Pencarian

Pahlawan Dan Kaisar 22

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 22


Jieji sempat melihat ke arah pemilik Wisma yang memiliki nama "aneh". Orang yang tergolong tinggi besar, dengan wajah berangasan. Mata bulat dan alis yang
tebal. Di wajahnya terhias jenggot dan kumis yang berewokan. Sepertinya
pemilik Wisma adalah orang yang tetap menjaga ciri khas Yun-nan.
Zeng Qianhao memang terlihat berperawakan demikian, tinggi besar dan terlihat
sekilas menakutkan tetapi bedanya adalah kumis dan jenggot Zeng tidaklah
serampangan seperti pemilik Wisma.
Meng Yangchu sesegera mempersilahkan keduanya duduk di kursi sebelah
Chonchu. Lantas dengan tiada berbasa-basi, dia mengeluarkan suara
"guntur"nya.
"Aku pernah mendengar nama besar anda di daratan tengah. Sungguh hal yang
baik jika anda mengunjungiku. Bisa saya tahu apa maksud anda datang kemari
dengan sejujurnya?"
Perkataan tuan rumah memang langsung ke sasaran tanpa bertele-tele. Mungkin
ini juga salah satu ciri khas orang Yun-nan yang sepertinya tidak banyak bicara jika tidak perlu.
"Benar... Tujuanku datang kemari hanya demi seseorang sebenarnya." jawab Jieji juga
langsung ke sasaran dan tidak banyak bertele-tele kemudian.
"Hmm"
Lantas siapa yang anda cari" Apa ada hubungannya dengan wisma?" tanya tuan rumah. Wajah tuan rumah terasa cukup aneh ketika mendengar pernyataan Jieji
barusan. "Sejujurnya, aku juga tidak akan banyak berbasa-basi lagi.
Temanku, atau tepatnya adalah paman dari wanita yang duduk di sampingku.
Dia pernah datang kemari hampir 30 tahun yang lalu. Dia-lah orang yang sedang
kucari." jawab Jieji.
Tuan rumah terlihat berpikir beberapa saat. Dia amati keseriusan wajah pemuda
dengan serius juga. Lantas dia terdengar tertawa.
"Betul... Orang yang ingin kau cari mungkin adalah seorang detektif usia 40-an pada saat
itu. Bukankah dia?"
"Hm... Kabarnya banyak detektif ataupun polisi yang tidak sanggup menyelesaikan
kasus yang dimaksud. Memang benar perkataan pendekar, banyak juga
orang-orang itu hilang tak berbekas." tutur tuan rumah sambil menengadahkan kepalanya ke atas mengenang.
"Ada satu hal saja yang ingin saya tanyakan."
"Apa itu?"
"Mengenai wisma...
Dimanakah sesungguhnya wisma berada sejak terjadi pembantaian puluhan
tahun lalu itu?"
tanya Jieji dengan serius.
Tuan rumah memandangnya sesegera. Wajahnya segera berubah. Entah
ekspresi apa yang sedang ditunjukkan. Tetapi dengan segera, wajah tuan rumah
segera berubah dahsyat. Dia tertawa sangat keras tiba-tiba.
"Wisma Meng terdahulu letaknya adalah sebelah selatan kota. Di sebelah barat terletak banyak rumput dan di sebelah timur terdapat air terjun kecil.
Anda sepertinya sangat tertarik akan misteri-misteri. Datanglah ke sana untuk
menyelidik jika anda inginkan."
"Terima kasih." jawab Jieji pendek saja.
Pembicaraan selanjutnya memang tidak lagi mengenakkan sama sekali. Dan
hanya tinggal beberapa hal yang kurang penting saja yang bisa dijadikan
informasi berharga dalam penyelidikan. Oleh karena itu, Jieji dan Yunying segera meminta pamit. Mereka dikawani oleh Chonchu ke kamar mereka.
"Puteri Chonchu...
Bagaimana menurutmu pemilik wisma, Meng Yangchu?" tanya Jieji ketika
mereka berjalan mendekati kamar.
"Tuan besar Meng adalah seorang yang sangat keras. Itu wajar saja.
Sebab di usianya yang barusan 16 tahun, dia telah kehilangan seluruh
keluarganya. Dia untungnya terselematkan karena ayahku." tutur Chonchu
sesaat. Tetapi tiba-tiba dia merasakan pedih di hatinya.
Jieji mengerti maksud Chonchu.
Kabar meninggalnya Pei nanyang tentu sudah sampai di telinga nona ini. Tetapi
kemudian pemuda berkata kepadanya.
"Orang yang menyebabkan kematian tetua Zeng juga sudah tewas."
Chonchu memandang Jieji agak heran. Dia lantas bertanya.
"Bagaimana si tua Huo itu tewasnya?"
Jieji menceritakan singkat saja kejadian tempo waktu beberapa bulan yang lalu.
Selesai mereka bercerita satu sama lainnya. Akhirnya ketiganya juga telah
berada di dalam ruangan kamar.
"Lalu bagaimana kakak Chonchu bisa ke Yun-nan" Dan dimana kak Sungyu?"
tanya Yunying kepada Chonchu.
"Kak Sungyu sekarang sedang membela negara. Dia sebenarnya ingin ikut,
tetapi aku menghalanginya. Dikarenakan masalah utara, Liao pun belum beres."
jawab Chonchu dengan tersenyum simpul.
"Anda diminta orang tua bermarga Gao untuk menyelidik secara diam-diam juga rupanya."
Chonchu memandang Jieji dengan heran. Lantas dia terdengar tertawa sekali.
Seraya mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, dia memberikan kepada
pemuda. Jieji mengambilnya dengan sigap dan memampangkan sesuatu benda. Ternyata
adalah sebuah kain terlihat. Kain itu dengan segera saja dipampangkan di meja.
Rupanya adalah sebuah surat yang berisi tinta merah. Tinta ini mungkin saja
dibuat dari darah sesungguhnya. Tetapi surat ini berisi pesan yang sangat
pendek tetapi sangat mengancam.
"Aku akan mengirim keluarga Meng kembali.
Pembantaian untuk 30 tahun yang lalu..."
"Sepertinya hal ini makin lama makin serius saja.
Aku ingin bertanya kepadamu sesuatu hal." tutur Jieji yang kelihatan tertarik dengan surat pemberitahuan atau surat ancaman.
"Katakan saja."
"Gao Jianshen adalah seorang pendekar hebat. Lalu kamu tahu darimana
kekuatan tenaga dalamnya di dapat?" tanya Jieji.
"Wajar saja. Sebenarnya ayahku pernah mengajarinya kungfu meski sudah lama sekali. Dan terakhir ketika kakak seperguruan (Yuan Jielung) dan Ayah berada di Yunnan. Mereka bertiga-lah orang yang sering merundingkan jurus-jurus kungfu."
"Jadi begitu?" tutur Jieji sambil berpikir.
"Kalau begitu memang kemungkinan yang satu juga telah musnah sama sekali."
sahut Yunying. Jieji membenarkan pernyataan Yunying.
Chonchu yang sangat pandai itu segera tersenyum dan berkata.
"Kalian sempat mencurigai Gao JianShen" Memang ada sesuatu yang telah
terjadi?" Jieji tertawa mendengar perkataan Chonchu. Dan sekali ini, Yunying yang
menceritakan semua pertemuan mereka dengan pendekar tangguh yang
misterius itu. Sambil mengeluarkan lengannya, Yunying juga melepaskan kain
sapu tangan yang masih mengikat luka ringan di lengannya.
Chonchu sepertinya memandang dengan cukup tertarik. Wajahnya terlihat aneh
dan mengerutkan dahi beberapa saat.
"Sepertinya puteri mendapat sesuatu petunjuk dari luka isteriku?" tanya Jieji.
"Betul sekali...
Aku ingin berkata bahwa bekas luka lima goresan di tangan Yunying juga sama.
Sama dengan luka goresan di semua leher keluarga Meng yang tewas
terbantai."tutur Chonchu.
Bukan main terkejutnya Jieji dan Yunying mendengar perkataan Chonchu
barusan. "Tetapi, banyak sekali dugaan. Penduduk sekitar tidak pernah ingin
menjawabnya kepada orang luar tentang hal yang terjadi di Yunnan saat itu.
Tetapi ayahku pernah tahu dan mengatakan bahwa mereka dibunuh dengan
jurus yang sama. Namun, penduduk Yunnan mengatakan bahwa mereka
dibunuh oleh mayat hidup. Bekas di leher semua korban adalah bekas cakaran
mayat hidup." sahut Chonchu dengan wajah yang serius.
Jieji menangkap perkataan Chonchu dengan tersenyum saja. Sedangkan
Yunying malah bertingkah aneh sekali.
"Tidak mungkin...
Jangan-jangan benar ada mayat hidup" Mereka benar dibunuh mayat hidup?"
teriaknya dengan wajah gelisah.
Jieji yang melihat ke arah Yunying segera tertawa lebar. Begitu pula Chonchu
melakukan hal yang sama.
"Tidak disangka setelah kau telah menjadi seorang pesilat luar biasa sezaman ini, malah bisa ditakutkan oleh cerita semacam demikian."
Wajar saja, sebenarnya hari sudah gelap juga. Karena mendengar tentang hal
berbau "hantu", Yunying terlihat cukup gemetaran.
"Tidak!! Yang kukhawatirkan adalah rumah ini. Bukankah disini terjadi pembantaian
keluarga Meng" Ini cukup menakutkan!" teriak Yunying kembali.
"Tidak... Salah... Bukankah tadinya pemilik Wisma berkata bahwa pembantaian bukan dilakukan
di rumah ini" Dasar kau.." tutur Jieji sambil tersenyum.
Baru sekarang terlihat pikiran Yunying jernih kembali.
"Betul juga...
Jika benar bahwa banyak orang terbunuh disini, yang paling pertama ditakuti
tentu pemilik wisma. Untunglah..." seru Yunying dengan lega sekali.
Sekali lagi keduanya tertawa melihat kepolosan nyonya Xia yang memang
sesungguhnya tidak rasional.
"Betul... Sekarang aku sudah tahu sebuah hal. Mereka benar dibunuh dengan Ilmu jari.
Dan hebatnya adalah Ilmu jari sakti itu bisa dikeluarkan dari jarak yang cukup
jauh tetapi mematikan. Malah sekilas terasa aneh sebab bisa saja ilmu itu
memakan korban dengan cara memilih secara tepat." tutur Jieji sambil berpikir.
Dia sedang berpikir beberapa kemungkinan saja yang bisa terjadi.
"Tidak ada ditemukan dendam antara keluarga Meng dengan pelaku kejahatan.
Ini sangat diherankan. Kenapa kasus seperti demikian tidak meninggalkan jejak
sama sekali?" tutur Chonchu juga sambil berpikir.
"Betul... Kalau benar perkiraan kita. Maka sesungguhnya pamanmu kemungkinannya
sangat kecil masih hidup di dunia." tutur Jieji dengan menghela nafas ke arah Yunying.
"Tidak... Aku tidak percaya. Kamu bilang pamanku sangat pandai meski kungfunya jelek.
Dia pasti bisa menjaga dirinya dengan baik sekali." sahut Yunying dengan
lantang. "Betul sekali. Sepertinya kita harus ke Wisma Meng dahulu itu. Mungkin saja jejak akan ada di sana." tutur Chonchu.
"Bukan mungkin, tetapi pasti." tutur Jieji sambil tersenyum.
Yunying melongo melihat Jieji yang kelihatan telah cerah wajahnya. Sementara
itu, Chonchu juga tersenyum.
"Betul... Jika tidak ada, maka bisa kita suruh dia datang. Bukan begitu?"
"Satu hal lagi puteri...
Apa benda berderet berbentuk kotak yang baru saja diterima oleh pihak Wisma
tadi siang?"
Chonchu tersenyum geli sambil menggelengkan kepalanya.
"Itu adalah bahan peledak."
"Wah... Sepertinya kondisi psikologi pemilik Wisma sudah bermasalah. Dia ingin
meledakkan mayat hidup jika datang kepadanya?" jawab Jieji sambil tersenyum geli.
*** Selatan kota Yun-nan...
Sepertinya apa yang dideskripsikan Meng Yangchu memang tidaklah salah sama
sekali. Jieji sudah melihat pepohonan dan air terjun yang dikatakan pemilik
wisma. Memang di sebelah kirinya terlihat sebuah bangunan tua yang bertembok
cukup tinggi. "Kau ingin menelusurinya di saat malam begini" Apa kau tidak takut?" tanya Yunying dengan sangat gelisah. Sepertinya wanita ini ketakutan akan cerita
mengenai mayat hidup. Tetapi sebaliknya Jieji tersenyum dan tertawa sebentar
tanpa menjawab pertanyaannya.
"Ayok!" seru Jieji pelan sambil meraih tangan Yunying. Dia sudah melompat ke dalam tembok dalam. Dengan cepat sekali, mereka berdua sudah sampai di
balairung utama. Balairung yang gelap dan angker luar biasa telah terpampang.
Menyelidiki sesuatu di saat begini memang bukanlah hal yang benar bisa
bermanfaat. Jika saja ada api yang dihidupkan saat seperti demikian, maka
sangat berbahaya sekali. Karena lawan lebih bisa melihat dimana mereka
berada. Oleh karena itu, Jieji tetap tiada penerangan bermaksud menelusuri
wisma tua. *** Wisma Meng (kecil)...
Seperti biasanya. Tuan Meng sudah tidak bisa tidur semenjak adanya
pemberitahuan ancaman pembunuhan keluarganya. Tuan Meng memang
memiliki 3 orang putera dan 1 orang puteri. Kesemuanya adalah jago silat juga
rupanya. Tetapi mereka juga ikut berkhawatir akan sesuatu hal yang bakal terjadi pada keluarga mereka. Baik Meng Yangchu dan keempat orang anaknya tidak
lagi bisa tidur tenang. Sudah berbulan-bulan semenjak pemberitahuan dilakukan,
tetapi belum adanya tanda-tanda dari pembunuh sama sekali.
Hari ini, bulan purnama sungguh sangat indah. Angin terasa berhembus
sepoi-sepoi dan tiada tanda bakal terjadinya perubahan cuaca.
Wisma tetap terang benderang semenjak berbulan-bulan lalu ketika
pemberitahuan pembunuhan sudah disebarkan.
Kepala keluarga Meng Yangchu sudah duduk di ruangan utama dengan wajah
yang tidak begitu tenang. Dia terlihat sebentar berjalan kesini dan kesana.
Sudah lebih dari 3 jam dia melakukannya dan setiap malam juga dilakukan hal
yang serupa. Biasanya setelah dia berjalan sampai tengah malam, dia akan pergi
tidur. Tetapi hari ini lain dari pada lain. Sebelum benar tengah malam, sepertinya dia menangkap sesuatu bayangan di dinding belakangnya.
Bayangan yang sepertinya memakai baju emas sedang terlihat. Dengan
kerudung tutup muka yang berwarna emas pula. Tidak bisa disangkal lagi, orang
inilah yang telah menyerang Jieji dan Yunying serta pencuri ulung di depan kuil Zhu Fu.
"Kau mau apa?" teriak Meng Yangchu dengan kalap ketika melihat seorang aneh di ruangannya.
Orang ini tidak berbicara sedikitpun. Tetapi dia mengangkat tangannya. Jarinya
terlihat ditunjukkan ke arah Meng Yangchu. Sepertinya keadaan Meng sedang
dalam gawat-gawatnya.
Tetapi sebelum Meng Yangchu menjadi korban orang tersebut. Tiba-tiba saja
sinar terang benderang mengalahkan terangnya ruangan.
Adalah sinar merah luar biasa terang dan pesat kemudiannya menghantam
orang berbaju emas tersebut. Orang misterius terlihat terpental sungguh pesat ke belakang dan menghantam dinding ruangan hingga roboh.
"Sepertinya kamu telah terkena pancingan."
tutur sebuah suara dari arah depan pintu besar itu.
BAB CXXVIII : Kasus Misterius Keluarga Meng
Dengan langkah yang cukup pelan, sepertinya terasa langkah kaki beberapa
orang yang memasuki ruangan. Meski di depan terasa cukup gelap, tetapi di
dalam ruangan sesungguhnya adalah terang benderang. Suara langkah
beberapa orang ini juga diikuti suara langkah yang cukup ramai yang ikut
menyusul. Setelah orang yang sampai tersebut melangkahkan kakinya, maka seorang pria
kemudian berjalan ke depan dengan cukup was-was. Terlihat sebelah tapaknya
sedang disiagakan untuk bertahan.
Tembok yang berjarak sekitar 30 kaki lebih darinya itu memang sudah runtuh
akibat terjangan tubuh seseorang yang menghantam. Pemuda yang datang di
sini tentu tiada lain adalah Jieji. Di belakangnya terdapat 2 orang wanita muda dan seorang pria tua.
Jieji berhati-hati benar sambil mengawasi tajam ke arah orang yang menabrak
dinding itu. Tetapi meski langkahnya sudah dilakukan sebanyak belasan kali ke
depan, namun orang yang berpakaian emas itu sama sekali tiada bergerak.
"Jangan-jangan dia telah tewas?" tutur pria tua di belakang kepada orang di sekeliling.
Suasana di dalam ruangan memang terasa menyesakkan nafas setiap orang.
Meski di luar memang sudah siaga cukup banyak pengawal yang siap untuk
bertarung mati-matian, tetapi menyaksikan penyerang yang roboh dan diam tak
berkutik membuat semua orang was-was. Terlebih lagi pemuda yang berniat
untuk mendekatinya.
Tetapi... Ketika benar Jieji telah sampai di sana, yaitu di tempat robohnya orang yang
terhantam jurus Ilmu jari dewi pemusnah. Dia kontan terkejut tidak terkira.
Dia terlihat mengangkat "orang" yang berpakaian emas itu dengan sangat mudah. Dan terlihat segera dia melemparkan tubuhnya ke tengah ruangan yang
bersinar terang benderang itu.
Tindakan Jieji juga sangat mengejutkan siapa saja. Tidak disangka bahwa
ternyata "orang" yang dilempar ternyata adalah orang-orangan yang terbuat dari kain yang berisi cukup banyak batu sehingga terasa berat.
Kondisi ruangan sekarang telah "menghasilkan" sebuah lubang selain pintu masuk. Langsung saja, Jieji berjalan seraya melompat ringan untuk menuju ke
halaman samping dari lubang.
Dia berjongkok sebentar untuk mengamati. Gerakannya segera diikuti oleh
Yunying dan Chonchu. Chonchu meminjam sebuah kayu berapi dari para
pengawal untuk ikut ke arah Jieji. Dia tahu benar bahwa sedang apa Xia Jieji
melakukan tindakannya itu sekarang.
Benar Jieji sedang memeriksa jejak langkah dari orang yang dirasanya melarikan
diri. Tetapi jika ada pendekar yang sanggup lari dari ruangan tersebut tanpa
diketahui-nya, maka kemampuan pendekar itu sudah sangat tinggi sekali.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mungkin sekarang sudah sekelas Dewa Lao, Zhao Kuangyin ataupun Wu
Yunying. Apakah memang benar ada pendekar hebat yang bersembunyi di sini"
Sungguh cukup mengherankannya.
Jieji meminta kayu berapi dari tangan Chonchu, kemudian dia segera saja
memeriksa lapangan tanah di samping ruangan tersebut.
Perlu diketahui, lapangan di sini memang tidaklah luas. Tetapi lapangan di sini justru terasa gersang dan jika saja ada orang berjalan di sana, maka tidak
mungkin jejak kaki tidak tertinggal sama sekali disana.
"Benar-benar luar biasa sekali. Ini hal yang sangat menarik..."
tutur Jieji sambil tersenyum melihat ke arah tanah.
Perlu diketahui, di sini hanya terdapat hamparan tanah dan di sekelilingnya
sudah tidak terdapat gedung. Maka jika orang tersebut melarikan diripun, pasti
dia akan meloncat ke atap ruangan terjadinya upaya pembunuhan terhadap
Meng Yangchu. Tetapi hebatnya, Jieji dan kawan-kawannya yang adalah pesilat tangguh sama
sekali tidak pernah merasakan adanya langkah yang melewati atap sama sekali.
Chonchu, Yunying dan orang tua bermarga Gao tentu mengerti apa maksud Xia
Jieji yang berkata demikian. Karena mereka sendiri juga melihat tiada jejak kaki sama sekali disana, dan tidak ada yang merasakan adanya orang yang kabur
dari lokasi. Lantas sambil menghela nafas, Jieji masuk kembali ke ruangan.
"Dimana pembunuhnya?"?" teriak Meng Yangchu seraya berteriak ketika dia melihat Jieji masuk.
Tetapi tidak pernah Jieji menjawab pertanyaannya, karena dia sendiri sedang
berpikir keras. Jika hanya sebuah boneka, maka tidak mungkin boneka bisa
menunjuk ke arah Meng Yangchu dengan jarinya seakan-akan hendak
membunuhnya saat itu. Namun, jika adalah manusia. Mana mungkin bisa lolos
tanpa jejak sama sekali.
"Izinkan kita untuk berpikir dahulu." tutur Chonchu ke arah Meng Yangchu meski kelihatan bahwa tuan rumah tidaklah sabar sama sekali.
Tetapi sebelum tuan rumah bersuara, mereka semua telah dikejutkan suara
pelayan wanita yang berteriak.
Karena teriakan pelayan wanita terasa histeris dan mengundang kengerian.
Kesemua orang di ruangan langsung saja beranjak. Kesemuanya baik pengawal
ataupun penghuni segera menuju ke arah suara.
Jieji dan Yunying adalah 2 orang pesilat tangguh luar biasa di sini. Mereka
berdualah yang pertama sampai di lokasi tempat pelayan itu berteriak.
Keduanya terkejut ketika melihat sesuatu. Dan sangat wajar kalau pelayan
berteriak. Sebab di ruangan kamar tidur yang tidak seberapa besar itu telah terlihat
pemandangan yang sangat tidak sedap dipandang siapapun.
Di kursi yang bisa bersandar atau tepatnya kursi santai telah terlihat seorang
duduk di sana dengan wajah yang sangat mengerikan.
Darah terlihat masih mengalir deras dari tubuh orang tersebut.
Yunying yang memang tidak biasa melihat pemandangan demikian tentu merasa
ngeri. Dia langsung saja beranjak ke belakang punggung suaminya itu tanpa
berani menatap lama-lama lagi.
Tidak berapa lama.
Chonchu dan orang tua serta kepala keluarga alias Meng Yangchu juga telah
sampai. Kontan saja terdengar teriakan ngeri seseorang di belakang.
"Anakku!!!!"
Meng segera saja masuk dengan sangat cepat untuk beranjak ke depan.
Memang benar, orang yang tergeletak itu adalah seorang pria. Wajahnya terlihat
sangat menakutkan sekali, selain itu mata dan mulutnya tidaklah tertutup sama
sekali. Darah yang terus mengalir membuat pemandangan terasa sangat
menjijikkan. Jieji memang telah berada di depan mayat tersebut, mayat tuan muda keluarga
Meng. Dia melihat dengan jelas bahwa darah masih membanjir deras dari leher. Segera
pemuda mengeluarkan sapu tangannya untuk melap bersih darah yang belum
kunjung berhenti.
Maka terlihatlah bahwa ada 5 bekas goresan yang cukup dalam. Luka seperti
demikian memang bisa dibuat melalui cakar seseorang yang sangat kuat.
Memang sepertinya pemuda berusia 20 tahunan ini tewas karena luka di leher
tersebut. Meng Yangchu alias tuan rumah terlihat berteriak keras sambil mengusir Jieji
dengan marah sekali.
"Kau bilang bisa melindungi keluargaku. Sekarang kau lihat!!! Apa yang kau perbuat?"?""
Jieji diam saja, dia tidak menjawab makian tuan rumah itu. Tetapi dia beranjak
dari tempat dan mengajak Yunying serta Chonchu untuk keluar dari ruangan.
Karena sikap tuan rumah yang sangat kasar inilah membuat Jieji sudah tidak
ingin tinggal lebih lama di Wisma Meng.
Mereka bertiga segera keluar dari Wisma dan berniat berjalan untuk mencari
tempat berteduh sementara. Meski saat itu telah tengah malam, tetapi ketiganya
tidak cukup susah untuk mencari penginapan.
"Bagaimana menurutmu kasus demikian?" tanya Yunying yang melihat Jieji sedari tadi diam saja sejak keluar dari Wisma.
"Kasus seperti demikian sebenarnya bukan hal yang sangat aneh." tutur Chonchu sambil tersenyum.
Jieji melihat ke arah puteri koguryo yang sangat pintar tersebut sambil tersenyum juga.
"Benar... Yang membuat kasus rumit tiada lain hanyalah tiada petunjuk sama sekali. Kita
tidak pernah tahu apa yang terjadi pada keluarga Meng generasi sebelumnya,
bahkan bagaimana cara mereka semuanya tewas kita juga tidak pernah tahu."
"Bagaimana jika besok kita lanjutkan penyelidikan saja ke kota. Aku yakin pasti masih banyak orang yang tahu benar kasus yang sudah hampir 30 tahun lalu itu
terjadi." tutur Yunying kepada Jieji.
Pemuda terlihat menganggukkan kepalanya saja.
Esoknya pagi-pagi...
Jieji telah bangun dan telah keluar dari penginapan. Dia berkeliling seluruh kota Yun-nan demi mencari informasi.
Dia baru kembali sekitar tengah hari dan dalam keadaan yang cukup lesu
kelihatannya. Yunying menyambutnya dari dalam kamar ketika melihat suaminya pulang.
"Bagaimana?" tanyanya.
Jieji menghela nafas panjang sekali. Lantas dia menjawab.
"Terlalu sedikit orang yang tahu akan kasus itu. Para penduduk yang tua hanya tahu bahwa keluarga Meng dibantai habis-habisan di 1 malam itu. Meng
Yang-chu hanya seorang yang hidup saja setelah pembantaian itu karena dia
berada di luar saat itu. Tidak ada yang tahu dimana Meng Yangchu berada saat
itu." Yunying berpikir sebentar. Lantas dia memberikan komentarnya.
"Aku merasa mencurigai seseorang kembali."
Jieji menatap kedua bola mata isterinya. Wajah pemuda memang terlihat tidak
begitu tertarik akan komentar isterinya. Lantas sambil tersenyum, dia menjawab
isterinya. "Kamu mengatakan kamu mencurigai Meng Yangchu bukan?"
Yunying mengangguk pelan sambil tersenyum manis.
"Benar... Dia termasuk seseorang yang pantas dicurigai. Ada 2 hal yang membuatku tidak
begitu percaya kepadanya. Tetapi tanpa berita penting tentang kasus sekitar 30
tahun lalu, kita tidak bisa berbuat apa-apa." jawab Jieji.
"Kak Jie ingin mengatakan hal pertama adalah bahwa dia terlihat cukup aneh.
Dan hal yang kedua adalah sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu?"
tanya Yunying. Jieji mengangguk.
"Betul sekali. Tetapi kecurigaan tidak selalu bisa terbukti. Tampaknya kita hanya bisa menunggu puteri pulang dahulu."
Tidak berapa lama...
Memang sudah terdengar langkah menaiki tangga dari bawah. Penginapan
tempat Jieji menginap sesungguhnya adalah lantai dua. Maka dengan suara
derekan papan tangga membuat Jieji segera menunggu was-was sebab dia tahu
bahwa orang yang datang ini siapa. Tetapi di belakang suara langkah terdengar
langkah lainnya yang mengikuti juga.
Pintu terbuka...
Jieji melihat Chonchu yang masuk dengan senyum wajahnya yang khas dan
diikuti oleh seorang wanita cantik pula. Wanita cantik yang tentu sudah dikenal mereka berdua, yaitu Lie Hui.
"Kamu mendapatkan sesuatu?" tanya Jieji ke arah Chonchu.
"Tidak... Tetapi orang di belakangku sepertinya mempunyai sesuatu yang sangat menarik." tutur Chonchu sambil tersenyum aneh kepada Jieji.
Memang adalah Lie Hui orang di belakang Chonchu, dia terlihat tersenyum juga
melihat mereka.
"Aku mendapatkan sesuatu hal."
"Oh?" terlihat Jieji terkejut sebentar sambil menatap serius ke arah pencuri ulung itu.
"Setelah sehari aku berpisahan, lagi-lagi aku menemukan petunjuk kasus yang sangat di nginkan tentunya olehmu." sahut Lie Hui.
"Lanjutkan..." tutur Jieji pendek.
"Tepatnya 29 tahun yang lalu. Di sini, di Yunnan terjadi kegemparan luar biasa di suatu pagi.
Keluarga Meng memang habis dibantai dalam malam itu. Semua orang yang
tewas hanyalah orang yang berhubungan darah dengan keluarga Meng.
Sedangkan semua pelayan ataupun pengawal tiada mengapa-ngapa. Sungguh
sangat mengherankan awalnya.
Nah... Kesemuanya memiliki luka goresan yang sama di leher atau bisa dikatakan
kesemuanya mati dengan cara yang sama yaitu putusnya pembuluh darah di
leher." "Itu sudah kuketahui..." tutur Jieji yang agak jengkel ke arah Lie Hui.
Tetapi sambil tersenyum, Lie melanjutkan ceritanya.
"Banyak orang yang mengatakan bahwa keluarga Wang adalah musuh besar
keluarga Meng. Maka mereka sempat kesemuanya di interogasi oleh polisi, tetapi
hasilnya tetap nihil. Kesemua anggota keluarga Wang memiliki alibi yang sangat
baik karena malam itu adalah malam perayaan sembahyang bulan, maka
keluarga Wang membuat pesta meriah sampai pagi hari.
Dan yang herannya adalah bahwa 3 hari setelah kejadian pembunuhan keluarga
Meng, maka kepala keluarga Wang juga tewas dengan cara yang berbeda.
Kepala keluarga Wang dibunuh dengan sangat kejam, tubuhnya dipotong-potong
hingga berpuluh bagian. Dan kesemua bagian tubuhnya terpencar di kamar
tidurnya."
Jieji melonjak kegirangan setelah mendengar kabar dari Lie Hui.
"Orang tewas dibunuh dengan cara mengerikan, tetapi malah kau terlihat girang sekali." tutur Yunying dengan wajah yang agak kesal.
"Tidak... Bukan begitu...
Teruskanlah nona Lie Hui..." tutur Jieji kembali. Terlihat semangat dan darahnya seakan melonjak mengikuti sikapnya tersebut.
"Sebenarnya atas kematian kepala keluarga Wang, Meng Yangchu muda adalah
orang yang paling dicurigai. Banyak warga mengatakan bahwa Meng sangat
dendam terhadap keluarga Wang dan mengirim orang untuk membunuhnya."
sahut Lie Hui. "Aku sudah tahu lanjutannya.
Tentu Meng tidak pernah terbukti bersalah sama sekali. Dan dari sinilah,
sahabatku atau ayahmu menjadi sangat tertarik. Dan aku sudah tahu kenapa
sahabatku mencari informasi ke kuil Zhu Fu." tutur Jieji sambil tertawa besar.
Lie Hui terheran melihat Jieji. Tetapi meski Jieji sudah tahu garis besarnya, dia masih tetap melanjutkannya.
"Meng mengaku bahwa malam itu dia keluar untuk mencari angin, yaitu di
sebelah tenggara kota. Dia disana sampai pagi kemudian saat terjadinya
pembunuhan keluarganya sendiri. Dan Meng juga mengaku bahwa saat kejadian
pembunuhan kepala keluarga Wang, dia sendiri sedang beristirahat di kamarnya.
Hanya seorang yang bisa membuktikan alibi Meng."
"Tentu orang tua yang bermarga Gao." jawab Jieji.
"Bagaimana kau bisa tahu?"?" tanya Lie Hui.
"Tentu... Biasanya pencuri adalah orang yang mencari sesuatu untuk dilihat apakah
berharga atau tidak. Tetapi detektif sudah bisa tahu apa isi sesuatu sebelum
membuka dan melihatnya." jawab Chonchu sambil tersenyum geli ke Lie Hui.
Lie Hui hanya menggelengkan kepalanya saja.
"Aku harus ke Kuil Zhu Fu sekali lagi. Sepertinya ada sesuatu yang masih belum kuselidiki di sana." sahut Jieji dengan serius.
"Kita ikut saja semua bagaimana" Dengan begitu, kita bisa saling menjaga.
Bagaimana?" sahut Yunying.
Kesemua teman-teman Jieji menganggukkan kepalanya.
Kuil Zhufu memang seperti semalam. Berbau agak pengap dengan keadaan
yang tidak teratur. Jieji melihat ke bawah lantai ketika dia masuk ke dalam kuil.
Jejak kaki memang masih jejak kaki yang sama seperti kemarin sebelumnya.
Hanya jejak kaki dia dan Yunying yang masih tertinggal jelas di sana. Sedang
jejak kaki lainnya adalah sudah sangat kabur dan kecil. Kemungkinan adalah
anak-anak yang bermain-main di kuil entah beberapa minggu yang lewat atau
beberapa bulan.
"Kamu tidak mencurigai orang yang menyerang kita" Jangan-jangan dia masih
ada di sekitar." tutur Yunying sambil masuk ke dalam bersama.
Jieji tersenyum tipis melalui bibirnya, dia tidak menjawab pertanyaan Yunying.
Lantas segera saja terlihat dia melompat ke patung.
Ketiga orang yang bersamanya terkejut melihat tindakan Jieji. Namun ketiganya
tidak bertindak apapun selain mengawasi dengan was-was sekeliling.
Jieji sudah sampai di patung tersebut. Patung perdana menteri Shu-Han terlihat
berwajah yang bijaksana serta agung. Dia segera saja jongkok untuk memeriksa
patung dengan sangat cermat.
Hanya perlu waktu sebentar, dia terlihat tersenyum sendiri.
Dengan jari tangan, sepertinya dia berniat mengangkat patung yang beratnya
mungkin ratusan kilo itu.
Untuk berat patung seperti demikian tidak pernah menyusahkan Xia Jieji yang
memiliki tenaga dalam nan kuat itu. Maka dengan sekali teriakan kecil, patung
sudah terangkat tinggi dengan satu tangannya.
Teman-teman pemuda segera beranjak cepat ke depan. Karena mereka semua
tahu Jieji sedang mencari sesuatu benda yang sedang terletak di bawah patung.
Ketika kesemuanya telah mendekat, tiada orang yang tidak terkejut melihat
rancangan patung tersebut.
Tempat duduk patung terlihat memiliki lubang persegi. Dan di lubang berbentuk
persegi sepertinya terlihat sebuah kotak kayu yang sangat bagus.
Pencuri ulung berniat segera mengambil kotak tersebut, tetapi dengan segera dia dihentikan oleh Jieji.
"Jangan.. Biarkanlah isteriku yang mengambilnya."
Lie Hui dan Chonchu cukup heran. Yunying adalah isterinya sendiri dan jika saja kotak mengandung sesuatu bahaya maka Yunying tentunya orang yang paling
terancam. Tetapi ketika semuanya sadar bahwa Yunying adalah orang yang
memiliki kemampuan paling tinggi, maka bisa dimengerti kenapa Jieji meminta
isterinya yang mengambil kotak itu.
Yunying dengan wajah serius segera mengangkat kotak itu dengan cukup pelan
dan meletakkannya di atas meja kecil di belakang.
Jieji sudah meletakkan kembali patung batu itu dan melompat sekali untuk turun.
Dia amati kotak dengan sangat teliti. Dia membalikkan dengan pelan kotak
tersebut untuk melihat dengan dekat.
"Apa isi kotak itu?" tanya Lie Hui sambil tersenyum geli kepada Jieji.
"Seharusnya adalah kitab kungfu. Atau mungkin saja ilmu perang dari Zhuge
Kungming." tutur nya sambil tersenyum geli juga membalas Lie Hui.
Pertanyaan Lie Hui kepadanya adalah sebenarnya untuk meledeknya tentang
kata-kata Chonchu kemarin. Jika dia adalah detektif tentu dia tahu apa isi kotak tersebut daripada pencuri.
Maka dengan sangat hati-hati, Jieji mengangkat penutup kotak persegi. Sudah
beberapa saat penutup kotak di angkat, tetapi tidak terdapat sesuatu reaksi
apapun. Maka dengan cepat, Jieji mengayunkan tangannya.
Kotak sudah terbuka dengan sekejap dan hebatnya adalah tidak ada yang tidak
terkejut melihat sesuatu dalam kotak tersebut.
Kotak itu terdapat sebuah lembaran buku yang pertama yang bertuliskan.
"Tingkat sembilan Tapak Buddha Rulai."
Jieji tertawa keras ketika melihat benda tersebut. Tertawanya Jieji tentu
mengherankan mereka semua. Chonchu segera menanyainya.
"Kenapa anda tertawa?"
"Kitab itu isinya kosong." jawab Jieji pendek.
"Tidak mungkin.." tutur Yunying.
"Lihatlah kalau tidak percaya." sahut Lie Hui yang ingin memegang kitab.
Tetapi Jieji kembali mencegahnya.
"Biar aku saja."
Memang kitab segera diambil Jieji dari kotak kayu itu. Dan sepertinya perkiraan Jieji sebelumnya adalah benar. Terlihat cairan perak yang cukup banyak melekat
di dasar kotak.
"Racun pemusnah raga lagi?"" teriak Yunying.
Cukup benar Jieji melarang pencuri ulung yang dua kali yang hendak memegang
kotak. Ternyata apa perkiraan Jieji sebelumnya untuk meminta Yunying
mengambil kotak memang tepat sekali. Memang racun itu sengaja di taruh
seseorang untuk membahayakan pemegangnya.
Tetapi kali kedua, Jieji salah besar...
Kitab memang benar ada di tangan. Tetapi kitab berisi tulisan pelatihan setelah dibuka olehnya. Kitab itu tidaklah kosong sama sekali. Jieji membacanya
sebentar dan terlihat menghela nafas.
"Orang mengatakan tapak buddha Rulai adalah jurus yang bersih dan sakti.
Tetapi aku melihat cara melatih tapak buddha tingkat kesembilan disini sudah
bertentangan dengan ajaran ilmu kungfu."
Yunying berniat melihatnya, dia terlihat meminta kitab dari tangan Jieji. Tetapi Jieji tidak memberikannya. Lantas pemuda berkata.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Melihat halaman pertama, aku sudah merasa berdebar-debar. Halaman pertama ternyata memuat pelatihan tapak buddha tingkat ke delapan. Dan turun sampai
tingkat pertama. Dan melihat halaman terakhir, aku tahu bahwa baru di ajarkan
cara membalikkan nadi serta pelatihan salah terhadap syaraf otak.
Siapapun yang melatihnya akan menjadi sangat hebat, tetapi sudah tidak
berakal. Sungguh kungfu yang berbahaya sekali."
Mereka tertegun mendengar perkataan Jieji. Cukup lama mereka berempat
terpaku tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Bagaimana kalau kita lenyapkan saja?" tanya Yunying kemudian.
"Tidak... Kita bukanlah pencipta jurus itu. Untuk memusnahkannya aku rasa sangat tidak
baik. Ini adalah karya orang yang belajar ilmu ke arah sesat, meski
membahayakan tetapi racun pemusnah raga disini tentu cukup berbahaya juga.
Mungkin lebih bagus kita meletakkannya kembali saja." tutur Jieji ke arah
kesemuanya. Benar Jieji mengangkat kembali patung di tengah dan menyimpannya balik.
Lantas dia beranjak dari Kuil bersama teman-temannya.
Tidak lama kemudian dari sana, masih di kuil yang sama...
Terlihat seorang berpakaian keemasan sudah memasuki ruangan. Dia berjalan
dengan santai ke arah patung di tengah. Dia amati patung tanpa bersuara
apapun juga. Tetapi tidak lama kemudian telah terdengar sebuah suara memecah keheningan.
"Seharusnya aku sudah tahu bahwa anda sedang berada di sini mengamati..."
Orang berpakaian keemasan segera memalingkan wajahnya dengan cepat.
Wajahnya seperti semalam sebelumnya. Tertutup oleh kain berwarna keemasan.
Matanya menyorotkan sesuatu perasaan yang aneh. Tetapi kali ini dia tidak
menyerang sama sekali seperti halnya kemarin. Dia hanya terlihat diam saja
sambil mengamati dengan was-was.
"Aku tahu benar bahwa pelaku kehebohan di wisma Meng semalam bukanlah
ulahmu." tutur suara itu kemudian.
Memang adalah keempat orang yang tadinya sempat masuk itu yang kembali
kemudian. Tetapi sikap ketiga orang lainnya cukup was-was melihat ke depan.
Kesemuanya juga tahu kelihaian ilmu jari pedang tanpa bentuk dari lawan
berpakaian emas ini. Tetapi melainkan pemuda sepertinya tidak takut, dia
berjalan tenang saja dan berhenti setelah jarak cukup memadai satu sama
lainnya. "Oh" Kamu tidak menjawabku... Kamu pasti tahu sesuatu hal tentang Meng Yangchu"
Bisa kau ceritakan itu kepadaku?" tanya Jieji.
Orang ini tidak menyahut sama sekali. Tetapi dia bergerak merogoh kantung
bajunya untuk mengeluarkan sesuatu benda. Sesuatu benda yang terlihat adalah
kertas kecil dan kemudian terlihat dia melempar dengan tenang ke arah Jieji.
Pelempar memiliki energi yang tidak bisa dipandang remeh karena kertas yang
tadinya dilipat sekali itu bisa melayang pesat ke arah Jieji.
Setelah menangkapnya, Jieji membuka kertas tersebut. Dia melihat sebentar dan
membaca sesuatu di sana. Kemudian, dia mendongkakkan kepalanya untuk
menatap orang bertopeng.
"Sungguh sebuah hal yang patut diceritakan. Aku akan menyelidikinya sebaik mungkin, anda boleh pergi tanpa kekurangan sesuatu apapun." tutur Jieji sambil tersenyum kepadanya.
Tetapi setelah mendengar perkataan Jieji, orang ini malah diam tidak bergerak.
Dia pangkukan tangannya dan berdiri tegak saja.
Melihat tingkahnya, Jieji tersenyum. Lantas dia berkata.
"Ini adalah rumah anda, seharusnya yang pergi adalah kita. Selamat berjumpa kembali..."
Jieji berjalan mundur untuk mengawasi orang tersebut dan para temannya
mendahului sambil berwaspada pula.
"Siapa dia sesungguhnya?" tanya Yunying setelah beberapa lama mereka
meninggalkan kuil.
"Aku tidak tahu. Tetapi kemampuan silatnya betul tinggi." jawab Jieji.
"Betul. Selain itu sepertinya orang itu aneh. Dan bagaimana kamu bisa yakin bukan dia
orang yang mengacau menggunakan boneka semalam di wisma?" tanya Yunying
yang terlihat penasaran.
"Sikapnya...
Dari sikapnya aku tahu orang ini bertindak terus terang. Boneka itu cukup aneh
sebenarnya jika hanya untuk menakuti. Dan jika sasarannya benar adalah putera
keluarga Meng, dia tidak usah menggunakan boneka segala. Dan beberapa hal
yang masih terasa kabur sekali jika di ngat-ingat. Aku betul tidak mampu berpikir sampai di sana. Benar kasus yang rumit...." tutur Jieji sambil tersenyum kecewa.
Mereka bertiga berjalan meninggalkan tempat itu dan sepertinya beranjak balik
menuju penginapan.
Chonchu adalah orang yang hadir pertama di penginapan. Dia lantas beranjak
dan menanyai Jieji.
"Kamu sudah tahu pelakunya. Kenapa malah berkata hal yang begitu kabur
kembali?" Jieji tersenyum melihat cara bicara puteri koguryo itu. Lantas dia menjawab.
"Puteri...
Anda tahu bahwa ada beberapa orang yang mengikuti kita sewaktu kembali dari
kuil. Aku tidak tahu siapa mereka. Tetapi..."
"Oh?"" terlihat Chonchu tersentak kegirangan.
Jieji tersenyum kembali karena melihat Chonchu sudah mengerti beberapa titik
balik kasus. Keesokan harinya...
Pagi-pagi sekali jalanan di kota Yunnan yang tidak lebar itu dipenuh sesak. Tidak seperti biasanya hari ini. Jalan yang demikian ramai di kota-kota daratan tengah biasanya hanya bisa dijumpai di beberapa kota saja seperti Kaifeng, Changsha,
Xiangyang, Changan dan Luo Yang. Selebihnya kota pelabuhan biasanya juga
memunculkan pemandangan sedemikian.
Jieji memang tidur dengan pulas malam sebelumnya karena terasa cukup lelah
setelah malam sebelumnya tidak tidur sama sekali. Dia terkejut ketika kota sudah mulai dipenuhi suara-suara desas desus meski suara tersebut tidaklah keras.
Melihat hal demikian, dia segera bangun dan berpakaian rapi. Tidak sempat lagi
dirinya untuk membasuh muka sekalipun. Dia beranjak turun dengan cepat.
Yunying memang sekamar dengannya, dia tahu bahwa Jieji dengan cepat telah
turun untuk melihat keadaan yang ramai. Tetapi dia sama sekali tidak sempat
menanyainya. Mengikuti keramaian orang, Jieji segera beranjak untuk mencari tahu hal apa
yang terjadi. Keributan benar terjadi di arah utara kota Yunnan. Dia berhenti
sejenak saat dia mendengar suara gempar teriakan seseorang dari arah Wisma
Meng. Segera, dia meloncat cukup tinggi dan mendarat di atap untuk melihat keadaan
sekitar yang sesungguhnya sudah ramai sekali.
Dari arah kejauhan, dia sempat melihat sebuah "lingkaran" yang sengaja di buat oleh manusia. "Lingkaran" itu cukup luas karena orang-orang yang berkumpul di sampingnya. Di tengah malah terlihat pemandangan yang aneh. Adanya
seseorang dengan tombak panjang sedang mengayuh ke sana kemari dengan
cepat dan ganas. Sedang di sekitar-nya yaitu tanah tempat berpijak terlihat
banyak orang yang terlungkup sambil bersimbah darah.
"Sungguh aneh" Penduduk malah sangat tertarik akan hal demikian?" tutur Jieji dalam hatinya.
Dengan sekali lompatan pesat, dia menuju ke arah orang yang mengamuk itu.
Setelah sampai, di tangan pemuda telah terpegang sebuah pedang pendek. Dia
berancang-ancang ke depan sambil mengawasi dengan tajam dan serius.
Rupa-rupanya salah seorang di belakang pemuda telah berteriak terkejut ketika
pemuda sampai. Karena pedang yang dipegangnya telah beralih tuan dengan
sekejap saja. Jieji meluruskan pedang ke depan dengan wajah yang serius memandang.
Dilihatnya seorang paruh baya yang berambut riap-riap memiliki wajah yang
kengerian. Tinggi tubuhnya adalah tujuh kaki dengan wajah yang dipenuhi oleh
berewokan. "Tuan besar...
Tidak disangka hanya dalam semalaman saja, anda sudah berubah demikian."
tutur Jieji. Orang yang disapa segera berbalik arah ke samping yaitu segaris dengan tempat
berdirinya Xia Jieji. Tetapi tanpa banyak berkata, orang bermarga Meng segera
menyerangnya dengan hebat.
Jieji sudah menyiapkan diri sedemikian baik dan dia tahu bahwa sepertinya
orang bermarga Meng ini telah kehilangan akal sehatnya.
Tombak di arahkan ke arah jantung pemuda dengan cepat. Gerakan tombak
Meng Yangchu benar tidak bisa dipandang remeh. Meski Jieji tidak pernah
melihat gerakan tombak sedemikian, tetapi dia tahu bahwa sesungguhnya
pemilik wisma bukanlah seorang jago tombak melainkan seorang yang jago
menggunakan pedang panjang.
Pedang pendek sudah di tangan Jieji sedari tadi. Dan dengan sekali berkebat,
sepertinya telah terlihat pedang pendek mengambil tumbal. Memang Jieji hanya
mengarahkan pedang ke arah pergelangan tangan Meng. Dan terlihat di sini,
Meng Yangchu-lah orang yang "mencari" sisi tajam pedang.
Tetapi meski tergores, sepertinya Meng sama sekali tidak menghiraukannya Dia
malah datang semakin ganas.
Penduduk yang jarang sekali melihat pertarungan sedemikian, semuanya kontan
bersorak gembira sekali. Sepertinya para penduduk tidak menghiraukan bahaya
sama sekali saat itu, malah kesemuanya terliha sangat bergembira.
Jieji tidak pernah memberi kesempatan kepada Meng Yangchu. Setiap serangan
Meng justru membawa luka bagi dirinya sendiri. Jieji hanya mengarahkan pedang
tepat ke daerah kosong pertahanan lawan. Dan tidak pernah sekalipun pemuda
berniat melenyapkan nyawa kepala keluarga ini.
Sudah puluhan jurus dilakukan keduanya, dan puluhan luka juga lah terdapat di
tubuh Meng yang sangat kokoh itu.
Dalam satu ancang-ancang penyerangan Meng, Jieji akhirnya berniat
menghentikan raksasa gila yang sedang mengamuk ini. Dengan sebuah tapak,
Jieji menghantam ke depan sementara itu pedang di tangan kirinya telah di selip ke belakang.
Meng terlihat terhantam perutnya dengan keras. Dan membungkuk dengan
segera serta memuntahkan darah segar sebentar.
Memang cukup alot juga tubuh pemilik Wisma tersebut, meski luka sudah
berdarah cukup hebat dan pukulan di perut tersebut memang tidak dikerahkan
maksimal tenaga Jieji. Namun belum bisa membuatnya betul "tunduk".
Dan akhirnya dengan sebuah serangan jari, Jieji baru dapat "menundukkannya".
Nadi gerak raksasa tertotok dan terlihat dirinya tumbang ke tanah. Nafasnya
ngegosan lagi terdengar keras dan terbukti bahwa raksasa tersebut meski
tumbang namun belumlah takluk.
Jieji terlihat segera jongkok. Dan membisikkan sesuatu di telinga Meng.
"Ini adalah karma masa lampau-mu. Seharusnya memang kaulah orang yang
menderita seperti sekarang."
Meng Yangchu segera menatapnya dengan sangat marah sekali. Wajahnya
terlihat memerah sesegera dan matanya terlihat berapi-api setelah dia
mendengar tuturan Jieji barusan.
BAB CXXIX : Kasus Terungkap ; Dua Orang Pendekar Misterius Di Ta-Li
"Racun ilusi itu...
Sebuah barang yang masih baru dan tidak pernah muncul sekalipun di dunia
persilatan." tiba-tiba terdengar suara seseorang di antara kerumunan.
Orang yang baru saja berbicara adalah seorang wanita, dia segera terlihat
berjalan ke depan.
Jieji memalingkan wajahnya sambil berjongkok. Dia tersenyum kemudian
berkata. "Tidak... Bukan barang yang benar baru. Setidaknya puluhan tahun yang lalu sudah
muncul." Wanita yang ditanggapi begitu, langsung tersenyum. Dia adalah Lie Hui yang
sudah mengikuti Jieji dari belakang tadinya.
"Racun sedemikian memang tidak berbau dan bahkan tidak bisa dirasakan sama sekali. Memang hebat si tua ini sanggup berjaya puluhan tahun karenanya."
Jieji berbalik kembali ke arah bawah. Dia masih melihat Meng Yangchu marah
besar meskipun dia tidak sanggup berkata sesuatu apapun dari mulutnya.
"Kamu-lah orang yang membunuh keluarga-mu sendiri dalam kasus keluarga
Meng. Juga kamu-lah orang yang membunuh kepala keluarga Wang."
Jieji menegaskan dengan serius ke arah Meng. Semua penduduk di sekitar sana
banyak yang terlihat terkejut mendengarnya.
Meng masih saja mengeram dalam keadaan marah. Tidak sekalipun dia
menanggapi perkataan pemuda. Lalu Jieji kembali melanjutkan.
"Dia masih ter-ilusi akibat racunnya sendiri. Sepertinya kita hanya bisa
menunggu dahulu." Dia berkata sambil berdiri mantap, kemudian meminta orang di sekitar untuk membelenggunya dan memanggil polisi setempat.
Para penduduk memang sebenarnya segan juga mengikat "raksasa" tersebut, karena raksasa ini sebenarnya cukup disegani oleh seluruh penduduk kota
Yun-nan. Tetapi karena melihatnya telah membunuh beberapa orang di depan
rumahnya sendiri, maka kesemuanya menjadi berani karena Meng telah terbukti
membunuh. Hanya diperlukan sekejap saja bagi para penduduk untuk menyiapkan tali,
mengikatnya sehingga dia tidak berdaya sama sekali. Meski Meng sedang dalam
keadaan tertotok nadi, tetapi jika tidak diikat keras, maka ketika di bawa ke
pengadilan akan terasa bermasalah juga. Maka daripada itu, Jieji meminta para
penduduk supaya mengikatnya terlebih dahulu.
Khalayak ramai ini cukup tegang menyaksikan kejadian ini, oleh karena itu suara mereka hanya terdengar sungguh pelan satu sama lainnya.
"Apa yang terjadi?" tanya suara seseorang dari arah belakang.
Jieji menoleh kepadanya sambil tersenyum.
"Tidak... Kamu ikuti saja semuanya. Nanti baru akan kuceritakan."
Orang yang datang adalah Yunying. Dia telah beres membasuh mukanya dan
ikut menyusul juga kemudian. Di belakangnya terlihat Chonchu, puteri koguryo.
Para polisi kemudian telah berdatangan. Mereka sigap dan segera bersiaga
mengepung Meng yang terikat sambil berlutut. Sementara seseorang yang
memakai baju seragam yang agak berbeda dari anggotanya maju ke depan
untuk menanyai Jieji. Dia terlihat berwajah bidang, umurnya yang terlihat dari
wajahnya mungkin 40-an atau hampir 50 tahun. Memiliki kumis tipis dan
berpandangan licik.
"Dia telah membunuh?"
"Saksi-nya adalah seluruh warga di sini." jawab Jieji pendek saja.
Kepala polisi terlihat mengangguk pelan saja. Dia segera berbalik ke arah
penduduk sekitar guna menanyai mereka.
Jieji melihatnya dengan tatapan yang sinis sekali. Tetapi pengamatan pemuda
segera dilihat oleh isterinya sendiri, yang lantas datang untuk menanyainya.
"Kenapa kamu menatap dengan cara begitu ke kepala polisi?"
Sambil berbisik, Jieji berkata kepada Yunying.
"Hm... Ada 3 hal..."
"3 hal?"
"Betul.. Hal pertama, kepala polisi itu tolol.
Hal kedua, kepala polisi itu korup.
Hal ketiga, kepala polisi akan mencari masalah."
Baru saja Jieji menutup mulutnya, dia segera di datangi kepala polisi. Sambil
melepaskan pedang dari sarung dia menuding Jieji.
"Kau! Kau penyebab semuanya?"?"
Kontan saja banyak penduduk yang terkejut. Lantas Yunying dan Chonchu juga
cukup terkejut begitupun Lie Hui. Tetapi Jieji malah tertawa tenang.
"Tadi baru saja kukatakan.
Tolol karena tidak bisa melihat suasana. Korup karena ada sesuatu hal besar,
tetapi dibiarkannya. Dan akan mencari masalah, dan tentu saja ketika baru saja
dia meloloskan pedang dari sarung-nya kemudian di arahkan tepat ke arahku."
Yunying melihatnya dengan tersenyum. Dia tidak menyangka Jieji sangat pintar
membaca isi hati kepala polisi itu meski hanya sekali dia berbicara dengannya.
"Betul... Aku-lah orang yang membunuh semua orang di sini." jawab Jieji pendek
kemudian. Kontan jawaban Jieji membuat semua orang sangat terkejut. Kesemua penduduk
tahu bagaimana jalan cerita Meng Yangchu yang baru saja berhasil ditaklukkan.
Tetapi mengaku kesalahan membunuh adalah hukumannya sangat berat.
Namun, Jieji terlihat tenang saja.
Sedangkan teman-temannya juga merasa aneh kenapa pemuda bisa
mengatakan hal demikian.
"Nah... Kalau begitu, ikutlah kita ke kantor polisi. Kasus ini akan di serahkan ke
pengadilan Zi Tong." tutur Kepala polisi dengan gaya angkuh.
"Tunggu dulu..." jawab Jieji sambil mengangkat sebelah tangannya.
"Terima kasih kepala polisi." pemuda itu kembali bertutur sambil tersenyum sangat manis kepadanya.
Kepala polisi merasa heran kenapa orang tersebut bertingkah aneh di depannya.
Dia tidak berusaha untuk menebak apa yang sedang berada di otak pemuda.
Lantas dengan memberi tanda, polisi yang jumlahnya 20 orang lebih mengepung
Jieji dan kawan-kawannya.
Sementara melihat kelakuan kepala polisi, Jieji hanya tersenyum menggelengkan
kepalanya. Apakah ada orang yang sanggup meredam kesaktian bertarung Jieji dan Yunying


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di sini" Memang tindakan seperti demikian memang sangatlah bodoh sekali jika
dipikir-pikir. "Kepala polisi. Anda ditangkap karena dituduh melakukan tindak kejahatan
dengan Meng Yangchu. Karier polisimu sudah tamat betul." tutur Jieji sambil tertawa. Tidak sedikitpun kekhawatiran tampak di wajah Jieji, dia tetap tertawa seakan sedang berada di tempat yang tidak ada orang-nya.
"Serang!" terdengar kepala polisi berteriak sekali. Ingin sekali dia musnahkan pemuda beserta teman-temannya disini.
Banyak orang di sana tentunya berpikiran bahwa 4 orang di sini. 3 orang wanita
dan seorang pria bakal menjadi daging cincang. Mereka kesemuanya sedang
dikepung rapat oleh 20 orang lebih.
Namun, ternyata hasilnya di luar dugaan mereka sama sekali. Karena tidak ada
yang benar tahu bagaimana "proses" tersebut terjadi. Kesemuanya hanya melihat hasil akhir-nya saja.
Lebih dari dua puluh orang polisi terpental bergulingan ke belakang membentuk
lingkaran yang jauh lebih besar. Dijatuhkan oleh sesuatu tenaga "setan" yang betul tidak tampak mata. Semelir angin lembut memancar benar terasa sekali.
Kepala polisi di sini memang tidak-lah terpental sama sekali. Tetapi pedang di
tangannya terasa bergetar ketika melihat "hasil" dari Maha karya setan tak berwujud tersebut.
Jieji berjalan ke samping. Dilihatnya sebuah kipas yang sedang dipegang oleh
seorang pemuda yang mungkin adalah sastrawan.
"Aku meminjam sebentar kipas anda." tuturnya sambil tersenyum.
Pemuda yang usianya sekitar belasan tahun atau hampir 20 hanya
memandangnya melongo ketika Jieji mengambil kipas dari tangannya.
Lantas dia berjalan ke tengah sambil berkata-kata layaknya seorang sastrawan.
"Kasus keluarga Meng beberapa puluh tahun yang lalu sudah terpecahkan.
Pembunuhnya adalah tiada lain Meng Yangchu sendiri. Bagaimana cara
pembunuhan terjadi tentu sebenarnya adalah masih misteri sekali.
Tetapi... Baru saja teman kita...." tunjuk Jieji dengan kipas ke arah Meng.
Suara desas-desus penduduk yang tadinya masih terdengar, sekarang sudah
berubah menjadi kondisi serius. Tiada suatu suara-pun selain milik pemuda
berjuluk "Pahlawan Selatan" pada saat tersebut.
"......mengakuinya dengan sangat baik. Dan dia dilindungi oleh kepala polisi yang tangannya sepertinya sangat gemetaran sekarang. Cara pembunuhan bukanlah
sesuatu yang aneh sebenarnya.
Meng yang sekarang sedang ber-ilusi hebat.
Adalah karena dia terkena racun... Eh, mungkin semacam obat yang di dapatinya
entah dari mana.
Aku baru tahu ketika mendengar kabar bahwa Penguasa cakar setan adalah
tepatnya tuan besar Meng yang bernama Meng Zulu atau ayahnya tuan besar
Meng Yangchu sekarang.
Benar sekali, Meng Zulu sebenarnya adalah orang yang membunuh keluarganya
sendiri akibat obat "hebat" dari Meng Yangchu. Membuatnya kehilangan akal sehat dan membantai keluarganya sendiri.
Sebenarnya... Ada beberapa hal yang benar mengherankan saat itu. Yaitu bahwa hanya
keluarga Meng-lah yang mati dibantai. Sedangkan orang-orang yang di luar
hubungan keluarga-nya malah baik-baik saja tidak mengapa."
"Obat tidur?"" sahut Lie Hui tiba-tiba memecah suara Jieji.
Jieji menoleh ke arah Lie Hui. Dia tunjukkan kipas ke arah wanita.
"Tepat! Tidak.... Salah juga...."
tutur Jieji secara serentak dan cepat. Dia segera berbalik.
"Aku sudah meneliti...." lanjut pemuda.
"Ke rumah keluarga Meng terdahulu yang sudah tiada berpenghuni kecuali setan penasaran.
Bentuk rumah di sana mengingatkan kepadaku sebuah hal. Rumah di sana
terbagi menjadi 4 penjuru mata angin dan tengah.
Sungguh sangat masuk akal sekali jika hanya rumah "tengah" tempat terjadinya pembantaian karena seisi keluarga Meng tinggal di sana.
Dengan kata lain, kasus-nya adalah sedemikian rupa...
Meng Yangchu memberi obat "ilusi" kepada seluruh keluarga-nya. Sedangkan dia sengaja keluar untuk "mencari angin" bersama Gao Jianshen.
Ketika obat ilusi itu sudah bekerja, maka kepala keluarga Meng Zulu sudah mulai membantai seperti yang sedang dilakukan oleh Meng Yangchu sekarang. Dia
adalah penguasa ilmu cakar yang menyerang leher lawan.
Malam pembantaian saat itu terjadi hebat...
Kenapa hanya keluarga Meng saja yang terbantai tetapi tidak orang disekitar
sungguh mudah dipahami.
Sebab ketika suara seseorang yang mendekati ajal tentu didengar oleh semua
orang di balai tengah Wisma Meng. Satu persatu kehilangan nyawa dengan cara
yang sama karena mereka mendekati balai utama tempat Meng Zulu berada.
Kemudian, teman kita...." tunjuk Jieji kemudian ke arah Meng Yangchu kembali.
"Pulang ke rumah untuk melihat hasil kerjanya. Hasil Maha karyanya yang sangat hebat.
Tentu, saat itu ketika dia pulang...
Malam sudah gelap sekali meski ruangan itu terang. Kemudian ketika
menyaksikannya... Dia tentu berteriak demikian...."
Chonchu sangat tertarik melihat Jieji bercerita. Mendengar sampai di sini, dia
melanjutkannya.
"Panggil Polisi cepat... Panggil polisi!!!"
"Tepat sekali, puteri...." tutur Jieji sambil tersenyum. Dia segera berbalik ke arah kepala polisi.
"Dia memanggilmu saat itu. Tepatnya Gao yang memanggilmu saat itu." Kepala polisi menatap serius ke arah Jieji.
"Polisi ini datang ke Wisma Meng dengan sesegera. Lantas membuktikan bahwa adanya pembunuhan hebat di sana. Dengan membuat alibi kuat, Meng Yangchu
muda saat itu lolos dan tidak pernah disangka bahwa Meng Yangchu-lah orang
yang membunuh keluarga-nya sendiri dengan sedikit taktik obat ilusi." tutur Yunying melanjutkan.
Jieji tertawa mendengar tuturan Yunying.
Sepertinya saat itu terlihat sungguh cukup menakjubkan. Jieji dan
kawan-kawannya seakan sedang memainkan sebuah sandiwara di atas
panggung yang berdarah. Memang cara demikian sungguh cukup aneh jika
dilihat, tetapi memang benar sekali bahwa tuturan kesemuanya mulai masuk
akal. "Membuat luka yang sama memang tidak susah sama sekali. Dengan cakar, dia
membunuh ayah kandungnya sendiri yang sudah lemah akibat reaksi obat ilusi
yang berlebihan. Tepatnya lemah setelah bertindak "terlalu bersemangat"! "
"Kata-katamu tidak beralasan! Meng Yangchu sangat berbakti kepada ayahnya.
Semua penduduk Yun-nan mengetahuinya. Jelas kata-kata anda tidak masuk
akal..." terdengar teriakan kepala polisi yang tergoncang akibat penuturan analisis-nya
Jieji. Jieji kemudian menatapnya. Wajahnya sayu beberapa saat, dia berkata seperti
seorang yang kerongkongannya kering.
"Tadinya, aku sengaja memancingmu. Aku tidak tahu siapa pembantu pelaku
ketika kasus puluhan tahun lalu itu terjadi. Tetapi dengan kata-kata anda tadinya, aku yakin anda-lah orang yang terlibat."
"Kau memancingku" Kau punya bukti bahwa aku-lah orang yang membantu
Meng, tentunya seperti yang kau katakan tadinya?" sambil marah dia memelototi Jieji.
Jieji menggelengkan kepalanya sambil tersenyum menatap tanah.
"Nah... Kau tidak punya bukti sama sekali bukan" Bagaimana kau bisa menuduhku
terlibat?" tanya kepala polisi itu dengan marah.
Jieji menatapnya dengan serius. Lantas dia berkata.
"Aku menggelengkan kepalaku, bukannya bahwa tiada bukti yang kudapatkan.
Anda salah besar. Maksudku tadinya adalah terlalu banyak bukti yang mengarah
kepadamu. Membuktikan bahwa kau dan Meng Yangchu bersekongkol satu
sama lainnya."
Kepala polisi terkejut sekali. Wajahnya jelas terlihat membiru sebentar.
"Kasus kembali terjadi beberapa hari kemudian saat itu. Kepala keluarga Wang mati dengan cara yang sangat mengerikan. Tubuhnya dimutilasi menjadi
beberapa puluh bagian. Saat itu, yang memeriksa kasus ini, juga anda bukan?"
tutur Jieji menanyainya.
Kali ini kepala polisi diam, dan terlihat berpikir beberapa saat sebelum menjawab.
Dia tidak berani mengatakan secara sembarang dahulu. Tetapi saat sunyi ini
kemudian menjadi "pecah" sesegera. Terdengar suara Jieji berteriak keras sekali.
"Kepala Polisi!!!!
Apa yang kau pikirkan"!?"
Kepala polisi terkejut juga. Sebenarnya dia sendiri sedang tenggelam dalam
lamunan tentang kejadian kasus. Dia segera berpikir mencari celah untuk
mengelak. Dia segera menjawab.
"Aku orang yang menyelidikinya..."
"Lantas kenapa kau perlu waktu yang lama untuk berpikir apakah kau bukan
orang yang menangani kasus itu" Jawab Aku kepala Polisi!" tutur Jieji semakin keras.
"Aku...." baru saja kepala polisi hendak berpikir untuk berbicara, tetapi malah Jieji melanjutkannya.
"Kau sedang berpikir begini. Ini adalah hal yang ingin kau katakan : "Kasus itu sudah lewat puluhan tahun yang lalu jadi aku tidak begitu mengingatnya lagi."
Bukankah hal sedemikian yang ingin kau katakan" Aku menanyaimu, selama 30
tahun, kasus mutilasi orang di Yun-nan ada berapa" Ha?" teriak Jieji makin sengit kepadanya.
Kepala polisi tidak sanggup berkata-kata sama sekali. Dia terlihat menundukkan
kepalanya. Sungguh hebat sekali pemandangan disini. Sesungguhnya dia-lah orang yang
pantas menanyai tersangka dengan cara demikian. Tetapi kali ini berbeda, belum
pernah terjadi sepanjang hidupnya "diinterogasi" oleh orang yang ingin ditangkapnya.
"Hanya sekali saja. Dan hanya sekali itulah anda menangani-nya. Dan hanya
sekali juga kasus itu terjadi di sini." tutur Jieji sambil melunak.
"Kau sudah mendapat sogokan..." Jieji terlihat menarik Meng Yangchu yang sudah terikat itu. Dia menyeretnya melewati teman-temannya, dan sekali sampai
di samping kepala polisi tersebut.
Terlihat cukup payah juga Xia Jieji menarik raksasa bermarga Meng ini. Dia
terlihat menyeretkan kakinya dengan kepayahan dan nafas yang
tersengal-sengal. Memang sudah diketahui bahwa Meng adalah orang yang
mungkin paling "berat" dibandingkan dengan semua penduduk Yun-nan.
Adalah sebuah kesempatan bagi kepala polisi saat itu. Melihat lawan
"bicara-nya" sedang kepayahan di sampingnya. Segera saja dia mengambil kesempatan. Dia mengeluarkan sesuatu benda dari balik baju-nya untuk segera
ditusukkan ke arah pemuda. Jarak mereka hanya paling 1 kaki saja saat
tersebut. Dengan curang dia ingin mencelakai Jieji yang terlihat sedang serius
menarik Meng. Tetapi seharusnya ketika sesuatu benda menancap ke pinggang pemuda,
namun hasilnya di luar dugaan. Sebab sepertinya sesuatu benda yang dipegang
oleh Kepala polisi langsung lepas begitu saja.
Tangannya terasa nyeri sesaat itu dan terkejut-nya segera terjadi tidak buatan.
Sebab beberapa jarinya sudah terputus dengan sangat cepat akibat ayunan
tangan menusuknya.
Darah menyemprot cepat ke arah pinggang pemuda yang seharusnya dia celakai
beberapa saat dan menetes ke tanah hebat sekali. Sedang kepala polisi
terdengar berteriak kesakitan luar biasa.
Semua khalayak kontan merasa ngeri sekali melihat keadaan kepala polisi. Tidak
ada yang tahu bahwa bagaimana cara Jieji mencelakainya. Yang jelas kesemua
tahu bahwa ada "sesuatu" yang sedang dilakukan Jieji dengan gerakan secepat kilat.
"Kau melihatnya dik?" tanya Chonchu yang tahu bahwa Jieji telah melakukan sesuatu.
Yunying berbalik ke arah Chonchu. Dia tersenyum sesaat.
"Itu adalah jurus pedang surgawi membelah. Kipas terasa berat tadinya,
sepertinya sastrawan tadinya juga sastrawan mengagumkan."
"Kipas mengandung besi tajam di setiap sisinya. Itu adalah termasuk senjata juga." tutur Lie Hui ke arah Chonchu.
Chonchu menganggukkan kepalanya.
Jieji memang bertindak cepat ketika sesuatu benda yang terasa tajam sedang
mengancam pinggangnya. Kepala polisi ini ingin mencelakai pemuda yang
terlihat sedang serius terhadap "barang" tepat di bawah kakinya. Namun, dia tidak pernah sekalipun menyangka bahwa Jieji sedang memainkan sebuah
sandiwara saja.
Pemandangan di sana cukup mengerikan, penduduk yang menyaksikan hasil
dari gerakan 1 kali ini membuat mereka menggigil. Tiga jari :jempol, telunjuk dan jari tengah sudah terbabat putus di tanah. Sedangkan darah seperti menjadi
kuah dari daging "pendek" tersebut.
"Kenapa tidak kau akui saja" Akui saja bahwa dirimu, hakim, dan pejabat
setempat juga terlibat akan kasus demikian." tutur Jieji melembut melihat ke arah kepala polisi.
"Omong kosong!!!" teriak kepala polisi yang sedang menahan sakit yang merambat ke seluruh tangan kanan-nya.
"Ayo-lah...
Kau juga tidak akan lolos. Yun-nan memiliki hukum membunuh berarti mendapat
hukuman mati. Kau tidak melakukannya, kenapa harus kau takut dihukum mati?"
tutur Jieji kepadanya.
Kepala polisi meski kesakitan, tetapi dia tertarik mendengar perkataan Jieji.
Namun, karena kepala polisi ini cukup takut dan merasa sangat susah mengakui
kesalahan yang telah diperbuat ini diam saja. Dia memandang ke bawah tanpa
berani berkata apapun.
Jieji memandangnya cukup lama tanpa berkata apapun juga. Kedua alisnya
berkerut sambil menunggu pengakuan kepala polisi ini. Tetapi karena tidak
kunjungnya polisi memberikan kesaksian di depan orang banyak. Dia kembali
melanjutkan lagi.
"Aku merasa secepatnya ada orang yang sanggup memberikan informasi kasus
tersebut ke Tali. Apa ada yang bersedia meminta pejabat Tali kemari?"
tanya Jieji kepada khalayak ramai.
Pernyataan Jieji banyak ternyata disambut ramai oleh beberapa pihak. Banyak
orang yang terlihat dari kaum persilatan Yun-nan bersedia melakukannya. Jieji
berterima kasih kepada mereka secara satu persatu.
"Bagaimana" Kita hanya menunggu?" tanya Yunying kemudian setelah dia maju ke depan.
"Tentu... Kamu punya cara yang lebih baik?" tanya Jieji kepada isterinya kembali.
"Pengadilan dan pejabat di Yun-nan sudah pasti tidak akan menerima kasus
tersebut setelah mereka mengetahui kepala polisi mereka gagal total. Dan
keputusan kepala polisi tadinya dengan memberikan kasus ke pengadilan lebih
tinggi di Zi Tong sudah mengandung maksud tertentu." sahut Chonchu dari
belakang Yunying.
Jieji mengangguk pelan, lantas dia menambahkan kata-katanya.
"Pengadilan di Zi tong ternyata juga mengambil andil dari kasus puluhan tahun di sini. Mereka tidak menyeret kita ke Tali karena di sana tidak ada orang-orang
mereka. Sedang di Zi Tong yang jelas lebih jauh tentu mempunyai antek-antek
dari Meng Yangchu sendiri."
"Bagaimana kau bisa tahu bahwa Meng-lah orang yang membunuh keluarga-nya
sendiri" Aku tidak mendapat petunjuk cara berjalannya otakmu." tanya Lie Hui segera ketika Jieji baru saja menyelesaikan kata-katanya.
"Wajar saja anda tidak mengetahuinya." jawab Jieji sambil tersenyum.
"Sebab saat kematian putera keluarga Meng, kamu tidak berada di sana."
Yunying yang mendengar tuturan Jieji, kontan bersemangat. Terlihat sekali
bahwa dia ingin mengungkapkan semuanya. Lantas dengan cepat mendahului
suaminya, dia berkata.
"Benar sekali. Sebenarnya putera Meng Yangchu juga tewas karena akibat cakar setan. Semuanya juga berawal dari obat ilusi yang ditebarkan oleh Meng
Yangchu. Malam itu, kita sudah berunding dengan pengurus rumah Gao untuk memancing
orang berpakaian emas. Semua arahan kak Jieji sebenarnya sudah sangat baik
sekali dan tanpa celah... Lalu ada beberapa hal yang kuherankan sesaat itu."
"Hal yang kamu herankan inilah yang menjadi awal titik kasus Meng Yangchu.
Tidak ada jejak kaki sama sekali di lapangan terbuka dan tidak ada rasa
sedikitpun gerakan orang berpakaian emas di atap adalah kejanggalan yang luar
biasa. Saat kemarahan Meng meluap ketika menyaksikan kematian putera-nya, saat itu
juga aku sudah tahu pelakunya adalah Meng Yangchu sendiri..." sahut Jieji.
"Masuk akal...
Saat itu, aku juga telah mencurigai Meng Yangchu. Dia membuat perangkap
seolah orang berpakaian emas ingin membunuhnya. Padalah tujuannya hari itu
adalah melenyapkan puteranya sendiri.
Mungkin puteranya mengetahui sedikit banyak rahasia dirinya. Dan juga saat itu
dia ingin membunuhnya. Adalah sungguh kebetulan aku sudah berada di sana
beberapa hari sebelumnya." sambung Chonchu sambil berpikir.
"Dia membuat sedikit trik dengan memanfaatkan kita tentunya...
Ketika kita telah pergi untuk menyelidik wisma Meng yang lama. Chonchu
seharusnya menyiapkan perangkap yang baik untuk orang berpakaian emas.
Disinilah, saat yang baik bagi Meng sendiri untuk menghabisi puteranya sendiri.
Setelah benar dia melakukannya, lantas dia berbalik ke kamarnya sendiri.
Hebatnya tiada saksi ataupun bukti yang menguatkan kalau Meng sebelumnya
ada di kamar puteranya. Karena jurus cakar hebat itu saja yang bisa dijadikan
petunjuk, namun cukup sedikit informasi bahwa Meng-lah orang yang membunuh
puteranya." sahut Jieji.
"Oleh karena itu, kamu tidak mengatakan bagaimana cara pembunuhan kepada
khalayak ramai seperti sekarang?" tanya Yunying.
Jieji menganggukkan kepalanya saja. Dan kembali dia berkata.
"Meng Yangchu membunuh keluarganya sendiri adalah sebuah kasus yang
cukup aneh dan jarang sekali terjadi di seluruh daratan tengah.
Yangchu muda saat itu mengalami kejadian yang sama persis dengan kejadian
puteranya. Dia maupun puteranya telah melihat sesuatu yang seharusnya tidak
boleh dilihat. Hebatnya, Meng Yangchu-lah yang menjadi "hakim" terhadap keluarganya sendiri."
"Perkataanmu sungguh membingungkan..." tutur Yunying kepadanya.
Jieji melihat isterinya, sambil tersenyum dia mengeluarkan sesuatu benda dari
dalam bajunya. Sebuah kertas putih terlihat tergores tinta hitam di sana. Dia
memberikan kepada isterinya untuk dibaca.
"Pelaku pembunuhan dari awal hingga akhir hanya seorang Meng Yangchu. Aku
memberimu tempo hingga tengah malam. Jika tidak, aku akan bertindak."
Begitulah bunyinya tulisan dari surat tersebut.
"Ini berasal dari orang berpakaian keemasan?" tanya Yunying segera.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jieji mengangguk.
"Sepertinya orang yang tahu kasus dari awal hingga akhir hanya dia-lah seorang saja."
"Tetapi anehnya orang itu tidaklah membunuh Meng dari hari-hari sebelumnya.
Ini sangat aneh bukan?" tanya Chonchu yang tidak bisa mengira apa hal yang sebenarnya terjadi.
"Kemungkinan saja...
Kemungkinan adalah orang yang mempunyai alasan kuat yang tidak akan
melakukan hal pembunuhan." tutur Jieji sambil melihat ke arah Lie Hui.
Melihat Jieji menatapnya secara langsung, membuat Lie Hui sendiri juga berpikir.
Dengan cepat, dia telah menanggapi kata-kata Jieji.
"Jangan-jangan......"
"Kemungkinan..." jawab Jieji kemudian dengan pendek.
"Lokasi Ta-li cukup dekat dengan kota Yun-nan sekarang, seharusnya tidak lama lagi pengadil akan sampai." tutur Chonchu.
Jieji tidak menjawab lagi perkataan temannya. Dia hanya berdiri diam mengawasi
ke arah Meng Yangchu. Meng memang masih terlihat kepayahan karena terikat
tali yang beberapa lapis tersebut.
"Kita harus pergi..." tutur Jieji kemudiannya.
"Tetapi kasus ini..." jawab Yunying dengan terkejut ketika Jieji baru saja menyelesaikan kata-katanya.
"Ada orang yang lebih rela menunggunya daripada kita sendiri." tutur Jieji sambil tersenyum saja.
Dia berjalan membelakangi Meng yang sedang berlutut di tanah itu. Kemudian
diikuti oleh teman-temannya. Khalayak memang cukup merasa aneh bahwa
orang-orang ini dengan cepat ingin meninggalkan tempat. Ketika melewati
sastrawan tadinya, Jieji memberikan kembali kipasnya.
"Sebuah benda yang cocok untuk membela diri..." tutur Jieji kepadanya sambil tersenyum. Sedangkan sastrawan itu terlihat tersenyum malu.
Mereka kemudian berjalan keluar kota melalui utara. Ketika sudah tidak ada
penghuni di sana. Yunying baru menanyainya kembali.
"Kamu ini aneh sekali...."
"Tidak..." tutur Jieji memberi komentar.
"Orang berpakaian emas itu bisa mengatur segala hal. Tenang saja..."
Lie Hui berdiri berbalik dan diam di tempat. Ingin sekali dia kembali kelihatannya.
Tetapi Jieji berkata kepadanya.
"Dia bukanlah ayahmu...."
Lie menoleh sebentar ke arah Jieji. Dia terlihat menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli saja.
"Apa yang hendak kamu lakukan sekarang?" tanyanya.
"Membasuh muka tentunya terlebih dahulu...." tutur Jieji pendek sambil tertawa kecil.
3 Hari kemudiannya...
Ta-Li, Nan Zhao...
Sebuah negeri kerajaan yang luasnya tidaklah seberapa saja dengan penduduk
yang jumlahnya juga tidak seberapa banyak. Kerajaan Tali pernah membuat
gempar seluruh daratan tengah sekitar 200 tahun yang lalu yaitu mereka sempat
menyerang dan menklaim Chengdu pada masa kacau di akhir dinasti Tang. Lalu
kerajaan Tali sempat surut kembali ke Yunnan dan terakhir berjaya kembali pada
tahun 930-an. Kerajaan Tali era baru didirikan oleh Duan Siping yang menjabat
sebagai kaisar Tali yang pertama. Sudah berkuasanya 3 Kaisar Tali hingga
sekarang dan Kerajaan Tali benar berada di bawah kekuasaan Sung utara.
Namun kerajaan Tali adalah kerajaan yang memiliki hak kuasa penuh terhadap
masalah intern mereka sendiri.
Di sebuah penginapan berikut restoran mewah sedang terlihat kacau. Banyak
penduduk di sana sedang berkumpul seperti hendak menyaksikan keramaian
yang tidak dibuat-buat.
"Kita bertaruh!!!"
"100 gelas!!!"
Pemandangan yang cukup aneh jika dilihat. Dari dalam restoran terlihat 2 orang
yang berpenampakan jelas gagah. Umur keduanya sekitar 30-an. Tinggi
keduanya mungkin hampir mencapai 7 kaki dengan wajah yang bidang serta
memelihara jenggot. Keduanya hampir terlihat sebagai kembaran jika hanya
orang-orang melihat sekilas.
Tetapi kejadian semacam demikian bukanlah pertama kalinya terjadi. Sudah
puluhan kali sejak sebulan terakhir. Tidak ada orang yang mengenal keduanya,
tetapi keduanya diyakini sebagai orang yang memiliki banyak uang serta
berkungfu tinggi.
Setiap harinya, bahkan keduanya sanggup menghabiskan 100 kendi arak
dengan hanya berdua saja dan ribuan gelas telah dilalui mereka berdua tanpa
merasa mabuk sedikitpun.
Tawa mereka menggaungi ruangan yang terlihat mewah tersebut.
"Mengapa banyak sekali orang royal di sini" Aneh..."
tutur seorang wanita yang duduk bersama seorang pria di sebuah sudut ruangan
restoran. "Mereka adalah peminum yang luar biasa handal." tutur seorang pria yang duduk bersebrangan dengan wanita.
"Sastrawan kaya, hakim yang selalu membeli mutiara, dan sekarang 2 orang
gilak yang tahu minum setiap harinya saja. Mungkin mereka memerlukan 50 tael
emas setiap hari kalau dilihat dari cara minum mereka itu." tutur wanita yang terlihat agak kesal.
Pemuda tersenyum sesaat. Dia melanjutkan dengan pelan.
"Keduanya mempunyai tingkatan kungfu yang tinggi sekali."
"Tidak mungkin" Dilihat darimana keduanya terlihat hanya orang biasa saja."
tanya wanita. "Orang yang hebat adalah orang yang sanggup menyimpan tenaga dalamnya
dengan sangat baik sehingga kelihatan dari cara ataupun gaya tidak bisa
diketahui meski oleh seorang yang ahli." tutur lelaki.
Wanita itu hanya duduk saja sambil sesekali mengambil sumpit untuk makan di
sana. Sedangkan yang pria hanya duduk membelakangi kedua orang "gilak"
tersebut sambil makan makanan ringan.
"Kasus itu...
Kamu ingin menyelidikinya?" tanya wanita itu tiba-tiba.
"Kita sudah diminta seseorang yang tidak kita ketahui sama sekali. Sepertinya di sini pun kita tiada kerjaan, kenapa tidak coba-coba saja untuk melatih otak?"
tanya yang lelaki sambil tertawa ringan.
Wanita itu tersenyum sambil memegang pipinya.
"Setelah di sini benar selesai, kita menuju ke Tongyang terlebih dahulu.
Bagaimana menurutmu?"
Pemuda melihat kedua bola mata wanita, sambil tersenyum dia mengangguk.
Ruangan restoran memang terasa ribut sekali dengan perbincangan keduanya
yang keras. Meski demikian kedua orang kemudian tidak merasa terganggu
sama sekali. Hingga sekitar beberapa saat kemudian, "suara" lain telah muncul.
Suara langkah tergopoh-gopoh masuk ke restoran bisa di dengar siapa saja.
"Berita!!! Berita!!!!" teriaknya sepanjang jalan dan terdengar membahana.
Biasanya hal sedemikian sangatlah diminati oleh pemuda yang duduk di pojok,
dan dengan segera dia bangun saja dan melihat ke arah orang yang berlari
masuk itu. Orang yang berlari masuk adalah seorang pemuda, berusia sekitar 20-an dan
terlihat energik sekali.
Sedangkan 2 orang yang sedang minum dengan cara "hebat" itu segera
memalingkan wajahnya. Satu di antaranya terlihat marah dan sambil berjalan
mendekati pembawa berita. Dia mengangkatnya hanya dengan sebelah tangan.
"Berita apa!?" teriaknya.
Orang yang diangkat segera pucat sekali wajahnya. Dia gemetaran sambil
hendak berkata.
"Meng...."
"Meng" Yang jelas!!!" teriaknya kembali.
"Saudara Wang... Letakkan dia terlebih dahulu." teriak seorang peminum yang tidak beranjak dari tempatnya.
Orang bermarga Wang yang tinggi besar sempat menoleh sebentar, dan
mengangguk. Dia segera menurunkan pemuda pembawa "berita" yang
sepertinya telah mengacaukan kesenangan kedua peminum barusan.
Cukup perlu waktu yang lama juga sehingga pembawa berita tersebut
menghilangkan rasa terkejutnya. Kemudian dia mulai berkata.
"Aku tidak tahu kalau kedua pahlawan berada di sini. Aku sungguh telah salah besar."
Peminum di depan yang bermarga Wang terlihat tertawa keras beberapa lama,
lantas dia berkata.
"Pahlawan" Sungguh kata-kata yang hancur berantakan. Ada kabar berita apa
yang kau dapatkan?" tanyanya segera.
"Tentang kepala keluarga Meng, Meng Yangchu telah lolos dari penjara kemarin malam. Dia sepertinya di bantu oleh beberapa orang, kesemuanya adalah jago
silat tingkat tinggi... Ini adalah berita yang hendak kusampaikan..." tutur orang ini sambil merendahkan kepalanya.
Peminum bermarga Wang tadinya memang masih tersenyum, tetapi sekarang
wajahnya telah berubah. Dia melihat ke arah temannya yang masih berdiri sambil
mengangguk pelan. Wajah keduanya terlihat segera serius menanggapi berita
barusan. "Kita harus pergi sekarang juga saudara Jia."
Orang di ruangan tengah yang masih memegang kendi arak segera
mengangguk. Keduanya berlari cepat sekali dan melompat hebat menelurusuri
pintu depan yang terbuka lebar itu. Dan hanya sesaat saja kesemua orang yang
berada di sana merasa heran sebab keduanya telah "raib". Meski keduanya memiliki bentuk badan besar tinggi, tetapi kelincahan mereka berdua patut
mendapat ancungan jempol.
"Kamu tahu siapa dia?" tanya seorang wanita cantik di pojok yang tentunya adalah Yunying kepada Jieji.
Jieji menatap sekilas ke pintu depan, lantas dia mengangkat bahunya pelan
sambil menggelengkan kepalanya.
BAB CXXX : Cao Bin, Perdana Menteri Sung
Istana kekaisaran Ta-Li...
Ruangan rapat utama terlihat telah dipenuhi banyak menteri-menteri yang
berpakaian seragam warna merah. Sepertinya disini terlihat wajah
masing-masing yang terasa menegangkan.
Kaisar Ta-Li sedang duduk di kursi kemegahan, memiliki wajah bidang yang
tenang dan agung. Di lehernya terlihat terikat rantai yang terbuat dari mutiara dan ujungnya berbentuk giok kehijauan. Umur Kaisar Ta-Li sepertinya hanya 20-an
atau 30 tahun saja.
Sungguh kontras wajah Kaisar dibandingkan dengan wajah para menteri-nya
yang terlihat pucat pasi dan tidak tenang.
"Yang Mulia, kasus keluarga Meng semakin lama semakin terasa aneh sekali.
Jebolnya penjara kekaisaran kita sungguh sangatlah mengkhawatirkan. Mohon
segera Yang Mulia membuat keputusan melakukan pengejaran." Yang berbicara
di sini sepertinya seorang pejabat tinggi kekaisaran, dia berdiri di sebelah depan kanan. Jika diurutkan, biasanya orang yang berhak berbicara di sini adalah
termasuk Perdana Menteri , Penasehat ataupun seorang guru kekaisaran.
"Penasehat Dong...
Berapakah perwira kita yang tewas?" Kaisar muda segera bertanya dengan
wajah yang tenang sama sekali. Tidak nampak ketegangan di wajah pemuda
agung cukup muda tersebut.
"Jumlahnya pas 43 orang termasuk 2 orang dayang istana yang kebetulan lewat saja." jawab orang di depan, yang ternyata adalah Penasehat kekaisaran Ta-Li.
"Hmph......."
Kaisar Ta-Li hanya berdengus sekali. Wajahnya yang tenang tadinya telah
berubah, kedua matanya terlihat merah karena amarahnya yang meluap sesaat.
"Yang Mulia...
Pesilat yang menolong Meng Yangchu terdiri dari 6 orang. Mereka menerobos
dengan ganas dan membunuh siapapun yang menghalangi tanpa terkecuali. Ini
tidak bisa dibiarkan..."tutur Penasehat Dong kemudian.
"Adakah orang kita yang mengenal keenam orang itu" Dan adakah tanda-tanda
atau ciri-ciri keenam orang tersebut?" Kaisar Ta-Li bertanya.
"Keenam orang dikenali 3 orang saja. Dan sungguh sangat kebetulan bahwa
orang yang mengenali ketiga orang adalah orang yang berasal dari sekampung
dengan pesilat-pesilat itu."tutur Penasehat kembali kepada Kaisar dengan cara yang penuh hormat.
"Kalau begitu, sebarkanlah seluruh perintah ke seluruh negeri. Aku akan menulis surat untuk Kaisar Sung meminta mereka ikut dalam penangkapan Meng serta
teman-temannya. Rapat dibubarkan sampai di sini saja!"Kaisar segera beranjak naik singgasana-nya untuk berjalan ke belakang.
Tetapi sepertinya Penasehat Dong menghalanginya dengan berkata-kata.
"Tiga orang adalah pesilat yang sangat handal sekali. Yang Mulia tentu pernah mendengar nama Pahlawan Selatan bukan?"
Kaisar Ta-Li menoleh dengan wajah yang terkejut.
"Maksudmu tiga orang, salah satunya adalah Xia Jieji?"
"Begitulah Yang Mulia..."
"Bawa masuk orang yang melihat Xia Jieji segera sekarang juga!"Kaisar segera memerintahkan seraya berteriak.
Tanpa perlu waktu yang lama, dengan tergopoh-gopoh seorang dayang yang
agak tua segera masuk. Dia menjalankan adat sebagaimana dilakukan oleh
hamba-nya terhadap Kaisar.
"Tidak perlu terlalu banyak basa-basi. Sekarang katakanlah semua dengan
jelas..." Tanya kaisar sambil menunjuk dayang-nya yang sedang berlutut.
"Yang Mulia..
Hamba dahulu berasal dari Changsha di propinsi Jing selatan. Hamba pernah
melihat ketiga orang yang semalam menyerang penjara istana kekaisaran..."
"Lanjutkan!" tutur Kaisar seperti sedang semangat atau seperti sedang ketakutan atau semacamnya.
"Ketiga orang ini diyakini adalah Xia Jieji, Yuan Xufen, dan Xia Rujian. Hamba berani memastikan ketiganya adalah benar mereka..." Sahut dayang kaisar Tali dengan yakin sekali.
Sementara itu, penasehat segera mengeluarkan sebuah kertas dari balik lengan
bajunya. Kertas gulung yang berukuran tidak kecil segera di sodorkan ke arah
Kaisar. Kaisar sempat membukanya sebentar dan melihat.
"Hmph?"
Kaisar terlihat marah. Dia berjalan ke belakang cepat tanpa memberi perintah
apapun lagi. Ruangan belakang istana kekaisaran...
Rapat sudah bubar karena kaisar Ta-li, Duan Jing membubarkannya dengan
cara tidak terhormat. Sepertinya Kaisar merasa terpukul akibat "lawan-nya"
bukanlah manusia sembarangan. Dia terlihat diam saja dan berpikir dengan
wajah yang masam sekali. Cukup lama sepertinya Kaisar Tali tenggelam dalam
pemikirannya yang dalam. Sampai sebuah suara yang memanggilnya pun tidak
diketahuinya. Adalah sampai panggilan kedua, dia baru saja menyadarinya.
"Masuk..."
Di depan ruangan belakang terlihat dua orang "raksasa" melangkah dengan tenang. Sesampai di dalam, mereka berdua berlutut memberi hormat.
"Kalian berdua termasuk kakak seperguruanku. Jangan sesekali lagi berlutut menyembah seperti demikian."
Tetapi keduanya berdiri juga setelah memberi hormat sekali lagi.
"Kabar yang kita dapat di kota menyatakan bahwa Meng Yangchu sudah lolos."
Tutur orang yang di sebelah kiri.
"Betul kakak seperguruan Wang. Mereka membunuh banyak anggota pasukan
kekaisaran kita."
"Empat puluh tiga orang dibunuh dalam sekejap. Kecuali kita bertiga apa ada orang di Ta-Li sanggup melakukannya?"tanya Wang dengan terkejut sebentar.
Kaisar Duan Jing segera mengeluarkan sesuatu benda yang sedari tadi
disimpannya di balik lengan bajunya kepada orang bermarga Wang tersebut.
Wang menerimanya dengan hormat, dan dengan cepat dia membukanya.
Sedangkan saudara perguruannya yang bermarga Jia melakukan hal yang sama.
Dia menjulurkan kepalanya ke samping untuk melihat.
Digulungan kertas ternyata terpampang wajah tiga orang. Wajah pertama adalah
orang yang berwajah agung, umurnya sekitar 50-an mungkin, wajahnya dihiasi
kumis dan jenggot. Di tengah tergambar seorang pemuda berwajah tenang,
umurnya 30-an dengan alis yang agak tinggi dan wajah yang agak lebar.
Sedangkan di sebelah kanan terlihat gambar seorang wanita cantik, hanya
dengan melihat lukisan saja sudah bisa diyakinkan bahwa wanita ini adalah
wanita yang cantik luar biasa jika benar hidup.
"Kakak Wang, lihatlah. Kedua orang ini bukankah?"
teriak Jia sambil tidak percaya.
"Kedua orang terlihat di restoran Qian Li Xiang barusan saja." tutur Wang melihat ke arah Kaisar Duan Jing.
"Benarkah saudara seperguruan Jia Shan?" Tanya Duan seakan tidak percaya.
Wang membenarkan pernyataan Jia untuk meyakinkan kaisar Duan.
"Kalau begitu, kita berdua segera kembali ke sana untuk meringkus keduanya..."
Wang berkata seraya berangkat. Dia di kuti oleh Jia Shan cepat. Sedangkan
Kaisar Duan segera masuk ke dalam kamar, sepertinya dia sangat tertarik
dengan kejadian ini.
*** Restoran dan Penginapan Qian Li Xiang...
Sudah sejam berlalu sejak kedua orang peminum meninggalkan restoran ini.
Keramaian memang masih terasa meski kedua "gentong arak" sudah pergi. Meja makan di sudut yang tadinya diduduki sepasang pemuda dan pemudi sudah
kosong. Sekarang ketiga orang berdiri di depan pintu masuk sambil was-was
untuk melihat sekeliling.
Para penonton ataupun penghuni penginapan sepertinya bergembira kembali
karena mereka merasa bisa menyaksikan tontonan yang hebat kembali. Tetapi
kali ini dua orang terlihat sangat serius menyapu ruangan dengan keempat bola
mata mereka. Sedangkan orang di tengah yang terlihat berwajah agung dan
tenang juga melakukan hal yang sama.
Tidak lama, ketiganya melangkah ke dalam karena "buruan" mereka sepertinya telah "hilang". Ketiganya beranjak ke kasir restoran sekaligus penginapan.
Wang terlihat meletakkan 1 tael emas ke arah kasir yang agaknya sudah
berumur. "Katakanlah, dimana sepasang pemuda pemudi yang tadinya sempat duduk di
sana." katanya sambil menunjuk ke arah tadinya Jieji dan Yunying duduk.
Kasir yang menerima uang 1 tael emas segera tersenyum, dia menengok ke atas
sambil menunjuk. "Keduanya tinggal di atas, di kamar sebelah sana. Sepertinya keduanya adalah sepasang suami-isteri."
Kaisar Duan Jing, Wang Xin, dan Jia Shan segera melihat ke atas. Pandangan
mereka tajam ke arah yang ditunjuk kasir. Segera saja, ketiganya beranjak dari
sana dan menaiki tangga dengan perlahan.
*** Sementara itu, di ruangan yang di tunjuk pemuda berprofesi kasir restoran dan
penginapan Qian Li Xiang...


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hari yang membosankan..." Tutur seorang pemuda.
"Selain kasus, tidak ada yang membuatmu betul terhibur..." Suara seorang wanita lembut menimpal.
"Petunjuk-nya sama sekali tidak ada, bagaimana bisa kita memecahkan kasus"
Dan yang anehnya adalah permintaan yang ditulis di kertas. "Hanya menulis, tunggulah 3 hari kemudian.?"
"Hanya orang yang tolol saja yang percaya." Lalu terdengar tawa seorang wanita.
"Hmph... Kenapa harus tiga hari" Dan tiga hari telah berlalu, sekarang sudah hari keempat. Aneh sekali..." Tutur pemuda.
"Ada orang..." tutur seorang wanita segera dengan suara yang lembut sekali.
Lelaki segera mengangguk pelan mengerti.
Ketiga orang yang barusan naik sudah sampai di depan kamar yang ditunjuk.
Ketiganya melihat sesama-nya dengan wajah yang tegang. Orang di samping,
berwajah bidang yang bermarga Wang segera saja mendorong atau bisa
dikatakan mendobraknya dengan keras.
Pintu kayu yang cukup kuat pun terbelah akibat tenaga dalam keras yang keluar
dari tangannya.
Seiring pintu dihancurkan, ketiganya dengan siaga menyolong masuk saja ke
dalam. Lantas dengan cepat, ketiganya melongo. Dalam ruangan kosong
melompong membuat mereka tidak percaya benar pada kasir di bawah tadi.
Tetapi ketika melihat jendela yang mengarah ke jalanan terbuka, ketiganya juga
segera melihat keluar lewat jendela.
Terlihat dengan sekejap adanya 2 bayangan yang meloncati atap dengan
gerakan ringan tubuh hebat.
"Kejar!" Teriak Duan Jing segera.
Kedua temannya segera mengikuti perkataan adik seperguruannya. Dengan cara
yang sama dan gaya melompat yang hampir mirip ketiganya mengejar.
Kejar mengejar sepertinya terlihat sangatlah seru sekali.
Pengejaran sudah dilakukan sampai keluar kota dengan cepat ke arah timur.
Dalam waktu yang cukup lama, ketiganya sudah mengejar hebat. Tetapi
sepertinya kecepatan lawan di depan bukan kecepatan manusia umum, dan
terlihat semakin terpisah-nya mereka bertiga dengan buruan mereka yang terdiri
dari 2 orang di depan.
"Sepertinya tiga orang itulah akan mencari masalah...." Tutur Jieji kepada Yunying sambil berpegangan tangan dan berlari hebat. Sesekali mereka
melompat dengan tenang saja ketika menjumpai batu-batu yang tinggi.
"Kenapa tidak saja kita berhenti" Dan tanyakan ada perihal apa?" Tanya Yunying dengan wajah yang agak heran.
"Sepertinya ketiga orang di belakang pada awalnya tidak mengenal kita. Tetapi setelah pulang, mereka kembali balik. Mungkin juga ada permohonan kasus,
atau ada hubungannya dengan kertas di balik bajuku?" tanya Jieji kepada
Yunying dengan heran.
Yunying mengangguk pelan sambil tersenyum.
"Kita bisa saja lari, karena belum sama sekali kita kerahkan kesemua
kemampuan kita. Tetapi lawan yang mengejar tentu masih setidaknya 1 tingkat di
bawah kita berdua."
"Betul, mereka mengejar dengan kecepatan maksimum mereka. Toh, kita tidak
terkejar. Ayo, kita berhenti saja." Tutur Jieji.
Selesai kata-kata Jieji dilepaskan, mereka mendarat dengan mudah dan
menoleh ke belakang.
Tak lama kemudiannya, ketiganya juga telah sampai. Mereka mendarat dengan
mudah sekali seperti halnya Jieji dan Yunying.
"Siapa anda sekalian?" tanya Jieji melihat ke arah ketiganya secara bergantian.
"Xia Jieji, Pahlawan Selatan-kah disini?" tanya Wang melihat secara serius.
Jieji tersenyum mengangguk pelan.
"Dan tentunya dia adalah Yuan Xufen?" tanya Jia yang berada di sampingnya.
"Yuan Xufen" Bukan dia bukan bermarga Yuan." Tutur Jieji.
"Hmph... Wajahnya sama dengan yang dilukisan, jika bukan Yuan Xufen siapa lagi?" tanya Duan Jing menatap lurus dan serius.
"Aku adalah adik perempuannya, namaku Yunying." jawab Yunying dengan
pandangan yang tajam pula.
"Oh yah" Kalian berdua ada maksud apa di Ta-Li?" tanya Jia yang terlihat cukup pintar. Wajahnya tersenyum khas dan penuh pertanyaan.
"Kita hanya jalan-jalan saja di sini. Tidak ada maksud lain?" tutur Jieji.
"Tidak ada maksud lain" Menyelamatkan Meng Yangchu yang kriminal negara
kau bilang hanya jalan-jalan?" tanya Wang yang sepertinya agak tidak sabaran.
"Meng Yangchu" Bukankah dia ada di penjara Ta-Li?" tanya Jieji yang agak heran.
"Betul... Semalam sebelum tengah malam, dia memang benar berada di sana." jawab
Duan Jing dengan wajah kemerah-merahan.
"Dia meloloskan diri" Jadi kalian bertiga mencurigai kita berdua" Bukan begitu?"
tanya Jieji sambil tersenyum.
"Bukan mencurigai. Lihatlah ini!" teriak Duan sambil melempar kertas gambaran tadinya ke arah Jieji dengan sikap yang agak marah.
Sepertinya kaisar Ta-li benar bukan seorang pesilat yang gampang diremehkan
siapa saja. Dengan uluran tangan membentuk lemparan gulungan sepertinya
mengandung tenaga dalam yang kuat.
Bahkan Jieji perlu beranjak 1 langkah ke belakang mencari posisi untuk
menangkap gulungan kertas. Dan baru saja ditangkap, sepertinya energi
membuyar terasa mengelilingi dan membuyar segera.
Jika pesilat biasa yang berusaha menangkap lukisan, sepertinya telah terpental
dan dalam bahaya besar. Tetapi Jieji menangkapnya dengan cukup tenang, dia
membuka gulungan lukisan dengan wajah yang segera terkejut.
"Jadi benar ada orang yang melihat kita berdua?"
"Seorang dayang istana. Mereka melihat anda berdua bersama seorang tua yang dikenalinya, sedangkan 3 orang lainnya betul tidak dikenal olehnya sama sekali."
Sahut Duan Jing.
"Wajar sekali kita berdua dicurigai kalau begitu. Semalam tengah malam, kita berdua berada di penginapan saja tidak kemana-kemana. Banyak orang yang
bisa membuktikan alibi kita berdua." Sahut Yunying dengan tersenyum.
"Oh" Maksudmu orang-orang penginapan bisa membantu anda berdua
meyakinkan alibi?" tanya Duan Jing mengerutkan dahinya.
"Betul sekali..." jawab Yunying.
Jieji memandang ke lukisan saja, dia tidak menjawab apapun.
Ketika dia benar sedang melamun, tidak dirasakannya hawa kehadiran
seseorang. Tepat dari sebelah kanan-nya telah terlihat seseorang sedang
berjalan pelan. Hanya Yunying yang tahu bahwa adanya seorang sedang
berjalan pelan tetapi ringan sekali. Dia telah memandang ke arah orang itu.
Orang yang datang ini tertawa terbahak-bahak segera. Jieji yang baru saja
menyadari adanya orang, segera berpaling. Dilihatnya sekilas kemudian telah
membuat dirinya terkejut.
Orang yang datang memiliki tinggi 5 kaki lebih saja, dan bisa dikatakan cukup
pendek untuk orang daratan tengah. Mungkin tingginya hanya sekitar tinggi
orang Tongyang umumnya. Berpenampakan sangat berkharisma dari wajah,
agung dan sangat tenang sekali. Di kepala orang, terhias sebuah kain layaknya
seorang sastrawan mulia. Tangannya sedang dikepalkan ke arah belakang
punggung. Di wajah terlihat kumis panjang dan jenggot yang pendek. Jieji sangat mengenali orang tersebut.
"Perdana Menteri Cao?" teriaknya dengan wajah seakan tidak percaya.
Orang "pendek" ini kemudian membungkuk hormat. Wajah dan matanya sangat ramah.
Jieji segera membalas hormat orang tersebut.
"Diakah Cao Bin yang namanya sangat termahsyur itu?" tanya Yunying berbisik kepada Jieji.
Jieji hanya memandang sebentar ke mata isterinya dan mengangguk pelan.
Sementara itu, ketiga orang di arah depan Jieji segera membungkuk memberi
hormat. Yang hebatnya, ketiganya segera menutur perkataan yang sama.
"Guru...."
Bukan main terkejut Jieji mendapati perkataan ketiga orang, dia melongo sambil
memandang ketiganya.
*** Alkisah, Cao Bin adalah menteri yang telah mengabdi kepada 3 Kaisar: Kaisar
Zhou akhir, Chai Rong, Kaisar Sung Taizu, Zhao Kuangyin. Dan Sung Taizong,
Zhao Kuangyi sekarang. Namanya memang sangatlah terkenal tetapi sifat dan
pembawaannya tidaklah seiring tingginya Kemahsyuran nama-nya. Dia bertindak
sangatlah rendah hati setiap saat, tidak pernah menonjolkan diri-nya meski dia
adalah orang yang sangat pintar. Dunia berani mengatakan bahwa kepintaran
Cao Bin sudah tidak ada tandingannya lagi pada zaman itu.
Tahun ke-5 periode Xiande pada masa akhir Dinasti Zhou, Kaisar Shizong (Chai
Rong) meminta Cao Bin untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke kerajaan
Wuyue. Wuyue mencoba memberinya banyak hadiah pada berbagai
kesempatan, tetapi Cao Bin selalu menolak. Saat perjalanan pulang, setelah naik ke kapal, Wuyue tanpa sepengetahuan Cao Bin meninggalkan sejumlah besar
emas, perak dan berbagai permata di atas kapal sebagai hadiah untuknya.
Setelah kembali ke istana, Cao Bin menyerahkan seluruh harta tersebut kepada
istana. Kaisar sangat tersentuh dengan sikapnya tersebut dan mengembalikan
seluruh hadiah kepadanya. Cao Bin tidak ada pilihan kecuali menerima
penghargaan kaisar. Setelah menerima hadiah dari kaisar, ia membagikan
seluruhnya kepada kerabat dan kawan-kawannya.
Dalam peperangan menyatukan Sung, dia pernah ditugaskan untuk menguasai
Shu Akhir dan Tang Selatan. Dan dalam peperangan yang berhasil gemilang,
apalagi dalam Shu akhir. Semua menteri dan jenderal yang ikut mengambil
kekayaan Kerajaan Shu akhir yang sangat makmur. Kesemuanya pulang
membawa emas, cita, giok dan segala kemewahan ke kampung halaman. Tetapi
lain halnya dengan Cao Bin seorang, dia pergi membawa pakaian dan
buku-bukunya. Dan dia pulang tanpa membawa lebih lagi barang-nya daripada
pakaian dan buku-bukunya.
Sung Taizu, Zhao Kuangyin pernah menanyainya suatu saat.
"Dahulu, ketika aku masih Jenderal terbaik di Zhou akhir. Kenapa hanya anda sendiri saja yang tidak pernah sekalipun mengunjungi-ku sementara kesemua
menteri dari pangkat atas ke bawah tiada seorangpun yang tidak bertindak
demikian seperti hal-nya anda?"
Cao Bin memberi hormat dengan sangat hikmad, lantas dia menjawab.
"Pada saat itu, aku adalah seorang menteri yang sangat dekat dengan Kaisar Zhou dan aku juga sama dekatnya dengan perdana menteri-nya. Saya
memusatkan untuk memberi perhatian penuh terhadap tugas dan kewajiban,
mana mungkin saat itu aku berani berteman dekat dengan Yang Mulia?"
Karena jawabannya yang sangat jujur, Zhao Kuangyin sangatlah menghormati
Menterinya yang satu ini.
Setelah kejadian itu, baik Cao maupun Zhao memiliki hati dan ikatan batin yang
sudah terikat satu sama lainnya. Yang terakhir menolong Zhao Kuangyin lolos
dari maut beserta Xia Jieji juga-lah Cao Bin.
*** "Budi anda sungguh sedalam lautan. Tidak mungkin aku tidak membalasnya
seumur hidupku." Tutur Jieji tiba-tiba kepada Cao Bin yang sedang menyapa
murid-muridnya.
Cao melihat ke arah Jieji. Dia tersenyum.
"Tidak... Hari itu kalian berdua cukup memiliki kemampuan untuk lari. Lantas mengapa
anda menceritakan kembali hal masa lalu itu?"
"Dengan adanya anda, maka masalah menjadi sangat praktis. Melarikan diri
tidak akan menyelesaikan masalah selamanya." jawab Jieji tersenyum.
"Sayang-nya Tuan Yuan harus menebus nyawa-nya sendiri. Seumur hidup, inilah hal yang kusesalkan saja." Jawab Cao Bin sambil memandang langit.
Jieji cukup lama memandang ke depan saja, tatapannya sayu. Dia mengingat
kembali dirinya dan kakak angkatnya yang sedang terkepung hebat di tembok
kota Kaifeng. "Lalu bagaimana masalah kita?" tiba-tiba Duan Jing menanyai Jieji.
Jieji telah sadar dari lamunan-nya kembali. Dia melihat ke arah Duan sambil
tersenyum hangat.
"Anda ingin memakai kekerasan atau cara damai, aku siap melayani."
Cao Bin tertawa mendengar tuturan Jieji. Dia menjawab dengan agung.
"Sudah lama sekali, aku mendengar kehebatan tarung Xia Jieji. Tetapi belum pernah sekalipun aku beradu dengannya. Ilmu pemusnah raga kabarnya tiada
tandingan, adalah penyesalan seumur hidup bagi seorang pesilat tinggi tidak
pernah menjajalinya."
"Kalau begitu, Mohon maaf Tuan Cao. Anda salah alamat kali ini?" Sahut Jieji sambil tersenyum.
Mata Cao tiba-tiba melotot, dia melihat Jieji dengan heran.
"Jika anda hanya ingin bertarung melawan Ilmu pemusnah raga, maka isteriku rela menjajali kemampuan anda." Tutur Jieji.
Cao Bin segera menoleh ke arah Yunying. Dilihatnya dengan wajah yang seakan
tidak percaya. Seorang wanita cantik tetapi memiliki kemampuan dahsyat. Tanpa
perlu waktu yang lama untuk berpikir, dia segera berkata.
"Anda-lah wanita bertopeng misterius itu" Yang dalam 1 malam saja bisa
mengacaukan setiap cabang partai Jiu Qi?"
Yunying menatapnya sambil tersenyum. Lantas mengangguk pelan.
"Kalau begitu, bagaimana kita mulai saja?" Tanya Cao melihat ke arah Yunying.
Sementara itu, Yunying sudah bersiaga. Kuda-kuda kedua kakinya terlihat
menyamping sebentar. Dia melangkah ke samping dua tindak untuk mencari
posisi penyerangan. Cao juga melakukan hal yang hampir sama, dia menatap
dengan tatapan tajam setiap gerakan yang paling sederhana sekalipun.
Jieji sudah beranjak dari sana, dia mundur sekitar 30 kaki ke belakang untuk
memberi jarak pertarungan. Tetapi ketiga murid Cao Bin sepertinya juga ingin
menjajali kemampuan pemuda berjuluk "Pahlawan Selatan" tersebut.
Mereka menatap tajam ke arah Jieji. Sementara itu, Jieji tersenyum saja. Dia
sendiri juga membentuk kuda-kuda yang kelihatannya adalah bertahan. Ketiga
orang, Duan Jing, Wang Xin, Jia Shan sudah membentuk kuda-kuda menyerang
dari awal. Tangan mereka terlihat membentuk jari untuk menyerang. Jari telunjuk disiapkan mereka dekat wajah ketiga-nya.
Jieji menatap satu persatu dengan wajah yang cukup terkejut. Sepertinya
lawannya adalah pemakai jurus jari, tetapi yang jelas dia tahu bahwa
kemampuan ketiganya tidak pernah terdengar di dunia persilatan dan
membuatnya sungguh merasa was-was.
"Xia Jieji menguasai Ilmu jari dewi pemusnah dengan sangat baik. Murid-muridku berhati-hatilah." tutur Cao Bin dari arah samping memperingatkan.
Ketiga muridnya terdengar menjawab pendek serentak saja mendengar
peringatan dari guru-nya.
Jieji segera menyerang ke depan terlebih dahulu untuk membuka suasana
pertarungan. Dia tahu benar bahwa ketiga lawan di depannya bukan termasuk
lawan yang enteng. Oleh karena itu, dia telah siap merapalkan tapaknya. Tapak
segera dihantamkan cepat ke arah Wang Xin yang terlihat agak ke depan. Wang
sesaat menunjukkan jarinya ke telapak Jieji yang terbuka lebar.
Suara dentuman tenaga dalam segera terdengar sekali. Wang terlihat di bawah
angin segera, dia menyeret kaki ke belakang guna "mengusir" tenaga dalam yang masih terasa hebat menolaknya.
Sementara Wang telah memainkan Jurus pertamanya, Jia Shan dan Duan Jing
ikut menyerang serentak. Gerakan awal keduanya adalah sama. Jari Jia Shan
segera dimainkan ke arah leher Jieji, sedangkan Duan Jing segera mengincar
rusuk kanan Jieji yang terbuka.
Melihat keadaan yang cukup berbahaya, Jieji mengangkat sebelah kaki-nya ke
arah luar. Tujuan-nya tiada lain adalah menepis lengan Duan dari samping yang
jarinya sedang menuju ke arah rusuknya. Tindakan Jieji berhasil gemilang, Jari
Duan yang seharusnya mengarah ke rusuk, langsung menyerang ke tempat
kosong. Ketika Duan sempat terkejut, dia dihantam pada punggungnya oleh kaki Jieji
yang belum turun dari udara. Dalam pertarungan 1 jurus, terlihat Duan telah
tertolak mundur ke belakang dan mengalami luka dalam namun tidaklah parah
sama sekali. Tetapi bahaya tidak sampai disini saja, sebab Jia sudah menyerang hampir
mengenai sasaran. Jari yang memiliki hawa penyerangan sangat kuat sudah
menusuk ke arah leher pemuda, tetapi...
Dengan kenekatan, sepertinya pemuda juga melakukan totokan jari ke arah leher
lawan-nya. Sebenarnya, di dalam hati... Jia sudah merasa cukup senang karena meski
lawannya sanggup mematahkan jurus kedua saudara seperguruannya, namun
hanya miliknya-lah yang akan mencapai sasaran.
Tetapi melihat lawan melakukan gerakan jari menotok ke leher, jelas
membuatnya sangat terkejut sesaat. Dengan tanpa tawar menawar, Jia menahan
gempuran jari Jieji dengan sebelah tangannya lagi sambil membentuk telapak.
Disini, terlihat hal yang sangat aneh sekali. Sebenarnya dilihat siapapun, semua tahu bahwa Jia sudah berhasil mengenai sasarannya melalui jari tangan
kanannya. Tetapi, entah apa yang sedang dilakukan oleh Jieji pada saat "waktu"
yang sangat sempit, yang membuat serangan Jia justru tertarik ke belakang.
Jarinya mengenai ke arah kosong seiring dengan mundurnya dirinya. Jia menarik
kakinya ke belakang dan mundur beberapa puluh tindak.
Ternyata, serangan jari Jieji sudah mengenai tapak lawan terlebih dahulunya.
Sehingga tenaga dalam Jieji lebih dulu bekerja menolak daripada sampainya
serangan Jia ke leher pemuda.
"Ini adalah jurus pedang yang dirapalkan ke jari." sahut Jia sambil tersenyum manis kepada Jieji.
Jieji mengangguk pelan.
"Betul. Jurus tadi adalah salah satu dari ratusan gerakan jurus kedua Ilmu pedang surgawi membelah."
Ketiga lawannya kontan heran sesaat. Semuanya tahu ada-nya jurus tersebut
hanya dalam legenda, tetapi Jieji mempelajari-nya dengan sangat baik.
Jika dilihat sesaat, semua orang berpikir bahwa Jieji "mencari mati". Dengan menelan bulat-bulat serangan lawan, dia hendak beradu nyawa. Tetapi justru
ini-lah keunikan jurus pedang tangan kiri yang tanpa tanding itu. Lawan memiliki lengan yang tentunya berniat bertahan karena serangan dadakan, jadi mau tidak
mau lawan yang sebenarnya unggul itu terdorong mundur. Semua gerakan serta
pelafalan dari Jurus pedang surgawi membelah sebenarnya adalah trik hebat
dalam pertarungan.
Jia tertawa terbahak-bahak melihat jurusnya malah sia-sia. Dia berkata dengan
puas. "Ilmu pedang yang dirapalkan jari anda hebat sekali. Jika tadinya aku tidak bertahan, maka seranganku pasti mengenai sasaran. Dan setidaknya sekarang
baik aku dan dirimu tidak bisa berdiri lagi. Ilmu pedang yang memanfaatkan dan
memaksakan naluri pesilat untuk bertahan memang luar biasa."


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul... Jika adalah seorang biasa, malah jurus demikian kelihatannya tidak berlaku."
tutur Jieji sambil tersenyum memegang bibirnya.
Sementara Jieji berbicara, ketiga lawan di depannya saling melihat dan saling
menganggukkan kepalanya. Ketiganya terlihat kembali bersiaga, kaki mereka
sudah berkuda-kuda menyamping dan ketiganya terlihat sangat seragam
merapal jari kanannya kembali. Baru hendak mereka beranjak, keempat
pendekar tersebut dihentikan oleh sebuah suara. Langsung, keempat menoleh
ke samping. Sepertinya pertarungan Yunying dan Cao Bin sudah dimulai. Setidaknya sudah
belasan jurus mungkin berdua menjalani-nya.
Suara tapak berlaga dan bertahan membuat keempat orang ini menghentikan
pertarungan untuk sementara.
Yunying dan Cao Bin sudah bertarung sambil melayang di tebing yang terlihat
curam. Keduanya seakan sedang "memanjat" tebing sementara keempat telapak sepertinya saling bertahan maupun menyerang.
Pertarungan yang sangat bagus dan jarang sekali terlihat di dunia persilatan,
kecepatan yang sesaat bagaikan kecepatan kilat yang menyambar.
Cao Bin adalah penguasa kungfu telapak, dan entah jurus apa yang sebenarnya
sedang diperagakannya. Meski terlihat tidak asing, tetapi perubahan jurusnya
mengundang decak kagum juga bagi siapapun yang melihatnya.
Sedangkan Yunying tidak melayani-nya dengan tapak berantai dahulu, dia selalu
menggunakan jurus dalam Ilmu memindah semestanya yang terdiri dari 10
tingkatan itu. Dengan berbekal tenaga dalam yang tanpa tanding, sepertinya Ilmu memindah semesta terlihat cukup unggul di atas kemampuan sebenarnya Cao
Bin. "Pertarungan yang luar biasa mematikan!" teriak Duan melihat gerakan kedua orang tersebut.
"Wanita itu sungguh sangat luar biasa. Kemampuannya mungkin beberapa
tingkat di atas kita." tutur Wang ke arah Jia dengan wajah yang serius.
Jia terlihat mengelus jenggotnya, dia mengangguk membenarkan pernyataan
saudara seperguruannya.
Sedangkan Jieji melihat kedua petarung itu dengan senyuman manis. Dia sangat
yakin bahwa Yunying pasti sanggup mengalahkan Cao Bin dalam adu jurus
tersebut. Di satu kesempatan, kelihatan jurus Cao Bin semakin liar. Medan pertarungan
mereka telah berubah, yaitu di samping tebing yang terdiri dari rumput setinggi pinggang. Yunying melayani-nya dengan tetap serius tanpa banyak berpikir.
Disini kelihatan bahwa wanita lebih sering bertahan dan memanfaatkan serangan
balik. Sudah ratusan jurus kemudian mereka melakoninya satu sama lain, tetapi tidak
kelihatan bahwa kedua manusia ini lelah. Lantas Jieji berpaling ke arah Duan, Jia dan Wang bertiga. Ketiganya segera beradu pandang dengan Jieji.
"Apa kita hanya melihatnya saja" Meski hanya 1 jurus, tetapi tidak tentu jurus lainnya kita bakal kalah." sahut Wang yang terlihat kurang sabaran.
Jieji tersenyum. Dia merapatkan kedua tapaknya ke dada. Hawa pertarungannya
segera muncul dahsyat.
Duan, Wang dan Jia segera saja menarik kaki mereka bersamaan. Ketiganya
sangat kompak kelihatannya, dan langsung saja mereka dahulu melakukan
penyerangan. Jari dari sebelah tangan mereka semua di tunjukkan ke Jieji.
Ketiganya berniat menyerang 3 daerah berbahaya dari tubuh lawannya.
Jia menyerang ke arah leher, terlihat dia menunjukkan serangan ke leher lawan
meski masih terpaut puluhan kaki. Duan mengancang ke arah jantung lawan,
sedangkan Wang ke arah rusuk kanan lawan.
Seperti ancang-ancang jurus Ilmu jari dewi pemusnah, ketiganya menyerang
serentak dan kali ini terlihat serangan mereka tentunya adalah serangannya jarak jauh.
Jieji dengan sabar merapatkan kedua tangannya, sampai ketika hawa jari lawan
sudah keluar. Terasa 3 buah "pedang" tak berwujud sedang menyerang-nya.
Dan dengan sebuah teriakan pendek, tanah di sekeliling pemuda retak sebentar.
Hawa angin berdesir segera saja mengelilinginya mantap. Serangan ketiga lawan
memang sebenarnya adalah pas ke titik mematikan Jieji. Tetapi sebelum benar
ketiga "pedang" itu sampai, sepertinya daya tolak dari energi telah memancar sambil bergulung dengan sangat baik sekali.
Hasilnya, hawa jari pedang ketiganya berdesir mengikuti gelombang energi Jieji
yang berputar. Dengan berputarnya energi lawan, ternyata Jieji "ikut" gerakan putaran itu selama 1 kali.
Lawan terkejut melihat serangan mereka kesemuanya betul gagal dalam satu
kali hentakan tenaga dalam kuat. Lebih lagi kesemuanya terkejut ketika Jieji
sudah berputar penuh sekali. Sebab seiring baliknya dirinya ke arah depan,
kedua tapak juga sudah di arahkan ke depan.
Hawa bergulung tadinya, beserta energi lawan di balikkan bagaikan naga
menggeliat. Disusul oleh teriakan sekali Jieji, hawa energi meluber mengarah ke ketiga dengan waktu sesaat.
Melihat bahaya di depan mata, ketiganya segera beranjak mundur dengan sikap
bertahan semampu mereka.
Jieji tidak pernah betul serius mengerahkan energinya, dia hanya mengeluarkan
tidak sampai 1/2 kemampuan sesungguhnya. Meski terlihat gelombangnya amat
"liar" itu dikarekan kehebatan dari 18 telapak naga mendekam yang
disempurnakan-nya tersebut.
Tanah di sekitar mundur-nya mereka sempat terkelupas bagaikan tikus tanah
raksasa yang sedang menggali. Terlihat kemudiannya untuk membuyarkan
energi Jieji sesaat tadinya cukup memakan tenaga dan waktu bagi ketiganya.
Sekarang jarak mereka sudah terpisah ratusan kaki, upaya mereka memang
berhasil dengan sangat baik meski ketiganya terlihat bermandi keringat.
"Jurus yang hebat sekali. Belum pernah sekalipun ku dengar adanya jurus
sedemikian." puji Duan Jing dari arah yang jauh sekali.
Jodoh Rajawali 7 Kampung Setan Karya Khulung Pendekar Riang 12
^