat pulung kepada sang adik yang ketiga setelah jarum jarum itu dicabut sambil dia berkata:
"Sam tee, obat pulung ini aku bikin berdasarkan petunjuk dari suhu, Kau minum sekaligus buat memulihkan tenaga dalam yang sudah kena gempur.,.,"
Laki laki bekas orang hukuman itu menerima dan diminumnya obat itu dengan air teh yang juga telah diberikan oleh si naga sakti Louw Sin Liong, sambil dia mengenangkan kejadian dan saat saat tempo dulu mereka sama sama belajar ilmu silat dan hampir saja dia harus berkelahi dengan sang kakak seperguruan yang sekaligus menjadi kakak seperjuangannya, melulu sebab mereka mengalami masalah cinta segitiga.
"Louw jieko kau tadi berjanji hendak menceritakan keterangan tentang Hong moay?" kata lelaki bekas orang hukuman itu sehabis dia terbenam dalam lamunan.
'Baik - - ' Sahut Louw Sin Liong; akan tetapi terlebih dahulu dia mengajak sang adik yang ketiga keluar menemui dara manja Cin Siao Yan yang sedang menunggu cemas; sehingga dara manja itu jadi berseri seri, ketika melihat keadaan teman seperjalanannya yang sudah mulai pulih kesehatannya.
'Heran, Hong moay tahu siapa yang menghianati aku; akan tetapi mengapa dia tak bertindak meskipun aku sedang didalam penjara ... ?" gumam lelaki bekas orang hukuman itu, setelah sinaga sakti menceritakan tentang perbicaraannya dengan si burung Hong.
"Mungkin maksud Hong moay dia hendak mengatakan langsung kepada kau buat bersama sama menghadapi si penghianat itu " " kata sinaga sakti Louw Sin Liong.
'Apakah mungkin dia"."lelaki bekas orang hukuman itu menanya seperti kepada dirinya sendiri.
'Dia siapa, maksud kau . . . ' Cin Siao Yan ikut bicara dan menanya.
"Poei toako . . . " sahut lelaki bekas orang hukuman itu bagaikan tanpa menyadari.
"Aku tak pernah mencurigai dia waktu dia datang kepadaku. Mungkin oleh karena saat itu aku menduga kau sudah binasa . " kata sinaga sakti Louw Sin Liong dengan pikiran yang melayang memikirkan beberapa kejadian buat dirangkaikan dalam menghadapi masalah sang adik yang ketiga itu.
"Kalau benar maksud Hong moay bahwa Poei toako yang telah berhianat maka Hong moay menganggap bahwa kita harus bergabung buat menghadapi ilmu yang dimiliki oleh Poei toako, dari itu Hong moay hendak mengatakan langsung kepadaku andaikata aku tidak binasa." Laki laki bekas orang hukuman itu yang berkata lagi, tetap seperti dia bicara dengan dirinya sendiri.
"Benar. Dulu juga waktu berlatih, hanya dengan bergabung, kita si naga, si harimau dan si burung Hong baru dapat mengalahkan Poei toako,,," sahut si naga sakti bagaikan baru teringat dengan kejadian tempo dulu; dan seperti baru menyadari arti maksud perkataan si burung Hong.
"Liong houw hong sam kiat,,." gumam dara manja Cin Siao Yan seorang diri; namun cukup didengar oleh kedua laki laki yang duduk dekat dia, dan kedua laki laki itu kelihatan bersenyum saling mengawasi, sebab apa yang dikatakan oleh dara manja itu memang benar benar terjadi tempo dulu, si naga, si harimau dan si burung Hong merajalela dikalangan rimba persilatan, sehingga dikenal dengan nama 'Liong houw hong sam kiat', atau tiga pendekar, si naga, harimau dan burung Hong. "Eh kau belum kenalkan aku dengan siao kouwnio ini ." tiba tiba kata si naga sakti Louw Sin Liong kepada adik yang ketiga itu.
"Siao kouwnio " apakah kau anggap aku anak kecil . ?" sahut dara manja Cin Siao Yan mendahului laki laki teman seperjalanannya; dengan sepasang mata kelihatan membentang lebar.
Laki laki bekas orang hukuman itu tertawa, disusul oleh naga sakti Louw Sin Liong yang semula kelihatan terpesona; sedangkan dara manja itu tambah melotot akan tetapi dia merasa bangga waktu kemudian dia perkenalkan sebagai adik sepupu dari Ang-ie liehiap Lee Su Nio berdua Lee Kou Cen yang terkenal gagah perkasa.
Si naga sakti Louw Sin Liong kemudian mengajak kedua tamunya untuk diperkenalkan kepada isteri dan semua keluarganya, serta memerintahkan orangnya buat menyediakan dua kamar tidur buat kedua tamunya menginap.
Malam harinya kakak beradik itu mengobrol sepanjang malam, dan si naga sakti Louw Sin Liong pergunakan kesempatan itu sekali lagi buat dia memeriksa kesehatan sang adik yang ketiga, sampai kemudian si naga sakti Louw Sin Liong bahkan telah menyalurkan tenaga dalamnya buat memulihkan tenaga dalam sang adik.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terharu, sampai titik air matanya berlinang. Andaikata dia tidak kena gempur tenaga pek kong ciang, kemungkinan dia sudah membunuh sang kakak yang kedua itu berkenaan dengan dendamnya yang membara, yang sudah dia pendam selama dua puluh tahun.
Sementara itu, hatinya tak sabar menunggu datangnya sang pagi, untuk dia berusaha hendak menemui sang kekasih, si burung Hong yang katanya sudah menjadi biarawati, atau pendeta perempuan dikuil Cui gwat am yang terkenal tak menerima kedatangan tamu laki laki.
Adalah menjadi hasrat hatinya bahwa si burung Hong akan mau untuk menemui dia, meskipun harus melanggar peraturan kuil Cui gwat am yang tidak membolehkan para penghuninya bertemu dengan kaum laki laki, dan bahkan kuil itu selalu ditutup rapat dan tidak sembarangan dibuka pintunya. Laki laki bekas orang hukuman itu teringat dengan kebiasaan dan ketabahan hati si burung Hong yang menjadi kekasihnya. Kalau si burung Hong sudah menentukan pikiran dan pilihan hatinya, maka tak segan segan si burung Hong menentang ayahnya yang menjadi pangcu Ceng liong pang, sehingga bukanlah tidak mungkin bahwa sekarang si burung Hong akan mau melepaskan kain kerudung penutup kepalanya, bahkan melepas pakaian pendetanya, kalau sang kekasih itu sudah menentukan pilihan untuk hidup bersama dia, berkumpul memupuk keluarga setelah mereka hadapi sang Poei toako untuk melepas dendam !
Esok paginya si naga sakti Louw Sin Liong menemui sang adik yang ketiga itu, yang ternyata sudah siap sedia menunggu buat diantar ke kuil Cui gwat am, untuk mengundang si burung Hong yang menjadi kekasihnya. Kedua laki laki itu kemudian minta diri kepada isterinya Louw Sin Liong, yang saat itu sedang berada bersama sama Cin Siao Yan.
Sejenak laki laki bekas orang hukuman itu berdiri ragu ragu waktu pandangan matanya bertemu dengan dara yang biasanya berlaku manja itu yang juga sedang mengawasi dia.
"Kau tidak ikut ?" akhirnya tanya laki-laki bekas orang hukuman itu dengan suara yang terdengar perlahan.
"Mengapa aku harus ikut dengan orang yang hendak mengunjungi pacar" Apakah kau anggap aku senang menonton orang memadu kasih, ... ?" sahut Cin Siao Yan bersungut.
Louw nay nay, isterinya si naga sakti Louw Sin Liong menjadi berdiri terpesona waktu mendengar perkataan dara manja itu, sedangkan laki laki bekas orang hukuman itu jadi menunduk malu. Untung baginya, sang kakak kedua cepat cepat menarik sebelah lengannya buat diajak lari.
Cinta itu memang indah bagi orang yang dapat memupuknya akan tetapi cinta akan merupakan derita bagi yang gagal melaksanakannya !
Entah sudah beberapa kali siburung Hong bermimpi tentang cinta selama hidupnya. Bahkan setelah dia hidup sebagai seorang biarawati masih tak kuasa dia mengenyahkan mimpi tentang cinta itu, baik mengenai cinta yang indah maupun cinta yang membawa derita seperti yang dia alami.
('alangkah kejamnya hidup ini - '), dan keluhan semacam itu sudah berulangkali dia ucapkan didalam hati.
Beberapa waktu yang lalu. Bok lan siancu biarawati tua usia yang sakti dan hanya memiliki sebelah lengan, lagi lagi telah menerima seorang murid baru, seorang perempuan muda bernama Liong Cie In, yang sudah ganti nama menjadi Cie in suthay setelah ganti pakaian memakai jubah seorang biarawati.
Bagaikan sudah menjadi kehendak sarg Buddha, maka Tok pinnie Bok lan siancu bagaikan menjadi wadah tempat menampung dara dara yang patah hati mengalami korban kegagalan cinta, yang kemudian memilih kehidupan sebagai seorang pendeta perempuan. Cie in suthay atau yang tadinya bernama Liong Cie In adalah seorang dara yang mahir ilmu silatnya, sering kali dia berkelana dalam rimba persilatan, sampai dia berkenalan dan memadu kasih dengan seorang lelaki bernama Tan Sun Hian, si pendekar tanpa bayangan. Akan tetapi kisah kasihnya berkesudahan kandas ketika dia mengetahui bahwa lelaki yang dia cintai sudah beristeri dan mempunyai anak satu !
'Lelaki yang kejam . ." kata si burung Hong dengan sepasang mata bersinar marah, sejenak dia terluka dengan kedukaannya selaku seorang biarawati yang usianya sudah lebih tua dari Cie in suthay. Ketika pada saat berikutnya dia sudah tersadar, maka lantas saja cepat cepat si burung Hong memuji nama sang dewata dan menghitung butiran biji biji bunga tasbih yang mengalungi lehernya, sambil mulutnya komat kamit tak hentinya menyebut 'o mi to hud'
"Ada satu cerita mengenai suhu,,,"kata Cie in suthay sambil dia memaksa diri buat bersenyum.
"," bahwa suhu pernah mengalami kekecewaan karena kegagalan cinta..." sahut siburung Hong yang jadi ikut bersenyum.
'., lalu suhu memilih kehidupan sebagai seorang biarawati buat mendekati sang Budha,," Cie in suthay melengkapi perkataan mereka.
Dan diluar dugaan setelah sekian lamanya saling berpisah; hari itu dia kedatangan sang kakak yang kedua, si naga sakti Louw Sin Liong.
Berbagai kenangan lama kembali membayang dekat mata si burung Hong setelah sang kakak yang kedua itu pergi meninggalkan dia.
Dia cukup mengetahui, betapa sang kakak yang kedua itu sangat menyintai dia; akan tetapi dia sudah bertekad menentukan pilihan hatinya, terhadap si macan-terbang yang tampan dan gagah.
Waktu kemudian terjadi peristiwa sang kekasih ditangkap musuh dan terdengar berita sudah binasa, si kakak yang kedua pernah memberanikan diri menyatakan kesediaan menampung hati si burung Hong yang luka; akan tetapi si burung Hong berkata :
' Louw jieko, seorang perempuan sejati tidak mau memiliki dua laki-laki. ."
"Akan tetapi kalian belum menikah. . ." si naga sakti Louw Sin Liong membantah.
"Walaupun benar kami belum menikah, akan tetapi kami sudah saling bersumpah setia; dan semua cintaku sudah kuberikan kepada dia....."sahut si burung Hong waktu itu.
Cinta si naga sakti Louw Sin Liong terhadap siburung Hong ternyata adalah cinta yang murni. Dia tidak lagi memaksa sebaliknya dia selalu berusaha menghibur siburung Hong, sampai keduanya kemudian berpisah.
"Su ci, kau telah terdampar oleh gelombang dua macam cinta... " kata Cie in suthay ketika pada suatu hari mereka sempat bertukar kata; dan Cie in suthay menyambung perkataannya ;
" . ., dan kau sudah memilih mengorbankan cinta kau terhadap . . "
"Aku tidak menyesal dengan pengorbanan yang sudah aku lakukan akan tetapi aku menyesal karena aku telah melukai hatinya dan cinta kasihnya terhadap aku ... " Sahut si burung Hong yang memutus perkataan Cie-in suthay; dan selekas itu juga air matanya mengalir membasahi mukanya.
Sejenak keduanya saling terdiam tidak bersuara, dan keduanya saling mengenangkan luka hati mereka: sampai kemudian si burung Hong yang berkata lagi :
'Untung sekarang dia sudah mati, sehingga dia bebas dari derita dan dia tidak tahu. bahwa aku melukai hatinya ; sebaliknya aku.."
"Akan tetapi andaikata dia belum mati, dia tentu lebih menderita dari kau, apalagi kalau dia mengetahui bahwa kau..," tiba tiba Cie in suthay menghentikan kalimat perkataannya, karena si burung Hong mengawasi dia dengan sepasang mata bersinar redup bagaikan api pelita yang kekurangan minyak.
'"Dia pasti lebih menderita dari aku.' kata si burung Hong dengan suara perlahan, bagaikan dia mengulang perkataan Cie in suthay dan dia menyambung lagi perkataannya.
'...dia bahkan menyimpan dendam yang membara terhadap orang yang menghianati dia disamping luka hatinya karena cintanya yang kandas. Apakah aku harus menambahkan lagi deritanya itu, aku benar benar tak berani mengharapkan dia masih hidup.,.."
"Suci, kau hanya mendengar berita yang mengatakan bahwa sudah binasa didalam rumah penjara, dan kau bahkan tidak melihat keadaannya meskipun hanya jenazahnya. Bagiku aku pantang menerima keyakinan sebelum aku melihat dan menghadapi kenyataan... "
Si burung Hong menjadi terisak menangis, tak kuasa dia menahan diri; dan Cie in suthay jadi menunda perkataannya merangkul dan menghibur sampai dilain saat si burung Hong yang berkata lagi :
"Sumoay, mengapa tidak sejak dulu aku kenal kau . . . ?" demikian kata si burung Hong didalam rangkulan Cie in suthay.
Cie in suthay membelai rambut si burung Hong yang dibiarkan lepas terurai kebagian belakang, sebab mereka sedang bebas tugas dan melepas kain penutup kepala.
Rambut itu kelihatan tetap indah, akan tetapi sudah banyak kelihatan yang putih meskipun belum waktunya, menandakan banyaknya derita yang dialami oleh si burung Hong.
'Suci, sang Buddha mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang terlambat didalam dunia ini, buat kita menebus segala dosa. . . ." terdengar Cie in suthay yang berkata lagi.
"Sumoay, oh, sumoay - " cuma itu si burung Hong sanggup bersuara, dan Cie in suthay yang lalu berkata lagi :
'Suci, agama kita mengajarkan supaya kita bebas dari rasa benci dan dendam. Aku bukan menganjurkan supaya dia berkesempatan untuk membalas dendam sebab adalah menjadi hak dia buat tetap menyimpan dendam, atau mau dia menyudahi urusan lama yang mengakibatkan dia jadi menderita. Akan tetapi kau harus mengatakan hal yang sebenarnya, kalau kau mendapat kesempatan buat melakukannya - - "
"Sumoay, aku akan mengatakan, akan kukatakan kepadanya. Terserah, apakah dia mau menyudahi atau . . . "
Akan tetapi benarkah dia masih hidup" akan adakah kesempatan buat dia mengatakan hal yang sebenarnya seperti yang dia akui dihadapan Cie in suthay "
Dan pagi itu dia menjadi sangat terkejut sampai kedua lututnya jadi gemetar; waktu dia diberitahukan tentang kedatangannya sang kakak yang kedua, dengan membawa laki laki yang dianggap sudah binasa !
Cukup lama dia berdiri diam bagaikan patung, yang tidak bergerak, dan tanpa dia mampu mengucap apa apa.
"Suci, sekarang datang saatnya buat kau pergunakan kesempatan itu. Lekas kau keluar selagi suhu kebenaran sedang pergi ..." kata Cie in suthay yang kebenaran sedang mendampingi si burung Hong.
( ooO X dwkzXhend X Ooo )
ANGIN PAGI sepoi sepoi meniup membawa hawa pegunungan yang segar, dan sepasang insan laki laki dan perempuan saling menukar kata dengan nada suara penuh rasa kasih dan sayang, namun bercampur dengan suasana yang mengharukan.
Mereka adalah si macan terbang, laki laki bekas orang hukuman yang sedang saling tukar menukar kata kata dengan kekasihnya, si burung Hong. Akan tetapi keadaan mereka saling tidak dapat menukar pandang sebab dirintang oleh tembok halaman dan pintu kuil Cui gwat am yang dibikin dari bahan besi yang tebal dan kokoh.
Si naga sakti Louw Sin Liong yang ikut mengantar, karena hendak ikut mendengarkan tentang orang yang sudah menghianati sang adik yang ketiga seperti janji si burung Hong, ternyata harus mengundurkan diri, menunggu ditempat yang agak jauh terpisah karena yang didengarnya adalah kata kata memadu kasih antara adik yang ke tiga dengan si burung Hong, seperti tempo dulu waktu mereka masih muda dan masih berkumpul di atas gunung Ceng liong san.
" . . . Sam ko, kau masih disitu . . . ?" terdengar antara lain si burung Hong menanya; dari sebelah dalam kuil; setelah keduanya hening sejenak.
"Hong moay, marilah kau kembali kepadaku, kita menyambung sisa hidup dan kita memupuk keluarga.," sahut si macan terbang yang biasanya berhati tabah dan bersikap gagah perkasa akan tetapi yang pada waktu itu bersuara lemah seperti sedang berputus-asa.
Sekali lagi hilang lenyap suara mereka, sebab si macan terbang sia sia menunggu jawaban kekasihnya.
"Hong-moay, masihkah kau disitu . . .?" akhirnya tanya si macan terbang merasa takut kehilangan kekasihnya, meskipun hanya suaranya.
"Sam-ko ...!"
Cuma itu dan hening lagi. Sampai sesaat kemudian si macan terbang berseru lagi : 'Hong moay, kau . . ."
Akan tetapi, bertepatan pada saat itu siburung Hong justeru terdengar berkata, sehingga buru buru si macan terbang menunda bicara dan memasang telinga untuk mendengarkan suara kekasihnya :
"Sam ko duapuluh tahun kau menderita dirumah penjara, tahukah kau bahwa aku juga menderita " bahkan mungkin lebih menderita . . . ?"
"Tentu. Aku tahu dan aku menyadari cinta kasih kau dari itu marilah kau kembali kepadaku. Marilah kita sama sama menghadapi orang she Poei itu buat kita melepas dendam kita..."
"Sam ko! jangan kau sembarang menuduh orang.," terdengar kata siburung Hong dengan nada suara kaget, dan dia memutus perkataan si macan terbang.
"Hong moay, apakah bukan?" tak kuasa si macan terbang melengkapi perkataannya, dan selekas itu juga didengarnya kekasihnya ganti bicara.
'Poei toako tidak bersalah. Jangan kau sembarang menuduh dia. ."
Si macan terbang tertegun tidak dapat berkata kata. Mula pertama dia menduga pada perbuatannya sitangan beracun Yang Cong Loei, kemudian tuduhannya pindah dan dia-mencurigai sang kakak kedua si naga sakti Louw Sin Liong sampai akhirnya dia dan kakaknya yang kedua itu langsung menuduh bahwa sang Poei toako yang telah berhianat, sebab mereka menduga siburung Hong bermaksud hendak sama sama menghadapi sang Poei toako yang perkasa.
Akan tetapi sekarang "
Sekarang dia mendengar dari kekasihnya bahwa sang Poei toako itu tak bersalah! Jadi siapa lagi yang harus dia curigai "
"Hong moay aku justru menduga kau mengetahui siapa gerangan sipenghianat itu . . ." akhirnya simacan terbang berkata :
Suasana lagi lagi menjadi hening. Tak ada yang mengucapkan kata kata. Sangat disayangkan bahwa pada saat itu simacan terbang tidak dapat melihat keadaan kekasihnya pada hal waktu itu muka siburung Hong kelihatan pucat hampa, banjir dengan air mata; selagi dia mendengar sang kekasih menyebut istilah 'penghianat*.
'Penghianat.... !" akhirnya siburung Hong mengulang menyebut istilah itu, dengan bibir bibir yang gemetar; akan tetapi tidak dilihat oleh si macan terbang, dan si macan terbang tidak mengerti dengan segala maksud si burung Hong yang mengulang menyebut istilah penghianat itu.
"Hong moay, siapakah si penghianat itu .?" si macan terbang bahkan mengajukan pertanyaan, dan dibalik pintu kuil yang kokoh-kuat itu, si burung Hong menutup sepasang daun telinganya memakai kedua telapak tangannya. Sangat erat dia menutup, sampai kedua lengannya ikut jadi gemetar, juga bibir-bibirnya masih kelihatan gemetar.
'Sam ko . . " begitu mengharukan terdengar suara si burung Hong.
"Hong moay . . " sahut si macan terbang dengan nada suara yang tetap terdengar mesra, penuh rasa kasih dan sayang, seperti dulu !
"Tidak dapatkah kau lupakan dendam itu..?" kata si burung Hong memaksa diri, yang mengakibatkan suasana menjadi hening lagi.
'Sam-ko . . .' si burung Hong menyapa bagaikan hendak mengulang pertanyaannya tadi. 'Mungkinkah itu . - . ?" akhirnya sahut si macan terbang, dan nada suaranya lebih mirip dia menanya pada dirinya sendiri.
"Itulah kau seperti kau adanya ..." terdengar Iagi suara si burung Hong dari balik pintu kuil dan dia menyambung perkataannya ;
" . . . aku sudah kenal kau dan aku bangga dengan kau. Kau laki-laki yang berjiwa jantan, berhati keras seperti baja. Akan tetapi bagaimana andaikata si penghianat itu sudah mati .,.?"
"Dan kusudahi dendamku. Aku merasa tidak tempatnya aku mengalihkan dendam itu kepada sanak keluarga atau .., "
"Ha ha-ha.. !" tawa si burung Hong, tawa yang tidak wajar dan tidak pada waktunya, sehingga dibalik pintu kuil yang tebal itu si macan terbang merasa tidak mengerti dan menghentikan perkataannya yang belum lengkap, lalu didengarnya sang kekasih itu berkata lagi ;
",...kau adalah seorang ksatrya. Kuharap kau tidak mengingkari perkataan kau.,,!"
"Hong moay ., . " si macan terbang memutus perkataan si burung Hong, namun siburung Hong memaksa bicara terus ;
"Ketahuilah olehmu, sayang, bahwa si penghianat itu adalah aku. Akulah yang mendatangi dan mengancam si pejabat pemerintah kota Hang cu supaya menangkap kau, dan aku bahkan sengaja memakai tutup kepala serta memakai sarung tangan seperti miliknya Yang Cong Loei supaya orang tidak menduga diriku...."
Barangkali, kalau ada suara petir yang datang menyambar ; tidak akan si macan terbang kaget seperti dia mendengar pengakuan kekasihnya itu. Kemudian dia menjadi lebihi kaget lagi ketika ia mendengar bunyi suara sesuatu yang membentur tembok halaman kuil Cui gwat am, menyusul kemudian dia mendengar suara ribut ribut didalam kuil yang mengatakan si burung Hong membenturkan kepalanya ditembok kuil !
Segera terdengar pekik suara bagaikan aum seekor harimau yang sedang putus asa, lalu si macan terbang menukik membenturkan kepalanya pada tembok halaman kuil Cui-gwat am yang kokoh kuat !
Suara benturan kepala pada tembok kuil itu terdengar cukup keras, akan tetapi lebih keras lagi adalah bunyi suara tembok yang gugur sebab kena benturan kepala si macan terbang; mengakibatkan tembok itu bolong dan tubuh si macan terbang rebah terkulai dibagian dalam kuil Cui gwat am, didekat tubuh si burung Dewi Hongkz yang rebah penuh darah karena kepalanya pecah !
Peristiwa yang baru terjadi itu, berlangsung sangat cepat, diluar dugaan si naga sakti Louw Sin Liong yang berdiri diluar kuil Cui gwat am, dan diluar sangka Cie in suthay yang berdiri diluar kuil. Akan tetapi kedua duanya terpisah cukup jauh dari tempat si macan terbang maupun dari si burung Hong yang saling sedang menukar kata. Si naga sakti Louw Sin Liong yang melesat memasuki kuil lewat tembok halaman yang cukup tinggi dan dia tidak menghiraukan lagi dengan peraturan yang melarang kaum lelaki memasuki kuil itu.
Dihalaman dalam dia menemukan 5 orang biarawati yang lagi repot didekat tubuh siburung Hong yang sudah rebah tewas dengan kepala remuk, dan simacan terbang yang rebah terkulai tak jauh terpisah dari tubuh kekasihnya.
Cie in suthay dengan cepat meminta keempat rekannya menggotong tubuh siburung Hong untuk dibawa masuk, dan dia lalu mendekati si naga sakti :
'Dia tidak mati, dia cuma pingsan " kata sinaga sakti Louw Sin Liong bagaikan dia tak percaya dengan kenyataan itu.
Cie in suthay juga berdiri terpesona mengawasi si macan terbang yang masih rebah lupa diri. Dan biarawati yang muda usia serta perkasa itu bahkan sampai meneliti dari ujung rambut sampai keujung kaki simacan terbang yang rebah terkulai, setelah itu dia ganti terus mengawasi tembok kuil yang bobol bolong bekas diadu dengan kepala si macan terbang!
"Hatinya keras seperti baja, kepalanya keras seperti besi " gumam Cie in suthay seorang diri karena dia memang banyak mendengar tentang si macan terbang yang keras hati melalui si burung Hong yang sekarang sudah mati.
". .siecu, sebaiknya lekas lekas kau bawa dia pulang, Aku nanti menyusul setelah suhu datang. " akhirnya biarawati yang muda usia itu menambahkan perkataannya yang ditujukan kepada Louw Sin Liong.
Si naga sakti Louw Sin Liong menurut, dipanggulnya tubuh si macan terbang yang lalu dia bawa lari cepat cepat sampai dia lupa menanya keadaan si burung Hong yang sudah dibawa masuk kedalam kuil.
Cie in suthay menangis waktu dia melaporkan peristiwa tadi kepada gurunya. Tak kuasa dia menahan kepedihan hatinya, sebaliknya Tok pin nie Bok lan siancu mendengarkan dengan sikapnya yang agung.
"Suhu, kasihan suci dia tidak bersalah. Dia tidak berdosa .'kata Cie in suthay ditengah isak tangisnya.
"Hm! terhadap kekasihnya tidak berdosa, akan tetapi dia justeru membuat dosa dengan membunuh dirinya sendiri," sahut biarawati tua yang sakti itu dan dia bahkan menyudahi pembicaraannya tak mau dia membincangkan masalah cinta atau dendam seseorang.
Semalaman suntuk Cie in suthay tidak dapat pulas tertidur. Air matanya terlalu banyak yang membasahi bantalnya; karena dia benar benar merasa penasaran dan tidak menduga bahwa si burung Hong akan melakukan bunuh diri.
Sekiranya dia tahu bahwa pertemuan antara si burung Hong dengan si macan terbang akan berkesudahan yang seperti itu, maka sudah pasti dia tidak akan menganjurkan, bahkan dia akan merintangi adanya penemuan itu.
Cie in suthay justru berharap bahwa si burung Hong semoga dapat kembali kepada penghidupan seperti manusia biasa mendampingi si macan terbang yang menjadi kekasihnya; lepas dari persoalan dendam si macan-terbang karena si burung Hong mungkin dapat mengatasi dan yang dia yakin bahwa si burung Hong pasti akan mampu mengatasi.
Biarawati yang muda-usia dan perkasa ini juga pernah mengalami kekecewaan cinta, dia tidak ikut mendengar percakapan yang terjadi antara si burung Hong dengan si macan terbang. Akan tetapi dia yakin dan percaya bahwa sang suci akan mengatakan hal sebenarnya kepada si macan terbang, seperti yang dia anjurkan sebab ikut mengetahui persoalan itu berdasar pengakuan si burung Hong.
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi, mengapa sampai si burung Hong melakukan bunuh diri "
"Apakah sebab si macan-terbang tidak mau menyudahi urusan dendam yang memaksa si burung Hong menjadi putus asa.." Cie-in suthay berkata seorang diri, tidak lagi cuma didalam hati.
Tok pin nie Bok lan siancu memang sudah bertekad tidak mau mencampuri urusan dunia dan mengharuskan semua murid muridnya mengikuti jejak itu sebagai langkah untuk mendekati sang Budha.
Akan tetapi, Cie in suthay berpendapat bahwa yang sekarang dia hadapi adalah urusan sang suci, sang kakak seperguruan. Dia tidak mau ada seseorang yang menghina sang suci, yang menekan sang suci, sampai kakak seperguruan itu berputus asa. Apalagi yang melakukannya adalah seorang laki laki !
( o mie-to hud.. !') Cie in suthay buru-buru memuji sang Budha, berusaha menjauhi rasa benci terhadap kaum laki laki.
Akan tetapi wajah muka si burung Hong kembali membayang dan Cie in suthay menjadi bangkit tekadnya, menganggap si burung Hong mati penasaran !
Dan mengenai si macan terbang " sekali lagi Cie in suthay memerlukan mengingat ingat waktu dia akan meneliti seluruh tubuh si macan terbang waktu si macan terbang terkulai pingsan.
Kepalanya ! Ya, kepalanya yang keras seperti besi, bahkan selembar uban tak bisa tumbuh !
( uban - rambut putih ).
( "aku harus hadapi dia, tidak perduli dia berhati baja atau berkepala besi ...!" ) kata Cie in suthay seorang diri, didalam hati.
Akan tetapi, waktu esok harinya ia datang menemui si macan terbang di rumahnya si naga sakti Louw Sin Liong, maka hilang lenyap tekadnya yang hendak mengajak berkelahi melawan si macan terbang; bahkan dia terduduk dengan pandangan mata yang hampa, waktu dia mendengarkan perkataan si macan terbang yang lebih banyak mengulang perkataan siburung Hong waktu mereka berdua saling menukar kata.
"Jadi, dihadapan kau dia mengakui bahwa dia yang menjadi si penghianat ....?" tanya Cie-in suthay, perlahan suaranya, seperti dia berkata pada dirinya sendiri.
"Apakah dia telah mengatakan hal yang tidak sebenarnya. . ."' balik tanya macan terbang yang jadi merasa curiga; karena melihat sikap dan laku sang biarawati yang muda-usia dan yang cantik jelita itu.
"Siapa bilang berbohong- . !" tukas Cie in suthay dengan muka tidak senang, perlihatkan sikap merasa tersinggung.
'Maaf, maafkan aku. . .' kata si macan-terbang bagaikan dia sudah lupa siapa dia sebenarnya; sebab nada suaranya terdengar seperti seseorang yang patuh terhadap gurunya.
Dipihak Cie-in suthay biarawati yang muda usia dan yang perkasa ini sedang berpikir karena dia tetap berpendapat sang suci mati penasaran!
'Setelah sekarang kau mengetahui bahwa dia telah menghianati kau, apakah kau masih menyintai dia. . ." tanya Cie-in suthay; perlahan suaranya dan lunak, akan tetapi mukanya ikut bersemu merah. 'Suthay . . . kau . ."
'Eeeh, apakah kau anggap seorang biarawati tidak boleh mengetahui tentang cinta " tidak boleh menyebut tentang cinta . "' cepat cepat Cie in suthay berkata karena melihat keraguan si macan terbang.
( o mi to hud ..." ) bisik Cie in suthay didalam hati membarengi perkataan yang diucapkan tadi.
"Cintaku tidak akan luntur meskipun dicuci dengan semua isi sungai Oei ho tak akan habis terbakar meskipun . . ."
"Cukup ! tidak perlu kau ngucap panjang panjang, tidak guna kau merayu; akan tetapi ada satu permintaannya..,.."
"Permintaan apa "'tanya si macan terbang; juga si naga sakti Louw Sin Liong yang ikut hadir dalam pembicaraan itu, sehingga keduanya jadi memutus perkataan Cie in suthay, dan Cie in suthay jadi berkata lagi :
"Yaa, permintaannya .Kalau dia mati, dia menghendaki ayahnya diberitahukan. ,,"
'Suthay, jadinya kau mengetahui maksud Hong moay yang hendak melakukan bunuh diri ., "'" tanya si macan terbang dengan nada suara mengandung rasa tidak puas.
"Eeh. jangan kau menghina seorang biarawati ." Cie in suthay mengancam dan perlihatkan muka terasa tersinggung karena perkataan si macan terbang tadi, dan biarawati yang muda usia serta yang cantik jelita ini lalu menambahkan perkataannya,
".. dia mengatakan itu jauh sebelum kau datang dan dia bahkan tidak pernah menduga kau bakal datang. Jadi yang dia maksud adalah mati yang wajar dan yang memberitahukan kepada ayahnya, sudah tentu tidak harus kau. Siapa saja yang menyayangi dia boleh melakukannya.,,"
"Aku akan pergi, dimanakah alamatnya pangcu.,,?" terlalu cepat simacan terbang memutuskan dan secepat itu juga dia mengajukan pertanyaannya.
Sementara itu, Cie in suthay lalu memberitahukan.
"Dia bukan lagi pangcu Ceng liong pang. Dia sekarang seorang jenderal yang menjabat kedudukan sebagai menteri pertahanan/keamanan pada pemerintah kerajaan Beng; dan dia menetap di kota raja.. "
Si macan terbang menjadi sangat terkejut. Juga si naga sakti Louw Sin Liong. Dan Cie in suthay menganggap bahwa kedua laki laki itu wajar terkejut, karena Cong goanswee atau jenderal Cong memang merahasiakan tentang dirinya, terlebih mengenai dia sebagai bekas pangcu dari Ceng liong pang.
"Nah, aku mohon diri sekarang, sebab suhu nanti menganggap aku terlalu lama meninggalkan kuil..." akhirnya kata Cie in suthay yang langsung bangun berdiri dari tempat duduknya; dan kedua laki laki itu lalu mengantarkan sampai keluar pintu rumah.
Setelah mengantarkan tamunya itu, maka si naga sakti Louw Sin Liong dan si macan terbang saling menukar kata, membicarakan perihal bekas pangcu mereka yang ternyata sekarang telah menjadi seorang jenderal.
Si macan terbang menyadari bahwa tidak mudah buat dia mendatangi tempat ayahnya siburung Hong, mengingat dia telah terlibat dalam pertempuran melawan Tay lwee sip-sam ciu, sehingga dia sudah merupakan salah satu musuh negara.
Muka dan bentuk tubuh si macan terbang sudah dilukis, dan gambarnya sudah dimiliki oleh hampir semua pejabat pemerintah di setiap kota tak terkecuali dikota raja tentunya, sehingga bagaimana mungkin simacan terbang dapat mendatangi tempat kediaman seorang jenderal "
'Kalau gambarmu sudah sekian banyaknya disebarkan sudah tentu pangcu juga sudah melihat dan mengetahui bahwa kau belum binasa - - " terdengar kata sinaga sakti Louw Sin Liong.
Dia seorang jenderal, sudah tentu dia banyak menghadapi kesibukan urusan negara. sehingga dia tidak sempat melihat gambarku... . " sahut si macan terbang yang sedang memikirkan daya.
Pembicaraan kedua laki laki kemudian terintang dengan datangnya dara manja Cin Siao Yan, dan si macan terbang tidak mau dara manja itu mengetahui tentang urusan bekas pangcu mereka, sehingga kedua laki-laki itu menyudahi pembicaraan mereka.
Lebih dari sepuluh hari lamanya laki laki bekas orang hukuman itu harus menginap di rumahnya si naga sakti Louw Sin Liong. Selama itu banyak waktunya dia habiskan dekat pusara si burung Hong yang dimakamkan dekat kuil Cui gwat am.
Kadang kadang dia ditemani oleh si naga sakti Louw Sin Liong dan dara manja Cin-Siao Yan, atau kadang hanya dara manja itu yang menemani, bahkan kadang kadang dia hanya sendirian.
Disaat dia menghadapi kedukaannya itu dara manja Cin Siao Yan telah berusaha sedapat mungkin yang dia lakukan buat menghibur dengan kata kata maupun dengan lagak yang manja jenaka. Dengan demikian dara manja itu berhasil juga memaksa si macan terbang memberikan tambahan pelajaran ilmu silat sambil si macan terbang itu melatih dirinya sendiri.
Suatu hal yang disesalkan oleh laki laki bekas orang hukuman itu atau si macan terbang, adalah dia tidak berkesempatan buat bertemu lagi dengan Cie in suthay.
Entah mengapa, si macan terbang merasa seolah olah dia masih perlu bertemu lagi dengan biarawati yaig muda usia dan yang cantik jelita; sebelum dia melakukan perjalanan ke kota raja.
Laki laki bekas orang hukuman itu menganggap bahwa kuil Cui gwat am sudah menutup pintu lagi, tidak mau menerima tamu laki laki dan tidak memberikan idzin buat penghuninya keluar.
Akan tetapi diluar tahu laki laki bekas orang hukuman itu; Cie in suthay justeru telah meninggalkan kuil Cui gwat am, bahkan telah meninggalkan kota Hong yang oleh karena biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu sudah melanggar peraturan, mengunjungi rumah si naga sakti Louw Sin Liong tanpa idzin dan tanpa setahu gurunya sehingga Cie in suthay kena hukuman melakukan perjalanan membawa tugas dari Tok Pin nie Bok lan siancu.
Setelah merasa sudah tiba waktunya, maka laki laki bekas orang hukuman itu berangkat ke kota raja; tanpa dia mengajak dara manja Cin Siao Yan yang sengaja dia tinggalkan pesan melalui si naga sakti Louw Sin Liong, bahwa dia pergi akan cepat kembali.
Jilid 6 LAKI LAKI bekas orang hukuman itu tidak mau Cin Siao Yan mengetahui tujuannya ke kota raja, dan dia tidak mau pula si naga sakti ikut bersama dia, oleh karena katanya dia akan berusaha untuk tidak melakukan pertempuran sebaliknya dia akan menemui bekas pangcu itu secara diam diam diwaktu malam.
Setelah sekarang dia mengetahui bahwa gambarnya banyak disebar dikalangan alat negara; maka laki laki bekas orang hukuman itu lebih banyak melakukan perjalanan diwaktu malam, sedangkan siang harinya dia gunakan buat beristirahat mencari tempat di kuil tua atau pada bangunan tua yang sudah tak ada penghuninya, sehingga dia bebas dari segala rintangan.
Dia tiba ditempat tujuan, bertepatan dengan di kota raja sedang berlangsung ujian pemilihan 'bu cong goan' untuk dijadikan perwira muda, melalui suatu lomba mengadu ilmu dan kecerdasan. Dengan demikian di kota raja sedang banyak berkumpul orang orang gagah dari segala macam kalangan dan golongan, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu merasa agak bebas bergerak tanpa khawatir dicurigai, dan dia lalu mendatangi sebuah rumah penginapan yang kebanyakan tamunya terdiri dari orang orang rimba persilatan.
Adalah menjadi kehendak laki laki bekas orang hukuman itu, bahwa hari itu dia ingin tidur enak dan makan enak, sebab malam harinya dia hendak mendatangi tempat kediaman bekas sang pangcu atau ayahnya si burung Hong yang sekarang sudah menjadi seorang jenderal.
Meskipun laki laki bekas orang hukuman itu sudah merencanakan bahwa dia hendak mendatangi bekas sang pangcu itu secara diam diam, akan tetapi dia yakin bahwa tempat seorang jenderal pasti dijaga ketat, sehingga besar kemungkinan kedatangannya akan tetap diketahui dan suatu pertempuran sukar buat dia hindarkan. Dia sudah bersedia dan rela mati asal saja dia sudah menunaikan tugasnya, dan sebelum dia mati, ingin dia menikmati makan enak dan tidur enak.
Lewat magrib laki laki bekas orang hukuman itu keluar dari kamarnya, mendatangi ruang makan buat dia memesan beberapa macam makanan yang terkenal lezat.
Ruang makan itu sudah banyak tamunya, baik yang menghuni rumah penginapan itu ataupun tamu tamu yang bukan menginap ditempat itu. Akan tetapi, masih ada beberapa tempat yang kosong dan laki laki bekas orang hukuman itu lalu memilih tempat agak disudut sebelah timur, cukup jauh terpisah dari pintu rumah penginapan itu, namun dia dapat mengawasi orang orang yang keluar ataupun masuk. Lelaki bekas orang hukuman itu sedang menikmati santapannya, ketika mendadak dia menjadi sangat terkejut, sampai dia berdiri dengan mangkok masih menutup dibagian mulutnya sebab dia melihat masuknya seorang biarawati muda usia dan biarawati muda usia itu justru adalah Cie in suthay !
Cepat cepat lelaki bekas orang hukuman itu menunda mangkoknya dan meletakkan di atas meja, karena dia bermaksud mendekati Cie in suthay. Akan tetapi secepat itu juga dia membatalkan niatnya, sebab sempat dia melihat suatu aba aba dari biarawati yang muda usia itu yang menghendaki dia tetap duduk ditempatnya.
Cie in suthay memilih tempat duduk di dekat pengurus rumah penginapan yang sekaligus merupakan rumah makan. Sikap biarawati muda usia itu kemudian menjadi acuh, seolah olah dia tak kenal dengan lelaki bekas orang hukuman itu, yang duduk terpisah beberapa meja dari tempatnya.
Laki laki bekas orang hukuman itu kemudian meneruskan santapannya, akan tetapi dengan pikiran tak menentu, sehingga tidak mungkin dia dapat menikmati lezatnya yang dia makan, terlebih karena cara dia makan yang sangat tergesa-gesa bagaikan orang yang dikejar hantu dan hal ini terjadi melulu sebab dia melihat kehadirannya Cie in suthay !
Setelah menghabiskan semua makanan yang dipesannya; maka laki laki bekas orang hukuman itu mengambil tempat arak yang langsung dia minum isinya. Lagaknya tetap seperti orang yang gugup, tidak berani dia mengawasi tempat Cie in suthay duduk, suatu sikap yang dia sendiri tidak mengerti, entah apa sebabnya padahal dia pernah mengharap dapat bertemu lagi dengan biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu.
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu menuang isi araknya yang hendak dia minum, akan tetapi waktu mangkok arak sudah dia angkat mendadak sebatang sumpit melayang dan memasuki mangkok arak itu.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terkejut. Meskipun mangkok arak tidak sampai lepas dari pegangannya, namun dia merasakan suatu getaran yang berat waktu sumpit tadi menyentuh mangkok itu menandakan orang yang melontarkan telah menyalurkan tenaga dalamnya yang sempurna.
Sepasang mata laki laki bekas orang hukuman itu langsung melirik ketempat Cie in suthay duduk, dan sempat dia melihat biarawati yang muda usia itu bersenyum. Suatu senyum manis yang tak akan mudah buat dia lupakan, namun dia yakin bahwa arti senyum itu adalah untuk melarang dia minum terlalu banyak.
Laki laki bekas orang hukuman itu menurut, batal minum dan menempatkan lagi mangkok araknya diatas meja. Suatu perbuatan yang menyimpang dari kebiasaannya yang keras kepala seperti besi.
Sekali lagi sepasang mata laki laki bekas orang hukuman itu melirik ketempat Cie in suthay duduk akan terapi saat itu biarawati yang muda usia itu sedang mengawasi arah pintu masuk; memang pada waktu laki laki bekas orang hukuman itu ikut melihatnya; maka diketahui olehnya akan datangnya belasan orang tentara, yang langsung mendekati tempat dia duduk.
"Itu orangnya, lekas tangkap ... !" demikian seru tentara itu dengan senjata siap ditangan mereka.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terkejut. Dia tidak menduga bahwa pihak tentara secepat itu mengetahui kehadirannya di kota raja atau tepatnya di rumah penginapan itu. Mungkinkah ada lagi orang telah menghianati dia " Mungkinkah biarawati yang muda usia itu "
Biarawati yang muda usia itu memang mengetahui niat dia yang hendak mengunjungi kota raja, oleh karena melalui biarawati itu dia diminta mendatangi ayahnya si burung Hong, dan biarawati yang muda usia itu ikut hadir di kota raja, bahkan di rumah penginapan itu !
Akan tetapi keadaan yang sudah gawat memaksa laki laki bekas orang hukuman itu tidak dapat berpikir lama. Dengan segera dia angkat meja sampai meja itu terbalik dan tumpah berantakan isinya, lalu dia meraih kursi bekas tempat dia duduk, dan mulai dia melakukan perlawanan, menghantam setiap serangan yang mengarah pada dirinya.
Belasan lagi alat negara yang memasuki ruang makan itu. Mereka yang baru datang bahkan merupakan perwira perwira muda yang tangkas sedangkan diluar rumah penginapan sudah berkumpul lebih dari 100 orang tentara.
Laki laki bekas orang hukuman itu merasa bagaikan mimpi menghadapi kenyataan yang dia lihat, oleh karena betapa cepatnya gerak pasukan yang hendak menyergap dia.
Para tamu banyak yang lari menambah kekacauan didalam ruang makan itu akan tetapi suatu keanehan telah terjadi diantara keadaan yang kacau balau itu sebab para tamu yang lari justeru bukan sembarang lari. Mereka menyikut dan memukul perwira perwira muda yang baru datang itu, sehingga para perwira itu jadi berteriak :
"Berontak, berontak ! tangkap pemberontak . ;. "
Secara mendadak kemudian ada sesuatu yang datang menyambar muka laki laki bekas orang hukuman itu. Dia cepat menangkap memakai sebelah tangannya, akan tetapi benda yang ditangkapnya itu adalah segumpal kertas yang sengaja dikumal dan waktu laki laki itu sempat membuka, ternyata dia melihat adanya tulisan tangan ;
"Disebelah selatan ada kuil tua?"
Laki laki bekas orang hukuman itu melirik rnencari Cie in suthay, karena dibawah hurup hurup itu terdapat gambar seutas kalung biji bunga bunga tasbih.
Biarawati yang muda usia itu ikut mengawasi dan memberikan tanda supaya laki laki bekas orang hukuman itu segera pergi, dan sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu jadi patuh menurut, mengamuk mencari jalan keluar ditengah orang orang yang sudah menggantikan dia bertempur melawan pihak alat negara! Sepanjang dia lari menuju arah sebelah seIatan, tidak sudahnya dia memikirkan peristiwa yang sedang dia hadapi yakni tentang perbuatan Cie in suthay, dan siapakah gerangan tamu tamu yang ikut mengganyang alat negara itu "
Letak kuil tua yang dimaksud ternyata di tempat yang sunyi, jauh terpisah dari orang orang berhuni serta gelap keadaannya, akan tetapi laki laki bekas orang hukuman itu tidak menghiraukan. Dia masuk dan segera dia duduk dilantai yang kotor penuh debu, beristirahat dan memusatkan lagi segala kemampuannya untuk berpikir.
Hilang lenyap dugaannya terhadap Cie in suthay yang semula dia tuduh telah menghianati dia. Akan tetapi dia tak berdaya pergunakan pikirannya untuk memecahkan masalah para tamu yang sudah membantu dia. Siapakah mereka"
Betapapun halnya; dia harus bertemu lagi dengan Cie in suthay. Hanya kepada biarawati yang muda usia itu dia dapat menanyakan keterangan. Akan tetapi, di mana gerangan tempat Cie in suthay" akan datangkah biarawati yang muda usia itu"
Laki laki bekas orang hukuman itu berusaha sabarkan diri buat dia menunggu kedatangan biarawati yang muda usia itu, akan tetapi yang ditunggu tunggu tak kunjung datang; sedangkan malam menjadi semakin larut, sehingga laki laki itu kemudian bergegas pergi, sebab dia merasa perlu mendatangi tempat kediaman bekas pangcu Ceng liong pang, atau ayahnya si burung Hong.
Tempat kediaman jenderal Cong ternyata sangat besar, megah dan agung bagaikan istana tempat kediaman seorang raja muda atau pangeran.
Dihalaman luar yang lebar dan luas, saat itu bagaikan sedang mandi cahaya karena banyaknya obor yang dinyalakan, dijaga ketat bahkan kelihatan adanya kesibukan yang luar biasa dikalangan alat negara yang sedang bertugas.
Laki laki bekas orang hukuman itu berdiri heran disudut tempat yang agak gelap. Dia yakin kesibukan yang semacam itu tidak biasa terjadi terlebih dimalam yang larut seperti saat itu.
Untuk sesaat laki laki bekas orang hukuman itu meneliti kesekitar tempat itu, sampai dia melihat adanya tanda tanda bekas terjadinya pertempuran sehingga dia menduga para tamu dirumah penginapan tadi, yang sengaja telah membikin keributan didepan tempat kediaman jenderal Cong.
Suatu perbuatan yang sangat berani, yang jelas telah dilakukan untuk maksud memudahkan dia memasuki tempat tinggalnya jenderal Cong. Akan tetapi siapakah gerangan mereka itu yang telah melakukan pengacauan di kota raja "
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak mau sia-siakan maksud baik orang orang yang telah membantu dia. Tidak boleh dia gentar untuk melaksanakan niatnya buat menemui ayahnya si burung Hong, dari itu dia lalu mengerahkan ilmu ringan tubuh, melesat melewati tembok halaman yang cukup tinggi dengan gerak 'yan cu coan in* atau burung walet menembus angkasa. Setelah dia berada dibagian halaman dalam maka dia menggulingkan tubuhnya buat mencari tempat yang agak terlindung supaya pihak petugas tak mengetahui kedatangannya.
Akan tetapi segala usahanya itu ternyata sia sia belaka, sebab para petugas sudah siap sedangkan diantara mereka banyak yang tinggi ilmunya, meskipun pada saat itu sebenarnya sebagian besar yang bertugas sedang melakukan pengejaran terhadap orang orang yang telah mengacau ditempat itu.
Segera lelaki bekas orang hukuman itu kena sergap selagi tubuhnya masih bergulingan, sehingga dia harus bergulingan terus buat menghindar dari berbagai macam senjata tajam; sedangkan sepasang kakinya tak hentinya 'menyapu' setiap musuh yang berada di dekatnya.
Lelaki bekas orang hukuman itu tidak mau menghambur waktu dan tenaga menghadapi para petugas yang sedang menyergap itu. Maksud kedatangannya adalah untuk menemui ayahnya si burung Hong, dari itu sedapat mungkin dia selalu hendak menghindar dari sesuatu pertumpahan darah.
Dengan suatu Iompatan yang indah, lelaki bekas orang hukuman itu mencelat tinggi dan jauh. Semua yang bertugas berteriak dan melakukan pengejaran, akan tetapi lelaki bekas orang hukuman itu cepat cepat naik ke atas genteng yang tinggi yang tak mungkin dicapai oleh pasukan tentara negri.
Akan tetapi diluar dugaannya, diatas genteng itu dia disambut oleh tikaman dua batang pedang waktu dia baru saja tiba oleh karena yang bertugas menjaga memang sudan tersebar disetiap sudut dan tempat.
Lincah dan gesit lelaki bekas orang hukuman itu bergerak menghindar dari tikaman pedang tadi, bahkan sempat dia melihat kedua penyerang yang memakai pakaian seragam perwira tingkat menengah, setelah itu cepai cepat dia lari kesebelah utara dengan dikejar oleh kedua perwira itu.
Dua perwira lain tiba-tiba memegat, sedangkan dari sebelah belakang masih tetap lelaki itu dikejar oleh kedua perwira menengah tadi, membikin lelaki bekas orang hukuman itu mengganti arah lagi, menuju kesebelah timur, sebab dia tetap hendak menghindar dari setiap pertempuran.
Akan tetapi, dibagian timur ini juga dia kena dipegat oleh 4 orang petugas, yang bahkan telah menyergap dia secara tiba tiba, sehingga dalam keadaan yang seperti itu dia terpaksa harus menghadapi 4 orang petugas itu, namun dia cepat cepat menerobos sedemikian lekas dia mendapat kesempatan.
Laki laki bekas orang hukuman itu kemudian lompat turun lagi, dan sampai beberapa kali terulang dia harus menerobos para petugas yang memegat atau menyergap dia, sampai akhirnya dia berhasil berada diruangan dalam dari istana jenderal Congkz !
Ditempat ini laki laki bekas orang hukuman itu lagi lagi harus melakukan pertempuran buat dia berusaha menerobos penjagaan yang sungguh sungguh sangat ketat dan kuat. Akan tetapi kali ini dia tidak mudah dapat menerobos, sebab diantara petugas yang mengepung itu, terdapat delapan orang sie-wie atau pengawal istana kerajaan yang agaknya sengaja telah diminta bantuannya.
Delapan orang sie wie itu mengepung dan menyerang tamu yang tak diundang itu sedangkan sejumlah tentara mengurung membikin suatu lingkaran yang cukup luas buat mereka yang sedang bertempur.
'Tunggu ...!" teriak lelaki bekas orang hukuman itu, ketika dia habis menghindar dari suatu serangan, dan cepat cepat dia menambahkan perkataannya :
"...aku datang bukan hendak mengacau, akan tetapi aku ingin bertemu dengan jendral Cong . . . !"
Beberapa orang sie wie terdengar bersuara seperti menggerutu, sedangkan salah seorang lalu berkata :
'Kalau benar niatmu hendak menghadap kepada Cong goanswee, kenapa kau tak datang pada siang hari" Kau jangan coba coba menipu, sebab kami tahu kau adalah sam ceecu dari Ceng liong pang, yang sengaja datang hendak mengacau . . . !"
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi terkejut. Jelas bahwa orang orang yang bertugas pada jenderal Cong sudah mengetahui tentang dia, sehingga bukan tidak mungkin bahwa sang jenderal alias sang pangcu juga sudah mengetahui. Akan tetapi saat itu dia tidak dapat banyak berpikir, sebab dia harus memusatkan semua perhatiannya buat menghadapi orang orang yang sudah mengepung lagi.
Seorang sie wie menikam dia dengan ilmu 'ular belang melepas bisa', dan laki laki bekas orang hukuman itu dapat menghindar dengan miringkan tubuhnya, bahkan dia berhasil memegang lengan sie wie yang sedang menyerang itu bahkan karena kerasnya dia memegang, maka sie wie sampai melepaskan pedangnya, dan disaat berikutnya tubuh sie wie itu kena diangkat dan diputar, digunakan sebagai senjata istimewa buat laki laki bekas orang hukuman itu menghadapi kepungan pihak lawan.
Sudah tentu para pengepungnya menjadi kelabakan, tidak berani sembarangan melakukan penyerangan karena kemungkinan akan mengakibatkan rekan mereka yang celaka. Disaat laki laki bekas orang hukuman itu sedang menggunakan senjatanya yang istimewa, maka mendadak terdengar suara seseorang yang berseru.
"Semua berhenti.,!"
Itulah suara Cong goanswee yang berwibawa! itulah suara bekas pangcu Ceng liong-pang yang dipatuhi oleh segenap anggota persekutuannya.
Semua yang sedang bertempur menghentikan gerak mereka, sedangkan orang orang yang mengurung membuat lingkaran segera menyisi sehingga laki laki bekas orang hukuman itu dapat melihat dengan tegas bekas pemimpinnya atau ayahnya si burung Hong.
"Goanswee..!" seru semua alat negara yang memberi hormat.
"Pangcu...!' kata lelaki bekas orang hukuman itu namun tak sempat dia meneruskan berkata sebab sudah langsung kena dimaki: 'Kucing belang! aku adalah Cong goanswee!'
(kucing belang . . . ") ulang laki laki bekas orang hukuman itu didalam hati dan dia teringat dengan kebiasaan sang pangcu yang selalu memaki dia dengan istilah 'kucing belang".
"Goanswee, aku datang hendak memberitahukan tentang Hong moay . . . "
"Tunggu.. . !" sekali lagi jenderal Cong berseru memutus perkataan laki laki bekas orang hukuman itu.
Tua usia bekas pangcu Ceng liong pang itu, akan tetapi masih kelihatan gagah dan tetap memiliki wibawa, terlebih dengan pakaian seorang jenderal.
Sepasang matanya yang bersinar terang dan berwibawa, mengawasi lurus laki laki bekas orang hukuman itu; sampai laki laki itu kalah pengaruh dan tunduk sebagai layaknya tempo dulu dalam kedudukan sebagai panglima ketiga dari Ceng liong pang.
Dengan memberikan tanda dengan memakai sebelah tangannya, kemudian jenderal Cong memerintahkan semua pasukannya mengundurkan diri, hingga tinggal dia berdua dan laki laki bekas orang hukuman itu, atau yang dulu menjadi panglima ketiga dalam persekutuan Ceng liong pang.
"Jadi kau sudah bertemu dengan dia .;?" tanya jenderal Cong setelah mereka berada hanya berdua.
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak segera memberikan jawaban. Dia menatap sehingga sempat dia melihat sepasang mata jenderal Cong yang jadi bersinar redup karena teringat dengan anak daranya yang keras hati.
Kenangan lama segera membayang lagi dihadapan mata laki laki bekas orang hukuman itu. Kenangan waktu dia memberanikan diri menghadap pada Cong pangcu buat menyatakan rasa cintanya kepada si burung Hong yang menjadi anak dara dari pemimpin persekutuan itu.
Akan tetapi yang sekarang dia harus laporkan atau beritahukan justeru adalah tentang peristiwa si burung Hong yang sudah bunuh diri sehabis memberikan pengakuannya.
"Jadi, dia mengakui bahwa dia yang telah menghianati kau . . . ?" tanya jenderal Cong dengan sepasang mata membelalak, akan tetapi mata itu sudah langsung berlinang air.
Laki laki bekas orang hukuman itu manggut membenarkan dan menceritakan semuanya. yaa, semuanya dimulai dengan dia lepas dari rumah penjara; sampai dia melakukan perjalanan mencari orang yang menghianati dia.
"Dan akhirnya dia mengakui bahwa dia yang telah menghianati kau.., . ha ha ha ..." jenderal Cong akhirnya berkata dan menyertai tawa. Tawa yang tak wajar, tawa yang disertai dengan air mata !
Laki laki bekas orang hukuman itu ganti terbelalak sepasang matanya. Heran dan tak mengerti. Namun demikian tidak ada kesempatan buat dia bertanya, sebab jenderal Cong sudah mendahulukan berkata :
"Anak itu benar benar keras hatinya. Dia tahan menderita, dan dia mau berkorban. Semuanya adalah untuk cinta kasih. Demi cintanya kepada kau. Ha ha ha. I"
"Pangcu.. ?"
"Tunggu ! aku belum selesai bicara ..!"
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu menjadi terkenang dengan tempo dulu. Suatu kebiasaan dari Cong pangcu yang tidak mau lain orang mengucapkan perkataan, selagi Cong pangcu merasa belum selesai bicara.
"Dia telah mati penasaran. Kau harus membalas dendam dia. Kau harus membunuh penghianat itu.,.?" demikian Cong goanswee menyambung perkataannya.
"Tahukah pangcu siapa si penghianat itu...?" tanya laki laki bekas orang hukuman itu, menyimpang dari kebiasaannya selagi dia masih menjabat kedudukan sebagai panglima ketiga; sementara sepasang matanya ikut basah dengan air mata, sama keadaannya dengan jenderal Cong !
Sementara itu jenderal Cong manggut, dan berkata dengan suara yang lebih perlahan "Aku tahu siapa si penghianat itu. Pada waktu subuh nanti, aku perintahkan kau datang di Pit mo gam ..."
"Pangcu, apakah secepat itu kau dapat menghubungi si penghianat itu . . . ?"
"Kucing belang, aku belum selesai bicara, apakah kau ragukan kemampuanku . . ?"
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu jadi menundukkan kepala dan sekali lagi dia jadi terkenang dengan kebiasaan sang pangcu.
"Mana pedangmu, pedang Ceng liong kiam ... ?" tanya jenderal Cong, selagi laki laki bekas orang hukuman itu diam menunduk.
"Pedang itu hilang sejak aku kena ditangkap.." sahut laki laki bekas orang hukuman itu.
"Hm ! Si penghianat yang akan kau hadapi sangat tinggi ilmunya. Dia bahkan mempunyai sebatang pedang pusaka yang tak kalah dengan pedang Ceng liong kiam,","
Jenderal Cong menunda perkataannya untuk dia berpikir, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu tidak berani mengucap sesuatu sesuai dengan kebiasaan lama selagi dia menjadi panglima ketiga pada persekutuan Ceng liong pang.
"... hanya ada satu kesempatan buat kau mengalahkan si penghianat itu. Sedemikian lekas kalian sudah berhadapan, kau harus serang dia dengan pukulan houw jiauw kang', sebelum dia sempat mengeluarkan pedangnya..."
Sekali lagi bekas pangcu Ceng liong pang itu menunda perkataannya dan dia mengawasi bekas Sam ceecu bagaikan menghendaki persetujuan dan laki laki bekas orang hukuman itu manggut, sehingga jenderal Cong lalu berkata lagi.
"Kau harus ingat dengan pesanku ini. Jangan kau ragu ragu menyerang supaya tidak sia sia pengorbanan adik Hongmu ..."
Bekas pangcu Ceng liong pang itu kemudian memberikan tanda memakai sebelah tangannya memerintahkan laki laki bekas orang hukuman itu untuk meninggalkan dia karena pembicaraan rupanya dianggap sudah selesai!
Laki laki bekas orang hukuman itu menurut. Taat seperti dia masih menjabat kedudukan sebagai panglima ketiga; akan tetapi"
"Tunggu,,,!" perintah jenderal Cong yang membikin laki laki bekas orang hukuman itu menunda langkah kakinya.
Jenderal Cong kemudian melangkah mendekati dan diluar dugaan dia lalu merangkul. Erat dia merangkul sambil dia mengalirkan air mata yang begitu derasnya !
Laki laki bekas orang hukuman itu ikut merangkul. Ikut dia mengeluarkan air mata.
Jenderal Cong lalu mengantarkan laki-laki bekas orang hukuman itu sampai keluar istana tempat tinggalnya, dan jenderal Cong melepas kepergian laki laki itu sampai hilang ditelan kegelapan malam.
Laki laki bekas orang hukuman itu kembali ke kuil tua hendak menemui Cie in suthay yang ternyata benar benar sudah menunggu kedatangannya. Akan tetapi laki laki bekas orang hukuman itu sudah kehilangan niatnya yang hendak menanyakan tentang orang orang yang sudah membantu dia melakukan pengacauan dikota raja dan laki laki itu hanya menceritakan tentang pertemuannya dengan jenderal Cong.
"Pit mo gam itu adalah jurang hantu, suatu tempat yang terpencil diatas gunung See san. Disitu ada sebuah batu besar yang mirip patung hantu dan dibawah patung hantu itulah terdapat sebuah jurang yang dalam ...' kata Cie in suthay memberikan penjelasan,
'Akan tetapi aku tidak menghendaki suthay ikut datang. Dalam hal ini aku tidak mau dibantu" " tukas laki laki bekas orang hukuman itu.
Cie in suthay bersenyum. Senyum manis yang dapat memikat selusin perjaka.
'Kau benar benar keras kepala. Apakah kau menghendaki kita berpisah sampai disini ....?"
Lelaki bekas orang hukuman itu jadi terdiam tak mampu mengucap apa-apa. Berat rasa hatinya buat dia melakukan perpisahan dengan biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu; dan biarawati yang muda usia itu bagaikan mengetahui isi hatinya, sehingga dia berkata lagi :
" . . nah kalau kau masih menghendaki kita tak berpisah sekarang, maka aku akan ikut kau ke Pit mo gam. Bukan buat membantu kau akan tetapi aku ingin melakukan sesuatu supaya suci hilang penasarannya ..."
Letak Pit mo gam adalah diatas gunung See san, sebelah barat kota raja.
Sesuai dengan namanya, jurang hantu itu benar benar merupakan tempat yang menyeramkan yang tak sembarang orang berani mendatangi apalagi dalam keadaan gelap guIita selagi hari menjelang waktu subuh.
Akan tetapi lelaki bekas orang hukuman itu serta Cie in suthay; bukanlah merupakan orang-orang yang berhati penakut. Mereka merupakan orang orang yang sudah biasa menerobos dewi maut. Berkat ilmu ringan tubuh mereka yang benar benar sudah mencapai pada batas kemampuan, maka laki laki bekas orang hukuman itu serta Cie in suthay tidak sukar mencapai tempat tujuan, sampai kemudian Cie in suthay memisah diri dan laki laki bekas orang hukuman itu mendatangi tempat yang dimaksud oleh jenderal Congkz.
Tepat pada waktunya, laki Iaki bekas orang hukuman itu melihat datangnya seseorang dan seseorang itu nampak bertubuh tinggi besar, tidak mirip dengan bentuk sang Poei toako seperti yang menjadi dugaan laki laki bekas orang hukuman itu.
Seseorang itu bahkan memakai pakaian serba biru, lengkap dengan selubung penutup kepala, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu menganggap bahwa si penghianat sekarang sudah menjadi seorang anggota dinas rahasia, atau Tay Iwee sip sam ciu !
Ada sebatang pedang ditangan kiri si penghianat, akan tetapi pedang itu masih berada didalam sarungnya, dan pada waktu jarak terpisahnya mereka sudah tepat seperti yang diperhitungkan maka laki laki bekas orang hukuman itu perdengarkan pekik suaranya yang bagaikan aum seekor harimau jantan, lalu dia lompat menerkam dengan sepasang tangan siap memukul dengan ilmu 'houw jiauw kang..
Ada sedikit rasa heran yang menyelinap ke dalam lubuk hati laki laki bekas orang hukuman itu. Mengapa si penghianat tidak bergegas melakukan perlawanan atau setidaknya berusaha untuk menghindar " Akan tetapi, semuanya telah berlangsung terlalu cepat. Terlalu pesat dan dahsyat gerak serangan laki laki bekas orang hukuman itu.
Hanya terdengar sedikit suara tidak jelas dari si penghianat yang rupanya sedang menahan rasa sakit, setelah itu dia rubuh terjatuh terlempar !
Segera terdengar lagi pekik suara yang bagaikan aum seekor harimau yang berhasil melepas dendam, setelah itu sunyi lagi keadaan ditempat yang menyeramkan itu. Cie in suthay keluar dari tempat dia umpatkan diri. Biarawati yang muda usia ini melangkah mendekati laki laki bekas orang hukuman itu yang masih berdiri diam bagaikan patung, menghadapi tubuh si penghianat yang sudah rebah dekat sepasang kakinya.
Biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu kemudian menatap sepasang mata laki laki bekas orang hukuman itu, yang kelihatan masih menyala menghabiskan sisa rasa dendam. Setelah itu Cie in suthay ganti mengawasi tubuh si penghianat.
Perlahan gerak laki laki bekas orang hukuman itu, waktu dia mendekati bagian kepala si penghianat, dan dengan sebelah tangannya, kemudian dia membuka kain selubung penutup kepala dan muka si penghianat, sampai dilain saat suatu wajah muka yang sudah tidak asing lagi membentang di hadapan laki laki bekas orang hukuman itu.
"Pangcu,,.!" laki laki bekas orang hukuman itu bersuara kaget.
Masih ada sedikit sisa napas jenderal Cong atau bekas pangcu Ceng Liong pang itu. Dia belum mati dan dia kelihatan bersenyum. Senyum puas!
Ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh jenderal Cong atau bekas pangcu Ceng liong pang itu akan tetapi dia tak kuasa melakukannya karena hebatnya dia kena gempur tenaga cakar macan !
'Pangcu !' laki laki bekas orang hukuman itu berkata setengah berteriak, sementara air matanya segera mengalir keluar sampai kemudian dia menangis keras.
(dia benar benar menangis..,..') kata Cie in suthay dalam hati,
Jenderal Cong berusaha dan berhasil memegang tangan kanan laki laki bekas orang hukuman itu. Bekas pangcu itu berusaha tetap bersenyum meskipun mulutnya basah penuh darah sampai kemudian ia mati tanpa dia sanggup mengucap apa apa.
Biarawati yang muda usia itu kemudian mengambil pedang yang masih dipegang erat erat ditangan kiri jenderal Cong, dan pada waktu biarawati yang masih muda usia itu menarik pedang itu dari sarungnya maka ternyata pedang itu adalah pedang buntung bahkan hanya ada gagangnya saja !
"Jelas dia menyadari kesalahannya dan merelakan tewas ditangan kau... . " kata Cie In suthay perlahan; dan didalam hati sekali Iagi dia menyebut 'o mi to hud .
"Akan tetapi mengapa . ?" tanya lelaki bekas orang hukuman itu yang merasa tidak mengerti dengan perkataan Cie in suthay.
"Sebab memang dia yang telah menghianati kau ... "
"Jadi suthay sudah mengetahui " ?"
Biarawati yang muda usia itu manggut membenarkan, tanpa dia menyertai senyumnya, dan dia lalu menceritakan tentang siburung Hong yang memang sudah memberitahukan kepada dia.
"Akan tetapi mengapa pangcu harus melakukan penghianatan " dia dapat menghukum aku kalau dia hendak membinasakan aku . ... . . ... " lelaki bekas orang hukuman itu berkata lagi, tetap dia merasa heran tidak mengerti.
"Akan hilang wibawanya kalau dia menghukum kau tanpa kesalahan yang kau lakukan.. ." sahut Cie in suthay.
"Oh, pangcu. Melulu karena aku menyintai Hong moay, kau" kau rela melakukan."
"Bukan melulu karena urusan cinta?" Cie in suthay memutus dan menambahkan perkataannya.
". . .dalam gerakan perjuangan melawan kaum penjajah, si macan terbang memihak pada Thio Su Seng; sedangkan dia memihak pada Cu Juan Tsyang. Tepat seperti yang dikatakan oleh Cu Juan Tsyang sebelum dia menjadi maharaja Beng bahwa sebuah perahu tidak dapat dikemudikan oleh dua orang atau didalam dunia ini tidak mungkin ada dua matahari, oleh karena itu si macan terbang harus mati dan dalam hal ini bekas pangcu itu telah berhasil."
'Suthay . . .!" laki laki bekas orang hukuman itu bersuara seperti membantah, akan tetapi Cie in suthay perlihatkan senyumnya. Tetap berupa senyum manis yang dapat menawan hati selusin perjaka; setelah itu baru dia berkata lagi;
"Lain orang bisa kau tipu, akan tetapi aku tahu bahwa kau bukan si macan terbang."
"Suthay... . "
"Hm ! kau tak mau melepas kedok yang kau pakai " kau ingin aku yang membukanya"'
Laki laki bekas orang hukuman itu bergegas mundur. Akan tetapi dia kecewa sebab dilihatnya Cie in suthay tetap bersenyum. Tidak melakukan sesuatu gerak dan biarawati yang muda usia itu bahkan berkata lagi.
"Kau menyamar menjadi si macan terbang. Memang bagus penyamaran kau. Memang hebat gaya kau bersandiwara. Akan tetapi kau lupa orang yang seusia dengan si macan terbang, setidaknya sudah memiliki uban atau rambut putih, terlebih bagi seseorang yang banyak menderita. Kenyataannya, kepala kau memang keras seperti besi, sehingga selembar uban pun tak dapat tumbuh dikepalamu!"
Lelaki yang selalu menamakan diri sebagai bekas orang hukuman itu menjadi lemas dan terduduk dekat mayat jenderal Cong.
Setelah lewat sesaat maka dia menengadah dan melihat biarawati yang muda usia itu masih tetap bersenyum sambil mengawasi sehingga perlahan-lahan sebelah tangannya meraba bagian mukanya dimulai pada dekat daun telinga, dan dia membeset kulit mukanya, sehingga pada detik berikutnya terbentang wajah muka seorang pemuda tampan berkulit putih, bukan berkulit hitam seperti muka simacan terbang yang kena terik sinar matahari.
( ooO XdXwX Ooo )
ADA SELAT Ho low kok disebelah utara gunung See san yang tinggi menjulang keangkasa, sedangkan di sebelah barat laut dari gunung yang tinggi itu kelihatan jelas tembok besar Ban lie tang shia yang berliku liku memanjang bagaikan seekor naga raksasa yang sedang tidur.
Sepasang insan anak manusia sedang saling menukar kata, sambil duduk bersentuh bahu diatas sebuah batu besar tanpa menghiraukan dinginnya angin pagi diwaktu subuh.
Sepasang insan anak manusia itu terdiri dari seorang anak laki laki muda yang tampan dan gagah perkasa, sedangkan yang seorang lagi merupakan seorang perempuan muda yang cantik jelita dan perkasa akan tetapi yang berpakaian sebagai seorang biarawati atau pendeta perempuan, yang ternyata adalah Cie-in suthay dari kuil Cui gwat am.
" jadi nama kau adalah Lie Hui Houw ?" terdengar antara lain Cie in suthay berkata kepada teman bicaranya, laki-laki muda yang tampan dan gagah perkasa, yang tadinya melakukan penyamaran sebagai laki laki bekas orang hukuman, atau si 'macan terbang', bekas sam ceecu atau panglima ketiga dari persekutuan Ceng liong pang di atas gunung Ceng liong san.
Sementara itu kelihatan Lie Hui Houw manggut membenarkan, tetapi sepasang matanya masih menatap jauh kearah letak tembok besar Ban-lie tang shia.
Ada satu peristiwa yang terjadi kira kira dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu negeri cina masih dijajah oleh orang-orang MongoIia. Peristiwa itu adalah mengenai ditangkapnya si macan terbang oleh pihak pemerintah penjajah, sampai si macan terbang mati waktu menjalankan hukuman kerja paksa.
Peristiwa ditangkapnya si "macan-terbang" adalah akibat penghianatan seseorang, dan hal ini membikin gurunya si macan-terbang menjadi penasaran, akan tetapi sang guru itu adalah seorang penganut agama Budha yang sudah bertobat dan pantang menyimpan dendam melulu karena takdir yang telah menentukan, maka sang guru itu bertemu dengan salah seorang sahabatnya, yang kebetulan mempunyai seorang murid laki laki yang bernama Lie Hui Houw (Hui houw macan terbang). Lie Hui Houw masih muda usianya, akau tetapi dia mendapat tugas melakukan balas dendam si 'macan terbang" yang pernah menjabat kedudukan sebagai panglima ketiga; atau sam ceecu pada persekutuan Ceng liong pang; dan untuk tugasnya itu Lie Hui Houw telah disulap menjadi seorang laki laki bermuka agak hitam bekas kena teriknya sinar matahari, berusia kira-kira sudah empat puluh tahun lebih; dan penyamarannya itu adalah dengan memakai topeng yang dibikin dari bahan yang elastik semacam kulit manusia, dan sejak hari itu Lie Hui Houw merantau sebagai laki laki bekas orang hukuman, sampai akhirnya dia berhasil menemui si penghianat, akan tetapi rahasia penyamarannya telah diketahui oleh Cie in suthay, biarawati muda usia yang cantik jelita.
"... akan tetapi, bagaimana mungkin suthay bisa mengetahui penyamaranku. ?" terdengar Lie Hui Houw balik menanya.
"Seperti yang sudah aku katakan, sebab tidak ada selembar uban yang tumbuh dlatas kepalamu yang keras seperti besi..," sahut Cie In suthay sambil menyertai seberkas senyum yang dapat memikat hati selusin perjaka.
Lie Hui Houw ikut bersenyum padahal hatinya sedang berdebar keras karena pengaruh senyum manis dan pengaruh mengadu bahu karena mereka duduk rapat berdampingan.
*Eh, aku sekarang sudah tahu tentang nama kau, akan tetapi coba kau ceritakan tentang... ya, tentang apa saja misalnya tentang tempat kelahiranmu?" dan setelah sejenak sama sama terdiam tidak bersuara .
Lie Hui Houw menatap muka biarawati yang muda usia itu; tepat disaat Cie in suthay juga sedang mengawasi tanpa lupa menyertai senyumnya akan tetapi keduanya cepat cepat mengganti arah pandangan; mengawasi lurus kearah tembok besar Ban lie tang shia, dan seperti kata orang orang tua, dengan mengawasi tembok besar Ban lie thang shia maka semua kenangan lama akan teringat lagi sehingga Lie Hui Houw kemudian mulai menceritakan tentang dirinya dan tentang tempat kelahirannya.
Disebuah jalan silang dekat perbatasan propinsi propinsi An hwie; Ouw pak dan Ouw lam, terdapat sebuah gunung yang tinggi menjulang ke angkasa.
Gunung itu adalah gunung Kauw it san yang banyak mendapat perhatian dari kaum pelancong, terutama dengan mereka yang sedang melakukan perjalanan dari dan ke salah satu propinsi An hwie Ouw pak dan Ouw lam, oleh karena diatas gunung Kauw it san terdapat banyak pemandangan yang indah dan dari atas gunung itu pula orang bisa melihat jalur jalur jalan raya yang menuju ke tiga arah propinsi yang berlainan namun yang sukar diketahui sebab berliku liku bagaikan menuju pada arah yang sama.
Akan tetapi sayangnya belakangan ini orang orang menjadi ragu ragu bahkan merasa cemas untuk naik keatas gunung Kauw it san apalagi diwaktu malam hari yang biasanya orang gemar menemani cemerlangnya sinar bulan sambil mengawasi kelap kelip lampu lampu rumah penduduk setempat; yang meskipun tidak banyak jumlahnya akan tetapi sedap dipandang karena banyak beterbangan binatang kunang-kunang.
Konon menurut cerita orang diatas gunung Kauw it san sekarang telah dihuni oleh suatu hantu jejadian, bermuka hitam (Hek mo) dengan sepasang mata melotot bersinar merah seperti lentera merah ( Ang teng ), serta memiliki rambut yang panjang tidak terurus, dibiarkan lepas terurai kebagian belakang bagaikan rambut seekor binatang Barong (semacam binatang purba).
Kemudian ada lagi cerita lain orang yang menambahkan, bahwa munculnya hantu jejadian yang berujut semacam kepala Barong itu, biasanya didahulukan dengan terdapatnya lentera merah ( Ang teng ) yang menyala bergantungan diatas dahan pohon, lalu pada siang berikutnya pasti kedapatan mayat atau mayat mayat manusia yang bergelimpangan disemak semak dibiarkan membusuk dan menjadi makanan hewan hewan liar, sampai tinggal sisa tulang tulang yang kian hari kian banyak berserakan; mengakibatkan ada orang yang menambahkan cerita seram itu dengan mengatakan bahwa lembah yang terdapat di atas gunung itu, menjadi lembah Pek kut yao; atau lembah tulang tulang putih !
Riwayat Lie Bouw Pek 2 Jangan Ganggu Aku Karya Wen Rui An Kisah Para Pendekar Pulau Es 21
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terkejut waktu melihat gerak si malaikat maut yang ke empat. Cepat cepat dia mengerahkan tenaga dan menangkis memakai ilmu cakar macan, akan tetapi dia kalah cepat dengan datangnya angin pukulan yang menyambar dia.
Tubuh laki laki bekas orang hukuman itu terpental balik ketempat asal, menahan rasa sakit pada bagian dalamnya yang kena gempur, namun dia tetap tidak boleh lengah sebab seorang rekannya Cu Yu Seng sedang menghajar dia memakai sebatang ruyung berduri sembilan !
Terpaksa laki laki bekas orang hukuman itu harus menggulingkan tubuhnya yang sedang terjatuh bekas kena gempur tadi, sambil sebelah kakinya menendang betis kaki si penyerang, membikin musuh itu berteriak kesakitan berlompatan menggunakan sebelah kakinya.
Hek houw Thio Leng yang sejak tadi kelihatan bagaikan orang bingung atau gugup, mendadak ikut menyerang selagi dia melihat keadaan bekas sam ceecu yang belum sempat bangun berdiri. Akan tetapi, si macan hitam agaknya tidak menduga dengan ketangkasan laki laki bekas orang hukuman itu !
Si macan hitam menyerang tepat disaat bekas sam ceecu itu menendang rekannya Cu Yu Seng, dan tanpa diduga oleh si macan hitam, bekas sam ceecu itu justeru berhasil merampas ruyung yang langsung dia gunakan buat memukul si macan hitam.
Hek houw Thio Leng menjerit ketakutan. Tak kuasa dia menolong diri dari serangan itu, akan tetapi untung bagi dia, bahwa disaat yang tepat si malaikat maut yang kesepuluh justeru sedang menyerang memakai cambuk panjang dari jarak yang cukup jauh terpisah.
Cambuk panjang si malaikat maut ke 10 berhasil membelit ruyung yang sedang menghajar Hek houw Thio Leng, pasti dapat membinasakan laki laki bekas sam ceecu itu, selagi senjata ruyung itu kena dilibat.
Hek houw Thio Leng menyadari setelah terlambat buat dia menggunakan kesempatannya, sehingga waktu simacan hitam melakukan serangannya maka bekas sam ceecu itu sudah sempat menggulingkan tubuhnya dan menghindar tanpa menghiraukan senjata ruyung tadi sudah lepas dari targannya.
Akan tetapi laki laki bekas orang hukuman itu harus terus menggulingkan tubuhnya bagaikan seekor keledai malas yang mandi dipasir, sebab si malaikat maut yang ke 10 terus memecut dengan cambuknya yang panjang, dan cambuk itu perdengarkan suara yang menggema bagaikan aum dari seekor naga yang sedang mengamuk, tetapi tubuh si malaikat yang ke 10 itu tidak setinggi tubuh bekas jie ceecu Louw Sin-Liong yang hendak didatangi oleh laki laki bekas orang hukuman itu.
Andaikata tubuh si malaikat maut yang ke 10 itu mempunyai ukuran yang sama dengan bekas jie ceecu Louw Sin Liong, maka laki laki bekas orang hukuman itu pasti akan menerka bahwa musuh yang memakai selubung penutup kepala itu adalah sang kakak yang kedua, yang hendak dia cari.
Akan tetapi segala gerak dan cara si malaikat yang ke 10 menyerang memakai cambuknya sungguh sungguh sangat mirip dengan ilmu yang biasa digunakan oleh sinaga sakti Louw Sin Liong; sehingga benar benar sangat membingungkan bagi laki laki bekas orang hukuman itu, terlebih dengan ilmu 'pek kong ciang' yang sangat mirip dengan ilmu "eng jiauw kang" atau tenaga cakar elang yang sebenarnya sangat mirip dengan ilmu yang sudah dimiliki oleh seseorang bekas pangcu dari Ceng liong pang, atau ayahnya si 'burung Hong" yang menjadi tambatan hatinya.
Dalam keadaan yang serba membingungkan itu laki laki bekas orang hukuman itu tidak sempat menggunakan pikirannya; sebab dia harus tetap menghindar dari maut yang sedang mengancam dirinya.
Segala geraknya yang memerlukan dia memakai tenaganya; telah mengakibatkan rasa sakit pada bagian dalamnya menjadi semakin terasa, bekas tadi kena gempuran tenaga 'pek kong ciang'.
Untung bagi laki laki bekas orang hukuman itu, bahwa disaat dia sedang diancam oleh cambuk maut Tay Iwee sip sam ciu yang ke sepuluh, mendadak datang seorang pemuda yang tampan dan tangkas.
Pemuda yang tangkas itu memasuki arena pertempuran dengan tangan kanan memegang sebatang pedang, sedangkan pada tangan kirinya terbungkus dengan sebuah sarung tangan dari kulit.
Dengan sebelah tangan kirinya yang di bungkusan itu, dia menangkap ujung cambuk yang sedang mengancam laki laki bekas orang hukuman itu, sehingga untuk sesaat pemuda itu saling tarik dengan si malaikat maut ke-10, masing masing dengan menggunakan tenaga mereka.
Tay lwee sip-sam ciu yang ke empat melihat datangnya pemuda yang tidak diharapkan itu. Dalam gusarnya dia perdengarkan pekik suaranya dan menghantam pemuda itu memakai tenaga 'pek kong ciang', akan tetapi pemuda yang tangkas itu telah pergunakan kecerdasannya, yakni dia sengaja membiarkan tubuhnya kena ditarik oleh si malaikat yang kesepuluh yang bersenjata cambuk, sehingga tubuhnya pemuda itu melesat cepat dan terhindar diri pukulan tenaga pek kong ciang sebaliknya sambil meluncur pemuda itu menyiapkan pedangnya dan berhasil menikam pundak kiri si malaikat maut yang kesepuluh yang sedang tersungkur jatuh, akibat daya tarik tenaganya sendiri.
Si malaikat maut yang ke empat menjadi sangat terkejut; ketika melihat rekannya terluka kena tikaman pedang. Sekali lagi dia menyerang memakai ilmu pek kong ciang dan kali ini pemuda itu lompat jauh menghindar, yang sekaligus dia menjadi mendekati laki laki bekas orang hukuman itu, yang keadaannya sedang diancam maut, karena sedang diserang oleh seorang musuh yang menjadi temannya Cu Yu Seng.
Dengan pedangnya yang tajam, pemuda yang tangkas itu berhasil menikam musuh yang sedang menyerang bekas sam ceecu yang sudah tidak berdaya karena kehabisan tenaga, kemudian waktu pemuda itu mengawasi kearah si malaikat maut yang ke empat maka dilihatnya musuh itu sedang lari sambil dia memanggul tubuh rekannya yang ke sepuluh diikuti oleh Hek houw Thio Leng tanpa menghiraukan ketiga rekan mereka yang sudah tewas bergelimpangan.
Laki laki bekas orang hukuman itu bangun berdiri waktu pemuda yang menolongnya datang mendekati. Geraknya sangat lambat dan pandangan matanya kelihatan bersinar lesu:
'Toako, kau tentunya kena gempur pukulan 'Pek kong ciang " kata pemuda yang sempat melihat keadaan orang yang ditolongnya itu.
Sejenak laki laki bekas orang hukuman itu bagaikan terpesona mendengar kata 'toako* yang diucapkan oleh pemuda penolongnya, sampai dia meraba mukanya dekat belakang telinganya; setelah itu dia paksakan diri buat bersenyum dan berkata :"Tidak apa apa, dan terima kasih atas bantuanmu.."
Pemuda itu merendah dan memperkenalkan namanya. Ternyata dia adalah Cia It Hok, salah seorang pendekar penegak keadilan dari golongan Tiang pek pay !
)dw( (o) )hnd( SEHABIS ikut mengganyang markas besar Cian tok bun diatas gunung Kauw it san, maka Cia It Hok langsung berangkat pulang ke kota Pao kee tin, buat dia menemui istri dan anaknya yang baru berumur 2 tahun, yang waktu itu menetap bersama kedua mertuanya Cia It Hok.
Ada suatu hal yang menggelisahkan hati Cia It Hok, oleh karena setelah dia berkumpul dengan keluarganya, maka dia mengetahui bahwa gurunya Hong Jin Eng tak pernah datang dirumahnya, padahal sang guru itu berjanji akan singgah buat mengobati ibu mertuanya Cia It Hok yang sedang sakit, dan janji itu sang guru berikan waktu Cia It Hok ditugaskan ikut mengganyang markas besar Thian tok bun.
Sesungguhnya Cia It Hok tak mengetahui bahwa setelah berpisah dengan muridnya maka Hong Jin Eng kena perangkap orang-orang Thia tok cuncu alias Han bie kauwcu dan Hong Jin Eng tewas sedangkan mayatnya dijadikan makanan binatang buas sehingga untuk seterusnya Cia It Hok tak dapat bertemu lagi dengan gurunya itu.
Oleh karena kegelisahan hatinya memikirkan janji gurunya yang tidak dipenuhi, maka Cia It Hok pamitan dan sekali lagi dia merantau meninggalkan keluar, bahkan untuk waktu yang cukup lama sebab diatas gunung Tiang pek san tidak dapat Cia It Hok menemui gurunya, dan dia berkelana terus buat mencari gurunya, sampai dia singgah di teluk Hek liu ouw buat menemui si jeriji sakti Phang Bun Liong.
Kedatangan Cia It Hok justeru bertepatan dengan sedang mengganasnya Tay lwee sip sam ciu, istimewa ditujukan terhadap orang orang bekas para pendukung gerakan Thio Su Seng.
Oleh si jeriji sakti Phang Bun Liong maka Cia It Hok kemudian ditugaskan untuk mengikuti perjalanan dua orang laki laki muda yang baru singgah di teluk Hek liu ouw, oleh karena si jeriji sakti Phang Bun Liong mencurigai kedua laki laki muda itu, terutama yang mengaku bernama Lim Seng Kie.
Cia It Hok kehilangan jejak orang-orang yang seharusnya dia ikuti, maka dari itu dia harus melakukan perjalanan secepat mungkin dan diluar dugaan dia bertemu dengan lelaki bekas orang hukuman itu yang sedang dikepung oleh sejumlah musuh, diantaranya terdapat si malaikat maut yang ke 10 dan yang ke 4 sehingga Cia It Hok langsung memberikan bantuan, oleh karena dia menganggap orang yang sedang dikepung itu pasti adalah rekannya dari golongan pendekar penegak keadilan yang hendak dibinasakan oleh Tay lwee sip sam ciu !
Akan tetapi, suatu keanehan telah dihadapkan oleh Cia It Hok, yang bahkan merupakan sesuatu kekecewaan; sebab seorang yang ditolongnya itu ternyata tak mau memperkenalkan namanya, sebaliknya secara tak langsung orang itu mengatakan bahwa disuatu saat mereka tentu akan bertemu lagi yakni di tempatnya It ci sian Phang Bun Liong. Akan tetapi sekiranya lelaki itu tak berkesempatan memenuhi janjinya, maka Cia It Hok dipersilahkan menanya kepada si jeriji sakti tentang adanya seekor macan di goa naga !
"seekor macan di goa naga . . . ." pikir Cia It Hok didalam hati sambil dia mengawasi kepergian laki laki yarg telah ditolongnya itu, sampai mendadak Cia It Hok menjadi teringat bahwa kemungkinan laki laki yang aneh itu sedang menjalankan suatu tugas yang perlu untuk dia merahasiakan tentang dirinya.
Laki laki bekas orang hukuman itu menguatkan dirinya buat dia menempuh perjalanan kembali ke rumah penginapan. Dia merasa bagaikan sudah kehilangan harga dirinya karena sudah ditolong oleh seseorang yang usianya lebih muda dari dia. Oleh karena itu dia tidak mau ditolong sekali lagi oleh Cia It Hok yang hendak mengantarkan dia sampai di rumah penginapan.
Didekat kamar dara Cin Siao Yan, maka laki laki bekas orang hukuman itu berhenti sebentar, lalu dia membikin jeriji tangannya ke dalam mulutnya buat dia membikin liang pada kertas penutupan daun jendela, dan dia mengintai dara manja itu yang ternyata masih pulas tertidur karena saat itu baru mendekati waktu subuh.
Laki laki bekas orang hukuman itu kemudian memasuki kamarnya dan merebahkan diri. Tenaga dalamnya telah kena gempuran ilmu pek kong ciang, suatu ilmu pukulan udara kosong yang dahsyat, di saat dia justeru bermaksud menghadapi si naga sakti Louw sin Liong buat membalas dendam.
Dalam keadaan yang seperti itu, dia yakin bahwa dia tidak akan sanggup melawan si naga sakti namun dendam yang membara selama 20 tahun tidak boleh dia kesampingkan. Oleh karena itu dia memikirkan suatu daya atau cara buat dia menghadapi orang yang sudah menghianati dirinya. Pagi harinya dara manja Cin Siao Yan menemui laki laki bekas orang hukuman itu dengan muka yang cerah, siap untuk meneruskan perjalanan mereka.
Dara yang biasa berlaku manja itu semalam bermimpi bahwa laki laki teman seperjalanannya telah melakukan pertempuran yang seru melawan bekas jie ceecu Louw Sin Liong, dan pada akhir pertempuran itu si naga sakti dapat dibinasakan, sehingga tunai sudah dendam laki laki teman seperjalanannya itu, yang selanjutnya sempat mendampingi dia dengan muka yang selalu berseri seri, tidak lagi menyimpan duka seperti biasanya.
Sebaliknya kepada Cin Siao Yan tidak diberitahukan oleh laki laki bekas orang hukuman itu tentang pertempurannya semalam, yang mengakibatkan dia menyimpan luka dibagian dalam.
Jilid 5 LAKI-LAKI bekas orang hukuman itu bahkan berusaha bersikap seperti biasa terhadap dara yang manja itu, dan melakukan pembayaran uang sewa kamar, untuk kemudian mereka terus melanjutkan perjalanan mereka, hendak mencapai kota Hong yang.
Adalah ditengah perjalanan itu, Cin Siao Yan mendadak melihat keadaan yang lemah dari laki laki teman seperjalanannya, yang napasnya kelihatan sangat memburu.
Dara yang biasanya berlaku manja itu menghentikan langkah kakinya, dan sebelah tangannya erat erat memegang sebelah tangan laki laki teman seperjalanannya, lalu dia berkata :
"Kau sakit .. . ?" tanya dara manja itu sambil dia menatap muka teman seperjalanannya yang tidak perlihatkan perobahan apa apa hanya pada sepasang matanya yang kelihatan bersinar sayu.
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak segera menjawab. Sebelah tangannya dia gunakan buat memegang kepalanya lalu dia mengangguk dan berkata :
'Aku merasa sedikit demam . ."
"Kita istirahat dulu..." ajak Cin Siao Yan sambil dia meneliti sekitar tempat mereka berada disuatu jalan yang sunyi dan yang tidak terdapat rumah seseorang; akan tetapi di kedua sisi jalan banyak terdapat pohon pohon yang gersang.
Akan tetapi, laki laki bekas orang hukuman itu menggelengkan kepala dan berkata lagi:
"Kita tidak perlu membuang waktu, aku ingin hari ini juga kita tiba ditempat tujuan...."
"Akan tetapi, bagaimana kau bisa tempur dia kalau keadaan kau sedang sakit... ?" kelihatan cemas Cin Siao Yan yang mengawasi.
Sekali lagi laki laki bekas orarg hukuman itu perlihatkan lagak seperti sedang berpikir. padahal dia sedang menahan derita rasa sakit akibat kena pukulan tenaga 'pek kong ciang; sedangkan pada saat itu dia banyak menggunakan tenaga buat melakukan perjalanan.
."Aku, aku pasti dapat mengalahkan dia "akhirnya laki laki bekas orang hukuman itu berkata, sedangkan sepasang matanya yang bersinar seram, mengawasi pedang yang digantung dibagian pinggang sebelah kiri dara yang manja itu; setelah itu dia mengajak Cin Siao Yan membiarkan dara manja itu menuntun sebelah tangan kanannya.
Di lain pihak, si naga sakti Louw Sin Liong sudah cukup lama menempati rumahnya didalam kota Hong yang, sebuah rumah yang cukup besar dan luas yang dihuni bersama isteri dan seorang anaknya, serta beberapa sanak dan para pembantu rumah tangga.
Sejak mengundurkan diri dari persekutuan Ceng liong pang, si naga sakti Louw Sin Liong mencurahkan segala perhatiannya buat memupuk keluarga, tanpa dia menghiraukan segala kejadian dikalangan rimba persilatan, berkat banyaknya pengalaman pahit yang dia hadapi selama dia menjabat kedudukan sebagai jie ceecu dari persekutuan naga hijau.
Touw Sin Liong menetap dikota Hong-yang dengan berusaha menjadi seorang thabib yang mengobati orang orang sakit. Sekali pernah dia kedatangan sang toa toako, bekas kakak seperjuangannya yang menjabat sebagai 'toa ceecu' pada persekutuan Ceng liong pang; dan sang Poei toako ini juga sudah menjauhi diri dari pergaulan kaum rimba persilatan.
Betapapun halnya, kedatangan sang Poei toako itu telah mengakibatkan si naga sakti Louw Sin Liong menjadi terkenang lagi dengan berbagai kejadian tempo dulu, juga mengenai cinta sepihak, yang untuk sekian lamanya dia pupuk, sedangkan orang yarg dia cintai si "burung Hong" yang cantik dan perkasa tetap setia dengan cintanya yang pertama, yakni terhadap si harimau yang tampan yang dikabarkan sudah binasa didalam rumah penjara kaum penjajah.
Sejak terjadinya perpisahan diatas gunung Ceng liong san naga sakti Louw Sin Liong kehilangan jejak si 'burung Hong* yang tetap dia cintai. Adalah sang Poei toako itu yang kemudian datang membawa berita bahwasanya si burung Hong yang cantik dan perkasa telah menjadi seorang biarawati, menemani Tok-pin-nie Bok-lan siancu didalam kuil Cui-gwat am.
Waktu sang Poei toako sudah pamitan, maka si naga sakti Louw Sin Liong minta idzin dari isterinya; karena setelah berpisah lebih dari lima belas tahun lamanya, dia hendak menemui orang yang pernah dia cintai.
Akan tetapi, si naga sakti Louw Sin Liong ternyata tidak berhasil mencapai niatnya yang hendak bertamu dengan si 'burung Hong' yang pernah dia cintai, sebab kuil Cui gwat am tidak menerima kunjungan tamu laki laki; dalam arti kata si 'burung Hong' tidak dibenarkan bertemu dengan kaum pria !
Namun demikian si naga sakti Louw Sin Liong boleh merasa cukup puas, sebab dia dibolehkan berbicara dengan si burung Hong yang pernah dia cintai, yakni dari balik pintu halaman kuil Cui gwat am yang dibuat dari bahan besi tebal.
Nada suara si burung Hong ternyata masih tetap sama seperti dia masih merupakan seorang dara yang cantik, meskipun dari nada suaranya itu si naga sakti Louw Sin Liong mendapat kesan, bahwa sudah hilang sikap perkasa si burung Hong, karena sekian lamanya dia menanggung derita siksa kehilangan orang yang dia cintai.
",., Louw jieko, aku mengucap terima kasih karena kau kesudian menyambangi aku, akan tetapi maafkan bahwa aku harus taat dengan peraturan kuil yang tidak membolehkan aku menemui kau..," demikian antara lain terdengar perkataan si burung Hong dengan nada suara yang merdu, akan tetapi terdengar lemah hilang keperkasaannya.
"Hong moay, sudah lebih dari 15 tahun lamanya kita berpisah, bagaimana dengan keadaan kau,,. ?" Louw Sin Liong lalu ia menanya, dan air matanya berlinang keluar tanpa dia sanggup membendungnya, meskipun sebenarnya dia terkenal sebagai seorang laki laki yang keras hati.
Sejenak suasana menjadi hening oleh karena dari bagian dalam halaman kuil Cui-gwat am tidak terdengar suara jawaban dari si 'burung Hong".
"Aku baik baik saja. Bagaimana dengan kau . .?" balik tanya si "burung Hong" yang sejenak tadi tidak terdengar suaranya.
Mendengar pertanyaan orang yang pernah dirindukan itu, maka sekarang ganti si naga sakti Louw Sin Liong yang tidak mampu segera memberikan jawaban. Mukanya merah, akan tetapi untungnya tidak terlihat oleh si 'burung Hong" yang berdiri dibalik pintu kuil yang tebal kokoh itu.
Si naga sakti Louw Sin Liong merasa malu buat mengakui, bahwa dia sudah menikah dan mempunyai seorang anak lelaki berumur sembilan tahun, akan tetapi akhirnya dia menyadari bahwa tidak seharusnya dia membohongi sang adik yang pernah dia rindukan itu:
"Aku sudah menikah dan mempunyai anak lelaki kz umur 9 tahun . . ." akhirnya dia berkata; terdengar perlahan suaranya.
Dari sebelah halaman dalam kuil itu terdengar si burung Hong menarik napas panjang; setelah itu baru dia berkata lagi :
"Syukurlah kalau begitu semoga kau hidup bahagia selamanya.., . "
"Akan tetapi Hong moay ..." hilang lenyap suara sinaga sakti Louw Sin Liong yang tak mampu meneruskan perkataannya, sedangkan siburung Hong lalu bersuara menyapa karena cukup lama dia menunggu sia sia :
"Tetapi kenapa, Louw jieko ..."'
" Tetapi..." hilang lagi suara sinaga sakti Louw Sin Liong yang tetap tak kuasa meneruskan perkataannya; sedangkan disebelah halaman dalam kuil itu, siburung Hong tetap menunggu.
"Kau tidak sanggup menyebut nama dia, bukankah begitu ... ?" akhirnya terdengar si burung Hong menanya karena untuk yang ke sekian kalinya dia kehilangan suara sang jie ko atau kakak yang ke dua.
Louw Sin Liong manggut tak sadar akan tetapi kemudian dia menyadari bahwa si burung Hong tidak mungkin melihat waktu dia manggut tadi sehingga cepat cepat dia berkata:
"Benar- - dia."
"Andaikata dia masih hidup, ingin benar aku mengucapkan sesuatu kepadanya." si burung Hong memutus perkataan si naga sakti, dan nada suaranya itu terdengar mengandung suatu penyesalan.
'Mengucapkan apa ..,?" Louw Sin Liong menanya dan merasa heran.
"Sebuah pengakuan .. " sahut si burung Hong dari sebelah halaman dalam kuil itu.
"Pengakuan ...?" Louw Sin Liong mengulang perkataan itu tetapi dia merasa heran tidak mengerti.
Untuk sesaat.lamanya hilang lenyap suara si burung Hong dari balik pintu kuil yang tebal kokoh itu, sampai kemudian terdengar dia berkata lagi, dengan suaranya yang terdengar semakin perlahan :
"Pengakuan bahwa aku mengetahui orang yang sudah menghianati dia - - -"
'Hong moay - -kau - - -?"
Dan sekali lagi si burung Hong memutus perkataan si naga sakti :
'Masih, kau ingat dengan usaha kita yang tidak berhasil menolong dia - - -?"
'Mengapa tidak - - - " sahut Louw Sin Liong cepat, sedangkan hatinya berdebar keras, dan terbayang lagi dia dengan kejadian tempo dulu.
Waktu itu pangcu tidak menyetujui niat mereka berdua yang hendak berusaha menoIong si 'harimau' yang tampan, oleh karena pangcu berpendapat tembok penjara sangat tinggi dan penjagaan dilakukan dengan sangat ketat sekali. Lebih dari seribu orang tentara yang dipimpin oleh seorang perwira bangsa asing yang banyak pengalamannya serta tujuh puluh dua orang anggota "kim sie-wie" yang terdiri dari kaum penghianat bangsa yang kesudian mengabdi pada kaum penjajah.
Akan tetapi niat siburung Hong yang hendak menolong kekasihnya tak dapat dibendung. Dia tetap mengajak sinaga sakti Louw Sin Liong; dan mereka pergi tanpa idzin dan tanpa setahu pangcu Ceng liong pang yang menjadi ayah siburung Hong.
Mereka berdua melakukan perjalanan yang cepat tanpa mengenal lelah dan tanpa mengenal waktu. Memang benar tembok penjara sangat tinggi dan dijaga sangat ketat oleh pihak tentara bangsa Mongolia.
Keduanya pandai ilmu "pek hou you chong' atau 'cecak merayap ditembok"; akan tetapi mereka berdua merasa yakin bahwa mereka tak akan sanggup mencapai dibagian tertinggi dari tembok penjara itu !
Si Dewi burung Hong yang cantik dan perkasa tidak habis daya. Dia menyiapkan empat utas tambang yang bagian ujungnya dia ikat memakai besi runcing seperti mata tombak. Dengan masing masing membekal dua utas tambang yang cukup panjang itu, mereka mulai memanjat tembok penjara. Keduanya berhasil mencapai bagian teratas dengan bantuan tambang tambang yang mereka gunakan buat merambat, akan tetapi kedatangan mereka cepat diketahui sehingga mereka harus melakukan pertempuran yang maha hebat.
Seingat si naga sakti Louw Sin Liong, seumur hidup baru pernah dia mengalami pertempuran yang seberat itu dan yang terbanyak dia membunuh jiwa manusia !
Keduanya terpaksa berusaha menyingkir sebelum berhasil mencapai niat mereka. Dalam usaha menuruni tembok penjara yang tinggi itu, tambang yang dipakai oleh siburung Hong kena dibacok putus oleh pihak musuh sehingga tubuh siburung Hong meluncur jatuh tidak berdaya. Untung bahwa si naga sakti Louw Sin Liong sudah lebih dulu tiba dibawah, sehingga si naga sakti ini berhasil menyanggah tubuh siburung Hong yang nyaris terbanting jatuh !
"Alangkah terkutuknya hidup ini kalau kita menyimpan dosa,,, deritaku barangkali lebih berat kalau dibanding dengan penderitaannya yang berada didalam rumah penjara,,." terdengar si burung Hong berkata seperti dia bicara pada dirinya sendiri.
"Akan tetapi, dia sekarang sudah mati,,," tukas si naga sakti yang mendengarkan kata kata si burung Hong bagaikan orang yang meratap.
"Ya, dia sudah mati. Justeru dia sudah mati maka dia bebas dari derita dan siksa,,," terdengar si burung Hong berkata lagi, dari balik daun pintu kuil yang tebal-kokoh itu.
Si naga sakti Louw Sin liong belum sempat mengucap apa apa ketika dia didahului oleh suara didalam kuil yang memanggil si burung Hong; sehingga cepat cepat si burung Hong berkata lagi kepada sang kakak yang kedua itu: "Louw jieko, maaf sebab aku dipanggil suhu. Kesempatan untuk kita bicara sudah habis. Aku ucapkan sekali lagi agar kau hidup bahagia mendampingi keluarga?"
Suara langkah kaki si burung Hong terdengar memasuki bagian dalam kuil itu dan si naga sakti Louw Sin Liong tak kuasa mencegah, langkah kaki si naga sakti kemudian lemah tidak bersemangat waktu dia meninggalkan kuil Ciu gwat am.
Dan hari itu, si naga sakti Louw Sin Liong sedang tidur siang ketika dia diberitahukan tentang kedatangan sepasang tamu lelaki dan perempuan. Dia menjadi sangat terkejut karena dia baru saja memimpikan kedatangan si burung Hong bersama kekasihnya. Sepasang insan itu datang dengan muka berseri seri. Saling memadu kasih, seperti dua puluh tahun yang lalu !
Si naga sakti Louw Sin Liong kemudian tenangkan hatinya, melupakan mimpinya buat dia menghadapi kenyataan, bahwa pada saat itu dia kedatangan dua orang tamu laki laki dan perempuan, dan tamu tamu itu katanya bersikap aneh dan tidak mau masuk menunggu di ruang tamu, akan tetapi berdiri di haIaman menunggu dia keluar.
Sekali lagi si naga sakti Louw Sin Liong menjadi terkejut, waktu dia sudah berhadapan dengan kedua tamunya itu sebab tamu yang laki laki itu adalah . . .
*Kau .!" kata si naga sakti Louw Sin Liong yang merasa ragu ragu, terlebih waktu dilihatnya tamu yang perempuan itu bukannya si burung Hong.
*Ha ha ha ! agaknya waktu duapuluh tahun cukup lama buat kau melupakan aku . . !' kata laki laki bekas orang hukuman itu dengan tawanya yang khas, yang sekaligus telah menghilangkan keraguan si naga sakti Louw Sin Liong.
"Sam tee, kau I" seru si naga sakti dengan muka girang; lalu dia bergegas hendak mendekati dengan sepasang lengan membuka lebar bagaikan orang yang hendak merangkul. Secepat yang dia masih mampu melakukan laki laki bekas orang hukuman itu menarik keluar pedang yang berada dipinggang Cin Siao Yan, siap buat dia menikam Louw Sin Liong!
Sebagaimana layaknya orang yang memiliki ilmu tinggi, si naga sakti Louw Sin Liong langsung menunda langkah kakinya, tepat lagi beberapa senti pedang yang tajam itu membenam ditubuhnya!
'Sam tee kau . .!' kata si naga sakti Louw Sin Liong yang menjadi gugup dan perlihatkan muka heran.
'Ha ha ha! masih ada muka buat kau sebut aku sebagai Sam tee ... ?" laki laki bekas orang hukuman itu berkata dan langsung mengulang tikaman pedangnya yang tadi tertunda.
Si naga sakti Louw Sin Liong lompat mundur akan tetapi sekali lagi dia harus lompat menyamping dan masih beberapa kali dia harus berusaha menghindar karena sang adik yang ketiga masih terus mengulang serangannya.
'Hm! kau keluarkan ilmu "yu liong sin jiauw', aku siap menghadapinya...,!" seru laki laki bekas orang hukuman itu, yang terpaksa menunda serangannya buat dia memperbaiki napasnya; setelah beberapa kali tidak berhasil menikam.
( "yu liong sin jiauw" - ilmu cakar maut naga sakti; suatu ilmu yang khas dimiliki oleh Louw Sin Liong )
Sementara itu si naga sakti Louw Sin Liong masih tetap perlihatkan muka heran. Dan dia menjadi lebih heran lagi karena menghadapi serangan serangan sang adik yang ketiga, yang meskipun dapat mengakibatkan maut, akan tetapi geraknya agak lambat sehingga tidak sukar buat dia menghindar. Maka terpikir oleh si naga sakti Louw Sin Liong, bahwa sang adik yang ketiga itu tentunya habis mengalami siksa didalam rumah penjara, sehingga kesaktiannya hilang atau berkurang banyak.
"Sam tee, mengapa kau serang aku,,,"'' si naga sakti Louw Sin Liong masih berusaha bicara dan menanya.
Laki laki bekas orang hukuman itu mengawasi dengan sinar mata menyala karena menyimpan dendam, akan tetapi nyala itu bagaikan redup dimata sang kakak yang tinggi ilmunya:
"Hm ! Kau masih mencoba bersandiwara " Kau hianati aku sehingga duapuluh tahun lamanya aku harus menderita didalam rumah penjara, akan tetapi ternyata Tuhan berlaku adil dan memberikan kesempatan buat aku berhadapan lagi dengan kau....!"
Jelas bagi si naga sakti Louw Sin Liong bahwa sang adik yang ketiga telah menuduh dia sebagai si penghianat. Segera dia teringat lagi dengan perkataan si burung Hong yang katanya hendak memberitahukan sesuatu, kalau dia sempat bertemu dengan sang adik yang ketiga ini, sehingga sekilas Louw Sin Liong menganggap si burung Hong telah pula bertemu dan telah bicara dengan sang adik yang ketiga ini. Akan tetapi kenapa dia yang dituduh menjadi penghianat "
"Sam-tee, apakah kau sudah bertemu dengan Hong moay ....?"
Laki-laki bekas orang hukuman itu sebenarnya sudah siap hendak menggunakan sisa tenaganya, buat dia menyerang sang kakak kedua dengan ilmu houw jiauw kang akan tetapi dia membatalkan niatnya waktu itu dia mendengar disebutnya si burung Hong yang menjadi kekasihnya.
'Apakah dia masih hidup?" dia menanya, sedangkan pada sepasang matanya kelihatan mulai ada butir butir yang membasah.
Mendengar pertanyaan ini, maka si naga sakti Louw Sin Liong yakin bahwa sang adik yang ketiga belum bertemu dengan si burung Hong. Dia manggut akan tetapi sepasang matanya tetap mengawasi sang adik yang ketiga itu.
"Tadi kau menuduh aku telah menghianati kau, sehingga kau ditangkap dan menderita didalam rumah penjara. Aku dapat memahami dendam yang membara didalam lubuk hatimu, samtee ; sebab dahulu pernah kita terlibat dalam cinta segitiga. Akan tetapi setelah aku mengetahui bahwa Hong moay memilih kau, maka aku merelakan dan mendoakan kalian hidup bahagia. Aku dan Hong moay pernah berusaha menolong kau akan tetapi pada percobaan yang pertama itu kami gagal, dan kami tak sempat mengulang lagi sebab kami mendapat berita kau sudah binasa. Andaikata kami mengetahui kau masih hidup, sudah tentu kami akan berusaha terus buat menolong kau . ."
Si naga sakti Louw Sin Liong menghentikan sebentar perkataannya, akan tetapi perhatiannya tidak lepas dari sang adik yang ketiga dan waktu sang adik yang ketiga hendak mengucap sesuatu perkataan, maka dia mencegah dan meneruskan bicara :
"...aku baru saja membayangi Hong moay dikuil Cui gwat am, Entah mengapa, dia hendak memberitahukan kau tentang si penghianat, andaikata dia sempat bertemu dengan kau . ."
''Hong moay dikuil Cui gwat am " Hong moay tahu siapa yang menghianati aku... ?" kata laki laki bekas orang hukuman itu bagaikan pada dirinya sendiri sementara sebelah tangannya sedang mencari cari dinding buat dia menahan tubuhnya yang terasa tidak bertenaga sehingga Cin Siao Yan yang sejak tadi berdiri diam dengan sikap waspada, cepat cepat mendekati dan menolong.
"sam tee, kau sedang sakit. Mari istirahat didalam. " kata si naga sakti Louw Sin liong yang ikut mendekati dan ikut membantu memegang sang adik yang ketiga itu. Laki laki bekas orang hukuman itu tidak menyahut, akan tetapi dia membiarkan waktu dara Cin Siao Yan membimbing dia mengajak masuk, dibantu oleh si naga sakti Louw Sin Liong menuju keruang tamu, sementara didalam hati dia mulai mempercayai bahwa bukan sang kakak kedua yang menghianati dia, sebab kalau benar si penghianat itu adalah si naga sakti, maka saat itu tidak sukar buat dia binasakan, karena si naga sakti sudah mengetahui dia sedang dalam keadaan sakit.
Sementara itu Louw Sin Liong mengajak kedua tamunya kedalam ruangan khusus yang biasa dia pakai buat memeriksa orang sakit.
"Sam tee, aku akan mengobati kau dulu; setelah itu kita bicara lagi . ." kata si naga sakti Louw Sin Liong: dan waktu sang adik yang ketiga membiarkan dia menggantikan Cin Siao Yan, maka dia yang menuntun mengajak sang adik yang ketiga memasuki ruang periksa, sementara Cin Siao Yan tidak ikut masuk, akan tetapi dia menunggu dengan sikap waspada siap menghadapi segala kemungkinan dan mempertaruhkan nyawa buat melindungi laki laki bekas orang hukuman itu.
Laki laki bekas orang hukuman itu membiarkan dirinya direbahkan diatas dipan yang biasanya dipakai untuk memeriksa orang sakit, dan membiarkan juga waktu sebagian pakaiannya dibuka, yang menyebabkan si naga sakti Louw Sin Liong menjadi sangat terkejut, waktu dia melihat bagian dada sang adik yang ketiga itu :
"Sam tee. kau luka kena... "
"Pukulan tenaga 'Pek kong ciang".. ." sahut sang adik yang ketiga itu; lalu dengan secara singkat dia menceritakan tentang pertempuran melawan si malaikat maut yang ke empat dan yang ke sepuluh.
"Ah ! pada mulanya aku sangka kau sakit karena siksa didalam rumah penjara: kemudian waktu melihat luka ini, aku menyangka kau berkelahi dengan pangcu karena kau menuduh pangcu yang menghianati kau..."
"Kau tahu dimana pangcu.. . ?" laki-laki bekas orang hukuman itu menanya.
'"Tidak!" sahut si naga sakti singkat.
"Aku juga heran, mengapa si malaikat maut memiliki ilmu yang mirip dengan yang dimiliki oleh pangcu ." gumam laki laki bekas orang hukuman itu yang jadi teringat dengan pengalaman waktu dia bertempur sementara si naga sakti Louw Sin Liong dengan cermat sedang menusuki memakai beberapa batang jarum pada beberapa bagian tubuh sang adik yang ketiga, lalu dia keluar dari dalam rumah buat memanggil dan memerintahkan pembantunya memasak obat sedangkan waktu Cin Siao Yan hendak masuk buat melihat keadaan laki laki teman seperjalanannya, maka si naga sakti Louw Sin Liong melarang meminta dara yang biasa berlaku manja itu bersabar menunggu.
Si naga sakti Louw Sin Liong kemudian menemui sang adik yang ketiga yang masih rebah dengan beberapa batang jarum yang menempel ditubuhnya dan si naga sakti Louw Sin Liong kemudian memberikan 3 butir obat pulung kepada sang adik yang ketiga setelah jarum jarum itu dicabut sambil dia berkata:
"Sam tee, obat pulung ini aku bikin berdasarkan petunjuk dari suhu, Kau minum sekaligus buat memulihkan tenaga dalam yang sudah kena gempur.,.,"
Laki laki bekas orang hukuman itu menerima dan diminumnya obat itu dengan air teh yang juga telah diberikan oleh si naga sakti Louw Sin Liong, sambil dia mengenangkan kejadian dan saat saat tempo dulu mereka sama sama belajar ilmu silat dan hampir saja dia harus berkelahi dengan sang kakak seperguruan yang sekaligus menjadi kakak seperjuangannya, melulu sebab mereka mengalami masalah cinta segitiga.
"Louw jieko kau tadi berjanji hendak menceritakan keterangan tentang Hong moay?" kata lelaki bekas orang hukuman itu sehabis dia terbenam dalam lamunan.
'Baik - - ' Sahut Louw Sin Liong; akan tetapi terlebih dahulu dia mengajak sang adik yang ketiga keluar menemui dara manja Cin Siao Yan yang sedang menunggu cemas; sehingga dara manja itu jadi berseri seri, ketika melihat keadaan teman seperjalanannya yang sudah mulai pulih kesehatannya.
'Heran, Hong moay tahu siapa yang menghianati aku; akan tetapi mengapa dia tak bertindak meskipun aku sedang didalam penjara ... ?" gumam lelaki bekas orang hukuman itu, setelah sinaga sakti menceritakan tentang perbicaraannya dengan si burung Hong.
"Mungkin maksud Hong moay dia hendak mengatakan langsung kepada kau buat bersama sama menghadapi si penghianat itu " " kata sinaga sakti Louw Sin Liong.
'Apakah mungkin dia"."lelaki bekas orang hukuman itu menanya seperti kepada dirinya sendiri.
'Dia siapa, maksud kau . . . ' Cin Siao Yan ikut bicara dan menanya.
"Poei toako . . . " sahut lelaki bekas orang hukuman itu bagaikan tanpa menyadari.
"Aku tak pernah mencurigai dia waktu dia datang kepadaku. Mungkin oleh karena saat itu aku menduga kau sudah binasa . " kata sinaga sakti Louw Sin Liong dengan pikiran yang melayang memikirkan beberapa kejadian buat dirangkaikan dalam menghadapi masalah sang adik yang ketiga itu.
"Kalau benar maksud Hong moay bahwa Poei toako yang telah berhianat maka Hong moay menganggap bahwa kita harus bergabung buat menghadapi ilmu yang dimiliki oleh Poei toako, dari itu Hong moay hendak mengatakan langsung kepadaku andaikata aku tidak binasa." Laki laki bekas orang hukuman itu yang berkata lagi, tetap seperti dia bicara dengan dirinya sendiri.
"Benar. Dulu juga waktu berlatih, hanya dengan bergabung, kita si naga, si harimau dan si burung Hong baru dapat mengalahkan Poei toako,,," sahut si naga sakti bagaikan baru teringat dengan kejadian tempo dulu; dan seperti baru menyadari arti maksud perkataan si burung Hong.
"Liong houw hong sam kiat,,." gumam dara manja Cin Siao Yan seorang diri; namun cukup didengar oleh kedua laki laki yang duduk dekat dia, dan kedua laki laki itu kelihatan bersenyum saling mengawasi, sebab apa yang dikatakan oleh dara manja itu memang benar benar terjadi tempo dulu, si naga, si harimau dan si burung Hong merajalela dikalangan rimba persilatan, sehingga dikenal dengan nama 'Liong houw hong sam kiat', atau tiga pendekar, si naga, harimau dan burung Hong. "Eh kau belum kenalkan aku dengan siao kouwnio ini ." tiba tiba kata si naga sakti Louw Sin Liong kepada adik yang ketiga itu.
"Siao kouwnio " apakah kau anggap aku anak kecil . ?" sahut dara manja Cin Siao Yan mendahului laki laki teman seperjalanannya; dengan sepasang mata kelihatan membentang lebar.
Laki laki bekas orang hukuman itu tertawa, disusul oleh naga sakti Louw Sin Liong yang semula kelihatan terpesona; sedangkan dara manja itu tambah melotot akan tetapi dia merasa bangga waktu kemudian dia perkenalkan sebagai adik sepupu dari Ang-ie liehiap Lee Su Nio berdua Lee Kou Cen yang terkenal gagah perkasa.
Si naga sakti Louw Sin Liong kemudian mengajak kedua tamunya untuk diperkenalkan kepada isteri dan semua keluarganya, serta memerintahkan orangnya buat menyediakan dua kamar tidur buat kedua tamunya menginap.
Malam harinya kakak beradik itu mengobrol sepanjang malam, dan si naga sakti Louw Sin Liong pergunakan kesempatan itu sekali lagi buat dia memeriksa kesehatan sang adik yang ketiga, sampai kemudian si naga sakti Louw Sin Liong bahkan telah menyalurkan tenaga dalamnya buat memulihkan tenaga dalam sang adik.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terharu, sampai titik air matanya berlinang. Andaikata dia tidak kena gempur tenaga pek kong ciang, kemungkinan dia sudah membunuh sang kakak yang kedua itu berkenaan dengan dendamnya yang membara, yang sudah dia pendam selama dua puluh tahun.
Sementara itu, hatinya tak sabar menunggu datangnya sang pagi, untuk dia berusaha hendak menemui sang kekasih, si burung Hong yang katanya sudah menjadi biarawati, atau pendeta perempuan dikuil Cui gwat am yang terkenal tak menerima kedatangan tamu laki laki.
Adalah menjadi hasrat hatinya bahwa si burung Hong akan mau untuk menemui dia, meskipun harus melanggar peraturan kuil Cui gwat am yang tidak membolehkan para penghuninya bertemu dengan kaum laki laki, dan bahkan kuil itu selalu ditutup rapat dan tidak sembarangan dibuka pintunya. Laki laki bekas orang hukuman itu teringat dengan kebiasaan dan ketabahan hati si burung Hong yang menjadi kekasihnya. Kalau si burung Hong sudah menentukan pikiran dan pilihan hatinya, maka tak segan segan si burung Hong menentang ayahnya yang menjadi pangcu Ceng liong pang, sehingga bukanlah tidak mungkin bahwa sekarang si burung Hong akan mau melepaskan kain kerudung penutup kepalanya, bahkan melepas pakaian pendetanya, kalau sang kekasih itu sudah menentukan pilihan untuk hidup bersama dia, berkumpul memupuk keluarga setelah mereka hadapi sang Poei toako untuk melepas dendam !
Esok paginya si naga sakti Louw Sin Liong menemui sang adik yang ketiga itu, yang ternyata sudah siap sedia menunggu buat diantar ke kuil Cui gwat am, untuk mengundang si burung Hong yang menjadi kekasihnya. Kedua laki laki itu kemudian minta diri kepada isterinya Louw Sin Liong, yang saat itu sedang berada bersama sama Cin Siao Yan.
Sejenak laki laki bekas orang hukuman itu berdiri ragu ragu waktu pandangan matanya bertemu dengan dara yang biasanya berlaku manja itu yang juga sedang mengawasi dia.
"Kau tidak ikut ?" akhirnya tanya laki-laki bekas orang hukuman itu dengan suara yang terdengar perlahan.
"Mengapa aku harus ikut dengan orang yang hendak mengunjungi pacar" Apakah kau anggap aku senang menonton orang memadu kasih, ... ?" sahut Cin Siao Yan bersungut.
Louw nay nay, isterinya si naga sakti Louw Sin Liong menjadi berdiri terpesona waktu mendengar perkataan dara manja itu, sedangkan laki laki bekas orang hukuman itu jadi menunduk malu. Untung baginya, sang kakak kedua cepat cepat menarik sebelah lengannya buat diajak lari.
Cinta itu memang indah bagi orang yang dapat memupuknya akan tetapi cinta akan merupakan derita bagi yang gagal melaksanakannya !
Entah sudah beberapa kali siburung Hong bermimpi tentang cinta selama hidupnya. Bahkan setelah dia hidup sebagai seorang biarawati masih tak kuasa dia mengenyahkan mimpi tentang cinta itu, baik mengenai cinta yang indah maupun cinta yang membawa derita seperti yang dia alami.
('alangkah kejamnya hidup ini - '), dan keluhan semacam itu sudah berulangkali dia ucapkan didalam hati.
Beberapa waktu yang lalu. Bok lan siancu biarawati tua usia yang sakti dan hanya memiliki sebelah lengan, lagi lagi telah menerima seorang murid baru, seorang perempuan muda bernama Liong Cie In, yang sudah ganti nama menjadi Cie in suthay setelah ganti pakaian memakai jubah seorang biarawati.
Bagaikan sudah menjadi kehendak sarg Buddha, maka Tok pinnie Bok lan siancu bagaikan menjadi wadah tempat menampung dara dara yang patah hati mengalami korban kegagalan cinta, yang kemudian memilih kehidupan sebagai seorang pendeta perempuan. Cie in suthay atau yang tadinya bernama Liong Cie In adalah seorang dara yang mahir ilmu silatnya, sering kali dia berkelana dalam rimba persilatan, sampai dia berkenalan dan memadu kasih dengan seorang lelaki bernama Tan Sun Hian, si pendekar tanpa bayangan. Akan tetapi kisah kasihnya berkesudahan kandas ketika dia mengetahui bahwa lelaki yang dia cintai sudah beristeri dan mempunyai anak satu !
'Lelaki yang kejam . ." kata si burung Hong dengan sepasang mata bersinar marah, sejenak dia terluka dengan kedukaannya selaku seorang biarawati yang usianya sudah lebih tua dari Cie in suthay. Ketika pada saat berikutnya dia sudah tersadar, maka lantas saja cepat cepat si burung Hong memuji nama sang dewata dan menghitung butiran biji biji bunga tasbih yang mengalungi lehernya, sambil mulutnya komat kamit tak hentinya menyebut 'o mi to hud'
"Ada satu cerita mengenai suhu,,,"kata Cie in suthay sambil dia memaksa diri buat bersenyum.
"," bahwa suhu pernah mengalami kekecewaan karena kegagalan cinta..." sahut siburung Hong yang jadi ikut bersenyum.
'., lalu suhu memilih kehidupan sebagai seorang biarawati buat mendekati sang Budha,," Cie in suthay melengkapi perkataan mereka.
Dan diluar dugaan setelah sekian lamanya saling berpisah; hari itu dia kedatangan sang kakak yang kedua, si naga sakti Louw Sin Liong.
Berbagai kenangan lama kembali membayang dekat mata si burung Hong setelah sang kakak yang kedua itu pergi meninggalkan dia.
Dia cukup mengetahui, betapa sang kakak yang kedua itu sangat menyintai dia; akan tetapi dia sudah bertekad menentukan pilihan hatinya, terhadap si macan-terbang yang tampan dan gagah.
Waktu kemudian terjadi peristiwa sang kekasih ditangkap musuh dan terdengar berita sudah binasa, si kakak yang kedua pernah memberanikan diri menyatakan kesediaan menampung hati si burung Hong yang luka; akan tetapi si burung Hong berkata :
' Louw jieko, seorang perempuan sejati tidak mau memiliki dua laki-laki. ."
"Akan tetapi kalian belum menikah. . ." si naga sakti Louw Sin Liong membantah.
"Walaupun benar kami belum menikah, akan tetapi kami sudah saling bersumpah setia; dan semua cintaku sudah kuberikan kepada dia....."sahut si burung Hong waktu itu.
Cinta si naga sakti Louw Sin Liong terhadap siburung Hong ternyata adalah cinta yang murni. Dia tidak lagi memaksa sebaliknya dia selalu berusaha menghibur siburung Hong, sampai keduanya kemudian berpisah.
"Su ci, kau telah terdampar oleh gelombang dua macam cinta... " kata Cie in suthay ketika pada suatu hari mereka sempat bertukar kata; dan Cie in suthay menyambung perkataannya ;
" . ., dan kau sudah memilih mengorbankan cinta kau terhadap . . "
"Aku tidak menyesal dengan pengorbanan yang sudah aku lakukan akan tetapi aku menyesal karena aku telah melukai hatinya dan cinta kasihnya terhadap aku ... " Sahut si burung Hong yang memutus perkataan Cie-in suthay; dan selekas itu juga air matanya mengalir membasahi mukanya.
Sejenak keduanya saling terdiam tidak bersuara, dan keduanya saling mengenangkan luka hati mereka: sampai kemudian si burung Hong yang berkata lagi :
'Untung sekarang dia sudah mati, sehingga dia bebas dari derita dan dia tidak tahu. bahwa aku melukai hatinya ; sebaliknya aku.."
"Akan tetapi andaikata dia belum mati, dia tentu lebih menderita dari kau, apalagi kalau dia mengetahui bahwa kau..," tiba tiba Cie in suthay menghentikan kalimat perkataannya, karena si burung Hong mengawasi dia dengan sepasang mata bersinar redup bagaikan api pelita yang kekurangan minyak.
'"Dia pasti lebih menderita dari aku.' kata si burung Hong dengan suara perlahan, bagaikan dia mengulang perkataan Cie in suthay dan dia menyambung lagi perkataannya.
'...dia bahkan menyimpan dendam yang membara terhadap orang yang menghianati dia disamping luka hatinya karena cintanya yang kandas. Apakah aku harus menambahkan lagi deritanya itu, aku benar benar tak berani mengharapkan dia masih hidup.,.."
"Suci, kau hanya mendengar berita yang mengatakan bahwa sudah binasa didalam rumah penjara, dan kau bahkan tidak melihat keadaannya meskipun hanya jenazahnya. Bagiku aku pantang menerima keyakinan sebelum aku melihat dan menghadapi kenyataan... "
Si burung Hong menjadi terisak menangis, tak kuasa dia menahan diri; dan Cie in suthay jadi menunda perkataannya merangkul dan menghibur sampai dilain saat si burung Hong yang berkata lagi :
"Sumoay, mengapa tidak sejak dulu aku kenal kau . . . ?" demikian kata si burung Hong didalam rangkulan Cie in suthay.
Cie in suthay membelai rambut si burung Hong yang dibiarkan lepas terurai kebagian belakang, sebab mereka sedang bebas tugas dan melepas kain penutup kepala.
Rambut itu kelihatan tetap indah, akan tetapi sudah banyak kelihatan yang putih meskipun belum waktunya, menandakan banyaknya derita yang dialami oleh si burung Hong.
'Suci, sang Buddha mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang terlambat didalam dunia ini, buat kita menebus segala dosa. . . ." terdengar Cie in suthay yang berkata lagi.
"Sumoay, oh, sumoay - " cuma itu si burung Hong sanggup bersuara, dan Cie in suthay yang lalu berkata lagi :
'Suci, agama kita mengajarkan supaya kita bebas dari rasa benci dan dendam. Aku bukan menganjurkan supaya dia berkesempatan untuk membalas dendam sebab adalah menjadi hak dia buat tetap menyimpan dendam, atau mau dia menyudahi urusan lama yang mengakibatkan dia jadi menderita. Akan tetapi kau harus mengatakan hal yang sebenarnya, kalau kau mendapat kesempatan buat melakukannya - - "
"Sumoay, aku akan mengatakan, akan kukatakan kepadanya. Terserah, apakah dia mau menyudahi atau . . . "
Akan tetapi benarkah dia masih hidup" akan adakah kesempatan buat dia mengatakan hal yang sebenarnya seperti yang dia akui dihadapan Cie in suthay "
Dan pagi itu dia menjadi sangat terkejut sampai kedua lututnya jadi gemetar; waktu dia diberitahukan tentang kedatangannya sang kakak yang kedua, dengan membawa laki laki yang dianggap sudah binasa !
Cukup lama dia berdiri diam bagaikan patung, yang tidak bergerak, dan tanpa dia mampu mengucap apa apa.
"Suci, sekarang datang saatnya buat kau pergunakan kesempatan itu. Lekas kau keluar selagi suhu kebenaran sedang pergi ..." kata Cie in suthay yang kebenaran sedang mendampingi si burung Hong.
( ooO X dwkzXhend X Ooo )
ANGIN PAGI sepoi sepoi meniup membawa hawa pegunungan yang segar, dan sepasang insan laki laki dan perempuan saling menukar kata dengan nada suara penuh rasa kasih dan sayang, namun bercampur dengan suasana yang mengharukan.
Mereka adalah si macan terbang, laki laki bekas orang hukuman yang sedang saling tukar menukar kata kata dengan kekasihnya, si burung Hong. Akan tetapi keadaan mereka saling tidak dapat menukar pandang sebab dirintang oleh tembok halaman dan pintu kuil Cui gwat am yang dibikin dari bahan besi yang tebal dan kokoh.
Si naga sakti Louw Sin Liong yang ikut mengantar, karena hendak ikut mendengarkan tentang orang yang sudah menghianati sang adik yang ketiga seperti janji si burung Hong, ternyata harus mengundurkan diri, menunggu ditempat yang agak jauh terpisah karena yang didengarnya adalah kata kata memadu kasih antara adik yang ke tiga dengan si burung Hong, seperti tempo dulu waktu mereka masih muda dan masih berkumpul di atas gunung Ceng liong san.
" . . . Sam ko, kau masih disitu . . . ?" terdengar antara lain si burung Hong menanya; dari sebelah dalam kuil; setelah keduanya hening sejenak.
"Hong moay, marilah kau kembali kepadaku, kita menyambung sisa hidup dan kita memupuk keluarga.," sahut si macan terbang yang biasanya berhati tabah dan bersikap gagah perkasa akan tetapi yang pada waktu itu bersuara lemah seperti sedang berputus-asa.
Sekali lagi hilang lenyap suara mereka, sebab si macan terbang sia sia menunggu jawaban kekasihnya.
"Hong-moay, masihkah kau disitu . . .?" akhirnya tanya si macan terbang merasa takut kehilangan kekasihnya, meskipun hanya suaranya.
"Sam-ko ...!"
Cuma itu dan hening lagi. Sampai sesaat kemudian si macan terbang berseru lagi : 'Hong moay, kau . . ."
Akan tetapi, bertepatan pada saat itu siburung Hong justeru terdengar berkata, sehingga buru buru si macan terbang menunda bicara dan memasang telinga untuk mendengarkan suara kekasihnya :
"Sam ko duapuluh tahun kau menderita dirumah penjara, tahukah kau bahwa aku juga menderita " bahkan mungkin lebih menderita . . . ?"
"Tentu. Aku tahu dan aku menyadari cinta kasih kau dari itu marilah kau kembali kepadaku. Marilah kita sama sama menghadapi orang she Poei itu buat kita melepas dendam kita..."
"Sam ko! jangan kau sembarang menuduh orang.," terdengar kata siburung Hong dengan nada suara kaget, dan dia memutus perkataan si macan terbang.
"Hong moay, apakah bukan?" tak kuasa si macan terbang melengkapi perkataannya, dan selekas itu juga didengarnya kekasihnya ganti bicara.
'Poei toako tidak bersalah. Jangan kau sembarang menuduh dia. ."
Si macan terbang tertegun tidak dapat berkata kata. Mula pertama dia menduga pada perbuatannya sitangan beracun Yang Cong Loei, kemudian tuduhannya pindah dan dia-mencurigai sang kakak kedua si naga sakti Louw Sin Liong sampai akhirnya dia dan kakaknya yang kedua itu langsung menuduh bahwa sang Poei toako yang telah berhianat, sebab mereka menduga siburung Hong bermaksud hendak sama sama menghadapi sang Poei toako yang perkasa.
Akan tetapi sekarang "
Sekarang dia mendengar dari kekasihnya bahwa sang Poei toako itu tak bersalah! Jadi siapa lagi yang harus dia curigai "
"Hong moay aku justru menduga kau mengetahui siapa gerangan sipenghianat itu . . ." akhirnya simacan terbang berkata :
Suasana lagi lagi menjadi hening. Tak ada yang mengucapkan kata kata. Sangat disayangkan bahwa pada saat itu simacan terbang tidak dapat melihat keadaan kekasihnya pada hal waktu itu muka siburung Hong kelihatan pucat hampa, banjir dengan air mata; selagi dia mendengar sang kekasih menyebut istilah 'penghianat*.
'Penghianat.... !" akhirnya siburung Hong mengulang menyebut istilah itu, dengan bibir bibir yang gemetar; akan tetapi tidak dilihat oleh si macan terbang, dan si macan terbang tidak mengerti dengan segala maksud si burung Hong yang mengulang menyebut istilah penghianat itu.
"Hong moay, siapakah si penghianat itu .?" si macan terbang bahkan mengajukan pertanyaan, dan dibalik pintu kuil yang kokoh-kuat itu, si burung Hong menutup sepasang daun telinganya memakai kedua telapak tangannya. Sangat erat dia menutup, sampai kedua lengannya ikut jadi gemetar, juga bibir-bibirnya masih kelihatan gemetar.
'Sam ko . . " begitu mengharukan terdengar suara si burung Hong.
"Hong moay . . " sahut si macan terbang dengan nada suara yang tetap terdengar mesra, penuh rasa kasih dan sayang, seperti dulu !
"Tidak dapatkah kau lupakan dendam itu..?" kata si burung Hong memaksa diri, yang mengakibatkan suasana menjadi hening lagi.
'Sam-ko . . .' si burung Hong menyapa bagaikan hendak mengulang pertanyaannya tadi. 'Mungkinkah itu . - . ?" akhirnya sahut si macan terbang, dan nada suaranya lebih mirip dia menanya pada dirinya sendiri.
"Itulah kau seperti kau adanya ..." terdengar Iagi suara si burung Hong dari balik pintu kuil dan dia menyambung perkataannya ;
" . . . aku sudah kenal kau dan aku bangga dengan kau. Kau laki-laki yang berjiwa jantan, berhati keras seperti baja. Akan tetapi bagaimana andaikata si penghianat itu sudah mati .,.?"
"Dan kusudahi dendamku. Aku merasa tidak tempatnya aku mengalihkan dendam itu kepada sanak keluarga atau .., "
"Ha ha-ha.. !" tawa si burung Hong, tawa yang tidak wajar dan tidak pada waktunya, sehingga dibalik pintu kuil yang tebal itu si macan terbang merasa tidak mengerti dan menghentikan perkataannya yang belum lengkap, lalu didengarnya sang kekasih itu berkata lagi ;
",...kau adalah seorang ksatrya. Kuharap kau tidak mengingkari perkataan kau.,,!"
"Hong moay ., . " si macan terbang memutus perkataan si burung Hong, namun siburung Hong memaksa bicara terus ;
"Ketahuilah olehmu, sayang, bahwa si penghianat itu adalah aku. Akulah yang mendatangi dan mengancam si pejabat pemerintah kota Hang cu supaya menangkap kau, dan aku bahkan sengaja memakai tutup kepala serta memakai sarung tangan seperti miliknya Yang Cong Loei supaya orang tidak menduga diriku...."
Barangkali, kalau ada suara petir yang datang menyambar ; tidak akan si macan terbang kaget seperti dia mendengar pengakuan kekasihnya itu. Kemudian dia menjadi lebihi kaget lagi ketika ia mendengar bunyi suara sesuatu yang membentur tembok halaman kuil Cui gwat am, menyusul kemudian dia mendengar suara ribut ribut didalam kuil yang mengatakan si burung Hong membenturkan kepalanya ditembok kuil !
Segera terdengar pekik suara bagaikan aum seekor harimau yang sedang putus asa, lalu si macan terbang menukik membenturkan kepalanya pada tembok halaman kuil Cui-gwat am yang kokoh kuat !
Suara benturan kepala pada tembok kuil itu terdengar cukup keras, akan tetapi lebih keras lagi adalah bunyi suara tembok yang gugur sebab kena benturan kepala si macan terbang; mengakibatkan tembok itu bolong dan tubuh si macan terbang rebah terkulai dibagian dalam kuil Cui gwat am, didekat tubuh si burung Dewi Hongkz yang rebah penuh darah karena kepalanya pecah !
Peristiwa yang baru terjadi itu, berlangsung sangat cepat, diluar dugaan si naga sakti Louw Sin Liong yang berdiri diluar kuil Cui gwat am, dan diluar sangka Cie in suthay yang berdiri diluar kuil. Akan tetapi kedua duanya terpisah cukup jauh dari tempat si macan terbang maupun dari si burung Hong yang saling sedang menukar kata. Si naga sakti Louw Sin Liong yang melesat memasuki kuil lewat tembok halaman yang cukup tinggi dan dia tidak menghiraukan lagi dengan peraturan yang melarang kaum lelaki memasuki kuil itu.
Dihalaman dalam dia menemukan 5 orang biarawati yang lagi repot didekat tubuh siburung Hong yang sudah rebah tewas dengan kepala remuk, dan simacan terbang yang rebah terkulai tak jauh terpisah dari tubuh kekasihnya.
Cie in suthay dengan cepat meminta keempat rekannya menggotong tubuh siburung Hong untuk dibawa masuk, dan dia lalu mendekati si naga sakti :
'Dia tidak mati, dia cuma pingsan " kata sinaga sakti Louw Sin Liong bagaikan dia tak percaya dengan kenyataan itu.
Cie in suthay juga berdiri terpesona mengawasi si macan terbang yang masih rebah lupa diri. Dan biarawati yang muda usia serta perkasa itu bahkan sampai meneliti dari ujung rambut sampai keujung kaki simacan terbang yang rebah terkulai, setelah itu dia ganti terus mengawasi tembok kuil yang bobol bolong bekas diadu dengan kepala si macan terbang!
"Hatinya keras seperti baja, kepalanya keras seperti besi " gumam Cie in suthay seorang diri karena dia memang banyak mendengar tentang si macan terbang yang keras hati melalui si burung Hong yang sekarang sudah mati.
". .siecu, sebaiknya lekas lekas kau bawa dia pulang, Aku nanti menyusul setelah suhu datang. " akhirnya biarawati yang muda usia itu menambahkan perkataannya yang ditujukan kepada Louw Sin Liong.
Si naga sakti Louw Sin Liong menurut, dipanggulnya tubuh si macan terbang yang lalu dia bawa lari cepat cepat sampai dia lupa menanya keadaan si burung Hong yang sudah dibawa masuk kedalam kuil.
Cie in suthay menangis waktu dia melaporkan peristiwa tadi kepada gurunya. Tak kuasa dia menahan kepedihan hatinya, sebaliknya Tok pin nie Bok lan siancu mendengarkan dengan sikapnya yang agung.
"Suhu, kasihan suci dia tidak bersalah. Dia tidak berdosa .'kata Cie in suthay ditengah isak tangisnya.
"Hm! terhadap kekasihnya tidak berdosa, akan tetapi dia justeru membuat dosa dengan membunuh dirinya sendiri," sahut biarawati tua yang sakti itu dan dia bahkan menyudahi pembicaraannya tak mau dia membincangkan masalah cinta atau dendam seseorang.
Semalaman suntuk Cie in suthay tidak dapat pulas tertidur. Air matanya terlalu banyak yang membasahi bantalnya; karena dia benar benar merasa penasaran dan tidak menduga bahwa si burung Hong akan melakukan bunuh diri.
Sekiranya dia tahu bahwa pertemuan antara si burung Hong dengan si macan terbang akan berkesudahan yang seperti itu, maka sudah pasti dia tidak akan menganjurkan, bahkan dia akan merintangi adanya penemuan itu.
Cie in suthay justru berharap bahwa si burung Hong semoga dapat kembali kepada penghidupan seperti manusia biasa mendampingi si macan terbang yang menjadi kekasihnya; lepas dari persoalan dendam si macan-terbang karena si burung Hong mungkin dapat mengatasi dan yang dia yakin bahwa si burung Hong pasti akan mampu mengatasi.
Biarawati yang muda-usia dan perkasa ini juga pernah mengalami kekecewaan cinta, dia tidak ikut mendengar percakapan yang terjadi antara si burung Hong dengan si macan terbang. Akan tetapi dia yakin dan percaya bahwa sang suci akan mengatakan hal sebenarnya kepada si macan terbang, seperti yang dia anjurkan sebab ikut mengetahui persoalan itu berdasar pengakuan si burung Hong.
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi, mengapa sampai si burung Hong melakukan bunuh diri "
"Apakah sebab si macan-terbang tidak mau menyudahi urusan dendam yang memaksa si burung Hong menjadi putus asa.." Cie-in suthay berkata seorang diri, tidak lagi cuma didalam hati.
Tok pin nie Bok lan siancu memang sudah bertekad tidak mau mencampuri urusan dunia dan mengharuskan semua murid muridnya mengikuti jejak itu sebagai langkah untuk mendekati sang Budha.
Akan tetapi, Cie in suthay berpendapat bahwa yang sekarang dia hadapi adalah urusan sang suci, sang kakak seperguruan. Dia tidak mau ada seseorang yang menghina sang suci, yang menekan sang suci, sampai kakak seperguruan itu berputus asa. Apalagi yang melakukannya adalah seorang laki laki !
( o mie-to hud.. !') Cie in suthay buru-buru memuji sang Budha, berusaha menjauhi rasa benci terhadap kaum laki laki.
Akan tetapi wajah muka si burung Hong kembali membayang dan Cie in suthay menjadi bangkit tekadnya, menganggap si burung Hong mati penasaran !
Dan mengenai si macan terbang " sekali lagi Cie in suthay memerlukan mengingat ingat waktu dia akan meneliti seluruh tubuh si macan terbang waktu si macan terbang terkulai pingsan.
Kepalanya ! Ya, kepalanya yang keras seperti besi, bahkan selembar uban tak bisa tumbuh !
( uban - rambut putih ).
( "aku harus hadapi dia, tidak perduli dia berhati baja atau berkepala besi ...!" ) kata Cie in suthay seorang diri, didalam hati.
Akan tetapi, waktu esok harinya ia datang menemui si macan terbang di rumahnya si naga sakti Louw Sin Liong, maka hilang lenyap tekadnya yang hendak mengajak berkelahi melawan si macan terbang; bahkan dia terduduk dengan pandangan mata yang hampa, waktu dia mendengarkan perkataan si macan terbang yang lebih banyak mengulang perkataan siburung Hong waktu mereka berdua saling menukar kata.
"Jadi, dihadapan kau dia mengakui bahwa dia yang menjadi si penghianat ....?" tanya Cie-in suthay, perlahan suaranya, seperti dia berkata pada dirinya sendiri.
"Apakah dia telah mengatakan hal yang tidak sebenarnya. . ."' balik tanya macan terbang yang jadi merasa curiga; karena melihat sikap dan laku sang biarawati yang muda-usia dan yang cantik jelita itu.
"Siapa bilang berbohong- . !" tukas Cie in suthay dengan muka tidak senang, perlihatkan sikap merasa tersinggung.
'Maaf, maafkan aku. . .' kata si macan-terbang bagaikan dia sudah lupa siapa dia sebenarnya; sebab nada suaranya terdengar seperti seseorang yang patuh terhadap gurunya.
Dipihak Cie-in suthay biarawati yang muda usia dan yang perkasa ini sedang berpikir karena dia tetap berpendapat sang suci mati penasaran!
'Setelah sekarang kau mengetahui bahwa dia telah menghianati kau, apakah kau masih menyintai dia. . ." tanya Cie-in suthay; perlahan suaranya dan lunak, akan tetapi mukanya ikut bersemu merah. 'Suthay . . . kau . ."
'Eeeh, apakah kau anggap seorang biarawati tidak boleh mengetahui tentang cinta " tidak boleh menyebut tentang cinta . "' cepat cepat Cie in suthay berkata karena melihat keraguan si macan terbang.
( o mi to hud ..." ) bisik Cie in suthay didalam hati membarengi perkataan yang diucapkan tadi.
"Cintaku tidak akan luntur meskipun dicuci dengan semua isi sungai Oei ho tak akan habis terbakar meskipun . . ."
"Cukup ! tidak perlu kau ngucap panjang panjang, tidak guna kau merayu; akan tetapi ada satu permintaannya..,.."
"Permintaan apa "'tanya si macan terbang; juga si naga sakti Louw Sin Liong yang ikut hadir dalam pembicaraan itu, sehingga keduanya jadi memutus perkataan Cie in suthay, dan Cie in suthay jadi berkata lagi :
"Yaa, permintaannya .Kalau dia mati, dia menghendaki ayahnya diberitahukan. ,,"
'Suthay, jadinya kau mengetahui maksud Hong moay yang hendak melakukan bunuh diri ., "'" tanya si macan terbang dengan nada suara mengandung rasa tidak puas.
"Eeh. jangan kau menghina seorang biarawati ." Cie in suthay mengancam dan perlihatkan muka terasa tersinggung karena perkataan si macan terbang tadi, dan biarawati yang muda usia serta yang cantik jelita ini lalu menambahkan perkataannya,
".. dia mengatakan itu jauh sebelum kau datang dan dia bahkan tidak pernah menduga kau bakal datang. Jadi yang dia maksud adalah mati yang wajar dan yang memberitahukan kepada ayahnya, sudah tentu tidak harus kau. Siapa saja yang menyayangi dia boleh melakukannya.,,"
"Aku akan pergi, dimanakah alamatnya pangcu.,,?" terlalu cepat simacan terbang memutuskan dan secepat itu juga dia mengajukan pertanyaannya.
Sementara itu, Cie in suthay lalu memberitahukan.
"Dia bukan lagi pangcu Ceng liong pang. Dia sekarang seorang jenderal yang menjabat kedudukan sebagai menteri pertahanan/keamanan pada pemerintah kerajaan Beng; dan dia menetap di kota raja.. "
Si macan terbang menjadi sangat terkejut. Juga si naga sakti Louw Sin Liong. Dan Cie in suthay menganggap bahwa kedua laki laki itu wajar terkejut, karena Cong goanswee atau jenderal Cong memang merahasiakan tentang dirinya, terlebih mengenai dia sebagai bekas pangcu dari Ceng liong pang.
"Nah, aku mohon diri sekarang, sebab suhu nanti menganggap aku terlalu lama meninggalkan kuil..." akhirnya kata Cie in suthay yang langsung bangun berdiri dari tempat duduknya; dan kedua laki laki itu lalu mengantarkan sampai keluar pintu rumah.
Setelah mengantarkan tamunya itu, maka si naga sakti Louw Sin Liong dan si macan terbang saling menukar kata, membicarakan perihal bekas pangcu mereka yang ternyata sekarang telah menjadi seorang jenderal.
Si macan terbang menyadari bahwa tidak mudah buat dia mendatangi tempat ayahnya siburung Hong, mengingat dia telah terlibat dalam pertempuran melawan Tay lwee sip-sam ciu, sehingga dia sudah merupakan salah satu musuh negara.
Muka dan bentuk tubuh si macan terbang sudah dilukis, dan gambarnya sudah dimiliki oleh hampir semua pejabat pemerintah di setiap kota tak terkecuali dikota raja tentunya, sehingga bagaimana mungkin simacan terbang dapat mendatangi tempat kediaman seorang jenderal "
'Kalau gambarmu sudah sekian banyaknya disebarkan sudah tentu pangcu juga sudah melihat dan mengetahui bahwa kau belum binasa - - " terdengar kata sinaga sakti Louw Sin Liong.
Dia seorang jenderal, sudah tentu dia banyak menghadapi kesibukan urusan negara. sehingga dia tidak sempat melihat gambarku... . " sahut si macan terbang yang sedang memikirkan daya.
Pembicaraan kedua laki laki kemudian terintang dengan datangnya dara manja Cin Siao Yan, dan si macan terbang tidak mau dara manja itu mengetahui tentang urusan bekas pangcu mereka, sehingga kedua laki-laki itu menyudahi pembicaraan mereka.
Lebih dari sepuluh hari lamanya laki laki bekas orang hukuman itu harus menginap di rumahnya si naga sakti Louw Sin Liong. Selama itu banyak waktunya dia habiskan dekat pusara si burung Hong yang dimakamkan dekat kuil Cui gwat am.
Kadang kadang dia ditemani oleh si naga sakti Louw Sin Liong dan dara manja Cin-Siao Yan, atau kadang hanya dara manja itu yang menemani, bahkan kadang kadang dia hanya sendirian.
Disaat dia menghadapi kedukaannya itu dara manja Cin Siao Yan telah berusaha sedapat mungkin yang dia lakukan buat menghibur dengan kata kata maupun dengan lagak yang manja jenaka. Dengan demikian dara manja itu berhasil juga memaksa si macan terbang memberikan tambahan pelajaran ilmu silat sambil si macan terbang itu melatih dirinya sendiri.
Suatu hal yang disesalkan oleh laki laki bekas orang hukuman itu atau si macan terbang, adalah dia tidak berkesempatan buat bertemu lagi dengan Cie in suthay.
Entah mengapa, si macan terbang merasa seolah olah dia masih perlu bertemu lagi dengan biarawati yaig muda usia dan yang cantik jelita; sebelum dia melakukan perjalanan ke kota raja.
Laki laki bekas orang hukuman itu menganggap bahwa kuil Cui gwat am sudah menutup pintu lagi, tidak mau menerima tamu laki laki dan tidak memberikan idzin buat penghuninya keluar.
Akan tetapi diluar tahu laki laki bekas orang hukuman itu; Cie in suthay justeru telah meninggalkan kuil Cui gwat am, bahkan telah meninggalkan kota Hong yang oleh karena biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu sudah melanggar peraturan, mengunjungi rumah si naga sakti Louw Sin Liong tanpa idzin dan tanpa setahu gurunya sehingga Cie in suthay kena hukuman melakukan perjalanan membawa tugas dari Tok Pin nie Bok lan siancu.
Setelah merasa sudah tiba waktunya, maka laki laki bekas orang hukuman itu berangkat ke kota raja; tanpa dia mengajak dara manja Cin Siao Yan yang sengaja dia tinggalkan pesan melalui si naga sakti Louw Sin Liong, bahwa dia pergi akan cepat kembali.
Jilid 6 LAKI LAKI bekas orang hukuman itu tidak mau Cin Siao Yan mengetahui tujuannya ke kota raja, dan dia tidak mau pula si naga sakti ikut bersama dia, oleh karena katanya dia akan berusaha untuk tidak melakukan pertempuran sebaliknya dia akan menemui bekas pangcu itu secara diam diam diwaktu malam.
Setelah sekarang dia mengetahui bahwa gambarnya banyak disebar dikalangan alat negara; maka laki laki bekas orang hukuman itu lebih banyak melakukan perjalanan diwaktu malam, sedangkan siang harinya dia gunakan buat beristirahat mencari tempat di kuil tua atau pada bangunan tua yang sudah tak ada penghuninya, sehingga dia bebas dari segala rintangan.
Dia tiba ditempat tujuan, bertepatan dengan di kota raja sedang berlangsung ujian pemilihan 'bu cong goan' untuk dijadikan perwira muda, melalui suatu lomba mengadu ilmu dan kecerdasan. Dengan demikian di kota raja sedang banyak berkumpul orang orang gagah dari segala macam kalangan dan golongan, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu merasa agak bebas bergerak tanpa khawatir dicurigai, dan dia lalu mendatangi sebuah rumah penginapan yang kebanyakan tamunya terdiri dari orang orang rimba persilatan.
Adalah menjadi kehendak laki laki bekas orang hukuman itu, bahwa hari itu dia ingin tidur enak dan makan enak, sebab malam harinya dia hendak mendatangi tempat kediaman bekas sang pangcu atau ayahnya si burung Hong yang sekarang sudah menjadi seorang jenderal.
Meskipun laki laki bekas orang hukuman itu sudah merencanakan bahwa dia hendak mendatangi bekas sang pangcu itu secara diam diam, akan tetapi dia yakin bahwa tempat seorang jenderal pasti dijaga ketat, sehingga besar kemungkinan kedatangannya akan tetap diketahui dan suatu pertempuran sukar buat dia hindarkan. Dia sudah bersedia dan rela mati asal saja dia sudah menunaikan tugasnya, dan sebelum dia mati, ingin dia menikmati makan enak dan tidur enak.
Lewat magrib laki laki bekas orang hukuman itu keluar dari kamarnya, mendatangi ruang makan buat dia memesan beberapa macam makanan yang terkenal lezat.
Ruang makan itu sudah banyak tamunya, baik yang menghuni rumah penginapan itu ataupun tamu tamu yang bukan menginap ditempat itu. Akan tetapi, masih ada beberapa tempat yang kosong dan laki laki bekas orang hukuman itu lalu memilih tempat agak disudut sebelah timur, cukup jauh terpisah dari pintu rumah penginapan itu, namun dia dapat mengawasi orang orang yang keluar ataupun masuk. Lelaki bekas orang hukuman itu sedang menikmati santapannya, ketika mendadak dia menjadi sangat terkejut, sampai dia berdiri dengan mangkok masih menutup dibagian mulutnya sebab dia melihat masuknya seorang biarawati muda usia dan biarawati muda usia itu justru adalah Cie in suthay !
Cepat cepat lelaki bekas orang hukuman itu menunda mangkoknya dan meletakkan di atas meja, karena dia bermaksud mendekati Cie in suthay. Akan tetapi secepat itu juga dia membatalkan niatnya, sebab sempat dia melihat suatu aba aba dari biarawati yang muda usia itu yang menghendaki dia tetap duduk ditempatnya.
Cie in suthay memilih tempat duduk di dekat pengurus rumah penginapan yang sekaligus merupakan rumah makan. Sikap biarawati muda usia itu kemudian menjadi acuh, seolah olah dia tak kenal dengan lelaki bekas orang hukuman itu, yang duduk terpisah beberapa meja dari tempatnya.
Laki laki bekas orang hukuman itu kemudian meneruskan santapannya, akan tetapi dengan pikiran tak menentu, sehingga tidak mungkin dia dapat menikmati lezatnya yang dia makan, terlebih karena cara dia makan yang sangat tergesa-gesa bagaikan orang yang dikejar hantu dan hal ini terjadi melulu sebab dia melihat kehadirannya Cie in suthay !
Setelah menghabiskan semua makanan yang dipesannya; maka laki laki bekas orang hukuman itu mengambil tempat arak yang langsung dia minum isinya. Lagaknya tetap seperti orang yang gugup, tidak berani dia mengawasi tempat Cie in suthay duduk, suatu sikap yang dia sendiri tidak mengerti, entah apa sebabnya padahal dia pernah mengharap dapat bertemu lagi dengan biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu.
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu menuang isi araknya yang hendak dia minum, akan tetapi waktu mangkok arak sudah dia angkat mendadak sebatang sumpit melayang dan memasuki mangkok arak itu.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terkejut. Meskipun mangkok arak tidak sampai lepas dari pegangannya, namun dia merasakan suatu getaran yang berat waktu sumpit tadi menyentuh mangkok itu menandakan orang yang melontarkan telah menyalurkan tenaga dalamnya yang sempurna.
Sepasang mata laki laki bekas orang hukuman itu langsung melirik ketempat Cie in suthay duduk, dan sempat dia melihat biarawati yang muda usia itu bersenyum. Suatu senyum manis yang tak akan mudah buat dia lupakan, namun dia yakin bahwa arti senyum itu adalah untuk melarang dia minum terlalu banyak.
Laki laki bekas orang hukuman itu menurut, batal minum dan menempatkan lagi mangkok araknya diatas meja. Suatu perbuatan yang menyimpang dari kebiasaannya yang keras kepala seperti besi.
Sekali lagi sepasang mata laki laki bekas orang hukuman itu melirik ketempat Cie in suthay duduk akan terapi saat itu biarawati yang muda usia itu sedang mengawasi arah pintu masuk; memang pada waktu laki laki bekas orang hukuman itu ikut melihatnya; maka diketahui olehnya akan datangnya belasan orang tentara, yang langsung mendekati tempat dia duduk.
"Itu orangnya, lekas tangkap ... !" demikian seru tentara itu dengan senjata siap ditangan mereka.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terkejut. Dia tidak menduga bahwa pihak tentara secepat itu mengetahui kehadirannya di kota raja atau tepatnya di rumah penginapan itu. Mungkinkah ada lagi orang telah menghianati dia " Mungkinkah biarawati yang muda usia itu "
Biarawati yang muda usia itu memang mengetahui niat dia yang hendak mengunjungi kota raja, oleh karena melalui biarawati itu dia diminta mendatangi ayahnya si burung Hong, dan biarawati yang muda usia itu ikut hadir di kota raja, bahkan di rumah penginapan itu !
Akan tetapi keadaan yang sudah gawat memaksa laki laki bekas orang hukuman itu tidak dapat berpikir lama. Dengan segera dia angkat meja sampai meja itu terbalik dan tumpah berantakan isinya, lalu dia meraih kursi bekas tempat dia duduk, dan mulai dia melakukan perlawanan, menghantam setiap serangan yang mengarah pada dirinya.
Belasan lagi alat negara yang memasuki ruang makan itu. Mereka yang baru datang bahkan merupakan perwira perwira muda yang tangkas sedangkan diluar rumah penginapan sudah berkumpul lebih dari 100 orang tentara.
Laki laki bekas orang hukuman itu merasa bagaikan mimpi menghadapi kenyataan yang dia lihat, oleh karena betapa cepatnya gerak pasukan yang hendak menyergap dia.
Para tamu banyak yang lari menambah kekacauan didalam ruang makan itu akan tetapi suatu keanehan telah terjadi diantara keadaan yang kacau balau itu sebab para tamu yang lari justeru bukan sembarang lari. Mereka menyikut dan memukul perwira perwira muda yang baru datang itu, sehingga para perwira itu jadi berteriak :
"Berontak, berontak ! tangkap pemberontak . ;. "
Secara mendadak kemudian ada sesuatu yang datang menyambar muka laki laki bekas orang hukuman itu. Dia cepat menangkap memakai sebelah tangannya, akan tetapi benda yang ditangkapnya itu adalah segumpal kertas yang sengaja dikumal dan waktu laki laki itu sempat membuka, ternyata dia melihat adanya tulisan tangan ;
"Disebelah selatan ada kuil tua?"
Laki laki bekas orang hukuman itu melirik rnencari Cie in suthay, karena dibawah hurup hurup itu terdapat gambar seutas kalung biji bunga bunga tasbih.
Biarawati yang muda usia itu ikut mengawasi dan memberikan tanda supaya laki laki bekas orang hukuman itu segera pergi, dan sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu jadi patuh menurut, mengamuk mencari jalan keluar ditengah orang orang yang sudah menggantikan dia bertempur melawan pihak alat negara! Sepanjang dia lari menuju arah sebelah seIatan, tidak sudahnya dia memikirkan peristiwa yang sedang dia hadapi yakni tentang perbuatan Cie in suthay, dan siapakah gerangan tamu tamu yang ikut mengganyang alat negara itu "
Letak kuil tua yang dimaksud ternyata di tempat yang sunyi, jauh terpisah dari orang orang berhuni serta gelap keadaannya, akan tetapi laki laki bekas orang hukuman itu tidak menghiraukan. Dia masuk dan segera dia duduk dilantai yang kotor penuh debu, beristirahat dan memusatkan lagi segala kemampuannya untuk berpikir.
Hilang lenyap dugaannya terhadap Cie in suthay yang semula dia tuduh telah menghianati dia. Akan tetapi dia tak berdaya pergunakan pikirannya untuk memecahkan masalah para tamu yang sudah membantu dia. Siapakah mereka"
Betapapun halnya; dia harus bertemu lagi dengan Cie in suthay. Hanya kepada biarawati yang muda usia itu dia dapat menanyakan keterangan. Akan tetapi, di mana gerangan tempat Cie in suthay" akan datangkah biarawati yang muda usia itu"
Laki laki bekas orang hukuman itu berusaha sabarkan diri buat dia menunggu kedatangan biarawati yang muda usia itu, akan tetapi yang ditunggu tunggu tak kunjung datang; sedangkan malam menjadi semakin larut, sehingga laki laki itu kemudian bergegas pergi, sebab dia merasa perlu mendatangi tempat kediaman bekas pangcu Ceng liong pang, atau ayahnya si burung Hong.
Tempat kediaman jenderal Cong ternyata sangat besar, megah dan agung bagaikan istana tempat kediaman seorang raja muda atau pangeran.
Dihalaman luar yang lebar dan luas, saat itu bagaikan sedang mandi cahaya karena banyaknya obor yang dinyalakan, dijaga ketat bahkan kelihatan adanya kesibukan yang luar biasa dikalangan alat negara yang sedang bertugas.
Laki laki bekas orang hukuman itu berdiri heran disudut tempat yang agak gelap. Dia yakin kesibukan yang semacam itu tidak biasa terjadi terlebih dimalam yang larut seperti saat itu.
Untuk sesaat laki laki bekas orang hukuman itu meneliti kesekitar tempat itu, sampai dia melihat adanya tanda tanda bekas terjadinya pertempuran sehingga dia menduga para tamu dirumah penginapan tadi, yang sengaja telah membikin keributan didepan tempat kediaman jenderal Cong.
Suatu perbuatan yang sangat berani, yang jelas telah dilakukan untuk maksud memudahkan dia memasuki tempat tinggalnya jenderal Cong. Akan tetapi siapakah gerangan mereka itu yang telah melakukan pengacauan di kota raja "
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak mau sia-siakan maksud baik orang orang yang telah membantu dia. Tidak boleh dia gentar untuk melaksanakan niatnya buat menemui ayahnya si burung Hong, dari itu dia lalu mengerahkan ilmu ringan tubuh, melesat melewati tembok halaman yang cukup tinggi dengan gerak 'yan cu coan in* atau burung walet menembus angkasa. Setelah dia berada dibagian halaman dalam maka dia menggulingkan tubuhnya buat mencari tempat yang agak terlindung supaya pihak petugas tak mengetahui kedatangannya.
Akan tetapi segala usahanya itu ternyata sia sia belaka, sebab para petugas sudah siap sedangkan diantara mereka banyak yang tinggi ilmunya, meskipun pada saat itu sebenarnya sebagian besar yang bertugas sedang melakukan pengejaran terhadap orang orang yang telah mengacau ditempat itu.
Segera lelaki bekas orang hukuman itu kena sergap selagi tubuhnya masih bergulingan, sehingga dia harus bergulingan terus buat menghindar dari berbagai macam senjata tajam; sedangkan sepasang kakinya tak hentinya 'menyapu' setiap musuh yang berada di dekatnya.
Lelaki bekas orang hukuman itu tidak mau menghambur waktu dan tenaga menghadapi para petugas yang sedang menyergap itu. Maksud kedatangannya adalah untuk menemui ayahnya si burung Hong, dari itu sedapat mungkin dia selalu hendak menghindar dari sesuatu pertumpahan darah.
Dengan suatu Iompatan yang indah, lelaki bekas orang hukuman itu mencelat tinggi dan jauh. Semua yang bertugas berteriak dan melakukan pengejaran, akan tetapi lelaki bekas orang hukuman itu cepat cepat naik ke atas genteng yang tinggi yang tak mungkin dicapai oleh pasukan tentara negri.
Akan tetapi diluar dugaannya, diatas genteng itu dia disambut oleh tikaman dua batang pedang waktu dia baru saja tiba oleh karena yang bertugas menjaga memang sudan tersebar disetiap sudut dan tempat.
Lincah dan gesit lelaki bekas orang hukuman itu bergerak menghindar dari tikaman pedang tadi, bahkan sempat dia melihat kedua penyerang yang memakai pakaian seragam perwira tingkat menengah, setelah itu cepai cepat dia lari kesebelah utara dengan dikejar oleh kedua perwira itu.
Dua perwira lain tiba-tiba memegat, sedangkan dari sebelah belakang masih tetap lelaki itu dikejar oleh kedua perwira menengah tadi, membikin lelaki bekas orang hukuman itu mengganti arah lagi, menuju kesebelah timur, sebab dia tetap hendak menghindar dari setiap pertempuran.
Akan tetapi, dibagian timur ini juga dia kena dipegat oleh 4 orang petugas, yang bahkan telah menyergap dia secara tiba tiba, sehingga dalam keadaan yang seperti itu dia terpaksa harus menghadapi 4 orang petugas itu, namun dia cepat cepat menerobos sedemikian lekas dia mendapat kesempatan.
Laki laki bekas orang hukuman itu kemudian lompat turun lagi, dan sampai beberapa kali terulang dia harus menerobos para petugas yang memegat atau menyergap dia, sampai akhirnya dia berhasil berada diruangan dalam dari istana jenderal Congkz !
Ditempat ini laki laki bekas orang hukuman itu lagi lagi harus melakukan pertempuran buat dia berusaha menerobos penjagaan yang sungguh sungguh sangat ketat dan kuat. Akan tetapi kali ini dia tidak mudah dapat menerobos, sebab diantara petugas yang mengepung itu, terdapat delapan orang sie-wie atau pengawal istana kerajaan yang agaknya sengaja telah diminta bantuannya.
Delapan orang sie wie itu mengepung dan menyerang tamu yang tak diundang itu sedangkan sejumlah tentara mengurung membikin suatu lingkaran yang cukup luas buat mereka yang sedang bertempur.
'Tunggu ...!" teriak lelaki bekas orang hukuman itu, ketika dia habis menghindar dari suatu serangan, dan cepat cepat dia menambahkan perkataannya :
"...aku datang bukan hendak mengacau, akan tetapi aku ingin bertemu dengan jendral Cong . . . !"
Beberapa orang sie wie terdengar bersuara seperti menggerutu, sedangkan salah seorang lalu berkata :
'Kalau benar niatmu hendak menghadap kepada Cong goanswee, kenapa kau tak datang pada siang hari" Kau jangan coba coba menipu, sebab kami tahu kau adalah sam ceecu dari Ceng liong pang, yang sengaja datang hendak mengacau . . . !"
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi terkejut. Jelas bahwa orang orang yang bertugas pada jenderal Cong sudah mengetahui tentang dia, sehingga bukan tidak mungkin bahwa sang jenderal alias sang pangcu juga sudah mengetahui. Akan tetapi saat itu dia tidak dapat banyak berpikir, sebab dia harus memusatkan semua perhatiannya buat menghadapi orang orang yang sudah mengepung lagi.
Seorang sie wie menikam dia dengan ilmu 'ular belang melepas bisa', dan laki laki bekas orang hukuman itu dapat menghindar dengan miringkan tubuhnya, bahkan dia berhasil memegang lengan sie wie yang sedang menyerang itu bahkan karena kerasnya dia memegang, maka sie wie sampai melepaskan pedangnya, dan disaat berikutnya tubuh sie wie itu kena diangkat dan diputar, digunakan sebagai senjata istimewa buat laki laki bekas orang hukuman itu menghadapi kepungan pihak lawan.
Sudah tentu para pengepungnya menjadi kelabakan, tidak berani sembarangan melakukan penyerangan karena kemungkinan akan mengakibatkan rekan mereka yang celaka. Disaat laki laki bekas orang hukuman itu sedang menggunakan senjatanya yang istimewa, maka mendadak terdengar suara seseorang yang berseru.
"Semua berhenti.,!"
Itulah suara Cong goanswee yang berwibawa! itulah suara bekas pangcu Ceng liong-pang yang dipatuhi oleh segenap anggota persekutuannya.
Semua yang sedang bertempur menghentikan gerak mereka, sedangkan orang orang yang mengurung membuat lingkaran segera menyisi sehingga laki laki bekas orang hukuman itu dapat melihat dengan tegas bekas pemimpinnya atau ayahnya si burung Hong.
"Goanswee..!" seru semua alat negara yang memberi hormat.
"Pangcu...!' kata lelaki bekas orang hukuman itu namun tak sempat dia meneruskan berkata sebab sudah langsung kena dimaki: 'Kucing belang! aku adalah Cong goanswee!'
(kucing belang . . . ") ulang laki laki bekas orang hukuman itu didalam hati dan dia teringat dengan kebiasaan sang pangcu yang selalu memaki dia dengan istilah 'kucing belang".
"Goanswee, aku datang hendak memberitahukan tentang Hong moay . . . "
"Tunggu.. . !" sekali lagi jenderal Cong berseru memutus perkataan laki laki bekas orang hukuman itu.
Tua usia bekas pangcu Ceng liong pang itu, akan tetapi masih kelihatan gagah dan tetap memiliki wibawa, terlebih dengan pakaian seorang jenderal.
Sepasang matanya yang bersinar terang dan berwibawa, mengawasi lurus laki laki bekas orang hukuman itu; sampai laki laki itu kalah pengaruh dan tunduk sebagai layaknya tempo dulu dalam kedudukan sebagai panglima ketiga dari Ceng liong pang.
Dengan memberikan tanda dengan memakai sebelah tangannya, kemudian jenderal Cong memerintahkan semua pasukannya mengundurkan diri, hingga tinggal dia berdua dan laki laki bekas orang hukuman itu, atau yang dulu menjadi panglima ketiga dalam persekutuan Ceng liong pang.
"Jadi kau sudah bertemu dengan dia .;?" tanya jenderal Cong setelah mereka berada hanya berdua.
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak segera memberikan jawaban. Dia menatap sehingga sempat dia melihat sepasang mata jenderal Cong yang jadi bersinar redup karena teringat dengan anak daranya yang keras hati.
Kenangan lama segera membayang lagi dihadapan mata laki laki bekas orang hukuman itu. Kenangan waktu dia memberanikan diri menghadap pada Cong pangcu buat menyatakan rasa cintanya kepada si burung Hong yang menjadi anak dara dari pemimpin persekutuan itu.
Akan tetapi yang sekarang dia harus laporkan atau beritahukan justeru adalah tentang peristiwa si burung Hong yang sudah bunuh diri sehabis memberikan pengakuannya.
"Jadi, dia mengakui bahwa dia yang telah menghianati kau . . . ?" tanya jenderal Cong dengan sepasang mata membelalak, akan tetapi mata itu sudah langsung berlinang air.
Laki laki bekas orang hukuman itu manggut membenarkan dan menceritakan semuanya. yaa, semuanya dimulai dengan dia lepas dari rumah penjara; sampai dia melakukan perjalanan mencari orang yang menghianati dia.
"Dan akhirnya dia mengakui bahwa dia yang telah menghianati kau.., . ha ha ha ..." jenderal Cong akhirnya berkata dan menyertai tawa. Tawa yang tak wajar, tawa yang disertai dengan air mata !
Laki laki bekas orang hukuman itu ganti terbelalak sepasang matanya. Heran dan tak mengerti. Namun demikian tidak ada kesempatan buat dia bertanya, sebab jenderal Cong sudah mendahulukan berkata :
"Anak itu benar benar keras hatinya. Dia tahan menderita, dan dia mau berkorban. Semuanya adalah untuk cinta kasih. Demi cintanya kepada kau. Ha ha ha. I"
"Pangcu.. ?"
"Tunggu ! aku belum selesai bicara ..!"
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu menjadi terkenang dengan tempo dulu. Suatu kebiasaan dari Cong pangcu yang tidak mau lain orang mengucapkan perkataan, selagi Cong pangcu merasa belum selesai bicara.
"Dia telah mati penasaran. Kau harus membalas dendam dia. Kau harus membunuh penghianat itu.,.?" demikian Cong goanswee menyambung perkataannya.
"Tahukah pangcu siapa si penghianat itu...?" tanya laki laki bekas orang hukuman itu, menyimpang dari kebiasaannya selagi dia masih menjabat kedudukan sebagai panglima ketiga; sementara sepasang matanya ikut basah dengan air mata, sama keadaannya dengan jenderal Cong !
Sementara itu jenderal Cong manggut, dan berkata dengan suara yang lebih perlahan "Aku tahu siapa si penghianat itu. Pada waktu subuh nanti, aku perintahkan kau datang di Pit mo gam ..."
"Pangcu, apakah secepat itu kau dapat menghubungi si penghianat itu . . . ?"
"Kucing belang, aku belum selesai bicara, apakah kau ragukan kemampuanku . . ?"
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu jadi menundukkan kepala dan sekali lagi dia jadi terkenang dengan kebiasaan sang pangcu.
"Mana pedangmu, pedang Ceng liong kiam ... ?" tanya jenderal Cong, selagi laki laki bekas orang hukuman itu diam menunduk.
"Pedang itu hilang sejak aku kena ditangkap.." sahut laki laki bekas orang hukuman itu.
"Hm ! Si penghianat yang akan kau hadapi sangat tinggi ilmunya. Dia bahkan mempunyai sebatang pedang pusaka yang tak kalah dengan pedang Ceng liong kiam,","
Jenderal Cong menunda perkataannya untuk dia berpikir, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu tidak berani mengucap sesuatu sesuai dengan kebiasaan lama selagi dia menjadi panglima ketiga pada persekutuan Ceng liong pang.
"... hanya ada satu kesempatan buat kau mengalahkan si penghianat itu. Sedemikian lekas kalian sudah berhadapan, kau harus serang dia dengan pukulan houw jiauw kang', sebelum dia sempat mengeluarkan pedangnya..."
Sekali lagi bekas pangcu Ceng liong pang itu menunda perkataannya dan dia mengawasi bekas Sam ceecu bagaikan menghendaki persetujuan dan laki laki bekas orang hukuman itu manggut, sehingga jenderal Cong lalu berkata lagi.
"Kau harus ingat dengan pesanku ini. Jangan kau ragu ragu menyerang supaya tidak sia sia pengorbanan adik Hongmu ..."
Bekas pangcu Ceng liong pang itu kemudian memberikan tanda memakai sebelah tangannya memerintahkan laki laki bekas orang hukuman itu untuk meninggalkan dia karena pembicaraan rupanya dianggap sudah selesai!
Laki laki bekas orang hukuman itu menurut. Taat seperti dia masih menjabat kedudukan sebagai panglima ketiga; akan tetapi"
"Tunggu,,,!" perintah jenderal Cong yang membikin laki laki bekas orang hukuman itu menunda langkah kakinya.
Jenderal Cong kemudian melangkah mendekati dan diluar dugaan dia lalu merangkul. Erat dia merangkul sambil dia mengalirkan air mata yang begitu derasnya !
Laki laki bekas orang hukuman itu ikut merangkul. Ikut dia mengeluarkan air mata.
Jenderal Cong lalu mengantarkan laki-laki bekas orang hukuman itu sampai keluar istana tempat tinggalnya, dan jenderal Cong melepas kepergian laki laki itu sampai hilang ditelan kegelapan malam.
Laki laki bekas orang hukuman itu kembali ke kuil tua hendak menemui Cie in suthay yang ternyata benar benar sudah menunggu kedatangannya. Akan tetapi laki laki bekas orang hukuman itu sudah kehilangan niatnya yang hendak menanyakan tentang orang orang yang sudah membantu dia melakukan pengacauan dikota raja dan laki laki itu hanya menceritakan tentang pertemuannya dengan jenderal Cong.
"Pit mo gam itu adalah jurang hantu, suatu tempat yang terpencil diatas gunung See san. Disitu ada sebuah batu besar yang mirip patung hantu dan dibawah patung hantu itulah terdapat sebuah jurang yang dalam ...' kata Cie in suthay memberikan penjelasan,
'Akan tetapi aku tidak menghendaki suthay ikut datang. Dalam hal ini aku tidak mau dibantu" " tukas laki laki bekas orang hukuman itu.
Cie in suthay bersenyum. Senyum manis yang dapat memikat selusin perjaka.
'Kau benar benar keras kepala. Apakah kau menghendaki kita berpisah sampai disini ....?"
Lelaki bekas orang hukuman itu jadi terdiam tak mampu mengucap apa-apa. Berat rasa hatinya buat dia melakukan perpisahan dengan biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu; dan biarawati yang muda usia itu bagaikan mengetahui isi hatinya, sehingga dia berkata lagi :
" . . nah kalau kau masih menghendaki kita tak berpisah sekarang, maka aku akan ikut kau ke Pit mo gam. Bukan buat membantu kau akan tetapi aku ingin melakukan sesuatu supaya suci hilang penasarannya ..."
Letak Pit mo gam adalah diatas gunung See san, sebelah barat kota raja.
Sesuai dengan namanya, jurang hantu itu benar benar merupakan tempat yang menyeramkan yang tak sembarang orang berani mendatangi apalagi dalam keadaan gelap guIita selagi hari menjelang waktu subuh.
Akan tetapi lelaki bekas orang hukuman itu serta Cie in suthay; bukanlah merupakan orang-orang yang berhati penakut. Mereka merupakan orang orang yang sudah biasa menerobos dewi maut. Berkat ilmu ringan tubuh mereka yang benar benar sudah mencapai pada batas kemampuan, maka laki laki bekas orang hukuman itu serta Cie in suthay tidak sukar mencapai tempat tujuan, sampai kemudian Cie in suthay memisah diri dan laki laki bekas orang hukuman itu mendatangi tempat yang dimaksud oleh jenderal Congkz.
Tepat pada waktunya, laki Iaki bekas orang hukuman itu melihat datangnya seseorang dan seseorang itu nampak bertubuh tinggi besar, tidak mirip dengan bentuk sang Poei toako seperti yang menjadi dugaan laki laki bekas orang hukuman itu.
Seseorang itu bahkan memakai pakaian serba biru, lengkap dengan selubung penutup kepala, sehingga laki laki bekas orang hukuman itu menganggap bahwa si penghianat sekarang sudah menjadi seorang anggota dinas rahasia, atau Tay Iwee sip sam ciu !
Ada sebatang pedang ditangan kiri si penghianat, akan tetapi pedang itu masih berada didalam sarungnya, dan pada waktu jarak terpisahnya mereka sudah tepat seperti yang diperhitungkan maka laki laki bekas orang hukuman itu perdengarkan pekik suaranya yang bagaikan aum seekor harimau jantan, lalu dia lompat menerkam dengan sepasang tangan siap memukul dengan ilmu 'houw jiauw kang..
Ada sedikit rasa heran yang menyelinap ke dalam lubuk hati laki laki bekas orang hukuman itu. Mengapa si penghianat tidak bergegas melakukan perlawanan atau setidaknya berusaha untuk menghindar " Akan tetapi, semuanya telah berlangsung terlalu cepat. Terlalu pesat dan dahsyat gerak serangan laki laki bekas orang hukuman itu.
Hanya terdengar sedikit suara tidak jelas dari si penghianat yang rupanya sedang menahan rasa sakit, setelah itu dia rubuh terjatuh terlempar !
Segera terdengar lagi pekik suara yang bagaikan aum seekor harimau yang berhasil melepas dendam, setelah itu sunyi lagi keadaan ditempat yang menyeramkan itu. Cie in suthay keluar dari tempat dia umpatkan diri. Biarawati yang muda usia ini melangkah mendekati laki laki bekas orang hukuman itu yang masih berdiri diam bagaikan patung, menghadapi tubuh si penghianat yang sudah rebah dekat sepasang kakinya.
Biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu kemudian menatap sepasang mata laki laki bekas orang hukuman itu, yang kelihatan masih menyala menghabiskan sisa rasa dendam. Setelah itu Cie in suthay ganti mengawasi tubuh si penghianat.
Perlahan gerak laki laki bekas orang hukuman itu, waktu dia mendekati bagian kepala si penghianat, dan dengan sebelah tangannya, kemudian dia membuka kain selubung penutup kepala dan muka si penghianat, sampai dilain saat suatu wajah muka yang sudah tidak asing lagi membentang di hadapan laki laki bekas orang hukuman itu.
"Pangcu,,.!" laki laki bekas orang hukuman itu bersuara kaget.
Masih ada sedikit sisa napas jenderal Cong atau bekas pangcu Ceng Liong pang itu. Dia belum mati dan dia kelihatan bersenyum. Senyum puas!
Ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh jenderal Cong atau bekas pangcu Ceng liong pang itu akan tetapi dia tak kuasa melakukannya karena hebatnya dia kena gempur tenaga cakar macan !
'Pangcu !' laki laki bekas orang hukuman itu berkata setengah berteriak, sementara air matanya segera mengalir keluar sampai kemudian dia menangis keras.
(dia benar benar menangis..,..') kata Cie in suthay dalam hati,
Jenderal Cong berusaha dan berhasil memegang tangan kanan laki laki bekas orang hukuman itu. Bekas pangcu itu berusaha tetap bersenyum meskipun mulutnya basah penuh darah sampai kemudian ia mati tanpa dia sanggup mengucap apa apa.
Biarawati yang muda usia itu kemudian mengambil pedang yang masih dipegang erat erat ditangan kiri jenderal Cong, dan pada waktu biarawati yang masih muda usia itu menarik pedang itu dari sarungnya maka ternyata pedang itu adalah pedang buntung bahkan hanya ada gagangnya saja !
"Jelas dia menyadari kesalahannya dan merelakan tewas ditangan kau... . " kata Cie In suthay perlahan; dan didalam hati sekali Iagi dia menyebut 'o mi to hud .
"Akan tetapi mengapa . ?" tanya lelaki bekas orang hukuman itu yang merasa tidak mengerti dengan perkataan Cie in suthay.
"Sebab memang dia yang telah menghianati kau ... "
"Jadi suthay sudah mengetahui " ?"
Biarawati yang muda usia itu manggut membenarkan, tanpa dia menyertai senyumnya, dan dia lalu menceritakan tentang siburung Hong yang memang sudah memberitahukan kepada dia.
"Akan tetapi mengapa pangcu harus melakukan penghianatan " dia dapat menghukum aku kalau dia hendak membinasakan aku . ... . . ... " lelaki bekas orang hukuman itu berkata lagi, tetap dia merasa heran tidak mengerti.
"Akan hilang wibawanya kalau dia menghukum kau tanpa kesalahan yang kau lakukan.. ." sahut Cie in suthay.
"Oh, pangcu. Melulu karena aku menyintai Hong moay, kau" kau rela melakukan."
"Bukan melulu karena urusan cinta?" Cie in suthay memutus dan menambahkan perkataannya.
". . .dalam gerakan perjuangan melawan kaum penjajah, si macan terbang memihak pada Thio Su Seng; sedangkan dia memihak pada Cu Juan Tsyang. Tepat seperti yang dikatakan oleh Cu Juan Tsyang sebelum dia menjadi maharaja Beng bahwa sebuah perahu tidak dapat dikemudikan oleh dua orang atau didalam dunia ini tidak mungkin ada dua matahari, oleh karena itu si macan terbang harus mati dan dalam hal ini bekas pangcu itu telah berhasil."
'Suthay . . .!" laki laki bekas orang hukuman itu bersuara seperti membantah, akan tetapi Cie in suthay perlihatkan senyumnya. Tetap berupa senyum manis yang dapat menawan hati selusin perjaka; setelah itu baru dia berkata lagi;
"Lain orang bisa kau tipu, akan tetapi aku tahu bahwa kau bukan si macan terbang."
"Suthay... . "
"Hm ! kau tak mau melepas kedok yang kau pakai " kau ingin aku yang membukanya"'
Laki laki bekas orang hukuman itu bergegas mundur. Akan tetapi dia kecewa sebab dilihatnya Cie in suthay tetap bersenyum. Tidak melakukan sesuatu gerak dan biarawati yang muda usia itu bahkan berkata lagi.
"Kau menyamar menjadi si macan terbang. Memang bagus penyamaran kau. Memang hebat gaya kau bersandiwara. Akan tetapi kau lupa orang yang seusia dengan si macan terbang, setidaknya sudah memiliki uban atau rambut putih, terlebih bagi seseorang yang banyak menderita. Kenyataannya, kepala kau memang keras seperti besi, sehingga selembar uban pun tak dapat tumbuh dikepalamu!"
Lelaki yang selalu menamakan diri sebagai bekas orang hukuman itu menjadi lemas dan terduduk dekat mayat jenderal Cong.
Setelah lewat sesaat maka dia menengadah dan melihat biarawati yang muda usia itu masih tetap bersenyum sambil mengawasi sehingga perlahan-lahan sebelah tangannya meraba bagian mukanya dimulai pada dekat daun telinga, dan dia membeset kulit mukanya, sehingga pada detik berikutnya terbentang wajah muka seorang pemuda tampan berkulit putih, bukan berkulit hitam seperti muka simacan terbang yang kena terik sinar matahari.
( ooO XdXwX Ooo )
ADA SELAT Ho low kok disebelah utara gunung See san yang tinggi menjulang keangkasa, sedangkan di sebelah barat laut dari gunung yang tinggi itu kelihatan jelas tembok besar Ban lie tang shia yang berliku liku memanjang bagaikan seekor naga raksasa yang sedang tidur.
Sepasang insan anak manusia sedang saling menukar kata, sambil duduk bersentuh bahu diatas sebuah batu besar tanpa menghiraukan dinginnya angin pagi diwaktu subuh.
Sepasang insan anak manusia itu terdiri dari seorang anak laki laki muda yang tampan dan gagah perkasa, sedangkan yang seorang lagi merupakan seorang perempuan muda yang cantik jelita dan perkasa akan tetapi yang berpakaian sebagai seorang biarawati atau pendeta perempuan, yang ternyata adalah Cie-in suthay dari kuil Cui gwat am.
" jadi nama kau adalah Lie Hui Houw ?" terdengar antara lain Cie in suthay berkata kepada teman bicaranya, laki-laki muda yang tampan dan gagah perkasa, yang tadinya melakukan penyamaran sebagai laki laki bekas orang hukuman, atau si 'macan terbang', bekas sam ceecu atau panglima ketiga dari persekutuan Ceng liong pang di atas gunung Ceng liong san.
Sementara itu kelihatan Lie Hui Houw manggut membenarkan, tetapi sepasang matanya masih menatap jauh kearah letak tembok besar Ban-lie tang shia.
Ada satu peristiwa yang terjadi kira kira dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu negeri cina masih dijajah oleh orang-orang MongoIia. Peristiwa itu adalah mengenai ditangkapnya si macan terbang oleh pihak pemerintah penjajah, sampai si macan terbang mati waktu menjalankan hukuman kerja paksa.
Peristiwa ditangkapnya si "macan-terbang" adalah akibat penghianatan seseorang, dan hal ini membikin gurunya si macan-terbang menjadi penasaran, akan tetapi sang guru itu adalah seorang penganut agama Budha yang sudah bertobat dan pantang menyimpan dendam melulu karena takdir yang telah menentukan, maka sang guru itu bertemu dengan salah seorang sahabatnya, yang kebetulan mempunyai seorang murid laki laki yang bernama Lie Hui Houw (Hui houw macan terbang). Lie Hui Houw masih muda usianya, akau tetapi dia mendapat tugas melakukan balas dendam si 'macan terbang" yang pernah menjabat kedudukan sebagai panglima ketiga; atau sam ceecu pada persekutuan Ceng liong pang; dan untuk tugasnya itu Lie Hui Houw telah disulap menjadi seorang laki laki bermuka agak hitam bekas kena teriknya sinar matahari, berusia kira-kira sudah empat puluh tahun lebih; dan penyamarannya itu adalah dengan memakai topeng yang dibikin dari bahan yang elastik semacam kulit manusia, dan sejak hari itu Lie Hui Houw merantau sebagai laki laki bekas orang hukuman, sampai akhirnya dia berhasil menemui si penghianat, akan tetapi rahasia penyamarannya telah diketahui oleh Cie in suthay, biarawati muda usia yang cantik jelita.
"... akan tetapi, bagaimana mungkin suthay bisa mengetahui penyamaranku. ?" terdengar Lie Hui Houw balik menanya.
"Seperti yang sudah aku katakan, sebab tidak ada selembar uban yang tumbuh dlatas kepalamu yang keras seperti besi..," sahut Cie In suthay sambil menyertai seberkas senyum yang dapat memikat hati selusin perjaka.
Lie Hui Houw ikut bersenyum padahal hatinya sedang berdebar keras karena pengaruh senyum manis dan pengaruh mengadu bahu karena mereka duduk rapat berdampingan.
*Eh, aku sekarang sudah tahu tentang nama kau, akan tetapi coba kau ceritakan tentang... ya, tentang apa saja misalnya tentang tempat kelahiranmu?" dan setelah sejenak sama sama terdiam tidak bersuara .
Lie Hui Houw menatap muka biarawati yang muda usia itu; tepat disaat Cie in suthay juga sedang mengawasi tanpa lupa menyertai senyumnya akan tetapi keduanya cepat cepat mengganti arah pandangan; mengawasi lurus kearah tembok besar Ban lie tang shia, dan seperti kata orang orang tua, dengan mengawasi tembok besar Ban lie thang shia maka semua kenangan lama akan teringat lagi sehingga Lie Hui Houw kemudian mulai menceritakan tentang dirinya dan tentang tempat kelahirannya.
Disebuah jalan silang dekat perbatasan propinsi propinsi An hwie; Ouw pak dan Ouw lam, terdapat sebuah gunung yang tinggi menjulang ke angkasa.
Gunung itu adalah gunung Kauw it san yang banyak mendapat perhatian dari kaum pelancong, terutama dengan mereka yang sedang melakukan perjalanan dari dan ke salah satu propinsi An hwie Ouw pak dan Ouw lam, oleh karena diatas gunung Kauw it san terdapat banyak pemandangan yang indah dan dari atas gunung itu pula orang bisa melihat jalur jalur jalan raya yang menuju ke tiga arah propinsi yang berlainan namun yang sukar diketahui sebab berliku liku bagaikan menuju pada arah yang sama.
Akan tetapi sayangnya belakangan ini orang orang menjadi ragu ragu bahkan merasa cemas untuk naik keatas gunung Kauw it san apalagi diwaktu malam hari yang biasanya orang gemar menemani cemerlangnya sinar bulan sambil mengawasi kelap kelip lampu lampu rumah penduduk setempat; yang meskipun tidak banyak jumlahnya akan tetapi sedap dipandang karena banyak beterbangan binatang kunang-kunang.
Konon menurut cerita orang diatas gunung Kauw it san sekarang telah dihuni oleh suatu hantu jejadian, bermuka hitam (Hek mo) dengan sepasang mata melotot bersinar merah seperti lentera merah ( Ang teng ), serta memiliki rambut yang panjang tidak terurus, dibiarkan lepas terurai kebagian belakang bagaikan rambut seekor binatang Barong (semacam binatang purba).
Kemudian ada lagi cerita lain orang yang menambahkan, bahwa munculnya hantu jejadian yang berujut semacam kepala Barong itu, biasanya didahulukan dengan terdapatnya lentera merah ( Ang teng ) yang menyala bergantungan diatas dahan pohon, lalu pada siang berikutnya pasti kedapatan mayat atau mayat mayat manusia yang bergelimpangan disemak semak dibiarkan membusuk dan menjadi makanan hewan hewan liar, sampai tinggal sisa tulang tulang yang kian hari kian banyak berserakan; mengakibatkan ada orang yang menambahkan cerita seram itu dengan mengatakan bahwa lembah yang terdapat di atas gunung itu, menjadi lembah Pek kut yao; atau lembah tulang tulang putih !
Riwayat Lie Bouw Pek 2 Jangan Ganggu Aku Karya Wen Rui An Kisah Para Pendekar Pulau Es 21