Pencarian

Menjenguk Cakrawala 5

Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja Bagian 5


Ketiga orang itu menengadahkan wajahnya hampir
berbareng. Matahari memang sudah menjadi semakin rendah.
Beberapa saat mereka berjalan. Mereka memanjat tebing, tak lama kemudian meniti jalan-jalan sempit yang menurun.
Meloncati bebatuan, dan sekali-sekali meluncur berpegangan rumput-rumput liar, sehingga mereka tiba di sebuah lembah yang diapit oleh lereng yang ditumbuhi berbagai macam pepohonan besar dan kecil. Seakan-akan mereka memasuki lembah hijau subur, jauh berbeda dengan tanah-tanah gersang yang baru saja mereka lewati.
Suara gerojogan itu semakin dekat. Akhirnya mereka sampai ke lingkungan yang basah, seperti rawa dangkal.
"Itulah gerojogan itu," berkata Ki Ajar Pangukan.
Gerojogan itu cukup tinggi. Air dari parit yang tadi mereka seberangi, meluncur dari atas tebing dan jatuh ke lembah.
Kemudian mengalir menelusuri lembah itu dan hilang ke dalam rimbunnya pepohonan di lembah itu.
"Marilah," berkata Ki Ajar Pangukan. "Aku persilahkan kalian singgah di padepokanku."
Ketiga orang itu mengerutkan keningnya. Namun sambil tertawa Ki Ajar berkata, "Padepokan menurut pengertianku.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang agak lain dari padepokan menurut pengertian orang lain."
Keempat orang itu kemudian memanjat kembali lereng lembah itu. Kemudian berbelok di belakang pepohonan.
Ternyata terdapat sebuah dataran yang tidak terlalu luas. Di atas dataran yang nampaknya sengaja dibuat itu, terdapat sebuah rumah kecil, beratap ilalang.
"Inilah padepokanku," berkata Ki Ajar sambil tertawa.
Ketiga orang yang mengikutinya mengangguk-angguk.
Hampir di luar sadarnya, Ki Wiradadi bertanya, "Ki Ajar tinggal seorang diri di sini?"
"Ya. Seorang diri," jawab Ki Ajar. Namun kemudian
katanya, "Tetapi aku dikawani oleh seorang pembantuku.
Seorang yang bertubuh cacat. Agak bongkok dengan kaki yang sedikit timpang. Ia adalah orang yang setia dan baik.
Setiap pagi ia mengambil air dari gerojogan itu, dan kemudian menyediakan minum dan makanku. Mencari kayu bakar dan menyapu halaman."
Ketiga orang itu mengangguk-angguk. Namun sementara itu, Ki Ajarpun telah mempersilahkan ketiga tamunya memasuki halaman yang memang nampak bersih.
"Duduklah."
Ki Ajar telah membawa tamunya duduk di serambi, di sebuah amben bambu yang panjang. Sementara Ki Ajar sendiri langsung masuk ke dalam rumahnya.
Untuk beberapa saat lamanya, ketiga orang itu duduk sambil mengamati keadaan di sekelilingnya. Suara gerojogan masih terdengar. Hanya kadang-kadang angin berubah arah, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga suaranya menjadi lemah. Tetapi sering terdengar gerojogan itu menjadi begitu dekat.
Halaman rumah Ki Ajar nampak bersih, meski tanpa
tanaman hias. Agak jauh dari rumah, terdapat kebun pisang yang agak luas. Di belakang kebun itu, terdapat rumpun bambu lebat.
Agaknya kebun di belakang rumah Ki Ajar itu berhubungan langsung dengan hutan yang tumbuh memanjang di sekitar gerojogan. Hutan yang tidak terlalu luas, namun agaknya cukup lebat. Bahkan masih ada beberapa batang pohon raksasa bertebaran.
Ketiga orang itu tertarik pada beberapa jenis burung yang ada di sekitar rumah itu. Burung yang kicaunya seakan-akan mendekatkan ketiga orang itu pada alam. Suara angin, gerojogan, burung berkicau, dan suara kera, pelengkap suasana tenang padepokan itu.
Namun ketiganya terkejut ketika tiba-tiba saja sepasang harimau memasuki halaman itu. Keduanya berjalan begitu tenang, seakan-akan mereka sudah terbiasa berada di tempat itu. Namun sepasang harimau itu terkejut ketika melihat tiga orang berada di serambi rumah itu. Dengan cepat, ketiga orang itu meraih busurnya dan memasang anak panah.
Tetapi sesaat kemudian terdengar suara Ki Ajar, "Keduanya adalah harimau yang jinak. Keduanya tidak pernah
mengganggu aku. Karena itu, akupun tidak mengganggu mereka. Si Bongkok telah memelihara harimau itu sejak masih muda."
Ketiga orang itu menarik nafas dalam-dalam. Ki Ajar yang keluar dari dalam rumahnya langsung turun ke halaman.
Kedua ekor harimau itu memandanginya. Mereka
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menundukkan kepala ketika Ki Ajar kemudian membelai tengkuk keduanya.
"Pergi saja ke kebun. Kau mengejutkan tamu-tamuku,"
berkata Ki Ajar.
Tetapi Manggada berkata, "Jika kedua harimau itu tidak berbahaya, biar saja keduanya berada di halaman, Ki Ajar."
Ki Ajar tersenyum. Ditepuknya harimau itu. Seakan-akan mengetahui maksud orang tua itu, keduanyapun kemudian berjalan perlahan-lahan ke luar halaman dan hilang di dalam semak-semak.
Ketika Ki Ajar kemudian duduk bersama mereka, ia berkata,
"Maaf, aku sedang menghidupkan api di perapian. Aku sedang merebus air. Si Bongkok nampaknya baru keluar."
"Ki Ajar tidak usah terlalu repot," berkata Ki Wiradadi.
"Aku mempersilahkan kalian singgah. Karena itu, aku harus menyediakan suguhan bagi kalian, meski hanya air," jawab Ki Ajar yang kemudian berdiri dan masuk lagi ke dalam rumahnya untuk melihat apakah api di perapian tidak padam.
Ketika Ki Ajar duduk kembali di serambi, ia berkata,
"Tempat ini cukup tersembunyi. Panembahan Lebdagati tidak akan dapat mengetahui kehadiran orang lain di sebelah Hutan Jatimalang, di lereng gunung ini. Dari tempat ini aku sudah cukup lama mengamati apa yang dilakukan oleh Sang
Panembahan."
"Apakah Ki Ajar sudah mendapatkan kesimpulan?" bertanya Ki Wiradadi.
"Belum kesimpulan akhir," berkata Ki Ajar. "Tetapi yang terang, Panembahan Lebdagati menganut aliran kepercayaan sesat. Bahkan kadang-kadang tidak dapat disebut sebagai http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang waras. Ia memang mengorbankan gadis-gadis untuk menemukan inti kekuatan bumi. Nampaknya Lebdagati percaya, bahwa dengan lakunya yang sesat itu ia akan menemukan kekuatan menjadi orang tak terkalahkan. Bukan saja kemampuan ilmunya, tetapi juga pusakanya.
Panembahan itu memiliki sebilah keris besar, yang pada tiap bulan purnama harus dicuci dengan darah seorang gadis.
Dengan demikian, kepercayaannya yang sesat itu telah membuatnya setiap kali mengorbankan nyawa gadis-gadis yang diambilnya dari balik Hutan Jatimalang."
"Dan Ki Ajar tidak berusaha mencegahnya?" bertanya Laksana.
"Bagaimana aku dapat mencegahnya?" sahut Ki Ajar. "Jika aku mendekati induk padepokannya, itu berarti aku akan membunuh diri."
"Jika hal itu telah Ki Ajar yakini, kenapa Ki Ajar tidak melaporkannya ke Pajang" Jika Pajang mengirimkan pasukan segelar sepapan, maka betapapun kuatnya pertahanan Panembahan Lebdagati, padepokannya tentu akan dapat dihancurkan," berkata Laksana.
Ki Ajar tersenyum. Katanya, "Tidak mudah untuk
meyakinkan Pajang, bahwa hal seperti ini terjadi balik Hutan Jatimalang."
"Tetapi pada peristiwa terakhir, hilangnya anak perempuan Ki Wiradadi, persoalannya telah dilaporkan kepada prajurit Pajang. Beberapa orang petugas sandi sedang berusaha memecahkan persoalannya. Bagaimana jika Ki Ajar
memberikan keterangan kepada mereka, sehingga
mempermudah langkah-langkah yang akan diambil oleh para prajurit Pajang itu?"
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Soalnya tidak begitu sederhana, anak muda," berkata Ki Ajar. "Jika prajurit itu datang dan tidak menemukan bukti apapun, bagaimana mereka dapat mengambil tindakan" Jika sepasukan prajurit datang, maka yang akan mereka temui adalah padukuhan-padukuhan sebagaimana padukuhan
kebanyakan. Mereka tidak akan menemukan sebuah
padepokan dengan sanggar khusus untuk menyerahkan
persembahan bagi ilmu sesat mereka. Tidak akan ada alas persembahan, di mana gadis-gadis itu dibaringkan kemudian ditusuk dengan keris itu tepat pada jantungnya. Para prajurit itu tidak akan menemukan apa-apa."
"Tetapi sikap bermusuhan seperti yang dilakukan oleh kelima orang itu, akan dapat dipergunakan sebagai alasan penyelidikan selanjutnya di lingkungan ini," berkata Laksana pula.
Ki Ajar itu tersenyum. Katanya, "Jika yang datang pasukan Pajang, mereka tidak akan menjumpai orang-orang seperti itu."
"Jadi?" desak Laksana.
"Yang dijumpai oleh para prajurit Pajang adalah para petani yang bekerja tekun di sawah mereka masing-masing.
Mencangkul dan menyiangi tanaman, memperbaiki tanggul dan pematang, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Para prajurit Pajang tidak akan bertemu dengan orang yang bernama Panembahan Lebdagati, meskipun orang yang disebut
panembahan itu telah berbincang-bincang dengan para prajurit sebagai seorang petani yang menunggui air di tepi parit," berkata Ki Ajar.
"Licik sekali," geram Laksana.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Licik dan memang mengerikan," berkata Ki Ajar. Lalu katanya, "Bagi kalian, anak-anak muda, apa yang terjadi di balik Hutan Jatimalang itu akan dapat memperluas cakrawala penglihatan kalian atas isi dunia ini. Hal yang tidak pernah kalian bayangkan telah terjadi di balik cakrawala penglihatan kalian."
Laksana mengangguk-angguk. Namun yang kemudian
berbicara adalah Ki Wiradadi, "Jangankan anak-anak muda itu.
Apa yang aku ketahui agaknya masih terlalu sempit. Rasa-rasanya kedatangan kami kemari bagaikan sedang menjenguk peristiwa yang terjadi di balik cakrawala penglihatan kami yang sempit."
"Sudahlah," berkata Ki Ajar. "Adalah kebetulan bahwa aku berada di sini, sehingga aku dapat menceriterakan
kemungkinan-kemungkinan itu."
"Bukan satu kebetulan," desis Manggada.
Ki Ajar mengerutkan keningnya. Anak muda yang seorang ini agaknya memang mampu berpikir lebih tenang dari yang lain. Namun demikian Ki Ajar menjawab, "Agaknya memang gabungan antara kebetulan dan kesengajaan."
Manggada tersenyum. Katanya, "Apapun yang Ki Ajar
lakukan, namun Ki Ajar tentu akan dapat mendekatkan kami kepada persoalan yang ingin kami pecahkan."
Ki Ajar mengangguk-angguk. Sementara Ki Wiradadi
berkata, "Waktu kita tinggal sedikit. Jika saatnya purnama naik, maka akan ada lagi satu jiwa melayang. Mungkin yang akan mendapat giliran kali ini adalah anak perempuanku."
Ki Ajar mengangguk-angguk. Katanya, "Perbuatan itu memang harus dihentikan. Menurut pendengaranku, keris itu menuntut seratus nyawa untuk menjadikannya pusaka tidak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada duanya di dunia. Jika keris itu ditusukkan untuk keseratus kalinya pada jantung seorang gadis, maka keris itu akan mempunyai tuah yang tidak ada bandingnya. Keris itu akan sanggup melawan semua pusaka yang ada di tanah ini.
Termasuk Kangjeng Kiai Pleret."
Terasa bulu tengkuk mereka meremang mendengarkan
penjelasan itu. Seratus orang gadis" Benar-benar satu kepercayaan yang bukan saja sesat, tapi gila.
Dalam pada itu, Ki Ajar berkata, "Dengan demikian kita tidak boleh tergesa-gesa. Jika selama ini aku sendiri, maka sekarang aku mendapat tiga orang kawan. Tentu satu dukungan yang sangat besar, sehingga pada saatnya aku tidak akan bekerja sendiri."
"Tetapi di hadapan Ki Ajar, ternyata kami masih terlampau kecil untuk dapat ikut membantu. Apa yang dapat kami lakukan di daerah ini, jika Ki Ajar saja merasa banyak mengalami kesulitan?" berkata Manggada.
Ki Ajar tertawa. Katanya, "Kau terlalu merendahkan diri.
Tetapi kita masih mempunyai kesempatan beberapa hari. Kita dapat membuat perhitungan yang paling baik untuk
bertindak."
Namun Ki Wiradadi nampaknya menjadi sangat gelisah.
Bagaimanapun juga, anak perempuannyalah yang berada di tangan orang-orang berkepercayaan sesat itu. Ia tidak dapat berpikir begitu tenang seperti Ki Ajar.
Tetapi Ki Wiradadi tidak dapat berbuat lebih banyak.
Nampaknya medan yang dihadapinya benar-benar sangat berat. Ia tidak akan dapat berbuat dengan tergesa-gesa.
Tetapi Ki Wiradadi juga tidak mau berdiam diri hingga ada berita anaknya telah menjadi korban dari ilmu sesat itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi mereka berbincang di serambi, mereka melihat pembantu Ki Ajar, seorang bongkok dan timpang, memasuki halaman. Dua ekor harimau mengikutinya. Orang bongkok itu berhenti di pintu pagar dan mengusir kedua ekor harimau itu.
Nampaknya kedua ekor harimau itu agak malas pergi, sehingga orang bongkok itu harus melemparinya dengan batu.
"Kedua ekor harimau itu sangat manja kepadanya," berkata Ki Ajar.
"Apakah orang itu pawang harimau yang dapat menguasai semua harimau, atau hanya kedua ekor harimau itu?"
bertanya Laksana.
"Hanya kedua ekor harimau itu. Kedua ekor harimau itu bersahabat dengan orang itu sejak bayi, sejak kedua ekor harimau itu ditinggalkan induknya," berkata Ki Ajar.
Ketiga orang tamu Ki Ajar itu mengangguk-angguk. Ki Wiradadi kemudian bertanya, "Siapakah nama pembantu Ki Ajar?"
"Aku memanggilnya Si Bongkok. Begitu saja," jawab Ki Ajar.
"Tetapi jika kami menyebutnya demikian, tentu kami telah berbuat tidak sopan. Bagaimanapun juga, ia tentu mempunyai nama atau sebutan," berkata Ki Wiradadi.
Ki Ajar tidak segera menjawab. Dipanggilnya orang bongkok itu, "Bongkok, kemarilah."
Orang bongkok itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun ke serambi.
"Aku mempunyai tiga orang tamu," berkata Ki Ajar.
Orang bongkok itu memandangi ketiga orang itu dengan curiga. Ketika matanya singgah pada busur dan anak panah, ia berdesis, "Kalian pemburu-pemburu yang tidak berjantung."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bongkok," potong Ki Ajar, "mereka adalah tamu-tamuku."
"Aku melihat busur dan anak panah ada pada mereka.
Mereka tentu pemburu-pemburu yang membunuh binatang tanpa perhitungan. Mereka adalah pemburu-pemburu yang asal saja mendapat banyak kulit berbagai jenis binatang yang dapat dijualnya dengan harga mahal," geram orang bongkok itu.
"Diamlah," berkata Ki Ajar kemudian. "Bertanyalah
kepadaku, siapakah mereka."
Orang bongkok itu termangu-mangu. Namun Ki Ajar
membentak, "Cepat. Bertanyalah kepadaku."
"Siapakah mereka, Ki Ajar?" orang bongkok itu kemudian bertanya.
Ki Ajar tertawa. Kemudian menjawab, "Mereka adalah tamu-tamuku. Akulah yang mempersilahkan mereka singgah di gubuk kita ini. Karena itu, kau harus bersikap baik kepada mereka."
"Dimana Ki Ajar bertemu dengan mereka?" bertanya orang bongkok itu.
"Di jalan yang menuju ke Padepokan Lebdagati," jawab Ki Ajar.
"Nah, bukankah mereka pemburu yang telah memasuki
Hutan Jatimalang dan yang barangkali tersesat sehingga tidak dapat keluar lagi ke arah yang benar?" berkata orang bongkok itu.
"Kau jangan memperbodoh orang lain," berkata Ki Ajar.
"Mereka memang pengembara. Mereka tidak begitu mudah tersesat. Apalagi mereka mendapat petunjuk dari kemiringan tanah dan arah puncak gunung itu."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi, apa yang terjadi atas mereka" Apakah mereka ingin berburu di hutan pegunungan yang mempunyai beberapa jenis binatang berkaki belah, yang tidak dimiliki oleh Hutan Jatimalang?" bertanya orang bongkok itu.
"Kemarilah," suara Ki Ajar menjadi lunak. "Perkenalkan dirimu. Selama ini aku memanggilmu dengan Si Bongkok saja.
Tetapi ketika aku sebut nama itu, ketiga tamuku menolak.
Mereka merasa diri mereka tidak sopan dengan menyebut cacatmu itu. Karena itu. duduklah, dan sebut namamu.
Kemudian kita berbicara tentang tamu-tamu kita serta niat mereka."
Orang bongkok itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian ia duduk bersama mereka di serambi itu.
"Kau dapat mengukur betapa mereka mematuhi unggah-
ungguh, meskipun mereka pengembara. Jika bukan mereka, maka aku kira tidak akan berkeberatan untuk memanggilmu dengan cacat punggungmu itu. Karena itu, kaupun harus menempatkan dirimu. Meskipun kau sudah lama tinggal di hutan dan di tempat terpencil seperti ini, kau dahulu juga pernah mengenal unggah-ungguh," berkata Ki Ajar.
Orang bongkok itu mengangguk dalam-dalam. Katanya,
"Aku minta maaf, Ki Sanak. Aku sudah terlalu lama tinggal di tempat ini, berkawan binatang, sehingga aku banyak melupakan unggah-ungguh."
"Tidak apa, Ki Sanak," jawab Ki Wiradadi yang kemudian telah memperkenalkan namanya dan menyebut nama kedua anak muda yang bersamanya itu. Namun akhirnya iapun bertanya, "Jika Ki Sanak tidak berkeberatan, aku pun ingin tahu, siapakah nama Ki Sanak."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang bongkok itu termangu-mangu. Namun rasa-rasanya memang aneh baginya untuk menyebut namanya yang sudah lama sekali tidak diucapkan.
Namun Ki Ajar berkata, "Kau tentu pernah punya nama."
Orang bongkok itu mengangguk. Katanya, "Namaku di
masa kecil Pandi, Ki Sanak. Karena aku ompong sejak kecil, aku disebut Pandi Ompong. Bahkan bukan saja aku ompong, tapi cacat tubuhku itu juga terjadi ketika aku terjatuh ke dalam jurang ketika aku berumur sekitar duabelas tahun."
"Kenapa?" bertanya Ki Wiradadi.
"Kenakalan anak-anak. Sudah berpuluh kali orang tuaku melarang aku mencari siwalan yang tumbuh di lereng jurang.
Tetapi aku dan beberapa orang kawan rasa-rasanya tidak pernah menghiraukannya, sehingga pada suatu hari aku telah terjatuh, langsung masuk ke dalam jurang. Untunglah Yang Maha Agung masih membiarkan aku hidup, meskipun cacat.
Namun cacat di tubuhku itulah agaknya yang telah membuat aku mengasingkan diri," jawab orang bongkok itu.
"Baiklah, Ki Pandi," berkata Ki Wiradadi. "Dengan demikian aku mempunyai sebutan untuk memanggilmu."
Ki Ajar kemudian memberitahukan kepada orang bongkok itu, kenapa orang-orang itu telah melintasi Hutan Jatimalang dan mendaki lereng gunung.
Si Bongkok mengangguk-angguk. Katanya, "Untunglah
kalian bertemu dengan Ki Ajar. Jika tidak, aku yakin kalian tidak akan dapat menolong gadis itu, dan bahkan kalianpun akan menjadi korban pula."
"Aku mengucapkan terima kasih sekali lagi," berkata Ki Wiradadi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah," berkata Ki Ajar. "Yang penting bagi kita, bagaimana kita dapat menembus lingkungan Panembahan Lebdagati itu."
Ki Wiradadi hanya mengangguk-angguk. Sementara itu, Ki Ajar minta Ki Pandi untuk menyelesaikan minuman.
"Aku sudah menjerang air," berkata Ki Ajar.
Ketika Ki Pandi masuk ke ruang dalam, Ki Ajar mengajak ketiga orang tamunya untuk berjalan-jalan di halaman rumahnya, melihat-lihat kebun di belakang sambil berbicara tentang kemungkinan yang paling baik yang dapat mereka lakukan.
Ternyata di belakang rumah Ki Ajar banyak terdapat tanaman yang dapat menjadi bahan makanan mereka. Ketela pohon dan ketela rambat. Bahkan di lereng gumuk kecil telah ditanami dengan jagung.
"Kami juga menanam padi," berkata Ki Ajar.
"Kenapa Ki Ajar tinggal di sini?" bertanya Laksana tiba-tiba.
Ki Ajar tersenyum. Katanya, "Di sini aku mendapat
ketenangan."
"Tetapi tenaga yang tersimpan di dalam diri Ki Ajar yang seharusnya sangat berarti bagi banyak orang, bagaikan hilang ditelan sepinya lingkungan ini," berkata Ki Wiradadi.
Ki Ajar memandang Ki Wiradadi beberapa saat. Namun kemudian sambil merentangkan tangannya ia berkata,
"Hidupku memang sudah tidak banyak berarti lagi."
"Bukannya tidak berarti," jawab Ki Wiradadi, "tetapi Ki Ajar sendiri tidak memberikan arti, meskipun sebenarnya hidup Ki Ajar akan dapat sangat berarti."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah," berkata Ki Ajar. "Kita mempunyai masalah yang harus kita pecahkan. Orang-orang yang berkepercayaan sesat itu."
Jantung Ki Wiradadi bergetar. Katanya, "Maaf, Ki Ajar. Aku hampir melupakannya. Nampaknya justru di sini hidup Ki Ajar akan sangat berarti."
"Sudahlah," ulang Ki Ajar. "Bukan saatnya untuk memuji.
Kita memang harus menemukan satu cara yang terbaik. Tetapi kita harus mengakui kenyataan tentang keadaan lawan."
"Ya, Ki Ajar," desis Ki Wiradadi.
Ketiganya kemudian sempat duduk di sebuah batu padas yang besar di kebun belakang rumah Ki Ajar. Dengan nada rendah Ki Ajar berkata, "Kehadiran kalian memang
memberikan harapan. Jika semula aku sendiri, sekarang setidak-tidaknya aku menjadi berempat."
"Tetapi kami tidak berarti apa-apa, Ki Ajar," berkata Ki Wiradadi.
"Jangan berkata begitu," sahut Ki Ajar. "Aku sudah melihat bagaimana kalian menghadapi kelima orang itu. Namun bukankah kalian menyadari, apa yang akan terjadi"
Padepokan Ki Lebdagati akan kehilangan lima orangnya.
Mustahil bahwa orang dari padepokan Lebdagati
meninggalkan lingkungannya dan tidak kembali."
Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana mengangguk-angguk.
Dengan nada rendah Ki Wiradadi berkata, "Kami menyadari, Ki Ajar."
"Nah, bukankah genderang perang sudah dipalu?" bertanya Ki Ajar.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana mengangguk-angguk.
Sementara itu, Ki Wiradadi berkata, "Mungkinkah Panembahan Lebdagati akan menyebar orang-orangnya untuk mencari kelima orang yang hilang itu?"
"Ya. Mereka agaknya akan menemukan kuburan itu," jawab Ki Ajar
"Tetapi kuburan itu sama sekali tidak diberi tanda apa-apa.
Bagaimana mungkin mereka dapat menemukan di daerah seluas ini?" bertanya Ki Wiradadi.
"Mungkin juga tidak," jawab Ki Ajar. Namun kemudian katanya, "Tetapi mereka akan menemukan tanda-tanda tempat yang dihuni orang, seperti tempat kita ini."
Ki Wiradadi menundukkan kepalanya. Hampir di luar
sadarnya ia berkata, "Aku minta maaf, Ki Ajar. Rasa-rasanya kami telah membangunkan Ki Ajar yang sedang nyenyak.
Bahkan menghadapkan Ki Ajar pada kesulitan yang dapat berakibat gawat."
"Jangan terlalu sering menyalahkan diri sendiri," berkata Ki Ajar. "Justru kita harus bersyukur karena kita dapat bertemu dan memiliki tujuan sama, menghancurkan aliran yang sesat itu."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Namun ia kemudian
berdesis, "Tetapi apakah kita akan dapat ingkar pada kenyataan tentang kemampuan diri sendiri?"
Ki Ajar mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah. Kita masih mempunyai beberapa hari menjelang malam purnama. Kita masih melihat bulan sabit yang tidak lebih dari setebal lidi.
Karena itu kita akan mempergunakan waktu sebaik-baiknya."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang harus kita kerjakan, Ki Ajar?" bertanya Ki Wiradadi.
"Menunggu sampai orang-orang mereka datang kemari.
Bahkan kita mengharap akhirnya panembahan itu sendiri datang pula kemari," jawab Ki Ajar.
Ki Wiradadi jadi agak bingung. Karena itu ia bertanya,
"Apakah kita menggantungkan penggunaan waktu itu pada mereka" Bagaimana jika mereka baru mencari kita setelah purnama?"
Ki Ajar menggeleng. Katanya, "Tidak. Tidak sampai sepuluh hari semuanya akan selesai. Tetapi kita tidak dapat meramalkan akhir dari persoalan ini. Apakah kita berhasil menghancurkan kepercayaan sesat itu atau justru kita yang akan mereka binasakan. Tetapi bukankah itu akibat yang wajar?"
"Ya, Ki Ajar," jawab Ki Wiradadi.
"Nah, bagaimanapun juga, ada baiknya kita berusaha.
Sebenarnya aku segan untuk mengatakannya. Tetapi apa boleh buat." Ki Ajar berhenti sejenak, lalu, "Aku ingin menawarkan kepada kalian bertiga untuk sama-sama berlatih.
Mungkin akan sangat berarti jika pada suatu saat kita bertemu dengan pengikut Panembahan Lebdagati. Melihat apa yang kalian lakukan menghadapi kelima orang itu, aku
berpengharapan kalian dapat melakukan tugas dengan baik jika kalian menyempatkan diri berlatih bersama aku."
Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak. Dari wajah dan sorot mata mereka memancar kegembiraan.
Karena dengan demikian, ilmu mereka akan bertambah.
Namun yang menjawab adalah Ki Wiradadi, "Kemurahan hati Ki Ajar sangat kami hargai."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika demikian, setelah beristirahat, nanti akan segera kita mulai. Waktu kita tidak cukup banyak," berkata Ki Ajar.
Demikianlah, sejenak kemudian, mereka telah berada di serambi gubuk itu lagi. Ternyata yang dihidangkan oleh orang bongkok, yang bernama Ki Pandi Ompong, bukan hanya minuman, tapi juga jagung bakar yang masih hangat.
"Marilah," Ki Ajar mempersilahkan.
Hidangan itu menyenangkan hati Manggada dan Laksana.
Sebenarnyalah mereka sudah merasa lapar.
Seperti yang dikatakan Ki Ajar setelah beristirahat secukupnya, mereka lantas pergi ke lereng bukit kecil.
Ternyata Ki Ajar telah membuat sanggar terbuka yang cukup luas, meskipun di atas lantai yang agak sulit karena sebagian miring, berpuntuk-puntuk kecil, berlubang-lubang dan berbatu-batu padas runcing.
"Aku tidak dapat membuat sanggar yang memenuhi
syarat," berkata Ki Ajar.
"Tapi ini justru sanggar terbuka yang bagus sekali," desis Manggada. "Di sini kita dapat berlatih dengan cara yang jauh lebih baik dari sebuah sanggar tertutup yang sempit dan miskin dari kemungkinan-kemungkinan yang menguntungkan seperti ini. Biasanya lantai sanggar dibuat rata, halus dan bahkan diatur sebaik-baiknya. Tempat lompatan yang bagus dan sudah dihaluskan agar kaki kita tidak tergores, tali-tali yang telah ditata serta kotak-kotak pasir yang terawat, justru kurang memberi keleluasaan."
Ki Ajar hanya tersenyum sambil menjawab, "Jika aku mampu, akupun akan membuat sanggar yang terawat agar http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita lebih mampu mensiasati ruangan sempit. Namun


Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nampaknya yang ada inipun cukup memadai."
"Justru lebih menguntungkan," sahut Manggada.
Ki Ajar hanya tersenyum. Kemudian ia mulai bersiap-siap melakukan latihan.
Tetapi sebelumnya, Ki Ajar berkata, "Aku mohon maaf.
Sebelum latihan dimulai, aku ingin tahu seberapa jauh puncak kemampuan kalian. Aku sudah melihat kalian bertempur, sehingga aku sudah mempunyai ancar-ancar. Namun aku masih ingin meyakinkannya."
Demikianlah, Manggada dan Laksana kemudian
melakukannya lebih dahulu. Berdua mereka bersama-sama melakukan latihan olah kanuragan. Mereka saling menyerang dan menghindar, desak-mendesak dan saling menekan.
Dalam latihan yang nampaknya seperti sungguh-sungguh itu, Ki Ajar memang melihat bahwa ilmu Manggada nampak lebih dewasa dari Laksana. Namun demikian, Manggada yang umurnya lebih tua sedikit agak menahan diri, sehingga mereka berdua nampaknya berada pada lapisan yang sama.
"Terima kasih," berkata Ki Ajar setelah ia merasa cukup.
Kemudian katanya, "Aku mohon maaf, Ki Wiradadi. Mudah-mudahan Ki Wiradadi tidak tersinggung karenanya."
"Tentu tidak," berkata Ki Wiradadi.
Seperti terhadap kedua anak muda tadi, Ki Ajar
memperhatikan unsur-unsur gerak ilmu Ki Wiradadi. Pada Ki Wiradadi, Ki Ajar melihat pengalaman yang jauh lebih luas dari kedua anak muda itu. Namun yang pada dasarnya, alas ilmu kedua anak muda itu lebih tinggi dari Ki Wiradadi. Meskipun http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian, selisih itu tidak terlalu banyak. Sementara pengalaman Ki Wiradadi dapat menutup kekurangannya.
"Terima kasih," berkata Ki Ajar. "Dengan demikian, kita tahu dari mana akan memulai latihan. Yang penting, kita harus meningkatkan ilmu yang memang sudah ada pada diri kita.
Jika kita menyadap jenis ilmu yang lain, memerlukan waktu untuk melihat apakah ilmu yang baru dan ilmu yang telah ada di dalam diri kita tidak saling berbenturan."
"Kita menyerahkan segalanya pada kebijaksanaan Ki Ajar,"
berkata Ki Wiradadi sambil mengusap peluhnya.
Ternyata Ki Ajar adalah orang yang berilmu sangat tinggi.
Setelah memperhatikan kemampuan ketiga orang itu, ia mampu menentukan satu patokan untuk memulai latihan.
Ia sama sekali tidak memberikan pengetahuan, apalagi ilmu baru. Ia hanya memacu orang itu untuk dapat melepaskan kekuatan dan kemampuan mereka berdasarkan ilmu yang telah mereka miliki.
Ternyata latihan-latihan itu sangat menarik bagi Manggada dan Laksana. Sementara Ki Wiradadi yang umurnya telah melambat tua, tidak dapat maju sepesat Manggada dan Laksana. Namun demikian, Ki Wiradadi tetap mendapatkan kemajuan yang berarti. Seakan-akan tenaganya jadi semakin kuat, dan daya tahan tubuhnya seakan bertambah.
Sementara itu, Manggada dan Laksana yang dinyatakan telah mewarisi segenap ilmu guru mereka dengan tuntas, namun sulit mengembangkannya, seolah-olah mendapatkan jalan.
Pengalaman mereka memang mampu mengembangkan
ilmu mereka, meski hanya sekedarnya. Apalagi pengalaman http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka yang masih terlalu sedikit. Namun atas petunjuk dan tuntunan Ki Ajar, ilmu mereka berkembang dengan cepat.
Unsur-unsur gerak yang lebih mereka kuasai menemukan bentuk perkembangannya, sehingga mereka menguasai ilmu yang semakin luas.
Mereka pun telah mendapat petunjuk dari Ki Ajar, apa yang sebaiknya mereka lakukan dalam keadaan yang sangat mendesak dengan ilmu yang ada pada mereka.
Sejak saat itu ketiganya menetap di pondok Ki Ajar. Mereka mulai bergaul lebih akrab dengan Ki Pandi Ompong yang cacat. Mereka bertiga pun mulai berkenalan dengan sepasang harimau yang menjadi piaraan Ki Ajar.
Sesekali ketiga orang itu dikejutkan auman dahsyat pasangan harimau itu. Seakan-akan keduanya sedang
bertempur dengan garangnya. Ketika mereka menghampiri, ternyata Ki Pandi sedang bermain-main dengan kedua ekor harimau itu. Ia seolah tengah melatih kedua ekor harimau itu untuk berkelahi lebih baik daripada sekedar menggantungkan naluri. Dan ternyata pasangan harimau itu mampu,
sebagaimana Manggada dan Laksana mampu
mengembangkan kemampuan dasar yang telah mereka miliki.
Demikianlah, dari hari ke hari mereka tenggelam dalam latihan-latihan, sehingga kemampuan mereka benar-benar berkembang.
Suatu hari, selagi Ki Ajar, Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana duduk beristirahat di serambi setelah melakukan latihan yang melelahkan, Ki Pandi datang dengan tergesa-gesa. Nafasnya terengah-engah dan keringat mengembun di keningnya.
"Ada apa, Bongkok?" bertanya Ki Ajar.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku melihat lima orang berkeliaran di seberang gumuk kecil itu," jawab Ki Pandi bergetar.
"Biar saja. Kenapa" Bukankah gumuk itu masih agak jauh?"
bertanya Ki Ajar.
Ki Pandi Ompong yang bongkok itu, termangu-mangu
sejenak. Namun kemudian iapun berkata, "Bagaimana jika mereka sampai ke tempat ini?"
"Kita akan mempersilahkan mereka duduk," berkata Ki Ajar.
"Tetapi sudah tentu mereka tidak akan kami persilahkan meninggalkan tempat ini."
Orang Bongkok itu nampaknya masih belum puas dengan jawaban Ki Ajar. Namun Ki Ajar berkata, "Baiklah. Awasi mereka. Bawa kentongan. Jika kau perlukan kami, pukul kentongan itu"
Orang bongkok itu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Aku akan mengamati mereka."
Demikian orang bongkok itu bergerak, di semak-semak di luar pagar, nampak dua ekor harimau berlari-lari menjauh.
"Bongkok," berkata Ki Ajar, "hati-hati dengan harimau itu.
Kendalikan mereka agar mereka tidak mendahului kita."
"Baiklah, Ki Ajar," jawab Ki Pandi.
Sejenak kemudian Ki Pandi telah meninggalkan serambi gubuk itu sambil menggapai kentongan kecil yang tergantung di sudut. Beberapa saat kemudian orang bongkok itu hilang di balik pohon-pohon perdu, menyusul kedua ekor harimaunya.
Sepeninggal Ki Pandi, Ki Ajar berdesis, "Nampaknya mereka sudah mulai. Sementara itu saat bulan purnama menjadi semakin dekat. Kalian telah memanfaatkan waktu yang pendek ini dengan meningkatkan ilmu kalian. Sebaliknya aku http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berterus-terang tentang ilmu kalian. Aku sangat mengagumi Manggada dan Laksana. Dalam waktu singkat, kalian berdua telah mampu meningkatkan ilmu kalian pada tataran yang jauh lebih tinggi. Bahkan di luar dugaanku sendiri. Bekal yang kalian bawa adalah bekal yang telah mapan, sehingga dengan sedikit pengembangan, kalian jadi perkasa. Kalian telah mencapai tataran puncak dalam pengerahan tenaga
cadangan, yang ada dalam diri kalian. Kalian telah menguasai segala unsur olah kanuragan. Meskipun pada dasarnya unsur-unsur itu adalah hasil yang dilahirkan oleh perguruanmu.
Namun dengan pengembangannya, maka segala persoalan dalam olah kanuragan akan dapat diatasi. Sedangkan Ki Wiradadi, yang telah mencapai masa-masa pertengahannya, memang tidak dapat maju sejauh kedua anak muda itu. Tetapi kemampuan Ki Wiradadipun telah memadai. Pisau-pisau kecil yang kalian bawa akan memberikan perlindungan kepada kalian bertiga. Pedang kalian akan dapat melindungi kalian pula dari senjata lawan, sekaligus akan mampu
menghancurkannya. Akupun tidak berkeberatan kalian membawa busur dan anak panah serta keris. Mungkin
semuanya akan memberi arti tersendiri, karena kalian akan menghadapi lawan yang jauh lebih banyak jumlahnya."
Ki Wiradadi dan kedua orang anak muda itu mengangguk hormat. Ki Wiradadi memang sudah merasa, bahwa
keterbatasannya, serta umurnya yang sudah menjadi semakin tua, telah menjadi hambatan yang sulit untuk diatasinya dalam meningkatkan ilmu. Namun demikian, setelah beberapa hari itu, terasa beberapa kemajuan pada ilmunya. Rasa-rasanya tangannya menjadi semakin terampil untuk menggerakkan senjatanya. Kekuatan atas dukungan tenaga cadangannyapun menjadi semakin besar. Namun ia menyadari sepenuhnya, bahwa laju perkembangan ilmunya tidak akan dapat
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyamai kedua anak muda yang memang sedang tumbuh itu. Apalagi ia memang merasa bahwa alas
kemampuannyapun ada di bawah kemampuan kedua anak
muda itu. Dalam pada itu, Ki Ajar berkata, "Mulai saat ini, kita harus mulai melakukan persiapan seperlunya. Nampaknya
Panembahan Lebdagati sudah mulai dengan perburuannya. Ia mulai menyadari, bahwa beberapa orang pengikutnya telah hilang. Sementara itu, ia harus segera mulai melakukan persiapan menjelang malam purnama itu."
Ketiga orang yang diajaknya berbincang itu mengangguk-angguk. Bahkan Ki Wiradadipun nampak menjadi semakin gelisah. Ia sadar, bahwa semakin dekat malam purnama, berarti semakin dekat saat-saat yang menentukan bagi anak gadisnya, apabila anak itu masih hidup.
Ki Ajar agaknya melihat kegelisahan itu. Lalu katanya, "Kita akan berusaha sejauh dapat kita lakukan, Ki Wiradadi. Karena itu, jangan cemas. Kita percaya bahwa Yang Maha Agung akan menuntun kita dalam pekerjaan yang berat ini."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk kecil.
"Nah, nanti malam kita akan mulai," berkata Ki Ajar.
Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana tiba-tiba memandang wajah Ki Ajar dengan kerut di dahi. Sementara Ki Ajar mengulanginya, "Ya. Nanti malam kita harus mulai. Kita akan melihat-lihat medan yang akan kita hadapi."
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Katanya dalam nada rendah, "Terima kasih, Ki Ajar. Ternyata bahwa Ki Ajar telah memberikan pertolongan yang sangat berharga bagi kami. Terutama bagiku, karena kedua anak muda inipun pada dasarnya telah menolongku pula."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah. Kita mempunyai kepentingan yang sama. Kita tidak akan membiarkan kepercayaan yang sesat itu semakin berkembang dan mencengkam lingkungan ini. Bahkan seluruh tanah yang kita cintai ini."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Katanya, "Bagaimanapun juga aku merasa bahwa aku telah berhutang budi."
Ki Ajar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil bangkit dari tempat duduknya dan berkata, "Aku akan melihat, barangkali air telah mendidih. Kita akan minum wedang sere hangat dengan gula kelapa."
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam, sementara Ki Ajar masuk ke dalam, menuju dapur.
Hampir di luar sadarnya Ki Wiradadi berkata pada diri sendiri, "Malam nanti kita akan mulai. Kita tinggal mempunyai beberapa malam lagi."
Manggada menyahut, "Kita sudah melakukan persiapan yang lebih baik, Ki Wiradadi. Dalam waktu yang pendek ini, ternyata bekal kita telah bertambah hampir dua kali lipat."
"Ya. Mudah-mudahan Yang Maha Agung memberikan jalan kepada kita," berkata Ki Wiradadi.
Beberapa saat kemudian, mereka masih sempat minum
minuman panas. Namun kemudian, orang bongkok itu telah datang lagi. Tidak tergesa-gesa seperti sebelumnya.
"Bagaimana dengan orang-orang itu?" bertanya Ki Ajar setelah orang bongkok itu ikut duduk di serambi.
"Mereka telah naik, Ki Ajar," jawab orang bongkok itu.
"Naik kemana?" bertanya Laksana.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Ajar tersenyum. Katanya, "Orang-orang yang menuju ke arah puncak gunung itu, kita sebut naik."
Laksana mengangguk-angguk. Sementara Ki Ajar berkata selanjutnya, "Malam nanti, kita pun akan naik."
"Bagus," sahut Laksana. "Aku ingin melihat apa yang ada di atas. Bukankah kita naik ke atas?"
Ki Ajar tertawa. Katanya, "Ya. Kita akan naik semakin ke atas dari kaki gunung ini. Kita akan menjumpai beberapa padukuhan yang terasing dari pergaulan hidup sewajarnya.
Orang-orang yang menganggap bahwa Panembahan
Lebdagati adalah pemimpin mereka yang tertinggi. Mereka tidak mengenal Kangjeng Sultan serta para pemimpin yang lain. Bahkan mereka menganggap bahwa dunia ini dibatasi oleh Hutan Jatimalang, kecuali beberapa orang tertentu yang sudah mendapat kepercayaan untuk menyeberangi hutan.
Selain untuk mengambil gadis-gadis, mereka juga mencari garam dan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat mereka hasilkan sendiri. Mereka tidak memerlukan bahan pakaian dari luar. Beberapa orang telah dapat menenun sendiri. Padi telah mereka tanam, gulapun telah mereka sadap sendiri dari batang-batang kelapa yang terhitung banyak disini."
Yang mendengarkan keterangan Ki Ajar mengangguk-
angguk. Mereka dapat membayangkan, justru karena orang-orang di belakang Hutan Jatimalang ini dapat memenuhi sebagian besar dari kebutuhan mereka sendiri, maka mereka dapat membatasi hubungan mereka dengan orang-orang di luar lingkungan mereka.
Justru itulah yang menjadi sangat menarik bagi Manggada dan Laksana, di samping usaha mereka untuk membebaskan anak gadis Ki Wiradadi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan demikian, maka mereka menggunakan sisa hari itu untuk beristirahat. Menjelang senja, mereka bersiap-siap untuk melakukan pengamatan. Sementara Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana sibuk mempersiapkan diri, Ki Pandi menyiapkan makan malam sebelum mereka berangkat.
Demikianlah, setelah makan malam, mereka berlima
meninggalkan gubuk kecil itu. Ki Pandi ternyata telah diminta oleh Ki Ajar untuk ikut serta.
Melalui jalan yang rumit, perjalanan mereka mulai. Agak tersendat. Terutama Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana yang belum terbiasa melalui jalan-jalan lereng terjal, di tanggul yang licin dan di antara semak-semak, meskipun di langit nampak bulan bersinar tetapi belum bulat.
Mereka masih juga terkejut ketika tiba-tiba saja muncul seekor harimau dari semak-semak di sebelah mereka lewat, disusul oleh seekor yang lain. Namun mereka segera menyadari, bahwa kedua ekor harimau itu tentu harimau jinak yang dipelihara oleh Ki Pandi.
Kendati keduanya adalah harimau jinak, Ki Pandi telah berhasil menggelitik naluri keduanya, sehingga seakan-akan harimau itu menjadi lebih cerdik dari harimau-harimau yang lain. Keduanya mampu bergerak secara naluriah, lebih cepat dan lebih mapan. Merekapun mampu memanfaatkan senjata yang ada pada diri mereka, lebih baik dari seekor harimau liar.
Oleh Ki Pandi, kedua ekor harimau itu telah dilatih bergerak lebih cepat, lebih lama dan lebih kuat.
Meskipun kelima orang itu harus melalui jalan yang sulit, tetapi akhirnya mereka dapat mencapai tempat yang lebih baik. Meskipun tanahnya juga miring, tetapi mereka dapat berjalan dengan mudah dan tidak berbahaya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun demikian, kelima orang itu tidak berjalan melalui jalan yang memanjat naik. Mereka telah berjalan di antara pohon-pohon perdu.
Di langit bulan sudah terang, meski belum bulat. Justru karena itu Ki Wiradadi menjadi semakin gelisah.
Beberapa saat kemudian, mereka telah melampaui
beberapa padukuhan kecil, yang nampak sepi di ujung malam.
Tidak ada gardu bagi para peronda. Tidak ada obor di regol, dan tidak ada orang berjaga di waktu malam.
"Mereka tidak memerlukannya," berkata Ki Ajar. "Di daerah ini memang tidak ada kejahatan dalam arti pencurian, perampokan dan sebagainya. Yang ada kesesatan, karena pemimpin mereka adalah penganut kepercayaan sesat."
"Dan pembunuhan," Ki Wiradadi melanjutkan.
"Itu adalah akibat dari kepercayaan mereka," sahut Ki Ajar.
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Katanya, "Ya. Akibat kepercayaan sesat itu. Tapi itu justru lebih berbahaya dari sekedar pencurian dan perampokan."
"Tentu," jawab Ki Ajar. Lalu katanya, "Pada saatnya, para pemimpin padepokan melakukan sebagaimana dilakukan pimpinan tertinggi mereka. Satu-satu mereka jadi bertuah.
Mereka akan membunuh gadis-gadis di saat purnama penuh, sampai jumlah yang ditentukan. Memang lebih sedikit dari yang dilakukan panembahan gila itu, tapi mungkin dua tiga orang melakukan bersama-sama. Itu berarti kematian menjadi semakin banyak di padepokan ini."
"Daerah ini memang harus dibebaskan dari kepercayaan sesat itu," berkata Ki Wiradadi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka kemudian terdiam karena harus menuruni lereng rendah yang curam. Kemudian mereka menelusuri lekuk berkelok-kelok.
Si Bongkok yang berjalan di depan agaknya sudah
mengenali tempat itu dengan baik. Karena itu, ia berjalan tanpa ragu-ragu.
Ketika mereka kemudian memanjat naik, mereka tiba di tepi padang rumput yang tidak terlalu luas.
"Berhati-hatilah," desis Ki Pandi.
Merekapun menjadi sangat berhati-hati. Mereka masih belum sepenuhnya berada di atas tanggul. Kepala-kepala mereka sajalah yang tersembul, dibayangi rerumputan yang tumbuh liar di pinggir padang itu.
"Apa itu?" bertanya Laksana ketika melihat bangunan kecil di tengah padang rumput itu.
Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Sementara Ki Pandi berdesis, "Jangan terlalu keras."
"Tidak ada orang," sahut Laksana.
Tetapi Manggada menggamitnya sambil berkata perlahan,
"Kita memang harus berhati-hati. Jika Ki Pandi yang sudah terbiasa di tempat ini meminta kita untuk berhati-hati, tentu bukan sekedar untuk menakut-nakuti kita."
Laksana tidak menjawab. Ia hanya mengangguk kecil.
"Bangunan itulah tempat untuk menyerahkan korban,"
berkata Ki Ajar kemudian.
Ki Wiradadi menjadi tegang. Dengan nada rendah ia
berkata, "Kita harus menghancurkan bangunan itu."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan sekarang," berkata Ki Ajar. "Jangan tergesa-gesa.
Jika mereka menyadari bahwa akan terjadi gangguan berarti saat mereka akan menyerahkan korban, mereka akan
mengambil langkah-langkah pengamanan. Mungkin mereka akan memindahkan tempat menyerahkan korban. Mungkin mereka akan mengerahkan semua orang untuk menjaga
pelaksanaan korban agar tidak terganggu. Tetapi mungkin juga, menjelang korban itu diserahkan, daerah ini akan dijelajahi sampai sudut-sudut yang belum pernah mereka jamah. Sementara itu, nasib gadis yang akan dikorbankan akan terancam."
"Jadi bagaimana?" bertanya Ki Wiradadi.
"Jika saja kita berhasil mengetahui dimana gadis itu disimpan," berkata Ki Ajar hampir kepada diri sendiri.
"Tidak mungkin untuk dilakukan," berkata Ki Pandi.
"Kenapa?" bertanya Ki Wiradadi.
"Gadis itu disimpan di padukuhan induk dan dijaga serta diawasi dengan ketat. Tidak ada orang yang dapat masuk ke dalamnya selain orang-orang tertentu. Di padukuhan induk itu terdapat tempat-tempat pemujaan. Setelah melalui beberapa upacara di tempat pemujaan itu, mereka membawa korban ke tempat penyerahan korban untuk dibunuh. Tepat di saat bulan bulat dan berada di puncak langit," jawab Ki Ajar.
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Ia berusaha menekan kegelisahannya sampai ke dasar jantung. Namun bagaimanapun juga, Ki Wiradadi nampak sangat gelisah.
"Bongkok," berkata Ki Ajar perlahan-lahan, "lihat, apakah tidak seorang pun di sekitar padang ini. Kau jangan sendiri.
Biarlah anak-anakmu itu melakukannya."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Pandi mengangguk kecil. Ia kemudian memberi isyarat pada kedua ekor harimaunya. Dengan bahasa khusus yang hanya dimengerti oleh orang bongkok dan kedua ekor harimau itu, Ki Pandi telah melepaskan kedua ekor harimaunya untuk memasuki padang.
Ketika kedua ekor harimau itu berlari-lari kecil di bawah cahaya bulan yang semakin terang di padang, Ki Pandi berdesis, "Hati-hatilah."
Kedua ekor harimau itu kemudian menelusuri padang
rumput itu. Mereka menuju ke bangunan yang tidak lebih dari setumpuk batu yang dibuat sebagai satu pembaringan besar dan lebih tinggi dari pembaringan biasa. Tangga batu yang mengelilinginya, agaknya menjadi tempat pemimpin upacara berdiri, kemudian mengangkat pusakanya tinggi-tinggi sebelum diayunkan ke arah jantung korbannya.
Dua kali harimau itu mengelilingi bangunan batu itu yang nampaknya tidak terjaga. Kemudian keduanya mendekati padukuhan yang ada di seberang padang rumput itu.
Nampaknya padukuhan itu dipergunakan untuk membuat perlengkapan upacara mereka, menyimpan berbagai macam peralatan dan tempat menyelenggarakan persiapan-persiapan.
Namun dalam pada itu Ki Pandi berkata, "Menjelang
dikorbankan, gadis-gadis ditempatkan di padukuhan itu. Di tempat itu mereka dirias sebagaimana merias pengantin.
Pakaian yang dipergunakannyapun adalah pakaian pengantin pula."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk kecil. Betapa dadanya bagaikan terguncang-guncang.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Ki Ajar pun berkata, "Kita harus tahu pasti, dimana gadis itu dirias. Di rumah yang mana dan sejak kapan."
"Aku sudah pernah menyaksikan," berkata Ki Pandi. "Tetapi waktu itu kita belum kuasa mencegahnya. Kita masih terlalu lemah. Kita hanya berdua. Sementara kedua ekor harimau itu belum mapan seperti sekarang. Jika saat itu kita bertindak, maka kitapun akan menjadi korban pula, sehingga kita tidak akan berhasil menghentikan tindakan mereka untuk
seterusnya."
Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Saat itu kita hanya dapat mengusap dada. Tetapi aku tidak berani menyaksikannya. Si Bongkok itulah yang sempat melihat apa yang terjadi."
"Sebulan yang lalu?" bertanya Ki Wiradadi.
"Jangan sebutkan itu lagi," minta Ki Ajar. "Kau tentu berkata dalam hati, bahwa kami membiarkan hal itu berulang kali terjadi. Tetapi sebenarnyalah kami mempergunakan waktu-waktu kami untuk mencari jalan bagaimana kami dapat mencegah hal itu terjadi. Kedatangan kalian telah memberikan harapan kepada kami untuk melakukannya, meskipun
kemungkinan lain dapat terjadi. Justru kemungkinan yang sangat pahit bagi kita."
Ki Wiradadi tidak bertanya lagi. Ia menyadari bahwa Ki Ajar sudah cukup tersiksa oleh keadaan. Ia melihat sesuatu yang harus dicegahnya, tapi nalarnya mengatakan bahwa berdua saja ia tidak akan dapat melakukannya.
Sementara itu, Ki Wiradadi tidak tahu apakah orang bongkok itu juga mampu membantu Ki Ajar dalam benturan ilmu dengan para pemimpin padepokan itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Ajar kembali berkata, "Sekarang kita tengadahkan wajah kita. Kita akan mencegah hal seperti itu terjadi selanjutnya."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Namun terasa
jantungnya bagaikan ditusuk duri jika ia membayangkan, berapa orang tua yang kehilangan anak gadisnya yang dibaringkan di atas pembaringan batu itu, kemudian ditusuk di arah jantungnya sampai mati.
Tetapi Ki Wiradadi tidak bertanya sesuatu.
Sementara itu, nampak di cahaya bulan dua ekor harimau Ki Pandi telah datang kembali. Keduanya langsung menemui Ki Pandi. Nampak keduanya memberikan isyarat kepada Ki Pandi yang bongkok itu, bahwa keduanya tidak menjumpai
seseorang pun. Baik di sekitar bangunan batu itu, maupun di padukuhan.
"Kita dapat mendekat," berkata Ki Pandi kemudian, setelah menjelaskan isyarat yang diberikan oleh kedua ekor harimaunya.
Dengan demikian, kelima orang itu telah berjalan melintasi padang rumput dalam siraman cahaya bulan, menuju ke padukuhan di seberang. Namun mereka sempat melihat bangunan batu yang ada di tengah-tengah padang rumput itu, yang ternyata dibuat oleh tangan-tangan yang memiliki ketrampilan memahat batu.
"Sebuah candi kecil," desis Laksana.
"Ya. Di atasnya korban diletakkan, kemudian ditusuk sampai mati. Darah dari dada korban itu akan mengalir membasahi permukaan bangunan kecil itu," desis Ki Ajar. Lalu katanya, "Memang mengerikan."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Wiradadi memalingkan wajahnya. Ia selalu membayangkan hal itu terjadi atas anak gadisnya.
Karena itu, Ki Ajar yang mengetahui isi hati Ki Wiradadi telah melanjutkan langkahnya menuju ke padukuhan.
Namun tiba-tiba langkah mereka tertegun. Ternyata
padukuhan itu diputari dinding yang cukup tinggi. Sedangkan regol padukuhan itu tertutup rapat.
"Bongkok," desis Ki Ajar, "regol itu tertutup. Bagaimana kedua ekor harimaumu dapat mengatakan bahwa di
padukuhan ini tidak ada orang?"
Orang bongkok itu mengangguk-angguk. Katanya,
"Harimau dungu. Yang dimaksud tentu di luar padukuhan itu.
Tetapi kita tidak dapat memastikan, apakah di dalam padukuhan itu ada orang atau tidak."
Ki Ajar termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia
justru memberikan isyarat agar mereka lebih melekat dinding dan berhenti di bawah bayangan yang gelap. Terlindung dari cahaya bulan yang hampir bulat di langit.
"Apa yang harus kita lakukan?" bertanya Si Bongkok.
"Kita akan memasuki padukuhan itu," berkata Ki Ajar.
"Meloncat dinding?" bertanya Si Bongkok pula.
"Ya. Tetapi kita harus berusaha melindungi diri kita dari kemungkinan yang paling buruk. Setidak-tidaknya,
mengurangi kemungkinan itu," berkata Ki Ajar.
"Aku tidak tahu maksud Ki Ajar," jawab orang bongkok itu.
"Aku akan mempergunakan ilmu sirep. Jika ada orang di padukuhan itu, maka ia akan tertidur. Asal bukan para pemimpin dari padepokan raksasa ini," berkata Ki Ajar.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku kira, seandainya di padukuhan itu ada orang, mereka tentu sekedar orang yang berjaga-jaga menjelang saat jatuhnya waktu untuk menyerahkan korban," sahut orang bongkok itu. "Tetapi bukan para pemimpinnya."
Ki Ajar mengangguk-angguk. Namun kemudian katanya
kepada Ki Wiradadi, dan kedua anak muda yang
menyertainya, "Aku minta bantuan kalian, agar ilmu sirepku dapat menguasai seluruh padukuhan ini. Tetapi kalian harus berusaha untuk membebaskan diri dari pengaruh sirep itu, dengan kekuatan jiwani, agar kalian tidak malah tertidur di sini."
Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana mengangguk. Mereka mengerti bahwa mereka terutama harus menjaga diri mereka sendiri, agar pengaruh sirep itu tidak mencengkam mereka sebagaimana orang-orang padukuhan itu.
Dengan nada rendah Ki Wiradadi berkata, "Aku mengerti, Ki Ajar."
Demikianlah, maka sejenak kemudian, Ki Ajar telah
memusatkan nalar budinya untuk melepaskan ilmu sirepnya.
Udara tiba-tiba bergetar, memancarkan ilmu Ki Ajar yang menyebar ke seluruh padukuhan.
Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana berusaha untuk
mengatasi kekuatan ilmu sirep itu, sehingga mereka tidak kehilangan kesadaran mereka.
Baru beberapa saat kemudian, Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada berat ia berkata, "Mudah-mudahan ilmuku mencapai sasarannya. Tetapi jika ada seorang pemimpin yang berilmu tinggi di padukuhan ini, maka ia akan segera tahu, bahwa di atas padukuhan ini telah ditaburkan kekuatan ilmu sirep."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Ajar memiliki tingkat ilmu yang tinggi. Hanya dengan mengerahkan segenap daya tahan, aku dapat mengatasi pengaruh sirep ini," berkata Ki Wiradadi.
"Sudahlah," berkata Ki Ajar. "Kita akan memasuki
padukuhan ini."
"Bagaimana dengan aku?" bertanya si bongkok itu.
"Kau ikut kami. Biarlah kedua ekor harimau itu menunggu di luar," berkata Ki Ajar.
Dengan sangat berhati-hati, orang-orang itu meloncati dinding dan memasuki lingkungan padukuhan yang suram.
Tidak banyak terdapat obor di luar rumah. Hanya beberapa nampak menerangi jalan induk dan regol-regol terpenting.
Bangunan-bangunan yang terdapat di padukuhan itu bukan bangunan-bangunan biasa. Bukan rumah-rumah yang dihuni oleh keluarga-keluarga, sebagaimana padukuhan-padukuhan di seberang Hutan Jatimalang. Yang terdapat adalah sedikit bangunan untuk kepentingan khusus.
Kelima orang yang memasuki padukuhan itu kemudian
berjalan mengelilingi padukuhan. Ternyata bahwa padukuhan itu memang tidak kosong. Tetapi yang mereka ketemukan adalah orang-orang yang telah tertidur nyenyak di serambi-serambi bangunan yang ada di padukuhan itu.
Seperti yang mereka duga, di padukuhan itu terdapat sebuah bangunan induk yang lebih besar dari bangunan-bangunan yang lain.
"Marilah kita melihat apa isinya," berkata Ki Ajar.
"Baik, Ki Ajar," jawab Ki Wiradadi.
Dengan melangkahi beberapa sosok tubuh dari para


Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penjaga yang tertidur nyenyak, mereka berhasil mendekati http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pintu bangunan induk itu. Dengan hati-hati pula Ki Ajar mendorong pintu sehingga terbuka.
Ternyata di ruang dalam bangunan itu terdapat berbagai macam alat yang akan dipergunakan pada upacara korban, di saat bulan bulat. Di belakang ruang itu terdapat sebuah sentong yang nampaknya dipergunakan untuk merias korban.
"Di sinilah korban itu disiapkan," desis Ki Ajar.
Ki Wiradadi menggeram. Tetapi hatinya menjadi semakin gelisah. Ia semakin membayangkan kehadiran anak
perempuannya di rumah itu menjelang kematiannya.
Beberapa lama mereka mengamati tempat itu. Ditelitinya setiap pintu dan lorong-lorong yang ada di rumah itu dan sekitarnya. Longkangan yang agak luas, seketheng yang berpintu, dan dinding-dinding yang rendah.
"Kita telah melihat tempat ini," berkata Ki Ajar. "Kita akan dapat membuat perhitungan-perhitungan yang mapan. Jangan meninggalkan bekas di sini, sehingga tidak terjadi perubahan adat dan upacara. Jika mereka mengetahui bahwa rencana mereka telah diketahui orang lain, atau semacam kecurigaan seperti itu, maka tentu akan terjadi perubahan-perubahan yang mungkin akan menyulitkan kita."
Ki Wiradadi mengangguk. Katanya, "Agaknya tidak terdapat jejak kita di sini, selain saksi dari orang-orang yang telah tertidur itu."
Ki Ajar mengangguk. Katanya dengan nada rendah,
"Mudah-mudahan mereka masing-masing merahasiakan
kelemahan mereka. Jika diketahui mereka telah tertidur ketika bertugas, maka mereka akan dihukum."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Wiradadi masih saja mengangguk-angguk. Kemudian terdengar ia berdesis, "Kita berdoa, mudah-mudahan kita tidak akan gagal."
"Marilah," berkata Ki Ajar kemudian. "Kita tinggalkan tempat ini. Kita akan dapat menyusun rencana. Jika datang saatnya, kita harus sudah dapat menyusun rencana terperinci, sehingga kita tinggal melaksanakan saja, meskipun dengan taruhan nyawa kita."
Ki Wiradadi tidak menjawab. Tetapi ia mengikuti Ki Ajar keluar dari rumah itu. Pintunya telah ditutup kembali dengan tertib, sebagaimana sebelum mereka buka.
Dengan pengenalan yang cermat atas padukuhan itu, maka kelima orang itu telah meninggalkan padukuhan. Dua ekor harimau si bongkok masih tetap berada di tempatnya.
Merekapun kemudian mengikuti si bongkok, melintasi padang yang tidak terlalu luas itu, dan kembali hilang di balik pohon-pohon perdu.
Ternyata kedatangan mereka berlima itu memang tidak berbekas. Ketika kekuatan sirep itu perlahan-lahan semakin longgar dan beberapa orang mulai terbangun, maka kelima orang itu telah berada di tempat yang jauh.
Dalam pada itu, melalui jalan berbelit sebagaimana saat mereka berangkat, mereka telah sampai ke gubuk kecil Ki Ajar.
Namun di sisa malam itu, mereka tidak sempat beristirahat.
Mereka telah berbicara panjang tentang langkah-langkah yang akan mereka ambil. Sebelum mereka kehilangan gambaran tentang padukuhan itu, mereka telah mencocokkan kesan mereka satu dengan yang lain, sehingga dengan demikian mereka akan dapat menyusun rencana sebaik-baiknya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Ajar setiap kali telah menekankan, bahwa rencana mereka akan dilaksanakan dengan taruhan nyawa mereka.
"Kita berhadapan dengan satu kekuatan yang besar,"
berkata Ki Ajar.
Ki Wiradadi menunduk dalam-dalam. Setiap kali ia memang dihadapkan pada simpang jalan yang sulit untuk dipilihnya. Di satu jalan ia merasa berkepentingan sekali untuk
membebaskan anaknya, apapun yang terjadi, namun di jalan lain ia tidak sampai hati mengorbankan anak-anak muda itu, jika mereka gagal.
"Apakah aku harus mengorbankan dua orang anak muda yang memiliki masa depan cerah itu bagi anak perempuanku?"
pertanyaan itu selalu bergejolak di dalam dadanya.
Namun setiap kali ia digoncang keragu-raguan itu, seakan-akan Ki Ajar mengetahuinya. Demikian juga Manggada dan Laksana, sehingga mereka telah menyatakan sikap mereka masing-masing.
"Jika Ki Wiradadi masih saja ragu-ragu sampai saat terakhir, maka rencana kita akan kabur," berkata Manggada. Lalu katanya pula, "Kita harus melaksanakan rencana kita dengan mantap dan tanpa ragu-ragu. Setiap keragu-raguan akan dapat menghambat langkah-langkah kita, yang justru akan dapat berakibat sangat buruk."
"Kau benar, anak muda," sahut Ki Ajar. "Kita harus melakukannya dengan mantap."
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Kemudian dengan suara berat ia berkata, "Baiklah. Kita memang tidak boleh raguragu."
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus," desis Ki Ajar. "Kita sudah menentukan pola langkah kita. Sebelum berangkat, kita akan dapat
mengulanginya sambil mengisi bagian-bagian yang lebih kecil dari rencana itu."
"Mudah-mudahan kita berhasil. Mudah-mudahan rencana kita sesuai dengan kenyataan yang kita hadapi di medan,"
sahut Manggada.
"Kita memang harus menyiapkan rencana cadangan," desis Ki Ajar.
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Sementara itu, Ki Ajar melanjutkan, "Jika rencana kita gagal, maka yang harus kita lakukan kemudian adalah meninggalkan upacara itu, dan kemudian menghilang. Kita harus mengulanginya lagi jika penyerahan korban itu tetap akan dilakukan kemudian. Kita tidak tahu, apakah jika malam purnama mereka gagal menyerahkan korban, akan dapat dilakukan malam berikutnya.
Namun penundaan waktu itu memberi kesempatan kepada kita untuk berpikir."
Memang tidak ada cara lain yang dapat mereka tempuh.
Karena itu, mereka menetapkan bahwa langkah itulah yang dapat mereka ambil untuk mengatasi rencana mereka jika gagal.
Dengan demikian, yang dapat mereka lakukan kemudian adalah menunggu. Menunggu bulan bulat di langit.
Untuk menghilangkan kejemuan menunggu, Manggada dan Laksana mengasah kemampuan mereka. Meskipun tidak
mungkin meningkatkan ilmu mereka hanya dalam dua hari, namun seakan-akan mereka mampu mempertajam ujung
kemampuan mereka menghadapi keadaan yang khusus itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika malam kemudian datang, maka bulan rasa-rasanya sudah bulat. Ki Wiradadi bahkan menjadi gelisah. Jika mereka salah menghitung hari, dan malam itu adalah malam purnama, maka anaknya malam itu tentu sudah dibaringkan di atas tempat upacara, di tengah-tengah padang rumput itu.
Untuk menenangkan perasaan Ki Wiradadi, maka mereka telah menelusuri lagi jalan yang rumit untuk sampai ke tepi padang rumput itu.
Mula-mula mereka memang terkejut. Di padang rumput itu ternyata telah banyak orang. Obor telah terpasang, meskipun baru beberapa.
-oo0dw0oo- Jilid : 5 NAMUN setelah mereka mengamati sejenak, ternyata
mereka menyadari, bahwa yang dilakukan oleh orang-orang beraliran sesat itu barulah persiapan. Mereka sibuk menghias tempat persembahan dengan janur yang berwarna
kekuningan, sebagaimana mereka menghias tempat peralatan perkawinan. Demikian pula regol padukuhan, dan agaknya, juga bangunan-bangunan yang ada di padukuhan kecil itu.
Tetapi orang-orang yang berada di pinggir padang rumput, dan bersembunyi di balik rimbunnya pohon perdu itu, tidak berani mendekat. Mereka hanya dapat mengamati semuanya itu dari kejauhan.
Dalam pada itu, Ki Ajar berbisik " Agaknya mereka telah memperkuat penjagaan. Hilangnya beberapa orang di antara mereka, telah membuat mereka menjadi sangat berhati-hati. "
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Namun ia masih saja dibayangi oleh kecemasannya, akan kemungkinan yang terjadi atas Manggada dan Laksana. Keduanya bukan apa-apanya.
Tidak ada hubungan keluarga sama sekali. Jika keduanya menjadi korban; maka ia tentu akan menyesal sekali.
Tetapi ia tidak dapat mengatakannya. Kedua anak muda itu sendiri nampaknya sudah begitu mantap untuk terjun ke gelanggang. Sebagaimana pernah mereka katakan, bahwa selain untuk menyelamatkan gadis itu, maka kepercayaan sesat itu memang harus dipadamkan.
Malam itu, mereka sempat melihat persiapan yang
dilakukan oleh beberapa orang. Bahkan mereka melihat semacam gladi bagaimana upacara itu akan dilakukan besok.
Mereka yang berada di pinggir padang rumput, di balik gcrumbul-gerumbul perdu itu, melihat bagaimana besok iring-iringan itu akan keluar dari regol. Ternyata gadis yang akan di korbankan, akan dibawa naik sebuah tandu, dikawal olah ampat orang bersenjata.
Sementara itu, tempat penyerahan korban telah dijaga pula oleh ampat orang di setiap sudutnya. Pengawal itu bersenjata tombak panjang dengan juntai janur kuning di bawah mata tombaknya.
Gladi upacara itu agaknya dilakukan hampir utuh. Namun Ki Ajar berkata " Penjagaan kali ini memang nampak lebih cermat. "
" Ki Ajar pernah melihat upacara semacam ini" " bertanya Ki Wiradadi.
" Bukankah aku pernah mengatakannya" Tetapi aku segan untuk mengingatnya lagi, karena penglihatanku itu selalu menyiksa perasaanku. Aku melihat satu tindakan yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertentangan dengan nuraniku, tapi aku tidak dapat berbuat apa-apa. " desis Ki Ajar.
Ki Wiradadi tidak bertanya lagi. Ia mengerti perasaan Ki Ajar yang sakit, justru karena ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Ketika bulan menjadi semakin tinggi, dan bahkan mencapai puncaknya, semua persiapan telah dapat diselesaikan. Bahkan beberapa rontek dan umbul-umbul telah terpasang. Upacara itu memang merupakan upacara yang termasuk besar.
Memang terkilas di dalam "angan-angan Ki Wiradadi pertanyaan, apakah mereka akan berhasil dengan rencana mereka, justru menghadapi kesiagaan yang begitu tinggi.
Tetapi ia selalu mengusir keragu-raguan dari dalam hatinya.
Ia sadar, bahwa Ki Ajar dan anak-anak muda yang bersedia membantunya itu, agaknya membenci keraguraguannya.
Karena itu, ia harus memantapkan sikapnya, apapun yang tersirat di hatinya.
Demikianlah, ketika padang rumput itu menjadi semakin sepi, Ki Ajar berkata " Marilah. Agaknya semua persiapan telah selesai. Kita sudah mendapat gambaran apa yang akan terjadi besok. Kita sudah melihat celah-celah yang memberi kemungkinan kepada kita untuk bertindak besok malam. "
" Kapan kita akan hadir di sini besek Ki Ajar" " bertanya Ki Wiradadi.
" Pada saat bulan terbit, kita harus sudah berada di sini "
jawab Ki Ajar. Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Namun ia
kemudian mengikuti Ki Ajar, meninggalkan tempat itu Demikian juga Manggada dan Laksana.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mereka sampai di rumah Ki Ajar, maka Ki Ajar telah mempersilahkan mereka langsung beristirahat.
" Kita besok memerlukan tenaga dan kemampuan kita sepenuhnya " berkata Ki Ajar.
Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana tidak membantah.
Mereka pun telah pergi ke serambi, dan membaringkan diri di amben yang cukup besar. Di serambi terasa lebih sejuk dan segar daripada mereka berada di dalam rumah yang terasa sempit dan panas. Karena itu, mereka pun merasa akan dapat lebih cepat tidur daripada jika mereka berada di dalam.
Di hari berikutnya, Ki Wiradadi dan kedua orang anak muda itu telah melakukan persiapan terakhir. Malam nanti mereka akan bergabung di antara hidup dan mati. Tetapi apapun yang terjadi, mereka sudah bertekad untuk menghancurkan gerombolan orang yang menganut ilmu sesat. Meskipun orang-orang itu berjumlah jauh lebih banyak, namun mereka yakin, bahwa jika para pemimpinnya telah dikalahkan, yang lain tidak akan banyak memberikan perlawanan.
Ketika matahari turun, Ki Ajar telah bersiap-siap pula.
Setelah memberikan pesan-pesan terakhir, maka mereka pun mulai bergerak. Tetapi mereka harus sangat berhatihati.
Mereka tidak boleh datang sebelum gelap. Tetapi mereka pun tidak boleh terlambat.
Karena itu, mereka sengaja berangkat agak awal. Namun mereka harus menunggu di sebuah semak-semak yang
berdaun rimbun. Baru ketika senja turun, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju ke padang rumput yang menjadi arena penyerahan korban bagi orang-orang berilmu hitam itu.
Bagaimanapun juga, terasa debar di jantung mereka
menjadi semakin keras, ketika mereka semakin dekat. Dari http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jarak yang agak jauh, telah nampak cahaya obor yang menjulang. Agaknya padang rumput itu memang menjadi terang dan oleh puluhan obor yang telah dinyalakan.
Pada saat hari mulai gelap, Ki Ajar dan kawan-kawannya mempersiapkan diri. Mereka tidak boleh terlambat bertindak, karena jika ia terlambat, maka segalanya akan gagal. Gadis itu tentu akan terbunuh dan bahkan mungkin mereka
semuanyapun akan terbunuh pula.
Tetapi jika terjadi hal yang demikian, maka itu adalah akibat yang harus mereka terima.
Sambil menunggu bulan bulat di langit, detak jantung mereka serasa menjadi semakin cepat. Rasa-rasanya mereka harus menunggu sangat lama.
Namun akhirnya, langit pun menjadi semakin terang. Sesaat lagi bulan akan terbit.
Ki Ajar memberikan isyarat kepada mereka, yang bekerja bersamanya. Di saat bulan terbit, semua persiapan akan dilakukan pada tahap terakhir. Sejenak kemudian, korban pun dibawa keluar dari padukuhan, dan diarak ketempat korban dipersembahkan.
Upacara akan berlangsung beberapa lama, sehingga baru menjelang tengah malam pusaka yang akan menjadi sangat bertuah itu dihunjamkan kedada korban.
Dengan isyarat itu, maka Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana telah bergeser untuk mengambil jarak. Namun dalam pada itu. si. Bongkok mendekati Ki Ajar untuk menerima perintah-perintahnya.
" Kita tidak akan mendapat kesempatan lain Bongkok "
berkata Ki Ajar.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Ya Ki Ajar " jawab Bongkok " karena itu, kita harus berhasil kali ini. Kepercayaan sesat ini harus kita hancurkan, sehingga tidak akan dapat tumbuh kembali. "
" Selebihnya, kita selamatkan gadis yang akan menjadi korban itu. " desis Ki Ajar.
Si Bongkok mengangguk-angguk. Namun perhatiannya
sepenuhnya tertuju kepada gerbang padukuhan yang terang.
" Begitu gadis itu diletakkan di atas tempat korban, kita akan bertindak " berkata Ki Ajar.
Orang bongkok itu masih saja mengangguk. Tetapi ia tidak segera menjawab. Perhatiannya masih saja tertuju kepada kesibukan di pintu gerbang. Agaknya benda-benda upacara sudah akan dibawa keluar, sebelum mereka membawa korban itu sendiri.
Sebenarnyalah bahwa Ki Ajar dan orang bongkok itu pernah menyaksikan apa yang terjadi di padang rumput itu. Tetapi mereka merasa ngeri untuk mengingatkannya. Tetapi dalam keadaan yang penting itu, mereka terpaksa melihat kembali ingatan mereka tentang upacara-upacara yang pernah dilakukan di padang itu.
Beberapa saat kemudian, benda-benda upacara telah
dibawa keluar. Beberapa puluh obor mendahului benda-benda upacara itu, dalam iring-iringan agak panjang.
Benda-benda upacara itu kemudian dibawa ke tempat
korban diserahkan. Sebagian diletakkan di atas tatanan batu, sementara yang lain diletakkan di bawah.
Manggada dan Laksana yang belum pernah menyaksikan upacara seperti itu, merasa jantungnya berdetak semakin keras. Bulu-bulu tengkuk mereka, serasa berdiri. Upacara itu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak mengerikan. "Apalagi kedua anak'muda itu sudah mulai membayangkan, seorang gadis terbaring di tempat korban, kemudian sebilah keris diangkat tinggi-tinggi dan terayun menghunjam ke jantungnya.
Rasa-rasanya anak-anak muda itu mendengar jerit tinggi.
Namun ternyata yang didengarnya, adalah isyarat dalam upacara yang sedang berlangsung itu dari salah seorang perempuan yang memimpin upacara itu, di antara beberapa orang perempuan yang lain.
Tiba-tiba saja, terjadi gerakan mengejutkan. Dengan serentak, semua orang di sekitar tempat itu bergerak.
Berputaran sambil meneriakkan kata-kata yang tidak jelas.
Semakin lama semakin cepat.
" Beri tahu anak-anak muda itu " berkata Ki Ajar " sebentar lagi korban akan dibawa keluar. "
Orang bongkok itupun kemudian merangkak mendekati
anak-anak muda itu untuk memberikan isyarat dengan tangannya, bahwa korban akan dibawa keluar.
Manggada dan Laksana telah bergeser lagi semakin jauh.
Sementara Ki Wiradadi, tetap berada di tempatnya. Mereka akan mempergunakan anak panah untuk menyerang dari jarak jauh', sehingga akan timbul kekacauan di tempat upacara itu.
Meskipun di sekitar tempat upacara itu terdapat banyak orang, tetapi kelima orang itu yakin, bahwa hanya beberapa saja di antara mereka yang bersiap untuk benar-benar bertempur dengan kemampuan yang memadai.
Mereka telah melihat beberapa orang, bukan saja menjajagi kemampuan mereka, tetapi justru telah membunuhnya.
Sejenak kemudian, terdengar suara bende yang bergaung memecah keriuhan di padang rumput itu. Bende yang menjadi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
isyarat bahwa korban akan dibawa keluar dari pintu gerbang padukuhan, di sebelah padang itu.
Orang-orang yang menunggu diatas tanggul, di balik gerumbul itu, menjadi tegang. Terutama Manggada, Laksana dan Ki Wiradadi. Ki Wiradadi yang seakan-akan telah melihat anak gadisnya diarak dalam tandu keluar pintu gerbang, rasa-rasanya tidak sabar lagi menunggu lebih lama.
Korban yang akan dibaringkan di atas tempat korban itu, benar-benar telah ditandu keluar dari pintu gerbang. Satu iring-iringan panjang, dengan beberapa tanda upacara yang lain dari yang telah lebih dahulu dipasang.
Namun dari tempat mereka bersembunyi, Ki Wiradadi dan kawan-kawannya tidak dapat melihat wajah orang yang berada di dalam tandu itu.
Tetapi mereka tidak mempedulikannya. Mereka ber-.
pegang pada rencana yang telah mereka susun. Demikian korban diletakkan di atas batu itu, mereka akan bertindak.
Mereka tidak akan menunggu upacara berkepanjangan, sehingga akan dapat membuat jantung mereka semakin tegang, dan mungkin akan kehilangan keseimbangan.
" Dalam saat itu. mungkin Panembahan belum ada di padang. Tetapi itu kebetulan sekali. Kita akan menghadapi lawan-lawan yang lain. Baru kemudian, kita akan berha dapan dengan Panembahan " berkata Ki Ajar yang menjelaskan saat mereka menyusun rencana.
Dengan demikian, mereka dapat menghadapi lawan-lawan mereka bergantian.
Kehadiran korban itu benar-benar bagaikan iring-iringan pengantin perempuan, dalam upacara yang besar. Bahkan suara gamelanpun telah terdengar mengiringi kor ban yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duduk di atas tandu itu. Namun sebenarnyalah, . orang yang duduk di atas tandu itu seakan-akan tidak lagi; sadar akan dirinya, karena ketakutan yang mencekam.
Perempuan yang duduk di dalam tandu itu menyadari, bahwa sebentar lagi, umurnya akan dicabut di atas tempat untuk menyerahkan korban.
Ki Wiradadi rasa-rasanya tidak sabar lagi. Tetapi ia harus menunggu Ki Ajar memberikan isyarat.
Dalam siraman cahaya bulan, mereka yang bersembunyi di balik gerumbul itu melihat, perempuan yang duduk di dalam tandu itu dipanggul tiga kali mengelilingi tempat yang akan dipergunakannya untuk menyerahkan korban.
Kemudian tandu itu berhenti tepat di sisi sebelah kanan.
Dengan penuh hormat, beberapa orang perempuan ' telah mempersilahkan pengantin perempuan turun dari tandu dan naik ke atas tempat korban diserahkan.
Ternyata bahwa perempuan di dalam tandu itu tidak lagi mampu untuk melakukannya sendiri. Ia memerlukan
pertolongan dari orang-orang yang mengiringinya, karena rasa-rasanya tulang-tulangnya tidak lagi dapat mengangkat tubuhnya. Ketakutan yang sangat, memang telah mencekam jiwanya, sehingga ia kehilangan kemampuan untuk menguasai kehendaknya sendiri atas tubuhnya.
Namun bagaimanapun, Ki Wiradadi tidak sempat melihat siapakah perempuan itu. Namun yang terbayang di matanya, bahwa perempuan itu adalah anak gadisnya.
Demikian perempuan itu naik, dan dibaringkan di atas tempat menyerahkan korban, upacara pun segera dimulai.
Beberapa orang mulai berloncatan menari-nari di sekitar korban yang telah terbaring. Teriakan-teriakan yang tidak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat dimengerti, menjadi semakin keras dan semakin cepat.
Orang-orang yang menari-nari itu mulai bergerak di sekeliling tempat korban dibaringkan.
Ki Ajar menganggap waktunya sudah tepat. Karena itu, ia memberikan isyarat. Orang bongkok yang berada di dekatnya, telah mendapat perintah untuk melemparkan batu-batu kecil kearah Ki Wiradadi dan kedua anak muda yang membantunya berusaha membebaskan anak gadisnya itu.
Ki Wiradadi memang sudah tidak sabar lagi. Karena itu, demikian ia mendapat isyarat, sebagaimana sudah disepakati, iapun segera meletakkan ejid ong anak panahnya di lambung.
Dengan tergesa-gesa Ki Wiradadi memasang anak panah pada tali busurnya, sebagaimana dilakukan oleh Manggada dan Laksana.
Sesaat kemudian, anak panah terlepas. Terdengar jerit mengoyak teriakan-teriakan upacara. Tiga orang telah jatuh dengan anak panah melekat di punggungnya.
Sejenak orang-orang yang sedang menari-nari itu, bagaikan telah membeku. Namun lagi, tiga orang telah jatuh sambil menjerit kesakitan.
Upacara itupun menjadi gempar. Beberapa orang berteriak berlari-lari. Namun pemimpin upacara itu, tiba-tiba saja telah berteriak " Selamatkan ratu. "
Suaranya meledak bagaiman suara guruh di langit, yang diselimuti mendung gelap.
Ki Ajar menangkap isyarat itu. Yang dimaksud dengan ratu, tentu orang yang sudah siap dikorbankan itu.
Karena itu, Ki Ajar berkata kepada orang bongkok "
Sekarang. "
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang bongkok itupun mengangguk. Tiba-tiba saja.
mulutnya melepaskan bunyiuyang khusus, seperti bunyi seekor tikus.
Ternyata bunyi itu adalah bunyi yang dikenali oleh dua ekor harimau yang sudah lama bersembunyi di belakang gerumbul, sebagaimana si bongkok itu sendiri. Oleh isyarat itu, kedua ekor harimau itu telah meloncat keluar dari persembunyiannya sambil mengaum keras sekali.
Suaranya memang mengejutkan. Apalagi ketika kedua ekor harimau itu menyergap orang-orang yang ada di sekitar batu tempat korban akan diserahkan.
Beberapa orang berlari-larian dengan penuh ketakutan.
Sementara itu, anak panah Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana masih saja mengambil korban.
Beberapa saat kemudian, para pengawal berusaha
menguasai keadaan. Namun mereka menjadi sangat berhatihati, karena kehadiran dua ekor harimau yang bagaikan mengamuk di antara orang-orang yang berlari cerai-berai.
Sejenak kemudian, sekelompok pengawal hadir di tempat yangkacau itu. Dengan senjata di tangan, mereka siap menghadapi dua ekor harimau yang mengamuk itu. Tetapi ternyata mereka tidak sekedar menghadapi dua ekor harimau.
Beberapa orang di antara mereka telah jatuh terjerembab dengan anak panah menghunjam di punggung.
" Setan " geram pemimpin kelompok pengawal. Dan sekali lagi terdengar perintah " Selamatkan ratu. "
Beberapa orang pengawal memang berlari untuk
mengambil gadis yang sudah terbaring di atas batu tempat persembahan itu. Tetapi beberapa anak panah telah
menghentikan mereka. Dua orang anak muda berdiri di atas http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setumpuk batu yang diatur rapi itu, di bawah kaki gadis yang terbaring ketakutan. Sementara itu, Ki Wiradadi berdiri di sebelah kepala gadis itu. Mereka bertiga telah
mempergunakan anak panah mereka untuk menghentikan para pengawal yang siap menyerang mereka, sementara seluruh padang rumput itu menjadi kacau oleh dua ekor harimau yang nampak sangat liar dan garang.
Ketika para pengawal berusaha untuk menyerang dari arah yang lain. maka mereka telah menghadapi Ki Ajar dengan pedang teihunus. Dengan senjata itu, Ki Ajar tidak menunjukkan sesuatu ciri kepada para pengawal pada senjatanya.
Pertempuranpun segera terjadi. Namun dalam waktu yang singkat, jumlah para pengawal telah susut terlalu banyak.
Disaat perhatian mereka tertuju kepada dua ekor harimau, maka anak panah telah mematuk punggung. Tetapi jika mereka memperhatikan anak panah itu, maka kuku harimau itu akan mengoyak tubuh mereka.
Dalam keadaan yang kacau itulah, terdengar suara Ki Ajar yang tiba-tiba saja telah berada didekat Ki Wiradadi " Lihat gadis itu. Selamatkan siapapun ia. Sokur jika gadis itulah yang kita cari. "
Ki Wiradadipun segera tanggap. Dengan tangkasnya ia telah meloncat ke atas tempat persembahan itu. Setumpuk batu yang diatur dengan cermat dan di pahat meskipun agak kasar.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keremangan cahaya obor, Ki Wiradadi mencoba
mengamati wajah gadis yang telah dirias itu. Untuk beberapa saat Ki Wiradadi tercenung. Namun akhirnya ia menjadi yakin ketika terdengar gadis yang lemah dan tidak lagi mampu menguasai dirinya sendiri karena ketakutan-itu berdesis "
Ayah. " " Kau " suara Ki
Wiradadi.menjadi serak.
Namun ia segera sadar,
ketika Ki Ajar berkata " Bawa
anak itu. Kita akan
menyelamatkannya. "
Ki Wiradadipun segera
menyangkutkan busurnya di
pundaknya. Kemudian
dengan tangkasnya
mendukung anak itu dikedua
tangannya. Dalam keadaan wajar,
mungkin ia merasa agak
berat membawa anak
gadisnya di kedua
tangannya itu. Tetapi dalam keadaan yang gawat, maka rasa-rasanya anak gadisnya itu masih saja seorang anak kecil yang memang sepantasnya didukungnya.
" Kita bergerak sekarang " berkata Ki Ajar.
Orang-orang itupun dengan tangkasnya telah berloncatan mundur. Manggada dan Laksana tidak henti-hentinya
melepaskan anak panah mereka kearah orang-orang yang memburunya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi pengawal yang memburu mereka terlalu banyak, sehingga beberapa orang mampu mencapai orang-orang yang sedang melarikan diri itu.
Namun Ki Ajar tidak membiarkan mereka menyentuh gadis yang sedang didukung oleh Ki Wiradadi itu. Sementara dua ekor harimau itu lebih banyak mengacaukan pemusatan perhatian para pengawal daripada menyerang mereka. Namun dengan demikian, maka para pengawal yang kebingungan itu telah menjadi sasaran anak panah Manggada dan Laksana.
Beberapa saat kemudian mereka telah mendekati tanggul dipinggir jurang yang rendah. Manggadalah yang lebih dahulu berdiri dia tas tanggul itu. Kemudian ia berusaha melindungi orang-orang yang lain dengan anak panahnya disaat orang-orang itu mengundurkan diri. Sementara Laksana sambil melangkah surut masih juga selalu melepaskan anak
panahnya pula. Ternyata Ki Ajar, Ki Wiradadi, Manggada dan Laksana telah meloncat ke dalam jurang yang rendah itur Namun dalam sekilas dibawah terangnya bulan bulat, anak-anak muda itu melihat harimau yang bagaikan mengamuk dipadang rumput.
Tetapi yang membuat bulu tengkuk mereka meremang, bukan hanya kedua ekor harimau itu. Antara nampak dan tidak nampak dalam keremangan cahaya bulan bulat dan cahaya obor mereka melihat seekor harimau yang berwarna keputih-putihan dengan ujud yang lebih besar dari kedua ekor harimau yang dipelihara oleh orang bongkok itu.
Tetapi anak-anak muda itu tidak sempat memperhatikan lebih lama lagi. Ki Ajar telah memberikan isyarat agar mereka segera meninggalkan tempat itu, menelusuri jurang yang rendah menuju ketempat yang rumit dan jarang disentuh kaki http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia. Apalagi dalam keremangan malam meskipun bulan terang.
Ki Wiradadi memang mengalami kesulitan karena ia harus membawa anak gadisnya. Namun terdorong oleh tekadnya untuk menyelamatkan anak gadisnya itu, maka ia rasa-rasanya tidak menemui hambatan sama sekali.
Tetapi ketika mereka menempuh jalan yang rumpil dan miring, maka Manggada dan Laksana terpaksa menolong Ki Wiradadi ikut menjaga agar Ki Wiradadi dan anaknya tidak justru terperosok kedalam jurang.
Ketika mereka menjadi semakin jauh, Manggada dan
Laksana yang beberapa kali berpaling masih belum melihat orang bongkok dengan kedua ekor harimaunya. Bahkan kedua anak muda itu sempat menjadi cemas. Banyak kemungkinan dapat terjadi dalam keributan di padang rumput itu. Para pengawal tentu akan segera berdatangan. Bahkan baragkali para pemimpin dari padepokan yang besar itu telah datang pula.
Manggada yang tidak dapat menahan kegelisahannya telah bertanya " Ki Ajar. Bagaimana dengan Ki Pandi dan kedua ekor harimaunya" "
" Aku harap mereka akan dapat mengatasi kesulitan mereka
" jawab Ki Ajar.
Manggada hanya menarik nafas dalam-dalam. Beberapa saat mereka berusaha mengatasi jalan yang sulit dan kadang-kadang gelap dibawah bayangan pepohonan yang rimbun.
Namun karena mereka telah beberapa kali melewati jalan itu, maka akhirnya mereka berhasil mencapai rumah Ki Ajar Pangukan.


Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan hati-hati gadis yang ketakutan itu, dibaringkan didalam rumah kecil itu. Namun ternyata bahwa gadis Ki Wiradadi itu justru telah pingsan. Ia telah menahan goncangan-goncangan perasaan cukup lama, sehingga ketika tumbuh harapan, didalam hatinya karena kehadiran ayahnya, ia justru kehilangan seluruh penguasaan diri.
Tetapi Ki Ajar adalah seorang yang tahu benar tentang pengobatan. Karena itu, maka iapun segera mempersiapkan beberapa reramuan. Setelah dicairkan dengan air, maka obat itupun setitik demi setitik telah dituang kedalam mulut gadis yang pingsan itu.
Perlahan-lahan gadis itu menjadi sadar. Ia telah mulai membuka matanya dan bahkan mulai menangis.
" Ayah " desisnya.
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Katanya dalam nada lembut " Jangan menangis lagi. Kau telah ditolong oleh Ki Ajar dengan seorang pembantunya. "
" Bukan aku yang menolongmu anak manis. Tetapi ayahmu telah mempertaruhkan apa saja bagimu, bagi keselamatanmu.
" sahut Ki Ajar.
Ketika Ki Wiradadi akan menjawab lagi, maka Ki Ajar itu berkata " Kau dapat beristirahat sebaik-baiknya disini sambil menunggu seorang yang masih tertinggal di padang rumput itu. Tempat ini cukup jauh dan terpencil. Mudah-mudahan kita akan luput dari penglihatan orang-orang padepokan itu. "
" Aku takut ayah " terdengar suara gadis itu lambat.
" Kau tidak perlu takut lagi sekarang " jawab ayahnya.
Gadis itu terdiam. Diamatinya ruang yang remang-remang itu. Lampu minyak sudah dinyalakan diatas ajuk-ajuk bambu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disudut ruangan. Sinarnya yang lemah menggapai-gapai disentuh angin yang menyusup lewat lubang-lubang dinding.
Manggada dan Laksana duduk termangu-mangu. Sekali-
sekali mereka menatap gadis yang terbaring diam itu.
Kemudian dipandanginya wajah Kf Wiradadi dan Ki Ajar berganti-ganti.
" Sebutlah nama Yang Maha Agung " berkata Ki Wiradadi kepada anak gadisnya " kau telah dilindungi dari malapetaka itu. "
Gadis itu kemudian memang menyebut nama Yfmg Maha
Agung. Sementara Ki Ajar mengamati perkembangannya setelah obatnya merayap keseluruh tubuh.
Keadaan gadis itu memang menjadi semakin baik. Bahkan sejenak kemudian, ia telah dapat bangkit dan duduk sambil minum beberapa teguk.
Namun dalam pada itu, pintu lereg rumah itu telah berderit.
Manggada dan Laksana dengan sigapnya telah bangkit berdiri.
Tetapi yang ternyata berdiri dipintu adalah Ki Pandi, orang bongkok yang mereka tinggalkan di padang rumput.
" Masuklah Bongkok " desis Ki Ajar.
Orang bongkok itupun kemudian melangkah masuk sambil menutup pintu.
" Dimana kedua ekor harimaumu itu" " bertanya Ki Ajar.
" Mereka ada diluar Ki Ajar " jawab orang bongkok.
" Bukankah mereka tidak mengalami sesuatu" " bertanya Ki Ajar pula.
" Tidak Ki Ajar " jawab orang bongkok itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sokurlah. Duduklah! Karena kau yang terakhir meninggalkan padang rumput itu, barangkali kau dapat memberikan ceritera yang tidak kami ketahui "- berkata Ki Ajar Orang bongkok itu termangu-mangu. Namun kemudian
katanya " Untunglah kalian cepat meninggalkan padang rumput itu. Beberapa saat kemudian, beberapa orang pengawal terpilih telah datang. Bahkan Panembahan sendiri telah datang pula. Untunglah bahwa kami, maksudku aku dan kedua harimau itu sempat menghilang pula. Tetapi aku masih berusaha untuk mengetahui perkembangan selanjutnya. Dari kejauhan, aku dapat melihat apa yang dilakukan oleh Panembahan yang marah. Beberapa orang justru telah dibunuhnya karena korbannya telah hilang. Kemudian agaknya Panembahan telah memerintahkan memburu kita. "
" Apa yang mereka lakukan kemudian" " bertanya Ki Ajar.
" Mereka telah berpencar " jawab orang bongkok itu.
" Apakah menurut dugaanmu mereka akan datang kemari"
" bertanya Ki Ajar pula.
" Aku kira akhirnya mereka akan sampai kemari. Tetapi agaknya tidak malam ini " jawab orang bongkok itu.
Ki Ajar mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Fajar besok kita akan menentukan, apa yang akan kita lakukan. Setidak-tidaknya malam ini kita dapat beristira hat. "
Ki Wiradadi menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah ia berkata " Aku mengucapkan terima kasih kepada kalian. "
" Sudahlah " berkata Ki Ajar. Namun katanya kemudian "
sebaiknya kalian beristirahat. Biarlah aku pergi sebentar. Si bongkok akan menemani kalian disini. "
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Ki Ajar akan pergi ke mana" " bertanya Ki Wiradadi.
" Hanya melihat-lihat keadaan. Tetapi jangan cemas. Aku sudah berada uitempat ini untuk waktu yang lama. Karena itu, aku tidak akan mengalami kesulitan " berkata Ki Ajar. Lalu katanya kepada orang bongkok itu " Aku ajak harimaumu. "
" Silahkan Ki Ajar " sahut orang bongkok itu. Demikianlah, sejenak kemudian maka Ki Ajar itu telah meninggalkan rumah itu, sementara orang bongkok itu berkata " Aku akan ke dapur. Air panas tentu lebih baik di malam begini. "
" Sudahlah " berkata Ki Wiradadi " beristirahat lah. -
Tetapi orang bongkok itu tersenyum. Katanya " Aku kedinginan. Aku akan memanaskan badan sejenak. Sementara itu diatas api aku jerang air. "
Namun dalam pada itu, Ki Wiradadi sempat bertanya
kepada orang bongkok itu sebelum pergi ke dapur " Ke-mana Ki Ajar itu pergi" "
Orang bongkok itu termangu-mangu. Namun kemudian,
sambil tersenyum, ia berkata " Ki Ajar merasa periu mengamati keadaan, justru setelah peristiwa ini. Apalagi di sini ada seorang yang dianggap sangat berharga bagi
Panembahan. Gadis itu. Ia merasa kehilangan sesuatu yang nilainya tidak terbatas. Dengan kegagalannya kali ini, ia harus mengulangi lagi semua upacara korban yang telah
dilakukannya. "
" Mengalangi" " Ki Wiradadi justru terkejut.
" Ya " jawab orang bongkok itu.
" Dengan demikian berarti bahwa setiap bulan akan ada lagi gadis yang hilang" " bertanya Ki Wiradadi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang bongkok itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "
Kita tentu tidak akan membiarkannya terjadi. Mungkin Ki Wiradadi berpendapat, bahwa dengan diselamatkannya anak gadis itu, maka akan berarti berpuluh lagi gadis akan menjadi gantinya, karena upacara harus diulang sejak permulaan.
Mungkin sudah lebih dari sepu luh, dua puluh atau bahkan lima puluh orang gadis. "
Ki Wiradadi menjadi semakin berdebar-debar. Jika
demikian, maka dengan diselamatkannya anak gadisnya, berarti lima puiuh orang gadis lain akan mati.
Namun orang bongkok itu berkata " Tetapi Ki Wiradadi tidak perlu merasa bersalah. Kita sudah mulai. Dengan demikian, kita tidak boleh berhenti di saat ini. Kita harus bekerja lebih keras, dan mencegah agar tidak terjadi lagi penyerahan korban seperti ini dikemudian hari. Kematian demi kematian, menandai upacara sesaat itu, harus dihentikan untuk seterusnya. Bukan sekedar menyelamatkan anak gadis Ki Wiradadi. "
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Iapun kemudian tidak bertanya lagi.
" Silahkan beristirahat. Aku akan pergi ke dapur. " berkata orang bokok itu.
Sepeninggal orang bongkok itu, Ki Wiradadi berkata "
Ternyata peristiwa ini merupakan satu permulaan dari perjuangan yang panjang. Semula aku kira, setelah anak gadisku diselamatkan, semuanya sudah selesai. Tetapi ternyata tidak. "
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Dengan nada rendah, Manggada berkata " Aliran sesat seperti itu memang harus dihancurkan sama sekali Ki Wiradadi. Jika tidak, maka http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada suatu saat gadis yang sudah dibebaskan itu akan dapat ditangkap lagi. "
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Katanya " Nampaknya Ki Ajar juga sedang menyusun rencana. "
" Ki Ajar telah membawa kedua ekor harimau itu " berkata Manggada.
Ki Wiradadi tidak menjawab. Namun nampak di dalam
angan-angannya, satu perjuangan berat yang masih harus dilakukan. Ia mulai berpikir, bagaimana ia dapat membawa anak gadisnya keluar dari lingkungan itu. Sementara Panembahan sesat itu tidak akan menyerah atas
kegagalannya. Kemarahannya tentu akan meledak, dan bahkan mungkin tidak akan terkuasai lagi oleh kekuatan yang ada di dalam gubug kecil itu. Panembahan itu tentu akan mengerahkan segenap kekuatannya di malam purnama itu untuk memburu korbannya.
Beberapa saat, ternyata orang bongkok itu telah membawa minuman hangat ke ruang dalam Dengan ramah ia berkata "
Marilah. Silahkan minum dengan gula kelapa. "
" Terima kasih " hampir berbareng ketiga-tiganya, yang ada di ruang tengah itu, menyahut.
" Baunya sangat sedap. Wedang sere " desis Laksana.
Orang bongkok itu tertawa. Katanya " Ya. Di sini terdapat kebun sere. Bukan saja untuk minuman, tetapi Ki Ajar mempergunakan untuk ramuan obat-obatan. "
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Tetapi ia kemudian
mempersilahkan orang bongkok itu untuk duduk bersama mereka.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sejenak kemudian, orang bongkok itu berkata "
Masih ada sisa waktu. Aku persilahkan kalian beristirahat.
Mungkin kalian masih harus .melakukan tugas-tugas penting.
Selama anak gadis itu belum keluar dari lingkungan ini, tugas kalian masih berat sekali. "
Ki Wiradadi mengangguk-angguk. Ia menyadari, bahwa tidak mudah baginya untuk membawa anak gadisnya keluar.
Orang-orang Panembahan itu tentu sudah menutup semua jalan yang mungkin dapat dilaluinya.
" Silahkan " berkata orang bongkok itu " aku akan berada di luar. "
Tetapi Manggada dan Laksana menyahut hampir berbareng
" Aku juga akan tidur di serambi. "
Orang bongkok itu termangu-mangu. Namun kemudian
katanya " Silahkan. Aku akan berjaga-jaga di halaman. "
Ki Sanak pun harus beristirahat " berkata Ki Wiradadi.
Orang bongkok itu tersenyum. Katanya " Sayang sekali melepaskan saat-saat bulan terang seperti ini. "
Ki Wiradadi tidak menjawab, sedangkan Manggada dan Laksana telah keluar pula. Sementara orang bongkok itu berpesan " Jagalah anak gadis Ki Wiradadi. Beri obat sesuai dengan pesan Ki Ajar, agar ketahanan tubuhnya meningkat.
Mungkin kita akan menempuh perjalanan yang berat dan panjang, untuk menghindari ujung jari Panembahan yang garang itu. "
Ki Wiradadi mengangguk sambil menjawab " Baik Ki Sanak.
Aku akan melakukannya. "
Sejenak kemudian, Manggada dan Laksana telah berbaring di serambi. Tetapi nampaknya mereka tidak akan segera dapat http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidur. Sementara itu, orang bongkok itu melangkah ke regol halaman, dan hilang di balik dedaunan.
Untuk beberapa saat, Manggada dan Laksana masih saja berbincang tentang peristiwa yang baru saja mereka alami.
Kemudian kemungkinan-kemungkinan yang bakal datang.
Itulah agaknya yang membuat kedua anak muda itu sangat berhati-hati, sehingga senjata mereka selalu berada di sisinya, agar dapat dipergunakan kapan saja.
Meskipun demikian, keduanya merasa tidak tenang untuk tidur bersama-sama. Karena itu, mereka membagi sisa malam yang pendek itu. Laksana mendapat giliran untuk tidur lebih dahulu. Baru kemudian Manggada akan tidur menjelang pagi.
Namun ternyata, sebelum keduanya dapat tidur nyenyak, Ki Ajar datang bersama orang bongkok yang telah
menyongsongnya.
Dengan serta merta, kedua anak muda itupun bangkit dan duduk di bibir amben.
" Kalian belum tidur"," bertanya Ki Ajar.
" Belum Ki Ajar " jawab Manggada jujur " ada semacam kegelisahan. "
" Tentu " jawab Ki Ajar " dalam keadaan seperti ini, tentu ada kegelisahan. " Ia terdiam sejenak, namun kemudian katanya " Marilah kita berbicara dengan Ki Wiradadi di dalam.
" Manggada dan Laksana menjadi berdebar-debar. Mereka memang belum sempat tertidur ketika mereka berdua kembali lagi duduk di ruang dalam.
" Panembahan gila itu ternyata tidak tanggung-tanggung "
berkata Ki Ajar " malam ini juga ia telah menyebar orang-http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orangnya ke segala sudut daerah ini. Karena itu, sulit bagi kita untuk menghindarkan diri dari penglihatan Panembahan itu.
Nanti, atau besok, tentu ada orang yang akan datang kemari.
Tidak hanya satu dua orang. Tetapi sekelompok pengikutnya."
Tetapi orang bongkok itu berkata " Daerah ini sangat sulit dicapai Ki Ajar. Juga tidak ada tanda-tanda bahwa daerah ini telah dihuni. "
" Aku melihat beberapa orang membawa burung elang.
Mereka tentu melatih burung-burung itu untuk melihat tempat-tempat yang perlu mereka datangi. " berkata Ki Ajar "
tetapi nampaknya, burung itu tidak dapat segera bergerak di malam hari. Meskipun bulan terang, dan mata elang itu tajam, tetapi aku belum melihat seekor elang pun di langit malam ini."
Orang bongkok itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "
Mungkin anak panah kita dapat menghentikan pengamatan yang dilakukan burung elang itu. "
" Jika elang itu terbang merendah, aku yakin bahwa anak-anak muda yang memiliki kemampuan bidik tinggi itu akan dapat mengenainya " berkata Ki Ajar " tetapi jika elang itu'terbang .tinggitlmaka sulit untuk mencapainya dengan anak panah. "
" Jadi Ki Ajar tadi kembali ke padang itu" " bertanya orang bongkok itu.
" Tidak. Aku belum sampai kesana. Tetapi aku sudah bertemu dengan beberapa orang yang nampaknya sedang menjelajahi tempat ini. Dua di antara mereka membawa burung elang. Mungkin kelompok lain juga dibekali burung yang sama pula. " berkata Ki Ajar.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Jadi apa yang harus kita lakukan Ki Ajar" " bertanya orang bongkok itu.
" Aku harus melihat keadaan lagi. Bersiaplah, jika perlu kita akan menyingkir. Kita akan mengadakan perlawanan pada waktu dan tempat yang tepat. Kita tidak tahu, apakah bukan Panembahan sendiri yang akan datang kemari. Jika elang itu melihat atap rumah kita, dan memberikan isyarat kepada kelompok pencari, atau bahkan Panembahan sendiri, maka kita akan mengalami kesulitan, sementara gadis itu belum berhasil kita singkirkan. " berkata Ki Ajar.
" Baiklah Ki Ajar " berkata orang bongkok itu.
" Berjaga-jagalah di sini. Aku akan pergi lagi " berkata Ki Ajar.
" Kemana Ki Ajar" " bertanya Manggada " apakah kami boleh ikut" "
Ki Ajar menggeleng sambil tersenyum. Katanya " Jangan.
Aku akan pergi sendiri. Tidak terlalu lama. "
Demikianlah, setelah meneguk wedang sere, Ki Ajar
meninggalkan tempat itu lagi sambil berpesan " Berbenah dirilah. Dan bersiaplah menghadapi segala kemungkinan. "
Orang bongkok itu tidak boleh mengikuti Ki Ajar, yang pergi seorang diri. Namun sepeninggal Ki Ajar, segala persiapan dilakukan. Gadis yang ketakutan itu memang masih ketakutan.
Tetapi ia sudah menjadi agak tenang, sehingga dapat diberikan beberapa pengertian tentang keadaan yang sedang mereka hadapi.
Karena itu, ia pun telah bersiap-siap pula untuk
meninggalkan tempat itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa saat mereka menunggu dengan tegang.
Manggada dan Laksana berada di serambi luar, sementara orang bongkok itu berjalan hilir mudik di luar pagar.
Namun tiba-tiba orang bongkok itu terkejut. Dengan cepat ia berlari-lari keserambi sambil berdesis " Elang itu. "
Manggada dan Laksanapun segera turun ke halaman. Bulan memang sudah menjadi sangat rendah di Barat. Tetapi cahaya matahari sudah mulai membayanginya.
Dalam keremangan fajar, dan sisa cahaya bulan, ternyata mereka melihat dikejauhan seekor burung elang terbang berputaran. "
" Tetapi sasaran penglihatannya tentu bukan tempat ini "
berkata Manggada " elang itu melingkari satu lingkungan tertentu. "
" Tetapi jika elang itu terbang sedikit ke Barat, maka mungkin sekali rumah kita akan dilihatnya " berkata orang bongkok itu.
. Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Namun
agaknya perhatian burung elang itu masih tertarik terhadap sesuatu.
"Meskipun demikian orang bongkok itu berkata " Amati burung elang itu. Aku akan membantu Ki Wiradadi
mempersiapkan diri. Kemungkinan buruk dapat saja terjadi, jika burung itu bergeser dari putarannya. Sehingga dengan demikian, burung itu akan menuntun orang-orang gila itu datang ke tempat ini. "
Namun dalam pada itu, mereka terkejut pula ketika mereka mendengar gemerisik dedaunan. Ketika mereka berpaling, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternyata mereka melihat dua ekor harimau orang 'bongkok itu mendekat.
" He, kau tidak ikut Ki" Ajar" " bertanya orang bongkok itu.
Harimau itu. termangu-mangu. Tetapi keduanya tidak memberi isyarat apapun.
Orang bongkok itulah yang kemudian memberi isyarat kepada kedua ekor harimaunya untuk berjaga-jaga.
Sejenak kemudian, kedua harimau itu memang telah hilang di balik pohon-pohon perdu.
Ki Wiradadi memang menjadi sangat cemas. Tetapi ia telah mempersiapkan segenap senjatanya. Mungkin ia memang harus mempertahankan anaknya dengan nyawanya.
Tetapi Ki Wiradadi sendiri sama sekali tidak mencemaskan hidupnya. Ia justru masih saja memikirkan kedua anak muda yang telah terlibat ke dalam persoalannya itu.
Dalam pada itu, Manggada dan Laksana memang menjadi cemas. Elang yang berputar-putar di langit itu memang bergeser perlahan-lahan. Bahkan sejenak kemudian, kedua anak muda itu melihat seekor elang yang lain telah ikut berputar-putar.
Meskipun kedua ekor burung elang itu masih ada di atas lingkungan agak jauh, tetapi kedua anak muda itu pasti, bahwa burung elang itu akan melihat pemukiman kecil mereka. Rumah, haiaman dan pepohonan.
Sebenarnyalah, ketika matahari kemudian menjadi semakin terang, burung elang itu telah bergeser semakin dekat.
Sehingga akhirnya yang mereka cemaskan telah terjadi. Kedua burung elang yang berputar-putar di langit itu, telah melihat gubug Ki Ajar. Elang itu kemudian terbang berputaran tidak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
henti-hentinya. Bahkan beberapa saat kemudian, kedua ekor elangitu menukik merendah, kemudian kembali melambung naik tinggi.
Manggada dan Laksana menjadi semakin berdebar-debar.
Sementara, orang bongkok itu telah membantu Ki Wiradadi siap untuk menyingkir dari tempat itu.
Manggada dan Laksana segera teringat akan senjata-
senjata mereka, karena selain pedangnya yang selalu berada di lambung, yang lain mereka letakkan di dalam gubug itu.
" Kita menunggu Ki Ajar " berkata orang bongkok itu.
" Tetapi apakah kita tidak terlambat" " bertanya Ki Wiradadi.
Orang bongkok itu termangu-mangu. Ia menjadi agak
bimbang menghadapi perkembangan keadaan yang begitu cepat. Sementara itu, kedua ekor elang itu benar-benar telah memberikan isyarat, bahwa kedua ekor burung itu melihat satu pemukiman, betapapun kecilnya. Ternyata keduanya berganti-ganti menyambar dan menukik rendah.
Darah Manggada dan Laksana menjadi panas melihat sikap kedua ekor burung itu. Dengan gigi gemeretak, mereka berlindung di bawah gerumbul perdu sambil meletakkan anak panah pada busurnya.
" Kita bidik salah satu lebih dahulu bersama-sama " berkata Manggada " jika anak panahku luput, maka mudah-mudahan anak panahmu mengenai. "
Demikianlah, keduanya telah memilih sasaran. Ketika seekor di antara burung elang itu menukik rendah di atas rumah Ki Ajar, Manggada dan Laksana bersama-sama
melepaskan anak panahnya.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata kemampuan bidik kedua orang anak muda itu memang luar biasa. Terdengar elang itu bagaikan menjerit ngeri. Kemudian burung itu masih berusaha untuk terbang naik ke udara. Tetapi ternyata burung itu sudah tidak mampu lagi. Tiba-tiba saja
burung itu telah terjatuh
di tanah. Ki Wiradadi yang
kemudian mengetahui
hal itu, sempat bertanya
" Apakah kematian
elang itu tidak
menambah kemarahan
Panembahan dan orang-
orangnya" "
Namun orang bongkok itu menjawab "
Apapun yang terjadi,
mereka tentu akan
datang kemari. Burung
itu telah melihat gubug
ini, dan menyampaikan
isyarat kepada pemiliknya. "
Ki Wiradadi menjadi semakin berdebar-debar. Sementara anak gadisnya telah menjadi semakin ketakutan lagi.
" Aku tidak mau dibawa kembali ke tempat itu " minta anak gadisnya.
" Tidak ngger. Jangan takut " desis Ki Wiradadi menenangkan hati anak gadisnya, betapapun hatinya sendiri bergejolak.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
" Kau tidak akan pernah jatuh ketangan mereka lagi. "
" Aku akan memilih mati daripada harus kembali ke-tempat itu ayah " tangis gadis itu.
" Jangan takut " hanya itu sajalah yang dapat dikatakan Ki Wiradadi.
Manggada dan Laksana yang telah membunuh burung
elang itu, sempat mendekatinya. Ternyata kuku-kuku burung itu dilapisi baja-baja runcing. Dengan demikian, burung-burung itu telah dipersiapkan tidak saja untuk mengamati keadaan, tetapi juga untuk berkelahi.
" Kita sudah mulai " berkata orang bongkok itu.
" Ya " jawab Manggada " kita memang sudah mulai. -
Ketiga orang itu menjadi semakin berdebar-debar pulaj ketika mereka melihat dua ekor burung telah muncul lagi di udara. Ketika seekor yang lain berteriak-teriak keras sekali, agaknya orang-orang Panembahan telah melepaskan lagi dua ekor yang lain.
Orang bongkok itupun kemudian berkata " Kita bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan. Pada waktu yang singkat, mereka tentu akan datang. Mudah-mudahan Ki Ajar datang lebih dahulu dari mereka. "
Manggada dan Laksana hanya mengangguk-angguk saja.
Tetapi mereka telah mempersiapkan semua senjata yang mereka miliki, untuk menghadapi kemungkinan yang paling buruk yang dapat terjadi.
Dalam pada itu, tiga ekor burung elang beterbangan di udara. Burung-burung itu beterbangan berputaran seakan-akan membuat lingkaran-lingkaran isyarat.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun ternyata, burung-burung elang itu tidak hanya empat. Meskipun yang seekor telah mati, tetapi yang beterbangan di langit masih lebih banyak dari tiga ekor. Dua lagi telah datang dan ikut pula berputaran. Sekali-sekali kedua ekor burung yang datang kemudian itu menjauh. Kemudian mendekat lagi.
Orang bongkok itu ternyata cukup cerdas menanggapi keadaan. Katanya " Kalian lihat yang dua ekor itu" Keduanya tentu telah menuntun sekelompok orang untuk dibawanya kemari. Keduanya adalah petunjuk jalan. Namun dengan demikian, kitapun dapat menduga darimana mereka datang. "
" Apakah kita harus menyongsong mereka" " bertanya Manggada.
'" Sebentar lagi. Kita masih harus menunggu Ki Ajar. Menilik kedua ekor burung elang itu, orang-orang yang akan datang tentu masih agak jauh. Tetapi jika pada saatnya Ki Ajar belum datang, maka apaboleh buat. Kita tidak dapat menunggu, di sini untuk dikepung, dan kemudian dibantai beramai-ramai. "
berkata orang bongkok itu.
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Namun
kemudian, Laksana berkata " Jika kita dapat memperhitungkan arah, apakah tidak lebih baik Ki Wiradadi dan anaknya kita persilahkan untuk menyingkir" "
" Itulah yang tidak dapat diperhitungkan. Kita dapat menduga arah kedatangan mereka, tetapi orang-orang Panembahan itu tentu telah berkeliaran di semua sudut lingkungan ini. Jika Ki Wiradadi bertemu dengan mereka, maka keadaannya akan menjadi sulit. Gadis itu akan mengalami malapetaka, melampaui saat-saat ia dijadikan korban " berkata orang bongkok itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk pula.
Sementara orang bongkok itu berkata " Jika pada saatnya Ki Ajar belum datang, kita justru harus maju. Kita tahan mereka di bawah" tanggul sempit. Tidak ada jalan lain yang dapat dilalui kecuali lewat tanggul sempit itu. Sementara, kalian dapat mempergunakan anak panah untuk menahan mereka.
Kedua ekor harimau itu justru harus berada di seberang tanggul untuk mengacaukan perhatian mereka, meskipun kedua ekor harimau itu akan dapat mengalami kesulitan jika lawannya terlalu banyak. "
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Mereka tidak mengira bahwa pada saat yang gawat, orang bongkok itu dapat mengambil sikap sebagaimana Ki Ajar sendiri.
Demikianlah. Maka orang-orang yang ada di halaman gubug kecil itu telah bersiap sepenuhnya. Mereka justru berpedoman pada burung-burung elang yang menuntun kedatangan orang-orang yang beraliran sesat itu.
Namun' orang bongkok itu nampak sangat gelisah, ketika orang-orang itu menjadi semakin dekat, sementara
Ki Ajar belum datang.


Menjenguk Cakrawala Seri Arya Manggada 1 Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Apaboleh buat " berkata orang bongkok itu " kita harus maju sekarang. Kita akan menutup jalan sempit itu dengan anak panah. "
Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak. Di luar sadar, mereka memandangi endong anak panah mereka yang tinggal berisi sedikit. Seandainya musuh terlalu banyak, maka anak panah mereka tidak akan mencukupi lagi.
Orang bongkok itu dapat membaca sikap kedua anak muda itu. Ia kemudian berkata " Cepat, ikut aku. Tidak banyak waktu. "
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanyapun kemudian berlari-lari ke dapur. Ternyata di dapur itu tersimpan setumpuk anak panah di bawah jerami.
Bukan anak panah terbuat dari ruas-ruas bambu panjang, tetapi anak panah yang cukup baik dengan bedor yang tajam dan bulu keseimbangan yang rapi.
Kedua orang anak muda itu telah memenuhi endong
mereka masing-masing. Demikian pula Ki Wiradadi.
Ketika kedua anak muda itu pergi bersama orang bongkok itu, maka orang bongkok itu berpesan " Hati-hatilah Ki Wiradadi. Jangan ragu-ragu. Jika ada satu dua yang luput dari anak panah kami dan mendekati rumah ini, bunuh saja sebelum mereka menjamah kalian. Lindungi anak Ki Wiradadi baik-baik. Jika tidak lagi ada kemungkinan, maka agaknya kematian adalah batas terbaik untuk menghindarkan diri.
Tetapi Ki Wiradadi jangan membunuh diri seperti orang yang berputus asa. Kita akan melawan sampai mati. "
Ki Wiradadi mengangguk. Ia mengerti maksud orang
bongkok itu. Tetapi bagaimana dengan anak gadisnya" "
"Ki Wiradadi tidak sempat berpikir panjang. Ia sudah bersiap dengan busur dan anak panahnya.
Sementara itu, Manggada dan Laksana masih sempat juga mengenai seekor lagi dari burung-burung elang yang sedang menukik. Nampaknya burung itu ingin melihat lebih jelas sasaran yang. akan mereka datangi. Namun ketika seekor di antara mereka dengan sombong men coba menyerang
harimau Ki Pandi, kuku-kuku tajam harimau itu telah mengoyak tubuhnya. Giginya sempat menatahkan sayap dan memecahkan kepala burung elang itu.
Orang bongkok itu kemudian memerintahkan harimaunya untuk keluar dari sarang mereka. Harimau-harimau itu harus http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengacaukan perhatian orang-orang beraliran sesat itu, sementara mereka akan menyerang dengan anak-panah.
Demikianlah, Manggada, Laksana dan arang bongkok itu telah mengikuti kedua ekor harimau yang berlari-lari kecil mendahului mereka, sementara Ki Wiradadi berada di rumah menunggui anak perempuannya.
Namun demikian, ketika kedua ekor harimau itu akan melintasi tanggul sempit itu, keduanya telak menggeram.
Beberapa langkah mereka surut. Ternyata yang muncul adalah Ki Ajar yang nampak mulai gelisah oula.
" Ki Ajar datang tepat pada waktunya " berkata orang bongkok itu. Lalu " Kami hampir kehilangan akal. "
" Mereka sudah sangat dekat. Kita akan melawan mereka di sini. Di tempat yang tidak terlalu terbuka " berkata Ki Ajar.
" Ya. Tanggul sempit itu adalah satu-satunya jalan. Kita akan menutup jalan sempit itu dengan serangan-serangan anak panah " berkata orang bongkok itu.
" Bagus " jawab Ki Ajar " tetapi aku masih menunggu beberapa orang. *-
Pendekar Satu Jurus 2 Golok Halilintar Karya Khu Lung Sarang Perjudian 1
^