Pencarian

Pedang Bunga Bwee 5

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Bagian 5


Liem Kian Hoo tidak menjawab, menanti doanya telah
selesai ia baru berkata kepada diri Tong Kauw.
"Tong Kauw, tadi kau mengatakan rela hadiahkan batok
kepala ini kepadaku, benar benarkah ucapanku itu ?".
"Tentu saja sungguh-sungguh, tapi apa gunanya kau minta
batok kepala itu ?".
"Hendak kuhacurkan !".
"Hendak kau hancurkan " kenapa ?" teriak siperempuan
goblok itu terperanjat.
Liem Kian Hoo tahu meskipun alasannya di terangkan
kepadanya belum tentu gadis bodoh ini mengerti, lagi pula
iapun tidak punya keyakinan penuh, maka terpaksa ia
gunakan cara lain untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Dengan wajah kaku membesi segera tegurnya: "Tong Kauw
! setelah kau dianggap diriku sebagai saudara sendiri,
semestinya kau dengarkan perkataanku, kau tak boleh
memikirkan ayahmu lagi, lagi pula mulai sekarang tugas
menjaga dan merawat dirimu telah terjatuh ketanganku, apa
gunanya kau simpan batok kepala ini lagi."
Setengah harian lamanya Tong Kauw berdiri menjublak,
akhirnya dengan menahan isak tangis katanya:
"Saudara cilik, aku adalah seorang perempuan goblok,
terserah kau hendak melakukan apa saja...".
Dengan wajah serius dan keren Liam Kian Hoo angkat
tengkorak itu keatas, lalu dengan telapak lain menabok batok
kepala tadi, tulang tengkorak seketika hancur berkepingkeping
dan rontok keatas tanah, didalam tulang tidak nampak
sesuatu benda apapun, kosong melompong tak ada isinya, hal
ini membuat sianak muda itu tercengang dan berdiri
menjublak. Tong Kauw tak kuasa menahan diri setelah menyaksikan
tulang tengkorak ayahnya hancur berkeping-keping, ia lari
maju kedepan merampas beberapa potong kepingan tulang
itu, memeluk dan menagis tersedu-sedu.
"Ooouw ayah...! demi saudara cilik, aku tak dapat merawat
dirimu lagi, mulai detik ini akupun tak dapat berjumpa lagi
dengan dirimu.".
Dalam pada itu Liem Kian Hoo merasa sangat menyesal
dengan perbuatannya, buru ia maju menghibur:
"Tong Kauw, sudahlah, jangan menangis, kesemuanya ini
anggap saja kesalahanku, anggap saja aku sok pinter
sehingga me lakukan suatu perbuatan yang sama sekali salah
besar !". "Perbuatan apa yang salah besar ?" tanya Tong Kauw
dengan mata terbelalak titik air mata jatuh berlinang dengan
derasnya, Liem Kian Hoo menghela napas panjang.
"Aaaai...! sekarang dikatakan percuma lebih baik tak usah
kita pikirkan lagi, Tulang tengkorak dari Soen cianpwee telah
hancur berkeping-keping oleh perbuatannya yang tak di
sengaja lebih baik kita kembalikan saja sisa tulangnya
ketempat semula ! ".
" Terang-terangan kau sengaja menghancurkan tulang
tengkorak ayahku kenapa kau mengatakan tidak sengaja ?"
Liem Kian Hoo tak dapat menjawab pertanyaan itu,
terpaksa dengan menahan diri dan pura pura marah tegurnya:
"Tong Kauw, sebenarnya kau suka mendengarkan
perkataanku atau tidak "...".
Mungkin Tong Kauw takut sianak muda itu benar-benar
naik pitam, buru ia kumpulkan sisa tulang teagkorak ayahnya
yang berserakan diatas tanah itu lalu disimpan diatas dinding
gua. ketika air matanya jatuh membasahi kulit kering diatas
tengkorak tadi tiba tiba suatu peristiwa aneh telah terjadi.
Terkena air mata dari perempuan goblok itu lapisan kulit
kering diatas tengkorak tadi mendadak mengepulkan segulung
asap putih yang sangat tebal diikuti suara gemeresak yang
nyaring. Dalam sekejap mata seluruh kulit serta daging kering tadi
lenyap tak berbekas, tinggal sisa setumpukan tulang putih
yang memancarkan cahaya tajam.
Berada dibawah sorotan cahaya obor, tampaklah diatas
tulang tulang putih itu muncul pelbagai tulisannya sangat
lembut sehingga untuk sesaat tak dapat terlihat jelas tulisan
apayang tertera disitu, Menyaksikan hasil penemuannya itu,
Liem Kian Hoo bersorak kegirangan.
"Hoooree... akhirnya berhasil kutemukan juga, mula mula
aku masih mengira benda itu di sembunyikan didalam tulang
kepala, siapa tahu kiranya disembunyikan disini !".
Agaknya Tong Kauw sendiripun dibikin tertegun oleh
perubahan aneh dihadapan mukanya, buru-buru ia bertanya:
"Saudara cilik, apa yang telah kau temukan ?" pemuda itu
menggosok tulisan tadi agar jauh lebih jelas, sianak muda itu
menyahut: "Aku telah menemukan barang yang dititipkan ayahmu
kepadamu, Caranya berpikir betul luar biasa sekali, seandainya
tadi kau tidak menangis, niscaya benda tersebut tidak bakal
ditemukan dan sungguh tak nyana kalau benda tersebut
sebenarnya disembunyikan didalam kulitnya !".
Tong Kauw masih tidak mengerti. namun karena
menyaksikan Liem Kian Hoo sedang pusatkan seluruh
perhatiannya untuk membaca tulisan itu, maka ia tidak berani
mengganggu keasyikan orang.
Liem Kian Hoo mencari sebentar diantara tulang itu,
akhirnya ia temukan permulaan dari tulisan tulisan tersebut,
dan tidak salah lagi gaya tulisan itu memang tulisan itu
memang tulisan dari Soen Tong Hay.
Terbaca ia menulis:
"Aku sadar bahwa Kauw Heng Hu adalah seorang manusia
yang licik dan keji, sedangkan Tong-jie goblok dan tak tahu
urusan, aku takut tulisan diatas dinding gua akhirnya diketahui
juga olehnya aku menemukan cara ini untuk tinggalkan
seluruh catatan tersebut disini.
"Seandainya, Kalau tidak mengijinkan Tong jie hidup
sebatang kara, tentu ada seseorang dapat memecahkan
rahasia ini dan menemukan tulisan-tulisan yang kutinggalkan.
Kalau tidak maka aku akan menyesal selamanya dan
penasaran sepanjang masa.".
"inti sari dari kitap pusaka Koei-Hua-Pit-Kip adalah sebagai
berikut...".
Diatas tulang tulang pulih itu tampak ada lukisan pun ada
tuIisan, bukan saja memuat inti sari dari ilmu silat yang maha
dahsyat bahkan tercatat pula cara berlatih tenaga dalam yang
amat sakti, perubahan perubahan barisan beserta bagaimana
cara orang suku Biauw melatih ilmu racun keji serta
bagaimana caranya jadi seorang dukun.
Liem Kian Hoo hanya sempat menikmati garis besarnya
saja, ia benar-benar terpesona dan seluruh perhatiannya
terhisap oleh isi catatan tadi sehingga Tong Kauw yang
tertidur disisinya pun sama sekali tak terasa.
Setengah harian lamanya ia baru mendusin kembali,
menyaksikan Tong Kauw tertidur pulas dengan bersandar
ditepi dinding tembok, sianak muda itu segera dorong dorong
tubuhnya sambil menegur:
"Tong Kauw, kenapa kau tertidur ?".
"Hmmm...! aku panggil dirimu sampai beberapa kali,
namun kau tidak menggubris diriku terpaksa aku tidur saja
karena mangkel !" jawab Si Gadis Bligo sambil cibirkan
bibirnya. "Aaaaah, maaf, maaf Tong Kauw b! barang yang
dditinggalkan ayaahmu betul-betulb luar biasa saktinya
membuat aku yang membaca jadi lupa bersantap ?"
"Ada ! ada ! " jawab Tong Kauw dengan kegirangan " Ayah
sering ajak aku untuk berdiam sampai dua tiga hari ditempat
ini, maka sering pula membawa persediaan daging kering
serta arak dalam jumlah besar, mungkin sekarang masih ada
persediaan yang tersisa disana, aku segera pergi ambil,
perutku pun sejak tadi sudah lapar dan gemerutukan cuma
sebelum kau bersantap aku jadi malu untuk makan sendiri."
"Budak bodoh, kalau perut sudah lapar harus cepat-cepat
diisi, kenapa musti malu-malu sama aku ?"
Tong Kauw bangun berdiri untuk persiapkan makanan,
Liem Kian Hoo kembali berpesan:
"Lebih baik ambillah lebih banyak bahan-bahan makanan
itu, mungkin kita harus berdiam agak lama ditempat ini".
"Mau apa " kau tidak pergi mencari si Monyet tua itu ?".
"Dengan kemampuan yang kita miliki sekarang, meskipun
berhasil temukan Kauw Heng Hu juga percuma, maka aku
ingin mempelajari lebih dahulu satu dua macam kepandaian
yang ditinggalkan ayahmu, dengan demikian sekalipun kita
bertemu dengan monyet tersebut, kitapun tak usah takut dan
jeri kepadanya lagi !".
"Baiklah !" sahut Tong Kauw setelah berpikir sejenak,
"Bagaimanapun aku harus dengarkan perkataanmu !".
Ia lantas putar badan dan keluar dari gua, sedangkan Liem
Kian Hoo dengan meminjam cahaya api dengan hati-hati
sekali mengumpulkan kepingan kepingan tulang kepala itu dan
pusatkan seluruh perhatiannya untuk menyelidiki serta
mempelajarinya.
Kurang lebih sepuluh hari kemudian Liem Kian Hoo sudah
berhasil menguasahi dua tiga macam kepandaian yang tertera
disitu, meskipun kepandaian sakti yang termuat diatas tulang
kepala itu sangat banyak, namun untuk mempelajari
keseluhan ilmu tadi membuang waktu terlalu banyak maka
sianak muda itupun memilih kepadaian-kepandaian yang
sesuai dan berguna bagi dirinya saja. yang dipelajari lebih
dahulu. Ia berlatih terus dengan rajinbnya hingga diradsakan sudah
cukaup mampu untuk bmerobohkan Kauw Heng Hu, setelah
itu barulah ia beritahu kepada Tong Kauw untuk diajak keluar
dari gua. Selama ini Tong Kauw pun ikut mempelajari beberapa
macam kepandaian, dalam waktu Liem Kian Hoo temukan
bahwa gadis ini sebenarnya tidak terlalu bodoh, mungkin pada
masa silam Soen Tong Hay terlalu cepat dan terlalu banyak
mencekoki kepandaian kepadanya dimana ia berharap
putrinya cepat-cepat lihay maka bukannya berhasil malahan
semakin runyam.
Keadaan tersebut tidak berbeda dengan seseorang yang
diberi makanan banyak agar gemuk, namun makanan itu
sekaligus diberikan secara berlebihan maka bukannya jadi
gemuk, orang itu malahan jadi mual dan muntah-muntah.
BegituIah sekeluarnya dari gua, persoalan paling utama
yang akan dikerjakan kedua orang itu adalah menuju ke
tebing Srigala langit untuk mencari Kauw Heng Hu.
Tetapi ketika mereka tiba disitu, tebing Srigala Langit yang
amat luas hanya tinggal sebuah kuil kosong melompong
belaka, sesosok bayangan manusiapun tidak nampak.
Liem Kian Hop jadi amat gelisah, buru-buru ia suruh Tong
Kauw untuk menghantar dirinya menuju gua Angin Hitam,
sebab dari mulut lelaki bangsa Han yang berusia lanjut itu, ia
dengar Toan Kiem Hoa serta Watinah disekap ditempat itu.
Jelas Kauw Heng Hu sudah tinggalkan tempat itu, tapi
bagaimanakah keadaan gadis itu " sudah dibunuh " ataukah
dibawa pergi "
Sementara itu Tong Kauw kelihatan sangsi dan ragu, ia
tidak menjawab juga tidak menyanggupi.
Menanti si anak muda itu mendesak berulang kali, dengan
hati kebat-kebit ia baru menjawab:
"Aku... aku ... . takut. ... dii... disitu ada setannya ! "
"Omong kosong." Tukas Kian Hoo dengan wajah keren.
"Ditengah siang hari bolong mana mungkin ada setan !
sepanjang hari kau cekali batok kepala ayahmupun tidak
takut, mengapa kau malah takut dengan bangsa setan ?"
"Aku tidak membohongi dirimu, disitu benar-benar ada
setannya, mayat-mayat suku Leher Panjang kebanyakan
dikubur disitu, sering kali mayat mereka bangkit kembali dan
mencari mangsa ... hiii...".
"Kalau kau berarni ngaco belo ttidak karuan lagqi aku tidak
akarn menggubris dirimu " Ancam Kian Hoo dengan nada
gusar "Kalau kau tidak berani naik keatas, beritahu saja arahnya,
aku akan menuju kesitu seorang diri!!..".
Tong Kauw paling takut kalau didiamkam oleh sianak muda
itu, mendengar ancaman tadi terpaksa dengan besarkan nyali
ia bawa Liem Kian Hoo mengintari kuil menuju bukit sebelah
belakang. Jalan gunung tersebut benar benar kelihatan menyeramkan
meski ditengah siang bolong namun membawa perasaan aneh
bagi orang yang lewat, bau busuk serta desiran angin dingin
mendirikan bulu roma.
Baru saja melewati sebuah tikungan, Tong Kauw yang
berjalan dipaling depan mendadak putar badan dan melarikan
diri terbirit-birit, saking takutnya sambil lari ia terkencing
kencing. "Waaduuuh... waaaduuuh... celaka... celaka ... setannya
sudah datang... hhhiiiii...".
Sebagai seorang lelaki tentu saja Liem Kian Hoo tidak
percaya dengan ocehan gadis Bligo tersebut ia biarkan Tang
Kauw lewat dari sisinya sementara ia sendiri maju kedepan,
membelok pada tikungan tadi dan ia segera temukan adanya
sesosok bayangan hitam yang tinggi besar berdiri
menghadang di hadapannya.
Sianak muda itu tidak berputar langsung membabat
kedepan. "Brraaak . . . ! ". diiringi suara bentrokan nyaring, bayangan
hitam itu roboh keatas tanah, secara lapat-lapat terlihat
bahwa bayangan itu mirip dengan potongan badan manusia.
Tentu saja Liem Kian Hoo tidak akan percaya kalau
bayangan hitam itu adalah setan, ia maju semakin dekat dan
segera ditemuinya bahwa bayangan hitam tadi bukan lain
adalah mayat seorang suku Leher Panjang, ditinjau dari tulang
tulangnya yang sudah kering jelas menunjukkan bahwa orang
itu sudah mati lama sekali.
Dibelakang punggung mayat tadi terikat sebuah tonggak
yang diikat jadi satu dengan mayat tadi, patahan tongkat
dibagian kakinya masih kelihatan jelas, Sianak muda itu lantas
angkat kepala periksa keadaan sekeliling tempat itu, ia lihat
sepanjang jalan masih berdiri berpuluh puluh sosok majat,
setiap dua tiga tombak berdirilah sesosok mayat ditunjang
oleh sebuah tonggak kayu.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menyaksikan hal itu Liem Kian Hoo lantas tertawa tergelak,
seraya menggape Tong Kauw ujarnya:
"Coba lihat, mana ada setan " yang ada cuma sesosok
mayat yang berdiri karena disanggah oleh sebatang tonggak
kayu, terang ada orang sengaja mengatur permainan ini untuk
menakut-nakuti orang.".
Dengan langkah hati-hati serta sangsi Tong Kauw maju
mendekat, ia melirik sekejap kearah mayat-mayat itu, lalu
dengan suara gemetar katanya kembali:
"Saudara cilik, aku masih takut, tadi... tadi aku lihat dia
masih bisa bergerak !".
"Omong kosong !" Tegur sianak muda itu gusar " Orang
yang sudah mati lama sekali mana bisa bergerak " tentu
matamu sudah melamur karena hatimu ketakutan."
"Tidak, aku tidak menipu dirimu, ketika langkah pertama
aku injak tempat ini, tiba-tiba ia buka matanya lebar lebar
melototi aku, kemudian sepasang tangannya dipentangkan
siap mencengkeram aku !".
Menyaksikan si perempuan Blogo yang punya potongan
seperti Bligo ini ketakutan setengah mati bahkan sampai
terkencing-kencing, Liem Kian Hoo jadi geli, katanya:
"Aaaaah, mungkin mayat itu tertiup angin maka bergerakgerak,
pertama karena kau dibuat takut dahulu oleh
bayanganmu sendiri maka hembusan angin tersebut kau
anggap sebagai mayat hidup yang menggerakan anggota
badannya, pada hal seseorang yang telah mati sukmanya
sudah lepas dari badan kasar, dikolong langit sama sekali tak
ada setan."
Tong Kauw berpikir sejenak, lalu ia bertanya:
"Beberapa hari berselang, kenapa batok kepala ayahku
secara tiba-tiba bisa menggelinding sendiri dari atas tembok
?". Liem Kian Hoo terdesak, ia takb sanggup memberdi
jawaban atas apertanyaan itu bmaka dengan gunakan cara
lama ia berkata:
"Tong Kauw, kalau kau merasa takut tunggu sajalah disini
aku akan maju seorang diri".
"Jangan ! jangan !" buru buru Tong Kauw goyangkan
tangannya berulang kali.
"Saudara cilik, aku mau ikut dirimu, jangan sekali-kali kau
tinggalkan aku seorang diri di tempat ini, mungkin setan-setan
itu takut kepadamu maka mereka tak berani berkutik, kalau
kau sudah berlalu, mereka pasti akan mencari aku."
"Nah, kalau begitu cepatlah ikut aku maju kedepan, jangan
berdiri melulu disini sambil takut pada bayangan sendiri."
Tong Kauw tidak berani terlalu jauh meninggalkan si anak
muda itu, ia cekal pakaian Kian Hoo erat-erat dan menguntil
terus dengan kencangnya.
"Tong Kauw " ujar Liem Kian Hoo sambil tertawa, "Sungguh
tak nyana badanmu yang tinggi besar sebetulnya punya nyali
yang kecil se-upil, masa sama setan pun takut " sekalipun
dikolong langit benar-benar ada setan atau sukma yang
gentayangan itupun berbentuk roh yang tak dapat dilihat
dengan mata manusia, asal kita tidak berbuat jahat, maka
hawa setan dapat kita buyarkan dan kitapun tidak terpengaruh
oleh mereka".
"Aku tidak mengerti dengan penjelasanmu itu, aku tidak
paham, aku cuma tahu dan takut."
Liem Kian Hoo menghela napas panjang, dengan perasaan
apa boleh buat ia geleng kepala, demikianlah iapun berjalan
lebih dahulu dimuka disusul oleh Tong Kauw dibelakangnya
yang menguntil terus dengan kencang, seolah-olah ia takut
sianak muda itu mendadak tinggalkan dirinya seorang diri
disitu. Mayat-mayat yang berdiri disepanjang jalan walaupun
selama ini tidak menunjukkan gerak-gerik apapun, namun raut
wajah serta bentuknya sangat menakutkan, mayat-mayat itu
semuanya berasal dari suku Leher Panjang, bahkan ditinjau
dari pakaian yang dikenakan mungkin mereka adalah kepalakepala
suku turun temurun, sebab leher mereka luar biasa
panjangnya. Ditambah pula dengan batok kepala yang besar dan
menyeringai bagaikan kepala ular sendok itu terkulai lemas
kebawah, setiap kali terhembus angin, batok kepala itu
bergoyang tiada hentinya, sekalipun sianak muda itu tidak
takut setan tak urung hatinya merasa tidak tenteram pula.
Dengan aman tenteram dan tidakb mengalami gangdguan
apapun meraeka berhasil meblewati puluhan sosok mayat
mayat itu, nyali Tong Kauwpun semakin besar, kini ia berani
melepaskan pakaian Kian Hoo dan berjalan sendiri dibelakang.
Sekonyong-konyong...
Sesosok mayat yang ada disamping mereka perdengarkan
suara suitan nyaring yang mengerikan sekali.
"Kukkk... kuuuukkk... kuuuukk... kiiiiikkkk..."
Suitan tersebut amat menusuk pendengaran, Tong Kauw
ketakutan setengah mati, serasa sukma terlepas dari raganya
ia lari kedepan menubruk tubuh Kian Hoo dan memeluknya
erat-erat. "Saudara cilik... aduuuh... tolong... tolong... aduuh mak,
benar-benar ada setan..." teriaknya kalang kabut.
Liem Kian Hoo sendiripun dibikin tergetar hatinya oleh
suitan nyaring itu, buru-buru ia angkat kepala memandang.
Tampaklah mayat itu punya potongan yang aneh sekali,
seluruh badannya kering kerontang bagaikan sebongkok kayu
kering, panjang lehernya mencapai dua meter, rambut
panjang menutupi batok kepalanya, jelas mayat itu adalah
mayat seorang gadis.
-oo0O0ow- Pakaian yang menempel dibadannya sudah hancur oleh
hembusan angin, sepasang tetek diatas dadanya tergantung
kebawah bagaikan dua lembar sayur busuk, pinggangnya
kering dan menyusut sedangkan perutnya buncit dan
menonjol besar sekali bagaikan seorang perempuan sedang
bunting kulitnya warna hitam pekat dan tinggal kulit
pembukus tulang belaka.
Wajahnya benar-benar mengerikan sekali, potongan
badannya serta keadaannya yang telanjang bulat itu membuat
orang jadi muak dan ingin muntah.
Dengan sinar tajam Sianak muda itu awasi terus mayat
gadis ini tajam-tajam, namun mayat tersebut sama sekali tidak
menunjukan perubahan apa pun. Tetapi suara suitan nyaring
tadi jelas muncul dari mulut mayat gadis bunting itu, hal ini
membuat Kian Hoo tercengang dan berdiri menjublak.
Lama... lama sekali, namun mayat gadis bunting itu tidak
menunjukan suatu gerakan apa-pun, akhirnya Kian Hroo tak
dapat metnahan diri lagiq, sambil mondorrong tubuh Tong
Kauw katanya: "Aaaah, mungkin jeritan tadi berasal dari sejenis burung
yang bersembunyi disekitar sini, coba Iihat, bukankah mayat
itu sama sekali tidak berkutik.."
"Tapi... tapi... punggungnya sama sekali tidak ditunjang
tongkat kayu, mana mungkin jeritan tadi suara burung "
apalagi jeritan tersebut dahulu pernah kudengar, menurut si
Monyet tua katanya beginilah jeritan setan penasaran..!" Seru
Tong Kauw dengan wajah ngeri.
"Baik, baiklah, anggap itu memang jeritan setan !" Kata
Kian Hoo dalam keadaan apa boleh buat. "Tetapi kecuali dia
bisa menjerit jerit belaka sama sekali tak bisa berbuat lain, ia
tidak makan orang, tindak mencakar orang, apa gunanya kita
merasa takut".
Saking takutnya hampir-hampir saja Tong Kauw menangis,
dengan suara gemetar ujarnya kembali:
"Saudara cilik, aku benar benar sangat takut, begitu takut
hatiku sampai sukar dilukiskan dengan kata kata, seandainya
ia benar benar bisa menggigit dan mendahar diriku, aku sih
tidak ambil perduli, tetapi kalau ia cuma menjerit-jerit terus
macam begini, aku jadi tidak tahan, kalau ia menjerit lagi,
aku... aku... mungkin aku bisa mati ketakutan."
Dalam keadaan seperti ini Liem Kian Hoo tidak habis
mengerti harus menggunakan cara apa untuk melenyapkan
rasa takut yang sudah menempel dalam hati Tong Kauw,
terpaksa dengan keraskan hati ia berkata:
"Tong Kauw, mengikuti tata kesopanan apa bila seseorang
telah mati, maka tidak pantas kalau kita ganggu atau kita
rusak jenasahnya, tetapi melihat wajahmu yang pucat pias
dan hatimu yang ketakutan setengah mati, aku tak dapat
berbuat lain kecuali menghajar jenasah ini, lagi pula aku-pun
ingin membuktikan sebenarnya jeritan tadi berasal dari mulut
mayat ini ataukah bukan. Nah menyingkir lah lebih dahulu,
akan kuhajar mayat ini !".
"Saudara cilik, kau tak boleh menghajar tubuh mayat itu,
bagaimana kalau seandainya di tubuhnya mengandung racun
?" Cegah Tong Kauw dengan wajah tegang. "Ayah pernah
berkata kepadaku setiap orang suku Biauw yang telah mati
badannya tentu dilapisi oleh semacam obat racun agar
tubuhnya jangan sampai membusuk dan hancur.".
"Kau boleh legakan hati, tentu saja aku tidak sebodoh itu
dengan menghantam mayat tadi menggunakan tangan".
Seraya berkata sianak muda itu lantas bongkokkan badan
memungut sebutir batu, kemudian dengan diarahkan keatas
perut mayat gadis yang bunting itu ia melancarkan sebuah
serangan dahsyat.
Didalam serangan tersebut, ia tidak menggunakan tenaga
terlalu besar, meski demikian akibat nya luar biasa sekali.
"Bruuuk....!" Batu tadi amblas kedalam lambung gadis tadi
sehingga berlubang dan muncratlah sejumlah air warna hitam
yang menyiarkan bau amis serta busuk sekali, begitu busuk air
hitam yang mengalir keluar dari kandungan mayat gadis tadi
sehingga membuat kepala Kian Hoo dan Tong Kauw jadi
pening tujuh keliling dan perut terasa sangat mual.
Buru-buru Liem Kian Hoo tarik tangan Tong Kauw dan
meloncat mundur dua langkah kebelakang. Bersamamaan
dengan terjadinya penyerangan itu, suatu peristiwa
mengerikan yang tak disangka sangkapun telah berlangsung.
-oo0dw0oo- Jilid 8 SETELAH mayat gadis bunting itu kena hajar perutnya yang
menggembung, lehernya yang panjang dengan batok kepala
yang besar mendadak menggeleng beberapa kali, setelah itu
kepalanya mendongak keatas sementara anggota badannya
pun mulai bergoyang goyang dengan kerasnya.
Diujung lehernya yang panjang bagaikan ular sendok
tersungging sebutir batok kepala yang aneh dengan rambut
yang panjang terurai kebawah, mimik wajah mayat gadis
bunting itu sangat mengerikan sekali, apalagi dalam keadaan
begini mayat itu mulai menyeringai dan tertawa seram.
Panca indranya mengerikan sekali hidungnya sudah hilang
dan tinggal lubang yang besar sehingga hampir boleh dikata
rata dengan pipinya gigi taring yang panjang mencuat keluar
bagaikan pisau belati, terutamba sekali sepasadng matanya
yanga berwarna biru bpada saat ini memancarkan cahaya biru
yang tajam dan menyilaukan mata, pokoknya keadaan dari
mayat gadis bunting ini sangat menyeramkan sekali.
"Kiiikkk... kiiiiikk... kkkiiiikkk... kembali mayat gadis bunting
itu perdengarkan jeritan tajam yang menyeramkan hati, gigi
taringnya mulai membentang lebar, dan jari tangan dengan
kuku yang panjang pun bergerak siap melancarkan tubrukan
kearah dua insan manusia yang berdiri disisinya.
Kali ini bukan saja jeritan ngeri itu terdengar amat jelas
bahkan terlihat jelas oleh Liem Kian Hoo sekalian bahwa suara
tadi betul betul berasal dari mayat gadis bunting tersebut.
Liem Kian Hoo seorang pemuda pemberani memiliki ilmu
silat yang amat lihay, namun menghadapi keadaan serta
peristiwa macam ini tak urung ia dibikin bergidik juga
sehingga bulu roma pada bangun berdiri, buru buru ia mundur
kebelakang berulang kali.
Sedangkan Tong Kauw sudah tak dapat menguasai diri lagi,
saking takutnya ia jatuh terduduk diatas tanah, sepasang
tangannya menutupi mata sendiri rapat, keberanian untuk
memandang ke arah mayat gadis bunting itupun lenyap tak
berbekas, ia betul betul ketakutan setengah mati.
"Kiiiikkk... kkkiiiikkk.... kiiiikkkk... Kuuuuukkk... kuuuukkk...
kuuuukkkk..."
Jeritan menyeramkan kembali berkumandang dari mulut
mayat gadis bunting itu, bukan saja dari mayat gadis tadi,
bahkan dari empat penjuru mulai berkumandang suara
sahutan yang seketika membuat seluruh bukit jadi ramai
dengan suitan-suitan serta jeritan jeritan aneh, batok batok
kepala mayat suku Leher Panjang yang semula terkulai lemas
itupun satu persatu bangkit kembali, sepasang mata mereka
terbentang lebar dan mulai memancarkan cahaya biru yang
mengerikan. Tidak selang beberapa saat kemudian, empat penjuru
sekeliling mereka sudah dipenuhi oleh mayat-mayat suku
Leher Panjang yang telah membusuk dan mengering itu,
begitu rapat mayat mayat tadi mengurung Liem Kian Hoo
berdua sehingga keadaan tersebut bagaikan sebuah pagar
kayu, begitu rapat kepungan tadi sedikitpun tidak ada ruangan
kosong, bau busuk sangat menusuk penciuman membuat
perut jadi mual dan ingin muntah rasanya.
Yang aneh lagi, ternyata mayat hidup itu mempunyai
potongan serta mimik yang hampir sama sama lainnya.
Kulit yang telahb mengering, matda yang berwarnaa biru
tajam serbta gigi taring yang menyeringai seram, satu satunya
hal yang aneh adalah ketika itu mayat-mayat hidup tersebut
bukannya berbuat gaduh malahan berdiri tenang sekali,
mereka tidak perdengarkan jeritan-jeritan mengerikan lagi
bahkan setelah membuat lingkaran kurang lebih satu tombak
dihadapan Liem Kian Hoo berdua, mereka tidak mendesak ke
depan lebih jauh.
Tong Kauw ketakutan setengah mati, selama ini ia duduk
mendeprok diatas tanah, sepasang matanya terbelalak lebar
sedang mulutnya melongo, kesadarannya boleh dikata sudah
punah sama sekali.
Keadaan berlangsung lama sekali, kedua belah pihak sama
sama bungkam dan tidak menunjukkan reaksi apapun.
Namun, bagaimanapun jugi Liem Kian Hoo adalah seorang
anak sekolahan yang sudah banyak membaca kitab
pengetahuan, dalam hati ia tidak percaya dengan segala
macam bentuk setan.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walaupun pada saat ini ia bikin kaget dan terperanjat oleh
peristiwa yang terbentang didepan mata, namun hanya
sebentar ia tertegun untuk kemudian tenang kembali.
Dengan sikap yang tenang dan sama sekali tidak gugup
bentaknya terhadap diri Tong Kauw:
"Tong Kauw ! ayoh bangun !".
Tong Kauw terkesiap dan segera mendusin kembali dari
lamunannya, dengan suara tertahan jeritnya:
"Saudara cilik, jangan sekali kali kau ajak mereka untuk
berkelahi, seandainya kau sampai kena ditangkap oleh mereka
akan aku tidak berani menolong dirimu, kalau sampai terjadi
begitu apa yang harus aku lakukan..".
"Tidak mengapa." sahut Liem Kian Hoo sambil tersenyum.
"Mereka tidak berani menangkap aku, lagipula mayat mayat
hidup ini hanya merupakan hasil penyaruan dari manusia
hidup belaka, sekalipun akhirnya kita harus mati paling banter
kitapun akan berubah jadi setan. Tentu saja setan tidak akan
takut pada bangsa setan sendiri, sampai waktunya kita baik
baik kasi pelajaran kepada mereka !".
Pelajaran yang sangat sederhada sekali ini ternyata berhasil
menggerakkan hati Tong Kauw yang goblok dan tahur urusan
nyalinyta bertambah besqar, ia segera mrerangkak bangun
dari atas tanah dan berteriak:
"Sedikitpun tidak salah! saudara cilik, setelah mendengar
ucapanmu ini akupun tidak usah merasa takut lagi".
Seraya berkata ia berjalan mendekati sianak muda itu.
Namun dengan cepat Liem Kian Hoo menyingkir satu
langkah kebelakang seraya berteriak:
"Tong kauw, kau jangan kemari. Hmm... baunya luar biasa,
coba lihat badanmu begitu kotor."
Kiranya takutnya menghadapi mayat mayat hidup tadi,
Tong Hauw telah terkencing kencing hingga seluruh celana
basah kuyup, pada saat ini dari tempat maha menyiarkan bau
busuk yang sangat menusuk hidung.
Dengan cepat Tong Kauw dapat merasakan akan hal itu, ia
jadi jengah dan ujarnya dengan nada malu-malu:
"Aku benar-benar tidak berguna, mungkin tadi pagi aku
terlalu banyak makan sehingga kini emas busuk itu tak
terbendung lagi dan melorot keluar dengan sendirinya."
Liem Kian Hoo dibikin mendongkol bercampur geli oleh
tingkah lakunya, sambil memencet hi dung menahan bau
ujarnya kembali:
"Nah, kalau begitu berdiri lah disitu tak berkutik, lihat saja
bagaimana caraku untuk mengusir pergi mayat mayat hidup
ini !" Tong Kauw benar-benar sangat penurut, ia lantas berdiri
ditempat semula tanpa berkutik, sepasang matanya terbelalak
lebar-lebar dan mengawasi sianak muda itu bagaimana
caranya mengusir mayat-mayat hidup tersebut.
Tampak sianak muda itu termenung beberapa saat
lamanya, sebentar kemudian ia sudah mendapatkan cara yang
tepat. Kiranya ketika mula pertama ia bertemu dengan mayatmayat
hidup itu, hatinya dibikin gugup dan tidak tenang,
namun setelah dipikir dengan lebih seksama ia merasa tidak
mungkin dikolong langit benar-benar ada setan atau sukma
yang gentayangan, yang ada hanyalah ilmu dukun yang dapat
menguasahi mayat-mayat itu untuk bergerak seperti apa yang
tercantum dalam surat wasiat Soen Tong Hay, yaitu sebagian
kepandaian sakti yang termuat dalam kitab pusaka Koei-Hua-
Pit-Kip. Kitap pusaka Koei-Kua-Pit-Kip telah terjatuh ketangan Kauw
Heng Hu, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa mayatmayat
hidup ini mungkin sekali adalah hasil permainan
setannya untuk menakut-nakuti orang.
Dengan didapatkannya penjelasan ini maka sianak muda itu
tak perlu merasa takut lagi, namun iapun mengalami kesulian
didalam memecahkan teka-teki.
Menurut penilaiannya, mayat-mayat hidup ini dapat
bergerak karena mereka mendapat hawa panas dari manusia
hidup, tapi ada satu hal yang patut disesalkan, yaitu selama ini
ia tidak mempelajari kepandaian bagaimana caranya
mengendalikan mayat-mayat itu dari catatan Soen Tong Hay
sebab ia merasa hanya buang waktu percuma, maka saat
inipun ia tak tahu bagaimana caranya mengusir mayat-mayat
tadi. Disamping itu iapun merasa tidak habis mengerti apa
sebabnya mayat-mayat hidup itu tidak meneruskan
penyerbuannya kedepan dan berhenti di sekelilingnya belaka
". Otaknya diperas... lama... lama sekali namun sianak muda
ini gagal menemukan jawabannya, terpaksa sang telapak
segera disiapkan dan badan pun mendesak satu langkah
kedepan. Ternyata mayat mayat hidup itu sangat jeri kepadanya,
ketika menyaksikan sianak muda itu maju selangkah kedepan
buru-buru mereka meloncat mundar selangkah kebelakang,
meski demikian posisinya masih tetap seperti sedia kala.
Agaknya Liem Kian Hoo tidak begitu percaya, kembali ia
maju tiga langkah ke muka.
Peristiwa semula terulang kembali, bersamaan dengan
majunya tubuh sianak muda itu, demikian jarak mereka
dengan Tbong Kauw pun sedmakin dekat, beaberapa sosok
mabyat hidup diantaranya segera pontang cakar buka mulut
siap menubruk kearah gadis tolol itu.
"Saudara cilik... celaka... celaka... setan itu mau
menangkap diriku." jerit Tong Kauw ketakutan.
Terpaksa Liem Kian Hoo mundur kembali kebelakang, dan
mayat mayat hidup tadipun mundur dan berdiri seperti sedia
kala. "Saudara cilik, coba lihat mereka hanya takut kepadamu
dan tidak jeri kepadaku, janganlah kau tinggalkan diriku lagi !"
keluh si gadis Bligo dengan nada memohon.
Ucapan ini menggerakkan akal cerdik sianak muda itu,
segera ia berpikir:
"Aaaaah, sedikitpun tidak salah, kita berdua sama-sama
adalah manusia, mengapa mayat-mayat hidup itu cuma takut
kepadaku seorang dan tidak takut kepada si gadis Blo'on itu "
apa bedanya antara aku dengan dirinya ?".
Pikiran ini mendatangkan suatu ingatan dalam hatinya,
membuat pikirannya jadi terang dan segera menyadari akan
sesuatu. Ia merasa dari antara dadanya muncul suatu hawa panas
yang istimewa sekali, tanda-tanda yang mencurigakan ini
hanya terdapat pada tubuhnya dan tak ada dalam tubuh Tong
Kauw, maka mayat mayat hidup tersebut hanya jeri
kepadanya seorang.
Tanpa sadar Liem Kian Hoo lantas meraba kea-rah
dadanya, dimana segera memancar keluar segulung cahaya
keperak perakan yang sangat menyilaukan mata.
Ketika tangannya muncul kembali dari saku maka diantara
telapaknya telah bertambah dengan sebutir mutiara yang
memancarkan cahaya tajam. Mutiara tersebut bukan lain
adalah mutiara yang mula-mula terletak diujung hioloo Ci-
Liong-Teng kemudian Toan Kiem Hoa mengembalikan
kepadanya, dengan andalkan cahaya mutiara yang aneh dan
tajam inilah ia berhasil mempelajari ilmu silat yang tercatat
didalam hioloo tersebut.
Oleh sebab itu setelah ia selesai berlatih, untuk menjaga
segala hal diluar dugaan maka dari dalam ruang semedi Toan
Kiem Hoa ia ambil sebutir mutiara yang kurang lebih besarnya
sesuai dengan mutiara aslinya dan diletakkan diatas hioloo
tersebut, sedangkan mutiara yang asli ia sembunyikan didalam
dada. Ia tahu banyak jago kangouw mebngetahui rahasida yang
menyangkaut hioloo Ci-Libong-Teng tersebut, maka dari itu
apabila mutiaranya disembunyikan maka ia akan terhindar dari
banyak kesulitan yang tidak diinginkan, contohnya saja
keadaan pada saat ini, meski Hioloo itu kena dirampas Kauw
Heng Hu namun si monyet tua itu gagal untuk mendapatkan
ilmu silat yang tercantum disana.
Sungguh tak nyana bukan saja mutiara itu punya
keistimewaan tersebut, benda itupun punya kasiat untuk
memusnahkan segala bentuk ilmu hitam serta pengaruh
setan. Demikianlah ketika mutiara itu diambil keluar dari dalam
saku, mayat-mayat hidup itu jadi kacau balau tidak karuan,
mereka sama-sama mundur kebelakang dan pontang-panting
cari tempat persembunyian sementara sinar yang terpancar ke
luar dari mutiara itupun semakin tajam dan semakin
cemerlang sehingga sangat menyilaukan mata.
Menyaksikan dirinya berhasil menemukan cara untuk
mengusir mayat-mayat hidup itu, Liem Kian Hoo kegirangan
setengah mati, sambil mencekal mutiara tadi ia mendesak
kedepan lebih jauh.
Rombongan Mayat mayat hidup tadi semakin kalut dan
mereka sama-sama lari terbirit-birit.
"Saudara cilik." jerit Tong Kauw dengan suara gembira,
"Mustikamu betul-betul luar biasa sekali, bagaimana kalau
hadiahkan kepadaku ?".
Liem Kian Hoo tidak menggubris ocehan gadis Blo'on itu, ia
putar badan dan lanjutkan pengejarannya kearah mayatmayat
hidup tersebut, membuat mayat-mayat tadi lari
tunggang langgang keempat penjuru dan bersembunyi
ditempat kegelapan, dalam sekejap mata tak sesosok
mayatpun berani menekati tubuhnya terlalu dekat.
Meski demikian Liem Kian Hoo pun tidak berani mengejar
lebih jauh, sebab masih ada Tong Kauw disitu, ia takut budak
goblok ini dilukai oleh mayat mayat hidup itu, Mendadak . . . .
dari tengah udara kembali berkumandang suara jeritan setan
yang sangat menyeramkan.
Jeritan setan ini muncul dari mayat gadis bunting itu,
begitu keras dan tajam suaranya membuat telinga seperti
ditusuk-tusuk dengan jarum, agaknya jeritan ini bermaksud
untuk menenteramkan mayat-mayat lainnya.
Terbukti setelah suitan tajam itu diperdengarkan, maka
mayat mayat hidup lainnya segera jadi tenang kembali
rbahkan mereka mtulai membentuk qsuatu barisan pranjang.
Agaknya mayat gadis bunting itu merupakan pemimpin
diantara mayat-mayat hidup lainnya, ia berdiri dibarisan
belakang dan dari mana perdengarkan jeritan jeritan aneh
yang mengerikan.
"Kiiikkk... kiiikkk... kiiikkk..."
Mayat hidup yang berdiri dipaling depan segera menubruk
kedepan mengikuti komando tersebut, sepasang jari
tangannya yang kering dan tajam segera dipentangkan lebar
lebar menubruk ke arah mutiara ditangan Liem Kian Hoo.
Sianak muda itu rada tertegun dan terjelos hatinya
menyaksikan mayat hidup itu secara mendadak tidak jeri pada
cahaya mutiara lagi bahkan melakukan perampasan, buruburu
sepasang telapaknya didorong kedepan secara serentak
melancarkan sebuah serangan, cahaya mutiara menyambar
kedepan dan angin pukulan mengulung lewat dari telapak
yang lain. Baru saja mayat hidup itu menubruk sejauh setengah depa,
gerakannya segera terbendung oleh angin pukulan sianak
muda itu. "Bruuuuk !" ditengah bentrokan dahsyat, mayat hidup itu
kena dihantam telak, badannya segera hancur dan tulang
belulang rontok serta tersebar diatas tanah, seketika itu juga
ia musnah dan berantakan.
"Kiiiikkk... kiiiikkkk.... kikkk....!".
Jeritan ngeri berkumandang tiada hentinya, sesosok demi
sesosok mayat mayat hidup itu seca ra teratur melancarkan
tubrukan dahsyat kemuka. Liem Kian Hoo pun menggunakan
cara yang sama, satu persatu menghadapi mayat-mayat hidup
itu dan memusnahkannya.
Dalam sekejap mata seluruh permukaan tanah sudah
dipenuhi dengan tulang tengkorak putih yang berserakan
dimana-mana, sedang mayat-mayat hidup itupun tetap
menerjang maju kedepan, bagaikan kunang-kunang menubruk
api, satu persatu dimusnahkan dengan gampangnya.
Walaupun selama ini Liem Kian Hoo tidak terluka oleh
serangan lawan, namun menyaksikan mayat-mayat yang
dipergunakan orang ini ia merasa tidak tega, bahkan hatinya
mulai tidak benar.
Berhubung mayat-mayat hidup itu bergerak karena
mendapat perintah dari mayat gadis bunting itu lewat
jeritannya. timbullah suatu ingatan dalam benak sianak muda
ini untuk menangkap penyamun tangkap rajanya lebih dahulu.
Ia membentak, sambil mencekal mutiara sakti itu badannya
meleset ketengah udara kemudian langsung menubruk kearah
mayat gadis bunting tadi.
Menyaksikan sianak muda itu berlalu, Tong Kauw jadi
sangat cemas, buru buru teriaknya:
"Saudara cilik, jangan tinggalkan aku seorang diri, tunggu
aku sejenak...".
Iapun segera enjotkan badan dan ikut melesat kedepan.
Agaknya mayat gadis bunting itu punya perasaan yang
tajam, ketika menyaksikan Liem Kian Hoo menubruk datang,
iapun bersuit nyaring lalu mengigos kesamping.
"Setan bunting, kau hendak lari kemana?"" bentak Liem
Kian Hoo penuh kegusaran.
Ia enjotkan badannya dan mengejar kemuka dengan
kecepatan laksana sambaran kilat.
Namun gerak-gerik mayat gadis bunting itu pun tidak kalah
hebatnya, dengan lincah dan gesit ia melarikan diri lewat
jalan-jalan gunung ditempat itu.
Liem Kian Hoo tak mau lepaskan mayat tadi begitu saja,
dengan kencang ia mengejar terus dibelakangnya disusul
Tong Kauw dibelakang si anak muda itu, demikianlah kejar
mengejar antara dua orang manusia dengan sesosok mayat
hiduppun segera berlangsung dengan serunya.
Beberapa saat lamanya mereka saling berkejar kejaran,
akhirnya tibalah mereka didepan sebuah gua yang sangat
besar, mayat gadis bunting tadi langsung menerobosi gua itu
dan masuk kedalam.
Liem Kian Hoo tidak berani gegabah, ia segera berhenti
didepan pintu gua dan putar otak dengan alis berkerut, ia
takut didalam gua telah tersedia pelbagai permainan busuk.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebaliknya Tong Kauw yang berada disisinya telah tertahan
sambil menuding kearah gua itu:
"Saudara cilik, inilah -gua- Angin Hitam !".
Mendengar gua tersebut adalah gua Angin Hitam, Liem
Kian Hoo tersentak kaget, ia segera teringat akan nasib
Watinah serta Ton Kiem Hoa.
Tanpa pikir panjang lagi tubuhnya segera berkelebat masuk
kedalam gua, suasana ditempat itu memancarkan cahaya
tajam sehingga mereka dapat melanjutkan pengejarannya
kedalam gua dengan leluasa.
Kembali mereka saling berkejaran beberapa saat lamanya,
akhirnya sampailah mereka diujung gua, agaknya mayat gadis
bunting itu merasa tiada jalan lagi untuk melarikan diri, ia
menempel keatas dinding gua, sepasang matanya
memancarkan cahaya biru tua, sebaris giginya yang tajam
menyeringai seram, keadaan mayat itu jauh lebih mengerikan
lagi. Liem Kian Hoo mendengus dingin, telapaknya disiapkan
kemudian dengan diarahkan kearah mayat gadis bunting itu ia
melancarkan sebuah serangan.
Mendadak Sebelum ia sempat melancarkan serangan, dari balik
kegelapan kembali terdengar suara me-ngikik yang amat
mengerikan, sesosok bayangan hitam menubruk datang
dengan hebatnya.
Liem Kian Hoo mengira kembali ada sesosok mayat hidup
yang bersembunyi didalam gua itu melancarkan serangan
bokongan, dengan cepat ia dorong cahaya mutiaranya kearah
depan, Siapa sangka, mayat hidup yang muncul kali ini sama
sekali tidak jeri dengan cahaya mutiara, gerakan tubrukannya
sama sekali tidak terhalang bahkan jauh lebih dahsyat.
Liem Kian Hoo didesak hebat, mau tak mau terpaksa ia
alihkan telapaknya yang penuh dengan hawa murni itu
menghantam bayangan hitam tersebut.
"Bluuuuk !" Termakan oleh angin pukulan yang amat
dahsyat itu, bayangan hitam tadi menjerit keras, diikuti suara
desiran tajam meluncur dari tubuhnya mengancam empat
penjuru. "Sreeet ! Sreeet ! Sreeet !" berpuluh-puluh gulung desiran
angin dingin menyambar kemuka menembusi angin
pukulannya dan langsung menghantam tubuh Kian Hoo.
Berada dalam keadaan seperti ini, tidak sempat bagi sianak
muda itu untuk mengigos, ia terancam bahaya dan tidak tahu
bagaimana harus menghadapi situasi yang sangat kritis ini.
Ontunglah pada saat yang sangat berbahaya ini Tong Kauw
yang berada dibelakangnya telah tiba disana, gadis tolol itu
segera lintangkan badannya didepan tubuh Kian Hoo.
"Duuuk... duuuk... duuuk...!" berpuluh-puluh gulung
desiran angin dingin tadi diiringi suara bentrokan keras
bersarang di tubuhnya semua.
Diikuti kemudian suara dentingan nyaring menggema
memecahkan kesunyian Dan terakhir terdengar jeritan ngeri
yang menyayatkan hati menghalau seluruh irama dentingan
tadi. Setelah itu suasana pulih dalam keheningan, sunyi
senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Liem Kian Hoo tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia
teringat akan keselamatan Tong Kauw, buru-buru cahaya
mutiaranya dialihkan ke sisi tubuh gadis tolol itu.
Tampak si Gadis Blo'on tadi sedang pentang mulutnya lebar
lebar dan menyengir kuda, sedikitpun tidak menunjukkan
tanda tanda teriuka, ia jadi lega hati.
"Tong Kauw." katanya dengan nada penuh rasa kuatir,
"Bagaimana perasaanmu saat ini ?"
"Aku sama sekali tidak merasakan apa-apa. aku tidak tahu
setanpun bisa melepaskan senjata rahasia, untung badanku
memiliki tenaga sinkang daya pental yang maha hebat, bukan
aku yang kerluka malahan dia yang terluka malahan dia yang
terbinasakan !"
Liem Kian Hoo tertegun lalu perlahan-lahan menggeserkan
mutiara itu keatas tubuh bayangan hitam tadi, sekarang ia
baru temukan kalau bayangan hitam tersebut ternyata bukan
lain adalah Hasan kepala suku Leher panjang yang pernah
ditemuinya tempat dulu.
Saat ini badannya sudah hancur lebur termakan oleh
gelang leher sendiri, kematiannya benar benar mengerikan
sekali. Setelah mengalami kekalahan total sewaktu berduel
melawan Liem Kian Hoo dibawah gunung tempo dulu,
sebenarnya ia harus tebus kekalahan itu dengan kematian,
namun ia takut mati dan melarikan diri sehingga timbulkan
amarah rakyatnya, sungguh tak nyana meski ia sudah
bersembunyi di tempat ini namum gagal untuk lolos dari
kematian. Sementara si anak muda itu masih berdiri termangumangu,
mendadak terdengar pula suara bantingan keras
menggema datang, seolah-olah ada suatu benda berat yang
roboh keatas tanah.
Buru-buru ia alihkan cahaya mutiaranya, tampaklah mayat
gadis bunting yaug melarikan diri kedalam gua tadi, mendadak
secara otomatis roboh sendiri keatas tanah.
Tong Kauw jadi kebingungan dan tidak habis me ngerti,
serunya: "Eeeeei ! coba lihat, kenapa setan perempuan ini tiba-tiba
bisa mati sendiri ?"
Tong Kauw tidak paham namun Liem Kian Hoo mengerti
apa yang sebenarnya telah terjadi. Hadangan-hadangan
mayat hidup yang ditemuinya tadi bukan lain adalah hasil
permainan setan dari Hasan secara diam-diam, maka dari itu
setelah Hasan mati dan hawa panasnya buyar maka mayatmayat
hidup itupun kehilangan tenaga yang mengendalikan
mereka, termakan pula oleh cahaya mutiara maka sirnalah
kekuatan tersebut.
Namun ia malas untuk menjelaskan duduknya perkara ini
kepada Tong Kauw, maka seraya menendang mayat Hasan
kesamping gua katanya:
"Sudah selesai, kini mayat mayat hidup itu sudah sirna dan
hancur, ayoh cepat kau bawa aku ketempat penjara yang
biasa digunakan oleh Tong Kauw Hu !".
Tong Kauw kurang percaya, ia periksa dulu keadaan mayat
gadis bunting itu, setelah yakin bahwa mayat tadi telah tak
berkutik lagi dengan hati gembira ia berseru:
"Saudara cilik, kau benar-benar punya kepandaian, setansetan
ini telah berhasil kau hancurkan semua, lain kali akupun
tak takut dengan setan lagi, penjara dari si Monyet tua itu
terletak didepan sana !"
Sambil busungkan dada gadis tolol ini segera maju
kedepan, jelas hatinya merasa amat gcmbira. Setelah berjalan
beberap saat lamanya, sampailah mereka ditempat yang
dituju, tempat itu merupakan sebuah ruang batu yang tinggi
besar, secara lapat-lapat terdengar suara angin menderu-deru
dari empat belah dinding hawa dingin merembes masuk tiada
hentinya membuat badan jadi sakit dan tulang jadi linu.
"Ditempat inilah si Monyet tua itu biasa menyekap orang."
kata Tong Kauw sambil menuding ruang batu tersebut. "Angin
yang berhembus dalam ruangan ini berasal dari bawah tanah,
menurut ayahku katanya selama sebulan angin itu berhembus
terus tiada hentinya, seseorang yang kena terhembus
tubuhnya dapat hancur bagaikan bubuk.".
Liem Kian Hoo tidak menggubris ocehannya, ia awasi
keadaan ruangan itu dengan harapan bisa menemukan jejak
dari Toan Kiem Hoa serta Watinah.
Namun ia dibikin kecewa, ternyata ruang batu itu kosong
melompong, tak sesosok bayangan manusiapun yang nampak
ada disana. Kedua orang gadis yang dicari tiada dalam ruangan
tersebut, mati hidupnya susah diduga, meskipun mereka
meninggalkan suatu tanda atau jejak. tidak mungin jejak itu
masih tertinggal disana, tentu benda-benda tadi sudah
terhembus lenyap oleh deruan angin tajam.
Dalam pada itu ketika Tong Kau menyaksikan sianak muda
itu sedang melakukan pencarian diempat penjuru, meski tidak
tahu apa yang sedang dicari namun dengan senang hati iapun
ikut bantu melakukan pencarian.
Beberapa saat kemudian tiba tiba gadis tolol itu berseru:
"Coba lihat, benda apakah ini ?".
Buru-buru Liem Kian Hoo lari menghampirinya, tampak
gadis tolol itu sedang ambil keluar sebuah selendang sutera
dari balik celah celah tembok, tak kuasa lagi jantungnya
berdebar keras.
Kain sutera yang ditemukan Tong Kauw barusan bukan lain
adalah barang miliknya, ketika berada didusun orang Biauw
dimana tempat itu sedang melangsungkan pesta Bulan
Purnama, kain sutera tersebut telah ia hadiahkan buat
Watinah sebagai balasan atas pemberian kain sutera oleh
gadis itu, maka sekilas pandang saja Kian Hoo kenali barang
miliknya ini. Dan selama ini Watinah selalu menyimpan kain sutera itu
baik-baik, kini ia temukan kain ta di berada disini, hal ini sama
halnya membuktikan bahwa- gadis ini jauh lebih banyak
bahaya dari pada beruntung.
Buru-buru ia buka kain sutera tersebut, tampaklah diatas
kain tadi tertera beberapa patah kata yang ditulis dengan
darah segar. TuIisan itu kira kira berbunyi demikian: "Siauw-moay serta
suhu telah ditawan oleh musuh tangguh, walaupun kesadaran
untuk sementara punah namun keselamatan tidak terancam.
"Musuh terlalu ampuh, mau tak mau terpaksa siauw-moay
harus gunakan kesucian badanku untuk turuti napsu
binatangnyab, untuk sementadra waktu siauw-amoay serta
suhub aman."
"Bajingan itu tidak berhasil menemukan jejak kongcu
disekitar tempat ini dan mengira ilmu silatnya sudah tiada
tandingan, kini ia sudah tinggalkan wilayah Biauw untuk terjun
kembali kedaratan Tionggoan guna angkat nama dan bikin
onar, untuk menjaga keselamatan suhu siauw-moay akan
selalu menyertai bajingan namun hati tetap milik kongcu,
semoga Thian mengasihani diriku dan suatu saat kita dapat
berjumpa kembali...."
Walaupun tiada tangan, namun ditinjau dari nada tulisan
tersebut jelas merupakan surat yang dibuat oleh Sani.
Selesai membaca surat itu, dalam hati Liern Kian Hoo
berpikir: "ia takut aku kehilangan jejak setelah mengejar sampai
disini, maka dibuatnya secarik surat agar aku tahu kemanakah
mereka pergi, demi Watinah dan Toan Kiem Hoa,
pengorbanannya benar benar sangat besar."
Disatu pihak ia merasa kuatir buat keselamatan Watinah
serta Toan Kiem Hoa, dipihak lain ia terharu oleh pengorbanan
dari Sani, mencekal kain sutera itu untuk beberapa saat
lamanya. Kian Hoo tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Lama sekali ia berdiri termenung, akhirnya sianak muda ini
menghela napas panjang dan bergumam seorang diri:
"Aaaaai !, agaknya aku harus kembaki kedaratan
Tionggoan untuk mengejar mereka !"
"Saudara cilik, apakah kau membawa pula diriku ?" sela
Tong Kauw dengan cepat.
Menjumpai keadaan gadis tolol itu patut dikasihani, Liem
Kian Hoo tidak tega meninggalkan dia seorang diri ditempat
itu, terpaksa sahutnya:
"Bisa saja aku bawa serta dirimu, tetapi kau harus berjanji
untuk mendengarkan perkataanku dan dandananmu pun tak
boleh macam sekarang ini, daerah Tionggoan berbeda dengan
tempat ini, pertama tama kau harus mengenakan pakaian
lebih dahulu.".
Mengetahui sianak muda itu suka membawa serta dirinya,
Tong Kauw kegirangan setengah mati sambil meloncat-loncat
seperti anak kecil, soraknya:
"Baik, baik, tentu akan kuturubti semua perkatdaanmu, kau
suruah aku jilat-jilbat air kencing mu pun aku mau."
Liem Kian Hoo menghela napas panjang, dengan hati
murung ia tinggalkan ruang batu itu dan keluar dari gua.
oOo Seorang lelaki kekar berwajah hitam dan seorang pemuda
ganteng dengan menunggang dua ekor kuda jempolan
perlahan lahan muncul dari balik tikungan.
Dua orang ini bukan lain adalah Liem Kian Hoo serta Tong
Kauw, berhubung gadis tolol itu memiliki perawakan tubuh
yang tebal maka sengaja Liem Kian Hao mendadani dirinya
sebagai seorang pria disamping memberi pula nama samaran
baginya yaitu Soen Tong.
Soen adalah she dari ayahnya Leng-Yan-Khek serta Tong
adalah nama aslinya, maka ia cuma lenyapkan kata Kauw
saja. Dengan demikian Tang Kauw pun dengan wajah yang
baru, nama yang baru menuju ke penghidupan serta dunia
yang baru pula baginya.
Sekalipun ia sudah berdandan sebagai seorang pria, namun
wajahnya yang luar biasa dan mengerikan itu sepanjang
perjalanan telah banyak mendatangkan kerepotan bagi Liem
Kian Hoo, tetapi untuk mewujudkan pesan terakhir dari Seon
Tong Hay maka selama ini sianak muda itu hanya bersabar
belaka. Diiringi suara derapan kaki kuda yang nyaring, mereka
berdua telah memasuki sebuah jalan yang menghubungan
jalan gunung dengan sebuah dusun. Pada saat itulah tak
kuasa lagi Liem Kian Hoo berpesan:
"Tong Kauw, mulai saat ini aku hendak sebut dirimu
dengan nama A-Tong, sedang kaupun harus selalu ingat
bahwa pada saat ini kau memakai baju seorang pria, maka
dalam tingkah laku maupun gerak-gerik harus mirip seorang
pria !" Tong Kauw atau sekarang bernama Soen Tong
mengangguk dan tertawa bodoh.
"Aku tahu, akan kuingat selalu pesanmu itu " katanya.
"Apabila aku berjumpa dengan seorang nona cilik yang
berwajah lumayan, aku tidak akan sembarangan menarik narik
tangannya lagi..."
"Ehmmm! disamping itu kaupun harus ingat bahwa
sekarang kita sedang pergi menengok guruku, dia orarng tua
sedang mterawat lukanya qditempat ini marka ketika
berjumpa dengan beliau nanti kau harus bersikap hormat dan
tahu sopan santun, jangan bertindak liar dan kasar macam


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang hutan belaka !"
"Aku tahu, aku tahu, akan ku anggap dia sebagai ayahku
sendiri !".
"Nah, begitulah baru betul !".
Berbicara sampai disitu, Kian Hoo pun lantas ceplak
kudanya melanjutkan perjalanannya kedepan diikuti Soen
Tong dari belakang.
Beberapa saat kemudian sampailah mereka didepan sebuah
jembatan tersebut untuk masuk kedalam dusun.
Haruslah diketahui pada saat itu musim dingin telah tiba,
air sungai telah membeku jadi salju yang tebal, banyak sekali
bocah bocah cilik sedang bermain ski diatas permukaan salju
tersebut suasana riang gembira dan ramai sekali.
Ketika Liem Hoo tiba diujung jembatan, tiba-tiba dengan
wajah serius ia loncat turun dari kuda dan meneruskan
perjalanan dengan berjalan kaki Soen Tong yang menyaksikan
perbuatan sianak muda itu jadi tercengang, dengan suara
yang serak dan keras teriaknya:
"Saudara cilik, jembatan ini kokoh dan kuat sekali,
sekalipun kita lewat dengan menunggang kudapun jembatan
ini tidak bakal bobol !".
Liem Kian Hoo berpaling memandang gadis tolol itu
sekejap, lalu dengan wajah serius jawabnya:
"Orang dungu, apa yang kau ketahui " suhuku berdiam
didalam dusun ini, dan aku melanjutkan perjatana dengan
berjalan kaki ini berarti suatu penghormatan besar bagi dia
orang tua, beginilah cara kita orang-orang dari angkatan muda
menghormati cianpweenya!".
"Huuuu... sungguh merepotkan." Keluh Soen Tong dengan
bibir dicibirkan. "Saudara cilik! macam apa sih gurumu itu "
dia galak atau tidak "..."
Sianak muda itu berpikir sebentar, untuk menghindari
segala kerepotan sengaja ia menakut-nakuti gadis tolol itu.
"Ooooouw... suhuku adalah seorang jago yang lihaynya
luar biasa, semua kepandaian silat yang kumiliki adalah hasil
ajarannya semua, nanti kalau berjumpa dengan dia orang tua,
kau harus berhati-hati, jangan sampai menimbulkan hawa
amarahnya !".
Soen Tong jadi mengkeret ketakutan.
"Kalau begitu aku tidak ikut masuk saja bagaimana kalau
aku tunggu disini saja?"
"Bagaimana kalau aku berada disana lama sekali, apakah
kau akan menunggu terus disini ?".
"Tidak mengapa, aku boleh saja ikut main ski es dengan
bocah bocah cilik itu, coba lihat mereka bermain kesana
kemari, oooouw... sungguh menyenangkan sekali !". Sinar
matanya yang memancarkan cahaya aneh segera ditujukan
kearah bocah bocah cilik yang sedang bermain itu.
Liem Kian Hoo tahu bahwa sifat kekanak-kanakannya masih
belum lenyap, maka sambil tertawa ia menggeleng.
"Sudahlah, jangan ngaco belo terus-terusan, kau sudah
segede ini masa kepingin bermain dengan bocah-bocah cilik
?". Soen Tong tak bisa berbuat lain, terpaksa sambil tundukkan
kepala sedih ia melanjutkan perjalanannya kedepan.
Tiba-tiba... dari tengah permukaan salju itu berkumandang
suara jeritan kaget, ternyata seorang bocah cilik yang sedang
bermain diatas permukaan salju itu kurang hati-hati dan
menginjak permukaan saIju yang tipis, tidak ampun lagi
badannya segera tercebur kedalam air sungai didalam nya.
"alaupun air didalam sungai itu tidak terlalu dingin, namun
dalam sekali, setelah bocah cilik tadi terjerumus kedalam
sungai badannya seketika lenyap tak berbekas.
Liem Kian Hoo jadi gugup, buru-baru ia lari ketempat
kejadian, tampaklah bocah tadi sudah terbawa arus sungai
dan lenyap didasar air.
Meskipun Sianak muda itu punya kepandaian yang sangat
lihay diatas daratan, namun ia sama sekali tidak mengerti
akan ilmu berenang, menyaksikan peristiwa ini ia jadi
kehabisan akal dan tak berkutik.
Soen Tong pun ikut lari keten pat kejadian, tanpa
mengucapkan sepatah katapun ia bongkokkan pinggang dan
segera terjun kedbalam sungai lewdat lubang es taadi.
Liem Kian Hboo jadi kaget.
"Tong Kauw !" serunya, "Apakah kau bisa ilmu berenang
?". Namun Soen Tong tidak sempat menjawab pertanyaan lagi,
badannya yang besar dan kasar telah terjun kedalam sungai
dan lenyap dari permukaan.
Sianak muda itu jadi kehabisan akal, terpaku dengan hati
gelisah dan cemas menanti diluar gua salju tadi.
Dalam pada itu bocah-bocah lainnya sudah menangis
tersedu-sedu karena ketakutan.
Dalam sekejap mata peristiwa ini sudah tersiar keseluruh
dusun, semua penduduk dusun, semua penduduk dusun itu
jadi gempar dan sama-sama lari menuju ketempat kejadian,
pelbagai ocehan dan pendapat berkumandang diangkasa,
suasana amat ramai dan ribut sekali.
Kembali beberapa saat sudah lewat, tiba tiba dari atas
permukaan air bergema suara getaran yang sangat keras,
orang orang dusun takut mereka pun ikut tercembur kedalam
sungai, mereka pada lari keatas daratan sehingga suasana
semakin gaduh. Liem Kian Hoo merasa kuatir buat keselamatan Soen Tong
serta bocah itu, ia tetap berdiri disamping gua salju tadi,
ketika hatinya semakin gelisah itulah mendadak lima enam
tombak dari tempat kejadian itu terjadi bentrokan keras diikuti
munculnya sebuah lubang yang sangat besar, Soen Tong
dengan badan basah kuyup sambil mengepit tubuh bocah
malang itu tahu-tahu sudah muncul diatas permukaan.
Liem Kian Hoo sangat kegirangan, buru-buru ia tarik
tubuhnya naik kedaratan, setelah itu serahkan bocah tadi
kepada orang tuanya yang segera menerima dengan isak
tangis, ucapan terima kasih segera mengalir dari empat
penjuru ditujukan buat gadis tolol tadi.
Wajah Soen Tong yang hitam pekat saat in telah berubah
jadi kehijau-hijauan, setelah merangkak keluar dari air dan
menyemburkan banyak air dari perutnya ia baru gelengkan
kepalanya berulang kali.
"Oooouw! sungguh lihay, sungguh lihay, hampir hampir
saja aku mati karena kehabisan napas, sungguh tidak enak
berdiam lama di-dasar air sungai ini."
"Tong Kauw.... eeei... A-Tong, kira-kiranya kaupun pandai
ilmu berenang ?" seru Kian Hoo tercengang.
Namun dengan cepatb Soen Tong mengdgeleng.
"Aku tiadak bisa, coba bbayangan ditempat kediamanku
sana sama sekali tak ada sungai ataupun kali, dari mana aku
bisa belajar ilmu berenang ?" katanya.
"Lalu bagaimana mungkin kau bisa turun kedalam air dan
menolong bocah itu ?".
"Aku sendiripun tidak tahu." sahut Soen Tong dengan mata
terbelalak besar "Dahulu aku pernah lihat si monyet tau
memelihara ikan emas, aku mengira berenang sangat
gampang, sungguhi tak nyana dugaanku sama sekali tidak
benar, tadi aku cuma berpikir bagaimana caranya untuk
menolong bocah itu maka tanpa pikir panjang aku langsung
terjun kedalam air, setelah berada diba-wah air aku lihat
bocah itu sedang bergerak didepan, akupun tak tahu
bagaimana caranya mencengkeram tubuhnya, semakin tak
kuketahui bagai mana pula caranya aku berhasil keluar dari air
!" jawaban ini membuat Liem Kian Hoo tertegun, ia percaya
gadis tolol ini tidak habis mengerti. Ketika itulah tiba-tiba
terdengar seorang kakek tua berseru sambil menghela napas
panjang: "Berkorban untuk menolang orang, tidak pikirkan
keselamatan sendiri menempuh bahaya, beginilah baru
perbuatan seorang pendekar sejati !"
Liem Kian Hoo berpaling memandang ke arah orang yang
berbicara barusan, ia segera kenali orang itu bukan lain adalah
suhunya si Rasul seruling Liuw Boe Hwie adanya, kelihatan
wajah nya kusut dan sebuah lengan bajunya kosong
melompong dan berkibar tertiup angin, tak kuasa lagi sambil
menjerit tertahan suaranya:
"Suhu ! kau telah keluar selama beberapa waktu apakah
kau berada dalam keadaan sehat walafiat ?".
Liuw Boe Hwie tersenyum.
"Yaaaah, boleh dikata untung belum mati tak bisa
dikatakan terlalu baik, aku selalu menantikan kehadiranmu
kembali, kepergianmu kali ini sungguh lama sekali !".
Liem Kian Hoo sangat terharu, beribu-ribu masalah ingin ia
utarakan keluar namun tak tahu dari mana ia harus bicara.
Menyaksikan keadaan muridnya, Liuw Boe Hwie lantas
tertawa. "Perlahan-lahan, jangan terburu napsu, bimbinglah dahulu
sahabatmu itu kedalam ruangan, pada jaman seperrti ini
jarang tsekali bisa ditqemui orang yangr berjiwa besar macam
dia !". Sebaliknya Soen Tong yang ada diatas tanah tiba-tiba
berteriak: "Saudara cilik, aku amat beredih hati, adakah sikakek tua
ini adalah suhumu " mengapa ia cuma punya sebuah tangan
belaka ?".
"A-Tong. jangan ngaco belo ! " hardik Si anak muda itu
gusar, "jangan bersikap kurang-ajar terhadap guruku !".
Buru-buru kepada Liuw Boe Hwie sambungnya: "Suhu,
harap kau jangan marah, dia adalah seorang dungu !".
"Sekalipun tidak kau katakan akupun tahu, hanya manusia
polos dan sederhana macam dialah baru punya kebesaran jiwa
yang murni dan sejati, aku hanya menghormati dan kagum
pada dirinya, tak mungkin bisa marah oleh perkataan itu !"
Dalam pada itu bocah yang tercebur kedalam sungai tadi
telah mendusin, ia beserta orang orang tuanya segera datang
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
pertolongan itu, Liem Kian Hoo takut urusan semakin
merepotkan buru-buru ia tarik tangan Soen Tong untuk
mengikuti dibelakang Liau Boe Hwie menuju kedalam sebuah
bangunan rumah.
MuIa-mula ia suruh Soen Tong ganti pakaian dahulu,
kemudian memberi semangkok wedang jae untuknya
diminum, setelah itu baru paksa ia naik kepembaringan untuk
tidur. Menanti Soen Tong telah diatur, barulah si anak muda itu
menceritakan kisah perjalanannya menuju keselatan selama
ini, tentu saja banyak bagian yang serasa tidak sesuai untuk
dibicarakan ia rahasiakan didalam hati...
Dengan tenang Liuw Boe Hwie mendengarkan si-anak
muda itu bercerita, menanti ia telah menyelesaikan kisahnya
sambil menghela napas panjang katanya.
"Hao-jie ! sejak dulu kalau aku tahu bahwa ayahmu adalah
seorang jago lihay, akapun tidak usah bersusah payah untuk
wariskan kepandaian silatku kepadamu !".
"Suhu ! harap kau jangan berkata begini, walaupun ayahku
pandai bersilat tetapi ia sangat menghormati diri suhu, lagi
pula sejak dua puluh tahun berselang ia sudah tak pernah
membicarakan soal dunia persilatan lagi, maka dari itu beliau
lantas suruh tecu angkat suhu sebagai guru, menanti suhu
mengalami celaka dan lengannya kutung, Beliau baru
menceritakan rahasia tersebut, disamping itu berhubung
tecupun harus melaksanakan tugas berat yang dibebankan si
Bunga Mawar Putih cianpwee kepadaku, mau tak mau ia
wariskan beberapa kepandaian kepadaku, dengan pesan agar
tecu temukan kembali mutiara diatas hioloo Ci-Liong-Teng dan
mempelajari isi-nya, kemudian menggunakan tenaga sin kang
diatas hioloo tadi bantu suhu serta Pek cianpwee pulihkan
kembali tenaga dalamnya."
"Aaaaai... walaupun kau mendapat bantuan dari sahabat
karib ayahmu tempo dulu sehingga mutiara itu bisa didapat
kembali, namun hioloo Ci-Liong-Teng kembali kena dirampas
orang, agaknya harapan untuk pulihkan kembali tenaga
lweekangku hanya sia sia belaka....".
" Tidak ! suhu, tecu telah menghapalkan seluruh pelajaran
rahasia tenaga sin-kang itu hingga hapal diluar kepala." buruburu
sianak muda itu menanggapi "Lagi pula kunci utama
untuk mengembalikan tenaga Iweekang suhu terletak pada
mutiara tersebut dan bukan hioloo nya, maka sungguh
beruntung mutiara sakti ini tidak lenyap, harapan suhu untuk
pulihkan kembali ilmu silat yang telah punah pun masih sangat
besar." "Sungguh ?" seru Liau Boe Hwie dengan sinar mata
terharu, "Sungguh tak nyana pada suatu hari aku orang she-
Liauw berhasil juga memenuhi harapan tersebut.".
Suaranya diiringi sesenggukan, sehingga hampir-hampir
saja tidak kedengaran apa yang sedang di ucapkan.
"Suhu, sepanjang hidup kau orang tua berjuang, belum
pernah melakukan perbuatan yang merugikan umat manusia,
Thian akan selalu melindungi orang budiman. Thian tidak akan
suruh kau orang tua menderita terus sepanjang masa !"
Liuw Boe Hwie termenung sejenak, mendadak ia berkata:
"Harapan untuk memulihkan kembbali tenaga lweedkangku
mungkin amasih ada, tetabpi bagaimana dengan sinenek tua
she-Pek...."
"Menanti tenaga Iweekang suhu telah pulih kembali seperti
sedia kala, tecu akan segera berangkat untuk menolong Pek
loocianpwee !".
"Kau masih banyak tugas yang belum diselesaikan
disamping harus mengejar Kauw Heng Hu, kaupun harus
menolong Ku-Sin-Poo serta dua orang murid perempuannya,
Toan Kiem Hoa punya hubungan istimewa dengan ayahmu,
terutama sekali gadis yang bernama Watinah, dia adalah bakal
istrimu, mana boleh kau biarkan mereka terjatuh ditangan
kaum bajingan " persoalan ini tak dapat dibiarkan berlarutlarut,
mana kau ada waktu sebanyak itu untuk mengurusi
segala persoalan tetek bengek ?".
Liem Kian Hoo menghela napas panjang.
"Jagad begini luas, aku harus pergi kemana untuk
menemukan mereka ?" keluhnya. "lagi pula mencari manusia
bukanlah urusan yang gampang, maka terpaksa tecu akan
bertindak sesuai dengan keadaan, bertemu dengan pesoalan
apapun akan kukerjakan lebih dahulu."
"Mungkinkah ayahmu bakal terjun kembali kedunia


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

persilatan...".
"Tidak mungkin ayahku mencampuri persoalan ini lagi,
kalau tidak, ia tak akan serahkan tecu untuk angkat suhu
sebagai guru, Tecu bocorkan rahasia ini dihadapan suhupun
sudah melanggar pesan-pesannya, maka dari itu tecu harap
suhu suka melupakan saja persoalan ini !".
Kembali Liuw Boe Hwie termenung beberapa saat lamanya,
lalu ia berkata:
"Ayahmu bisa tahu gelagat dan segera mengundurkan diri
dari percaturan Bu-Iim, tindakan ini merupakan suatu tindakan
yang tepat dan cerdik, tapi apa sebabnya ia malah menyeret
dirimu untuk terperosok kedalam masalah dunia kangouw ?"
"Tentang soal ini tecu sendiripun kurang jelas, tetapi tecu
rasa dia punya suatu tujuan serta maksud tertentu... Suhu,
sekarang akan kuserahkan mutiara ini kepadamu, disamping
itu akan kuberikan pula rahasia pelajaran sin-kang tersebut,
waktu tidak banyak lagi, kami akan berangkat..."
Begitulah, dalam rumah gubuk yang jelek segera
terpancarlah serentetan cahaya tajam yang menyilaukan
mata. Sang surya muncul ditengah awabn. cahaya keemadsemasan
menyoraoti seluruh jagbad mengusir hawa dingin
yang mencekam permukaan bumi. Ketika salju telah meleleh
dan hawa jadi hangat maka daun daun hijaupun mulai tumbuh
disetiap dahan pepohonan.
Ditengah sebuah hutan bunga Bwee diluar dusun kecil yang
ada ditengah bukit, berdirilah seorang kakek tua berlengan
tunggal sedang mengawasi bunga bwee itu dengan termangumangu.
Ketika kakek tua itu mendongak, terlihatlah titik titik air
mata jatuh berlinang, Apa yang sedang ia sedihkan " Dari
tempat kejauhan tiba tiba muncul seorang pemuda yang
berwajah sangat tampan, sambil berlari mendekat serunya
dengan nada terharu.
"Suhu, kiong-hie. kiong-hie, bukan saja tenaga
Iweekangpun telah pulih seperti sedia kala, bahkan kesehatan
serta kesegaranmu berlipat ganda, ilmu pukulan " Han-Hian-
Ci-Kut " atau Bau Harum Merasuk tulang yang barusan kau
gunakan benar-benar luar biasa sekali, bukan saja tidak
menimbulkan suara bahkan tidak tampak tanda apapun, hal
ini membuktikan bahwa tidak sia-sia kau orang tua menderita
selama banyak tahun !"
Kakek tua itu menyeka air mata yang membasahi pipinya,
lalu tertawa getir. Dibelakang pemuda ganteng itu berdiri
seorang lelaki kekar yang tinggi besar dan berwarna hitam,
terdengar ia tertawa dengan suara serak:
"Suhu, mengapa kau menangis " sekalipun bunga
berguguran, tidak pantas kalau kau tangisi begitu sedih !".
"A-Tong, kembali kau ngaco belo." tegur sianak muda itu
sambil berpaling. "Suhu meneteskan air mata kegirangan
sebab tenaga dalamnya telah pulih kembali."
"Kalau gembira mestinya tertawa, mengapa ia malah
menangis ?" bantah lelaki hitam itu kurang percaya.
Sepasang alis pemuda itu berkerut kencang ia ada maksud
memaki lelaki hitam tadi dengan beberapa patah kata pedas,
namun keburu dicegah oleh kakek tua itu dengan goyangan
tangan ramah. "Hoo-jie, jangan kau tegur diri A-Tong lagi, " katanya. " ia
tidak tahu urusan, lagipula apa yang ia ucapkan tadi memang
tepat sekali, tetesan air mataku tadi memang muncul karena
sedih atas gugurnya bunga rbunga bwee ini t!"
Mendengar diqrinya dibelai srikakek tua itu, lelaki berwajah
hitam tadi jadi bangga, tampak ia tertawa senang, sebaliknya
sianak muda itu jadi melengak.
"Suhu, persoalan apa yang membuat hatimu sedih " ".
" Aaaaai... perasaan seperti ini tak bakal kau pahami,
kecuali kalau kau sudah berusia seperti aku sekarang."
Sianak muda itu bungkam dalam seribu bahasa, suasana
didalam hutan itupun pulih kembali dalam keheningan.
Beberapa saat kemudian Liem Kian Hoo baru ambil keluar
sebatang seruling pendek dari sakunya kemudian dengan
sangat hormat dipersembahkan kepada kakek tua itu.
"Suhu !" ujarnya, "Kini tenaga lweekang mu telah pulih
seperti sedi kala, sudah sepantasnya kalau seruling kumala ini
kau terima kembali !".
Air muka Liuw Boe Hwie berubah hebat,
"Hoo-jie, apakah kau sudah tidak sudi me ngakui aku
sebagai gurumu lagi "...".
"Tecu tidak berani punya pikiran demikian ! tecu berhasil
jadi orang berkat didikan suhu, budi kebaikanmu berat
bagaikan bukit thay-sandan dalam bagaikan samudra...".
"Aaaai, sudahlah, jangan kau berkata begitu walaupun aku
pernah wariskan ilmu silatku kepadamu tetapi sekarang kalau
dibandingkan dengan dirimu aku bukan apa-apanya, maka aku
rasa seruling ini tidak berguna bagiku tapi sangat bermanfaat
buat dirimu, apabila kau kembalikan seruling ini kepadaku
sekalipun kulit mukaku lebih tebal-pun aku tidak berani
anggap diriku sebagai gurumu lagi".
" Suhu, tecu sama sekali tak ada maksud demikian, sehari
jadi guru maka selama hidup tetap adalah guru, rasa hormat
tecu kepada suhu tidak pernah padam sepanjang masa, hanya
saja berhubung suhu angkat nama karena seruling maka tecu
ada maksud mengembalikan seruling yang merdu merayu
dapat berkumandang kembali dikolong langit.".
Liuw Boe Hwie tertawa getir, sambil angkat lengannya yang
kutung ia mengeluh:
"Dengan sebuah lengan belaka, dapatkah aku bermain
seruling ?".
Liem Kian Hoo melengak, akhirnya dengan tersipu-sipu ia
menunduk. "Tecu patut mati...".
Dengan sedih Liuw Boe Hwie goyangkan tangannya.
"Hoo-jie, aku tahu hatimu jujur dan polos, tidak mungkin
bisa timbul rasa kurang hormat dalam hatimu, tetapi aku sang
guru yang tak berguna cuma bisa menghadiahkan barang itu
kepadamu, suatu nama kosong belaka yang dapat kuberikan
buat kau."
"Suhu, apakah gelar kebesaran mupun hendak kau
serahkan kepada tecu "...".
"Tidak salah, setelah berkelana hampir separuh hidupku
aku baru berhasil mendapatkan tadi, tahukah kau bagaimana
aku bisa dapatkan nama tersebut ?"
"Tecu tahu, pada empat puluh tahun berselang ketika
digunung Huangsan diadakan pertemuan besar kaum Bu-lim,
suhu telah menggunakan seruling emas ini untuk menundukan
jago jago lihay dari suluruh jagad, maka untuk mengagumi
kehebatan suhu, semua jago menghadiahkan gelar tersebut
kepada kau orang tua !".
Mengungkap masa yang silam, Liuw Boe Hwie jadi
bersemangat kembali, ujarnya lagi sambil menghela napas:
"Justru karena nama ini aku dapatkan dengan susah payah,
maka sengaja kuhadiahkan kepadamu, walaupun sang peniup
seruling belum mati namun sang peniup seruling itu telah
cacad. di kolong langit jangan sampai lenyap seorang Nabi
Seruling, maka dari itu nama besar ini terpaksa harus
kuserahkan kepadamu".
Dengan wajah serius Liem Kian Hoo jatuhkan diri berlutut
diatas tanah. ujarnya dengan penuh rasa hormat:
"Tecu mengucapkan terima kasih atas hadiah yang suhu
berikan kepada diri tecu, tecu berjanji tidak akan menyianyiakan
harapan suhu sehingga irama seruling dapat selalu
berkumandang diseluruh jagad !".
"Sudahlah, jangan terlalu sungkan." tukas Liuw Boe Hwie
sambil membimbing bangun muridnya. "Kalau dibicarakan
sepantasnyab akulah yang medngucapkan terimaa kasih
kepadambu, dengan kemampuan yang kau miliki saat ini
mungkin tidak terbatas sampai disitu saja, Nabi Seruling dua
patah kata ini mungkin malah merendahkan derajatmu. tetapi
aku berbuat demikian berhubung ingin mewujudkan suatu
keinginan pribadiku, atau boleh dikata suatu permohonan ".
"Suhu, katakanlah apa kemauanmu, tecu pasti akan
melaksanakannya dengan seksama !".
"Irama seruling adalah suatu kepandaian bunyi-bunyian
yang digunakan melumpuhkan syaraf musuh, namum kau
harus tahu dikolong langit bukan cuma aku seorang yang
menguasahi kepandaian tersebut".
"Tecu tahu, tujuh senar alat pie-pa dari Pek loocianpwee
pun merupakan suatu kepadaian silat lewat irama yang sangat
ampuh.". Dengan cepat Liuw Boe Hwie menggeleng.
"Walaupun irama Pie-pa dari nenek Pek merupakan
kepandaian yang luar biasa, namun kepandaian tersebut
belum dapat menaklukan hatiku meski pada sepuluh tahun
berselang kami sama-sama terluka setelah melangsungkan
suatu duel sengit namun aku dapat membuktikan kalau
kelihayannya belum seberapa, sebab namanya tidak terkenal
karena kepandaian itu, disamping itu aku pun masih memiliki
sebuah irama lagu yang belum sampai kugunakan, sebab aku
sadar seandainya irama itu kugunakan niscaya ia tak bakal
kuat menahan diri, dalam hati kecilku sekarang cuma ada dua
orang yang boleh dikata sangat ampuh.".
Dengan hati terperanjat Liem Kian Hoo membelalakkan
matanya lebar-lebar, menyaksikan keadaan muridnya Liuw
Boe Hwio berkata kembali:
"Harapanku yang paling besar selama hidup ku kali ini
adalah mengunakan irama pembetot sukma itu untuk beradu
dengan mereka berdua, siapa sangka selama ini aku tidak
mendapatkan kesempatan tersebut, dan kini aku sudah jadi
cacad maka harapanku terpaksa harus kuserahkan kepadamu
untuk melaksanakannya !".
"Siapakah kedua orang itu ?".
"Si Dewa seruling Im It serta si raja Tambur Loei Thian
Coen !". "Belum pernah tecu dengar nama besar dari kedua orang
ini dalam dunia persilatan".
"Tidak salah, kedua orang ini bjauh lebih tahud bagaimana
caraa menyembunyikanb diri daripada aku, jarang sekali
mereka munculkan diri dalam dunia kangouw maka jarang
sekali orang mengetahui harapan ini !".
"Suhu, belum pernah kau ceritakan persoalan ini kepada
tecu ! ". "Irama pembetot sukma adalah suatu sinkang irama tingkat
tinggi, dahulu belum mencapai puncak kesempurnaan maka
percuma kalau kuwariskan kepandaian tersebut kepadamu,
bukan kemajuan yang akan didapat sebaliknya malah akan
mengalutkan pikiranmu, Iain halnya dengan saat ini, tenaga
dalammu sudah mencapai puncak kesempurnaan tentu saja
irama sakti ini boleh kau pelajari "
Seraya berkata perlahan-lahan dari sakunya ia ambil keluar
sebuah gulungan kertas warna kuning dan diserahkan kepada
sianak muda itu sambil berpesan:
"Seluruh kepandaian yang kumiliki dewasa ini ialah irama
pembetot sukma paling dahsyat nah, terimalah kepandaian ini
dan baik-baiklah menggunakan".
Dengan penuh keseriusan Liem Kian Hoo jatuhkan diri
berlutut diatas tanah kemudian menerima pemberian tadi dan
dibaca sementara, sekilas rasa kaget dan girang melintas
diatas wajahnya.
Menyaksikan perubahan air muka muridnya dengan hati
riang Liauw Boe Hwie menegur:
"Hoo-jie, apakah dibalik kepandaian tersebut ada bagian
yang bermanfaat bagimu ?".
"Terlalu bagus, terlalu bagus bagiku, dengan demikian
masalah pelik yang sedang kuhadapi pun bisa diatasi, tidak
aneh kalau jurus " Giok Sak Ci Hun yang kugunakan selalu tak
dapat mencapai puncak kehebatan, kiranya kepandaianku
belum mencapai tujuan.".
"Jurus Giok Sak Ci Hun bukankah merupakan kepandaian
silat ajaran orang tuamu " apa sangkut pautnya dengan irama
pembetot sukma ?".
"Jurus ini punya hubungan yang erat sekali dengan irama
tersebut, sebelum melancarkan ju rus tersebut terdapat
beberapa bait syair yang belum pernah kuselidiki dengan
seksama, sedang sedang sewaktu ayahku wariskan
kepandaian itu kepadaku pun aku belum pernah tahu akan
maknanya, tapi sekarang aku sudah paham, ternyata irama
seruling ini mempunyai pengetahuan yang sama dengan jurus
ampuh tersebut".
Liauw Boe Hwie rmengulangi pulat empat bait syaqir yang
diucapkran sianak muda itu, mendadak dengan terharu ia
cekal tubuh Kian Hoo sambil berseru:
"Hoo jie, apakah kau benar benar sudah paham ?".
"Tecu telah paham, semua kepandaian dasarnya adalah
hati naluri sendiri, segala tindakan segala gerakanpun didasari
oleh hati naluri sendiri, apabila irama seruling tidak muncul
karena naluri, dan jurus tidak dilancarkan mengikuti naluri
maka keampuhan akan punah tak berbekas."
Dengan termangu-mangu Liauw Boe Hwie lepaskan tubuh
sianak muda itu lalu menghela napas.
"Aaaai ! ayahmu betul betul seorang pendekar aneh yang
selama banyak tahun aku berada dalam alam impian,
seandainya sejak dulu aku mendapat petunjuk, niscaya aku
tidak akan jadi macam begini...".
"Tidak mungkin, aku rasa ayahkupun belum pernah berpikir
sampai kesana, ilmu silat di kolong langit asalnya adalah satu,
seandainya ayahku bisa saling berunding dan bekerja sama
dengan suhu mungkin kedua belah pihak akan sama-sama
mendapat kemajuan, hanya dia orang tua sudah tidak pernah
memikirkan soal dunia persilatan lagi, sekalipun kita
beritahukan kepadanya saat inipun percuma !".
Liauw Boe Hwie menghela napas dan menggeleng,
akhirnya ia alihkan pokok pembicaraan ke soal lain:
"Untung ayahmu maupun aku ada maksud untuk wariskan
kepandaian ini kepadamu, dikemudian hari kau tentu akan
cemerlang dan tersohor dikolong langit, keberhasilanmu pasti
berada diatas ayahmu, lebih lebih aku tak usah dikatakan lagi
!". Ditengah kegembiraan iapun membawa perasaan sedih,
buru-buru sianak muda itu berkata:
"Tecu masih banyak membutuhkan petunjuk serta nasehat
suhu !".

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Haaaa... haaaaa... haaaaa... sudah... sudahlah, aku
mengakui kepandaianku terlalu cetek, tetapi dengan adanya
ahli waris buat gelar Nabi Serulingku ini maka akupun tak usah
kecewa, ayoh jalan, kita pulang kerumah untuk membereskan
barang-barang keperluan, demi aku pribadi kau telah banyak
membuang waktu."
"Apakah suhu mengijinkan tecu selalu mendampingi diri
suhu " ".
"Haaaaa... haaaa... Hoo-jie, kau tak perlu terlalu sungkan,
sekarang aku tidak lebih hanya seorang manusia cacad, tidak
banyak yang bisa kuberikan kepadaku, namun bagaimanapun
juga aku tak mau tunggu saat ajalku sambil ongkangongkang,
maka aku putuskan untuk ikut dirimu pergi
lemaskan otot !".
Soen Tong yang selama ini bungkam terus disamping lama
kelamaan tak kuat menahan diri, apalagi setelah mengetahui
bahwa mereka hendak berangkai sambil tertawa lebar
selanya: "Aku segera siapkan kuda !". Tanpa banyak cincong lagi ia
lari kemuka untuk siapkan kuda-kuda tunggangan.
Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, Liem
Kian Hoo tertawa dan berkata:
"Sudah berapa hari lamanya budak ini kita kurung dalam
kamar, mungkin ia sudah jemu dan tidak tahan, namun apa
boleh buat, seandainya kita lepaskan dia keluar, mungkin
banyak kerepotan bakal ia tinggalkan buat kita !".
"Perempuan ini belum hilang sifat kekanak-kanakannya,
dan ia merupakan sekeping kumala yang belum diasah, aku
sih amat suka kepadanya !"
"Kalau begitu harap suhu suka menerima dirinya sebagai
muridmu. ayahnya banyak meninggalkan kepandaian yang
maha sakti, apabila suhu tidak jemu harap kau orang tua suka
bantu menurunkan ilmu tadi kepadanya".
"Eeeeei... bocah, kembali kau main licik dihadapanku,
terang terangan kau suruh aku ikut mempelajari kepandaian
dalam kitab pusaka Koei Hu-Pit-Kip, kenapa sok cari alasan
macam2 ?". Liem Kian Hoo menggeleng dan tertawa.
"Tecu tidak berani punya pikiran demikian, kepandaian
yang ditinggalkan Leng-Yan-Khek di-atas tulangnya terlalu
banyak dan dalam, artinya tecu pun hanya mengerti separuh
belaka, Suhu jauh lebih pandai dan banyak pengetahuan, asal
diselidiki tidak sulit untuk memecahkannya, justru tecu yang
ingin nunut cari keuntungan !".
"Tidak salah, sungguh tak nyata setelah jadi tua dan punya
dua orang murid, semuanya malah gantian memberi pelajaran
kepadaku, ayoh jalan, kitab pusaka Koei-Hua-Pit-Kip pasti
mengandung ilmu yang mendalam, sembari melakukan
perjalanan kita selidiki perlahan-lahan kalau kita harus
berdiam beberapa hari lagi disini, mungkin gubukku pun akan
dibongkar oleh budak busuk ini".
Sambil tertawa guru dan murid dua orang segera bergerak
menuju kedusun !...
Tiga ekor kuda jempolan berlarian diatas permukaan salju
untuk mulai suatu perjalanan jarak jauh.
Berhubung tiada tujuan maka merekapun berjalan
sekenanya, mereka hanya melakukan pencarian sekenanya
belaka. Lie Hong Hwie entah membawa si Bunga mawar Putih
bersembunyi dimana "
Kawanan penjahat dibawah pimpinan Kauw Heng Hu pun
entah membawa Toan Kiem Hoa, Watinah serta Sani
bersembunyi dimana.
Dalam sekejap mata musim dingin telah berlalu dan musim
semi pun menjelang tiba, kalau dihitung-hitung sejak
pertempuran ditelaga So-Si-Auw satu tahun telah lewat,
selama setahun ini banyak perubahan yang telah terjadi.
Liem Kian Hoo yang mengembara kesana kemari tanpa
tujuan mulai rindu akan kampung halamannya, secara lapat
lapat ia merasa rindu akan orang tuanya, rumahnya...
Ketika maksud hatinya ia sampaikan kepada sang guru,
Liuw Boe Hwie termenung sejenak lalu sambil bertepuk
tangan ia berseru:
"Sepantasnya sejak dulu kita harus pergi ke kota Yang-
Chiu, sekarang aku rasa rada terlambat!"
"Suhu, apa maksud ucapanmu ini ?" tanya Kian Hoo
dengan hati terperanjat.
"Sejak ayahmu secara diam diam menghancurkan
persekutuan tiga belas sahabat, ketiga belas orang itu tentu
selalu mencari jejak ayahmu, Kauw Heng Hu sebagai salah
satu diantara tiga belas sahabat, apakah tidak mungkin pergi
mencari jejak ayahmu pula ?".
"Aaaaah, tidak mungkin, dahulu ayahku muncul sebagai
manusia berkerudung, mereka sama sekali tidak kenal raut
wajah ayahku, lagipula tecu pun belum pernah membocorkan
rahasia ini".
"Aaaaai...! Loo Sian Khek sendiripun mungkin tidak tahu,
tetapi setelah ia ceritakan keadaanmu kepada Kauw Heng Hu,
maka dari tubuhmu ia akan peroleh tanda tangan yang
mencurigakan, sejak kau tinggalkan kota Yang-Chiu mendadak
tenaga dalammu peroleh kemajuan pesat sedang kaupun tidak
berjumpa dengan orang yang licik dan keji didalam, ramah
diluar, orang she-Loo itu tentu akan mencurigai akan diri ayah
mu." Keterangan ini membuat Kian Hoo jadi sangat gelisah,
dengan hati terperanjat serunya.
"Belum pernah tecu berpikir sampai kesitu kalau begitu
mari kita berangkat pulang ! ".
"Aaaaa..! sekalipun kita berangkat saat ini juga,
kedatangan kitapun sudah terlambat satu dua bulan lamanya,
Untung ilmu silat ayahmu luar biasa, ia tentu punya
kemampuan untuk berjaga diri !".
"Tentang soal ini sukar untuk dikatakan, tenaga dalam
Kauw Heng Hu belum tentu bisa menangkan ayahku, tetapi
seandainya mereka membokong dan mencelakai secara diamdiam,
maka keadaan yaahu jadi berbahaya sekali.
Liauw Boe Hwie berpikir sejenak, lantas berkata:
"Ayahmu sebagai seorang pembesar Kerajaan, aku rasa
tentu sikap dan cermat dalam setiap tindakan, aku rasa ia
tidak akan tertipu mentah-mentah, lagi pula Kauw Heng Hu
sebagai seorang kangouw belum tentu punya keberanian
sebesar ini untuk cari gara-gara dengan pihak pemerintah
meski demikian memang jauh lebih baik kalau kita segera
berangkat kesitu, lagi pula ditinjau dari penuturanmu jelas
hubungan Ku Sin Poo dengan ayahmu bukan hubungan
sahabat biasa, setelah perempuan itu kena ditawan sudah
sepantasnya kalau kita kabarkan berita ini kepadanya".
Selesai berunding Liem Kian Hoo merasa makin cemas, ia
kepingin sekali punya sayap hingga dapat terbang kembali
kekota Yang chiu.
-oo0dw0ooJilid 9 PERJALANAN yang amat jauh tak mungkin bisa ditempuh
dalam sekejap mata, terpaksa sianak muda itu harus menahan
sabar, sepanjang jalan mereka ganti kuda sampai beberapa
kali, setengah bulan kemudian sampailah mereka dikota Yang-
Chiu. Da!am situasi seperti ini tak seorangpun punya minat untuk
menikmati keindahan alam, mereka langsung kembali
kegedung Tihu,setibanya didipan pintu, sianak muda itu
langsung mencengkeram seorang pengawal dan bertanya:
"Thayjin ada didalam atau tidak ?".
Tindakan secara mendadak ini membuat pengawal tersebut
tertegun dan tidak habis mengerti, menanti ia temui kalau
orang itu adalah Liem sauw ya, barulah ia buru-buru berlutut
memberi hormat.
"Cepat katakan apakah thayjien ada di rumah ?" kembali
sianak muda itu menegur.
"Tidak ada, dua bulan berselang thayjin telah minta cuti
dan pergi dari gedung !".
"Aduh celaka..." teriak Kian Hoo terjelos, badannya
bagaikan diguyur dengan segentong air dingin.
Liauw Boe jauh lebih tenang, buru buru ia bertanya kepada
pengawal itu: "Mengapa thay-jien minta cuti ?".
"Tentang soal ini hamba kurang jelas, ham ba cuma tahu
dikarenakan suatu urusan pribadi Thay-jien telah minta cuti
beberapa waktu, setelah urusan gedung pemerintah
diserahkan Ong Thay-jien untuk mewakilinya, Liem Thay jien
lantas berlalu !".
Saking cemasnya air matapun jatuh bercucuran membasahi
wajah Kian Hoo, ia depakkan kakinya berulang kali dan tidak
tahu apa yang harus dilakukan.
Menyaksikan perbuatan muridnya, Liauw Boe Hwie lantas
menghibur: "Hoojie, jangan gugup, Thay-jien dapat berlalu setelah
menyerahkan tugasnya kepada orang lain, hal ini
menunjukkan kalau beliau tidak menjumpai hal-hal diluar
dugaan, lebih baik pulanglah lebih dahulu dan tanyakan
duduknya perkara hingga jadi jelas !".
Perlahan-lahan Liem Kian Hoo dapat tenangkan hatinya,
gedung keluarga Liem terletak dibelakang gedung
Pemerintahan, isi gedungpun sederhana sekali, sejak Liem
Hujien meninggal kecuali ayah dan anak berdua cuma ada
dayang serta mak inang saja yang mengurusi rumah tangga.
Ketika Mak inang itu melihat Kian Hoo telah pulang, ia
kelihatan gembira namun iapun tak tahu kemana perginya
Liem Koei Lin, katanya setelah Liem thay-jien minta cuti lantas
ganti pakaian preman dan berlalu.
Liem Kian Hoo menanyakan pula gerak-gerik ayahnya
sesaat berangkat namun tidak mendapatkan tanda tanda yang
mencurigakan, meski demikian hatinya jadi agak lega, sebab
ditinjau dari penuturan Mak Inang tadi, tingkah laku Liem Koei
Lin tenang sekali, sedikitpun tidak perlihatkan tanda tanda
gelisah atau gugup, bahkan berangkat diiringi seorang kacung
pula. Namun ada satu hal yang patut dicurigai, dikota Wie-Im,
ayahnya sama sekali tak ada sahabat karib, dengan watak
Liem Koei Lin tidak mungkin ia seenaknya meletakan jabatan
hanya untuk menyambangi seorang sahabat belaka.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba
bagaikan mendusin dari impian buru-buru ia lari masuk
kedalam kamar baca ayahnya, kemudian menggulung sebuah
lukisan diatas dinding dan munculkan sebuah pintu rahasia.
Pintu tadi didorong dan dibalik dinding muncullah sebuah
ruang rahasia yang luas dan mempunyai perabot yang rumit
tetapi sangat rapi. Liuw Boe Hwie yang menjumpai kejadian ini
jadi melengak dan tercengang.
"Sudah delapan sembilan tahun lamanya aku berada disini,
sungguh tak pernah kuduga kalau dalam ruang baca masih
ada sebuah ruang rahasia" gumannya.
"Tecu sendiripun baru tahu akan rahasia ini menjelang
kepergian tecu tempo dulu, dalam ruang rahasia inilah ayah
mewariskan Sim-hoat ilmu silat kepada diri tecu, maka dari itu
tecu pikir kemungkinan besar ditempat ini dapat ditemukan
suatu tanda yang mencurigakan ".
Sembari berkata ia melakukan pencarian yang seksama
diseluruh ruang rahasia tersebut, akhirnya ia temukan diatas
dinding telah berkurang sebilah pedang kuno yang biasanya
tergantung disana, disamping itu diatas meja tulis tertinggal
secarik kertas dimana berisikan tulisan dari ayahnya.
"Ditunjukkan putraku Kian Hoo:
Dalam melaksanakan tugas kau bertindak kurang hati-hati,
akibatnya pihak penjahat telah mengejar datang kemari.
Untung aku selalu waspada dan segera mengetahui akan mara
bahaya yang datang mengancam.
Mengingbat urusan amat dserius dan pentaing, maka
terpabksa akupun berangkat kekota Wie-Im untuk
membuntuti jejak bajingan itu, apabila kau telah kembali dan
membaca surat ini, cepat-cepatlah datang membantu aku !".
Ketika sianak muda itu membaca surat tersebut ia jadi
tertegun, sebab Liem Koei Lin ayahnya sudah dua bulan
lamanya meninggalkan rumah, namun surat tadi baru ditulis
setengah bulan berselang.
Liauw Boe Hwie yang berdiri dibe!akang si-anak muda
itupun dapat membaca isi surat tadi, nampak diapun
termenung sambil putar otak, akhirnya seorang tua ini
berkata: "Tentu ayahmu berhasil mengetahui keadaan dirimu dari
mulut kawanan bajingan ini dan tahu kalau kau dalam
beberapa waktu mendatang bakal pulang kerumah, maka
buru-buru ia balik lagi untuk meninggalkan surat tersebut..."
"Mungkin memang demikian duduknya perkara." sahut Kian
Hoo setelah termenung sebentar.
"Suhu, agaknya kita harus segera berangkat menuju kekota
Wie Im !".
"Tentu saja harus demikian, setelah ayahmu seorang
mungkin masih belum sanggup untuk menyelesaikan
persoalan ini, maka ia butuhkan bantuanmu."
Demikianlah mereka bertiga pun kembali melakukan
perjalanan cepat menuju kekota Wie-lm untung perjalanan
tidak terlalu jauh, hanya dua hari kemudian sampailah mereka
ditempat tujuan.
Kota Wie lm adalah kampung halaman dari Han Sim
seorang panglima tersohor pada ahala Si Han, berhubung
itulah kota tersebut sangat ramai sekali.
Setibanya didalam kota, mereka bertiga mengitari seluruh
kota satu kali namun tidak menemukan sesuatu jejak apapun.
Menanti malam telah menjelang tiba, mereka bertigapun
beristirahat dalam sebuah rumah penginapan, malam itu Kian
Hoo tak dapat tertidur karena pikirannya sangat kalut,
sedangkan Soen Tong yang ada dikamar tetangga telah
mendengkur sejak tadi, begitu keras suara dengkurannya
sampai dinding tembok pun bergetar.
Semakin kalut pikirannya sianak muda itu semakin tak
dapat pulas, dengan susah payah akhir nya semalaman sudah
hampir lewat, sementara rasa ngantuk mulai menyerang
benaknya, tiba-tiba
Terdengar suara gaduh berbkumandang dari ddalam kamar
Soean Tong yang terbletak disebelah ka-marnya, diikuti gadis
tolol itu berkaok-kaok keras.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keparat cilik, kau berani pukul aku akan kucabut jiwamu."
Liem Kian Hoo tidak tahu ditengah malam buta begitu si
gadis tolol itu sedang ribut dengan siapa, buru-buru ia
mengenakan pakaian dan lari ke kamar sebelah.
Tampaklah Soen Tong sedang duduk diatas pembaringan
dalam keadaan telanjang bulat sambil berkaok kaok gusar,
didepan pembaringan menggeletak sebilah kutungan pedang.
Menyaksikan keadaan tersebut, pemuda kita buru-buru
tutup pintu rapat-rapat sebab ia tidak ingin mengejutkan tamu
tamu dikamar lain, lagi pula keadaan Soen Tong saat ini tidak
patut dilihat orang. setelah itu dengan suara lirih tegurnya:
" A-Tong, jangan ribut, apa yang telah terjadi?".
Hawa amarah berkobar dalam hati Soen Tong, dengan
jengkel jawabnya.
"Ketika aku sedang tidur tiba-tiba badanku terasa amat
sakit. aku lantas bangun maka kutemui ada seorang keparat
cilik sedang menusuk tubuhku dengan senjata, namun
pedangnya seketika kena digetar patah oleh tenaga sim-kang
daya pental, aku mendusin lagipula tidak terluka buru buru
melarikan diri lewat jendela !".
Liem Kian Hoo berpaling, tidak salah lagi jendela dalam
keadaan terpentang lebar lebar, ia jadi amat terperanjat.
"Macam apakah orang itu " " kembali ia bertanya.
"Aku sendiripun tidak tahu sebab tidak nampak terlalu
jelas, agaknya seorang pemuda yang berwajah tampan, ilmu
silatnya pun tidak jelek, tusukan pedangnya terasa amat sakit
sekali bahkan selagi melarikan diri gerakan tubuhnya pun
amat cepat !"
"Lalu mengapa tidak kau kejar orang itu ?"
Dengan tersipu sipu Soen Tong menyahut:
"Sebelum meninggalkn tempat ini, keparat cilik itu sudah
membawa lari semua pakaianku, bukankah kau pernah
beritahu kepadaku kalau tidak berpakaian dilarang lari-lari
ditempat luaran " maka aku tidak berani mengejar !".
"Saudara cilik " keluh Soen Tong dengan wajah kecut " Aku
benar-benar tidak biasa memakai baju, seandainyra kau bacok
akut beberapa kali qdengan sebilah rgolok mungkin aku tidak
ambil perduli, namun kalau kau suruh aku mengena kan
benda yang halus dan lunak itu, seluruh tubuhku jadi gatal
sekali, mau tidurpun rasanya tidak bisa, Untung ditengah
malam buta tak terlihat orang maka aku telanjangi diriku
sendiri dan tidur."
Liem Kian Hoo dibikin berabe oleh tingkah laku gadis tolol
ini, sementara otaknya berputar dan menduga duga siapakah
sang pembokong tersebut, seandainya orang itu diutus oleh
Kauw Heng Hu, mengapa yang diarah adalah Soen Tong si
gadis Blo'on yang gobloknya sudah tidak ketolong an lagi itu "
Mungkin karena harta " jelas dalam sakunya tidak
membawa intan atau permata bahkan sepotong uang
perakpun tak ada, tidak mungkin orang itu ada maksud
mencuri barang-barangnya, lagi pula berdasarkan kepandaian
yang dimiliki orang itu, jelas dia bukan seorang pencuri biasa.
Mungkin karena dia adalah seorang gadis " hal ini semakin
tidak mungkin lagi, siapa yang sudi main cinta dengan seorang
gadis jelek yang berwajah mengerikan bagaikan wewe "
setengah harian lamanya ia putar otak namun tidak berhasil
mendapatkan jawaban, terpaksa ia bertanya.
"A-Tong, barang apa yang kau simpan dalam tubuhmu ?"
" Tidak ada! " sahut Soen Tong seraya menggeleng, namun
sejenak kemudian tiba-tiba ia menjerit:
"Aduh celaka, batok kepala ayahku telah dj curi orang itu !"
"Apa " bukankah batok kepala ayahmu disimpan dalam gua
Kioe~Chi-Tong "...".
"Tidak, aku benar benar merasa berat hati untuk tinggalkan
ayah seorang diri, maka diam diam kusimpan tulang
kepalanya didalam saku, karena takut kau tahu maka selama
ini aku membungkam.".
" Kau.... kau benar benar goblok, tolol!".
Soen Tong Hay telah mengukir seluruh inti sari kitab
pusaka Koei-Hua-Pit-Kip diatas tulang kepalanya, demi
menghormati jenasah dari seorang jago sakti, Kian Hoo tidak
berani berbuat kurang ajar dengan segala menggembol batok
kepalanya, maka sengaja ia salin catatan itu diatas sebuah
kitab dan tinggalkan tulang kepala tadi didalam gua.
Siapa sangka diam-diam budak jelek yang tololnya tidak
ketolongan ini sudah membawanya keluar, walaupun catatan
intisari kitab pusaka Koei Hua Pit-Kjp sudah ada salinannya,
namun apabila membiarkan benda itu terjatuh ketangan orang
lain, kemungkinan besar dapat menimbulkan bencana,
terutama kalau sampai terjatuh ketangan Kauw Heng Hu,
keadaan bakal semakin runyam.
Ketika Kauw Heng Hu serahkan kitab tadi ketangan Soen
Tong Hay, isinya sudah tidak lengkap, sedangkan Soen Tong
Hay sendiri selagi menyelidiki kitab itupun diam diam
menyembunyikan pula beberapa bagian, maka apa yang
didapat mereka berdua sama-sama tidak lengkap, tapi lain
halnya kalau orang itu adalah utusan dari Kauw Heng Hu,
dengan didapatkannya catatan tersebut berarti ia sudah
mendapatkan kitab yang lengkap.
Soen Tong yang kehilangan tulang kepala ayahnya merasa
amat sedih sekali, ia menangis tersedu sedu, melihat
kesedihan orang Liem Kian Hoo jadi tidak tega untuk memaki
lebih jauh, terpaksa ia berdiri dengan keadaan serba salah.
Pada saat itulah dari luar jendela mendadak berkelebat
lewat sesosok bayangan manusia disusul Liuw Boe Hwie pun
muncul dalam ruangan.
"Suhu, telah terjadi suatu peristiwa yang menimpa diri ATong."
ujar Sianak muda itu cepat.
"Aku tahu, ketika mendengar suara yang mencurigakan aku
segera keluar dari kamar dan melakukan pengejaran, ternyata
orang itu langsung, lari menuju kekuil Han-Ong-Sie, disana ia
disambut oleh dua orang siluman tua, karena aku merasa
bukan tandingan dari kedua orang siluman tua itu maka
terpaksa aku balik kemari !".
"Siapakah kedua orang siluman tua itu ?"
"sebetulnya aku tidak kenal dengan kedua orang itu,
namun setelah mendengar penuturanmu aku berani
memastikan kalau mereka berdua ada lah Heng-Thian-Siang-li,
bahkan keparat cilik yang melakukan pembokongan itubpun
bukan orangd sembarangan, kaalau pandangan bmataku tidak
salah lihat jelas dia adalah Lie Hong Hwie anak murid sinenek
she-Pek.".
"Apa ?" Kian Hoo tertegun, saking kaget dan
tercengangnya ia tak sanggup menutup mulutnya kembali.
oO0Oo. Kuil Han-Ong-Sia terletak diluar kota Wie-Im, bangunannya
sudah rusak dan hancur, tem-boknya banyak yang rontok dan
berlubang, patung arca Han Ong yang ada dimeja
sembahyanganpun tinggal separuh potong, keadaan kuil itu
menyedihkan sekali.
Lama kelamaan sianak muda itu jadi jengkel hawa
amarahnya segera disalurkan keatas patung arca tersebut.
Sreeet ! sebuah pukulan dahsyat menghancurkan sisa patung
Han-Ong yang berdiri ditengah ruangan.
"Hoo-jie, mengapa kau salurkan hawa amarahmu keatas
patung arca tersebut...?" tegur Liuw Boe Hwie.
"Hmmm ! teringat Han Sim pun tidak lebih hanya seorang
manusia tak berpedidikan, hanya karena gagah saja lantas
sombongnya tidak karuan, bagaimana akhirnya " iapun tidak
mendapat akhir yang baik, manusia macam begini tidak
berhak untuk mendapat penghormatan dari generasi yang
akan datang !"
Liuw Boe Hwie bungkam dalam seribu baha sa, sedangkan
Soen Tong jadi tertarik, iapun menirukan cara sianak muda itu
dengan melancarkan sebuah pukulan menghajar sebuah
patung Han-Sim.
Siapa sangka ketika angin pukulan itu menghajar telak
diatas patung arca tadi, bukannya hancur berantakan
sebaliknya patung tadi secara otomatis telah bergeser sendiri
kesamping. "Eeeei saudara cilik, coba lihat patung arca ini bisa
bergerak sendiri..." jerit Soen Tong dengan nada kaget.
Belum habis ia menjerit dari balik patung tadi muncul
seorang pengemis yang berpakaian kumal dan berambut
awut-awutan, sambil tertawa terbahak-bahak ia berseru:
" Han-Ong tidak becus dan memalukan kami kaum
pengemis, kalian mau hancurkan patungnya perduli amat
dengan kami, tetapi Loo Thay Thay (Nyonya Tua) ini adalah
orang baik, kami kaum pengemis pun justru mencari sedekah
berkat kebaikan hatinya, kami tak boleh biarkan iapun ikut
hancur karena Han Sim."
Kbeterangan ini mdenyadarkan Soena Tong bahwasanyba
patung itu bisa bergeser sendiri bukan lain lantaran permainan
setan dari sipengemis tersebut, ia hendak maju untuk
menghantam dirinya namun kena dicegah Kian Hoo.
"Siapakah anda ?" Tegur sianak muda itu setelah
mengawasi pengemis tersebut beberapa saat kemudian ia
baru berkata lagi:
"Dengan kepandaian yang anda miliki, aku rasa kau pasti
bukan pengemis sembarangan !"
"Kaum pengemis tiada tempat tinggal tetap, untuk mencari
sedekah harus berkeliaran keempat penjuru, siapa bilang ada
perbedaan antara pengemis biasa dan pengemis luar biasa "
ucapan dari engkoh cilik ini sungguh aneh sekali, aku ingin
tahu pengemis macam apakah baru bisa dikatakan pengemis
biasa ?". Sekali lagi sianak muda itu dibikin bungkam dalam seribu
bahasa, Liauw Boe Hwie yang ada disisinya segera
menyambung sambil tertawa:
"Dengan kepandaian lihay yang kau miliki namun justru
berada dalam barisan pengemis, itu lah baru dinamakan
istimewa !".
"Meskipun aku si pengemis bisa bermain beberapa jurus
gerakan kembangan, kepandaian inipun kami siapkan untuk
menghadapi anjing-anjing galak, nasibku memang sudah
ditakdirkan jelek, lagi pula harus menuruti peraturan nenek
moyang-ku, dilarang mencuri dilarang merampas, maka untuk
melanjutkan hidup terpaksa aku harus mengemis, apanya
yang istimewa ?"
"Hrnmm ! sudah berapa lama kau berada disini ?".
" Kemarin aku sipengemis berhasil mendapatkan sedikit
sisa sayur serta beberapa renceh uang kecil yang habis
kubelikan arak setengah kati, setelah minum sampai mabuk
aku telah tidur semalaman disini !".
"Bagus sekali ! kalau memang kau tidur semalaman disini
tentu tahu bukan kemana perginya-tiga orang yang
mendatangi kuil ini tadi pagi-pagi buta ?".
"Haaa... haaa... haaa... selama ini aku sipengemis tertidur
pulas, sama sekali tidak nampak separuh sosok bayangan
setanpun, namun aku memang sudah dibangunkan oleh tiga
ekor anjing kurang ajar !"
"Dimana ada anjing ?" sela Soen Tong sambil celingukan.
"Kenapa aku tidak lihat anjing yang kau maksudkan itu "r".
"Haaa... haataa... haaa... tqentu sudah kau rlihat anjinganjing
itu, sebab anjing itu yang satu kehilangan tangan
sebelah, yang kedua adalah anjing cilik sedang anjing ketiga
adalah seekor anjing betina...".
Mendengar dirinya secara tidak langsung di maki Liauw Boe
Hwie naik pitam, bentaknya gusar:
"Manusia kurangajar, pengemis terkutuk ! kami bertanya
secara baik-baik, mengapa kau memaki orang seenaknya ?".
Soen Tong yang masih belum paham segera menyela dari
samping. "Suhu, yang dia maksudkan tiga ekor anjing bukanlah ia
tidak memaki dirimu ?".
"Tolol, Blo'on ! anjing betina itu adalah kau sendiri " maki
Kian Hoo jengkel.
"Kurangajar, kurangajar, kau berani maki aku !" jerit Soen
Tong, Kepalannya langsung diayun kedepan menghantam
dada pengemis tersebut.
Dengan sebat pengemis tadi mengigos kesamping, tongkat
bambunya segera disapu kearah ke kakinya dengan suatu
jurus serangan yang sangat aneh, Soen Tong tak sempat
berkelit, seketika kakinya kena dihajar.
Namun ia memiliki tenaga pental yang melindungi
tubuhnya, bukan saja tidak terluka bahkan malahan memental
balikkan tongkat bambu itu sehingga terpental dan balik
menyapu kearah kaki pengemis itu sediri.
Air muka pengemis itu berubah hebat, buru-buru ia
getarkan tongkatnya kesamping untuk memunahkan
datangnya ancaman.
Soen Tong melangkah setindak kemuka, telapaknya yang
lebar langsung dihantamkan keatas batok kepala pengemis
itu. Merasakan datangnya ancaman, pengemis itu mendengus
gusar, tongkatnya diputar balas menotok dadanya.
Soen Tong terlalu mengandalkan tenaga daya pentalnya, ia
tidak menggubris datangnya serangan, dengan gerakan yang
tetap ia lanjutkan cengkeramannya kemuka.
"Kraaaak...!" tongkat bambu itu patah jadi dua bagian,
sedang Soen Tong pun kesakitan sampai mulutnya tak dapat
merapat, sepasang telapaknya langsung menjambret dadanya
lalu diangkat ketengah udara.
Setelah itu lawannya dibanting keatas tanah sanbil
menekan dirinya keatas tanah, teriaknya penuh kegusaran.
"Kau maki aku sebagai anjing, sekarang aku akan suruh
kau merasakan jadi anjing yang menjilat air kencing !"
Permukaan tanah tempat itu penuh dengan debu dan pasir,
tenaga Soen Tong pun sangat besar, setelah pengemis itu
kena ditekan keatas tanah badannya tak berkutik lagi,
keadaannya mengenaskan sekali.
Liem Kian Hoo yang menyaksikan kejadian itu takut ia
menindih mati pengemis tersebut, buru-buru bentaknya:
"A-Tong. ayoh cepat lepaskan dirinya, aku masih ada
pertanyaan hendak diajukan kepadanya !.."
Kena ditegur Soen Tong baru lepaskan pengemis itu,
namun kakinya yang besarpun dengan cepat menginjak dada
pengemis tadi, serunya:
"Tidak bisa kulepaskan dirinya begitu saja ia harus
menirukan gonggongan anjing sebanyak tiga kali, setelah itu


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku baru bisa lepaskan dia pergi !".
Dengan sinar mata gusar pengemis itu melototi wajah Soen
Tong, mulutnya bungkam dalam seribu bahasa,
Menyaksikan pengemis itu membungkam, Soen Tong
menginjak dadanya semakin berat, ancamnya: "Kalau kau
tidak mau berteriak lagi, sekali injak kugencet dirimu sampai
mati !". Saking sakitnya pengemis itu sampai gertak gigi, namun ia
bersikeras tidak buka suara, mulut nya terkancing rapat-rapat.
Kian Hoo takut ia benar-benar mati diinjak perempuan tolol
itu, kembali cegahnya.
"A-Tong, kenapa sih kau tidak bmenuruti perkatdaanku ?".
Kali aini Soen Tong tbak berani membangkang, ia tarik
kembali kakinya yang gede sambil mengomel:
"Hmmm ! kalau bukan saudara cilikku mintakan ampun
buat dirimu, akan kuinjak dirimu sampai hancur".
Pengemis itu meloncat bangun, dengan gemas ia meludah
keatas tanah lalu bangkit berdiri dan lari keluar dari ruang kuil.
"Pengemis sialan, kau masih berani ngeloyor pergi ?"
bentak Liuw Boe Hwie gusar.
Ia enjotkan badan segera ikut meluncur kedepan, lengan
tunggalnya langsung menotok punggungnya. Dalam pada itu
Jodoh Rajawali 25 Ksatria Negeri Salju Karya Sujoko Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 3
^