Pencarian

Seruling Gading 8

Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


"Pengkhianat seperti si Satya itu memang layak mati!" kata Retno Susilo gemas.
Cangak Awu menghela napas panjang. "Sayang sekali, dia sama sekali tidak mati! Malam ini kami berdua tiba-tiba terserang kantuk yang luar biasa kuatya. Kami menduga bahwa rasa kantuk itu tentu tidak wajar dan agaknya ada orang mengerahkan aji penyirepan. Maka kami lalu menolaknya dengan pengerahan tenaga sakti. Kemudian, terdengar suara tawa seperti iblis dan terdengar suara gaduh seperti runtuhnya pintu-pintu perumahan kami. Kami berdua lalu mengambil senjata dan melompat keluar. Dan in berada di sana, di luar rumah kami."
"Si Satya jahanam itu?" tanya Retno Susilo.
"Ya, dialah orangnya," kata Pusposari yang sejak tadi diam saja. "Kami segera mengenalnya dan menyerangnya, akan tetapi dia memiliki kepandaian yang hebat sekali, gerakannya cepat seperti setan!"
"Hemm, kakang Cangak Awu, bagaimana dalam waktu lima tahun lebih saja dia sudah dapat menjadi sepandai itu" Bukankah ketika mula-mula datang dia tidak pandai ilmu silat seperti ceritamu tadi?" tanya Sutejo heran.
"Benar, ketika dia datang dan sengaja kucoba memukulnya, dia sama sekali tidak mampu mengelak atau menangkis. Tentu saja kini aku tahu bahwa dia hanya bermain sandiwara dan sebetulnya dia sudah memiliki ilmu silat yang tinggi. Hanya kalau tingkatnya sudah tinggi saja maka dia mampu berpura-pura seperti itu, maklum bahwa pukulanku itu hanya hendak mengujinya saja."
Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 "Akan tetapi, kalau dia memang merupakan telik sandi Kumpeni Belanda dan bermaksud untuk menyerangmu, kenapa tidak dia lakukan ketika dia datang melainkan menanti sampai setahun bahkan membiarkan dirinya kau serang sampai terjatuh ke dalam sumur?"
Cangak Awu menghela napas. "Itulah kebodohanku yang kedua kali. Kebodohku pertama kali adalah ketika aku dapat dia kelabui dan menerimanya sebagai murid Jatikusumo. Kemudian, kebodohanku yang kedua adalah ketika aku percaya bahwa dia telah terjatuh ke dalam sumur maut dan mati! Sekarang aku mengerti. Agaknya dia memang sengaja menjatuhkan diri dalam sumur itu.
Agaknya dia menemukan pelajaran ilmu-ilmu yang ditinggalkan paman Eyang Guru Ekomolo dalam sumur itu dan sempat mempelajarinya. Ketika kami tadi menyerangnya, dia memang memiliki kesaktian seperti iblis sendiri. Semua serangan kami tak mengenai sasaran dan ketika senjata kami beradu dengan kerisnya yang kukenal kenal sebagai keris pusaka Ilat Nogo mllik mendiang kakang Priyadi, kami terpental ke belakang. Ketika kami bangkit, dia menyerang kami dengan pukulan jarak jauh yang dahsyat. Kami sudah mengerahkan aji pukulan kami untuk melawannya, akan tetapi kami roboh terbanting ke belakang dan tidak ingat apa-apa lagi."
"Tahu-tahu aku sudah siuman di kamar tadi," sambung Pusposari. "Apa yang terjadi ketika kami pingsan itu" Bagaimana andika berdua dapat datang malam-malam, tepat pada waktunya dan agaknya andika berdua yang telah menolong kami?"
Kini giliran Sutejo dan Retno Susilo, sepasang suami isteri dari lereng Gunung Kawi itu, yang menghela napas panjang mendengar pertanyaan ini.
"Seperti juga andika berdua, kakang Cangak Awu, kamipun tidak membawa kabar baik," kata Sutejo dengan wajah muram.
"Heh, apakah yang telah terjadi, adimas Sutejo" Ketika kami berdua mengunjungi kalian di lereng Gunung Kawi, kalian berdua hidup dengan tenteram bahagia di lereng yang subur indah itu, bersama putera kalian?" eh, siapa namanya?" o ya, Bagus Sajiwo. Anak yang mungil dan lucu itu berusia dua tahun ketika kami berkunjung ke sana, lima tahun yang lalu. Kini dia tentu telah menjadi seorang perjaka kecil yang tampan!" kata Ki Cangak Awu.
"Itulah, kakangmas Cangak Awu. Kabar buruk itu mengenai anak kami Bagus Sajiwo..." kata Retno Susilo dengan suara sedih.
"Hei....! Apa yang terjadi dengan keponakanku itu?" teriak Ki Cangak Awu sambil bangkit berdiri dari kursinya.
"Tenanglah, kakangmas," bujuk Pusposari. "Biar kita dengarkan dulu cerita mereka."
Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 Mendengar bujukan isterinya, Ki Cangak Awu yang berwatak kaku dan keras seperti Bimasena itu mengangguk dan duduk kembali.
"Ceritakanlah, adimas Sutejo. Ceritakan yang jelas!" katanya.
Setelah menghela napas panjang Sutejo lalu bercerita. "Terjadinya kurang lebih setahun yang lalu. Ketika itu, Ragus Sajiwo berusia kurang lebih enam tnhun. Pada suatu pagi, seorang penduduk dusun di kaki Gunung Kawi datang berlari-lari, melaporkan kepada kami bahwa dusun itu diserbu gerombolan perampok. Karena sudah beberapa kali kami menentang para gerombolan di sekitar daerah Gunung Kawi dan berhasil mengusir mereka, maka kami dikenal sebagai orangorang yang mampu menolong para penduduk dusun yang diganggu gerombolan jahat. Kami berdua lalu pergi turun gunung menuju dusun itu. Kami meninggalkan Bagus Sajiwo berdua dengan bibi Sikem, pembantu rumah tangga kami. Kami berhasil menghalau gerombolan penjahat yang mengganggu dusun itu. Bahkan mereka melarikan diri ketika kami datang. Setelah kami pulang ke rumah kami, baru kami tahu bahwa gangguan gerombolan ke dusun itu hanyalah merupakan siasat licik untuk menjauhkan kami dari rumah kami...."
"Hemm, siasat memancing harimau meninggalkan sarangnya?" kata Cangak Awu.
Sutejo mengangguk. "Benar, kakangmas Cangak Awu. Ketika kami tiba di rumah, bibi Sikem pembantu kami telah tewas dan Bagus Sajiwo telah hilang..."
"Hilang?"?" Cangak Awu dan Pusposari berseru kaget.
"Anakku Bagus Sajiwo hilang, agaknya diculik orang." kata Retno Susilo, suaranya menggetar menahan isak.
Cangak Awu sudah bangkit berdiri dan tinjunya yang besar bergerak menimpa meja.
"Keparat! Jahanam dari mana berani menculik keponakanku" Katakan, adi Sutejo, katakan siapa penculik itu! Aku akan mencarinya, merampas kembali Bagus Sajiwo dan meremukkan kepala penculik itu!"
"Kakangmas, tenanglah dulu dan biarkan adimas Sutejo melanjutkan ceritanya," kata Pusposari sambil menarik tangan suaminya agar duduk kembali.
"Kalau aku mengetahul siapa jahanam itu, tentu sekarang sudah kupenggal kepalanya dan anakku sudah dapat kurampas kembali!" kata Retno Susilo dengan suara gemas. Barulah Cangak Awu menyadari bahwa Sutejo dan Retno Susilo merupakan orang-orang yang sakti mandraguna.
Tadi dia hampir lupa akan kenyataan ini dan sikapnya didorong oleh kemarahan yang membakar hatinya mendengar Bagus Sajiwo diculik orang. Maka diapun duduk kembali.
Serial Silat Tanah Jawa
13 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 "Kami tidak tahu siapa penculik itu," kata Sutejo. "Satu-satunya orang yang menyaksikan penculikan itu tentulah bibi Sikem, akan tetapi ia telah terbunuh, tentu penculik itu pula yang membunuhnya."
"Hemm, kalau begitu penculik itu tentu seorang pengecut. Dia membunuh pembantu rumah tangga tentu dengan maksud agar wanita itu tidak akan dapat membuka rahasianya. Jelas dia takut kalau kalian mengetahui siapa dia," kata Cangak Awu.
"Benar, tentu begitu," kata Pusposari. "Dan penculik itu jelas takut kepada kalian maka dia menggunakan siasat memancing kalian keluar dari rumah. Mereka tidak berani melakukan penculikan itu sewaktu kalian berada di rumah," kata Pusposari.
"Heii! Ada cara untuk mengetahui siapa jahanam itu!" Tiba-tiba Cangak Awu, berteriak. "Adi Sutejo, kita cari para perampok yang memancing kalian keluar ineninggalkan rumah itu karena mereka itu tentu disuruh oleh penculik dan mengetahui siapa penculik itu!"
Isterinya membenarkan dan mengangap usul suaminya ini baik sekali. Akan tetapi Sutejo menggeleng kepala dan menghela napas.
"Hal itu sudah kami lakukan, kakang Cangak Awu. Kami sudah pergi mencari para perampok itu, bahkan berhasil menangkap kepala perampok. Kami memaksanya untuk mengaku siapa yang menyuruh mereka melakukan perampokan itu. Akan tetapi dia mengaku bahwa penyuruhnya adalah seorang laki-laki tinggi besar yang menutupi mukanya dengan topeng hitam dan dia tidak tahu siapa penyuruh itu. Mula-mula dia tidak mau, akan tetapi setelah dihajar setengah mati dan anak buahnya juga diamuk, kepala perampok itu terpaksa memenuhi perintah orang yang sakti mandraguna itu. Jadi, tidak ada seorangpun yang tahu siapa penculik itu. Hanya diketahui bahwa dia seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar."
"Akan tetapi bisa saja dia membohongimu, adi Sutejo!"
"Tidak mungkin dia berbohong!" kata Retno Susilo. "Aku sudah mematahkan kedua tulang kakinya! Tak mungkin dia berani berbohong!"
"Benar, kakang Cangak Awu," kata Sutejo. "Kepala perampok itu tidak berbohong. Aku sudah menanyai beberapa orang anggauta perampok dengan ancaman dan hasilnya sama. Mereka hanya tahu bahwa yang memaksa mereka mengganggu dusun itu adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang memakai kedok sehingga mereka bahkan tidak tahu berapa kira-kira usia laki-laki itu."
"Hemm, kalau begitu, sukar juga melacak jejaknya," kata Cangak Awu.
Serial Silat Tanah Jawa
14 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 "Memang tidak mudah, semenjak anak kami diculik, kami berdua sudah meninggalkan rumah dan mencari-cari namun tidak ada hasilnya. Karena itulah kami ingat kepadamu, kakang Cangak Awu. Engkau memiliki banyak anggauta perguruan, siapa tahu engkau dan para anggauta Jatikusumo dapat membantu kami untuk mendengar-dengarkan, barangkali di antara mereka ada yang kebetulan mendengar tentang anak kami itu. Anak kami Bagus Sajiwo itu kini berusia kurang lebih tujuh tahun."
"Menurut pendapatku, sementara mencari Bagus Sajiwo, kalian tidak perlu gelisah. Orang itu hanya menculik anak kalian, dan hal ini menunjukkan bahwa dia tidak bermaksud membunuhnya.
Kalau dia bermaksud demikian, tentu pembunuhan itu telah dia lakukan seperti yang dilakukan kepada pembantu rumah tangga itu, tidak perlu bersusah payah melakukan penculikan," kata Pusposari dengan nada menghibur kepada Retno Susilo.
"Dan aku yakin bahwa yang melakukan penculikan ini tentulah seorang yang mendendam sakit hati kepada kalian, adi Sutejo," kata pula Ki Cangak Awu.
Sutejo mengangguk. "Apa yang andika berdua katakan itu memang benar. Penculik itu tentu melakukan penculikan atas diri anak kami untuk membalas dendam, dan dia tentu tidak bermaksud membunuh anak kami. Yang kuherankan, mengapa Bagus Sajiwo mengalami nasib seperti bapaknya. Aku sendiri dulu juga diculik orang dari orang tuaku, bahkan aku diculik ketika masih kecil sehingga tidak ingat lagi siapa orang tuaku. Hanya berkat kemurahan Gusti Allah saja akhirnya aku dapat juga bertemu dengan ayah bundaku." Sutejo termenung dengan sedih, teringat akan pengalamannya sendiri. Ketika dia masih kecil, berusia tiga tahun, diapun diculik oleh seorang wanita bernama Ken Lasmi yang kemudian dikenal sebagai Nyi Rukmo Petak karena wanita itu mendendam sakit hati terhadap ayah dan ibu kandungnya, yaitu Ki Harjodento ketua perguruan Nogo Dento dan Padmosari. Sakit hati Ken Lasmi itu karena cintanya ditolak oleh Ki Harjodento. Karena tidak kuasa menandingi Ki Harjodento dan Padmosari, Ken Lasmi lalu menculiknya pada waktu dia berusip tiga tahun dan tidak ingat siapa orang tuanya. Bahkan yang diingat dari namanya, yaitu Tejomanik, hanyalah "Tejo" saja. Dia ditolong dan dibebaskan dari tangan Ken Lasmi oleh Bhagawan Sidik Paningal yang kemudian menjadi gurunya, bahkan menjadi ayah angkatnya. Karena dia mengaku bernama Tejo, maka Bhagawan Sidik Paningal memberinya nama Sutejo. Baru setelah dia dewasa, dia tahu bahwa penculiknya adalah Nyi Rukmo Petak yang menjadi guru Retno Susilo yang kini menjadi isterinya, dan diapun tahu dari Nyi Rukmo Petak sendiri bahwa dia adalah putera Ki Harjodento dan Padmosari. Kisah tentang Serial Silat Tanah Jawa
15 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 peristiwa itu dapat diikuti dalam cerita "Pecut Sakti Bajrakirana".
"Sudahlah, jangan terlalu berduka, adi Sutejo. Percayalah bahwa Gusti Allah akan senantiasa melindungi keponakanku Bagus Sajiwo dan aku berjanji akan mengerahkan anak buahku agar memasang mata dan telinga baik-baik untuk mendengarkan tentang anak kita itu. Akan tetapi kalian belum menceritakan bagaimana kalian dapat datang berkunjung malam-malam begini dan kebetulan sekali dapat menolong kami."
Sutejo menoleh kepada isterinya. "Diajeng, ceritakanlah peristiwa tadi kepada kakang Cangak Awu dan mbakayu Pusposari."
Retno Susilo mengangguk dan melanjutkan cerita suaminya. "Ketika kami tiba di Ponorogo, kami teringat akan perguruan Jatikusumo di sini. Akan tetapi hari telah sore. Walaupun begitu, karena ingin sekali bertemu dengan kalian di sini dan minta bantuan mencari jejak anak kami, kami melanjutkan perjalanan. Ketika kami tiba di sini, malam telah tiba. Akan tetapi kami melanjutkan perjalanan ke perkampungan Jatikusumo, yakin bahwa kami pasti tidak akan mengganggu kalian, bahkan kami mungkin akan merupakan kejutan yang menggembirakan."
"Memang, kami akan terkejut dan gembira sekali menerima kalian berkunjung malam-malam begini kalau saja tidak terjadi penyerangan tadi," kata Pusposari.
"Ketika kami memasuki perkampungan, kami merasa heran sekali akan kesunyiannya dan melihat dua orang anggauta Jatikusumo tertidur di atas bangku depan gardu penjagaan. Kami merasa heran dan curiga, lalu berlari cepat menuju ke rumah induk. Pada saat itu kami melihat seorang memegang keris dan hendak menyerang kalian yang sudah roboh. Agaknya orang itu terkejut dan melihat kami dia lalu melarikan diri. Kemudian kami mendapat kenyataan bahwa dua orang yang roboh pingsan adalah kalian berdua, maka kami cepat memondong kalian masuk ke rumah ini yang daun pintunya sudah jebol."
"Ah, kedatangan kalian sungguh kebetulan sekali. Kalau tidak, tentu kami telah mati di tangan jahanam keparat Satya itu. Agaknya Gusti Allah sendiri yang menuntun kalian sehingga malam-malam begini datang berkunjung untuk menyelamatkan kami secara tidak disengaja," kata Cangak Awu.
"Akan tetapi, rasanya sukar sekali dapat kupercaya bahwa ada seorang pemuda yang terjungkal ke dalam sumur, dalam waktu lima tahun saja telah berubah menjadi seorang yang sakti mandraguna dan mampu merobohkan dua orang seperti kakangmas Cangak Awu dan mbakayu Pusposari!" kata Retno Susilo dengan suara mengandung penasaran.
Serial Silat Tanah Jawa
16 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 "Hemm, diajeng, apakah engkau sudah lupa kepada mendiang Priyadi dan betapa hebat kesaktiannya" Bahkan selama hidupku belum pernah aku bertemu dengan lawan yang setangguh Priyadi. Nah, menurut cerita kakang Cangak Awu tadi, pemuda bernama Satya itu terjerumus ke dalam sumur tua di mana dahulu mendiang Priyadi terjatuh. Bahkan Satya itu juga telah mempunyai keris Ilat Nogo yang dulu menjadi milik Priyadi. Siapa tahu dalam waktu lima tahun itu dia telah mampu mempelajari ilmu-ilmu yang dulu dikuasai Priyadi, entah melalui kitab atau mungkin juga tulisan atau gambar dalam sumur itu. Kalau benar demikian, tidak aneh kalau dia berubah menjadi seorang pemuda yang memiliki kesaktian hebat," kata Sutejo.
"Aku sependapat dengan adi Sutejo. Pasti jahanam Satya itu telah mewarisi ilmu-ilmu dari mendiang kakang Priyadi dan keris pusakanya. Karena itu aku mengambil keputusan untuk besok pagi memasuki sumur itu dan melakukan pemeriksaan," kata Cangak Awu.
"Ihhh"..!" seru Pusposari dengan wajah membayangkan kengerian. "Itu berbahaya sekali, kakangmas! Sumur tua itu berhantu!" Ia bergidik. "Bukankah engkau pernah mengatakan bahwa sejak dahulu bukit tempat sumur itu berada menjadi tempat larangan bagi para murid Jatikusumo?"
Cangak Awu menghela napas panjang. "Sesungguhnya, kalau mau jujur, aku juga merasa ngeri dan takut memasuki sumur keramat itu. Akan tetapi dengan munculnya kasus jahanam Satya, aku harus memasuki sumur itu untuk menyelidiki. Bagaimanapun, aku berhak karena aku adalah murid Jatikusumo."
'"Bagus! Kalau begitu, aku akan menemanimu turun ke sumur itu besok, kakang Cangak Awu!" kata Sutejo.
Retno Susilo yang juga merasa seram, berseru, "Akan tetapi, orang luar mana boleh memasuki tempat terlarang itu?"
Sutejo tersenyum. "Siapa orang luar" Aku bukan orang luar. Aku juga murid Jatikusumo.
Guruku yang pertama, Bapa Bhagawan Sidik Paningal, adalah adik seperguruan Uwa Guru Bhagawan Sindusakti yang dulu menjadi ketua Jatikusumo. Kemudian, guruku yang kedua, Eyang Guru Resi Limut Manik, malah menjadi tokoh besar Jatikusumo. Aku juga keturunan perguruan Jatikusumo dan seperti juga kakang Cangak Awu, aku berhak memasuki sumur tua itu."
"Itu baik sekali! Hilang rasa takut dan ngeri dalam hatiku kalau adi Sutejo mau menemaniku masuk ke sumur melakukan pemeriksaan. Kalian berdua jangan khawatir. Kalian boleh menjaga di luar sumur. Kami tidak akan terancam karena bukankah yang berada di dalam sumur itu hanyalah Serial Silat Tanah Jawa
17 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 sisa-sisa jenazah Paman Kakek Guru Ekomolo dan kakang Priyadi" Apalagi kami memasuki sumur besok siang. Tidak ada hantu berani muncul di siang hari, bukan?" kata Cangak Awu kepada dua orang wanita gagah perkasa yang merasa seram itu.
Dua pasang suami isteri itu bercakap-cakap dengan asyik, mereka saling menceritakan pengalaman masing-masing selama mereka berpisah. Selama ini, Sutejo dan Retno Susilo tinggal di lereng Gunung Kawi yang sunyi dan jauh dari kota sehingga mereka berdua tidak tahu banyak tentang perkembangan yang terjadi di Mataram. Cangak Awu yang lebih banyak mengetahui banyak bercerita tentang Mataram, tentang usaha Mataram untuk menaklukkan Madura, Surabaya dan Giri.
"Kami tinggal menanti berita dari Gusti Puteri Wandansari. Begitu kami dipanggil, kami akan segera berangkat untuk membantu gerakan Mataram kalau sekiranya membutuhkan bantuan kami.
Ketika Mataram menundukkan Tuban, kami tidak dipanggil."
"Eh, kakangmas Cangak Awu. Bukankah Sang Puteri Wandansari itu masih murid Jatikusumo dan menjadi adik seperguruanmu" Kenapa engkau menyebutnya Gusti Puteri?" tanya Retno Susilo yang pernah merasa cemburu kepada sang puteri itu karena dahulu Sutejo pernah jatuh cinta kepada puteri istana itu.
"Kenapa engkau bertanya begitu, diajeng?" kata Sutejo. "Bagaimanapun juga, ia adalah puteri Kerajaan Mataram, tentu saja kita semua menyebutnya Gusti Puteri."
Cangak Awu melanjutkan keterangannya, "Akan tetapi untuk menghadapi Madura, Surabaya dan Giri, agaknya Mataram membutuhkan bantuan banyak orang yang sekiranya memiliki kemampuan. Aku mendengar bahwa Madura itu kuat sekali karena selain diam-diam dibantu Kumpeni, juga di sana terdapat banyak orang sakti mandraguna, di antaranya adalah Ki Harya Baka Wulung yang menjadi tokoh besar dan penasihat di Kadipaten Arisbaya."
"Aku merasa heran mengapa Mataram masih hendak menaklukkan Madura dan Surabaya"
Bukankah daerah-daerah yang menentangnya sudah ditundukkan semua?" tanya Retno Susilo.
Suaminya segera memandangnya dengan tatapan mata tajam. "Diajeng, bukankah sudah sering kuceritakan kepadamu tentang cita-cita Gusti Sultan Agung" Mataram sama sekali bukan berniat menaklukkan untuk menguasai, melainkan mengajak semua daerah bersatu-padu untuk menghadapi kekuasaan Kumpeni Belanda yang merupakan ancaman bagi tanah air. Tentu saja yang tidak mau bersatu lalu ditundukkan. Tujuan Gusti Sultan Agung hanya agar seluruh Nusantara menjadi satu kesatuan yang utuh, karena hanya dengan begitu maka setiap daerah akan Serial Silat Tanah Jawa
18 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 menjadi perisai yang kokoh untuk mencegah berkembangnya kekuasaan Kumpeni Belanda di Nusantara. Kalau ada daerah, terutama di pasisiran, yang tidak mau bersatu dengan Mataram kemudian terbujuk Kumpeni dan mau menerima Kumpeni Belanda, maka hal itu menjadi amat berbahaya bagi Mataram. Mengertikah engkau, diajeng?"
Retno Susilo mengangguk dan mengalah, tidak ingin berbantah dengan suaminya karena dia tahu bahwa suaminya adalah seorang yang amat setia kepada Kerajaan Mataram, seorang berjiwa pahlawan sejati yang mencinta tanati air dan siap untuk membelanya sampai mati sekalipun. Kalau tadi ia mengajukan rasa penasarannya terhadap Mataram, hal itu sebenarnya hanya menyembunyikan perasaan cemburunya kepada Sang Puteri Wandansari!
Setelah puas bercakap-cakap, mereka lalu mengaso dan tidur, mempersiapkan diri untuk melaksanakan keinginan mereka memasuki sumur keramat dan melakukan pemeriksaan.
*** Matahari telah naik tinggi ketika dua pasang suami isteri itu mendaki bukit di belakang perkampungan Jatikusumo. Tidak ada murid Jatikusumo lain yang diperkenankan ikut. Para murid ikut kaget dan kini melakukan penjagaan ketat setelah mereka semua mendengar keterangan Ki Cangak Awu bahwa semalam mereka semua telah menjadi korban aji penyirepan dan bahwa Ki Cangak Awu dan isterinya diserang oleh Satya yang tadinya dianggap telah tewas dalam sumur tua akan tetapi dapat diusir dari situ.
Matahari telah naik tinggi dan sinarnya yang cerah menerangi seluruh permukaan bukit itu.
Terangnya sinar matahari itu mengusir semua kesan seram dan ngeri dari hati Retno Susilo dan Pusposari. Memang tepat kata orang-orang tua bahwa setan tidak akan muncul di siang hari dan didongengkan bahwa bangsa setan demit iblis takut akan sinar matahari! Buktinya, di waktu siang hari, ketika matahari bersinar terang, perasaan takut terhadap setanpun lenyap dari hati orang.
Karena munculnya di waktu malam gelap itulah maka setan kadang disebut kuasa kegelapan, yang samar-samar atau merupakan bayangan atau juga suara tanpa rupa. Padahal sesungguhnya, setan demit iblis yang suka muncul di waktu malam itu hanya menakut-nakuti saja dan sama sekali tidak berbahaya. Yang amat berbahaya sekali adalah setan yang tidak tampak, setan yang bercokol dalam hati akal pikiran kita, yang menyalahgunakan nafsu-nafsu kita untuk mencengkeram dan menguasai kita, menyeret kita ke dalam pengejaran kesenangan dengan menghalalkan segala cara Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 sehingga tanpa kita sadari kita melakukan perbuatanperbuatan yang jahat. Setan yang tak tampak itu menyeret kita ke dalam dosa dengan mempergunakan nafsu-nafsu daya rendah kita sebagai umpan. Dan setan iblis yang bercokol dalam hati akal pikiran kita inilah yang sesungguhnya teramat berbahaya sekali bagi kita.
Pertama-tama iblis yang bercokol dalam pikiran kita membayangkan kesenangan-kesenangan dengan segala kenikmatannya sehingga kita lupa diri, tertarik dan mengejar-ngejar. Pengejaran kesenangan menjadi tujuan utama dan untuk mendapatkannya terkadang kita mempergunakan segala macam cara, menghalalkan segala cara. Pengejaran kesenangan yang didatangkan oleh materi, dalam hal ini intinya adalah uang karena segala materi dapat diperoleh dengan uang, menimbul, kan kejahatan-kejahatan seperti pencurian, perampokan, penipuan, korupsi, manipulasi, dan lain-lain. Pengejaran kesenangan yang didatangkan oleh sex sering menimbulkan tindak kejahatan seperti perkosaan, perjinaan, pelacuran, dan sebagainya.
Sekali lagi. Setan yang tak tampak inilah yang berbahaya karena dia muncul kapan saja dan di mana saja, tak perduli siang atau malam. Kita tidak usah takut terhadap setan yang muncul menakut-nakuti kita di waktu malam gelap, namun kita harus selalu waspada dan hati-hati terhadap godaan setan yang bercokol dalam benak kita sendiri.
Dengan kekuatan kita sendiri, kita tidak mungkin dapat mengusir setan yang bercokol dalam pikiran kita. Yang dapat mengusir setan agar meninggalkan kita hanyalah Kekuasaan Gusti Allah yang Maha Kuasa, Sang Maha Pencipta. Kalau kita selalu mendekatkan diri kepada Gusti Allah, batin kita selalu memuja dan memujiNya, dengan kepasrahan lahir batin, doa dalam batin yang terus-menerus tiada hentinya sehingga setiap pernapasan kita merupakan nyanyi pujaan kepadaNya, sehingga setiap perbuatan kita merupakan kebaktian kepadaNya dan kita lakukan atas namaNya, maka Kekuasaan Gusti Allah akan selalu menyertai kita, selalu melindungi dan menuntun kita dan kalau sudah begitu, setan iblis sudah pasti melarikan diri ketakutan dan kekuasaannya atas diri kita hilang. Akan tetapi, setan takkan pernah berhenti mengamati kita, bagaikan harimau mengintai calon mangsanya. Sedikit saja kita lengah, sebentar saja kita menjauhkan diri dari Gusti Allah sehingga hubungan kita dengan-Nya menjadi renggang, iblis akan segera menyergap masuk untuk menerkam dan menguasai hati akal pikiran kita, bagaikan harimau kelaparan menerkam mangsanya!
Dua pasang suami isteri itu telah tiba di tepi sumur tua. Ketika mereka menjenguk ke bawah, hanya tampak kegelapan menghitam.
Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 "Ihh, gelap pekat di bawah sana!" seru Retno Susilo.
"Kita tidak tahu berapa dalamnya sumur ini. Jangan-jangan tidak ada dasarnya!" kata pula Pusposari yang seperti juga Retno Susilo, kembali merasa ngeri setelah menjenguk ke dalam sumur dan tidak dapat melihat apa-apa kecuali hitam gelap.
"Tak mungkin ada sumur tanpa dasar," kata Sutejo. "Kita coba dengan ini!" Dia melemparkan sebuah batu sebesar kepala orang ke dalam sumur dan mereka semua menghitung dalam hati dan menanti penuh perhatian yang mereka kerahkan pada pendengaran mereka.
"Bukk....!" Setelah lewat belasan detik, terdengar suara berdebuk.
"Nah, agaknya tidak terlalu dalam dan dasarnya tanah lunak. Biarlah aku akan turun dulu, kakang Cangak Awu. Turunkan tali itu," kata Sutejo.
"Jangan, adi Sutejo. Ini adalah tugas dan kewajabanku. Aku yang akan turun dulu. Setelah aku berada di dasar sumur dan keadaannya aman, aku akan memberi isyarat dengan tarikan pada tali dan andika baru menyusul turun," kata Cangak Awu dan suaranya yang tegas menunjukkan bahwa dia tidak mau dibantah.
"Biar aku yang menurunkan dan memegangi tali," kata Pusposari. Mereka memang sudah mempersiapkan dan membawa segulung tali yang kuat dari rumah. Kini Pusposari membuka gulungan dan membiarkan ujung tali menuruni sumur.
"Sebaiknya ujung yang lain diikatkan pada pohon itu!" kata Sutejo dan diapun membawa ujung lain dari tall itu ke pohon yang tumbuh tak jauh dari sumur, lalu mengikatkan ujung tali pada batang potion.
"Sekarang turunlah, kakangmas," kata Pusposari sambil memegangi tali, dibantu oleh Retno Susilo. Ki Cangak Awu lalu memegang tali itu dan merayap turun memasuki sumur. Setelah kedua kakinya menginjak tanah dasar sumur, dia melihat bahwa di depan sana terdapat cahaya dan tampak ada terowongan yang menembus dasar sumur itu. Cepat dia memberi isyarat ke atas dengan menarik-narik tali.
Pusposari yang memegangi tali merasakan tarikan itu dan ia berkata girang, "Dia sudah sampai di dasar sumur dengan selamat dan memberi isyarat dengan tarikan pada tali ini."
"Kalau begitu, aku akan menyusulnya!" kata Sutejo. Dia lalu menuruni sumur rnelalui tali yang dipegang oleh Puspo5ari yang dibantu Retno Susilo.
Tak lama kemudian Sutejo telah berdiri di dasar sumur seperti Cangak Awu. "Adi Sutejo, lihat. Itu tentu kerangka Paman Kakek Resi Ekomolo dan kakang Priyadi!" Cangak Awu Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 menunjuk ke depan. Bagian itu sudah tersentuh cahaya yang berada di depan sana. Sutejo memandang dan melihat tulang-tulang kerangka dua orang manusia bertumpuk di situ. Dia mengangguk, kemudian berkata.
"Kakang Cangak Awu, apakah andika tidak melihat itu" Agaknya ada orang yang membuat jalan untuk keluar, dari sumur ini." Cangak Awu melihat ke arah dinding sumur yang ditunjuk Sutejo dan baru sekarang dia dapat melihat setelah pandang matanya terbiasa dengan cuaca yang remang-remang itu. Ada lubang-lubang pada dinding itu menuju ke atas, seperti tangga. Dengan memanjat dinding dengan bantuan lubang-lubang itu, seorang yang memiliki ilmu meringankan tubuh akan dapat dengan mudah merayap ke atas tanpa bantuan tali. Dari atas, lubang-lubang itu sama sekali tidak tampak karena gelap.
"Terowongan ini menuju ke tempat yang terang. Mari kita masuk dan memeriksa ke sana,"
kata Cangak Awu. Mereka lalu melangkah maju memasuki terowongan, melangkah agar jangan sampai menginjak tulang-tulang itu. Makin ke dalam cuaca semakin terang dan akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan yang terang. Kiranya sinar matahari masuk ke dalam ruangan bawah tanah itu melalui celah-celah yang terdapat di antara batu-batu bukit.
Ruangan itu cukup luas dan Sutejo berkata, "Lihat, kakang Cangak Awu. Dinding-dinding ini dirusak orang!"
Cangak Awu melihat ke arah dinding dan benar saja. Dinding-dinding itu agaknya dirusak orang. Masih tampak sisa-sisa coretan huruf dan gambar yang terlewat sehingga belum terhapus.
Agaknya tadinya ada coretan gambar dan huruf-huruf di atas dinding dan ada orang yang telah menghapus semua itu dengan cara merusak dengan bacokan-bacokan senjata tajam.
"Hemm, sekarang aku tahu. Si jahanam Satya itu tentu telah memasuki sumur ini dan menemukan pelajaran ilmu-ilmu peninggalan Paman Kakek Guru Ekomolo yang ditulis dan digambar pada dinding. Dia mempelajarinya, dan setelah menguasai semua ilmu itu, dia merusak dinding lalu keluar dan menjadi orang yang sakti mandraguna."
"Agaknya dugaanmu itu memang tepat, kakang Cangak Awu. Akan tetapi aku yakin bahwa sebelum mempelajari semua aji kesaktian yang hebat itu, si Satya itu tentu telah memiliki dasar kesaktian yang cukup. Tanpa dasar itu, tidak mungkin dia mampu menguasai ilmu-ilmu tinggi melalui tulisan saja, apalagi hanya dalam waktu beberapa tahun."
Ki Cangak Awu mengangguk dan menghela napas panjang. "Itulah kelengahan dan kebodohanku yang pertama. Dia dapat mengelabui aku. Ketika aku mengujinya dengan Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 menyerangnya, dia diam saja seolah tidak memiliki kepandaian silat apapun dan aku percaya.
Kiranya dia hanya berpura-pura!"
"Sudahlah, kakang Cangak Awu, hal yang sudah lalu tidak perlu disesalkan. Aku berdua isteriku akan membantumu, akan kami cari keterangan pula tentang orang bernama Satya itu dan kalau kami bertemu dengan dia yang menjadi mata-mata Kumpeni Belanda itu, pasti akan kami hajar dia!"
"Adi Sutejo, akupun akan mengerahkan para murid Jatikusumo untuk mencari keterangan tentang anakmu yang diculik orang itu."
Dua orang gagah itu lalu meneliti semua bagian ruangan bawah tanah itu, akan tetapi mereka tidak menemukan sesuatu yang penting. Ketika kembali ke ternpat di mana dua kerangka manusia itu berada, Cangak Awu mengamati kerangka itu dan berkata, "Agaknya Uwa Kakek Guru Resi Ekomolo dan kakang Priyadi saling bunuh dan mati sampyuh. Lihat, ini tentu tengkorak kakek itu karena kedua tulang pahanya bekas remuk dan dia mencengkeram dengan kedua tangannya ke leher kakang Priyadi. Tentu kakang Priyadi juga membunuh kakek itu dengan senjatanya, yaitu Keris Ilat Nogo yang kini berada di tangan Satya. Tentu pemuda jahat itu telah mengambil keris pusaka itu."
Setelah merasa yakin bahwa tidak terdapat apa-apa lagi yang perlu mereka ketahui, kedua orang itu lalu merayap naik keluar dari sumur tua itu.
Ketika mereka tiba di atas, kedua orang isteri mereka menghujani mereka dengan pertanyaan.
Cangak Awu lalu menceritakan segala yang ditemukannya di dasar sumur kepada Pusposari dan Retno Susilo.
Mendengar cerita kedua orang yang memasuki sumur tua itu, Pusposari menghela napas. Ia berkata kepada suaminya, "Hemm, tidak terduga sama sekali bahwa kakek bernama Resi Ekomolo yang dihukum ke dalam sumur karena kejahatannya itu, merupakan kutukan bagi perguruan Jatikusumo. Ilmu-ilmu sesatnya dulu menurun kepada Priyadi, setelah Priyadi dapat dibinasakan, kini mendadak muncul Satya itu."
Cangak Awu juga menghela napas panjang.
(Bersambung jilid XIII)
Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 SERULING GADING
Jilid 13 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XIII "ADI Sutejo sudah berjanji bahwa dia berdua
isterinya akan membantu mencari keterangan tentang
Satya itu dalam perjalanan mereka, dan sebaliknya
aku berjanji membantu mereka dengan mengerahkan
para anggauta Jatikusumo untuk rnencari keterangan
tentang keponakanku Bagus Sajiwo yang hilang
diculik orang. Akan tetapi sumur terkutuk ini akan
kututup saja, kusuruh menimbuni batu dan tanah
sampai rata dengan tanah agar semua kebusukan itu terpendam dan tempat ini tidak berhantu lagi," kata Cangak Awu.
"Kukira memang sebaiknya begitu, kakang Cangak Awu," kata Sutejo dan dua orang wanita perkasa itupun merasa setuju.
Cangak Awu segera memanggil para anggauta perguruan Jatikusumo dan puluhan orang anak buah itu bekerja menguruk sumur dengan batu dan tanah. Sebentar saja sumur itu telah tertutup dan rata dengan tanah. Semenjak saat itu bukit itu tidak menjadi bukit larangan lagi. Kesan angkernya lenyap, bahkan para murid mulai menggarap tanah permukaan bukit yang subur itu dan menjadikannya sebagai tegalan.
Sutejo dan Retno Susilo berpamit dan meninggalkan perguruan Jatikusumo dan menuju perkampungan Nogodento yang terletak di tepi Bengawan Solo, di daerah Ngawi. Ketua Nogodento adalah Ki Harjodento, ayah kandung Sutejo. Mereka akan berkunjung ke sana dan mengabarkan tentang terculiknya anak mereka agar para murid perguruan itu dapat ikut mencari keterangan tentang hilangnya Bagus Sajiwo.
*** Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 Setelah berhasil menolong penduduk dusun Sukuh dari gangguan Koloyitmo, Parmadi melanjutkan perjalanannya menuruni lereng Gunung Lawu. Di setiap dusun yang dilaluinya, dia bertanya-tanya kepada penduduk, barangkali ada yang melihat Muryani. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang mengenal gadis seperti yang digambarkan Parmadi. Dia tidak menjadi putus asa dan melanjutkan perjalanannya dan terus mencari keterangan di sepanjang perjalanan. Dia melewati Batujamus dan tiba di daerah Sukowati. Daerah di lembah Bengawan Solo ini subur sekali.
Sawah ladang terbentang hijau di antara hutan-hutan kecil yang bergerombol. Ketika memasuki sebuah hutan di tepi Bengawan Solo, tiba-tiba telinganya mendengar suara orang. Dia cepat menyelinap di antara rumpun bambu dan pohon jati, mendekat ke arah datangnya suara.
Setelah dekat dia mengintai dari balik tiemak belukar dan dengan heran melihat bahwa yang bicara itu adalah seorang pemuda dan seorang gadis. Pemuda itu cukup tampan dan tubuhnya tegap, sedangkan gadis itu hitam manis. Keduanya mengenakan pakaian sebagai orang dusun yang sederhana, akan tetapi yang membuat Parmadi merasa heran dan penasaran adalah ketika dia melihat bahwa kedua pergelangan tangan gadis itu terikat tali yang panjang dan ujung tali itu dipegang si pemuda! Maka diapun mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Sarti, mengapa engkau membuat aku kecewa dan sedih sekali" Sungguh mati aku merasa kasihan sekali dan tidak enak harus mengikat kedua tanganmu seperti ini. Akan tetapi kalau tidak kuikat, engkau selalu hendak memberontak dan melarikan diri. Aku takut kehilangan engkau, Sarti," kata pemuda itu, suaranya lembut dan terdengar penuh kasih sayang
"Kakang Parno, apa yang hendak kau lakukan kepadaku?" tanya gadis itu, suaranya mengandung kemarahan akan tetapi juga ketakutan.
"Engkau tentu tahu bahwa sampai matipun aku tidak akan mencelakaimu, Sarti. Engkau tahu bahwa aku mencintaimu dan selamanya akan tetap mencintamu. Cintaku setia, Sarti, tidak seperti engkau. Kita dulu sudah saling menyatakan cinta kita masing-masing, akan tetapi mengapa engkau kini selalu menjauhiku dan engkau menolak pinangan orang tuaku" Mengapa engkau menolak untuk menjadi isteriku, padaha1 engkaupun dahulu menyatakan cintamu kepadaku" Sekarang aku akan menahanmu dan mengajakmu pergi, entah ke mana. Pendeknya kita akan hidup bersama, engkau akan ikut denganku dan walaupun aku tidak akan memaksamu menjadi isteriku, akan tetapi engkau tidak kuperkenankan berpisah lagi dariku."
"Kakang Parno, engkau tidak berhak memaksaku hidup bersamamu! Kita tidak dapat menjadi Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 suami isteri, karena kalau itu kita lakukan, kelak kita akan hidup sengsara dan penuh derita."
"Siapa bilang begitu" Kita saling mencinta dan kita pasti akan hidup sebagai suami isteri yang berbahagia," kata Parno dengan kukuh.
"Kakang, menjadi suami isteri tidak bisa kalau hanya berbekal cinta. Terus terang saja, aku memang suka kepadamu, aku mempunyai perasaan cinta padamu. Akan tetapi sejak engkau menjadi seorang pemuda yang malas menggarap sawah, setiap hari hanya berkeliaran, berjudi dan adu jago, sampai bosan aku mengingatkan namun engkau masih saja tidak berubah, aku yakin bahwa tidak mungkin aku menjadi isterimu. Setelah menjadi isterimu dan kautinggalkan berkeliaran bermain judi dan bergerombol dengan pemuda-pemuda malas lainnya, aku pasti akan menderita dan perasaan cinta saja tidak akan dapat menolongku. Akhirnya kehidupan rumah tangga kita tentu akan hancur karena perbedaan paham dan cara hidup. Dan akulah yang paling menderita karena aku seorang perempuan, sebaliknya engkau mendapatkan hiburan dari teman-teman gerombolanmu. Karena itu, kakang, lepaskanlah aku, biar kita mencari jalan hidup masingmasing dan aku hanya mendoakan semoga engkau kelak memperoleh seorang jodoh yang lebih cocok."
"Tidak bisa, Sarti! Aku cinta padamu. Sungguh mati, aku cinta padamu. Tahukah engkau bahwa setiap kali aku tidur, aku selalu memimpikan dirimu" Bayangan wajah dan tubuhmu tak pernah meninggalkan hati dan pikiranku, betapa manis ayu merak ati engkau, betapa rinduku untuk selalu berdekatan denganmu, Sarti."
Gadis itu cemberut dan memandang kepada pemuda itu dengan alis berkerut. Matanya yang bening dan jeli itu bersinar. "Hemm, sekarang aku tahu betul bahwa cintamu kepadaku selama ini hanya merupakan cinta nafsu belaka, kakang Parno. Bukan aku seutuhnya yang kaucinta, melainkan wajah dan tubuhku yang kauanggap ayu manis dan menarik hatirnu. Cintamu yang seperti itu hanya setebal kulit, kakang. Andaikata hidungku ini gruwung (putus) atau bibirku robek, mataku pece (juling, cacad) atau kakiku pincang, aku yakin cintamu pasti akan menghilang dan mungkin cintamu berubah menjadi kemuakan dan kebencian. Cintamu dangkal sekali sehingga harga diriku kauanggap lebih rendah daripada kesukaanmu berjudi dan berkeliaran. Engkau bukan seorang laki-laki yang baik untuk dijadikan suami, kakang dan biarpun rasanya pahit, aku harus berani menutupi rasa cintaku kepadamu dengan kenyataan tentang dirimu ini."
Diam-diam Parmadi yang mengintai dan mendengarkan, tertegun. Perawan desa ini sungguh luar biasa, pikirnya. Di seolah sedang mendengarkan wejangan seorang yang arif bijaksana!
Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 Ucapan gadis sederhana, seorang perawan desa bernama Sarti itu telah membongkar rahasia cinta antara pria dan wanita yang penuh kepalsuan! Setebal kulit saja! Yang dicinta hanyalah kecantikan wajah dan tubuh belaka. Cinta nafsu! Dan Parmadi seperti terbuka matanya dan melihat dengan jelas betapa tepat dan benarnya ucapan gadis itu. Cinta nafsu merupakan perasaan suka akan suatu yang merangsang dan menarik hatinya, menimbulkan keinginan untuk memilikinya, untuk menikmatinya. Akan tetapi kalau daya tarik itu berkurang, karena cacad dan lain sebagainya yang membuat orang yang "dicinta" itu menjadi kurang menarik, cinta nafsu itu pun kabur, bahkan mungkin terganti benci yang muncul dari rasa tidak suka. Gadis itu jujur sekali dan mungkin cintanya terhadap pemuda itu lebih murni. Ia dengan jujur menyatakan cinta, akan tetapi cintanya bukan cinta nafsu, bukan sekedar ingin memiliki dan dimiliki, melainkan cinta dari hati yang mendorong keinginan melihat orang yang dicintanya itu berbahagia. Bukan kesenangan karena ter-capai gairah nafsunya, melainkan berbahaia karena hidup dalam garis kebenaran.
Parno mengerutkan alisnya, mukanya berubah merah. Agaknya dia menjadi marah mendengar ucapan yang panjang dari gadis itu. "Hemm, engkau sudah ketularan kakekmu Kyai Brenggolo Sidhi, pandai memberi wejangan! Pendeknya, aku cinta padamu dan aku tidak ingin berpisah lagi darimu. Biarpun aku tidak akan memaksamu untuk menjadi isteriku, akan tetapi engkau tidak boleh meninggalkanku lagi. Kita harus hidup bersama karena aku tidak dapat hidup tanpa engkau, Sarti!"
"Kakang Parno, aku merasa sedih sekali kalau melihat engkau melakukan hal yang menyimpang dari kebenaran. Kalau engkau memang mencintaku dengan tulus, buktikanlah.
Buktikanlah bahwa sejak hari ini, selama satu tahun, engkau akan mengubah jalan hidupmu, tidak mabok-mabokan, tidak bermain judi, tidak berkeliaran dengan gerombolanmu. Nah, kalau setelah setahun kulihat engkau sudah benar-benar berubah, suruh orang tuamu meminangku dan aku pasti akan menerimamu sebagai calon suamiku dengan hati berbahagia."
Pemuda itu menggeleng kepala. "Tidak, Sarti. Aku tidak mau melepaskanmu lagi dari sampingku. Engkau tentu akan dinikahkan dengan pemuda lain oleh kakekmu."
"Tidak, kakang. Kalau engkau memegang janjimu, selama setahun akupun berjanji untuk menunggumu dengan setia."
"Tidak, aku tidak percaya padamu!"
"Kakang Parno?"
"Sudahlah, mari ikut denganku, Sarti," kata pemuda itu sambil menarik ujung tali sehingga Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id


Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid 13 gadis yang diikat kedua pergelangan tangannya itu terpaksa melangkah maju mengikuti pemuda yang sudah nekat itu.
"Perlahan dulu, sobat!" terdengar teguran lernbut dan sesosok bayangan berkelebat. Parmadi sudah berdiri berhadapan dengan Parno, menghadang jalannya. Dengan alis berkerut dan muka marah Parno menatap wajah Parmadi.
"Hei, ki-sanak, siapa andika dan mau apa andika menghadang perjalanku!" bentak Parno dengan marah.
"Slape namaku tidak penting," kata Parmadi dengan sikap tenang. "Aku sudah mendengar bahwa namamu Parno dan yang terpenting adalah bagimu untuk menyadari bahwa engkau telah bersikap sebagai sorang laki-laki yang tersesat, menyimpang dari kebenaran dan tidak mengenal budi! Juga engkau adalah seorang laki-laki pengecut yang tidak tahu malu!"
Saking marahnya Parno melepaskan ujung tali panjang pengikat kedua pergelanan tangan Sarti dan dengan kedua tangan terkepal dia maju menghampiri Parmadi. Mereka berdiri berhadapan dalam jarak dekat, hanya satu meter. Tubuh mereka sama tegap dan sedang dan keduanya juga tampan walaupun dalam sikapnya Parno tampak kasar dan marah. Juga kulit Parno lebih gelap. Parno memandang dengan mata berapi, alis berkerut dan mulut cemberut, sebaliknya Par madi memandang dengan sikap tenang dan mulutnya mengembangkan senyum.
"Keparat! Lancang sekali ucapanmu. Tidak tahukah engkau dengan siapa engkau berhadapan"
Aku adalah Parno, Macan Sukowati berotot kawat bertulang besi! Tiada seorangpun di daerah Sukowati yang tidak mengenal aku dan engkau berani memaki-maki aku sebagai seorang tersesat, tak mengenal budi dan pengecut" Apa engkau sudah bosan hidup?"
Parmadi tersenyum. "Aku sama sekali bukan memaki, melainkan mengatakan yang sebenarnya. Engkau tidak tahu diri, padahal engkau dicinta oleh seorang gadis yang bijaksana dan berbudi mulia. Sepatutnya engkau bersyukur karena orang dengan watak macam engkau dapat dicinta seorang gadis yang wataknya seperti dewi! Kekasihmu ini berkata benar Parno. Sadar dan bertaubatlah, penuhilah permintaannya dan berjanjilah bahwa engkau akan mengubah jalan hidupmu dalam setahun ini, kemudian nikahi ia dan hidup berbahagia bersama isterimu yang bijaksana."
"Tutup mulutmu! Tak seorangpun di dunia ini yang boleh mengatur cara hidupku! Sarti ini adalah milikku dan ia harus ikut denganku, hidup bersamaku karena kami saling mencinta dan tak seorangpun boleh menghalangiku!"
Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 "Aku yang akan menghalangimu, Parno. Sarti ini hanya boleh ikut denganmu kalau ia memang suka rela menghendaki demikian. Akan tetapi kalau engkau mempergunakan cara memaksa seperti ini, akulah orangnya yang akan menghalangimu."
"Apa" Engkau".. engkau berani menentangku?" Parno bertanya heran. Selama ini, tidak ada orang berani menentangnya, akan tetapi pemuda asing ini berani menghalangi kehendaknya.
"Tentu saja aku berani menentang segala kejahatan. Apa yang kaulakukan ini jahat, maka aku akan menentangnya. Ke jahatanmulah yang kutentang, bukan engkau."
"Jahanam! Kubunuh engkau!"
"Kakang Parno, jangan! Dia hanya ingin mengingatkan dan menyadarkanmu.Jangan ganggu dia, kakang! Ki-sanak pergilah dan jangan berkelahi dengan kakang Parno. Aku tidak ingin dia membunuh orang dan aku tidak ingin meliha andika terluka. Pergilah dan jangan korbankan dirimu untukku," kata Sarti.
Parmadi makin kagum kepada gadis itu. Seorang gadis dusun sederhana namun memiliki kebijaksanaan seperti itu. Dia tersenyum.
"Betapa aneh dan besar kekuasaan Cinta! Seorang bidadari dapat jatuh cinta kepada seorang pria yang tersesat! Ki-sanak Parno, engkau seorang yang berbahagia sekali menerima kasih sayang seorang gadis seperti Sarti ini. Karena itu bersihkanlah batinmu untuk menerima anugerah Gusti Allah yang amat membahagiakanmu ini. Bertaubatlah."
"Keparat, sambutlah ini!" Parno menjawab ucapan Parmadi dengan ayunan tangan kanannya yang memukul ke arah muka Parmadi. Tangan kanan itu dikepal dan pukulannya cukup kuat, mendatangkan angin menyambar. Namun dengan amat mudahnya Parmadi mengelak.
"Sadarlah!" kata Parmadi.
Akan tetapi pukulan yang luput itu membuat Parno menjadi semakin marah. Dia lalu menerjang lagi, bahkan kini mengirim pukulan dan tendangan dengan kedua pasang kaki tangannya secara gencar dan bertubi-tubi.
Namun, biarpun Parno dianggap jagoan di daerah Sukowati, bagi Parmadi gerakan pernuda itu masih terlalu lambat sehingga mudah saja baginya untuk menghindarkan diri dari semua sambaran pukulan dan tendangan itu. Kalau saja dia tidak ingat bahwa di situ terdapat seorang gadis budiman yang benar-benar mencinta Parno, tentu dia sudah menjatuhkan hajaran keras kepada pemuda keras kepala itu. Akan tetapi Parmadi merasa kasihan kepada Sarti maka dia masih bersikap sabar dan selalu mengelak.
Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 Setelah melihat betapa Parno tetap nekat, walaupun semua serangannya gagal, namun pemuda itu tidak mau menyadari kenyataan bahwa lawannya merupakan orang yang digdaya, melainkan terus menyerang seperti kerbau bila, Parmadi menangkap pergelangan tangan kanan Parno yang memukul, memuntir dan menarik dengan sentakan kuat. Tak dapat dihindarkan lagi, tubuh Parno terputar dan terpelanting, terbanting keras ke atas tanah dan terguling-guling sampai ke dekat kaki Sarti.
"Kakang !" Sarti segera menghampiri, berjongkok dan dengan kedua tanganya yang terbelenggu ia menyentuh pundak pemuda itu. Akan tetapi Parno menepis tangan gadis itu, bangkit kembali dan dengan muka merah dan rnata melotot dia menghampiri Parmadi. Agaknya Parno memiliki tubuh yang kuat dar kebal sehingga bantingan keras tadi seperti tidak terasa olehnya. Akan tetapl agaknya pemuda Sukowati itu kini menyadari bahwa lawannya memang tangguh maka dia tidak berani memandang rendah dan bersikap congkak.
"Babo-babo, kiranya andika memiliki kesaktian. Nah, coba sambut pusakaku ini. Hayo, keluarkan pusakamu kalau andika memang seorang gagah!" Parno menentang sambil mencabut sebatang keris luk tujuh yang tadi terselip di pinggangnya.
"Kakang Parno, ingatlah! Jangan bunuh orang yang tidak bersalah!" Sarti berseru dengan cemas melihat pria yang dicintanya itu mencabut keris dan mengancam Parmadi.
Parmadi masih tersenyum dan berkata kepada Sarti, "Jangan andika khawatir, Parno tidak akan dapat membunuhku."
Parno yang sudah memuncak kemarahannya itu membentak, "Hayo cepat keIuarkan senjatamu!"
Parmadi menatap wajah pemuda yang marah itu. "Ah, andika masih belum mau menerima kenyataan bahwa andika bersalah dan karenanya maka andika kalah" Minta aku menggunakan senjata" Baiklah, ini senjataku!" P"irnmidi mencabut seruling gading yang terselip di pinggangnya.
Melihat lawannya memegang sebatang seruling, Parno mengerutkan alisnyaa "Aku bukan orang licik yang menggunaka pusaka menyerang orang yang tidak bersenjata. Yang andika pegang itu sebuah seruling, alat gamelan, bukan senjata?"
Parmadi tersenyum. Pemuda ini keras kepala dan agaknya terseret oleh lingkungan yang tidak sehat, namun berwatak gagah. Pantas Sarti jatuh cinta kepadanya.
"Parno, menjadikan sebuah benda menjadi benda bermanfaat atau menjadi benda jahat yang mengerikan, tergantung dari orang yang menggunakannya. Keris di tanganmu itupun dapat Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 menjadi hiasan dinding yang indah atau menjadi pelengkap pakaian yang baik. Akan tetapi kalau hendak andika pergunakan untuk membunuh orang, ia menjadi senjata yang jahat dan mengerikan. Seruling Gading tanganku inipun dapat menjadi senjata yang siap menandingi kerismu itu."
"Baik, andika sendiri yang menentukan. Nah, sambutlah serangan pusakaku ini!" Parno lalu menyerang dengan tusukan kerisrnya. Gerakannya yang tangkas dan kuat menunjukkan bahwa dia memang seorang yang rnahir menggunakan senjata keris.
Seperti tadi, Parmadi menggunakan kecepatan gerakan badannya untuk mengelak. Parno mengejar dengan tusukan-tusukan berikutnya. Dia menyerang bertubi-tubi, menusuk dengan keris di tangan kanannya diseling pukulan-pukulan tangan kirinya. Parmadi sengaja mengelak sampai belasan jurus, kemudian setelah merasa cukup "memberi rnuka" di depan Sarti agar tidak tampak Parno dikalahkan dengan cepat, tiba-tiba dia menggerakkan seruling gadingnya. Tampak sinar kuning berkelebat.
"Cringgg".!" Keris di tangan Parno terlempar jauh setelah terlepas dari tangannya karena tangkisan seruling gading itu. Parno terkejut bukan main, akan tetapi pada saat itu, jari-jari tangan kiri Parmadi sudah mengusap dan menekan pundak kanannya.
"Aduhhh"!" Parno rnerasa betapa tiba-tiba tubuhnya seperti kemasukan hawa yang amat panas dan pundak kanannya terasa nyeri sekali, rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat ubun ubun kepala rasanya berdenyut-denyut dan jantung seperti ditusuk-tusuk.
"Aduhhh.... tobaaattt....!" Dia mengeluh, menggunakan kedua tangan untuk meraba pundak kanan dan ubun-ubun kepala.
"Kakang"!" Sarti cepat lari menghampiri dan berjongkok di dekat pemuda yang sudah jatuh mendeprok itu. "Kakang?" engkau kenapa ?" tanya Sarti sambil meraba-raba pundak dan punggung Parno dengan kedua tangannya yang terbelenggu. Melihat pemuda itu tampak tersiksa sekali, peluh besar-besar memenuhi mukanya yang berkerut-kerut menahan rasa nyeri, Sarti lalu menoleh kepada Parmadi.
"Den-mas". tolonglah.... ampuni kesalahan kakang Parno"!"
Parmadi menghampiri mereka. "Hem Parno, tidak malukah akan kelakuanmu sendiri" Lihat, Sarti begini setia dan mencintarnu, rnengapa andika tidak mau bertaubat dan menuruti permintaannya" Biarlah dengan melihat Sarti, aku akan membebaskanmu dari hukuman ini!"
Parmadi lalu menepuk pundak kanan, menggunakan jari tangannya menekan dan seketika Parno Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 pulih dan sehat kembali. Rasa nyeri itu menghilang.
Akan tetapi dasar wataknya amat keras, dia menepis tangan Sarti yang menyentuh pundaknya, lalu bangkit berdiri, memandang Parmadi dengan alis berkerut, lalu memutar tubuhnya dengan cepat dan dia lari dari situ tanpa mengeluarkan kata-kata.
"Kakang Parno". !" Sarti berseru memanggil, akan tetapi pemuda itu tidak menjawab, juga tidak menoleh. Sarti berlari, menangis dan menutupi muka dengan kedua tangan yang pergelangannya masih terikat tali.
Tiba-tiba ia merasa sentuhan pada kedua pergelangan tangannya dan tahu-tahu tali yang mengikat kedua pergelangan tangannya itu telah putus dan terlepas.
Ia menurunkan kedua tangannya yang telah bebas dan memandang kepada Parmadi yang sudah berdiri di depannya. Sepasang mata bening itu kini kemerahan dan bibir yang bentuknya indah itu agak gemetar.
"Sarti," kata Parmadi lembut, "maafkanlah aku kalau aku telah membuat engkau berduka karena aku telah menghajar Parno sehingga dia lari meninggalkanrnu."
"Oh, tidak tidak, den-mas.... '"
"Sarti, aku juga hanya seorang pemuda pegunungan, jangan sebut den-mas padaku."
"Tapi, ki-sanak" jangan andika minta maaf karena andika benar dan apa yang telah andika lakukan tadi benar: Kakang Parno yang bersalah dan harap andika suka memaafkan sikap dan kelakuannya yang kasar. Agaknya dia memang membutuhkan pelajaran keras seperti itu karena dengan bujukan halus dia tidak pernah menurut."
"Akan tetapi engkau menangisinya?"
Gadis itu menyusut sisa air matanya dan mengangguk. "Aku kasihan kepadanya.
"Hemm, dan engkau tetap cinta padany?"
Kembali Sarti mengangguk. "Cinta adalah keadaan perasaan hati. Bagaimana dapat berubah"
Aku tetap cinta padanya, ki-sanak."
"Kalau begitu, engkau ingin bersamanya dan menjadi isterinya?"
Kini Sarti menggeleng kepala kerascras. "Tidak, aku tidak mau menjadi istrinya selama dia tidak mau mengubah kelakuannya karena aku akan hidup menderita kalau menjadi isterinya."
"Sungguh andika seorang gadis yang luar biasa sekali, Sarti. Andika seorang gadis dusun yang masih muda namun memiliki kebijaksanaan dan pendapat yang lain sama sekali dengan orang lain.
Dari manakah andika memperoleh pandangan aneh seperti itu?"
Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 "Eyang yang mengajarkan bagaimana harus menghadapi kenyataan hidup, ki-sanak. Aku adalah seorang anak yatim piatu dan sejak kecil aku hidup bersama eyang. Sejak kecil aku mengenal kakang Parno. Kami teman sepermainan. Setelah dewasa, aku merasa bahwa aku mencintanya dan diapun mencintaku. Kalau saja kemudian dia tidak berubah kelakuannya hidup ugal-ugalan, bergerombol dengan orang-orang yang tidak bersusila, mabok-mabokan dan suka berjudi dan adu ayam tidak mau bekerja di sawah. Kalau saja dia masih lugu seperti dulu, tentu saja aku akan merasa bahagia sekali hidup menemaninya untuk selamanya, sebagai isterinya. Akan tetapi dia tidak pernah mendengar nasihatku, maka aku menjauhkan diri. Dan pagi tadi, dia"dia memaksaku pergi bersamanya. Ketika aku menolak dan memberontak, dia mengikat kedua pergelangan tanganku. Bahkan dia pun tidak mau berjanji untuk mengubah kehidupannya selama setahun sebagai syarat aku mau menjadi isterinya."
"Akan tetapi sekarang engkau telah terbebas darinya. Biarlah aku akan mengantarmu pulang, Sarti. Di mana eng tinggal?"
"Aku tinggal di sebelah utara sana ki-sanak, di seberang bengawan. Aku tinggal bersama kakekku."
"Siapakah kakekmu itu?"
"Dia adalah Kyai Brenggolo Sidhi yang mengasingkan diri dan bertapa di lembah bengawan di pondok yang terpencil. Aku menemaninya."
Parmadi tertarik. Kiranya Sarti, gadis dusun ini tinggal bersama seorang pertapa yang menjadi kakeknya. Pantas saja ia memiliki pandangan hidup yang luar biasa dan bijaksana. Tentu Kyai Brenggolo Sidhi itu yang memberi wejangan kepadanya. Dia menjadi ingin sekali bertemu dengan Kyai Brenggolo Sidhi itu.
"Mari kuantar engkau pulang, Sarti."
"Terima kasih sebelumnya atas kebaikan andika, ki-sanak. Akan tetapi, andika telah menolongku dan terutama sekali andika telah memberi pelajaran dan mau memaafkan kakang Parno, kini andika tidak mengantarku pulang, akan tetapi aku belum mengenal siapa andika. Hal i-in amat janggal dan eyang tentu akan menegurku kalau mengetahui bahwa aku belum rnengenal nama penolongku."
Parmadi tersenyum. Gadis ini bijaksana, pandai membawa diri dan juga pandai bicara.
Sungguh seorang gadis dusun yang luar biasa.
"Sarti, aku adalah seorang perantau dan apa yang telah kulakukan semua ini merupakan tugas Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 kewajiban bagiku. Karena itu aku tidak ingin dikenal karena semua perbuatan itu. Selama ini aku hanya dikenal rnelalui serulingku ini," Parmadi menyentuh suling yang terselip pinggangnya, "dan biarlah aku dikenal sebagai Seruling Gading."
"Nama yang indah sekali. Akupun akan menyebutmu kakangmas Seruling Gading. Marilah, kangmas, aku akan memperkenalkanmu dengan eyangku."
Mereka lalu keluar dari hutan itu dan Sarti menjadi penunjuk jalan. Setelah btia di tepi Bengawan Solo yang airnya sedang pasang, mereka menumpang perahu seorang nelayan yang mengantar mereka ke seberang.
Kyai Rrenggolo Sidhi tinggal di buah pondok padepokan yang berdiri seberang bengawan sebelah utara. Pondok itu berada di lembah yang sunyi jauh dari tetangga dan memang tempot itu merupakan tempat yang baik sekali bagi orang yang bertapa dan menjauhkan diri dari kerarnaian.
Keheningan di lembah bengawan yang indah dan amat subur tanahnya. Juga bagian yang menjadi tempat tinggal itu merupakan bukit kecil yang cukup tinggi sehingga di waktu musim hujan dan air bengawan naik tinggi, tidak sampai air menghampiri pondok yang berdiri arnan di atas bukit kecil di tepi bengawan itu.
Ketika Parmadi dan Sarti tiba di depan pondok, dari dalam pondok muncul seorang kakek yang langsung menarik perhatian Parmadi. Kakek itu berusia kurang lebih tujuh puluh tahun, rambut, kumis dan jenggotnya yang panjang berwarna putih, pakaian hitam sederhana membungkus tubuhnya yang tinggi kurus, namun sepasang matanya mencorong tajam dan lembut.
"Eyang.... !" kata Sarti sambil berlari menghampiri kakek itu.
Kakek itu menaruh kedua tangannya di pundak Sarti dan berkata, "Syukurlah engkau telah terlepas diri bahaya. Tentu anak-mas ini yang telah menolongmu!"
"Eyang mengetahui bahwa saya dipaksa lari bersama kakang Parno?" tanya gadis itu.
Kakek itu mengangguk-angguk. "Aku tahu engkau dalam bahaya, akan tetapi aku tahu pula bahwa akan ada orang yang menolongmu terlepas dari bahaya."
"Eyang memang benar, ki-sanak ini yang menolongku dan dia mengantarkan aku pulang. Dia bernama Seruling Gading, eyang."
Parmadi membungkuk dengan sikap hormat kepada kakek itu. Kyai Brenggolo Sidhi, kakek itu, memandang ke arah seruling gading yang terselip di pinggang Parmadi dan dia terkekeh,
"Heh-heh, apa artinya sebuah nama" Bukan nama, bukan pakaian, bukan rupa, bukan pula sikap Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 dan perbuatan, yang menentukan mutu seorang manusia."
"Wah, eyang! Memang bukan nama, pakaian, rupa, kekayaan atau kedudukan seseorang yang menentukan baik buruknya orang itu, akan tetapi mengapa bukan pula sikap dan perbuatan"
Bukankah baik buruknya seseorang itu dapat dinilai dari sikap dan perbuatannya?"
"Heh-heh-heh, bantahan dan pertanyaan yang bagus, Sarti. Akan tetapi ketahuilah bahwa sikap dan perbuatan itu dapat dibuat-buat, dapat dipergunakan sebagai kedok yang menyembunyikan wajah aselinya. Sikap dan perbuatan dapat saja berlawanan dengan isi hatinya. Karena terlalu percaya akan sikap dan perbuatan inilah banyak manusia terkecoh dan tertipu, terutama sekali para wanita yang mudah terpikat dan tunduk kepada bujuk rayu, sikap manis, tutur kata halus dan sopan."
"Akan tetapi, eyang"."
"Heh-heh-heh, Sarti, tahan rasa penasaran dan pertanyaanmu sampai kita duduk di dalam pondok. Apakah engkau akan membiarkan saja penolongmu berdiri mendengarkan perdebatan kita sambil berdiri di luar pondok?"
"Ooo.... iya, saya sampai lupa! Maafkan saya, kakangmas Seruling Gading, dan mari, silakan memasuki pondok agar kita dapat bicara dengan leluasa," Sarti berkata kepada Parmadi.
Sejak tadi Parmadi memandang kagum. Dugaannya tidak salah. Kakek gadis itu memang seorang yang arif bijaksana, dan Sarti adalah seorang gadis muda yang kritis, suka bertanya dan agaknya belum puas kalau belum mendapatkan keterangan yang sejelasnya. Tidak mengherankan kalau gadis itu memiliki pandangan yang luas dan bijaksana. Dia mengikuti kakek dan cucu itu masuk ke dalam pondok yang sederhana namun terjaga kebersihannya dan duduk di ruangan depan, di atas lantai bertilamkan tikar, mengelilingi sebuah meja bundar rendah.
Setelah mereka duduk, Sarti langsung saja mengeluarkan isi hatinya yang sejak tadi membuatnya merasa penasaran. "Eyang, kata-kata eyang tadi membuat Sarti merasa penasaran dan ingin sekali mengajukan pertanyaan."
Kyai Brenggolo Sidhi mengelus jenggotnya dan tersenyum lebar sambil melirik ke arah Parmadi. "Maafkan ia, anak-mas. Bocah ini selalu merasa penasaran tidak dapat tenang kalau pertanyaan yang mengganggu pikirannya belum terjawab. Nah, Sarti, katakanlah apa yang menjadi uneg-uneg hatimu?"
"Begini, eyang. Kalau menurut ucapan eyang tadi, sikap dan perbuatan orang tidak menentukan baik buruknya orang itu. Kalau begitu, mengapa semua orang menekankan pelajaran Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 murid atau anaknya agar bersikap dan bertindak baik?"
Kyai Brenggolo Sidhi rnemandang kepada Parmadi yang duduk di depannya lalu tertawa.
"Heh-heh, pertanyaanmu ini mungkin mewakili pertanyaan sebagian orang di jagad ini, Sarti. Akan tetapi aku merasa yakin bahwa anak-mas Seruling Gading ini dapat memberi penjelasan kepadamu. Bukankah begitu, anak-mas?"
Diam-diarn Parmadi merasa kagum. Kakek ini agaknya mampu menjenguk dan melihat isi hatinya! Tentu saja dia dapat memberi penjelasan karena gurunya, Resi Tejo Wening, sudah banyak membicarakan hal ini sehingga membuat dia mengerti, mengerti yang bukan hanya terbatas kepada pengertian akal, melainkan mengerti karena mengalaminya sendiri. Akan tetapi dia berkata hormat.
"Kanjeng eyang, saya juga ingin sekali untuk memperdalam pengertian saya."
"Heh-heh, tunduk rendah seperti batang padi yang subur. Kerendahan hati yang bijak!
Dengarlah Sarti. Orang-orang condong mementingkan sikap dan perbuatan karena semua orang menilai baik buruknya seseorang dari sikap dan perbuatan itu. Karena itu, orang berusaha keras untuk bersikap dan berbuat baik agar disebut orang baik. Keinginan dianggap baik inilah yang menimbulkan kepalsuan sikap dan perbuatan baik, dipergunakan sebaai pakaian bersih untuk menutupi badan yang kotor, atau pakaian indah untuk menutupi cacad badan. Sikap dan perbuatan baik bahkan menjadi semacam umpan untuk menipu orang lain, menjadi bujuk rayu yang di kalangan orang muda di sebut rayuan gombal."
"Kalau begitu eyang, apakah kita tidak perlu berusaha untuk bersikap baik dan berbuat baik?"
Sarti mendesak.
"Sarti, sikap dan perbuatan hanyalah merupakan akibat, merupakan buah. Sebab atau pohonnya batin. Kalau pohonnya baik, pasti akan mengeluarkan buah yang baik. Kalau batinmu penuh kasih dan iba kepada orang lain, pasti sikap dan perbuatanmu terhadap orang itu baik dan benar. Sebaliknya, kalau hatimu penuh kebencian kepada orang lain, sikap dan perbuatanmu terhadap orang itu sudah pasti tidak baik dan jahat. Kalau hatinya kotor akan tetapi perbuatanmu bersih jelas bahwa perbuatan dan sikaprnu yang bersih itu hanya palsu belaka. Atau kalau pohonnya tidak baik akan tetapi buahnya tampak baik, tentu buah itu tampak baik karena diasap, hanya kulitnya saja yang baik akan tetapi sebelah dalamnya busuk. Mengertikah engkau, Sarti?"
"Saya mengerti, eyang. Akan tetapi lalu apakah yang harus kita lakukan, eyang" Bagaimana agar pohon itu menjadi sehat dan baik, bagaimana agar batin kita selalu dipenuhi kasih sayang dan Serial Silat Tanah Jawa
13 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 iba terhadap sesama kita?"
Kyai Brenggolo Sidhi memandang Parrnadi dan kini suaranya terdengar mendesak ketika dia berkata, "Anak-mas, sekali ini aku minta sukalah kiranya anak-mas yang menjawab pertanyaan Sarti. Aku meminta kepadamu karena aku tahu bahwa andika dapat memberi jawaban yang tepat."
Parmadi merasakan adanya desakan pada permintaan kakek itu, maka dia lalu berkata dengan tenang, "Akan saya coba, eyang, kalau keliru harap eyang betulkan dan maafkan. Nimas Sarti, pohon itu baru dapat menjadi sehat dan buruk, batin itu baru dapat selalu dipenuhi kasih sayang dan iba terhadap sesama kita apabila jiwa kita manunggal dengan kekuasaan gusti Allah, karena hanya Gusii Allah saja yang akan dapat membimbing dan menghidupkan pohon kebajikan dalam batin kita. Kalau sudah begitu, kita manusia ini akan menjadi alat Gusti Allah yang mendatangkan berkah bagi manusia seperti halnya sinar matahari, hawa udara, air, tanah dan tumbuh-tumbuhan."
"Kakangmas Seruling Gading, apakah yang kita harus kita lakukan agar kita dapat menjadi alat Gusti Allah?" Sarti mengejar.
"Kita tidak melakukan apa-apa, nimas. Kita hanya dapat berserah diri, pasrah dengan sepenuh iman dan keikhlasan sehingga apapun yang kita lakukan adalah berkat bimbingan-Nya dan Pohon Kasih akan tumbuh subur dalam jiwa kiia karena Kasih adalah satu di antara sifat-sifatNya. Gusti Allah itu Maha Kasih, nimas. Eyang, harap maafkan kalau pernyataan saya ini tidak benar."
"Alhamdullilah". ! Puji syukur dan terima kasili kepacla Gusti Allah bahwa kami berdua diberi kesempatan untuk mendengarkan kenyataan yang keluar melalui ucapanmu tadi, anak-mas Seruling Gading. Semoga Gusti Allah Yang Maha Kasih akan sudi menerirna penyerahan ketawakaan dun keikhlasan kita, amiin."
"Amin?" kata Parmadi dan Sarti berbareng.
"Sarti, sekarang ceritakan apa yang telah terjadi maka engkau pulang bersama anak-mas Seruling Gading ini."
"Bukankah eyang sudah mengetahui semuanya" Eyang tadi sudah mengatakan bahwa saya terancam bahaya dan ada yang menolong.... "
"Hanya itu yang kuketahui karena perasaanku rnengatakan demikian. Akan tetapi aku tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Ceritakanlah, Sarti."
"Eyang, tadi ketika saya pergi memetik daun kangkung, tiba-tiba muncul kakang Parno dan dia memaksa saya unuk ikut dia pergi. Ketika saya menolak, dia mengikat kedua pergelangan tanganku dan menarik aku pergi menyeberangi bengawan dan hendak diajak pergi entah ke Serial Silat Tanah Jawa
14 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 mana." "Hemm, bocah itu semakin jauh tersesat," kata Kyai Brenggolo Sidhi.
"Setelah kami tiba di dalam sebuah hutan, tiba-tiba muncul kakangmas Seruling Gading ini yang menegur kakang Parmadi. Mereka bertanding dan kakang Parno terpukul roboh. Akan tetapi kakangmas ruling Gading memaafkannya dan menyembuhkannya. Dia lalu pergi eyang, dia pergi meninggalkan saya."
"Hemm, sayang bocah yang dahulu begitu baik kini menjadi berubah seperti itu," kata pula Kyai Brenggolo Sidhi.
"Dia tidak menggangguku, eyang. Dia hanya mengajak saya pergi bersamanya karena selama ini saya sengaja menjauhinya. Saya sudah membujuknya berulang kali agar dia menjauhi pergaulan sesat menghentikan kebiasaan berjudi, adu ayam dan mabok-mabokan dan saya berjanji akan menerimanya kembali dalam waktu setahun. Akan tetapi dia tidak percaya dan bersikeras mengajak saya pergi."
"Heh-heh, Parno itu sebetulnya bocah yang watak dasarnya baik. Dia takut kehilangan engkau, Sarti. "
"Memang begitulah yang dia katakan eyang."
"Nah, ini merupakan bukti kuatnya iblis dan betapa ringkihnya manusia. Dengan umpan segala macam kesenangan iblis memancing manusia sehingga manusia tanpa disadarinya menyimparig dari jalan kebenaran. Pengaruh lingkungan amatlah kuatnya, maka benarlah kata nenek moyang kita bahwa kita harus mencari pergaulan yang baik dan menjauhi pergaulan dengan orang-orang yang menjladi hamba napsu sendiri. Satu-satunya jalan bagi manusia agar kuat menanggulangi semua godaan iblis hanyalah berserah diri kepada Gusti Allah sehingga Kekuasaan Gusti Allah yang akan melindungi dari godaan iblis. Akan tetapi, percayalah bahwa akan datang saatnya Parno akan sadar, bertaubat dan kembali kepadarnu, Sarti."
"Mudah-mudahan begitu, eyang," kata Sarti dengan nada suara mengandung penuh harapan.
"Begitulah, eyang, setelah kakang Parno lari pergi, kakangmas Seruling Gading mengantar saya pulang."
Kakek itu mengangguk-angguk dan memandang kepada Parmadi. "Anak-mas telah menolong cucuku Sarti, kami berterima kasih sekali."
"Kanjeng eyang, seyogianya kalau kita semua berterima kasih kepada Gusti Allah, karena hanya Dia Maha Penolong, bukan kepada saya."
Serial Silat Tanah Jawa
15 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 "Heh-heh-heh, andika seorang pemuda yang bijaksana. Dari mana andika datang dan hendak ke manakah, anak-mas?"
"Saya berasal dari lereng Gunung Lawu, eyang dan baru saja saya turun gunung untuk pergi merantau. Ketika saya melihat nimas Sarti hendak dipaksa ikut pergi pemuda itu, terpaksa saya turun tangan dan niendengar bahwa ia tinggal di sini bersama eyang, hati saya tertarik ingin bertemu dengan eyang yang arif bijaksana."
"Dan ke manakah andika hendak pergi."
"Ke mana saja kedua kaki ini membawa saya pergi, eyang."
"Aku melihat bahwa andika seorang pemuda yang sakti mandraguna. Akan sia-sialah andika mengorbankan sekian banyak waktu, tenaga dan pikiran kalau semua kepandaian itu tidak andika pergunakan dengan benar. Juga dia yang pernah mendidik dan mengajarmu tentu akan menjadi kecewa kalau apa yang selama ini andika pelajari tidak andika manfaatkan untuk pekerjaan yang berguna."
"Kanjeng eyang adalah seorang yang arif bijaksana, oleh karena itu saya mohon petunjuk eyang."
Kyai Brenggolo Sidhi mengangguk-anguk, lalu dia menundukkan mukanya dan memejamkan kedua matanya, seolah hendak menutup kedua mata badan yang hanya menghalangi ketajaman mata batinya. Dengan kedua mata masih terpejam dia berkata lirih dan lembut,
"Kanjeng Sultan Agung sedang menghimpun kekuatan untuk menentang bangsa kulit putih yang hendak menguasai nusantara. Tidak ada pekerjaan lebih sempurna bagi seorang satria selain mengabdi kepada raja yang arif bijaksana untuk membela tanah air dan bangsa. Berangkatlah andika dan pergunakan perahu mengikuti aliran Bengawan Solo. Gusti Sultan sedang berusaha menundukkan Madura, Surabaya dan Giri untuk menyusun dan mempersatukan kekuatan.
Bantulah Mataram, anak-mas Seruling Gading." Setelah berkata demikian, kakek itu membuka kedua rnatanya, memandang pemuda itu dan bertanya, "Sudah mengertikah andika akan petunjuk tadi, anak-mas?"
Parmadi mengangguk. Dalam hatinya dia merasa girang sekali karena petunjuk yang diberikan kakek itu sungguh sejalan dengan pendiriannya. Gurunya, Ki Tejo Wening adalah seorang yang mendukung Mataram, walaupun hal itu tidak dinyatakan dengan terang-terangan.
"Terima kasih, kanjeng eyang. Saya akan melaksanakan apa yang eyang tunjukkan."
"Akan tetapi, kakangmas Seruling Gading tentu tidak akan berangkat sekarang juga, bukan"
Serial Silat Tanah Jawa
16 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 Kami.... saya ingin kakangmas tinggal lebih lama di sini agar kami dapat mengenal andika lebih baik!" kata Sarti.
"Terima kasih, Sarti. Aku harus melanjutkan perjalananku karena masih banyak yang harus kulakukan," kata Par madi.
"Anak-mas Seruling Gading benar, Sarti. Menurut perhitunganku, dia bahkan harus berangkat sekarang juga dan hal ini justeru demi kebaikanmu sendiri," kata Kyai Brenggolo Sidhi.
"Demi kebaikan saya, eyang" Apa yang eyang maksudkan?"
"Jangan bertanya, tak dapat aku memberi tahu, percaya sajalah! Nah, anak-mas Seruling Gading, berangkatlah sekarang juga. Kebetulan kami mempunyai sebuah perahu di tepi bengawan.
Pergunakan perahu itu, kami berikan kepadamu."
"Tapi, eyang. Eyang sendiri dan nimas Sarti tentu membutuhkan perahu itu. Biar saya berjalan kaki saja menyusuri tepi bengawan."
"Ah, tidak, anak-mas. Berjalan kaki akan makan waktu terlalu lama. Pakailah perahu kami itu.
Tak lama lagi kami akan mendapatkan perahu lain."
Parmadi masih meragu. "Terima saja kakangmas. Eyang selalu berkata benar, dan akupun percaya bahwa kami akan mendapatkan perahu lain seperti kata eyang, walaupun aku tidak tahu dari mana dan bagairnana datangnya."
"Sarti, ajak anak-mas Seruling Gading ke tepi bengawan dan serahkan perahu itu kepadanya.
Berangkatlah sekarang juga, anak-mas. Selamat jalan dan semoga Gusti Allah akan selalu membimbingrnu.
"Mari, kakangmas!" kata Sarti.
"Terirna kasih atas budi kebaikan eyang...."
"Heh-heh, bukankah kita sudah sepakat bahwa hanya kepada Gusti Allah saja kita berterima kasih" Berangkatlah anak-mas. Kelak kalau Gusti Allah menghendaki, kita akan dapat saling berjumpa pula."
"Selarnat tinggal, eyang. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh." Parmadi memberi salam.
"Waalaikum salaam?"!" gumam kakek itu yang mengantar sampai di pintu dan mengikuti bayangan Parmadi dan Sarti yang berjalan menuju ke tepi bengawan.
Setelah tiba di tepi bengawan, Sarti lalu. menyerahkan sebuah perahu kecil dengan dayungnya kepada Parrnadi. Perahu itu ditarnbatkan kepada sebatang pohon di tepi bengawan. Setelah Serial Silat Tanah Jawa
17 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 pemuda itu duduk di dalarn perahu, Sarti berkata sambil tersenyurn,
"Selamat jalan, kakangmas. Andika seorang pemuda satria yang gagah perkasa dan budirnan.
Aku kagum sekali kepadamu andika, kakangmas Seruling Gading."
Parmadi juga tersenyum. "Akupun kagum sekali padarnu, nimas Sarti. Andika seorang gadis dusun yang luar biasa, ayu, pintar, bijaksana dan setia. Semoga engkau hidup berbahagia bersama Parno kelak. Selamat tinggal, Sarti."
Perahu meluncur ke tengah lalu hanyut terbawa aliran air. Parmadi menoleh dan melihat gadis itu melambaikan tangan. Diapun melambaikan tangan. Gadis pilihan, satu di antara seribu, pikirnya. Tidak akan mudah melupakan seorang gadis seperti Sarti.
Karena perahu kecil itu sudah hanyut terbawa aliran air bengawan, maka ditambah tenaga dayungnya, perahu meluncur dengan cepat sekali ke depan.
Parmadi menghela napas panjang dan merasa bersyukur. Benar juga ucapan Kyai Brenggolo Sidhi. Kalau dia berjalan kaki menyusuri sungai, selain lelah, juga akan memakan banyak waktu.
Apalagi terkadang tepi sungai merupakan daerah yang sukar dilalui dengan jalan kaki, ada yang merupakan rawa, ada pula dipenuhi semak belukar dan ada yang berupa tebing yang curam.
Dengan perahu, maka perjalanannya tidak melelahkan dan juga tidak menghadapi kesulitan di samping dapat cepat sekali.
Matahari mulai condong ke barat dan Parmadi merasa perutnya lapar. Tiba-tiba dia melihat lima buah perahu meluncur dari pinggir bengawan dan memotong jalan menghadangnya. Dia melihat seorang pemuda di atas sebuah perahu terdepan memberi isyarat dengan tangan agar supaya dia menepi.
"Minggir! Cepat mendarat di tepi bengawan atau kami terpaksa akan menggulingkan perahumu!" bentak pemuda dan kalau tadinya Parmadi tidak mengenal pemuda itu, kini suara pemuda mengingatkannya dan tahulah dia bahwa pemuda itu bukan lain adalah Parno! Lima buah perahu itu siap menghadangnya dan agaknya ucapan Parno itu bukan gertakan kosong belaka.
Parmadi mendayung perahunya ke tepi dan setelah melompat ke darat, dia menyeret perahunya ke tepi bengawan yang landai.
Ketika dia menengok, dia melihat Parno datang menghampirinya. Di sampingnya berjalan seorang laki-laki berkepala gundul, bermuka bulat dan semua anggauta tubuhnya mendatangkan kesan bulat, bermata lebar, berusia kurang lebih lima puluh tahun. Di belakang kedua orang ini terdapat pula tujuh orang laki-laki yang dari sikapnya seperti jagoan-jagoan yang suka Serial Silat Tanah Jawa
18 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 mengandalkan kekuatan dan kekerasan. Hemm, agaknya Parno nembawa kawan-kawannya, pikir Parmadi yang herdiri dengan sikap tenang waspada.
Dengan cepat sembilan orang itu tiba di depan Parmadi. Setelah dia berdiri berhadapan dengan Parno dan kawan-kavamnya, Parmadi bertanya dengan suara lembut, "Kiranya andika, Parno" Ada urusan apakah andika rnenghadang perjalananku dan rnenyuruhku minggir?"
Wajah Parrno yang tampan itu tampak marah. "Ki-sanak, sebelum kita bicara lebih lanjut, katakana dulu siapa namamu?"
"Sebut saja aku Seruling Gading," kata Parmadi.


Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Parno memandang ke arah suling yang terselip di pinggang Parmadi dengan alis berkerut.
"Seruling Gading, engkau tahu mengapa aku menghadangmu. Kita harus menyelesaikan urusan kita!"
"Parno, di antara engkau dan aku tidak ada urusan apapun. Lebih baik kau tinggalkan kawan-kawanmu ini kembalilah kepada Sarti. Ia menunggumu dengan hati penuh kasih dan kesetiaan."
"Tutup mulutmu!" Parno membentak nyaring. Agaknya ucapan Parmadi itu bagaikan minyak menyiram api, membuat kemarahannya berkobar. "Justeru kelancanganmu mencampuri urusanku dengan kekasihku sendiri yang memaksaku harus membuat perhitungan denganmu. Engkau harus membayar apa yang kaulakukan kepadaku tadi, merendahkan aku di di mata kekasihku!"
"Parno, tenang dan sabarlah. Sarti sama sekali tidak memandang rendah kepadamu. Bahkan ia memujimu sebaga seorang pemuda gagah. Akan tetapi kukira dia benar-benar akan merasa kecewa dan memandang rendah padamu kalau ia kini lihat betapa engkau menghadangku dengan kawan-kawanmu ini. Engkau yang dianggapnya gagah berani itu ternyata hanya seorang pengecut yang hendak mengandalkan banyak orang untuk mengeroyok aku!"
"Manusia sombong!" bentak Parno. Siapa yang hendak mengeroyokmu" Aku bukan pengecut seperti yang kaukira. Aku memang sudah kalah bertanding melawanmu. Paman Gandarwo, guru teman-temanku, merasa penasaran dan marah mendengar akan kekalahanku dan dialah yang akan mewakili aku memberi hajaran padamu yang telah lancang mencampuri urusan pribadiku!"
Parmadi kini memandang kepada laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun yang berdiri di sebelah kanan Parno itu. Orang itu rnemiliki tubuh yang serba bulat sehingga tampak lucu. Setelah mendengar ucapan Parno, laki-laki yang disebut bernama Gandarwo itu menanggalkan bajunya sehingga tampak tubuh atasnya yang gendut bulat, dada yang mempunyai dua tonjolan buah dada seperti wanita.
Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 "Uhh.... badanku pegal-pegal. Anak-anak, coba kalian pijiti dulu badanku sebelum aku bertanding supaya segar!"
Mendengar ini, dua orang laki-lak yang berdiri di belakangnya lalu mencabut senjata mereka.
Seorang mencabut sebuah klewang (golok) dan yang kedua mencabut sebatang keris. Kemudian, setelah si gundul itu menganggukkan kepalanya yang bulat kelimis, dua orang muridnya itu lalu menyerangnya dengan klewang dan keris mereka. Keris meluncur dan menusuk perut pada saat klewang menyambar membacok leher.
"Plak! Tuk!" Klewang dan keris itu terpental seolah serangan tadi mengenai benda dari karet yang kenyal dan kuat sekali! Dua orang itu menyerang terus secara bertubi-tubi keris itu menusuk-nusuk dan klewang itu membacok-bacok di bagian tubuh sebelah atas, dari pinggang sampai kepala. Kepala yang gundul itupun tidak luput dari sasaran, akan tetapi kalau dibacok atau ditusuk, hanya terdengar suara tak-tuk-tak-tuk dan kepala itu sama sekali tidak terluka.
Parmadi tersenyum dalam hatinya. Kepala gundul itu memiliki kekebalan, namun hal itu baginya seperti mainan knak-kanak saja. Setelah belasan kali dikeroyok klewang dan ditikam keris yang kesemuanya tidak dapat melukai tubuhnya yang gendut, Gandarwo menyuruh dua orang muridnya berhenti.
"Sudah, cukup!" Dia menggeliat. "Hemm, sekarang enak rasanya badanku." Dia melangkah maju mendekati Parmadi. "Heh, bocah, siapa namamu tadi" Seruling Galing?" Matanya yang bundar lebar itu memandang ke arah suling yang terselip di ikat pinggang Parmadi. "Hemm, agaknya namamu diambil dari benda itu" Itukah senjatamu" Hayo pukulkan senjatamu itu pada tubuhku, boleh kaupilih yang mana saja!"
"Paman Gandarwo, di antara kita tidak ada persoalan, mengapa aku harus memukulmu" Aku tidak mencari musuh," kata Parmadi dengan suara tenang penuh kesabaran.
"Tidak ada persoalan" Heh, bocah! Kamu mendengar sendiri ucapan Parno tadi. Kamu telah mencampuri urusannya dan mengalahkannya, berarti kau sudah menghinanya. Menghina dia yang menjadi kawan kami berarti menghina kami. Maka aku yang akan membalaskan penghinaanmu atas dirinya. Hayo maju dan lawan aku Gandarwo, jagoan duk-deng, gegeduk Bengawan Solo!"
"Paman, aku tidak mencari permusuhan dengan siapapun, akan tetapi itu bukan berarti aku takut menghadapi tantangan siapapun. Kalau paman hendak. menyerangku, silakan!"
"Kamu menantangku" Keparat, kamu sudah bosan hidup. Tunggu sebentar!" Gandarwo lalu duduk bersila, bersedakap, mulutnya kemak-kemik, matanya terpejam. Tak lama kemudian tiba-Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 tiba dia mengeluarkan suara pekik menyeramkan, parau menggetar, seperti bukan suara manusia lagi dan seluruh tubuhnya menggigil, kemudian dia melompat berdiri dan sikapnya berubah sama sekali. Kini wajahnya berubah menyeramkan, menyeringai, matanya melotot hampir keluar, rnulutnya berbusa dan air liur menetes dari ujung bibirnya, kedua tangannya membentuk cakar.
Dia lebih pantas disebut iblis atau siluman daripada manusia.
"Aarrrggghh".!" Sambil menggereng dia menyerang, menubruk dengan cepat dan dari kedua lengannya menyambar angin pukulan yang dahsyat. Parmadi menghindar dengan tenang namun cepat dan dia maklum bahwa orang ini memiliki ilmu yang disebut prewangan seperti yang pernah dia dengar dari gurunya. Ilmu ini membuat Gandarwo membuka diri memasukkan roh jahat yang mengambil alih ubuhnya sehingga sepak terjangnya bukan manusia lagi, melainkan roh jahat yang memasukinya, roh jahat yang membantunya. Parmadi maklum bahwa dia tidak akan dapat melukai roh jahat. Kalau dia menggunakan aji kesaktian, yang akan menderita dan cidera adalah tubuh Gandarwo dan dia tidak menghendaki hal tu. Gandarwo hanya membela Parno maka tidak perlu dia melukainya walaupun ilmu prewangan itu saja sudah membuktikan bahwa orang ini mempelajari dan menguasai ilmu sesat yang akan menyeretnya untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebenaran.
Setelah tubrukan pertamanya luput, Gandarwo menjadi semakin marah dan dia mengamuk, menyerang kalang kabut dan dahsyat, bahkan kini serangannya ditambah semburan dari mulutnya yang mengeluarkan air ludah panas seperti air mendidih! Akan tetapi dengan kecepatan yang membuat tubuhnya seperti berubah menjadi bayangan, Parmadi dapat selalu mengelak. Setelah belasan jurus serangan Gandarwo dapat dia elakkan, ketika kakek bulat itu menubruk lagi, Parmadi melompat ke samping sehingga tubrukan itu luput dan secepat kilat kaki Parmadi menyambar ke arah lutut.
"Dukk!" Karena sambungan lututnya tercium kaki Parmadi yang menendang dengan kuat, tak dapat dihindarkan lagi Gandarwo jatuh berlutut dengan kaki kanan yang tertendang. Dia tidak terluka dan sudah hendak bangkit lagi, akan tetapi pada saat tubuhnya merendah itu Parmadi sudah menggerakkan tangan kirinya menepuk punggungnya sambil berseru dengan suara mengandung penuh wibawa.
"Demi Allah, kernbalilah ke tempa asalmu!"
Hebat tepukan itu karena selain di sertai tenaga dalam yang amat kuat, juga seruan tadi mengandung kekuatan yang timbul dari jiwa. Gandarwo mendeprok dan terdengar lengkingan Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 tinggi keluar dari mulutnya. Wajahnya berubah seperti biasa lagi, akan tetapi dia tidak cidera. Dia bangkit berdiri dan memandang Parmadi dengan alis berkerut. Kuasa roh jahat yang tadi menyusup ke dalam dirinya telah meninggalkannya seperti ketakutan akan tetapi tubuhnya yang kebal belum mengalami cidera.
"Paman Gandarwo, harap sudahi saja pertandingan ini," kata Parmadi membujuk.
"Babo-babo, jangan dulu merasa me nang karena kamu dapat memunahkan satu ajianku, Seruling Gading. Mari kita mengadu tebalnya kulit kerasnya tulang. Kamu boleh memukulku dengan senjatamu sebanyak tiga kali, kemudian aku akan membalas memukulmu dengan senjata kepalaku ini sebanyak tiga kali. Siapa yang roboh dia kalah!"
"Aku tidak suka memukul orang, juga tidak suka dipukul. Begini saja, paman Gandarwo.
Engkau mengandalkan aji kekebalanmu. Nah, aku tidak akan menggunakan senjata, akan tetapi hanya akan menamparmu dengan sebelah tangan, satu kali saja. Kalau engkau mampu menahan satu kali tamparanku, maka aku mengaku kalah. Akan tetapi sebaliknya kalau engkau tidak kuat menahan satu kali tamparan tanganku, berarti engkau yang kalah. Bagaimana?"
"Heh-heh-heh-ha-ha!" Si gundul itu terkekeh-kekeh saking geli hatinya. "Sarapan pagiku tusukan keris, makan siangku bacokan klewang dan makan malamku pukulan penggada!
Bagaimana aku dapat roboh oleh satu kali tamparan tanganmu yang kecil itu" Baik, aku terima tantanganmu!"
"Nanti dulu, paman. Kalau paman dapat menahan tamparannya lalu dia hanya dinyatakan kalah begitu saja, terlalu enak buat dia dan hanya rasa penasaran buatku. Taruhannya harus ditambah. Kalau paman kalah, kita habiskan saja urusan dengannya, akan tetapi kalau dia yang kalah, dia harus berlutut dan menyembahku tujuh kali sambil minta maaf atas kelancangannya tadi!" kata Parno yang masih penasaran karena dia merasa kalahkan dan dibikin malu di depan kekasihnya.
"Bagus! Itu usul yang bagus! Bagaimana, Seruling Gading, beranikah kamu menerima taruhan itu?" tanya Gandarwo.
Parmadi tersenyum. Tentu saja dia sudah "mengukur" kekuatan dan kesaktian lawan. Dia mengangguk. "Baiklah, kalau hal itu akan dapat memuaskan hati Parno. Kuterima taruhan itu."
"Bagus! Nah, kalian semua lihat baik-baik. Bocah ini bersumbar dapat mengalahkan aku dengan satu kali tamparan tangan, heh-heh-heh!"
Tujuh orang laki-laki muda yang beraida di situ ikut tertawa bergelak, hanya Parno yang tidak Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 tertawa melainkan menandang dengan alis berkerut karena dia tahu bahwa Seruling Gading adalah seorang pemuda yang sakti mandraguna.
Gandarwo lalu memasang kuda-kuda. Kedua kakinya terpentang, agak ditekuk dan dia menggunakan kedua telapak tangan untuk menekan di atas pusar. Keika dia mengerahkan tenaga, maka tubuh atasnya yang tidak berbaju itu mulai bergerak-gerak seolah ada sesuatu yang hidup di bawah kulitnya. Agaknya sesuatu ang bergerak-gerak di bawah kulitnya itu adalah hawa yang melindungi kulitnya dan membuat kulit itu kebal.
"Seruling Gading, aku sudah siap. Lakukanlah tamparanmu!" terdengar Gandarwo berseru.
"Awas, paman, aku akan menampar pundak kananmu!" kata Parmadi sambil mengangkat tangan kirinya yang terbuka ke atas. Din melihat betapa pundak kanan Gandarwo dilindungi sesuatu yang bergerak-gerak di bawah kulit pundak, akan tetapi dia tidak khawatir gagal. Dia sengaja memilih pundak, bagian yang tidak berbahaya karena dia tidak ingin menc:elakai orang.
Diam-diam dia mengerahkan Aji Sunya Hasta dan tangan kirinya rnenyambar turun dan menimpa pundak Gandarwo dengan tamparan yang tampaknya tidak begitu kuat.
"Wuuuttt"plakk".!" Biarpun tangan kiri itu menimpa pundak dan tampaknya tidak terlalu kuat, namun seketika tubuh yang gendut itu terkulai dan terjerembab di atas tanah, sedangkan tubuh itu menggigil dan mulut Gandarwo mengaduh-aduh.
"Aduuhhh.... tobaat.... adduuhhh.... "
Begitu Gandarwo roboh, tujuh orang muridnya serentak mencabut senjata mereka. Ada yang mencabut keris, ada yang mencabut klewang dan ada pula yang memegang ruyung. Mereka serentak maju menerjang dan mengeroyok Parmadi.
"Heii?"
" Apa-apaan ini" Mundur semua kalian! Mundur dan jangan melakukan
pengeroyokan!" Parno melompat ke depan dan mengangkat kedua tangan ke atas memberi isyarat kepada tujuh orang kawannya itu agar tidak mengeroyok Parmadi. Akan tetapi tujuh orang itu tidak mau mundur. Mereka semua marah melihat Gandarwo roboh dan ingin membunuh pemuda yang mengalahkan guru mereka.
Parmadi cepat mengelak dengan lonmpatan ke sana-sini, menghindarkan diri dari hujan serangan.
"Mundur, atau terpaksa kuhajar kalian?" teriak Parno. Akan tetapi dua orang di antara mereka yang memegang ruyung menjadi marah melihat Parno membela musuh.
"Parno, pengkhianat kau!" bentak mereka dan dua orang itu menggunakan ruyung atau Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 13 penggada untuk menyerang Parno. Pemuda ini mengelak dan melakukan perlawanan. Terjadilah perkelahian dua kelompok. Dua orang mengeroyok Parno dan lima orang yang lain mengeroyok Parmadi. Melihat betapa Parno terdesak oleh serangan ruyung kedua orang pengeroyoknya, Parmadi merasa khawatir. Dia mempercepat gerakannya, bukan hanya mengelak melainkan berkelebatan membagi-bagi tamparan. Lima orang pengeroyoknya berpelantingan dan roboh tak mampu bangkit kembali, hanya mengaduh-aduh memegangi bagian tubuh yang terkena tamparan, seperti keadaan Gandarwo.
(Bersambung jilid XIV)
Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 14 SERULING GADING
Jilid 14 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XIV SEMENTARA itu, Parno yang tadinya
mencabut sebatang keris dan melakukan
perlawanan, sudah terdesak hebat. Kerisnya
terpukul jatuh, lengan kirinya terluka berdarah
ketika dia pergunakan untuk menangkis ruyung
dan pipi kanannya membengkak karena terpukul
ujung ruyung. Akan tetapi dia masih melakukan
perlawanan mati-matian.
Melihat keadaan Parno, Parmadi yang telah berhasil merobohkan lima orang
pengeroyoknya segera melompat dan dua kali tangannya bergerak menampar. Dua orang pengeroyok Parno itu pun terpelanting roboh.
Kini mereka saling berhadapan, Parno dengan pipi kanan bengkak dan lengan kiri berdarah berdiri memandang Parmadi dengan kagum. Sama sekali tidak pernah
disangkanya bahwa pemuda yang telah menghalangi dia melarikan Sarti itu memiliki kesaktian yang sedemikian hebatnya. Bukan saja mampu mengalahkan Gandarwo yang dianggapnya digdaya, bahkan mampu merobohkan tujuh orang kawannnya secara
demikian mudahnya. Padahal pemuda itu hanya bertangan kosong! Di lain pihak Parmadi juga memandang Parno sambil tersenyum senang karena sikap pemuda yang menentang para pengeroyok itu saja sudah menunjukkan bahwa pemuda ini pada dasarnya memang berwatak gagah. Sementara itu, delapan orang yang terkena tamparan tangan Parmadi masih mengeluh kesakitan.
"Aduh.... ampun".."
"Tobat". "
"Den-mas?" ampuni kami"..!" Gandarwo juga mengeluh karena tubuhnya terasa Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 14 nyeri bukan main, seperti ditusuk-tusuk jarum di sebelah dalam.
Parmadi merasa kasihan dan dia pun menghampiri mereka. Satu demi satu dia tepuk dan raba. Seketika orang-orang itu sembuh. Yang terakhir disembuhkan adalah Gandarwo sendiri. Setelah pundaknya ditotok dan tengkuknya diurut, lenyaplah rasa nyeri yang menyiksanya. Jagoan gundul itu bangkit berdiri dan membungkuk terhadap Parmadi.
"Den-mas Seruling Gading, terima kasih dan maafkan kami," katanya dengan sikap merendah.
"Tidak ada apa-apa di antara kita. Kalau hendak minta ampun, mintalah ampun kepada Gusti Allah. Bertaubatlah dan mulai saat ini, jangan lagi bertindak sewenang-wenang mengandalkan kekuatan dan kekerasan."
Gandarwo mengangguk-angguk. "Kami mohon pamit, den-mas."
"Pergilah," kata Parmadi. Gandarwo nenoleh kepada Parno.
"Parno, mari kita pergi," kata jagoan berkepala gundul itu.
"Tidak!" seru Parno dengan marah. "Mulai sekarang aku tidak sudi berdekatan dengan kalian lagi. Kalian membikin malu, bersikap pengecut dan main keroyokan. Aku bukan kawan kalian lagi!"
"Mari kita pergi!" kata Gandarwo kepada tujuh orang muridnya dan mereka lalu mendorong perahu-perahu mereka ke sungai, naik perahu dan mendayung perahu mereka pergi dari situ.
Kini Parno kembali berhadapan dengan Parmadi. "Parno, kenapa engkau tidak ikut mereka" Bukankah mereka itu teman-temanmu yang baik yang selama ini memberi banyak kesenangan padamu?" kata Parmadi sambil mengamati wajah yang pipinya membengkak itu dengan penuh perhatian.
Parno menggeleng kepala. "Tidak! Baru sekarang aku menyadari. Mereka itu palsu dan curang, main keroyokan, memalukan sekali. Mereka bukan orang-orang gagah seperti yang kukira selama ini. Sebaliknya andika, ah, andika seorang satria yang sakti mandraguna.
Mataku seperti telah menjadi buta selama ini."
"Bagus, aku senang sekali melihat engkau tadi menentang mereka dan kini engkau menyadari. Parno, justru pergaulanmu dengan mereka itulah yang merusakmu sehingga engkau suka berkeliaran dengan mereka, bermain judi, mabok-mabokan, malas bekerja.
Kalau kaulanjutkan, akhirnya engkau akan terjerumus ke dalam perbuatan jahat dan Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 14 sewenang-wenang seperti mereka, menjadi penjahat. Inilah yang membuat Sarti
menjauhkan diri darimu karena kalau engkau terus tersesat seperti itu, engkau tidak akan menjadi suami yang baik dan ia akan menjadi isteri yang menderita sengsara. Ia mencintamu dengan hati tulus, Parno, bukan cinta yang hanya terdorong nafsu berahi semata. Ia ingin engkau bertaubat, ingin melihat engkau kembali ke jalan benar. Kenapa engkau menyia-nyiakan cinta murni seorang gadis bijaksana seperti Sarti?"
"Aku.... akupun amat mencintanya...." kata Parno.
"Kalau begitu, mengapa tidak kautunjukkan cintamu itu secara benar" Kenapa tidak kautunjukkan kepadanya bahwa engkau mampu bertaubat, mampu mengubah jalan
hidupmu yang tadi tersesat itu" Tunjukkanlah bahwa engkau mampu menjadi seorang calon suami yang baik. Aku yakin ia akan menantimu dengan setia."
"Aku".. aku akan menuruti nasihatmu. Aku sudah menyadari, aku akan bertaubat dan menjadi seorang petani yang rajin dan baik, seperti dulu sebelum aku berkawan dengan gerombolan tadi. Aku".aku minta rnaaf dan berterima kasih kepadamu, den-mas Seruling Gading."
"Hemm, aku bukan den-mas, akan tetapi aku girang sekali melihat sikapmu ini, Parno.
Nah, cepatlah engkau kembali ke dusunmu dan buktikan janjimu tadi. Semoga engkau akan dapat hidup berbahagia dengan Sarti, ia seorang gadis yang amat baik dan kakeknya juga seorang yang amat bijaksana. Engkau seorang yang beruntung, Parno. Sekarang aku harus melanjutkan perjalananku. Selamat berpisah dan sampaikan salamku kepada Sarti dan hormatku kepada Kyai Brenggol Sidhi!"
Parno terkesima memandang pemuda yang membuatnya terpesona dan kagum itu
mendorong perahunya ke air kemudian perahu itu terbawa arus air dan meluncur ke ke timur. Sikap, sepak terjang dan ucapan Parmadi telah menggugah hatinya, telah membuatnya sadar betul akan kesesatannya yang lalu. Setelah perahu makin menjauh dan mengecil akhirnya lenyap dari pandangannya, Parno menghela napas panjang lalu memutar tubuh dan melangkah pergi.
"Sarti".. maafkan aku, Sarti.... ?" Dia mengeluh dan melangkah dengan cepat, hatinya dipenuhi harapan.
*** Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 14 Seperti telah diceritakan di bagian awal kisah ini, Ki Bargowo, Ketua Perkumpulan Welut Ireng, ketika bertemu dengan Ki Harya Baka Wulung di puncak Gunung Lawu, telah terbunuh oleh tokoh sakti datuk dari Madura itu. Anak buah perkumpulan Welut Ireng yang kehilangan pimpinan itu menjadi cerai berai dan mereka tidak mampu
mempertahankan sarang mereka ketika Wiroboyo dan kawan-kawannya menyerbu
perkampungan mereka di lereng Gunung Wilis itu. Mereka terpaksa meninggalkan
perkampungan itu karena mereka tidak sudi menyerah dan. menjadi anak buah orang-orang yang memusuhi Mataram itu. Demikianlah, bekas perkampungan Welut Ireng itu kini diambil alih oleh Wiroboyo yang mendirikan perkumpulan Klabang Wilis di lereng Gunung Wilis itu. Seperti telah diceritakan Tumenggung Jatisurya, senopati Ponorogo itu, kepada Muryani, kini Wiroboyo telah menjadi murid Wiku Menak Koncar, datuk dari Blambangan yang sakti mandraguna itu. Setelah menerima gemblengan Wiku Menak
Koncar, Wiroboyo menjadi semakin tangguh dan sakti. Dia menjadi Ketua Klabang Wilis, dibantu Warok Surosingo, yaitu adik mendiang Warok Surobajul dan Darsikun, kakak seperguruannya yang pernah selama lebih dari setahun menerima gemblengan dari Harya Baka Wulung. Wiroboyo mengumpulkan gerombolan sesat di sekitar daerah Gunung Wilis untuk dijadikan anak buahnya. Juga Wiku Menak Koncar yang menjadi gurunya masih berada di perkampungan Klabang Wilis.
Laron Pengisap Darah 3 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Jodoh Rajawali 21
^