Pencarian

Pedang Penakluk Iblis 14

Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo Bagian 14


datang dari India dan ia merasa diri-sendiri juga seorang raja, biarpun raja dalam dunia kang-ouw, yakni seperti juga orang
menyebutnya, Raja Racun! See- thian Tok-ong memberi hormat
seperti seorang beragama Buddha memberi hormat, merangkap
kedua tangan di depan dada sambil menjura, kemudian karena tidak enak melihat semua orang berlutut, ia lalu duduk bersila di atas lantai!
674 Kaisar duduk di atas kursi gading berukir emas yang berkilauan dan indah sekali, pakaian kebesarannya juga mentereng. Di kanan kirinya terdapat enam orang siuli yang cantik-cantik menjaga segala keperluannya sehingga Sang Kaisar tak perlu bersusah-payah kalau menghendaki sesuatu. Kegerahan" Ada tangan halus yang
menggerak-gerakkan kipas bulu burung merak dari Tanah Selatan.
Hendak minum" Sepasang lengan yang mungil menyangga baki
terisi segala macam minuman dan buah-buahan, tinggal pilih. Kaki atau anggauta tubuh pegal-pegal" Ada jari-jari tangan yang halus lunak dan ahli memijit-mijit bagian yang pegal untuk menghilangkan rasa lelah.
Agak jauh dari tempat duduk kaisar berbaris pengawal pribadi
kaisar yang jumlahnya tiga puluh orang, lima belas kanan dan lima belas di kiri. Di jaman dahulu pengawal pribadi hanya berjumlah enam atau paling banyak dua belas orang saja yang hadir di
ruangan pertemuan itu, sebagian besar hanya menjaga di luar siap sedia kalau ada sesuatu. Akan tetapi semenjak kota raja diperkuat, segala apa juga diperkuat sehingga kaisar dan sekeluarganya dapat tidur nyenyak. Para pengawal pribadi ini nampak kuat- kuat dan berkepandaian tinggi, dengan senjata tajam siap di tangan.
Ada yang memegang tombak, toya, pedang, golok, ruyung dan
penggada. Sikap mereka angker sekali dan berdirinya tegak dalam sikap menghormat. Di bagian luar ruangan, akan tetapi kelihatan dari situ, nampak sepasukan pengawal lain berdiri menjaga, jumlah mereka semua tidak kurang dari seratus orang. Ada pasukan panah, pasukan golok, pasukan pedang, dan pasukan tombak. Pakaian
sama bentuknya, hanya berbeda warnanya. Semua ini menambah
keangkeran Kaisar dan membuat orang yang mempunyai pikiran
buruk hendak berkhianat menjadi kecil hatinya!
Liok-te Mo-ong Wie It membuat laporan kepada Kaisar,
menceritakan bahwa dia dan kawan-kawannya berhasil menawan
Nona Go Hui Lian dan seorang pemuda yang mengawalnya bernama
Coa Hong Kin. Semua ini berhasil berkat bantuan tiga orang gagah perkasa yang kini ikut menghadap yakni See-thian Tok-ong,
isterinya Kwan Ji Nio dan puteranya Kwan Kok Sun.
675 Kaisar nampak girang dan puas sekali mendengar laporan ini. Ia memandang ke arah Hui Lian dengan kening berkerut, lalu
menggeleng-gelengkan kepalanya yang dibebani mahkota berat
seakan-akan menyayangkan seorang gadis remaja demikian cantik
sampai tersesat menjadi pemberontak! Kepada Hong Kin ia hanya
mengirim pandang mata selirikan saja. Kemudian ia memandang
kepada See-thian Tok-ong bertiga dengan penuh perhatian.
"Kalian bertiga telah berjasa dalam menangkap dua orang
buronan ini, apakah sekarang kehendak kalian menghadap ke sini"
Apakah hendak minta hadiah" Biarlah kami memberi hadiah seratus tail uang emas kepada kalian bertiga," kata Kaisar memperlthatkan kemurahan hatinya.
See-thian Tok-ong yang tadinya besila dan meramkan mata
seperti Sang Buddha bersamadhi, kini membuka matanya dan
berkata dengan hormat akan tetapi tegas,
"Hamba bertiga bukanlah segolongan orang yang gila harta
seperti kebanyakan pegawai Paduka! Hamba datang selain untuk
menghaturkan hormat, juga untuk mengajukan permohonan-
permohonan."
Kaisar mengangguk-angguk. "Memang banyak yang menampik
harta akan tetapi mengharapkan hadiah lain. Katakan apa
permohonanmu" Kalau pantas dan dapat dilaksanakan, tentu kami
takkan merasa keberatan."
"Permohonan hamba bertiga hanya ada dua macam. Pertama,
putera hamba tergila-gila dan suka kepada Nona Go Hui Lian yang menjadi tawanan, karena itu hamba mohon Paduka suka
mengijinkan Nona ini menjadi isteri putera hamba. Kedua, apabila Paduka membutuhkan dan mau menerima, hamba suka menjaga
keamanan di dalam istana ini dan hamba bertiga sanggup
membasmi semua musuh Paduka atau orang-orang yang
mengancam keselamatan isi istana."
Semua orang tercengang mendengar permintaan yang bukan-
bukan ini. Memang permintaan itu, terutama yang ke dua, boleh
saja diajukan akan tetapi bukan seperti itu cara mengajukannya, seakan-akan mengajukan permintaan kepada seorang kawan saja.
676 Apalagi bahasa yang dipergunakan oleh kakek gundul kasar sekali bagi pendengaran orang-orang di situ yang biasa mendengar kata-kata halus penuh kesopanan yang diajukan orang terhadap Kaisar.
Akan tetapi Kaisar tidak marah, hanya tersenyum agak masam.
Kemudian Kaisar memandang kepada Hui Lian dan berkata,
"He, kau, gadis cantik yang menjadi tawanan. Apakah kau suka diambil sebagai isteri oleh putera See thian Tok-ong yang
namanya... eh, Wie It, siapa tadi namanya bocah gundul ini?"
"Namanya Ban beng Sin-tong Kwan Kok Sun, Tuanku," jawab Liok-te Mo-ong Wie It.
Kaisar tertawa. "Panjang benar. Tapi pantas bagi seorang yang mempunyai nyawa selaksa. Bagaimana, Go Hui Lian, sukakah, kau?"
Hui Lian menoleh ke arah Kok Sun, memandang penuh
kebencian, kemudian mengangkat muka menatap wajah Kaisar,
penuh keberanian ketika ia menjawab lantang.
"Hamba tidak sudi!"
Kwan Kok Sun terkejut, lupa bahwa dia menghadap Kaisar. "Eh, calon isteriku yang manis, kekasihku sayang, mengapa kau
menjawab begitu?"
Kaisar mengangkat tangan dan kalau bukan Kok Sun yang
membikin ribut, tentu sudah mendapat gaplokan dari para busu.
Kaisar mengerutkan kening dan berkata, "Hai perjodohan ini biar kami pIkir-pikir dulu. Masukkan gadis ini dalam tahanan"
perintahnya dan Hui Lian lalu digiring keluar dari tempat itu.
Melniat Hui Lian dibawa pergi dari ruangan itu, Kwan Kok Sun
hendak bangun berdiri dan hendak marah, akan tetapi tiba-tiba
ayahnya membentak,
"Kok Sun, jangan bergerak kau!"
Kok Sun amat dimanja oleh orang tuanya, terutama oleh ibunya,
akan tetapi terhadap ayahnya ia masih takut. Tahu bahwa bentakan ayahnya kali ini sungguh-sungguh dan ia tidak berani
membangkang, lalu duduk lagi dan berlutut seperti tadi, biarpun 677
matanya kadang-kadang melirik ke arah lorong kemana Hui Lian
dibawa pergi. Kaisar memandang kepada Coa Hong Kin yang masih berlutut,
lalu membentak marah. "Kau... mengapa kau berani membantu seorang pemberontak" Apakah kau ada niat memberontak terhadap
kami?" Hong Kin menjawab dengan penuh hormat. "Tidak sekali-kali hamba berniat demikian jahat. Hamba hanya menerima perintah
dari Pangeran Wanyen Siauw-ongya untuk mengantarkan Nona Go
Hui Lian keluar dari kota raja. lnilah tanda hamba sebagai utusan Wanyen Siauw ongya." Coa Hong Kin mengeluarkan kancing emas pemberian Pangeran Wanyen.
Kaisar mengelus-elus jenggotnya mengerutkan keningnya.
Wanyen Ci Lun adalah keponakannya yang amat disayang dan
sudah banyak jasanya terhadap negara dan amat pintar sehingga
seringkali dalam menghadapi perkara-perkara besar, kaisar minta bertukar pikiran dengan Pangeran itu. Kini Wanyen Ci Lun menyuruh orang kepercayaannya mengantar gadis Go Hui Lian keluar kota
raja, apalah artinya semua ini" Kaisar tidak mau segitu saja marah kepada keponakannya, apalagi menyangka yang bukan-bukan. Oleh
karena itu ia lalu berkata kepada penjaga.
"Masukkan dia dalam tahanan menanti pemeriksaan lebih lanjut!"
Seperti Hui Lian, Hong Kin juga digiring keluar dari tempat itu untuk dimasukkan ke dalam kamar tahanan yang tentu saja terpisah dari tempat tahanan Hui Lian.
Kaisar memandang lagi kepada See-thian Tok ong yang sabar
menanti sambil tetap duduk bersila.
"See than Tok-ong, kami ulangi, urusan perjodohan dapat
dibicarakan kelak setelah urusan gadis itu diperiksa teliti. Sekarang tentu usulmu atau permintaanmu yang kedua. Kau menjanjikan
bantuan untuk menjaga keselamat kami, apakah alasanmu?"
Setelah berkata demikian, Kaisar menatap wajah See thian Tok-ong dengan tajam.
678 "Pertama mengingat bahwa hamba yang berasal dan See-thian sekarang sudah bertempat tinggal di negara ini maka sudah
sepatutnya kalau hamba menyumbang tenaga dan kepandaian
untuk membalas budi kepada Paduka, kedua kalinya oleh karena
hamba mendengar bahwa bangsa Mongol sudah mengancam
keamanan di negeri ini sedangkan hamba mempunyai permusuhan
dengan orang-orang Mongol maka hamba bersiap untuk membela
kerajaan paduka dari serangan mereka itu."
Kaisar menjadi girang dan tertarik. "Bagaimana kau seorang yang datang jauh dari barat dapat bermusuhan dengan orang Mongol
yang tinggal jauh di utara?"
Dengan suara tetap dan tenang See-thian Tok-ong menjawab.
"Hamba pernah merantau sampai ke Mongolia dan di sana hamba menerima penghinaan dari mereka, bahkan hampir saja hamba
terbunuh kalau saja hamba tidak berkepandaian."
Kaisar mengangguk-angguk. Orang ini boleh dipakai, pikir Kaisar.
Hanya yang masih meragukan, apakah benar-benar kepandaiannya
tinggi dan sampai di mana kesetiaannya.
"Wie-ciangkun, apakah kau sudah melihat bagaimana kepandaian dari See-thian Tok ong ini" Sampai di manan tingkatnya dan
pangkat apakah pantasnya bagi seorang berkepandaian seperti
dia?" Liok-te Mo-ong Wie It tidak saja sudah kenal baik nama besar
See-thian Tok-ong seanak isteri yang sudah menggegerkan dunia
kang-ouw dan bahkan sudah memhasmi partai besar dan disegani
seperti Im-yang-bu-pai, akan tetapi juga sudah menyaksikan sendiri kehebatan ilmu kepandaiannya tiga orang aneh dari barat itu. Maka ia pun tahu bahwa di antara semua pengawal dt istana, tak seorang pun dapat menandingi kepandaian kakek gundul mi.
"Menurut pendapat hamba yang bodoh, kalau ada pangkat yang tepat bagi See-than Tok-ong Locianpwe, maka pangkat itu hanya
kepala seluruh pengawal."
Kaisar kelihatan tercengang dan menoleh kepada See-than Tok-
ong untuk memandang penuh perhatian. Pengangkatan kepala
pengawal istana apalagi kepala seluruh pengawal bukanlah hal yang 679
remeh dan tidak mungkin pangkat tertinggi bagi pengawal Kaisar diserahkan kepada sembarang orang begitu saja tanpa mengenaI
baik-baik siapa orangnya.
Pada saat itu terdengar seruan keras sekali,
"Kaisar lalim mampuslah kau!"
Seruan ini disusul oleh berkelebatnya lima bayangan orang yang gerakannya luar biasa cepatnya. Bayangan-bayangan orang ini
masuk ke dalam ruangan dari pelbagai jurusan, yang tiga masuk
dari atas dengan menerobos genteng, yang seorang dari jendela
dan yang seorang lagi dari pintu. Benar-benar hal yang seperti tak masuk di akal kalau ada lima orang musuh gelap dapat memasuki
istana begitu saja, bahkan dapat masuk ke dalam ruangan sidang Kaisar tanpa diketahui oleh para penjaga di luar yang berlapis-lapis dan amat kuat!
See-than Tok-ong mengeluarkan gerengan marah dan tubuhnya
yang tadi bersila, kini tiba-tiba melompat ke atas dan kedua
tangannya sudah memegang sepasang senjatanya yang
mengerikan, yakni Ngo-tok Mo-jiauw (Cakar Setan Lima Racun) dan secepat kilat ia menerjang dua orang lawan yang sudah
mengeluarkan pedang masing-masing untuk menyerang Kaisar.
Kwan Ji Nio mengeluarkan jeritan nyaring, tahu-tahu tubuhnya
sudah melesat ke depan Kaisar, membelakangi kaisar dan tangan
kirinya menyambar sebatang piauw yang tadinya melayang ke arah Kaisar, sedangkan tangan yang memegang ranting digerakkan cepat menyampok runtuh dua batang piauw lain. Kemudian ia
menghadapi seorang penyerbu dan segera mereka bertempur
sengit. Juga Kwan Kok Sun biarpun biasanya kelihatan tolol dan ayal-
ayalan, kini nampak sekali bahwa dalam keadaan penting ia
ternyata dapat bergerak luar biasa cepatnya. Entah dari mana
mengambilnya tahu-tahu kedua tangannya sudah memegang ular
kecil warna hitam putih dan ia menerjang seorang penyerbu yang datang dari jendela. Penyerbu ini mengeluarkan seruan kaget dan agaknya ngeri menyaksikan senjata aneh akan tetapi ilmu silatnya tinggi dan dapat menandingi Kwan Kok Sun.
680 Adapun penyerbu yang seorang lagi yang datang dari pintu,
sudah disambut oleh Liok-te Mo-ong Wie It yang dibantu oleh lima orang panglima pengawal. Mereka ini segera mengeroyok dan
mengepung orang ke lima ini.
Para pengawal yang tadinya berdiri tegak dan gagah di kanan kiri Kaisar secara otomatis kini sudah mengelilingi Kaisar dan
merupakan pagar hidup yang kokoh kuat melindungi yang
dipertuan. Akan tetapi Kaisar berteriak marah.
"Yang di depanku jongkok! Aku ingin menonton pertempuran!"
Para pengawal yang berada di depan Kaisar lalu memasang
kuda-kuda sambil berjongkok, kaki kiri berjongkok kaki kanan
dilonjorkan ke depan, senjata di tangan dan siap menghadapi segala kemungkinan. Setelah mereka ini berjongkok Kaisar nampak puas
dan menonton pertempuran hebat yang terjadi di ruang ini" tangan kanannya otomatis meraba gagang pedangnya.
Pertempuran ini memang hebat, See-thian Tok ong yang
memegang sepasang Ngo-tok Mo-jiauw dikeroyok oleh dua orang
yang amat lihai ilmu silatnya. Pengeroyoknya adalah dua orang
tinggi kurus yang berjenggot panjang berpakala seperti petani dan nampaknya lemah. Akan tetapi ternyata ilmu pedangnya amat
ringan dan gesit. Seorang di antara mereka hanya satu telinganya, yang kanan telah buntung. Yang seorang agak lebih muda
berpakaian serba kuning. Melihat Si Telinga Buntung itu, Kaisar mengeluarkan seruan marah.
"Penjahat she Siok! Kiranya engkau."
Si Telinga Buntung itu mengeluarkan suara mengejek. "Kaisar buto (lalim), bagus sekali kau masih mengenaI aku. Mampuslah
kau!" Tangan kirinya menyambitkan dua butir pelor baja melayang cepat ke arah Kaisar.
Seorang di antara pengawal di depan Kaisar yang berjongkok,
tiba-tiba meloncat dan dengan gerakan indah sekali berhasil
menangkap dua buah pelor baja itu, lalu berlutut kembali seperti tak pernah ada kejadian sesuatu. Si Telinga Buntung nampak kaget.
Tak disangkanya bahwa Kaisar ini dilindungi oleh orang-orang
pandai, bahwa pengawal-penga yang kelihatannya tak berisi itu
681 ternyata memiliki kepandaian yang lumayan tingginya. Kemudian ia terpaksa mengalihkan seluruh perhatiannya kepada See-thian Tok-ong yang bukan main-main itu.
Si Telinga Buntung yang oleh Kaisar dikenal sebagai orang she
Siok ini sebetulnya adalah Siok Hoat yang berjuluk Thian-sin
(Malaikat Langit) dan dahulu menjadi kepala pengawal dari Kaisar.
Kumudian datang Liok-te Mo-ong Wie It yang kepandaiannya tinggi dan setingkat dengan Siok Hoat. Karena Wie It menjadi
kepercayaan Kaisar dan diangkat menjadi komandan Kim-i-wi, diam-diam antara Siok Hoat dan Wie It timbul persaingan. Siok Hoat telah beberapa lama mengadakan hubungan gelap dengan seorang siuli
dan pada suatu hari ia ditangkap dan oleh Kaisar dijatuhi hukuman potong telinga dan diusir dari kota raja dengan dakwaan telah
bermain gila dengan siuli dan karenanya berarti mengotori istana dan menghina Kaisar!
Setelah Siok Hoat diusir, Liok-te Mo-ong Wie It diangkat menjadi kepala pengawal. Semenjak itu, sudah hampir sepuluh tahun yang lalu, orang tidak mendengar lagi tentang nasib Siok Hoat. Padahal diam-diam bekas komandan pengawal ini telah melatih diri dan
mengadakan hubungan dengan orang-orang yang mempunyai
perasaan anti Kaisar. Dan pada hari itu, dengan empat orang
kawannya yang berkepandaian tinggi, ia berhasil memasuki istana secara diam-diam untuk melakukan percobaan membunuh kepada
Kaisar. Sudah barang tentu ia mendapat bantuan dari para mata-
mata yang menyelundup sebagai pengawal dan orang-orang
penting di dalam istana, kalau tidak demikian, tak mungkin ia dan kawan-kawannya dapat memasuki istana tanpa diketahui para
penjaga. Yang dihadapi See-thian Tok ong adalah Thian-sin Siok Hoat
sendiri dan seorang kawannya, yakni seorang tosu (pendeta
penganut aliran Too yang berambu panjang) bernama Swi Tok Sai-
ong. Tosu ini adalah seorang pendeta perantau dari Pegunungan
Go-bi-san dan ilmu silatnya juga berdasarkan Ilmu Silat Go-bo pai, hanya sudah banyak berubah karena sesungguhnya dia bukanlah
murid aseli dan Go-bi-pai. Swi Tok Sai-ong adalah seorang tokoh dan golongan Mo-kau atau yang lajim disebut agama sesat oleh
para tokoh agama lain seperti Agama Buddha, Agama To, dan para 682
pemua Kwan lm dan lain-lain. Seperti Siok Hoat, tosu atau sai-kong ini pun seorang ahli bermain pedang dan bersama Thiansin Siok
Hoat ia mencoba untuk mendesak See thian Tok-ong.
Namun See-thian Tok-ong bukanlah manusia sembarangan. Ilmu
silatnya sudah mencapai tingkat yang Iebih tinggi laripada ahli-ahli silat lainnya, bahkan dia memiliki beberapa keistimewaan yang
sesuai dengan julukannya, yakni Tok-ong (Raja Rucun). Sepasang senjatanya saja, yakin Ngo-tok Mo-jiauw sudah mengerikan. Lima buah kuku panjang dan setiap jari tangan cakar setan ini terdiri dari lima warna dan mengandung lima macam racun yang amat
berbahaya. Sekali saja terkena cakaran dan terluka sampai
mengeluarkan darah oleh sebuah dt antara lima kuku ini, orang
akan tewas. Setiap kuku mendatangkan maut yang berlainan akan
tetapi sukar dikatakan mana yang paling mengerikan. Kuku ibu jari saja kalau melukai orang, korban itu akan berkelojotan, seluruh tubuh terasa panas-panas seperti terbakar dan dalam waktu paling lama sepeminuman teh orang itu akan tewas dengan tubuh menjadi hangus menghitam! Dan kuku kelingking sebaliknya yang terkena
akan menggigil kedinginan dan dalam waktu yang sama akan tewas dalam keadaan tubuh membeku dan kaku, kulit menjadi biru
menakutkan. Biarpun dikeroyok dua oleh ahli-ahli silat tinggi yang gerakannya kuat dan cepat, See-thian Tok-ong tidak gentar. Ia tidak terdesak, sebaliknya sepasang cakar setannya setiap saat mengincar nyawa kedua lawannya dan pertempuran itu berjalan mati-matian sampai lima puluh jurus lebih. See-thian Tok-ong tidak terdesak akan tetapi itu pun tidak berani terlalu sembrono dan terlalu bernafsu
menghadapi dua lawan itu, karena dua batang pedang itu bergerak cepat sekali dan kalau ia terlengah sedikit saja bahaya mengancam nyawa. Oleh karena kedua pihak bertempur dengan amat hati-hati, maka pertempuran itu berjalan seru dan lama. Setelah menandingi Se thian Tok-ong, Siok Hwat dan Swi To Sai-ong terkejut setengah mati.
Sebagai ahli-ahli berpengalaman, mencium bau yang keluar dari
sepasang cakar setan itu maklumlah mereka bahwa mereka
menghadapi senjata beracun yang hebat. Pula melihat ilmu silat See-thian Tok-ong yang tinggi, mereka mengeluh sendiri. Tak
683 disangkanya sama sekali bahwa di dekat Kaisar terdapat manusia semacam ini! Mereka benar-benar merasa bertemu dengan batu
keras. Memang kalau sekiranya mereka berlima ini hanya dihadapi oleh
pengawal-pengawal yang tingkat kepandaiannya tidak melebihi Liok-te Mo-ong Wie It, biarpun mereka akan mati dikeroyok oleh banyak pengawal, akan tetapi kiranya mereka pun akan berhasil membunuh Kaisar. Akan tetapi kini di situ ada See-thian Tok-ong, dan masih ada dua orang lagi yang kini juga memperlihatkan ketangkasan dan kelihaiannya, yakni Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun!
Kwan Ji Nio yang tadi menangkis serangan tiga batang piauw
yang menyambar ke arah Kaisar, bertempur sengit dengan
penyambit piauw, seorang gemuk pendek yang gerakannya gesit
sekali. Orang gemuk pendek, berusia empat puluh lima tahun, berkumis
tipis dan berkulit muka halus ini adalah Liang Ti kepala rampok di daerah selatan. Di selatan dia terkenal sekali, apalagi senjatanya yang berupa pacul dan senjata gelapnya berupa piauw bersayap
(Hui piauw). Dahulu di waktu mudanya. Liang Ti Ek ini adalah petani maka senjatanya pacul.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXV KETIKA keadaan negara kacau karena kelemahan Kaisar dan
disana-sini orang-orang jahat merajalela, dusun tempat tinggal Liang Ti Ek menjadi korban serbuan perampok, Liang Ti Ek adalah seorang gagah dan berkepandaian tinggi. Seorang diri dengan
paculnya, ia berhasil membasmi perampok-perampok ini sehingga
akhirnya mereka takut dan mengangkatnya menjadi kepala. Melihat keadaan negara kacau dan para petugas negara tukang korup
besar, Liang Ti Ek meninggalkan dunia sawah-ladangnya dan masuk ke dunia lok-lim, menjadi kepala rampok. Tadinya memang yang
diganggunya hanya para pedagang dan pembesar yang lewat, akan
tetapi lambat laun, watak anak buahnya yang kasar dan keji rupa-684
rupanya menular kepadanya dan dia menjadi kepala rampok tak
pandang bulu dan kejam.
Setelah Hwa I Enghiong Ciang Le tinggal di selatan, Liang Ti Ek ketakutan dan berpindah-pindah, bahkan ia membubarkan anak
buahnya dan bekerja seorang diri menjadi perampok tunggal.
Kemudian ia bertemu dengan Thian-sin Siok Hoat dan bersahabat.
Demikianlah hari ini ia ikut membantu Siok Hoat untuk membunuh Kaisar.
Akan tetapi, siapa kira, baru saja memperlihatkan keahliannya
menyambit dengan tiga batang piauw sekaligus ke arah Kaisar,
muncul seorang nenek perkasa yang dengan mudah meruntuhkan
tiga batang piauwnya dan kini bahkan menyerangnya dengan hebat.
Liang Ti Ek memutar paculnya mengerahkan tenaga lweekangnya


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk mendesak. Namun, alangkah terkejutnya ketika matanya
matanya menjadi berkunang dan ia harus membuka mata lebar-
lebar karena kalau tidak demikian, ia mungkin akan kehilangan
lawannya dan tahu-tahu akan menerima pukulan maut. Demikian
cepat gerakan lawannya dan alangkah ringan kakinya bergerak ke sana ke mari, tanda bahwa ia menghadapi seorang nenek tua yang memiliki ginkang luar biasa sekali. Maka cepat ia menggerakkan paculnya dan mainkan ilmu silat yang aneh gerakannya. Tidak
sembarangan ahli silat dapat mainkan alat pertanian ini sebagai senjata. Kalau orang tidak memiliki dasar ilmu silat tinggi, maka senjata ini hanya membikin kaku gerakannya dan tak mungkin
menjadi senjata yang ampuh. Akan tetapi, kalau yang mainkan itu sudah memiliki kepandaian tinggi, apalagi memang sudah berpuluh tahun Liang Ti Ek berlatih ilmu mainkan pacul, senjata aneh ini amat berbahaya dan merupakan senjata yang dapat mengimbangi
kelihaian ranting di tangan Kwan Ji Nio.
Pertempuran yang amat ramai dan paling mengerikan hati adalah
pertempuran antara Pouw Bin dan Kwan Kok Sun. Kwan Kok Sun
sebagaimana diketahui adalah seorang pemuda yang berkepala
gundul dan kepandaiannya yang diwarisi dari ayah bundanya yang kosen, tentu saja amat hebat. Di lain pihak Pouw Bin yang menjadi lawannya adalah seorang bertubuh tinggi besar dan kepalanya di tengah-tengah botak kelimis menyaingi kepala Kwan Kok Su. Muka Pouw Bin menghitam dan mengkilap seperti pantat kwali digosok
685 minyak. Ia berjuluk Thiat touw kang- jiu (Kepala Besi Tangan Baja) dan kepandaiannya tinggi karena sebetulnya dia adalah sute (adik seperguruan) dari Thian-sin Siok Hoat bekas kepala itu. Yang
diandalkan adalah ilmu pukulan tangan kosong yang disebut Kangsan-jiu (Tangan Gunung Baja). Setiap jari tangannya merupakan
senjata seperti batang baja yang kokoh kuat, yang sekali ditusukkan dapat melubangi tembok. Selain ini, juga julukannya Kepala Besi bukan tidak ada artinya. Kepalanya yang botak itu bukan karena penyakit juga bukan sengaja botak, melainkan akibat daripada
latihan lweekang dengan kepalanya. Dari kulit kepalanya yang botak ini kalau dipergunakan keluar hawa pukulan yang dahsyat dan
sudah banyak sekali lawan yang ia robohkan dengan benturan
kepalanya yang lihai.
Tadinya Pouw Bin memandang rendah kepada Kwan Kok Sun,
akan tetapi setelah pertandingan berlangsung beberapa belas jurus, bukan main kagetnya melihat bahwa sepasang ular hijau di tangan pemuda gundul itu benar-benar amat berbahaya. Sepasang ular itu dimainkan oleh Kok Sun seperti orang mainkan senjata ruyung
lemas (joan-pian) dan bahkan jauh melebihi joan-pian bahayanya.
Kalau orang terkena pukulan joan-pian, asal memiliki tenaga
lweekang dan pernah melatih diri dengan ilmu kebal, paling banyak hanya terluka. Akan tetapi, sekali saja kena sabetan ular hijau ini berarti terkena gigitan dan racunnya. Betapapun kebal seseorang, betapapun lihai lweekangnya asal darah sudah dimasuki racun ular ini, celakalah dia! Oleh karena itu Pouw Bin yang berlengan besi tidak berani mengadu lengannya dengan ular-ular itu, sebaliknya Kwan Kok Sun juga tidak berani mengadu ularnya dengan sepasang lengan yang demikian keras dan kuat. Melihat tangan yang
mengeluarkan cahaya kehitaman itu saja maklumlah Kok Sun bahwa lawannya memiliki sepasang tangan rang sudah dilatih secara hebat.
Adapun orang ke lima adalah Pouw Sin, berjuluk Siang-sin-to,
atau Sepasang Golok Sakti. Orangnya kurus kecil, dia ini adik dari Pouw Bin, juga sute dari Siok Hoat. Sesuai dengan julukannya,
sepasang goloknya jarang menemui tandingan. Tadi, ia disambut
oleh Liok-te Mo-ong Wie It. Kalau saja Wie It maju seorang diri, kiranya ia takkan dapat menang melawan Siang-sin-to Pouw-Sin.
Baiknya ia maju dengan bantuan Bu Tong busu tinggi besar itu dan 686
empat orang busu lain. Dengan berenam ia mengeroyok Siang-sin-
to Pouw Sin. Pouw Sin menggerakkan sepasang goloknya lihai
sekali. Baru belasan jurus saja sudah ada dua orang busu yang
terluka dan terpaksa mengundurkan diri dari kalangan pertempuran.
Melihat ini, dua orang busu lain yang lebih lihai menggantikan mereka dan kini Liok-te Mo ong Wie It yang melihat cara lawan ini bersilat golok memberi aba-aba untuk mengeroyok dari jauh,
mempergunakan serangan bertubi-tubi dan bergiliran secara teratur.
Benar saja, Pouw Sin kewalahan sekali dan kini ia terdesak hebat.
Tiba-tiba terdengar pekik mengerikan dan tubuh Kwan Kok Sun
terlempar membentur dinding di belakangnya. Sebaliknya, lawannya Pouw Bin Si Kepala Baja terhuyung-huyung. Dialah yang memekik
tadi dan mencoba dengan tangan kirinya untuk membetot seekor
ular hijau yang menggigit pergelangan tangan kanannya. Akan
tetapi sebelum ia berltasil membetot, racun ular itu telah menjalar ke dalam tubuh menyerang jantungnya dan ia roboh binasa,
mukanya menjadi hijau sekalI. Bagaimana Kwan Kok Sun sampai
terlempar jauh" Tadi ketika pemuda gundul ini menjadi gemas
karena sudah tiga puluh jurus belum juga ia dapat mengalahkan
lawannya, lalu menyimpan seekor ularnya di dalam saku dan
sebaliknya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil yang segera
dimasukkan ke dalam mulutnya! Tak lama kemudian sambil
mengeluarkan bentakan nyaring dari mulutnya menyambar uap
hitam ke arah Pouw Bin. Inilah obat tadi yang dikeluarkan dengan saluran hawa lweekang. Kalau bukan Kok Sun putera Si Raja Racun, tentu saja tidak berani memasukkan bubuk racun hotam ke dalam
mulutnya! Pouw Bin terkejut dan cepat sekali ia menggerakkan
tubuh mengelak, akan tetapi hawa beracun itu masih menguasainya ketika hidungnya mencium bau racun itu, membuat pandangan
matanya untuk sedetik berkunang. Ia cepat menyalurkan hawa
murni untuk mengusir pengaruh ini, akan tetapi pada saat itu, Kok Sun tidak membuang kesempatan baik, menyerang dengan ularnya
yang masih seekor berada di tangannya. Ular menyambar ke arah
leher Pouw Bin. Tiat-thouw-kang-jiu Pouw Bin pada saat itu sudah sadar kembali dari pengaruh bau busuk racun hitam. Telinganya
mendengar sambaran hawa pukulan kawan. Maklum bahwa tidak
ada jalan lain untuk menangkan pertandingan itu selain mengadu 687
nyawa, ia cepat mengulur tangan menangkap leher ular dan
berbareng ia menggunakan kepalanya menyeruduk ke depan, ke
arah perut Kwan Kok Sun.
Akibatnya hebat! Kok Sun kena diseraduk sampai terpental jauh
dan menubruk dinding. Dinding itu jebol dan Kok Sun roboh akan tetapi bocah gundul ini hanya kaget saja, di dalam perut dan
dadanya tidak terluka! Sebaliknya, Pouw Bin tak dapat mengelak lagi ketika ular yang dipegang
terlalu tengah itu membalikkan
kepalanya dan menggigit
pergelangan tangannya,
mengakibatkan Si Kepala Besi
Tangan Baja ini roboh binasa.
Ular itu pun hancur perutnya
karena cengkeraman tangan
baja Pouw Bin, berberkelojotan
dan tak lama kemudian mati
bersama korbannya.
Kematian Pouw Bin
melemahkan hati kawan-
kawannya, terutama sekali Liang
Ti Ek yang sudah didesak mati-
matian oleh Kwan Ji Nio.
Sebaliknya Kwan Ji Nio dan juga See-thian Tok-ong merasa
penasaran dan gemas sekali kepada lawannya karena Kwan Kok
Sun tertawa-tawa sambil mengejek ayah bundanya.
"Ha, ha, ha, Ayah dan Ibu sudah tua sekarang, Tidak bisa lekas merobohkan lawan. Ha, ha, ha!"
Kwan Ji Nio memekik keras dan tiba-tiba tubuhnya mumbul di
atas melalui kepala lawannya dan sebelum Liang Ti Ek hilang
kagetnya, ranting di tangan nyonya kosen itu telah meluncur dari atas, bukan ditusukkan melainkan disambitkan. Inilah serangan
paling lihai dari Kwan Ji Nio dan jarang ada yang dapat selamat dari serangan ini. Liang Ti Ek menjarit, paculnya melesat ke arah Kaisar!
Seorang pengawal mengangkat toya dan memukul pacul itu runtuh
di atas lantai, adapun Liang Ti Ek sendiri roboh binasa dengan 688
kepala berlobang, di mana menancap ranting yang disambitkan oleh Kwan Ji Nio tadi!
Melihat suaminya belum juga dapat merobohkan dua orang
lawannya yang memang paling lihai di antara lima orang itu, Kwan Ji Nio mencabut ranting dari kepala lawannya, lalu sekali berkelebat ia telah membantu suaminya menghadapi Swi Tok Sai-ong.
Terpaksa tosu dari Pegunungan Gobi ini meninggalkan See- thian Tok-ong menghadapi Kwan Ji Nio yang amat gesit gerakannya itu.
Setelah See-thian Tok-ong menghadapi Thian-sin Siok Hoat
seorang, Raja Racun dari Barat ini mengeluarkan seruan ketawa
yang menyeramkan, sepasan Ngo-tok Mo-jiauw di tangannya
bergerak makin cepat dan di lain gebrakan robohlah Siok Hoat tanpa bernapas lagi. Ngo-tok Mo-jiauw mendapat korban baru!
Melihat ini, kuncup hati Swi Tok Sai-ong sehingga tanpa malu-
malu lagi ia menjatuhkan diri berlutut sambil berseru keras minta-minta ampun kepada Kaisar. Akan tetapi dibarengi dengan suara
ketawa nyaring dari Kwan Ji Nio, di lain saat ia terjengkang roboh tak bernyawa. Dadanya berlubang ditembus ranting di tangan nenek itu!
Kini tinggal seorang lagi yang masih melawan dikeroyok oleh
Liok-te Mo-ong Wie It dan kawan-kawannya. Keadaannya juga
sudah amat terdesak dan melihat betapa empat orang kawannya
sudah tewas, orang terakhir ini, yaitu Siang-sin-to Pouw Sin,
menjadi gentar bukan main. Jalan keluar ke arah hidup sudah tidak ada lagi dan ia maklum bahwa ia pun sebentar lagi akan menerima nasib seperti empat orang kawannya. Timbul sifat pengecut dalam hatinya dan sambil melompat ke luar dari kalangan, Pouw Sin
melempar golok menjatuhkan diri berlutut dan minta-minta ampun!
Wie It yang sudah merasa gemas dan malu sejak tadi belum juga
dapat merobohkan lawan yang dikeroyok, tidak mempedulikan
permintaan ampun ini dan hendak membunuhnya dengan pedang.
Tiba-tiba terdengar suara Kaisar.
"Wie lt, jangan bunuh dia. Bawa dia ke sini!"
Terpaksa Wie It mengurungkan niatnya membunuh Pouw Sin dan
menyeret tawanan itu pada rambutnya kemudian membantingnya di
689 depan kaki Kaisar yang kini sudah tidak dikurung lagi oleh para pengawal pribadinya. Pouw Sin tidak berani memandang muka
Kaisar dan berlutut sambil membentur-benturkan jidatnya pada
lantai. "Siapa namamu?" tanya Kaisar. Biar pun suara Kaisar halus dan tidak kasar seperti biasa suaranya pembesar tinggi yang
memandang hina kepada kalangan rakyat kecil, namun suara ini
amat berpengaruh dan membuat tubuh Pouw Sin yang
berkepandaian tinggi menggigil.
"Hamba yang rendah bernama Pouw Sin."
"Apa alasanmu kau dan kawan-kawanmu datang dan berdaya
untuk membunuh Kaisar?"
"Hamba... hamba hanya disuruh...." jawab Pouw Sin gagap.
"Hm, siapa dia yang menyuruhmu?"
Muka Pouw Sin nampak kaget dan seakan-akan ia menyesal telah
bicara terus terang. Akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan menjawab.
"Yang menyuruh dan mengajak hamba adalah Thian-sin Siok
Hoat. Dialah yang mempunyai rencana pembunuhan ini. Hamba
hanya ikut-ikutan saja, mohon Paduka sudi mengampuni hamba...."
"Bohong'" Kaisar membentak. Kaisar bukanlah seorang bodoh dan ia tahu bahwa di dalam pengakuan ini terletak kebohongan.
Tahu pula bahwa Pouw Sin agaknya takut akan sesuatu kalau
membuat pengakuan sebenarnya. "Kau akuilah sejelasnya, baru kami mau memperhatikan ampunan untukmu. Kalau tidak mengaku
kau akan dihukum siksa sampai mati"
Pouw Sin makin ketakutan. Ia menoleh ke kanan kiri, kemudian
terpaksa mengaku juga.
"Sebetulnya hamba berlima... hamba berlima hanya menjalankan perintah...."
"Perintah siapa"
"Perintah dari... bengcu...."
690 Kaisar nampak terkejut. Bengcu adalah kepala atau ketua
perhimpunan besar, tentu yang dimaksud oleh Pouw Sin adalah
ketua dari dunia kang-ouw. Akan tetapi sepanjang Kaisar
mengetahui, pemilihan bengcu belum dilakukan, bagaimana sudah
ada seorang bengcu baru"
"Bengcu mu ini... ketua apakah?" tanya Kaisar.
"Belum lama ini perkumpulan-perkumpulan besar persilatan, yakni Im-yang-bu-pai, Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shan-si-Kaipang, dan Twa-to-bu-pai telah memilih seorang bengcu di puncak
Pegunungan Tai-hang. Bengcu baru inilah yang mengutus hamba
berlima.... mohon ampun, Tuanku...."
"Siapa bengcumu itu" Siapa namanya?"
"Namanya adalah Li...." Tiba- tiba menyambar turun sinar putih ke arah Pouw Sin. See-thian Tok-ong dan Kwan-Ji Nio cepat
menggerakkan tangan mengibas sinar ini. Empat sinar dapat di
tangkis oleh See-thian Tok-ong, dua oleh Kwan Ji Nio. Akan tetapi yang sebuah lagi terlalu cepat sehingga tahu-tahu sudah menancap di leher Pouw Sin yang menjerit keras dan roboh berkelojotan
kemudian mati! See-thian Tok-ong dan isterinya melompat memandang keluar
dan melihat bayangan seorang busu muda yang tampan wajahnya
melarikan diri cepat sekali.
"Pembunuh. jangan lari!" teriak See-thian Tok-ong akan tetapi tanpa mengeluarkan suara, Kwan Ji Nio sudah mendahului
suammya mengejar bayangan itu.
Geger di ruangan persidangan. Kaisar memberi perintah supaya
para mayat diurus, tempat itu supaya dibersihkan, kemudian
mengundurkan diri, terlalu lelah menghadapi peristiwa-peristiwa yang menegangkan itu dan tidak beristirahat. Dia masuk diiringkan oleh para siuli dan semerbaklah bau harum ketika rombongan suili ini berjalan dengan lenggang-lenggok lemas dan ayu. Dapat
dibayangkan betapa girangnya hati para siuli ini mendapat
kesempatan mengundurkan diri karena tadi mereka sudah setengah mati takutnya menghadapi pertempuran dan pembunuhan yang
mengerikan hati mereka yang lemah.
691 Biarpun Kwan Ji Nio memiliki gingkang luar biasa, akan tetapi
ternyata orang yang dikejarnya itu pun cepat sekali gerakannya.
Kalau mereka berkejaran di tanah datar dan tempat terbuka, sudah dapat chpastikan Kwan Ji Nio akan dapat menyusulnya segera,
karena jarang ada orang dapat menandingi kecepatan lari nyonya ini. Akan tetapi, orang yang berpakaian busu ini agaknya sudah hapal dan kenal baik jalan-jalan di lingkungan istana, sedangkan bagi Kwan Ji Nio tempat ani adalah tempat asing, maka enak saja busu yang dikejar itu membelok ke sana-sini membingungkan hati Kwan Ji Nio. See-thian Tok-ong yang dalam berlari cepat kalah oleh isterinya, tertinggal jauh.
Setelah Kwan Ji Nio akhirnya dapat juga mcnyusul dan jarak
antara dia dan orang yang dikejarnya tinggal beberapa tombak lagi, tiba-tiba orang itu membalikkan tubuh dan mengayun tangannya.
Sinar putih berkeredepan menyambar ke arah Kwan Ji Nio. Jumlah senjata rahasia yang ternyata adalah gin ciam (jarum-jarum perak) itu ada tiga belas banyaknya, menyerang tiga betas jalan darah di tubuh Kwan Ji Nio, luar biasa bahayanya! Kwan Ji Nio sampai
mengeluarkan suara keras saking kagetnya. Ia cepat
mempergunakan ginkangnya untuk mengelak sambil menyampok
jarum-jarum itu, akan tetapi tetap saja pundaknya terkena tusukan sebatang jarum yang mendatangkan rasa sakit dan gatal-gatal!
Kwan Ji Nio kiranya tak patut menjadi isteri See-thian Tok-ong kalau ia tak tahu apa artinya ini! Sebagai isteri dari See-thian-Tok-ong Si Raja Rarun dari Barat tentu saja ia tahu seketika itu juga bahwa ia telah terkena jarum beracun yang jahat sekali. Terpaksa ia mengerahkan hawa dalam tubuh, berdiri tegak, mengambil obat
penawar segala racun dari dalam saku bajunya. Pada saat itu,
suaminya juga tiba di situ, maka suami ini lalu mengobati luka isterinya yang biarpun kecil saja namun amat berbahaya itu. Ia mencabut jarumnya dan menyimpan jarum itu di kantongnya, lalu
diobatinya luka itu. tentu saja mereka tak melihat lagi bayangan orang yang mereka kejar.
"Kau kenali dia?" tanya suaminya.
692 Kwan Ji Nio mengerutkan alisnya. "Bentuk tubuhnya seperti Si
Setan Kong Ji akan tetapi mukanya dirobah dengan abat bubuk,
maka muka itu menjadi kedok. Siapa bisa mengenalinya?"
See-thian Tok-ong mengangguk-angguk. "Memang mungkin
sekali setan cilik itu. Kalau tidak, siapa pula orangnya yang dapat mempergunakan jarum-jarum macam ini?"
"Kalau benar dia, mengapa dia melukai aku?" tanya Kwan Ji Nio penasaran
"Dia orang cerdik, tentu tahu bahwa kau takkan mati oleh
jarumnya. Akan tetapi kalau betul dia, aku mengerti...."
"Sudahlah, dari dulu juga aku bilang tak perlu bekerja sama dengan setan cilik itu. Lebih baik kita bekerja sendiri, bukankah kita ada harapan memperoleh kedudukan tinggi di istana?" kata Kwan Ji Nio.
Sementara itu para pengawal yang ikut mengejar sudah tiba di
tempat itu. Kwan Ji Nio dan suaminya tentu saja tidak sudi
menyatakan bahwa Kwan Ji Nio terluka, hanya menyatakan
menyesal tak dapat menangkap orang itu.
"Dia berpakaian busu dan agaknya kenal baik tempat ini. Dia membelok ke sana ke mari dan kami menjadi bingung ke mana
harus mengejar," kata See-thian Tok-ong dan Kwan ji Nio. Beramai-ramai mereka lalu kembali ke dalam istana.
"Menurut perintah Hongsiang, Jiwi locianpwe suarni isteri dan putera dipersilakan mengaso di dalam bangunan yang sudah
disediakan untuk Sam-wi (Tuan Bertiga). Kelak Hongsiang akan
memanggil Sam-wi menghadap, karena sekarang Hongsiang sendiri
sedang mengaso setelah nienghadapi perastiwa-peristiwa yang
hebat tadi," kata Liok-te Mo-ong Wie It kepada See-thian Tok-ong.
Maka diantarlah ayah ibu dan anak yang kosen itu ke dalam
sebuah bangunan di antara kompleks perumahan istana. Ternyata
bangunan ini merupakan gedung kecil yang indah dan mewah
sekali, lengkap dengan para pelayan laki-laki wanita! Tentu saja Kwan Ji Nio menjadi girang bukan main, demikian pula Kwan Kok
Sun. Ibunya girang karena seperti wanita-wanita lain, ia senang 693
tinggal di rumah yang indah dan lengkap, adapun Kok Sun girang melihat bahwa di antara para pelayan banyak terdapat gadis-gadis yang cantik. Di lain pihak, See-thian Tok-ong menghadapi semua ini dengan sikap acuh tak acuh. Memang dia seorang luar biasa dan
aneh yang lain dari pada manusia biasa. Baginya tidur di dalam kamar indah atau di atas padang rumput, sama saja. Makan lima
kali sehari atau lima hari sekali pun sama juga'
"Wanyen Ci Lun, tentang pemuda bernama Coa Hong Kin itu oleh karena memang dia orang kepercayaanmu, tentu saja sekarang
juga boleh dikeluarkan dan dibebaskan dari tahanan. Akan tetapi, sungguh aku tidak mengerti sama sekali mengapa kau membela
seorang gadis seperti Go Hui Lian yang kau tahu adalah seorang pemberontak. Hm, kalau kau bukan keponakanku yang kupercaya
penuh, tentu aku akan bercuriga kepadamu, Wanyen Ci Lun"
Demikianlah kata-kata Kaisar kepada Pangeran Wanyen Ci Lun
ketika dua orang ini mengadakan pertemuan dan bercakap-cakap di dalam kamar kaisar, hanya dijaga oleh beberapa orang selir kaisar yang dapat dipercaya penuh. Memang, begitu menerima kabar
bahwa Hong Kin dan Hui Lian ditangkap, Wanyen Ci Lun terus saja mengunjungi kaisar antuk memintakan pembebasan bagi orang
muda itu. Kini mendengar kata-kata kaisar, pangeran itu menjawab.
"Bahwa Go Hui Lian seorang pemberontak ini hanyalah fitnahan belaka. Gadis itu datang ke kota raja untuk mencari Ayah Bundanya yang pergi merantau. Baru saja tiba di kota raja, ia diangkap.
Apakah buktinya bahwa dia memberontak" Bahwa dia pernah
bertemu dengan Temu Cin bukan alasan bahwa dia memberontak.
Pada saat seperti sekarang ini, lebih baik menjadikan orang-orang gagah sebagai kawan daripada sebagai lawan. Go Hui Lian adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa, apa pula Ayah Bundanya.
Kalau kita membaiki Nona ini dan dengan perantaraan Nona ini kita dapat pula menarik tangan Ayah Bundanya, bukankah itu sama
halnya dengan memperkuat kedudukan kita sendiri" Harap saja
Hongsiang berpikir baik-baik sebelum menjatuhkan hukuman
kepadanya."
694 Kaisar mengangguk-angguk dan ia cepat mengerti akan maksud
keponakannya yang terkenal cerdik sekali ini.
"Akan tetapi dia diminta oleh Kwa Kok Sun dan gadis itu tidak mau, bukankah hal ini akan menimbulkan kerepotan saja?" tanya Kaisar.
Wanyen Ci Lun mendengarkan kata-kata ini dengan hati kecut,
akan tetapi ia tersenyum. "Hal ini adalah urusan pribadi, biarlah diselesaikan di antara mereka sendiri. Bagi kita pokoknya asal semua orang gagah membantu itulah yang terbaik. Hamba
mendengar bahwa tak lama lagi di Puncak Ngo-heng-san akan
diadakan pemilihan bengcu baru dari seluruh partai besar di dunia kang-ouw. Hal ini amat kebetulan dan tepat dengan rencana kita memperkuat kedudukan kerajaan dan untuk membuat persiapan
menghadapi serbuan dan ancaman orang orang Mongol. Hongsiang
dapat memberi tugas kepada See-thian Tok-ong bertiga untuk
menarik kawan-kawan yang berkumpul di sana agar suka
membantu memperkuat kota raja, dan alangkah baiknya kalau saja bengcu baru yang didapat kita tarik! Dengan adanya bantuan
bengcu yang berarti seluruh orang gagah di dunia membantu kita, apalagi yang kita takuti" Biarkan bangsat- bangsat Mongol datang menyerbu, kita tak usah takut!"
Girang hati Kaisar mendengar ini dan kembali mengangguk-
angguk. "Ci Lun, kau hebat. Baiklah diatur seperti yang kauusulkan itu."
"Di samping bertugas menarik kawan, juga See-thian Tok-ong sekalian bertugas mengawasi dan mengawal Nona Go Hui Lian dan
Hong Kin di dalam perjalanan ke Ngo-heng-san," kata pula
Pangeran Wanyen Ci Lun.
Kaisar nampak tercengang. "Apa" Apakah kau hendak
membebaskan Go Hui Lian dan mengirim ke Ngo-heng-san pula?"
"Kalau Hongsiang memberi ijin, demikianlah. Akan hamba atur sebaiknya hingga Nona itu percaya kepada kita dan suka


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membantu, dan hamba akan membujuknya agar supaya dia
berusaha menarik Ayah Bundanya pula untuk memperkuat barisan
pertahanan kita. Siapa pula yang lebih cepat selain Nona Go Hui 695
Lian untuk menarik bantuan Hwa l Enghiong Go Ciang Le dan
isterinya?"
"Bagaimana kalau dia berkhianat?"
"Hamba yang menanggung, Pula, hamba juga memata-matainya, yakni dengan adanya Hong Kin yang mengawalnya." Setelah
berhenti sebentar, pangeran itu berkata lagi, sinar matanya
mengandung penuh rahasia, "Bahkan ada sebuah rahasia hamba yang hendaknya jangan sampai tersiar, hamba sendiri diam-diam
akan mengunjungi Ngo-heng-san."
Kaisar kaget dan memegang lengan keponakannya, "Ci Lun, apa
kau gila" Perjalanan ke Ngo-heng-san jauh sekali. Dan pula kau tahu betapa banyak orang yang membenci kita, kalau mereka itu
tahu bahwa kau Pangeran Wanyen Ci Lun, bukankah itu berarti kau akan menghadapi malapetaka besar?"
"Harap Hong Siang jangan khawatir, Hamba menyamar sebagai rakyat biasa. Hamba perlu pergi sendiri untuk melihat keadaan dan juga untuk melihat apakah rencana kita berjalan baik."
Akhirnya Kaisar setuju karena bukankah semua urusan itu
dilakukan untuk menyelamatkan kerajaan" Demikianlah, di dalam
kamar tahanan masing-masing ditempatkan berlainan akan tetapi
pada waktu yang bersamaan, Hui Lian didatangi penjaga yang
mengantarkan pedang dan buntalan pakaiannya demikian pun Coa
Hong Kin. Keduanya tentu saja terheran-heran, akan tetapi penjaga hanya memberitahu bahwa mereka ditunggu di luar ruangan
tahanan oleh penolong mereka.
Ketika Hui Lian hendak keluar, tiba-tiba seorang laki-laki
memasuki kamar tahanan itu dan ketika Hui Lian mengangkat
muka, gadis ini hampir saja mengeluarkan seruan kaget dan hampir saja bibirnya berseru. "Wan Sin Hong!" Baiknya ia teringat bahwa yang dihadapinya, biarpun segalanya serupa benar dengan Sin
Hong, namun mata Sin Hong tidak begitu tua birunya dan pula
pakaian orang ini menunjukkan bahwa ia berhadapan dengan
Pangeran Wanyen Ci Lun! Maka Hui Lian segera menjura dengan
hormat, lalu berkata mendahului pangeran itu.
696 "Kalau hamba tidak salah duga tentu kali ini pun Siauw-ongya yang menolong hamba."
Dengan kedipan matanya, Wanyen Ci- Lun mengusir penjaga dari
ruangan tahanan itu, kemudian ia menghadapi Hui Lian dengan
senyum di bibir.
"Ah, Nona. Kau terlalu sungkan. Kau seorang dara perkasa yang berhati bersih gagah, mana boleh dijadikan orang tahanan" Kau
jangan berkecil hati. Kaisar melakukan hal ini hanya karena
mendengar laporan busu saja dan juga para busu itu salah sangka terhadapmu, Nona."
"Sesungguhnya Ongya seorang bijaksana di istana ini. Kalau tidak ada Ongya, tentu hamba mengalami banyak kesulitan," kata pula Hui Lian.
Wanyen Ci Lun maju selangkah, lalu berkata dengan suara agak
gemetar. "Nona Go Hui Lian, biarlah aku bicara empat mata denganmu dengan sejujurnya. Bicara dengan seorang gagah seperti engkau tak perlu menyembunyikan sesuatu, Nona. Ketahuilalt, terus terang aku mengaku bahwa aku amat kagum kepadamu. Baik
melihat wajahrnu maupun melihat sikap atau watakmu, terutama
sekali karena kepandaianmu yang tinggi. Aku kagum dan
memujamu, Nona, dan karena aku suka main kartu terbuka, besar
sekali hasratku untuk menarik diri-mu dalam istanaku dan menjadi teman hidupku untuk selamanya! Nah, aku sudah membuka isi
hatiku, Nona. Harap kau tidak marah dan secara terus terang pula aku mengharapkan jawabanmul"
Seketika pucat wajah Hui Lian mendengar ini. Benar-benar
merupakan satu hal yang mengejutkan baginya, hal yang
mendebarkan hati dan memalukan. Hanya sedetik mukanya pucat
kemudian terganti warna merah sampai ke leher dan telinganya.
Bukan main Pangeran ini. Bicara begitu terbuka tanpa tedeng aling aling, sedikit pun tidak malu atau sungkan-sungkan mengutarakan isi hati seperti itu.
"Bagaimana, Nona" jawablah sebelum kita menemui Hong Kin."
Wanyen Ci Lun mendesak sambil senyumnya masih ramah menarik.
697 "Ini... ini". hamba tidak tahu... ah bagaimana harus hamba jawab" Hamba sedikit pun tak pernah berpikir tentang perjodohan, Siauw-ongya. Hamba... tak dapat menjawab."
Wanyen Ci Lun maklum bahwa gadis ini merasa malu-malu dan
memang sukarlah bagi seorang gadis baik-baik untuk menjawab
pertanyaannya yang dipandang dari sudut kesopanan, boleh juga
dianggap kurang ajar itu. Akan tetapi ia telah berterus terang, tak baik mengandung dendam asmara secara sembunyi-sembunyi.
"Baiklah, kau boleh menjawab lain waktu, Nona. Sekarang mari kita menjumpai Hong Kin di luar."
Akan tetapi baru saja mereka keluar dari kamar tahanan nu,
Hong Kin telah berlutut di depan pintu kepada Pangeran Wanyen Ci Lun. Merah muka Hui Lian dan Pangeran itu memandang kepada
Hong Kin yang berlutut dengan kening berkerut.
"Hong Kin, kau... kau di sini?"
"Hamba setelah dikeluarkan oleh penjaga mendengar suara
Paduka lalu menghampiri ke sini, akan tetapi melihat Ongya sedang bercakap-cakap, hamba tidak berani mengganggu," jawab Hong Kin sambil melirik.
Tanpa bertanya tahulah Pangeran itu dan Hui Lian bahwa Coa
Hong Kin tentu saja mendengar percakapan mereka tadi. Mengingat akan hal ini, Pangeran itu menjadi merah mukanya.
"Hm, berdirilah dan mari kita ke istanaku untuk berunding
tentang hal yang amat penting bagi kalian."
Berangkatlah tiga orang ini menuju ke gedung di mana Pangeran
Wanyen Ci Lun tinggal. Mereka duduk di ruangan dalam dan
pelayan segera keluar menghidangkan makanan dan minuman
serba mewah. Sambli mempersilakan dua orang muda itu makan
minum, Pangeran Wan-yen Ci Lun mulai membicarakan niatnya
seperti yang tadi ia telah' rundingkan dengan Kaisar.
Akan tetapi pangeran yang amat cerdik ini memutarbalikkan
percakapan yang dirundingkan dengan Kaisar tadi atau lebih tepat tadi di depan Kaisar ia memutarbalikkan rencananya agar jangan 698
sampai Kaisar mendapat kesan bahwa ia lebih mempercayai Hui
Lian dan Hong Kin daripada See-thian Tok-ong seanak interi.
"Hong Kin dan Go-lihiap," katanya kepada dua orang muda itu,
"Kalian tentu belum mendengar bahwa baru tiga hari yang lalu hampir saja Kaisar dibunuh oleh lima orang penjahat."
Dua orang muda itu terkejut. Pangeran Wanyen Ci Lun lalu
menceritakan peristiwa itu.
"Nah, karena sudah jelas See-thian Tok-ong dan anak isterinya berjasa telah menggagalkan mereka itu, Kaisar berkenan menerima See-thian Tok-ong bertiga menjadi pengawal di dalam istana,
bahkan mengepalai semua pengawal kaisar."
"See-thian Tok-ong bukan manusia baik-baik!" kata Hui Lian.
"Dia berbahaya, apalagi anaknya, bocah gundul edan itu!" kata pula Hong Kin.
Wanyen Ci Lun tersenyum. "Memang aku pun sudah berpikir
demikian, akan tetapi setelah mereka memperlihatkan jasa tentu saja Kaisar mau menerima mereka. Dan sekarang, apakah kalian
suka menolongku" Jangan kira bahwa aku minta balas jasa kalian, sama sekali bukan. Hanya ketahuilah bahwa tugas yang sekarang
hendak kuserahkan kepada kalian, bukan semata-mata untuk
menolongku, juga bukan semata-mata untuk menolong Kaisar,
melainkan untuk menolong negara dari bahaya."
"Harap Siauw-ongya sudi memberi penjelasan. Sudah tentu
hamba suka menolong kalau saja tenaga mengijinkan," kata Hong Kin dan Hui Lian mengangguk tanda setuju akan kata-kata Hong
Kin. "Seperti kalian ketahui, sekarang ini orang Mongol sedang bangkit hendak menggempur ke selatan." Melihat Hui Lian
mengangkat muka dan sepasang mata gadis itu dengan tajam
menatapnya. Pangeran Wanyen Ci Lun maklum dan disambungnya
kata-katanya cepat, "Sudah tentu sekali banyak pula yang menaruh simpati kepada Temu Cin dan pasukan Mongolnya, mengIngat
desas-desus betapa Kaisar kurang bijaksana dulu memegang tapuk 699
pemerintahan." Kembali ia berhenti dan memperhatikan Hui Lian yang nampak sengaja mengangguk-anggukan kepalanya.
"Memang hal ini aku harus akui. Biarpun Kaisar itu pamanku sendiri, namun beliau kurang memperhatikan urusan pemerintahan kurang memperhatikan kepentingan rakyat jelata. Akan tetapi hal ini dapat diperbaiki. Betapapun juga, lebih baik pemerintahan berada di tangan bangsa sendiri daripada terjatuh ke dalam tangan orang-orang asing!" Memang, bangsa Kin sesungguhnya masih bangsa Tiongkok juga, merupakan suku bangsa yang hidup di sebelah utara San-si dan dahulu sebelum mendirikan Kerajaan Kin, bangsa Kin
disebut bangsa Yucen.
"Nah, kalau kalian sependapat denganku maka sudah jelas
bahwa negara diselamatkan, bukan saja terhadap bahaya serangan orang-orang Mongol yang belum begitu dekat. Melainkan harus
diselamatkan dari orang-orang seperti See-thian Tok-ong dan lain-lain! Para penyerbu itu mengaku telah diperintah oleh seorang
bengcu yang belum diketahui namanya, ini sudah merupakan
ancaman dari satu pihak. Adanya See-thian Tok-ong didalam istana, juga merupakan ancaman yang amat berbahaya."
"Siauw-ongya, tugas apakah yang harus kukerjakan?" tanya Hui Lian karena gadis ini tidak begitu mengambil pusing tentang politik pemerintahan keadaan kerajaan Kin.
Wanyen Ci Lun tersenyum sabar. "Go-lihiap, kau tentu sudah
mendengar bahwa kurang lebih dua bulan lagi, tiba masanya orang-orang gagah sedunia mengadakan pemilihan bengcu di puncak Ngo
heng-san. Aku mendengar bahwa Kaisar menyuruh See-thian Tok-
ong dan anak isterinya pergi ke Ngo-heng-san untuk menarik
kawan-kawan dan pembantu. Hal ini tentu baik-baik saja ditinjau dari sudut maksud Kaisar, akan tetapi aku merasa khawatir kalau-kalau hal pergunakan oleh See-thian Tok-ong sebagai kesempatan mengajak orang-orang jahat memasuki istana! Oleh karena Go-lihiap, aku memohon pertolonganmu sudilah kiranya kau bersama
Coa Hong Kin juga pergi ke Ngo-heng-san menghadiri pemilihan
bengcu sambil melihat gerak-gerik See-thian Tok-ong. Selama ini, juga untuk menyelidiki siapa adanya bengcu yang telah menitah
orang-orang untuk berusaha membunuh Kaisar."
700 Berseri wajah Hui Lian. Dia memang sudah mendengar tentang
hal pemilihan bengcu dan kalau ia tidak salah menduga, ayah-
bundanya pasti takkan melewatkan peristiwa bersejarah di dunia persilatan ini tanpa menghadirinya.
"Baiklah, Siauw-ongya, aku menerima tugas ini karena di sana aku pasti akan bertemu dengan Ayah-bundaku!" kata Hui Lian girang.
"Hamba mentaati perintah Siauw-ong ya," kata Hong Kin cepat-cepat dan pada wajah pemuda ini nampak jelas bahwa ia amat
gembira mendapat tugas "mengawani" Hui Lian dalam perjalanan.
Akan tetapi dalam sekejap mata kegembiraannya lenyap terganti
oleh kecemasan dan kedukaan kalau teringat akan percakapan yang ia dengar antara Hui Lian dan Wanyen Ci Lun, bahwa pangeran itu mencinta Hui Lian dan ia terpaksa harus mengundurkan diri.
Terhadap pangeran ini Hong Kin memang memiliki kesetiaan yang
luar biasa besarnya.
"Memang itu pun termasuk rencanaku Lihiap. Selain tugasmu yang tadi, aku pun minta dengan hormat kepadamu, sudilah kiranya kau minta bantuan Ayah-bundamu agar ikut membantu negara
menghalau para pengkhianat dan penjahat yang hendak
mengacaukan negara."
Mendengar ini, Hui Lian mengerutkan kening. Ia maklum betapa
ayah-bundanya membenci pemerintah Kin. Hal ini pun diketallui baik oleh Pangeran Wanyen Ci Lun yang segera berkata.
"Harap kausampaikan hormatku kepada Ayah-bundamu, Nona,
dan sesungguhnya sudah lama sekali aku merasa kagum sekali
mendengar nama Hwa l Enghiong Go Ciang Le dan ibumu Lian Bi
Lan yang namanya terkenal di seluruh kolong langit. Hendaknya kau mengingatkan sedikit kepada Ayah-bundamu bahwa bantuan
mereka bukan berarti bantuan kepada pemerintah Kin semata,
melainkan bantuan untuk mencegah datangnya bahaya serangan
musuh lain bangsa yang akan datang menjajah dan mencekik
bangsa kita!"
Diam-diam Hui Lain harus mengaku bahwa pangeran ini selain
pandai bicara juga amat cerdik dan dapat membaca gerak-gerak
701 dan isi hati orang lain. Karena kata-kata pangeran ini semua tepat dan beralasan, bagi Hui Lian tidak ada lain jawaban selain
menyatakan kesanggupannya. Setelah membuat persiapan,
berangkatlah Hui Lian dan Hong Ki pada keesokan harinva,
keduanya menunggang kuda yang bagus dan kuat pemberian
Pangeran Wanyen Ci Lun.
-oo0mch-dewi0oo-
Hui Lian dan Hong Kin melakukan perjalanan dengan cepat dan
gembira. Setelah bersama menghadapi peristiwa di dalam istana, hubungan mereka makin akrab, sungguhpun di pihak Hui Lian tidak terkandung perasaan sesuatu kecuali persahabatan yang tutus
ikhlas karena ia maklum bahwa pemuda baju hijau ini benar-benar seorang muda yang baik sekali dijadikan sahabat. Adapun di pihak Hong Kin, biarpun harus ia akui bahwa ia makin dalam terjatuh di jurang asmara, makin dalam ia mencinta nona itu, akan tetapi ia tidak berani sembarangan menyatakan perasaannya. Kalau ia
teringat akan sikap Pangeran Wanyen Ci Lun yang juga cinta kepada Hui Lian, ia menjadi "mundur teratur" dan tidak berani bersikap sembrono.
Dua hari mereka tiba di kaki Pegunungan Tai-hang-san yang
sunyi senyap. Tanah gundul membentang luas di depan mereka.
"Saudara Coa, alangkah sunyi jalan ini dan alangkah panasnya kiranya kalau tengah hari." kata Hui Lian yang belum mengenal daerah ini.
"Tidak jauh daerah kering ini, di sana. Hanya kurang lebih tiga puluh li. Sekarang masih pagi lebih baik kita mempercepat
perjalanan agar jangan sampai dikejar matahari di waktu kita masih berada di jalan gundul ini. Selewatnya tiga puluh lie, kita akan menemui daerah yang dingin dan subur," jawab Hong Kin.
Keduanya lalu menggebrak kuda binatang tunggangan mereka
segera lompat dan lari cepat sekali, meninggalkan debu yang
mengepul tinggi sepanjang jalan di belakang ekor mereka. Akan
tetapi, baru saja lima lie mereka tempuh, tiba-tiba mereka melihat bayangan enam orang di tengah jalan.
702 "Hati hatilah, Nona. Daerah ini paling tidak aman. Siapa tahu kalau-kalau mereka yang di depan itu bukan orang-orang balk."
Hui Lian meraba gagang pedangnya dan bersikap waspada.
Hatinya berdebar tegang dan gembira karena gadis ini memang
selalu bergembira apabila menghadapi pengalaman hebat terutama pertempuran. Darah pendekar mengalir sepenuhnya dalam tubuh
nona ini. "Kau lihat saja, Saudara Coa. kalau mereka itu penjahat, kita akan basmi sampai ke akar-akarnya!"
Akan tetapi Coa Hong Kin tidak segembira Hui Lian karena
pemuda ini maklum bahwa penjahat-penjahat yang berani
beroperasi dekat kota raja, bukanlah penjahat-penjahat kecil yang mudah dibasmi. Karena daerah itu gundul, maka biarpun jauh enam orang itu sudah kelihatan dan kini jarak mereka sudah makin
mendekat. Tiba-tiba Hui Lian mengeluarkan seruan kaget.
"Ada apa, Nona?"
"Dia itu Liok Kong Ji...!"
"Siapa itu Liok Kong Ji?"
"Dia masih Suhengku, akan tetapi dia jahat, aku benci padanya!"
kata Hui Lian akan tetapi hatinya berdebar tidak enak sekali. Ia tahu betapa jahatnya pemuda itu dan juga tahu betul betapa lihainya.
Kalau muncul orang ini pasti akan terjadi hal-hal yang tidak
menyenangkan. "Yang manakah dia" Apakah yang hitam tinggi besar itu?" tanya Hong Ki kaget mendengar bahwa seorang di antara enam orang itu adalah suheng dari Hui Lian dan tentu saja amat lihai.
"Bukan, yang tengah itulah, yang membawa hudtim (kebutan
pertapa)."
"Dia...?" Hong Kin memandang ke arah seorang pemuda yang tampan gagah, yang membawa kebutan sebagai mana biasa
dipegang oleh seorang pendeta sehingga nampak lucu berada di
703 tangan pemuda. Akan tetapi ia harus akui bahwa pemuda itu
bertubuh tinggi tegap bersikap halus dan berwajah tampan.
Sementara itu, kuda mereka sudah tiba di tempat itu dan kini
mereka telah berhadapan dengan enam orang yang menghadang di
jalan. Hui Lian menyapa mereka itu dengan pandang matanya. Ia
melihat Kong Ji kini bersikap angkuh lagaknya congkak seperti
seorang bangsawan tinggi. Lima orang yang lain adalah orang laki-laki berusia empat paluh tahunan dan yang tiga berusia enam puluh tahun lebih. Mereka rata-rata nampak berkepandalan tinggi.
Memang lima orang ini bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka adalah ketua-ketua partai besar yang berpengaruh yang sudah
takluk kepada Kong Ji dan yang beramai-ramai mengangkat Kong ji sebagai pemimpin atau bengcu mereka!
Di antara lima orang itu, terdapat seorang kakek tua berusia
enam puluh tahun lebih yang pakaiannya tambal-tambalan dan
memegang sebatang tongkat kepala harimau, yakni gagang tongkat diukir seperti kepala harimau. Melihat kakek ini, Coa Hong Kin menegur.
"Eh, kiranya Shansi Kai-pangcu, Lo Bong Lo-enghiong yang
berada di suni"
Hong Kin melompat turun dari kudanya, diturut oleh Hui Lian dan pemuda itu menjura kepada kakek itu. Memang kakek itu adalah
Sin-houw (Harimau Sakti) Lo Bong yang menjadi kai-pangcu (Ketua perkumpulan pengemis) dari Shansi Kaipang, yakni perkumpulan
pengemis di Shansi. Ketika Lo Bong memandang kepada pemuda
tampan berbaju hijau yang menegurnya, ia pun lalu membalas
dengan salam. "Hm, Coa Sicu, apakah Suhumu Cam kauw Sin-kai sehat-sehat saja" Harap kausampaikan hormatku kepada orang tua gagah
perkasa itu!"
"Terima kasih, Pangcu." Sebelum Hong Kin melanjutkan kata-katanya, terdengar suara Liok Kong Ji nyaring.
"Ah, Sumoiku yang manis. Kau berada di sini" Kebetulan sekali, sudah lama aku mencari-carimu. Bukankah kau datang dari istana bersama pemuda she Coa ini dan menerima tugas dari Pangeran
704 Wanyen Ci Lun untuk menghadiri pemilihan Bengcu di Ngo-heng-
san?" Hui Lian terkejut. Juga Hong Ki memandang dengan mata
terbelalak. bagaimana setan ini bisa mengetahui hal itu" Sebelum Hui Lian menjawab, Kong Ji sudah bicara lagi, kini ditujukan kepada Hong Kin.
"Jadi kau ini murid Cam kauw Sin-kai" Bagus sekali, tentu kau lihai seperti Gurumu. Di antara orang sendiri, tak usah kita berlaku sungkan. Mari kalian berdua bersama dengan kami pergi ke Ngoheng-san, karena ketahuilah bahwa bengcu atau calon bengcu
terutama sudah terpilih."
Hui Lian masih benci kepada Kong Ji, maka dengan ketus ia
menjawab. "Aku tidak sudi melakukan perjalanan bersamamu.
Minggir dan jangan ganggu aku!"
Kong Ji tertawa bergelak dan terlihat deretan gigi yang putih.
"Ha, ha, ha, kau masih galak saja, Sumoi. Akan tetapi makin galak makin manis. Benar benar kau gagah dan berani sekali, berani bersikap seperti itu di depanku."
"Orang lain boleh takut kepadamu, Akan tetapi aku tidak!" Hui Lian meraba gagang pedangnya. Kong Ji hanya menggerak-gerakkan kebutan di tangannya sambil tertawa mengejek.
"Jangan kurang ajar'" seorang di antara kakek yang usianya sudah lanjut melompat dengan gerakan ringan di depan Hui Lian.
Gadis ini melihat gerakan kakek rambut panjang yang wajahnya
menyeramkan sepertI lblis ini maklum bahwa ia menghadapi orang yang tinggi kepandaiannya. Ia pernah mellhat kakek ini dahulu
ketika mereka bersama mengeroyok dan mengejar-ngejar Wan Sin
Hong. Memang kakek ini bukan lain adalah Giok Seng Cu. Mendengar
bahwa Hui Lian adalah puttri Go Ciang Le, siang siang Giok Seng Cu sudah merasa gemas dan kalau mungkin dan diperbolehkan oleh
Kong ji, tentu ia akan mengganggu atau membunuh gadis puteri
musuh besar yang dibencinya itu.
705 "Kau mau apa?" Hui Lian juga menantang dengan sikap tenang tak kenal takut.
Akan tetapi Hong Kin yang bermata tajam dan tahu bahwa enam
orang lawan ini tak boleh dipandang ringan, berkata,
"Go-siocia, harap bersabar." Kemudian ia bertanya kepada Lo Bong. "Shansi Kai pangcu, siapakah bengcu yang kau sebutkan tadi?"
Lo Bong tanpa ragu-ragu menuding ke arah Kong Ji sambil
berkata, "Dialah bengcu kami, juga calon bengcu besar yang akan dipilih.
Oleh karena itu, daripada ribut mulut tidak karuan, lebih baik kau dan kawanmu ini menggabungkan diri dengan kami dan kelak
memillh bengcu kami. Merupakan kehormatan besar melakukan
perjalanan dengan bengcu."
Hui Lian mengeluarkan suara mengejek, lalu melompat ke atas
kudanya dan berkata kepada Hong Kin.
"Saudara Coa, untuk apa melayani orang-orang yang miring
otaknya" Mari kita lanjutkan perjalanan!"
"Sumoi, aku melarangmu melakukan perjalanan memisahkan
dengan kami. Kau harus ikut dengan kami'" kata Kong Ji, suaranya berpengaruh.


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku bukan Sumoimu dan kau tidak berhak melarang. Pergilah'"
"Bengcu, tangkap saja dua orang bocah ini!" seru Giok Seng Cu yang sudah marah sekali, kemudian tanpa banyak cakap lalu
menyerbu dan menubruk Hui Lian. Memang di antara semua orang
yang sudah menjadi kaki tangan Liok Kong Ji, hanya Giok Seng Cu yang agak berani sikapnya terhadap pemuda luar biasa itu. Hal ini karena Giok Seng Cu mengingat bahwa anak muda itu pernah
menjadi muridnya.
Hui Lian terkejut sekali melihat tubrukan kakek rambut panjang yang amat berbahaya. Desir angin serangannya menyatakan betapa besar tenaga kakek ini, maka Hui Lian tidak berani menangkis
melainkan melompat dari atas kudanya berjungkir balik dan turun 706
dua tombak dari kudanya. Terdengar suara kuda meringkik dan
kuda tunggangan yang tinggalkan Hui Lian itu kena ditampar oleh Giok Seng Cu terguling roboh!
"Kau kcjam!" seru Hong Kin yang cepat maju menghadang melihat kakek itu hendak mengejar Hui Lian. Akan tetapi Giok Seng Cu mengibaskan tangannya ke arah dada Hong Kin sambil
membentak. "Roboh kau!" Giok Seng Cu sudah memperhitungkan bahwa kibasan lengan bajunya yang disertai tenaga Tin-san-kang ini tentu akan dapat merobohkan Hong Kin yang kelihatannya tidak begitu
kuat. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika kibasannva yang cepat sekali itu mengenai angin kosong karena Hong Kin talah mengelak dan bahkan balas menyerang dengan pukulan yang jitu sekali
mengenai pundak Giok Seng Cu.
"Plak!" Giok Seng Cu terhuyung dua tindak akan tetapi Hong Kin tiba-tiba merasa tanganya panas, tanda bahwa ia terserang oleh tenaga pukulannya sendiri yang membalik ketika bertemu dengan
pundak kakek itu. Hal ini menjadi bukti bahwa tenaganya jauh kalah besar, maka dapat dibayangkan betapa gelisahnya hati Hong Kin.
Seorang kakek ini saja merupakan lawan yang amat berat, apalagi kalau enam orang itu semua maju.
"Bocah kurang ajar, apakah kau sudah bosan hidup?" Giok Seng Cu membentak marah kepada Hong Kin. Tadinya ia terkejut sekali melihat keanehan pukulan pemuda ini yang selain dapat mengelak dari serangannya, juga secara otomatis dapat membalas kontan dan memukul pundaknya. Tak disangkanya bahwa Ilmu Silat Cam-kauw-kun-hoat (Ilmu Silat Pemukul Anjing) dari Cam-kauw Sin-kai
sedemikian lihatnya. Akan tetapi setelah merasa betapa pukulan pemuda ini tidak begitu kuat, hatinya lega dan amarahnya timbul.
Dengan cepat ia lalu mendesak Hong Kin dengan pukulan-pukulan
Tin-san-kang yang dahsyat.
"Giok Sengcu Suhu jangan bunuh utusan Pangeran Wanyen,"
seru Kong Ji. Seruan ini menolong nyawa Hong Kin karena kalau Giok Seng Cu
tidak ditahan oleh Kong Ji, kiranya Hong Kin takka kuat menerima 707
pukulan-pukulan Tin-san kang yang luar biasa hebatnya itu.
Sebaliknya, ketika mendengar larangan dari Kong Ji, Giok Seng Cu tidak berani melanggar, ia lalu mengurangi tenaga akan tetapi
memperhebat serangan sehingga beberapa jurus kemudian Hong
Kin roboh terkena totokan yang lihai pada jalan darah Kong-goan-kiat membuatnya lemah dan lumpuh.
Sementara itu, ketika Hui Lian mendengar Kong Ji menyebut
nama Giok Seng Cu, gadis ini terkejut sekali. Sebetulnya kakek berambut panjang yang lihai itu masih terhitung supeknya (uak
gurunya) karena ia mendengar dari ayahnya bahwa kakek ini adalah murid dari Pak Hong Siansu. Diam-diam gadis ini terheran-heran bagaimana tokoh besar seperti Giok Seng Cu demikian tunduk
terhadap Liok Kong Ji. Akan tetapi ia tidak sempat memikirkan hal ini karena ia sudah marah sekali melihat Hong Kin dirobohkan oleh Giok Seng Cu. Sekali melompat ia telah menghadapi kakek itu
dengan pedang di tangan dan tanpa banyak cakap ia menyerang
dengan tikaman berantai.
Melihat berkelebatnya ujung pedang ke arah tenggorokan, Giok
Seng Cu cepat miringkan kepalanya dan hendak menyampok
pedang dengan ujung lengan bajunya. Akan tetapi pedangnya itu
telah dibalik gerakannya dan kini secara langsung melanjutkan
serangannya dengan bacokan dari atas ke bawah mengarah dada.
Giok Seng Cu kaget sekali melihat kelincahan kecepatan gerakan ini.
Namun ia adalah seorang tokoh persilatan yang sudah kawakan,
tidak mudah gugup oleh desakan lawan. Sambil mengerahkan
tenaga Tin-san-kang, ia menyampok pedang itu dengan lengannya.
Pedang terpental akan tetapi lengan baju kakek itu robek!
Dan hebatnya, biarpun pedangnya sudah terpental karena
ditangkis oleh Giok Seng Cu, masih saja pedang itu menyerang
terus dengan tusukan lain pada lambung. Menghadapi serangan
bertubi-tubi yang kesemuanya merupakan cengkeraman maut ini.
Giok Seng Cu agak gentar dan sambil berseru keras ia melompat ke belakang.
"Hebat ilmu pedangmu, bocah!" serunya kagum. "Akan tetapi jangan kau kurang ajar. Bapakmu adalah Suteku (Adik
708 Seperguruan), maka kau sekarang berhadapan dengan Supekmu.
Hayo lekas lepaskan pedang dan berlutut!"
Hui Lian tertawa menyindir dan menudingkan pedangnya kepada
Kong Ji katanya,
"Kau kakek siluman yang terhadap dia itu bersikap seperti anjing penjilat, mau suruh aku berlutut" Hm, aku tidak pernah mempunyai Supek macam kau!" kata-kata ini ditutup oleh berkelebatnya tubuh Hui Lian yang sudah menyerang lagi dengan pedangnya.
Ilmu pedang yang dimainkan oleh Hui Lian adalah ilmu pedang
warisan ayahnya yang menerima dart Pak Kek Siansu, maka Ilmu
Pak-kek-sin kiam-hoat ini bukan main lihainya. Giok Seng Cu sudah mendapat perintah agar supaya tidak membunuh atau melukai gadis ini maka kalau ia melawan tanpa kebebasan melukai, kiranya ia
takkan menang. Hal ini diketahui baik-baik. Tanpa mempergunakan Tin-san-kang, tak mungkin ia dapat menang melawan gadis kosen
ini, sebaliknva kalau ia mempergunakan Tin-sankang, ia takut kalau-kalau ia menjatuhkan tangan maut dan membunuh Hut Lian
sehingga ia akan mendapat marah besar dari Kong ji. Oleh karena itu, ketika gadis itu menyerangnya, Giok Seng Cu hanya mengelak ke sana ke mari sambil menyampok pedang mempergunakan
tenaga yang besar. Namun ia kalah gesit oleh Hui Lian sehingga pada jurus ke sebelas pangkal lengannya tergores pedang dan
mengeluarkan darah.
"Giok Seng Cu Suhu, mundurlah seru Kong Ji dengan suara
berpengaruh ia merasa malu terhadap yang lain kalau ia tidak turun tangan sendiri memperlihatkan kelihaiannya. Sudah diceritakan tadi bahwa lima orang kawan Kong Ji adalah orang-orang penting. Selain Giok Seng Cu dan Sin-houw Lo Bong ketua dari Shan-si Kai-pang, yang tiga orang lagi adalah ketua darit Bu-cin-pang, Kwan ci pai, dan Twa-to-bu-pai. Mereka ini inilah yang mengangkat Kong-Ji
sebagai bengcu dan mereka bersama anak buah atau anggauta
partai mereka yang banyak jumlahnya yang akan menyokong Kong
Ji dalam segala usaha dan cita-citanya.
Kini dengan tenang Kong it menghadapi Hui Lian, hudtim atau
kebutan panjang masih terpegang di tangan kanannya.
709 "Sumoi...."
"Aku bukan Sumoimu," bentak Hui Lian, pedangnya sudah gemetar di tangan, siap untuk menyerang. Ia sekarang benci sekali kepada pemuda ini dan sudah gatal-gatal tangannya untuk
melakukan pertempuran mati-matian.
"Hui Lian, kau benar tidak adil. Marilah kita bicara baik-baik.
Kalau kau ikut dengan aku dan memberi sokongan suara dan kelak aku menjadi bengcu untuk seluruh dunia kang-ouw, bukankah
berarti aku menjunjung tinggi nama Suhu" Bukankah kau sebagai
Sumoi juga akan terbawa naik namamu" Pikirlah baik-baik, kau tahu bahwa aku selalu sayang kepadamu."
"l'utup mulutmu yang palsu dan ingatlah akan kepalsuanmu di Mongolia dahulu" bentak Hui Lian yang terus saja menyerang dengan pedangnya.
Kong Ji maklum betapa lihainya gadis ini bermain pedang, maka
ia melompat mundur sambil berkata dengan nada menyesal,
"Terpaksa aku harus menggunakan kekerasan, Sumoi. Kau keras hati dan kepala batu."
Hudtim pindah ke tangan kiri dan diputar menangkis serangan
pedang dari Hui Lian. Terdengar suara gemerincing dan Hui Lian merasa telapak tangannya tergetar. Kagetlah hati gadis ini karena ia tahu bahwa Kong Ji benar-benar telah memperoleh kemajuan yang
hebat. Sudah dapat menyalurkan tenaga sehingga bulu- bulu hudtim itu menjadi sekeras baja benar-benar membuktikan bahwa pemuda
itu telah mencapai tingkat yang sukar dicari bandingannya. Akan tetapi Hui Lian tidak pernah mengenal apa artinya takut. Bagaikan seekor singa betina gadis ini menyerang terus, mengerahkan tenaga mengandalkan kegesitan tubuhnya dan mengeluarkan jurus-jurus
yang terhebat dari ilmunya.
Kong Ji merasa kewalahan juga. Pemuda ini sesungguhnya jauh
kalau dibandingkan dengan dahulu ketika baru meninggalkan Kim
bun-tho bersama Hui Lian. Sekarang ilmu kepandaiannya sudah
jauh lebih tinggi daripada dahulu dan kalau saja ia bermaksud
membunuh atau melukai Hui Lian, kiranya dengan hudtimnya saja ia akan dapat merobohkan gadis itu. Akan tetapi ia tidak mau melukai 710
Hui Lian, apalagi membunuhnya, karena ia mempunyai niat dan
cita-cita yang lebih tinggi. Mengalahkan gadis ini tanpa melukainya memang bukan hal yang mudah dan biarpun seorang lihai seperti
Kong Ji merasa kewalahan juga.
Setelah dua puluh jurus lewat, Kong Ji menggerakkan tangan
kanan dan sinar terang menyilaukan mata Hui Lian.
"Bangsat rendah, kembalikan Pak-kek Sin-kiam!" Hui Lian makin gemas melihat pedang pusaka sucouwnya kini berada di tangan
kanan pemuda itu. Dengan nekat ia menyerang dan berusaha
merobohkan Kong ji untuk merampas kembali pedang itu.
Akan tetapi, sambil tertawa mengejek Kong Ji menggunakan Pak-
kek Sinkiam membabat pedang di tangan Hui Lian sambil
mengerahkan tenaganya.
"Krek!" Pedang di tangan Hui Lian terbabat patah menjadi dua dengan amat mudah oleh pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam. Dan di
lain saat, selagi Hui Lian marah dan kaget, beberapa lembar bulu hudtim yang sudah mengeras karena tenaga lweekang menyambar
dan menotok beberapa bagian jalan darah. Hui Lian mencoba
mengelak, akan tetapi kekagetannya karena pedang patah tadi
membuatnya kurang cepat dan Thian-hu-hiat tubuhnya terkena
totokan bulu hudtim, gadis ini terhuyung dan roboh tak berdaya lagi!
Kong Ji tertawa puas dan menyimpan pedang Pak-kek Sin-kiam
di balik jubah luarnya yang lebar dan panjang. Kemudian dengan hudtimnya ia memberi isyarat kepada dua orang kawannya yang
berusia empat puluh tahun lebih untuk melucuti senjata-senjata yang masih ada pada pakaian dua orang muda itu, lalu Hong Kin
dan Hui Lian diikat pergelangan tangannya dengan sebuah belenggu baja yang amat kuat!
"Bawa mereka ini menyingkir dari sini dan jaga baik-baik agar jangan sampai mereka terlepas. Juga tak boleh apapun juga
mengganggu mereka, perlakukan baik-baik sebagai tamu agung.
Dalam perjalanan ke Ngo-heng san, nona ini dimasukkan saja ke
dalam joli dan diusung agar jangan menimbulkan keheranan di
tengah perjalanan."
711 Hong Kin dan Hui Lian yang sudah tak berdaya lagi itu dibawa
pergi oleh dua orang itu. Kemudian Kong Ji menyuruh Lo Bong
untuk mengumpulkan dan mempersiapkan barisan dari semua partai agar berkumpul di situ. Lo Bong berkelebat pergi dengan kecepatan yang mengagumkan. Kini di tempat itu tinggal Kong Ji, Giok Seng Cu, dan seorang kakek tua sebaya dengan Giok Seng Cu. Kakek ini bukan orang biasa. Tubuhnya sudah tua dan bungkuk kurus,
kepalanya besar dan bundar, rambutnya jarang dan sudah banyak
rontok, berwarna putih, kulit mukanya kerut merut seperti jeruk layu. Gagang pedang tergantung di pundak kanannya dan sebatang tongkat bambu selalu membantunya berjalan. Biarpun kelihatan
begini lemah dan tua, akan tetapi orang ini adalah jago nomor satu di seluruh Prowinsi An-hwei, bernama Siangkoan Bu berjuluk Mokiam (Pedang Iblis). Dia adalah ketua dari perkumpulan Kwan-cin-pai di Provinsi An-hwei, sebuah perkumpulan yang sudah terkenal dan berpengaruh sekali. Kakek ini pernah didatangi oleh Kong Ji yang mengajak pibu dan dalam sebuah pertempuran seru hampir
seratus jurus, barulah pedang Pak-kek Sin-kiam dapat
menundukkan pedangnya dan kakek ini menerima kalah, takluk dan amat kagum kepada Kong Ji. Selanjutnya ia dengan suka-rela
membantu pelaksanaan cita-cita pemuda aneh yang luar biasa ini.
Kong Ji belum mau meninggalkan tempat itu dan ia selalu
memandang ke timur, seakan-akan menanti datangnya sesuatu.
Memang, dia sedang menanti rombongan kedua dari kota raja yang tahu pasti akan lewat di situ tak lama lagi. Pemuda ini benar-benar luar biasa dalam waktu pendek sudah dapat mempengaruhi banyak
orang, bahkan ia telah banyak menyebar mata-mata. Di kota raja sendiri, bahkan sampai di dalam istana, banyak terdapat pembantu-pembantunya. Para pembantu ini semua menganggap bahwa Kong
Ji adalah seorang pemuda perkasa ahli waris Pak Kek Siansu,
seorang pemuda yang berjiwa patriotik dan yang hendak
menggulingkan pemerintah Kin yang dianggapnya mencekik rakyat
jelata. Kong Ji pandai sekali bicara dan pandai pula berlagak, maka semua orang percaya kepadanya. Dua orang busu yang pernah
menolong Hui Lian di istana, yakni busu yang mengaku pejuang
rakyat, bukan lain adalah pembantu-pembantu dan Kong Ji pula!
Oleh karena inilah maka Kong Ji dapat mengetahui segala gerak-
712 gerak dalam istana, dan tahu pula bahwa Hui Lian dan Hong Kin
akan lewat di tempat itu dalam tugas mereka yang diperintahkan oleh Wanyen Ci Lun.
Benar saja, tak lama kemudian nampak debu mengepul tinggi
dari arah timur. See-thian Tok-ong, Kwan Ji Nio, Kwan Kok Sun dan diiringkan oleh delapan orang perwira busu yang mengganti pakaian seperti ahli-ahli silat biasa, dengan menunggang kuda yang besar-besar.
See-thian Tok-ong menunggang kuda - paling depan dan kakek
gundul ini meram melek di atas kuda, sama sekali tidak memegangi kendali kuda dan duduknya begitu enak seperti orang duduk di atas kasur yang empuk saja. Biarpun tidak dipegangnya kendali kuda, namun sesungguhnya kuda itu sudah dikuasai sepenuhnya. Memang
See than Tok-ong seorang aneh, caranya menunggang kuda pun
aneh! -oo0mch-dewi0oo-
Jilid XXVI DARI jauh See-thian Tok-ong sudah melihat adanya tiga orang di tengaj jalan itu dan ia segera mengenal siapa
adanya mereka ini. Tentu saja ia mengenal Kong Ji, dan juga
tidak lupa kepada Giok Seng Cu, akan tetapi orang-orang ketiga ia tidak kenal. hanya ia dapat menduga bahwa orang
ke tiga itu tentulah bukan orang sembarangan. Tokoh lain yang
manapun juga kiranya takkan dapat membangkitkan perhatian See-
thian Tok-ong, akan tetapi terhadap Kong Ji, Raja Racun ini
memandang lain lagi. Ia mendapatkan watak yang aneh dan sifat
yang mengagumkan hatinya dalam diri Kong Ji, dan ia maklum
bahwa Kong Ji merupakan seorang saingan berat, seorang lawan
yang tidak saja lihai ilmu silatnya akan tetapi juga amat licin. Orang macam Kong Ji ini lebih baik dijadikan sekutu daripada dijadikan lawan.
"Berhenti!" katanya kepada busu yang mengiringnya di belakang.
Di depan ada orang biar aku dan anak isteriku yang bicara dengan 713
mereka. Kalau tidak kuberi tanda, jangan kalian mendekat. Mereka itu bukan orang-orang biasa."
Para busu tentu saja tidak berani membantah dan mereka
melompat turun dari kuda dan duduk di atas tanah menanti sambil berteduh di dalam bayangan kuda. Juga See thian Tok-ong, Kw Ji Nio, dan Kwan Kok Sun melompat turun dari kuda, memberikan
kuda mereka kepada para busu kemudian mereka berlari
menghampiri Kong Ji dan dua orang kawannya.
Kwan Kok Sun sejak tadi sudah mendongkol sekali melihat Kong
Ji, apalagi melihat Giok Seng Cu berada pula di situ. Tanpa berkata apa-apa setelah jarak mereka dekat dengan rombongan Kong Ji,
Kok Sun menggerakkan tangannya dan dua buah benda hitam
melayang ke arah Kong Ji dan Giok Seng Cu.
Kong Ji dengan tenang mengangkat kaki kiri, membanting kaki
itu dibarengi dengan bergeraknya tangan kiri ke depan, ke arah benda hitam yang menyambar ke arahnya. Demikian pula Glok Seng Cu menggerakkan tangan dan melakukan pukulan Tin-san-kang.
Dua benda yang disambitkan oleh Kok Sun tadi keduanya terpental kembali seakan-akan tertumbuk dengan benda keras sebelum
menyentuh tangan Kong Ji dan Giok Seng Cu. Setelah dua benda
hitam itu jatuh di atas tanah, baru terlihat bahwa dua buah benda ini adalah dua ekor binatang kelabang hitam yang berbisa.
Biarpun keduanya mempergunakan Tin-san-kang untuk
menangkis serangan senjata rahasia aneh itu, akan tetapi melihat betapa kelabang yang ditangkis oleh Giok Seng Cu masih
berkelojotan sedangkan yang oleh Kong Ji mati tak bergerak sama sekali, dapat diambil kesimpulan bahwa pada dewasa ini Ilmu Tin-san-kang yang dimiliki bekas murid itu lebih tinggi daripada bekas gurunya sendiri. Memang Kong Ji sang cerdik sekali telah dapat mengkombinasikan Tin-san- kang dengan Hek-tok-ciang yang ia
pelajari dari See-thian
Tok-ong, maka kalau dibuat perbandingan, dihadapkan dengan
Tin-san-kang dari Giok Seng Cu ia lebih menang setingkat karena pukulan Tin-san-kangnya mengandung racun dari pukulan Hek-tok-ciang (Tangan Racun Hitam). Sedangkan apabila ia dihadapkan
dengan Hek tok-ciang dari See-thian Tok-ong, ia masth lebih hebat 714
karena pukulannya mengandung tenaga Tin-san-kang (Pukulan
Menggetarkan Gunung) yang maha dahsyat!
"Kok Sun, perlahan dulu. Mengapa kau datang-datang
mengeluarkan senjata berbisa yang jahat?" kata Kong Ji nienegur Kok Sun yang memandang dengan mata terbelalak melihat kelihaian Kong Ji. Ta akui bahwa betapa pun tinggi lweekangnya, belum
sanggup ia kalau harus memukul kelabang itu dari jarak jauh dan sekaligus memunahkan tenaga sambitannya sambil membunuh
kelabang itu pula. Maka ia diam saja. Kong Ji sebaliknya
menghadapi See-thian Tok ong sambil tersenyum, menggerak-
gerakkan hudtimnya dengan penuh gaya, kemudian berkata
nadanya menegur halus.
"See"thian Tok-ong, kau makin tua makin gagah saja.
Terimalah ucapan selamat dariku bahwa kini telah menjadi orang berpangkat. Bagaimana aku harus menyebutmu" Apakah taijin
(orang besar) ataukah kau sudah mempunyai pangkat tertentu"
Menjadi thai-ciangkun (panglima besar)?"
"Laok Kong Ji jangan kau main-main." See thian Tok-ong
membentak dan mukanya yang hitam makin menghitam.
"Siapa main-main" Aku bengcu dari seluruh partai persilatan di selatan dan timur, calon bengcu dari seluruh dunia kang-ouw, tak perlu mengajak See-thian Tok-ong main-main. Sebaliknya, kaulah yang sudah main-main dengan kami, kau yang sudah menewaskan
kawan-kawan kami di istana."
"Hm, sudah kuduga. Kau kiranya orang yang mengirim
pembunuh-pembunuh itu...." See-thian Tok-ong berkata perlahan
dan kini matanya melirik tajam siap sedia untuk bertempur. Kalau saja ia tidak tahu betul betapa lihainya bocah setan ini, tentu ia tidak sudi bercakap-cakap dengan bekas muridnya. Biasanya, kedua tangan See-thian Tok-ong lebih banyak bergerak daripada bibirnya.
"Benar aku orangnya. Dan mengapa kau mendadak sontak
melindungi kaisar. Mengapa kau seorang yang datang dari See-thian mencampuri urusan kami" Apakah kau benar-benar hendak
menentang gerakan para pejuang rakyat, See-thian Tok-ong?"
715 "Hm, kau tidak adil. Sudah tahu aku seanak isteri berada di
istana menjadi pengawal, mengapa menyuruh tikus-tikus busuk
membikin kacau" Bukankah itu berarti tidak memandang mata
kepada kami bertiga?"
Tiba-tiba Siangkoan Bu melompat maju dan berkata sengit, "See-
thian Tok ong, sudah lama sekali aku Mo-kiam Siangkoan Bu
mendengar nama besarmu juga kesohoran tentang kekejamanmu.
Kemarin dulu kau menewaskan muridku yang paling baik, sekarang marilah kita membuat perhitungan!" Kakek ketua Partai Kwan-cin pai itu memang sedang berduka karena muridnya yang tersayang
yakni Thian sin Siok Hoat, telah tewas ketika mencoba untuk
membunuh kaisar dengan kawan-kawannya, tewas dalam tangan
See-thian Tok-ong. Maka begitu bertemu dengan pembunuh
muridnya, tak dapat menahan sabar lagi dan segera maju
menantang. Terdengar suara haha hihi dari samping disusul kata- kata
mengejek. "Cacing perut tua bangka, kau sudah begini kurus mau mampus
masih berani menantang Ayah. Kau baru patut bertanding melawan Ayah kalau sanggup meneima dua kepalan tanganku!"
Mo-kiam Siangkoan Bu adalah ketua dari sebuah partai besar,
yaitu Partai Persilatan Kwan-cin-pai. Selama puluhan tahun di An-hwei belum pernah ada orang berani menghinanya. Sekarang ia
dihina orang secara hebat, cepat ia menengok. Kemarahannya
memuncak ketika ia mendapat kenyataan bahwa yang
mengeluarkan kata-kata penuh hinaan hanya seorang pemuda
gundul yang seperti miring otaknya.
"Bocah edan, jadi kau ini anak See-thian Tok-ong" Pantas,
pantas tidak banyak bedanya. Kau mau coba-coba" Mari, mari, coba kauperlihatkan betapa empuknya dua pukulan tanganmu. Ha, ha,
ha!" Kok Sun mengeluarkan suara seperti kuda meringkik, kemudian
ia menerjang maju dan kedua tangannya dipukulkan ke arah dada
kakek tua itu sambil mengerahkan tenaga dan mempergunakmi
Ilmu Pukulan Hek-tok-ciang yang beracun!
716 Mo-kiam Siangkoan Bu belum pernah mendengar akan kelihatan
bocah gundul putera See-thian Tok-ong, maka ia memandang
rendah dan dengan berani ia menyambar kedua tangan itu, dipapak oleh kedua telapak tangannya sendiri dengan maksud hendak
mempermainkan Kwan Kok Sun.
Begitu dua pasang telapak tangan bertemu, Kok Sun merasa
telapak tangannya dingin dan Iengket dengan telapak tangan lawan yang ternyata pergunakan tenaga dalam menyedot! Ia kaget sekali karena kalau tenaganya sampai tersedot dan kalah kuat, ia akan menderita luka dalam dan untuk melepaskan kedua tangannya,
sudah tak keburu lagi. Terpaksa dengan mati-matian Kok Sun
mengerahkan lweekang dan membawa hawa berbisa dari Hek-tok-
ciang. Di lain pihak, tadinya Siangkoan merasa girang dan


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan suara mengejek ketika dengan mudahnya ia dapat
menempel dua tangan lawannya. Akan tetapi segera wajahnya
berubah cepat ketika ia merasa betapa telapak tangannya gatal-
gatal dan sakit serta panas sekali. Maklumlah ia bahwa ia telah terkena pukulan yang berbisa.
"Celaka'" serunya perlahan dan cepat- cepat ia menyalurkan
hawa dalam tubuh merubah tenaganya yang tadi "menyedot"
sekarang sebaliknya mendorong untuk mencegah menjalarnya
racun ke dalam lengan dan terus menyerang jantung. Demikianlah, dua orang itu sekali gebrak saja sudah saling bertempelan dua
telapak tangan tanpa dapat dipisahkan lagi, masing-masing
mempertahankan diri. Biarpun Ilmu Hek-tok-ciang amat lihai, akan tetapi oleh karena tenaga lweekang dari kakek itu masih menang setingkat, maka kini kedua pihak terancam bahaya, Siangkoan Bu terancam racun Hek-tok-ciang, sebaliknya Kwan Kok Sun terancam bahaya terluka oleh saluran tenaga lweekang yang lebih kuat!
See-thian Tok-ong yang melihat hal ini menjadi tak sabar lagi. Ia menepuk punggung anaknya sambil mencela.
"Kok Sun, mengapa kau begitu tolol?" Tepukan itu biarpun
hanya perlahan saja dan dilakukan di atas punggung Kok Sun
namun sebetulnya Raja Racun itu mengalirkan hawa pukulan atau
dorongan melalui tubuh dan lengan anaknya sehingga tiba-tiba
717 Siangkoan Bu menjadi terdorong. Mati-matian kakek ini
mempertahankan diri dan kedua kakinya sudah menggigil. Hampir ia tidak kuat dan hawa beracun Hek-tok-ciang sudah mulai mendesak sehingga sampai di pergelangan tangannya. Buktinya, kedua
tangannya mulai menjadi hitam, dari telapak tangan sampai mundur ke pergelangan kedua tangan. Rasa gatal dan panas makin
menusuk. Tiba-tiba merasa punggungnya di sentuh orang, sentuhan
perlahan akan tetapi kuat bukan main.
"Siangkoan Lo-enghiong, tak perlu mengadu nyawa dengan
orang segolongan sendiri!" terdengar suara Kong Ji dan tiba-tiba semacam tenaga yang dahsyat mengalir melalui punggung
Siangkoan Bu terus mendesak ke sepasang lengan dan Siangkoan
Bu melihat tanda hitam pada lengannya mundur terus terdesak
sampai lenyap. Akan tetapi dia mentaati kata-kata Kong Ji dan tidak mau mempergunakan kesempatan itu menyerang Kok Sun,
sebaliknya ia lalu meluncurkan kedua tangannya yang menempel
tadi ke bawah dan melompat mundur, Kok Sun mandi keringat.
Baiknya Si Tua itu tidak mau membalas serangannya, karena
setelah mendapat bantuan dan Kong Ji, Kok Sun merasa betapa
Hek-tok-ciang memukul secara membalik kepada dirinya sendiri!
"Bagus, kepandaianmu ternyata sudah meningkat luar biasa
sekali!" See thian Tok-ong memuji dengan kagum. Ta tidak marah karena melihat bahwa ternyata Kong Ji tidak bermaksud buruk dan kawan-kawannya juga tidak mau melanjutkan serangan dan
mencelakai Kok Sun yang sudah berada di pihak terancam.
"See-thian Tok-ong, kau lihat bahwa kami bermaksud baik.
Biarpun kau sudah menewaskan kawan-kawan kami, hal itu kami
anggap sebagai sebuah salah paham belaka. Biarlah yang sudah
lewat sudahlah, akan tetapi hendaknya lain kali kita dapat bekerja sama. Bukankah kalian bertiga hendak naik ke Ngo-heng-san?"
"Benar."
"Apakah hendak mengajukan seorang calon bengcu?" tanya pula
Kong Ji. 718 "Habis untuk apa lagi kalau tidak untuk merebut kedudukan
bengcu?" Kong Ji tersenyum. "See-thian Tok-ong kau sudah mempunyai
kedudukan tinggi dan baik di istana apakah masih belum puas dan kini hendak merebut kedudukan bengcu" Ketahuilah bahwa
kedudukan itu boleh dibilang sudah berada di tanganku. Bukankah lebih baik kau membantu suara dan menyokong aku saja agar kelak kita bisa saling menolong, kau sebagai kepala pengawal istana aku sebagai bengcu" Bukankah kita akan menjadi sekutu yang baik dan saling menguntungkan?"
See-thian Tok-ong mengerutkan kening. Memang ia pikir betul
juga kata- kata Kong Ji itu. Akan tetapi sebagai seorang tokoh besar mana ia mau mengalah begitu saja terhadap seorang muda"
"Bagaimana nanti sajalah, Liok-sicu. Biar kita bertemu lagi di Puncak Ngo- heng-san dan kelak kita sama lihat saja bagaimana
perkembangannya. Hanya satu hal kujelaskan bahwa aku memang
lebih suka bekerja sama denganmu daripa dengan orang lain."
Kong Ji tertawa penuh kemenangan, lalu menjura sampai dalam.
"Terima kasih banyak, Lo-enghiong, terima kasih banyak.
Sampai bertemu di puncak Ngo-heng-san dan selamat jalan."
See-thian Tok-ong melambaikan tangan ke belakang dan para
busu yang sudah siap segera mendatangi dengan kuda ayah, ibu
dan anak itu. Mereka segera melanjutkan perjalanan dengan cepat.
Debu mengepul tinggi dan di antara kepulan debu ini terdengar
suara Kong Ji tertawa, suara ketawa yang amat menyeramkan.
Tak lama kemudian dari timur, selatan dan utara datang
pasukan-pasukan partai-partai yang menyokong Kong Ji, di
antaranya adalah partai lm-yang-bu-pai yang anggautanya tidak
begitu banyak lagi setelah dibasmi oleh See-thian Tok- ong. Partai Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shan-si Kaipang, dan Twa-to Bu-pai.
Setiap partai terdiri kurang lebih seratus orang sehingga di belakang Kong Ji sudah siap kurang lebih lima ratus orang. Kong Ji memberi penjelasan dan siasat kepada lima orang kawannya yang masing-masing segera memberi perintah kepada pembantunya. Tak lama
kemudian semua pasukan itu pergi dari situ mengambil jalan sendiri, 719
akan tetapi semua menuju ke Ngo-heng-san. Adapun Kong ji
bersama lima orang kawannya melanjut perjalanan dengan
menunggang kuda ke Ngo-heng-san.
Ngo-heng-san adalah lima puncak bukit yang berada di
Pegunungan Kin leng-san. Pegunungan ini disebut Ngo-heng san
adalah karena puncak ini mempunyai lima lereng atau daerah yang berlainan sifatnya dan pula kalau orang berdiri di puncak yang tidak berapa tinggi ini, orang akan melihat bahwa puncak ini di kelilingi oleh lima gunung besar yakni Kin-leng-san, Tapa-san, Luliang-san dan Taihang-san.
Ngo-heng-san tidak terkenal karena tingginya atau besarnya,
melainkan karena indahnya pemandangan alam yang berada di
tempat itu. Apalagi kalau orang memandang tamasya alam dari
puncaknya sekali, benar-benar jarang ada pemandangan alam
seindah kalau dilihat dan situ. Akan tetapi sayangnya, jalan menuju ke puncak Ngo-heng-san amat sukar dan berbahaya sehingga
pernah kaisar sendiri terpaksa membatalkan keinginannya
menikmati tamasya alam dari puncak Ngo-heng-san. Bagi pelancong biasa saja jangan harap akan dapat mencapai puncak, dan sudah
ada beberapa orang nekat dan jumawa, akhirnya lenyap tak
meninggalkan bekas ketika mencoba-coba untuk mendaki sampai ke puncak dengan pertolongan tongkat dan tambang. Oleh karena itu, biarpun terkenal indah, keadaan puncak Ngo heng-san selalu sunyi.
Akan tetapi, bagi orang yang berkepandaian tinggi, tentu saja
tidak begitu sukar untuk mendaki sampai ke puncak, maka boleh
dibilang bahwa puncak Ngo-heng-san hanya mengenal kaki orang-
orang pandai, tak pernah puncak itu diinjak oleh orang-orang biasa.
Ahli-ahli silat tinggi, perantau-perantau di dunia kang-ouw dari segala jurusan, apabila berada di daerah ini, pasti takkan
melewatkan kesempatan baik itu untuk megunjungi puncak Ngo-
heng-san, dengan tiga macam maksud, pertama untuk menikmati
keindahan alam, kedua untuk menjajal kepandaian sendiri apakah cukup tinggi untuk menempuh perjalanan yang sukar dan
berbahaya itu, ketiga untuk mencari sahabat karena besar
kemungkinan mereka akan bertemu dengan tokoh-tokoh kangouw
ternama di puncak itu.
720 Pada hari itu bahkan semenjak beberapa hari yang lalu, keadaan di sekitar daerah Pegunungan Ngo-heng-san tidak seperti biasanya.
Tidak sunyi sepi seperti biasa, melainkan penuh dengan orang yang mendaki ke puncak. Mereka ini terdiri dari bermacam-macam orang yang mendaki dari kaki bukit sebelah selatan, utara, timur atau dan barat. Akan tetapi, biarpun mereka terdiri dari orang-orang dengan pakaian dan gaya bermacam-macam, ternyata mereka semua
adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Hal ini mudah saja dilihat dari cara mereka berjalan, dan pula bagaimana orang dapat mendaki ke puncak kalau tidak berkepandaian tinggi"
Di puncak sudah berkumpul tokoh-tokoh besar yang merupakan
pelopor-pelopor daripada pemilihan bengcu baru. Di puncak bukit itu terdapat sebuah padang rumput yang luas dan tempat inilah yang dijadikan tempat pertemuan, tempat pemilihan bengcu. Di situ telah kelihatan kakek-kakek yang sikapnya alim duduk berunding untuk merencanakan cara pemilihan yang akan dilakukan.
Di antara mereka terdapat Leng Hoat Taisu ketua Thian- san-pai yang bertubuh kecil bongkok kepala botak bermuka merah dan licin tak berkumis. Ketua Thian-san-pai ini datang bersama beberapa
belas orang tokoh Thian-san-pai yang terkemuka, yang pada waktu itu mengambil tempat duduk di atas rumput tak jauh dari tempat para pemimpin berkumpul. Juga kelihatan ketua Kun-lun-pai yang sudah berusia delapan puluh tahun, yakni Tam Wi Siansu yang
tubuhnya tinggi kurus, sikapnya lemah lembut dan rambutnya yang sudah putih semua itu berkibar terhembus angin gunung yang
sejuk. Orang ke tiga yang menjadi tokoh besar dan ketua partai adalah Bu Kek Siansu ketua Bu-tong pai juga kakek itu bertubuh tinggi kurus berpakaian seperti tosu dan berjenggot panjang.
Yang mengherankan tiga orang kakek yang termasuk ciangbunjin
(ketua) dari partai-partai besar ini, juga mengherankan semua
orang yang hadir di situ, adalah utusan-utusan dari Siau-lim-si, Go-bi-pai, Teng-san-pai, Hong-san-pai dan lain-lain partai persilatan besar bukan terdiri dari ketuanya sendiri atau setidaknya yang terkemuka, melainkan utusan-utusan ini adalah orang- orang yang sama sekali tidak terkenal di dunia kang-ouw. Akan tetapi, oleh karena masing masing membawa surat kuasa yang ditulis oleh
721 ketua masing-masing partai mereka ini diakui sebagai wakil dari partai-partai besar itu.
"Heran sekali, mengapa Kian Hok Taisu dan Pang Soan Tojin
tidak datang sendiri?" berkata Tai Wi Siansu Ketua Kun-lun-pai kepada Bu Kek Siansu Ketua Bu-tong-pai. Bu Kek Siansu mengelus-elus jenggotnya yang panjang, lalu menghela napas.
"Mungkin keadaan yang buruk dari negara pada dewasa ini,
tidak menyalakan semangat dalam dada orang bahkan malah
melemahkan dan membuat mereka itu acuh tak acuh lagi. Untuk
urusan sebesar ini, mereka tidak datang sendiri, juga tidak
mengirimkan orang-orang penting, melainkan mengirim anak murid yang tidak terkenal. Benar-benar pinto juga tidak mengerti mengapa orang-orang seperti Kong Hian Hwesio dan Pek Kong Taijin yang
biasanya bersemangat sekarang hanya mengirim anak-anak buah
yang masih muda dan tidak ternama."
Yang dimaksudkan oleh Bu Kek Siansu, yakni Kong Hian Hwesio
adalah ketua Siauw-lim-si, sedangkan Pek Kong Tojin adalah Ketua dari Hong-san-pai. Memang tiga tokoh besar yang hadir di puncak itu sekarang merasa kecewa sekali melihat tidak munculnya
ciangbunjin dari partai partai besar itu. Mereka kecewa, juga tak enak hati. Pada setiap pertemuan tokoh-tokoh kang-ouw, apalagi dalam menghadapi pemilihan bengcu yang diperebutkan oleh
banyak orang seringkali terjadi hal-hal yang gawat, pertempuran-pertempuran yang dahsyat. Tanpa adanya banyak kawan dan
tokoh-tokoh besar terkemuka, mereka merasa kurang kuat.
Akan tetapi tiba-tiba wajah tiga orang kakek ini berseru gembira dan penuh harapan ketika mereka melihat rombongan orang
berjalan mendaki puncak dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
"Hwa l Enghiong datang, bagus sekali!" kata Leng Hoat Taisu
gembira. "Juga Suheng Cam-kauw Sin-kai"
Memang betul yang datang adalah Go Ciang Le dan isterinya,
dan di samping Ciang Le berjalan Si Pengemis Tua yang lihai, yakni Cam-kauw Sin-kai dengan tongkatnya yang tak pernah terpisah dari tangannya. Di sebelah Bi Lan atau isteri Go Ciang Le berjalan seora nona yang berwajah cantik jelita akan tetapi berpakaian sederhana 722
dan berwajah muram. Dia adalah Gak Soan Li murid Go Ciang Le.
Adapun orang yang terakhir di belakang Ciang Le adalah seorang tua gagah perkasa yang buntung sebelah tangannya, yakni
pendekar perkasa Lie Bu Tek, tokoh besar Hoa-san-pai. Rombongan terdiri dari lima orang ini biarpun kelihatan tenang dan berjalan perlahan, nampak bukan seperti tokoh- tokoh penting, akan tetapi semua orang menengok ke arah mereka. Terutama sekali nama
besar Hwa I Enghiong adalah cukup terkenal dan otomatis semua
diarahkan kepada punggung Go Ciang Le di mana nampak
tersembul gagang pedang yang beronce kuning. Begitu tiba di
puncak itu, sepasang mata dari Liang Bi Lan yang masih tetap jernih dan tajam seperti mata burung Hong itu menyapu semua yang
hadir, dan nampak kecewa. Nyonya ini mencari puterinya, Go Hui Lian yang ternyata tidak hadir di situ, maka ia merasa kecewa dan gelisah. Kemanakah gerangan perginya bocah nakal itu, pikirnya.
Sementara itu, Ciang Le, Lie Bu Tek dan Cam kauw Sin kai sudah sibuk membalas penghormatan atas sambutan para tokoh besar
yang didahului oleh Tai Wi Siansu ketua Kun-lun-pai.
"Go-taihiap makin tua makin nampak gagah saja," kata ketua
Kun-lun-pai yang mengenal Ciang Le dengan baik.
"Tai Wi Locianpwe apakah baik-baik saja?" Ciang Le balas
menyalam. "Apakah semua orang gagah sudah berkumpul di sini?"
tanyanya kemudian.
Mereka bercakap-cakap sebentar, kemudian Ciang Le dan
rombongannya mencari tempat duduk di sebelah kiri, Bi Lan dan
Soan Li duduk di atas rumput yang kering dan bersih akan tetapi Cam-kauw Sin-kai tidak mempedulikan lagi apakah rumput yang
didudukinya kotor atau bersih, basah atau kering. terus saja duduk dan kepalanya menoleh ke kanan kiri matanya menyapu semua
yang hadir mencari-cari.
Rombongan demi rombongan datang memenuhi tempat itu.
Makin lama, dalam hati Tai Wi Siansu makin tidak enak. Orang-
orang yang datang membanjiri tempat itu sebagian besar adalah
orang-orang baru yang tidak dikenalnya. Dan sebagian besar adalah rombongan orang-orang yang tidak begitu penting dalam pemilihan itu.
723 Kemudian datang rombongan yang menarik perhatian orang
pula. Mereka itu adalah rombongan See-thian Tok-ong yang datang bersama Kwan Ji Nio. Kwan Kok Sun, dan delapan orang laki-laki gagah perkasa yang sikapnya angker sekali. Mereka ini berpakaian seperti guru-guru silat, akan tetapi sesungguhnya mereka ini adalah busu-busu pilihan dari istana kaisar!
Kedatangan See-thian Tok-ong ini mendatangkan rasa khawatir
di dalam hati para tokoh besar. Sudah terlalu tersohor nama See-thian Tok-ong dan sekarang menyaksikan keadaan ayah ibu dan
anak itu, mereka makin cemas. Tak salah lagi, tentu Raja Racun dari barat ini, datang membawa maksud yang tidak baik, atau
setidaknya tentu akan berusaha merebut kedudukan bengcu.
See-thian Tok-ong sama sekali tidak mengacuhkan para tokoh
besar yang berada di situ, mengambil sikap seolah- olah dia
mempunyai kedudukan lebih tinggi. Akan tetapi ketika ia melihat Ciang Le dan rombongannya, ia tersenyum menghampiri pendekar
besar itu. "Aha, Hwa I Enghiong! Sungguh menyenangkan sekali kita dapat
bertemu lagi di tempat ini." Sambil berkata begini matanya
menyapu untuk menyelidiki siapa saja kawan- kawan Hwa I
Enghiong yang ikut datang. Ketawanya berubah menjadi senyum
sindir ketika melihat pendekar besar ini hanya dikawani oleh Lie Bu Tek yang buntung tangannya, Liang Bi Lan, Cam-kauw Sin-kai dan seorang gadis cantik yang berwajah muram.
"See-thian Tok-ong kau dan anak isterimu datang juga, benar-
benar akan ramai keadaan di sini," kata Ciang Le sambil tersenyum tenang, akan tetapi kata katanya ini merupakan teguran setengah menyindir bahwa kedatangan Raja Racun ini tentu akan
mengakibatkan keributan saja! See-thian Tok-ong hanya tertawa
menyeringai mendengar kata-kata ini, lalu mengundurkan diri ke dalam rombongannya sendiri. Orang-orang yang duduknya jauh dari tempat itu hanya memandang dengan hati berdebar- debar kepada
kedua orang tokoh besar itu dan di hati mereka menduga-duga
sipakah yang lebih kuat di antara mereka itu. Keduanya adalah
tokoh kang-ouw yang jarang keluar dan jarang ada orang
menyaksikan kepandaian mereka. Hwa I Enghiong terkenal sebagai 724
seorang gagah perkasa yang mewakili kebajikan dan keadilan,
sebaliknya See-thian Tok ong namanya seperti iblis yang dahsyat dan jahat.
Tiba-tiba terdengar suara yang amat riuh sehingga hanya
gemanya saja yang terdengar. Semua orang kaget karena maklum
bahwa ini adalah suaranya orang- orang yang memiliki lweekang
tinggi dan yang dapat mengirim suara dari jarak jauh sekali dengan pengumuman Ilmu Coan-im-jib-bit.
"Tung-nam Thai-beng-cu yang menguasai semua partai orang-
orang gagah di dunia selatan dan timur, Liok-bengcu yang gagah perkasa, calon bengcu besar dalam pemilihan hari ini, datang
berkunjung ... !!"
See-thian Tok-ong mengeluarkan suara ketawa ha-ha-hi-hi
seperti orang menghadapi hal yang amat lucu, sedangkan Hwa I
Enghiong Go Ciang Le mengerutkan alis nampak marah. Melihat
sikap dua orang tokoh ini dan rombongan mereka, dapat diduga
bahwa dua rombongan ini saja sudah mengenal siapa adanya
bengcu itu. Akan tetapi semua orang diam saja, hanya
mengarahkan pandang mata ke arah suara tadi.
Tak lama kemudian, dari bawah puncak merayap naik lima
pasukan yang teratur rapi, dengan bendera besar di bagian depan pasukan. Membaca tulisan pada bendera- bendera itu, semua orang dapat mengetahui bahwa rombongan besar itu adalah anggauta dari partai Im-yang- bu-pai, Bu-cin-pang, Kwa-cin-pai. Shansi Kai-pang dan Twa to Bu-pai.
"Hm, iblis itu sudah mengumpulkan partai-partai jahat untuk
menjadi sekutunya," kata Lie Bu Tek perlahan kepada Ciang Le,
Pendekar besar ini hanya mengerutkan alis dan tidak berkata apa-apa.
Setelah lima pasukan yang masing-masing terdiri dari kurang
lebih seratus orang ini tiba di kaki puncak, mereka merupakan
barisan di kanan kiri jalan bersikap hormat. Terdengar terompet ditiup dan tambur dipukul orang, terdengar amat angker seakan
akan orang menghormat munculnya raja besar.
725 Kemudian kelihatanlah bengcu yang baru diumumkan, berjalan
dengan langkah tegap dan tenang. Pemuda berusia dua puluh
empat atau dua puluh lima tahun, wajahnya tampan dan sepasang
matanya bergerak-gerak tanda otaknya selalu bekerja keras dalam setiap saat, kelihatan cerdik dan licik, bibirnya tersenyum-senyum setengah mengejek, jubahnya lebar panjang berwarna kuning
bersulamkan benang emas menyerupai lukisan ular naga yang
melilit tubuhnya dan kepala dua ekor naga itu tiba di bagian dada yang tengah-tengahnya tergambar mustika bernyala-nyala. Itulah gambar sepasang naga berebut mustika yang disulam secara indah sekali pada jubah itu, membuatnya nampak makin gagah.
Rahasia 180 Patung Mas 2 Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D Memanah Burung Rajawali 32
^