Pencarian

Menjenguk Cakrawala 3

Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja Bagian 3


Dengan tangkasnya ia telah menyambar seorang lawan dengan sisi telapak tangannya yang mengenai punggungnya.
Demikian orang itu menggeliat, maka dengan ujung-ujung jarinya yang merapat, Manggada telah menyentuh beberapa tempat di punggung orang itu sehingga orang itupun kehilangan kesadarannya.
Dengan cepat Manggada menangkapnya dan
membaringkannya di tanah.
Sebenarnyalah korban telah semakin banyak jatuh. Dua orang yang mencoba melarikan diri, justru punggungnya telah tertembus senjata. Sehingga akhirnya orang-orang yang mencegat orang-orang berkuda itu benar-benar telah kehilangan kesempatan.
Dengan demikian maka pertempuranpun telah berhenti.
Disana-sini tubuh terkapar silang melintang. Darah yang mengalir dari luka telah menyiram bumi yang mulai dibasahi oleh embun.
Manggada dan Laksana berdiri tegak memandang bekas arena pertempuran itu. Sesuatu ternyata telah menggelitik perasaannya. Ternyata mereka telah melakukan pembunuhan-pembunuhan, sementara sebenarnya mereka hanya ingin mendapatkan pengalaman.
"Apakah yang terbunuh itu memang pantas dibunuh?"
bertanya anak-anak muda itu di dalam hatinya.
Namun dalam pada itu, pemimpin dari orang-orang berkuda itupun telah mengumpulkan orang-orangnya. Dengan obat-obatan yang ada mereka berusaha untuk mengurangi darah yang mengalir dari luka.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, maka Manggada dan Laksanapun telah
melihat orang-orang yang terbaring. Dua orang tawanan yang dibawanya masih belum sadarkan diri. Demikian pula seorang yang telah dibuat pingsan oleh Manggada. Sedangkan di antara orang-orang yang terbujur lintang terdapat orang-orang yang masih hidup, meskipun terluka parah. Termasuk pemimpin dari orang-orang yang mencegat perjalanan orang-orang berkuda itu
Dua orang itupun kemudian telah diangkat oleh Manggada dan Laksana. Keduanyalah yang telah mengobati kedua orang itu, dengan obat yang dibawanya dari rumah Laksana.
Sejenak kemudian, maka orang-orang itu telah berbenah diri. Beberapa orang harus dibawa. Manggada dan Laksana telah menyentuh simpul-simpul syaraf yang mereka tutup sehingga membuat orang-orang itu pingsan, untuk dibuka kembali, sehingga orang-orang itu menjadi sadar.
Demikianlah, Manggada dan Laksana dapat menawan selain kedua orang yang terdahulu, terdapat seorang lagi dan dua orang yang terluka. Sehingga semuanya yang harus dibawa adalah lima orang.
"Bagaimana dengan orang-orang yang terbunuh?"
Manggada berdesis.
Pemimpin dari orang-orang berkuda yang telah kehilangan anak gadisnya itupun agak kebingungan. Mereka tidak akan dapat meninggalkan mayat-mayat itu begitu saja.
"Kita beritahukan orang-orang padukuhan sebelah," berkata Laksana. "Kita minta tolong kepada mereka. Barangkali kita perlu sedikit menakut-nakuti mereka jika mereka tidak bersedia mengubur mayat-mayat itu."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada termangu-mangu. Sementara pemimpin yang
kehilangan anak perempuannya itu berkata, "Kita dapat mencobanya."
Demikianlah, maka kelima orang tawanan itu telah dibawa oleh orang-orang berkuda itu. Tiga orang di antara mereka terpaksa ikut di belakang salah seorang dari mereka yang berkuda. Dua orang telah ikut bersama dua orang tawanan yang dibawa dari padukuhan. Sedang seorang lagi yang terluka berkuda bersama salah seorang pengikut orang yang kehilangan anak gadisnya itu. Namun mereka tidak dapat berpacu dengan cepat. Mereka harus mengingat kekuatan kuda-kuda yang membawa beban rangkap. Selain itu, ada di antara orang-orang berkuda itu sendiri yang terluka cukup berat.
Di padukuhan yang kemudian mereka lewati, Manggada memang minta kepada orang-orang yang berada di gardu untuk pergi ke bulak.
"Ada beberapa sosok mayat. Kuburkan mereka. Kami
mohon pertolongan kalian," berkata Manggada.
Tetapi pemimpin peronda itu justru menjadi marah. Bahkan membentak, "Siapakah kalian, he" Apakah kalian berhak memerintah kami?"
Ketika Laksana bergeser, Manggada telah menggamitnya.
Ialah yang menggerakkan kudanya beberapa langkah maju.
Katanya, "Ki Sanak, ada beberapa sosok mayat. Kamilah yang telah membunuh mereka semua. Lihat, beberapa kawan kami juga terluka. Jangan membuat darah kami yang masih panas ini bergejolak lagi. Karena kami akan dapat membunuh kalian semua. Nah, kami tidak akan berbicara lagi. Kami akan pergi.
Tetapi jika besok pagi kami kembali dan sosok-sosok mayat itu masih disana, kami akan membunuh orang-orang padukuhan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini, atau kami tidak peduli jika mayat-mayat itu akan dapat menimbulkan penyakit dan barangkali wabah yang tidak terlawan, sehingga orang-orang padukuhan ini akan habis dimakan wabah penyakit itu."
Pemimpin peronda itu masih akan berbicara. Tetapi
Manggada telah memberikan isyarat kepada orang-orang berkuda itu untuk melanjutkan perjalanan.
Tetapi pemimpin peronda itu menjadi semakin marah.
Dengan serta-merta ia telah meloncat menangkap kendali kuda Manggada.
Kuda itu terkejut sehingga melonjak berdiri dengan kedua kaki belakangnya, sehingga hampir saja Manggada terjatuh.
Untunglah bahwa ia cukup tangkas untuk menguasai kudanya kembali, sehingga kuda itu dapat ditenangkannya.
Tetapi pemimpin peronda itu masih saja marah. Katanya dengan kasar, "Turun kau, anak muda. Kau sangka kau siapa, he?"
Manggada memang turun. Tetapi ia memberikan isyarat kepada yang lain agar mereka tetap berada di punggung kuda.
"Kalian tidak mempunyai pilihan," berkata Manggada,
"kecuali jika kalian ingin melihat padukuhan-padukuhan di sekitar bulak itu akan menjadi kuburan raksasa. Kalian tentu tidak akan sempat saling mengubur jika wabah itu berjangkit disini."
"Justru karena itu, maka kami akan memaksa kalian untuk mengubur mayat-mayat itu," berkata pemimpin peronda itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami tergesa-gesa. Jika kawan-kawan kami itu tidak segera tertolong, maka mereka akan segera mati," jawab Manggada.
"Aku tidak peduli," jawab pemimpin peronda itu, sementara beberapa orang kawannya telah berdiri di sebelahnya dengan wajah yang garang.
"Jangan memaksa aku bertindak atas kalian, Ki Sanak,"
geram Manggada.
"Persetan. Kamilah yang akan bertindak atas kalian,"
berkata pemimpin peronda itu.
Namun belum lagi mulutnya terkatub, tangan Manggada telah mengenai pipinya. Terasa pipi itu bagaikan menyentuh bara api, sehingga panasnya terasa sampai ke ubun-ubun.
Dalam pada itu, beberapa orang kawannya mulai bergerak.
Tetapi tiga orang sekaligus telah terlempar jauh. Sementara itu sesaat kemudian dua orang lagi terdorong dan jatuh terlentang.
"Kau lihat, aku hanya mempergunakan telapak tanganku.
Tetapi jika kalian masih tetap menjadi gila, aku benar-benar akan mempergunakan pedangku. Kalian tidak mati terkena wabah, tetapi kalian akan mati oleh pedangku ini."
Pemimpin peronda itu terkejut melihat ketangkasan
Manggada. Karena itu, maka iapun menjadi termangu-mangu.
Apalagi ketika Manggada kemudian menarik pedangnya sambil menggeram, "Pergi atau aku mulai membunuh sekarang. Atau kau akan memanggil orang-orang padukuhan dengan isyarat"
Lakukan. Tetapi mereka semua akan terbunuh sebelum wabah itu menyentuh padukuhanmu."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemimpin peronda itu termangu-mangu. Bahkan ia
bagaikan membeku ketika ia melihat Manggada meloncat ke punggung kudanya. Dan kemudian bersama dengan yang lain, meninggalkan mereka.
Sejenak kemudian, maka orang-orang berkuda itu telah hilang di dalam kegelapan malam. Namun sementara itu kawan-kawannya yang telah tersentuh tangan Mangga justru mulai bangkit dan mengaduh. Dada mereka rasanya menjadi sesak.
Kawan-kawannyapun segera menolong mereka. Perlahan-lahan mereka dipapah ke gardu dan dibaringkannya perlahan-lahan. Tetapi justru karena mereka berbaring itu, maka dada mereka terasa semakin sesak, sehingga merekapun minta untuk dibantu duduk kembali. Dengan duduk maka pernafasan mereka menjadi agak baik.
Tetapi Manggada memang tidak bersungguh-sungguh.
Beberapa saat kemudian, merekapun telah menjadi baik dan seakan-akan tidak berbekas lagi. Tetapi sebenarnyalah bagi para peronda itu, maka orang-orang berkuda itu adalah orang-orang yang berilmu.
Karena itu, maka pemimpin peronda itu segera menghadap Ki Bekel untuk memberikan laporan apa yang telah terjadi.
Mereka harus mengubur mayat yang ada di bulak panjang.
Tidak hanya sesosok.
Mula-mula Ki Bekelpun menjadi marah. Tetapi pemimpin peronda itu telah memberikan laporan pula apa yang telah terjadi dengan para peronda.
"Kami tidak melihat orang itu bergerak. Tetapi kami telah terlempar jatuh dengan dada yang bagaikan tersumbat bukit,"
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata salah seorang di antara anak-anak muda yang sedang meronda, yang telah disentuh tangan Manggada.
Ki Bekel hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian, "Kita tidak mempunyai pilihan lain. Karena itu, kita harus melakukannya. Menurut keterangan anak muda itu, jika mayat-mayat itu tidak dikuburkan, akan dapat timbul wabah penyakit. Aku sependapat dengan keterangan itu."
Demikianlah, maka meskipun malam hari, Ki Bekel telah memanggil laki-laki di padukuhan itu terutama anak-anak mudanya untuk pergi ke bulak. Mereka membawa obor di tangan dan senjata apapun juga di lambung. Ki Bekel dan para bebahu menjadi cemas bahwa terjadi sesuatu di bulak itu.
Tetapi mereka tidak menemukan sesuatu, selain beberapa sosok mayat sebagaimana dikatakan oleh anak muda di antara orang-orang berkuda itu.
Menilik bekasnya, tentu sudah terjadi pertempuran yang sengit di bulak panjang itu. Tanaman padi di sebelah-menyebelah jalan telah rusak. Gerumbul-gerumbul liar di tanggul parit berserakan dan mayat-mayat yang terbujur lintang memberikan gambaran tentang sebuah pertempuran yang sengit. Apalagi di antara orang-orang berkuda itu terdapat orang-orang yang terluka. Bahkan ada yang parah.
Namun ketika mereka mulai meneliti sosok-sosok tubuh yang terbaring itu, tiba-tiba seorang anak muda berteriak,
"Lihat. Orang ini masih hidup."
Obor di tangan anak muda itupun telah semakin
direndahkan untuk mengamati keadaan orang itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Rawat orang itu," berkata Ki Bekel. "Mungkin kita akan mendapat keterangan dari mulutnya kelak, apa yang
sebenarnya telah terjadi."
Empat orang di antara mereka telah membawa orang yang masih hidup itu ke padukuhan. Seorang yang dianggap memiliki kemampuan pengobatan telah mengobatinya di banjar.
Anak-anak muda yang membawanya telah berpesan kepada tabib itu, "Tolong, usahakan agar orang itu dapat
diselamatkan sesuai dengan rencana Ki Bekel untuk
mendengar keterangan dari orang itu, apa yang sebenarnya telah terjadi."
"Aku hanya dapat berusaha," jawab tabib itu. "Segala sesuatunya ada di tangan Yang Maha Agung."
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Namun salah
seorang di antara mereka berkata, "Bagaimanapun juga kita harus berusaha."
Tabib itu mengangguk-angguk. Namun iapun telah
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengobati orang itu.
Tetapi luka orang itu memang cukup parah. Dadanya telah terkoyak oleh pedang, bahkan di pundak dan di pahanya telah terdapat luka pula. Darah ternyata telah terlalu banyak mengalir sehingga orang itu telah menjadi sangat lemah.
Namun tabib itu tidak berputus asa. Tiba-tiba saja iapun telah tertarik untuk mengerti, apa yang sebenarnya telah terjadi di bulak itu, sehingga beberapa orang telah terbunuh karenanya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah orang itu minum obat yang diramu oleh tabib itu, maka keadaannya memang menjadi membaik. Meskipun
wajahnya masih pucat, tetapi bibirnya sudah mulai bergerak.
Tetapi tabib itu masih belum mengganggunya. Orang itu masih harus dijaga agar keadaannya tidak menjadi lebih buruk lagi. Ia memerlukan ketenangan lahir dan batin, sehingga kekuatannya tidak akan semakin larut.
Di bulak, beberapa orang masih sibuk. Mereka telah membuat beberapa buah usungan untuk membawa sosok-sosok mayat itu ke kuburan dan kemudian menguburnya di sana.
Baru menjelang pagi pekerjaan itu dapat mereka
selesaikan. Selebihnya, orang-orang padukuhan itu telah berendam di sungai untuk menghilangkan kotoran yang telah melekat di tubuh mereka. Mungkin dari mayat-mayat yang mereka bawa ke kuburan, tetapi juga mungkin oleh tanah di kuburan itu.
Sementara itu, sekelompok orang-orang berkuda yang membawa lima orang tawanan serta dua orang anak muda yang telah membantu mereka, masih meneruskan perjalanan mereka dengan letih.
Namun pemimpin orang-orang berkuda itu kemudian
berkata, "Masih satu jangkauan lagi. Sebelum fajar kita tentu sudah sampai disana."
"Sampai dimana?" bertanya Manggada.
"Padukuhan kami. Orang-orang padukuhan kami telah
menunggu dengan penuh harapan. Di antara mereka adalah orang-orang yang pernah kehilangan anak gadisnya
sebagaimana aku sendiri. Bahkan satu dua orang dari padukuhan dan kademangan tetangga ternyata ada juga yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah kehilangan anak gadis mereka," berkata pemimpin rombongan itu.
Manggada mengangguk-angguk. Ia sudah mulai
membayangkan bahwa bersama dengan orang-orang berkuda itu, maka akan dihadapinya wajah-wajah yang murung oleh kepedihan perasaan namun juga nyala dendam di sorot mata mereka.
Sebenarnyalah, perjalanan yang lamban itu akhirnya mendekati satu padukuhan yang telah bergejolak itu. Dua tiga padukuhan yang terakhir mereka lampaui ternyata telah tidak mengalami persoalan lagi. Orang-orang yang meronda telah banyak yang mengenal orang-orang berkuda itu. Bahkan beberapa orang telah sempat mempertanyakan apa yang telah terjadi.
Tetapi orang-orang berkuda itu tidak mempunyai waktu banyak, sehingga pemimpinnya itu menjawab singkat, "Ki Sanak, besok aku akan berceritera panjang lebar. Sekarang aku tergesa-gesa, karena ada di antara kawan-kawanku yang terluka."
Nampaknya orang-orang itu dapat mengerti, sehingga mereka tidak menahannya lebih lama lagi dengan beribu macam pertanyaan.
Sebelum fajar, orang-orang berkuda itu telah memasuki padukuhannya. Seperti yang diduga oleh Manggada, maka di halaman banjar terdapat banyak orang yang menunggu di samping mereka yang berada di gardu-gardu. Kedatangan orang-orang berkuda itu seakan-akan telah memanggil semua orang padukuhan itu untuk berkumpul.
Pemimpin padukuhan itu memang menjadi berdebar-debar.
Karena itu, sebelum terjadi sesuatu, maka beberapa orang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kawannya telah diperintahkannya untuk memasukkan kelima orang tawanan mereka ke dalam banjar.
Jika orang-orang padukuhan itu langsung melihat kelima orang itu, pemimpin orang-orang berkuda itu ragu-ragu, apakah mereka dapat ditahan untuk tidak berbuat sesuatu.
Orang-orang yang menjadi tawanan itupun ternyata
menjadi ketakutan pula. Jika mereka diserahkan kepada orang-orang padukuhan itu, maka keadaan mereka tentu akan sangat pahit.
Orang-orang padukuhan yang marah itu tentu akan
memperlakukan mereka dengan kasar dan semena-mena.
Mereka tentu akan membunuh tanpa dapat dikendalikan lagi menurut cara yang tidak sewajarnya.
Namun orang-orang yang tertawan itu masih
mengharapkan bahwa orang-orang yang menangkapnya itu melindungi mereka.
Sebenarnyalah bahwa mereka sama sekali tidak takut mati.
Yang membuat kulit mereka meremang adalah cara mati itu.
Jika ujung pedang dihunjamkan ke dada mereka sampai tembus ke jantung, tentu akan jauh lebih baik daripada jika mereka dipukuli beramai-ramai di halaman banjar itu dengan tangan terikat, sampai pada satu saat mereka mati terkapar dengan tubuh yang remuk.
Jantung para tawanan itu memang terasa berdebar lebih cepat ketika mereka mendengar orang-orang di luar banjar itu berteriak-teriak, "Serahkan mereka kepada kami. Mereka telah mengambil gadis-gadis kami."
Pemimpin dari orang-orang berkuda, serta para pemimpin padukuhan itu telah berusaha untuk menenangkan orang-orang padukuhan yang marah. Dengan lantang Ki Bekel http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata, "Kita menunggu Ki Demang. Kita tidak dapat berbuat menurut kehendak kita sendiri."
"Mereka telah mengambil anak-anak gadis kami," teriak yang pernah kehilangan anak gadisnya. "Tidak ada yang pantas dilakukan atas mereka kecuali dihukum mati."
"Segala sesuatunya kita serahkan kepada Ki Demang nanti,"
berkata pemimpin dari orang-orang berkuda yang telah berhasil menangkap beberapa orang itu.
"Buat apa kita berlama-lama menunggu. Semakin cepat semakin baik," berkata seseorang di antara orang banyak itu.
"Tidak," Ki Bekel dari padukuhan itulah yang kemudian berdiri di hadapan rakyatnya itu. "Kita memerlukan petunjuk untuk menolong anak-anak kita. Jika orang-orang itu dibunuh, maka kita akan kehilangan jejak. Kita tidak akan dapat menemukan anak-anak kita yang hilang."
"Anak-anak kita tentu sudah mereka bunuh pula. Karena itu, serahkan mereka kepada kami. Kita tidak memerlukan mereka lagi," teriak seorang yang berdiri di dekat pohon sawo kecik.
Ki Bekel menarik nafas dalam-dalam. Rasa-rasanya udara menjadi panas, meskipun matahari belum terbit. Di sana-sini terdengar teriak-teriakan.
Tetapi Ki Bekel kemudian berkata, "Saudara-saudaraku, baiklah, sekarang aku persilahkan kalian memilih. Kalian ingin sekedar menuruti gejolak perasaan kalian dengan membunuh orang-orang itu, atau mencari kemungkinan yang lebih baik buat anak-anak kita yang pernah hilang. Atau kita memang sudah menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, sekedar mendapat kepuasan tanpa mengingat anak-anak kita. Jika memang kalian sekedar dibakar oleh nafsu untuk membunuh, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
silahkan. Tetapi anak-anak kalian akan tetap meratapi nasibnya di sepanjang hidupnya. Mereka akan hidup dalam kesia-siaan. Mereka akan tetap berada di tangan-tangan orang yang kasar dan bahkan buas dan liar. Sementara itu kalian disini dengan bengisnya membunuh orang-orang yang
seharusnya akan dapat kita pergunakan untuk mencari jejak."
Orang-orang yang berada di halaman banjar itu mulai berpikir.
Sementara itu Ki Bekel berkata selanjutnya, "Nah, sekarang kalian boleh memilih. Orang-orang yang tidak pernah kehilangan anak gadisnyalah yang tentu lebih bergairah untuk membunuh sekarang, karena mereka memang tidak
memerlukan orang-orang itu. Tetapi apakah itu mencerminkan watak kita" Apakah itu yang selama ini kita banggakan bahwa kita memiliki keluhuran budi?"
Orang-orang yang berada di halaman mulai menundukkan kepalanya. Agaknya mereka menyadari apa yang telah mereka lakukan itu hanya sekedar dibakar oleh dendam yang tidak didasari pada penalaran yang matang.
Ki Bekel yang melihat bahwa orang-orang di halaman banjar itu dapat mendengarkan kata-katanya telah berkata selanjutnya, "Marilah kita dengan tenang menunggu Ki Demang. Kita memerlukan cara yang paling baik untuk menemukan anak-anak kita kembali."
Pemimpin dari sekelompok orang-orang berkuda yang
mendapat tugas untuk mencari jejak itu menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu Ki Bekel masih berkata, "Nah, marilah kita berterima kasih kepada saudara-saudara kita yang telah menyediakan dirinya mencari jejak. Terutama kepada Ki Wiradadi. Bukan saja karena anak Ki Wiradadi juga hilang.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Wiradadi telah bersedia mempertaruhkan nyawanya sendiri."
Orang-orang di halaman banjar itu mengangguk-angguk. Ki Wiradadi, yang memimpin sekelompok orang-orang berkuda itu adalah seorang yang paling disegani di kademangan itu. Ia memiliki ilmu kanuragan serta berpikiran terang. Karena itu sejak semula ia memang menjadi tumpuan harapan dari orang-orang yang telah kehilangan anak gadisnya. Apalagi ketika tiba-tiba saja anak gadis Ki Wiradadi itu sendiri hilang.
Namun agaknya hilangnya anak gadis Ki Wiradadi itu merupakan pendorong baginya untuk langsung menangani persoalan itu bersama beberapa orang terpilih di antara orang-orang yang memiliki keberanian di kademangan itu. Namun yang juga memiliki kemampuan dalam olah kanuragan.
"Saudara-saudaraku," berkata Ki Bekel kemudian, "marilah kita membuat suasana pagi ini menjadi lebih dingin agar kita mempunyai kesempatan lebih luas untuk merenung dan membuat perhitungan selanjutnya. Lebih-lebih lagi jika Ki Demang nanti sudah datang."
Orang-orang yang berada di halaman itu nampaknya mulai mengerti. Meskipun ada juga satu dua orang yang masih merasa sangat geram terhadap orang-orang yang telah menculik gadis-gadis itu. Tetapi mereka mengerti bahwa orang-orang itu ternyata dibutuhkan untuk menelusuri jejak hilangnya gadis-gadis padukuhan mereka.
Karena itu, maka sebagaimana diminta oleh Ki Bekel, orang-orang di halaman banjar itu memang menjadi tenang.
Mereka tidak berteriak-teriak lagi menuntut orang-orang yang tertawan itu dibunuh.
Sejenak kemudian, maka Ki Demang ternyata telah datang diiringi oleh beberapa orang bebahu. Ketika mereka memasuki http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
halaman banjar, maka orang-orang yang masih berada di halaman itupun mulai saling bertanya-tanya. Apakah yang akan diperbuat oleh Ki Demang atas orang-orang itu. Namun merekapun sudah memperkirakan bahwa Ki Demang akan membawa orang-orang itu ke kademangan dan memeras
keterangan mereka tentang gadis-gadis yang telah hilang itu.
Tetapi ternyata Ki Demang tidak dengan tergesa-gesa membawa mereka. Ki Demang ternyata memperhitungkan waktu sebaik-baiknya. Ia harus segera mendapat keterangan tentang gadis-gadis yang hilang itu, sehingga memungkinkan mereka untuk menelusuri jejaknya.
Karena itu, maka Ki Demangpun kemudian telah menemui orang-orang yang tertawan itu bersama tiga orang yang tidak termasuk bebahu kademangan itu. Mereka adalah orang-orang yang datang ke Kademangan itu dua tiga hari
sebelumnya. "Siapakah mereka?" bertanya Ki Bekel kepada Ki Jagabaya.
"Tiga orang petugas sandi dari Pajang," jawab Ki Jagabaya.
"Dari Pajang?" bertanya Ki Bekel.
"Ya. Ki Demang telah melaporkan tentang beberapa orang gadis yang hilang. Ternyata Pajang cepat tanggap dan mengirimkan tiga orang petugas sandi. Namun nampaknya dari padukuhan ini telah lebih dahulu berhasil mencium sekelompok orang yang menculik gadis-gadis itu," jawab Ki Jagabaya.
"Hasil kerja Ki Wiradadi, beberapa kawan dan barangkali saudara seperguruan Ki Wiradadi telah membantunya, di samping beberapa orang pilihan dan memiliki keberanian dari kademangan ini. Justru mendahului kebijaksanaan Ki Demang," jawab Ki Bekel.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Sementara itu Ki
Bekelpun berkata, "Dua orang anak muda yang sebelumnya tidak kami kenal telah membantu kami menangkap orang-orang itu."
"Siapakah mereka?" bertanya Ki Jagabaya.
"Yang duduk di sebelah Ki Wiradadi."
Sejenak kemudian agaknya Ki Demang telah mulai dengan penyelidikannya. Orang-orang yang berada di dalam banjar itu telah diperintahkannya keluar kecuali beberapa orang yang berkepentingan, termasuk Ki Wiradadi dan Ki Jagabaya.
Ketika Ki Demang melihat Manggada dan Laksana masih berada di dalam banjar itu, maka iapun berkata, "Anak-anak muda, bukan saatnya kalian bermain di banjar dalam suasana seperti ini. Keluarlah. Kami mempunyai banyak persoalan yang harus kami selesaikan dalam waktu yang sangat singkat."
Tetapi yang menjawab adalah Ki Wiradadi, "Keduanya adalah anak-anak muda yang telah membantu kami
menangkap orang-orang ini, Ki Demang. Tanpa kedua anak muda itu, kami tidak akan berhasil."
Ki Demang mengerutkan keningnya. Namun kemudian
katanya, "Tetapi mereka tidak banyak berkepentingan."
"Aku mohon mereka diperkenankan mendengarkannya,"
minta Ki Wiradadi.
Ki Demang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia berkata, "Baiklah. Jika kalian menganggap kehadirannya tidak mengganggu."
"Mereka akan dapat membantu kita, Ki Demang," jawab Ki Wiradadi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka sesaat kemudian Ki Demang sudah
mulai memanggil dua orang yang telah ditangkap pertama kali. Dengan nada keras Ki Demang bertanya, dimana gadis-gadis yang telah mereka ambil itu disembunyikan.
"Aku tidak pernah tahu tentang hal itu, Ki Demang," jawab salah seorang dari mereka.
Namun salah seorang petugas sandi dari Pajang itu
tersenyum. Katanya, "Jawaban yang tentu akan kau ucapkan.
Sejak sebelum pertanyaan Ki Demang itu dilontarkan, kami sudah tahu, bahwa jawaban kalian tentu demikian. Tidak mengerti atau kurang tahu atau jawaban-jawaban dalam nada seperti itu."
"Aku benar-benar tidak tahu, Ki Demang," orang itu mulai berkeringat."
-oo0dw0oo- JILID 03 KI DEMANGPUN mengangguk-angguk. Akhirnya atas
persetujuan para petugas sandi dari Pajang, orang-orang yang tertawan itu telah dihadapkannya, termasuk pemimpin dari orang-orang yang telah mencegat mereka meskipun orang itu terluka.
"Aku tidak mempunyai banyak waktu," berkata Ki Demang.
"Jawab pertanyaanku atau kalian akan aku lempar ke tangan orang-orangku yang marah. Jika kalian masih mempunyai arti bagi kami maka kami akan mempertahankan hidup kalian.
Bahkan jika kalian memberikan jalan yang terang bagi kami, maka kami akan tetap berbuat baik atas kalian. Tetapi jika http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalian memang tidak mau bekerja bersama kami, maka kalian memang tidak berarti lagi. Sepantasnya kalian dilemparkan kepada orang-orang padukuhan yang marah itu. Apalagi mereka yang telah kehilangan anak gadisnya."
"Ki Demang," berkata pemimpin dari sekelompok orang yang berusaha membebaskan kedua kawannya namun yang justru telah tertangkap pula, "kami hanya bertugas mengambil gadis-gadis yang sudah ditunjuk oleh pimpinan kami."
"Siapakah pimpinan kalian?" bertanya Ki Demang.
"Kami memang tidak banyak mengenal. Yang kami kenali hanyalah namanya saja. Itupun mungkin bukan namanya yang sebenarnya," berkata orang itu.
"Katakan, siapakah nama itu?" bertanya Ki Demang.
"Apakah ada artinya bagi Ki Demang?" bertanya orang itu.
"Sebut," desak Ki Demang.
"Singa Ireng," jawab orang itu.
Ki Demang memandang ketiga orang petugas sandi itu berganti-ganti. Tetapi tidak ada seorang pun di antara mereka yang pernah mendengar nama itu. Benar kata orang itu, bahwa nama memang tidak penting bagi mereka, karena seseorang akan dapat bertukar nama sepuluh kali dalam sehari.
"Baiklah," berkata salah seorang di antara para petugas sandi dari Pajang itu. "Nama itu akan dapat menyesatkan.
Tetapi kemana gadis-gadis itu kalian bawa?"
"Kami mempunyai satu tempat sebagaimana mereka
tentukan untuk menyerahkan gadis-gadis itu. Selebihnya kami tidak tahu, mereka akan dibawa kemana," jawab orang itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi petugas sandi dari Pajang itu tertawa. Katanya, "Kau aneh. Kau anggap kami anak-anak kecil yang dengan mudah dapat kau kelabuhi. Ki Sanak, sebaiknya kau berkata terus terang daripada kami harus menyerahkan kalian kepada orang-orang di halaman itu. Mereka memang sangat marah terhadap kalian."
"Aku berkata sebenarnya," berkata orang itu.
"Baiklah. Katakan, kami percaya kepada kalian. Dengan demikian maka kami akan membawa kalian ke tempat yang kau katakan itu," berkata salah seorang di antara para petugas sandi itu.
"Tempat itu tidak tentu," jawab orang itu.
Hampir berbareng ketiga orang petugas sandi itu tertawa.
Seorang di antaranya berkata, "Tepat. Jawaban seperti itulah yang harus kau ucapkan. Jika kau menjawab lain, maka kau akan membuat kejutan."
Wajah orang itu menjadi pucat. Sementara itu, salah seorang petugas sandi itu berkata kepada Ki Demang,
"Nampaknya orang ini tidak berarti apa-apa bagi kita, Ki Demang. Yang dikatakan adalah apa yang telah kami duga sebelumnya, sehingga orang ini tidak akan dapat memberi petunjuk apapun juga. Karena itu, mumpung ia masih terluka cukup parah, agar kita tidak bersusah payah mengobatinya, maka serahkan saja orang ini kepada orang-orang padukuhan di luar. Apa saja yang akan mereka lakukan terhadap orang ini, kita tidak usah ikut campur."
Manggada menjadi berdebar-debar mendengar ancaman
itu. Namun ia masih belum yakin bahwa ancaman itu benar-benar akan dilakukan.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, maka orang yang sedang terluka itupun memohon, "Jangan. Jangan serahkan aku kepada mereka. Jika kalian ingin membunuhku, bunuh sajalah. Aku tidak akan menyesali nasibku. Tetapi jangan serahkan aku kepada mereka."
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Kenapa kau tidak mau membantu kami" Coba bayangkan, jika anak gadismulah yang hilang, apakah kau tidak akan menjadi bingung dan barangkali dapat kehilangan akal?"
Orang itu termangu-mangu.
"Kita tidak mempunyai pilihan lain," berkata Ki Demang.


Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu, "Seorang demi seorang akan kami dengar
keterangannya. Mereka yang tidak dapat memberikan
keterangan apapun juga akan kami serahkan kepada orang-orang yang marah itu."
Wajah orang yang terluka itu menjadi pucat. Katanya,
"Apakah sebenarnya yang kalian kehendaki?"
"Kau jangan berpura-pura dungu seperti itu. Kesabaran seseorang akan dapat sampai ke batas," jawab Ki Demang.
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Lukanya memang masih terasa sakit. Namun kemudian dipandanginya wajah kawan-kawannya. Lalu katanya, "Kita tidak mempunyai pilihan lain. Aku tidak mau mati di tangan orang-orang gila di halaman itu."
Kawan-kawannya tidak menjawab. Mereka mengerti, bahwa mereka tidak akan dapat ingkar. Namun orang itu masih juga berkata, "Baiklah. Aku akan membantu kalian. Tetapi menurut perhitunganku, mereka tentu sudah memindahkan sarang mereka karena mereka tentu sudah mendengar bahwa kami tertangkap. Mereka tentu akan mengalihkan sarang mereka, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena mereka tentu sudah memperhitungkan kemungkinan bahwa sekelompok orang akan mencari mereka. Mereka tentu sudah memperhitungkan bahwa kami tidak akan mampu
mempertahankan kerahasiaan sarang kami."
"Mencari jejak bukan semata-mata menemukan sarang
mereka. Tetapi kau tentu tahu sayap-sayap gerakan mereka.
Siapa saja yang pernah mereka hubungi dan untuk apakah gadis-gadis yang telah mereka culik dari keluarga mereka itu,"
berkata salah seorang petugas sandi itu.
Menghadapi para petugas sandi itu, maka orang-orang yang tertawan itu tidak dapat terlalu banyak mengelakkan pertanyaan-pertanyaan yang mereka berikan. Ketiga orang petugas sandi itu adalah orang-orang yang sangat
berpengalaman. Dalam keadaan seperti itulah, maka orang-orang itu akhirnya harus mengatakan, bahwa jalur perdagangan gadis-gadis itu sudah demikian luasnya. Beberapa orang kaya yang tidak berpijak pada kehidupan wajar dengan landasan nilai-nilai kemanusiaan.
Ketika hal itu dikatakan oleh orang-orang tertawan, maka ketiga orang petugas sandi itu sama sekali tidak terkejut.
Mereka memang sudah menduga, bahwa akhirnya mereka akan berhadapan dengan sekelompok orang yang
menganggap kekayaan mereka adalah segala-galanya.
Tetapi di luar dugaannya, tawanan yang tertua di antara mereka berkata, "Baiklah, Ki Sanak. Nampaknya aku memang sudah tidak mendapat kesempatan lain untuk mengurangi beban kesalahanku. Bukan terhadap kalian, bukan terhadap Ki Demang dan bukan terhadap Sultan di Pajang sekalipun, tetapi kepada Yang Maha Kuasa. Saat-saat maut mulai mengintip, maka aku mulai menyadari, bahwa aku harus http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempergunakan sisa-sisa hidup ini untuk mengurangi panasnya api neraka."
"Apa yang akan kau katakan?" bertanya salah seorang petugas sandi itu.
Jawabnya memang sangat mengejutkan, "Ki Sanak, di
samping orang-orang kaya yang memiliki kesenangan
mengumpulkan gadis-gadis untuk melepaskan nafsu mereka, ternyata ada orang-orang yang lebih terkutuk lagi. Orang-orang dari aliran sesat yang mempergunakan gadis-gadis untuk korban pemujaan mereka."
Tiba-tiba salah seorang petugas sandi telah mencengkam pundaknya sambil membentak keras, "Kau berkata
sebenarnya?"
"Ya," jawab orang itu yang justru telah menjadi tenang.
"Rasa-rasanya beban di dalam jantung ini telah aku letakkan.
Aku sudah mengatakannya."
"Dimana mereka bersarang?" bertanya petugas sandi itu.
"Mereka tentu sudah menyingkir dari sarang mereka seperti yang telah kami katakan," jawab orang itu.
"Tetapi kenapa mereka harus berhubungan dengan kalian"
Bukankah mereka dapat melakukannya sendiri, mengambil gadis-gadis dimana saja?" berkata petugas sandi itu.
"Mungkin demikian. Tetapi mereka memerlukan gadis-gadis yang khusus. Gadis-gadis dengan syarat tertentu, sehingga mereka kadang-kadang mendapat kesukaran untuk
mencarinya karena jumlah mereka memang tidak begitu banyak," jawab orang itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Agaknya hal itulah yang lebih menarik perhatian mereka daripada alasan yang pertama, yang memang sudah diduga sebelumnya.
Dalam pada itu, nampaknya para petugas sandi itu telah memusatkan perhatian mereka terutama pada kemungkinan yang kedua. Jika gadis-gadis itu jatuh ke tangan orang-orang kaya, betapapun menderita batin mereka, namun masih ada kemungkinan untuk menyelamatkan mereka. Tetapi jika gadis-gadis itu jatuh ke tangan orang-orang yang menganut aliran sesat, maka umurnya akan segera berakhir.
Dengan suara yang berat salah seorang petugas sandi itu bertanya, "Kau tahu, apa yang dilakukan oleh orang-orang sesat itu terhadap gadis-gadis yang dikehendakinya?"
"Mereka akan dijadikan korban. Agaknya umur mereka akan diakhiri di atas batu persembahan," jawab orang tua itu.
"Apakah syarat yang mereka kehendaki atas gadis-gadis itu?" bertanya petugas sandi itu.
"Gadis itu harus anak sulung. Ia tidak boleh mempunyai saudara perempuan di dalam keluarganya dan gadis itu harus gadis yang lengkap, tidak cacat lahiriah dan rohaniah, sedangkan umurnya tidak boleh kurang dari limabelas tahun dan tidak boleh lebih dari duapuluh tahun. Syarat itulah agaknya yang telah mendorong orang-orang sesat itu berhubungan dengan kami yang mempunyai jaringan lebih luas untuk mendapatkan gadis-gadis sebagaimana mereka kehendaki," berkata orang itu.
"Tetapi bukankah kau dapat menipunya" Kau dapat
menyerahkan perempuan yang manapun asal ujudnya masih pantas disebut berumur antara limabelas dan duapuluh tahun.
Apakah gadis itu anak sulung atau bukan, atau mempunyai http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudara perempuan atau tidak dan syarat-syarat yang lain,"
berkata petugas sandi itu.
Tetapi orang itu menggeleng. Katanya, "Tidak. Kami tidak dapat menipu mereka. Ketika pada suatu kali kami serahkan seorang gadis yang ternyata bukan anak sulung, orang-orang itu dapat mengetahuinya. Dan gadis itulah yang justru mendapat nasib lebih buruk lagi. Selain itu, maka kutukpun telah menimpa kawan kami yang mencoba menipu mereka itu.
Dua orang kawan kami tiba-tiba saja mati tanpa sebab.
Tubuhnya berbintik-bintik biru. Matanya merah dan lidahnya tergigit oleh gigi mereka sendiri."
"Sangat mengerikan," desis petugas sandi itu.
Namun seorang kawannya berkata, "Kita harus menemukan mereka dengan cepat. Di samping itu maka kita akan menelusuri jalur dari orang-orang kaya yang kehilangan pijakan kemanusiaannya itu."
"Tetapi Ki Sanak," berkata orang itu, "berhati-hatilah.
Mereka memiliki kekuatan yang tidak dapat diabaikan. Bahkan mungkin sebelum Ki Sanak bertindak, merekalah yang lebih dahulu justru datang kemari. Mereka tentu akan mengambil kami sebagaimana kami akan mengambil kedua orang kawan kami yang tertawan itu. Tetapi jika gagal, maka mereka tentu akan membunuh kami."
"Tetapi menurut kalian, bukankah jumlah mereka tidak banyak, terutama orang yang mengikuti aliran sesat itu?"
bertanya salah seorang di antara petugas sandi itu.
"Kadang-kadang dalam kepentingan yang khusus, mereka dapat bergabung. Orang-orang berilmu sesat tetapi berilmu sangat tinggi itu, dengan kawan-kawan kami, penjual gadis-http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gadis yang kami culik dari orang-orang padukuhan," jawab orang itu.
Para petugas sandi dari Pajang itu termangu-mangu.
Namun agaknya mereka dapat mempercayai keterangan orang itu, sehingga karena itu, maka salah seorang di antara mereka berkata, "Kita akan berbicara di antara kita."
Ki Demang nampaknya tanggap akan niat petugas sandi itu.
Karena itu, maka para tawanan itupun segera disingkirkannya.
Namun salah seorang petugas sandipun berkata, "Jaga mereka baik-baik. Bukan saja mereka mungkin melarikan diri.
Tetapi justru orang lain datang kepada mereka dan
membunuh mereka. Kita masih memerlukan mereka."
Demikianlah, maka orang-orang itupun telah dibawa justru masuk ke dalam bilik di dalam banjar agar tidak ada seorangpun yang akan dapat berbuat sesuatu atas mereka.
Bahkan para petugas sandipun telah memperingatkan, agar atap pun diawasi dengan baik.
"Tidak mustahil mereka membunuh kawan-kawannya
dengan menyibak atap," berkata salah seorang petugas sandi itu.
Dengan demikian maka pengawasan di sekitar banjar
itupun dilakukan dengan cermat sekali. Hampir di setiap langkah di seputar banjar itu berdiri seorang dengan senjata di tangan.
Dalam pada itu, para petugas sandi itupun telah berbicara dengan Ki Demang dan Ki Bekel. Namun Ki Bekel telah minta agar Ki Wiradadi dan dua orang anak muda yang telah membantu mereka ikut pula berbicara bersama mereka.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapakah kedua orang anak muda itu?" bertanya salah seorang petugas sandi.
"Kami belum mengenal mereka lebih banyak selain nama mereka. Yang seorang Manggada sedang yang lain Laksana.
Mereka bersaudara meskipun sepupu," jawab Ki Bekel.
"Apa yang dapat mereka lakukan?" bertanya petugas sandi itu.
Ki Bekelpun kemudian telah memanggil Ki Wiradadi dan mempersilahkannya untuk berceritera tentang kedua anak muda itu.
"Nampaknya keduanya akan dapat membantu kita," berkata Ki Wiradadi.
"Tetapi apakah keduanya benar-benar dapat dipercaya?"
bertanya petugas sandi itu.
"Aku percaya kepada mereka," sahut Ki Wiradadi.
"Apakah mereka tidak mempunyai pamrih yang
tersembunyi?" bertanya petugas sandi itu pula.
Ki Wiradadi menggeleng. Katanya, "Aku tidak melihat itu.
Entahlah jika aku tidak mampu menangkap gejolak perasaan mereka. Namun selama ini menurut pengamatanku, mereka cukup meyakinkan."
Petugas sandi itu termangu-mangu. Namun katanya
kemudian, "Mungkin mereka memang dapat dipercaya. Tetapi mereka masih terlalu muda untuk ikut berbicara bersama kita.
Biarlah mereka tidak usah berada di antara kita. Kita akan memberitahukan apa yang akan kita lakukan, dan membawa mereka bersama kita kelak."
Ki Wiradadi termangu-mangu. Namun katanya, "Mereka memang masih muda. Tetapi mereka mempunyai gagasan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mapan dan bahkan kadang-kadang tidak terpikirkan oleh yang tua-tua ini."
Para petugas sandi itu termangu-mangu sejenak. Namun seorang di antara mereka, yang nampaknya yang memimpin kelompok kecil itu berkata, "Biarlah mereka menunggu. Kita akan berbicara disini."
Ki Wiradadi tidak memaksakan keinginannya. Demikian pula Ki Bekel. Sehingga karena itu, maka Manggada dan Laksana tetap berada di luar.
Ternyata para petugas sandi dan para pemimpin
kademangan itu tidak akan mengambil sikap dengan tergesa-gesa. Berdasarkan keterangan dari orang-orang yang tertawan, maka mereka harus meyakinkan dahulu sasaran yang akan mereka tuju. Dengan keterangan yang masih akan mereka minta untuk dilengkapi, maka para petugas sandi itu lebih dahulu akan menyelidiki sekelompok orang yang beraliran sesat itu.
"Satu tugas yang berbahaya," berkata Ki Demang.
"Karena itu, biarlah hal ini kami lakukan sendiri. Apalagi anak-anak muda itu tidak boleh terlibat ke dalam tugas ini,"
berkata para petugas sandi. Lalu katanya kemudian, "Yang aku maksud dengan kami itupun akan berkembang. Kami akan minta bantuan dari pimpinan petugas sandi di Pajang untuk melakukan tugas ini."
"Jadi kami harus menunggu?" bertanya Ki Wiradadi.
"Ya," jawab petugas sandi itu.
"Tetapi sampai kapan?" bertanya Ki Wiradadi. "Aku juga harus menyelamatkan anakku."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku mengerti. Tetapi kerja ini harus berhasil baik. Bukan justru menambah korban," berkata petugas sandi itu.
Tetapi rasa-rasanya Ki Wiradadi tidak terlalu sabar untuk menunggu. Karena itu maka katanya, "Ki Sanak, kami akan sangat berterima kasih atas kesediaan para petugas dari Pajang langsung menangani persoalan ini. Tetapi aku harus menyelamatkan anakku secepat-cepatnya."
"Aku mengerti, Ki Wiradadi," berkata pemimpin dari petugas sandi itu. "Tetapi Ki Wiradadi juga harus dapat menahan diri.
Persoalannya bukan sekedar anak gadis Ki Wiradadi. Tetapi beberapa orang gadis yang bagi orang tua masing-masing akan bernilai sama dengan anak gadis Ki Wiradadi itu."
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Ia memang dapat mengerti dengan nalarnya. Tetapi rasa-rasanya jantungnya tidak lagi dapat diredakan.
Dalam pada itu, Manggada dan Laksana yang tidak ikut dalam pembicaraan itupun telah duduk di tangga pendapa banjar itu. Mereka masih melihat anak-anak muda. yang berjalan hilir-mudik. Bukan saja mereka yang bertugas, tetapi beberapa kelompok anak muda yang ingin mengetahui
perkembangan dari persoalan yang sedang mereka hadapi bersama-sama. Bahkan satu dua orang anak muda yang adiknya juga hilang dari keluarga mereka, merasa berhak ikut serta melakukan sesuatu untuk membebaskan adik-adiknya itu.
Tetapi tiba-tiba saja Laksana itupun berkata, "Buat apa sebenarnya kita masih saja disini" Mereka sama sekali tidak menganggap perlu atas kehadiran kita disini. Mereka telah berbicara tentang gadis-gadis yang hilang itu. Mereka merasa akan dapat menyelesaikan persoalan mereka."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya, "Baiklah kita menunggu."
"Buat apa?" bertanya Laksana. "Biar mereka mengurusi persoalan mereka. Kita sudah berusaha menolong mereka.
Tetapi mereka tidak memerlukan kita sama sekali."
"Mungkin kita akan dapat berbuat sesuatu," desis
Manggada. "Apa peduli kita atas mereka" Kita sudah berbuat baik menurut pengertian kita. Tetapi kita sama sekali tidak dipedulikan sama sekali dalam pembicaraan-pembicaraan selanjutnya. Aku tidak bermaksud untuk mendapatkan pujian atau dianggap sebagai seorang pahlawan dalam hal itu. Tetapi aku ingin berbuat lebih baik dari yang pernah kita lakukan.
Barangkali sekedar membantu mereka. Tetapi nampaknya mereka tidak memerlukan kita lagi. Bukankah telah ada orang lain yang lebih berarti dari kita?" berkata Laksana.
Tetapi Manggada berkata, "Jangan. Kita tidak memerlukan perhatian mereka. Kita akan menunggu. Jika pada suatu saat kita yakin bahwa kita memang tidak diperlukan, kita akan pergi. Tetapi pembicaraan itu masih berlangsung sehingga kita belum tahu apakah kesimpulan dari pembicaraan itu."
"Seharusnya mereka mengajak kita dalam pembicaraan itu," geram Laksana.
"Itu tidak perlu. Bagi kita, cukup menunggu kesimpulannya saja," berkata Manggada.
"Menunggu kesimpulannya saja" Kemudian mereka
memerintahkan kepada kita untuk melakukan sesuatu?"
bertanya Laksana.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan maksudku bahwa kita berada di bawah perintah mereka. Jika kesimpulan itu sudah diambil, barangkali ada yang sesuai bagi kita," berkata Manggada.
"Sesuai atau tidak, kita tidak bertanggung jawab," berkata Laksana sambil melemparkan pandangan matanya ke
kejauhan. "Memang tidak. Tetapi bukankah yang penting bagi kita, dengan melibatkan diri kita akan mendapatkan pengalaman"
Suatu kesempatan yang baik sekali. Kita mendapat
kesempatan untuk menjajagi kemampuan kita di antara mereka yang bergerak di dunia olah kanuragan dalam ruang gerak yang agak luas, tetapi kita tidak bertanggung jawab.
Kita hanya ikut-ikutan saja, sehingga kita tidak akan mendapat beban jiwani jika kita gagal," berkata Manggada.
Laksana termangu-mangu. Namun iapun kemudian
tersenyum sambil berkata, "Kau benar. Kita akan
mendapatkan pengalaman."
"Nah, bukankah pengalaman itu penting bagi kita?"
bertanya Manggada.
"Ya. Kita sudah merasakan. Dengan pengalaman yang
sedikit ini, maka kita dapat melihat kembali ke dalam ilmu kita.
Unsur-unsur yang pernah kita pelajari merupakan landasan dasar. Namun dalam benturan ilmu yang sebenarnya, maka unsur-unsur itu akan segera berkembang," berkata Laksana.
Manggada tersenyum. Sambil menepuk bahu Laksana ia berkata, "Nah, bukankah kita harus tinggal disini?"
Laksana mengangguk-angguk.
Beberapa saat lamanya keduanya masih harus menunggu.
Rasa-rasanya memang sudah lama sekali sehingga Laksana http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir menjadi jemu karenanya. Bahkan demikian pula anak-anak muda yang menunggu di halaman dan di luar regol halaman banjar itu.
Dua orang anak muda telah mendekati Manggada dan
Laksana. Seorang di antara mereka bertanya, "Apa saja yang dibicarakan di dalam?"
Manggadalah yang menjawab, "Mereka sedang menentukan langkah-langkah. Mungkin mereka masih mendengarkan keterangan para tawanan. Atau mereka sedang mengurai keadaan."
"Kenapa mereka tidak dengan cepat mengambil
kesimpulan, sehingga segera dapat berbuat sesuatu?" berkata anak muda itu. "Bahwa beberapa orang di antara mereka tertangkap, tentu akan membuat mereka melakukan langkah-langkah pengamanan."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Ternyata
anak-anak muda padukuhan itupun mampu berpikir tajam menanggapi keadaan. Namun bagaimanapun juga mereka memang harus menunggu.
Beberapa saat kemudian, maka beberapa orang yang ada di ruang dalam banjar itupun telah selesai berbicara. Para petugas sandi dari Pajang telah menentukan sikap. Dua di antara mereka akan langsung turun ke medan, sementara yang seorang akan membuat laporan-laporan dan menyiapkan tenaga yang cukup apabila diperlukan. Akan dibentuk satu pasukan kecil yang khusus menangani persoalan hilangnya gadis-gadis dari beberapa padukuhan.
Ketika kemudian anak-anak muda yang berada di halaman itu bergeser mendekati pendapa, maka Ki Demang telah maju pula dan berbicara kepada mereka.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Segala sesuatunya telah ditentukan," berkata Ki Demang.
"Sekarang kita dapat pulang ke rumah kita masing-masing.
Tetapi kita semuanya harus selalu bersiap. Setiap saat kita akan bertindak."
Namun tiba-tiba seorang separo baya bertanya, "Setiap saat bagaimana, Ki Demang" Persoalan yang gawat ini telah berlangsung beberapa saat. Jika kita masih menunggu, apakah kita akan dapat menolong anak-anak kita itu" Atau kita memang menunggu mereka menjadi debu" Anak gadisku telah hilang lebih dari sepuluh hari yang lalu. Sebelum gadis yang terakhir, anak Ki Wiradadi juga hilang beberapa lama kemudian."
"Kau benar," sahut Ki Demang. "Tetapi kita menghadapi kekuatan yang harus kita perhitungkan. Kita tidak dapat berbuat dengan tergesa-gesa. Kita harus menghitung langkah.
Seandainya kita akan bertindak sekarang, apa yang harus kita lakukan" Jika kita menyerang sarang mereka sebagaimana dikatakan para tawanan, maka sarang mereka itu tentu sudah kosong. Lalu kita harus berbuat apa?"
Laki-laki separo baya itu termangu-mangu. Yang dikatakan oleh Ki Demang itu memang benar. Tetapi rasa-rasanya menunggu dan menunggu itu terlalu menyiksanya.
Sementara itu, seorang laki-laki yang lain bertanya, "Lalu tindakan apa yang segera dapat diambil?"
"Percayakan itu kepada kami," berkata Ki Demang. "Sejak saat ini kita sudah berbuat sesuatu. Kami memang tidak menunggu sampai nanti atau apalagi besok. Tetapi langkah-langkah kami memakai perhitungan seutuhnya. Kita tidak ingin korban semakin banyak. Apalagi korban yang seharusnya tidak perlu terjadi."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak ada seorangpun yang bertanya lagi. Ketika Ki Demang kemudian memerintahkan mereka pulang, maka
seorang demi seorang telah meninggalkan halaman banjar itu, sehingga yang tinggal hanyalah mereka yang bertugas. Orang-orang padukuhan itu dan beberapa padukuhan yang lain yang pernah kehilangan anak gadisnya berusaha untuk percaya kepada keterangan Ki Demang yang selama memerintah memang mereka akui, telah berusaha berbuat apa saja bagi rakyatnya.
Namun seorang di antara orang-orang yang gelisah itu berkata, "Tetapi para pemimpin itu tidak mengatakan, langkah-langkah apakah yang akan mereka ambil?"
Kawannya yang lebih tua dan berpengalaman menjawab,
"Tentu telah dirahasiakan. Jika Ki Demang itu mengatakan kepada kita langkah-langkah yang akan diambilnya, maka banyak orang yang akan mendengar sehingga akhirnya orang yang akan dicari itupun mendengarnya pula."
Orang yang pertama itu mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti alasan yang diberikan oleh kawannya. Apalagi ketika kawannya itu berkata, "Yang harus kita lakukan adalah, bahwa kita harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang mungkin tidak kita duga sebelumnya."
"Ya," berkata orang yang pertama, "apapun dapat terjadi.
Tetapi kita tidak akan dapat tinggal diam jika anak-anak kita itu diambil seorang demi seorang."
Merekapun kemudian terdiam. Yang nampak hanyalah
ketegangan di wajah kedua orang itu.
Di banjar, Manggada dan Laksana masih duduk di
tempatnya. Di pendapa beberapa orang masih berbicara http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil berdiri. Namun akhirnya Ki Demang dan beberapa orang itupun telah minta diri.
Yang didengar oleh Manggada dan Laksana adalah
pernyataan salah seorang di antara mereka, "Kita jangan ketinggalan waktu. Banyak hal dapat terjadi. Kita harus berbuat hari ini juga."
Manggada dan Laksana menarik nafas dalam-dalam. Tetapi mereka sama sekali tidak berbuat apa-apa. Mereka hanya mengamati saja ketika para pemimpin yang kemudian
melangkah meninggalkan pendapa diikuti oleh Ki Bekel dan Ki Wiradadi.
Sejenak kemudian, maka Ki Bekel yang mengantar tamu-tamunya sampai ke regol telah kembali melintasi halaman.
Namun Ki Bekel dan Ki Wiradadi itu kemudian terhenti di tangga pendapa. Bahkan Ki Wiradadi itupun kemudian memanggil, "Marilah, anak-anak muda. Kita berbicara di dalam."
"Apakah kami perlu ikut berbicara?" jawab Laksana.
Dengan sikunya Manggada telah menggamit Laksana.
Bahkan Manggada itupun bangkit sambil menjawab, "Baiklah.
Kami akan menyertai setiap pembicaraan sepanjang kami diijinkan."
Ki Bekel itu memandang Ki Wiradadi sejenak. Namun
keduanya tidak mengatakan sesuatu.
Demikianlah, maka merekapun kemudian telah mengikuti Ki Bekel dan Ki Wiradadi ke ruang dalam.
Sejenak kemudian, mereka berempat telah duduk di ruang tengah banjar padukuhan. Tampaknya Ki Wiradadi tidak dapat terlalu sabar menunggu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu, maka katanya, "Ki Bekel, bukan berarti bahwa kita tidak percaya kepada para petugas sandi Pajang. Tetapi sebagai salah seorang dari orang tua anak-anak gadis yang hilang, apakah Ki Bekel membenarkan jika aku juga berbuat sesuatu untuk mencari anakku" Jika Ki Bekel
membenarkannya, aku akan minta pertolongan kedua anak muda ini untuk dapat ikut bersamaku. Meskipun mereka masih muda, tetapi agaknya mereka memiliki kemampuan tinggi, sehingga keduanya dapat benar-benar membantuku dalam kesulitan. Barangkali aku juga masih memerlukan beberapa orang lagi yang pada satu saat akan bergerak bersamaku."
Ki Bekel termangu-mangu. Ketika ia berpaling kepada kedua anak muda yang duduk di sebelah Ki Wiradadi, maka dilihatnya kedua anak muda itu menundukkan kepalanya.
Namun dari ujudnya serta apa yang telah dilakukannya, maka keduanya memang memiliki kelebihan dari anak-anak muda yang lain. Apalagi yang sebayanya.
"Ki Wiradadi," berkata Ki Bekel, "aku adalah seorang bebahu yang berada di bawah perintah Ki Demang. Karena itu, maka aku tidak akan dapat mengambil kebijaksanaan sendiri dalam satu persoalan apabila Ki Demang sudah mengambil kebijaksanaan lebih dahulu. Yang harus kulakukan adalah melaksanakan kebijaksanaan yang telah diambil oleh Ki Demang itu." Ki Bekel itupun berhenti sejenak, lalu, "Karena itu, maka aku sudah barang tentu tidak akan dapat menyetujui rencana Ki Wiradadi."
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya, "Bukankah aku tidak mengganggu apa yang telah diputuskan oleh Ki Demang" Jika aku melakukannya, adalah atas tanggung jawabku sendiri. Seandainya harus jatuh korban, maka aku tidak akan berkeberatan." Ki Wiradadi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itupun kemudian berpaling kepada Manggada dan Laksana.
"Bagaimana, anak-anak muda" Bersediakah kalian bersama kami mencari jejak hilangnya gadis-gadis itu tanpa mengganggu tugas para prajurit sandi dari Pajang" Biarlah mereka mengadakan penyelidikan. Sementara itu, kita juga melakukannya sendiri. Aku masih berharap bahwa anakku dan sukurlah seandainya beberapa orang gadis yang lain masih dapat kita selamatkan."
Manggada mengangguk-angguk kecil. Katanya, "Jika hal itu tidak dianggap melanggar paugeran Pajang, maka kami tidak akan berkeberatan."
"Tentu tidak. Jika para prajurit sandi itu menghendaki agar kita mempercayakan saja kepada mereka, maka agaknya agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. Atau, yang terselamatkan hanya satu dua orang gadis saja sehingga lainnya akan segera dilenyapkan oleh orang-orang yang menculik gadis-gadis itu untuk menghilangkan jejak," jawab Ki Wiradadi. Lalu, "Jika hal ini kita sadari sungguh-sungguh, maka kita akan menjadi sangat hati-hati, agar tidak terjadi hal seperti itu. Terutama usaha untuk menghilangkan jejak, karena dengan demikian beberapa orang gadis memang akan dapat menjadi korban."
"Tetapi jika hal itu terjadi," berkata Ki Bekel, "kita harus menyadari bahwa orang-orang yang telah menculik gadis-gadis itu tentu orang-orang yang tidak lagi mengenal perikemanusiaan. Baik mereka yang mengumpulkan gadis-gadis muda untuk kesenangan dan pemanjaan nafsu
rendahnya maupun mereka yang sampai saat ini masih saja menganut adat dan kepercayaan mengorbankan gadis yang dianggapnya masih bersih."
"Kita akan berusaha, Ki Bekel. Taruhannya adalah jiwa kami," jawab Ki Wiradadi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi sudah tentu bukan anak-anak muda ini. Mereka masih terlalu muda untuk mati, sebagaimana gadis-gadis yang hilang itu. Ki Wiradadi sebaiknya jangan mempertaruhkan jiwa anak-anak muda ini," berkata Ki Bekel.
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Ia mengerti keberatan Ki Bekel. Karena itu, iapun tertunduk diam.
Namun justru Manggadalah yang berkata, "Ki Bekel, kami memang berkeberatan jika kami harus mengorbankan nyawa kami untuk satu kepentingan yang kurang kupahami. Tetapi bukan berarti bahwa kami akan membiarkan saja kejahatan seperti ini berlangsung. Karena itu, maka kami berdua tidak berkeberatan membantu Ki Wiradadi. Kami akan berusaha melindungi nyawa kami. Namun bukankah segala sesuatunya ada di tangan Yang Maha Agung?"
Ki Bekel mengerutkan keningnya. Dengan nada rendah ia berkata, "Kalian masih muda. Tetapi cara berpikir dan bersikap kalian telah cukup dewasa. Seandainya aku tidak melihat ujud kalian, maka aku akan menyangka bahwa aku sedang
berbicara dengan Ki Wiradadi."
"Ah," desis Manggada, "kami hanya sekedar mengikuti perasaan kami."
Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya kepada Ki Wiradadi, "Ki Wiradadi, seperti yang kukatakan, sudah tentu aku tidak dapat menyetujui rencana Ki Wiradadi. Tetapi akupun menyadari bahwa sebaiknya aku tidak mencegahnya. Karena itu, segala sesuatunya terserah saja kepada Ki Wiradadi. Aku tidak tahu apa yang kau lakukan.
Aku tidak akan terlibat apapun yang akan terjadi."
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Itu sudah cukup, Ki Bekel. Aku mengucapkan terima kasih.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akupun berjanji untuk berbuat sebaik-baiknya bagi segala pihak. Aku sadar, bahwa aku tidak boleh sekadar
mementingkan diri sendiri."
"Silakan, Ki Wiradadi," berkata Ki Bekel. "Aku tidak tahu-menahu apa yang akan Ki Wiradadi lakukan."
"Kami mohon restu meskipun itu sekadar di dalam hati, karena aku tahu bahwa Ki Bekel tidak akan memberikannya secara lesan, yang akan berarti bahwa Ki Bekel menyetujui rencana kami," berkata Ki Wiradadi.
Ki Bekel menarik nafas dalam-dalam. Namun katanya, "Aku akan kembali. Para pengawal sudah tahu akan kewajiban untuk menjaga para tawanan itu."
Ki Wiradadi termangu-mangu. Hampir saja terucapkan untuk minta izin kepada Ki Bekel untuk menemui para tawanan. Tetapi Ki Wiradadi mengurungkannya. Ki Bekel tentu tidak akan mengizinkannya dengan resmi. Jika demikian, maka ia akan kehilangan kesempatan, karena ia tidak akan dapat melanggar keputusan Ki Bekel. Tetapi jika hal itu dilakukan diam-diam, maka Ki Bekel tidak akan pernah mengeluarkan pernyataan untuk melarangnya, sehingga ia masih mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan mereka bagaimanapun caranya.
Demikianlah, maka Ki Bekelpun kemudian meninggalkan banjar. Ia memang tidak memberikan pesan apapun kepada para pengawal. Juga tidak meninggalkan pesan yang melarang siapapun menemui para tawanan itu.
Karena itu, sepeninggal Ki Bekel, Ki Wiradadipun berbincang dengan Manggada dan Laksana untuk mengambil langkah-langkah yang lebih nyata.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita temui pemimpin kelompok yang mencegat perjalanan kita," berkata Ki Wiradadi.
"Bukankah orang itu terluka?" bertanya Laksana.


Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita tidak dapat mencari kesempatan lain jika mereka diambil oleh Ki Demang nanti atau besok," sahut Ki Wiradadi Kedua anak muda itu tidak menolak. Mereka bertiga
kemudian pergi ke bilik tahanan yang dijaga ketat para pengawal.
"Aku akan menemui mereka," berkata Ki Wiradadi.
Pemimpin pengawal memang menjadi ragu-ragu. Bahkan iapun bertanya, "Apakah kalian sudah mendapat izin dari Ki Bekel?"
Ki Wiradadi mengerutkan kening. Ia bertanya, "Apakah Ki Bekel pernah berpesan kepadamu bahwa aku tidak boleh menemuinya?"
Pemimpin pengawal itu termangu-mangu. Namun kemudian ia menggeleng. Katanya, "Tidak."
"Nah, jika demikian aku akan menemui mereka. Kaupun tahu, siapakah yang telah berhasil menangkap mereka dan membawanya kemari?" berkata Ki Wiradadi.
Pemimpin pengawal yang bertugas itu termangu-mangu.
Namun ternyata bahwa ia tidak mencegah ketika Ki Wiradadi dan kedua anak muda itu masuk ke dalam bilik tahanan.
Orang-orang yang tertawan itu memandangi mereka penuh curiga. Orang-orang itu adalah orang-orang yang telah bertempur dan menangkap mereka. Karena itu, sikapnya dapat berbeda dengan sikap Ki Demang dan para bebahu yang lain.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnyalah Ki Wiradadi memang memberi kesan kepada orang-orang itu, bahwa ia dapat bertindak kasar. Ketika seorang di antara para tawanan itu tidak bergeser dari tempatnya duduk ketika Ki Wiradadi lewat, maka dengan kakinya Ki Wiradadi mendorong orang itu sehingga jatuh terlentang.
"Minggir," bentak Ki Wiradadi. "Aku tidak akan berbicara dengan kau. Aku akan berbicara dengan pemimpinmu."
Orang itu sama sekali tidak berani memandang wajah Ki Wiradadi. Namun kawannyalah yang menyahut, "Pemimpinku baru sakit."
"Persetan," geram Ki Wiradadi. "Aku sudah tahu. Tetapi aku harus berbicara sebelum aku kehilangan kesempatan."
Orang-orang di bilik itu sama sekali tidak berani
mencegahnya. Mereka tahu kemampuan ketiga orang itu, sehingga karena itu, maka orang-orang itu hanyalah saling berdiam diri dan saling berpandangan.
Ki Wiradadipun kemudian mendekati pemimpin kelompok yang terluka itu. Dengan geram ia berkata, "Kau tidak boleh cengeng dan merajuk. Lukamu tidak seberapa. Karena itu kau harus menjawab pertanyaanku."
Pemimpin kelompok yang terluka agak parah itu memang menjadi berdebar-debar. Orang-orang itu akan dapat berbuat apa saja atas dirinya, sementara lukanya masih saja terasa sakit. Apalagi jika orang-orang itu mulai menyentuhnya.
Karena itu, maka agaknya orang itu memang tidak
mempunyai pilihan lain. Ia harus menjawab setiap pertanyaan jika ia dapat melakukannya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata Ki Wiradadi itu bertanya, "Ki Sanak, yang lebih menarik perhatian adalah gadis-gadis yang dikorbankan oleh orang-orang sesat itu. Mungkin anakku akan dapat
digolongkan di antara gadis-gadis yang barangkali memenuhi atau hampir memenuhi syarat itu. Atau seandainya tidak, kalian dapat berbohong meskipun kalian pernah
menyanggahnya. Apakah Ki Sanak tahu, di mana gadis-gadis itu harus diserahkan" Jangan membuat darahku mendidih dengan jawaban-jawaban cengengmu."
Pemimpin kelompok yang terluka itu berdesah. Rasa-
rasanya tangan Ki Wiradadi telah meraba tubuhnya.
Dengan suara bergetar orang itu menjawab, "Tidak ada gunanya aku mengatakannya. Mereka tentu sudah
menyingkir."
Suara Ki Wiradadi menjadi lebih keras, "Aku tidak peduli apakah mereka menyingkir atau tidak menyingkir. Tetapi dimana kau sering menyerahkan gadis-gadis itu" Baik kepada pedagang gadis-gadis yang dijual kepada orang-orang yang tidak beradab karena nafsunya yang mencekik kesadaran kemanusiaannya, maupun mereka yang tidak beradab karena mengorbankan gadis-gadis untuk persembahan ilmu sesat."
Pemimpin kelompok itu termangu-mangu. Namun Ki
Wiradadi benar-benar telah menepuk bahunya. Perlahan-lahan saja. Namun rasa-rasanya jari-jari Ki Wiradadi itu sudah siap menusuk luka-luka di tubuhnya.
Akhirnya pemimpin kelompok itu tidak merasa perlu lagi untuk berbohong. Agaknya ia tidak mempunyai pilihan lain.
Karena itu, maka iapun telah menceriterakan, kemana gadis-gadis itu telah dibawa. "Sekelompok orang telah menunggu di padukuhan terpencil di pinggir Kali Pepe. Mereka dibawa http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan pedati ke tempat yang tidak kami ketahui. Kami hanya tahu arahnya meskipun kami tidak tahu kemana."
"Mereka dibawa ke arah mana?" bertanya Ki Wiradadi.
"Menelusuri Kali Pepe," jawab orang itu.
"Bukankah Kali Pepe bermata air di kaki Gunung Merbabu?"
bertanya Ki Wiradadi dengan kening berkerut.
"Ya, meskipun masih agak jauh," jawab orang itu.
"Mereka tentu gadis-gadis yang diperjual-belikan di antara orang-orang kaya yang tidak beradab. Tetapi apakah kau tahu tentang gadis-gadis yang akan dikorbankan itu?" bertanya Ki Wiradadi pula.
"Kami menyerahkan mereka di tempat yang agak jauh,"
jawab orang itu.
"Dimana, cepat katakan," Ki Wiradadi mulai membentak.
Tangannya mulai mencekam kulit pemimpin kelompok yang menjadi semakin cemas itu. "Kau tentu tahu, anakku telah dibawa kemana."
Pemimpin kelompok itu mulai mengerang. Tulang-tulangnya mulai merasa sakit karena cengkeraman Ki Wiradadi, meskipun tidak pada lukanya. Jika Ki Wiradadi itu ingat bahwa tubuhnya terluka, maka luka itu akan dapat dimanfaatkannya.
Karena itu, pemimpin kelompok itu tidak menunggu
tubuhnya menjadi sangat kesakitan. Apalagi ia sadar, bahwa akhirnya ia akan berbicara juga karena orang-orang padukuhan itu akan dapat berbuat apa saja atas mereka.
"Cepat, katakan," bentak Ki Wiradadi.
"Yang aku tahu, gadis terakhir itu memang dibawa ke Hutan Jatimalang," jawab orang itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah di Hutan Jatimalang ada tempat untuk
mengorbankan gadis-gadis, alas persembahan atau apa?"
bertanya Ki Wiradadi.
Orang itu menggeleng. Katanya, "Aku tidak tahu. Tetapi aku kira, korban itu tidak diserahkan di Hutan Jatimalang."
"Dimana?" desak Ki Wiradadi yang jantungnya menjadi bergejolak.
Tetapi adalah tidak diduganya sama sekali bahwa
Manggada, anak muda itu berkata kepada pemimpin kelompok yang tertawan itu, "Kesempatanmu tinggal sedikit. Selagi kau masih hidup, kau akan dapat mengurangi kesalahanmu. Tetapi jika kau sudah mati, hal itu tidak akan dapat kau lakukan lagi."
Pemimpin kelompok itu memandang Manggada dengan
wajah yang tegang. Namun Manggada tidak
menghiraukannya. Ia masih berkata selanjutnya, "Ki Sanak, kau batasi pengertian hidupmu dengan hidup kewadagan. Kau sama sekali tidak mau serba sedikit memikirkan hidup yang lain. Kehidupan yang kekal tanpa batas."
Orang itu termangu-mangu. Sementara Manggada berkata pula, "Jika kau mau, kau dapat mengurangi kesulitan di hari-hari yang abadi. Agaknya waktumu memang tinggal sedikit."
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Satu cara yang sangat baik untuk memaksa seseorang berbicara. Anak muda, bagiku pengertian seperti itu sudah lama terkubur bersama pengertianku tentang baik dan buruk."
"Setiap orang telah mengerti, bahwa orang-orang seperti kalian ini telah melemparkan nilai-nilai kehidupan yang sebenarnya, karena kalian telah diperbudak oleh nilai-nilai yang sebenarnya tidak berarti. Nilai-nilai duniawi yang diwarnai oleh dentang keping-keping uang, karena kau http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengira dengan uang segala-galanya dapat dicapai. Tetapi kau tahu, bahwa uang itu tidak dapat membebaskanmu sekarang. Juga kawan-kawanmu. Uang itu tidak akan
membangunkan kawan-kawanmu yang telah mati, yang telah mulai menjalani hidup langgengnya. Kau dapat
membayangkan, kehidupan yang bagaimanakah yang akan mereka jalani itu. Padahal kehidupan itu tidak akan dibatasi oleh waktu. Kau tidak akan dapat membeli suatu bentuk kehidupan langgeng dengan uang yang dengan susah payah kau kumpulkan. Bahkan dengan mengorbankan martabat kemanusiaanmu," berkata Manggada.
Orang itu termangu-mangu sejenak. Bahkan Ki Wiradadipun menarik nafas dalam-dalam. Mula-mula ia akan
mempergunakan kekerasan untuk memaksa orang itu
berbicara. Namun akhirnya ia menunggu, apa yang akan dikatakannya kemudian.
Orang yang terluka itu menunduk dalam-dalam. Dengan nada rendah ia berkata, "Aku juga mempunyai seorang anak laki-laki sebaya dengan kau, anak muda. Tetapi seperti aku, mata batinnya telah tertutup rapat-rapat, sehingga ia tidak dapat melihat apapun selain kepentingan diri sendiri. Tetapi itu bukan salahnya. Ia memang hidup dalam dunia seperti itu."
"Mungkin masih ada kesempatan lain buat anakmu.
Sekarang, apakah kau akan mengurangi beban penderitaanmu di masa langgeng, atau justru kau ingin menambahinya dengan penderitaan di saat menjelang hari terakhirmu" Jika selama hidupmu kau mendambakan kesenangan dengan
berusaha mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan cara apapun juga, maka di saat kematianmu sama sekali tidak tercermin akan hasil usahamu itu. Bahkan mayatmu akan dilemparkan begitu saja ke lubang kubur tanpa upacara besar-besaran sebagaimana seorang yang kaya raya," berkata http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada. "Namun demikian, betapa nistanya kematianmu, kau masih mempunyai harapan untuk satu kehidupan yang baik di masa kekal."
"Sudahlah, anak muda," berkata orang itu. "Kau telah menimbulkan persoalan tersendiri di dalam dadaku."
"Sekarang terserah kepadamu. Tetapi jika kau dapat membantu menemukan anak gadis Ki Wiradadi, maka kau sudah berusaha mengurangi kepahitan langgeng itu," berkata Manggada.
Orang itu ragu-ragu. Namun tiba-tiba kawannya yang lemah berkata tersendat, "Ki Sanak, biarlah aku dibunuh oleh kawan-kawanku. Tetapi kata-katamu mempengaruhi
perasaanku. Dengarlah, gadis-gadis itu dari Hutan Jatimalang telah dibawa ke kaki Gunung Kelut."
"Kaki Gunung Kelut?" wajah Ki Wiradadi menjadi tegang.
"Ya. Tetapi kami tidak tahu, di manakah penyerahan korban itu dilakukan. Tetapi menurut pendengaran kami, mereka memerlukan seorang gadis di setiap bulan purnama. Mereka harus mengorbankan sampai batas tertentu sebelum mereka berhasil mencapai sesuatu," berkata orang itu.
Ki Wiradadi menggeram. Namun orang itu justru nampak ragu-ragu.
"Katakan. Atau kau takut kepada pemimpin kelompokmu ini" Jika ia menghukummu karena ia menganggap kau
berkhianat, maka hukuman yang akan diterimanya adalah sepuluh kali lipat," berkata Ki Wiradadi.
Tetapi pemimpin kelompok itu menggeleng. Katanya, "Aku tidak akan menyalahkannya. Seandainya ia tidak
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengatakannya, maka aku sudah berniat untuk mengatakan.
Ternyata bahwa pendapat anak muda itu telah mempengaruhi perasaanku. Agaknya orang itu juga terpengaruh oleh pendapat anak muda itu sehingga ia merasa bahwa bebannya akan menjadi lebih ringan."
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Hampir saja ia menjadi semakin kasar.
Manggadalah yang kemudian berkata, "Katakan, apa yang kau ketahui kemudian."
"Tidak ada lagi yang aku ketahui. Tidak seorangpun yang mengetahui selain orang-orang mereka, di manakah letak korban itu mereka serahkan. Kamipun tidak tahu cara apakah yang mereka pergunakan untuk menyerahkan korban itu.
Apakah mereka dibunuh atau diserahkan kepada seseorang atau diumpankan kepada seekor binatang," berkata orang itu.
Ki Wiradadi menggeram. Hampir tanpa dapat menguasai dirinya ia bertanya, "Sejak anakku hilang, apakah bulan pernah purnama?"
Orang yang telah menceritakan apa yang diketahuinya itu termangu-mangu. Namun tiba-tiba Ki Wiradadi yang menjadi sangat cemas itu meloncat menerkam orang itu. Sambil mengguncang tubuhnya yang lemah Ki Wiradadi membentak,
"Katakan, apakah sejak anakku hilang, bulan pernah purnama?"
Orang itu menjadi bingung. Karena itu, maka ia tidak segera dapat menjawab.
Manggadalah yang kemudian berkata, "Kita harus segera berbuat sesuatu. Ternyata gadis-gadis itu dibawa ke dua arah yang berbeda. Juga kepentingannya yang berbeda."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Wiradadi tiba-tiba saja tubuhnya merasa bergetar.
Bahkan ia hampir tidak dapat menguasainya dirinya oleh kegelisahan dan kecemasan.
Sementara itu Laksanapun berkata, "Kita harus berusaha menelusuri jalan yang pernah mereka tempuh, setidak-tidaknya sampai ke Hutan Jatimalang. Kemudian kita harus berusaha menemukan arah perjalanan yang cukup panjang sampai ke kaki Gunung Kelut. Satu perjalanan panjang. Kita harus benar-benar siap lahir dan batin."
Manggada mengangguk-angguk. Katanya, "Perjalanan kita pulang memang tertunda. Tetapi aku kira perjalanan ini akan berarti bagi kita. Meskipun kita harus menyadari, bahwa kemungkinan paling buruk dapat terjadi."
Laksana mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian
mendekati orang yang lemah itu sambil berkata, "Tunjukkan kepadaku, ancar-ancar untuk sampai ke tempat itu."
Bahkan bukan saja orang itulah yang telah memberikan ancar-ancar, tetapi pemimpin kelompok yang terluka itupun telah ikut pula memberi tahu, sadar atau tidak sadar.
"Terima kasih," berkata Laksana kemudian. "Kita akan melacak orang-orang berilmu sesat itu. Tetapi kalian tidak boleh mengatakannya kepada siapapun juga. Bahkan kepada Ki Demang atau siapapun yang memeriksa kalian, tentang rencana kami. Jika rencana kami menyelamatkan gadis itu gagal, akan sia-sialah usaha kalian, mengurangi panasnya api yang akan membakar hidup kalian yang kekal mendatang."
Para tawanan itu mengangguk-angguk. Justru pemimpin kelompok yang tertawan itulah yang menyahut, "Kami berjanji. Mudah-mudahan kalian dapat berhasil."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, maka kedua anak muda itu bersama Ki
Wiradadi telah meninggalkan para tawanan itu. Mereka kembali memasuki ruang dalam banjar. Untuk beberapa saat mereka berbincang.
"Sebaiknya kita tidak membawa orang lain," berkata Manggada.
Ki Wiradadi termangu-mangu. Namun katanya, "Apakah kita akan mampu mengatasi kesulitan yang dapat timbul dalam perjalanan kita" Jika kita mempunyai kawan lebih banyak, maka kita akan menjadi semakin kuat."
"Tetapi perjalanan kita tentu akan lebih mudah dikenali.
Semakin banyak orang yang terlibat, maka akan semakin cepat kehadiran kita diketahui oleh orang-orang yang beraliran sesat itu," berkata Manggada.
"Bukankah kita belum mengenal kekuatan mereka?"
bertanya Ki Wiradadi. "Jika jumlah mereka tidak terlawan, maka itu akan berarti bahwa kita akan terperosok ke dalam kesulitan yang lebih dalam."
"Memang mungkin sekali. Tetapi bagaimana jika perjalanan kita merupakan usaha penyelidikan lebih dahulu sebelum kita mengambil langkah-langkah. Justru karena kita belum tahu, seberapa besar kekuatan yang akan kita hadapi. Jika sekiranya kita memang tidak akan mampu mengatasinya, maka kita akan membuat perhitungan lain," berkata Manggada.
"Apakah kita tidak akan terlambat?" bertanya Ki Wiradadi.
"Memang banyak kemungkinan dapat terjadi, Ki Wiradadi,"
sahut Laksana. "Tetapi kita memang harus berhati-hati.
Seandainya kita membawa terlalu banyak kawan, maka selain akan mempermudah pengenalan mereka terhadap kita, juga http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum tentu bahwa kita akan dapat mengimbangi kekuatan mereka, karena kita memang belum mengetahuinya."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Tetapi kemudian katanya,
"Jika demikian kita harus dengan segera berangkat ke Hutan Jatimalang sesuai dengan petunjuk orang-orang yang tertawan itu. Kemudian kita harus segera membuat rencana yang lebih terperinci."
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Hampir di
luar sadarnya Laksana berkata, "Kita berangkat besok. Hari ini kita akan mempersiapkan senjata-senjata yang kita perlukan."
"Senjata apa?" bertanya Ki Wiradadi.
"Dalam tugas seperti ini, akan lebih berarti bagi kita jika kita mempergunakan senjata-senjata lontar yang kecil," jawab Laksana. "Tetapi aku tidak tahu, apakah Ki Wiradadi sering mempergunakannya atau tidak."
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Aku mengenal senjata sejenis itu. Tetapi aku tidak memilikinya meskipun ada beberapa buah paser di rumah."
"Pisau-pisau kecil?" bertanya Laksana.
"Juga tidak ada," jawab Ki Wiradadi. "Aku hanya
mempunyai satu dua."
Laksana mengangguk-angguk. Namun ia masih bertanya,
"Apakah Ki Wiradadi tidak tahu, di manakah kita dapat mencari senjata semacam itu" Apakah Ki Wiradadi tidak mempunyai satu atau dua orang kenalan yang mampu
membuat senjata-senjata kecil seperti itu?"
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Sambil merenung ia
berkata, "Mungkin ada. Aku mengenal seorang yang dapat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat pisau-pisau terbang sebagaimana kau maksud. Juga jenis senjata-senjata kecil yang lain."
"Kita pergi ke rumah orang itu, Ki Wiradadi," sahut Laksana.
"Tetapi kita harus memberikan kesan, bahwa kita tidak akan segera mempergunakannya. Orang itu tidak boleh menjadi curiga bahwa kita membeli banyak senjata kecil untuk kita pergunakan di hari berikutnya."
"Aku mengerti," berkata Ki Wiradadi. Namun iapun
kemudian berkata, "Tetapi aku tidak terbiasa mempergunakan senjata seperti itu."
"Kalau kita bertempur dengan banyak lawan, senjata seperti itu akan sangat berguna," jawab Laksana.
"Mungkin aku harus melatih diri. Tetapi waktu kita terlalu sempit untuk itu," berkata Ki Wiradadi.
"Sebaiknya kita lihat dahulu senjata-senjata itu. Apakah kebetulan ada persediaan atau tidak. Jika ada, hari ini Ki Wiradadi akan berlatih. Mungkin juga malam nanti sampai menjelang pagi," berkata Laksana.
Demikianlah, maka ketiga orang itupun kemudian telah meninggalkan banjar. Seperti dikatakan oleh Ki Wiradadi, maka mereka pergi ke rumah seorang kenalan Ki Wiradadi yang terbiasa membuat senjata-senjata jenis kecil seperti itu.
Orang itu memang bertanya kepada Ki Wiradadi, "Bukan kebiasaan Ki Wiradadi mengambil senjata-senjata kecil dari aku. Bahkan baru kali ini."
"Aku pernah melakukannya," jawab Ki Wiradadi.
"Tetapi sudah tentu bukan sesungguhnya," jawab orang itu.
"Beberapa contoh senjata itu tidak berarti apa-apa. Tetapi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampaknya Ki Wiradadi benar-benar akan mengambil
seperangkat senjata jenis kecil itu."
Ki Wiradadi tertawa. Katanya, "Bukan untuk aku. Tetapi Ki Sanak, bagaimana jika seperangkat senjata kecil ternyata mendapatkan pasaran di satu tempat. Apakah dengan
demikian setiap pesanan aku akan mendapat bagian?"
"O," orang itu tertawa pula. Katanya, "Tentu. Tentu. Aku tidak akan melupakan Ki Wiradadi. Jika yang dimaksudkan Ki Wiradadi senjata-senjata jenis kecil itu akan menjadi barang dagangan, maka aku akan mempersilahkan Ki Wiradadi membawa saja setiap jenis seperangkat."
Ki Wiradadi tertawa. Katanya, "Kami akan membelinya.
Kami sendiri akan memiliki sementara mungkin kami dapat menawarkan kepada orang lain."
Orang itu mengangguk-angguk. Katanya, "Aku percaya. Ki Wiradadi tentu mempunyai hubungan yang luas dengan orang-orang yang bergerak di bidang olah kanuragan."
Demikianlah, maka Manggada, Laksana dan Ki Wiradadi sendiri memang membeli seperangkat senjata-senjata kecil itu dari jenis pisau belati yang kecil-kecil. Namun Manggada dan Laksana juga membeli sepasang pisau belati yang panjang.
Karena itu, ketika mereka meninggalkan tempat itu, maka Manggada, Laksana dan Ki Wiradadi telah mengenakan ikat pinggang yang penuh dengan pisau-pisau belati kecil mengelilingi lambung. Kemudian di sebelah-menyebelah tergantung dua buah pisau belati panjang yang dapat dipergunakannya sebagai pedang.
Dari tempat itu, ketiganya telah singgah di rumah seorang pembuat busur yang baik. Manggada dan Laksana ternyata memerlukan masing-masing sebuah busur, endong tempat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak panah yang khusus digantungkan di punggung, tidak di lambung.
"Apakah demikian banyak kita membawa senjata?"
bertanya Ki Wiradadi.
"Kita akan menjadi pemburu di Hutan Jatimalang.
Seandainya tiba-tiba saja kita bertemu dengan mereka, maka mereka akan menyangka bahwa kita sedang berburu," jawab Manggada.
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Ia sendiri sudah
mempunyai sebuah busur yang baik dan sejumlah anak panah serta endongnya yang juga dibelinya di tempat itu beberapa waktu yang lalu. Tetapi ia benar-benar mempergunakannya untuk berburu.
Dalam pada itu, di sisa hari yang ada, Ki Wiradadi telah belajar mempergunakan senjata-senjata kecil. Sebagai seorang yang memiliki ilmu kanuragan, maka ia tidak terlalu banyak mengalami kesulitan karena pada dasarnya ia telah mampu mempergunakan. Namun bukan menjadi kebiasaan.
Tetapi sesuai dengan pertimbangan kedua anak muda itu, maka senjata-senjata kecil itu ternyata memang dirasa perlu.
Apalagi jika mereka harus melawan sekelompok orang dalam jumlah yang besar.
Dari Manggada dan Laksanalah, Ki Wiradadi belajar
bagaimana mereka harus mampu menghadapi lawan dalam jumlah yang besar. Bagaimana mereka harus menghindar dan menyerang dengan mempergunakan senjata-senjata kecil itu.
Ketika malam menjadi larut maka merekapun berhenti berlatih. Sambil tersenyum Ki Wiradadi berkata, "Ternyata Angger berdua memiliki sesuatu yang sangat berharga bagiku.
Meskipun Angger berdua belum mempunyai pengalaman yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cukup luas, namun bekal yang kalian bawa dari perguruan kalian terlalu banyak dibandingkan dengan pengalamanku yang terhitung cukup panjang."
"Bukan apa-apa, Ki Wiradadi. Dorongan untuk mendapatkan pengalaman telah melibatkan kami dalam beberapa hal yang sebenarnya memang tidak perlu kami campuri. Tetapi kini persoalannya sudah lain. Kami tidak sekedar ingin
mendapatkan pengalaman, karena persoalan gadis-gadis yang hilang itu bukan sekedar persoalan-persoalan kecil yang dapat dimanfaatkan. Namun persoalan itu adalah persoalan yang bersungguh-sungguh karena telah melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, maka kami telah melibatkan diri dengan penuh rasa tanggung jawab," jawab Manggada.
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Katanya, "Setiap kali aku hanya dapat mengucapkan terima kasih, karena aku tidak mempunyai cara lain untuk menyatakannya."
"Sudahlah," berkata Manggada. "Setiap orang mempunyai kewajiban serupa itu. Yang kami lakukan juga sekedar memenuhi kewajiban."
Di sisa malam itu, maka ketiganya sempat beristirahat untuk beberapa saat. Pagi-pagi benar mereka sudah siap untuk berangkat ke Hutan Jatimalang dengan berjalan kaki.
Mereka akan memasuki satu lingkungan yang belum pernah mereka datangi. Tetapi mereka sudah mempunyai bekal keterangan dari orang-orang yang telah mereka tahan.
Dalam perjalanan menuju ke Hutan Jatimalang, maka
ketiga orang itu berusaha untuk menyesuaikan keterangan orang-orang yang mereka tahan dengan kenyataan yang mereka hadapi. Ternyata bahwa orang-orang itu tidak berbohong.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun demikian Ki Wiradadi berkata, "Tetapi siapa tahu, bahwa setelah memasuki Hutan Jatimalang, justru kita masuk ke dalam perangkap."
"Banyak kemungkinan dapat terjadi. Tetapi kita harus berhati-hati," desis Manggada.
"Mungkin kita perlu mengambil jalan lain untuk memasuki hutan itu," berkata Laksana.
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Ternyata pikiran anak-anak muda itu cukup cermat, sehingga bersama mereka, Ki Wiradadi merasa cukup mantap.
Demikianlah, maka perjalanan mereka menyelusuri bulak-bulak panjang kadang-kadang memang menarik perhatian.
Yang paling nampak pada mereka adalah busur yang besar melintang di punggung, di atas endong yang juga tersangkut di punggung.
Tetapi para petani di sawah memang sudah menduga,
bahwa mereka adalah sekelompok kecil pemburu yang akan berburu binatang buas. Namun demikian, arah perjalanan ketiga orang itulah yang menimbulkan persoalan kepada mereka. Arah perjalanan ketiga orang itu adalah menuju ke Hutan Jatimalang.
Orang-orang yang serba sedikit mengetahui tentang hutan itu, menganggap bahwa hutan itu adalah hutan yang sangat wingit. Jalma mara jalma mati, setiap orang yang berani memasuki hutan itu tidak akan dapat keluar lagi dengan selamat.
Seorang petani tua yang sedang beristirahat di bawah sebatang pohon yang rindang, duduk di atas sebuah batu yang agak besar, di sebelah isterinya yang mengirim makanan baginya, berhenti meneguk air dingin dari gendinya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dipandanginya ketiga orang yang lewat dengan panah menjalang di punggung itu. Bahkan orang tua itu tidak dapat menahan keinginannya untuk mengetahui kemana ketiga orang itu pergi, telah bertanya, "Ki Sanak, ke manakah kalian akan berburu?"
Ki Wiradadilah yang menjawab, "Ke Hutan Jatimalang, Kek.
Aku dengar di hutan itu banyak terdapat binatang buas yang belum pernah atau jarang sekali diburu oleh pemburu yang manapun."
"Benar," jawab orang tua itu. "Tidak ada seorang
pemburupun yang berani memasuki hutan itu, Ki Sanak.
Nampaknya menjadi kewajiban kami untuk memberikan
peringatan kepada siapapun juga yang ingin memasuki hutan itu."
"Kenapa, Kek?" bertanya Ki Wiradadi.
"Justru terlalu banyak binatang buasnya," jawab orang tua itu. "Apalagi jika kalian menyeberangi rawa-rawa yang terdapat di hutan itu. Rawa-rawa itu penuh dengan buaya yang tidak kalah buasnya dengan seekor harimau kumbang.
Ular-ular raksasa yang bergayutan di pepohonan. Bukankah Ki Sanak tahu, bahwa ular-ular raksasa sering bergayutan?"
"Tahu, Kek. Kami adalah pemburu-pemburu
berpengalaman. Ular-ular raksasa biasanya berpegangan pada sebatang dahan dengan ekor dan tajinya. Kemudian
kepalanyalah yang terayun-ayun siap menangkap
mangsanya," jawab Ki Wiradadi. "Tetapi di sekitar tempat itu tentu telah terdapat isyarat sehingga kami akan cepat mengenali lingkungan, apakah ada ular raksasa yang sedang lapar atau tidak. Selain isyarat itu, kelengangan hutan, apabila angin membantu, bau ular yang tajam itu akan cepat kita http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketahui pula. Karena itu, maka angin ikut pula menentukan keberhasilan dari seorang pemburu."
Orang tua itu mengangguk-angguk. Katanya, "Rupanya kalian adalah pemburu yang, berpengalaman. Tetapi kami tetap menganjurkan agar kalian membatalkan niat kalian untuk berburu ke Hutan Jatimalang. Bukankah begitu, Nek?"
Isterinya mengangguk-angguk. Tetapi agaknya ia kurang mengerti apa yang dikatakan oleh suaminya.
Ki Wiradadilah yang kemudian berkata, "Terima kasih atas peringatan kakek dan nenek. Tetapi kami ingin mencoba melihat kenapa hutan itu dianggap hutan yang sangat berbahaya bagi para pemburu."
"Berhati-hatilah, Ki Sanak," berkata orang tua itu. "Kami sudah mencoba untuk memperingatkan kalian."
"Doakan saja kami selamat, Kek," sahut Ki Wiradadi.
Kakek itu termangu-mangu. Namun akhirnya justru ia berdiri termangu-mangu. Rasa-rasanya ada sesuatu yang ingin dikatakannya kepada ketiga orang yang akan pergi ke Hutan Jatimalang itu. Namun nampak kebimbangan di sorot
matanya. Ki Wiradadi melihat kesan itu, sehingga iapun berkata,
"Kakek, apakah masih ada yang ingin Kakek katakan?"
Orang tua itu masih saja termangu-mangu. Sekali-sekali ia berpaling kepada isterinya yang juga sudah tua. Namun kemudian katanya, "Ki Sanak, bukan saja Hutan Jatimalang itu gawat bukan buatan. Tetapi Ki Sanak juga akan melewati satu lingkungan yang mulai terasa gawat sebelum memasuki Hutan Jatimalang itu. Dua padukuhan lagi Ki Sanak akan sampai pada perbatasan antara kademangan ini dengan kademangan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelah. Di kademangan sebelah Ki Sanak masih akan melihat suasana yang tidak jauh berbeda dengan kademangan ini dan kademangan-kademangan yang lain. Tetapi karena
kademangan itu berbatasan dengan sebuah lingkungan yang agak berbeda dengan lingkungan yang lain, maka
kademangan itupun telah menunjukkan gejala-gejala yang barangkali tidak terdapat di kademangan yang lain, termasuk kademangan ini."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Katanya, "Terima kasih atas semua keterangan Kakek. Kami memang belum pernah memasuki lingkungan Hutan Jatimalang. Tetapi kami adalah pemburu-pemburu yang pernah menjelajahi hutan-hutan yang paling gawat di tanah ini. Mudah-mudahan Jatimalang bukan hutan yang terakhir kami masuki."
"Mudah-mudahan kalian selamat, Ki Sanak," berkata kakek tua itu.
"Terima kasih, Kek. Kamipun berharap bahwa kademangan ini lambat laun tidak dijalari gejala-gejala aneh seperti kademangan sebelah yang berbatasan dengan lingkungan yang tidak sewajarnya itu," berkata Ki Wiradadi yang kemudian katanya pula, "Baiklah, kami minta diri untuk melanjutkan perjalanan. Pesan Kakek kami perhatikan dengan sungguh-sungguh."
"Jalan ini adalah jalan yang terbaik kalian tempuh," berkata kakek tua itu. "Meskipun jalan ini akan melalui beberapa padukuhan yang aku sebutkan memiliki kebiasaan aneh di kademangan seberang dari kademangan berikut."
Ki Wiradadi termangu-mangu. Namun iapun bertanya,
"Apakah ada jalan lain?"
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada beberapa jalan lain. Tetapi tidak lebih jalan setapak yang kadang-kadang sulit dilalui. Licin, berbatu-batu dan ada yang harus melalui daerah rawa-rawa. Meskipun di rawa-rawa yang dangkal itu tidak terdapat buaya, tetapi di rawa-rawa itu terdapat berjenis-jenis ular yang lebih berbahaya dari ular-ular raksasa yang seakan-akan telah memberikan isyarat
sebelumnya. Di rawa-rawa itu terdapat ular-ular air yang kecil tetapi bisanya dapat membunuh seseorang dalam waktu yang pendek," jawab kakek itu.
"Terima kasih, Kek," jawab Ki Wiradadi sambil melangkah.
Katanya pula, "Mudah-mudahan kita bertemu pula. Jika aku mendapat banyak binatang buruan, aku akan memberimu seekor."
Kakek tua itu tertawa. Katanya, "Berapa ekor kalian ingin mendapatkan binatang buruan" Berapa hari kalian ingin berburu" Jika kau mendapatkan seekor binatang buruan, tetapi kalian masih berusaha mendapatkan yang lain di hari berikutnya, maka binatang buruanmu yang pertama sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi."
Ki Wiradadi mengerutkan keningnya. Tetapi iapun kemudian tersenyum sambil berkata, "Kek, jika kami berburu binatang buas dan binatang yang lain, bukan dagingnya yang ingin kami ambil. Tetapi kulitnya. Dan kami dapat mengambil kulitnya di medan perburuan."
Orang tua itu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
berbicara lagi. Dipandanginya saja ketiga orang yang menyandang busur di punggungnya itu berjalan semakin lama semakin jauh. Demikian pula isterinya yang berdiri pula di sampingnya.
"Mudah-mudahan orang itu selamat," berkata kakek itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tidak mengatakan bahwa di hutan itu banyak
berkeliaran hantu penghisap darah?" berkata isterinya.
"Mereka tentu tidak akan percaya. Bagi mereka, yang disebut hantu penghisap darah itu adalah binatang-binatang buas," sahut kakek tua itu.
"Mudah-mudahan mereka selamat," desis nenek itu.
Namun sejenak kemudian, keduanya telah kembali duduk di atas batu yang agak besar itu untuk makan dan minum setelah kakek tua itu bekerja di sawah mereka.
Sementara itu, Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana berjalan semakin lama semakin jauh. Masih ada padukuhan yang harus mereka lewati. Kemudian sebuah kademangan sebelum
mereka memasuki sebuah kademangan yang mempunyai
kebiasaan yang agak lain.
Ternyata bahwa keterangan orang tua itu sesuai dengan keterangan tawanan yang telah mereka tangkap dan yang agaknya merasa menyesali atas semua perbuatan mereka.
"Kita memang harus berhati-hati," berkata Ki Wiradadi Manggada mengangguk-angguk. Bagaimanapun juga,
hatinya mulai berdebar-debar. Sebagai seorang anak muda yang baru keluar dari sebuah penempaan diri, maka
pengalamannya memang masih jauh dari cukup untuk
menghadapi persoalan-persoalan yang agaknya cukup berat.
Sementara Laksana menundukkan kepalanya. Iapun sedang memikirkan tugas yang sedang mereka bebankan di bahunya sendiri.
"Bagaimana menurut pendapat kalian, apakah kita akan memilih jalan ini atau mengambil jalan lain?" bertanya Ki Wiradadi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berpaling kepada Laksana, "Bagaimana pendapatmu?"
Laksana menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dengan nada dalam ia berkata, "Aku tidak tahu, jalan yang manakah yang sebaiknya kita tempuh. Jika kita terperosok ke rawa-rawa, maka seperti dikatakan oleh kakek tua itu, mungkin kaki kita akan dipatuk ular. Dengan demikian, maka kita harus bersiap-siap dengan obat penawar bisa."
"Jadi menurut pendapatku, kita akan menempuh jalan ini sampai pada suatu saat kita memutuskan untuk mengambil jalan lain. Sebelum memasuki Hutan Jatimalang, maka jalan akan menjadi sempit dan sulit. Aku kira, jalan-jalan yang lainpun akan seperti itu pula. Sehingga kita tidak akan dapat memilih. Pilihan kita tinggal arah dan pertimbangan-pertimbangan lain," berkata Ki Wiradadi.
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk.
Bagaimanapun juga mereka harus mengakui, bahwa Ki
Wiradadi adalah seorang yang memiliki pengalaman yang luas, sehingga perhitungannya pun tentu lebih masak dari mereka berdua, meskipun bekal mereka lebih banyak.
Tetapi mereka memang harus berhati-hati jika mereka memasuki kademangan yang disebutkan sebagai satu
lingkungan yang tidak wajar, di sebelah kademangan berikutnya.
"Menurut para tawanan, orang-orang di kademangan itu selalu mencurigai orang yang datang ke tempat mereka,"
berkata Manggada.
"Bukankah sesuai dengan ceritera kakek tua itu?" desis Laksana.
Manggada mengangguk-angguk.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dalam pada itu, ketika mereka bertemu dua orang petani yang pulang dari sawahnya, ternyata mereka telah mendapat peringatan serupa dengan pesan kakek tua itu.
Nampaknya orang-orang kademangan itu termasuk orang-orang yang tidak ingin melihat orang lain mengalami kesulitan di tujuan mereka.
Tetapi seperti kepada kakek tua itu, Ki Wiradadi menjawab,
"Terima kasih, Ki Sanak. Kami akan berhati-hati."
Demikianlah, ketiga orang itu telah meneruskan perjalanan mereka. Sejenak kemudian mereka telah meninggalkan kademangan yang satu, memasuki kademangan yang lain.
Kademangan itu masih merupakan kademangan yang tidak jauh berbeda dengan kademangan sebelumnya, meskipun pengaruh dari kehidupan yang aneh di kademangan
berikutnya sudah mulai terasa.
Di bulak-bulak panjang, mereka memang masih bertemu dengan beberapa orang petani. Bahkan satu dua masih bertanya dengan wajar dan bahkan sempat memberi
peringatan pula. Namun semakin jauh mereka memasuki kademangan itu, maka terasa tanggapan orang-orangnya agak berbeda.
"Pengaruh kehidupan di kademangan sebelah mulai terasa,"
berkata Ki Wiradadi.
Sebenarnyalah ketika mereka bertiga berjalan di sebuah padukuhan, maka orang-orang padukuhan itu memandangi mereka dengan curiga. Tidak seperti padukuhan-padukuhan sebelumnya, apalagi di kademangan sebelah, kademangan yang baru saja mereka lewati. Meskipun penghuninya kadang-kadang memang bersikap acuh dan yang lain memperhatikan dengan cara yang berlebih-lebihan, namun tidak dengan penuh kecurigaan.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa orang dengan serta-merta telah berloncatan memasuki pintu-pintu regol halaman. Namun terasa oleh ketiga orang yang lewat itu, bahwa mereka sedang mengintip dari balik pintu regol.
Semakin jauh mereka memasuki kademangan itu, maka
kecurigaan itu terasa menjadi semakin besar, sehingga akhirnya mereka melintasi satu batas antara dua kademangan yang ditandai dengan sebuah tugu baru. Tugu baru yang dipasang di pinggir sebuah sungai kecil yang menjadi batas antara kedua kademangan itu.
"Kita memasuki sebuah kademangan yang aneh," berkata Ki Wiradadi. "Karena itu kita harus berhati-hati."
"Ya," jawab Manggada. "Justru lewat tengah hari."
"Apakah kita akan langsung memasuki Hutan Jatimalang hari ini juga?" bertanya Laksana.
"Aku kira tidak mungkin," sahut Ki Wiradadi. "Jika kita langsung memasuki Hutan Jatimalang, maka kita akan memasukinya menjelang malam. Kita akan banyak mengalami kesulitan karena kita belum mengenal lingkungan itu."
"Jadi kita harus bermalam di luar hutan itu. Besok pagi-pagi kita baru memasukinya," berkata Manggada.
"Ya. Kita bermalam di luar hutan itu," desis Ki Wiradadi.
Lalu, "Bukankah tidak ada persoalan?"
"Tidak," jawab Manggada dan Laksana hampir berbareng.
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Katanya, "Bagus. Kita memang dapat bermalam dimana-mana."
Demikianlah, ketiga orang itupun kemudian telah berjalan memasuki lingkungan yang memang terasa aneh. Seorang petani yang bekerja di kejauhan, tiba-tiba saja telah bergeser http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke balik gerumbul atau tanaman atau apapun yang dapat dipakai untuk membayangi dirinya dari penglihatan orang-orang yang sedang lewat itu.
Namun dengan demikian, maka ketiga orang itu justru ingin melewati padukuhan. Apakah yang kira-kira akan diperbuat oleh orang-orang padukuhan itu.
"Kita tidak usah mengambil jalan simpang," berkata Ki Wiradadi. "Lewat jalan ini kita tentu akan sampai juga di sebuah padukuhan. Namun kita memang harus berhati-hati."
"Di padukuhan yang terakhir, kita akan minta ijin untuk tidur di banjar. Sudah tentu di padukuhan itu tidak ada penginapan."
"Tetapi kita akan sampai di padukuhan terakhir sebelum matahari mendekati punggung bukit. Masih terlalu siang untuk minta menumpang bermalam," sahut Manggada.
"Kita berhenti di bulak panjang di seberang padukuhan itu.
Atau bulak sebelum padukuhan terakhir sehingga senja. Baru kita memasuki padukuhan itu untuk minta kesempatan menginap di banjar," berkata Laksana.
Manggada mengangguk-angguk. Katanya, "Akal yang baik.
Tetapi seandainya kita harus bermalam dimanapun, kita tidak akan mengalami kesulitan. Kita sudah membiasakan diri tidur di bawah selimut langit."
Laksana mengangguk-angguk. Namun sambil tersenyum ia berkata, "Kita memang dapat tidur dimana saja. Tetapi jika aku boleh memilih tidur di bawah sebatang randu alas dan tidur di banjar padukuhan, aku masih juga memilih tidur di banjar padukuhan betapapun anehnya padukuhan itu."
"Jika tidak boleh memilih?" bertanya Manggada.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa boleh buat," jawab Laksana.
Manggadapun tersenyum pula. Katanya, "lebih baik kita tidak memilih. Dimanapun kita harus tidur, maka kita akan tidur."
Laksana tidak menjawab, meskipun ia tersenyum juga.
Sejenak kemudian, maka Manggadapun berdesis, "Kita akan memasuki sebuah padukuhan."
Ketiga orang itupun kemudian telah bersiap-siap untuk memasuki sebuah padukuhan. Mereka menyadari, bahwa mereka akan memasuki daerah yang penuh dengan perasaan curiga, prasangka dan dugaan-dugaan yang tidak sewajarnya, sebagaimana dikatakan oleh petani tua suami istri itu, serta beberapa orang yang lain. Sesuai pula dengan cerita orang-orang yang telah mereka tawan.
Sebenarnyalah bahwa ketika mereka sampai ke regol
padukuhan, maka rasa-rasanya suasana itu telah mereka temui. Dua orang anak yang sedang bermain-main di dekat regol, segera berlari masuk ke dalam padukuhan.
Manggada dan Laksana hanya berpandangan sejenak.
Namun keduanya tidak mengatakan sesuatu. Sementara Ki Wiradadi berjalan di paling depan.
Beberapa saat kemudian, mereka telah memasuki
padukuhan itu. Seperti yang telah mereka perhitungkan sebelumnya, maka orang-orang padukuhan itupun telah masuk ke halaman dan menutup pintu regol. Tetapi tidak terlalu rapat, beberapa orang telah mengintip dari balik pintu regol itu. Demikian ketiga orang itu lewat, maka beberapa orang telah turun lagi ke jalan memperhatikan ketiga orang yang berjalan menjauhi mereka itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana memang menjadi jengkel. Tetapi Ki Wiradadipun berkata, "Kita harus dapat menjaga diri dan mengekang diri. Mungkin mereka tidak berbuat sesuatu.
Mereka mencurigai setiap orang yang memasuki
padukuhannya justru karena ketakutan."
"Memang mungkin," berkata Manggada. "Jika kita dapat menunjukkan kepada mereka, bahwa kita tidak akan berbuat sesuatu yang dapat merugikan mereka, maka aku kira mereka tidak akan bersembunyi lagi selagi kita lewat."
"Apa yang dapat kita lakukan?" berkata Laksana. "Membagi uang atau berbuat apa saja?"
Manggada menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Memang sulit. Tetapi kita dapat mencoba menemui bekel dari padukuhan ini. Kita akan berbicara dengan mereka. Mungkin Ki Bekel mempunyai pandangan yang lebih luas dari para penghuni yang lain."
"Tetapi kepada siapa kita bertanya tentang rumah Ki Bekel?" desis Laksana.
Ki Wiradadi yang mendengar percakapan ini kemudian menyahut, "Kita akan berjalan terus lewat jalan induk padukuhan ini. Biasanya rumah seorang pemimpin padukuhan itu terletak di jalur jalan induk."
"Tidak selalu," berkata Manggada.
"Memang tidak selalu. Tetapi kebanyakan," jawab Ki Wiradadi.
Kedua anak muda itu mengangguk-angguk. Kebanyakan
rumah seorang bekel memang terletak di tepi jalan induk.
Demikian pula banjar padukuhan biasanya memang terletak di pinggir jalan induk pula.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa lama mereka berjalan, maka mereka menjadi semakin dalam memasuki padukuhan itu. Namun mereka belum melihat rumah yang pantas disebut rumah seorang bekel.
Namun akhirnya mereka sampai ke sebuah rumah yang
mempunyai pekarangan yang luas. Dinding halamannya nampak lebih rapi dan regol halamannyapun lebih bersih.
"Kita akan singgah di rumah ini, siapapun yang
memilikinya," berkata Ki Wiradadi.
Manggada dan Laksana sependapat. Karena itu, maka
merekapun berhenti di depan regol halaman rumah itu, meskipun hati mereka menjadi berdebar-debar.
Perlahan-lahan Ki Wiradadi mendorong pintu regol halaman yang ternyata tidak diselarak.
Ternyata halaman rumah itu nampak sepi. Namun
ketajaman penglihatan ketiganya sempat melihat dua orang yang justru menghilang di saat pintu regol halaman terbuka.
"Berhati-hatilah," desis Ki Wiradadi.
Manggada dan Laksanapun kemudian berjalan di sebelah-menyebelah, Ki Wiradadi agak di belakang. Dengan tajam mereka mengamati sudut-sudut halaman rumah itu. Namun agaknya halaman rumah itu memang sepi.
Ki Wiradadi bersama kedua orang anak muda itu telah berhenti di muka pendapa rumah yang lebih besar dari rumah-rumah yang lain itu, yang mereka sangka adalah rumah Ki Bekel di padukuhan itu.
Karena tidak seorangpun yang menerima mereka, maka, Ki Wiradadipun mulai memberikan salam.
Tetapi tidak ada yang menjawab.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana yang menjadi jengkel kemudian berkata, "Apakah kita harus mengetuk pintu pringgitan atau memukul
kentongan?"
Ki Wiradadi memang juga menjadi bingung. Tetapi mereka yakin bahwa penghuni rumah itu telah melihat kehadiran mereka.
Karena itu, maka Ki Wiradadipun telah mendekati
kentongan yang tergantung di sudut pendapa. Mengambil pemukulnya yang terselip di lubang kentongan itu.
"Aku tidak peduli," desis Ki Wiradadi.
Iapun kemudian telah memukul kentongan itu dalam irama yang datar. Namun tidak terlalu keras.
Sekali ia memukul kentongan itu, ternyata tidak ada tanggapan apapun juga. Namun Ki Wiradadi tidak mau berhenti. Ia telah memukul berulang kali. Semakin lama semakin keras.
Namun akhirnya Ki Wiradadi berhenti memukul. Ia
menyadari bahwa meskipun dengan sembunyi-sembunyi, namun beberapa orang telah bertebaran di halaman rumah yang nampaknya sepi itu.
Ternyata Manggada dan Laksanapun melihat pula beberapa sosok bayangan yang bergerak-gerak.
Ki Wiradadi yang sudah tidak memukul kentongan itu lagi, telah bersama-sama dengan Manggada dan Laksana berdiri di tengah-tengah halaman. Mereka tinggal menunggu orang-orang yang bersembunyi di balik tanaman, di belakang seketheng dan di sisi bangunan induk rumah yang cukup besar itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata beberapa saat kemudian, pintu pringgitan rumah itu terbuka. Beberapa orang keluar dari pintu pringgitan itu.
Seorang berumur separo baya diiringi tiga orang bertubuh tinggi kekar.
Dua di antaranya berkumis tebal, sedangkan yang seorang lagi agak lebih muda dari yang lain. Tidak berkumis. Wajahnya nampak bersih. Namun sorot matanya yang tajam, serta pandangannya yang mencengkam, menunjukkan betapa keras watak orang itu.
Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana berdiri termangu-mangu di halaman. Memang terasa betapa kecurigaan
mencengkam orang-orang yang ada di halaman rumah itu, sebagaimana orang-orang seisi padukuhan itu.
Orang yang dikawal oleh tiga orang bertubuh tinggi tegap itupun kemudian berdiri di bibir pendapa. Dipandanginya Ki Wiradadi dan kedua orang anak muda yang menyertainya.
Tanpa basa-basi orang itu bertanya, "Apa maksud kalian memasuki halaman rumahku, Ki Sanak?"
Ki Wiradadi maju selangkah. Kemudian iapun menjawab,
"Kami adalah pemburu-pemburu yang belum pernah
memasuki Hutan Jatimalang. Beberapa orang petani yang aku jumpai di sawah memberitahukan kepada kami, bahwa Hutan Jatimalang adalah hutan yang banyak menyimpan binatang buruan, sehingga jika kami memasuki hutan itu, maka kami tentu akan berhasil dengan baik. Kami akan mendapat banyak binatang buruan yang dapat kami ambil kulitnya dan dijual ke kota atau ditukar dengan barang-barang lain yang mahal harganya."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Omong kosong," geram orang itu tiba-tiba. "Siapa yang mengatakannya?"
"Aku belum mengenalnya. Aku hanya bertemu dengan
mereka di sawah. Tiga orang telah memberikan keterangan yang sama kepadaku," berkata Ki Wiradadi.
"Bohong," berkata orang itu. Lalu katanya, "Hutan itu memang menyimpan binatang buas yang banyak. Tetapi juga binatang berbisa. Bahkan aku menganjurkan kepada Ki Sanak untuk tidak berburu di Hutan Jatimalang."
Ki Wiradadi termangu-mangu. Namun kemudian ia telah bertanya, "Maaf, Ki Sanak. Supaya aku tidak keliru menanggapi pendapat Ki Sanak, siapakah Ki Sanak ini?"
"Aku jagabaya dari kademangan ini," jawab orang itu.
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Katanya, "Ternyata kami salah duga."
"Apa yang salah?" bertanya orang yang ternyata Ki
Jagabaya itu. "Aku kira aku berhadapan dengan Ki Bekel padukuhan ini,"
jawab Ki Wiradadi.
"Rumah Ki Bekel ada di sebelah, selang tiga rumah dari rumah ini," jawab Ki Jagabaya.
"Jadi, bagaimana pendapat Ki Jagabaya tentang hutan itu?"
bertanya Ki Wiradadi kemudian.
"Pergilah ke tempat lain," berkata Ki Jagabaya.
"Aku adalah pemburu yang telah menjelajahi hutan dan pegunungan Rasa-rasanya kami telah didorong oleh satu keinginan yang sulit dicegah untuk memasuki Hutan
Jatimalang yang menurut pendengaran kami terdapat banyak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
binatang buasnya. Kami adalah pemburu yang telah mendapat pesanan berbagai macam kulit binatang buas itu," berkata Ki Wiradadi.
Tetapi Ki Jagabaya itu berkata, "Ki Sanak akan mendapat banyak kesulitan. Sebaiknya Ki Sanak mengurungkan niat kalian untuk memasuki Hutan Jatimalang, dan secepatnya meninggalkan padukuhan ini."
"Kenapa?" bertanya Ki Wiradadi.
"Sudah aku katakan, di hutan itu terdapat banyak sekali binatang berbisa yang tidak dapat kalian lawan dengan busur dan anak panah. Ular, laba-laba biru, kumbang bercincin perak, bahkan beberapa jenis tumbuh-tumbuhan berbisa akan dapat membunuh Ki Sanak bertiga. Laba-laba biru dan kumbang bercincin perak biasanya tidak kalah tajam dari ular bandotan yang berkeliaran di setiap jengkal tanah. Sedangkan di rawa-rawa, di samping ular air yang tidak kalah tajam bisanya, terdapat buaya-buaya dari dua jenis. Di rawa-rawa yang dangkal, terdapat buaya-buaya kerdil tetapi rakusnya melampaui ulat, liar dan sangat buas. Sedangkan di rawa-rawa yang dalam, terdapat buaya-buaya raksasa yang tidak terlawan," berkata Ki Jagabaya.
Tetapi adalah di luar dugaan Ki Jagabaya, Ki Wiradadi justru berkata dengan wajah cerah, "Menarik sekali. Buaya-buaya kerdil adalah jenis binatang langka yang justru dicari. Kulitnya akan dapat menjadi perhiasan yang sangat mahal. Sedangkan buaya-buaya raksasapun akan sangat laku di kota-kota besar.
Kulit buaya yang tidak cacat akan dapat ditukar dengan seekor kuda yang tegar, jika kita dapat mengolahnya dan berhasil baik."
Wajah Ki Jagabaya menjadi tegang. Katanya, "Kalian sudah disesatkan oleh ketamakan kalian mendapatkan uang yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak atas hasil buruan kalian. Betapapun banyaknya bahan yang ada dalam hutan itu untuk kalian jadikan uang, tetapi jika kalian tidak dapat keluar lagi dari hutan itu, maka semuanya tidak akan berarti apa-apa."
Tetapi Ki Wiradadi tertawa. Katanya, "Sudah lebih dari duapuluh tahun aku berkeliaran di segala jenis hutan. Kedua orang anakku ini, meskipun masih sangat muda, tetapi juga sudah berpengalaman antara lain dua dan tiga tahun."
"Jika kalian tidak ingin mendengar pendapatku, kenapa kalian singgah di rumahku" Untuk apa?" bertanya Ki Jagabaya.
"Kami sekedar ingin memberitahukan kehadiran kami,"
jawab Ki Wiradadi, "agar yang bertanggung jawab atas padukuhan ini mengetahui, bahwa kami bertiga datang untuk berburu ke hutan yang barangkali termasuk lingkungannya.
Karena aku mengira bahwa rumah ini adalah rumah Ki Bekel, maka aku telah masuk. Namun agaknya akupun tidak keliru, karena rumah ini ternyata justru rumah Ki Jagabaya bukan saja dari padukuhan ini, tetapi dari kademangan ini."
Ki Jagabaya termangu-mangu sejenak. Namun agaknya ada sesuatu yang tersimpan di dalam dadanya.
Sementara itu Ki Wiradadi berkata selanjutnya, "Ki Jagabaya, aku mengucapkan terima kasih atas peringatan yang telah Ki Jagabaya berikan. Tetapi sayang, bahwa kami benar-benar berniat untuk pergi ke hutan itu."
Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Namun tiba-tiba saja ia berkata, "Naiklah. Duduklah. Mungkin Ki Sanak memerlukan penjelasan lebih banyak."
Ki Wiradadi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian bertiga, bersama Manggada dan Laksana, maka iapun telah http://ebook-dewikz.com/
Persekutuan Pedang Sakti 2 Anak Harimau Karya Siau Siau Pendekar Sejagat 3
^