Pencarian

Pahlawan Dan Kaisar 13

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 13


Xia Jieji yang tidak bisa tidur setiap hari, akhirnya memutuskan untuk menuju ke panggung tersebut untuk melihat dan mengamati sesuatu yang sungguh sangat
ditakutkannya. Sebenarnya, tanpa melihat dengan jelaspun apa yang dikiranya
telah sangat betul sekali. Namun, karena di hatinya terdapat luar biasa banyak
ganjalan. Akhirnya dia tetap memutuskan untuk segera menuju kemari untuk
meneliti ulang apa yang telah diyakininya selama beberapa hari.
Dia hanya terlihat menggoyangkan kepalanya melihat "kehancuran" panggung batu tersebut. Apa yang diperkirakannya sungguh telah terbukti. Terlihat dia
menghela nafas-nya panjang beberapa kali disana.
Kantong yang terdiri dari 3 buah yang ditulisinya beberapa hari yang lalu segera dibukanya kembali.
Sambil mengeluarkan sesuatu kertas, dia kembali menggambar sesuatu disini.
Wajah dan kerutan di dahinya terlihat sangat jelas. Sepertinya kali ini dia telah mempunyai perhitungan tersendiri yang cukup gawat tentunya bagi dia maupun
teman-temannya termasuk keluarganya sendiri.
Setelah dirasanya semua telah selesai. Dia memasukkan setiap kertas di tempat
yang sama juga. Dia kembali menjahit semua kantong tersebut. Sepertinya
barang-barang tersebut akan menjadi pesan terakhirnya kepada orang-orang
yang dikenalinya. Oleh karena itu kegundahan hatinya membuat dia sangat
cemas. Sementara itu...
Di perkemahan pasukan Liao.
Yue Liangxu dan kawan-kawannya telah pulang kesana karena mendapati benda
"berharga" berupa salinan Ilmu pemusnah raganya Qin Shehuang.
"Apa yang akan kita lakukan terlebih dahulu?" tanya Xia Rujian kepada mereka semua.
"Kalian pelajari terlebih dahulu ilmu kungfu di dalam salinan kalian. Setelah lumayan mahir, kita baru bergebrak." tutur Yue Liangxu.
"Lalu bagaimana dengan dirimu?" tanya Yelu Xian yang agak heran ke arahnya.
"Ilmu kungfu ini..." tunjuk Yue ke arah salinan Pemusnah raga.
"Tidak cukup untuk membunuh semut...." katanya kemudian dengan sangat angkuh. Setelah itu, Yue berjalan keluar kemah tanpa mempedulikan yang
lainnya. Tentu hal ini membuat empat orang lainnya yaitu Xia Rujian, Hikatsuka, Yelu
Xian dan Zhu Xiang sangat mendongkol.
"Anak itu terlalu keterlaluan...." tutur Yelu Xian setelah beberapa lama.
"Betul... Baru kungfunya maju pesat saja sudah begitu sok..." tutur Zhu Xiang
menambahkan. "Dia telah lupa siapa yang membuatnya jadi begitu hebat?" teriak Xia Rujian kemudian dengan agak marah.
"Sudahlah...
Tidak perlu kalian marah-marah. Sebaiknya kita cocokkan semua salinan,
supaya cepat kita mampu mempelajarinya." kata Hikatsuka untuk menengahi
kesemuanya. "Jika saja kakak pertama masih hidup, maka kita tidak akan dihina begitu oleh anak kecil itu..." kata Yelu Xian kembali dengan sangat marah.
"Betul....." tutur Xia Rujian kemudian.
"Tetapi semua gara-gara kau...." teriak Yelu Xian ke arah Xia Rujian.
Xia Rujian yang melihat saudara angkatnya marah, hanya diam. Diingatnya
kembali kasus kematian kakak angkat pertama dari mereka bertiga. Kasus yang
telah sungguh lama sekali, dan telah hampir 20 tahun lamanya. Diingatnya
kembali pada hari itu, hujan deras yang membasahi daerah Hebei. Di saat itulah, kakak pertamanya dipancung kepala oleh Chai Rong, Kaisar Dinasti Zhou.
"Jika bukan kau yang melindungi anak baikmu, dia tidak punya hari ini...." teriak Yelu Xian setelah beberapa saat kepadanya.
Xia Rujian yang dituding begitu oleh kakak angkat keduanya tentu tidak puas
sekali. "Kau telah membuatku kehilangan putera pertamaku. Meski rencana kita
akhirnya cukup berhasil. Tetapi sekarang, apa yang kita dapatkan?" teriak Xia Rujian juga yang terlihat marah sambil menuding ke arah Yelu Xian.
"Sudahlah... Setelah kita mempelajari ilmu ini, berapa banyakpun anakku itu bukan tandingan kita lagi..." tutur Hikatsuka menengahi pembicaraan mereka.
Meski keduanya masing-masing terlihat saling mendongkol, namun keduanya
tidak lagi banyak berkata-kata. Sambil membelakangi, mereka berdua tidak lagi
berkata-kata. Sampai disini, semuanya tidak lagi berargumen kata lebih banyak. Melainkan
semuanya bersiap untuk mempelajari ilmu pemusnah raga salinan dari panggung
batu. Desa Jiamojin...
Zhao kuangyin yang melihat adik keduanya hidup terus dalam keadaan yang
cemas, juga merasa tidak enak setiap harinya. Zhao tahu dengan pasti, adik
keduanya yang biasanya sangat tenang kali ini tentu mendapat masalah yang
sungguh tiada kecil. Terlihat dia sering duduk sendirian di kemahnya untuk
berpikir juga. Jika benar apa yang ditakutkan adik keduanya adalah kenyataan.
Maka tentu hal tersebut bukanlah masalah yang kecil.
Tetapi mengingat persaudaraannya yang telah cukup lama, Zhao terlihat sering
menghela nafasnya.
Memang benar, nasib Xia Jieji yang kelihatan cukup bagus tentu meng-iri-kan
orang lain. Tetapi dibareng nasib baiknya, dia juga memiliki banyak hal yang
sangat susah untuk dipecahkannya sendiri.
Saat Zhao sedang duduk sambil memeras otaknya, dia merasakan sebuah hawa
kehadiran seseorang disana. Sesaat, dia segera berdiri di tempatnya untuk
menantikan seseorang yang akan masuk.
"Kau telah merenung cukup lama, apa yang kau dapatkan?"
Terdengar dengan jelas suara orang tua yang menyapanya. Suara tersebut
hanya berada di depan kemahnya saja, orang itu tidaklah masuk ke dalam untuk
bersua kepadanya.
Zhao mengenali suara orang tua ini. Orang tua yang pernah mendidiknya
beberapa tahun lamanya. Orang tua yang mengajarinya dengan sangat tekun
setiap hari tanpa henti. Dengan segera, dia berlutut di kemahnya.
"Guru.... Maafkan muridmu yang tiada berguna ini. Sungguh belum kudapatkan hal yang
sepastinya mampu kulaksanakan. Muridmu hanya menunggu keputusan dari
guru." jawab Zhao sambil menjurah ke arah luar kemah.
"Ha Ha.....
Ikutilah arus yang mengalir anakku. Kamu tahu beberapa puluh tahun yang lalu,
kamu juga mestinya telah tahu dengan pasti bahwa kamu akan kehilangannya.
Kenapa harus berebut sesuatu yang dari dulunya bukan milikmu itu?" jawab
Orang tua itu dengan nada yang bijaksana.
"Murid mengerti sekali.....
Tetapi..........." tutur Zhao sambil menghela nafasnya.
"Mengenai adik keduamu...
Masalah yang terjadi hendaknya ikuti saja sesuai dengan alam. Kamu masih
banyak kepentingan yang menunggumu untuk melaksanakannya. Jika hanya
setengah jalan seperti ini, bagaimana kamu berhak menyandang bintang naga
ungu?" tutur Orang tua itu dengan penuh semangat.
Mendengar kata-kata sang guru, Zhao hanya diam saja. Dia terlihat berpikir
sangat serius. "Untuk masalah lawan, mungkin kamu masih bisa menghadapinya. Dan
sepertinya adik seperguruanmu juga telah datang kemari.
Selain itu, Ilmu tinju semesta-mu cukup hebat. Dan kamu juga adalah salah
satunya pewaris Tapak legendaris Dewa Lao. Setahuku, Tapak ini masih jauh
diatas kemampuan tapak pemusnah raganya Qin She huang itu. Lalu apa yang
perlu kamu khawatirkan lagi?" tutur Orang tua itu kembali.
Tapak legendaris Dewa Lao.
Sebuah Ilmu perpaduan dari inti ilmu alam semesta. Lalu kenapa Zhao Kuangyin
bisa mempelajari Ilmu hebat ini"
Dilihat saat dia keracunan payah di istana Kaifeng, memang Zhao memiliki
pegangan ilmu yang sangat tinggi. Racun 7 bubuk bunga adalah racun yang
sama hebatnya dengan racun pemusnah raga. Tetapi, Zhao masih sanggup
meloloskan diri dari kepungan musuh-musuh hebatnya.
Apa yang dikhawatirkan Xia Rujian beserta Hikatsuka adalah kenyataan yang
tidak bisa disangkal.
Sampai sekarang, kemampuan asli dari Zhao kuangyin belum ada yang
mengetahuinya bahkan sekalipun oleh Xia Jieji.
Zhao terlihat menjurah ke arah depan kemahnya dengan sangat hikhmad.
"Murid akan melaksanakannya dengan ketelitian yang sangat cermat. Harap guru mampu berjaga diri baik. Terima kasih atas kedatangan guru kesini...." tutur Zhao sambil tersenyum.
Sesaat, suara orang tua tersebut tidak lagi terdengar. Namun, Zhao masih
terlihat berlutut untuk mengantarkan sang guru yang telah raib entah kemana.
Zhao yang telah bertemu dengan guru-nya membuat perasaannya jauh lebih baik
kembali. Sekarang, dia telah cukup mantap untuk menerima segala hal yang
paling buruk sekalipun. Pemikirannya yang kusut telah berubah jernih dari
keadaan sebelumnya.
Keesokan harinya...
Jieji telah kembali dari altar panggung batu di hutan misteri. Sekembalinya dia dari hutan misteri telah membuatnya mendapati banyak ilham. Hatinya sekarang
telah berubah, setidaknya dia tidak ingin lagi terlalu terikat akan "masa depan"
yang ditakutkannya. Dia merasa telah mempunyai sesuatu ide yang bisa
dikatakan sangat nekad.
Pei Nanyang dan Zhao kuangyin sejak pagi-pagi telah menunggunya di depan
perkemahan suku Jiamojin. Begitu melihat Jieji datang, Zhao duluan
menyapanya. "Adik kedua...
Kamu telah siap?"
Jieji melihat ke arah kakak pertamanya sambil menganggukkan kepalanya
dengan tenang saja.
"Kamu baru kembali dari hutan" Apa yang kamu dapatkan?" tanya Pei dengan mengerutkan dahinya.
"Apa yang kita perkirakan sangat benar. Panggung telah hancur, mereka telah bertindak cepat." tutur Jieji sambil melihat ke arah Zeng.
"Jadi yang kita lakukan selain menunggu adalah tiada cara lagi?" tutur Zhao sambil melihat ke arah adik keduanya.
"Betul... Kita kirim surat saja ke adik ketiga yang berada di Shandang untuk menyusul kita ke Kaifeng. Bagaimana kakak pertama?" tanya Jieji.
"Bagus. Hanya inilah caranya." kata Zhao menjawab adik keduanya.
"Aku akan mengikuti kalian juga ke Kaifeng. Bagaimana?" tutur Pei Nanyang kemudian.
Keduanya terlihat menganggukkan kepalanya pelan.
Tiga bulan kemudian...
Di sebuah desa dari arah tenggara kota Chengdu...
Seorang pemuda nampak disana berkuda sambil meneteng pedang panjang
dibahunya. Pedang yang terbuat dari besi biasa tersebut nampaknya cukup
berat. Namun, dia hanya santai-santai saja seperti sedang mengangkat pedang
biasa. Dia terus menikmati dirinya sendiri dengan sangat santai sekali. Sampai dia telah tiba di hulu sungai Changjiang. Dia dikejutkan banyaknya orang-orang berkumpul
disana. Sambil terus mengamati, dia menjalankan kudanya cukup santai.
Disana, banyak imam yang memakai pakaian cukup aneh sedang menggiring
seorang nona yang di katnya ke rakit yang terbuat dari bambu. Hal ini
memancing perhatiannya untuk melihat apa hal yang sedang terjadi. Segera, si
pemuda turun dari kudanya untuk melihat keadaan.
"Apa yang sedang terjadi?" tanya ke arah seorang kakek yang terlihat sangat cemas dan sedang melihat ke arah tengah keramaian.
"Ini adalah saat pernikahan Dewa Sungai. Nona di tengah adalah nona dari desa Cheng yang tercantik. Dia akan ditenggelamkan ke tengah sungai untuk
dijadikan istrinya." tutur kakek tua itu kepadanya.
"Dewa Sungai"
Memang ada hal semacam itu?" tanya pemuda ini heran. Hal tersebut membuat
pemuda ini sangat bingung, bagaimana mungkin di zaman yang telah cukup
maju masih ada hal-hal begituan yang tidak masuk akal sama sekali.
Kata-kata Pemuda tersebut terdengar oleh ibu tua yang berada tidak jauh
darinya. "Kau tidak boleh berkata-kata seperti itu... Semenjak 5 tahun lalu, kita selalu saja menenggelamkan seorang gadis cantik. Dan sampai sekarang tiada lagi banjir
yang mencelakakan desa kami yang dekat dengan hulu sungai."
Pemuda yang mendengar kata-kata ibu tua itu cukup terkejut. Dan segera dia
melihat ke arah rakit yang telah di siapkan.
Para imam terlihat sedang membacakan beberapa mantera sambil menjurah ke
arah sungai. Si nona cantik yang sedang terikat terlihat menangis sejadi-jadinya. Sementara
itu, para imam tetap tidak mempedulikan keadaan si nona. Malah mereka
kelihatan telah siap untuk "melemparkan" nona cantik itu ke sungai untuk dijadikan "istri" dewa sungai.
Saat mereka hampir melakukan aksinya, terlihat seorang pemuda yang berlari
sambil berteriak keras ke arah mereka.
"Ie Ie..........."
teriak seorang pemuda dengan suara panjang yang pilu sekali.
Kontan semua khalayak disana tertuju ke arahnya yang sedang berlari kencang.
Si pemuda yang baru sampai tersebut segera dicegat oleh beberapa imam
laki-laki yang terlihat cukup tegap. Sementara itu, si nona yang sedang berbaring di rakit segera berusaha untuk melihat ke arah pemuda yang datang tersebut.
"Wanqi.....
Kamu telah datang akhirnya...." katanya dengan nada suara yang parau karena habis menangis sejadi-jadinya. Senyum di wajah nona cantik tersebut terlihat.
"Lepaskan!!!!" teriak pemuda yang bernama Wanqi tersebut dengan berusaha untuk melepaskan genggaman para imam itu. Tetapi, sebelum dia berhasil
melepaskan cengkraman para imam, dia telah ditinju dengan sangat keras oleh
seorang imam yang berada di tengah itu.
"Kalian keparat!!!! Gara-gara tidak mampu keluarga Xiang melunasi utang, kalian menangkap puterinya untuk dijadikan santapan Dewa Sungai. Semua hanya
alasan kalian belaka....." teriak Wanqi yang telah berdiri habis ditinju oleh salah seorang imam.
Para penduduk yang mendengar apa yang dikatakan Wanqi tentu cukup terkejut,
mereka sama sekali tidak pernah tahu bahwa si nona cantik dan keluarganya
telah berhutang uang pada para imam tersebut.
Sementara itu, pemimpin dari para Imam segera datang mendekati Wanqi yang
terlihat memegang pipinya yang kesakitan.
"Kau adalah kekasihnya?" tanyanya ke arah Wanqi.
Pemimpin dari para Imam adalah seorang wanita yang muda, wajahnya cukup
lumayan cantik.
"Betul... Jika kau tenggelamkan dia, maka kalian tidak akan hidup dengan tenang...."
teriak Wanqi yang sangat marah sekali.
"Kalau begitu, maka sekarang kau juga harus mengikutinya supaya tiada
ancaman di masa yang akan datang..." jawab seorang dari para imam dengan
sinis. Mendengar apa yang dikatakan oleh imam tersebut, si nona cantik bernama Ie Ie
tersebut segera menyahut.
"Kak Wanqi...
Janganlah pedulikan diriku. Kamu pergi saja. Anggap kita tidak pernah
berjodoh....." kata nona Ie Ie dengan lirih kepadanya.
"Tidak adik.... Aku akan menolongmu meski nyawaku taruhannya...." jawab Wanqi dengan sangat pasti. Di wajahnya tiada nampak rasa takut sedikitpun.
Hal ini langsung mengundang para imam untuk bertindak. Tanpa mempedulikan
apa ocehan mereka berdua lagi, mereka langsung menangkap pemuda bernama
Wanqi tersebut untuk turut dilemparkan ke dalam sungai.
Meski si pemuda memberontak, namun bagaimanapun dirinya sendiri yang tidak
berkungfu tentu tidak mampu menghalangi imam yang cukup banyak disana.
Pemuda yang memegang pedang panjang tersebut melihat semua hal yang
terjadi disini. Dia diam, dan sesaat dia melayangkan lamunannya ke kejadian
belasan tahun yang lalu. Di dalam pikirannya, dia mendengar sesuatu hal yang
terus berdengung tanpa henti.
"Kamu lukislah dia......."
"Siapa dia sesungguhnya" Kenapa kamu hanya membawa mayatnya?"
"Dia adalah istriku... Tidak ada orang lain yang mampu lagi melukisnya selain dirimu..."
"Akan kuusahakan sebaik-baiknya."
"Anggaplah semua budiku yang dahulu telah lunas semuanya...."
"Tidak mungkin......"
Semua pembicaraannya dengan seseorang yang sangat dihormatinya segera
diingatnya. Sampai dia terkejut kemudian ketika dia mendengar sebuah hal.
Wanqi telah siap untuk dilemparkan. Ie Ie yang telah kelihatan sangat lemah
segera berteriak.
"Sampai jumpa di kehidupan mendatang kak Wanqi...."
Melainkan tiada takut, Wanqi yang digotong empat orang tersebut terlihat
tersenyum sangat manis kepadanya. Di wajahnya terlihat mengalir air mata
kesedihan yang sangat dalam.
"Lemparkan!!!" teriak pemimpin imam yang berupa wanita muda yang cantik tersebut.
Keempat anggotanya segera melaksanakan tugasnya. Wanqi telah dilempar ke
arah sungai yang deras sekali. Semua yang melihatnya tentu sangat cemas dan
terkejut. Bahkan banyak diantaranya yang memalingkan wajahnya tidak berani
melihat. Air sungai Changjiang tentu sangat deras mengingat kondisi musim
gugur yang telah banyak hujan. Dan bagi siapapun yang terlempar ke dalam
pasti tidak pernah lagi punya kesempatan "hidup".
Tetapi... Ketika Wanqi hanya sekitar 1 kaki mendekati air sungai yang deras. Dia terkejut oleh sesuatu benda yang telah berada di punggungnya. Sebuah benda yang
panjang dan mirip penopang di punggungnya.
Semua khalayak disana dan para imam tentu sangatlah terkejut melihat
pemandangan di depan mereka. Pemuda yang sedari tadi memegang pedang
panjang telah berada dekat sekali dengan aliran sungai. Tangan kanannya
sedang membentangkan pedang panjang yang sedang menopang tubuh Wanqi.
Pemimpin imam yang melihat tindakan pemuda tersebut langsung meneriakinya.
"Siapa kau.. Apa urusanmu disini?"
"Aku hanya seorang penduduk di barat yang lewat..." tutur pemuda tersebut.
"Kalau begitu, ini bukanlah urusanmu. Pergi kau...." teriak nona pemimpin para imam itu.
"Aku datang dengan niat meramaikan pernikahan dewa sungai... Jadi tidak
mungkin bagimu untuk mengusirku...." jawab pemuda itu seraya menurunkan
Wanqi ke tempat tanah datar di samping sungai deras.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terima kasih pendekar...." kata Wanqi dengan sangat hormat kepadanya.
"Bagus... Kalau begitu, kamu boleh saksikan saja...." kata pemimpin imam tersebut.
"Baiklah..." tutur Pemuda yang memegang pedang panjang itu dengan
tersenyum. Tetapi barusan saja si pemuda menutup mulut, dia telah bergerak sungguh
sangat cepat sekali. Tiada orang yang tahu kemana si pemuda pergi, namun
hanya dalam sekejap dia telah balik ke tempatnya yaitu pas di depannya Wanqi.
Pemimpin imam yang juga menyaksikan "hilang"-nya si pemuda tentu sangat terkejut. Selain itu, semua orang disana tiada yang tidak terkejut menyaksikan
apa yang telah dilakukan si pemuda pemegang pedang panjang ini.
Sekarang, dari pedang panjang yang dipegang pemuda telah tertidur seorang
wanita tua yang merupakan anggota imam tersebut.
Lalu, tanpa banyak berkata dia segera melemparkan ibu tua tersebut ke sungai
yang deras. Hal ini tentu membuat semua orang sangat terkejut sekali. Tetapi lain halnya
dengan pemuda tersebut, dia tetap diam saja menyaksikan bagaimana ibu tua
anggota para imam itu tercebur ke sungai yang sangat deras itu. Pemuda segera
mendekati tempat terceburnya wanita tua itu, dan langsung mengambil posisi
jongkok untuk memeriksa dimana ibu tua yang telah tercebur ke sungai itu.
Suara ocehan dari para penduduk segera terdengar fasih disana. Sementara itu,
para imam hanya diam saja dan seakan tidak percaya hal yang telah terjadi
tersebut. "Nenek tua itu tidak keluar lagi... Sepertinya kita perlu orang lain untuk membawanya keluar dari sana...." kata pemuda itu sambil berbalik melihat ke arah para imam.
Para imam yang mendengar kata-kata pemuda tersebut kontan terkejut luar
biasa. Tetapi kali ini tiada jauh berbeda. Di saat mereka belum sempat melihat apa
yang terjadi, kali ini di pedang panjang si pemuda telah terangkut dua orang pria tegap yang tadinya salah satunya adalah orang yang menghajar Wanqi.
Dan belum sempat mereka terkejut, keduanya telah merasakan aliran air yang
sangat dingin membasahi serta menenggelamkan keduanya. Sementara itu, si
pemuda segera berjongkok juga untuk melihat apa yang terjadi di sungai
tersebut. Penduduk yang melihat tingkah si pemuda, tentu merasa sangat ngeri sekali.
Beberapa di antaranya bahkan hampir pingsan melihat kelakuan pemuda
tersebut. Namun, dengan tanpa reaksi di wajahnya, dia segera memalingkan
wajahnya kembali ke arah para imam.
"Kedua orang itu tidak kembali juga. Sepertinya kali ini harus kita utus
pemimpinnya untuk memanggil mereka balik..." tuturnya dengan nada datar yang penuh hawa pembunuhan.
Nona pemimpin yang cukup cantik ini karuan terkejut luar biasa sekali. Namun,
dia mampu menguasai dirinya.
Segera dengan cepat, dia melemparkan sesuatu benda dari bajunya ke udara
dan sambil berkomat kamit dengan cepat. Perubahan cuaca segera terjadi. Hal
ini juga pernah dilakukan oleh Nenek Du dari tanah Heilongjiang di tempat yang
tidak jauh dari tempat ini.
Pemuda pemegang pedang panjang itu santai saja.
Tetapi semua penduduk sungguh ketakutan menyaksikan tingkah pemimpin
imam dan keadaan cuaca yang berubah sangat drastis dalam tempo yang
singkat. "Kau telah membuat Dewa sungai marah!!!!"
teriak beberapa penduduk yang menyaksikan kejadian ini.
Nona di tengah yang berkomat kamit itu segera menunjuk cepat ke arah pemuda
pemegang pedang panjang itu. Pemuda itu langsung merasakan hal yang sama
yang pernah dirasakan Jieji. Keadaan langsung gelap gulita sekali baginya.
Tetapi... Sebelum nona itu menjalankan aksinya lebih lanjut, dia telah sangat terkejut
kemudian. Dirinya telah tertotok nadi dan sedang dalam keadaan tidur juga. Hebatnya,
cuaca yang berubah sangat drastis tersebut telah kembali tenang.
Para penduduk yang melihat ke depan kontan sangat terkejut luar biasa.
Pemimpin imam telah berada tersandar dan tidur di atas pedang pemuda yang
sedang membentangkannya.
"Ampunilah aku....." teriak si nona cantik tersebut yang telah mendekati ajal.
Sedang si pemuda yang mendengar apa kata-kata nona cantik tiada
menghiraukannya sama sekali. Dia langsung melemparkan si nona cantik
pemimpin imam ke sungai yang sangat deras. Berbareng, dia menghentakkan
pedang ke arah jatuhnya si nona cantik ke sungai.
"Nasibmu tergantung kepada Thien...." jawabnya tanpa terlihat ekspresi apapun.
Pemimpin imam yang tercebur ke sungai telah hilang di telan arus yang sangat
deras. Siapapun tidak mampu melihat apakah pemimpin tersebut selamat atau
telah terbawa arus dan telah tewas tenggelam.
"Nona cantik dikawinkan kepada Dewa Sungai. Hal itu benar sekali adanya." kata pemuda pemegang pedang panjang tersebut sambil menghela nafas. Setelah itu,
dia langsung mengarahkan pandangannya ke arah para imam yang lainnya.
Melihat tingkah dari pemuda, semuanya kontan berlutut minta ampun kepadanya.
Pemuda tanpa menghiraukan segera menuju ke arah Wanqi.
"Kau tolonglah kekasihmu dahulu... Minta para pejabat di kota Chengdu untuk menyelesaikan masalah ini." katanya sambil mengeluarkan sesuatu benda dari kantong bajunya. Sepertinya apa yang dikeluarkannya adalah sebuah plat. Plat
yang berbentuk persegi dan tertulis sebuah kata yaitu "Sun".
"Terima kasih pendekar... Budimu tidak mampu kubalas selama hidupku
sungguh..." katanya sambil menangis.
"Kau jagalah kekasihmu baik-baik saja. Mengenai budi, kau lupakan saja...." kata pemuda pemegang pedang panjang itu seraya berjalan ke kudanya.
Tetapi dia dihentikan oleh penduduk disana.
"Kamu tidak boleh pergi......"
Si pemuda heran melihat tingkah para penduduk tersebut.
"Kenapa?"
"Dewa sungai akan marah. Penduduk kita yang tinggal di daerah sungai akan
musnah seluruhnya....." teriak mereka.
"Ha Ha............" terlihat pemuda pemegang pedang panjang itu sambil tertawa keras. Tetapi dengan segera, dia mengambil buntalan yang sedang digantung di
kudanya, mengeluarkan sesuatu kertas yang cukup besar serta sebuah pena.
Semua orang melihatnya segera heran melihat tingkahnya.
Namun si pemuda segera mencari batu besar untuk membentangkan kertas
tersebut. Dan dengan gerakan tangan yang sangat cepat dia menggambar
sesuatu. Semua penduduk tidak tahu apa yang dilakukannya, tetapi mereka hanya melihat
saja tanpa berkomentar.
Dalam sesaat saja, pemuda itu telah menyelesaikan gambarnya. Sementara itu,
Wanqi dan Ie Ie kekasihnya telah berlutut di depannya.
"Terima kasih pendekar....." tutur mereka berdua sambil menjurah kepadanya.
Pemuda segera membantu membimbing keduanya berdiri dan seraya
menyerahkan kertas gambarnya kepada Wanqi.
"Apa ini pendekar?" tanya Wanqi.
"Ini adalah gambar cara membedah sungai dan cara mengalirkan aliran sungai yang deras itu. Buatlah semuanya sesuai petunjuk yang kuberikan maka tiada
lagi pernikahan Dewa Sungai yang selanjutnya." tuturnya dengan tersenyum ke arah keduanya.
Langsung saja, dia berjalan ke kudanya. Tanpa banyak bicara, dia segera
menaiki kudanya dan meninggalkan tempat tersebut.
Tetapi, Wanqi terlihat berteriak ke arahnya.
"Siapa nama pendekar besar?"?"
"Sun Shulie..." Jawabnya pendek dan cukup keras sambil meninggalkan tempat itu.
BAB XC : KESIMPULAN
Siapakah sesungguhnya Sun Shulie tersebut"
Dia datang sendirian saja ke daratan tengah, dan untuk mencari Xie Jieji yang
pernah dikaguminya sebagai manusia yang luar biasa menurutnya.
Sun Shulie berjumpa dengan Jieji dan kawan-kawannya di dalam kota Ye.
Ternyata misteri yang terkandung selama ini terkuak juga akhirnya. Sun bernama
asli Ming Ta. Seorang putera bangsawan dari Ming Jue. Ming Jue sendiri adalah
kepala pasukan perbekalan di bawah komando Chai Rong, Kaisar dinasti Zhou
akhir. Dan dari sinilah sebenarnya awal terkuaknya misteri kenapa "keluarga" Jieji sangat membencinya.
Kasus pertama Jieji yang dipecahkannya adalah ketika dia masih berumur 14
tahun saja, yaitu 1 tahun sebelum wafatnya Chai Rong.
Fu Xi, Xia Rujian, Hikatsuka Oda, dan Yeluxian sebenarnya adalah saudara
angkat yang sangat kental rasa persahabatan pada awalnya.
Xia Rujian, seorang kepala komandan pasukan Chai Rong saat itu telah berniat
untuk mengkudeta kekuasaan Zhou akhir. Dengan bantuan dari kakak angkat
pertamanya, Fu Xi. Mereka berniat mengambil kelangsungan kekuasaan dinasti
Zhou akhir. Saat itu, yang paling berkuasa dan mempunyai pengaruh terbesar adalah Ming
Jue, ayah dari Ming Ta (Sun Shulie).
Namun dengan taktik yang maha sempurna dari Hikatsuka Oda, mereka berniat
mencelakakan Chai Rong dan menimpakan kesalahan pada keluarga Ming.
Tetapi... Ketika Ming Jue telah di hukum mati oleh Chai Rong, karena dicurigai
membubuhkan racun pada tentara, sebab Ming sendiri adalah kepala pasukan
perbekalan yang terkenal sangat arif dan pandai.
Keluarga Ming Jue yang tinggal Ming Ta seorang saja dikejar untuk dibunuh, dan
dalam perjalanan. Jieji yang muda bertemu dengan Ming Ta dan menjadi
sahabat yang sangat rapat. Jieji yang lebih tua 1 tahun darinya saat itu,
mengajarkan banyak hal yang luar biasa kepadanya. Sehingga kekaguman
pemuda tersebut tiada batas kepadanya walaupun usianya saat itu sangat belia
adanya. BAB XCI : KESIMPULAN
Dengan hanya berbekal keberanian dan inteligen tinggi, Xia Jieji yang muda
berhadapan langsung dengan para pemimpin hebat dari pasukan Dinasti Zhou
akhir. Dia hanya sendiri membawa putera terakhir Ming Jue, untuk memberikan
keadilan kepadanya. Kasus I Xia Jieji akhirnya selesai setelah masih adanya hal yang janggal atas racun pada perbekalan tentara. Fu Xi yang merasa dirinya
telah aman ternyata masih mengantongi bubuk racun itu sendiri. Setelah
diadakan pemeriksaan, Fu terbukti dan mengakui semua perbuatannya.
Xia Rujian sendiri telah menasehati Jieji berulang-ulang di depan para panglima pasukan Zhou akhir untuk tiada mengungkitnya. Tetapi hal ini malah membuat
darah semangat mudanya semakin tinggi.
Di akhir kasus itu, Chai Rong yang sangat keras kepala bermaksud untuk
melenyapkan Ming Ta yang karena rasa malunya telah salah membuat
keputusan, tetapi sesegera kabut tebal memenuhi ruangan istana. Ming Ta
ditolong oleh seseorang yang tiada sempat diketahui siapapun di ruangan itu.
Ternyata yang menolongnya adalah orang misterius bernama Dewa Lao.
Pembubaran menteri maupun jenderal di Istana membuat mereka merasa
was-was dan sungguh tiada perasaan enak. Zhao kuangyin adalah orang yang
tiada senang atas keputusan "salah"-nya Chai Rong yang telah menghukum mati Ming Jue. Tetapi, setelah terkuaknya misteri pembunuhan para tentara. Bukan
saja Chai Rong tiada mengaku, tetapi malah karena rasa malunya masih berniat
membunuh keturunan terakhir dari Ming Jue sendiri.
Sejak kejadian di istana, Zhao terlihat sangat bersahabat rapat dengan Jieji yang umurnya masih jauh dibawahnya. Mereka memutuskan untuk mengangkat
saudara 2 bulan setelah kejadian tersebut.
Ming Ta terakhir juga adalah murid dari Dewa Lao, guru kedua dari Zhao
kuangyin setelah Dewa Semesta. Dewa Lao adalah orang yang sangat aneh
perangai dan sifatnya. Tiada orang yang pernah bertemu dengan dirinya secara
langsung. Termasuk Zhao dan Ming sendiri sekalipun. Mereka sampai sekarang
hanya pernah mendengar suara nya saja.
Dewa Lao sendiri mempunyai beberapa ilmu yang hebat, dia mengklaim bahwa
dirinya yang menciptakan jurus tapak Dewa Lao yang maha sempurna. Zhao
mempelajari dengan lengkap semua ilmunya, meski tenaga dalamnya belum
begitu kuat. Tetapi dirinya telah termasuk salah satu jago kelas no. 1 sejagad.
Oleh karena itu, maka tiada heran Hikatsuka cemas agak berlebihan ketika
mereka tidak sanggup menahan seorang Zhao yang telah keracunan bubuk 7
bunga. BAB XCII : KESIMPULAN
Zhao Kuangyi, adik dari Zhao kuangyin sendiri telah menganggap bahwa dirinya
telah tiada tandingan dalam kerajaan milik kakaknya. Meski banyak pejabat dan
menteri yang masih setia kepada sang Kakak, tetapi sepertinya Kuangyi sangat
yakin bahwa dia mampu meneruskan usaha kakaknya tersebut.
Apa yang diduga Jieji telah menjadi kenyataan, setelah berada dalam istana dan
menguasai pemerintahan yang belum di serahkan langsung oleh Zhao kuangyin.
Kuangyi melakukan gebrakan pertamanya yaitu " membunuh Chai Zongxun" /
putera Chai Rong satu-satunya yang saat itu telah berumur 18 tahun.
Nan hai (sebuah kota terakhir di selatan) sesaat menjadi tanah pertumpahan
darah yang hebat. Chai Zongxun mengumpulkan prajurit yang telah berjumlah 20
ribu orang. Chai bermaksud melanjutkan usaha ayahnya yang telah di kudeta
oleh Zhao kuangyin. Dia memiliki beberapa panglima yang bisa diandalkan yang
masih setia pada ayahnya sendiri.
Dengan berbekal 5 ribu prajurit saja, Zhao kuangyi mengutus Fei Rung yang
merupakan jenderal kepercayaannya. Dan dalam 5 kali pertempuran dalam 1
bulan. Fei berhasil melakukan tugasnya dengan baik.
Semua panglima pemberontak tiada di beri ampun. Dan Chai Zongxun sendiri
binasa dengan melompat dari tembok kota Nan Hai.
Istri Chai Zongxun yang masih mengandung bayi 6 bulan turut di bantai. Bahkan
pembantu serta semua orang yang menjadi tamu Chai juga tiada habis dibantai
oleh Kuangyi. Jumlah orang yang tiada berdosa dan dibantai mencapai hingga
200 orang. Di utara yang nan jauh, Kuangyin sang kakak hanya bisa menghela nafasnya
menyaksikan apa yang dikerjakan adiknya.
Tetapi yang hebatnya, Zhao kuangyi mengatas namakan Zhao kuangyin dalam
bertindak. Jieji yang telah tinggal cukup lama bersama kawan-kawannya berniat melakukan
perjalanan kembali sendiri. Dia juga berjanji kepada kakaknya akan menemuinya
kembali dalam 2 bulan yang akan datang. Tiada orang yang bisa menebak apa
yang akan dilakukan Jieji, melainkan hanya Sun Shulie seorang saja yang tahu
dengan pasti apa yang akan dilakukan oleh Jieji.
BAB XCIII : KESIMPULAN
Jieji telah sampai di Hefei. Hal pertama yang diselidikinya tentu adalah kediaman Wu Quan.
Dilihatnya daerah yang dulunya merupakan Wisma terkenal Wu Quan itu telah
tinggal kenangan. Bekas kebakaran belum sepenuhnya di bersihkan. Dari sini,
Jieji menanyai warga yang tinggal dekat dengan daerah sana. Setelah
menyelidiki belasan hari, akhirnya dia mendapati sesuatu bukti bahwa dia
bukanlah pelaku pembunuhan sekeluarga Wu.
Tetapi saat dia berniat kembali ke utara, dia dihadang oleh beberapa orang yang jago silat. Kesemuanya berpakaian pasukan Sung. Ini sungguh sangat
menganehkan Jieji sendiri.
Di antaranya, ada 6 orang yang diduga berkungfu yang cukup tinggi.
Kesemuanya memegang tombak. Tetapi, dengan berbekal sebatang ranting saja
Jieji berhasil "mengusir" para penyerangnya dengan Ilmu pedang tangan kirinya yang maha sakti tersebut.
Sementara itu, di Ibukota.
Zhao kuangyin, Wei Jindu dan Sun Shulie serta Dewa Ajaib telah sampai di
bawah istana kota Kaifeng. Zhao yang berniat menunggu adik keduanya namun
belum kunjung kembali. Maka akhirnya dia memutuskan untuk ke Kaifeng
terlebih dahulu.
Di sini, terjadi perdebatan yang luar biasa antara kakak beradik tersebut. Yang didebatkan adalah pemerintahan yang tirani dan bijaksana. Zhao kuangyin
berniat membujuk adiknya sendiri. Tetapi menurut adiknya, dia lebih memilih
tirani daripada pemerintahan yang lain.
Kuangyin menyerah setelah 17 menterinya bunuh diri dengan melompat dari kota
Kaifeng. Terakhir orang yang melompat ke bawah adalah Yuan ShangPen, atau
perdana menterinya yang sangat bijaksana tersebut. Oleh karena itu, Zhao yang
kelihatan telah putus asa langsung saja menyerahkan cap kekuasaan dinasti
Sung kepada adiknya dan memberitahukan kepada Dunia bahwa dia telah sakit
berat. Zhao kuangyi akhirnya naik tahta menggantikan kakaknya menjadi kaisar
dengan gelar Sung Taizong.
Seluruh keluarga Zhao kuangyin di serahkan kepadanya tanpa kekurangan
apapun. Zhao kuangyin memindahkan seluruh keluarganya ke Dongyang
(Wisma Oda) untuk sementara waktu.
Setelah lewat 1 bulan, Zhao kuangyin dan kawan-kawannya telah berniat pergi
ke Dongyang. Tetapi setelah mendekati kota Nanpi. Dia dihadang oleh beberapa
pesilat tangguh.
BAB XCIV : KESIMPULAN
Zhao dan kawan-kawan sama juga dengan Jieji sendiri. Mereka berhasil
mengusir para penyerangnya. Para penyerang bukanlah pesilat kaum rendah,
namun pesilat yang tergolong tinggi ilmunya. Kelihatannya dari pakaian serta
perawakan, Zhao dan Sun Shulie bisa menebak bahwa mereka semua berasal
dari wilayah Persia. Tetapi tiada yang tahu maksud datangnya para penyerang
tersebut. Isu akan turun tahta-nya Zhao kuangyin sungguh membuat Jieji cukup
kebingungan. Dia sendiri masih berada di Luo Yang saat itu. Tetapi hal yang
janggal juga masih ada baginya, yaitu adanya isu lain. Isu tersebut mengatakan
bahwa sinar "emas" yang merupakan sesuatu yang luar biasa telah sampai di Iran(persia). Sebuah negeri di barat yang nun jauh sekali.
Sesaat, di ngatnya pesan dari pada Xue hung yang memintanya ke daerah barat
untuk meninjau sesuatu disana. Tetapi, Jieji lebih mengutamakan untuk
berkumpul kembali terlebih dahulu dengan para teman-temannya di kota Ye.
Oleh karena itu, siang malam dia melanjutkan perjalanan kembali ke kota Ye.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Xia Rujian, Hikatsuka Oda, Yelu Xian dan Zhu Xiang telah berhasil melatih ilmu
pemusnah raganya Qin Shih Huang. Meski tenaga dalam mereka belum sekuat
untuk mendalami secara penuh. Namun keempat pendekar tersebut telah sangat
berbahaya bagi Jieji dan kawan-kawannya. Ditambah lagi dengan seorang Yue
Liangxu yang telah sangat tinggi kungfunya, maka mereka berlima telah
termasuk jago yang tiada tandingan di kolong langit.
Kelima pendekar mengirim surat tantangan untuk bertarung kepada Zhao
kuangyin dan kawan-kawannya pada bulan pertama hari Imlek, yaitu 15 hari
setelah surat tantangan dikirimkan.
Pei Nanyang serta Yuan Jielung yang mendengar tantangan tersebut juga
berniat ikut ke daerah utara Bei Ping. Surat tantangan mereka berlima sengaja di gembar gemborkan dengan sangat luas. Entah apa maksud kelima pendekar
dari Liao tersebut, tetapi tentu setiap langkah mereka tiada-lah hal yang benar baik.
Imlek penanggalan China, hari pertama.
Pendekar dari daratan tengah yaitu Zhao kuangyin, Wei Jindu, Sun Shulie, Yuan
Jielung, Pei Nanyang, Huang Xieling serta Dewa Ajaib telah sampai di daerah
tersebut. Namun mereka dikejutkan dengan banyaknya para pendekar dunia
persilatan yang telah berada disana untuk menyaksikan pertarungan lima
pendekar daratan tengah melawan lima pendekar dari Liao tersebut.
BAB XCV : Pendekar-Pendekar Aneh dari Persia
"Kalian sudah datang?" seru Xia Rujian dari atas tembok kota Bei Ping yang megah tersebut.
Sesaat, semua pendekar yang berkumpul sepertinya membuka jalan untuk orang
yang baru datang tersebut. Di antara orang yang baru saja sampai tersebut, oleh para pesilat. Mereka hanya mengenal Yuan Jielung seorang yang merupakan
ketua Kaibang yang kesohor itu.
Zhao kuangyin berjalan paling depan di kuti oleh Pei Nan yang dan Yuan Jielung.
Sedangkan Sun Shulie alias Ming Ta beserta Wei Jindu, Xie Ling dan Dewa
Ajaib mengikuti dari belakang.
Zhao menatap tajam keatas saja. Sebelum dia hendak berkata, dia dipotong
kembali oleh suara Rujian kembali.
"Dimana anakku" Kenapa dia tidak datang bersama dengan kalian?" Kata Xia Rujian dengan senyuman penuh arti.
Zhao hanya bungkam. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Xia Rujian. Tetapi
sesaat, dia melihat beberapa orang telah muncul disamping Xia Rujian. Adalah
Yue Liangxu, Ye Luxian, Zhu Xiang, Hikatsuka Oda dan istrinya juga Wu Shan
Niang telah berada di sana.
"Dimana kakak ipar?" tanya Wei Jindu sambil melihat ke atas, ke sekeliling tembok kota Bei Ping tersebut. Maksud Wei sendiri adalah Yunying. Istri dari Xia Jieji.
Wu Shanniang segera menarik Yunying keluar. Sepertinya Yunying sedang di
totok oleh mereka semua. Entah apa maksud yang terkandung, tetapi sudah
jelas bahwa Yunying kali ini tentu dijadikan perisai/tameng mereka semua.
"Licik!!!!" teriak Sun Shulie dengan marah.
Zhao hanya melihat ke arah Yunying yang kelihatannya tiada semarah saat
berada di gurun pasir. Wajahnya terlihat murung dan seakan dirinya
menganggap bahwa dirinya sendiri tiada punya harapan hidup lagi.
"Oh" Kalian sengaja menyimpan Jieji?" Tanya Hikatsuka dengan senyuman yang sulit di mengerti.
Zhao mengangkat tangannya untuk mencegah orang berkata lebih lanjut. Dia
bermaksud memainkan sandiwara.
"Adik kedua telah menuju ke arah utara..." Jawab Zhao kuangyin.
"Utara?" kata Xia Rujian sambil keheranan. Sesaat, dia pandang ke arah Hikatsuka.
"Jangan-jangan?"?" kata Yue Liangxu yang cukup terkejut juga.
"Pasti dia menyerang tangsi Liao kita...." teriak Ye Luxian yang terkejut.
Wajahnya langsung membiru.
Tetapi Hikatsuka tiada berpandangan begitu, sesaat. Dia mengeluarkan jarinya
untuk menghitung-hitung. Tiada berapa lama, dia tertawa sangat jenaka. Tentu
sikapnya sangat mengherankan siapa pun yang berada di sana.
Teman-temannya lantas heran saja.
Sebenarnya Zhao kuangyin sedang berbohong untuk menipu, setidaknya hal
tersebut bisa membuat goncang hati para lawannya yang sedang berada di atas.
Dan jika benar saja Jieji sampai di tangsi tentara Liao, tentu mereka berlima mau tidak mau harus "pulang" dan tiada berani bertarung lagi meski hanya karena 1
kalimat yang keluar dari mulut Zhao kuangyin. Akan tetapi, di antara mereka
semua. Masih terdapat seorang Hikatsuka Oda yang sangat jago menghitung
dan sungguh orang yang termasuk sangat pintar adanya.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Yue Liangxu setelah tertawanya Hikatsuka Oda mereda.
"Dia ingin menipu kita..." Tunjuk Hikatsuka ke arah Zhao kuangyin.
"Jieji 15 hari yang lalu masih berada di Luo Yang. Dan sehebat apapun anakku itu, dia tidak akan sanggup sampai ke tangsi kita dalam waktu yang hanya 15
hari. Meski dia memiliki 1 bulan pun, mungkin belum akan sempat sampai ke
Heilong Jiang. Oleh karena itu aku tertawa...." jawab Hikatsuka dengan
keyakinan tinggi.
Mendengar penjelasan Hikatsuka, semua pendekar disana lantas bertepuk
tangan kagum. Zhao yang dibawah telah tahu bahwa rahasianya terbongkar. Mau tidak mau dia
harus berhadapan dengan mereka secara langsung.
"Sekarang ada daya upaya apa lagi yang meski kamu lakukan?" tanya Hikatsuka ke arah Zhao kuangyin.
Zhao hanya diam saja, dia menatap ke atas dengan tajam ke arah mereka.
Sedang Dewa Ajaib yang berada di belakang sebenarnya telah tidak sabar lagi.
Segera saja dia unjuk gigi. Dengan kecepatan yang luar biasa tinggi, dia mendaki tembok kota Bei ping.
Dewa ajaib bukanlah pendekar kacangan, kecepatannya sebenarnya tidak kalah
dibanding dengan 5 orang pendekar di atas.
Namun kelihatannya para pendekar di sana sama sekali tidak ambil pusing.
Mereka benar menunggu Dewa Ajaib untuk sampai disana. Tetapi...
Sebelum Dewa ajaib menginjak tembok kota, Zhu Xiang telah datang secepat
kilat ke tempat yang seharusnya dewa ajaib akan sampai sambil merapal
tapaknya untuk diarahkan ke bawah. Melihat hal tersebut, Wei Jindu kontan
terkejut. Dia mengenal jurus yang akan dikeluarkan Zhu Xiang, kakak
seperguruannya itu. Inilah jurus ke 6 dari Tapak Buddha Rulai yang hebat
tersebut. "Awas Dewa Ajaib!!!!" teriak Wei.
Dengan adanya suara dari Wei, Sun Shulie segera melepaskan pedang besar
yang dipikulnya. Lalu dengan kecepatan yang sangat tinggi, dia menyusul ke
arah Dewa Ajaib.
Dan memang benar, tapak Zhu Xiang segera menuju ke arah dada dari Dewa
Ajaib. Sebuah hawa tapak yang luar biasa keras telah mendekati ke arah dada
dari Dewa Ajaib.
Dewa Ajaib sendiri tidak pernah tahu bahwa di dunia masih ada jurus yang
demikian hebat untuk melakukan penyerangan dari atas kebawah. Sepertinya dia
telah kelihatan pasrah saja di samping terkejut, tetapi dia tetap mengarahkan
tapak untuk melawan jurusnya Zhu Xiang. Posisi Dewa Ajaib sungguh sangat
riskan. Jika dia terpental akibat laga tenaga dalamnya melalui tapak dengan Zhu Xiang, maka dia pasti tewas karena terjatuh dengan kondisi kepala menghantam
tanah mengingat jarak posisinya dengan tanah masih sangatlah tinggi.
Semua hadirin disana tentu sangat terkejut melihat hal tersebut. Bahkan ada
beberapa yang menutup mukanya karena sangat terkejut untuk menyaksikan
seorang tua bakal jatuh dengan otak berhamburan di tanah.
Sesaat, terdengarlah suara tapak berlaga yang sangat dahsyat. Dan memang
benar, posisi Dewa ajaib tentu akan terjatuh dengan kepala menghadap ke
bawah. Tenaga dalam yang beradu tadinya membuat Zhu Xiang terpental 4
langkah kebelakang. Tetapi, Dewa Ajaib malah semakin melesat menuju ke
tanah. Hanya 10 kaki sebelum Dewa Ajaib jatuh ke tanah, dia merasakan adanya
tenaga dalam yang berputar hebat di pundaknya. Dewa Ajaib sempat berputar
tiga kali kemudian dia dilemparkan seseorang dan mendarat ke tanah dengan
baik sekali. Dewa ajaib mengalami luka dalam yang cukup serius, terlihat dia
memuntahkan darah yang tidak sedikit. Tetapi memang dasar orang tua konyol,
dia terlihat tersenyum geli ke arah penolongnya.
Semua hadirin yang melihat tindakan pemuda berusia 30 tahunan menjadi
sangat kagum. Bagaimana dia mampu menahan berat seorang yang jatuh dari
ketinggian 40 kaki dengan sangat tenang.
Tetapi, kelima pendekar beserta Wu Shanniang dan ibunya Jieji sangat terkejut.
Mereka tidak menyangka adanya pendekar hebat lagi di kubu lawan.
"Sungguh mata tiada terbuka... Ha Ha....." terdengar tawa Hikatsuka Oda.
"Siapa kau?" tanya Yue Liangxu dengan tajam ke bawah ke arah Sun Shulie.
"Dia adalah Sun Shulie alias Ming Ta. Putera terakhir dari keluarga Ming." jawab Xia Rujian.
Xia Rujian memang mengenal tampang pemuda tersebut. Selain itu, sebenarnya
Liao juga mempunyai mata-mata yang cukup banyak di daerah daratan tengah.
Maka tiada heran, Xia Rujian telah mengenal pemuda berusia 30 tahunan
tersebut. "Kalau begitu, denganmu kita juga punya dendam meski kau sendiri tiada pernah tahu..." kata Ye luxian sambil menunjuk ke arahnya.
Sun hanya menatap tajam ke atas tanpa berkata-kata, di matanya tersirat banyak
arti yang mendalam sambil melihat ke arah Yelu Xian.
"Lalu bagaimana pertarungan ini" Apa kalian hanya mengirim surat tantangan kepada kita dengan cara sia-sia belaka seperti ini?" tanya Zhao kuangyin
kemudian memecahkan keheningan sementara di lapangan tembok kota itu.
"Bagus... Kelihatannya kalian telah tiada sabar... Sebenarnya hari ini berniat memancing kepiting, tetapi yang dapat hanya ikan kecil saja..." kata Xia Rujian dengan sangat angkuh.
"Kalian berlima pilihlah... Kita bertarung dalam 1000 jurus. Jika ada yang sanggup menang 3 babak duluan, maka sandera ini menjadi milik kalian..." kata Xia Rujian seraya mengarah kan telunjuk ke arah Yunying.
"Hm......" Zhao dan kawan-kawan sepertinya tiada berkata banyak. Sepertinya bagi mereka semua, tiada masalah.
Sun Shulie sudah tahu apa maksud kelima pendekar tersebut mengajukan
tantangan silat yang kelihatannya menguntungkan mereka. Tetapi dia merasa
adanya hal yang cukup janggal juga. Sambil tersenyum pahit dia memandang ke
atas tanpa berkata apapun.
"Kamu tidak menanyainya kalau kalah bagaimana?" tanya Dewa Ajaib yang agak heran.
"Tidak perlu ditanya, kalau kalah tentu semua kita akan jadi abu..." jawab Sun Shulie dengan tenang tanpa berekspresi.
Pei Nanyang dan Yuan Jielung tentu mengiyakan saja.
"Jieji tidak datang, aku rasa kalian tiada punya peluang untuk menang..." kata Yelu Xian.
"Meski dia datang dan disini pun, tidak akan mengubah semuanya... Bukan
begitu" Adik seperguruan?" kata Yue Liangxu kemudian dengan sinis sambil
memandang ke arah Yunying.
Sementara itu, Yunying hanya memalingkan wajahnya untuk tidak melihat ke
arahnya. "Karena kalian adalah tamu, maka kalian boleh memilih siapa yang akan menjadi lawan kalian" Bagaimana?" teriak Ye Luxian ke arah bawah.
"Bagus..." jawab Zhao kuangyin.
Entah apa yang menjadi penyebab kelima orang tersebut sangat yakin mampu
menang akan pendekar Sung. Tetapi mungkin saja disebabkan karena mereka
sangat yakin akan kemampuan mereka sendiri ataukah ada sesuatu hal yang
lainnya" Zhao kuangyin dan kawan-kawan segera berunding. Tidak perlu waktu yang
lama mereka telah bersepakat.
"Adik ipar harus ditolong mau tidak mau. Sekarang adik kedua belum sampai
juga. Kita harus membuat keputusan sendiri..." kata Zhao kuangyin.
"Baik... Aku akan melayani Zhu Xiang.." jawab Wei Jindu.
"Kalau begitu berikanlah lawanku Hikatsuka.." kata Pei Nanyang.
"Sekarang tinggal Xia Rujian, Yelu Xian dan Yue liangxu. Aku rasa lebih bagus aku bergebrak dengan Yue Liangxu.." Kata Zhao kuangyin.
"Kalau begitu Xia Rujian akan bertarung denganku." kata Yuan Jielung
kemudian. "Dengan begitu lawanku tentu adalah Yelu Xian." kata Sun Shulie kemudian.
Zhao kemudian berteriak ke atas dengan menentukan siapa yang bertarung
dengan siapa saja.
"Mereka membuat kita seperti boneka saja... Kita sepertinya harus menuruti permintaan mereka, terutama dalam penentuan babak." tutur Sun Shulie sambil tersenyum melihat ke atas.
Zhao, dan Pei Nanyang setuju dengan apa yang diucapkan oleh Sun Shulie.
Dan memang benar apa perkiraan Sun Shulie, mereka mengajukan babak
pertarungan. Semua babak pertarungan sungguh merugikan pihak Zhao
kuangyin. Karena babak pertama pertarungan dimulai antara Wei Jindu dan Zhu
Xiang. Sedangkan babak kedua dilanjutkan dengan Sun Shulie melawan Yelu
Xian, dan babak ketiga Zhao kuangyin dengan Yue Liangxu. Babak keempat
dilanjutkan Pei Nanyang melawan Hikatsuka Oda, serta babak kelima Yuan
Jielung melawan Xia Rujian.
Disini telah terlihat hal yang sungguh merugikan pihak Zhao kuangyin. Wei Jindu boleh dikatakan sebagai pendekar yang terlemah di antara semuanya. Tetapi dia
mendapat lawan tangguh di babak I. Sedang babak kedua, lawan tiada
mengetahui seberapa hebat Sun Shulie, maka menurut pandangan mereka
bahwa 1 orang Yelu Xian telah sanggup mengatasi Sun Shulie. Dan babak ketiga
adalah babak yang paling merugikan Zhao kuangyin dan kawan-kawannya.
Semua tahu bahwa Yue Liangxu-lah pendekar tertangguh, tetapi dia-lah yang
kemudian akan menjadi penentuan kemenangan mereka.
Pei Nanyang dan Yuan Jielung adalah 2 orang pendekar yang dianggap paling
hebat di antara mereka semua. Tetapi mereka tentunya sengaja untuk mengatur
pertandingan mereka berdua adalah yang ke 4 dan ke 5. Jika babak 1,2 dan 3
telah di menangkan, maka tiada gunanya untuk bertarung lebih lanjut lagi pikir
mereka. Yuan terlebih lagi, sebab mereka pernah mengeroyoknya berlima
namun hasilnya Yuan masih tetap tangguh dengan jurus 18 tapak naga
mendekamnya. Semua pesilat yang hadir tentunya merasa sangat beruntung sekali sebab
mereka bisa menyaksikan kehebatan pertarungan antar pendekar no 1 sejagad
itu. *** Dimanakah Xia Jieji berada sebenarnya saat pendekar Liao mulai menantang
pendekar dari Cung Tu(dataran China). Setelah perjalanannya ke Hefei, dia
sangat yakin bahwa Wu Quan dan sekeluarganya masih hidup dengan sangat
baik di suatu tempat.
15 hari sebelum terjadinya pertandingan silat di bawah Kota Beiping...
Bertemunya dia dengan pendekar dari Persia membuatnya yakin bahwa Wu
sekeluarga sekarang ada di kuil Shaolin.
Melalui perantara biksu tinggi Wu Huan dari kuil Shaolin, Jieji berangkat dari Luo Yang menuju ke Sung San(Mt. Sung/ Gunung Sung) ke biara ternama Shaolin
tersebut. Biksu Wu Huan yang semenjak dahulu cukup kagum akan sikap
kepahlawanan Jieji, dari perjalanan kota Luo Yang, mereka banyak berbicara
banyak mengenai ilmu kungfu. Sampai banyak hal juga dibicarakan. Mendekati
bawah kaki gunung Sung, sepertinya Jieji memperlambat laju kudanya. Wu Huan
yang melihat ke arah Jieji, segera menanyainya.
"Pendekar Xia sepertinya sangat mencemaskan keluarga Wu?" tanya Wu Huan yang melihat kondisi Jieji yang sepertinya sering mengerutkan dahinya
sepanjang perjalanan itu.
"Betul... Dengan masih hidupnya keluarga Wu, maka kebenaran akan jelas
semuanya. Tetapi adalah hal lain lagi yang membuatku masih cemas benar ..."
tutur Jieji dengan perasaan yang masih bercampur aduk.
"Maksud pendekar adalah bahwa Wu Shanniang yang menjadi ibu daripada istri anda" Anda takut bahwa masalah baru akan datang lagi?" tanya Wu Huan
kembali. "Betul... Itulah masalah yang utamanya. Tetapi jika Yunying sendiri melihat bahwa
ayahnya masih hidup dengan baik, entah bagaimana jadinya" Dan satu hal lagi
yang betul mengganggu pikiranku selama ini.." tutur Jieji dengan terus terang.
"Biksu dilarang untuk berpikiran kotor. Maka daripada itu, ada beberapa
pendapat saja yang perlu kusampaikan kepada anda. Yunying mungkin hanyalah
sandera yang paling berguna nantinya kelak..." tutur Wu Huan kembali.
"Betul perkataan Maha biksu.. Tidak peduli bagaimana jadinya, aku tidak akan menyerah untuk mengungkapkan kebohongan tersebut. Aku sudah punya daya
upaya tersendiri, hanya saja......." jelas Jieji sambil mengerutkan dahinya kembali.
"Lakukanlah apa yang paling penting menurut anda. Buddha selalu berada di
dalam hati orang yang bekerja sesuai dengan kebenaran. Entah apapun
keputusannya, pasti adalah yang terbaik adanya." jawab Wu Huan kembali.
Jieji tersenyum melihat ke arah Wu Huan. Tidak berapa lama, Jieji mengungkit
apa yang dilihatnya ketika di panggung batu utara Mongolia, Hutan misteri.
Sambil mengeluarkan sesuatu dari kantung baju, Jieji memperlihatkan sebuah
buku. Dia memberikannya kepada biksu Wu Huan yang berada di atas kuda.
Wu mengambilnya dengan cermat, dia melihat ke arah buku yang sampul
sebelah kirinya tertulis kitab Ilmu Jing Gang. Wu yang melihat sampulnya saja
langsung terkejut luar biasa. Keringat dingin di dahinya segera membasahi
seluruh mukanya.
"Kenapa kitab ini" Kenapa?"" tanya Wu Huan sambil megap-megap.
Wu tahu betul bahwa ilmu tertinggi Shaolin adalah Ilmu Jing Gang. Dia yang
melihat buku dengan sampul judul Ilmu Jing Gang tentu membuat sangat
terkejut. "Tidak mengapa Biksu...
Buku ini kutulis dengan sendirinya, kemudian akan kuserahkan ke Shaolin.
Sungguh suatu kebetulan yang bagus aku bertemu denganmu..." tutur Jieji
sambil tersenyum.
Wu Huan sungguh bingung sambil melihat ke arah Jieji. Dia ingin berkata, tetapi dari mulutnya sepertinya tidak mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Buku ini kusalin karena melihat fenomena panggung batu di hutan misteri.
Kabarnya Shaolin hanya mempunyai 7 tingkatan ilmu tersebut, namun di
panggung batu terpampang 9 tingkatan tenaga dalam Jing Gang-nya Shaolin.
Bagaimanapun ini kungfu berasal dari Shaolin, maka menurutku adalah pantas
jika di kembalikan saja..." tutur Jieji kembali dengan tersenyum.
Wu Huan yang mendengar penjelasan Jieji, segera merapatkan kedua
tangannya beranjali memberi hormat ke arah Jieji.
"Sungguh anda adalah orang yang bijak sekali. Semoga buddha memberkati
anda." tutur Wu Huan yang kelihatannya sungguh sangat girang sekali.
Jieji berkong-ciu (merapatkan kedua tangan dengan menggenggam) untuk
memberi hormat ke arah Wu Huan kembali.
Mereka terus melakukan perjalanan. Sampai sekitar 1 jam kemudian, mereka
telah mendekati biara Shaolin yang ternama tersebut.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi, sebelum benar sampai. Jieji telah merasakan sesuatu yang cukup
mengherankan. Dia segera berhenti di tengah jalan. Sambil menatap tajam ke
atas. Wu Huan yang melihat tingkah Jieji, segera mengatur kudanya untuk mendekati
Jieji kembali. "Ada apa pendekar muda" Apa sesuatu telah terjadi?" tanya Wu yang cukup heran melihat tingkah Jieji.
"Di atas sepertinya sedang berkobar perang..." tutur Jieji sambil menutup matanya untuk berkonsentrasi.
Tidak berapa lama, Jieji membuka matanya.
"Kuil Shaolin sepertinya sedang di serang..." kata Jieji sambil menunjuk ke atas.
Wu Huan sangat bingung mendengar apa yang dikatakan Jieji. Kuil Shaolin
memang nampak, tetapi dia sendiri tahu masih sangat jauh sekali kuil itu. Mata
biasa memang sanggup memandang ke arah kuil. Tetapi besarnya kuil yang nan
jauh itu masih tidak sebesar sebutir beras jika dibandingkan. Mungkin hampir
mencapai 2 li. "Kita harus cepat!" tutur Jieji dengan segera menggerakan tali kudanya untuk mendaki gunung Sung.
Wu Huan yang tiada mengerti apa-apa segera menyusul Jieji dengan cepat juga.
Tidak sampai 1/2 jam, Jieji telah berada di depan pintu gerbang kuil Shaolin
bersama Wu Huan.
Wu adalah orang yang paling terkejut, dia melihat pintu gerbang Shaolin telah
hancur di dobrak. Dari agak jauh dia melihat ke dalam, sekitar 20 orang para
biarawan sepertinya telah tergeletak bersimbah darah.
Jieji segera turun dari kudanya dan melaju pesat ke depan di kuti oleh Biksu tua Wu Huan ini. Hanya sekejap, mereka telah berada di lapangan yang cukup luas.
Sekitar 20 orang segera dilihat sebentar oleh mereka berdua.
"Ini ilmu tombak persia itu?" tutur Wu Huan sambil mengerutkan dahinya setelah melihat mayat para biarawan tersebut mempunyai luka yang sama di leher
tenggorokan masing-masing.
"Mereka telah tewas..." tutur Jieji sambil memandang tajam ke dalam. Tetapi dia sendiri tidak ayal, maka segera pendekar ini bergegas masuk ke dalam. Dari
arah lapangan, mungkin masih sekitar 2 li lagi baru sampai ke balai utama. Dari balai utama terdengar suara pertarungan, sehingga mereka langsung saja
menuju ke sana.
Di dalam balai utama yang luas tersebut, telah berjatuhan cukup banyak korban.
Banyak biarawan yang tidak berdosa tersebut telah hampir memenuhi seluruh
ruangan. Sementara itu sepertinya tiang penglari dari kuil pun telah terbacok,
tertusuk banyak senjata tajam. Ruangan yang bersih tersebut telah menjadi
sungai darah yang telah mengering.
Di sini tampak 2 orang perempuan sedang memegang golok. Seorang biksu tua
sedang merapatkan kedua tangannya dengan cukup bersiaga. Sementara di
belakang mereka, tertampak seorang yang tua dengan rambut yang hampir
memutih sedang tiada berdaya sambil memegang dadanya sendiri.
Sedang dari arah depan, terlihat 8 orang yang bersenjatakan tombak panjang. 8
orang pemuda tersebut sepertinya sedang menatap tajam ke dalam.
Tiada lama, 8 pemuda segera menyerang serempak ke arah Biksu yang di
tengah tersebut. Biksu yang melihatnya, segera beranjak maju dengan tapak
yang sudah di siagakannya. Sedang kedua wanita muda juga segera melakukan
perlawanan. Kedua wanita muda sepertinya menggunakan ilmu golok keluarga Wu, dengan
cukup tangkas mereka menahan ilmu tombak yang hanya mengincar leher
mereka berdua. Hanya dalam beberapa puluh jurus, sepertinya kedua wanita
tersebut telah kecapaian. Sebab bagaimanapun mereka bertarung, golok sangat
susah melawan senjata tombak yang panjang itu. Golok adalah senjata yang
panjangnya sungguh tiada memadai untuk melawan tombak.
Selain itu, sepertinya tombak orang tidak dikenal ini jauh lebih cepat
pergerakannya daripada orang yang mengejar Wu Huan sampai ke Luo Yang
beberapa hari yang lalu. Si Biksu tua sepertinya juga mengalami hal yang sama.
Dia hanya terlihat menghindar dan sesekali dia menepis tombak yang sangat
cepat gerakannya itu. Kedua gadis sementara terlihat sudah sangat lelah sekali.
Mereka berdua sepertinya telah menyerahi nasib kepada langit saja.
Tetapi... Pada saat yang benar genting, pendekar tak dikenal sekalian sepertinya
membalikkan badan ke arah pintu besar balai utama tersebut. Hanya berselang
sesaat, mereka memutar tombak dengan sangat cepat sekali ke depan. Secara
serempak, kedelapan orang tersebut sepertinya ingin menepis sesuatu hawa
yang datang sangat cepat dan keras itu. Namun sebelum tombak hampir di
arahkan ke "benda" yang datang itu. Kesemuanya seakan berbalik arah ke samping. Tanpa tahu di antara 6 orang telah tertampar mulut masing-masingnya.
Dan dengan cepat pula mereka berenam terpental menabrak tiang penglari kuil
tersebut, lantas jatuh dan bergulingan ke lantai.
Sementara itu, dua orang lainnya berhasil mematahkan serangan aneh yang
hampir tiada berwujud ini. Hanya terdengar suara.
"Krakkk!!"
Suara yang lumayan keras. Kedua orang yang beruntung ini adalah kedua yang
berada paling jauh dari enam orang sebelumnya. Mereka terkaget sebentar
ketika melihat benda yang telah menjatuhkan keenam teman mereka sekaligus.
Hanya bambu yang sudah terkoyak tersebutlah yang mengarah ke arah mereka
sesungguhnya. Keduanya langsung berkeringat dingin mendapatinya. Mereka
sempat memandang sesamanya dan sempat memandang sekeliling.
Dilihat ke arah bawah pijakan lantai di depan mereka. Benda yang merupakan
bambu yang terkoyak itulah yang seakan membentuk sebuah tulisan aksara
China. Lalu dengan mengamati dengan cermat, maka ke enam bambu yang
telah terkoyak tersebut tertulis tulisan "ENYAH" (Kuen).
Keenam orang yang terluka dalam itu telah berangsur berdiri. Mereka juga
terheran menatap ke arah pintu yang hanya terlihat cahaya yang agak terang.
Tetapi tidak sanggup melihat siapapun sedang berada di sana.
"Siapa kau" Keluar tampakkan dirimu..." Demikianlah para pendekar tersebut berteriak.
Tetapi tidak berapa lama, mereka telah merasakan hawa kehadiran seseorang
yang sedang berjalan dengan cukup pelan memasuki ruangan balai utama itu.
Seorang yang lumayan tinggi besar sedang berjalan dengan sangat berwibawa
ke dalam. Kontan 8 orang yang melihatnya cukup terkejut. Mereka melihat seorang yang
lumayan tua dengan rambut putih yang berurai, di tangan kirinya tergenggam
kipas pendek. Sementara itu tangan kanan orang yang datang tersebut hanya
membelakangi dirinya sendiri.
"Siapa kau?" teriak salah satu dari ke 8 pendekar tersebut.
Namun orang yang datang tersebut tiada menghiraukannya. Dia berjalan dengan
pelan ke depan untuk melihat keadaan. Sementara itu, mereka semua juga
melihat ke arah orang yang datang bersama pendekar aneh tersebut. Seorang
biksu tua yang mempunyai wajah yang penuh welas asih.
Biksu di ruangan tengah yang telah melihat Biksu tersebut segera mengambil
jalan melingkar untuk mendekati biksu tua tersebut.
"Paman guru Wu Huan...
Maafkan diriku yang tiada mampu ini...." katanya sambil menangis di depan biksu Wu huan tersebut.
Wu Quan dan kedua puterinya yang melihat ke arah Jieji cukup heran juga.
Mereka sepertinya mengenalinya sebagai Jieji. Tetapi kenapa dia bisa berubah
begitu dahsyat. Rambut pemuda yang hanya berusia 30 tahunan ini telah hampir
memutih semua. Bahkan warna hitam sebelumnya telah berubah menjadi agak
keabuan. "Nak Jieji?"?" kata Wu Quan yang sepertinya telah terluka dalam parah.
Jieji hanya memandang sekilas dan tiada lama ke arah ayah mertuanya.
"Ayah mertua... Cukup susah membiarkanmu sendirian disini. Ini adalah
kesalahanku..." Kata Jieji sambil mengakui.
"Kau!!!" teriak salah seorang pendekar di antara 8 orang tersebut.
Jieji langsung melihat dalam ke arah orang yang berteriak tersebut. Di
pandangnya pendekar tersebut cukup lama, kemudian dia mengalihkan
pandangan ke arah yang lainnya.
Pakaian para pendekar sungguh aneh dan berbeda dengan kaum persilatan
umumnya. Pakaian mereka tidak mirip dengan pakaian para jago yang telah
mengeroyoknya sendirian di kota Luo Yang tersebut. Tetapi dari sini, Jieji
mengambil kesimpulan bahwa ke delapannya adalah pendekar dari Persia
karena perawakan orang Persia jelas jauh beda. Orang Persia lebih tinggi bentuk tubuhnya dan kulit mereka pun rada putih dengan hidung yang agak mancung.
Sesaat, dia teringat akan murid perempuannya, Huang Xieling.
"Ada apa kalian semua datang kemari?" tanya Jieji sambil menatap dalam ke arah mereka satu persatu.
"Mereka ingin kita mengeluarkan kitab Jing-gang dan kitab 72 teknik tenaga dalam Shaolin." jawab biksu yang lumayan tua yang telah berada di depan biksu Wu Huan tersebut.
Kitab Jing-gang pernah "hilang" dua ratus tahun yang lalu. Lalu tetua Shaolin yang bernama Hui Guan sempat membawanya pulang kembali ke Shaolin,
namun Kitab Jinggang-nya Shaolin dari Hui Guan hanya 7 tingkat. Sungguh
beruntung Jieji mendapati seluruh ilmu dari kitab tersebut di hutan misteri,
Mongolia. Sedang ilmu 72 teknik tenaga dalam adalah pelatihan tenaga dalam dasar untuk
melanjuti Ilmu tingkat tinggi Shaolin. Sebenarnya kedua Ilmu sakti tersebut harus dibarengi latihannya. Beruntung sekali Jieji sanggup cukup mudah menguasai
Ilmu Jing-gang secara lengkap karena di dalam tubuhnya telah terdapat tenaga
dalam hawa murni yang luar biasa dahsyatnya.
"Ini pertanda tidak baik... Kita tunggu sampai pendekar balai timur sampai, sementara itu kita bisa undur waktu..." tutur pendekar yang ditengah tersebut kepada kawannya sambil berbisik setelah melihat keadaan.
"Pendekar balai timur" Katakan kenapa banyak sekali orang persia mengacau
disini?" jawab Jieji yang jelas mendengar bisikan sekelompok pendekar itu.
Ke 8 kontan terkejut, mereka memandang sambil melotot ke arah Jieji yang
hanya sendirian itu.
"Hm... Apa kata-kata kita telah diketahuinya. Jadi tunggu apa lagi?" kata seorang lainnya sambil bersiaga dengan tombak di tangannya.
Sementara ke enam orang lainnya langsung "mencari" tombak masing-masing yang tadinya terpental mengikuti tuannya yang di"tampar" bambu kecil yang lentur itu untuk bersiaga kembali.
Ke-delapan orang tersebut sepertinya telah siaga dengan benar dan terlihat
sangat serius sekali menatap ke arah tengah dimana Jieji berada dengan tenang.
Maka mau tidak mau bagi mereka, ini adalah pertarungan hidup mati karena
mengetahui musuh di depan mereka bukanlah orang sembarangan.
Lalu, tanpa banyak berkata lagi. Mereka berkeliling dengan kecepatan tinggi,
sepertinya sedang membentuk formasi. Lalu dengan cepat ke-4 orang langsung
menyerang ke arah tengah dengan tombak yang di tusukkan sangat keras dan
cepat. Tentu incaran mereka tiada lain adalah tenggorokan lawannya. Kecepatan
tombak kali ini jauh lebih cepat daripada ketika pertarungan barusan tersebut.
Namun Jieji hanya diam-diam saja sambil menunggu saat yang tepat.
Wu Quan dan kedua puterinya Wu Linying dan Wu Jiaying kontan berteriak
karena terkejut.
"Awas!!!!"
Tetapi Jieji hanya diam saja tanpa menunjukkan reaksi apapun. Maka, saat
tombak hanya sekira seinci di depan tenggorokannya. Mendadak keempat orang
tersebut kehilangan sesuatu. Keempat orang tersebut kontan keheranan. Di
dalam ruangan, tiada orang yang mampu melihat apa yang sedang di lakukan
Jieji. Bahkan Wu Huan dan Wu Quan hanya melihat Jieji mengibaskan lengan
kirinya sebentar. Lalu timbul suara yang cukup berisik menghantam ke tanah.
"Trangggg...." beberapa kali.
Tiada berapa lama, pendekar-pendekar merasa tangan kesemuanya kesemutan
sangat. Dan ketika mereka melihat ke depan, mereka sudah tahu bahwa 4
tombak itu telah berada di lantai.
"Setan...." kata-kata yang terdengar keluar dari bibir masing-masing. Ke empatnya langsung megap-megap dengan mulut yang tenganga terbuka lebar
dan mata yang menyiratkan bahwa adanya "ketidakpercayaan" melihat apa yang sedang terjadi di depan mereka.
Namun sebelum mereka benar sadar. Sesaat saja, keempatnya langsung
terpental dengan luka dalam di dada mereka. Keempat orang yang berada di
depan tersebut yang mengelilingi Jieji segera terpelanting dan tiada lagi tenaga untuk benar bangkit. Tetapi Jieji tidak benar ingin melakukan pembunuhan. Maka
meski keempatnya sepertinya sudah "tewas" namun sebenarnya keempatnya telah pingsan tak sadarkan diri.
Sedang keempat kawan mereka yang di belakang ingin mengambil kesempatan.
Jika mereka melihat Jieji beranjak menghindar, maka keempat orang di belakang
akan maju menyerang seraya mengepung. Namun, sebelum mereka semua
benar bergerak. Maka kawan-kawan mereka telah jatuh tidak sadarkan diri.
Mereka hanya sanggup menganga membuka mulut tanpa mengetahui apa yang
telah terjadi. Sebenarnya apa hal yang sedang di lakukan Jieji"
Inilah kedahsyatan ilmu pedang tangan kiri Jieji yang baru dilatihnya tiada lama tersebut. Ketika Wu Quan dan Wu Huan melihat dia mengibaskan lengannya.
Maka Kipas itu telah bergerak 1 lingkaran penuh dengan kecepatan yang sangat
luar biasa yang tidak mampu dipandang mata orang awam maupun pesilat kelas
tinggi sekalipun.
Kipas "menampar" tangan keempat penyerangnya. Kemudian dengan gerakan yang tiada terlihat, kipas juga "menampar" dada keempat orang yang
mengelilinginya itu. Jadi perputaran tenaga Ilmu pedang tangan kiri ini hanya 2
kali dikerahkan saja.
"Enyah-lah... Tetapi setiap orang harus meninggalkan lengan kanannya disini..."
tutur Jieji dengan sangat dingin dan berwibawa.
Tentu keempat orang lainnya sungguh sangat terkejut. Jika saja Jieji
menginginkan "lengan kanan" mereka semua. Maka apa bedanya mereka
dengan orang cacat" Mengingat ilmu tombak adalah ilmu yang mengandalkan 2
buah tangan untuk bergerak secara flexibel dan dinamis itu.
"Amitabha... San Cai.. San Cai..." tutur Biksu Wu Huan ke arah tengah seraya menengahi.
"Pendekar disini meski jahat, tetapi apa bedanya kita para kaum biarawan
dengan mereka jika..."
Namun, sebelum biksu Wu Huan benar ingin melanjutkan kembali.
Jieji telah merasakan sesuatu hawa yang sangat kuat sedang mendatangi arah
tengah biara. Lalu Jieji memberi kode ke arah Wu Huan yang juga sama merasakan datangnya
pesilat hebat ke arah mereka tersebut.
Sesaat, angin disana telah terasa tidak ramah lagi. Perputaran angin di dalam
seakan telah "terhisap" oleh sesuatu hawa ke depan pintu balai utama ruangan Kuil Shaolin tersebut.
Siapapun tahu bahwa di luar ada seorang yang hebat mendatangi dengan
gerakan tenaga dalam nan tinggi.
"Ha Ha....
Pendekar balai timur telah sampai..." kata keempat orang tersebut dengan
kegirangan sangat. Sebenarnya kemampuan ke delapan pesilat sudah bukan
kemampuan pendekar biasa. Kemampuan ilmu senjata mereka tiada satupun
kalah dengan kemampuan ketua partai Hua Shan, Yang Xiu dalam memainkan
senjata. Bedanya Yang Xiu ahli pedang, namun mereka berlapan adalah ahli
tombak. Pendekar balai timur diyakini mereka berdelapan adalah pendekar yang sungguh
hebat yang ikut dalam gerakan menyerbu Shaolin. Entah partai apa dalam
pertarungan untuk memperebutkan kitab ternama perguruan Shaolin. Tetapi para
pendekar yang datang dari Persia tersebut tentu tiada bermaksud baik adanya.
Sementara itu, Jieji hanya diam dan melihat tajam ke depan ruangan balai utama
itu sambil menyunggingkan senyuman yang sulit dilukiskan oleh kata-kata
apapun. BAB XCVI : Puteri Persia Yang Jago Silat
Gerakan ringan tubuh orang tidak dikenal tersebut memang sungguh tinggi. Jieji
tanpa melihat pun tahu bahwa orang yang bakal datang tersebut kemampuannya
bakal tidak di bawah ukuran orang biasa. Mungkin kemampuan tenaga dalamnya
sudah tidak di bawah kakak angkatnya, Zhao kuangyin. Atau bahkan lebih
daripada itu. Tiada lama, maka telah tiba juga seseorang di depan pintu itu. Siapapun tahu
dari gerakan orang tersebut adalah ilmu meringankan tubuh yang lihai. Tetapi,
siapapun tidak tahu bahwa orang yang datang tersebut ternyata adalah seorang
wanita. Yah... Wanita cantik...
Jieji sempat terkejut melihat tampang pendekar yang datang tersebut. Wanita
yang datang tiada lain mungkin hanya seorang nona saja, umurnya mungkin
hanya belasan atau paling tua 20-an saja.
Wajahnya putih bersih dan sungguh mulus sekali. Perawakannya cukup tinggi.
Dan jika dibandingkan dengan Yunying, maka wanita muda tersebut termasuk
jauh lebih tinggi daripadanya. Pakaian wanita tersebut terbuka di daerah
pusarnya, dan inilah pakaian wanita khusus Persia. Selain itu, pakaian wanita
tersebut juga menonjolkan lekuk tubuhnya yang cukup aduhai.
Wanita "hebat" tersebut hanya berjalan perlahan ke depan. Dia menyapu seluruh isi ruangan disana. Perlahan tapi pasti, dilihatnya 2 orang biksu tua yang saling berdekatan. Dan 4 orang murid dari partainya sendiri juga seperti linglung
mendapatinya telah sampai. Sesaat dia memalingkan matanya ke arah kanan,
dilihatnya 2 wanita muda beserta seorang tua yang telah kepayahan. Sedangkan
4 orang temannya sendiri telah terkapar tidak berdaya. Kemudian sinar matanya
tidak berhenti di sana saja, lantas bergerak ke arah seorang pemuda yang
kelihatannya cukup tua baginya. Seorang pemuda yang hanya berdiri santai
dengan wajah yang sungguh terang serta bibir yang tersungging manis
melihatnya. "Kau..."
Kau yang melakukannya?" tanyanya dengan nada yang terkesan marah. Wajah
si nona yang cantik itu seketika berubah menjadi merah padam. Sepertinya dia
sungguh marah mendapati keempat "temannya" terkapar di lantai tiada berdaya.
Dengan mengangguk pelan dan tanpa menghilangkan senyuman di bibirnya,
pemuda ini mengangguk pelan.
Sementara itu, keempat pendekar yang masih melongo itu langsung menuju ke
arah wanita cantik tersebut dengan megap-megap dan terbata-bata. Sambil
berlutut seperti minta ampun. Mereka menyembah nona yang cantik tersebut
terlebih dahulu.
"Dia.... Dia yang mengacau disini...." tutur seorang di antaranya.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bersamaan dengan perkataan pendekar yang berlutut di bawah kakinya,
langsung segera nona tersebut mengarahkan sinar matanya yang tajam ke arah
Jieji. Nona ini menatapnya dengan cukup dingin dan kelihatannya serius sekali.
Tidak lama, di depan pintu telah kedatangan beberapa wanita yang menutup
mukanya dengan selembar kain. Pakaian mereka juga tiada jauh berbeda
dengan nona cantik tersebut. Jieji melirik ke arah mereka. Yang terdepan dua
orang sepertinya memegang siter yang bentuknya cukup aneh. Agak berbeda
dengan alat musik Cung Tu(China daratan) yang biasanya ditidurkan. Selain itu
siter dari Persia sepertinya memakai 3 tali senar saja.
Wu Huan yang sedari tadi hanya melihat, segera maju mendekati nona tersebut.
"Ada apa gerangan anda sekalian menginginkan kitab perguruan Shaolin?"
tanyanya dengan sopan.
Tetapi nona cantik ini bukannya menjawab, langsung saja dia berniat menyerang
dengan cepat ke arah biksu tua Wu Huan. Biksu tua Wu Huan yang sebenarnya
cukup siaga, langsung saja memasang kuda-kuda untuk mundur atau bertahan.
Hanya yang anehnya, nona cantik ini memasang tinju di tangan dan bukanlah
tapak. Tetapi pergerakan nona cantik yang hanya sesaat saja, dilihat oleh Jieji yang sebenarnya telah siaga benar.
Wu tiada sanggup bertahan atas serbuan tinju nona cantik, ini disebabkan
karena tinjunya memang sudah sekelas tinju panjangnya Zhao kuangyin yang
sangat terkenal itu. Dan hanya beberapa saat tinju hampir mengenai ke dada Wu
Huan, seseorang dirasakannya sangat cepat sedang mengarah ke dia.
Lalu tanpa membiarkan tinjunya mengenai Wu. Segera dia menarik diri dengan
sungguh cepat pula ke arah belakang. Rupanya si nona cantik sempat mundur 3
langkah dari tempatnya semula. Saat dia mendarat dengan benar, dia telah
melihat seorang pemuda sedang berdiri di samping biksu tua itu.
Dengan melotot dia memandang pemuda tersebut.
"Siapa kau sesungguhnya?" tanyanya yang cukup terkejut akan "kecepatan"
langkah Jieji yang sungguh siaga benar.
"Orang-orang di China daratan ini memanggilku Xia Jieji." tutur pemuda ini dengan tenang.
"Xia Jieji?"?"" teriak 4 orang yang sedang berlutut tersebut ke arahnya.
"Hm... Pantas saja pengawalku tidak sanggup melawanmu seorang..." tutur nona cantik ini sambil tersenyum.
Senyuman khas nona cantik ini sungguh menggoda hati. Jika saja disana ada
pria muda, maka tidak mustahil terpikat kepadanya. Dan sepertinya dalam dirinya juga tercium bau harum yang cukup menggoda para lelaki. Dan untung saja pria
disana selain Jieji dan Wu Quan, semuanya adalah biksu.
"Katakan siapa anda sesungguhnya" Dan apa maksud sebenarnya banyak
pendekar persia datang ke Daratan China?" tutur Jieji kepadanya.
"Aku adalah putri partai Bunga senja dari Persia. Dan...
Untuk mengapa kita kemari, tanyakan saja pada dewa akherat saja nantinya."
tutur puteri ini dengan cukup sombong dan mata berbinar seakan ingin melahap
orang di depannya.
Jieji yang melihat sinar matanya, hanya menggelengkan kepalanya perlahan
sambil menghela nafas.
"Apa maksudmu menggelengkan kepala" Kau pikir kau adalah pendekar hebat di China daratan lantas kau merasa tiada yang sanggup menandingimu." kata
wanita itu dengan nada yang terkesan kesal.
"Aku sangat menyayangkan dirimu. Kau adalah wanita yang cantik, kenapa di
sinar matamu yang ada hanya sinar mata pembunuh" Pulanglah ke Persia saja,
maka kau kuberi kesempatan. Bagaimana?" tutur Jieji dengan nada perlahan.
Maksud Jieji adalah dia tidak ingin adanya jatuh korban. Apalagi di depannya
adalah seorang wanita. Baginya wanita sama sekali tidak pantas untuk maju di
muka dan berkelahi dengan pria secara mati-matian. Menurutnya nona persia ini
masih berada di bawah tingkatannya.
Karena seorang wanita yang jago silat umumnya suka memamerkan
kemampuannya, maka daripada itu Jieji mengambil kesimpulan meski wanita ini
jago. Tetapi dari hawa tadinya pertama kali datang, tentu itu adalah seluruh
kemampuannya. Berbeda dengan seorang pria yang sangat jago tingkatan silatnya, semakin jago
maka semakin seorang pria tidak ingin menonjolkannya. Semakin jago maka
semakin banyak merendahkan ilmu silatnya pada pertama kali.
Namun kata-kata Jieji bukannya membuatnya senang. Malah kata-katanya
membangkitkan emosinya secara menjadi-jadi.
"Kau!!! Di Persia tidak ada orang yang berani menghinaku begitu rupa. Sudah 82
pendekar hebat kukalahkan. Tetapi kau itu siapa" Ha?"?" katanya membentak
sampai membelalakkan matanya dengan nada yang tinggi.
Jelas wanita ini sudah marah luar biasa. Tetapi Jieji tidak menanggapinya lebih lanjut lagi, sepertinya hanya kekuatan ototlah yang sanggup meredam emosi
wanita cantik tersebut.
"Tetapi dia adalah Xia Jieji.... Nona harus hati-hati benar, kalau terjadi sesuatu maka...." tutur seorang diantaranya. Tetapi sebelum dia menyelesaikan
kata-katanya, si nona telah terlanjur sangat marah. Maka dengan kaki yang
menyepak ke belakang, si nona langsung saja mengarahkan telapak kakinya ke
muka anak buahnya.
"Dukkk..."
Lantas suara cukup keras terdengar memenuhi ruangan balai utama yang telah
senyap itu. Pendekar yang berlutut tadinya jelas tertampak tersepak cukup jauh ke belakang
dengan bergulingan beberapa kali.
Sepertinya emosi nona ini terasa tidak beres, mungkin juga si nona masih
termasuk baru saja dewasa. Keinginannya tidak sanggup dihalangi seseorang
siapapun. Tetapi anak buahnya yang tersepak ke belakang itu hanya merintih saja. Si nona
rupanya tiada berniat membunuhnya.
Namun karena benar mencemaskan puteri satu-satunya dari ketua partai
mereka. Yang lain juga ikut memberi nasehat.
"Sebelum puteri meninggalkan Persia, guru berpesan untuk selalu bersabar.
Hanya 4 orang yang dimana nona harus dilarang bertemu. Yang pertama adalah
Xia Jieji ini, yang kedua Sun Shulie alias Ming Ta. Yue Liangxu dan Zhao
kuangyin adalah orang ketiga dan keempat itu. Mohon puteri jaga diri..." tutur mereka sambung menyambung.
"Hm...." Nona cantik ini merem dengan nada yang sudah marah sekali. Namun karena ketiga orang lain itu, dia tidak melanjutkan lagi aksinya lebih lanjut. Tetapi dia kontan dan dengan cepat langsung menuju ke arah Jieji. Kali ini tetap di
pasangnya tinju, tinju yang kecepatannya mungkin 2 kali lipat lebih cepat
daripada ketika dia menyerang Wu Huan.
Jieji melihat dengan pasti bahwa tinju ini meski cepat, tetapi terdapat banyak
kelemahan. Maka ketika tinju hampir mengenai mukanya. Dia segera menyeret
kaki ke samping. Tinju itu lewat di mukanya yang hanya beberapa inchi saja.
Tetapi dengan cepat dan lihai, sepertinya puteri ini mengubah bentuk tinju
menjadi tamparan. Sesaat dan sangat cepat, Jieji cukup terkejut. Namun, dia
masih berdaya cepat juga. Dengan lembut dia menunduk.
Tamparan si puteri langsung hanya mengenai beberapa helai rambut Jieji yang
terurai itu. Tetapi kemampuan puteri cantik ini tiada berhenti di sini. Maka dengan tangan yang lain dia rapalkan tapak. Sambil membelakangi, si nona ingin
menyerang ke arah dada Jieji yang cukup terbuka. Dengan langkah Tao, cepat
Jieji melangkah mengelilingi si nona cantik dan sampai di belakang
punggungnya. Si puteri memang bukan jago kacangan. Merasakan lawan sudah berada di
belakang, puteri ini diam-diam tersenyum. Segera dia mengeluarkan ekor kaki
untuk menyerang pas di dada pemuda ini kemudian.
Karuan Jieji terkejut.
Dia tidak menyangka bahwa ada jurus yang serba aneh seperti itu. Sepertinya
jurus ini adalah tarian seorang wanita dari arah utara yang pernah di lihatnya.
Jurus yang sebenarnya hanya sederhana seperti ini tiada keistimewaan apapun.
Tetapi, jika "ditarikan" seorang yang jago kungfu dan wanita yang cantik, maka sudah lengkap jurus tersebut.
Sebenarnya Jieji tidak berniat untuk "berlaga" dengannya. Namun apa daya, jika tersepak maka cukup membuatnya luka dalam juga mengingat tendangan si
nona sepertinya tidak memberi ampun layaknya yang di kerahkannya pertama
kali pada anak buahnya.
Maka tidak ayal, dengan menarik nafas panjang. Jieji mengumpulkan hawa dari
bawah perutnya dengan sangat cepat sekali. Inilah jurus pertama tapak
berantai-nya. Setelah membentuk 1 lingkaran penuh pada tangan kanannya.
Maka tangan kiri segera di arahkan ke tapak kaki si puteri.
"Blam!!!"
Suara berlaganya dua buah tenaga dalam segera terasa. Angin yang cukup
menusuk segera mengarah secara melingkar.
Puteri yang tidak pernah tahu bahwa lawan bakal menyerang dengan gerakan
yang teramat cepat tersebut tentu terkejut. Maka tidak ayal lagi, dia terlempar ke depan cukup cepat dan sempat menabrak ke arah tiang penglari kuil tersebut.
Wu Quan dan kedua puterinya adalah orang yang tertawa melihat tingkah si
nona cantik tersebut yang cukup lucu memang.
Si nona sempat menabrak dan jatuh dalam keadaan lucu. Maka setelah bangkit,
dia marah luar biasa sekali.
Melainkan Jieji tidak menertawainya. Dia malah berkata.
"Sudahlah... Kamu pulang saja. Kamu masih jauh di bawahku." katanya dengan nada yang ringan.
Meski puteri ini sungguh berkungfu tinggi, tetapi tentunya dia tidak mau
menerima "penghinaan" dari kata-kata Jieji barusan. Tetapi sebelum dia marah dan ingin berkata-kata. Jieji kembali memotongnya.
"Itu adalah jurus tapak berantai tingkat pertamaku. Dan hanya kugunakan tenaga tidak sampai 5 bagian. Tapak berantaiku terdiri dari 5 tingkatan, maka setiap
tingkatan energi selalu sekali lebih kuat daripada yang lainnya. Tidak ada
gunanya kamu menghamburkan waktu disini." tutur Jieji kembali dengan nada
yang welas. "Itu belum tentu..." tutur puteri yang cantik nan manja itu kembali.
Lalu dengan cepat dia bergerak ke arah penggiringnya dan segera dia
mengambil siter dari tangannya.
Langsung saja dan tanpa banyak bicara, dia memeluk siter itu sambil bersila.
Sesaat, segera dipetikkan siter itu dengan nada yang cepat seakan mengoyak.
Jieji langsung terkejut..
Tidak disangkanya, setelah tewasnya Dewa bumi dan Fei Shan. Maka masih ada
yang bisa "jurus Ilmu pembuyar tenaga dalam" ini.
Dengan segera, Jieji merapalkan jurusnya. Dia "menghisap" biksu Wu Huan dan biksu tua lainnya untuk mundur sekaligus ke arah ayah mertuanya. Dengan
sekali memutar lengan kembali, tangan kelima orang itu segera lekat satu sama
lainnya. Kecapi tiada berhenti, tetapi masih tetap berkumandang hebat. Dan makin lama
maka semakin menjadi.
Tentu ini membuat 5 orang teman Jieji segera merinding merasakan tenaga
dalam mereka membuyar. Tetapi hanya tidak lama, mereka kemudian
merasakan energi sejuk mulai memasuki tubuh mereka masing-masing.
Rupanya Jieji telah "memasokkan" energi yang cukup deras ke punggung biksu tua Wu Huan. Energi Jieji memang sangat deras dan kuat. Maka energi hawa
murni yang seharusnya membuyar itu telah "tertarik" kembali.
Sementara si puteri yang cantik itu tersenyum sangat ngeri mendapati Jieji tiada berdaya seperti itu. Tetapi dia lupa akan sebuah hal.
"Kalian tunggu apalagi, segera gerakkan tombak. Bunuh saja semuanya..."
tuturnya dengan nada yang dingin dan penuh hawa pembunuhan.
Ketiga orang yang lain segera mengambil tombak yang telah diletakkan di lantai
itu. Namun sebelum ketiganya benar ingin melaksanakan tugas dari puteri itu.
Sebuah sinar yang memerah segera tertampak terang luar biasa memenuhi
ruangan. Puteri yang mengamati ketiga orangnya untuk bekerja segera terkejut sangat luar biasa. Dan tentu tidak ayal lagi, dia terpelanting dan jatuh ke belakang dengan muntah darah yang banyak. Ada sebungkus barang yang jatuh dari tubuh puteri
tersebut dan tanpa di sadari siapapun kecuali Jieji. Bungkusan tersebut berwarna kuning tua, dan di dalamnya sepertinya terdapat beberapa barang juga.
Jurus yang menjatuhkannya adalah Ilmu jari dewi pemusnah ciptaan Dewa Sakti
itu. Tetapi jelas Jieji tidak ingin membunuhnya. Maka dia telah memberi wanita
cantik itu 2 kali kesempatan hidup.
"Lekas kalian bawa puteri kalian untuk enyah dari China daratan sekarang juga.
Jangan sampai dia bertemu denganku lagi nantinya..." tutur Jieji seraya marah dan berdiri setelah siap menyalurkan energi ke punggung biksu Wu Huan.
Ketiga orang lainnya ini segera lari dengan cepat ke depan, diikuti oleh semua
anggotanya yang meski ada yang telah kepayahan sekali.
Dan tentunya tidak lama, kuil Shaolin tersebut telah tenteram kembali.
Wu Quan dan ketiga puterinya segera di angsurkan ke samping. Karena
ketiganya tadi telah mendapat saluran energi dahsyat Jieji, maka ketiganya
segera bermeditasi kembali untuk menghimpun tenaga dalam mengobati diri.
Biksu Wu Huan mendekati Jieji sambil memberi hormat yang mendalam. Dan
segera di balas oleh Jieji kembali.
"Adalah tuan pendekar yang menolong kita-kita semua. Sehingga jerih payah
400 tahun Shaolin ini tidak habis di tanganku..." tuturnya kemudian dengan mengalir air mata.
"Tidak... Anda jugalah yang menolong keluargaku. Maka sangat sepantasnya budi ini
harus kubalas sampai tuntas.." tutur Jieji dengan nada merendah juga kepada Wu Huan.
"Tuan juga telah membawa kembali kitab Jing Gang Shaolin. Budi ini tidak
mampu yang tua ini membalasnya seumur hidup..."
"Ini adalah kebetulan saja. Selain itu, kitab Jing-gang adalah milik Shaolin secara mutlak. Maka setelah mendapatinya, aku rasa harus dikembalikan ke asalnya."
"Shaolin dengan anda telah berhutang sungguh banyak sekali....
Sifat welas dari anda juga sangat kukagumi."
Jieji membalasnya dengan perlahan dan mendalam. Namun segera dia berjalan
ke arah "benda" yang jatuh dari tubuh puteri cantik itu. Maka dengan segera, dia buka untuk dilihat isinya. Di dalam bungkusan terdapat sebuah buku yang tidak
kalah tebalnya dengan buku Jing-gang yang telah ditulis kembali oleh Jieji.
Ternyata buku itu memang ditulis dalam aksara China. Dan tertulis sungguh jelas di bagian sampul depannya. "Kitab Pelenturan Energi". Jieji yang melihatnya sungguh terkejut. Lalu dengan pelan dia buka isinya. Di sini tergambar latihan
melenturkan tubuh untuk menyerap energi dari Surya dan rembulan.
Wu Huan yang hanya berdiri di sampingnya juga terkejut melihat isi kitab
tersebut. "Ini kitab cukup mirip dengan kitab Yu Jingjing-nya (Kitab pelentur Otot) Shaolin.
Dan kitab ini sepertinya pernah kudengar..." tutur Wu Huan yang sambil berpikir keras.
Sementara itu, Jieji membalikkan halaman-halaman buku itu sambil menghela
nafas. Dia tidak pernah tahu bahwa posisi "aneh" seperti itu adalah posisi yang hebat dalam mengumpulkan energi. Latihan 1 tahun dengan bimbingan buku
adalah sehebat latihan 10 tahun daripada orang yang betul menekuninya.
Sungguh buku yang teramat luar biasa.
Wu Huan yang sedari tadi berpikir, segera melangkah dengan tergesa-gesa
masuk kedalam. Sepertinya dia mencari sesuatu benda.
Sementara itu, Jieji hanya diam saja. Dia mengamati dengan benar "posisi"
kungfu yang sungguh luar biasa tersebut. Kungfu hebat yang ditulis terasa
sungguh lembut bagaikan angin siang yang sepoi-sepoi rasanya. Tidak berapa
lama, Wu Huan telah keluar dari sebuah tempat di belakang balai utama Shaolin
tersebut. Sambil membawa sebuah buku, dia keluar tergopoh-gopoh.
Dengan cepat dia menunjukkan isi buku tersebut.
"Ini adalah kitab pelentur energi milik Liu Zheng Ta She (Pendeta besar Liu Zheng)." tutur Wu Huan.
Jieji terkejut mendengarnya.
"Liu Zheng adalah seorang Pendeta dari India juga, dia terlebih dahulu
mendukung Dinasti Liang (502-557). Sepuluh tahun setelah Liu Zheng, maka
Bodhidharma sampai ke daratan China. Liu Zheng terkenal dengan cara
sesatnya menyelesaikan masalah. Beberapa orang masih meyakini bahwa Liu
Zheng adalah jago kawakan. Saat itu, Bodhidharma masih belum tandingannya.
Tetapi melalui meditasi tinggi, guru besar kami Ta Mo(Bodhidharma) akhirnya
mencapai kesempurnaan. Dan...
Di buku ini juga dituturkan bahwa Ilmu Dahsyat Kitab Pelentur Energi belum ada
tandingannya saat itu." tutur Wu Huan dengan nada yang sangat serius.
Wu kembali melanjutkan apa yang tertera di bukunya. Buku yang merupakan
buku sejarah dari Shaolin sepertinya.
"Liu Zheng hidup di kuil Jetavana (India) sejak kecil. Dia sangat berbakat dalam banyak hal; kungfu, kepintaran, keagamaan ataupun menyusun siasat. Tetapi di
usianya yang ke 30, dia melarikan diri dari kuil sambil membawa kitab ini ke arah timur. Di sana, dia mendukung Raja dinasti Liang. Dinasti Liang hampir di
ambang kehancuran saat itu sebelum datangnya Bodhidharma. Sampai saat Liu
Zheng tewas membakar diri, buku ini telah hilang.
Namun sekarang bisa kedapatan orang-orang Persia itu."
"Aneh....." kata Jieji dengan pendek dan seperti sedang berpikir keras.
"Dimana letak keanehannya?" tanya Wu Huan dengan nada yang terkejut pula.
"Maksudku adalah buku ini. Sepertinya orang persia itu ingin merebut kitab hebat dari seluruh daratan. Kitab ini pasti didapatkannya dari India. Dan yang
kuherankan adalah tujuannya..." tutur Jieji tidak lama. Kemudian dia sudah teringat sesuatu.
"Ilmu pemusnah raga lagi?"?" tutur Jieji kemudian.
Wu Huan juga terkejut mendengar apa yang dikatakan Jieji.
"Benar...Pasti karena semua kitab itu, maka mereka semua ingin menciptakan Ilmu baru yang lebih hebat lagi.... Kapan dunia bakal damai...." tutur Wu Huan seraya menghela nafas.
"Sepertinya ini buku tiada bermanfaat lagi..." tutur Jieji dengan menghela nafas pula.
"Kalau begitu, jika tuan ada kesana. Kembalikan saja..." tutur Wu Huan kembali sambil tersenyum.
Jieji membalas senyuman Biksu tua ini seraya mengiyakannya.
Demikianlah selama 3 hari Jieji berada di Shaolin, sambil menunggu sembuhnya
ayah mertuanya, Wu Quan. Maka banyak kesempatan lowong juga dia untuk
melatih konsentrasi dirinya. Beberapa saat terlihat Jieji melatih pernafasannya kembali. Dan pada malamnya, dia tidak pernah tidur di Shaolin, melainkan turun
dari gunung untuk membeli arak dan minum sampai saban sinting. Acapkali dia
tertidur di kedai arak sekitar 10 li dari kaki pegunungan Sung.
Tiga hari kemudian..
Pada pagi hari yang hujan salju itu.
Jieji kembali memeriksa nadi Wu Quan. Sesaat, dia merasa girang juga. Karena
saluran energinya telah hampir membuat orang tua ini pulih.
"Nak Jieji...
Dimana puteriku Yunying?" tanya orang tua ini kemudian.
"Dia sedang bersama ibunya..." jawab Jieji datar saja. Tetapi dari raut wajahnya nampak sesuatu perubahan.
"Jadi istriku, Shanniang sudah ditemukan" Dimana dia berada sekarang?" tanya orang tua ini dengan nada yang memelas.
"Sesudah ayah sehat, maka kita akan menuju ke sana." jawab Jieji sambil tersenyum manis kepadanya.
"Tetapi mengenai kondisi kesehatanku, aku rasa sudah cukup pulih untuk
melanjutkan perjalanan." jawab Wu Quan dengan cukup bersemangat.
Jieji berpikir sebentar. Dia merasa memang seharusnya "salahpaham" antara dia dan Yunying harus di selesaikan secepatnya. Maka dia mengangguk saja.
"Tetapi sekarang adalah musim dingin. Apa ayah tidak merasa keberatan


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melanjutkan perjalanan dengan kondisi seperti ini?" tanya Jieji kepadanya.
"Tidak masalah... Kondisiku sudah 8 bagian sembuh benar. Kita harus segera berangkat besoknya." tutur Wu Quan seraya tersenyum.
Jieji hanya mengangguk perlahan. Dia tidak pernah memberitahukan bahwa Wu
Shanniang sebenarnya telah berada di pihak lawannya. Serta Yunying telah
mengalami masalah salam paham yang cukup ruwet bagi dirinya sendiri. Dia
menunggu sampai ketiga orang ini telah berkumpul kembali, baru membicarakan
masalah tersebut lebih lanjut.
Tetapi sebelum Jieji keluar dari ruangan, dia telah mendapati adanya beberapa
langkah kaki mendekati kamar.
Segera dia membuka pintu ruangan kamar dari Wu Quan. Lalu segera dilihatnya
10 pendekar yang setia mengikuti Zhao kuangyin kemanapun dia pergi. Sesaat,
Jieji terkejut juga. Dia berpikir apakah kakak angkatnya telah mengalami
masalah. "Ada apa kalian semua kemari?" tanya Jieji yang dengan keheranan.
"Tuan... Anda diharapkan kembali ke kota Beiping secepatnya." tutur Huang Xu,
pemimpin dari 10 pendekar tersebut.
"Apakah terjadi sesuatu di garis depan?" tanya Jieji kemudian yang agaknya mencemaskan kawan-kawannya yang disana.
"Betul... Sekitar seminggu lalu, Pendekar dari Liao telah menantang pertarungan di
bawah kota Beiping pada imlek mendatang. Yang Mulia mengirimkan kuda cepat
untuk memberitahu kami yang berada di kota Pu Yang untuk mencari anda..."
Apa yang dikatakan mereka sungguh membuat Jieji terkejut. Pendekar Liao telah
menantang pendekar China daratan untuk bertarung" Sungguh hebat.
Tentu Jieji tidak ayal lagi segera pamitan dengan ayah mertuanya. Dia meminta
10 orang pendekar hebat tersebut untuk mengawal ayah mertuanya serta kedua
puterinya ke kota Beiping. Dengan meminta pamit pada Biksu senior Wu Huan,
Jieji segera mengencangkan kuda Bintang birunya. Dia hanya memiliki waktu
selama 1 minggu untuk sampai.
*** Di bawah tembok kota Bei Ping...
Di hadapan pendekar dari dunia persilatan. Pendekar Liao sudah berdiri di
bawah kota dengan rapi. Terlihat Xia Rujian, Hikatsuka Oda, Yelu Xian dan Yue
Liangxu. Sementara itu, Zhu Xiang telah berdiri berhadapan dengan Wei Jindu.
Di belakangnya telah berdiri Zhao kuangyin, Pei Nanyang, Yuan Jielung, Sun
Shulie serta Huang Xieling. Sementara itu, Dewa Ajaib malah duduk di tanah
sambil menyaksikan.
"Dimana guru?" tanya Wei kepada kakak seperguruannya.
"Sudah mati beberapa bulan yang lalu..." tutur Zhu Xiang dengan perlahan saja.
"Apa?" teriak Wei yang kaget.
"Gurumu Ba Dao telah kukirim ke surga. Disana dia akan memimpin setan-setan berkotbah.. Ha Ha......." tutur Yue Liangxu di belakang.
Kata-kata Yue segera membangkitkan emosi pemuda yang sangat sabar
tersebut. "Setelah memberikan "energi" dahsyatnya, guru telah terbang ke langit." tutur Zhu Xiang kemudian dengan nada sinis.
"Adik ketiga, jangan kamu dengar apa kata-kata mereka dahulu. Tenangkan
pikiranmu..." teriak Zhao dari belakang.
Dan segera, lamunan Wei akan gurunya telah musnah. Dia tahu benar, kakak
seperguruannya bukanlah lawan biasa. Mau tidak mau dia harus berkonsentrasi
dengan penuh. Maka daripada itu, dia segera membentuk tapaknya di tengah
dada. Sesaat, angin kencang segera meliputi tubuhnya.
"Kurang... Tenagamu kurang adik seperguruan..." tutur Zhu Xiang yang sesaat meningkatkan energinya.
Sapuan telah meliputi tubuh mereka berdua. Angin kencang di tanah datar telah
membuat pasir dan tanah ringan berterbangan meliputi keduanya. Bagaikan
angin topan kecil, tubuh mereka segera terlilit oleh hawa energi yang tidak
tampak tersebut.
Sementara,pendekar-pendekar dari dunia persilatan sungguh terkejut
menyaksikan hawa aneh dari keduanya. Hawa yang terasa sama dahsyatnya,
tetapi pada hawa tenaga dalam Zhu Xiang terasa lain, seakan terasa sangat
buas sekali. "Adik seperguruan... Pikirkanlah, jika kamu mati dalam pertarungan ini. Maka tiada yang membalas dendam guru lagi..." tutur Zhu Xiang dengan nada yang
sangat sok dan tinggi hati.
Sementara itu, Wei Jindu telah siap benar dengan tapaknya. Kata-kata kakak
seperguruannya ternyata sama sekali tidak menggoyahkannya. Lalu dengan
cepat dan bertenaga penuh, Wei segera memainkan tapaknya pertama.
Tapak Buddha Rulai bukanlah jurus biasa. Semua jurusnya adalah selalu
menyerang ke posisi yang sungguh benar. Jurus demi jurus dari tapak Budha
Rulai selalu datang untuk mengancam dan tiada cara mengelak. Meski lawan
ingin mengelak, maka waktu yang diperlukan adalah sangat sedikit dan sungguh
beresiko. Zhu Xiang sendiri memahami Ilmu tersebut, dan tentunya dia segera datang
untuk menahan serangan dari Wei Jindu. Sesaat angin yang tadinya terasa
berkumpul, segera mengoyak ke segala sisi. Ilmu keduanya memang sudah
sangat setara. Dan tanpa terasa telah 50 jurus keduanya melaksanakannya
dengan sungguh bagus sekali.
"Dalam 50 jurus pertama kamu sudah kelihatan kalah hawa tenaga dalammu.
Bagaimana kau bisa bertarung lagi adik seperguruan" Menyerahlah...." tutur Zhu Xiang dengan keyakinan penuh.
Sementara itu, Wei malah merasa terdesak juga sebenarnya. Tenaga dalamnya
tidaklah sejago Zhu Xiang. Tetapi inilah medan pertarungan, dia harus
mengeluarkan semua kepandaiannya untuk bertarung mati-matian.
Konsentrasi hampir semua orang selalu tertuju menyaksikan pertandingan yang
bagus tersebut.
Sementara itu, Zhao Kuangyin yang berdiri dengan berkonsentrasi penuh. Tanpa
disadarinya telah di pegang dengan keras oleh seseorang dari belakang.
Hal ini sungguh membuat semua orang terkejut. Karena yang datang adalah
orang yang sakti, maka tiada yang merasakannya. Apalagi dari pihak Zhao,
semuanya sedang berkonsentrasi di depan.
Ketika semua mata tertuju ke belakang, mereka sangat terkejut mendapati
seorang tua sedang mencakar bahu Zhao kuangyin. Zhao yang telah terasa
bahwa bahunya tiba-tiba lemas segera berbalik. Dilihatnya seorang yang sangat
dikenalinya. "Guru?"?" tanyanya.
Memang benar, yang datang adalah tiada lain Dewa Semesta. Di sampingnya
adalah Dewa Sakti dan Dewi Peramal.
Dewa Semesta segera mengalihkan pandangannya ke Dewa Sakti. Dewa Sakti
yang segera mengerti segera mengiyakan.
Tanpa terasa, cengkraman dari Dewa Semesta makin lama makin keras.
Sehingga memaksanya menjadi duduk bersila. Dewa Sakti yang melihatnya
segera dengan cepat bersila di depannya. Di tempelkanlah tapak sebelah
tangannya ke dada si pemuda. Sementara itu Dewa Semesta langsung
mengerahkan seluruh tenaga untuk menghantam ke Punggung Zhao.
Sesaat, tentu Zhao sangat terkejut.
Dia segera merasakan hawa energi yang kuat luar biasa telah masuk ke dalam
tubuhnya. "Guru... Paman guru... Apa yang terjadi?" tanyanya dengan heran.
"Ini adalah hadiah dari kita berdua...
Dengan kemampuan tenaga dalammu, tidak mungkin kamu sanggup melawan
Yue Liangxu." Tutur Dewa Sakti di depannya sambil tersenyum.
"Tetapi.... Tetapi..." tutur Zhao terbata-bata. Dia segera merasakan hawa dahsyat dari dalam tubuhnya segera "merangkul" energi baru yang memasuki tubuhnya.
Para pendekar China daratan tentu sangat terkejut melihat pengorbanan dua
orang tua ini. Tetapi maksud mereka berdua adalah sangat mulia adanya. Maka
dari pada itu, mereka hanya menghela nafas saja.
Sementara itu, di pihak Liao. Tentu semua pendekar terkejut karena melihat
Dewa Semesta dan Dewa Sakti sedang mengalirkan hawa murni mereka ke
dalam tubuh Zhao. Tentu hal ini sungguh merugikan mereka. Tetapi Yue Liangxu
berpendapatan lain.
"Tidak ada gunanya.... Perhatikan pertarungan saja..." tuturnya dengan sinis menatap ke arah Zhao kuangyin.
Yue sepertinya punya keyakinan sendiri akan kemampuannya. Menurutnya,
barisan Zhao mungkin semua adalah katak dalam tempurung baginya. Lalu
tanpa menghiraukan, segera dia melihat pertandingan Wei Jindu melawan Zhu
Xiang dengan santai seakan tiada terjadi sesuatu hal.
BAB XCVII : Pertarungan Luar Biasa
Di ujung barat yang nun jauh...
Persia... Sebuah negara yang berbentuk kerajaan monarki. Negara Persia adalah sebuah
negara yang tadinya di bawah pemerintahan China daratan. Persia "diserang"
oleh Kaisar dari Dinasti Tang, Li Shih Min. Oleh karena itu, budaya dan bahasa
rakyat Persia telah mengalami percampuran dengan bangsa setempat. Semua
orang di Persia mempunyai 2 buah nama, dimana nama asli adalah nama
bernada Persia. Sedang nama kedua adalah nama panggilan yang bermakna
tersendiri, serta dipanggil dalam nada suara pelapalan China daratan.
Persia membebaskan diri dari China daratan setelah berakhirnya kekuasaan
Dinasti Tang di daratan tengah. Sekarang, negara Persia tidak ubahnya seperti
negara yang telah dikuasai pemimpin setempat mereka sendiri.
Salah satu budaya dari daratan tengah yang masih melekat sampai saat itu
adalah budaya "rimba"-nya dari daratan tengah. Siapa yang paling kuat, maka siapa yang berkuasa. Oleh karena itu, baik suku ataupun perkumpulan tertentu
selalu "mencari" ilmu yang hebat di seluruh kolong negeri untuk memantapkan diri mereka sendiri disana. Ada 2 perkumpulan / partai yang sangat kesohor di
Persia yaitu "Partai Bunga Senja" dan Partai "Surga Menari". Partai Bunga senja adalah sebuah partai yang bisa dikatakan "sesat" jika partai tersebut berada di daratan China. Ketua perkumpulan partai bernama Huo Xiang. Huo Xiang adalah
seorang yang bersifat sangat spontan.
Kungfu Huo adalah diyakini tertinggi di Persia mengalahkan semua pesaingnya.
Ketua ini diberi julukan "Huo Wang" yang artinya Raja Kera. Ilmu yang paling utama dari partainya adalah Ilmu Tinju Kera. Maka tiada heran, sang puteri-nya
yang telah bertemu dengan Jieji di Kuil Shaolin juga adalah peyakin ilmu silat
tersebut. Meski kemampuan puterinya sendiri tidak sampai 5 bagian kemampuan
Huo Xiang, namun sudah cukup menakutkan dan menggetarkan siapapun yang
bertemu dengannya. Selain Ilmu tinju keranya, maka dia juga meyakini Ilmu
tombak pengejar nyawa, dan Ilmu Dewa pembuyar tenaga dalam.
Sedangkan Partai yang lainnya, Partai Surga menari adalah sebuah partai yang
terletak di sebelah selatan dari Persia. Partai ini berdekatan dengan laut di
sebelah selatan. Semua pesilat partai adalah orang yang sangat cinta
kedamaian. Letak partai adalah di sebuah kota kecil bernama An Yi (kesetiaan
akan kedamaian). Disini, para nelayan yang melaut semuanya "berkungfu".
Ketua partai Surga Menari tiada yang tahu siapa orangnya, dan acapkali partai
Surga menari tidak begitu suka bergaul dengan dunia luar. Mereka bekerja,
belajar, serta melakukan kegiatan mereka secara berkelompok. Ilmu yang
diyakini oleh nelayan-nelayan sekitar adalah Ilmu "menghindar". Ilmu yang terlihat biasa saja, tetapi cukup dahsyat. Semua penduduk di sana menggunakan
dayung sebagai senjata, serta dayung sebagai alat mencari makan dengan
melaut setiap harinya.
Di paviliun megah keluarga Huo, Partai Bunga Senja...
Suatu senja yang sebenarnya sangat damai, dengan tiupan angin sepoi-sepoi
yang cukup berasa tropis meski sebenarnya di daratan China sedang turun salju
yang dingin. Disini terlihat seorang yang sedang berlipat tangan di perutnya sambil
menyaksikan keindahan kolam senja yang cukup asri itu. Sesekali dia terlihat
menyaksikan ke bawah kolam dengan cukup serius melihat ikan-ikan yang
bercorak banyak. Orang yang berdiri adalah seorang tua dengan kumis yang
lebat serta jenggot yang sampai ke bagian dadanya. Orang tua ini tingginya
sekitar 6 kaki lebih, dengan kulit putih dan hidung yang mancung.
Tidak lama, keasrian tempat itu ternyata "dirusak" karena kedatangan beberapa orang dengan berjalan sangat cepat serta tergopoh-gopoh ke paviliun tempat
orang tua tersebut berdiri.
Orang tua yang sedari tadi diam, segera berbalik untuk melihat siapa yang
datang saja. "Ada apa?" tanyanya dengan penuh kharismatik dan spontan.
"Ketua....
Ada surat merpati yang baru saja sampai... " tutur seorang yang pendek,
tingginya tidak sampai 5 kaki. Wajahnya terlihat cukup bengis, jidatnya tak
berambut serta besar. Dan cara berdirinya juga bongkok. Sesaat, orang yang
datang tersebut terasa sangat menganehkan.
"Surat dari Daratan China?"
"Betul... Dan disini ada 2 buah..." jawab orang pendek tersebut.
Orang tua yang tinggi itu segera membungkuk sedikit, lalu di ambilnya 2 kertas
yang tadinya dipegang seorang pendek tersebut. Dengan cepat, dia segera
membuka kertas pertama yang dilipat itu dengan sekali hentakan yang ringan.
Hanya diperlukan sebentar saja, wajah orang tua tersebut segera berubah
dahsyat. "Keparat!!!!! Pendekar China daratan itu keterlaluan!!!!"
teriaknya dengan sangat marah luar biasa.
"Ada apa ketua?" tanya seorang pendek tersebut.
"Puteriku telah gagal di China daratan. Bahkan kitab Ilmu pelentur energi telah hilang. Xia Jieji..... Sebegini kurang ajarnya kau sama keluargaku" Ha?""
teriaknya dengan marah sangat. Sekilas gaya orang tua tersebut sungguh mirip
dengan gaya puterinya yang memaksa untuk bertarung di Kuil Shaolin belasan
hari yang lalu.
"Apa kita akan kesana menyusul tuan puteri?" tanya orang pendek itu kembali.
"Tidak... Tidak bisa... Tetapi, bagaimanapun dendam ini harus dibalas...." teriaknya sambil menggertakkan gigi.
"Tetapi partai Surga menari itu...." tuturnya.
"Betul... Kita tidak bisa pergi dahulu... Jika aku pergi, sepertinya partai yang "pura-pura"
diam itu akan menyerbu kemari." katanya dengan kesal tanpa berdaya.
"Kalau begitu, kita harus memancing mereka kemari.."
"Oh" Bagaimana caranya?" tanya Huo yang sepertinya penasaran.
"Hm... Di luar bagian barat, sudah ada berita bahwa sinar "emas" telah sampai kemari.
Dan pesilat-pesilat dari daratan China sudah beberapa datang kemari untuk
mencari sesuatu disini. Lalu, kita tunggu saja di sini. Jika ada pesilat dari China, kita cari usul identitasnya. Dan setelah dapat, kita bisa "mengundang" Xia Jieji kemari. Bagaimana?" tutur seorang pendek tersebut.
"Tetapi bagaimana cara kita mencari informasi. Dengan gampang tiada mungkin orang akan memberitahukan identitasnya. Dan cara bagaimana pula kita
mengambil jalan untuk memanggil keparat Xia itu kemari?" tanya Huo yang
belum mengerti apa kata-kata orang pendek itu.
"Tidak usah ketua khawatir. Hamba akan mengaturnya. Kita bisa mengirim surat ke China daratan, dan menceritakan bahwa sudah banyak sekali pesilat-pesilat
itu berada di tangan kita. Kita bisa mengancamnya untuk datang. Dan jika pun
gagal, maka hamba ada rencana tersendiri yang lainnya dengan tanpa pergi, dia
akan datang sendirinya." tutur orang pendek ini dengan gaya yang sinis sekali.
"Ha Ha Ha.... Betul-betul penasehatku yang hebat, Fu Sha." teriaknya dengan girang layaknya anak kecil.
"Hamba yakin akan berhasil baik tentunya. Mengingat dengan marga Xia itu, aku masih mendendam atas kematian ayahku belasan tahun silam..." tuturnya
dengan nada yang sengit juga dan mata yang agak memerah menyala-nyala
penuh dengan nafsu membunuh.
Sesaat, Huo Xiang sang ketua kembali mengambil kertas surat merpati yang
lainnya. Juga dibukakan olehnya dengan cepat untuk melihat isi dari pada surat
yang lainnya itu.
Setelah membacanya, kontan orang tua ini tertawa terbahak-bahak. Sepertinya
sesuatu tulisan dari surat tersebut telah membuatnya sangat gembira.
Fu Sha segera menanyainya apa yang terjadi.
"Ada apa ketua?"
"Ini surat dari Yue Liangxu dari Liao. Dia ingin kita membawa orang dari Persia untuk menyerang China bagian barat. Jika kita berhasil, maka Liao akan
memberikan kita luas daerah seperempat China dan buku Ilmu Pemusnah raga 4
unsur-nya. Dan kita tidak perlu lagi hidup panas-panas disini..." tutur Huo Xiang.
"Selama ini, kita tidak pernah bermain dalam politik dan peperangan. Kita tidak bisa yakin akan kemenangan, daerah barat China adalah daerah yang sangat
susah kita telurusuri. Karena dari arah Tibet, 300 Li lebih hanya adalah daratan tinggi. Lantas mengapa ketua tertawa keras melihat proposal untuk menyerang
daratan tengah?" tanya Fu Sha yang sedikit penasaran.
"Anak itu...
Dia tidak tahu apa-apa...
Pasukan kita hanya sekitar 2000 orang. Dan menyerang daratan China yang
terdiri dari pegunungan tinggi bukan hal yang mudah. Selain itu, jika musuh
menjaga tempat penting. Maka pasukanku yang hanya 2000 orang bagaimana
bertahan" Oleh karena Liao hendak menelan China bagian timur laut ke ibukota. Maka dia
memintaku untuk menyerang ke timur dan menuju ke Si Zhuan. Dia ingin kita
juga "habis" disana. Anak ini sungguh licik sekali... Ha ha ha ha..." tutur Huo Xiang menjelaskan dengan diakhiri oleh tertawanya yang licik.
"Betul juga...
Dengan begitu, dia merasa sanggup memecahkan konsentrasi Dinasti Sung.
Serta di lain hal dia sanggup berperang ganas di utara. Dan yang terakhir adalah dia sudah tidak khawatir lagi ke arah barat (Persia) jika dia telah berhasil.
Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 18 Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 7
^