Pencarian

Mestika Golok Naga 2

Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


uang kepada fakir miskin. Pada waktu itu, akibat
terjadi nya perang, banyak terdapat orang-orang miskin
yang hidupnya terlantar.
Karena itulah, setiap kali hartawan An membagi bagi
beras atau gandum, banyak yang antri minta bagian.
Baik yang berpakaian seperti pengemis atau penduduk
biasa, banyak yang antri.
Hartawan An Kiong memang terkenal sekali di kota
raja sebagai seorang yang dermawan. Tangannya
terlepas dan terbuka menolong siapa saja yang
membutuhkan bantuan.
Pada pagi hari itu, selagi orang ramai antri dan
menerima pembagian beras, lima kati setiap orang, tiba-
tiba terjadi keributan. Seorang pengantri yang bertubuh
tinggi besar, mendesak ke depan minta didahulukan.
Pada hal, dia datang belakangan. Orang itu masih muda,
berusia kurang lebih tigapuluh tahun dan sikapnya kasar
sekali. Dia mendorong begitu saja orang-orang yang antri
di depan, tidak perduli yang didorongnya itu wanita,
kakek-kakek atau kanak-kanak dan dia menuntut kepada
petugas yang membagi beras untuk mengisi kantungnya
dengan beras. Si petugas melihat orang itu dan mengenalnya
sebagai orang yang pagi tadi sudah mendapatkan
jatahnya, "E h, bukankah engkau tadi sudah mendapatkan lima kati?"
"Itu kan tadi. Akan tetapi aku sudah antri lagi dan
setiap pengantri harus mendapatkan lima kati," katanya
kukuh . "Hem aturan siapa itu?"
"Aturanku!" kata laki-laki itu sambil melotot marah.
"Cepat berikan bagianku, ataukah aku harus ambil
sendiri?" "Heii, engkau ini minta atau merampok?" bentak
petugas yang membagi beras.
"Kalau merampok, engkau mau apa' balas si laki-laki
tinggi besar itu Terjadilah perkelahian, akan tetapi lima
petugas itu bukan lawan si laki-laki tinggi besar yang
memukul dan menendang mereka sampai jatuh bangun.
Mendadak di tempat itu muncul seorang Wanita cantik
bersama seorang gadis manis lai n yang lebih muda. Gadi
itu berusia kurang lebih sembilanbelas tahun, wajahnya
manis sekali dan dia memandang kepada laki-laki itu
denga alis berkerut. Gadis ini bukan lain adalah Siang
Hwi, murid Ban-tok Sian li yang juga hadir di situ.
Guru dan murid ini berada di kota raja, baru tadi
mereka datang dan mereka tertaril sekali melihat
kerumunan banyak orang itu maka mereka mendekat
dan melihat bahwa kerumunan orang itu adalah orang
orang yang menerima bagian beras dari seorang
hartawan yang dermawan. Mereka merasa kagum sekali
kepada hartawan itu. Pada masa itu, jaranglah terdapat
hartawan yang demikian dermawan, yang membagi-bagi
beras kepada fakir miskin dan siapa saja yang
membutuhkannya.
An Kiong yang diberitahu cepat ke luar. Dia dengan
wajah ramah lalu memberi hormat kepada laki-laki tinggi
besar yang baru saja menghajar orang-orangnya itu.
"Sobat, harap jangan marah. Kalau engkau menghendaki
beras, marilah kuambilkan."
"Bagus, begitu baru baik. Nah, isilah kantung ini
sampai penuh!' katanya.
An Kiong mengerutkan alisnya. "So bat, biasanya
untuk setiap orang diberi lima kati. Yang minta banyak,
kami khawatir kalau sampai persediannya kurang."
"Tidak perduli. Orang-orangmu bersikap kasar kepadaku. Harus dipenuhi kantung ini atau aku akan
mengambil sendiri !"
"Perampok busuk!!"
0odwo0 Jilid III Laki-laki itu menengok untuk melihat siapa yang
berani memaki dia perampok b usuk. Dan dia tercengang
melihat bahwa yang memakinya adalah seorang gadis
berusia belasan tahun yang amat cantik manis. Dia lalu
melangkah maju menghampiri.
"Apa kau bilang, nona?"
"Aku bilang engkau perampok b usuk, orang tidak tahu
malu yang paling rendah budi di dunia ini!" gadis itu
kembali memaki, sekali ini lebih ketus lagi.
"Hei , jaga mulutmu!" bentak laki- laki itu. "Engkau
sudah memaki aku, hayo cepat beri ciuman atau kalau
engkau tidak mau, mulutmu akan kurobek sebagai
hukuman!" laki-laki itu menghampiri semakin dekat dan
hendak merangkul .
"Plak-plak . .. . !!" Dua kali
tangan gadis itu menampar
dan laki-laki itu jatuh terjengkang lalu mengaduh-
aduh sambil memegangi kedua pipinya yang menjadi
bengkak dan giginya rontok
sehingga mulutnya berdarah.
Akan tetapi dasar orang
tidak tahu diri. Dalam rasa
sakitnya, dia malah marah
dan segera bangkit berdiri lalu menyerang gadis itu
dengan pukulan kedua tangannya ! Karena dia memang
tinggi besar dan kuat pukulannya itu gencar datang nya
dan kuat sehingga membuat yang menontonnya menjadi
khawati" akan keselamatan gadis itu. Akan tetapi mereka
kecelik karena tidak sekalipun pukulan itu mengenai
tubuh si gadis, bahkan sebaliknya, begitu gadis itu
menggerakk"n kaki nya menendang, untuk kedua kalinya
laki-laki itu terjengkang. Akan tetapi sekali ini, dia bangkit
dengan perut mulas, dia memegangi perutnya dan lari
dari situ tanpa menoleh lagi entah ketakutan entah untuk
mencari tempat mengeluarkan isi perutnya yang
terguncang ! Melihat ini, semua orang bertepuk tangan dengan
girang dan memuji. Pada masa itu, memang banyak
sekali orang yang memaksakan kehendaknya, baik
dengan bantuan kedudukannya, kekuasaannya, hartanya, maupun kekuatannya. Da n "akyat yang sudah
ketakutan itu biasanya tidak ada yang berani melawan.
Maka, kini melihat orang yang bertindak sewenang-
wenang mendapatkan hajaran, tentu saja mereka
menjadi girang dan puas.
An Kiong mengenal orang pandai Dia lalu memberi
hormat kepada gadis itu dengan ramah.
"Nona, engkau telah menolongku dan mengusir orang
yang bertindak sewenang-wenang tadi. Kami mohon
sudilah nona singgah di rumah kami untuk berkenalan
dan untuk memberi kesempatan kepada kami mengucapkan terima kasih kami."
Sikap hartawan itu amat hormatnya dan kata-katanya
pun teratur ramah dan rapi. Mendengar ini, The Siang
Hwi lalu menengok kepada gurunya.
"Subo, bagaimana kalau kita singgah sebentar?"
Mendengar gadis itu menyebut subo kepada wanita
cantik jelita yang sejak tadi hanya berdiri acuh saja, An
wangwie lalu menghampirinya dan memberi hormat.
"Ah, kiranya toanio adalah guru nona ini" Maafkan
kalau kami kurang hormat ka?"na tidak tahu. Toanio,
kami mohon sudilah kiranya toanio dan nona singgah di
rumah kami sejenak untuk berkenalan dan menghaturkan
terima kasih. Kami adalah keluarga yang selalu
mengagumi dan menghormati kaum pendekar seperti
toanio berdua."
Sikap An-wangwe memang baik sekali sehingga Ban-
tok Sian-Ii yang biasanya acuh saja kini-menjadi tertarik
juga. Orang ini selain dermawan, juga ramah dan sopan
sekali. "Baik, kita sebentar singgah disini, Siang Hwi."
katanya sambil mengangguk dan hartawan itu merasa
girang bukan main. Dia memberi isarat kepada orang-
orangnya untuk melanjutkan dengan pembagian beras
dan dia sendiri tergopoh-gopoh mengiringkan dua orang
wanita cantik itu memasuki rumahnya.
Sementara itu apa yang terjadi di luar rumah sudah
terdengar oleh isteri dan empat orang anak hartawan itu,
dan melihat. hartawan mengiringkan kedua orang masuk,
merekapun menyambut dengan ramah dan hormat
sehingga amat menyenangkan hati Ban-tok Sian-li.
Kedua orang tamu itu lalu dijamu oleh tuan rumah
beserta semua keluarganya yang terdiri dari seorang
isteri dan empat orang anak.
An Kiong mengangkat cawan araknya memberi
hormat kepada mereka berdua "Kami hendak memperkenaIkan diri kepada ji-wi yang mulia . Nama
saya An Kiong, ini isteri saya dan empat orang anak saya
yang berusia dari lima tahun sampai lima belas tahun.
Kalau ji-wi tidak keberatan, kami ingin sekali mengetahui
nama ji-wi yang mulia."
Sikap amat rendah hati ini menggerakkan hati Ban-tok
Sian-li. Biasanya ia tidak pernah memperkenaIkan nama
aslinya, hanya memperkenalkan nama julukannya saja.
Akan tetapi karena hartawan An bukan orang kangouw,
dan tidak perlu ia menyembunyikan namanya, maka ia
kini memperkenaIkan nama aslinya, bahkan tidak
menyebut nama julukannya.
"Aku bernama Souw Hian Li dan muridku ini bernama
The Siang Hwi. Kami berdua adalah perantau yang
datang dari Lembah Maut di tepi sungai Yang- ce."
"Aih, sudah kami duga bahwa ji-wi tentulah tokoh-
tokoh kangouw yang perkasa dan budiman. Puteri kami
yang sulung telah berusia limabelas tahun dan ia selalu
ingin sekali belajar iImu silat, akan tetapi tidak pernah
mendapatkan guru yang pandai. la selalu tertarik kepada
mendiang pek-hua-nya (uwa-nya) yaitu Panglima Gak
Hui, maka ingi n sekali mempelajari ilmu silat tinggi. Kalau
saja toa-nio sudi memberi petunjuk kepadanya, alangkah
akan bahagianya hati kami ."
Diam-diam Ban-tok Sian-li Souw Hian Li terkejut. "Ah,
kiranya An-wangwe masih terhitung keluarga mendiang
Panglima Gak Hui" Sungguh mengherankan, mengapa
engkau masi h enak-enak tinggal di kota raja?"
An-wangwe tersenyum. "Ah, kami hanya keluarga
jauh. Isteri mendiang Panglima Gak adalah kakak
misanku, maka kami terhitung keluarga jauh. Pula, kami
tidak pernah ikut urusan perjuangan, mengapa takut
tinggal di kota raja" Kamipun tidak pernah melakukan
kejahatan dalam bentuk apapun...."
Tiba-tiba terdengar ribut-ribut di luar. Serentak mereka
keluar. Ternyata yang ribut-rlbut itu adalah selosin orang
pasukan yang menyuruh para pembantu dan petugas
yang membagi beras tadi menghentikan pekerjaannya
dan mereka menyuruh semua orang pergi. Itulah selosin
pasukan yang dipimpin oleh Jin Kiat dan Hak Bu Cu.
Ketika Jin Kiat melihat An-wangwe muncul, dia lalu
menudingkan telunjuknya dan berteriak lantang..
"An Kiong engkau mengumpulkan orang apakah
hendak memberontak?" Anwangwe mengenai pemuda
itu dan diapun cepat memberi hormat.
"Jin-kongcu, mengapa berkata demikian" Mereka ini
adalah fakir miskin yang mengambil bagian beras yang
kubagi-bagikan untuk mereka kongcu."
"Ahhh, jangan membantah. Lihat aku membawa surat
perintah Yang Mulia Kaisar untuk menangkapi sejuruh
keluarga pemberontak Gak Menyerahlah engkau sekeluargamu untuk kutangkap, An Kiong!"
Seketika wajah An Kiong berubah pucat mendengar
ini. "Akan tetapi, kongcu .... kami ... kami bukan keluarga
Gak! Kami keluarga An ...."
"Cukup Siapa tidak tahu bahwa engkau masih saudara
misan ibu pemberontak Gak Liu?"
"Ampun, kongcu. Kongcu sendiri cukup lama
mengenal keluarga kami yang tidak pernah berbuat salah


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apapun ....."
"Jangan banyak cakap! Perajurit, tangkap mereka
semua!" perintah Jin Kiat .
"Kami tidak bersalah ! Kami tidak mau ditangkap!"
terdengar bentakan dan An Siu Hwa, puteri sulung
hartawan An itu. sudah mencabut pedangnya.
"Ha-ha-ha, puterimu ini gagah juga, An Kiong! Biar
yang ini bagianku!" kata Jin Kiat dan diapun menubruk
kearah gadis itu. Siu Hwa menyambutnya dengan
tusukan pedang, akan tetapi ilmu silatnya masih
terlampau rendah kalau dibandingkan Jin Kiat yang
menjadi murid para jagoan istana.
Jin Kiat mengelak dan dari samping dia sudah
menotok tubuh gadis itu sehingga Siu Hwa merasa
tubuhnya lemas, pedangnya terlepas dan ia jatuh ke
dalam rangkulan Jin Kiat yang tertawa-tawa.
Para perajurit lalu menangkapi An Kiong, isterinya dan
tiga orang anaknya yang lai n, yang masih kecil-kecil.
Melihat ini Ban-tok Sian-li menjadi marah sekali.
"Jahanam busuk, lepaskan mereka!" la menampar dua
kali dan dua orang perajurit terjungkal dan tewas
seketika. melihat ini, Hak Bu Cu terkejut dan maklum
bahwa wanita cantik itu lihai sekali dan memiliki pukulan
beracun. Maka diapun segera menerjang maju dan segera
terjadi pertandingan yang seru antara Hak Bu Cu
melawan Ban-tok Sian-li yang juga terkejut karena di situ
muncul raksasa hitam yang demikian dahsyat tenaga dan
tinggi llmu silat nya.
Sementara itu, melihat betapa Siu Hwa telah dirangkul
secara kurang ajar sekali oleh Jin Kiat, The Siang Hwi
mengeluarkan suara melengking nyaring dan ia sudah
menyerang pemuda itu dari samping. "lepaskan gadis
itu!" Jin Kiat yang masih merangkul dan tadi menciumi Siu
Hwa, menggunakan tangan kiri menangkis pukulan Siang
Hwi. Dia terlalu memandang rendah, maka ketika Tangan
mereka beradu, hampir saja Jin Kiat terpelanting .
Dia melepaskan Siu Hwa dan terkejut bukan main
karena ternyata gadis cantik manis itu memiliki tenaga
sinkang yang membuat dia hampir roboh! Dia lalu
mencabut pedangnya dan menyerang Siang Hwi. Akan
tetapi gadis inipun mencabut sebatang pedang tipis dari
punggungnya dan mereka sudah saling serang dengan
hebatnya. Para perajurit juga membantu Jin Kiat sehingga Siang
Hwi dikeroyok banyak "rang. Para perajurit itu tidak
berani membantu Hak Bu Cu karena pertandi ngan antara
Hak Bu Cu dengan wanita cantik itu hebat bukan main,
Angin yang dahsyat menyambar-nyambar dari kaki
tangan mereka sehingga tidak ada perajurit berani
mendekat. Seorang perajurit lari mencari bala bantuan dan tak
lama kemudian berdatangan berpuluh-puluh perajurit
kerajaan. Melihat ini, mau tidak mau Bantok Sianli lalu
melompat jauh dan bersama muridnya ia terpaksa
melarikan diri.
Tidak mungkin menghadapi pengeroyokan puluhan
orang perajurit, apalagi,mereka berada di kota raja yang
dapat mengerahkan ratusan bahkan ribuan orang
perajurit yang tentu akan membahayakan sekali kepada
mereka . ?"rpaksa walaupun dengan hati mendongkol sekali,
Ban-tok Sian-li dan The Siang Hwi membiarkan An Kiong
sekeluarga ditangkap dan dibawa ke penjara.
Mereka berdua juga tidak lepas dari pengejaran para
perajurit. Ke manapun mereka pergi, tentu bertemu
dengan seregu perajurit dan beberapa kali mereka harus
melakukan perlawanan merobohkan beberapa orang
perajurit dan lari lagi .
Akhirnya mereka terjebak ke dalam sebuah lorong,
pada hal kedua ujung lorong itu telah terjaga oleh
ratusan orang perajurit. Pada saat mereka kebingungan
itu, muncullah seorang pemuda berpakaian pengemis,
pakaiannya tambal tambalan namun bersih.
"Toa-nio, sio-cia, mari ke sini. Tidak ada jalan keluar
lain. Mari cepat!-" katanya kepada dua orang wanita itu.
Karena memang sudah tersudut, Ban tok Sian-li
memberi isyarat kepada muridnya untuk mengikuti
pemuda itu. Mereka memasuki sebuah rumah kecil dan
dari rumah ini mereka dapat menyusup melalui lorong-
lorong kecil, keluar dari lorong yang terkepung itu.
Mereka lalu memasuki sebuah kuil. Kuil itu adalah
sebuah kuil para pendeta wanita. Seorang ni-kouw tua
menyambut kedatangan pemuda pengemis itu.
"Ceng-niko uw, tolonglah kedua orang sahabat ini.
Mereka adalah buruan tentara. Cepat!"
"Baik, masuklah ke sini, ji-wi sio-cia!" kata ni-kouw tua
itu kepada Ban-tok Sian-ii dan Siang Hwi. Pengemis itu
lalu memberi hormat dan berkata kepada mereka.
"Untuk sementara ji-wi di sini aman. Aku akan mencari
jalan untuk ji-wi dapat keluar dari kota raja. Sampai
jumpa!" Pengemis itu laiu menyelinap pergi dari situ dengan
cepat. Ban-tok Sian-li dan Siang Hwi segera dibawa
masuk ke dalam kamar dan mereka diberi "ak"ian ni-
kouw untuk menyamar, dengan memakai penutup kepala
berwarna kuning seperti kebiasaan calon-calon ni-kouw
yang belum menggunduli rambutnya.
Benar saja. Tempat itu aman. Biar pun ada
rombongan perajurit yang mengadakan pemeriksaan di
situ, akan tetapi para perajurit ini tidak berani berbuat
sesukanya. Kuil ini biasa dikunjungi oleh permaisur dan
keluarga kaisar, maka perajurit pun menghormatinya.
Setelah keadaan agak aman, barulah mereka. berdua
berkenalan dengan Ceng Ni-kouw, kepala ni-kouw di situ
dan baru mereka tahu bahwa Ceng Niko uw adalah
simpatisan para pejuang yang berusaha mengusir para
pasukan Kin yang merajalela di perbatasan. Juga,
nikouw ini adalah pengagum mendiang Panglima Gak
Hui. Ketika mendengar dari The Siang Hwi mengapa
mereka. menjadi buronan, karena membela An Kiong
yang ditangkap sebagai anggauta keluarga mendiang
Pang lima Gak ?"i, ni-kouw itu merasa senang telah
dapat menolong mereka.
"Omitohud...., memang keadaa n sekarang amatlah
menyedihkan. Sebetulnya, semua ini gara-gara keluarga
Jin itulah!"
"Apakah yang dimaksudkan adalah perdana Menteri
Jin Kui?" tanya Ban-tok Sian-li yang merasa tertarik juga.
"Siapa lagi" Sebetulnya kaisar tidaklah jahat, akan
tetapi kaisar amat lemahnya dan terlalu percaya kepada
perdana menteri itu. Da hulu, Panglima Gak Hui tewas
juga karena perdana menteri itu. Hal ini siapakah yang
tidak tahu" Seluruh rakyat juga mengetahui belaka akan
tetapi kekuasaan Jin Kui amat besar, siapa berani
menentang dia" Dan puteranya itu tidak kalah jahatnya
dengan ayahnya. Merampas anak gadis orang, bahkan
isteri orang, apa saja yang tidak dilakukan pemuda jahat
itu. Da n semua orang juga tahu bahwa Perdana Menterl
Jin Kui itu diam-diam menjadi antek Kin. Hanya kaisar
seorang yang tidak mau tahu dan tidak percaya. Aihh,
entah apa yang akan terjadi dengan Kerajaan Sung"
"Akan tetapi kematian Gak Hui sudah lama terjadi.
Sekarang mengapa tahu-tahu hartawan An Kiong
ditangkap" Apakah bibi mengetahui sebabnya?" tanya
Ban-tok Sian-li .
Ni-kouw Itu menghela napas panjang.
"Omitohud ....... sebetulnya, kalau memang hendak
ditangkap sudah dari dahulu. An Kiong itu masih saudara
misan mendiang nyonya Gak Hui, maka dapat di kata
masih sanak keluarga. Akan tetapi kalau sampai
sekarang baru ditangkap hal ini tentu sudah lai n jadinya.
Mungki n Jin Kiat itu tergita-gila kepada puteri Sulungnya
atau mungki n juga merupakan usaha untuk merampas
kekayaannya. Pin-ni (aku) sendiri tidak tahu jelas
mengapa dia sekeluarga ditangkap. Pada hal semua
orang di kota raja tahu belaka bahwa hartawan An itu
adalah seorang yang dermawan dan bi jaksana, tidak
pernah melakukan kejahatan sama sekali .
"Kalau begitu, pasti ada sebab tertentu dan mengapa
Perdana Menteri Jin Kui sampai mengutus puteranya
sendiri bahkan ditemani raksasa hitam yang lihai itu "
"Pin-ni juga tidak tahu. Lalu ji-wi ini siapakah dan
bagaimana sampai terlibat dalam penangkapan An Kiong
itu?" "Nama saya Souw Hian Li dan ini murid saya bernama
The Siang Hwi, bibi. Kami berdua kebetulan tertarik
melihat Anwangwe membagi-bagikan beras kepada fakir
miskin. Kemudian ketika terjadi penangkapan, kami
berdua menjadi tamunya. Sayang sekali kami tidak dapat
melindunginya dari tangkapan karena datangnya banyak
pasukan kerajaan dan si raksasa hitam itu lihai bukan
main. Terpaksa kami melarikan diri, kalau tidak kami
tentu tertangkap oleh pasukan yang demikian banyaknya."
"Jangan ji-wi khawatir. dii sini ji-wi pasti aman. Tidak
ada yang akan berani menggeledah sampai ke dalam
karena kuil ini biasa dikunjungl permaisuri dan keluarga
kaisar." "Kami tidak mengkhawatirkan diri kami, bibi, yang
kami khawatirkan adalah keadaan keluarga An yang
ditangkap."
"Omitohud, apa yang dapat kita lakukan, toa-nio"
Kekuasaan Perdana Menteri Jin Kui amat besar, hanya
di bawah kekuasaan kaisar sendiri. Hanya kaisarlah yang
dapat menghentikan semua perbuatannya. Apa daya
kita?" "Hemm, kalau perlu kami akan mempergunakan
kekerasan untuk membebaska n hartawan An, atau dapat
juga kami memaksa Perdana Menteri Jin Kui!" kata Ban-
tok Sian-li sambil mengepal tinju.
la sungguh merasaya tidak rela melihat An Kiong,
hartawan yang demikian bijaksana dan dermawan,
diperlakukan sewenanq-wenang oleh siapapun juga.
Memang demikianlah watak Ban-tok Sian-li. Kalau ia
sudah tidak perduli, maka iapun tidak akan memperhatikan apapun yang terjadi kepada seseorang,
ia akan acuh saja. Akan tetapi sekali ia membela orang,
akan dibelanya sampai semampunya! .
"Harap toa-nio bersabar. Jin Kui itu besar sekali
kekuasaannya dan dia dijaga oleh sepasukan pengawal
yang berilmu tinggi. Berbahaya sekalilah kalau memasuki
ruangan gedungnya. Sebaik nya kita menanti sampai
Gan-enghio ng datang."
"Gan-enghiong?"
"Oh ya, ji-wi belum mengetahui namanya. Pemuda
yang membawa ji-wi ke sini, dia adalah putera ketua
Hek-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat
Hitam). Biarpun golongan pengemis, namun mereka
adalah para pengemis kang ouw yang gagah dan tidak
pernah berbuat jahat, bahkan selalu siap menolong
orang yang tertindas. Bahkan ketuanya bersimpati
kepada para pejuang, akan tetapi di kota raja tentu saja
mereka tidak berani terang-terangan .
"Bukankah para pejuang itu berarti membela pula
kedaulatan Kerajaan Sung?"
"Sebenarnya demikian. Para pejuang itu setia kepada
kerajaan dan mereka memusuhi Kerajaan Kin, Akan
tetapi, karena pengaruh Perdana Menteri Jin Kui, Kaisar
menyalahkan para pejuang yang dianggap membikin
kacau saja memancing permusuhan dengan Kin."
"Sungguh aku tidak mengerti. Kaisar dibela para
pejuang malah memusuhi mereka. Pasti ada hal-hal
kotor dan busuk tersembunyi dibalik semua, ini " kata
Ban-tok Sian-li penasaran.
"Telah menjadi rahasia umum bahwa Perdana Menteri
Jin Kui memang bersikap baik dan bersahabat terhadap
Kerajaan Kin. Dia yang membujuk. Kaisar untuk
berdamai dengan Kerajaan Kin. Contohnya Pang lima
Gak Hui. Kurang bagaimana panglima besar Itu" Dia
setia kepada Kaisar, akan tetapi kenyataannya dia
dihukum mati hanya karena dia bersikap terus
menentang Kerajaan Kin dan melancarkan serangan
yang sama sekali tidak disetujui oleh Perdana Menteri Jin
Kui." "Sungguh celaka! ?pa yang akan terjadi dengan
Kerajaan Sung sikapnya demikian lemah terhadap
musuh yang selalu mengancam keamanan negara dan
bangsa" Sungguh mengherankan sekali. Semestinya
kaisar merasa bangga dan senang melihat rakyatnya
setia dan membela kerajaannya. Pada hal, sudah amat
luas tanah air yang dijajah bangsa Yu cen. Sepatutnya
kaisar menghimpun kekuatan rakyat untuk merampas
kembali daerah yang direbut oleh penjajah Itu."
"Pikiran seperti toa-nio itulah yang membuat para
pendekar patriot membentuk laskar-laskar rakyat dan


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang pasukan Kin.Akan tetapi sayangnya di rumah
sendiri mereka dimusuhi oleh pasukan Sung yang
semestlnya malah mendukung dan membela mereka..
Yah, beginilah keadaa nnya, toa-nio. Kita mampu berbuat
apakah?" Sampai jauh malam mereka bercakap-cakap Bantok
Sian-li dan muridnya mendapat banyak keterangan dari
ni-kouw itu sehingga hati datuk wanita itu menjadi
semakin tertarik. Tadinya ia sama sekali tidak perduli
tentang perjuangan akan tetapi kini ia mulai bersimpati
kepada para pejuang.
O0dw0O Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Gan Kok Bu,
yaitu pemuda yang menolong guru dan murid semalam
dan menyembunyikan mereka ke dalam kuil ni-kouw,
muncut di kuil itu.
Kedatangannya secara rahasia dan Ceng Nikouw lalu
membawanya ke ruangan belakang dl mana dia bertemu
dengan Ban-tok Si anli dan The Slang Hwi.
Begitu bertemu, Ban-tok Sian-li segera bertanya,
"Saudara Gan, bagaimana kabarnya dengan An-wangwe
dan keluarganya?"
Yang ditanya menggeleng kepalanya dan menghela
napas panjang lalu berkata pendek,
"Celaka mereka itu...... "
Siang Hwi menjadi terkejut dan khawatir. "Apa yang
terjadi dengan mereka?"
"Benar-benar keparat ayah dan anak she Jin itu!" Kok
Bu berkata sambil mengepel tinju. "Orang-orang yang
tidak bersalah apapun, bahkan yang berjasa bagi rakyat
jelata, dibunuhi secara kejam!"
"Dibunuh" Maksudmu, mereka semua dibunuh?"
tanya Ban-tok Sian-li membelalakkan matanya yang
indah. "Tidak cuma dibunuh, mereka disiksa sampai mati."
"Akan tetapi, mengapa" Apa kesalahan mereka?"
Ban-tok Sian-li kini bertanya dengan setengah berteriak.
Sukar ia membayangkan orang tua yang berbudi itu
dibunuh s"k"luarganya begitu saja, bahkan disiksa
sampai mati! . "Menurut hasil penyelidikan kami melalui para perajurit
pengawal, mereka itu disiksa untuk mengaku di mana
adanya pemberontak Gak Liu. Karena tidak ada yang
dapat mengatakan di mana adanya Gak Liu, mereka
disiksa sampai mati dan dicap sebagai pemberontak.
Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, puteri sulung An
wangwe oleh Jin Kiat telah diperkosa kemudian
diserahkan kepada pengawal sampai gadis itupun
menemui ajalnya. Da n harta benda hartawan itu disita
untuk negara yang tentu saja telah disaring dulu melalui
tangan Perdana Menteri .
"Terkutuk! Kami tidak dapat mendiamkannya saja,
subo!" tiba-tiba Siang Hwi berseru nyaring, mukanya
berubah merah sekali saki ng marahnya.
"Benar! Kita harus bertindak. Malam ini juga kita
berdua akan menyusup ke dalam gedung Perdana
Menteri Jin dan kita bunuhi mereka semua sekeluarga!"
kata Ban-tok Sian-1i.
"Omitohud..., toa-nio dan nona pi n-ni harap ji-wi tidak
melakukan pekerjaan yang amat berbahaya itu. Salah
salah ji-wi sendiri yang akan menderita celaka di tangan
para pasukan pengawal."
"Kami tidak takut, bibi . Sudah menjadi resiko dunia
persilatan, kalau tidak berhasil tentu gagal kalau tidak
menang tentu kalah dan kekalahan ada kalanya
membawa nyawa. Kami tidak takut!" kata Ban-tok Sian-li
dengan ucapan yang keren dan tegas.
"Maaf, toanio dan siocia (nona) bukannya saya ingin
mencampuri urusan ji-wi, akan tetapi benar seperti yang
dikatakan Ceng Ni-kouw, menyerbu ke dalam gedung
istana Perdana Menteri amat lah berbahaya. Perdana
Menteri Jin Kui telah mengundang beberapa orang
jagoan istana untuk mengawalnya, dan kedudukannya
kuat sekali."
"Kami tidak takut!" kata pula Ban tok Sian-li.
"Pendeknya malam ini kami harus dapat membunuh
Perdana Menteri keparat Itu!"
Karena merasa tidak mampu untuk mencegah gu"u
dan murid itu, Kok Bu hanya menghela napas panjang
dan dia berpamit. Akan tetapi diam-diam dia ngumpulkan
beberapa putuh anak buahnya yang paling lihai dan
bersiap-siap untuk melindungi guru dan murid itu. Entah
mengapa, hatinya merasa tidak rela melihat The Siang
Hwi terancam bahaya kalau ikut gurunya menyerbu
rumah ge dung Perdana Menteri Jin.
Malam itu amatlah sunyi dan dingi n. Malam terang
bulan yang sejuk. Akan tetapi seperti biasa, setelah agak
malam semua penduduk memasuki rumahnya. Apa lagi
tersiar berita bahwa pasukan mencari-cari buronan dan
ini berarti setiap saat dapat saja rumah penduduk diserbu
pasukan, digeledah dan hal ini membuat setiap
penduduk merasa ketakutan. Kalau kebetulen pasukan
yang menggeledah itu dipimpin seorang perwira yang
baik, maka penggeledahan berjalan wajar dan tidak
terjadi gangguan kalau mereka tidak menemukan orang
yang dicari di rumah itu.
Akah tetapi kalau ternyata sebaliknya, pasukan itu
dipimpin oleh seorang perwira yang jahat, maka pasukan
itu menggunakan kesempatan untuk menggerayangi
harta milik penduduk, dan tidak segan-segan mengganggu wanita yang muda dan cantik.
Di antara bayang bayang pohon berkelebatan dua
sosok bayangan yang gerakannya gesit bukan main.
Mereka itu adalah Ban-tok Sian-li dan muridnya, The
Siang Hwi. Dengan menyelinap diantara pohon-pohon
mereka menghamplri gedung besar tempat tinggal
Perdana Menteri Jin Kui dan tak lama kemudian mereka
telah tiba di luar pagar tembok yang tinggi.
Di pintu gerbang pagar tembok itu terdapat gardu
penjagaan dan di situ berkumpul belasan orang penjaga.
Mereka secara bergilir meronda, mengeliIingi gedung Itu.
Dengan gerakan ringan dan mudah saja, guru dan
murid ini lalu melom- pati pagar tembok dan turun di
sebelah dalam. Mereka telah berada di datam taman dan
agaknya tidak ada penjaga yangmengetahui gerakan
mereka. De ngan girang guru dan murid ini lalu melaya
naik ke atas genteng dan dari sana me ceka mencari-
cari, mengintai ke bawah .
Tiba tiba mereka berhenti bergerak dan mendekam di
atas wuwungan. Mereka melihat pemuda yang bukan lain
adalah Jin Kiat bersama seorang laki-laki setengah tua
duduk di sebuah ruangan yang lampunya terang, seda ng
makan minum. Dari si kap Jin Kiat yang menghormat laki-laki
setengah tua itu, mudah diduga bahwa orang itu tentulah
perdana Menteri Jin Kui, ayah pemuda itu. Mereka
berdua makan minum dilayani beberapa orang dayang
dan di sekitar ruangan itu nampak lima orang perajurit
pengawal menjaga.
"Kesempatan baik," bisik Ban-tok Sian-1i kepada
muridnya. "Mari serbu!"
Dua orang wanita perkasa itu lalu melayang turun, dan
mendadak saja semua penerangan di ruangan itu
menjadi padam sehingga keadaannya menjadi gelap .
Mereka terkejut dan maklum bahwa mereka terjebak.
Dan tiba-tiba ruangan menjadi terang benderang kembali
akan tetapi Perdana Menteri Jin Kui dan para dayang
telah menghilang.
Yang ada hanyalah Jin Kiat yang kini memimpi n
belasan orang pengawal, di antaranya terdapat raksasa
hitam yang lihai! Mereka itu telah mengepung guru dan
murid itu. Melihat guru dan murid ini, Jin Kiat segera mengenai
mereka sebagai orang-orang yang pernah membela An
Kiong sekeluarga ketika keluarga ttu hendak ditangkap,
maka dia tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha,
kiranya kalian dua orang wanita pemberontak! Tangkap mereka! Terutama yang muda
itu, tangkap hidup-hidup dan jangan lukai !"
Para pengawal itu sudah mencabut senjata masing-
masing, dan Ban tok Sian-li yang maklum bahwa si tinggi
besar muka hitam itu amat lihai, sudah menerjang
kepada raksasa hitam ini dengan pedangnya. Pedang di
tangan datuk wanita ini bersinar hitam dan pedang itu
amatlah berbahaya karena telah direndam racun yang
amat berbahaya. Sekali terkena goresan pedang ini
musuh akan tewas dan tidak mungkin dapat disembuhkan lagi.
Melihat wanita itu menghunus pedang yang bersinar
hitam. Hak Bu Cu juga menghunus goloknya yang
tersembunyi di balik jubahnya.
Melihat golok ini, Ban-tok Sian-li berseru kaget.
"Mestika Golok Naga ..........! "
"Engkau sudah mengenal. golokku ! Bagus, hayo
cepat menyerah sebelum golokku membuat engkau
menjadi setan tanpa kepala ! "
Akan tetapi Ban-tok Sian-li sudah menggerakkan
pedangnya, menyerang dengan dahsyatnya menusukkan
pedang ke arah dada lawan.
Hak Bu Cu tidak berani memandang rendah. Dia
sudah merasakan kelihaian wanita ini dan harus
mengakui bahwa tanpa bantuan pengawal, kemarin dia
tidak akan mampu menandi ngi wanita ini.
Maka diapun cepat menggerakkan golok yang besar
itu menangkis sambl1 mengerahkan tenaga.
"Cringggg ..... trangg ..... !!"
Dua kali pedang bertemu golok dan bunga api berpijar
menyilaukan mata. Beberapa orang pengawal sudah
menyerbu dan Ban- tok Sian-li lalu dikeroyok.
Sementara itu, Siang Hwi juga sudah mengamuk,
dikeroyok Jin Kiat dan orang-orangnya sehingga gadis
ini, seperti juga gurunya, sudah dikepung ketat.
Guru dan murid itu mengamuk dan mereka sudah
berhasil membunuh beberapa orang pengawal, akan
tetapi datang pula regu pengawal yang lain sehingga
mereka semakin terdesak. Ketika menge- lak dari
sambaran banyak senjata; tiba tiba Ban-tok Sian-li
terkena tendangan yang dilontarkan oleh Hak Bu Cu.
Keras sekali tendangan itu dan Ban-tok Sian-li tidak
sempat mengelak lagi, karena ia sedang mengelak dan
menangkis sambaran banyak senjata para pengeroyok.
Tendangan itu mengenai paha kiri nya. Biarpun paha
itu tidak menderita luka, akan tetapi saking kerasnya
tendangan itu, kakinya menjadi memar dan rasanya nyeri
"uk?" main.
Tubuh Ban tok Sian-li terpelanting dan dengan cepat
iapun bergulingan. Ketika, dua orang pengawal
mengejarnya dengan bacokan golok, ia menggerakkan
pedangnya dan dua orang pengawal itupun roboh mandi
darah dan tewas seketika.
la melompat berdiri lagi dan mengamuk. Sudah lebi h
dari sepuluh orang pengawal roboh oleh pedangnya,
demikian pula muridnya telah merobohkan banyak
pengawal. Akan tetapi Jin Kiat ma sih terus
mengepungnya dengan pengawal pengawal baru yang
datang membantu.
Keadaan guru dan murid itu kini terdesak dan mereka
dalam bahaya. Apa lagi kini Ban-tok Sian-li sudah
terkena tendangan yang membuat gerakannya kurang
lincah, sedangkan Hak Bu Cu terus mendesak dengan
hebatnya. Selagi mereka berdua terdesak, mendadak nampak
banyak bayangan berkelebat dan muncullah belasan
orang membantu guru dan murid itu. Mereka berpakaian
seperti orang-orang kang-ouw, dan senjata mereka juga
bermacam-macam.
Akan tetapi melihat bahwa yang muncul itu adalah
Gan Kok Bu, Maklumlah Ban-tok Sian-li dan Siang Hwi
bahwa orang-orang itu tentu para anggauta Hek-tung
Kai-pang yang sengaja menyamar agar jangan ketahuan
bahwa mereka anggauta perkumpulan pengemis itu.
Maka mereka tidak mengenakan "ak"ian pengemis dan
tidak pula menggunakan senjata tongkat hitam.
Bagaimanapun juga, setelah rombongan ini datang
membantu, B?"-tok Si an-li dan Siang Hwi lolos dari
kepungan. Kok Bu segera menghampirl mereka dan
berseru, "Mari kita pergi !"
Karena maklum bahwa kalau dilanjutkan perkelahia n
itu, pihaknya tentu akan menderita kekalahan dan akan
celaka di tangan para pengawal, Ban-tok Sian-li yang
sudah terluka pahanya lalu melompat pergi dan
mengajak muridnya.
"Siang Hwi, kita pergi ! "
Siang Hwi juga meloncat pergi . Bantuan para


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anggauta Hek-tung Kai-pang memungki nkan mereka
meninggalkan para pengeroyok itu.
Pada saat itu, bagian ki "i gedung itu terbakar, dibakar
oleh anggauta Kai-pang yang bertugas untuk itu. Melihat
ini, tentu saja para pengawal menjadi panik dan
kesempatan ini memungkinkan mereka semua untuk
melarikan diri, walaupun ada tiga orangg anggauta Kai-
pang terpaksa ditinggal karena mereka sudah roboh dan
tewas. Kok Bu mengajak guru dan murid itu pergi
bersembunyi di tempat rahasia ayahnya, yaitu ketua Hek-
tung Kai-pang, Tempat ini adalah sebuah rumah seorang
pejabat tinggi bagian kebudayaan.
Pejabat tinggi ini juga seorang yang bersimpati kepada
para pejuang, maka memberikan rumahnya yang kosong
untuk tempat bersembunyi ketua Hek- tung Kai-pang;
Dan tidak akan ada orang yang mencurigai tempat itu
karena tempat itu kadang-kadang dijadikan tempat
peristirahatan sang pembesar tinggi.
Selain itu, masih ada hubungan keluarga antara
pejabat tinggi itu dengan ketua Hek-tung Kai-pang yang
bernama Gan Liang.
Adapun pusat Hek-tung Kai-pang sendiri berada di
luar kota raja. Para anggauta Hek-tung Kai-pang dengan
bebas berkeliaran di kota raja karena mereka tidak
pernah membikin ribut dan mereka membantu para
pejuang secara rahasia, tidak terang-terangan.
Ban-tok Sian-li dan The Siang Hwi disambut oleh Hek-
tung Kai-pang-cu Gan Liang sendiri, seorang laki-laki
berusia limapuluh tahun yang nampaknya masih gagah.
Ayah Gan Kok Bu ini sudah mendengar dari, puteranya
tentang sepak terjang wanita bernama Souw Hian Li dan
muridnya yang bernama The Siang Hwi itu .
Ketika menyambut dua orang wanita itu, Gan Liang
yang memberi hormat kepada Ban-tok Sian-li tertegun.
Dia memandang wanita itu penuh perhatian, lalu berseru
heran, "Bukankah toanio ini Ban-tok Sia n-li "
Yang di tanya balas memandang. "Bagaimana engkau
dapat mengenaIku?"
"Siapa yang tidak mengenai Ban-tok Sian-li dari
Lembah Maut yang ter sohor itu?"
Melihat sikap ayahnya yang nampak kaget dan juga
tidak senang itu, Gan Kok Bu lalu mempersilakan
mereka, duduk. Suasana menjadi agak kaku karena Gan
Liang lebih banyak diam dari pada bicara.
Tentu saja hal ini dirasakan oleh Ban-tok Sian-li dan
dengan terus terang datuk ini berkata,
"Agaknya Hek-tung Kai-pangcu tidak menyukai
kehadiran kami di sini !"
"Ah, tidak! Sama sekal! tidak! Aku hanya terkejut dan
terheran bahwa Ban-tok Sian-li tiba-tiba menjadi seorang
pejuang yang membela An-wangwe, Pada hal dahulu
engkau tidak pernah pemperdulika n perjuangan, Sian-li."
"Pang-cu, tidak ada orang yang boleh memaksaku
untuk berjuang dan tidak ada orang pula yang boleh
melarangku untuk berjuang. Karena itu, engkau tidak
perlu heran," jawab Ban-tok Sian- li dengan ketus.
Wanita itu memang aneh wataknya. Kalau ia
ditentang, ia akan bangkit melawan dengan keras. Dan
kiranya ini sudah menjadi watak para datuk persilatan
pada umumnya. "Tidak, Sian-li, siapa berani m"larangmu" Silakan
tinggal di sin!, dan selama di sini, engkau akan aman dari
pengejaran pasukan. Maaf, saya ada keperluan lain,
terpaksa harus meninggal kan ji-wi."
Dia lalu keluar dari ruangan itu dan tinggal Kok Bu
yang sikapnya jauh berbeda dengan ayahnya. Dia
melayani dua orang tamunya dengan baik dan penuh
penghormatan, lalu menunjukkan sebuah kamar untuk
mereka. Juga dia menyediakan makanan untuk kedua
orang tamunya itu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Siang Hwi
sudah mandi dan keluar dari kamarnya. Gurunya masih
beristirahat karena semalam gurunya itu hampir tidak
tidur melainkan menghimpun tenaga murni untuk
mengobati luka di pahanya yang memar.
Rumah pejabat itu cukup besar dengan pekarangan
yang luas, dan di bela kang terdapat seb.uah taman
bunga yang cukup indah dan luas pula. Siang Hwi
memasuki taman itu. Udara pagi itu amat ?"rah, burung-
burung masih banyak yang berkicau di taman itu, belum
berangkat pergi mencari makan, Sinar matahari pagi
mulai menghangatkan taman. Siang Hwi menghampiri
serumpun kembang merah dan dipetiknya setangkai lalu
di pasangnya di rambutnya.
"Nona .......!"
la terkejut dan memutar
tubuhnya. Ternyata Kok Bu
yang memanggilnya tadi dan
pemuda itu berdiri di depannya" terbelalak dan memandangnya dengan mata
terpesona. Bagi Kok Bu, gadis
itu nampak cantik jelita pagi
itu, apa lagi dengan bunga
merah di rambutnya, nampak
seperti seorang bidadari dari kahyangan yang turun ke
taman Itu bersama cahaya matahari pagi.
"Eh, Bu toako kiranya. Selamat pagi. Eh, toako engkau
kenapakah?"
"Kenapa ...... ?"
"Engkau memandangku seperti belum pernah melihat
aku saja!"
Kok Bu tersenyum salah tingkah dan menjawab
gugup, "Aku.... ah, kembang di rambutmu itu membuatmu nampak cantik jellta seperti bidadari saja,
nona ..... "
"Hemm, engkau terlalu memujiku, toako.!'
"Sungguh mati, aku bukan merayu atau memuji
kosong, nona Siang Hwi. Engkau adalah gadis yang
paling cantik yang pernah kutemui selama hidupku."
"Omong kosong! Engkau tinggal di kota raja, bahkan
engkau banyak mengenal para bangsawan. Banyak putri
bangsawan cantik jelita di kota raja, apa lagi puteri
istana." "Sudah banyak aku bertemu puteri bangsawan, akan
tetapi tidak ada yang dapat menandingi engkau dalam
hal kecantikan dan kegaga han, nona. Aku sungguh
terpesona dan begitu bertemu denganmu, seketika aku
jatuh hati. Maafkan keIancanganku ........"
Wajah Siang Hwi menjadi kemerahan akan tetapi ia
tidak marah. Sikap pemuda ini terlalu jujur dan
ucapannya itu bukan rayuan, hal ini ia dapat merasakan
benar. Akan tetapi, sedikitpun ia tidak mempunyai
perasaan cinta kepada pemuda yang baru dikenalnya itu,
walau pun ia merasa berterima kasih dan juga kagum
atas pertolongan pemuda ini kepada nya dan kepada
gurunya. "Sudahlah, toako, jangan bicara soal itu. Aku tidak
senang mendengarnya. Sama sekali belum ada dalam
pikiranku persoalan yang kau kemukakan itu. Maafkan
aku." Dan iapun pergi meninggalkan,pemuda itu menuju ke
rumah untuk masuk ke kamarnya di mana gurunya masih
tidur. Akan tetapi ia melihat sesosok bayangan berkelebat
dan tahulah ia bahwa bayangan itu adalah Gan-pangcu,
ayah dari Kok Bu. Karena ingin tahu apa yang akan
terjadi, ia menyelinap ke balik sebatang pohon dan
mengi ntai. Gan Liang klni bicarara keras kepada anaknya
sehingga Slang Hwi tidak perlu mengerahkan pendengarannya untuk dapat mendengar apa yang
dikatakan ketua Hek-tung Kai-pang itu.
"Apa" Engkau mencinta gadis itu" Tidak tahukah
engkau murid siapa ia" Gurunya adalah Ban-tok Sian-li,
datuk sesat yang tinggal di Lembah Iblis! Tidak, aku tidak
suka kalau engkau mencinta gadis itu. Apa lagi menikah
dengannya! Aku tidak suka berbesan dengan datuk
sesat!" Mendengar ini, Siang Hwi mengerutkan alisnya dan
diam-diam ia pergi meninggalkan tempat itu, kembali ke
dalam gedung. la mendapatkan gurunya sudah bangun
dan sudah mandi.
"Subo, sebaiknya kita cepat pergi dari tempat ini dan
keluar kota raja," kata Siang Hwi.
Melihat wajah muridnya seperti orang yang marah,
Ban-tok Si?"-li memandang penuh selidik,
"Ada apakah, Siang Hwi ?"
"Su-bo, aku mendengar Gan-pangcu berkata kepada
puteranya bahwa dia merasa khawatir dan tidak senang
kalau kita tinggal di sini lebih lama lagi karena dapat
membahayakan dirinya dan perkumpulannya. K"r"na itu,
sebaiknyi kita pergi sekarang juga, subo. Mereka sudah
menolong kita, tidak enak kalau harus menyusahkan
mereka lebi h lanjut."
Gurunya mengangguk. "Engkau benar, Siang Hwi.
Kalau begitu mari kita berkemas dan pergi dari sini
sekarang juga."
Siang Hwi menjadi girang dan cepat ia berkemas
bersama gurunya.
Selagi keduanya berkemas, muncul Kok Bu di depan
kamar mereka. Melihat kesibukan guru dan murid yang
berkemas dan menggendong buntalan pakaian di
punggung, dia terkejut sekali.
"Eh, toanio, dan nona.jiwi hendak pergi ke manakah?"
Ban-tok Sian-li yang menjawab tegas.
"Kami akan berpamit dan pergi dari sini sekarang
juga." "Akan tetapi, itu berbahaya sekali Ji-wi akan diketahui
oleh para pengawal dan perajurit dan tentu akan di
tangkap! Pula, di kota raja ini, ji-wi hendak bersembunyi
di mana" Di sini merupakan tempat terbaik bagi ji-wi
untuk bersembunyi."
"Kami hendak keluar dari kota.raja!" kata Siang Hwi
yang bicara dan suaranya terdengar dingin.
"Tapi..... tapi itu lebih berbahya!" kata Kok Bu. "Semua
pintu gerbang dijaga ketat oleh pasukan dan tidak
mungki n Ji-wi dapat melewati pintu gerbang dengan
selamat." "Kami tidak takut! Akan kami lawan mati-matian!" kata
pula Ban-tok Sian-Li .
"Aihh, kenapa ji-wi memaksakan diri" Kalau ji-wi
memaksa, baiklah, akan kami atur agar ji-wi dapat
melewati pintu gerbang dengan aman. Jalan satu-
satunya hanyalah menyamar sebagai anggauta Hek-tung
Kai-pang."
" Menyamar?" tanya Ban-tok Sian li .
"Jangan ji-wi khawatir. Di antar anak buah kami
terdapat seorang yang ahli dalam hal mendandani orang
dalam penyamaran. Dalam waktu singkat saja ji-wi sudah
akan menjadi orang lai n yang tidak akan dikenal bahkan
oleh orang-orang terdekat. Bagaimana pendapat ji-wi"
Kiranya itulah jalan satu-satunya untuk dapat menyusup
keluar dari pintu gerbang dengan selamat."
Tentu saja guru dan murid itu tidak dapat menolak
tawaran yang menarik dan juga menguntungkan itu.
Anggauta Hek-tung Kai-pang yang ahli merias itu
dipanggil dan segera dia mendandani Ban-tok Sian-li dan
The Siang Hwi. Dalam waktu kurang dari satu jam, kedua
guru dan murid ini benar-benar telah berubah, menjadi
dua orang anggauta pengemis yang berjalan terbongkok-
bongkok membawa tongkat .
"ak lama kemudian, di pintu gerbang utara, ada
serombongan pengemis terdiri tujuh orang melewati pintu
gerbang itu, para petugas jaga tentu saja tidak mau
didekati para pengemis yang berpakaian kotor dan
berbau. Maka merekapun membiarkan para pengemis itu
lewat. Setelah melewati pintu gerbang, para pengemis itu
segera pergi berpencar. Dua di antara mereka yang
berjalan terbongkok-bongkok melanjutkan perjalanann
dengan cepat menuju ke barat. Akan tetapi belum lama
para pengemis itu melewati pintu gerbang, tampak
belasan orang penunggang kuda tiba di tempat itu, yaitu
rombongan pengawal rumah gedung Perdana Menteri,
dipimpin oleh seorang raksasa hitam yang bukan lain
adalah Hak Bu Cu.
"Apakah ada serombongan pengemis lewat di sini?"
tanya Hak Bu Cu yang berpakaian perwira.
Para petugas jaga di pintu gerbang itu tidak mengenal
Hak Bu Cu, akan tetapi melihat pakaiannya, mereka
memberi hormat dan seorang di antara mereka


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjawab bahwa baru saja ada serombongan tujuh
orang pengemis lewat di situ dan keluar kota.
"Hayo cepat kejar!" bentak Hak Bu Cu dan anak
buahnya lalu membedal kuda melakukan pengejaran
keluar kota melalui pintu gerbang utara.
Bagaimana sampai para pengawal mencurigai serombongan pengemis itu" Semua ini adalah ulah
ketua Hek-tung Kai-pang sendiri. Setelah dia membiarkan puteranya menolong dua orang wanita itu
melarikan diri dengan mendandani mereka seperti dua
orang pengemis, Gan Liang lalu mengutus seorang anak
buahnya untuk memberitahu kepada Perdana Menteri Jin
Kui bahwa ada serombongan penjahat yang menyamar
pengemis melarikan diri keluar kota raja melalui pintu
gerbang utara! Tentu saja Perdana Menteri Jin lalu mengutus Hak Bu
Cu untuk melakukan pengejaran. Sementara itu,
mendengariakan perbuatan ayahnya ini, Gan Kok Bu
marah sekali kepada ayahnya.
"Ayah, apa yang telah ayah takukan ini" Kenapa a yah
mengkhianati mereka yang jelas membantu para
pejuang?" "Tadinya aku memang setuju engkau membantu
mereka karena mereka membantu para pejuang. Akan
tetapi setelah aku tahu siapa wanita yang kau bantu, aku
lebih senang melihat mereka tertangkap. dan terhukum!
Engkau tidak tahu siapa itu Ban-tok Sian-li ! Ketika ia
masih gadis dahulu, telah banyak orang menjadi korban
karena kecantikannya! Banyak pemuda tergila-gila
kepadanya dan mengajukan pinangan. Akan. tetapi apa
yang diiakukan" la menghina semua yang meminangnya
dan menghajar setiap orang pria
yang berani meminangnya, bahkan ada yang terbunuh olehnya!
Wanita macam apa itu" Biarlah ia ditangkap dan
menerima hukuman mati, baru puas hatiku ... "
Melihat betapa ayahnya nampak mendendam sekali
kepada Ban-tok Sian-li, Kok Bu bertanya dengan alis
berkerut, "Hemm, agaknya ayah termasuk seorang yang telah
ditolak pinangannya?"
Wajah ayahnya berubah kemerahan.
"Benar , dan ia telah merobohkanku, hampir saja
membunuhku. "ak pernah aku dapat melupakan
penghinaan itu!"
"Ayah, peristiwa itu telah terjadi b"rtahun-tahun yang
lalu, kenapa ayah masih mendendam" Da n pula, sudah
wajar kalau cinta seseorang ditolak, kenapa harus
merasa sakit hati " Tentang penyerangan itu, mudah
diketahui. sebagai seorang ahli silat, agaknya ia hendak
menguji setiap orang pemuda yang meminangnya, ia
tidak ingin memperoleh suami yang kalah olehnya. Itu
wajar saja, ayah ! "
"Sudahlah, engkau tahu apa " Wanita itu memiliki
pukulan beracun segalanya yang ada padanya beracun,
kukunya, rambutnya, dan juga hatinya beracun!". kata
ayahnya dan meninggalkan puteranya yang merasa
penasaran sekali. Yang tidak di ?""itakan oleh Gan Liang
adalah bahwa ketika hal itu terjadi dia sudah mempunyai
ist"ri dan anak .
Karena kecantikan Souw Hia n memang luar biasa
sekali dan mendenger bahwa gadis itu mau diperisteri
pria yang dapat mengalahkannya, maka diapun yang
tergila-gila melihat kecantikannya, ikut masuk sayembara
itu, dengan maksud kalau sampai dia berhasil wanita itu
akan dijadikan isteri kedua..
Akan tetapi bukan saja dia tidak berhasil bahkan dia
hampir tewas oleh "ukulan beracun Souw Hian Li yang
kemudian berjuluk Ban-tok Sian-Li .
Kok Bu merasa marah sekali kepada ayahnya. Dia
anggap ayahnya tidak adil dan tidak benar tindakannya.
Maka, dia lalu berkemas dan meninggalkan rumah itu
tanpa pamit lagi kepada ayahnya Dia hendak menyusul
Siang Hwi dan kalau tidak bertemu, dia akan membantu
pergerakan para pejuang di luar kota raja.
Tadi dia memang tidak mengantarkan Siang Hwi dan
gurunya karena kalau dia yang mengantar dan terjadi
sesuatu amat berbahaya bagi Hek-tung Kai-pang karena
para penjaga banyak yang sudah mengenalnya sebagai
pimpinan Hek tung Kai-pang.
0odwo0 "Tiong Li, sudah lima tahun engkau mempelajari ilmu
dari, kami berdua. Semua iImu yang kami kuasai telah
kami berikan kepadamu, dan karena engkau sebelumnya
telah digembleng oleh ?"k Hong San-jin, maka kini
tingkat kepandaianmu sudah lebi h tinggi dari pada
tingkat kami berdua. Nah, sekarang setelah tiba saatnya
untuk kita saling berpisa h, apa yang hendak kaulakukan?" tanya Thia n Kui Lo-jin yang tinggi kurus
kepada muridnya.
"Usiamu sudah duapuluh satu tahun, sudah cukup
dewasa untuk menentukan jalan hidupmu sendiri. Kami
hanya ingin mengetahui, jalan mana sekarang yang
hendak kautempuh" Apa yang akan kaulakukan " "
tanya pula Tee Kui Lo-jin yang bertubuh gendut pendek.
Ditanya demikian oleh kedua ,orang gurunya, Tiong LI
menjatuhkan dirinya berlutut menghadap kedua orang
gurunya Itu. "Suhu walaupun teecu sudah dewasa dan telah
menerima gemblengan dari mendiang suhu ?"k Hong
San-jin kemudian dari suhu berdua, akan tetapi teecu
sama sekali tidak mempunyai pengalaman. Teecu masih
hijau dan kalau ji-wi suhu bertanya apa yang hendak
teecu lakukan, teecu menjadi bingung. Teecu sendiri
tidak tahu apa yang hendak T?"cu lakukan setelah teecu
terpaksa berpisah dari ji-wi suhu. Teecu mohon pe
tunjuk!" "Ha-ha-ha, bag us engkau masuh berrendah hati untuk
bertanya. "ak"ilah sikap rendah
hati ini untuk Selamahya,Tio ng Li. Hanya orang yang rendah hati
sajalah yang akan dapat memperoleh tambahan
pengetahuan," kata Tee Kui Lok jin. "Tiong ki, manusia
diberi kehidupan dan dilahirkan di dalam dunia ini tentu
bukan percuma saja, bukan seperti binatang saja asal
makan tidur lalu mati. Tuhan tentu mempunyai maksud
tertentu terhadap manusia yang dibekali hati akal pikiran,
diberi akal budi sehingga manusia dapat menentukan
sendiri , memilih apa yang baik untuk dirinya. Manusia
bukanlah benda mati, bukan pula binatang atau tumbuh-
tumbuhan. Manusia berakal budi, karena itu hidup di
dunia ini haruslah bertanya kepada diri sendiri, apa yang
dapat dilakukan demi diri sendiri,demi orang Iain , demi
kemanusiaan dan demi dunia pada umumnya. Jadikanlah dirimu seorang manusia yang berguna dan
bermanfaat bagi kemanusiaan dengan perbuatan-
perbuatan yang bijaksana,benar da n adil. Sia-sia sajalah
manusia hidup didunia kalau hanya untuk menanti
datang nya kematian tanpa melakukan sesuatu yang
berguna bagi kemanusiaan ."
"Akan tetapi; suhu. Apa yang harus dapat teecu
lakukan" "
"Sian-cai, banyak sekali yang dapat kauIakukan,
muridku," kata Thian Lo-jin." Kalau engkau tidak tahu apa
yang kauIakukan, lalu untuk apa Engkau mempelajari
semua iImu itu" Kau tahu, di dunia ini terdapat banyak
sekali kejahatan di Iakukan manusia yang batinnya
dikuasai Iblis. Engkau sudah memiliki iImu kepandaian
untuk menghadapi mereka yang suka meIakukan
perbuatan sewenang-wenang, menggunakan kekerasan
mengandalkan tenaga dan kepandaian. Engkau dapat
mencegah perbuatan jahat itu dan menolong mereka
yang tertindas. Engkau dapat berjuang menegakkan
kebenaran dan keadilan demi perikemanusiaan. Dan
engkau dapat juga membaktikan dirimu demi nusa dan
bangsa, dapat membantu gerakan para pejuang yang
membendung kekuas?an Bangsa Yucen yang semakin
sewenang-wenang melebarkan kekuasaannya. Engkau
dapat mengingatkan dan memberi hajaran kepad? para
pembesar yang menyalahgunakan kekuasaan dan
wewenang nya, yang suka memeras dan menindas
rakyat jelata. Wah banyak sekali yang dapat kau lakukan
Tiong Li !"
"Teecu mengerti dan akan teecu laksanakan petunjuk
suhu," kata Tiong Li.
"Akan tetapi berhati-hatilah, Tio ng Li.Kekuatanmu itu
dapat mendatangkan kekuasaan, dan kekuasaan yang
bagaimanapun juga bentuknya dapat membuat orang
menjadi lupa diri dan menyalahgunakan kekuasaannya .
Oleh karena itu, engkau harus lebi h waspada terhadap
musuhmu itu, musuh tunggal yang tidak kelihatan akan
tetapi yang kelihai annya sukar dilawan," kata Tee Kui Jin
"Siapakah musuh itu, suhu?"
"Musuh itu adalah dirimu sendiri hati akal pikiranmu
sendiri. Kalau engkau sudah memiliki kekuatan dan
kepandaian, lalu merasa diri memiliki kekuasaan, berhati-
hatilah karena hati akal pikiranmu dapat dipergunakan
oleh iblis untuk berbuat sewenang-wepang karena
mengejar kesenangan bagi dirimu sendiri."
"Teecu mengerti, suhu. Teecu masih mengingat akan
semua nasehat suhu ?"k Hong San-jin bahwa teecu
harus melakukan tiga macam kesetiaan, yaitu setia dan
berbakti kepada Tuhan, berbakti kepada negara dan
berbakti kepada orang tua atau guru. Dan teecu harus
menjadi alat yang baik; untuk Tuhan Yang Maha Kuasa."
"Bagus! Kalau engkau masih ingat akan hal itu dan
memegang semua keyakinan itu, maka kami pun akan
merasa lega melepasmu, Tiong Li, " kata pula Tee Kui
Lojin. "Hanya yang harus kau selalu Ingat, jangan
terlampau mudah membunuh orang kalau tidak amat
terpaksa dan perlu sekali. Jangan membunuh ,orang
yang sudah tidak mampu melawan, jangan menyombongkan kepandaian dan ingat selalu, setiap
orang lawan haruslah di hadapi dengan sikap hati-hati
dan waspada, tidak boleh meremehkan orang lain. Dan
lagi, betapapun tingginya puncak gunung dan awan,
masih ada langit yang lebih tinggi lagi, k?"?"a itu jangan
menganggap diri paling pandai ."
Setelah menerima banyak nasihat dari kedua orang
gurunya, Tio ng Li lalu turun gunung membawa buntalan
pakaian yang sederhana dan membawa sebatang
ranting kayu yang dijadikan pikulan buntalan pakaiannya.
Dia kini telah berusia duapuluh satu tahun, seoranq
pemuda yang bertubuh tegap, langkahnya seperti seekor
Harrmau, dadanya bidang pinggangnya ramping. Wajah
pemuda ini sederhana namun tampan dengan tatapan
mata yang kadang mencorong kadang lembut seperti
mata seekor rajawali. Rambutnya hitam tebal digelung
keatas dan diikat dengan pita kuning.
Dahinya lebar dan alis matanya berbentuk golok,
hitam dan tebal, melindungi matanya yang tajam.
Hidungnya mancung dan bibirnya selalu tersenyum
seperti bayangan dari keadaan hati yang lapang:
Dagunya agak berlekuk menunjukkan bahwa di balik
keramahan senyumnya tersembunyi hati yang dapat
mengeras, dan dagu itu menimbulkan kesan jantan
kepadanya . Setelah jauh meninggalkan puncak Ki-lin-san, dan
tiba di lereng pegunungan Kui-san, Tiong Li berhenti Dia
menoleh memandang ke atas, ke puncak Ki-lin-san.
Nampak awan menyelimuti puncak itu dan dia teringat
akan kedua orang gurunya, penghela napas lalu
memandang jauh ke bawah. Nampak Sungai Wu-kiang
berkelak-kelok dan berlenggak-lenggok seperti seekor
ular besar melalui tebing-tebing gunung. Dan jauh di kaki
pegunungan itu nampak pedusunan dalam kelompok-
kelompok kecil.
Dia lalu menggunakan waktu selama limabelas tahun
untuk mempelajari ilmu silat dan ilmu sastera. Dia bukan
ahli sastera; sekedar dapat membaca dan menulis, dan
sudah banyak kitab agama di bacanya. Mengenai ilmu
silat, dia sudah m"m?"lajari banyak macam iImu, dan di
antaranya adalah ilmu-ilmu simpanan ke tiga orang
gurunya. Dari ?"k Hong San-Jin dia mempelajari Hui-eng Kiam-


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sut (ilmu Pedang Elang Terbang) dan Tai-lek Kim-kong-
jiu (Tenaga Besar Sinar Emas) yang mengandalkan
sinkang yang kuat". Kepandaian ilmu tangan kosong
mengandalkan sinkang ini ditambah lagi oleh ilmu Jian-
kin-lat (Tenaga Seribu Kati) yang dipelajarinya dari Tee
Kui Lo-jin, bersama ilmu silat Ngo-heng Lian-hoan-kun,
merupakan ilmu silat berantai Lima Anasir yang lihai.
Dari Thian Kui Lo-jin dia mempelajari ginkang atau
ilmu meringankan tubuh yang disebut Jiauw-sang -hui
(Terbang Atas Rumput) dan I-kiong-hoan-hi-at (Ilmu
Memindahkan Jalan Darah).
Dengan ilmu-ilmu itu maka kini Tio ng Li, menjadi
seorang pemuda yang sukar menemukan tandingan! .
Ketika melihat ke bawah ini, Tiong Li melamun,
teringat akan hal-hal yang telah lalu dan tak terasa lagi
hatinya menjadi kosong dan trenyuh, merasa hid up
seorang diri dan hampa. Cepat-Cepat tangan kirinya
mengusap ke arah kedua matanya yang tiba-tiba menjadi
basah air mata! Untung tidak ada Tee Kui Lo-jin di situ.
Kalau gurunya yang gendut pendek itu melihatnya
menangis, tentu guru itu akan tertawa terpingkal pingkal
kemudian marah kepadanya. Bagi gurunya itu, pantang
untuk menangis selama hidupnya. Tertawalah dan
jangan sekali sekali menangis, begitu pesannya berulang
kali. Duka timbul dari iba diri. Dan iba diri timbul kalau
pikiran ini mengenang hal-haI yang lalu, mengenangkan
segala kehilangan yang direnggut dari dirinya, atau kalau
pikiran mengenangkan masa depan akan hal-hal yang
tidak menyenangkan bagi dirinya.
Begitu mengenangkan masa lalu, Tiong Li teringat
akan ayahnya yang terbunuh mati, akan ?"k Hong San-
jin yang juga terbunuh mati, kemudian dia membayangkan masa depannya yang dianggapnya
kosong dan suram, tidak mempunyai siapa-siapa lagi di
dunia ini, tidak mempunyai tempat tinggal, tidak memiliki
apa-apa kecuali sebuntal "ak"ian sederhana!
Masa lalunya muram, masa depannya suram! Lalu
semua kenangan dan bayangan itu mendatang kan iba-
diri, merasa diri paling sengsara di dunia ini dan setelah
timbul iba diri, lalu muncullah du ka. Berbahagialah orang
karena lepas dari duka kalau dia tidak mengenangkan
masa lalu dan tidak membayangkan masa depan.
Kalau orang hanya menghadapi masa kini , saat ini,
saat demi saat, apa adanya, wajar, maka kedukaanpun
tidak akan pernah menyerang dirinya, Tentu saja waktu
lalu boleh diingat, akan tetapi yang ada hubungannya
dengan pekerjaan, demikian pula waktu yang akan
datang boleh diperhitungkan untuk pekerjaan, akan tetapi
kalau waktu lalu dan waktu mendatang itu di hu- bungkan
dengan keadaan diri, maka hasilnya hanya akan
mendatangkan rasa takut, dan rasa duka belaka. Tidak
ada gunanya sama sekali .
Tiong Li yang sedang termenung teringat akan
pelajaran ini , maka wajahnya menjadi ?"rah kembali . .
Lenyaplah segala kenangan masa lalu, hilanglah
segala bayangan masa depan. Dan pemandangan di
bawah lereng gunung nampak indah bukan main. Indah
dan luas, terbentang luas di depan kakinya!.
Dan semua kekhawatiran dan keresahan tadi yang
mengganggu batinnya lenyaplah seketika dan dia
bangkit, mengayun langkah dengan tegapnya seperti
seekor harimau melangkah menuruni lereng itu.
Yang dinamakan hidup ini adalah sekarang ini, saat
demi saat, inilah hidup,sambung menyambung dari saat
ke saat. Yang lalu itu sudah mati, tak perlu diingat
kembali. Yang akan datang itu hanya lamunan, hanya
khayal, tidak perlu dibayangkan.
Saat ini, sekarang ini, harus bersih dan benar dan
segalanya akan berjalan dengan baik. Saat demi saat
waspada dan benar, waktu yang lain tidak perlu dipikir.
Masa lalu hanya menimbulkan kesedihan belaka, dan
dendam kebencian.
Masa depan hanya mendatangkan rasa takut dan
khawatir belaka. Akan tetapi kalau saat ini, yang kita
hadapi saat demi saat, tidak ada rasa takut, tidak ada
rasa sedih, yang ada hanyalah apa adanya.
Kini dia sudah berada di kaki pegunungan Kui-san.
Sudah mulai ada pedusunan. Ketika dia sudah melewati
beberapa buah dusun dan tiba di tepi sebuah hutan, tiba
tiba dari balik pohon-pohon besar itu berloncatan
Iimabelas orang yang rata-rata bertubuh tinggi besar dan
kokoh kuat. Wajah mereka bengis dan mereka adalah orang-orang
yang, biasa memaksakan kehendaknya sendiri, gerombolan perampok yang tidak segan melakukan
bentuk kekerasan apapun untuk memaksakan kehendak.
Di antara limabelas orang itu terdapat kepalanya,
seorang berusia empatpuluhan tahun yang bertubuh
tinggi besar dan mukanya penuh brewok, matanya besar
dan tangannya memegang sebatang golok besar yang
mengkilap saking tajamnya.
0o-dw-o0 Jilid IV "Heii, berhenti!" Bentak kepala perampok ini sambil
memandang dengan matanya yang besar menakutkan.
"Siapa engkau, dari mana hendak ke mana?"
Tiong Li bersikap tenang walaupun dia sudah pernah
mendengar dari para gurunya bahwa sekarang banyak
gerombolan perampok dan gerombolan yang menamakan dirinya pejuang akan tetapi tidak segan
melakukan segala bentuk kekerasan untuk merampok.
Sebutan pejuang hanya untuk kedok saja.
"Namaku Tan Tiong Li, datang dari puncak gunung
dan hendak turun gunung," jawabnya terus terang.
"Bagus, tinggalkan buntalan dalam pikulanmu itu atau
tinggalkan kepalamu. Pilih!"
"Sobat, buntalan ini hanya terisi pakaian yang
sederhana dan tidak ada harganya. Kutinggalkan tidak
ada gunanya untuk kalian, maka tidak akan kutinggalkan," jawab Tio ng Li tetap tenang, akan tetapi
dia waspada karena orang-orang seperti ini tidak segan
melakukan segala kecurangan pula.
"Kalau begitu, tinggalkan kepalamu. Aku ingin meIihat
engkau tidak berkepala lagi !" kata kepala perampok itu
dan empatbelas orang anak buahnya menyeringai kejam.
Agaknya mempermainkan nyawa orang bagi mereka
merupakan hib uran dan kesenangan tersendiri.
"Twa-ko, biarkan aku memuntir putus leher orang ini!"
kata seorang anak buahnya yang bertubuh gendut sekali
dan mukanya hitam seperti pantat ke wali. Setelah
berkata demikian, dia sudah melangkah maju menghadapi Tio ng Li,
"Orang muda, serahkan kepalamu untuk kupuntir
sampai putus!" setelah berkata demikian, raksasa gendut
itu lalu menerjang maju dengan kedua tangan dipentang
seperti seekor biruang hendak menerjang, lalu tangan itu
menangkap hendak mencengkeram kepala Tiong Li.
Akan tetapi dengan tenang pemuda itu melangkah dua
kali ke belakang, lalu kakinya mencuat dengan sebuah
tendangan yang tepat mengenai perut yang gendut itu.
"Bukk!" Raksasa itu terjengkang keras dan dia akan
bangkit berdiri, namun jatuh terduduk kembali sambil
mengelus dan menekan perutnya yang terasa nyeri
bukan mai n, mulas melilit-lilit.
Melihat si gendut ini roboh dengan sekali tendang
saja, kawan-kawan nya menjadi marah dan mereka
rnencabut golok, lalu menyerang Tiong Li kalang kabut.
Juga kepala perampok tidak ketinggalan. Dia yang paling
tangkas di antara teman-temannya sudah pula maju
membacokkan goloknya kepada Tiong Li.
Tiong Li menggunakan ilmu meringankan tubuh Jiauw-
sang-hui mengelak ke sana kemari dengan kecepatan
yang luar biasa sehingga gerombolan perampok itu
merasa seolah mereka menyerang sebuah bayangan
saja yang berkelebaian ke sana sini .
Setelah menurunkan buntalannya dan memegang
tongkatnya, Tio ng Li lalu menggerakkan tongkatnya,
menyerang dengan totokan totokan dan seorang demi
demi seorang kawanan perampok itu roboh bergu1i ngan.
Kepala perampok menyerang dengan pengerahan
sepenuh tenaganya, akan terapi goloknva terlepas ketika
Tiong Li menotok pergelangan tangannya, Kemudian,
sebuah tendangan merobohkannya. Limabelas orang
perampok itu roboh semua mengaduh-aduh dan tidak
mampu bangkit kembali. Tio ng Li melompat ke dekat
kepala perampok dan menodongkan ranting kayu itu
kearah lehernya.
"Bagaimana, sobat" Apakah engkau masih ingin
melanjutkan perkelahia n ini?"
Kepala perampok itu mengerti betul bahwa dia
berhadapan dengan seorang pendekar yang lihai sekali,
maka tanpa malu-malu dia lalu berlutut.
"Ampunkan kami, tai-hiap. Kami seperti buta, tidak
melihat bukit Thai-san menjulang tinggi di depan mata
dan berani mengganggu tai-hap (pendekar besar)"
"Kalian memang buta. Bukan karena menyeranq aku,
melainkan karena mengganggu rakyat jelata yang tidak
berdosa. Kalian buta tidak melihat bahwa kalian
merampoki sesama manusia yang sama sekali tidak
bersalah. Apakah kalian begitu buta sehingga tidak
melihat betapa rakyat jelata sudah amat menderita
hidupnya " Sepatutnya orang gagah-gagah dan kuat-
kuat seperti kalian ini membantu manusia lain yang
sengsara. bukan malah mengganggu rakyat ang sudah
cukup menderita. Dari pada menggunakan tenaga dan
kekuatan kalian mengganggu rakyat tanpa mengenal
prikemanusiaan, lebi h baik kalau kalian membantu
perjuangan para pe ndekar patriot yang hendak membela
negara mengusir penjajah Bangsa Yu-cen."
"Kami juga seringkali memasuki daerah Kerajaan Kin
dan mengacau daerah musuh itu. taihiap. Kami
membunuhi banyak orang dan merampas harta milik
mereka....!" kepala perampok itu hendak memamerkan
jasanya, "Itu bukan perjuangan namanya ! Perjuangan tidak
sama dengan merampoki. Perjuangan berarti menentang
pasukan musuh yang mengacau di daerah Kerajaan
Sung, atau maju perang bertempur melawan pasukan
musuh. Akan tetapi kalian hanya memasuki daerah !
kekuasaan lawan untuk merampoki rakyat pula.
Apabedanya rakyat di sana dan rakyat di sini ! Sama
saja. Sebangsa dan mereka adalah orang-orang yang
tidak berdosa. Orang-orang macam kalian ini sepantasnya dibasmi habis!" Tiong Li menggertak.
"Ampun, tai-hiap. "
"Berjanjilah bahwa kalian akan bergabung dengan
para pejuang dan tidak melakukan perampokan lagi, dan
aku akan memaafkan kalian. Ketahuilah, kalau kalian
berjuang dengan sungguh-sungguh membela rakyat,
maka rakyat tentu akan dengan rela hati memberikan
?"" yang mereka miliki untuk kalia n makan."
"Saya berjanji, tai-hiap."
"Aku ingin kalian semua yang berjanji, tidak hanya
engkau!" "Kami berjanji, tai-hiap...!" semua orang berseru.
"Aku tidak memaksa kalian. Kalau kalian sudah
berjanji, lakukanlah dengan sungguh-sungguh, penuhi
janji itu. Akan tetapi kalau kalia n tidak suka, boleh bangkit
dan melawan aku sampai mati!"
"Kami tidak berani tai-hiap. Kami berjanji ....... "
"Nah, baiklah, aku melepaskan kalian. Akan tetapi
ingat, aku akan selalu mengamati dan kalau sekali saja
aku melihat kalian masih melakukan perampokan, aku
pasti akan membasmi kalian."
"Terima kasih, tai-hiap !" lima belas orang itu memberi
hormat sambil berlutut, akan tetapi ketika mereka
mengangkat muka, ternyata pemuda itu telah lenyap dari
situ seperti menghilang saja. Pengalaman itu membuat


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka jera dan ketakutan dan mereka benar benar
mencari kelompok pejuang untuk menggabungkan diri !.
Setelah pengalaman itu, Tiong Li merasa bergembira.
Kini dia mengerti ?"" yang dimaksudkan oleh guru-
gurunya. Memang dia dapat mempergunakan kepandaiannya untuk kebaikan dan dia akan terus
melakukannya. Di sepanjang perjalanannya, setiap kali
bertemu gerombolan perampok, tentu dia menundukkan
mereka dan membujuk mereka untuk bertaubat. Dan
kalau ada hartawan atau bangsawan bertindak sewenang-wenang, diapun lalu turun tangan menghajar
mereka dan membujuk mereka untuk mengubah sik?"
dan watak mereka yang tidak benar.
Tiong Li menuju ke kota raja. Di sepanjang perjalanan
dia tidak kekurangan bekal karena orang-orang yang
ditolongnya tidak segan memberinya bekal dan pakaian,
melihat betapa pendekar ini tidak memiliki apa-apa.
Dan pemberian yang dilakukan dengan rela itupun
tidak ditolak oleh Tio ng Li kal rena dia memang
membutuhkan bekal untuk biaya perjalanannya. Dia
pantang untuk melakukan pencurian ?"" lagi perampasan barang milik orang lain, juga dia tidak
sampai hati untuk mengemis.
Pada suatu pagi, ketika tiba di sebelah utara kota raja,
di dekat sebuah hutan, dia melihat dua orang wanita
sedang dikeroyok oleh sepasukan orang yang dipimpin
oleh seorang raksasa hitam yang membuat jantungnya
berdebar tegang karena dia mengenal raksasa hitam itu
sebagai Si Golok Naga, orang yang telah membunuh
ayahnya dan membunuh pula gurunya yang pertama,
?"" Hong San-jin! Orang yang telah membunuh empat
prang tokoh partai besar, pencuri Mestika Golok Naga
dari istana . Siapakah dua orang wanita itu" Bukan lain adalah
Ban-tok Sian li dan The Siang Hwi ! Seperti diceritakan di
bagian depan, kedua orang guru dan murid ini telah
menyusup keluar dari pintu gerbang kota raja dengan
menyamar sebagai pengemis. Setelah berhasil lolos dari
pintu gerbang, sampai di tempat sunyi mereka
menanggalkan penyamaran mereka dan berpisa h dari
para pengemis lain, melanjutkan perjalanan mereka.
Akan tetapi, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh derap
kaki kuda dari belakang. Karena mereka telah tiba jauh
dari pintu gerbang kota raja, kedua wanita itu tidak
merasa gentar 1agi. Kalau mereka harus melawan
musuh di kota raja, sungguh berbahaya karena selain
mereka terkurung tidak mampu keluar, juga di kota raja
banyak terdapat pasukan keamanan. Berbeda kalau
berada di luar kota raja, tentu saja mereka tidak takut
kalau hanya menghadapi belasan orang pengawal .
Mereka berhenti di tepi jalan dan ternyata yang
mengejar mereka adalab pasukan pengawal pilihan yang
dipimpil sendiri oleh Hak Bu Cu!
"Itu mereka! Kepung!"
"Bunuh!"
"Tangkap!"
Belasan orang pengawal itu berloncatan turun dari
kuda mereka dan dengan senjata di tangan mereka
menge- pung. Diam-diam Ban-tok Sian-li merasa kaget
juga. Lagi-lagi si raksasa hitam yang muncul di situ, dan
raksasa hitam itu telah menghunus goloknya yang hebat,
yaitu Mestika Golok Naga. Ban-tok Sian-li merasa heran
bukan main. Mestika Golok Naga adalah pusaka yang
dicuri orang dari gudang pusaka kerajaan,kenapa
sekarang berada di tangan seorang perwira pengawal"
Akan tetapi ia tidak sempat berpikir terlampau jauh
karena raksasa hitam itu sudah menerjangnya sambil
membentak marah,
"Pemberontak, engkau hendak lari ke.mana" "
Golok itu menyambar dahsyat dan Ban-tok Sian-li
cepat mengelak lalu membalas dengan pedangnya, dari
bawah menusuk ke arah perut raksasa itu. Namun, Hak
Bu Cu biarpun tinggi besar ternyata memiliki gerakan
yang gesit juga karena begitu perutnya ditusuk, dia
sudah dapat menghindar sambil mengelebatkan goloknya menangkis.
"Trangggg !" Bunga api berpijar ketika pedang bertemu
golok dan ke dua orang ini sudah saling serang dengan
sengitnya. Dan sebentar saja lima orang pengawal sudah
membantu si raksasa hitam mengeroyok Ban-tok Sian-li.
Wanita ini baru saja sembuh dari luka di pahanya.
Memang sudah tidak nyeri, akan tetapi kini dipakai
bertandi ng, mengerahkan tenaga maka pahanya terasa
pula agak nyeri karena memang belum pulih benar.
Namun dengan gigih wanita itu membela diri dan dengan
cepat balas menyerang para pengeroyoknya, seperti
seekor harimau yang dikeroyok segerombolan srigala.
Sementara itu, Siang Hwi juga dikeroyok sepuluh
orang pengawal yang rata-rata memiliki ilmu silat yang
cukup tinggi karena mereka yang diajak melakukan
pengejaran oleh Hak Bu Cu memang merupakan
pengawal-pengawal pilihan. Siang Hwi juga mengamuk
seperti gurunya namun betapapun lihai gadis ini, para
pengeroyoknya berjumlah banyak dan juga tangguh,
maka tak lama kemudian iapun terdesak hebat.
Untung bagi Siang Hwi bahwa para pengawal itu
sudah mendapat perintah Jin Kiat agar menangkap
hidup-hid up gadis itu, maka penyerangan mereka hanya
untuk mendesak dan mencari kesempatan untuk
merobohkannya tanpa melukai berat. Dengah demikian,
Sian Hwi masih dapat melawan dengan gigihnya.
Biarpun demikian, guru dan murid ini sudah terdesak
dan agaknya tak lama lagi mereka tentu akan kalah. Dal
am keadaan yang terancam bahaya itulah muncul Tio ng
Li. Pemuda ini mengenal si raksasa hitam, dan setelah
dia mengamati penuh perhatian, dia mengenal pula Ban-
tok Sian-li, ?"" lagi Siang Hwi, gadis yang pernah
menyelamatkannya dari ancaman tangan Ban-tok Sian-li
yang hendak membunuhnya.
Tidak sukar bagi Tio ng Li untuk mengambil keputusan
pihak mana yang harus dibantunya. Da n melihat bet?""
yang paling lihai di antara lawan kedua orang wanita itu
adalah si raksasa hitam, dia melepaskan buntalan
pakaiannya di atas tanah dan sambil memegang ranting
di tangannya, dia meloncat dan berjungklr balik, tahu-
tahu telah berhadapa n dengan Hak Bu Cu sambil
menotok dengan rantingnya ke arah siku kanan raksasa
itu. Biarpun yang dipergunakan hanya ranting, akan tetapi
mengeluarkan suara bersiutan dan mendatangkan angin
pukulan yang amat kuat dan cepat sehingga amat
mengejutkan Hak Bu Cu yang segera melempar tubuh ke
belakang untuk menghindarkan lengannya dari totokan.
"Bibl, harap membantu adik Siang Hwi dan serahkan
raksasa hitam ini kepadaku," kata Tiong Li yang lalu
mengerahkan rantingnya menyerang lagi.
Serangannya amat cepat sehingga tidak memberi
kesempatan bagi Hak Bu Cu untuk lebih dulu
menyerang. Dia berusaha membacok dengan goloknya
untuk menangkis dan sekaligus mematahkan ranting itu,
akan tetapi ranting itu terlalu cepat gerakannya sehingga
tidak pernah tersentuh golok. Sementara itu, melihat
munculnya seorang pemuda yang lihai menghadapi si
raksasa hitam, dan melihat betapa muridnya memang
terdesak, Ban-tok Sian-li lalu meloncat dan membantu
muridnya. Lima orang pengawal yang tadi membantu Hak Bu Cu
mengeroyok wanita itu, kinipun mengejar dan dua orang
guru dan murid itu kini dikeroyok limabelas orang
pengawal. Hak Bu Cu melintangkan pedangnya dan membentak,
"Tahan!" Hendengar ini, Tiong Li menghentikan
gerakapnya dan berdiri menghadapi musuh.besar itu
sam bil memandang tajam.
"Orang muda, siapakah engkau " Tidak tahukah
engkau bahwa dua orang wanita ini adalah pemberontak" Kami menerima tugas dari Perdana
Menteri Jin Kun untuk menangkap pemberontak, dan
engkau berani membantu pemberontak" minggirlah dan
jangan mencampuri kalau engkau tidak ingin dianggap
pemberontak pula!"
"Aku bernama Tan Tiong Li dan aku bukan
pemberontak, juga dua orang wanita ini bukan
pemberontak. Akan tetapi engkaulah yang pemberontak
dan pengacau. Engkau mencuri Mestika Golok Naga dan
engkau membunuhi empat orang tokoh partai besar,
membunuh pula ayahku, dan membunuh ?"" Hong San-
jin!" Hak Bu Cu terbelalak dan memandang penuh
perhatian. "A hh.... kiranya engkau bocah keparat itu .......
!" Dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menyerang
dengan goloknya. Melihat golok ini, Tio ng Li menjadi
girang. Inilah golok pusaka yang dicuri itu. Dia harus
mendapatkannya dan mengembalikan nya kepada
Kaisar. Hak Bu Cu merasa penasaran sekali. Jarang ada
orang mampu menandingi nya. Akan tetapi pemuda ini,
walaupun hanya bersenjatakan ranting, akan tetapi
memiliki gerakan yang demikian cepat dan ilmu silat yang
aneh. Tubuhnya berkelebatan seperti bayangan saja
sehingga matanya menjadi berkunang dibuatnya. Juga
ranting itu demikian berbahaya, mengancam jalan
darahnya dengan totokan bahkan beberapa kali
mengancam matanya.
Biarpun di dalam hatlnya Tio ng Li mendendam kepada
si raksasa ini kalau teringat akan kematia n ayah
kandungnya dan guru pertamanya, akan tetapi kesadarannya selalu membuatnya ingat bahwa dia tidak
boleh sembarangan membunuh orang. Maka, diapun
hanya mengirirn serangan untuk menundukkannya saja,
mero bohkan tanpa niat membunuhnya! .
Sementara itu, guru dan murid itu mengamuk dan
setelah Siang Hwi dibantu gurunya, dalam waktu
sabentar saja ia dan gurunya sudah merobohkan dan
membunuh lima orang pengawal! Yang sepuluh orang
menjadi jerih, ?"" lagi setelah mereka melihat betapa
pemimpin mereka juga kewalahan menghadapl pemuda
yang memainkan ranting demikian hebatnya!
Maka mereka hanya mengepung sambil menjaga
jarak, tidak berani mendesak seperti tadi dan kini kedua
orang wanita itulah yang menghujankan serangan
Kembali tiga orang pengawal terjungkal dan yang lain
berlompatan mundur.
Suatu ketika, Tio ng
Li menyerang dengan
kecepatan kilat dan rantingnya kini dengan
tepat mengenai pergelangan tangan kanan Hak Bu Cu,
membuat raksasa itu
berteriak kaget karena
seketika tangan kanannya menjadi lumpuh dan dengan
sendirinya golok itupun
terlepas dari pegangannya. Sebelum golok itu jatuh ke atas tanah, Tio ng Li sudah
menyambar dengan tangan kirinya dan golok itu berada
di tangannya. Ketika melihat ini, Hak Bu Cu menubruk
kedepan untuk

Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merampas kembali goloknya menggunakan tangan kirinya, akan tetapi dia disambut
sebuah tendangan berputar yang amat keras, membuat
tubuhnya terlempar .
Malang baginya, tubuhnya yang tertendang itu terjatuh
ke dekat Ban-tok Sian Li. Melihat si raksasa hitam itu
jatuh ke dekat kakinya, secepat kilat pedang Ban tok
Sian Li bergerak menyambar dan ........ terpenggallah
kepala raksasa hitam itu. Darah menyembur keluar dan
kepala itu terpisah jauh dari badannya.
Melihat ini, tujuh orang pengawal menjadi terkejut dan
mereka segera melarikan diri, meloncat ke punggung
kuda dan kabur dengan ketakutan ! .
"Mereka akan datang membawa bala bantuan, kita
harus cepat pergi dari slnil" kata The Siang Hwi sambil
melompat dan lari, diikuti gurunya dan juga Tio ng Li.
Setelah berlari jauh, barulah mereka berbenti dan
Siang Hwi memandang kepada pemuda itu, lalu
tersenyum. "Tiong Li......!" katanya lirih.
"Siang Hwi, akhirnya kita dapat saling berjumpa juga,"
kata pula Tio ng Li sambil tersenyum dan memberi hormat
kepada Ban-tok Sian-li.
"Sian-li, saya harap Sian-li baik baik saja," katanya.
Ban-tok Sian-li mengerutkan alisnya. la sudah lupa
kepada Tiong Li dan bertanya,
"Hemm, siapakah engkau?"
"Su-bo, apakah subo sudah lupa" Dia Tan Tiong Li,
murid dari ?"" Hon San-jin yang meninggal dunia ketika
kita berkunjung ke Pek-hong San-?"" dahulu itu."
"Ahhhh ....... engkaukah anak muda itu" Akan tetapi
......... " la tidak melanjutkan kata-katanya karena merasa
terheran-heran.
Kepandaian pemuda itu dulu tidaktah terlalu hebat,
akan tetapi sekarang, ia menyaksikan sendiri betapa
pemuda itu mengalahkan si raksasa hitam hanya dengan
menggunakan sebatang ranting! Dan ia melihat betapa
golok milik raksasa hitam itu kini berada di tangan kiri
pemuda itu. "Engkau merampas golok raksasa itu?" tanyanya
sambil memandang golok itu penuh perhatian.
"Ini adalah Mestika Golok Naga yang dicurinya dari
gudang perpustakaan istana."
"Kenapa engkau merampasnya?"
"Untuk saya kembalikan kepada Kaisar tentu.saja,"
Kata Tio ng Li.
Ban-tok Sian li tersenyum mengejek.
"Dan menerima hukuman berat dari Kaisar" Golok itu
palsu!" "Ehh ....... ?" Tiong Li terkejut mendengar ucapan Ban
tok Sian-li itu.
"Kalau Mestika Golok Naga yang aseli, engkau tidak
akan mampu mematahkannya. Akan tetapi coba
kaupatahkan golok itu!" kata pula wanita yang
berpengalaman itu.
Tiong Li tidak percaya, lalu menggunakan kedua
tangan untuk mematahkan golok itu.
"Krekkk!"
Golok itu patah menjadi dua potong dengan
mudahnya. Tiong Li terbelalak, dan memandang kepada Ban-tok
Sian-li. "Sian-li, bagaimana Sian-li dapat mengetahui bahwa
golok itu palsu?"
"Mudah saja. Kalau Mestika Golok Naga yang aseli,
tentu tadi pedangku sudah patah-patah kalau bertemu
dengan pusaka itu. Akan tetapi, pedangku sama sekali
tidak patah, gempilpun tidak. Itu berarti bahwa golok itu
palsu adanya."
Tiong Li membuang gagang golok itu.
"Sungguh aneh. Dia sendiri mengaku mencuri golok
pusaka dan bahkan membunuh empat orang tokoh partai
besar, kemudian membunuh ayahku dan membunuh
pula suhu ?"" Hong San-jin untuk menyembunyikan
rahasianya. Dan sekarang golok yang dipegangnya itu
palsu! Aneh!"
"Kenapa aneh, Tio ng Li" Kurasa dia ada yang
mengutus, dan kalau benar dugaanku dia ada yang
mengutus, maka golok aselinya tentu berada di tangan
yang mengutusnya itu," kata Siang Hwi sambil
memandang kepada pemuda itu penuh kagum.
Sejak pertama kali bertemu dulu, Siang Hwi memang
sudah suka sekali kepada Tiong Li sehingga dibujuknya
gurunya agar tidak membunuh pemuda itu. Kini ia
melihat Tiong Li sudah men jadi seorang pemuda
dewasa yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka
Siang Hwi menjadi kagum bukan main.
Tiong Li juga memandang gadis itu dengan kagum.
Kini Siang Hwi telah menjadi seorang gadis dewasa yang
cantik jelita, dan sinar matanya masih seperti dulu,
lembut akan tetapi tajam sekali. Dan melihat ketika gadis
itu tadi menghadapi para pengeroyoknya, dia maklum
bahwa Siang Hwi memiliki ilmu kepandaian silat yang
cukup tangguh. "Aku akan mencari pengutusnya sampai kudapatkan
golok pusaka itu!"kata Ban-tok Sian-li.
"Aih, subo. Golok itu menjadi milik negara, kalau kita
dapat menemukannya harus dikembalika n kepada
kaisar." "Ah, engkau tahu ?""! Kaisar amat lemah, lebi h baik
golok itu dipergunak?" untuk membantu perjuangan!
Mari kita pergi!"
Wanita itu yang bagaimanapun merasa tidak enak dan
tidak suka karena ia merasa kalah lihai oleh pemuda itu,
sudah berkelebat pergi.
'Tiong.Li, aku harus pergi mengikuti subo," kata Siang
Hwi sambil memandang kepada pemuda itu dengan
menyesal "Siang Hwi, pertemuan kita singkat sekali. Sebetulnya
aku ingin banyak bercakap-cakap denganmu. Kapan kita
dapat bertemu kembali" Aku tidak pernah melupakan
engkau yang telah menyelamatkan nyawaku."
Siang Hwi tersenyum manis. "Kenapa engkau masih
bicara begitu" Soal menyelamatkan nyawa, kalau tadi
engkau tidak muncul, kukira aku dan subo akan tewas di
tangan mereka. Karena itu, tidak ada hutang budi lagi di
antara kita. Kalau memang berjodoh, tentu kelak kita
akan dapat bertemu kembali."
Tiba tiba wajah gadis itu berubah merah sekali karena
ia sudah terlanjur bicara tentang berjodoh, pada hal tentu
saja yang ia maksudkan berjodoh untuk bertemu
kembali, akan tetapi dapat disalah artikan.
"Sudahlah, Tio ng Li. Aku khawatir subo nanti marah.
Selamat tinggal, Tio ng Li. Aku kagum kepadamu yang
kini telah menjadi seorang pendekar yang amat lihai."
"Selamat jalan, Siang Hwi, dan ingat, kita pasti akan
dapat saling ber jumpa kembali dan dapat berfcakap-
cakap lebih lama lagi."
Gadis itu melambaika n tangan lalu berkelebat pergi.
Sampai lama Tiong Li berdiri termenung. Dia harus
mengakui dalam hatinya bahwa dia amat tertarik kepada
Siang Hwi dan merasa amat suka kepada gadis murid
datuk wanita itu. Entah mengapa, begitu bertemu kembali
dengan gadis itu, dia merasa ada kebahagiaan yang
aneh menyelinap di dalam hatinya dan kini setelah
berpisah, dia merasa kehilangan dan kesepian.
Cinta asmara memang ajaib. Merasa bahagia kalau
bersanding, merasa tersiksa kalau berpisah. Ingin
memiliki dan dimiliki, ingin menyenangkan dan di
senangkan, ingin memanjakan dan dimanjakan. Ada rasa
belas kasihan, ada rasa sayang yang mendalam dan
kalau semua kei nginan itu terpenuhi, hati penuh dengan
kebahagiaan yang mendalam. Namun, cinta itu pula yang
dapat mendatangkan derita dan siksa.
Kalau cinta tidak terbalas, kalau cinta dikhia nati, kalau
cinta berubah menjadi bosan. Maka cinta dapat berubah
menjadi benci! Dan semua ini adalah ulah nafsu. Nafsu
bertujuan satu, yakni ingin senang sendiri.
Cinta nafsu selalu menghendaki dirinya senang, maka
cinta seperti ini membutuhkan balasan cinta, kalau tidak,
cintanya akan berubah menjadi kebencian. Dapatkah
seseorang mencinta, kalau yang dicinta itu tidak
membalas cintanya dan malah mencinta orang lai n"
Dapatkah seseorang mencinta kalau yang dicinta itu
tidak menghiraukannya,
bahkan mencibir dan menghinanya" Cinta yang bergelimang nafsu selalu
menghendaki imbalan, jadi cintanya hanya merupakan
cara untuk mendapatkan sesuatu. Jelas, bahwa cinta
seperti ini adalah cinta nafsu.
Akan tetapi kita manusia tidak dapat melepaskan diri
dari nafsu yang memang diikut sertakan dalam diri setiap
orang manusia. Kalau kita mencinta seseorang, maka
nafsu mendorong kita menuntut sesuatu yang menyenangkan dari orang yang kita cinta itu, baik yang
kita cinta itu kekasih, isteri, anak, sahabat atau siapapun
juga. Kemanakah, larinya cinta kita kalau isteri kita
menyeleweng dengan orang lain" Ke manakah perginya
cinta kita kalau anak kita durhaka dan tidak berbakti
kepada kita. Atau kalau seorang sahabat mengkhia nati
dan merugikan kita" Tidak, kita tidak dapat mencinta
tanpa pamrih, tidak dapat mencinta demi cinta itu sendiri.
Bahkan bagi kebanyakan dari kita, cinta kita terhadap
Tuhan sekalipun mengandung harapan-harapan dan
imbalan . Lemas rasanya kedua kaki Tiong Li ketika akhirnya dia
meninggalkan tempat itu dan entah bagaimana, kaki nya
membawanya kembali ke kota raja ! Dia ingin melihat
kota raja, sebuah kota yang kabarnya indah dan ramai.
0oo-dw-oo0 Tewasnya Hak Bu Cu tentu saja amat mengejutkan
hati Perdana Menteri Jin Kui. Dia segera mengadakan
perundingan dengan para pembantunya, dan juga
puteranya. Di dalam ruangan rahasia di bagian belakang
gedung perdana menteri itu, berkumpullah mereka.
Yang pertama adalah Perdana Menteri Jin Kui,
berusia limapuluh tahun lebi h, sorang pembesar dengan
pakaian mewah tubuhnya sedang saja, akan tetapi
matanya yang sipit itu melirak-1irik dengan cara yang
menunjukkan bahwa di memiliki watak yang cerdik dan
licik sekali. Mulutnya juga selalu tersenyum mengejek dan
angkuh. Orang seperti ini pandai sekali menjilat-jilat
atasan dan menghina dan menghimpit bawahan, dan
kalau menjadi musuh amatlah berbahaya karena hatinya
kejam dan banyak tipu muslihatnya. Dia duduk di kepala
meja, dihadap oleh empat orang.
Yang pertama, duduk di sebelah kanannya adalah
puteranya yang bernama Jin Kiat. Wajah pemuda berusia
duapuluh lima tahun ini cukup tampan, akan tetapi juga
bentuk wajahnya membayangkan kelicikan dan kecurangan. Terutama sekali pada matanya yang
bergerak-gerak lincah itu.
Hidungnya juga melengkung seperti hid ung kakaktua
dan suaranya meninggi seperti suara wanita. Dia terkenal
sebagai seorang pemuda mata keranjang, akan tetapi
juga cerdik sekali dan selain ahli sastera juga ahli dalam
hal ilmu silat, menjadi kebanggaan ayahnya. Orang ke
dua adalah seorang berpakaian pendeta. Dia seorang
tosu bernama Kui To Cin-jin, masih guru dari Jin Kiat
karena tosu ini lah yang mengajarkan ilmu silat tlnggi
kepada Jin Kiat. Selain sebagai guru pemuda itu, juga
Kui To Cin-jin bertugas sebagai penasihat Perdana
Menteri karena tosu yang berusia limapuluh lima tahun
ini memiliki pandangan yang luas.
Kui To Cin-jin bertubuh kurus, tinggi dan wajahnya
yang seperti wajah tikus itu memiliki jenggot yang
panjang sampai ke dada, namun jarang dan tipis.
Orang ke tiga berpakaian seperti ahli silat dan dia
bernama Ciang Sun Hok, menjadi jagoan dan tugasnya
sebagai pengawal pribadi Perdana Menteri. Karena dia
mengawal secara rahasia maka dia mengenakan ?"?"ian
biasa, tidak berpakaian sebagai perwira atau perajurit.
Tubuhnya tinggi tegap dan dari pembawaannya jelas
menunjukkan bahwa dia seorang yang kuat dan
bertenaga besar di sampi ng ilmu silatnya yang tinggi.
Ciang Sun Hok yang berusia empatpuluh lima tahun
ini adalah seorang peranakan Khitan yang sejak muda
sudah menghambakan diri kepada Perdana Menteri Jin
Kui maka dipercaya penuh oleh pajabat tinggi itu.
Adapun orang ke empat adalah seorang panglima
berpakaian mewah, bernama Ma Kiu It, berusia
empatpuluh tahun dan juga dia bertubuh tinggi tegap
sehingga nampak gagah dalam ?"?"ian panglima. Dialah
panglima pasukan pengawal Perdana Menteri Jin Kui .


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiga orang pembantu dan puteranya inilah merupakan
orang-orang yang dipercaya oleh Perdana Menteri Jin
Kui di samping Hak Bu Cu, pembantu yang datang dari
utara itu. Atas bujukan Perdana Menteri Jin Kui inilah maka
Kaisar bersikap lunak dan suka mengadakan perdamaian
dan mengalah terhadap Bangsa Yu-cen atau Kerajaan
Cin (Kin) .Hal ini sebetulnya tidak aneh kalau orang
mengetahui asal usul Ji n Kui yang penuh rahasia. Ketika
ibu kandung Jin Kui masih seorang gadis, diam-diam ia
mempunyai hubungan gelap dengan seorang pelayan
keluarganya. Pelayan ini adalah Bangsa Yu-cen. Dari Hubungan ini
gadis itu mengandung dan melihat ini, orang tuanya
marah kepada pelayan itu dan diam-diam si pelayan
dibunuh dan gadis itu dinikahkan dengan seorang
Bangsa Han yang bermarga Jin.
Setelah Jin Kui agak besar, Ibu kandungnya yang
memberitahu kepada nya akan rahasia itu, bahwa ayah
kandungnya sesungguhnya seorang berbangsa Yu-cen
yang sudah meninggal dunia. Demikianlah rahasia itu.
Jin Kui menyadari sepenuhnya bahwa dia keturunan
Yu cen dan biarpun dia sendiri merahasiakan hal ini,
ketika dia menduduki jabatan sampai menjadi Perdana
Menteri, melihat gerakan Bangsa Yu-cen tentu saja diam-
diam diapun bersimpati. Inilah yang menyebabkan dia
mati-matia n berusaha agar kaisar berdamai dengan
bangsa Yu-cen, ?"" lagi karena Kerajaan Kin banyak
mengirim hadiah kepada nya dan sudah lama mengadaka n persekongkolan dengannya.
Ketika mendengar berita bahwa Hak Bu Cu tewas di
tangan dua orang wanita pemberontak itu, tentu saja Jin
Kuil menjadi terkejut sekali dan segera dia mengadakan
perundingan dengan empat orang itu.
"Celaka sekali!" Jin Kui menggebrak meja. "Hak Bu Cu
tewas. Kalau Panglima Wu Chu mendengar akan hal ini,
tentu dia merasa menyesal dan marah sekali. Jian Kiat,
bagaimana engkau sekali ini tidak menyertai dia pergi
sehingga dapat membantunya?"
"Ketika ayah menerima berita rahasia itu bahwa dua
orang pemberontak wanita menyamar sebagai pengemis
lolos dari pintu gerbang utara, ayah mengutus Hak Bu Cu
membawa pasukan istimewa melakukan pengejaran dan
ketika itu saya tidak tahu," bantah Jin Kiat yang tidak
mau dipersalahkan.
"Ma-ciangkun, panggil seorang di antara tujuh
pengawai yang selamat itu ke sini. Aku ingin mendengar
sendirt keterangan darinya."
"Baik, tai-jin." Ma Kiu It segera keluar dan tak lama
kemudian dia datang lagi bersama seorang perajurit pe
ngawal yang kelihatan ketakutan.
Setelah perajurit pengawai itu berlutut di depan Jin
Kui, Perdana Menteri Jin Kui berkata dengan ketus,
"Ceritakan bagaimana matinya Hak Bu Cu.dengan
jelas!" "Begini, tai-jin. Kami llmabelas orang pengawai
bersama Hak-slcu telah berhasil mengejar dua orang
wanita pemberontak itu. Hak-sicu dibantu lima orang
pengawal lalu menyerang yang tua sedangkan sepuluh
orang pengawal menyerang yang muda dan sesuai
dengan kinginan Yin-kongcu kami berusaha untuk
menangkapnya hidjp-hidup."
Jin Kui mengerling dengan matanya yang sipit kepada
puteranya. "Hem, yang kaupikirkan hanya wanita saja!"
"Ayah, saya memang menyuruh menangkapnya
hidup-hid up agar ia dapat menceritakan di mana adanya
kawan-kawannya!" bantah Jin Kiat dengan cerdik.
"Lanjutkan!" perintah Jin Kui kepada pengawal itu.
"Sebetulnya kami sudah mulai mendesak dua orang
wanita itu dan hanya tinggal menanti saatnya saja kami
dapat menangkap dan merobohkan mereka. Akan tetapi
muncul seorang pemuda yang membantu mereka.
Pemuda itu yang menghadapi Hak-sicu sedangkan dua
orang wanita itu mengamuk dan melawan kami lima
belas orang pengawal. Tanpa bantuan Hak-sicu, kami
kewalahan dan delapan orang dari kami tewas oleh dua
orang wanita itu. Kemudian kami melihat Hak Bu Cu
terlempar dan jatuh dekat wanita yang lebi h tua itu dan
wanita itu lalu membunuhnya. Kami tujuh orang lalu
melarikan diri."
"Hemm, si?"" pemuda itu?"
"Kami semua tidak mengenalnya, tai-jin. Dia melawan
Hak-sicu menggunakan sebatang ranting."
"Sebatang ranting" Melawan Hak Bu Cu yang
bersenjata golok?" seru Kui To Cin-jin sambil mengelus
jenggotnya. "Benar, to-tiang. Pemuda itu lihai sekali dan
gerakannya begitu cepat hingga nampak bayangannya
saja." "Seperti ?"" macamnya pemuda itu " Apa engkau
akan dapat mengenalnya kalau bertemu dengan dia?"
tanya Jin Kui .
"Kami bertujuh tidak dapat melihatnya dengan jelas,
tai-jin. Selain sibuk diamuk oleh dua orang wanita itu,
juga gerakan pemuda itu begitu cepat sehingga yang
nampak hanya bayangannya saja."
"Bodoh ! Sialan. Sudah, engkau boleh pergi!" Bentak
Jin Kui Sambil menggebrak meja.
Pengawal itu dengan lega hati cepat-cepat meninggalkan tempat itu setelah memberi hormat. Dia
merasa beruntung sekali hanya dibentak, tidak dihukum.
Setelah pengawal itu pergi lima orang itu melanjutkan
perundingan mereka.
"Sekarang, bagaimana baiknya" Yang terutama sekali
dihadapi adalah Panglima Wu Chu dari Kerajaan Kin.
Bagaimana untuk menerangkan kepadanya bahwa
pembantunya itu tewas di sini?"
Semua orang berdiam, memikir dan mencari jalan
keluarnya. "Tidak ada jalan lai n," akhirnya Kui To Cin-jin
mengemukakan pendapatnya, "kecuali menerangkan
duduknya perkara yang sebenarnya, yaitu bahwa Hak-
sicu tewas oleh pemberontak yang lihai. Tinggal mencari
jalan untuk menghibur hatinya dan membuatnya
berkurang kemarahannya."
"Bagaimana kalau mengirim barang berharga untuk
mendi ngtnkan hatinya?" usul Panglima Ma Kiu It,
"Hmmm, kurasa itu tidak akan cukup. Selain Panglima
Wu Chu sendiri kaya raya, juga Hak Bu Cu adalah
pembantu utamanya yang amat disayang. Harus ada
cara lain untuk menyenangkan hatinya," kata Perdana
Menteri itu. "Ahh, aku tahu caranya!" Tlba-tiba Jin Kiat berseru
dengan girang."Ayah ingat ketika dia pernah berkunjung
ke sini sebagai utusan Raja Kin" Ayah mewakili kaisar
menjamunya di Istana dan aku yang duduk di
sebelahnya melihat bahwa dia terpesona sekali ketika
melihat tarian puteri Sung Hiang Bwee. Matanya melotot
sampai akan keluar dari rongganya dan berulang kali dia
menelan ludah dan bertanya kepadaku ten- tang puteri
itu. Ketika aku member!tahu bahwa Sung Hia ng Bwee itu
puteri kaisar dari seorang selir, dia nampak kecewa dan
menyesal sekali, berulang kali mengatakan sayang. Aku
tahu benar bahwa dia tergila-gila kepada puteri itu!"
"Kalau sudah begitu, mengapa?" Ayahnya mendesak.
"Kalau kita dapat menyerahkan Hia ng Bwee kepada
Panglima Wu Chu tentu kemarahannya akan hilang.
Baginya tentu Hiang Bwee cukup berharga untuk
menggantikan nyawa Hak Bu Cu," kata Jin Kiat dengan
cerdik. "Hemm, ?"" engkau sudah gila" la puteri kaisar!
Bagaimana mungki n menyerahkannya kepada Panglima
Wu Chu?" "Hanya puteri selir, ayah. Kalau kita dapat menculiknya tanpa ada yang tahu dan mengirimnya ke
utara, tentu tidak akan ada yang mengetahui dan kaisar
sama sekali tidak akan menyangka kita yang melakukan
hal itu." Jin Kui mengelus jenggotnya, matanya yang sipit
nampak seperti terpejam dan dia mulai mengangguk-
angguk, senyum di bibirnya semakin mengejek.
"Hemm, benar juga, akal itu boleh dikerjakan. Akan
tetapi yang mengerjakan haruslah seorang ahli, tidak
boleh sama Sekali sampai ketahuan orang,"
Dia mengelus jenggotnya dan memandang kepada
empat orang itu dengan matanya yang sipit,
"Lalu siapa kira-kira yang dapat melakukan penculika n
itu tanpa diketahui orang?"
"Ayah, siapa lagi yang lebih tepat untuk melakukannya
kecuali Panglima Ciang Sun Hok" Dia adalah bekas
jagoan istana yang sudah hafal benar akan keadaan di
istana. Kalau dia yang melakukannya, aku tanggung
akan berhasil dengan baik."
Ciang Sun Hok nampak agak gelisah ketika
mendengar ucapan pemuda itu,akan tetapi tentu saja dia
tidak berani membantah karena memang ia dahulunya
merupakan jagoan istana dan dimasukkan ke sana juga
atas bantuan Perdana Menteri yang kemudian menariknya menjadi pengawal pribadinya sendiri.
"Bagus, apakah engkau sanggup melakukannya,
Ciang Sun Hok?" tanya Jin Kui kepada pengawal
pribadinya itu.
"Semua perintah tai-jin akan saya taati. Akan tetapi
yang menjadi persoalan bukanlah menculik puteri itu. Hal
itu memang mudah saja dilakukan. Akan tetapi
persoalannya adalah, bagaimana membawanya keluar
dari kota raja tanpa diketahui orang?"
"Itu mudah diatur," kata Perdana Menteri Jin Kui.
"Setelah berhasil menculiknya keluar istana, sembunyikan dalam rumah penginapan An-Iok. Kemudian, pada keesokan paginya aku akan mengirim
para selir pergi keluar kota mengunjungi kuiI itu dan
kesempatan itu kau pergunakan untuk menyelundupkan
puteri itu ke dalam kereta sehingga ia dapat dibawa
keluar kota raja tanpa banyak kesulitan."
"Bagus, itu bagus sekali, ayah! Setelah tiba di luar
kota, biar aku sendiri yang memimpin pasukan untuk me
ngantarnya dengan kereta ke utara."
"Jangan engkau, Jin Kiat. Kalau sampai ketahuan
bahwa kita yang mengatur penculikan, kaisar tentu tidak
a- kan mengampuni kita. Biar Ciang Sun Hok saja yang
melakukan tugas Itu."
"Baik, tai-Jln. Akan saya laksanakan semua perintah
tai-jin." Perundingan untuk mengatur siasat dilanjutkan
sampai jauh malam dan akhirnya mereka bubaran,
masing-masi ng mempersiapkan diri untuk rencana itu.
0oo-dw-oo0 Sung Hiang Bwee adalah puteri kaisar dari selir yang
ke empat. Seorang gadis berusia delapanbelas tahun
yang cantik jelita seperti bidadari dan sejak kecil puteri ini
telah mempelajari segala macam kesenia n, terutama
sekali seni tari. Demikian indah dan pandainya ia menari
sehingga setiap kali kaisar menyambut datangnya tamu
agung sang puteri menerima perintah Ayahnya untuk
memperlihatkan kemahirannya menari.
Karena ia seorang puteri, tentu saja martabatnya tidak
dapat disamakan dengan para penari biasa, da n kalau ia
menari, karena semua orang tahu bahwa ia puteri kaisar,
tidak ada yang berani mengeluarkan kata-kata yang
menyinggung, kecuali tepuk tangan memuji keidahannya
menari. Banyak sudah para putera bangsawan dan hartawan
yang tergila-gila kepada puteri ini, akan tetapi sang puteri
belum senang bergaul dengan pria. Juga kaisar belum
melihat adanya seorang pemuda yang pantas menjadi
suami puterinya yang canti" itu, maka sampai berusia
delapanbelas tahun Sung Hiang "wee masih belum
bertunangan. la tinggal di istana bagian puteri dan
mengajarkan seni tari kepada para puteri istana lain yang


Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih kecil, yaitu adik adik dan keponakan- keponakannya, puteri dari para pangeran tua dan muda.
Pada malam itu, setelah puteri mengajarkan tari
kepada para muridnya, la beristirahat di bangunan
tengah ta- man yang indah. Di bangunan terbuka ini ia
merasa sejuk setelah tadi berkeringat mengajarkan tari.
Angin malam yang sejuk seperti mengipasi dirinya
sehingga ia yang duduk di atas bangku menjadi
mengantuk. Dua orang dayang yang melayaninya, duduk
di atas lantai, menunggu sang puteri yang duduk
melenggut. Tiba-tiba berkelebat bayangan hitam dan dua orang
dayahg itu tiba-tiba merasa tubuh mereka kejang, lalu
lemas dan tahu-tahu mereka telah jatuh pingsan tertotok.
Mendengar suara kedua orang dayang pelayannya
roboh, Sung Hia ng Bwee terkejut dan menengok.
la melihat seorang laki-laki berpakaian dan berkedok
hitam sudah berdiri di depannya. Sebelum ia sempat
berteriak, laki-laki itu sudah menotoknya dan iapun roboh
dengan lemas tak ingat apa- apa lagi.
Orang behpakaian dan berkedok hitam itu mengeluarkan sebuah kantung hitam besar, memasukkan tubuh sang puteri ke dalam karung sutera
itu, lalu memanggulnya dan sekali berkelebat dia sudah
melayang pergi dengan cepat sekali dari tempat itu.
Tidak ada orang lain melihat ?"" yang dia lakukan ini.
Ternyata orang itu adalah Ciang Sun Hok, pengawal
pribadi Perdana Menteri Jin Kui. Dia sudah melakukan
persiapan dengan baiknya, mengenakan pakaian dan
kedok hitam sehingga andaikata ada juga yang
melihatnya, tentu tidak akan mengenalnya. Dia sudah
membuat perhitungan, tahu akan kebiasaan sang puteri
yang setelah melatih tari biasanya memang mencari
angin sejuk di taman itu.
?"?" mudah saja dia menculik.puteri itu, dan
sekarang setelah menangkap sang puteri, dia juga
mengambil jalan rahasia yang hanya diketahui oleh para
pengawai istana. Sebentar saja dia sudah keluar dari
daerah istana, menyelinap di antara rumah-rumah orang
dan tanpa ada yang mengetahuinya, dia sudah
melompat naik ke atas atap rumah penginapan An-lok.
Dia memang sudah memesan kepada pemilik rumah
penginapan untuk mendapatkan sebuah kamar paling
belakang dan tidak boleh siapapun juga mendekati
kamar itu. Dengan jalan melalui jendela, dia memasuki kamar itu,
mengeluarkan sang puteri dari karung sutera dan
merebahkan sang puteri yang masih dalam keadaan
lemas tertotok itu ke atas pembaringan. Sung Hia ng
Bwee yang sudah sadar hanya dapat memandang
dengan wajah ketakutan, akan tetapi ia tidak mampu
bergerak atau bersuara. la hanya melihat betapa orang
itu tidak mengganggunya, setelah merebahkan ia di atas
pembaringan, orang berkedok hitam itu lalu meninggalkan kamar dan menutupkan daun pintunya
dari luar. Ciang Sun Hok memang keluar untuk mendengarkan
berita. Ternyata sunyi saja, tanda bahwa hilangnya sang
puteri belum diketahui orang dan hatinya merasa lega.
Sekarang tinggal melanjutkan sesuai rencana, yaitu pada
besok pagi-pagi menunggu Menteri Jin Kui yang akan
mengirim para selirnya berpesiar keluar kota raja dan
menyelundupkan sang puteri dalam kereta para selir itu.
Akan tetapi perhitungan rencana siasat yang sudah
diatur sebaiknya itu ternyata tidak memperhltungkan hal-
hal yang terjadi secara kebetulan. Tanpa mereka duga,
kebetulan sekali Tiong Li yang berada di kota raja malam
itu juga bermalam di hotel An-lok! Kamarnya agak di
belakang dan karena malam itu dia belum tidur, masih
duduk melamun, dia mendengar jejak ?""i di atas
genteng itu, betapapun hati-hati Ciang Sun Hok
berlompatan. Andaikata penculi" itu tidak membawa
beban, belum tentu Tiong Li dapat mendengarkan jejak
kakinya, akan tetapi beban itu cukup be rat dan membuat
kakinya agak berat mengi njak atap sehingga terdengar
oleh telinga Tiong Li yang terlatih baik.
Tentu saja Tio ng Li menjadi curiga mendengar jejak
kaki di atas genteng itu. Cepat dia lalu berpakaian,
mengenakan sepatu dan tak lama kemudian dia sudah
melompat naik ke atas atap rumah. Sunyi saja di atas
rumah itu dan mulai lah Tiong Li mengintai ke kamar-
kamar belakang.
Dan di kamar paling belakang itulah dia melihat
seorang gadis sedang rebah telentang, tidak bergerak
sama sekali, hanya matanya saja yang memandang ke
sana sini dengan ketakutan. Sekali pandang saja dia
sudah dapat menduga bahwa gadis itu rebah secara
tidak wajar dan mungki n sekali dalam keadaan tertotok.
Maka, setelah membongkar jendela dengan mudahnya,
dia melompat ke dalam kamar.
Sung Hia ng Bwee terkejut, sekali melihat seorang
pemuda berpakaian putih tiba-tiba meloncat masuk darl
jendela. la terbelalak akan tetapi pemuda itu menaruh
telunjuk di depan, mulut dan berbisik,
"Jangan takut, nona. Aku datang untuk menolongmu!"
Setelah berkata demlklan, dia menotok jalan darah di
tubuh gadis itu. sehingga Hiang Bwee dapat bergerak
lagi. Akan tetapi karena sudah mendapat isyarat, ia tidak
berteriak. Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan masuklah Ciang
Sun Hok yang masih berkedok. Dia terkejut dan heran
melihat seorang pemuda berpakaian putih sudah berada
di kamar dan sang puteri sudah dapat duduk di
pembaringan. Tahu lah dia bahwa pemuda itu yang
menolongnya, maka tanpa banyak cakap lagi dia
menyerang Tio ng Li dengan pukulan dahsyat.
Ciang Sun Hok adalah seorang jagoan yang lihai
sekali, memiliki tenaga yang amat kuat. Pukulan yang
ditujukan ke arah Tiong Li mendatangkan angin berdesir
keras.. Akan tetapi dengan tenang sekaii Tiong Li
menangkis pukulan itu dengan lengannya.
" Dukk ........ "
Dua lengan bertemu dan Ciang Sun Hok terkejut
sekali, merasa seperti bertemu dengan lengan yang amat
lunak sehingga tenaganya lenyap begitu bertemu dengan
lengan itu! . Dia melompat ke samping lalu menyerang lagi dengan
pukulan yang lebih hebat, sekali ini dia memukul dengan
jari tangan terbuka, seperti orang mendorong. Inilah jurus
"Mendorong Kereta Emas" sebuah pukulan yang disertai
tenaga sln-kang yang kuat sekali.
Melihat ini, Tio ng Li juga mendorongkan tangan
kanannya sehingga kedua telapak tangan bertemu di
udara. " Desss ....... " Sekali ini Ciang Sun Hok merasa
betapa telapak tangannya bertemu dengan dinding baja
yang amat keras dan akibatnya, dia terdorong ke
belakang sampai menabrak dindi ng.
Pengawal Itu terkejut sekali dan maklumlah dia bahwa
lawannya amat tangguh. Dia khawatir bahwa suara
gaduh perkelahia n itu akan terdengar orang dan
rahasianya akan terbuka, maka tanpa bicara apa-apa lagi
tubuhnya menyelinap keluar dari pintu kamar itu, pergi
melarikan diri. Lebih baik pergi sekarang sebelum
terbuka kedoknya!
Tiong Li tidak mengejar, melai nkan menoleh kepada
gadis yang duduk ke takutan di atas pembaringan itu.
"Nona siapakah dan ?"" yang telah terjadi " Si?""
pula si kedok hitam itu?"
"Terima kasih atas pertolonganmu, tai-hiap. Aku
bernama Sung Hiang Bwee, seorang puteri istana. Tadi
ketika berada di taman istana, muncul si kedok hitam itu
membuatku pingsan dan membawaku ke tempat i ni. Aku
tidak tahu si?"" dia dan mengapa dia menculikku."
Tiong LI terkejut sekali dan sejenak dia hanya dapat
menatap wajah yang cantik jelita itu. Pantas demikian
cantik dan pakaiannya demikian indah, pikirnya. Kiranya
seorang puteri Kaisar
"Maafkan saya, nona. Saya tidak tahu bahwa ?"?"
seorang puteri istana !" katanya sambil memberi hormat.
"Sudahlah, dalam keadaan begini tidak perlu bersikap
sungkan," kata Hiang Bwee. "E ngkau telah menyelamatkan aku dari penculikan, tolonglah antar aku
pulang ke istana !"
"Baik, tuan puteri," kata Tio ng Li dengan si?"" hormat.
Sementara itu, Ciang Sun Hok melarikan diri dari
hotel, langsung menghadap Perdana Menteri Jin Kui
untuk melaporkan kegagalannya karena munculnya
seorang pemuda baju putih di dalam kamar hotel di mana
dia menyekap puteri Sung Hiang Bwee.
Mendengar ini, Jin Kui menjadi marah.
"Apakah mungkin pemuda itu yang telah menyebabka n tewasnya Hak Bu Cu?"
"Mungkin sekali, tai-jin. Ilmu silatnya sungguh hebat
sekali dan karena saya khawatir kalau keributan itu
menarik perhatian banyak orang, terpaksa
saya menlnggalkan pergi sebelum ada orang datang."
"Tentu puteri itu akan diantar pulang ke istana. Biar
aku sendiri membawa pasukan menghadangnya " kata
Jin Kui yang merasa penasaran sekali karena
rencananya gagal.
Dia lalu membawa dua losin pengawal, diikuti pula
oleh jagoan Ciang Sun Hok untuk menghadang
perjalanan pulang puteri Sung Hiang Bwee.
Demikianlah, ketika Tiong Li mengantar sang puteri
kembalI ke istana dengan berjalan kaki, mereka berdua
bertemu dengan pasukan yang dipimpin oleh Perdana
Menteri Jin Kui.
"Tangkap penculik!" teriak sang perdana menteri.
Ciang Sun Hok dan para pengawal sudah mengepung
Tiong LI dengan si?"" mengancam.
"Tahan ......... !"
Seru puteri Sung Hiang Bwee sambil mengangkat
tangan ke atas.
"Jin-taijin harap jangan salah sangka. Pemuda ini
sama sekali tidak menculikku, bahkan dia yang
membebaskan aku dari tangan penculik! Kalau kalian
mengeroyok dan mencelakai dia, aku akan melapor
kepada ayahanda Kaisar!"
Gertakan ini mengena. Jin Kui segera memberi aba-
aba agar pasukannya mundur.
"Ah, begitukah" Kalau begitu kami salah sangka.
Siapakah namamu, orang muda?"
"Nana saya Tan Tio ng Li, taijin,"! jawab Tiong Li
dengan hormat. "Kebetulan saja saya membebaskan
sang puteri dari tangan penculik dan saya memenuhi
perintah sang puteri untuk mengantarkannya pulang ke
istana." "Bagus, jasamu akan dicatat, Tio ng Li. Sekarang
pergilah dan serahkan sang puteri kepada kami. Kami
yang akan mengantarkannya pulang ke istana."
"Bai", tai-jin."
"Tidak, Jin-taijin. Saya ingin m"ngajak penolong saya
ini ke istana dan melaporkan tentang jasanya kepada
?""handa kaisar !" kata puteri itu dan terpaksa Jin Kui
tidak dapat membantah. Maka, bersama pasukannya dia
lalu mengawal kedua orang itu memasuki istana .
Malam itu juga kaisar menerima puterinya yang
dikawal Tio ng Li. Kaisar marah sekali ketika mendengar
bahwa puterinya diculik orang. Jin Kui yang ikut
menghadap segera mendahului,
"Tidak salah lagi, Yang Mulia. Ini pasti perbuatan
kaum pemberontak laknat itu!"
"Benar, kita harus hancurkan pemberontak-

Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemberontak itu. Kalau tidak, tindakan mereka akan
menjadi semakin- kurang ajar!"
Kaisar lalu memandang kepada Tiong Li, "Siapakah
namamu, orang muda?"
"Nama hamba Tan Tiong Li, Yang Muli"."
"Tiong Li, jasamu besar sekali telah menyelamatkan
puteri kami. Karena itu, kami hendak menghadiahkan
pangkat perwira pengawal kepadamu."
"Ampun beribu ampun,Yang Mulia. Banyak terlma
kasih atas anugerah yang paduka berikan kepada
hamba. Akan tetapi hamba minta waktu, Yang Mulia
pada saat ini hamba masih mempunyai banyak urusan
pribadi yang harus diselesaikan, maka perkenankan
hamba menyelesaikan urusan pribadi lebih dahulu,
barulah kelak hamba akan menaati perintah paduka. "
"Hemm, baiklah. Kalau engkau sudah selesai dengan
urusanmu, datanglah menghadap kepada kami dan kami
akan memberi anugerah pangkat kepadamu."
Setelah mendapat perkenan dari Kaisar, Tio ng Li lalu
meninggalkan istana Akan tetapi ketika dia sudah tiba di
ruangan paling depan, tiba-tiba ada yang memanggilnya.
"Tan-taihiap .......... !"
Tiong Li menengok dan alangkah herannya melihat
bahwa yang memanggi Inya itu adalah sang puteri, Sung
Hiang Bwee. Tentu puteri itu telah mengambil jalan
pintas maka dapat mendahuluinya tiba di ruangan luar
itu. "Tuan Puteri .........." Dia memberi hormat.
"Ah, Tai-hiap, jangan menyebutku tuan Puteri.
Namaku Sung Hiang-Bwee," kata puteri itu dengan
ramah dan manis .
"Eh, nona Sung Hiang Bwee ........ "
"Hah, begitu lebih akrab, bukan Tai-hiap, kenapa
engkau menolak pemberian pangkat oleh ayahanda
kaisar" Akti ingin sekali engkau menerimanya sehingga
engkau dapat tinggal di istana, menjadi pengawal dan
kita dapat setiap saat saling berjumpa....."
"Saya belum siap untuk menjadi pengawal, nona.
Saya masih mempunyai banyak urusan pribadi dan
masih ingin bebas dari ikatan pekerjaan."
"Akan tetapi, tai-hiap, kalau engkau pergi, sampai
Pendekar Remaja 17 Tokoh Besar Karya Khu Lung Harpa Iblis Jari Sakti 25
^