Pencarian

Pedang Bunga Bwee 4

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Bagian 4


tertegun dan melengak, belum sempat ia berpikir lebih jauh
ujung pedang lawan telah mengancam datang, terpaksa ia
gunakan busur dalam genggamannya untuk menangkis
datangnya ancaman tersebut
"Kraaaak....!" gendewa itu patah jadi dua bagian terbabat
pedang lawan, busur yang menekuk segera memantul kembali
dan menyambut datangnya serangan berikutnya, dalam
bentrokan ini Liem Kian Hoo merasakan pergelangannya jadi
kaku dan panas, pedangnya tak sanggup dipertahankan lagi
dan lepas dari tangan.
Hasan sendiripun tergetar mundur sejauh tiga langkah
lebih, busur itu tak dapat dipertahankan dan mengetarkan
lewat, bersama itu pula telapak tangannya terluka sepanjang
setengah coen, darah segar mengucur keluar dengan
derasnya membuat ia kesakitan sekali.
Ditengah rasa sakit yang menyerang badan-Hasan menjadi
kalap, ia sambar sebatang tombak langsung ditusukan
ketubuh sianak muda itu.
Setelah pedangnya tergetar lepas, sianak muda itu jadi tak
bersenjata, terpaksa ia sambut datangnya serangan dengan
tangan kosong. Ditengah desakan hebat, Kian Hoo kerahkan
seluruh tenaga yang dimilikinya, ditengah suatu babatan yang
tajam ia berhasil mematahkan tombak yang mengancam
datang itu jadi dua bagian.
Mimpipun Hasan rtidak menyangkat pihak lawan meqmiliki
tenaga srakti sehebat itu, ia tak berani maju lagi kecuali
berkaok-kaok gusar, Liem Kian Hoo tak ingin bertindak malang
tanggung, ia sambar pula dua batang tombak lain yang
tertancap diatas tanah, sepasang lengannya bergerak dan
mentah-mentah dua batang tombak tadi berhasil ditekuk
hingga jadi dua buah gelang tembaga, diiringi suara nyaring
gelang tersebut rontok keatas tanah.
Air muka Hasan berubah hebat, ia menjulurkan lehernya
yang panjang dan kecil itu lalu melepaskan gelang leher yang
tergantung pada lehernya tersebut.
Liem Kian Hoo tahu ia sudah terdesak hebat maka orang
itu bersiap sedia mengunakan gelang lehernya untuk
melakukan pertarungan yang menentukan antara hidup dan
mati, ia tidak berani berayal hawa murninya segera disalurkan
mengelilingi seluruh badan.
Hasan ayunkan tangannya, gelang leher itu segera
meluncur datang dengan hebatnya, Liem Kian Hoo tahu lihay
sedang pisau belati milik Sani pun tak ada dalam genggaman,
terpaksa ia kerahkan tenaga dalamnya membabat kearah
gelang tersebut.
Siapa sangka diatas gelang leher Hasan itu dipasang
sebuah mata rantai yang kecil, tidak menanti gelang tersebut
bersentuhan dengan ujung telapak Kian Hoo, lengannya sudah
disentakan ke belakang dan gelang leher itupun meluncur
balik kebelakang.
Kemudian ia bersiul nyaring, suaranya keras memekikkan
telinga, badannya yang tinggi besar berputar, meloncati
beberapa orang dan segera melarikan dari tempat itu dengan
terbirit-birit.
-oo0dw0oo- Jilid 6 KEJADIAN ini membuat Licm Kian Hoo jadi tertegun,
agaknya ia tidak pernah mengira bahwa Hasan bisa ambil
tindakan pengecut dengan melarikan diri dari kalangan.
Suku-suku leher panjang diempat penjuru yang
menyaksikan kejadian itupun jadi gempar, mereka berkaokkaok
gusar bahkan gelang yang tergantung diatas lehernya
yang panjang itupun sama sama di lepaskan.
Liem Kian Hoo mengira orang orang itu hendak menyerang
dirinya serentak, buru-buru badannya meloncat kedepan
untuk pungut kembali pedangnya dari tanah dan bersiap sedia
melakukan perlawanan.
Sani buru-buru menghampiri dirinya seraya mencegah.
"Kongcu, jangan salah paham, mereka bukan hendak
menghadapi dirimu !" serunya.
Belum sampai sianak muda itu habis melengak, ditengah
teriakan-teriakan gusar suku suku leher panjang yang ada
disekeliling tempat itu sudah bergerak ke hadapan Ku-li,
gelang leher mereka sama-sama dihantamkan keatas mayat
itu sehingga dalam sekejap mata jenasah bocah tadi sudah
hancur berkeping-keping....
"Mengapa mereka menyerang sesosok mayat ?" tanya Liem
Kian Hoo tercengang.
"Hasan adalah seorang kepala suku, tak disangka dia
adalah seorang pengecut yang takut mati, dalam menghadapi
seorang musuh ternyata sudah melarikan diri, hal ini boleh
dikata merupakan suatu kejadian yang sangat memalukan
bagi kami orang-orang Biauw, maka mereka bersama-sama
merusak jenasah Ku li sebab dia adalah putra dari Hasan.".
"Tindakan ini tak bisa terhitung bahwa suku Biauw kami
buas dan biadab, dalam tata cara orang Han kalianpun
terdapat hal hal yang sebenarnya tidak masuk diakal, seorang
berbuat dosa, seluruh sanak keluarganya ikut dijagal, bahkan
yang telah matipun kuburannya dibongkar dan mayatnya
dicambuk. Kongcu, bagaimana penjelasanmu mengenai tata
cara bangsa Han kalian ini"..."
Liem Kian Hoo dibikin bungkam dalam seribu bahasa,
merah jengah selembar wajahnya.
"Sungguh menyesal aku bukan seorang kaisar, kalau tidak
pasti akan kuhapuskan tata cara yang sama sekali tidak masuk
diakal ini!" serunya sementara itu dengan wajah berat orangorang
suku Leher Panjang itu pungut kembali gelang lehernya
lalu dengan mulut membungkam sama-sama mengundurkan
diri dari sana, tidak selang beberapa saat kemudian ditengah
kalangan yang luas tinggal mereka berdua, bahkan sang
dukun itupun lenyap entah kemana perginya.
"Apakah peristiwa ini berakhir sampai disini saja ?" Tanya
Kian Hoo keheranan.
"Tidak ! ini hari boleh dikata merupakan hari yang paling
memalukan bagi suku leher panjang, dewasa ini mereka buruburu
kembali keru-mah untuk mohon ampun pada dewanya
masing-masing sebab tak dapat menuntubt balas kepadamdu,
tapi mulai baesok kau sudah bjadi musuh umum dari seluruh
anggota suku mereka, keujung langit atau dasar samudrapun
mereka tidak akan melepaskan dirimu !"
"Dari mana mereka boleh bertindak demikian " " teriak
sianak muda itu gusar.
"Ku li mati karena bunuh diri sedang Hasan melarikan diri,
sebalikpun urusan ini ada sangkut pautnya dengan diriku tapi
akupun berbuat demikian demi membela diri.... bagaimanapun
aku tak bisa berpeluk tangan membiarkan mereka bunuh
diriku bukan ?".
Sani tertawa getir.
"Setiap peristiwa yang terjadi dikolong langit tidak selalu
sebanding dengan alasan-alasan yang sebenarnya, kalau tidak
jagad akan damai dan aman tenteram." katanya.
" Aaaaaa, peristiwa ini telah terjadi, akupun terpaksa harus
terima semua kenyataan ini, untung pembalasan dendam
mereka baru dilakukan mulai besok, dewasa ini lebih baik kita
segera berangkat untuk menyelesaikan urusan kita sendiri
dimanakah letak bukit Srigala Langit yang kau maksudkan itu
?". Sani menentukan arah lalu menuding kearah sebuah
puncak gunung, sahutnya:
"Bukit itu akan segera kelihatan setelah melewati bukit
seberang, tetapi Kongcu harus bertindak hati-hati, tempat
belakang sana merupakan daerah kuil suci bagi suku suku
Leher Panjang dan merekapun sangat pandai dalam hal
membuat alat-alat jebakan sesempurna bangsa Han kalian
namun sebagian besar mereka pasang alat jebakan itu
disesuaikan dengan keadaan alam, kita harus hati-hati
bertindak.".
"Kau pernah mengunggulkan ilmu hitam mereka yang
dikatakan lihay, dan akhirnya terbukti bahwa kesemuanya ini
cuma permainan anak kecil yang khusus untuk membohongi
orang, dalam hutan belantara yang lebat itu sekalipun ada alat
jebakan panah serta gunung golok bangsa Han kami,
permainan tersebut tidak terhitung seberapa, apalagi ada cici
disampingku, aku rasa persoalan ini tak perlu terlalu
dirisaukan !"
Sani menggerakan bibirnya seperti mau mengatakan
sesuatu, namun akhirnya ia cuma menghela napas panjang
belaka dan melanjutkan perjalanan dengan mulut
membungkam. Liem Kian Hoo sama sekali tidak ambil perhatian terhadap
peringatan perempuan itu, ia menyusul dari belakang dengan
hati tenang, sepanjang perjalanan mereka lewati banyak sekali
rumah penduduk suku Leher Panjbang, namun meredka tutup
pintunaya rapat-rapat,b tetapi dari balik lubang jendela
muncullah serentetan sinar mata penuh kebencian serta
perasaan dendam.
Perjalanan dilakukan dengan mulut membungkam, rumah
penduduk makin lama semakin berkurang dan akhirnya
mereka tiba disebuah mulut selat yang sempit.
"Kongcu, mungkin kau tidak ambil perhatian terhadap
ucapanku karena andalkan ilmu silat mu yang lihay serta
nyalimu yang besar, tetapi aku sangat memahami keadaan
dari suku Leher Panjang, aku harap kita jangan sampai
berpisah !"
Mendengar ucapan gadis itu amat serius Liem Kian Hoo
harus tarik kembali keangkuhan-nya, dalam hatipun semakin
waspada. "Harap cici berlega hati, aku pasti akan mendengarkan
seluruh petunjukmu disaat dan keadaan seperti apapun ! "
sahutnya. Sani menghela napas panjang, tiba-tiba ia percepat
langkahnya laksana terbang meluncur ke-arah bukit sebelah
depan, Liem Kian Hoo ingat terus pesan Sani yang minta agar
mereka jangan sampai terpisah, ia segera mengepos tenaga
dan dengan kencang mengikuti terus dibelakang tubuhnya.
Jalan gunung yang sempit ini berada diantara tebing yang
curam serta jurang yang dalam, lebar jalan tidak lebih hanya
dua depa dan cukup dilalui seorang belaka.
Liem Kian Hoo takut gadis itu mendadak berhenti sehingga
terjadi tumbukan dengan dirinya karena susah mengeram
gerakan tubuhnya, maka selama ini ia tidak berani berjalan
terlalu dekat dengan dirinya, meski demikian ia tidak paham
apa sebabnya Sani bergerak demikian cepat.
Setelah bergerak beberapa saat lamanya, jalan gunung itu
makin lama semakin sempit, hampir boleh dikata kadang kala
mereka harus bergerak dengan punggung menempel diatas
dinding tebing, sekalipun begitu gerakan tubuh Sani sama
sekali tidak berkurang, ia lanjutkan perjalanan dengan
gerakan cepat. Lama kelamaan Liem Kian Hoo tak kuasa menahan diri,
teriaknya: "Cici. bagaimana kalau kita lanjutkan perjalanan perlahan
sedikit "...".
Karena harus berrbicara, hawa mturni yang terkuqmpulkan
jadi buryar, langkah kakinya makin bertambah berat...
mendadak ia merasa kakinya menginjak tempat kosong. diikuti
dari atas bukit berkumandang suara gemuruh yang amat
keras, berpuluh-puluh batu cadas bagaikan hujan gerimis
berguguran kebawah.
Liem Kian Hoo terperanjat dan segera mendongak
tampaklah batu-batu cadas itu meluncur kebawah dengan
hebatnya, tiga empat tombak di-sekeliling tubuhnya
terjangkau dalam ancaman tersebut apalagi ia berada disuatu
daerah yang ter-batas, tak mungkin baginya untuk
menghindar ke-tempat lain, terpaksa sepasang telapaknya
didorong kedepan untuk memunahkan datangnya ancaman
tersebut. Batu batu cadas itu bagaikan hujan gerimis rontok kebawah
dengan hebatnya, suara gemuruh memekikan teiinga, Liem
Kian Hoo terdesak hebat, laksana kilat badannya meluncur
kearah depan ambil kesempatan batu pertama berhasil dipukul
kesamping oleh serangannya.
Belum sampai beberapa tombak ia berlalu, rombongan batu
yang kedua sudah turun kebawah dengan hebatnya. Untung
Sani telah berhenti dan putar badan mengirim sebuah
pukuIan, batu-batu cadas itupun berhasil dibendung oleh
serangannya dan sama-sama terpental kearah jurang.
Menanti sianak muda itu berhasil tiba disisi tubuh Sani rasa
kagetnya baru berhasil dilenyapkan beberapa saat ia
membungkam, kemudian sambil menjulurkan lidahnya ia
menghela napas panjang. Sungguh lihay ! sungguh lihay !
bagaimana mereka pasang alat jebakan semacam ini . . . ."
"Sekarang kongcu tidak akan mengatakan jebakan mereka
sebagai suatu permainan anak kecil bukan ?" jengek Sani
sambil tersenyum. Merah padam selembar wajah sianak muda
itu. "Cici, apa gunanya kau sindir diriku " aku tidak menyangka
kalau alat jebakan tersebut bisa mereka pasang diatas..."
"Aaaai...! aku sendiripun tidak tahu, dua puluh tahun
berselang Kepala Suku Tiako pernah mengundang ayahku
untuk berkunjung ketempat ini, ia beritahu kami bahwa jalan
ini disebut jalan burung terbang, artinya jalan ini baru bisa
dilalui apabila seseorang memiliki gerakan tubuh yang gesit
dan ringan seperti burung terbang, maka sejak semula aku
sudah bergerak maju dengan gerakan yang paling cepat, aku
berusaha untuk meringankan tubuhku semampu kekuatanku...
Kongcu, bagaimana kau sampai menyentuh alat jebakan
mereka ?" Liem Kian Hoo termenung sejenak, kemudian baru berkata:
"Karena harus berbicara, maka tekanan langkahmu agak
berat, seolah-olah aku merasa menginjak tempat kosong...".
"Nah, itulah dia ! diatas jalanan yang hendak kita lewati ini
pasti mereka sudah membuat banyak sekali liang-liang kecil,
setiap liang kecil itu dihubungkan dengan tumpukan batu yang
ada diatas bukit akan tergerak dan segera bergelindingan
kebawah.".
"Lalu bagaimana cara mereka melampaui tempat ini " aku
tidak percaya kalau mereka dapat bergerak lebih ringan dan
lebih gesit dari burung yang terbang diangkasa.".


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kongcu, lucu benar pertanyaanmu ini" Sani tertawa
cekikikan "jalanan ini bukan suatu jalanan yang bisa ditempuh
oleh sembarangan orang, sekalipun hendak bersembayang
kedalam kuil suci mereka, orang itupun harus mendapat
petunjuk lebih dahulu dari orang yang paham dengan jalan ini,
sebelum dilewati lubang lubang kecil tersebut mereka tutupi
dengan papan kayu, seperti halnya ketika aku lewat ditempat
ini tempo dulu, sepanjang perjalanan dilapisi papan kayu, hal
ini me-nunjukan betapa ketat dan telitinya mereka bekerja"
"Aaaaaai ! sekarang aku baru tahu sampai ditaraf manakah
kemampuan yang kumiliki.".
"Setelah mengalami satu peristiwa maka kecerdikan
seseorang akan bertambah, asal dikemu-dian hari Kongcu
bertindak lebih hati-hati, aku rasa itu sudah cukup.".
Habis berkata gadis Biauw inipun bagaikan seekor burung
meluncur kembali kedepan, kali ini Liem Kietn Hoo tak berani
berayal lagi, dengan kencang ia membuntuti terus dari
belakang. Beruntung sepanjang perjalanan mereka tidak jumpai mara
bahaya lagi, sedang jalan gunungpun makin lama semakin
lebar sehingga akhirnya mereka tiba didepan sebuah hutan
dan berhenti. Sani termenung beberapa saat lamanya sambil mengawasi
keadaan disekeliling tempat ini, menyaksikan sang gadis
berhentbi Kian Hoo segedra menghampiri aseraya bertanyab:
"Cici, mengapa berhenti dan tindak lanjutkan kembali
berjalan ?"
"Hutan yang ada dihadapi kita ini sungguh aneh sekali,
sewaktu tempo dulu aku datang kemari bentuknya sama sekali
berbeda." kata Sani dengan alis berkerut.
"Cici berkunjung kemari ketika dua puluh lahun berselang
seandainya waktu itu ada bibit pohon yang baru tumbuh.
maka setelah lewat dua puluh tahun pohon itupun sudah
tumbuh lebat, tentu saja keadaannya jauh berbeda dengan
keadaan dahulu".
"Tidak benar ! dua puluh tahun berselang, ditempat ini
sama sekali tak ada pohon, bahkan pohon-pohon yang berada
dihadapan kita saat ini berbentuk aneh sekali, belum pernah
aku jumpai pohon macam ini dalam wilayah Biauw !"
Liem Kian Hoo ikut mengawasi hutan itu beberapa saat,
lalu dengan nada tercengang iapun berseru:
"Tepat sekali ! ponon ini adalah Pohon Pak yang,
kebanyakan tumbuh disekitar daerah Kang lam, bagaimana
mungkin pohon semacam ini bisa tumbuh begitu lebat disini "
pasti ada orang sengaja menanam pohon tersebut ditempat
ini, tapi apa maksudnya pohon Yang-Liuw ini ditanam ditengah
pegunungan yang terpencil dan sunyi ?"
Sani tak habis mengerti, ia tak dapat pecahkan teka teki ini
maka cuma menggeleng belaka, sedangkan Liem Kian Hoo
menyelidiki lebih jauh mendadak dengan nada gembira
teriaknya. "Aaaah, sudah kutemukan, pohon pohon yang-liuw ini
ditanam sesuai dengan letak barisan Ngo heng yang ampuh !"
"sampai seberapa jauh Kongcu memahami soal barisan
tersebut ?" Tanya Sani sambil menyapu sekejap kearahnya.
"Terlalu dalam sih tidak, cuma guruku Liuw Boe Hwie
mempunyai kepandaian terhadap barisan-barisan itu maka
sedikit banyak aku mendapat didikan serta keterangannya,
ditinjau dari letak posisi pohon Liuw ini aku rasa barisan ini
adalah Ceng-Huan-Ngo-Heng~Tin, asalkan kita bergerak
mengikuti perubahan dan temukan pintu hidup, dengan
sendirinya hutan ini dapat kita lalui dengan gampang !".
Sembari berkata ia berputar beberapa kali didepan hutan
itu seraya berguman seorang diri:
"Kiri tiga kanan empat, tengahb lima samping ddua,
menjumpai daelapan mundur sbatu aaah benar, disinilah letak
pintu hidup."
Sambil berkata ia tuding sebuah luang kosong diantara dua
batang pohon, kemudian dengan penuh perasaan bangga ia
tersenyum angkuh kearah Sani.
Menyaksikan tingkah laku sianak muda itu air muka Sani
berubah amat serius, lama sekali ia membungkam kemudian
baru berkata: "Kongcu, lebih baik berhati-hatilah dalam setiap
tindakan...".
"Haaaaa... haaaa... haaaaa... pasti benar dan tak bakal
salah lagi ! kali ini giliranku untuk bertindak sebagai petujuk
jalan bagi cici.".
Sani tidak langsung menyahut ia berpikir sebentar setelah
itu baru katanya:
"Terhadap soal barisan aku sama sekali tidak mengerti.
tentu saja Kongcu harus bertindak sebagai petunjuk jalanku !"
Liem Kian Hoo benar benar amat bangga, sementara ia
siap melangkah masuk kedalam hutan tiba-tiba Sani
melepaskan ikat pinggangnya dan berikan ujung sebelah
kepada sianak muda itu, katanya:
"Meskipun aku tidak paham tentang barisan, namun aku
tahu bahwa dalam barisan tersebut terdapat banyak
perubahan diluar dugaan, dan ampuh sekali, maka aku
berharap kongcu suka mencekal ujung ikat pinggang ini agar
kita berdua jangan sampai saling berpisah !"
Terhadap ketelitiannya Lum Kian Hoo merasa amat kagum,
ia segera menerima ujung ikat pinggang itu dan sambil
tersenyum melangkah masuk kedalam hutan.
Sani pun ikut masuk kedalam, diantara kedua orang itu
terpaut jarak sejauh lima enam depa, gerakan langkah mereka
lambat sekali, Barisan yang ditanam dalam hutan tersebut
persis seperti apa yang ia katakan, sepanjang perjalanan
mereka dapat bergerak dengan lancar tanpa menjumpai
halangan, ketika mendekati lohor dari antara pepohonan
mereka dapat saksikan sebuah gunung menjulang didepan
mata, jelas perjalanan sudah hampir mencapai akhir Liem Kian
Hoo jadi amat bangga, sambil tertawa ia berpaling dan
serunya keras-keras:
"Cici, coba lihat kita sudah hampir melewati...".
Belum habis ia bicara air mukanya sudah berubah hebat,
kiranya diujung ikat pinggang tersebut tidak nampak Sani
yang berwajah cantik lagi tapi sebagai gantinya di sana berdiri
seorang makhluk aneh yarng mengerikan btentuknya.
Makhlquk tersebut secrara dipaksakan boleh disebut seorang
manusia bahkan seorang wanita.
Namun membicarakan soal raut wajahnya boleh dikata
tiada berbeda dengan setan atau siluman apapun, rambutnya
panjang dan awut-awutan terurai menutupi bahunya yang
telanjang, dari wajah hingga ketubuhnya memancar selapis
cahaya hitam, matanya sipit, lubang hidungnya menghadap
keatas, dan mulutnya amat besar sehingga kelihatan jelek dan
buruk sekali wajahnya.
Yang paling memuakan adalah sepasang buah dadanya
yang besar dan tergantung kebawah bagaikan pepaya,
sungguh menjijikan sekali, pinggangnya tertutup oleh secarik
gaun pendek, sepasang pahanya yang kasar, besar lagi hitam
tersungging didepan mata, rambut kasar berwarna hitam
hampir-hampir menutupi seluruh perut dan pahanya.
Perawakan tubuh Kian Hoo boleh dikata tidak terlalu
pendek, namun kalau dibandingkan dengan perempuan buruk
itu ia masih belum apa apanya.
Ketika mendengar seruan sianak muda itu, ia segera
menyeringai tertawa kegelian, dengan suara yang serak
bagaikan tong bobrok ujarnya:
"Haaaa.... haaaa.... haaaa... bocah muda ! manis benar
mulutmu, kok panggil aku sebagai cici " Aduh.... mungkin
usiaku jauh lebih kecil dari umurmu.".
Melihat tampangnya saja Liem Kian Hoo sudah muak
apalagi sewaktu ia berbicara dari mulutnya menyiarkan bau
jengkol yang benar-benar amis dan memualkan, hampirhampir
saja pemuda itu jatuh kelenger.
Setengah harian lamanya ia dibikin "Mabok" oleh bau
"jengkol" nya yang istimewa itu, akhirnya sianak muda itu
berteriak: "Kau... siapa kau " dimana enciku ?"
"Hiiiii... hiiiiii... hiiiiii... bukankan aku adalah encimu " Hiiii...
hiiii... hiiiii..." Genit benar gadis buruk ini, sambil tertawa
cekikikan ia berlagak macam gadis pemalu.
"Omong kosong !" Bentak Kian Hoo naik pitam, "Yang
kumaksudkan adalah orang lain...".
Gadis buruk itu goyangkan badannya sehingga sepasang
tetek yang tergantung kebawah bagaikan buah pepaya itu ikut
bergondal gandul tiada hentinya, ngeri benar keadaannya
membuat perut jadi mual dan kepingin muntah.
"Hiilii... hiiiii... hiiiii... orang lain ?" serunya sambil
celingukan kesana kemari "Kok tidak ada orang " sudah lama
ku-ikuti dirimu, selama ini pula kau seorang yang berputar
kayun dalam hutan ini !".
"Omong kosong !" kembali Kian Hoo membentak gusar.
"Terang-terangan enciku mengikuti aku dibelakang, bahkan ia
cekal ujung ikat pinggang tersebut, kau sudah apakah dirinya
?". "Eeeehmmm...! agaknya ada seseorang pernah terjebak
dalam hutan ini, apakah dia adalah encimu ?"
"Tidak salah, sekarang dia berada dimana ?".
"Tiga hari berselang ia sudah ditangkap oleh simonyet tua
!". "Kentut makmu !" maki Kian Hoo, " Belum lama berselang
enciku sama-sama aku masuk kedalam hutan ini".
"Waaaah ! kalau begitu aku sih tidak tahu, aku cuma lihat
kau berputar dalam hutan seorang diri bahkan jalan yang kau
lewati adalah jalan kematian semua, sebenarnya aku tidak
mau ikut campur, namun setelah kulihat bahwa wajahmu
ganteng maka aku tidak tega biarkan kau mati dalam hutan,
oleh sebab itu buru-buru aku membuntuti dari belakang !".
Menyaksikan gadis buruk itu berbicara terus terang dan
blak-blakan, tidak mirip seorang penipu. Liem Kian Hoo jadi
keheranan. "Kemana perginya enci Sani " " serunya. "Bagaimanapun
tak mungkin ia lenyap begitu saja ! sekalipun ia mengalami
bencana, tidak seharusnya aku buta dan tuli sama sekali tidak
merasakan kejadian itu. Eeeei ! sejak kapan kau pegang ujung
ikat pinggang tersebut ?".
"Kurang lebih satu jam berselang ! " jawab Gadis buruk itu
setelah berpikir sejenak.
"Kutemui kau berputar putar dalam hutan seorang diri
sambil menyeret ikat pinggang tersebut.".
"Omong kosong ! sejak aku masuk kedalam hutan sampai
sekarang belum sampai melewati satu jam " gembor Kian Hoo
dengan amat gusar.
Gadis buruk naik pitam, sambil mencibirkan bibirnya yang
tebal lagi hitam serunya:
"Kapan aku pernah membohongi dirimu " aku sudah
berdiam selama belasan tahun dalam hutan ini, setiap
mengitari tiga ratus batang pohon berarti seperempat jam,
aku sudah ikuti dirimu mengitari seribu batang pohon, kalau
dihitung bukan berarti sudah lewati satu jam ?".
Liem Kian Hoo tertegun, ia merasa sepanjang perjalanan
agaknya tidak sampai menjumpai begitu banyak pohon, tapi
ditinjau dari ucapan gadis buruk itu agaknya ia tidak sedang
berbohong, untuk sesaat ia jadi bingung dan tidak habis
mengerti. Tiba tiba gadis buruk itu tertawa.
"Aaaah, sekarang aku tahu sudah, kau melewati Hwie-Sian-
Bun maka tidak tahu berapa lama sudah kau lewati,
seandainya jejakmu tidak berhasil kutemui mungkin sepanjang
hidup kau bakal berputar terus didalam hutan ini !".
"Omong kosong. terang terangan aku berja lan masuk
lewat pintu hidup, sebentar lagi akan kutembusi hutan ini !".
Sekali lagi sigadis buruk itu tersenyum.
"Kau hendak keluar lewat mana ?" tanyanya. Liem Kian
Hoo angkat kepala dan memandang kearah mana dijumpai
gunung tadi, namun dengan cepat ia berseru kaget, kiranya
dalam wak tu singkat itulah pemandangan dihadapannya
sudah berubah, gunung yang dijumpainya secara lapat-lapat
tadi sekarang sudah berubah jadi bayangan pohon yang tak
terhingga banyaknya, gadis buruk itu segera tertawa
cekikikan. "Saat ini kau berada diperbatasan antara jalan Hwie-sian
dengan jalan sesat, tentu kau telah menjumpai pemandangan
yang menyesatkan bukan" apabila tidak cepat berhenti
ditempat ini, sebentar kemudian kau akan berada dalam jalan
mati..". Liem Kian Hoo tersentak kaget, dengan hati terperanjat
serunya: "barisan apakah yang dipasang disini ?".
"Aku sendiripun tidak tahu barisan apakah ini, barisan ini di
susun oleh ayahku serta si monyet tua !".
"Siapakah ayahmu " dan siapa menyet tua itu?"
"Ayahku sudah mati sedang monyet tua seperti kalian,
diapun seorang pria tetapi berhubung raut wajahnya mirip
monyet dan iapun she-Kauw maka aku serta ayah panggil dia
sebagai monyet tua. sedang aku sendiri bernama Tong-Kauw,
si-monyet tua panggil aku dengan sebutan si Bligo".
Mendengar kata "Bligo" Kian Hoo tak tahan ingin tertawa,
sebab badan gadis buruk ini memang persis seperti buah
Bligo. Melihat sianak muda itu tertawa, sigadis buruk itu jadi
bangga, ujarnya:
"Eeeei bocah muda. ayoh tertawalah sekali lagi. sungguh
manis kalau kau tertawa, senyuman simonyet tua tidak
seindah dan semanis dirimu".
Liem Kian Hoo tahu gadis buruk ini bukan saja berwajah
jelek bahkan tololnya luar biasa, ia jadi kheki.
"Sudah... sudah... jangan banyak bacot yang tak berguna,
aku hendak pergi mencari enciku ! " teriaknya.
"Percuma... ! kau tidak bakal temukan dirinya ! ".
Mendengar perkataan itu suatu ingatan berkelebat dalam
benak sianak muda itu, buru buru ia tertawa dan berkata:
"Tong-Kauw, hapalkah kau dengan keadaan hutan ini ?"
"Tentu saja hapal ! sejak kecil aku dibesarkan dalam hutan
ini, setiap batang pohon yang terletak disini aku berputar satu
kali " aku hendak temukan kembali enciku "
Gadis buruk itu tertegun, kemudian serunya:
"Bukankah tadi kau panggil aku sebagai enci " setelah aku
jadi encimu, apa gunanya kau cari orang lain lagi ?".


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tadi aku tidak tahu kalau kau...".
"Tapi sekarang kau kan sudah tahu !".
Menyaksikan wajahnya yang buruk dengan sebaris gigi
yang runcing, Liem Kian Hoo merasa seram, hatinya bergidik.
"Kau anggap sebutan cici boleh digunakan buat setiap
orang ?" Kalau kau tak mau bawa jalan, aku akan pergi
sendiri, Hmmm ! cuma andalkan sedikit perubahan macam ini,
belum tentu benar-benar bisa mengurung diriku...".
Selesai bicara ia siap meninggalkan tempat itu. Dengan
cepat gadis buruk itu menghadang dihadapannya sambil
berteriak: "Tidak boleh, kau tidak paham dengan perubahan yang
terdapat dalam barisan ini, kalau menerjang masuk kedalam
seenaknya maka hanya satu jalan kematian saja bagimu !".
"Enyah dari sini ! sekalipun mati kaupun tak usah turut
campur !".
Namun gadis buruk itu tetap menghadang dihadapannya,
Liem Kian Hoo habis sabarnya ia segera ayun kepalannya
mendorong bahunya, Siapa sangka gadis buruk itu memiliki
tenaga yang luar biasa sekali, bahkan dari balik tubuhnya
secara lapat-lapat terdapat segulung tenaga pantulan yang
hebat. Baru saja telapak tangan Kian Hoo menempel diatas
bahunya, ia sudah terpental balik oleh daya pental yang
memancar keluar dari tubuh gadis buruk itu, badannya
mundur lima enam langkah kebelakang dengan sempoyongan,
akhirnya ia menumbuk diatas sebuah pohon tadi patah jadi
dua bagian. Seketika itu juga suasana disekelingnya berubah jadi gelap
gulita, angin guntur menderu deru... dari dalam hutan muncul
selapis kabut yang tebal mulai menutupi seluruh
pemandangan xx xOx x x Liem Kian Hoo seketika merasakan tubuhnya bagaikan
terjerumus dalam kegelapan yang tak terhingga, begitu gelap
suasana disekitarnya membuat lima jari sendiripun tak dapat
dibedakan, lebih-lebih jangan harap bisa melihat keadaan
diluar, tapi ia dapat bedakan dan rasakan segulung daya
tekanan dibalik deruan angin puyuh serta sambaran guntur.
Daya tekanan yang tak berwujud itu makin lama makin
besar dan makin rapat sehingga membuat ia terengah-engah.
Bukan saja daya tekanan itu menghalangi pernapasannya
bahkan menggencet dirinya ditengah, seolah-olah tubuhnya
hendak di-remuk redamkan jadi bubuk.
Ia tahu apa yang telah terjadi, sebab Liuw Boe Hwie
gurunya pernah menceriterakan keampuhan dari barisan
tersebut, walaupun cuma beberapa batang pohon serta batu
yang diatur sedemikian rupa, namun cukup untuk
menghancurkan setiap orang yang memasukinya.
Tadi, secara gegabah ia menyerang gadis buruk itu, siapa
nyana daya pental yang terpancar keluar dari badannya begitu
mengejutkan, bukan saja ia sekarang terjerumus dalam
keadaan sulit...
Ia sadar gelisahpun percuma apalagi dalam keadaan seperti
ini, maka ia mulai pusatkan perhatiannya, mengatur
pernapasan dan berjuang melawan tenaga tekanan yang tak
berwujud tersebut.
Perlahan.... perlahan.... lama kelamaan tenaga tekanan tak
berwujud itu makin berkurang namun empat penjuru masih
gelap gulita, ia tarik napas panjang panjang, seluruh
kekesalan serta kesesakan dalam dadanya dihembuskan
keluar meski demikian badannya tak berani berkutik barang
sedikitpun jua.
Sebab ia tahu asal badannya sedikit bergerak maka ia bakal
terjerumus dalam barisan itu semakin dalam, entah mara
bahaya apa lagi yang bakal dijumpai.
"Sungguh aneh ! terang terangan barisan ini diatur dengan
posisi Ceng-Huan-Ngo-Heng-Tin, sedang akupun masuk lewat
pintu hidup, tapi mengapa bisa terjadi begini " apakah cara
yang diajarkan suhu kepadaku salah besar ?".
Baru saja ingatan tersebut berkelebat lewat, tenaga
tekanan diluar tubuhnya semakin hebat, buru-buru ia buang
seluruh pikiran yang tak berguna dan berdiri dengan hati
tenang, pikirannya sama sekali tak berani bercabang
memikirkan persoalan lain lagi.
Entah lewat berapa saat lamanya, ia rasakan ada sebuah
telapak tangan yang kasar sedang merasa amat tersiksa,
namun ia tak berani berkutik bahkan ingatan untuk
menyingkirkan telapak itu pun tak berani.
Diikuti terdengar suara yang kbasar dan serak dbagaikan
tong Baobrok berkumandbang datang:
"Eeeeeei ! bocah muda, kau betul-betul hebat, ditengah
gencetan angin puyuh serta guntur yang menyerang dari
empat penjuru, kau belum mati juga !".
Jelas suara itu berasal dari gadis buruk itu, begitu ngeri
suaranya sampai perut kontan jadi mual dan ingin muntah,
tapi ia tidak berani berpikir yang bukan-bukan.
Beberapa saat lamanya gadis buruk itu meraba tubuhnya
kemudian baru menarik bajunya kearah depan, Tanpa sadar
Liem Kian Hoo ikut terseret keluar dari dalam barisan
mengikuti kekuatan daya tarik itu, sepertanak nasi lamanya ia
baru merasakan pandangan matanya jadi terang, bahkan
udarapun jadi lebih segar,
Saat itulah ia berani buka mata untuk memperhatikan
keadaan sekelingnya, tampak bintang bertaburan diangkasa,
bayangan pohon menutupi seluruh pemandangan dan ia
sudah berada di luar hutan, Tampak Tong-Kauw sambil
pantang bibirnya yang tebal lebar-lebar tertawa cekikikan
tiada hentinya.
"Saudara cilik, kau betul-betul luar biasa" pujinya. "Dua jam
terperosok ditengah barisan angin dan guntur, ternyata kau
tetap sehat walafiat tanpa menderita luka barang sedikitpun
juga." senyuman itu sangat jujur dan polos membuat Liem
Kian Hoo meski mendongkol namun tak sanggup
mengutarakan kemangkelannya.
"Terima kasih kau telah menolong aku lolos dari mara
bahaya." katanya hambar, Tong Kauw mendongak tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaa... haaaaa... haaaa... kau tak usah berterima kasih
kepadaku, tadi aku benar benar tersiksa rasanya, aku tidak
tahu kalau tenagamu begitu besar, kalau tidak sewaktu kau
hantam diriku aku tidak akan berani melawan dengan gunakan
ilmu sin-kang pantulan atau Huan Kie-Sin-kang, ilmu tersebut
diajarkan ayahku untuk melindungi keselamatanku makin
besar tenaga yang menyerang diriku makin besar pula tenaga
pantulan yang memancar keluar dari tubuhku, kalau kau
menghantam tidak terlalu keras, mungkin tubuhmu tidak akan
terlempar kedalam barisan Hong-Loei-Tin bagaikan layanglayang
putus benang, Saudara cilik, apakah kau terluka ?".
Setelah dihantam gadis buruk itu malah menguatirkan
keselamatannya, hal ini membuat Kian Hoo jadi jengah sampai
pipinyab berubah merah dpadam, sahutnyaa gelagapan:
"Akbu baik sekali, sama sekali tidak terluka barang
sedikitpun."
"Haaaa.... haaaa.... haaaa.... kalau begitu bagus sekali,
kalau tidak aku bisa sedih sepanjang hidup, seandainya kau
tidak beruntung dan mati, maka akulah yang sudah
mencelakai dirimu, belum pernah kujumpai lelaki seganteng
dirimu, aku benar-benar serasa tidak tega membiarkan kau
mati!" "Tong Kauw, cukup sudah ! jangan ucapkan kata-kata yang
tidak genah, kau harus bantu aku untuk temukan kembali
enciku itu !".
"Hmmm ! kenapa sih kau selalu memikirkan encimu itu ?"
Seru Tong Kauw cemberut, wajahnya berubah membesi
"Apakah aku tidak boleh jadi encimu " ".
Liem Kian Hoo naik pitam, kepingin sekali ia gablok mulut
gadis buruk itu. tapi teringat pelajaran yang barusan diterima
dengan paksa ia tekan hawa amarah tersebut sianak muda ini
segera mendengus dingin sebagai jawaban.
Menunggu setengah harian lamanya belum juga
mendengar Liem Kian Hoo menjawab, Tong Kauw jadi amat
kecewa, keluhnya sambil menghela napas:
"Saudara cilik, aku tahu kau tak sudi karena wajahku terlalu
buruk!". Nada ucapannya penuh mengandung rasa kesal,
murung dan sedih.
Liem Kian Hoo jadi tega, dengan suara rendah bisiknya:
"Tong Kauw, aku bukan bermaksud demikian...".
Tak usah bicara lagi " Tong Kauw meng geleng dengan
sedih. "Aku sendiripun paham, jangan dikata kau sampai
ayahku sendiripun mengatakan aku jelek sekali seperti wewe
kantong, ia tidak suka kepadaku, walaupun wariskan ilmu silat
kepadaku namun jarang sekali bergaul dengan diriku, ia selalu
suruh aku jaga hutan ini seorang diri, maka ketika ia mati aku
sama sekali tidak sedih, hanya Saudara cilik, keadaanmu
berbeda, sejak pertama kali bertemu dengan dirimu, aku
sudah merasa senang. bahkan sewaktu kau menggaplok diriku
tadi akupun tidak marah, kalau kau benar-benar benci dengan
diriku, aku hiduppun tak berarti... aku jelek, aku buruk dan
sejak dilahirkan aku selalu begini sebab memang aku
ditakdirkan demikian sering kali aku berharap wajahku bisa
berubah rada menarik.".
"Tong Kauw, janrganlah berpikirt demikian " hibqur sianak
muda ritu dengan suara halus, ia benar-benar dibuat terharu,
"seseorang boleh punya beberapa orang enci, asal kau suka
bantu aku untuk menolong enciku itu, bagaimana kalau
akupun panggil kau sebagai enci ?".
"Sungguh " kau tidak akan menipu diriku?" teriak Tong
Kauw kegirangan.
"Tentu saja sungguh, buat apa aku membohongi dirimu !".
Tong Kau tertawa, tapi dengan cepat ia jadi murung
kembali. katanya:
"Tapi dalam hutan ini benar-benar tak ada encimu, aku
selalu berjaga disini dan belum pernah menemukan tanda
tanda atau jejak orang lain.".
"Omong kosong ! terang-terangan aku datang kemari
bersama-sama...".
"Aaaaai! kalau kau berkeras tidak mau percaya, akupun tak
bisa berbuat Iain. dalam hutan memang ada seseorang
terkurung di-situ, tapi dia adalah seorang pria.".
Dari sikap serta lagak gadis buruk itu, Kian Hoo merasa
yakin bahwa ia bukan sedang berbohong. dalam keadaan apa
boleh buat terpaksa ia berkata:
"Kalau begitu bawalah aku menuju ketem-pat dimana pria
itu terkurung !". Tong Kauw tidak segera berangkat, ia
bertanya kembali:
"seandainya aku tak berhasil temukan encimu, apakah kau
tak suka memanggil diriku sebagai enci ?"
Liem Kian Hoo tidak ingin banyak cingcong dengan dirinya,
segera ia berseru:
"Asal kau suka membantu dinku, perduli berhasil ditemukan
atau tidak aku pasti akan menganggap dirimu sebagai enciku
". Tong Kauw jadi kegirangan, ia tertawa cengar-cengir.
"Saudara cilik, kau baik sekali aku pasti akan membawa kau
untuk menjelajahi seluruh hutan ini".
Seraya berkata dengan hati girang ia buka jalan dan masuk
kembali kedalam hutan Liauw itu, berputar kekiri berbelok
kekanan sambil berjalan sianak muda itu mengawasi terus
perubahan yang terkandung didalamnya, beberapa saat
kemudian ia berteriak keras:
"Aaaaah kiranya hutan ini kecuali diatur dengan posisi
barisan Ceng-Huan-Ngo-Heng-Tin, masih terselip pula
perubahan dari barisan Pat-kwa, tidak aneh kalau aku
tersesat".
" Saudara cilik, kau amat cerdik. hanya memandang sekilas
saja barisan ini berhasil kau tebak dengan tepat, tapi
perubahan dalam barisan ini banyak sekali, diantaranya
terdapat Ceng-Huan -Ngo-Heng, Khie-Bun-Pat-Kwa, Kioe-
Kong, Hoo-Toh, Yu-Uong-Hwie-Yen, Liat-Siu serta Poo-Loo-
Ban Hiang, ayahku serta simonyet tua telah membuang
banyak tenaga dan pikiran baru berhasil membangun hutan
ini. sedang aku sendiripun cuma tahu bagaimana lewati
tempat ini, apakah artinya dan bagaimana perubahannya aku
sama sekali tidak tahu. sekarang ayahku sudah mati, aku pikir
cuma simonyet tua seorang yang benar-benar mengerti akan
makna serta rahasia barisan ini..."
"Siapa sih monyet tua itu ?".
"Monyet tua yaa monyet tua, aku cuma tahu ia she-Kauw
dan seperti ayahku, diapun seorang kakek tua, cuma
kepandaiannya sangat lihay, lebih baik kau jangan cari garagara
dengan dirinya.".
Liem Kian Hoo merasa banyak kagum gadis buruk ini punya
pengetahuan yang luas, tapi ada pula beberapa bagian yang
tololnya luar biasa, sekalipun ditanya lebih jauh belum tentu ia
dapatkan yang dicari, maka ia segera alihkan pokok
pembicaraan kesoal lain. katanya:
"Teringat tadi kau pernah berkata bahwa tiga hari
berselang simonyet tua itu berhasil menangkap seseorang
dalam hutan ini, benarkah demikian ?".
Tidak salah, tiga hari berselang ada sepasang laki
perempuan memasuki hutan ini, agaknya yang pria sedang
dikejar oleh wanita itu. akhir simonyet tua membawa pergi
wanita itu dan tinggalkan sang pria disini, karena begitu buka
suara tadi kau lantas tanyakan encimu, maka aku mengira
perempuan itu adalah encimu !"b.
"Macam apakahd perempuan itu a?" buru-buru Kiban Hoo
bertanya. Tong Kauw berpikir sejenak kemudian baru menjawab:
"Usianya lebih tua darimu, wajahnya cantik jelita, bajunya
warna putih dan kepandaian silatnya sangat lihay.".
Liem Kian Hoo jadi sangat terperanjat sebab menurut apa
yang dituturkan Tong-Kauw barusan berarti perempuan itu
ada kemungkinan adalah Toan Kiem Hoa, ia jadi amat getisah.
"Kita tak usah mencari ciciku itu, mari tengok dahulu pria
yang kau ceritakan tadi" serunya.
Tong Kauw tidak habis mengerti apa sebabnya secara tiba
tiba sianak muna itu berubah niat, tapi ia sangat penurut
sekali, mendengar seruan itu iapun putar arah.
Tidak selang beberapa saat kemudian tiba tiba ia tuding


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kcsebuah pohon dan berkata:
"Itu dia, pria tersebut berada disana, mungkin sudah mati
!". Liem Kian Hoo segera lari kesitu, air mukanya berubah
hebat sebab ia segera kenali orang itu bukan lain adalah Luga,
wajahnya hitam pekat darah kental mengalir keluar dari tujuh
lubang inderanya, jelas ia mati kerena keracunan, jari
tangannya masih tertancap diatas dahan pohon dan diatas
dahan itu terukir beberapa patah kata yang berbunyi:
"Karena mendengar hasutan manusia laknat aku telah
mengecewakan suhu, meski mati aku tidak menyesal. Suhu
menemui kesulitan, harap cici segera maju kedepan.".
Jari tangannya terakhir masih hendak mengukir tulisan,
mungkin saat ajalnya telah tiba sebelum ia sempat
menyelesaikan pesannya, tulisan akhir cuma diukir separuh
saja. Membaca tulisan itu air muka Liem Kian Hoo berubah
hebat, ditinjau dari pesan terakhir yang ditinggalkan Luga
jelas menunjukan bahwa bukan saja Toan Kiem Hoa sudah
menjumpai mara bahaya, ditinjau tulisan " Cici " yang terukir
pasti ia maksudkan diri Sani, atau dengan perkataan ini Sani
tentu sudah datang kemari.
Disamping itu disisi mayat Luga masih tertinggal sebilah
pisau belati, menyaksikan kesemuanya ini ia jadi tertegun dan
berdiri termangu-mangu. Melihat keadaan sianak muda itu
Tong Kauw jadi keheranan, segera tegurnya:
"Saudara cilik, kenapa kau ?".
"Tong Kauw ! dalam hutan ini kbecuali dirimu mdasih ada
siapa alagi yang bisa bmasuk keluar dalam hutan ini tanpa
halangan ?".
"Tentu saja simonyet tua itu !". Hawa gusar segera
memancar keseluruh tubuh Kian Hoo, teriaknya keras-keras:
"Kalau begitu segera bawa aku menuju kesana !".
"Bukankah kau hendak mencari encimu " hutan ini masih
ada separuh yang belum kita lewati ! " kata Tong Kauw
tertegun. "Tak usah dicari lagi ! enciku telah ditangkap oleh monyet
tua !...". Tong Kauw jadi merandek dan kelihatan murung
sekali. "Saudara cilik " katanya. "Kalau kau ingin cari simonyet tua
itu untuk bergebrak, lebih baik tak usah saja, sebab sekalipun
aku membantu dirimu belum tentu bisa menangkap dirinya.".
"Aku tidak membutuhkan bantuanmu ! aku harus pergi
kesana untuk menyumpai monyet keparat ltu, sebab bukan
saja ia sudah menangkap enciku, bahkan sudah menangkap
pula...". Kata selanjutnya sulit diutarakan, sebab ia sendiripun tak
tahu harus memanggil Toan Kiem Hoa dengan sebutan apa.
Tong Kauw tetap ragu ragu dan berdiri melongo. Liem Kian
Hoo tak dapat menahan sabar lagi, dengan suara kasar
teriaknya: "Eeeei... kalau kau tak mau bawa aku kesitu, sekarang juga
aku akan pergi mencari sendiri, kau takut kepadanya tapi aku
tidak takut, setelah berhasil kutangkap dirinya, aka kubeset
dan kukupas kulit monyetnya yang sudah keriputan itu.".
"Baik... pergi... pergi, kita segera berangkat, demi kau aku
rela bentrok dengan monyet tua itu mempunyai kepadatannya
yang lihay kaupun tak usah bentrokan dengan dirinya demi
kau, sebab bagiku sekalipun harus korbankan jiwa pun harus
kulawan dirinya, urusan ini tidak menyangkut dirimu".
"Tidak bisa jadi, asal ia berani melukai dirimu, aku tidak
akan mengampuni jiwanya." Kian Hoo tahu gadis buruk itu
sudah bulatkan tekad, sekalipun dinasehati juga percuma,
maka ia berkata:
"Baiklah ! tunggu saja setelah ia lukai diri-ku, kau baru ada
jiwa dengan dirinya, sekarang cepat bawa aku kesitur !".
Dengan multut membungkam TqongKauw putar bradan
dan berjalan kembali kedepan, setelah keluar dari hutan
mereka berjalan masuk lewat sebuah jalan gunung.
Ketika itu fajar telah menyingsing, kabut yang tebal
membuat hawa udara jadi amat dingin sekali membuat si anak
muda itu bersin beberapa kali, menyaksikan tubuh Tong Kauw
yang telanjang ia jadi tidak tega, segera tegurnya:
"Tong Kauw, apakah kau tidak kedinginan " mengapa kau
tidak berpakaian ?".
"Tidak dingin. sepanjang tahun empat musim aku selalu
berada dalam keadaan seperti ini." jawab Tong Kauw sambil
tertawa bangga. "sebenarnya ayahku suruh aku berpakaian,
tapi setelah kupakai baju itu maka badanku terasa bagaikan
tersiksa, maka segara kulepas pakaian itu dan sampai
sekarang tetap telanjang.".
Liem Kian Hoo geleng kepala, dalam hati ia tak tahu
bagaimanakah perasaannya pada saat ini, tapi ia tidak muak
lagi seperti ketika berjumpa untuk pertama kalinya tadi,
meskipun raut wajah gadis ini amat jelek dak buruk namun
hatinya mulia, sikap baik terhadap dirinya selama inipun
muncul dari dasar sanubari yang bersih, tidak terkandung
pikiran sesat, mungkin gadis buruk ini masih belum mengerti
akan hubungan cinta antara muda mudi, lebih-lebih mengenai
napsu birahi dan hubungan sex.
Mendapat perhatian khusus dari sianak muda itu, Tong
Kauw kegirangan setengah mati, sam bil berjalan naik keatas
bukit ia tuding kedepan seraya berseru:
"Monyet tua itu berdiam diatas sana, semula tempat itu
merupakan kuil Suci dari suku Leher Panjang, tapi setelah
simonyet tua datang kemari kuil suci itu segera didudukinya,
ia larang orang orang suku Leher Panjang itu datang kesana
untuk bersembahyang, karena perbuatannya ini maka orangorang
suku Leher Panjang sangat membenci dirinya, tapi jeri
pula terhadap dirinya..."
Pada saat ini sianak muda tersebut sedang diliputi
ketegangan, ia tidak ingin banyak bicara, mendengar simonyet
tua itu berdiam diatas bukit. tubuhnya segera berkelebat
terjang keatas, hal ini membuat Tong Kauwjadi gelisah dan
buru buru berteriak:
"Saudara cilik, jangan terburu napsu, tunggu aku sebentar
!". Liem Kian Hoo tidak ambil gubris, ia terus kan gerakkan
meluncur kedepan tidak selang beberapa jauh. mendadak dari
hadapannya meluncur datang titik titik cahaya hijau.
Melihat datangnya ancaman, Liem Kian Huo miringkan
badan sambil siap menyambut datangnya serangan itu,
Tong Kauw yang ada dibelakang buru buru berteriak keras:
"Saudara cilik- jangan dipegang. benda itu adalah api setan.".
Berada ditengah udara ia kirim sebuah pukulan kedepan
membuat dua titik cahaya hijau itu segera terbabat dan rontok
diatas rumput disisi jalan, begitu terkena benda cahaya hijau
itu menyebar keempat penjuru dan berkobarlah jilatan api
yang amat dahsyat, bahkan disertai pula bau busuk yang
sangat menusuk hidung.
Sekarang Liem Kian Hoo baru sadar bawa dua titik cahaya
hijau yang mengancam kearahnya tadi adalah senjata rahasia
yang tersebut dari belirang, api macam ini mengandung hawa
racun yang luar biasa, asal menempel diatas benda segera
terbakar. Untung Tong Kauw lepaskan serangan untuk
merontokkan ancaman itu, kalau tidak niscaya telapaknya
sudah habis terbakar. Kewaspadaannya berlipat ganda, segera
bentaknya: "Bangsa tikus darimana berani melancarkan
serangan bokongan ".
"Tak usah ditanya lagi, pasti hasil karya dari si-mayat hidup
itu." sahut Tong Kauw cepat.
Hanya dia seorang yang suka main api, api setan yang
dinamainya im-Leng-To-Kut - Ciam. Hmmm ! orang-orang
suku Leher panjang justru pada takut dengan anak panahnya
ini." Sianak muda ini jadi dibikin kebingungan se tengah mati,
mula-mula ada orang yang dinamakan simonyet tua sekarang
muncul pula seseorang yang dinamakan Mayat hidup,
siapakah nama sebenarnya mereka tak ada yang diketahui
maka ia bertanya:
"Siapakah simayat hidup itu ?".
"Si-Mayat hidup yaa si - Mayatb hidup." aku cudma tahu ia
melaaksanakan segalab pekerjaan mengikuti perintah dari
simonyet tua, kalau kau ingin menanyakan pelbagai persoalan
kepadanya, biar ku tangkap simayat hidup itu dan tanyalah
sendiri kepadanya.".
Seraya berkata badannya menubruk kedepan teriaknya:
"Eeeei mayat hidup, ayoh keluar saudara cilikku hendak
bertanya kepadamu !".
Dari balik batu yang besar kembali melucur keberapa titik
cahaya hijau langsung menyerang tubuh Tong Kauw.
Namun terhadap datangnya ancaman itu sigadis buruk itu
tidak ambil perduli, telapaknya yang besar segera diayun dan
terus api itupun seketika buyar keempat penjuru.
"Eeee... mayat hidup, kalau kau sudah bosan hidup,
teruskan permainan setanmu itu untuk mengganggu aku !"
teriaknya sambil tertawa.
Badannya segera menerjang kebalik batu, dan tidak lama
kemudian ia sudah muncul sambil menarik seorang kakek tua.
Menjumpai sikakek itu Liem Kian Hoo melengak, kiranya
simayat hidup yang dimaksudkan oleh Tong Kauw bukan lain
adalah sikakek bangsa Han yang berdandan sebagai dukun
ketika berada dalam dusun suku Leher Panjang tadi, ketika itu
keadaannya mengenaskan sekali sebab jenggotnya yang
panjang dibetot seenaknya oleh Tong Kauw.
"Eeeei.... Tong Kauw, kau benar-benar bangsat, telur busuk
yang goblok ! . . . maki orang tua itu. " Ayoh cepat lepaskan
aku !". "Lepaskan dirimu " Ooouw... tidak gampang ! tadi, apa
sebabnya kau melepaskan api setan untuk membokong
saudara cilikku tanpa mengeluarkan sedikit suarapun ?"
"Sejak kapan bangsat cilik ini jadi saudaramu ?" Teriak
sikakek marah-marah. dengan amat gembira Tong Kauw
tertawa terbahak-bahak.
"Soal ini tak usah kau campuri, pokoknya sekarang kau
harus berdiri dengan tenang, apa yang ditanyakan saudara
cilikku lebih baik jawablah sejelas-jelasnya, kalau tidak akan
kubetot jenggotmu ini sampai gundul kelimis !".
Dari sepasang mata kakek tua itu memancar keluar cahaya
buas, tapi terhadap Tong Kauw agaknya ia merasa sangat
jeri,b setelah diancadm ia bungkam daalam seribu bahabsa,
Liem Kian Hoo yang menyaksikan keadaan tersebut jadi tidak
tega, kepada Tong Kauw ujarnya:
"Lepaskan dia, agar ia berdiri sendiri..."
"Tidak bisa jadi, bajingan tua ini licik sekali, kalau
kukendorkan cekalannya ia bakal main setan.".
Sianak muda itu berpikir sebentar, tiba tiba ia totok sebuah
jalan darah diiga kakek tua itu, kemudian menabok pula
punggungnya, Sikakek tua itu mendengus dengan berat,
badannya perlahan-lahan terduduk keatas tanah, namun
jenggotnya masih dicekal Tong Kauw maka badan nya jadi
setengah tergantung keatas, kelihatan sekali ia kesakitan
hebat. "Tong Kauw " sianak muda itu berkata kembali, " sekarang
kau tak usah cemas, aku telah melepaskan sendi-sendi
tulangnya, sekalipun kepingin bergerakpun ia tak bakal bisa
berkutik lagi."
Karena mendengar ucapan itu Tong Kauw pun lepas
tangan, sedikitpun tidak salah sikakek tua itu segera duduk
keatas tanah dan mendengus tiada hentinya.
Menyaksikan kejadian ini sigadis buruk ini jadi kegirangan
serunya: "Saudara cilik, bagus sekali caramu ini, ayah ku cuma
mengajari diriku bagaimana cara memukul orang dan
bagaimana cara menerima pukulan, tidak seperti kau,
orangpun bisa dikuasahi, Eeeeei kapan-kapan kau harus
ajarkan kepandaian ini kepadaku".
Liem Kian Hoo tidak banyak menggubris obroIan gadis
buruk itu, dengan wajah adem hardiknya kepada sikakek tua
itu: "Mengingat usiamu sudah lanjut, sebenarnya tidak pantas
aku bersikap kasar kepadamu, tapi meninjau dari caramu
melepaskan api beracun untuk mencelakai diriku tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun, membuktikan kalau kau
bukan manusia baik-baik. Sekarang aku hendak bertanya
beberapa pertanyaan kepadamu lebih baik jawablah
sejujurnya. dari pada mencari penyakit buat diri sendiri."
Kakek tua itu bungkam dalam seribu bahasa, dari sepasang
matanya memancar keluar cahaya penuh dendam. Liem Kian
Hoo berpikir sebentar lalu bertanya:
"Beberapa hari berselang benarkah ada beberapa orang
sambil membawa seorang gadis datang ketempat ini ?"r.
"Keparat cilitk she-Liem, kauq tak usah banyark bacot lagi."
teriak kakek itu sambil melotot gusar.
"Lima hari berselang Loo Sian Khek bersama Ceng-Tiong-
Su-Hauw serta Be Si Coen dari Tiong-Chiu telah datang
kemari. mereka membawa seorang pria dan seorang gadis
suku Biauw, suku Biauw yang pria baru berdiam dua hari telah
melarikan diti turun gunung, ia terkurung dalam barisan dan
mungkin sekarang sudah modar..".
"Soal itu aku tahu. yang kutanyakan adalah gadis itu".
"Gadis suku Biauw itu sudah ditahan majikan diatas
gunung, bahkan tiga hari berselang suhu dari gadis biauw
itupun ikut datang, ia terjebak dalam hutan dan kena
ditangkap majikan. sekarang mereka dikurung diatas gunung
semua." "Bagaimana keadaan mereka sekarang ?" tanya sianak
muda itu dengan air muka berubah hebat. Kakek tua itu
tertawa dingin.
"Belum modar, tapi merekapun tidak akan hidup terlalu
!ama !". "Sebenarnya bagaimana keadaan mereka ?"
"Mereka berani membangkang perintah ma jikan maka
mereka dikurung dalam gua Hek-Hong Hiat, cepat atau lambat
mereka pasti modar, kecuali kalau mereka suka mengabulkan
permintaan majikan, mungkin masih ada jalan hidup.".
"Apa permintaan majikanmu terhadap mereka berdua ?".
"Heee... heee... heee... majikan kami adalah seorang tokoh
sakti yang pandai dalam soal Boen (sastra) maupun Boe
(silat), kepandaiannya tiada tandingan dikolong iangit...".


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Aku tidak menanyakan soal itu ".
"Walaupun simonyet tua sudah lanjut usia, tapi dia paling
doyan main perempuan " sela Tong Kauw dari samping.
"Diatas gunung ia pelihara banyak sekali gadis-gadis
muda.". "Benarkah ada kejadian seperti ini ?" bentak Kian Hoo
sambil mencekik leher orang tua itu.
Karena dicekik, si orang tua itu tak bisa bernapas. matanya
jadi melotot semakin gede apa lacur tangan serta kakinya tak
bisa bergerak maka ia tak sanggup meronta.
Sianak muda itu takut cekikannya mencabut jiwa kakek tua
itu, beberapa saat kemudian ia lepas tangan dan membanting
tubuhnya keatas tanah. Napas kakek tua itu terengah-engah,
tapi tidak lama ia berhasil menguasai diri. sambil mendengus
ujarnya: "Benar atau tidak itu urusan majikanku, apa gunanya kau
menyiksa dan mengganggu diriku " majikan kami memang
sudah tertarik oleh gadis Biauw itu, justru karena hal inilah
maka sang pria yang ikut datang jadi gusar melarikan diri.
kemudian suhu dari bocah perempuan itu datang, majikan
semakin tertarik tapi kedua orang gadis itu bersikeras
menolak." Hmmm ! terhadap mereka boleh dikata majikan cukup
sungkan, perduli mereka memaki dan mencaci maki macam
apapun ia tidak membinasakan mereka, mereka hanya
dikurung dalam gua angin hitam belaka."
Setelah mengetahui Watinah serta Toan Kiem Hoa meski
tertangkap namun belum ternoda, Kian Hoo pun berlega hati,
dengan gemas ia angkat tubuh kakek tua itu dan sekali lagi
dibanting keatas tanah keras-keras.
"Tidak lama berselang masih ada gadis tertangkap pula
oleh majikan kalian, dimanakah gadis itu ?".
"Omong kosong." Tukas sikakek sambil melotot "Gadis itu
memang berparas cantik, tapi ia sendiri yang datang mencari
majikanku, majikan kami sama sekali tidak menangkap
dirinya." Ucapan ini membuat Kian Hoo melengak, wajahnya
kelihatan sangsi.
"Apa" enciku bisa secara sukarela naik keatas gunung
untuk menjumpai majikanmu ?".
"Apa yang kuketahui sudah kukatakan kepadamu, apakah
tentang soal inipun aku hendak berbohong ?"
Liem Kian Hoo berdiri tertegun, bagaimana pun juga ia
tidak percaya Sani dapat berbuat demikian, tapi sikap serta
nada ucapan kakek tua ini membuat dia mau harus percaya.
"Mungkin encimu suka dengan monyet tua itu..." Timbrung
Tong Kauw berlagak pinter.
"Ngaco belo ! dia bukan perempbuan macam itu !d".
Bentakan gusaar ini membuat bTong Kauw jadi mengkeret
dan tak berani bicara lagi. Sementara itu pemuda tersebut
berpikir sejenak kemudian tanyanya lagi kepada sang kekek:
"Siapakah nama majikanmu " dia adalah seorang manusia
macam apa "...".
"Majikanku she-Kauw bernama Heng-Hu".
"Tok-Chiu-Suseng sisastrawan bertangan keji Kauw Heng
Hu! kiranya bajingan tua itu bersembunyi disini !".
"Bajingan cilik, darimana kau bisa tahu gelar majikan
kami...". Kian Hoo tidak ambil gubris, ia berguman seorang diri:
"Dua puluh tahun, Kau Heng Hu bisa peroleh kemajuan
sepesat ini, sungguh suatu kejadian yang tak terduga,
diantara tiga belas sahabat aku sudah bertemu lima orang,
dan ditinjau dari lima orang yang kutemui sebelumnya mereka
belum seberapa.".
Menyaksikan pemuda itu berguman seorang diri, Tong
Kauw jadi gelisah serunya.
"Saudara cilik, sudah selesai belum kau bertanya " agaknya
kau kenal dengan tua tua itu " benarkah kita mencari dirinya
hendak diajak berkelahi ?".
Dengan wajah keren Kian Hoo menabok tubuh sikakek tua
itu dibeberapa bagian agar gerak-geriknya bisa pulih kembali
seperti sedia kala, setelah itu dengan suara keren ujarnya:
"Cepat enyah dari sini dan sampaikan kepada Kauw Heng
Hu, sahabat karibnya si manusia berkerudung yang pernah
dijumpai dalam hutan bambu hijau dua puluh tahun
berkunjung datang !".
Si kakek tua itu lemaskan otot-otot pinggangnya kemudian
dengan wajah curiga dan gusar segera berlalu dari sana.
Ketika Liem Kian Hoo serta Tong Kauw lambat-lambat
berjalan diatas sebuah lapangan, sang surya sudah
memancarkan sinarnya keseluruh jagad. Cahaya matahari
menyoroti sebuah kuil yang berdiri angker diatas bukit,
didepan kuil merupakan sebuah tanah lapangan, semula
tempat ini merupakan kuil Suci orang-orang suku Leher
ranjang untuk menghormati dewanya, tapi sekarang telah
diduduki oleh tamu misterius.
Tong Kauw berjalan didepan dan Kian Hoo ada dibelakang,
ketika tiba dilapangan luar kuil gadis buruk itu segera
berteriak kepbada seorang leldaki setengah baaya yang
beperawbakan kurus pendek:
"Eeeei... monyet tua, aku membawa saudara cilik datang
kemari untuk ajak kau berkelahi !"
Lelaki setengah baya itu berdiri lima enam orang, mereka
adalah Ceng-Tiong-Su-Hauw beserta Be Si Coen sang loo-toa
dari Tiong-Chiu-Siang Kiat, ditambah sikakek tua tadi,
sedangkan bayangan Sani serta Loo Sian Khek tidak nampak
sama sekali. Perlahan-Iahan Liem Kian Hoo bergeser kedepan sinar
matanya memancarkan cahaya kegusaran membuat Ceng-
Tiong-Su Hauw serta Be Si Coen dengan perasaan jeri mundur
selangkah kebelakang, namun mereka tidak menunjukan
reaksi apapun. Lama sekali lelaki setengah baya itu
mengawasi Kian Hoo, setelah itu sambil tertawa dingin
jengeknya: "Manusia berkerudung yang muncul dua puluh tahun
berselang apakah dirimu seorang keparat cilik ?".
"Tentu saja bukan, aku adalah wakilnya !"
"Haaaa... haaaa... haaaa... bagus, bagus sekali ! setelah
berpisah dua puluh tahun, aku ingin sekali pergi mencari
dirinya sungguh tak nyana ia sudah kirim seorang wakil
datang kemari, Keparat cilik ! berapa banyak kepandaian yang
telah diwariskan kepadamu " kau bisa mewakili dirinya sampai
dimana ?".
"Kauw Heng Hu, jangan kau anggap dirimu luar biasa,
walaupun tidak seberapa kepandaian silatnya yang berhasil
kuwarisi, tetapi aku sudah mendapat perintahnya untuk
mengawasi dan menyelidiki tingkah laku kalian tiga belas
sahabat selama dua puluh tahun ini, dengan perbuatanmu
yang jahat, terkutuk dan biadab, sudah sepantasnya kalau
manusia laknat macam kau harus segera dienyahkan dari
muka bumi".
"Haaaa... haaaa... haaaa... meskipun kau telah mewarisi
seluruh kepadaian silat yang dimilikipun aku tidak ambil
perduli, selama dua puluh tahun setiap saat aku kepingin
berduel dengan dirinya, sayang jejaknya tak berhasil
kutemukan, sekalipun kau tidak datang aku siap muncul
kembali didaratan Tionggoan, akan kukumpulkan seluruh
rekanku dahulu dan membentuk kembali persekutuan tiga
belas sahabat, tujuanku tidak lain untuk pancing agar ia
munculkan diri, sungguh tak nyangka malaikat elmaut sudah
kirim kau datang kemari, beginipun lebih bagus, aku tak rusah
repot lagit, aku percaya dqengan umpan dirrimupun ia pasti
akan munculkan diri !".
"Tok-Chiung-Suheng ! kau jangan mimpi disiang hari
bolong." Teriak Kian Hoo amat gusar. "Banyak diantara tiga
belas sahabat yang tersohor tempo dulu telah bertobat dan
tidak melakukan kejahatan lagi, mereka tidak bakal sudi
mengikuti kemauanmu !"
"Soa! inipun tidak terlalu penting." Kata Kauw Heng Hu
sambil tertawa hambar, " Maksudku untuk mengumpulkan
kembali Tiga Belas sahabat pun tidak lebih hanya sebagai
kedok belaka, dengan kemampuan yang kumiliki sekarang
tidak akan kupikirkan keuntungan bagi orang ke-dua,
sekalipun tiga Belas Sahabat itu benar-benar bisa dikumpulkan
paling banter aku cuma mendapat beberapa orang pembantu
untuk melaksanakan maksudku belaka. Apalagi kejadian ini
tidak mungkin, maka tak usah kita bicarakan lagi, "Si Leng
Yan-Khek" Sun Tong Hay telah modar, perempuan jelek yang
ia tinggalkan pun tak mungkin bisa menutupi kekosongan
tersebut, maka lebih baik tak usah kita bicarakan lagi !".
"Monyet tua, kau berani maki aku ?" Tong Kauw berkaokkaok
marah. "Hmmm ! memangnya aku maki dirimu, kau mau apa "
Nyawa nu tidak sampai kukirim keakhirat bersama-sama
sisetan tua itu sudah cukup untung bagimu...".
"Tong Kauw " Liem Kian Hoo segera mencegah. "jangan
ribut dahulu, tunggulah sampai duduknya perkara jadi terang
!" Kena dicegah, Tong Kauw pun jadi tenang kembali dan
mengundurkan diri ke belakang.
"Hmmm ! sekarang sudah tak ada urusan yang dibicarakan
lagi" Seru Kauw Heng Hu sambil tertawa dingin. "Mula-mula
aku masih menduga jagoan macam apakah yang telah muncul
di daratan Tionggoan sehingga dapat memaksa Ceng Tiong-
Su-Hauw serta Tiong-Chiu Siang-Kian melarikan diri terbiritbirit
macam anjing kena digebuk, kiranya keparat cilik macam
dirimulah orangnya... hanya saja, mengingat kau datang
mewakili simanusia berkerudung itu, aku tidak heran dengan
kehadiranmu ini. Bocah keparat, ada beberapa pertanyaan
apakah bisa kau terangkan lebih dulu ?"
"Apa yang ingin kau tanyakan ?" Kian Hoo tercengang.
"Siapakah sebenarnya simanusia berkerudung itu " dan
sekarang dia berada dimana ?".
"Maaf, apa yang kau tanyakan tak bisa kujawab semua,
namun aku bisa kasih keterangan kepadamu, orang itu masih
hidup dalam sehat walafiat dan ia tidak akan mencampuri
urusan dunia persilatan lagi, semua tanggung jawabnya telah
ia serahkan kepadaku ".
Kauw Heng Hu tertawa dingin.
"Tidak segampang itu bocah ! Kau masih belum sesuai
untuk memikul tanggung jawab ini, kau tidak mau bicarapun
tidak mengapa, cepat atau lambat aku bisa menemukan
jejaknya, Kini aku ingin menanyakan persoalan kedua, apa
hubungan Toan Kiem Hoa dengan orang itu ?"
"Sama sekali tak ada hubungan !".
"Hmmm ! kau jangan berbohong, ilmu silat nya memiliki
gerakan yang sejenis dengan kepandaian orang itu... mungkin
dialah si tetamu berkerudung itu !".
"Sama sekali bukan ".
" Haaaa... haaaa... haaaa... perduli benar atau tidak, yang
Toan Kiem Hoa saat ini sudah terjatuh ketanganku, aku bisa
suruh ia menjawab sendiri persoalan ini, sudahlah.... eeeei
bocah keparat, akupun tidak ingin banyak bertanya lagi,
sekarang kau boleh utarakan maksud kedatanganmu!..."
"Aku minta kau serahkan tiga gadis serta manusia-manusia
sampah masyarakat itu kepadaku !".
"Bocah keparat, kau bukan sedang mimpi ?" jengek Kauw
Heng Hu sambil tertawa tergelak.
"Aku sudi menerima permintaanmu ini,Hm ...mmm !
seorang bocah bayi yang belum hilang bau tetek macam
kaupun berani perintah-perintah aku ?".
"Kalau kau tidak menurut, terpaksa aku laksanakan
perintah orang itu, dan tuntut keadilan atas perbuatanmu."
hardik sianak muda itu gusar.
Kauw Heng Hu tetap berdiri sambil tertawa sinis, tubuhnya
sama sekali tidak berkutik, dengan keras lawan keras ia terima
datangnya serangan tersebut.
"Braaaak !" diiringi bentrokan dahsyat pundaknya bergetar
keras, sedangkan Liem Kian Hoo sendiri dipaksa mundur
sejauh dua tiga langkah ke-belakang, sepasang lengannya jadi
linu dan sakit.
Menyaksikan peristiwa itu Tong Kauw jadi amat cemas,
buru-buru teriaknya:
"Saudara cilik, berbicara soal berkelahi kau belum mampu,
kau tak bakal menangkan dirinya !".
Seraya berteriak badannya menubruk kedepan, sepasang
lengannya meluncur bagaikan panah sedikitpun tidak
membawa desiran suara.
Terhadap datangnya ancaman ini Kauw Heng Hu tak berani
berhayal, buru-buru ia mengengos kesamping kemudian
teriaknya marah-marah:
"Gentong nasi, perempuan lonte, si Bligo jelek, kau cari
mati " ".
Ingosan itu membuat serangan Tong Kauw mengenai
sasaran kosong, namun tubuhnya cukup gesit dengan cepat ia
putar pinggang, sisa tenaga pukulan yang terpancar keluar
dari telapaknya seketika menghantam diatas tembok kuil yang
berada beberapa tombak dihadapannya sehingga ambrol dan
sebuag lubang yang sangat besar.
Debu pasir berguguran suara gemuruh memekikkan
telinga. Ceng-Tong-Su-Hauw serta Be si Coen yang berdiri paling
dekat dengan dinding tembok itu seketika terhajar oleh
percikan batu, mereka kesakitan dan berkaok kaok sambil
mundur kebelakang, sejak itu tak seorangpun berada berdiri
lebih dekat kalangan.
Liem Kian Hoo sindiri dibikin tertegun dan lupa meneruskan
serangannya, ia telah dibikin kaget dan tercengang oleh
kedasyatan angin pulan yang dilepaskan Tong Kauw.
"Eeei monyet tua ! " terdengar Tong Kauw berteriak.
"Kau berani menganiaya saudara cilikku, aku akan adu jiwa
dengan dirimu !".
"Perempuan jelek, bligo busuk, akan ku jagal dirimu lebih
dahulu kemudian baru bikin perhitungan dengan bangsat cilik
itu !" maki Kauw Heng Hu pula dengan wajah gusar.
-oo0dw0oo- Jilid 7 BERSAMAAN dengan ancaman itu sang tubuh maju
kedepan, jari tengah berkelebat menotok jalan darah di atas
tetek Tong Kauw.
Si Bligo sama sekali tidak gentar, sambil putar telapak ia


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

babat urat nadi orang.
Kauw Heng Hu punya perawakan satu kali lipat lebih
pendek dari Tong Kauw, untuk menghajar roboh musuhnya ia
harus angkat tangannya lewati pundak baru mencapai
sasaran, sebaliknya bagi si perempuan Bligo cukup
membabatkan telapaknya ia sudah mengenai sasaran, maka
dari itu meski serangan dilancarkan tidak sama waktunya
namun bentrok pada saat yang bersamaan.
"Bluuuuk !" tenaga daya pental dalam badan Tong Kauw
menunjukkan reaksinya, angin totokan kena dipukul balik,
sementara ujung telapaknya sudah membabat tiba dan
dengan telak bersarang diatas pergelangan musuh.
Kauw Heng Hu menjerit kesakitan, badannya kena
ditumbuk sampai mundur empat lima Iangkah, saking
nyerinya ia sampai berkaok-kaok.
Untung tenaga dalam yang ia miliki amat sempurna, maka
dalam tumbukan tersebut nyaris ia lolos dari luka parah, meski
demikian si monyet tua itu pun jadi pitam, segera teriaknya
keras-keras: "Bangsat keparat! sungguh tak nyana Soen Tong Hay
masih meninggalkan kepandaian hebat buat dirimu !"
"Tia justru takut kau menganiaya diriku, maka secara diamdiam
ia wariskan ilmu silat ini kepadaku..." jawab Tong Kauw
sambil tertawa bangga.
Air muka Kauw Heng Hu berubah hebat kemudian ia
menyeringai seram.
"Bagus ! Bagus ! sejak dulu aku memang sudah tahu kalau
ia tidak jujur dan diam-diam menyimpan sebagian ilmu silat
sakti, Hmmm ! agaknya secawan arak racun yang kucekoki
kepadanya bukan perbuatan yang penasaran...".
"Apa " jadi ayahku mati karena kau racuni " teriak Tong
Kauw sambil membelalakan matanya.
"Haaaa... haaaaa... haaaaa... sedikitpun tidak salah,
dengan susah payah aku temukan sejilid kitab pusaka ilmu
silat, berhubung kecerdikan ayahmu sangat luar biasa maka
aku undang dirinya untuk menyelidiki bersama, siapa sangka
secara diam-diam ia punya maksud jelek, dengan ambil
kesempatan selagi aku tidak perhatikan ia telah robek satu
halaman yang penting untuk disembunyikan, perbuatan ini
berhasil kutemukan, tentu saja perbuatannya tak bisa
kuampuni, maka akupun menggunakan peluang selagi ia tidak
siap, diam-diam masukkan racun kedalam araknya agar ia
modar dalam keadaan mengerikan...".
"Omong kosong!" Tukas Tong Kauw sambil berteriak "Kau
sendiripun bukan manusia baik-baik, "Ayah pernah beritahu,
sewaktu kau serahkan kitab tersebut kepadanya, secara diamdiam
kaupun telah sembunyikan dua tiga lembar lebih dahulu,
kau yang menipu dirinya lebih dahulu !"
Kauw Heng Hu agak melengak, diikuti ia tertawa tergelak.
"Haaaa... haaaa... haaaa... ternyata Soen Tong Hay bukan
orang tolol, kiranya perbuatanku telah ia ketahui, untung aku
turun tangan dahulu, kalau tidak mungkin akulah yang
mendapat giliran untuk meneguk arak racun itu lebih
dahulu...".
Tong Kauw jadi amat sedih, ia menangis tersedu-sedu.
"Tidak aneh kalau ayah selalu memaki aku terlalu goblok
sehingga semua kepandaian tidak berhasil aku pelajari"
serunya, "Ternyata sejak semula ia sudah tahu kalau kau
bakal mencelakai dinnya, dua bulan menjelang kematiannya ia
masih akan wariskan sebuah kepandaiannya kepadaku
katanya ilmu tersebut dapat digunakan untuk menghadapi
dirimu, sayang sebelum aku berhasil mempelajarinya ia sudah
keburu mati...".
"Haaaa... haaaa... haaaa... kalau begitu selama hidup
jangan harap kau bisa mempelajari ilmu itu lagi, meski
lembaran kitab yang ia sembunyikan tidak berhasil kutemukan
namun aku melihat dengan mata kepala sendiri ia bakar
lembaran itu sampai hancur, tindakan pertama yang ia
lakukan setelah sadar bahwa dia keracunan adalah
memusnahkan kitab itu, ia takut aku mendapatkannya, tetapi
ia tidak pernah menyangka setelah kitab itu musnah, dikolong
langit dewasa ini tiada orang yang dapat melawan diriku lagi !
" "Monyet tua !" Teriak Tong Kauw sambil menubruk
kedepan, air mata jatuh bercucuran "Aku bersumpah akan
membinasakan dirimu, aku hendak menuntut balas buat
ayahku...".
Dengan sebat Kauw Hehg Hu mengigos kesamping,
mendadak dari sakunya ia ambil keluar sebuah paku tajam
yang berwarna keperak perakan sambil mencekal senjata itu
bentaknya: "Perempuan jelek, janganlah cari gara-gara kepadaku
dengan andalkan ilmu sinkang daya pentalanmu itu, senjata
tongkat Thian- Seng-Kang-Teng-Ciang ku tidak akan gentar
menghadapi daya pentalmu !".
Agaknya Tong Kauw amat jeri sekali dengan wajah
ketakutan. Dalam pada itu Liem Kian Hoo sudah mendusin,
buru-buru ia menghadang di hadapan perempuan tersebut
sambil membentak dengan nada gusar:
"Tok-Chiang-Suseng ! kau telah mencelakai ayahnya
sampai mati, apakah kau hendak membinasakan pula dirinya."
Kauw Heng Hu mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa... haaaa... haaaa... mula-mula siperempuan jelek ini
memang bisa digunakan untuk menjaga barisan Ban-Sioe-
Meh-Liem tersebut, tapi kini dudukya perkara berhasil
diketahui, aku tak dapat biarkan ia hidup lebih jauh lagi."
serunya. Sambil berkata ia cekal tongkat pendeknya lalu
mengencangkan paku tajam diujung tongkat, tadi keatas
kepala Tong Kauw, perempuan Bligo ini jadi ketakutan, buruburu
ia melarikan diri kebelakang dan bersembunyi dibelakang
tubuh Kian Hoo.
Kauw Heng Hu menubruk kedepan, kali ini senjatanya
ditujukan kearah sianak muda itu. Kian Hoo tak bersenjata
terpaksa ia berkelit kesamping Terhadap Liem Kian Hoo
agaknya Kauw Heng Hu tidak pandang sebelah matapun, ia
putar arah lalu sambil ayun tongkat pendeknya ia teruskan
pengejaran kearah Tong-Kauw, memaksa perempuan itu lari
pontang panting untuk cari tempat persembunyian.
Dari sikap Tong Kauw yang begitu jeri terhadap tongkat
pendek tadi, Liem Kian Hoo pun dapat segera tarik kesimpulan
bahwa tongkat pendek tersebut pasti merupakan sebuah
senjata tajam yang maha dahsyat.
Untuk beberapa saat ia tak tahu bagaimana caranya untuk
bantu si Bligo lepas dari kesulitan.
Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa ia rogoh sakunya,
tiba tiba ia meraba pisau belati milik Sani yang tertinggal
dalam kantong, hatinya jadi sangat gembira.
Pisau belati ini pernah digunakan untuk membabat gelang
leher Ku-Ii sewaktu ada didusun suku Leher Panjang, ketika
itu terbukti bahwa senjata tersebut tajam luar biasa, tak bisa
salah lagi pisau belati ini pastilah sebilah senjata mustika.
Dalam pada itu Kauw Heng Hu sudah memaksa Tong Kauw
hingga tersudut, posisi perempuan bligo tapi semakin kritis.
Tidbak sempat lagi dbagi Kian Hoo uantuk berpikir pbanjang,
ia membentak keras sambil ayun pisau tubuhnya menubruk
kedepan langsung menusuk punggung simonyet tua itu.
"Saudara cilik, hati hati dengan senjatanya." Buru-buru
Tong Kauw berseru dengan nada cemas ketika menyaksikan
peristiwa itu, Gerakan tubuh Kian Hoo cepat laksana sambaran kilat,
sekilas cahaya berkelebat lewat tahu-tahu ia sudah meluncur
ke depan, Kauw Heng Hu seketika merasakan desiran tajam
menyerang belakang punggungnya, ia sadar pasti ada sebilah
senjata mustika yang luar biasa tajamnya sedang mengancam
datang, meski ia punya tenaga sin-kang pelindung badan, jeri
pula Kauw Hu untuk menerima serangan tersebut dengan
keras lawan keras.
Terpaksa ia putar badan sambil ayun tongkatnya
menyambut datangnya tusukan pisau belati itu.
"Tiiiing !" ditengah bentrokan keras, bunyi dentingan
nyaring bergema memenuhi angkasa, Liem Kian Hoo
merasakan sepasang tangannya bergetar keras diikuti jarijarinya
mengendor, tak kuasa lagi pisau belatinya dicekal lebih
jauh dan tahu sudah dirampas oleh pihak lawan dengan
kekerasan. Sianak muda ini jadi melengak, ia dibuat tertegun oleh
kejadian ini. Kiranya didalam bentrokan barusan, pisau belati
mustikanya tidak tahan melawan ketajaman paku perak
diujung tongkat pendek itu, mentah-mentah pisaunya
terpantek oleh paku tadi hingga tembus kedalam dan
tergantung diatas tongkat tadi, maka ketika disentak oleh
Kauw HengHu tak ampun lagi lepaslah senjata tersebut dari
tangannya, MuIa mula Kauw Heng Hu melepaskan dahulu
pisau belati rampasan dari atas pakunya, kemudian tertawa
terbahak-bahak ia menjengek:
"Bocah keparat, kau masih punya mustika apalagi untuk
diadukan dengan ketajaman paku Thian-Seng-Thiat-Chiang ku
ini ?". Air muka Kian Hoo berubah amat serius, sepasang telapak
disilangkan sejajar dengan dada kemudian ia perlihatkan
sebuah pusisi jurus yang sangat ampuh.
Setelah saling bentrok sebanyak dua kali dengan Kauw
Heng Hu, sianak muda itu sadar bahwa tenaga dalam yang
dimiliki masbih terpaut jauhd dari tenaga Iwaeekang orang,
mbaka dalam keadaan terpaksa ia harus mengeluarkan jurus
adu jiwa yaitu jurus "Giok-San-Ci-Hun " !.
Agaknya Kauw Heng Hu tidak kenal akan kelihaian jurus ini,
dengan termangu-mangu ia awasi sianak muda itu dan
sedikitpun tidak bikin persiapan.
"Tok-Chiu-Suheng ! " seru Liem Kian Hoo dengan wajah
serius, "Ditinjau dari mimik wajahmu agaknya kau belum kenal
dengan jurus seranganku ini, maka aku perlu beritahu lebih
dahulu kepadamu, jurus seranganku ini bernada Giok-Sak-Ci-
Hun, setelah dilancarkan akan menghasilkan daya pukulan
yang maha dahsyat.".
" Hmmm ! jurus tersebut dinamakan Giok-Sak Ci-Hun atau
Gugur berbareng, aku rasa kau sendiripun bakat ikut modar
bukan ?" jengek Kauw Heng Hu seraya mengerling sekejap
kearahnya. "Sedikitpun tidak salah ! demi melenyapkan seorang
penjahat macam dirimu, sekalipun harus korbankan diri
akupun tidak merasa sayang!".
Tiba-tiba Kan Heng Hu mendongak tertawa panjang.
"Haaaa... ha... haaa... keparat cilik ! kepandaianmu untuk
membual sungguh luar biasa, apasih yang dinamakan Giok-Si-
Ci-Hun, terhadap Tong hong It Lip serta Mong-Yong-Wan
sepasang suami istri gentong nasipun kau tidak sanggup
menghadapi, masih ingin gunakan kepandaian tersebut untuk
menakut-nakuti diriku...".
Merah jengah selembar wajah Liem Kian Hoo, ia tahu
peristiwanya dengan suami istri Heng-Thi an-Sian-Li telah
deketahui monyet tua ini, hawa gusar langsung berkobar dan
ia tumpahkan semua kemarahan ini keatas tubuh Kauw Heng
Hu. Ia membentak gusar, sepasang telapak didorong kemuka
berbareng, dan meluncurlah segulung angin pukulan yang
maha dahsyat kearah Tok-Chiu -Suseng.
Dengan suatu gerakan yang ringan dan enteng Kauw Heng
Hu kebaskan telapaknya kemuka, iapun mengirim satu
pukulan untuk sambut datangnya serangan tersebut.
Dalam perkiraannya cukup dengan telapak sebelah saja
sudah lebih untuk menahan kedahsyatan lawan.
Siapa sangka sertelah angin sertangan menempel
qdibadan, mula-mrula badannya terdorong mundur sejauh
beberapa langkah diikuti tenaga pukulan yang meluncur
datang tiada hentinya itu membungkus seluruh pakaian yang
ia kenakan hancur berkeping-keping. bagaikan bubuk dan
melekat ditubuhnya rapat-rapat.
Kejadian ini berlangsung dengan cepat membuat ia
terkesiap dan ketakutan setengah mati, buru-buru ia salurkan
hawa murni yang dimiliki untuk pertahankan keutuhan badan.
Setelah bersusah payah akhirnya dari pori-pori kulit berhasil
pula mendesak keluar segulung angin pukulan yang
membendung hawa pukulan lawan, ia agak bisa bergerak
kembali walau masih sempit ruang geraknya.
Dalam pada itu Liem Kian Hoo sendiripun merasa terkejut
bercampur tercengang setelah melepaskan serangannya, jurus
ampuh yang mematikan ini pernah digunakan satu kali, tempo
dulu tenaga serangannya tidak berhasil menciptakan suasana
sedahsyatnya ini, sedangkan kali ini ia merasa jauh lebih
leluasa, angin pukulan yang dilepaskan tiada hentinya
mengalir keluar, seakan-akan tiada batasnya sama sekali.
Setelah melengak beberapa saat lamanya, ia pun dapat
menemukan sumber dari kemajuannya, kesempurnaan tenaga
dalam yang dimilikinya kini tentu merupakan hasil dari
semedinya selama sebulan didalam kamar semedi Toan Kiem
Hoa, selama sebulan ia telah berlatih sesuai dengan petunjuk
diatas hioloo Ci-Liong-Teng, kepandaian itulah membuat
tenaga dalamnya memperoleh kemajuan pesat.
Sementara itu Kauw Kauw Heng Hu salurkan segenap
kemampuannya untuk mempertahankan diri, ketegangan
meliputi wajahnya, keringat dingin mengucur keluar
membasahi seluruh badan keadaannya menggenaskan sekali.
Menyaksikan keadaan orang, Liem Kian Hoo merasa sangat
bangga, sambil tertawa tergelak ejeknya:
"Tok-Chiu-Suseng, sekarang kau sudah ngerti akan
kelihayanku bukan "...".
Dalam pada itu Ceng-Tiong-Su-Hauw serta Be Si Coen
sekalian diliputi perasaan terperanjat, takut dan ngeri, seorang
demi seorang mulai ngeloyor kedalam kuil, seakan-akan
mereka sudah tahu bahwa Kauw Heng Hu tidak bakal berhasil
mempertahankan diri .
Ketika itu meskipun Liem Kiam Hoo berhasil duduk diatas
angin, namun ia tak sempat untuk meluangkan waktu
menghalangi jalan pergi mereka, terpaksa dengan wajah
gusar teriaknya kepada beberapa sosok bayangan punggung
itu: "Bajingan-bajingan bernyali tikus, kalian jangan ngeloyor


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergi. jangan dikata didalam jagad, sekalipun kalian lari
keujung langitpun aku orang she Liem tidak akan melepaskan
kalian... "Keparat cilik ! kau jangan keburu merasa bangga."
Mendadak Kauw Heng Hu membentak keras ditengah
kurungan angin pukulan, "Aku tidak percaya kau betul betul
berhasil menguasahi diriku !".
Sepasang telapak direntangkan, angin pukulan berputar
yang ada diluar tubuhnya mendadak semakin kuat, seketika
itu juga angin pukulan si-anak muda itu ikut tertuntun dan
mulai berputar kencang, bukan begitu saja bahkan kuda kuda
Kian Hoo pun mulai tergempur dan ikut bergoncang.
Senyuman menyeringai mulai menghiasi kembali wajah
Kauw Heng Hu, sepasang telapak berputar semakin kencang
dan hawa pukulannya makin lama semakin dahsyat, Liem Kian
Hoo tak kuasa menahan diri lagi badannya ikut berputar kencang-
Batu, pasir dan kerikil mulai ikut berputar.
Dalam sekejap mata seluruh angkasa telah diliputi kabut
kuning yang sangkat tebal, ditengah bayangan debu
tampaklah dari lubang hidung, mulut dan lubang telinga Kauw
Heng Hu mengucurkan darah segar, wajahnya kelihatan
bertambah bengis dan menyeramkan.
Tubuh Kian Hoo setelah berputar beberapa saat lamanya,
ia mulai merasakan kepalanya pening tujuh keliling, angin
pukulan yang dihasilkan telapak tangannya makin lemah,
namun ia tak sanggup mengerem tubuhnya sebab makin
lemah daya serangannya makin besar ia terpengaruh oleh
tenaga berpusing orang, akhirnya iapun jatuh tidak sadarkan
diri ditengah putaran kencang itu.
Pasir serta kabut lambat laun mulai berhenti, suasana pun
mulai pulih kembali dalam ketenangan. Rambut Kauw Heng
Hu awut-awutan dan terurai panjang kebawah, wajahnya
penuh berpelepotan darah, sambil menginjak tubuh Kian Hoo
yang menggeletak diatas tanah ia perdengarkan gelak tertawa
panbjang yang sangadt menusuk telinaga.
"Keparat ciblik ! kau betul-betul luar biasa, seandainya aku
tidak berhasil melatih ilmu pukulan berpusing Hwie-Swan-
Khie-Kang mungkin ini hari ajalku telah tiba, sekarang...
heee... hee... kau tak bakal bisa berlagak lagi.
"Monyet tua, cepatlah kau lepaskan saudara cilikku itu."
Terdengar Tong Kauw yang ada di-luar kalangan berteriak
sambil menangis, "Asal kau lepaskan saudara cilikku itu, aku
ampuni selembar jiwamu !"
"Perempuan jelek, nyawamu sendiripun susah
dipertahankan lagi, kau masih berani jual lagak dihadapanku."
Seraya berkata Kauw Heng Hu tertawa pan jang dengan
seramnya, kemudian dari saku sianak muda itu ia ambil keluar
hioloo Ci-Liong-Teng tersebut, setelah diperiksa sejenak
kemudian ia merogoh pula sebutir mutiara dan masukkan
mutiara tadi kedalam hioloo tersebut.
Dengan sinar mata penuh ketegangan ia awasi terus
perubahan dalam hioloo tadi, tidak lama...
Ia buang muka dengan wajah kecewa,
Kiranya dari balik hioloo ia tidak menemukan sesuatu
apapun, yang tampak hanya dinding hioloo yang licin dan
mengkilap. Sementara ia masih pusatkan perhatiannya diatas hioloo
tadi mendadak tampaklah segulung angin pukulan mendesak
tiba, ia segera berpaIing. Tampalah Tong Kauw tanpa
menggubris keselamatan sendiri sedang menubruk datang
dengan hebatnya, Berada dalam keaadaan tidak siap buruburu
ia getarkan tangannya untuk menangkis.
Braaaak....! ditengah bentrokan dahsyat orang she-Kauw
itu tak sanggup mempertahankan diri, tubuhnya kena
tertumbuk sampai mundur sejauh lima enam lasgkah, dengan
cepat ia sambar tongkat pendek berujung paku tadi untuk
berjaga diri. Tong Kauw bergerak sebat, menggunakan kesempatan
selagi musuh terdesak mundur, ia sambar tubuh Kian Hoo
yang menggeletak diatas tanah lalu putar badan dan
melarikan diri, Menyaksikan tingkah laku derempuan itu, Kauw
Heng Hu naik pitam, dengan gusar bentaknya:
"Perempuan jelek, akan kulihat kau hendak melarikan diri
kemana !".
Seraya acungkan tongkat pendeknya, ia mengejar dari
belakang. Langkah kaki Tong Kauw sangat lebar, lagi pula
bergerak cepabt, meskipun hardus membopong Liaem Kian
Hoo nambun gerakan tubuhnya masih cepat laksana
hembusan angin puyuh, kendati Kauw Heng Hu sudah
mengejar dengan segenap tenaga namun belum berhasil juga
menyusul gadis itu.
BegituIah satu didepan yang lain dibelakang dengan amat
cepat mereka telah kembali kedalam hutan tersebut. Kauw
Heng Hu yang ada dibelakang lantas berteriak.
"Perempuan jelek, kali ini akan kulihat kau hendak
melarikan diri kemana lagi !".
Tanpa ragu-ragu Tong Kauw menerobos masuk kedalam
hutan, Kauw Heng Hu pun segera menyusul dari belakang,
dua orang itu sama-sama hapal dengan jalan didalam barisan
ini setelah menerobos kesana kemari dalam hutan tersebut
tidak lama kemudian sampailah mereka di-pusat barisan itu.
Mendadak Tong Kauw berhenti, meletakan tubuh Kian Hoo
keatas tanah dan telapaknya langsung membabat keatas
sebatang pohon yang berdiri dihadapannya.
Menjumpai perbuatannya perempuan jelek itu. Kauw Heng
Hu sangat terperanjat buru buru teriaknya:
"Tong Kauw, kau sudah edan " kalau kau tebang batang
kayu itu maka kita semua tidak bakal bisa hidup lagi.".
Tong Kauw si perempuan bligo tidak ambil gubris omongan
itu, ia teruskan babatannya sampai separuh jalan, setelah itu
sambil berpaling barulah ujarnya:
"Monyet tua, asal kau berani maju selangkah lebih dekat
lagi maka aku akan membuka kunci dari barisan ini dengan
menebang pohon tersebut setelah pohon ini tumbang apa
yang bakal terjadi aku rasa kau pasti mengetahui jelas bukan
?". Tidak salah lagi, ancaman ini seketika membuat Kauw Heng
Hu mengkeret, ia tidak berani maju lagi.
Setelah merandek sesaat ia tertawa aneh dan berkata:
"Meskipun aku tidak membunuh dirimu, kau pun tak akan
lolos dari kematian !".
"Omong kosong ! asal tanganku tidak kulepaskan barisan
ini tidak akan menunjukkan perubahan.".
"Haaaa... haaaa... haaaa perempuan jelek, si Bligo toloI,
kalau begitu tunggulah disini ! akan kulihat sepanjarng hidup
kau tettap berdiri disqitu sambil bersriap sedia !".
Ucapan ini membuat Tong Kauw tertegun, kemudian
dengan wajah kecut serunya:
"Aaaaah benar ! seandainya perutku lapar lantas
bagaimana...".
"Haaa... haaaa... haaaa... kalau sampai demikian adanya
maka kau harus mati karena kelaparan !".
Mendadak Tong Kau mendongak, dengan gusar teriaknya.
"Monyet tua, kau jangan keburu senang hati,
bagaimanapun aku tak bisa hidup lebih lama mari kita mati
bersama-sama saja !" Seraya berkata ia tunjukkan sikap
hendak menebas pohon tersebut.
Kauw Heng Hu jadi amat cemas, buru-buru ia berteriak:
"Tong Kauw, janganlah berbuat demikian, bagaimana kalau
aku carikan akal untuk menolong dirimu ?"
Kauw Heng Hu tertawa licik.
"Tunggulah sebentar disini, aku akan pergi kesana sebentar
untuk mencari sebatang kayu sebagai menyanggah pohon ini,
dengan disanggah pohon tersebut maka tanganmu bisa
dicabut keluar tanpa mengerakkan barisan ini, bukankah
keadaan tersebut bagus sekali." katanya.
"Tidak... tidak... kalau kau tidak balik lagi lalu bagaimana
?". "Oooouw . . aku pasti kembali ! aku pasti kembali!
percayalah kepadaku, dan legakanlah hatimu .".
Sembari berseru buru-buru ia mengundurkan diri sejauh
lima enam tombak dari kalangan, setelah itu orang she-Kauw
tadi putar badan dan melarikan diri terbirit birit,
Terdengar Tong Kauw yang ada dibelakang masih sempat
berteriak: "Eeeeeei monyet tua ! akan kutunggu seperempat jam
lamanya, kalau kau belum balik jaga maka tanganku segera
akan kucabut agar barisan ini tunjukkan kelihayannya.".
Tiada jawaban dari Kauw Heng Hu, jelas monyet tua itu
sudah melarikan diri jauh jauh dari sana.
sementara itu Liem Kian Hoo yang menggeletak dibawah
kaki Tong Kauw sudah mendusin, kepalanya masih pusing
tujuh keliling, badannya lemas dan sama sekali tak bertenaga,
namun kesadarannya sudah pulih, apa yang mereka bicarakan
dapat ia tangkap semua dengan jelas.
Tak tahan lagi sianak muda ini menggela napas panjang,
katanya: "Tong Kauw, kau benar benar goblok ! kau anggap ia benar
benar akan balik kemari ?"
"Hiiii... hiiii... hiiii..." Tong Kauw tertawa cekikikan " Kalau ia
tidak balik maka tanganku segera akan kucabut keluar, biar
barisan ini mulai tunjukkan kelihayannya !". jawaban ini
membuat Liem Kian Koo jadi mendokol bercampur geli, sekali
lagi ia menghela napas panjang,
" Si Bligo toIol, waktu ia ia sudah jauh tinggalkan hutan ini,
mana mungkin kau bisa mencelakai dirinya..." ia berkata.
Tong Kauw tiba2 mendadak ia cabut tangannya dari balik
babatan tersebut.
Kraaaak.... bluuuum...! batang pohon itu segera tumbang
keatas tanah diiringi suara gemuruh yang sangat memekikkan
telinga, Liem Kian Hoo amat terperanjat saking kagetnya
sampai sepatah katapun tak sanggup diutarakan keluar.
Namun dari balik hutan tersebut kecuali getaran keras akibat
tumbangnya pohon tadi sama sekali tidak muncul perubahan
lain. Terdengar Tong Kauw mendongak tertawa terbahak-bahak
dengan bangganya setengah harian lamanya ia tertawa
kemudian baru berkata:
"Saudara cilik, kau dengan si Monyet tua itu adalah orangorang
pinter, siapa sangka kali ini kamu berdua sudah kena
tertipu mentah oleh aku si Tolol ! "
Ucapan ini Kian Hoo disamping membuat hatinya pun
merasa gembira.
"Lalu... lalu... pohon tetiron n " teriaknya tanpa kuasa.
Tong Kauw tertawa.
"Pohonnya sih pohon sungguhan, cuma kunci dari barisan
ini tidak terletak disini, pohon ini sengaja diatur ayahku secara
diam-diam tanpa sepengetahuan simonyet tua itu, sebelum
meninggal ayahku pernah berpesan, seandainya suatu hari si
monyet tua itu ingin mencelakai aku maka aku boleh gunakan
cara ini untuk menakut-nakuti dirinya, sungguh tak nyana cara
ini berhasil aku gunakan dengan sukses pada hari ini".
Liem Kian Hoo termenung, kemudbian menghela nadpas.
"Aaaaai, aayahmu betul-betbul seorang pendekar sakti "
katanya. "seumpama ia tidak dibunuh oleh Kauw-Heng Hu, si
Tok Chiu Suseng pun tidak akan secongkak dan sebuas
begini." Titik-titik air mata jatuh berlinang membasahi wajah Tong
Kauw, keluhnya dengan suara isak:
"Aku selalu mengira ayah sangat benci terhadap diriku, tapi
ditinjau dari segala persiapan serta segala perbuatannya, ia
masih suka dan mencintai diriku !".
"Tentu saja, dikolong langit tak ada orang tua yang tidak
mencintai putra putrinya.".
Tong kauw kembali termenung, sesaat kemudian tiba-tiba
ia bertanya: "Saudara cilik, kiranya kaupun punya kepandaian hebat,
begitu lama kau berhasil berduel dengan simonyet tua itu,
sekarang apakah keadaan-mu sudah rada baikan ?".
"Belum ! " Liem Kian Hoo menggeleng dan tertawa getir.
"Tenaga murniku mengalami kerusakan hebat, paling
sedikit harus beristirahat sehari penuh baru bisa pulih seperti
sedia kala, tapi selama seharian penuh ini kita harus
bersembunyi dimana " sebentar lagi Kauw Heng Hu bakal
balik kesini, sedang kaupun tak bisa menangkan dirinya..."
"Aku tidak jeri kepadanya." tukas Tong-Kau cepat cepat.
"Tapi aku takut dengan tongkat pendeknya ayah pernah
berkata bahwa paku tajam di ujung tongkat itu merupakan
tandingan yang terutama dari ilmu sinkang tenaga pental !".
"Bukankah keadaannya sami mawon " sewaktu ia datang
kemari nanti, tongkat pendeknya itu pasti akan ia bawa serta
!". "Kalau begitu biarlah kugendong dirimu dan kita melarikan
diri ketempat luaran, setelah ilmu silat berhasil kita latih nanti
kita cari dirinya lagi untuk bikin pembalasan".
"Tak bisa, aku tak dapat meninggalkan tempat ini".
"Apakah kau menguatirkan encimu itu " " tanya perempuan
Bligo sambil melototkan matanya.
"Bukan soal itu, aku menguatirkan dua orang gadis yang
disekap dalam gua Angin Hitam, mereka punya gubungan
yang sangat erat sekali dengan diriku, aku tak dapat biarkan
mereka selalu terjatuh ditangan Kauw Heng Hu".
"Saudara cilik, kenapa sih kau selalu mengingat hubungan
dengan kaum gadis muda ?" sela Tong Kauw sambil
menyengir Mendengar apa yang diucapkan gbadis Bligo tersdebut
tidak karuaan dan keedan-ebdanan, Kian-Hoo agak kheki,
kontan menegur:
"Jangan omong yang bukan-bukan ! ayoh cepat pikirkan
suatu tempat yang tenang dan aman agar aku bisa
beristirahat seharian penuh, setelah tenang tenagaku pulih
aku hendak bikin perhitungan lagi dengan Kauw Heng Hu."
Tong Kauw putar biji matanya, tiba tiba ia berkata.
Kalau kau ingin suatu tempat yang tidak diketahui simonyet
tua itu, maka hanya ada satu tempat saja yaitu gua Kioe Kie
Tong.". "Dimanakah letak gua Kioe Kie Tong tersebut ?".
"Gua Kioe Kie Tong adalah tempat ayahku melatih ilmu silat
secara diam-diam...".
Lieni Kian Hoo jadi kegirangan setengah mati, buru-buru ia


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berseru: "Kalau begitu cepatlah bawa aku kesitu !".
Sambil tertawa cekikikan dan cengar cengir seperti kuda
Tong Kauw membopong tubuh sia-nak muda itu, lalu putar
badan keluar dari hutan melewati bukit serta tebing, lama
sekali akhirnya sampailah mereka didepan sebuah gua,
didepan gua penuh tumbuh rotan, tidak salah lagi tempat itu
betul betul terpencil dan rahasia sekali letaknya.
Menyingkap rotan masuk kedalam gua, kembali mereka
beberapa waktu lamanya, sepanjang perjalanan suasana gelap
gulita tak nampak lima jari sendiri.
Namun Tong Kauw sangat hapal dengan liku-likunya
tempat itu, ia berjalan terus sampai suatu tempat baru
berhenti, dibuatnya obor sebagai penerangan dan saat itulah
Liem Kian Hoo baru temukan dirinya telah berada didalam
sebuah gua yang tinggi dan besar.
Mula pertama sinar matanya terbentur dengan serentetan
tulisan yang di ukir dengan ilmu jari Kiem Kong Ci, baru
membaca beberapa baris jantung sianak muda itu berdebar
keras. Ditinjau dari nada tulisan diatas dinding gua itu jelas
menunjukkan bahwa tulisan itu berasal dari Soen Tong Hay,
terbaca olehnya tulisan itu berbunyi:
"Pada masa silam aku adalah satu diantara Tiong Goan-
Cap-Sah-Su tiga belas sahabat dari Tionggoan, beruntung
Tok-Chiu-Suseng Kauw-Heng Hu berhasil peroleh sejilid kitab
pusaka yang disebut Koei-Hua-Pit-Kip dimana tercantum
pelbagai ilmu bersemedi serta ilmu hitam yang dahsyat,
denganr kemampuanku akthirnya ia ajak qaku untuk berlartih
bersama. Siapa sangka orang itu berhati keji dan curang, ia
sembunyikan dahulu dua lembar terakhir dari kitab tadi
sehingga kitab pusaka itu jadi tidak utuh, perbuatan betulbetul
patut disesalkan.
"sepintas lalu aku baca kitab tersebut, dapat diketahui
bahwa isi kitab pusaka ini luar biasa, maka timbullah pikiranku
untuk melenyapkan manusia cilik ini, sebab bila sampai kitab
ini terjatuh semua ke tangannya, pastilah dunia kangouw akan
timbul banjir darah, maka sengaja akupun menyembunyikan
sebagian dari kitab tadi.
"Akupun sadar bahwa aku tak berteman, putriku pun
bodoh. Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak
diinginkan maka inti sari kitab pusaka itu telah kuserahkan
kepada putriku untuk menyimpannya barang siapa yang
membaca tulisan ini harap suka merawat baik-baik putriku
dengan intisari kitab pusaka itu sebagai imbalannya.
Tertanda: Soen Tong Hay ".
Habis membaca tulisan itu, Liem Kian Hoo segera berpaling
kearah Tong Kauw ! seraya bertanya.
"Tong Kauw ! sebelum ayahmu menemui ajalnya, apakah ia
pernah serahkan suatu benda kepadamu untuk disimpan ?".
"Tidak, tidak ada ! " jawab Tong Kauw sambil menggeleng.
" Ayah cuma berpesan bahwa aku dilarang membawa
siapapun datang kemari, ia tidak serahkan barang apapun
kepadaku.".
Kian Hoo tahu perempuan jelek ini tidak bakal berbohong,
aliskan kontan berkerut, sambil peras otak gumamnya:
"sungguh aneh sekali ! didalam surat wasiatnya terangterangan
ayahmu mengatakan bahwa ada semacam benda
telah diserahkan kepadamu untuk disimpan, coba pikirlah
sekali lagi dengan seksama !".
Tong Kauw garuk kepala sambil putar otak, namun
akhirnya kembali ia menggeleng.
"Sama sekali tak ada, coba lihat sehelai bajupun tidak
kukenakan dibadan, darimana aku bisa sembunyikan suatu
barang dalam tubuhku ?"
Liem Kian Hoo tak dapat berbuat lain, terpaksa ia teruskan
usahanya putar otak untuk me-mecahkan teka teki ini, lama
sekali ia berpikir namun tiada hasii sama sekali, terpaksa ia
singkirkan persoalan itu untuk melanjutkan penelitiannya keseluruh
bilik gua itu. Terlihatlah empat penjuru dinding mengkilap dan kosong
melompong, secuwil barang pun tidak nampak.
"Saudara cilik, bukankah kau berkata hendak duduk semedi
untuk atur pernapasan ?" tiba-tiba Tong Kauw
memperingatkan. " Ayoh cepatlah mulai bersemedi !".
"Aaaaah, benar, selagi aku mengatur pernapasan jangan
sekali-kali kau usik diriku, dan kau pun dilarang ajak aku
berbicara !".
"Tentang soal ini aku sudah tahu" jawab Tong Kauw sambil
tertawa bodoh. "setiap kali ayahku sedang bersemedi, iapun
selalu berbuat demikian, sering kali ia bawa aku kedinding
sebelah sekarang baiklah akupun menanti dirimu di ruang
sebelah saja, setiap saat kau telah selesai beristirahat
panggillah aku kemari.".
Menyasikan perempuan itu jauh lebih penurut dan banyak
urusan yang diketahui, tanpa terasa sianak muda itu
tersenyum kearahnya, Tong Kauw sangat gembira, sambil
tertawa cengar cengir iapun berlalu dari situ.
Sepeninggal sigadis bligo, kembali Liem Kian Hoo
mengamat amati tulisan diatas dinding itu setengah harian
lamanya, tanpa terasa lagi ia merasa ikut bersedih hati buat
Soen Tong Hay. "Siorang tua itu tentu seorang jago yang amat cerdik sekali
sehingga tiada tandingan dikolong langit, sungguh tidak
beruntung putrinya dilahirkan begitu toIol, dungu dan
gobloknya luar biasa, kata kata Putriku tidak cerdas yang
terukir diatas dinding benar-benar membawa suatu perasaan
yang luar biasa.".
"Benda yang dimaksudkan pasti ada, cuma sayang Tong
Kauw dungunya tidak ketolongan lagi, entah ia sudah buang
barang itu kemana " aaaai .... ia benar-benar telah menyianyiakan
jerih payah ayahnya selama ini.".
Setelah menyesali kebodohan gabdis jelek itu bdeberapa
saat laamanya, ia baru bbenar benar duduk semedi, pejam
mata dan atur pernapasan.
Semedi kali ini makan waktu yang lama sekali, hawa murni
yang mengalami kerusakan hebatnya sedikit demi sedikit
berhasil dihimpun kembali, meskipun tidak sesegar semula,
namun paling sedikit ia sudah bisa mengerahkan tenaganya
untuk bergebrak melawan orang, Selama ini Tong Kauw benar
benar tidak datang mengganggu dirinya, bahkan hingga detik
itu ia tidak perdengarkan sedikit suarapun.
"Si Budak tolol itu entah sudah lari kemana ?" pikirnya
didalam hati, "Mungkin ia tidak kuat menahan rasa sepi
didalam gua dan telah jalan-jalan diluaran. Kini Kauw Heng Hu
sudah bermusuhan dengan dirinya, sebentar kemudian apabila
ia sadar bahwa dirinya kena ditipu olehnya orang itu tentu
akan melakukan pencarian secara besar besaran, seandainya
sampai ditemukan sitolol itu pasti akan menderita kerugian
besar." Karena berpikir akan hal itu, hatinya jadi sangat gelisah,
buru teriaknya:
"Tong Kauw, Tong Kauw...".
Suara pantulan menggema diseluruh ruang gua, beberapa
saat kemudian terdengarlah jawaban dari si gadis Bligo itu:
"Saudara cilik, apakah kau sudah selesai bersemedi " aku
segera datang...".
Setelah mendengar jawabannya dan tahu gadis jelek itu
sehat wal'at'iat tanpa kekurangan sedikit apapun, Liem Kian
Hoo menghembuskan napas lega. Tidak selang beberapa saat
kemudian terdengar suara langkah lebar, diatas wajahnya
yang berwarna hitam penuh berkelepotan air mata.
"Tong Kauw, mengapa kau menangis ?". tanya Kian Hoo
keheranan.. Sambil menyeka air mata yang menetes keluar dan dengan
nada malu-malu jawab perempuan jelek ini:
" Aku pergi ketempat ayah dan ajak dia berbicara, aku
beritahu kepadanya. bahwa sekarang aku, sudah punya
seorang saudara cilik yang bersikap sangat baik kepadaku, aku
minta ia suka berlega hati".
"Bukankah ayahmu sudah mati " darimana ia bisa
mendengar perkataanmu "..."
Tong Kauw tertegun dan berdirib menjublak dengdan sinar
mata baodoh. "Akupun tbidak tahu apakah ia bisa dengar atau tidak akan
perkataanku pokoknya setiap kali ada persoalan tentu
kukatakan kepadanya, sejak ayah meninggal kaulah orang
pertama yang pertama yang bersikap sangat baik kepadaku,
maka sewaktu kuberitahukan hal ini kepadanya, saking
gembiranya aku sampai menangis."
Liem Kian Hoo benar benar dibikin terharu oleh ucapan ini,
hiburnya dengan suara lembut:
"Asalkan kau bersungguh-sungguh dan jujur, aku rasa
sukma ayahmu diakhirat tentu dapat menangkap apa yang
kau ucapkan !".
Maksud sianak muda itu dengan ucapan tersebut tidak lain
hanya ingin menghibur hatinya belaka, siapa sangka Tong
Kauw segera menyambung:
"Perkataanmu sedikitpun tidak salah, ini sewaktu aku ajak
dia berbicara tiba-tiba kepalanya jatuh dari atas tembok,
mungkin ia sudah mendengar perkataanku dan ikut
bergembira buat diriku!"
"Eeeee... darimana batok kepala ayahmu bisa berada diatas
dinding tembok ?" seru Kian Hoo melengak. Tong Kauw
tertawa. "setelah ayah mati, karena aku takut tak dapat berjumpa
lagi dengan dirinya maka secara diam diam kutebas batok
kepalanya dan kusembunyikan didalam gua, agar setiap kali
aku bisa datang untuk menengok dirinya !".
Ucapan ini membuat sianak muda itu mengkirik bulu
kuduknya pada bangun berdiri.
"Ayahmu mati karena dicelakai orang, mati nya tidak wajar
dan sukmanya sangat menderita, mana boleh kau rusak pula
jenasah ?" ia menegur dengan nada keras.
"Kenapa tidak boleh " ayahku yang suruh aku berbua
demikian, akupun berbuat atas permintaanya sendiri !".
"Omong kosong! mana mungkin ayahku suruh kau penggal
batok kepalanya untuk disimpan ?"
"Benar, sungguh-sungguh..." Teriak Tong Kauw amat
gelisah. "Sebelum ayah mati, ia selang berkata kepadaku,
suatu hari seandainya ia masih berkata bahwa aku terlalu tolol
maka seandainya batok kepala tersebut kupenggal dan
kusimpan selalu maka setiap kali ia bisa merawat diriku dari
dunia sana !".
Liem Kian Hoo tridak membantah tlagi, ia mengheqla napas
panjanrg. "Aaaaai... ayahmu pun seorang manusia kukoay, orangpun
sudah mati, masa seperangkat tengkorak bisa merawat dan
menjaga dirimu"..." Ucapan ini sangat menyedihkan hati Tong
Kauw ia sesungguhkan dan menangis tersedu-sedu.
"Benar,. . ucapanmu tidak salah... uuuuh... uuuuh...
uuuuh... kulit diatas batok kepala tu sudah kering, kulitpun
sudah tidak karuan, keadaannya sama sekali berbeda dengan
apa yang sering ia katakan kepadamu semasa masih
hidupnya.".
"Apa yang ia katakan kepadamu ?".
"Dia bilang: "Tong-jie ! asal kau berhasil mempelajari
seluruh barang yang ada didalamku maka sepanjang hidup
kau tikak usah takut dianiaya orang lagi !" tetapi hai ini mana
mungkin " didalam otak ayah entah sudah tersimpan ilmu
serta kepandaian apapun, dengan andalkan ketololan serta
kegoblokanku, sepanjang hidup jangan harap aku bisa
mempelajari seluruhnya !".
"Benar ayahmu berkata demikian ?" Tiba tiba sianak muda
itu bertanya, hatinya agak ber-gorak.
"sedikitpun tidak salah, setiap hari paling sedikit ia ulangi
perkataan itu satu kali dihadapanku, bahkan sewaktu berada
dihadapan simonyet tua itupun berkata demikian, maka
ucapan tersebut sudah hapal diluar kepala!".
Liem Kian Hoo berpikir sejenak, mendakak ia berkata:
"Batok kepala ayahmu disimpan dimana " mari ajak aku
kesitu !".
"saudara cilik, kau bukan bermaksud untuk mengembalikan
batok kepala itu kedalam liang kubur bukan ?".
"Siapa bilang aku hendak berbuat demikian " ayahmu telah
berpesan agar kau berbuat demikian, tentu saja ia punya
maksud yang mendalam, Dia adalah ayahmu berarti pula
angkatan tua ku, sudah sepantasnya kalau aku pergi
menyambanginya ".
Pertayaan ini melegakan hati Tong Kauw, ia lantas berkata
dengan hati gembira:
"Asal kau tidak suruh aku menghantar pulang batok kepala
itu kedalam liang kubur, kau ingin berbuat apa lakukanlah
sekehendak hatimu, bahkan akupun akan berikan kepadamu
dengan senang hati apabila kau inginkan, hanya benda inilah
satu-satunya barang peringatan yang ditinggal kan ayah
kepadaku !"
Liem Kian Hoo tidak sempat banyak cing-cong lagi dengan
dirinya, ia lantas suruh gadis itu membawa jalan.
Tong Kauw menyulup api obor, lalu ujarnya:
"Aku sudah hapal sekali dengan liku liku gua ini, sekalipun
tidak membawa obor pun bisa sampai kesitu dengan
gampang, tapi lain halnya dengan dirimu.".
Liem Kian Hoo tidak gubris ocehan tersebut ia berjalan
keluar dari gua itu mengikuti di-belakang Tong Kauw.
Setelah berbelok beberapa tikungan sampailah mereka
disebuah ruang gua yang jauh lebih kecil dari gua pertama,
disitu banyak terletak batu batuan serta mainan dari emas
serta kumala, mungkin disinilah tempat tinggal Tong Kauw
selama ini. Diatas dinding tembok terdapat sebuah lekukan yang
berupa sebuah gua kecil, dalam gua tadi terletak sebutir batok
kepala, kulit, serta dagingnya sudah mengering, sepasang
matanya cekung ke dalam, gigi menongol keluar dan kelihatan
sangat menyeramkan.
Tong Kauw segera pungut batok kepala itu untuk
diletakkan diatas tangan, setelah itu ujarnya:
"Sewaktu ayah masih hidup, wajahnya tidak sejelek dan


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seseram ini, ia selalu memaki aku berwajah jelek, padahal
sekarang ia jauh lebih jelek daripada aku sendiri !".
Liem Kian Hoo terima bacok kepala tersebut terdapat
sebuah retakan panjang buru buru ia bertanya:
"Tong Kauw, kenapa bagian sini retak-retak ?".
Tong Kauw periksa sebentar batok kepala ayahnya, lalu
menjawab: "Mula-mula ditempat ini tak ada retakan, mungkin retakan
itu terjadi sewaktu terjatuh tadi.
Biarkah batok kepala ini tadi menggelinding dan jatuh retak
dengan sendirinya ?".
"Tidak salah ! seandainya batok kepala ini bukan batok
kepala dari ayahku sendiri, mungkin aku sudah lari pontang
panting saking takut dan ngerinya.".
Sianak muda itupun bungkam dalam seribu bahasa
sementara otaknya berputar kencang, sambil menyungging
tenkorak itu diam2 ia berdoa:
"Cianpwee, bukan saja caramu berpikir sangat luar biasa
bahkan setelah matipun masih dapat menunjukkan tandatanda,
dalam hati boanpwe merasa sangat kagum, seandainya
dugaan boanpwee meleset dan tidak tepat, segala sesuatu
perbuatanku yang kasar serta ceroboh harap cianpwee suka
maafkan ! perduli bagaimanapun juga, boan pwee pasti akan
melaksanakan pesan cianpwee untuk baik-baik
memperlakukan Tong Kauw, dan sepanjang masa akan
kuanggap darinya sebagai saudara sendiri."
Tong Kauw yang selama ini berdiri disisi si anak muda itu.
ketika menyaksikan mulut Kian-Hoo kemak kemik ia
tercengang. "Saudara cilik, apa yang kau katakan kepada ayahku "
segera tegurnya.
Kisah Pendekar Bongkok 8 Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Pendekar Laknat 8
^