Pencarian

Pedang Bunga Bwee 2

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Bagian 2


pindah ketempat lain. Oooh yaa ! aku bernama Watinah,
Koan-lang harap panggil saja dengan namaku, kau tak usah
sungkan2 !".
Setengah harian lamanya Liem Kian Hoo mendengar
perkataan gadis itu, namun tidak banyak yang ia pahami,
namun ia tahu gadis suku Biauw lebih polos dan terbuka,
terhadap hubungan laki perempuan tidak terlalu terikat, maka
sikapnya pun jauh lebih bebas.
"Nona Wa!" segera tegurnya samrtqrbil tertawa, Gelak
tertawa merdu bergema memenuhi ruangan, terutama sekali
Watinah, ia tertawa sampai terbongkok-bongkok. Liem Kian
Hoo tak tahu apa yang sedang mereka tertawakan, sikapnya
jadi sangat kikuk. Lama sekali Watinah tertawa cekikian,
kemudian baru berkata:
"Kami orang orang Biauw tidak punya she dan cuma punya
nama kepanjangan belaka, aku bernama Watinah dan bukan
berarti boneka, ayahku bernama Walian dan kalau mengikuti
cara Koan lang maka ia jadi bernama Wawalian,
kedengarannya jadi mirip ucapan bahasa Han kalian yang
berarti simuka Bocah, Ooooo . . . . sungguh berarti sekali !".
Merah jengah sianak muda itu, buru-buru serunya
tergagap: "Aaaah . . . maaf , . . maaf . . . aku jadi tak enak hati.".
"Tidak mengapa ! adat istiadat masing-masing daerah
memang berbeda, tentu saja kami tak bisa salahkan diri Koanlang
!" Dalam pada itu dua tiga orang gadis telah muncul dari
belakang ruangan sambil hidangkan sayur dan arak, bau
harum segera tersebar memenuhi seluruh ruangan.
"Malam ini kami siapkan sayur terburu-buru sehingga tak
dapat baik-baik melayani kalian berdua." kata Watinah dengan
nada menyesal, "Biarlah besok saja kami siapkan sayur yang
lebih baik, tanggung kalian berdua tentu akan puas !".
"Nona, kau tak usah repot-repot, besok pagi kami akan
berangkat untuk melanjutkan perjalanan kembali !"
"Aaaah, mana boleh begitu ?" Seru Watinah kurang
senang, "Kalian jauh jauh datang kemari, mana boleh
berangkat sebelum hadiri pesta Bulan Purnama " bukankah
artinya kalian tak pandang sebelah mata terhadap kami " tak
boleh, bagaimanapun juga kalau mau berangkat harus tunggu
sampai besok lusa !"
Sementara Liem Kian Hoo hendak menampik, sambil
tertawa Loo Sian Khek telah berkata:
"Aku dengar pesta Bulan Purnama adalah suatu pesta besar
yang dilakukan setahun sekali diwilayah Biauw, sungguh tak
nyana kami bisa mendapat kesempatan sebaik ini, kalau tidak
hadir sungguh sayang sekali, Loote ! bagaimana kalau kita
berdiam diri sehari disini ?".
Liem Kian Hoo tahu kembali dia ciptakan kesempatan bagi
Ceng Tiong Su Hauw untuk loloskan diri, ia tersenyum dan
membungkam. Watinah mengira ia sudah setuju untuk tetap
tinggal disana, ia jadi kegirangan setengah mati.
"Dengan ikut sertanya Koan-lang dalam pesta Bulan
Purnama besok malam, suasana tentu akan semakin meriah,
terutama sekali kami bisa undang tamu macam Koan-lang,
benar-benar merupakan suatu penghormatan buat kami !"
Gadis-gadis lainnya pun ikut utarakan rasa gembira
mereka, sinar matapun sama dialihkan kearah Liem Kian Hoo
membuat sianak muda itu jadi jengah dan tersipu-sipu.
"Sebenarnya macam apa sih pesta Bulan Purnama itu ?"
akhirnya ia bertanya dengan nada rikuh.
"Besok adalah hari Tiong-chiu juga merupakan pesta
sembahyangan orang Biauw terhadap dewa rembulan, waktu
itu lari dan nyanyi akan menghiasi suasana, tanggung Loote
akan gembira dan tambah pengalaman !".
Liem Kian Hoo berpikir sejenak, tiba-tiba tanyanya:
"Kita sama-sama merupakan tamu, mengapa mereka
teristimewa menahan diriku ?". Loo Sian Khek mendongak
tertawa terbahak-bahak kembali sahutnya:
"Loo-te masih muda lagipula ganteng, tentu saja disenangi
oleh siapapun, berbeda dengan Ih-heng yang sudah tua lagi
jelek, pelayanan baik yang kami terima malam inipun sebagian
besar karena ikut mendapat sinar Loo-te !".
Liem Kian Hoo merasa kurang senang dengan ucapan itu,
belum sempat ia bicara, Watinah telah berkata kembali,
agaknya ia malah merasa gembira dengan ucapan itu:
"Loo-heng, ucapanmu terlalu sungkan, kami orang Biauw
paling kagum dengan laki laki sejati. Terutama sekali terhadap
lelaki kekar macam anda, tentu mendapat penyambutan yang
hebat, aku tanggung besok malam kau tidak akan kesepian !".
"Haaaa . . . haaaaa . . . . haaaa . . . sepanjang hidup belum
pernah aku terima pelayanan seindah ini, sungguh tak nyana
nona begitu memuji diriku, mari kuhormati nona dengan
secawan arak !".
Seraya berkata ia angkat cawanliesen dan diangsurkan
dihadapannya Watinah, dengan cepat Watinah sambar cawan
arak Liem Kian Hoo dan diangkat pula ketengah udara. Loo
Sian Khek segera teguk habis isi cawan tersebut, kemudian
dua jari tangannya ditutupkan keatas cawan, ujarnya sambil
tersenyum: "Aku telah menyampaikan maksud hatiku, terserah
bagaimana sikap nona sendiri !".
Watinah tertegun, sinar matanya dialihkan kearah Liem
Kian Hoo, biji matanya berkilat tajam, lama sekali ia baru
menjawab: "Terima kasih, aku tidak akan melupakkan budi anda ! ".
Habis berkata ia tempelkan cawan itu kesisi bibir lantas
menegukkan hingga separuh, setelah itu di-serahkannya pula
kehadapan Kian Hoo, tangannya kelihatan gemetar, dengan
suara lembut katanya: "Koan-lang ! aku hormati separuh
cawan arak untukmu !"
Terhadap tindakan gadis tersebut, Liem Kian Hoo merasa
melengak dan diluar dugaan, menjumpai pula arak yang
sebenarnya berwarna semu hijau kini sudah berubah jadi
merah kena gincu di-atas bibirnya, ia semakin tertegun,
beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Melihat pemuda itu tidak menerima angsuran
cawannya, air muka Watinah berubah hebat.
"Apakah Koan-lang tak mau menerima penghormatanku ?"
tanyanya dengan suara sedih.
"Nona, adat istiadat kita berbeda, seumpama aku berbuat
demikian aku takut hal ini malah kurang sopan terhadap diri
nona !" Air muka Watinah berubah makin mengenaskan air mata
jatuh bercucuran membasahi wajah-nya, sementara gadisgadis
lain yang berada di-sekeliling tempat itupun berubah
amat serius, sinar mata semua orang sama sama ditujukan
kearah sianak muda itu, Liem Kian Hoo tercengang, ia segera
berseru: "Loo-heng, sebenarnya apa yang telah terjadi ?".
"Watinah menghormati dirimu dengan tata cara suku Biauw
yang paling tinggi, seumpama loote tidak menerima maka hal
ini dianggap sebagai suatu penghinaan serta suatu peristiwa
yang sangat memalukan, untuk menebus semuanya itu maka
hanya satu jalan saja baginya yaitu kematian ".
"Aaaah . . . . bagaimana bolehbdab jadi " . . ." Teriak Kian
Hoo terperanjat.
"Orang Biauw menganggap bibir seorang gadis perawan
merupakan lambang kesucian seseorang, maka dari itu sisa
arak yang diangsurkan kepadamu menunjukkan pula suatu
penghormatan yang sangat tinggi." Loo Sian Khek
menerangkan lebih lanjut.
Meskipun Kian Hoo tidak percaya, tapi menyaksikan sikap
Watinah serta gadis gadis lain, ia tahu apa yang dihadapi
sekarang bukan gurauan belaka, dengan hati apa boleh buat
terpaksa diterimanya juga cawan arak itu dan meneguk habis
isinya. Tempik sorak bergema memenuhi angkasa, dengan
perasaan amat berterima kasih Watinah mengecup telapak
tangan sianak muda itu, kemudian bisiknya lirih dengan air
mata jatuh bercucuran:
"Terima kasih Koan-lang ! sepanjang hidup aku akan
berterima kasih kepadamu !".
Liem Kian Hoo tergagap dan tak mengerti apa yang harus
dibuat, separuh cawan arak yang telah masuk kedalam
perutnya terasa panas merangsang namun wangi dan harum
semerbak . . Gerak gerik Watinah ketika itu berubah jauh lebih
lembut dan hangat, ujarnya kembali:
"Koan-lang, kau datang dari tempat kejauhan, kurangilah
minum arak, dibelakang sana ada pembaringan, setelah
bersantap pergilah beristirahat dan simpanlah tenagamu, agar
besok kita bisa bergembira sepuas-puasnya !".
Liem Kian Hoo memang merasa rada lelah, namun sambil
teriawa ujarnya pula:
"Setelah kita tempati pembaringanmu bagaimana dengan
kalian sendiri ?".
"Kami tidak tidur. kami harus kerja lembur semalam suntuk
!". " Nona, rajin benar kalian !".
Watinah tersenyum, "Puluhan hari hujan melulu membuat
kami mengira pesta Bulan Purnama yang akan diadakan besok
tidak jadi diselenggarakan ! maka siapapun tidak bersiap
sedia, siapa tahu ketika senja menjelang tiba tadi hujan tibatiba
berhenti, terpaksa semua orang harus kerja lembur untuk
siapkan pakaian baru, bukan kami saja yang berbuat
demikian, seluruh nona yang ada didalam dusun ini sama
sama repot semua ! inilah rejeki yang dibawa oleh Koan-lang .
. . !". Sekarang Kian Hoo baru tahu mengapa mereka kerja
lembur sampai jauh malam, kiranya mereka sedang
persiapkan pakaian baru untuk menghadiri pesta besok
malam, iapun tersenyum.
"Mengapa tidak kalian siapkan rtqrsejak dulu dulu,
bukankah sama saja artinya ?".
Para gadis tertawa cekikikan, Kian Hoo lantas tahu tentu
dia sudah salah berbicara hatinya menyesal sekali.
"Koan-lang kau tidak paham dengan adat istiadat kami."
Watinah menjelaskan "Satu stel pakaian baru mempunyai
sangkut paut yang amat besar terhadap kami, pakaian
tersebut harus dibuat apabila sudah yakin pas dengan
potongan badan sendiri, seumpama pakaian itu sudah dibuat
tapi tidak dipakai maka kejadian ini akan mendatangkan
ketidak beruntungan sepanjang hidup, maka dari itu sampai
menjelang saatnya, baju itu baru mulai dibuat Semoga Thian
melindungi kami dan memberi malam yang cerah pada esok
hari ! ". "Nona, kau boleh berlega hali, besok malam bulan tentu
muncul dengan cerahnya." Hibur Kian Hoo "Setiap hari Tiongehiu,
bulan purnama akan menyinari seluruh jagad, aku ikut
hadir dalam pesta tersebut dan menikmati tari nyanyi kalian,
kejadian ini boleh dikata suatu pengalaman yang paling
menggembirakan bagiku".
Loo Sian Khek tertawa terbahak-bahak.
"Tepat, teringat nyanyian para pelacur dikota Yang-Chiu"
sering mereka nyanyikan bait syair Yong Tiaw Ko dari Siok
Thay sipujangga dari ahala Song, isinyapun menyangkut soal
rembulan, sayang lh-heng tak ngerti tulisan, jangan dikata bait
syairnya meski irama lagunya pun lupa, Loo-te, sebagai
seorang siucay kenamaan diwilayah Kanglam kau tentu tahu
bukan !". "Sungguh ?" Teriak Watinah dengan girang-nya, "Koan
lang, bagaimana kalau kau bernyanyi untuk kami " ".
Gadis-gadis lainpun mendesak pula, dalam keadaan apa
boleh buat terpaksa Kian Hoo tarik suara dan bersenandung.
Ditengah alunan suara yang berat dan mempesonakan hati
itulah Kian Hoo mengakhiri senandung-nya, suasana dalam
ruangan sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, para
gadis yang hadir dalam ruangan sudah dibikin terpesona oleh
kemerduan suara anak muda itu.
Dalam pada itu setelah bernyanyi Liem Kian Hoo merasa
amat lelah, tanpa terasa ia tertidur diatas meja, lama . . . lama
sekali . . . akhirnya Watinah disadarkan kembali dari
lamunannya oleh dengkuran yang keras. Air mata jatuh
berlinang membasahi seluruh wajahnya, dengan pandangan
mesra ia tatap wajah sianak muda itu. tanpa terasa ia
membelai rambutnya seraya berguman:
"Semoga diberkahi umur panjang, hidup sentausa hingga
akhir jaman. Sungguh indah irama lagu ini . . . . Koan-lang
kau sudah mabok ! juga lelah ! akan kubimbing kau masuk
kamar dan beristirahat !".
Demikianlah dibawah bimbingan Watinah, si anak muda itu
dipayang masuk keruang belakang untuk beristirahat. Loo Sian
Khek menghela napas panjang rasa menyesal terlintas diatas
wajahnya, Ketika Watinah muncul untuk kedua kalinya ia
lantas maju menjura sambil tertawa.
"Nona, kiong-hie, kiong-hie kau telah mendapat calon
suami yang ganteng dan hebat !". Watinah menghela napas
sedih. "Tuan Loo ! apakah kau sudah punya bini " ia bertanya.
"Belum ada, aku hanya berharap kau bisa rayu dirinya
dengan segala kelembutan serta kemesrahan hingga
sepanjang masa tidak meninggalkan dirimu kembali! aku bisa
serahkan dia kepada nona secantik dirimu, hatikupun bisa
lega!" "Aku tak berani berpikir demikian ! " Watinah geleng kepala
sambil menghela napas panjang. "Walaupun aku sudah jatuh
hati pada pandangan pertama, namun aku tak tahu
bagaimana sikapnya terhadap diriku, mungkin ia tidak
pandang sebelah matapun terhadap aku seorang gadis Biauw
dan tak berpendidikan . ."
"Inilah sebabnya aku lantas memberi kisikan agar kau
lepaskan racun kejimu ke dalam tubuhnya" Kata Loo Sian
Khek tersenyum. "Aku tahu gadis-gadis suku Biauw paling
lihay didalam menguasahi kekasihnya, sekalipun jauh ribuan li
dari hadapan, kau bisa memanggil dia kembali kesisimu cukup
dengan menggerakkan racun keji yang ada didalam tubuhnya
kalau aku bukan temukan tanda khusus di depan pintu
rumahmu, aku sama sekali tidak menyangka kalau kau adalah
Ku Sin Li atau si dewi racun yang amat tersohor di seluruh


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wilayah Biauw. Racun apa yang
Telah kau lumerkan dalam air liurmu tadi ?"
"Racun Thian-Hiang-Si ?" seru liesenLoo Sian Khek
terperanjat. Dengan wajah sedih Watinah mengangguk.
"Tidak salah, sejak hari ini jiwa kita telah terikat jadi satu,
aku rela mengikuti dirinya, bagaimana dengan dirinya..."
Malam Tiong-Chiu, Rembulan bersinar dengan cerahnya
menyingkap kegelapan yang meliputi seluruh jagad, bintang
bertaburan memenuhi angkasa, sinar keperak-perakkan yang
indah menyorot keseluruh pelosok.
Ditengah sebuah lapangan yang luas, api unggun berkobar
dengan besarnya, laki perempuan suku Biauw dengan pakaian
beraneka ragam menyanyi, menari dengan gembiranya.
Dentungan tambur yang memperdengarkan irama jaman
purba mengiringi tarian serta nyanyian muda mudi itu, mereka
nyanyi bersarna, menari bersama dan gembira ria bersamasama.
Kesemuanya ini menimbulkan kesan yang dalam bagi Liem
Kian Hoo, dengan hati terpesona ia menikmati kesemuanya
itu, seandainya ia tidak takut melanggar adat, ingin sekali
sianak muda itu ikut terjunkan diri dan menari, menyanyi
bersama sama muda mudi itu.
Sepanjang hari Watinah duduk disisinya dengan penuh
kemesraan, disisi lain Loo Sian Khek duduk sambil meneguk
arak sekuat mungkin, agaknya ia hendak meminjam pengaruh
arak untuk lenyapkan kemurungan serta kesalahan dalam
hatinya. Diantara muda mudi yang sedang bergembira di- tengah
kalangan, Liem Kian Hoo kenali beberapa orang diantaranya,
mereka adalah saudara-saudara misan Watinah yang
dijumpainya kemarin malam.
Tiba-tiba timbul rasa heran dalam hatinya, sianak muda itu
segera bertanya:
"Nona, mengapa kau tidak turut serta dalam pesta pora ini
" ". Dengan lembut Watinah menggeleng, ia tidak menjawab.
Kebetulan seorang nona cilik berusia tiga belas tahunan berdiri
disisi mereka, bocah itu segera menjawab:
"Watinah adalah kepala suku kami, tentu saja tidak
sembarangan ia boleh ikut serta dalam pesta ini ! ".
" Oooooouw ! kiranya begitu, tidak aneh kalau semua
orang bersikap hormat kepadamu, ternyata kau punya
kedudukan yang begitu tinggi mengapa tidak kau katakan
sejak semula ?".
"Seorang suku liar mana bisa dbdabibandingkan dengan
keluarga Bangsawan dari Koan-lang " daripada merasa malu,
kan lebih baik jangan dikatakan bukankah begitu ?".
"Nona, salah kalau kau punya pikiran demikian, walaupun
lingkungan pengaruhmu tidak luas, bagaimanapun juga kau
adalah pemimpin dari sekelompok umat manusia, kalau
dibandingkan dengan diriku, Waaaah, . . aku masih bukan
apa-apamu..."
"Aku dengar tuan Loo mengatakan bahwa ayah Koan-Lang
adalah seorang pembesar Kerajaan kelas satu !".
"Oooouw. . . itu urusan ayahku pribadi, kan pangkatnya
tidak mungkin diserahkan kepada diriku, seumpama aku ingin
naik pangkat seperti halnya orang lain, akupun harus belajar,
ujian dan menempuh perjuangan setingkat demi setingkat !"
Berdasarkan kecerdikan Koan-lang ditambah hubungan
ayahmu dengan atasan, aku rasa tidak sulit bagimu untuk
menduduki pangkat tinggi.
"Nona, kau terlalu memuji. Watakku malas lagipula
meskipun sudah jadi pembesar pengaruhpun dibatasi oleh
undang-undang, tidak seperti halnya nona, pengaruhmu besar
dan wibawamu luar biasa."
"Koan-Iang, kalau kau suka dengan jabatan ini, kedudukan
kepala suku ini sekarang juga kuserahkan kepadamu !".
"Nona, kau bukan lagi bergurau " " Seru Kian Hoo
melengak. "Aku tidak bergurau, asal Koan-lang suka maka anak
buahku yang ada disekitar delapan ratus li dari sini serta lima
ribu orang pendudukku akan tunduk dan taat pada perintah
Koan-lang! " Dari nada ucapan yang tegas sianak muda itu
sadar bahwa gadis itu tidak begurau, ia segera berkata pula
dengan nada serius:
"Nona, harap kau jangan bergurau, pangkat kepala suku ini
adalah jabatan turun temurun, mana boleh kau serahkan
kepadaku begitu saja " lagipula aku berjiwa pesiar, aku
bercita-cita untuk mengunjungi semua tempat dikolong langit
yang berpemandangan indah, maksud baik nona terpaksa aku
terima dihati saja !"
"Aaaaai . . . ! akupun tahu kedudukan yang tak berarti
semacam ini tak akan dipandang sebelah matapun oleh Koanlang,
kegagahan serta jiwa Koan-lang membuat aku merasa
kagum, seandainya aku bisa lepaskan krtqredudukanku
sebagai kepala suku, aku pasti mendampingi Koan-lang untuk
berpesiar kescluruh kolong langit."
"Harap nona jangan berkata demikian." buru-buru Liem
Kian Hoo menukas, " Kau pikul tugas yang sangat berat,
kebahagiaan sukupun tergantung kepada kebijaksanaan nona,
mana boleh kau tiru caraku yang tiada berarti ini ?".
Dengan amat sedih Watinah menghela napas panjang, titik
air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya. Liem Kian Hoo
sendiripun diam-diam menyesal ia terlalu banyak bicara
hingga mendatangkan kerepotan pada diri sendiri, mulutnya
lantas membungkam dalam seribu bahasa.
-oo0dw0oo- Jilid 3 DALAM pada itu rembulan telah condong ke Barat, Loo Sian
Khek telah dibikin setengah mabok oleh air kata-kata,
wajahnya merah padam seperti terbakar namun ia tidak
berhenti minum, seteguk demi seteguk arak mengalir masuk
kedalam perutnya. Dengan perasaan heran Liem Kian Hoo
mengerling sekejap kearah rekannya, ia tercengang oleh sikap
orang she Loo itu.
"Loo heng, sudahlah jangan minum lagi segera cegahnya,
"Besok pagi kita harus melanjutkan perjalanan lagi".
Loo Sian Khek gelengkan kepalanya berulang kali,
"ini hari ada arak, ini hari harus mabok, kejadian diesok
hari tak dapat diduga . . . . ".
Melihat tingkah lakunya yang disengaja, Liem Kian Hoo
rada naik pitam, segera tegurnya:
"Loo heng, kau tak usah berpura pura lagi sinting lagi, aku
tahu, kau berbuat demikian karena sengaja hendak menunda
perjalananku agar empat saudara keluarga Liok bisa bikin
persiapan Hmm ! bicara terus terang saja, aku tidak perduli
akan kesemuanya ini, asal niatku untuk mencari mereka masih
terkandung dibadan, Tidak takut mereka akan lari keujung
langit atau menerobos kedalam tanah, kalau besok kau masih
mabuk, maka aku akan berangkat seorang diri !".
"Koan-lang ! aku telah mencelakai dirimu, aku pasti akan
menuntut balas bagimu, aku hendak menghancur lumatkan
tubuhnya didepan kuburanmu, kemudian menggunakau
darahnya untuk menyirami kuburanmu."
Kutukan ini merupakan kutukan terkeji dari suku Biauw,
mendengar perkataan itu Luga tercengang, perasaan tidak
habis mengerti berkelebat di atas wajahnya.
"Watinah ! " ia berseru dengan nada tergagap. "Kau baru
berkenalan selama sehari dengan keparat cilik itu, kenapa kau
begitu membenci diriku " apakah kau sudah lupa terhadap
hubungan kita selama puluhan tahun.".
"Benar, aku membenci dirimu, rasa benciku telah merasuk
ketulang sumsum !" maki Watinah bagaikan seekor binatang
edan. "Kau adalah iblis paling keji diatas kolong langit dewasa
ini, baru satu hari kau telah menghancurkan seluruh
penghidupanku! tiap kali teringat peristiwa ini meski dalam
impianpun akan kukejar sukmamu, atau kugigit dirimu, kau
dapat membinasakan dirinya namun tak akan berhasil
membunuh diriku, sekarang aku tidak akan mencari kau.
tunggu saja setelah jenasahnya dikuburkan, aku akan berdoa
dalam kuil Ban-Ku Toa-Sin-Bio, di sana akan ku-mohonkan
bencana bagimu, agar sepanjang hidupmu selalu menderita
bagaikan digerumuti oleh berjuta-juta racun keji, agar
sukmamu sepanjang masa tak bisa kembali kealam baka,
selalu menderita dan gentayangan !".
Air muka Luga berubah hebat, seakan-akan kutukan
Watinah telah menghantam titik kelemahannya, keringat
dingin mulai mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Watinah putar badan, sinar matanya berubah kembali jadi
lembut dan halus seraya membelai kening Liem Kian Hoo yang
masih berdiri termangu-mangu, bisiknya lirih:
"Koan-lang, maafkanlah diriku, aku telah mengundang
bencana bagimu, dan maafkan pula aku tak bisa mengiringi
kematianmu saat ini juga, sebab aku adalah istrimu maka aku
harus menuntut balas lebih dahulu bagimu, setelah aku
berhasil menghirup darah segar musuh besar kita, mengunyah
daging musuh kita, aku pasti akan menyusul dirimu kealam
baka !". "Watinah, apa yang sedang kau katakan ?" seru Liem Kian
Hoo kebingungan. "Bukankah aku masih segar bugar dan
belum mati " kenapa kau hendak balaskan demdam bagiku "
coba lihat keadaanmu pada saat ini, sampai akupun dibikin
kebingungan dan tidak habis mengerti !"
Watinah tertegun, ia mundur kebelakang dan menatap
wajah sianak muda itu dengan mata terbelalak, perasaan tidak
percaya mulai terlintas pada mimik wajahnya, setelah tertegun
beberapa saat ia bertanya:
"Koan-lang, apakah kau sama sekali tidak merasakan
penderitaan ?".
"Penderitaan ?" Liem Kian Hoo segera menggeleng.
Sikap sianak muda itu tentu saja membuat Luga
tercengang, ia tatap musuhnya dengan sinar mata kurang
percaya. "Koan-lang, coba aturlah pernapasan.!" kembali Watinah
berseru, wajahnya mulai diliputi pengharapan.
Liem Kian Hoo sama sekali tidak merasakan sesuatu yang
aneh, bagaikan anak kecil yang diperintah oleh ibunya ia
memandang sekejap sekeliling kalangan, ditemuinya setiap
orang sedang memandang kearahnya dengan mata terbelalak
dan wajah tegang, ia tahu peristiwa yang dialaminya pasti luar
biasa sekali, maka buru-buru ia tarik napas salurkan hawa
murninya mengelilingi dua belas Tiong-Loo dan akhirnya
perlahan-lahan dihembuskan keluar, walaupun ditengah
malam buta namun dibawah sorotan sinar rembulan serta
cahaya api, tampaklah diantara hembusan napasnya disertai
bubuk warna merah darah.
Watinah serta Luga yang ikut menyasikan warna merah
tadi segera menunjukkan reaksi yang berbeda, gadis suku
Biauw itu segera meloncat kegirangan dan berteriak:
"Aaaaah... Thian-Hiang-Si ! kenapa aku sudah melupakan
racun tersebut" dengan andalkan benda itu, tiada racun keji
lainnya yang bisa mencelakai dirimu lagi. Koan-lang, aku
benar-benar merasa kegirangan !".
Sedangkan Luga berdiri termangu-mangu setengah harian
lamanya, kemudian sambil tertawa dingin serunya :
Aku rasa keparat cilik ini benar-benar memiliki kepandaian
yang luar biasa, ternyata kesemua ini adalah hasil permainan
bagusmu, Hmmm kalian tunggu saja saatnya, aku memang
tak dapat mengapa apakan Thian-Hiang-Si namun ada orang
yang bisa mengatasi racun itu. Tunggu saja tanggal mainnya,
akan kusuruh kalian merasakan penderitaan yang terhebat,
mungkin penderitaan itu amat mengerikan jauh diluar dugaan
kalian berdua ".
Sehabis mengancam ia jejakkan kakinya ke-atas tanah lalu
seperti halnya sewaktu tiba ditempat itu tadi, dengan enteng
dan cepat ia melayang pergi dan lenyap ditengah kegelapan.
Air muka Watinah berubah hebat, ia enjotkan badan siap
melakukan pengejaran. Liem Kian Hoo segera menarik lengan
gadis itu, dalam sentakan inilah ia temukan bahwa
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Watinah ternyata
jauh diluar dugaan, setelah ikut berlompatan sejauh puluhan
langkah ia baru berhasil menghalangi jalan perginya.
"Penjahat rudin tak perlu dikejar, biarkanlah ia berlalu dari
sini !" serunya. Watinah berhenti, air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya, sambil memeluk tubuh sianak muda itu ia
berbisik: "Koan-lang, kali ini aku benar-benar telah mencelakai
dirimu, aku telah membawa penderitaan bagimu !".
"Eeeeei... Watinah, kenapa kau ucapkan lagi kata-kata
semacam itu...?".
Watinah menghela napas sedih dan bungkam dalam seribu
bahasa. Menyaksikan gadis itu membungkam Liem Kian Koo
mendesak lebih lanjut.
Lama sekali akhirnya Watinah baru berkata dengan nada
sesenggukan: "Dibicarakan pada saat inipun percuma, menanti pesta
Bulan purnama ini selesai diseIenggarakan akan kuceritakan
kembali kepadamu ! semoga saja suhu dapat berbelas kasihan
dan mengampuni kita berdua."
Liem Kian Hoo tercengang, ia tidak habis mengerti apa
yang sedang dimaksudkan gadis suku Biauw ini, namun iapun
membungkam dalam seribu bahasa.... suasana jadi sunyi...
hening tak kedengaran sedikit suarapun, pesta bulan purnama
telah dikacaukan oleh kehadiran Luga, kegembiraan rakyat
suku Biauwpun banyak berkurang, meski pesta dilanjutkan
namun tidak semeriah dan seramai tadi lagi.
-ooo0ooo- Ditengah sebuah pegunungan yang tinggi terbentang hutan
belukar yang luas dan tebal, pohon tumbuh tinggi menjulang
keangkasa membuat suasana sekeliling tempat itu jadi lembab
dan selalu basah.
Disuatu tempat yang meliputi daerah cukup luas, tampak
suatu pemandangan yang sangat aneh, dari atas permukaan
tanah memancar keluar lima buah warna yang tajam dan
sangat menyilaukan mata, inilah pusat kabut beracun yang
paling ditakuti oleh setiap umat manusia.
Baru pertama kali ini Liem Kian Hoo menikmati
pemandangan seaneh itu, tanpa terasa ia sudah menghela
napas sambil berseru memuji:
"Sungguh tak nyana kabut beracun bisa memancarkan


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cahaya begini indah dan menawan, semakin tak disangka
kalau tempat yang terkutuk dan mengerikan bagi sementara
orang sebenarnya adalah suatu tempat yang sangat indah
bagaikan nirwana. Cukat-Liang pernah berkata: Bulan Lima
menyeberangi sungai, ada jalan masuk tak ada jalan keluar,
sungguh suatu ucapan yang tak masuk diakal !".
"Loote, tidak usah kau bandingkan ucapan orang kuno."
Sela Loo Sian Khek dari samping.
"Dipandang sepintas lalu, tempat ini memang indah
bagaikan nirwana, tapi dalam kenyataan tidak lebih
merupakan neraka bagi umat manusia, seandainya kau
berhasil menyingkap kabut tebal yang menyelimuti tempat itu,
maka kau bakal tahu beberapa banyak tulang tulang putih
yang berserakan disitu !".
"Aaaaah ! meski demikian, benda-benda jelek itu tidak
sampai mempengaruhi keindahan alam sekelilingnya. Thian
telah menakdirkan ada hidup dan mati. seandainya " Dia "
mengijinkan aku untuk memilih tempat kematianku, maka aku
rela tulang belulangku terkubur dibalik keindahan alam
tersebut !".
"Koan-Iang, mengapa kau selalu membicarakan soal
kematian ?" Sela Watinah dengan alis berkerut "situasi yang
kita hadapi dewasa ini amat berbahaya, mati hidup sukar
diduga Koan-lang, mengapa kau ucapkan kata kata yang tidak
baik ?". "Haaaa.... haaaa... haaaa.... mati hidup sudah ditentukan
takdir, bencana atau rejeki tak dapat diubah dengan apapun
juga, apakah kau kira asal kita ucapkan beberapa patah kata
yang baik lantas bencana bisa hilang dengan sendirinya"
sekalipun membicarakan soal mati, belum tentu kita benarbenar
bisa mati !".
Watinah menghela napas panjang, titik air mata jatuh
berlinang, dengan sedih bisiknya:
"Aku tidak berani berpikir seperti Koan-lang, sebab bencana
ini akulah yang berikan kepadamu, sungguh tak nyana karena
rasa cintaku kepadamu malahan telah mendatangkan bencana
yang tak terhingga bagimu !".
"Nah... nah... kembali kau ucapkan kata-kata yang tidak
genah, karena rasa cintamu kepadaku, kau sudah lepaskan
racun Thian-Hiang Ku kedalam tubuhku, walaupun benda tadi
berhasil selamatkan jiwaku, aku masih tetap tidak percaya
bisa mengakibatkan selihay itu, terhadap racun keji tersebut
aku sudah menaruh curiga, aku dengar kalian gadis-gadis
suku Biauw tiap2 siang hari Toan-yang selalu mengumpulkan
lima jenis racun dan binatang binatang beracun tersebut
kalian adu sehingga akhirnya yang paling menang kalian
gunakan untuk membuat racun keji guna mempengaruhi
kaum pria".
"Racun keji yang kau maksudkan adalah racun tingkat
bawahan, tentu saja tidak begitu menakutkan, lain halnya
dengan racun keji yang diciptakan oleh suhuku Ku Sin-Poo,
benda itu berbentuk suatu zat tak berwujud yang bisa
diperintah dan digerakkan oleh batin, mencabut jiwa manusia
pada jarak sepuluh li dari siempunya racun tersebut bukan
suatu perbuatan yang terlalu sulit. Dan kini aku telah
melanggar perintah beliau dengan melepaskan racun Thian-
Hiang-Si kedalam tubuhmu."
"Aku masih belum paham. sebenarnya Thian Hiang-Si itu
benda apa sih...?" Tegas Liem Kian Hoo cepat.
Watinah merandek sejenak, lalu dengan nada sedih
jawabnya: "Tiada halangan begiku untuk beritahukan hal ini
kepadamu, Thian Hiang-Si adalah sejenis semut terbang yang
khusus dihasilkan dalam wilayah Biauw kami, warnanya merah
dan baunya sangat harum. Dikarenakan aku menggunakan
ratu semut sebagai induk Racun kejiku maka setiap hari
dengan telaten kupelihara binatang tersebut.
Sepuluh tahun lamanya aku rawaliesent dan pelihara
sehingga terciptalah racun keji yang mempengaruhi jiwaku,
Benda ini baru boleh digunakan bilamana keadaan sangat
terdesak, bahkan setiap kali digunakan racun tersebut baru
bisa kutarik kembali bilamana korban telah mati dan perduli
pihak lawan bagaimana lihaypun pasti akan menemui ajalnya
bila termakan oleh racun tersebut. Sewaktu aku berlatih racun
keji itu, aku pernah bersumpah berat, racun ada manusia
tetap hidup, racun lenyap manusia mati."
"Haaaa... haaaa... haaaa... kenapa sih perkataanmu makin
lama makin melantur " teringat sewaktu kau lepaskan racun
didalam arakku, apakah dalam menghadapi musuh kau tak
dapat menggunakan cara tersebut " lagipula kau sudah
tanamkan racun keji itu kedalam tubuhku, mengapa kau
sendiri tidak mati ?".
"Aaaaai ! Koan-lang, kau adalah orang luar, tidak aneh
kalau tak paham dengan keistimewaan ilmu tersebut. Ketika
aku tanamkan racun itu kedalam tubuh Koan-lang, hatiku
sama sekaIi tidak mengandung rasa permusuhan, maka aku
gunakan cara pelepasan secara damai, kalau tidak asal aku
ayunkan tanganku riiscaya dewa racun akan melukai musuh
tanpa berwujud dan tanpa bau, gerakan racun-racun itu
sesuai dengan perintah isi hatiku, sedangkan mengenai
persoalan mengapa aku tidak mati. hal ini lebih mustajab lagi,
aku cuma membagikan separuh bagian racun tersebut
kedalam tubuh Koan-lang, sedang aku sendiri masih ada
separuh tentu saja hal ini tidak mempengarui diriku,
dikemudian hari apabila Koan-lang tidak berada disisiku dan
mungkin kau berada ribuan li jauhnya dari tempatku berada,
setiap kali hatiku rindu, aku dapat gerakkan racun tersebut
disebut racun keji pribadi ".
"Seandainya aku tidak mau kembali ?".
Air muka Watinah berubah hebat. "Waktu itu racun keji
tersebut akan memberikan reaksinya dan tidak mau turut
perintah lagi maka kita berdua akan sama2 menemui
ajalnya!".
Liem Kian Hoo jadi amat terperanjat, sedikit banyak ia
mulai mempercayai ucapan gadis tersebut. Terdengar Watinah
berkata kembali wajah serius:
"Kami suheng-moay berlima masing-masing orang
mempunyai racun pribadi yang berbeda dengan racun Thian-
Hiang-Si ku paling lihay, maka selama ini Luga menaruh
perasaan jeri terhadap diriku, dan disebabkan alasan ini pula
mengapa Koan-lang tidak takut dengan racun keji
kalajengking hijau pada ubdabjung anak panahnya, tetapi
seandainya racun Thian-Hiang-Si ku dibandingkan dengan
racun Ching-Ku dari suhuku, maka punyaku masih selisih amat
banyak." "Aku tidak sangsi apabila ilmu silat guruku sangat lihay,
tetapi mengenai kemanjuran racun keji ini, aku masih kurang
begitu percaya, seandainya dikolong langit benar terdapat
kejadian ini, bukankah segala macam ilmu silat hanya sia-sia
belaka untuk dipelajari " aku sama sekali tidak percaya
dengan segala macam cerita dongeng tersebut."
"Koan-lang, kau benar-benar tak mau tahu, hanya
membaca buku melulu lebih baik daripada tanpa membaca
buku, bukankah Khong Hu-Cupun memahami segala persoalan
" seandainya ia dilahirkan beberapa ribu tahun lebih lambat,
niscaya akan kusuruh beliau merasakan kelihayan dari ilmu
racun kejiku !".
"Sudahlah, kau jangan terlalu menghina Khong Hu-Cu,
beliau bisa disebut seorang Nabi tentu saja ucapannya tidak
bakal salah, kalau kau ingin buktikan kelihayanmu cobakan
saja pada diriku, gerakan Thian-Hiang-Si mu ! dan akan
kusaksikan apakah aku benar-benar merasakan reaksinya !".
"Tidak bisa jadi, permainan ini bukan permainan kanakkanak."
kata Watinah seraya menggeleng. "Dan sekarang
akupun cuma memiliki separuh bagian belaka, seandainya aku
gagal menguasai mereka, bukankah kita bakal menemui
ajalnya ?".
"Bagaimanapun akhirnya tidak lolos dari kematian, apa
yang perlu kita takuti " daripada mati ditangan gurumu, kan
lebih enak mati bunuh diri " terkubur ditempat yang begini
indah, sungguh nyaman dan menawan hati..."
Belum habis ia bicara, mendadak dari dalam hutan
berkumandang suara serak seseorang:
"Keparat cilik, kau punya semangat ! sungguh tak nyana
dari angkatan mudapun masih ada orang yang tidak pandang
sebelah matapun terhadap Toan Kiem Hoa, sungguh jarang
kutemui manusia bernyali macam kau !".
Suara itu nyaring bagaikan genta, menggetarkan hati
semua orang sehingga berdebar keras. Selesai bicara orang
yang berada didalam hutan merasa amat terperanjat dan
saling bertukar pandangan. Terutama sekali Watinah, ia
menguasai keadaan disekitar daerah Biauw, terhadap kabut
berwarna yang menyelimutrtqri hutan itupun menguasai
sepenuhnya, ia heran seseorang hidup ditengah kabut
beracun ternyata tidak mati bahkan bisa berbicara seenaknya.
Sungguh suatu peristiwa aneh yang tak pernah dijumpai
dalam kolong langit...
Belum habis rasa rasa heran mereka, dari dalam hutan
kembali berkumandang suara seseorang lagi "Eeeei... tua
bangka, kau jangan keburu berbangga hati, bocah perempuan
yang ada disamping pemuda itu adalah anak murid dari Ku
Sin-Poo! ditinjau dari keadaan mereka yang begitu mesra,
permainan sie-poa mu belum tentu terlalu tepat !".
Suara orang ini agak lebih lembut dan halus, agaknya
berasal dari seorang gadis.
"Tepat atau tidak itu termasuk urusan lain, pokoknya
jarang sekali ada orang yang mengutarakan kata-katanya
terhadap Toan Kiem Hoa dengan nada tersebut,
bagaimanapun aku tak mau lepaskan kesempatan ini, aku
sudah mengharap-harapkan kejadian ini selama sepuluh
tahun..." Ketika mula pertama Liem Kian Hoo mendengar ada orang
berbicara dari balik hutan, ia mengira orang itu pasti Ku Sin-
Poo adanya, sebab ia sudah mendengar sampai dimanakah
kelihayan kabut beracun tersebut, kecuali Ku Sin-Poo seorang
tak mungkin orang lain bisa berdiam dalam hi!tan itu dengan
tenang. Tapi kemudian setelah mendengar dalam hutan ternyata
bukan seorang melulu bahkan nada ucapannya tidak mirip Ku
Sin-Poo. iapun berlega hati, kepalanya berpaling kearah
Watinah ingin menanyakan asal usul orang yang ada didalam
hutan itu. Watinah membalas dengan sinar mata bimbang-dan
menyatakan tidak kenal, Liem Kian Hoo makin ingin tahu,
akhirnya ia berteriak lantang:
"Tolong tanya kalian berdua adalah cianpwee dari mana ?".
Suasana dalam hutan sunyi beberapa saat, kemudian
terdengar orang pertama tadi berseru:
"Bocah cilik, tidak jelek tata kesopananmu, nada ucapanmu
tidak kecil."
"Hanya saja bakatnya terlalu jelek, mungkin bukan bakat
seperti yang kita idamkan..." sambung suara perempuan tadi.
"Perduli amat janji sepuluh tahun sudah hampir tiba, dan
orang ini adalah manusia pertama yang bisa mendekati syarat
yang kita butuhkan, perduli bagaimana juga harus kita jajal,
kalau tidak maka kita akan sia-sia menanti sepuluh tahun."
Tanya jawab dari kedua orang itu semakin mencengangkan
hati Liem Kian Hoo, dari nada ucapan mereka seolah-olah
diantara mereka dengan Ku Sin Poo terdapat persoalan yang
belum diselesaikan maka berjanji sepuluh tahun kemudian
untuk menyelesaikan persoalan ini lewat tangan orang lain
dan agaknya mereka ada maksud menggunakan dirinya untuk
memenuhi janji tersebut maka mereka menilai dan
membandingkan bakatnya...
Meski hatinya kheki, tapi kata-kata "sepuluh tahun" amat
menusuk pendengarannya, janji sepuluh tahun gurunya Liuw
Boe Hwie dengan bunga mawar putihpun akhirnya diwakili
oleh murid-murid dan berakhir tragis, sekarang mereka berdua
pun ingin menggunakan dirinya untuk penuhi janji sepuluh
tahun. Alisnya kontan berkerut, kepada dua orang rekannya ia
berseru: "Ayoh kita pergi saja dari sini ! ".
Loo Sian Khek adalah manusia yang paling takut kerepotan,
sebagai seorang jago kawakan ia tahu dua orang yang hidup
dalam hutan itu bukan manusia sembarangan maka ia
menyatakan setuju, sedang Watinah terlalu menuruti kemauan
Liem Kian Hoo, tentu saja ia tidak menampik.
Baru saja ketiga orang itu hendak berlalu, orang yang ada
didalam hutan berseru kembali dengan nada cemas:
"Eeeei... bocah muda, tunggu sebentar !".
Liem Kian Hoo tidak ambil gubris, ia teruskan
perjalanannya kedepan diikuti dua orang rekannya. Belum
jauh mereka berlalu, tiba-tiba terasa desiran angin tajam
menyambar lewat dari sisi tubuhnya, disertai berkelebatnya
cahaya hijau tahu-tahu dua sosok bayangan manusia telah
menghadang dihadapannya.
Liem Kian Hoo tertegun, ia kaget terhadap gerak tubuh
mereka berdua, semakin tercengang lagi setelah melihat
dandanan mereka. Kiranya dua orang yang berdiri
dihadapannya saat ini adalah sepasang laki perempuan,
usianya telah mencapai enam puluh tahun, hal ini ditinjau dari
rambut mereka yang telah beruban semua, namun yang aneh
wajah mereka masih seperti anak muda belaka, sifat kekanakkanakannya
belum hilang dan seakan-akan baru berusia
delapan sembilan belas tahunan.
Wajah mereka buliesenlat lagi gemuk, segar dan polos,
pakaian yang dikenakan berwarna menyolok dan berkembangkembang
sehingga sepintas pandang kedua orang itu mirip
dengan bocah yang berusia lima enam tahun. Watinah yang
masih muda belia tak kuasa menahan rasa gelinya setelah
menyaksikan sepasang manusia aneh itu, tak tahan ia tertawa
cekikikan. "Eeeei . . bocah perempuan, jangan tertawa ! " hardik
orang laki-2 itu dengan gusar.
Gelak tertawa Watinah makin menjadi keras, kiranya orang
lelaki yang barusan bicara bukan lain adalah suara perempuan
yang mula-mula dikira wanita itu, tak nyana sang lelaki punya
suara lembut seperti perempuan. Sedang orang yang
berdandan perempuan itupun naik pitam ketika melihat
Watinah tak mau berhenti tertawa, dengan suara kasar


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegurnya: "Bocah perempuan, jangan tertawa, apa yang kau
tertawakan?".
Sekuat tenaga Watinah menahan gelak tertawanya, lalu
sambil menuding kearah kedua orang itu serunya: "Kalian
sendiri punya potongan wajah seorang bocah, kenapa
malahan panggil kami sebagai bocah " terutama sekali nada
ucapanmu, yang lelaki jadi perempuan sedang yang
perempuan jadi laki, darimana aku tidak jadi geli."
Selesai bicara kembali ia tertawa terkekeh-kekeh. Agaknya
perempuan itu merasa sangat gusar, badannya berkelebat
kedepan langsung ayun tangannya untuk kirim sebuah
gablokan. "Budak busuk yang tak tahu diri, kau berani bersikap
kurangajar terhadap kami " " makinya
Dengan gerakan tubuhnya yang begitu cepat, tak mungkin
bagi Watinah untuk meloloskan diri, ia hanya berharap
gap!okan tersebut tidak terlalu berat baginya.
Disaat yang amat kritis ilulah, mendadak ia merasakan
lengannya ditarik orang disusul badannya miring kesamping,
desiran angin tajam seketika menyambar lewat dan sisi
wajahnya, ia terperanjat dan gugup, menanti hatinya bisa
tenang kembali maka ditemuinya orang yang barusan
selamatkan dirinya bukan lain adalah Liem Kian Hoo. Saat itu
pemuda tersebut sedang memandang ke-arahnya dengan
wajah serius, kemudian dengan nada menegur ia berseru:
"Watinah, jangan tertawa lagi !".
Watinah tertegun, ia tidak mengira gerakan tubuh sianak
muda tersebut sedemikian Iihaynya, sementara ditengah rasa
terkejut dan girang, belum sempat ia mengucapkan sesuatu,
dengan nada halus Liem Kian Hoo telahbdab berkata kembali:
"Padahal tiada sesuatu hal yang patut ditertawakan nada
suara mereka sama sekali tidak berubah, hanya dandanannya
saja yang berbalik, yang lelaki sebenarnya adalah perempuan
sedang yang perempuan sebenarnya adalah lelaki.."
MuIa mula Watinah tiada maksud untuk menjelaskan ini ia
malahan merasa tercengang, segera ia awasi kedua orang itu
lebih seksama lagi. sedikitpun tidak salah, ia temukan orang
yang berdandan lelaki itu punya lubang diatas telinganya.
Sedang orang yang berdandan perempuan memelihara
kumis dan jenggot, jelas membuktikan bahwa mereka
berdandan kebalikannya dari keadaan umum. Kedua orang itu
sama-sama tertegun, sesaat kemudian terdengar orang yang
berdandan sebagai wanita itu berseru:
"Bocah muda, darimana kau bisa tahu ?".
Liem Kian Hoo tertawa hambar.
"Bukankah kalian berdua bergelar Heng-Thian Siang Lie
atau sepasang kekasih pendendam takdir" kau adalah sidewa
awet muda Tonghong It Lip sedangkan dia adalah nyonyamu
Tiang-Ceng-Siancu Mong Yong Wan adanya, kalian memang
jodoh yang ideal, kau merasa benci karena tidak dilahirkan
sebagai perempuan sebaliknya istrimu benci karena tidak
dilahirkan sebagai pria, maka kalian, yang lelaki pakai baju
perempuan sedang yang perempuan pakai baju orang lelaki."
"Bocah muda, darimana kau bisa kenal dengan diri kami ?"
Teriak Mong-Yong Wan yang berdandan sebagai pria.
"Meskipun cayhe belum pernah berjumpa dengan kalian,
tetapi tingkah laku serta dandanan kalian sudah cukup jelas
membuktikan bahwa dugaanku tidak meleset, apabila barusan
gerakan tubuh Mong-yong siancu adalah ilmu langkah Leng-
Im-Poo serta ilmu telapak Hut-Hoa-Ciang, dikolong langit tak
ada manusia kedua yang..."
"Kau ngaco belo !" tukas Mong Yong Wan dengan air muka
berubah hebat. "Kami jarang sekali munculkan diri dalam
dunia persilatan, dan tidak banyak orang yang kami kenal,
coba sebutkan siapakah gurumu...?"
"Suhuku adalah si Nabi seruling Liuw Boe Hwie adanya,
beliau sama sekali terlalu asing bagi kalian berdua !".
"Macam apakah Liuw Boe Hwie itrtqru " diapun bisa
mendidik seorang murid macam kau ?" Seru Mong-Yong Wan
setelah termenung sejenak.
"Kau tak usah mungkir lagi, dengan andalkan
pengetahuanmu untuk menebak ilmu langkah Leng-lm-Poo
serta ilmu telapak Hut Hoa-Ciang ku barusan, jelas
membuktikan kalau kau masih punya guru lain.".
"Sian-su, harap kau jangan berkata demikian sekalipun
guruku belum pernah berjumpa dengan kalian berdua namun
ilmu silatnya sama sekali tidak berada dibawah kalian berdua,
namun memang kuakui gerakan tangan yang barusan
kugunakan bukan pelajaran dari guruku.".
"Lalu siapakah yang wariskan gerakan tersebut kepadamu
?" Buru-buru Tonghong It Lip yang berdandan sebagai wanita
berseru dengan nada tercengang, Liem Kian Hoo tertawa dan
mengerling. "Orang itu adalah sahabat karib kalian ber dua, tetapi
cayhe telah mendapat pesan wanti wan-tinya untuk tidak
bocorkan rahasia ini, maka aku berharap kalian suami istri
berdua suka maafkan diriku !".
Kembali Tonghong It Lip termenung beberapa saat
mendadak ia mendengus dingin.
"Sekalipun tidak kau katakan juga tidak mengapa, tidak
sulit untuk mencari tahu asal usulmu dan beberapa orang
yang terbatas ini !".
"Lebih baik ada jangan mengandung maksud demikian."
ancam Liem Kian Hoo sambil tarik kembali senyumannya.
"Cayhe pun tiada maksud mengganggu kalian berdua lebih
jauh. Kalian berdua sudah ada dua puluh tahun berdiam
ditempat yang tenang dan tentram semacam ini. buat apa
harus cari kerepotan dan kesulitan buat diri sendiri ?".
"Tempat yang tenang ?" jengek Tonghong It Lip sambil
tertawa dingin. "sepanjang hidup, belum pernah kami
dapatkan penghidupan yang aman tenteram dan diliputi
ketenangan, diantara belasan sahabat karibku musuh dan
sahabat berbanding seimbang. sebelum aku berhasil
mengetahui asal usulmu hatiku semakin tidak tenteram, bocah
muda, aku lihat lebih baik kau bikin persiapan lebih dahulu !".
Menyaksikan orang itu sudah berdiri dalam sikap siap
melancarkan serangan, Liem Kian Hoo jadi agak cemas,
segera teriaknya:
"Cayhe tanggung orang itu bukan sahabat dan bukan
musuh kalian berdua, dan aku jamin tidak akan bocorkan
rahasia jejak kalian kepada orang lain !".
Tonghong It Lip tertawa dingin.
"Hmmm ! diantara sahabat karib kami kalau bukan musuh
tentu teman, sebelum kau jelaskan lebih dahulu, jangan harap
bisa tinggalkan tempat ini dengan mudah !".
Selesai bicara, tidak menanti Liem Kian Hoo buka suara,
badannya langsung menubruk kedepan sambil melancarkan
empat lima buah serangan berantai, tiap serangan baik yang
nyata maupun tipuan memiliki perubahan yang ampuh dan
sakti. Namun serangan-serangan hebat itu tidak sampai
merepotkan sianak muda itu, dengan enteng ia berkelebat
kesana dan berkelit kemari, dalam sekejap mata seluruh
ancamam berhasil ia hindari dengan gampang.
Kejadian ini segera mencengangkan Tonghong lt Lip
sampai ia dibikin termangu-mangu, meski demikian
serangannya sama sekali tidak mengendor.
Mong-Yong Wan yang saksikan jalannya pertarungan dari
sisi kalangan jadi terperanjat segera teriaknya:
"Bocah keparat, sebenarnya kau berasal dari mana " begitu
ruwet ilmu silatmu..."
" Oleh sebab itulah aku menasehati kalian berdua tak usah
buang tenaga dengan percuma, kalian tidak bakal berhasil
menebak asal usulku lewat ilmu silat yang kumiliki..."
"Keparat cilik, meski dalam jurus silatmu mencakup
kepandaian musuh maupun temanku, aku masih tidak puas.
Sekarang, hadapi dahulu tiga jurus serangan gabungan dari
kami suami istri berdua, apabila kau bisa menandingi kami
maka kami akan biarkan kalian berlalu dari tempat ini!"
Ditinjau dari air muka Tonghong It Lip yang amat serius
dalam mengucapkan kata-kata tersebut, Liem Kian Hoo sadar
tiga jurus yang hendak dilancarkan pasti paling lihay sekali,
tetapi kejadian sudah berubah seratus delapan puluh derajat,
tidak menyanggupi pun tidak mungkin kecuali membongkar
rahasia asal-usul sendiri, dan inipun tidak ingin ia lakukan,
maka terpaksa dengan wajah ringan ia menyahut:
"Bailiesenklah, akan cayhe coba menerima tiga jurus
serangan gabungan dari kalian berdua !".
Tonghong It Lip dan Mong-Yong Wan saling bertukar
pandangan sekejap, lalu diikuti lelaki berdandan wanita itu
bergerak lebih duluan, ujung bajunya dikebaskan kedepan
menyambar bahu lawan, Liem Kian Hoo tetap berdiri tak
berkutik menanti ujung baju lawan hampir menggulung
tubuhnya ia baru miringkan badan kesamping.
Mong-Yong Wan tak mau berpeluk tangan belaka, laksana
kilat ia turun tangan mengirim sebuah hajaran menyambut
datangnya sang tubuh yang mundur kebelakang. Brraaaak !
ditengah bentrokan nyaring, sepasang suami istri itu mundur
selangkah kebelakang, air muka mereka sama-sama berubah
hebat. Ternyata ilmu gabungan yang dipelajari mereka berdua
telah diselami selama dua puluh tahun lamanya, meski
sewaktu turun tangan ada yang lebih dahulu dan ada yang
belakangan namun dalam kenyataan serangan mereka tiba
hampir bersamaan waktunya, bahkan posisi yang mereka
ambil pun amat strategis, meski musuh lebih lihaypun sulit
untuk lolos dengan gampang.
Siapa sangka, kali ini mereka telah menjumpai peristiwa
yang sama sekali berada diluar dugaan, ketika jurus serangan
mereka dilancarkan kedepan, tiba-tiba bayangan tubuh Kian
Hoo lenyap tak berbekas, dan bentrokan nyaring yang
meledak diangkasa tadipun hasil dari bentrokan telapak
tangan mereka sendiri.
Dalam pada itu dengan wajah penuh senyuman, Liem Kian
Hoo berdiri setengah depa disisi kalangan, Tonghong It Lip
segera menjerit kaget.
"Kau... kau adalah...".
"Siapa aku " " Hardik Liem Kian Hoo sam bil melototkan
matanya. Diatas wajah Tonghong It Lip serta Mong Yong Wan
terlintas rasa kaget dan takut yang tak terhingga, mereka
tergagap dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun,
Liem Kian Hoo tersenyum, suaranya berubah jadi amat lunak
dan halus, katanya lirih:
"Sejak tadi Cahye sudah nasehati kalian berdua tak usah
buang tenaga dengan percuma, kalian sih tak mau dengarkan
nasehat nah ! coba lihat bagaimana sekarang " bukankah siasia
belaka usaha kalian " terhadap kalian Cap Sah Yu tiga
belas sahabat orang itu menaruh perhatian khusus, maka dari
itu ia mintabdab agar setiap kali aku berjumpa dengan kalian
untuk sampaikan maksud hatinya, ia minta kalian bisa jaga
diri, kalau tidak maka ia tidak akan lepaskan kalian !".
" Dia .... dia masih hidup dikolong langit ?" tanya Tonghong
It Lip tergagap.
"Tentu saja !" sianak muda itu tersenyum, "Belum pernah
ia kendorkan perhatiannya terhadap kalian, meski kalian tidak
menjumpai dirinya dan diapun tak dapat bertemu dengan
kalian namun asal kalian tunjukkan sedikit gerakan, maka ia
segera akan munculkan diri untuk merobohkan kamu semua."
"Aaaaai...! kalau begitu kami tiga belas orang tak mungkin
bisa berkumpul kembali " bisik Mong Yong Wan sambil
menghela napas panjang, " Sejak pertemuan dihutan bambu,
hanya disebabkan satu persoalan semua orang cekcok dan
ribut dengan lihaynya sehingga hampir saja kami jadi saling
bermusuhan, sejak itu kami sembunyi disini, sebagian
besarpun dikarenakan ingin menghindari kejaran musuh."
"Haaaa... haaaa... haaaa... tentang persoalan ini, ia
mengetahui jauh lebih jelas dari dirimu, terus terang
kuberitahukan kepadamu, peristiwa inipun merupakan suatu
kesengajaan baginya untuk mengatur hal tersebut, seandainya
kalian tidak cepat dibubarkan, cepat atau lambat kalian pasti
akan terbitkan keonaran."
"Apa " jadi kitab tersebut palsu ?" jerit Tonghong lt Lip lagi
dengan nada kaget.
"Kitabnya sih asli, tetapi ia terlalu memahami sifat-sifat
kalian tiga belas orang dan tahu bahwa kalian tidak mungkin
bisa bersatu padu untuk untuk mewujudkan satu kesatuan,
maka sejilid kitab yang asli sengaja ia bagi jadi empat bagian,
tiap bagian ada seperempat adalah asli sedang tiga perempat
lainnya adalah palsu, setelah itu ia tinggalkan jejak diempat
penjuru agar kalian melakukan pencarian sendiri, dan
kemudian agar kalian anggap kitab yang didapatkan adalah
kitab yang asli."
Air muka Mong Yong Wan berubah sangat hebat dengan
hati mangkel teriaknya:
"Kurangajar, kalau begitu dia adalah seorang penipu ulung,
kami sudah membuang waktu dua puluh tahun dengan sia sia
belaka..."
Tidak menanti ia menyelesaikan kata-katanya, Liem Kian
Hoo berkata lebih lanjut:
"Ia sama sekali tidak membohonrtqrgi diri kalian, bukankah
tempo dulu iapun sudah tinggalkan pesan kepada kaiian agar
setelah kitab tersebut didapatkan maka kalian harus
mengeluarkan di hadapan rekan-rekan lainnya untuk dipelajari
bersama, seandainya kalian mendengarkan nasehatnya dan
masing-masing ambil keluar kitab yang ditemukan maka kalau
digabungkan jadi saja, kalian bakal mendapatkan satu jilid
kitab yang lengkap, siapa suruh kalian rakus, ingin cari
keuntungan sendiri dan mengangkangi kitab tersebut buat diri
pribadi " sekalipun begitu, perserikatan tiga belas sahabat
telah dihancurkan olehnya !"
"Disinilah letak kebesaran jiwanya, apabila ia biarkan kalian
tiga belas orang bergabung dan melakukan kejahatan, berapa
banyak malapetaka dan bencana yang bakal terjadi dalam
dunia persilatan " tidak sulit bagi dirinya pada waktu itu untuk
lenyapkan kamu semua, tapi ia berbaik hati dan berbelas
kasihan, maka nyawa kalian tidak dicabut sebaliknya
memberikan jalan hidup yang benar kepada kalian untuk
bertobat dan menyesal. Hmm ! berani benar kau menuduh
yang bukan-bukan terhadap dirinya."


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tonghong It lip dan Mong Yong Wan bungkam dalam
seribu bahasa, Watinah bingung dan tidak habis mengerti apa
yang sedang mereka bicarakan, hanya Loo Sian Khek yang
tahu dan kontan merasakan jantungnya berdebar keras.
Dua puluh tahun berselang ketika ia masih belajar silat di
gunung Thay Heng-san, pernah didengarnya tentang tiga
belas Sahabat yang sangat menggemparkan dunia persilatan.
Perserikatan tersebut merupakan kerja sama tiga belas orang
manusia berkepandaian lihay untuk melakukan kejahaian
didunia, tetapi jejak mereka amat rahasia dan jarang yang
temui wajah asli mereka.
Kemudian tersiar berita bahwa mereka siap mendirikan
sebuah partai dalam dunia kangovv, kabar ini seketika
menimbulkan pergolakan hebat dalam Bu-lim, banyak jagojago
dari kalangan lurus menggabungkan diri untuk
menghalangi niat mereka ini.
Tetapi aneh sckali, entah apa sebabnya tiba tiba ketiga
belas sahabat itu lenyap dari peredaran Bu lim dan sejak itu
jejak mereka tidak ketahuan ujung mulanya lagi.
Dan sekarang, Loo Sian Khek baru tahu, kiranya tiga belas
sahabat terdesak dan terpaksa mengasingkan diri karena
dikalahkan oleii seorang tokoh sakti dunia persilatan, dan
tokoh silat itu ada hubungan yang sangat erat dengan Liem
Kian Hoo, ia jadi menduga-duga siapakah jago itu " dan sejak
kapan sianak itu mengikat tali hubungan dengan dirinya "
Berbagai pertanyaan yang membingungkan hatinya, namun
ada satu hal yang pasti, yakni sepasang suami istri yang
berada dihadapannya saat ini adalah dua orang diantaranya
tiga belas sahabat yang pernah menggetarkan sungai telaga
dua puluh tahun berselang, tanpa terasa hatinya jadi bergidik.
Dalam pada itu setelah termenung sejenak Tonghong It Lip
menegur kembali:
"Apa hubunganmu dengan dirinya".
"Hubungan apapun tidak ada, tidak lama berselang secara
kebetulan cayhe telah berjumpa dengan dirinya dan mendapat
pula beberapa petunjuk didalam kepandaian silat, disamping
itu ia pun titip pesan kepadaku agar menyelidiki jejak kalian
semua, dan sekarang kalian dua orang suami istri adalah
orang keempat dan orang kelima yang pernah kujumpai !"
"Siapakah tiga orang lainnya " bagaimana keadaan mereka
saat ini ?".
"Maaf, nama mereka tak mungkin dapat kusebutkan."
sahut Liem Kian Hoo seraya menggeleng. "Mereka termasuk
rombongan yang rada sial, kitab mustika yang berisi
seperempat kepandaian sakti itupun tidak berhasil mereka
temukan, dan sekarang mereka benar-benar sudah bertobat,
mengasingkan diri dan tidak mencampuri urusan dunia
persilatan lagi, kehidupan mereka tidak memperoleh petunjuk
yang seksama mungkin tidak akan kenali mereka lagi, maka
dari itu lebih baik kalian tak usah bertanya lebih lanjut !".
"Dapatkah kau beritahu kepada kami sebenarnya dia
adalah manusia macam apa ?" kembali Tonghong It Lip
bertanya. "Dua puluh tahun berselang ia muncul dengan
wajah berkerudung, setelah mengancurkan perserikaliesentan
kami tiga belas orang, pernah kami lakukan penyelidikan yang
seksama atas asal-usulnya, namun hasilnya tetap nihil !"
"Tentang soal itu maafkan pula diriku karena tak dapat
memberi jawaban..." Kembali sianak muda itu menggeleng.
"sepanjang hidupnya ia tak pernah munculkan diri dalam
dunia persilatan akupun tidak tahu nama aslinya, meski
kukatakan bagaimanakah bentuknya, belum tentu kalian bisa
kenali dirinya meski telah saling berhadapan muka.".
"Tapi paling sedikit kau dapat mengatakan bukan, dia
adalah seorang pria atau wanita ?" buru-buru Mong Yong Wan
mendesak. "Apa bedanya antara pria dan wanita " seandainya dia
memiliki sifat macam kalian berdua, bukankah aku sendiripun
tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan ini !".
Air muka Tonghon It Lip serta Mong Yong Wan kontan
berubah hebat ketika mendengar sindiran dari sianak muda
itu, terdengar siorang lelaki yang berdandan sebagai wanita
itu membentak dengan nada gusar:
"Keparat cilik, sekalipun kau telah mewarisi ilmu silatnya
kami tidak akan ambil gubris, sepanjang beberapa tahun kami
selalu menyelidiki dan mempelajari ilmu silat untuk
menghadapi dirinya, tiada halangan kami hendak gunakan kau
sebagai kelinci percobaan...!"
"Oooouw ! kalian hendak andalkan catatan sebanyak
seperempat itu hendak menciptakan kepandaian untuk
menghadapi dirinya ?".
Tonghong It Lip tertawa dingin, mendadak telapak
tangannya berkelebat kedepan sambil melancarkan sebuah
serangan, telapak tanganya berwarna merah dan
memancarkan kabut bercahaya kilat.
Liem Kian Hoo gerakan sepasang bahunya dan menghindar
dengan kecepatan bagaikan kilat. Watinah serta Lo Siau Khek
yang menghindar kurang cepat segera tersambar oleh kabut
bercahaya itu. Watinah tetap tidak geming seolah-olah tidak
merasakan sesuatu. lain halnya dengan Loo Sian Khek, ia
mundur sempoyongan kemudian perlahan-lahan roboh keatas
tanah. Menyaksikan kejadian ini Liem Kiau Hoo jadi teramat gusar,
segera bentaknya.
"ilmu beracun apa yang telah kau gunakan ?"
"Koan lang, mereka telah menghisap sari racun yang
terkandung dalam kabut beracun, kau harus waspada dan
berhati-hatibdab." jerit Watinah.
"Mengapa kau sendiri tidak keracunan ?"
"Aku pernah menelan pil mustajab bikinan suhuku, maka
badanku sama sekali tidak terpengaruh...".
"Kalau begitu carikan akal untuk menolong dirinya !" teriak
sianak muda itu lebih jauh seraya menuding kearah Loo Sian
Khek. "Tidak bisa, aku tidak punya obat penawar cuma suhu
seorang yang dapat menyelamatkan jiwanya !".
"Haaaaa... haaaaa... haaaa... bocah perempuan, kau
jangan bermimpi disiang hari bolong" jengek Tonghong lt Iip
sambil tertawa terbahak-bahak..." ilmu telapak ini sengaja
kuciptakan untuk menghadapi Toan Kiem Hoa Hmmm !
dengan andalkan sedikit kepandaiannya jangan harap ia bisa
selamatkan jiwanya!" ucapannya tersebut jelas menghina dan
memandang rendah Ku Sin Poo. sebagai muridnya Watinah
langsung naik pitam teriaknya:
"Kentutmu ! akupun tidak berhasil kau lukai. Hmmm !
masih ingin menghadapi suhuku " " Mong Yong Wan tertawa
dingin. "Bocah perempuan, kau jangan mengira dirimu tetap sehat
walafiat, nantikan saja sebentar lagi kau bakal tahu
kelihaiannya!".
Watinah tidak percaya, telapaknya digetarkan langsung
menyapu kearah tubuh perempuan berdandan pria itu, tetapi
baru saja telapaknya digerakkan sampai separuh jalan dengan
otamatis ditarik kembali, rasa sakit yang amat menderita
terlintas di atas wajahnya.
"Eeeei... kenapa kau" " sahut Liem Kian Hoo menegur.
"Aku sendiripun tidak tahut sedikit kukerahkan tenaga
murniku, dada segera terasa jadi sumpek, sesak dan muak
sekali, agaknya seperti mau muntah..."
Belum habis bicara, mendadak mulutnya terbentang lebar
dan muntahkan air liur bercampur riak berwarna merah darah,
wajahnya langsung berubah pucat pias bagaikan mayat,
dengan amat lemas tubuhnya duduk mendeprok diatas tanah,
tangannya dirogohkan kedalam tenggorokan dan mengorek
tiada hentinya, seolah-olah ia belum puas muntah dan ingin
mengeluarkan seluruh isi perutnya.
Air muka Liem Kian Hoo berubahrtqr hebat, jari tangannya
bergerak cepat secara beruntun menotok empat buah jalan
darah ditubuh Watinah untuk menghalangi gerakan
selanjutnya, setelah itu sambil berpaling kearah Tonghong It
Lip bentaknya: "Cepat serahkan obat penawarnya kepadaku!"
"Bocah muda, hitung-hitung kau masih punyai sedikit
pengetahuan." seru Tonghong It Lip sambil tertawa dingin.
"Dan untung kau cepat bertindak sehingga tidak membiarkan
air darah yang lumer dari jantungnya muntah semua keluar.
untuk sementara jiwanya memang berhasil kau seIamatkan,
tapi... heee... heeee... cepat atau lambat akhirnya ia bakal
modar juga..."
"Aku perintahkan kau untuk segera serahkan obat penawar
kepadaku!" kembali sianak muda itu membentak dengan
wajah keren. "Ooouw... hooo... hooo... enak benar kalau bicara, dengan
andalkan apa sih aku harus menolong jiwanya ?"
"Demi selamatkan jiwamu sendiri, sebenarnya aku bertugas
untuk mengawasi tingkah lakumu, kalau kalian masih juga
berbuat kejahatan maka aku segera akan mewakili orang itu
untuk memberi peringatan kepada kalian ..!"
"Haaaa... haaaa.... haaaa... sekalipun orang itu datang
sendiripun belum tentu ia bisa permainan kami seperti sedia
kala, apalagi manusia macam kau ?".
Napsu membunuh mulai terlintas diatas wajah si-anak
muda itu, dengan wajah membesi teriaknya:
"Terhadap kalian tiga belas orang sahabat itu sengaja
memberi petunjuk kepadamu dimana letak titik kelemahan
untuk mencabut jiwa kalian, dan kalian suami istri berduapun
termasuk diantaranya, sebenarnya aku ada maksud
melepaskan sebuah jalan hidup buat kalian setelah
mengetahui bahwa kalian mengasingkan diri kedalam gunung
dan tidak bikin keonaran lagi tapi ditinjau dari tingkah laku
serta perbuatan kalian saat ini, Hmm ! harap kalian jangan
salahkan kalau aku hendak bertindak tegas kepada kalian
demi tertegaknya keadilan serta keamanan !"
Tonghong It Lip dibikin bergidik juga oleh keseraman serta
keseriusan sianak muda itu. Mong Yong Wan yang
menyaksikan suaminya mulai terpengaruh oleh gertakan
mana, buru-buru berteriak memberi peringatan:
"Eeeeei tua bangka, kau jangan sampai tertipu oleh siasat
licik keparat cilik ini, kita jangan menyia-nyiakan penderitaan
kita selama dua puluh tahun ditengah pegunungan yang
terpencil ini, apakah kau jadi ketakutan hanya digertak oleh
beberapa patah kata keparat tersebut ?"
Tonghong It Lip tertegun dan segera berhasil menguasahi
diri kembali, ia lantas mendongak tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa... haaaa... haaaa... bocah muda, pandai benar kau
berlagak sok lihay, hampir-hampir saja loohu pun berhasil kau
kelabui dengan gertak sambalmu itu, sekalipun orang itu telah
mewariskan seluruh kepandaian silatnya kepadamu, aku
percaya kepandaianmu masih belum dapat menandingi hasil
gemblengan kami selama dua puluh tahun lamanya".
"Aaaaai...! siapa yang menimbulkan keonaran ia tidak boleh
dibiarkan hidup, untung aku sudah ucapkan kata kata ini sejak
semula, bagaimanapun juga tindakanku untuk lenyapkan
kalian bukan suatu tindakan yang salah..."
Sikap serta tingkah laku sianak muda itu segera memancing
sifat ganas Tonghong It Lip serta Mong Yong Wan, satu dari
kiri yang lain dari kanan segera menyerang datang bersamaan
angin pukulan sang wanita berdandan pria itu berwarna hijau.
Liem Kiau Hoo segera enjotkan badannya menghindar
kesamping dikala dua gulung angin pukulan lawan belum tiba.
"Bocah muda, jangan harap kau bisa main setan lagi
difaad&psn kami..!" teriak Tonghong It Lip.
Ditengah bentakan keras ia bersama Mong Yong Wan
mendorong telapaknya keluar, dengan gerakan setengah
lingkaran, seketika itu juga angin pukulannya yang berwarna
merah darah bagaikan sebuah angin melesat puluhan tombak
kearah depan, kemudian lambat-lambat turun ketengah
kalangan dan mengurung seluruh pemuda itu.
Mong Yong Wan pun getarkan telapaknya, segulung cahaya
asap warna hijau melesat menggulung tiada hentinya
disekeliling tubuh si-anak muda itu, makin menyebar makin
besar dan makin luas,
Liem Kian Hoo berdiri tegak bagaikan sebuah bukit karang.
air mukanya tetap tenang, sementara dalam hati sangat
terperanjat, ia sadar perkataan yang diutarakan bahwa
mungkin terlalu tajam hingga memaksa sepasang suami istri
ini mengeluarkan ilmu silatnya yang paling berharga.
Meskipun sianak muda ini telah peroleh petunjuk untuk
menghadapi ilmu telapak angin berputar yang dihasilkan oleh
serangan gabungan ini, namun ia tidak menyangka tenaga
lwekang mereka telah mendapat kemajuan yang begitu
pesat,bahkan dapat pula berdiam dalam kabut beracun, Liem
Kian Hoo mulai sadar bahwa pertarungan yang terjadi ini hari
tak mungkin bisa diselesaikan dengan gampang..."
Tampaklah segulung hawa pukulan berwana merah dan
segulung hawa pukulan berwarna hijau menyusup datang dari
dua arah yang berlawanan, ketika saling bertemu, bukan
bentrokan yang terjadi sebaliknya dua gulung tenaga tersebut
bergabung kemudian bcrsama-sama mendesak dan
mengurung kedepan semakin rapat.
Keadaan amat kritis sekali, kecuali adu tenaga dengan
kekerasan tak ada cara lain lagi yang dapat digunakan sianak
muda itu. Liem Kian Hoo berdiri tenang, dari matanya memancar
keluar cahaya tajam. mendadak sepasang lengannya
dipentangkan segulung hawa merah secara lapat-lapat muncul
dari ubun-ubunnya, lalu diikuti bentakan nyaring bajunya
bagaikan sebuah bola karet segera memancar keempat
penjuru dengan dahsyat.
Bluummm..." Ditengah ledakan yang maha hebat, dua
gulung cahaya kabut berwarna hijau dan merah itu laksana
terhembus oleh angin puyuh segera menyebar dan lenyap
tertiup angin, Air muka Tonghong It Lip beruban hebat,
teriaknya tertahan:
"Keparat cilik, hebat juga ilmu silatmu ternyata ilmu Ci-
Khie-Ceng Kie pun berhasil kau pelajari !".
Ditengah teriakan tersebut sepasang telapaknya diulapkan
berulang kali, hawa pukulan berwarna merah yang telah
tersebar itu segera bergabung kembali menjadi satu dan sekali
lagi kearahnya. Mong Yong Wan tidak berani berayal, telapak
tangannya segera bergerak menggabungkan diri dengan


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan suaminya, kabut hijau perlahan-lahan berkumpul
kembali jadi satu garis lurus lalu melanjutkan kurungannya
kearah depan. Kali ini suami istri berdua telah kerahkan segenap tenaga
yang dimilikinya, keringat mulai mengucur keluar dengan
derasnya, Menggunakan kekuatan daya getar tadi Liem Kian
Hoo menghadang serangan gabungan mereka yang pertama
dan kini setelah menyaksikan kerja sama kedua orang itu tak
berhasil dihancurkan diam-diam ia mengeluh, pikirnya:
"Habislah sudah...! kau telah serahkan tugas berat itu
kepadaku namun tidak memberi waktu yang cukup bagiku
untuk mempelajari dan mendalami ilmu silat itu, meskipun sinkang
tiada tandingan telah kau wariskan kepadaku, mana
mungkin dalam waktu dua puluh hari yang singkat aku
berhasil jadi sakti " lagipula kau terlalu pandang tinggi diri
sendiri dan memandang enteng orang lain.".
Pakaiannya tetap mengembung bagaikan sebuah bola
karet, hawa merah yang lembut dan memancar keluar dari
lubang pori-pori bajunya tak sanggup lagi memaksa buyar
tenaga gabungan lawan, Air muka Tonghong It Lip berubah
amat buas, ia menyeringai dan tertawa seram.
"Binatang cilik, serahkan jiwamu !" teriaknya. "Terhadap
kejadian ini, kau harus salahkan orang itu punya sepasang
mata yang buta, tugas seberat ini telah ia serahkan kepada
kau sibocah yang masih bau tetek untuk selesaikan, dalam
ilmu silat keberhasilan bukan terletak pada bakat namun lebih
mengutamakan soal kematangan.."
"Tutup mulut !" bentak Liem Kian Hoo ditengah desakan
hebat "Kau jangan keburu berbangga hati, walaupun kitab
yang kalian dapatkan adalah bagian yang terakhir namun
dibagian atas masih ada satu kepandaian yang bisa mencabut
jiwa kalian berdua, sekalipun harus adu jiwa, akupun tidak
ambil gubris.".
"Dengan tenaga dalammu, kau ingin menggunakan jurus
tersebut ?" tanya Tonghong It Lip tertegun.
Liem Kian Hoo tertawa nyaring, dengan wajah keren dan
sedikitpun tidak jeri ia berseru berat: Giok Sak Ci Hun! ".
sepasang telapak seger digabungkan jadi satu, senar mata
dicurahkan kearah pihak lawan dan terpancarkan wajah yang
agung dan penuh wibawa membuat orang merasa bergidik.
Tonghong lt Lip serta Mong Yong Wan sama-sama terkesip,
mereka sudah hapal sekali dengan-posisi jurus itu terutama
sekali sikap Kian Hoo dewasa ini, membuat mereka makin
tercengang dan tidak percaya.
Terhadap jurus ampuh ini hampir boleh dikata mereka
sudah buang tenaga selama sepuluh tahun lamanya, namun
belum berhasil juga ditemukan titik pemecahan, setiap kali
mereka selalu jumpai kegagalan total sehingga hal ini
membuat mereka mengira bahwa jurus itu merupakan sebuah
jurus tipuan yang mungkin digunakan untuk membohongi
orang belaka... suasana ditengah bukit itu sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun, tiga orang berdiri saling,
berhadapan dengan mulut bungkam.
"Benar benarkah kalian hendak cari kematian " " akhirnya
Liem Kian Hoo menegur dengan alis berkerut.
Tonghong It Lip mendehem.
"Pengaruh yang terpancar keluar lewat jurus Giolc-Sak-Ci-
Hun tersebut memang luar biasa, namun kami selalu merasa
bahwa jurus itu hanya suatu jurus tipuan belaka, lihay hanya
diatas kertas Sebelum dicoba kami merasa tidak percaya !"
"Aku beri peringatan kalian, lebih baik jangan, bertindak
gegabah, sebab sampai saatnya, kalian akan menyesal dan
tak mungkin bisa menolong diri kembali".
Tonghong lt Lip melirik sekejap kearah Mong Yong Wan,
menyaksikan istrinya tidak menunjukkan pendapat, ia lantas
tertawa ringan.
"Dalam hati kami dewasa ini hanya ada seorang rausuh,
apabila kau memang wakil dari orang itu maka sekalipun
harus aku jiwa kami tidak akan mnndur dari hadapanmu ! "
katanya. Liem Kian Hoo berdiri tenang, beberapa saat kemudian ia
lantang, diikuti lengannya dikebas kedepan, segulung hawa
pukulan yang luar biasa seketika memancar keluar dari
tubuhnya, begitu hebat angin pukulan tersebut membuat bumi
bergoncang batu berguguran dan pasir debu berterbangan....
Menyaksikan perisriwa itu air muka Tonghong It Lip serta
Mong Yong Wan berubah hebat, sambil gertak gigi mereka
menahan diri, sungguh dahsyat angin pukulan yang
menyambar datang, baju mereka terkoyak-koyak oleh
sambaran tersebut, bahkan batu kerikil yang tajam
berhamburan melukai tubuh mereka.
Dari perubahan air muka kedua orang itu, Liem Kian Hoo
tahu bahwa mereka mulai jeri dan ketakutan, mereka sudah
dibuat bergidik oleh keampuhan jurus serangan tersebut dan
sadar pula bahwa kedua orang itu tak akan bertahan lama,
angin pukulan yang tajam dan tiada ujung pangkal nya ini
bakal merobek dan menghancur lumatkan tubuh mereka.
Sekarang, Tonghong It Lip serta Mong Yong Wan baru
percaya akan kelihayan jurus tersebut, namun sayang sudah
terlambat... terlambat untuk selamatkan jiwanya.
Dalam keadaan seperti ini ketiga orang itu sama sama
menyadari bahwa nasib mereka berada diujung tanduk, setiap
saat mungkin saja ajal akan menjelang tiba.
Disaat yang amat kritis itulah, mendadak - - dari balik
hembusan angin taupan tadi muncul sesosok bayangan
manusia, dan orang itu adalah seorang wanita.
Gerakan tubuhnya amal gesit dan lincah, meskipun
ditengah deruan angin pukulan yang tajam gerakan tubuhnya
sama sekali tidak terhadang, mula mula ia bergerak
kehadapan Kian Hoo lebih dahulu, telapak tangannya yang
putih dan halus laksana kilat bergerak menotok dua buah jalan
darah penting ditubuhnya.
Liem Kian Hoo segera merasakan segulung tenaga yang
halus dan lunak menyusup kedalam tubuhnya, begitu tiba
didalam tubuh tenaga tadi segera menghadang dan
menyumbat hawa murninya yang sedang mengalir keluar
dengan hebatnya itu.
Kemudian ia putar badan dan dengan suatu gerakan yang
indah pula mendorong tubuh Tonghong It Lip serta Mong
Yong Wan sehingga mundur kebelakang dengan
sempoyongan. Menanti ketiga orang itu sadar dan mendusin kembali dari
kecapaian serta keletihan, tampaklah perempuan itu sedang
bekerja keras menyembuhkan Watinah serta Loo Sian Khek.
Pertama-tama Tonghong lt Lip menghela napas panjang
lebih dahulu, ia saling bertukar pandangan sekejap dengan
Mong-Yong Wan, wajahnya pucat pias bagaikan mayat,
mulutnya terkunci rapat.
"Sii.... siapa kau ?" tegur Liem Kian Hoo dengan nada
terperanjat. Perempuan itu berpaling dan tersenyum, ketika itulah Kian
Hoo baru melihat jelas bahwa perempuan itu berwajah amat
cantik, usianya kurang lebih tiga puluh tahunan dan memakai
baju warna putih bersih.
Mula mula Sianak muda itu di kliesenejutkan oleh kecatikan
wajahnya, diikuti iapun tertegun karena ia berhasil
memunahkan jurus "Giok-Sak-Ci-Hun" nya yang ampuh, untuk
sesaat ia berdiri termangu-mangu dan tak tahu apa yang
harus dilakukan.
Watinah pun perlahan-lahan sadar dari pingsannya, ia buka
mata siap mengucapkan sesuatu namun perempuan itu
menggeleng dan memberi tanda agar ia tutup mulut.
Watinah mengangguk dan membungkam, dengan sinar
mata kagum dan terima kasih ia menatap wajah perempuan
tersebut. Dari sinar mata yang terpancar keluar dari balik mata
Watinah, sianak muda itu merasa bahwa gadis itu kenal
dengan perempuan tadi. Dari air muka Tonghong It Lip
berdua pun, ia membuktikan bahwa mereka kenal dengan
perempuan tersebut.
Liem Kian Hoo termangu-mangu, otaknya berputar dan
sebentar kemudian ia sadar siapakah perempuan tersebut,
dengan sinar mata sangsi dan kurang percaya iapun ikut
menatap perempuan tadi.
"Aaaaah...! sungguh tak nyana Ku Sin Poo yang dihormati
orang-orang suku Biauw sebagai Dewi adalah seorang
perempuan muda ... . ia luar biasa, jurus ampuh Giok-Sak-Ci-
Hun kupun berhasil ia punahkan." pikir Kian Hoo dalam hati.
Dalam pada itu perempuan tadi telah meletakkan tubuh
Watinah keatas tanah dan bangun berdiri, sinar matanya
menyapu sekejap kearah tiga orang itu kemudian sambil
tertawa dingin jengeknya:
"Hmm ! ilmu telapak Ching-In-Ciang tidak bakal bisa
membendung diriku, sedang jurus ampuh yang dikatakan
tiada tandingan dikolong langit pun tidak lebih silat kasar
untuk mengadu jiwa, ditinjau dari sikap kalian yang tak
berguna tadi, sebenarnya aku ogah campur tangan, apabila
aku tidak takut muridku pun terluka, akan kubiarkan kalian
bertiga saling adu jiwa sampai modar semua !".
Merah padam selembar wajah Liem Kian Hoo, sepasang
matanya menatap tubuh perempuan itu tajam-tajam.
"Bocah muda, mengapa sih kau menatap diriku terus
menerus ?" kembali perempuan itu menegur sambil tertawa
ringan. "Ditinjau dari ucapan cianpweebdab, seharusnya anda
adalah Toan Cianpwee yang telah menggetarkan wilayah
Biauw, tetapi..."
"Tetapi usiaku terlalu muda, bukankah begitu bocah
muda?" sela perempuan tadi sambil tertawa bangga. "Kau
sudah tertipu oleh kata Nenek atau " Poo" yang ada didepan
namaku, dalam wilayah Biauw tulisan "Poo" atau nenek
menandakan suatu penghormatan, dan sama sekali bukan
mengartikan tingkat usiaku, namun kaupun jangan terlalu
percaya dengan sepasang mata sendiri, wajah serta potongan
muda seseorang belum tentu bisa menunjukkan usia yang
tepat, coba tebaklah, menurut perkiraanmu aku telah berusia
berapa?" "Agaknya Cianpwee baru berusia tiga puluh tahun...."
"Tiga puluh tahun?" Ku-Sin-Poo segera mendongak dan
tertawa terkekeh-kekeh. "Pandai benar kau berbicara, ketika
aku berusia tiga puluh tahun, mungkin kau masih belum
dilahirkan dalam kolong langit !".
Liem Kian Hoo tertegun, wajahnya jelas menunjukkan
hatinya sangsi dan tidak percaya.
"Kau tentu tidak percaya bukan " Nah, tiada halangan
tanyakan saja persoalan ini kepadanya !" kata Toan Kiem Hoa
lebih jauh seraya menuding kearah Mong Yong Wan. Air muka
perempuan berdandan pria ini berubah hebat, dengan suara
serak serunya: "Toan Kim Hoa, wajahmu awet muda karena kau andalkan
tomat yang banyak tumbuh disekitar wilayah ini, apanya yang
luar biasa ?".
"Memang... memang tidak hebat ! tetapi aku pingin tanya,
selama sepuluh tahun kalian suami istri hidup sengsara
ditempat ini dan tidak ingin pergi tinggalkan daerah sekitar
sini. bukankah dikarenakan tomat mustajap itu pula" sayang
pohon tomat itu cuma ada sebatang dan justru pohon tadi
berada didalam genggamanku. janji sepuluh tahun sudah
hampir tiba, buah tomat yang tumbuh diatas pohon itupun
sudah amat banyak, selama ini aku selalu menepati janji dan
tidak memetiknya barang sebiji pun, persoalan terletak pada
bagaimana caranya kalian hendak menangkan pertaruhan ini
?" Mong Yong Wan mendengus gusar, ia tidak menjawab, dari
sepasang matanya terpancar keluar cahaya penuh kebencian.
Kembali Toan Kiem Hoa tertawa bangga, serunya: "sepuluh
tahun berselang, kalian sudah kalah sekali. sepuluh tahun
kemudianrtqr kalian masih belum berhasil juga rebut
kemenangan, Bagaimana" apakah perlu aku undurkan sepuluh
tahun lagi agar kalian bisa dapatkan seorang wakil untuk
mengalahkan diriku ?".
"Tidak usah, kami mengaku kalah !" sahut Tong It Lip
sambil menghela napas.
"Kalau sejak dahulu tahu begini, sepuluh tahun terakhir pun
tidak akan kami buang dengan sia-sia !".
"Kalau begitu kau masih terhitung cerdik, sepuluh tahun
berselang aku hanya mengajak kalian bergurau belaka, maka
sengaja aku pura-pura menang dengan ngotot. sebab aku
merasa kalian berdua terhitung tidak jelek dan ada maksud
membangkitkan semangat kalian. siapa sangka kalian berhati
tinggi dan berani bicara sesumbar kalian mengira asal
mendidik seorang ahli waris maka aku bakal dikalahkan,
sekarang kalian tentu sudah paham bukan" meskipun kalian
turun tangan sendiri, akupun dapat gebah kalian pergi cukup
dengan tangan sebelah belaka.".
Ucapan ini amat menyinggung perasaan Tonghong It Lip, ia
naik pitam dan segera teriaknya keras-keras:
"Toan Kiem Hoa ! kau tak usah sombong dan pentang
bacot, soal tomat tak perlu kita bicarakan lagi, kau telah
mempermainkan kami selama sepuluh tahun, hutang ini cepat
atau lambat pasti akan kami tuntut, apabila ada kesempatan
sepuluh tahun lagi, kami pasti akan berhasil mendapatkan
seorang ahli waris untuk menginjak-injak dirimu.".
"Benarkah kau punya keyakinan tersebut ?"
"Tentu saja ! bahkan belum tentu sepuluh tahun,mungkin
didalam satu dua tahun..."
"Tentang hal tersebut aku boleh percayaku tahu dalam dua
tiga tahun belakangan kalian banyak temukan rahasia intisari
ilmu silat tetapi kalian harus tahu bahwa bakat kalian sendiri
terbatas, jangan harap dalam kehidupan kalian ini bisa
mencapai taraf tersebut seandainya kalian berhasil
mendapatkan sebuah kumala yang belum di-asah, aku
percaya mungkin kalian dapat menciptakan seorang jago yang
maha sakti.."
" Dari... dari mana kau bisa tahu ?" jerit Tonghong It Lip
serta Mong Yong Wan dengan air muka berubah hebat.
"Jangan lupa daerah ini termasuk daerah kekuasaanku,
selama kalian berada dalam wiiayah Biauw jangan harap bisa
lolos dari pengawasanku, selama sepuluh tahun belakangan
tak sebuah gerak gerik serta tingkah laku kalian yang lolos


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari pengawasanku, cuma saja kalian tidak tahu akan hal ini !
". Seakan-akan dikalahkan secara mutlak, dengan wajah
pucat pias Tonghong It Lip menghela napas panjang. Mong
Yong Wan pun kelihatan lemas dan putus asa, mereka
bungkam. Toan Kiem Hoa tertawa, katanya kembali:
"Apabila harus bertindak menurut watakku, maka saat ini
juga aku hendak hukum mati kalian berdua agar tidak
meninggalkan bibit bencana di kemudian hari...".
"Tak usah kau teruskan, kami mengaku kalah !" tukas
Tonghong It Lip cepat.
"Jangan terburu napsu, perkataanku belum selesai ku
utarakan keluar, selama banyak tahun belum pernah kujumpai
orang yang bisa menandingi diriku, aku benar-benar
menganggur sekali, maka aku suka mengubah keputusanku
dengan memberi kesempatan kepada kalian! Mulai ini hari.
setiap saat dan dimanapun aku selalu menantikan kedatangan
ahli warismu untuk mengalahkan diriku, dan akupun akan
selalu tinggalkan sepuluh biji tomat diatas pohonnya, akan
kulihat apakah kalian punya rejeki atau tidak untuk peroleh
mustika tersebut !".
"Sungguhkah ucapan ini ?" seru Tongho ng U Lip sangsi,
hampir hampir ia tidak percaya dengan telinganya sendiri.
"Haaaa... haaaa... haaaa.... dengan andalkan kedudukanku
sebagai Ku Sin Poo diwilayah Biauw, belum pernah kuingkari
janji sendiri!".
Tonghong It Lip serta Mong Yong Wan saling bertukar
pandangan sekejap, dalam hati mereka merasa amat girang
sekali. Toan Kiem Hoa tertawa panjang, tiba-tiba ia berkata lagi:
"Namun sebelum itu aku hendak peringatkan lebih dahulu
kepada kalian, usia manusia ada batasnya, pohon tomat pun
tak mungkin selalu tumbuh dengan segar, aku tak dapat
menanti kedatangan kalian sepanjang hidup...!"
"Apa maksudmu ?"
"Sejak kuno oliesenrang berkata mencari bak bagaikan
mencari kecantikan hal itu hanya bisa jumpai dan tak mungkin
dimohon." apabila kalian hendak mencari seorang ahli waris
yang benar2 bebakat bagus, aku rasa usaha kalian akan
menemui kesulitan bagaikan mencari jarum didasar samudra,
sebenarnya bocah muda ini memang sasaran yang paling
tepat, sayang sudah didahului orang lain, di tinjau dari
keadaan kalian yang barusan bertarung, mungkin ia tidak
bakal sudi kalian gunakan lagi dunia amat luas... aku nasehati
kalian lebih baik matikan saja cita-cita kalian itu !".
"ltu urusan pribadi kami, tak usah kau campuri !" teriak
Mong Yong Wan gusar.
"Satu hari kami masih hidup dikolong langit, satu hari pula
akan kucari ahli waris ku yang sesuai !".
Dengan wajah hambar Tonghon It Lip serta Mong Yong
Wan putar badan siap meninggalkan tempat itu, mendadak
Liem Kian Hoo rentangkan tangannya dan laksana kilat
menghadang di hadapan mereka berdua, teriaknya:
"Tunggu sebentar, bukankah diantara kita masih belum
diselesaikan, mengapa buru-buru mau pergi ?"
"Bajingan cilik, kau anggap kami bener2 jeri kepadamu " "
teriak Mong Yong Wan sambil mencak mencak kegusaran.
"Soal ini bukan soal takut dan tidak, kalian harus berjanji
dahulu untuk tidak berbuat kejahatan lagi, kalau tidak, untuk
menunaikan kewajiban yang dibebankan di atas pundakku,
maka dengan pertaruhan jiwa akan kularang kalian munculkan
diri kembali kedaratan Tionggoan."
"Bajingan cilik, jurus Giok Sak Ci Hun cuma dapat
digunakan satu kali, sekarang, kau hendak bicara dan
menghalangi perjalanan kami dengan andalkan apa ?" jengek
Tonghong It Lip sambil tertawa dingin.
"Hanya andalkan sehembusan napas dalam dadaku, selama
napas masih berjalan dan sukma masih dihayat badan, aku
pasti akan tunaikan tugasku sampai selesai !".
Tonghong It Lip tertawa seram, telapaknya bergerak siap
melancarkan serangan. Pada saat itulah Toan Kiem Hoa
meloncat kedepan dan menghadang diantara kedua belah
pihak, tegurnya dengan nada gusar:
"Bocah muda, akulah yang melepbdabaskan mereka dari
sini !". "Itu urusan cianpwee pribadi, dan sama sekali tiada
bersangkut paut dengan urusan boanpwee."
"Kurang ajar ! berada dalam wilayah Biauw kau berani
mencampuri dan menghalangi perbuatan aku Ku Sin Poo ?"
teriak Toan Kiem Hoa dengan nada dingin.
"Bocah muda, agaknya kau sudah bosan hidup ?".
"Aku bukan rakyat suku Biauw, mengapa harus tunduk dan
turuti perintah cianpwee ?".
Meskipun Liem Kian Hoo sadar bahwa tenaga lweekang
yang dimiliki Toan Kiem Hoa sangat lihay, terbukti dari
kemampuannya untuk memunahkan jurus Giok-Sak-Ci-Hun
yang ampuh tadi namun ia tidak jeri, dengan wataknya yang
keras-ia tak sudi tunduk dan takut kepada orang lain, apalagi
mendengarkan perintahnya.
Sementara itu Watinah sudah mendusin, dengan suara
yang lemah ia memohon:
"Koan-lang, janganlah musuhi guruku... turutilah
permintaannya".
"Sekalipun dia adalah gurumu, aku tak dapat melepaskan
tanggung jawab serta tugas yang dibebankan padaku,
gampang sekali kalau inginkan aku lepaskan mereka pergi.
Pertama, mereka berdua harus berjanji dahulu kepadamu
bahwa kepergiannya saat ini tidak akan melakukan perbuatan
jahat lagi...".
"Kedua, kecuali melangkahi dahulu mayatku !" Sembari
berkata ia melirik sekejap kearah Toan Kiem Hoa, sebab
dewasa ini cuma dia seorang yang mampu mencabut jiwanya,
Toan Kiem Hba tertawa dingin, telapaknya segera diangkat
ketengah udara.
"Kau anggap aku tidak berani membinasakan dirimu ?"
teriaknya. "Tentu saja cianpwee mampu untuk melakukannya, tapi
boanpwee pun bukan seorang manusia rendah yang takut
mati !" Air muka Toan Kiem Hoa berubah hebat, badan-maju
kedepan, telapak tangannya diayun kedepan.
"Suhu, ampuni jiwanya !" terdengar Watinah berteriak
dengan hati cemas.
Gerakan tubuh Toan Kiem Hoa amat cepat dan lincah, baru
saja Kian Hoo angkat tangannya siap menangkis, mendadak
gerakan serangannya sudah berubah, dengan suatu gerakan
yang enteng, ringan dan lincah ia sudah mengubah arah
dan... Plaaak ! dengan telapak tadi mampir diatas pipi sianak
muda itu. Liem Kian Hoortqr tertegun, sebab dalam serangannya
barusan seolah-olah Toan Kiem Hoa sama merangsek kedepan
sehingga selisih jaraknya amat dekat, ikat pinggangnya rada
terangkat sehingga memancarlah sebutir mutiara yang sangat
menyilaukan mata.
Diam-diam Watinah bersorak setelah menjumpai Toan Kiem
Hoa tidak melukai sianak muda itu, tapi iapun tahu
bagaimanakah watak Liem Kian Hao, ia takut dia semakin
gusar setelah mendapat penghinaan tersebut.
-oo0dw0oo- Jilid 4 DI LUAR dugaan, setelah ditampar Liem Kian Hoo sama
sekali tidak memberikan reaksi, ia malah berdiri termangumangu
ditempat semula.
"Kau berani kurangajar lagi dengan diriku ?" Tegur Toan
Kiem Hoa dengan nada dingin, serentetan cahaya aneh
berkelebat diatas mata Kian Hoo.
"Cianpwee, kau..." serunya.
"Tidak usah banyak bicara lagi, aku sedang menanyakan
bagaimana sikapmu ?".
"Siap mendengarkan titah dari cianpwee." Liem Kian Hoo
menyahut dengan sikap hormat.
Peristiwa ini tentu saja mencengangkan hati Tonghong It
Lip serta Mong Yong Wan, mereka tidak tahu apa sebabnya
sikap sianak muda itu bisa berubah demikian cepat, walaupun
Liem Kian Hoo sudah kena ditampar, namun mereka tahu
perubahan sikap si bocah muda itu pasti bukan disebabkan
alasan tersebut.
Toan Kiem Hoa sama sekali tidak memberi kesempatan
bagi mereka berdua banyak berpikir serunya dingin:
"Kenapa kalian belum juga berlalu " apakah menunggu
pesta perpisahan lebih dulu ?".
Tonghong It Lip serta Mong Yong Wan saling bertukar
pandangan sekejap, kemudian putar badan dan berlalu.
Menanti bayangan kedua orang itu sudah lenyap dari
pandangan, Toan Kiem Hoa baru berpaling kearah Watinah
sembari memerintah:
"Gotong orang yang terluka itu kedalam rumahku,
perjalanan harus dilakukan rada cepat, kalau tidak ia tidak
akan tertolong lagi".
Yang di maksudkan adalah Loo Sian Khek, maka tanpa
banyak bicara lagi Kian Hoo segera menggotong tubuhnya dan
siap melanjutkan perjalanan. Dalam pada itu laksana seekor
burung putih Toan Kiem Hoa sudah enjotkan badannya dan
lenyap dibalik sebuah tikungan.
Menantikan bayangan tubuh perempuan inipun lenyap dari
pandangan, dengan rasa-tercengang Watinah baru berkata:
"Koan lang, sikap suhu aneh sekali, belum pernah ia
bersikap murah hati kepada siapapun!"
Liem Kian Hoo tidak kasi komentar, ia cuma berseru:
"Dimanakah suhumu berdiam " mari kita segera kesana,
jangan sampai terlambat sehingga mengakibatkan kematian
Loo heng."
"Aku telah melanggar peraturannya perguruan, suhu pasti
akan menghukum diriku, entah bagaimana nasibku
selanjutnya...?" ujar Watinah pula dengan hati sedih.
"Kau boleh berlega hati, aku tanggung suhumu pasti akan
mengampuni jiwamu.". Ucapan tersebut begitu yakin dan
mantap memaksa Watinah tanpa sadar berpaling kearahnya,
Liem Kian Hoo tersenyum, ujarnya kembali:
"Tak usah kau tanyakan apa alasannya, yang penting aku
tidak membohongi dirimu !".
Habis bicara tanpa menanti jawaban lagi ia bergerak
mengejar kearah mana Toan Kiem Hoa lenyapkan diri tadi,
Watinah tertegun sesaat akhirnya iapun ikut mengejar dengan
kencangnya. -o0o- Bukit terjal berdiri menjulang ke angkasa, kabut tebal
menyelubungi sekeliling puncak tersebut Pohon bambu nan
hijau, selokan dengan air yang jernih serta bunga bunga
gunung yang indah semerbak membuat bukit tersebut indah
dan mempersonakan hati siapapun juga.
Liem Kian Hoo benar-benar terpesona oleh pemandangan
yang berada dihadapannya, ia tarik napas panjang-panjang
dan ujarnya kepada Watinah yang ada disisinya:
"Tidak aneh kalau suku Biauw menganggap suhumu
sebagai malaikat, cukup ditinjau tempat tinggalnya sudah
mencerminkan liesensuatu tempat yang indah bagaikan
nirwana. Aaaaai... begitu indah menawan pemandangan
ditempat ini, membuat pikiran serta perasaanpun ikut terbuai
kealam impian."
Watinah tidak ingin menghilangkan kegembiraan orang, ia
menghela napas dan menyahut:
"Koan-lang sudah lama hidup ditanah Tiong-goan yang
penuh dengan pemandangan indah, apakah kau tertarik oleh
kejelekan tanah Biauw kami yang gersang dan tidak menarik
ini ?". "Haaaa... haaaa... haaaa... dimanapun manusia berada
tentu akan menjumpai bukit-bukit yang indah
mempersonakan, kalau diingat dengan kata-kata orang kuno
yang menyatakan gunung itu jelek dan mengerikan, maka aku
rasa pujangga tersebut harus digablok mulutnya agar tahu
rasa..." Watinah tidak paham mengapa sikap sianak muda
mendadak bisa berubah begitu riang dan gembira, sejak
digablok oleh Toan Kiem Hoa, seolah-olah Liem Kian Hoo telah
berubah jadi manusia lain, kegembiraannya bukan saja lenyap
bahkan terlipat ganda, hal ini membuat ia tidak habis mengerti
dan tidak menjawab.
Agaknya Liem Kian Hoo dapat merasakan kemurungan
gadis itu, sambil tersenyum ia menegur:
"Watinah mengapa kau selalu tidak senang hati " apakah
kau kuatir suhumu tidak akan melepaskan dirimu ?".
Dengan sedih Watinah mengangguk, beberapa saat ia
termenung lalu sambil menghela napas katanya: "sewaktu
pertama kali ku temui diri Koan lang, aku telah sadar bahwa
Koan lang memiliki ilmu silat yang sangat lihay, kemudian
akupun kagum oleh tingkah laku serta watak Koanlang, maka
dari itu dengan tidak tahu malu aku menyatakan perasaan
hatiku kepadamu, bahkan aku sudah melupakan peraturan
perguruan yang ketat. Sebetulnya aku masih mengharapkan
dengan kepandaian yang Koan lang miliki bisa kalahkan suhu,
meski akhirnya namaku rusak, namun bisa mengiringi Koan
lang tidak sia sia pula hidupku. siapa sangka apabila Koan lang
dibandingkan dengan suhu, maka kau masih selisih amat jauh
maka aku tidak berani bayangkan bagaimana keaadaann kita
selanjutnya".
"Tentang soal ini tak usah kau pikirkan lebih jauh, aku
mengakui suhumu memang sangat lihay, jangan dikata aku
bukan tandinganya, meskipun umat dunia yang ada dewasa
inipun jarang sekali ada yang bisa menandingbdabi beliau,
tetapi aku tak usah kuatirkan soal itu, aku percaya suhumu
tidak akan menyusahkan diriku dan kaupun boleh berlega
hati." "Apakah Koan lang kenal dengan guruku ?" tanya Watinah
dengan nada curiga. Liem Kian Hoo segera menggeleng.
"Boleh dikata kenal, boleh dikata pula tidak kenal, sebab
aku belum pernah berjumpa dengan dirinya, tentu saja tak
boleh dikatakan kenal, tetapi antara aku dengan dirinya
pernah terkait selapis hubungan. dan hubungan ini tak berani
kuberitahukan kepadamu, tunggu saja setelah aku selesai


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berunding dengan suhumu baru ambil keputusan
bagaimanapun juga ia tidak akau menganggap aku sebagai
musuh lagi."
Karena menjumpai sianak muda itu sangat merahasiakan
persoalan tersebut, terpaksa Watinah memendam
pertanyaannya kedalam hati. Dalam pada itu mereka berdua
semakin mendekati puncak, kabut-pun semakin tebal
menyelimuti jagat ditengah lapisan kabut yang tebal secara
lapat-lapat tampak beberapa buah bangunan berdiri dengan
megahnya disitu. Watinah segera menuding kedepah dan
teriaknya: "Guruku berdiam disana, beberapa deret bangunan yang
paling depan adalah tempat kami berlatih ilmu silat, kemudian
di belakangnya merupakan tempat dimana beliau bersemedi,
sekalipun kami adalah anak muridnya namun di larang
mengunjungi tempat itu."
" Kalau begitu mari kita menunggu ditempat ini saja !" kata
sianak muda itu sambil berhenti. Belum lama mereka menanti,
dari balik kabut yang tebal muncul dua orang manusia, yang
satu adalah Luga yang pernah ditemui sewaktu berada dalam
pesta bulan purnama. dan yang lain adalah seorang gadis
suku Biauw yang berusia dua pulu tahunan, namun wajahnya
amat jelek sekali.
"Toa suci !" buru-buru Watinah menyapa seraya menjura.
"Siauw Moay mendapat perintah da..."
"Suhu telah berpesan. beliau memerintah kau membawa
Liem Kongcu menuju kebelakang dan serahkan orang yang
terluka itu kepada Luga" tukas gadis jelek itu dengan dingin,
selintas perasaan girang berkelebat diatas wajah Watinah,
sementara Luga dengan wajah hambar maju menerima tubuh
Loo Sian Khek dari tangan Liem Kian Hoo, secara lapat lapat
sinar matanya masih mengandnng rasa benci dartqrn dendam.
Dengan rasa tidak tenteram Liem Kian Hoo awasi bayangan
tubuh Luga sambil mengempit Loo Sian Khek masuk kedalam
sebuah bangunan rumah agaknya gadis jelek tadi dapat
meraba isi hatinya, dengan nada dingin lagi hambar serunya:
"Harap kongcu berlega hati, suhu telah memerintahkan
Luga untuk merawat dan mengobati luka sahabatmu itu, aku
rasa tak bakal ada persoalan yang terjadi."
Merah jengah selembar wajah Liem Kian Hoo.
"Cahye sama sekali tidak bermaksud demikian, harap enci
jangan banyak menaruh curiga " katanya.
"Hmmm ! harap kongcu jangan panggil aku sebagai enci,
aku tidak punya rejeki sebaik itu ". sebenarnya Liem Kian Hoo
bermaksud baik, ia tidak mengira bisa ketanggor batunya,
wajahnya berubah semakin merah hingga mirip babi
panggang. Dengan sikap serta pandangan dingin gadis itu
putar badan lalu berialu dari sana.
Watinah yang ada di sisinya takut Liem Kian Hoo jadi riku,
buru-buru ia maju dan berbisik lirih:
"Harap Koan-lang jangan tersinggung, selamanya toa suci
ku memang berwatak demikian!"
"Eeehmm... watak toa sucimu ini memang hebat sekali."
sambung sianak muda itu tertawa jengah.
"Aaaaai...! terhadap setiap orang Toa suci tidak selalu
bersikap dingin dan hambar, terutama sekali terhadap diriku,
ia sangat baik bagaikan terhadap saudara kandung sendiri,
tapi ini hari... berhubung ada Koan-lang..".
Liem Kian Hoo melengak.
"Bukankah aku tidak menyalahi dirinya " aku panggil dia
enci berhubung usianya lebih tua daripada diriku ".
"Aaaai..! Toa suci paling dia benci dengan orang laki,
terutama laki-laki bangsa Han. Dahulu dia adalah gadis cantik
kenamaan dalam wilayah Biauw, entah bagaimana kemudian
ia jatuh cinta dengan seorang lelaki bangsa Han, lelaki itu
adalah seorang jual obat yang merantau kesana kemari,
dengan rayuan yang manis serta janji yang muluk-muluk
akhirnya lelaki itu berhasil mendapatkan hati Toa-ci, ternyata
lelaki itu hanya mengincar harta serta kepandaian silatnya
belaka. Toa suci adalah murid kesayangan suhu dan merupakan
kepala suku dari kelompok suku Huang-Kiem atau emas
murni. Dalam wilayah sukunya banyak terdapat tambang
emas yang ternilai harganya.
Setelah lelaki itu kawin dengan Toa suci dan berhasil
mempelajari seluruh kepandaian silat yang dimiliki, diam-diam
ia turun tangan keji hendak membunuh Toa suci dengan
racun, kemudian membawa pasir emas yang dihasilkan dalam
daerah tersebut melarikan diri balik kedaratan Tionggoan.
Untung Toa suci berhasil diselamatkan jiwanya oleh suhu,
tetapi wajahnya pun jadi rusak dan jelek macam begini...".
"Aaaah, tidak aneh kalau ia bersikap demikian Lelaki
macam itu memang patut dibunuh, apakah Toa sucimu
lepaskan dirinya begitu saja ?".
"Tentang soal ini akupun kurang jelas, sejak terjadi
peristiwa tragis itu Toa suci selalu mendampingi suhu, bahkan
jabatan kepala sukupun diserahkan kepada orang lain, bukan
begitu saja nama lelaki itupun tak pernah diungkap olehnya,
kejadian ini sudah berlangsung puluhan tahun berselang
waktu itu aku masih kecil dan tidak begitu jelas terhadap
semua kejadian."
"Sewaktu aku masih belajar silat digunung, ia selalu
berpesan kepadaku agar jangan sekali-kali kawin dengan
bangsa Han, ia menganggap setiap lelaki tak boleh dipercaya
terutama lelaki bangsa Han, sikapnya kurang hormat terhadap
dirimu, aku rasa hal ini tentu disebabkan laporan dari Luga.."
"Aaaaah, tidak boleh jadi, pendapatnya benar benar Bo
cengli." seru Kian Hoo seraya menggeleng. "Mana boleh ia
anggap seluruh bangsa Han adalah bajingan berhubung ia
telah bertemu dengan seorang bajingan" kalau ada
kesempatan aku pasti menjelaskan hal ini kepadanya.".
"Koan-lang, lebih baik jangan cari penyakit buat diri sendiri,
watak toa suci kaku dan keras, tidak gampang ia suka
mendengarkan nasehat orang bahkan suhupun tidak
mengurusi dirinya, buat apa Koan-lang banyak urusan ". ini
hari, seandainya bukan ia ketahui bahwa kau punya hubungan
dengan suhu, mungkin seketika itu juga ia akan bikin
keonaran terhadap dirimu, ilmu silatnya terpaut tidak seberapa
jauh dari Suhu, dus berarti ia sangat berbahaya bagimu. Asal
di-kemudian hari Koan-lang bisa membuktikan bahwa kau
bukanlah manusia seperti apa yang dibayangkan, dengan
sendirinyaliesen kesalahan paham ini bisa hapus dengan
sendirinya."
"Bicara setengah harian, kiranya kau tidak percaya
terhadap diriku?" seru sianak muda itu tersenyum.
"Pikiranku tidak secupat toa suci, setelah kuserahkan
seluruh jiwa ragaku kepada Koan-lang berarti pula aku sudah
siap menerima segala yang bakal terjadi, sekalipun Koan-lang
adalah lelaki macam seperti aku tidak menggubris, bila
kemudian hari Koan-lang merasa bosan terhadap diriku tak
usah kau gunakan pelbagai cara untuk mencelakai diriku,
katakan saja kepadaku maka seketika itu juga aku bisa
membereskan nyawaku sendiri."
Liem Kian Hoo merasa amat terharu oleh ucapan-nya,
segera ia berseru:
"Watinah, percayalah kepadaku, aku bukan manusia
macam itu.".
"Hmmm ! terhadap lelaki yang pandai merayu lebih-lebih
harus waspada dan hati-hati, sebab lelaki macam begini paling
tak boleh dipercaya." mendadak dari sisi mereka
berkumandang suara yang amat dingin,
Dengan kaget Liem Kian Hoo angkat kepala, kiranya
perempuan jelek tadi telah muncul kembali disitu dan berdiri
tidak jauh dari mereka.
Diam-diam ia dibikin kaget oleh kesempurnaan ilmu ginkang
nya, disamping itu hatinya pun merasa panas oleh
perkataan tersebut Dengan wajah membesi serunya:
"Aku sedang menyampaikan isi hatiku kepada Watinah, apa
sangkut pautnya dengan dirimu " kau tidak puas terhadap
bangsa Han itu urusanmu sendiri, kau tidak berhak untuk
menilai dan bandingkan tingkah laku-ku, lebih-lebih kau curi
dengar pembicaraan kami".
Diam-diam Watinah kuatir sekali, ia takut kekasihnya
bentrok dengan perempuan jelek itu. Siapa sangka Toa suci
dari Watinah itu tergerak hatinya, ia cuma berkata kembali
dengan nada dingin:
"Aku tidak punya waktu sesenggang ituuntuk curi dengar
rayuanmu itu, apa yang kau ucapkan sesuai dengan apa yang
kau pikirkan !"
"Aku bertindak menurut isi hatiku, tak usah kau
peringatkan diriku ! " teriak sianak muda itu marah-marah.
Dari sikapnya yang gagah dan sama sekali tidak
menunjukkan perasaan takut ini. Gadis jelek itu malah
tertawa, nada suarapun sbdabemakin lembut ujarnya ringan:
"Lebih bagus kalau kau bertindak demikian hitung-hitung
aku sudah menguatirkan siauw sumoay ku dengan sia-sia
belaka. Suhu telah menantikan kedatangan kalian,
pembicaraan semacam ini lebih baik kita lanjutkan saja
dikemudian hari".
Liem Kian- Hoo jadi agak sungkan setelah mendengar
suara gadis jelek itu makin lunak, dengan wajah kalem iapun
mengangguk. "Harap cici-suka membuka jalan !". gadis jelek itu putar
badan dan berlalu, terhadap sebutan cici itupun tidak
menunjukkan reaksi lagi. Liem Kian Hoo serta Watinah segera
menyusul diri belakang, melewati sederetan bangunan dan
melewati sebuan jalan kecil yang penuh dengan rumput hijau.
Selama ini gadis jelek itu berjalan dengan mulut
membungkam, bayangan punggungnya kelihatan molek dan
menarik hati, Liem Kian Hoo menduga usianya baru dua puluh
tahunan, tapi setelah mendengar cerita dan Watinah ia baru
tahu bahwa usianya hampir mendekati empat puluh tahunan,
terutama sekali teringat peristiwa tragis yang menimpa
dirinya, sianak muda ini merasa simpatik dan lupakan segala
tingkah lakunya yang kurang sopan.
Bahkan dalam hati ia berjanji setibanya didaratan
Tionggoan akan dicarinya lelaki tidak setia itu untuk dikasi
pelajaran. Gadis jelek yang berjalan dengan didepan
mendadak berpaling sambil berkata.
"Kau tak usah mencampuri urusan orang lain, persoalanku
tidak ingin dicampuri orang lain !"
Liem Kian Hoo terperanjat tanpa sadar ia berseru "Cici,
darimana kau bisa tahu apa yang sedang kupikirkan didalam
hati..?". Gadis jelek itu berpaling dan bungkam dalam seribu
bahasa. Liem Kian Hoo ingin bertanya lebih jauh, tapi ketika
itulah mereka sudah tibadidepan sebuah bangunan bambu
dan berhenti. Dari balik ruangan berkumandanglah suara dari Toan Kiem
Hoa: "Sani dan Watinah tunggu diluar, biarkan bocah muda itu
masuk kedalam seorang diri !".
Sekarang Liem Kian Hoo baru tahu bahwa, gadis jelek itu
bernama Sani, ketika merasa mendengar pesan dari Toan
Kiem Hoa kelihatan air mukanya menunjukkan rasa
tercengang. Sianak muda itu tersenyum, mendorong pintu dan masuk
ke-dalam, perabot yang ada didalam ruangan itu sederhana
sekali drtqran cuma sebuah tikar belaka, ketika itu Toaa Kiem
Hoa sedang duduk bersila diatas tikar tadi sambil menatap
mutiara diatas ujung ikat pinggangnya dengan mata
mendeIong. Dengan amat hormat Liem Kian Hoo menjura, lalu sapanya:
"Cianpwee !".
"Kau cuma bisa panggil aku sebagai cianpwee belaka ?"
tanya Toan Kiem Hoa sambil angkat kepala.
"Boanpwee tidak tahu bagaimana harus memanggil diri
cianpwee, sebab boanpwee hanya mendapat pesan untuk
menyampaikan sepatah kata kepada orang yang membawa
mutiara itu.".
"Apa yang hendak disampaikan " dan urusan apa ?".
"Ia berharap mutiara tersebut bisa disatu padukan,
disamping itu menyampaikan pula dua patah syair yang
berbunyi: "Hubungan kasih hanya sebagai kenangan indah. peristiwa
laksana impian indah yang lenyap setelah mendusin...".
"Cuma dua patah kata ini belaka ?" tanya Toan Kiem Hoa
dengan wajah sedih.
"Benar, Cuma dua patah kata ini !"
"Aaaaaai ! sedikitpun tidak salah, dua patah kata ini telah
mencakup seluruhnya, pemuda tampan gadis cantik air mata
bercucuran kecewa dan menyesal mengapa tidak berjumpa
sebelum nikah, memang tidak pantas kami saling berjumpa,
menghadiahkan mutiara tanpa cinta yang mendalam,
mengapa aku harus menghambat pengembalian benda itu "
apakah mutiara ini harus di serahkan kepadamu ?".
"Benar, boanpwe membutuhkan mutiara itu, sebab dengan
andalkan benda tersebut harus pergi melakukan pekerjaan ! ".
Tiba tiba air muka Toan Kiem Hoa berubah jadi lunak, ia
tatap sianak muda itu tajam tajam, dibalik sinar matanya
penuh mengandung rasa sayang yang tak terhingga, setengah
harian lamanya ia bungkam kemudian baru menghela napas
panjang. Cukup meninjau dari wajahmu, sudah sepantasnya aku
tahu siapakah kau, darimana kau bisa tahu akan diriku?"
"Boanpwee sendiripun tidak tahu, sewaktu mendapat
perintahnya ia sama sekali tidak tahu pula kalau cianpwee ada
diwilayah Biauw, dan akhirnya aku berhasil temukan cianpwee
sedemikian cepat, hal ini boleh dikata merupakan takdir ".
"Takdir... takdir..." Toan Kiem Hoa ulangi kata-kata
tersebut sampai beberapa kali, ia baru menghela napas.
"Mungkin perkataanmu benar, inilah kehendak takdir.
Takdir memang ampuh dan tak bisa dihindari ! ia tidak tahu
siapakah aku dan akupun tidak tahu siapakah dia, berkumpul
sedetik untuk kemudian berpisah kembali, meski demikian...
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 1 Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung Pendekar Cacad 12
^