Pencarian

Pahlawan Dan Kaisar 23

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 23


Jieji membalas memberi hormat. Tetapi sepertinya dia tidak begitu tertarik
omong, dia segera memalingkan wajahnya ke arah pertarungan Yunying dan
Cao Bin. Pertarungan kedua-nya seperti telah memasuki tingkat akhir. Keduanya siaga
benar sambil mengambil jarak puluhan kaki satu sama lainnya. Sepertinya kedua
orang di sini juga akan mengambil 1 kali serangan saja.
Jieji yang melihat kondisi demikian, segera berkata kepada isteri yang sangat di sayanginya itu.
"Jangan terlalu terburu-buru, ingatlah ini bukan pertarungan hidup mati."
Yunying menoleh sebentar ke arah Jieji, dia tersenyum manis dan mengangguk.
Cukup lama keduanya berpikir akan menyerang terlebih dahulu disini, tetapi
menyerang terlebih dahulu dalam jarak sedemikian jauh, memang bukanlah hal
yang bagus. Hanya pesilat handal yang sanggup berpikir ke sana, jika jarak
penyerangan dekat maka yang menyerang sepertinya bakal lebih unggul.
Sedangkan jika jarak penyerangan cukup jauh, justru bagi penyerang malah
akan lebih beresiko dari pihak yang bertahan.
Di sini, sepertinya Cao Bin malah lebih menguntungkan. Maka Jieji
memperingatkan isterinya dengan baik-baik. Dia tahu bahwa ketiga muridnya
menguasai ilmu jari tak berwujud dalam penyerangan jarak jauh tentu gurunya
juga memiliki kemampuan yang sama, sedangkan Yunying justru tidak pernah
menguasai jurus demikian. Adapun serangan jarak jauh Yunying hanya
berdasarkan gerakan tenaga dalamnya saja, jadi untuk menyerang jarak jauh
memang terasa sangat jelek.
Yunying bukannya tidak tahu keadaan yang memberatkan dirinya, dia terlihat
maju pelan-pelan ke depan. Tetapi Cao Bin justeru sebaliknya, dia mengamati
seluruh titik tubuh mematikan lawannya sambil mengancangkan jarinya.
Kejar-mengejar ala kucing dan tikus terlihat cukup menegangkan di samping
terlihat agak lucu.
Tetapi... Dengan tiba-tiba sepertinya Cao Bin telah melihat "lubang" pertahanan lawan yang sesaat lemah. Yaitu ketika Yunying sempat melangkah ke depan sambil
menyamping. Gerakan mata yang bergeser sedikit yang membuat sudut
pandang-nya agak tergeser segera dimanfaatkan oleh Cao Bin.
Cao Bin adalah seorang pesilat yang sangat teliti sekali, jika diubah ke Jieji
sekalipun, dia tidak pernah tahu ada kasus sedemikian dalam gerakan
menyerang. Hawa jari yang padat tenaga dalam segera melaju kencang ke arah Yunying
sesegera. Yunying memang tahu bahwa langkah-nya yang belum sempat
menginjak tanah lantas sudah di"matikan" oleh lawannya. Dengan gerakan menyeret kaki, dia terlihat menarik nafas panjang sekali.
Jurus lawan memang tidak-lah berwujud, lebih kuat 10 kali daripada jurus ketiga muridnya tadi. Jieji yang melihat gerakan serangan demikian, kontan merasa
cemas. Sambil menarik kaki ke belakang, Yunying melingkarkan kedua telapaknya
penuh ke depan. Hawa jari lawan terasa berbelok dengan segera, dan gerakan
kali ini dari Yunying memang sungguh sangat sempurna. Setelah benar dirinya
merasa sudah tidak dalam bahaya, Yunying merapalkan tapaknya maju ke
depan. Tetapi, dia segera dihalangi oleh seruan Jieji.
"Berhentilah..."
Dia mengikuti perkataan Jieji dan sambil berjalan pelan, Yunying menuju kembali ke arah Jieji. Jieji menatap ke arah Cao Bin.
"Jurus jari anda betul hebat..."
Cao Bin yang terpaut cukup jauh merapatkan kedua tangannya dengan hormat,
dia membungkuk sedikit.
"Ternyata manusia dengan kemampuan no. 1 sejagad justru seorang wanita."
Yunying mengangguk pelan sambil tersenyum malu mendengar perkataan Cao
Bin yang memuji kemampuannya.
"Tidak... Kemampuan anda juga sangatlah mengagumkan. Boleh aku
mengetahui, jurus jari anda tadinya bernama apa?" tanya Jieji dengan sopan.
Sambil berjalan ke depan, Cao tersenyum.
"Aku memberi-nya nama Ilmu jari Dewa Selatan." sahut Cao Bin.
"Kalau begitu, anda-lah pencipta jurus yang sedemikian hebat ini?" tanya Jieji terkejut sebentar.
"Tidak juga...
Dahulu, aku pernah melatih 3 landasan dari jurus Jing-gang. Aku mendapat ide
dari jurus jari Jing-gang yang sangat terkenal itu." sahut Cao Bin merendah.
Jieji mengangguk, dan terlihat menghela nafas sekali.
"Lalu, jurus tuan yang demikian hebat tadinya sempat kulihat sebentar. Anda juga menguasai tenaga dalam Jing-gang dengan sangat baik." tutur Cao Bin
dengan wajah menyelidik.
"Betul... Aku secara tidak sengaja mendapatkan Ilmu tenaga dalam Jing-gang di Mongolia
kuno." jawab Jieji sambil tersenyum.
"Jadi legenda itu benar ada-nya..." terlihat Cao berkata pendek sambil menghela nafas. Kemudian, dia melirik kembali ke arah Jieji. Dia kemudian bertanya
kepadanya. "Lantas jurus telapak yang sanggup dengan mudahnya mengeliminasi jurus jari ketiga muridku" 18 telapak naga mendekam milik tetua Pei" Eh...
Sepertinya tidak mirip, terlihat jauh lebih bertenaga dan berbahaya sekali."
"Tidak... Itu adalah jurus 18 telapak penakluk naga.." sahut Yunying sambil tersenyum ke arah Jieji. Senyuman khas yang terlihat rada mengejek.
"18 telapak penakluk naga" 18 telapak penakluk naga"
Sungguh sebuah nama yang sangat bagus sekali." sahut Cao Bin dengan wajah
yang cerah sekali.
"Nama ini adalah pemberian isteriku. Maafkan dirinya yang suka menggoda dan bermain-main. Sebenarnya Naga di sini yang kumaksud adalah "Ilmu pemusnah
raga"." Jawab Jieji sambil merendah.
"Betul... Sepertinya Ilmu pemusnah raga betul bisa ditaklukkan oleh jurus-mu tadi. Aku
meneliti cukup lama bersama dengan kakak seperguruanku. Sepertinya memang
benar sekali bahwa tentu ada jurus yang sanggup menaklukkan-nya." sahut Cao Bin sambil terlihat berpikir.
"Kakak seperguruan dari Tuan Cao" Boleh kutahu siapa?" tanya Jieji yang terlihat cukup tertarik dengan segera.
Cao tersenyum kepada Jieji. Dia tidak menyahutinya.
Saat tersebut, terdengar derap kaki kuda yang mendatangi medan yang menjadi
ajang pertarung hebat sesaat itu. Lantas kesemuanya menoleh saja.
Dari arah padang rumput yang luas tersebut kemudian sudah terlihat 3 orang
berkuda dan sebuah kuda yang sengaja di tarik dari arah belakang ketiganya.
Kesemuanya memakai seragam kerajaan dengan gagah terlihat memacukan
kudanya cepat. Cao Bin sudah beranjak dari tempatnya cukup cepat. Dia tidak ingin para
jenderal tersebut memacukan kudanya sampai ke depannya. Lantas tidak lama,
ketiga orang jenderal telah sampai. Meski jarak cukup jauh, Jieji dan Yunying
mendengar dengan baik sekali apa perkataan ketiga orang jenderal di sini.
Setelah sapa menyapa ala Jenderal dengan Perdana Menteri, yang satu-nya
yang terlihat berada di tengah mengatakan.
"Perdana Menteri...
Sekarang Jin sudah berhasil berserikat dengan kita. Mereka berjanji akan
menyerang Liao dari dalam, sedangkan kita bisa menyerang mereka dari luar."
"Baiklah... Aku akan kembali menemui Yang Mulia." sahut Cao Bin dengan pendek saja.
Para Jenderal sudah menyiapkan kuda "kosong" yang sengaja diberikan untuk Cao Bin. Cao memberi hormat sekali saja kepada Jieji dan Yunying. Dia tidak
sempat berkata apapun kemudiannya. Pemberian hormat Cao memang betul di
balas baik oleh Jieji dan Yunying. Sedangkan ketiga muridnya terlihat berlutut
menyembah sekali untuk memberi tanda pengantaran bagi guru mereka.
"Apa ibukota terjadi sesuatu?" tanya Yunying kepada Jieji.
"Tidak... Sepertinya Zhao Kuangyi berserikat dengan bangsa Jin untuk menyingkirkan
Liao." tutur Jieji sambil menghela nafas.
"Kenapa?" tanya Yunying tiba-tiba.
"Bangsa Jin dan bangsa Liao sebenarnya adalah bangsa nomaden dari utara.
Sifat kedua bangsa itu istimewa dan sama saja. Jika Jin berhasil mengusir Liao, tentu imbalannya kadang justru lebih mahal." tutur Jieji sambil tersenyum tawar.
"Betul juga...
Jika dengan usaha kita bangsa Sung, mengusir Liao. Tentu yang menikmati
usaha kita adalah bangsa kita sendiri. Tetapi jika yang mengusir Liao adalah Jin, maka kelangsungan negeri Sung justeru terasa berbahaya." jawab Yunying yang terlihat berpikir.
"Kamu benar sekali..." jawab Jieji pendek.
Duan Jing selaku Kaisar dari Ta-Li segera beranjak mendekati Jieji dan Yunying.
Lantas dengan sopan dia berkata.
"Memang benar sepertinya anda berdua bukanlah pelaku penerobos penjara.
Aku sangat yakin dengan itu! Tetapi..."
Jieji memandangnya sambil tersenyum, dia lantas menjawab.
"Kasus bobolnya penjara Ta-Li sudah meluas sepertinya, mau tidak mau aku dan isteriku yang menjadi tersangka sementara harus di tahan. Begitu maksud Yang
Mulia bukan?"
Duan Jing terkejut mendengar kata-kata Jieji. Sepertinya Jieji memiliki lampu
yang mampu menerangi hati-nya dan membaca huruf demi huruf dalam hatinya
dengan sangat baik sekali.
"Bagaimana anda tahu bahwa aku adalah Kaisar Ta-Li?" tanya Duan kemudian dengan agak heran.
Jieji tertawa lebar mendengar pertanyaan Duan Jing tersebut. Dia lantas berkata.
"Ada 5 hal dan sederhana saja.
Yang pertama. Jika anda bukan Kaisar, maka kemungkinannya adalah seorang
pejabat tinggi istana.
Yang kedua. Aku mendengar bahwa Kaisar Ta-li berumur sekitar 30 tahunan
dengan wajah yang bidang dan agung. Ternyata ini benar sekali.
Yang ketiga. Kedua teman anda ini, menghabiskan cukup banyak emas di
restoran terkenal di Ta-Li. Bayaran untuk minum mereka berdua memang di luar
jangkauan orang biasa. Kutebak bahwa keduanya adalah pejabat tinggi kerajaan.
Yang Keempat. Giok dan rantai yang terkalung di leher Yang Mulia, sepertinya
hanya keluarga kerajaan yang sanggup memilikinya. Bukan begitu"
Kelima, anda mengakuinya sendiri baru saja bukan?"
Duan Jing melihat Jieji seakan tidak percaya beberapa saat. Lantas dia tertawa
terbahak-bahak sambil bertepuk tangan meriah.
"Orang mengatakan bahwa dalam kemampuan berpikir, Xia Jieji memang no. 1
selangit."
Jieji menerima pujian tersebut sambil menghormat dalam.
"Lantas apa tujuan anda berdua datang kemari" Sungguh aneh kalau dipikir
waktu kejadiannya?" tanya Kaisar Ta-li kepada Jieji.
"Kebetulan, kita baru saja dari Persia menuju Yun-nan melalui India dengan kapal laut. Sedangkan disini, tujuanku memang selain transit memang ada hal
lain tetapi tiada hubungannya dengan Meng Yangchu." jawab Jieji dengan
tenang. "Baik... Aku mempercayai kalian berdua. Tetapi..." sahut Yang Mulia Kaisar Ta-li
tersebut. "Baiklah..." tutur Jieji yang sepertinya bisa mengerti dengan mudah isi hati Kaisar Ta-Li ini. Dia berbalik ke arah Yunying.
Tetapi Yunying sepertinya tidak puas. Dia segera berkata kepada suaminya.
"Mereka bukan tandingan kita berdua. Untuk apa harus mengikuti mereka" Dan kamu juga sudah tahu bahwa siapa dalang-nya bukan" Partai Jiu Qi lagi... Partai Jiu Qi...."
Terlihat Yunying memang sedang kesal, dia merasa bahwa yang menyamar
mereka tentu adalah orang-orang Partai Jiu Qi. Namun, Jieji segera
mendiamkannya. Dia menarik tangannya lembut untuk berjalan ke depan sambil
tersenyum manis kepadanya.
Kurungan sementara Istana Ta-Li...
"Kenapa kamu dengan mudah mengikutinya ke tempat demikian?" tanya Yunying segera ketika sipir penjara keluar.
"Kita keluarpun semudah kita masuk. Untuk apa dikhawatirkan?" tutur Jieji dengan tersenyum.
"Ayo.. Sini... Duduklah..." tutur Jieji sambil menunjuk ke jerami.
Tetapi Yunying sepertinya masih marah, dia tidak menyahuti Jieji. Kembali Jieji berkata.
"Aku tahu siapa dalang-nya. Meng memang sudah keluar dan bebas, tetapi lebih bagus kita di dalam karena lebih banyak informasi yang bisa kita dapatkan di sini daripada diluar."
Yunying tertarik mendengar perkataan Jieji. Dia segera mendekat, wajahnya
yang tadi merah segera berubah menjadi agak penasaran.
"Bagaimana mungkin?"
"Ha Ha... Betul tidak mungkin. Tetapi dalam kasus yang kuterima itu, lebih bagus kita di
dalam daripada di luar. Perkembangan dunia luar semakin membingungkan, di
dalam setidaknya hanya informasi penting saja yang kita terima. Dengan begitu,
otak akan lebih jernih..."
Yunying mengangguk saja sambil tersenyum manis.
"Seharusnya pencuri ulung juga ikut dengan kita di sini..."
Keduanya duduk berdampingan sambil menikmati malam romantis meski di
kurungan alias penjara.
BAB CXXXI : Pemuda Misterius Nan Sakti
Cukup lama juga hingga sepertinya terdengar sebuah langkah pelan pada
kurungan pelaku pidana di Istana Ta-Li. Langkah yang terasa kencang, menyapu
udara secara pelan segera dirasakan 2 orang yang tadinya duduk berdekatan.
Keduanya dengan spontan berdiri meski tadinya telah tertidur cukup pulas.
Lantas pemuda segera berjalan pelan, senyum di bibirnya terlihat menungging.
Gerakan kaki orang yang bakal sampai tidak lama itu sudah diketahui baik oleh
Jieji maupun Yunying. Gerakan ringan tubuh tidak dangkal dari seorang yang
jago mengendap-endap. Siapa lagi kalau orang itu adalah pencuri ulung yang
sangat terkenal licin itu.
"Kau datang juga akhirnya..." terdengar Jieji tertawa cukup pelan sekali ketika melihat ke depan meski terhalang terali besi yang cukup kuat.
Benar adalah Lie Hui orang tersebut, dia memandang Jieji sambil tersenyum.
"Aku akan menolong kalian berdua keluar."
Jieji segera menggelengkan kepalanya. Sambil tersenyum kembali, dia
menyahuti pencuri ulung.
"Kita berdua rela dikurung disini. Dan sepertinya kedatanganmu membawa
sebuah informasi. Eh, tidak.. Mungkin beberapa informasi. Mari, silahkan
masuk..." Dengan gerakan santai, terdengar Jieji menarik nafas sekali dan kedua
tangannya telah digenggamkan di terali besi yang tebal. Dan sekali tarikan, terali besi satu sisi itu akhirnya dipindahkan Jieji ke samping tembok. Berat terali besi mungkin sudah ratusan kati, tetapi dengan mudah pemuda telah
memindahkannya.
Lie Hui tidak terlalu heran lagi melihat hal semacam demikian, apalagi dia tahu pemuda di depannya adalah termasuk salah seorang pesilat no. 1 sejagad.
Lantas sambil tertawa aneh, dia melangkah ke dalam.
Dan Jieji segera mengembalikan terali besi kembali ke tempatnya semula.
"Betul... Aku membawa beberapa informasi yang kelihatannya sangatlah
berharga untukmu." jawab Lie Hui ke arah Jieji dengan serius setelah beberapa lama diam.
" "Tunggulah tiga hari..." Sebuah pesan yang cukup aneh, dan sampai hari keempat ini belum kita pecahkan." tutur Yunying.
"Bukan.. Bukan..
"Teng Shan Thien Hou" / Tunggulah tiga hari kemudian!" sahut Jieji yang kelihatan serius menatap isterinya.
"Bukannnya sama saja?" Yunying segera kelihatan tidak senang akan kata-kata Jieji.
"Tidak... Ini bukan menyuruh kita menunggu tiga hari. Tetapi sepertinya ini adalah sebuah petunjuk aneh." jawab pemuda.
"Sepertinya begitu..." Sambung Lie Hui. Lantas dia kembali berkata.
"Mengenai siapa penolong Meng Yangchu dari penjara, sepertinya sudah kamu
ketahui orangnya. Lantas apa benar ada hubungan Meng yang lolos dari penjara
adalah 3 hari?"
"Tidak... Sepertinya bukan begitu. Kata-kata tunggu tiga hari kemudian, bisa saja banyak
sekali kemungkinan-nya. Mungkin Meng yang lolos dari penjara pada hari ketiga
adalah kebetulan saja."Jawab Yunying yang ikut berpikir masalah yang benar kelihatan rumit ini.
Jieji hanya diam, dia memejamkan matanya beberapa lama. Dia mendengar
setiap tuturan kedua wanita ini dengan mata tertutup yang sangat serius sekali.
"Meng Yang Chu, Teng Shan Thien Hou.... Benar sebuah hal yang
membingungkan. Apa benar keduanya ada hubungannya" Pusing
memikirkannya..." Yunying terakhir menggumam dengan wajah yang penuh
gerutu-an. Tetapi mendengar kata-kata Yunying, sepertinya ada orang yang tersentak
kaget. Pemuda-lah yang tiba-tiba membuka matanya terkejut.
"Kau coba ulangi lagi kata-katamu!"
"Meng Yang Chu, Teng Shan Thien Hou..." Yunying mengulangnya bahkan
sampai ke-3 kali.
Jieji terlihat serius, sambil berdiri dan menatap tanah dia berkata-kata secara pelan.
?"Meng Yang Chu Shien"/ Mimpi Matahari muncul"
[ Seharusnya kata-kata Chu biasanya diikuti dengan "Shien" yaitu Chu Shien yang berarti muncul keluar, dalam kata matahari (Yang) biasanya diartikan
sebagai matahari terbit.
Teng Shan Thien Hou / Tunggulah tiga hari kemudian...
Digabung dan diurutkan secara terbalik bisa menjadi "Hou Shien, Thien Chu, Shan Yang, Teng Meng..."
Ketika Jieji selesai bergumam, alangkah terkejutnya baik Yunying maupun Lie
Hui. Mendengar dia mengurutkan kata per-kata yang sepertinya tidak berarti
banyak. Namun, mereka terkejut karena pemikiran Jieji yang bisa menjadi
berbalik begitu.
Kata Hou Shien = Belakangan muncul; Thien Chu = Langit keluar; Shan Yang =
Tiga Matahari; Teng Meng = Menanti Mimpi.
"Tetapi kata-kata barusan sepertinya malah makin membingungkan." sahut Yunying.
"Betul... Memang sepertinya mempunyai arti tersendiri, tetapi malah makin rumit jika
dibalikkan." jawab Lie Hui.
Jieji menghela nafas panjang sekali. Dia menatap langit sambil berkecewa.
"Salahku...
Terlalu yakin..." Jieji menyahut sesuatu sambil tersenyum hambar.
"Jadi kamu sudah tahu maksudnya?" tanya Yunying dengan terkejut sekali.
Jieji menggelengkan kepalanya. Dia tidak menjawab. Tetapi dia melihat ke arah
Lie Hui, sambil menanyainya.
"Apa informasi yang kamu dapatkan sehingga tengah malam seperti demikian


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baru datang?"
Lie Hui tersenyum sebentar. Lantas dia berkata.
"Telah 4 hari aku mencari informasi di Ta-Li. Sepertinya cukup banyak hal juga yang telah kuketahui. Aku tahu ada beberapa hal yang bisa membuatmu cukup
terkejut jika mendengarnya."
Jieji mengangguk perlahan mendengar perkataan Lie Hui. Lantas Lie Hui kembali
bercerita. "Banyak penduduk yang cukup tua mengetahui bahwa Duan Jing atau Kaisar
Ta-Li sekarang bukanlah seorang kaisar yang asli. Apakah kamu
mengetahuinya?" tanya Lie Hui.
Jieji terkejut sebentar, begitupula Yunying. Mereka baru saja mengenal Duan
Jing dari pertarungan tadi sore. Sekarang mendengar perkataan Lie Hui,
keduanya bertanya-tanya kepadanya.
Lie Hui sambil tersenyum, melanjutkan ceritanya.
"Duan Jing adalah keponakan dari Kaisar Ta-Li terdahulu, Duan Siping. Duan Siping mempunyai seorang putera saja. Putra satu-satunya ini kudengar adalah
anak pungut sebab Kaisar Duan Siping tidak mempunyai seorang anak laki-laki.
Putranya sangat menyukai hal yang berbau misteri, seorang jago silat hebat.
Tetapi tidak pernah mau mengurus pemerintahan, kerjanya hanya keluar
jalan-jalan saja dan tidak pernah peduli akan urusan pemerintahan sama
sekalipun. Beberapa orang yang tinggal cukup lama di Ta-Li mengatakan bahwa
kematian Duan Siping adalah akibat ulah puteranya sendiri. Duan Siping
meninggal karena kecewa akan putranya yang satu ini...."
"Sebentar...
Ada yang tahu siapa nama-nya?" tanya Jieji spontan.
Lie Hui menggelengkan kepalanya. Sedangkan Yunying mulai mengejek
suaminya ini. "Sepertinya putera mahkota Ta-Li terdahulu sangat mirip seseorang."
Jieji memandangnya sesaat. Kemudian dia menghela nafas.
Yunying terkejut melihat tingkah Jieji. Dia tidak menyangka bahwa ejekannya
benar tepat di hati pemuda. Apalagi kata-kata terakhir dari Lie Hui tadinya yang mengatakan bahwa Duan Siping, sang kaisar meninggal kecewa karena
puteranya. Dengan begitu, jelas bahwa sebenarnya Yunying sangat tidak enak
hati, sebab tanpa sengaja sebenarnya Hikatsuka Oda dan isterinya juga tewas
akibat puteranya sendiri.
Sebenarnya Yunying mengejek putera mahkota tersebut karena dirasa memiliki
sifat yang tiada jauh berbeda dengan Jieji, apalagi dia menyukai misteri
kehidupan serta silat yang tinggi.
Tetapi kesalahpahaman sebentar seperti demikian tentu tidaklah berakibat
panjang. Yunying memang menundukkan kepalanya, wajahnya terlihat sangat
cemberut sukar dilukiskan. Tetapi dengan segera Jieji berkata.
"Memang orang itu mirip denganku. Tetapi kata-katamu memang benar
beralasan, aku tidak menyalahkanmu..."
Yunying ingin menyahut, tetapi Jieji segera tersenyum pelan kepadanya. Dia
segera memalingkan wajahnya ke Lie Hui.
Lie segera melanjutkan apa yang harus diceritakannya.
"Beberapa tahun setelahnya, sepertinya Ta-Li semakin suram. Duan Siping
meninggal dan kerajaan Ta-Li tidaklah diurus siapapun. Korupsi mulai
meraja-rela, kejahatan semakin tinggi hingga...."
"Munculnya keponakan Duan Siping, Duan Jing yang mengontrol
pemerintahan.." sahut Jieji.
"Sebahagian betul..." jawab Lie Hui sambil tersenyum. Lantas dia melanjutkan.
"Putera mahkota sempat pulang, dia menyerahkan kuasanya kepada Duan Jing
secara penuh. Lantas di malam pertama dia kembali, saat itu juga dia telah
menghilang hingga sekarang. Tidak pernah lagi ditemukan jejaknya sampai kini.
Ini sudah terjadi hampir 10 tahun yang lalu."
"Dengan begitu, putera mahkota kemungkinan besar masih hidup. Umurnya
mungkin sekarang sekitar 40-an. Lalu kenapa kamu menceritakannya?" tanya
Jieji yang terlihat heran.
Lie Hui tertawa sebentar, kemudian dia melanjutkan.
"Putra mahkota Ta-Li sangat tinggi silatnya. Meski tidak ada orang yang
menyatakan seberapa hebatnya ia. Tetapi dia menguasai Ilmu jari tanpa wujud
yang sangat hebat."
Jieji terkejut dan segera melihat ke arah Yunying.
"Jangan-jangan yang menyerang kita di kuil Zhu fu adalah putera mahkota
Ta-Li?" "Kalau itu, mungkin masih susah ditebak. Tetapi, apa kamu tahu bahwa ketika kita bertiga menyamar sebagai kakek dan nenek" Orang yang menyerang kita
sebenarnya adalah seorang wanita?" tanya Lie Hui kepada Jieji.
"Seorang wanita" Bagaimana mungkin?" tanya Yunying yang heran.
"Aku sudah menebaknya dari awal. Postur tubuhnya kecil, dan dari gerakannya yang terlihat sebentar hampir bisa kupastikan adalah seorang wanita" Lantas
apa kamu mengenal wanita itu?" tanya Jieji.
Lie Hui mengangguk pelan.
"Wanita itu tiada lain adalah seorang wanita yang cukup berpengaruh di kerajaan Ta-Li ini."
"Dengan begitu, sudah pasti adalah seorang putri Duan Siping." Jieji
menjawabnya. Lie Hui tersenyum manis. Lantas dia melanjutkan kembali.
"Sejak berada di Chengdu, aku pernah mendengar sastrawan memuji kecantikan 3 bidadari di dunia. Yang pertama adalah orang yang berdiri di sini bersama
kita...." Yunying terlihat malu mendengar kata-kata Lie Hui. Tetapi dia tersenyum segera.
"Jika kak Xufen masih hidup, dia tentu masuk ke dalamnya bukan?"
Lie Hui tersenyum mendengar perkataan polos Yunying.
"Yang kedua, tentu puteri Koguryo, Chonchu yang terkenal itu. Dan yang ketiga, adalah puteri Nan An dari Ta-Li."
"Puteri Nan-An dari Ta-Li" Aku pernah mendengarnya. Tetapi tidak pernah
kuketahui bahwa dia seorang ahli silat." sahut Jieji.
Lie Hui mengangguk. Dengan wajah serius sekali kemudian dia melanjutkan.
"Betul... Jarang sekali ada informasi seperti demikian. Tetapi informasi yang paling sulit adalah hubungan antara putera mahkota Tali terdahulu dengan puteri Nan An
tersebut. Ada kabar burung menyebutkan bahwa putera mahkota-lah orang yang
mengajari silat kepada puteri Nan-an."
Jieji terkejut mendengar perkataan Lie Hui.
"Jika saja yang mencegat kita betul adalah puteri Nan-an. Lantas seberapa
hebatnya putera mahkota Ta-Li itu?"
Yunying yang mendengar kata-kata Jieji yang beralasan juga terkejut. Sesaat,
dia pandang ke luka gores di punggung tangannya yang sudah halus sekali
beberapa saat. Hawa jari pedang yang sangat hebat menyerangnya saat itu. Dia
memang berhasil membelokkan kekuatan sakti tiada berwujud itu, tetapi jika saja lawannya menyerang secara cepat berturut-turut, maka nyawa sendiri betul jadi
taruhannya. "Nah, sekarang akan kuceritakan hubungan Meng Yangchu dengan putera
mahkota Ta-Li itu." tutur Lie Hui sambil tersenyum.
"Meng Yangchu memang sangat menyukai ilmu silat. Dia pernah berteman baik
dengan putera mahkota Ta-Li. Tetapi dengan alasan yang tidak begitu jelas,
sepertinya Meng Yangchu tiba-tiba bermusuhan dengannya. Tiada yang tahu
apa yang terjadi, tetapi Meng sendiri menyatakan bahwa ada sesuatu benda
miliknya yang telah dicuri oleh putera mahkota Tali. Gosip mengenai hal ini, tidak susah di dengar dari pihak awam di kota ini...."
"Buku kitab tingkat 9 dari Tapak buddha Rulai. Mungkin itu maksudnya." sahut Jieji.
"Tetapi...
Tidak tampak bahwa putera mahkota sangat menginginkannya bukan" Jika
tidak, tidaklah mungkin dia menabur racun pemusnah raga di buku." sahut
Yunying. Jieji menampiknya.
"Aku rasa, yang menabur racun bukanlah putera mahkota...."
Lie Hui tersenyum.
"Betul... Batas Kuil Zhufu sepertinya adalah batas yang dibuat oleh Meng Yangchu. Dia
menginginkan putera mahkota yang mengambil kitab itu. Dan membuatnya
teracun tewas seketika. Begitu maksudmu?"
Jieji tersenyum penuh arti.
"Putra mahkota itu, siapapun dia. Adalah orang yang baik hati...."
"Jadi, dia menghalangi kita untuk masuk saat itu karena jika kita mengambil buku maka kita akan tewas" Tetapi anehnya kenapa dia tidak melenyapkannya saja?"
tanya Yunying. "Melenyapkan"
Bagaimana jika buku itu adalah ditulis oleh seseorang yang dihormatinya
sangat?" tanya Jieji.
Yunying dan Lie Hui mengasah otak untuk berpikir. Sesaat, Lie duluan terkejut.
Wajahnya terlihat terang.
"Kamu juga tidak pernah ingin melenyapkannya bukan" Jadi dari awal kamu
sudah tahu bahwa putra mahkota dan puteri NanAn-lah kedua orang yang serius
menjaga peninggalan seseorang yang sangat berharga?"
"Betul... Tetapi, tentunya....
Aku tidak pernah tahu siapa yang menjaganya.
Putra mahkota maupun puteri NanAn tidak pernah tahu hal sedemikian saat kita
bertiga hampir sampai di kuil Zhufu. Melihat ada 3 orang tua reyot berkungfu
tinggi ingin masuk ke Kuil Zhu Fu, maka mereka berupaya menghalangi. Jika
kedua orang itu tahu bahwa kita bertiga adalah orang yang menyamar kakek dan
nenek, maka kemungkinan besar mereka tidak menghalangi." sahut Jieji.
"Betul... Rupanya begitu..." tutur Lie Hui sambil tertawa.
Yunying menanyai Jieji setelah suasana agak reda.
"Apa maksud dari 8 huruf yang kamu baca itu?"
Jieji melihat isterinya sambil tersenyum.
"Tunggulah beberapa lama lagi, aku akan menceritakannya..."
Yunying dan Lie Hui agak penasaran mendengar perkataan Jieji terakhir ini,
tetapi keduanya tidak berani menanyainya.
[ Sebenarnya pesan aneh yang tadi diceritakan mereka semua. "Meng Yang Chu Shien, Teng Shan Thien Hou" dimaksudkan bahwa Meng Yangchu ini bukanlah
orang aslinya, melainkan orang yang menyamar sebagai dia. Seperti yang
dikatakan oleh Jieji secara terbalik tadinya :
"Hou Shien = Belakangan muncul; Thien Chu = Langit keluar; Shan Yang = Tiga Matahari; Teng Meng = Menanti Mimpi". Jika dari kalimat di atas dikeluarkan nama Meng Yang Chu, maka jadinya menjadi "Hou, Shien, Thien, Shan, Teng /
Belakangan, muncul, langit, tiga, menanti." Tetapi dari kalimat di atas jelas sekali bagi Jieji bahwa kata "Hou" bisa dibaca sebagai "Kera", "Shien" selain kata muncul juga bisa diartikan "Dewa". Kata "Thien" tidak diubah yang di artikan sebagai Langit. "Shan" selain kata Tiga, juga bisa diartikan sebagai Gunung. Dan Teng yang artinya menanti. Jika diurutkan semuanya maka menjadi "Hou Shien Thien Shan Teng / "Kera Dewa Langit Gunung Menanti".
Ada seseorang di lubuk hati Jieji yang diketahui benar bahwa orang ini dijuluki sebagai "Kera Dewa Langit Gunung Teng".
Maka daripada itu, Jieji cukup menyesal tidak memperhatikan kasus Meng
Yangchu lebih serius. Sepertinya memang kasus Meng Yangchu bukanlah kasus
sembarang gampang saja.
Tetapi, ada sesuatu di sini yang ada kaitan dengan seluruh puisi-nya Sang Puisi Dewa. Penulis informasi serta kode rumit ini tentu tujuannya bukan untuk
membongkar identitas Meng Yang Chu saja. Hal inilah yang terakhir membuat
Jieji sangat menyesal seumur hidupnya ketika sudah mengetahuinya.
Perhatikan kembali kata-kata "Meng Yang Chu Shien, Teng Shan Thien Hou".
Sebenarnya adalah hal yang sangat sederhana dari pesan tersebut. Pembawa
pesan memberitahu Jieji dengan benar bahwa sebenarnya hal yang paling utama
tidak terletak pada Meng Yang Chu.
Dengan mengangkat kembali kata "Meng, Chu, Teng, Thien" maka yang
tertinggal hanyalah "Yang, Shien, Shan, Hou". Jika dianalogikan dan disusun perhuruf maka bisa diartikan 4 hari kemudian "Yang" pergi ke "alam mimpi".
[ 4 hari lagi karena Hou Thien artinya Besok, dan Shan Teng = penantian 3 hari.
Tidak perlu lagi dijelaskan mengenai alam mimpi, tetapi sayangnya Jieji tidak
pernah menyadarinya ]
*** Di persimpangan daerah Sizhuan, dekat dengan kota Zitong...
Tepat di sebuah perbukitan selatan, terlihat dua orang pemuda sedang berjaga
satu sama lainnya. Sepertinya daerah ini sudah menjadi daerah pembantaian
secara besar-besaran. Mayat cukup banyak bergelimpangan, jumlahnya mungkin
hampir mencapai 100 orang jika dilihat. Langit yang mendung ketika itu sudah
malam, tetapi suara pertarungan sengit terdengar luar biasa-nya. Sudah lebih
dari beberapa jam pertarungan berlangsung dengan sangat gencarnya. Dua
orang pemuda melawan musuh yang jumlahnya cukup banyak, kemampuan
mereka berdua memang sudah tertinggi di jagad sekarang. Meski keduanya
mengalami keletihan sangat, namun semangat mereka tetap masih berkobar
dengan hebatnya.
"Maju serentak!" teriak seseorang yang masih duduk di atas kudanya. Wajahnya sengaja terlihat ditutupi topeng aneh dan bercadar. Di samping orang ini, terlihat seorang pemuda berpakaian serba putih. Di tangannya terpegang kipas, dan
dengan tenang dia mengawas tajam ke arah dua orang yang diserang tersebut.
"Kita harus turun tangan. Anak buah seperti mereka kurang berguna menghadapi 2 orang ini." sahut pemakai topeng kepada pemuda berpakaian serba putih.
"Tunggu dulu...
Jumlah kita masih banyak sekali. Semua-nya rata-rata menguasai tapak buddha
rulai hingga tingkat ke enam. Meski harus dikorbankan, sangat pantas sekali...
Karena kita mendapat ikan yang sangat besar di sini..." jawab pemuda
berpakaian serba putih dengan dingin.
Orang yang duduk di atas kuda tidak menjawab apa-apa, melainkan dia hanya
melihat saja ke depan. Pertarungan yang tidak adil tersebut sudah berlangsung
selama 7 jam sebenarnya. Ketika kedua pemuda yang berkuda melewati daerah
tersebut, mereka telah disergap hebat oleh beberapa pesilat yang tangguh.
Kemudian makin lama, jumlah mereka semakin banyak dan bertambah. Hingga
kedatangan kedua orang aneh tersebut, waktu sudah malam sekali.
Tetapi dasarnya, orang yang dikeroyok hanyalah 2 orang. Meski setangguh
apapun, sepertinya keadaan sulit sudah menanti dengan sangat serius.
Pengeroyok makin gencar dan girang menyaksikan lawannya sudah mulai
terdesak. "Pendekar Yuan.. Sebaiknya kamu pergi dahulu. Baliklah ke Yun-nan
secepatnya..."
Sahut seorang pemuda yang berkumis serta jenggot tipis di suatu kesempatan.
Dia tiada lain adalah Zhao Kuangyin.
"Tidak... Anda saja yang pergi. Aku masih sanggup menahan mereka kesemua." jawab
pemuda berbadan kokoh dan berwajah agung. Dia adalah ketua Kaibang, Yuan
Jielung. Keduanya bermandi keringat dengan hebat. Nafas mereka terdengar sudah
ngengosan. "Jumlah mereka masih cukup banyak. Jika terus bertambah, niscaya kita berdua akan tewas disini. Anda pergi dahulu pendekar Yuan, kabarilah adik keduaku.
Minta dia berhati-hati sangat." Zhao kuangyin hanya bisa mengatakan sampai disini, sebab 5 orang dari 4 arah serangan sudah datang untuk menyergapnya
kembali. Keduanya bertarung sangat serius, meski konsentrasi kadang terpecah. Tetapi
keduanya mempunyai prinsip yang sama, yaitu berjuang hingga titik darah
penghabisan. "Sepertinya aku duluanlah yang turun tangan..." sahut seorang yang bercadar di samping pemuda berpakaian putih. Dia kelihatan tidak begitu sabar lagi akan
menyerang. Tanpa menghiraukan jawaban dari temannya, segera dia melompat
pesat untuk menyerang.
Kecepatan lompatan orang ini sungguh sangatlah dahsyat. Hanya beberapa
orang saja yang memiliki ilmu ringan tubuh sehebat demikian di jagad
sebenarnya. Dia turun bagaikan kapas, 20 kaki di depan Zhao maupun Yuan. Seiring turunnya
orang, lantas dia membuka topeng aneh serta cadar yang menghiasi mukanya.
Zhao dan Yuan yang sepertinya mendapat waktu istirahat sejenak, kemudian
terkejut berbareng melihat orang di depan mereka berdua. Mereka berdua tahu
bahwa si topeng lah orang yang memerintah mereka kesemuanya. Namun,
mengenai wajahnya tentu membuat keduanya terkejut dan terlihat saling melihat
satu sama lainnya.
"Ternyata raja Yelu dari Liao berada di sini." tutur Zhao sambil tersenyum.
Orang ini tiada lain benar adalah Yelu Xian, si singa dari utara. Dia tidak begitu berubah penampilannya sejak terlihat di tembok kota Beiping beberapa tahun
lalu. Tetapi dari sinar matanya, kedua tahu bahwa lawan di depan tidaklah
gampang. Di tambah seorang pemuda memakai kipas yang cukup dikenali
mereka berdua, serta dedengkotnya yang jumlahnya masih sekitar 30 orang
sekarang. "Zhao kuangyin....
Serahkanlah nyawamu!" teriak Yelu Xian tanpa banyak berbasa-basi lagi. Dia ingin segera menyelesaikan pertarungan demikian. Tetapi tentunya, dia duluan
memerintahkan anak buahnya menyerang terlebih dahulu. Tujuannya adalah
tentu seperti biasanya, mencari kesempatan di saat paling bagus.
Yelu tahu sekali bahwa Zhao kuangyin adalah pesilat yang sangat tinggi
kemampuannya. Sekarang Zhao sudah sekelas Yue Liangxu pada beberapa
tahun yang lalu. Di sampingnya malah terlihat Yuan Jielung, ketua kaibang yang
sangat gagah dan termahsyur ini. Tentu dia berpikir akan mencari keuntungan
saja di saat yang sempit.
Zhao yang sudah mendapat kesempatan sangat bagus untuk beristirahat barang
sejenak, tentu cukup bergembira. Dengan tarikan nafas panjang dan
membuyarkan energi tadinya, dia menghimpun kembali energi baru melalui
tapak. Kali ini dia duluan menyerang.
Melihat kepesatan tubuh Zhao ke depan, Yuan juga mengikutinya. Penyerang
yang masih kurang berpengalaman, tentu terkejut melihat Zhao maupun Yuan
yang duluan memulai penyerangan.
Sebenarnya sejak beberapa jam lalu, dari mulai awal hingga akhir. Zhao maupun
Yuan hanya terlihat bertahan akibat serangan mendadak. Sekarang keduanya
telah beranjak untuk menyerang.
Tapak Dewa Lao memang bukanlah ilmu tapak omong kosong. Kekuatan,
kecepatan dan ketenangan bersatu di dalamnya. Dengan cepat, sudah
mengambil 3 orang korban yang berdiri terdepan. Kesemuanya terpental dan
tewas akibat 1 tarikan nafas tenaga dalam Zhao Kuangyin. Yuan Jielung juga
sama lihainya, dia memainkan tapak yang sangat keras dan tangguh terlihat.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yelu Xian dari tadi hanya mengincar seorang saja. Dia melihat semua
pergerakan Zhao kuangyin. Meski sangat maksimal daerah pertahanannya,
tetapi bagaimanapun setiap gerakan pasti mempunyai kelemahannya.
Di satu kesempatan, dengan segera Yelu Xian "terbang" ke arah Zhao kuangyin untuk menyerangnya secara mendadak.
Zhao sebenarnya sudah tahu benar bahwa alasan Yelu Xian tidak menyerang,
tentu akan mencari "lubang" pertahanan yang terbuka akibat serangan. Dengan cepat pula, Zhao mengimbangi jurus tapak yang datang kepadanya dengan
pesat. Dengan sebelah tangan dan setengah membungkuk, Zhao melayani tapak
Yelu Xian. Sungguh keras sepertinya benturan tapak kedua senior dunia persilatan ini. Zhao memiliki kelemahan yang terbuka cukup lebar. Untuk menarik nafas melayani
Yelu Xian pun dia tidak memiliki kesempatan lagi. Akibatnya, dia terdorong
mundur pesat ke belakang. Ketika benar telah berhenti pergerakannya, dia
merasakan mual dan memuntahkan darah segar cukup banyak.
Yelu Xian main licik dengan sangat pandai. Tetapi meski hanya 1/2 tarikan nafas Zhao Kuangyin pun membuatnya terpental cukup jauh. Di bibirnya juga terlihat
darah mengalir perlahan. Yelu memang terluka dalam, tetapi dibanding Zhao
kuangyin. Maka lukanya tidak seberapa.
Yuan Jielung terkejut, dia menarik diri dari para penyerang dan menghampiri
Zhao kuangyin yang dalam posisi jongkok.
"Anda tidak apa-apa?" tanya Yuan yang terkejut melihat kondisi Zhao.
Sambil berbisik pelan, Zhao menyahutinya.
"Ada racun di telapak kanannya tadi... Beberapa organ dalam tubuhku sudah
terluka dalam."
Yuan Jielung terkejut. Dia memalingkan wajah ke arah Yelu Xian dengan marah.
"Dimana obat penawar" Tidak disangka raja utara yang terkenal pemberani itu tiada lebih dari seorang licik rendahan."
Yelu Xian tersenyum sinis sekali melihat sikap Yuan yang terkejut itu. Dia
menggelengkan kepalanya.
"Menang secara licik adalah taktik dalam pertarungan....
Tetapi sungguh kusalut Zhao kuangyin, tidak tewas akibat benturan tapak
pemusnah raga tingkat ketigaku di tambah cincin berisi jarum beracun."
Zhao tidak menyahutinya, dia diam sambil menatap tanah. Nafasnya tetap teratur
setiap saatnya. Ini menandakan meski racun sudah berkumpul menyerang organ
dalamnya, tetapi untuk mencapai titik kematian masihlah terlalu jauh.
*** Ta-Li, keesokan paginya...
Kurungan yang betul mirip penjara tidaklah bersinar terang. Sebab selain sebuah lubang angin, maka tiada tempat lagi dimana cahaya matahari bisa masuk.
Jieji sudah bangun sejak tadinya, dia tidak tertidur lelap. Sementara itu Yunying yang di sampingnya, terlihat baru saja bangun. Dia melihat ke arah Jieji yang
duduk menatap dinding.
"Kamu tidak bisa tidur?" tanya Yunying kepadanya.
Jieji berbalik, dia tersenyum sebentar.
"Tidak... Dari semalam aku tidak tidur..."
"Kenapa" Bukankah tiada kasus lagi" Kamu sudah mengerti dari arti perkataan pesan itu"
Kalau begitu, kita sudah bisa keluar... Bagaimana?" tanya Yunying yang
kelihatan tidak senang akan tempat demikian.
Jieji mengangguk saja, dia tidak menjawab beberapa lama. Sampai dia
mendengar adanya suara kerekan pintu besi di bagian atas. Sepertinya ada
seseorang yang sedang berjalan pelan menuruni tangga beton. Dari gerak
langkah, Jieji tahu bahwa orang ini pasti seorang wanita. Gaya berjalannya
lembut menerpa angin, gerakannya tidak berat juga tidak ringan. Namun,
sepertinya gerakan orang mantap ke depan. Pemuda dan isterinya tahu bahwa
orang demikian adalah seorang berilmu tinggi yang sedang menyembunyikan
tenaga dalamnya.
"Kau tidak perlu berbasa-basi." Jieji kemudian bertutur sambil tertawa.
Orang ini meski masih puluhan kaki, Jieji sudah tahu bahwa orang yang datang
bukanlah Lie Hui, pencuri ulung itu.
Adalah memang seseorang benar sampai ke sana. Tetapi dia tidak bisa dilihat
sebagai seorang wanita ataupun laki-laki. Yang datang tiada lain adalah seorang berpakaian emas dan menutup wajahnya dengan cadar keemasan.
Jieji dan Yunying terkejut sebentar, tetapi kemudian keduanya sudah bisa
mengendalikan diri mereka.
"Puteri Nan-an...
Selamat pagi..." sahut Jieji sambil memberi hormat pendek kepadanya.
Orang yang disahut, diam saja. Dia menatap ke depan dengan serius. Kedua
bola matanya terlihat melotot sebentar melihat ke arah Jieji dan Yunying
bergantian. Suasana hening berlangsung cukup lama, sampai orang tersebut tertawa
sebentar. Suaranya betul adalah suara seorang wanita, seorang wanita muda.
"Kau sudah tahu siapa diriku?" tanya wanita ini.
"Pembicaraan semalam diriku dengan Lie Hui serta isteriku sudah kamu dengar semuanya bukan?" tanya Jieji berbalik.
Wanita ini cukup terkejut mendengar kata-kata Jieji. Sedangkan Yunying
menatap Jieji dengan cukup heran. Dia tahu mana mungkin semalam ada yang
mendengar pembicaraan mereka. Sungguh sangat aneh jika dipikir. Dan jikapun
ada yang mendengarnya, maka tentu Yunying pasti tahu sebab ketika si orang
pergi, pasti di rasakannya.
"Sungguh detektif hebat...." jawab wanita bercadar.
Jieji menggeleng dan tersenyum.
"Tidak... Bukankah kamu sendiri yang mengakuinya barusan."
"Hm... Berarti benar aku terjebak akal bulus sederhanamu saja.
Aku tidak yakin bahwa kamu bisa tahu semalam aku bersembunyi mendengar
apa kata-kata dan omongan kalian." sahut wanita bercadar.
"Hanya dua peluang saja dimana kita-kita pesilat tidak mengetahui bahwa kamu mencuri dengar." tutur Jieji sambil tersenyum manis ke arah wanita bercadar.
Wanita bercadar tersentak sebentar. Dia terlihat tertarik dari kedua bola matanya yang terlihat terang binar.
"Oya" Coba kamu katakan."
Sambil tetap tersenyum, pemuda memberikan penjelasannya.
"Pertama, ada alat tertentu di ruangan ini. Misalnya adalah sebuah pipa yang dirancang secara panjang. Oleh karena itu, di tempat yang jaraknya 1 li sekalipun dapat di dengar. Biasanya alat tersebut dipasang di kurungan badan intelijen.
Tujuannya tentu sederhana, mengetahui pembicaraan dari para tersangka yang
tidak menyadari bahwa dia sedang dicuri dengar.
Kedua, orang yang mendengarnya jelas mempunyai kemampuan luar biasa dan
jauh di atas orang yang mencuri dengar."
Mendengar perkataan Jieji sampai di sini, wanita bercadar itu tertawa keras
sekali. Sepertinya dia terlihat sangat bergembira. Cukup lama suara wanita muda ini kemudian baru mereda.
"Engkau betul mirip seseorang..."
Wanita itu berkata sambil berlalu. Dia meninggalkan Yunying yang masih
terbengong, sementara Jieji tetap tersenyum saja.
"Mengapa wanita ini datang kemari?" tanya Yunying setelah orang bercadar telah beranjak.
"Dia ingin meminta kita pergi." jawab Jieji pendek.
"Lalu anehnya, kenapa dia tidak mengatakan sendiri kepadamu?" tanya Yunying kembali.
"Tidak seberapa aneh. Ada 2 pertanyaan juga di dalam hatiku, pertanyaan
pertama memang gampang di jawab. Tidak perlu diberitahupun, dia merasa aku
sudah mengetahui arti tersembunyi pesan yang kita dapat.
Yang kedua betul masih mengganjal dalam hatiku hingga sekarang." jawab Jieji sambil membuka terali besi dengan mudahnya. Dia melangkah keluar seakan
tidak terjadi apa-apa. Dilihatnya, ternyata penjaga kurungan sementara
kesemuanya terlihat sedang tertidur pulas.
"Sepertinya wanita tadi tidak berada di pihak lawan." sahut Yunying sambil tersenyum.
Jieji tidak menjawab pertanyaan isterinya lagi. Dia hanya mengangguk pelan
terus melangkah keluar.
*** Utara kota Ta-Li, sekitar 50 Li dari sebuah tanjakan luas...
Pemandangan indah nan damai di sana sungguh menggoyang hati siapapun
menikmatinya cukup lama. Tanah persawahan terbentang sungguh luas seakan
menyatu dengan langit. Suara kicauan burung pagi terdengar sangat hangat dan
berirama menari di hati pendengarnya.
Luas tanah hamparan hijau disini mungkin lebih dari 20 Li persegi. Di tengahnya terdapat sebuah rumah bertingkat dua yang berukuran biasa saja, terlihat cukup
terurus dan terlihat damai.
Hanya sekitar beberapa puluh kaki di pintu gerbang kecil, tertanam 2 buah pohon yang tingginya menjulang dan hampir mencapai langit terlihat. Dua pohon yang
sepertinya sengaja di tanam secara horizontal menghadap depan gapura rumah.
Disini terlihat seseorang tidur-tiduran di atas kain kulit yang di kat dengan tali kencang di kedua belah batang pohon.
Seorang pemudalah yang sedang tidur-tiduran di sana.
Umur pemuda terlihat mungkin hanya 30 tahun saja. Wajahnya tenang dan
berkharisma, rambutnya di katkan ke atas membuat wajahnya terlihat
berkharisma sekali.
Sambil memegang sebuah buku yang cukup tebal, dia membaca dengan cukup
serius. "Tuan muda..."
Sahut suara seorang tua yang membuyarkan konsentrasinya ke buku sambil
menghampirinya dengan tenang.
"Ada apa" Kamu ingin memintaku meninggalkan tempat ini?" tanya pemuda yang tidur-tiduran dengan tidak acuh.
"Tadi sudah kubunuh 4 orang pendekar di sini. Hamba kira mereka pasti datang kembali." tutur seorang tua. Orang tua disini tiada lain adalah Gao JianShen, pengawal Meng Yangchu sebelumnya.
Daerah utara beberapa puluh kaki dari rumput pendek memang terlihat cukup
kacau, ada yang terkoyak serta sebahagian terlihat tetesan darah cukup banyak
di daerah ini. "Perampok biasa saja. Untuk apa ditakutkan?" sahut pemuda ini acuh tidak acuh tanpa melihat ke arah Gao.
"Hamba merasa mereka bukanlah perampok biasa...
Hamba sangat yakin, terutama kesemuanya seperti menguasai jurus tapak
buddha Rulai." jawab Gao dengan sungguh-sungguh.
"Pak tua Gao...
Mengapa terlihat anda sangat berkhawatir segala?" tanya pria ini seraya bangkit.
Terlihat dia tidak begitu senang.
"Hamba... Hamba takut dapat mengganggu ketenangan tuan muda..." sahut Gao sambil
terkejut, dia tidak berani menatap orang muda yang kelihatan sangat
berpengaruh tersebut.
Tetapi pria, hanya menatap ke langit. Dia angsurkan bukunya ke samping
sebentar sambil terdengar menghela nafas.
"Takdir langit susah diketahui. Sepertinya pesan itu tidak berguna sama sekali."
Gao Jianshen yang melihat tingkah tuan muda-nya, tidak mengerti. Tetapi dia
tidak berani menanyainya apapun.
"Sudahlah, kamu pergi dahulu. Jaga di utara wisma dan jangan biarkan mereka masuk saja. Sepertinya diagram Pa Kwa tidak berguna bagi begundal-begundal
seperti mereka." tutur pemuda sambil mengambil bukunya kembali untuk dibaca.
Gao kali ini tidak berani membantah perkataan pemuda lagi. Dia mengangsurkan
dirinya ke dalam wisma sebentar. Setelah dia keluar, dia telah membawa
sebatang pedang panjang. Sambil memberi hormat dalam, dia menuruti perintah
tuan mudanya. "Berhati-hatilah..." sahut pemuda yang masih tetap menatap bukunya dengan serius.
Gao terlihat tersenyum riang karena merasakan bahwa majikannya ini
mengkhawatirkan dirinya. Dia menjawab pendek dan memberi hormat. Kemudian
berjalan ke arah utara sambil was-was. Di dalam pikirannya dia merasa sedikit
aneh dengan tindakan tuan mudanya ini.
"Tuan muda sepertinya tidak peduli akan nyawanya sendiri. Sungguh aneh
sekali, meski dia tahu bahwa lawan yang bakal datang kemampuannya sungguh
tinggi. Enam pesilat tadinya, bukan datang dengan tujuan membunuh. Karena
hanya mendesak akan masuk dan menjarah wisma yang kelihatan bagus, karena
menurut mereka pasti ada harta tersimpan di dalamnya. Setelah empat orang
kubunuh, pasti pimpinan mereka bakal sampai saat kedua orang menyampaikan
pesan..." Begitulah pemikiran Gao Jianshen tersebut sambil was-was berjalan melewati
diagram Pa Kwa yang terjelma dari rumput tinggi serta susunan batu besar saja.
Tetapi baru berjalan beberapa puluh kaki ke depan, dia tergembira sesaat. Dia
melihat seorang wanita sedang menuju ke tempatnya. Dengan berjalan kaki di
dampingi kuda yang berwarna merah tua, wanita muda ini menyapanya.
"Pak tua... Apa kabarnya?"
Gao Jianshen gembira tidak kepalang. Dia berjalan cepat menuju ke arah nona
yang sangat cantik terlihat. Setelah dekat, dia gembira sekali.
Nona di depannya, berpostur sedang dan semampai. Wajahnya cerah dan putih,
kedua bola matanya terlihat indah. Hidungnya mancung, disertai dengan bibir
tipis yang sangat menggoda hati. Nona ini bukanlah nona sembarang, wajahnya
terlihat sangatlah cantik dan agung sekali. Dia memakai baju berwarna biru tua, dengan pisau tersarung yang terbelit di pinggang.
"Baik nona... Tetapi sekarang sepertinya kedatangan nona cukup bermanfaat.."
sahut orang tua dengan wajah yang berubah serius.
"Ada perihal apa" Bagaimana dengan kakak seperguruanku?" terkejut juga nona cantik ini melihat wajah Gao yang berubah cepat.
Gao dengan tangkas menceritakan apa yang sedang terjadi sebenarnya. Dia
memberikan semua keterangan seperlunya kepada nona cantik tersebut.
"Begitulah kira-kira... Dan tuan muda sepertinya tidak peduli akan segala urusan demikian."
Nona cantik terlihat berpikir sebentar. Kepalanya tunduk mengamati rumput di
kakinya beberapa saat. Tetapi belum sempat dia mengangkat kepalanya, dia
sudah merasakan hawa yang mendatangi tempat tersebut.
Gao juga merasakan hal yang sama, mereka segera melihat sambil
menggerakkan tubuh mereka cepat.
"Sepertinya kali ini keadaan bisa runyam." tutur Gao Jianshen yang terlihat mengerutkan alisnya.
Nona cantik tersenyum penuh arti memandang ke depan. Tidak kelihatan dirinya
takut atau merasa khawatir terhadap sesuatu hal apapun.
Benar saja... Perkiraan buruk menjadi kenyataan.
Setelah enam pendekar tadinya yang sempat datang kemari, maka 2 orang
berhasil meloloskan diri. Dua orang ini tentu melapor secepatnya ke markas
mereka. Tidak perlu waktu 3 jam, cukup banyak orang terasa sudah hadir di
sana. Tetapi di antara belasan orang yang datang, sepertinya hanya 3 orang
yang berdiri mentereng di sana. Mungkin ketiga orang ini adalah termasuk
pimpinan menyerbu ke tanah damai tersebut.
Tiga orang memang tidaklah dikenali baik oleh Gao maupun nona nan cantik ini.
Seorang tua berambut putih dan terlihat gagah berdiri di tengah. Di samping
kirinya adalah seorang paruh baya dengan kumis yang panjang menghias.
Sedangkan di samping kanannya adalah seorang wanita paruh baya yang masih
terlihat cukup cantik meski di usianya yang memasuki uzur.
Nona cantik menyenter matanya ke segala arah memandang kesemuanya.
Memang tidak satupun orang dikenalinya. Tetapi ketika dia berhenti melihat ke
arah wanita usia paruh baya, dia terlihat heran meski tidak begitu di tunjukkan melalui wajahnya.
"Orang ini mirip dengan seseorang..." Begitulah pemikirannya saat itu.
"Nona, anda dari mana kemari tadinya?" tanya Gao dengan berbisik sambil berjalan ke depan.
"Ta-Li."
"Dengan begitu kemungkinan mereka bukan dari Ta-Li. Jika tidak, tidak mungkin saat sampainya nona cukup bersamaan dengan mereka dan nona sama sekali
tidak pernah merasakan kehadiran mereka sedikitpun." jawab Gao.
Nona cantik ini hanya mengangguk saja. Dia kembali menatap ke arah lawan di
depannya. "Orang tua itulah yang membunuh saudara kita..." tiba-tiba terdengar teriakan seseorang sambil menunjuk ke arah Gao Jianshen.
Gao mengenali orang ini, dialah yang lolos tadinya dari pertarungan hebat sekitar beberapa jam yang lalu.
"Orang tua ini bernama Gao Jianshen. Dia adalah seekor anjing keluarga Meng.
Herannya, kenapa dia bisa disini?" tanya Orang yang tidak kalah tuanya dengan Gao yang berdiri di tengah. Wajahnya terlihat bengis, semua kata-katanya
sungguh merindingkan bulu kuduk orang.
"Bukan... Dia bukan anjing keluarga Meng. Dia hanya mata-mata saja." jawab orang paruh baya di sampingnya.
Gao tidak tersinggung meski dimaki dalam kata-kata yang kasar. Dia menatap
depan seakan tidak pernah terpengaruh sedikitpun.
"Orang tua, katakanlah siapa orang yang memintamu memata-matai Meng
Yangchu, maka kau kubebaskan sekarang bersama nona cilik nan cantik ini."
tutur orang tua dengan tersenyum sinis.
Gao tidak pernah menjawab pertanyaan lawannya. Gao memiliki sikap yang
sesungguhnya cukup keras kepala dari dahulu. Dia tidak pernah menjawab
pertanyaan orang yang dirasakannya tidaklah perlu dijawab sama sekali.
Tetapi nona cantik di sampingnya berpikiran lain, dia akhirnya mengejek orang
tua di depannya.
"Hai orang tua...
Kamu sendiri jelas lebih tua, kenapa kamu malah memanggilnya orang tua" Oya,
aku sudah lupa. Ternyata sebelah matamu buta itu mempengaruhi
penglihatanmu terhadap jagad. Maklum...."
Bukan main marahnya orang tua di depan. Kumisnya sempat berdiri sesaat,
mukanya memerah dan matanya melotot melihat nona cantik ini. Dia ingin sekali
langsung turun tangan untuk membunuh nona cantik yang kelihatannya betul
kurang ajar. Gao Jianshen sangatlah berkhawatir terhadap ejekan kata-kata nona cantik ini,
dia mengerutkan alisnya memandang nona.
"Semua hal hari ini, adalah Gao tua ini penyebabnya. Janganlah mencari orang lain yang tidak ada hubungannya."
Orang tua buta sebelah matanya tentu adalah Chen Yang. Dia kali ini memimpin
"pasukan" dengan tujuan menghabisi Gao. Dia tidak tahu menahu siapa yang sesungguhnya bertempat tinggal disini. Menurutnya, dengan kemampuan kedua
temannya yaitu Xia Rujian dan Wu Shanniang tentu sudah bisa menghabisi
seorang Gao. Di sini tidak disangkanya malah muncul seorang gadis yang
sekiranya berumur 20-an saja berani mengejeknya sedemikian parah. Dengan
akal yang masih cukup sehat, Chen Yang tidak menyerangnya dahulu. Sebab
diketahui jika ada seorang nona kecil saja berani berbicara begitu kurang ajar, maka setidaknya dia memiliki pegangan yang cukup baik.
Tetapi wanita paruh baya di sampingnya segera maju ke depan. Sambil menatap
buas ke arah nona cantik, dia berkata.
"Biarkan nona cantik ini bermain-main sejenak denganku. Akan kutunjukkan


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya seberapa bahaya kita bertiga."
Setelah selesai Wu Shanniang berkata-kata, dia melaju pesat ke arah nona
cantik. Dengan ancang-ancang tamparan segera dia melesat cepat untuk
menampar nona cantik yang dinilainya sangat kurang ajar.
Nona cantik ini tidaklah terlihat takut sebab gerakan lawan yang cepat sekali. Dia menarik kakinya ke belakang dengan cepat sekali satu langkah. Dan dengan
ancang-ancang jari dia hendak menyerang ke depan.
Tetapi... Tamparan Wu Shanniang bukanlah jurus mudah. Dia mengalirkan energi
berbahaya pemusnah raga tingkat tinggi di dalamnya. Meski terlihat dia enggan
memperkuat serangan, tetapi jelas bahwa tamparan tangan Wu Shanniang
berniat mengambil jiwa lawannya secara langsung.
Hanya sejenak saja pergerakan Nyonya Wu atau Nyonya Yelu ini. Mungkin
hanya seperti kedipan mata biasa, telapak tamparannya telah menuju ke wajah
nona cantik. "Plak!"
Suara tamparan terdengar sangat jelas sekali. Wu Shanniang yang bergerak
menampar tidak pernah merasa heran sebab dia tahu lawannya telah terserang.
Namun, seumur hidupnya dia tidak pernah seheran sekarang.
Tangannya terasa pegal, kesemutan dan gemetar. Dia memang menampar
sesuatu benda yang tidaklah keras. Tetapi sama sekali bukan wajah nona cantik
ini. Kesemua pendekar di sana tiada yang tidak merasa heran melihat serangan Wu
Shanniang sebenarnya gagal total.
Yang ditamparnya adalah sebuah sandal, sandal terbuat dari kulit dan ternyata
adalah berasal dari sebelah kanan kaki seseorang.
BAB CXXXII : Pendekar Yang Tiada Tandingan"
Nona cantik sangat bergembira ketika dia melihat sebuah sandal sudah jatuh ke
tanah dan dalam keadaan robek kepalanya akibat tamparan tangan Wu
Shanniang. "Siapa" Hanya orang licik saja yang bermain sembunyi-sembunyi!" terdengar salah satu anak buah Chen Yang berteriak keras ke depan.
Tetapi, seiring suaranya berhenti. Seperti sesuatu benda kontan menamparnya
kuat. Orang ini sialnya terpental jauh sekali dan dengan sebelah wajahnya
menyeret rumput. Beberapa giginya bahkan tercopot keluar di kuti dengan
teriakan dan muntah darah hebat.
Chen Yang dan kawan-kawannya sangatlah terkejut melihat pemandangan yang
luar biasa terjadi dalam saat sekejap.
Ternyata yang mementalkan orang berteriak itu juga adalah sebelah sandal
lainnya. Hanya Chen, Wu dan Xia Rujian tiga orang dari pihak lawan yang tahu dari mana
sesungguhnya sandal itu berasal. Dari jarak hampir 200 kaki, mereka melihat
dua buah pohon yang menjulang sangat tinggi. Mereka bertiga tahu bahwa di
sana terdapat seorang yang sangat tinggi kemampuan silatnya. Tentu tanpa
banyak berkata-kata, ketiganya beranjak pesat ke depan bagaikan kilat.
Bahkan Gao maupun nona cantik tidak berhasil mencegah ketiganya. Dan tanpa
perlu waktu yang lama pula, ketiganya telah sampai di hadapan pemuda yang
sedang tidur-tiduran santai sambil membaca sebuah buku tebal.
Tahu bahwa ketiganya sampai, pemuda sama sekali tidak bergerak. Melainkan
tetap serius membaca buku yang dipegang sejak tadinya.
Ketiga orang ini tiada yang tidak terkejut sama sekali. Orang di depannya
mungkin hanya seorang pemuda yang berusia 30-an. Wajahnya sangat tenang
luar biasa, agung dan terlihat sangat santai. Rambut di kat ke belakang dan agak berwarna hitam kecoklatan. Dia memakai jubah panjang musim semi yang
berwarna merah gelap. Tapak kakinya sekarang sedang telanjang sebab kedua
sandalnya jelas sudah "terbang" jauh sekali.
Tidak lama, Gao dan nona cantik telah sampai. Gao segera beranjak ke depan
dengan wajah yang penuh penyesalan menyampaikan maafnya kepada pemuda.
"Maafkan aku tuan muda... Aku tidak sanggup menghalangi mereka semua."
"Sudahlah.. Tidak perlu terlalu merendah pak tua Gao.. Ini bukanlah kesalahan anda..." Gao Jianshen terlihat sekilas memberi hormat dalam kepadanya.
Segera orang ini memandang ke arah nona cantik sambil tersenyum.
"Adik Zi... Kamu tidak apa-apa?"
"Tidak... Terima kasih atas perhatian kakak... kakak seperguruan..." nona cantik ini tertunduk sambil tersenyum malu.
Pemuda langsung melihat ke arah wanita paruh baya yang adalah Wu
Shanniang. Dia mengerutkan dahinya sebentar, kemudian berkata dengan pelan dan agung.
"Dahulu...
Kamu berupaya mendapatkan ilmu pemusnah raga, tetapi setelah
mendapatkannya ternyata malah tidak ada gunanya. Kamu mengorbankan Yuan
Xufen, puterimu sendiri. Terakhir meninggalkan keluarga dan menjadi
pengkhianat bagi bangsamu sejak kamu ikuti Liao. Sekarang semua ilmumu
ibarat hanya sebatas sandal saja. Betul sangat di sayangkan seluruh upayamu
berpuluh tahun...."
Wu Shanniang tentu sangat tersinggung sekali. Dia diam dan menunduk tanpa
bisa menjawab sebab dia tahu bahwa lawan yang berusia muda sekali ini
bukanlah orang biasa-biasa. Sementara itu, Chen Yang segera ingin
menanyainya. Namun keburu si pemuda duluan mengajukan beberapa kata-kata
kepadanya dengan sinis.
"Kamu... Seorang tabib hebat, sayangnya terobsesi sedemikian parahnya. Kamu ingin
merebut kedua bola mata Yuan Xufen. Tuhan Maha adil, dan terakhir anda harus
kehilangan sebelah mata saja. Sungguh sangat menguntungkan dirimu.
Dan kamu, Xia Rujian...
Kamu adalah seorang jenderal hebat semasa Dinasti Zhou akhir sampai
pengabdianmu kepada Sung. Namun, kamu tetap serakah. Menginginkan segala
hal, dan mengatakan bahwa kesemuanya adalah demi balas dendam terhadap
kakak angkat pertamamu. Betapa memalukannya dirimu..."
Xia Rujian tidak sanggup berkata-kata apapun. Sebab apa hal yang sekarang
berada di hatinya, disebutkan dengan baik oleh pemuda ini.
"Beberapa hari ini aku cukup sibuk membaca buku-ku. Dan setiap lembaran
kubuka, maka setiap saat juga kunantikan orang yang harus kutemui. Sayang,
orang yang ingin kutemui bukanlah kalian semua. Aku meminta kalian untuk
enyahlah segera." Tutur pemuda yang terlihat sedikit sombong dan membuka
kembali bukunya.
"Huh!!! Hanya sepasang sandal. Menakuti siapa?" Bentak Chen Yang sebentar.
Pemuda yang terasa tidak nyaman akan bentakan barusan, segera menoleh.
Anehnya, dia tidaklah marah. Melainkan tersenyum, dan berkata.
"Aku lupa sesuatu hal...
23 tahun yang lalu anda masih seorang tabib. Di danau Dong Ting, kamu nyaris
terbunuh oleh Yuan Xufen. Kamu tahu, setelah jatuh ke danau apa yang pertama
dilakukan Yuan Xufen?"
Sebenarnya, mengenang kembali kejadian yang cukup tragis bagi Chen Yang
memang membuatnya marah. Namun, dia tetap menahan emosinya sedemikian
baik. Chen tidak menjawab, karena bagaimanapun dia tahu bahwa pemuda pasti akan
melanjutkan kata-katanya.
"Yuan Xufen segera meminta orang lain di sekitar sana terutama nelayan yang jago berenang untuk menolongmu. Dan setelah kamu diangkat, kamu masih
pingsan. Yuan Xufen memberikan pertolongan dengan membalut luka di
matamu, namun terakhir gadis itu menyesal luar biasa karena ternyata matamu
sudah tidak dapat ditolong. Dia mengeluarkan 5 tael emas meminta nelayan
danau itu untuk menjagamu sampai dirimu siuman..." tutur Pemuda sambil
menatap langit untuk mengenang.
"Omong kosong!" teriak Chen Yang dengan marah sekali. Matanya yang sudah buta memang masih berada di tempatnya, namun sinar hitam layaknya dimiliki
setiap manusia sudah menghilang menjadi putih keabu-abuan.
"Saat itu" Orang sepertimu baru berumur berapa?"" Kau tahu apa?"" teriak Chen Yang kembali.
Pemuda menggelengkan kepalanya.
"Saat itu, aku berusia 25 tahun."
Kontan, orang di sekitar melongo. Melihat seakan tidak percaya terhadap
manusia di depan mereka semua.
"Dan di sana, aku berkenalan dengan Yuan Xufen karena sangat tertarik melihat kemampuan jurus jarinya yang hebat." tutur pemuda itu kembali dengan mata
setengah tertutup.
"Kau sudah berumur 46 tahun sekarang. Tidak disangka, di dunia ini ada ilmu untuk meremajakan wajah." sahut Xia Rujian.
Pemuda segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak... Hidup sesuai dengan alam, sesuai aliran sungai mengalir. Akan terus membuat
orang kembali muda."
"Kakak seperguan...
Jangan meladeni mereka kesemua. Suruh saja mereka pergi." sahut wanita
cantik di sebelahnya segera.
Pemuda melihat sebentar ke arah wanita cantik ini, lantas menyahut.
"Mereka akan pergi dengan sendirinya."
"Apa hal yang meyakinkanmu kita bakal pergi sendiri?" tanya Chen dengan wajah yang agak sinis.
Mendengar perkataan Chen Yang, pemuda tadi segera tertawa terbahak-bahak.
Tawanya cukup lama dan terdengar sangat tenang.
"Sesungguhnya siapa dirimu" Hidup terpencil di tempat seperti demikian apa enaknya?" tanya Xia Rujian.
Pertanyaan siapa dirinya memang sudah lama menggaung di setiap hati pesilat
di sini. Mungkin cukup bodoh jika pemuda ini menjawabnya, dia hidup di tempat
"rahasia" yang sebenarnya jarang dikunjungi orang. Tentu dia tidak ingin mengungkapkan identitasnya kepada siapun apalagi orang-orang di depan yang
sepertinya bakal mencari masalah dengannya.
"Aku terlahir dengan nama yang sama dengan salah satu putra-mu. Tetapi tidak pernah kupakai nama itu hingga sekarang. Ketika masih anak kecil, orang-orang
memanggilku xiao lung. Tetapi beranjak remaja...
Orang-orang di sekeliling memanggilku Duan Taizi..."
Sungguh semua orang terkejut tidak terkira. Keringat dingin membasahi wajah
semua pesilat yang datang tersebut. Beberapa bahkan saling pandang
memandang tidak percaya dengan perkataan yang baru diucapkan pemuda
barusan. [*Taizi adalah putra mahkota. Jelas orang yang sedang bergaya duduk santai
tiada lain adalah putera mahkota dari Tali]
"Sayang...
Harimau tidak selalu melahirkan anak harimau..." tutur Chen Yang.
Sebenarnya tujuan Chen adalah membuat marah orang di depannya. Dia
memaksudkan Duan Siping yang terkenal kemampuan memimpinnya sehingga
sanggup mendirikan kekaisaran Ta-Li. Tetapi penerusnya, yang berada di sini
hanya bisa duduk dan menertawakan angin dalam kesepian.
Kata-kata seperti demikian memang adalah dengan tujuan mengejek betul. Chen
tidak takut kepada orang ini karena dia sangat yakin akan kekuatannya sendiri.
Dia banding Wu Shanniang yang terkena 1 jurus sandal tadinya, sebenarnya
kemampuan Chen masih jauh di atas Wu. Maka daripada itu, dia sangatlah yakin
tidak begitu bermasalah menghadapi orang ini.
Wanita cantik dan Gao terlihat marah sekali. Terutama Gao yang langsung
memerah wajahnya padam sambil gemertak gigi. Namun, anehnya putera
mahkota-lah yang menenangkan kedua temannya dengan kata-kata.
"Betul sekali...
Chen bersaudara adalah tabib terkenal di segala jagad. Sayang...
Yang tua masih seorang manusia luar biasa, tetapi yang muda malah sudah
hidup di kolong seperti anjing yang main sembunyi saja...
Oh... Dan sesekali membawa pengawal berjumlah selaksa untuk mengeroyok
orang lemah."
Chen diam sampai disini. Dia berusaha tidak mendongkol dan memunculkan
kemarahannya keluar. Karena jika terlihat kemarahannya, maka kali ini dia betul kalah dalam adu kata-kata.
Tetapi, pemuda yang sedang duduk tersebut sekiranya menunjuk lantas
bertanya. "Dimanakah Meng Yangchu berada" Kenapa tidak pernah kutampak?"
Chen Yang tersenyum sebentar. Wajahnya terlihat bengis.
"Aku mendengar bahwa dahulu anda sempat mengangkat saudara dengan Meng
Yangchu. Bersumpah saling setia...
Tapi nyatanya, anda melanggar sumpah anda sendiri. Ingin merebut kitab
tingkatan kesembilan tapak Buddha Rulai. Karena tidak kesampaian, maka inilah
hal yang membuatmu sembunyi di sini. Bukankah begitu Yang Mulia Duan?"
Pemuda tidak pernah terlihat marah meski kata-kata sedemikian memang
sangatlah pedas. Dia menjawabnya dengan tenang sekali.
"Meng Yangchu... Saudaraku itu sudah mati lama. Aku rasa tidak perlu
diungkit-ungkit lagi."
"Dan kabarnya andalah orang yang berada di lokasi kejadian terbunuhnya
keluarga Meng Yangchu?" tanya Chen kembali dengan wajah menyelidik.
"Benar sekali...
Dan aku-lah orang yang membunuh semua keluarga Meng sekitar 30 tahun yang
lalu..." Tanpa ayal, kesemua orang terkejut. Termasuk baik Gao Jianshen dan wanita
cantik di sampingnya.
"Tidak mungkin!" teriak Chen Yang seakan tidak percaya.
"Luka di leher mereka semua... Akibat jurus lima jari pedang yang keluar dari tanganku. Aku membantai mereka semua yang berjumlah 15 orang, semuanya
berdarah keluarga Meng..." jawabnya kalem.
"Kau!!! Menguasai jurus setan itu?" teriak Chen yang tidak percaya.
"Sebentar...
Sepertinya pendengar yang sudah berada di sini sejak tadi haruslah keluar!"
teriak Taizi dengan tenang tetapi menggaungkan tenaga dalam tingkat tinggi.
Tenaga dalam Taizi tidaklah merusak, tetapi seperti angin semelir ringan yang
mengalir. Dengan heran semua orang berpaling ke kiri kanan, mencari benarkah ada orang
yang bersembunyi dan mencuri dengar. Lantas saja, seorang berjalan pelan ke
depan. Tubuhnya tinggi besar dan berewokan. Dia tiada lain adalah "Meng
Yangchu". Memang aneh, tidak seharusnya "dia" tidak hadir di sini. Sebab orang ini memanglah sekomplotan dengan Chen dan kawan-kawannya.
Dia keluar sambil tertawa besar. Langkahnya besar dan tegap sekali.
"Bukan kau yang kumaksud kan!" tutur Taizi Tali itu dengan wajah yang kurang senang.
Kontan kesemuanya terkejut langsung.
Terutama Chen Yang yang maha hebat itu. Dia tidak pernah merasakan adanya
orang yang datang kesini. Tentu hal ini membuatnya sangatlah heran tetapi
pemuda di depannya tahu benar bahwa ada orang yang sudah berada di sana
sejak tadinya. Tidak lama kemudian, terlihat dari arah rumput bagian barat yang menjulang
tinggi. Seseorang mungkin, berjalan dari arah rumput yang cukup tinggi. Ujung
kepalanya terlihat dan dia datang bersama seorang yang sepertinya wanita.
Sebab pemuda terlihat lebih tinggi sedikit dari wanita yang rambutnya terkibas
panjang ke samping.
Setelah mereka keluar dari "hutan" rumput itu, kesemua orang terkejut. Sebab kesemuanya orang di sini mengenal siapa yang datang.
Dialah Xia Jieji dan Yunying. Sambil tersenyum, keduanya berjalan menghampiri
ke arah Duan Taizi.
"Sungguh hebat sekali. Anda bisa tahu meski kita berdua hanya bernafas ikut gerakan angin. Bukan begitu" Pemuda sastrawan yang pura-pura bodoh." sahut Jieji sambil tersenyum memberi hormat.
Yunying heran. Dia pandangi pemuda itu sekali lagi. Wajahnya memang pernah
terlihat, tetapi dimana dilihatnya dia sudah tidak ingat.
"Kau sudah tahu aku sastrawan yang menyaksikan Meng Yangchu tertangkap"
Bagaimana kau bisa mengatakan aku berpura-pura bodoh?" tanya putera
mahkota dengan tersenyum pula.
"Karena kau...
Menyandang besi berat dan mengipaskannya berkali-kali. Penduduk Yun-nan
yang hadir kesana tidak ada yang membawa senjata apapun. Tentu, maksudmu
adalah ingin memberikan kipas kepadaku untuk memberi pelajaran pada kepala
polisi itu." jawab Jieji.
Sesaat, Jieji menoleh ke arah Xia Rujian dan Wu Shanniang. Dia memberi
hormat layaknya seorang anak kepada keduanya.
Sedangkan Yunying, yang merasa sedikit trauma akan hal terdahulu terasa
menunduk tidak berani memandang Wu Shanniang ibunya sendiri.
Chen dari tadi memandang putra mahkota, sedangkan setelah kemunculan
Yunying dan Jieji. Putra mahkota malah sering melihat wajah isterinya Xia Jieji.
Dia tatap dengan tatapan dalam dan sambil berkali-kali menghela nafas.
Chen yang merasa tidak sabar, ingin tahu kejadian sekitar 30 tahun yang lalu itu segera membuka suara.
"Kau menunggu kesemuanya keluar untuk baru kemudian melanjutkan
ceritamu?"
"Hampir lupa tuan Chen..." sahut putera mahkota tersenyum.
"Aku memang membunuh kesemua anggota keluarga Meng. Meng Yangchu
sengaja kuminta untuk keluar kota saat itu. Dan tentunya bersama Gao Jianshen,
ini... Seseorang mengirimkan peti berisi sesuatu yang hebat sekali saat itu. Dalam
perjalanan Chengdu menuju Yunnan, aku mendengar berita yang sangat hebat
luar biasa. Yaitu...
Dewa Bumi hendak memusnahkan seluruh orang Yun-nan..."
"Karena cucu muridnya mengkhianatinya bukan?" tanya Jieji dengan tersenyum.
"Betul sekali...
Zeng Qianhao menjadi murid Lu Feidan, melarikan diri. Ini adalah pengkhianatan


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar-besaran karena Zeng adalah murid yang menguasai secara lengkap tapak
mayapada yang dikatakan sangat hebat itu.
Tentu dengan tanpa ayal, Dewa bumi "mengirimkan" sesuatu kepada keluarga Meng. Satu-satunya keluarga yang berhubungan darah dengan Zeng Qianhao
yang masih hidup baik di Yunnan. Merasakan firasat buruk, aku meminta Gao
yang ikut denganku melindungi Meng Yangchu terlebih dahulu.
Akhirnya Gao, berhasil sampai dan mengamankan Meng Yangchu keluar kota
beberapa hari. Tanpa sepengetahuan Meng bahwa keluarganya bakal dibantai
habis-habisan. Lantas... Dengan berkuda cepat, aku menuju ke Jinping Shan. Mencari Dewa Bumi, tetapi
tidak kedapatan jejaknya. Dan setelah itu, aku pulang ke Yunnan cepat pula.
Namun, segalanya akhirnya terlambat.
Keluarga Meng telah terkena racun pemusnah raga yang masih dalam proses
pengembangannya dan ditambah obat ilusi
Racun pemusnah raga saat itu belum seganas beberapa puluh tahun kemudian.
Atau mungkin, Dewa bumi mengubah formulanya. Membuat racun tidak begitu
ganas, tetapi penularannya luar biasa hebat. Dia ingin memusnahkan seluruh
penduduk kota Yunnan..."
"Kejam sekali...." sahut wanita cantik di sebelah pemuda.
"Dengan begitu, pekerjaannya dianggap selesai benar. Tetapi, tidak pernah
disangkanya. Aku sampai, dan membunuh kesemuanya terlebih dahulu. Aku
masih mengingat malam itu dengan sangat baik..." tutur Duan Taizi.
"Hm... Kau sudah membunuh seluruh keluarga saudaramu." tutur Chen Yang dengan
sinis. Duan Taizi menatapnya dengan serius. Matanya yang tajam sekejap membuat
takut dan gemetar Chen Yang sesaat. Lantas, pemuda itu kembali mengubah
"wajahnya". Dia kembali terlihat lembut.
"Sampai saat kematiannya... Adik Meng tidak pernah tahu bahwa akulah orang yang menjagal keluarganya sendiri."
Beberapa orang heran. Meng Yangchu masih berdiri di sini, kenapa dikatakan
bahwa sudah mati" Sungguh cukup aneh. Perhatian beberapa orang sempat
menajam menatap Meng Yangchu palsu tersebut.
"Pantas saja kau berdiam, bersembunyi, bertapa karena takut akan kutukan
langit kepadamu." Chen kembali mengejeknya.
"Anda salah tuan. Bukan karena membunuh orang yang hanya jumlahnya
belasan lantas membuatku menyesal benar." jawab Duan Taizi sambil tersenyum simpul.
"Lantas...
Kepala keluarga Wang yang tidak bersalah sama sekali itu. Dibantai oleh
seseorang yang sedang berdiri baik disini." sahut pemuda sambil menatap ke arah Meng Yangchu palsu.
Meng malah tersenyum sangat besar. Dia kemudian berkata.
"Aku sudah berhasil menipu kitab-mu..."
"Tujuanmu sejak awal memang kitab. Sangat disayangkan aku baru menyadari
beberapa tahun yang lalu." tutur pemuda.
Semua perkataan keduanya membuat Jieji terkejut. Dia berkeringat dingin
seakan tidak percaya.
"Betul... Akulah orang yang sengaja menyamarkan Meng Yangchu yang asli dengan
kepala keluarga Wang. Aku melakukan mutilasi terhadap dirinya, sehingga meski
keluarga Wang pun susah mengenalinya." jawab Meng Yangchu dengan tenang.
"Aku tidak pernah tahu sampai beberapa tahun lamanya. Meski sekalipun aku
tahu, tidak layak aku mencurigai saudara angkatku satu-satunya. Dari sanalah
aku tertipu mentah-mentah olehmu." tutur Taizi dengan wajah serius.
"Benar sekali...
Meng Yangchu saudaramu kubius, kutukar wajahnya dengan wajah kepala
keluarga Wang yang hari sebelumnya saat itu telah kulenyapkan. Dan pada
malam berpetir dan hujan deras, aku memotong seluruh tubuh Meng Yangchu
asli dan melanjutkan hidup Meng sendiri. Saat itu, andalah orang yang terbodoh
karena frustasi terhadap masalah keluarga Meng. Berjanji sendiri, berpergian
mencari Dewa Bumi yang sebenarnya sudah berada di Heilong Jiang. Inilah
kesempatanku satu-satunya." sahut pemuda berbadan besar luar biasa itu.
"Sahabatku...
Kau menipu semua orang di dunia dengan begitu mudah..." tiba-tiba terdengar suara seorang pemuda dari arah samping kanan Duan Taizi menyahut. Semua
sesaat memandang ke arah suara tersebut diperdengarkan. Mata pemuda yang
berbicara sangat sayu, nafasnya memburu sebentar dan beberapa kali dia
menggelengkan kepalanya. Dia tiada lain adalah Xia Jieji yang berdiri dengan
tubuh sedikit gemetar.
Meng Yangchu yang berada di sini melihatnya dengan tatapan lama. Lantas
kemudiannya dia gusar.
"Kau!! Kau sudah menuduhku sedemikian rupa. Lantas mengatakanku adalah
sahabatmu kembali" Apa maksudmu Tuan Xia?"
"Aku benar-benar bersalah terhadap kasus keluarga Meng. Perkiraanku benar
salah besar. Tidak disangka kamu berada dibelakangnya, sahabatku. Pantas
saja sangat susah orang untuk mencarimu sebab kamu sudah hidup sebagai
orang lain selama 30 tahun lamanya." sahut Jieji dengan mata yang tiba-tiba melinangkan air mata kesedihan.
"Dia adalah salah satu detektif terbaik sepanjang zaman. Maka daripada itu, beberapa kelemahan kejahatan sudah ditutupinya dengan begitu mudah." tutur Taizi sambil melihat ke arah Meng.
Meng melihat dengan dalam ke arah mantan putra mahkota Tali ini mendalam.
Cukup lama juga, terakhir dia tertawa terbahak-bahak.
"Tidak perlu lagi sepertinya kusembunyikan jati diri asliku."
Sambil berkata-kata, Meng membuka topeng wajahnya. Dia buka bajunya yang
sebenarnya kebanyakan terdiri dari bantalan kapas, melepas sepatu yang
membuatnya tambah tinggi. Dan tanpa perlu waktu yang lama, dia sudah
berubah. Meng yang besar, tinggi, dan kokoh berubah menjadi seorang kurus,
bermuka bulat, matanya bulat. Tangan "Meng" cukup panjang meski dengan lengan yang agak kurus. Dia terlihat cukup berkharisma di wajahnya pada
saat-saat tua-nya.
"Saudara Huang, kamu sudah menipu dunia sebegitu lama. Hilangnya Huang
Qian tidak disangka malah memunculkan 2 orang yang baru." tutur Xia Jieji
pertama sambil menggelengkan kepala.
"Dua orang baru?" tanya Yunying yang cukup tanggap akan kata-kata suaminya barusan.
Sebelum Jieji menjawab pertanyaan isterinya, kemudian putera mahkota segera
mendahuluinya. "Betul sekali... Tidak disangka kamu betul tahu meski berdasarkan analisis untung-untungan. Huang Qian yang dahulu lenyap, digantikan oleh Meng
Yangchu dan Ketua partai Jiu Qi. Bukan begitu?"
Yunying terkejut. Dia melongo melihat kiri kanan. Di kiri dia melihat wajah
suaminya yang tersungging bibirnya. Begitu pula, di arah kanannya dia melihat
putra mahkota sambil menyunggingkan senyumnya.
"Memang...
Analisis tebak-tebakan seperti demikian justru sering dilakoni oleh seorang
detektif. Bukan begitu saudara Huang" Ini hal adalah hal yang sering sekali
diajari olehmu." sahut Jieji melihat ke arah Huang Qian.
Huang, tersenyum sambil melihat sekeliling. Dan kemudian, dia berhenti ke arah
Duan Taizi. "Sejak kapan kau sudah betul menyadari aku bukanlah Meng Yangchu yang
asli?" Pemuda yang ditanya, segera menggeleng kepalanya perlahan.
"Sejak beberapa hari yang lalu saja.
Dahulu, karena sangat kupercayai saudaraku Meng Yangchu, maka daripada itu
tidak pernah sekalipun aku curiga ataupun kesal karena dia merebut kitab
satu-satunya peninggalan ayahku. Tetapi, lama kelamaan aku sudah merasa
mulai janggal. Terutama karena selain mencuri kitab, kamu juga sering sekali
melakukan tindakan gelap di belakang.
Kasus tewasnya Ma Fongpao di Jiangling, Kasus pencurian emas 10,000 tael
keluarga Wang di Hanzhong, hingga kasus utara yang sangat terkenal di
kalangan sendiri : Pembunuhan Yue Liangxu..."
Xia Jieji melihat dengan berkerut alis ke arah Duan Taizi, dia bermaksud
mengeluarkan suara. Tetapi putra mahkota kembali melanjutkan perkataannya.
"Sebenarnya semua hal adalah sangat gampang dan tidak rumit. Adalah anda
yang berdiri di belakang semua kejadian sehingga sangat terlihat rumit. Tujuan
anda tentunya mengaburkan semua penyelidikan pihak yang ingin tahu maupun
pihak berwajib. Hebatnya adalah, semua petugas kepolisian dari Yunnan hingga
Zitong, Chengdu adalah orang-orang partai Jiu Qi. Dan ada hal yang betul
kusalut kepadamu, Gao Jianshen tidak pernah menyadari bahwa kamu adalah
Meng palsu meski berada disampingmu puluhan tahun."
"Tidak semua hal memang kulakukan." jawab Huang Qian pendek saja
membalas perkataan pemuda.
"Setelah meyakinkan bahwa tiada orang yang mengetahui anda adalah Huang
Qian. Anda mulai bertindak biasa sampai 5 tahun mendatang. Sampai suatu
saat, ketika kita duduk berdua. Anda berniat meminjamkan kitab tingkatan
kesembilan jurus tapak buddha Rulai kepadaku.
Karena persaudaraan, maka aku meminjamkannya kepadamu. Dan selang 2 hari
kemudian sesuai janji anda. Kitab dikembalikan kepadaku dengan baik sekali.
Saat itu, tidak pernah aku merasa curiga kalau kitab sudah disalin oleh anda.
Tepatnya selain disalin, kitab itu juga diubah tulisannya..."
tutur putra mahkota sambil menegandah.
"Dengan begitu, pantangan membaca buku dari ayahmu sudah diabaikan
olehmu. Kamu tidak termasuk orang yang berbakti karena diam-diam malah
mempelajarinya." tutur Huang Qian terlihat sinis.
Namun orang yang disindir, menggelengkan kepalanya.
"Kitab itu, sudah kupelajari jauh hari...
Jauh hari sebelum kita berkenalan saudaraku..."
Huang terlihat terkejut. Baginya, putra mahkota Tali adalah orang yang jujur,
pintar, bijaksana. Namun, masih banyak hal yang masih menjadi misteri baginya
meski sudah berkawan maupun berlawan dengannya selama kurun waktu
hampir 30 tahun lamanya.
Huang yang mendengar pernyataannya, segera menatap tajam.
"Lantas kenapa tidak mempelajarinya sendiri" Bukankah ilmu kungfu no.1 sudah kamu ketahui sejak awal" Tapak buddha Rulai tingkat sembilan."
"Aku yakin kamu juga pernah membacanya sebab kamu adalah seorang pesilat
yang menguasai tapak buddha Rulai hingga tingkat kedelapan. Tentu tingkat
kesembilan tidak pernah terabaikan seharusnya." sahut Duan Taizi.
"Betul sekali...
Setelah kubaca, beberapa kali kulatih. Tingkat kedelapan sudah kudapatkan jauh
hari sebelumnya karena mengetahui rahasia Yang Jian, kaisar dinasti Sui. Aku
mendapatkannya berkat kerja sama dengan Dewa Bumi di Heilong Jiang.
Anehnya, tingkat kesembilan malah tidak sanggup kupahami." jawab Huang Qian dengan wajah yang kurang puas.
"Itu karena, kamu tidak terlahir di daerah India. Kamu tidak terlahir untuk membaca kata-kata perhuruf. Mengganti aksara India ke bahasa daratan tengah.
Mengutip hal yang perlu dan membuang hal yang tidak perlu." jawab pemuda
dengan datar. "Apa?""
teriak Huang seakan tidak percaya.
"Rahasia kitab sudah kukatakan kepadamu. Sayang sekali memang...
Karena buku aslinya sudah dilenyapkan oleh anda. Meski anda mengingat
perhuruf kembali. Tidak ada kertas asli yang bisa dicelupkan ke air, maka
tindakan anda sia-sia. Tapak buddha tingkat kesembilan sudah menjadi mimpi..
Mimpi yang tiada berkesudahan..." tutur Duan Taizi sambil menghela nafas.
Huang berdiri terpaku seakan tidak percaya kata-kata barusan dari Duan Taizi.
"Oya... Aku lupa memberitahumu...
Pemuda yang kamu pinjam lihat kitab asli tersebut. Akhirnya memang menguasai
kitab tapak buddha rulai tingkat kesembilan. Namun, hasilnya...
Nyawanya sudah terancam. 17 organ dalamnya sudah rusak total ketika pertama
kali dipelajari. Selang setahun, 34 organ utama dalam tubuh akan mengalami
kelumpuhan. Dan setahun pas kemudian, dia akan kehilangan penglihatan,
pendengaran, rasa serta segalanya. Dan hidupnya hanya menjadi beban selama
7 tahun yang membuatnya tewas menggenaskan kemudian." tutur Duan Taizi
kemudian dengan panjang lebar.
Mendengar perkataannya, Huang tidak percaya sama sekali. Dia meneriak keras
"Omong kosong!". Di sampingnya pria berusia 30-an, terkejut tiada terkira. Dia memandang putera mahkota seakan tidak percaya sama sekali. Wajahnya pucat
bagaikan kertas sesaat, matanya mengecil, alisnya mengerut luar biasa.
Dia menanyai pemuda dengan segera.
"Dengan begitu...
Adik angkatku sudah tidak punya harapan hidup?"
Pemuda yang duduk, segera melihat ke arah Xia Jieji. Dia tersenyum simpul
sambil menjawabnya.
"Dia masih hidup dengan baik. Masih cukup banyak waktu baginya...
Cukup banyak..."
Jieji bagai disambar geledek. Dia memiliki sesuatu pemikiran yang sampai
sekarang tidaklah berani diutarakannya. Dia berniat menanyai putra mahkota,
tetapi lantas dia urungkan niatnya terlebih dahulu. Sebab dia ingin tahu apa hal sebenarnya yang terjadi kemudiannya.
"Setelah mengembalikan kitab kepadaku. Diam-diam anda menaruh racun
pemusnah raga di balik kitab. Ini hal baru kuketahui setelah salah seorang murid anda yang tamak keracunan, tewas seketika di kuil Zhu Fu. Sungguh, saat itu
aku tidak pernah percaya apa yang sudah anda lakukan. Tepatnya, dilakukan
oleh saudaraku yang difitnah meski dirinya sudah di alam baka." tutur Duan mengenang.
"Inilah kelemahan manusia...
Kau sudah tahu bahwa aku bukan Meng Yangchu yang asli. Tetapi tidak pernah
sekalipun dirimu turun tangan." jawab Huang.
Pemuda, segera berdiri. Dia berjalan pelan dengan gaya yang terlihat sangat
berkharisma. Jongkok dan mengambil benda yang tadinya sudah dibuang oleh
Huang Qian. Tiada lain tentunya adalah wajah Meng Yangchu asli. Kulitnya di
rendam obat, dijemur sebulan penuh sehingga meski melekat sudah puluhan
tahun di wajah Huang, tidaklah rusak.
"Adalah karena ini saja...
Karena ini, aku tidak pernah turun tangan kepadamu."
Wajah Duan Taizi segera berubah, dia berubah ganas dengan cepat sekali.
Tadinya, wajahnya sangat tenang sekali bagaikan orang yang hidup dengan
bahagia. Kali ini, dia berubah menjadi singa kelaparan yang siap melahap
mangsanya. Huang Qian yang melihat keadaan, segera beranjak mundur tiga empat langkah.
Sementara itu, Chen Yang berdiri di depan dengan angkuh. Di sampingnya ikut
Xia Rujian. "Anakku...
Hari ini adalah urusan kita. Aku rasa kamu tidak pernah akan ikut campur barang sekalipun bukan?"
"Puteriku... Apa yang dilakukan oleh suamimu tentu juga bakal dilakukan olehmu bukan?" tanya Wu Shanniang ke arah Yunying.
Apa maksud perkataan Xia Rujian dan Wu Shanniang sangatlah jelas sekali. Jika
Duan Taizi hanya sendirian, mustahil mereka berempat yang merupakan jago
kelas tinggi tidak sanggup melawannya. Jika dibantu Xia Jieji dan Wu Yunying,
jelas sekali mereka sudah di bawah angin.
Xia Jieji maupun Wu Yunying tidak pernah menjawab. Mereka melihat ke depan
dengan mata yang tajam.
Duan Taizi segera dihampiri kedua temannya. Satunya adalah wanita cantik dan
Gao Jianshen. Keduanya terlihat telah siaga bertarung.
Tetapi, Duan malah mengangkat sebelah tangannya. Maksud darinya adalah
menahan wanita dan orang tua untuk bergebrak.
Tentu keduanya sangatlah heran. Meski keduanya tahu bahwa Duan Taizi
adalah pesilat hebat. Namun keduanya tidak pernah tahu kemampuannya adalah
sampai dimana. Wanita cantik tersebut sangat heran. Dia tahu bahwa ilmu kungfunya adalah
dipelajari dari pemuda selama 10 tahun lebih. Namun, seberapa dalam
kemampuan bertarungnya sangatlah jarang pernah terlihat olehnya sendiri.
"Empat orang mengeroyok seorang. Apakah tidak malu kalian?" teriak wanita cantik dengan agak marah.
Namun, Yunying telah berjalan ke depan di kuti Jieji. Mereka berdua menarik
wanita cantik itu dan Gao Jianshen ke belakang.
"Tidak usah takut..." sahut Jieji kepada Gao Jianshen dengan wajah tersenyum.
Begitupula Yunying menenangkan wanita ini.
Duan Taizi telah terlihat serius. Berbeda dengan keempat lawan di depannya,
kesemuanya sedang mengerahkan tenaga dalam pemusnah raga. Sebaliknya
Duan sama sekali tidak terlihat mengerahkan tenaga dalamnya, melainkan dia
menarik sebuah pedang dari samping pohonnya yang tergantung.
Pedangnya tidaklah tajam dan berbahaya seperti pedang biasa. Tetapi pedang
terlihat agak panjang sedikit namun keras. Dia pegang di tangan kanannya
dengan menunjuk ke depan.
"Cari mati! Kau melawan kita berempat dengan pedang jelek itu?" tanya Chen Yang sambil tertawa.
"Untuk ukuran pesilat seperti kalian, hanya pedang sedemikianlah yang pantas."
jawab Duan Taizi.
Jieji berempat sudah mundur jauhnya 30 kaki. Mereka melihat ke depan dengan
serius. Gao dan wanita cantik terlihat cukup cemas, wajah mereka berubah dan
terlihat seakan takut.
Jieji tersenyum sebentar melihat ketenangan Duan Taizi, dan dia tahu bahwa
pemuda tersebut bukanlah manusia sembarangan yang menerima tantangan
lawan yang semuanya menguasai Ilmu pemusnah raga.
*** Daerah Sizhuan...


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketenangan tempat tersebut yang biasanya selama setahun yang luar biasa
damai telah berubah semenjak kemarin. Saat tempat tersebut dilewati oleh 2
pesilat jago sejagad. Mayat bergelimpangan, darah mengalir bagaikan sungai.
Bau amis tercium tajam luar biasa.
Jumlah jasad mungkin sudah ratusan orang. Namun, orang yang hidup disini
ternyata hanyalah 3 orang saja. Dua orang berdiri terpaku di salah satu jurang
bukit yang dalam. Sedangkan seorang sedang berjongkok, melihat ke bawah
dengan cemas. Wajahnya terlihat putih dan air mata dari pipinya masih terlihat
mengalir. Dia adalah seorang gadis yang umurnya hanya 20 saja. Cantik terlihat
dengan pakaian sederhana namun sangat pas.
Orang yang berdiri salah satunya adalah Yuan Jielung, dan di sampingnya
adalah salah satu pendekar no. 1 sejagad juga, Dewa Lao.
Wajahnya tidak begitu berubah. Dia berjalan pelan ke arah gadis cantik,
membimbingnya berdiri dengan perlahan.
"Sudahlah...
Mungkin betul ini adalah takdir. Muridku tidak sempat kuselamatkan, sangatlah
disayangkan."
Berkata sampai disini, wajah gadis kembali murung. Dia terlihat menangis
kembali, tetapi kali ini lebih parah dari sebelumnya.
Yuan menundukkan kepalanya, wajahnya sangat menyesal sekali. Dia juga
terlihat meneteskan air matanya.
"Ayah! Kita harus mencari kakak kelima secepatnya. Mintalah dia balaskan
dendam kakak pertama..." teriak gadis kecil yang adalah Yumei, adik terkecil dari Xia Jieji dari keluarga Xia.
Yumei memanggil Dewa Lao dengan sebutan ayah"
Kedengarannya memang cukup aneh. Yuan memang terkejut, dia tidak
mempercayai bahwa Dewa Lao ternyata mempunyai seorang puteri yang cantik.
Namun, karena saat ini bukanlah saat yang tepat. Maka dia tidak berniat
menanyainya. Dewa Lao mengangguk pelan. Dia menatap ke arah selatan sambil berkata.
"Tali tidak begitu jauh dari sini. Satu hari satu malam dengan kecepatan kuda tinggi, maka kita bisa sampai."
Yuan diminta secara langsung oleh Dewa Lao.
"Tuan Yuan...
Bisakah anda membawa berita buruk ini ke ibukota" Katakanlah bahwa Jenderal
Yang telah jatuh ke dalam jurang dalam pertarungan hebat selama sehari
semalam. Nasibnya tidak diketahui sama sekali, dan...
Dia jatuh ke jurang bersama-sama dengan Wei Jindu."
Yuan memberi hormat dengan dalam. Dia akan mengundurkan dirinya tetapi
hatinya masih terasa cemas sangat.
"Tidak usah khawatir...
Aku akan mengurus hal di selatan dengan baik." sahut Dewa Lao memastikan
dengan suaranya yang agung.
*** Hutan kecil Pa kwa...
Pengumpulan energi dari empat orang sepertinya telah selesai. Energi berdesir
dan terasa panas mengoyak dirasakan siapa saja.
Seperti tadinya, Duan Taizi belum sempat mengubah arah pedang yang runcing
yang ditunjukkan ke Chen Yang.
Dia melihat serius saja dan sepertinya tidak akan mengambil langkah menyerang
terlebih dahulu.
Mereka berempat memang cukup heran melihat pose lawannya yang tidak
bergerak namun sinar matanya tajam ke depan. Tangan kirinya terlihat di
arahkan ke belakang, sementara dengan mengancangkan pedang menyamping
ke arah empat orang. Pemandangan disini memang sangatlah bagus.
Pesilat-pesilat hebat sudah mulai akan bertarung satu sama lainnya.
Penonton sepertinya sedang hampir tidak sempat bernafas melihat keseriusan
hawa pertarungan di depan mereka masing-masing.
Akankah seorang putera mahkota sanggup seorang diri menghadapi semua
lawan-lawannya yang ganas itu"
Dengan satu teriakan hebat, sepertinya ada pihak yang betul sudah tidak sabar
menanti. Tentu pihak Chen yang memulai serangan terlebih dahulu.
Dalam ilmu kungfu pemusnah raga yang termahsyur, sebenarnya hanya 3
tingkatan yang mengajarkan menyerang. Sedang dua tingkatan pertama selain
bertahan, dan mengelak tiada berupa serangan berbahaya apapun.
Tentu mengambil inisiatif menyerang, keempatnya mengerahkan tingkatan ketiga
dari Ilmu pemusnah raga.
Dengan majunya keempat orang, maka pertarungan betul sudah dimulai.
Keempat orang, mempunyai kecepatan yang luar biasa tinggi. Chen memang
jauh lebih unggul daripada ketiga orang temannya. Dia tidak ingin menyerang
dahulu mendahului teman-temannya. Maka daripada itu, dia tidak menggunakan
kemampuan sesungguhnya saat ini.
Duan Taizi tahu benar, bahwa gerakan menyerang keempat orang di depannya
adalah sangat cepat. Pedang memang sudah diarahkan ke depan tadinya. Dan
diluar dugaan siapapun yang melihatnya....
Duan Taizi tidaklah menyerang ataupun bertahan...
Dia meletakkan sambil menancapkan pedang ke tanah. Sedangkan tangan
kirinya yang tadinya sengaja disampingkan ke belakang telah ditunjuk maju ke
depan. Jarinya di arahkan ke arah empat orang penyerangnya secara langsung.
Lawan tidak pernah mengira apa yang sedang dilakukan oleh Duan Taizi.
Sedangkan Jieji yang melihat gerakan awal Duan yang jelek, malah merasa
terkejut kagum.
Baik Chen Yang, Wu Shanniang, Xia Rujian dan Huang Qian. Keempat orang
tiada tahu apa yang sedang dilakukan lawannya. Mereka telah menghantam
dengan tapak kuat. Namun berbareng terkejut, keempatnya terlontar mundur ke
belakang dengan sangat pesat sekali.
Tiada yang tahu apa yang sedang terjadi dengan keempat orang, namun terlihat
jelas bahwa keempat orang terdorong oleh suatu tenaga yang tiada tampak oleh
mata. Keempat orang bukanlah pesilat tingkat rendahan. Mereka mengetahui sangat
baik bagaimana lawan "melukai" mereka dengan hebat sekali.
Dan setelah turun, keempat orang melihat ke arah tangan masing-masing.
Darah sedang mengalir meski sepertinya adalah luka goresan belaka. Lima
goresan yang cukup dalam membuat mereka terkejut sesaat.
"Jurus jari setan seperti demikian memang pernah kudengar. Namun, kali ini menyaksikannya baru percaya." tutur Chen Yang melihat ke arah temannya.
Namun, belum sempat keempatnya saling tanya jawab. Di depan mereka
masing-masing telah terasa hawa kehadiran yang sangat cepat sekali.
Keempatnya mau tidak mau sangatlah terkejut luar biasa.
Pedang yang tadinya tertancap di tanah sudah tidak berada di tempatnya lagi.
Duan Taizi kali ini memulai penyerangan sebelum lawannya betul siap. Arah
pedang segera diarahkan ke Wu Shanniang. Lawan terlemah diantara keempat
orang tersebut.
Gerakan pedang Duan Taizi memang sangat jelek, sepertinya dia tidak pernah
menguasai ilmu pedang.
Meski kecepatannya sangat tinggi sekali, namun gaya menyerangnya betul
sangatlah terbuka sekali membuat lawannya yang melihat gerakannya segera
meremehkannya. Jieji mengenal lafalan dari gerakan Duan Taizi dengan baik. Meski agak sama,
namun sepertinya gerakan seperti itu adalah gerakan yang cukup berbeda
dengan gerakan yang dipelajarinya.
Wu Shanniang melihat lawan sedang mengincar tenggorokannya segera
mencabut golok dari belakang pinggangnya. Dengan jurus golok, dia melayani
tusukan pedang lawannya.
Tetapi belum saja golok menyentuh pedang, pedang sudah berbelok sangat
cepat. Kali ini incarannya adalah Huang Qian. Huang yang tidak pernah tahu bahwa
jurus pedang seperti demikian ternyata sangatlah berbahaya itu, tidak siaga.
Arah pedang adalah dadanya yang terlihat sangat terbuka tanpa pertahanan.
Chen Yang melihat Huang dalam saat yang berbahaya, segera mengibaskan
tangannya sekali. Dari arah lengan bajunya terdapat sebilah belati yang
disabetkan langsung ke Duan Taizi.
Namun, serangan pedang Duan Taizi yang sudah hampir mengenai dada Huang
Qian telah berubah arah. Pedang tidak ditarik, melainkan jalur pergerakannya
bagaikan air ombak yang mengalir dahsyat.
Segera pedang mengambil korban dengan sangat cepat. Tusukan itu memang
mengarah ke arah belati penuh tenaga dalam dari Chen Yang. Dan sesaat
kelihatan bahwa tusukan pedang kalah hawanya.
Tetapi ternyata pedang yang terlempar akibat tenaga dalam Chen Yang tidak
berhenti dan telah mengincar Xia Rujian meski sedang terlepas.
Pergerakan awal pedang yang sangat bagus sekali walaupun gayanya
sesungguhnya sangat kacau luar biasa. Pedang "terbang" ke arah bahu Xia Rujian dengan hebat. Sebelum sempat dia bertindak, dia bertahan cepat.
Mengerahkan tenaga dalamnya untuk memblokir pesatnya pedang yang terakhir
terhantam ke tangannya. Suara "krek" terdengar cukup jelas bagi siapapun disana pertanda tulang tangan orang sudah patah seiring terlihat "terbangnya"
pemilik tangan menyeret tanah berumput.
Chen Yang, Huang Qian dan Wu Shanniang melihat Xia Rujian telah menjadi
korban pertama langsung gusar berbarengan. Mereka menghantam tapak ke
arah Duan Taizi bersamaan. Namun, seiring kibasan tangannya ketiga orang
kembali terpental sekali lagi. Ini adalah jurus jari yang luar biasa hebat itu.
Wanita cantik dan Gao sangat bergembira melihat pertarungan pemuda yang
pertama disangka jauh dibawah kemampuan mereka berempat yang ternyata
malah di atas angin sedemikian lamanya.
"Yang menyerang kita di kuil Zhu Fu bukanlah dia. Tetapi..." sahut Yunying tersenyum melihat ke arah Jieji.
Jieji telah serius melihat ke arah Xia Rujian, dia berniat maju melihat luka dalam ayahnya. Namun, dia dihalangi oleh Yunying.
"Aku rasa dia tidak mengapa, hanya patah tulang di tangan saja."
Jieji menatap Yunying sesaat, kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah
pertarungan luar biasa kembali.
Ketiga lawan terpental sebentar dan terlihat terdesak hebat.
Duan Taizi tidak pernah memberikan kesempatan, sebab kali ini sebelum mereka
benar berhenti akibat seretan tenaga dalamnya. Dia mengarahkan kembali jari ke
depan. Dan terlihat dia kibaskan sekali lagi.
Kali ini, sangat berbeda. Tadinya adalah hawa pedang tidak berwujud yang
muncul dari setiap jarinya. Namun, kali ini suara desiran kuat mengikuti pedang tak berwujud tersebut.
Kontan saja, ketiga orang mengumpulkan energi satu tarikan nafas. Ketiganya
menggunakan kemampuan terbaik mereka, Ilmu pemusnah raga tingkat kelima
untuk memblokir serangan "setan" tidak berwujud itu.
Suara keras terdengar akibat teriakan hebat ketiga orang. Menggunakan jurus
yang sama, terlihat ketiganya bakal di atas angin. Tapak tiga pasang di arahkan ke depan, tempat melajunya jurus jari nan sakti tersebut.
Namun, sepertinya hasilnya cukup mengejutkan. Desiran suara jari pedang tak
berwujud sudah berhenti penuh. Ketiganya sempat girang sesaat melihat ke
depan. Tetapi tidak perlu waktu satu kedipan mata, ketiganya terkejut luar biasa.
Sebab terdengar suara seseorang dari belakang menyahut mereka.
"Pemusnah raga memang hebat, namun pertahanan berlipatnya jelas tidak ada."
Ketiganya mendengar suara yang sama, kontan berpaling. Yang mereka lihat
adalah pedang dan jari yang sangat dekat dengan wajah ketiganya. Mungkin
hanya terpaut 1 kaki dari ujung pedang maupun jari. Arah pedang sedang
diarahkan ke arah Chen Yang. Sedangkan arah jari terlihat di arahkan ke Huang
Qian dan Wu Shanniang.
BAB CXXXIII : Lembah Naga Terbang
Istana kerajaan Sung, Kaifeng...
Sudah banyak sekali pejabat yang berkumpul di ruangan. Kesemuanya berbaris
dengan amat rapi merapat ke kiri maupun ke kanan.
Jenis pejabat dari arah luar jika dilihat, yang berbaris di sebelah kiri adalah pejabat berpakaian formal militer. Sedangkan di sebelah kanan adalah pejabat
berpakaian formal sipil. Muka kesemua memang sedang serius-seriusnya.
Sepertinya ada sesuatu yang betul mengkhawatirkan ke semuanya.
Seorang pemuda berumur sekitar 40-an sedang duduk santai di singgasana
tengah. Berpakaian warna keemasan dengan topi berwarna emas. Siapa lagi jika
bukan Zhao Kuangyi, Kaisar Sung Taizong tersebut.
Ruangan terasa sangat pengap. Bukan pengap karena panasnya hawa musim
panas yang baru menjelang. Tetapi karena sesuatu perbincangan istimewa yang
terjadi di ruangan.
Kaisar yang melihat pemandangan yang terasa serius sekali serta keheningan
yang terasa sangat pekat, segera membuka suaranya.
"Menurut pejabat militer, sebahagian besar ingin berserikat dengan Jin.
Sedangkan pejabat sipil malah berpikir sebaliknya. Pejabat Yan... Bagaimana
menurutmu?"
Orang yang dipanggil adalah berasal dari pejabat sipil kerajaan. Dia maju
setindak tanpa mengurangi rasa hormatnya. Lantas dia menjawab dengan pelan.
"Yang Mulia...
Jin tidak ada bedanya dengan Liao. Mereka hidup di perbatasan sebelah timur
laut dari Liao.
Sebenarnya luas daerah Jin hanya sekitar 50 li persegi saja. Sangat jauh
dibanding Liao yang berada di sebelah selatan Jin. Meski tawaran negara kita
kepadanya sangatlah baik, tetapi hamba masih yakin bahwa Jenderal negara kita
sendiri masih sanggup mengatasi Liao."
Seorang pejabat dari seberang segera maju. Dia memberi hormat dengan pelan
sebelum pejabat Yan menyelesaikan kata-katanya.
"Keputusan Yang Mulia mana mungkin bisa diganggu gugat. Yang Mulia telah
meminta utusan kita pergi ratusan li. Dan kembali dengan baik bersama utusan
Jin. Hamba mohon Yang Mulia tidak menarik kembali kata-kata Yang Mulia."
Zhao dari tadi mendengar pendapat berlainan dari kedua pejabatnya dari divisi
Wen(sipil) dan Wu(militer). Meski dirinya telah bersepakat untuk bersekutu 2
minggu lalu. Namun mendengar alasan para pejabat yang menyatakan sifat
kedua suku nomaden itu pada dasarnya adalah sama, membuatnya menjadi
ragu-ragu benar.
Dia tidak menjawab atau berkata-kata lagi. Dengan tenang dan agung, dia
bangkit dari kursi singgasana-nya. Dan lalu menuju ke belakang.
Meski sikap Kaisar terlihat agak aneh, namun tiada orang yang sanggup
mencegahnya. Mereka hanya melotot kebingungan melihat Zhao kuangyi
berjalan pelan ke belakang.
"Sepertinya hanya PM. Cao yang sanggup memberikan Yang Mulia keyakinan.."
Tutur pejabat bermarga Yan tadi sambil menghadap langit.
Zhao Kuangyi sebenarnya bukanlah termasuk seorang yang pebimbang. Dia
adalah seorang yang sangat ideal menjadi seorang Kaisar sejati. Sifatnya yang
spontan membedakan dia dengan kakak kandungnya, Zhao Kuangyin. Kuangyi
terlahir dan tumbuh dalam situasi yang keras. Sekeras Zhao kuangyin adanya.
Namun Zhao Kuangyin, Sung Taizu sangat berhutang budi terhadap banyak
orang yang betul mendukungnya. Oleh karena itu, tindakan tegas jarang sekali
bisa diambil oleh sang kakak layaknya seorang adik.
Sehabis rapat yang "tidak usai" itu. Zhao kuangyi menuju ke kebun belakang dari istana. Dia terlihat bimbang sambil berkali-kali menghela nafas panjang.
"Xia Jieji...
Apa keputusan yang bakal kamu ambil jika berada di posisiku" Wilayah utara jika berhasil ditaklukkan, maka setengahnya sudah menjadi milik Jin. Apakah Jin juga akan berlaku seperti Liao nantinya?"
"Xia Jieji bukanlah seorang dewa." tutur suara seseorang yang kemudian membuatnya berpaling ke arah orang tersebut.
Seorang wanita yang terlihat sangat anggun sekali. Umur wanita palingan hanya
20-an. Dengan pakaian resmi kerajaan dan topi phoenix yang sangat cantik
berdiri menatapnya dengan bola mata yang gemilang. Wanita tersebut
tersenyum sambil memberi hormat pelan.
"Yelu Xiuke dan Yelu Xiezhen. Kedua kakak beradik tersebut telah mengocar
kacirkan pasukan pelindung Nan-pi. Tidak lama lagi...
Mungkin Kaifeng bisa dipindahkan akibat ulah kedua jenderal dari pasukan Liao."
tutur Zhao Kuangyi sambil menghela nafas.
Wanita tersebut tiada lain adalah permaisuri. Dia terlihat berduka menatap
Kuangyi. Tetapi, tidak lama dia mengeluarkan suaranya.
"Yang Mulia tidaklah perlu terlalu berkhawatir. Hamba mempunyai cara dan daya yang sangat bagus sekali meski tanpa Xia Jieji."
Zhao Kuangyi terkejut sebentar sambil menatap ke permaisuri-nya yang
sepertinya sangat cerdas dan memiliki banyak akal.
"Hamba sudah mengatur dengan sangat baik sekali. Sudah kususupkan 3 orang
pembunuh terhandal ke dalam kemah musuh di utara." Sahut sang permaisuri.
Zhao Kuangyi mau tidak mau terkejut mendengar perkataan permaisurinya
sendiri. Dia memandang melongo cukup lama ke arah sang wanita no. 1 di
daratan China tersebut.
"Tiga pendekar" Siapa mereka?" Tanya Zhao kuangyi seraya tidak percaya sama sekali. Dia terlihat bergembira.
Permaisuri tersebut memberikan keterangan kepada-nya, tetapi tidak secara
langsung. "Ketiga orang ini adalah sahabat kakekku yang sudah tidak pernah berjumpa lagi satu sama lainnya. Tidak ada yang tahu nama asli mereka sesungguhnya,
bahkan kakekku sekalipun. Ketiganya bersaudara dan selalu bertindak
bersama-sama. Tidak pernah ada kata GAGAL dalam upaya pembunuhan yang
dirancang oleh mereka bertiga. Hanya saja, sifat mereka sangat aneh..."
"Masih ada orang sedemikian di jagad tersebut" Kalau mereka masih hidup,
tentu umur mereka sudah di atas 80. Apakah mereka sanggup bertindak leluasa"
Dan mengapa dikatakan bahwa tingkah ketiganya sangat aneh?" tanya Zhao
Kuangyi yang terlihat cukup menggebu-gebu.
"Ketiganya mengambil tebusan yang "aneh". Ketiganya tidak pernah menginginkan uang ataupun harta. Biasanya dengan meletakkan 10 butir biji


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semangka dan di bawahnya terselip nama orang serta petunjuk mencari. Maka
orang tersebut dijamin akan "hilang" dalam 10 hari semenjak kesepuluh butir biji semangka hilang dari tempatnya. Dan biasanya akan mendapat balasan apa
yang mereka minta..."
"Sebentar...
Dari penuturan-mu, maka 10 butir biji semangka sudah diambil beserta suratnya.
Lalu apa surat balasan mereka?" tanya Zhao Kuangyi memotong.
"Mereka menginginkan nyawa putera mahkota Duan dari Ta Li. Tetapi mereka
memberi kita waktu 45 hari." tutur Permaisuri dengan serius.
"Putra mahkota Ta Li" Bukankah Ta Li belum pernah mengangkat putera
mahkota sebelumnya?" tanya Zhao kuangyi dengan heran.
Permaisuri tersenyum manis mendengar tuturan Kaisar.
"Betul sekali. Maksud mereka tiada lain adalah putera mahkota Ta Li
sebelumnya. Dan hanya 1 orang yang mengenalnya dari kerajaan kita."
"Maksudmu adalah Cao Bin?" tanya Zhao.
Permaisuri menganggukkan kepalanya sambil memberi hormat mendalam.
"Cao Bin punya seorang kakak seperguruan. Kabarnya adalah mantan putera
mahkota Ta Li. Permaisuriku... Tidak disangka semuanya sudah diatur olehmu sedemikian rupa.
Sepertinya kekhawatiranku sudah teratasi benar olehmu." sahut Zhao Kuangyi setengah berteriak girang.
Tidak ada seorangpun yang sesungguhnya tahu bahwa sebenarnya pelaksanaan
pembunuhan oleh 3 orang misterius terhadap 2 jenderal besar Liao tidak pernah
terlaksana. *** Kembali kepada pertarungan Putera mahkota Duan dengan 4 pendekar hebat
Liao. Diancam sedemikian rupa tentu membuat ketiganya tidak percaya sama sekali.
Ketiga pendekar yang melatih ilmu hebat sedemikian lamanya tidak yakin akan
pergerakan yang sudah mematikan langkah ketiga orang dengan sangat cepat.
"Aku tidak akan membunuh. Tetapi jika ada yang ingin pergi dari sini, harap tinggalkan sebelah lengan saja." tutur putera mahkota Duan dengan wajah yang sangat serius.
Mau tidak mau, keempat-nya tentu sangat terkejut.
Xia Rujian memang masih berbaring dan terlihat kepayahan sambil memegang
sebelah tangan, namun mendengar tutur kata-kata dari Duan, dia mau tidak mau
terkejut juga. Jari maupun pedang sedang diarahkan kepada titik mematikan dari wajah
masing-masing. Yaitu arah sebelah mata. Jika mata ditusuk dalam jarak sebegitu
dekat, maka tidak mustahil selain biji mata yang hancur maka gerakan tenaga
dalam tentu akan mencapai otak belakang. Tentu siapa dari sini tidak akan hidup lagi jika jurus dikerahkan.
Tanpa terasa, keempat orang: Chen Yang, Huang Qian, Xia Rujian dan Wu
Shanniang berkeringat dingin.
"Kenapa diam" Kalau begitu akan kulakukan segera."
Begitu dia menutup mulutnya. Pedang yang sedang diarahkan ke Chen Yang
tadinya segera dia putar pelan, namun sangat cepat sekali. Yang dituju
sasarannya tiada lain adalah seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping.
Entah karena dendam atau ada masalah lain, mengapa Putra mahkota Duan
malah ingin melepas jiwa lawan yang jelas terlemah di antara mereka semua.
Pedang membacok cepat sekali ke arah lengan Wu Shanniang.
Wu, yang melihatnya tentu kepalang terkejut. Dia berteriak keras tertahan
sebelum pedangnya sampai membuntungi lengan Wu.
Tetapi... Permainan ini dikacaukan oleh seseorang dengan gerak silat yang sangat cepat
sekali. Belum sempat pedang yang tidak tajam tersebut di bacokkan ke lengan.
Seperti ditahan oleh tenaga maha dahsyat dan pedang tidak dapat membacok ke
bawah lagi. Hawa terasa dari arah bawah ke atas, dan berasal dari tapak terbuka yang putih bersih. Sebuah bentuk tangan seorang wanita yang lembut.
Duan Taizi segera menoleh pelan sambil menerbitkan senyuman kepada
penolong Wu Shanniang.
Dia adalah seorang wanita cantik luar biasa. Wajahnya terlihat memerah karena
amarah yang terbit sesaat.
"Lepaskan dia!"
Terdengar wanita berteriak sekali. Duan yang melihat gaya garang wanita cantik
tiada lain adalah Yunying, malah tidak takut. Dia memandang tertarik ke arah
orang di belakang wanita cantik.
Dia adalah Xia Jieji yang juga ikut menyusul mendekati. Wajah pemuda terbit
senyum seperti Duan. Matanya terlihat berbinar sesaat ketika pandangan mereka
bertubrukan. Wu Shanniang yang terkejut tadinya merasa rohnya telah terbang ke langit
tingkat tujuh, sama sekali tidak dinyanya bahwa puterinya sendiri bakal
menolongnya. Setelah beberapa saat, dia telah sadar bahwa bahaya terlihat
sudah lewat. "Kau sengaja membacok pedang ke arahnya bukan?" tanya Jieji sambil berwajah senyum.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 3 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 31
^