Pencarian

Mestika Golok Naga 1

Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Mestika Golok Naga
Saduran : Kho Ping hoo
Sumber djvu : Syaugy_ar
Editor : Agus maninx jisokam
Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Jilid 1 Musim Semi telah berusia satu bulan. Pegunungan
Liong-san, dari kaki sampai ke puncak, nampak hijau
karena semua tumbuh-tumbuhan berdaun dan berbunga,
mendatangkan suasana yang sejuk segar.
Angin musim semi bertiup sepoi-sepoi menggerakkan
padang rumput ilalang yang seolah menjadi lautan
rumput yang bergoyang-goyang mengombak. Kalau
orang berdiri di lereng tengah, melihat ke puncak Liong-
san, akan nampak puncak itu muncul dari balik awan
yang mengelilingi nya, seolah puncak itu ter gantung
pada langit dan di puncak itu masih nampak sebagian
berwarna putih karena masih ada sisa salju. Ka lau orang
memandang ke bawah, akan nampak pemandangan
yang teramat indahnya.
Kelompok-kelompok hutan diseling jurang yang
curam, lalu di bawah sana nampak sawah ladang hijau
menguning, dusun-dusun kecil dan padang-paaang
rurnput. Segaris sungai berlenggak-lenggok seperti
seekor naga menuruniy bukit, makin jauh semakin lebar.
Pagi itu udara amat cerahnya. Matahari pagi bersinar
terang dan sejak pagi nampak kesibukan di sepanjang
le- reng itu. Burung-burung beterbangan sambil berkicau
saling sahutan, binatang-binatang kecil seperti tupai dan
kelenci sudah keluar mencari makan.
Kekuasaan Tuhan nampak di mana-mana, memberi
kehidupan dan kebahagiaan kepada apa dan siapa saja
yang dapat menerimanya. Berkah Tuhan berIimpahan,
tak pernah kurang, kepada semua mahluk, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak. Selalu ada
tersedia untuk menyambung kehid upan atau untuk me
nikmati kehidupan.
Air, hawa udara, sinar matahari, tak pernah habis-
habisnya menghidupi semua yang ada di permukaan
bumi ini. Kekuasaan Tuhan berada di dalam mata kita
yang membuat kita dapat melihat segala sesuatu yang
nampak. Kekuasaan Tuhan terdapat di dalam pemandangan
alam semesta yang amat indahnya. Kita tinggal
membuka mata melihatnya untuk dapat menikmati
semua itu. Namun sungguh sayang. Kadangkala kita tidak
melihat semua kei ndahan itu.'Butakah kita" Mata badan
kita tidak buta, akan tetapi mata batin kita yang buta.
Batin kita dipenuhi segala macam persoalan, disibukkan
segala macam masalah yang dibuat oleh pikiran kita
sendiri sehingga biarpun mata kita terbuka, kita tidak
dapat melihat betapa Kekuasaan Tuhan bekerja dan
hasilnya terbentang luas di depan mata kita.
Lihatlah awan yang berarak di seputar puncak itu.
Betapa ajaibnya. Lihatlah ujung-ujung ranting penuh
daun itu yang menari-nari ditiup angin. Betapa
menakjubkan. Rasakanlah mengalirnya hawa sejuk
segar itu ke dalam paru paru kita. Betapa nikmat dan
segarnya. Dengarlah kicau burung, dendang percik air sungai,
bisikan rumput ilalang digerakkan angin. Betapa
merdunya. Namun semua itu lenyap, lewat begitu saia di
depan mata, di depan telinga, di depan panca indera kita
yanq secang sibuk sendiri oleh hati akal pikiran yang
menumpuk masalah. Berbahagialah orang yang dapat
menikmati itu semua.
Hidup adalah berkah. hid up adalah nikmat, hid up
adalah bahagia.
Hampir semua orang di dunia ini mengejar-ngejar atau
mencari kebahagian dengan berbagai cara, bahkan ada
cara menyiksa diri untuk mencari kebahagiaan! Pada hal,
kalau kita simak, mengapa kita mencari kebahagiaan"
Mengapa kita mendambakan, membutunkan kebahagiaan" Jawabannya hanya satu, Yakni bahwa kita
mencari kebahagiaan karena kita MERASA tidak
berbahagia Bukankah demikian halnya " Kita mendambakan kebahagiaan karena kita merasa tidak
berbahagia. Kebahagiaan adalah suatu keadaa n hati perasaan.
Kalau dalam keadaan tidak berbahagia kita mencari ke
bahagiaan, mungki nkah kita akan dapat nenemukannya"
Tidakkah yang lebih penting kita menyelidiki, apa yang
menyebabka n kita tidak berbahagia itu " Kalau sebab
yang membuat kita tidak berbahagia itu tidak ada lagi,
Perlukah kita mencari kebahagiaan" Tentu saja tidak
perlu lagi, kita tidak butuh bahagia lagi karena kita
SUDAH berbahagia!
Sama halnya dengan kesehatan. Dalam keadaan sakit
mengejar-ngejar kesehatan jelas tidak mungkin .
Kesehatan adalah suatu keadaa n badan. Kalau sebab
yang membuat kita sakit atau tidak sehat itu sudah
hilang, kita tidak membutuhkan kesehatan lagi karena
kita sudah sehat! Akan tetapi seperti juaa kesehatan,
kebahagiaan tidak dirasakan oleh kita, Kalau kita sehat,
apakah kita merasa sehat " Kita baru merasa
membutuhkan kesehatan begitu kita sakit .
Demikian pula dengan kebahagiaan. Kita tidak
merasakan betapa Tuhan menciptakan kita dengan
sempurna, betapa kebahagiaan sudah ada pada diri kita,
namun kita baru merasakan kalau ada sesuatu yang
mengganggu sehingga kita merasa tidak berbahagia.
Terpujilah Tuhan Maha Kasih. BerkahNya sudah
berlimpahan. Tinggal kita mampu untuk menerimanya
atau tidak! . Di puncak Liong-san (Gunung Naga) yang dingin itu,
yang dari lereng nampak dikelilingi awan dan sunyi
senyap itu, pada pagi hari itu tidaklah sunyi. Di puncak
yang datar dan penuh batu besar itu nampak empat
orang sedang duduk bersila saling berhadapan, dan
mereka itu nampaknya sedang berbantahan.
"Sian-cai . . . . . !"
Seorang di antara mereka, seorang tosu (pendeta
agama To) berseru.
"Kami dari Hoasan-pai selalu mempertanggung-
jawabkan perbuatan kami. Kalau kami yang mengambil
golok mestika itu, pasti akan kamu akui! akan tetapi pinto
(aku) berani memastikan bahwa perbuatan itu tidak
dilakukan oleh seorang di antara kami!" Tosu ini adalah
Thian Seng Cu, seorang tokoh dari partai Hoa-sanpai,
seorang tosu yang terkenal lihai berusia sekitar limapuluh
tahun, bertubuh tinggi kurus.
"Kalau ada seorang di antara para pe ngawal itu tewas
karena pukulan Tiat ciang (Tangan Besi), Itu pasti ada
orang lai n yang mencuri ilmu perkumpulan kami dan
menggunakannya.
Kami tidak akan pernah mempergunakan Tiat-cia ng untuk membunuh orang dan
mencuri golok mestika!"
"0mitohud....!" Seru seorang hwesio yang gemuk,
berusia sekitar lima puluh tahun Juga. "Apa yang
diucapkan Thia n Seng Cu Tosu adalah suara hati
pinceng Juga! Seorang pengawal telah tewas dengan
pukulan Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah), akan
tetapi pinceng berani tanggung bahwa pukulan itu tidak
dilakukan oleh seorang murid Siauw lim-pai. Murid
Siauw-lim-pai tidak akan mencuri golok mestika dari
gudang pusaka istana!" Hwe-slo Itu bernama Tek Hwat
Hwe-slo, seorang tokoh Siauw lim-pai tingkat tiga.
" O-ho.......!" Seorang di antara mereka, yang
barpakaian seperti seorang sasterawan, berseru nyaring.
"Kalau Hoa-sanpai dan Siauw-lim-pai tidak mengambil
golok mestika itu, apakah ada yang menyangka bahwa
Butong-pai mengambilnya" Kami juga bukan golongan
pencuri yang suka mencuri golok mestika. Biarpun di
antara para pengawal ada yang tewas karena senjata
rahasia Touw-kut-teng, namun aku berani tanggung
bahwa itu bukanlah perbuatan murid Butong-pai!" Orang
berpakaian sasterawan ini adalah Kiang Cun, seorang
tokoh Butong-pai yang lihai pula. Usia nya empatpuluh
tahun lebih dan tubuhnya sedang saja, hanya sepasang
matanya yang menarik perhatian karena tajamnya seperti
mata elang. "Sian-cai.... ! Di antara kita memang tidak mungki n
ada yang mencuri golok mestika itu. Kami dari Kun-lun-
pai juga tidak pernah mencurigai perkumpulan sam-wi
(anda bertiga), seperti juga kami tidak tahu menahu
tentang lenyapnya golok mestika. Kematian seorang
pengawal akibat pukulan Pek-lek-jia u (Tangan Geledek)
bukan merupakan bukti bahwa murid kami yang
melakukannya. Setiap ilmu yang sudah dipelajari oleh
ratusan orang murid, bisa saja bocor keluar dan dipelajari
oleh orang lain, lalu dipergunakan untuk melakukan
fitnah kepada kami! Justeru kami mengundang sam-wi
berkumpul di Liong-san ini untuk membicarakan urusan
itu, bukan saling menuduh, Pencuri telah mempergunakan ilmu-ilmu dan senjata rahasia kita untuk
membunuhi para pengawal. Berarti perkumpulan kita
berempat yang difitnah. Sudah menjadl kewajiban kami
untuk menyelidiki
dan menangkap pencuri yang melempar fitnah kepada perkumpulan kami berempat
itu!" "Hemm, benar sekali apa yang dikatakan Ciong-tosu!"
Orang yang disebut Ciong-tosu itu adalah seorang
tosu dari Kun-lun-pai, tubuhnya tinggi besar dan
jenggotnya panjang sampai ke dada, nampaknya gagah
sekali dalam usia nya yang 1imapuluh tahun.
"Karena itu, pinto harap agar kita semua pulang
keperkumpulan masing-masi ng dan mengerahkan para
anggauta untuk melakukan penyelidikan. Menyelidiki si
pencuri memang tidak mudah, maka jalan satu-satunya
adalah mencari golok mestika Itu. Dan satu-satunya cara
untuk memancing si pencuri adalah mengabarkan bahwa
golok mestika yang dicurinya itu adalah palsu!"
Tiga orang yang lai n mengangguk-angguk setuju.
Pada saat itu terdengar suara orang tertawa bergelak
dan sinar hitam halus menyambar ke arah mereka.
Semua orang mengelak dari sambaran senjata rahasia
ini, kecuali Kiang Gun, tokoh Butong-pai itu. Dia
menggunakan dua jari tangannya menjepit dan
menangkap senjata rahasia itu,
"Touw kut-teng (Paku Penembus Tu lang) !" Serunya
kaget mengenal senjata rahasia dari perkumpulannya.
"Kurang ajar, slapa menggunakan Touw-kut-teng?"
Semua orang berloncatan dan membalikkan tubuh ke
arah dari mana datangnya sambaran senjata rahasia itu.
Mereka melihat seorang laki-laki berusia kurang lebih
limapuluh tahun, bertubuh tinggi besar seperti raksasa
dan bermuka hitam, telah berdiri tak jauh dari tempat
mereka dan bertolak pi nggang sambil tertawa bergelak.
Kiang Cun melangkah ke depan dan menegur dengan
suara lantang, "Siapa engkau berani menggunakan
senjata rahasia Touw-kut-teng kami?"
"Ha-ha-ha! Selain Touw-kut-teng, akupun pandai
menggunakan Tiat-ciang dari Hoa-san-pai, Ang-see-
ciang dari Siauw-lim-pai, dan Pek-lek-jiau dari Kun-lun-
pai. Ha-ha-ha-ha!"
Siapa raksasa muka hitam itu congkak sekali.
Wajahnya memang menyeramkan. Kepalanya botak,
rambutnya yang jarang itu kaku seperti kawat, demikian
pula jenggot dan kumisnya, kaku bercampur uban.
Alisnya tebal, matanya besar dan terbelalak, hid ungnya
besar dan mulutnya lebar. Segala anggauta tubuh orang
ini nampaknya besar dan tebal, tubuhnya yang tinggi
besar itu kokoh kekar seperti batu karang.
Mendengar ucapan orang itu, empat tokoh partai
besar itu terbelalak kaget dan hampir berbareng mereka
berseru, "Pencuri golok mestika ........!!"
Ciong-tosu, tokoh Kun-lun-pai, melompat ke depan
menghadapi raksasa itu. Dia menudingkan telunjuknya
ke arah raksasa itu sambil membentak, "Kiranya engkau
pencuri golok mestika dan telah melempar fitnah kepada
kami ! Sekarang berhadapa n dengan kami , sebaiknya
engkau menyerah untuk kami tangkap dan kami
hadapkan ke kota raja!"
"Ha-ha-ha, engkau Ciong-tosu dari Kun-lun-pai,
bukan" Kalau aku takut ke pada kalian, perlu apa aku


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar menemui kalian di sini?"
"Sian-cai. ...! Manusia sombong katakan siapa
namamu!" kata Ciong-tosu marah.
"Apa perlunya aku memperkenalkan nama kalau
kalian semua akan mati" Ha- ha-ha!" Dia menggerakkan
tangan kanan dan "singggg..... !!i" sebatang golok yang
berkilauan telah dicabut dari balik bajunya yang longgar.
Mudah sekali, dikenal golok yang terdapat ukiran Naga
itu, dan indah sekali. Itulah tentu nya Mestika Golok Naga
yang telah dicuri dari gudang pusaka istana!
"Sebut saja aku Si Golok Naga, ha-ha-ha!"
Ciong-tosu semakin marah. Dia mencabut pedangnya
dan membentak nyaring,
"Manusta sombong, lihat pedang !"
Dan diapun menyerang dengan tusukan kilat bertubi-
tubi karena dia menggunakan jurus maut Liong-li-coan-
ciam. (Liong-li Menusuk Dengan Jarum ). Jurus ini
dahsyat sekali dengan pedang menusuk bertubi-tubi ke
arah tigabelas-jalan darah di bagian depan tubuh lawan.
Akan tetapi raksasa hitam itu sambil tertawa bergelak
memutar goloknya dan terdengar suara berdencing
nyaring dari pertemuan kedua senjata itu yang
mengakibatkan Ciong-tosu terhuyung! Semua tokoh itu
terkejut. ilmu kepandaian Ciong-tosu dari Kun-lun-pai itu
sudah cukup tinggi, akan tetapi dalam segebrakan saja
dia sudah terhuyung.
Para tokoh empat partai itu adalah tokoh-tokoh kelas
tiga, kepandaian mereka sudah tinggi maka mereka juga
segan untuk melakukan pengeroyokan dan tadi ketika
Ciong-tosu maju, merekapun hanya menjadi penonton.
"Ha-ha-ha, dengan kepandaian serendah itu engkau
hendak menangkap Si Golok Naga" Ha-ha-ha, kalian
berempat majulah semua, agar lebih cepat dan lebih
mudah aku membunuh ! kalian!" tantang si raksasa
dengan siapa sombong.
Empat orartg tokoh itu. kini tidak pantang untuk maju
bersama karena mereka ditantang dan juga jelas bahwa
Ilmu kepandaian raksasa itu tinggi sekali sehingga kalau
mereka maju satu demi satu, tak mungki n mereka akan
mampu menandingi nya. Kiang Cun, tokoh Butong- pai
mencabut pula pedanqnya, Thian ceng Cu tokoh Hoa-
san-pai juga mencabut siang-kiam (sepasang pedang)
dari punggungnya dan Tek Hwat Hwe-sio dari Siauw-Iim-
pai maju dengan tangan kosong karena hwe-sio ini selain
tidak membawa senjata, juga ujung kedua lengan
bajunya dapat menjadi senjata yang ampuh.
Raksasa hitam yang menggunakan julukan Si Golok
Naga itu masih tertawa, amat memandang rendah empat
orang lawan yang sudah mengepungnya, kemudian tiba-
tiba dia mengeluarkan suara menggerang seperti
harimau dan empat orang itu terkejut sekali karena
mereka merasa betapa Jantung mereka terguncang dan
mereka terhuyung.
Pada saat itu, Si Golok Naga menggerakkan goloknya
dengan dahsyat. Golok itu berubah menjadi gulungan
sinar terang dan mengeluarkan suara angin menderu-
deru. Empat orang tokoh partai besar itu makin terkejut
lagi Samar-samar mereka mengenal ilmu golok itu
seperti ilmu golok Ngo-houw-toan-bun-to (Ilmu Golok
Lima Harimau Menjaga Pintu), akan tetapi gerakan itu
memiliki perkembangan yang aneh dan juga kokoh kuat
sekali. Mereka segera menggerakkan senjata menyerang dari
empat jurusan. Tek Hwat Hwe-Sio menggerakkan kedua
tangannya yang didahului oleh sepasang ujung lengan
bajunya, gerakannya mengandung tenaga sinkang dan
mendatangkan angi n menyambar-nyambar.
Pedang Kiang Cun tokoh Bu tong-pai juga bergerak
cepat dan indah seperti yang menjadi keistimewaan Ilmu
pedang Butong-pai.
Demikian pula Ciong tosu sudah menyerang lagi
dengan pedangnya dan Thian Seng Cu dari Hoa-San-pai
memainkan siang-kiamnya dengan cepat.
Biarpun dikeroyok oleh ampat tokoh partai besar yang
berilmu tinggi, namun raksasa hitam itu sama sekali tidak
takut. Dia masih dapat tartawa-tawa ketlka golok di
tangannya membantuk benteng sinar yang menghalau
semua serangan empat orang itu.
Terjadilah perkelahian yang amat hebat. Biarpun
tingkat kepandaian Si Golok Naga itu jauh lebih tinggi,
akan tetapi karena empat orang tokoh itu maju bersama,
mereka dapat menandingi juga dan pertandingan itu
terjadi dengan hebatnya.
Sejak tadi, seorang laki-laki tengah tua berusia
empatpuluhan tahun bersama seorang anak laki-laki.
berusia lima tahun mendekam di balik semak belukar
dengan tubuh gemetaran karana takut. Laki-laki itu
seorang penduduk dusun yang pekerjaannya di samplng
bertanl, juga kadang kala memburu bi natang untuk
penambah penghasilannya yang sederhana.
Orang itu bernama Tan Hok, dan puteranya bernama
Tan Tiong Li. Pada hari itu, tidak seperti biasanya, Tan
Hok mengajak puteranya untuk mendaki ke puncak
karena sejak tadi mereka tidak menemukan binatang
buruan di lereng.
Ketika mereka melihat di puncak ada orang-orang
aneh, mereka lalu bersembunyi karena takut. Apa lagi
ketika muncul raksasa hitam yang kini bertandi ng dengan
empat orang tokoh partai besar itu. Mereka menjadi
ketakutan dan mendekam di balik semak belukar de ngan
tubuh gemetar. Pertandi ngan itu sudah mencapai puncaknya ketika Si
Golok Naga mengubah ilmu goloknya yang kini
menyambar-nyambar bagaikani kilat. Empat orang
pengeroyoknya berusaha untuk melindungi dirinya
masing-masi ng, akan tetapi sia sia belaka. Golok Naga
itu menyamba dahsyat, mengeluarkan bunyi berdesingan
mengerikan dan robohlah Tek Hwat Hwe-sio yang
pertama kali kena disambar sinar golok sehingga
dadanya terluka lebar dan dia roboh dan tewas seketika!
Tiga orang rekannya menjadi merah dan mengamuk,
akan tetapi belum lewat lima jurus, Ciong-tosu dari Kun-
lun-pai juga roboh dan tewas dengan leher hampir putus!
Tan Hok dan anaknya menjadi semakin ketakutan
melihat robohnya dua orang dengan darah muncrat
mengerikan itu. Tan Hok segera menangkap tangan
puteranya diajak bangkit dan melarikan diri dari tempat
itu . Gerakan mereka terlihat oleh SI Golok Naga, akan
tetapi karena masih menghadapi dua orang pengeroyok
Si Golok Naga melanjutkan amukannya dan berturut-
turut Kiang Cun dan Thian Seng Cu juga roboh dan
tewas. Si Golok Naga tertawa bergelak dan ketika terlihat
akan ayah dan anak yang tadi bersembunyi dan
melarlkan diri, dia segera melompat dan melakukan
pengejaran . "Hei ....!!, kalian berdua, berhenti !" teriak Si Golok
Naga ketika melihat dua orang itu sudah berlari cukup
jauh, dilereng puncak bukit di depan .
Mendengar teriakan yang amat nyaring itu, Tan Hok
semakin panik. Dia lalu mendorong puteranya agar naik
ke puncak bukit itu dan berkata, "Naiklah kau ke puncak
itu dan bersembunyi di sana! Aku akan memancing dia
agar mengejar ke jurusan lai n!" Tan Tiong Li memang
baru lima tahun akan tetapi dia seorang anak yang cerdik
sekali. Dia sudah dapat mengertl apa yang dimaksud kan
ayahnya, maka diapun mendaki puncak itu seorang diri
sedangkan ayahnya sengaja berlari ke padang rumput
agar dapat nampak oleh pengejarnya. Ayah ini tidak
memperdulikan keselamatan diri sendiri. Baginya, yang
terpenting adalah keselamatan anaknya.
Usaha pancingannya berhasil. Si Golok Naga melihat
dia lari melintasi padang rumput segera melakukan
pengejaran. Tak lama kemudian Tan Hok dapat tersusul
dengan mudah dan tanpa banyak cakap lagi Si Golok
Naga menggerakkan goloknya dan putuslah leher Tan
Hok Dia roboh dan kepalanya menggelinding jatuh dari
tubuhnya. Si Golok Naga memandang ke kanan kiri. "Ehh, tadi
dia bersama seorang anak kecil. Ke mana perginya anak
itu" Celaka dia akan menjadi saksi yang merugikan. Aku
harus dapat menemukan dan membunuhnya !" katanya
seorang diri dan melihat di depan terdapat puncak Itu,
dia lalu mendaki puncak dengan golok di tangan. Dia
merasa yakin bahwa anak itu tentu menyembunyikan diri
di puncak itu. Dengan napas terengah-engah Tan Tiong Li dapat
tiba di puncak bukit itu. Dia lelah sekali dan kehabisan
napas, maka ketika tiba-tiba dari balik batu besar itu
muncul seorang-manusia, dia begitu terkejut dan
ketakutan sehingga tubuhnya terguling dan dia sudah
berlutut sambil menangis.
Dua tangan dengan lembut menariknya bangun dan
Tiong Li melihat bahwa orang itu bukanlah raksasa hitam
yang tadi mengejar dia dan ayahnya, melainkan seorang
hwesio tua yang berjubah kuning. Hwesio tua itu
tersenyum kepadanya.
"Omitohud .... seorang anak kecil mendaki puncak
seorang diri. Anak yang baik, siapakah engkau dan
kenapa engkau berlari-larl ke tempat ini ?"
"Lo suhu...... saya dikejar-kejar seorang raksasa hitam
yang hendak membunuh saya...... "
Hwe sio itu masih tersenyum, "Raksasa hitam" Di
mana ada raksasa hitam, anak yang baik " Engkau
mengkhayal barangkali."
"Tidak, lo-suhu. Sungguh raksasa itu telah membunuh
banyak orang di puncak sana dengan goloknya.
Mengerikan. Dia lalu mengejar ayah dan saya ....... "
" Ayahmu" Mana ayahmu " "
"Ayah berlari ke arah lain agar raksasa Itu tidak
mengejar saya. Tolonglah, lo-suhu....."
Kini hwe-sio itu tidak tersenyum lagi melai nkan
mengerutkan alisnya karena dia mulai percaya bahwa
anak ini tidak berbohong dan tidak berkhayal Dia lalu
memandang ke bawah puncak dan pada saat itu dia
melihat seorang laki laki tinggi besar bermuka hitam
membawa sebatang golok yang berkilauan sedang
berlari cepat mendaki puncak itu.
"Omitohud.... agaknya semua ceritamu benar, anak
baik. Jangan takut, pi nceng akan melindungimu dari
raksasa hitam itu."
Sementara itu, Si Golok Naga dengan penasaran
mendaki untuk mencari anak yang hilang itu. Anak itu
harus matil Tidak seorangpun yang rnenyaksikan apa
yang terjadi di puncak sana ta di boleh hidup.
Akhirnya dia tiba di puncak dan melihat anak itu
berlutut di depan seorang hwesio tua renta. Dia
menyarungkan goloknya dan tertawa.
"Ha-ha-ha, bocah setan, kiranya engkau bersembunyi
di sini!" Tangannya yang panjang itu dijulurkan ke depan
hendak mencengkeram Tiong Li. Akan tetapi tangan Itu
bertemu tangan lain yang lembut.
"Omitohud, hendak kau apakan anak ini, sobat?"
Si Golok Naga mengerutkan alisnya yang tebal ketika
merasa betapa gerakan tangannya tertahan.
"Hemm, Jangan ikut-ikut, hwe-sio tua. Jangan
mencampuri urusanku dan serahkan anak itu ke
padaku!" "Engkau belum menjawab pertanyaan ku, sobat.
Hendak kauapakan anak ini?"
"Persetan, keparat! Anak itu harus mat! ditanganku!"
bentak raksasa hitam itu.
"Omitohud, siapa yang berbuat jahat terhadap orang
yang tidak bersalah atau berdosa, maka kejahatan itu
akan berbalik menimpa dirinya sendiri, bagaikan
menebarkan debu melawan arah angi n yang akan
berbalik menimpa yang menebarkannya." Hwe-sio itu
mengucapkan pelajaran agama Buddha dengan suara
yang lantang namun lembut mengi ngatkan.
"Hwe-sio tua, kalau engkau banyak cakap lagi,
engkaupun akan kubunuh! Serahkan anak itu!"
Kembali hwe-sio tua itu menjawab dengan ayat-ayat
dalam pelajaran agama Buddha,
"Dia yang melaksanakan kehendaknya dengan jalan
kekerasan tidaklah benar. Bijaksanalah dia yang
menimbang antara yang salah dan yang bernar."
Ketika raksasa hitam itu nampak semakin marah, hwe-
sio tua itu berkata lagi, "Anak ini bukan apa-apamu, dan
sudah lari ke sini mencari perlindungan kepada pinceng.
Pinceng harap engkau orang gagah suka memandang
muka pinceng dan tidak mengganggunya lagi."
"Hwe-sio yang bosan hid up. Tidak tahukah engkau
dengan siapa engkau berhadapan" Aku enggan
membunuhmu karena engkau seorang pendeta dan tidak
mempunyai urusan apapun denganku. Akan tetapi anak
ini harus mati di tanganku. Hyaaaattt....!"
Dia lalu mengirim pukulan maut dengan tangan
kanannya ke arah kepala a nak itu, Pukulan Itu hebat dan
dahsyat bukan main. Jangankan sampai kepalan itu,
baru angin pukulan nya saja sudah dapat membunuh
orang karena hawa sin-kang yang keluar dari ge rakan
pukulan itu. "Plakk!" kepalan kanan yang besar dan keras itu
bertemu telapak tangan yang lunak halus seperti telapak
tangan kanak-kanak. Dan pukulan itu terhenti dan
tenaganya seolah amblas masuk ke dalam air. Si
raksasa hitam merasa seperti memukul agar-agar atau
air saja . Tentu saja dia terkejut dan cepat menarik kembali


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya dan memandang hwe-sio tua yang tidak
dikenal nya itu. Kini baru dia menyadari bahwa dia
berhadapan dengan seorang yang sakti! .
"Omitohud, sadarlah, sobat. Lalang merupakan
bencana bagi ladang padi dan kebencian adalah
bencana bagi kemanusiaan, karena itu persembahan
yang disajikan kepada mereka yang bebas dari
kebencian mendatangkan pahala besar. Sobat yang
baik, kekerasan hanya akan mendatangkan kehancuran
bagi dirimu sendiri, ingatlah itu.".
Si raksasa hitam yang baru saja dengan mudahnya
membunuh empat orang tokoh partai besar, tentu saja
tidak mendengarkan semua peringatan hwe-sio tua itu.
Dia sudah mencabut goloknya yang baru saja minum
darah lima orang itu, golok yang sebulan lalu dicurinya
dari gudang pusaka Istana, yaltu Mestika Golok Naga.
Begitu mencabut golok Itu, si raksasa hitam lalu
menyerang dengan bacokan ke arah kepala hwe-sio tua
itu Golok menyambar dengan suara berdesing, cepat dan
kuat bukan main. Akan tetapi hwe-sio itu hanya
menyebut "Omitohud...!" dan sedikit membungkukkan
tubuhnya, golok itu luput. Si raksasa hitam menjadi
penasaran dan semakin marah. Serangannya lalu
dilanjutkan dengah bacokan-bacokan lain yang lebih kuat
lagi . Akan tetapi, dia merasa seperti membacok bayangan
saja. Betapapun cepatnya dia menggerakkan goloknya,
namun bacokannya tidak pernah mengenai sasaran,
seolah tubuh kakek itu sudah tergeser lebi h dulu,
terdorong angi n serangannya, seperti orang menyerang
sehelai bulu yang amat ringan. Karena kakek Itu terus
menerus mengelak, raksasa hitam itu mendapat akal.
Yang penting baginya adalah membunuh anak itu karena
anak itu yang tadl menyaksikan pertemuannya dengan
empat orang tokoh partai besar.
Maka tiba-tiba saja dia membalik dan kini goloknya
menyambar ke arah anak yang masi h berlutut.
Akan tetapi golok itu tertahan di udara! Ketika dia
mengangkat muka memandang, ternyata goloknya sudah
dijepit dua buah jari tangan kakek itu.
Cepat dia membalik dan menggerak kan goloknya,
akan tetapi tiba-tiba tangannya tak dapat digerakkan lagi
karna secepat kilat kakek itu telah menotok bawah
lengannya, membuat lengan itu lumpuh seketika. Ketika
dia hendak menggerakkan tangan kirinya, kakek
melanjutkan dengan totokan satu jari yang amat dahsyat,
dalam sekejap mata saja tiga jalan darah terpenting di
tubuhnya telah tertotok dan dia tidak dapat bergerak lagi
seperti sebuah patung! .
"Omitohud....! Sobat, mulai hari ini, sadarlah dan
kembalilah ke jalan benar. Kalau engkau melanjutkan
kejahatanmu, maka kejahatan itu akan menyeretmu ke
lembah kesengsaraan yang amat hebat. Nah, pergilah!"
Dia menepuk pundak raksasa hitam itu dan tubuh itu
terhuyung ke belakang akan tetapi dia telah mampu
bergerak kembali. Kini yakinlah si raksasa hitam bahwa
dia tidak akan mampu menandi ngl hwe-sio tua itu, maka
diapun melompat pergi dengan cepat.
"Nah, sekarang pembunuh itu telah pergi. Marilah kita
cari ayahmu, anak yang baik," kata hwe-sio tua itu sambil
menggandeng tangan Tiong Li. Mereka menuruni puncak
dan tak lama kemudian mereka berdua sudah
menemukan tubuh Tan Hok yang sudah menjadi mayat
dengan kepala terpisah.
"Omitohud ...... !"
Hwe-sio tua itu merangkap kedua tangannya dan
melihat Tiong Li menjerit dan menangis, berlutut
memeluki tubuh ayahnya yang telah menjadi mayat.
Hwe-sio tua itu menggeleng-geleng kepalanya.
"Omitohud, bagaimana dunia dapat menjadi tempat
yang damai kalau nafsu dan kekerasan merajalela
menguasai hati manusia?"
Dia lalu menghampiri Tio ng Li yang masih menangis,
lalu mengangkatnya bangun.
"Diamlah, anak yang baik. Yang mati tidak akan dapat
hidup kembali oleh tangis. Kematian datang menjemput
setiap orang, karena itu jangan di tangisi lagi. Mari
pinceng bantu engkau menguburkan jenazah ayahmu
dengan baik. Di manakah rumahmu" Kita dapat
membawa jenazah ayahmu kembali ke keluargamu."
"Lo-suhu, ayah dan saya tinggal di dusun lereng
bawah sana. Akan tetapi kami tidak mempunyai siapa-
siapa lagi. Kami hanya hid up berdua."
"ibumu?"
"Sudah meninggal sejak saya masi h kecil, lo-suhu."
"Aih, anak sekecil inl sudah yatim piatu. Kalau begitu,
bagaimana baiknya" Apakah dikubur di sini saja?"
Anak itu mengangguk. Baginya sama saja ayahnya
akan dikuburkan di mana karena dia sudah mengambil
keputusan bulat bahwa dia akan ikut dengan hwe-sio tua
Ini yang mampu mengusir raksasa hitam yang jahat tadi.
Kemudian terjadilah peristiwa yang membuat Tiong Li
terheran-heran . Dengan menggunakan sepotong kayu;
bukan cangkul atau senjata tajam lainnya. kakek itu
menggali tanah dan penggalian dengan menggunakan
sepotong kayu itu terjadi sedemikian cepatnya sehingga
dalam sekejap saja sudah tergali sebuah lubang yang
cukup besar dan panjang untuk menguburkan jenazah
ayahnya!. Kakek itu lalu mengangkat Jenazah itu berikut
kepalanya dan merebahkan ke dalam lubang dengan
baik, Kemudian setelah kakek itu membaca doa untuk
yang mati, lubang itu ditimbuni tanah oleh mereka
berdua. Di atas gundukan tanah itu diletakkan sebuah
batu panjang oleh si hwe-sio tua yang dengan mudahnya
mengangkat batu yang belum tentu dapat diangkat
empat orang laki-laki yang bertenaga besar .
Setelah itu, Tiong Li lalu menjatuhkan diri berlutut di
depan kakek itu, "Lo-suhu, saya sudah tidak mempunyai
siapa-siapa lagi, oleh karena itu perkenankanlah saya
ikut dengan lo-suhu, menjadi murid lo-suhu," Dia berkata
demikian sambil menangis.
"Omitohud, menolong orang tidak boleh setengah-
setengah. Tanpa kau minta sekalipun, pinceng tidak
akan menegakanmu. Anak yang baik, siapakah namamu
dan siapa pula nama ayahmu7"
"Mendiang ayah bernama Tan Hok dan saya bernama
Tan Tiong Li, lo-su-hu."
"Kalau begitu. di atas batu ini perlu dituliska n nama
ayahmu agar kelak dapat menjadi peringatan bagimu."
Hwe-sio tua Itu lalu menggunakan jari telunjuknya,
menggurat-gurat pada batu besar dan nampaklah huruf-
huruf seperti dipahat saja dan berbunyi : Kuburan Tan
Hok. "Marilah kita pulang, Tiong Li." kakek itu berkata dan
dia menggandeng tangan anak itu. Segera Tio ng LI
merasa tubuhnya seperti terangkat da n meluncur dengan
cepat mendaki puncak. Kakinya seolah tidak menyentuh
tanah, akan tetapi tubuhnya meluncur cepat sekali
seperti terbang dan sebentar saja mereka telah tiba di
puncak di mana dia bertemu dengan kakek tadi.
"Puncak ini merupakan tempat tinggal pi nceng dan
disebut Pek-hong sen- kok (Lembah Gunung Burung
Hong Putih). Mulai sekarang engkau tinggal di sini
bersamaku."
Demikianlah, mulai hari itu Tio ng Li menjadi murid
kakek itu yang tidak mempunyai nama, melai nkan
memakai nama puncak itu sebagai namanya, yaitu Pek
Hong San-jin (Orang Gunung Hong Putih). Anak itu
memang rajin dan tahu membawa diri. Biarpun masih
kecil dia sudah membantu kakek itu dengan segala
macam pekerjaan. Mencari kayu kering, memasak air,,
berkebun, memikul air dari sumber, membersihkan
pondok kecil yang seperti gubuk itu, menyapu
pekarangan. Dan diapun tidak pernah mengeluh harus
makan nasi dan sayur-sayuran sederhana saja. Dia tidak
tahu dari mana kakek itu mendapatkan beras, hanya
kadang kakek itu meninggalkan puncak sampai sehari
lamanya dan pulangnya membawa segala bahan
keperluan hidup mereka.
Akan tetapi dari hwe-sio tua itu Tiong LI mempelajarl
segala macam ilmu. Bukan saja dasar-dasar ilmu silat,
melainkan juga Ilmu membaca dan menulis, bahkan
setelah dia pandai membaca, dia mulai disuruh
membaca kitab- kltab agama.
Beberapa tahun kemudian setelah Tiong Li memiliki
dasar-dasar Ilmu silat, barulah gurunya mengajarkan ilmu
silat. Ternyata kakek Itu merupakan seorang ahli semua
ilmu silat. "Ilmu silat banyak ragamnya," demikian antara lai n
kakek itu menjelaskan, "namun pada dasarnya mempunyai sumber yang sama. Mempergunakan tenaga
sedikit mungkin untuk menghaslikan daya serang
sebanyak mungki n. Semua ilmu silat ditujukan untuk
membela diri, dan dasar bela diri itu semua sama saja,
hanya kembangannya yang berbeda sesuai dengan
aliran masing-masing."
"Suhu, kalau Ilmu silat itu ditujukan untuk membela
diri, mengapa ada Jurus-Jurus untuk menyerang?" Tanya
Tiong Li. "Membela diri bukan berarti bertahan saja. Menyerang
dan merobohkan lawan juga merupakan bentuk bela diri.
Akan tetapl, jangan sekali-kali menyerang orang yang
tidak mengganggu kita atau jangan mendahului
menyerang orang. Ilmu silat bukan dipelajari untuk
melakukan kekerasan, bukan pula untuk mencari
kemenangan, atau untuk menyembongkan diri. 0leh
karena itu, di jaman dahulu, ilmu silat hanya dipelajari
oleh orang-orang yang lemah, yang tertindas dan
bertenaga keciI. Semua itu merupakan usaha untuk
dapat membela diri dari penindasan mereka yang 1ebih
kuat." "Apalagi tujuan Ilmu silat selain untuk membela diri
dari penindasan mereka yang sewenang-wenang, suhu?"
"Ilmu silat mengandung tiga unsur, Tio ng Li. Pertama
sekali, sebagaimana awal mulanya, ilmu silat adalah
untuk menjaga kesehatan karena ilmu silat adalah olah
raga yang baik sekali dan yang menyehatkan. Kedua, di
dalam Ilmu silat dlmasukkan unsur seni tari yang indah,
yang sesuai dengan kelemasan dan kelincahan gerakan
seorang manusia atau bahkan meniru gerakan hewan .
Dan unsur ketiga adalah seni bela diri Itulah."
"Akan tetapi, teecu (murid) melihat ada ilmu-ilmu sesat
seperti yang dipergunakan oleh raksasa hitam dahulu,
suhu. Apakah memang ada ilmu bersih dan ilmu kotor?"
"Semua ilmu asal mulanya datang karena ada
anugerah Yang Maha Kuasa sebagai dayanya sang budi
atau disebut budi-daya yang menjadi kebudayaan
manusia. Tidak ada yang bersih dan tidak ada yang
kotor. Barulah ilmu itu menja di bersih atau kotor setelah
dipergunkan manusia. Ilmu apapun kalau dipergunakan
untuk kejahatan, maka ilmu itu menjadi sesat, Seperti
halnya sebatang pisau, pisau itu tidak dapat disebut baik
atau buruk, melainkan pisau waja saja; Setelah
dipergunakan untuk bekerja di kebun atau di dapur,
mengupas bahkan memotong sayuran maka pisau itu
baik, akan tetapi kalau pisau itu dipergunakan untuk
menyerang orang, melukai atau membunuh, maka pisau
itu menjadi buruk. Sebetulnya yang jahat itu bukan,
pisaunya, bukan pula ilmunya, melainkan manusianya.
Semua itu hanya alat, ilmu silatpun dianugerahkan
kepada manusla untuk dijadikan alat, yaitu sebagai olah
raga, sebagai seni tari dan sebagai seni bela diri. Kalau
dipergurnakan untuk berbuat kejahatan, yang Jahat
bukanlah ilmu silatnya, melainkan orangnya. Kau ingat
golok yang dipegang oleh raksasa hitam dahulu itu"
Golok itu adalah sebuah pusaka yang langka didapatkan,
kalau tidak salah golok itu adalah Mestika Golok Naga
yang tempatnya di gudang pusaka istana. Nah, biarpun
mestika itu sebuah pusaka yang ampuh dan keramat
sekalipun, kalau dipergunakan untuk kejahatan, maka
tetap saja menjadi jahat sifatnya. Tergantung yang
mempergunakannya. Kepintaran itu baik bagi manusia,
akan tetapi bagaimana kalau kepintaran itu dipergunakan
untuk menipu orang orang lain yang bodoh " "
Tiong Li mengangguk-angguk mengerti. Baru berusia
belasan tahun dia sudah mendengar banyak sekali
tentang kehidupan dari gurunya yang arif bijaksana.
**** Pencurian Mestika Golok Naga Itu menggegerkan kota
raja. Terjadinya memang aneh sekali. Bukan pencurian
biasa karena perbuatan itu dilakukan orang dengan
terang-terangan. Seperti biasa, gudang pusaka itu dijaga
siang malam oleh pasukan pengawal, tujuh orang
banyaknya dan pengawal itu bukanlah perajurit biasa
melainkan pengawal pilihan yang rata-rata memiliki ilmu
silat yang tinggi. Akan tetapi pada malam hari itu, tahu-
tahu pada keesokan harinya orang mendapatkan tujuh
orang pengawal ini telah tewas semua dan di antara
barang-barang pusaka yang demikian banyaknya, hanya
sebuah saja yang hllang, yaitu Mestika Golok Naga.
Kaisar menjadi marah dan mengutus para ahli
menyelidikinya. Para jagoan istana yang berilmu tinggi
memeriksa mayat ke tujuh orang pengawal itu dan
mereka mendapat kenyataan bahwa di antara para


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mayat ini terdapat tanda-tanda dengan ilmu apa mereka
dibunuh. Ada yang terbunuh oleh pukulan Pek-lek-jlu
(Tangan Geledek) yang mereka tahu merupakan ilmu
pukulan dari Kun-lun-pai. Ada pula yang terbunuh oleh
senjata rahasia paku yang disebut Touw-kut-teng (Paku
Penembus Tulang) yang biasa dipergunakan oleh para
pendekar Butong-pai. Ada pula yang tewas karena
pukulan Ang-se-ciang (Tangan Pasir Merah) dari Siauw-
Lim-pai dan ada pula yang tewas karena pukulan Ilmu
Tiat-ciang (Tangan Besi) dari Hoa-san- pai.
Tentu saja para jagoan Istana melaporkan hal ini
kepada kaisar. Pada waktu itu Kerajaan Sung telah
pecah berantakan oleh serangan Kerajaan Cin yang
menyerang sampai ke kota raja Kai feng. Kaisar beserta
seluruh keluarganya tertawan dan dibuang. Semua ini
adalah akibat pengkhianatan Jin Kui yang bersekutu
dengan Kerajaan Cin, sehingga Kerajaan Sung menjadi
berantakan. Akan tetapi, seorang pangeran adik Kaisar yang
bernama Sung Kao Cung, berhasil melarikan diri dan
tidak tertangkap oleh bangsa Yucen atau Kerajaan Cin
dan Sung Kau Cung melarikan diri ke selatan,
menyeberangi Sungai Yang-ce.
Di selatan ini, Sung Kao Cung naik tahta dan Kerajaan
Sung berdiri kembali dalam tahun 1127. Akan tetapi
karena kekuasaan Kerajaan Sung hanya berada di
sebelah selatan Sungai Yang-ce, maka kerajaan Itu
dinamakan Kerajaan Sung Selatan .
Daratan Clna kemball terpecah menjadi dua. Di
sebelah utara Sungai Yang ce berkuasa Kerajaan Cin,
dan di sebelah selatan sungai itu berkuasa Kerajan
Sung. Akan tetapi Kerajaan Sung Selatan ini amat lemah
sehingga Kaisarnya terpaksa harus membayar upeti
kepada Kerajaan Cin.
Memang tidak selamanya Sung Selatan tunduk. Ada
kalanya terjadi pertempuran sengit antara kedua
kerajaan itu. Akan tetapi dalam Kerajaan Sung Selatan,
kekuasaan yang besar berada di tangan kaum tuan
tanah yang tidak merasa berkepentingan untuk merebut
daerah sebelah utara Sungai Yang-ce, maka pertempuran itu tidak pernah menjadi peperangan umum.
Sebaliknya, Kerajaan Cin sendiri juga tidak memandang
penting untuk merebut daerah Kerajaan Sung, karena
daerah pertanian di selatan tidak menarik bagi mereka
yang berasal dari Bangsa Nomad berkuda.
Yang terjadi adalah perang di ngin. Dan yang lebi h
banyak mengadakan perlawanan kepada Bangsa Cin
adalah orang-orang kang-ouw, para pendekar yang
masih mendendam dan membenci bangsa Cin yang
telah menguasai Kerajaan Sung dan memaksa kaisarnya
pindah ke selatan sehingga Kerajaan Sung menjadi
sebuah negara yang lemah dan nampaknya seperti
sebuah pemerintahan yang mengungsi. Para pendekar
banyak yang seringkali bentrok dengan pasukan Cin di
sepanjang perbatasan dan sepak terjang para pendekar
ini kadang memusingkan Kerajaan Cin karena mereka
banyak kehilangan.anak buah yang terbasml oleh pa"a
pendekar. Dalam keadaan seperti itulah tiba tlba saja Mestika
Golok Naga itu lenyap dicuri orang dalam gudang pusaka
Istana Kerajaan Sung. Ketika Kaisar Sung Kao Cung
mendengar bahwa ada tanda-tanda bahwa yang
membuhuh para pengawal adalah orang-orang dari
empat perkumpulan besar Siauw-lim-pai, Bu- tong-pai,
Hoa-san-pai dan Kun-lun-pai, Kaisar menjadi marah.
Kaisar mengutus para jagoannya membawa pasukan
untuk mendatangi partai-partai itu.
Akan tetapi, para jagoan istana sendiri tidak percaya
bahwa ke empat partai yang biasanya amat setia itu
mencuri golok pusaka, dan mendatangi mereka bukan
untuk melakukan penangkapan, melainkan mengajak
mereka berunding membicarakan perkara pencurian itu.
Para ketua keempat partai persilatan itu berjanji akan
berusaha mencari pencuri yang selain mencuri golok
pusaka juga telah melakukan fitnah kepada nama
perkumpulan mereka berempat. Mereka mengutus
murid-murid pilihan mereka untuk menyebar dan
melakukan penyelidikan, kalau perlu sampai ke sebelah
utara Sungai Yang-ce-kiang.
Para ketua empat partai besar itu mengadaka n
pertemuan sendiri dan mereka terutama membicarakan
murid-murld mereka yang menjadi tokoh kelas tiga, yang
mengadaka n pertemuan di Liong-san akan tetapi tidak
pernah kembali.
Mereka lalu mengutus murid-murid lain menyusul ke
sana dan mendapatkan empat orang murid itu telah
tewas dan mayat mereka telah menjadi kerangka.
Mereka mengenali mereka dari pakaian dan senjata-
senjata mereka saja.
"Omitohud! Jelas i ni tentu perbuatan si pencuri itu dan
dia tentu bukan pencuri sembarangan. Di balik
perbuatannya mencuri ini agaknya terkandung maksud
yang lebih besar lagi, Pertama, untuk mengadu domba
antara para partai dan Kerajaan Sung, dan kedua untuk
membingungkan para tokoh partai itu sendiri agar saling
tuduh dan terjadi perpecahan. Pendeknya, di balik
pencurian golok pusaka itu terkandung maksud untuk
semakin melemahkan Kerajan Sung," kata ketua Siauw-
lim-pai "Yang jelas, orang yang mencuri golok pusaka itu
adalah seorang yang ahli banyak macam ilmu dan dia
lihai sekali."
"Kami mencurigai Bangsa Yu-ce yang berdiri di balik
semua ini " Sambung ketua Butong-pai ketika keduanya
mengadaka n pertemuan untuk membicarakan masalah
itu. "Bangsa Yu-cen pertama-tama menjalin persahabatan
dengan kerajaan Sung hanya ketika mereka hendak
menundukkan. Bangsa Khitan dan membutuhkan
bantuan. Setelah mereka mengalahkan Bangsa Khitan,
Kini mereka hendak menguasai Sung dengan berbagai
cara." "Benarlah demikian. Dahulu, Bangsa Khitan yang
merupakan gangguan bagi kita, dan ki ni ternyata Bangsa
Yu-cen setelah kita bantu mengalahkan Bangsa Khitan,
menjadi pengganggu yang lebih kejam lagi. Di sepanjang
perbatasan mereka selalu
membikin kacau dan
mengganggu rakyat jelata. Harapan kita satu-satunya
terletak kepada ... Jenderal Gak Hui yang berjaga di garis
terdepan. Hanya Jenderal Gak itulah yang akan mampu
menghancurkah Bangsa Yu-cen dengan Kerajaan Cin
mereka!" kata pula ketua Siauw-lim-pai.
Kalau hendak menemukan lagi golok pusaka itu, klta
harus mencarl kedaerah kekuasaan Cin di utara."
"Omitohud,. kata-kata to-yu. benar. Marl kita kirimkan
murid-murid kita masing-masing untuk mencari ke sana.
Kalau klta tidak dapat menemukan golok itu, tentu Kaisar
akan memandang kepada kita dengan curiga."
Apa yang dibicarakan kedua orang ketua partai besar
ini memang sebenarnya. Pada waktu itu, terdapat
seorang jenderal yang setia kepada Kerajaan Sung, yaitu
Jenderal Gak Hui. Kalau saja kaisar menuruti kehendak
jenderal ini yang bermaksud menghajar Bangsa Yucen
dengan kekerasan, mungkin Kerajaan Sung tidak sampai
jatuh. Akan tetapi, Kaisar dipengaruhi oleh seorang
Menteri bernama Jin Kui, seorang yang berjiwa
pengkhianat sehingga Kaisar melarang Gak Hui untuk
memukul pasukan Cin dan lebih suka mengeluarkan
harta benda untuk membayar upeti kepada Bangsa Yu-
cen. Jenderal Gak Hui menjadi penasaran. Dia menghadap
kaisar dan mengusulkan untuk membangun pasukan
rakyat besar-besaran untuk merebut kembali daerah
utara. Namun, Perdana Menteri Jin Kui membujuk Kaisar
dengan alasan bahwa kalau gagasan Jenderal Gak Hui
itu dilaksanakan, maka Kerajaan Sung akan hancur
sama sekali. Dan celakanya, kaisar lebih percaya kepada
Perdana Menteri Jin Kui sehingga Kaisar melarang
Jenderal Gak Hui untuk mengadaka n penyerbuan ke
utara. Jenderal Gak Hui adalah seorang panglima yang
amat setia maka diapun menaati perintah kaisar dan
menahan pasukannya di perbatasan, tidak bergerak maju
lagi. Akan tetapi di mana terdapat pasukan Jenderal Gak
Hui, daerah itu pasti aman dan tidak ada pasukan Cin
berani mengganggu rakyat jelata.
Oleh karena itu, nama Jenderal Gak Hui disanjung
dan dipuja rakyat sebagai pembela dan pelIndung rakyat
jelata. Demikianlah keadaan Kerajaan Sung pada waktu itu.
Nampaknya saja aman tidak ada perang, akan tetapi
sesungguh- nya kerajaan Ini selalu mengalah kepada
Kerajaan Cin dan mengirim upeti, bahkan banyak
pelanggaran dilakukan pasukan Cin di perbatasan. Hal
ini membuat para pendekar menjadi dongkol sekali dan
merasa terhina karena kedaulatan mereka terinjak-injak
oleh Bangsa Yu-cen yang mereka anggap sebagai
bangsa biadab dari utara.
Sang waktu meluncur dengan amat cepatnya dan
sepuluh tahun telah lewat sejak Tio ng Li menjadi murid
kakek yang hanya dikenalnya sebagai Pek Hong San-jin.
Dia telah menjadi seorang pemuda remaja berusia
limabelas tahun yang bertubuh seperti seorang pemuda
dewasa saja. Tinggi tegap dengan dada yang bidang.
Wajahnya yang sederhana itu tampan dan gagah dan
semuda itu dia telah mempelajari banyak macam ilmu.
Bukan saja ilmu silat yang tinggi, melainkan juga ilmu
baca tulis dan ilmu keagamaan yang membuatnya
berpandangan jauh dan mendalam mengenai kehid upan.
Pada suatu sore, seperti biasa setelah selesai
melakukan tugas pekerjaannya, Tiong Li berlatih silat
seorang diri di pekarangan depan rumah. MuIa-mula dia
bersilat tangan kosong, gerakannya lambat dan mantap,
akan tetapi setiap gerakan tangannya mendatangkan
angin yang membuat daun-daun dan bunga-bunga di
pekarangan itu bergoyang-goyang.
Makin lama gerakannya menjadi semakin cepat sehingga akhirnya
tubuhnya tidak nampak jelas dan hanya bayangannya
saja yang berkelebat ke sana sini. Ada seperempat jam
dia bersilat tangan kosong, lalu menghentikan gerak
annya. Ada sedikit keringat membasahi dahinya akan
tetapi pernapasannya biasa saja, tidak terengah.
Kemudian dia memungut sebatang kayu kering yang
panjangnya seperti panjang pedang atau golok dan
mulailah dia bersilat lagi, kayu itu dimainkan seperti
orang memai nkan sebatang golok. Membacok sana sini,
menangkis dan menusuk.
Gerakannya seperti juga tadi, mula-mula lambat dan
mantap, semaki n lama semakin cepat sehingga akhirnya
tubuhnya lenyap terbungkus gulungan sinar kehijauan
dari kayu yang dimainkannya. Seperempat jam kemudian
dia berhenti lagi.
"Bagus, Tio ng Li. Kulihat engkau sudah mendapat
kemajuan!" terdengar teguran dan Tiong Li membalikkan
tubuh, lalu menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya
yang ternyata baru datang setelah sehari bepergia n.
"Semua ini berkat bimbingan suhu kepada teecu
(murid)," kata Tiong LI dengan suara mengandung rasa
terima kasih, "Bukan, melainkan berkat ketekunan dan kerajinanmu,
juga karena engkau memiliki bakat yang baik sekali.
Berterima kesihlah kepada Tuhan, Tiong Li Ketahuilah,
bahwa manusia itu sebenarnya hanya sekedar alat yang
dipergunakan Tuhan untuk melaksanakan kekuasaan
Nya. Oleh karena itu, yang pandai itu adalah Tuhan,
yang kuasa adalah Tuhan. Manusia yang bijaksana
selalu akan menyerah pasrah kepada kekuasaan Tuhan
dan selalu berusaha untuk dapat menjadi alat yang baik
sehingga dapat dipergunakan Tuhan."
"Akan tetapi, suhu. Bukanlah segala daya upaya itu
usaha manusia" Untuk mempelajari sesuatu, bukankah
manusia harus menggunakan plkirannya?"
"Omitohud, tidakkah engkau melihat bahwa yang
dinamakan pikiran itupun pemberian Tuhan pula" Kita
terlahir dengan sempurna, dengan segala peralatan yang
serba lengkap, tentu dimaksudkan agar kita mempergunakan semua itu dengan sebaiknya. Adalah
suatu kesombongan kosong kalau seseorang membanggakan dirinya sebagai yang pintar dan yang
berkuasa. Manusia itu tanpa. kekuasaan Tuhan tidak
dapat berbuat apa-apa. Baru mengatur tumbuhnya
rambut sendiri saja tidak mampu! Bahkan tumbuhnya
rambutnya pun diatur oleh kekuasaan Tuhan. Segala


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuatu ini diatur oleh kekuasaan Tuhan, karena itu,
sudah semestinya kalau kita menyerah dengan tulus
ikhlas kepada kekuasaanNya, Kalau kekuasaan Tuhan
sudah menghendaki kita mati, sewaktu-waktu kita dapat
saja mati tanpa ada apapun yang akan mampu
mencegahnya ".
Tiong Li menundukkan kepalanya dan pada saat itu
dia merasa seolah semua bulu di tubuhnya bangkit
berdiri. Terasa sekali olehnya bahwa hidupnya ini, luar
dalam, dikuasai oleh kekuasaan Tuhan dan bahwa dia
sesungguhnya adalah tidak memiliki kekuasaan apapun,
Keyakinan ini menebalkan imannya bahwa segala
sesuatu ditentukan oleh Tuhan, dan tugas manusia
hanyalah berusaha sedapat-dapatnya.
Kalau menghadapl bahaya, berusahalah untuk menghindar.
Kalau sakit berusahalah untuk berobat sampal sembuh.
Untuk keperluan hidup seperti makan pakaian dan
tempat tinggal berusahalah untuk mendapatkannya
dengan bekerja.
Hanya itu tugas manusia. Berusaha sebaik mungkin.
Ada pun bagaimana hasilnya, terserah kepada kekuasaan Tuhan yang mengaturnya.
"Suhu, harap jangan bicara tentang kematia n, karena
betapapun juga, teecu masih ingin melihat teecu dan
suhu dalam keadaa n sehat selamat."
"Omitohud...., siapa takut akan kematia n, berarti
belum dapat mengambil sikap menyerah sebulatnya
kepada kekuasaan Tuhan. Nah, bangkitlah, Tio ng LI dan
duduk di sini. Pinceng hendak menceritakan hal-hal yang
menimbulkan perasaan tidak enak di hati pinceng. duduk
lah." Mereka duduk di atas bangku yang berada di
pekarangan itu. Setelah mereka duduk, Tiong Li
bertanya, "Suhu pergi sejak pagi, kini pulang membawa
berita apakah, suhu?"
"Berita yang buruk sekali, Tio ng Li. Omitohud, apakah
ini merupakan tanda bahwa Kerajaan Sung akan lenyap
dari permukaan bumi ini " Ketahuilah, Jenderal Gak Hui
yang menjadi tumpuan harapan rakyat untuk membebaskan mereka dari ancaman Bangsa Yu-cen,
bukan saja diperintahkan menghentikan gerakannya dan
bahkan dipanggil untuk pulang ke kota raja oleh Kaisar!
Padahal, kalau pasukan Jenderal Gak Hui sampai ditarik
mundur, berarti pertahanan di tapal batas akan menjadi
lemah sekali dan pasukan Cin akan dengan mudah
menyerbu ke daerah Sung."
"Akan tetapi, sebagai seorang panglima tentu saja
Jenderal Gak Hui tidak dapat menolak perintah Kaisar."
"Itulah Jenderal Gak Hui adalah seorang panglima
yang setia lahir batin, tentu akan menaati semua perintah
Kaisar, bahkan rela mengorbankan nyawa demi negara.
Akan tetapi perintah kaisar itu sungguh aneh sekali.
Jenderal Gak Hui amat dibutuhkan di garis depan,
mengapa malah dipanggil pulang " Dan desas-desus
yang pinceng terima mengkhawatirkan bahwa semua ini
adalah ulah Perdana Menteri Jin Kui yang mempengaruhi
Kaisar. Pada hal bukan rahasia lagi bahwa Perdana
Menteri Jin Kui adalah seorang yang licik bahkan
mencurigakan, ada persangkaan bahwa dia bersekutu
dengan pihak Bangsa Yu-cen!"
"Akan tetapi, kalau benar demikian, kenapa dia
dipercaya oleh Kaisar, suhu?"
" Itulah! Kaisar tidak percaya bahwa Perdana Menteri
Jin Kui sesungguhnya adalah seorang menteri durna. Dia
lebih percaya pada menteri yang khianat itu dari pada
seorang panglima besar yang setia seperti Jenderal Gak
Hui. Inilah sebabnya pinceng mengatakan bahwa
barangkali semua Ini merupakan tanda bahwa Kerajaan
Sung sudah tiba saatnya untuk hancur dan lenyap dari
permukaan bumi."
"Suhu, mengapa mengkhawatirkan
sampai sedemikian Jauhnya?"
"Banyak tanda-tandanya, Tiong Li. Da n engkau
ingatlah selalu, sebagai
seorang laki-laki sejati,
pantanglah untuk menjadi seorang pengkhianat. Orang
laki-laki harus tiga kali berbakti dalam hidupnya. Berbakti
kepada Tuhan , Berbakti kepada Negara dan berbakti ke
pada orang tua. Kalau satu di antaranya dilanggar, dia
bukan laki-laki sejati. ingatlah semua ini, Tiong Li "
"Teecu akan selalu mengingat dan menaati semua
nasihat suhu."
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang bergelak dan
nyaring sekali "Ha- ha-ha-ha, kalau engkau laki-laki sejati, bersiaplah
engkau untuk membuat perhitungan denganku, kakek
tua bangka!"
Guru dan murid itu menengok. Ternyata di situ telah
berdiri dua orang, yang seorang adalah raksasa hitarn
yang pernah mereka lihat sepuluh tahun yang lalu, yang
memakal nama Si Golok Naga, dan orang kedua adalah
seorang kakek yang kecil pendek dan demikian kurusnya
sehingga seperti kerangka terbungkus tulang dan
mukanya mirip tengkorak ! .
"Omitohud....! Engkau datang lagi, sobat. Sekarang
apakah yang kau kehendaki?" tanya Pek Hong San-jin
dengan sikapnya yang tenang sekali.
"Ha-ha-ha, apa lagi yang kukehendaki" Ini tentu bocah
yang dulu kau selamatkan itu! Aku datang untuk
membunuh kalian berdua!"
"Omitohud, sampai sekarang engkau belum juga
menyadari kesesatanmu, Sobat " "
Akan tetapi Tio ng Li tidak sesabar gurunya.
"Si Golok Naga! Aku mengerti mengapa engkau
hendak membunuh aku dan suhu. Aku telah melihat
bahwa engkau membunuhi empat orang tokoh partai
besar itu dan aku telah mendengar bahwa engkaulah
pencuri golok pusaka dari Istana! Engkau tidak ingin
kenyataan semua itu tersiar, bukan" Engkau pencuri
jahat, sudah mencuri maslh hendak melempar fitnah
kepada orang-orang lai n."
"Bocah keparat mampuslah!" bentak Si Golok Naga
dan dia sudah menubruk maju dengan kedua tangan
membentuk cakar. Jari-jari tangan besar yang membentuk cakar itu berbahaya sekali. Kalau sampai
cakar itu dapat mencengkeram kepala Tiong Li, tentu
kepala itu akan remuk dan orangnya tewas!.
Akan tetapi Tiong Li sekarang bukanlah anak berusia
lima tahun seperti sepuluh tahun yang lalu. Dia telah
menjadi seorang remaja yang amat lihai maka
cengkeraman itu dapat dihindarkannya dengan lompatan
ke kiri. Ketika raksasa hitam itu mengejar dan menampar
dengan tangan kanannya, Tio ng Li menangkis dengan
lengan kiri-nya sambil mengerahkan tenaga sin-kang.
"Dukkl" Tubuh Tiong Li tergetar ke belakang akan
tetapi si raksasa hitam itupun mundur dua langkah.
"Bagus, engkau agaknya telah memiliki sediklt
kepandaian!" bentak raksasa hitam itu dan kini dia
menyerang kalang kabut dengan pukulan-pukulan yang
amat dahsyat. Tio ng Li melawan, mengelak, menangkis
dan bahkan membalas memukul dengan tidak kalah
dahsyatnya. Pemuda ini telah mempelajari ilmu silat
tinggi dari kakek hwe-sio tua itu, dan juga sudah
menghimpun tenaga sakti yang cukup kuat.
Pertandi ngan antara mereka berjalan denqan seru dan
seimbang. Pek Hong San-jin yang ingin melihat
kemajuan muridnya, sengaja tidak mau menolong
muridnya andaikata muridnya terancam bahaya.
Si raksasa hitam merasa penasaran Sekali. Sampai
duapuluh jurus sama sekali dia tidak mampu mendesak
Tiong Li dan pertandingan berjalan seimbang.
Dia tidak mau mempergunakan senjata karena
merasa malu kalau harus bersenjata melawan seorang
pemuda remaja yang bertangan kosong. Akan tetapi,
agaknya tengkorak hid up yang datang bersama Si Golok
Naga itu tidak bersabar lagi, dua kali tangannya
mendorong ke depan dan terdengar suara berciutan, Pek
Hong San-jin sendiri terkejut melihat pukulan jarak jauh
yang demikian hebat. Dia hendak menangkis, akan tetapi
terlambat. Tio ng Li tiba-tiba didorong oleh tenaga yang
amat dahsyat dan dia terhuyung ke belakang.
Kesempatan ini dlpergunakan oleh Si Goliok Naga
untuk menghantamnya dengan tangan kiri yang tepat
mengenai dada Tiong LI. Pemuda Ini terpental ke
belakang dan roboh, tak dapat bergerak kembali dan
pingsan . Sementara Itu, Pek Hong San-jin sudah menangkls
pukulan jarak jauh yang ke dua, juga dengan dorongan
tangannya dan keduanya masing-masing tertolak ke
belakang. Si tengkorak hid up mengeluarkan suara
melengklng tlnggi dan dia lalu menyerang hwe-sio tua itu
dengan pukulan-pukulan
tangan terbuka yang mengeluarkan suara berciutan.
Akan tetapi hwe-sio tua itu mengimbangi nya dengan
dorongan-dorongan tangannya. Melihat kawannya sudah
bertandi ng melawan hwe-sio tua itu dan si pemuda
sudah roboh dan tentu tewas oleh pukulan tangan
kirinya, raksasa hitam kini menerjang hwesio tua dan
mengeroyoknya bersama si tengkorak hidup. Karena
maklum akan kelihaian hwesio tua itu, si raksasa hitam
telah mencabut goloknya yang nampak hebat, yaitu
golok naga!. Hwe-sio tua itu bersikap tenang namun gerakannya
cepat bukan main. Semua sambaran golok dapat
dielaknya dengan mudah dan hal ini membuat si
tengkofak hidup menjadi penasaran sekai . Dia terkenal
sebagai seorang sakti, guru dari Golok Naga, dan
sekarang dia harus mengeroyok hwe-sio itu berdua
muridnya! Dengan pengerahan tenaga dia lalu mendorong dengan kedua telapak tangannya sambil
mengeluarkan teriakan melengking.
"Hieeeeeehhhhhhh ........ !!"
"Omitohud....!" Pek Hong San-jin berseru kaget dan
dia menyambut dorongan kedua tangan si tengkorak
hidup itu dengan tangannya. Tangan kanan itu bertemu
dengan dua tangan si Tengkorak hid up dan melekat.
Mereka saling dorong dan terjadilah adu kekuatan sin-
kang yang menegangkan.
Melihat kesempatan baik ini, Si Golok Naga tidak mau
menyia-nyiakannya dan diapun melompat ke depan,
mengangkat goloknya tinggi-tinggi dan membacok ke
arah kepala Pek Hong San-Jin.
Akan tetapi Pek Hong San jin menggerakkan tangan
kirinya, mendorong ke arah penyerang itu dan sebelum
golok mengenai kepalanya, lebih dahulu tubuh Si Golok
Naga terkena dorongan tangan kiri itu dan dia terlempar
sampai tiga tombak jauhnya dan jatuh berdebuk dengan
keras. Ketika dia bangkit lagi, mukanya berubah pucat
dan mulutnya menyeringai kesakitan.
)o-dw-o( Jilid II Pada saat itu, Pek Hong San-jin mengerahkan
tenaganya dan mendorongkan tangan kanannya yang
melekat pada kedua tangan si tengkorak hidup.
Akibatnya tengkorak hid up itu pun terpental ke belakang
dan dari mulutnya mengalir darah, tanda bahwa diapun
sudah terluka di sebelah dalam tubuhnya.
Tanpa banyak cakap lagi, si raksasa hitam dan si
tengkorak hidup yang telah menderita luka itu lalu
meninggalkan tempat itu dengan langkah terhuyung,
takut melanjutkan pertandi ngan melawan hwe-sio tua
yang sakti itu.
Tiong Li siuman dan dia bangkit berdiri, agak
terhuyung. Akan tetapi dia mendengar suhunya terbatuk-
batuk dan tanpa memperdulika n dirinya sendiri yang juga
terluka, dia menghampiri gurunya. Kakek itu terhuyung
lalu menjatuhkan diri duduk di atas bangku. lalu
muntahkan darah yang cukup banyak Suhunya telah
terluka parah! "Suhu. . . . . . . !" Dia menghampiri .


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek Hong San-jin mengangkat mukanya. Dia telah
mempergunakan tenaga yang berlebihan melawan dua
orang yang sakti sehingga dia menderita luka parah
tanpa di ketahui kedua orang lawannya yang melarikan
diri. Dia melihat muridnya dan tersenyum! .
"Engkau tidak apa-apa, Tiong Li ...?" katanya dengan
suara yang lemah sekali .
"Tidak, suhu. Akan tetapi suhu bagaimana " Suhu
muntahkan demikian banyak darah......."
"Omitohud . . . . mereka berdua itu .... kuat sekali..
Sayang kesaktian seperti itu..... dipergunakan untuk
berbuat jahat ... ! Tiong Li, engkau ingat semua
nasihatku....." Jangan ... jangan sekali-kali kau
pergunakan ilmumu untuk kejahatan......"
"Tentu saja teecu ingat Suhu .. "
Tiong Li khawatir sekali melihat wajah gurunya
demikian pucat seperti mayat sehingga dia lupa akan
keadaan dirinya sendiri yang juga terluka parah
disebelah dalam tubuhnya.
"Akan tetapi suhu. . . . . , marilah teecu bantu untuk
menyalurkan sin-kang ke tubuh suhu.... "
Gurunya menggeleng kepala dan berkata liri h, "Tidak
ada gunanya lagi.. "
"Suhu.......!" Tiong Li berseru ketika melihat suhunya
terkulai. Cepat dirangkulnya suhunya agar jangan
terjatuh dari atas bangku.
Gurunya memandangnya dengan tetap tersenyum.
Menyedihkan sekali melihat bibir yang berdarah itu
tersenyum! "Tiong Li, ingatkah engkau ......akan pembicaraan kita
tadi..., tentang ..... tentang kematian" Kematian bukanlah
yang terakhir, Tiong Li....... dan sudah ditentukan oleh
Tuhan, kita tinggal menyerah.... kehendak Tuhan
terjadilah! "
"Suhu........! "
"Pinceng hanya pesan........ agar jenazah pinceng
dibakar bersama gubuk itu....." Kepala itu terkulai dan
napasnya putus.
"Suhu!" Tio ng Li merebahkan tubuh yang tak
bernyawa itu di atas ba ngku dan diapun terkulai, pi ngsan
di atas tanah. Tiong Li membuka dan mengedip-ngedipkan matanya.
Mukanya basah terpercik air dan samar-samar dia
melihat wajah seorang gadis remaja bersama seorang
wanita dewasa yang cantik jelita.
Dia teringat akan kematia n gurunya, teringat akan si
raksasa hitam dan bibirnya bergerak, "Si Golok
Naga........! lalu dia terkulai dan pingsan lagi.
Wanita itu memang cantik sekali. Usianya sekitar
tigapuluh tahun, akan tetapi ia kelihatan seperti seorang
gadis duapuluhan tahun. Rambutnya yang subur itu
hitam mengkilap tersisir rapi dan digelung ke atas, terhias
emas permata berbentuk burung Hong yang indah sekali
dan tentu mahal harganya.
Anak rambut berjuntai di dahinya yang putih mulus
dan alisnya juga hitam kecil panjang melengkung indah,
melindungi sepasang mata yang amat tajam sinarnya.
Sinar mata yang seolah menembus segala yang
dipandangnya dan kadang sinar mata itu mencorong
seperti binatang yang haus darah! Hidungnya kecil
mancung dan mulutnya berbentuk manis dengan
sepasang bibir yang selalu merah basah.
Wajahnya berbentuk bulat telur. Sungguh sebuah
wajah yang cantik jelita, namun sinar mata dan tarikan
pada mulut itu kadang membayangkan kekerasan nati
yang mengerikan.
Tubuhnya juga padat menggairahkan, sedang dan
ramping. Wanita cantik ini kalau sudah memperkenalkan
namanya tentu akan membuat orang-orang kang-ouw
terkejut setengah mati. Wanita yang amat cancik ini
ternyata adalah seorang tokoh kang-ouw yang terkenal
sebagai seorang datuk sesat dengan nama julukan Ban-
tok Sian-li (Dewi Selaksa Racun)!
Selain ilmu silatnya yang tinggi dan lihai bukan main,
juga wanita ini terkenal sebagai seorang ahli racun dan
kabarnya. sebuah goresan kuku jari tangannye saja
sudah cukup membuat orang mati keracunan!
Bahkan tempat tinggalnya juga menjadi sebuah
tempat yang menakutkan, yaitu di lembah Sungai Yang-
ce dan lembah itu demikian ditakuti orang hingga diberi
nama Lembah Maut.
Adapun gadis remaja yang bersamanya itu adalah
seorang muridnya, bernama The Siang Hwi, berusia
empatbelas tahun akan tetapi sudah pula mewarisi ilmu
silat tinggi dari gurunya yang secantik dewi akan tetapi
kadang dapat sekejam iblis itu.
Ketika Ban-tok Sian-li dan The Siang Hwi secara
kebetulan mendaki puncak itu dalam penyelidikannya
tentang Golok Naga, la menemukan seorang hwesio tua
yang sudah tewas di atas bangku dan seorang pemuda
remaja yang menggeletak pingsan di bawah bangku.
Muridnya lalu disuruh mencari air dan memecikkan pada
wajah pemuda itu agar siuman dan dapat ditanyal apa
yang telah terjadi.
Ketika Tiong Li siuman dan satu-satunya kata yang
keIuar dari mulutnya adalah "si Golok Nagal" kemudian
pingsan kembali, tentu saja hati Bantok Sian-li menjadi
tertarik sekali.
Kunjungannya ke Liong-san memang ada hubungannya dengan Golok Naga. la mendengar
tentang golok pusaka yang di curi itu dan sudah sepuluh
tahun belum juga dapat ditemukan kembali.
Mendengar bahwa Kaisar menjanjikan hadiah besar
bagi siapa yang dapat mengembalikan golok pusaka itu
tidaklah begitu menarik perhatiannya. Yang menarik
perhatiannya adalah golok itu sendiri karena la
mendengar bahwa Golok Naga itu adalah sebuah
senjata mestika yang amat ampuh. la ingin mencarinya,
bukan untuk dikemballkan kepada Kaisar, melai nkan
untuk dimilikinya sendiri..
la mendengar pula bahwa empat orang-tokoh dari
perkumpulan besar yang melakukan penyelidikan telah
terbunuh di Liong-san. Maka ia mengambil kesimpulan
bahwa ia. dapat mulai melakukan penyelidikan dari
Liong-san. Tentu ada hubungannya antara Liong-san
dengan pembunuh itu dan agaknya pembunuh itu tahu
soal golok pusaka yang dicuri. Kalau tidak begitu,
mengapa dia membunuh empat orang tokoh partai-partai
besar yang kabarnya difitnah oleh si pencuri golok!
Demikianlah, mendengar pemuda remaja itu menyebut Golok Naga, tentu saja ia tertarik sekali.ia lalu
memeriksa pemuda itu dan mengertilah ia mengpa
pemuda itu setelah siuman lalu pingsan kembali.
Pemuda itu menderita luka dalam yang amat parah,
akibat dari pukulan beracun yang entah dilakukan oleh
siapa. Karena ia memang ahli tentang pukulan-pukulan
beracun, maka Ban tok Sian-li lalu menyingsingkan
lengan bajunya sehingga sepasang lengannya yang
putih mulus itu nampak sebatas siku.
Kemudian ja menempelkan kedua telapak tangannya
ke punggung Tiong Li setelah menelungkupkan pemuda
itu. Muridnya hanya berdiri menonton gurunya mengobati
pemuda yang pingsan itu.
Seperempat jam kemudian setelah pengobatan
dengan penyaluran tenaga sinkang itu dilakukan Ban-tok
Sian-li pernapasan Tio ng Li yang tadinya terengah dan
satu-satu, mulai normal kembali dan setelah ditotok di
beberapa bagian jalan darah di tubuhnya,diapun siuman.
Ban-tok Sian-li bangkit berdiri, menghapus sedikit
keringat dileher dan dahinya. la telah mengerahkan
banyak tenaga untuk menyembuhkan pemuda itu. Akan
tetapi ia rela karena ia tentu akan mendapatkan
keterangan yang banyak dari pemuda itu tentang Golok
Naga Tiong Li membuka mata, bergerak bangkit duduk dan
terkejut heran melihat wanita cantik dan gadis remaja itu.
"Siapakah Ji-wi (anda berdua)?" tanyanya. Akan tetapi
dia teringat, menoleh dan melihat suhunya masih
mengg?letak di? atas bangku dalam keadaa n tidak
bernyawa lagi, maka dia lalu menjatuhkan diri berlutut
dekat bangku dan menangis.
"Suhu......! "
Tiong Li merasa ada sentuhan halus sebuah tangan di
pundaknya. Ketikadia menengok, ternyata gadis remaja
itu yang menyentuh pundaknya dan gadis itu berkata.
"Engkau tadi terluka parah dan subo (guru) yang telah
menyembuhkanmu. Jangan menangis dan ceritakan
semuanya kepada subo."
Mendengar ini, Tio ng Li lalu bangkit dan memberi
hormat kepada Ban-tok Sian-li, dengan air mata masih
membasahi pipinya. "Terima kasih atas pertolongan
bibi....."
"Aku bukan bibimu!" terdengar jawaban menyentak
marah. Memang merupakan pantangan begi Ban-tok
Sian-li kalau ia disebut sebagai orang yang lebih tua!
Muridnya yang sudah mengenal watak subonya lalu
berkata kepada Tiong Li,
"Subo adalah Ban-tok Sian-li, engkau boleh menyebutnya Sian-li (Dewi) bukan bibi."
Tiong Li yang mengenal baik sopan santun lalu
berkata, "Maaf, terima kasih atas pertolongan Sian-li
kepadaku."
"Aku tidak butuh terima kasihmu lebih baik kau cepat
ceritakan dimana adanya Golok Naga!" kata pula Ban-tok
Sian-li sambil memandang tajam penuh selidik.
"Golok Naga...?" Tiong Li memandang heran. "Aku
tidak tahu tentang golok itu ...".
"Jangan bohong !" bentak Ban-tok Sian-li. "Ketika
engkau sluman, tadi engkau berkata Si Golok Naga! Dan
sekarang mengatakan tidak tahu?"
"Ahh,.Si Golok Naga" Memang benar, Sianli. Akan
tetapi yang kumaksudkan adalah Si Golok Naga raksasa
hitam itu yang bersama-temannva. Tengkorak Hid up itu
telah membunuh guruku dan melukai aku."
"Apa hubungannya raksasa hitam dengan Mestika
Golok Naga" hayo ceritakan semuanya! "
Tentu saja Tio ng Li sudah dapat menduga bahwa
raksasa hitam yang membunuhi empat tokoh partai besar
dan juga membunuh ayahnya, kemudian bersama orang
seperti tengkorak hidup itu membunuh suhunya, agaknya
menjadi pencuri Mestika Golok Naga. akan tetapi dia
tidak ingin menceritakan hal itu kepada wanita galak ini.
Dia hendak merahasiakannya untuk dirinya sendiri. Dia
sendiri yang akan mencari raksasa hitam itu yang telah
membunuh ayah kandungnya kemudian membunuh pula
suhunya. "Aku tidak tahu, Sianli. Raksasa hitam itu menyebut
dirinya sendiri Golok Naga dan dia datang bersama
orang yang mukanya seperti tengkorak hidup."
"Mengapa dia datang membunuh gurumu dan
melukaimu" Apa sebabnya?"
"Aku juga tidak tahu. Suhu tidak pernah mempunyal
musuh, akan tetapi Golok Naga itu tiba-tiba muncul
bersama temannya dan mengeroyok suhu."
"Dan hubungannya dengan Mesti Golok Naga?"
"Aku tidak tahu."
"Keparat! Aku sudah susah payah membuang banyak
tenaga untuk menghidupkanmu kembali dan engkau
tidak dapat memberi petunjuk tentang Mestika Golok
Naga" Kalau begitu, apa perlunya aku mengobatimu"
Lebih baik kau kubunuh saja karena engkau telah
mengecewakan hatiku!"
Wanita itu sudah mengangkat tangannya, akan tetapi
tiba-tiba gadis remaja itu melangkah maju menghadang
dan menyembunyika n Tiong Li di belakang tubuhnya.
"Subo, aku tidak setuju! Pemuda itu tadi belum mati
ketika subo menolongnya. Dan diapun tidak minta
ditolong. Adalah subo sendiri yang menolongnya, kenapa
sekarang subo hendak membunuhnya" Lihat, subo,
gurunya sudah tewas dan siapa yang akan mengurus
jenazah suhunya kalau kini muridnya subo bunuh pula"
Subo, kita boleh bertindak keras kepada seorang yang
bersalah kepada kita, akan tetapi pemuda ini sama sekali
tidak bersalah kepada subo!"
Anak itu kelihatan berani sekali menentang kehendak
subonya, dan sungguh aneh, ketika bertemu pandang
dengan muridnya yang melindungi Tio ng Li, Ban-tok
Sian-li menurunkan lagi tangannya dan menarik napas
panjang. "Sudahlah, membunuh anak inipun tak ada gunanya!
Mari kita pergi!"
Dan sekali berkelebat Ban-tok Sian-li telah lenyap dari
tempat itu. Demikian cepat gerakannya seolah-olah ia
pandai menghilang saja.
Tiong Li memegang tangan gadis remaja itu. "Nona,
engkau telah menyelamatkan nyawaku! Aku selama


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidup tidak akan melupakanmu dan semoga kelak aku
dapat membalas jasamu ini. Namaku Tan Tiong Li, nona.
Dan bolehkah aku mengetahui namamu?"
"Namaku The Siang Hwi. Sudahlah, aku harus pergi
agar subo tidak marah kepadaku!"
Siang Hwi menarik lepas tangannya lalu ia meloncat
dengan tubuh ringan dan berlari cepat, sebentar saja
sudah lenyap dari situ.
Tiong Li menghela napas panjang. Baru saja
nyawanya beberapa kali terancam maut akan tetapi
kalau memang Tuhan belum menghendaki dia mati,
seperti wejangan gurunya, tetap saja dia tertolong. Mula-
mula dia terancam maut ketika terpukul oleh Si Golok
Naga, Tapi Ban-tok Sian-li yang menyembuhkannya.
Kemudian mestinya dia mati di tangan Ban-tok Sian-li,
akan tetapi ada The Siang Hwi yang menyelamatkannya.
Dan peristiwa yang baru saja terjadi membuka matanya
bahwa setelah selama sepuluh tahun dia mempelajari
ilmu, ternyata masih jauh untuk dapat dlpakai membela
diri. Melawan Si Golok Naga dan Si Muka Tengkorak
Hidup saja tidak mampu, apa lagi melawan Ban-tok Sian-
li ! Ilmu yang telah dikuasainya belum ada artinya.
Tentu saja pemuda remaja itu tidak tahu bahwa yang
dihadapinya itu adalah datuk-datuk persilatan yang sakti.
Kalau dia bertemu dengan tokoh-tokoh yang leblh rendah
tingkatnya, maka ilmunya sudah lebih dari cukup.
Dia lalu mengangkat jenazah suhunya. Terasa ringan
sekali jenazah itu dan baru sekarang dia menyadari
betapa ringkih dan kurus tubuh suhunya. Heran
bagaimana tubuh seringkih itu memiliki kesaktian yang
hebat. Akan tetapi sekarang, di mana adanya semua
kesaktian itu" Lenyap bersama matinya raga!
Kalau begitu, yang dinamakan ilmu kepandaian itu
hanya untuk sementara saja, tidak kekal seperti adanya
tubuh ini. Benar suhunya. Semua ini hanya alat! Dan
sudah sepatutnya semua orang berusaha untuk menjadi
alat yang baik bukan alat yang merusak! Alat yang baik
akan dipergunakan Tuhan mengutarakan kekuasaannya,
sebaliknya alat yang buruk hanya akan dipakai oleh
setan untuk merajalela!
"Suhu, teecu bersumpah untuk menjadi alat yang baik
bagi Tuhan Yang Maha Kuasa."
Dia teringat akan pesan terakhir suhunya sebelum
meninggal. Suhunya minta agar jenazahnya dibakar
bersama gubuk tempat tinggalnya. Hal ini hanya
mengandung arti bahwa sepeninggal suhu nya, dia harus
pula meninggalkan tempat itu, maka gubuknya disuruh
bakar Dia merebahkan jenazah itu ke pembaringan
suhunya. Melihat pakaian suhunya berlepotan darah, dengan
hati terharu dan tangan gemetar dia lalu mengganti
pakaian suhunya itu dengan pakaian yang bersih.
Kemudian dia mengemasi pakaiannya sendiri, disatukan
dalam buntalan, setelah sekali lagi memberi hormat
sambil berlutut delapan kali di depan jenazah suhunya
sambil menangis, dia berkata,
"Selamat tinggal, suhu, selamat tinggal dan., selamat
jalan... !"
Dia sendiri menjadi bingung, harus mengucapkan
selamat tinggal atau kah selamat jalan kepada gurunya! .
Dia lalu mengumpulkan kayu bakar, menumpuknya di
sekitar pembaringan suhunya, kemudian, dengan air
mata bercucuran, mulailah dia membakar tumpukan kayu
bakar itu. Setelah api berkobar besar barulah dia keluar
dari rumah itu, berdiri di pekarangan memandang api
berkobar membakar pondok itu dengan air mata
bercucuran membasahi kedua pipinya.
" Suhu ......... suhu .... ahh , suhu .... "
Tiong Li mengeluh sambil menangis tersedu-sedu.
Sepuluh tahun lamanya dia hidup bersama kakek itu
yang menjadi pengganti ayahnya, pengganti segala
galanya baginya. Menjadi gurunya, orang tuanya,
sahabatnya. Dan kini, tiba-tiba saja gurunya mati dan
dimakan api! Padahal, baru saja tadi gurunya masih
bercakap-cakap dengan dia.
Malam mulai tiba dan cuaca mulai gelap sehingga api
yang membakar pondok itu membuat cuaca disekelilingnya menjadi terang benderang.
Tiba-tiba saja di belakang Tio ng Li terdengar orang
tertawa bergelak, suara tawanya menembus keremangan
malam itu bagaikan suara tawa iblis.
"Ha-ha-ha, si hwesio tua dari Pek hong-san kok telah
mendahului kita. Ha ha-ha sungguh beruntung, sungguh
baik sekali nasibnya, ha-ha-ha!"
Tiong Li terkejut dan membalikkan tubuhnya, siap
untuk bertandi ng mati-matia n. Akan tetapi yang dilihatnya
bukanlah Si Golok Naga melainkan seorang kakek
berpakaian jubah pendeta yang longgar. Kakek itu
bertubuh pendek gendut seperti bola saja bentuknya dan
dialah yang tertawa bergelak dan mengeluarkan ucapan
tadi. Di sampingnya berdiri seorang kakek lain yang juga
berjubah longgar akan tetapi kakek ini tinggi kurus seperti
tihang. Usia mereka sekitar enampuluh tahun. Kalau
kakek pendek gendut itu masih tertawa terkekeh-kekeh
seperti orang kesenangan, adalah kakek tinggi kurus
memandang langit di mana sudah muncul bulan
sepotong dan kakek kurus itu lalu bernyanyi ! Suaranya
tinggi melengking sesuai dengan bentuk tubuhnya dan
karena lehernya panjang, maka suaranya cukup merdu
ketika dia bernyanyi.
"Sungguh membuat hati kita menjadi iri melihat
keberuntungan hwesio tua ini betapa senangnya
meninggalkan segala kepalsuan
untuk menikmati
kebebasan! Habislah derita, lenyap sengsara bebas
menuai hasil karma! Aiih, hwe-sio tua dari Pek-hong-san
kenapa pergi meninggalkan kami tanpa pesan " "
Sehabis bernyanyi diapun ikut tertawa-tawa bersama
si kakek gendut. Tiong Li menjadi marah dan hatinya
dongkol sekali. Dia sedang menangis dan berkabung
karena kematian suhunya, dua orang ini malah tertawa-
tawa dan bersenang-senang! Akan tetapi karena nada
bicara orang itu seperti orang-orang yang telah mengenal
baik suhunya, dan siapa mereka tidak bermusuhan,
diapun bersikap hormat dan melangkah maju menghadapi kedua orang yang masih tertawa-tawa itu
sambil mengangkat kedua tangan depan dada memberi
hormat. "Maaf, ji wi lo-cian-pwe. Siapakah ji-wi yang datang
tertawa-tawa selagi saya berduka dan berkabung karena
kematian suhu?"
Si pendek gendut itu yang menjawab sambil
menyeringai, "Kami berdua adalah sahabat-sahabat baik si hwesio
tua. Pinto (aku) disebut Tee Kui Lojin (Si Tua Setan
Bumi) dan saudaraku ini Thian Kui Lojin (Si Tua Setan
Langit). Karena sudah lama tidak berjumpa dengan Pek
Hong San-jin, malam ini kami datang berkunjung, siapa
tahu dia seenaknya meninggalkan kami untuk bersenang-senang! Ha-ha-ha! Si Tua yang licik,
meninggalkan kami disarang kepalsuan dan kesengsaraan ini!"
Tiong Li mengerutkan alisnya.
"Maaf, lo-cian-pwe. Saya kira siapa ji-wi ini tidak
sepantasnya. Saya sedang menangis, berduka dan
berkabung, akan tetapi jiwi datang bersenang dan
tertawa-tawa. Dan ji-wi masih mengaku sebagai sahabat-
sahabat baik suhu!"
"Ha-ha ha-ha!" Tee Kui Lojin tertawa geli seolah
ucapan pemuda itu terdengar lucu sekali. "Kami memang
sahabat baik dan kami amat menghormati dan sayang
kepada si hwesio tua."
"Lebih tidak masuk diakal lagi !" bantah Tio ng Li.
"Kalau ji-wi menghormati dan sayang kepada suhu,
mengapa tertawa melihat kematiannya?"
"Ha-ha, anak muda. Justeru karena kami sayang
kepada suhumu, maka kami bersenang-senang melihat
dia meninggalkan dunia.."
"Tidak masuk akal!" bantah Tio ng li. "Bagaimana
mungki n orang dapat bersenang-senang di tinggal mati
orang yang disayangnya " Saya menyayang suhu, dan
ketika suhu meninggal saya merasa berduka sekali ! "
"Hemm, orang muda, engkau murid Pek Hong San-
jin" Kenapa begini bodoh!"
Sekarang si jangkung Thian Kui Lojin berkata,
mencela. "Kenapa pandanganmu masih sepicik itu"
Sekarang aku hendak bertanya kepadamu, kalau engkau
memang sayang kepada suhumu, mengapa setelah dia
mati engkau tangisi dia. Mengapa?"
"Tentu seja, lo-cian-pwe, saya kehilangan suhu yang
saya sayang dan mati. "
"Hemm, jadi engkau menangisi dirimu sendiri, ya"
Engkau menangis karna merasa kasihan kepada dirimu
sendiri yang ditinggalkan orang yang kau sayang "
Berarti engkau sama sekali tidak menangisi gurumu !
Dan pula, mengapa kematian ditangisi" Kita tidak tahu
apa yang terjadi selanjutnya dengan suhumu, kenapa
ditangisi" Yang jelas sekali, dia telah terbebas dari siksa
hidup, dari penyakit, dari permusuhan, dari kepalsuan
dan segala macam kemunafikan dunia.. Kenapa ditangisi
" " Tiong Li terbelalak dan dia merasa malu kepada diri
sendiri. Tentu saja suhunya pernah bicara tentang
kematian ini, dan diapun kini manyadari b?hwa dia tadi
menangis karena duka mengingat akan keadaan dirinya
sendiri,sama sekali--bukan menangisi gurunya!. Bagaimana dia dapat menangisi nasib gurunya kalau dia
tidak tahu apa yang dialami gurunya setelah kematiannya"
"Saya menangisi suhu, menangisi kematia nnya yang
amat menyedihkan. Diatewas karena dibunuh oleh dua
orang jahat. Apakah hal itu tidak menyedihkan?"
bantahnya untuk memberi alasan tangisnya tadi.
Api masih berkobar-kobar membakar pondok dan
Jenazah yang berada di dalamnya.
Kini Tee Kui Lojin yang bicara "Ha ha, kau berduka
karena permainan pikiran dan perasaanmu sendiri.
Kematian itu sudah merupakan garis yang tidak dapat
diuboh oleh siapaun juga. Kalau saat kematian sudah
tiba, biar engkau bersembunyi dilubang semut, maut
akan tetap datang menjemput. Sebaliknya kalau saat
kematian belum mestinya tiba, biar engkau diancam
seribu ujung tombak, engkau akan tetap dapat mengelak.
Kematian gurumu sudah garis, tidak dapat dielakkan lagi,
seperti kematian yang datang pada setiap orang hidup di
dunia ini . Adapun cara kematian itu yang merupakan
penyebab kematian adalah buah karma. Roda karma
pasti datang berputar dan pada saatnya akibat akan
menyusul sebabnya. Usaha kita satu-satunya untuk
menanam karma baik hanyalah dengan perbuatan baik
yang tanpa pamrih."
"Perbuatan yang baik itu yang bagaimana, lo-cian-
pwe?" Tiong Li memancing karena dia tertarik sekali. Dari
mendiang suhunya diapun sudah banyak mendapatkan
wejangan tentang ini, akan tetapi cara mengungkapkan
kedua orang kakek aneh ini agak berbeda walaupun
intinya sama, maka dia ingin sekali mendengarnya.
"Ha-ha-ha, engkau anak yang cerdik, pantas untuk
mendengar penjelasan tentang itu agar kelak tidak akan
tersesat. Perbuatan baik itu adalah perbuatan yang
bermanfaat dan mendatangkan kesenangan bagi orang
lain. Ada perbuatan baik yang dilakukan dengan sengaja
dan berpamrih. Perbuatan baik" seperti ini buahnya
sudah langsung diterima sesuai dengan pamrihnya.
Kesenangan atau pujian yang didapatkan karena
perbuatan baik itu sudah menjadi buah yang langsung
dipetik dan dinikmatinya sehingga sudah lunas. Akan
tetapi perbuatan baik kedua adalah perbuatan yang tidak
disengaja, bahkan tidak diketahuinya bahwa itu


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perbuatan baik, melainkan perbuatan yang timbul dari
hati yang penuh belas kasi h dan karena tidak disengaja
atau diketahui bahwa perbuatan itu baik maka pelakunya
tidak berpamrih dan tidak mengharapkan apapun. Nah,
perbuatan seperti inilah yang masuk catatan karma dan
mungki n buahnya diterima kemudian, cepat a tau lambat.
Perbuatan-perbuatan yang timbul dari hati penuh belas
kasih inilah yang memupuk karma baik. Mengertilah
engkau, eh, siapa namamu, orang muda?"
"Terima kasih atas semua penjelasan itu, lo-cian-pwe.
Nama saya adalah Tan Tio ng Li dan saya telah menjadi
murid suhu semenjak saya berusia lima tahun, sudah
sepuluh tahun ini."
"Bagus, engkau murid berbakat dan berbakti.
Sekarang ceritakan, bagaimana Pek-hong Sanjin tewas
dan oleh siapa dan kenapa?"
Karena maklum bahwa dia berhadapan dengan dua
orang sakti sahabat suhunya, maka tanpa ragu lagi Tiong
Ll lalu bercerita, diawali sejak dia berusia lima tahun.
"Ketika saya baru berusia lima tahun, saya bersama
mendiang ayah saya pergi berburu binatang ke puncak
Liong san. Tanpa sengaja kami berdua melihat empat
orang tokoh-tokoh partai besar sedang bercakap-cakap
tentang lenyapnya Mestika Golok Naga yang katanya
dicuri orang dan pencurinya membunuhi para pengawal
dengan menggunakan ilmu dari empat partai besar itu.
Tiba-tiba muncul seorang raksasa hitam yang mengaku
berjuluk Si Golok Naga, dan dia menggunakan sebatang
golok membunuh empat orang tokoh besar itu."
"Siancai ....., kami sudah mendengar tentang
terbunuhnya para tokoh Siauw-limpai, Hoansapai,
Butong-pai dan Kunlunpai di Liong-san itu. Sampai
sekarang tidak ada yang tahu siapa pembunuhnya.
Siapa kira engkau tidak hanya mengetahui bahkan
menjadi saksi!" kata Thian Kui Lo-jin yang jangkung.
"Lanjutkan ceritamu, Tio ng Li. Menarik sekali
ceritamu," kata Tee Kui Lojin .
"Ayah lalu mengajak saya untuk melarikan diri. Akan
tetapi Si Golok Naga agaknya mengetahui dan mengejar
kami Ayah lalu menyuruh saya mendaki sebuah puncak
lain dan ayah sendiri mengalihkan perhatian pengejar itu.
Akhirnya ayah tersusul dan dibunuh oleh si Golok Naga,
sedangkan saya ditolong oleh suhu Pek Hong San-jin,
lalu diambil murid sampai hari ini....."
"Hemm, dan suhumu mati oleh Si Golok Naga itu pula
" terjadinya ?"
"Sore tadi suhu baru tiba dari perjalanannya sejak pagi
dan selagi kami bicara, muncullah Si Golok Naga
bersama seorang yang wajahnya sepert tengkorak hidup.
Karena mereka menyatakan hendak membunuh suhu,
saya lalu myerang Si Golok Naga, akan tetapi akhirnya
dia merobohkan saya dengan sebuah pukulan beracun.
Saya melihat suhu juga roboh dan saya memaksakan diri
menghampiri suhu. Suhu meninggalkan pesan agar
jenazahnya di bakar bersama pondok ini, dan suhu
meninggal dalam rangkulan saya. Kemudian saya roboh
pingsan." "Hemm, tapi kami melihat engkau sudah tidak terluka
lagi, melihat gerakanmu dan suaramu," kata si jangkung
Thian Kui Lo-jin.
"Memang ada orang yang menolong saya, lo-cian-
pwe. Ketika saya siuman, ada seorang wanita dan
seorang gadis remaja berada di sini. Wanita itu menurut
keterangan si gadis remaja bernama Ban-tok Sian-li.. .."
"Sian-cai....!
Dewi Selaksa Racun itu datang kepadamu dan mengobatimu dari pukulan beracun"
Sungguh luar biasa sekali! Biasanya ia tidak perdulian
orang lain."
"Memang ia menolong saya ada pamrihnya, lo-cian-
pwe. Mungkin dalam keadaan setengah sadar saya telah
menyebut Si Golok Naga dan dia tertarik, setelah
mengobati saya lalu ia bertanya tentang Mestika Golok
Naga. Ketika saya menjawab bahwa saya tidak tahu dan
bahwa yang membunuh suhu hanyalah orang berjuluk Si
Golok Naga dan Tengkorak Hidup, dan saya tidak tahu di
mana adanya Mestika Golok Naga, ia menjadi marah dan
hendak membunuh saya. Akan tetapi nyawa saya masih
dilindungi Tuhan. Muridnya, seorang gadis remaja telah
mencegah gurunya membunuh saya dan selamatlah
saya." "Hemm, tanpa kausadari, engkau telah terlibat dalam
urusan yang akan membahayakan hidupmu selanjutnya,
Tiong Li. Engkau melihat raksasa hitam itu membunuhi
tokoh empat partai besar, berarti engkau seorang yang
menjadi saksi mata atas perbuatannya itu karena
ayahmu, saksi kedua telah tewas. Si raksasa hitam itu
tentu tidak akan pernah merasa lega dan puas kalau
belum dapat membunuhmu. Untung engkau bertemu dan
menjadi murid sahabat kami Pek Hong San-jin, kalau
tidak tentu sudah dari dulu engkau terancam bahaya
maut," kata Thian Kui Lo-jin.
"Lo-cian-pwe, sebe narnya siapakah raksasa hitam itu"
Dan siapa pula si muka tengkorak yang telah membunuh
suhu itu?"
"Kami tidak tahu. Akan tetapi melihat kelihaian dan
keanehannya, agaknya dia dan si muka tengkorak itu
bukan tokoh di dunia kang-ouw yang kita kenal. Mungkin
dia datang dari daerah lai n dan sangat boleh jadi dia
datang dari negara Cin, merupakan tokoh dari utara atau
barat yang memang banyak terdapat orang orang lihai
yang aneh. Akan tetapi sudahlah, kami tidak tertarik
kepada mereka, melai nkan tertarik kepadamu. Karena
engkau murid mendiang sahabat kami, maka kami tidak
boleh tinggal diam melihat engkau terancam bahaya
maut." "Ha-ha-ha, jalan satu-satunya adalah bahwa engkau
harus ikut bersama kami, menjadi murid kami, Tiong Li.
Dengan demikian berarti kita tidak menyia-nyiakan
semua jerih payah hwe-shio tua itu. Bagaimana, maukah
engkau menjadi murid kami dan ikut bersama kami?"
tanya Tee Kui Lo-jin sambil tertawa-tawa.
Mendengar pertanyaan itu, seketika
Tiong Li menjatuhkan diri berlutut di depan mereka. Mereka
adalah para sahabat gurunya, dan dia merasa bahwa
ilmu kepandaiannya masih jauh untuk dapat dipakai
melawan orang-orang pandai maka dengan rela dan
senang hati dia lalu memberi hormat dan berkata, "Teecu
menghaturkan terima kasih kalau ji-wi suhu (guru berdua)
suka mengambil teecu sebagai murid. Teecu akan
menaati semua perintah dan petunjuk ji-wi suhu."
Dua orang aneh itu tertawa senang. Mereka tidak
mempunyai murid dan tidak mempunyai keinginan untuk
mengambil murid. Akan tetapi ketika bertemu dengan
Tiong Li, melihat kebaktian Tio ng Li terhadap gurunya,
lalu melihat betapa Tiong Li terlibat dalam urusan besar
dan anak itupun berbakat baik sekali, hati mereka tertarik
dan mereka sepakat untuk menggembleng pemuda itu
sebagai murid mereka.
Demikianlah, setelah api yang mem bakar pondok itu
padam dan abunya beterbangan dibawa angin gunung,
dua orang pertapa itu mengajak Tio ng Li meninggalkan
tempat itu. "Biarlah abu jenazah Pek Hong San Jin diterbangkan
angin bertebaran di seluruh permukaan bukit dan
menjadi pupuk yang baik bagi tanaman di sini," ka ta Tee
Kui Lo-jin sambil tertawa. "Ini sudah sesuai dengan
kehendaknya."
Dua orang pertapa itu bertempat tinggal di Lembah
Sungai Wu-kiang, di pegunungan Kui-san dan mengambil sebuah puncaknya sebagai tempat pertapaan, yaitu di puncak Ki-lin-san (Puncak Bu- kit
Kilin). Disebut demikian karena puncak ini dari jauh
seperti bentuk seekor ki-lin (hewan keramat setengah
singa setengah harimau).
Seperti halnya ketika belajar kepada Pek Hong San-jin
dahulu, sekali ini Tio ng Li juga. belajar dengan tekun,
hampir tidak pernah meninggalkan puncak sehingga dia
tidak pernah tahu atau mendengar akan keadaa n di
dunia luar. )odwo( Sementara itu, di luar tempat pertapaan itu, terjadi
banyak hal yang hebat. Melihat gerakan pasukan Cin
(Kin) yang selalu melanggar perbatasan, kaum pendekar
di dunia kang-ouw merasa penasaran sekali. Mereka
tidak setuju dengan sikap Kaisar Kao Cung yang lemah
dan yang lebi h suka mengalah terhadap Kerajaan Kin,
tanpa malu-malu mengajak Bangsa Yu-cen itu berdamai
dan bahkan membayar upeti.
Di propinsi Ho pei dan Shan-si, di mana-mana para
pendekar patriot membentuk pasukan-pasukan rakyat
sendiri untuk melawan pasukan Kin yang selalu
melanggar perbatasan dan melakukan perampokan dan
pembunuhan pada penduduk dusun di sekitar perbasatan. Laskar laskar rakyat ini membuat sarang
mereka di bukit bukit dan hutan-hutan di sepanjang
Sungai Yang-ce.
Pernah sebuah laskar rakyat yang menamakan dirinya
Laskar Pita Merah menyerbu sebuah perkemahan
pasukan Kin (Cin) dan membasmi seluruh penghuninya!
Semangat mereka berkobar-kobar, sungguh berbeda
dengan sikap Kaisar Sung Kao Cung yang dianggap
merendahkan martabat Kerajaan.
Yang bertugas mempertahankan kota raja Kai-feng
yang telah jatuh ketangan musuh adalah Panglima C ung
Ce. Kini dialah yang memimpin pasukan Kerajan Sung
yang bertugas di garis depan. Pada suatu ketika,
Panglima Cung Ce menyeberangi Sungai Yang-ce dan
mengadaka n perundingan dengan para patriot yang
berjuang di seberang utara untuk merebut kembali
daerah yang telah dikuasai musuh. Dia memerintahkan
tujuhribu orang pasukan, dipimpin oleh pendekar Wang
Yen, menerjang kepungan puluhan ribu orang pasukan
Kin dan berhasil mencapai dan menguasai Pegunungan
Tai-hang-san. Mereka menghimpun lebih dari seratus
ribu orang di Pegunungan Tai-hang-san ini dan berulang
kali mengalahkan pasukan Kin dan memperkuat pasukan
sendiri. Berulang kali Panglima Cung Ce mengusulkan untuk
menyerbu terus ke utara, namun Kaisar selalu menolak.
Bahkan sebaliknya, Kaisar yang dikuasai oleh Perdana
Menteri Jin Kui, merasa khawatir kalau-kalau Cung Ce
yang bekerja sama dengan para pendekar patriot akan
terlalu besar kekuasaannya dan mengancam kedudukan
kaisar sendiri. Maka, selain menolak usul Panglima Cung
Ce, kaisarpun memerintahkan orang orangnya untuk
mengawasi gerak-gerik panglima itu dengan penuh
kecurigaan. Melihat keadaan itu, Panglima Cung Ce menjadi
penasaran, marah dan kecewa bukan main. Sakit sekali
hatinya. Dia yang setia dan membela negara untuk
mengusir penjajah, untuk merebut kembali Kerajaan
Sung di utara yang di kuasai musuh, selain dilarang
menyerang ke utara, juga malah diawasi dan dicurigai.
Sakit hati ini membuat panglima yang sudah berusia
tujuhpuluh tahun itu jatuh sakit berat. Namun,
semangatnya tidak pernah pudar. Menjelang kematiannya dia mengundang para pendekar patriot dan
membujuk mereka agar melanjutkan perjuangan membasmi musuh Dia meninggal dunia dengan hati
mengandung penasaran sehingga matanyapun tidak
dapat terpejam!.
Pada waktu itu terdapat seorang panglima lain yang
gagah perkasa dan setia kepada negara, yaitu Gak Hui.
Bersama seluruh putera-puterinya,
panglima ini merupakan pejuang yang gigih dan sudah berulang kali
memukul mundur pasukan Kin. Panglima Gak Hui
berasal dari kota Tang-yin di propinsi Honan, dari
keluarga petani biasa. Akan tetapi ibunya adalah seorang


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita yang bijaksana dan berjiwa patriot sejati. Pernah
ibu Gak Hui menuliskan kata-kata di punggung Gak Hui
yang memerintahkan puteranya itu untuk berbakti kepada
negara dan setia kepada Kaisar sampai mati! .
Panglima Gak Hui amat mencintai tanah airnya dan
setelah bangsa Yu-cen menguasai Kerajaan Sung utara,
dia amat membenci musuh ini. Dia menghimpun pasukan
yang sebagian besar terdiri dari pemuda-pemuda petani
yang amat patuh kepadanya. Dalam keadaa n bagaimana
pun, baik selagi kelaparan maupun kedinginan, tak
seorangpun tentara berani mengganggu rakyat. Karena
itu rakyat amat menyayang dan menghormati pasukan
yang dipimpin Panglima Gak Hui dan di mana mana
pasukan ini diterima dengan senang dan bangga oleh
rakyat jelata. Setelah beberapa kali memukul mundur pasukan Kin,
Gak Hui membawa pasukannya maju terus ke utara dan
bergabung dengan laskar rakyat di Tai-hang-san dan
dengan para pasukan di Ho-pei.
Dalam tahun 1140, panglima besar Kerajaan Kin yang
bernama Wu-cu memimpin pasukannya ke selatan. Akan
tetapi di Shun-cang, propinsi An-hwi, pasukannya
dihancurkan oleh pasukan Sung yang dipimpin oleh
Jenderal Lui Chi. Juga jenderal Wu Lin menghantam
pasukan Kin di Tu-feng propinsi Shen-si. Adapun
Panglima Gak Hui sendiri menyerang dari Siang-yang
propinsi Hu-peh. Panglima Gak Hui mengirim para patriot
menyeberangi Sungai Kuning.
Mereka berhasil memorak-porandakan pertahanan
musuh. Gak Hui mengejar sampai ke Yen-ceng propinsi
Ho-nan. Selurun kekuatan para pejuang di utara
bergabung dengan Gak Hui. Rakyat mendukung,
menyumbangkan ransum dan pasukannya menjadi
senakin besar karena banyak sukarelawan memasuki
pasukan itu dan berjuang dengan semangat yang tinggi.
Pada saat yang amat menguntungkan bagi perjuangan itu, setelah Panglima Gak Hui berhasil, tiba-
tiba saja Kaisar Sung Kao Cung memerintahkan pasukan
Gak Hui untuk mundur! Kaisar Sung Kao Cung amat
dipengaruhi oleh Jin Kui itu bukan saja takut kalau
perhubungannya dengan Kin memburuk, juga Perdana
Menteri Jin Kui memperingatkan kaisar bahwa kekuasaan Gak Hui semakin besar dengan dukungan
rakyat jelata. Semua ini dapat mendorong Gak Hui untuk
mem- berontak dan membahayakan kedudukan Kaisar.
Kaisar sama sekali tidak tahu bahwa nasihat Jin Kui
untuk berdamai dengan pi hak Kin itu sebetulnya didasari
oleh persekutuan yang dijalin Perdana henteri Jin Kui
dengan pihak musuh! Jin Kui bersekongkol bahkan
diperalat oleh Kerajaan Cin (Kin) sehingga apapun yang
diperintahkan pihak Kin, selalu ditaati oleh Jin Kui.
Dalam tahun 1411, Panglima Kin Wu Cu menulis
sepucuk surat rahasia kepada sekutunya, yaitu Jin Kui
dan berkata, "Engkau menghendaki perdamaian, akan
tetapi Gak Hui menyerang Hupei. Kalau engkau tidak
segera membunuh Gak Hui, perdamaian tidak akan
pernah ada!"
Demikianlah, Jin Kui membujuk Kaisar yang segera
menulis surat perintah kepada Gak Hui untuk menarik
mundur pasukannya sampai
di perbatasan, dan
memerintahkan Gak Hui untuk pulang ke kota raja. S urat
panggilan untuk Gak Hui ini ditandatangi oleh kaisar
sendiri. Pada waktu itu, semua orang sudah tahu bahwa
Kaisar dipermainkan dan dipengaruhi oleh Jin Kui dan
banyak panglima, bahkan putera-puteri Gak Hui sendiri
menasi hatkan agar Gak Hui tidak memenuhi panggilan
itu karena dikhawatirkan merupakan perangkap yang
diatur oleh Perdana Menteri Jin Kui.
Namun, Pa nglima Gak Hui adalah seorang yang amat
setia kepada kerajaan, kepada negara karenanya juga
setia dan patuh kepada kaisar. Dia mengabaikan semua
nasihat itu dan berkeras untuk memenuhi panggilan
kaisar! Tidak percuma mendiang ibunya dahulu
menuliskan kata-kata di punggungnya agar dia setia
sampai mati kepada kaisar. Dengan gagahnya Gak Hui
melakukan perjalanan pulang ke kota raja.
Dan benar saja seperti yang dikhawatirkan semua
sahabat dan putera-puteri Gak Hui, setibanya di kota raja
Gak Hui lalu ditangkap di dipenjarakan dengan tuduhan
melanggar perintah dan telah lancang menyerang ke
utara mengabaikan larangan kaisar! Semua ini tentu saja
telah diatur oleh Perdana Menteri Jin Kui.
Melihat ini. para putera dan sahabat Panglima Gak Hui
berusaha untuk membebaskan Gak Hui. Mereka
mengamuk menyerbu penjara, bahkan sudah berhasil
mendobrak runtuh pintu kamar tahanan Panglima Gak
Hui, mengajaknya minggat dari situ.
Akan tetapi bagaimana sikap Gak Hui" Dia marah
sekali kepada para pengikut dan para puteranya, "Aku
bersumpah untuk setia kepada kerajaan, setia sampai
mati dan kalian malah memberontak dan mencoba untuk
membebaskan aku" Aku tidak akan melarikan diri!"
demikian katanya.
Para perwira bawahannya, para sahabat dan
puteranya membujuk berulang-ulang. "Ayah," kata
puteranya yang bernama Gak Liu. "Kalau ayah tidak mau
pergi , itu berarti ayah mencari kematian sendiri. Jin Kui
tentu tidak akan puas sebelum melihat ayah tewas!"
"Anak tidak berbakti. Engkau berani menganjurkan
ayahmu menjadi pemberontak" Bukan Jin Kui yang
dapat mengusai aku, akan tetapi Yang Mulia Sri Baginda
Kaisar yang memerintahkan semua ini! Bagaimana aku
dapat membangkang terhadap perintah Kaisar" Ketahuilah, kalian semua. Aku bersedia mati untuk
Kerajaan dan kalau Kaisar menghendaki aku mati, maka
matilah aku!. Nah, kalian pergilah sebelum aku
membantu kerajaan untuk menangkap kalian semua!" .
Dengan hati yang hancur semua pendekar itu
meninggalkan penjara yang sudah mereka serbu.
mereka harus mengambil jalan darah untuk dapat keluar
dari tempat itu dengan selamat, karena pasukan telah
mengepung mereka. Ada berapa orang pendekar yang
roboh dan tewas. Akan tetapi Gak Liu berhasil
meloloskan diri dengan hati sedih sekali melihat ayahnya
tidak mau ditolong.
Dan dengan tipu muslihatnya yang licik, Jin Kui
berhasil membuat surat perintah palsu dari kaisar yang
menjatuhkan hukuman mati kepada Gak Hui, dalam
perintah palsu kaisar mengirim mangkok arak beracun
untuk Gak Hui Tanpa ragu sedikitpun Gak Hui menerima
sambil berlutut dan minum arak beracun itu sampai habis
sambil berdiri tegak dan diapun mati dalam keadaan
masih berdiri!.
Setelah Gak Hui tewas, maka perlawanan Kerajaan
Sung dengan pasukannya terhenti. Kaisar mengadakan
perdamaian yang amat menghina dan merendahkan
martabat Sung dengan Kerajaan Kin. Tapal batas yang
baru dibuat dan daerah luas antara sebelah utara Sungai
Huai dan Tasan-kuan di Shen-si jatuh ke tangan
Kerajaan Kin! Selain ini, juga Kerajaan Sung harus
membayar upeti duaratus 1imapuluh ribu tail perak dan
duaratus limapuluh ribu gulung sutera halus setiap tahun!
. Biarpun Kerajaan
Sung sudah berdamai
dan mengalah, aka n tetapi para pendekar patriot masih terus
melakukan perlawanan. Untuk ini Kerajaan Kin membentuk pasukan-pasukan
khusus untuk membasminya. Keadaan di sepanjang perbatasan
menjadi ajang pertempuran gerilya.
0odwo0 Demikianlah keadaan Kerajaan Sung yang sama
sekali tidak diketahui oleh Tiong Li yang sedang tekun
belajar ilmu dari kedua orang gurunya.Kerajaan Kin juga
mendesak Kerajaan Sung melalui sekutunya, yaitu
Perdana Henteri Jin Kui untuk membasmi para pendekar
patriot yang membentuk laskar laskar rakyat mengganggu Kerajaan Kin di sepanjang perbatasan.
Kaisar Sung Kao Cung memberi kekuasaan kepada
Menteri Jin Kui untuk memimpin pembasmian para
"pemberontak" itu.
Dalam keadaan seperti itu, rakyat selalu gelisah. Di
satu pihak mere itu diam-diam membantu para pejuang
dan di lain pihak mereka takut akan gerakan
pembersihan pasukan pemerintah, juga kadang-kadang
ada pasukan Kin yang rnelakukan pengejaran jauh ke
dalam Kerajaan Sung Selatan melanggar perbatasan.
Rakyat dicekam ketakutan dengan adanya perang
gerilya yang dapat saja sewaktu-waktu terjadi di mana.
Bahkan di kota raja sendiri rakyat merasa gelisah karena
Perdana Menteri Jin Kui tidak segan-segan rnelakukan
pembersihan di kota raja menangkapi orang-orang yang
dicurigai . Dalam keadaan seperti itu, maka fitnah merajalela.
Setiap orang dapat saja lakukan fitnah terhadap orang
lain yang menjadi musuhnya, atau yang dibencinya.
Sekali saja melapor bahwa seseorang dicurigai menjadi
mata-mata pejuang, maka orang itu akan ditangkap dan
disiksa untuk mengaku, kadang disiksa sampai mati!
Maka terjadilah kepanikan di antara rakyat dan
kesempatan ini banyak dipergunakan oleh para perwlra
untuk menggertak rakyat untuk memancing keluarnya
uang sogokan yang besar.
Mereka mendatangi seorang yang beruang, mengancam dan baru pergi setelah menerima sogokan,
pada hal hartawan Itu sama sekali tidak terlibat
perjuangan. Terlibat atau tidak, kalau sudah ditangkap
kecil harapannya akan dapat pulang dalam keadaan
hidup atau tidak cacat.
Malam yang gelap dan sunyl.. Hawa udara dingi n
sekali dan sore-sore rakyat di kota raja sudah tidak
nampak di luar. Cuaca seperti itu lebih baik dihindari
dengan masuk ke dalam rumah mendekati perapian. Apa
lagi kalau berkeliaran di luar dan bertemu peronda
pasukan keamanan, dapat saja terjadi hal yang bukan-
bukan, dan merugikan mereka lahir batin.
Tiba-tiba di tengah malam yang sunyi dan gelap itu
nampak sesosok bayangan berkelebat. Cepat sekali
gerakan bayangan itu dan dia sudah melompati pagar
tembok yang mengelilingi rumah gedung besar milik
Perdana Menteri Jin Kui! .
Akan tetapi baru saja dia memasuki pekarangan,
mendadak lima orang pasukan pengawal sudah
mengepungnya dan mereka menyalakan obor.
"Berhenti! Siapa engkau berani memasuki pekarangan
ini tanpa ijin?" bentak seorang pengawal.
"Hemm, aku
yang masuk. Cepat bawa aku
menghadap Perdana Menteri!" kata orang yang bertubuh
tinggi besar itu.
Para perajurit pengawal itu mendekatkan obor untuk
melihat siapa orang yang datang itu. Obor menerangi
wajah yang menyeramkan dan berkulit hitam. Dan
mereka semua mengenalnya dengan baik karena orang
ini seringkali datang berkunjung dan menjadi kenalan
baik Perdana Menteri.
"Ah, kiranya Hak-sicu yang datang. Kenapa mengejutkan orang dengan melompati pagar tembok dan
tidak langsung saja ke gardu penjagaan di luar
gerbang?" "Lebih baik begini jadi tidak akan ada yang melihatku!"


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab orang itu. Dia itu bernama Hak Bu Cu dan bagi
yang pernah bertemu dengannya segera akan mengenalnya sebagai orang yang mengaku berjuluk Si
Golok Naga! . Hak Bu Cu ini sebenarnya adalah seorang jagoan dari
Kerajaan Kin dan dialah yang diutus oleh Kerajaan Kin
untuk menjadi penghubung dengan Perdana Menteri Jin
Kui. Dia dan Perdana Menteri Jin Kui yang mengatur
pencurian Mestika Golok Naga itu, dengak maksud agar
dunia kang-ouw saling menuduh sendiri dan karena
keadaan para pendekar patriot menjadi lemah.
Hak Bu Cu inilah yang rnelakukan pencurian itu, dan
dia pula yang membunuhi para tokoh empat partai besar.
Golok itu oleh Hak Bu Cu diserahkan kepada atasannya,
yaitu Panglima Wu Chu dari Kerajaan Kin. Dan dia
sendiri membawa golok tiruan, golok yang sama besar
dengan Mestika Golok Naga untuk mengelabui mereka
yang hendak mencari dan merampas kembali Mestika
Golok Naga. Hak Bu Cu ini adalah seorang yang lihai
bukan main, mengerti banyak macam ilmu silat dan dia
menjadi tangan kanan Panglima Wu Chu.
Para pengawal segera mengantarkan Hak Bu Cu
masuk dan mereka melapor kepada Perdana Menteri Jin
Kui yang belum tidur, masih bersenang-senang di dalam
taman di hibur para selir dan dayangnya dengan tari-
tarian. Mendengar laporan pengawal bahwa Hak Bu Cu
datang mohon menghadap Perdana Menteri Ji Kui
segera memerintahkan semua selir dan dayang untuk
mundur, kemudian dia menyuruh pengawal minta kepada
tamu itu untuk masuk saja ke taman, di mana terdapat
sebuah bangunan mungil terbuka yang tadi dipergunakan untuk menonton tari-tarian.
Setelah bertemu, Hak Bu Cu memberi hormat kepada
Perdana Menteri Jin Kui yang langsung menegur. "Ah,
Hak-sicu, angin apakah yang membawamu malam-
malam begini datang berkunjung" Mari, duduklah di sini,
Hak-sicu."
Hak Bu Cu, si raksasa hitam itu, setelah memberi
hormat lalu duduk di depan Jin Kui, terhalang meja yang
penuh dengan makanan dan minuman. Jin Kui
menuangkan arak dalam cawan kosong lalu memberikannya kepada tamunya.
"Terima kasih, taijin. Saya datang diutus. oleh Wu-
ciangkun untuk menemui taijin. Pertama-tama Wu-
ciangkun menyampaikan hormatnya dan kedua kali dia
menyuruh saya untuk membicarakan urusan penting
dengan taijin," Hak Bu Cu lalu minum araknya.
"Hemm, urusan penting apakah, si-cu" Coba cepat
ceritakan kepadaku."
"Begini, taijin. Akhir-akhir ini Wu-ciangkun dibikin
pusing dengan munculnya sepasukan pejuang yang
sungguh mengganggu kami dengan sepak terjang
mereka di perbatasan. Pasukan ini sungguh. tangguh
dan dipimpin oleh seorang laki-laki perkasa yang
kabarnya adalah putera mendiang Panglima Gak Hui
yang bernama Gak Liu."
"Hemm, Gak Liu itu memang putera mendiang Gak
Hui yang paling berani dan berkepandaian tinggi.
Dahulupun ketika ayahnya dipenjara, dia bersama
teman-temannya sudah berani penyerbu penjara dan
hampir saja dapat membebaska n ayahnya. Hanya
Panglima Gak Hui yang tidak mau dibebaskan. Jadi
sekarang dia memimpin pemberontak untuk mengacau di
perbatasan" Sungguh kurang ajar ! " Perdana Menteri itu
berkata. Pada saat itu, muncul seorang pemuda berusia kurang
lebih duapuluh lima tahun, berwajah tampan dan
berpakaian mewah. Dia ini adalah Jin Kiat, putera
Perdana Menteri. Jin Kui, seorang pemuda yang
sombong, akan tetapi telah mempelajari ilmu silat yang
cukup tinggi di samping ilmu sastra.
"Aha, kiranya Paman Hak yang datang!" serunya
sambil memberi hormat dan dibalas oleh raksa"a hitam
itu "Pantas di sini sepi-sepi saja tidak terdengar suara
musik, kiranya ayah sedang menjamu seorang tamu
terhormat."
"Jin Kiat, duduklah, kami sedang membicarakan
urusan penting sekali. Hak sicu ini disuruh oleh Wu-
ciangkun menyampaikan berita penting tentang para
pemberontak. "
"Ada apa lagikah, ayah?"
"Ada sepasukan pejuang yang amat mengganggu di
perbatasan, dan pasukan itu dipimpin oleh Gak Liu,
puteri mendiang Panglima Gak Hui."
"Hemm, dia itukah" Yang dahulu menyerbu penjara?"
Jin Kiat lalu ikut duduk menghadapi meja mendengarkan
percakapan itu.
"Lalu apa yang dikehendaki oleh Wu-ciangkun?" tanya
Jin Kui. "Wu-ciangkun minta bantuan taijin untuk dapat
menangkap Gak Liu dan menghukumnya, taijin," kata si
raksasa hitam. "Hemm, kalau begitu aku akan melapor kepada kaisar,
akan kukatakan bahwa Gak Li u memberontak dan
memimpin pasukan pemberontak. Setelah itu, maka dia
akan menjadi buronan, dan kita tangkapi seluruh
keluarganya, baik keluarga dekat maupun jauh, maka
pernbersihan itu tentu akan memancing munculnya Gak
Liu." "Aku akan memimpin pembersihan itu, ayah! Keluarga
Gak semua sudah menyingkir entah ke mana sejak
matinya Gak Hui, dan kurasa di kota raja sudah tidak
terdapat seorangpun yang she Gak Bahkan orang-orang
Gak sudah ketakutan sendiri dan minggat. Akan tetapi
kalau diusut, tentu masih ada keluarga jauh dari pihak
ibunya yang bukan she Gak Aku akan menyelidiki, ayah."
"Bagus, kalau engkau sendiri yang memimpi n
pembersihan, tentu akan berhasil. Akan tetapi aku akan
minta bantuanmu, Hak-sicu, untuk membantu Jin Kiat
karena siapa tahu, di antara keluarga mendiang Gak Hui
itu akan terdapat orang-orang pandai yang tentu akan
menyusahkan puteraku."
"Tentu saja saya selalu siap untuk membantu, tai-jin."
"Bagus, kalau begitu tinggallah di sini sampai aku
melapor kepada Kaisar. Karena setelah melapor tentu
aku dapat minta surat kuasa untuk melakukan
penangkapan kepada seluruh keluarga Gak yang berada
di sini. Setelah ada yang tertangkap, kita dapat memaksa
keterangan darinya di mana kita dapat menemukan Gak
Liu si pemberontak itu."
Demikianlah, dengan gembira mereka lalu melanjutkan makan minum sampai jauh malam dan Hak
Bu Cu tinggal di rumah besar itu sebagai seorang tamu
yang dihormati. Jin Kiat tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk minta petunjuk tentang ilmu silat
kepada tamunya, dan sambil menanti ayahnya membuat
laporan, diapun mempelajari beberapa jurus ilmu silat
dari si raksasa hitam yang lihai.
Pada keesokan harinya, dalam persidangan, Perdana
Menteri Jin Kui melaporkan kepada Kaisar.
"Yang Mulia, hamba mendengar berita yang tidak
enak sekali bahwa terdapat pasukan pemberontak yang
membikin kacau di perbatasan, memancing-mancing
pertempuran dengan pasukan Kin. Perbuatannya ini
berbahaya sekali karena setiap saat mereka dapat
membalik dan berbalik menyerang pasukan kita sendiri.
Dan yang memimpih pasukan itu adalah putera si
pemberontak Gak Hui yang bernama Gak Liu."
Tentu saja Kaisar marah sekali! mendengar laporan
ini. "Apa Putera pemberontak itu berani membikin kacau"
tangkap dia!" bentaknya.
"Hamba akan melaksanakan perintah itu, Yang Mulia.
Mohon Yang Mulia mengeluarkan surat per intah
penangkapan bukan hanya untuk Gak Li u, melai nkan
untuk seluruh keluarga pemberontak itu agar hamba
dapat membasminya sampai bersih!"
Kaisar lalu membuat surat perintah itu dan dengan
bekal surat perintah ini, dengan girang Jin Kui lalu pulang
ke rumah gedungnya.
"Nah, dengan bekal surat perintah, engkau dapat
melakukan penangkapan kepada siapapun
tanpa khawatir lagi , Jin Kiat," kata ayah ini dengan bangga .
Sementara itu, Jin Kiat tidak tinggal diam dan dia
sudah mengutus orangnya menyelidiki siapa yang masih
terhitung sanak keluarga Gak. Dia mendengar bahwa
ada seorang hartawan di kota raja bernama An Kiong. An
Kiong ini kabarnya masih sanak keluarga Gak, dan masih
terhitung paman dari Gak Li u dari pihak ib unya. Dan
masih saudara misan ibunya.
"Ha-ha, aku tahu siapa yang harus kutangkap terlebi h
dahulu, ayah. Dia bernama An Kiong dan menjadi
seorang hartawan yang terkenal di kota raja. Mari,
Paman Hak, kita siapkan pasukan untuk mulai
melakukan penangkapan."
Pemuda itu sambil membawa surat perintah lalu
mengajak tamunya untuk mempersiapkan selosin
perajurit pilihan yang di-ambil dari pasukan keamanan.
Dengan adanya Hak Bu Cu disampingnya, selosin orang
perajuritpun sudah lebih dari cukup. Perajurit itu hanya
untuk menambah keangkeran saja, karena kalau Hak Bu
Cu membantunya, tanpa perajuritpun dia berani
rnelakukan penangkapan terhadap siapapun juga.
Setelah pasukan itu siap, berangkatlah Jin Kiat dalam
pakaian panglima yang mewah, disertai Hak Bu Cu,
dengan gagahnya keluar dari gedung ayahnya menuju
ke rumah sang korban.
0odwo0 Sejak pagi sekali, banyak orang berdiri antri di depan
rumah An-wangwi (hartawan An). Hampir setiap hari
hartawan An ini membagi-bagi beras dan kadang juga
Panji Sakti 1 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Pukulan Naga Sakti 12
^