Pencarian

Pedang Kayu Harum 9

Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


"Cui Im , jangan gila kau! Engkau sudah ku ajak masuk ke sini, mau mempelajari ilmu boleh saja, akan pergi jangan mencuri !" Dengan pandang matanya, Keng Hong mengukur dan dia terkejut sekali mendapatkan kenyataan bahwa tidaklah mungkin bagi seorang manusia untuk meloncati jarak antara dia dan Cui Im. Akan tetapi bagaimanakah gadis itu dapat berada di seberang" Agaknya dari jarak sejauh itu , Cui Im dapat menduga apa yang dipikirkan Keng Hong.
Episode 138 Ia tertawa, kemudian duduk di tepi jurang itu dengan suara mengejek.
"Hi-hi-hik, mau meloncat ke sini" Jangan mimpi, Keng Hong. Selain terlampau jauh, sekali kau terjatuh ke bawah, tubuhmu akan hancur lebur. Tidak mengerikankah" Sayang tubuhmu yang muda dan perkasa , wajahmu yang tampan. Hanya ada satu cara untuk menyeberang melewati jurang ini, yaitu melalui jembatan , dan jembatannya berada di tanganku!"
Keng Hong mendengus marah. Gadis ini membual. Mana mungkin jembatan bisa disimpan" "Kau tidak percaya" Inilah jembatannya, berada ditanganku. Kalau kuhendaki mudah saja aku menyeberang ke situ, akan tetapi engkau" Kecuali kalau di pundakmu keluar sayap dan dapat terbang, tak mungkin engkau dapat menyeberang ke sini!"
*** "Hemmm, engkau jahat dan curang, Cui Im! Akan tetapi, jangan kau mengira bahwa aku akan membiarkan saja engkau melarikan kitab-kitab itu," kata Keng Hong dan mengertilah dia bahwa di antara kedua tempat ini memang terdapat jembatan yang merupakan penghubung, yaitu yang terbuat daripada sehelai tambang yang kini sudah tergulung dan berada di tangan Cui Im. Tentu tambang itu tadinya terpasang melintang di atas jurang. Setelah menyeberang mempergunakan ginkangnya yang memang sudah mencapai tingkat tinggi, yaitu berjalan di atas tambang, gadis itu lalu melepaskannya dan menggulungnya, tentu ada cara melepaskan yang mudah dari seberang, mungkin kedua ujung tambang itu dipasangi kaitan dan karena kedua tempat itu terdiri dari batu-batu yang kasar dan runcing, mudahlah melemparkan kaitan ke seberang sehingga dapat tercipta jembatan tambang dan dengan menyendal-nyendal dapat pula kaitan di seberang dilepaskan.
"Hi-hi-hik, engkau mimpi, Keng Hong.Andaikata kelak engkau dapat mencariku, setelah aku mempelajari lima buah kitab ini, engkau akan bisa berbuat apakah terhadap aku" Pula , engkau tidak akan dapat bertahan lama bertahan di situ, tidak ada bahan makanan tidak ada air dan belum lagi diingat bahwa tokoh itu tentu akan mencarimu. Aku akan pergi meninggalkanmu di situ dan membawa kitab-kitab ini. Sudah ku periksa isinya dan kalau dapat berlatih selama lima tahun saja, di dunia ini tidak akan ada orang yang mampu melawanku!"
Keng Hong bukan seorang yang bodoh.Tidak, sebaliknya malah . Dia cerdik sekali dan pikirannya dapat dikerjakan secara cepat menarik kesimpulan-kesimpulan . Mengapa Cui I setelah mengambil jebatan tambang itu tidak lekas pergi malah menantinya di situ" Hanya untuk mengejek" Tak mungkin, seorang yang telah mendapatkan pusaka kitab-kitab yang diinginkan oleh seluruh tokoh kang-ouw tentu merasa terlalu tegang untuk main-main dan mengejek, tentu akan terus pergi melarikan diri dan cepat-cepat mempelajari isi kitab. Akan tetapi Cui Im menantinya di situ. Membual! Ya, gadis itu tentu sengaja membual unutk menutupi kelemahannya ia mengangguk-angguk dan berkata.
"Cui Im, siapa percaya bualanmu" Engkau menemui jalan buntu, tidak dapat meninggalkan tempat itu. Jalan keluar hanya melaui lorong ini dan kau terjebak di situ, tidak dapat terus dan tidak dapat kembali. Nah, katakan, apa kehendakmu dariku?"
Cui Im terperanjat sekali dan meloncat berdiri. "Eh,eh,eh, bagaimana kau bisa tahu?" Saking kaget dan herannya ia sampai tidak dapat menyimpan rahasianya lagi.
Keng Hong tersenyum. "Kalau ada jalan keluar di sebelah situ, tentu engkau takkan menanti hanya untuk bicara denganku. Engkau telah mencuri lima buah kitab dan mungkin dapat kau pelajari di situ sehingga engkau menjadi seorang sakti. Akan tetapi apa gunanya kalau kau tak dapat keluar, menjadi nenek-nenek dan mati kering di situ?"
"Aku akan menanti kesempatan, setelah kepandaianku meningkat, aku akan menggunakan jembatan tambang ini menyeberang ke situ dan membunuhmu!"
"Ha-ha-ha, bicara sih mudah. Akan tetapi boleh kau coba. Aku tidak bodoh, nona manis. Aku akan selalu waspada dan sekali saja tabang itu kau lontarkan ke sini, akan ku nanti sampai kau enyeberang di tengah-tengah, keudian tabang itu akan ku bikin putus sebelah sini. Wah, tentu lucu sekali melihat kau terbang ke bawah sana."
Cui Im membanting-banting kaki. "Keng Hong engkau manusia kejam!" Kemudian suaranya mengandung isak, ketika ia berkata lagi, "Engkau laki-laki yang tidak mengenal budi, tidak tahu dicinta orang! Setelah susah payah aku selalu membayangimu, melindungimu, menyatakan cinta kasihku dengan perbuatan, membiarkan diriku terancam bahaya, membebaskanmu dari tangan musuh-musuhmu, kau..kau..." Akan tetapi Cui Im segera teringat bahwa ia kelepas bicara, akan tetapi terlambat karena Keng Hong sudah meloncat berdiri dan muka pemuda itu menjadi merah sekali.
"Cui Im! Jadi...engkaulah orang nya..." Engkaukah yang selama ini membayangiku, membunuh murid wanita Hoa-san-pai, membunuh murid-murid Kong-thong-pai dengan racun" Engkaukah gerangan orangnya?""
Cui Im tidak dapat mundur kembali dan baginya sudah kepalang. Tidak perlu lagi kini merahasikan perbuatannya.
"Benar ! Akulah orangnya yang melakukan itu semua! Demi cintaku kepadamu, Keng Hong, dengarkah engkau" Demi cintaku kepadau, bukan cinta seperti yang pernah ku rasakan terhadap pria manapun juga. Aku cinta kepadamu, akan tetapi engkau buta!"
Jantung Keng Hong berdebar keras. "Jadi engkau yang membunuh Sim Ciang Bi, membunuh murid-murid wanita Kong-thong-pai pula" Mengapa ?"
"Tentu saja! Mereka itu berani merayumu, bermain cinta denganmu. Ahhh, betapa sakit hatiku, hampir gila oleh cemburu. Kalau tidak sebesar ini cintaku kepadamu, tentu engkau pun sudah ku bunuh pula!"
"Dan ... ketika malam gelap itu..yang datang kepadaku, merayuku penuh cinta kasih.. Engkau pulakah itu?"
Episode 139 Cui Im tertawa genit. "Hi-hi-hik, benar aku! Masa engkau tidak mengenal aku" Biarpun aku tidak bicara banyak , apakah engkau tidak mengenal suaraku, tidak mengenal kesedapan keringatku" Hi-hi-hik!"
"Cui Im" ! Kenapa kau lakukan itu?"
"Kenapa" Karena kau selalu menolakku dan aku sudah amat cinta kepadau. Hatiku perih sekali harus berpura-pura seperti itu..." "Bukan itu maksudku ! Kenapa engkau mengenakan pakaian putih, menggunakan senjata rahasia dan senjata-senjata Biauw Eng" Mengapa engkau menyambar sebagai Biauw Eng ?"
"Kenapa" Ah. Biar dia rasakan ! Sumoi berani sekali merampas engkau dari tanganku! Berani dia berlancang mulut menyatakan cinta kasihnya kepadamu, padahal biasanya sumoi menganggap cinta sebagai sebuah pantangan besar! Panas hatiku, dan biar dia tahu rasa, berani merebut cinta kasih kasih sucinya!"
Kedua telinga Keng Hong terasa panas dan andai kata Cui Im berada di depannya tentu sudah ditamparnya perempuan itu. Akan tetapi dia menekan kemarahannya dan hatinya menjadi girang sekali. Girang, terharu dan menyesal . Girang karena kini dia mendapat kenyataan bahwa Biauw Eng bukanlah wanita jahat seperti yang diduganya. Biauw Eng suci dan bersih. Terharu karena teringat betapa Biauw Eng melindunginya mati-matian, bahkan mengakui segala perbuatan yang dituduhkan olehnya dengan dasar membela dan melindunginya. Betapa besar dan murni cinta kasih gadis itu kepadanya! Cinta yang amat mengharukan, apalagi kalau dia teringat bahwa gadis itu adalah puteri suhunya! Dan dia menyesal, ia menyesal kepada diri sendiri sehingga mau rasanya dia menampari mukanya sendiri kalau teringat betapa dia menjatuhkan fitnah-fitnah keji terhadap gadis itu, bahkan menangkapnya untuk dibunuh oleh para tokoh kang-ouw.
"Cui Im ... mengapa engkau sendiri sekeji itu?" tanyanya dengan suara perlahan.
"Keji apa" Mereka yang keji, dan sumoi yang bersalah kepadaku. Demi cintaku kepadamu, aku rela melakukan apa juga. Bahkan sekarang ini aku rela pula mengalah kepadamu, aku ingin berdamai denganmu, Keng Hong."
*** Keng Hong menahan kemarahannya. Dalam keadaan seperti ini, dia harus bersabar . Wanita ini berbahaya sekali, selain lihai ilmunya, juga amat cerdik dan banyak akalnya. "Cui Im, engkau pandai membual. Engkau sudah terjebak di tempat itu, maka engkau sengaja hendak membujukku,bukan?"
"Manusia sombong, keras kepal engkau! Memang , disini tidak ada jalan keluarnya, akan tetapi setelah kepandaianku meningkat, kiranya tidak sukar mencari jalan keluar, atau kalau perlu menyerbumu ke situ! Bukan karena itu, dan jangan mengira kalau aku akan minta-minta kepadamu. Tidak , biarpun aku terjebak di sini, engkau pun terjebak di situ dan keadaanmu lebih buruk lagi. Engkau tahu" Di sini terdapat persediaan makanan yang akan cukup dimakan sampai bertahun-tahun. Terdapat roti-roti gandum kering yang asin, yang tidak rusak di simpan bertahun-tahun, apalagi disimpan di dalam kamar yang rapat sekali. Di sini terdapat air jernih karena air kali kecil itu lewat di bagian sini. Dan di akhir terowongan menjadi tempat bersarangnya ratusan ribu burung sehingga aku dapat makan telur burung atau menangkap dan makan dagingnya.Sedangkan engkau di situ akan makan dan minum apa" Mencari makan dengan menuruni batu pedang sama saja dengan menyerahkan diri kepada para tosu Kun-lun-pai. Nah, katakan, siapa yang terjebak" Engkau amat membutuhkan aku, atau lebih tepat, tempat ini dan aku. Aku amat membutuhkan engkau untuk membacakan dan menuntun aku mempelajari kitab-kitab ilmu silat..."
"Heeeee" Engkau buta huruf?"
Merah wajah Cui Im. "Buta sama sekali sih tidak. Kalau hanya membaca dan menulis surat-surat cinta saja aku bisa. Akan tetapi, kitab-kitab ini... terutama sekali kitab dari Siauw -lim-pai, tulisannya seperti cakar bebek dan bahasanya amat kuno, menggunakan sajak-sajak yang sukar dimengerti. Marilah kita berdamai dan saling membantu. Kita berdua dapat dapat hidup di sini mempelajari ilmu dan kelak kita menjadi jago-jago nomor satu di dunia ini, apakah tidak senang dan nikmat?"
Keng Hong mengerutkan keningnya. Biarpun amat menggemaskan hatinya, namun harus dia akui bahwa ucapan Cui Im ada benarnya. Kalau memang ransum makanan dan air minum berada di seberang sana, sudah tentu dia amat membutuhkannya. Dan gadis itu juga membutuhkan dia untuk membaca kitab-kitab ilu. Hemmmmm, dengan demikian, tentu saja dalam mempelajari ilmu-ilmu berdua, dia akan lebih menang karena lebih dulu membaca dan mudah saja untuk melewati bagian-bagian penting sehingga tingkat Cui Im akan tetap berada di bawahnya. Dengan demikian ,kelak akan mudahlah menundukkan gadis ini kalau menjadi liar dan jahat. Tidak ada jalan pada saat seperti ini.
"Baiklah Cui Im, Tidak ada jalan lain bagi kita berdua selain berdaai dan bekerja sama. Nah, lontarkan ujung tambang itu agar jembatan tambang selalu terbentang!"
"Hi-hi-hik, nanti dulu Keng Hong."
"Ada apa lagi" Jangan engkau main-main, Cui Im."
"Bukan aku yang main-main, melainkan aku khawatir kalu engkau yang akan main-main. Lebih dulu bersumpahlah engkau , Keng Hong, baru aku mau bekerja sama denganmu. Siapa tahu engkau menipuku seperti engkau memberikan Siang-bhok-kiam palsu, hi-hi-hik!" Keng Hong mendongkol sekali. Gadis ini terlalu cerdik, dia harus berhati-hati. Hanya ada satu harapannya, yaitu bahwa Cui Im agaknya benar-benar memcintainya sehingga dia tidak khawatir gadis itu akan tega mencelakainya. Pula, kalau dipikir secara mendalam, amatlah merugikan kalau kitab-kitab peninggalan suhunya itu dibawa pergi oleh Cui Im yang tentu minta bantuan orang-orang lain untuk membacakannya. Dengan demikian, isi kitab-kitab itu akan diketahui orang ke tiga. Lebih baik dia sendiri yang membacakannya daripada orang lain!
Episode 140 "Baiklah, Cui Im. Kalau engkau kurang percaya kepadaku, aku akan bersumpah. Harus bersumpah bagaimana?"
"Berlututlah dan bersumpahlah demi nama suhumu, Sin-jiu Kiam-ong!"
Keng Hong terkejut dan ingin membantah, akan tetapi dia sudah mengenal watak Cui Im
Yang keras dan dalam persoalan ereka sekarang ini, kedudukannyalah yang lebih lemah dan tidak menguntungkan. Ia hanya menghela napas panjang untuk bersumpah saja, asal dia memegang sumpahnya, menggunakan nama suhunya juga tidak mengapa. Maka dia lalu berlutut dan mengucapkan kata-kata yang dikehendaki Cui Im.
"Teecu bersumpah demi nama suhu Sin-jiu kiam-ong.."
"Pertama, engkau tidak akan membunuhku!"
?".bahwa teecu tidak akan membunuh Ang-kiam Tok-sian-li Bhe Cui Im"
"Kedua, bahwa engkau akan membacakan kitab-kitab ilmu silat dengan sebenarnya dan tidak menipuku!"
Celaka ,pikir Keng Hong dalam hatinya. Gadis ini cerdik bukan main! Terpaksa dia mengucapkan kata-kata menurut kehendak Cui Im , "... Bahwa teecu akan membacakan kitab-kitab ilmu silat dengan sebenarnya dan tidak menipunya..."
"Ke tiga, bahwa engkau akan menerima aku belajar sambil selesai dan tidak menghalangi bila sewaktu-waktu aku menghentikan pelajaran dan keluar dari tempat ini!" Keng Hong meniru ucapan itu dan hatinya lega ketika Cui Im menyatakan sudah cukup puas. Cepat dia bangkit berdiri dan berkata dengan wajah dan berseri, "Cui Im, lontarkan tabang itu dan aku ingin meninjau tempat di seberang situ!"
Cui Im menjadi heran mengapa Keng Hong kelihatan demikian gembira setelah bersumpah. Akan tetapi dia percaya bahwa seorang pemuda seperti Keng Hong ini sekali bersumpah, apalagi demi nama gurunya, sampai mati pun tidak akan sudi melanggar sumpahnya. Maka tanpa ragu-ragu lagi ia lalu melontarkan ujung tambang yang ada besi kaitannya ke seberang.
Tepat seperti dugaannya tadi, besi kaitan itu melayang dan mengait batu di seberang sana Cui Im mengait ujung yang satu lagi pada batu di sana. Akan tetapi Keng Hong memeriksa lagi kaitannya, dan setelah mendapat kenyataan bhawa besi itu mengait baik-baik dan kuat-kuat, dia lalu meloncat ke atas tambang dan berlari diatas tambang menuju ke seberang. Diam-diam dia kagum kepada Cui Im. Tadinya gadis itu merasa ngeri ketika mendaki batu pedang, akan tetapi begitu mendapat kitab-kitab itu, gadis itu tidak merasa ngeri untuk berjalan di atas jembatan tabang yang lebih mengerikan lagi.
Begitu dia meloncat di daratan seberang, Cui Im menyambutnya dengan bibir mencari-cari bibirnya. Akan tetapi Keng Hong menghindarkan mukanya dan dengan halus mendorong pundak Cui Im.
"Keng Hong, mengapa" Bukankah kita sudah menjadi sahabat baik?"
"Cui Im, kita bersahabat untuk saling membantu dalam mengejar ilmu disini, dan tentang cinta, ingat, tidak ada disebut-sebut dalam sumpahku tadi!"
Kini mengerilah Cui Im mengapa tadi sehabis bersumpah pemuda itu kelihatan lega dan girang. Kiranya dia lupa memasukkan "acara" dan syarat ini ke dalam sumpah itu. Ia menyesal sekali dan mukanya cemberut.
*** Keng Hong merasa tidak baik kalau kerja sama itu dimulai dengan tidak menyenangkan hati Cui Im, maka katanya cepat.
"Cui Im, engkau akan tahu dari ilmu ilmu dalam kitab-kitab ini bahwa selagi mempelajari ilmu tinggi, hubungan antara pria dan wanita merupakan paling besar. Hal itu akan menghambat kemajuan ! Tunggu dan lihat sendiri saja nanti kalau kita sudah mulai belajar." Ucapan ini menyenangkan hati Cui Im karena ia menganggap bahwa adanya Keng Hong menolak cintanya adalah karena pemuda ini menganggap hal itu sebagai pantangan dalam belajar, jadi bukan karena pemuda itu mambencinya atau tidak membalas cintanya! Masih banyak kesempatan baginya untuk kelak menjatuhkan hati pemuda ini. Dia adalah seorang ahli dalam hal itu. Keng Hong bersama Cui Im lalu memeriksa keadaan di situ dan memang Cui Im tidak membohong. Di situ terdapat bahan-bahan makan-minum seperti yang diceritakan Cui Im tadi dan tidak ada jalan untuk keluar karena ujung terowongan yang dihuni ratusan ribu ekor burung walet itu merupakan dinding yang curam dan tegak lurus, pula amat licin.
Demikianlah, mulai hari tu, Keng Hong dan Cui Im mulai membalik-balik lembaran kitab-kitab pelajaran ilmu silat yang tinggi, dan memang tepat pemberitahuan Keng Hong tadi, karena dalam kitab pertama , yaitu kitab I-kiong-hoan-hoat dari Siauw-li-pai, jelas disebutkan bahwa pantangan utama dalam hubungan antara pria dan wanita!
Ilmu I-kiong-hoan-hoat adalah semacam ilmu memindahkan jalan darah dari partai Siauw -lim-pai, juga kitab ke dua Siauw-lim-pai, Seng-to-cin-keng adalah ilmu yang khas yang mengajarkan Iweekang, bersamadhi mengatur pernapasan unutk menghimpun sinkang. Setelah melihat sendiri bahwa emang ada pantangan hubungan antara pria dan wanita sewaktu melatih dri dengan ilmu-ilmu itu, Cui Im tidak banyak rewel lagi dan tidak mau menganggu Keng Hong, sungguhpun kadang-kadang ia kelihatan seperti cacing kepanasan dan menderita sekali. Bhe Cui Im yang tadinya menghambakan diri kepada terganggu dorongan nafsu, akan tetapi nafsunya ingin menjadi jagoan wanita nomor satu di dunia ini mengalahkan nafsu berahinya sehingga ia tekun berlatih.
Episode 141 Keng Hong sendiri secara diam-diam membaca semua kitab yang berada di situ, akan tetapi karena dia menganggap bahwa apa yang dia dahulu pelajari dari gurunya tidak kalah mutunya, dia hanya membaca kitab-kitab milik partai lain hanya untuk dimengerti isinya dan dikenal sifatnya, pula dia mempunyai rasa segan untuk mencuri ilmu partai lain. Dia hanya membaca dan mengenal, akan tetapi tidak melatih dirinya dengan ilmu-ilmu itu. Kecuali kitab tulisan gurunya sendiri yang ternyata merupakan inti sari daripada ilmu silat Siang-bhok- Kiam-sut dan Ilmu silat San-in-kun-hoat sehingga dia menjadi girang sekali. Ia dapat memperdalam ilmu silatnya yang masih mentah itu dan melatih diri dengan rajin.
Biarpun Cui Im juga minta agar dia membacakan kitab ciptaan gurunya, namun dia yakin bahwa tanpa memiliki sinkang seperti yang dia "oper" dari gurunya, dan tanpa memiliki dasar-dasar yang dulu dia pelajari dari Sin-jiu Kia-ong, kepandaian yang didapat oleh Cui Im hanyalah permukaannya atau kulitnya belaka. Namun tentu saja dia tidak mau bicara tentang hal ini bahkan setiap kali ada kesempatan dia memuji kemajuan-kemajuan yang diperoleh gadis itu sehingga Cui Im menjadi girang sekali. Memang harus diakui bahwa Cui Im yang memiliki bakat baik sekali itu kini memperoleh kemajuan pesat.
Keng Hong menjadi matang ilmunya. Biarpun yang dia matangkan hanya ilmu silat yang dua macam itu, yaitu San-in-kun-hoat yang terdiri dari delapan jurus pukulan tangan kosong dan Siang- Kiam-sut yang terdiri dari tiga puluh enam jurus, namun kematangannya dan keistiewaan dua ilmu ini mencakup seluruh dasar dan inti ilmu silat yang dikuasai Sin-jiu Kiam-ong, dia kini dapat mainkan ilmu silat itu secara dahsyat. Biarpun hanya delapan jurus, namun ilmu silat San-in-kun-hoat ini cukup untuk membuat dia patut dijuluki Sin-jiu (Kepalan Sakti), sedangkan Siang-bhok Kiam-sut adalah ilmu pedang istiewa yang dapat dikatakan menjadi rajanya ilmu pedang sehingga dia patut pula dijuluki Kiam-ong (Raja Pedang) seperti gurunya!
Setelah dia membaca kitab peninggalan suhunya, barulah dia sadar bahwa Ilmu Silat San-in-kun-hoat memiliki segi-segi yang amat hebat, dengan perkembangan yang tak terhitung banyaknya tergantung dari keadaan dan daya khayalnya sendiri sehingga biarpun pada dasarnya hanya mempunyai delapan jurus, namun apabila dikembangkan menjadi jumlah jurus yang tak terhitung banyaknya! Tadinya dia hanya menguasai dasarnya yang dia gerakkan dengan mengandalkan sinkang kuat belaka. Kini dia dapat mainkan setiap jurus dengan kembangan yang tak terhitung banyaknya. Demikian pula dengan Ilmu Pedang Siang-bhok- Kiam-sut, kalau sebelum ini dia hanya menghafal gerakan-gerakan yang tiga puluh enam jurus mengandalkan sinkang dan kecepatan, akan tetapi kini dia dapat menangkap inti sarinya dan dapat mempergunakan Siang-bhok-kiam sedemikian rupa sehingga sinar kehijauan pedang itu cukup untuk merobohkan lawan. Diam-diam dia selalu memperhatikan latihan-latihan yang dilakukan Cui Im dan dia menjadi kagum bukan main. Gadis itu benar-benar hebat, berbakat dan karena tadinya sebagai murid Lam-hai Sin-ni dia telah memiliki tingkat tinggi, kini dengan mudahnya ia melahap semua isi kitab yang berada di situ dan telah hafal akan semua isinya, telah pandai pula mainkan ilu-ilmu itu termasuk ilmu silat yang diciptakan oleh Sin-jiu Kiam-ong sendiri!
Cemas-cemas hati Keng Hong kalau melihat ini karena dia maklum bahwa Cui Im sekarang, setelah tiga empat tahun berlatih dengan tekun, jauh bedanya dengan Cui Im dahulu, sungguhpun orangnya masih tetap cantik manis genit. Ilmu kepandaiannya telah meningkat secara hebat sekali.
Hanya ada satu hal yang melegakan hati Keng Hong melihat kemajuan Cui Im yang mencemaskan itu, ialah betapa pun gadis itu berlatih dan mencari-cari dalam kitab-kitab yang berada di situ, gadis itu tidak dapat menemukan ilmu Thi-khi-I-beng, dan dalam hal tenaga sinkang, betapa pun gadis itu menghimpun dan berlatih, tidak dapat menandingi tenaga sinkangnya sendiri yang dia terima secara langsung dipindahkan dari tubuh gurunya.
Empat tahun telah berlalu dengan cepat sekali karena kedua orang ini tekun belajar dan berlatih sehingga waktu berlalu tanpa terasa oleh mereka. Kini semua kitab telah habis dipelajari Cui Im ! Gadis ini telah memnjadi seorang wanita berusia dua puluh enam tahun yang matang segala-galanya! Cantik jelita, dan dalam pandang matanya yang kini terdapat sinar berapi yang dahulunya tidak ada, sinar berapi yang timbul dari kekuatan sinkangnya ditambah kepercayaannya kepada diri sendiri.
Episode 142 Pada suatu hari, pagi-pagi sekali ketika Keng Hong bangun dari tidurnya, dia mendapatkan Cui Im tersenyum-senyum di dekatnya dan dia heran melihat gadis itu mengenakan pakaian yang bersih, agaknya baru kemarin atau malam tadi dicuci, rambutnya digelung indah, wajahnya berseri-seri dan mulutnya tersenyum-senyum. Akan tetapi dengan terkejut Keng Hong melihat adanya pandang mata aneh, pandang mata yang jelas membayangkan nafsu berahi!
Kekhawatirannya terbukti ketika bangun duduk tiba-tiba Cui Im menjatuhkan diri duduk di dekatnya, memandang penuh kemesrann dan tertawa-tawa kecil penuh nafsu.
"Eh, Cui Im , apa-apaan ini" Engkau mau apa ?" Keng Hong merenggutkan lengannya yang mulai dipegang dengan sentuhan halus mesra oleh gadis itu.
"Hi-hi-hik, Keng Hong, betapa rinduku kepadamu. Hampir mati aku menanggung rindu kepadamu, kekasihku. Hampir gila aku mengekang diri, setiap malam kalau engkau sudah tidur memandangimu, teringat masa lalu!"
"Cui Im, tidak boleh...." Keng Hong membuang muka menghindarkan ciuman gadis itu dan dia mulai terangsang. Akan tetapi dia teringat betapa gadis ini telah melakukan hal-hal keji, yang menjatuhkan fitnah kepada Biauw Eng.
Selama empat tahun ini, ingatan itu selalu menyiksa dirinya dan membuat dia makin menyesal di samping rasa rindu kepada Biauw Eng. Hal ini menimbulkan rasa muak dan bencinya kepada Cui Im sehingga begitu teringat kepada Biauw Eng, lenyaplah rangsangan berahinya terhadap gadis yang membelai dan membujuk rayunya itu.
"Jangan berpura-pura alim Keng Hong. Dulu engkau begitu mencintaiku! Dan sekarang aku tidak lagi berlatih menghimpun sinkang, sudah cukup kuat aku, hi-hi-hik, lebih kuat dari guruku sendiri. Ya, kini aku dapat menjagoi di seluruh dunia dan cintaku kepadamu menjadi lebih kuat daripada dulu-dulu karena engkau telah membantuku, kekasihku. Layanilah aku, Keng Hong, dan kita nanti keluar dari sini, menjadi sepasang kekasih, juga sepasang jagoan nomor satu di dunia. Mungkin engkau tidak mendapat banyak kemajuan, akan tetapi jangan khawatir, kepandaianku telah meningkat secara hebat, dan aku siap selalu melindingimu, kekasihku. Marilah..! Cui Im menubruk, merangkul dan menggelutinya.
Keng Hong hampir tak dapat menahan gelora darah mudanya ketika di gelut oleh Cui Im yang merayu dan yang makin cantik jelita ini. Akan tetapi dia cepat menekan perasaannya dan berkata.
"Engkau telah berlaku keji terhadap Biauw Eng..."
Jari-jari tangan yang sedang membelainya itu tiba-tiba terhenti, akan tetapi hanya sebentar, kemudian mengelus-elus lagi, mulut itu menciuminya sekerasnya. "Aiiiih, kekasihku, hal itu kulakukan karena cintaku kepadamu..."
Keng Hong sudah menjadi dingin lagi begitu dia teringat Biauw Eng. Ingin dia meronta menggunakan sinkangnya, akan tetapi dia tidak mau memancing keributan dengan Cui Im. Maka dia lalu berkata.
"Baiklah, Cui Im. Siapa dapat bertahan mengahadapi kecantikan dan rayuanmu" Akan tetapi, aku... aku hendak mandi dulu"."
"Hi-hi-hi, tak usahlah...".
"Tidak , nanti saja. Aku perlu mandi dulu!" Keng Hong merenggutkan tubuhnya terlepas dari pelukan gadis itu kemudian dia melompat dan lari menuju ke jembatan tambang. Ia menoleh melihat Cui Im meandangnya dengan mata penuh gairah nafsu berahi. Ia perlu mencari waktu untuk menenteramkan hatimu yang yang terangsang. "Kau tunggulah aku hendak mandi..!" Katanya dan Cui Im tertawa aneh.
Cui Im mengertak gigi saking gemasnya ketika melihat Keng Hong lari. Ia maklum bahwa dia telah kehilangan cinta pemuda itu karena Biauw Eng. Hemmm, orang yang tak tahu dicinta, gerutunya dan ia pun bangkit perlahan mengikuti Keng Hong. Dilihatnya pemuda itu meloncat ke atas jembatan tambang dan berlari cepat. Cui Im memperhatikan dan ia dapat melihat bahwa ginkang dari pemuda itu makin hebat saja. Ia pun dapat dengan mudah berlari cepat melalui tambang itu masih bergetar dan bergoyang sedikit.
Kini, melihat Keng Hong berlari cepat dan sedikit pun tambang itu tidak bergoyang hatinya menjadi khawatir sekali. Ia mencinta Keng Hong, akan tetapi kalau pemuda itu memiliki kepandaian yang hebat dan membahayakan dirinya sendiri, pemuda itu tidak berhak hidup lagi.
"Keng Hong, berhentilah!!"
Nada suara panggilan yang mengandung kemarahan ini membuat Keng Hong terkejut dan berhenti di tengah-tengah tambang, kemudian membalikkan tubuhnya menoleh ke arah Cui Im. Gadis itu berdiri di tepi jurang, dekat ujung tambang dan sikapnya membayangkan kemarahan besar. Akan tetapi kemarahannya itu ditutup oleh senyumannya yang lebar.
"Keng Hong, engkau bersumpahlah!"
"Heeeee?" Apa" Tidak alasan bagiku untuk bersumpah!"
"Keng Hong, bersumpahlah bahwa engkau mencintaiku dan akan melayani hasrat cinta kasihku!"
Keng Hong menggelengkan kepalanya, "Cui Im, sesungguhnya engkau seorang gadis yang cantik jelita dan sekiranya engkau tidak begitu keji, telah menjadi biang keladi terjadinya semua kekacauan bahkan merusak hati seorang gadis seperti Biauw Eng, sekiranya engkau tidak begitu curang dan tidak menimbulkan rasa muak dan benci di hatiku, agaknya aku akan menerima cintamu dengan penuh kegembiraan."
Episode 143 "Keparat, laki-laki tak tahu dicinta! Kalau begitu mampuslah!" Tiba-tiba gadis itu menggerakkan kedua tangannya ke depan dan tampaklah sinar-sinar merah kecil berkeredepan menyambar ke arah tujuh jalan darah di tubuh depan Keng Hong!
Itulah jarum-jarum merah senjata rahasia Cui Im, dan karena selama empat tahun ini ia telah mencapai kemajuan pesat dan tenaga sinkangnya sudah hebat sekali, maka sambitan jarum-jarumnya juga cepat sekali seperti kilat menyambar.
Keng Hong menggerakkan tangan kirinya ke depan dan angin pukulan tangannya sedemikian kuatnya sehingga jarum-jarum itu dalam jarak dua meter sebelum menyentuh tubuhnya sudah runtuh semua ke bawah, ke dasar jurang yang tidak tampak dari atas.
"Cui Im, apa yang kau lakukan ini..?" Akan tetapi Keng Hong tak dapat melanjutkan kata-katanya karena pada saat itu sambil tertawa Cui Im sudah menggerakkan tangan lagi dan kini sinar putih berkilau menyambar..bukan ke arah Keng Hong, melainkan ke bawah, ke arah tambang yang diinjak pemuda itu. Keng Hong terkejut sekali, tidak berdaya menghindarkan ancaman bahaya ini karena sekali kena disambar senjata rahasia bola putih berduri, senjata rahasia Biauw Eng yang telah dicuri Cui Im, tambang itu putus di tengah-tengah dan tentu saja tubuh Keng Hong jatuh ke bawah!
Dalam detik itu Keng Hong maklum bahwa nyawanya terancam bahaya maut yang mengerikan. Cepat dia menyambar ujung tambang dan ketika tubuhnya meluncur ke bawah, dia menggerak-gerakkan tangan kakinya memukul dan menendang ke bawah sambil mengerahkan ginkang sehingga tenaga luncuran itu banyak berkurang.
*** Hal ini dia lakukan untuk mencegah tambang itu putus di bagian atas. Ketika tubuhnya terayun tambang ke arah dinding jurang, dia menggunakan tangan kirinya sehingga dia tidak terbanting keras dan tambang itu untungnya tidak putus, akan tetapi bajunya robek-robek dan kulitnya lecet-lecet mengeluarkan darah. Keng Hong tidak kekurangan akal, lalu perlahan-lahan dia memanjat naik melalui tambang yang tinggal sepotong karena putus pada tengah-tengah tadi. Ia berhasil mencapai tepi jurang di seberang dan begitu dia meloncat dan berdiri dengan baju robek-robek berdarah uka pucat berkeringat dan napas agak terengah karena baru saja dia terlepas dari bahaya maut mengerikan, dia melihat Cui Im di seberang sana tertawa terkekeh, membuat dia menjadi makin marah dan membenci wanita curang dan kejam itu.
"Hi-hi-hik, diberi jalan sorga kau memilih neraka ! Ditawari kesenangan engkau memilih penderitaan. Engkau tidak mau menyambut cintaku, ya " Baiklah, kalau begitu engkau boleh bermain cinta dengan bayanganmu sendiri di situ sampai engkau mati tua karena engkau tidak mungkin akan dapat meninggalkan tempat itu. Hi-hi-hik! Adapun kitab-kitab pusaka-pusaka dan benda-benda berharga sekarang menjadi milikku semua dan akan kubawa pergi. Nah, selamat berpisah, Keng Hong bekas kekasihku. Aku akan hidup sebagai wanita tersakti di dunia ini menikmati pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong dan engkau boleh mampus sebagai pertapa kesunyian disitu. Hi-hi-hik!"
Cui Im membalikkan tubuhnya dan menghilang, meninggalkan Keng Hong di seberang yang berdiri mengepal tinju akan tetapi tidak dapat berbuat sesuatu.
Keadaan Keng Hong amatlah buruknya dan kalau orang lain yang mengalami malapetaka seperti dia, tentu akan menjadi bingung, gelisah dan putus asa. Akan tetapi pemuda ini masih dapat mempertahankan ketenangannya. Ia memandang sepotong tambang yang sudah dia gulung naik. Tambang itu hanya setengah panjang jarak jurang antara kedua tepi. Biarpun tergesa-gesa mencari akal,takkan mungkin dapat mencegah Cui Im melarikan semua pusaka itu. Akan terlabat. Pula, bagaimana akalnya untuk dapat menyeberang" Ia berjalan perlahan memasuki lorong, dan untuk menghilangkan rasa panas karena kemarahannya terhadap Cui Im, dia lalu pergi ke air dan mencuci muka, dan tubuhnya yang lecet-lecet. Biasanya, dia datang ke bagian ini hanya kalau membutuhkan makan minum, karena di seberang lebih enak di tinggali. Kini dia mendapat kesempatan amat luas untuk menyelidiki keadaan disitu sampai habis, dan dengan teliti mulailah dia melakukan penyelidikan. Di mulut lorong sebelah sana, tempat yang dihuni burung-burung walet, mempunyai dinding yang tidak mungkin dituruni. Siapa tahu kalau-kalau ada jalan atau lorong rahasia di bagian ini. Hasil karya seorang sakti seperti gurunya tak dapat di duga lebih dulu.
Dengan membawa Siang-bhok-kiam yang tak pernah terpisah dari tubuhnya sehingga tidak sampai terampas Cui Im, dia lalu mulai melakukan pemeriksaan dengan teliti sekali. Karena dia melakukan amat teliti, setiap dinding dan lantai batu dia periksa, sejengkal demi sejengkal, maka Keng Hong harus menggunakan waktu sampai tiga hari untuk dapat memeriksa tempat itu seluruhnya, dari tepi jurang sampai sepanjang lorong, kamar berisi makanan , sampai ujung lorong yang dihuni burung-burung walet.
Pada hari ke tiga, setelah kesabarannya hampir habis, setelah kepalanya mulai pening karena kegagalan dan tenaganya habis karena mencokel-cokel dan mendorong-dorong setiap bagian dinding dan batu, tiba-tiba dia tertarik akan bunyi nyaring ketika dia mengetuk-ngetuk dinding hitam di bagian belakang dengan pedangnya. Bunyi nyaring ini menjadi tanda bahwa batu yang menjadi dinding itu kosong tidak berisi, atau di sebelah sana dinding merupakan ruangan kosong! Jantungnya berdebar dan mulailah dia meneliti. Bagian ini gelap karena dindingnya adalah batu -batu berwarna hitam. Ia menggunakan pedangnya menusuk-nusuk dan tiba-tiba pedang itu menusuk sebuah lubang sampai amblas ke gagangnya! Keng Hong menahan seruannya, lalu memutar-mutar pedang Siang-bhok-kiam itu ke kanan kri. Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh di belakang diding batu itu. Keng Hong mencabut pedangnya dan bunyi gemuruh itu disusul dengan bunyi bergerit, kemudian dinding itu bergerak dan tampaklah sebuah lubang lima kaki persegi besarnya di dinding batu hitam itu!
Episode 144 "Terima kasih, Siang-bhok-kiam, lagi-lagi engkaulah yang menolongku!" Keng Hong mencium Pedang Kayu Harum itu kemudian dia merangkak-rangkak memasuki lubang ini. Siapa tahu kalau di sebelah sana terdapat jalan yang akan membawanya kepada kebebasan, pikirnya.
Begitu dia menembus dinding batu hitam yang tebalnya ada dua meter itu, dia melihat sebuah kamar lain di balik dinding dan hatinya kecewa. Bukan jalan keluar kamar ini pun merupakan jalan buntu! Akan tetapi, kekecewaannya segera lenyap, tertutup oleh keheranan dan kengerian ketika melihat sebuah rangka manusia yang masih utuh sedang "nongkrong" duduk di atas sebuah kursi gading! Tengkorak dari rangka itu agak menunduk dan kelihatannya seperti sedang mentertawakannya! Keng Hong bergidik dan menggoyang-goyang kepalanya. Mimpikah dia " Ataukah karena tiga hari bekerja terus tanpa makan membuat dia tak dapat lagi menggunakan mata dan pikirannya secara normal" Namun, betapa dia menggoyang kepalanya, ketika memandang lagi, rangka itu tetap berada di situ, duduk di atas kursi gading dan di sebelah rangka itu terdapat sebuah kursi gading pula.
Meja yang kakinya terbuat daripada gading terukir itu, permukaannya dari batu putih halus dan diatas meja itu terletak sebuah kitab yang sudah kuning saking tuanya. Sejenak Keng Hong terpesona. Biarpun rangka itu hanyalah sekumpulan tulang manusia, akan tetapi sikap duduknya masih membayangkan sikap tegak dan wibawa, seperti sikap seorang raja atau seorang yang sudah biasa disembah-sembah orang.
Anehnya, bagi Keng Hong timbul perasaan seolah-olah rangka itu merupakan tuan rumah, pemilik ruangan -ruangan di dalam batu pedang ini, dan dia sendiri sebagai tamu tak diundang. Ia merasa bersalah, dan tanpa disadarinya pula, Keng Hong menekuk kedua lututnya dan berbisik, "Locinpwe, mohon maaf atas kelancanganku.." Ia berlutut sambil menunduk dan begitu dia menunduk, tampak ukiran huruf-huruf kecil di atas batu lantai di depan lututnya. Huruf-huruf itu terukir amat kecilnya sehingga takkan dapat dilihatnya kalau dia tidak berlutut dan menundukkan muka. Jantungnya berdebar apalagi ketika dia mengenal ukiran huruf -huruf ini serupa benar dengan ukiran-ukiran di gagang pedang Siang-bhok -kiam ! Jelas bahwa ukiran huruf-huruf di atas lantai itu dan di gagang pedang dibuat oleh satu orang, yaitu gurunya, Sin-jiu Kiam-ong!
"Terima kasih kepada Thai Kek Couwsu dan maaf bahwa teecu tidak dapat menjadi ketua Kun-lun-pai."
Keng Hong menduga-duga. Tidak akan keliru kalau dia menduga bahwa rangka ini adalah rangka dari Thai Kek Couwsu, pendiri Kun-lun-paai yang dikabarkan bertapa di Kiam-kok-san dan lenyap bersama raganya sehingga batu pedang dianggap tepat keramat oleh Kun-lun-pai. Kiranya kakek yang dikabarkan sakti seperti dewa itu berada di sebelah dalam batu pedang dan meninggal dunia di tempat tersembunyi ini!
*** Dan rangkanya diketemukan suhunya, Sin-jiu Kiam-ong! Ia pun makin menghormat rangka itu dan menyembah delapan kali sambil berkata.
"Teecu Cia Keng Hong mohon maaf atas kelancangan teecu kepada Couwsu yang mulia." Kemudian perhatiannya tertarik kepada kitab di atas meja. Tadinya dia ragu-ragu, karena merasa tidak berhak menyentuh kitab itu. Akan tetapi kemudian dia berpikir bahwa gurunya yang amat suka akan ilmu dan suka pula akan kitab-kitab pusaka, mustahil kalau tidak memeriksa kitab itu. Mungkin itukah sebabnya gurunya menghaturkan terima kasih kepada Thai Kek Couwsu" Tidak ada seorang ahli silat yang tidak akan tertarik untuk membaca kitab peninggalan seorang sakti! Maka diapun lalu bangkit dan menghampiri meja itu, dengan hati-hati sekali mengambil kitab dari atas meja. Tiba-tiba terdengar suara berkerotokan dan rangka itu runtuh dari atas kursi mengeluarkan suara hiruk-pikuk! Keng Hong cepat meloncat ke samping, wajahnya pucat saking kagetnya. Akan tetapi dia segera mengerti bahwa tulang-tulang itu tentu runtuh karena sedikit pergerakan saja, karena memang tidak ada penyambungannya lagi. Kalau rangka itu asih dapat duduk sekian lamanya, hal ini adalah karena cara "duduk" tulang-tulang yang merupakan rangka itu amat tepat, sesuai dengan cara duduk bersamadhi yang dinamakan "keseimbangan". Ia makin kagum dan meletakkan kitab di atas meja untuk cepat menyempurnakan sisa-sisa raga Thai Kek Couwsu dengan cara membakar tulang-tulangnya itu.
Tulang-tulang itu sudah sedemikan keringnya sehingga mudah sekali dimakan api, dan sebentar saja raga pendiri Kun-lun-pai itu telah menjadi abu. Keng Hong mengumpulkan abu ini dan menaburkannya melalui jurang di ujung lorong yang dihuni burung-burung walet. Abu tipis beterbangan tertiup angin memenuhi udara dan menjadi satu dengan alam di sekelilingnya! Keng Hong segera kembali lagi ke kamar rangka itu dan begitu mengambil kitab di atas meja, kini tampaklah huruf-huruf terukir di permukaan meja seperti digurat-gurat benda tajam. Huruf-huruf ini berbeda dengan gaya tulisan Sin-jiu Kiam-ong, maka dia menduga bahwa ini tentulah tulisan Thai Kek Couwsu. Dengan hormat dia membaca huruf-huruf terukir itu.
"Thai-kek Sin-kun ditinggalkan untuk dia yang berjodoh memasuki tempat ini dan diharapkan dia suka menjadi ketua Kun-lun-pai."
Keng Hong mengerutkan keningnya dan belum berani membuka kitab yang pada kulit luarnya tertulis namanya: THAI KEK SIN KUN. Ah, kini mengertilah dia akan maksud huruf-huruf di lantai, yang ditulis oleh Sin-jiu Kiam-ong. Tentu gurunya itu telah masuk kekamar ini dan mempelajari isi kitab maka dia menghaturkan terima kasih, kemudian minta maaf karena tidak dapat menjadi ketua Kun-lun-pai seperti yang diharapkan oleh Thai Kek Couwsu. Dia sendiri pun telah masuk ke kamar ini, dan hal itu merupakan jodoh baginya, membuat dia berhak memiliki kitab.
Adapun tentang menjadi ketua Kun-lun-pai , dia sama sekali tidak mengkehendakinya seperti diharapkan pencipta kitab ini. Biarlah seperti suhu kupelajari kitab ini dan kelak akan kuserahkan kitab ini kepada ketua Kun-lun-pai, pikirnya.
Demikianlah, lupa bahwa agaknya tidak ada harapan lagi baginya untuk keluar dari tempat itu, Keng Hong mengambil kitab kemudian meneliti keadaan kamar itu. Ia melihat sebuah peti hitam di sudut dan ketika peti itu dibukanya didalamnya penuh dengan pakaian-pakaian sutera putih dan kitab-kitab tentang Agama To! Sudah banyak dia membaca kitab-kitab Agama To ketika menjadi kacung di Kun-lun-pai, dan tentang pakaian itu, dia merasa berterima kasih sekali karena memang dia amat membutuhkan pakaian sebagai pengganti pakaiannya yang sudah empat tahun tidak diganti, dan kini robek-robek ketika dia berjuang melawan maut di tambang tadi.
Episode 145 Setelah makan dan minum untuk memulihkan tenaganya. Terkejut dan giranglah hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa kitab tebal ini terisi petunjuk-petunjuk inti sari ilmu silat tinggi sekali, termasuk petunjuk tentang penggunaan sinkang, ilmu silat tangan kosong dan ilmu silat pedang yang berdasarkan ilmu sakti Thai -kek Sin-kun!
Baru sekarang dia mengerti bahwa kesaktian gurunya sebagian besar disempurnakan oleh isi kitab ini dan dia dapat menduga mengapa gurunya tidak menurunkan ilmu ini kepadanya. Tiada lain adalah karena gurunya merasa tidak dapat menjadi ketua Kun-lun-pai maka tidaklah berhak untuk menurunkan ilmu itu kepada orang lain. Diam-diam dia kagum sekali kepada gurunya yang biarpun merupakan seorang petualangan, namun sesungguhnya memiliki jiwa gagah perkasa yang tidak sudi melanggar janji tak tertulis tak terucapkan antara dia dan Thai Kek Couwsu!
"Teecu pun bersumpah takkan memperlihatkan kitab ini atau memberitahukan isinya kepada orang lain kecuali ketua Kun-lun-pai," demikian bisik hati Keng Hong dan mulailah dia membaca kitab itu penuh perhatian. Mulailah dia berlatih dengan tekun sekali dan dengan girang dia mendapat kenyataan bahwa semua yang telah dipelajarinya, baik dari mendiang suhunya maupun tambahan-tambahan yang dia dapat dari pelbagai kitab pusaka peninggalan gurunya yang dia bacakan kepada Cui Im, inti sarinya termuat dalam kitab ini, maka semua ilmu itu dapat disempurnakan. Lebih gembira lagi hatinya ketika mendapatkan petunjuk tentang cara untuk menguasai tenaga sinkang dan di bagian akhir kitab itu dia menemukan cara untuk menguasai tenaga sedot dari sinkangnya! Tanpa disengaja karena terciptanya tenaga sedot di tubuhnya memang merupakan suatu kebetulan yang tidak disengaja oleh gurunya maupun olehnya sendiri, kini Keng Hong telah menguasai ilmu yang dianggap sudah musnah dari dunia kang-ouw, yaitu ilmu mujijat Thi-khi-I-beng !
Lam-hai sin-ni yang mempelajari ilmu ini sampai belasan, bahkan puluhan tahun hanya dapat mengusai kulitnya saja, hanya berhasil menggunakan tenaga mujijat ini sepersepuluh bagian saja! Akan tetapi Keng Hong, dengan petunjuk kitab pusaka Thai-kek Sin-kun, dapat mengusai seluruhnya. Bagi orang yang tidak memiliki sinkang yang menciptakan daya sedot, betapapun saktinya orang itu seperti Sin-jiu Kiam-ong sekalipun, tidak dapat memiliki Thi-khi-I-beng biarpun telah membaca kitab peninggalan Thai Kek Couwsu ini.
Setahun lamanya Keng Hong melatih diri menurut petunjuk kitab itu dan kini di luar kesadarannya sendiri, dia telah memperoleh kemajuan yang jauh melampaui yang diperoleh Cui Im selama berlatih empat tahun! Setelah dia mempelajai kitab sampai habis dalam waktu setahun, mulailah dia merenung dan sering kali dia duduk di tepi jurang, memandang jarak yang didudukinya dan tepi jurang di seberang yang kini amat sunyi, tidak lagi terdengar suara ketawa Cui Im, tidak lagi tampak berkelebatnya bayangan merah pakaian gadis cantik dan genit itu. Ia mengerutkan keningnya kalau membayangkan betapa kini semua pusaka dibawa lari Cui Im, terutama sekali kalau membayangkan betapa gadis itu tentu akan melakukan perbuatan-perbuatan yang luar biasa sehingga menggegerkan dunia kang-ouw.
Betapa mungkin keluar dari tempat ini" Menyeberang ke sana tanpa jembatan, merupakan hal yang amat sukar.
*** Sukar" Bukankah suhunya dahulu sering mengatakan bahwa tidak ada hal yang sukar didunia ini" Ataukah dia yang bodoh" Juga gurunya pernah mengatakan bahwa tidak ada manusia pintar atau bodoh di dunia ini. Keng Hong memejamkan matanya, mengingat-ingat. Apapun yang dikatakan gurunya dahulu tentang sukar dan mudah ,tentang bodoh dan pintar" Ia ingat betapa dahulu dia membantah, kemudian betapa dia dapat menangkap inti sari wejangan itu dan dapat membenarkannya. Ah, dia ingat sekarang. "Di dunia ini tidak ada hal yang sukar maupun yang mudah, muridku. Juga tidak ada atau tidak tepatlah kalau disebut seseorang itu bodoh atau pun pintar. Biasanya, orang berpendapat sukar adalah pendapat orang bodoh dan mudah itu pendapat orang pintar. Sebetulnya tidak demikian. Tidak ada sukar , tidak ada mudah, tidak ada bodoh tidak ada pintar. Yang ada hanya MENGERTI dan BELUM MENGERTI. Yang mengerti tentu bisa dan kalau sudah bisa menjadi mudah. Yang belum mengerti tentu tidak bisa dan kalau belum bisa menjadi sukar. Jadi , tidak ada hal sukar di dunia ini selama orang mau belajar agar mengerti dan bisa. Kalau belum mengerti, carilah, pergunakan akal budi yang dianugerahkan kepadamu sebagai manusia. Segala hal pasti akan dapat diatasi!"
Demikianlah wejangan gurunya yang kini terngiang di telinganya. Cari,cari caranya! Tentu akan dia dapatkan! Biar dia terhalang jurang begini lebar, biarpun tampaknya amat sukar dan tidak ada jalan keluar, hal ini hanya karena dia BELUM MENGERTI jalannya maka harus dia cari sampai dapat!
Dengan landasan wejangan gururnya ini, sejak saat itu Keng Hong memutar otak, mencari akal bagaimana dia akan dapat keluar dari tempat itu. Menggunakan ilmu kepandaiannya melompati jurang, tidak akan mungkin. Hal seperti ini tentu hanya dapat dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam dongeng seperti Sun Go Kong atau Kauw cee Thian si raja kera putih dalam dongeng See-yu saja! Dapatkah gurunya melompati jurang selebar ini" Kiranya tidak mungkin. Dan bagaimana dengan Thai kek Couwsu" Dapatkah kakek yang dikatakan berkepandaian seperti dewa itu dapat melompati jurang ini" Kalau dapat bukan melompat namanya, melainkan terbang! Tidak masuk akal! Dia hanya mencari jalan, menggunakan akalnya. Manusia berakal budi, tidak seperti binatang yang talanjang. Manusia berpakaian...ah, pakaian..! Keng Hong memandang pakaian yang menutupi tubuhnya. Pakaian warna putih dari sutera yang dia ambil dari dalam peti. Agaknya peninggalan Thai kek Couwsu. Pakaian putih dari sutera halus dan amat kuat, lagi ulet dan kuat! Benar! Pakaian-pakaian putera, sutera ulet itulah!
Keng Hong berlari-lari memasuki kamar, membuka peti dan mengeluarkan semua pakaian sutera putih. Ia mengukur-ukur, kemudian merobek-robek semua pakaian itu, menjadi robekan-robekan kecil panjang, kemudian memilinnya menyambung-nyambung sehingga menjadi tali sutera yang panjang sekali, hanya sebesar kelingking akan tetapi amat ulet dan kuat!
Episode 146 Disambungnya terus sampai habis semua pakaian sutera putih yang kini berubah menjadi tali yang amat panjang. Disambungnya tali sutera ini dengan tambang yang masih setengah jarak jurang itu. Kemudian, dengan jantung berdebar dan hati berdoa kepada Thian, dia melontarkan ujung tambang yang ada kaitannya ke seberang setelah mengikatkan ujung tali sutera pada batu karang. Tenaga lontarannya amat kuat dan baja kaitan itu melayang ke seberang, tepat mengait pada batu di seberang. Tali sutera itu ternyata cukup panjang! Terbentanglah kini "jembatan" terbuat dari tabang disabung tali sutera! Keng Hong hampir berteriak-teriak saking girang hatinya. Akan tetapi dia menekan kegirangannya. Dia tidak mabuk kemenangan. Bahaya masih harus ditempuhnya. Sebelum sampai ke seberang, dia harus menyeberang melalui "jembatan' ini dan hal itu tidaklah semudah kalau menyeberang tambang seperti setahun yang lalu. Tapi sutera itu amat kecil lagi licin dan dia masih harus mempertaruhkan nyawanya karena kalau tali itu kurang kuat dan putus...! Akan tetapi tidak ada jalan lagi dan soalnya hidup selamanya di tepat itu, sampai mati sebagai seorang kakek tua renta dan kurus kering, mati kesunyian. Kalau dia menyeberang, andaikata gagalpun hanya akan menemui kematian. Akan tetapi kalau berhasil..!
Keng Hong menyelipkan Siang-bhok-kiam di ikat pinggangnya, menyembunyikan pedang itu di balik bajunya yang kebesaran ,baju sutera putih, satu-satunya yang tidak dia robek-robek untuk dijadikan tali penyeberang. Kitab Thai-kek Sin-kun dia masukkan dalam saku baju.
Setelah berdiri mengheningkan cipta di tepi jurang, menengadah dan di dalam hati mohon perlindungan Thian dan mohon bantuan arwah Thai-kek Couwsu dan dan Sin-jiu kiam-ong, Keng Hong lalu mengerahkan ginkangnya dan mulai melangkah menginjak tali sutera yang melintang jurang didepannya. Setelah kedua kakinya menginjak tali sutera dan merasa yakin bahwa tali itu cukup kuat, tidak bergoyang dan tubuhnya dapat berdiri tegak lurus, dia lalu mulai melangkah maju perlahan-lahan .Menurutkan hasrat hatinya yang ingin cepat-cepat sampai di seberang, ingin dia berlari cepat. Akan tetapi dia menyabarkan hatinya dan tetap menjaga keseimbangan tubuhnya tetap tegak sehingga jembatan itu tidak terlalu bergoyang dan tidak terlalu berat tubuhnya membebani tali sutera. Bahkan bernapas pun dia tahan sehingga napasnya panjang-panjang dan lambat. Seolah-olah jarak yang setahun lalu setiap hari ditempuhnya itu kini menjadi lima kali lebih panjang dari biasa! Seolah-olah tidak akan pernah sampai di seberang. Akan tetapi kakinya kini tidak menginjak tali sutera lagi, melainkan menginjak tambang, tanda bahwa jarak setengahnya telah dilalui.
Kini dia mempercepat langkahnya dan tak lama kemudian dia melompat ke tepi jurang di mana dahulu Cui Im berdiri mentertawakannya! Keng Hong menjatuhkan diri berlutut ke arah tempat di mana tadi dia mulai menyeberang, seakan -akan tadi dia hendak menghaturkan terima kasih atas bantuan arwah Thai Kek Couwsu dan Sin-jiu Kiam-ong. Memang sesungguhnyalah bahwa dia menerima bantuan kedua orang sakti itu, yaitu dengan mempelajari ilu-ilmu dari kedua orang sakti itu. Kalau dia tidak memiliki sinkang yang hebat, dan kalau ilmunya tidak diperdalam setahun lagi menurut petunjuk kitab peninggalan Thai Kek Couwsu, terutama sekali kalau dia tidak menerima peninggalan pakaian sutera putih dari pendiri Kun-lun-pai itu, agaknya tidaklah secepat itu dia akan dapat menyeberangi jurang!
Dari pengalaman Keng Hong ini ternyatalah bahwa berharga atau tidaknya sebuah warisan.lebih luas lagi, berharga atau tidaknya sebuah benda, tergantung daripada pengetrapan penggunaannya. Kadang-kadang, benda yang biasanya dianggap tidak berharga, sekali waktu pada saatnya yang tepat amatlah dibutuhkan dan berubah menjadi benda yang amat berharga.
*** Sebaliknya, benda yang biasa dianggap amat berharga, jika tidak diperlukan akan menjadi benda yang sama sekali tidak ada harganya! Apa artinya segunung emas di padang pasir yang kering tiada airnya" Manusia yang hampir mati kehausan di situ akan dengan rela dan senang hati menukar setiap bongkah emas dengan seteguk air! Dalam halnya Keng Hong, setumpuk pakaian tua itu ternyata jauh lebih berharga daripada segala macam pusaka yang diperebutkan oleh tokoh kang-ouw seluruh dunia!
Keng Hong segera berlari memasuki lorong dan memeriksa semua ruangan. Tepat sekali yang dia duga, Cui Im lenyap dan demikian pula semua kitab peninggalan suhunya berikut tiga batang pedang pusaka , dan sebagian besar perhiasan-perhiasan yang paling indah. Wanita itu benar-benar tidak menyia-nyiakan kesempatan unuk memuaskan nafsu ketamakannya!
Biarpun senjata-senjata pusaka di situ masih banyak , dan juga barang-barang berharga tersebut daripada emas perak dan permata, namun Keng Hong tidak ada sedikitpun niat di hatinya untuk membawa benda-benda pusaka itu. Ia hanya membawa pedang Siang-bhok-kiam dan kitab Thai-kek Sin-kun, kemudian dia terus keluar dari tempat itu melalui lorong atau terowongan kecil sambil merangkak, seperti ketika dia datang dahulu.
Masih teringat dia betapa Cui Im yang merangkak di belakangnya ketakutan, kadang-kadang memegang lengannya, kadang-kadang mendorong pinggulnya Keng Hong tersenyum. Betapapun marah dan bencinya kepada Cui Im, kalau teringat akan kelakukan gadis itu geli juga hatinya kadang-kadang.
Di ujung lorong, dia melihat batu-batu bertumpuk dan dia dapat menduga bahwa pintu yang menutup terowongan itu hancur kena gempuran batu-batu dari atas. Tadinya dia memikirkan bagaimana Cui Im akan dapat keluar dari tempat itu tanpa bantuan pedang Siang-bhok-kiam sebagai kunci. Akan tetapi ternyata bahwa batu yang menutupi lubang itu pecah-pecah, agaknya tertimpa batu dari atas dan tentu ketika keluar dari tempat ini,Cui Im telah membongkar batu-batu itu. Melihat banyaknya batu-batu itu, Keng Hong dapat membayangkan betapa sukarnya pekerjaan itu. Tentu akan waktu berhari-hari! Diam-dia dia tersenyum memikirkan betapa Cui Im dengan susah payah membongkar batu-batu yang menimbuni mulut terowongan, dan betapa pekerjaan susah payah itu tanpa disangka-sangka kini dipergunakan oleh Keng Hong yang dapat keluar tanpa bekerja sedikit pun!
Setelah keluar dari lubang dan berada dilereng batu pedang, Keng Hong menarik napas dalam. Angin gunung meniup mukanya dan dia memicingkan matanya terhadap sinar matahari. Hatinya terharu. Ia merasa seolah-olah hidup kembali !
Lima tahun lamanya dia berada di sebelah dalam batu pedang, seolah-olah telah terkubur di situ.
Episode 147 Dan setahun lamanya dia merasa telah terjebak tanpa ada jalan keluar. Kini dia telah berada di lereng batu pedang! Keng Hong mengangkat sebuah batu besar, sebesar kerbau sehingga lubang itu tertutup oleh tumpukan batu-batu besar. Kemudian dia mulai merayap turun dengan hati penuh kegembiraan dan dengan semangat tinggi. Tugas penting terbentang luas di depannya. Andaikata tidak ada Cui Im yang mengganggu, tentu sekarang dia telah membawa kitab-kitab dan pusaka-pusaka untuk di kembalikan kepada pemiliknya masing-masing. Akan tetapi, semua pusaka itu telah dirampas oleh Cui Im, maka tugas utama dan pertama baginya adalah mencari Cui Im untuk merampas kembali benda-benda itu. Nama besar suhunya tetap akan tercemar dan tetap akan dimusuhi dunia kang-ouw sebelum benda-benda itu dikembalikan kepada mereka yang berhak. Akan tetapi sebelum mencari Cui Im dia akan pergi lebih dulu mengunjungi Kun-lun-pai untuk menyerahkan Thai-kek Sin-kun peninggalan pendiri Kun-lun-pai dan sekalian minta maaf atas segala kesalahannya yang lalu. Ia percaya bahwa fihak Kun-lun-pai, terutama sekali kiang Tojin, akan dapat memaafkannya, dan andaikata tidak, dia pun tidak gentar dan dia percaya bahwa tingkat kepandaiannya yang sekarang, dia akan dapat dengan mudah menyelamatkan diri! Dengan gembira Keng Hong lalu bersenandung, melagukan lagu ciptaannya ketika dia dahulu sering kali bermain suling sambil duduk di punggung kerbaunya, ketika di masih menjadi kacung Kun-lun-pai.
Keng hong mengira bahwa turunnya dari batu pedang tentu akan dihadang oleh orang-orang kang-ouw yang masih teringat akan semua pengalamannya lima tahun yang lalu. Memang, pengalaman-pengalaman yang paling pahit merupakan kenang-kenangan yang paling mengesankan! Ia mereka-reka dan merenungkan bagaimana dia akan menghadapi mereka yang pernah mengejar-ngejarnya lima tahun yang lalu. Setelah dia mengalami hal-hal yang pahit dengan Cui Im, kini dia dapat melihat bahwa dibandingkan dengan Cui Im, tokoh-tokoh kang-ouw itu tidaklah begitu jahat dan tamak. Cui Im tega melakukan hal-hal keji hanya terdorong semata-mata oleh nafsunya yang amat besar. Adapun para tokoh kang-ouw itu mengejar-ngejarnya dengan mempunyai dasar yang tentu saja mereka itu masing-masing mengangkapnya benar. Mereka yang memperebutkan pusaka peninggalan gurunya, merasa benar karena mereka itu telah di sakiti hatinya oleh Sin-jiu Kiam-ong dan merasa berhak menagih hutang itu dengan jalan memiliki pusaka peninggalannya. Adapun mereka yang mengejarnya untuk membunuh juga merasa benar karena mereka menaruh dendam kepadanya atas kematian murid-murid mereka.
Akan tetapi setelah dia tiba di bawah batu pedang, keadaan disitu sunyi saja, tidak tampak seorang pun manusia. Bahkan ketika dia meneliti dari tempat tinggi ini, melihat ke bawah ke sekililing puncak, tidak ada tampak bayangan manusia, sunyi sekali keadaan di situ. Ah, mungkin kini Kun-lun-pai telah melakukan penjagaan ketat, melarang semua orang asing mendatangi wilayah Kun-lun! Ia menuruni puncak Kiam-kok-san di mana markas Kun-lun-pai berada. Disepanjang jalan sunyi saja , tidak ada pula tampak tosu-tosu Kun-lun-pai melakukan penjagaan.
Tiba-tiba dia melihat segunduk tanah seperti kuburan orang, akan tetapi tidak ada batu nisannya dan sebagai gantinya terdapat sebongkah batu kasar yang ada tulisannya, diukir kasar, buruk dan berbunyi; DI SINI THIAN TI HWESIO MATI DI TANGAN ANG-KIAM BU-TEK. Ia terkejut. Thian Ti Hwesio adalah seorang di antara tokoh Siauw-lim-pai yang kitabnya dicuri Sin-jiu Kiam-ong. Hwesio itu lihai sekali, merupakan hwesio tingkat dua dari Siauw-lim-pai, Siapakah Ang-kiam Bu-tek (Pedang Merah Tanpa Tanding) itu" Tiba-tiba jantung Keng Hong berdebar, mukanya panas saking marahnya ketika dia teringat dan menduga keras bahwa Ang-kiam Bu-tek itu tentulah Ang-kiam Tok-sian -li Bhe Cui Im! Siapa lagi kalau bukan dia" Untuk dapat membunuh seorang seperti Thian Ti Hwesio haruslah memiliki ilmu kepandaian tinggi dan dia tahu bahwa tingkat Cui Im sekarang amatlah hebat .
*** Dan julukan itu! Ang -kiam (Pedang Merah) adalah pedang gadis itu, dan agaknya dia membuang julukan Tok-sian-li (Dewi Racun) dan menggantinya menjadi Bu-tek (Tanpa Tanding). Dan memang dalam tingkatnya sekarang ini, Cui Im tidak memerlukan lagi bantuan racun untuk menghadapi lawan. Setiap pukulannya dengan sendirinya sudah merupakan tangan beracun yang amat ampuh, karena gadis itu mencampuradukkan ilmu dipelajarinya dari kitab-kitab peninggalan gurunya dengan ilmu yang diterimanya dari Lam-hai Sin-ni, tentu saja ilmu silat golongan sesat.
"Cui Im, kalau benar-benar engkau yang melakukan pembunuhan itu, aku akan menghajarmu!" gerutunya di dalam hati.
Ia berjalan terus dan di dalam hutan itu dia melihat sebatang pohon besar yang sebagian kulit batangya terbuka dan pada kayu pohon yang putih itu terdapat pula ukiran-ukiran huruf yang buruk kasar : DI SINI KIU-BWE TOANIO DIKALAHKAN ANG-KIAM BU-TEK. Keng Hong menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak salah lagi, tentu perbuatan Cui Im semua ini. Ukiran huruf-huruf itu demikian halus yang hanya dapat dilakukan oleh seorang ahli pedang, sedangkan bentuk huruf-huruf itu sendiri amatlah buruknya yang hanya menunjukkan tulisan seorang setengah buta huruf seperti Cui Im.
Ia kini mengerti mengapa keadaan di situ begitu sunyi, mengapa tidak ada tokoh-tokoh kang-ouw yang menghadangnya. Kiranya mereka itu ada yang menghadangnya setahun yang lalu akan tetapi tentu saja mereka itu hanya berjumpa dengan Cui Im dan celakalah nasib mereka begitu bertemu dengan Cui Im yang bagaikan seekor harimau ganas dan kini telah bertambah sayap itu. Pemuda itu berjalan terus dan sebelum keluar dari hutan, kembali dia melihat gundukan tanah dan ternyata dari batu terukir disitu adalah Sin-to Gi-hiap yang mati di tangan Ang-kiam Bu-tek lagi! Keng Hong membanting kakinya dengan gemas. Entah siapa lagi yang dikalahkan atau dibunuh oleh Cui Im.. Dan mengapa semua pembunuhan ini terjadi di wilayah Kun-lun-pai tanpa campur tangan fihak Kun-lun-pai bersama puluhan orang tosu turun tangan, kiranya tidak akan begitu mudah bagi Cui Im untuk mengganas.
Keng Hong bergegas menuju ke puncak Kun-lun-pai dan mendaki puncak Kun-lun-pai dan mendaki puncak tertinggi pegunungan itu yang dijadikan arkas partai Kun-lun-pai. Tiba-tiba dia berhenti dan menyelinap di balik pohon ketika dia mendengar suara orang tertawa-tawa. Cepat dia berindap-indap mempergunakan ginkangnya sehingga dia dapat menghampiri tepat suara dengn cepat namun tidak menimbulkan berisik. "Sudahlah, Totiang, jangan terlalu lama menahanku di sini, nanti suamiku tahu dan.." Terdengar suara wanita.
Episode 148 "Ha-ha-ha, suamimu yang lemah seperti cacing itu" Tahu juga bisa apa dia"Bukankah aku jauh lebih kuat dari suamimu yang kurus kering itu" Ha-ha-haa-ha-ha, jangan tergesa-gesa, Manis, kita bersenang-senang sampai sepuasnya...!"
Keng Hong terbelalak ketika mengintai di balik semak-semak dan melihat seorang tosu empat puluh tahun, murid Kun-lun-pai, memeluk seorang wanita muda yang melihat pakaiannya tentulah seorang wanita dusun. Wanita itu cukup manis dan sikapnya genit. Keng Hong terheran-heran. Betapa mungkin terjadi hal seperti ini" Seorang anak murid Kun-lun-pai bermain asmara dengan seorang wanita isteri penduduk dusun" Padahal sepanjang pengetahuannya, para tosu Kun-lun-pai memegang teguh pantangan mengadakan hubungan dengan wanita! Dan dalam hal itu, para pimpinan Kun-lun-pai memegang teguh peraturan dan berdisiplin keras sekali. Akan tetapi dia segera teringat akan Lian Ci Tojin yang dahulu memperkosa Tan Hun Bwee, maka hatinya menjadi khawatir. Melihat betapa Cui Im dapat mengganas di Kun-lun, dan kini melihat seorang anak murid Kun-lun-pai berani melanggar pantangan di tempat yang begitu dekat dengan markas Kun-lun-pai, bahkan dindingnya sudah tampak dari situ, membuat dia menduga bahwa tentu terjadi perubahan di Kun-lun-pai. Kemana perginya Kiang Tojin si orang kuat dari Kun-lun-pai " Dan mengapa Thian Seng Cinjin, ketua Kun-lun yang sakti itu, menjadi begini lemah"
Keng Hong menyingkap semak-semak itu dan berkata nyaring, "Totiang, aku ingin bicara denganmu!" Lalu dia meloncat mundur, memberi kesempatan kepada dua orang itu untuk membereskan apa yang perlu di bereskan.
Tosu itu meloncat bangun dengan pakaian kedodoran. Saking gugup dan kagetnya karena menyangka bahwa tentulah suami wanita itu yang datang dan menangkap basah penyelewengan isterinya, sampai sukarlah dia membereskan pakaian,Akan tetapi, dia segera mengangkat muka membusungkan dada. Suami wanita ini hanya seorang dusun, mau apakah" Ia lalu menarik tangan wanita yang menggigil dengan muka pucat itu keluar dari semak-semak dan langsung berteriak-teriak.
"Petani busuk! Pinto sedang berusaha mengusir keluar siluman yang mengganggu isterimu, mengapa kau menganggu..?" Akan tetapi tosu itu menghentikan kata-katanya dan melongo memandang ke arah Keng hong yang tersenyum-senyum geli, sedangkan wanita itu tersipu-sipu malu dan menundukkan mukanya,akan tetapi dengan hati lega karena ternyata pemergok itu bukan suaminya.
"Totiang, engkau bukan mengeluarkan siluman, sebaliknya malah memasukkan setan!" Keng Hong tertawa geli, membuat tosu itu merah mukanya saking malu dan marah.
"Engkau..." Bukankah engkau ini pemuda setan itu.." Celaka, benar engkaulah orangnya !" Tosu itu lalu menerjang maju mengirim pukulan ke arah dada Keng Hong yang diterima oleh pemuda itu dengan mulut tersenyum.
"Krekkk! Auugggh!"Tosu itu meringis kesakitan sambil memegangi tangan kanannya yang patah tulangnya di dekat pergelangan tangan. Ia marah sekali dan mengirim tendangan dengan kaki kiri, menendang ke arah bawah pusar Keng Hong. Pemuda ini tetap tidak menangkis atau mengelak, hanya menekuk sedikit kedua lututnya sehingga tubuhnya merendah dan tendangan itu mengenai pusarnya,
"Krakkkk! Aduuuu-du-duuuuhhh"!!" Tosu itu kini mengangkat kaki kirinya ke atas, memegangi dengan tangan kiri dan berjingkrak-jingkrak dengan kaki kanan sambil mengaduh-ngaduh dan mendesis-desis kesakitan karena tulang-tulang jari kakinya remuk-remuk!
Wanita itu menggigil dan menahan jerit dengan menutupkan tangan di depan mulut. Keng Hong memandang kepadanya dan berkata halus, "Engkau pulanglah cepat sebelum terlihat suamimu." Mendengar ini, wanita itu lalu menggerakkan kakinya berlari menuruni gunung tanpa berani menoleh lagi. Dari belakng tampak sepasang buah pinggulnya bergerak-gerak seperti menari-nari dan Keng Hong tertawa, mengenal seorang wanita hamba nafsu berahi, seperti Cui Im!
"Totiang, sekarang ceritakanlah dengan sejelasnya keadaan Kun-lun-pai atau jawab terus terang kalau Totiang tidak ingin tulang-tulang Totiang patah-patah dan remuk semua. Nah, kumulai. Di manakah adanya Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai.
*** Tosu itu agaknya menjadi lapang dadanya. Tadinya dia mengira akan ditanya mengenai perhubungannya dengan wanita dusun itu. Ia lalu menjatuhkan diri duduk di atas rumput, tangan kirinya sibuk mengelus-ngelus secara bergantian tangan kanan dan kaki kirinya yang patah-patah tulangnya sehingga rasa nyeri berdenyut-denyut sampai menembus ubun-ubun dan jantung.
"Mengapa engkau menanyakan beliau" Thian Seng Cinjin kakek guruku itu telah meninggal dunia setahun yang lalu..."
Keng Hong terkejut, teringat akan Cui Im yang meninggalkannya setahun yang lalu. "Apa.." Siapa pembunuhnya..."
Sambil meringis tosu itu berkata, "Tidak ada yang membunuh, mati karena usia tua."
"Ahhh!" Lapang rasa dada Keng Hong. "Dan Kiang Tojin di mana?"
"Kiang-supek (uwak guru Kiang)" Ah, dia telah menjadi seorang hukuman di dalam ruangan hukuman murid-murid Kun-lun-pai!"
"Apa" Siapa yang menghukumnya?"
"Tentu saja ketua kami.."
"Siapa ketua Kun-lun-pai?"
Episode 149 "Dia" Eh, dia guru pinto.."
Keng Hong menjadi marah mendengar bahwa Kiang Tojin, tokoh utama di Kun-lun-pai sesudah Thian Seng Cinjin dihukum di Kun-lun-pai. Mendengar jawaban-jawaban singkat ini, dia lalu menggerakkan tangannya dan dicengkeramnya pundak tosu itu. "Jangan main-main. Hayo lekas ceritakan siapa gurumu itu!"
"Aduhhh". Ampun..., guru pinto adalah Sian Ti Tojin.."
"Aahhhh..!" Keng Hong teringat kepada dua orang tosu itu, Sian Ti Tojin dan Lian Ci Tojin.
"Hayo cepat ceritakan apa yang telah terjadi! Ceritakan seluruhnya kalau kau tidak ingin semua tulangmu kupatahkan!" Keng Hong mengancam.
"Ah, Keng Hong. eh, Taihiap". Kasihanilah pinto, tidak ingatkah engkau betapa dahulu aku baik sekali kepadamu".?" Keng Hong tidak ingat lagi kepada tosu ini karena tosu Kun-lun-pai amat banyak, akan tetapi harus dia akui bahwa dahulu ketika dia menjadi kacung di Kun-lun-pai, semua tosu bersikap baik kepadanya. "Aku tidak akan mengganggumu asal saja kau suka bercerita sejujurnya tentang apa yang telah terjadi setelah Thian Seng Cinjin meninggal dunia dan apa yang menyebabkan Kiang Tojin sampai dihukum."
Sambil menahan rasa nyeri di tubuhnya, tosu itu lalu bercerita, "Setelah kakek guru meninggal dunia setahun yang lalu, terjadilah perebutan kedudukan ketua di antara tujuh orang muridnya. Terutama sekali yang berebut adalah Kiang Tojin di satu fihak dan suhu Sian TI Tojin bersama susiok Lian Ci Tojin di lain fihak. Empat orang paman guru yang lain berfihak kepada suhu, karena menurut anggapan semua murid Kun-lun-pai, Kiang-supek terlampau keras dan bengis terhadap anak murid Kun-lun-pai!"
"Hemmm, kurasa Kiang Tojin berada di fihak yang benar karena beliau adalah murid tertua, bahkan tadinya mewakili Thian Seng Cinjin. Aku yakin pula Kiang Tojin tidak akan kalah, biarpun menghadapi enam orang sutenya."
"Memang tadinya tidak kalah. Perebutan kedudukan itu menjadi pertandingan dan tidak seorang pun di antara suhu dan para susiok dapat mengalahkan Kiang-supek yaang amat lihai, akan tetapi."
"Akan tetapi apa" Hayo lanjutkan!"
"Selagi suhu dan para sutenya terdesak oleh Kiang-supek, tiba-tiba muncul Ang-kiam Bu-tek..."
"Apa" Bagaimana" Teruskan..!" Kali ini Keng Hong benar-benar terkejut sekali mendengar munculnya Cui Im di Kun-lun-pai.
"Wanita cantik jelita itu sungguh hebat! Hebat bukan main! Tidak hanya hebat kecantikannya, hebat bentuk tubuhnya, akan tetapi hebat pula ilmu pedangnya sehingga Kiang-supek terluka begitu dia turun tangan membantu suhu dan para susiok. Kiang-supek terluka dan terpaksa menyerah, lalu dihukum dan suhu diangkat menjadi ketua Kun-lun-pai, sedangkan Lian Ci susiok amat beruntung, selain menjadi wakil ketua juga agaknya dapat bersahabat baik sekali dengan wanita yang seperti bidadari itu."
"Katakan mengapa wanita itu mebantu suhumu menentang Kiang Tojin."
"Ketika itu dia memaki-maki Kiang-supek, mengatakan bahwa beberapa tahun yang lalu Kiang-supek pernah menangkapnya dan hal itu dianggap penghinaan maka dia datang membalas dendam dan merobohkan Kiang-supek. Dia hebat sekali dan."
Akan tetapi tubuh Keng Hong sudah berkelebat lenyap dari depan tosu itu yang saking kagum dan herannya sampai melongo, lupa akan rasa nyeri tubuhnya.
Akan tetapi setelah keheranannya mereda, kaki tangannya yang patah tulangnya itu senut-senut, rasa nyeri menyusup tulang sumsum sehingga dia merintih-rntih lalu merangkak karena tak dapat berjalan.
Keng Hong yang menjadi amat marah mendengar betapa Kiang Tojin dirobohkan Cui Im yang membantu tosu-tosu sesat macam Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin, berlari cepat sekali mendaki puncak menuju ke dinding Kun-lun-pai yang sudah dekat dari tempat itu. Dia harus menolong Kiang Tojin, apapun yang terjadi, sebagai pembalasan atas segala kebaikan Kiang Tojin kepadanya. Karena kini ginkang yang dimiliki Keng Hong sudah mencapi tingkat tinggi sekali, maka tak lama kemudian dia telah tiba di pintu gerbang dinding tebal Kun-lun-pai yang terjaga oleh beberapa orang tosu.
Munculnya Keng Hong menggegerkan para tosu yang segera mengenal pemuda berpakaian putih ini, dan cepat nmereka bersiap untuk menyerang sedangkan seorang penjaga cepat-cepat lari masuk untuk menyampaikan pelaporan mengenai munculnya pemuda yang sudah dikabarkan mati itu.
"Totiang sekalian, aku datang bukan untuk memusuhi Kun-lun-pai, aku hanya ingin bertemu dan bicara dengan Sian Ti Tojin dan Lian Ci Tojin!" Keng Hong berkata dengan suara nyaring. "Kamu tunggu di luar! Tidak boleh kamu masuk mengotorkan dan mencemarkan lantai Kun-lun-pai dengan kakimu yang kotor!" bentak seorang tosu.
Keng Hong memandang ke arah kedua kakinya yang tak bersepatu dan memang kotor, lalu dia menjawab, "Kaki kotor mudah saja dibersihkan dengan air, Totiang. Akan tetapi hati yang kotor sukar dicuci bersih! Apalagi kalau orang itu tidak merasa betapa kotor hatinya!"
"Wah, masih saja amat sombong bocah ini!" teriak para tosu yang tetap melarang Keng Hong melewati pintu gerbang Mereka sudah berbaris menghadang di pintu dengan senjata mereka ditodongkan, siap untuk menyerang apabila Keng Hong memaksa. Diam-dia pemuda itu mengeluh. Betapa banyaknya perubahan pada partai Kun-lun-pai yang tadinya merupakan partai besar itu, merupakan temapat bertapa para tosu yang kasar dan galak ini, kelakuan tosu yang dia patahkan tulang kakinya, lebih pantas menjadi kelakuan dan sikap anak buah perampok! Dalam waktu lima tahun saja, alangkah banyaknya perubahan terjadi di Kun-lun-pai.
Keng Hong menjadi makin penasaran dan dia berkata dengan suara tegas, "Totiang sekalian, Keng Hong bukanlah seorang yang tak mengenal budi dan aku telah berhutang budi diantara semua tosu di Kun-lun-pai, terutama sekali kepada Kiang Tojin aku berhutang budi. Ku harap Totiang sekalian suka melaporkan kepada Sian To Tojin dan Lian Ci Tojin karena aku hendak bicara dengan mereka. Aku tidak ingin menggunakan kekerasan terhadap Kun-lun-pai, akan tetapi kalau Totiang sekalian mencegah aku dengan kekerasan, apa boleh buat, aku akan memaksa masuk!"
Episode 150 Dengan pandang matanya yang tajam Keng Hong dapat melihat bahwa yang bersikap keras dan memandang kepadanya dengan sinar mata menentang hanya beberapa orang saja, sedangkan yang lain-lain ketika dia menyebut nama Kiang Tojin sudah menundukkan pandang mata mereka seolah-olah mereka menyimpan atau menyembunyikan perasaan hati mereka. Namun Keng Hong sudah awas dan maklum bahwa sebagian besar para tosu yang menjadi anak murid Kun-lun-pai ini masih setia kepada Kiang Tojin, hanya karena mereka bertekun dan takut kepada ketua dan wakilnya yang baru, terutama kepada Sian Ti Tojin yang merupakan orang ke dua sesudah Kiang Tojin, maka mereka terpaksa tunduk kepada perintah kedua orang tosu yang memegang pimpinan baru di Kun-lun-pai itu. Keng Hong sudah bersiap-siap untuk menggunakan kepandaiannya merobohkan mereka yang bersikap keras dan melewati mereka yang pandang matanya ragu-ragu, dan para tosu itu pun sudah siap mengeroyoknya. Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Mundurlah kalian semua!"
Semua tosu merangkapkan kedua tangan dan mundur ke kanan kiri, memberi jalan orang yang meneriakkan perintah itu. Tampak oleh Keng Hong dua orang tosu dan dia menahan ketawanya.
Geli dan mengkal hatinya melihat lagak dua orang tosu yang dikenalnya sebagai Sian Ti Tojin dan Lian Ci Tojin ini, yang berjalan dengan dada membusung, sedangkan di belakang kedua orang ini tampak empat orang tosu tokoh Kun-lun-pai murid Thian Seng Cinjin. Kalau tidak ada Kiang Tojin, maka Sian Ti Tojin sebagai murid kedua dari Thian Seng Cinjin memang merupakan tokoh tertua dan terpandai. Akan tetapi Lian Ci Tojin hanya merupakan murid ke lima. Mengapa Sian Ti Tojin memilih dia sebagai wakil ketua, tidak sute-sutenya yang menjadi murid ke tiga dan ke empat" Hal ini mudah dimengerti melihat keakraban mereka dan kecocokan mereka dalam menghadapi KiangTojin pada waktu-waktu yang lalu.
Sian Ti Tojin memakai pakaian kebesaran ketua Kun-lun-pai, dengan jubah pendeta bersulam benang perak, kepalanya memakai pelindung kepala yang indah dan membuat wajahnya tampak angker. Tangannya memegang sebatang tongkat yang dikenal oleh Keng Hong sebagai tongkat milik Thian Seng Cinjin, yang agaknya menjadi tanda pangkat ketua Kun-lun-pai! Adapun Lian ci Tojin membuat hati Keng Hong lebih panas lagi. Tosu ini berpakaian indah dan juga tersulam benang perak dan yang menggelikan adalah rambutnya yang licin mengkilap oleh minyak, wajahnya terpelihara seperti wajah seorang pria muda pesolek, di punggungnya tergantung sebatang pedang yang gagangnya terukir indah. Kedua orang tosu ini memandang Keng Hong dengan sinar mata penuh selidik.
Sedangkan sikap empat orang tosu lainnya masih biasa saja, namun mereka mengerutakan kening dan siap mempertahankan Kun-lun-pai jika pemuda ini kembali hendak mendatangkan kekacauan.
"Cia Keng Hong, kiranya engkau yang datang menghadap?" berkata Sian Ti Tojin dengan suara halus. "Kami bersyukur kepada Thian bahwa engkau ternyata masih hidup, tidak mati seperti disangka semua orang!"
Keng Hong menjawab dengan hornat, "Terima kasih atas kebaikan totiang."
"Keng Hong, engkau pernah menjadi kacung Kun-lun-pai.Suheng kini menjadi ketua Kun-lun-pai, sepatutnya engkau memberi hormat dan menyebutnya locianpwe," kata Lian Ci Tojin. Keng Hong diam-diam dapat membedakan watak kedua orang ini. Sian Ti Tojin memperlihatkan sikap halus lembut, sikap yang sepatutnya dimiliki seorang ketua partai besar. Namun sikap Lian Ci Tojin membayangkan kekerasan dan suka membanggakan kekerasan dan suka membanggakan kekuasaan. "Tidak mengapa, memang orang muda kurang pengalaman dan kurang pengertian tentang tatacara. Cia Keng Hong, ada keperluan apakah engkau muncul di sini" Apakah engkau datang untuk mohon maaf atas kelakuanmu dahulu yang membikin kacau dan rugi nama besar Kun-lun-pai" Ataukah engkau akan menebus kesalahan menipu kami dengan memberikan pedang palsu dan kini hendak menyerahkan Siang-bhok-kiam yang tulen?" suara Sian Ti Tojin tetap halus dan sikapnya tenang sekali.
"Tidak sama sekali, Totiang." Keng Hong tetap menyebut totiang kepada ketua baru yang di dalam hatinya tidak dia akui ini sambil melirik ke arah Lian Ci Tojin. Yang mulai merah mukanya. "Aku datang untuk menghadap Kiang Tojin. Di manakah Kiang Tojin" Harap suka mohon beliau keluar untuk menerima aku datang menghadap beliau." Cara Keng Hong bicara jelas membayangkan bahwa kita menempatkan Kiang Tojin ditingkat lebih tinggi daripada Sian Ti Tojin yang kini menjadi ketua. Hal ini dirasakan oleh semua tosu dan mereka semua memandang dengan hati tegang.
"Cia keng Hong! Kiang Tojin tidak dapat menemuimu pada saat ini. Semua urusan yang hendak kau kemukakan boleh kau sampaikan kepada pinto sebagai ketua Kun-lun-pai," kata Sian Ti Tojin.
"Kenapa Kiang Tojin tidak dapat menemuiku" Apakah beliau sakit" Aku mendengar berita bahwa Thian Seng Cinjin locianpwe telah meninggal dunia. Sepanjang pengetahuanku, bukankah Kiang Tojin dahulu dan menjadi calon ketua Kun-lun-pai?"
"Cia Keng Hong! Engkau tetap bocah lancang seperti dahulu! Siapakah engkau ini yang usil dan hendak mencampuri urusan dalam Kun-lun-pai"
Keng Hong menjawab dengan hormat, "Terima kasih atas kebaikan Totiang."
"Hemm, Lian Ci Totiang, memang aku tetap bocah yang dulu, dan kalau perlu, penting juga bersikap lancang. Aku tidak mencampuri urusan dalam Kun-lun-pai.
Setelah kini Thian Seng Cinjin meninggal, mengapa beliau tidak menjadi ketua,bahkan tidak diperbolehkan menemuiku" Apakah beliau telah menjadi orang yang tidak bebas lagi" Apakah beliau kalian hukum?"
Para tosu memandang pemuda itu dengan mata terbelalak. Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin sejenak saling bertukar pandang, kemudian Sian Ti Tojin mengetukkan tongkatnya pada tanah dengan lagak seorang ketua yang kehilangan kesabaran, akan tetapi suaranya tetap halus.
"Cia keng Hong, engkau bukan anak murid Kun-lun-pai dan sesungguhnya tidak berhak untuk mengetahui urusan dalam Kun-lun-pai. Akan tetapi mengingat bahwa engkau adalah bekas kacung kami, dan mengingat hubungan antara engkau dan Kiang-suheng, baiklah kau ketahui urusan dalam yang semestinya menjadi rahasia perkumpulan kami. Setelah suhu meninggal, terjadilah perbedaan pendapat antara Kiang-suheng dan kami. Seperti sudah lazim, perbedaan pendapat dalam penggantian ketua ini diselesaikan dengan cara kami, yaitu menguji kepandaian. Dia yang paling pandai berhak menjadi ketua. Karena Kiang-suheng menggunakan kekerasan, kami bertanding, pinto menang dan menjadi ketua sedangkan Kiang-suheng karena berdosa telah memancing keributan dan pertentangan antara saudara sendiri, diwajibkan menebus dosa di ruangan.." Sampai di sini Sian Ti Tojin berhenti, merasa sudah terlalu banyak bicara.
Episode 151 Di ruangan menebus dosa atau ruangan hukuman! Aku sudah tahu, Sian Ti Tojin, dan aku tahu pula bahwa ruangan itu disediakan bagi para tosu yang telah melakukan pelanggaran, baik pelanggaran, baik pelanggaran hukuman perikemanusiaan. Para tosu yang memperkosa gadis orang dan yang bersekutu dengan orang lain untuk menjatuhkan saudara sendiri pun termasuk pelanggaran-pelanggaran yang harus dihukum, bukan?"
Ucapan Keng Hong ini membuat wajah para tosu anak murid Kun-lun-pai menjadi pucat. Sian Ti Tojin menggerakkan kepala ke belakang dan matanya menyinarkan kemarahan yang tak tertutupinya lagi. "
"Bocah lancang mulut! Apa maksudmu?"
Keng Hong tersenyum ketika melihat ke arah Lian Ci Tojin dan melihat tosu ini pucat mukanya dan meraba gagang pedang di punggung, lalu berkata, "Aku tidak bermaksud mencampuri urusan Kun-lun-pai. Aku tidak peduli apakah Kiang Tojin kalian hukum atau kalian apakan asal saja memang sudah semestinya demikian dan tidak ada yang yang melanggar kebenaran dan keadilan. Aku datang hanya untuk bertemu dengan KiangTojin."
"Bocah sinting, minggat kau dari sini!" bentak Lian Ci Tojin sambil menyerang pedangnya, ditusukkan ke arah dada Keng Hong dengan gerakan cepat dan kuat sekali. Dia tidak takut menghadapi Keng Hong karena selama lima tahun ini dia dan terutama suhengnya telah menggembleng diri agar kuat mempertahankan kedudukan mereka sebagai ketua dan wakil ketua Kun-lun-pai.
"Hemmm, gerakanmu cukup baik, akan tetapi kurang isi karena kau kotori dengan watak dengki, kejam dan penuh kebencian, Lian Ci Tojin," kata Keng Hong sambil mengelak dengan amat mudahnya. Dia tidak banyak bergerak hanya miringkan tubuh tanpa mengubah kedudukan kedua kakinya. Melihat betapa tusukannya hanya lewat saja di dekat dada Keng Hong, Lian Ci Tojin membalikkan pergelangan tangannya dan kini pedang itu membabat turun memenggal atau membacok ke arah pinggang. "Plakkk!" Keng Hong melangkah mundur dan mengangkat kakinya, menampar pedang itu dari samping dengan tendangan kakinya. Kelihatannya perlahan saja dia menendang, namun pedang itu hampir terlepas dari pegangan Lian Ci Tojin yang ikut terpental dan berputar setengah lingkaran. Ketika dia memandang, Keng Hong telah meloncat jauh melampaui kepala para tosu.
"Kejar dia! Jangan perbolehkan dia masuk! Bentak Sian Ti Tojin yang meloncat pula dengan gerakan cepat sekali, seperti melayang melampaui kepala anak buahnya. Akan tetapi dia tercelik karena Keng Hong tidak terus meloncat ke dalam, melainkan menyambar balok atap dan mengayun tubuhnya mencelat ke atas genteng. "Ha-ha-ha, Sian Ti Tojin, engkau sudah pucat ketakutan, khawatir rahasiamu terbuka. Haa-ha-ha, betapa memalukan rahasia itu. Engkau merampas kedudukan ketua dari tangan suhengmu sendiri, sama sekali bukan mengandalkan kepandaian, sama sekali bukan karena engkau lebih lihai daripada Kiang Tojin, melainkan karena engkau dibantu oleh seorang tokoh kaum sesat, dibantu oleh Ang-kiam Tok Sian-li Bhe Cui Im yang dahulu menjadi murid Lam-hai Sin-ni dan yang kini memakai julukan Ang-kiam Bu-tek. Eh, Lian Ci Tojin, bukankah engkau telah menjadi sahabat baiknya" Dia manis sekali, bukan" Apakah engkau suka mencium tahi lalat merah di tubuhnya" Ha-ha-ha!" Entah bagaimana, dalam kemarahannya ini Keng Hong tidak menyadari bahwa dia bersikap gembira dan nakal, tidak menyadari bahwa kini dia telah bersikap persis seperti sikap Sin-jia Kiam-ong di waktu muda.
Dia ingat bahwa di tubuh Cui Im terdapat sebuah tahi lalat merah, maka dia sengaja mengejek Lian Ci Tojin yang dia dapat menyangka tentu melayani gadis cantik dan lihai itu dalam bermain asmara, karena biarpun usianya sudah empat puluh lima puluh lebih, mungkin lima puluh tahun, tosu ini termasuk seorang pria yang gagah dan tampan. Apalagai kalau dia ingat betapa Lian Ci Tojin kurang kuat menahan nafsunya sehingga sampai hati melakukan pemerkosaan terhadap seorang, yaitu Tan Hun Bwee.
"Binatang kurang ajar!" Lian Ci Tojin dalam kemarahannya karena terdorong malu, membuat gerakan dengan kedua kakinya, memutar tubuh dan kedua lengan kemudian secara tiba-tiba sekali tangan kanannya sudah melontarkan pedangnya yang meluncur seperti anak panah, lebih cepat lagi malah, menuju ke perut Keng Hong. Pedang itu berubah menjadi sinar terang saking lajunya, dan mengeluarkan suara berdesing.
Keng Hong setelah mempelajari kitab Thai kek Sin-kun peninggalan Thai Kek Couwsu yang merupakan inti sari ilmu silat Kun-lun-pai, mengenal gerakan itu, dan cepat dia melompat ke samping sambil menyambar pedang itu dengan kedua jari tangan telunjuk dan jari tengah, mengepitnya, kemudian meloncat turun kembali. Enam orang murid thian Seng Cinjin terkejut dan melongo. Yang diperlihatkan Keng hong dalam menyambut pedang yang disambitkan tadi adalah jurus Yan-cu-phok-li (Burung Walet Menyambar Ikan), jurus yang khusus dalam ilmu silat Kun-lun-pai untuk menghadapi serangan yang khusus pula, yaitu penyambitan pedang yang disebut jurus terakhir Sin-lion-hian -bwe (Naga Sakti Mengulur Buntut).
"Hemmm, Lian Ci Tojin, betapapun kejam dan ganas hatimu, namun jurus Sin-liong-hian-bwe ini masih jauh dari pada sempurna. Melontar pedang menuju sasaran barulah tepat kalau pencurahan perhatian memusat pada satu titik, akan tetapi pikiranmu sudah banyak bercabang, di antaranya bercabang pada kedudukan, pada kemewahan, dan terutama sekali bercabang kepada kulit kuning wajah cantik!
Kau lihatlah baik-baik dan baru tahu bahwa sesungguhnya Sin-liong-hian-bwe dari Kun-lun-pai amatlah lihainya!" Keng Hong yang berada di atas genteng itu menggerakkan kedua kakinya dan tubuhnya berputar seperti yang dilakukan Lian Ci Tojin tadi, kemudian dia melontarkan pedang yang ditangkapnya tadi ke arah Lian Ci Tojin. Pedang itu meluncur bagaikan kilat menyambar, tidak mengeluarkan bunyi akan tetapi justeru tidak berbunyi inilah yang amat lihai. Dapat menyambitkan pedang sedemikian cepatnya tanpa pedang itu mengeluarkan bunyi, benar-benar merupakan kemahiran dan tingkat yang terlalu tinggi bagi para murid Thian Seng Cinjin. Lian Ci Tojin kaget bukan main. "Celaka "!" serunya dan dia cepat menggunakan gerakan yan-su-phok-hi untuk menghindarkan diri. Ia meloncat, membalik dan tangannya bergerak, bukan untuk menjepit pedang karena kecepatan pedang itu membuat tosu ini jerih untuk menjepitnya dengan dua jari tangan, maka sebagai gantinya dia menggebut pedang itu dengan itu menyambar terlalu cepat dan ketika dia kebut dengan ujung lengan bajunya Akan tetapi pedang itu menyambar terlalu cepat dan ketika dia kebut dengan ujung lengan baju, masih meluncur terus bahkan ujung lengan bajunya yang buntung.
Episode 152 "Aihhh...!" Lian Ci Tojin menjadi pucat melihat pedang itu tadi telah menyambar dan membabat putus segumpal rambutnya dan kini rambut segumpal bersama kain dengan lengan baju sepotong yang tadi terbabat dan menyangkut pada gagang pedang, tampak di atas tanah, tertikam pedang yang amblas sampai ke gagangnya ke dalam tanah!
Gegerlah para tosu menyaksikan hal ini, terutama sekali enam orang pimpinan Kun-lun-pai menjadi pucat mukanya. Mereka maklum bahwa pemuda itu kini telah menjadi orang yang lihai sekali dan amatlah berbahaya bagi Sian Ti Tojin dan Lian Ci Tojin kalau tidak segera dibinasakan.
"Kejar! Kepung! Bunuh!" Sian Ti Tojin berseru keras dan semua tosu yang mentaati perintahnya telah mengepung tempat itu dan siap untuk meloncat naik ke atas genteng mengeroyok Keng Hong
"Heh, para tosu Kun-lun-pai, dengarlah baik-baik!" Keng Hong berteriak dan karena pemuda ini menggunakan tenaga khikang, maka suaranya menggetarkan jantung semua tosu, terasuk tokoh-tokohnya sehingga mereka terkejut sekali, bahkan beberapa orang anak murid Kun-lun-pai yang masih belum kuat benar sinkangnya, kedua kaki mereka menjadi lemas dan mereka roboh terguling begitu mendengar suara Keng Hong yang mengandung getaran khikang yang amat kuatnya itu. "Menurut aturan sesungguhnya Kiang Tojin yang patut menjadi ketua Kun-lun-pai, selain beliau adalah murid tertua mendiang Thian Seng Cinjin, juga memiliki tingkat kepandaian tertinggi dan mempunyai pula sifat-sifat yang berdisiplin , bijaksana, berpemandangan luas. Akan tetapi kedudukan ketua telah dirampas oleh Sian Ti Tojin secara curang, yaitu menggunakan bantuan seorang iblis betina golongan sesat. Kalau kalian insyaf, demi menjaga nama besar Kun-lun-pai, bebaskan Kiang Tojin dan angkat beliau sebagai ketua! Aku tidak ingin mencampuri urusan Kun-lun-pai, hanya memberi nasihat mengingat bahwa aku pernah hidup di sini. Sekarang, aku ingin berjumpa dan bicara dengan Kiang Tojin. !"
Dari atas genteng Keng Hong dapat melihat jelas betapa pada wajah sebagian besar para tosu Kun-lun-pai tampak keraguan dan bahkan persetujuan dengan anjurannya itu, maka berisiklah keadaan di bawah itu karena para tosu saling berbisik-bisik.
"Diam semua! Siapa hendak memberontak akan kubunuh dengan tongkatku ini!" Sian Ti Tojin membentak dan diamlah para tosu itu. "Hayo kalian membantu pinto menangkap dan membunuh pengacau Kun-lun-pai itu!"
Para tosu kembali menjadi berisik sekali dan mereka itu, seperti rombongan semut diganggu bersiap untuk mengeroyok Keng Hong.
*** "Tahan semua..!" Tiba-tiba terdengar nyaring dan sesosok tubuh berkelebat naik ke atas genteng. Tahu-tahu Kiang Tojin telah berdiri di depan Keng Hong! "Cia Keng Hong, engkau pengacau terbesar di dunia! Mau apa engkau hendak berjumpa dengan pinto" Masih ada muka untuk bicara dengan pinto" Bicara apa lagi?" Kiang Tojin membentak Keng Hong dengan sikap keren dan mata memancarkan kemarahan.
Keng Hong memandang tosu penolongnya itu dan hatinya terharu. Pakaian tosu ini kumal dan robek-robek, rambut kusut, wajahnya pucat dan tubuhnya kurus sekali. Kedua lengannya diborgol pada pergelangan tangan. Yang masih tetap tampak bersemangat bahkan kini lebih tajam sinarnya adalah sepasang mata kakek ini. Keng Hong cepat menjura dengan penuh hormat dan menjawab.
"Totiang, mohon maaf atas kelancangan saya.Akan tetapi saya mendengar bahwa Totiang dicurangi, bahkan dihukum dan saya datang dengan maksud membantu.."
"Pinto tidak membutuhkan bantuanmu, Keng Hong. Dan tentang urusan kedudukan ketua Kun-lun-pai, tongkat ketua telah di tangan suteku Sian Ti Tojin, juga urusan dalam Kun-lun-pai. Engkau tidak berhak..."
"Kalau saya tidak berhak mencampuri, mengapa Ang-kiam Bu-tek mencampurinya dan membantu mereka yang merampas kedudukan Totiang?"


Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba sepasang mata itu menjadi makin bersinar marah. "Perempuan itu! Tidak menyebutnya masih tidak mengapa, akan tetapi setelah menyebutnya, betapa... tidak punya malu engkau, Cia keng Hong!"
"Eh, apakah maksud Totiang ?"
Tosu tua itu memandang Keng Hong dengan kepala dikedikkan ke belakang matanya memandang setengah terkatup dan cuping hidungnya bergetar. "Cia Keng Hong, engkau menolak permintaan banyak tokoh kang-ouw gagah perkasa yang menginginkan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong.
Andaikata engkau mengkhianati gurumu dan menyerahkan pusaka itu kepada para tokoh kang-ouw yang akan mempergunakan untuk perjuangan membela kebenaran dan keadilan, itu sih masih tidak mengapa. Akan tetapi engkau telah menyerahkan pusaka gurumu kepada seorang wanita seperti murid Lam-hai Sin-ni! Cia Keng Hong , kemana larinya kesadaran dan kebijaksanaanmu?"
"Saya tidak menyerahkan ,melainkan dia yang telah mencurinya. Kiang-totiang, mengapa Totiang membiarkan pengaruh jahat menyelundup ke Kun-lun-pai" Apakah sudah tepat kalau Totiang mengalah dan menerima dihukum begitu saja dan membiarkan Kun-lun-pai melalui jalan yang menuju ke arah penyelewengan" Apakah pertanggungan jawab Totiang terhadap Kun-lun-pai, terhadap Thai Kek Couwsu pendiri Kun-lun-pai" Kemana larinya kesetiaan Totiang terhadap Kun-lun-pai?"
"Cia Keng hong, tutup mulutmu dan jangan mencampuri urusan Kun-lun-pai. Pinto sudah dikalahkan, tongkat ketua telah dirampas, mau berkata apa lagi" Biarlah, ini adalah urusan pribadi pinto sendiri!"
Episode 153 "Demikian pula, urusan peninggalan harta pusaka suhu adalah urusan pribadi saya, Totiang. Tidak perlu orang lain memusingkannya. Sekarang, saya pun tidak mau mencampuri urusan Totiang dengan Kun-lun-pai, akan tetapi saya ingin menyampaikan pesan Thai Kek Couwsu kepada Totiang."
"Iiiihhhh...!!!" Terdengar seruan-seruan kaget dari para tosu di bawah genteng. "Keng Hong, apa yang kau katakan ini" Keng Hong, bocah yang sejak dahulu pinto anggap sebagai putera sendiri. Ah, benarkah engkau begini kejam, selain selalu mendatangkan rasa kecewa, kini malah berani menggunakan nama Couwsu untuk main-main di depan pinto?" Kiang Tojin memandang dengan muka sedih dan suara gemetar.
Keng Hong terharu sekali dan menjatuhkan diri berlutut. "Tidak, Totiang, saya mana berani mempermainkan Totiang yang saya junjung tinggi dan yang tak pernah saya lupakan budi Totiang yang amat besar terhadap saya"
Saya telah menemukan rangka Thai kek Couwsu, bahkan saya telah menyempurnakannya dengan membakar rangkanya dan menyebarkan abunya di atas lereng batu pedang." "Siancai.. siancai.. siancai...!" Terdengar Kiang Tojin dan para tosu berdoa sambil menundukkan kepala.
"Cia Keng Hong, untuk kesekian kalinya pinto percaya akan segala keteranganmu ini. Bangkitlah dan katakanlah apa yang kau maksudkan dengan menyampaikan pesan Couwsu kami kepada pinto tadi."
Keng Hong bangkit berdiri dan mengeluarkan kitab kuno peninggalan Thai Kek Couwsu, dipegangnya dengan suara lantang.
"Saya mendapatkan kitab pusaka peninggalan Thai Kek Couwsu ini di atas meja dekat rangka Thai Kek Couwsu dan karena di situ terdapat pesan agar kitab pusaka ini diserahkan kepada calon ketua yang baik dari Kun-lun-pai , maka saya anggap bahwa Kiang Tojin seoranglah yang berhak menerimanya!"
"Bocah jahat, berani engkau mengacau Kun-lun-pai" Serahkan kitab itu kepada pinto!" teriak Sian Ti Tojin dan tubuh ketua baru Kun-lun-pai ini meloncat naik ke atas genteng dengan cepat sekali dan berada di atas kepala Keng Hong, kemudian tubuh itu membalik dan menukik membuat salto, tongkatnya ke bawah dan meluncur dalam penyerangannya, menusuk ubun-ubun Keng Hong, sedangkan tangan kirinya meraih ke depan merampas kitab,. Melihat betapa sutenya menggunakan jurus maut dengan ilmu tongkatnya ini, Kiang Tojin berseru terkejut, "Sute..!" "Aha, Sian Ti Tojin, masa sebagai ketua Kun-lun-pai, jurusmu Hek-liong-lo-hai hanya seperti ini" Jauh kurang sempurna..!" Keng Hong berkata cepat ketika menyaksikan gerakan serangan ketua Kun-lun-pai itu. Ia tidak mengelak, malah merendahkan tubuhnya sampai berjongkok dan menanti sampai tongkat itu dekat di atas ubun-ubunnya.
Baru dia cepat-cepat miringkan pundak dan kepala, secepat kilat tangan kirinya menyambar ujung tongkat, dibetot terus ke bawah lalu dikempit sedangkan kaki kanannya secara tiba-tiba menendang perut Sian Ti Tojin! Kakek ini terkejut, mempertahankan tongkatnya berarti perutnya akan tertendang dan dia mengenal jurus yang lihai ini dan tahu pula bahwa pemuda ini memiliki sinkang yang luar biasa sekali. Menurut peraturan, tongkat pegangan ketua yang merupakan "tongkat komando" sama harganya dengan nyawa si ketua, sama sekali tidak boleh terampas lawan. Tentu saja Sian Ti tojin sebagai ketua baru Kun-lun-pai, juga amat sayang kepada tongkatnya itu, akan tetapi ternyata menghadapi bahaya maut, tosu ini lebih sayang nyawanya daripada tongkatnya. Hal ini terbukti ketika dia melepaskan tongkatnya untuk menyelamatkan diri dengan meloncat ke belakang. Akan tetapi gerakannya kurang cepat dan ujung kaki Keng Hong masih saja menendang paha Sian Ti Tojin sehingga kakek ini berteriak nyaring dan tubuhnya terlempar ke bawah genteng. Untung kepandaiannya cukup tinggi sehingga dia dapat berjungkir balik dan tidak sampai terbanting.
Pada saat yang hampir bersamaan tadi, Lian Ci Tojin juga melayang naik sambil membawa pedangnya yang sudah dia cabut dari atas tanah. Ia pun menggunakan pedang itu menyerang Keng Hong dengan bacokan dahsyat, tepat pada saat Keng Hong habis menendang roboh Sian Ti Tojin.
"Ngo-sute (adik kelima), sungguh keterlaluan engkau!" Kiang Tojin berkata dan sebelum Keng Hong bergerak menyambut serangan Lian Ci Tojin, Kiang Tojin sudah mengangkat kedua tangannya yang terbelenggu dan menyambut sambaran pedang itu.
"Cring-tranggggg..! Auhhh!" Tubuh Lian Ci Tojin juga terlempar ke bawah gentang, pedangnya terlepas dari pegangan ketika bertemu dua kali dengan baja belenggu dan dia roboh oleh tendangan Kiang Tojin yang gerakannya sama dengan gerakan Keng Hong merobohkan Sian Ti Tojin tadi!
"Cia Keng Hong, bagaimana engkau dapat mengenal Hek-liong-lo-hai tadi dan dapat mainkan jurus Hui-eng-coan-in (Garuda Terbang menerjang Awan) tadi" Kedua jurus itu adalah jurus-jurus simpanan tingkat tinggi dari Kun-lun-pai!" tegur Kiang Tojin, lebih merasa kagum akan kesempurnaan gerakan Keng Hong yang bahkan melebihi gerakannya sendiri itu daripada marah dan penasaran.
Keng Hong kembali menyodorkan kitab pusaka itu dengan kedua tangannya kepada Kiang Tojin. "Maaf, Totiang, saya bukan sengaja mencuri dan tidak akan saya berani membuka rahasia ilmu-ilmu itu kepada orang lain. Saya mendapatkannya dari sini, dan terimalah pusaka peninggalan Thai Kek Couwsu ini! Dan karena Sian To Tojin telah begitu baik hati untuk menyerahkan tongkat ketua kepada Totiang, sebaiknya Totiang menerimanya sekalian!" Kiang Tojin tertegun, seperti orang terpesona dia memandang ke arah kitab, suaranya gemetar dan kedua kakinya menggigil ketika dia bertanya lirih, "Keng Hong, bersumpahlah. Benarkah kitab itu peninggalan Couwsu?"
"Saya bersumpah demi kehormatan saya, Totiang."
Episode 154 Mendengar ini, Kiang Tojin menerima kitab dengan kedua tangan, membukanya dan membaca huruf-huruf indah di halaman pertama: THAI-KEK-SIN-KUN INI DICIPTA UNTUK CALON-CALON KETUA KUN-LUN-PAI. Wajah Kiang Tojin makin berseri ketika dia membuka-buka kitab itu, kemudian mengangkat tinggi-tinggi kitab itu di atas kepalanya, menghadapi semua tosu di bawah genteng dan berteriak,
"Para murid Kun-lun-pai! Kitab ini benar-benar peninggalan Couwsu kita! Marilah kita menghaturkan terima kasih kepada Couwsu!" Kiang Tojin ,menjatuhkan diri berlutut dan semua tosu di bawah genteng pun lalu menjatuhkan diri berlutut di atas tanah!
"Teecu sekalian menghaturkan syukur dan terima kasih atas budi kecintaan Couwsu yang telah meninggalkan kitab teecu sekalian.
*** Teecu bersumpah untuk menjunjung tinggi peninggalan Couwsu dan mencamkan semua ajaran Couwsu!"
Wajah Kiang Tojin berseri-seri dan matanya bersinar ketika dia bangkit berdiri lagi. Dengan lantang dia berkata, "Engkau benar, Keng Hong. Kesulitan-kesulitan dan urusan-urusan pribadi harus disingkirkan dan dikesampingkan jika menghadapi urusan perkumpulan! Kun-lun-pai perlu dibangun, perlu diperkuat dan karena couwsu berkenan meninggalkan pusaka ini kepada pinto, maka pinto berhak menjadi ketua! Juga tongkat ketua, berkat ketangkasanmu, telah dapat dirampas kembali. Siapakah di antara para saudara yang tidak setuju kalau pinto menjadi ketua Kun-lun-pai?"
Tak seorang pun di antara para tosu berani mengeluarkan suara, bahkan empat orang tosu yang menjadi adik-adik seperguruan Kiang Tojin, memandang kepada kakek seperguruan tertua itu dengan sinar mata penuh harapan. Kemudian semua tosu mengerling ke arah Sian Ti Tojin dan Lian Ci Tojin yang berdiri dengan muka pucat.
"Cia Keng Hong, selama hidup pinto takkan melupakan perbuatanmu ini dan sekali waktu pinto akan membalas dendam ini!" bentak Lian Ci Tojin sambil mengertakkan giginya.
"Cia Keng Hong, engkau telah berani merampas tongkat ketua dan menggunakan kekerasan untuk mencampuri urusan Kun-lun-pai. Selamanya Kun-lun-pai akan mengutukmu dan menganggapmu sebagai musuh besar!" kata pula Sian Ti Tojin.
Keng Hong tertawa, "Pemutarbalikan fakta merupakan fitnah keji, Ji-wi Totiang. Aku tidak mencampuri urusan Kun-lun-pai dan tentang tongkat, siapakah yang bergerak lebih dulu melakukan serangan " Aku hanya membela diri dan salahmu sendiri mengapa sebagai ketua kurang sempurna ilmumu, dan mengapa pula kau meninggalkan tongkatmu ke tanganku. Bukankah seorang ketua Kun-lun-pai harus menjaga tongkatnya seperti menjaga nyawa sendiri" Sekarang terserah kepadamu. Lawanlah Kiang Tojin kalau memang kau merasa lebih berhak dan lebih pandai.
Adapun aku.., hemm, aku hanya menjadi saksi dan aku yang akan turun tangan menghadapinya kalau kau minta bantuan tokoh-tokoh kaum sesat!" Melihat betapa dua orang tosu itu diam saja, hanya memandang kepada Keng Hong dengan pandang mata melotot penuh kebencian, Kiang Tojin lalu menggerakkan kedua tangannya dan terdengarlah suara berkerotokan ketika belenggu pergelangan tangannya patah-patah. "Ji-sute dan Ngo-sute, kalian juga mengerti sendiri mengapa pinto mengalah. Pertama untuk memenuhi janji bahwa siapa yang kalah harus memberikan kedudukan ketua. Pinto telah kalah oleh Ang-kiam Bu-tek yang mewakilimu, dan tongkat ketua telah dapat dirampas dari tangan pinto. Hanya karena pinto tidak mmenghendaki perpecahan di Kun-lun-pai sesuai dengan pesan suhu, maka pinto mengalah, suka diperlakukan sebagai orang hukuman. Andaikata pinto tidak mau menerima dan melawan setelah Ang-kiam Bu-tek pergi tentu kalian berdua tidak akan mampu melawan dan mengalahkan pinto. Kini, pinto sadar bahwa sesungguhnya kalian telah menyelewengkan Kun-lun-pai dan bahwa sikap mengalah dari pinto tidak benar, bahkan merupakan pengkhianatan terhadap Kun-lun-pai, terhadap suhu yang telah menaruh kepercayaan kepada pinto. Dahulu tongkat ini dirampas dari tangan pinto oleh Ang-kiam Bu-tek, kini kembali ke tangan pinto atas bantuan Cia Keng Hong. Hal ini sudah sewajarnya maka pinto suka menerima kembali ini. Apalagi setelah pinto harus meminpin para anak murid Kun-lun-pai seperti yang dikehendaki pendirinya yaitu Couwsu kita!"
"Kiang Tojin, kelak kita akan saling berjumpa kembali!" Terdengar suara Sian Ti Tojin penuh kemarahan dan dendam. "Mulai detik ini, aku bukan lagi tosu Kun-lun-pai!"
"Sute...!!" Kiang Tojin berseru, akan tetapi Sian Ti Tojin sudah menoleh kepada Lian Ci Tojin dan berkata singkat, "Hayo kita pergi!"
Dua orang tosu itu sudah meloncat pergi. Keng hong bergerak hendak mengejar sambil berkata lirih, "Dia harus dibasmi..!"
Kiang Tojin mengira bahwa Keng Hong hendak mebunuh mereka karena sikap mereka sebagai murid-murid Kun-lu-pai yang murtad, maka dia cepat mencegah, "Jangan, biarkan mereka pergi.. ini urusan Kun-lun-pai"."
Sebetulnya Keng Hong berniat membunuh Lian Ci Tojin atas perbuatannya terhadap Tan Hun Bwee dahulu, akan tetapi mendengar cegahan ini, dia menjadi tidak enak hati terhadap Kiang Tojin dan mengurungkan niatnya. Sikap dua orang tokoh Kun-lun-pai itu sudah cukup menghancurkan hati Kiang Tojin.
Para tosu yang tadinya bersekutu dengan Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin menjadi ketakutan sendiri dan mereka itu menerima dengan penuh kerelaan hati ketika Kiang Tojin mengatakan bahwa siapa yang merasa bersalah dipersilakan untuk menghukum diri sendiri di dalam ruangan "pencuci dosa" dan kamar-kamar "penyesalan diri". Berbondong-bondong para tosu yang merasa bersalah, hampir dua puluh orang banyaknya, pergi memasuki tempat-tempat yang khusus di adakan oleh Kun-lun-pai untuk menyesali perbuatan sendiri yang tersesat bagi murid-murid Kun-lun-pai.
Episode 155 Diam-diam Keng Hong menjadi girang dan juga kagum sekali. Ternyata bahwa Kiang Tojin masih cukup berwibawa dan para tosu yang bermain asmara dengan wanita dusun di lereng gunung dan dia tersenyum sendiri. Salahkah tosu itu" Tidak ! Tidak salah, hanya lemah terhadap pantangan yang memang diadakan oleh golongan mereka dan yang sudah diakui olehnya sendiri! Bersalah kiranya orang yang melanggar larangan yang sudah diakuinya sendiri bahwa larangan itu tak boleh dilanggar.
"Keng Hong, kedatanganmu seperti datangnya dewa yang menyadarkan pinto dari mimpi buruk. Dan besar sekali budimu terhadap Kun-lun-pai dan terhadap Couwsu kami. Tidaklah percuma kiranya ketika Thian dahulu menggerakkan hati pinto untuk membawamu ke sini, Keng Hong. Sekarang ceritakanlah, bagaimana engkau dapat menemukan tempat bertapa mendiang Couwsu, dan bagaimana pula semua pusaka gurumu sampai dapat tercuri oleh Ang-kiam Tok-sian-li yang sekarang menjadi begitu lihai dan berjuluk Ang-kiam Bu-tek?"
Keng hong yang kini diajak duduk di ruangan dalam oleh Kiang Tojin yang sudah menjadi ketua Kun-lun-pai, segera menceritakan pengalamannya semenjak dia dikejar-kejar dan naik ke puncak batu pedang. Di antara seluruh manusia di dunia ini, hanya kepada Kiang Tojinlah satu-satunya tokoh kang-ouw yang boleh dipercaya dan yang sama sekali tidak memiliki niat buruk terhadap dirinya, tidak pula menginginkan harta pusaka dan kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, Ia menceritakan betapa akhirnya dia berhasil mendapatkan tempat rahasia penyimpanan pusaka gurunya, akan tetapi betapa terpaksa dia mengajak Cui Im karena selain gadis itu telah menolongnya, juga kalau tidak dia ajak, tentu gadis itu terancam keselamatannya oleh para tokoh kang-ouw yang mengejarnya. Diceritakan selanjutnya betapa dia tertipu oleh Cui Im itu, terjebak di ujung seberang jurang akan tetapi akhirnya kekejian Bui Im itu bahkan membuat dia berhasil menemukan tempat rahasia di mana terdapat rangka dan kitab peninggalan Thai Kek Couwsu ! Akhirnya dia menceritakan perjalanannya keluar dari tempat rahasia itu. Ia menceritakan dengan singkat, melewatkan saja keterangan tentang tempat itu sendiri, dan tidak menyebut-nyebut hal lain, misalnya pengetahuannya terhadap kekejian Lian Ci Tojin terhadap Tan Hun Bwee, maupun tosu Kun-lun-pai yang bermain cinta dengan wanita dusun.
Pedang Ular Mas 13 Pedang Pusaka Buntung Karya T. Nilkas Anak Berandalan 8
^