Pencarian

Pahlawan Harapan 6

Pahlawan Harapan Karya Tang Fei Bagian 6


benar Louw Eng yang datang!"
Mendengar ini, hampir-hampir Ong Djie Hai mencelat
bangun! Tak salah dugaan seludah burung itu keluar dari goa
segera kembali lagi membawa majikannva. Dengan cara
berbisik Gwat Hee berkata. "Mungkin bukan ia sendiri, kita
harus hati bati dan jangan bersuara " Tjiu Piau mengangguk
tanda mengerti. Tampak oleh mereka Louw Eng tengah
langak longok di dalam goa, dengan wajah penuh curiga.
Tak lama kemudian ia membalik badan dan berlalu.
Mendengar derak sepatu yang semakin jauh ini, membuat
mereka menarik napas lega.
Siapa tahu baru mereka merasa tenang kembali
terdengar derak sepatu yang ringan, menyusul terdengar
suara sayap garuda yang bergela pakan. Tampak oleh
mereka di belakang burung itu terdapat majikannya.
Burung itu melihat liang goa sudah berubah, segera
berterbangan berputar-putar. Dalam waktu sekejap garuda
itu agaknya sudah mengerti, dengan dahsyat ia menyerang
ke nada batu batu yang didirikan Tjiu Piau dan Gwat Hee.
Sedangkan burung kakak tua itu tidak henti hentinya
berkata. "Tempat indah, tempat baik." Tjiu Piau menjadi gelisah, dengan geram ia berkata perlahan. "Dua binatang
yang laknat, lihatlah akan kukirim jiwamu ke akherat
dengan batu batu ini!"
Sungguh tajam perasaan Tjen Tjen, begitu melihat
keadaan sudah dapat menyelami delapan bagian. Walaupun
ia datang mendekat serentak dipegang-pegangnya batu-
batu itu, ia segera mengerti dan berseru ke luar dengan
285 keras. "Ayah, lekas datang, mereka ada di sini!" Ia hanya dapat berteriak sekali saja, kemudian merasakan seluruh
tubuhnya menjadi kaku den tak dapat bergerak. Kiranya
begitu tubuhnya berputar ke arah luar, tepat sekali
membelakangi lawannya, Gwat Hee menjulurkan lengannya
dari liang batu dengan tepat menotoknya, sebenarnya Tjen
Tjen berkepandaian tidak terlalu lemah, tapi dalam keadaan
tak siap sedia kena di bokong secara mudah sekali.
"Seret jangan tubuhnya?" kata Tjiu Piau.
"Tak mungkin, sebab harus membongkar dahulu batu
batu ini."
Mereka tengah berunding, sedangkan dari luar sudah
terdengar derak yang berat dari musuh, mereka mengintai
ke luar sambil menahan napas.
Louw Enp menjadi kaget, demi dilihatnya sang puteri
terlentang tanpa dapat bergerak, ia mercelat mundur ke.
belakang dinyalakannva bahan pembakar, sehingga Tjiu
Piau dan Gwat Hee dapat dilihatnya dengan tegas. Mukanya
perlahan lahan menunjukkan perubahan, matanya mulai
mengedip-ngedip. sedangkan alisnya dikernyutkan.
sehingga satu dengan lain menjadi nempel dan
bersambungan, tepian bibirnya terbuka mengeluarkai gigi
yang kuning sebesar besar kampak, dari dalam
kerongkongannya mengeluarkan bunyi, "heee heee" dua
kali. ia dapat dikatakan ia tertawa juga. Tertawa licik yang
penuh kejahatan ini dapat dilihat dengan tegas dari sela
sela batu, mereka bukan main muaknya menyaksikan gaya
dan lagunya itu; lebih lebih suara tertawanya yang hanya
dua kali "hehe" ini membuat mereka merasakan sesuatu
menjadi tak wajar. Dengan gagah berani ia maju ke muka
untuk membebaskan totokan anaknya. Tjen Tjen segera
berkata: 'Di dalam ada orang! Jangan tergesa gesa, mari kita ke
luar, aku mempunyai akal untuk membuat mereka terus
mengeram di dalam goa ini !"
Dalam waktu yang pendek, pemuda-pemudi ini. tidak
286 dapat menangkap maksud lawan. Djie Hai mencium asap
api ia sadar musuh menyerang mereka secara keji,
kegelisahannya sampai di puncak maunya, tanpa sedikit
bimbang, ia mencelat bangun sambil menbentak : "Louw
Eng kau jangan kabur!" kedua lengannya segera
mendorong batu batu yang dibuat saudara saudaranya.
Bahana guruh yang memekakkan telinga terdengar, demi
kena digempurnya tembok itu. Gempuran ini bukan saja
menghancurkan batu batu itu. bahkan menggugurkan pula
dinding- dinding goa. sehingga batu dan debu beterbangan
dalam goa mengejutkan orang. Jangan katakan orang lain.
ia sendiri tidak akan mengira kepandaiannya demikian
ampuh. Tapi gempuran ini sia sia belaka karena lawan
lawan itu sudah' pergi ke tikungan lain.
Ketika itu pula Louw Eng mengangkat obor di tangannya
tinggi tinggi, sehingga ia dapat melihat dengan tegas Ong
Djie Hai. Ong Gwat Hee. Tjiu Piau tiga orang, hal ini
membuatnya menjadi kaget, ia tak tahu siapakah diantara
tiga orang ini yang mempunyai ilmu yang mengejutkan itu.
Kelima orang ini saling pandang memandang tanpa berkata
kata. Ong Djie Hai berdiri di tengah tengah dengan sikap
gagah, matanya mencerong, ia berkata: "Kiranya kau
belum mati?"
"Kebenaran sekali kita bertemu di tempat yang sempit
ini, kalian tengah berbuat apa di sini" Kenapa kalian
mengumpat seperti kurcaci tak bernyali waktu kami
datang?" tanya Louw Eng sambil tertawa mengejek.
"kami sangat mencintai Oey San ini, dari itu kami datang
ke sini untuk berkumpul. Sebaliknya aku ingin bertanya
kepadamu: kenapa kau mengikuti perjalanan kami ke sini"
Hatimu tentu mempunyai rencana busuk untuk
mencelakakan kami, bukankah begitu?" tanya Ong Djie Hai.
Louw Eng tak mau berkata kata lagi, pertanyaan itu pura
pura tidak didengar, ia mengawasi keadaan sekeliling,
kemudian ia beikata kepada sang anak. "Tjen djie bawalah
burung burung ke luar jaga mulut goa itu, satu juga jangan
dikasih melolosi diri!" Habis bicara ia maju selangkah-
287 selangkah dengan jumawa. Menggunakan kesempatan
lawan bicara. Djie Hai membisiki adiknya dengan tergesa
gesa: "Moy tju, aku sudah tak berguna lagi. kepandaian
yang kumiliki kini sudah musnah sama sekali, sebaiknya
kita mempergunakan akal untuk menghadapi mereka. Kau
dan Tjiu Piau tee harus bersatu padu untuk berusaha
menerjang ke luar!" Gwat Hee mengertakkan giginya sambil
memandang wajah kakaknya, ia tak mengerti apa yang
dimaksud, tapi keadaan sudah demikian mendesak dan tak
bisa bertanya pula. Louw Eng maju lagi selangkah
sedangkan wajahnya masih tetap dihiasi senyuman iblisnya.
Nampak ia akan menerjang' Ong Djie Hai mendahului
membentak. "Sabar! Kau ingin mengadu kepandaian apa?"
sambil mundur setindak. Ia tahu ilmunya yang dahsyat tadi
itu tak mungkin kembali pula, kalau terang terang
bertarung dengan lawan, jeriji keliling dari musuh saja tak
mungkin kena ditangkisnya. Ia ingin mengeluarkan
kembangnya ilmu silat saja, karena ilmunya sudah musnah
tersebab batalnya merampungkan Im Yang Kang. Pokoknya
ia sendiri tidak takut mati, asal saja adik-adiknya dapat
melepaskan diri. Louw Eng sudau mengambil keputusan
mutlak untuk membinasakan mereka di dalam goa yang
sepi ini, tanpa meninggalkan bekas dan diketahui orang, hal
ini sungguh sesuai sekali dengan permintaannya. Secepat
kilat tubuhnya mencelat tinggi dan turun menerkam Kepada
Djie Hai. Jurusnya ini sangat lihay sekali, gerakan gerakan lincah
dan sukar diketahui lawan akan perubahannya. Ke mana
lawan berkelit ke arah itu ia menubruk, tubrukan ini disertai
dengan kedua belah kaki dan tangan sekaligus
memasukkan lawan, inilah ilmu terli-hay yang dimilikinya.
Andai kata Ong Djie Hai tidak kehilangan .ilmunya yang
dahulu, belum tentu pula dapat menghindarkan serangan
ini,,apalagi sekarang" Begitu ia melihat Louw Eng mencelat,
ia segera membungkukkan badan, kepalanya menghadap
kepada bumi, tubuhnya melingkar menjadi bulat, dan
bergulingan untuk menghindarkan diri dari tubrukan musuh
itu. Walaupun ilmunya sudah musnah tapi masih tetap
lincah sekali pusingan ini dilakukan dengan baik sekali.
288 Louw Eng setaKar tenaga menubruk ke bawah, dengan hasil
nol besar. Dua lawan ini masing-masing berpikir di dalam
hatinya, yang satu berpikir. "Bisnisnya aku dapat dengan
cepat menghindarkan serangan maut itu. kalau tidak" Pasti
hancur kepalaku!" Sedangkan yang lain berpikir: "Terang terang lengan kananku dipat menjangkau pundaknya, tapi
kenapa bisa diegosnya demikian mengherankan"
Mungkinkah mataku salah lihat?"
Louw Eng membalik badan sambil berdiri dengan tenang,
diawasinya keadaan sekeliling dengan penuh perhatian. Apa
yang terlihat hanya anaknya suja dengan garuda menjaga
di depan pintu. Sebaliknya Ong Djie Hai merapat dirinya
kepada saudara saudaranya, ia berbisik : "Kutitahkan kalian lekas pergi, kenapa masih tetap diam saja?" Louw Eng
mendengari dengan acuh tak acuh pembicaraan, tapi ia
terkejut mendengar suara yang diucapkan dengan
serampangan itu seperti juga suatu tenaga yang maha
dahsyat, mengiang-ngiang dalam pendengaran. Bukan main
kagetnya sehabis mendengar ini, ia sadar kelihayan dan
kedalaman ilmu bocah ini sudah setaraf dengan ilmunya. Ia
tak berani lagi sembarangan menyerang, hanya matanya
saja menatap wajah mereka dengan dingin.
Gwat Hee menjawab perkataan kakaknya: "Kak tak perlu
kau takut, dengan tenaga kita bertiga pasti dapat
mengalahkan elang (Eng dari nama Louw Eng berarti Elang
hitam) jahat ini?"
"Apakah kau tidak mendengar dengan tegas, bahwa
ilmuku sudah..." kata-katanya baru sampai di sini. segera
diputuskan. "Walaupun ilmumu sudah sampai taraf yang
luar biasa, kami tetap tidak mengijinkan kau menghadapi
mereka seorang diri! Kalau mau mari kita menerjang
bersama." kata Gwat Hee dengan salah mengerti. Habis
berkata ia menyeret nyeret lengan kakaknya; "Mari kita ke
luar!" Jilid 10 289 Tjen Tjen begitu melihat lawan itu ingin ke luar segera
berkata: "Boleh ke luar, asal kau dapat membobolkan
penjagaanku. Kita adalah lawan lama, tapi menyesal sekali,
begitu jauh belum pernah bergebrak dengan sesungguhnya.
Mari ke mari, cobalah ilmu silat ularku ini!" Ia bersiul
memberikan tanda kepada garudanya, sedang tubuhnya
segera bertanding dengan Gwat Hee.
Garuda itu begitu mendengar suara siulan segera
terbang menyerang Tjiu Piau. Tinggal Ong Djie Hai seorang
yang harus menghadapi Louw Eng. Ia sadar dan tahu,
keadaan ini tidak menguntungkan pihaknya. Ia menyesal
bahwa adiknya tidak mengerti akan maksudnya. Ia berpikir:
"Biar bagaimana aku tidak dapat meloloskan diri lagi, aku
ridlah menemui ajal, tapi harus kuberi tahu agar saudara
saudaraku dapat kabur!" Ketetapan sudah matang,
tubuhnya perlahan lahan melangkah mundur, dipancingnya
musuh masuk ke dalam goa agar saudara-saudaranya
mempunyai banyak waktu untuk menyelamatkan diri.
Louw Eng tahu akal lawan, dari itu ia tetap pada
tempatnya sedikit juga tidak bergerak, diawasinya musuh
sudah mojok di sudut terakhir dari goa keadaan di situ
demikian sempitnya sehingga sukar untuk membentangkan
kaki tangan guna bertarung. Ia berpikir: "Bukankah bocah
ini mencari Jalan mati sendiri?" Ia melangkah besar
sebanyak dua langkah, kakinya ditendangkan ke perut
pemuda kita, sedangkan lengannya diangkat dua duanya
dan sekaligus dipukul kan kebahu lawan. Pemuda ini tak
dapat mundur lagi, kanan kiri tak terdapat tempat untuk
mengegos, sedangkan jalan depan dan kiri kanan dijaga
mati oleh lengan musuh, sehingga membuatnya tak
berdaya. Ong Djie Hai memeramkan mata menantikan segala
perubahan, akan hatinya tak terhindar dari kedukaan yang
sangat. Orang hidup tak luput dari mati tapi saat ini sudah
terang perihal kematian ayah yang penasaran, kenapa
harus mati dengan mudah sekali, bukankan terlalu tidak
berharga. Waktu ia merasakan kesukaran ini terasa pukulan
sudah mengenai bahunya.sedangkan perutnya merasakan
290 kena tendangan. Mendadak ia merasakan bagian dalam dari
tubuhnya bergerak-gerak bahu dan perut yang kena pukul
dan tendang itu sedikit juga tidak menimbulkan rasa nyeri,
sebaliknya penyerang sendiri yang berteriak "aduh" sekali, dan jatuh ke samping. Mendengar ini matanya terbuka dan
di lihat tubuh lawan jatuh di sebelah kanan tapi kini sudah
bangun, dan menatap dirinya dengan penuh Keheranan.
Iapun mengawasi dengan penuh keheranan, dilihatnya
kalau kalau ada orang berilmu sudah menolongnya dari
kematian. Tapi ia lak menampak orang lain. terkecuali dari
Gwat Hee yang tengah tarung dengan Tjen Tjen dan Tjiu
Piau yang melawan garuda.
Louw Eng memikir mikir dan mengangguk-anggukkan
kepalanya, agaknya sudah mengerti sesuatu keanehan tadi
beberapa bagian. Dengan tangan melindungi dada, ia
berjalan perlahan lahan menghampiri, lengannya
mengeluarkan dua jari, dan dijuluri untuk menotok jalanan
darah lawan. Hal ini membuat Djie Hai berpikir: "Aku sudah
tak mempunyai ilmu yang berarti lagi, tak ubahnya seperti
orang biasa, andai kata dapat memukulnya juga tidak
berarti untuk dia, tapi kalau ia datang mendekat, aku dapat
menyergapnya dan dapat mengorek matanya!" Matanya
menatap dengan awas kepada Louw Eng yang tengah
menghampiri dirinya. Begitu berada dalam jarak dua
langkah segera ia menerjang kedua lengannya seperti kilat
dilonjorkan siap untuk mengorek mata musuh. Louw Eng
sangat lihay. tiba tiba ilmunya diubah, salah satu dari
lengannya memapas dari kanan ke kiri dengan maksud
meminggirkan serangan, lengannya yang melindungi
tubuhnya itu dengan cepat menotok tujuh delapan urat
darah musuh dengan ganas. "Hee...he" ia tertawa pikirnya sudah berhasil
Siapa yang tahu, hal yang aneh kembali timbul, belum
jurusnya selesai dilakukan nada tertawanya belum habis
terbawa angin tubuhnya sudah tergoyang goyang ke kiri


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kanan sebanyak dua kali, hampir ia terjungkal jatuh. Tak
alang kepalang rasa terkejutnya, ia kuatir Djie Hai
membarengi menyerangnya, lekas lekas kedua lengannya
291 melindungi bagian bagian yang berbahaya seraya mundur
ke belakang, ia membentak: "Hei bocah yang baik. Dari
mana kau dapat mencuri ilmu Im Yang Kang ini?"
Ong Djie Hai merasakan kena dikebas. dan ditotok
beberapa kali tanpa menderita kerugian, menjadi heran
sendiri dan tak habis mengerti. Mungkinkah ilmu musuh
sudah demikian merosot sehingga kebasannya tidak ganas,
totokannya tidak bertenaga tubuhnya merasakan seperti
dipijit-pijit kena totokan dan pukulan ini. Dalam bingungnya
ia mendengar suara bentakan kasar, sehiugga ia bimbang.
Mungkinkah ia berhasil mempelajari Im Yang Kang ini"
Dengan setengah percaya dan setengah tidak ia bertanya
kepada adiknya: "Moy tju, saat apakah ini" Sudah
senjakah?" Ia bertanya begitu sebab keadaan goa siang dan
malam tidak berapa beda, dengan sendirinya tidak bisa
menentukan waktu. Sedangkan bocah yang disuruh
menjaganya senang sekali mengganggu orang, waktu yang
sudah ditetapkan sudah habis, dengan sengaja
diperpanjang membuatnya kena dipermainkan, sedangKan
bocah itu sendiri sudah pergi tanpa pamit dengan diam
diam. Tjiu Piau dan Gwat Hee sedari malam diam di dalam
goa dengan sendirinya tidak tahu waktu... Sebaliknya
pertanyaan Djie Hai ini dijawab oleh Louw Eng dengan
dingin: "Waktu senja sudah berganti lama. Kenapa Ada
janjikah" Aku kuatir kawan-kawanmu itu berhalangan
datang!" Mendengar waktu senja sudah berlalu, hatinya
menjadi girang sekali, karena bukan saja ilmunya tidak
hilang bahkan ilmu Im Yang Kang berhasil diyakinkan. Tjiu
Piau dan Gwat Hee berpikir waktu senja sudah berganti,
sedangkan mereka belum ke luar dari goa, bukankah
pertemuan Tiong Tjiu sudah dilewatkan begitu saja"
Pertemuan yang dinantikan selama delapan belas tahun
lamanya, mana boleh dhewatkan begitu saja"
Ong Djie Hi berdiri tanpa bergerak-gerak tapi kedua jalan
napasnya diatur dengan baik dengan memuaskan sekali,
dan baru mengerti kenapa beberapa kali Louw Eng tak
dapat berbuat apa-apa kepadanya. Seketika juga ia menjadi
girang: "Moy tju, Piau tee mari kita ke luar sekarang juga.
292 Kasilah aku yang membuka jalan!"
Nada suaranya ini penuh dengan semangat yang berapi -
api, sehingga menambah semangat saudara saudaranya.
Serentak mereka menjawab. "Baik!" mereka segera
memperhebat serangannya. Sebenarnya ilmu Gwat Hee
lebih lihay dari Tjen Tjen, tapi yang disebut belakangan ini
lebih licin dan banyak akal bulusnya, sedangkan ilmu
silatnya berubah ubah tak habis habisnya. Memang sejak
kecil Tjen Tjen tidak mempelajari ilmu yang khusus secara
tekun, sebaliknya kanan kiri dipelajarinya ilmu dari berbagai
pintu perguruan serba lumayan. Sehingga pertarungan ini
sukar dipastikan yang mana kuat yang mana lemah, Tjiu
Piau yang berhadapan dengan garuda itu. keadaannya
seimbang saja. tidak ada yang kalah tidak ada yang
menang Garuda ingin menyerang dan menerkamnya yang
segera dihajar dengan batu, sehingga terhalang
kemajuannya itu. Tapi serangan batu batu yang terarah
kepada kepala garuda itu selalu gagal dan kena dipukul
jatuh oleh sayap garuda itu, tambahan keadaan di dalam
goa sangat sempit sehingga sukar untuknya
mengembanigkan ilmunya dengan baik. Kalau pertarungan
ini berlangsung diluar, biar garuda itu dapat menyerangnya
dengan hebat, Tjiu Piau dapat pula mengembangkan ilmu
kakinya Tidak seperti sekarang ilmunya ini sama sekali
tidak dapat digunakan . Mereka serentak berseru dan
menpergiat serangannya. "Ber . - . ber" beberapa batu
terlepas dari tangan Tjiu Piau dan menyerang dengan
dahsyat, sehingga burung itu tidak berani datang
mendekat, Gwat Hee mengeluarkan serangan beruntun
angin dari pukulannya itu demikian lihai, sehingga mau
tidak mau Tjen Tjen terdesak mundur. Sedangkan Djie H u
mjlesat seperti anak panah dengan ilmu puncak aneh
terbang mendatang" sebuah telapakan tangannya dengan
keras mendesak Louw Eng.
"Bagus," puji Louw Eng, 'set' sekali, lengan kanannya
sudah menghunus pedang yang tajam, disongsongkan dada
lawan dengan tusukan maut: 'Aku ingin tahu, apakah kau
mempunyai juga ilmu Tiat Po San" ( Ilmu mengebalkan
293 tubuh)?" Demi dilinatnya sinar pedang Djie Hai secepat kilat mengegos pergi, sambil mencabut juga pedang yang di
bawanya. Ilmu Im Yang Kang dipergunakan menurut perubahan
tenaga dan kelincahan gerakan, tak perlu menangkis
serangan lawan, bahkan mempergunakan tenaga serangan
lawan untuk menyerarg si penyerang sendiri. Tak heran
ilmunya yang terpaut agak jauh dengan lawan sesudah
mempelajari ilmu Im Yang Kang, dapat mencapai kekuatan
yang seimbang. Pokoknya asal lawan tak berhati-hati, pasti
dapat kena dikalahkan. Tapi ilmu ini bukan semacam ilmu
'Tiat Po San' ( ilmu baju berlapis baja. atau kebal ) dan Kini
Tjong To ( ilmu kebal juga ) yang tak mempan dimakan
senjata. Karena Louw Eng menghunus senjata tajam, tidak
memberi ketika untuk Ong Djie Hai mendapat kesempatan
yang baik. Pedang itu tak ubahnya seperti seekor naqa sakti ke luar
dari lautan turun naik dengan dahsyatnya menekan
perasaan orang. Ong Djie Hai berpikir: "Asal aku dapat
merapatkan tubuh denganmu, kupergunakan Im Yang kang
untuk mengadu tenaga denganmu, dan kulihat kau bisa
berbuat apa terhadapku?" Jurus "batu berserabutan
menembus awan" dipergunakannya- menikam musuh
bertubi tubi ketiga jurusan. Louw Eng segera menebas
dengan pedangnya, sinar dingin dari pedang itu mendesak
orang. Djie Hai sengaja mempergunakan pedang dengan
tenaga penuh yakni untuk menyambut serangan. terkecuali
itu ia hendak menyampingkan pedang lawan, seeera
merapatkan diri ke samping tubuh Louw Eng. Siapa kira
begitu pedang itu bentrok, trinngg ujung pedangnya
terpapas putus sebanyak dua dim.. Adapun pedang yang
dipergunakan itu adalah pedang naga atau dengan nama
aslinya 'Keng Liong' (naga terkejut )
Keadaan berubah. Ong Djie Hai tidak dapat mendekati
musuh dan mundur beberapa langkah. Louw Eng
menyerang terus, pedangnya diputer demikian kerasnya, ia
mendesak ke kiri kanan, ke atas dan ke bawah, kalau Ong
Djie Hai tidak cepat cepat berkelit, beberapa bacokan pasti
294 sudah mengenai tubuhnya. Mundur lagi beberapa tindak ke
belakang, ia terdesak kembali ke sudut tikungan goa yang
terakhir. Tempat itu demikian sempitnya kalau mundur
terus sama juga mengantarkan jiwa. Gwat Hee mendengar
suara Louw Eng menghunus pedang, hatinya menjadi
gelisah, selanjutnya didengar suara bentroknya senjata
yang ditutup dengan jatuhnya potongan pedang yang
putus, sedangkan - kakaknya tengah didesak setindak demi
setindak, diam diam ia berteriak: "celaka" dan tak berdaya untuk membuat rencana. Harus diketahui barang siapa
mempelajari ilmu dalam, paling pantangan memecahkan
pikiran, begitu pikirannva bercabang, tenaga pukulannya
perlahan lahan menjadi kendur dan lemah, sehingga Louw
Tjen Tjen berhasil membelit tangannya dengan erat sekali.
Berapa kali Gwat Hee mempergunakan tenaganya untuk
mengebaskan, tapi sebegitu jauh usahanya tetap nihil,
lawan tetap membelitnya dengan keras
Bukan main rasa gelisahnya lengan kirinya yang tidak
bersenjata "bret" nenyerang bahu kiri Tjen Tjen, dengan hasrat mendesak lawan untuk melepaskan tangan, siapa
yang tahu bahwa Tjen Tjen seperti anak ular, tubuhnya
lemas seperti kapuk dan menggeleot merosot,
menghindarkan pukulan ini, Tjen Tjen tidak mau membalas
memukul, apa yang dilakukan" Yakni lengan kirinya
mengitiki ketiak sambil berkata: "Kau gelian tidak?" Arak perempuan kebanyakan takut sekali dikitiki orang, tuk
heran Gwat Hee menjadi lemas dan tak bertenaga kena
dikitiki ini. Dalam keadaan yang sangat genting ia tertawa
kegelian lemas tak bertenaga. Tjen Tjen mengangkat
kakinya, dibarengi dengan dilepasnya tubuh orang dari
tangan kiri. kaki bekerja, saat ini Gwat Hee tengah lemas
sekali, ia tak dapat bertahan tubuhnya bergelinjangan
beberapa kali di atas tanah. Gwat Hee bukan orang
serabarangan. begitu tubuhnya menempel bumi segera
bergulingan terus, sekadar untuk bersiaga tangan jahat dari
lawan, tegitu tubuhnya sampai di dekat liang goa. kakinya
segera menolol tanah tubuhnya miring miring mencelat
bangun, dengan niat mengubah kekalahan menjadi
kemenangan. 295 Tjen Tjen mempunyai sifat nakal sekali, begitu Gwat Hee
kena disepaknya ia bersiul kepada garuda yang dengar kata
itu, dengan tenaganya yang luar biasa garuda itu
menyerang Gwat Hee dengan bengis. Kedudukan masih
belum betul, kuku garuda itu sudah terlihat di depan mata.
ia berteriak kaget sambil menutupi kedua matanya, ia
hanya berpikir untuk melinlungi matanya saja.
Perbuatannya itu sebenarnya tidak berguna, karena kuku
garuda itu merupakan seperti baja yang sudah ditempa
pergi datang ratusan kali banyaknya. Tak heran kalau satu
kali lengan itu kena dicengkeram akan menjadi hancur,
bahkan seluruh kepalanya akan pecah berantakan, tapi
nasib orang siapa yang tahu. Demikianlah bintang penolong
untuk Gwat Hee datang pada waktunya. Siapa dia" Tak
siapa lagi Tju Sie Hong yang pulang ke goa. Banyak tahun
Sie Hong hidup dalam kegelapan, dari- itu dia masuk ke
dalam goa ini, segera dilihatnya dengan nyata apa yang
terjadi. Dengan satu gerakan ia lari dan menerbangkan
tambangnya kepada garuda itu. Kaitan emas dari tambang
ini tak meleset sedikit juga tepat mengait kuku garuda yang
tajam tajam itu. Kuku garuda dan kaitan emas, berkutetan
saling kait menjadi satu. Tju Sie Horg menarik, dengan
sekuat tenaga, sebalikrya burung itu juga berusaha sekuat
teraga menerbangkannya, sesudah saling tarik agak lama,
satu sama lain tidak bisa menggerakkan lawannya. Gwat
Hee lolos selamat dari bahaya maut ini. dari itu Tju Sie
Hong berpikir tak ada gunanya lama lama berkutetan
dengan binatang, tambangnya segera dikendurkan.
Selanjutnya ia menoleh ke belakang. dan dilihatnya
keadaan Djie Hai yang menguatirkan, sehingga hatinya
menjadi gelisah tidak keruan. Ong Djie Hai sudah terdesak
sampai di batasnya, tubuhnya " sudah menempel di dinding
goa. Louw Eng menusukkan pedang ke dada kirinya, ia
mengegos ke sebelah kanan, ototnya juga berkerut ke
sebelah kanan, sehingga bagian kiri menjadi cekung dan
kosong, pedang naga terkejut yang mengenai cekungan ini
dengan nihil. Pedang ditarik dan ditusukkan ke dada kanan
orang yang sudah terdesak.
296 Tju Sie Hong belum pernah bertemu muka dengan Louw
Eng, ia berseru dengan keras: "Aku tak mengijinkan
seseorang berbuat sewenang wenang di sini, siapa kau"
Jagalah kaitan emasku!" Tambang di lengannya berputar
dan terlepas menyerang datang, mendengar angin serangan
dengan hanya menundukkan sedikit kepalanya, Louw Eng
dapat mengegoskan serangan ini. Sebuah lengannya tetap
memegang pedang menodong Djie Hai. sebuah lengannya
dipergunakan menjambret serangan tanpa membalik badan.
Melihat orang yang tidak dikenal ini mempunyai kepandaian
yang luar biasa, Tju Sie Hong kembali membentak:
"Siapa kau?" Louw Eng menjauhkan diri dulu dua tindak
dari Ong Djie Hai baru berani membalik badan, matanya
mendelik menyapu sekeliling goa, sambil menarik napas
panjang. Kiranya dalam waktu sekejap saja keadaan di
dalam goa sudah berubah banyak Tjen Tjen entah sedari
kapan sudah kena ditotok dan diam di sudut goa tak
berkutik. Sedangkan burung garuda sudah kabur tak
meninggalkan bekas. Terkecuali seseorang yang memegang
tambang, dan berupa seperti Tju Hong, masih ada pula
sepasang muda-mudi sebagai tambahan, ia merasakan
enam anak muda ini dengan keenam pasang matanya yang
bersinar tajam menatap dengan jemu kepada tabuhnya,
pandangan itu seperti anak panah tajamnya menyayat dan
menembusi dadanya. Diam diam mengeluh di dalam
hatinya: "Sekali ini habislah riwayatku, aku menyesal sekali kawanku tidak kuajak masuk ke dalam, inilah akibatnya dari
memandang enteng."
Enam orang ini. yang empat adalah: Ong Djie Hai, Tjiu
Piau. Tju Sie Hong dan Ong Gwat Hee, semuanya dikenal
betul olehnya. Sedangkan yang dua lagi, adalah anak muda
kembar yang diketemuinya di Ban Liu Tjung.
Semenjak ia melihat pasangan muda mudi ini di Ban Liu
Tjung, hatinya selalu diliputi perasaan tidak aman. Muda
mudi yang baru berusia tujuh delapan belas tahun ini
berwajah demikian welas asih, agaknya sudah pernah Ia
melihatnya, tapi tidak ingat di mana. Belakangan sesudah ia
berpikir dengan tenang, baru ia ingat kedua muda-mudi ini
297 berwajah seperti Wan Ti No suami isteri. Kalau dilihat lagak
lagunya yang laki-laki tak ubahnya adalah penjelmaan Wan
Ti No adanya. sedangkan yang perempuan seperti
penjelmaan dari isterinya Wan Ti No.
Sesungguhnya suami isteri itu sudah binasa di
tangannya, lagi pula tak pernah orang mengatakan bahwa
Wan Ti No mempunyai anak" Tapi sepasang anak muda ini
dari mana datangnya " . . . inilah suatu pertanyaan yang
selalu tak henti-hentinya berkecamuk dalam lubuk hatinya
dan tak dapat dilupakan. Kini sepasang muda mudi yang
aneh ini muncul secara tiba tiba, membuatnya berfirasat
membayangi maut.. Sepasang anak muda yang masih
muda belia ini. berdiri sambil bersandaran bahu di mulut
goa dengan gagahnya, tak ubahnya seperti panglima besar
dari satu pasukan besar. Mereka menyapu keadaan
sekeliling dengan matanya yang tajam. kemudian mereka


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saling pandang dan mengangguk-angguk tapi tidak
mengeluarkan sepatah katapun, walaupun demikian mereka
agaknya sudah mengerti dan mengetahui benar apa yang
sudah terjadi di dalam goa ini. Mereka melangkahkan kedua
kakinya berbareng menghampiri lawan, sedangkan Louw
Eng menggenggam pedangnya semakin erat dengan hati
berpikir keras. "Jalan hidup satu-satunya kau harus
menerjang dengan mati matian ke luar goa."
Dua anak muda itu agaknya tidak merasa gentar
menghadapi jago kawalan yang bersenjata pedang naga
yang luar biasa itu, dengan tangan kosong mereka maju
terus. Pemuda itu melirik pedang itu sambil berkata.
"Pedang itu bernama Keng Liong (naga terkejut) "
"Tak salah, memang pedang Naga Terkejut adanya."
jawab si gadis.
"Dasar pedang wasiat, walaupun sepuluh tahun lebih
dipegang oleh buaya darat ini, masih tetap berkilat dengan
angkernya." kata pemuda itu.
"Lebih lebih kalau ganti tuan, pedang itu akan lebih.
bersinar!" jawab si gadis.
298 Mereka seperti juga tengah ngobrol di warung kopi. sama
sekati tidak menunjukkan paras yang tegang. Sebaliknya
dengan Louw Eng. demi didengarnya percakapan mereka
Jalan darahnya semakin cepat sehingga menjadi tegang
urat syarafnya. Wajah dari pemuda pemudi itu membuat
kabur pandangannya. dalam matanya mereka bukan anak
anak yang baru berusia tujuh delapan belas tahun, tapi
adalah sepasang suami isteri rimba persilatan yang berilmu
tinggi! Mereka sudah mendekat sekali dengan tubuhnya kurang
lebih tinggal sejauh panjangnya pedang yang panjang, yang
laki-laki di sebelah kiri. sedangkan yang perempuan di
sebelah kanan. Louw Eng adalah orang Kang ouw yang
sudah kawakan sekali, dari itu ia tak mau menyerang
terlebih dahulu. Ia tahu bagaimana harus menyerang dan
melumpuh kau musuh, dan mengetahui pula bagaimana
cara bergerak belakangan tapi menang. Lebih lebih
sepasang muda mudi ini tidak diketahui dari cabang apa,
sebaiknya ia bersabar saja menantikan serangan
mendatang. Dengan mendadak pemuda pemudi itu menghentikan
kakinya, mereka mengejek: "Kenapa tak berani
menyerang" Berdiam diri di bawah pohon kayu menjaga
kelinci, apakah jurus ini terdapat di kitab ilmu pedang Naga
Terkejut (Keng Liing Kiam Hoat) "
"Keng Liong Kiam Hoat?" tanya Louw Eng dengan heran.
Semenjak pedang wasiat ini berada di tangannya yang
membuatnya menyesal tak habis habisnya ialah tak dapat
mencarinya Ilmu Pedang ini. Terkecuali itu di dunia Kang
ouw pun tidak ada yang mengetahui di mana jatuhnya ilmu
pedang yang luarbiasa ini, tapi di luar dugaan kedua muda
mudi itu dapat menyebutkannya, sehingga membuatnya
turut bertanya juga, dan membentak:
"Siapa kau. kenapa mengetahui hubungan pedang ini
dengan ilmu memainkannya?"
"Pertanyaanmu sungguh baik. Tunggu sebentar akan
kututurkan hal ini dengan seterang terangnya dari awal
299 sampai akhirnya. Sebelum itu ke luarkan dulu lenganmu
untuk diborgol. dengan begitu aku baru dapat menuturkan
kejadian ini dengan hati yarg lapang!"
Begitu selesai bicara, tampak ia mencelat ke muka
secepat kilat, tubuhnya miring-miring menyusup di bawah
lengan kiri Louw Eag, jurus Yi Hoo Tjan Ek (bangau liar
membentangkan sayap), suatu ilmu bertangan kosong
melawan senjata.caranya ini mendesak mendekat ke tubuh
lawan. Tak ayal lagi Louw Eng menyabetkan pedangnya
dengan maksud mendesak pemuda itu sejauh tiga Jangkah.
Siapa tahu pada saat itu juga si gadis itu mercelat
dengan cepat ke sebelah bawah lengan kanannya sebuah
lengannya menyerang dengan ikat pinggangya. Entah dari
benda apa ikat pinggang itu dibuatnya, merapung ke udara
tak ubahnya seperti jaring labah labah putus tertiup angin,
sedangkan panjangnya tidak lebih diri dua tumbak,
tengahnya membelit pinggang, kedua ujungnya berjuntai ke
bawah, lebarnya tak lebih dari setengah elo, di atasnya
bersulam lurik yang mengeluarkan sinar, senja yang merah,
sungguh indah sekali. Begitu lengannya bergerak, ikat
pinggang itu seperti badai yang dahsyat turun naik
mengarah lengan kanan lawan.
Louw Eng mengebaskan pedangnya dengan maksud
menyingkirkan. Tak kira ikat pinggang itu seperti naga
bermain, berputar putar melilit ke tangannya dan
pedangnya.. Pedang itu tak dapat dilukiskan akan
tajamnya, tapi ikat pinggang itu tak dapat dikatakan akan
halus dan lunaknya, Louw Eng menggerek ikat pinggang itu
ke atas ke bawah, tapi sedikit juga tidak rusak dan masih
tetap melibatnya dengan erat. Ketika ini pemuda itu sudah
menyerang lagi ke sebelah kiri, ia hanya bisa menangkis
dengan lengan kirinya. Lengan kanannya yang dilibet gadis
itu membuatnya tidak wajar, tak dapat diputuskan, tak
dapat dilepaskan. Biar bagaimana ulungnya ia di dalam
dunia Kang ouw, belum pernah melihat atau mendengar
ilmu yang kukuay semacam ini.
Sedangkan Ong Djie Hai dan saudara saudaranya turut
300 menjadi heran menyaksiKan ilmu yang aneh dari gadis itu.
Ong Gwat Hee menjadi girang menyaksikan ini, ia adalah
anak gadis, tapi belum pernah memikirkan bahwa ikat
pinggang dapat digunakan demikian mentakjubkan,
sehingga membuat Louw Eng tak dapat berkutik dilihatnya.
Empat orang ini memasang matanya dengan Penuh
perhatian mereka ingin menyaksikan kelanjutannya dari
pertarungannya ini.
Pemuda itu tidak henti hentinya melancarkan serangan
dari sebelah kiri., serangannya ini tidak menyakitkan atau
membuat lawan luka, agaknya serangan ini hanya
bermaksud agar Louw Eng tidak dapat membuka ikat
pinggang yang melibet pedangnya dalam waktu yang
bersamaan, gadis itu mempermainkan ikat pinggangnya
beberapa kali, ikat pinggang itu seperti mempunyai
perasaan dan mendengar kata, melilit keKanan melibat ke
kiri perlahan-lahan menjadikan suatu ikatan mati.Pada saat
ini,kedua anak muda ini merangsak dengan berbareng. Dua
jurus ini melakukan suatu kerja sama yang luar biasa
manisnya. Sang gadis mengerahkan tenaga dalamnya
menarik ikat pinggangnya, dengan tujuan membuat jatuh
pedang lawan. Perhatian Louw Eng dicurahkan untuk
menghadapi gadis ini, menyusul gadis itu sudah menyerang
dengan Geng Hong Tui (tendangan angin puyuh) menyapu
kaki kanannya. Ketika itu juga pemuda yang berada di
sebelah kiri. memasuki jurus Pan Liong Kan Djiau (naga
melilit mengeluarkan cakar) lengan kanannya berpindah
mencengkeram batok kepala lawan. Louw Eng mengangkat
lengan kirinya menangkis serangan itu, sedangkan pemuda
itu melanjutkan serangannya dengan Tui In To Gwat
(mendorong bulan meraih bulan) membuat lengan kirinya
kena terdorong, berbireng kaki pemuda itu terangkat
dengan jurus Gong Hong Tui yang serupa menyapu kaki
kirinya. Mereka melancarkan dan memasakkan serangan
serangannya dengan gaya dan cara yang sama sehingga
menunjukkan kerja sama yang erat sekali, tempo dan
teknik terpelihara baik. Saat lengan sang gadis menarik
301 ?"ikat pinggang, sang jika tengah mendorong, ditambah
dengan tendangan angin payuh yang datang berbareng.
Dalam sekejap saja kedua lengan dan kedua kaki Louw Eng,
langsung terancam bahaya, pikirannya kacau. serba salah.
Tak ampun lagi kedua kakinya kena disapa, tubuhnya yang
besar terjengkang ke belakang terguling guling. Ingatlah
lengan kanannya yang mencekal pedang itu sudah diikat
mati ikat pinggang si gadis. Begitu ia bergulingan beberapa
kali gadis itu membarengi menarik ikat pinggangnya sekuat
tenaga, Louw Eng yang melihat itu tak ubahnya seperti
kelinci mati kena digantung! Tubuhnya bergantungan di
tengah udara, tak berdaya sehingga cuma cuma
menamakan diri sebagai Jago nomor satu!
Pemuda itu dengan cepat sudah berdiri dengan agak
menjongkok, lengannya terbuka naik ke atas. Gadis itu
menarik tubuh Louw Eng dan dijatuhkan dengan tepat di
tangan yang sudah terbuka itu. ketika itu juga Louw Eng
merasakan sekujur badannya kesemutan dan menjadi kaku.
Karena separuh jalan darahnya sudah tertotok. Pemuda itu
membanting tubuhnya, selanjutnya dengan tambang yang
sudah disediakan dibelenggunya dan dililitnya tubuh orang
semua-muanya dengan cepat sekali. Dengan mudah dan
cepatnya pasangan muda mudi ini berhasil meringkus
lawan, sehingga orang orang merasakan Louw Eng ini
seperti gentong kosong yang bersuara nyaring.
Louw Eng sudah mempunyai firasat untuk kalah, tapi tak
mengira bakal kalah secara mengecewakan sekali. Ong Djie
Hai dan Saudara saudaranya merasa kagum sekali kepada
kedua anak muda yang lebih muda dari mereka sendiri itu.
Selanjutnya pemuda itu menggusur lawannya ke tengah
tengah goa. Digeletakkan di atas tanah. Louw Tjen Tjen
juga diseret, ayah dan anak itu duduk bersenderan tanpa
berkata kata. Kelua anak muda itu merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat kepada Ong Djie Hat sekalian.
"Kakak sekalian terimalah hormat adikmu ini," tubuhnya mundur sambil membungkukkan badan, tanpa komando
302 keempat orang ini membalas hormat mereka.
Kedua pemudi ini kembali bicara:
"Pada malam Tiong Tjiu ini, kami menantikan lama sekali
di bawah rembulan yang indah, kiraku saudara-Saudara
tidak datang, siapa tahu tengah berkelahi dengan jahanam
ini. Kalau bukan Sah ko yang menunjukkan jalan, tidak
mudah untuk kami mencarinya."
Mengingat baris terakhir dari sajak yang berbunyi. 'Tamu
menanti malam Tiong Tjiu bulan delapan', apakah yang di
maksud dengan tamu itu adakah mereka" Padahal dalam
hayalan Tjiu Piau, Gwat Hee dau Djie Hai tamu itu pasti
adalah orang perempuan yang sudah tua Karena waktu itu
ia mengantarkan sajak itu sudah delapan belas tabun
lamanya, sedikitnya kini sudah berusia empat sampai lima
puluh tahun. Siapa kira yang dihadapkannya sekarang ini
adalah anak anak muda belia yang lebih muda dari mereka.
Ketiga orang itu tanpa tanpa berkata-kata melirik kepada
Tju Sie Hong, karena pemuda itu ialah yang membawanya.
Sedangkan empat mata pemuda pemuda itu. mengawasi
juga kepada Tju Sie Hong menantikan penjelasannya.
Tju Sie Hong dari dalam sakunya mengeluarkan secarik
kain persegi, diberikannya kepada Ong Djie Hai sambil
berkata: "Toa ko, ini adalah benda kepercayaan dari
saudara saudara ini " Sesudah Ong Djie Hai menyambut
dan membuka kain itu, di atas kain ini tersulam Liong dan
Hong yang mengitari dua puluh delapan huruf. Huruf huruf
itu adalah sajak untuk pertemuan mereka.. Dilihat dari
tulisannya, tak salah lagi serupa betul dengan yang mereka.
Hanya tulisan ini semakin lama semakin tergesa-gesa dan
tintanya tak senyata yang dimiliki mereka.
Mungkin tahun lalu ditulisnya kesusu sekali. Sedangkan
kain yang digunakan persis sekali dengan mereka, demikian
pula dengan pinggiran bekas guntingan pokoknya tak perlu
diragukan lagi semua serupa. Selesai melihat diserahkannya
kain itu kepada Tjiu Piau, kemudian Tjiu Piau menyerahkan
ke pada Ong Gwal Hee. Selesai melihat mereka mengerti
303 siapa yang berdiri di mukanya, yakni orang yang selama
delapan belas tahun dinanti nantikan.
Walaupun hati mereka masih diliputi keraguan tapi
kegirangan dan keharuan mereka sudah merangsang ke
dalam sanubarinya sehingga hal-hal yang lain terdesak
kesamping dan dilupakan,
Ong Djie Hai melangkahkan kakinya kemuka, sudut
bibirnya tergetar dan mengeluarkan perkataan
"Heng tee(saudara)" dan segera tidak dapat melanjutkan lagi. Sebaliknya keduanya mengeluarkan tangan dan saling
pegang dengan erat sekali tanpa berkata-kata juga. Di balik
lain Oig Gwat Hee tengah berpeluk-pelukan dengan gadis
itu dengan mesranya, sedangkan Tjiu Piau saling rangkul
dengan Tju Sie Hong. Ong Djie Hai menekan perasaan
girangnya, ia berkata sambil melepaskan lengannya.
"Saudara-saudara marilah kita saling memperkenalkan diri,
kemudian kuminta untuk saudara-saudara menuturkan apa
yang sudah terjadi selama delapan belas tahun yang lalu di
Oey San ini. Terkecuali itu siapakah yang mengantarkan
sajak delapan belas tahun yang lalu itu.
Mungkinkah ia berhalangan datang hari ini" Hal ini perlu
juga saudara terangkan agar kami selalu dapat mengenang
budinya yang besar itu."
Sehabis bicara mulailah ia memperkenall an diri,
"aku Ong Djie Hai putera dari Ong Tie Gwan almarhum."
Kedua muda mudi itu merangkapkan kedua tangannya
sambil berkata:
"Ong toa ko "
Selanjutnya ditunjuk Tjiu Piau dan di perkenalkannya.
"Ini adalah Tju Piau Heng tee."
Kedua pemuda itu memandang Tjiu Piau sambil
tersenyum, kemudian baru memberikan hormatnya:
"Tjiu Djie ko."
304 Mereka masing-masing pernah bertemu muka di Ban Liu
Tjung, tentu saja Tjiu Piau juga masih ingat apa yang
terjadi di sana. Sehingga Ketiganya mesem mesem dengan
lucunya! Ong Djie Hai menunjuk Tju Sie Hong: "Ini adalah Tju Sie
Hong Sah tee."
Serta memperkenalkan pula adiknya sendiri, sehingga


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

upacara perkenalan ini selesai semua, sesudah itu pemuda
ini memperkenalkan diri. "Aku bernama Wan Thian Hong.
Saudara saudara mungkin tidak mengetahui bahwa kami ini
adalah adik adik dari saudara tapi tak perlu heran karena
kami berdua adalah anaknya saudara angkat dari ayah
saudara saudara."
"Siapakah nama besar dari ayahmu?" tanya Djie Hai.
"Ayahku bernama Wan Tie No!" jawab mereka serentak.
Jawaban ini di luar dugaan Djie Hai berempat, mereka
belum pernah mendengar Wan Tie No mengangkat saudara
dengan ayahnya, dan tak pernah mendengar beliau
mempunyai anak. Mereka terdiam sambil pandang
memandang. Keadaan seketika lamanya menjadi sunyi.
Tiba tiba terdengar suara Louw Eng yang penuh amarah
meletus dari mulutnya: "Bohong! Bohong! Penipu!
Pendusta! Jangan dengari ocehannya! Jangan dengar cerita
burung" Pemuda itu menghampiri sambil membentak: "Louw Eng!
Hari ini kau kejepit tak dapat lari kemana-mana. dari itu
hutang piutang selama delapan belas tahun dapat kita
perhitungkan bersih sekarang juga!"
"Tutup mulutmu dan jangan berkata-kata Kalau tidak
urat gagumu itu akan kutotok!" Bentak pemuda itu dengan
garang. Kemudian ia menoleh kepada Djie Hai berempat,
"untuk menuturkan peristiwa Oey San membutuhkan waktu
yang lama, mungkin sampai fajar menyingsing, dari itu
kuminta saudara saudara berduduk. Mendengar ini
semuanya menganggukkan kepala, belum sempat pemuda
305 itu membuka suara dari luar goa terdengrr menderunya
badai pohon Siong yang hebat seperti gelombang pasang
dimalam buta. Turun naik tak henti hentinya membuat
perasaan seseorang seperti berada di tengah sebuah perahu
kecil yang sedang diombang ambingkan taufan yang maha
dahsyat. Suara gemuruh itu merupakan jaga suara
peperangan yang sengit dan membuat jantung berdebar
debar tak karuan.
Demi didengarnya suara yang aneh ini, muda mudi itu
mengucurkan air mata mereka Sesaat kemudian pemuda
itu berkata: "Moy moy marilah kita mulai dengan penuturan
kita secara bergilir, nah, kau mulailah terlebih dahulu!*'
Pemudi itu menganggukkan kepalanya .tanda setuju,
mulutnya terbuka mengeluarkan suara yang garing dan
merdu melebihi suara seruling kumala, sehingga membuat
para pendengar tak bosan bosan.
"Kami merasa terharu mendengar suara gemuruh pohon
Siong ini dan mengucapkan sukur alhamdulilah. Berkat
suara inilah kami terhindar diri kematian! Saudara saudara
harus mengetahui, delapan belas tahun berselang dimana
Louw Eag tengah mengganas dengan akal kejinya yang luar
biasa busuknya. terdapat anak kembar yang baru dilahirkan
beberapa hari lamanya menangis tidak henti hentinya.
Untunglah suara anak yang tak mengetahui bahaya ini reda
tertekan badai Siong yang maha hebat, sehingga tidak
terdengar sang jahanam. Kalau tidak pasti kami tidak dapat
hidup sampai hari ini.
Adapun ayahku bernama "Wan Tie No, seorang bawahan
dari Lie Tja Seng, waktu turut Giam Ong menyerbu ke utara
beliau menderita luka parah. Siat itu bangsa Boan sudah
masuk ke wilayah Tiongkok, tentara Giam Ong kena dipukul
hancur, untuk menyelamatkan diri ayahku yang luka
membawa ibuku yang tengah mengandung menyingkir ke
Oey San. Seiring dengan orang tuaku mengikuti pelayan
kami yang setia, kami biasa memanggilnya Yan Ie. Pelayan
ini memiliki juga ilmu silat yang lumayan, sepanjang jalan
ibu dan ayahku mendapat perawatannya yang baik
sehingga mereka bisa sampai di puncak Thian Tou Hong
306 dalam keadaan sebat dan segar. Ayahku mengetahui
adanya goa rahasia ini, dari sejak hari itulah mereka
menetap di goa untuk melewatkan hari.
Sebulan kemudian luka ayahku sudah agak baikan,
terkecuali itu kegirangannya bertambah tambah sebab
kelahiran kami berdua. Waktu kembali berlalu, pada suatu
hari ayah menitahkan Yan Ie mengirim kabar kepada
sekalian patriot bangsa untuk berkumpul di Oey San guna
merundingkan suatu pergerakan di bawah tanah untuk
merobohkan pemerintah penjajah. Yan Ie sangat cekatan
sekali dalam waktu singkat sudah selesai menjalankan
tugasnya. Waktu kembali ke dalam goa dibawanya sepucuk
surat dari orang orang percinta negara. Ayah sangat girang
atas hasil Yan Ie yang baik itu, dibukanya surat yang
dibawa itu. Nyatanya surat itu adalah balasan dari Ong Tie
Gwan Pepe, dalam suratnya beliau mengatakan bersedia
turut dalam rapat ini dengan hati terbuka Pada harian Tiong
Tjiu Ong Pepe, Tjiu Siok siok, Tju Siok siok datang mendaki
Oey San, terkecuali dari mereka mengikuti pula jahanam ini
Ayahku tidak mengenal dan tidak mengetahui sifat dan
tabiat dari Louw Eng, tapi beliau tidak merasa curiga sebab
jahanam ini diperkenalkan oleh Ong Pepe sebagai saudara
angkatnya. Dengan girang kedatangan mereka dijamu di
atas Thian Tou Hong, sebelum ini ayah sudah memesan Yan
Ie untuk menjaga kami, sehingga ia tidak bisa ke luar untuk
menyaksikan apa yang tengah dirundingkan di atas puncak
yang tinggi itu.. Rupanya percakapan mereka sangat cocok
satu dengan lain, dari itu semakin lama semakin banyak
kata kata mereka akhirnya diputuskan untuk mengangkat
saudara di antara mereka. Untuk upacara ini ayahku
kembali ke dalam goa, untuk meneambil arak, saat itu kami
sudah tidur dengan nyenyak, begitu ayah ke luar Yan Ie
mengikutinya dari belakang, dalam kegirangan yang meluap
luap Yan Ie berhasil naik ke atas dan bersembunyi di
sebuah pohon Siong tanpa diketahui mereka. Tidak
tersangka kedatangannya ia ke situ seperti suruhan dari
malaikat atau para dewa guna menyaksikan dan menjadi
orang satu satunya yang mengetahui apa yang mengetahui
apa yang terjadi di situ. Dilihatnya keenam orang
307 menghadap ke langit sambil berlutut kepada yang maha
kuasa untuk menyaksikan mereka mengangkat saudara.
Sesudan upacara selesai mereka melanjutkan lagi
percakapan. Dalam pembicaraan itu dapat diketahui bahwa
Louw Eng dan ibuku adalah saudara misan Kini mereka
menceriterakan dengan asyik masa perpisahan selama itu.
sehingga pecakapan berjalan bertambah hangat, mereka
meminum arak dan terus melangsungkan kegirangannya
ini. Yan Ie menyaksikan mereka kegirangan sampai mabuk
arak selanjutnya mereka memain pedang dan menyanyi.
Ayahku mengeluarkan dua bilah pedang mustika kepada
saudara saudaranya. Dan mengatakan bahwa pedang itu
dapat dirampasnya dari seorang jenderal Tjeng belum lama
berselang. Pedang ini bukan main tajamnya, pedang naga
dapat menabas logam seperti tanah lumpur, pedang Hong
kalau dibunyikan akan mengeluarkan suara yang nyaring
dan menarik. Sesudah mereka melihat pedang ayah ini,
mereka memuji bahwa pedang itu bagus adanya Lebih lebih
Louw Eng memegangnya lama sekali, seolah olah tidak mau
melepaskan kembali.
Saat itu bulan semakin tinggi di awang awang. Mereka
semakin mabuk, hanya seorang yang tidak mau minum dan
tidak mabuk karena mengandung niat melakukan pekerjaan
keji dan terkutuk. " Menurut sampai di sini Wan Thian Hong
berpaling kepada kakaknya sambil berkata;
"Koko selanjutnya kau tuturkaulah kisah selanjutnya dari
peristiwa Oey San ini."
"Baik, akan kulanjutkan," jawab Wan Djin Liong.
"Ketika itu Louw Eng sangat girang sekali mulutnya itu
tidak henti hentinya memprogandakan bagaimana ia cinta
negara, sedangkan tangannya tidak henti hentinya
menuangkan arak kepada orang yang berada di kiri
kanannya. Ong Pepe adalah ahli minum sehingga kena
diloloh terbanyak olehnya.
Adapun tabiat dari Ong Pepe sangat pendiam dan tidak
suka membanggakan dirinya, padahal beliau adalah seorang
patriot yang sejati. Dari itu derai didengarnya arak yang
308 diminum ini untuk kejayaan kaum pencinta negara
diminumnya banyak dan banyak sekali, sehingga mabuk tak
sadar diri dan merebahkan dirinya di sebuah batang Siong
yang rindang untuk istirahat.
Louw Eng menipunya pula kepada Tju Siok-siok,
dikatakannya bahwa gunung Oey San ini mempunyai alam
yang indah dan tempatnya segala pohon-pohon yang jarang
didapat di dunia lain. Tju Siok siok sangat girang
mendengar ini, dan mengatakan ingin turun ke bawah
jurang untuk mencarinya. Terkecuali itu dengan ocehannya
yang tidak baik menipu Tju Siok-siok, ia mengatakan bahwa
di Oey San ini terdapat semacam binatang hutan yang luar
biasa lezat akan dagingnya, tapi binatang itu sukar sekali
ditangkapnya, bahkan seorang ahli senjata rahasia juga
belum tentu dapat memburunya. Hal ini membangkitkan
kegirangan besar untuk Tju Siok-siok, tanpa banyak
komentar lagi ia pergi untuk memburu binatang itu, guna
dipanggang sebagai temannya arak.
Heran mulutnya Louw Eng ini pintar sekali mengeluarkan
kata-kata dusta, ayahku kena diakalinya untuk
mengeluarkan lagi Liong Hong Kiam untuk dinikmatinya. Ia
mencekalnya pedang itu dengan erat dan tak dilepas lepas,
sedangkan mulutnya tidak henti hentinya mengoceh terus.
Mengatakan bahwa Giam Ong sudah tidak bertenaga lagi,
sebaliknya tentara Tjeng semakin kuat, dari itu membujuk
ayahku untuk mengabdi ke pada pemerintah Boan. Katanya
ayahku sebagai orang kenamaan di dunia Kang ouw pasti
akan mendapat kedudukan yang tinggi dan hidup mewah
kalau mau kerja sama dengannya, waktu mengatakan ini
Louw Eng tetap memegang dan memutar mutarkan pedang
naga dan cendrawasih.
Tatkala itu Yan Ie yang berada di atas pohon dapat
mendengar dengan tegas apa yang dikatakan Louw Eng,
sedangkan matanya tidak lepas-lepas menatap ayahku yang
menahan kegusaran untuk mendengarkan terus kata kata
Louw Eng. Waktu mendengar sampai dikelimaksnya ayahku
tidak kuat bersabar lagi, ia melompat sambil menamparkan
lengannya ke muka Louw Eng. Waktu itu kepandaiannya
309 kalau dibandingkan dengan sekarang terlebih bangpak lagi,
sebaliknya kepandaian ayahku lebih tinggi entah berapa
tingkat Gerakan ayahku yang seperti kilat itu, mana dapat
dielakkannya! Mentah mentah pipi kirinya kena tamparan
secara mutlak, sehingga tubuhnya bergoyang goyang dan
terhuyung huyung. Untunglah tamparan ini tidak terlalu
keras bilamana tidak. tamparan ini pasti sudah
mengirimnya ke dunia baka. Sesudah menerima tamparan
ini, Louw Eng masih dapat bersabar dan tidak gusar,
demikian juga dengan pipinya sedikit juga tidak diusap,
agaknya seperti tidak ada kejadian apa apa.
Ia memungut ranting kering dari tanah sambil berkata:
"Wan Djie ko pikirlah terlebih masak,kuberi waktu untuk
kau berpikir beberapa cegukan air teh lamanya, selewatnya
itu segera kau jawab apa yang kumaksud.
Jika kau mengangguk tandanya setuju, kalau kau goyang
kepala jangan sesalkan pedang naga dan Hong yang tidak
bermata ini!"
Habis berkata ia menabas putus ranting ranting kering
itu menjadi dua potong, gertakan ini memaksa agar ayahku
menganggukkan kepalanya. Hal ini membuat mata ayahku
mendelik, dengan tangan kosong diserangnya Louw Eng
penghianat ini. kedua kakinya mengeluarkan tendangan
berantai menyapunya. Inilah ilmu yang luar biasa dari
ayahku, tidak kena tendangan pertama pasti tidak dapat
mengelakkan tendangan yang kedua. Sungguh di luar
dugaan tendangannya ini mengenai angin.
Tentu saja hal ini ada sebab-sebabnya, yakni luka di
kakinya belum sembuh betul, sehingga tidak berapa
bertenaga, terkecuali itu terlalu banyak meminum arak
sehingga agak mabuk adanya.
Sesudah tendangannya tidak membawa hasil, tubuhnya
menjadi bergoyang-goyang tidak tetap, ibuku dan Louw Eng
mengerti apa yang menyebabkan terjadinya ini. Louw Eng
menjadi girang, sebaliknya ibuku menjadi gelisah.
Dalam keadaan demikian ini Louw Eng tidak membuang-
310 buang waktu, diserangnya ayahku bertubi-tubi dengan
gertakan kosong, dengan tujuan melemaskan dan
menghabiskan tenaga ayahku. Semakin menyerang
semakin keras bekerjanya tenaga air kata kata itu di dalam
otak ayahku. Tindak demi tindak semakin tidak teratur
langkah kakinya, sedangkan lengannya mulai tak dengar
kata pula. Melihat hal ini ibuku menjadi cemas, dengan
kedua lengannya dirangkul dan dipayang ayahku dari
belakang Ia menoleh kepada Louw Eng sambil berkata:
"Piau ko, apakah kau sudah mabuk! lekas hentikan
lenganmu!"
Ibuku adalah kaum terhormat yang menjunjung
kebajikan, dengan sendirinya dalam pikiran dan
perkiraannya bahwa Louw Eng sudah mabuk.
Siapa tahu hal ini menyadarkan sang penghianat, dengan
tiba-tiba ia pura-pura mau muntah seperti orang yang
sesungguhnya mabuk, sedangkan tubuhnya sempoyongan
dibuat-buat dan berkata: "Aku tidak mabuk, aku tidak
mabuk!" Ibuku memegang ayah dari belakang tubuhnya semakin
erat sedangkan ayahku membungkuK ingin muntah, ketika
inilah Louw Eng menyerang dari belakang. Serangan
gelapnya berhasil, pedang itu menembus dari tubuh ibuku
langsung ke tubuh ayahku.
Andai kata tidak ada tubuh ibuku di belakangnya jangan
harap ia dapat melukakan ayahku dengan kepandaiannya
yang begitu buruk. Misalkan berdepan mungkin Louw Eng
ini yang kena dan binasa terlebih dahulu di tangan besi


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahku. Kemudian ia menyebarkan berita di dunia Kauw ouw
bahwa ayahku itu kena dikalahkannya dan dibinasakan
dengan ilmu pedangnya, karena ini namanya menjadi besar
dan terkenal ke mana-mana.
Dalam girangnya ia menganggap dirinya yang paling
lihay di dunia persilatan ini. Hal yang sesungguhnya Louw
Eng ini tidak lebih dan tidak kurang seperti kodok buduk
311 yang jorok dan kotor.
Kenapa kukatakan demikian dengarlah terus apa yang
akan kuceritakan.
Sesudah membunuh ayah dan ibuku jahanam ini masih
dapat berkata; "Piau moy cara ini terpaksa kulakukan, kalau tidak demikian tentu aku yang akan dibunuh kalian. Untuk
menebus dosa ini akan kupanggili beberapa orang paderi
untuk membacakan liam keng guna keberuntungan kalian di
akhirat," kata katanya ini hampir membuat dada Yan Ie jadi
meledak, kegusarannya tak tertahan lagi, tubuhnya segera
akan turun untuk mengadu jiwa dengan Louw Eng.
Tiba tiba niatnya dibatalkan demi di dengarnya tangisan
dari liang goa, sehingga ia sadar bebannya sangat berat
adanya. Orang tuaku sudah mati, orang satu-satunya yang dapat
merawat kami hanya Yan le seorang.
Baiknya saudara saudara angkat dari orang tuaku tidak
pernah masuk ke dalam goa ini, tambahan begitu bertemu
muka segera sibuk membicarakan hal negara, dan
melupakan tentang kelahiran kami, sehingga Louw Eng
tidak mengetahui ada dua jiwa kecil yang akan menuntut
dosanya dihari kemudian.
Dengan kesabaran yang luar biasa Yan Ie menahan
gelora hatinya yang seperti ditakar. Terkecuali itu ia kuatir
suara kami dapat didengar Louw Eng, untunglah sebelum
jabanam itu mendengar, badai pohon Siong yang keras
menderu deru terus sampai dua hari lamanya.
Pada saat badai ini mengamuk seolah-olah Oey San ini
tengah diamuk angkara murka, sehingga membuat Ong
Pepe tersadar dari mabuknya. Waktu itu Yan Ie tidak
mengetahui tabiat dari Ong Pepe, kiranya sama saja dengan
Louw Eng. tak kira dugaannya ini salah sekali.
Sesampainya Ong Pepe di tempat kejadian lantas
menjadi kaget, sebaliknya Louw Eng menggerak gerakkan
kaki dan tangan entah sedang menceritakan apa.
312 Ong Pepe mematung melihat tubuh orang tuaku yang
mati secara mengecewakan, kesedihannya teramat hebat,
membuat dia tak bisa menangis membuka suara. Perlahan
lahan ia mendekat ke tubuh orang tuaku dan ditubruknya
orang tuaku itu, dia mendekam demikian lama dan tak
bangun-bangun. Ah. Louw Eng adalah manusia keji tidak
kepalang tanggung lagi kesempatan itu di pergunakan
dengan sebaik baiknya. Kedua lengannya dirangkap
menjadi satu. dengan ilmu pelajaran dari cabang Hek Liong
Pang yang lihay.
Ong Pepe dihantam dari belakang. Lengan kanan itu
menghajar terlebih dahulu, kemudian disusul dengan lengan
kiri yang menggunakan seluruh tenaga di dalam, menghajar
ke tangan kanan sehingga tangan itu menjadi satu,
sedangkan tenaga serangan menembusinya dan langsung
menyerang ke dalam tubuh Ong Pepe. Pukulan ini terang
terang adalah ilmu Hek Liong Lo Kuay, entah apa
hubungannya antara ia dan Hek Liong itu.
Tenaga pukulan ini menggunakan tenaga seluruh tubuh,
tambahan Ong Pepe tak mempunyai persiapan dan tidak
bersiaga, dengan sekali pukul ini tak ampun lagi segera
mendekam di tubuh orang tuaku untuk selama-lamanya.
Louw Eng belum puas atas kejahatannya itu. dengan
tenang dinantikannya Tjiu Siok siok kembali Saat ini Yan Ie
sudah mengetahui maksudnya Louw Eng dan dapat
membedakan bahwa jahanam ini bukan kawan Ong Pepe,
Tjiu Siok siok, Tju Siok siok.
Ia berpikir, biar bagaimana juga harus memperingati Tjiu
Siok siok agar ia tidak kena dibokong.
Lebih kurang beberapa jam lamanya Louw Eng
menantikan di jalan gunung Tjiu Siok siok sudah kembali
sambil menenteng dua anak rusa.
Tanpa mempedulikan sesuatu Yan Ie berteriak keras:
"Hei pendatang awas serangan gelap!" sayang suaranya
yang dilepaskan demikian kuat itu kandas dalam gelombang
suara pohon Siong itu.
313 Sehingga mereka tidak mendengarnya. Dalam waktu
sekejap saja peristiwa yang mengerikan sudah terjadi.
Begitu Tjiu Siok siok memijakkan kakinya di atas puncak,
segera disamber saudara angkatnya yang berhati binatang
itu dengan puKulan Eng Hui Tjia Kiong (elang ganas
menubruk datang) yang sangat ganas..
Sukur Tjiu Siok siok sangat gesit dan lincah, tiba tiba
tubuhnya berbaring di bumi sambil mengeluarkan ilmu Wo
Liong Tou Tju (naga rebah menyemburkan mustika),
sebuah mutiara beracun yang dilepaskan tepat mengenai
pangkal lengan lawan. Pada saat yang bersamaan Tjiu Siok
siok pun tidak dapat mengelakkan tendangan lawan.
Mereka jatuh berbareng, dalam waktu yang singkat tidak
bisa bangun lekas-lekas. Waktu itu Yan Ie tidak mengetahui
kelihaiannya Tok Tju keluarga Tjiu karena ini ia ragu ragu
untuk turun ke bawah. Dari tempat sembunyinya ia melihat
Louw Eng dengan jeriji lengannya menulis dua buah garis
kata kata di tanah, kemudian tidak dapat bergerak.
Tju Siok siok mencelat bangun sambil menghampiri dua
baris kata kata itu, agaknya ia gugup sekali, matanya
mendelong memandang Thian Tou Hong, sedangkan
kakinya melangkah setindak demi setindak, kemudian
dengan tergesa gesa ia balik kembali untuk mengeluarkan
obat pemunah guna mengobati Louw Eng. Tak lama
kemudian mereka menghampiri di mana terjadinya drama
yang menyedihkan atas diri Wan Tie No suami isteri dan
Ong Pepe. Louw Eng tak henti hentinya menggerakkan tangannya
menunjuk nunjuk ke atas kebawah entah kata kata gila
macam apa yang tengah diucapkan tidak dapat terdengar.
Tapi Tjiu Siok siok mendengarinya ceritera gilanya dengan
mendelong, tiba tiba sang jahanam menunjuk ke dalam
jurang yang berada di bawah kaki mereka, sewaktu Tjiu
Siok siok memutar badan Louw Eng membarenginya
menusukkan pedangnya dengan cepat, menyusul kakinya
terangkat untuk mengirimkan tubuh saudara angkatnya ke
dasar jurang. 314 Tjiu Siok siok menderita luka besar dan tak dapat
melawan pula kakinya tidak dapat bertahan lama lama,
segera juga tubuhnya, itu berguling guling beradu dengan
cadas cadas gunung sambil mengeluarkan jeritan tertahan,
tubuhnya hilang di dalam jurang yang dalam itu.
Saat itu Yan Ie menjadi heran, apa yang ditulis Louw Eng
di atas tanah itu, sehingga dengan mudahnya Tjiu Siok-siok
mengeluarkan obat pemunah untuk menolong jiwanya. Hal
ini diketahuinya kemudian sesudah peristiwa ini berlalu,
kata kata itu berbunyi: bencana besar mendatang membuat
Toa ko mati secara menyedihKan, Siau tee mengira Djie ko
yang melakukannya, dari itu kuhantamnya dengan tak
sadar. Aku mati tidak menjadi soal, tapi sayang apa yang
terjadi tidak diketahui dengan terang.
Hanya dengan kata kata ini Tjiu Siok siok kena ditipu dan
masuk ke dalam jurang. Ah, rupanya jahanam ini belum
puas atas hasil busuknya, dengan menghunus pedang ia
berdiri di tepian tebing menantikan datangnya Tju Siok siok.
Ya kalau dikatakan sungguh aneh juga, karena Tju Siok
siok itu sesudah pergi lama belum juga kembali, entah ia
pergi ke mana dan sudah menemukan benda apa saja
agaknya sampai sudah lama sekali belum kelihatan kembali.
Waktu yang lama ini membuat Yan Ie kesal sekali dan
tak sabaran. Dalam kesalnya Yan Ie melihat berkelebatnya sinar emas
dari kaitan Tju Siok siok, sehingga hatinya menjadi girang.
Dengan perlahan lahan ia turun dari tempat
persembunyiannya, pikirnya begitu Tju Siok-siok naik
segera ia akan berteriak untuk membuka kedok
kejahatannya jahanam itu. Andaikata untuk bertarung ia
yakin dengan tenaga ia dan Tju Siok siok berdua dapat
merobohkan jahanam ini. Alangkah kagetnya waktu
dilihatnya apa yang dilakukan Louw Eng. yakni belum tubuh
Tju Siok siok naik ke atas sudah dihajarnya dengan pedang
naga, sehingga kaitannya menjadi putus.tapi Tju Siok siok
tidak menjadi gugup, dengan kaitan yang satu lagi ia
berusaha menolong diri, tapi sayang sekali usahanya itu
315 sia-sia saji. karena jahanam ini tidak memberikan ketika
sedikit juga pada orang yang belum siap sedia. Sekali lagi.
pedang naga berkelebat membabat putus kaitan itu,
sehingga pemiliknya tak berdaya lagi menguasai tubuhnya,
terus tergelincir dengan keras sambil mengeluarkan jeritan
keras yang menyedihkan dan mengerikan sekali....
Entah karena Yan Ie terlalu banyak menghayal entah
bagaimana, katanya di dalam tidurnya atau mimpi sering
mendengar jeritan yang luar biasa menyedihkan itu.
Dengan wajah kejam dan haus darah Louw Eng tetap
memegang pedangnya menjaga di tepi jurang kalau kalau
yang dicelakakan itu dapat naik kembali, menggunakan
ketika ini Yan Ie kembali naik ke atas pohon dengan aman.
lalu dilihatnya Louw Eng mendorong batu batu besar ke
jurang di mana Tju Siok siok jatuh, takut kalau saudara
angkatnya itu belum mati, sesudah dinantikan lagi seketika
lamanya baru ia pergi berlalu. Untunglah sampai ia pergi
Yan Ie tidak diketahuinya, sehingga hal ini dapat kita
ketahui sampai sekarang. Hei, jahanam kau pikir sudah
tidak ada manusia lain yang mengetahui perbuatan kejimu
itu yang terkutuk, kau harus tahu, kalau perbuatan kamu
tidak diketahui orang janganlah berbuat, pasti tidak
diketahui orang."
Wan Djin Liong menutup ceriteranya sampai di sini.
sementara itu para pendengarnya menjadi diam seketika
tak berkata. Sesaat kemudian Tjiu Piau membuka mulut:
"Kemudian bagaimana" Orang yang memberikan sajak
kepada kami pasti Yan Ie adanya?"
"Memang," jawab Wan Tnian H^ng, kira Louw Eng
perbuatannya tidak ada yang tahu dengan tenang ia
meninggalkan Oey San. Sebaliknya Yan Ie segera turun dari
atas pohon, dengan perasaan duka ia menangis tersedu
sedu. Di tempat bekas Tjiu Siok siok dicelakakan ia
menemukan mutiara beracun yang segera disimpannya
dengan hati hati. Selanjutnya ia menjenguk kami yang
sudah menangis dengan hebat sekali. Yan Ie ingat kata kata
316 dari ayahku bahwa pedang naga dan cendrawasih itu akan
diberikan kepada kami dari itu diberikanlah kami nama oleh
Yan Ie dengan mengambil nama dari pedang itu.
Selanjutnya pada hari kedua sesudah terjadinya peristiwa
itu Yan Ie dengan mengubur jenazah orang tuaku dengan
tergesa gesa dan turun gunung untuk mewartakan dan
memberikan sajak kepada saudara saudara untuk kembali
berkumpul delapan belas tahun kemudian."
Dengan serentak Ong Djie Hai, Tjiu Piau, Tju Sie Hong,
Ong Gwat Hee membuka mulut dengan berbareng:
"Kini Yan Ie berada dimana" Kami ingin menemuinya
untuk menghaturkan terima kasih kepadanya."
Dengan perasaan sedin dan duka dua saudara Wan itu
menundukkan kepalanya, sesaat kemudian Wan Thian Hong
baru menjawab pertanyaan ini.
"Sayang Yan Ie sudah meninggal dunia, sebelum saudara
saudara dapat menemuinya, ia..."
"Ha ..ha., ha," Louw Eng tertawa dengan keras
memotong pembicaraan Wan Thian Hong. Suara tertawa ini
membuat semua orang memandang kepadanya dengan
sorot mata membenci, terkecuali Tjen Tjen seorang yang
merasakan suara itu penuh diliputi kebaikan. Karena saat
itu gadis ini tengah teraduk aduk otaknya, ia tidak habis
pikir ayahnya adalah seorang penghianat bangsa yang
memalukan sekali. Dalam jiwa kecilnya yang murni Tjen
Tjen menjadi malu sekali mempunyai ayah semacam Louw
Eng, sehingga kepalanya tunduk terus sambil mendengari
ceritera yang dituturkan dua saudara Wan. Tiba-tiba
mendengar suara tertawa dari ayahnya dengan segera ia
bertanya dengan napsu sekali.
"Tia tia, kau, kau masih dapat tertawa dan apa yang
ditertawakan?"
"Sesudah aku mendengari semalam suntuk sampai dini
hari. kiranya tidak lebih tidak kurang hanya ceritera
kampungan yang lucu sekali, ah, tidak kukira dua bocah ini
dapat berkelakar demikian hebat sekali." kata-katanya
317 ditutup dengan suara tertawanya yang keras sekali.
Dua saudara Wan agaknya enggan mengadu lidah
dengan Louw Eng, dilihatnya Ong Djie Hai dan saudara
saudaranya yang menatap wajah sang jahanam itu dengan
tajam, agaknya mereka tidak tergeraK sedikit juga dengan
suara tertawa yang memuakkan itu. Hanya Louw Tjen Tjen
saja menjadi lebih bergirang dari pada tadi. ia berharap
ceritera yang tadi itu adalah kosong alias bohong, agar
dirinya terhindar dari sebutan puteri jahanam.
"Louw Eng. jangan harap kau dapat mengakali kami
sebagai delapan belas tahun yang lalu! Akui saja segala
perbuatan busukmu itu."
Louw Eng diam tidak menjawab, ia sadar hal ini tidak
dapat dipungkir lagi. tapi biar bagaimana ia berharap untuk
meloloskan diri dari goa celaka ini. Karena itu ia ingin
memperlambat waktu agar kawan-kawannya yang sudah
mengurung Oey San ini dapat tahu dan dapat sekaligus
membekuk jago jago rimba-rimba persilatan yang


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menentang pemerintah Tjeng, kalau hal ini berhasil ia boleh
merasa aman untuk melewatkan hari hari yang akan
datang, sambil menikmati jasa-jasanya terhadap
pemerintah Tjeng.
Louw Eng menatap wajah orang satu demi satu, tanpa
gugup ia berkata;
"Karena lalai aku terjatuh di tangan kalian, maka itu
disuruh mengaku kalah, aku mengaku kalah, misalkan
kalian ingin dengan sekali tabasan pedang untuk
mencelakakan aku. dengan sendirinya aku akan mati. Tapi
untuk aku mengakui sebagai penghianat saudara saudaraku
sendiri sekali-kali tidak berani."
"Katakan sekali lagi. mengaku atau tidak!" Bentak Wan
Thian Hong dengan sergit.
"Sudah kukatakan aku mengakuinya, karena terpaksa."
Wan Thiau Hong dan Wan Djin Liong dalam waktu
sekejap saja sudah mulai sengit dan naik darah. Darah
318 mudanya sudah mulai bekerja sehingga pikirannya menjadi
kalut dan dikuasai napsu, sehingga hilang pikiran jernihnya.
Tidak dapat menimbang buruk baiknya sehingga sesuatu
tindakan hanya menurut perasaan saja. Dua saudara Wan
adalah anak kembar, segala jalan pikirannya satu sama lain
serupa sekali sejak kecil. Kalau sang kakak berpikir begitu
sang adikpun mempunyai pikiran begitu jadinya setiap ada
soal berat dihadapi dan harus diselesaikan mereka dapat
melakukannya dengan bersama dan tak perlu berdamai
lagi. Kini menghadapi suasana gawat ini masing masing
berpikir: "Kau tidak mau mengakui dosamu, aku akan menantikan
sampai kau mengakui dosamu baru kubunuh, agar kau mati
dengan puas, kalau kau tidak mau mengakui kalah akan
kulepas dan kuhajar lagi sampai kau menyerah dengan
puas pula!"
Sehabis berpikir begitu dua saudara kembar ini saling
menatap dengan puas. Wan Thian Hong menghadapi
saudara saudara lainnya sambil berkata :
"Saudara saudara penghianat ini tidak mau mengakui
dosanya, dari itu untuk membuktikah dosanya itu kita harus
mencari orang guna saksi . . "
Belum habis ia. berkata Ong Djie Hai sudah memotong di
tengah jalan: "Saudara-saudara Wan sekali kali jangan berpikir begitu,
masakan kami tidak percaya kepada kata katamu?"
"Atas kepercayaan dari saudara-saudara kami
mengucapkan sukur, tapi jahanam ini tidak mau
mengakuinya dengan kemudian baru menghukumnya agar
ia mati secara puas."
Habis berkata demikian ia menatap kepada musuh,
"Louw Eng, dengan sekali cungkil hatimu yang busuk itu
dapat kulihat dengan nyata, kini kuberikan waktu beberapa
saat untuk merenungkan dengan cara apa kau hendak mati
dan mengakui dosa- dosa yang kau perbuat itu. Terkecuali
itu kuberikan kelonggaran untuk mengajukan pembelaan
319 pembelaan, kami tentu tidak akan melarangnya dengan
cara ini kau akan kubuat mati secara memuaskan!" Wan
Tnian Hong berani mengatakan kata-katanya itu karena ia
berpikir hal itu memang terjadi sesungguhnya, pokoknya
tidak dapat dipungkir lagi oleh terdakwa- Siapa tahu
mendapat kesempatan berkata kata untuk membela diri,
Louw Eng segera menggoyangkan lidahnya yang luar biasa
lihaynya ini untuk menyelamatkan diri.
Dimulai dengan dehem kering Louw Eng mulai berkata,
tapi kata-katanya ini tidak ditujukan kepada Ong Djie Hai
berempat atau kepada dua saudara Wan melainkan kepada
puterinya. "Tjen djie, dua bocah ini mengaku menjadi anak siapa?"
"'Anaknya Wan Tie No."
"Tak kukira di dunia Ini ada lelucon yang demikian besar
dapat dipercaya orang, kalau begitu kau boleh mengaku
menjadi puteri raja!"
Kepalanya menoleh kepada kedua saudara Wan.
"kalian mengakui sebagai anak anaknya Wan Tie No
mana buktinya" Kenapa orang orang di dunia Kang ouw
tidak mengetahuinya" Kalian mengatakan orang orang di
sampingmu itu sebagai saudara saudaramu mana pula
buktinya" Kalian mengatakan pula ada seorang perempuan
mana Yan Ie yang merawat kalian menjadi besar, dan kini
sudah meninggal, mana buktinya" Pedang naga dan
cendrawasih terang terang adalah milikku yang kuperoleh
dari luar tembok raksasa, sekarang kau kata milik ayahmu,
mana buktinya" Orang mau percaya pada sesuatu tanpa
bukti itu, tololnya lebih dari pada kerbau dungu!"
Selesai berkata ia menarik napas panjang sambil
mengeluarkan suara "hemmm" dari hidungnya disertai
senyum keringnya yang memuakkan.
Perkataannya ini memang masuk di akal, Ong Djie Hai
berempat walaupun tidak mempercayainya, tapi mereka
enggan pula dikatakan "lebih bodoh dari kerbau dungu."
320 Bulak balik pikir bukti harus ada, agar segala tuduhan itu
menjadi kuat. sehingga terdakwa tidak dapat memungkir
pula dan menerima hukumannya secara puas.
"Saksi untuk membuktikan kejahatanmu itu memang
sudah ada, dari itu kalau sampai saksi ini yang menguraikan
kedosaanmu itu, apakah masih tetap akan menyangkal
pula?" tanya Wan Thian Hong dengan tegas..
"He -he- he" Louw Eng tertawa, "kalau sampai ada saksi yang membuktikan aku melakukan sesuatu kejahatan yang
terkutuk itu, dengan sendirinya aku harus dan ridlah
menerima hukuman mati"
"Nah, kita dengar apa yang dikatakan itu!" kata Wan
Thian Hong sambil balik badan memandang kepada Tju Sie
Hong, "Tju Sah ko, barusan aku mendengar percakapan
kalian bahwa Tju siok siok masih dalam keadaan sehat,
betulkah?"
Mendengar ini Tju Sie Hong menjadi girang, sambil
berlompat lompat ia berkata.
"Benar, benar, walaupun ayahku pada delapanbelas
tahun yang silam jatuh ke jurang, untung tidak sampai
meningga1. kini beliau masih tetap dalam keadaan baik
baik saja ..." berkata sampai di sini ia tidak dapat
meneruskan lagi kata katanya.
Karena dengan secara cepat ia ingat bahwa ayahnya itu
walaupun sudah pulih kesehatannya badannya tapi akan
kewarasan otaknya masih terganggu juga. Andaikata dapat
ditolong naik dari dalam jurang dan dijadikan saksi belum
tentu ia bisa menerangkan kejadian tahun tahun yang lalu
ia dengan baik. Tapi hal ini tak mau dikatakan di depan
Louw Eng. Sebaliknya sang jahanam mendengar kata kata ini
mukanya menjadi berubah, ia tak habis pikir Tju Hong
masih dapat hidup selama itu, sehingga bisa membuktikan
kejahatannya sekarang.
Otaknya kembali berputar dengan cepatnya untuk
321 mengatasi soal yang gawat ini, agar dapat lolos dari bahaya
maut ini. Sesudah terdiam sebentar Sie Hong melanjutkan
lagi: "Tapi ayahku kini berada di dalam jurang dan tidak
bertenaga untuk naik ke atas. Cara apakah yang terbaik
untuk memadu kejahatannya jahanam ini di depan beliau?"
Jilid 11 Mendengar ini hatinya Louw Eng menjadi lega, baru saja
ia ingin membuka mulut, anaknya yang berada di
sampingnya sudah mendahuluinya: "Aku mempunyai daya
untuk menolong orang naik ke atas!"
"Apa dayamu?" tanya Wan Thian Hong dengan girang.
"Kalian semua harus berjanji dahului"
"Hal apa?" tanya dua saudara Wan berbareng
"Kalau sampai sudah dipadu dan terbukti ayahku tidak
berdosa dan bersalah, kalian harus menghaturkan maafmu
sebesar-besarnya kepada beliau terkecuali itu lidah kalian
harus dipotong."
"Baik," jawab mereka serempak.
"Nah, bebaskan dahulu kami ayah beranak dari
belengguan ini!"
"Untuk melepaskan kau tidak sukar, tapi kau harus
mengatakan dahulu dengan cara apa kau dapat menolong
orang?" tanya Wan Djin Liong.
"Akan kusuruh garuda raksasa itu turun ke bawah dan
mengangkat orang!" Mendengar ini sekalian orang menjadi
sadar dan girang.
"Baiklah!" kata Wan Djin Liong, "kalian kami bebaskan sekedar untuk mencari saksi untuk membuktikan kejahatan
yang diperbuat. Sesudah bukti nyata sampai kau tidak
dapat mungkir lagi terimalah tusukan sebilah pedang ini."
"Baik." kata Louw Eng, "dengan ini kita putuskan, barang siapa tidak menepatkan janjinya akan menerima kematian
322 dengan tak selamat."
"Ya. sekarang juga kalian kan kulepas," kata Wan Djin
Liong sambil maju kehadapan sang tawanan untuk
melepaskan belengguan.
Waktu lengannya menyentuh tubuh Louw Eng kena
memegang pedang pusaka Hong tiba tiba lengannya ditarik
kembali sambil berpikir:
"Pedang ini apa harus kuambil atau tidak?"
Dengan sekilas saja Louw Eng sudih mengetahui apa
yang dipikir pemuda itu, dengan cepat ia berkata;
"Kalian merindukan pedangku ini siang dan malam, ambil
saja jangan malu malu lagi "
Belum Wan Djin Liong berkata sang adik sudah
mendahuluinya: "Kau bawa saja pedang itu, sekalian dengan pedang
naga yang sudah kummpas ini! Kami akan merampas
pedang pedang itu lagi pada kelak hari kemudian, dengan
cara ini kurasa kau cukup senang bukan?"
"Betul," jawab Wan Djin Liong, dengan cepat tambang
yang membelenggu Louw Eng dan Tjen Tjen sudah dilepas
"Marilah kita menolong orang!" katanya sambil menjagai Louw Eng dari sisi. takut kalau kalau jahanam ini ingkar
pada janji. Dengan cepat Louw Eag bangun dari tempat
duduknya sambil menggeliat untuk menghilangkan
pegalnya di pinggang, ia berpaling kepada puterinya sambil
berkata. "Tjen djie, lekas kita berlalu untuk mencari burung itu."
Kedua ayah beranak itu perlahan lahan menuju ke luar
goa. Baru saja mereka menindak beberapa langkah tiba tiba
telinganya mendengar suara batuk batuk kecil yang
menggema di goa kolong ini, sehingga suara itu seolah olah
dari banyak orang saja. Semua orang menjadi kaget sekali,
karena tidak diketahui siapa yang datang. Mendengar suara
ini hati Louw Eng menjadi berpikir: "Sekeliling dari gunung 323
ini sudah dikuasai orang-orangku* Tapi suara ini sama
sekali tidak kukenal, mungkinkah orang lain bisa datang ke
sini?" Walaupun ia berpikir begitu, akan kakinya tetap
melangkah maju ke depan baru saja ia menikung sebanyak
dua kali, di depannya berdiri seorang tua.
Melihat orang ini, dengan segera tubuhnya membungkuk
memberi hormat. Orang tua itu bertubuh cebol, dengan
muka yang kemerah merahan serta berbaju penuh
tambalan. Orang ini tak lain lagi dari pada orang tua
penangkap burung yang diketemukan Tjiu Piau dan Gwat
Hee! Louw Eng mengenal orang ini dan mengenal pula akan
karakter orang. Hati kecilnya berteriak "celaka." karena ia tahu orang tua ini pasti akan menjadi seterunya yang
ampuh. Kakinya maju lagi beberapa tindak sambil
membungkukkan terus akan badannya: "Yauw Locianpwee,
terimalah hormat dari Boan-pwee." Sesudah itu ia
menyuruh anaknya. "Lekas kau berlutut di depan Yauw
Kong kong!"
Orang tua itu tidak menghiraukannya sebaliknya ia
membentak dengan suara keras sekali. "Binatang, bukan
lekas lekas kau enyah dari sini! Orang lain baik hati
melepaskan kamu, untuk apa berlama-lama di sini?"
Louw Eng sadar orang tua ini sudah lama berada di
dalam goa ini dan sudah mengetahui apa yang sudah terjadi
di situ. Lekas-lekas ia berkata. "Ya, ya," sambil menuntun puterinya.
"Bagaimana dengan hal menolong orang?" tegur orang
tua itu. "Jangan kuatir pasti kulakukan!" Orang tua itu
menggoyangkan lengannya memberikan mereka berlalu.
Tjiu Piau dan Gwat Hee melihat orang tua ini menjadi
girang sekali mereka berbareng maju ke depan untuk
menghaturkan hormatnya, tapi sebelum maksud mereka
sampai sudah didahului oleh dua saudara Wan mereka
berlutut sambil mengucapkan perkataan "Suhu".
324 Hal ini di luar perkiraan Tjiu Piau dan Gwat Hee, kiranya
Wan Dji Liong dan Wan Thian Hong adalah murid dari orang
tua ini. Dengan ini dua saudara Wan mendapat
pengecualian dari orang tua yang tidak mau bermurid itu
"muda tidak berpengalaman Kalian harus tahu, tujuh puluh
dua puncak Oey San ini sudah dikuasai oleh komplotan
Louw Eng!"
Keenam anak muda ini menjadi terkejut, sebab hal ini
tidak dipikir sama sekali oleh mereka.
Wan Thian Hong segera berkata: "Binatang itu kenapa
bisa mengundang demikian banyak orang?"
"Hai! Dasar bocah yang kurang pikir! Kau harus tahu
mereka semuanya adalah undangan kamu sendiri!"
"Bilamana aku mengundang mereka?" tanya Wan Djin
Liong dengan heran.
"Mungkin kau sudah lupa"---tadi aku mendengar
percakapan mereka, pada malaman Tjap Go Me, ada tamu
malam masuk ke dalam istana mengantarkan surat
undangan,orang itu kalau bukan kamu siapa lagi orangnya"
Aku baru ingin bertanya, kenapa kalian berlaku gegabah
sekali." Wan Djin Liong dan adiknya baru sadar dan
mengerti atas hal ini.
"Suhu semua ini adalah salahku. Dengan akal ini Louw
Eng dapat dipancing untuk datang ke sini, agar kami
dengan leluasa untuk membereskan utang piutang selama
delapan belas tahun yang lalu dengan sepuas puasnya! Tapi


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak sampai terpikir ia bisa mengundang demikian banyak
orang." "Inilah tanda dari kehijauan kalian! Pikir saja surat
undanganmu itu bukan main mengagetkan sri baginda, tak
heran raja itu mengirimkan pahlawan pahlawannya untuk
membasmi rapat rahasia dari kawanan orang-orang gagah
yang seperti kalian sebutkan di dalam surat undangan itu!"
"Tak kukira raja itu demikian tololnya mau mempercayai
kata kataku, sehingga mentah mentah kena ku jebak!" kata
325 Wan Djin Liong.
"Yang nyata kita yang terjebak. Ah, semua karena gara-
garaku yang tidak baik!" jawab Wan Thian Hong. "Suhu
sukur kau datang membantu, dari itu tak perlu takut lagi
dengan jumlah mereka yang besar itu;"
"Kalian tidak takut dengan jumlah musuh yang demikian
besar?" tanya orang tua itu sambil menggoyang -
goyangkan kepala. "Kalian harus tahu orang-orang macam
apa yang diundang mereka" Aku sudah menyelidiki keadaan
mereka, bahwa Hek Liong Lo Kuaypun turut datang ke sini.
Binatang tua ini biar kuhadapi sendiri, sedangkan Sisanya
boleh kalian hadapi!" Pemuda dan pemudi ini baru
mengetahui dan menyadari bahwa urusan di depan mata
mereka ini bukan main beratnya, mereka saling
berpandangan satu dengan lain tanpa berkata kata.
Akhirnya sesudah diam seketika Wan Thian Hong berkata
dengan nada yang mantap. "Suhu kau juga agak bersalah !
Kau tahu keadaan di luar demikian tidak menguntungkrn
kita, kenapa Louw Eng kau lepaskan, coba kalau tidak
binatang itu dapat kita dijadikan jaminan!"
"Hai ini tidak dapat kita lakukan, kalian sudah melulusi ia berlalu dari itu ia berhak untuk berlalu, kita tidak boleh
salah janji karena sebagai pantangan, dari itu apa yang
sudah dikatakan harus dilaksanakan."
Ditatapnya keenam muda mudi dengan tajam, "Ah. laki
laki jangan takut mati. dan itu apa pula yang harus ditakuti.
Berdayalah untuk menerjang dari kepungan ini. Tapi
sebelum dilakukan kalian harus melakukan dua hal, kesatu
biar bagaimana kalian harus dapat menolong dahulu kepada
Tju Hong. kedua, jangan takut dengan jumlah yang besar,
musuh berjumlah besar banyak pula keuntungannya bagi
kita. Pokoknya asal kita bisa membeber kejahatan Louw
Eng yang memalukan pada delapan belas tahun berselang,
kurasa orang orang Bu lim yang datang ini tidak sedikit dari
jantan sejati. dan tak mau membantu manusia yang
demikian, sehingga Louw Eng akan diasingkan oleh mereka
dalam pergaulan selanjutnya" Kata kata orang tua yang
326 belakangan ini memang adalah hal yang sangat ditakuti dan
dirahasiakan sekali oleh sang jahanam.
Sesudah mendengar wejangan dari orang tua itu,
sekalian anak muda ini menjadi terang otaknya dan
bersemangat sekali. Baru saja mereka ingin mengeluarkan
pendapatnya, tiba-tiba dari luar goa terdengar suara saling
bentak yang seru sekali. Terkecuali itu terdengar pula suara
suara jeritan yang menyedihkan dengan tegas sekal*.
Kesemua orang merasa heran, mereka berpikir. "Siapakah
yang datang untuk bertarung di atas puncak ini?" Tiba tiba
Ong Gwat Hee memikir sesuatu, ia mengeluarkan jeritan
kaget. "Suhu, suhu!" teriaknya sambil lari ke luar,
mendengar ini Tjiu Piaupun menjadi ingat kepada suhunya
yang berada di luar. Dalam beberapa hari yang lalu Ong
Gwat Hee dan Tjiu Piau mendaki Oey San, sedang Hoa San
Kie Sau melindunginya dari belakang, tapi sebegitu lama
mereka tidak mengalami rintangan sehingga sang suhu
agak terlupakan. Kini diketahuinya tujuh puluh dua puncak
Oey San berada di dalam kekuasaan musuh, mendengar
suara pertarungan sengit, mereda memastikan kalau bukan
suhunya siapa lagi yang tengah bertarung!
Memang! Yang menerjang ke Oey San ini Hoa San Kie
Sau adanya Sang guru menjadi hilang sabar dan merasa
kuatir atas diri muridnya yang tidak turun turun sejak
mendaki gunung, dari itu menyusul untuk mengetahui apa
yang terjadi atas diri mereka! Alangkah kagetnya waktu
diketahuinya bahwa tujuh puluh dua purcak gunung ini
sudah diduduki jago jago dan pengawal pemerintah Tjeng.
walaupun ia menghindarkan diri dari musuh-musuh itu, tapi
untuk sampai ke atas puncak yang dituju harus mengambil
jalan yang sudah dikuasai musuh, dengan cara paksa ia
menerjang lapisan musuh musuh itu.
Gwat Hee yang sudah berada di atas puncak Thian Tou
melihat dengan tegas guru sedang bertarung sengit
melawan dua pengawal istana terkecuali itu di samping
tubuhnya menggeletak seorang pengawal lainnya dan
terdapat pula Louw Eng dan Tjen Tjen yang tengan
menyaksikan pertarungan itu. Tak lama kemudian Tjiu Piau
327 dan Yauw Lo tjian pwee serta lain-lain, sudah sampai
semuanya mereka tidak bergerak hanya mengawasi saja
keadaan perkelahian itu.
Dua pengawal itu satu bertubuh besar satu bertubuh
kurus dan kecil, tapi gesit dan lincah sekali, setiap gerak
serangnya mengandung tenaga yang berat dan keras.
Dalam waktu sementara Hoa San Kie Sau belum bisa
mengambil kemenangan sehingga suasana pertarungan kira
kira berjalan seimbang. Kedua pengawal itu tidak henti
hentinya menghujani lawannya dengan tipu silat Siau Lim
Sie sebaliknya Kie Sau pun melayaninya dengan pukulan
Siau Lim Sie juga Gerak dan jurusnya bersamaan, tapi
dikeluarkannya secara berlainan, kedua pengawal itu
menyerang dengan cepat dan gesit, sebaliknya Kie Sau
mengerjakan lengannya dengan lambat dan ayal ayalan.
Pengawal yang bertubuh besar kini berada di sebelah
kanan, kepalan kanannya berkelebat menyerang dan
ditariknya dengan cepat, sebaliknya lengan kirinya yang
benar-benar mengirimkan Serangan Keras ke bahu lawan,
serangan ini adalah jurus 'Tjiu Kun Tjiat Tjian (Menarik
kepalan melepas tabasan ) dilakukannya dengan cepat dan
lincah sekali: Hoa San Kie Sau mengeluarkan jurus Sian
Hong Tiau Yang ( cendrawasih tunggal menghadap sang
surya) lengan kanannya terjulur ke luar dari bawah ke atas.
tiba - tiba sampai di tengah perjalanan diubahnya secara
mendadak, tangan yang seharusnya naik ke atas
ditekuknya ke bawah menggencet lengan kiri dari pengawal
bertubuh besar itu. Seiring dengan itu tubuhnya berputar
mengeluarkan jurus Djie Liong Tan Sam (Djte Liong
memikul baju) lengannya dikembangkan, tepat sekali
menangkis serangan pengawal bertubuh kurus, begitu
kedua lengan ini beradu terdengar suara 'plak' sekali seolah
olah bunyi besi beradu, suara ini keras sekali. Pengawal
kurus itu agaknya mempunyai ilmu yang tinggi pula,
sehingga gempuran yang keras dari lawannya masih dapat
di tahan dengan baik.
Sesaat sesudah waktu berlalu, Yauw Lo tjian pwee yang
menyaksikan jalannya pertandingan sudah dapat
328 mengetahui bahwa dua pengawal itu bukan menjadi
tandingan dari Hoa San Kie Sau. Dua pengawal itu
menggunakan ilmu dari Siau Lim Sie,sebaliknya ilmu dari
Hoa San Kie Sau dicangkok dan diambil dari sari sari Siau
Lim Sie yang baiknya saja, ditambah dengan ilmu
ciptaannya sehingga gerakan-gerakan dari serangannya
dapat dimainkan dengan seenaknya saja. Lihat saja tadi
dengan mudahnya pukulan lawan yang demikian keras
dapat dielakkan dan dipecahkannya dengan mudah
sekali.Hal yang lebih perlu diketahui bahwa Yauw Lo
cianpwee sudah melihat dalam bentrokan lengan tadi
pengawal kurus itu kakinya sudah tergetar sedikit. Untuk
mata orang yang tidak berkepandaian tinggi seperti dia
sukar untuk mengetahui, Sebaliknya untuk Kie Sau sudah
mengetahui, dua pengawal ini menggunakan seluruh
tenaganya di kedua lengannya dan bagian atas tubuh saja,
sedang di bagian bawah atau kakinya kurang berapa teguh.
Dari itu Kie Sau tidak mau membuang waktu terlalu
lama, kaki kanannya segera terangkat naik melepaskan
jurus Hoay Sim Tui (cendangan perusak hati) dengan cepat
seperti kilat, sehingga dalam sekilas saja tidak kelihatan
dengan tegas oleh lawan. Tapi pengawal kurus itu segera
berseru: "bagus" kedua lengannya segera berubah dan
mengeluarkan jurus Tiat Kun Siang Tjiang (kepalan besi
saling beradu) sepasang kenalan itu mula mula ditarik,
sampai ke pinggangnya dan dihajarkan ke depan secara
ganas, gaya tekanan dan tenaganya besar sekali, baru saja
pukulan ini menerjang sampai di tengah dadanya sendiri
tiba tjba dihentikan dan dihadapkannya satu sama lain. dua
kepalan yang lebih keras dari batu menuju dengan keras
untuk mengapit kaki Kie Sau y?ing menendang. Genjatan
ini kalau berhasil pasti dapat menghancurkan kaki lawan
menjadi berkeping keping. Tapi Kie Sau bukan jago dari
kelas ringan karena sebelum serangannya dilancarkan
sudah mempunyai persiapan untuk menjaga. Demi
dilihatnya lawan merangkapkan kedua lengannya, tiba tiba
kakinya yang mengarah dada lawan berubah tujuan
menjadi ke atas dan melewatkan kepala musuh.
Kecepatannya ditambah entah berapa kali lipat dan semula
329 sehingga pengawal kurus itu tidak dapat melihat dengan
tegas, ia hanya merasakan sebuah benda hitam lewat
dengan cepatnya di depan matanya, terkecuali itu di
samping kedua kepalannya terdapat tenaga gencetan yang
luar biasa besarnya, membuat dirinya tidak sempat lagi
menarik kedua lengannya itu, sehingga satu bentrokan
keras antara lengannya sendiri tidak dapat dihindarkan!
Hasil dari bentrokan itu membuat lengannya menjadi kaku
tidak sakit dan tidak gatal.
Kiranya walaupun Kie Sau menggerakkan kedua
lengannya dengan ayal-ayalan tapi kalau mau
dikerahkannya dengan cepat, kecepatannya ini sukar
dilukiskan dengan kata-kata. Dalam jurusnya tadi begitu
kakinya melewati kepala sang lawan kedua lengannya
dikerahkan dengan cepat sekali menggencet kepada tangan
lawan, sehingga tenaga pukulannya ini dengan ganas
menghimpit kedua pukulan lawan dengan ganasnya,
sehingga tenaga pengawal yang sudah keras itu ditambah
lagi dengan tenaganya.
Kedua lengan pengawal yang sedang di kerjakan dengan
keras itu dengan tiba tiba kehilangan sasaran, sehingga
lengan itu saling adu dengan keras sekali secara dahsyat.
Jurus dari Kie Sau ini adalah salah satu ilmu ciptaannya
sendiri dari Bukit Berantai yang bernama Siaog Gak Heng
Peng (dua gunung raksasa gugur melinting) begitu kedua
telapak tangannya dirapatkan membawa tenaga seperti dua
gunung besar saling bentur dari itu mana dapat dielakkan
oleh pengawal bertubuh kurus itu.
Pengawai kuius itu dengan cepat mencelat ke belakang
sambil mengawasi lengannya dengan senyum getir. Kiranya
lengannya yang amat disayang itu telah menjadi 'bonyok'
serta patah patah tulang jarinya dan terkulai seperti
pepohonan yang sudah layu.
Tadi ia belum merasakan sakit kini sakitnya itu sudah
menyerang sampai di ulu hatinya belum senyuman getirnya
hilang ia sudah mengeluarkan suatu rintihan yang
mengesankan sekali.
330 Hoa San Kie Sau tidak menghiraukannya, karena di
sampingnya masih terdapat pengawal yang bertubuh besar.
Waktu ia menyerang pengawal kurus tadi lengannya tak
henti hentinya mengeluarkan jurus jurus pelindung diri,
sehingga sang lawan tidak dapat mendekatinya.
Kini pertandingan satu lawan satu, pengawal itu asalnya
seorang jago yang lihai juga, terbukti kini dengan serangan
yang berubah rubah dikeluarkan, kalau tadi ia
mengeluarkan ilmu dari Siau Lim Sie, kini jurus pukulannva
itu berubah menjadi tipu pukulan dari Bu Tong Pat Kwa
Kun. Gerak serangannya ini dilengkapi dengan tenaga dalam
yang kuat pula, kini ia menarik serangannya dengan ilmu
Bo Kun Kuan Hong (berpeluk: tangan menikmati
pemandangan) Sedangkan matanya mengawasi lawan
dengan tajam. Kiranya pengawal ini memang mempunyai kepandaian
yang harus disebut tinggi, dari itu ia tidak mau mengalah
sama sekali kepada lawan, untuk mengambil kemenangan
dikeluarkannya ilmu yang menjadi andalannya yakni Bo
Tong Pat Kwa Kun, terkecuali dari itu sekalian ingin
dipamerkan kepada lawan bahwa ia pun dapat
menggunakan ilmu puKulan dari beberapa golongan, kedua
ingin mengadu kekuatan sejati guna menentukan siapa
yang terlebih lihai.
Hoa San Kie Sau mengeluarkan senyum, lengan
kanannya mengeluarkan serangan menuju bahu kanan
lawan, pengawal itu mengegoskan serangan ini sambil
mengirimkan kaki kanannya ke lambung Kie Sau.
Kakinya ini terangkat tidak terlalu cepat tapi
mengandung tenaga hidup, sesampai di tengah jalan dapat
dikekanankan atau ke kirikan, dapat diteruskan dapat pula
di tarik, pokoknya melihat reaksi dari lawan di mana ada
lowongan segera dapat bergerak dengan cepat menyerang
tempat berbahaya dari musuh.
Kie Sau tidak mau meladeni serangan kaki lawan ini
331 dipindahkan kedua kakinya dengan lincah memutar tubuh
lawan dari sebelah kanan sehingga dapat menghindarkan
serangan musuh dengan gaya kilat sedangkan lengannya
dikirimkan menyerang musuh dari belakang.
Pengawal itu walaupun bertubuh besar tapi sangat gesit
sekali, dengan cepat dan mantap tubuhnya berputar ke
arah belakang sambil mengirimkan kaki kanannya untuk
menghindarkan lengan Kie Siu. sedangkan lengan kanannya
menotok jalan darah Pek Leng Hait lawan, gaya
serangannya ini sungguh ganas dan keras.


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serangan ini menempatkan dirinya berada di atas angin,
pukulan pukulan dahsyat selanjutnya dapat dikirimkan
dengan enaknya. Ia menduga Kie Sau pasti mundur
menarik kaki ke belakang, serangannya yang bernama Tiat
Lan Kon Siong (kerangkeng besi mengekang gajah ) Go
Houw Kim Yong (harimau lapar menerkam kambing) dan
lain lain segera akan dilancarkan.
Inilah ilmu pukulan dari Pat Kwa Kun yang lihay sekali,
kalau musuh tidak menarik mundur kakinya, terang terang
kakinya sudah terkekang, dan mati, sedangkan bagian atas
menerima serangan,alamat kalah sudah pasti diderita.
Biar serangan ini demikian lihaynya, tapi Kie Sau
mengerti lawan ini tidak memadai dengan ilmunya, ia tetap
diam tidak bergerak seperti sebuah gunung yang angker,
sedangkan lengan kanannya berbalik menindih lengan kiri
musuh sedangkan lengan kirinya melindungi mukanya dan
bentrok dengan lengan kanan lawan, sehingga serangan
lawan itu dapat dipatahkan.
Dua pasang tangan saling tindih menindih dan
menempel, tubuh mereka tidak bergerak gerak, masing
masing mengempos tenaga dalamnya untuk merobohkan
musuh. Tapi keadaan ini berjalan tidak lama, sebab
pengawal yang bertubuh besar ini tidak kuat pula melawan
tenaga lawan yang lebih besar dan ampuh dari tenaga
dalamnya sendiri, sehingga tak heran mukanya menjadi
merah sedangkan urat uratnya keluar membiru memenuhi
keningnya, tiba-tiba kedua lututnya tertekuk, tapi
332 lengannya masih tetap menpertahankan tenaga musuh
dengan mati matian.
Sebaliknya Kie Siu masih tetap saja dalam keadaan
tenang, seolah olah baru mengeluarkan separuh tenaganya,
musuh itu terus ditindihnya dengan tenaga yang kian lama
kian ditambah, Pengawal yang bertubuh besar ini kini tidak tinggi besar
lagi karena kakinya yang sudah ditekuk membuatnya
menjadi pendek, berikutnya kedua lengannya sudah
tertekan sampai di pundaknya kemudian punggungnya
menjadi bungkuk dan merapat dengan pinggangnya,
akhirnya kepalanya juga tertekuk masuk ke dalam bahunya
sehingga menjadikan ia seperti kura kura yang besar.
Sampai detik demikian lengannya masih mempertahankan
tekanan lawan dengan mati matian, sebab ia tahu kalau
tangannya di lepaskan jiwanya segara berada dalam bahaya
serangan musuh.
Kie Sau berlaku bengis menghadapi pengawal penjajah
ini dengan keras ditekannya lagi lawan itu dan
ditendangnya dengan mendadak, hanya dengan satu
tendangan ini tubuh yang demikian besar ini terpental
seperti bola, langsung masuk ke dalam jurang. Pengawal ini
berdaya sekuat tenaga untuk menjambret rumput rumput
yang berada di tebing untuk menyelamatkan jiwanya,
sayang tubuhnya terlampau berat sehingga rumput rumput
itu tidak kuasa untuk menyelamatkan jiwanya, tubuhnya
langsung tergelincir ke bawah untuk menghadap pada
malaikat Jibril di akhirat.
Seiring dengan jatuhnya pengawal itu terdengar orang
memuji ';Bagus", siapakah orangnya yang mengeluarkan
seruan itu, Louw Eng adanya! Hal ini sungguh di luar
perkiraan orang.
Sebab apakah ia mengeluarkan pujian itu" Hal ini
memang gawat untuk dikatakan. Pertama ia mendaki Oey
San dengan harapan untuk mendirikan jasa, tapi di luar
perkiraannya pula bahwa raja mengutus juga tiga orang
Kim Ie Thay Wi (bayangkari) dengan alasan untuk
333 membantunya, padahal di samping itu untuk menilik pula
gerak geriknya, ketiga pengawal istana ini adalah tiga
diantara delapan pengawal kelas satu dari sri baginda yang
beradat angkuh dan tak mau mengalah kepadanya,
sehingga terhadap dirinya tidak menunjukkan rasa hormat
bahkan terhadap jago jago undangan Louw Eng tidak
memandang barang sedikit.
Mereka selalu menganggap dirinya yang terpandai, tidak
tahunya adalah kodok dalam tempurung yang tidak
mengetahui tingginya langit dan tebalnya bumi, Waktu
Louw Eng ingin masuk ke dalam goa merekapun ingin ikut
serta, tapi dengan susah payah dapat juga dicegahnya.
Dari sebab ini Louw Eng mengandung dendam kepada
tiga pengawal, walaupun ia gemas dan benci tak berdaya
untuk melampiaskan kemendongkolannya, kini di lihatnya
Kie Sau menghancurkan dan melukakan mereka, hatinyi
merasakan sukur sekali dari itu suara pujiannya tidak
tertahan lagi ke luar dari mulutnya.
Habis mengatakan pujiannya itu terlihat ia diam
terpekur, karena hatinya tengah berpikir untuk melakukan
sesuatu yang jahat pula. yakni sekuat tenaga ingin
mencelakakan seseorang, siapakah yang akan di
celakakannya, orang itu bukan lain dari pada Tju Hong yang
berada di dalam jurang.
Sebab apa ia berpikir demikian" Tak lain ingin
menghilangkan suatu saksi yang mengetahui betul atas
perbuatannya selama delapan belas tahun di Oey San ini.
Hal ini sebenarnya sudah dipikirkannya sedari ia berada di
dalam goa. kalau orang ini tidak mati hatinya mana bisa
menjadi tenang". Sesudah pikirannya tetap dihadapinya
Hoa San Kie Sau sambil berkata. "Pukulan bukit berantai
yang benar benar lihay sekali, ingin hatiku menerima
beberapa jurus pengajaran darimu, kini untuk sementara
kita berpisah !"
Sehabis bicara ia bersiul panjang, sesaat kemudian ke
luarlah orang orangnya untuk mengangkut tubuhnya
pengawal yang luka dan segera ingin berlalu. Wan Thian
334 Hong segera mencelat ke depan: "Hei! Bagaimana dengan
hal menolong orang?"
'"Thai Tiang Hu (jantan) sekali bicara tetap tak berubah!
Esok siang kita berjumpa pula," Selesai berkata tubuhnya
berputar sambil memesan puterinya: "Tjen djie, malam ini
kau harus memberi makan sekenyang kenyangnya kepada
garudamu itu untuk menolong orang di hari esok!"
Kawanan Kie Sau mengetahui musuh berjumlah besar,
dari itu dibiarkannya Louw Eng berlalu.
Malam itu mereka merencanakan daya untuk menerjang
ke luar dari kepungan musuh dan menyaksikan apa betul
Louw Eng akan menolong Tju Hong ke luar dari dasar
jurang yang curam itu. Dengan aman sang malam berlalu
dan haripun ganti menjadi pagi.
Suasana puncak puncak Oey San tetap tenang tapi di
balik itu apa yang akan terjadi di sini pasti berlainan sekali
dengan ketenangannya itu.
Sehingga keindahannya yang menawan hati ini tidak
dapat dinikmati oleh Kie Sau dan lain lain.
Pemuda pemuda yang gemar akan keindahan dan
tampak bermain-main kini terbenam dalam suasana gawat
sambil berpikir mencari daya untuk turun dari gunung yang
penuh bahaya ini.
Hanya Louw Lo cianpwee saja seorang yang masih
sempat jalan ke sana sini sambil melihat-lihat keindahan
alam ini. Sedangkan mulutnya tidak henti-hentinya memuji
muji keangkeran dan keindahan Oey San dengan penuh
kegirangan. Haripun sudah berlalu lagi menjadi siang, ke delapan
orang ini berkumpul di atas puncak Thian Tou menantikan
kedatangan Louw Eng.
Tepat waktu matahari berada di atas dari balik batu-batu
cadas yang berada di gunung ini berkelebat sesosok tubuh
orang dengan gesitnya, pendatang ini adalah Tjen Tjen
adanya. 335 Tubuhnya yang gesit dan lincah ini tidak menerbitkan
suara sedikit juga, menunjukkan bahwa ia ini adalah
Seorang anak yang berbakat.
Sesampainya di atas puncak ia menghaturkan
selamatnya kepada sekalian orang. Tak lama kemudian dari
belakangnya menyusul ayahnya, mereka datang hanya
berdua saja. "Urusan hari ini tak perlu diceritakan lagi panjang-
panjang benar di dalam jurang ini terdapat orang, sesudah
orang ini tertolong baru kita bicara," kata Louw Eng dengan tenang.
"Tjen djie selesaikanlah pekerjaan kamu sekarang juga!"
Tjen Tjen menunjukkan paras yang puas sekali.
Anak ini adalah pintar dan cekatan, pada umumnya
orang yang pandai paling anti mengalah kepada lain orang.
Demikian pula dengan Tjen Tjen berketika di hadapan
banyak orang yang berilmu tinggi untuk memamerkan
keahliannya hal inilah yang membuat hatinya menjadi
girang. Tampak ia jalan perlahan lahan seperti pengantin baru
menuju ke puncak, tangan kanannya dimasukkan ke dalam
mulutnya untuk mengeluarkan suara siulan yang keras dan
kencang, belum suara ini habis dibawa gelombang udara
seekor garuda yang besar sudah terbang mendatang
menuju kepadanya.
Di bawah sinar matahari yang demikian terang burung ini
dapat dilihat dengan tegas bulunya yang hitam mengkilap
dengan kukunya yang putih tajam menambah keangkeran
tubuhnya yang besar tegap.
Garuda ini seolah olah ingin hinggap dibahu majikannya,
tapi Tjen Tjen tidak mengijinkan, lengannya dikebaskan
sambil mengeluarkan titahnya: "Hayo terbang berputar lagi
untuk kulihat!"
Burung itu sangat dengar kata dan cerdik dengan segera
ia berputar di atas kepala sekalian orang sambil melayang-
336 layang menantikan titah selanjutnya dari sang majikan.
Tju Sie Hong melihat benar benar garuda ini akan
menolong ayahnya, segera menjalankan rencana yang
sudah dirundingkan semalam yakni ia harus turun dulu ke
dalam jurang untuk menjadi penunjuk jalan bagi garuda ini.
di samping ini dapat dengan baik baik menempatkan tubuh
ayahnya pada burung itu Louw Eng sangat tertegun melihat
kepandaian Tju Ste Hong turun ke dalam jurang itu, ia
berpikir: "Tak heran binatang Tju Hong itu tidak mampus,
pasti mengandalkan ilmu yarg serupa ini!"
Garuda itu dipanggil Tjen Tjen turun, dan dipesannya
bagaimana harus menolong orang.
Garuda itu sangat pintar sekali, mendengar sepatah
perkataan orang segera manggut sekali.
Sehabis memesan Tjen Tjen menggoyangkan tangannya
sambil berkata: "Lekas pergi dan lekas kembali!" Garuda itu dengan cepat membentangkan sayapnya turun ke dalam
jurang, dalam waktu yang cepat sekali sudah hilang masuk
ke dalam jurang. Sekalian orang menantikan di atas puncak
sambil duduk. Tak lama kemudian, dari dasar jurang terdengar suara
Garuda yang keras diiringi suara kelapakannya dari
sayapnya yang besar.. Sekalian orang gagah yang berada di
puncak Thian Tou mengarahkan pandangannya ke dalam
jurang yang dalam. Dari dasar lembab yang demikian
hitam, terlihat warna putih yang membumbung naik ke
atas. Sebenarnya garuda itu berwarna hiram, tapi
mengkilap, tambahan kena sinar matahari sehingga dari
jauh kelihatannya menjadi putih. Titik putih ini semakin
lama semakin besar dan semakin tegas terlihat. Sayapnya
yang sebentar terbentang dan sebentar rapat itu
mempunyai tenaga yang maha dahsyat, tak heran dapat
membawa orang dengan kukunya.
Begitu ia meninggi lagi terlihat dengan tegas orang yang
dibawa itu, orang itu berada dalam para para yang terbuat
dari pada tambang, sedangkan bagian atas dari tambang
337 tercengkeram kuku garuda dengan kokohnya.
Sekalian orang gagah memasang matanya mengawasi
Tju Hong. Tampak wajahnya yang seperti lilin kuning, rambut
kumis dan jenggotnya berwarna putih terurai panjang tidak
terurus. Sedangkan bajunya yang dibuat oleh anaknya pada
tahun tahun belakangan sudah pecah pecah juga, kakinya
bersepatu kulit rusa. Lengannya memegang terus
senjatanya yang tinggal separuh.
Semua orang merasakan sesak dada melihat keadaannya
yang menyedihkan ini. Wan Thian Hong dan Gwat Hee tak
kuasa untuk menahan air matanya. Garuda sudah sampai di
puncak, dengan jarak beberapa tumbak dengan sekalian
orang banyak. Ong Djie Hai tidak tahan sabar lagi, di empos
semangatnya sambil memanggil "Tju Siok siok, Tit djie Org
Djie Hai, Tju Piau, Tit lie Ong Gwan Hee memberikan
hormat atas kedatanganmu. Tju Siok siok, kami berada di
sini!" Tju Hong memalingkan kepalanya ke arah suara.
Tapi wajahnya yang pucat kuning itu membayangkan
semangat yang kurang ingatan, sedangkan kedua mata tak
dapat dibukanya. Agaknya ia tidak mengetahui keadaan
sekeliling dan apa yang terjadi di situ.
Wan Thian Hong dan Wan Djin Liong memanggil:
"Tju Siok siok. Tju Siok-siok!" Tapi Tju Hong tetap
menujukkan paras seperti tadi. agaknya ia bingung
sedangkan kedua alisnya dikernyutkan seperti tengah
memusatkan pikiran untuk mengingat sesuatu.
Garuda itu sudah sampai di puncak dan siap untuk
hinggap, tiba tiba Louw Eng berseru. "Tjen djie " Saat itu Tjen Tjen tengah bergirang melihat burungnya dapat
menolong orang mendengar seruan ayahnya ini segera ia
menjawab '"Oh aku dapat mengurusnya dan berlaku hati
hati." "Tjen djie suruhlah burungmu itu terbang sejauh tiga
338 tumbak lagi!"
Sekalian orang gagah menjudi heran mendengar titahnya
ini, mata mereka segera berputar mengawasi, tampak sang
jahanam ini dengan paras tenang dan dingin mengeluarkan


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senyuman iblisnya. Sebaliknya sang puteri tidak
mengetahui apa yang dimaksud dengan titah ayahnya, ia
menurut saja kata kata itu. "Garuda terbang lagi sejauh tiga tumbak."
"Suruh ia berhenti di tengah udara!"
"Tia tia apa maksudmu ini!"
"Turut saja perintahku!" bentak Louw Eng. Garuda itu
disuruh berhenti oleh Tjen Tjen di tengah udara, sedangkan
di bawah kukunya adalah Tju Hong, jarak burung dengan
orang orang banyak ini kurang lebih tiga empat tumbak
jauhnya. "Tia tia, sebenarnya apa yang hendak kau perbuat?"
"Kau jangan banyak bicara lagi! Bukankah kita akan
mendengarkan perkataan saksi Biarlah ia berdiam di sana
agar lebih mudah untuknya bicara! Hee . . . hee . . he.."
Agaknya jahanam ini mendapat kegirangan yang
sesungguhnya dari hati iblisnya, sehingga wajahnya benar
benar diliputi kegirangan yang meluap luap.
Inilah adat dari sang jahanam, kalau bisa ingin
mematikan orang dengan cara yang bukan bukan, sesudah
ia Tertawa cukup kenyang segera berpaling kepada
puterinya: "Tjen djie! Marilah kita berlalu!' tubuhnya berputar dan
berlalu. Tjen Tjen menjadi bingung, ia berkata dengan keras:
'Tia-tia bukankah kita akan membicarakan urusan itu
dengan mereka secara jujur ?"
Sedangkan tubuhnya mencelat ke depan menarik baju
ayahnya. Louw Eng mengebaskan bajunya sambil membentak:
339 "Hei budak bodoh kau tahu apa, lekas turut padaku!"
Karena sedetik inilah dua saudara Wan sudah berhasil
menghadang perjalanannya, dengan mati gusar mereka
menegur: "Louw Eng, jangan mimpi untuk berlalu! Lekas
orang itu kau turunkan!"
Louw Eng sudah mempunyai maksud tertentu tanpa
gugup barang sedikit segera tertawa mengejek: "Hei bukan
kecil jangan kau kira selalu bisa beruntung dengan
kepandaianmu yang sekelumit itu. Aku sudah menyediakan
dua orang untuk melayani kalian dengan baik!" selesai
bicara ia menepak tangan dua Kali. Saat inilah terdengar
suara orang mencelat naik ke atas puncak, Wan Tnian Hong
dan kakaknya segera memalingkan kepalanya, tampaklah
oleh mereka kawan lama dari sang jahanam sudah berada
di situ, yakni Tong Leng Ho Siang dengan Pek San Hek Pau
berdiri di kiri kanan.
Tong Leng segera membuka mulutnya: "Aa.. Aa bocah
jangan berkelahi, kami pasti tidak dapat melawan" katanya
sambil mengejek.
Mendengar kata kata ini dua saudara Wan menjadi gusar
sekali, mereka harus bersabar karena harus menolong
orang terlebih dahulu. Mereka tidak dapat berbuat apa apa,
matanya mendelong memandang gurunya meminta
petunjuk petunjuk.
Yauw Lo tjian pwee memandang ketempat jauh sambil
bicara : "Louw Eng! Janganlah ingkar pada janji! Sekali ini saja kuminta Kau tepati janjimu ini, sebagai pengecualian
dari adatmu yang biasa mendusta dan berbuat bohong!
Lekaslah titahkan burung itu menurunkan orang, apa
artinya menggantung orang di udara secara demikian"
Kalau kau gemas memain, aku siap untuk menemani
sampai kau puas, mau tidak"'"
"Youw Tjian Su adatku sudah demikian, sediKit juga tidak
dapat diubah dan tidak ada pengecualian untuk siapapun!"
jawab Louw Eng dengan sombong, sehingga orang berilmu
tinggi seperti orang tua ini tidak diindahkan sama sekali
340 Bahkan nama orang tua ini disebut secara langsung,
membuatnya sekalian yang mendengar menjadi kaget dan
heran. Orang tua itu bangkit dari duduknya, matanya mendelik:
"Binatang, jangan mengandalkan banyaknya orang segera
berani berbuat kurang ajar! Hei Si Busuk Hek Liong itu
bersembunyi di mana" lekas suruh dia keluar!" tampak
lengannya melepaskan sehelai daun menyerang Louw Eng.
sehingga sang jahanam ini tak dapat lagi mengegos "plak"
mukanya seperti kena digampar orang dengan keras!
Pada saat inilah terdengar suara seperti kaleng rombeng
memecah udara. "Yauw-heng sekali ini ilmu kau banyak
maju, sehingga tak cuma cuma kau hidup di dunia ini!"
Orang banyak tidak mengetahui suara ini dari mana
arahnya datang, suara ini demikian halusnya, seolah olah
ke luar dari dalam tanah. Tapi Yauw Tjian Su mengetahui
dari mana datangnya suara itu.
"Binatang busuk! Masih belum ke luar, apa menantikan
diundang dulu?" lengannya segera menerbangkan butiran
batu-batu kecil menghantam sebuah batu besar yang
berada di bawah puncak.
Batu batu kecil itu sesudah mengenai batu besar sedikit
juga tidak mengeluarkan suara, agaknya masuk ke
dalamnya. "Aduh! Lo Yauw agaknya jiwaku kau inginkan juga! batu
ini demikian ganasnya, aku tak dapat menerimanya dan
terimalah kembali!"
Batu yang sudah masuk ke dalam batu besar itu tiba-tiba
ke luar mencelat ke luar dengan keras menghantam dada
Yauw Tjian Su. Batu ini tidak dihiraukannya, begitu kena dadanya sebera
berbalik lagi sebanyak dua meter baru jatuh di tanah.
Hal ini membuat Louw Eng menjadi kaget sekali,
sedangkan Djie Hai melihatnya menjadi kagum.
341 Semua orang sudah mengetahui di balik batu itu
sembunyi Hek Liong Lo Kuay. Tapi ia belum mau
menunjukkan dirinya, hanya terdengar suaranya "Hei Lo Su
Tau (kayu tua) kau jangan tergesa-gesa, mari
kuperkenalkan dahulu dengan kawan kawanku!" segera
terdengar suara siulannya yang panjang, menggema di
segenap penjuru gunung dan lembah.
Tak lama kemudian di.,segenap puncak-puncak gunung-
yang sebanyak tujuh puluh dua itu terlihat ada orang berdiri
dengan gagahnya.
Sedangkan di hadapan Thian Tou Hong yakni Lian Huan
Hong terlibat tiga bayangan manusia, mereka menggapai-
gapaikan tangannya sambil menunjuk-nunjuk, agaknya
sangat nganggur sekali.
Melihat gerak gerik dari tangan mereka, seolah olah
tengah mentertawakan orang-orang yang berada di puncak
Thian Tou Hong itu sudah berada di dalam perangkap
mereka. Puncak puncak yang berada di sebelah bawah Thian Tou
Hong seolah olah tunduk pada puncak yang tertinggi ini di
Darah Dan Cinta Di Kota Medang 1 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Memanah Burung Rajawali 37
^