Pencarian

Pedang Penakluk Iblis 7

Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


akan tahu bahwa Kong Ji bukanlah orang yang boleh kauhina begitu saja. Rebahlah!" ia mendorong tubuh Soan Li yang segera terguling dan rebah di atas tanah yang basah dan dingin. Kong Ji kembali tertawa perlahan seperti tadi, kemudian sekali berkelebat ia
menghilang di dalam hutan.
Dengan sekuat tenaga, Soan Li mengerahkan lweekangnya.
Setelah bergulat dengan pengaruh totokan, akhirnya ia dapat
membebaskan diri dan begitu sadar, ia segera bangun duduk dan
menangis tersedu-sedu. Ia merasa malu, kecewa, gemas, dan benci.
Ia merasa terhina luar biasa sekali dan ingin ia segera membunuh diri karena gemas terhadap diri sendiri mengapa ia begitu sembrono sehingga mudah saja diserang secara menggelap oleh Kong Ji.
Kalau saja Kong Ji tidak mempergunakan hawa beracun yang lihai dan tidak terduga datangnya tadi, tak mungkin ia akan kalah. Ia merasa kulit mukanya yang tadi diraba-raba oleh Kong Ji amat
panas, merasa seakan-akan kulit muka itu menjadi kotor sekali dan ingin ia membeset membuang kulit muka yang telah dijamah itu.
Bahkan rambut yang dibelai-belai terasa gatal dan kotor dan ingin menjambak dan mencabuti rambut itu.
"Jahanam Kong Ji... tunggulah saja, aku bersumpah akan
membalas penghinaanmu ini!" sambil menangis tersedu-sedu ia berkata seorang diri penuh kebencian terhadap Kong Ji. Kadang-kadang ia bergidik kalau memikirkan peristiwa tadi. Kong Ji benar-benar seorang iblis suara tawanya, suara bicaranya, benar-benar mendirikan bulu tengkuk. Kalau ia membayangkan apa yang akan
terjadi dengannya kalau Hui Lian tidak memanggil Kong Ji,
gemetarlah tubuh Soan Li.
313 "Aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri,
Jahanam...." berkali-kali ia mengambil keputusan.
"Soan Li, mengapa kau menangis di sini?" tiba-tiba terdengar suara teguran di belakangnya dan hampir saja Soan Li berseru
kaget. Ia tersentak dan cepat memandang. Ketika melihat bahwa
yang berdiri di situ adalah subonya, ia cepat menjatuhkan diri berlutut dan menangis lagi.
"Soan Li, apa yang telah terjadi?" Bi Lan bertanya, "Tenangkan hatimu dan bicaralah."
"Sumoi telah,.. pergi bersama dia. Teecu berhasil mengejar dan tak terduga- duga manusia busuk itu menyerang, teecu... roboh dan tak dapat mengejar lebih lanjut."
"Kaumaksudkan Kong Ji" Dia merobohkanmu lalu melarikan diri bersama Hui Lian!" Bi Lan berseru keras dan nyonya ini mulai marah.
"Betul, Subo. Kalau jahanam itu berkelahi dengan jujur, belum tentu teecu mudah dikalahkan, akan tetapi dia curang sekali dan dia mempergunakan sesuatu entah apa, hanya tiba-tiba teecu mencium bau yang harum menyesakkan napas dan kepala teecu pusing,
maka teecu tidak berdaya dan kena ditotok."
Tiba-tiba Ciang Le mendekati Soan Li dan hidungnya
berkembang-kempis di dekat rambut gadis itu.
"Hmm, dia telah mempergunakan racun Bunga Ang-goat-hoa
(Bunga Bulan Merah) yang hanya terdapat di barat. Racun ini tentu dia dapatkan dan pelajari dari See-thian Tok-ong."
"Kemana lari mereka?" tanya Bi Lan bernafsu.
"Ke dalam hutan, Subo, selanjutnya entah ke mana karena teecu tidak berdaya dan lama baru berhasil membebaskan diri dari
totokan." "Keparat!" Bi Lan berkelebat dan menghilang ke dalam hutan.
Ciang Le melompat dan berseru,
"Isteriku, takkan ada gunanya! Malam begini gelap dan hutan itu banyak sekali jurusannya, ke mana kita harus mengejar?"
314 Akhirnya Bi Lan terpaksa menyerah dan tak melanjutkan
pengejarannya, karena mengejar di dalam gelap tanpa mengetahui arah tujuan mereka yang dikejar, benar-benar merupakan hal tak masuk di akal.
"Suhu dan Subo, biarlah teecu yang akan mencari mereka sampai dapat, kalau belum bertemu, teecu takkan kembaIi." kata Soan Li menahan tangisnya.
"Aku sendiri yang akan pergi, Soan Li bersama Subomu. Kalau benar seperti dugaanmu bahwa dia jahat sekali, dia amat berbahaya dan terlalu kuat bagimu. Ilmu silat yang diperlihatkan Hui Lian saja sudah amat berbahaya apalagi kalau dia masih mempergunakan
hawa pukulan beracun. Dia bukan Iawanmu, Soan Li."
Gadis itu tidak membantah, Ciang Le lalu mengajak isterinya
untuk pulang dan berkemas, karena pada keesokan harinya mereka akan berangkat mencari Hui Lian dan Kong Ji. Soan Li
diperkenankan terus ke kamarnya untuk beristirahat, karena gadis itu baru saja menghadapi hal sangat menggelisahkan dan
menegangkan hati.
Akan tetapi, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, Ciang Le
dan Bi Lan mendapatkan kamar Soan Li sudah kosong! Mudah saja
bagi Ciang Le dan isterinya untuk menduga bahwa gadis itu tentu telah pergi untuk mencari Hua Lian.
Ciang Le menarik napas panjang "Benar-benar tidak baik
kejadian Kong Ji pergi membawa Pak-kek Sin kiam, dan dengan
kepandaian serta pedang itu kalau dia benar-benar amat jahat
seperti yang diduga oleh Soan Li, dia merupakan bahaya besar. Hui Lian amat bodoh dan kini dia ikut pergi dengan Kong Ji. Sekarang ditambah Soan Li pergi lagi seorang diri, aah benar-benar sekarang kita tidak boleh menyembunyikan diri dan berpeluk tangan saja.
Mari kita berangkat, siapa tahu kalau-kalau mereka semua itu, anak-anak yang masih hijau, akan menghadapi bahaya."
Maka pada hari itu juga. berangkatlah Ciang Le bersama isterinya meninggalkan Pulau Kim-bun-to (Pulau Pintu Emas). Mereka
mendapat keterangan dari tukang-tukang perahu bahwa memang
mereka melihat Soan Li menyeberangi selat dengan menyewa
315 perahu layar, akan tetapi tak seorang pun tahu atau melihat Kong Ji dan Hui Lian. Kong Ji memang diam-diam menyeberangi selat pada malam hari mempergunakan sebuah perahu kecil yang didayungnya
sendiri. Setelah menyeberangi selat dan tiba di daratan Ttongkok, Ciang Le dan isterinya lalu melanjutkan perjalanan mereka dengan
menunggang kuda.
-oo0mch-dewi0oo-
Kong Ji yang pergi bersama Hui Lian, membatalkan niatnya ke
Luliang-san untuk mencari kitab rahasia peninggalan Pak Kek Siansu yang pernah dilihatnya di dasar jurang, ia pikir bahwa pada waktu itu, amat berbahaya untuk pergi ke Luliang-san. ia merasa pasti bah suhu dan subonya tentu akan mengejarnya, dan sungguh besar
kemungkinannya suhu dan subonya akan langsung menuju ke bukit
itu. Untuk sementara ini, ia ingin jangan sampai bentrok dengan suhu dan subonya, karena sungguhpun ia tidak takut menghadapi
siapapun juga, namun menghadapi suhunya, ia merasa gentar juga.
Apalagi Hui Lian berada di sampingnya dan kalau sampai terjadi pertentangan antara ia dan Ciang Le, tentu gadis ini akan memihak ayahnya.
"Liok-suheng, kita sekarang hendak menuju ke manakah?" tanya Hui Lian pada Kong Ji. Mereka juga melakukan perjalanan berkuda karena begitu tiba didaratan Tiongkok, Kong Ji lalu membeli dua ekor kuda yang dibelinya dengan sepasang gelang di tangan Hui
Lian. Mereka tidak membawa uang dan untuk mencuri kuda tentu
saja Hui Lian tidak sudi, maka gadis ini rela menukarkan sepasang gelangnya yang indah dengan dua ekor kuda yang kuat.
"Sumoi, aku mendengar bahwa musuh-musuh kita terutama
sekali orang-orang Im-yang-bu-pai berada di daerah utara. Maka sekarang kita harus menyusul mereka ke sana."
Sebetulnya, Kong Ji mempunyai rencana lain. Pemuda ini pernah
mendengar suhunya bercakap-cakap dengan sahabat yang baru
datang dari pedalaman, tentang adanya bangsa Mongol yang mulai berkembang, dan tentang surutnya pemeintah Kin. Diam-diam
316 pemuda ini memptinyai cita-cita yang besar sekali. ia dahulu
seringkali mendengar dari para anggauta Im-yang-bu-pai ketika ia masih berada di perkumpulan itu sebagai wakil suhunya, bahwa
orang-orang Mongol memang merupakan pasukan yang kuat dan
gagah berani, dan betapa orang-orang gagah saling berlumba untuk meruntuhkan pemeritah Kin. Mendengar semia ini, diam-diam Kong Ji berpikir bahwa kalau saja ia dapat menggulingkan pemerintah Kin dan dapat memimpin orang-orang Mongol, ada harapan ia akan
menggantikan kedudukan kaisar! Memang aneh, di dalam otak anak ini terdapat lamunan-lamunan yang luar biasa dan tidak sewajarnya.
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XII HUI Lien baru beberapa kali mengadakan perjalanan dengan
ayah bundanya di daratan Tiongkok, itu pun hanya ketika ia masih belum dewasa dan semua gerakannya terbatas. Kini ia telah dewasi, telah berusia delapan belas tahun dan di samping suhengnya, ia merasa sudah dapat kekuatan sendiri. Oleh karena itu, ia merasa amat gembira melakukan perjalanan jauh ini dan kesedihannya
karena harus berpisah dari ayah bundanya, perlahan-lahan
mengurang. Kong Ji juga tidak bodoh. Pemuda ni pandai sekali mengambil
sikap dan dia tetap memperlihatkan kasih sayang dan sopan-santun bagaikan seorang kakak seperguruan terhadap adiknya,
sungguhpun beberapa kali ia memperlihatkan sikap dan
mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaannya sehingga
gadis itu mengerti bahwa suhengnya benar-benar cinta kepadanya, bukan hanya cinta seorang kakak terhadap adik seperguruan,
melainkan terutama sekali cinta seorang pria terhadap seorang
wanita. Namun Hui Lian yang masih bersifat kanak-kanak itu
seakan-akan tidak merasa atau tidak tahu, dan sikapnya tetap lincah jenaka, tidak ada perubahan sama sekali.
Tentu saja Kong Ji sama sekali tidak mengira bahwa di dalam
kepala Hui Lian yang cantik jelita itu, tersembunyi kecerdikan ayah bundanya. Ketika malam hari itu ia diajak pergi oleh Kong Ji hatinya 317
memberontak dan perasaannya tidak mengijinkan ia pergi
meninggalkan ayah bundanya begitu saja. Akan tetapi, ketika
mendengar suara panggilan Soan Li, tiba-tiba ia melihat sikap Kong Ji berubah.
"Sumoi, kautunggu dulu di situ, biar aku yang menghadapi Suci,"
kata Kong Ji yang cepat meloncat untuk menyambut kedatangan
Soan Li. Gadis ini merasa curiga sekali dan diam-diam ia memutar otaknya. Ia memang jujur dan ia percaya penuh bahwa suhengnya
itu se-orang yang bersemangat gagah dan baik budinya, akan tetapi kini ia mulai menaruh hati curiga.
"Suheng memang mempunyai sikap yang agak aneh," pikirnya sambil mengenang segala peristiwa yang baru terjadi, "dia pandai ilmu bahkan lebih tinggi dari aku atau Suci, akan tetapi
merahasiakan semua kepandaiannya itu, bahkan terhadap Ayah ia
berlaku pura-pura bodoh. Kemudian ia berkeras hendak
mempelajari Pak-kek Sin--ciang, benar-benar sikapnya aneh sekali.
Lebih baik aku menyelidiki dan kebetulan ia mengajak aku pergi melakukan tugas membasmi musuh-musuh besar, alangkah baiknya
kalau aku ikut dan diam-diam memperhatikan semua sepak
terjangnya. Kalau ia memang baik dan Suci yang salah sangka,
berarti aku menjadi saksi akan kebaikannya itu, dan sebaliknya kalau ternyata ia berbahaya dan jahat, mudah aku turun tangan'"
Demiklanlah, Hui Lian mengambil keputusan untuk ikut dengan
Kong Ji. Dengan adanya perasaan ini di hati Hui Lian maka biarpun luarnya kedia orang muda ini kelihatan akur sekalI, namun mereka menyimpan suara hati dan rahasia masing-masing.
Akan tetapi, di sepanjang perjalanan itu, selama berpekan-pekan sampai berbulan-bulan, Kong Ji selalu memperlihatkan sikap yang amat baik dan tidak ada tanda-tanda bahwa ia mempunyai niat
jahat. Setiap kali bermalam di sebuah kota, mereka selalu menyewa dua buah kamar di rumah penginapan dan tak pernah pemuda itu
memperlihatkan sikap tidak sopan.
Akan tetapi terjadilah hal-hal di luar tahunya Hui Lian. Gadis ini merasa heran ketika pada suatu pagi, setelah mereka meninggalkan kota di mana mereka menginap dalam sebuah hotel, tahu tahu
pemuda itu mempunyai sekantong uang emas.
318 "Suheng, dari mana kau mendapatkan uang begitu banyak?"
tanyanya terheran-heran.
Kong Ji tersenyum. "Malam tadi aku tidak dapat tidur, Sumoi, dan melihat kamarmu sudah gelap dan sunyi, aku tidak berani
mengganggu dan keluar seorang diri untuk berjalan-jalan dan
melihat-lihat. Ketika aku sedang berjalan di bagian yang sunyi, tiba-tiba aku melihat berkelebatnya bayangan hitam atas genteng. Aku bercuriga dan cepat mengejarnya. Dia itu seorang yang memakai
kedok hitam dan membawa pedang. Ternyata dia seorang maling
yang pandai, maka aku lalu membekuknya, mengancam agar dia
tidak melakukan pencurian lagi. Ia tunduk kepadaku dan sebagai tanda takluk, ia menyerahkan kantong ini kepadaku." Kong ji tertawa gembira. "Kebetulan sekali karena memang kita
membutuhkan bekal dalam perjalanan ini."
"Akan tetapi uang itu uang curian, Suheng!"
"Belum tentu, dan kalau sekiranya memang betul demikian,
bukan kita yang mencurinya. Misalnya ini uang curian, tentu yang kecurian seorang hartawan besar yang takkan terasa diambil
hartanya hanya sekian ini. Bukankah sudah biasa para pendekar
perantau kalau kekurangan bekal suka mengambil dari milik
hartawan yang jahat?"
Hui Lian tidak berkata apa-apa lagi hanya ia merasa menyesal
mengapa tidak ikut menghadapi peristiwa itu. Baiknya mereka pagi-pagi sudah meninggalkan kota, kalau tidak tentu Hui Lian akan
mendengar kabar yang menggegerkan, bahwa semalam rumah
seorang hartawan didatangi penjahat yang selain mengambil uang emas hartawan itu juga mengambil nyawa hartawan itu tanpa
alasan. Kalaupun ia mendengar berita ini, tentu tidak akan mengira bahwa yang membunuh dan mencuri uang itu sebetulnya adalah
Kong Ji sendiri.
Apakah sebenarnya yang terjadi" Memang Kong Ji keluar dari
kamarnya, mempergunakan kepandaiannya untuk berjalan di atas
rumah-rumah orang, dan tiba-tiba ia melihat sinar terang di rumah seorang hartawan. Rumah itu besar dan indah dan lapat-lapat
terdengar suara nyanyian wanita diiringi oleh tetabuhan yang
merdu. Kong Ji tertarik lalu mengintai dari atas genteng yang tinggi 319
sekali. Kiranya hartawan yang sudah setelah tua itu sedang
menghibur diri di atas loteng dihibur oleh isteri-isterinya yang lima orang jumlahnya. Isteri-Isteri inilah yang bernyanyi dan menabuh gamelan.
Entah mengapa, tiba-tiba Kong Ji merasa iri hati dan benci
kepada hartawan itu, kebencian yang timbul dalam hatinya tanpa sebab-sebab yang ia ketahui. ia hanya benci sekali melihat
kesenangan yang dimiliki oleh hartawan itu, apalagi kalau
memikirkan nasib sendiri yang semenjak kecil tidak pernah
mengalami kesenangan sama sekali. Menurutkan perasaan yang
timbul tiba tiba Kong Ji melayang turun, tanpa banyak cakap ia memukul kepala hartawan itu dengan kepalan tangan sehingga
tanpa dapat berteriak lagi hartawan itu roboh binasa dengan kepala pecah. Kemudian, entah apa yang menyebabkannya, Kong Ji
mencabut pedangnya, digerak-gerakan di sekitar leher lima orang wanita yang tadi menghibur hartawan itu. Karuan saja para wanita yang sudah merasa ngeri melihat pembunuhan itu, kini menjadi
ketakutan sampai mereka roboh pingsan, karena mengira, bahwa si pedang itu akan menebas leher merekai Kon Ji tertawa bergelak-gelak merasa lucu sekali, kemudian ia memeriksa ke dalam kamar hartawan itu dan menggondol pergi sekantong uang emas.
Memang semenjak kecil, di dalam diri Kong Ji mengalir watak
yang amat aneh yang membikin dia seakan-akan merasa gembira
dan senang sekali kalau melihat orang mengalami penderitaan.
Akan tetapi ia dapat menyembunyikan perasaan yang ganjil ini
dengan selimut sikap yang sewajarnya, bahkan sikap seorang yang amat baik hati. ia dapat menangis tersedu sedu, dapat bicara halus dan lemah lembut, dan dapat kelihatan terharu dan sebagainya.
Namun di lubuk hatinya, selalu terkandung perasaan iri hati dan dengki melihat orang lain bahagia dan selalu ia rindu akan
penglihatan menyedihkan yang menimpa diri orang lain.
Perasaannya terhadap Soan Li, yang sudah menarik hatinya,
yang membuat rindu dan tergila-gila, dan selalu ditahan-tahannya, mendatangkan penyakit lain dalam lubuk hatinya. Mendatangkan
atau membangkitkan nafsu buruk, nafsu hewani dan yang membuat
ia mempunyai watak seperti orang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga). Oleh karena itu, di waktu malam, kalau Hui Lian yang tidak 320
menyangka sesuatu sudah pulas di dalam kamarnya sendiri,
pemuda ini pergi pada tengah malam dan kembali menjelang fajar.
Dan pada keesokan harinya, tentu ada kehebohan di dalam kota
atau dusun itu karena seorang wanita cantik kedapatan tewas atau membunuh diri di dalam kamarnya sendiri!
Namun Hui Lian sama sekali tidak tahu akan hal ini dan masih
mengira bahwa suhengnya itu bukanlah seorang jahat sebagaimana sangkaan Soan Li. Sampai pada suatu malam terjadi hal yang
menimbulkan kecurigaan hati gadis itu.
Ketika itu, mereka telah tiba di kota Keng-sin-bun di kaki Bukit Mao-san. Ketika hendak memasuki pintu kota itu, mereka berdua
bertemu dengan serombongan orang berkuda dan ternyata bahwa
mereka itu adalah serombongan piauwsu (pengantar barang) yang
sedang mengawal sebuah kereta. Di dalam kereta itu kelihatan dari balik tirai, kepala seorang wanita muda yang cantik bersama
seorang laki-laki yang dari pakaiannya menunjukkan bahwa dia
seorang pembesar. Rupa-rupanya mereka baru saja meninggalkan
Keng-sin-bun dan hendak pergi jauh dan agaknya mereka
membawa barang-barang berharga pula, buktinya piauwsu yang
mengawal mereka sampai belasan orang jumlahnya.
Hui Lian tidak begitu memperhatikan mereka, akan tetapi tiba-
tiba ia tertarik sekali oleh gerakan tangan Kong Ji yang seakan-akan melambaikan tangannya ke arah kuda. Terjadilah hal yang
menimbulkan keributan karena dua ekor kuda yang menarik kereta itu tiba-tiba meringkik dan berjingkrak-jingkrak! Pengemudi kereta mencoba untuk menarik kendali kuda dan menenangkan sepasang
binatang yang mengamuk itu, namun sia-sia, bahkan kuda-kuda itu lalu kabur tak terkendalikan lagi! Pembesar dan isterinya yang berada di kereta berteriak-teriak minta tolong, sedangkan belasan orang piauwsu itu lalu membedal kuda mengejar.
Hui Lian tadinya masih duduk di atas kudanya dengan bengong
karena ia masih belum tahu apakah yang terjadi, akan tetapi tiba-tiba ia menjadi pucat ketika ia melihat wajah suhengnya, Kong Ji seperti orang tertawa bergelak-gelak, mulutnya terbuka dan
bergerak-gerak, matanya bersinar-sinar akan tetapi tidak ada suara keluar dari mulutnya. Melihat keadaan suhengnya ini berdirilah bulu 321
tengkuk Hui Lian. Muka suhengnya begiu berubah pada saat itu
sehingga ia tentu takkan mengenalnya kalau tidak yakin betul
bahwa pemuda yang kini mukanya demikian mengerikan adalah
Kong Ji. Sementara itu, kereta yang dibawa kabur oleh kuda-kuda yang
marah itu mulai miring dan hampir terguling. Hui Lian melihat ini lalu membedal kudanya dengan cepat sekali. Ia melalui beberapa orang piauwsu, kemudian setelah dekat dengan kereta, secepat kilat Hui Lian meloncat. Sekali loncatan saja sudah berdiri di tempat pengemudi yang sedang duduk dengan muka pucat memegangi
kendali tanpa berdaya lagi. Hui Lian merampas kendali,
mempergunakan lweekangnya yang disalurkan pada kendali-kendali itu, menycntak kuda dan sepasang kuda itu tak dapat menahan
tenaga hebat ini. Mereka terpaksa menghentikan larinya dan
mengangkat kaki depan tinggi-tinggi, mengeluarkan suara
meringkik-ringkik dan keringat mereka membasahi punggung dan
paha. Para piauwsu cepat-cepat membuka pintu kereta dan menolong
bangsawan dan isterinya turun dari kereta, sedangkan piauwsu-
piauwsu lain lalu memegang kendall, kuda di dekat hidung. Hui Lian meloncat turun dan ketika ia menghampiri kuda, ia menjadi kaget bukan main. Ternyata bahwa pada leher kuda itu kelihatan tanda-tanda menghitam. Tanda ini hanya dapat didatangkan oleh pukulan Tin-san-kang yang hebat.
Suami isteri bangsawan itu menghampiri Hui Lian dan hendak
menjatuhkan diri berlutut, namun Hui Lian memegang tangan
wanita cantik tadi dan berkata,
"Sudahlah, tak perlu banyak melakukan sungkan. Lebih baik suruh orang mengganti kuda dan melanjutkan perjalanan."
Akan tetapi, melihat isterinya pucat dan menggigil ketakutan
setelah mengalami peristiwa tadi, pembesar yang usianya sudah tua itu berkata,
"Tak usah diteruskan sekarang. Perjalanan ditunda dan mari kita bermalam di Keng-sin-bun menghilangkan kekagetan."
322 Para piauwsu memandang kepada Hui Lian dengan penuh
kekaguman. Seorang di antara mereka, yang tertua dan yang
membawa golok di pinggangnya, menjura dan berkata,
"Lihiap sungguh mengagumkan sekali. Kami berterima kasih atas pertolongan Lihiap. Kami adalah piauwsu-piauwsu dari Bu-cin-pang dan bolehkah kami mengetahui nama Lihiap yang mulia?"
Sebelum Hui Lian menjawab, Kong Ji sudah membalapkan
kudanya menghampiri tempat itu sambil berkata, "Ha, aku
mendengar bahwa Bu-cin-pang adalah perkumpul orang-orang
gagah, tidak tahunya yang mengawal kereta ini hanya gentong-
gentong kosong belaka," ia berpaling kepada pembesar itu sambil berkata, "Taijin, kalau kau melakukan perjalanan jauh bersama puterimu, kalian akan mengalami bencana, karena pengawal-pengawal ini sama sekali tidak becus!"
Pembesar itu menjadi merah mukanya. Wanita muda yang cantik
itu adalah isterinya, akan tetapi oleh Kong Ji disebut "puterimu"!
Akan tetapi, biarpun para piauwsu menjadi pucat dan marah sekali mendengar ejekan ini, Kong Ji tidak pedulikan mereka, bahkan lalu berkata kepada Hui Lian, "Sumoi, hayo pergi"
Mendengar pemuda tampan itu menyebut "sumoi" kepada Hui Lian, para piauwsu terpaksa menahan marah mereka. Baru
sumoinya saja demikian lihai apalagi suhengnya.
Adapun Hum Lian yang terheran-heran dan tidak senang atas
sikap suhengnya, tidak mau bercekcok dengan Kong Ji di depan
orang maka ia hanya mengagguk kepada mereka dan melompat ke
atas kudanya menyusul Kong Ji.
"Suheng, mengapa kau begitu kasar terhadap mereka?"
Kong Ji tersenyum manis ketika menoleh kepada Hui Lian dan
gadis ini kembali teringat betapa jauhnya perbedaan wajah ini
dengan tadi ketika kereta itu kabur. "Sumoi kaumaksudkan terhadap piauwsu-piauwsu tadi?"
"Ya, mereka tidak mengganggumu, mengapa kau menghina dan
mengejek?"
323 "Sumoi yang baik, apakah kau tadi tidak mendengar bahwa
mereka itu adalah piauwsu-piauwsu dari perkumpulan Bu-cin-pang?"
"Habis mengapa?"
"Ah, kau tidak mengerti, Sumoi. Ho-san-pai yang kelihatan dari sini itu yang menjulang tinggi di sana. Tahukah kau mengapa Hoasan-pai rusak binasa?"'
"Ya, sudah kudengar penuturanmu dari orang-orang Im-yang-bupai."
"Akan tetapi yang membawa naik orang-orang Im-yang-bu-pai adalah ketua dari Bu-cin-pang yang bernama Sian pian Giam-ong
Ma Ek ini, atau lebih tepat perkumpulan Bu-cin-pang, pernah
bentrok dengan Suheng Lie Bu Tek dan karenanya ketika orang-
orang Im-yan bu pai hendak menyerbu ke Hoa-san-pai. Ma Ek yang menjadi penunjuk jalan. Dengan demikian berarti bahwa Bu-cin-pai termasuk musuh-musuh dari Hoa-san-pai yang harus kuberi


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengajaran. Inilah sebabnya mengapa aku tadi bersikap kasar
terhadap mereka."
Hui Lian menarik napas lega. Setelah mendengar ini, ia tidak
dapat menyalahkan suhengnya karena memang sudah sepatutnya
Bu-cin-pang dibalas untuk menebus dosa mereka terhadap Hoa-sanpai dan terutama sekali atas kematian Liang Gi Tojin dan terlukanya Lie Bu Tek.
Akan tetapi ia masih teringat akan pukulan Tin-san-kang kepada sepasang kuda itu, dan tentang perubahan air muka Kong Ji, maka sambil memandang kagum ia bertanya lagi,
"Akan tetapi, apakah kesalahan pembesar dan isterinya yang duduk di dalam kereta?"
"Mereka mengapa'"
"Suheng, jangan berpura-pura. Aku tahu bahwa kau memukul
kuda-kuda itu dengan pukulanmu dari jauh."
Kong Ji memang terkejut dalam hatinya, namun pada mukanya
tidak terbayang sesuatu, bahkan ia tersenyum dan sepasang
matanya berseri.
324 "Sumoi, kau benar-benar lihai dan matamu amat awas! Pukulan itu aku lakukan dengan sengaja karena hendak kupermainkan orang orang Bu-cin-pang itu. Aku takkan mencelakakan suami isteri itu, karena andaikata kau tidak turun tangan, aku tentu akan menolong mereka."
Kembali alasan ini masuk di akal dan Hun Lian tentu akan merasa puas kalau saja tadi ia tidak melihat muka Kong Ji yang
menyeramkan. "Akan tetapi mengapa kau sengaja menyebut isteri bangsawan itu sebagai puterinya" Mengapa harus membuat diaI malu?"
Kong Ji tertawa geli. "Sumoi, kaulihat. Bangsawan itu usianya sudah lima puluh tahun lebih, sedangkan isterinya masih begitu muda. ia tentu bukan seorang bangsawan yang baik. Siapa tahu ia adalah seorang di antara golongan bangsawan yang setelah
melakukan korupsi besar-besaran, lalu melarikan diri bersama
isterinya yang amat muda. Apa salahnya menggodanya agar ia tahu diri?"
Mau tidak mau Hui Lian tersenyum mendengar ini. Kecurigaannya
lenyap dan ia hanya masih merasa seram kalau mengingat
perubahan wajah pemuda itu tadi.
Mereka masuk ke kota Keng- sin-bun dan menyewa dua kamar
yang letaknya agak berjauhan, terhalang oleh dua taman yang
sudah diisi oleh tamu lain. Dua orang saudara seperguruan ini lalu membersihkan diri dan memesan makanan. Akan tetapi pada saat
itu, terdengar suara berisik di luar dan ternyata bahwa rombongan tadi telah memasukl pekarangan hotel.
"Cu-taijin telah datang kembali..." terdengar pelayan berseru.
Lalu terdengar suara pembesar itu. "Ya, kami akan bermalam di sini lagi untuk satu dua malam. Sediakan kamar yang bersih."
Muncullah pembesar itu bersama isterinya yang muda dan cantik.
Melihat Kong Ji dan Hui Lian sedang duduk di depan meja makan, pembesar itu nampak gembira, akan tetapi ia mengelakkan pandang mata Kong Ji.
"Ah, Lihiap kau pun bermalam di sini"I" katanya gembira.
325 Hui Lian berdiri. "Taijin, harap kau berdua tidak banyak
mengalami kekagetan."
Tiba-tiba Kong Ji juga berdiri dan berkata, "'Taijin, Hujin (Nyonya), mari makan bersama kami."
Mendengar pemuda itu menyebut "hujin" kepada "jsterinya, pembesar itu hilang kemendongkolan hatinya dan ia menghampiri
meja mereka sambil menuntun tangan isterinya.
"Ah, kebetulan sekali, kami pun belum makan. Apa" Kalian
menjamu kami. Tak mungkin. Heei, pelayan! Lekas sediakan meja
dengan lengkap, datangkan hidangan yang paling enak untuk empat orang"
Pembesar itu lalu menarik tangan isterinya dan mengajaknya
duduk di depan meja itu. Sikapnya amat ramah-tamah dan isterinya yang ternyata memang cantik itu tidak likat-likat lagi melihat keramahan Hui Lian kepadanya.
"Jiwi yang gagah, perkenalkanlah, aku adalah Cu Hian, tadinya menjadi Tihu di Kian-kang, akan tetapi sekarang sudah pensiun dan hendak kembali ke selatan bersama isteriku, hendak hidup tenteram di dusun menunggu sawah." ia tertawa puas. "Bolehkah kami mengenal nama jiwi yang gagah?"
"Aku Ta Kauw dan ini Sumoiku Bi Hoa" Kong Ji menjawab cepat sebelum Hui Lian menjawab. Diam-diam Hui Lian merasa geli sekali akan jawaban ini, Suhengnya benar-benar kadang-kadang suka
berjenaka dan juga aneh. Menyebut diri sendiri dengan nama Ta
Kauw (Pemukul Anjing), dan baiknya ia diberi nama Bi Hoa (Bunga Cantik) sehingga Hui Lian tidak berkecil hati.
Pembesar itu nampak tercengang, karena nama yang
diperkenalkan ini memang agak aneh terdengarnya. Akan tetapi ia tersenyum dan memandang kepada Hui Lian.
"Lihiap benar-benar gagah perkasa. Kalau tidak mehhat sendiri, siapa dapat percaya bahwa seorang dara semuda lihiap dapat
melakukan hal yang hebat itu?"
Hui Lian mengucapkan kata-kata merendahkan diri. Hidangan
datang dan mereka makan minum dengan gembira. Ternyata bahwa
326 biarpun sudah tua, pembesar itu. pandai sekali bergaul dan amat gembira. Selain ini ia amat mencinta isterinya, sehingga dalam makan minum ini, dengan penuh perhatian ia menyumpit potongan-potongan daging yang paling baik untuk dimasukkan ke dalam
mangkok di depan isterinya. Mulutnya tiada hentinya menghibur
isterinya ini supaya jangan gelisah, supaya makan agar jangan sakit dan sebagainya.
Setelah makan minum selesai, pembesar itu minta maaf kepada
Kong Ji dan Hui Lian, menggandeng tangan isterinya dan berkata,
"Isteriku baru saja mengalami kekagetan, harap jiwa maafkan, kami hendak beristirahat."
Setelah mereka pergi, Kong Ji nampak murung. Diam-diam Hui
Lian memperhatikan dan kemudian ia tidak tahan untuk tidak
bertanya. "Kau mengapa, Suheng" Agaknya tidak senang hatimu...."
"Bukan tidak senang, Sumoi, hanya aku berduka memikirkan
nasib diriku. Melihat suami isteri tadi... mereka begitu rukun dan saling mencinta... aah..." ia memandang tajam kepada Hui Lian dengan pandang mata penuh arti.
Merahlah wajah Hut Lian. ia bangkit dari duduknya dan
mengalihkan percakapan, "Suheng, aku pun hendak mengaso
sebentar. Perjalanan tadi, telah membikin mataku agak pedas
mungkin banyak debu membikin kotor mata." ia lalu meninggalkan suhengnya, masuk ke dalam kamarnya.
Akan tetapi ternyata Kong Ji mengikutinya dan kini berdiri di
pintu. "Boleh aku masuk, Sumoi?"
"Mengapa tidak" Asal daun pintu kau biarkan terbuka."
Kong Ji melangkah masuk dan duduk diatas bangku. Hui Lian
duduk di atas pembaringan.
"Suheng," kata Hui Lian tidak enak melihat pemuda itu diam saja,
"kau pergilah ke kamarmu, lebih baik kita mengaso dulu."
Akan tetapi Kong Ji tidak bergerak dari tempat duduknya dan
menatap wajah sumoinya dengan mata penuh kerinduan. "Sumoi, 327
apakah kau tidak mau bersikap agak manis kepadaku" Sumoi, kau
tahu akan perasaan hatiku kepadamu, kau tahu bahwa aku amat
rindu kepadamu, aku... aku...."
"Hush, Suheng, aku tidak suka bicara tentang ini, sekarang bukan waktunya!" Hui Lian mengerutkan keningnya.
Kong Ji menundukkan mukanya, kelihatan sedih sekali sehingga
tak terasa pula Hui Lian menjadi terharu. Demikian pandai, pemuda itu menarik mukanya sehingga nampak amat berduka dan putus
asa. "Memang aku Liok Kong Ji semenjak kecil bernasib buruk.
Pembesar bandot tua itu,
tukang korupsi dan manusia
tiada guna masih lebih bahagia
dari padaku. Ada seorang
wanita yang mencintaya, akan
tetapi aku... hanya kebencian
yang ada dalam dada semua
wanita terhadapku...."
"Suheng jangan bicara
begitu, kau mengasolah di
kamarmu. Tenangkan
pikiranmu dan jangan berpikir
yang tidak-tidak."
Kong Ji, berdiri, kelihatan
lemas. 'Maaf, Sumoi, aku tadi
melantur. Akan tetapi aku tidak
akan beristirahat, aku harus
pergi ke Bu-cin-pang untuk menagih hutang lama. Kau mau
ikutkah?" Tentu saja Hu, Lian tidak mau ditinggalkan dalam urusan ini, ia segera berkemas dan tak lama kemudian berangkatlah mereka
berdua menuju perkumpulan Bu-cin-pang. Dengan mudah saja
mereka mendapat keterangan di mana adanya rumah perkumpulan
ini. 328 Rumah perkumpulan Bu-cin-pang atau Bu-cin-pai adalah rumah
perkumpulan yang besar dan megah, karena memang perkumpulan
ini yang paling besar dan berpengaruh di dalam kota itu. Sebagaimana pembaca masih ingat, di dalam permulaan cerita ini, telah dituturkan serba sedikit tentang Bu-cin-pang yang mengeluarkan barongsai yang kemudian menjagoi dan betapa timbul bentrokan
antara Bu-cin-pang dan tiga pengemis dari Hek-kin-kai-pang.
Kemudian Lie Bu Tek membela para pengemis itu, mengalahkan
orang orang Bu-cin-pang sehingga Hoa-san-pai dimusuhi oleh Bu-
cin-pang. Kong Ji dan Hui Lian tiba di depan gedung itu. Hui Lian ikut
dengan suhengnya, bukan semata-mata karena ingin menghadapi
urusan pembalasan sakit hati, juga ia ingin menyaksikan sepak
terjang Kong Ji dan ingin menjaga agar suhengnya itu tidak terlalu ganas.
"Suheng, menurut penuturanmu itu, yang bersalah dan berdosa terhadap Hoa-san-pai, hanyalah Ma Ek itu. Maka harap kau suka
maafkan anggauta-anggauta lain yang tidak berdosa," pesannya ketika mereka pergi ke rumah perkumpulan ini.
Kong Ji hanya mengangguk.
Beberapa orang anggauta Bu-cin-pang melihat kedatangan
mereka. Di antara mereka terdapat orang-orang yang tadi
mengawal kereta pembesar Cu, maka melihat kedatangan Hui Lian, mereka benar-benar menyambut dengan muka berseri. Akan tetapi
melihat Kong Ji, merek:a bersikap dingin.
"Lihiap, ini merupakan kehormatan besar sekali bagi Bu-cin-pang," kata seorang di antara mereka kepada Hui Lian.
"Jangan banyak cerewet!" Kong Ji memotong. "Lekas panggil keluar Si Moyet Tua Ma Ek!"
Orang-orang itu melongo, kemudian mereka menjadi marah
sekali. Seorang di antara mereka melangkah maju menghadapi
Kong Ji dan berkata tak senang "Sahabat, mengapakah kau bersikap begini tidak patut terhadap kami" Tadi kau sudah menghina kami dan kami diam saja karena kami mengingat akan pertolongan Lihiap ini, sekarang kau datang-datang memaki ketua kami."
329 "Jangan banyak cakap, lekas panggil bangsat tua Ma Ek kesini, aku mau bicara'" kata Kong Ji dan kedua tangannya digerakkan secara sembarangan ke depan, akan tetapi akibatnya empat orang anggauta Bu-cin-pang seperti tertiup badai dan terlempar ke kanan kiri.
Keadaan menjadi rebut, sebagian menjauhkan diri dan ada
beberapa orang lagi berlari masuk ke dalam. Kong Ji tersenyum
kepada Hui Lian melihat gadis ini agak khawatir kalau-kalau Kong Ji menyebar maut.
Akan tetapi, setelah anggauta Bu-cin pang yang berlari masuk
tadi keluar lagi, mereka bukan mengiringkan ketua Bu cin-pang, melainkan seorang pemuda berusia dua puluh tahun lebih, bertubuh tinggi besar dan bersikap gagah. Pemuda ini adalah putera dari Ma Ek bernama Ma Hoat. ia menjura kepada Hui Lian karena ia sudah mendengar dari anak buahnya tentang kegagahan nona ini,
kemudian ia menghadapi Kong Ji.
"Siapakah yang ingin bertemu dengan Ma-lo-pangcu (Ketua Ma)'"
tanyanya ragu-ragu.
Kong Ji maju selangkah. "Aku Toat-ma-beng (Pencabut Nyawa Kuda) hendak bertemu dengan Lo-ma (Kuda Tua), di mana dia?"
Dengan kata-kata ini, terang sekali Kong Ji menghina Ma Ek. Nama keturunan Ma Ek adalah Ma atau boleh diartikan kuda, maka
dengan menyebut diri Pencabut Nyawa Kuda, jelas bahwa ia datang hendak memusuhi Ma Ek.
Merahlah wajah Ma Hoat mendengar ini. "Kau ini manusia kurang ajar sekali. Ayahku Siang-pian Giam-ong (Raja Maut Senjata
Sepasang Ruyung) bukan orang orang boleh dipermainkan dan aku
puteranya, Tiat-jiu (Si Tangan Besi) Ma Hoat juga tidak suka
menelan hinaan orang begitu saja. Ayah sedang keluar kota, dan kau mau apakah?"
Kong Ji mengeluarkan ketawa kecil, lagaknya menghina sekali.
"Hem, kau kuda kecil jangan banyak berlagak. Ketahuilah bahwa Ayahmu itu dosanya sudah setinggi bukit dan aku datang untuk
mencabut nyawanya."
330 "Bedebah!" Ma Hoat tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia memaki dan cepat menerjang maju dengan sepasang "tangan
besinya"! Akan tetapi mana bisa ia melawan Kong Ji. Andaikata ada seratus Ma Hoat, kiranya takkan mudah merobohkan Kong Ji. Maka semua
orang Bu-cin-pang terheran-heran ketika terdengar suara "duk' dan biarpun mereka melihat jelas betapa kepalan tangan kanan dari Ma Hoat dengan tepat mengenai dada Kong Ji, namun bukan pemuda
ini yang roboh melainkan Ma Hoat sendiri yang terpental ke
belakang lalu jatuh bergulingan sampai lima kali.
Ma Hoat berdiri sambil meringis kesakitan.
"Masih ada yang gatal tangan hendak memukulku" Boleh, hayo silakan maju!" Kong Ji menantang sambil melangkah maju dan
membusungkan dadanya.
Ma Hoat dan kawan-kawannya otomatis melangkah mundur
ketakutan. Akan tetapi dengan mendongkol sekali Ma Hoat berkata,
"Kau lihai sekali, akan tetapi siapakah kau dan mengapa kau memusuhi kami" Mengakulah terus terang agar kelak dapat kami
laporkan kepada Ayah kalau ia datang."
"Hem, tikus-tikus bernyali kecil...." kata Kong Ji dan ketika Hui Lian melihat suhengnya itu menggerak-gerakkan tangan
mengerahkan tenaga Tin-san-kang seakan-akan siap untuk
menyebar pukulan ia cepat berkata,
"Suheng tidak perlu membunuh orang yang tidak berdosa. Ma Ek tidak ada, biarlah lain kali datang lagi."
Kong Ji menoleh kepada sumoinya, kemudian ia tersenyum
kepada para anggauta Bu-cin pang. "Kau dengar itu" Kalau tidak taat kepada Sumoiku yang berhati emas, kalian sudah hancur
seperti ini!" ia menggerakkan kedua tangan memukul ke atas di depannya dan "bra braak!" papan nama Bu-cin-pang berikut sebagian payon rumah di depan jatuh berantakan ke bawah.
Ma Hoat dan kawan-kawannya menjadi pucat mereka tak
bergerak seperti patung memandang kepada dua orang saudara
seperguruan itu yang meninggalkan mereka.
331 Tiba-tiba Kong Ji menoleh kepada Ma Hoat dan berkata, "Kalau kau masih penasaran, aku bermalam di hotel Sen an-koan, di kamar nomor tujuh!"
Setelah jauh dari situ, Hui Lian bertanya heran, "Suheng, nomor kamar adalah sembilan dan nomor kamarku belas. Kamar nomor
tujuh adalah kamar Cu-taijin dan isterinya. Mengapa menyebut
nomor kamarmu nomor tujuh"
Kong Ji tersenyum dan berkata, "Begitukah" Ah, aku sudah lupa lagi akan nomor kamar-kamar kita, Sumoi. Akan tetapi tidak
mengapa, kukira mereka takkan begitu goblok untuk datang ke
hotel Seng-an-koan."
Biarpun mulutnya bicara demikian, namun sesungguhnya Kong Ji
ketika memberitahukan tempat menginap tadi ia mengandung
maksud yang amat mengerikan. Memang otak pemuda ini, dapat
merangkai dan mengatur siasat secara kilat, yang bagi orang lain merupakan siasat yang masak selama berhari-hari. Tentu saja Hui Lian sudah puas dengan jawaban itu dan tidak mengira sama sekali bahwa pada malam hari itu akan terjadi hal-hal yang amat
menyeramkan di kamar tujuh hotel Seng-an-koan....... .
Sukar sekali untuk mengikuti jalan pikiran Kong Ji, juga amat
sukar untuk nengenal dan mengerti wataknya yang amat aneh.
Pemuda ini, kalau dilihat dan didengar begitu saja, nampak seperti seorang pemuda tampan dan halus, sopan dan lemah lembut tutur
katanya, bahkan kadang-kadang kelihatan seperti seorang yang
amat baik hati. Akan tetapi, hanya iblis yang mengetahui keadaan di dalam ruang kepala dan dadanya. Ruang dadanya penuh dengan
hawa dan nafsu jahat, penuh dendam dan dengki, iri hati dan suka melihat orang lain menderita. Kepalanya penuh dengan siasat-siasat busuk yang amat cerdik dan licik, penuh dengan kecerdikan yang langka, sehingga boleh jadi pikiran pemuda aneh ini sudah
mendekati kegilaan.
Malam hari itu Hui Lian tidak dapat tidur. Ia memikirkan keadaan suhengnya. Mulai tampak olehnya keanehan watak suhengnya itu,
dan kalau ia ingat betapa suhengnya menyatakan cinta kasih begitu terus terang ia merasa terharu, juga kasihan dan bingung. Ia sendiri suka kepada Kong Ji, akan tetapt ia tidak tahu apakah dia cinta 332
kepada pemuda itu atau tidak. Memikirkan bahwa suhengnya
menjadi suaminya, bagi Hui Lian adalah hal yang amat tidak
mungkin, hal yang amat memalukan, hal yang tidak disukanyai.
Tentu saja gadis yang masih muda ini belum dapat membedakan
antara suka dan cinta, bahkan ia masih belum tahu apakah
sebetulnya cinta kasih itu.
Kemudian ia teringat akan ayah bundanya dan mengalirlah air
mata Hui Lian teringat kepada ibunya dan merasa amat rindu.
Mengapa ia telah berlaku lancang, minggat dari rumah bersama
Kong Ji". Akan tetapi ketika ia teringat akan percakapan antara ayah bundanya dan Soan Li sucinya, hatinya menjadi panas dan ia
merasa kasihan kepada Kong Ji. Selama ini, ia tidak mendapat bukti kebenaran tuduhan Soan Li terhadap Kong Ji. Sudah jelas bahwa
suhengnya itu seorang gagah yang berjiwa pendekar.
Menjelang tengah malam, barulah Hui Lian dapat tidur pulas.
Akan tetapi tidak lama ia tidur nyenyak karena tiba-tiba ia mengimpi mendengar suara orang-orang ketawa. Suara ketawa ini demikian
aneh dan menyeramkan sehingga ia menjadi gelagapan dan
terbangun dari tidurnya. Namun, biarpun Hui Lian sudah telentang, dengan mata terbuka lebar, masih saja ia mendengar suara ketawa yang menyeramkan itu! Bulu tengkuk gadis ini berdiri. Selama
hidupnya belum pernah ia mendengar suara ketawa yang demikian
anehnya. Ayahnya seringkali mendapat kunjungan tokoh-tokoh
kang-ouw yang aneh-aneh, dan ada pula di antaranya mereka itu
yang suara ketawanya aneh sekali, namun tidak seperti suara
ketawa yang ia dengar pada malam ini, yang ia dengar dalam mimpi dan juga dalam keadaan sadar! Kemudian suara itu lenyap dan kini terdengar suara orang menangis perlahan. Hui Lian yang
mempunyai pendengaran tajam terlatih ini tahu bahwa itulah suara seorang wanita terisak-isak ketakutan.
Karena masih terpengaruh oleh suara ketawa yang menyeramkan
tadi dan masih terheran-heran mengapa di dalam mimpi ia juga
mendengar suara itu, Hui Lian sampai lama berbaring telentang.
Setelah ia yakin betul bahwa ia sudah sadar dan bahwa suara
wanita terisak isak itu jelas terdengar keluar dari kamar Cu-taijin, pembesar dan isterinya yang bermalam di kamar nomor tujuh hotel itu, ia melompat turun.
333 Hui Lian menjadi serba salah. ia melompat turun dari
pembaringan dan duduk di atas bangku, mendengarkan suara isak
tangis itu. Apa yang harus ia lakukan" Ia tidak tahu mengapa
nyonya itu menangis. Apakah cekcok dengan suaminya" Apakah
yang terjadi" Memang amat mudah bagi Hui Lian untuk mengintai
ke dalam kamar nomor tujuh itu, akan tetapi ia tidak sudi mengintai kamar di mana menginap sepasang suami isteri!
Akan tetapi, Hui Lian teringat akan sesuatu dan pucatlah dia.
Bukankah suhengnya tadi memberi tahu kepada Ma Hoat dan orang
orang Bu-cin-pai bahwa suhengnya bermalam di hotel ini di kamar nomor tujuh" Siapa tahu kalau orang Bu-cin-pai datang menyerbu kamar itu! Pikiran ini membuat Hui Lian cepat-cepat menyambar
pakaian luarnya, memakai pakaian itu lalu membawa pedangnya,
melompat keluar dari jendela setelah membuka daun jendela itu
perlahan- lahan. ia melompat terus ke atas genteng dan dengan
beberapa kali gerakan kaki saja ia sudah tiba di atas kamar nomor tujuh.
Kini jelas terdengar suara isak tangis itu dan tiba-tiba terkejutlah Hui Lian karena mendengar suara Nyonya Cu itu menjerit keras
sekali, disusul pula oleh teriakan mengaduh nyonya itu. Sebelum hilang kagetnya, Hui Lian mendengar pula suara pembesar she Cu itu, "Aduh... mati aku...!"
Hui Lian hendak menerjang masuk melalui jendela yang hendak
ditendangnya, akan tetapi ia mendengar suara gaduh di kamar itu, dan terdengar pintu, tertendang roboh dan disusul suara Kong Ji.
"Bangsat she Ma, kau benar-benar berani datang mengantar
kematian?"
Cepat Hui Lian menendang jendela dan meloncat ke dalam. Ia
melihat pemandangan yang amat mengerikan sehingga biarpun ia


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tabah, tetap saja gadis ini membuang muka dan tidak berani
memandang ke atas pembaringan. Di atas pembaringan itu, tubuh
Nyonya Cu yang berkulit putih dengan pakaian tidak keruan
menggeletak dengan leher putus! Juga pembesar she Cu itu
menggeletak di atas lantai dengan kepala pisah dan tubuhnya. Di atas tempat tidur dan di lantal darah....... membanjir, menimbulkan pemandangan yang amat menyeramkan. Ma Hoat, pemuda tinggi
334 besar putera Siang-pian Giam-ong Ma Ek, berdiri di sudut dengan tangan kanan masih memegang sebatang golok yang berlumur
darah, dan dari cara pemuda ini berdiri, maklumlah Hui Lian bahwa pemuda ini sudah kena ditotok oleh Kong Ji sehingga berdiri kaku seperti patung. Namun mata pemuda she Ma itu ditujukan kepada
Kong Ji penuh kebencian. Adapun Kong Ji sendiri, telah menyalakan lilin dan kini memegang tempat lilin, wajahnya agak pucat.
"Sayang kita terlambat, Lian-moi"." katanya perlahan ketika ia mellhat Hui Lian melayang masuk dari jendela.
Hui Lian tak dapat berkata apa-apa pada saat itu, ia masih
terpengaruh oleh pemandangan yang amat mengerikan. Sementara
itu, dan luar terdengar tindakan kaki banyak orang yang tentu saja tertarik oleh jerit dan teriakan tadi.
"Bangsat seperti ini harus dibikin mampus!" kata Kong Ji dan tangan kirinya yang tadi bergerak memasuki saku bajunya,
menyambar ke arah kepala atau ubun-ubun kepala pemuda she Ma
itu. Hui Lian tidak mencegah karena memang ia juga benci melihat kekejaman Ma Hoat.
Akan tetapi aneh, ketika jari jari tangan Kong Ji menimpa kepala Ma Hoat, tidak terjadi sesuatu. Bahkan pemuda itu tidak kelihatan sakit, sehingga Hui Lian menjadi heran, lalu memandang kepada
suhengnya. Akan tetapi sebenarnya Kong Ji telah melakukan
semacam pukulan keji yang ia pelajari dari See-thian Tok-ong, yakni pukulan yang disebut pukulan "merampas ingatan" dan pukulan perlahan ini telah merusak urat-urat saraf di antara otak sehingga untuk selamanya pemuda she Ma ini akan menjadi lupa keadaan
atau gila! Perubahan hanya terlihat kepada sinar matanya yang tiba-tiba menjadi layu dan bengong.
"Mari kita keluar, Moi moi," kata Kong Ji. Hui Lian tanpa menjawab ikut keluar dari pintu kamar itu. Banyak orang datang di depan pintu, dengan lampu di tangan. Juga semua pengurus hotel datang di tempat itu.
"Telah terjadi pembunuhan hebat, pembunuhnya telah kami
tangkap dan kini berada di kamar dalam keadaan tidak berdaya.
Kalian uruslah hal ini dan serahkan pembunuh itu kepada yang
335 berwajib," kata Kong Ji senang, kemudian ia bersama Hui Lian meninggalkan tempat itu, pergi duduk di ruang depan.
Orang-orang menyerbu masuk ke dalam kamar dan mereka
bergidik menyaksikan pemandangan yang amat menyeramkan itu.
Akan tetapi alangkah kaget hati mereka ketika mereka melihat
bahwa yang menjadi pembunuh keji itu bukan lain adalah Ma Hoat, seorang tokoh yang amat disegara di Keng-sin-bun. Siapakah yang tidak kenal dengan putera dui ke-tua Bu-cin-pai ini" Akan tetapi, mereka makin terheran-heran ketika melihat pemuda she Ma ini
tertawa ha-ha-hi-hi dan tidak dapat btrgerak, tidak melawan ketika golok yang berlumur darah itu di ambil orang. Tubuhnya kaku dan tidak bertenaga sama sekali. Ributlah semua orang dan urusan ini lalu diserahkan kepada pembesar yang berkuasa di kota itu.
"Suheng bagaimanakah terjadinya itu semua?" tanya Hui Lian kepada Kong Ji dengan suara masih menyatakan kengeriannya.
Kong Ji menarik napas panjang dan wajahnya yang tampan itu
nampak agak pucat. Kelihatannya ia menaruh hati kasihan sekali kepada pembesar dan isterinya itu.
"Sebetulnya aku sudah tidur, akan tetapi tiba-tiba aku
mendengar suara kaki di atas genteng. Aku cepat bangun dan
bersiap sedia, karena aku mengira bahwa ada orang jahat hendak memasuki kamarku. Ternyata aku salah duga dan sama sekali tidak tahu bahwa bangsat she Ma itu memasuki kamar nomor tujuh.
Kemudian aku mendengar tangis nyonya muda itu sehingga aku
menjadi curiga. Cepat aku keluar dan mengintai di dalam kamar.
Remang-remang aku mehhat bahwa she Ma itu telah berada di
dalam kamar dengan golok di tangan! Aku tidak tahu apa yang ia lakukan akan tetapi agaknya ia melakukan perbuatan yang tidak
patut dan mengancam nyonya itu dengan goloknya, sedangkan
suami tua bangka itu tidak dapat berbuat apa-apa. Mungkin nyonya muda itu melawan, maka tiba-tiba sebelum aku dapat mencegah,
bangsat she Ma itu telah mengayun goloknya, membunuh Cu-hujin
dan suaminya. Melihat ini, aku cepat menendang daun pmtu, ia
hendak menyerang akan tetapi aku mendahuluinya, menotoknya
dan memasang lilin. Dan pada saat itulah kau menendang daun
jendela dan melompat masuk."
336 Hui Lian bergidik. ia merasa heran sekali mengapa Ma Hoat
melakukan pembunuhan ini. Agaknya Kong Ji dapat membaca apa
yang dipikirkan oleh sumoinya, buktinya pemuda ini menarik napas dan berkata,
"Tentu ia mengira bahwa yang berada di dalam kamar itu adalah aku dan... dan kau...."
Merah wajah Hut Lian mendengar ini -dan untuk
menyembunyikan rasa jengahiya, ia berkata mencela suhengnya.
"Semua adalah gara-garamu, Suheng. Kalau kau tidak salah
memberi tahu bahwa kamarmu nomor tujuh, suami isteri itu takkan mengalami nasib yang demikian menyedihkan."
Kong Ji menarik muka menyesal sekali. "Memang aku yang
bodoh, mari aku pergi membasmi orang-orang Bu-cin-pai!" Ia bangun berdiri seakan-akan hendak melaksanakan ancamannya ini, akan tetapi Hui Lian mencegahnya. Pada saat itu, orang-orang
mengangkat jenazah Nyonya Cu untuk diurus seperlunya. Kong Ji
duduk kembali dan memandang. Bibirnya bergerak-gerak sedikit
dan hatinya berkata, "Kalau kau tidak melawan, aku takkan membunuhmu!"
Jenazah ke dua datang digotong orang, yakni Cu-taijin yang juga ditutup dengan kain, Kong Ji menyeringai dan hatinya berkata.
"Kalau isterimu tidak muda dan cantik, kau takkan mampus!"
Kini orang menggiring keluar pemuda she Ma yang dituduh
menjadi pembunuh kejam itu, Hui Lian semenjak tadi melihat
rombongan itu dengan hati ngeri, menjadi terheran-heran. Ma Hoat berjalan terhuyung-huyung, kedua tangannya diikat orang dan yang mengherankan sinar mata pemuda ini layu dan matanya terbelalak memandang kosong ke depan, babirnya bergerak-gerak seperti
orang bicara perlahan dan kadang-kadang ia tertawa menyeringai!
"Dia telah gila..." bisik Hui Lian.
"Ya, dia gila dan tentu akan dihukum. Pembalasan yang baik sekali bagi tokoh Bu-can-pai," kata Kong Ji.
337 Hui Lian menengok kepadanya. "Suheng kau tadi menggerakkan tangan ke arah kepalanya, kau telah memukulnya dengan pukulan
apakah" Kong Ji tersenyum. "Tadinya aku hendak membunuhnya karena hatiku panas sekali melihat kekejamannya, akan tetapi aku lalu ingat bahwa kalau aku membunuhnya, orang akan mengira aku yang
membunuh suami isteri itu, maka aku menahan tenagaku dan hanya menepuk kepalanya. ia terluka akan tetapi tidak mati.
"Hm, kau sudah menghukum dia, Suheng. Tentu dia takkan lama hidup."
"Entahlah, mungkin beberapa pekan..." jawab Kong Ji kurang peduli.
Hui Lian tidak mempunyai alasan untuk tidak percaya kepada
suhengnya. Semua nampak begitu wajar. Peristiwa mengerikan itu pun wajar. Semua orang dapat melihat bahwa Ma Hoat memasuki
kamar suami isteri itu, agaknya hendak mengganggu Nyonya Cu,
kemudian membunuh mereka. Mungkin juga tadinya Ma Hoat
mengira bahwa kamar itu didiami oleh Kong Ji dan Hui Lian. Tentu demikian terjadinya pembunuhan itu, tak bisa lain. Hui Lian juga percaya, hanya ia masih bingung dan terheran bagaimana Ma Hoat yang tidak berapa tinggi kepandaiannya itu begitu berani mati untuk datang menuntut balas!
Tentu saja Hui Lian tidak mendengar suara hati Kong Ji tadi, juga tidak dapat melihat apa yang tersembunyi di balik senyuman wajah tampan itu. Kalau gadis ini tahu apa yang sebetulnya telah terjadi, mungkin ia akan roboh pingsan saking kagetnya, dan mungkin ia
akan menjauhi suhengnya seperti orang menjauhi ibis!
Tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kong Ji telah mempergunakan kepandaiannya, pada tengah malam itu ia keluar
dari kamarnya tanpa diketahui oleh siapa pun juga. Kemudian ia mengunjungi rumah Ma Hoat, juga tanpa diketahui orang ia
memasuki kamar Ma Hoat menotok pemuda ini dan membawanya
Iari ke rumah penginapan itu, kemudian ia melompat ke dalam
kamar nomor tujuh dan melemparkan tubuh Ma Hoat ke lantai. Cu-
taijin terbangun akan tetapi ia segera ditotok dan tak berdaya.
338 Dalam kegilaannya, Kong Ji yang malam itu sudah berubah menjadi iblis, hendak mengganggu nyonya muda yang membikin dia tergila-gila karena kecantikannya. Hanya seorang iblis yang bisa melakukan hal ini mengganggu isteri orang di depan suaminya dan di depan orang lain! Nyonya Cu mengecewakan hatinya karena meronta dan
menangis, maka ia lalu mengambil golok yang tadi dibawanya dari kamar Ma Hoat membabat putus leher Nyonya Cu, kemudian
membebaskan totokannya pada Cu-taijin untuk memberi
kesempatan kepada orang tua ini berteriak, membunuhnya pula
dengan golok yang masih berlumur darah itu. Kemudian, ia
menekan gagang golok ke dalam tangan kanan Ma Hoat sambil
menotoknya sehingga tubuh pemuda ini menjadi kaku!
Semua itu memang sudah direncanakan lebih dulu, bahkan telah
direncanakan ketika ia mengaku menginap di dalam kamar nomor
tujuh di hotel itu pada saat ia hendak meninggalkan Bu-cin-pai bersama Hui Lian. Oleh karena siasat ini diatur amat licin, biar Hui Lian sendiri kena ditipu dan sama sekali tidak menyangka bahwa pembunuhan itu adalah perbuatan Kong Ji.
Betapapun juga, setelah terjadinya peristiwa ini, di waktu malam Hui Lian suka gelisah. Ia mendapat perasaan bahwa kadang-kadang suhengnya itu kelihatan amat aneh, penuh rahasia dan ada sesuatu yang amat seram menakutkan terbayang pada diri pemuda itu.
Mereka melanjutkan perjalanan dan dalam usaha mereka mencari
Giok Seng Cu, Ba Mau Hoatsu, dan See thian Tok-ong yang menurut Kong Ji harus dibalas, mereka makin mendekati tapal batas di
daerah utara. Memang, orang-orang kang-ouw mengabarkan bahwa
tokoh-tokoh besar pada pergi ke utara, di mana mulai panas
suasananya dengan adanya tanda-tanda memberontak dari bangsa
Mongol. Pada suatu malam, ketika dua orang muda ini bermalam di
sebuah rumah penginapan besar di kota Potouw di lembah Sungai
Kuning, kota yang sudah mendekati perbatasan dengan Mongol,
terjadi hal ke dua yang membuat gadis ini makin berlaku hati-hati terhadap suhengnya.
Makin ke utara, makin berkuranglah wanita-wanita cantik dan
biarpun hal ini bagi Hui Lian tentu saja tidak ada artinya, namun 339
bagi Kong Ji merupakan siksaan besar! Semenjak meninggalkan
Pulau Kim-bun-to dan melakukan perjalanan dengan Hui Lian,
secara diam-diam di luar tahu sumoinya ini, entah sudah berapa kali Kong Ji melakukan perbuatan-perbuatan yang terkutuk. Sepak
terjangnya lebih jahat dan mengerikan daripada perbuatan seorang jai-hwa-ciat (bangsat pemetik bunga) biasa, dan lebih kejam
daripada seorang perampok biasa. Di mana-mana ia meninggalkan
maut sebagai bekas tangannya dan semua ini di lakukan demikian cepat dan licin tanpa meninggalkan bekas sehingga biarpun
perbuatan-perbuatannya menyebar maut di mana-mana ini
menggegerkan dunia kang-ouw, namun tak seorang yang dapat
menerka perbuatan siapakah yang demikian keji itu. Apalagi orang lain bahkan Hui Lian yang melakukan perjalanan bersama dengan
Kong Ji, masih tidak tahu sama sekali akan segala perbuatan
pemuda ini! Wanita-wanita utara memang tidak secantik wanita-wanita
selatan dan daerah utara ini jauh kalau dibandingkan dengan
daerah selatan yang kaya dan penuh kota-kota perdagangan. Juga hawanya tidak menyenangkan, amat dingin sewaktu musim salju
dan luar biasa panasnya di waktu musim panas. Oleh karena ini, Kong Ji merasa tersiksa dan setiap hari ia membujuk Hui Lian untuk mempercepat perjalanan agar mereka segera sampai di tempat
yang mereka tuju, yakni Telaga Gasyun Nor, tempat yang terkenal sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Mongol di bawah
pimpinan Temu Cin yang gagah perkasa. Kong Ji dan Hui Lian
mendengar bahwa di sana banyak berkumpul orang-orang kang-
ouw dan kiranya di tempat inilah mereka akan dapat bertemu
dengan tokoh-tokoh yang mereka cari.
Memang mencari tokoh-tokoh yang dianggap musuh besar itu
dipergunakan oleh Kong Ji sebagai alasan, padahal sebenarnya ia mempunyai cita-cita lain. Ia ingin mengadakan hubungan dengan
pemimpin-pemimpin orang Mongol, untuk bersekutu dengan mereka
dan mencari kesempatan mendapatkan kekuasaan dan pengaruh!
Malam hari itu, ketika berbaring di dalam kamarnya, Kong Ji tak dapat pulas. ia gelisah sekali bergulik ke kanan kiri. Hawa di dalam kamar panas bukan main dan beberapa kali pemuda ini
mengeluarkan suara keluhan panjang pendek.
340 Kemudian ia bangkit dari tempat tidurnya, membuka pintu
kamar. Keadaan sunyi karena waktu itu sudah menjelang tengah
malam. Rumah penginapan yang besar dan kuno itu tidak banyak
tamunya sehingga kamar-kamar banyak yang kosong. Para pelayan
sudah tidur nyenyak dan keadaan gelap. Kong Ji melompat dan
sebentar saja ia sudah berada di luar jendela kamar Hui Lian!
Untuk beberapa lama ia ragu-ragu menggeleng-geleng kepala
dan melangkah menjauhi jendela, hendak kembali ke kamarnya
sendiri. Akan tetapi kembali berhenti bertindak, menoleh dan
mendekati jendela lagi. Sampai lama ia berdiri di situ, ragu ragu dan sangsi. Kalau orang melihat mukanya tentu akan melihat
pertentangan keras di dalam batin pemuda ini terbayang pada
mukanya, pertentangan antara dua pikiran atau dua suara yang
bertempur di dalam dadanya. Akhirnya wajahnya berubah beringas dan sekali ia menggerakkan tangan daun jendela kamar Hui Lian
terbuka. Kemudian tubuhnya berkelebat dan melompatlah ia memasuki
kamar itu dari jendela yang sudah terpentang lebar. Akan tetapi tiba-tiba ia berseru kaget dan cepat mengelak ketika dari
sampingnya menyambar pedang yang hampir saja menembusi
dadanya. "Bangsat hina dina! Apakah kau mencari mampus berani
mengganggu Nonamu?" terdengar bentakan Hui Lian.
Kong Ji merasa terkejut dan juga bingung, ia malu sekali. Cepat ia melompat keluar akan tetapi bayangan Hui Lian mengejarnya.
Kong Ji tak dapat melarikan diri lagi dan ia berdiri sambil
menundukkan mukanya.
Ketika Hui Lian tiba di luar kamar dan melihat siapa orangnya
yang membongkar jendela kamarnya dan memasuki kamarnya tadi,
gadis ini berdiri bengong dan wajahnya sebentar pucat sebentar merah. Dadanya berombak dan sampai beberapa lama ia tidak
dapat mengeluarkan kata-kata. Memang ia sudah menaruh hati
curiga dan setiap malam ia berlaku hati-hati sekali, tak pernah melepaskan pakatan luar dan selalu berkawan pedang. Hal ini
adalah karena ia selalu merasa ngeri apabila teringat akan nyonya pembesar she Cu itu. Malam itu mendengar suara jendela kamarnya 341
dibongkar orang, maka ia telah bersiap siap dia dan begitu melihat sesosok bayangan orang melompat masuk, ia segera menyerang
dengan tusukan pedangnya. Tidak disangkanya bayangan itu lihat sekali, di dalam lompatan masih sempat mengelak dan melompat
keluar lagi. Dan kini ternyata bahwa orang itu adalah Kong Ji.
"Suheng... apa... apa yang hendak kau lakukan tadi...?"
tanyanya, suaranya bengis, akan tetapi agak gemetar dan perlahan.
"Sumoi... kaubunuhlah aku... aku... aku merasa kesepian dan gelisah... aku cinta, kepadamu... aku rindu kepadamu... hatiku terslksa karena ingin dekat dengan mu... aku lupa daratan.
Ampunkan aku Sumoi, atau kau boleh bunuh saja aku.." kata-kata ini dakeluarkan dengan suara menggetar dan dari celah-celah jari tangan yang menutupi muka itu
mengalir butiran-butiran air mata!
Hui Lian menyarungkan
pedangnya kembali. "Suheng
mengapa kau berlaku begitu
rendah" Sungguh tak kunyana, Su
heng..." Di dalam hati Hui Lian
mulai ingat akan penuturan
sucinya, yakni Gak Soan Li tentang
watak buruk dari suhengnya ini,
penuturan yang tadinya tidak
dipercayanya, yang dianggapnya
sebagai pernyataan iri hati dan
dengki dari Soan Li.
"Sumoi, aku cinta padamu, dan
aku tak tahan lagi... karena itulah
aku menjadi gelap pikiran. Sumoi, aku bersumpah takkan
melakukan lagi. Marilah kita lekas melanjutkan perjalanan agar lekas selesai tugas kita, kemudian kita kembali ke Pulau Kim- bun to.
Atau... kalau kau tidak percaya lagi kepadaku, cabut pedangmu itu dan kau boleh bunuh aku, aku takkan melawan!"
Hui Lian tidak menjawab, ia tahu bahwa kalau suhengnya ini mau melawan, ia takkan dapat menangkan terhadap suhengnya ia juga
tidak yakin benar apakah yang akan dilakukan pada saat itu.
342 Melihat gadis itu diam saja. Kong ji mencabut Pak-kek Sin-kiam yang selalu berada di punggungnya, memberikan pedang pusaka itu kepada Hui Lian.
"Sumoi aku bersumpah, disaksikan oleh pokiam ini, bahwa aku takkan melakukan perbuatan itu lagi. Kau percayalah...."
"Bagaimana aku bisa yakin akan isi hatimu?" akhirnya Hui Lion berkata lirih.
"Kalau kau sudah tidak percaya lagi kepadaku, nah, ambil pedang ini dan kau boleh tusuk dadaku, Sumoi."
Hui Lian menggerakkan tangannya dan di lain saat pedang Pak-
kek Sin-kiam sudah berada di tangannya. Kong Ji diam-diam
terkejut dan pemuda ini siap untuk menggunakan pukulan maut
kalau gadis ini menyerang. Akan tetapi Hui Lian tidak
menyerangnya, hanya memandang kepada Pak-kek Sin-kiam, lalu
berkata. "Suheng, aku maafkan kau. Mungkin kau tadi kemasukan iblis yang berkeliaran di daerah asing ini. Akan tetapi, sebagai hukuman, aku merampas Pak-kek Sin-kiam. Biarlah aku yang membawa
pedang ini dan untukmu, biar kau memakai pedangku," Hui Lian mencabut pedang dan sarung pedangnya, pedang yang juga baik
akan tetapi tentu saja kalah jauh kalau dibandingkan dengan Pak-kek Sin-kiam, lalu memberikan pedangnya kepada Kong Ji.
Gadis ini berpikir bahwa dengan pedang itu di tangan, ia takkan khawatir lagi menghadapi Kong Ji. Hal ini pun dibenarkan oleh kata-kata Kong Ji yang agaknya dapat membawa pikirannya.
"Terima kasih, Sumoi, kau memang berhati mulia. Sekarang Pak-kek Sin-kiam sudah berada di tanganmu, dengan Pak kek Kiam-sut, tentu sewaktu-waktu kau dapat membunuhku kalau aku tidak
memegang teguh janjiku."
Hui Lian merasa lega. Memang, biar pun pemuda ini sudah
mempelajari Pak-kek Sin-ciang-hoat, akan tetapi baru teorinya
belaka dan kalau ia memegang Pak-kek Sin-kiam dan mainkan ilmu pedang itu, apakah yang dapat dilakukan oleh Kong Ji terhadapnya"
Seujung rambut pun gadis ini tidak pernah mengira bahwa
343 jangankan dia dengan Pak-kek Sin-kiam dan ilmu pedang Pak-kek
Kiamsut, biarpun ada lima orang seperti dia, belum tentu akan
dapat menangkan Kong Ji. Pemuda ini diam-diam telah melatih
semua teori dari Pak-kek Sin-ciang, dan agaknya dalam ilmu ini ia tidak kalah oleh Hui Lian. Apalagi dia sudah mempunyai Tin-sankang yang hebat, sudah mempunyai ilmu silat dari See-thian Tokong dan juga telah mendapat dasar-dasar yang kuat dari ilmu silat Hoa-san-pai serta Kwan-im-pai, bahkan semua ini masih ditambah lagi oleh gemblengan dari Go Ciang Le yang melatihnya dengan
sungguh-sungguh dalam ilmu silat tinggi lain kecuali Pak-kek Sinciang.
Demikianlah, perjalanan dilakukan terus dengan cepat. Mereka
mempergunakan kuda untuk melewati tapal batas dan akhirnya
tibalah mereka di Telaga Gasyun Nor atau juga disebut Cu yen-hu.
Di sekitar telaga ini terdapat tanah yang subur dan karena inilah maka Temu Cin mempergunakannya sebagai markas besar
sementara. Di sini terdapat tempat yang subur pula, sedangkan
daerah itu sebagian besar terdiri dan padang pasir yang gundul.
Selain ini, dan telaga ini ia pun dapat melakukan perjalanan melalui air sungai yang ada hubungannya dengan Sungai Kurang sehingga
tempat ini memang dapat disebut amat strategis.
Akan tetapi, tentu saja Temu Cin takkan menjadi seorang
pemimpin besar kalau dia tidak mempunyai siasat yang amat cerdik.
Di luarnya saja kelihatan bahwa tempat itu ia jadikan markas besar, namun pada hakekatnya, markas besarnya dipecah-pecah dan
berada di mana-mana. ia maklum bahwa bangsanya menghadapi
banyak saingan dan musuh yang selalu mengintai dan yang
bertujuan menghancurkannya, maka ia tidak begitu bodoh untuk
memusatkan tenaga di suatu tempat. Selain ini, ia pun
menghubungi orang-orang pandai dari pedalaman, yang dibujuknya dan diberi hadiah hadiah besar untuk membantu perjuangannya.
Ketika Hui Lian dan Kong Ji tiba di tempat itu, mereka berdua segera dikurung oleh barisan penjaga yang tentu saja merasa
curiga. Mereka mengira bahwa dua orang muda ini tentulah
penyeldik atau mata-mata dari pemerintah Kin yang masih berkuasa di selatan. Maka para penjaga itu mengurung dan membentak.
344 "Turun dart kuda dan menyerah! Tanpa perlawanan kami akan menangkap kalian hidup-hidup untuk dihadapkan kepada kepala
penjaga" Akan tetapi, mana Kong Ji dan Hui Lian takut menghadapi ini"
Kong Ji tersenyum mengejek dan berkata,
"Orang liar, tutup mulutmu yang kotor dan lebih baik kau lekas-lekas panggil keluar pemimpinmu yang bernama Temu Cin!"
Pada waktu itu, nama Temu Cin sudah amat dipandang tinggi


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh orang-orang Mongol, sudah dianggap sebagai penjelmaan
dewata agung yang datang ke dunia untuk memimpin bangsa
Mongol. Oleh karena itu, mendengar pemuda bangba Han ini tidak menghormati pimpinan mereka, para penjaga menjadi marah sekali.
"Manusia kurang ajar! Kau sudah berani datang di wilayah kami tanpa ijin dan datang-datang kau bersikap kurang ajar. Apakah kau mempunyai nyawa cadangan maka begitu tak takut mampus?"
-oo0mch-dewi0oo-
Jilid XIII PARA orang-orang Mongol itu mulai mengurung dan mereka
telah mencabut senjata. Sikap mereka mengancam sekali dan di
sana-sini terdengar teriakan orang menyuruh Kong Ji dan Hui Lan menyerah baik-baik. Namun Kong Ji tiba-tiba tertawa bergelak dan berkata penuh suara menyindir.
"Ha, ha, begini sajakah macamnya anak buah dari Temu Cin
yang tersohor gagah" Tidak tahunya sejajar gentong-gentong nasi yang tiada guna'"
Tentu saja orang Mongol itu menjadi marah sekali dan serentak
mereka menyerbu. Kong Ji mencabut pedangnya dan melompat
turun dari kuda, diturut oleh Hui Lian yang menjadi bingung melihat sikap suhengnya itu. Menurut suhengnya, mereka datang ke tempat itu bukan saja ntuk mencari orang-orang kang-ouw yang menjadi
musuh besar, akan tetapi juga hendak bertemu dengan Temu Cin
pemimpin orang-orang Mongol yang terkenal sekali. Akan tetapi
345 mengapa sekarang suhengnya itu seakan-akan sengaja mencari
urusan" Namun Hui Lian tidak sempat memusingkan semua ini karena
banyak sekali orang Mongol menyerang dan mengeroyoknya
sehingga ia terpaksa mencurahkan perhatiannya untuk membela
diri. Orang-orang Mongol itu ternyata rata-rata bertenaga besar dan gerakan senjata mereka juga kuat dan cepat sekali. Akan tetapi, oleh karena gerakan mereka itu hanya gerakan cepat dan nekad,
tidak teratur seperti gerakan ahli silat, tentu saja bagi Kong Ji dan Hui Lian yang berilmu tinggi, mereka ini merupakan makanan yang empuk.
Hui Lian tidak mau membunuh orang tanpa ada sebab tertentu.
Di dalam pertempuran dan percekcokan ini, di dalam hati ia
mengaku bahwa pihaknya yang salah. Ia hanya membela diri karena ikut dikeroyok, akan tetapi ia hanya murobohkan orang tanpa
melukai berat, atau menabas kutung senjata mereka saja. Pak-kek Sin-kiam bagaikan sebatang pisau tajam bertemu buah labu
menghadap golok dan pedang para pengeroyok itu. Setiap kali
pedang pusaka ini bertemu dengan senjata lawan, pasti senjata
lawan itu terbabat putus dengan amat mudahnya. Oleh karena
kejadian ini orang-orang Mongol menjadi gentar dan mereka
mengalihkan pengeroyokan mereka kepada Kong Ji. Akan tetapi,
inilah kesalahan mereka. Kalau mereka mengeroyok Hui Lian saja, paling hebat senjata mereka rusak dan mereka roboh terluka ringan.
Sekarang setelah mereka mengeroyok pemuda itu, sama halnya
dengan mencari mati sendiri. Kong Ji benar-benar telengas dan
kedua tangannya menyebar maut. Setiap sambaran tangan kiri
meremukkan kepala atau menotok jalan darah kematian! Hui Lian
sampai bergidik melihat sepak terjang suhengnya ini.
Baiknya baru ada tujuh orang yang tewas ketika tiba-tiba
terdengar bentakan keras menahan semua orang yang bertempur.
Bentakan itu demikian berpengaruh, karena semua orang Mongol
lalu melompat mundur dan berlutut.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, yang datang itu
adalah Temu Cin sendiri bersama pasukannya yang terpukul mundur oleh pasukan musuh yang besar jumlahnya. Pada waktu itu Temu
346 Cin sedang memimpin bangsanya untuk menundukkan suku suku
bangsa lain yang tadinya menindas mereka. Di antara suku-suku
bangsa yang besar dan kuat adalah suku-suku bangsa Kerait dan
Naiman. Dua suku bangsa ini bersatu dan menghadapi
pemberontakan Temu Cin. Baru-baru ini, Temu Cin dengan hanya
seratus lima puluh orang pasukannya, bertemu dengan rombongan
musuh yang jumlahnya seribu orang lebih. Tentu saja pasukan
Temu Cin menjadi kewalahan dan dikejar-kejar. Dengan amat
cerdiknya, Temu Cin melarikan pasukann menuju ka Gasyun Nor, di mana telah bersiap sedia kawan-kawan untuk menyambut musuh.
Dengan keras hati dan tidak mengenal lelah Temu Cin terus
melakukan perjalanan yang amat jauh melalui padang pasir untuk memancing musuhnya yang banyak jumlahnya.
Akan tetapi, ketika tiba di Telaga Cu-yen-hu atau Telaga Gasyun Nor, ia melihat orang-orangnya tengah mengeroyok seorang
pemuda dan seorang dara yang amat luar biasa permainan
pedangnya, Temu Cin paling suka melihat orang gagah, dan
memang termasuk kecerdikannya untuk memikat hati orang-orang
pandai agar cita-citanya mendapat bantuan mereka. Oleh karena ini, sekelebat saja melihat jalannya pertempuran, Temu Cin sudah tahu bahwa dua orang muda itu bukanlah ahli silat sembarangan.
Di lain pihak, ketika Kong Ji dan Hui Lian memandang orang yang baru tiba, mereka diam-diam merasa kagum dan tertarik. Ada
sesuatu dalam diri Temu Cin yang menarik perhatian orang dan
menimbulkan kekaguman, ada sesuatu dalam sikapnya yang
berbeda dengan semua orang. Selain ini, pemuda Mongol ini juga gagah sekali, dengan wajah seperti harimau dan sepasang mata
sipit yang tajam dan bergerak-gerik penuh kecerdikan.
Temu Cin menjura kepada Kong Ji dan Hui Lian, sedangkan
matanya bersinar kagum ketika melihat pedang Pak-kek Sin-kiam di tangan gadis itu.
"Ji-wi Enghiong yang mulia, maafkan aku tidak sempat
menyambut lebih siang kedatangan Ji-wi yang merupakan
penghormatan bagi kami. Dan lebih-lebih lagi maafkan atas
kelancangan orang-orangku yang tidak tahu bahwa dua orang
347 gagah datang sebagai sahabat. Biarlah aku akan memberi hukuman kepada mereka!'
Mendengar ini, Kong Ji melengak dan Hui Lian merasa tidak enak sekali. Sebetulnya, pihaknya yang seharusnya ditegur dan pihaknya yang keterlaluan, akan tetapi tuan rumah mengeluarkan kata-kata yang demikian sungkan.
"Sahabat, harap kau yang maafkan kami, dan harap jangan
memberi hukuman kepada orang-orangmu. Mereka itu hanya
menjalankan kewajiban dan kamilah yang datang mengganggu.
Maaf, maaf...." kata Hui Lian.
Temu Cin berpaling kepada orang-orangnya. "Kaudengarkan itu"
Lihiap ini bukan orang sembarangan, baru melihat pokiamnya saja, seharusnya kalian dapat menduga. Hayo lekas singkirkan mayat-mayat ini dan bersihkan tempat untuk menyambut dua tamu
agung'" Sekarang Kong ji melangkah maju dan menjura, "Kami memang berlaku lancang, untungnya Tuan Rumah begitu sopan santun dan
baik hati. Sebetulnya, kedatangan kami adalah untuk bertemu
dengan pimpinan besar kalian yang bernama Temu Cin."
Orang Mongol muda yang bertubuh tegap itu tertawa bergelak.
"Alangkah bahagia hatiku mendapat perhatian dua orang muda begini gagah perkasa. Tai-hiap, akulah Temu Cin!"
Kong Ji dan Hum Lian kali ini benar-benar terkejut. Sama sekali tidak mereka sangka bahwa pemimpin besar itu masih begitu muda, dan lagi begitu sederhana!
Melihat keheranan mereka, kembali Temu Cin tertawa. "Marilah duduk di dalam tenda, Ji-wi Enghiong. Mari kita bercakap-cakap di dalam dan minun arak."
Karena tidak baik dan tidak enak bicara di luar, apalagi setelah terjadi pertempuran tadi, Kong Ji dan Hui Lian menurut saja. Mereka mengikuti Temu Cin yang masuk ke dalam sebuah tenda besar
sekali di mana telah tersedia meja dan bangku serba lengkap. Tidak disangka bahwa biarpun hanya bangunan tenda, namun di sebelah
348 dalamnya lengkap dan menyenangkan, patut menjadi tempat
tinggal seorang pemimpin besar.
Setelah duduk dan arak dikeluarkan oleh pelayan yang cepat
pergi lagi, Temu Cin bertanya,
"Tidak tahu siapakah Jiwi yang muda dan gagah?"
"Aku bernama Liok Kong Ji, dan nona ini adalah Go Hui Lian, sumoiku. Kami datang dari selatan, dari Pulau Kim bun-to."
Mendengar sepasang mata yang sipit itu terbelalak dan wajah
Temu Cin berseru. "Aha, Lihiap ini she Go, ada hubungan apakah kiranya dengan Taihiap Ciang Le yang berjuluk Hwa I Enghiong dan juga tinggal di Kim-bun-to?"
"Dia adalah ayahku," jawab Hui Lian cepat.
Temu Cin cepat berdiri dari tempat duduknya dan menjura
dalam-dalam kepada Hui Lian. "Ah, benar-benar kehormatan besar sekali bagiku dapat bertemu dengan Lihiap di sini, dapat menerima kunjungan puteri dari Taihiap Go Ciang Le. Guru-guruku yang
demikian banyak jumlahnya tak seorang pun di antara mereka yang tidak mengagumi dan menjunjung tinggi nama ayahmu, Nona."
"Terima kasih, Taijin terlampau menghormat," jawab Hui Lian yang sebaliknra menyebut "taijin", karena menurut pendapatnya bukankah pemuda Mongol itu seorang yang berkedudukan tinggi,
menjadi pemimpin besar seluruh rakyat Mongol" Temu Cin
sebaliknya tidak merasa aneh disebut taijin dan sikapnya biasa serta ramah-tamah.
"Adapun maksud kedatangan kami," kata Kong Ji kemudian,
"Karena sudah lama sekali kagum mendengar nama besar Taijin, kagum mendengar pergerakan saudara-saudara bangsa Mongol
untuk memperbaiki nasib. Apalagi mendengar berita bahwa Taijin bercita-cita untuk membebaskan rakyat kami dari penindasan
bangsa Kin, benar-benar menimbulkan hati kagum dan berterima
kalis. Oleh karena itu, kami sengaja datang bukan saja untuk
menyaksikan kebenaran berita ini, juga untuk berkenalan dengan Taijin dan kalau mungkin menyediakan tenaga membantu
perjuangan suci ini.
349 Berseri wajah Temu Cin mendengar ini. Untuk menarik hati dan
menarik bantuan orang-orang gagah di dunia kang-ouw, ia tidak
segan-segan mengeluarka banyak harta. Apalagi pemuda yang
gagah ini datang-datang menawarkan tenaga bantuannya sendiri.
Hal ini benar-benar menyenangkan hatinya sehinggga ia tersenyum-senyum gembira.
Akan tetapi sebaliknya Hui Lian menjadi amat terheran-heran.
Mengapa sekarang suhengnya menyatakan maksud yang amat jauh
bedanya daripada semula" Ia menoleh kepada suhengnya dengan
pandang mata penuh pertanyaan, akan tetapi Kong ji pura-pura
tidak melihatnya. Hati Hui Lain menjadi mendongkol sekali dan ia kehilangan kesabarannya.
"Taijin, menurut kabar yang kudapat, di utara ini banyak
perkumpulan orang-orang pandai dan tokoh-tokoh kang-ouw dari
segala macam golongan. Oleh karena inilah maka kami sengaja
datang ke sini bukan hanya untuk berkenalan denganmu, akan
tetapi terutama sekali hendak mencari beberapa orang tokoh kangouw yang menjadi musuh besar kali. Kami mengharapkan
keterangan dan taijin apakah mereka berada di daerah utara ini."
Temu Cin menekan perasaan tidak senangnya mendengar ini. Ia
amat membutuhkan bantuan orang-orang pandai untuk
melaksanakan cita-citanya yang besar, yakni selain mempersatukan suku-suku bangsa di utara sehingga menjadi suku bangsa besar,
juga untuk menyerbu ke selatan dan menguasai seluruh Tiongkok.
Tentu saja mendengar adanya pertentangan antara orang gagah, ia tidak senang karena itu berarti merugikan perjuangannya. Akan
tetapi dengan pandai dapat menyembunyikan perasaannya itu dan
pada wajahnya yang gagah tidak terbayang sesuatu.
"Siapakah gerangan nama musuh-musuh besar Lihiap itu?"
"Mereka adalah orang-orang tingkat tinggi di dunia kang-ouw, yakni Giok Seng Cu ketua Im-yang-bu-pai, Ba Mau Hoatsu dart Tibet dan See-thian Tok ong beserta anak tsterinya."
Temu Cin benar-benar terkejut mendengar ini. "Mereka adalah
orang-orang luar biasa di dunia kang-ouw!" katanya. "Sudah lama sekali aku mendengar nama mereka sebagai iblis-iblis yang sakti, 350
akan tetapi sayang belum pernah bertemu muka, juga mereka tidak ada di sini. Lihiap bermusuhan dengan orang-orang seperti itu, alangkah berbahayanya! Baiklah, aku akan membuka mata dan
memasang telinga, kalau aku mendengar di mana adanya mereka,
pasti aka kuberi tahu kepada Lihiap." Kemudian pemimpin orang Mongol ini berpaling kepada Kong Ji. "Liok Taihiap, tentang maksudmu hendak membantu kami benar-benar amat kuhargai.
Tentu saja kelak tidak akan melupakan budi yang besar dari Taihiap ini. Akan tetapi aku pun bersama seluruh kawanku minta bukti
pembelaan dari Taihiap. Tak lama lagi akan datang serombongan
barisan musuh, yakni dari suku bangsa Naiman dan Kerait yang
jumlahnya seribu orang lebih, dipimpin sendiri oleh kepala suku bangsa Naiman yang gagah perkasa. Mereka mengejar-ngejar kami
dan kalau mereka tiba aku akan mengadakan perlawanan besar-
besaran. Untuk serbuan mereka ini aku sudah memasang jebakan
dan aku yakin mereka akan dapat kuhancurkan. Kawan-kawanku di
sini berjumlah tiga ribu orang lebih dan sekarang sudah kusiapkan.
Bahkan aku sudah memanggil beberapa orang panglima dan
pembantu dari barat. Maukah kau dan Lihiap membantu kami?"
"Tentu saja, Taijin. Serahkan saja pemimpin barisan musuh kepadaku, hendak kuperlihatkan bahwa kedatangan kami ini tidak percuma belaka!" jawab Kong Ji gembira.
Tiba-tiba terdengar sorak sorai yang hebat dari jurusan timur dan pada saat itu seorang pengawal masuk bersama seorang Mongol
yang usianya, kurang lebih tiga puluh tahun, bertubuh tegap sekali akan tetapi agak pendek, sepasang matanya lebar dan kumisnya
kecil panjang. Orang ini berpakaian perang dan di pinggangnya
tergantung sebuah golok yang gagangnya amat indah ukirannya.
Dengan matanva yang lebar itu ia menatap Kong Ji dan ia tidak
menyembunyikan kekagumannya ketika ia melihat Hui Lian yang
cantik manis. "Bouw Ang Gempo, bagus kau datang pada saat yang tepat!"
Temu Cin berkata girang ketika panglima itu memberi hormat
kepadanya. "Perkenalkan dulu kepada dua orang pendekar ini. Dia ini adalah Liok Kong Ji Taihiap, murid dari pendekar besar Go Ciang Le di Kim bun-co, sedangkan Nona ini adalah puteri dari Go-talhiap 351
itu yang bernama Go Hui Lian. Jiwi Enghiong, inilah Bouw Ang
Gempo panglima perangku yang sudah bayak berjasa."
Bouw Ang Gempo, dengan lagak gagah memberi hormat kepada
dua orang muda itu. Pandangan matanya terhadap Kong Ji agak
bercuriga, akan tetapi terhadap Hui Lian, jelas sekali terbayang kekagumannya.
"Bouw Ang Gempo, berapa banyak pasukan yang kaubawa?"
"Dua ribu lima ratus orang, Khan Muda!" kata panglima itu. Kong Ji dan Hui Lian terkejut mendengar sebutan Temu Cin yang disebut Khan Muda atau Raja Muda itu. Tak mereka sangka bahwa
kedudukan orang Mongol muda ini sudah meningkat demikian
tinggi. "Bagus, kau dan anak buahmu harus menjaga agar jangan
terlampau banyak terjadi pembunuhan. Taklukkan orang-orang
Naiman dan Kerait itu dalam keadaan hidup sehingga mereka akan menggabungkan diri dengan kita. Adapun tentang kepala suku
bangsa Naiman beserta putennya yang keras kepala itu, kau
serahkan saja kepada Liok-taihiap dan Go Lihiap. Mereka ini sudah sanggup untuk menghadapi mereka!"
Bouw Ang Gempo menggerakkan sepasang alisnya yang
gombyok. "Akan tetapi, Lima Honggan kepala suku bangsa Naiman itu lihai sekali! Apalagi puterinya bukanlah orang yang tidak boleh di-buat main-main!" Sambil berkata demikian ia memandang kepada Kong Ji dengan pandang merendahkan dan kepada Hui Lian dengan
pandang mata khawatir.
Temu Cinn tersenyum. "Ha, ha, ha, panglimaku, kaulah yang kurang awas. Sekarang tidak ada waktu lagi, kelak setelah selesai mengalahkan musuh, boleh kau belajar kenal dengan kelihaian dua orang pendekar muda ini!"
Panglima itu memberi hormat dan berjalan keluar. Temu Cin juga mengajak dua orang tamunya untuk keluar, karena suara musuh
yang mendatangi tempat itu kini sudah terdengar jelas, Mereka
sudah berbaris di dekat telaga dan terdengar suara menantang-
nantang. 352 Barisan yang datang hendak menyerbu suku bangsa Mongol ini
kelihatan tidak teratur. Sungguhpun mereka itu rata-rata memiliki perawakan yang gagah dan kuat, namun sebagian besar nampak
amat lelah, bahkan ada beberapa orang yang cepat mengambil air dari telaga untuk menghilangkan rasa haus.
Mereka dipimpin seorang tua yang berjenggot panjang dan
tangan kanannya memegang tongkat kuningan yang dipegang
seperti toya. Kelihatannya gagah sekali dan dari tindakannya nyata bahwa ia memiliki kepandaian silat yang tinggi. Kakek ini diam saja, hanya memandang ke depan dengan mata tajam, sedangkan yang
berteriak-teriak menantang adalah pembantu-pembantunya yang
berdiri di bagian depan dari barisan itu.
Setelah menghadapi mereka dari jarak tiga puluh tombak Temu
Cin berkata, suaranya nyaring sekali sehingga diam-diam Hui Lian dan Kong Ji memuji dan tahu bahwa pemimpin muda ini ternyata
memiliki tenaga lweekang dan khikang ang tinggi juga.
"Paman Lima Honggan! Sudah berkali-kali kukatakan bahwa tiada gunanya kau dan kawan-kawanmu memusuhiku. Kau takkan
menang! Bagaimana kau bisa mengalahkan bangsa Mongol yang
besar" Daripada membuang nyawa cuma-cuma, bukanlah lebih baik
kau dan kawan-kawanmu menggabungkan diri dengan kami! Hawa
begini panas, kalian sudah melakukan perjalanan jauh, apakah tidak lebih baik datang minum arak menghilangkan lelah" Lihatlah anak buahmu sudah kehausan, apakah kau tidak hendak memberi
kesempatan kepada mereka untuk minum dulu" Lihat, aku dan
kawan-kawanku sengaja tidak menjaga telaga, untuk memberi
kesempatan kepada orang-orangmu melepaskan lelah!"
"Temu Cin, siapa sudi mendengar bujukanmu" Kau sudah
menghina keluarga kami, kau hendak mengajak kami menyerang ke
selatan" Huh, orang macam kau akan menyerang ke selatan"
Tengoklah tingginya Gunung Thai-san, apa kaukira akan dapat
menghadapi orang selatan yang banyak memiliki ahli-ahli silat yang tinggi" Sudahlah, jangan banyak cerewet. Kalau kau memang laki-laki, pertanggung jawabkan semua perbuatanmu dan menyerah
untuk kubelenggu!"
353 Akan tetapi pada saat itu, Temu Cin tertawa bergelak. "Paman Lima Hong-on. lihatlah, apa yang sudah terjadi dengan anak
buahmu" Apakah kau masih keras kepala hendak melawan?"
Lima Honggan menengok dan mukanya menjadi pucat. Sebagian
besar anak buahnya tadi tak dapat menahan haus dan beramai-
ramai mereka minum air telaga Gasyun Nor, juga kuda-kuda yang
kepayahan diberi minum. Mereka minum dengan bernafsu sekali,
lupa akan segala apa di sekeliling mereka. Hanya para pemimpin yang di tengah jalan masih kebagian air, dan mereka yang memang bersemangat baja, tidak tergesa-gesa minum ketika menghadapi
musuh. Dan sekarang mereka yang tadi minum air telaga, semua
roboh bergelimpangan dalam keadaan lemas dan tak berdaya,
seperti orang mabok atau orang mengantuk. Bahkuda yang minum
air itu pun sekarang rebah miring, mengeluarkan ringkik panjang seperti keluhan. Sebentar saja lebih dari separuh barisan rebah malang melintang dan keadaan menjadi panik.
Tiba-tiba dari dalam barisan Lima Honggan, melompat keluar
seorang wanita yang bertubuh ramping. Wanita bermuka manis
sekali, dengan rambut dipotong pendek. Bajunya biru dan celananya merah berkibar tertiup angin ketika ia melompat ke depan dengan sinar mata memancarkan kemarahan. Tangan kanannya bergerak
dan tahu-tahu ia telah mengeluarkan senjatanya yang istimewa,
yakni sebuah bola baja yang diikat dengan rantai kecil. Nona yang usianya paling banyak tujuh belas tahun, masih amat muda dan
amat cantik menggiurkan ini, setelah mengayun bola baja itu di atas kepalanya, diputar-putarnya sehingga menimbulkan suara nyaring.
Ia menudingkan telunjuk kirinya ke arah Temu Cin.
"Temu Cin, bangsat curang manusia tak berbudi! Kau telah
meracuni orang- orang kami!" Sambil berkata demikian sekali melompat gadis ini telah melapaui sepuluh tombak dan berdiri
menantang dengan marah!
Temu Cin menoleh kepada Kong Ji dan Hui Lian, tersenyum dan
berkata, "Itulah Lima Nalumei, puteri Paman Honggan yang tadinya hendak dijodohkan dengan aku. Dia lihai sekali, apakah di antara Ji-wi ada yang sudi mewakiliku?"
354 Hui Lian memandang kepada Temu Cin dan matanya ragu-ragu
ketika ia memandang dan bertanya, "Taijin, betul-betulkah kau meracuni orang itu!"
Temu Cin tersenyum. "Aku sayang orang-orang di utara,
bagaimana aku mau meracuni mereka" Mereka hanya telah minum
air yang dicampuri obat bius yang melemahkan dan memabokan
saja." Sementara itu, sejak tadi Kong Ji memandang ke arah Nalumei
dengan mata berseri dan penuh gairah. Gadis itu memang cantik
sekali, dan memiliki sifat kecantikan yang lain sekali dari pada kecantikan seorang gadis Han. Rambutnya yang dipotong pendek
itu agak kecoklat-coklatan dan matanya agak kebiruan seperti mata seorang nona bangsa Semu. Mendengar permintaan Temu Cin, ia


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalu berkata. "Biar aku yang menghadapinya!" Ia melompat dengan gembira sambil mencabut pedangnya.
"Saudara Liok, jangan bunuh dia, tangkap hidup-hidup!" Temu Cin masih sempat memberi ingat pemuda ini. Kemudian ia berpaling kepada Hui Lian, "Go lihiap, kalau Paman Lima Honggan maju, harap kau suka menghadapinya. Aku mau membantu Bouw Ang
Gempo menaklukkan barisan mereka!"
Belum sempat Hui Lian menjawab sekali berkelebat Temu Cin
sudah melompat jauh untuk memimpin pasukan menghadapi musuh
yang masih hendak mengadakan perlawanan.
Ketika Kong ji berhadapan dengan nona bangsa Naiman itu, ia
merasa girang sekali. Makin dekat, makin nampak kecantikan nona ini yang benar-benar masih amat muda, namun sudah mempunyai
sikap gagah. Nona ini melihat kedatangan Kong Jil dengan pedang di tangan sudah tahu bahwa pemuda tampan bangsa Han ini
tentulah jagoan dari Temu Cin, maka tanpa banyak cakap lalu
menggerakkan senjatanya menyerang dengan hebat.
"Bagus, Nona manis, gerakanmu indah sekali!" Kong ji memuji sambil mengelak. Akan tetap' baru saja ia mengelak, bola baja itu sudah datang menyambar lagi amat cepatnya, mengarah kepalanya.
Kong ji tentu saja tidak mau membiarkan kepalanya dihancurkan
355 oleh benda itu, dan tidak berani pula berlaku semberono karena sambaran bola itu mendatangkan angin mengiuk. Cepat pedangnya
bergerak menangkis dan bahkan inengerahkan tenaga untuk
memutuskan tali bola itu.
Akan tetapi, tali itu tidak terputus, bahkan ketika pedangnya
menahan tali, bola itu dapat memukul terus, menukik ke bawah
mengancam dadanya. Kong Ji benar-benar kaget sekarang. Tak
disangkanya bahwa nona ini demikian lihainya. ia cepat menarik kembali pedangnya dan mengelak ke kiri melangkah maju dan
tangan kirinya diulur untuk merampas senjata lawan yang lihai itu.
Akan tetapi, nona itu telah mendahuluinya, menotok ke arah
Iambungnya dengan dua jari tangan kiri. Gerakannya cepat dan
kuat sehingga kembali Kong Ji terkejut sampai berseru sambil
melompat mundur. Jelas baginya bahwa gerakan tadi adalah ilmu
menotok jalan darah dari selatan! Bagaimanakah seorang nona
bangsa Naiman yang tinggal jauh di utara dapat mainkan ilmu silat selatan seperti orang Han"
Namun ia tidak sempat melamun terlalu lama karena Nalumei
menyerangnya lagi, kini senjatanya diputar hebat dan mendesak
kuat setelah diketahuinya bahwa pemuda berpedang ini dapat
menghalau semua serangannya. Kong Ji juga melayaninya dengan
hati-hati. Pemuda ini tidak mau menjatuhkan tangan besi, karena selain tidak mau melukai gadis manis yang menarik hatinya ini, juga. ia ingin sekali menyaksikan ilmu sang gadis ini lebih jauh.
Pertempuran berjalan seru sekali.
Tiba-tiba kakek yang menjadi ayah gadis ini berteriak keras,
memberi aba-aba kepada pasukannya untuk menyerbu. Dia sendiri
membawa tongkatnya melompat untuk membantu puterinya. Tiba-
tiba ia berhadapan dengan seorang gadis Han -yang lincah, seorang gadis yang memegang pedang pusaka yang berkilauan cahayanya.
Lima Honggan tidak gentar, sambil membentak keras ia mengayun
tongkatnya ke arah Hui Lian. Gadis ini menangkis.
"Traangg!" Bukan main kagetnya Lima Honggan ketika ujung tongkatnya somplak, terbabat putus oleh pedang lawannya itu. ia mencelat mundur kemudian menghadapi Hui Lian lebih hati-hati.
Tidak berani lagi ia mengadu tongkatnya dengan pedang itu dan
356 selalu menghindarkan bertemunya kedua senjata. Namun
tongkatnya selalu mengancam jalan darah yang berbahaya. Seperti juga Kong Ji. Hui Lian mendapat kenyataan bahwa ilmu silat dari selatan gerakannya hampir sama dengan ilmu silat cabang Bu-tong-pai.
Adapun pasukan Naiman dan Kerait setelah melihat pemimpin
dan puterinya itu turun tangan, sambil bersorak sorak mereka lalu maju menyerbu, disambut oleh Bouw Ang Gempo yang memimpin
anak buahnya. Namun sia-sia belaka bagi pihak penyerang, karena jumlah mereka sudah berkurang banyak. Kini mereka menghadapi
sambutan dari pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya sehingga sebentar saja mereka dikurung dan dikeroyok. Banyak yang roboh bergelimpangan dan lebih banyak lagi yang tertangkap hidup-hidup.
Adapun mereka yang terterkena minuman yang mengandung obat
bius, siang-siang sudah dibelenggu oleh pihak Mongol.
Pertempuran antara pihak Kong Ji dan Nalumei hanya
berlangsung selama dua puluh jurus. Kalau Kong Ji mau, dalam
beberapa belas jurus saja akan dapat merobohkan lawannya akan
tetapi ia merasa sayang kalau melukai nona ini. Maka setelah
mendapat kesempatan baik ia memukul hancur bola besi itu dengan tenaga Tin-san-kang, kemudian sebelum Nalumei sempat mengelak, ia telah menepuk pundak gadis itu sehingga Nalumei jatuh lemas tak berdaya. Kong Ji menyambar tubuhnya dan mengempitnya, lalu membawanya ke dalam markas orang-orang Mongol.
Adapun pertandingan antara Hui Lian. dengan Lima Honggan
juga tidak berjalan seimbang. Tidak saja pedang pusaka Pak-Kek Sin-kiam terlalu ampuh buat kakek itu, juga ilmu pedang gadis itu terlalu tinggi baginya. Sebentar saja, melihat berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan mata, Lima Honggan menjadi kabur
pandangan matanya dan berkunang-kunang. Ia merasa bahwa kali
ini ia dan anak buahnya pasti akan kalah. Apalagi setelah ia melihat puterinya tertawan musuh, hatinya menjadi kalut dan ia berlaku nekat. Ketika itu, pedang di tangan Hui Lian tengah menyerang ke arah dadanya. Kakek ini menangkis dengan tongkat sekuat tenaga.
Terdengar suara nyaring dan tongkatnya patah menjadi dua. Namun ia tidak mundur, sebaliknya bahkan merangsek maju dengan kedua tangan diulur merupakan cengkeraman. Tangan kiri mencengkeram
357 ke arah pedang dan tangan kanan mencengkeram ke arah dada Hui
Lian! Hui Lian terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa kakek ini
demikian nekat. Kalau ia membabat, kedua lengan itu, pasti putus, namun ia tidak tega berlaku sekeji itu. Ia hanya mengelak untuk menghindarkan cengkeraman ke arah dadanya dan karena ia
berlaku lambat, pedangnya telah kena dipegang oleh cengkeraman kakek itu.
Lagi-lagi Hui Lian terkejut. Kalau orang tidak memiliki lweekang yang tinggi, baru mencengkeram Pak-kek Sin-ciang saja jari-jari tangannya tentu akan putus semua! Agaknya kakek ini
mempergunakan tenaga lemas sehingga tidak terpengaruh oleh
tajamnya pedang yang keras. Kalau Hui Lian mau, ia dapat
menyalurkan tenaga lemas pada pedangnya dan dengan demikian
dapat melukai tangan kakek itu, akan tetapi ia tidak tega.
Sebaliknya, ia hanya mencoba untuk membetot terlepas pedang itu.
Mereka saling membetot dan tiba-tiba kakek itu menjerit,
tangannya yang mencengkeram pedang terlepas dan ia roboh
terlentang mandi darah. Tepat di ulu hatinya tertancap oleh
sebatang anak panah yang kecil.
Hui Lian tertegun dan menengok ke belakangnya. Ia melihat
Temu Cin bediri memandangnya dengan senyum, di tangan pemuda
Mongol ini terlihat busur kecil dan anak-anak panah yang kecil pula.
Jelaslah bahwa Temu Cin sudah turun tangan mengirim anak panah tadi ke ulu hati Lima Honggan'
"Dia harus dibinasakan, Lihiap, terlalu berbahaya untuk
pergerakanku!" kata Temu Cin yang cepat lenyap pula di antara orang-orang yang sedang berperang tanding.
Orang-orang suku bangsa Kerait dan Naiman sebentar saja dapat
dikalahkan dan hanya beberapa belas orang saja yang tewas,
semua dapat ditawan dan diikat kedua tangannya. Mereka ini tidak dibunuh, akan tetapi perlahan-lahan akan mendapat bujukan dan
penerangan dari Temu Cin sehingga kelak mereka bahkan akan
menjadi pembantu dan anggauta pasukan yang setia. Di sinilah
terletak kekuatan Temu Cin. ia tidak mau sembarangan
358 menewaskan suku-suku bangsa utara kecuali yang dianggap
berbahaya. Ia pandai mengambil hati dan pandai ia mengatur
sehingga kelak seluruh suku bangsa di utara yang amat banyak
macam dan jumlahnya itu dapat bersatu menjadi satu bangsa
Mongol yang besar dan jaya.
Sehabis perang Temu Cin menghampiri Hui Lian dan mereka
berdua berjalan kembali ke perkemahan, di sepanjang jalan
disambut dan dihormati oleh semua orang Mongol. Diam-diam Hui
Lian mengakui bahwa pemuda Mongol ini memang tepat untuk
menjadi pemimpin. Gagah perkasa dan pandai memimpin, keras hati dan ramah tamah. Hui Lian memandang ke sana ke mari dan
merasa heran mengapa ia tidak melihat Kong Ji.
Ke manakah perginya Kong Ji" Setelah ia mengalahkan Nalumei,
ia menawan gadis cantik itu dan membawanya keperkemahan
Mongol. Akan tetapi, sebagai tamu di tempat itu, ia tidak dapat berbuat sesuka hatinya dan terpaksa memberikan gadis tawanannya kepada para penjaga yang sudah menyediakan tempat tahanan
khusus untuk para pimpinan pasukan musuh.
"Jaga dia balk-baik dan jangan ganggu. lni perintah Temu Cin!"
kata Kong Ji yang merasa khawatir kalau-kalau gadis yang
menggiurkan hatinya itu mendapat perlakuan buruk dari para
penjaga tahanan.
Akan tetapi begitu ia kembali ke medan pertempuran dan hendak
melampiaskan nafsunya yang suka membunuh, Temu Cin sudah
mendekatinya dan tertawa, "Liok-taihiap, harap kau jangan mencampuri perang kecil ini. Cukup orang-orangku saja. Ke mana kau membawa Nalumei tadi?"
Merah muka Kong Ji. Pandang mata temu Cin demikian tajam
seakan-akan orang ini dapat menjenguk ke dalam isi hatinya.
"Aku serahkan kepada penjaga tawanan."
"Hem, kau agaknya tertarik kepdanya, Taihiap?"
Makin merah muka Kong Ji. Orang ini benar-benar berbahaya,
mempunyai pandangan mata yang amat tajam dan otak yang cerdik
sekali. 359 "Dia memang manis, anehkah kalau seorang laki-laki tertank kepada seorang gadis manis seperti dia?" Kong Ji menjawab dan sikapnya kurang senang.
Temu Cin tertawa bergelak. "Jangan salah mengerti, Taihiap.
Kalau aku mau, gadis itu dulu sudah menjadi isteriku, dia adalah bekas tunanganku ketika aku masih kecil!. Kalau aku mau menjadi suaminya, takkan ada perang hari ini dan aku pun tidak akan dapat maju, mungkin sekarang menjadi ayah yang baik. Ha, ha, ha! Akan tetapi, Taihiap seorang gagah takkan terlalu memusingkan urusan macam ini, dan kiranya seorang gadis suku bangsa Naiman kurang cocok dengan seorang pendekar Han seperti kau. Bouw Ang Gempo
sudah lama tergila-gila kepada Nalumei, dan dia seorang yang
berjasa besar. Aku akan merasa girang sekali kalau dapat
menjodohkan Nalumei kepadanya sebagai pemberian jasa."
"Taijin, akulah yang mengalahkannya, aku yang menawannya, sudah sepantasnya kalau Nona itu diberikan kepadaku," kata Kong Ji dan kalau Hui Lian mendengar ini, gadis itu tentu akan merasa aneh sekali bagaimana suhengnya dapat berkata demikian tanpa
merasa sungkan dan malu sedikitpun juga.
Temu Cin diam-diam juga terkejut. Penilaiannya terhadap Kong Ji merosot keras dan pemimpin ini biarpun masih muda, namun ia
memiliki pertimbangan yang masak dan pandangan yang luas sekali.
"Taihiap, apakah Sumoimu tidak akan marah kalau kau
mengambil Nalumei?" tanyanya tiba-tiba.
Merah wajah Kong Ji. Pemuda ini teringat akan semua
pengalamannya dengan Hui Lian dan ia sudah yakin sekaang bahwa Hui Lian tidak cinta kepadaya, walaupun sumoinya itu belum
membencinva seperti yang dilakukan oleh Soan Li.
"Mengapa mesti marah' Aku suhengnya dan dia sumoiku, tidak ada hubungan lain kecuali itu."
Temu Cin berseri wajahnya. "Benarkah begitu, Taihiap" Bagus kalau begatu. Apakah sumoimu itu belum bertunangan dengan
orang lain"
360 Kong Ji menggelengkan kepalanya. "Belum...." dan diam-diam dia menduga apakah pemimpin bangsa Mongol ini suka kepada Hui
Lian" "Kalau begitu, biarlah aku melamar sumoimu itu untuk... Bouw Ang Gempo. Dengan begitu, biarpun Nalumei kau ambil, dia tidak akan terlalu berduka! Ha ha, ha, bukankah ini baik sekali, Taihiap?"
Demikianlah, di luar tahunya Hui Lian, persoalan ini dibicarakan oleh Kong Ji dan Temu Cin, kemudian bahkan Bou Ang Gempo
dipanggil dan panglima diberi tahu, secara terus terang.
Bouw Ang Gempo mengurut-urut kumisnya yang kecil panjang.
"Nona Nalumei sudah kuketahui watak dan keahliannya dalam berperang, sedangkan Nona Hui Lian itu, biarpun tidak kalah cantik oleh Nalumei, aku belum melihat sendiri sampai di mana
kepandaiannya. Aku paling tidak suka mempunyai isteri yang
lemah!" Temu Cin khawatir kalau Kong Ji merasa tidak senang dan
tersinggung. Maka ia tertawa dan berkata, "Bouw Ang Gempo ini paling menghargai kegagahan, dia sendiri juga memiliki kepandaian tinggi, apalagi dibantu oleh goloknya yang ampuh dan sakti, untuk suku bangsa kami, kiranya tidak ada keduanya!"
Mendengar ini, Kong ji melirik ke arah golok yang tergantung di punggung Bouw Ang Gempo. Golok itu sarungnya indah, juga
gagangnya merupakan kepala mahluk aneh, singa bukan naga juga
bukan, namun harus diakui bahwa gagangnya amat indah, dengan
sepasang mata dari batu kemala hijau.
"Bouw Ang Gempo, marilah kaubuktikan ketajaman golokmu itu dengan pedang ini," kata Kong Ji sambil memungut sebatang pedang yang terlempar ke atas tanah. Di sekitar tempat itu memang banyak sekali senjata-senjata tajam dari mereka yang jatuh dalam perang.
Bouw Ang Gempo tertawa bergelak dan sekali tangannya
bergerak, ia telah mencabut goloknya. Kong Ji kagum bukan main melihat golok yang putih berkilauan seperti perak, akan tetapi ketika digerakkan membawa cahaya kehijauan itu. Benar-benar golok
mustika yang luar biasa, pkirnya, Bouw A Gempo mengambil
361 pedang dari tangan Kong Ji dan sekali ia memukulkan pedang pada goloknya, terdengar suara nyaring dan pedang itu putus bagaikan tangkai kembang teratai beradu dengan pisau tajam saja'
"Bouw Ang Gempo, mari kita bertaruh!" Kong Ji berseru sambil memandang kepada golok itu dengan mengilar. "Aku akan
menyuruh Sumoiku melayanimu mengadu kepandaian agar kau
puas dan melihat sampai di mana kepandaian Sumoiku. Kalau Sumoi kalah, terserah kepadamu dan aku takkan keberatan apa-apa, biar pun kau akan mengambil pedang pusaka yang dibawa oleh Sumoi,
yang tidak kalah oleh golok ini baiknya. Akan tetapi kalau Sumoi menang, golok ini harus kauserahkan kepadaku, dan aku berhak
mengambil pedang pusaka kami itu. Bagaimana?"
Bouw Ang Gempo sudah kegirangan karena ia boleh menguji Hui
Lian yang memang amat dikaguminya, apalagi kalau mengingat
bahwa gadis Han yang cantik itu akan menjadi isterinya, maka serta merta ia menyanggupinya dan menerima pertaruhan itu.
Temu Cin menggosok-gosok tangannya dengan hati girang.
"Bagus sekali," pikirnya, "kalau Go Hui Lian menjadi isteri Bouw Ang Gempo dan Liok Kong Ji menjadi suami Nalumei, berarti aku dapat tambahan dua tenaga pembantu yang tangguh. Bagi Temu Cin,
tidak ada yang lebih penting daripada cita-citanya, dan segala apa yang ia lakukan ialah demi tercapainya cita-citanya yang dikandung di dalam hatinya semenjak kecil. Cita-cita ini adalah, menaklukkan seluruh negeri dan merajai seluruh dunia!
-oo0mch-dewi0oo-
"Sumoi, Bouw Ang Gempo itu harus diberi sedikit hajaran agar terbuka matanya dan jangan memandang rendah kepada kita."
Kong Ji berkata kepada Hui Lian ketika malam hari itu Temu Cin mengadakan pesta untuk merayakan kemenangannya. Yang
memenuhi tenda besar tempat pesta itu berlangsung adalah
panglima-panglima dan pembantu-pembantu Temu Cin dan di
antaranya terdapat beberapa orang kang-ouw dari selatan, orang-orang yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi di antara mereka
362 tidak kelihatan adanya -orang-orang yang dicari oleh Kong Ji dan Hui Lian.
"Mengapa kau berkata begitu, suheng?" tanya Hui Lian.
"Kau tunggu saja, ia pasti akan menantangmu menguji senjata.
Tadi aku telah bercakap-cakap dengannya dan karena ia
memamerkan golok pusakanya, aku menyatakan bahwa goloknya
itu takkan menang dengan pedang pusaka Pak-kek Sin-kiam yang
kaubawa. ia marah-marah dan menyatakan bahwa kelihaian senjata bukan tergantung sepenuhnya dari kebaikan senjata itu sendiri
melainkan dari orang yang memegangnya. Aku pun marah dan
menyatakan bahwa kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada
kepandaiannya. Oleh karena ini, aku berani pastikan dia akan
menantangmu. Kuharap kau jangan berlaku sungkan-sungkan
menghadapinya, Sumoi."
Hui Lian menghela napas. "Kau ini mencari perkara saja. Pihak tuan rumah begitu ramah dan baik terhadap kita dan kau
membangkitkan kemarahan dalam hati panglima yang dipercaya
oleh Temu Cin."
"Akan tetapi aku harus menjaga nama apalagi menjaga nama
besar Suhu!'"
Hui Lian hanya menarik napas panjang. "Baiklah, kalau memang ia menantang, akan kulihat sikapnya. Kiranya tak perlu melukainya, cukup kalau membuktikan bahwa Pak-kek Sin-kiam lebih bagus
daripada segala macam golok!"
Pesta berjalan penuh kegembiraan dan di dalam kesempatan ini
Temu Cin bahkan angkat bicara, membentangkan siasat-siasat dan rencana-rencana selanjutnya. Bukan main hebatnya hasil yang
sudah dicapai oleh pemimpin muda ini. Ternyata bahwa pasukan-
pasukan yang berada di bawah kekuasaannya sudah banyak sekali
tersebar di mana-mana, dan siap untuk mempergunakan di segala
waktu. Kini tugas dari setiap pasukan yang berpencaran itu adalah mengumpulkan kawan-kawan atau lebih tepat memperbesar jumlah
anggauta pasukan, baik dari suku-suku bangsa lain yang menyetujui pergerakan mereka maupun dari tawanan-tawanan yang sudah
diinsyafkan! 363 Setelah itu, hidangan dikeluarkan dan orang mulai makan minum
gembira. Pujian-pujian diucapkan oleh Temu Cin untuk para
panglimanya, terutama sekali Bouw Ang Gempo dipuji-puji,
disambut tepuk sorak oleh kawan sejawatnya. Panglima ini berdiri, mengurut kumisnya dan menoleh ke sana ke mari dengan bangga,
terutama sekali ia beberapa kali menoeh ke arah tempat duduk Hui Lian dan Kong Ji, sehingga diam-diam gadis ini merasa gemas dan mendongkol.
"Kepandaianku apa sih artinya kalau dibandingkan dengan
kepandaian dua tamu agung kita?" kata Bouw Ang Gempo sambil menjura ke arah Kong Ji. "Liok taihiap telah dapat menawan puteri kepala suku bangsa Naiman yang terkenal pandai, itu sudah
membuktikan bahwa kepandaian Liok-taihiap benar-benar hebat.
Apalagi kepandaian Go-lihiap. Aku mendengar bahwa ia telah
menghadapi Lima Honggan, bukankah itu hebat" Oleh karena itu
untuk menggembirakan pesta malam hari ini, dan untuk menambah
pengalaman dan meluaskan pandangan mata kami, aku minta
dengan hormat sudilah kiranya Go-lihiap memberi sedikit petunjuk dan pelajaran dalam ilmu pedang kepadaku." Setelah berkata demikian, Bouw Ang Gempo melompat ke dekat meja Hui Lian dan
menjura, matanya memandang penuh arti kepada Kong Ji.
Semua orang bertepuk tangan menyatakan gembira. Tentu saja
mereka sudah mendengar bahwa nona bangsa Han yang cantik dan
yang menjadi tamu pemimpin mereka itu lihai sekali, dan kini
mereka ingin sekali menyaksikan apakah Hui Lian kuat menandingi Bouw Ang Gempo yang sudah amat terkenal di kalangan bangsanya
sendiri. "Go-lihiap," tiba-tiba terdengar suara Temu Cin keras ketika ia memandang kepada Hui Lian dengan senyum lebar, "Harap kau jangan salah terima. Bou Ang Gempo tidak berniat buruk, dan betul-betul hanya untuk minta petunjuk darimu. Terus terang saja,
panglima ini memiliki sebatang golok pusaka yang amat baik, maka ia ingin sekali menguji goloknya itu dengan pedang pusakamu dan selain itu, ingin pula menguji ilmu silatnya dengan ilmu silatmu.
Untuk meramaikan pesta ini, harap kau jangan menolak'"
364 Bouw Ang Gempo gembira sekali mendengar ini, maka ia
mendahului melompat ke tengah ruangan itu yang memang sudah
Memanah Burung Rajawali 14 Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Petualang Asmara 8
^