Pencarian

Pedang Penakluk Iblis 8

Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


dikosongkan dan dipersiapkan lebih dulu untuk tempat bersilat.
"Orang menantangku, sungguhpun tanpa maksud buruk,.
bagaimana aku dapatmenolaknya?" kata Hui Lian. Mukanya agak merah, tanda bahwa nona ini menongkol sekali. Kalau Bouw Ang
Gempo hendak mencoba kepandaian mengapa justru memilih dia"
Mengapa tidak memilih Kong Ji" Ia merasa seperti hendak dijadikan tontonan! Aku akan menghajar babi berkumis ini," pikirnya gemas!
Di lain saat gadis ini telah meninggalkan mejanya dan sekali ia melompat, telah menghadapi Bouw Ang Gempo dengan pedang di
tangan. Semua orang kagum sekali melihat cara melompat yang
amat lincah ini, apalagi melihat pedang yang berkilauan itu, mereka memuji dan menyatakan bahwa itulah pedang mustika yang amat
baik. "Bouw Ang Gempo, agaknya kau amat membanggakan golokmu
dan mengandalkan ilmu silatmu, baiklah aku akan mencobanya,"
kata gadis ini dan ia menekan rasa mendongkolnya karena tidak
baik memperlihatkan kemarahan di muka umum, apalagi ia dan
suhengnya adalah tamu-tamu yang dihormati.
Bouw Ang Gempo tersenyum dibuat- buat agar kelihatan gagah.
"Lihiap, aku adalah pihak tuan rumah dan juga laki- laki, tidak patut menyerang lebih dahulu. Kau majulah dan mari kita main-main
sebentar!"
"Baik, kaulihat pedangku!" Hui Lian tidak mau berlaku sheji (sungkan-sungkan) lagi, pedangnya digerakkan dan segulung sinar meluncur ke arah dada panglima Mongol itu.
"Mari mengadu ketajaman senjata!" Bouw Ang Gempo berteriak keras tiba-tiba dari samping goloknya menyambar dan membacok
ke arah pedang. Hui Lian tentu saja tidak mau membiarkan
pedangnya terbacok dari samping, cepat merubah arah pedang dan sengaja memapaki datangnya golok. Gadis ini amat percaya akan
ketajaman dan keampuhan Pak-kek Sin-kiam, maka tanpa ragu-ragu ia memapaki golok itu dengan maksud membuat golok itu rusak.
"Traaang...,"
365 Bunga api yang banyak sekali berpijar menyambar ke sana ke
mari ketika dua senjata itu bertemu dan bunga-bunga api muncrat ke arah muka Hui Lian dan Ang Gempo. Keduanya terkejut sekali
dan cepat masing-masing melompat mundur untuk melihat apakah
senjata mereka rusak. Akan tetapi baik Pak-kek Sin-kiam maupun golok di tangan Bouw Ang Gempo itu tidak rusak sedikitpun juga sehingga mereka menjadi lega. Diam-diam kedua orang ini memuji senjata lawan dan tadi ketika bertemu senjata, Hui Lian merasakan tenaga raksasa yang membuat pedangnya terpental kembali. Ia
maklum bahwa panglima Mongol ini memiliki tenaga gwakang yang
amat besar maka kalau selalu beradu senjata, biarpun pedangnya takkan rusak, namun karena senjata itu sama baiknya, jika terus menerus beradu senjata, pihaknyalah yang rugi. Kemungkinan
rusaknya senjata di pihaknya lebih besar. Oleh kaena ini, ia lalu melompat maju dan cepat melakukan penyerangan dengan ilmu
pedangnya yang lihai, tidak memberi kesempatan kepada lawan
untuk mengadukan senjata. ia mengandalkan kelincah dan
kecepatannya, setiap kali mengganti jurus dan menghindarkan
pertemuan senjata.
Bouw Ang Gempo terkejut bukan main ketika melihat tubuh
lawannya seakan-akan berubah menjadi tiga orang. Di kanan kiri dan depan terdapat berkelebatnya bayangan nona itu dan dimana-mana ia melihat pedang yang berkeredepan menusuk, membacok
dan menabasnya! Panglima Mongol ini menjadi bingung sekali.
Dalam hal senjata, ia boleh mengandalkan goloknya yang ternyata memang ampuh dan bukan senjata sembarangan, juga dalam hal
tenaga, tak usah khawatir karena tenaganya lebih besar. Akan
tetapi dalam hal silat, ia masih kalah jauh, apalagi menghadapi kecepatan gadis itu, ia benar-benar menjadi bingung dan sebentar sa ja matanya berkunang dan kepalanya serasa terputar-putar!
Baiknya Hui Lian ingat bahwa ia meghadapi seorang panglima
yang disayang oleh Temu Cin, dan ingat bahwa pertandingan ini
hanyalah sekedar menguji kepandaian belaka. Kalau dia mau,
memang dengan jurus-jurus yang paling berbahaya dari ilmu
pedangnya, ia dapat merobohkan atau membunuh Bouw Ang
Gempo. Akan tetapi tentu saja ia tidak mau lakukan hal ini dan hanya berusaha untuk melukai sedikit atau kalau mungkin
366 merampas senjata lawan. Ia hanya mengharap supaya panglima ini mengakui kelemahannya dan akan mengaku kalah.
Siapa kira bahwa panglima ini sama sekali tidak mau kalah,
bahkan dengan berkat Bouw Ang Gempo menggerakkan goloknya,
menangkis pedang nona itu sekuat tenaga.
"Traaaang... criiiing...!" kembali sepasang senjata ini bertemu dan kali ini burga api yang muncrat lebih banyak lagi, mengagetkan para kadirin di situ.
Kembali Hui Lian melompat ke belakang karena ia tidak mau
kalau sampai ada bunga api yang mengenai kulit mukanya. Sambil melompat ia memeriksa pedangnya yang ternyata masih utuh akan
tetapi diam-diam ia merasa mendongkol sekali. Kau keras kepala, pikirnya gemas, baiklah, aku akan memberi hajaran kepadamu!
Akan tetapi, Bouw Ang Gempo sudah melompat ke belakang,
memeriksa golok dan kemudian memasukkan golok itu ke dalam
sarungnya di pinggang. Ia menjura sambil tertawa,
"Go-lihiap, aku harus akui bahwa pedangmu itu benar-benar luar biasa hebat, tidak kalah bagusnya daripada golok mustikaku. Karena senjata kita ini senjata pusaka, sayanglah kalau sampai rusak.
Bagaimana kalau kita melanjutkan adu kepandaian ini dengan
tangan kosong?"
Sebetulnya Hui Lian tidak sudi meladeni orang ini lebih lanjut, akan tetapi gadis ini masih muda dan darahnya masih panas. ia
masih belum puas karena kemenangannya tadi hanya dapat dilihat oleh mata seorang ahli saja. Bagi orang- orang lain tentu belum mengakui bahw ia lebih unggul daripada panglima Mongol ini. Oleh karena itu, ucapan Bouw Ang Gempo yang bersifat tantangan itu tak dapat dttolaknya. "Baiklah, ilmu golokmu sudah kulihat, aku pun ingin melihat ilmu silatmu sampai di mana sih tingginya!" katanya dengan nada mengejek sambil menyarungkan Pak-kek Sin-kiam.
Sebetulnya, Bouw Ang Gempo bukanlah seorang bodoh yang
bermata buta. Dar pertandingan tadi ia sudah maklum bahwa
kepandaian gadis ini memang luar biasa sekali dan ia kalah jauh, bahkan harus mengakui bahwa kepandaian Nalumei yang sudah
pernah dilihatnya, tidak mungkin dapat mengatasi kepandaian nona 367
Han ini. Akan tetapi karena ia sudah mengadakan perundingan
dengan Kong Ji dan sudah mendapat janji bahwa nona ini akan
dijodohkan dengan dia, ia ingin menguji sampai sepuasnya. Bahkan dalam pertandingan tangan kosong ini, ia akan dapat beradu tangan dan kalau mungkin ia akan menangkap calon isterinya ini"
"Lihiap kau mulailah!" katanya sambil tersenyum-senyum.
Hui Lian melangkah maju dan mengirim serangan dengan
pukulan ke arah telinga kiri lawan. Inilah jurus dan Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang yang amat lihai, kelihatannya memukul telinga, akan tetapi sebenarnya leher lawanlah yang diarah.
Akan tetapi tiba-tiba Bouw Ang Gempo menubruknya dengan
kedua lengan dikembangkan dan sepasang tangan panglima Mongol
itu yang penuh bulu hitam panjang, mencengkeram ke arah
pergelangan tangannya yang memukul itu. Hui Lian terkejut karena hampir saja pergelangan tangannya kena dicengkeram. Cepat ia lalu membuka jari-jari tangannya dan mengibaskan jari-jarinya ke arah tangan yang mencengkeram. Inilah jurus mengibaskan jari tangan yang lihai sekali, karena jari-jari tangan yang dikibaskan itu dapat memutuskan otot dan mematahkan tulang. Akan tetapi, Bou Ang
Gempo yang sudah melatih kedua tangannya sudah merendamnya
dengan obat dan melatihnya tak kenal lelah memiliki sepasang
tangan yang kulit telapaknya sudah mengeras dan menguat.
Kibasan jari-jari tangan nona itu tidak melukainya, namun cukup membuat ia merasa telapak tangannya pedas kedua tangannya
terpental. Jari-jari tangan yang dikibaskan ini adalah jurus pukulan Pak-kek Sin-ciang yang disebut Sin-ci-coan-hoa (Jari Sakti Menembus Bunga) dan merupakan semacam ilmu yang sukar dipelajari. Ilmu ini tepat sekali dipergunakan untuk menghadapi lawan yang pandai Ilmu Silat Kin-jia -hoat, semacam ilmu mencengkeram dan menangkap
(seperti Judo).
Bouw Ang Gempo merasa penasaran dan beberapa kali ia
menubruk dengan mengeluarkan seruan keras. Hui Lian pernah
mendengar dari ayahnya bahwa di Mongol terdapat ilmu gulat yang lihai, maka ia menduga bahwa panglima Mongol ini tentulah
mempergunakan ilmu gulat. Ayahnya pernah berkata, "Kalau kau 368
menghadapi lawan yang mempergunakan ilmu gulat, hati-hati dan
jagalat jangan sampai kau kena tertangkap. Lawan dia dengan
tendangan dan pukulan yang mempergunakan tenaga lweekang dari
jauh!" Oleh karena itu, Hui Lian mempergunakan ginkangnya, selalu
menjauhi Bouw Ang Gempo. Kemudian ia teringat akan ilmu
pukulan yang ia pelajari dari Kong Ji, yakni yang sebetulnya adalah Ilmu Pukulan Tin-san-kang akan tetapi yang ia sendiri tidak tahu namanya. Ketika ia melihat lawannya menubruk lagi cepat Hui Lian mengerahkan tenaga, rendahkan tubuh dan mendorong dengan
kedua tangannya.
Kong Ji terkejut sekali melihat sumoinya mempergunakan Ilmu
Pukulan Tin-san-kang, akan tetapi kemudian ia lega karena ia ingat bahwa tenaga dari sumoinya belum berapa hebat. ia tidak
menurunkan semua ilmu ini kepada Hui Lian. Betapapun juga,
terdengar teriakan kaget dan tubuh Bouw Ang Gempo terjengkang, atau lebih tepat teelempar ke belakang sampai dua tombak lebih'
Akan tetapi panglima Mongol ini benar-benar kuat. ia melompat
berdiri lagi, tersenyum-senyum dan membersihkan pakaiannya, lalu menjura kepada Hui Lian dengan wajah berseri.
"Go-lihiap, sekarang baru aku percaya bahwa kepandaianmu
memang benar-benar hebat. Saudara-saudara, tepuk tangan untuk
Nona Go Hui Lian" Semua orang yang berada di situ bertepuk tangan dan bersorak memuji.
Hal ini tidak disangka-sangka oleh Hui-Lian. Ia merasa tidak enak hati melihat sikap yang demikian tutus dari diri Bouw Ang Gempo, maka ia pun menjura.
"Saudara Bouw Ang Gempo, terima kasih bahwa kau sudah
berlaku mengalah kepadaku," katanya.
Kong Ji menghampiri Bouw Ang Gempo dan menarik tangannya
ke arah mejanya.
"Kau benar-benar kuat, dapat menahan dorongan Sumoiku
sehingga tidak terluka. Sekarang, setelah mengadu kepandaian
barulah perkenalan kita disebut erat, karena bukanlah orang-orang 369
gagah di dunia baru dapat bergaul bebas setelah menguji
kepandaian masing-masing" Hal ini harus dirayakan!"
Hui Lian tidak keberatan melihat Bouw Ang Gempo duduk semeja
dengannya, karena memang ia merasa kagum melihat sikap yang
demikian jujur dan berani mengakui kekalahannya dari panglima
Mongol ini. Kalau orang kang-ouw di selatan, kekalahan tentu
dianggap bagai penghinaan dan hal yang memalukan serta
menjatuhkan nama, akan tetapi bagaimana orang ini menerimanya
dengan wajah gembira saja" Tentu saja ia tidak tahu bahwa
panglima Mongol ini merasa puas melihat kepandaian orang yang
dianggap sebagai calon isterinya!
Temu Cin sendiri berkenan memberi selamat kepada Hui Lian
dengan secawan arak atas kemenangan dan kepandaiannya yang
lihai. Kemudian Temu Cin memerintahkan anak buahnya bubar.
"Di dalam kegembiraan kita harus tetap waspada," kata pemimpin muda ini, "musuh-musuh kita masih selalu mengintai.
Kalau kita tidak membatasi diri dan berpesta pora mabok-mabokan kemudian pada lewat tengah malam ada musuh menyerbu,
bagaimana nasib kita?" Demikianlah semua orang bubaran, kecuali meja yang dihadapi Kong Ji, Hui Lian, Bouw Ang Gempo dan juga
Temu Cin sendiri yang pindah mendekati mereka.
Beberapa kali Kong Ji bertukar isarat dengan pandangan mata
dengan Bouw Ang Gempo, di luar tahunya Hui Lian. Ang Gempo
melepaskan tali pinggang yang mengikat sarung goloknya,
kemudian menyerahkan golok itu kepada Kong Ji sambil berkata,
"Liok-taihiap, aku kalah bertaruh, golok ini lebih pantas berada di tanganmu. Terimalah'"
Kong ji menerima sambil tertawa girang. "Saudara Bouw Ang
Gempo, kau benar-benar seorang laki-laki sejati. Terima kasih."
Hui Lian memandang semua ini dengan heran. "Suheng,
pertaruhan apakah yang kau adakan dengan Saudara Bouw Ang
Gempo?" Suhengnya hanya tersenyum saja dan panglima Mongol itu yang
menjawab sambil tertawa lebar. "Liok-taihiap bertaruh bahwa aku 370
pasti akan kalah menghadapimu, Lihiap, sebagai taruhannya, aku menawarkan golokku."
"Dan andaikata aku kalah?" tanya Hui Lian mengerutkan kening.
"Sumoi, aku tahu bahwa kau takkan kalah, maka aku berani
mempertaruhkan pedang Suhu."
Hui Lian hanya tersenyum, akan tetapi di dalam hatinya ia
mencela suhengnya yang begitu sembrono, berani mempertarukan
pedang ayahnya! Adapun Temu Cin yang mendengar semua itu
hanya tersenyum penuh rahasia. Pemimpin muda ini maklum akan
perjanjian antara kedua orang ini dan ia pun sudah setuju sekali, maka ia telah siap untuk membicarakan tentang perjodohan antara Bouw Ang Gempo dengan Hui Lian. Akan tetapi, ia sama sekali tidak tahu bahwa telah diatur rencana yang amat keji oleh Kong Ji
terhadap sumoinya.
Tiba-tiba Bouw Ang Gempo mengangkat cawan araknya. "Lihiap, aku Bou Ang Gempo benar-benar kagum terhadapmu, maka biarlah
sekali lagi dengan secawan arak aku menghaturkan selamat sebagai pernyataan takluk!"
Hui Liman tidak enak sekali, "Ah, kau berlebih-lebihan. Dalam sebuah pertandingan, kalah menang bukanlah hal yang aneh.
Kepandalanmu juga amat lihai, terutama sekali ilmu gulat itu benar-benar berbahaya sekali."
Biarpun mulutnya berkata demikian, namun Hun Lian tak
mungkin dapat menampik penghormatan orang, maka ia
mengangkat cawannya yang sementara itu telah dipenuhi oleh Kong Ji.
"Minumlah, Sumoi. Penghormatan orang secara tulus iklas tak boleh ditolak." kata Kong Ji yang mengangkat cawannya sendiri, diikuti pula oleh Temu Cin yang menganggap hal yang wajar saja.
Akan tetapi, begitu Hui Lian menenggak cawan araknya, tiba-tiba gadis ini melompat dari bangkunya.
"A"aaa...! Siapa berani main-main dengan aku...?" ia hendak mencabut pedangnya, akan tetapi tiba-tiba bumi yang diinjaknya serasa berputar dan ia roboh pingsan di atas lantai'
371 Temu Cin terkejut sekali, akan tetapi pemimpin ini dapat
menekan perasaannya dan memandang tajam, menanti sabar, apa
yang akan terjadi selanjutnya.
Bouw Ang Gempo dan Kong Ji tertawa bergelak. "Liok-taihiap, kau benar-benar memegang janji. Terima kasih"
Kong Ji menghampiri tubuh Hui Lian dan mengambil pedang Pak-
kek Sin-kiam berikut sarungnya. Pedang Hui Lian yang tadinya
terikat di punggungnya, ia lepaskan dan lemparkan di atas lantai.
Kini ia memakai dua senjata, yakni golok dari Bouw Ang Gempo
yang diikat di pinggang dan pedang Pak-kek Sin-kiam di punggung.
"Segala apa sudah dirundingkan dan sudah dilakukan beres.
Temu Cin Taijin perkenankan aku melanjutkan perjalananku pada
malam hari ini juga. Nalumei akan kubawa serta. Masa bodoh
dengan Sumoi, harap ia diperlakukan baik-baik di sini!" Ia menjura kepada Temu Cin, yang berdiri dan tersenyum pula.
"Baiklah, Taihiap. Selamat jalan dan aku masih mengharapkan bantuanmu kelak."
Kong Ji melompat ke arah tenda di mana Nalumei ditawan. Gadis
ini berbaring dan masih berada dalam keadaan terikat kaki
tangannya. Melihat kedatanga Kong Ji, matanya bersinar marah.
"Nalumei, tahukah bahwa kau hendak dikawinkan dengan Bouw Ang Gempo" Dan tahukah kau pula bahwa aku sengaja menebusmu
dengan sumoiku karena aku cinta padamu" Marilah kita berangkat, untuk apa tinggal di tempat yang berbahaya ini. Mari kau ikut aku merantau dan mengecap kebahagiaan hidup" Ia lalu menyambar tubuh gadis itu, memanggul atau memondongnya lalu berlari cepat, pergi dari situ. Nalumei menerima nasib. Memang ia kagum sekali akan kepandaian pemuda bangsa Han ini dan kalau dibandingkan
dengan Bouw Ang Gempo, tentu saja pemuda ini jauh lebih tampan, sungguhpun sikapnya tidak segagah Temu Cin yang tadinya ia
kagumi sekalli.
-oo0mch-dewi0oo-
372 Setelah Kong Ji pergi, Bouw Gempo yang sudah terlalu banyak
minum arak itu, memandang kepada Temu Cin sambil menyeringai,
kemudian ia berkata,
"Dengan perkenan Khan Muda yang mulia, hamba hendak
mengaso bersama isteri hamba..." ia membungkuk dan
menghampiri tubuh Hui Lian yang hendak dipondongnya.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan keras, disusul oleh
suara berdebum dan tahu-tahu tubuh Bouw Ang Gempo telah
terlempar jauh! Ia tadi telah ditangkap dan dilemparkan Temu Cin yang mempergunakan ilmu gulat yang luar biasa!
Bagaikan anjing yang jatuh dilemparkan Bouw Ang Gempo
kerengkangan bangun dan memandang kepada raja mudanya itu
dengan mata terbelalak dan muka pucat.
"Bangsat!" Temu Cin memaki-maki dan tangannya meraba-raba gagang goloknya. "Kalau aku tidak ingat akan jasamu sekarang kau sudah tak bernyawa lagi!"
Apa". apakah kedosaan hamba...?" Bouw Ang Gempo berkata
ketakutan. "Jahanam! Kau merendahkan martabat kita! Aku memang setuju kalau nona ini menjadi isterimu, akan tetapi bukab dengan cara serendah ini. Mana sifat laki-lakimu sebagai seorang pahlawan
Mongol?" "Hamba... hamba... ini adalah siasat dari Liok-taihiap... dan kalau... kalau dengan jalan halus siapakah yang dapat menghadapi Go-lihiap...?" kata pula panglima itu ketakutan dan bingung.
"Celaka' Kau menjadi kotor dan rendah setelah dekat dengan orang she Lok yang khianat itu! Sekali kau menjamah tubuh Nona Go, golokku akan minum darahmu! Bodoh sekali! Nona ini adalah
puteri dari Taihiap Go Ciang Le yang amat kubutuhkan bantuannya.
Kalau kita melakukan hal serendah ini, apa kau kira cita-cita kita akan tercapai" Kita akan dimusuhi oleh seluruh orang gagah di
dunia dan kita akan mampus tertumpas sebelum melangkah maju.
Orang she Liok itu jahanam sekali, hal ini sudah kucurigai semula, akan tetapi sekarang buktinya. Kepada sumoinya sendiri, telah
373 berlaku khianat dan biadab, apalagi terhadap kita. Lekas kaubawa seribu orang pasukan, susul dan cegat dia. Rampas kembali Nalumei yang lebih patut menjadi isterimu, rampas kembali pedang Nona ini.
Kalau dapat bunuh saja orang jahanam itu! Lekas!"
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XIV BAGAIKAN anjing dipukul Bouw Ang Gempo pergi. Temu Cin
menepuk tangan tiga kali. Pelayan-pelayan wanita datang dan
pemimpin muda yang keras hati dan berdisiplin ini memberi
perintah: "Bawa Nona ini ke dalam kamar tamu, rawat baik-baik dan
setelah sadar, katakan bahwa dia tidak perlu takut. Aku akan bicara dengan dia sendiri kalau dia sudah sadar." Setelah berkata demikian pemimpin besar ini lalu kembali ke kamarnya dengan uring-uringan.
ia tidak mengira bahwa di dalam minuman yang di suguhkan oleh
Kong Ji kepada Hui Lian tadi diberi obat membikin mabok, dan tidak menyangka bahwa Kong Ji telah menjalankan siasat yang demikian busuknya, terutama sekali ia marah karena panglimanya yang paling disayang telah kena dibujuk oleh pemuda she Liok itu untuk
menjalankan perbuatan serendah itu.
Sementara itu, Liok Kong Ji berlari-lari meninggalkan Telaga
Gasyun Nor. Bulan bercahaya terang sehingga ia dapat melakukan perjalanan dengan senang. Akan tetapi, karena ia masih asing
dengan daerah ini, ia tidak tahu mana yang terdekat, dan hanya mengikuti jalan yang dahulu ia lalui bersama Hui Lian. Hatinya girang sekali. Tidak saja ia mendapatkan Nalumei nona manis
bangsa Naiman itu, akam tetapi ia juga mendapatkan Pak-kek Sinkiam dan golok mustika dari Bouw Ang Gempo. Pula telah terbebas dan Hui Lian, gadis yang telah menolak cinta kasihnya, berarti musuhnya dan harus dilenyapken. Ia tersenyum girang kalau
mengingat akan nasib Hui Lian, terjatuh ke dalam tangan seorang Mongol yang kasar dan buruk rupa.
374 "Hem, kau menolakku dan sekarang mendapatkan orang Mongol itu, ha, ha ha," ia ketawa seorang diri sehingga Nalumei yang berada dalam pondongannya menjadi terheran-heran.
Tiba-tiba pemuda itu menghentikan larinya. ia mendengar suara
kaki kuda yang banyak sekali. Ketika ia memperhatikannya, derap kaki kuda itu datang dari belakang, kanan kiri dan dari depan!
Agaknya ia telah terkurung oleh barisan kuda yang banyak sekali jumlahnya. Memang betul demikian, Bouw Ang Gempo yang telah
mendapat perintah, dengan hati mengkal terhadap Kong Ji telah
mengerahkan seribu orang pasukan berkuda untuk menyusul Kong
Ji, bahkan dengan jalan mengambil jalan terdekat, dapat
mengurung pemuda yang lari itu.
Waktu itu telah menjelang fajar. Keadaan masih remang-remang
dan suram. Cahaya matahari tipis berlawanan dengan cahaya bulan yang sudah lemah, nampak udara keabu-abuan menimbulkan
bayang-bayang yang menyeramkan. Di dalam kesuraman ini, Kong
Ji melihat banyak sekali penunggang kuda muncul dari mana-mana.
"Liok Kong Ji manusia curang, kau sudah terkurung dan
nyawamu berada di tangan kami. Kembalikan Nalumei dan pedang
pusaka. Golok mustikaku boleh kaubawa ke neraka. Ha, ha, ha!"
Itulah suara Bouw Ang Gempo, yang kasar dan besar, yang
bergema sekitar tempat itu amat menyeramkan. Mendengar kata-
kata ini, Kong Ji maklum bahwa ia telah terjebak, bahwa telah


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertipu oleh orang orang Mongol. Ia cepat membebaskan Nalumei
dan menurunkan gadis itu.
"Kalau ingin selamat, bantu menghadapi mereka. Boleh kau pilih, bersuamikan aku atau orang kasar itu!" kata Kong Ji sambil mencabut golok dan pedang. Akan tetapi, golok itu amat ringan
sehingga ia terheran sekali. Ketika melihat lebih nyata, ia terkejut dan marah. Golok ini sama sekali bukan golok mustika yang dipakai Bouw Ang Gempo melainkan golok palsu yang hanya gagangnya
sama dengan golok panglima itu. Ia cepat menyerahkan golok itu kepada Nalumei.
"Biarpun golok palsu, lumayan untuk menjaga diri. Bersiaplah!"
375 Nalumel mengangguk. ia memang sakit hati sekali kepada suku
bangsa Mongol yang telah membunuh ayahnya dan mengalahkan
bangsanya, bagaimana ia sudi diambil isteri oleh seorang kasar seperti Bouw Ang Gempo" Lebih baik ikut dengan pemuda Han yang gagah perkasa ini.
"Bouw Ang Gempo ternyata kau seekor ular busuk yang harus mampus. Biar-pun kau dan orang-orangmu sudah mengurungku,
kau dapat berbuat apakah?" Baru saja ia bicara demikian, cepat seperti kilat Kong Ji melompat dan ia telah berada di depan kuda Bouw Ang Gempo. Setelah pedangnya berkelebat, putuslah
sepasang kaki depan kuda itu dan terpaksa Bouw Ang Gempo
melompat, Ia dan kudanya sambil mengayun senjata rahasia berupa pisau-pisau terbang, sebanyak tiga buah. Namun dengan mudah
Kong Ji membabat putus pisau-pisau itu dengan pedangnya.
Bouw Ang Gempo sudah siap dan sambil memberi aba-aba
kepada anak buahnya. ia menyerbu dengan goloknya.
"Bunuh anjing ini dan tawan putri Nalumei, jangan lukai calon isteriku itu," perintahnya dengan suara garang.
Terjadilah pertempuran yang hebat sekali. Kong Ji menggerakkan pedangnya dan baru sekarang Bouw Ang Gempo melihat kelihaian
pemuda ini. Baru beberapa gebrakan saja lima orang anak buahnya menjerit dan roboh mandi darah. Ia marah sekali dan sambil
memberi dorongan semangat kepada anak buahnya untuk
mengcroyok, ia mengobat-abit golok pusakanya dengan tenaga
sekuatnya. Kong Ji merasa kewalahan juga. Biarpun pedangnya banyak
merobohkan lawan, akan tetapi jumlah lawan terlampau banyak dan mereka ini nekat tidak takut mati, sedangkan mereka rata-rata juga orang-orang yang banyak pengalaman dalam pertempuran. Apalagi
Bouw Ang Gempo bukannya lawan yang boleh dipandang rendah.
"Kalau begini terus, belum merobohkan seratus orang tenagaku sudah habis," keluhnya. Kemudian ia mengambil keputusan untuk
merobohkan Bouw Ang Gempo lebih dulu. Segera ia mendesak dan
pedangnya bagaikan bintang melayang meluncur mengarah dada
Bouw Ang Gempo. Panglima ini cepat menangkis, akan tetapi
376 tangkisannya ini gagal karena goloknya tersampok ke samping.
Baiknya pada saat berbahaya itu, seorang anak buahnya dengan
nekat menubruk Kong Ji sehingga terpaksa Kong Ji mengubah
gerakan pedangnya, tidak dapat membunuh Bouw Ang Gempo
sebaliknya membabat penyerang ini yang segera roboh dengan
tubuh menjadi dua potong.
Demiklanlah, setiap kali ia hampir berhasil membunuh Bouw Ang
Gempo, selalu dihalangi oleh seorang pengeroyok. Diam-diam Kong Ji merasa mendongkol dan juga kagum akan kesetiaan orang-orang Mongol ini terhadap pemimpin mereka. Keadaannya seperti seekor harimau dikeroyok banyak tikus. Roboh seorang maju dua orang
roboh dua orang maju lima orang sehingga ia menjadi sibuk juga.
Tiba-tiba ia mendengar Nalumei menjerit. Ketika ia melirik,
ternyata bahu gadis itu telah kena ditangkap.
"Lepaskan dia!" Kong Ji marah, sekali melompat ia telah berada dekat Nalumei. Pedangnya bergerak dan robohlah empat orang
yang tadi menangkap Nalumei!
Dari belakang orang-orang mengejarnya. Kong Ji merendahkan
diri, menyarungkan pedang dan kedua tangannya memukul bertubi-
tubi ke depan. Bukan main hebatnya akibat dari pukulan Tin-san-kang. Bagaikan daun kering tertiup badai belasan orang perajurit Mongol roboh tak bernyawa lagi dari telinga mereka mengalir darah!
Kong Ji memukul terus dan untuk sesaat orang-orang Mongol itu
menjadi gentar. Mereka menganggap bahwa ini adalah ilmu
siluman. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Kong Ji. ia
menyambar tubuh Nalumei, melompat keatas kuda yang telah
kehilangan penunggangnya, lalu membalapkan kuda itu!
Dari belakang orang orang Mongol mengejarnya sambil berteriak-
teriak. Ratusan batang anak panah menghujani Kong Ji. Anak muda ini dengan mudah dapat mengibas runtuh semua anak panah, akan
tetapi kudanya tak dapat mengelak dan tak lama kemudian kudanya roboh bimasa dengan tubuh belakang penuh anak panah yang
menancap dalam-dalam.
377 "Keparat! Kubasmi kalian!" bentak Kong Ji marah. "Nalumei kau bersembunyilah di belakang batu karang itu. Diam-diam
kaurobohkan seorang musuh dan pakailah pakaiannya lalu siapkan dua ekor kuda untuk kita," kata Kong Ji bersiasat.
Nalumei mengangguk. Ia amat kagum kepada pemuda ini yang
ternyata luar biasa gagahnya. Juga sekarang ia melihat bahwa
pemuda ini benar-benar tampan dan gagah, maka hatinya jatuh. ia mengambil keputusan untuk ikut dengan pemuda ini dan kelak akan dapat membalas dendam kepada orang-orang Mongol atas kematian
ayahnya. Dengan bantuan pemuda ini, ia berbesar hati. Cepat
Nalumei menyelinap dan menyembunyikan diri di belakang batu
karang yang besar. Mereka telah tiba di daerah yang kering, akan tetapi masih ada pohon-pohon sedikit dan batu-batu karang
menonjol tinggi.
Para pengejar sudah datang dekat Kong Ji memapaki mereka dan
dengan pedang di tangan kanan ia siap sedia. Para pengejarnya itu, juga Bouw Gempo menahan kuda mereka. Betapa pun juga,
kegagahan pemuda ini mengecilkan hati mereka.
"Liok Kong Ji, kalau kau menyerahkan Nalumei baik-baik kami akan kembali dan kau boleh melanjutkan perjalananmu," kata Bouw Ang Gempo. ia merasa gentar terhadap Kong Ji dan hendak
mempergunakan cara damai.
Kong Ji tersenyum. "f3ouw Ang Gempo, tak kusangka kau
ternyata seorang yang rendah budi. Bukankah aku sudah
meninggalkan sumoiku dalam keadaan tidak berdaya" Bukankah
kita sudah berjanji untuk saling bertukar antara Sumoiku dan Nona Nalumei" Kau ternyata tidak saja memalsu golok, bahkan sekarang kau mengejar dan hendak merampas Nalumei dan membunuhku.
Anjing dan ular kiranya tidak sejahat engkau!"
"Enak saja kau bicara! Memang golokku ada dua, mengapa kau tidak melihat baik-baik di waktu kau menerimanya itu tandanya kau goblok. Tentang sumoimu itu, siapa yang sudi" Kau boleh
mengambilnya kembali asal kau memberikan Nalumei calon isteriku itu kepadaku."
378 Kong Ji memperlihatkan wajah berseri. Bouw Ang Gempo
kebetulan sekali, aku memang baru saja merasa menyesal telah
meninggalkan Sumoi. Kalau kau benar-benar hendak menukarnya
kembali, boleh kau membawa Nalumei"
Nalumei yang bersembunyi di balik batu karang, terkejut sekali dan mukanya menjadi pucat. ia tidak tahu akan siasat yang
dijalankan oleh Kong Ji dan ia memang belum mengenal kelihatan siasat Kong Ji.
Bouw Ang Gempo tertawa mengejek. "Orang she Liok, siapa
tidak tahu bahwa kau mempunyai tipu muslihat dan akal busuk"
Siapa bisa percaya kepadamu?"
"Kalau kau tidak percaya boleh kau menyuruh seorang anak
buahmu mengambil Nalumei. Boleh naikkan dia di atas kuda untuk kaubawa pulang, siapa yang akan menipumu?"
Mendengar ini, Bouw Ang Gempo menyuruh seorang anak
buahnya membawa kuda menghampiri Kong Ji. "Itu, dia di balik batu karang," kata Kong Ji, "ambil saja dia."
Orang berkuda itu membalapkan kudanya sampai di belakang
batu karang itu, akan tetapi tiba tiba ia menjerit dan dadanya ditembusi oleh ujung golok di tangan Nalumei.
Bouw Ang Gempo terkejut sekali, akan tetapi kejadian ini
membuat ia kurang waspada sehingga ia tidak melihat bahwa Kong Ji sudah mendekatinya. Sebelum ia tahu apa yang harus dilakukan tiba-tiba pundaknya sudah dicengkeram oleh Kong Ji yang
melakukan ini sambil melompat sejauh lima tombak lebih! Benar-
benar hebat pemuda ini karena dari jatak lima tombak lebih ia dapat menangkap lawannya tanpa diketahui lebih dulu oleh orang begitu banyak. Bouw Ang Gempo hendak melawan, akan tetapi sudah
kehilangan tenaga, karena jalan darahnya sudah ditekan oleh Kong Ji yang duduk di atas kudanya. Sambil mengempit tubuh Bouw Ang Gempo, Kong Ji membalikkan kudanya menghadapi orang-orang
Mongol yang tercengang melihat kejadian itu.
"Kalau kalian bergerak, pemimpinmu ini akan kupatahkan barang lehernya!" ia mengancam. "Biarkan aku dan Nalumei pergi, kalau 379
kalian tidak mengganggu, aku akan melepaskan Bouw Ang Gempo
dalam keadaan hidup."
"Siapa bisa tanggung kalau kau tidak akan menipu kami?" teriak seorang pembantu Bouw Ang Gempo. "Bagaimana kalau kau pergi dan kemudian tetap memhunuh komandan kami" Lekas lepaskan
dia kalau tidak, kami akan menghujani anak panah dan akan
menyerangmu mati-matian. Biarpun sampai di neraka, sebelum
habis pasukan kami, kami akan mengejarmu!"
Kong Ji maklum bahwa ancaman ini bukan ancaman kosong,
maka ia cepat mengatur siasat, "Aku tidak menipu kalian. Kalau tidak percaya, biarlah barisan anak panah kalian mengikuti kami dengan jalan kaki. Begitu kami membalikan kuda, kalian boleh
menghujani anak panah, apa salahnya" Nah, kalau sudah lima li dan sini, aku akan melepaskan Bouw Ang Gempo dan kami akan
melarikan kuda. Dengan demikian menjadi adil bukan" Kalian tidak dapat mengejar kami karena tidak berkuda, sedangkan kami tidak dapat menipu karena kalau aku membunuh komandanmu, barisan
anak panah itu dapat menghujani kami dengan anak panah."
Para pembantu Bouw Ang Gempo mengadakan perundingan,
akhirnya setuju. Bagi mereka, nyawa Bouw Ang Gempo lebih
berharga daripada Nalumei. Seratus dua puluh orang ahli panah lalu turun dari kuda dan berbaris, siap mengantar Kong Ji. Pemuda ini tertawa sambil mengempit tubuh Bouw Ang Gempo yang tak
berdaya itu, ia berseru, "Nalumei, keluarlah dan situ, dan melanjutkan perjalanan"
Nalumei girang sekali karena tadi ia mendengar semua dan tahu
bahwa semua kata-kata pemuda itu hanyalah siasat belaka untuk
menipu musuh. ia menjadi semakin girang dan muncullah dari balik batu karang itu seorang pemuda yang ganteng menunggang kuda
dengan gagah. Dia inilah Nalumei yang sudah merobohkan
penunggang kuda yang hendak menjemputnya tadi dan memakai
pakaian luarnya! Semua orang Mongol tercengang, akan tetapi
Nalumei berkata sambil tersenyum manis.
"Bagus sekali, orangmu tadi kurang ajar dan hendak
menggangguku, terpaksa aku membunuhnya dan mengambil kuda
dan pakaiannya, amat perlu bagi perjalananku.
380 Biarpun mendongkol, orang-orang Mongol itu tidak berdaya.
Keselamatan Bouw Ang Gempo jauh lebih penting dari pada urusan kematian seorang anak buah biasa. Kong Ji dan Nalumei lalu
menjalankan kuda perlahan untuk memberi kesempatan kepada
seratus dua puluh orang atilt panah itu mengikuti mereka sambil berjalan kaki.
"Nalumei, kau manis sekali dalam pakaian itu," kata Kong Ji perlahan sambil memandang Nalumei yang menjalankan kudanya di
sebelahnya. Nalumei tercengang, akan tetapi ia girang sekali. Luar biasa
pemuda ini, dalam keadaan seperti itu, terancam oleh seratus dua puluh orang ahli panah di belakang, masih sempat bercumbu.
"Dan kau gagah perkasa sekali. Taihiap," balasnya lirih dengan kerling mata penuh arti. Kong Ji girang. Nona ini benar-benar jauh bedanya dengan Hui l.ian, dan melakukan pejalanan bersama dia
tentu akan amat menyenangkan.
Setelah jarak lima li dilewati, Kong Ji menghentikan kudanya dan memutar binatang tunggangannya itu, menghadapi seratus dua
puluh orang yang mengikutinya.
"Aku akan melepaskan Bouw Ang Gempo di sini seperti yang
telah kita janjikan. Harap saja kalian dapat dipercaya." katanya.
"Janji orang-orang Mongol takkan dilanggarnya," jawab seorang di antara para ahli panah itu.
Kong Ji menoleh kepada Nalumei, "Kekasihku, kau pergilah dulu, nanti kususul engkau. Dengan seorang diri, lebih mudah bagiku
untuk menyelamatkan diri, kalau kalau mereka nanti menyerang."
Nulumai tidak ragu-ragu untuk mentaati perintah ini karena tadi ia sudah menyaksikan betapa lihainya Kong Ji. Sambil tersenyum manis, gadis suku bangsa Naiman yang kini sudah menyamar dalam pakaian pria ini lalu mengangguk dan membalapkan kudanya, lari ke depan.
"Nah, sekarang kalian boleh menerima kembali Bouw Ang
Gempo. Lihat, dia tidak aku apa-apakan dan masih sehat," kata Kong Ji setelah melihat Nalumei berada di tempat aman, takkan
381 tercapai oleh anak panah yang dilepaskan dari tempat itu. Ia
menurunkan Bouw Ang Gempo dari atas kuda, dan panglima Mongol
itu karena didorong lalu terhuyung ke depan dan terus berjalan dengan langkah cepat ke arah kawan-kawannya.
Melihat betapa panglima mereka benar benar dilepas dan dapat
berjalan serta keadaannya memang tidak terluka para ahli panah itu tidak mengganggu ketika sambil tertawa Kong Ji membalapkan kuda menyusul Nalumei.
Gadis itu telah menanti di
tempat jauh. Melihat
kedatangan Kong Ji, ia girang
sekali dan menyambut dengan
senyum mains. Hatinya girang
bahwa pemuda ini tidak
menemui halangan sesuatu.
"Nalumei, hayo kita
balapkan kuda jangan sampai
tersusul oleh mereka," kata
Kong Ji dengan wajah berseri.
"Mereka tentu akan mencak-
mencak dan pasti akan
berusaha mengejar kita."
Nalumei menyabat kudanya
dan kedua orang muda ini lalu
mengaburkan kuda sehingga
debu mengepul di belakang ke dua binatang itu.
"Ape sih yang kaulakukan terhadap Bouw Ang Gempo" tanya Nalumei. Gadis ini adalah seorang gadis yang terlahir di tengah-tengah suku bangsa menungang kuda, maka dia sendiri sudah
semenjak kecil dapat menunggang kuda, kini menjadi seorang
penunggang kuda yang amat pandai. Oleh karena itu, biarpun
berada di atas punggung seekor kuda yang membalap, dia masih
enak saja dan masih sempat bercakap-cakap.
382 Kong Ji tersenyum. "Tidak apa hanya aku memutuskan urat
syaraf kepalanya sehingga babi kunirsan itu takkan dapat mengingat dengan baik lagi.
Nalumei diam-diam merasa ngeri akan tetapi ia juga girang
sekali. Sekalian orang Mongol yang membantu Temu Cin berarti
musuh besarnya, maka kematian atau terlukanya seorang seperti
Bouw Ang Gempo merupakan pembalasan dendam baginya.
"Kuharap saja lain kali kau dapat melakukan hal seperti itu terhadap Temu Cin dan lain-lain manusia Mongol yang telah
membasmi suku bangsaku, Tauhiap."
Akan tetapi Kong Ji hanya tersenyumdan demikianlah, sepasang
orang muda melakukan perantauan mereka, dan Halumei tidak
sadar bahwa diam-diam ia telah menyerahkan diri kepada seorang muda yang berwatak aneh, kejam, dan licin sekali.
Memang betul apa yang diucapkan oleh Kong Ji kepada Nalumei
itu. Dengan cara diam-diam ia telah menepuk ubun-ubun kepala
Bouw Ang Gempo dan dengan ilmu pukulan keji yang ia pelajari dari See-thian Tok-ong, ia telah merusak urat syaraf di kepala panglima Mongol itu sehingga, seperti halnya pemuda Ma Hoat tempo hari, panglima ini pun menjadi lupa ingatan dan seperti orang gila.
Kawan-kawannya yang tadinya girang menyambutnya, setelah
Bouw Ang Gempo datang dekat, menjadi terheran-heran melihat
panglima itu memandang kepada mereka seperti orang mimpi.
Ketika di-tanya dan ditegur, panglima Mongol ini hanya tersenyum menyeringai dan akhirnya tahulah mereka bahwa panglima ini telah berubah ingatannya! Tak seorang pun di antara mereka yang
menduga bahwa ini adalah perbuatan Kong Ji, dalam kebingungan, mereka segera membawa Bouw Ang Gempo kepada Temu Cin.
Ketika itu, Temu Cin sedang bercakap-cakap dengan Hui Lian.
Gadis ini telah mendengar semua penuturan Temu Cin tentang
kekejian dan pengkhianatan Kong Ji, tak dapat menahan air
matanya. Ia merasa amat kecewa kepada diri sendiri yang salah
tafsir akan Kong Ji, merasa penasaran mengapa ayahnya dapat
mengambil murid sejahat itu, merasa sakit hati dan marah sekali kepada suhengnya. Juga ia ngeri memikirkan betapa ia pernah
383 mengajar Pak-kek Sin-ciang kepada Kong Ji dan ia maklum bahwa
pemuda itu merupakan seorang manusia iblis yang amat lihai,
apalagi setelah pedang Pak-kek Sin-kiam dibawanya! Di samping ini, Hui Lian merasa bersukur dan berterima kasih sekali ke pada Temu Cin. Kalau tidak karena sifat yang gagah dan adil dari pemimpin besar ini entah bagaimana jadinya dengan nasibnya.
"Aku akan mencarinya! Aku akan membunuhnya!" hanya inilah kata-kata yang keluar dan mulut Hui Lian.
"Sabar Lihiap. Aku pun sudah mengutus Bouw Ang Gempo dan
seribu orang pasukan panah untuk menghadang dan
membunuhnya, sekalian merampas kembali Nalumei dan pedang
pusakamu."
"Kau baik sekali, Taijin. Kalau tidak kau yang menolongku...."
"Sudahlah, antara orang sendiri mengapa banyak sungkan" Aku selalu mengharmati orang-orang gagah dan membenci orang yang
jahat dan curang. Apalagi aku ingat bahwa nama ayahmu sudah
menjulang tinggi di dunia kang-ouw, bagaimana aku dapat
membiarkan kau mengalami celaka" Biarpun aku tidak minta balas jasa kepada siapapun -juga, namun aku kelak masih banyak
mengharapkan bantuan-bantuan dari orang-orang gagah seperti
kau, Ayahmu dan yang lain-lain," jawab Temu Cin yang pada hakekatnya amat cerdik itu. Kecerdikan dan kegagahan serta
pengaruhnya yang amat besar inilah yang kelak dapat menghasilkan perjuangan dan cita-citanya sehingga ia mencapai kedudukan
tertinggi menjadi raja besar yang terkenal dengan nama Jengis
Khan! Tengah mereka bercakap-cakap datanglah rombongan ahli panah
yang tadinya mengikuti Kong Ji bersama ratusan perajurit sisa dari seribu orang yang tadinya dipimpin oleh Bouw Ang Gempo. Pasukan yang lain menanti di luar, yang masuk adalah pemimpin barisan
berpanah sebanyak tiga orang yang menggandeng Bouw Ang
Gempo di tengah-tengah. Dilihat dari jauh, seakan-akan tiga orang ini mengawal seorang tangkapan yang keadaannya menyedihkan
kali. 384 Temu Cin mengerutkan kening dan berkata perlahan kepada Hui
Lian. "Ah, agaknya suhengmu telah dapat menggagalkan pengejaran Bouw Ang Gempo...."
Tiga orang itu menghadap Temu Cin, memberi hormat secara
militer, kemudian menuturkan semua pengalaman mereka.
Menjelaskan betapa dengan amat cerdik dan licinnya, Kong Ji yang dikejar-kejar itu telah berhasil menawan Bauw Ang Gempo sehingga terpaksa mereka melepaskan pemuda itu asal Bouw Ang Gempo
tidak dibunuh. "Akan tetapi sungguh aneh, Khan Muda yang mulia, memang
Panglima Bouw Ang Gempo telah dilepas dan tidak terluka sama
sekali, akan tetapi aneh... Paduka dapat melihatnya sendiri,
keadaannya tidak sewajarnya... agaknya seperti berubah ingatan!"
Temu Cin memandang kepada panglimanya. Dadanya berdebar
menahan kemarahan. Benar-benar merupakan tamparan baginya. ia
tentu akan ditertawai orang sedunia kalau mereka mendengar
betapa seorang panglimanya dengan pasukan seribu orang
jumlahnya, telah gagal untuk mengejar dan menangkap seorang
buronan! "Bouw Ang Gempo l Hayo jelasnya semua ini!" bentaknya marah.
Akan tetapi Panglima Mongol yang tegap pendek dan berkumis
kecil panjang itu hanya menyeringai, mulutnya berkemak-kemik dan yang terdengar hanya kata-kata mengaco tidak karuan.
"Ah, Kong Ji benar-benar manusia Iblis!" tiba-tiba Hui Lian menggebrak meja. "Tak perlu diperiksa orang ini telah kehilangan ingatannya. Dulu dalam perjalanan, dia membikin seorang pemuda she Ma seperti ini, yakni ditotok putus urat-urat syaraf di
kepalanya!"


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Temu Cin minta penjelasan. Setelah mendengar penuturan Hui
Lian, tiba-tiba ia melompat berdiri, mencabut golok dan sekali tabas saja putuslah leher Bou Ang Gempo. Hui Lian terkejut sekali dan gadis ini menegur,
385 "Apakah artinya ini" Mengapa orang yang harus dikasihani ini dibunuh" Ini keterlaluan sekali!!"
Temu Cin menyarungkan goloknya wajahnya nampak gelap dan
berduka. Kemudian ia memandang kepada Hui Lian sambil
tersenyum pahit.
"Go-lihiap, kalau kau seorang tamu yang pernah diperlakukan secara curang dan jahat oleh Bouw Ang Gempo dapat menaruh hati kasihan kepadanya bagaimana aku tidak" Bouw Ang Gempo adalah
seorang kepercayaanku yang selalu taat dan setia, aku kasihan dan sayang kepadanya," kata Temu Cin kepada Hui Lian yang terheran-heran dan tidak senang melihat pemimpin orang Mongol ini
membunuh Bouw Ang Gempo.
"Kalau kasihan, mengapa Taijin bahkan membunuhnya?"
"Adakah jalan yang lebih baik untuk membebaskannya dari
penderitaan daripada membunuhnya" Kalau ia dibiarkan hidup, ia akan menjadi seorang gila yang tidak ada gunanya. Bagi seorang gagah, lebih baik mati daripada hidup tak berguna, bahkan hanya akan mendatangkan malu belaka," kata Temu Cin dan wajah
pemimpin besar ini nampak muram.
Akhirnya Hut Lian terpaksa mengakui dalam hati bahwa
perbuatan Temu Cin terhadap diri Bouw Ang Gempo tadi memang
tepat. Dan bertambahlah kebenciannya terhadap Liok Kong Ji,
pemuda berwatak iblis itu.
"Aku akan mencari keparat itu, Tai-jin, dan percayalah bahwa
dengan bantuan Ayah Bundaku, kelak aku akan dapat
menewaskannya, dan dengan demikian sakit hatimu dan sakit hati Bouw Ang Gempo akan terbalas."
"Kau baik sekali, Lihiap, dan kami merasa beruntung sekali dapat berkenalan denganmu. Sampaikan saja hormatku pada ayahmu
pendekar besar yang sudah lama kujunjung tinggi namanya."
Hui Lian bersiap-siap kemudian meninggalkan tempat itu setelah berjanji bahwa kelak ia akan membantu pemimpin ini bersama ayah bundanya dan sahabat-sahabatnya di dunia kang-ouw. Temu Cin
memberi seekor kuda yang amat baik berikut bekal makanan,
386 minuman dan emas. Selain ini, ia memerintahkan sepasukan
berkuda untuk mengawal Hui Lian keluar dari daerah kering yang amat sukar itu, untuk mencegah agar gadis ini jangan sampai
tersesat dan menderita kesulitan di jalan.
Tentu saja Hui Lian menjadi girang dan merasa berterima kasih
sekali, maka berangkatlah rombongan itu mengawal Hui Lian
menuju ke selatan. Debu mengepul tinggi dari bawah kaki
rombongan berkuda ini, menutupi cahaya matahari yang masih
lemah. -oo0mch-dewi0oo-
Kurang lebih seratus orang pengemis sabuk hitam, yakni
anggauta-anggauta penting dari perkumpulan pengemis Hek-kin-
kaipang, berkumpul di luar kota Bi nam-bun. Sebagaimana pembaca tentu masih ingat, perkumpulan Hek-kin-kaipang adalah
perkumpulan pengemis yang paling besar dan berpengaruh, dan
telah memiliki nama yang terkenal di dunia kang-ouw. Ketua dari Hek-kin-kaipang adalah Kiang Cun Eng, wanita cantik yang genit, akan tetapi yang pada dasarnya memiliki watak gagah dan baik.
Ketua Hek-kin-kaipang inilah yang telah menolong Wan Sin Hong
dan yang membawanya ke puncak Luliang-san, menyehkannya
kepada Luliang Sam lojin.
Setelah menyerahkan Sin Hong kepada dua orang kakek sakti di
Luliang-san itu, Kiang Cun Eng lalu memindahkan pusat
perkumpulannya di Bi-nam-bun dan semenjak itu ia hidup
menyendiri, bahkan setengah bersembunyi. Ia maklum bahwa
setelah merampas Sin Hong dari tangan orang-orang Im-yang-bu-
pai, berada dalam keadaan terancam. Ke pada para anggauta Hek-
kin-kaipang pun berpesan agar menjauhkan diri bentrokan dengan Im-yang-bu-pai.
Telah berpuluh tahun Cun Eng menjadi ketua Hek-kin-kaipang.
Ketua perkumpulan ini dipilih dalam lima tahun sekali dan selalu mereka memilih Cun Eng. Bukan saja karena wanita ini memang
memiliki kepandaian tinggi, juga karena selama dipimpin oleh Cun Eng perkumpulan ini dapat berkembang dengan baik dan dalam diri 387
Cun Eng mereka mendapatkan seorang pemimpin yang baik dan
tegas. Pada hari itu, kembali lima tahun telah lewat dan hari itu mereka berkumpul di Bi-nam-bun untuk menguasai perkumpulan itu agar
dapat menjadi ketua perkumpulan yang besar dan berpengaruh ini.
Akan tetapi beberapa orang yang hendak mencari kedudukan ini
semua kena dikalahkan oleh Kiang Cun Eng yang lihai.
Namun sekarang lain lagi. Selama ini, Hek-kin-kaipang telah maju pesat dan diantara anggautanya telah terdapat baik orang-orang pandai yang dengan suka rela menggabungkan diri. Maka sekarang banyak sekali calon-calon ketua yang memiliki kepandaian tinggi.
Apalagi, telah tersiar desas-desus bahwa ketua Hek-kin-kai-pang, yakni Kiang Cun Eng, hendak melepaskan kedudukannya dan
memberikan kepada seorang laki-laki gagah perkasa yang menjadi sahabat baiknya. Bahkan ada desas-desus lain yang
menggemparkan yakni, bahwa Kiang Cun Eng bukan saja hendak
menyerahkan kedudukan kapada orang itu, akan tetapi juga hendak menyerahkan jiwa raganya atau jelasnya hendak... menikah dengan orang itu!
Tentu saja hal inl menggemparkan para anggauta Hek-kin-
kaipang. Mereka tahu bahwa ketua mereka itu semenjak dulu tidak mau menikah, biarpun banyak orang-orang muda yang tergila-gila kepada Cun Eng yang cantik jelita dan pandai. Bagaimana sekarang setelah ketua ini usianya sudah tidak muda lagi, biarpun masih cantik, tiba-tiba hendak memilih suaminya"
Laki-laki itu bukanlah orang sembarangan, melainkan seorang
pendekar yang ternama, penghuni atau pemilik dari pulau Kim-ketho (Pulau Ayam Emas). Kim-ke-tho adalah sebuah pulau di dekat pantai timur dan orang ini termasuk seorang tuan tanah kaya raya yang memiliki pulau itu. Ia hidup seorang diri di pulau itu, tidak berkeluarga hanya dibantu oleh puluhan orang nelayan dan pekerja.
Namanva terkenal sebagai seorang gagah yang banyak menolong
orang dan kiranya di dunia kang-ou nama julukan Sian-hud-tim
(Kebutan Dewa) bukan julukan asing lagi. Nama sebenarnya dari
orang gagah ini adalah Yap Kong Ki, usianya sudah empat puluh
tahun lebih, wajahnya terang dan mukanya putih. Rambutnya
388 digelung seperti seorang tosu, gerak-geriknya halus akan tetapi langkahnya menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli silat pandai.
Di dalam perantauannya, Kiang Cun Eng bertemu dengan orang
ini dan ternyata olehnya bahwa ilmu silat yang dimiliki oleh Yap Kong Ki jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri. Akhirnya keduanya saling "jatuh hati" dan diam-diam mereka merencanakan sebuah rumah tangga berdua.
Banyak orang kang-ouw datang di Bi-nam-bun pada hari itu, ada
yang datang untuk memenuhi undangan sebagai saksi, ada pula
yang sengaja untuk melihat-lihat keadaan dan kalau kiranya
mungkin akan mencalonkan diri menjadi ketua. Tidak sedikit yang datang hendak melihat Kiang Cun Eng, ketua pekumpulan yang
cantik itu yang biarpun usianya sudah empat puluh tahun lebih
masih menarik hati banyak pria.
Tak lama setelah seratus lebih anggauta Hek-kin-kaipang
berkumpul, datanglah Kiang Cun Eng bersama Yap Kong ki.
Memang sudah lama Cun Eng selalu bersama Yap Kong Ki, juga
seringkali tinggal di atas Pulau Kim-ke-tho tidak jauh letaknya dan Bi-nam-bun dusun di pantai laut itu.
Semua mata memandang dan banyak yang kagum melihat Kiang
Cun Eng karena wanita ini masih saja memiliki bentuk tubuh yang langsing dan padat, wajah yang riang gembira dan senyumnya
masih amat manis. Kemudian orang mulai memperhatikan Yap Kong
Kim. Harus mereka akui laki-laki ini pun gagah dan cocok berjalan di sebelah Cun Eng. Akan tetapi banyak pula di antara mereka yang merasa iri hati dan cemburu, yakni mereka yang menginginkan
kedudukan ketua dan terutama sekali yang suka kepada Cun Eng.
Para anggauta Hek-kin-kaipang menyambut kedatangan Kiang
Cun Eng dengan penghormatan dan seruan, "Hidup Kiang-pangcu (Ketua Kiang) dari Hek kin-kaipang!"
Kiang Cun Eng tersenyum, mencabut keluar sebuah tongkat
hitam kecil, yakni tongkat pusaka dari Hek-kin-kaipang mengangkat tongkat itu tinggi di atas kepala sambil berseru, "Hidup Hek-kin-kaipang!"
389 Kemudian Cun Eng mengambil tempat duduk di atas sebuah
bangku yang sudah disediakan di situ. Yap Kong Ki berdiri di
belakangnya, memandang kepada para pengemis yang hadir
dengan sikap tenang.
"Kawan-kawanku sekalian," Kiang Cun Eng berkata dengan suara penuh perasaan terharu, "saat pemilihan ketua baru telah tiba. Akan tetapi sebelum kita mengadakan pemilihan perkenankan saya bicara sedikit. Sudah empat kali pemilihan, selalu aku yang mendapat
kehormatan dipilih menjadi ketua. Selama ini kawan-kawan telah membantuku dan perkumpulan kita makin berkembang. Akan tetapi, sekarang tiba saatnya bagiku untuk mengundurkan diri...."
Terdengar suara celaan dan pernyataan kecewa dari sana-sini,
disusul dengan suara, "Kami memilih Kiang-pangcu...!"
Cun Eng mengeleng-geleng kepala sambil tersenyum pahit.
"Berilah waktu kepadaku untuk beristirahat. Kepandaianku terbatas sekali, dan sekarang keadaannya berbeda dengan dahulu. Di dunia kang-ouw muncul banyak orang jahat yang lihai sekali, maka
perkumpulan kita perlu dipimpin oleh orang yang pandai. Aku tidak sanggup lagi dan sekarang aku menyerahkan kepada kawan-kawan
yang cakap."
"Curang...!" terdengar teriakan di tengah-tengah kumpulan pengemis, sukar dicari siapa yang bicara itu. "Kiang-pangcu hendak mundur sambil menggasak semua kekayaan Hek-kin-kaipang!"
Sepasang mata Kiang Cun Eng bersinar marah dan berusaha
mencari si pembicara tadi, akan tetapi sia-sia karena suara para pengemis yang simpang siur itu menyembunyikan pembicaraan tadi.
"Begitu rendahkah orang menganggapku?" Cun Eng
menggerakkan kedua tangan dan tiga kali ia bertepuk tangan maka datanglah delapan orang anggauta Hek-kin-kaipang menggotong
empat buah peti besar yang ditaruh di tengah-tengah tempat
pertemuan itu. Cun Eng menghampiri peti-peti itu dan membukanya satu demi satu. Ternyata bahwa peti itu penuh dengan uang dan
barang-barang berharga.
"Kawan-kawan sekalian, lihatlah baik-baik. Empat peti ini adalah seluruh harta kekayaan perkumpulan yang kita semua kumpulkan
390 selama puluhan tahun. Aku telah menukar-nukarkan dan
meringkaskan menjadi barang-barang berharga untuk keperluan
perkumpulan. Bahkan yang sepeti di antaranya adalah milik
pribadiku, warisan dari orang tuaku. Akan tetapi, kalau aku
mengundurkan diri, aku pun akan meninggalkan milikku itu untuk perkumpulan. Nah, siapa berani bilang aku hendak mundur
membawa lari harta perkumpulan?" Cun Eng berdiri tegak menyapu semua orang dengan mata menentang.
Keadaan sunyi untuk beberapa lama.
"Kami memilih Kiang-pangcu! Kalau Kiang-pangcu memaksa
mengundurkan diri, itu berarti pengkhianatan terhadap partai!"
terdengar suara seorang pengemis.
Cun Eng menoleh ke arah suara itu. "Tak dapat dianggap
pengkhianatan. Aku mundur bukan melarikan diri, melainkan
hendak memberikan kepada orang yang lebih cakap. Sebelum aku
mundur hari ini aku akan membantu kawan-kawan memilih ketua
baru dan percayalah biarpun aku sudah mengundurkan diri,
sewaktu-waktu aku siap sedia membela kehormatan Hek-kin
kaipang!" Kembali terdengar suara bercampur aduk tidak karuan. Keadaan
sampai lama begitu saja sehingga Cun Eng mengangkat tangan
kanan dengan marah.
"Kawan-kawan, kalian bukan anak kecil yang berpikiran sempit.
Baru saja kata-kataku tadi dapat diterima dengan baik dan sekarang aku mengusulkan seorang calon untuk mengganti kedudukanku
sebagai ketua baru"
Semua suara terhenti dan keadaan menjadi sunyi. Semua orang
ingin sekali mendengar siapa gerangan calon yang dipilih oleh ketua itu. Ada yang menyangka bahwa Cun Eng tentu akan menunjuk Yap
Kong Ki yang berdiri seperti patung itu, dan hati para anggauta berdebar menanti. Ada yang tidak setuju dan ada pula yang setuju, akan tetapi semua mata kini diarahkan kepada Yap Kong Ki. Akan tetapi, jawaban atau lanjutan kata-kata Cun Eng ternyata jauh
berbeda dengan dugaan mereka.
391 "Aku mengusulkan supaya Tan Lokai tuggantikan aku menjadi pangcu baru!" sambil berkata demikian, Cun Eng melompat ke kanan dan menggandeng keluar tangan seorang pengemis tua yang
tinggi kurus dan berwajah ramah. Semua orang tertegun, akan
tetapi ada sebagian yang setuju. Tan Lokai (Pengemis Tua she Tan) terkenal sebagai pembantu ketua yang selain tinggi kepandaiannya, juga amat ramah dan sabar. Akan tetapi karena jarang sekali ia bertempur orang-orang belum menyaksikan sendiri sampai dimana
kelihaiannya, bahkan ada yang memandang rendah.
"Kiang-pangcu benar-benar membikin lokai menjadi malu," kata Tan Lokai sambil membungkuk-bungkuk, akan tetapi lalu berkata
dengan nada suara bersungguh-sungguh, "Aku yang sudah tua telah dapat mengerti akan semua alasan Kiang-pangcu, maka
apabila tidak ada yang mengajukan keberatan, demi
menyelamatkan perkumpulan dari tangan orang jahat, aku bersedia menjadi ketua dan bekerja dengan bantuan para kawan yang setia!"
Kiang Cun Eng kelihatan gembira kali. "Bagaimana kawan-
kawan" Setujukah kalian?"
Terdengar jawaban bersimpang siur di sana-sini.
"Yang tidak setuju harap angkat tangan! Pengangkatan ketua harus diterima dengan suara bulat seperti biasa!" kata pula Cun Eng.
Tak lama kemudian, kagetlah Cun Eng melihat rombongan di
sebelah kiri semua mengangkat tangan, lebih dari tiga puluh orang!
Dan yang lebih menggelisahkannya lagi, justru yang mengangkat
tangan itu adalah tokoh-tokoh yang belum lama menggabungkan
diri ke dalam perkumpulan Hek-kin-kai-pang! Kemudian, dua orang pengemis melompat keluar dan menghadapinya. Yang seorang
adalah pengemis tinggi besar yang terkenal dengan sebutan Tiat-ciang-eng (Pendekar Tangan Besi) dan bernama Lai Sek. Dia adalah seorang anggauta pimpinan Hek kin-kaipang yang sudah tinggi
tingkatnya, orangnya tinggi besar bermuka kuning, dan mempunyai watak yang jujur. Sudah lama Lai Sek tergila-gila kepada ketuanya sendiri dan semenjak tadi ia sudah merasa cemburu dan iri hati sekali melihat Yap Kong Ki, maka sekarang ia melompat maju
setelah mendapat kesempatan.
392 "Aku tidak setuju kalau Kiang-pang-cu, mundur! Kalau mundur apa alasannya" Dan pula aku mendengar desas-desus tentang
perjodohan! Inipun harus dijelaskan, orang gagah tidak perlu
merahasiakan sesuatu. Ketiga, aku tidak setuju ada orang luar hadir di dalam pertemuan Hek-Kin-kaipang ini, kecuali kalau dia hendak mencoba untuk merebut kedudukan ketua," setelah berkata
demikian, pengemis tinggi besar ini memandang ke arah Yap Kong Ki dengan mata melotot.
Mendengar ucapan ini dan melihat sikap Lai Sek, wajah Cun Eng
menjadi merah sekali. Ia maklum akan isi hati orang kasar ini dan tahu bahwa Lai Sek sudah lama jatuh hati kepadanya. Bahkan pada setiap kali pemilihan ketua Lai Sek inilah yang tampil ke depan berkeras memilih dia melanjutkan kedudukan ketua.
Adapun Tan Lokai, mendengar betapa Kiang Cun Eng dihina,
menjadi tidak senang. Ia menghadapi Lai Sek dan berkata.
"Lai Sek, mengapa kau begitu kurangajar terhadap Kiang-
pangcu" Ingat, sebelum ada ketua baru, dia masih ketua kita! Kalau kau tidak setuju akan pilihan pangcu, kau boleh mengajukan calon.
Ataukah kau sendiri hendak mencalonkan diri sendiri" Tentang
orang luar tentu kaumaksudkan Yap-sicu. Dan dalam hal ini pun kau benar-benar keliru Yap Sicu adalah seorang gagah yang selalu
membantu Hek-kin-kaipang dan sudah banyak ia menyumbang,
sungguhpun dia bukan anggauta perkumpulan kita. Katakan,
apakah kau ingin menjadi pangcu dan sanggupkah kau memimpin
perkumpulan kita?"
Diserang begini oleh Tan Lokai, Lai Tek menjadi gagap. "Aku...
aku... betapapun juga, kalau Tan Lokai menjadi pangcu, aku harus menguji dulu kepandaiannya!" akhirnya ia berkata untuk menutupi malunya.
"Bagus! Itulah seharusnya ucapan seorang laki-laki!" memuji orang ke dua yang tadi melompat maju. Dia ini adalah orang
pengemis tua berusia lima puluh tahun lebih yang bernama Teng
Gai berjuluk Kim-tung Mo-kai (Pengemis Setan Tongkat Mas).
Tongkatnya berwarna kuning seperti emas, sungguhpun amat
disangsikan apakah benar-benar dari pada logam mahal itu. Setelah berkata demikian ia melompat mundur untuk me-nanti giliran.
393 Sudah menjadi kebiasaan dalam perkumpulan Hek-kin-kaipang,
tiap kali ada pemilihan pengurus baru, semua anggauta berhak
untuk menguji kepandaian ketua yang dipilih, maka kata-kata Lai Sek tadi menggembirakan semua orang. Adapun Tan Lokai sendiri
yang tahu bahwa kali ini ia menghadapi banyak orang yang
menentangnya, sudah siap menghadapi setiap lawan.
"Lai Sek kalau kau penasaran, majulah lohu melayanimu
bermain-main sebentar!"
"Awaslah, Tan Lokai!" Lai Sek yang jujur itu tidak mau banyak bicara dan secepat angin ia menggerakkan tongkatnya menyerang
ke arah dada Tan Lokai. Pengemis tua ini memiliki ilmu tongkat yang lihai sekali. Cun Eng tahu bahwa ilmu tongkat pengemis ini mengatasi semua ilmu tongkat yang dimiliki oleh para anggauta
Hek-kin-kaipang, maka tidak khawatir dan karena itu pula tadi
memilihnya sebagai calon ketua.
Dengan cepat sekali Tan Lokai membuktikan kelihaiannya.
Biarpun Lai Sek bertenaga besar seperti kerbau dan tongkatnya
mengeluarkan angin saking kerasnya serangan-serangan yang
dilakukannya namun dengan enak dan mudah semua serangan
digagalkan. Dalam beberapa belas jurus saja terdengar Lai Sek
berteriak kesakitan dan jatuh terjengkang ketika kakinya kena
dicongkel oleh tongkat Tan Lokai yang gerakannya cepat sekali!
Tan Lokai dengan senyum ramah membantu Lai Sek bangun.
Pengemis kalap ini meringis kesakitan, lalu menjura. "Tan Lokai benar-benar lihai, siauwte yang muda bermata buta. Urusan ketua terserah saja kepada pemilihan orang banyak!" katanya sambil menyerat tongkatnya dan mengundurkan diri.
"Ha, ha, ha! Tidak kusangka Tiat-tiang-eng demikian lemahnya!
Dan nama Tan Lokai tidak kosong belaka. Biar aku yang mencoba
kepandaiannya," kata Kim-lung Mo-kai sambil mclompat maju dengan tongkat kuning di tangan.
Tan Lokai mengerutkan kening. Pengemis di depannya ini baru
beberapa bulan menjadi anggauta, akan tetapi selalu bersikap
mencurigakan. Bahkan sekarang, sabuk yang dipakainya bukanlah
sabuk hitam melainkan sabuk putih.
394 "Sahabat Teng Gai, mengapa kau memakai sabuk putih?"
tegurnya. Kim Lung Mo-kai Teng Gal tertawa geli. "Tan Lokai, nama Hek-kin kaipang kuanggap tidak baik dan kurang tepat. Mengapa
memakai nama hitam" Bukankah lebih patut kalau diganti saja
dengan Pek-kin-kaipang (Perkumpulan Pengemis Sabuk Putih).
Kalau aku yang menjadi ketuanya, tentu akan segera kuganti nama perkumpulan kita."
Kata-kata ini disambut oleh suara tawa menyatakan setuju dan
ketika Tan Lokai dan Cun Eng menengok ke arah mereka yang
tertawa, ternyata bahwa mereka itu adalah puluhan orang yang tadi mengangkat tangan dan di antara mereka banyak yang memakal
sabuk putih! Tan Lokai marah sekali. "Teng Gak kau hendak mengujiku, atau merampas kedudukan ketua, ataukah hendak mengkhianatt
perkumpulan?"
"Yang pertama dan kedua memang tepat, aku hendak
mengujimu dan kalau kau kalah, akulah yang lebih patut menjadi ketua. Soal pengkhianatan, aku bukan hendak memperbaiki
keadaan perkumpulan, mana bisa disebut mengkhianati?"
"Bagus, kau majulah!" seru Tan Lokai.
Teng Gak mengeluarkan suara ketawa mengejek dan tongkatnya
ini seperti gerakan garuda memukulkan sepasang sayap, yakni ia memegang tongkat di tengah-tengah dan mengirim pukulan dengan
ujung tongkat kiri ke atas kepala, kemudian disusul dengan ayunan ujung tongkat kanan ke arah perut lawan. Akan tetapi ketika Tan Lokai menangkis, kakek ini terkejut sekali. Ujung tongkat itu
memukulnya dengan tenaga lweekang yang lemas dan mempunyai
daya membetot, sebaliknya pukulan ujung tongkat kanan yang
menyusul, dilakukan dengan penyaluran tenaga gwakang yang amat kuat dan keras! Melihat cara pukulan ini, Tan Lokai yang sudah banyak pengalamannya terkejut dan terheran-heran. Inilah cara
ilmu silat dari orang Im-yang-bu-pai, yang mendasarkan pada ilmu Silat Im-yang-ciang-hoat atau Ilmu Silat Im-yang!
395 "Eh, kau orang Im-yang-bu-pai!" tegurnya sambil membalas
serangan lawan.
Teng Gak hanya tertawa mengejek, dan pada saat itu, tiga puluh orang yang tadi mengangkat tangan, mendengar kata-kata Tan
Lokai ini, serentak bangkit berdiri tegak dan bersiap-siap, sikap mereka angker sekali. Keadaan menjadi riugh dan orang-orang Hek kin-kaipang juga cepat memisahkan diri dari mereka.
"Teng Gai apa kehendakmu?" tanya Tan Lokai, akan tetapi Teng Gai terus saja mendesaknya dengan pukulan pukulan maut. Tan
Lokai yang mengalami kekagetan, tak dapat menjaga diri dengan


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baik, maka terdengar suara keras ia mencelat ke belakang sampai tiga tombak lebih ketika tongkat kuning lawannya berhasil
menyodok dadanya! Baiknya Tan Lokai telah mengerahkan
lweekang, sehingga biarpun terluka berat, tidak sampai
membahayakan nyawanya.
"Teng Gai, betulkah kau orang Im yang-bu-pai dan apakah
maksudmu memasuki perkumpulan kami?" Cun Eng melompat maju dengan pedang di tangan menghadapi pengemis sabuk putih itu.
"Ha, ha, ha, Kiang-pangcu! Im yang-bu-pai sudah tidak ada dan aku sekarang calon ketua dari Pek-kin-kaipang! Aku menuntut
hakku sebagai pemenang calon ketua. Akulah yang berhak menjadi nama baru dan aku akan mengganti nama perkumpulan menjadi
Pek- kin kaipang!"
Sebelum Kiang Cun Eng menjawab, berkelebat bayangan orang
dan sosok bayangan ini begitu tiba lalu menonjok ke arah Teng Gai yang cepat menangkis. Akan tetapi to terhuyung-huyung dan hal ini mengejutkan hatinya. Ketika ia memandang, yang menyodoknya
adalah seorang pengemis setengah tua yang bajunya tambal-
tambalan, kumis dan jenggotnya malang melintang tidak karuan.
Pengemis ini berdin dengan dua tangan digerak-gerakkan, sambil lulutnya mengeluarkan bunyi "ah-ah, uh-uh" tidak karuan. Ternyata bahwa dia adalah seorang pengemis bisu.
"Ah Kai, biar aku menghadapinya!" kata Cun Eng, kaget melihat datangnya pengemis ini yang dahulu di waktu masih kanak-kanak
adalah pelayan dari ayahnya. Pengemis ani biasa disebut Ah Kai 396
atau Si Bisu yang semenjak kecil sudah mempunyai kesukaan
belajar ilmu silat. Setelah ayah Cun Eng meninggal, A-Kai melarikan diri dan baru hari ini muncul kembali dalam saat yang tidak
tersangka-sangka.
Akan tetapi Ah-Kai tidak mau mundur, bahkan ia lalu memberi
isyarat dengan tangan, minta Cun Eng mundur, kemudian sekali ia mengulur tangan, tongkat pusaka Hek-kin-kaipang di tangan Cun
Eng telah pindah ke dalam tangannya, Cun Eng heran bukan main.
Tidak sembarangan orang akan dapat merampas tongkatnya
demikian mudah seperti sihir saja.
"Biarkan saja, dia takkan kalah," kata Yap Kong Ki kepada Cun Eng yang sudah berdiri di dekatnya. Sian-hud-ti Yap Kong Ki tokoh Pulau Kim-ke-tho yang semenjak tadi diam saja, mempunyai
penglihatan yang awas sekali. Sekali pandang saja ia maklum bahwa pengemis bisu itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi, lebih tinggi daripada kepandaian Cun Eng. Maka ia memberi nasehat
kepada Cun Eng untuk membiarkan pengemis bisu itu menghadapi
orang-orang Im-yang-bu-pai.
Sementara itu, Ah Kai telah menyerang Teng Gai kalang kabut
dan mulutnya tak pernah berhenti mengeluarkan 'ah-ah-ah uh-uh.
Biarpun tongkat hitam di tangannya itu digerak-gerakkan dengan kacau, akan tetapi kembali terdengar Yap Kong Ki memuji dan
berkata kepada Cun Eng dengan nada suara terheran-heran.
"Eh, darimana ia mendapatkan ilmu tongkat itu" Cam-kauw-tunghwat (Ilmu tongkat Pemukul Anjing) tidak sembarang orang dapat mainkan!"
Memang ilmu tongkat yang dimainkan oleh Ah Kai itu luar biasa
sekali. Kelihatannya memang kacau balau dan tidak teratur sama sekali, akan tetapi yang amat mengherankan, kekacauan gerakan
tongkat ini mengurung dan mematikan semua gerakan tongkat
kuning di tangan Teng Gai! Yang paling merasa heran dan
penasaran adalah Teng Gai sendiri, karena ia yang memiliki ilmu Silat Im-yang-kun mengapa sekarang tidak berdaya sama sekali"
Setiap serangan menemukan tempat kosong, atau kadang-kadang
tertangkis oleh tongkat hitam butut itu dan tergetarlah telapak 397
tangannya, tanda bahwa Si Bisu itu memiliki tenaga lweekang yang mengatasinya!
Para anggauta perkumpulan Hek-ki kaipang yang berada di situ
menonton pertempuran itu dengan mata terbelalak dan mulut
ternganga. Banyak di antara mereka kecuali beberapa orang
anggauta baru, kenal baik kepada Ah Kai yang di waktu kecilnya merupakan pelayan ketua Hek-kin-kaipang yang sering kali digoda oleh para anggauta. Setelah ketua Hek-kin-kai-pang meninggal
dunia bocah itu lenyap dan sekarang tiba-tiba muncul dalam
keadaan yang tak terduga-duga dan yang lebih aneh lagi memiliki kepandaian yang demikian luar biasa. Maka kini mehhat Teng Gai terdesak dan kebingunan, orang-orang mulai bersorak-sorak.
Makin keras suara orang-orang itu bersorak dan bertepuk tangan ketika pada jurus ke lima puluh, setelah Teng Gai kebingungan dan pening kepalanya menghadapi serangan bertubi-tubi dan aneh dari lawannya, terdengar suara keras dan tubuh belakang dari Kim-tung Mo-kai Teng Gai kena dihajar dengan sekali gerakan! Teng Gai jatuh terguling-guling dan tongkat hitam di tangan Ah Kai terus bergerak memukulnya, lagak Si Bisu benar-benar seperti seorang yang
memberi hajaran kepada seekor anjing.
"Lihai sekali... lihai sekali...'" Yap Kong Ki beberapa kali memuji.
"Agaknya ia telah beruntung mewarisi kepandaian dari Cam-kauw Sin-kai yang telah lama hilang dari dunia kang-ouw."
Akan tetapi pada saat itu, terdengar suara gerengan keras dan
mendadak tubuh Ah Kai terhuyung ke belakang, seakan-akan ia
kena dorongan keras dari depan. Tubuh Teng Gai juga terdorong
sampai bergulingan seperti seekor trenggiling. Bahkan orang-orang yang duduknya terdekat dengan mereka, semuanya terguling
karena terdorong oleh angin pukulan yang dahsyat sekali.
"Ayaaaa...!" Yap Kong Ki berseru terkejut. ia melihat datangnya seorang kakek yang menyeramkan berambut panjang dan bermata
liar. Yang membuat Yap Kong Ki terkejut adalah daya pukulan dari jauh yang dilakukan oleh kakek ini. Bagaimanakah sebuah pukulan dari jarak jauh mempunyai tenaga yang demikian dahsyatnya" Ini membuktikan bahwa orang yang baru datang adalah seorang ahli
silat tinggi yang lihai sekali.
398 Ketika Ah Kai memandang, pengemis bisu itu mengeluarkan
suara ribut-ribut nampaknya ia marah dan juga gentar menghadapi kakek itu. Adapun Teng Gai ketika melihat kakek ini mukanya
berubah pucat sekali dan matanya terbelalak seolah-olah ia melihat setan.
Kakek itu melihat semua orang diam dan memandangnya dengan
gentar, tertawa terkekeh, lagaknya memandang rendah. Ketika ia memutar tubuh dan matanya mencari-cari, akhirnya ia melihat
Kiang Cun Eng dan suara ketawanya berhenti.
"Heh, belum mampus" Kiang pangcu, kalau kau ingin menebus
dosamu terhadapku, lekas berlutut den berjanji hendak menjadi
pembantuku dan menyerahkan tongkat ketua Hek-kin-kaipang
kepadaku." Suara kakek ini terdengar perlahan saja, namun di dalamnya mengandung pengaruh dan ancaman besar.
"Giok Seng Cu Totiang, mengapa seorang tokoh besar seperti Totiang dapat mengeluarkan kata-kata seperti itu" Memang aku
pernah berdosa terhadap Im-yang-bu-pai ketika menolong seorang bocah, akan tetapi bukankah dosa itu telah tertebus dengan
tewasnya banyak sekali anak buahku" Pula, kedosaan itu tidak ada artinya kalau dtingat bahwa hal itu aku lakukan untuk menolong nyawa seorang anak yang tak berdosa."
Kakek ini memang Giok Seng Cu. Sebagaimana telah dttuturkan
di bagian depan, berkali-kali Giok Seng Cu mengalami kegagalan.
Tidak saja perkumpulan yang dipimpinnya, yakni Im-yang-bu-pai, telah dibasmi oleh See-thian Tok-ong dan anak isterinya, akan tetapi juga pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam yang sudah terjatuh di
tangannya itu, dapat terampas oleh See thian Tok Ong. Hal ini amat menyakitkan hatinya. Selama beberapa tahun ini ia tidak mau
muncul, bersembunyi sambil memperdalam kepandaiannya.
Kemudian setelah ia muncul melihat bahwa lm-yang-bu-pai sudah
hancur dan anak buahnya sudah kocar-kacir, timbul di dalam
pikirannya untuk mendirikan perkumpulan baru. Tanpa perkumpulan dan anak buah yang banyak jumlahnya, kedudukannya takkan kuat.
Kemudian teringatlah ia akan perkumpula Hek-kin-kaipang sebuah perkumpulan yang amat besar dan kuat dan ia segera mengambil
keputusan untuk merampas kedudukan ketua di perkumpulan ini.
399 Kini ia telah berhadapan dengan Cu Eng. Mendengar Cun Eng
membela diri ia tertawa mengejek.
"Ha, enak saja kau bicara! Dengar mengandalkan siasat licin, kau pernah menentang Im-yang-bu-pai yang berarti menentangku pula.
Sekarang, aku datang membunuhmu, bahkan hendak memimpin
perkumpulan jembel ini agar dapat kemajuan dan nama besar, dan bahkan kuangkat menjadi pembantu. Bukankah hal ini membuktikan bahwa aku sekarang telah berhati lemah dan mudah menaruh hati
kasihan" Kau tak perlu berterima kasih, asal kau dapat
memperlihatkan kasih sayang terhadap aku, cukuplah." Kata-kata ini ditutup dengan lirikan mata yang penuh arti dan tentu amat
menjemukan karena main mata itu dilakukan kakek yang sudah
begitu tua! Antara Yap Kong Ki dan Kiang Cun Eng memang terdapat
pertalian hati dan keduanya mengambil keputusan untuk
mengundurkan diri dari urusan kang-ouw untuk mengecap
kenikmatan rumah tangga dalam usia mereka yang sudah agak
terlambat itu. Maka mendengar kata-kata Giok Seng Cu, hati Kong Ki mendongkol bukan main. Terang-terangan kekasihnya dihina
orang dan hal ini tak mungkin dapat ia biarkan saja.
Yap Kong Ki belum pernah bertemu muka dengan Giok Seng Cu,
akan tetapi tentu saja ia dulu sudah seringkali mendengar nama kakek pemimpin Im-yang bu-pai yang lihai Kalau saja tidak karena urusan Cun Eng, agaknya ia akan lebih suka pergi menjauhi Giok Seng dan tidak mencari urusan dengan orang yang berbahaya itu.
Sekarang melihat wanita yang dikasihinya dihina, Yap Kong tak
dapat menahan sabar lagi. ia melompat ke depan dan kebutan di
tangan kanannya tergetar.
"Totiang, telah lama sekali aku yang bodoh mendengar nama besar dari Giok Seng Cu sebagai ketua Im yang-bu-pai yang berilmu tinggi. Sudah lajim di dunia kang-ouw seorang tokoh yang berilmu tinggi selalu memiliki pandang yang amat luas dan bijaksana. Akan tetapi hari ini aku mendengar ucapan yang kau tujukan kepada
Kiang-pangcu, benar benar membuat aku terheran-heran dan
hampir tak dapat mempercayai telingaku sendiri."
400 Giok Seng Cu memutar tumit kakinya dan menghadapi Yap Kong
Ki. Ia melihat seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih, bersikap gagah dan tenang, dengan alis dikerutkan tanda tak
senang hati dan kebutan yang terpegang di tangan kanan bulu-
bulunya tergetar, tanda bahwa lweekang orang yang memegangnya
sudah mencapai tingkat tinggi dan sudah dapat disalurkan melalui gagang kebutan itu sampai ke ujung bulu kebutan.
"Hm, hm, kau sudah mengenaI namaku, akan tetapi sebaliknya aku belum pernah melihat mukamu. Siapakah kau dan berdasarken
apakah kau hendak mencampuri urusanku?" tanya Giok Seng Cu.
Kalau menghadapi kebanyakan orang, Giok Seng Cu lebih banyak
mempergunakan tangannya daripada mulutnya. Akan tetapi melihat Yap Kong Ki sekelebatan saja tahulah Giok Seng Cu bahwa yang
dihadapi bukanlah orang biasa, maka ia masih mempergunakan
mulut untuk bertanya nama.
"Aku yang bodoh disebut orang Sian-hud-tim Yap Kong Ki,
urusan Hek-kin-kaipang adalah urusanku juga, maka hinaan totiang terhadap Hek-kin-kaipang berarti penghinaan terhadapku pula."
"Begitu?"" Pertanyaan ini hampir bersamaan datangnya dengan kibasan tangan kanan Giok Seng Cu yang mempergunakan ujung
lengan baju untuk menyerang Kong Ki.
Majikan Pulau Kim-ke-tho ini tak berani berlaku lengah. Ia tahu bahwa setiap gerak serangan dari kakek ini tak boleh dipandang ringan. Benar saja dugaannya, karena biarpun kibasan ujung lengan baju ini dilakukan perlahan saja dan seakan-akan tidak memakai tenaga, akan tetapi tiba-tiba angin pukulannya menyambar,
mengandung hawa panas dan bukan main kuatnya'
Yap Kong Ki memiliki ilmu silat turunan dan ia pun sudah
memiliki tenaga Iweekang yang tinggi. Menghadapi serangan lawan yang ia tahu dilakukan dengan tenaga sebagian saja, sifatnya hanya untuk mencoba dulu, ia pun tidak mau memperlihatkan
kelemahannya. Cepat ia mengebutkan hudtimnya ke arah lawan dan dari hudtim ini pun menyambar hawa pukuian yang sekaligus
menangkis pukulan lawan dan langsung menyambar ke arah jalan
darah di pundak Giok Seng Cu.
401 "Hem, cacing tanah berani menjual lagak di depanku?" bentak Giok Seng Cu, marah karena pukulannya tadi dapat ditangkis lawan yang bahkan mengirim serangan balasan. Ia sama sekali tidak
mengelak dari totokan ujung hudtim, sebaliknya tangan kirinya maju memukul dada lawan.
Ujung hudtim tepat sekali mengenai jalan darah di pundak Giok
Seng Cu, akan tetapi Yap Kong Ki berseru kaget karena ujung
kebutannya terpental balik seperti menotok baja hitam saja.
Sebaliknya, pukulan tangan kakek itu telah menyerang dadanya dan biarpun masih hawa pukulannya saja sudah terasa di dalam
dadanya' "Lihai sekali...!" Kong Ki berseru dan cepat Kebutan Dewa ini memutar senjatanya sehingga kebutan itu berubah menjadi
segulungan sinar yang amat berbahaya. Biarpun ujungnya terdiri dari bulu-bulu yang lemas, namun kalau dipergunakan dalam
serangan, dapat diperlemas atau diperkeras menurut saluran tenaga dalam. Totokan-totokan yang dilakukan oleh ujung kebutan ini pun bahaya sekali karena selalu mengarah jalan darah yang mematikan.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XV MEMANG sukar menyerang seorang seperti Giok Seng Cu yang
memiliki Ilmu Kebal Tiat-pouw-san, akan tetapi di antara jalan-jalan darah yang berada di dalam tubuh, terdapat banyak bagian yang
tak dapat dilindungi oleh ilmu kebal, seperti misalnya jalan darar hai-yang-hiat, ong-cu-hiat dan lain-lain. Dan Yap Kong Ki yang cerdik tahu harus memilih yang mana, maka kini setiap serangannya selalu mengarah jalan darah mematikan yang berbahaya sehingga
betapapun lihainya, Giok Seng Cu tidak berani lagi mengandalkan ilmu kebalnya.
Akan tetapi semua usaha itu sia-sia belaka karena tingkat
kepandaian Giok Seng Cu masih lebih tinggi, apalagi dalam ilmu lwekang, kepandaiannya jauh melampaui lawannya. Melihat betapa Yap Kong Ki amat sukar dirobohkan, timbul kemarahan dalam hati Giok Seng Cu, kakek ini mengeluarkan suara keras mulailah ia
402 bersilat dengan gaya merendah. Dia telah mulai mengeluarkan ilmu silatnya yang paling diandalkan yakni Ilmu Pukulan Tin-san-kang'
Yap Kong Ki terkejut sekali. Dari sepasang tangan kakek itu
menyerang angin pukulan yang jauh bedanya dengan tadi. Kini
setiap kali kakek itu menyerang tidak saja kebutannya terpental ke belakang, bahkan tubuhnya juga sampai terdorong seakan-akan ada gelombang tenaga yang dahsyat mendorongnya dari depan. Setelah Giok Seng Cu mengeluarkan Tin-san-kang mulailah Kong Ki terdesak hebat dan dalam belasan jurus kemudian ia telah terkurung oleh pukulan-pukulan maut dari Tin-san-kang! Ia mulai sibuk ke
manapun juga ia melompat untuk mengelak, selalu ada hawa
pukulan yang menghadangnya.
Tiba-tiba terdengar seruan dari Ah-Kai yang semenjak tadi
menonton pertempuran itu. Si Bisu ini berdiri dengan mata
terbelalak saking kagumnya melihat kehebatan Giok Seng Cu. Akan tetapi karena biarpun bisu ia tahu bahwa Kong Ki membela Hek-kin-kaipang, kini melihat majikan Pulau Kim-ke-tho ini terdesak hebat dan berada dalam bahaya, ia lalu melompat maju dan mengirim
serangan dengan tongkatnya ke arah pusar dari Giok Seng Cu.
Giok Seng Cu cepat menyampok tongkat itu dengan tangan
kirinya, akan tetapi begitu kena disampok, tongkat yang terpental itu segera menyeleweng dan melanjutkan serangannya dengan
totokan kilat ke arah ulu hati. Serangan ini masih dilanjutkan secara bertubi-tubi dan gerakannya yang amat aneh membuat Giok Seng
Cu mengeluarkan seruan tertahan.
"Ayaa, bukankah ini Cam-kauw-tungwat" Pernah apa kau dengan Camauw Sin-kai?" tanya Giok Seng Cu. Hatinya agak tidak enak karena dahulu ia pernah bertemu dengan Cam-kauw Sinkai dan
mengingat akan Pengemis Sakti yang lihai dan tidak boleh dibuat main-main ini, Giok Seng Cu merasa tidak enak kalau pengemis
yang menyerang ini masih ada hubungan dengan Ca kauw Sin-kai.
Akan tetapi, Ah Kai yang bisu mana dapat menjawab
pertanyaannya" Ah Kau hanya mengeluarkan suara ah, ah, uh uh,
dan tongkatnya menyerang terus dengan gencarnya, dibantu pula
oleh kebutan di tangan Kong Ki. Yang juga bergerak cepat. Melihat betapa dua orang ini masih saja belum dapat mengalahkan Giok
403 Seng Cu, Kiang Cun Eng berseru keras dan ketua perkumpulan
kaipang ini melompat maju pula dan menyerang Giok Seng Cu
dengan pedangnya.
Giok Seng Cu marah sekali. "Kiang Cun Eng, kau dahulu telah mempermainkan orang-orangku, sekarang kau tidak lekas-lekas
menakluk" Apakah kau memilih jalan mampus?"
"Giok Seng Cu pendeta busuk, memang lebih baik mati daripada melihat kau menjadi Ketua Hek-kin-kaipang!" jawab Cun Eng.
Melihat Cun Eng sudah turun tangan, para anggauta Hek-kin-
kaipang yang memiliki kepandaian cukup tinggi, mulai mengangkat tongkat mereka dan beramai-ramai mereka mengurung Giok Seng
Cu. "Teng Gai, kau tidak lekas menyuruh anak buahmu turun tangan, mau tunggu kapan lagi" Apakah benar-benar kalian berani
mengkhianatiku?" kata Giok Seng Cu. Mendengar ini, Kim-tung Mo-kai segera memberi tanda kepada kawan-kawannya yang berjumlah
tiga puluh orang. Tadinya Kim-tung Mo-kai Teng Gai memang
bermaksud hendak merampas kedudukan dalam perkumpulan itu,
akan tetapi setelah ia kalah oleh Ah Kat dan tak tersangka-sangka di situ muncul Giok Seng Cu bekas pemimpinnya di 1m-yang-bu-pai
dahulu pikirannya berubah dan ia mengambil siasat lain. Begitu mendapat isyaratnya, kawan-kawannya yang memang sebagian
besar adalah bekas anggauta Im-yang-bu-pai, segera menyerbu dan sebentar saja di tempat itu terjadi pertempuran hebat.
Pihak Hek-kin-kaipang jauh lebih banyak orangnya, maka melihat ini, Seng Cu mengeluarkan gerengan keras dan beberapa kali ia
melancarkan pukulan-pukulan Tin-san-kang yang paling hebat.
Terdengar pekik mengerikan dan tubuh Kiang Cun Eng terlempar
sampai tiga tombak lebih dalam keadaan tak bernyawa lagi!
Bukan main marahnya Kong Ki dan Ah Kai. Dua orang ini
memiliki kepadaian yang jauh lebih tinggi daripada Cun Eng, maka mereka berdua biarpun kalah lihai oleh Giok Seng Cu, sebegitu jauh masih dapat mempertahankan diri dan belum roboh oleh pukulan-pukulan Tin-san-kang. Kini melihat Giok Seng Cu telah membunuh Cun Eng secara mengerikan, keduanya menjadi makin nekat dan
404 menyerang mati-matian. Lebih-lebih Kong Ki yang terasa hancur
melihat kekasihnya tewas. Tanpa mempedulikan keselamatan
sendiri, Sian-hud-tim Yap Ko Ki menyerbu Giok Seng Cu dengan
serangan-serangan maut.
Giok Seng Cu berteriak kesakitan ketika daun telinganya pecah
oleh pukulan kebutan di tangan Yap Kong Ki. ia marah dan kedua rangannya bergerak ke depan menghantam dada lawan ini, maka
tubuh Kong Ki terpental dan ia pun tak jauh dari tubuh Cun Eng dalam keadaan mati pula.
Ah Kai yang bisu dapat melihat keadaan, ia melompat jauh ke
belakang, memberi tanda dengan tongkat pusaka kepada para
kawan yang masih bertempur, lalu melarikan diri cepat
meninggalkan tempat itu. Ah Kat biarpun bisu amat cerdik. Dalam berlari, ia menyambar peti yang tadinya ditumpuk oleh Cun Eng di tempat itu. Melihat perbuatan Ah Kai ini, para anggauta Hek-kin-kaipang lalu meniru perbuatannya dan sebentar saja empat buah
peti berisi harta benda Hek-kin-kaipang telah dibawa lari oleh para pengemis.
"Kejari Bunuh mereka yang melawan! Rampas kembali peti-peti dan tangkap hidup-hidup Si Bisu!" tenak Giok Seng Cu sambil melompat dan mengejar. Karena Giok Seng Cu memang hebat,
dalam beberapa loncatan saja ia telah dapat mengejar Ah Kai dan terpaksa Si Bisu ini melepaskan peti yang dipanggulnya. ia tidak berani menghadapi Giok Seng Cu, hanya memutar tongkatnya
melindungi dirinya. Karena Giok Seng Cu masih tidak enak hati
untuk membunuh orang yang agaknya ada hubungan dengan Cam-
kauw sin-kai, maka Giok Seng Cu tidak mau menjatuhkan serangan maut, sebaliknya berusaha menawan. Namun, amat sukarlah
mengalahkan Ah Kai tanpa membunuhnya, karena gerakan Ah Kai
amat lincah dan ilmu tongkatnya memang tinggi sekali.
Tiga buah peti yang lain telah terampas pula, Giok Seng Cu
akhirnya terpak ia meninggalkan Ah Kai untuk mengamuk dan
membasmi para anggauta Hek kin-kaipang lebih dulu. Sepak
terjangnya mengerikan hati para pengemis karena setiap kali ia mengayun tangan, sedikitnya tentu dua orang pengemis roboh
dengan dada pecah atau kepala remuk.
405 "Semua orang akan diampuni kalau menyatakan takluk! Aku akan menjadi ketua Hek-kin-kaipang dan akan membawa perkumpulan ke
arah kemuliaan. Seru Giok Seng Cu yang mengerahkan tenaga
dalamnya sehingga suaranya terdengar amat nyaring dan
berpengaruh. Mendengar ini dan melihat betapa mereka sia-sia saja kalau melawan terus, banyak orang pengemis lalu melepaskan
tongkat dan menjatuhkan diri berlutut, diturut oleh yang lain-lain.
Melihat ini, Ah Kai mengeluarkan seruan ah-ah, uh-uh beberapa
kali, membanting-banting kakinya dengan gemas sekali, lalu cepat ia melarikan diri.
"Totiang, untuk menjadi ketua Hek-kin-kaipang, harus
mempunyai po-tung (Tongkat pusaka) yang dipegang oleh Si Bisu
itu!" kata seorang pengemis yang menakluk.
Mendengar ini Giok Seng Cu melomplat cepat dan mengejar Ah
Kai yang tentu saja berlari makin kencang. Dalam hal ilmu berlari cepat, Ah Kai sudah mencapal tingkat tinggi juga, maka untuk
beberapa lama, Giok Seng Cu belum dapat menyusulnya.
"He... Bisu, kau berhenti dan serahkan tongkat butut kepadaku, baru aku akan membebaskan kau!" Memang baginya lebih baik Si Bisu itu pergi dari situ dalam hal merampas tongkat pusaka itu ia pun akan merasa lebih senang kalau tak usah membunuh Ah Kai,
karena Giok Seng Cu masih ragu-ragu siapa adanya orang bisu yang pandai mainkan ilmu tongkat Cam-kauw Tung-hoat itu.
Akan tetapi, sudah tentu saja Ah Kai tidak sudi memberikan
tongkat pusaka itu kepada Giok Seng Cu. Semenjak kecilnya, Ah Kai telah berada di perkumpulan Hek-kin-kaipang dan ia amat setia
kepada ayah Cun Eng yang ketika itu menjadi ketua perkumpulan.
Setelah ayah Cun Eng meninggal, bocah bisu ini menjadi begitu
berduka sehingga ia melarikan diri dan selama itu tak seorang pun tahu di mana adanya Ah Kai. Sebetulnya, Ah Kai telah bertemu
dengan orang-orang pandai di antaranya Cam-kau Sin-kai dan dari orang-orang pandai Ah Kai menerima pelajaran ilmu silat tinggi.
Setelah memiliki kepandaian Ah Kai mencari perkumpulan Hek-kin Kaipang yang sudah dipindahkan markasnya atu pusatnya oleh
Kiang Cun Eng. Di dalam hatinya, Ah Kai tetap setia kepada
perkumpulan ini dan hendak menyerahkan tenaga dan
406 kepandaiannya untuk membantu dan membela Kiang Cun Eng.
Tidak disangkanya, begitu ia datang, ia menghadapi orang-orang jahat yang hendak merampas kedudukan di perkumpulan itu. Lebih-lebih tidak disangkanya bahwa di antara orang-orang jahat itu
muncul Giok Seng Cu yang amat lihai dan yang ilmu silatnya kiranya takkan kalah oleh guru-guru yang pernah mengajarnya. Tadi ketika melihat Cun Eng tewas hart Ah Kai sudah marah sekali dan ia
merasa sakit hati kepada Giok Seng Cu. Sekarang Giok Seng Cu
minta tongkat pusaka yang menjadi tongkat kekuasaan dari Hek-


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kin-kaipang, tentu saja ia tidak sudi menyerahkannya dan
mengambil keputusan untuk melindungi tongkat itu sampai saat
terakhir. Melihat orang bisu itu tidak mau menyerahkan tongkat bahkan
lari makin cepat Giok Seng Cu mulai hilang sabar. Kalau perlu, ia tidak takut membunuh siapapun juga. Andaikata benar dugaannya
dan pengemis bisu itu murid Cam-kauw Sin-kai, ia pun tidak takut.
Pula di tempat sunyi ini siapakah yang akan tahu bahwa pengemis bisu itu di bunuh olehnya"
"Bisu, tinggalkan tongkat itu pengganti nyawamu!" Sekali lagi Giok Seng Cu berseru ketika Ah Kai lagi-lagi tidak
memperdulikannya, Giok Seng Cu menggerakkan kedua tangannya
dan empat buah chi-piauw menyambar laksana kilat ke arah
belakang leher, punggung, lutut dan mata kaki.
Ah Kai dapat mendengar sambaran angin senjata rahasia itu,
maka cepat ia melompat ke kanan sejauh setombak lebth sehingga serangan amgi (senjat gelap) itu hanya mengenai angin belaka
Namun, gerakannya ketika meiepaskan diri dari ancaman senjata
rahasia tadi telah memperlambat gerakannya dalam berlari sehingga Giok Seng Cu sudah dapat menyusulnya.
Ah Kai membalikkan tubuh dan dengan secara mendadak ia
menyambut kedatangan kakek itu dengan serangan bertubi-tubi dari tongkatnya. Kembali Giok Seng Cu gelagapan dan sibuk menangkis dengan kibasan kedua ujung bajunya. Ia menjaga diri dari ujung tongkat yang amat berbahaya itu, akan tetapi diam-diam ia pun
mencari kesempatan untuk menjatuhkan pukulan maut pada lawan
yang tangguh ini. Kakek ini sudah kehilangan kesabarannya, bahkan 407
kini rasa penasarannya memuncak menjadi kemarahan besar. Ketika dengan tenaganya yang dahsyat ujung bajunya dapat membuat
tongkat lawan terpental, ia cepat mengirim pukulan Tin-san-kang dengan tubuh merendah hampir berjongkok. Inilah pukulan Tin-sankang dalam jurus yang amat hebat, yaknt jurus Chun-luttong-tee (Geledek Musim Semi Menggetarkan Bumi)!
Ah Kat terkejut sekali. Cepat ia mergerahkan tenaganya,
menyalurkan tenaga lweekang sepenuhnya di lengan kin untuk
menangkis pukulan itu sambil tubuhnya dimiringkan agar dadanya tidak terpukul oleh angin pukulan.
"Krek!" tubuh Ah Kai terlempar dan ia jatuh berdebuk terus bergulingan untuk menghindarkan diri dari pukulan susulan.
Kemudian secepatnya ia melompat berdiri dengan muka meringis.
Tongkat masih ia pegang di tangan kanan dadanya pun tidak
terluka, akan tertapi lengan kirinya telah patah tulangnya, Demikian hebat pukulan Giok Seng tadi.
Di lain pihak, Giok Seng Cu memandang kagum. Menangkis
pukulannya tadi dan tidak tewas, hanya mendapat luka patah tulang lengan, benar-benar tak mungkin dapat dilakukan oleh
sembarangan ahli silat.
"Bisu, kau lihai!" serunya. "Sayang kau harus mampus karena berani melawanku!" Kembali ia menubruk maju dengan
serangannya, akan tetapi Ah Kai tidak mau melayaninya dan sekali berkelebat, pengemis bisu ini sudah kabur lagi.
Sekarang jarak antara mereka tidak begitu jauh lagi, maka
keadaan Ah Kat amat terancam. Baru saja ia lari belum setengah li, Giok Seng Cu sudah dapat menyusulnya lagi dan dari belakang
mengirim pukulan lagi dengan dahsyat.
Ah Kai sudah mendapat pengalaman, maka kini ia tidak berani
menangkis lagi, sebaliknya ia lalu membanting tubuhnya ke kiri dan terus bergulingan di atas tanah menjauhkan diri.
"Ha, ha, ha. Jembel bisu, kau hendak lari ke mana'" Giok Seng Cu tertawa mengejek sambil mengejar lagi.
408 Mereka main kejar-kejaran dan setiap kali Giok Seng Cu
memukul, Ah Kai menghindarkan serangan dengan membanting diri
dan bergulingan. Sebegitu jauh pengemis bisu yang memiliki
gerakan lincah ini dapat menyelamatkan diri, akan tetapi ia maklum bahwa kalau Giok Seng Cu mengejar terus, akhirnya ia takkan dapat mengelak lagi dan pasti akan terpukul oleh ilmu pukulan yang aneh dan dahsyat dan lawannya. Betapapun juga, tidak ada sedikit pun pikirannya untuk mengalah dan menyerahkan tongkat. Ia
mengambil keputusan untuk melindungi tongkat itu dengan taruhan nyawa!
Setelah berkejaran sejauh lima li, mereka tiba di dalam sebuah hutan. Ah Kai sudah mulai lelah, bukan karena berkejaran itu,
karena ia telah memiliki ilmu ginkang yang tinggi dan takkan merasa lelah biarpun berlari sampai puluhan li. Yang membuat ia lelah adalah luka pada lengannya. Tulang yang patah itu setelah dipakai bergerak, apalagi waktu ia bergulingan kadang-kadang tergencet tubuh, terasa amat sakit.
Giok Seng Cu menjadi makin penasaran dan marah sekali.
Kemarahannya membuat kakek ini dapat berlari makin cepat dan
baru saja mereka memasuk hutan, Giok Seng Cu sudah dapat
menyusulnya lagi dan dengan mengeluarkan seruan seperti seekor harimau marah, kakek ini menyerang dari belakang menghantam
punggung. Ah Kai kembali membanting tubuh dan bergulingan. Akan tetapi,
Giok Seng Cu yang sudah tahu akan lawannya, menyerang dengan
lontaran senjata rahasianya yang berupa uang logam. Tiga buah
chi-piauw meluncur dan menyambar ke arah tiga jalan darah yang mematikan.
Ah Kai mencoba untuk mengelak, akan tetapi ketika itu ia sedang bergulingan, mana ia dapat bergerak dengan leluasa" Sebuah
daripada am-gi berhasil mengenai pundaknya dan kembali tulang
pundaknya sebelah kiri patah!
Ah Kai menahan rasa sakit dan melompat berdiri, Giok Seng Cu
sudah berdiri di depannya. Sambil menggigit bibir menahan marah dan sakit, Ah Kai menubruk dan mengirim serangan maut dengan
tongkatnya. Kembali dua orang itu bertempur. Ah Kai marah sekali, 409
Giok Seng Cu tertawa-tawa mengejek karena maklum bahwa Si Bisu ini sekarang tak mungkin dapat melarikan diri lagi dan pasti binasa.
"Jembel bisu, untuk tongkat butut dari Hek-kin-kaipang kau rela membuang nyawa, sungguh percuma hidupmu dan sayang sekali
Cam-kauw Sin-kai telah menurunkan kepandaiannya kepadamu. Ha,
ha, ha!" Ah Kai menggigit bibir
dan melawan terus. Akan
tetapi, dalam keadaan
sehat saja ia masih bukan
tandingan Giok Seng Cu,
apalagi sekarang ia telah
mendapat luka. Tulang
pundak dan lengan
kirinya telah patah dan
membuat seluruh
lengannya sebelah kiri
seakan-akan mati. Mana
mungkin ia dapat
menghadapi desakan
Giok Seng Cu" Ketika
Giok Seng Cu mengibaskan ujung
lengan bajunya, Ah Kai
terlambat menangkis dan
dadanya terpukul. Tubuhnya terlempar sampai dua tombak lebih.
Akan tetapi, pengemis bisu ini benar-benar kuat sekali karena
pukulan-pukulan yang demikian dahsyatnya hanya membuat ia
terlempar, tidak sampai mengakibatkan luka di dalam tubuh.
Namun, keadaannya sekarang berbahaya sekali. Sebelum ia dapat
melompat bangun, Giok Seng Cu sudah berada di dekatnya dan kini kakek ini mengangkat tangan untuk mengirim pukulan maut
terakhir. Pada saat itu, berkelebat bayangan yang cepat laksana burung,
disusul bentakan halus dan nyaring.
"Kakek siluman jangan berbuat kejam!"
410 Giok Seng Cu melihat sinar yang menyilaukan matanya,
menyambar cepat di depan mukanya. Terpaksa ia mengurungkan
niatnya memukul Ah Kai karena kalau ia teruskan pukulan itu, tentu tangannya akan bertemu dengan pedang yang luar biasa cepat
gerakannya. melompat mundur dan memandang. Bukan main
herannya ketika melthat bahwa yang menyerangnya adalah seorang gadis yang cantik jelita dan berwajah gagah dan berpengaruh.
Ah Kai melihat kesempatan baik ini, ia melompat berdiri dan
memandang kepada gadis itu dengan mata penuh pernyataan
terima kasih. Kemudian ia menoleh kepada Giok Seng Cu, tertawa mengejek dan melompat jauh melarikan diri lagi.
"Jembel busuk hendak lari ke mana?" Giok Seng Cu membentak marah dan tubuhnya sudah bergerak hendak mengejar. Akan tetapi sekali berkelebat, gadis itu telah menghadang di tengah jalan.
"Tidak boleh mendesak orang yang sudah lari!" kata gadis itu.
Giok Seng Cu marah sekali. "Jangan mencampuri urusanku!"
bentaknya dan tangan kirinya bergerak, ujung lengan bajunya
dikibaskan ke arah gadis itu dengan maksud mendorong gadis ini ke pinggir.
Akan tetapi, gadis itu tidak menangkis, bahkan mempergunakan
jari tangan kirinya yang dikepretkan ke arah ujung baju sehingga ujung kain yang amat kuat karena digerakkan dengan tenaga Tin-sin-kang itu terpukul kembali.
Kejadian ini membuat Giok Seng Cu membatalkan kehendaknya
mengejar Ah Kai. Ia terlampau kagum dan heran sehingga tidak
memperdulikan lagi kepada Ah Kai yang membawa lari tongkat
pusaka Hek-kin-kaipang. Bagaimana dengan jari-jari tangan yang kecil runcing itu seorang gadis semuda ini dapat menangkis
pukulannya"
"Bocah, kau memiliki kepandaian juga. Akan tetapi jangan dikira dengan sedikit kebisaanmu ini kau akan dapat menjual lagak di
depan Giok Seng Cu! Siapa kau?"
Akan tetapi, sebaliknya dari gentar mendengar nama besar Giok
Seng Cu ini, gadis ini bahkan nampak marah sekali dan pedang
411 yang tadinya telah disimpan, dicabutnya kembali. Sikapnya
bermusuh dan menantang, kemudian bibir yang manis tapi nampak
membayangkan kekerasan hati bergerak.
"Kau Giok Seng Cu" Pantas! Sudah kuduga bahwa kau tentu
bukan seorang baik-baik. Di dunia kang-ouw kau boleh menjadi raja iblis, akan tetapi bertemu dengan Gak Soan Li, berarti akan tamat riwayatmu!" Setelah berkata demikian gadis ini menggerakkan pedangnya melakukan serangan yang datangnya cepat sekali dan
melihat ujung pedangnya tergetar, membuktikan bahwa penyaluran tenaga lweekangnya sudah sampai ujung senjata, tanda dari
keahlian yang tinggi.
Akan tetapi Giok Seng Cu adalah seorang kakek yang
kepandaiannya amat tinggi. Juga pengalamannya sudah luas sekali, mana ia mau memandang sebelah mata kepada seorang gadis
semuda itu" Ia tersenyum mengejek dan sambil mengelak dan
menyampok ujung pedang dengan ujung Iengan baju, ia mengejek.
"Gak Soan Li, kau seperti anak kambing menantang harimau.
Sayang kalau nyawamu terbang meninggalkan tubuhmu yang
cantik. Lebih baik kau ikut aku nenjadi muridku, baru kau akan mendapatkan ilmu yang hebat."
Mendadak Giok Seng Cu menghentikan kata-katanya karena
matanya menjadi silau melihat bergeraknya pedang di tangan gadis itu yang kini merupakan gulungan sinar pedang yang amat luar
biasa gerakannya. Serangan pedang datang bertubi-tubi, setiap
langkah atau jurus berisi empat sampai lima tikaman dan sabetan semuanya mengarah bagian berbahaya dan cepatnya, mengimbangi
sambaran kilat! Karena tadi memandang rendah, Giok Seng Cu
kurang cepat bergerak dan dalam kesibukannya mengelak dan
menangkis, sehelai kain dan ujung lengan bajunya terbabat putus oleh pedang yang tajam. Giok Seng Cu merasa kecele dan ia
terkejut sekali, juga terheran-heran. Ia tidak saja terkejut melihat kelihatan gadis muda ini terutama sekali karena ia mengenaI ilmu pedang itu yang dasarnya sama dengan ilmu silat yang ia pelajari dari mendiang suhunva, Pak Hong Siansu! Tak bisa salah lagi ilmu pedang yang dimainkan oleh gadis ini tentulah berasal dari orang 412
yang paling ditakutinya sesudah See-thian Tok-ong yaitu Hwa I
Enghiong Go Ciang Le, murid dari supeknya, Pak Kek Siansu.
"Eh, kau ada hubungan apa dengan Go Ciang Le," tanya Giok Seng Cu sambil mengelak dari sebuah tusukan.
"Dia Suhuku, kau mau apa?" jawab Soan Li yang menyerang terus dengan gemas karena ia merasa penasaran betapa semua
jurus-jurus terlihai dari ilmu pedangnya hanya berhasil
menyerempet dan membabat putus sedikit kain saja.
"He, kau kurang ajar sekali! Aku adalah suheng dari Gurumu, bagaimana kau berani melawan Supekmu sendiri?"
Gak Soan Li menahan pedangnya dan berdirt memandang
dengan mata penuh kebencian.
"Siapa sudi mempunyai Supek seperti engkau yang jahat ini"
Suhu sudah banyaak menderita karena kejahatanmu, apakah kau
masih hendak menipuku" Kata Suhu kejahatanmu sudah
bertumpuk-tumpuk dan tadi kau mendesak seorang pengemis
merupakan kejahatanmu yang terakhir karenanya kau harus
menebus dosa di depan Giam kun (Malaikat Maut)!" Kembali Soan Li menyerang dengan pedangnya secara hebat.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan. Gak Soan Li
adalah murid Go Ciang Le yang sudah mempelajari 1mu silat tinggi bahkan ia sudah pula menerima pelajaran silat worisan, yakni Pak-kek Kiam-hoat ciptaan mendiang Pak Kek Siansu. Memang gurunya
sendiri hanya mewarisi paling banyak enam bagian dari ilmu silat ini dan dia sendiri paling banyak hanya empat bagian, akan tetapi
bagian ini sudah cukup untuk ia pergunakan menghadapi lawan
yang tangguh. Seperti kita sudah maklum, Soan Li diam-diam
melarikan diri dari tempat tinggal suhunya di Pulau Kim-bun-to dan pergi mengembara untuk menyusul atau mencari sumoinya, Go Hui
Lian yang lari bersama Liok Kong Ji. Di dalam perjalanan, tidak lupa dara perkasa ini melakukan semua pesan dan cita-cita suhunya,
yakni menolong orang-orang yang menderita kesengsaraan
terutama sekali membela mereka dari para penjahat. Soan Li
berwatak keras, tenang dan pendiam maka kalau bertemu dengan
orang jahat, ia bersikap keras dan ganas sekali tak pernah memberi 413
ampun. Oleh karena kekerasan hatinya ini dalam berapa bulan di perantauan ia telah banyak membasmi orang-orang jahat sehingga di kalangan hek-to (dunia penjahat) namanya terkenal sekali dan ia mendapat nama poyokan Kang-sim-li (Dara Berhati Baja).
Kini dalam perjalanannya, kebetulan sekali ia bertemu dengan
Giok Seng Cu yang hendak membunuh Ah Kai. Wataknya yang suka
menolong orang lemah, membuat ia turun tangan menolong Ah-Kai
dan setelah mendengar bahwa kakek rambut panjang itu adalah
Giok Seng Cu tentu saja Soan Li menjadi marah dan ingin
menewaskan kakek yang kejahatana telah banyak didengarnya dari penuturan Go Ciang Le dan Liang Bi Lan, subonya.
Akan tetapi, kalau selama perantauannya Soan Li tidak pernah
menemui tandingan berat adalah sekarang ia bertemu dengan
batunya. Giok Seng Cu merupakan lawan yang amat tangguh. Hal
ini baru diketahui setelah Giok Seng Cu timbul marahnya dan kakek ini mulal mengeluarkan kesaktiannya yang amat diandalkan, yakni pukulan-pukulan Tin-san-kang! Pukulan-pukulan pertama membuat
Soan Li terkejut sekali karena hampir saja pedangnya terlepas ketika lengan kanannya terkena sambaran angin pukulan itu. Ia terkejut dan juga heran karena dalam pukulan ini, ia mengenal ilmu pukulan aneh yang pernah ia lihat dimainkan oleh Hui Lian dan yang
menurut pengakuan sumoinya itu mendapat pelajaran dari Liok
Kong Ji! "Jadi kaukah guru keparat dan jahanam Kong Ji?" bentaknya sambil mempercepat permainan pedangnya.
Giok Seng Cu tertegun dan untuk sementara ia mengendurkan
serangann dan hanya mengelak saja dari samsambaran pedang
yang membuatnya kewalahan.
"Di mana adanya Kong Ji?" tanyanya.
"Di neraka dan kau sebentar lagi akan menyusulnya!" bentak Soan Li dengan ketus dan memperhebat serangannya.
Giok Seng Cu salah duga. Dikiranya Kong Ji sudah tewas oleh
gadis ini, maka sambil berseru keras ia membalas serangan Soan Li dengan ilmu silat Tin- san-kang. Pertandingan hebat dan mati-matian terjadi dengan serunya. Soan Li gesit dan cekatan seperti 414
seekor rajawali, pedangnya menyambar-nyambar dengan aneh dan
indah, setiap saat mengintai nyawa lawan.
Sebaliknya, Giok Seng Cu teguh kuda- kudanya, tubuhnya
direndahkan dan kedua kaki hanya digeser maju tanpa diangkat
kadang-kadang tubuhnya seperti berjongkok dan dari kedua
lengannya menyambar hawa pukulan yang seperti gelombang
dahsyat. Betapapun gesit dan cepatnya Soan Li bergerak namun ia tidak berdaya menghadapi gelombang pukulan itu. Baru angin
pukulannya saja sudah -membuat pedangnya beberapa kali
terpental dan kalau menyerang dan menyambar tubuhnya membuat
napasnya menjadi sesak.
Biarpun kepandaian lawannya hebat sekali, Soan Li takkan patut mengaku diri murid Go Ciang Le kalau ia menjadi jerih. Seperti juga Hui Lian, gadis ini tidak pernah mengenaI artinya takut hanya
bedanya dengan sumoinya itu, kalau Hui Lian berwatak gembira,
jenaka dan ramantis adalah watak Soan Li pendiam, tenang, dan
bersungguh-sungguh.
Kini menghadapi desakan Giok Seng Cu, Soan Li tidak menjadi
takut, bahkan ia penasaran dan marah. Pedangnya dtgerakkan
cepat, tiba-tiba ia berseru keras dan tubuhnya seperti seekor walet terbang melambung ke udara dan dari atas, pedangnya diputar
cepat menyerang Giok Seng Cu dengan tusukan maut.
"Ayaaa...!" Giok Seng Cu berteriak kaget sekali. Sekarang ini datangnya tidak tersangka-sangka dan amat hebatnya sukar untuk dielakkan lagi. Namun kakek ini yang sudah memiliki pengalaman luas dalam ratusan pertandingan, dapat mencari siasat bagaimana harus menghadapi bahaya ini dengan pihak sendiri mendapat
keuntungan. Ia merendahk tubuh, miringkan pundak dan kepala
hingga pedang yang menusuk leher hanya mengenai pundaknya,
mengerahkan lweekang untuk menahan tusukan berbareng kedua
tangannya bekerja, memukul dengan tenaga Tin-san-kang
sepenuhnya ke arah dua kaki Soan Li yang tidak terlindung.
Terdengar suara tulang patah, tubuh Soan Li terlempar jauh dan gadis ini jatuh dalam keadaan duduk, kedua kakinya tak dapat
digerakkan lagi karena tulang kedua pahanya telah remuk!
Sebaliknya, pedang gadis itu telah dapat menembus pertahanan
415 tenaga Iweekang dari Giok Seng Cu dan melukai pundak kakek itu agak dalam juga.
Giok Seng Cu terhuyung mundur, kemudian ia tertawa bergelak
ketika dengan tindakan kaki perlahan dan muka menyeringai seperti iblis menghampiri gadis yang sudah tak berdaya lagi. Akan tetapi, biarpun kedua kakinya sudah lumpuh dan ia tidak dapat lari, Soan Li dengan mukanya pucat itu masih bersiap dengan pedang di tangan, matanya memandang kepada lawannya bagaikan seekor harimau
marah. "Ha-ha-ha! Nona manis, kau hendak berdaya apa lagi" Ha, ha, bersiaplah untuk menemui setan-setan di neraka agar kau dapat
memilih seorang di antara mereka menjadi kekasihmu. Ha, ha, ha!"
Giok Seng Cu tertawa bergelak sambil mengangkat muka ke atas,
gemas sekali menderita luka, maka ia merasa amat puas akan dapat membunuh gadis yang telah melukainya. Dengan kedua tangan
bertolak pinggang dan air muka seperti iblis ditambah dengan suara ketawa yang mengerikan, keadaannya benar-benar menyeramkan.
Setelah merasa puas mentertawakan Soan Li, kakek ini lalu
menghentikan suara ketawanya dan bersiap hendak melakukan
pukulan maut. Akan tetapi ketika ia menundukkan kepala lagi dan memandang ke depan, matanya dibuka lebar- lebar dan ia hampir
tidak percaya akan penglihatannya sendiri. Apakah yang dilihatnya"
Di hadapannya, membelakangi gadis yang masih bersimpuh dengan
kedua kaki lumpuh itu, berdiri seorang muda berusia sembilan belas tahun. Pemuda ini wajahnya sederhana saja seperti juga pakaiannya yang terbuat dari kain kasar. Akan tetapi kesederhanaan wajah dan pakaiannya tidak menyembunyikan ketampanannya dan sepasang
matanya seperti sepasang bintang yang menyinarkan pandangan
tajam menembus jantung. Pemuda ini berdiri sambil
Hikmah Pedang Hijau 3 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 18
^