Pencarian

Tujuh Pedang Tiga Ruyung 1

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Bagian 1


"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tujuh Pedang Tiga Ruyung
Diceritakan Oleh: Gan K.L
Ebook oleh Dewi KZ dan "aaa"
Jilid 01 Senja tiba......
Cahaya sang surya yang indah menghiasi sebagian ufuk barat, di jalan pegunungan yang
lenggang, seorang penunggang kuda yang tampan dan gagah melarikan kudanya dengan
santai. Tiada asap dapur, karena di tempat ini tiada penduduk, suasana sepi, malah terasa agak
menyeramkan. "Malam ini mungkin ada rembulan........" penunggang kuda yang kesepian itu memainkan
cambuknya seraya bergumam.
Wajahnya tampan, mungkin , karena lama dalam perjalanan hingga tampak agak letih,
bibirnya yang tipis terkatup rapat menciptakan sebuah lengkungan kecil tipis, bibir yang selalu
menyungging senyuman sinis dan rasa muak. Mungkin sudah banyak pahit getir dan suka duka
yang dialaminya dalam kehidupannya.
Sambil memicingkan mata, pelahan dia membiarkan kudanya menyusuri jalan pegunungan
yang lengang itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Bunyi telapak kuda yang membentur batu di jalan dan bunyi gemerincing pedang di
pinggangnya yang beradu dengan pelana, menciptakan paduan irama yang kurang sedap
didengar. Di kejauhan sana, serombongan burung gagak terbang terkejut........
Pelahan ia membuka kelopak matanya, alis mata pun berkernyit, kemudian mata terpejam
lagi seakan-akan sedang memikirkan sesuatu, seakan-akan pula menemukan sesuatu, Cuma
terhadap apa yang dipikirkan atau ditemukan sama sekali tidak diperhatikannya.
Suasana semakin kelam, makin jauh pula dia masuk pegunungan itu.
Malam telah tiba, udara gelap gulita, di luar dugaan malam pada musim gugur ini tak
berembulan. Jalan pegunungan kian berliku-liku, sempit dan agak miring, namun tidak membuat
perjalanan manusia dengan kudanya ini menjadi lebih lamban, mereka tetap bergerak maju
dengan kecepatan yang tak berubah.
Lambat laun dari kedalaman gunung sana mulai bergema berbagai suara, bunyi jangkrik dan
serangga lain, kelinci yang berlarian dan burung gagak yang terbang kembali ke
sarangnya.........
Mendadak di tengah aneka suara itu berkumandang semacam suara yang aneh, seperti
suara yang ditimbulkan segerombolan lebah, tapi deru angin yang terjangkit jauh lebih keras
daripada gerombolan lebah.
Mata si penunggang kuda yang terpincing itu tiba2 membentang lebar, seperti sepasang
lentera menyorot tajam ke sekeliling hutan sana, lalu mendengus.
Mungkin dengusan itu tidak berarti apa-apa, tetapi perubahan air mukanya mendatangakn
semacam perasaan seram bagi yang melihatnya, Cuma hutan itu tetap sepi, siapa pula yang
dapat melihat perubahan air mukanya itu................
Baru lenyap suara tertawa dingin pemuda itu,suara bentakan bagaikan Guntur segera
menggelegar dari balik hutan,keras dan berat sehingga kedengaran seperti martil memukul
dada pendengarnya.
Air muka si penunggang kuda agak berubah,matanya melirik sekejap ke sekeliling tempai itu.
Tiba2 beratus macam senjata rahasia dengan membawa desing angin tajam berhamburan
dari emapt penjuru bagai hutan lebat dan tertuju kea rah penunggang kuda tersebut.
Hutan senjata rahasia itu datang dengan cepat luar biasa,ketika suara bentakan tadi
bergema,senjata rahasia serentak mengancam, tampaknya sulit bagi orang itu untuk
menghindarkan diri,sebab sergapan itu datang secara tiba-tiba dan dalam keadaan tidak
siap,rasanya tak seorang pun mampu menghindarkan hujan senjata rahasia itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Detik itu boleh dikatakan merupakan kunci yang akan mempengaruhi nasib dunia persilatan
pada puluhan tahun mendatang, sebab mati- hidup,selamat atau celaka yang akan dialami
penunggang kuda ini jelas akan memepengaruhi dunia persilatan.
Pada detik yang kritis itulah,penunggang kuda itu mendemonstrasikan kelihaian kungfunya.
Ia masih duduk dia atas kudanya sekukuh bukit,wajahnya masih menampilkan rasa letih dan
senyum ejek, tapi berbareng dengan gerakan perlahan kedua tangannya,suatu kejadian aneh
segera timbul. Senjata rahasia yang menyambar tubuhnya dengan desing tajam itu seolah-olah bertemu
dengan semacam tenaga isapan yang maha dasyat,tahu-tahu berubah arah di tengah jalan dan
meletik ke garis klingkaran yang dibuat tangannya itu.
Dalam waktu singkat, beratus macam senjata rahasia itu lenyap dari udara dan tahu-tahu
berserakan di sekeliling penunggang kuda itu dalam keadaan rusak.
Demonstrasi kelihaian itu sungguh menggetarkan perasaan orang, tapi ia sendiri tetap berdiri
dengan tak acuh.
Pelahan ia menarik tali kendali kudanya dan memandang sekejap sekeliling tempat itu,
katanya "kawanan jago dari manakah yang emncari gara-gara pada oarng she Siu?"
Ia tetawa dingin, seakan akan sudah terbiasa menghadapi kejadian semacam itu, ucapnya
lagi dengan hambar, "kalau berani, ayolah perlihatkan tampang kalian!"
Dari balik hutan di tepi jalan setapak itu segera berkumandang gelak tertawa nyaring.
Menyusul gelak tertawa itu, puluhan sosok bayangan serentak muncul dari balik hutan
dengan gerakan yang sama, dengan cepat mereka menyebarkan diri di sekeliling si
penunggang kuda.
"Ah kenapa cuma kalian beberapa orang saja........" ejek si penunggang kuda itu.
Suasana sekitar hutan gelap gulita, tapi kemudian setelah mengetahui siapa yang muncul
itu, nada ejekannya jauh berkurang, katanya lagi, "Eh tak kusangka, betul-betul tak kusangka,
kiranya Jit-kiam-sam-pian ( tujuh pedang tiga ruyung) telah datang lengkap hari ini !"
"Keyajaman mata anda sungguh mengaggumkan, "ucap seorang tosu kurus yang berdiri di
depan kudanya, "Aku she Liu, atas kebaikan rekan persilatan, akupun dimasukkan sebagai
salah seorang Jit-kiam-sam-pian."
Orang ini adalah pentolan dunia persilatan wilayah Sujuan dan Kuiciu yang berjuluk Pa-sankiam-
khek ( jago pedang dari bukit Pa) Liu Hu-beng.
Ia memandang sekejap wajah penunggang kuda itu, kemudian melanjutkan, "sudah lama
kukagumi nama besar siu-siansing, sungguh beruntung hari ini dapat berjumpa dengan
orangnya, terutama jurus Ban-liu-kui-tiong (berlaksa aliran balik ke sumbernya) yang siuTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
siansing demonstrasikan barusan betul-betul sudah mencapai tingkatan yang tidak ada
taranya." Setelah tertawa terkekeh, lalu ia menambahkan. "sungguh beruntung hari ini dapat berjumpa
dengan tokoh paling aneh di dunia......"
"Betul akulah Siu Tok, "tukas penunggang kuda itu sambil tertawa dimgin, pelahan air
mukanya kemabli acuh tak acuh, "ketajaman mata anda sungguh boleh juga !"
Setelah berpikir sejenak, mendadak ia awasi Pa-san-kiam-khek tanpa berkedip,katanya lagi
dengan dingin, "Jit-kiam-sam-pian adalah jago tersohor dunia persilatan, tak nyana hari ini perlu
main sergap terhadapku di tengah bukit sunyi seperti ini, tindakan kalian sungguh membuatku
merasa kecewa bagi penilaian para jago persilatan terhadap kalian."
Pa-san-kiam-khek melengos ke samping menghindari tatapan Siu Tok, semenatra ia
mempertimbangkan bagaimana harus menjawab, seorang lelaki jangkung ceking berbaju hitam
disampingnya tampil ke depan dengan cepat.
"Orang she Siu" serunya sambil tertawa dingin "kaupun terhitung seorang pintar, tentunya
kau tahu menghadapi manusia licik dan rendah, paling baik adalah menggunakan pula cara licik
dan rendah."
Sesusah berhenti sebentar, dengan suara tajam dia melanjutkan, "memang betul cara yang
kami pergunakan hari ini kurang kesatria, tapi untuk menghadapi manusia macam dirimu, aku
orang she Mao merasa sudah kelewat sungkan !"
Kiranya penunggang kuda itu bernama Siu Tok, sejak dia berkecimpung dalam dunia
persilatan, semua jago baik dari golongan hek to (hitam) atau pekto (putih) sama menaruh
hormat dan juga menjauhinya, dia dipandang sebagai ular berbisa dalam dunia persialtan,
dalam keadaan demikian, ditambah lagi kungfunya memang tiaa tandingan, hal mana
menciptakan wataknya yang keras, angkuh dan lantas suka bertindak "semau gue".
Menurut anggapannya, setiap perbuatannya dapat dijelaskan menurut cengli atau berdasar,
tapi ia tak tahu bahwa tindak tanduknya bukan Cuma banyak yang melanggar kebiasaan orang
hidup, lebih banyak pula melanggar pantangan dunia persilatan.
Kecuali dia sendiri, rasanya sulit menemukan orang kedua yang mau menganggap dia jujur
dan lurus, hanya ia sendiri sama sekali tidak tahu akan hal ini.
Inilah kejelkan watak manusia, terhadap kesalahan yang dilakukan orang lain jauh lebih jelas
daripada terhadap kesalahan sendiri.
Selama beberapa tahun bukan Cuma satu kali orang persilatan hendak melenyapkan
jiwanya, namun kungfunya terlampau lihay, setiap kali ia selalu membuat musuh pulang dengan
kekalahan yang menggenaskan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Karena itu tentu saja wataknya bertambah angkuh, semakin tinggi hati, tindak tanduknya
juga lebih menuruti suara hati sendiri.
Nama busuk "Siu sianseng" pun kian hari kian bertambah besar dan diketahui semua orang,
seringkali perbuatan yang mestinya sama sekali tak bersalah pun dalam keadaan demikian
lantas berubah menjaadi kesalahan besar.
Tentu saja hal ini tidak adil, tapi sebab yang menciptakan keadaan terseut adalah dia sendiri,
memangnya mesti menyalahkan siapa"
Maka kawanan jago dari berbagai propinsi dalam dunia persilatan mulai bersikap
bermusuhan padanya, Jit-kiam-sam-pian yang dianggap sebagai tulang punggung dunia
persilatan pun mulai menyusun rencana untuk mlenyapkan "sampah dunia persilatan" ini,
mereka telah melakukan beberapa kali perundingan.
Pa-san-kiam-khek Liu Hub eng adalah seorang tokoh dari wilayah Kuiciu dia dan kanglam
tayhiap Cing-peng-kiam song leng kong adalah sahabat kental, karena itulah dia lantas
mengajak song leng kong turut serta dalam rencana besar ini.
Kiranya orang persilatan yang paling termashur namanya waktu itu semuanya berjumlah
sepuluh orang, kecuali Pa-san-kiam-khek Liu hu beng, masih ada lagi Ho-siok-siang-kiam
(sepasang pedang dari tepi suangai besar) Ong it-peng dan Ong it-beng,Kong-se-tay-ho (orang
kaya dari kwang-si), Cu-bu-siang-hui (ibu dan anak) Coh-jiu-sin-kiam(pedang sakti tangan kiri)
Ting Hi dan suami istri dari siamsay, Wan-yang-siang-kiam (sepasang pedang merpati) Thia
Hong dan Lim Lin.
Ketujuh orang itu disebut sebagai JIt-kiam (tujuh jago pedang).
Lalu ditambah dengan leng-coa (ular sakti) Mao Kau dari propinsi Ciatkang, Kwan-gwe-tay
hiap Jit-0seng-pian (ruyung tujuh bintang) Tu kiong-ki, serta seorang pendekar perempuan dari
perguruan Tiam Cong, Pek poh-hui-hoa (seratus langkah bunga berterbangan) Lim ki cing,
maka lengkaplah Jit kiam-sam-pian (tujuh pedang tiga ruyung).
Pada masa itu, baik kedudukan maupun nama besar Jit kiam-sam-pian dalam dunia
persilatan boleh dibilang tiada bandingannya.
Meskipun mereka bersepuluh tidak saling mengenal, tapi kedudukannya dalam dunia
persilatan sederajat, sudah berang tentu mereka pun saling berhubungan kabar.
Dengan dasar menegakkan keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan, secara diamdiam
Pa-san-kiam-khek Liu hu beng dan Kang-lam tayhiap Song leng kong member kabar
kepada kedelapan jago lain dari Jit kiam-sam-pian agar bersama-sama menumpas pengganas
dalam dunia persilatan itu.
Tentu saja kedelapan orang lainnya segera menyanggupi, maka setelah diasakan
perundingan selama beberapa hari, akhirnya mereka berhasil menghadang Siu sianseng Siu
Tok di lereng Him-ni-san yang sepi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Demikianlah setelah Leng coa maokau menyelesaikan kata-katanya yang tajam, kontan
hawa amarah Siu Tok berkobar, sebab menurut anggapannya dia sendiri seorang jujur dan
lurus, kata "rendah dan licik" terlampau asing baginya.
Ia mnedongakkan kepala dan tertawa, hawa amarahnya terpancar keluar lewat gelak
tertawanya. "Hina dan rendah?" tiba-tiba ia berhenti tertawa, "orang she Mao, kauanggap orang she siu
seorang yang hina dan rendah?"
"Tentu saja............" tiba-tiba leng coa Mao kau seperti teringat sesuatu sehingga tidak
segera menyambung kata-kata selanjutnya.
Dengan lantang Pa-san-kiam-khek menyambung perkataaannya, "Mengapa kau jadi
ketakutan hari ini" Apabila aku pernah berbuat rendah dan hina tak nanti kutakut orang lain
mengatakn diriku hina dan rendah."
Gelak tertawa merdu berkumandang dari belakang Siu Tok, ketika ia berpaling, dilihatnya
Pek-poh-hui Lim k icing sedang memandangnya dengan sorot mata dingin.
Dia berkerut dahi dan berpaling dengan sikap menghina sebab sesosok bayangan lain yang
cantik dan suci muncul dalam hatinya.
Diam-diam Liu Hu beng membetulkan letak pedang di punggungnya untuk bersiap-siap turun
tangan setiap saat. Kemudian ia berpaling dan berkata dengan nyaring, "Guru silat tua dari
Seng-tok-hu di propinsi Sujuan, Banseng-to (golok selaksa menang) Ong-thian-bin sudah
puluhan tahun membuka perguruan, hidupnya damai dan tentram, ada perselisihan apa yang
terjalin denganm,u"kenapa kau merobohkan dia di depan mata puluhan orang muridnya, lalu
mencemooh dan menghinanya habis-habisan sehingga karena sakit hati ia tumpah darah dan
meninggal" Apakah perbuatan itu tidak termasuk hina dan rendah?"
"Ong Lotaucu menyesatkan anak orang, ia menyia-nyiakan waktu yang berharga dari
beberapa ratus pemuda untuk berlatih ilmu goloknya yang tak berguna itu, jika aku tidak
membunuh dia kan sudah boleh dibilang cukup murah hati."
Ingatan tersebut dengan cepat terlintas dalam benak Siu Tok, tapi ia tak sudi membeberkan
jalan pikirannya itu kepada kawanan manusia yang dianggapnya Cuma menipu dunia untuk
mencari nama belaka.
"Piautau perusahaan Yong-ka piaukok di propinsi ciatkang, Bo-uh-cian(panah tanpa bulu)
Tio Kok-beng mempunyai istri yang tak setia, pada waktu Tio kok beng mengawal barang,
istrinya menyeleweng dengan laki-laki lain, Tio Kon beng tak mau namanya tercemar, dengan
sendirinya hendak membunuh kedua laki-perempuan laknat itu,hmm !"
Setelah mendengus, Liu hub eng meneruskan lebih jauh, "Tapi kau telah menutuk jaland
arah Tio kok beng hingga membiarkan kedua laki-perempuan laknat itu melarikan diri,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
perbuatan yang melanggar hukum Negara, serta menyimpang dari sopan santun manusia ini
apa pula namanya ?"
Siu Tok tetap diam dan tenang saja.
Cinta kasih mereka beruda sudah mendalam, siapa yang tak berhak menghalangi cinta
mereka, Tio Kok Beng tak tahu cara menyayangi istrinya, kenpa menyalahkan orang lain yang
bisa menyayangi istrinya?" demikian diam-diam Siu Tok membatin.
Membayangkan kembali laki-pempuan laknat yang saling berangkulan dan menangis dia
bawah ancaman golok Tio Kok Bneg, ia merasa tindakan yang telah dilakukan itu justru sangat
tepat. "Sin jiang (tombak sakti) Ong Lu=peng dari Kay Hong mempunyai anak durhaka,dia hendak
menghukum anak durhaka itu dengan peraturan rumah tangganya, dengan hak apa kau ikut
campur urusan rumah tangganya" Demikian seorang lagi menuduh.
"Nyawa manusia pemberia Thian, dengan hak apa seorang ayah hendak membunuh
putranya?" demikian piker siu Tok dengan penasaran, akhirnya habis kesabarannya, tiba2 ia
membentak, "orang she Liu, tutup mulutmu!"
"Hei orang she Siu, lantaran malu rupanya kau menjadi gusar?" ejek Leng coa Mao Kau,
segera ia berteriak terlebih tajam, "jangan-jangan masih ada perbuatanmu yang jauh lebih kotor
dan terkutuk?"
"Li hun-guan (gelang pemisah sukma) cukat It-peng dari kota Po-teng di propinsi Hopak
tanpa sengaja telah menyalahimu, karena terdesak akhirnya kabur ke Kayciu," teriak LengCoa
Mao Kau pula sambil tertawa dingin, tak tahunya masih juga kau kejar dia dan memotong
tubuhnya menjadi delapan bagian secara mengerikan, orang she Siu, apakah perbuatanmu ini
tidak kelewat keji?"
Cukat It-peng memeras dan mnindas rakyat desa, bersongkokol dengan pejabat pemerintah
dan banyak melakukan kejahatan, kalo orang ini tidak dibunuh,mana ada keadlian dan
ketentraman di dunia ini!" demikian Siu Tok berpikir pula di dalam hati.
Di dengarnya Mao Kau tertawa dingin dan berkata lebih jauh," sekalipun Cukat It-peng ada
permusuhan denganmu, apakah bininya juga bermusuhan denganmu" Bukan saja kau telah
membunuhnya, kaupun menelanjangi istrinya dan menggantung tubuhnya yang bugil itu diatas
pohon dengan maksud menghinanya. Orang She Siu pada hakikatnya kau lebih rendah
daripada binatang."
"Bini cukat It-peng suka membujuk perempuan baik-baik di kota Poteng untuk dipaksa
menjadi pelacur, itulah ganjaran yang pantas diterimanya." Kembali siu tok berpikir dalam hati
untuk tuduhan yang diberikan kepadanya.
Ia benar2 merasa dirinya tak bersalah, maka hatipun lega dan tenang. Maka dengan suara
mengejek katanta kepada si ular sakti Mao kau, "sekalipun perbuatan yang kulakukan ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
rendah dan terkutuk, namun masih belum seperseratus dari perbuatan yang pernah kaulakukan
di Hengciu."
Setelah tertawa dingin, ia menuding Mao Kau dengan cambuknya dan melanjutkan, "orang
she mao, jika kauanggap perbuatanmu tak diketahui seorang pun, maka keliru besar
pendapatmu itu!"
Lalu iapun menuding Ho-siok-siang-kiam yang berada di samping kanannya seraya berseru,
"ong it-beng Ong it-beng!" kemudian berpaling dan menuding pula Lim ki-cing " dan k au
juga,kalian harus ingat baik-baik, bila tak ingin orang tahu, kecuali dirimu tak pernah berbuat
apa-apa............"
"Tak perlu banyak bicara!" bentak Ong It peng.
Tiba-tiba ia melompat maju, pedang berkelebat, dengan membawa cahaya hijau langsung ia
menusuk Siu Tok yang berada diatas kuda.
Pada saat yang sama,Ong it beng juga melancarkan serangan dari sebelah sana, dua jalur
sinar pedang berwarna hijau dan biru dengan membawa desing angin tajam mengancam jalan


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

darah Cian keng hiat dan Cian tiu hiat di tubuh siu tok.
Ho-siok-siang-kiam menjagoi kedua sungai besar, ilmu pedang mereka cukup hebat,
meskipund alam kegelapan, mereka mampu mengincar jalan darah dengan tepat, gerak
tubuhnya juga cepat.
Dalam sekejap sinar pedang telah menyambar tubuh Siu Tok, tapi pada detik yang sama
cambuk kedua di tangan siu tok mendadak menggulung ke atas "sret" ketika ujung cambuk
menyentuh pedang ong It-beng, semacam tenaga aneh membuat pedangnya membacok ke kiri.
"Cring!" tahu-tahu pedangnya saling bentur dengan pedang Ong Itbeng.
Serangan Siu Tok memang hebat, pengalaman tempurnya sangat luas, tenaga dalamnya
sempurna, penggunaan waktu pun tepat.
Tanpa terasa Cing-peng-kiam Song Leng Kong dari kanglam itu manggut-manggut seraya
berseru, "bagus,betul-betul tidak bernama kosong!"
Setelah Ho-siok-siang-kiam tenagkan diri, dengan cepat mereka menyerbu lagi ke depan.
Berbareng Leng Coa Mau Kau juga menggetarkan ruyung panjang berbentuk aneh
andalannya untuk menutuk jalan darah di depan dada Siu Tok.
Ho-siok-siang-kiam juga menyerang lagi secara bertubi-tubi dan Leng Coa Mau Kau dengan
ruyungnya yang lincah, dalam waktu singkat cahaya pedang dan bayangan ruyung menyelimuti
angkasa. Karena rahasia pribadi mereka dikorek lawan, maka mereka bertekad hendak
melenyapkan orang dari muka bumi.
Jalan pikiran manusia kebanyakan memang diliputi rasa egois yang menakutkan, sekalipun
maksud tujuan Pa-san-kiam-khek- Li hu beng dan Cing peng-kiam Song leng kong hendak
membunuh siu tok atas dasar menegakkan keadilan dan kebenaran, tapi mereka tak tahu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
diantara tokoh yang menerima undangannya itu ada berapa orang yang mempunyai jalan
pikiran yang sama dengan mereka"
Siu Tok berpekik nyaring, cambuk di tangan kanannya berputar membentuk sebuah
lingkaran, tangkai cambuk digunakan menutuk jalan darah Pek-hwe-hiat pada telapak tangan
Ong It-peng, sedangkan ujung cambuk membelit ruyung Mao Kau dan disentak ke atas.
"Sret !kedua ruyung lemas sgera melayang ke atas, tiba-tiba tangan kirinya menyambar ke
depan Ong It-peng merasakan pergelangan tangannya menjadi kencang, tahu-tahu
pergelangan kanan sudah dicengkram Siu Tok.
Ong It Peng pun kaget, buru-buru dia memutar pergelangan tangannya dengan maksud
melepaskan diri dari cengkraman musuh.
Sayang tindakannya terlambat selangkah, ketika tangan kiri Siu Tok menarik sambil
menyentak......"krek", lengan kanan Ong It peng terbetot lepas ari engselnya dan terkulai lemas.
Tiga orang jago kenamaan bersama-sama menyerang seorang lawan, siapa tahu semua
serangannya kena dipunahkan lawan, bahkan seorang rekan sendiri terluka, seandainya
peristiwa ini tidak disaksikan sendiri, siapapun tak percaya hal ini bisa terjadi.
Pek poh-hui-hua Lim Ki-cing menggigit bibir, terbayang bahwa Siu Tok telah mengetahui
perbuatan busuknya, tanpa terasa pipinya berubah merah. Usianya memang masih muda,
belum lagi dua puluh tahun, tapi nama besarnya sudah termashur dalam dunia persilatan,
sebagian besar keberhasilannya ini adalah berkat bantuan dari kakak seperguruannya,
emndiang Sin-Kiam-jiu (tangan pedang sakti) Cia kang yang telah tiada.
Setahun yang lalu dia baru menanjak dewasa, hati remaja yang baru berkembang, dia haus
ingin tahu seluk beluk, kehidupan muda mudi.
Waktu itu Sin-kiam-jiu Cia Kang baru saja meninggal, yaitu ketika Pek poh hui hoa Lim Ki
Cing baru mulai terknal dalam dunia persilatan, dasar masih muda dan kurang pengalaman,
tanpa disadari ia telah melakukan beberapa perbuatan keji dan memalukan.
Siu sianseng yang berkelanan dalam dunia persilatan, secara kebetulan memergoki
beberapa peristiwa itu.
Sebenarnya Lim K icing tidak menaruh perasaan benci terhadap Siu Tok, malah boleh
dibilang dia agak terpikat oleh kegagahan Siu Tok yang aneh dan khas itu.
Tapi dalam keadaan demikian, kepentingan diri sendiri di atas urusan lain, maka tanpa
bicara lagi ia pun bergerak, serentetan cahaya perak terpancar dari ruyung berantai langsung
menyambar tubuh Siu tok diatas kuda.
Yang paling aneh adalah kuda tersebut bukan saja binatang itu tidak kaget dan ketakutan
oleh cahaya ruyung dan pedang, malahan ia bisa mengikuti gerakan senjata itu untuk mencari
tempat yang paling baik bagi Siu Tok untuk meloloskan diri dari sergapan lawan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Siu Tok mendengus, pikirnya, "Hm, Jit-kiam-sam-pian ternyata hanya begini saja!"
Cambuk kuda pada atangan kanannnya berputar sedangkan tangan kiri sebentar menabas
dengan gesitnya melancarkan serangan kilat untuk melayani beberapa orang lihai itu.
Lengan kanan Ong It-peng telah dipatahkan dengan wajah pucat ia berdiri kesakitan di tepi
arena, Jiit-seng-pian Tu Tiong-ki menghampiri dan memeriksa lukanya, kemudian dahinya
tampak berkerut.
Ia tahu lengan kanan Ong-it-peng pasti akan cacat seumur hidup, tapi di mulut ia tetap
menghibur dengan lembut, "jangan cemas saudara Ong, hanya luka ringan yang tak
berbahaya!"
Diantara Jit-kiam-sam-pian, pengalaman Song Leng-kong dari kanglam boleh dibilang paling
luas, hatinya paling tenang dan cara bekerjanya paling teliti.
Setelah menyaksikan cara bertarung kedua Ong bersaudara dan Pek poh hui hoa tersebut,
satu ingatan dengan cepat berkelabat dalam benaknya, ia pikir "aneh, kenapa mereka jadi
kalap" Jangan-jangan beberapa orang ini memang telah melakukan perbuatan busuk yang
memalukan....................."
"tapi bagaimana pun juga Siu Tok tak boleh dibiarkan hidup terus di dunia ini, bila tidak
tumpas hari ini, dunia persilatan tentu tidak dapat aman dan damai," demikian Cing-peng-kiam
berpikir lebih jauh.
Maka dia lantas mengambil keputusan, seklaipun hari ini harus mempergunakan cara yang
kotor, asal bisa melenyapkan bibit bencana ini dari muka bumi, tindakannya terhitung juga
berharga. Maka ia lantas member tanda kepada Pa-san-kiam-khek dengan anggukkan kepala.
Pa-san-kiam-khek Liu Hu-beng segera mengebaskan lengan bajunya dan melolos pedang,
sambil bergerak ia pun bersuit nyaring.
Pada saat itu juga, Wan-yang-siang-kiam, ruyung tujuh bintang Tu Tiong-ki, Cu-bo-siang Hui
Ting-hi dan Cing-peng-kiam Song Leng-kong serentak juga melolos senjata masing-masing.
Sedangkan Lengcoa maokau, Ong it-beng dan Lim K icing yang sedang bertempur segera
menghentikan serangannya malah.
Kecuali Ong It-peng yang patah lengan kanannnya, Sembilan macam senjata berkilau
digenggam oleh Sembilan tokoh persilatan yang mengepung rapat di sekeliling Siu Tok yang
masih duduk tegak dia atas kuda.
Pengalaman Siu Tok menghadapi kepungan semacam ini boleh dibilang sudah terlampau
banyak, baginya sudah tidak aneh lagi. Tpai pada saat itu juga tiba-tiba saja terlintas ingatan
"mati" didalam benaknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Seklaipun aku harus mati juga aku rela" demikian pikirnya ketika bayangan gadis cantik dan
suci itu terlintas dalam benaknya, "aku telah memperoleh apa yang kuinginkan selama hidupku
ini............"
Lamunannya tiba-tiba terputus oleh Cing peng kiam Song Leng-kong dengan suaranya yang
dingin, "Siu Sianseng " sebagai seorang pendekar besar dari daerah kanglam, ia enggan
mengucapakan kata-kata yang kotor, sikapnya masih tetap sopan, "kukira sekalipun tidak
kujelaskan apa maksud kami bersaudara mencegatmu di bukit ini, tentunya kau sendiri juga
sudah tahu dengan jelas, bukan?"
Siu tok hanya mendengus saja.
Song lengkong berkata pula "sudah lama kami mendengar kelihaian ilmu silatmu, pula cara
kerjamu juga menyenangkan, maka akupun tak perlu banyak bicara lagi."
Sampai disini, segera pedangnya bergerak sehingga tercipta lingkaran cahaya tajam.
Lalu dia berkata lebih lanjut, "Bicara terus terang saja, hari ini jika kau tak mampu
menandingi kesepuluh macam senjata kami bersaudara, jangan kauharap lagi akan keluar dari
bukit ini."
Siu Tok mendengarkan dengan dingin, hatinya malah sangat tenang, sama sekali tidak
memperlihatkan suatu perasaan.
Sikap tenang semacam ini tentu saja rada diluar dugaan Song Leng-kong.
Ia termenung sejenak, lalu berkata, "Seperti apa yang kau katakan, tindakan kami ini
memang kurang ksatria, namun orang cerdik sebagai anda, tentu mengetahui akan sebabsebabnya."
Siu Tok mendongakkan kepala dan tertawa terbahak-bahak, jawabnya dingin, "Sungkan
amat kata-katamu itu, Cuma cara bicaramu itu kepadaku, kukira salah sasarannya. Orang she
Siu cukup tahu akan keadaan, kukira tak perlu kau beri penjelasan panjang lebar, jika ingin
turun tangan, silahkan saja."
Lalu dengan tertawa sinis dia menambahkan, "jangankan baru sepuluh orang, sekalipun
berlipat ganda, orang she Siu juga tak gentar."
Lalu dengan tertawa sinis dia menambahkan, "jangankan baru sepuluh orang, sekalipun
berlipat ganda, orang she siu juga tak gentar."
Dengan suatu gerakan cepat ia memindahkan cambuk ke tangan kiri, sednag tangan kanan
melolos pedang yang tergantung pada pelana, begitu cahaya pedang terpancar, perlbagai
ingatan dengan cepat terlintas pula dalam benaknya.
Beruntung atau tidaknya sesuatu persoalan memang tak bisa diduga sebelumnya. Nasib
memang sesuatu yang sukar diraba oleh manusia, seandainya aku tidak berjumpa dengan si
dia, hari ini bagaimanapun aku tak akan menghadapi bahaya, sekalipun tidak sanggup kulawan
kesepuluh orang ini, untuk kabur tentu gampang sekali, namun.............
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ia berusaha keras agar tidak memikirkan hal ini," bagaimanapun juga aku telah mendapatkan
apa yang kuinginkan, lalu apa pula artinya kematian bagiku?"
Dengan rasa bahagia dia berpikir lagi," seandainya aku tak pernah berjumpa dengannya,
apa pula arti kehidupan bagiku?"
"pagi mendengarkan khotbah, malam mati pun tak mengapa" tiba-tiba ia dapat mersapi
makna ucapan ini, sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya.
Ketenangan dan senyuman membuat para jago yang berada di sekelilingnya sama
tercengang dan ragu.
"Masakah dia yakin kemenangan pasti berada di tangannya?" demikian mereka merasa
sangsi. Hanya Leng coa mao Kau saja yang tertawa dingin di dalam hati, pikirnya "ku tahu apa yang
kau tertawakan, kau gembira karena merasa banyak yang telah kau dapatkan.........Hmm,
sebentar lagi akan kubuat dirimu merasakan penderitaan yang lebih hebat daripada mati
sebelum nyawamu melayang."
Malam semakin kelam, keheningan meliputi lereng pegunungan itu, tapi setiap orang tahu
inilah saat menjelang hujan badai.
"Hei kenapa kalian belum juga turun tangan?" Ong It peng yang berdiri di pinggir tiba-tiba
berteriak. Lengan kanannya yang dipatahkan lawan mendatangkan rasa sakit yang luar biasa, tentu
saja rasa bencinya terhadap Siu Tok sudah merasuk tulang sumsum.
"Betul," sambung Siu Tok sambil tertawa dingin, "Bila kalian tidak turun tangan juga,fajar
segera akan menyingsing, jika sampai diketahui para pejalan kaki bahwa
Jit-kiam-sam-pian mengerubuti seorang, berita yang akan tersiar ini tentu sangat tidak
menguntungkan kalian."
Menyusul perkataannya, tiba2 timbul ingatan dalam benaknya," Jika hari ini kumati terbunuh
oleh kesepuluh orang ini, tampaknya takkan diketahui oleh siapa pun."
Tapi ingatan lain cepat terlintas pula," Ah selama ini aku hidup terluntang-lantung seoramg
diri, musuh besarku punsangat banyak, sekalipun ada yang tahu, siapa pula yang akan
membalaskan dendam bagiku?"
Berpikir sampai di sini, timbul perasaan pedih dalam hatinya.
Berada dalam keadaan seperti ini, manusioa mudah teringat pada orang yang dikasihi, diamdiam
ia berpikir lagi," hanya dia seorang memikirkan diriku,sayang dia tak lebih hanya seorang
perempuan lemah, umpama dia tahu, lalu apa yang dapat diperbuatnya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ketika terbayang bahwa selanjutnya "si dia" akan hidup sebatang kara, timbul kembali
keinginannya untuk hidup lebih lama lagi, "aku tak boleh mati,aku harus menjaga dan
melindunginya!"
Ia mendongakkan kepala dan emandang sekejap bayangan pedang serta cahaya ruyung
yang berada di sekelilingnya, hatinya terasa dingin, "Tapi jika aku.............."
Namun ia tak sempat berpikir lebih lanjut.
Bagaikan hujan turun secara tiba-tiba, kesembilan macam senjata secepat kilat bersamasama
menyerang Siu Tok yang masih duduk di atas kudanya.
Terpaksa ia menyimpan kembali semua lamunannya, ia berpekik nyaring, pedang di tangan
kanan dan cambuk di tangan kiri tiba2 berputar kencang sedemikian rupa.
Dalam waktu singkat suasana dalam lembah itu menjadi gaduh, pohon yang tumbuh di
kedua sisi jalan berguncang keras tersapu angin tajam, daun dan ranting berguguran memenuhi
tanah. Siu Tok dengan jurus serangan yang kuat bertarung menghadapi kesembilan macam senjata
itu, lantaran ia berduduk di atas kuda sehinggat tak leluasa bergerak, otomatis jurus
serangannya juga jurang lincah.
Tapi ia tetap duduk di atas kuda, meski binatang tunggangannya cukup pintar dan gesit, tak
urung mulai panik juga menghadapi kerubutan seperti ini, dengan demikian perlawanannya pun
semakin payah. Pa-san-kiam -khek dengan ilmu pedangnya yang lihay selalu mengincar bagian mematikan
di tubuh Siu Tok, seandainya dari pedang Siu Tok tidak memancarkan Si-kim-sip-thi (daya
sedot, semberani) yang kuat, mungkin sejak tadi ia sudah tertusuk beberapa kali.
Hal ini diam-diam menimbulkan rasa heran Pa-san-kiam -khek, pikirnya," Kenapa Siu Tok
bertarung diatas kuda" Bukankah hal ini justru menhalangi gerak-geriknya?"
Perasaan semacam itu muncul pula pada semua orang, kecuali Leng Coa Mao kau seorang.
"Tampaknya dia tidak menyia-nyiakan harapanku," demikian LengCoa Mao Kau berpikir
dengan bangga, "Ia telah melaksanakan perintahku sebaik-baiknya, wahai Siu Tok, sekalipun
kungfumu lihay, hari ini jangan harap bisa lolos dari peradilan.
Permainan ruyungnya berasal dari aliran Ngo-Tai-san, bersama Jit-seng-pian (rurung tujuh
bintang) Tu Tiong ki dari luar perbatasan mereka disebut sebagai Lam tiong pak cu (cakal
bakalnya utara dan selatan) Serangan ruyungnya seperti seekor ular hidup, ruyung sepanjang
satu tombak dipakai pula sebagai alat penutuk jaland arah, gayanya berbeda dengan ilmu
ruyung biasa. Setelah terlintas ingatan tadi, senyuman aneh lantas menghiasi ujung bibirnya, tiba-tiba
ruyungnya ditarik dari tengah cahaya pedang, waktu senjatanya bergerak lagi, bukan orangnya
yang diserang melainkan kuda tunggangannya Siu Tok yang diancam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Air muka Siu Tok berubah hebat, tapi ia sedang menghadapi serangan gencar kedelapan
orang lain, dalam keadaan begini tak sempat baginya untuk mengurus soal kuda lagi.
Dengan suatu gerakan cepat, ruyung Leng Coa Mau Kau telah melilit kaki kuda, sekuatnya
lantas ditarik, selincah-lincahnya kuda itu masa mampu menahan getaran tenaga dalam
sedasyat ini" Sambil meringkik tak ampun lagi kuda itu roboh terguling.
Menyaksikan itu, Pa-san-kiam -khek berkerut dahi dan berpikir, Leng Coa Mau Kau adalh
ornag cerdik, kenapa ia bertindak bodoh hari ini" Dengan merobohkan kuda tunggangannnya
berarti menyingkirikan rintangan baginya, bukankah ia bakal bergerak lebi leluasa lagi" Kalau
sampai begini, untuk menaklukkannya jelas akan lebih makan tenaga............."
Belum habis berpikir kuda tunggangannya Siu Tok sudah roboh dan anehnya Siu Tok masih
duduk diatas punggung kuda itu dan tidak melompat bangun.
Kuda itu meronta sepenuih tenaga dan bermaksud melompat bangun.
Lengcoa Mao kau tertawa dingin tiada hentinya, ruyungnya diayunkan dan menghajar tubuh
kuda itu beberapa kali, kuda itu meringkuk lagi, akhirnya berkelojotan dan binasa.
Sekarang Siu tok sama seperti duduk diatas tanah, cambuk dan pedangnya berputar dengan
lamban, ilmu meringankan tubuhnya yang konon lihay kini seakan akan sudah dilupakan
olehnya. Perlu diketahui, bila meghadapi kerubutan orang banyak, maka yang paling penting adalh
bergerak dengan lincah, mencari peluang diantara senjata musuh agar senjata musuh saling
bentur kemudian mencari kesempatan untuk melancarkan serangn balasan.
Sedangkan Siu Tok sekarang Cuma berdiri di tempatnya, dia hanya bertahan tanpa mencari
kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, atau dengan perkataan lain paling banter
dia Cuma bisa melindungi diri sendiri, untuk mencari kemenangan hakikatnya tak mungkin
terjadi. Untung saja dia menguasai ilmu tenaga dalam yang disebut Ban liu kui cong setiap serangan
yang dilancarkannya selalu membawa semacam daya isap Si-kim-sip-thi yang hebat, kendati
demikian posisinya kian lama kian gawat juga.
"Aneh, kenapa ia tidak melompat bangun?"
Itulah pertanyaan yang timbul dalam hatisetipa orang, sekalipun dalam hati mereka pun
berharap agar Siu Tok tak mampu melompat bangun untuk selamanya.
"Jangan-jangan kakinya lumpuh?" ingatan ini sempat terlintas dalam benak Pa-san-kiam -
khek," tapi siapakah yang melumpuhkan kakinya" Siapakah dalam dunia persilatan dewsa ini
yang memiliki tenaga dalam sedemikian hebatnya" Andaikata kakinya bener lumpuh, jelas tiada
harapan untuk hidup baginya, tapi kami harus bertarung melawan seorang lumpuh dengan
kekuatan bersembilan, peristiwa ini betul-betul amat memalukan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Begituluah timbul kecurigaan Pa-san-kiam -khek Liu Hub eng, namun serangannya tidak
pernah mengendur, sebab dia harus mengguanakan tenaga dalam sendiri untuk melawan daya
isap yang trepancar dari cambuk dan pedang Siu Tok.
Sementara itu pikiran Siu Tok amat kalut, ia tahu dengan sisa tenaganya sekarang paling
banter ia Cuma sanggup bertahan setengah jam lagi.
Perlu diketahui, lwekang Ban Liu Kui cong merupakan tenaga dalam yang sangat memeras
tenaga, sedangkan dia tak mampu melawan kerubutan kawanan jago lihay itu jia tidak
mempergunakan tenaga dalam berdaya isap yang maha sakti itu.
Sekarang satu-satunya tenaga yang masih bisa membuatnya bertahan adalah kenangannya
terhadap si dia, sekalipun akibatnya dai harus menjadi orang cacat, namun sedikitpun ia tidak
merasa benci atau dendam kepada si dia.
"DIa tidak sengaja!"
Cinta membuatnya mengampuni orang lain.


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagi sementara orang, tiada kekuatan lain di dunia iani yang bisa menandingi kekuatan
cinta. Karena pikiran kalut, perasaan tak tenang, tentu saja tidak menguntungkan dia dalam
pertempuran ini.
Setiap masalah yang menyangkut si dia semuanya terbayang kembali dalam benaknya.
"Sungguh peristiwa yang sangat kebetulan, begitu aku bertemu dengan dia segera aku jatuh
cinta kepadanya, tiada perasaan lain yang melebihi luapan perasaaanku tatkala bertemu untuk
pertama kalinya dengan dia."
Dengan senyuman tetap menghiasi bibirnya, cambuk kuda di tangan kirinya berputar,
dengan ujung cambuk dia mengunci serangan Thia hong dari Wa yang siang kiam yang
menggunakan jurus Toa mo cui hong (angin badai gurun pasir) sementara dengan batang
cambuk dia tahan serangan Lim Lin yang menyerang dengan jurus Liu sah liok-jit (pasir
berpindah tatkala senja).
Sedangkan pedang di tangan kanan berputar membentuk suatu lingkaran besar, sinar
pedang menciptakan selapis dinding cahaya untuk membendung serangan ruyung dan pedang
kelima lawan, sementara gagang cambuknya dipakai untuk menumbuk ujung Jit-seng-pian Tu
Tiong ki dari belakang.
Dalam keadaan begini dia sempat berpikir lebih jauh, "kemudian ia memebritahukan
kepadaku bahwa sejak pertemuan pertama, dari sinar mataku dapat diketahuinya cintaku
kepadanya. Sungguh kejadian yang aneh sekali , antara aku dengan dia seolah-olah
mempunyai hubungan batin yang mendalam, mungkin itulah yang disebut orang sebagai kontak
batin?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Menghadapi saat-saat kritis yang mengancam jiwanya, ia masih melamun terus dengan
mesranya, "Tak sampai setengah bulan kami berkumpul, ia telah menyerahkan segala-galanya
kepadakau, akupun telah menyerahkan segala-galanya kepadanya.
"baik siang maupun malam kami berkumpul tentu saja keculai waktu aku harus berlatih ilmu
di tengah malam, sebab Ban-liu-kiu-cong yang kulatih belum sempurna, setiap hari aku mesti
menyisihkan sedikit waktu untuk berlatih, Cuma setelah aku memiliki dia, untuk berlatih pun
terasa malas. Ai, mungkin sudah takdir."
Kedua kaki terasa kaku seakan-akan separoh badan bagian bawah sudah bukan miliknya, ia
tertawa getir dan berusaha menangkis sembilan macam senjata itu dengan sepenuh tenaga,lalu
berpikir lebih jauh ," suatu hari ,sewaktu aku asyik beraltih ilmu, tiba-tiba ia menyelonong
masuk, entah mengapa ia terjatuh, bahunya persis menumbuk jalan darah Siau yau hiat di
bagian pinggangku.
"Waktu itu latihanku sedang mencapai sedang mancapai detik yang genting,bergerak
sedikitpun tak boleh, setelah tertumbuk olehnya, separuh badanku kontan saja menjadi kaku
dan mati rasa."
Ia menghela nafas panjang," tapi mana bisa kusalahkan dia" Sama sekali ia tidak tahu, tentu
juga tak tahu akibat perbuatannya itu......"
Tiba-tiba pedang Kanglam-tayhiap Song Leng Kong menambas dan membuat luka panjang
di atas paha kanan SiuTok, darah segera mengucur.
Tapi Siu Tok sedikitpun tidak merasa sakit, karena kakinya sudah mati rasa, pedangnya
dengan cepat berputar lalu menusuk dada Lengcoa Mau Kau.
Jika tusukan itu dibarengi dengan mendoyongkan badan ke depan, niscaya Leng Coa Mau
Kau akan terluka oleh ujung pedangnya, sayang tubuhnya sama sekali tak mampu berkutik,
serangannya sulit mencapai sasaran.
Kembali Lengcoa Mau Kau memperlihatkan tertawa dingin yang aneh, tiba-tiba serunya
dengan suara melengking," SObat,kau masih mencoba meronta"kedua kakimu sudah
dilumpuhkan orang, apa artinya hidup terus di dunia ini" Lebih baik cepat habiskan saja nyawa
sendiri!" AIr muka Siu Tok sedingin salju, ia menarik kembali serangannya untuk melindungi
keselamatan sendiri.
Terdengar Leng Coa Mau Kau mengejek pula dengan tertawa dingin, "Buang saja
senajatamu dan menyerah, mungkin Ma Toaya akan memberi kematian yang enak padamu
dengan mengingat pada adik perempuanku."
Mendengar perkataan itu, sekujur badan Siu Tok gemetar keras, kerna meleng, bahunya
kembali terhajar oleh ruyung Tu Tiong ki.
"Baiklah kukatakan kepadamu dengan terus terang," Lengcoa Mao kau mengejek pula , "Ko
peng adalah Mao peng, Mao peng adalah adik perempuanku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Merinding Siu Tok oleh keterangan itu, permainan pedangnya menjadi lambat, sebuah
tebasan kilat dari It-ci-kiam Thia Hong meninggalkan goresan panjang di dadanya, darah segar
mengucur membasahi pakaiannya yang hijau sehingga berubah menjadi warna ungu yang
menyeramkan. "Hehehe, orang she Siu, sekarang kau sudah mengerti bukan?" ejek Leng Coa Mao Kau
sambil tertawa terkekeh.
Sekujur tubuh Siu Tok sudah penuh dengan luka, sakitnya merasuk tulang sumsum, tapi
hatinya terasa jauh lebih sakit daripada lukanya.
Sekarang dia baru mengerti, orang yang dicintainya dengan sepenuh hati, orang yang
dianggapnya sangat mencintai pula dirinya ternyata tak lebih adalah alat musuh untuk
mencelakainya. "Ah, rupanya semua ini tak lain adalah rencana busuk orang, kiranya dia tidak mencintaiku,
ia membuatku terluka juga bukan dilakukan tanpa sengaja. Ai, kenapa aku sebodoh ini" Ketika
dia menganjurkan padaku agar meninggalkannya untuk mengobati lukaku dan berjanji akan
selalu menunggu kedatanganku, air mataku malah meleleh karena terharu."
Ia menggertak gigi, darah merembes keluar lewat sela giginya dan menodai ujung bibirnya,
seluruh wajahnya penuh dengan butiran air, entah air mata, entah air keringat" Seketika itu ia
merasa putus asa, daya perlawanannya yang sebetulnya masih kuat kini seakan-akan lenyap
sama sekali, dalam waktu singkat tiga tusukan pedang kembali bersarang di tubuhnya.
Kini sekujur badannya sudah bermandikan darah, hatinya juga bagaikan disayat-sayat orang
dengan pisau tajam, pukuln batin yang diterimanya ini bener-bener terlalu kejam.
"O thian kenapa engkau membiarkan aku mengetahui segala sesuatunya" Aku lebih suka
mati tertipu daripada mati menderita seperti sekarang ini!"
Setelah tenaga dalamnya buyar, perlawanannya makin kalut, hakikatnya ia tak mampu lagi
menghadapi kerubutan kesembilan jago tangguh itu.
"Plok", ruyung Leng coa Mao Kau kembali meninggalkan sejalur luka panjang pada
mukanya. Kini sudah puluhan luka menghiasi sekujur badannya, tapi Siu Tok tidak mau melepaskan
setiap kesempatan untuk rontakan terakhir, hal ini tidak berarti dia masih berat untuk
meninggalkan dunia fana ini, sebab dunia ini sesungguhnya terlalu kejam padanya,mungkin
itulah karma yang diterimanya.
Tapi naluri mencari hidup membuatnya meronta dan berjuang sepenuh tenaga, ia member
perlawanan sengit terhadap serangan gencar kesembilan jago lihay itu.
Teringat pada si dia, hatinya kembali terasa sakit sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Hati yang sakit membuatnya lupa akan luka yang dideritanya, tapi tidak lancarnya tenaga
dalam membuatnya sadar apa yang akan menimpanya.
"Aku tak bisa hidup lebih lama lagi!" demikian ia membatin.
Mendadak permainan cambuk di tangan kirinya sedikit mengendur, segera Wan yang siang
kiam melancarkan serangan berantai dengan jurus PI yu sianghui (pentang sayap terbang
bersama), "sret sret" dua tusukan mengenai pula dada dan perutnya.
Dalam keadaan demikian, sekalipun dia bersemangat jantan dan ingin bertahan terus,
akhirnya juga kehabisan tenaga dan mati kutu.
Dia sendiri sadar, kematiannya tak kan menimbulkan rasa sayang atau kasihan dari orangorang
persilatan. "Mati memang tidak perlu disayangkan!"
Ia menghela nafas panjang, cambuk di tangan kiri dan pedang di tangan kanan sekuat
tenaga menangkis serangan ruyung Mao Kau dan tusukan pednag Lim Ki Cing dan Ting Hi,
kemudian pikirnya lebih jauh, "Tapi kematianku hari ini sungguh kematian yang memilukan hati,
mati di tangan orang semacam ini betul- betul kematian yang tak berharga."
Karena meleng, kembali punggungnya tersambar pedang, seandainya tenaga dalamnya
tidak sempurna, umpama orang lain, mungkin sejak tadi sudah tak tahan.
"Tak seorang pun mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya," rasa tak adil dan
penasaran membuatnya untuk pertama kali merasakan kesedihan yang sesungguhnya, ia
berpikir lebih jauh, semuaorang pasti mengira aku mati di tangan JIt-kiam-sam-pian,siapakah
yang tahu bahwa kematianku sesungguhnya disebabkan seorang perempuan, mati di tangan
seorang perempuan yang tak tahu malu dan tak berperasaan."
Kini dia benar-benar lemas seluruhnya.
Leng Coa Mau Kau terkekeh-kekeh senang, "Orang she Siu, ada pesan yang hendak
kausampaikan" Mumpung masih bisa bernafas, cepat utarakan, mengingat adik perempuanku,
mungkin aku dapt melaksanakan bagimu, jika tidak lekas kaukatakan, hehehehe, mungkin kau
tak akan................"
Selama hidup mana pernah Siu Tok dicemooh orang seperti ini, dengan sepenuh tenaga ia
membentak, tangan kanan bergerak, pedang disambitkan langsung menyambar kea rah Mao
Kao. Mimpi pun Leng Coa Mao kau tidak menyangka lawan akan berbuat demikian, ketika ia
sadar akan bahaya, cahaya pedang telah berada di depan tenggorokannya.
Betapa mengejutkan serangan terakhir tokoh aneh nomor wahid menjelang ajalnya
itu,tampaknya Leng Coa Mao Kau segera akan binasa di ujung pedang itu.
"Cring!" tiba-tiba berkumandang bunyi benturan yang nyaring.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kiranya Co jiu sin kiam Ting hi yang sedang menabas dengan jurus Leng ho tia oh (bangau
sakti pentang sayap) pada bahu kiri siu tok, demi menyaksikan Mao Kau terancam bahaya,
cepat ia menangkis pedang Siu TOk yang sudah dekat tubuh Mao KAu itu.
Walaupun demkian, dengan tenaga dalam Co-jiu-sin-kiam Ting Hi tetaptidak berhasil
memukul jatuh sambaran pedang itu melainkan hanya memukulnya sehingga serong sedikit ke
samping. Dengan demikian gerakan pedang itu menjadi lemah. Mao Kau mendoyong tubuhnya ke
belakang, pedang menyambar lewat sisi tenggorokannya. Coba kalo dia terlambat sedikit saja,
nyawa Leng Coa Mau Kau niscaya sudah melayang.
Saking kagetnya, keringat dingin membasahi telapak tangannya, butiran keringat juga
menghias jidatnya.
Air muka Co jiu sin kiam Ting hi berubah juga, dengan segenap tenaga ia menangkis
sambitan pedang SIu TOk itu, tapi pergelangan tangannya juga terasa sakit, hal ini
membuatnya sangat terperanjat.
Berhubung Siu TOk menyambitkan pedangnya dengan sekuat tenaga, permainan
cambuknya di tangan kirinya jadi terhenti, pertahanannya lantas longgar, serentak serangan
Wan yang siang kiam, oa san kiam khek, kanglamTayhiap, Ong it beng, Pek pih hui hoa dan Jit
seng pian sama bersarang telak di atas tubuh siu tok.
Udara tanpa bintang dan rembulan, kegelapan yang mencekam disertai bunyi burung hantu,
seakan-akan mengiringi kematian seorang tokoh sakti dunia persilatan itu.
Ketika Leng Coa Mau Kao sadar kembali dari rasa kedetnya, Siu TOk telah putus nafasnya,
segala kejayaan atau kenistaan orang hidup sudah tiada sangkut paut lagi dengan dia.
Suasana hening........
Mendadak Mao Kau tertawa, ia melompat maju, ruyungnya terputar dan menghajar mayat
Siu Tok keras-keras.
Ruyung itu tebuat dari baja asli, ditambah tenaga dalam yang hebat , sabatan tersebut
sungguhsangat keras dan lebih ribuan kati.
Darah segar berhamburan kemana-mana, lengan kiri Siu Tok terhajar kutung.
Sekali tarik, lengan kiri Siu TOk tergulung ke atas ruyungnya dan dipegangnya, gelak
tertawanya kedengaran menyeramkan dan menusuk telinga.
Diam-diam kanglam tayhiap song Leng kong berkerut dahi, dengan suara tertahan ia
berseru, "Orang She SIu sudah mati, kenapa saudara Mao harus merusak mayatnya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Cing-peng-kiam Song LEng Kong adalah seorang ang jujur dan lurus, dari pembicaraan yang
berlangsung tadi ia tahu sebelum ini Leng Coa Mao Kau telah menggunakan siasat licik untuk
melukai Siu Tok sehingga musuh itu tak mampu berdiri.
Maka timbul rasa menyesal dan malu hatinya. Namun tindak tanduk Siu Tok juga dibencinya,
malahan dia yang mengusulkan kepada rekan-rekannya untuk bersama-sama menumpas Siu
Tok bahkan ikut turun tangan mengerubuti seorang yang separuh badannya telah lumpuh.
Akan tetapi setelah menyaksikkan tindak tanduk Leng Coa Mau Kau sekarang, ia merasa
tidak senang, itulah sebabnya dia menegurnya.
Mau Kau tertawa, katanya, "Orang she Siu adalah sampah masyarakat yang telah banyak
mengakibatkan kesengsaraan umet persilatan, entah berapa banyak sahabat persilatan yang
telah dicelakainya hingga keluarga tercerai berai dan orangnya tewas terbunuh, rasa benciku
kepadanya sungguh ingin kumakan dagingnya dan kubeset kulitnya."
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan lagi tanpa sedikitpun menyesal atas perbuatannya
itu, seetelah kita membunuhnya sekarang, entah berapa banyak jago persilatan yang akan
bertepuk tangan kegirangan, biarlah kita cincang saja mayat keparat ini, kemudian kita
perlihatkan kepada saudara dunia persilatan agar semua orang ikut bergembira atas peristiwa
ini." Ho siok siang kiam dan pek poh hui hoa memang mempunyai rasa dendam pada Siu Tok,
maka mereka bersorak tanda setuju atas usul tersebut. Wan yang siang kiam, Co jiu sin kiam
dan jit seng pian tu tiong ki tidak usul lain, Ong It peng adalah yang paling dendam, Pa san kiam
kehk menghela nafas panjang, katanya kepada Cing peng kiam, urusan telah berkembang
menjadi begini, apa lagi yang bisa kita katakan .............."
Dia memang pandai menyesuaikan diri, ia tak ingin menunjukkan sikap yang keterlaluan di
antara orang-orang itu, juga tak ingin dianggap orang lain sebagai orang munafik yang purapura
bajik. Bau anyir darah tersebar sampai jauh terbawa angin musim gugur...................
Mendadak dari balik hutan sana berkumandang suara tertawa dingin, menyusul seorang
dengan nada yang tak sedap mengejek, "Sungguh keji!"
"Siapa?" Leng Coa Mao Kau membentak.
Tanpa berpaling dia melompat kesana dan menyusup ke dalam hutan.
Kesepuluh orang ini semuanya adalah jago kelas tinggi dunia persilatan, mendengar suara
itu, serentak mereka pun menerjang ke dalam hutan.
Hanya Kang Lam tayhiap Song Leng Kong saja yang tetap berdiri di tempat semula, ia
pandang mayat Siu Tok yang tercincang itu, ia merasa sedih dan menyesal.
Dia yang menggerakkan operasi ini, tapi dia tak pernah mengira akan begini mengenaskan
akibatnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Meskipun ia tak senang terhadap tingkah laku Siu Tok dalam dunia persilatan, tapi
menyaksikan mayat tokoh sakti yang ditakuti dalam dunia persilatan ini tercincang dan tercerai
berai di tanah, mau tak mau timbul juga perasaan menyesalnya.
Disamping mayat Siu Tok tergeletak pula bangkai kuda yang setia kepada majikannya
sampai mati itu, darah berceceran membasahi permukaan tanah.
Dari Balik hutan berkumandang pula suara berkesiur ujung baju yang tersembus angin serta
bentakan nyaring.
Angin malam terasa dingin, daun dan ranting yang terembus menimbulkan suara gemerisik.
Song LEng Kong menggertak gigi, ia mengambil keputusan, dia lari menghampiri mayat,
mengambil sisa mayat yang tertinggal tanpa memperdulikan darah mengotori pakaiannya,
setelah celingukkan kesana kemari cepat dia lari turun ke bawah bukit.
Waktu Leng Coa Mao Kau menerjang ke dalam hutan gerakan yang sangat cepat ini
membuat burung berterbangan terkejut. Sementara ruyungnya menyabat kekanan ke kiri.
Tapi kecuali burung yang berterbangan karena kaget, di sekitar hutan situ tak tampak reaksi
apapun. Dalam pada itu Wan yang siang kiam, HO siok siang kiam serta Co jiu sin kiam dan pa san
kiam khek sekalian telah menyusul tiba pula.
"Ayo kawan-kawan, kita geledah sekeliling hutan ini!" seru Leng Coa mau Kao dengan suara
tertahan. Dengan suara lantang Jit seng pian Tu Tiong Ki lantas berteriak," Hai sahabat, kalau punya
kepandaian, perlihatkan wajahmu, jangan main sembunyi macam anak kura-kura!"
Tapi suasana dalam hutan itu hening seperti tiada seorang pun, meski ilmu meringankan
tubuh kawanan jago lihay itu cukup sempurna, penggeledahan juga dilakukan dengan teliti,
namun hasilnya nihil.
"Cepat amat gerakan bangsat itu!" maki Leng coa Mao Kau dengan mendongkol, ruyungnya
menghantam batang pohon dengan keras.
"Kalau tiada diketemukan sudahlah, tooh tak menjadi soal bagi kita," Kata Ci-jiu-sin-kiam
Ting hi. Ia pikir kalau kejadian ini akhirnya akan disiarkan dunia persilatan, sekalipun sekarang
diketahui orang apa salahnya.
Berputar biji mata Leng Coa Mao Kau meskipun ada sementara persoalan yang tak ingin
diketahui orang lain, tapi ia yakin orang lain juga tak akan mengetahuinya. Maka dengan
lantang ia pun berkata, "betul, kukira bangsat itu hanya kawanan tikus yang takut berjumpa
dengan manusia!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sehabis berkata dia lantas melompat keluar lebih dulu dari huta itu, tapi keadaan di luar
hutan tidak lagi seperti apa yang mereka tinggalkan tadi.
Pertama-tama yang dilihta oleh Leng Coa Mao Kau adalah tiadanya mayat Siu Tok di tempat
semula. Lalu ketika ia coba maju ke depan, tiba-tiba dilihatnya beberapa huruf besar yang ditulis
dengan darah kental tertera di atas tubuh bangkai kuda.
"Sepuluh tahun kemudian, dengan darah membayar darah!"
Kontan air mukanya berubah pucat seperti mayat, tangan kirinya yang memegang tulang Siu
Tok terasa gemetar.
Waktu orang-orang yang lain menyusul tiba dan ikut membaca tulisan itu, perasaan yang
terlintas dalam benak mereka adalah sama," Siapa yang menulis di sini?"
Jit seng pian tu Tiong Ki celingukkan kesana kemari, kemudian berteriak, "Hei kemana
perginya Cing Peng Kiam Song Tayhiap?"
--- ooo0ooo ---


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Musim semi di daerah kanglam indah permai.
Musim gugur di KangLam juga tidak terlampau jelek.
Udara sejuk di jalan raya yang menghubungkan tepi sungai besar dengan kota Lim Ling,
debu berterbangan, serombongan penunggang kuda berlarian dengan cepatnya.
Kuda-kuda itu sama berbuih mulutnya, tapi penunggangnya tetap bersemangat seakn-akan
tidak memikirkan perjalanan yang amat jauh itu, anehya kening setiap penunggang kuda itu
tampak sama berkerut seolah-olah ada sesuatu masalah besar yang mengganjal hati mereka.
Para pejalan kaki jauh-jauh sudah menyingkir ke tepi jalan sewaktu melihat datangnya
rombongan penunggang kuda itu, dengan keheranan mereka saling bertanya, "Orang macam
apakah rombongan orang ini?"
Kawanan penunggang kuda itu bukan Cuma aneh dalam dandanan, mereka terdiri dari lakilaki
dan perempuan yang bersenjata, bagi wilayah Kang Lam yang permai dan damai, hal ini
terasa agak menyolok.
Tiba-tiba dari ujung jalan sana berkumandang suara teriakan lantang,
"Cengbu..............Yangwi.................."
Bagi orang yang sering melakukan perjalan dalam dunia Kangouw segera akan tahu teriakan
itu berasal dari pembuka jalan perusahaan pengawalan Ceng bu piaukok yang berada di kota
Tinkang propinsi Kangsoh dan merupakan perusahaan expedisi paling besar di wilayah
kanglam. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Para penunggang kuda itu saling pandang sekejap,lalu melarikan kudanya lagi ke
depan,sebentar saja tampaknya mereka akan menerjangmasuk ke tengah rombongan
pengawal barang itu.
Kejadian ini segera menarik perhatian para pejalan kaki yang suka akan keramaian, mereka
sama berbisik, "huh bakal ada tontonan ramai."
Maklumlah, kcuali rombongan pejabat pemerintahan atau tentara yang lewat,sekalipun
rombongan saudagar yang besar pun biasanya akn mnyingkir bila bertemu dengan rombongan
barang, tak pernah ada orang yang berani menerjangnya cara begitu.
Pertama, umumnya orang tak ingin mencari gara-gara, kedua karena pengaruh perusahaan
barang terlampau besar, memancarkan rombongan mereka berarti melanggar pantangan
mereka yang terbesar, kejadian ini niscaya akan menimbulkan pertikaian yang berlarut-larut.
Tampaknya kawanan penunggang kuda itu mempunyai kepandaian yang bisa dianadlkan,
tapi Congpiautau dari Ceng-bu-piaukok, Hu hong kiam (pedang pelangi) Tong Beng Peng pun
seorang jago kenamaan dunia persilatan, para piasu (tukang kawal) pembantunya juga jagojago
pilihan yang tinggi hati, tentu saja mereka tak sudi membiarkan rombongannya dicerai
beraikan orang.
Oleh karena itu para pejalan kaki yang mengetahui bakal terjadi keramaian di situ sama
berhenti untuk menonton.
Dalam pada itu rombongan penunggang kuda itu masih terus melarikan kudanya dengan
capt. Betul juga, para peneriak jalan dari Ceng bu piaukok segera mendelik dan siap mencaci
maki. Thi-kiau-cu (peneriak baja) Siau Sim adalah peneriak jalam Ceng Bu piaukok yang paling
diandalkan, biasanya ia memang berangasan, betapa marahnya dia menyaksikan ada
penunggang kuda berani menerjang rombongan mereka.
"Telur busuk yang tak tahu diri," demikian ia menyumpah dalam hati, "Rupanya kalian sudah
bosan hidup!"
"Sobat............" baru sepatah kata terlontar dari mulutnya, sekilas pandang ia sempat
menangkap air muka penunggang kuda pertama dan kedua, kontan ia terkesiap dan kata-kata
selanjutnya cepat ditelan kembali.
Sambil menarik tengkuk diam-diam ia bersyukur, "Wah untung nasib orang she Sim masih
mujur dapat mengenali beberapa orang ini, Hm kalau saja jadi memaki, mungkin bisa celaka."
Peneriak jalan yang lain mungkin kurang pengalaman, tanpa pikir dia lantas memaki, "Cucu
kura-kura, jalan seenak sendiri, barangkali buta mata kalian"!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Belum dia habis memaki, penunggang kuda paling depan telah mengayun cambuknya,
"tarr",kontan dia terpental dari pelananya dan "bluk", ia terbanting di tengah semak rumput di
tepi jalan sana.
Suasana menjadi gaduh, jalan kawanan penunggang kuda itu segera juga teralang, air muka
para penunggang kuda itu tampak kelam menatap para anggota perusahaan pengawal barang
dengan pandangan dingin sementara para anggota pengawal barang menjadi panik, bentakan
nyaring terdengar disana sini, malah ada pula yang melolos senjata.
Thi kiau cu Siau Sim menenangkan diri lalu dengan biji matanya yang kecil sekali lagi
mengamati kawanan penunggang kuda itu.
Apa yang kemudian dilihatnya membuatnya menelan air liur, sambil menyeka keringat ia
mengeluh, "Aduh mak, mereka datang seluruhya komplit!"
Dalam pada itu para anggota perusahaan pengawalan barang telah menghunus senjata dan
siap melancarkan serangan.
Ada pula diantara mereka yang berputar ke belakang unutk member laporan kepada
pimpinan perjalanan kali ini, Siau sian bun Lau Teng Kok dan Sin piau kek Ci Cong yan.
Sebagai orang yang sudah biasa melekukan pekerjaan semacam ini, mereka tahu
rombongan penunggang kuda itu bermaksud mencari gara-gara, hanya mereka tak tahu siapa
gerangan orang-orang ini.
Belasan buah kereta yang mereka kawal ini menandakan barang-barang kawalan tidak
sedikit harganya, ini pun tampak dari sikap tegang para piausu yang kuatir barang kawalannya
dirampok. Tapi siapa yang berani membegal pada siang hari bolong begini apalagi di depan mata
banyak pejalan kaki"
Para piausu dari Ceng wi paiukok sudah siap siaga, tampaknya suatu pertarungan sengit
segera akan terjadi, melihat gelagat tak baik, Thi Kiau cu Siau Sim segera berteriak, "saudara
sekalian, jangan turun tangan dulu!"
Para piausu tertegun, sementara mereka keheranan karena Siu SIm yang biasa berangasan
mendadak menjadi alim, Thi kiau cu Siau SIm berteriak lagi "beberapa orang inilah Jit kiam sam
pian!" Orang bilang, "kalau pohon bayangannya, kalau manusia namanya",nama besar Jit kiam
sam pian dalam dunia persilatan sangat terkenal, Congpiautau Ceng bu piaukok, Hui hong kiam
To Beng Peng juga terhitung murid langsung Kanglam tayhiap Cing peng kiam song Leng Kong,
sedikit banyak keberhasilan Ceng bu piaukok dalam wilayah Kanglam pun berkat nama besar
gurunya. Demikianlah demi mendengar kata "jit kiam sam pian" kontan saja para paisu Ceng bu piau
kok yang sudah siap berkelahi itu menjadi lemas kembali, semangat tempur merekapun lenyap.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dalam sekejap suasana mendadak menjadi sepi, hanya suara kaki kuda yang bergerak tak
tenang seakan-akan mengetuk hati setiap orang yang memang tegang itu.
Jit kiam sam pian masih tetap bersikap dingin.
Thi kiau cu Siau Sim diam-diam memperhatikan wajah penunggang kuda pertama yang
menghajar salah seorang rekannya itu, dia inilah Leng Coa Mau Kau dari Ciatkang.
Bergidik Siau SIm, pelahan dia putar kudanya dan bermaksud lapor kepada pimpinan
pengawal. Kiranya piausu yang mengawal barang ini, Siau-siang-bun Lau Teng Kok dan Sin-piau-kek ci
cong yau sok berlagak tuan besar, mereka terlalu mengandalkkan nama besar ceng-bunpiaukiok,
mereka yakin tak mungkin ada orang yang berani membegal barang kawalan mereka.
Oleh karena itu mereka selalu berjalan jauh di sana, terhadap belasan buah kereta barang itu
seperti tak ambil pusing, tak heran kedua orang itu jadi gugup demi mendengar ada orang
hendak membegal barang kawalannya, buru-buru mereka membedal kudanya ke depan.
Dengan munculnya kedua orang piausu ini, para anggota pengawal lain mengembus napas
lega , malah ada yang segera menyingkir agak jauh.
Sin-piau-kek ci cong-yan berasal dari luar perbatasan (tembok besar),perawakannya tinggi
besar , sikapnya angker dan gagah perkasa.
Ketika dilhatnya para anggota rombongan mulai mundur dari situ,dengan mendongkol ia
mendamprat, "Keparat, kenapa kalian mundur dari sini?"
Tapi setelah melirik sekejap penunggang kedua di hadapannya, sebagai orang yang sudah
lama berkelana dalam dunia persialatan tentu saja dia kenal Leng Coa Mau Kau yang berasal
dari Ciat Kang itu, tanpa terasa cara duduknya di atas pelana seakan-akan mengeret 2 inchi
lebih pendek daripada semula.
"Kenapa bisa dia?" diam-diam ia berpikir, waktu berpaling, terlihat temannya, Siau siang
Bun, juga lagi berdiri dengan terkejut.
Kiranya Siau Siang Bun jauh lebih lama berkelana dalam dunia persialatan, Sembilan dari Jit
kiam sam pian dikenal olehnya, maka iapun berpikir, "Kenapa beberapa orang ini bisa
berkumpul disini?"
Cepat ia melompat turun dari kudanya, sambil memberi hormat katanya," Tampaknya para
CianPwee ada minat berpesiar ke Kanglam sini?"
Segera dia menyingkirkan para anggota perusahaannya dari tengah jalan, lalu
menyingkirkan pula kereta barang sehingga terbuka sebuah jalan lewat di tengah jalan raya itu,
katanya lagi sambil menyengir, "sayang wanpwee sedang melaksanakan tugas sehingga tidak
dapat melayani cianpwee sekalian dengan baik............."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Siapa yang membutuhkan pelayananmu?" dengus Leng Coa Mau Kau sambil tertawa
seram. Siau siang bun tertegun, pikirnya, "Aneh tampaknya air muka mereka kurang begitu enak."
Dengan was was ia memperhatikan pula air muka kedelapan orang lain, pikirnya, "melihat
gelagatnya beberapa orang ini kurang beres, seperti sengaja datang kemari untuk mencari
perkara, tapi perusahaan kami tak pernah menyalahi mereka, malah kalau dibicarakan To
congpiautau masih terhitung kerabat mereka."
Dugaannya memang tidak meleset, kedatangan Leng Coa Mau Kau, Jit seng pian Tu Tiong
KI, Pek poh hui hoa, Wan yang siang kiam serta Ho siok siang kiam kali ini memang sengaja
hendak mencari setori dan membalas dendam.
Setelah berhasil membinasakan Siu Tok di kaki buki Him ni san dulu, lalu terjadi peristiwa
lenyapnya jenazah Siu Tok da ditemukannya tulisan berdarah di atas bangkai kuda, kesembilan
jago dari Jit kiam sam pian menarik kesimpulan bahwa semua itu adalah perbuatan KangLam
tayhiap Song Leng Kong.
Maka sekarang Cing peng kiam Song LEng kong menjadi musuh bersama kesembilan tokoh
Jit kiam sam pian yang lain.
Leng Coa Mau Kau mencaci maki habis-habisan terhadap perbuatan Song Leng Kong itu,
malah Pa san kiam khek Liu hu beng yang merupakan sobat paling karib Song leng kong
selama puluhan tahun juga merasa tidak puas atas perbuatan rekannya itu, dia menganggap
tindakannya itu tidak cukup bersahabat.
Berbicara sebenarnya andaikata tulisan "dengan darah membayar darah" itu betul-betul
tulisan Song LEng Kong, maka perbuatannya ini terasa rada janggal dan membingungkan,
sebab bagaimanapun juga dia adalah seorang dari penganjur pengeroyokan itu.
Tapi ditinjau dari keadaan ketika itu, memang dialah yang paling besar kemungkinannya
berbuat demikian. Kemudian setelah Pa san kiam khek sekalian mendapat kabar bahwa sisa
jenazah Siu Tok memang berada di tempat Cing Peng KIam, rasa curiga merekapun tidak perlu
diragukan lagi.
Mana mereka tahu bahwa dibalik peristiwa itu sesungguhnya masih ada hal lain, dan
keajaiban hal tersebut mana bisa terduga oleh mereka.
Maka Leng Coa Mao Kau, Pek poh hui hoa, Ho siok siang kiam lantas menyiarkan berita
dalam dunia persilatan dan menuduh Cing peng kiam yang meski berwajah saleh dan bajik,
sesungguhnya tak lebih sehaluan dengan Siu Tok.
Malahan mereka mengeluarkan sisa tulang Siu Tok dan dipamerkan secara luas ke dunia
persilatan, katanya setelah kematian Siu Tok, maka Song Leng kong Cing peng kiam adalah
giliran yang kedua.
Sementara itu berita tentang terbunuhnya Siu Tok telah menggetarkan dunia
persilatan,sebab kedudukan Siu Tok dalam dunia persilatan waktu itu hamper tidak ada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
bandingannya, maka dengan terjadinya peristiwa itu secara otomatis kedudukan Leng Coa Mao
Kau sekalian dalam dunia persilatan menjadi terjunjung lebih tinggi.
Yang masih kurang jelas bagi orang Bulim adalah urusan yang menyangkut KangLang
Tayhiap Song Leng Kong yang tersohor karena kebajikannya itu mengapa bisa dituduh sebagai
sekomplotan dengan SIu Tok.
Penjelasan dari Leng Coa Mao Kau terhadap persoalan ini ternyata cukup jelas dan
meyakinkan sehingga mau tak mau orang sama percaya.
Berbagai berita pun lantas tersiar di sunia persilatan, ketika berita itu tersiar sampai wilayah
KangLam, Leng Coa Mao Kau telah menyusun rencana keji untuk menyerbu ke selatan dan
mengerubuti Song Leng kong agar dia tak bisa tancap kaki dalam dunia persilatan, malahan
keluarganya akan tercerai berai dan orangnya binasa.
Padahal tujuan tindakan mereka ini sesungguhnya adalah karena kuatir akan pembalasan di
kemudian hari, tulisan "dengan darah membalas darah" itu telah membuat beberapa oarng ini
makan tak enak dan tidur tak nyenyak.
Awal dari kejadian ini tentu saja tidak diketahui oleh Siau siang bun Lau Teng Kok, dengan
hormat dan sopan ia menjawab, ia kuatir membangkitkan amarah kawanan jago lihay ini, tapi
sia-sia usahanya sebab orang lain tak sudi memberi muka kepadanya.
Meski hati mulai tak tenang, namun ia tidak terlalu kuatir atau gugup, sebab dia tahu
betapapun orang-orang itu tak nanti membegal barang kawalannya, dengan kedudukan mereka
yang tinggi dalam dunia persilatan, paling banter hanya kesulitan saja yang akan mereka
berikan kepadanya, ia percaya kesulitan semacam ini masih dapat ditahannya.
"Benarkah Cong piautau kalian berjuluk Hui Hong Kiam?" dengan sinis Leng Coa Mau Kau
bertanya kepada Siau Siang Bun dan Sin Piau kek.
Jit seng kiam Tu Tiong Ki yang berada di sisinya segera ikut bertanya, "Apakah Hui Hong
Kiam To Beng PEng adalah murid Cing PEng Kiam Song Loji?"
Siau sing bun tidak dapat menangkap makna yang terkandung di balik ucapan tersebut,
dengan agak tergagap sahutnya, "Ya, ya, benar, suhu Cong Piau tau kami ialah Song
locianpwee, apakah engkau kenal dengan beliau?"
Siapakah gerangan yang membawa sisa mayat Siu Tok dan meninggalkan tulisan "Darah
akan dibayar dengan darah" itu"
Ada hubungan mesra apa antara Siu Tok dengan Mao Peng sehingga menimbulkan
pembalasan keji dari Mao Kau"
- (Bacalah jilid ke 02) -
Jilid 02 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kedudukan Siau-siang-bun Lau Teng Kok dalam Bu-lim tentu saja tak dapat disejajarkan
dengan Jit-kiam-sam-pian, oleh sebab itu dengan perasaan apa boleh buat dia harus merendah
diri dan berharap tiap masalah bisa diatasi secara baik-baik.
Tiba-tiba Leng-coa Mao Kau mendongakkan kepala dan berpekik keras, suaranya
melengking menusuk pendengaran.
Siau-siang-bun Lau Teng Kok melengak bingung. Sin-piau-kek juga memandang ke arah
tokoh yang amat tenar namanya dalam dunia persilatan ini dengan sinar mata keheranan.
Mendadak suara pekikan itu terputus di tengah jalan, lalu dengan suara yang tajam Mao Kau
berseru, "Bagus sekali! Bagus sekali!"
Ia berpaling dan memberi tanda kepada rekan-rekannya yang selama ini membungkam,
kemudian katanya lagi, "Saudara, lihatlah akan kuberi sedikit hajaran kdp orang-orang ini."
Sejak peristiwa di Hian-ni-san dulu, tanpa terasa Leng-coa Mao Kau telah menjadi pemimpin
kelompok Jit-kiem-sam-pian, sebaliknya kedudukan Pa-san-kiam-kek Liu Hu-beng malah
menyurut paling buncit.
Baru selesai dia berkata, dengan suatu gerak cepat Leng-coa Mao Kau melolos ruyung
lemasnya dari pinggang, sekali disentakkan, ujung ruyung bergetar membawa denging tajam.
Karuan Siau-siang-bun Lau Teng Kok dan Sin-piau-kek To Bong-peng sama terkejut, mereka
tak menyangka Leng-coa Mao Kau bakal melolos senjata untuk turun tangan kepada mereka.
Bukan cuma setahun Lau Teng Kok berkecimpung di ujung golok, tak sedikit pula ia
menghadapi kasus semacam ini, dengan menahan diri tegurnya, "Mao-tayhiap ada apa ini?"
Air muka Leng-coa Mao Kau sedingin es mendadak ia menyerang, dengan jurus Sin-kau jutin
(ular sakti keluar dari mega) ujung ruyung langsung menutuk jalan darah Ki-bun-hiat pada
dada sebelah kanan Siau-siang-bun Lau Teng Kok.
Siau-siang-bun terkejut dan buru-buru menyurut ke belakang, untung dia sudah turun dari
kudanya dan bisa bergerak lebih lincah, ketika serangan tersebut dapat dihindarkan secara
mudah, dalam hati dia berpikir, "Ternyata kehebatan Leng-coa Mao Kau juga Cuma begini
saja!" Siapa tahu, belum lenyap ingatan tersebut, bayangan ruyung menyapu tiba pula ke atas
kepalanya. Hal ini membuatnya terkejut dan cepat menghindar ke kiri.
Bagaikan bermata saja, tiba-tiba ruyung juga berbelok ke kiri. Siau-siang-bun hanya
merasakan iganya kesemutan, terdengar Mao Kau mendengus dan robohlah dia terkulai.
Sin-piau-kek Ci Cong-yan membentak, tangannya terayun ke depan, tiga titik senjata rahasia
serentak menyambar ke muka secepat kilat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ilmu It-jiu-sam-piau (satu tangan tiga piau) memang merupakan kepandaian andalan Sinpiau-
kek, tubuh lawan bagian atas, tengah dan bawah sekaligus terkurung di bawah cahaya
senjata rahasianya.
Dengan jurus andalan It-jiu sam-piau ini entah sudah berapa banyak pertarungan yang
pernah dihadapi Sin-piau-kek, tapi dalam pandangan Leng-coa Mao Kau kepandaian ini
ibaratnya permainan anak kecil.
Setelah melukai Siau-siang-bun, tanpa berpaling Leng-coa Mao Kau memutar ruyungnya
dan merontokkan ketiga batang senjata rahasia andalan Sin-piau-kek Ci Cong-yan dengan
mudah. Suasana menjadi gaduh setelah para anggota perusahaan piaukiok melihat piausu mereka
terluka.Para pejalan kaki di sekitar sana pun tak menduga bakal terjadi pertumpahan darah,
bahkan piausu dari Ceng-bu piaukiok sama terluka, beberapa orang yang takut urusan buruburu
mengambil langkah seribu.
Di antara pekikan manusia yang panik dan ringkik kuda yang ramai, jalan raya menjadi
macet. Dengan angkuh Leng-coa Mao Kau memandang sekejap sekeliling tempat itu, mendadak dia


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

larikan kudanya ke depan.
Sin-piau-kek bermaksud mengalanginya. Sambil tertawa dingin, Leng-coa memutar
ruyungnya, dan mendamprat, "Kau cari mampus!"
Ruyung berputar, sampai di tengah jalan tiba-tiba berubah tegak dan menutuk. Jurus
serangan yang aneh ini membuat Ci Cong-yan yang pada dasarnya memang kurang kuat
menjadi gugup. Dia ingin melompat turun dari kudanya untuk menghindari serangan itu, sayang
kemampuannya masih selisih jauh bila ingin menghindari serangan Leng-coa Mao Kau
tersebut. Baru sebelah kakinya bergeser, kuda tunggangannya ketakutan dan kabur dengan
menyeret tubuhnya yang tergantung di pelana, batu kerikit di tanah segera menimbulkan
banyak luka pada tubuhnya.
Leng-coa Mao Kau tidak berhenti sampai disitu saja. Tiba-tiba ia melambung ke udara
meninggalkan ku-danya, dia melayang ke depan dan hinggap di atas kereta barang yang
pertama. Sambil membentak, telapak tangan kirinya yang tajam bagaikan golok itu membacok ke
bawah, "krek", peti uang yang berada di dalam kereta segera hancur berkeping-keping.
Lantakan perak yang setiap kepingnya berbobot lima puluh tahil itu segera berceceran di atas
tanah. Di balik terik metahari, uang perak itu memancarkan sinar menyilaukan mata.
Sambil berdiri angker di atas kereta, Leng-coa Mao Kau tertawa terkekeh, serunya, "Semua
uang ini adalah milik kalian pribadi, siapa menginginkan boleh ambil saja."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Seraya berkata, ia menyapu pandang sekejap para anggota piaukiok, pekerja kasar serta
pejalan yang menonton keramaian di tepi jalan.
Pa-san-kiam-kek berkerut dahi, dengan suara lantang cepat dia berseru, "Mao-hiante, jangan
gegabah!" Sesungguhnya ia tidak mau ikut terseret ke dalam perkara ini, tapi iapun tak mampu berbuat
apa-apa untuk mengalangi perbutan Mao Kau itu.
Dengan suara bangga, Leng-coa Mao Kau lantas berseru, "Liu totiang, lihatlah kehebatanku
ini!" Dengan suatu gerak cepat kembali dia melayang ke atas kereta yang kedua. Seperti juga
perbuatan yang pertama, peti dibongkar dan uangnya dilemparkan ke atas jalanan.
Tak selang berapa lama kemudian, sepuluh laksa tahil perak lebih yang dimuat belasa kereta
besar itu telah dibongkar dan dibuang berserakan.
Sinar perak gemerlapan menyilaukan mata menciptakan pemandangan yang sukar
dilukiskan. "Ayo ambil! Ambil!" teriak Leng-coa Mao Kau dengan suara lantang, "semua uang perak itu
bagian kalian!"
Ruyungnya kembali diayunkan kesana kemari membikin uang perak itu sama beterbangan
kemana-mana, malah ada yang tercerai-berai ke dalam semak belukar di tepi jalan.
Uang memang gampang menggoyahkan iman manusia, apalagi berhadapan dengan uang
perak sebanyak itu, daya tariknya tentu saja sukar ditolak oleh siapapun.
Sepanjang hidupnya belum pernah pekerja kasar dan anggota perusahaan itu menyaksikan
uang sebanyak ini. Meski mereka tahu uang sebanyak itu tak boleh diambil, tapi di bawah
rangsangan sekuat ini, hilanglah kesadaran mereka. Tanpa berbicara serentak mereka
menyerbu ke depan dan berusaha sebanyak mungkin mengumpulkan uang perak yang
berserakan di depan matanya.
Suasana kacau itu memancing gelak tertawa Leng-coa Mao Kau yang penuh perasaan
bangga melihat titik kelemahan watak manusia, ialah peristiwa yang paling
menggembirakannya.
Ruyung diputar lagi di udara sehingga berbunyi menggelegar.
Para pekerja dan anggota perusahaan pengawal yang berhasil mengumpulkan uang perak
bagaikan kelinci yang baru berhasil mencuri wortel di kebun orang segera melarikan diri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Para penonton keramaian di tepi jalan yang menyaksikan kejadian ini, serentak ikut
menyerbu pula untuk berebut rejeki nomplok itu. Dalam sekejap suasana menjadi kacau balau
bagaikan segerombolan anjing liar yang sedang berebut tulang.
Pa-san-kiam-kek Liu Hu-beng berkerut dahi rapat-rapat, ia menghela napas dan menyesali
watak manusia yang begitu rendah.
Tiba-tiba sorot matanya tertuju pada seorang pemuda sastrawan yang berjubah biru yang
sudah luntur warnanya, orang itu berdiri di antara kerumunan orang banyak tanpa bergerak.
Terhadap uang perak yang berserakan di hadapannya, melirik sekejappun tidak. Seakan-akan
benda itu adalah barang kotor yang enggan dilihatnya. Sikap semacam ini betul-betul amat
menyolok dalam suasana semacam ini.
Satu ingatan segera terlintas dalam benak Pa-san-kiam-kek LiuHu-beng. Ia melarikan
kudanya menghampiri sastrawan itu, tegurnya, "Tidak tertarikkan anda untuk turut mendapatkan
rejeki?" Sebagai seorang terpelajar, nada ucapannya kepada sastrawan ini kedengaran halus dan
sopan. Sastrawan muda itu tampak melengak, jawabnya dengan serius, "Rejeki tidak halal jangan
diambil, meski orang bodoh, tapi ajaran Nabi tak berani kulupakan."
Diam-diam Pa-san-kiam-kek Liu Hu-beng manggut-manggut memuji, serunya dengan
gembira, "Kau memang seorang bijak."
Setelah mengamati sekejap pakaian si sastrawan yang lusuh, tiba-tiba katanya lagi, "Maaf,
ada sepatah kata hendak kusampaikan kepadamu."
Setelah berhenti sejenak, lalu ia melanjutkan, "Kau masih muda dan gagah, ibaratnya naga
dari manusia. Bila mau belajar silat niscaya besar harapan akan berhasil. Bila kau berminat,
dapat kucarikan guru pandai untukmu. Sebagai seorang lelaki gagah, tidak sayangkah bila
dirimu akan dimakan usia dengan tiap hari hanya terbenam di tengah buku?"
Sastrawan muda itu termenung, lalu melirik sekejap ke wajah Pa-san-kiam-kek, kemudian
jawabnya dengan nyaring, "Perkataan Totiang memang beralasan, sepantasnya harus kuturut.
Tapi aku masih ada orang tua di rmh, aku tak dapat berpisah dengan mereka."
Mendadak ia mementangkan matanya lebar-lebar. Dengan sikap gagah dia melanjutkan,
"Apalagi bila ber-hasil dalam sastra, rasanya belum terlambat untuk belajar pedang. Sebelum
aku sukses dalam pelajaran, urusan yang lain lebih baik jangan dibicarakan dulu."
Mendengar perkataan itu, Pa-san-kiam-kek Liu Hu-beng manggut-manggut. Ia amat tertarik
oleh kegagahan pemuda ini dan berniat menerimanya menjadi murid. Tapi setelah mendengar
perkataan orang, walaupun dalam hait merasa sayang, ia tak berani lagi memaksa orang.
Dengan wajah berseri, katanya lagi kepada sastrawan itu dengan tertawa, "Tak akan
kupaksa dirimu, bila ada jodoh semoga kita dapat bersua lagi, hari ini . . . . "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba Leng-coa Mao Kau melayang datang. Sambil tertawa ia
berseru, "Liu-totiang, coba lihat. Bukankah tindakanku ini cukup memuaskan!"
Ketika melihat sastrawan muda itu, tanpa terasa ia bertanya, "Siapakah orang ini?"
Dengan perasaan muak, sastrawan muda itu melirik sekejap ke arahnya. Dahinya berkerut
hingga tampak lekukan yang dalam. Setelah menjura kepada Pa-san-kiam-kek, ia lantas
membalik badan dan pergi.
Pa-san-kiam-kek tersenyum. Jawabnya kemudian, "Dia adalah putra seorang temanku, tak
kusangka sekarang sudah sebesar ini."
Walaupun Leng-coa Mao Kau merasa curiga, namun iapun tidak memikirkan persoalan ini.
Dengan gembira Leng-coa Mao Kau memuji perbuatan sendiri. Sesungguhnya dia bukan
seorang yang suka pamer, sebab dia adalah seorang yang licik dan culas. Tapi sekarang ia
terlampau girang atas apa yang ba-rusan dilakukannya. Sebab itulah tindak tanduknya menjadi
sedikit di luar kebiasaan.
Pa-san-kiam-kek menanggapinya dengan tak acuh, ketika berpaling ke sana dilihatnya
hanya Siau-siang-bun saja yang berbaring di situ dengan tubuh lemas.
Itu berarti semua uang yang berceceran di tanah telah disikat orang hingga bersih. Sedang
orang-orang yang menyikat uang kini sudah angkat langkah seribu dan entah ke mana
perginya. Pa-san-kiam-kek tersenyum kecut, ia memutar kudanya dan berseru sambil tertawa, "Mari
kita pergi!"
"Ya, tempat semacam ini memang makin cepat kita tinggalkan semakin baik," sambung It-cikiam
Thia Hong setelah memandang peti yang hancur di tanah. "Kita masih asing dengan
wilayah Kanglam, kesulitan yang bisa dihindari lebih baik dihindari saja."
Wan-yang-siang-kiam biasanya tinggal di daerah utara, daerah Kanglam hampir tak pernah
dikunjunginya. Dengan rasa puas Leng-coa Mao Kau lantang menanggapi, "Betul, betul, mari kita pergi
saja!" Ia maju ke depan dan menendang tubuh Siau-siang-bun Lau Teng Kok yang masih
tergeletak di tanah itu.
Lau Teng Kok sadar kembali dari pingsannya. Tadi jelas darahnya tertutuk, setelah menarik
napas panjang. Ia merasa tenggorokan seperti tersumbat. Setelah meludah ia baru merasa
lega, ketika membuka matanya, dilihatnya Leng-coa Mao Kau sedang memandangnya dengan
senyuman aneh. Ia merangkak bangun sambil mengendurkan otot-otot tulangnya, tapi belum lagi berjalan
mendadak Leng-coa Mao Kau melompat ke depannya. Ruyung menyabas ke mukanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Siau-siang-bun yang baru saja menenangkan diri jadi kaget pula, seketika dia seperti lupa
ilmu silatnya sendiri. Begitu desing angin menyambar tiba, kakinya menjadi lemas dan sekali
lagi ia jatuh ke tanah. Sesaat itu dia tak mampu merangkak bangun kembali.
Sambil menarik muka, Leng-coa Mao Kau membentak, "Ayo jawab, apakah sekarang Cingpeng-
kiam Song Leng-kong berada di Lam keng?"
Pa-san-kiam-kek menghela napas, pikirnya "Sungguh keji orang ini, rupanya ia bermaksud
melakukan pem-bunuhan habis-habisan."
Siau-siang-bun tampak sangsi, tiba-tiba ujung ruyung Mao Kau menyambar lagi sehingga
meninggalkan goresan panjang pada wajahnya. Rasa sakit tak terkatakan sehingga
mencucurkan air mata.
"Cepat jawab!" hardik Leng-coa Mao Kau lagi, mencorong bengis matanya, sampai Pa-sankiam-
kek juga merasa bergidik.
Padahal sampai detik ini Lau Teng Kok belum tahu untuk apa mereka mencari Cing pengkiam,
dan men-gapa mereka melakukan pembegalan di tengah jalan.
Karena itulah iapun tidak menganggap serius peristiwa ini, katanya kemudian, "Sudah lama
Song-locianpwe hidup mengasingkan diri, bulan yang lalu memang keluar gunung satu kali, tapi
sekarang mungkin sudah pu-lang. Beliau jarang keluar rumah."
Mimpipun ia tak menyangka ada maksud Leng-coa Mao Kau melacak jejak Cing peng-kiam
untuk melak-sanakan tindakan kejinya.
Demikianlah, setelah mengetahui berita pasti tentang Cing peng-kiam Song Leng-kong,
Leng-coa Mao Kau segera melanjutkan perjalanannya. Senja itu mereka bersembilan tiba di
kota Lamkeng. Setelah masuk lewat pintu gerbang Sui-sa-bun mereka langsung menuju ke kuil Hu-cu-bio di
tepi sungai Huai. Degan tampang mereka bersembilan yang dingin seperti es, sesungguhnya
sangat tidak cocok men-datangi tempat berpesiar yang termashur itu.
Di sekitar kuil Hu-cu-bio banyak terdapat rumah makan. Mereka bersembilan merasakan
rombongannya ter-lampau besar dan agak menyolok, maka setelah berunding mereka putuskan
membagi diri menjadi tiga kelompok. Wan-yang-siang-kiam dengan Pek-poh-hui-hoa menuju ke
rumah makan Lo-ceng-hin di ujung jalan. Jit-seng-pian Tu Tiong-ki dan Leng-coa Mao Kau serta
Co-jiu-sin-kiam Ting Hi menuju ke rumah makan Cui-gwat-lau di ujung selatan jalan.
Sebaliknya Pa-san-kiam-kek Liu Hu-beng dan Ong It-peng yang cacat dan Ong It-beng
mencari makanan sayur.
Betul juga, setelah memecahkan diri menjadi beberapa kelompok, kehadiran mereka tidak
begitu menyolok. Apalagi rumah makan itu berdekatan letaknya. Andaikata terjadi sesuatu tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sukar untuk mengadakan kontak. Di samping mereka memang tak acuh terhadap kejadian yang
mungkin menimpa mereka.
Pa-san-kiam-kek dengan jubah pertapanya dan menyandang pedang di punggung,
dandanannya pendeta bukan pendeta, preman bukan preman, serta Ong It-peng yang lengan
kanannya masih diikat dengan dua keping papan merupakan dua orang yang paling menyolok
di antara mereka.
Siapa tahu, sekitar Hu-cu-bio memang biasa penuh dengan manusia yang beraneka ragam,
sesungguhnya tak seorangpun yang menaruh perhatian terhadap mereka.
Diam-diam Pa-san-kiam-kek tertawa geli, pikirnya, "Tampaknya kami sendiri yang terlalu
banyak curiga?"
Hiang-ki-tu adalah rumah makan yang khusus menjual sayur tak berjiwa, tapi kebanyakan
orang bilang say-urnya dimasak dengan minyak babi dan kuah ayam, namun mata tak lihat,
persoalan ini tak pernah diusut.
Sayur yang dimasak dengan kuah ayam tentu saja sedap rasanya, pantas Hiang-ki-tu sangat
laris. Di atas maupun di bawah loteng semuanya penuh tetamu. Ditambah lagi Hiang-ki-tu
punya suatu keistimewaan lain yakni kebersihan. Hal ini membuat tamunya lebih kerasan
mengunjungi rumah makan tersebut.
Ong-it-beng duduk di hadapan Pa-san-kiam-kek. Baru saja mengangkat cangkir teh,
mendadak terlihat air muka Pa-san-kiam-kek berubah. Cepat ia ikut berpaling. Tertampak
Kanglam-tayhiap Cing-peng-kiam Song Leng-kong dengan senyum dikulum sedang
menghampiri mereka.
Serba susah perasaan Pa-san-kiam-kek. Sesungguhnya dia adalah sobat karib Song Lengkong.
Telah be-lasan tahun mereka berkawan, mengangkat nama bersama, memperjuangkan
keadilan bersama, maka ketika melihat tubuh Cing-peng-kiam yang bertambah kurus, muka
lesu, rambut juga tambah putih, tanpa terasa kekejian Leng-coa Mao Kau terbayang kembali
dalam benaknya.
Waktu itu masih ada beberapa jam sebelum Mao Kau akan membantai Cing-peng-kiam
sekeluarga. Sekilas pandang Pa-san-kiam-kek melihat pula perubahan air muka kedua saudara
Ong yang tak tenang. Hal ini membuat hatinya tergerak juga.
Dengan tersenyum Song Leng-kong menghampiri mereka seakan-akan tak tahu apa-apa.
Setelah tiba di samping Pa-san-kiam-kek baru menyapa, "Kebetulan sekali, sudah lama Siaute
tidak keluar rumah, tak tahunya begitu keluar rumah lantas bertemu dengan saudara sekalian."
Suaranya, senyumnya masih dikenal baik oleh Pa-san-kiam-kek. Sedih hatinya. Tiba-tiba ia
merasa tak enak atas perbuatannya sendiri.
Tentu saja perasaan semacam itu tak diperhatikan Song Leng-kong. Tanpa ragu ia duduk di
samping mereka dan bersenda gurau dengan Hu-siok-siang-kiam dan Pa-san-kiam-kek
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
seakan-akan tak tahu ketiga orang di hadapannya datang ke situ khusus untuk merenggut
jiwanya. Macam2 perasaan berkecamuk dalam hati Pa-san-kiam-kek, akhirnya tersisa semacam
perasaan yang direnungkan berulang.
"Harus kuberitahu padanya agar dalam beberapa jam ini ia melarikan diri."
Ketika melirik ke arah Ho-siok-siang-kiam, dilihatnya wajah mereka pun menunjukkan
perasaan menyesal, bahkan sikapnya waktu berbicara pun tampak kikuk.
"Tapi, bagaimana caraku untuk berbicara?" demikian timbul lagi keraguan Pa-san-kiam-kek
Walaupun di luar mereka berempat masih berbicara dan bergurau, sedikit pun tidak
menunjukkan sesuatu yang aneh. Tapi bila orang tahu hubungan mereka yang ruwet pasti juga
akan merasakan betapa serba salahnya perasaan mereka.
Terutama Pa-san-kiam-kek Liu Hu-beng, ia khusus datang ke Kanglam untuk membunuh
orang ini, tapi setelah bertemu mereka bergurau dan bercakap dengan santai, hal ini bukankah
kejadian yang aneh sekali"
Akhirnya Pa-san-kiam-kek mengambil keputusan, demi sahabat ia harus mengambil
keputusan bulat, juga untuk pertama kalinya ia menyusun rencana jahat.
Sekali lagi ia melirik Ho-siok-siang-kiam, dilihatnya tangan Ong It-beng sedang meraba
janggut sendiri dengan perasaan tak tenang. Sedangkan Ong It-beng dengan sumpit di tangan
kirinya mengetuk pinggiran piring dengan perlahan. Tapi satu hal dapat dipastikan, rasa malu
dan menyesal mereka sudah tidak setebal ketika Cing-peng-kiam muncul tadi.
Diam-diam Ong It-beng menyepak kaki Pa-san-kiam-kek, sedangkan di luar ia masih
mengajak Song Leng-kong berbicara ke sana kemari, sekalipun jelas pembicaraannya cuma
basa-basi belaka.
Sekali lagi Pa-san-kiam-kek mengambil keputusan, ia berdiri dan diam-diam memutar ke
belakang Ho-siok-siang-kiam, sementara hawa murni disalurkan pada ujung jari tangan di balik
lengan jubahnya.
Ho-siok-siang-kiam tidak menaruh curiga, berpalingpun tidak. Pa-san-kiam-kek melirik
sekejap ke sekeliling ruangan, lalu menghampiri kedua bersaudara itu. Perlahan tangannya
menabok punggung kedua Ong ber-saudara yang sama seklai tidak siap itu.
Andaikata saat itu salah seorang di antara kedua Ong bersaudara berpaling, mungkin
keadaannya sama sekali akan berubah. Sebab keputusan yang diambil Pa-san-kiam-kek
bukannya sama sekali tak tergoyahkan lagi.
Cing-peng-kiam Song Leng-kong duduk berhadapan dengan Ong It-peng, maka posisi Pasan-
kiam-kek berdiri sekarang tak mungkin terlihat tanpa berpaling, sebaliknya Cing-peng-kiam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
persis dapat melihat mimik wajahnya yang aneh di belakang Ho-siok-siang-kiam, ia menjadi
tercengang. Dengan cepat Pa-san-kiam-kek melancarkan serangannya, jari tangan kirinya menghajar
Cian-keng-biat di bahu kanan Ong It-beng, sedang jari tangan kanan menutuk jalan darah Ciankeng-
hiat di bahu kiri Ong It-peng.
Sesaat sebelum kedua orang yang tertutuk itu roboh, mendadak Pa-san-kiam-kek menahan
bahu kedua Ong bersaudara yang hendak roboh itu, sumpit di tangan Ong It-peng jatuh ke
meja, kepala mereka pun terkulai ke depan.
Bila tidak diperhatikan dengan seksama orang tak akan mengetahui perbuatan Pa-san-kiamkek
ini, malah Cing-peng-kiam sendiripun tercengang. Segera ia bangkit berdiri.
Buru-buru Pa-san-kiam-kek mengedip mata dan memberi tanda, ujarnya, "Saudara Lengkong,
mungkin kedua Ong bersaudara sakit."
Setelah mencegah Cing-peng-kiam bertanya lagi, ia menambahkan, "Ayolah kita bimbing
kedua saudara ini pulang dulu dan mencarikan tabib."
Sikap ini semakin menimbulkan kecurigaan Cing-peng-kiam, tapi ia tahu perbuatan Pa-sankiam-
kek itu tak mungkin tanpa sebab. Maka sambil menahan rasa sangsinya ia melemparkan


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekeping perak ke meja. Kemudian bersama rekannya memayang kedua Ong bersaudara
berlalu dari situ.
Dengan pandangan heran para tamu lain memandangi mereka, tapi Song Leng-kong cukup
tersohor di kota Kiang-leng, maka tak seorangpun yang menaruh prasangka padanya.
Keluar dari rumah makan Hiang-ki-tu adalah jalan raya yang ramai, dengan memayang Ong
It-peng, buru-buru Pa-san-kiam-kek berjalan menuju ke luar kota.
Cing-peng-kiam tak tahan lagi rasa curiganya. Ia menegur, "Saudara Liu, apa yang terjadi
sebenarnya?"
"Nanti saja kuceritakan, yang penting kita harus keluar dari kota lebih dulu," sahut Pa-sankiam-
kek. Cing-peng-kiam semakin curiga dan melanjutkan perjalanan. Tidak jauh mereka menyewa
sebuah kereta kuda dan menaikkan kedua Ong bersaudara.
Kusir kereta itu rupanya kenal Kanglam-tayhiap, segera tanyanya, "Hendak kemana Songtayhiap?"
"Keluar Sui-se-bun!" kata Song Leng-kong.
Dengan cepat kusir menutup pintu kereta dan segera melarikan keretanya.
Pelahan berangkatlah kereta kuda itu meninggalkan kota.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Setelah berada dalam kereta, ketegangan Pa-san-kiam-kek baru agak mengendur. Ia
menghela napas dan berbisik kepada Cing-peng-kiam, "Saudara Song, kau sungguh gegabah."
Setelah menghembuskan napas, ia menambahkan, "Berapa lama jarak dari sini sampai di
luar kota?"
"Cepat sekali, Saudara Liu. Sesungguhnya apa ....."
"Saudara Song," kembali Pa-san-kiam-kek menukas, "apakah masih ada urusanmu di rumah
yang tak bisa ditinggalkan?"
Sekali lagi Cing-peng-kiam melengak. Pikirnya, "Aneh, kenapa ia melakukan perbuatan yang
tak jelas tujuannya dan mengucapkan kata-kata yang tiada ujung pangkalnya ini?"
Sewaktu berpaling, dilihatnya air muka Pa-san-kiam-kek sangat prihatin. Maka iapun
menjawab, "Kebanyakan orang yang ada di rumah adalah sanak famili dekatku. Tiada urusan
yang tak bisa kutinggalkan."
"Ai, mendingan kalau begitu, "ujar Pa-san-kiam-kek sambil mengembus napas lega.
Cing-peng-kiam benar-benar tak tahan lagi, kembali ia berseru, "Saudara Liu, sebenarnya
apa yang terjadi?"
Pa-san-kiam-kek menghela napas. Secara singkat dia lantas menceritakan segala seluk
beluknya. Untuk sesaat lamanya suasana dalam ruang kereta menjadi hening. Baik Pa-san-kiam-kek
maupun Cing-peng-kiam Song Leng-kong sama tutup mulut rapat. Yang kedengaran Cuma
suara roda kereta yang meng-gelinding tiada hentinya.
"Ai, urusannya sudah kadung begini . . . ." Cing-peng-kiam menghela napas sedih dan
terharu. "Ya, kini urusan sudah menjadi begini," sambung Pa-san-kiam-kek, "kukira tiada cara lain
lagi yang lebih baik, Saudara Song. Kita sama-sama sudah tua, semangat orang muda sudah
lama punah dari jiwa kita. Apa gunanya kita ribut dengan mereka!"
"Hm, aku justru tidak terima," seru Cing-peng-kiam sambil memukul lutut sendiri dengan
marah. "Ingin kuli-hat, sampai dimanakah kelihaian Leng-coa Mao Kau dengan komplotannya?"
Sesudah mendengus, dia melanjutkan, "Apalagi urusan terjadi di Kang-lam, saudara Liu. Kau
boleh cuci tangan, tapi aku harus beradu kekuatan dengan mereka."
"Saudara Song, apa gunanya berbuat demikian?" Pa-san-kiam-kek menepuk bahunya.
"Kalau sampai demikian, dunia persilatan pasti akan geger."
Ia membuka jendela dan melongok keluar, rembulan dan bintang bertaburan di angkasa,
suasana hening, kiranya kereta sudah berada di luar kota.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan perasaan yang gundah, kedua orang itu membungkam sampai lama sekali. Akhirnya
Pa-san-kiam-kek berkata, "Walaupun kita berdua sudah menjelajahi seluruh negeri, hanya luar
perbatasan yang belum pernah kita kunjungi. Sudah lama ingin kunikmati pandangan alam di
gurun pasir. Saudara Song, bagai-mana kalau temani Siaute berpesiar kesana?"
Dengan rasa terima kasih Song Leng-kong menepuk punggung tangan Pa-san-kiam-kek.
Dari kejauhan berkumandang suara pekikan burung. Angin malam berembus mengibarkan
jenggot Pa-san-kiam-kek yang memutih.
Di bawah cahaya rembulan, tampak kerut wajah Pa-san-kiam-kek tertera amat jelas sekali.
"Kita semua sudah tua!" keluh Cing-peng-kiam sambil menghela napas. Ambisinya yang
berkobar seketika lenyap tak berbekas.
Ia mulai menyesal. Menyesal telah mengikuti peristiwa di bukit Him-ni-san dahulu.
"Ai, nasi sudah menjadi bubur, apa gunanya dipikirkan lagi?" gumamnya dengan sedih.
Waktu itu Pa-san-kiam-kek sedang termenung mendengar gumaman tersebut. Ia
mendongakkan kepala dan bertanya, "Saudara Song, apa yang kau katakan?"
Cing-peng-kiam tertawa, sahutnya, "Aku bilang, jika dikemudian hari kita bisa mengarungi
gurun pasir bersama, betapa senangnya waktu itu."
Pa-san-kiam-kek tertawa penuh pengertian. Tiba-tiba ia bertanya, "Bagaimana dengan
kedua bocah she Ong ini?"
"Lemparkan saja dari kereta kan beres," sahut Cing-peng-kiam dengan kening berkerut. "Toh
beberapa jam lagi jalan darah mereka akan bebas dengan sendirinya. Masa mereka tak bisa
pulang sendiri?"
"Benar!" kita Liu Hu-beng dengan tertawa.
Ia lantas membuka pintu kereta dan mendorong kedua orang itu, "bluk, bluk,", Ho-siok-siangkiam
didorong ke luar kereta.
Agaknya sang kusir mendengar suara itu, sambil berpaling tegurnya lantang, "Song-ya, apa
yang terjadi?"
"O, tidak apa-apa, "sahut Cing-peng-kiam dengan tertawa.
Sesudah termenung sebentar, kusir itu kembali bertanya, "Tuan berdua hendak kemana?"
Cing-peng-kiam termenung sejenak, sahutnya kemudian, "Jalankan saja keretamu ke depan.
Fajar tiba nanti, sampai dimana waktu itu disana juga kami akan turun."
Buru-buru kusir itu mengiakan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tiba-tiba Pa-san-kiam-kek merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah bungkusan, lamatlamat
di atas bungkusan masih kelihatan ada noda darah, ujarnya kemudian, "Sisa tulang Siu
Tok juga tak ingin kusimpan terus."
Sambil berkata, ia melemparkan buntalan itu keluar kereta.
Menyaksikan kejadian itu, Cing-peng-kiam berkerut kening, ia berbisik, "Kenapa kaubuang
tulang orang di tempat terpencil semacam ini?"
Tapi kemudian dengan menghela napas, sambungnya lagi, "Semoga Siu Tok tak punya
keturunan, kalau ti-dak, dendam sedalam lautan ini bagaimana caranya menuntut balas?"
Terbayang betapa sisa tulang Siu Tok masih tertumpuk dalam rumahnya, timbul perasaan
menyesal dalam hatinya.
"Song-heng, tulisan 'Sepuluh tahun kemudian dengan darah membayar darah' apakah
tulisanmu?" tanya Pa-san-kiam-kek tiba-tiba.
Cing-peng-kiam Song Leng-kong menggeleng kepala, ia tidak menjawab pertanyaan itu,
seakan-akan di dalam hati sedang memecahkan sesuatu masalah pelik.
Suara roda kereta terus berputar. Kuda yang meringkik makin lama semakin jauh dan lenyap
dalam kegela-pan . . . .
--- ooo0ooo ---
Musim gugur telah lalu, musim dingin dengan siang hari yang semakin pendek menyusul
datang. Hari berubah semakin hening dan sepi. Mao Ping yang cantik merasa kesepian dan sedih.
Bunga salju bertebaran di luar jendela. Ia membuka daun jendela dan membiarkan bunga
salju melayang masuk. Meski udara sangat dingin, tapi ia rela membiarkan tubuhnya tersiksa.
Dengan tubuh tersiksa ia baru merasakan berkurangnya siksaan batin.
Seorang nyonya muda jangkung mendorong pintu kamar dan berjalan masuk. Pada
tangannya membopong seorang bayi. Sambil tersenyum katanya, "Adik Ping, baik-baikkah kau
selama ini?"
Ia memandang bunga salju di luar jendela, kemudian dengan sedih katanya, "Entah
bagaimana jadinya dengan Toakomu itu" Tahun baru sudah hampir tiba dan ia belum juga
pulang." Mao Ping Cuma tersenyum dan tidak menjawab pertanyaannya.
Nyonya muda itu berjalan mondar-mandir dalam kamar, kemudian desisnya, "O, sungguh
dingin!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ia mendekap bayinya dengan kencang, kembali katanya, "Adik Ping, kau harus baik-baik
menjaga diri. Jangan berpikir yang bukan-bukan. Persoalan apapun harus kautunggu sampai
orok dalam perutmu itu lahir lebih dulu, mengerti?"
"Tahu, Enso. Terimakasih!" Mao Ping mengangguk.
Sambil tertawa, nyonya muda itu berjalan keluar. Tiba-tiba bayinya menangis, dengan penuh
kasih sayang ditimangnya bayi itu sambil berbisik, "Jangan menangis, nak, ayahmu sebentar
akan pulang."
Setelah berpaling dan tertawa kepada Mao Ping, alau ia meninggalkan kamar itu.
Mao Ping menutup pintu, lalu sambil memandang wajah sendiri pada cermin, ia geleng
kepala beberapa kali.
Inikah wajahku" Makin hari makin layu" Ia membalik badan sambil tertawa getir.
Memandang pinggang sendiri yang kian membesar, ia menghela napas panjang, pikirnya,
"Kenapa begitu cepat" Tampaknya orok segera akan lahir."
Tiba-tiba ia merasa sedih, "Tapi dimanakah ayah anak ini?"
Ia menggigit ujung bibir dengan giginya yang putih, "Mungkin ayah anak ini tak akan kembali
untuk selamanya!"
Bayangan Siu Tok yang tampan dan gagah serta perawakannya yang perkasa tiba-tiba
terlintas dalam benaknya.
Situasi dunia persilatan belakangan ini tampaknya mengalami gejolak yang sangat besar.
Walaupun sudah lama Mao Ping tak pernah bergerak lagi dalam dunia persilatan, tapi berita
dunai persilatan selalu didapatnya dari anak buah Toakonya, yakni Leng-coa Mao Kau. Itulah
sebabnya dia mengetahui dengan jelas.
Siu-sianseng telah mati, Pa-san-kiam-kek Liu Hu-beng dan Cing-peng-kiam Song Leng-kong
menghilang dari dunia persilatan. Leng-coa Mao Kau dengan membawa tujuh orang dari Jitkiam-
sam-pian telah banyak melakukan pekerjaan yang menggetarkan dunia. Setiap
perusahaan piaukiok milik Song Leng-kong yang berada di wilayah Kanglam, bahkan setiap
sanak keluarga Cing-peng-kiam telah dibabat mereka sampai punah. Maka Leng-coa Mao Kau
pun menjadi pemimpin yang paling berkuasa dalam dunia persilatan de-wasa ini.
Malah muridnya dengan bangga memberitahukan kepada Mao Ping, "Sekarang Toaya betulbetul
luar biasa, konon Toaya hendak mendirikan perkumpulan dan akan bersaing dengan
perguruan lain."
Atas semua berita tersebut, Mao Ping hanya mendengarkan dengan hambar. Bukan saja
tidak bergirang, malahan merasa agak malu, menyesal dan sedih.
Ia benci kepada diri sendiri, kenapa berbuat demikian. Ia benci kakaknya karena
perbuatannya yang memalukan. Tapi semua itu Cuma dipendam di dalam hati, sebab yang
paling dibenci ialah dirinya sendiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Maka rasa kangennya kepada Siu Tok dan rasa sesalnya pada diri sendiri menciptakan
beban batin yang besar baginya, menggerogoti hatinya dan akhirnya ia tak tahan lagi. Dia tak
Legenda Kematian 1 Pendekar Kembar Karya Gan K L Anak Berandalan 4
^