Pencarian

Panji Sakti 6

Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung Bagian 6


membentak. "Dengar baik-baik, Siauw Peng Yang! Tiga hari kemudian aku akan ke mari lagi, harap
kalian bersiap-siap! Mengenai cong koan itu, aku harus membawanya pergi, sebab dia
punya hubungan dengan temanku, dia akan kuserahkan padanya!"
372 Setelah berkata begitu, Pek Giok Liong pun menyeret cong koan itu meninggalkan rumah
Siauw. Kini Siauw Peng Yang semakin jelas, Seng Sin Khi itu adalah Hek Siau Liong. Dan
mengenai hutang berdarah yang dikatakannya, itu cuma alasan belaka. Ia pun dapat
menduga, kenapa Hek Siau Liong bersandiwara begitu, maka ia pun ikut bersandiwara.
"Hei!" bentaknya dingin. "Tinggalkan cong koan, barulah engkau boleh pergi dari sini!"
"Siauw Peng Yang!" sahut Pek Giok Liong tanpa menoleh. "Kalau engkau mampu
menghadangku, pasti kutinggalkan cong koan ini! Kalau engkau tidak mampu, jangan
harap!" Siauw Peng Yang memekik keras, lalu mengerahkan ginkangnya. Ia melayang ke
hadapan Pek Giok Liong dan mendadak menyerangnya dengan pukulan yang
mengandung tenaga dalam.
"Ha ha ha!" Pek Giok Liong tertawa gelak. "Dengan kepandaianmu yang tak berarti ini
ingin menghadang diriku" Jangan mimpi!"
Pek Giok Liong segera menghimpun Thai Ceng Sin Kang (Tenaga sakti pelindung badan)
untuk menyambut pukulan itu.
Bukan main terkejut Siauw Peng Yang, karena tenaga pukulannya buyar seketika.
Mendadak matanya menjadi silau. Ternyata Pek Giok Liong telah menyerangnya dengan
jurus Ban Thian Sing (Ribuan Bintang Langit).
Pada waktu bersamaan, ia merasa sekujur badannya semutan, kemudian tidak bisa
bergerak sama sekali.
"Maaf, Saudara!" Pek Giok Liong mengirim suara padanya. "Aku terpaksa bertindak
demikian agar engkau tidak dicurigai!"
Siauw Peng Yang menatapnya, sedangkan Pek Giok Liong telah tertawa terbahak-bahak.
"Siauw Peng Yang, aku mau membunuhmu seperti membalik telapak tangan saja! Tapi
aku sudah bilang tadi, tiga hari kemudian aku akan kemari lagi, biar engkau masih
bernafas tiga hari!"
373 Pek Giok Liong melangkah pergi sambil menyeret cong koan itu. Lalu diangkatnya cong
koan itu ke atas punggung kuda. Setelah itu ia pun melompat ke atas punggung kuda.
Seketika terdengarlah suara ringkikan kuda, tak lama kuda itu pun berlari kencang
meninggalkan tempat itu.
Setelah kuda itu tidak tampak lagi, barulah Siauw Kiam Meng berhambur keluar
mendekati Siauw Peng Yang, dan cepat-cepat membuka jalan darah Siauw Peng Yang
yang tertotok itu.
"Adik Peng Yang, engkau tidak apa-apa kan?" tanya Siauw Kiam Meng setelah membuka
jalan darah itu.
"Aaakh!" Siauw Peng Yang menarik nafas dalam-dalam. "Terima kasih Kakak ketiga, aku
tidak apa-apa."
"Kalau begitu, cepat kita kejar dia!" ujar Siauw Kiam Meng.
Siauw Peng Yang menggelengkan kepala. "Kakak ketiga, kita tidak usah mengejarnya!"
"Kenapa?"
"Percuma. Kita berdua bukan lawannya."
"Tapi ".." Siauw Kiam Meng mengerutkan kening. "Dia membawa cong koan pergi, kalau
toa suheng pulang, kita bagaimana?"
"Ceritakan saja apa yang telah terjadi!" sahut Siauw Peng Yang sambil menarik nafas
panjang. * * * (Bersambung bagian 36)
Bagian ke 36: Ruang Istirahat
Ketika hari mulai malam, tampak Tu Ci Yen melangkah ke dalam ruang depan, lalu duduk
dengan wajah dingin.
374 Siauw Kiam Meng dan Siauw Peng Yang duduk di hadapannya, di belakang Tu Ci Yen
berdiri delapan orang berbaju hitam.
Hening suasana di ruang itu, tiada seorang pun membuka mulut. Berselang beberapa saat
kemudian, Tu Ci Yen menatap Siauw Peng Yang seraya berkata, "Adik keempat, aku
dengar orang yang membawa cong koan pergi itu Hek Siauw Liong. Benarkah itu?"
"Wajahnya memang mirip, namun dia mengaku bernama Seng Sin Khi!" Siauw Peng
Yang memberitahukan.
Tu Ci Yen mengerutkan kening, kemudian tanyanya lagi.
"Bagaimana kepandaiannya?"
"Tinggi sekali," jawab Siauw Peng Yang. "Menangkap cong koan hanya dalam satu jurus."
"Oh?" Tu Ci Yen berpikir keras. "Jurusnya berasal dari perguruan mana?"
"Entahlah." Siauw Peng Yang menggelengkan kepala. "Cong koan bertanya padanya, tapi
dia tidak menjawab sama sekali."
"Jadi tidak tahu dia berasal dari partai mana?" Tanya Tu Ci Yen dingin.
"Tidak tahu." Siauw Peng Yang menggelengkan kepala lagi. "Ohya! Jurus-jurus yang
dikeluarkannya merupakan jurus simpanan partai terkemuka masa kini."
"Oh?" Tu Ci Yen tertegun. "Jurus-jurus apa yang dikeluarkannya?"
"Kim Kong Ci, Liu Sing Hui Jiau dan jurus yang terakhir sangat mengejutkan."
"Jurus apa yang sangat mengejutkan?" tanya Tu Ci Yen heran.
"Itu adalah jurus Chui Sim Ciang." Siauw Peng Yang memberitahukan.
"Apa?" Wajah Tu Ci Yen berubah. "Dia juga bisa jurus itu?"
375 "Ya." Siauw Peng Yang mengangguk. "Aku menyaksikannya sendiri."
"Oh?" Tu Ci Yen mengerutkan kening. "Apakah dia seperguruan dengan cong koan?"
"Itu tidak mungkin." Siauw Peng Yang menggelengkan kepala.
"Apa alasannya?" Tu Ci Yen menatapnya tajam. "Kenapa engkau mengatakan tidak
mungkin?" "Sebab ketika dia mau pergi, dia bilang cong koan punya hubungan dengan temannya,
maka cong koan harus diserahkan pada temannya itu!"
"Kalau begitu ".." Tu Ci Yen berpikir keras, kemudian melanjutkan. "Dia tidak
seperguruan dengan cong koan, tentunya juga bukan Hek Siau Liong!"
"Menurut aku ".." sela Siauw Kiam Meng. "Seng Sin Khi itu memang bukan Hek Siau
Liong." "Oh?" Tu Ci Yen tersenyum. "Apa alasanmu mengatakan begitu?"
"Karena kepandaian Seng Sin Khi sangat tinggi, sedangkan Hek Siau Liong meninggalkan
tempat ini baru setahun, maka tidak mungkin dia memiliki kepandaian yang begitu tinggi."
Alasan tersebut memang masuk akal, namun Tu Ci Yen malah tidak mengangguk, cuma
tersenyum aneh.
"Adik keempat!" bentak Tu Ci Yen mendadak dengan wajah berubah dingin. "Nyalimu
sungguh tidak kecil!"
Siauw Peng Yang tersentak, ia memandang Tu Ci Yen dengan mata terbelalak lebar.
"Kakak tertua, aku tidak mengerti maksudmu!"
"Engkau tidak mengerti?" Tu Ci Yen tertawa dingin.
"Aku sungguh tidak mengerti!"
376 "Makan di dalam bantu diluar! Engkau mengerti?"
Hati Siauw Peng Yang tergetar hebat, namun ia tetap berusaha tenang dan pura-pura
kebingungan. "Kakak tertua, aku jadi bingung, bagaimana mungkin aku ".."
"Adik keempat!" bentak Tu Ci Yen mengguntur. "Engkau masih berpura-pura?"
"Kakak tertua, aku ".. aku tidak berpura-pura." Siauw Peng Yang sudah merasa tegang
dalam hati. "He he!" Tu Ci Yen tertawa dingin. "Adik keempat, tiada kebaikan bagimu untuk berpura-
pura." "Kakak tertua ".."
"Namun kita kecil dan besar bersama, bahkan juga saudara seperguruan! Berdasarkan
itu, kini aku masih tidak mau menyusahkanmu! Cobalah pikir baik-baik, engkau berbuat
begitu apa gunanya?"
"Kakak tertua, aku tidak mengerti ".."
"Kalian berdua ke mari!" seru Tu Ci Yen sambil memberi isyarat ke belakang. Seketika
juga dua orang berbaju hitam yang berdiri di belakangnya maju menghadap.
"Hamba siap menerima perintah." Kedua orang berbaju hitam itu memberi hormat pada Tu
Ci Yen. "Bawa Siauw Peng Yang ke ruang istirahat!" Tu Ci Yen memberi perintah.
Yang dimaksudkan ruang istirahat adalah penjara, maka tidak aneh kalau wajah Siauw
Peng Yang langsung berubah.
"Kakak tertua ".."
"Adik keempat, engkau harus mengerti!" ujar Tu Ci Yen dingin. "Aku bertindak demikian
demi kebaikanmu. Beristirahatlah beberapa hari sambil berpikir baik-baik!"
377 "Kakak tertua ".."
Tu Ci Yen mengibaskan tangannya, itu berarti menyuruh kedua orang berbaju hitam
membawa Siauw Peng Yang pergi.
"Tuan muda Peng Yang!" Kedua orang baju hitam menjura. "Mari ikut kami!"
"Tunggu!" seru Siauw Kiam Meng mendadak.
"Eh?" Tu Ci Yen menatapnya tajam. "Adik ketiga, engkau ingin membela Siauw Peng
Yang?" "Aku ingin mohon pengampunan untuk Siauw Peng Yang," jawab Siauw Kiam Meng
serius. Tu Ci Yen menggelengkan kepala. Air mukanya pun tampak dingin sekali.
"Adik ketiga, saat ini tidak bisa. Biar dia beristirahat beberapa hari dulu, barulah kita
bicarakan kembali."
Bibir Siauw Kiam Meng bergerak ingin mengatakan sesuatu, namun telah didahului Tu Ci
Yen. "Engkau tidak perlu banyak bicara lagi. Aku telah memberi perintah, tidak bisa ditarik
kembali. Maka percuma engkau bicara apa pun."
Siauw Kiam Meng terpaksa diam, sedangkan kedua orang berbaju hitam itu menjura lagi
pada Siauw Peng Yang.
"Tuan muda Peng Yang, mari ikut kami!"
Siauw Peng Yang mengerutkan kening, ia mengarah pada Tu Ci Yen dengan sorotan
dingin, lalu melangkah pergi dikawal kedua orang berbaju hitam itu.
* * * 378 Pada waktu bersamaan, ketika Tu Ci Yen pulang, di sebuah kuil tua yang terletak sepuluh
li dari Siauw keh cung (Perkampungan keluarga Siauw). Tampak duduk enam orang tua di
dalam kuil itu. Mereka berenam memakai jubah abu-abu dan rata-rata berusia di atas
tujuh puluhan. Mendadak terdengar derap kaki kuda, salah seorang tua itu segera membuka mulut.
"Sudah datang!"
Kelima orang tua itu manggut-manggut. Orang tua yang berkata tadi melanjutkan
ucapannya. "Mari kita sambut di pintu!"
Mereka berenam bangkit berdiri, lalu menuju pintu kuil itu dan berdiri diam di situ.
Seekor kuda berhenti di depan pintu kuil, yang duduk di punggung kuda itu adalah Pek
Giok Liong. Keenam orang tua itu segera menjura memberi hormat.
"Hamba menyambut kedatangan ketua panji!" ucap mereka serentak.
Ternyata keenam orang tua itu Siang Sing (Sepasang Bintang), Thian Koh Sing dan Thian
Kang Sing. Keempat orang tua adalah Si Kim Kong (Empat Arhat), yakni Penakluk iblis,
Pembasmi siluman, Penangkap setan dan Pembunuh jin. Mereka semua ikut Pek Giok
Liong ke daratan tengah ini, merangkap sebagai pelindung pula.
Pek Giok Liong melompat turun, dan segera membalas memberi hormat pada keenam
orang tua itu. "Terimakasih atas penyambutan kalian berenam orang tua!" Usai berkata begitu, Pek Giok
Liong pun menambatkan kudanya di sebuah pohon, lalu menyeret cong koan yang
dibawanya itu ke dalam kuil. Keenam orang tua mengikutinya dari belakang dengan sikap
hormat. Setelah berada di dalam kuil, Pek Giok Liong menaruh cong koan itu ke bawah.
"Siapa orang itu?" tanya Thian Koh Sing sambil menatap cong koan itu.
379 "Entahlah." Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Tapi dia kepala pengurus baru di
keluarga Siauw. Marganya Ho, belum tahu asal-usulnya. Namun dia mahir jurus Chui Sim
Ciang (Pukulan penghancur hati), ilmu andalan Liok Tay Coan."
"Apa?" Thian Koh Sing Ma Hun tercengang. "Dia mahir jurus itu?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Bahkan sudah mencapai tingkat kedelapan."
"Kalau begitu, mungkin dia murid Liok Tay Coan." ujar Thian Koh Sing Ma Hun.
"Buka jalan darahnya!" sela Thian Kang Sing. "Kita tanya saja dia!"
"Tidak usah!" Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Lebih baik serahkan saja pada Liok
Tay Coan."
"Baiklah!" Thian Koh Sing manggut-manggut. "Ketua sudah bertemu orang yang dicari
itu?" tanyanya.
"Belum."
"Tidak adakah dia ?"
Pek Giok Liong menarik nafas panjang, lalu ujarnya dengan wajah murung.
"Dia memang sudah tiada, sudah meningga tiga bulan yang lalu."
"Oh" Itu sungguh tidak beruntung!" Thian Koh Sing menggeleng-gelengkan kepala sambil
menarik nafas. "Ohya! Siauw kiong cu berada di mana sekarang?" Tanya Pek Giok Liong mendadak.
"Beliau berada di vihara Si Hui di dekat Kota Ling Ni, menunggu kedatangan ketua," jawab
Thian Koh Sing memberitahukan.
Pek Giok Liong berpikir lama sekali, setelah itu ujarnya sambil menunjuk Ho cong koan
yang tergeletak di lantai.
380 "Kalian bawa orang itu dan serahkan pada Liok Tay Coan, besok sore aku pasti ke vihara
Si Hui." Thian Kob Sing tertegun.
"Ketua tidak mau berangkat bersama kami?"
"Aku punya sedikit urusan malam ini."
"Bolehkah ketua memberitahukan tentang urusan itu?"
"Malam ini aku harus ke rumah Siauw untuk menyelidiki seseorang."
"Oh?" Thian Koh Sing menatapnya. "Orang itu Siauw cung cu?"
"Bukan." Pek Giok Liong menggeleng kepala. "Melainkan putri majikan perkampungan
Siauw." "Jadi tadi ketua belum bertemu dengannya?" Thian Koh Sing heran.
"Belum." Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Kemungkinan besar keluarga Siauw sudah
dalam bahaya, kalau dugaanku tidak meleset, Siauw cung cu dan putrinya berada dalam
pengawasan, keadaan mereka sangat bahaya ".."
"Oh?" Thian Koh Sing juga mengerutkan kening.
"Lagi pula mengenai orang tua pincang itu, kematiannya sungguh mencurigakan, maka
aku harus bertanya langsung pada Nona Hui Ceh."
"Kalau begitu ".." Thian Koh Sing setelah berpikir sejenak. "Mungkinkah orang tua
pincang itu mati dibunuh?" tanyanya.
"Memang mungkin." Pek Giok Liong mengangguk. "Sebab orang tua pincang itu memiliki
kepandaian tinggi, maka aku tidak percaya dia mati karena sakit."
"Oooh!" Thian Koh Sing manggut-manggut. "Jangan-jangan keluarga Siauw telah dikuasai
oleh para penjahat!"
381 "Menurut aku juga begitu! Kalau tidak, bagaimana mungkin muncul Ho cong koan yang
tidak jelas asal-usulnya?"
"Dia bukan kepala pengurus pilihan Siauw cung cu?"
"Bukan."
"Kalau begitu, siapa yang berhak memilihnya sebagai cong koan?"
Pek Giok Liong tidak segera menjawab, melainkan berpikir keras, berselang sesaat
barulah menjawab.
"Itu pasti Tu Ci Yen, anak angkat Siauw cung cu."
"Majikan perkampungan itu tidak punya anak?"
"Hanya putrid, seorang putri bernama Hui Ceh."
"Ketua!" Thian Koh Sing menatapnya. "Tu Ci Yen itu sangat licik?"
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Selain licik, dia pun sangat jahat dan banyak akal
busuk." "Kini keluarga Siauw telah dikuasainya, malam ini ketua mau pergi menemui nona Hui
Ceh, bagaimana mungkin Tu Ci Yen akan memperbolehkan?"
"Oh?" Hati Pek Giok Liong tergerak. "Kalau begitu, aku harus memasuki rumah itu secara
diam-diam, agar tidak diketahui Tu Ci Yen kan?"
"Betul." Thian Koh Sing manggut-manggut. "Memang harus begitu."
"Orang-orang yang di rumah Siauw itu, kebanyakan telah menjadi anak buah Tu Ci Yen,
maka aku pun tidak tahu siapa yang masih bisa dipercaya."
"Ketua, menurut hamba ".." Thian Koh Sing mengerutkan kening. "Kalau cuma seorang
diri memasuki rumah Siauw itu ".."


Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

382 "Kenapa?"
"Agak berbahaya?"
Pek Giok Liong tertawa.
"Engkau khawatir aku akan terjebak di sana?" ujarnya.
"Ya." Thian Koh Sing mengangguk. "Ketua memang memiliki kepandaian yang amat
tinggi, namun sulit menjaga serangan gelap."
"Sebetulnya Ketua tidak perlu menempuh bahaya itu." sela Arhat Penakluk Iblis, Ciu Hoa
Jin. "Kenapa?" tanya Pek Giok Liong.
"Lebih baik kami berempat ke rumah Siauw untuk mengundang Nona Hui Ceh ke mari
menemui ketua." Ciu Hoa Jin menjelaskan.
"Memang baik." Pek Giok Liong tertawa. "Tapi ".."
"Kenapa?" tanya Ciu Hoa Jin cepat.
"Aku dengar Nona Hui Ceh dalam keadaan sakit. Maka tidak mengejutkannya, lebih baik
aku yang pergi menemuinya secara diam-diam," jawab Pek Giok Liong. "Kalau kalian
berempat yang tampil, itu akan mengejutkan semua orang di rumah Siauw itu, bahkan Tu
Ci Yen pasti segera bertindak terhadap Siauw cung cu dan putrinya."
"Kalau begitu, izinkanlah kami menyertai Ketua!" ujar Thian Koh Sing.
Pek Giok Liong tahu bahwa mereka semua mengkhawatirkannya pergi seorang diri,
namun pura-pura tidak tahu.
"Aku ke sana bukan mau bertarung, maka tiada gunanya kalian menyertaiku," ujarnya.
"Ketua pergi seorang diri, bagaimana kami bisa berlega hati?" Thian Koh Sing
menggeleng-gelengkan kepala.
383 "Sudah kukatakan barusan, aku pergi cuma ingin menemui Nona Hui Ceh, tidak akan
bertarung dengan siapa pun."
"Hamba mengerti, tapi tugas kami melindungi Ketua. Oleh karena itu, kami semua tidak
akan membiarkan Ketua pergi seorang diri." tegas Thian Koh Sing. "Kalau Ketua terjadi
sesuatu, bagaimana kami menghadap siau kiong cu?"
Pek Giok Liong diam, ia yakin bahwa malam ini mereka pasti menyertainya, itu yang tidak
diinginkannya. "Thian Koh Sing!" ujar Pek Giok Liong dengan suara dalam. "Kalau dengan kedudukanku
sebagai ketua panji memerintahkan kalian tidak boleh ikut, bagaimana kalian" Apakah
kalian berani membangkang perintahku?"
Thian Koh Sing tertegun, dan seketika juga membungkam. Pek Giok Liong memang ketua
Panji Hati Suci Matahari Bulan, sedangkan Cai Hong To masih dibawah perintah panji
tersebut, lalu bagaimana mungkin mereka berenam berani membangkang apa yang
diperintahkan Pek Giok Liong"
"Harap kalian berlega hati!" Pek Giok Liong tersenyum. "Aku akan berhati-hati, lagi pula
tidak mungkin akan terjadi sesuatu atas diriku."
"Tapi ".." Thian Koh Sing mengerutkan kening.
"Kalau merasa tidak tenang, lebih baik kalian menunggu di sini saja. Sebelum pagi, aku
pasti sudah kembali." Pek Giok Liong memberitahukan.
"Baiklah." Thian Koh Sing mengangguk. "Kami akan menunggu di sini, lalu bersama
berangkat ke vihara Si Hui!"
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Kuda kutinggalkan di sini, kalian pun boleh
beristirahat, aku pergi ".."
Pek Giok Liong mengerahkan ginkangnya melayang pergi, cepat bagaikan kilat dan dalam
waktu sekejap sudah tidak kelihatan lagi bayangannya.
"Saudara Ma, apakah kita harus menunggu di sini sampai pagi?" tanya Ciu Hoa Jin pada
Ma Hun. 384 "Apa boleh buat!" Ma Hun atau Thian Koh Sing itu menggeleng-gelengkan kepala. "Kita
terpaksa menunggu di sini."
"Terus terang." Ciu Hoa Jin tertawa. "Aku punya akal, entah kalian setuju atau tidak?"
"Akal apa?" tanya Thian Koh Sing Ma Hun cepat.
"Akal ini mungkin kurang baik, namun dari pada kita semua harus menunggu di sini
dengan hati kebat-kebit."
"Jelaskanlah! Jangan main teka-teki!" tegur Ih Cong Khi, Arhat Penangkap Setan. "Engkau
senang ya, melihat kami seperti cacing dalam kuali?"
"Begini ".." bisik Ciu Hoa Jin. "Kita ikuti dia secara diam-diam."
"Itu ".." Thian Koh Sing Ma Hun menggelengkan kepala. "Itu kurang baik."
"Kenapa kurang baik" Kita cuma di luar rumah Siauw itu sambil mengawasi keadaan.
Seandainya ada sesuatu, bukankah kita dapat melindunginya?"
"Itu memang akal yang bagus." ujar Thian Kang Sing Wie Kauw sambil manggut-manggut.
"Tapi ".." Thian Koh Sing Ma Hun menunjuk cong koan yang tergeletak di lantai.
"Bagaimana dia?"
"Aku punya akal," sahut Ciu Hoa Jin. "Engkau punya akal lagi?" Ma Hun menatapnya.
"Salah seorang di antara kita tetap tinggal di sini untuk menjaganya. Bagaimana?"
"Akal yang baik!" Thian Koh Sing Ma Hun mengangguk. "Tapi siapa yang menjaganya di
sini?" "Engkau." Ciu Hoa Jin menunjuk Ban Kian Tong, Arhat Pembasmi Siluman. "Tugasmu
menjaga Ho cong koan."
"Eeeh?" Ban Kian Tong tampak tidak senang. "Ini tidak adil."
385 "Saudara keempat!" Ciu Hoa Jin tertawa gelak. "Siapa suruh usiamu paling kecil di antara
kita" Maka yang kecil harus tetap di sini menjaga cong koan itu."
"Saudara tua!" sahut Ban Kian Tong. "Justru yang tua harus di sini, tidak boleh ke mana-
mana." "Saudara keempat ".."
"Pokoknya aku tidak mau tinggal di sini."
"Lebih baik engkau berada tinggal di sini." bujuk Thian Koh Sing Ma Hun. "Sebab tugas
menjaga Ho cong koan cukup berat."
"Benar." sambung Thian Kang Sing Wie Kauw. "Tugas itu memang berat, maka kami
semua mempercayaimu menjaga orang ini."
"Aaaakh "..!" keluh Ban Kian Tong. "Sudahlah! Aku akan menjaga orang sialan itu di
sini!" "Terimakasih!" ucap Ciu Hoa Jin sambil tersenyum.
"Tapi ingat, hanya kali ini, lain kali tidak!" tegas Ban Kian Tong.
"Tentu!" Ciu Hoa Jin tertawa gelak. "Lain kali pasti aku yang menjaga cong koan itu!"
"Hmm!" dengus Ban Kian Tong. "Kalau tidak sabaran menjaga, aku pasti membunuhnya!"
"Eh?" Ciu Hoa Jin terkejut. "Jangan begitu, kalau ketua tahu ".."
"Jangan khawatir!" Ban Kian Tong tertawa. "Aku tidak akan bertindak begitu ceroboh,
hanya saja saat ini aku lagi kesal."
* * * Bagian ke 37: Di Luar Dugaan
386 Malam hari, di halaman belakang rumah Siauw muncul sosok bayangan hitam, begitu
cepat dan ringan sosok bayangan hitam tersebut.
Para penjaga sama sekali tidak mengetahui kemunculan bayangan hitam itu. Betapa
tingginya ilmu meringankan tubuh orang tersebut yang tidak lain adalah Pek Giok Liong.
Ia mengerahkan ginkangnya menuju lantai atas, karena ia tahu bahwa kamar Siauw Hui
Ceh berada di lantai atas itu.
"Heran?" gumamnya. "Kenapa semua lampu sudah dimatikan" Apakah dia tidak sudi
bertemu denganku, ataukah Siauw Peng Yang tidak memberitahukannya?"
Pek Giok Liong tidak habis berpikir, ia menengok ke sana ke mari, kemudian bergumam
lagi. "Mungkinkah dia sengaja mematikan semua lampu, agar aku lebih leluasa bergerak?"
Karena berpikir demikian, maka ia segera menuju kamar Siauw Hui Ceh. Kebetulan pintu
kamar itu setengah terbuka, ia pun memberanikan menerobos ke dalam dan seketika juga
terdengar suara yang amat lembut.
"Siapa?"
"Aku Siauw Liong."
"Siapa"!" Nada suara itu agak bergemetar. "Engkau ".. Kakak Siau Liong?"
"Betul, Nona."
"Kakak Liong, kenapa engkau beruhah begitu sungkan?" tegur Siauw Hui Cch. "Hanya
berpisah setahun, apakah engkau telah lupa akan ucapan sendiri?"
"Aku tidak lupa," sahut Pek Giok Liong sambil tersenyum.
"Kalau begitu, kenapa engkau memanggilku nona?"
387 Setahun yang lalu, ketika Pek Giok Liong menderita luka karena pukulan Tu Ci Yen,
Siauw Hui Ceh begitu memperhatikannya. Apa yang terjadi ketika itu terbayang kembali di
pelupuk mata Pek Giok Liong.
"Adik Hui, maafkan aku!" ucapnya dengan suara rendah.
"Kakak Liong, engkau tidak perlu minta maaf," ujar Siauw Hui Ceh lembut. "Yang penting
engkau tidak melupakan apa yang kau ucapkan setahun yang lalu itu."
"Aku tidak akan lupa."
"Kakak Liong, duduklah!" ucap Siauw Hui Ceh yang duduk di pinggir tempat tidur.
Pek Giok Liong mengangguk, kemudian duduk seraya bertanya.
"Adik Hui, aku dengar engkau sakit, sekarang sudah membaik?"
"Kakak Liong, terimakasih atas perhatianmu! Padahal sesungguhnya, aku sama sekali
tidak sakit, hanya karena hati sedang risau sekali, maka aku katakan sakit."
"Oooh!" Pek Giok Liong memandangnya dengan penuh perhatian. "Adik Hui, engkau
kelihatan agak kurus."
"Kakak Liong, engkau dapat melihat jelas diriku?" tanya Siauw Hui Ceh.
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Tapi aku tidak dapat melihat dirimu dengan jelas. Kakak Liong, mendekatlah ke mari
sedikit!" "Baiklah." Pek Giok Liong menggeser kursinya mendekat pada Siauw Hui Ceh.
"Kakak Liong!" Siauw Hui Ceh memandangnya dengan mata berbinar-binar. "Aku dengar
dari kakak keempat, engkau telah berhasil belajar kepandaian yang amat tinggi. Betulkah
itu?" Pek Giok Liong manggut-manggut.
388 "Kakak Liong ".." Wajah Siauw Hui Ceh cerah ceria. "Aku gembira sekali
mendengarnya."
"Adik Hui!" Pek Giok Liong menatapnya seraya bertanya, "Kenapa saudara Peng Yang
tidak berada di sini menunggu kedatanganku?"
"Dia ".." Siauw Hui Ceh menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa dia?" tanya Pek Giok Liong dengan air muka berubah.
"Dia telah ditahan."
"Apa"! Kenapa dia ditahan?"
"Entahlah, aku tidak begitu jelas."
"Adik Hui, siapa yang menahannya?"
"Tu Ci Yen."
"Oh!" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Dia ditahan di mana?"
"Di penjara bawah tanah."
"Penjara bawah tanah?" Pek Giok Liong terkejut. "Apakah di sini terdapat penjara bawah
tanah?" "Ada, baru dibangun setahun yang lalu."
"Tu Ci Yenkah yang membangun penjara bawah tanah itu?"
Siauw Hui Ceh mengangguk.
"Selain dia siapa lagi?"
"Heran?" gumam Pek Giok Liong. "Apakah ayahmu mengijinkannya membangun penjara
bawah tanah itu?"
389 "Meskipun melarang, juga percuma." Siauw Hui Ceh menggeleng-gelengkan kepala.
"Adik Hui, kenapa engkau mengatakan begitu?" Pek Giok Liong heran.
"Sebab ayah sudah tidak dapat mengendalikannya lagi."
"Dia berani begitu" Bukankah secara tidak langsung telah merupakan murid murtad?"
Siauw Hui Ceh tersenyum getir.
"Walau dia telah murtad, ayah pun tidak bisa berbuat apa-apa. Karena ayah ".."
Siauw Hui Ceh tidak melanjutkan ucapannya, melainkan cuma menggeleng-gelengkan
kepala dengan wajah murung.
"Adik Hui, kenapa ayahmu?"
"Ayah menderita semacam penyakit aneh."
"Hah?" Pek Giok Liong terperanjat. "Bagaimana penyakit aneh itu?"
"Sesak nafas." Siauw Hui Ceh memberitahukan. "Kalau banyak bicara, pasti sesak nafas."
"Sudahkah diperiksa tabib?"
"Sudah, tapi ".."
"Kenapa?"
"Semua tabib cuma menggelengkan kepala setelah memeriksa nadi ayah. Mereka sama
sekali tidak mampu mengobati."
"Sejak kapan ayahmu menderita penyakit itu?"
"Entahlah." Siauw Hui Ceh menggelengkan kepala. "Ayah sendiri pun tidak tahu, kenapa
bias menderita penyakit itu."
390 "Sudah berapa lama ayahmu menderita penyakit itu?"
"Kalau tidak salah, sudah hampir delapan bulan."
"Ohya, Adik Hui!" Pek Giok Liong teringat sesuatu. "Apakah ayahmu masih tinggal di
tempat itu?"
"Ya." Siauw Hui Ceh mengangguk. "Kakak Liong mau pergi menengoknya?"
"Ng!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Aku ingin memeriksa nadi ayahmu."
"Oh?" Siauw Hui Ceh gemhira sekali. "Kakak Liong bisa memeriksa nadi ayah?"
"Adik Hui, aku pernah membaca sebuah buku pengobatan, maka aku mengerti sedikit
dalam hal penyakit." Pek Giok Liong memberitahukan. "Sesak nafas bukan merupakan
penyakit yang tiada obatnya, aku yakin dapat mengobati ayahmu. Tapi ".."
"Kenapa?"
"Kalau penyakit itu akibat dari perbuatan seseorang, agak sulit mengobatinya."
"Apa"!" Siauw Hui Ceh tertegun. "Perbuatan orang ".."
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Kalau ada orang meracuni ayahmu secara diam-
diam, sehingga ayahmu menderita penyakit itu, tentunya akan sulit penyembuhannya."
"Haah "..?" Siauw Hui Ceh terkejut bukan main. "Itu...."
Pek Giok Liong memberi isyarat agar Siauw Hui Ceh diam.
"Ada orang ke mari." bisiknya kemudian. Usai berkata begitu, Pek Giok Liong langsung
melayang ke atas untuk bersembunyi.
Siauw Hui Ceh terbelalak menyaksikannya dan membatin. Sungguh tinggi ginkang kakak
Liong! 391 Tak seberapa lama kemudian, terdengarlah suara di luar.
"Adik Hui, ada urusan apa?"
"Tidak ada urusan apa-apa," sahut Siauw Hui Ceh yang sudah tahu bahwa yang berada di
luar adalah Siauw Kiam Meng.
"Adik Hui, belum tidur?"
"Kakak Kiam Meng ada urusan?"
"Urusan sih tidak ada, cuma ingin bercakap-cakap denganmu."
"Oh?" Siauw Hui Ceh mengerutkan kening. "Kakak Kiam Meng, aku sudah mau tidur,
bagaimana kalau kita bicara besok saja?"
"Tidak bisa bicara besok."
"Kenapa?"
"Aku harus menyampaikan kabar gemhira padamu."
"Kabar apa?"
"Adik Hui, bukakan pintu dulu!"
"Tapi ".."
"Adik Hui!" Pek Giok Liong yang bersembunyi itu segera berbicara pada Siauw Hui Ceh
dengan ilmu menyampaikan suara. "Biar dia masuk!"
"Kakak Kiam Meng, tunggu sebentar!" Siauw Hui Ceh segera pergi membuka pintu
kamarnya. "Adik Hui!" Siauw Kiam Meng memandang ke dalam. "Kok tidak menyalakan lampu?"
392 "Sudah malam, lagi pula ".. aku merasa lebih tenang tidak menyalakan lampu." sahut
Siauw Hui Ceh. "Kakak Kiam Meng ingin menyampaikan kabar gembira padaku?"
"Ya."
"Kalau begitu, silakan masuk!"
Siauw Kiam Meng melangkah ke dalam, sedangkan Siauw Hui Ceh menutup kembali
pintu kamarnya.
"Silakan duduk, Kak!" ucapnya sambil duduk. Siauw Kiam Meng mengangguk, lalu duduk
di hadapan gadis itu.
"Adik Hui!" Siauw Kiam Meng menatapnya. "Dengarkah kau bahwa tadi sore telah terjadi
sesuatu?" "Mengenai Ho cong koan yang ditangkap pemuda baju hitam?"
"Ya." Siauw Kiam Meng manggut-manggut. "Tahukah engkau siapa pemuda berbaju
hitam itu?"
Siauw Hui Ceh pura-pura berpikir, kemudian menjawab perlahan.
"Kalau tidak salah, pemuda baju hitam itu bernama Seng Sin Khi. Ya, kan?"
Siauw Kiam Meng menggelengkan kepala. "Menurut aku bukan."
"Kok bukan?"
"Seng Sin Khi mungkin merupakan nama samarannya."


Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu ".." Siauw Hui Ceh pura-pura tertegun. "Siapa dia dan siapa nama
aslinya?" "Adik Hui!" Mendadak Siauw Kiam Meng balik bertanya. "Bagaimana kesanmu
terhadapku?"
393 Siauw Hui Ceh adalah gadis yang cerdas, maka ia telah menduga sesuatu, namun pura-
pura bingung. Kenapa Kakak menanyakan itu?"
"Adik Hui, jangan bertanya! Jawab dulu pertanyaanku tadi!" Siauw Kiam Meng
menatapnya sambil tersenyum. "Bagaimana kesanmu terhadapku?"
"Itu ".."
"Adik Hui, kita kakak beradik, maka kuharap engkau menjawab secara terus terang!
Tentunya engkau mengerti maksudku kan?"
"Aku mengerti."
"Bagus." Siauw Kiam Meng tersenyum. "Nah, jawablah sekarang!"
"Terus terang, Kakak suka pelesir, namun tidak jahat."
"Bagaimana diriku dibandingkan dengan kakak tertua dan kakak kedua?" tanya Siauw
Kiam Meng lagi.
"Engkau ingin dibandingkan dengan mereka?" Wajah Siauw Hui Ceh berubah dingin.
"Adik Hui!" Siauw Kiam Meng tersenyum. "Jangan salah paham, aku cuma sekedar
bertanya!"
"Hmm!" dengus Siauw Hui Ceh. "Mereka berdua tidak berharga untuk dibicarakan, juga
tidak perlu dibanding-bandingkan. Kalau harus begitu, aku pun tidak mengijinkan engkau
duduk di dalam kamarku."
"Oooh!" Siauw Kiam Meng manggut-manggut. "Kalau begitu, bolehkah aku dibandingkan
dengan Siauw Peng Yang?"
"Dia sangat jujur dan terbuka, bisa dipercaya dan lebih berpendirian dari padamu," ujar
Siauw Hui Ceh sungguh-sungguh.
"Emmh!" Siauw Kiam Meng tersenyum. "Pandanganmu memang tidak salah, namun aku
ingin bertanya ".."
394 "Mau bertanya apa?"
"Apakah aku terhitung orang yang dapat dipercaya?"
"Masih boleh dipercaya. Tapi kenapa engkau menanyakan itu?"
"Kalau begitu ".." Siauw Kiam Meng tersenyum lagi. "Kesanmu terhadapku tidak begitu
buruk?" "Juga tidak begitu baik," sambung Siauw Hui Ceh.
"Ohya!" Siauw Kiam Meng menatapnya. "Dalam hatimu paling merindukan siapa"
Bolehkah aku tahu?"
Seketika juga wajah Siauw Hui Ceh berubah dingin, kemudian tegurnya dengan nada
tidak senang. "Kenapa engkau bertanya begitu?"
"Adik Hui, jangan gusar! Aku bertanya begitu tentunya punya suatu alasan tertentu."
"Alasan apa?"
"Pemuda berbaju hitam yang menangkap Ho cong koan itu, kemungkinan besar adalah
orang yang sangat kau rindukan."
Siauw Hui Ceh tersentak, namun wajahnya tetap tampak tenang, bahkan kemudian
menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata hambar.
"Kakak Kiam Meng, di dalam hatiku sama sekali tidak merindukan siapa pun. Engkau
jangan menduga yang bukan-bukan! Siapa pemuda baju hitam itu, lebih baik kau
beritahukan saja!"
"Adik Hui!" Siauw Kiam Meng menatapnya tajam. "Dia Hek Siau Liong."
Meskipun Siauw Hui Ceh telah menduga juga bahwa pemuda berbaju hitam yang
menangkap Ho cong koan itu Pek Giok Liong, namun ia berpura-pura terkejut.
395 "Siapa yang bilang?"
"Tu Ci Yen."
"Kakak Kiam Meng, menurutmu, mungkinkah dia?"
Siauw Kiam Meng menggelengkan kepala.
"Adik Hui, sesungguhnya aku pun tidak percaya. Tapi ".. Peng Yang ditahan di penjara
bawah tanah, justru karena urusan itu. Maka ".."
"Maka engkau percaya bahwa pemuda berbaju hitam itu Hek Siau Liong. Ya, kan?" Siauw
Hui Ceh menatapnya.
"Ya." Siauw Kiam Meng mengangguk dan menambahkan, "Alangkah baiknya jika pemuda
berbaju hitam itu Hek Siau Liong."
"Kenapa?" tanya Siauw Hui Ceh dengan mata berbinar.
"Kalau dia benar Hek Siau Liong, tidak perlu takut Tu Ci Yen lagi."
"Kau kira kepandaiannya di atas Tu Ci Yen?"
"Dia mampu dengan satu jurus menangkap Ho cong koan, itu membuktikan bahwa
kepandaiannya berada di atas Tu Ci Yen." Siauw Kiam Meng memberitahukan. "Sebab
belum tentu Tu Ci Yen mampu menangkap Ho cong koan dalam satu jurus."
"Kakak Kiam Meng, sungguhkah engkau berharap dia adalah Hek Siau Liong?"
"Adik Hui!" Siauw Kiam Meng tampak sungguh-sungguh. "Engkau masih tidak
mempercayaiku?"
"Bagaimana aku tidak mempercayaimu?" sahut Siauw Hui Ceh, ia mendongakkan kepala
seraya berseru, "Kakak Liong, turunlah menemui Kakak Kiam Meng!"
"Adik Hui ".." Siauw Kiam Meng juga ikut mendongakkan kepala.
396 "Kakak Kiam Meng!" Siauw Hui Ceh menatapnya. "Engkau harus ingat bahwa dirimu
adalah anak cucu keluarga Siauw!"
"Aku tentu ingat itu." Siauw Kiam Meng tertawa.
Siauw Hui Ceh berseru lagi.
"Kakak Liong, turunlah!"
Pek Giok Liong yang bersembunyi dapat mendengar jelas pembicaraan mereka. Bahkan
ia telah melihat jelas pula mimik Siauw Kiam Meng yang tampaknya tak begitu beres.
Akan tetapi, karena Siauw Hui Ceh telah berseru memanggilnya, maka terpaksa ia harus
menemui Siauw Kiam Meng.
Oleh karena itu, ia segera melayang turun dari tempat persembunyiannya. Begitu
sepasang kakinya menginjak lantai, ia langsung menjura pada Siauw Kiam Meng.
"Aku memberi hormat padamu, Saudara Kiam Meng!" ucapnya.
"Oooh!" Betapa terkejutnya Siauw Kiam Meng, tapi wajahnya tetap tampak tenang dan
berseri. "Adik Liong, ternyata memang engkau!"
"Saudara Kiam Meng merasa di luar dugaan?" tanya Pek Giok Liong sambil tersenyum.
"Ya." Siauw Kiam Meng tertawa gelak. "Sungguh di luar dugaan. Ohya, cara bagaimana
engkau ke mari?"
"Saudara Kiam Meng!" Pek Giok Liong menatapnya curiga. "Kenapa engkau menanyakan
itu?" "Terus terang, aku merasa heran," jawab Siauw Kiam Meng serius.
"Kenapa kau merasa heran?"
"Sebab penjagaan di sini sangat ketat, bahkan seekor burung terbang pun pasti ketahuan.
Tapi engkau bisa sampai di sini. Nah, bukankah sangat mengherankan?"
397 Pek Giok Liong tertawa-tawa.
"Engkau perlu heran! Tentunya aku berjalan ke mari."
"Tiada seorang pun melihatmu?" Siauw Kiam Meng mengerutkan kening.
"Kalau ada orang melihat diriku, apakah aku masih bisa bicara denganmu di sini?"
Ucapan yang masuk akal, beralasan dan nyata, maka membuat sepasang bola mata
Siauw Kiam Meng berputar-putar.
"Adik Liong, tahukah engkau tentang urusan Peng Yang?" tanya Siauw Kiam Meng
mendadak. "Apakah dia telah ditahan?"
"Engkau sudah tahu?"
"Sebelumnya aku tidak tahu, tapi aku tadi mendengar engkau yang mengatakan."
"Oh?" Siauw Kiam Meng menatapnya dalam-dalam. "Adik Liong, kini bagaimana
rencanamu?"
"Maksudmu?"
"Peng Yang ditahan karena urusanmu, apakah engkau diam saja, tidak mau
menolongnya?"
"Bagaimana menurutmu?"
"Eh?" Siauw Kiam Meng tertegun, ia tak menyangka bahwa Siau Liong akan balik
bertanya begitu. "Menurut pendapatku, tentunya engkau akan pergi menolongnya. Ya,
kan?" "Alasannya karena diriku?"
398 "Ya." Siauw Kiam Meng mengangguk. "Namun masih ada alasan lain."
"Apa alasan lain itu?"
"Adik Liong!" Siauw Kiam Meng tersenyum. "Dulu engkau pernah tinggal di sini beberapa
bulan. Ketika itu semua keluarga Siauw memujimu berhati bajik dan solider ".."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut sambil tersenyum. "Terimakasih, engkau
mengingatkan hal itu padaku. Akan tetapi ".."
"Kenapa?"
"Ada dua orang setengah justru tidak seperti mereka, menganggap diriku seperti duri
dalam matanya!"
"Dua orang setengah?" Siauw Kiam Meng tercengang. "Apa maksudmu?"
"Memang dua orang setengah."
"Kok begitu?" Siauw Kiam Meng bingung. "Adik Liong, jelaskanlah!"
"Dua orang sangat tidak puas terhadap diriku, dan seorang lagi cuma setengah tidak
puas. Nah, engkau mengerti sekarang?"
"Oh!" hati Siauw Kiam Meng tersentak. "Aku mengerti."
"Bagus engkau mengerti."
"Apakah dua orang itu Tu Ci Yen dan Siauw Sauw Nam?"
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Memang mereka berdua."
"Lalu siapa yang setengah itu?"
"Saudara Kiam Meng." Pek Giok Liong tertawa. "Engkau tidak bisa menerkanya ya?"
399 Siauw Kiam Meng menggelengkan kepala.
"Ya. Aku tidak bisa menerka."
"Saat ini engkau tidak bisa menerkanya, lain kali saja terkalah perlahan-lahan! Suatu hari
nanti, engkau pasti dapat menerkanya."
"Adik Liong ".."
"Saudara Kiam Meng, karena dua alasan itu, maka engkau yakin aku akan pergi
menolong Peng Yang?" tanya Pek Giok Liong mendadak.
"Ya." Siauw Kiam Meng mengangguk. "Aku tahu sifatmu. Tentunya engkau akan pergi
menolongnya!"
Pek Giok Liong tertawa hambar.
"Saudara Kiam Meng, sifat seseorang terhadap orang lain, akan berubah terpengaruh
oleh situasi dan keadaan. Engkau tahu itu kan?"
"Adik Liong ".." Siauw Kiam Meng tertegun. "Jadi ".. engkau tidak mau menolong Peng
Yang?" "Bukan begitu, melainkan ".." Pek Giok Liong menggelengkan kepala. ?".. karena ".."
Melainkan dan karena apa, Pek Giok Liong tidak melanjutkan ucapannya, cuma menatap
Siauw Kiam Meng.
"Eh" Adik Liong, kok tidak dilanjutkan?" tanya Siauw Kiam Meng.
"Saudara Kiam Meng, karena sesungguhnya aku punya kesulitan." sahut Pek Giok Liong
dengan suara dalam.
"Karena itu, maka engkau membiarkan Peng Yang tetap ditahan di penjara bawah tanah
itu?" "Yaah." Pek Giok Liong menarik nafas panjang. "Itu terpaksa."
400 "Terpaksa?"
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Peng Yang adalah orang yang berpengertian,
maka apabila tahu kesulitanku, dia pasti mau memaafkanku."
"Adik Liong!" Siauw Kiam Meng menatapnya. "Sebetulnya apa kesulitanmu itu" Bolehkah
aku tahu?"
"Saudara Kiam Meng, pertama aku tidak tahu di mana letak penjara bawah tanah itu ".."
"Itu bukan kesulitan," sambung Siauw Kiam Meng cepat.
"Saudara Kiam Meng, jangan dipotong dulu! Tunggu ucapanku selesai, barulah
kemukakan pendapatmu!" ujar Pek Giok Liong dan melanjutkan, "Kedua, aku cuma
seorang diri. Maka kalau pergi menolong Peng Yang, itu sungguh membahayakan diriku,
lagi pula belum tentu dapat berhasil. Oleh karena itu, lebih baik aku menunggu
kesempatan."
"Ooh, ternyata begitu!" Siauw Kiam Meng tampak berpikir, kemudian ujarnya, "Apa yang
engkau katakan memang masuk akal, tapi ada pepatah mengatakan, Kalau tidak masuk
sarang macan, bagaimana mungkin mendapatkan anaknya. Nah, engkau takut
menempuh bahaya, itu bukan sifat kesatria."
"Saudara Kiam Meng." Pek Giok Liong tertawa. "Ada pepatah lain mengatakan, Tidak bisa
bersabar akan merusak rencana besar. Menempuh bahaya tapi tiada hasilnya, itu konyol."
Siauw Kiam Meng mengerutkan kening, nada suaranya pun mulai dingin.
"Adik Liong, aku sungguh kecewa terhadapmu."
Pek Giok Liong malah tersenyum.
"Benar. Apa yang kukatakan tadi memang mengecewakanmu, namun ".." Mendadak Pek
Giok Liong menatapnya tajam. "Saudara Kiam Meng, sudikah engkau membantu aku?"
"Kalau pergi menolong Peng Yang, itu tidak akan kutolak. Namun mengenai yang lain,
maaf! Aku tidak akan membantu," sahut Siauw Kiam Meng tegas.
401 "Saudara Kiam Meng, aku tidak akan minta bantuanmu untuk urusan lain, aku cukup tahu
diri." "Oh?" Siauw Kiam Meng tersenyum.
"Nah, aku pastikan begini saja. Mengenai penjara bawah tanah itu, akan kita bicarakan
nanti. Sekarang lebih baik engkau beristirahat."
Usai berkata begitu, mendadak Pek Giok Liong menyentil jari telunjuknya ke arah Siauw
Kiam Meng. Siauw Kiam Meng terbelalak dan kemudian terkulai.
Pek Giok Liong bergerak cepat, dipapahnya tubuh Siauw Kiam Meng sekaligus ditaruhnya
di kursi. "Kakak Liong ".." Siauw Hui Ceh terperangah. "Kenapa engkau berbuat begitu terhadap
Kakak Kiam Meng?"
"Adik Hui!" Pek Giok Liong tersenyum. "Engkau begitu gampang mempercayainya?"
"Kakak Liong ".." Siauw Hui Ceh menatapnya heran. "Apakah tidak boleh aku
mempercayainya?"
"Ketika kalian berbicara, aku memperhatikan air muka saudara Kiam Meng terus menerus
berubah. Maka aku yakin ada sesuatu yang tak beres pada dirinya. Oleh karena itu, kita
tidak boleh mempercayainya sepenuhnya."
"Ooh!" Siauw Hui Ceh manggut-manggut.
"Adik Hui, aku ingin bertanya padamu mengenai suatu urusan yang sangat penting, maka
aku harus menotok jalan darah tidurnya, agar dia tidak mendengar."
"Oh, ternyata begitu!" Kemudian Siauw Hui Ceh mengalihkan pembicaraan. "Kakak Liong,
apakah penyakit ayah benar perbuatan orang?"
"Sulit dipastikan," jawab Pek Giok Liong dengan kening berkerut. "Namun aku pikir, itu
memang mungkin."
"Kakak Liong, apakah Tu Ci Yen berani ".."
402 "Adik Hui, sebelum ada bukti, janganlah menuduh sembarangan!" tegas Pek Giok Liong.
"Tentunya engkau mengerti, kan?"
Siauw Hui Ceh mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Aku ".. aku mengerti. Tentang ini, ayah pun pernah mengatakan padaku?"
"Oh, ya?" Pek Giok Liong menatapnya. "Ayahmu pernah mengatakan apa?"
"Tentang dirimu, Kakak Liong!"
"Tentang diriku?" Terbelalak Pek Giok Liong.
"Ayahku mengatakan, engkau keras di luar, namun lembut di dalam." Siauw Hui Ceh
memberitahukan. "Cerdik dan tenang, menghadapi urusan apa pun masih dapat
mengendalikan diri, sama seperti ayahmu."
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa.
"Ayah juga menghendaki agar aku selanjutnya tetap bersamamu, harus pula mendengar
kata-katamu."
"Adik Hui, ayahmu terlampau memandang tinggi diriku."
"Kakak Liong, ada satu hal, yang aku masih merasa heran dan tidak mengerti."
"Mengenai hal apa?"
"Ketika berbicara denganku, nada suara ayah seakan kenal baik dengan ayahmu. Tapi
aku justru merasa heran, pada waktu engkau meninggalkan tempat ini, kenapa ayahku
tidak mau menahanmu?"
"Adik Hui!" Pek Giok Liong menatapnya dalam-dalam. "Kapan engkau mulai merasa heran
tentang itu?"
"Setelah engkau pergi."
"Engkau tidak bertanya pada ayahmu?"
403 "Aku pernah tanya, tapi setiap kali aku bertanya, ayahku selalu mengelak dan katanya
".." "Apa kata ayahmu?"
"Katanya, kelak setelah aku bertemu denganmu otomatis akan mengerti itu."
"Oh! Kalau begitu, apakah sekarang engkau sudah mengerti?"


Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cuma mengerti sedikit."
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, kemudian tanyanya mendadak, "Tahukah
engkau bagaimana orang tua pincang itu meninggal?"
"Karena sakit. Memangnya kenapa?"
"Adik Hui!" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Terus terang, aku bercuriga tentang itu."
"Engkau bercuriga apa?"
"Mengenai kematiannya."
"Kakak Liong!" Siauw Hui Ceh menatapnya. "Engkau bercuriga bahwa orang tua pincang
itu mati dibunuh orang?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku memang bercuriga begitu."
"Kakak Liong!" Siauw Hui Ceh serius. "Aku punya suatu cara untuk menyelidikinya, entah
engkau setuju atau tidak?"
"Cara apa itu?" tanya Pek Giok Liong cepat.
"Menggali mayat untuk diperiksa."
"Apa?" Pek Giok Liong tergetar. "Menggali mayat untuk diperiksa?"
404 "Bagaimana dengan cara ini?"
Pek Giok Liong tampak tertegun.
"Kenapa engkau bisa memikirkan cara itu?" tanyanya heran.
Siauw Hui Ceh tidak menyahut, melainkan balik bertanya.
"Kakak Liong, baik atau tidak cara itu?" Pek Giok Liong menggelengkan kepala sambil
menarik nafas panjang.
"Itu mana boleh?"
"Kenapa tidak?"
"Orang tua pincang itu telah mati, bagaimana boleh digali mayatnya?" ujar Pek Giok Liong
sungguh-sungguh. "Itu perbuatan yang tidak baik."
"Kalau begitu, jangan mengharap bisa tahu sebab musabab kematiannya!" ujar Siauw Hui
Ceh dan menambahkan, "Biar kematiannya merupakan teka-teki dan tidak bisa tenang di
sana!" "Adik Hui ".." Pek Giok Liong menarik nafas.
"Menggali mayat orang tua pincang itu memang tidak baik, namun demi menyelidiki
kematiannya, itu sudah lain urusan. Maka Kakak Liong, pikirkanlah!"
Pek Giok Liong berpikir keras, kemudian hatinya mulai tergerak dan sepasang matanya
pun menyorot tajam.
"Adik Hui, mengenai caramu itu sungguh membuat aku merasa heran, juga tidak begitu
mengerti."
"Apakah aku terlampau emosi?"
"Ya."
405 "Kakak Liong!" Siauw Hui Ceh tersenyum. "Setelah menggali mayat itu engkau akan
mengetahuinya."
"Oh, ya" Apa alasannya?"
"Alasannya ".. setelah menggali mayat itu, engkau akan mengetahuinya."
Pek Giok Liong mengerutkan kening sambil berpikir, lama sekali barulah mengangguk
seraya berkata.
"Baiklah. Kalau begitu, besok malam kita pergi menggali kuburan orang tua pincang itu."
Siauw Hui Ceh tersenyum, akan tetapi, senyumannya agak aneh.
"Kini telah lewat tengah malam, kita harus mengerjakan sesuatu yang amat penting." Ujar
Pek Giok Liong serius.
"Maksudmu?"
"Menolong orang dan menemui ayahmu. Kedua urusan itu harus diselesaikan sebelum
subuh." "Oh?"
"Adik Hui, tolong ambilkan kertas dan pit (Pensil Cina kuno)!"
"Ya." Siauw Hui Ceh segera mengambil kertas dan sebatang pit, lalu diberikan pada Pek
Giok Liong. "Terimakasih!" ucap Pek Giok Liong lalu segera menulis beberapa huruf di kertas itu.
Sementara nyawamu dititipkan, selanjutnya harus memperbaiki diri. Lain kali kalau masih
berani bertindak licik terhadapku, kepandaianmu pasti kumusnahkan!
"Eh?" Siauw Hui Ceh terheran-heran. "Buat siapa tulisan itu?"
406 "Kini tidak usah bertanya, nanti engkau akan mengetahuinya." Pek Giok Liong tersenyum.
Setelah itu, Pek Giok Liong mendekati Siauw Kiam Meng, dan sekaligus membuka jalan
darahnya yang ditotoknya tadi.
"Aaakh!" Siauw Kiam Meng membuka sepasang matanya, kemudian bangkit berdiri
sambil menatap Pek Giok Liong dengan wajah gusar. "Hei! Siau Liong, apa maksudmu?"
"Saudara Kiam Meng!" Pek Giok Liong tersenyum. "Jangan gusar, aku akan
menjelaskan."
"Oh" Baiklah. Aku siap mendengarkan."
"Saudara Kiam Meng, di saat aku menjelaskan dan ada perkataan yang menyinggung
perasaanmu, aku harap engkau mau memaafkan!"
"Asal beralasan, aku tidak akan menyalahkanmu."
"Kalau begitu, terlebih dahulu aku ucapkan terimakasih padamu!" Pek Giok Liong menjura.
"Tidak usah sungkan-sungkan!" Siauw Kiam Meng pun membalas menjura. "Cepat
jelaskan!"
* * * (Bersambung Bagian 38)
Bagian ke 38: Pelayan Pribadi
Pek Giok Liong tidak segera menjelaskan, melainkan menatap Siauw Kiam Meng dengan
penuh perhatian.
"Saudara Kiam Meng, bagaimana sikapmu terhadap orang, tentunya engkau tahu kan?"
tanyanya kemudian.
"Eh?" Siauw Kiam Meng mengerutkan kening. "Kenapa engkau menanyakan itu?"
407 "Jangan bertanya, jawab saja!"
"Ketika engkau bersembunyi, sudah pasti telah mendengar semua pembicaraanku
dengan Hui Ceh!"
"Ng!" Pek Giok Liong mengangguk. "Aku memang telah mendengar dengan jelas sekali."
"Kalau begitu, kenapa engkau masih bertanya tentang itu?" Wajah Siauw Kiam Meng
tampak tidak senang.
"Jadi engkau mengaku sikapmu sangat jujur dan terbuka, terhadap orang?"
"Memang begitulah sikapku." Siauw Kiam Meng mengangguk, lalu menatap Pek Giok
Liong tajam seraya bertanya. "Apakah itu ada kaitannya dengan tindakanmu menotok
jalan darahku?"
"Tentu ada kaitannya," sahut Pek Giok Liong sungguh-sungguh. "Karena dulu engkau
tidak begitu jujur, maka tidak dapat dipercaya sepenuhnya."
"Tentang itu, bukankah telah kubicarakan dengan Hui Ceh" Walau aku tidak begitu jujur
dan lurus, namun tetap anak cucu keluarga Siauw. Aku tidak akan kehilangan hati
nuraniku."
"Bagus." Pek Giok Liong tertawa. "Engkau yang mengatakannya sendiri. Akan tetapi, laut
dapat diduga, hati orang siapa tahu. Tentunya engkau mengerti itu."
"Oh?" Kening Siauw Kiam Meng berkerut-kerut. "Kalau begitu, engkau masih bercuriga
dan tidak mempercayaiku?"
"Kejujuranmu belum terbukti, maka lebih baik aku berhati-hati."
"Adik Liong!" Siauw Kiam Meng menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau terlampau
banyak bercuriga!"
"Mungkin. Namun itu ada baiknya ".."
"Ohya!" potong Siauw Kim Meng. "Engkau menghendaki bukti apa, agar bisa
mempercayaiku?"
408 "Itu sulit dikatakan. Namun ".." Pek Giok Liong menatapnya tajam. "Asal engkau bersedia
memberitahukan padaku siapa sebenarnya Tu Ci Yen itu, maka aku pun
mempercayaimu."
Hati Siauw Kiam Meng tergetar, namun air mukanya sama sekali tidak berubah.
"Tu Ci Yen adalah Tu Ci Yen, tidak mungkin orang lain. Aku ".. tidak mengerti
maksudmu."
"Seharusnya dia punya julukan lain."
"Setahuku tidak, kalau engkau tidak percaya, silakan bertanya pada Hui Ceh!"
"Seandainya Hui Ceh bisa tahu, itu sudah tidak mengherankan lagi." Pek Giok Liong
tertawa. "Siau Liong!" Mendadak Siauw Kiam Meng tertawa dingin. "Engkau harus tahu! Kalau aku
satu jalur dengan Tu Ci Yen, apakah aku akan memperbolehkan engkau berada di sini?"
"Betul." Pek Giok Liong tertawa ringan. "Tentang ini, aku pun bisa menjelaskan."
"Jelaskanlah!"
"Aku ingin bertanya, bagaimana kepandaianmu dibandingkan dengan kepala pengurus
Ho?" "Hanya kalah setingkat."
"Nah!" Pek Giok Liong tersenyum. "Aku mampu menangkapnya hanya satu jurus. Maka
bagaimana mungkin engkau macam-macam di hadapanku?"
"Tapi engkau pun harus tahu, bahwa di empat penjuru lantai bawah, banyak terdapat
orang yang berkepandaian tinggi. Asal aku memberi isyarat, segera akan muncul belasan
orang berkepandaian tinggi ke mari."
"Aku percaya itu. Namun engkau harus berpikir baik-baik, sebab yang akan celaka duluan
adalah dirimu, mungkin engkau akan segera melayang ke bawah dan tak bernyawa lagi!"
409 Hati Siauw Kiam Meng tersentak, tapi ia justru tertawa dingin.
"Engkau pun tidak bisa kabur dalam keadaan hidup!"
"Oh, ya?" Pek Giok Liong tertawa hambar. "Engkau harus ingat, kalau aku tidak yakin
mampu pergi dari sini, tentunya aku tidak berani ke mari seorang diri!"
"Jadi ".." Siauw Kiam Meng menatapnya tajam. ?".. engkau telah mengatur sesuatu?"
Pek Giok Liong tidak menyahut, melainkan cuma tersenyum dingin. Itu justru membuat
hati Siauw Kiam Meng kebat-kebit tidak karuan. Hening dalam kamar itu, suasana pun
tampak mulai mencekam.
"Kakak Kiam Meng!" ujar Siauw Hui Ceh mendadak memecahkan keheningan. "Walau
kakak Liong berkata begitu dan sangat berhati-hati, tapi itu demi kebaikan kita! Sudahlah
Kakak Kiam Meng!"
"Adik Hui! Kalau bukan demi kebaikan kita, bagaimana mungkin aku sedemikian sabar"
Lagi pula ".." Mendadak Siauw Kiam Meng menggeleng-gelengkan kepala dan menarik
nafas sambil tersenyum getir.
"Kalau begitu ".." Pek Giok Liong menjura pada Siauw Kiam Meng. "Aku sangat
berterima-kasih atas kelapangan hatimu!"
"Sudahlah!"
"Saudara Kiam Meng!" Pek Giok Liong mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana kalau
sekarang kita merundingkan bagaimana cara menolong Peng Yang" Apakah engkau
punya akal?"
"Kalau aku punya akal, sudah kutolong dia," sahut Siauw Kiam Meng dan menambahkan,
"Padahal sesungguhnya, kita tidak perlu berunding soal itu."
"Maksudmu?"
"Aku akan menemanimu ke penjara bawah tanah itu, adapun bagaimana cara engkau
menolong Peng Yang, itu urusanmu. Sebab kepandaianmu jauh lebih tinggi dariku, maka
aku cuma menurut saja."
410 "Kalau begitu, aku yang mengatur, dan engkau cuma menurut?"
"Ya." Siauw Kiam Meng mengangguk. "Itu agar engkau tidak mencurigaiku."
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, kemudian mengarah pada Siauw Hui Ceh.
"Ohya, di mana Hiang Bwee?"
Hiang Bwee adalah pelayan kesayangan Siauw Hui Ceh, hubungan mereka bagaikan
kakak beradik. Begitu Pek Giok Liong bertanya tentang Hiang Bwee, wajah Siauw Hui Ceh berubah
muram. "Sudah empat bulan dia hilang."
"Oh?" Pek Giok Liong tertegun. "Bagaimana hilangnya?"
"Alangkah baiknya kalau aku tahu."
"Lalu siapa yang melayanimu sekarang?"
"Pelayan baru, namanya Hoa Giok."
"Hoa Giok" Tu Ci Yen yang mencari untukmu?"
"Ya." Siauw Hui Ceh mengangguk. "Tapi aku tidak tahu dia mencari di mana."
"Hoa Giok itu dari mana, aku justru pernah membicarakannya dengan Tu Ci Yen." Sela
Siauw Kiam Meng memberitahukan. "Kalau tidak salah, dia membeli dengan harga
ratusan tael perak."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, kemudian mengarah pada Siauw Hui Ceh
seraya bertanya, "Dia baik terhadapmu?"
"Cukup baik." Siauw Hui Ceh mengangguk. "Tapi aku merasa dia agak misterius."
"Oh?" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Dia bisa silat?"
"Kelihatannya ".. tidak bisa."
411 "Dia berada di mana sekarang, kok tidak kelihatan?" Pek Giok Liong mengerutkan kening
lagi. "Dia berada di kamar sebelah." Siauw Hui Ceh memberitahukan. "Telah kutotok jalan
darah tidurnya."
"Saudara Kiam Meng! Mari kita ke kamar sebelah melihat-lihat!" ajak Pek Giok Liong.
"Mau apa melihatnya?" tanya Siauw Kiam Meng.
"Melihat-lihat saja. Nanti baru dibicarakan!"
"Sudahlah!" Siauw Kiam Meng menggelengkan kepala. "Mana ada waktu untuk pergi
melihatnya" Lebih baik kita mengurusi pekerjaan yang penting."
"Saudara Kiam Meng, itu termasuk urusan penting." Pek Giok Liong memberitahukan
dengan sungguh-sungguh.
"Siau Liong!" Siauw Kiam Meng menatapnya heran. "Engkau sungguh sulit dimengerti."
"Oh?" Pek Giok Liong tersenyum.
"Siau Liong, kalau engkau ingin melihatnya, pergilah sendiri! Aku dan Hui Ceh menunggu
di sini." Pek Giok Liong menggelengkan kepala.
"Aku menginginkan kalian ikut juga."
"Siau Liong!" Siauw Kiam Meng mengerutkan kening. "Kenapa engkau begitu memaksa
orang?" "Kakak Liong!" Siauw Hui Ceh menyela, "Dia tidak mau pergi ya sudahlah! Aku akan ikut."
"Kalau begitu, biar aku sendiri di sini," sahut Siauw Kiam Meng.
412 "Saudara Kiam Meng, kalau engkau tidak mau ikut, itu sudah tiada artinya lagi." kata Pek
Giok Liong. "Oh?" Siauw Kiam Meng tercengang. "Lalu apa artinya aku ikut?"
"Engkau akan mengetahuinya setelah sampai di sana."
"Aku tidak paham akan maksudmu." Siauw Kiam Meng menggeleng-gelengkan kepala.
"Sebetulnya engkau mau apa?"
"Aku ingin membuat suatu kejutan," sahut Pek Giok Liong sambil tertawa ringan. "Ayolah!
Mari kita ke sana, jangan membuang waktu lagi!"
Siauw Hui Ceh merasa ada keanehan, sebab air muka Pek Giok Liong memang tampak
aneh, maka ia pun mendesak Siauw Kiam Meng untuk ikut.
"Kakak Kiam Meng, ayolah ikut!"
Sesungguhnya Siauw Kiam Meng tidak mau ikut, tapi karena didesak oleh Siauw Hui Ceh,
ia terpaksa mengangguk.
"Baiklah."
Mereka bertiga lalu menuju kamar sebelah.
Hoa Giok berbaring di tempat tidur, sepasang matanya terpejam dan nafasnya pun begitu
tenang, pertanda dia sangat pulas.
Pek Giok Liong mendekatinya, kemudian menjulurkan tangannya untuk memegang nadi di
lengan Hoa Giok.
Berselang sesaat, Pek Giok Liong memandang Siauw Hui Ceh seraya bertanya.
"Adik Hui, betulkah engkau menotok jalan darah tidurnya?"
"Betul." Siauw Hui Ceh mengangguk. "Apakah ada sesuatu yang tidak beres pada
dirinya?" 413 Pek Giok Liong tertawa ringan, lalu mengarah pada Hoa Giok yang berbaring itu seraya
berkata. "Nona Hoa Giok, tidak usah berpura-pura lagi! Cepatlah bangun dan mari kita bicara baik-
baik!" Kini Siauw Kiam Meng telah mengerti, sehingga hatinya tersentak. Justru pada waktu
bersamaan mendadak Hoa Giok membalikkan badannya, sekaligus mencengkeram urat
nadi di lengan kiri Pek Giok Liong.
"Hek Siau Liong!" Hoa Giok tertawa dingin. "Engkau memang luar biasa, namun kini
engkau telah jatuh di tanganku!"
Menyaksikan itu, Siauw Hui Ceh terkejut bukan main dan segera membentak.
"Hoa Giok! Cepat lepaskan dia!"
Hoa Giok menggelengkan kepala.
"Nona, maafkan aku tidak menurut perintahmu!" sahutnya.
"Hoa Giok ".." Siauw Hui Ceh ingin memarahinya, namun mendadak ia mendengar suara
Pek Giok Liong mengiang di dalam telinganya. Ternyata Pek Giok Liong berbicara
padanya dengan ilmu menyampaikan suara.
"Adik Hui, jangan khawatir! Dia tidak bisa melukaiku."
Seketika juga Siauw Hui Ceh merasa lega. Justru pada saat itu terdengar suara bentakan


Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Kiam Meng.
"Hoa Giok, kenapa engkau berani membangkang" Nona Hui begitu baik terhadapmu, tapi
engkau begitu berani tidak menurut perintahnya!"
"Tuan muda Kiam Meng!" sahut Hoa Giok dengan alis terangkat. "Engkau jangan turut
campur urusan ini!"
"Engkau ".." Wajah Siauw Kiam Meng merah padam.
414 Hoa Giok tidak menimpalinya, sekonyong-konyong ia menotok jalan darah Pek Giok
Liong. Tentunya Pek Giok Liong tidak bisa mengelak, karena urat nadinya dicengkeram.
Setelah menotok Pek Giok Liong, Hoa Giok pun tertawa puas.
"Hek Siau Liong, engkau bisa apa sekarang?" ujarnya sepatah demi sepatah.
Pek Giok Liong tampak tenang, ia tersenyum hambar sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Engkau telah menotok jalan darahku sehingga aku tidak bisa bergerak sama sekali, lalu
aku masih bisa apa?"
"Hmm!" dengus Hoa Giok dingin.
"Engkau telah menotok jalan darahku, kenapa masih tidak mau melepaskan
cengkeramanmu?"
Jalan darah lumpuh Pek Giok Liong telah tertotok. Walau ia memiliki kepandaian tinggi,
namun bisa berbuat apa"
Oleh karena itu, Hoa Giok pun tersenyum. Ia memandang Pek Giok Liong sejenak, lalu
melepaskan cengkeramannya.
Pada waktu bersamaan, mendadak air muka Hoa Giok berubah aneh. Siapa pun tidak
tahu akan hal itu, hanya Pek Giok Liong yang tahu. Ia pura-pura batuk, kemudian
memandang Hoa Giok dengan penuh perhatian.
"Nona Hoa Giok, sekarang kita boleh bicara baik-baik kan?"
Hoa Giok tersenyum.
"Engkau ingin bicara apa denganku?"
"Bagaimana kalau membicarakan tentang dirimu?"
"Engkau ingin tahu asal-usulku kan?"
415 "Tidak salah." Pek Giok Liong tertawa. "Nona Hoa Giok sangat cerdas, aku amat kagum
padamu." "Terimakasih atas pujianmu!"
"Nona Hoa Giok, mengenai asal-usulmu, aku telah menduganya dalam hati! Namun tepat
atau tidak, aku tidak berani memastikannya."
"Oh?" Hoa Giok tertawa cekikikan. "Coba beberkan dugaanmu itu, aku datang dari mana!"
"Kalau tidak salah, Nona pasti datang dari Bun Jiu Kiong (Istana Lemah Lembut)! Ya,
kan?" Air muka Hoa Giok langsung berubah, kemudian tanyanya dengan nada terkejut.
"Engkau tahu tentang Bun Jiu Kiong itu?" Pek Giok Liong tersenyum.
"Kalau begitu, dugaanku tidak meleset kan?"
Hoa Giok menggertak gigi dan jawabnya dingin.
"Benar! Aku memang datang dari Istana Lemah Lembut!"
"Nona, aku ingin menasihatimu, entah engkau sudi mendengar atau tidak?" Pek Giok
Liong menatapnya.
"Engkau ingin menasihatiku agar meninggalkan istana itu?"
"Benar." Pek Giok Liong mengangguk. "Engkau memiliki kepandaian yang cukup tinggi,
kenapa mau membiarkan dirimu tetap kotor di sana?"
"Hi hi hi!" Hoa Giok tertawa cekikikan. "Nasihatmu sungguh menyentuh hati, tapi tidak
tepat pada waktunya."
"Maksud Nona?"
416 "Kalau jalan darahmu itu belum kutotok, mungkin aku akan mempertimbangkan nasihatmu
itu!" "Oooh!" Pek Giok Liong tersenyum. "Kau kira jalan darahku sudah tertotok maka aku tidak
bisa apa-apa lagi?"
Hoa Giok terkejut. Ia menatap Pek Giok Liong dengan tajam.
"Apakah aku belum dapat mengendalikan jalan darahmu?"
"Tidak salah."
"Aku tidak percaya!"
"Nona tidak percaya?"
"Ya." Hoa Giok mengangguk. "Aku memang tidak percaya!"
"Kalau begitu ".." Pek Giok Liong tersenyum. "Aku akan membuktikannya."
Usai berkata begitu, Pek Giok Liong pun menyentilkan jari telunjuknya ke arah dinding.
Cess! Dinding itu langsung berlubang.
"Haah?" Wajah Hoa Giok berubah pucat pias. "Engkau ".. engkau bisa membuka jalan
darah itu dengan hawa murnimu?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Lagi pula aku pernah belajar semacam ilmu
pemindahan jalan darah, maka ketika engkau menotok jalan darahku itu, totokanmu
meleset." Hoa Giok tertegun, ditatapnya Pek Giok Liong dengan mata terbelalak lebar, lama sekali
barulah membuka mulut.
"Aku tetap tidak percaya!" Tiba-tiba Hoa Giok menotok jalan darah di dada Pek Giok
Liong. 417 Pek Giok Liong sama sekali tidak bergerak, dan malah tertawa ringan seraya berkata,
"Nona Hoa Giok, percayakah engkau sekarang?"
Hoa Giok termangu. Kini ia baru tahu jelas, bahwa Pek Giok Liong memiliki kepandaian
yang amat tinggi. Kemudian diliriknya Siauw Kiam Meng, pemuda itu berpura-pura tidak
tahu. "Nona Hoa Giok!" ujar Pek Giok Liong dengan suara rendah. "Lebih baik engkau kembali
ke jalan yang benar, pikirkanlah itu!"
"Engkau ".." Hoa Giok melotot.
Pek Giok Liong tersenyum, lalu mendadak menggerakkan jari telunjuknya. Seketika juga
empat jalan darah penting Hoa Giok telah tertotok. Begitu cepat membuat Hoa Giok
sendiri nyaris tidak percaya. Tapi buktinya sekujur badannya telah semutan dan mulutnya
pun jadi kaku. Kemudian Pek Giok Liong mengibaskan tangannya, dan tubuh Hoa Giok
pun melayang dan jatuh di tempat tidur dalam posisi berbaring.
Bukan main! Itu membuat sekujur badan Siauw Kiam Meng menggigil ketika
menyaksikannya.
"Adik Hui!" ujar Pek Giok Liong. "Tolong ambilkan pakaian Hoa Giok!"
"Ya." Siauw Hui Ceh segera mengambil pakaian Hoa Giok yang di dalam lemari, lalu
diberikan pada Pek Giok Liong.
"Terima kasih!" Ucap Pek Giok Liong, lalu cepat-cepat memakai pakaian itu. Setelah itu ia
bertanya pada Siauw Hui Ceh, "Bagaimana" Cukup mirip kan?"
"Hi hi!" Siauw Hui Ceh tertawa geli. "Lumayan!"
"Nah! Adik Hui, cepat ambilkan beberapa buah buku untukku!"
"Kakak Liong!" tanya Siauw Hui Ceh heran. "Buat apa buku-buku itu?"
"Mendapat perintah dari nona, mengantar buku untuk Tuan Muda Peng Yang." sahut Pek
Giok Liong. 418 "Hi hi!" Siauw Hui Ceh tertawa geli lagi. "Siau Liong!" sela Siauw Kiam Meng. "Engkau
membuatku salut!"
"Apa boleh buat! Harus mengelabui mata para penjaga," ujar Pek Giok Liong sambil
tertawa. "Meskipun aku bersamamu, tetap tidak akan terlepas dari kecurigaan para
penjaga. Maka aku harus menyamar."
"Oooh!" Siauw Kiam Meng manggut-manggut.
"Adik Hui!" pesan Pek Giok Liong. "Setelah aku pergi bersama Kiam Meng, engkau harus
ke tempat ayahmu, dan tunggu kami di sana!"
"Ya, tapi ".. Kakak Liong harus berhati-hati!"
"Adik Hui boleh berlega hati!" Pek Giok Liong tersenyum. "Bersama Kiam Meng, tentunya
tiada bahaya."
* * * Bagian ke 39: Pembicaraan Rahasia
Ketika Pek Giok Liong dan Siauw Kiam Meng menuju penjara bawah tanah, pada waktu
bersamaan, di bangunan kecil di halaman belakang ekspedisi Yang Wie, telah terjadi
pembicaraan rahasia antara Kim Tie dan Gin Tie.
"Bukankah engkau telah pulang, kok balik ke mari lagi?" tanya Kim Tie bernada heran.
"Telah terjadi sesuatu yang di luar dugaan di rumah," jawab Gin Tie memberitahukan.
"Oh" Apa gerangan yang telah terjadi?"
"Ho cong koan ditangkap orang."
"Apa"!" Kim Tie terkejut. "Ho cong koan ditangkap orang?"
419 "Ya."
"Siapa orang itu?"
"Dia bernama Seng Sin Khi."
"Apa"!" Kim Tie terkejut bukan main. "Seng Sim Ki (Panji Hati Suci)?"
"Nadanya hampir sama." sahut Gin Tie. "Kata beberapa orang di rumah, Seng Sin Khi itu
mirip Hek Siau Liong."
"Engkau percaya?"
"Percaya tapi juga kurang percaya!"
"Apa alasanmu kurang percaya?"
"Cuma berpisah satu tahun, maka aku kurang percaya Hek Siau Liong telah memiliki
kepandaian yang begitu tinggi."
"Dia mampu menangkap Ho cong koan, itu membuktikan bahwa kepandaiannya memang
tinggi." "Kalau diceritakan, mungkin tiada seorang pun akan percaya."
"Maksudmu?"
"Dia menyuruh Ho cong koan menyerangnya sepuluh jurus, bahkan dengan syarat dia
tidak akan membalas dan tidak akan bergeser dari tempat duduknya ".."
"Ho cong koan menyerangnya?"
"Ya." Gin Tie mengangguk. "Namun sampai sebelas jurus, Ho cong koan sama sekali
tidak mampu mendesaknya tergeser dari tempat duduk."
"Oh?"
420 "Sebaliknya dia mampu menangkap Ho cong koan cuma dalam satu jurus." Gin Tie
memberitahukan.
"Hah?" Kim Tie terkejut bukan main. "Siapa yang memberitahukan padamu?"
"Siauw Peng Yang."
Dugaan Pek Giok Liong memang tidak salah, Gin Tie itu tidak lain adalah Tu Ci Yen. Lalu
siapa Kim Tie"
"Siauw Peng Yang menyaksikan dengan mata sendiri?" tanya Kim Tie yang kelihatan
kurang percaya.
"Dia memang menyaksikan dengan mata sendiri," jawab Gin Tie dan melanjutkan, "Ketika
Seng Sin Khi mau membawa Ho cong koan pergi, Siauw Peng Yang ingin mencegahnya,
namun kepandaiannya jauh di bawah orang itu, maka sebaliknya malah dia yang tertotok
jalan darahnya ".."
"Tunggu!" potong Kim Tie mendadak.
"Ada apa?" tanya Gin Tie.
"Ucapanmu itu kurang beres."
"Kurang beres?"
"Ya. Aku ingin bertanya, bagaimana kekuatan pukulan Siauw Peng Yang?"
"Dapat menghancurkan batu."
"Siauw Peng Yang mencegah orang itu dengan apa?"
"Pukulan."
"Nah! Kalau begitu, kok orang itu tidak apa-apa" Bagaimana mungkin tubuhnya lebih
keras dari batu?"
421 "Maksudmu ".. pukulan itu tidak mengandung lwee kang "..?"
"Ya. Tapi kalau pukulan itu mengandung lwee kang, kecuali orang itu ".." Kim Tie tidak
melanjutkan ucapannya, melainkan berpikir keras, kemudian menggeleng-gelengkan
kepala. "Hanya ada satu kemungkinan."
"Kemungkinan apa?"
"Berapa usia orang itu?" tanya Kim Tie mendadak.
"Sekitar enam belas."
"Ngmm!" Kim Tie manggut-manggut. "Tahukah engkau ilmu apa yang membuat tubuh
tidak mempan segala pukulan?"
"Menurut ayah angkat, itu semacam lwee kang pelindung badan," jawab Gin Tie.
"Untuk mencapai tingkat itu, harus berlatih berapa lama?"
"Itu ".. lama sekali!"
"Nah! Dalam bu lim siapa yang berhasil mencapai tenaga dalam pelindung tubuh?"
"Menurut ayah angkat, hanya majikan Ciok Lau San Cung yang telah mati itu, namun dia
cuma mencapai tingkat kelima. Dalam bu lim masa kini, tiada orang kedua yang mencapai
tingkat." "Sekarang engkau sudah mengerti, kenapa aku barusan mengatakan hanya ada satu
kemungkinan?"
"Aku sudah mengerti."
"Ohya. Kenapa dia seorang diri ke sana" Engkau tahu apa maksud tujuannya?" tanya Kim
Tie mendadak. "Aku sudah menyelidiki persoalan itu. Seng Sin Khi mengatakan bahwa keluarga Siauw
mempunyai hutang padanya," jawab Gin Tie.
422 "Mungkinkah Siauw cung cu punya hutang padanya?"
"Yang ditagihnya justru bukan harta benda."
"Oh?" Kim Tie tertegun. "Apakah hutang nyawa?"
Gin Tie mengangguk.
"Dia memang menagih hutang nyawa. Katanya, Siauw cung cu berhutang tujuh nyawa
padanya." "Apa"! Siauw cung cu berhutang tujuh nyawa padanya?" Kim Tie tampak terkejut, namun
kemudian menggeleng-gelengkan kepala. "Itu ".. itu tidak mungkin. Sebab Siauw cung
cu tidak pernah membunuh orang."
Tu Ci Yen atau Gin Tie diam saja. Ia terus mendengar dengan penuh perhatian.
Sedangkan Kim Tie telah melanjutkan.
"Sejak kecil engkau ikut Siauw cung cu, bahkan kemudian diangkat anak. Pernahkah
selama itu engkau mendengar, bahwa dia punya musuh?" lanjut Kim Tie.
"Tidak pernah."
"Kalau Siauw cung cu berhutang nyawa padanya, seharusnya dia cari majikan Siauw.
Tapi kenapa menangkap Ho cong koan" Lagi pula sama sekali tidak melukai siapa pun?"
"Semula aku pun merasa heran tentang itu, setelah kutanya secara teliti, barulah kutahu
sebab musababnya."
"Apa sebab musabab?"
"Sebab Ho cong koan menyerangnya dengan jurus Chui Sim Ciang (Pukulan penghancur
hati)." "Karena Chui Sim Ciang itu, maka dia menangkap Ho cong koan?"
"Ya." Tu Ci Yen mengangguk. "Karena orang itu pun mahir jurus tersebut, bahkan
kehebatan pukulannya jauh di atas pukulan Ho cong koan."
423 "Kalau begitu, dia pasti seperguruan dengan Ho cong koan,"
"Tidak." Tu Ci Yen menggelengkan kepala. "Nada ucapannya kedengaran tidak mungkin
seperguruan dengan Ho cong koan."
"Bagaimana nada ucapannya?"
"Ketika mau pergi, dia bilang harus membawa Ho cong koan untuk diserahkan pada
temannya."
"Oh" Dia tidak bilang siapa temannya itu?"
"Tidak." Lanjut Tu Ci Yen. "Tapi aku telah menduga, siapa temannya itu."
"Siapa temannya itu?"
"Mungkin Liok Tay Coan."
"Kenapa engkau menduga Liok Tay Coan?"
"Aku dengar, ketika Ho cong koan mengerahkan jurus Chui Sim Ciang itu, dia pun
bertanya pada Ho cong koan, ada hubungan apa dengan Liok Tay Coan?" Tu Ci Yen
memberitahukan. "Maka kuduga, temannya itu pasti Liok Tay Coan."
"Tapi ".. bagaimana jawab Ho cong koan?"
"Tidak mengaku kenal dengan Liok Tay Coan."
Mendadak Gin Tie menarik nafas panjang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala
seraya berkata, "Ho cong koan itu sungguh bodoh. Pengakuannya justru membuktikan
bahwa dia kenal dengan Liok Tay Coan." Kim Tie menarik nafas lagi, "Kalau diserahkan
pada Liok Tay Coan, Ho cong koan pasti mati." lanjutnya.
"Apakah Liok Tay Coan guru Ho cong koan?"
"Ya." Kim Tie mengangguk dan memberitahukan. "Ketika Liok Tay Coan berkecimpung di
bu lim, dia selalu bergerak seorang diri. Tidak mau bergaul dengan siapa pun, lagi pula dia
pun amat sadis. Kemudian dia menerima Ho cong koan sebagai murid."
424 "Kalau begitu ".."
"Dua puluh tahun lalu, mendadak Liok Tay Coan menghilang dari bu lim. Ho cong koan
pun tidak tahu jejak gurunya itu. Justru sungguh di luar dugaan, ternyata Liok Tay Coan
masih hidup. Nah, kalau Ho cong koan berada di tangannya, bukankah akan mati?"
"Lain pula dengan pendapatku, Ho cong koan ".." Tu Ci Yen tidak melanjutkan
ucapannya melainkan menatap Kim Tie.


Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Menurutmu, Ho cong koan tidak akan mati?"
"Aku memang berpendapat begitu."
"Apa alasanmu mengatakan begitu?" tanya Kim Tie sambil tertawa.
"Meskipun cong koan orang kita, namun dia tidak banyak berbuat dosa, maka Liok Tay
Coan tidak akan sembarangan membunuhnya, dia pasti menyelidiki dulu, lagi pula mereka
itu guru dan murid."
"Ngmm!" Kim Tie manggut-manggut sambil tersenyum. "Cukup masuk akal, tapi engkau
telah melupakan satu hal."
"Hal apa?"
"Hal yang amat kecil, tapi bagi Liok Tay Coan merupakan hal yang amat besar." ujar Kim
Tie dan melanjutkan, "Seharusnya dia jangan mengaku tidak kenal Liok Tay Coan.
Cobalah engkau pikir! Seorang murid yang tidak mau mengaku gurunya, bukankah
termasuk murid murtad" Lagi pula Liok Tay Coan berhati sadis dan tak kenal ampun. Nah,
bagaimana mungkin dia akan mengampuni murid yang tidak mengakunya guru" Oleh
karena itu, kalau Ho cong koan jatuh di tangannya, apakah masih ada harapan untuk
hidup?" "Sungguh teliti engkau!" Tu Ci Yen tertawa. "Aku masih tidak begitu teliti."
"Sudahlah!" Kim Tie tertawa gelak. "Jangan memuji diriku. Padahal engkau lebih pintar
dariku, hanya saja engkau tidak mau berpikir."
"Yang jelas engkau jauh lebih pintar dariku!" Tu Ci Yen masih tertawa.
425 "Berdasarkan itu ".." ujar Kim Tie melanjutkan, "Kemungkinan besar pemuda baju hitam
itu murid baru Liok Tay Coan, jadi dia bukan Hek Siau Liong."
"Hek Siau Liong atau bukan, belum bisa dipastikan. Tapi menurutku, dia bukan murid Liok
Tay Coan."
"Oh?" Kim Tie tertegun. "Mengapa" Bukankah dia juga mahir jurus Pukulan Penghancur
Hati" Lalu kenapa dia bukan murid Lick Tay Coan?"
"Karena dia juga memiliki ilmu-ilmu rahasia partai lain."
"Oh, ya?" Kim Tie tercengang. "Ilmu apa lagi yang dimilikinya?"
"Siau Lim Kim Kong Ci dan Bu Tong Liu Sing Hui Jiau."
"Apa?"
"Kim Kong Ci dan Liu Sing Hui Jiau merupakan ilmu tunggal Siau Lim dan Bu Tong.
Kecuali ketua partai dan tetua, para murid sama sekali tidak belajar ilmu-ilmu itu."
"Siapa yang bilang dia memiliki kedua ilmu itu?"
"Siauw Peng Yang."
"Oh?" Kim Tie heran. "Kok dia tahu?"
"Ketika Ho cong koan mengeluarkan jurus Pukulan penghancur hati, pemuda berbaju
hitam itu menangkis dengan jurus Jari Sakti Arhat. Ho cong koan segera bertanya
padanya murid Siau Lim atau bukan, pemuda berbaju hitam tidak mengaku, bahkan
kemudian memperlihatkan jurus Cakar Terbang, setelah itu mengeluarkan jurus Pukulan
Penghancur Hati. Itu untuk membuktikannya bukan murid Siau Lim maupun Bu Tong
Pay." "Kalau begitu ".." gumam Kim Tie. "Murid siapakah dia sebetulnya?"
"Karena pemuda baju hitam itu memiliki kepandaian yang begitu tinggi, lagi pula belum
tahu asal-usul dan perguruannya, maka aku kembali ke mari untuk melaporkan itu, agar
engkau bisa segera memberi kabar pada Taytie."
426 "Tentang ini, kita rundingkan nanti saja." ujar Kim Tie dan kemudian bertanya. "Bagaimana
Siauw Peng Yang" Engkau apakan dia?"
"Bagaimana menurutmu?" Tu Ci Yen balik bertanya sambil tertawa ringan.
"Masih harus dibilang?" Kim Tie tertawa. "Dari dulu engkau memang sudah ingin
melenyapkannya, hanya saja tiada alasan dan kesempatan. Kini Ho cong koan ditangkap
dan cuma dia seorang diri di tempat, maka aku yakin engkau akan memanfaatkan
kesempatan itu, kan?"
"Ha ha ha!" Tu Ci Yen tertawa gelak. "Engkau memang memahami diriku."
"Engkau apakan dia sekarang?" tanya Kim Tie mendadak dengan nada suara agak
berubah. Pertanyaan itu membuat Tu Ci Yen tertegun. Ia menatap Kim Tie seraya bertanya.
"Apakah engkau tidak setuju aku memanfaatkan kesempatan itu untuk melenyapkannya?"
"Engkau sudah melenyapkannya?"
"Belum."
"Kalau begitu, engkau pasti mengurungnya di penjara bawah tanah kan?"
"Ya." Tu Ci Yen mengangguk. "Aku menahannya di ruang istirahat."
Kim Tie menggelengkan-gelengkan kepala. "Urusan kau kacaukan lagi!" gumamnya.
"Apa" Maksudmu?" Tu Ci Yen terkejut. Karena Kim Tie mengatakannya begitu, tentunya
membuat Tu Ci Yen terkejut dan tidak mengerti.
"Kalau dugaanku tidak meleset, pemuda berbaju hitam itu Hek Siau Liong. Kalaupun
bukan, dia pasti punya hubungan erat dengan cung cu Siauw Thian Lin. Seandainya
engkau tidak menahan Siauw Peng Yang, cepat atau lambat pemuda berbaju hitam itu
pasti akan menemui Siauw Peng Yang. Nah, bukankah cukup menyuruh seseorang untuk
mengawasinya, dan sekaligus menyelidiki pemuda berbaju hitam itu" Engkau menahan
Siauw Peng Yang, bukankah urusan malah jadi kacau?"
427 Tu Ci Yen tersenyum.
"Apa yang kau katakan memang benar. Justru itu, aku pun sudah mengatur sesuatu."
"Engkau sudah mengatur apa?"
"Kalau pemuda berbaju hitam itu benar Hek Siau Liong, maka diam-diam dia pasti pergi
menemui Siauw Hui Ceh. Oleh karena itu, aku telah mengatur suatu jebakan di sekitar
lantai bawah rumah itu, bahkan juga menyuruh Siauw Kiam Meng menyelidiki keadaan di
tempat itu"
"Memang bagus apa yang kau atur itu, namun ".." Pemuda berbaju kuning emas itu
menatapnya. "Bagaimana seandainya dia bukan Hek Siau Liong?"
"Itu ".." Tu Ci Yen menggeleng-gelengkan kepala. "Aku belum memikirkan itu."
"Sudahlah! Tapi lain kali kalau menghadapi suatu urusan, engkau harus berpikir matang
baru bertindak, jangan sembarangan lagi!"
"Ya." Tu Ci Yen mengangguk. "Terimakasih atas petunjukmu!"
Kim Tie tersenyum, kemudian ujarnya serius.
"Urusan itu mungkin masih bisa diatur kembali. Setelah engkau pulang, cepatlah
melepaskan Siauw Peng Yang!"
"Ya."
"Masih ada urusan lain yang sangat penting, sebetulnya aku ingin menyuruh seseorang
memberitahukan padamu sebelum hari terang, tapi engkau justru telah ke mari.
"Oh?"
"Setelah engkau pulang, harus segera memerintahkan para anak buah yang berada di
dalam jarak lima ratus li, dilarang pergi ke mana-mana, harus bersembunyi. Siapa yang
berani keluar, pasti dihukum berat."
428 Tu Ci Yen terkejut. Ia memandang Kim Tie seraya bertanya, "Itu kenapa?"
"Apakah engkau masih ingat, setahun lalu muncul pemuda baju ungu itu?"
"Ingat." Tu Ci Yen mengangguk. "Tapi dia telah menuju selatan."
"Semalam aku menerima berita, bahwa dia datang di Kota Ling Ni lagi."
"Oh?" Tu Ci Yen terperanjat.
"Sekarang dia berada di vihara Si Hui." Kim Tie memberitahukan.
Tu Ci Yen tertegun. Ia menatap Raja Emas seraya bertanya, "Dia seorang diri berada di
vihara itu?"
"Kalau dia cuma seorang diri, apakah engkau ingin bertarung dengan dia" Dia diikuti
banyak orang."
"Aku tidak akan begitu ceroboh, dalam hal ini aku harap engkau boleh berlega hati!"
Kim Tie tertawa. "Apa yang terkandung dalam hatimu, tak akan bisa mengelabui mataku?"
"Aku ".." Tu Ci Yen menundukkan kepala.
"Jangan bertindak ceroboh, itu akan menimbulkan musibah! Akhirnya yang celaka dirimu
sendiri, bahkan para anak buahmu akan menjadi korban pula." Raja Emas
memberitahukan.
Akan tetapi, Tu Ci Yen justru merasa penasaran dan tidak mempercayai apa yang
dikatakan Kim Tie. Oleh karena itu, ia mengambil keputusan untuk bertarung dengan
pemuda baju ungu itu.
Sementara Kim Tie terus memandangnya, lalu tersenyum seraya bertanya, "Engkau tidak
percaya akan perkataanku?"
Tu Ci Yen menggelengkan kepala. Ia tidak mau berterus terang, lebih-lebih mengenai
keputusannya itu.
429 "Mana berani aku tidak percaya?"
"Engkau tidak perlu mengaku, sebab dari sepasang matamu, aku sudah tahu niat dalam
hatimu." ujar Kim Tie sambil tersenyum.
"Ohya?" Tu Ci Yen tertawa. "Apakah kepandaiannya amat tinggi?"
Kim Tie tidak segera menjawab, melainkan berpikir sesaat dan ujarnya sambil tersenyum.
"Aku belum pernah bertemu dengannya, maka bagaimana mungkin bisa tahu bagaimana
kepandaiannya tinggi atau rendah" Tapi ".."
"Kenapa?"
"Kalau dugaanku tidak meleset, engkau tidak akan mampu melawannya dalam tiga puluh
jurus." Tu Ci Yen semakin penasaran dan tidak percaya, namun kali ini sepasang matanya tidak
mencerminkan apa-apa.
"Apakah engkau sudah tahu asal-usulnya?"
"Aku tidak tahu. Tapi Taytie akan menyelidikinya."
"Apakah beliau telah menyelidikinya?"
"Kalau tidak salah, memang sudah. Tapi belum begitu jelas, hanya sudah dapat
menduganya."
"Kalau cuma menduga ".."
"Engkau harus tahu, beliau tidak akan menduga sesuatu yang masih samar-samar."
"Oh?"
"Berdasarkan informasi, kali ini yang menyertainya lebih banyak dari setahun lalu, bahkan
kebanyakan telah berusia tujuh puluhan dan rata-rata memiliki kepandaian amat tinggi."
430 "Tahukah engkau orang-orang tua itu?"
"Aku sudah menyuruh beberapa anak buah untuk menyelidikinya. Mungkin tidak lama lagi
ada informasi masuk."
"Dengan adanya kemunculan mereka, apakah semua kegiatan kita harus dihentikan?"
"Agar tidak menimbulkan hal-hal yang mencurigakan, maka harus dihentikan," ujar Kim
Tie dan menambahkan, "Kecuali urusan yang amat penting, urusan lain harus
ditangguhkan untuk sementara."
"Baiklah." Tu Ci Yen mengangguk. "Aku akan melaksanakan tugasku sesuai instruksimu."
"Bagus." Kim Tie manggut-manggut.
"Apakah masih ada perintah lain?"
"Tidak ada. Tapi aku harus memberitahukan urusan yang sangat penting padamu."
"Urusan apa!"
"Pemuda berbaju hitam yang mengaku bernama Seng Sin Khi itu tidak lain Hek Siau
Liong." "Apa?" Tu Ci Yen tersentak. "Engkau memastikan itu?"
"Ya." Kim Tie mengangguk. "Seng Sin Khi memang Hek Siau Liong."
"Bolehkah aku tahu alasanmu memastikan itu?"
"Tahukah engkau kedudukan Hek Siau Liong sekarang?"
"Apa kedudukannya sekarang?"
"Apakah engkau lupa, bahwa dia adalah pemegang Jit Goat Seng Sim Ki generasi
kelima?" 431 "Oooh!" Tu Ci Yen tersadar sekarang. "Seng Sim Ki, Seng Sim Ki! Itu tidak salah, ternyata
nada suaranya sama. Kalau engkau tidak mengatakan, aku pun tidak menyadari hal itu."
"Kini engkau sudah tahu, maka harus tahu pula apa maksud tujuannya ke mari. Dia telah
memiliki kepandaian yang begitu tinggi, sekarang muncul lagi pemuda baju ungu bersama
beberapa orang tua, mungkin juga untuk membantunya."
"Oh?" Tu Ci Yen terbelalak.
"Oleh karena itu, engkau harus berhati-hati, jangan sampai bertindak ceroboh," pesan Kim
Tie. "Ya." Tu Ci Yen mengangguk. "Aku pasti menuruti perkataanmu."
"Emmh!" Kim Tie manggut-manggut. "Pokoknya kita semua harus berhati-hati."
* * * Bagian ke 40: Akal Dilawan Akal
Pek Giok Liong menyamar sebagai Hoa Giok. Tangannya membawa beberapa buah
buku, dan bersama Siauw Kiam Meng menuju penjara bawah tanah.
Status Hoa Giok adalah pelayan pribadi Siauw Hui Ceh. Gadis itu berasal dari Bun Jiu
Kiong (Istana Lemah Lembut), maka jelas setelah menjadi pelayan, derajatnya jadi tinggi.
Maka para penjaga tiada seorang pun berani melarangnya ke penjara bawah tanah itu.
Tak lama kemudiam, mereka berdua telah sampai di penjara bawah tanah itu.
"Adik Peng Yang, Siau Liong dan aku ke mari menolongmu," bisik Siauw Kiam Meng.
Siauw Peng Yang tertegun. Ia segera menatap Hoa Giok dengan penuh perhatian.
"Saudara Hek!" tegurnya. "Kenapa engkau menempuh bahaya ini, engkau sungguh ".."
432 Pek Giok Liong segera memberi isyarat agar dia diam.
"Saudara Peng Yang, kini bukan saatnya berbicara demikian," ujar Pek Giok Liong lalu
mengarah pada Siauw Kiam Meng seraya bertanya, "Siauw Kiam Meng, coba engkau cari
akal, kita harus bagaimana ke luar dari sini."
"Siau Liong!" Siauw Kiam Meng tersenyum. "Sudah kukatakan tadi, engkau sangat cerdik
dan memiliki kepandaian tinggi, bagaimana kita harus keluar, aku cuma menurut saja."
"Saudara Kiam Meng, sungguhkah engkau bersedia menurut padaku?" Pek Giok Liong
menatapnya tajam.
"Tentu." Siauw Kiam Meng mengangguk. "Lebih baik sekarang engkau berunding dulu
dengan adik Peng Yang, aku akan menjaga di luar."
Usai berkata begitu, Siauw Kiam Meng segera mengayunkan kakinya, namun Pek Giok
Liong cepat-cepat menarik tangannya.
"Saudara Kiam Meng, jangan menjaga di luar!"
"Kenapa?" tanya Siauw Kiam Meng heran.
"Sebetulnya ".." Pek Giok Liong tersenyum. "Aku sudah punya cara untuk ke luar dari
sini. Barusan aku cuma sekedar bertanya."
"Oh?" Siauw Kiam Meng menatapnya. "Bagaimana caramu?"
"Dengan cara akal dilawan akal." jawabnya sambil tersenyum.
Siauw Kiam Meng tidak mengerti, namun kemudian air mukanya tampak berubah.
"Apa artinya akal dilawan akal?" tanyanya.
Pek Giok Liong tidak menyahut, hanya sekilas wajahnya tampak aneh dan misterius.
"Engkau akan segera tahu."
433 Siauw Kiam Meng telah merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Baru saja ia mau
menerjang ke luar, tapi Pek Giok Liong justru bergerak lebih cepat menotok jalan
darahnya. Kini Siauw Kiam Meng sudah tahu jelas apa artinya akal dilawan akal, tapi terlambat
baginya, karena sekujur badannya sudah tidak bisa bergerak, dan wajahnya berubah
pucat pias. Ia amat menyesal, kenapa tadi ia tidak turun tangan duluan terhadap Pek Giok Liong. Kini
dirinya malah dikendalikan, maka ia melototi Pek Giok Liong dengan penuh kebencian.
"Saudara Kiam Meng!" Pek Giok Liong tertawa ringan. "Biar bagaimana pun engkau harus
memaafkanku. Sebab kalau aku tidak bertindak demikian tentunya sulit bagi Peng Yang
untuk meninggalkan penjara bawah tanah ini. Setelah pagi dan Tu Cin Yen mengetahui
akan hal ini, paling juga dia cuma mencacimu tak berguna, tidak akan menghukummu
dengan berat dan engkau akan dikeluarkan dari sini."
Siauw Kiam Meng diam saja, memang sudah tiada yang harus dikatakannya.
"Aku mengerti, saat ini engkau pasti menyesal sekali," lanjut Pek Giok Liong sambil
menatapnya tajam. "Menyesal karena engkau tidak turun tangan duluan terhadap diriku.
Sesungguhnya engkau tidak perlu menyesal, sebaliknya engkau malah harus merasa
beruntung. Kalau engkau turun tangan duluan, mungkin aku pun akan memusnahkan
seluruh kepandaianmu."
Mendengar ucapan itu, sekujur badan Siauw Kiam Meng menggigil. Sebab bagi orang
yang memiliki ilmu silat, lebih baik mati dari pada kepandaiannya dimusnahkan.
"Kini engkau tidak terluka dan belum musnah kepandaianmu, maka baik-baik engkau jadi
anak cucu keluarga Siauw! Nah, selamat tinggal, dan aku akan tetap memanggilmu
saudara. Kalau tidak ".."
Wajah Pek Giok Liong berubah dingin. Ia melanjutkan ucapannya dengan suara dingin
pula, membuat Siauw Kiam Meng merinding.
"Tentunya engkau mengerti, aku pun tidak perlu banyak bicara lagi." Kemudian Pek Giok
Liong mengarah pada Siauw Peng Yang. "Saudara Peng Yang, cepatlah engkau lucuti
pakaiannya lalu pakailah! Kita harus segera meninggalkan tempat ini."
434 Siauw Peng Yang menurut. Ia sangat kagum akan kecerdasan Siau Liong. Setelah
memakai pakaian Siauw Kiam Meng, ia memakaikan pakaiannya ke tubuh Siauw Kiam
Meng itu. "Saudara Siau Liong, apakah kita biarkan dia di sini?"
Pek Giok Liong mengangguk, lalu secepat kilat ia menotok jalan darah tidur di badan
Siauw Kiam Meng. Setelah itu, barulah ia mengajak Siauw Peng Yang pergi.
Keluar dari penjara bawah tanah, mereka berdua segera menuju tempat cung cu Siauw
Thian Lin.

Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebetulnya cung cu Siauw Thian Lin sudah tidur, tapi Siauw Hui Ceh membangunkannya
dan menceritakan tentang Hek Siau Liong yang telah kembali.
Ketika mendengar Hek Siau Liong telah kembali, wajah cung cu Siauw Thian Lin yang
pucat pias tampak berseri dengan penuh harapan. Namun juga merasa di luar dugaan,
bagaimana mungkin Hek Siau Liong begitu cepat kembali"
Tak seberapa lama kemudian, muncul ah Pek Giok Liong bersama Siauw Peng Yang.
Begitu melihat Pek Giok Liong, Siauw Hui Ceh pun tampak tercengang.
"Kakak Liong, di mana kakak Peng Yang" Engkau tidak menolongnya?"
Pek Giok Liong tersenyum, sambil menunjuk Siauw Peng Yang yang menyamar Siauw
Kiam Meng. "Adik Hui, lihatlah baik-baik siapa dia?"
Siauw Hui Ceh menatap Siauw Peng Yang dengan penuh perhatian, kemudian serunya
girang. "Haah! Kakak Peng Yang?"
Siauw Peng Yang mengangguk sambil tersenyum getir.
"Aku memang Peng Yang. Aku justru tidak habis pikir, kenapa Tu Ci Yen begitu licik dan
busuk." 435 "Kakak Peng Yang!" Siauw Hui Ceh menarik nafas. "Hanya Kakak Liong yang bisa
menandingi kelicikannya."
"Benar." Siauw Peng Yang mengangguk.
"Kakak Liong!" Siauw Hui Ceh menatapnya. "Apakah kakak Kiam Meng di tinggal di dalam
penjara bawah tanah itu?"
"Kalau tidak begitu, bagaimana mungkin aku dan saudara Peng Yang bisa meninggalkan
penjara bawah tanah?"
"Kalau begitu ".." Siauw Hui Ceh mengerutkan kening. "Kakak Kiam Meng ".."
"Harap Adik Hui berlega hati!" sambung Pek Giok Liong cepat. "Dia tidak apa-apa, besok
Tu Ci Yen pasti mengeluarkannya."
"Oooh!" Siauw Hui Ceh manggut-manggut.
"Siau Liong memberi hormat pada cung cu!" ucap Pek Giok Liong sambil menjura pada
cung cu Siauw Thian Lin.
"Nak Liong, engkau tidak usah banyak peradaban!" sahut cung cu Siauw Thian Lin sambil
tersenyum. "Ketika aku mendengar bahwa engkau sudah kembali, hatiku sungguh
gembira sekali. Namun juga merasa heran, kenapa engkau begitu cepat kembali. Apakah
engkau telah pergi ".."
Berkata sampai di sini, nafas cung cu Siauw Thian Lin mulai sesak.
Kening Pek Giok Liong berkerut. "Cung cu jangan banyak bicara, izinkanlah Siau Liong
memeriksa nadi cung cu!" ujarnya.
Tentang Pek Giok Liong ingin memeriksa nadinya, Siauw Hui Ceh pun sudah
memberitahukan, maka ia segera menjulurkan lengannya yang kurus itu.
Padahal cung cu Siauw Thian Lin baru berusia lima puluhan, bahkan memiliki kepandaian
tinggi, maka seharusnya berbadan sehat. Akan tetapi ".., Pek Giok Liong tersentak
hatinya dan membatin ketika melihat lengan cung cu Siauw Thian Lin. Nafas sesak apa
itu" Tidak sampai setahun tubuh cung cu Siauw Thian Lin sudah begitu kurus. Itu tidak
mungkin. Penyakit tersebut tidak akan membuat orang jadi begitu kurus, lagi pula cung cu
Siauw Thian Lin memiliki tenaga dalam yang tinggi, maka tidak seharusnya "..
436 Meskipun sedang berpikir, tiga jari Pek Giok Liong pun memegang nadi di pergelangan
lengan cung cu Siauw Thian Lin. Diperiksanya nadi cung cu itu dengan cara Ceng Khi Siu
Hoat (Hawa murni menembus jalan darah).
Itu sungguh mengejutkan cung cu Siauw Thian Lin, sebab orang yang mampu memeriksa
nadi dengan cara tersebut, harus memiliki tenaga dalam tingkat tinggi.
Padahal usia Pek Giok Liong masih muda. Mungkinkah ia telah memiliki tenaga dalam
yang begitu tinggi" Siauw Hui Ceh telah memberitahukan pada cung cu Siauw Thian Lin,
bahwa Hek Siau Liong memiliki ilmu yang amat tinggi. Tapi cung cu Siauw Thian Lin tidak
begitu percaya, karena dipikirnya baru berpisah satu tahun, bagaimana mungkin Hek Siau
Liong belajar ilmu silat yang begitu tinggi"
Setelah melihat dengan mata kepala sendiri cara Pek Giok Liong memeriksa nadinya,
maka ia pun percaya, bahkan merasa tenaga dalam Pek Giok Liong jauh di atas tenaga
dalamnya sendiri.
Betapa gembiranya cung cu Siauw Thian Lin, sehinga sepasang matanya tampak
berbinar-binar.
Berselang beberapa saat kemudian, Pek Giok Liong melepaskan jari tangannya dari
pergelangan lengan cung cu Siauw Thian Lin, lalu menarik nafas.
"Bagaimana, Kakak Liong?" tanya Siauw Hui Ceh.
"Ternyata dugaanku tidak meleset," jawab Pek Giok Liong serius.
Seketika juga sepasang mata Siauw Hui Ceh yang indah itu menyorotkan sinar yang
penuh mengandung kebencian.
"Sungguh tak berbudi dan berhati srigala!" caci Siauw Hui Ceh sengit.
"Eh" Adik Hui!" Pek Giok Liong menatapnya. "Engkau mencaci siapa?"
"Tentu Tu Ci Yen!" sahut Siauw Hui Ceh dengan wajah bengis.
"Adik Hui!" Pek Giok Liong tercengang. "Berdasarkan apa engkau mencarinya demikian?"
437 "Dia meracuni ayahku, apakah aku tidak harus mencarinya?"
Pek Giok Liong tersenyum.
"Engkau berani memastikan dia yang meracuni ayahmu?"
"Tentu berani. Di rumah ini selain dia, siapa yang berani berbuat begitu?"
"Adik Hui, apakah engkau punya bukti?" Siauw Hui Ceh tertegun sehingga
tergagapgagap. "Itu ".. itu ".."
"Adik Hui!" Pek Giok Liong menatapnya. "Apakah engkau sudah lupa akan apa yang
kukatakan tadi" Urusan apa pun, sebelum ada bukti, jangan menuduh sembarangan!
Harus tenang dan berpikir lebih cermat."
"Kakak Liong ".." Siauw Hui Ceh menundukkan kepala.
"Walau itu perbuatan Tu Ci Yen, namun engkau tidak punya bukti, lalu bisa bertindak apa
terhadapnya" Bertanya padanya, tentu dia tidak akan mengaku, sebaliknya dia malah
akan menuntut bukti. Nah, bagaimana engkau pada waktu itu" Lagi pula engkau
mencacinya di sini, dia tidak akan mendengar. Itu sama juga bohong, maka apa gunanya
engkau mencacinya begitu?"
"Kakak Liong ".." Wajah Siauw Hui Ceh kemerah-merahan.
"Ha ha!" Cung cu Siauw Thian Lin tertawa. "Nak Hui, apa yang dikatakan Kakak Liongmu
memang tidak salah. Oleh karena itu, engkau harus ingat selalu!"
Siauw Hui Ceh diam, dan wajahnya tampak agak cemberut.
"Adik Liong!" Siauw Peng Yang menatapnya seraya bertanya. "Sebetulnya paman terkena
racun apa" Bisakah dipunahkan?"
Pek Giok Liong mengangguk.
"Bisa. Tapi ".."
438 "Kenapa, Adik Liong?" tanya Siauw Peng Yang agak cemas.
"Kita harus segera meninggalkan tempat ini, agar bisa memunahkan racun di dalam tubuh
Cung cu." "Apa?" Siauw Hui Ceh tertegun. "Meninggalkan tempat ini?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Sebelum hari terang kita sudah harus berada di
tempat lain."
"Mengapa?" Siauw Hui Ceh tidak mengerti.
"Adik Hui, itu demi keselamatan ayahmu dan saudara Peng Yang." Pek Giok Liong
memberitahukan.
"Nak Hui!" sambung cung cu Siauw Thian Lin. "Apa yang dikatakan Siau Liong memang
benar. Demi keselamatan, kita harus meninggalkan rumah ini sebelum hari terang."
"Tapi ".." Kening Siauw Hui Ceh berkerut. "Kita akan pergi ke mana?"
"Adik Hui!" Pek Giok Liong tersenyum. "Tentang itu engkau tidak perlu cemas. Tentunya
aku bisa mengatur suatu tempat yang aman untuk kalian."
"Tapi ".." Siauw Peng Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak gampang bagi kita
berjalan ke luar dari sini."
"Aku sudah memikirkan hal itu. Aku akan memapah cung cu, kalian berdua ikut di
belakangku," ujar Pek Giok Liong. "Kita lewat pintu halaman belakang."
Usai berkata begitu, Pek Giok Liong lalu memapah cung cu Siauw Thian Lin. Siauw Peng
Yang dan Siauw Hui Ceh mengikuti dari belakang. Baru saja sampai di halaman belakang,
mendadak terdengar bentakan dari tempat gelap.
"Siapa" Mau ke mana?"
Pek Giok Liong sama sekali tidak menghiraukan suara bentakan itu. Ia terus melangkah
menuju pintu belakang halaman.
439 Tiba-tiba dari tempat gelap berkelebat ke luar tiga sosok bayangan, ternyata tiga orang
berbaju hitam. Mereka berdiri menghadang di hadapan Pek Giok Liong.
"Jangan bergerak!" bentak salah seorang. Pek Giok Liong berhenti.
"Kalian mau apa?" tanyanya dingin.
Ketiga, orang berbaju hitam tertegun, lalu menjura dengan hormat.
"Oh, ternyata Nona Hoa Giok, maaf kami tidak melihat jelas dari tempat gelap!"
Pek Giok Liong mengenakan pakaian Hoa Giok, maka ketiga orang berbaju hitam itu
mengiranya Hoa Giok, sehingga bersikap hormat padanya.
Kesempatan ini tidak di sia-siakan Pek Giok Liong. Ia mendengus dengan dingin.
"Hm! Kalian bertiga kenal aku, kenapa masih menghadang di depan" Cepat minggir!"
Walau ketiga orang berbaju hitam berlaku hormat, tapi mereka tetap tak bergeming dari
tempat. "Nona Hoa Giok mau ke mana?" tanya salah seorang dari mereka sambil tertawa.
"Kalian berani mencampuri urusanku?" sahut Pek Giok Liong dingin.
Orang berbaju hitam itu masih tertawa, kemudian ujarnya sambil tersenyum.
"Nona Hoa Giok, kedudukanmu memang istimewa, tentunya kami bertiga tidak berani
mencampuri urusanmu, tapi ".."
"Jangan banyak omong! Kalian mau minggir atau tidak?" bentak Pek Giok Liong dengan
suara dalam. "Mohon Nona Hoa Giok memaafkan!" ucap orang berbaju hitam yang merupakan
pemimpin. "Kami bertiga tidak berani melalaikan tugas."
440 Pek Giok Liong tertawa dingin. Ditatapnya mereka dengan sorot mata.
"Apakah kalian bertiga mampu menghalangiku?" ujarnya.
"Nona Hoa Giok engkau harus mengerti! Mungkin kami bertiga tidak dapat
menghalangimu, tapi masih banyak orang lain yang mampu menghalangimu."
"Jadi kalian bertiga tidak mau minggir?"
"Maaf, kami sungguh tidak bisa menuruti kehendakmu!"
"Kalau begitu ".." Kening Pek Giok Liong berkerut. "Kalian bertiga jangan menyalahkan
diriku!" Air muka ketiga orang berbaju hitam itu langsung berubah, bahkan sekaligus mundur
selangkah. Sekonyong-konyong terdengar tawa yang dingin, tampak sosok bayangan berkelebat ke
samping tiga orang berbaju hitam itu.
Sosok bayangan itu orang berjubah hijau, berusia lima puluhan, bertampang licik dan
sepasang matanya bersinar tajam.
"Tidak lemah, tenaga dalam orang itu, entah siapa dia?" Pek Giok Liong membatin sambil
menatap orang itu.
"Bocah! Siapakah kau?" tanya orang berbaju hijau.
Sungguh tajam mata orang berbaju hijau itu. Begitu melihat sudah tahu bahwa Pek Giok
Liong menyamar wanita.
"Engkau tidak bisa melihat?" Pek Giok Liong balik bertanya dengan nada dingin pula.
"He he!" Orang berjubah hijau tertawa terkekeh. "Aku sudah melihat dengan jelas, engkau
bukan Hoa Giok!"
"Kalau begitu, engkau kira aku siapa?"
441 "Lebih baik sebutkan namamu!"
Pek Giok Liong tertawa dingin.
"Engkau belum berderajat mendengar namaku."
"Oh?" Orang berjubah hijau tampak gusar sekali.
"Lebih baik engkau minggir!"
"He he he!" Orang berjubah hijau tertawa terkekeh-kekeh. "Kau pikir bisa ke luar dari
sini?" "Engkau mau menghalangiku?"
"Tidak salah!" sahut orang berjubah hijau jumawa. "Bahkan akan menangkapmu!"
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa gelak. "Apakah engkau yakin dapat menangkapku?"
"He he he!" Orang berjubah hijau tertawa melengking-lengking. "Sungguh besar nyalimu!
Aku ingin mencoba kepandaianmu, karena engkau berani omong besar di hadapanku!"
"Oh, ya!" Pek Giok Liong tertawa gelak.
"Sambut seranganku ini!" bentak orang berjubah hijau lalu secepat kilat mendorongkan
telapak tangannya ke arah dada Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong tertawa dingin, dan sekaligus mengibaskan tangannya. Kibasan yang
begitu sederhana, namun justru penuh mengandung lwee kang yang amat dahsyat. Itu
adalah Bu Siang Kang Khi (Tenaga Dalam Tanpa Wujud).
Orang jubah hijau itu telah dua puluh tahun lebih berkecimpung dalam kang ouw.
Pengalamannya pun lebih dari cukup. Melihat usia Pek Giok Liong masih begitu muda,
maka ia meremehkannya, sama sekali tidak menyangka bahwa Pek Giok Liong memiliki
lwee kang yang begitu tinggi. Namun sudah terlambat baginya, sebab kedua lwee kang itu
telah saling beradu.
"Baam!" terdengar suara yang memekakkan telinga.
442 Pek Giok Liong berdiri tak bergeming dari tempat, sedangkan orang jubah hijau itu telah
terpental beberapa meter.
"Uaaakh!" Orang jubah hijau memuntahkan darah segar. Wajahnya pun berubah amat
menakutkan. Ketiga orang berbaju hitam terkejut bukan main. Mereka bertiga segera menghampiri
orang berjubah hijau.
"Bagaimana lukamu, saudara Chi!" tanyanya. Orang baju jubah hijau itu bernama Chi
Yong Kuang, julukannya Thiat Ciang Khay Pik (Telapak Besi Pembelah Batu). Dari
julukannya dapat diketahui bahwa pukulannya sangat dahsyat dan telah menggetarkan
dunia bu lim. Namun hari ini ia terjungkal di tangan pemuda yang begitu muda, bahkan hanya dalam
satu jurus dan sekaligus membuatnya memuntahkan darah segar. Sungguh menyedihkan
kekalahannya itu. Karena gengsi, maka ketika ditanya ia masih berusaha tertawa.
"Tidak apa-apa, lukaku tidak begitu parah," ujarnya.
Sementara Pek Giok Liong berbisik pada Siauw Hui Ceh dan Siauw Peng Yang dengan
suara serius. "Kalian berdua cepat pergi, melompat tembok pun boleh. Aku akan segera menyusul."
Pada waktu bersamaan, salah seorang berbaju hitam menyalakan sebuah kembang api.
Ternyata ia memberi isyarat pada teman-temannya.
Siauw Peng Yang dan Siauw Hui Ceh segera mengerahkan ginkangnya namun tiba-tiba
melayang turun tiga sosok bayangan, sekaligus menyerang mereka berdua dengan
telapak tangan yang mengadung lwee kang tinggi. Seketika juga Siauw Peng Yang dan
Siauw Hui Ceh terdesak, sehingga terpaksa melompat mundur.
Menyusul muncul lagi belasan bayangan melayang turun di tempat itu dengan posisi
mengurung Pek Giok Liong berempat.
Mata Pek Giok Liong menyapu mereka semua, tujuh belas orang yang rata-rata memiliki
ilmu tinggi. 443 Pek Giok Liong terkejut juga. Keningnya pun berkerut-kerut. Sebetulnya ia tidak merasa
gentar menghadapi mereka semua. Kalau ia mau pergi, tentunya gampang sekali, tiada
seorang pun mampu menghalanginya.
Akan tetapi, ia harus memikirkan Cung cu Siauw Thian Lin, Peng Yang dan Hui Ceh. Ia
harus melindungi mereka, itulah yang menyulitkan Pek Giok Liong. Menyadari akan situasi
itu, Pek Giok Liong segera berbicara pada Siauw Hui Ceh dan Siauw Peng Yang dengan
ilmu menyampaikan suara.
"Kini kita telah terkepung, tanpa melukai orang tentunya kita sulit meninggalkan tempat ini.
Maka kalian berdua harus bersiap-siap mengikutiku menerjang ke luar."
Usai berbicara itu, Pek Giok Liong langsung memandang para pengepung itu dengan
sorot mata dingin dan membentak.
"Siapa sebagai pemimpin harap ke luar bicara denganku!"
Salah seorang berjubah kuning maju selangkah, wajahnya tampak dingin tak
berperasaan. "Aku pemimpin mereka. Engkau mau bicara apa?"
"Siapa engkau?" Pek Giok Liong menatapnya tajam.
"Aku sudah bilang barusan, aku pemimpin mereka! Engkau tuli?" sahut orang berjubah
kuning itu dengan nada sinis.
"Aku bertanya namamu!"
"Engkau belum berderajat mengetahui namaku."
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa dingin. "Kalau aku tidak berderajat mengetahui namamu,
berarti tiada orang lain dalam rimba persilatan yang berderajat mengetahui namamu!"
Benar. Sebab kedudukan Pek Giok Liong sebagai ketua Panji Hati Suci Matahari Bulan.
Kalau ia tidak berderajat mengetahui nama orang berjubah kuning itu, lalu siapa yang
berderajat"
"Bocah!" Orang berjubah kuning tertawa terkekeh. "Kau sungguh jumawa! Siapa
namamu?" 444 "Engkau lebih-lebih tidak berderajat mengetahui namaku, apa lagi engkau tidak berani


Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu orang dengan wajah asli!"
Orang berjubah kuning terkejut. Ia menatap Pek Giok Liong dengan tajam sekali seraya
berkata. "Kau anggap aku pakai kedok atau merias wajah?"
"Ilmu merias wajahmu itu tidak dapat mengelabui mataku!"
"Bocah!" Orang berjubah kuning tertawa. "Sungguh tajam matamu! Jangan banyak bicara!
Engkau mau menyerah atau aku harus turun tangan?"
Pek Giok Liong tertawa hambar, kemudian tanyanya dengan acuh tak acuh.
"Bagaimana menurutmu?"
"Menurut aku, lebih baik engkau menyerah!"
"Seandainya aku tidak setuju?"
"He he!" Orang berjubah kuning tertawa dingin. "Engkau sudah di kepung! Kecuali engkau
punya sayap, baru bisa terbang pergi dari sini! Kalau tidak, engkau pasti mampus di
tempat ini!"
"Kalian berjumlah belasan orang, kalau kita bertarung, aku memang sulit meninggalkan
tempat ini ".."
"Oleh karena itu, lebih baik engkau menyerah!" tandas orang berjubah kuning itu sambil
tertawa dingin.
"Kalau engkau menghendaki aku menyerah, itu tidak masalah. Namun engkau harus
menjawab beberapa pertanyaanku dulu! Kalau jawabanmu beralasan, aku pun bersedia
menyerah! Kalau tidak, lebih baik aku bertarung mati-matian!"
"Bocah!" Orang berjubah kuning menatapnya dingin. "Saat ini engkau masih
membicarakan syarat denganku?"
445 "Sebelum bertarung dan belum tahu siapa kalah dan menang, tentunya aku masih berhak
membicarakan syarat!" sahut Pek Giok Liong.
"Oh, ya?" Orang jubah kuning, lalu tertawa gelak. "Kematianmu sudah berada di depan
mata, tapi masih berani banyak omong!"
"Itu belum tentu!" sahut Pek Giok Liong dan menambahkan, "Kalau aku mati, kalian pun
harus menyertaiku!"
"Engkau yakin itu" He he! Kepandaianmu lebih tinggi dariku?"
"Kalau aku katakan lebih tinggi, tentunya engkau tidak akan percaya!" Pek Giok Liong
tertawa jumawa, itu memang sengaja.
"Oh?" Orang berjubah kuning melotot.
"Nah, aku akan memperlihatkan satu jurus, setelah menyaksikannya, engkau pasti
mengerti!"
Usai berkata begitu, Pek Giok Liong pun mengangkat tangan kirinya, kemudian
didorongkan ke depan ke arah sebuah pohon yang berjarak tujuh meteran.
Pohon itu sama sekali tidak bergoyang. Menyaksikan itu, orang jubah kuning pun segera
tertaw menghina.
"Pukulan apa itu" Aku tidak mengerti, lebih baik engkau pertontonkan ".."
Kraaaak! Terdengar suara gemuruh, ternyata pohon itu telah roboh.
"Haah "..?" Orang berjubah kuning terperanjat dan matanya pun terbelalak. "Ling Khong
Huan In Cam (Pukulan Tanpa Bayangan)!"
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Tajam juga matamu, dapat mengenali pukulanku
ini!" Orang jubah berkuning terdiam, sedangkan Pek Giok Liong tersenyum seraya bertanya
dengan suara dalam.
446 "Bagaimana pukulanku tadi" Engkau bisa?" Orang berbaju kuning itu sudah tenang
kembali, sepasang matanya menyorot tajam.
"Setiap ilmu silat punya kelebihan dan kekurangan. Meskipun aku tidak memiliki pukulan
seperti itu, belum tentu lwee kangmu lebih tinggi dari lwee kangku."
"Oh?"
"Kalau engkau ingin menakuti aku dengan pukulan itu, terus terang, engkau telah keliru!"
Pek Giok Liong tertawa hambar. "Engkau berdiri cuma satu setengah meter di hadapanku,
kalau aku ingin mencabut nyawamu dengan pukulan itu, engkau pasti sudah tergeletak tak
bernyawa di sini!"
Pek Giok Liong mengangkat sebelah tangannya, seketika juga orang berjubah kuning
melompat mundur dengan wajah pucat. Pukulan tanpa bayangan merupakan pukulan
tingkat tinggi dalam bu lim. Orang jubah kuning tahu akan kelihayan pukulan itu, maka ia
segera melompat mundur.
"Pukulanku mencapai jarak tujuh meter, kini engkau berdiri cuma jarak lima meter, itu
berarti engkau masih dalam jangkauan pukulanku!" ujar Pek Giok Liong sambil tertawa.
Mendengar ucapan itu, orang berjubah kuning langsung melompat mundur lagi sejauh
delapan meteran sehingga membuat Pek Giok Liong tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kenapa engkau begitu ketakutan" Kalau aku ingin mencabut nyawamu,
mungkinkah aku menjelaskan tentang itu" Tidak mungkin aku akan membiarkanmu
melompat mundur dua kali, kan?"
Tidak salah apa yang dikatakan Pek Giok Liong. Kalau ia ingin mencabut nyawa orang
berjubah kuning itu, sudah dari tadi orang berjubah kuning itu tergeletak tak bernyawa.
Kini orang berjubah kuning baru menyadari, bahwa Pek Giok Liong cuma mempermainkan
dirinya. Tentunya ia sangat gusar, sehingga sepasang matanya melotot berapi-api.
"Kau kira aku takut?" bentaknya.
"Aku tidak bilang engkau takut, tapi ".." Pek Giok Liong tersenyum. "Takut atau tidak,
engkau tahu sendiri dalam hati! Maka tidak perlu dicetuskan, itu pertanda engkau sudah
ketakutan!"
447 "Bocah "..!" Betapa gusarnya orang berjubah kuning itu.
"Tenang!" Pek Giok Liong tersenyum. "Sekarang aku ingin mengajukan beberapa
pertanyaan!"
"Engkau ingin bertanya apa?"
"Kalau begitu, engkau pasti bersedia menjawab, kan?"
"Seandaianya aku menjawab dengan beralasan, apakah engkau akan menepati janji?"
"Tentu." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku tidak ingkar janji dan menyesal!"
"Bagus. Kalau begitu, engkau boleh bertanya sekarang."
Pek Giok Liong tersenyum, lalu mulai mengajukan pertanyaan.
"Apakah engkau orang keluarga Siauw?"
"Betul. Aku memang orang keluarga Siauw."
"Apa kedudukanmu dalam keluarga Siauw?"
"Kepala penjaga halaman."
"Bagaimana kedudukanmu dibandingkan dengan Ho cong koan?" tanya Pek Giok Liong
mendadak. Orang jubah kuning tampak tertegun. "Engkau kenal dia?"
"Jangan bertanya, jawab saja pertanyaanku!"
"Jadi ".." Mendadak hati orang berjubah kuning tersentak. "Engkau Seng Sin Khi?"
448 "Sudah kukatakan, jawab pertanyaanku tadi!"
"Kedudukan kami memang tidak sama. Dia kepala pengurus dalam rumah, sedangkan
aku kepala penjaga halaman. Tapi, aku memang mengenalnya."
"Kalau begitu, engkau kenal siapa yang kupapah ini?" tanya Pek Giok Liong sambil
tersenyum. "Dia cung cu Siauw Thian Lin."
"Siapa yang berdiri di belakangku itu?"
"Nona Hui Ceh dan majikan muda Kiam Meng!"
Ternyata orang jubah kuning itu tidak melihat jelas Kiam Meng, yang tidak lain adalah
Peng Yang. "Kalau begitu, kenapa kalian mengepung kami" Apakah cung cu Siauw Thian Lin tidak
bebas bergerak, harus dikekang olehmu yang kedudukanmu cuma sebagai kepala
penjaga halaman?"
Orang berjubah kuning tertegun.
"Tentunya aku punya alasan!" jawabnya kemudian.
"Apa alasanmu?"
Orang jubah kuning tertawa dingin.
"Aku tidak mengenalmu. Lagi pula kenapa engkau memapah cung cu Siauw Thian Lin"
Aku adalah kepala penjaga halaman, tentunya berhak melarangmu membawa pergi cung
cu." "Oh?" Pek Giok Liong tersenyum. "Cukup masuk akal alasanmu itu, tapi engkau justru
telah keliru."
"Keliru mengenai apa?" Orang berjubah kuning mengerutkan kening.
449 "Karena bersama Nona Hui Ceh dan majikan muda kedua, maka alasanmu itu tidak bisa
dipakai lagi! Engkau mengerti?"
"Aku mengerti, namun aku pun harus menjelaskan!"
"Jelaskanlah!"
"Cung cu berada di tanganmu, maka Nona Hui Ceh dan majikan muda kedua
terkendalikan. Demi keselamatan cung cu, tentunya mereka berdua harus menurut
padamu!" "Kalau begitu, kau kira aku memaksa mereka berdua bersamaku?"
"Memang begitu."
"Kenapa engkau tidak bertanya pada mereka berdua?"
"Itu tidak perlu. Karena mereka berdua dibawah kendalimu, tentunya mereka tidak akan
menjawab dengan jujur."
"Hei! Penjaga halaman!" bentak Siauw Hui Ceh mendadak. "Siapa yang mengangkatmu
Kampung Setan 6 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Harpa Iblis Jari Sakti 11
^