Pencarian

Lentera Maut 4

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 4


Petang itu, dua orang laki laki tua nampak sedang asyik bercakap cakap sambil menghadapi dua mangkok arak, di suatu kedai nasi yang terdapat di sisi jalan yang menuju ke propinsi An hwie atau dengan kata lain tak terlalu jauh terpisah dari kaki gunung Kauw it san.
Yang seorang dari kedua laki laki tua itu, bertubuh agak kurus dan agak tinggi, bermuka putih tidak berkumis dan tidak pula berjenggot; berpakaian semacam penduduk desa sebab dia adalah si pemilik kedai, yang biasa disebut dengan Ouw lopek atau kakek Ouw.
Yang seorang lagi adalah tamu yang menginap dikedai itu, bertubuh tidak gemuk seperti kakek Ouw, akan tetapi sedikit lebih pendek, bermuka bundar memelihara kumis dan jenggot putih terawat rapih, dan dia mengenakan pakaian semacam seorang sastrawan, mengaku bernama Lie lopek, atau kakek Lie. Sebenarnya bukan maksud kakek Lie buat menginap dikedainya kakek Ouw yang kecil dan terletak ditempat sunyi; apalagi kedainya kakek Ouw memang tidak biasa menerima tamu yang menginap. Akan tetapi waktu dia singgah hendak melepas lelah dalam melakukan perjalanannya, ternyata kedua laki laki tua itu mempunyai kebiasaan dan kegemaran yang sama, yakni gemar bicara, gemar minum arak dan gemar bermain catur.
Maka terjadilah mereka sama sama bicara, sama sama minum arak sambil menghadap permainan catur, sampai mereka lupa waktu, lupa tugas, sehingga kakek Lie memutuskan menginap dan kakek Ouw buru buru membersihkan gudang tempat penyimpanan beras dan lain lain, buat dijadikan tempat tamunya menginap, setelah itu dia buru buru menemani kakek Lie, untuk meneruskan percakapan dan permainan mereka, tanpa perduli sudah beberapa kati arak yang masuk kedalam perut mereka !
?"mengenai lentera merah yang menyala kalau maut akan menyebar, bukankah sengaja digantung oleh seseorang ..."* terdengar antara lain tanya kakek Lie pada teman bicaranya.
"Sudah tentu perbuatan seseorang, akan tetapi belum pernah ada orang yang melihat, baik pada waktu lentera merah itu dinyalakan, maupun pada waktu digantung; sebab orang sudah takut naik keatas gunung Kauw it san kalau hari sudah mulai galap. Adapun mayat mayat dari orang orang yang terbunuh atau dibunuh oleh hantu jejadian itu sebenarnya kebanyakan adalah orang orang yang datang dengan maksud mengintai si pemasang lentera merah, akan tetapi tahu tahu mereka tewas dan mayatnya mereka dijadikan makanan binatang binatang liar .." sahut kakek Ouw tanpa dia mengawasi muka tamunya, sebab perhatiannya sedang ditujukan kepada biji biji catur.
'Bagaimana Ouw heng tahu bahwa mereka yang tewas itu adalah orang orang yang sengaja datang untuk mengintai . . . . ?" tanya kakek Lie heran dan saking herannya dia sampai menunda permainannya buat dia mengawasi muka teman bicaranya.
"Aku bicara tentu berdasarkan keyakinan. Bukan sembarang keyakinan melainkan ada dasar-dasar yang meyakinkan aku- - " sahut kakek Ouw yang ikut mengawasi kakek Lie, lalu dia minum araknya, dan mempersilahkan tamunya ikut minum setelah itu kakek Ouw yang meneruskan bicara :
' . seperti baru ini ada datang tiga orang lelaki yang kelihatannya gagah perkasa. Yang seorang kira kira 40 tahun katanya bernama Ong Sam Goan berasal dari kota Lam ciang, sedangkan yang kedua orang lagi merupakan pemuda yang menjadi murid muridnya Ong-Sam Goan . . ."
Sepasang mata kakek Lie kelihatan seperti menyipit menandakan dia berpikir waktu dia mendengar disebutnya nama Ong Sam Goan; akan tetapi teman bicaranya tak melihat, sebab kakek Ouw sedang mengatur langkah biji caturnya sambil dia meneruskan bicara : " .... mereka bertiga katanya sengaja datang dari jauh hendak menyelidiki gunung Kauw it san dengan lentera merahnya. Mereka singgah ditempatku dan aku memberikan sekedar keterangan yang aku ketahui, lalu mereka pergi dan seseorang menemukan mayat mayat mereka pada esok harinya..."
"Seseorang menemukan mayat mayat mereka " gumam kakek Lie bagaikan pada dirinya sendiri, akan tetapi cukup jelas didengar oleh teman bicaranya, sementara tangan kanan kakek Lie membikin langkah menyimpang, dari salah satu biji caturnya, sambil berkata tegas tegas.
"Siapakah seseorang itu - -"
"Seorang penduduk dusun yang kadang-kadang suka datang ditempat itu dan pada hari Ong Sam Goan bertiga singgah kebetulan dia juga berada disini" sahut kakek Ouw sambil dia memikirkan letak biji biji caturnya.
"Hm ! " gumam kakek Lie, lalu diminumnya araknya diikuti oleh kakek Ouw sampai kemudian datang giliran si kakek Lie untuk menceritakan kisah perjalanannya :
"Tidak jauh terpisah dari gunung Hin san terdapat sebuah rumah gubuk sederhana dengan penghuninya yang terdiri dari tiga orang. Seorang laki laki dan dengan anak perempuannya yang bernama Lie Kim Nio, dan menantunya bernama Ong Koen Bie .."
Kakek Lie berhenti sebentar buat dia minum araknya akan tetapi sepasang matanya diam diam melirik teman bicaranya yang sedang melangkahkan biji caturnya,
" ... Ong Koen Bie dan Lie Kim Nio sudah lama menikah, akan tetapi mereka belum mendapat anak; mungkin sebab Ong Koen Bie seringkali melakukan perjalanan meninggalkan isterinya dirumah sebab pekerjaan Ong Koen Bie adalah sebagai tabib keliling, dan kepergiannya kadang kadang memerlukan waktu lebih dari sebulan. Akibatnya sepasang suami isteri ini seringkali bertengkar, saling mengucap perkataan yang menuduh seperti Ong Koen Bie mengatakan isterinya mandul sedangkan sang isteri menuduh suaminya yang mandul atau sering melacur selagi berada di tempat lain - "
"Pertikaian biasa yang memang seringkali terjadi dikalangan suami isteri muda " kata kakek Ouw sambil dia bersenyum, memaksa kakek Lie ikut bersenyum, dan meneruskan lagi bercerita :
"- - pada suatu hari Ong Koen Bie pulang dari bepergian, di saat hari sudah cukup malam. Sejenak dia berdiri diam batal memasuki rumah karena terlihat olehnya adanya seorang laki laki yang tidak dikenalnya yang sedang berdiri didekat jendela kamar isterinya. Ong Koen Bie menjadi curiga atau cemburu lalu dia menggedor pintu rumah, membikin mertuanya jadi terkejut akan tetapi Ong Koen Bie memasuki rumah tanpa dia menghiraukan mertuanya yang membuka pintu dan dia menendang pintu kamar isterinya..."
"Dia tentu curiga isterinya main gila ,. ,?" kakek Ouw memutus perkataan kakek Lie.
"Tentu ..." sahut kakek Lie yang lalu meneruskan lagi.
" .. . dia curiga, terjadilah pertengkaran malam hari itu, sampai kemudian Ong Koen Bie pergi tanpa pamit, meninggalkan isterinya yang jadi menangis, sampai kemudian Lie Kim Nio pergi dengan maksud hendak menyusul dan membujuk suaminya pulang sebab dia tahu suaminya tidak pergi jauh, karena bungkusan pakaian dan alat alat pengobatan, tidak dibawa?"
Lie Lopek atau kakek Lie terpaksa menunda bercerita, sebab tiba tiba kakek Ouw tertawa girang akibat kakek Lie membikin langkah salah pada biji caturnya, mengakibatkan pertahanan kakek Lie jadi berbalik lemah, padahal sebelumnya terjadi kesalahan langkah itu, pertahanan yang disusun oleh kakek Lie amat kuat, tidak mungkin dapat diterobos oleh penyerangan kakek Ouw.
Dipihak kakek Ouw, dia seolah olah tidak mau memberikan kesempatan buat kakek Lie memperbaiki susunan pertahanannya; dia bahkan tidak perduli kakek Lie tidak sempat meneruskan pembicaraannya, dan dia juga tidak memberikan kesempatan buat kakek Lie minum araknya. Dia mendesak dan mendesak terus, mematikan beberapa biji catur lawannya, sampai kakek Lie tidak sanggup lagi.
"Malam ini aku menyerah, akan tetapi besok pasti akan balas. !" akhirnya kata kakek Lie sambil dia perlihatkan tanda ingin tidur.
"Baik, malam ini aku beri ampun sebab Lie heng tentu lelah habis melakukan perjalanan jauh, akan tetapi besok, berhati hatilah"!" ancam kakek Ouw yang lalu tertawa girang, memaksa kakek Lie ikut tertawa, meskipun tawa pahit karena menderita kekalahan.
Kamar buat kakek Lie tidur adalah sebuah gedung yang sengaja dibersihkan. Ukurannya tidak besar bahkan tidak ada daun jendela, jadi terasa panas buat kakek Lie, sehingga harus membuka baju membiarkan darahnya dihisap oleh nyamuk nyamuk yang berpesta.
("Kasihan dia.,." kata Cie in suthay sambil bersenyum manis, memaksa Lie hui Houw menunda cerita dan ikut jadi tersenyum.
Sementara itu matahari pagi mulai perlihatkan diri dan Cie in suthay berdiri dari tempat duduknya mengajak Lie Hui Houw menyusuri gunung See san, akan tetapi tetap dia minta Lie Hui Houw meneruskan bercerita:)
Secara samar samar, pada waktu tengah malam kakek Lie mendengar pintu kedai kakek Ouw dibuka orang. Dia merasa heran, mengapa kakek Ouw belum tidur" ataukah ada seseorang yang datang" Akan tetapi kakek Lie tidak mendengar adanya suara seseorang yang bicara juga tidak didengarnya suara kakek Ouw.
Pada mulanya kakek Lie ingin keluar untuk melihat akan tetapi dia rasa kantuknya mengakibatkan dia membatalkan niatnya. Mungkin sebab perjalanannya siang tadi, maka tak kuasa dia menahan rasa kantuknya itu.
Esok paginya kakek Lie bangun sesudah matahari cukup lama bersinar. Dia menemui kakek Ouw yang sudah sibuk melayani beberapa orang tamu yang sedang minum arak atau makan bubur.
Didekatinya kakek Ouw sambil dia perlihatkan senyumnya, dan berkata perlahan di dekat telinga kakek Ouw :
"Biar aku bantu masak nasi - - "
'Jangan" kakek Ouw mencegah, lalu menambahkan perkataannya :
"itu bukan pekerjaan seorang tamu."
'Aku akan pergi kalau kau anggap aku tamu..,..* sahut kakek Lie mengancam.
'Hayaa ! kalau begitu kau sarapan dulu makan bubur.., ," kakek Ouw menyerah perlihatkan lagak penasaran.
Kakek Lie juga menurut. Dia menyambuti semangkok bubur yang diberikan oleh kakek Ouw, lalu dibawanya kesalah satu meja yang masih kosong dan dimakannya cepat cepat, sebab dia ingin membantu pekerjaan kakek Ouw yang harus masak sambil melayani para tamu seorang diri, tanpa ada orang yang membantu pekerjaannya.
Sekilas si kakek Lie sempat melihat para tamu yang sedang makan atau minum arak! Tidak ada waktu buat dia memperhatikan padahal ada dua orang laki-laki yang berpakaian sebagai layaknya orang orang yang pandai ilmu silat dan kedua tamu laki laki itu sejenak mengawasi serta memperhatikan kakek Lie yang sedang makan bubur.
Sehabis makan bubur, kakek Lie cepat-cepat mencuci beras dan memasak nasi. Setelah itu baru dia sempat menemani kakek Ouw bermain catur sambil minum arak dan melayani para tamu, sehingga permainan mereka harus sering tertunda.
Kedua tamu laki-laki tadi sudah lama pergi meneruskan perjalanan mereka. Tamu tamu yang sekarang ada hanya berupa dua orang petani penduduk dusun sekitar tempat itu; dan seorang tamu laki laki lain yang kelihatannya sudah berusia empat puluh tahun lebih berpakaian semacam orang desa akan tetapi membawa bungkusan pakaian menandakan orang itu sedang melakukan perjalanan"!
Tamu laki-laki itu singgah buat dia beristirahat sambil makan siang. Dia tidak kelihatan tergesa pesa, dari itu dia sempat mendengarkan pembicaraan yang dilakukan oleh kedua kakek yang sedang bermain catur, dan pembicaraan kedua kakek itu kadang kadang diseling dengan kelakar dan tawa, serta sambil minum arak.
"... Ouw heng, tadi malam aku mendengar kau membuka pintu kedai, apakah kau pergi atau ada tamu yang datang ditengah malam buta .,.?" terdengar antara lain kakek Lie menanya, akan tetapi mukanya menunduk mengawasi biji biji catur.
"Aku hanya sekedar mencari angin ...." sahut kakek Ouw seenaknya, padahal sebelumnya mengawasi dulu teman mainnya.
"Ini satu aku berikan sebagai hadiah ...!" kata si kakek Lie dengan menyertai senyumnya, selagi dia melangkahkan biji caturnya.
"Aku tidak mau . . ." sahut kakek Ouw setelah dia berpikir, sambil dia pun ikut mengawasi papan catur.
"Apakah tadi malam ada mayat-mayat yang bergelimpangan lagi diatas gunung Kauw it san ?"" tiba tiba tanya kakek Lie; tetap tanpa mengawasi muka teman mainnya dan setelah sejenak dua-dua terdiam memusatkan pikiran pada permainan mereka.
Hening lagi, sebab kakek Ouw tidak segera memberi jawaban; sebaliknya pertanyaan kakek Lie itu sangat menarik perhatian tamu Ielaki yang sedang makan dimeja lain.
'Tidak ada ..." akhirnya sahut kakek Ouw yang lalu menyambung perkataannya:
" . . kalau ada yang mati atau ada yang menemukan mayat mayat tentu sudah ada yang datang membicarakan di kedaiku ini ..."
Suasana menjadi hening lagi, sebab kakek Lie dan kakek Ouw sedang memusatkan perhatian mereka pada biji biji catur, sampai ada seorang tamu yang selesai makan dan hendak membayar membikin kedua kakek itu menunda permainan mereka sebab kakek Ouw harus melayani tamu itu. Tamu yang membayar tadi, bukan merupakan tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian; dia masih tetap duduk ditempatnya, meskipun dia sudah selesai makan.
Kakek Lie yang menunggu kakek Ouw sempat melihat dan memperhatikan tamu lelaki itu; dan waktu pandangan mata mereka saling bertemu, maka laki laki itu buru buru mengalihkan pandangan matanya kearah lain sedangkan kakek Lie berpikir didalam hati, kalau kalau dia pernah bertemu dengan tamu laki laki itu.
Kemudian waktu kakek Ouw sudah datang dan sudah menghadapi lagi permainan mereka maka terdengar kakek Ouw yang mulai bicara:
*Eh. bagaimana kelanjutan cerita kau kemarin ..?"
Kakek Lie tertawa. Nada tawanya tidak wajar, akan tetapi teman mainnya tidak mengerti atau mungkin tidak memperhatikan.
'Kau masih mau mendengarkan...?" sengaja kakek Lie menanya.
"Mengapa tidak. Aku justeru senang kau bercerita, supaya aku memenangkan lagi permainan ini - - -" sahut kakek Ouw dengan menyerta tawa yang wajar bernada jenaka,
'Kalau begitu kau curang, sengaja memecah perhatian lawan - -" kata kakek Lie, juga bernada jenaka.
"Ah ! tidak curang. Aku bahkan mengalah, menghadapi perlawanan kau sambil aku melayani para tamu; ha ha ha - - - - " kakek Ouw membantah dan menyambung dengan tawa girang.
Kakek Lie ikut tertawa juga tawa girang.
" . .mendekati waktu subuh, Lie Kim Nio pulang seorang diri tanpa suaminya. Pakaiannya banyak yang koyak dan kotor, membikin ayahnya menduga telah terjadi suatu pergumulan antara Lie Kim Nio dengan suaminya. Akan tetapi Lie Kim Nio menangis, menggerung gerung dan merangkul sepasang kaki ayahnya, mengatakan bahwa dia kena diperkosa oleh seorang laki laki - -"
?" hampir Lie Kim Nio kena ditendang oleh ayahnya, sebab sang ayah menduga bahwa tuduhan menantunya ternyata terbukti. Akan tetapi sambil menangis Lie Kim Nio mengatakan bahwa dia diperkosa bukan waktu dia berada didalam rumah, sebaliknya baru saja terjadi waktu dia mencari suaminya . . ."
"... . dikatakan selanjutnya oleh Lie Kim Nio, bahwa setelah dia kepayahan mencari suaminya, maka dia duduk diatas sebuah batu besar diatas gunung Hin san lalu secara tiba tiba dan diluar dugaannya, ada seseorang yang membekap dia dari sebelah belakang. Pada mulanya Lie Kim Nio menyangka sebagai perbuatan Ong Koen Bie, suaminya, yang sengaja menggoda sehingga dia diam membiarkan. Akan tetapi, ternyata yang melakukan adalah seorang laki laki yang belum pernah dia kenal, dan dia segera pingsan sebab dia terkena obat bius waktu didekap tadi . . ."
" . . dia tak mengetahui apa kejadian berikutnya, akan tetapi waktu dia tersadar dari pingsannya; maka diketahui olehnya bahwa dia sudah diperkosa orang didalam sebuah goa yang terdapat diatas gunung itu.. ."
('Kurang ajar. . . !" maki Cie in suthay waktu seorang pemuda berusaha hendak membentur dia selagi mereka berpapasan ditengah jalan menuju ke pintu kota sebelah selatan kota raja. Akan tetapi, sehabis dia memaki, maka selekas itu juga biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu menyambung dengan kata kata "o mi to hud ".
Dilain pihak Lie Hui Houw jadi menunda ceritanya dan menunda langkah kakinya mengawasi pemuda itu yang ternyata berkawan sebanyak tiga orang, dan ketiga pemuda itu ikut mengawasi sambil perlihatkan lagak mengejek dan menantang.
"Jangan hiraukan mereka" kata Cie in suthay yang mengajak meneruskan perjalanan mereka hendak meninggalkan kota raja.
Lie Hui Houw patuh menurut, menyambung langkah kakinya buat mendampingi biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu, sambil dia meneruskan lagi kisahnya mengenai kakek Lie berdua dengan si kakek Ouw yang sedang menceritakan peristiwa Lie Kim Nio kena diperkosa );
"....kasihan dia," terdengar kakek Ouw nyelak bicara selagi kakek Lie menunda bercerita untuk menuang arak; dan didalam hati kakek Ouw, sebenarnya dia merasa sangat berkesan dengan ceritera tentang diperkosanya Lie Kim Nio yang katanya terjadi di dalam sebuah goa diatas gunung Hin san. Serasa dia pernah mendengar gunung Hin san itu' pikir kakek Ouw didalam hati.
"Ya, kasihan dia," sahut kakek Lie. Dengan dia sudah tentu dimaksud sebagai kata ganti 'Lie Kim Nio', dan kakek Lie langsung menambahkan perkataannya :
"...dia telah menjadi korban perbuatan laknat. Korban keganasan seorang iblis dan iblis itu adalah si iblis penyebar maut,,!"
( Cie in suthay menunda langkah kakinya menatap muka teman seperjalanan dan selekas itu juga dia mengajukan pertanyaan:
"Siapa kau bilang?""
Lie Hui Houw tidak segera memberi jawaban, perlihatkan lagak seperti tidak mengerti dengan pertanyaan biarawati yang muda usia itu akan tetapi kemudian dia teringat, bahwa dia sedang bercerita tentang si kakek Lie dan si kakek Ouw sehingga dia jadi tersenyum dan berkata : 'Iblis penyebar maut . . .* Sepasang mata Cie in suthay terbelalak, lalu dia menanya lagi :
'Benarkah perbuatan dia . . . ?"
'Suthay, kau mau mendengarkan aku bercerita, atau kau . . .'
"Eeh ! dasar kepala besi, kau ternyata gede ambek . . !" Cie in suthay buru buru memutus perkataan Lie Hui Houw; namun sambil dia menyertai seberkas senyum manis
yang berhasil membikin Lie Hui Houw jadi batal ngambek; sebaliknya ikut dia jadi tersenyum dan menyambung lagi bercerita sambil meneruskan lagi langkah kakinya sebab biarawati yang cantik jelita itu sudah mendahului):
"Suasana disekitar kedai nasi itu menjadi hening. Hening secara mendadak sebab kakek Lie mengucap kata kata iblis penyebar maut. Si kakek Ouw bahkan sampai menunda gerak langkah biji caturnya, sepasang matanya terbuka lebar mengawasi teman mainnya, disaat teman mainnya itu juga sedang mengawasi dia, keduanya jadi saling rnenatap, dengan sinar mata masing masing yang mengandung arti. Sinar mata kakek Ouw seperti orang yang kaget, heran dan entah bercampur dengan rasa apa lagi; sedangkan sinar mata kakek Lie mengandung arti menyelidik !
Jilid 7 AKAN tetapi, ada lagi seorang orang lain yang ikut menjadi terkejut waktu mendengar kakek Lie menyebut si iblis penyebar maut tadi. Orang itu adalah si tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian. Dia terkejut sampai dia ikut menatap kakek Lie, kemudian ganti dia mengawasi kakek Ouw. Sekilas sinar matanya mengandung rasa benci yang bercampur dengan kemarahan dan penasaran !
"Bagaimana dia mengetahui bahwa dia telah diperkosa oleh si iblis penyebar maut.." terdengar kakek Ouw menanya. Nada suaranya perlahan, akan tetapi terdengar cukup tegas.
?"Ya, bagaimana dia bisa mengetahui bahwa dia diperkosa oleh si iblis penyebar maut" bukankah katanya dia dibius sampai pingsan ... ?" Cie in suthay ikut menanya sehingga menunda Lie Hui Houw menyambung cerita; akan tetapi biarawati yang cantik jelita itu tidak menunda langkah kakinya selagi mereka menyusuri jalan sunyi, sebab mereka sudah berada diluar kota raja.
"Aku kira pertanyaan suthay tidak perlu aku jawab ..." sahut Lie Hui Houw sambil buru buru dia 'mengejar' biarawati yang muda usia itu, sebab tadi dia menunda langkah kakinya karena menduga biarawati yang cantik jelita itu akan menunda jalan; selekas dia sudah berada disisi biarawati yang muda usia itu maka Lie Hui Houw melengkapi perkataannya :
"... aku tadi mengatakan bahwa aku tidak perlu menjawab pertanyaan suthay, sebab si kakek Lie yang akan menjawab pertanyaan si kakek Ouw "
Sekali lagi Cie in suthay perlihatkan senyumnya yang bisa memikat hati selusin perjaka, namun dia tidak mengucap apa apa sebaliknya dibiarkannya Lie Hui Houw menyambung bercerita :
Sementara itu, didalam hati sikakek Lie sedang bertanya tanya : "Ada arti apa lagi dalam nada suara pertanyaan si kakek Ouw?"
Akan tetapi, pada saat itu si kakek Lie menjawab pertanyaan kakek Ouw.
"Ada barang bukti pada Lie Kim Nio .."
"Barang bukti apakah itu ... "' tanya kakek Ouw cepat, terlalu cepat bahkan nada suaranya bagaikan mendesak, ingin cepat-cepat diberitahu.
"Eh, Ouw heng kau ini lucu sekali. Kau perlihatkan kelakuan seperti seorang hakim yang sedang mendesak seorang tertuduh." si kakek Lie berkata secara berkelakar : namun yang sekaligus sengaja mengulur waktu tidak lekas lekas memberitahukan tentang barang bukti itu.
Bagaikan orang yang baru tersadar, Ouw lopek atau si kakek Ouw jadi tertawa riang disusul dengan suara tawa Lie lopek. Dua macam suara tawa yang masing masing membawa makna berlainan.
"Kau ini ada ada saja, sampai suara tawa seseorang kau nilai.." kata Cie in suthay sambil dia menghapus keringat pada mukanya yang sebelah kanan.
Lie Hui Houw menunda langkah kakinya, memaksa Cie in suthay yang sekali ini jadi ikut berhenti; setelah itu baru Lie Hui Houw berkata:
"Suthay, biasanya kau gemar menyelidik, dari itu aku merasa perlu menceritakan sampai ke segala persoalan yang sekecil kecilnya ...'
"Oh, iya; benar juga .. ," sahut biarawati yang muda usia itu, lalu keduanya meneruskan perjalanan mereka, dan Lie Hui Houw menyambung kisah ceritanya :
"kepada ayahnya, kemudian Lie Kim Nio pamitan hendak merantau, mencari laki laki laknat atau si iblis penyebar maut; karena katanya dia hendak mengadu nyawa atau kalau perlu mati bersama dengan si iblis yang sudah memperkosa dia?"
"Tunggu ! kau belum memberitahukan tentang barang bukti itu..!" Cie in suthay yang menanya, bukan si kakek Ouw; dan dia memutus perkataan Lie Hui Houw sambil dia menunda lagi langkah kakinya, memaksa Lie Hui Houw jadi ikut ikut berhenti; dan memberikan jawaban meskipun sebenarnya dia jadi 'kheki' :
Suthay; kalau si kakek Lie cepat cepat memberitahukan tentang barang bukti itu; maka akan sia sia maksud perjalanannya yang hendak melakukan penyelidikan.."
"Hayaa ! kau benar juga, akan tetapi " "
"Tetapi, kenapa - ?" tanya Lie Hui Houw.
"Kau bikin aku jadi pusing kepala?"
Lie Hui Houw tersenyum, bukan bersenyum. Dia tidak menghiraukan biarawati muda usia itu yang katanya jadi pusing kepala atau kepala pusing dan meneruskan langkah kakinya yang tertunda tadi, sehingga berganti Cie in suthay yang harus buru buru mengejar, supaya jangan ketinggalan mengikuti kisah cerita tentang Lie Kim Nio:
"kemana katanya dia hendak pergi., ?" tanya kakek Ouw sekali lagi dia perlihatkan lagak tidak sabar, ingin mengetahui persoalan Lie Kim Nio bahkan sampai kepada hal hal yang sekecil kecilnya.
"Katanya dia akan mencari si Iblis penyebar maut dikota Hoa lam,?" sahut kakek Lie tanpa dia mengawasi muka si kakek Ouw..sebaliknya dia mengawasi papan catur !
"Hoa lam ...?" ulang kakek Ouw dengan nada suara menanya.
"Kau pernah datang dikota itu..?" ganti kakek Lie yang menanya dan mengawasi muka kakek Ouw.
Kakek Ouw menggelengkan kepala, akan tetapi didalam hati sedang berkecamuk berbagai macam persoalan.
'Hoa lam merupakan suatu kota yang ramai. Lebih ramai lagi waktu dulu terjadi pengganyangan terhadap markas si iblis penyebar maut?"
"Hayyaa- - "
"Ouw heng, kau kenapa ?"
'Aku kaget - eh, akh; aku girang waktu mendengar kau mengatakan si iblis sudah mati diganyang."
'Memang, untuk sesaat tadi, waktu kakek Lie mengatakan markas si iblis penyebar maut diganyang telah mengakibatkan kakek Ouw menjadi sangat terkejut sekali. Juga lelaki yang membawa bungkusan pakaian, ikut menjadi kaget, dan lelaki itu, bahkan tak bosan-bosan mengawasi kakek Lie dengan hati bertanya-tanya : 'adakah si kakek Lie ikut dalam aksi pengganyangan markas si iblis itu ?"
Sementara itu, si kakek Lie bahkan meneruskan perkataannya yang lebih-lebih mendatangkan rasa heran tamu lelaki itu.
"Ouw heng, kau ini benar-benar lucu. Aku tidak mengatakan si iblis sudah mati, sebaliknya kau mengatakan bahwa si iblis sudah mati. Apakah kau lebih mengetahui peristiwa ini dari pada aku yang sedang menceritakan ?"
"Tetapi, tadi.." tukas kakek Ouw, berusaha membantah, akan tetapi perkataannya diputuskan oleh kakek Lie :
"Aku tadi mengatakan sarang si iblis yang diganyang bukan si iblis yang diganyang."
"Jadi si iblis masih gentayangan ?" tanya kakek Ouw, seperti ingin menegaskan.
'Ya si iblis masih gentayangan dan masih terus menyebar maut!' nada suara kakek Lie berobah penuh rasa dendam.
Kakek Ouw jadi terdiam. Lagaknya bagaikan seorang perajurit yang sudah kalah perang tak mampu melakukan perlawanan. Untung bagi dia saat itu datang seorang tamu, sehingga sempat kakek Ouw meninggalkan kakek Lie, buat dia melayani tamu yang datang itu.
Kakek Lie membiarkan teman mainnya meninggalkan dia. Banyak yang dia sedang pikirkan didalam hatinya, dari itu hanya sekilas dia mengawasai tamu yang baru datang tadi untuk kemudian dia menukar pandangan matanya, mengawasi tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian, yang sejak tadi masih duduk ditempatnya dan pandangan mata mereka jadi bertemu lagi, sebab tamu laki laki itu ternyata masih tetap mengawasi si kakek Lie, bahkan sambil menyertai senyumnya, namun kakek Lie tidak menghiraukan bahkan dia berlaku acuh dan tidak membalas senyum tamu itu.
Dilain pihak si kakek Ouw kelihatan sedang bicara dengan tamu yang baru datang. Bicara yang cukup lama sehingga orang yakin bahwa yang dibicarakan bukan merupakan pesanan makan belaka.
Akan tetapi, sayangnya tempat kakek Lie cukup jauh terpisah sehingga dia tidak mungkin ikut mendengarkan pembicaraan itu; dan tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian, ternyata dia juga tidak sempat ikut mendengarkan, sebab pembicaraan yang dilakukan oleh kakek Ouw dengan tamunya, dilakukan dengan suara perlahan. Setelah selesai bicara dengan tamu yang baru datang itu yang ternyata bukan merupakan tamu yang hendak makan atau minum maka Ouw lopek mendekati Lie lopek dan berkata.
"Lie heng, maafkan aku. Ada penjualan beras murah dari para petani yang baru melakukan panen. Aku terpaksa tinggalkan kau, tidak lama, jadi kau duduk saja tenang tenang, A heng yang nanti menjaga kedai melayani tamu...."
Sudah tentu kakek Lie tidak dapat merintangi kehendak kakek Ouw dari itu dia membiarkan si pemilik kedai itu pergi, dan dia tetap duduk ditempatnya, dengan arak yang menemani dia namun sekilas dia melihat kearah A heng si orang dusun yang pada mulanya dia anggap menjadi tamu yang hendak memesan makan tadi.
Menggunakan kesempatan selagi kakek Ouw tidak berada ditempatnya agaknya tamu laki laki yang membawa bungkusan pakaian itu mendekati kakek Lie, akan tetapi dia harus batalkan kehendaknya; sebab mendadak datang dua tamu laki laki yang kira kira sebaya dengan dia dan yang ternyata memang dia kenal:
"Ei, Tio hiantee; kau juga ada disini.... ?" salah seorang dari kedua tamu laki laki yang baru datang itu bersuara menyapa.
'Oh, Ciu toako; silahkan kalian duduk disini?" undang tamu laki laki yang batal mendekati kakek Lie; dan dari pembicaraan mereka, si kakek Lie mengetahui bahwa yang disebut Ciu toako itu bernama Ciu Beng San, sedangkan teman seperjalanannya bernama The Hok Sin, dan laki laki yang sudah lama berada dikedai itu bernama Tio Kun Liong.
))dwkz(( X-))hend((
DENGAN KE TIGA tamu laki laki yang sedang duduk bercakap cakap itu kakek Lie hanya pernah mendengar perihal nama Tio Kun liong; namun baru hari itu dia melihat orangnya.
Tempat ke tiga tamu itu duduk cukup jauh terpisah dengan letak tempat duduk kakek Lie, dari itu tidak seluruh pembicaraan mereka yang dapat didengarkan oleh kakek Lie; antara lain mengenai terjadinya suatu peristiwa di kota Tio ciu.
Hasrat hatinya ingin benar kakek Lie mendekati meja Tio Kun Liong bertiga, bahkan ingin dia ikut bicara dan ikut memberikan penjelasan sebab dia merasa lebih mengetahui tentang peristiwa di kota Tio ciu yang sedang mereka bicara. Akan tetapi, mengingat dia sedang menghadapi urusan yang dia anggap lebih penting; maka dia batalkan niatnya untuk mendekati meja tempat Tio Kun Liong bertiga, sebaliknya dia tetap duduk ditempatnya, menunggu kembalinya kakek Ouw sambil tak bosan-bosan diminumnya araknya.
Di pihak Tio Kun Liong, setelah kedua kawannya selesai bersantap; maka mereka berkemas hendak meninggalkan kedai kakek Ouw.
Sesaat sebelum berangkat, kakek Lie memerlukan mengawasi kearah tiga tamu lakilaki itu dan sempat kakek Lie melihat Tio Kun Liong bersenyum sambil manggut tanda pamitan.
Sekali lagi kakek Lie bersikap acuh seperti orang yang tak kenal, sedangkan didalam hati dia bertanya tanya apakah mungkin Tio Kun Liong kenal dengan dia "
Hampir setengah jam, sejak kepergiannya Tio Kun Liong bertiga, kakek Lie masih duduk menunggu. Kemudian dia kelihatan girang waktu dilihatnya kakek Ouw tiba dengan membawa sekarung beras, yang dipanggul oleh seorang petani bertubuh kokoh kuat,
"Kuat benar orang itu dia mengangkat sekarung beras, padahal jalan yang kalian tempuh bukannya dekat .." kata kakek Lie di waktu kakek Ouw sudah mendekati dan duduk di tempatnya.
"Dia memang kuat. namanya A Kong, tetapi bagaimana Lie heng mengetahui bahwa jarak perjalanan kami bukannya dekat .... ?" bertanya Ouw lopek sambil dia perlihatkan senyumnya, akan tetapi senyuman itu tidak sempat dinilai oleh si kakek Lie.
'Aku lihat peluhnya yang banyak keluar, dan pakaian kau juga basah dengan peluh bercampur debu ..." sahut Lie lopek yang ikut perlihatkan senyumnya.
"Akh ! ternyata Lie heng berbakat untuk menjadi seorang penyelidik " kakek Ouw berkata secara berkelakar, lalu dia meneruskan perkataannya.
"... bagaimana kalau kita makan dulu."
'Bagus, aku memang sudah lapar !" sahut kakek Lie.
Kakek Ouw mencegah waktu kakek Lie hendak bantu menyediakan makanan. Dia mengatakan tidak perlu sebab masih ada A heng yang membantu kedai itu.
'A heng biasa membantu, kalau melihat banyak pengunjung dikedaiku. Bayarannya buat dia cukup dua kali makan ." dan kakek Ouw tertawa lagi, diikuti oleh kakek Lie.
Sehabis makan siang, kedua kakek itu mempersiapkan lagi papan catur mereka, dan kembali keduanya bertanding mengulang permainan tadi yang terputus setengah jalan dan ditengah permainan itu maka kakek Ouw berkata kepada kakek Lie.
'Lie heng kalau kau tidak keberatan, aku ingin dengarkan kau teruskan ceritamu tadi.."
'Pada bagian yang mana.!?" tanya kakek Lie dengan nada suara yang wajar.
;Pada bagian .. semuanya. Ya semuanya ..." sahut kakek Ouw.
"Baik." sahut kakek Lie singkat akan tetapi lebih dulu diminumnya araknya, juga kakek Ouw ikut minum.
'Lie Kim Nio meninggalkan ayahnya lebih dari setahun lamanya padahal peristiwa pengganyangan markas si iblis penyebar maut di kota Hoa lam sudah lama tersiar bahkan sampai dilupakan orang. Pada mulanya ayahnya Lie Kim Nio menganggap anaknya ikut serta didalam aksi pengganyangan itu, dan tewas dalam pertempuran. Akan tetapi pada suatu hari Lie Kim Nio pulang dan mengatakan dia tidak ikut didalam aksi pengganyangan itu; dan dia pulang dengan membawa seorang bayi; anaknya hasil benih si iblis penyebar maut yang memperkosa dia ..."
"Apa " Jadi dia mendapat anak ..." tanya kakek Ouw bagaikan tidak percaya dengan perkataannya kakek Lie.
"Ya, Lie Kim Nio mendapat anak, sebagai hasil perbuatan maksiat si iblis penyebar maut ..." sahut kakek Lie, dan sekilas sepasang matanya bersinar menyala sempat dilihat oleh kakek Ouw, akan tetapi tidak diperhatikan sepenuhnya oleh kakek Ouw yang sebaliknya telah mengajukan pertanyaan lagi:
'Yakinkah kau bahwa anak itu adalah anak .. anak si iblis ..."
"Heeh, Ouw heng; kau kumat lagi. Mengapa kau 'mengharuskan' aku yang merasa yakin" kan bukan aku yang melahirkan bayi itu ..?" sahut kakek Lie secara berkelakar, padahal di dalam hati terlalu banyak yang sedang dia pikirkan; dan diam diam dia memperhatikan setiap lagak dan sikap kakek Ouw.
"Oh. Akan tetapi yakinkah dia bahwa anak itu...," desak kakek Ouw yang tidak menghiraukan teman mainnya sedang bergurau.
"Tentu saja dia yakin. Tidak pernah ada tanda tanda dia hamil selagi dia bersama suaminya dan sejak terjadinya peristiwa dia diperkosa, dia tidak pernah bertemu dengan suaminya yang menghilang ..."
Kakek Lie menunda lagi ceritanya. Diminumnya araknya akan tetapi dia melirik ke arah pintu, sebab waktu itu sedang memasuki seorang laki laki yang berpakaian seperti seorang guru ilmu silat berumur kira kira 40 tahun lebih ditemani oleh dua orang pengemis muda yang usianya sekitar tigapuluhan.
"Lie heng kenal dengan mereka ?" tanya kakek Ouw yang juga melihat masuknya tiga tamu itu akan tetapi dia membiarkan sebab ada A heng yang mewakilkan dia.
"Tidak, akan tetapi aku lihat pengemis pengemis muda itu bukan sembarang pengemis ..." sahut kakek Lie, terdengar perlahan dia berbicara agaknya khawatir kalau didengar oleh ketiga tamu yang baru datang itu.
"Memang aku yakin kedua pengemis muda itu merupakan orang orang Kay pang " sahut kakek Ouw juga dengan suara perlahan.
(Kay pang adalah persekutuan kaum pengemis atau orang orang gelandangan. Persekutuan Kay pang besar pengaruhnya terlebih disaat terjadinya pergolakan perjuangan melawan pemerintah penjajah Mongolia)
"Lebih baik kita jangan campur dengan urusan mereka, dan kita teruskan pembicaraan kita " kata kakek Lie tanpa dia menghiraukan ketiga tamu itu, yang juga sedang mengawasi kakek Lie berdua kakek Ouw.
"Benar ..." sahut kakek Ouw merasa setuju, akan tetapi diam diam sepasang matanya melirik kearah ketiga tamu tamu yang baru datang itu.
"... Lie Kim Nio mengatakan kepada ayahnya bahwa dia terhalang di tengah perjalanan, kena penyakit, sampai kemudian dia hamil dan melahirkan bayinya. Sedangkan kedatangannya katanya dia hendak menitipkan bayinya kepada ayahnya, sebab dia akan terus hendak mencari ayah si bayi buat menuntut balas.. "
" .. selama enambelas tahun bayi itu ditinggalkan ibunya dan bayi yang sudah berubah menjadi dara remaja yang cantik dan manja itu, mendapat didikan ilmu silat dan ilmu surat dari kakeknya...'
Dan secara tiba tiba Cie in suthay memutus cerita yang dituturkan oleh Lie Hui Houw, karena bhiksuni yang muda usia itu merasa ada bagian yang dia tidak mengerti:
"Tunggu ! kau tadi menceritakan bahwa Lie Kim Nio hamil karena perbuatan si iblis penyebar maut, kemudian kau mengatakan bahwa umur anaknya Lie Kim Nio mencapai enam belas tahun; jadi, peristiwa perkosaan itu tentunya terjadi pada enambelas tahun lebih yang lalu, sedangkan setahu aku, pada waktu itu si iblis..." Ganti Lie Hui Houw yang kemudian memutus perkataan biarawati yang cantik jelita itu.
"Sabar dulu, suthay, masih cukup panjang cerita yang bakal aku tuturkan. Memang benar pada waktu itu belum atau tidak dikenal adanya si iblis penyebar maut, sebab waktu itu orang hanya kenal dia sebagai Han-bie kauwcu yang menjadi pimpinan dari orang orang Han-bie kauw. Han bie kauwcu terkenal pandai menyamar, akan tetapi dia terus menjadi orang buronan dari para pendekar penegak keadilan; sampai kemudian muncul si iblis penyebar maut, dan tidak banyak orang orang yang mengetahui bahwa si iblis ini sebenarnya ujud penyamaran dari Han bie kauwcu. Kalau suthay tak percaya atau masih belum mengerti, silahkan suthay baca kisah "Cheng hwa liehiap" ..."
"Sialan ... !" Cie in suthay memaki dan bersenyum; lalu secepat itu juga dia mengucap kata kata 'o mie to hud' didalam hati, dan membiarkan Lie Hui Houw meneruskan cerita ) :
"... dara remaja yang manja itu diberi nama Lie Siu Lan, dan kepada kakeknya dia selalu menanyakan tentang ayah dan ibunya, sedangkan sang kakek selalu mengatakan bahwa sang ayah sudah marhum, sedangkan sang ibu sedang pergi merantau .. "
"dara remaja yang manja itu kemudian memaksa si kakek, memaksa mengajak mencari ibunya sedangkan si kakek yang memang memanjakan cucunya lagi pula si kakek juga sangat memikir nasib anaknya, maka dia memenuhi kehendak cucunya sehingga terjadi mereka melakukan perjalanannya tanpa arah tujuan yang direncanakan, sebab mereka tidak mengetahui dimana kira kira Lie Kim Nio berada.... "
Kakek Lie terpaksa harus menunda ceritanya, sebab dia harus memperhatikan kedudukan biji caturnya. Pada mulanya dia berhasil mengatur penyerangan yang bertubi tubi akan tetapi belakangan dilihatnya lawannya dapat memperbaiki pertahanan, bahkan sebaliknya dia harus mengorbankan beberapa biji caturnya sebab dia selalu membikin suatu jalan kecerobohan karena pemusatan pikiran pada cerita yang sedang dia tuturkan.
"Bagus Lie heng, hari ini aku harus berikan pujian kepada kau. Bukan main serangan serangan yang kau lakukan " kakek Ouw justeru memberikan pujian lalu dia mengajak kakek Lie minum araknya.
Kakek Lie ikut minum dan dia meneruskan lagi berbicara;
"dara remaja yang manja itu sebelumnya tidak pernah melakukan perjalanan jauh. Juga si kakek untuk waktu yang lama tidak pernah meninggalkan rumahnya sehingga kedua duanya bagaikan sang kodok didalam sumur yang baru melihat dunia..."
"... hampir disetiap kota mereka kelihatan terpesona dengan berbagai macam keramaian dan setelah sekian lamanya mereka belum berhasil menemui jejak Lie Kim Nio, maka si kakek memutuskan akan mengunjungi kota Tio cu, mencari keponakannya yang bernama Lie Hui Houw.
"Oh, jadi kau orang Tio ciu ....?" kata Cie in suthay yang sekali lagi jadi memutus perkataan Lie Hui Houw; selagi mereka masih meneruskan perjalanan mereka; menerobos teriknya sinar matahari.
Sementara itu Lie Hui Houw manggut membenarkan, akan tetapi sengaja dia menanya :
"Memangnya kenapa ..?"
"Akh, tidak apa apa. Pasti kau pintar masak sebab orang orang Tio ciu memang terkenal pandai masak.."
Lie Hui Houw merasa heran sampai dia menunda langkah kakinya. Seingat dia tidak pernah dia masak buat biarawati yang muda usia itu dan tidak pernah pula biarawati yang cantik jelita itu melihat dia masak. Jadi bagaimana mungkin dia dikatakan pandai masak "
Sebaliknya Cie in suthay hanya bersenyum tidak menghiraukan rasa heran dari teman seperjalanannya, dan dia bahkan mendahului meneruskan perjalanan mereka. Sementara itu terdengar suara seseorang yang berseru ketika kakek Lie tadi menyebut nama Lie Hui Houw si macan terbang..! demikian seru seorang itu; bukan suara si kakek Ouw akan tetapi suara tamu yang datang bersama kedua pengemis muda tadi.
Agaknya ketiga tamu itu sejak tadi ikut mendengarkan cerita kakek Lie dengan penuh perhatian. Mereka diam mendengarkan waktu kakek Lie menyebut nama nama Lie Kim Nio dan Lie Siu Lan, akan tetapi waktu mendengar kakek Lie menyebut nama Lie Hui Houw, maka tak tertahankan lagi tamu laki laki yang berpakaian sebagai guru silat itu perdengarkan suaranya.
Serentak kakek Lie dan kakek Ouw jadi mengawasi kearah meja tempat tiga tamu itu duduk dan laki laki berpakaian seperti guru silat itu justeru sedang bangun dari tempat duduknya melangkah kedepan mendekati tempat kakek Lie dan kakek Ouw duduk untuk kemudian dia memberi hormat dan berkata:
'Siaotee bernama Go Bun Heng dari dusun Cui lok cun. Tadi siao tee mendengar lo cianpwee menyebut nama Lie Hui Houw; kenalkah lo cianpwee dengan dia ..."'
Kalau saja waktu itu ada yang memperhatikan sepasang sinar mata kakek Ouw, tentu orang akan melihat betapa sinar mata itu menyala penuh dendam dan menahan rasa marah; waktu Go Bun Heng mendekati dan ikut bicara. Sayangnya pada waktu bicara, pandangan mata Go Bun Heng ditujukan kepada kakek Lie yang dia ajak bicara; dan kakek Lie pada waktu itu juga sedang mengawasi Go Bun Heng !
(Sementara itu, Cie in suthay ikut menunda langkah kakinya waktu mendengar disebutnya nama Go Bun Heng; akan tetapi biarawati yang muda usia itu batal menanya, karena melihat teman seperjalanannya perlihatkan muka tidak senang kalau ceritanya diganggu) :
Kakek Lie perlihatkan senyuman selama dan sesudah Go Bun Heng bicara, setelah itu baru dia yang ganti berkata.
"Sayang sekali, aku sendiri tidak kenal dengan orang yang bernama Lie Hui Houw itu. Aku hanya sedang bercerita mengenai seseorang lain. Kenalkah Gouw hiantit dengan orang yang bernama Lie Hui Houw itu ..."
Laki laki yang mengaku bernama Go Bun Heng itu perlihatkan wajah muka menyesal. Dia masih berdiri sementara kedua kakek Lie dan kakek Ouw tetap duduk di tempat mereka. Didalam hati Go Bun Heng merasa mendongkol karena dia tidak diundang atau dipersilahkan duduk. Akan tetapi dia berkata waktu mendengar pertanyaan kakek Lie:
"Aku dan Lie Hui Houw bersahabat akrab. Saat ini kami justeru sedang menuju ke kota Tio ciu menemui sahabatku itu .."
"Oh.... " kakek Lie bersuara tidak di sengaja; akan tetapi dia tidak mengucap kata kata lain.sehingga Go Bun Heng yang berkata lagi:
'Kalau lo-cianpwee tidak kenal dengan sahabatku itu, maka maafkan saja bahwa aku telah mengganggu kalian .. " dan Go Bun Heng mohon diri untuk dia kembali ke tempatnya.
"Orang yang aneh. Lain orang lagi cerita, dia ikut campur .. " kakek Lie menggerutu seperti pada dirinya sendiri; akan tetapi cukup didengar oleh kakek Ouw bahkan terdengar juga oleh laki laki yang mengaku bernama Go Bun Heng, yang saat itu belum sampai ditempat duduknya.
"Dia bukan orang aneh, dia bukan si 'golok maut' dari See gak hun kunbun golongan huruf Heng.." Cie in suthay ikut menggerutu tanpa dia menghentikan langkah kakinya; bahkan tanpa dia melihat atau mengawasi teman seperjalanannya.
"Suthay kenal dia ....?" tanya Lie Hui Houw; juga tanpa menghentikan langkah kakinya.
"Mengapa tidak, sayangnya dia telah binasa sehingga dia tidak sempat lagi turut mengganyang markas si iblis penyebab maut, waktu melakukan kegiatan persekutuan Thian tok bun .. "
Lie Hui Houw jadi terbelalak sehingga dia menghentikan langkah kakinya, dan dia menanya lagi :
'Twa to Go Bun Heng sudah binasa .. ?"
"Benar, apakah kau tidak mengetahui langkah kakinya."
Lie Hui Houw menggelengkan kepala, dan berkata :
'Coba suthay ceritakan,.mengapa sampai dia binasa ,..?"
"Hel ! apakah kau mau bercerita tentang Lentera maut atau kau mau aku bercerita mengenal si Golok maut. Sebaiknya kau selesaikan dulu cerita mengenai Lentera maut; setelah itu baru aku akan menceritakan tentang si Golok maut ,.."
" ... mengapa Lie heng bilang dia aneh" Yang dia lakukan adalah wajar ,.." kata kakek Ouw yang jadi tersenyum.
"Bagaimana tidak aneh. Dia bilang dia bersahabat dengan Lie Hui Houw, nyatanya dia menanya pada lain orang tentang Lie Hui Houw...." sahut kakek Lie yang perlihatkan lagak seperti merasa tidak puas.
"Barangkali dia ingin bersahabat dengan Lie Hui Houw.."
"Buat apa bersahabat dengan orang semacam dia. Selagi orang masih berada dan sedang dalam kesukaran di kota Tio cu dia tidak mau datang, sebaliknya orangnya tidak ada baru dia mau datang ," si kakek Lie berkata lagi, tetap dengan perlihatkan lagak seperti orang yang merasa tidak senang.
Sebaliknya sepasang mata Go Bun Heng jadi terbelalak, waktu dia ikut mendengar perkataan kakek Lie itu. Juga kedua pengemis muda yang menjadi teman seperjalanannya. Mereka tidak dapat menguasai rasa kaget mereka akan tetapi mereka duduk diam di tempat sebab menganggap kakek Lie adalah seorang yang bersipat aneh.
?"maksud Lie heng bahwa orang yang bernama Lie Hui Houw itu sudah tidak ada lagi di kota Tio ciu " Siapakah dia sebenarnya .. ?" tanya kakek Ouw yang ikut merasa heran.
"Ceritaku kan belum habis; bagaimana Ouw heng memaksa aku bercerita dari akhir ke bagian awal ..?"
Kakek Ouw tertawa, membikin kakek Lie ikut jadi tertawa; batal marah marah, sebaliknya Go Bun Heng bertiga seolah olah merasa dipaksa untuk menambah pesanan arak sebab mereka ingin sekali ikut mendengarkan cerita si kakek Lie.
'Nah. ini aku makan; sebagai gantinya aku berikan kau yang ini.." kata kakek Ouw yang sudah meneruskan lagi bermain catur.
"Tidak mau. Aku lebih senang makan yang ini, sebab berarti urat nadimu aku gigit " kakek Lie lalu minum araknya, diikuti oleh kakek Ouw.
"sebagian besar dari penduduk kota Tio ciu merupakan pekerja pekerja kasar yang kurang berpendidikan. Banyak diantara yang bekerja di perkebunan atau dipelabuhan sebagai kuli kasar..,
"pada suatu hari penduduk kota Tio ciu ramai membicarakan tentang adanya sesuatu perusahaan yang membutuhkan banyak tenaga pekerja namun tempat bekerja itu katanya jauh diluar kota Tio ciu.
'...kepada setiap calon pekerja yang mendaftarkan diri, sebelum diberangkatkan katanya akan menerima sebagian persekot dari upah mereka dan persekot upah itu boleh diberikan kepada keluarga si pendaftar yang berada di kota Tio ciu, atau boleh juga tentunya dibawa oleh si pendaftar kalau sipendaftar tidak mempunyai sanak keluarga. Sebagai tempat untuk mendaftarkan diri katanya ada perusahaan kong goan yang berkantor dipelabuhan.
',..waktu itu dikota Tio ciu memang sedang banyak kaum laki laki yang sedang menganggur, baik yang tua maupun yang muda. Panen di perkebunan banyak yang rusak dan dipelabuhan sedang berkurang perahu perahu dagang yang singgah"
"..dengan demikian maka sangat banyak orang orang yang mendaftarkan diri, bahkan tidak dapat di berangkatkan dalam satu perahu besar, sehingga perlu ditambah dengan beberapa perahu lain untuk mengangkut mereka ketempat pekerjaan..
'..akan tetapi waktu hari pemberangkatan sudah tiba, ternyata persekot upah yang dijanjikan tidak pernah diberikan, sehingga serentak para pendaftar itu menolak untuk diberangkatkan, meskipun mereka semua sudah berkumpul di pelabuhan..
"berbagai keributan atau kekacauan mulai terjadi antara pihak para pendaftar dan pihak dari perusahaan "Kong goan" pihak pendaftar menghendaki persekot upah dibayar dulu sebelum mereka diberangkatkan, sedangkan pihak perusahaan 'Kong goan" mengatakan belum menerima uang dari perusahaan yang berkepentingan, memerlukan tenaga pekerja itu; dan pihak 'Kong goan" hanya berjanji akan membayar kepada keluarga pihak pendaftar sesudah para pendaftar itu diberangkatkan ...
"Aduh panasnya ... " keluh Cie in suthay ketika mereka baru saja memasuki sebuah desa yang lebih mirip dengan sebuah kota kecil yang ramai; dan Lie Hui Houw lalu mengajak singgah disuatu kedai arak, buat mereka istirahat sambil melepas haus
" .. adalah disaat terjadinya kekacauan itu, maka dara manja Lie Siu Lan tiba bersama kakeknya, dengan maksud hendak mencari Lie Hui Houw yang menjadi keponakan dari si kakek. Dan pada waktu keributan meningkat menjadi perkelahian antara pihak para pendaftar dengan pihak kauwsu atau tukang pukul perusahaan Kong Goan; maka tanpa memikir panjang Lie Siu Lan ikut berkelahi, membantu pihak para pendaftar membikin sang kakek ikut juga berkelahi, sekedar untuk melindungi sang cucu, padahal memiliki kepandaian ilmu silat lumayan, tetapi dia sudah berusia tua, napasnya sudah pendek dan kurang latihan. Sedangkan sang cucu, meskipun dia masih muda dan bernapas panjang namun ilmu silatnya hanya sekedar dari hasil sang kakek, sehingga sang kakek dan sang cucu kena hajaran pihak para kauwsu yang berlaku galak dan ganas.."
"Eh; ini mau kemana .. "' tanya kakek Li waktu melihat lawannya salah langkah menjalankan biji caturnya,
'Oh, maaf .. ' sahut kakek Ouw; padahal dia sengaja membikin kesalahan, sebab kedudukannya sudah benar benar terancam. Dia mengharap lawannya lengah tidak melihat, tetapi ternyata kakek Lie cukup teliti meskiipun dia main sambil bercerita.
'.. dalam keadaan yang gawat bagi Lie Siu Lan dan kakeknya; maka tiba tiba datang seorang pemuda yang menerobos arena pertempuran, mengamuk bagaikan seekor harimau, sebab sesungguhnya dia adalah keponakan si kakek yang bernama Lie Hui Houw; si macan terbang yang benar benar dianggap sebagai macan di kota Tio ciu!
"Muda usia Lie Hui Houw kecil tubuhnya akan tetapi besar tenaganya dan gerak tubuhnya yang Iincah serta ringan, bagaikan dia benar benar seekor macan yang dapat terbang."
"Akh ! kau terlalu memuji dirimu sendiri," Cie in suthay menggerutu sambil dia bersenyum; sedangkan tangan kanannya memainkan mangkok arak yang sebagian isinya sudah diminum.
"Akan tetapi yang memuji itu 'kan bukan aku.' sahut Lie Hui Houw membela diri.
"Habis siapa maksud kau "' tanya Cie in suthay.
"Si kakek Lie yang sedang bercerita.'
'Hm !" Cie in suthay bersuara menggerutu; akan tetapi biarawati yang muda usia itu membiarkan Lie Hui Houw meneruskan bercerita
Dia mengamuk tanpa menggunakan senjata. Sepasang tangannya dapat menangkis dan mematahkan pentungan kayu dari lawannya dan sepasang kepalannya dapat memukul musuh sampai terpental sedangkan sepasang kakinya dapat melakukan tendangan berantai mengakibatkan musuh rubuh bagaikan pohon pohon tumbang kena disambar geledek, sampai akhirnya datang pihak pemimpin perusahaan Kong Goan yang dengan kata kata manis dapat mengatasi keadaan dan meredakan suasana keributan itu;
".,.maka terjadi damai antara pihak perusahaan Kong goan dengan pihak para pendaftar dan pihak Kong goan yang memang benar-benar belum menerima keuangan hanya sanggup membayar sebagian kecil dari uang persekot yang dijanjikan namun pihak Kong goan berjanji akan membayar sisa uang persekot kepada si macan terbang Lie Hui Houw; untuk kemudian Lie Hui Houw yang akan membagikan kepada keluarga para pendaftar; setelah para pendaftar itu diberangkatkan..,.
"... dikota Tio ciu; Lie Hui Houw menatap ibunya, Lie ma, serta kakaknya yang bernama Lie Sun Houw pada waktu itu sudah beristri dan mempunyai seorang anak lelaki yang baru berumur lima tahun.
"Kedatangan Lie Siu Lan dan kakeknya sudah tentu sangat menggirangkan hati Lie Hui Houw sekeluarga; terlebih Lie ma yang menjadi adik ipar dari sikakek: Akan tetapi mereka ikut cemas waktu mengetahui ibunya Lie Siu Lan hilang tak diketahui kemana perginya.
'Dihadapan Lie Hui Houw sekeluarga kakeknya Lie Siu Lan tak memberitahukan perihal Lie Kim Nio yang telah diperkosa oleh si iblis penyebar maut.'
"Iblis pengebar maut" seru seseorang; dan seseorang itu lagi lagi adalah yang mengaku bernama Go Bun Heng, yang agaknya tak dapat membendung rasa kagetnya.
Sedangkan kakek Ouw berdua kakek Lie ikut menjadi terkejut sebab mereka mendengar perkataan Go Bun Heng yang diucapkan dengan suara keras dan kedua kakek itu perlihatkan muka heran karena Go Bun Heng lagi lagi mendatangi meja mereka. "Lo cianpwee, maaf kalau aku mengganggu lagi; akan tetapi tadi aku mendengar lo-cianpwee menyebut nama si iblis penyebar maut, apakah lo cianpwee kenal dengan dia ... ?"
"Nama si iblis penyebar maut " aku tidak pernah menyebut nama si iblis penyebar maut .," bantah kakek Lie; nada suaranya wajar, tidak mengandung kelakar dan tidak mengejek.
"Eh, maaf; tadi lo cianpwee menyebut si iblis penyebar maut. Kenalkah lo cianpwee dengan dia ?" ulang Go Bun Heng yang meralat perkataannya kelihatan gugup dan mendongkol.
(oo-dwkz-hnd-oO)
KALAU ADA tempat buat dia menyimpan kepalanya, pasti Go Bun Heng sudah melakukannya; sebab dia benar benar sudah kehilangan muka kena dipermainkan orang padahal dia adalah seorang ciang bunjin, seorang ahli waris dan ketua dari partai See gak hun kunbun golongan huruf 'heng", dan di kalangan rimba persilatan nama Go Bun Heng dikenal sebagai golok maut!
Twa to Go Bun Heng sebenarnya pernah menjadi pembantu yang dekat dengan Thio Su Seng; seorang pejuang bangsa yang memimpin gerakan menentang kaum penjajah; sampai kemudian Twa to Go Bun Heng pernah merasa melakukan sesuatu kesalahan akibat goloknya tidak mempunyai mata, sehingga dia mengundurkan diri dan menetap di dusun Cui lok cun, membuka rumah perguruan ilmu silat.
Sekiranya Twa to Go Bun Heng tidak teringat dengan kesalahannya tempo dulu, barangkali saat itu dia sudah membagi maut buat si kakek yang dia dengar bernama Lie lopek itu. Sekarang dia tak mau sembarang bertindak; dia belum yakin apakah Lie lopek sedang permainkan dia, atau Lie lopek memang beradat aneh seperti si Dewa mabuk Cio Hay Eng yang pernah dia kenal.
Dahulu, di dekat dusun Cui lok cun atau tempatnya diatas gunung Ciu lok san, pernah dijadikan markas kegiatan si iblis penyebar maut yang waktu itu masih menamakan diri sebagai Han bie kauwcu; dan Twa to Go Bun Heng merupakan salah seorang yang ikut dalm aksi pengganyangan markas si iblis oleh karena itu dia menjadi sangat terkejut waktu mendengar si kakek Lie menyebut si iblis penyebar maut. Dalam anggapan Go Bun Heng, apakah mungkin si iblis masih hidup" Apakah si iblis merajalela lagi" Kalau benar si iblis penyebar maut itu merajalela lagi, dia tentu akan membatalkan maksudnya yang hendak ke Tio ciu sebaliknya dia akan mendahulukan urusan dengan si iblis penyebar maut yang harus dibasmi demi kepentingan masyarakat banyak sedangkan urusan di kota Tio ciu adalah untuk memenuhi permintaan seorang kawan, buat dia membantu si macan terbang Lie Hui Houw.
Di lain pihak, si kakek Lie dan kakek Ouw sudah meneruskan lagi permainan mereka; bagaikan mereka tidak menghiraukan dengan si Golok maut Go Bun Heng yang waktu itu sudah kembali ketempat duduknya; padahal didalam hati kedua kakek itu; mereka sedang berpikir keras, namun masing-masing tidak mau memberitahukan entah apa saja yang mereka sedang pikirkan.
"Eh, sampai dimana tadi aku bercerita?""
Tiba tiba tanya kakek Lie yang memecahkan keheningan.


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hmmm, sampai kakeknya Lie Siu Lan tidak menceritakan perihal Lie Kim Nio diperkosa?"
"Ya, sampai si kakek tidak memberitahukan bahwa Lie Kim Nio telah diperkosa oleh si iblis penyebar maut"!" ulang kakek Lie, melengkapi perkataan kakek Ouw yang tidak menyebut "si iblis penyebar maut".
?"si macan terbang Lie Hui Houw bersumpah akan bantu mencarikan ibunya Lie Siu Lan, akan tetapi dia mengatakan bahwa saat itu dia harus mendahulukan urusan masyarakat di kota Tio ciu; dari itu si kakek harus menunggu bersama cucunya; sampai kemudian sesudah urusan di kota Tio ciu selesai, baru si macan terbang Lie Hui Houw ikut kakek dan cucunya buat mencari Lie Kim Nio ...
". dua hari setelah rombongan para pekerja berangkat, maka Lie Hui Houw menerima sepucuk surat didalam sampul, ditujukan buat dia dari perusahaan 'Kong goan', dan waktu Lie Hui Houw membuka sampul surat itu, ternyata isinya hanya berupa undangan makan buat dia satu orang, dan jamuan makan itu diselenggarakan di rumah makan *Lok thian* yang terkenal mewah dan mahal harga makanannya "
" ..Lie Hui Houw datang memenuhi undangan makan itu, akan tetapi dia tidak datang seorang diri. Dia sengaja mengajak kakak dan pamannya yakni kakeknya Lie Siu Lan. Mereka bertiga memakai pakaian sebagai orang orang desa yang tidak mampu, dari itu mereka tidak mudah dibolehkan masuk dirumah makan 'Lok thian', kalau mereka tidak membawa surat undangan, kemudian didalam surat undangan yang dibawa oleh Lie Hui Houw, justru hanya berlaku untuk satu orang; sehingga sudah tentu sang kakak dan sang paman tidak dibolehkan masuk.
Kakek Lie menunda ceritanya, sebab kelihatan dia harus berpikir keras menghadapi permainannya, dan dia minum lagi araknya, dengan diikuti oleh kakek Ouw, sedangkan Twa to Go Bun Heng dengan dua kawannya yang berupa orang orang gelandangan, terpaksa ikut minum arak arak mereka padahal mereka tidak sabar ingin mendengarkan cerita si kakek mengenai si macan terbang Lie Hui Houw; orang yang mereka hendak temui di kota Tio ciu.
Cie in suthay terbatuk sampai ada sedikit arak yang berhambur keluar dari mulutnya, sebab selagi Lie Hui Houw bercerita tentang pihak Twa to Go Bun Heng bertiga yang menganggap si macan terbang berada dikota Tio ciu, sebaliknya Lie Hui Houdw tidak menghiraukan dan pemuda ini meneruskan bercerita :
"... sudah tentu si macan terbang Lie Hui Houw membangkang memaksa hendak mengajak sang kakak dan sang paman ikut masuk kedalam rumah makan, sehingga sesaat terjadi keributan didepan rumah makan itu, sampai kemudian datang pemisah dari pihak perusahaan 'Kong goan' yang membolehkan mereka bertiga masuk...'
"Tidak percuma dia keras kepala seperti besi, ." kata Cie in suthay mengejek tapi menggurau; dan Lie Hui Houw tetap tidak menghiraukan, sebaliknya pemuda ini meneruskan bercerita
"... para tamu yang sedang makan dan minum dengan ditemani oleh pelayan pelayan wanita muda yang cantik cantik, serentak menunda makan dan perlihatkan muka menghina waktu mereka melihat ketiga tamu istimewa itu masuk, akan tetapi Lie Hui Houw bertiga tidak menghiraukan sikap para tamu itu, sebaliknya mereka terus mengikuti seorang pelayan yang mengantar mereka, sampai kesuatu meja yang sudah disediakan akan tetapi masih kosong tanpa ada makanan dan minuman yang agaknya memang belum disediakan ..
?" Lie Hui Houw bertiga duduk menunggu dan menunggu, akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang; membikin mereka menjadi gelisah, terlebih karena mereka duduk di meja yang kosong tanpa ada makanan ataupun minuman, sehingga mereka bertambah diejek oleh para tamu lain yang membicarakan mereka ...
".... menghadapi keadaan seperti itu, maka Lie Hui Houw yakin bahwa seseorang atau sekelompok orang orang sedang mempermainkan dia. Siapakah seseorang atau sekelompok orang orang itu " Untuk di kota Tio ciu, nama si macan terbang Lie Hui Houw sudah cukup dikenal sehingga tidak sembarang orang yang berani mempermainkan dia, dari itu Lie Hui Houw berpikir bahwa didalam urusan yang sedang dihadapi ini; pasti ada seseorang atau sekelompok orang orang yang kuat segala galanya.. .
" .. oleh karena memikir begitu, maka si macan terbang Lie Hui Houw tidak meninggalkan rumah makan itu; seperti yang dikehendaki oleh kakak dan pamannya. Sebaliknya dia perlihatkan kesabaran dan keuletan jiwanya, tetap menunggu tanpa menghiraukan ejekan tamu tamu lain sampai akhirnya muncul seorang lelaki berpakaian dari bahan sutra yang mahal harganya, yang datang dengan dikawal oleh empat perempuan muda yang cantik cantik, dan lelaki itu perkenalkan diri sebagai wakil dari perusahaan 'Kong goan, namanya Nio Kok An."
"Nio Kok An ?" tiba-tiba kakek Ouw memutus perkataan kakek Lie, bagaikan dia teringat sesuatu.
"Ya, Nio Kok An, apakah Ouw heng kenal dia ?" kakek Lie membenarkan dan balik menanya.
"Tidak. Akan tetapi aku seperti pernah dengar nama itu, hanya entah dimana aku lupa. Hayaa, kau benar benar lihai. Hari ini aku menyerah kalah akan tetapi besok akan kubalas kekalahanku ini."
Kakek Lie tertawa dia berpikir bahwa kawan mainnya itu tentu sudah lelah, karena hari juga sudah lewat lohor dan dia lalu berkata ;
"Akan tetapi, apa sebab baru besok permainan diteruskan" mengapa tidak nanti malam. .?"
"Lie hengkz, nanti malam aku ada undangan di kampung. Undangan itu merupakan rapat memilih ketua kampung, dari itu aku terpaksa pergi sendiri dan aku nanti ditemani oleh A heng..
Sekali lagi kakek Lie menjadi tertawa. Dia pun merasa perlu beristirahat karena sudah terlalu lama duduk dan mengobrol.
Sementara itu Twa to Go Bun Heng bertiga ikut berkemas, membayar harga makanan dan minuman, lalu hendak meninggalkan kedai nasi miliknya kakek Ouw.
Sekilas kakek Lie sempat melirik, melihat muka si Golok maut Go Bun Heng yang masih merasa penasaran.
"..entah kemana dia pergi, dan entah apakah besok dia akan muncul lagi...?" pikir kakek Lie didalam hati, akan tetapi pada mukanya terlihat suatu senyum. Senyum mengejek waktu Twa to Go Bun Heng bertiga melirik kearah dia.
Sampai lewat magrib kakek Lie pulas tertidur. Agaknya dia benar benar merasa sangat lelah, atau mungkin karena usianya yang sudah tua dan waktu dia keluar dari dalam kamarnya dia hanya bertemu dengan A heng; yang mengatakan bahwa kakek Ouw sudah berangkat ke kampung,
"Akh! katanya rapatnya malam akan tetapi sekarang dia sudah pergi," kata kakek Lie yang seperti menggerutu, akan tetapi cukup didengar oleh A heng; dan A heng tidak menghiraukan sebaliknya dia membiarkan kakek Lie duduk seorang diri karena dia masih sibuk dengan pekerjaan didapur.
'A heng, apakah sudah lama kau membantu Ouw-lopek "' tanya kakek Lie yang memerlukan datang keruangan dapur untuk mendekati A heng.
A heng tidak segera memberikan jawaban. Dia menunda pekerjaannya dan memerlukan mengawasi kakek Lie, setelah itu dia berkata dengan acuh :
'Sudah dua tahun ..."
'Apakah sudah lama Ouw lopek berdiam di tempat ini.... "'
Sekali lagi A heng menunda pekerjaannya, dan sekali lagi ia memerlukan mengawasi kakek Lie dengan sinar mata yang kelihatan mengandung kebencian, setelah itu baru dia berkata, tetap dengan nada suara dingin :
"Lie lopek, pertanyaan kau ini bukankah lebih baik kau ajukan langsung kepada Ouw lopek .."
Kakek Lie merasa bagaikan terpukul, tanpa daya buat dia membela diri, hanya didalam hati ia menanya pada dirinya sendiri; 'mengapa sinar mata A heng seperti mengandung sinar kebencian"'
"A heng, kau benar..:.." akhirnya kakek Lie berkata seperti menggerutu; dan ditinggalkannya A heng yang sudah meneruskan pekerjaannya.
Dekat pintu kedai kakek Lie berhenti sejenak. Dilihatnya pintu itu ditutup, atau dipalang dari sebelah dalam. Dia berdiri ragu-ragu, akan tetapi kemudian dibukanya pintu itu.
Dia berdiri seorang diri dimuka pintu. Sunyi keadaan jalan raya yang sudah mulai gelap. Hanya ada pelita kecil dekat pintu kedai kakek Ouw, berkelap kelip kena tiupan angin pegunungan.
Benarkah kakek Lie berada seorang diri dekat pintu kedai kakek Ouw itu"
"Dingin,.." kakek Lie menggerutu seorang diri; sambil dia merapatkan bagian leher bajunya.
"Angin gunung memang dingin beda dengan angin laut ..." terdengar seseorang ikut bicara; dan seseorang itu mendekati tempat kakek Lie berdiri sehingga dilain saat kelihatan si Golok maut Go Bun Heng yang bersenyum dan menyambung bicara;
" .terlebih bagi Lie lo cianpwee yang sudah lanjut umur?"
"Hayaaa, lagi lagi kau..,." kakek Lie menggerutu untuk perlihatkan rasa tidak puas karena agaknya dia benar-benar merasa diganggu dengan kehadirannya si golok maut.
'Lie lo cianpwee, agaknya kau benci benar terhadap aku, apakah aku mengganggu ketenangan kau ?" si golok maut berkata lagi hilang senyum yang menghias dimukanya.
Kakek Lie tak segera memberikan jawaban. Dia mengawasi kebagian belakang kedalam ruangan kedai dan sekilas dilihatnya kehadirannya A heng.
'Siapa bilang kau tak mengganggu ketenanganku. Apa kau tak tahu bahwa kami orang orang tua, lebih senang menyendiri, lebih senang mencari ketenangan dalam waktu kerja maupun dalam waktu ...
"Kerja apa yang Lie lo cianpwee sedang lakukan "' si golok maut Go Bun Heng memutus perkataan kakek Lie, agaknya dia tidak mengetahui kehadiran A heng, karena A heng berdiri terlindung daun pintu.
"Hayaa ! kau lihat aku sedang melamun, masih kau tanya aku sedang kerja apa.."
"Lie Io cianpwee.."
"Tunggu ! aku belum selesai bicara ! aku benci dengan orang yang suka memutus perkataan seseorang, dan aku benci dengan orang yang bawel yang terlalu banyak bicara, terlalu banyak menanya. Kalau kau mau tahu sesuatu, kau cari sendiri; mengerti.. "
Sepasang mata si Golok maut Go Bun Heng menjadi terbuka lebar waktu dia mendengar "ceramah' kakek Lie yang lebih merupai suatu teguran buat dia; sekilas dia membayangkan bahwa goloknya akan memperoleh mangsa yang berupa kepalanya si kakek yang galak itu, akan tetapi, akhirnya dia memutar tubuh hendak meninggalkan si kakek tanpa pamit, hanya dia menggerutu seorang diri, dengan suara yang cukup didengar oleh si kakek :
'Malas bertanya; akan sesat di jalan. Akan tetapi, apa mungkin dia cepat tahu" atau, akh sayang ... Kang lam hiap tidak melukiskan mukanya, .."
Didalam hati kakek Lie menjadi tertawa tak sudahnya, melihat kelakuan si Golok maut Go Bun Heng, seorang jago kawakan, seorang dedengkot atau ketua suatu partay ilmu silat yang kenamaan.
(Dan didalam hati juga, Cie in suthay ikut tertawa, tanpa diketahui oleh teman seperjalanannya, sehingga Lie Hui Houw tidak menanya sebab dia tidak mengetahui sebaliknya pemuda ini memanggil seorang pelayan, membayar minuman yang mereka pesan setelah itu mereka meneruskan perjalanan mereka menuju ke kota Hong yang hendak kembali kerumah si naga sakti Louw Sin Liong).
Sementara itu Twa to Go Bun Heng meneruskan langkah kakinya yang mengajak dia pulang ketempat dia menginap bersama dua teman istimewanya dua orang orang gelandangan yang bukan sembarangan gelandangan, sebab mereka adalah dua bersaudara Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin, murid murid kesayangan dari si biang pengemis (pangcu) Pit Leng Hee !
Mereka sebenarnya sedang melakukan perjalanan menuju kota Tio ciu sebab Twa to Go Bun Heng mendapat berita dari seorang temannya yang mengatakan bahwa si macan terbang Lie Hui Houw sedang mendapat kesukaran dan memerlukan tenaga bantuan akan tetapi waktu mereka bertiga singgah di kedai kakek Ouw perhatian mereka menjadi terpikat dengan cerita si kakek Lie pada bagian yang menyangkut urusan Lie Hui Houw, serta si iblis penyebar maut.
Dulu, atau belasan tahun yang lalu, waktu terjadi pengganyangan terhadap markas kegiatan si iblis penyebar maut disebuah pulau dekat kota Hoa lam, Twa to Go Bun Heng yang ikut dalam aksi pengganyangan itu pernah bertemu dengan seorang orang tua yang anaknya diperkosa oleh si iblis penyebar maut dan perempuan yang diperkosa itu katanya bernama Lie Kim Nio. Jadi jelas bahwa cerita si kakek Lie dan cerita Kanglam hiap Ong Tiong Kun merupakan satu kejadian yang sama.
Waktu itu Ong Tiong Kun sedang melakukan perjalanan menuju kota Hoa lam dengan didampingi oleh seorang pemuda yang bernama Cu Siang Ling.
Pada suatu rumah pondok dekat sebuah gunung yang sunyi terpaksa Ong Tiong Kun berdua Cu Siang Ling menumpang meneduh karena hujan turun dengan sangat lebatnya.
Hanya ada seorang penghuni didalam rumah gubuk itu seorang lelaki tua yang memiara jenggot putih, akan tetapi didalam pandangan mata Ong Tiong Kun berdua Cu Siang Ling mereka yakin bahwa lelaki tua itu memiliki kepandaian ilmu silat.
"Lao pek, apakah kau tinggal seorang diri dirumah ini ?" tanya pemuda Cu Siang Ling waktu itu; disaat lelaki tua itu sedang menyediakan arak hangat buat mereka berdua.
Sejenak lelaki tua itu mengawasi Cu Siang Ling. Pandangan matanya bersinar lemah hampa meskipun sebenarnya tersembunyi suatu sinar mengandung wibawa. Pada detik lain pandangan mata laki laki tua itu beralih kepada Ong Tiong Kun, setelah itu baru dia berkata:
"Tadinya bertiga dengan anak dan mantu laki laki "
'Dan sekarang..?" Ong Tiong Kun ikut menanya oleh karena laki laki tua itu tidak meneruskan perkataannya.
"Sekarang kalian lihat aku hanya seorang diri,.." sahut laki laki tua itu.
Sejenak keadaan menjadi hening dan ketiga orang orang itu tidak mengucap sesuatu perkataan sedangkan didalam hati Ong Tiong Kun berdua Cu Siang Ling menduga duga, entah apa yang telah terjadi dengan anak serta mantu dari orang tua itu.
"Kemana tujuan kalian ..." akhirnya laki laki tua itu yang menanya setelah dia mempersilahkan Ong Tiong Kun berdua minum.
"Kami hendak ke kota Pao kee tin"." sahut Cu Siang Ling yang sejak itu mendahulukan rekannya; sengaja tidak memberitahukan tujuan mereka yang sebenarnya.
'Hm ! jalan menuju ke kota Hoa lam harus melalui kota Pao kee tin. Anak dan mantuku katanya hendak ke kota Hoa lam jadi mereka tentu akan melewati kota Pao kee tin.." laki laki tua itu berkata lagi, dengan nada suara yang lebih tepat merupai dia bicara pada dirinya sendiri.
"Siapakah nama lao pek dan siapakah nama anak serta mantu lao pek" Mungkin kami dapat bertemu nanti .. " Ong Tiong Kun ikut menanya karena merasa ingin tahu.
Laki laki tua itu menarik napas dalam, setelah itu baru dia berkata :
"Anakku perempuan, namanya Lie Kim Nio, mantuku bernama Ong Kun Bie, punya kepandaian dibidang pengobatan orang orang sakit, akan tetapi ..."
"Akan tetapi, kenapa .. " " Ong Tiong Kun yang menanya lagi, karena laki laki tua itu tidak melengkapi perkataan. "Mereka tidak melakukan perjalanan bersama sama. Artinya, mereka tidak pergi berbareng sebab anakku berangkat seorang diri hendak mengejar seorang musuh. mantuku menyusul, entah untuk membantu anakku, entah untuk membunuh anakku .."
"Akh..!" Ong Tiong Kun bersuara tanpa terasa; sebab dia benar benar tidak mengerti dengan perkataan si kakek.
Dan laki laki tua itu mengawasi Ong Tiong Kun, dengan pandangan mata yang tetap kelihatan hampa: bahkan kelihatan ada butir butir air mata. Ya air mata !
Air mata seorang laki laki tua yang mulanya memiliki jiwa yang keras dan agung .. Sekarang mata laki laki tua itu mengeluarkan air mata seperti merasa putus asa, inilah menurut keyakinan Ong Tiong Kun pada saat itu. Kesedihan apa sebenarnya yang sedang dihadapi oleh laki laki tua ini "
Sudah tiga tahun Lie Kim Nio menjadi isterinya Ong Kun Bie, akan tetapi sampai sedemikian lamanya belum ada tanda tanda Lie Kim Nio hamil; mengakibatkan belakangan ini sepasang suami isteri itu seringkali berselisih paham; dan yang mengakibatkan mereka jadi sering bertengkar.
Suatu hal yang mengakibatkan hati Lie Kim Nio adalah didalam perselisihan itu Ong Kun Bie mengatakan Lie Kim Nio mandul sehingga tidak bisa hamil, sehingga Lie Kim Nio jadi balik menuduh Ong Kun Bie sering kali melacur; sebab Ong Kun Bie memang seringkali bepergian dalam melakukan pekerjaannya sebagai tabib keliling.
Sekali pernah terjadi, bahwa waktu Ong Kun Bie pulang kemalaman, dia merasa seperti melihat adanya seseorang yang baru meninggalkan jendela kamar isterinya.
Seseorang itu sudah tentu merupakan seorang laki laki, dan hal itu sudah tentu mengakibatkan Ong Kun Bie menjadi curiga, dan menuduh isterinya bermain gila dengan laki laki lain.
Dalam keadaan marah Ong Kun Bie menggedor pintu rumah dan dia masuk tanpa menghiraukan ayah mertuanya yang membukakan pintu; lalu pintu kamar Lie Kim Nio ditendang terbuka oleh Ong Kun Bie dan terjadi keributan antara sepasang suami isteri itu oleh karena Ong Kun Bie menuduh isterinya menyimpan laki laki selagi dia mencari nafkah dan Lie Kim Nio membantah tidak mengakui tuduhan suaminya, bahkan Lie Kim Nio balas menuduh bahwa Ong Kun Bie sengaja mencari alasan dengan maksud hendak menceraikan dia.
".. ,. aku lihat dia keluar lewat jendela kamar...!" Ong Kun Bie memaki dalam perselisihan itu.
"Kau lihat, jendela tetap terkunci...!' teriak Lie Kim Nio.
"Sudah tentu terkunci, sebab kau sudah tutup lagi.,..!" Ong Kun Bie tetap menuduh sambil dia mendekati daun jendela agaknya ia bermaksud mencari bekas tapak kaki laki laki tadi.
Didalam kamar memang tidak kelihatan ada tanda tanda, akan tetapi terpikir oleh Ong Kun Bie bahwa tanda tanda itu pasti sudah dihapus oleh isterinya; sehingga dia membuka daun jendela kamar, dan dia keluar lewat jendela dengan sebelah tangan membawa lampu pelita. Kemarahannya jadi meluap luap ketika dia benar benar menemukan bekas tapak kaki, atau tapak sepatu laki laki !
'Kau lihat ini ... !" seru Ong Kun Bie kepada isterinya, dan dia langsung meninggalkan sang isteri, bagaikan dia merasa muak melihat muka isterinya yang dia anggap sudah berzinah.
Lie Kim Nio keluar dan melihat bekas tapak kaki laki itu. Dia menutup mukanya dengan sepasang tangannya, dan dia menangis; akan tetapi waktu dia mengetahui ayahnya datang mendekati, maka dia lari kearah suaminya tadi pergi.
Lie Kim Nio pergi tanpa tujuan. Dia bukan menyusul suaminya; sebaliknya dia pergi karena merasa malu pada ayahnya. Dia takut ayahnya ikut menuduh, padahal dia tidak pernah melakukan penyelewengan dengan siapa pun jua !
Menjelang waktu subuh Lie Kim Nio pulang dengan keadaan sangat mengejutkan ayahnya. Pakaiannya kotor dan ada bagian yang terkoyak, juga mukanya kotor banyak noda noda tanah bercampur darah, seperti bekas kena pukulan.
Lie Kim Nio berlutut dan merangkul sepasang kaki ayahnya, dia menangis selagi ayahnya merasa kaget.
"Apakah kau dipukul... ," tanya ayahnya yang menduga Ong Kun Bie telah memukul,
Cukup lama Lie Kim Nio tidak menjawab, sebab dia terus menangis sampai kemudian dia menengadah, mengawasi ayahnya dengan mata yang basah penuh air mata.
"Ayah, aku sudah diperkosa orang.. "
Jilid 8 SEJENAK HENING tidak ada yang bersuara. Sang ayah tak percaya dengan perkataan anaknya yang baru didengarnya sebab diketahui olehnya bahwa Lie Kim Nio juga pandai ilmu silat sehingga tentunya tak mudah kena diperkosa orang. Disamping itu dia juga pandai ilmu silat; sehingga tak mungkin dia tidak mengetahui jika didalam rumahnya telah kedatangan seseorang yang tak diundang.
"Ayah, aku diperkosa bukan di dalam rumah; akan tetapi terjadi waktu tadi aku meninggalkan rumah."
Dengan disertai oleh suara isak tangisnya maka Lie Kim Nio kemudian menceritakan bahwa dia tadi naik keatas gunung dengan hati risau, merasa malu dan penasaran karena tuduhan suaminya. Dia duduk di.atas satu batu besar, kemudian dia menangis dan menangis memikirkan entah tapak kaki siapa sebenarnya yang terlihat bekasnya diluar jendela kamarnya. Jelas bukan bekas kaki suaminya dan bukan juga ayahnya sebab ukurannya berlainan. Orang itu pasti berilmu sehingga Lie Kim Nio tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang berdiri didekat jendela kamarnya.
Disaat Lie Kim Nio sedang merenungkan hal itu, maka secara tiba tiba tubuhnya dirangkul seseorang dari bagian belakang. Dia meronta, tetapi dia tak dapat melepaskan rangkulan itu. Sekali lagi dia meronta dengan mengerahkan tenaganya. Dia berhasil tetapi pakaiannya ikut terkoyak masih dipegang oleh seseorang yang merangkul dari bagian belakang itu.
Seseorang itu berdiri dihadapannya dengan perdengarkan suara tawa. Tawa lucu karena dia melihat bagian tubuh Lie Kim Nio yang pakaiannya terkoyak, dan sementara itu ditangannya masih tetap dia memegang bagian baju Lie Kim Nio yang robek.
Tanpa menghiraukan keadaan pakaiannya, Lie Kim Nio menyerang laki laki itu memakai sepasang kepalannya.
Laki laki tidak dikenal itu berkelit menghindar, dan dia tetap tertawa setiap kali ia harus berkelit dari serangan Lie Kim Nio yang bertubi tubi.
Lie Kim Nio terus melakukan serangan, dia penasaran karena setiap serangannya dengan mudah dapat dihalau oleh laki laki asing itu sampai disuatu saat laki laki itu justru yang berhasil merangkul, mendekap muka Lie Kim Nio memakai sehelai kain sutra warna hijau.
Sempat tercium oleh Lie Kim Nio suatu bau harum yang menyerang hidungnya; dan sempat dia berpikir bahwa dia telah terperangkap, akan tetapi dia tidak tahu bahwa dia terkena obat perangsang. Dia merasa bagaikan dia dirangkul dan dicumbu oleh suaminya sendiri, sampai kemudian dia siuman dan menemukan diri berada didalam sebuah goa tanpa ada seseorang didekatnya sementara tubuhnya letih dan masih dalam keadaan polos.
Segera Lie Kim Nio berteriak seperti kerasukan; karena dia menyadari apa sebenarnya yang telah terjadi terhadap dirinya. Tergesa gesa dia memakai pakaiannya dan tanpa disengaja menemukan sekantong penuh berisi senjata rahasia.
Lie Kim Nio merasa yakin bahwa kantong itu adalah milik laki laki yang sudah memperkosa dia, dan kantong itu pasti tertinggal tanpa disengaja.
Tidak sukar buat Lie Kim Nio mengetahui siapa sipemilik dari kantong berisi senjata rahasia itu, sebab hampir setiap orang mengetahui senjata rahasia yang khas dari si pemilik kantong itu.
Lie Kim Nio bertekad hendak mengadu jiwa, dari itu dia berangkat setelah dia menceritakan kejadian yang sebenarnya, dan Ong Kun Bie menyusul ketika dia pulang dan ikut mengetahui peristiwa yang sebenarnya dari ayah mertuanya).
Itulah kejadian yang Go Bun Heng ketahui dari Kang-lam hiap Ong Tiong Kun.
Si kakek yang sedang bercerita dikedainya Ouw lopek mengaku bernama Lie lopek atau kakek Lie' sedangkan Lie Kim Nio juga marga yang sama. Apakah si kakek Lie ini adalah ayahnya Lie Kim Nio" Inilah yang dipikirkan oleh Twa to Go Bun Heng dan dia merasa menyesal bahwa dulu Ong Tiong Kun tidak melukiskan wajah muka si kakek yang menjadi ayahnya Lie Kim Nio,
Meskipun twa to Go Bun Heng berjalan sambil dia berpikir akan tetapi sepasang telinganya sudah terlatih benar dan naluri hatinya cepat memberitahukan kepadanya bahwa saat itu ada seseorang yang sedang mengikuti dia, seseorang atau mungkin lebih dari satu orang, cepat si golok maut Go bun Heng menunda langkah kakinya dan memutar tubuh dan secepat itu juga kelihatan ada 4 orang laki laki yang pada saat itu bergerak terpencar dua menyisi kesebelah kiri dan kesebelah kanan; sementara yang dua orang lagi tetap menghadapi si golok maut Go Bun Heng.
'Siapa kalian dan apa maksud kalian mengikuti aku ?" tanya Go Bun Heng selagi dia meneliti ke empat orang itu, dan meneliti juga keadaan disekitarnya.
Ke empat orang lelaki itu tertawa Ialu yang seorang terdengar berkata :
"Go Bun Heng, siasia kau mendapat gelar si golok maut, sebab maut justru sedang mengintai kau !"
Orang itu menyudahi perkataannya dengan melakukan serangan memakai senjata gada besi yang pada bagian ujungnya berduri lima.
Keadaan dijalan pegunungan itu sangat sunyi dan gelap, hanya ada sinar bintang bintang yang berkelap kelip; akan tetapi sigolok maut Go Bun Heng sempat melihat ke empat orang orang yang mengepung dia, yang semuanya berpakaian serba hitam dan sebagian muka mereka ditutup dengan secarik kain warna hitam; yakni pada bagian bawah mata sampai menutup bagian hidung dan mulut.
Dengan goloknya yang sudah belasan tahun menjelajah di kalangan rimba persilatan, twa to Go Bun Heng melakukan perlawanan terhadap ke empat orang orang yang mengepung dan ke empat orang orang itu ternyata memakai senjata yang sama bentuknya; yakni sebuah gada besi dengan ujung bercagak lima yang runcing.
Jelas bahwa keempat senjata musuh itu merupakan senjata senjata yang berat, akan tetapi golok twa to Go Bun Heng juga bukan merupakan senjata yang ringan meskipun tidak seberat senjata ke empat orang pengepungnya.
Si Golok maut Go Bun Heng bahkan bergerak dengan gesit mencari sasaran bagian yang membahayakan nyawa lawannya, tanpa menghiraukan jumlah lawan yang mengepungnya; karena dimana saja atau kemana saja golok itu mengarah, pasti akan membikin musuh menjadi repot berusaha menolong diri; menangkis dan berkelit menghindar. Ke empat musuh yang mengepung itu merasa penasaran karena sampai sedemikian lamanya mereka belum dapat mengalahkan seorang lawan. Mereka serentak perdengarkan pekik suara mereka lalu gerak tubuh mereka menjadi lebih mirip dengan serangan gelombang empat lautan. Akan tetapi, tidak sia sia si golok maut Go Bun Heng menjadi salah seorang ahli waris dari Pek see siansu, atau si orang tua sakti dari Pasir putih, pencipta ilmu silat golok See gak hun kunkun, oleh karena didalam menghadapi desakan musuh yang dilakukan secara bergelombang dengan lincah golok Go bun Heng bergerak dalam serangan tipuan maupun serangan sungguhan, mengakibatkan sering kali pihak empat orang lawannya menjadi tergopoh gopoh menolong diri atau menolong kawan mereka dari ancaman golok !
Pertarungan dengan masing masing pihak mengerahkan kemampuan itu, cepat sekali menentukan pihak yang lemah dan pihak yang lebih kuat.
Dua orang dari empat pengepung itu sudah mengeluarkan darah dari mulut mereka; menandakan bagian dalam tenaga mereka sudah kena gempur, sedangkan dipihak twa-to Go Bun Heng yang banyak menggunakan tenaga karena dikepung; kelihatan nyata mukanya berubah menjadi merah, akan tetapi masih sanggup dia bertahan.
Khawatir kalau pihaknya akan lebih banyak menderita, maka keempat musuh yang berseragam serba hitam itu mengundurkan diri; hilang dikegelapan malam.
Twa to Go Bun Heng tidak melakukan pengejaran, dia merasa perlu mengatur pernapasannya, sampai kemudian dia meninggalkan bekas pertempuran itu, sedangkan didalam hati dia memikirkan masalah pengepungan tadi karena dia belum dapat meraba, entah musuh darimana yang mengarah dia.
Waktu si Golok maut Go Bun Heng tiba di tempat penginapannya maka dia menemukan suatu keadaan yang ramai dengan suara tangis dari keluarga yang punya rumah, oleh karena ternyata pihak musuh mendatangi rumah tempat Go Bun Heng menginap.
Ternyata Go Bun Heng dengan kedua temannya menginap disalah satu rumah penduduk dusun dengan memberikan uang yang cukup seperti mereka menyewa kamar dirumah penginapan.
Penduduk dusun yang ditumpangi itu hanya terdiri dari seorang laki laki muda dengan isteri dan ibunya. Di saat si golok maut Go Bun Heng mengunjungi kedai kakek Ouw; rumah itu didatangi oleh sejumlah orang orang yang mengenakan pakaian serba hitam lengkap dengan tutup muka memakai secarik kain warna hijau.
Kedatangan mereka disambut oleh Gwa Teng Kie dan adiknya yang memberikan perlawanan.
Pihak musuh yang berseragam serba hitam itu jelas mempunyai maksud hendak membunuh twa to Go Bun Heng bertiga akan tetapi mereka menghadapi dua lawan yang bukan sembarang lawan sebab Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin mengamuk, memakai jurus jurus ilmu silat yang Khas dari golongan Siao lim, mengakibatkan pihak musuh tak sanggup bertahan, dan mereka lari terbirit birit, akan tetapi sempat mereka membawa lari laki laki muda yang punya rumah.
))dw(( X ))hnd((
ESOK PAGINYA twa to Go Bun Heng mengajak kedua bersaudara Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin singgah lagi di Kedai kakek Ouw; dan mereka menemukan kedua kakek tu sudah menghadapi lagi permainan mereka, bahkan kakek Lie sedang bersiap siap hendak menyambung bercerita mengenai si 'macan terbang* Lie Hui Houw:
"...Nio Kok An datang dengan menyertai tawa yang ramah dan mengucap maaf karena terlambat. Dia memesan makanan dan memaksa mengajak Lie Hui Houw bertiga makan dan minum arak sambil dilayani oleh perempuan perempuan cantik itu, akan tetapi Lie Hui Houw mencegah waktu kakak dan pamannya hendak mendahulukan minum, sebab dia khawatir didalam arak dicampur sesuatu racun atau obat bius"
?"si macan terbang Lie Hui Houw yang mahir ilmu tenaga dalam mengerahkan tenaganya waktu dia minum semangkok arak yang disediakan. Setelah yakin bahwa arak dan makanan yang tidak bercampur racun, barulah Lie Hui Houw membiarkan paman dan kakaknya ikut minum dan makan?"
"Pantas?" terdengar kakek Ouw bersuara menggerutu, memutus cerita kakek Lie.
"Pantas apa?"" tanya kakek Lie yang merasa heran.
"Dia teliti?"
"Ooh"!"
Cuma itu kakek Lie bersuara, lalu diminumnya araknya selagi dia menunda bercerita diikuti oleh kakek Ouw, sedangkan A heng kelihatan sibuk juga melayani beberapa orang tamu.
Seorang penduduk dusun yang baru datang, tiba tiba terdengar berkata kepada beberapa penduduk dusun yang sudah datang lebih dahulu ;
"Semalam dirumah Thio Keng telah terjadi pertempuran . ."
"Eh ! bicara sembarangan saja . . !" seorang penduduk dusun yang tua usia nyelak bicara; sementara dari balik meja yang terlindung, dengan jari tangannya dia menunjuk kearah tempat duduk Go Bun Heng bertiga. Maksudnya jelas bahwa dia melarang orang tadi bicara lebih lanjut, karena orang orang yang semalam bertempur justru berada ditempat itu juga.
Sekilas kakek Lie mengawasi kearah orang orang dusun itu, dan kakek Ouw mengawasi kakek Lie, setelah itu dia ikut melihat ke arah yang sama.
"Rupanya ada keributan tadi malam.. ." kakek Lie menggerutu perlahan.
"Mungkin . " sahut kakek Ouw, juga perlahan suaranya.
'Akan tetapi, mengapa orang tidak dibolehkan bicara . . ." kakek Lie yang berkata lagi. "Mana kutahu . . !" sahut kakek Ouw singkat.
"Apakah semalam Ouw Heng tidak melihat ?" kakek Lie menanya teman bicaranya.
"Melihat apa . . ?" kakek Ouw balik menanya.
"Pertempuran itu . . "
"Dimana . ?" sekali lagi kakek Ouw yang balik menanya.
"Akh . .!" dan si kakek Lie jadi batal bicara .
"Kita teruskan . . !" akhirnya si kakek Lie yang bicara lagi, setelah sejenak tadi dia diam tidak bersuara.
"Apanya . ?" masih kakek Ouw menanya. "Cerita dan permainan kita ?"
"Silahkan . . " sahut kakek Ouw dan mereka menyambung permainan catur, sambil kakek Lie meneruskan bercerita:
". . sehabis waktu bersantap Nio Kok An mengajak Lie Hui Houw memasuki sebuah kamar pribadi di rumah makan itu: membiarkan sang kakak dan sang paman duduk menunggu. Mereka hanya berada berdua didalam kamar pribadi yang serba mewah itu, yang lebih mirip merupakan sebuah kamar khusus untuk menerima tamu-tamu yang penting; dan Nio Kok An ternyata merupakan pemilik dari rumah makan itu, sekaligus merupakan orang yang mewakilkan perusahaan Kong goan... .
... Nio Kok An persilahkan Lui Hui Houw duduk, sementara dia sendiri duduk pada sudut lain; berbatas sebuah meja tulis yang besar dan mewah, sehingga mereka berdua jadi saling berhadapan :
"Lie hiantee . . " kata Nie Kok An yang mulai membuka bicara dan menyambung lagi :
'Sebelum aku menyerahkan pembayaran uang persekot yang dijanjikan oleh pihak Kong goan, ingin aku mengajukan sedikit pertanyaan kepada kau. ;
'Silahkan .' sahut Lie Hui Houw singkat sambil dia ikut mengawasi selagi Nio Kok An mengawasi dia seperti meneliti.
"Apakah sesungguhnya kau hendak menyerahkan uang itu kepada mereka ,.,?"
"Maksud kau.., .?" tanya Lie Hui Houw yang merasa heran tidak mengerti dengan pertanyaan Nio Kok An.
"Bukankah sebaiknya buat kau saja uang itu" Mereka semua adalah orang orang yang bodoh, ,"
"Nio Kok An ! kau belum kenal siapa aku dari itu boleh saja kau mengucap begitu, akan tetapi ketahuilah, aku bukan sebangsa manusia yang dapat dibeli atau dapat disuap. Setelah sekarang kau mengetahui, aku harap kau tidak mengulang perkataan yang semacam tadi..,.." sahut Lie Hui Houw dengan muka merah menahan marah.
Lie Hui Houw bicara sambil dia menuding Nio Kok An dan Nio Kok An yang merasa dirinya berpengaruh, tentu saja menjadi marah; terlebih karena namanya disebut seenaknya oleh Lie Hui Houw,..,
... dan selagi Lie Hui Houw bicara dengan suara keras tadi, maka datang empat orang kauwsu atau tukang pukul yang bertubuh tegap penuh otot. Mereka bersiap siap menunggu perintah dari Nio Kok An.
?" akan tetapi, saat itu rupanya Nio Kok An sudah mempunyai cara lain; sehingga dia tidak memerintahkan orang orangnya buat menghajar Lie Hui Houw, dan sebagai akhir dari pembicaraan mereka maka Nio Kok An menyerahkan selembar surat berharga dengan jumlah uang tertulis yang cukup buat membayar sisa uang persekot dan surat berharga itu dapat ditukar dengan uang tunai di kantor Kong goan . . .
".., si 'macan terbang' Lie Hui Houw merasa girang karena dia menganggap dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Pembayaran sudah diterima, tinggal ditukarkan menjadi uang tunai dan membagikan kepada orang orang yang berkepentingan, setelah itu dia akan melakukan tugas berikutnya, mencari Lie Kim Nio yang menjadi kakak misannya,."
"..pada hari itu mereka tidak sempat menukarkan surat berharga itu dengan uang tunai, sebab sudah lewat waktu kerja dan kantor 'Kong goan* sudah ditutup, Dari itu mereka pulang untuk kembali pada esok harinya.'
?"diluar tahu mereka, perjalanan Lie Hui Houw bertiga ternyata telah dibayangi oleh belasan orang orang yang tidak mereka kenal, dan belasan orang orang itu melakukan penyerangan waktu mereka sudah berada ditempat yang cukup sunyi, dengan maksud hendak merampas surat berharga yang baru diterima oleh Lie Hui Houw"
?"kembali si macan terbang Lie Hui Houw harus perlihatkan kegagahannya buat dia melakukan perlawanan, akan tetapi dia agak repot karena dia harus melindungi paman dan kakaknya yang ilmu silatnya tidak memadahi seperti dia?"
?"banyak sudah orang orang yang bergelimpangan di jalan raya kena pukulan si macan terbang Lie Hui Houw, akan tetapi pertempuran itu belum berhenti, bahkan sang paman sampai tewas dan kakaknya Lie Hui Houw terluka parah?"
"Apa" Sang paman tewas?"" sekaligus dua orang perdengarkan suara mereka menyatakan rasa heran dan kaget. Kedua orang itu adalah si kakek Ouw dan si Golok maut Go Bun Heng.
Didalam hati dua orang itu justeru sedang menduga bahwa si kakek Lie Kim Nio atau pamannya Lie Hui Houw dari itu mereka menjadi sangat terkejut waktu mendengar sang paman atau ayahnya Lie Kim Nio sudah binasa dalam perkelahian.
'Hayaa! kau kumat lagi dan orang itu juga kumat lagi"!" kata kakek Lie sementara dengan orang itu yang dia maksud adalah twa to Go Bun Heng yang ikut bersuara tadi padahal tidak diajak bicara dan tempat duduk mereka juga terpisah,
"Tetapi apa sebab kalian merasa heran atau terkejut...?" kakek Lie yang meneruskan bicara menanya kakek Ouw tetapi sengaja memakai istilah kalian, sebab ditujukan juga kepada twa to Go Bun Heng.
"Hayaaa! aku cuma kaget,,," sahut kakek Ouw, jelas dia membohong. Dan, twa to Go Bun Heng" Sudah tentu dia tidak dapat ikut bicara sebab dia duduk cukup jauh terpisah dari tempat kedua kakek itu, dia bahkan memang tidak diajak bicara !
Pada wajah mukanya, kakek Lie memang tidak perlihatkan sesuatu perobahan, Akan tetapi didalam hati dia tertawa girang; sebab dia merasa sudah memenangkan sebagian dari permainannya. Sebaliknya di dalam hati kakek Ouw, dia sedang berpikir bahwa si kakek Lie yang membohong; mengatakan ayahnya Lie Kim Nio sudah binasa, padahal masih hidup dan sedang duduk dihadapannya, menceritakan kisah itu. Singkatnya, kakek Ouw berpendapat bahwa ayahnya Lie Kim Nio justeru adalah si Kakek Lie yang sedang dia ajak bicara sambil bermain catur !
Disaat si kakek Lie hendak meneruskan bercerita, mendadak masuk kedua orang penduduk dusun itu langsung menyampaikan suatu berita; bahwa diatas gunung Kauw it san mereka menemukan mayat seorang laki laki muda; yang ternyata adalah Thio Keng. Semua yang berada dikedai kakek Ouw kelihatan menjadi terkejut, terlebih pihak twa to Go Bun Heng bertiga; sebab mereka tahu bahwa lelaki muda yang bernama Thio Kengkz atau yang ditemukan mayatnya itu adalah nama orang yang rumahnya mereka tumpangi yang semalam diculik oleh serombongan orang orang berseragam serba hitam.
"Siapakah Thio Keng itu ?" tanya kakek Lie kepada kakek Ouw; mungkin satu satunya orang yang merasa tidak terlalu kaget.
"Seorang penduduk dusun didekat tempat kita. Pekerjaannya sehari hari mencari kayu," sahut kakek Ouw yang memberikan penjelasan kepada kakek Lie.
"Mengapa dia dibunuh ?" kakek Lie menanya lagi.
"Mana kutahu. Mungkin dia sedang mencari kayu dan kemalaman diatas gunung Kauw it san, dan?"
"Dan apa" Ouw heng?" kakek Lie kelihatan merasa heran sebab kakek Ouw tak meneruskan perkataannya, sehingga kakek Ouw lalu berkata lagi :
"Mungkin dia dibunuh oleh si hantu muka hitam."
"Hantu muka hitam ?" twa to Go Bun Heng yang nyelak bicara dari tempat duduknya dan dia bahkan bangun berdiri, lalu mendekati tempat kedua kakek itu langsung dia menyambung bicara yang ditujukan kepada kakek Ouw :
"Ouw lopek, kau tadi mengatakan tentang hantu muka hitam; sudikah kau memberikan penjelasan kepadaku ?"
"Hayaa ! kau ini sudah berulangkali mengganggu urusan lain orang apakah ...." kakek Lie yang mendahulukan bicara: akan tetapi si golok maut Go Bun Heng jadi ngomel ngomel.
"Lie lopek ! aku tak menanya pada Ouw lopek !' demikian Go Bun Hengkz memutus perkataan kakek Lie, dan kali ini kelihatan gemetar sepasang tangan kakek Lie, karena agaknya dia harus menahan rasa marah namun dia tidak berdaya karena memang dia pihak yang salah.
Sementara itu kakek Ouw mengawasi muka si Golok maut Go Bun Heng, dengan sepasang mata yang kelihatan bersinar menyala, bagaikan mengandung arti menyimpan dendam dan kali ini sempat dilihat oleh kakek Lie...
'Go hiante, silahkan duduk kalau kau juga ingin mendengarkan kisah yang sukar dipercaya tentang kejadian diatas gunung Kauw it san . . " demikian akhirnya kakek Ouw berkata; sedangkan si golok maut Go Bun Heng mengucap terima kasih, lalu tanpa ragu ragu lagi dia menarik sebuah kursi dan duduk di antara kakek Lie berdua kakek Ouw.
Sementara itu si kakek Oudw mulai berkata, "Orang orang desa yang percaya takhayul dan berhati penakut mengatakan bahwa diatas gunung Kauw it san sekarang ini dihuni oleh hantu jejadian bermuka hitam, dengan rambut panjang dan sepasang mata melotot perlihatkan sinar merah. Tentang hantu ini, aku tidak mengetahui siapa yang pernah bertemu dan melihatnya sehingga orang orang bisa melukiskan ujudnya, padahal menurut kata orang-orang jikalau ada seseorang yang bertemu dengan hantu itu, sudah pasti orang itu akan mati . . "
"Dan hantu muka hitam itu akan muncul kalau orang melihat adanya lentera lentera merah yang bargantungan diatas dahan pohon pohon diatas gunung Kauw it san ." si kakek Lie menambahkan keterangan yang diberikan oleh kakek Ouw, tanpa diminta; membikin si Golok maut Go Bun Heng jadi perlihatkan senyumnya merasa girang karena kakek Lie tidak menyimpan dendam dengan sikapnya tadi.
"Apakah sudah terdapat korban yang tewas akibat keganasan hantu bermuka hitam itu . . ?" tanya Go Bun Heng yang ingin mengetahui lebih lanjut.
"Mana kutahu,sebab aku tidak melihat dan tidak menghitung ..." sahut kakek Ouw.
"Akan tetapi, setidaknya Ouw lopek tentu bisa memperhatikannya, sesuai dengan pembicaraan orang orang yang menemukan mayat mayat itu..,," Go Bun Heng mendesak.
"Cukup banyak ..." akhirnya sahut kakek Ouw perlihatkan sikap tidak senang.
"Apakah yang binasa itu semuanya merupakan penduduk dusun sekitar tempat ini ?" masih twa to Go Bun Heng menanya lagi.
"Yang binasa adalah orang orang yang naik keatas gunung Kauw it san tidak perduli apakah dia merupakan orang orang setempat atau merupakan orang orang perantau;.." Sahut kakek Ouw.
"Akan tetapi; Thio Keng yang kedapatan mati, semalam dia tidak keluar dari rumahnya ,.." Go Bun Heng memberikan keterangannya.
Sekarang ganti kakek Lie yang kelihatan merasa heran sehingga dia yang menanya.
"Bagaimana kau tahu bahwa Thio Keng tidak pergi dari rumahnya,.,?"
"Sebab aku dan dua temanku menginap di rumah Thio Keng. Dia tidak pergi sebaliknya semalam ada datang orang orang yang memakai seragam serba hitam, menculik Thio Keng dan membunuhnya, kemudian mayatnya dibuang diatas gunung Kauw it san " sahut Go Bun Heng dengan sepasang mata kelihatan bersinar merah.
'Kalau begitu hantu itu tentu banyak pengikutnya" kata kakek Lie yang perlihatkan Iagak ketakutan.
"Mereka bukan hantu mereka manusia biasa. Aku yakin bahwa yang mengaku sebagai hantu muka hitam, tentunya adalah yang menjadi pemimpin dari orang-orang yang berseragam serba hitam itu."
Ouw lopek kelihatan ikut terkejut waktu dia mendengar perkataan si golok Go Bun Heng dan bibirnya bahkan kelihatan sampai gemetar tetapi sepasang sinar matanya yang mengawasi twa to Go Bun Heng, merupakan sinar mata yang bukan ketakutan, dan secara diam diam kakek Lie meneliti dan menilai didalam hati.
Sementara itu, twa to Go Bun Heng terdengar berkata lagi :
'Ouw lopek, kau berdagang membuka kedai nasi di sini ternyata kau sudah cukup lama berdiam ditempat ini. Kalau boleh aku menanya, sudah berapa lama,. "
"Cukup lama"!" sahut kakek Ouw singkat, agaknya tidak mau dia menjelaskan berapa lama sudah dia berdiam ditempatnya itu dan sikapnya ini diam diam sudah membikin kakek Lie jadi merasa menyesal; sebab sebelumnya dia juga ingin mengetahui sudah berapa lama sebenarnya si kakek Ouw mengusahakan kedai nasinya itu.
Dilain pihak, twa to Go Bun Heng tidak menghiraukan sikap sikakek Ouw dan dia bahkan meneruskan pertanyaannya.
'Baik, cukup lama. Dan selama itu, apakah Ouw lopek tidak mengetahui atau tidak pernah mendengar bahwa diatas gunung kauw it san atau ditempat yang berdekatan disini terdapat sarang kawanan perampok ..?"
'eh mengapa dia hubungkan urusan hantu muka hitam ini dengan urusan kawanan perampok "' pikir kakek Lie didalam hati, sementara kakek Ouw memberikan jawaban atas pertanyaan Go Bun Heng tadi:
"Aku tidak tahu dan tidak pernah mendengar. Di sekitar kampung ini selalu aman tidak pernah mendapat gangguan dari kawanan perampok . . ."
"Tidak pernah diganggu kawanan perampok belum berarti didekat sini tidak ada sarang kawanan perampok. Besar kemungkinan mereka melakukan kejahatan di tempat lain, dan disini mereka tidak mau orang mengetahui adanya sarang mereka; dari itu mereka tidak merampok, sebaliknya mereka membunuh jika ada seseorang yang kebenaran menyelidik . . ! " kata Go Bun Heng.
'Nah, dia kaget lagi . . ! ' kata kakek Lie didalam hati; sebab dia tetap memperhatikan wajah muka bahkan segala gerak kakek Ouw sedangkan kakek Ouw terus mengawasi si Golok maut Go Bun Heng yang sedang bicara sehingga kakek Ouw tidak mengetahui bahwa dia sedang diteliti oleh kakek Lie.
'Go hiantee. Mendengar pembicaraan kau tadi, maka aku jadi menganggap bahwa kau adalah seorang yang cerdas dan pemberani. Akan tetapi, kami penduduk dusun disini adalah orang orang yang bodoh dan penakut, dari itu aku persilahkan kau selidik sendiri perihal sarang kaum perampok seperti yang kau duga dan katakan, sedangkan aku hanya bantu dengan doa supaya kau berhasil menemukan sarang perampok itu - -" akhirnya kata kakek Ouw dan dari nada dia bicara, dia ingin supaya si Golok maut Go Bun Heng tidak mengajak dia bicara lagi.
'Terima kasih, Ouw lopek, untuk doa dan penjelasan yang sudah kau berikan - ," kata si Golok maut Go Bun Heng yang agaknya dapat mengerti dengan kehendaknya kakek Ouw dan si Golok maut Go bun Heng menyudahi pembicaraannya dengan dia kembali ke tempat dia dan kedua temannya duduk.
Sementara itu, keadaan di kedai kakek Ouw sudah berobah menjadi tenang. Sebagian para tamu yang terdiri dari para penduduk setempat sudah pada pergi, mungkin untuk mengurus mayat Thio Keng, sedangkan dua orang orang gelandangan yang menjadi temannya twa to Go Bun Heng kemudian ikut pergi membiarkan Go Bun Heng tetap duduk sendirian ditempatnya.
"Eh; bagaimana " apakah kita teruskan permainan kita yang tertunda, dan aku teruskan ceritaku - - ?"' tanya kakek Lie yang melihat kakek Ouw bagaikan sedang merenungkan sesuatu masih terpengaruh dengan pembicaraan tadi.
"Sebaiknya kita tunda dan kita makan dulu perutku sudah Iapar "sahut kakek Ouw yang berusaha menyertai senyumnya.
'Setuju ! aku juga lapar akan tetapi aku sampai lupa makan," sahut kakek Lie yang perlihatkan lagak jenaka; lalu diminumnya sisa araknya sementara kakek Ouw memanggil A heng buat menyediakan makanan.
Dipihak si Golok maut Go Bun Heng, dia juga ikut memesan makanan, karena agaknya dia tidak mau meninggalkan kedai kakek Ouw, sebab dia ingin ikut mendengarkan cerita si kakek Lie yang menyangkut urusan Lie Hui Houw, yang menurut kata si kakek Lie sudah tidak lagi berada di kota Tio tyiu.
Demikian masing masing pihak menghadapi santapan siang dan masing masing pihak saling berpikir didalam hati membikin suasana di kedai kakek Ouw menjadi hening, akan tetapi suasana hening ini tidak berlangsung lama, sebab pada saat berikutnya di kedai kakek Ouw itu kedatangan dua tamu lain, tamu yang juga merupakan orang orang yang pandai ilmu silat, dan kedua tamu baru itu ternyata sudah saling kenal dengan twa to Go Bun Heng, terbukti mereka saling menyapa dalam suasana penuh kegembiraan, terlebih dipihak si Golok maut Go Bun Heng yang merasa membutuhkan teman teman.
Dua tamu yang baru datang itu merupakan orang orang yang sebaya dengan usia si Golok maut Go Bun Heng dan dari pembicaraan yang terjadi diantara mereka ternyata dua duanya pendatang baru itu usianya sedikit agak lebih tua, karena Go Bun Heng menyebut toa ko dan jie ko kepada mereka. Yang tertua atau yang disebut toako ternyata bernama Tan Heng Gie; sedangkan teman seperjalanannya yang berpakaian sebagai seorang pendeta ternyata adalah Hui beng siansu yang dulunya bernama Tan Hui Beng, terhitung adik misan dari Tan Heng Gie dan Tan Hui Beng ini justeru adalah salah seorang yang paling gigih mengejar si iblis penyebar maut alias Han bie kauwtyu sejak usianya masih muda.
Oleh karena itu, pertemuan yang terjadi antara si Golok maut Go Bun Heng bertiga di kedainya kakek Ouw sudah tentu sangat menggirangkan mereka bertiga, terlebih pada saat itu Go Bun Heng merasa sedang menghadapi suatu urusan yang rumit, sehingga dengan adanya Tan Hui Beng alias Hui beng siansu yang terkenal cerdas, sudah tentu si Golok maut menjadi sangat kegirangan.
("Siapa bilang dia cerdas - . ." gerutu Cie in suthay yang sedang duduk di ruang tamu pada sebuah rumah penginapan, dengan ditemani oleh si 'macan terbang' Lie Hui Houw, selagi Lie Hui Houw menyambung cerita dan mengatakan Hui beng siansu adalah orang yang terkenal cerdas.
Si 'macan terbang* Lie Hui Houw tidak segera mengucap apa apa, selagi ceritanya diputus oleh biarawati muda usia itu. Dia mengawasi bagaikan orang yang tidak mengerti, dan Cie in suthay lalu menambahkan perkataannya :
"Selama hidupku, aku baru menemui satu orang yang benar benar cerdas ..."
"Siapa dia .. . ?" tanya Lie Hui Houw ingin mengetahui.
"Si iblis penyebar maut alias Han bie-kauwtyu?"
Sepasang mata Lie Hui Houw menjadi membelalak, akan tetapi diam diam dia mengakui tentang kecerdasan si iblis penyebar maut alias Han bie kauwtyu, terbukti berulangkali si iblis berhasil menghindar dari ancaman kawanan pendekar yang mengepung dia).
Pada kesempatan bertemu itu, maka si golok maut Go Bun Heng lalu menceritakan pada Hui beng siansu berdua Tan Heng Gi tentang kejadian yang sedang dia hadapi bersama sama Gwa Teng Kie dan Gwa Teng Sin; baik mengenai urusan si hantu bermuka hitam serta mengenai si kakek Lie yang sedang menceritakan tentang si 'macan terbang' Lie Hui Houw.
Selama mendengarkan kata kata yang diucapkan oleh si Golok maut Go Bun Heng, sepasang mata Hui Beng siansu berdua Tan Heng Gie berulangkali melirik ke arah tempat duduk kakek Lie berdua kakek Ouw, yang waktu itu sedang bersantap dengan lagak tak menghiraukan kehadiran tamu tamu yang sedang bicara itu.
Kedua kakek itu perlihatkan lagak tak menghiraukan atas kedatangan kedua tamu yang menjadi sahabatnya Go Bun Heng akan tetapi didalam hati mereka terlalu banyak yang sedang mereka pikirkan.
Waktu pertama kali Hui Beng siansu dan Tan Heng Gie memasuki kedainya, sekilas kelihatan kakek Ouw seperti orang yang gugup; pada wajah mukanya dia memang tidak perlihatkan perobahan apa apa, akan tetapi pada sinar matanya ...
". . sinar mata itu yang pada mulanya perlihatkan rasa terkejut.. . ." pikir kakek Lie didalam hati; kemudian sinar mata itu kelihatan menyimpan dendam waktu sepasang mata kakek Ouw mengawasi Hui beng siansu.
Kisah Pedang Di Sungai Es 19 Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Kisah Si Bangau Putih 5
^