Pencarian

Pahlawan Dan Kaisar 21

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 21


Yang yang sudah cukup dekat dengannya. Tanpa banyak bicara, kali ini pemuda
merapalkan tapak lurus ke arah tapak orang tua yang datang dengan pesat itu.
BAB CXXIV : Penyelamatan Berhasil Gemilang
Meski Jieji sedang mengarahkan tapak lurus ke arah telapak Chen Yang, dia
tidak segera menahan laju tapak lawannya. Melainkan ketika tapak sudah sangat
dekat, dia terlihat mengubah arah serangannya. Arah serangan yang seharusnya
adalah setinggi dada, diubah pergerakannya menjadi agak ke atas. Arah yang
diincar Jieji sekarang adalah muka lawannya.
Chen Yang terkejut, dia tidak menyangka bahwa perubahan jurus lawannya
sebegitu cepat. Jika dia tidak menahan telapak yang menuju mukanya tentu akan
membuatnya terluka dalam bersama Jieji. Dia tahu bahwa telapak lawannya
yang lebih berbahaya karena mengenai mukanya jika sampai daripada telapak
dirinya yang mengancam dada lawan.
Orang tua ini tidak berani mengambil resiko, dia akhirnya menghentikan
kecepatannya yang sudah sangat dekat itu dan menarik sebelah tangannya
untuk kemudian bertahan.
Chen lebih rela bertahan menerima serangan lawannya daripada harus
menderita kerugian bersama Jieji. Sedangkan Jieji tidak berpikiran demikian, dia mempunyai perhitungan matang akan serangan tadinya. Dan melihat Chen Yang
sudah membatalkan "pengejaran" melainkan sedang membendung dirinya
dengan tenaga dalam, tentu membuat Jieji girang. Dia segera menyerang hebat
ke arah orang tua.
Jieji tahu benar bagaimana cara kerja Ilmu pemusnah raga yang dimainkan oleh
orang di depannya. Dia tahu setiap gerakan menyerang maupun bertahan
dengan sangat baik, karena dia sendiri juga menguasai Ilmu yang persis dengan
ilmu pemusnah raga dengan baik sekali.
Segera, dia mengerahkan Ilmu delapan belas telapak naga mendekam untuk
menghantam ke depan. Jurus yang Jieji mainkan kali ini adalah jurus ke-10,
hasilnya telapak sebelah kanan Jieji di hantamkan dengan keras ke depan.
Chen Yang girang melihat lemahnya serangan lawan di depannya, dia segera
merapal energi dari bawah Tan Tien-nya untuk "menarik" energi lawan. Ini tiada lain adalah Ilmu pemusnah raga ataupun tapak berantai tingkat kedua yang
sedang diperagakan.
Mustahil Jieji yang menguasai ilmu ini tidak tahu cara bekerjanya. Jika
telapaknya benar di hantamkan ke arah Chen, maka tentunya Chen akan
membiarkan energi lawan datang terlebih dahulu dan terakhir pelan-pelan
mengurasnya dan membalikkan kembali energi itu.
Tetapi... Ketika orang tua yakin usahanya berhasil, dia sangat terkejut kemudiannya.
Sebab telapak nan hebat Jieji memang sampai ke lengannya yang sedang
bertahan. Tetapi sungguh sebentar saja, dia sudah menarik kembali telapaknya
yang membentur perlahan sehingga seperti pegas yang tertarik kembali ke posisi
semulanya. Energi tenaga dalam langsung membuyar hebat sekali. Chen terlihat
menarik diri untuk menahan energi yang spontan dan cukup membahayakan itu.
Tetapi Jieji melihat pergerakan orang tua ini kontan gembira meski dia tidak
menunjukkan di wajahnya.
Dengan mengancangkan jari mengarah ke depan, energi "merah" terang segera keluar mengejar. Berbareng dengan ini, Jieji juga ikut mengejar pesat terhadap
mundur-nya orang tua ini.
Chen baru sekarang menyadari kesalahannya, sebab dia belum sepenuhnya
mengeliminasi energi 18 telapak naga mendekam itu. Lantas sudah dikejar oleh
hawa Ilmu jari dewi pemusnah, dan belum lagi Jieji yang maju menerjang dengan
sangat hebat ke depan.
Melihat Chen sudah dalam keadaan yang sangat berbahaya. Segera saja Huo
Xiang dan Yue Liangxu mengejar ke depan untuk melindungi orang tua ini.
Mereka siaga dengan sangat cepat terutama untuk menghalangi energi Ilmu jari
dewi pemusnah. Tidak pernah kepikiran bagi mereka cara untuk menghalangi
gerakan Jieji yang sedang menyerang ke depan.
Ilmu jari dewi pemusnah yang dikerahkan kali ini bukanlah ilmu yang penuh
tenaga dalam hebat. Melainkan hanya tipu silat untuk memancing kedua orang
lainnya untuk maju.
Memang benar...
Energi jari pedang sudah berhasil dieliminasi dengan cukup mudah oleh kedua
orang hebat ini. Begitu pula Chen sendiri, energi 18 telapak naga mendekam
yang menyerang sebentar itu sudah berhasil dipunahkan energinya. Ketika
mereka sudah siap menghadapi pengejaran Jieji, mereka kemudian sangat
terkejut. Sebab Jieji sudah sangat dekat dan hanya terpaku sekiranya 3 kaki saja di depan mereka semua.
Ketiga orang ini segera menyerang cepat untuk bertahan. Sebab untuk bertahan
sepertinya tidaklah mungkin lagi mengingat jarak mereka sudah sangat dekat.
Mereka kesemuanya mengambil resiko menyerang untuk bertahan.
Melihat ketiganya sudah siap menyerang, Jieji merapatkan kedua tapaknya di
dada dengan cepat menarik nafas dan memutar dirinya sepenuhnya.
Sebenarnya melihat gerakan Jieji yang tergolong sangat aneh ini, memang
sangat mengherankan kesemuanya karena gerakan silat seperti ini tidaklah
terdapat dari Ilmu tapak berantai. Dan ketiganya juga tidak pernah punya
keinginan untuk mencari tahu jurus apa yang sedang dikerahkan pemuda yang
sedang mereka keroyoknya ini.
Jieji memang mengarahkan tapaknya ke depan, tetapi sebelum benar
berbenturan dengan telapak lawan. Kedua telapak tangan Jieji seakan berubah
menjadi serangan yang sangat aneh sekali. Tidak ada benturan energi secara
langsung terjadi.
Ketiga orang ini heran sekali sebab mereka bukanlah melihat dua telapak yang
mengarah kepada mereka. Melainkan beberapa puluh buah yang datang secara
bersamaan. Entah ini ilusi atau adalah benaran, tidak ada yang benar berani mencobanya.
Tadinya ketiganya sedang menyerang untuk bertahan. Tetapi melihat keadaan di
depan, membuat mereka segera menarik diri dengan sempurna guna bertahan
sepenuhnya. Tidak ada lagi keinginan untuk membuyarkan energi lawannya di
depan yang sedang menyerang sangat hebat sekali.
Serangan telapak tangan Jieji yang jumlahnya puluhan itu segera ditahan oleh
mereka bertiga sesegera kemudian dengan gerakan yang sangat cepat. Yang
herannya adalah semua telapak yang menuju ke titik berbahaya tubuh mereka
adalah telapak asli dan bukanlah ilusi kesemuanya. Suara benturan telapak
menyerang dan bertahan terdengar sangat jelas sekali. Ketiga orang ini
mengambil gerakan mundur seraya menahan telapak tenaga dalam hebat Jieji.
"Plak.... Plak... Plak..."
suara yang bergantian terdengar dalam jangka waktu yang sangat singkat sekali.
Ketiganya memang sangat sibuk bertahan. Jika orang biasa yang melihatnya
tentu tidak percaya sebab mereka tentu sama sekali tidak melihat telapak yang
sudah sangat cepat dan seakan berjumlah sangat banyak sekali.
Memang benar, jika dihitung adalah jumlah telapak yang menyerang mereka
secara bersamaan adalah jumlahnya 72 buah. Ini adalah gabungan Ilmu telapak
18 naga mendekam dengan gerakan menyerang Ilmu pedang surga membelah,
langkah 10.000 Dewa, Dan tenaga dalam Jing-gang. Sedangkan tenaga dalam
yang mengirimnya adalah Ilmu pelenturan energi Yang yang baru saja dikuasai
Jieji tidak berapa lama.
Ketika mereka merasa telah berhasil mengeliminasi energi dahsyat di depan,
ketiganya kembali terkejut. Karena sepertinya sama sekali Jieji tidak pernah
memberikan kesempatan kepada mereka. Dia kerahkan seluruh kemampuannya
untuk menyerang jarak jauh.
Menggunakan cara sama, dia memutar diri kebelakang sambil merapatkan
tapaknya. Ketika benar sudah mantap benar dan perputaran tubuhnya sudah pas, dia
mengarahkan kembali kedua telapak guna menyerang ke depan kembali.
Kali ini, jurus Jieji tidak main-main. Sebab ketika dia berbalik, sinar emas muncul sangat terang. Di kuti teriakan hebat dan gerakan cepat. Energi tak terlihat mata itu segera membantai ke depan.
Ini adalah serangan jarak jauh jurus ke 18 dari 18 telapak naga mendekam yang
sudah disempurnakannya. Kontan saja, tanah retak hebat saat dilewati energi
yang menyerang ke depan.
Ketiga orang lawannya tidak sempat lagi untuk mengelak, sebab mereka tidak
tahu daya serangan luasan-nya adalah sampai dimana. Jika menghindar secara
sembarangan pun bukan daya yang paling bagus, sebab jangan-jangan hawa
energi tak tertampak itu akan menyerang hebat karena mereka tentunya tidak
akan memiliki pertahanan sempurna jika menghindar saja.
Dengan nasib-nasiban, mereka segera mengerahkan kemampuan terbaik
mereka untuk menyerang ke depan pula.
Tipu silat yang dimainkan Jieji adalah sangat sempurna sekali. Sebab dalam ilmu 18 telapak naga mendekam sangat lengkap segala cara menyerang, bertahan,
menyerang untuk bertahan ataupun tipu tanpa penyerangan. Dan Jieji adalah
seorang yang luas pengetahuannya dan cerdik, tentu ilmu ini sangat cocok
dimainkan olehnya yang sangat tanggap akan situasi sependek mungkin.
Ketiga pendekar yang merupakan lawannya segera berupaya sebaiknya untuk
bertahan. Meski Jieji memiliki jurus aneh yang nan hebat, tetapi untuk
menjatuhkan ketiganya dalam satu kali serangan bukanlah hal yang mungkin
sekali. Dalam beberapa jurus yang sudah dilakukan kedua belah pihak, tertampak
bahwa meski ketiganya adalah pendekar hebat penguasa Ilmu pemusnah raga
tetapi justru mereka semua "dipaksa" untuk bertahan sebaik mungkin. Dan dilihat dari pertarungan, tentu maksud Jieji untuk "menaklukkan" Ilmu pemusnah raga telah tercapai dengan baik sekali.
Dengan menggabungkan energi secara cepat sekali, baik Chen Yang, Yue
Liangxu ataupun Huo Xiang ketiganya sedang sangat sibuk menahan jurus yang
datang bagai air bah, bak hempasan ombak terkeras. Ketiga orang ini
sesungguhnya adalah manusia pilihan dalam bertarung. Kemampuan mereka
boleh dibilang sudah tidak ada tandingannya lagi. Menghadapi Jieji seorang
memang cukup membuat mereka sibuk. Terlihat dari hawa perpendaran yang
sudah terjadi di depan mata mereka masing-masing.
Hawa "Naga" dari 18 telapak naga mendekam memang masih terus bergelut hebat di depan maupun samping tubuh mereka semua yang sedang diserang
oleh energi itu.
Tanah pijakan ketiganya meretak hebat dan bersamaan dengan suara yang
muncul merindingkan bulu kuduk.
Melihat hal demikian, Jieji tidak tinggal diam.
Dengan pesat, sekali lagi dia mengincar ke depan. Kali ini dia tidak lagi
mengincar ketiganya secara langsung. Tetapi hanya seorang saja, seorang
paruh baya yang berkumis serta jenggot hitam yang kelihatannya masih asyik
mengeliminasi energi 18 telapak naga mendekam. Dengan gerakan kaki, dia
pertama tiba menghantam dada orang yang tiada lain tentu Huo Xiang.
Melihat ayahnya dalam keadaan berbahaya tidak membuat Huo Thing-thing
terkejut sampai tidak mampu bergerak, dia segera menyusul ke depan guna
menahan Jieji. Tetapi belum dia merasakan bagaimana cara kerja Ilmu
lawannya, dia sudah terpental dan jatuh bergulingan.
Huo Thing-thing "mendarat" jelek dan segera muntah darah. Jieji memang merapal jurus tapak untuk di arahkan ke arahnya, tetapi pemuda ini sama sekali
tiada berniat membunuh gadis kejam tersebut.
Sikap gerakan kaki Jieji tadinya sempat berhenti sampai setengah karena
"mengacau-nya" Huo Thing-thing, tetapi kali ini dengan gerakan yang sama dia menendang kembali.
Tentu melihat gerakan pemuda, ketiga orang ini sangat terkejut sekali. Belum lagi hawa didepannya berhasil dibuyarkan, tetapi malah datang lagi hawa yang
lainnya. Terutama tentu Huo Xiang adalah orang yang paling terkejut melihatnya.
Jieji memang hanya sengaja mengerahkan tendangan untuk melawan Huo
Xiang, karena tiada lain inilah "balas dendam" terhadap ayahnya, Hikatsuka Oda yang tewas sekitar 1 tahun yang lalu oleh Huo Xiang. Sekarang niatnya benar
telah tercapai. Gabungan tendangan matahari dan tendangan mayapada segera
melemparkan Huo Xiang dengan pesat ke belakang dan menabrak tembok
lorong. Tembok lorong yang kuat itu pun sepertinya ambruk seketika diterjang
oleh tubuh Huo Xiang akibat hasil tendangan maha dahsyat dari Jieji.
Huo sepertinya telah terluka demikian parah. Ini karena energi 18 telapak naga
mendekam yang masih tersisa yang belum berhasil dibuyarkan, sekarang
ditambahkan oleh energi tendangan yang hebat. Dia kali ini telah terlihat susah bangun.
Sementara itu, sepertinya baik Yue Liangxu dan Chen Yang telah berhasil
dengan baik sekali membuyarkan energi hebat yang tersisa itu. Mereka segera
membuang nafas keluar dengan baik sekali. Ini adalah bukti bahwa keduanya
tiada mengapa-mengapa. Meski di dahi mereka keringat terus bercucuran, tetapi
menerima kenyataan bahwa mereka telah berhasil sebelum Jieji menyerang
kembali tentu membuat mereka girang.
Menurut mereka, jika saja Jieji kembali menyerang tentu membuat mereka dalam
keadaan yang cukup gawat.
Senyum cerah terlihat sebentar di bibir kedua orang ini. Tetapi Jieji segera
menyahut mereka.
"Aku hanya menyerang 1 orang..."
Terkejut tiada terkira baik Chen maupun Yue Liangxu mendengar perkataan
pemuda. Mereka saling menengok beberapa saat, tetapi segera juga mereka
sudah tahu pokok permasalahannya.
Jieji berpaling ke arah Huo yang perlahan mencoba berdiri itu. Di sampingnya,
Huo Thing-thing telah berdiri untuk mengangkat ayahnya. Meski terpelanting
cukup hebat, ternyata luka dalam Thing-thing tidaklah seberapa hebat jika
dibandingkan ayahnya. Dia hanya diam dan menatap marah ke arah Jieji. Jieji
memandangnya sekilas, lantas kembali dia berkata.
"Aku tidak akan membunuhnya. Cukup balas dendam atas kematian ayahku
disini saja. Melihat dirinya yang kepayahan, maka pertarungan di Lin Qi
kubatalkan saja."
Huo Xiang yang dibimbing oleh puterinya sudah segera berbangkit. Di hidung
dan bibirnya mengucur darah segar. Organ tubuh-nya sempat tergoncang hebat
tadinya akibat 2 serangan tenaga dalam yang dahsyat. Dia tetap mampu
berbicara meski terlihat agak kepayahan.
"Ilmu setan apakah yang kau keluarkan itu?"
Mendengar kata-kata Huo, tentu kedua orang lainnya Chen Yang dan Yue
Liangxu juga ingin tahu. Mereka berdua sebenarnya tidak percaya adanya ilmu
yang sanggup mengalahkan mereka dengan hanya sekejap saja. Meski
keduanya tahu benar bahwa mereka tidak diberi "kesempatan" untuk menyerang.
Tetapi serangan tadinya memang betul hebat.
Sebelum Jieji benar menjawab pertanyaan Huo Xiang, dia disusul oleh suara
seseorang. Suara wanita yang lembut menggoda telinga setiap pria segera
menyahut. "Itu Ilmu 18 telapak penakluk naga!"
Tentu keempat orang segera berpaling ke arah suara yang menyahut. Keempat
orang mengenali wanita ini, yang tiada lain tentu Wu Yunying atau isterinya Xia Jieji. Sedangkan Jieji hanya berpaling ke arah Yunying sambil menggelengkan
kepalanya saja.
"18 telapak penakluk naga?" tanya Chen Yang heran.
Sementara itu, Yue Liangxu segera menutur.
"Ilmu telapakmu memang mirip dengan ilmu telapak 18 naga mendekam. Tetapi
jelas jurusnya lebih beragam variasinya, tidak disangka saudara Xia telah
menciptakan ilmu jurus yang jauh lebih hebat dari Ilmu pemusnah raga."
Jieji yang mendengar pernyataan Yue, menjawabnya dengan datar.
"Tidak. Sebenarnya ilmu ini kucipta hanya khusus menaklukkan ilmu pemusnah raga saja. Tiada suatu yang khusus yang perlu dibuat takut."
Sekarang, di tempat ini telah muncul kembali 3 orang. Ketiga orang ini muncul
dari arah belakang. Ketiganya juga berdiri mentereng menghadap ke depan.
Tiada lainnya adalah Zhao Kuangyin, Yuan Jielung dan pencuri ulung alias Lie
Hui telah sampai disana.
"Hm... Tidak disangka misi penyelamatan orangmu benar berhasil. Kita terlalu
meremehkanmu." tutur Chen Yang sambil menatap tajam ke arah Jieji.
Jieji tersenyum sambil menjawabnya.
"Kamu tentu tidak tahu bahwa ledakan itu hanya suara belaka saja."
Chen memandang ke depan, dia memandang ke arah mata Jieji beberapa lama.
Kemudian dia tertawa besar sekali.
Melihat gelagat orang tua, tentu semua orang merasa aneh sekali. Hanya
seorang Jieji yang masih tetap tersenyum ke depan. Dia tahu persis bagaimana
pikiran dan perasaan orang tua ini. Lalu dia menggelengkan kepalanya beberapa
kali. "Betul.. Suara itu pertama kita dengar adalah persis suara ledakan. Tetapi ketika kita
telah sampai ke pos penjagaan, aku baru betul menyadarinya. Betul-betul
kesalahan bodoh..." tutur Chen Yang yang masih tertawa dengan suara
kekecewaannya. "Sebab pos penjagaan disanalah yang kuledakkan pertama-tama. Sebenarnya
wisma naga emas dan orang-orang disana sudah tertidur dengan keasyikannya.
Sangat disayangkan betul jika kalian tidak sempat melihat pemandangan
disana." tutur Jieji.
Orang-orang dari pihak lawan segera terkejut. Mulut mereka menganga
mendengar perkataan Jieji yang seakan tidak percaya semua halnya. Huo yang
kepayahan segera menanyai Jieji.
"Bagaimana caranya kau..." Tetapi baru berkata, dia sudah muntah darah kembali. Thing-thing adalah orang yang paling terkejut melihat kondisi ayahnya
itu. "Itu mudah saja. Meski ini adalah cara kotor, tetapi jika tidak dilaksanakan sebaik-baiknya maka tidak akan ada saat sekarang." tutur Jieji.
Tetapi Yunying dari sebelahnya segera menyela. Dia berkata.
"Tidak... Ini bukan cara yang kotor. Mereka orang yang mulai duluan kan" Kita menaruh
bubuk obat tidur di sumur semalam."


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya main racun terhadap sumber air memang bukanlah tindakan
seorang satria. Tetapi karena mungkin tiada cara yang paling bagus maka inilah
yang terpikirkan oleh mereka semua. Pertama-tama memang Jieji tidak begitu
menyukai cara sedemikian, tetapi karena dia merasa tipu semacam ini memang
memadai maka dia juga tidak menentangnya terlalu keras. Tipu meracuni
sumber air ini adalah datang dari Yunying, tentu mendengar suaminya
mengatakan bahwa adalah cara kotor, tentu dia tidak begitu puas maka daripada
itu dia-lah orang yang pertama menyela.
"Obat tidur" Mengapa dari tadi pagi tidak ada yang tertidur sama sekali?" tanya Huo Thing-thing segera yang merasa aneh.
"Betul... Itu obat tidur memang benar ditaruh ke sumur. Tetapi sudah dibungkus kulit
kambing beberapa lapisnya, sehingga ketika siang baru air terkontaminasi oleh
obat." tutur Jieji.
Mendengar perkataan Jieji, Chen kembali tertawa. Dia terlihat tertawa sangat
kecewa, tentunya karena terlalu meremehkan tindakan lawan yang sangat
berbahaya itu sebenarnya.
"Sebenarnya, semenjak sore...
Orang-orang di wisma naga emas yang telah tertidur itu telah terganti orangnya.
Adalah partai surga menari yang berpura-pura menjadi anggota Partai Jiu Qi,
dengan begitu kiriman berita dari kedua belah pihak tetap berlanjut. Maka
daripada itu rencana ini baru bisa dimaksimalkan seluruhnya.
Kita tahu bahwa orang yang menyamar sebagai Shen Yileng benar sudah tidak
pulang ke Wisma naga emas, maka kita yakin sekali bahwa orang yang
menangkap pencuri ulung tentu benar mengurungnya disini."
jelas Jieji. Chen segera berpaling ke arah Yue Liangxu, dia berkata.
"Sungguh benar perkiraanmu, kita kali ini kalah telak."
Zhao Kuangyin segera beranjak ke depan, dia menuding dengan kipas di
tangannya ke arah Huo Xiang.
"Kau sudah mengirimkan pasukanmu untuk menyerang daratan tengah.
Sekarang akan kupinjam kepalamu untuk meminta mereka semua mundur."
Mendengar tuturan Zhao, Thing-thing terkejut kelabakan. Dia segera menghunus
pedang untuk menahan laju jalan Zhao.
Tetapi Jieji menghentikan gerakan Zhao sesegera. Dia berkata lurus menghadap
ke arah Huo Xiang.
"Kita bukan hanya menolong seorang pencuri ulung kali ini. Tetapi ada seorang lainnya lagi. Dialah orang yang bisa membuat pasukan persia mundur."
Zhao menatap ke arah adik keduanya sekilas. Kemudian terakhir dia beranjak
mundur. "Kau!!! Jangan-jangan..." sahut Huo Xiang seakan tiada percaya mendengar perkataan Jieji barusan.
Sebelum mereka berniat untuk melanjutkan kata-kata. Segera terasa hawa
cukup banyak orang yang datang mengelilingi mereka kesemuanya. Mungkin
jumlah orang yang dirasa dari derap kaki sudah mencapai ratusan orang. Meski
cukup jauh, tetapi kesemua orang ini merasakannya dengan baik sekali.
"Raja Persia sudah dibebaskan oleh mereka. Sepertinya kali ini kau sudah dalam masalah besar." tutur Chen Yang yang melihat ke arah Huo Xiang.
"Betul... Kalian pergilah sesegera mungkin dan sedapat-dapatnya. Aku tidak akan
menghalangi kalian semua." jawab Jieji dengan serius.
Zhao kuangyin dan Yuan Jielung serta Wu Yunying seakan tidak percaya apa
kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Jieji. Mereka tidak percaya bahwa
dengan gampang Jieji berniat melepaskan mereka semua.
Terlebih lagi rasa terkejut Huo, Thing-thing, Chen Yang dan Yue Liangxu.
Sebenarnya tidak mungkin bagi mereka bahwa Jieji akan melepaskan
kesemuanya seperti saat sekarang. Tetapi mendengar perkataan Jieji, mereka
semua tentu tahu bahwa pemuda ini tidak bermain-main dengan kata-katanya
barusan. Keempat orang yang sepertinya mendapat "kesempatan" tentu tidak ingin menyia-nyiakannya. Lantas sambil beranjak, mereka berniat meninggalkan
tempat. Tetapi pasukan kerajaan keburu sampai. Mereka sudah mengepung
rapat di arah tengah. Bahkan beberapa pasukan pemanah sudah berada di atas
atap mengeker posisi keempat orang yang beranjak meninggalkan.
"Jika kalian bisa kabur, maka langit tidak menghendaki kalian mati." tutur Jieji kembali ke arah mereka.
Mereka memang berbalik setelah mendengar kata-kata Jieji. Tetapi baru saja
mereka berniat ambil langkah seribu, kali ini di antara pasukan yang siaga
sepertinya telah terlihat "membukanya" jalan dari rapatnya pasukan istana.
Di antara kumpulan pasukan, muncul seseorang dengan kursi yang diangkat.
Seseorang yang berwajah putih dengan kumis panjang, mata yang sayu segera
muncul. Dia memakai baju putih yang sepertinya cukup ternoda darah dan noda
tanah. Dialah raja dari Persia.
Dia menunjuk ke depan dengan gusarnya sambil berteriak.
"Tangkap Huo Xiang dan seluruh dedengkotnya!!!"
Mendengar perkataan Raja, semua pasukan segera maju mengepung dengan
sangat bersemangat. Di antara keempat orang ini, sebenarnya hanya 2 orang
saja yang sanggup bertarung dengan baik. Baik Huo Xiang maupun Huo
Thing-thing telah terluka dalam. Segera saja baku hantam terjadi dengan hebat.
Kedua pendekar ini memang bukan sulit sekali meredam pasukan istana, mereka
berdua mengeluarkan jurus untuk mengusir penghalang mereka. Arah yang
dituju adalah tembok tinggi dari penjara.
Dan saat mereka sudah hampir tiba di tembok, terasa ledakan dan cahaya nan
terang terlihat.
Begitu redanya cahaya sekejap, asap segera mengepul sangat hebat
mengepung tempat itu. Rupanya penolong dari keempat orang sudah datang.
Tiada lain orang yang melepaskan bom asap adalah ketua Partai Jiu Qi yang
selalu memakai baju besi.
Jieji dan kawan-kawan bisa merasakan bagaimana orang ini bergerak dan pergi
dari sana dengan sekejap. Tetapi baik dia dan kawan-kawan tidak mengejar
kesemua orang itu. Mereka hanya diam ditempat dan bertindak seakan tidak
terjadi sesuatu.
Ketika asap sudah reda sepenuhnya, adalah Yuan Jielung yang berjalan ke arah
Jieji. Dia segera bertanya kepadanya dengan heran.
"Pendekar Xia, bagaimana mungkin kamu bisa melepaskan Huo Xiang" Dia
sudah membunuh ayah anda dan guruku."
Sambil menatap lekat ke bola mata Yuan, Jieji menjawabnya.
"Huo Xiang tidak akan berumur panjang lagi. Seluruh nadinya memang sudah
putus, meski dia bisa hidup tentu itu adalah karunia Tuhan kepadanya."
Yuan Jielung hanya menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas.
Sementara itu, Zhao Kuangyin segera maju ke arah Jieji. Dia menanyainya juga.
"Selama Huo dan kawan-kawannya masih hidup, dia adalah ancaman bagi kita
semua serta keamanan wilayah daratan tengah. Kenapa tidak saja adik kedua
menghabisinya sekaligus?"
Jieji menatap ke arah kakak pertamanya. Sambil tersenyum tawar dia menjawab.
"Ada 2 hal kenapa aku tidak membunuhnya. Yang pertama adalah tidak mungkin bagiku mengambil kesempatan saat dirinya sudah terluka parah. Dan yang
kedua, aku merasa bahwa Yue Liangxu itu adalah palsu."
Mendengar tuturan Jieji, Zhao terkejut. Begitu pula Yunying, Lie Hui dan Yuan
Jielung. Mereka segera mengerutkan dahi mereka sambil memandang serius ke
arah Jieji. "Memang benar, kamu sungguh hebat. Yue Liangxu itu kurasa adalah orang
yang palsu. Sebab jika dia adalah Yue Liangxu kenapa harus menekan suaranya
sedemikian rupa, itu juga adalah salah satu ilmu mengubah suara dari partai Jiu Qi. Aku memang merasa cukup heran juga." jelas Lie Hui.
Jieji menatapnya sambil tersenyum. Dia kemudian berkata.
"Jika kita perhatikan seksama seperti perkataanmu tadinya memang adalah
kenyataan. Yue Liangxu di sini tadinya bukan orang aslinya. Tadi juga kutahu
karena aku bertarung sesaat dengannya, dan anehnya jurus-jurusnya tiada
satupun ada sangkut pautnya dengan pemusnah raga. Selain itu, jurus miliknya
memang cukup mirip dengan sesuatu ilmu yang kukenal."
Yunying yang merasa heran segera menanyai suaminya.
"Betul... Aku merasa dari gerakan kakak seperguruanku memang terasa rada janggal.
Aku mengenal Yue semenjak kecil. Dan dari setiap gerakan biasa saja aku
sudah cukup merasa janggal."
Jieji mengangguk pelan ke arah Yunying. Dia lantas berkata.
"Semoga saja pemikiranku bukan kenyataan."
Memang berdasarkan kata-kata Jieji terasa cukup aneh bagi keempat temannya.
Tetapi karena Jieji sering berkata hal "aneh" seperti demikian, maka mereka tidak mengambilnya betul di hati.
Raja Persia akhirnya menyahuti mereka semua yang sepertinya sedang serius
untuk membahas sesuatu hal.
"Terima kasih atas pertolongan pendekar..."
Jieji dan teman-temannya berpaling. Mereka memberi hormat dengan dalam juga
ke arah Raja Persia ini. Setelah kejadian, Wisma bunga senja telah "disita" oleh Raja Persia. Banyak anggota dari partai bunga senja melarikan diri setelah tahu bahwa Huo telah "jatuh". Beberapa memang ada yang tertangkap serta dihukum mati oleh Raja.
Sementara itu...
Setelah mengetahui bahwa Jieji adalah "Pahlawan Selatan" di daratan tengah, serta Zhao Kuangyin adalah mantan Kaisar Sung, Sung Taizu tentu membuat
Raja Persia sangat girang sekali. Raja dari Persia ini menjamu mereka beberapa
kali dalam pesta. Dia secara pribadi menghanturkan terima kasih atas usaha
mereka yang menyelamatkan dirinya dari cengkraman Ketua partai bunga senja
yang sangat haus akan ambisi.
Jieji meminta Raja untuk mengirimkan beberapa mata-mata khusus untuk
mengetahui gerakan partai Jiu Qi setelah jatuhnya Partai bunga senja, tentu hal ini segera disetujui oleh Raja. Mereka kesemuanya menempati ruangan khusus
tamu istana kerajaan Persia.
BAB CXXV : Perseteruan Keluarga Li Dan Zhu
Di sebuah ruangan yang cukup besar...
Penanggalan imlek hari kedua, atau hanya beberapa jam setelah raja Persia
menjamu mereka semua sampai larut malamnya. Rasa bahagia-nya raja Persia
tidak terkatakan, sebab karena dia justru diselamatkan pada hari saklar para
rakyat daratan tengah.
"Adik kedua berpikir akan meninggalkan Persia" Tetapi kapan?" tanya Zhao kuangyin yang duduk di tengah meja berbentuk persegi.
"Setelah kita benar mendapat informasi akan kematiannya Huo Xiang. Kita akan berangkat pulang." jawab Jieji sambil tersenyum kepada kakak pertamanya.
Di ruangan, terdiri dari beberapa orang yang sedang duduk serta berbincang
dengan keadaan yang cukup tegang dan serius. Kesemua orang disini tentu
adalah teman-temannya Xia Jieji yang semalam baru saja melakukan aksi hebat
di partai Bunga senja. Ketika mereka mendengar jawaban pendek Jieji, mereka
cukup terkejut dan seakan tidak percaya saja.
Zhao yang mendengar perkataan adik keduanya, segera bertanya dengan raut
wajah yang agak mengherankan.
"Huo Xiang mati" Bagaimana caranya dia bisa mati?"
Jieji hanya tersenyum saja, dia menoleh ke arah pencuri ulung. Matanya yang
terlihat bersinar cerah tentu mengandung sesuatu maksud. Pencuri ulung alias
Lie Hui memang memandang ke arah Jieji, dia tidak habis pikir kenapa orang ini
bisa memandangnya sambil tersenyum. Dia ikut bertanya kepada pemuda.
"Ini memang hal yang janggal, kenapa anda bisa mengatakan bahwa Huo Xiang
bisa mati tanpa sebab?"
"Tidak... Bukan tiada sebab. Aku ingin menanyai anda, selama seminggu anda dikurung
lantas apa saja pembicaraan kakak seperguruanmu alias ketua partai Jiu Qi
kepadamu?"
Lie Hui agak heran. Lantas dia kembali mengingat-ingat. Raut wajah penuh
keheranan kepada dirinya sendiri menghiasi wajah yang manis darinya. Dia
terlihat berpikir beberapa lama saatnya, tetapi kemudian Jieji berkata lagi
kepadanya. "Dia meminta sesuatu benda penting darimu, tetapi setelah beberapa saat dia juga tidak sanggup menemukannya lewat pembicaraan. Sekarang kamu sedang
berpikir apakah ada hal yang janggal dari sana bukan?"
Lie Hui terkejut sekali mendengar perkataan Jieji barusan, dia tidak menyangka
sama sekali kata-kata demikian bisa keluar dari mulut pemuda. Sesaat,
sesungguhnya dia sangat heran. Tetapi setelah otaknya telah bekerja
semestinya, dia kemudian menanyai Jieji dengan serius.
"Dia menginginkan-ku untuk menyerahkan pedang tanda ketua kepadanya.
Tetapi dalam seminggu aku tidak pernah menjawabnya sama sekali."
"Jangan-jangan...
Pedang itu adalah pedang berat?" tanya Yunying menyambung rasa heran
dirinya sendiri dan kata-kata Lie Hui barusan.
Jieji memandang ke arah isterinya yang nan cantik itu, lantas dia tersenyum
sambil menganggukkan kepalanya.
"Itu pedang bukanlah menjadi kunci kematian Huo Xiang. Jelas Huo Xiang tidak pernah berpikir untuk mendapatkan pedang yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengannya. Tetapi dari pedang, tentu ada hubungannya dengan
partai Jiu Qi. Partai Jiu Qi selama ini adalah berada di bawah bayang-bayang
partai Bunga senja. Sekarang Huo Xiang sudah tidak menjadi orang yang
berguna lagi bagi mereka, tentu orang pertama yang akan disingkirkan mereka
adalah seorang Huo Xiang."
Mendengar perkataan Jieji kembali, lantas pencuri ulung memberikan
komentarnya. "Betul perkataan anda, aku merasa memang benar partai Jiu Qi berada di bawah komando Huo Xiang. Tetapi bagaimana kamu bisa yakin orang partai Jiu Qi yang
akan membunuhnya?"
"Tidak... Maksudku adalah "menyingkirkan" bukan membunuhnya." jawab Jieji sambil tersenyum kepada kesemuanya.
"Aku sudah tahu..." jawab Zhao kuangyin, lantas dia berkata kembali.
"Partai Jiu Qi sudah tamat riwayatnya di sini, di Persia. Adik kedua ingin mendengar kabar kematian Huo Xiang, karena dia sendirinya mempunyai musuh
yang sangat banyak sekali disini. Lantas jika partai Jiu Qi tidak lagi
mendukungnya, tentu mereka akan meninggalkan orang tua reyot yang tidak
berguna. Saat itu mungkin Huo berada dalam bahaya besar."
"Tepat 9 bagiannya kakak pertama..." tutur Jieji sambil tersenyum puas ke arah Zhao Kuangyin.
"Mereka meninggalkannya bukan saja dirasa tidak berguna, tetapi membawa
seorang yang tidak berguna tentu harus membuat mereka melindunginya bukan"
Dan itu bukanlah tugas yang mudah." sahut Jieji.
"Dengan begitu, maka mereka tentu berpikir kita akan mengejar mereka dalam pelarian. Selain itu juga pasukan kerajaan sedang mencari-cari mereka di saat
yang bersamaan. Dengan bersama Huo Xiang yang terluka dalam parah maka
kemungkinan lolos akan sangat sedikit. Bukan begitu pendekar Xia?" tutur Yuan Jielung ke arah Jieji dengan senyuman kegembiraannya.
"Tepat sekali..." jawab Jieji sambil tersenyum ke arah Yuan Jielung.
Zhao menengadahkan kepalanya. Dia terlihat tersenyum beberapa saat, lantas
dia berkata. "Perkataan adik seperguruan Sun memang benar sekali. Huo akan mati di
tangan orang yang rendah saja."
Kesemua orang yang mendengar peryataan terakhir dari Zhao, segera
tersenyum lebar. Sebab perkataan yang penuh emosi sekira satu tahun yang lalu
dari Sun, ternyata hampir telah terbukti juga sekarang.
Yunying segera berpandang ke arah suaminya, dia ingin menanyainya sesuatu
yang tertunda sejak semalam. Melihat kesemuanya sudah hadir, dirasa adalah
hal yang sangat tepat sekali jika hal ini dikatakan dan ditanyakannya. Lantas dia membuka mulut.
"Kak Jie mengatakan bahwa "Semoga perkiraanku bukanlah kenyataan.." ketika kita berada di partai bunga senja. Lantas apa maksudnya semua itu?"
Jieji melirik ke arah isterinya. Lantas dia menggelengkan kepalanya saja.
Mendengar kembali Yunying mengungkit masalah ini, Zhao juga segera
menanyai adik keduanya itu.
Tetapi sepertinya Jieji enggan berkata banyak kata akan masalah ini sampai
kemudian pencuri ulung tiba-tiba menanyainya dengan pertanyaan yang cukup
aneh. Cukup aneh dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan hal yang sedang
dibahas oleh mereka semua itu.
"Kamu bisa menjelaskan kisah saat dirimu masih kecil sampai beranjak
dewasa?" Ini pertanyaan memang cukup membingungkan apalagi keluar dari mulut pencuri
ulung. Kesemuanya memang segera tertarik mendengar perkataan pencuri ulung
di samping juga merasa sangat heran sekali mendengar perkataan nona cantik
ini. Jieji menatapnya dengan tajam, matanya terlihat berubah warna seketika.
Bukanlah sinar kemarahan ataupun kesedihan. Tetapi sinar matanya
mengandung sebuah arti yang sangat sulit dipahami. Atau bisa dikatakan saat ini adalah sinar matanya penuh dengan rasa pertanyaan.
Yunying segera menengahi mereka berdua, dia juga menyahut hal yang hampir
serupa kemudiannya.
"Kamu pernah menceritakan kisah kehidupanmu setelah usiamu diatas 20 tahun, tetapi tidak pernah aku mendengar kisah kanak-kanakmu sampai beranjak
dewasa." Jieji yang tadinya menatap tajam ke arah pencuri ulung, segera memaling
wajahnya ke arah isterinya. Lalu dia berkata.
"Mengenai masa kecilku bukanlah hal yang ingin kubicarakan, seperti saat di Tongyang kamu sering menanyaiku. Aku sudah males sekali mengingatnya
kembali." Yunying nampak kesal saja dengan pernyataan suaminya. Tetapi pencuri ulung
lantas tersenyum sambil berkata kembali.
"Aku tahu sekira 7 bagian dari kehidupanmu itu."
Jieji terkejut, dia melihat ke arah pencuri ulung sambil menggaruk-garuk
kepalanya seakan tiada percaya. Wajahnya berubah kembali menjadi seperti
agak pucat pasi. Dia melihat dengan sorot mata yang agak tidak percaya.
Zhao kuangyin dan Yuan Jielung cukup heran mendapati tingkah pemuda. Tetapi
kemudian Zhao menanyainya lagi.
"Benar adik kedua...
Aku pernah mendengar kamu sangat rajin mempelajari banyak hal. Dari ilmu
perang, taktik, tipu muslihat, dan penyelidikan. Kamu setiap hari membacanya


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menjadikannya sebagai teman hidupmu sejak lama sekali. Tetapi aku juga
belum pernah mendengar bagaimana kamu bisa berkembang hebat hanya
mengandalkan buku-buku saja?"
Jieji menghela nafas panjangnya. Sepertinya baginya bukan hal yang mudah
sekali membicarakan kisah perjalanan hidupnya dari umur sekira 8 tahun sampai
usianya yang ke 18. Dia ingin berbicara, tetapi mulutnya seakan tertutup rapat, hatinya seperti ditahan oleh sebuah batu besar sekali, sementara otaknya
seakan sedang melayang-layang beberapa lamanya. Sementara itu, keadaan di
sana telah terasa sangat hening cukup lama. Bahkan suara nafas kesemuanya
bisa dirasakan kesetiap orang yang sedang dia mengamati ke arah Jieji.
Akhirnya, pencuri ulung memecah kehingan dengan suaranya.
"Ini ada hubungannya benar dengan kata-katamu yaitu "Semoga perkiraanku bukanlah kenyataan..?"
Jieji menatapnya beberapa saat dengan pandangan yang dalam sekali. Lantas
tiba-tiba dia tertawa keras. Mendengar tawa Jieji, tentu kesemuanya sangatlah
heran sekali. Tetapi Yunying dengan wajah menggerutu kemudian mengejeknya.
"Kamu makin lama makin mirip Chen Yang."
Jieji memandang ke arah isterinya tetap dengan tertawa, lantas dia
menggelengkan saja kepalanya.
Sebenarnya apa tindakan Jieji yang aneh adalah tidak luput dari pengamatan
pencuri ulung. Hanya pencuri lihai ini yang mengetahui seluk beluk masalah,
lantas dia tetap tersenyum saja beberapa saat.
Tibalah waktu akhirnya Jieji menghentikan tawanya. Tetapi di wajahnya terlihat
kesedihan yang bukan dibuat-buat. Dia berusaha membuka mulutnya, lantas dia
mengatakan beberapa hal dengan suara parau.
"Ketika usiaku masih sangat muda. Aku ingat...
Diriku berteman dengan seseorang, dia mengajariku banyak hal tentang hal yang
janggal di dunia. Aku berteman selama 10 tahun dengannya."
Yunying segera menanyainya dengan wajah penasaran.
"Temanmu itu wanita atau pria?"
Pertanyaan Yunying yang spontan tentu membuat orang merasa geli, tetapi ini
adalah naluri seorang wanita yang tentunya telah bersuami. Melihat tingkah
suaminya yang tidak mau menceritakan kisah kecilnya, sudah membuatnya
cukup curiga. Dan mendengar bahwa dia berteman akrab selama 10 tahun
dengan seseorang, tentu membuatnya berpikiran negatif duluan. Ini adalah sifat
seorang wanita pada umumnya.
Sebelum Jieji menjawab, pencuri ulung sudah tertawa terbahak-bahak. Dia
menuturkan kata-katanya.
"Temannya adalah seorang yang sudah tua, jauh lebih tua darinya dan seorang pria."
Jieji menganggukkan kepalanya. Lantas dia melanjutkan kata-katanya kembali.
"Temanku bermarga Huang. Dan dia adalah..."
"Pamanmu dan yang bernama Huang itulah yang dimaksud." tutur pencuri ulung, ke arah Yunying yang terlihat penasaran.
"Dia" Dia pamanku yang kabarnya sudah tidak pernah terdengar lagi. Huang
Qian?" tanya Yunying yang agak heran.
"Huang Qian adalah seorang seniman hebat, selain dirinya juga jago
memecahkan kasus. Dia mengarang 7 buah karya maha hebat sepanjang hidup
dan meninggal di usianya yang ke 41s saja. Diakah orangnya adik kedua?" tanya Zhao kepada Jieji.
Jieji menganggukkan kepalanya. Sambil menghela nafas dia melanjutkan.
"Saudara Huang adalah seorang pria yang paling hebat. Aku sangat mengagumi kemampuannya. Ketika memecahkan kasus di Hebei pertama kalinya, aku yang
masih berumur 8 tahun sangat terpesona. Lalu disana aku bersumpah bahwa
suatu saat aku akan mengikuti jejak dirinya. Meski saat usia itu, aku pernah
"dipaksa" oleh ayahku, Xia Rujian mempelajari ilmu pedang ayunan dewa. Tetapi tidak pernah sekalipun aku menurutinya. Sepanjang hidupku dari usia 4 tahun
sampai 8 tahun, aku sangat tertarik akan kisah kepahlawanan, sastra, ilmu
perang dan ilmu tipu muslihat."
"Lalu anda berteman baik dengannya meski saat itu usia kalian berbeda sangat jauh. Dia sendiri sangat mengagumi dirimu ketika kamu memecahkan kasus
hanya pada usia 11 tahun saja meski saat itu dialah yang membantu anda dari
awal hingga akhir. Tentunya ini bukan termasuk sebagai kasus pertama yang
anda pecahkan sendirian." jawab Lie Hui sambil tersenyum puas ke arah Jieji.
Jieji terkejut sekali. Dia memandang seakan tidak percaya ke arah wanita ini. Dia tidak tahu bagaimana caranya pencuri ulung sangat mengenal dirinya meski saat
dia masih berusia sangatlah belia.
"Itu adalah kasus hilangnya batu giok di perjalanan pengawalan." jawab Zhao Kuangyin sambil menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya.
"Dan hal yang paling penting adalah, saat itu bangsawan sendiri-lah yang
sengaja "menghilangkan" batu giok. Dia berharap mendapat sejumlah besar uang ganti rugi atas pengawalan batu giok sebesar sebuah kepala itu dari biro
pengawalan Wei. Aku masih ingat kasus itu." tutur Zhao kuangyin yang seraya mengingatnya dengan baik.
"Tetapi hal yang terpenting di sini bukanlah mengenai hilangnya batu giok itu.
Namun hasilnya, hasilnya adalah bangsawan Zhu dipenggal kepalanya atas
perbuatannya yang telah membunuh 27 orang pengawalan dari biro pengawalan
Wei di Hebei. Semua tindakan main gilaknya ketahuan karena dirinya telah
terbongkar kejahatannya oleh seorang pemuda belia yang hanya berumur 11
tahun saja." tutur Lie Hui sambil menatap Zhao Kuangyin dengan serius.
Zhao terkejut juga. Dia hendak berkata-kata, tetapi dia dipotong kembali oleh
pencuri ulung. "Anda-lah orang yang melaksanakan eksekusi itu. Anda masih ingat hari-hari itu?"
Zhao menatap tajam ke depan ke arah pencuri ulung. Beberapa lama kemudian,
dia menganggukkan kepalanya.
Lie Hui kembali melanjutkan kata-katanya.
"Keluarga kerajaan Zhu dan Li adalah dua buah keluarga yang telah bermusuhan sejak ratusan tahun yang lalu. Inilah permusuhan yang dimulai semenjak zaman
ini. Zhu Wen adalah Kaisar dinasti Liang akhir, tetapi dia haus akan ambisinya
sehingga dia meracuni Kaisar Aidi dari Tang, Li Zhu. Meski Li Zhu pura-pura
tewas, tetapi dari sini bisa dilihat bahwa keluarga dari kaisar terakhir Tang tentu tidak puas sama sekali. Puteranya Li Zhu yang bernama Li Sen berhasil
melarikan diri dibawa oleh pelayan dan dayangnya saat baru berusia 5 bulan
saja. Li Sen bertekad membalas dendam setelah usianya beranjak dewasa. Dia
mendirikan Biro pengawalan Wei, dan mengubah marga menjadi marga Wei di
Hebei. Saat itu, dia sengaja untuk menerima batu giok dari keluarga Zhu meski
dia sudah tahu bahwa keluarga Zhu bakal main curang dalam hal ini.
Dan benar saja, bangsawan Zhu akhirnya "diselesaikan" dengan pengeksekusian yang akhirnya berbuntut panjang. Zhu Lung memiliki seorang putera yang
namanya adalah Zhu Xiang. Meski saat kecilnya dia dirawat di Tibet, tetapi
setelah dewasa dan mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya dia berusaha
membalas dendam...."
"Yaitu membunuh seluruh keluarga Wei yang pernah tinggal di Hebei. Zhu Xiang saat itu hanya berusia 20 tahun dan dia hanya menguasai 3 jurus telapak buddha
Rulai. Yang tertinggal atas kesemuanya yang dibantai adalah seorang putera dan
satu puterinya. Zhu Xiang masih belum puas, dia berniat mengejar sampai ujung
daratan untuk menemukan kedua orang ini yang masih berusia sekitar 6 dan 7
tahun saja. Tetapi, akhirnya anak-anak keluarga Wei ditolong olehku." jawab Zhao Kuangyin dengan tegas.
Jieji memandang ke arah kakak pertamanya seakan tidak percaya kata-katanya.
Bagai disambar geledek dia melihat ke wajah kakak pertamanya yang terasa
kekecewaannya. "Aku hanya dijadikan bidak catur oleh perseteruan keluarga mereka. Keluarga Wei atau Li memanfaatkan diriku untuk membunuh kepala keluarga Zhu meski ini
adalah perintah dari Chai Rong. Lantas ketika aku berhasil menyelamatkan
kedua pasangan putera puteri ini di tengah kekacauan perang. Aku memberikan
seorang yang wanita kepada Zhuo Lu, bangsawan di Guiyang yang isterinya
menginginkan seorang anak perempuan. Sedang yang lelaki kuberikan kepada
guru besar dari Tibet yang sangat senang melihat kelakuan anak kecil yang
hanya berusia 6 tahun itu."
Zhao kuangyin berkata sambil menghela nafas panjang. Wajahnya terlihat
sangat tua sekali ketika dia mengingat kembali peristiwa yang sudah sangat lama sekali itu.
"Apakah kakak pertama tahu bahwa adik ketiga-lah orang yang kakak
selamatkan itu" Kapan kakak pertama mengetahuinya?" tanya Jieji kepada
Zhao. "Saat setelah aku tahu bahwa Ba Dao ternyata adalah orang yang pernah datang kepadaku di saat kekacauan perang di barat Gui Yang. Guru besar ini pernah
mengunjungiku kembali di Istana bersama guruku, Dewa Semesta tetapi itu
sudah lewat belasan tahun setelahnya." tutur Zhao kuangyin.
"Dengan begitu, berarti kakak pertama tidak pernah tahu bahwa ketika kakak pertama mengangkat saudara dengan adik ketiga saat itu adalah sesungguhnya
orang yang pernah diselamatkan oleh kakak pertama?" tanya Jieji lagi.
"Betul... Aku tidak pernah mengiranya demikian. Adik ketiga adalah orang yang ramah
dan penuh rasa kebenaran yang tinggi. Jadi saat itu, aku tidak pernah
menghubungkan kasus lainnya untuk mengangkat saudara dengannya." jawab
Zhao dengan pasti.
"Tetapi...
Apa yang anda pikirkan ternyata tidak sama dengan yang dipikirkan oleh orang
lainnya. Saat itu, pasukan pemberontak bermarga Han sedang melewati barat
kota Guiyang..." tutur Lie Hui sambil mengerutkan alisnya.
Mendengar tuturan Lie Hui, Jieji tersenyum sinis kepadanya. Dia berkata dengan
suara pelan nyaris tidak terdengar, "Zaman apa wanita ini lahir sebenarnya?"?"
"Benar sekali...
Kita mempunyai susunan kekuatan yang sama. Jika tidak bermain ilmu perang
yang baik, maka kita akan kalah. Sebenarnya saat itu, aku tahu bahwa keluarga
Wei sedang dibantai oleh seorang pemuda kecil. Jika aku menolongnya mungkin
bukan hal yang susah sekali, tetapi...." jawab Zhao sambil menghela nafas. Dia kemudian menyesalkan dirinya sambil membanting kaki sekali ke tanah dengan
keras. Air matanya terlihat turun perlahan, dan dia mendongkakkan kepalanya ke
atas langit-langit ruangan.
"Tetapi...
Bagaimanapun kakak pertama tidak bisa dikatakan sepenuhnya bersalah kepada
adik ketiga. Kakak pertama tahu bahwa jika dengan munculnya dirimu, maka itu
akan terasa gawat sekali bagi pasukan yang kakak pertama pimpin saat itu.
Urusan negara sangatlah mendesak, jika saja dalam malam persembunyian
kakak memunculkan diri maka akan terasa tiada beruntungnya bagi pasukan
dinasti Zhou akhir." tutur Jieji menghiburnya.
Zhao menatap serius ke arah Jieji. Dia tidak begitu percaya apa kata-kata Jieji barusan, lantas dia menanyainya.
"Bagaimana adik kedua tahu saat itu adalah malam sangat gelap?"
"Itu tidak susah, jika saja Zhu Xiang yang mengenal sepasang putera puteri keluarga Wei, tentu dia tidak akan membiarkan yang lelaki hidup berdampingan
damai dengannya selama hampir 20 tahun lamanya. Jika bukan malam terjadi
pembantaian, mungkin dari dulu adik ketiga tidak pernah lagi hidup.
Dan guru besar Ba Dao mungkin pernah menyadari hal ini tentunya, tetapi
karena dia tidak ingin pembunuhan turun-temurun itu berlanjut, maka dia
memutuskan memungut adik ketiga menjadi muridnya. Di samping itu, sang guru
juga bisa mengawasi setiap saat muridnya itu dengan baik. Dan dari sini bisa
dikatakan bahwa guru Ba Dao tentu tidak akan mewariskan jurus yang lebih
dalam lagi kepada Zhu Xiang yang niatnya untuk membantai musuh keluarganya
masih begitu tinggi disamping keinginannya untuk mendirikan kembali dinasti
Liang yang telah runtuh di tangan kakeknya."
jawab Jieji sambil menjelaskannya dengan panjang lebar.
Zhao kuangyin hanya menghela nafas saja sambil menggelengkan kepalanya
beberapa kali. Yuan Jielung yang melihat keadaan hati Zhao yang sebenarnya
merasa serba salah, segera berkata kepadanya.
"Benar perkataan pendekar Xia, sesungguhnya anda sendiri bukanlah orang
yang pantas disalahkan. Seharusnya pendekar Wei sendiri setelah benar tahu,
dia juga tidak akan begitu mudahnya menyalahkan anda yang telah menjadi
saudara angkat dengannya hampir 20 tahun lamanya."
Mendengar tuturan dari Yuan Jielung alias Li Yu, sebenarnya Zhao kuangyin
malah bertambah ragu hatinya. Dia mendapat sesuatu dari tindakan Wei yang
"tidak pulang" lagi kepadanya semenjak 2 tahun lewat. Dia melihat ke arah adik keduanya. Dan dengan berani mantan Kaisar Sung ini menanyainya.
"Menurut adik kedua apa mungkin orang yang menyamar sebagai Yue Liangxu
adalah adik ketiga?"
Jieji menatap ke arah Zhao Kuangyin dengan serius beberapa lama. Wajahnya
tidak berubah dan terasa dingin, tatapannya lurus terarah ke mata kakak
pertamanya. Yuan Jielung yang melihat suasana yang tiba-tiba hening seketika menyatakan
sesuatu. "Tidak bisa dipastikan juga. Tetapi aku sempat melihat sikapnya Yue Liangxu palsu itu ketika melihat anda. Kelihatannya di dalam dirinya menyimpan sesuatu
kebencian mendalam sehingga dari sinar matanya terlihat kebuasan meski
hanya sesaat."
"Hanya ketika kalian bertemu lagi nantinya, baru bisa kita pancing dengan
berkata-kata kepada Yue Liangxu itu. Bagaimana?" tutur pencuri ulung kemudian dengan tersenyum.
Mereka bertiga segera mengangguk saja menurut. Sebab menebak saja
bukanlah jalan keluar terbaik karena dengan tebakan meski jitu, tetapi tetap
kelihatannya tidak begitu berguna di saat seperti sekarang. Ketiganya yang
sedang membahas masalah ini, segera mengabaikannya untuk beberapa lama.
Suasana menjadi hening, suara nafas sesamanya terdengar pelan tetapi teratur
satu sama lainnya. Jieji terlihat memandang kosong ke arah meja, Zhao kuangyin
juga melakukan hal yang sama dengan adik keduanya. Yuan Jielung menatap
langit-langit dengan serius, sebenarnya pemikiran mereka bertiga sedang
melayang-layang ke alam nan jauh.
Yunying hanya berdiri di samping Jieji sambil menatapnya, dia tidak tersenyum
ataupun merasa sedih. Dia menatap suaminya dengan pandangan kosong saja.
Pencuri ulung yang sedang duduk memandang ketiga pemuda sambil tersenyum
saja. Meski perkataannya tadi benar bisa membuat mereka tidak membahas
sesuatu yang masih belum berupa kenyataan, tetapi kekhawatiran hati ketiga
pemuda tersebut memang tidaklah hilang seluruhnya.
Kemudian, dia telah mendapatkan sesuatu akal untuk memecahkan keheningan
yang telah berlangsung beberapa saat lamanya itu. Dia berpaling ke arah Jieji
dan kemudian menanyainya mengalihkan ketegangan pihak mereka.
"Bagaimana ceritanya kamu dengan orang bermarga Huang yang merupakan
paman dari isterimu sendiri?"
Jieji melihatnya sekilas. Kali ini dia mengubah posisi duduknya, kedua tangannya segera dihimpitkan rapat di dada yang menopang di meja. Dia terlihat mengingat
sesuatu setelah beberapa lama, kemudian dia berpaling ke arah Lie Hui, dan
menanyainya. "Aku ingin kamu menceritakan tentang masalah Yuan Xufen semenjak dia lahir, bagaimana" Dan terlihat kamu sendiri juga tertarik akan cerita saudaraku yang
bernama Huang Qian."
Pencuri ulung tertawa terkekeh mendengar perkataan Jieji. Dia segera berseru
kepadanya. "Bagaimana kau bisa yakin sekali bahwa aku pantas bertukar informasi
denganmu" Sangat aneh?"
"Kau pasti tahu sesuatu tentang masalah Wu Shanniang, Ibu mertuaku. Dan
melihat ketertarikanmu terhadap Huang Qian, aku bisa menebak lima bagian dari
sini." jawab Jieji dengan tersenyum.
Lie Hui lantas berubah menjadi serius. Dia memandang pemuda ini beberapa
lama-nya dengan wajah yang seakan tidak percaya.
"Bagaimana kau bisa tahu aku mempunyai informasi tentang Yuan Xufen
sekiranya 40 tahun lalu?"
"Aku yakin kau pasti tahu sedikit banyak. Kenapa dia dibenci oleh ayahnya, Yelu Xian tentu bisa kutebak dan kutahu dengan pasti. Tetapi aku ingin kamu
mengisahkan riwayat hidupnya." tanya Jieji kepada Lie Hui.
"Betul... Aku mendapat sedikit saja tentang hal itu. Tetapi kamu yakin sekali bahwa aku
mempunyai informan yang bisa memberitahukan kepadaku. Bukan begitu?" tutur Lie Hui.
Zhao kuangyin melihat keduanya serius membicarakan hal tersebut, juga
mengikuti pembicaraan mereka berdua.
"Kita semua tahu benar bahwa isteri pertama dari Yelu Xian benar adalah Huang Shanniang. Tetapi, ada sedikit masalah tentang kaburnya Shanniang dari Liao,
dan terakhir dinikahi oleh Wu Quan. Yang anehnya adalah, tidak pernah Wu tahu
bahwa sebenarnya gadis yang dinikahinya sebenarnya sudah mempunyai
seorang puteri. Yelu Xian mungkin marah mendapati isteri-nya kabur dari Liao,
dan malah menikah dengan pejabat Sung. Tentu saja ini membuatnya yang
emosional segera tidak ingin lagi membesarkan puteri mereka. Yang anehnya
adalah, kenapa puteri ini bisa sampai ke Changsha dan diasuh oleh guru besar
Yuan?" "Betul... Semua kata-kata anda benar beralasan. Tetapi ada sedikit unsur dendam yang
terdapat di sana. Yuan Xufen sengaja dititipkan ke keluarga Yuan, karena disini pendidikan serta kemewahan jelas sudah terpenuhi. Dan poin terpenting justeru
tidak mungkin Yelu Xian orang yang menitipkan bayi ini ke keluarga Yuan.
Melainkan...."
jelas Lie Hui sambil memandang ke arah Jieji. Bola matanya terlihat mengecil,
kerutan di alis terlihat dengan nyata-nyatanya.
"Maksudmu, seorang pemuda yang selalu memanggul arak di pinggangnya,
setiap hari menyanyi di jalan dan menertawakan rembulan?" tanya Jieji dengan penuh semangat.
Wajah Lie Hui segera cerah luar biasa mendengar perkataan Jieji. Dia gembira
sekali karena Jieji benar sedang mengikuti "permainan" kata-katanya dengan serius. Dengan sangat baik, Jieji mengungkapkan semua hal yang tersimpan ini.
"Siapa yang dimaksud" Apa ada pria seperti itu?" tanya Yunying yang penasaran sekali, sebab bagaimanapun Yuan Xufen adalah kakak kandung seibu namun
tidak seayah dengannya. Mendengar cerita keluarga-nya sendiri tentu dia sangat
berminta sekali.
"Dia adalah pamanmu, Huang Qian.
Huang adalah seorang lelaki yang pintar luar biasa. Di kolong langit,
kemampuannya menganalisis sesuatu tidak ada bandingnya lagi. Seorang
sastrawan, pemabuk, seniman hebat dan ahli strategi terbaik yang pernah hidup
dalam jangka waktu 500 tahun ini-lah yang membawa puteri keluarga Yelu untuk
dititipkan ke keluarga Yuan.
Saat itu, Yelu Xian memang benar marah sekali. Dia memerintahkan orang untuk
membunuh saja puterinya meski baru berusia 11 bulan. Ini disebabkan isterinya
sendiri lari dari rumah dan kembali ke China daratan. Tetapi Huang Qian rela
menukar bayi itu dengan 2 buah benda yang sangat luar biasa sejagad kepada


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yelu Xian."
"Benar... Dua buah benda itu adalah, penawar racun pemusnah raga dan Lukisan Heng
Shan selatan yang sangat termahsyur."tutur Jieji.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Lie Hui agak heran.
"Hal ini pernah diceritakan temanku, Huang kepadaku. Dia menipu seorang raja dari utara katanya dengan menaruh air seni kuda yang dicampur teh dari wilayah
barat. Dia mengatakan bahwa ini adalah penawar racun pemusnah raga. Serta
selembar kain lukisan asli pemandangan Heng Shan selatan yang diberikan
kepadanya. Tetapi heran sekali, kenapa Yelu Xian malah dengan mudah
melepaskan puterinya yang masih bayi hanya karena 2 benda ini, aku juga tidak
begitu mengerti." tutur Jieji sambil terlihat berpikir.
"Benar sekali...
Tetapi lukisan itu kemudian telah diberikan kepada Wu Shanniang yang pulang
ke Liao. Dan terakhir dia membawanya ke keluarga Wu, di wisma Wu di Hefei."
tutur Lie Hui sambil melihat ke arah Yunying.
"Tetapi ...
Aku tidak pernah sekalipun melihat lukisan itu.." tutur Yunying dengan heran sekali.
"Tidak... Kamu sudah tahu lukisan yang mana tetapi tidak ada seorang pun yang tahu
bahwa penutup papan kamar ayahmu adalah lukisan itu. Maka daripada itu aku
mengatakan bahwa aku pernah tahu lukisan asli itu berada dimana." jelas Jieji kepada Yunying.
"Wu Shanniang memang aneh sekali, terlebih lagi suaminya Yelu Xian. Wu
melahirkan puterinya dan dibimbing baik oleh guru besar Yuan, tetapi berkat
ajaran Huang Qian maka nona kecil bernama Xufen itu berkembang dengan
sangat baik baik dalam silat dan otak. Huang Qian memiliki 2 orang teman baik
selama hidupnya. Dia adalah Yuan dan Dewa Sakti. Berkat ajaran Dewa Sakti,
Yuan Xufen menjadi seorang ahli silat. Dan yang anehnya, Dewa Sakti tidak
pernah memberitahu kepada Yuan bahwa dia mengajari puterinya Ilmu silat
terbaiknya. Beberapa tahun setelahnya, setelah si nona kecil beranjak remaja. Dia telah
berubah menjadi seorang dewi nan cantik dan sangat luar biasa anggun-nya.
Kepintarannya membuatnya menjadi seorang wanita teguh dan kokoh,
kecantikannya seakan membuat jantung pria berhenti berdetak ketika melihatnya
lewat. Dan, ketika dia bertamasya dengan keluarganya di danau Dongting, kalian sudah
tahu penyebab Chen Yang terluka sebelah matanya dan terakhir membuatnya
menjadi buta. Chen Yang memang berhasil kembali dari kematiannya. Tetapi setelah dia
menemukan bahwa Yuan Xufen jauh hari telah tewas, dia sudah mulai
melampiaskan amarahnya secara tidak karuan. Dengan dukungan partai Jiu Qi,
dia berbuat semena-mena. Beberapa kali dia mengorek keluar mata indah
seorang wanita cantik dan membunuhnya. Tindakannya sangat kejam luar biasa
sekali sehingga membuat negeri cukup gempar. Dan, terakhir dengan alasan
yang sama dia menjalankan niatnya dengan agak halus.
Dari desa ke desa, anak buahnya selalu mencari wanita cantik. Dengan dalih
yang aneh, dia melaksanakan hal yang tidak kalah kejamnya. Tentunya adalah
yang dimaksud adalah pernikahan Dewa Sungai itu."
jelas pencuri ulung panjang lebar. Tetapi kata-kata terakhir itu ditujukan kepada Zhao Kuangyin.
Jelas Zhao tertarik mendengar kata-kata Lie Hui, segera dia melanjutkan.
"Benar... Adik seperguruan Sun pernah mengatakan bahwa gadis itu ditenggelamkannya
di sungai Changjiang di daerah propinsi Chengdu. Tetapi gadis itu tidaklah
tewas, melainkan sekarang dia sering mencari Sun untuk katanya membalas
dendam. Berarti wanita itu adalah anak buahnya Chen juga?"
"Betul kakak pertama. Kelihatan banyak sekali benang yang sebenarnya adalah saling berhubungan, semuanya sekarang telah cukup jelas." tutur Jieji sambil tersenyum.
Pencuri ulung terlihat mengangguk sekali, lantas kembali dia bercerita.
"Benar sekali perkiraaan kalian semuanya. Wanita itu bernama Tu Yiyen, dia lahir di tanah Heilongjiang dan merupakan puteri dari nenek Tu."
Jieji tidak begitu tertarik akan cerita kali ini. Tetapi dia tetap mendengarkan juga dengan baik.
"Nenek Tu sangat dendam terhadap Huang Shanniang sebenarnya. Beberapa
kali Dewa bumi terpergok olehnya ingin bertindak macam-macam terhadap
Huang Shanniang. Dia-lah orang yang memanasi hati Yelu Xian untuk
membunuh sendiri puteri kandungnya. Namun benar nasib berkata lain, Yuan
Xufen tetap hidup dengan baik sampai dengan usianya yang ke 26. Sayang
sekali..." tutur pencuri ulung sambil menghela nafasnya panjang.
"Kamu ingin tahu hal mengenai Huang Qian lebih mendalam" Atau bisa
dipastikan kamu ingin tahu bagaimana caranya ayahmu meninggal dan ibumu
menghilang, bukan begitu?"
tanya Jieji kepada Pencuri ulung alias Lie Hui.
Lie Hui terpana mendengar perkataan pemuda, seakan tidak percaya dan
menggosok matanya kencang dia melihat ke arah Jieji.
"Tidak... Maksudku adalah Bagaimana cara-nya ayahmu menghilang dan ibumu
meninggal. Itu maksudku." tutur Jieji membalikkan kata-kata kembali kepadanya.
BAB CXXVI : Jurus Jari Nan Sakti
"Bagaimana kau tahu aku adalah puterinya?" tanya Lie Hui dengan wajah yang sangatlah keheranan mendapati Jieji mengetahui siapa jati dirinya
sesungguhnya. Pemuda yang ditanya segera tersenyum puas.
"Tadinya hanya aku mengira-ngira saja. Huang Qian memang pernah berkata
sekali padaku. Dia mengatakan dia ada hubungan dalam terhadap seorang
wanita yang sangat aneh dari partai Jiu Qi. Mengetahui kalau kau tahu tentang
sedikit permasalahan sekitar beberapa tahun yang lalu itu aku bisa menebak
sebagian besar.
Dan dari kata-kata anda inilah, aku yakin benar bahwa tentunya kamu adalah
puterinya sahabat lamaku itu."
Lie Hui menganggukkan kepalanya pelan.
"Ayahmu, atau sahabatku Huang Qian adalah orang yang tidak suka dengan
nama. Dia rela memecahkan kasus melalui perantara orang lain. Baginya, kasus
atau teka-teki adalah "Hidup"-nya. Beberapa kali saat dia hidup dengan tenang, dia tidak pernah bisa "tenang" sesungguhnya. Oleh karena itu, dengan seluruh keberanian dia terlibat terhadap kasus keluarga Meng di Yun-nan."
"Kasus keluarga Meng?" tanya Lie Hui dengan sangat heran.
"Huang Qian namanya meski tidak terkenal, tetapi aku pernah mendengarnya
sekali. Sekali saja. Yaitu ketika dia berhasil meyakinkan hakim bahwa adanya
persengketaan kedua keluarga Li dan Zhu. Namun, semenjak itu aku tidak
pernah lagi mendengar namanya." sahut Zhao Kuangyin menengahi.
"Kakak Huang memang tidak menyukai nama, baginya dengan berkibarnya
namanya dengan baik, maka dia lebih-lebih tidak akan hidup dengan tenang
karena takut orang mencarinya balas dendam gara-gara analisisnya yang
memojokkan pelaku kejahatan.
Mengenai kasus pembunuhan tujuh turunan terhadap keluarga Meng memang
pernah didengar oleh siapa orang saja di selatan. Huang, kabarnya terbunuh
karena hampir berhasil menyibak kasus itu. Tetapi, aku pernah sekali ke Yun-nan untuk memastikan. Namun, petunjuk bahwa Huang pernah ke sana memang
sangatlah samar sekali. Oleh karena itu, aku tidak yakin bahwa saudaraku Huang
Qian tidak ada lagi di dunia." tutur Jieji mengenang.
"Jadi" Ayahku memang benar masih hidup?" tanya Lie Hui dengan terlihat sikap senangnya.
"Bagaimana ketika kita balik ke China daratan, kita pergi ke Yunnan untuk
memeriksa sekali lagi?" tanya Jieji sambil tersenyum kepada semuanya.
"Baik... Tetapi bagaimana dengan kematian ibuku" Bagaimana kamu bisa
mengetahuinya?" tanya Lie Hui kembali kepada Jieji yang di wajahnya masih
tersisa rasa penasaran.
"Huang sendiri pernah bercerita padaku sedikit. Dia mengatakan hidupnya telah hancur luluh, sebab orang yang sangat dicintainya telah meninggal gara-gara
dirinya. Huang pernah terlihat olehku mengantongi sebuah sulaman sapu tangan
yang bertuliskan sebuah kata yaitu "Hui". Dia sering melamun melihat sapu tangan itu ketika waktu sedang senggang-senggangnya. Jadi aku yakin wanita
yang dimaksud tentu adalah ibumu. Dan mengenai bagaimana caranya ibumu
meninggal, aku sungguh tiada tahu." jawab Jieji.
Lie Hui terlihat menunduk, di wajahnya nampak sebuah kesedihan yang bukan
dibuat-buat. Lie Hui ditinggalkan oleh ibunya semenjak usia belasan tahun di
partai Jiu Qi. Ibunya seorang wanita yang tegar dan kuat. Meski dia hidup di
rumah bordir Yuen Hua, tetapi tidak ada seorang pun yang berhasil untuk
memikatnya terkecuali Huang Qian. Lie Hui tadinya sempat cukup senang
karena mengetahui mungkin Jieji tahu kisah hidup ibunya, tetapi mendengar
pernyataan kali ini, dia tentu tidak begitu puas. Lalu, dia-lah terlihat sangat antusias untuk meninggalkan Persia untuk mencari ayah kandungnya jika masih
hidup. Karena hanya inilah pengharapannya yang terakhir untuk mencari orang
yang dekat dengannya.
"Yang Mulia tiba!"
Tiba-tiba terdengar suara beberapa orang yang berteriak di depan ruangan.
Xia Jieji tersenyum ketika dia mendengar suara dayang-dayang yang berteriak
cukup keras. "Sepertinya pesta lagi-lagi menunggu kita..."
"Kita hanya bisa menghadiri pesta yang dibuat meski tidak kita nikmati. Karena itu, mau tidak mau kita harus mengikutinya sampai benar ada informasi yang kita butuhkan." sahut Zhao Kuangyin membalas senyuman Jieji.
Kesemua teman-temannya mengiyakan pernyataan Zhao kuangyin, mantan
Kaisar Sung ini.
Balairung Istana Persia...
Seperti kemarin, Kaisar Persia sepertinya sangat bergembira. Mereka
kesemuanya diundang untuk menikmati perjamuan yang meriah sekali. Ruangan
pesta memang cukup besar, sebesar ruangan rapat kaisar Persia. Biasanya
pesta selalu dimulai dengan perjamuan dahulu, kemudian baru disajikan dengan
tarian khas Persia.
Adalah ketika para wanita muda menarikan tarian yang cukup indah dan menarik.
Jieji sudah minum lebih dari 3 gentong arak. Karena tidak ada yang benar bisa
dinikmatinya dalam pesta, maka arak-lah yang jadi tumbalnya. Dia sudah mulai
cukup mabuk ketika tarian itu di bawakan.
Sedang Yunying terlihat cukup jengkel melihat kelakuan Jieji yang tidak
henti-hentinya meneguk arak dengan lahap. Tetapi bagaimanapun, dia tahu
bahwa biasanya suami-nya itu tidak pernah tertarik akan keramaian yang sedang
disajikan. Memang terlihat beberapa kali, wanita cantik luar biasa ini berupaya menghentikan tegukan arak Jieji. Tetapi, dia tidak mampu membendung
kelakuan suaminya itu meski untuk sekejap saja.
Dan suatu ketika, seperti kemarin juga. Beberapa penari sudah berpencar dari
tarian mereka untuk menuangkan arak bagi tamu. Wanita penari biasanya
memiliki penutup muka, dan hanya kedua bola matanya yang kelihatan.
Ketika kemarin, pada saat-saat seperti ini Jieji biasanya menolak. Tetapi hari ini, pemuda bersikap lain. Biasanya dia sangat sopan sekali terhadap wanita
dimanapun, kapanpun juga. Meski pada saat dia mabuk arak, biasanya Jieji
sanggup mengontrol dirinya sedemikian rupa.
Dia segera mengangkat cawan dengan kedua tangannya sambil tersenyum
mabuk ke arah penari yang semakin mendekatinya. Penari dengan tinggi tubuh
cukup semampai dan warna kulit putih serta bertubuh sangat bagus. Pakaian
wanita Persia memang pernah disebutkan terlihat cukup vulgar. Jika saja adalah
lelaki normal, maka jarang sekali ada yang sanggup menahan diri untuk melihat
ke tubuh wanita yang berpakaian sedemikian. Apalagi untuk penduduk daratan
tengah yang merasa cukup tabu untuk hal sedemikian.
Sikap Jieji bukan tidak dilihat oleh siapapun. Termasuk kakak angkatnya juga
merasa heran. Tidak pernah dia melihat Jieji dalam keadaan demikian. Yuan
Jielung dan Lie Hui juga merasa heran bahwa Jieji yang sekarang terlihat hidung belang sekali jika diamati.
Yunying sangat marah sekali melihat perubahan suaminya yang tiba-tiba dalam
sekejap. Sedangkan Kaisar Persia yang melihat tingkah Jieji malah tertawa
terbahak-bahak.
Penari menundukkan kepalanya sambil menuangkan cawan arak dengan sikap
yang sangat lembut dan penuh kewanitaan. Jieji memandang lurus ke arah
wanita bertutup muka dengan wajah yang serius sekali. Arak memang hampir
tertuang penuh, ketika kesemua orang tiba-tiba sangat terkejut.
Karena dengan kecepatan yang sangat luar biasa, mereka melihat sebuah sinar
terang sekejap. Hasilnya, adalah yang paling tidak di sangka semua orang.
Cairan merah terlihat telah muncrat ke meja tempat duduk pemuda sebelumnya.
Sedang di bahu pemuda, terlihat sebilah pisau tertancap cukup dalam sekali.
Wanita penari adalah orang yang menancapkan pisau yang disimpan di balik
perutnya. Anehnya, Jieji tidak menghindar meski dia memiliki ilmu silat yang
tinggi. Apakah benar rasa mabuk terlebih menguasainya sehingga dia tidak
mampu lagi bergerak sedikitpun"
Yunying dan Zhao kuangyin adalah 2 orang yang pertama sampai untuk melihat
keadaan Jieji yang berlumuran darah di daerah baju sebelah kirinya.
Wanita penari yang menusukkan pisau segera berteriak kegirangan.
"Akhirnya dendam telah terbalaskan!!!"
Begitulah suara wanita ini dengan antusias sekali berulang-ulang. Tetapi tawa
kegirangannya tidak berlangsung lama, karena di hentikan oleh sebuah suara.
Suara yang sangat dikenal oleh wanita ini tentunya.
"Betul... Sepertinya dendam-mu benar telah terbalaskan."
Wanita yang tadinya berteriak kegirangan ini segera menoleh cepat ke arah
pemuda yang tadinya sempat terlungkup di meja. Tentu dengan wajah yang
sangat terkejut seakan tidak percaya dia menggelengkan kepalanya.
Sedangkan Zhao Kuangyin segera melihat keadaan adik keduanya dengan
wajah yang penuh cemas.
"Kau tidak apa-apa?"
Jieji melihat ke arah kakak pertamanya sambil tersenyum pelan. Yunying sangat
cemas terlihat karena melihat banyaknya darah yang mengucur dari bahu Jieji.
"Kenapa kamu tidak menghindar?"
Jieji tidak menjawab pertanyaan isterinya. Melainkan dia berdiri dengan pelan
sambil menatap ke arah wanita penari itu.
"Tangkap wanita itu!!!"
Sesegera terdengar suara teriakan orang yang di tengah balairung yang tentu
tiada lain adalah Kaisar Persia.
Tetapi ketika para pengawal yang telah siap sedia dia depan pintu utama
beranjak masuk. Mereka dihentikan oleh sebuah suara.
"Jangan bergerak terlebih dahulu."
Para pengawal terlihat diam di tempatnya. Orang yang berteriak tiada lain adalah pemuda yang berpakaian putih dan berlumuran darah. Pemuda ini mengangkat
tangannya sebelah.
"Tidak disangka bahwa ayahmu sudah meninggal."
Tutur pemuda dan melihat ke arah penari itu.
Wanita penari itu segera membuka tudung wajahnya segera. Wajah di sana
adalah wajah seorang wanita yang cantik. Namun sinar matanya sangat buas
memandang ke arah pemuda yang terluka ini.
Mereka semua terkejut ketika melihat wanita cantik di depan yang tadi baru saja gagal dalam pembunuhan gelap adalah puteri dari Partai bunga senja, Huo
Thing-thing. "Aku bersumpah akan membalas dendam selama diriku hidup!" teriak wanita ini dengan marah sekali.
Jieji menggelengkan kepalanya menatap dengan wajah penyesalan.
"Seharusnya bukan aku yang kau cari. Oh...
Aku tahu, berarti orang yang membunuh ayahmu sudah kau selesaikan bukan
begitu?" Wanita ini meski marah, tetapi mendengar tuturan Jieji maka dia terkejut juga.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Ayahmu dibunuh oleh orang rendahan saja. Dengan kemampuanmu,
seharusnya kau sudah bisa membalas dendam. Dan seharusnya kau bukan
mencariku untuk balas dendam terlebih dahulu." sahut Jieji.
Sekali lagi, Huo Thing-thing terlihat sangat terkejut. Dia tidak percaya bahwa
apa-apa hal sudah diketahui oleh Jieji sejak awal.
"Kau tahu karena adanya pencuri ulung ini, Lie Hui?"
Jieji menggelengkan kepalanya.
"Kamu salah.
Aku dan ayahmu punya dendam sedalam lautan. Aku tidak membunuhnya 2 hari
yang lalu bukannya aku merasa tidak sanggup. Karena dengan upaya
sebaik-baiknya, aku tidak ingin hal seperti hal ini terjadi di kemudian harinya.
Tetapi sepertinya apa usahaku adalah sia-sia belaka."
Pemuda terlihat menghela nafas panjang ketika dia selesai mengucapkan
kata-katanya. "Aku menanyaimu kenapa kau bisa tahu hal ini" Kenapa kau bisa tahu kalau aku pura-pura menari saja" Dan sikapmu itu, kau memang sengaja memancingku."
tanya Thing-thing dengan wajah penuh kemarahan di satu sisi, dan di sisi lainnya penuh rasa penasaran.
"Hm... Kau salah lagi sekali. Aku tidak pernah bermaksud menghindar tadinya. Tetapi
yang sangat kuherankan adalah tusukan pisaumu tidak bisa mengenai titik
mematikan dari tubuhku. Oh...
Aku tahu. Kau pasti berpikir aku akan menghindar, tetapi karena kecepatanmu
tidak secepat daya hindarku, maka kau mengambil sikap untung-untungan dan
berharap aku menghindar ke arah kiri dan tentu tusukan pisaumu saat itu akan
mengenai batok kepalaku. Bukan begitu, puteri Thing-thing?"
Thing-thing terlihat mendengus sekali dengan marah. Dia menatap ke arah Jieji.
"Dari mana kau bisa tahu aku ini bukan seorang penari."
Sepertinya Jieji dari tadi menghindari pertanyaan tersebut. Sudah ketiga kalinya, wanita cantik tetapi kejam ini mengajukan pertanyaan yang sama. Namun,
akhirnya Jieji menjawab juga.
"Meski kamu adalah jago penari, tetapi untuk seorang pesilat tangguh masih bisa terlihat jejaknya meski dia sanggup menyimpan tenaga dalamnya sedemikian
rupa. Gaya gesekan sepatumu lain dari penari lainnya. Seorang pesilat biasanya
memiliki keseimbangan yang jauh lebih baik dari seorang penari biasa saja. Ini


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hal pertama."
"Hm... Lalu ada hal lainnya" Dan mengapa kau tidak menghindar meski sepertinya
kamu memiliki kesempatan karena sejak awal kau sudah tahu aku ada di sini?"
"Hal yang kedua adalah, hal yang bisa kupastikan dengan sangat baik. Yaitu bau-mu, bau tubuhmu." tutur Jieji sambil menatapnya serius.
"Kau seperti binatang pencium. Pantas aku kalah denganmu." sahut wanita ini dengan senyuman mengejek.
Yunying sangat marah karena pernyataan wanita partai bunga senja ini. Memang
Yunying pernah tahu bagaimana Jieji disiksa oleh wanita kejam ini di penjara
partai. Dan bagaimana perlakuan wanita sadis ini kepada suaminya. Dan sejak
awal, dia sudah tidak suka dengan tingkah wanita ini. Dia beranjak maju dan
berniat untuk buat perhitungan dengan Thing-thing. Tetapi dia segera dihalangi
oleh Jieji. Pemuda terlihat menghalangi dengan sebelah tangannya.
"Kau salah. Bau tubuhmu pernah kucium sekali. Bukan berarti bahwa ada yang khusus dengan bau tubuhmu. Aku cuma berniat memastikan makanya dengan
sengaja tadinya aku berpura-pura mabuk dan bertingkah gila. Meski aku tidak
memastikannya, kau pasti mencari cara untuk membunuhku juga, bukan begitu?"
tanya Jieji. "Sekarang aku sudah jatuh ke tangan kalian. Mau bunuh atau apa terserah
kalian." sahut Thing-thing dengan marah dan menunjuk ke arah Jieji dan
kawan-kawannya.
"Bagaimana jika kuberi kau kesempatan sekali lagi?" tanya Jieji kepadanya sambil tersenyum.
Semua orang sangat terkejut mendengar kata-kata Jieji ini. Yunying dan Zhao
kuangyin segera menuju ke depan guna menghalangi. Tentu kata-kata Jieji tidak
saja membuat kawan-kawannya cemas, tetapi Thing-thing terlebih-lebih lagi, dia
tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Pahlawan selatan.
"Aku tidak pernah mengingkari kata-kata yang pernah kuucapkan." tutur Jieji sambil tersenyum serius kepadanya.
"Kau!"
teriak wanita ini sambil menunjuk dan tidak percaya.
Dengan cepat, Jieji mencabut pisau yang tadinya masih menusuk dalam di bahu.
Darah tentu kontan muncrat keluar seiring dicabutnya pisau. Dia lemparkan
ringan ke arah Thing-thing. Dengan sangat mudah, wanita ini menjemput pisau
yang dilempar itu.
Sekarang sebelah tangan Thing-thing telah tergenggam pisau yang belepotan
darah. Dia segera beranjak maju ke depan dengan pisau tergenggam kuat di
tangannya. Yunying dan Zhao kuangyin segera saja maju untuk menghalangi tindakan
wanita "gila" ini.
Tetapi sekali lagi, Jieji menghalangi pergerakan mereka. Dia maju tegap ke
depan sambil melihat ke arah kakak pertamanya.
"Tidak apa-apa."
begitulah sahutnya pelan sambil beranjak maju.
Sekarang jarak antara Jieji dan Thing-thing telah dekat sekali. Dia mengamat
serius ke arah pemuda yang sepertinya sama sekali tidak takut apapun. Dengan
cukup bingung, dia menanyainya.
"Kenapa" Kenapa kau bisa bertindak demikian?"
"Ini adalah permusuhan antara aku dengan kau. Jika kau merasa bisa
melampiaskan amarahmu yang konyol itu, maka aku akan rela dibunuh olehmu."
tutur Jieji dengan serius dan tegas.
Mendengar tuturan Jieji, Thing-thing terlihat serba salah. Dia memang sudah
mengangkat pisaunya untuk diarahkan ke dada Jieji, tepat di sebelah kiri dada
pemuda yaitu arah jantungnya.
"Dan satu hal lagi.
Kau tidak usah takut sama sekali, karena aku meminta kepada saudaraku,
teman-temanku untuk tidak pernah membalas dendam kepadamu. Setelah
membunuhku, kau bisa pergi dengan tenang." sahut Jieji dengan tegas.
Yunying, Zhao kuangyin, Yuan Jielung dan Lie Hui telah terlihat sangat cemas.
Tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkan pemuda. Kenapa Jieji nekad
ingin menyerahkan nyawanya kepada wanita sadis itu. Jika dihitung-hitung, maka
bisa dikatakan bahwa sebenarnya dendam ini sangat layak dibalaskan Jieji
karena Huo Xiang-lah orang yang membunuh Hikatsuka Oda. Dan Huo Xiang
juga-lah orang penyebab kematian tetua Kaibang serta tetua dunia persilatan
Zeng Qian hao alias Pei Nanyang.
Pisau yang dipegang oleh Thing-thing terlihat bergetar kuat ketika Jieji
mengucapkan kata-kata terakhir itu. Amarah di matanya seakan sengaja
dikuatkan supaya dia sanggup menusukkan pisau yang di tangannya dengan
sekali hentakan tangan ke depan saja.
Ruangan yang tadinya hiruk pikuk akibat suara-suara dan musik-musik telah
berubah jauh berbeda. Sekarang sudah sangat hening sekali. Meski sebatang
jarum yang jatuh ke lantai pun dapat terdengar. Suara nafas pelan beberapa
orang terdengar jelas, suara nafas tegang beberapa orang juga dapat terdengar.
Sedangkan hanya terdengar sebuah suara nafas yang memburu, suara nafas
seorang wanita yang "menguasai" ruangan itu.
Cukup lama kondisi dan keadaan itu berlangsung, sampai sebuah suara tiba-tiba
mengacaukan keadaan. Sebuah suara besi yang berlaga cukup keras terdengar
di lantai, dan diikuti dengan suara derap langkah kencang berlari meninggalkan
balairung itu. Semua orang bingung melihat hal demikian, tetapi hanya Jieji yang diam di
tempat mengawasi kepergian wanita itu sambil menghela nafas. Wanita cantik
dan sadis ini tidak sanggup bertindak karena kecamuk hatinya yang sangat
susah diukirkan lewat kata-kata.
Maka demikianlah hal dendam antara Xia Jieji dan Partai bunga senja telah
selesai. Di hari kemudiannya, Huo Thing-thing tidak pernah lagi mengungkit
sebuah kata "balas dendam" demi ayahnya lagi.
Seperti yang dikatakan oleh Jieji, setelah mereka mendapat informasi kematian
Huo Xiang maka mereka akan meninggalkan Persia. Yaitu sehari kemudian
setelah kejadian pembunuhan gelap Thing-thing, mereka kesemuanya meminta
pamit kepada Raja Persia dan menuju ke selatan.
Dalam perjalanan...
Yunying tersenyum manis sepanjang harinya. Sebab apa yang diperkirakan dan
membuatnya jengkel kemarin adalah pikiran-pikiran yang tidak-tidak saja.
Sebenarnya dia sangat yakin terhadap suaminya, tetapi kadang hal yang bisa
mengakibatkan cemburu ataupun kesal sangatlah susah dibendung oleh seorang
wanita, meski Yunying adalah wanita yang sudah termasuk luar biasa.
"Apa yang kau pikirkan" Sepertinya kamu dari tadi hanya tersenyum saja.
Melihatmu saja aku merasa cukup aneh." kata Jieji membuyarkan lamunannya.
Mereka berdua duduk di satu kereta kuda. Sedangkan Lie Hui, Yuan Jielung dan
Zhao kuangyin duduk di kereta kuda yang lainnya.
Yunying tidak menjawabnya sama sekali. Dia hanya terlihat mengerutkan
dahinya sebentar dan sambil tersenyum manis ke arah suaminya.
"Nah.. Kamu mulai aneh. Tetapi sepertinya aku bisa menebak isi hatimu." jawab Jieji sambil tersenyum menggoda kepadanya.
"Kamu pertama kesal karena sikapku, tetapi karena sikap jantanku kemarin
membuatmu sangat bangga, bukan begitu?"
"Tidak tahu malu!!!" teriak Yunying sambil tertawa malu. Warna wajahnya terlihat memerah dengan sekejap, sebab tebakan Jieji sangat tepat. Biasanya seorang
wanita kalau isi hatinya diketahui dengan baik oleh seorang pria, maka tentu dia merasa malu meski oleh orang terdekatnya sekalipun.
"Oh.. Bagaimana kau tahu bahwa Huo Thing-thing tidak akan menusukkan pisau ke
jantungmu" Saat itu aku takut sekali, tetapi setelah dipikir aku tahu sedikit
maksud hatimu."
Jieji tertawa terbahak-bahak mendengar tuturan Yunying.
Setelah tertawa beberapa lama, Jieji menyahuti pertanyaan Yunying.
"Kamu tahu..
Wanita itu sangat tinggi hatinya dan sikap egoisnya sangatlah luar biasa. Jika
aku takut, mungkin dia makin berani. Tetapi dengan begini, semua hal selesai
dengan baik. Dan ini adalah hal yang sangat kuharapkan benar."
Yunying mendekat ke arah Jieji, sambil meletakkan kepalanya ke bahu pemuda
dia menutup matanya dengan tersenyum manis sekali.
Perjalanan dilanjutkan dengan lancar saja. Arah yang dituju mereka adalah
daerah selatan dan mencari pelabuhan. Sepertinya perjalanan kali ini sengaja
tidak dilakukan lewat darat, melainkan lewat lautan. Dari arah Persia selatan, jika berlayar cepat maka dalam seminggu mereka bisa mencapai India. Dan dari
India timur mereka berencana untuk berlayar dan menuju ke arah Yun-nan.
Sebulan kemudian...
Yun-nan, daerah selatan dari daratan tengah. Atau lebih tepat barat daya dari
daerah daratan tengah. Sebuah daerah yang cukup subur, dengan penduduk
lebih dari 5 laksa jiwa dan suhu yang jelas lebih tinggi dari daratan tengah.
Yun-nan adalah tempat dengan hasil pertanian bagus setiap tahunnya.
Tiga orang yang berkuda terlihat jelas memasuki kota Yun-nan lewat pintu barat.
Seorang pemuda yang duduk di sebuah kuda khusus terlihat melaju pelan.
Cukup menarik perhatian bagi siapa saja melihat pemuda ini. Dengan berpakaian
sastrawan dan berwajah sangat tampan dan muda dia terlihat santai. Sedangkan
di belakangnya terlihat 2 orang wanita cantik. Yang satu berwajah sangat putih
dan warna wajah agak memerah merona, seorang wanita yang sangat cantik
sekali. Sedang di sampingnya juga seorang wanita cantik.
Dengan melihat sekilas saja, semua penduduk kota tahu benar bahwa ketiga
orang ini bukanlah orang dari daerah Yun-nan, sebab cara berpakaian penduduk
Yun-nan agak lain dari penduduk daratan tengah lainnya.
Ketiganya terlihat menuju ke salah sebuah penginapan dengan santai.
"Kenapa kau ngotot memakai wajah ini?" tanya wanita nan cantik heran
kemudian setelah mereka masuk ke penginapan. Wanita ini adalah Yunying
tentunya. Pemuda tertawa saja, tetapi tidak menjawab.
"Ini karena dia tidak ingin dikenali seorang." jawab wanita cantik lainnya sambil tersenyum. Wanita ini tiada lain adalah Lie Hui.
"Jadi kemungkinan paman-ku ada di kota ini" Memang wajahmu sekarang
dengan wajahmu ketika kecil tiada berbeda?" tanya Yunying yang sepertinya
sangat tidak setuju melihat penampilan Jieji.
Dengan membuka topeng kulit, Jieji tertawa sekali lagi.
"Bukan begitu. Aku jelas berbeda wajah ketika kecil dengan sekarang. Yang
kuinginkan adalah aku tidak ingin ada yang tahu hubunganku dengan ayahku
yang memiliki wajah yang cukup mirip denganku."
Diterangkan demikian, akhirnya Yunying mengerti juga. Tetapi dia masih ngotot.
"Apakah ayahmu pernah kemari" Atau ada masalah kamu menggunakan
wajahmu yang asli" Kamu sungguh aneh."
"Bukan begitu maksudku. Aku tidak takut dikenali saja oleh siapapun. Buktinya jika aku tidak ingin dikenali, maka kuda bintang biru bisa saja kupinjam ke kakak pertama ketika dia dan Ketua Yuan pulang ke Shandang. Ada hal lain lagi yang
tidak bisa kuceritakan sekarang." tutur Jieji sambil tersenyum.
Yunying hanya menggelengkan kepalanya saja.
Sementara itu, Lie Hui meminta pamit kepada mereka berdua sebab katanya dia
ingin menyelidiki sesuatu di kota. Jieji telah berjanji untuk membantu nona ini tentunya dengan tujuan bahwa dia juga ingin sekali mendengar kabar tentang
Huang Qian, sahabat tua-nya itu yang telah tidak pernah terdengar kabarnya
lebih dari 20 tahun.
"Darimana kamu akan memulai penyelidikan?" tanya Yunying kemudian setelah beberapa lama.
"Aku tidak tahu. Tetapi aku harus mencari penyebab dendam turunan keluarga Meng dahulu. Mungkin dari sini kita mulai." jawab Jieji sambil tersenyum.
"Tetapi petunjuknya cukup sedikit, bukan begitu?" tanya Yunying kembali.
"Tidak juga. Jika petunjuk sedikit, maka akan kucari cara lainnya."
"Bagaimana" Kamu tidak pernah mengatakan sesuatu kepadaku secara jelas.
Kamu takut aku jadi mata-mata?" tanya Yunying yang kesal dan tersenyum geli kemudiannya.
"Bukan begitu. Aku tidak yakin ini bakal berhasil." jawab Jieji sambil mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya.
Yunying segera tertarik melihat sebuah benda yang dikeluarkan Jieji dari balik
bajunya yang tiada lain adalah sebuah lukisan. Lukisan yang digulung
sedemikian rupa yang cukup kecil yang entah kapan dimiliki oleh Jieji.
Pemuda membuka gulungan pendek lukisan itu dengan wajah tersenyum.
Yunying melihatnya terkejut. Adalah sebuah gambar wajah seseorang
terpampang di sana. Orang yang sekiranya umur 40-an dengan kumis dan
jenggot yang tipis terlihat.
"Jadi dia adalah pamanku, Huang Qian?"
Jieji menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
"Benar. Kamu pintar..."
"Kamu ingin menyelidiki dari sini mulainya?" tanya Yunying mengerutkan dahi.
"Betul... Pencuri ulung sekarang mencari bahan untuk membuat wajah. Kita bisa
mengunjungi wisma Meng di sini dan memakai wajah saudara Huang Qian untuk
mengunjungi mereka. Jika ada yang bisa mengenali wajah ini, maka
kemungkinan bahwa pamanmu atau sahabat dekatku itu pernah kemari." jelas
Jieji. "Pintar..." jawab Yunying pendek sambil tersenyum.
Tidak lama kemudian, pencuri ulung alias Lie Hui sudah kembali.
Di tangannya dia membawa sebuah buntalan, dan tersenyum lebar dia
memasuki ruangan kamar penginapan.
"Kamu sudah dapat petunjuknya?" tanya Jieji yang melihat perubahan mimik Lie.
Lie Hui mengangguk pelan. Lantas dia berkata.
"Begini...
Aku memberi 10 tael emas kepada seorang tua yang sepertinya tahu sedikit hal.
Dia berkata sekitar 40 tahun yang lalu, dia pernah melihat wajah seorang
pemuda yang mirip dengan lukisan. Dan dia berkata, dia hanya tinggal 3 hari di
kuil Zhu Fu. Saat itu, orang tua ini adalah seorang pelayan di kuil itu yang
mengurus sembahyang. Tetapi orang di lukisan itu tidak pernah mengungkit
apapun mengenai kasus, melainkan dia selalu menikmati sejarah kuil itu. Dan
hanya itu saja."
"Aneh..."
tutur Jieji sambil berpikir.
"Apa ada yang aneh dengan tindakan orang itu" Kamu pikir orang tua itu
berbohong?" tanya Lie Hui.
"Tidak juga. Melihat sifat ayahmu, tidak mungkin dia membiarkan kasus itu begitu saja di hadapannya. Sepertinya kuil Zhu Fu juga harus kita kunjungi selain wisma Meng." jelas Jieji.
"Sekarang sudah malam, bagaimana jika besok pagi kita beranjak menuju ke
kedua tempat itu?" tanya Yunying.
"Sudah pasti, karena ada sesuatu yang harus diselesaikan nona Lie Hui malam ini juga." tutur Jieji sambil tersenyum.
Lie Hui membalas senyuman Jieji sambil mengeluarkan buntalan tas kecilnya
untuk memulai melakukan sesuatu.
Keesokan harinya...
Pagi sekali, ketiganya telah berangkat dari penginapan. Arah yang dituju
ketiganya adalah Kuil yang disebut di atas itu. Namun, penampilan pemuda kali
ini sudah agak lain. Dia merubah wajah dirinya menjadi wajah Huang Qian atau
sahabat lamanya itu, mengganti bajunya dengan baju yang hampir mirip dengan
baju yang sering dikenakan orang ini. Tetapi rupa-rupanya bukan Jieji saja yang mengubah wajahnya, melainkan Yunying dan Lie Hui juga mengganti wajah.
Kedua orang ini lebih aneh karena mengubah diri mereka menjadi kakek dan
nenek. Entah apa maksud semuanya, tetapi ini adalah akal dari Jieji sendiri.
Tidak jauh dari Kuil Zhu Fu, ketiga orang ini berjalan cukup pelan seakan mereka termasuk orang tua yang berjalan saja sudah cukup kepayahan. Daerah kuil ini
sepertinya jarang ada orang, dan cukup sepi juga meski saat itu termasuk sudah
pagi. Tetapi ketiga orang yang mendekati kuil itu terkejut juga ketika mereka melihat pemandangan luar biasa di depan sesegera.
Di depan Kuil yang sepertinya kurang terurus dari jauh terlihat adanya seorang
bertopeng emas dan berpakaian kuning keemasan sudah siap siaga untuk
menantikan sesuatu.
"Hati-hati.." bisik Jieji yang berpenampilan Huang Qian dengan suara yang sangat pelan sekali.
Ketiga orang yang tadinya bermaksud masuk ke kuil, akhirnya berpura-pura
mengambil daerah samping jalan untuk menuju ke arah kanan.
Tetapi, baru saja mereka mengalihkan pandangan ke samping. Baik Jieji maupun
Yunying segera merasakan gerakan orang dari kejauhan yang cepat sekali
menyusul. Merasakan bahaya. Dan tahu bahwa mereka bertiga adalah orang yang di ncar
mengakibatkan mereka mau tidak mau membongkarkan identitas mereka
dengan cepat. Langkah orang yang mendekat bukanlah langkah pesilat biasa.
Langkah pesilat yang sangat tangguh terasa mendekat.
Adalah nenek yang tadinya sangat kepayahan segera berpaling cepat ke
samping. Dia arahkan tapak dengan cepat ke arah orang yang mengejar.
Sungguh sangat cepat pergerakan orang berpakaian emas. Sebab tanpa di
sangka sekalipun, tapak yang dihantam nenek ini yang sudah sangat cepat
masih bisa berlaga dengan tapak lawannya.
Sesegera saja hawa penyerangan menyebar ke seluruh penjuru dengan hasil
penyerang berpakaian keemasan terpental belasan langkah ke belakang.
Sementara itu nenek malah tiada apa-apa dan berdiri tegak saja sambil
memandang ke depan.
Jieji melihat ke depan, dia menyadari bahwa pukulan nenek itu alias Yunying
memang bukanlah pukulan sembarangan lagi. Tetapi Yunying hanya bisa
membuatnya terpental tanpa terluka tenaga dalam karena posisinya yang jelek
tentu membuatnya sadar bahwa penyerang itu bukanlah orang biasa.
Nenek terlihat segera ingin beranjak cepat ke depan. Tetapi penyerang
berpakaian emas segera merapal jarinya ke depan. Sesaat...
Jieji terkejut juga, sebab jurus demikian cukup mirip dengan rapalan jurus yang biasa dikeluarkannya.
"Awas!!!" teriak Jieji tertahan.
Nenek yang maju itu terkejut juga sebab dia memang melihat bahwa orang
berpakaian keemasan sedang mengarahkan jarinya ke depan. Tidak ada


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuatu perubahan seperti terlihat sinar seperti Ilmu jari dewi pemusnah, tetapi dari arah depan Yunying merasakan sesuatu benda nan tajam sedang
mengancam jiwanya.
Lalu, dengan tarikan nafas panjang dan cepat. Yunying mundur dan
melingkarkan tapaknya 1 lingkaran penuh. Alhasil hawa pedang tak berwujud
yang keluar dari jari itu berhasil di pentalkan.
Jieji sangat mengkhawatirkan keselamatan Yunying yang berpenampilan nenek
itu, dan segera mungkin dia beranjak maju ke arah Yunying.
Hawa jari pedang ini bukan hawa jari pedang biasa, karena selain tak berwujud
maka hawa pedang ini jauh lebih tajam dan cepat dari hawa jari pedang Ilmu jari dewi pemusnah tingkat tertinggi.
Jieji telah sampai ke tempat posisi berdiri nenek dan hawa jari pedang sepertinya telah berhasil dibelokkan sedemikian rupa. Tetapi hawa pedang segera
mengambil tumbal yaitu sebuah tiang bangunan segera roboh akibat hawa jari
yang kuat itu. Tetapi ketika ketiganya berusaha melihat ke arah penyerang yang berpakaian
emas itu, dia sudah menghilang tanpa jejak sama sekali.
"Ini sungguh berbahaya." tutur Jieji ke arah Yunying.
Yunying setuju, dia menganggukkan kepalanya sambil menatap serius ke arah
tangan kanannya. Lima goresan tipis yang mengeluarkan bercak darah sudah
terjejak jelas di lengannya yang sangat mulus itu.
BAB CXXVII : Upaya Pembunuhan Terhadap Keluarga Meng
Pemuda segera mengeluarkan sebuah sapu tangan untuk melap dan membalut
darah yang keluar meski hanya sedikit saja.
"Ilmu jari yang aneh dan belum pernah terlihat maupun terdengar di dunia
persilatan." kata Lie Hui sesegera yang berpenampilan kakek.
Jieji kembali membenarkan pernyataan.
"Betul, benar-benar di luar sangka bahwa ada yang menguasai Ilmu jari
sedemikian hebat. Benar-benar membuka mata."
"Jika dia tadinya menyerang dalam keadaan tiba-tiba, maka kita berada dalam bahaya besar." tutur Yunying mengingat.
"Lawan di daerah gelap, sedangkan kita terang-terangan. Sepertinya
penyamaran di sini sudah tidak begitu dibutuhkan lagi." sahut Lie Hui.
"Tidak juga.
Mungkin saja orang itu hanya kebetulan menyerang karena kita mendekati kuil.
Atau bisa saja karena samaran dari Kak Jie yang menarik perhatiannya." tutur Yunying sambil melihat ke arah Jieji.
Tetapi disini Jieji tidak menyahut perkataan mereka berdua. Dia hanya diam saja dan berpikir. Sesekali terlihat dia menggesekkan jarinya pelan ke bibirnya dan
mengelus dagunya. Dan karena melihat Jieji sedang serius berpikir saja,
keduanya tidak lagi mengeluarkan suara apa-apa lagi.
Sampai kemudian terdengar pemuda akhirnya berkata-kata.
"Kita harus ke kuil Zhu Fu di depan sekarang juga."
"Apa"
Bagaimana jika penyerang masih bersembunyi di sana?" tanya Yunying yang
agak heran. "Tidak.." tutur Jieji sambil tersenyum.
"Dia merasa hawa jari pedangnya yang sangat sakti itu saja bisa dibelokkan oleh seorang nenek. Tentu dia tidak akan berani lagi kembali ke kuil. Untuk hal ini, aku sangat yakin sekali."
Lie Hui membenarkan pernyataan Jieji. Mereka kemudian beranjak cepat ke
depan kuil untuk memeriksa. Kali ini ketiganya bukan lagi berjalan kepayahan,
mereka menggunakan lari cepat untuk menuju ke depan.
Kuil Zhu Fu sebenarnya didirikan untuk menghormati seorang pahlawan perang
zaman tiga kerajaan, Zhuge Khung-ming. Atas dasar sifat welas asihnya
terhadap penduduk Nan-Zhong maka para penduduk mendirikan kuil untuk
disembahyangi selama 4 musim.
Kuil cukup luas di pelatarannya dan meski saat sedang pagi, tetapi keangkeran
tempat ini memang cukup terasa. Kuil sepertinya sudah tidak pernah lagi dihuni
selama belasan tahun ataupun lebih. Bau pengap sangat menyengat sekali di
sini. Di tengah kuil terlihat sebuah patung yang sedang duduk. Wajah patung terlihat
sangat agung dan berwibawa dengan pakaian imam. Kumis dan jenggot pendek
menghias wajah patung. Di tangan kanannya terpegang sebuah kipas bulu
burung. Ini adalah patung dari Zhuge Khungming alias Zhuge Liang. Jieji memberi hormat
pelan ke arah patung, dan kemudian segera dia menyelidik ruangan. Dinding
ruangan meski terlihat cukup rapuh, tetapi di sana terpahat beberapa sejarah
bangsa Nan-zhong. Terlihat juga beberapa gambar-gambar terukir jenderal besar
Ma Wan dari Han. Di samping belakang terukir gambar-gambar peperangan
pemberontakan Nan Zhong yang dipimpin oleh Meng Huo melawan pasukan
Shu-Han. Jieji mengamati semuanya dengan sangat serius, tidak pernah sekalipun dia
mengeluarkan suara apapun. Di dalam hatinya, dia sedang membayangkan
dirinya adalah Huang Qian.
Kenapa saudaranya itu hanya melihat ke arah ukiran-ukiran dan mempelajari
sejarah di sini. Bukannya mencari petunjuk kasus. Apakah benar bahwa ada
sesuatu hal yang tertinggal di sini yang bisa mencari petunjuk tentang kasus
pembunuhan keluarga Meng tujuh turunan.
Sudah lebih dari 1 jam, Jieji hanya beranjak sebentar kemari dan kesana. Tidak
ada sesuatu petunjuk sepertinya didapatkan sama sekali.
"Saudaraku Huang Qian, apa maksudmu sebenarnya kemari?" tutur Jieji
kemudian seperti menggumam.
"Sepertinya lebih bagus jika kita mengunjungi wisma Meng dahulu." sahut Yunying memberi saran.
Jieji terlihat menganggukkan kepalanya.
"Kalian tidak perlu lagi berpakaian seperti seorang kakek ataupun nenek. Kita kunjungi mereka layaknya penduduk biasa dari daratan tengah saja."
Kemudian dari kuil Zhu Fu, ketiganya segera berangkat. Wisma Meng terletak di
utara kota Yun-nan. Ketiganya berangkat dengan berjalan kaki secara biasa
meski mereka bertiga cukup was-was terhadap keadaan sekitar. Sebab
bagaimanapun penyerang yang tadinya sempat bentrok sesaat bukanlah
manusia sembarangan. Oleh karena itu, diperlukan sikap ekstra hati-hati untuk
mencegah hal yang tidak diinginkan.
Kota Yunnan bukanlah kota yang makmur penduduknya karena terlihat cukup
banyak penduduk miskin. Ini bisa dilihat dari cukup banyak pengemis-pengemis
yang meminta-minta di jalan. Selain itu, pakaian penduduk-penduduk juga
seadanya saja dan membuktikan bahwa mereka bukan-lah dari keluarga yang
berkecukupan. Hanya diperlukan waktu sekira 15 menit, mereka sudah sampai di tempat yang
ingin dituju. Wisma Meng... Di depan Wisma terlihat adanya 4 penjaga yang siaga dengan tombak di tangan.
Keempatnya layaknya seperti dewa penjaga pintu dengan muka yang angker.
Mereka mengawasi dengan mata yang mendelik dan was-was setiap saat
terhadap siapapun yang lewat.
"Sepertinya telah terjadi sesuatu." tutur Yunying yang telah kembali
berpenampilan seperti biasa.
Tadinya mereka bertiga sempat lewat di depan gerbang dan menyaksikan
bagaimana para pengawal itu memandang mereka dengan tatapan mata bengis.
"Tidak... Jika telah terjadi sesuatu, maka keempat pengawal sudah bukan di gerbang."
tutur Jieji. "Benar juga. Sepertinya keluarga Meng sangat takut akan ancaman kembali
terjadi. Saat ini, informasi menyebutkan bahwa keluarga Meng dipimpin oleh
orang yang bernama Meng Yang-chu." tutur Lie Hui dengan pelan.
"Meng Yang-chu" Meng Yang-chu"....
"Mimpi" "Matahari" "Keluar?"" tutur Jieji yang agak heran.
"Nama yang tidak bagus sama sekali. Bermimpi matahari terbit jika kita
analogikan nama pemimpin wisma. Sungguh aneh..."
"Betul.. Biasanya orang tua memberi nama kepada putra ataupun putrinya dengan nama
yang bermakna. Dengan sebuah kata "mimpi", maka nama ini terasa sangat tidak bagus." jawab Yunying.
"Tidak usah kita peduli terlebih dahulu. Kita tidak mempunyai jalan selain menyelidik ke keluarga Meng.
Nona Lie Hui, aku meminta anda supaya kembali dahulu ke penginapan." tutur Jieji serius ke arah pencuri ulung.
"Anda ingin mencari informasi ke dalam?" tanya Lie kemudian.
"Betul... Cukup aku dan Yunying saja untuk melihat-lihat ke dalam." tutur Jieji.
Lie Hui terlihat mengangguk pelan.
"Aku akan kembali sesuai dengan anjuran anda. Tetapi aku berniat mencari
informasi lainnya, terutama untuk kasus pembunuhan rentetan keluarga Meng
yang terjadi beberapa puluh tahun yang lalu.
Jieji dan Yunying memang tetap berada di salah satu sudut luar Wisma Meng
untuk menunggu terjadinya sesuatu perubahan sebelum mereka berdua berniat
menyelinap ke dalam.
Sudah lebih dari dua jam, kemudian mereka mendapati sesuatu.
Adanya deretan kereta-kereta kemudian berhenti di depan gerbang. Deretan
kereta yang jumlahnya mungkin 10 buah lebih cukup mengherankan Jieji
maupun Yunying. Bentuk deretan tersebut adalah kotak berwarna hitam, dan
besarnya sekiranya adalah sebesar kotak upeti yang sering sekali terlihat di
ibukota pada musim semi awal. Adalah ketika para raja wilayah ataupun raja luar wilayah yang mempersembahkan upeti berupa perhiasan ataupun barang antik
lainnya kepada Kaisar setiap tahun. Kotak tersebut memang benar persis sekali
jika diamati dari luar.
Di Wisma Meng tidaklah terdapat Kaisar sebagaimana jika dipikirkan. Tetapi atas dasar apa orang ini mengantarkan kotak besar yang sepertinya berisi sesuatu ke
Wisma" Jieji memang sudah tidak tahan rasa penasarannya. Ini terbukti beberapa kali dia menjulurkan kepala lewat sebatang pohon Ek yang besar untuk melihat keadaan.
Dia pasang telinganya dengan cukup baik untuk mendengar pembicaraan
mereka. "Tuan Meng memang telah memesannya. Mungkin dia lupa memberitahu kepada
kalian!" terdengar seorang pengawal kereta berteriak kemudian.
Tadinya suara mereka lumayan pelan saja, dan hampir bisa dikatakan tidak
dapat terdengar. Tetapi kali ini, suara pengawal kereta membludak karena
terlihat dia marah sekali.
Untuk saja percekcokan tidak berlangsung lama karena sepertinya suara cek-cok
dihentikan oleh sebuah suara. Suara yang terdengar cukup berat dan serak bisa
membuktikan bahwa usia orang memang cukup tinggi. Selain itu, Jieji juga
merasakan bahwa orang tua yang bakal keluar ini bukanlah orang biasa. Sebab
teriakannya juga mengandung semacam hawa tenaga dalam yang kuat.
Jieji dan Yunying keduanya segera menjulurkan kepala sekali lagi untuk melihat
ke gerbang. Mereka berdua berdiri lebih dari 20 langkah di samping gerbang dan
bersembunyi di sebuah pohon besar.
Memang adalah seorang tua, umurnya mungkin sudah 60-an ke atas. Wajahnya
memang tidak terlihat begitu jelas karena jarak pandang yang jauh. Tetapi
rambutnya sudah putih, wajahnya dihiasi jenggot dan kumis panjang. Orang tua
berpakaian pendeta dan terlihat cukup agung dari sikapnya.
"Tetua Gao, maafkan kami. Tetapi pengawal kereta selalu ingin mendesak kalau Tuan besar sudah memesan kereta-kereta." jawab salah seorang pengawal yang tadinya angker namun sekarang berubah menjadi sopan.
Orang tua terdengar berbicara dengan lembut.
"Ini adalah kesalahanku. Tuan besar memang sudah memesan kereta tadi pagi
sekali tetapi karena ini tugasku untuk memberitahukan kalian. Namun disini aku
lupa. Maafkan aku.."
"Orang tua itu mencurigakan..." tutur Yunying kepada Jieji dengan sangat pelan.
"Tidak juga."
jawab Jieji pendek.
"Kenapa tidak" Dia adalah seorang pesilat tangguh, apa mungkin pesan dari
Tuan besar Meng bisa dilupakannya?" tanya Yunying.
"Tidak... Bukan begitu, yang kamu bicarakan adalah sebuah kemungkinan saja. Tetapi
kalau aku melihat orang tua itu, memang bukanlah seperti yang kau kira." sahut Jieji dengan suara pelan.
"Dia kemungkinan adalah orang yang menghalangi kita di kuil. Karena dia
menunggu sejak pagi, maka pesan tuan besar tidak dihiraukannya. Dan aku
merasa dia baru saja sampai barusan." tutur Yunying dengan alis yang berkerut.
"Pintar...
Tetapi ini hanya kemungkinan. Dan satu hal lagi, kau masih ingat orang
berpakaian emas dan bertutup muka" Lihatlah kembali ke arah orang tua." sahut Jieji dengan serius ke depan.
"Oh.... Betul, orang tua ini berperawakan besar sekali. Selain itu, dia hanya menutup
muka saja tadi di kuil. Mana mungkin rambut putihnya tidak terlihat" Jika dia
mengubah bentuk rambut memang wajar saja. Makanya kamu sebut
kemungkinan?"
"Pintar...
Selain itu, bentuk tubuhnya yang menjadi perhatian. Orang besar tidak mungkin
bisa membuat tubuhnya menciut. Tetapi jika orang tua ini tidak bertubuh besar,
maka para pengawal cukup akan curiga dan mengungkitnya saat ini karena
melihat perawakannya yang beda.
Dan bagaimanapun, sepertinya penyelidikan kita bisa dimulai dari orang tua ini."
jawab Jieji dengan pelan dan tersenyum.
"Ayok kita pergi." tutur Yunying seraya membalikkan badan.
Tetapi ketika mereka baru saja beranjak 3 langkah ke belakang. Keduanya
terkejut dengan cepat. Sebab mereka sudah merasakan hadirnya sebuah hawa
dan tenang di belakang keduanya.
Baik Jieji maupun Yunying segera menoleh. Mereka kemudian melihat orang tua
itu telah sampai. Dengan cara bagaimana dan seperti apa, tiada yang tahu
benar. Sebab tahu-tahunya orang tua sudah berdiri agung sambil memegang
jenggotnya. Wajah orang tua terlihat tersenyum melihat keduanya.
"Hebat..." tuturnya dengan seraya memuji.
"Tidak... Anda lebih hebat. Kita bahkan tidak tahu sejak kapan tetua bisa sampai di sini
dan berdiri dengan agung." jawab Jieji.
Orang tua ini tertawa terbahak-bahak. Sedang Jieji dan Yunying terlihat
tersenyum saja.
"Aku tidak tahu apa maksud kalian. Tetapi diam-diam dan bersembunyi bukanlah tindakan seorang ksatria. Siapa kalian berdua?"
"Tidak perlu di tanya siapa mereka berdua." tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang lembut dari arah kejauhan.
Tentu suara semacam demikian mengundang ketiganya langsung menoleh.
Soerang wanita yang berpakaian biru muda terlihat berjalan secara pelan dan
anggun ke arah mereka bertiga. Wanita yang terlihat berkulit sangat putih dan
mulus. Wajahnya dari kejauhan saja sudah bisa dipastikan sangatlah cantik.
Ketiganya terlihat bergembira meski kegembiraan ketiganya tentu saja tidak
sama. "Puteri Chonchu?" teriak Jieji seakan tidak percaya.
Yunying juga berteriak dengan suara yang sama.
Tetapi orang tua ini yang keheranan karena melihat keduanya mengenal wanita
itu hanya bisa bengong saja.
Yang datang kemari memang betul adalah puteri Chonchu, puteri Koguryo yang
terkenal itu. Dan merupakan hanya satu-satunya puteri kandung dari Pei
Nanyang alias Zeng Qianhao.
"Tetua Gao...
Mereka berdua adalah teman-temanku." tutur Chonchu kepada orang tua itu
sambil tersenyum manis.
"Mereka?" tanya orang tua sambil menunjuk ke arah Jieji dan Yunying.
"Betul... Yang pria adalah orang yang terkenal dengan julukan "Pahlawan Selatan", sedang yang wanita adalah isterinya, Wu Yunying."
jawab Chonchu sambil tersenyum ke arah keduanya.
Orang tua terlihat terkejut sebentar, tetapi dia masih bisa menguasai dirinya
sedemikian rupa. Sesaat, wajahnya tersenyum riang.
"Dengan adanya kedua pendekar, maka yang tua ini sepertinya tidak perlu terlalu bersusah-payah lagi."
Jieji agak heran mendengar pernyataan orang tua. Lantas dia menanyainya.
"Bagaimana anda tahu bahwa kita mempunyai tujuan ke Wisma Meng?"
"Orang tua kemarin, yang diberi beberapa peser uang oleh teman anda bukan"
Kemarin benar aku tidak tahu siapa orangnya bahwa ada yang mencari informasi
tentang Wisma Meng, tetapi dengan adanya kedatangan anda berdua hari ini
maka aku bisa memastikannya." tutur orang tua sambil memberi hormat.
Jieji terlihat tersenyum girang mendengar pernyataan orang tua ini. Jelas orang tua di depannya bukanlah manusia sembarangan. Meski usianya mungkin sudar
termasuk ujur, tetapi daya berpikirnya malah tidak melambat.
"Dia adalah pengasuh diriku sejak kecil." tutur Chonchu sambil memberi hormat ke arah orang tua.
"Nona terlalu membesarkan. Aku hanya menjaga anda selama 4 tahun saja
semenjak nona kecil lahir." jawab orang tua dengan membalas hormat Chonchu.
Ternyata Chonchu adalah seorang wanita yang lumayan dikenal di Yun-nan.
Orang tua ini mengaku bernama Gao JianShen. Gao, Jian, Shen tiga buah huruf
disini bisa berarti "Tinggi", "Bertemu", "Dewa".
"Nama yang aneh lagi?" tutur Yunying spontan ketika dia mendengar nama orang tua di depan.
Baik Chonchu maupun orang tua tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan
Yunying. "Nama disini adalah sebuah analogi. Aku tidak yakin bahwa nama-nama seperti Meng Yangchu dan Gao Jianshen adalah nama yang asli." tutur Jieji seraya
berpikir. "Betul sekali anak muda. Tidak heran anda disebut sebagai detektif terkenal.
Di daerah pedalaman sebelah barat daya, semua orang memiliki 2 buah nama.
Nama asli hanya bisa dan boleh disebutkan sekali seumur hidup. Yaitu ketika
seseorang sudah mencapai ajal." tutur Orang tua.
"Pantas saja..." Jieji terlihat tersenyum.
Mereka berdua segera diajak oleh Chonchu dan orang tua bermarga Gao ini


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk masuk ke dalam.
Jieji dan Yunying menempati ruangan khusus untuk tamu. Perlu diketahui,
Wisma Meng bukanlah wisma yang asli luas sekali. Melainkan hanya sekitar
palingan 3 petak tanah saja. Meski pelataran tergolong luas, tetapi ternyata
rumah mereka malah termasuk sempit. Sebab disini pengawal terlalu banyak
jumlahnya. Jieji dan Yunying sempat berkeliling sebentar di sana untuk beberapa saat
mengamati. "Sepertinya keamanan wisma memang bagus sekali." tutur Yunying sambil berjalan pelan di samping Jieji.
"Betul.. Pengamanan terlihat ketat karena wisma yang jaraknya tidak luas. Aku sudah
menghitung pengawal yang dari tadi silih berganti kesana dan kemari. Jumlahnya
pas 50 orang. Dan seharusnya keluarga Meng memiliki 100 orang pengawal
yang bisa digantikan secara silih berganti setiap pagi dan malam kemudian."
Yunying menganggukkan kepalanya saja. Mereka baru saja kemudian beranjak
beberapa tindak ke depan. Lalu terdengar suara pengawal yang memanggil
keduanya. "Kasus keluarga Meng harus kita selidiki sampai tuntas. Hampir 30 tahun yang lalu kabarnya semua keluarga Meng terbantai habis, kecuali para pelayan
ataupun pengawal. Tidak ada seorangpun tahu bagaimana mereka bisa selamat,
tetapi semua tahu bahwa para pelayan maupun pengawal dalam keadaan
pingsan. Kita hanya mempunyai petunjuk berikut saja." tutur Jieji sambil
mengingat-ingat apa yang pernah dikatakan oleh Huang Qian kepadanya
beberapa puluh tahun yang lalu.
Di dalam ruangan utama Wisma Meng, sudah terlihat 3 orang yang sedang
duduk. Seorang duduk di arah atas tangga yang jumlahnya mungkin 5 petak
saja. Sedang di kiri dan kanannya terlihat seorang tua tadi dan Chonchu duduk
dengan wajah riang menantikan kedua orang.
"Hormat kepada pemilik Wisma." tutur Jieji dengan sopan.
Suling Emas Dan Naga Siluman 23 Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Pedang Asmara 11
^