Buddha Pedang Dan Penyamun 11
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Bagian 11
mengambang ke permukaan serta terseret arus sungai yang
luar biasa deras entah ke mana.
Masih di dalam air pasangan yang perempuan menyerangku, tetapi aku menghindar dengan mudah dan
segera kutotok jalan darahnya sehingga ia taksadarkan diri.
Segera kuraih tubuhnya dan aku melejit keluar dari sungai,
berlari di atas permukaannya ke tepian dan mencari sekadar
batu datar untuk meletakkan tubuhnya itu.
Kutemukan batu datar yang kering, tampak jelas dalam
cahaya suram kekuningan rembulan, dan kugeletakkan ia di
sana. Kuletakkan pedangnya yang tadi kuambil di sampingnya
dan kutinggalkan perempuan beralis tebal itu setelah kubuka
totokan jalan darahnya.
Aku melayang ke atas, meringankan tubuhku seperti kapas,
dan mengarahkan diriku ke atas menuju tempat kudaku
menunggu. Barulah kusadari betapa jauhnya sudah kami
melayang turun dan tercebur ke dalam air terjun, karena
bagaikan begitu lama aku mencapai tempat semula. Selama
membubung ke atas itulah kusaksikan betapa tiada habisnya
jalan setapak melingkar-lingkar dari gunung batu yang satu ke
gunung batu yang lain di lautan kelabu gunung batu ini dan
tiada terbayangkan apakah suatu ketika jalan setapak itu ada
habisnya. Kuingat pesan Iblis Sakti Peremuk Tulang, bahwa aku harus
menunggu rombongan Harimau Perang di Celah Dinding
Berlian, antara lain juga untuk menyelamatkan diriku sendiri.
Dikatakannya betapa mereka yang selepas Celah Dinding
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berlian taktahu jalan sangat mungkin tersesat dan tidak akan
pernah keluar dari lautan kelabu gunung batu untuk selama-
lamanya. Mengingat itu pula disediakannya kuda yang begitu
cerdas dan memang pernah melalui jalan yang sama. Namun
karena kuda tetaplah kuda, maka disampaikannya pesan
sepenting itu agar aku dapat menjalankan tugasku.
Saat aku berpikir seperti itu, kura-sakan angin bersiut di
bawahku dan tanpa sempat berpikir kukibaskan len-gan-ku ke
bawah dengan Jurus Naga Meng-goyang Ekor. Aku tetap
membubung, tetapi hatiku hancur. Rupanya pasangan
perempuan dari Sepasang Elang Puncak Ketujuh ini menerima
kenyataan bahwa aku telah membiarkannya hidup sebagai
penghinaan. Maka telah dilemparkannya pedang ke arahku
dengan pengerahan seluruh tenaga dalamnya menembus
angin gunung sehingga melesat luar biasa cepat.
Hatiku hancur karena kutahu pedang itu berbalik dengan
kecepatan dua kali lipat seperti yang dimungkinkan oleh Jurus
Naga Menggoyang Ekor yang sengaja dilatih untuk
menghadapi serangan mendadak dari belakang. Aku takbisa
berbuat lain karena aku pun tak tahu bahwa adalah pedang
perempuan beralis tebal yang penuh pesona itulah yang
terasakan olehku sebagai angin dingin penuh ancaman maut
itu. PEDANG itu berbalik dengan kecepatan dua kali lipat dari
kecepatan semula, kembali ke arah pelemparnya menembus
kekelaman menembus awan gemawan yang mengambang di
atas setiap jurang.
Aku tidak akan mendengar suara apa pun ketika pedang itu
menembus jantungnya. Namun aku tahu itulah saat ajalnya
tiba. Tenagaku hampir habis ketika tiba di jalan lurus panjang
tempat sepasang penyamun itu mencegatku. Aku harus
menyentuh sebatang ranting yang menjorok ke jurang dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kakiku agar dapat melenting dengan sisa tenaga ke arah
kudaku yang masih menunggu.
(Oo-dwkz-oO) SUDAH dua hari perjalananku berlangsung tanpa gangguan
berarti. Kudaku melaju dan me lambat silih berganti dengan
suatu tujuan pasti, yakni Celah Dinding Berlian. Memang
benar betapa dari jauh celah itu mengeluarkan cahaya
berkilau-kilauan jika siang karena memantulkan kembali
cahaya matahari, sedangkan malam pun tiada perubahan
karena cahaya rembulan yang suram dipantulkannya kembali
ke angkasa. Celah Dinding Berlian, disebut demikian karena dindingnya
memang berkilau-kilauan memantulkan segala cahaya, tetapi
rasanya aku tidak kunjung sampai ke sana. Tidak pernah
kukira betapa diriku akan begitu lama mencapainya karena
berbagai halangan. Para penyamun dari gunung ke gunung
telah mengundurkan ke gua-gua mereka entah di mana
setelah mendengar habisnya seratus penyamun dari dua
wilayah, lengkap dengan pasangan pemimpin masing-masing.
Jika pasangan pemimpin wilayah kedua, seperti nama yang
mereka perkenalkan, disebut Sepasang Elang Puncak Ketujuh,
maka pasangan pertama yang menghadangku ketika aku
berada di tengah-tengah titian itu disebut Berewok Kembar
dari Sungai Kuning. Ah, jadi keduanya kembar, cocok benar
kedua-duanya menjadi kepala penyamun, dan kedua-duanya
tewas masuk jurang. Sama seperti perlakuan mereka kepada
para korban. Dengan menghabiskan 104 penyamun dalam semalam,
ibarat kata pintu-pintu terbuka, karena para penyamun pada
gunung-gunung batu berikutnya lantas tiada lagi tampak
batang hidungnya. Lautan kelabu gunung batu yang begini
sunyi, tempat hanya terdengar suara angin bersiul, berbisik,
dan bernyanyi, ternyata begitu penuh dengan penyamun
hampir di setiap sudutnya. Bukan hanya harimau gunung yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setiap saat bisa menerkam kita ternyata, tetapi juga para
penyamun yang bersembunyi di balik celah dan batu-batu
besar itu. Dari langkah demi langkah di jalan setapak di antara
jurang dan dinding curam bukan tak pernah kudengar desah
napas di balik tubir jurang, dari balik celah sempit, ataupun
menempel dan menjadi sewarna dengan dinding batu karena
gabungan ilmu cicak dan ilmu bunglon. Kudaku dan aku tahu
keberadaan mereka, para penyamun tunggal yang bekerja
sendirian tanpa gerombolan, yang biasanya berkemampuan
lebih tinggi daripada penyamun gerombolan dengan banyak
orang. Namun selama mereka tidak mengusikku, aku pun
tidak akan mengusik mereka.
Ketika harimau gunung dan penyamun pergi, tidak berarti
sisa perjalanan menjadi lebih mudah. Di lautan kelabu gunung
batu kubiasakan diri tidur di atas ranjang batu di balik celah,
melingkar seperti udang demi menahan dingin, dan tidak
menyalakan api malam hari agar keberadaanku tidak diketahui
siapapun yang dapat mengganggu tugasku untuk mengikuti
rombongan Harimau Perang. Kukunyah daging asap yang
dingin ketika kabut yang pekat lewat sementara aku minum
langsung dari aliran air yang turun dari dinding, menyeberangi
jalan batu setapak, untuk jatuh ke jurang dan tertampung lagi
entah di mana sebelum mengalir lagi dan mengalir lagi dan
mengalir lagi dan bertemu dengan aliran lain lagi, menyatu
sebagai air terjun yang menyatu di bawah itu. Aku suka
bertiarap di jalan batu ketika bertemu aliran air semacam itu,
minum air langsung dengan mulut bersama kudaku,
menikmati kesegaran air di lautan gunung berbatu-batu, yang
sering takkumengerti bagaimana caranya terdapat sumber
mata air di dunia batu semacam itu.
Pengalaman semacam itulah yang kudapati, sebelum
akhirnya tampak di depanku sebuah kedai persinggahan di
tepi jurang, ketika jalan setapak memang menjadi lebih luas
dan memasuki suatu lapangan rumput. Lautan kelabu gunung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
batu memang seolah hanya terdiri dari alam, tetapi dalam
kenyataannya tetap saja terdapat peradaban.
Di depan kedai kulihat keledai-keledai beban ditambatkan.
Agaknya rombongan yang kulihat dari kejauhan itu sudah
sampai di sana. Aku pun menambatkan kudaku, dan
memasuki kedai itu.
(Oo-dwkz-oO) Episode 151: [Sebuah Kedai di Tepi Jurang]
KETIKA aku memasuki kedai itu, kulihat bahwa rombongan
orang-orang bercaping yang membawa keledai-keledai beban
tersebut terdiri dari delapan orang. Mereka se-mua sedang
tertawa-tawa sambil minum arak, agaknya setelah makan
dengan kenyang dan nikmat dalam uda-ra dingin dan
berkabut seperti ini.
Kedai berada di tepi jurang, tetapi lapangan di depannya
menghijau karena rerumputan basah berembun. Layaklah
menjadi tempat persinggahan, takhanya untuk manusia, tetapi
juga untuk kuda atau keledai yang melakukan perjalanan ber-
samanya. Di tepi jurang, artinya ke-dai itu berada di tepi
sebuah pemandangan, karena kali ini di depannya tak
terdapat dinding curam menjulang, melainkan lembah tempat
se-buah sungai tampak mengalir berkelak-kelok nun di bawah
sana dengan perahu-perahu yang menga-rungi-nya. Memang
tampak seperti perjalanan ini akan berakhir, tetapi aku tidak
mau terkecoh, karena sebelum tiba di Celah Dinding Berlian
se-ba-ik-nya aku menganggap perja-lanan justru sama sekali
belum dimulai. Kusadari betapa jalan setapak dari kedai ini justru tidak
menuju sungai yang tampak di bawah itu, melainkan
menghilang ke sebuah celah di antara dinding-dinding cu-ram
tinggi menjulang, sehingga keberadaan pemandangan di tepi
jurang itu menjadi sesuatu yang penting.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah orang-orang yang kini telah membuka
capingnya itu duduk minum arak sambil menghadap jendela
terbuka memperlihatkan lembah dan sungai berkelak-kelok
mengalir dengan perahu-pe-rahu yang mengarunginya. Itu se-
buah sungai yang besar dan perahu-perahu tak hanya
berlayar menga-runginya melainkan juga menyeberanginya
dari tepi yang satu ke tepi yang lain. Namun dari puncak ini
tentu saja sungai besar itu tampak kecil meski tetap terlihat
titik-titik kecil manusia berjalan di tepiannya atau berdiri di
atas rakit atau perahu.
Sungai yang berkelak-kelok pada lembah yang bertebing
landai itu berkilauan memantulkan cahaya matahari, tetapi
kedai ini berada di puncak berkabut dan hanya ketika kabut
berpendar cukup lama pada saat-saat tertentu maka
pemandangan membentang di depan jendela terbuka dan
orang-orang itu duduk memandang keluar sambil minum arak
dan bercakap-cakap sambil tertawa-tawa.
Aku duduk di bangku yang lain karena mereka semua
menguasai tempat di depan jendela. Bapak kedainya seorang
tua yang tampak kukuh tubuhnya, seperti biasanya penduduk
yang hidup di wilayah pegunungan, apalagi pegunungan
hanya dengan jalan setapak berdinding curam dan puncak-
puncak batunya tinggi menjulang yang dari celah ke celah
penuh dengan penyamun.
Bapak kedai itu mengawasiku semenjak aku masuk dan aku
pun menatapnya pula. Segera kuketahui bahwa bapak kedai
itu termasuk ke dalam orang-orang yang menyoren pedang,
orang-orang rimba hijau, orang-orang sungai telaga dunia
persilatan. Hanyalah karena suatu alasan tentunya maka ia
mengasingkan diri di sini, berlindung di balik kehidupan
sebagai bapak kedai, yang hanya kadang-kadang saja
bertemu manusia yang memberanikan diri mengarungi lautan
kelabu gunung batu ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia masih menatapku, terlihat senyum tipis di bibirnya. Ram-
butnya yang seluruhnya sudah putih terikat dan tergelung
rapi. Kain pengikatnya sutera biru yang membentuk ekor
melambai, seperti juga ikatan pada rambut orang-orang yang
sedang minum arak sambil tertawa-tawa itu.
Aku hanya membalas tatapannya selintas. Adakah ia
sedang menilai segenap langkah dan gerakanku juga" Aku
menundukkan kepala bagaikan orang awam yang rendah diri.
Ia menyapaku dengan bahasa Negeri Atap Langit yang
kukenal karena pernah kupelajari di Kuil Pengabdian Sejati.
''Silakan masuk Tuan, silakan duduk. Apakah yang bisa
sahaya sediakan untuk Tuan setelah perjalanan panjang"
Apakah dapat sahaya sediakan arak, daging kambing bakar,
dan sup kacang polong dengan kuah kaldu ayam hutan"'' Apa
yang ditawarkannya membuat aku lapar setelah selama ini
hanya bisa makan seadanya. Namun aku juga ingin menguji
kemampuan bahasa Negeri Atap Langit yang pernah
kupelajari. Jika aku tidak mulai menggunakannya, aku hanya
akan menjadi orang bisu di negeri orang yang selalu kudengar
berbicara seperti burung. Maka aku pun mengangguk atas
usulnya itu sambil menanyakan sesuatu pula.
''Pak, Bapak, masih berapa la-makah kiranya dapat sahaya
capai Celah Dinding Berlian"''
'TIDAK lama lagi T uan, jika tiada aral melintang, dalam dua
hari dua malam Tuan juga sudah akan mencapainya,''
katanya, dan setelah melihat kudaku di luar ia pun
melanjutkan, ''apakah itu kuda T uan"''
''Ya, Bapak.'' ''Kuda orang Uighur seperti itu sangat mengenal jalan yang
pernah dilaluinya, dan jika tiada aral melintang Tuan bahkan
bisa tiba lebih cepat.''
Kuperhatikan tekanan kata-katanya ketika berkata jika
tiada aral melintang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Dan apakah kiranya aral melintang yang mungkin
menghalangi itu Bapak"''
Bapak kedai itu tersenyum dan menjawab dengan dingin.
''Jika Tuan terbunuh oleh para penyamun, tentu Tuan
bahkan tidak akan pernah mencapainya, kecuali Tuan
membunuh mereka lebih dulu, tetapi dengan begitu pun
bukankah perjalanan kita sudah terganggu bukan"''
Aku menatapnya. Adakah sesuatu yang telah diketahuinya"
Ia beranjak ke ruang masaknya. Tentu di situ-situ juga. Ia
meya-kinkan sebagai bapak kedai, seperti memang mencintai
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pekerjaan itu, meski aku masih juga bertanya-tanya. Apakah
kiranya yang membuat seorang pendekar pengembara suatu
hari merasa harus berhenti di tempat terpencil seperti ini, dan
memutuskan untuk melanjutkan hidup dengan membuka
kedai" Wilayah ini bukanlah tempat yang menguntungkan jika
berjualan makanan dan minuman menjadi tujuannya. Lagipula
jika ia mengharapkan sekadar uang, maka uang bukanlah
sesuatu yang kiranya akan dapat berguna di tempat seperti
ini. Orang-orang yang duduk menghadapi jendela terbuka di
kedai bambu itu masih minum arak sambil menikmati
pemandangan dan tertawa-tawa. Kucoba ikuti perbincangan
mereka, maka sedikit-sedikit dapat kuikuti bahwa mereka
rupa-rupanya sedang membicarakan penyair Li Bai, yang
perilakunya memang tidak seperti orang kebanyakan tersebut.
''Hahahahaha! Kalau maharaja memanggilnya, dan dia
masih tergeletak karena mabuk, dia harus diguyur air supaya
bangun! Hahahahahaha!''
''Begitu sadar langsung bisa menulis puisi! Hahahahahaha!''
''Puisi buatan orang mabuk! Hahahahahaha!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seorang pendeta di Kuil Pengabdian Sejati menulis catatan
yang pernah kubaca tentang Li Bai. Dia adalah penyair yang
dikenal suka mabuk, selalu memegang secawan arak di kedai
minuman, tetapi yang kadang-kadang setelah meninggalnya
tiga puluh lima tahun lalu, perilakunya itu dilebih-lebihkan
dalam berbagai percakapan dari mulut ke mulut dari kedai ke
kedai. Tentang kematiannya itu sendiri misalnya, seperti
dipercakapkan orang-orang ini.
''Dia minum terlalu banyak dan berdiri di tepi kolam!''
''Karena mabuk dia pikir rembulan mengambang di kolam!''
''Padahal itu hanya bayangan rembulan!''
''Ia terjun ke kolam, berusaha memeluknya!''
''Ia tenggelam! Hahahahaha!''
''Dasar pemabuk! Hahahahaha!''
Dalam beberapa perilaku Li Bai, seperti yang dibicarakan
orang dari kedai ke kedai, memang seperti ditunjukkan puisi-
puisinya, yang sejauh kuingat tertulis seperti ini.
di antara bunga-bunga aku
sendirian bersama guci anggurku
minum sendirian; dan mengangkat
cawan kuajak rembulan
minum bersamaku, bayangannya
dan bayanganku di dalam cawan anggur, hanya
kami bertiga; lantas aku mengeluh
bagi rembulan yang takbisa minum
dan bayanganku yang mengosong
bersamaku yang takpernah ngomong;
tanpa kawan lain, aku bisa
ditemani yang dua ini;
dalam saat-saat membahagiakan, aku
pun mesti bahagia dengan segalanya
di sekitarku; aku duduk dan menyanyi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan seperti rembulan
menemaniku; tetapi jika aku
menari, adalah bayanganku
menari bersamaku; sementara
belum mabuk, aku senang
membuat bulan dan bayanganku
menjadi kawan, tetapi lantas ketika
aku terlalu mabuk, kami
semua berpisah; betapapun merekalah
kawan-kawan yang selalu bisa kuandalkan
yang takkan marah
apapun yang terjadi; kuharap suatu hari
kami bertiga akan berjumpa lagi
di kedalaman Bima Sakti
KADANG-KADANG delapan orang ini pun bernyanyi-nyanyi
setengah mabuk, sambil mengutip puisi-puisi Li Bai yang
seperti ini. Padahal sejauh dapat kutafsirkan, Li Bai bukanlah
seorang pemabuk seperti orang-orang yang sudah putus asa
karena tidak mampu mengatasi kenyataan, melainkan ia yang
minum anggur untuk menikmati kehidupan. Itulah pendapatku
tentang Li Bai, yang kematiannya sama sekali bukanlah karena
mabuk dan tenggelam karena terjun ke kolam untuk memeluk
rembulan, melainkan karena sakit pada 762, ketika usianya 61
tahun, saat menjadi tamu Li Yang-bing, seorang hakim di
wilayah itu. Ia meninggal tepat di Tsai Shih Chai setelah
terbaring sakit enam hari di T angdu.
''Aku ingin menjadi Li Bai!'' salah seorang berteriak sambil
mengangkat gelasnya.
''Aku juga!'' ''Aku juga!'' ''Aku juga!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka mengangkat gelas dan minum sampai arak itu
berleleran pada jenggot dan kumis mereka. Apakah mereka
juga menulis puisi" Jika mereka bukan pegawai kerajaan,
tentu sebabnya antara lain karena tidak bisa menulis, apalagi
menulis puisi. Apakah mereka hanya suka dengan mabuknya"
Bahwa kalau penyair boleh mabuk, maka mereka juga boleh
mabuk" Ataukah jika seorang penyair bisa menulis karena
mabuk, maka mereka merasa akan bisa menulis kalau sudah
mabuk" Li Bai dilahirkan di wilayah tengah benua di utara Negeri
Atap Langit, puisi-puisinya ditulis dengan bahasa sehari-hari
sehingga dimengerti dan disukai orang banyak, dan puisi-
puisinya juga menunjukkan kecintaan kepada alam. Terhadap
alam ia tidak tampak seperti ingin menguasainya, melainkan
bahagia menjadi bagian daripadanya, seperti kanak-kanak
abadi yang suka berbaring telanjang bulat di pegunungan
dalam belaian angin. Ia mencintai dan menghargai sahabat-
sahabatnya, ia sangat membenci ketidakadilan, dan
mendapatkan kekuatan dari perbukitan dan sungai-sungainya.
Bahwa riwayat Li Bai sebagai pemabuk dilebih-lebihkan,
kuketahui dari catatan seorang rahib di Kuil Pengabdian Sejati
yang memeriksa juga bahwa sampai tiga puluh lima tahun
lalu, anggur semasa hidupnya itu hanya anggur buatan rumah
saja, sedangkan di selatan, juga hanyalah peragian beras
seperti arak panas yang diminum orang-orang itu sekarang.
Meskipun bahan yang akan disebut air api sudah disuling
sebelum masa Wangsa Tang, orang-orang hanya mabuk
dalam lingkungan terbatas. Betapapun anggur yang mungkin
ditenggak Li Bai tidaklah memiliki isi air api yang tinggi.
Namun tentu wajar menghubungkan anggur dengan penyair
semasa Li Bai, bahkan kukira juga sekarang ini, karena masa
Wangsa Tang bukanlah sepenuhnya masa kejayaan filsafat
Kong Fuzi, sehingga anggur dan perempuan, agaknya,
terdengar lebih sering mendapatkan pemujaan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Makanan dan minuman yang kupesan datang. Apakah yang
bisa lebih nikmat dalam udara dingin selain sup kacang polong
dengan kuah kaldu ayam hutan yang panas" Daging kambing
bakar itu pun masih berkepul ketika tiba di mejaku. Aku
makan sangat lahap dengan mulut berbunyi. Sampai orang-
orang itu menoleh kepadaku sebentar, tapi lantas segera
tertawa-tawa lagi. Aku tidak peduli. Setelah semua makanan
itu habis tandas, segera datang pula arak panasku. Hmm.
Apakah arak seperti ini juga yang melahirkan puisi-puisi Li Ba i"
Tidak. Aku tidak boleh percaya bahwa puisi-puisi dilahirkan
oleh arak dan anggur. Seperti juga para pendekar yang
minum arak sebelum bersilat tidak akan pernah menang
dalam pertarungannya jika memang mabuk.
Bahkan Li Bai pun menulis puisi berjudul ''Tentang Minum
Terlalu Banyak''.
kemarin aku terlalu banyak minum
di Menara Timur, lantas
ketika pulang topiku kupasang
terbalik-balik; yang
menolongku jalan ke rumah; yang
membantuku turun dari menara,
aku tak tahu JADI, Li Bai memang suka minum, tetapi ia tidak
menganjurkan siapa pun untuk minum terlalu banyak. Namun
kurasa orang-orang yang sedang memperbincangkan Li Bai ini
agak sedikit mabuk, meski kutipan mereka atas puisi-puisi Li
Bai seperti tepat.
kusaksikan cahaya bulan bersinar di tempat tidurku.
barangkali salju lembut telah melayang jatuh"
kuangkat kepalaku menatap bulan di bukit,
kemudian tertunduk kembali, merenungi bumi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perbincangan mereka pun bagiku sebetulnya bukanlah
sembarang perbincangan.
"Itulah akibatnya jika terlalu percaya kepada Kong Fuzi,"
kata yang satu, "orang-orang hanya peduli dengan urusan
kekhalayakan, urusan antarmanusia, dan melupakan alam."
"Ya, kekuasaan mencari pembenaran, peraturan mencari
pembenaran, dan juga perdagangan mencari pembenaran.
Tidak ada satu pun yang berbi-cara tentang alam."
"Perebutan kekuasaan hanya mengundang kekacauan. Para
pejabat dibunuh, cendekiawan dikucilkan, dan pemberontakan
berkobar, hanya bisa dipadamkan oleh perang berkepan-jang-
an." "Lupakanlah dahulu Kong Fuze! Kita kembali kepada Dao!"
Tentu aku pun mempelajari, meski-pun Kong Fuze sangat
dihormati dalam membangun peradaban, seperti adat yang
menekankan bahwa cita-cita kekuasaan yang paling dasar
adalah pemerintahan yang dilaksanakan melalui kekuatan
Dao. Adapun Dao di sini maksudnya jalan menuju kebajikan
dalam tiga pengertian, pertama sebagai tata cara alam atau
tata cara semesta, yang menyatakan he atau keserasian;
kedua sebagai tata cara kehidupan manusia sesuai dengan
susunan alam; ketiga sebagai tata cara yang diikuti manusia
karena keputusannya sendiri, sehingga meski berakar dalam
diri, Dao harus tetap dicari dan dikejar.
Namun dalam adat yang menuruti ajaran Kong Fuze, puisi
hanya mencatat dan memuji-muji
kemakmuran dan kedamaian, serta anjuran untuk mengikuti jejak orang-orang
bijak untuk mencapai keluhuran dan keabadian sebagai
puncak cita-cita manusia. Ini berbeda dengan penganut aliran
Kaum Dao, yang lebih menekankan puisi sebagai pernyataan
pribadi, de-ngan bahasa yang paling pribadi pula, sehingga
memberi tempat yang lapang kepada nurani dan kepekaan.
Maka dengan terganggunya cita-cita peradaban karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kekacauan yang silih berganti, para penyair mencari
perlindungan dalam kedamaian alam dan kegemaran pada
arak dan bunyi-bunyian. Pengungkapan perasaan yang luhur
dan perenungan yang dalam tentang kehidupan dan alam
adalah untuk mencapai keabadian. Maka begitulah keabadian
memiliki pengertian sebagai pembebasan dan pemurnian diri
dari pencemaran oleh peradaban, melalui peleburan ke dalam
Dao. Mereka masih mabuk sambil mengutip puisi-puisi Li Bai.
hidup kita di dunia ini hanya impian belaka
untuk apa aku harus kerja keras"
biar saja aku mabok seharian
biar saja aku tergeletak dekat pintu pagar
waktu sadar kukejapkan mata ke pepohonan:
seekor burung kesepian bernyanyi di sela bunga-bunga
kutanyakan kepadanya ini musim apa:
jawabnya: "Angin musim semilah
yang membuat burung bernyanyi di pohon mangga."
terharu mendengar nyanyinya aku pun menarik napas
panjang lalu menuangkan anggur ke mulutku lagi
aku pun bernyanyi sepuas-puasnya sampai bulan bersinar
terang waktu laguku selesai, semua inderaku terasa kaku
BAGIKU yang paling menarik dari Li Bai sebagai penyair
adalah keberadaannya sebagai seorang pengembara, yang
telah menjelajahi Negeri Atap Langit. Ia yang dilahirkan di
Sujab pada 701 di dekat Danau Balkash, di sebuah keluarga
dengan darah pinggiran wilayah tengah benua, dibawa dari
sana ke Sichuan waktu masih berusia lima tahun. Ia selalu
merasa bahwa seluruh Negeri Atap Langit adalah rumahnya,
yang tentu saja disebabkan oleh perjalanannya luas dan tidak
kunjung berhenti. Ia bisa menulis tentang pasir Gurun Gobi
maupun keelokan wilayah selatan Negeri Atap Langit. Ia tahu
seperti apa rasanya tidur di padang pasir dengan angin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyakitkan di sekitarnya, dan karena itu dapat dihargainya
bunga-bunga dan keindahan bagian selatan negeri.
Banyak orang mengagumi betapa begitu beragam gagasan
dapat ditulisnya, termasuk entah gagasan apa yang setelah
dibacakannya seusai makan malam bersama sahabat-
sahabatnya, karena segera dibakar dan dihanyut-kannya ke
sungai sampai hilang ditelan arus. Kemungkinan karena
semasa hidupnya pun terdapat pokok perbincangan yang
terlalu berbahaya untuk diucapkan, apalagi tertulis di atas
kertas sebagai puisi. Maka puisi pun dibakar jika keselamatan
jiwa seseorang menjadi taruhannya.
Ia bisa menulis puisi tentang rambutnya sendiri yang mulai
memutih, kerinduannya akan lebih banyak anggur, seperti
gagasan umum pada masanya, maupun yang tak terpikirkan
seperti tentang pekerjaan tukang pencair logam, tentang
seorang kawan Jepun, maupun seorang pejabat dari
Jambhudvipa, yakni kepala pasukan di Huchow yang disebut
Chia-yeh. Ia juga disebut menulis puisi tentang dunia lain
yang nilai penghargaannya berbeda, seperti tentang penelitian
dalam ilmu pengetahuan, keadaan kimiawi tubuh seusianya,
maupun pemikiran betapa dirinya adalah bagian dari adat
lama Tao Yuan-ming yang hidup empat abad sebelumnya.
Ketika Li Bai baru setahun dilahirkan, pemikiran Kaum Dao
sedang menyalip pengaruh pemikiran Kong Fuze, sehingga
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menumbuhkan kesenian dan kesusastraan. Namun Li Bai
mempelajari ajaran Buddha dengan sama mendalamnya
dengan ajaran Kaum Dao, menghabiskan waktunya bertahun-
tahun dalam kesunyian pegunungan untuk belajar dari guru ke
guru. Tentu ia juga menulis banyak puisi yang dipersembahkan kepada kuil-kuil Buddha, tetapi yang
kemungkinan besar telah hilang ketika kuil-kuil mendapat
tekanan istana suatu ketika, dalam permainan kekuasaan yang
semakin memudarkan kepercayaan banyak orang akan
jaminan keamanannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perubahan besar dalam penulisan puisi Li Bai tercatat
disebabkan antara lain oleh kematian sahabatnya, penyair dan
cendekiawan Li Y ung, yang difitnah dan dituduh berse-kongkol
melakukan pengkhianatan serta dihukum oleh Perdana
Menteri Li Lin-fu yang terkenal licik. Pejabat tinggi itu
berkuasa penuh antara 745 sampai 752, dan perbuatannya itu
hanyalah satu perkara dari banyak kepahitan yang melukai
perasaan Li Bai yang peka. Maka dari kisah-kisah manusia, Li
Bai mengalihkan pokok-pokok gagasan puisinya kepada
keagungan alam yang memiliki daya tarik luar biasa baginya.
Bukankah puisi-puisi seperti ''Nyanyian Air Biru'' ini
menunjukkan kepekaannya terhadap alam itu"
bulan cemerlang membakar air kebiruan
di telaga selatan lelaki itu mengumpulkan bunga leli putih
bunga-bunga teratai berbisik lirih:
si tukang perahu menghela napas panjang
BEGITU pula kukira dengan puisi Li Ba i yang ini, yang juga
sedang dikutip-kutip oleh mereka yang sedang minum arak
sambil menghadapi pemandangan terbentang itu:
malam pun sampai: aku bermalam di kelenteng Puncak
di s ini bisa kusentuh bintang-bintang dengan tanganku
aku tak berani bicara keras dalam keheningan ini
takut mengusik ketenteraman penghuni Langit
Maupun yang pernah kubaca terjemahannya ini:
angin musim gugur betapa hening
bulan jelita daunan yang tertiup mengonggok dan tersebar-sebar
burung gagak yang istirah tersentak dari tidurnya
aku pun bermimpi tentangmu --kapan bisa kutemui kau
kembali" malam ini: ngilu hatiku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kemudian mereka berbicara tentang bagaimana Li Bai
membawa urusan antarmanusia ke dalam puisinya. Benar
juga, sebetulnya belum ada minuman di Negeri Atap Langit
yang bisa membuat seseorang mabuk dalam pengertian hilang
seluruh kesadarannya. Bukankah delapan orang pembawa
keledai-keledai beban itu meski sambil tertawa-tawa masih
juga dapat mengutip puisi Li Bai di luar kepala dengan
tepatnya, sementara aku yang mulai merasakan kehangatan
menjalar ke kepalaku, dengan pengetahuan bahasa-bahasa
Negeri Atap Langit yang terbatas masih juga dapat mengikuti
puisi yang mereka maksudkan itu"
bulan terang memuncak di bukit Sorga
berlayar di samudera awan
angin melengking sejauh sepuluhribu li
terdengar suara siul dari celah bukit Y u-men
tentara kerajaan menuruni Jalan Tanggul Putih
bangsa Tartar menyusur sepanjang pantai Laut Biru
perajurit-perajurit menoleh ke arah rumah mereka:
belum pernah ada yang bisa pulang kembali
malam ini perempuan itu menanti di menara tinggi
yang ada tinggal duka dan hisak berkepanjangan
Kehidupan Li Bai bertolak belakang dengan penyair lain
yang juga sangat terkenal dari masanya sampai hari ini, yang
juga adalah sahabatnya nan rendah hati, yakni Du Fu. Semasa
muda mereka hidup bersama-sama di Chang'an dan jika puisi-
puisi keduanya diperiksa, terbaca betapa mereka tak dapat
saling me lupakan satu sama lain. Namun jika Du Fu hidup
berpindah-pindah dalam kemiskinan bersama keluarganya,
maka Li Bai menikah beberapa kali, punya anak-anak yang
mesti dibiayainya, dan suatu kali melakukan perjalanan diiringi
dua gadis penyanyi dan seorang bocah pelayan, sementara di
setiap wilayah para pejabat menyambutnya. Pada masa
Wangsa Tang ini ketika puisi sangat dihargai dan para penyair
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dihormati, Li Bai sebagai penyair cemerlang memang
mendapatkan kemewahan seperti pangeran karena bakatnya.
Meski pernah sangat dicintai oleh seisi istana, Li Bai tidak
pernah secara resmi menjadi bagian daripadanya, karena ia
melihat bagaimana kehidupan di dalamnya adalah semu.
Namun tetap saja Li Bai mencintai segala sesuatu yang baik
dalam hidup, walaupun tidak selalu dapat mencapainya. Ia
menyukai orang-orang di sekitarnya sebagai bagian dari
mereka, daripada hanya melihat mereka dari luar. Pada
masanya Li Bai memiliki keanggunan, pemikiran yang tajam,
serta kepribadian memikat, dan sebagai penyair ia memimpin
dengan bahasa yang di Negeri Atap Langit susah ditampik.
Puisi-puisinya bagaikan bebunyian dan termasuk di antara
yang terbesar dalam riwayat pencapaian manusia. Di seluruh
Negeri Atap Langit puisi-puisinya dicetak dengan cukilan kayu
pada kertas-kertas menguning yang disimpan dengan sangar
baik dari masa ke masa.
JADI aku pun tersenyum saja karena bapak kedai tentunya
sudah mengerti.
''Sudah tiga puluh lima tahun,'' ujarnya, lagi, ''puisi-puisi Li
Bai makin banyak dikutip orang, tetapi begitu pula Wang Wei
dan Du Fu.'' Aku merasa beruntung bahwa selama enam bulan
berkubang di bilik pustaka Kuil Pengabdian Sejati, tak hanya
filsafat Nagarjuna yang kupelajari me lainkan juga terbaca
olehku catatan para rahib tentang para penyair Wangsa Tang
yang mengagumkan. Tentu saja Wang Wei dan Du Fu sama
besarnya dengan Li Bai, tetapi kehidupan mereka pribadi
tidaklah penuh dongeng seperti Li Bai.
Wang Wei hidup dari 699 sampai 759. Ia seorang tabib,
tetapi agaknya lebih banyak menulis puisi, sedangkan semasa
hidupnya lebih dikenal sebagai pelukis. Maka puisi-puisinya
dikenal mengandung lukisan, dan lukisan-lukisannya
mengandung puisi. Pada usia dua puluh satu tahun ia sudah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diangkat sebagai chin-shih, yakni seseorang yang sangat
tinggi kadar kepandaiannya, sehingga dapat lulus ujian
negara. Namun Wang Wei pernah ditawan pemberontak
sampai bertahun-tahun lamanya, dan baru dilepaskan setelah
pemberontak itu mati; tetapi kemudian Wang Wei dianggap
sebagai pengkhianat karena selama dalam tawanan ia hidup
tanpa kekurangan. Rupanya memang ia tidak begitu peduli
siapa yang berkuasa.
Saudaranya yang menjadi rahib Buddha berhasil mengusahakan Wang Wei menduduki jabatan penting di
istana, meski tidak berlangsung lama. Setelah istrinya
meninggal, Wang Wei sering bersedih. Akhirnya
ia mengundurkan diri dan pergi ke bukit, tinggal di sana sampai
meninggal sebagai pendeta Buddha. Wang Wei terkenal
sebagai penyair yang mampu menampilkan pemandangan
dalam satu baris puisi saja. Bapak kedai di hadapanku
mengutip salah satu puisi Wang Wei:
kerikil-kerikil putih berloncatan di arus sungai
satu-dua lembar daun memerah di musim gugur yang
dingin tak gugur hujan di jalan perbukitan
namun bajuku basah di udara hijau segar
Aku terperangah. Belum lagi kumasuki Negeri Atap Langit,
tetapi alam maupun orang-orang yang kujumpai di perbatasan
lautan kelabu gunung batu yang dalam dirinya sendiri sudah
bagaikan puisi ini begitu penuh dengan pesona. Jika seorang
pemilik kedai di pegunungan terpencil seperti ini, yang dari
gerak-geriknya kuyakini mampu bersilat, pun begitu hafal dan
menguasai perbincangan tentang puisi, tidakkah aku memiliki
banyak alasan untuk menjadi rendah diri"
Namun untuk apa merasa rendah diri bukan" Setiap orang
pasti akan mampu mengatasi kekurangannya jika mau belajar,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sedangkan bagiku tiada yang lebih menarik dalam kehidupan
ini selain belajar.
''Luar biasa sekali puisi seperti itu Bapak,'' kataku,
''bagaimana caranya kita dapat memiliki pula kepekaan
semacam itu"''
Bapak kedai kemudian bahkan duduk di hadapanku.
''Segalanya adalah masalah sudut pandang, Tuan, dan juga
latihan,'' katanya, ''jika kita berada di tengah alam, tetapi tidak
berpikir tentang alam, maka alam itu tidak akan kelihatan.
Namun seandainya kita berada dalam tahanan, tetapi berada
dalam sudut pandang yang menempatkan diri sebagai bagian
dari alam, maka sebaris lumut, sekuntum bunga rumput,
seberkas cahaya matahari, maupun capung melayang lewat
jendela pun dengan caranya sendiri akan menjelmakan
pengalaman alam untuk kita, menjelmakan suatu kealaman...''
Sebetulnya bahasa Negeri Atap Langit yang kukuasa i
sungguh-sungguh amat terbatas, tetapi karena persoalan yang
diungkapnya bagiku sangat penting, maka dengan segala
kekurangan pemahaman aku merasa sedikit demi sedikit bisa
mengerti juga. Bapak kedai itu mengutip sebuah puisi Wang
Wei lagi: kau yang baru tiba dari desa tua
katakan padaku apa yang terjadi di sana"
tatkala kau tinggalkan, adakah bunga-bunga
sedang mengembang di bawah jendela putih itu, Saudara"
DAN satu lagi: gerimis pagi kota Wei membasahi debu putih
warung-warung menghijau, pohon-pohon wu-tung berbunga sebaiknya kau habiskan segelas anggur lagi
di s isi barat bukit Y uan Kuan tak ada teman akan kau temui
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku merasa tubuhku melayang, bu-kan karena arak beras
sederhana ini, te-tapi karena merasa berada dalam sebuah
dunia yang membahagiakan. Aku terpesona oleh kenyataan,
bahwa segala se-suatu yang sederhana dan tampaknya tidak
penting, ternyata bisa menjadi in-dah tanpa kita harus
memoles atau meng-agung-agungkannya, melainkan cukup
dengan menyadari keberadaannya.
Kesederhanaan menjadi cemerlang, tentu karena itu adalah
puisi. Bahkan Du Fu dalam puisi yang ditujukan kepada Li Bai
sampai menyebutkan istilah dewa puisi:
ketika angin dingin mengunjungimu dari sudut-sudut bumi
apa kabar, sahabatku, apa yang kau impikan"
kapan angsa liar terbang membawa suratmu ke mari"
sungai dan telaga musim panas menjadi dalam
dan membuatku terkenang padamu
dewa puisi membenci mereka yang beruntung hidupnya
setan tertawa keras kalau ada lelaki yang berdiri di
sampingnya dunia ini padang pasir!
kalau saja kita bisa melemparkan puisi ke Sungai M ilo
dan berbicara kepada sang jiwa agung
korban bagi kesetiaan dan puisi
Sejauh kuketahui dari riwayat hidup para penyair, mereka
sedikit banyak adalah pengembara. Mengembara di tengah
alam yang mampu mereka pandang sebagai sesuatu yang
indah, apakah yang bisa lebih bermakna dari ini" Kalau
seorang penyair bunuh diri, aku tidak yakin mereka mati
karena menderita, melainkan karena menghendaki kebahagiaannya menjadi abadi.
Arakku sudah habis, aku menggeleng ketika bapak kedai
menawarkan untuk tambah. Kubayar apa yang ku-makan dan
kuminum, lantas beranjak. Namun pada saat yang sama pun
ternyata delapan orang yang sejak tadi ber-bicara tentang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
puisi itu juga beranjak keluar, jadi aku duduk kembali
menunggu mereka keluar semua.
Di luar, agaknya karena melihat kudaku mereka menjadi
ribut sendiri. Perbincangan mereka berlangsung sangat cepat
sehingga hanya terdengar olehku sebagai bahasa burung.
Apakah yang telah terjadi"
(Oo-dwkz-oO) Episode 152: [Tanda Tanya Kuda Uighur]
Waktu aku keluar, mereka semua sudah mencabut pedang
yang entah disimpan di mana sebelumnya karena aku tak
pernah melihatnya. Menjadi jelas betapa arak itu tiada
pengaruhnya, bagi mereka maupun bagiku, karena aku pun
menjadi sangat siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Seorang di antaranya berujar kepa-daku. "Kuda itu," ia
menunjuk kudaku dengan goloknya, "di manakah seka-rang
pemiliknya?"
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata aku memahami perta-nyaannya dengan jelas,
karena ia me-mang memberi tekanan kepada setiap kata.
Pertanyaannya memang jelas, tetapi aku merasa tidak akan
dapat menjawabnya dengan mudah.
Kuda orang Uighur ini kudapatkan dari istal kuda istana
milik Pemerintah Daerah Perlindungan An Nam. Jika ku-da ini
diternakkan orang-orang Uighur, berarti telah melewati
perjalanan yang panjang untuk sampai ke Thang-long. Bukan
sekadar perjalanan panjang menyeberangi gurun, menyusuri
sungai, dan mendaki gunung gemunung yang kumaksudkan,
melainkan perja-lanan perma inan kekuasaan yang membuat
kuda orang Uighur itu sekarang kutunggangi kembali melewati
jalan yang sama.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka bertanya tentang pemilik kuda itu. Mungkinkah
kuda itu dimiliki seseorang" Kuda-kuda orang Uighur secara
berombongan dibawa ke Negeri Atap Langit sebagai bagian
kerjasama Wangsa Tang dengan suku-suku pe-ngembara di
luar batas negerinya, karena telah membantu Maharaja Tang
Dezong. Apakah yang telah terjadi sehingga penunggang kuda
ini dicari-cari" Ada dua kemungkinan, penunggang kuda ini
musuh mereka, atau penunggang kuda ini adalah kawan
mereka; dan aku tidak dapat menduga apapun jika tak tahu
siapa mereka. Menilik bahasa, busana, maupun pe-dang yang mereka
pegang, jelas mereka warga Negeri Atap Langit. Namun
bagian mana dari Negeri Atap Langit yang luas itu menjadi
tempat asal mereka aku taktahu.
Aku tahu sedang memasuki wilayah Guangxi yang
berbatasan dengan Daerah Perlindungan An Nam dan
berbahasa Tai, justru bahasa yang sama sekali tidak
kumengerti, tetapi sejauh telah kupelajari, bahasa Tai meliputi
wilayah Guangxi saja, sementara di luar wilayahnya, yakni di
wilayah Guang-dong, Hunan, Fujian, Jiangxi, Guizhou,
Yunnan, di selatan; Hubei, Anhui, Henan, di tengah; Zheijiang,
Jiangsu, Shandong, di timur; Gansu, Shaanxi, Hebei, Liaoning,
Jijin, dan Hedongjiang di utara dan timur laut; juga sampai
Sichuan dan Xinjiang di barat, semua-nya berbahasa Negeri
Atap Langit, meski dengan tekanan yang berbeda-beda.
DI Qinghai dan Sichuan, karena berbatasan dengan Tibet di
barat, maka bahasa Tibet juga diucapkan oleh penduduk yang
berada pada separo wilayah masing-masing. Di Yunnan,
bahasa cukup campur aduk karena masih masuk dari selatan
mereka yang berbahasa Mon-Khmer, Miao-Yao, Tai, dan juga
sebagian yang berbahasa Tibet. Jika aku menembus
perbatasan Negeri Atap Langit di barat laut dan utara, maka
tentu kujumpai mereka yang berbahasa Korea, Turkic, Manchu
Tungus, Mongolia, maupun Tajik.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tak mungkin tahu mereka berasal dari bagian wilayah
mana, karena aku tidak memiliki pengetahuan tentang
perbedaan tekanan berbagai wilayah atas kesatuan berbahasa
Negeri Atap Langit itu. Namun aku dapat memiliki dasar demi
suatu dugaan lain, jika sempat mempertimbangkan kedudukan
suku Uighur atau Huihe ini dalam perimbangan kekuasaan
yang dimainkan Maharaja Tang Dezong di wilayah tengah
benua. "Katakan di mana?"
Delapan orang itu serentak bergerak mengepungku.
"Daku tak tahu," jawabku sambil terus menuju kuda yang
menjadi masalah itu, "kudaku ini pemberian seorang teman."
"Pemberian" Hmmh! Tak mungkin!"
"Mengapa tak mungkin" Apa untungnya daku berbohong?"
Meski delapan orang itu menghunus pedangnya, aku
merasa senang sedikit karena dapat mengucapkan bahasa
Negeri Atap Langit meski dengan agak terbata-bata.
"Karena dikau telah membunuh pemiliknya!"
Bersama dengan habisnya kalimat ini delapan orang itu
berkelebat menyerang diriku. Mereka menyerangku dengan
jurus berpasangan bagi delapan orang, sehingga aku
sebenarnya berada dalam kedudukan terkunci. Ke mana pun
aku berkelit, sebilah pedang tetap akan menembus tubuhku.
Namun siapakah kiranya manusia yang sudi mati di tanah
sejauh ini jika ia dapat menghindarinya" Maka aku pun
berkelebat ke suatu titik, seperti sengaja membiarkan diriku
ditembus salah satu dari delapan pedang yang bergerak
serentak itu. Sllpp! Pedang itu terjepit di ketiakku, dan kudorong pemiliknya
dengan ke depan dengan pukulan Telapak Darah. Orang itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terpental dengan darah mengalir di sudut-sudut bibirnya.
Tujuh orang yang lain berloncatan mundur. Kuambil pedang
yang masih terjepit pada ketiakku dan kulemparkan ke
samping lelaki yang terpental itu. Aku hanya memberikan
sentuhan saja ke dadanya, dan ilmu silatnya sudah jelas cukup
tinggi, sehingga aku tahu ia tidak akan mati.
Namun dalam dunia persilatan, tidak membunuh lawan
yang kalah sering ditafsirkan sebagai penghinaan.
Benarkah harus begitu" Bukankah aku juga terkalahkan
oleh pendeta tua yang mendorongku jatuh melayang dari atas
tebing di Desa Balinawang waktu itu" Ia yang menyerang
seperti melatihku, bukankah jika mau ia dapat membunuhku
setiap waktu"
Dengan susah payah ia mencoba berdiri dan tidak berhasil,
tetapi ia dapat meraih pedangnya. Lantas, tanpa dapat
kucegah, dengan kedua tangan ia tusukkan pedang itu ke
lambungnya sendiri sampai tembus ke belakang!
Ah! Sebegitu mahalkah harga kehormatan"
Ketujuh orang sisanya mengangkat pedang, tentunya
dalam suatu jurus berpasangan tertentu. Mata mereka
menyala-nyala penuh dendam atas cara kematian saudara
seperguruan mereka itu. Salah seorang dari mereka berujar
dengan penuh geram.
"Seorang pendekar menumpah-kan darah ketika mengalahkan lawan, tetapi ia tidak menghinanya!"
"Kenapa harus kehilangan nyawa karena tak percaya" Kuda
itu memang pemberian! Tiada seorang pun kuhilangkan
nyawanya untuk mendapatkannya! Seorang pendekar tidak
gegabah membunuh seseorang untuk sesuatu yang belum
diketahui kepastiannya."
Mereka saling berpandangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bicaralah yang jelas," kataku lagi, "daku hanya seorang
pengembara dari tempat yang jauh. Tidaklah daku pahami
segenap persoalan kalian."
Namun aku mencoba mengingat kembali segala sesuatu
yang berhubungan dengan kuda Uighur itu, sejauh yang
pernah kupelajari di bilik pustaka Kuil Pengabdian Sejati.
Hubungan segitiga antara Wangsa Tang, Kerajaan Tibet
atau Tubo, dan Kerajaan Uighur atau Huihe disebabkan oleh
Pem-berontakan An Lushan antara 755 sampai 762, ketika
lemahnya pengaruh istana membuat sang maharaja berpaling
kepada negeri-negeri tetangga di bagian timur dan utara
untuk meminta bantuannya.
SUKU Uighur segera memberi bantuan pasukan kepada
balatentara kemaharajaan untuk menekan pemberontak-an,
dan sejak saat itulah para penguasa suku pengembara
tersebut terlibat selamanya dengan permainan kekuasaan di
bagian dalam Negeri Atap Langit. Se-jak saat itu, bukan
sekadar ketenangan di perbatasan yang menjadi tujuan
kebijakan, melainkan pemeliharaan dukungan agar bantuan
untuk mempertahan-kan kekuasaan dapat terus diandalkan.
Sebagai hasilnya, hubungan dagang antara Negeri Atap
Langit dan Ke-raja-an Uighur berkembang, seperti pernah
kuceritakan, ketika berlangsung pertukaran kain sutera untuk
kuda-kuda Uighur sebagai bentuk pembayaran bagi jasa-jasa
suku Uighur. Saat itu di-manfaatkan oleh Kerajaan Tibet untuk
memperluas wilayahnya dengan me-ngambil wilayah Negeri
Atap Langit. Serbuan mereka ke timur dari sebelah barat
Negeri Atap Langit mencapai puncaknya pada bulan kesepuluh
tahun 763, ketika berhasil merebut dan me-nguasai kotaraja
Chang'an selama beberapa minggu. Peristiwa yang ber-
langsung seusai Pemberontakan An Lushan itu, membuat
Wangsa Tang yang telah menjadi lemah perdagangan maupun
ketentaraannya lebih yakin bahwa mereka harus merawat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dukungan negeri-negeri tetangganya itu agar tetap dapat
bertahan. Akibat kerusuhan tak kunjung berhenti itu, pajak tak
pernah dipungut dalam jumlah yang cukup selama waktu yang
lama. Setidaknya pajak itu tidak cukup untuk tetap
mempertahankan pasukan dalam jumlah tertentu, selain
mempertahankan para perwiranya pula. Hubungan Negeri
Atap Langit dengan suku Uighur dan orang-orang Tibet
semakin rumit selama pemberontakan Pugu Huai'en, seorang
jiedu shi atau pejabat tinggi ketentaraan dari Shuofang, yang
baru berakhir 765. Orang-orang Tibet, se-perti juga suku
Uighur semula ber-ga-bung dengan pemberontak, tetapi se-
menjak kematian Pugu Huiai'en, panglima Guo Ziy i dari Negeri
Atap Langit antara 697-781, mengambil kebijakan bersekutu
dengan suku Uighur untuk mengalahkan para pemberontak
dan orang-orang Tibet.
Sampai kematian Maharaja Dai-zong yang bertakhta antara
762 sampai 779, suku Uighur terbukti merupakan sekutu setia,
setidaknya lebih setia dari orang-orang Tibet yang menyerbu
wilayah barat laut Negeri Atap Langit, meski ini juga
disebabkan karena persekutuan suku Uighur dan Negeri Atap
Langit memang sudah tak bisa mempertahankan sebagian
besar wilayah Wangsa Tang. Maka, semenjak penerusnya,
Maharaja Dezong, naik takhta dengan gelar Putra Surga pada
779, hubungan segitiga itu memasuki tahap baru.
Dalam paruh pemerintahan Maha-raja Dezong, hubungan
Negeri Atap La-ngit dengan orang-orang Tibet cukup kacau.
Sejak mewarisi tahta, Dezong memiliki kebijakan yang jelas
menghadapi negeri-negeri di wilayah tengah benua. Ia
menolak siasat untuk bersekutu dengan Uighur tetapi me-
musuhi, tetapi menawarkan kebijakan untuk bersekutu
dengan orang-orang Tibet dan mengendalikan suku Uighur.
Kedudukan Dezong disebabkan karena pengalaman pribadinya. Pada bulan kesebelas 762, Dezong yang saat itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masih bersama putra mahkota Pa-nge-ran Yong, memimpin
suatu penugasan yang mempertemukannya dengan khaghan
atau pe-mimpin Uighur yang bernama Mouyu, penguasa dari
tahun 759 sampai 779, yang berkemah dengan pasukannya di
Shanzhou. Pada titik rawan Wangsa Tang ini, Mouyu
sebenarnya bermaksud untuk bekerja sama dengan para
pemberontak. Tugas Pangeran Yong adalah memengaruhi
kekuatan Uighur ini untuk bersekutu dengan pemerintahan
Wangsa Tang yang sedang ber-juang melawan pemimpin
pembe-rontak Shi Chaoyi, dan menekan Pemberontakan An
Lushan. Namun berbeda dari ayahnya, Maharaja Daizong yang
sangat pandai membuat perjanjian dengan suku-suku
pengembara, Li Kua yang kelak menjadi Daezong ini terbukti
keras kepala, dan mengundang masalah ketika menolak untuk
menghormati khaghan dan melibatkan diri dalam pertentangan ketika berlangsung tarian upacara bagi
pemimpin Uighur itu. Dengan kerangka bahwa kekuasaan
langit adalah milik mereka, khaghan Uighur tentu ber-ha-rap
agar warganya maupun orang asing menghormati pula
dengan suatu sikap dalam upacara. Tarian upacara ini di-
anggap oleh suku Uighur sebagai tanda penghormartan
terhadap kha-ghan. Empat penasihat Dezong dihu-kum
pukulan karena perilakunya, tetapi ban-tuan Uighur berhasil
didapatkan juga.
Peristiwa ini, betapapun, tetap berada dalam benak Dezong
untuk waktu lama dan itulah sebabnya, kemudian hari sebagai
Maharaja Negeri Atap Langit, ia lebih suka kebijakan
perdamaian dengan orang-orang Tibet, de-ngan kemungkinan
bersekutu dan menyerang suku Uighur pada masa depan.
NAMUN bagaimanakah kiranya aku menghubungkan
pengetahuanku yang terbatas dengan telaah masalah kuda
Uighur ini" Bukankah kuda ini justru bukti persekutuan antara
Negeri Atap Langit dengan suku Uighur"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Bicaralah yang jelas,'' kataku lagi menuntut penjelasan,
''supaya tidak ada yang tewas dan terkorbankan karena
kesalahpahaman.''
Mereka saling bertatapan. Adakah masalah ini juga
berhubungan dengan suatu tugas rahasia" Aku jadi bertanya-
tanya tentang kuda yang diberikan Iblis Suci Peremuk Tulang
itu kepadaku. Benarkah ia sekadar mengambil salah satu kuda
dari puluhan kuda yang dirawatnya ketika menyamar sebagai
tukang kuda; ataukah ia te lah dengan sengaja memilihkannya
untukku dari luar kelompok kuda di istal itu"
''Saudara seperguruan kami adalah pemilik kuda itu
sebelumnya, seseorang dari suku Uighur telah memberikan
kuda itu kepadanya sebagai hadiah, dan begitu dekatnya ia
dengan kuda itu, sehingga tidak akan melepaskannya tanpa
kehilangan nyawa. Ia telah pergi ke Daerah Perlindungan An
Nam demi suatu tugas, dan kini kami bermaksud
menyusulnya.'' ''Dan kapankah kiranya saudara seperguruan kalian itu
pergi ke Daerah Perlindungan An Nam"''
''Sekitar setahun yang lalu.''
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Hmm. Setahun yang lalu aku masih berada di tanah
orang-orang Khmer. Enam bulan terakhir aku tidak keluar dari
Kuil Pengabdian Sejati di Thang-long. Bukan tak ada orang
bertarung selama itu, tetapi kuyakinkan kalian bahwa siapa
pun yang terbunuh olehku, ia tidak sedang menunggang kuda
ini.'' Mereka saling berpandangan lagi. Aku belum bisa
menghubungkan kedelapan orang yang satunya sudah mati
tersebut dengan riwayat hubungan Negeri Atap Langit dengan
suku Uighur maupun orang-orang T ibet. Barangkali aku masih
harus mengingatnya lebih jauh lagi. Di samping itu,
penerimaan atas cerita mereka pun harus kutunda, karena aku
memang tidak punya dasar untuk percaya atau tidak percaya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku harus menginngat secepat kilat sejauh-jauhnya,
padahal catatan para bhiksu kubaca dengan kemampuan
bahasa terbata-bata.
Setelah perjanjian itu diwujudkannya, Maharaja Dezong
dengan segera menyatakan, bahwa tujuannya adalah
menggunakan kebajikan kerajaan untuk menundukkan empat
jurusan dan ia memusatkan perhatiannya terutama kepada
Kerajaan Tibet. Demi memperlihatkan niat baik dan
keanggunannya, ia memerintahkan seluruh tawanan Tibet
dikumpulkan, sampai 500 orang banyaknya, dan dikembalikan
ke negaranya. Dalam bulan kedelapan tahun 779 ditunjuknya
Wei Lun sebagai tai chang shao qing atau pengurus
rumahtangga istana untuk upacara, dan mengutusnya untuk
suatu tugas ke Tibet. Adapun untuk tugas Wei Lun adalah
memanfaatkan peluang ini dan membicarakan kemungkinan
perjanjian dua pihak dengan Khri-sron lde-btsan, raja Tibet
yang sampai hari ini telah memerintah 23 tahun sejak 754.
Meskipun pihak Tibet semula curiga dan tidak percaya bahwa
sang maharaja akan menengok kembali, Wei Lun akhirnya
mencapai Tibet dan bersepakat dengan raja Tibet tentang
penetapan suatu hubungan damai. Khri-sron lde-btsan setuju
dengan usulannya dan mengirimkan seorang duta bersama
Wei Lun. Namun usaha-usaha perjanjian tanpa kekerasan Maharaja
Dezong ini tidak disetujui para panglima balatentara Negeri
Atap Langit. Pada umumnya para panglima yang ditempatkan
di wilayah Shu menggugat cara-cara maharaja menangani
masalah tawanan Tibet, dan menyatakan bahwa orang-orang
Tibet itu ganas serta takbisa dikembalikan selain diperlakukan
sebagai budak, seperti yang selama ini diberlangsungkan adat.
Meskipun begitu, sang maharaja dengan siasat perdamaian
jangka panjang dalam kepalanya, menolak untuk menerima
telaah gugatan tersebut dan terus menekan melalui
kebijakannya itu. Kegiatan pasukan Tibet di perbatasan tidak
segera menyurut, tetapi maksud yang diarahkan kepada pihak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tibet pun hanyalah untuk melonggarkan tekanan dan
menyiapkan ke keadaan yang akan membuatnya menandatangani perjanjian secara resmi.
Saat pada bulan ketiga tahun 780 panglima Liu Wenxi
merebut kekuasaan di Jingzhou dan mengirim anaknya ke
Tibet untuk minta bantuan pasukan, orang-orang Tibet
memutuskan untuk tidak melanggar perjanjian dengan
Maharaja Dezong dan tidak mencampuri masalah dalam
negeri Wangsa Tang. Akibatnya, hanya dalam beberapa
minggu saja Liu Wenxi terbunuh. Hubungan kedutaan antara
kedua negara berlanjut dan utusan masing-masing sibuk
melakukan perjalanan antara Changian dan Lhasa.
SELAMA masa perundingan, suatu kejadian berlangsung
akhir 781, ketika dian zhong shao jian atau wakil kepala istana
Negeri Atap Langit yang bernama Cui Hanheng tiba di Tibet
sebagai utusan. Bagi pihak istana Ne-geri Atap Langit, dalam
hal hubungan dengan pihak di luar batas wilayah yang selalu
mereka anggap sebagai suku-suku takberadab, masalah
upacara selalu ditekankan dalam hubungan kedua negara.
Bukan hanya dalam bentuknya sebagai upacara, tetapi dalam
hubungannya dengan kata-kata yang diucapkan dalam tukar
menukar pernyataan antara Maharaja Negeri Atap Langit
dengan pihak di luarnya, yang tentunya, seperti diucapkannya,
adalah bawahannya.
Penggunaan kata-kata jelas me-nun-jukkan, apakah
hubungan antar ne-gara itu antara atas dan bawah ataukah
setara. Sejak lama, seperti 714 dan 727, orang-orang Tibet
berulang-ulang sudah mempertanyakan bentuk upacara yang
mereka sebut bagaikan antara dua negara yang bermusuhan,
tempat terdapatnya bahasa kasar di dalamnya. Agaknya
memang sudah terdapat suatu adat bahwa pemerintah Tibet
meminta kesetaraan pijakan de-ngan maharaja, yang
kemudian diper-kuat oleh perkawinan dua puteri Wang-sa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tang, Wencheng pada 641, dan Jincheng pada 710 dengan
raja-raja Tibet.
Maka pada 781, setelah membaca surat pernyataan dari
Dezong, raja Tibet menggugat kepada Cui Han-heng atas
penggunaan kata-kata yang merendahkan kedudukan Tibet
dalam hubungannya dengan Negeri Atap Langit. Raja Tibet
Khri-sron lde-btsan berkata, ''Bagaimana mungkin dikau
memperlakukan kami dengan upa-cara bagi bawahan." Pihak
Negeri Atap Langit segera menyadari betapa ini bukanlah saat
yang pantas untuk berdebat mengenai masalah sepele dalam
kepentingan siasat Wangsa Tang, dan atas permintaan raja
Tibet mengubah kalimat gong xian atau untuk menawarkan
sebagai persembahan menjadi jin atau mempersembahkan,
dan ci atau melimpahkan menjadi ji atau mengirim. Pihak
Negeri Atap Langit bahkan bersedia menerima permintaan
pihak Tibet untuk memindahkan perbatasan, yang semula
diusulkan dari wilayah Ling-zhou menjadi ke pegunungan
Helan, yang lebih menguntungkan pertahanan Tibet.
Masalah ini tidak menghentikan kegiatan tanpa kekerasan
tetapi penuh siasat semasa damai antarnegara, yang
menghasilkan persekutuan antara Negeri Atap Langit dan
Tibet pada hari kelimabelas bulan pertama tahun 783 yang
diresmikan di Qing-shui. Upacara peresmian kesepakatan ini
ditunda sampai tiga kali. Semula direncanakan di perbatasan
Negeri Atap Langit dan Tibet, kemudian di kotaraja masing-
masing negara. Perjanjian itu menetapkan batas baru antara
kedua kerajaan. Bahaya lama dipindahkan dari wilayah
baratlaut Negeri Atap Langit dan peristiwa ini memungkinkan
orang-orang Tibet untuk mengamankan wilayah yang telah
direbut, sebagian besar paruh abad kedelapan ini, me lalui
perjanjian kedua negara.
Perjanjian itu menegaskan
penguasaan Tibet atas Turkeshtan Timur, Kansu, dan
sebagian besar Szechwan atau Sichuan. Maharaja Dezong,
yang berperan besar di balik surat perjanjian ini, telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mencapai tujuan pertama dari kebijakannya di wilayah tengah
benua, yakni perdamaian dengan Tibet.
Masih banyak yang harus kuingat kembali ketika ketujuh
penyoren pe-dang bercaping itu menyerang serentak dengan
jurus berpasangan yang me-matikan. Aku pun berkelebat
menghindar, tetapi mereka terus mendesakku sampai ke tepi
jurang. Jurus berpasangan ini tak kukenal, tetapi jika jurus
sebelumnya memang berpasangan un-tuk delapan pemain
pedang, maka sekarang mereka me-mainkan jurus ber-
pasangan untuk tujuh pemain pe-dang. Agaknya mereka
memang ber-asal suatu perguruan ilmu pedang, yang jika
bermurid cukup banyak biasanya mengajarkan jurus-jurus
berpasangan selain jurus tunggal dengan satu pedang atau
dua pedang. Bisa pasangan dua orang, bisa pula pasangan
delapan, sepuluh, dua puluh, dua puluh lima, bahkan sampai
lima pu-luh dan seratus orang. Bagi per-guruan silat yang
sudah berumur ra-tus-an tahun, jurus-jurus mereka terja-min
ketangguhannya. Jika negara membutuhkan tenaga pasukan
dari perguruan silat, maka barisan seratus orang dari
perguruan ilmu pedang mi-salnya, akan sangat berguna dalam
membuat pasukan lawan porak poranda.
Agaknya ketujuh orang yang saudara seperguruannya
bunuh diri demi kehormatannya itu berasal dari perguruan
semacam ini. Serangan mereka sungguh dahsyat seperti angin
puting beliung. Kini mereka tidak pernah menyerang serentak
seperti ketika masih berdelapan, melainkan satu per satu silih
berganti tetapi dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga
tidak dapat diikuti mata.
BAHKAN aku pun tidak dapat mengandalkan pandangan
mataku, dan hanya bergerak berdasarkan naluri saja, tentu
dengan kecepatan yang tidak boleh rendah dari kecepatan
mereka. Demikianlah hanya kurasakan desir angin dari
gerakan mereka itu yang menyerangku, tetapi tidak ada satu
pun yang dapat melukaiku. Di tepi jurang mereka masih terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendesakku, seperti mengharapkan aku terpeleset dan tak
berhasil memijak apa pun, sebelum akhirnya melayang jatuh
ke dalam jurang. Namun mereka kubikin terpana ketika
tubuhku yang terlontar ke udara di atas jurang, ternyata dapat
meluncur kembali ke arah mereka dengan serangan sekaligus
kepada tujuh orang.
Mereka terpaksa menghindar berlompatan sebelum
akhirnya tersebar kembali dalam kedudukan mengepung. Kuisi
jeda ini dengan kesempatan berbicara.
"Kini apa alasan kalian menyerang seorang pengembara,
wahai tujuh pemain pedang unggulan. Tiada untungnya sama
sekali membunuhku, dan tiada alasannya sama sekali pula
untuk menghilangkan nyawaku. Aku tidak membunuh pemilik
kuda Uighur itu, dan saudara seperguruan kalian itu
membunuh dirinya atas keputusan sendiri yang seharusnya
dihormati."
Mereka sekali lagi saling berpandangan. Terpancar sedikit
keraguan. Saat itu sebetulnya aku dapat bergerak lebih cepat
dari kilat untuk merobohkan mereka, tetapi sungguh ingin
kudengar suatu jawaban yang memberi gambaran jelas.
Sangat membingungkan bagiku bahwa ketujuh orang bersama
saudara seperguruannya yang sudah mati itu semula tampak
seperti para pedagang keliling dengan keledai-keledai beban
mereka, sebelum akhirnya kudengar bercakap-cakap dengan
fasih tentang puisi-puisi Li Bai, dan akhirnya memperlihatkan
diri mereka sebagai penyoren pedang.
Kini juga menjadi pertanyaan bagiku, apakah kiranya isi
keranjang-keranjang beban berisi karung tertutup itu. Apakah
mereka membawa barang dagangan" Barang dagangan
apakah kiranya yang harus dibawa melalui lautan kelabu
gunung batu yang penuh penyamun bekas pemberontak yang
tiada tahu cara lain menjalani hidup, dan bukannya dengan
kapal me lalui lautan yang lebih cepat dan aman" Siapakah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka yang mendadak saja mengancam jiwaku karena
melihat kudaku yang berasal dari peternakan suku Uighur itu"
(Oo-dwkz-oO) Episode 153: [Tujuh Penyoren Pedang]
Perdamaian antara Negeri Atap Langit dan Kerajaan Tibet
tidak berlangsung lama. Hubungan yang semula tampak serasi
kemudian sangat dipengaruhi perkembangan permainan
kekuasaan yang berada di luar kendali keduanya. Pada bulan
kesepuluh tahun 783, panglima pasukan yang ditempatkan di
Jingyuan, yakni Zhu Ci, yang dianugerahi pangkat ta i wei atau
kepala pertahanan, memberontak setelah sebelumnya begitu
setia kepada Maharaja Dezong. Ia merebut kendali Chang'an
dan menyatakan dirinya sendiri sebagai maharaja baru. Pada
saat rawan ini bagi pemerintahan Dezong ini, sekutu lama
Wangsa Tang, suku Uighur, ternyata berpihak kepada
pemberontak dalam usaha menggulingkan wangsa yang
melemah. Pihak istana yang berada di Fengtian segera mengutus Cui
Hanheng, yang memainkan peran penting dalam perundingan
untuk perjanjian tahun 783 di Qingshui, dengan permintaan
bantuan pasukan untuk me lawan para pemberontak. Orang-
orang Tibet siap memberi bantuan kepada pihak istana, yang
baru saja membuat perjanjian dengan mereka beberapa bulan
sebelumnya. Negeri Atap Langit dan Kerajaan Tibet
sebelumnya telah menyepakati perjanjian terpisah ketika
pasukan Tibet membantu pembasmian pemberontakan Zhu Ci.
Pihak Negeri Atap Langit menyetujui bahwa pada saat
Changian dapat direbut kembali, maka wilayah Lingzhou,
Jingzhou, Anxi, dan Beiting atau Beshbalik , akan dimasukkan
ke dalam kekuasaan Tibet. Dengan persyaratan ini orang-
orang Tibet setuju untuk memberi bantuan ketentaraan
lengkap dengan para panglimanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pada bulan kedua tahun 784, negarawan Tibet Zan Jiezan
atau Zan Rgyal-btsan bertemu dengan Cui Hanheng, tetapi
menolak untuk memimpin balatentaranya ke Negeri Atap
Langit karena surat yang meminta bantuan pasukan tidak
ditandatangani juga oleh panglima Li Huaiguang, yang
memang sangat menentang penggunaan pasukan Tibet untuk
mengatasi pemberontakan di dalam negeri.
ADAPUN Li Huaiguang memiliki tiga alasan yang
mendukung pendapatnya: pada saat pasukan Tibet membantu
pembebasan Changian, mereka akan menjarah kota; menurut
ketentuan istana, setiap prajurit yang membantu pembebasan
Chang'an akan mendapat 100 keping mata uang kontan, te-
tapi akan sulit mendapatkan uang se-banyak itu untuk
membalas jasa orang-orang Tibet; dan mereka tak bisa
dipercaya karena mereka tidak akan ber-perang di garis depan
tetapi menunggu di samping dan mengamati hasilnya, lantas
akan mengakui hasil pasukan Ne-geri Atap Langit atau
melanggar perjanjian dan menyerang. Li Huaiguang menoleh
menandatangani surat dan kemudian ia sendiri pada 784
memberontak terhadap maharaja.
Lu Zhi yang menjabat sebagai nei xiang atau menteri dalam
negeri, juga membicarakan masalah tersebut de-ngan Li
Huaiguang dan tidak setuju pula pasukan Tibet ikut campur
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
urusan dalam negeri. Adapun orang-orang Tibet terus dibujuk
oleh Cui Hanheng dan baru pada bulan keempat tahun 784
akhirnya mereka mengirim pa-sukan 20.000 orang ke Negeri
Atap Langit di bawah pimpinan Shang Jie-zan. Mereka
bergabung dengan pa-su-kan istana dan bersama-sama me-
nye-rang pemberontak. Orang-orang Tibet menggasak
pasukan pembe-rontak di Sungai Wuting yang terletak di
dekat Wugong. Pertem-puran ini terbukti menentukan, karena
membuat pasukan istana berhasil merebut kembali Changian
dari tangan pemberontak. Betapapun, orang-orang Tibet tidak
ikut dalam pembebasan Chang'an.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Meskipun pihak Negeri Atap La-ngit mengakui peran
penting mereka dalam menekan pemberontakan, mereka
menuduh orang-orang Tibet menerima suap dari pemberontak
dan karena itu mereka pun mundur. Ma-haraja Dezong yang
merupakan perancang persekutuan khawatir atas perkembangan terakhir. Ia membicara-kannya dengan Lu Zhi,
yang kemudian menjelaskan bahwa orang-orang Tibet ini
rakus dan licik. Diya-kinkannya maharaja betapa beruntungnya ia karena orang-orang Tibet mundur. Me-nurut
Lu Zhi, setiap orang menentang gagasan bahwa pasukan Tibet
akan membantu Negeri Atap Langit. Para panglima dan
prajurit yang setia kepada maharaja, cemas bah-wa orang-
orang asing ini akan mengambil hak atas penghargaan dan
pembayaran, sedangkan pemberontak cemas juga bahwa
orang-orang Tibet akan me-nangkap dan menjadikan mereka
bu-dak, sedangkan rakyat men-ce-maskan kenyataan bahwa
pa-sukan Tibet akan menjarah sega-lanya.
Lu Zhi bahkan memperingatkan maharaja, bahwa beliau
tidak boleh bersikap cengeng kepada sekelompok anjing dan
domba. Lu Zhi mendukung gagasan bahwa Changian mesti
direbut menggunakan pasukan Negeri Atap Langit. Pada bulan
ke-enam tahun 784 para pemberontak melarikan diri dari
Chang'an dan Zhu Ci segera dibunuh oleh salah satu pang-
limanya. ''Daku datang dari jauh,'' kataku sambil masih terus
mengingat-ingat ulasan yang kubaca di Kuil Pengab-dian
Sejati itu, ''terlalu jauh untuk da-pat terlibat persoalan kalian.
Daku bah-kan tak paham, bagaimanakah se-orang warga
Negeri Atap Langit, suku Uighur, atau berasal dari Tibet dapat
dibedakan. Daku taktahu me-nahu siapa kalian, tetapi kalian
me-nyerang, dan bukanlah kesalahanku saudara seperguruan
kalian membunuh dirinya sendiri atas nama kehormatan.
Sekarang jelaskanlah duduk persoalan kalian, karena...''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun kata-kataku belum lagi selesai ketujuh bayangan
telah ber-kelebat serentak menyambarku dalam serangan
berpasangan mematikan. Persoalan yang rumit adalah jika
sebenarnya mereka bisa berdamai, tetapi takdapat mundur
kembali karena ke-matian saudara seperguruannya de-ngan
cara begitu rupa, yakni membu-nuh dirinya demi kehormatan,
karena ketika aku takmembunuhnya diterima sebagai
penghinaan. Penghinaan harus dibayar dengan kematian,
tetapi karena mengetahui tidak akan mampu membunuhku
maka terkorbankanlah dirinya sendiri.
BEGITULAH caranya kita harus memandang kehormatan"
Ketujuh bayangan berkelebat me-nuntut kematian. Ada
kalanya ujung pedang mereka hanya terpaut serambut dari
titik-titik lemah di seluruh tubuhku, dan hanya karena
mengandalkan kecepatan kilat, bahkan lebih cepat dari kilat
sajalah maka dapat kuhindari maut yang bagaikan begitu tak
sabar untuk segera menjemput.
Samar-samar kukenali jurus berpasangan mereka itu dari
suatu bacaan, yakni Kitab Seribu Jurus Ilmu Pedang Negeri
Atap Langit yang juga terdapat dalam peti kayu pasangan
pendekar yang mengasuhku. Bahkan kurasa kitab yang hanya
berisi gambar-gambar itu menjadi salah satu bahan bacaan
mereka ketika mengolah Ilmu Pedang Naga Kembar, termasuk
Jurus Penjerat Naga yang merupakan kelanjutannya. Maka
kukenali juga bahwa jurus berpasangan tujuh orang itu
disebut Jurus T ujuh Pedang Satu Kibasan, yang berarti bahwa
serangan yang satu adalah bagian dari enam serangan yang
lain. Jika pasangan pendekar yang mengasuhku telah
menggunakan kitab tersebut untuk mengolah ilmu pedang
ciptaan mereka, pantas dipastikan mereka berusaha
memusnahkan pula setiap jurus serangan yang ada di sana.
Jurus-jurus itulah ternyata yang telah tertanam dalam diriku
tanpa aku harus sengaja dengan sadar menggunakannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah maka serangan ketujuh penyoren pedang ini
tidak pernah mengena, justru pada saat-saat ketika aku
tampak begitu terdesak dan tiada berdaya. Sembari melenting
di udara yang semakin dingin dan kembali berkabut itu,
kulihat di bapak kedai me lipat tangan memperhatikan. Apa
pula yang sedang dipikirkannya"
Kupercepat gerakanku begitu rupa tanpa bermaksud
menyerang apalagi melumpuhkan, selain agar mendapat
ruang dalam waktu untuk sekadar menuntaskan ingatan ketika
segalanya menjadi amat lamban, karena hanya dengan begitu
aku mendapat dasar ketepatan untuk mempertimbangkan
suatu dugaan, apakah kiranya yang menghubungkan kuda
Uighur itu dengan persoalan ketujuh penyoren pedang ini.
Setelah Zhu Ci terbunuh, akhir pemberontakan itu
menyakitkan hati para panglima Tibet dan menandai akhir
mendadak suatu masa damai singkat dalam hubungan Negeri
Atap Langit dan Kerajaan Tibet. Setelah tuduhan masalah
suap itu, seorang perwira tinggi penentang persekutuan
dengan Tibet bernama Li Bi, yang pada akhir 787 ditunjuk
menjadi zaixiang atau kepala menteri, menyarankan kepada
maharaja bahwa ia tidak perlu menyerahkan wilayah Anxi dan
Beiting kepada orang-orang Tibet, karena wilayah barat
sangat penting bagi kedudukan Wangsa Tang. Ke-hadiran
pasukan Negeri Atap Langit akan mengikat suatu bagian dari
kesatuan Tibet di batas barat Kerajaan Tibet dan akan
mencegah orang-orang Tibet menyatukan kekuatan pasukan
untuk menyerang Negeri Atap Langit. Maharaja Dezong
akhirnya memutuskan untuk tidak menyerahkan wilayah
kepada Tibet dan membayar kembali bantuan pasukan Tibet
dengan sutera, yang tentu saja meruntuhkan kecenderungan
menjanjikan hubungan Negeri Atap Langit dan Tibet, yang
telah diawali saat naiknya sang maharaja di singgasana.
Maka serangan orang-orang Tibet ke wilayah perbatasan
Negeri Atap Langit pun dimulai lagi. Para negarawan Tibet
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak melupakan perlakuan tidak adil yang mereka terima dari
pihak istana dan mempersiapkan pembalasan dendam. Mereka
ingin menangkap sejumlah perwira tinggi Negeri Atap Langit
yang mereka ang-gap bertanggung jawab atas penolakan
untuk menyerahkan wilayah pada 784.
Ketujuh penyoren pedang itu memutar senjatanya seperti
baling-baling. Tujuh baling-baling menyambar dari kiri kanan
atas bawah, takdapat kubayangkan apa yang telah terjadi
dengan lawan-lawan mereka sebelum ini. Benarkah lawan-
lawannya terca-cah tanpa bentuk"
"Para pecinta puisi-puisi Li Bai," seruku sembari me lesat
berjumpalitan ke udara, "betapa tinggi semangat pembunuhan
kalian!" "Pendekar yang tidak menyebutkan nama," sahut salah
seorang, "setidaknya jujurlah tentang sesuatu. Dikau
membunuh saudara seperguruan kami bukan" Barangkali saja
dikau juga te lah membuatnya bunuh diri seperti nasib saudara
seperguruan kami!"
"Janganlah kesedihan dan kemarahan membutakan
kebijakan, wahai ketujuh penyoren pedang. Seseorang yang
seolah datang dari tempat terjauh di dunia seperti Jawadwipa
tidak akan membunuh seorang anggota perguruan ilmu
pedang, karena hal itu diketa-huinya hanya akan membuatnya
celaka. Izinkanlah daku lewat, Tuan-tuan, tiadalah ingin
kutambahkan darah yang tumpah selama perjalanan."
"Jawadwipa. Hmm. Kudengar Wang-sa Syailendra penyerbu
Kam-buja yang ganas itu berasal dari sana. Adakah dikau
termasuk yang telah ditinggalkannya untuk menjadi mata-
mata?" "TIDAK semua orang dari Jawadwipa haus darah, Tuan,
daku tiba dengan kapal-kapal Sriv ijaya dan mengabdi kepada
Puteri Amrita yang telah gugur ketika menembus pertahanan
kota Thang-long."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Panglima Amrita" Perempuan perkasa yang tiada duanya?"
Namun sambil bercakap seperti ini mereka terus
menyerang dan berkelebat me-nyambar-nyambar. Aku
menjadi ragu dan curiga, bahwa percakapan diterus-te-ruskan
hanya untuk menanti saat-saat ke-lemahan. Meski begitu
tanggapan mereka se-betulnya tidaklah asal-asalan. Kuper-ce-
pat lagi gerakanku agar mendapat ruang da--lam permainan
waktu, karena aku masih ha--rus terus memeras sesuatu dari
ingatanku atas ulasan tentang hubungan segitiga orang-orang
Tibet, Negeri Atap Langit, dan suku Uighur yang menjadi asal
kudaku itu. Pada bulan ketiga tahun 787, pasukan Tibet yang dipimpin
Shang Jiezan menguasai Yanzhou dan Xiazhou, serta mulai
sering mengirim utusan ke istana Negeri Atap Langit untuk
meminta perjanjian damai yang baru. Semula maharaja tidak
setuju dengan rencana seperti itu. Setelah itu orang-orang
Tibet menghubungi Ma Sui, seorang panglima tinggi Negeri
Atap Langit, dengan memperlihatkan sebuah rencana
perjanjian yang dapat disetujui bersama. Mereka bahkan
menjanjikan bahwa setelah perjanjian ditandatangani, dua
wilayah yang baru saja direbut itu akan dikembalikan.
Ma Sui mempercayainya dan bersama perwira tinggi lain,
Zhang Y anshang, menawar-nawarkan gagasan ini dalam tukar
pikiran dengan maharaja. Betapapun, terdapat kelompok yang
amat sangat menentang Tibet, yang melihat perkembangan ini
dengan penuh kecurigaan. Panglima Li Sheng berdalih bahwa
tidak seorang pun dapat mempercayai orang-orang liar, tidak
ada yang lebih baik selain menyerangnya. Panglima Han
Youxiang terheran-heran, "Ketika orang-orang Tibet dalam
keadaan lemah, mereka meminta persekutuan, ketika sudah
kuat kembali, mereka menyerang; sekarang mereka telah
masuk begitu jauh ke dalam wilayah kita, dan mereka
meminta perjanjian, sudah jelas
mereka bermaksud
mengelabui kita. i Panglima Han Huang juga tidak mendu-kung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gagasan bersekutu dengan Tibet dan mengusulkan rencana
untuk membangun benteng pada empat daerah, yakni di
Yuan, Shan, Tao, dan Wei, mengi-rimkan pasukan ke sana dan
dengan begitu memperkuat pertahanan. Adapun per-kara
dibutuhkan sumber dana demi pelak-sanaannya, ia siap
bertanggung jawab.
Maharaja menolak lagi tawaran perjanjian damai Tibet itu,
dan bermaksud memenuhi rencana Han Huang. Namun
ternyata Han Huang kemudian meninggal, dan Ma Sui, Zhang
Yanshang, bersama dengan utusan T ibet, Lun Jiare, berusaha
mempengaruhi Maharaja Dezong, yang masih berpikir bahwa
musuh terbesarnya adalah suku Uighur, agar bersekutu
dengan orang-orang Tibet dan menyerbu suku Uighur itu.
Kerja persiapan bagi perjanjian ini ditandai dengan kecurigaan
dari kelompok para panglima dan perwira tinggi yang tidak
percaya kepada ketulusan maksud orang-orang Tibet, yang
semula menawarkan Qingshui sebagai tempat perjanjian,
tetapi kemudian berganti ke Tulishu yang lebih dekat
perbatasan Tibet. Para panglima Negeri Atap Langit tidak
setuju dengan tempat berbahaya dan keduanya pun bersetuju
pindah ke Pingliang, yang berada di dataran rata dan lebih
kurang bahayanya.
Li Sheng, yang tidak mempercayai orang-orang T ibet, ingin
melakukan suatu persiapan rahasia dan membuka perkemahan pasukan yang dapat bertindak dalam keadaan
darurat, tetapi Zhang Y anshang mencurigainya bahwa ia ingin
memastikan kesimpulan perjanjian damai.
Pada hari keduapuluhempat bulan kelima tahun 787, wakil kedua belah
pihak bertemu di Pingliang. Pertemuan berakhir buruk karena
orang-orang Tibet menyerang para wakil Negeri Atap Langit.
Banyak sekali panglima dan perwira tinggi Negeri Atap Langit
yang terbunuh atau tertawan dalam serangan ini. Peristiwa ini
menandai akhir kebijakan dan siasat perdamaian Dezong
terhadap Tibet. Delapan tahun pertama pemerintahannya,
ketika ia berusaha dan takselalu berhasil mencapai hasil yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
baik dengan Tibet, dalam penentangan sejumlah perwira
tinggi pula, telah berlalu. Kebijakan Negeri Atap Langit
terhadap wilayah tengah benua harus diubah.
PADA 787 diangkatlah Li Bi menjadi kepala menteri dengan
kekuasaan penuh. Sejak awal ia memang sudah keberatan
atas persekutuan Negeri Atap Langit dengan Tibet. Li Bi
menyebutkan bahwa Persekutuan Besar yang direncanakannya bertujuan mengurung Tibet, dengan
membentuk persekutuan bersama suku Uighur, Dashi atau
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Arab, kerajaan Nanzhao, dan Negeri Atap Langit. Dengan
keengganan Maharaja De-zong yang belum lupa pengalaman
sebelumnya dengan suku Uighur, usahanya tidak menjadi
mudah. Ketika membahasnya bersama maharaja pada bulan
ketujuh tahun 787, Li Bi belum berani mengungkap apa yang
berada di belakang kalimatnya, ''Tanpa menggunakan pasukan
Negeri Atap Langit, aku bisa mengacaukan orang-orang
Tibet.'' Betapapun, pada bulan berikutnya, suku Uighur
mengirim rombongan kedutaan ke istana, meminta
persekutuan atas dasar pernikahan dan memohon perdamaian. Saat Li Bi mengajukan tawaran perjanjian, sebetulnya
Maharaja Dezong mendukung gagasannya, tetapi keberatan
atas ikut sertanya suku Uighur da-lam perjanjian seperti itu.
Bagi Li B i, su-dah jelas bahwa suku Uighur me-main-kan peran
penting dalam rencana ini, dan akhirnya ia berusaha meya-
kinkan ma-haraja. Maka maharaja pun pada 788 menghadiahkan putrinya, yakni Putri Xian'an kepada khaghan
Uighur yang baru, Mohe, dan setelah itu para pejabat Ne-geri
Atap Langit, terutama perwira ting-gi wilayah Jiannan, Wei
Gao, ''Un-tuk membangun jalan ke Qingxi, guna membuat
perdamaian dengan ma-nusia-manusia buas,'' yakni memba-
ngun kembali hubungan dengan Nan-zhao pada 793-794. Para
negarawan Ne-geri Atap Langit agar serangan menda-dak
Tibet dapat dijauhkan dan me-me-nuhi sebagian dari siasat
dan kepentingan Wangsa Tang di perbatasan barat laut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seringnya penyerbuan T ibet ke wilayah Negeri Atap Langit
setelah Pemberontakan An Lushan adalah bahan perbincangan
di antara para pejabat tinggi untuk waktu yang lama. Misalnya
Lu Zhi, sebagai kepala menteri, dalam catatan riwayat
hidupnya antara bulan kedelapan tahun 792 dan bulan kelima
tahun 793, ketika membicarakan masalah pertahanan di
perbatasan, telah menyimpulkan ber-dasarkan pengalaman
dari serangan-serangan Tibet, yang mengungkap sejumlah
kesalahan dalam pengaturan pertahanan Negeri Atap Langit.
Pertama, menurut Lu Zhi, masalahnya adalah soal
pengambilan keputusan. Para panglima pasukan di perbatasan
mesti menunggu perintah dari istana, sementara panglima
Tibet mendapat hak untuk memberi perintah segera, sehingga
pasukannya dapat bergerak lebih lincah dan lebih cepat.
Dalam catatannya yang pertama, yang dari bulan kedelapan
792, Lu Zhi melihat ini sebagai masalah utama kebijakan
pertahanan Negeri Atap Langit.
Catatan kedua tercurahkan kembali kepada masalah
kebijakan perbatasan, dengan tujuan mengurangi biaya pe-
meliharaan pasukan. Ia menyarankan agar pasukan
perbatasan ditempatkan bersama keluarganya, di tanah yang
menjadi milik mereka sendiri, dan membuat mereka berada
dalam cara tuntian atau mencukupi dirinya sendiri. Lu Zhi
mengagumi kepatuhan pasukan Tibet, yang menurutnya,
merupakan jawaban mengapa mereka sangat mangkus dan
sangkil. Lu Zhi menyatakan, meskipun seluruh pasukan Tibet
setara dengan pasukan Negeri Atap Langit sebanyak yang
dipimpin sepuluh panglima, ber-dasarkan kepatuhan dan cara
turunnya perintah yang langsung berhak dila-kukan panglima
di medan tempur, mereka menjadi kuat dan berbahaya. Ma-
salah utama pertahanan Negeri Atap Langit, menurut Lu Zhi,
adalah tersebarnya pasukan di wilayah yang sangat luas, dan
kekuasaannya terbagi-bagi antara terlalu banyak panglima.
Juga bahwa perintah-perintahnya terkadang bertentangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sehingga kekuatan pa-sukan Negeri Atap Langit tidak dapat
diberdayakan sepenuhnya.
Tujuh bayangan berkelebat me-nyam-bar, aku melepaskan
diri dari ke-pungan dan memancing ketujuh pe-nyoren pedang
itu agar mengejarku da-lam satu garis lurus memanjang.
Begitu garis itu terbentuk aku berbalik dan me-nyerang
mereka satu persatu dalam satu tarikan napas dengan ke-
cepatan seperti pikiran. Kuketok tangan mereka ma-sing-
masing yang meme-gang pedang sehingga terpental ke udara.
Kemudian kutangkap ketujuh pedang sebelum ja-tuh ke bumi.
Saat mereka kembali menge-pung-ku, ketujuh pedang itu
sudah berada di ta-nganku dan kulemparkan kepada
pemiliknya masing-masing tanpa berniat membunuhnya. Aku
tahu betapa tindakan semacam ini dapat diterima sebagai
penghinaan, tetapi kuharap mereka tidak bunuh diri mengikuti
sau-dara seperguruannya demi kehormatan. Kuharap mereka
berpikir sebaliknya, yakni merasa harus berguru lebih tekun
lagi dem i mencapai kesempurnaan. Tidak semua penyoren pe-
dang kuharap akan berpikir bahwa ha-nya kematianlah jalan
menuju kesempurnaan.
Aku telah mendapat gambaran tentang kemungkinan yang
menghu-bung-kan kuda Uighur itu dengan me-reka. Namun
aku masih harus melengkapi ingatanku demi kepastian.
HUBUNGAN antara Negeri Atap Langit, Kerajaan Tibet, dan
suku Uighur pada masa ini didasarkan kepada daya permainan
kekuasaan dan kepentingan kesejahteraan. Keberbedaan
dalam hubungan ketiga pihak ini membawa masalah
tersendiri. Dalam hubungan Negara Atap Langit dan suku
Uighur, masalah kesejahteraan memainkan peranan penting.
Disebabkan oleh ketergantungan Negeri Atap Langit terhadap
bantuan pasukannya, suku Uighur berada dalam kedudukan
untuk menentukan kehendaknya kepada maharaja Negeri
Atap Langit, dan beberapa penguasanya memanfaatkan ini
secara penuh. Para negarawan Negeri Atap Langit lebih suka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahwa dalam jangka panjang siasat persekutuan dengan
Uighur akan menahan orang-orang Tibet, mungkin sebetulnya
lebih karena orang-orang Turk, istilah lain bagi orang Uighur,
tidak terlalu berbahaya bagi kesatuan Negeri Atap Langit.
Mereka tidak pernah bisa masuk terlalu dalam ke wilayah
pedalaman, ataupun menduduki wilayah manapun, antara lain
karena terpisahkan dari Negeri Atap Langit oleh Gurun Gobi.
Pada sisi lain, hubungan antarpenguasa Tibet dan Negeri
Atap Langit ditandai usaha keduanya untuk memperkuat siasat
bagi kepentingan masing-masing di wilayah perbatasan. Para
negarawan Negeri Atap Langit selama masa ini tidak tertarik
dengan pembahasan dalam dugaan tentang sifat hubungan
Negeri Atap Langit dan suku-suku pengembara di luar
perbatasan, yang mereka sebut sebagai orang-orang liar
maupun orang-orang buas. Pernyataan-pernyataan mereka
terhubungkan dengan segala sesuatu yang berlangsung
sehari-hari. Siasat perdamaian yang dirancang oleh Dezong
hanya bekerja dalam masa yang singkat. Alasan bagi
kegagalannya bermacam-macam, tetapi masalah utamanya
adalah bahwa kepentingan dalam siasat jangka panjang pihak-
pihak yang terlibat ternyata bertentangan. Pihak istana Negeri
Atap Langit tidak memiliki kebijakan jangka panjang terhadap
wilayah tengah benua dan siasat mereka terbentuk kebutuhan
untuk mencegah bahaya mendadak, yang datang dari
pemberontakan di dalam negeri maupun dari luar perbatasan,
yakni suku Uighur maupun orang-orang Tibet.
Para negarawan Negeri Atap Langit hanya memiliki pilihan
terbatas bagi gerakan-gerakan kedutaan, karena mereka
ditekan oleh keadaan yang timbul setelah Pemberontakan An
Lushan untuk membuat persekutuan dengan salah satu dari
dua musuh itu. Mengikuti perkembangan, pihak istana Negeri
Atap Langit secara luwes berganti-ganti sekutu dan dengan
begitu membuat sekutu masa lalu dan masa depannya merasa
sangat terganggu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang, pada bulan ketujuh 797, sisa persoalan apakah
kiranya yang terhubungkan dengan kudaku" Baiklah kuanggap
saja, kuda itu adalah bagian saja dari pertukaran dengan
sutera seperti yang telah diterakan dalam perjanjian, tetapi
setelah maharaja melepaskan perjanjiannya dengan Tibet,
sedangkan ketika bersekutu dengan Tibet, mereka lepaskan
perjanjian dengan suku-suku pengembara di seberang Gurun
Gobi, terutama dengan suku Uighur ini.
Setiap suku di wilayah tengah benua tahu belaka tentang
mutu seekor kuda. Jadi meskipun perjanjian dengan Wangsa
Tang sempat melukai hati mereka, tetaplah kuda yang akan
mereka pertukarkan adalah kuda yang dapat memenuhi
kebanggaan mereka. Di Negeri Atap Langit, kuda-kuda U ighur
dianggap lebih baik dari kuda-kuda biasa, termasuk lebih baik
dari kuda yang digunakan pasukan tempur. Kuda-kuda Uighur,
demikianlah disebutkan, dianggap sangat baik dan berguna,
terutama untuk perjalanan jarak jauh.
Kukira aku boleh menduga bahwa kudaku dapat berada di
Daerah Perlindungan An Nam, karena semula ditunggangi oleh
seseorang yang datang atau ditugaskan dalam hubungannya
dengan kepentingan pengintaian, yakni seorang mata-mata.
Simpulan ini kuambil karena kuda-kuda Uighur terbaik dapat
sampai di Daerah Perlindingan An Nam hanya karena
ditunggangi orang pilihan, dengan tugas sangat amat penting
dan tiada tugas lain yang bisa sangat penting dalam keadaan
seperti sekarang, selain tugas-tugas rahasia.
Kuda-kuda Uighur digunakan terutama untuk pasukan
berkuda di perbatasan, baik di perbatasan dengan Tibet
maupun perbatasan tempat terdapatnya suku-suku pengembara di luarnya. Namun kuda-kuda yang terbaik akan
digunakan pasukan pengawal raja di istana, dan dari sini
dipilih lagi untuk para pengawal rahasia istana. Jika di antara
pengawal rahasia istana ini dikirim seseorang yang terpilih
untuk tugas rahasia sejauh Daerah Perlindungan An Nam,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maka kuda terbaik di antara yang terbaiklah kiranya yang
akan diberikan kepada petugasnya.
KUDUGA kemungkinan besar ia memang terbunuh, tentu
karena dengan sua-tu cara rahasianya terbuka. Mung-kin-kah
kiranya ketujuh penyoren pedang ini juga merupakan
rombongan petugas rahasia yang seharusnya berhubungan
dengan saudara seperguruan mereka itu" Kuper-hatikan
beban keranjang pada keledai-keledai itu. Apakah isinya"
Namun kuda-kuda mereka adalah juga kuda-kuda Uighur.
Apakah kiranya tugas rahasia yang mungkin berlangsung
sekarang ini" Mengingat apa yang telah kubaca, maka kiranya
tugas-tugas rahasia tiada lebih dan tiada kurang juga
berhubungan dengan pemberontakan. Negeri Atap Langit
menghadapi orang-orang Tibet di timur, suku-suku pengembara di utara, dan orang-orang Viet di tenggara. Mata-
mata ditanam di antara pemerintah pendudukan untuk
mengetahui ada tidaknya di antara para panglima Negeri Atap
Langit yang ber-khia-nat dan berniat memberontak.
Memberontak kepada Negeri Atap Langit artinya menguntungkan para pemberontak di Daerah Perlindungan An
Nam, meski para panglima ini bukannya berniat memberi
mereka kemerdekaan pula. Be-ta-papun, jika ada panglima
yang berniat mem-berontak maka bagi para pembe-rontak
niat itu sebaiknya tidak diketahui oleh pihak istana Negeri Atap
Langit. Se-orang mata-mata
yang ditugaskan untuk
mengetahui ada tidaknya niat itu tentunya harus segera
dilenyapkan, atau dibiarkan hidup tetapi disuguhi keterangan
yang ke-liru. Apabila yang terakhir ini gagal dila-ku-kan dan
sebaliknya bahkan mengundang kecurigaan, maka pada
akhirnya ia tetap saja harus dilenyapkan. Masalahnya, be-nar-
kah kiranya memang ada kemungkinan bahwa para panglima
Negeri Atap Langit yang ditempatkan di Daerah Perlindungan
An Nam akan memberontak" Mengingat kekecewaan para
perwira tinggi balatentara Negeri Atap Langit terhadap
kebijakan perdamaian negara, baik dengan pihak Tibet
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maupun Uighur, kemungkinan ini memang bisa dipertimbangkan.
Di lain pihak, betapapun para panglima Negeri Atap Langit
yang ditempatkan di Daerah Perlindungan An Nam dianggap
telah berjasa kepada negara karena dianggap telah berhasil
memadamkan pemberontakan. Mereka yang berhasil mere-
dam pemberontakan orang-orang Viet, mungkin juga akan
berhasil meredam ke-ganasan orang-orang Tibet. Namun ba-
gai-mana jadinya jika para panglima yang berjasa ini justru
berniat memberontak, meng-ingat kecenderungan terakhir
bahwa para pang-lima yang merasa dirinya memba-wah-kan
pasukan yang kuat akan memberontak. Jika mata-mata yang
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah diki-rim untuk mengetahuinya terbunuh, sebetulnya apa
yang telah diketahuinya" Pang-li-ma yang memberontak
maupun pemberontakan orang-orang Viet itu sendiri, ketika
permainan kekuasaan menyangkut keberimbangan kedudukan
dengan pihak Tibet dan suku-suku pengembara tiada ha-bis-
nya, akan sangat menyulitkan dan meng-ganggu pihak istana
Negeri Atap Langit.
Waktu sangat sempit, ketujuh orang itu bisa mengambil
pedang dan menyerangku kembali, tetapi bisa juga mengambil
pe-dang dan bunuh diri! Keduanya sama sekali tidak
kuinginkan. Aku berpikir cepat sekali, tetapi aku ti-dak dapat
menceritakannya kembali se-ce-pat itu. Tinggal sedikit
kemungkinan dari dugaanku kini, apakah memang ada pang-
lima yang berniat memberontak dan me-ngetahui keberadaan
seorang mata-mata dan lantas membunuhnya; ataukah pihak
pemberontak di Daerah Perlindungan An Nam yang
membunuh mata-mata itu, karena pemberontakan para
panglima terhadap negaranya sendiri itu tentu sangat
menguntungkan bagi orang-orang Viet.
Tanganku bergerak cepat. Telah ku-sam-bar sejumlah
kerikil yang melesat ke tujuh jurusan yang membuat pedang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka terpental. Pedang mereka melayang ke udara dan
mereka hanya bisa meman-dangi-nya ketika aku melontarkan
tujuh kerikil lagi ke arah tujuh pedang itu sehingga
membuatnya terpental sekali lagi de-ngan semakin jauh.
Sebelum pedang itu jatuh berdentang di bebatuan, ketujuh
penyoren pedang yang telah kehilangan pedangnya itu
bersujud sambil berkata serentak. ''Tuan Pendekar, terima lah
kami sebagai murid! Akan kami lakukan segala perintah Guru!''
Guru" Aku baru berumur 26 tahun dan aku sendiri masih
selalu berusaha mencari guru. T idak akan kuhabiskan waktuku
un-tuk menjadi guru ketujuh penyoren pedang yang
tampaknya mempunyai tugas rahasia itu di tengah lautan
kelabu gunung batu.
''Bangunlah kalian,'' kataku, ''jangan bersujud seperti itu,
aku seorang pengembara yang tidak akan berhenti di sini
menerima tujuh orang murid.''
Salah seorang mengangkat wajahnya.
''Terima lah kami Guru! Terimalah!''
Lantas ia bersujud kembali.
Kupandang pemilik kedai yang tersenyum simpul dan
segera masuk kembali ke kedainya seperti pura-pura tidak
mengerti. Aku pun tidak ingin mengerti, tetapi aku sekarang
dengan keberadaan kuda Uighur ini.
"JANGAN panggil aku Guru! Kalian semula sangat
bersemangat ingin membunuhku, sekarang kalian mengaku
ingin menjadi murid. Percayakah kalian sekarang bahwa aku
tidak membunuh saudara seperguruanmu?"
"Kami percaya! Tuan tidak perlu membunuh seseorang
untuk mendapatkan kudanya!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Coba katakan kepadaku sekarang, apakah saudara
seperguruan kalian seorang anggota pengawal rahasia istana
Negeri Atap Langit?"
"Benar Tuan Pendekar!"
"Sedangkan dia adalah mata-mata suku Uighur?"
Ketujuh orang itu mengangkat wajahnya serentak dan
ketujuh-tujuhnya bicara berbarengan.
"Hah"! Bagaimana Tuan Pendekar bisa tahu?"
Aku tersenyum dan merasa puas dengan hasil penyelidikanku ke dalam kepalaku sendiri. Pihak istana Negeri
Atap Langit tentu memiliki jaringan rahasia yang sangat ketat.
Saudara seperguruan mereka dikirim oleh khaghan tentunya
sudah menunggangi kuda yang terbaik itu, dan bukannya
kuda di antara begitu banyak kuda yang dipertukarkan dengan
sutera. Betapapun bangga orang-orang Uighur dengan
peternakan kudanya, mereka menyimpan kuda yang paling
terlatih untuk diri mereka sendiri. Kuda yang dipertukarkan
dengan sutera tentulah kuda yang baik pula, tetapi sebagai
suku pengembara yang menganggap kuda sangat berharga,
mereka harus membuat diri mereka tetap lebih unggul dalam
kepemilikan kuda. Maka betapapun hebatnya segenap kuda
yang diserahkan kepada pihak istana Negeri Atap Langit, kuda
yang mereka miliki tetaplah harus lebih baik lagi. Meskipun
Negeri Atap Langit sedang berdamai dengan suku Uighur,
sejarah menunjukkan betapa kedua belah pihak secara diam-
diam sebetulnya selalu berperang juga. Jika perdamaian rusak
dan mereka bertempur lagi, suku U ighur itu ingin memastikan
betapa keunggulan kuda akan menentukan keberimbangan
kekuatan pasukan.
Demikianlah kuda terbaik tidak akan ikut diserahkan, dan
jika kuda terbaik itu tampak ditunggangi seseorang yang
melamar sebagai pengawal istana, pantaslah jika mengundang
kecurigaan. Hanya seorang Uighur terpilih atau warga Negeri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Atap Langit yang bekerja bagi kepentingan Uighur akan
dianggap layak mendapat kuda terbaik, dan tiada pekerjaan
lebih penting dalam masa pertempuran berkobar di mana-
mana ini selain pekerjaan sebagai mata-mata di dalam istana
Negeri Atap Langit. Maka ia dibiarkan masuk dan diterima
sebagai pengawal istana, bahkan diangkat pula sebagai
seorang pengawal rahasia.
Selama itu pihak istana mengatur agar pengawal rahasia
istana yang sebenarnya bekerja untuk suku Uighur ini
mendapatkan keterangan-keterangan yang menyesatkan.
Negeri Atap Langit membutuhkan perdamaian dengan suku
Uighur agar bisa memusatkan perhatian menghadapi orang-
orang Tibet. Jika kepentingan ini diketahui, suku Uighur bisa
memeras Negeri Atap Langit sesukanya selagi masih bisa,
karena permusuhan dengan suku Uighur akan sangat besar
ongkosnya, apalagi kuda-kuda mereka dipastikan dapat
bergerak lebih cepat pula. Demikianlah mata-mata Uighur ini
diberi makan keterangan palsu tanpa diketahuinya, yang
tujuannya mengarah kepada kepentingan agar perdamaian
dengan Uighur tetap bertahan, setidaknya sampai Tibet tidak
lagi menjadi ancaman.
Siasat seperti ini tidak dapat berlangsung selama-lamanya,
karena dalam kegiatan mata-mata, kesalahan kecil saja
mengundang kecurigaan dan membongkar kerahasiaan.
(Oo-dwkz-oO) Episode 154: [Matinya Seorang Mata-mata]
KABUT kembali turun di seluruh lautan kelabu gunung batu.
Bahkan kedai itu pun tidak dapat kulihat dari tepi jurang ini,
seperti juga jurang
ini sendiri yang sudah tidak
memperlihatkan apa-apa lagi. Tidak kulihat ketujuh penyoren
pedang yang masih bersujud memohonku jadi guru itu.
Namun isi kepalaku berada di sebuah dunia tempat seorang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mata-mata suatu ketika tewas tanpa mengetahui siapa yang
telah membunuhnya. Bukankah begitu rawan menjalani
kehidupan sebagai mata-mata"
Siapakah ia kiranya yang tewas dalam kegelapan di sebuah
istal kuda-kuda terbaik istana di kotaraja Thang-long itu,
meninggalkan kudanya yang perkasa di antara kuda-kuda
lainnya, sebelum seseorang yang lain datang mengendap-
endap dan membawa mayatnya pergi entah ke mana"
IA bukan seorang Uighur, tetapi kuda itu semenjak
kemunculannya di Chang'an untuk melamar pekerjaan sebagai
anggota pengawal istana, dengan terlalu mudah telah
menghubungkannya dengan kegiatan mata-mata Uighur. Bagi
suku pengembara yang hidup mengembara sepanjang tundra
membawa tenda-tendanya itu, kegiatan mata-mata mungkin
masih dianggap sebagai tindakan yang terlalu sederhana,
seperti hanya tinggal datang, melihat, mendengar, dan
melaporkan. Tidak seperti kegiatan rahasia istana yang sudah
amat canggih jaringannya, kegiatan mata-mata yang diniatkan
orang-orang Uighur seolah-olah dapat dilakukan dengan
penyamaran seadanya tanpa jaringan apa pun yang mendu-
kungnya. Maka alih-alih diketahuinya segala sesuatu yang rahasia,
sebaliknya ia menjadi sasaran kegiatan rahasia tanpa
disadarinya. Pesan-pesan rahasia yang disampaikannya
kepada seorang penghubung dari Uighur adalah pesan yang
sengaja diumpankan untuknya, agar ketika semuanya sampai
ke telinga khaghan akan memberi kesan bahwa menerima
perjanjian perdamaian adalah yang terbaik bagi mereka. Salah
satu umpan yang menyesatkan adalah pesan bahwa Negeri
Atap Langit akan menempatkan pasukan pilihan Uighur
sebagai pasukan pengawal istana. Betapapun kedudukan
Wangsa Tang sedang berada dalam keadaan lemah, tidaklah
akan mungkin keselamatan seorang maharaja diserahkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada pasukan yang semula merupakan musuhnya. Tidak
mungkin dan tidak akan pernah.
Namun karena pesan ini disampaikan oleh satu-satunya
mata-mata di dalam jaringan rahasia istana di Chang'an, pihak
Uighur mengira bahwa Wangsa Tang memang telah menjadi
begitu lemah oleh pemberontakan para panglimanya sendiri,
sehingga tidak seorang pun dipercayai Maharaja Dezong untuk
menjaga istana, karena membuat dirinya terlalu mudah
disandera. Pihak Uighur memang tak sembarang percaya.
Mereka menguji dengan sejumlah permintaan kepada Wangsa
Tang, mulai dari perkawinan dengan putri raja sampai
penyerahan sejumlah wilayah, yang ternyata berusaha
dipenuhi demi kelancaran jebakan. Tidak ada yang
mengetahui serba-serbi tersembunyi di balik perjanjian
perdamaian kecuali mereka yang terlibat kegiatan rahasia.
Saat perjanjian perdamaian ditandatangani barangkali pihak
Uighur sudah sangat siap untuk mengambil alih istana,
menangkap dan membunuh maharaja, sementara burung
merpati yang mereka kirim membawa pesan ke Gurun Gobi
akan memberi perintah serbuan bergelombang dari perbatasan. Perhatian para panglima Negeri Atap Langit akan
terpecah dan karena itu menjadi lemah dan pasukannya
mudah dikalahkan.
Namun bukan saja tidak pernah ada permintaan kepada
pasukan Uighur untuk menjaga istana, tetapi juga mata-mata
yang kepadanya akan mereka minta pertanggungjawaban
hilang lenyap taktentu rimbanya. Memang benar bahwa murid
perguruan ilmu pedang yang telah menyediakan dirinya
menjadi mata-mata bagi kepentingan suku Uighur itu, karena
sebab-sebab yang belum dapat diduga, telah dikirim secara
mendadak ke Daerah Perlindungan An Nam dengan
pengawalan ketat. Mungkin ia mengira betapa pengawalan itu
adalah demi kepentingan atas keselamatan dirinya. Siapa
mengira justru tujuannya adalah supaya ia tidak dapat
menyelamatkan diri ke mana-mana.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setiba di Kota Thang-long yang sedang dikepung oleh
pasukan gabungan para pemberontak, mungkin ia masih
dipekerjakan dalam kegiatan rahasia seolah tiada kecurigaan
apapun jua, dan hanya setelah pertempuran usai dan suasana
lebih tenang, maka suatu ketika di istal kuda di depan kuda
kesayangannya sebilah pisau melengkung menyobek dadanya
dari belakang tanpa tertahankan. Pandangannya menjadi
gelap sebelum ambruk dan tidaklah pernah ia ketahui siapa
pembunuh itu, karena pembunuhan gelap niscaya dilakukan
per-kumpulan rahasia yang menyediakan jasa pembunuhan
demi bayaran. Per-kumpulan rahasia para pembunuh bayaran
ini telah menjadi sangat mahir dan terampil dalam seni
pembunuhan gelap, sehingga sebisa mungkin tiada jejak yang
ditinggalkan, tetapi kutahu hanya ada satu perkumpulan
rahasia semacam itu di Thang-long, yakni yang menamakan
dirinya sebagai Kalakuta karena keahlian mereka dengan
racun. Ketika kabut berpendar, segalanya tampak kembali dengan
jelas, seperti sebuah puisi Wang Wei yang terbaca olehku di
Kuil Pengabdian Sejati:
bukit yang dingin menjelma hijau tua
gemercik sungai musim gugur bergumam suaranya
bertelekan tongkat, di ambang pintu pagar
kudengar jerit cengkerik terbawa angin
MEMANG benar ini menjelang musim gugur dan meski tak
kudengar jerik cengkerik, kudengar segala macam suara
terbawa angin yang justru semakin menekankan kesunyian
pegunungan. Aku terkesiap, ketujuh penyoren pedang itu
terkapar sebagai mayat di tempatnya masing-masing.
Aku merasa sangat bersalah. Bu-kankah mereka semua
sedang bersujud memohon kesudianku menjadi guru" Mereka
yang mengarungi su-ngai telaga persilatan, jika sudah berniat
untuk berguru seperti itu, tidak akan pernah mengangkat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
wajahnya sebe-lum guru yang dimaksud mengabul-kan
permintaannya, yakni menerima-nya sebagai murid. Sang
guru pun ka-dang menguji kekerasan hati calon mu-ridnya
dengan cara seperti itu. Se-orang calon murid bersimpuh atau
bersujud siang malam dalam hujan dan panas di muka pintu
perguruan atau ru-mah gurunya, sampai sang guru sendiri
menyuruhnya berdiri; takjarang sang guru pergi lebih dahulu
berhari-hari dan baru ketika kembali dan dilihatnya calon
murid itu masih bersujud atau ber-simpuh di situ, maka saat
itulah ia akan merasa wajib menghargai ke-kerasan hati ca lon
murid tersebut.
Jika ternyata ketujuh orang yang bermaksud berguru
kepadaku itu telah dibunuh saat bersujud, kurasa aku ha-rus
menganggapnya sebagai
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penghinaan yang ditujukan kepadaku. Te-patnya seseorang bukan hanya ber-maksud
menguji, melainkan dengan jelas, terang-terangan, dan
kurang ajar telah menantangku!
Aku menghela napas panjang. Sulit sekali menghindarkan
diri dari pertarungan belakangan ini. Meskipun aku tak pernah
berniat menerima mu-rid, tetapi aku merasa harus
menghormati kematian tujuh penyoren pedang yang dibunuh
ketika sedang bersujud kepadaku itu. Jika mereka tidak
sedang bersujud dan pedangnya tidak ku-pentalkan dengan
kerikil jauh-jauh dari mereka, belum tentu mereka akan dapat
terbunuh semudah itu.
Malang benar nasib ketujuh penyo-ren pedang itu. Aku
belum tahu apakah tujuan mereka membawa keledai-keledai
beban mengarungi lautan kelabu gunung batu ini. Apakah ber-
hubungan dengan tugas rahasia sau-dara seperguruan mereka
yang telah terbongkar begitu ia muncul. Mungkin jika
keranjang beban di atas keledai-keledai itu dibongkar akan
terdapat suatu jawaban. Namun bisa pula ke-matian mereka
hanya berhubungan dengan diriku, seperti yang telah ku-
duga, bahwa seseorang bermaksud mengajakku bertarung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan cara membunuh ketujuh penyoren pedang yang
sedang bersujud memohon ke-padaku agar menjadi gurunya
itu. Kutelusuri satu persatu ketujuh ma-yat yang tergeletak itu.
Hatiku bersedih dua kali untuk mereka. Pertama karena
kuketahui betapa diriku tidak akan menerima mereka sebagai
murid; ke-dua, karena bersujud itulah mereka terbunuh
dengan terlalu mudah. Aku tak tahu menahu siapa mereka,
tetapi ra-sanya pantas jika kematian mereka kubalaskan. Maka
setelah memeriksa satu per satu bekas luka mereka, ku-
pungut pula ketujuh pedang mereka yang telah kubuat
terpental sehingga mereka tak bisa membela diri itu, de-ngan
pikiran bahwa siapa pun yang telah membunuh mereka demi
sebuah pertarungan denganku harus mati oleh ketujuh
pedang itu. Demikianlah ketujuh pedang itu kumasukkan ke dalam
sarung pedang yang kuambil dari tubuh mereka ma-sing-
masing. Kemudian aku me-langkah ke arah kedai dengan
tujuh pedang tersoren di punggungku. Se-genap pemandangan hilang dari pandangan karena sedang
kunantikan serangan paling berbahaya dalam perjalananku di
sungai telaga dan rimba hijau dunia persilatan. Siapa pun ia
yang mampu membunuh tujuh manusia di sekitarku,
meskipun saat itu diriku dilingkungi kabut, tentulah ilmu
silatnya tidak berada di bawah diriku, dan syukurlah betapa
diriku tidak usah menanti terlalu lama...
Di arah kedai, kulihat bapak kedai itu sedang membereskan
warungnya seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Mengapa ia
harus bersikap seperti itu jika sebetulnya betapa ia
mengetahui semuanya"
(Oo-dwkz-oO) MATAHARI mendadak saja semburat dari balik kabut yang
tiba-tiba saja seperti menyingkir. Rerumputan yang basah
seperti bersemu kuning, daun rumput yang basah berkilauan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
warna-warni bunga menjadi jelas dalam keterangbenderangan
dunia yang menjadi riang seketika.
Kuhentikan langkahku dan kutarik satu dari ketujuh pedang
yang tersoren di punggungku. Sebentar kemudian dari segala
arah muncullah kupu-kupu beterbangan ke arahku. Kupu-kupu
yang indah, kupu-kupu aneka warna dengan sayap terindah di
dunia. Ke-indahan yang sungguh tak tergambar-kan dengan
kata-kata. Seandainya aku seorang penulis, mungkin aku bisa
ber-cerita lebih baik, tetapi aku hanyalah salah seorang
penyoren pedang yang mencari arti di dunia persilatan dari
pertarungan satu ke pertarungan lainnya. Aku tidak mengerti
bahasa sastra, aku hanya memahami bahasa pedang, dan kini
harus kuhadapi segala kein-dahan ini dengan ayunan pedang
pula. Pukulan Naga Sakti 16 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Pedang Asmara 10
mengambang ke permukaan serta terseret arus sungai yang
luar biasa deras entah ke mana.
Masih di dalam air pasangan yang perempuan menyerangku, tetapi aku menghindar dengan mudah dan
segera kutotok jalan darahnya sehingga ia taksadarkan diri.
Segera kuraih tubuhnya dan aku melejit keluar dari sungai,
berlari di atas permukaannya ke tepian dan mencari sekadar
batu datar untuk meletakkan tubuhnya itu.
Kutemukan batu datar yang kering, tampak jelas dalam
cahaya suram kekuningan rembulan, dan kugeletakkan ia di
sana. Kuletakkan pedangnya yang tadi kuambil di sampingnya
dan kutinggalkan perempuan beralis tebal itu setelah kubuka
totokan jalan darahnya.
Aku melayang ke atas, meringankan tubuhku seperti kapas,
dan mengarahkan diriku ke atas menuju tempat kudaku
menunggu. Barulah kusadari betapa jauhnya sudah kami
melayang turun dan tercebur ke dalam air terjun, karena
bagaikan begitu lama aku mencapai tempat semula. Selama
membubung ke atas itulah kusaksikan betapa tiada habisnya
jalan setapak melingkar-lingkar dari gunung batu yang satu ke
gunung batu yang lain di lautan kelabu gunung batu ini dan
tiada terbayangkan apakah suatu ketika jalan setapak itu ada
habisnya. Kuingat pesan Iblis Sakti Peremuk Tulang, bahwa aku harus
menunggu rombongan Harimau Perang di Celah Dinding
Berlian, antara lain juga untuk menyelamatkan diriku sendiri.
Dikatakannya betapa mereka yang selepas Celah Dinding
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berlian taktahu jalan sangat mungkin tersesat dan tidak akan
pernah keluar dari lautan kelabu gunung batu untuk selama-
lamanya. Mengingat itu pula disediakannya kuda yang begitu
cerdas dan memang pernah melalui jalan yang sama. Namun
karena kuda tetaplah kuda, maka disampaikannya pesan
sepenting itu agar aku dapat menjalankan tugasku.
Saat aku berpikir seperti itu, kura-sakan angin bersiut di
bawahku dan tanpa sempat berpikir kukibaskan len-gan-ku ke
bawah dengan Jurus Naga Meng-goyang Ekor. Aku tetap
membubung, tetapi hatiku hancur. Rupanya pasangan
perempuan dari Sepasang Elang Puncak Ketujuh ini menerima
kenyataan bahwa aku telah membiarkannya hidup sebagai
penghinaan. Maka telah dilemparkannya pedang ke arahku
dengan pengerahan seluruh tenaga dalamnya menembus
angin gunung sehingga melesat luar biasa cepat.
Hatiku hancur karena kutahu pedang itu berbalik dengan
kecepatan dua kali lipat seperti yang dimungkinkan oleh Jurus
Naga Menggoyang Ekor yang sengaja dilatih untuk
menghadapi serangan mendadak dari belakang. Aku takbisa
berbuat lain karena aku pun tak tahu bahwa adalah pedang
perempuan beralis tebal yang penuh pesona itulah yang
terasakan olehku sebagai angin dingin penuh ancaman maut
itu. PEDANG itu berbalik dengan kecepatan dua kali lipat dari
kecepatan semula, kembali ke arah pelemparnya menembus
kekelaman menembus awan gemawan yang mengambang di
atas setiap jurang.
Aku tidak akan mendengar suara apa pun ketika pedang itu
menembus jantungnya. Namun aku tahu itulah saat ajalnya
tiba. Tenagaku hampir habis ketika tiba di jalan lurus panjang
tempat sepasang penyamun itu mencegatku. Aku harus
menyentuh sebatang ranting yang menjorok ke jurang dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kakiku agar dapat melenting dengan sisa tenaga ke arah
kudaku yang masih menunggu.
(Oo-dwkz-oO) SUDAH dua hari perjalananku berlangsung tanpa gangguan
berarti. Kudaku melaju dan me lambat silih berganti dengan
suatu tujuan pasti, yakni Celah Dinding Berlian. Memang
benar betapa dari jauh celah itu mengeluarkan cahaya
berkilau-kilauan jika siang karena memantulkan kembali
cahaya matahari, sedangkan malam pun tiada perubahan
karena cahaya rembulan yang suram dipantulkannya kembali
ke angkasa. Celah Dinding Berlian, disebut demikian karena dindingnya
memang berkilau-kilauan memantulkan segala cahaya, tetapi
rasanya aku tidak kunjung sampai ke sana. Tidak pernah
kukira betapa diriku akan begitu lama mencapainya karena
berbagai halangan. Para penyamun dari gunung ke gunung
telah mengundurkan ke gua-gua mereka entah di mana
setelah mendengar habisnya seratus penyamun dari dua
wilayah, lengkap dengan pasangan pemimpin masing-masing.
Jika pasangan pemimpin wilayah kedua, seperti nama yang
mereka perkenalkan, disebut Sepasang Elang Puncak Ketujuh,
maka pasangan pertama yang menghadangku ketika aku
berada di tengah-tengah titian itu disebut Berewok Kembar
dari Sungai Kuning. Ah, jadi keduanya kembar, cocok benar
kedua-duanya menjadi kepala penyamun, dan kedua-duanya
tewas masuk jurang. Sama seperti perlakuan mereka kepada
para korban. Dengan menghabiskan 104 penyamun dalam semalam,
ibarat kata pintu-pintu terbuka, karena para penyamun pada
gunung-gunung batu berikutnya lantas tiada lagi tampak
batang hidungnya. Lautan kelabu gunung batu yang begini
sunyi, tempat hanya terdengar suara angin bersiul, berbisik,
dan bernyanyi, ternyata begitu penuh dengan penyamun
hampir di setiap sudutnya. Bukan hanya harimau gunung yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setiap saat bisa menerkam kita ternyata, tetapi juga para
penyamun yang bersembunyi di balik celah dan batu-batu
besar itu. Dari langkah demi langkah di jalan setapak di antara
jurang dan dinding curam bukan tak pernah kudengar desah
napas di balik tubir jurang, dari balik celah sempit, ataupun
menempel dan menjadi sewarna dengan dinding batu karena
gabungan ilmu cicak dan ilmu bunglon. Kudaku dan aku tahu
keberadaan mereka, para penyamun tunggal yang bekerja
sendirian tanpa gerombolan, yang biasanya berkemampuan
lebih tinggi daripada penyamun gerombolan dengan banyak
orang. Namun selama mereka tidak mengusikku, aku pun
tidak akan mengusik mereka.
Ketika harimau gunung dan penyamun pergi, tidak berarti
sisa perjalanan menjadi lebih mudah. Di lautan kelabu gunung
batu kubiasakan diri tidur di atas ranjang batu di balik celah,
melingkar seperti udang demi menahan dingin, dan tidak
menyalakan api malam hari agar keberadaanku tidak diketahui
siapapun yang dapat mengganggu tugasku untuk mengikuti
rombongan Harimau Perang. Kukunyah daging asap yang
dingin ketika kabut yang pekat lewat sementara aku minum
langsung dari aliran air yang turun dari dinding, menyeberangi
jalan batu setapak, untuk jatuh ke jurang dan tertampung lagi
entah di mana sebelum mengalir lagi dan mengalir lagi dan
mengalir lagi dan bertemu dengan aliran lain lagi, menyatu
sebagai air terjun yang menyatu di bawah itu. Aku suka
bertiarap di jalan batu ketika bertemu aliran air semacam itu,
minum air langsung dengan mulut bersama kudaku,
menikmati kesegaran air di lautan gunung berbatu-batu, yang
sering takkumengerti bagaimana caranya terdapat sumber
mata air di dunia batu semacam itu.
Pengalaman semacam itulah yang kudapati, sebelum
akhirnya tampak di depanku sebuah kedai persinggahan di
tepi jurang, ketika jalan setapak memang menjadi lebih luas
dan memasuki suatu lapangan rumput. Lautan kelabu gunung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
batu memang seolah hanya terdiri dari alam, tetapi dalam
kenyataannya tetap saja terdapat peradaban.
Di depan kedai kulihat keledai-keledai beban ditambatkan.
Agaknya rombongan yang kulihat dari kejauhan itu sudah
sampai di sana. Aku pun menambatkan kudaku, dan
memasuki kedai itu.
(Oo-dwkz-oO) Episode 151: [Sebuah Kedai di Tepi Jurang]
KETIKA aku memasuki kedai itu, kulihat bahwa rombongan
orang-orang bercaping yang membawa keledai-keledai beban
tersebut terdiri dari delapan orang. Mereka se-mua sedang
tertawa-tawa sambil minum arak, agaknya setelah makan
dengan kenyang dan nikmat dalam uda-ra dingin dan
berkabut seperti ini.
Kedai berada di tepi jurang, tetapi lapangan di depannya
menghijau karena rerumputan basah berembun. Layaklah
menjadi tempat persinggahan, takhanya untuk manusia, tetapi
juga untuk kuda atau keledai yang melakukan perjalanan ber-
samanya. Di tepi jurang, artinya ke-dai itu berada di tepi
sebuah pemandangan, karena kali ini di depannya tak
terdapat dinding curam menjulang, melainkan lembah tempat
se-buah sungai tampak mengalir berkelak-kelok nun di bawah
sana dengan perahu-perahu yang menga-rungi-nya. Memang
tampak seperti perjalanan ini akan berakhir, tetapi aku tidak
mau terkecoh, karena sebelum tiba di Celah Dinding Berlian
se-ba-ik-nya aku menganggap perja-lanan justru sama sekali
belum dimulai. Kusadari betapa jalan setapak dari kedai ini justru tidak
menuju sungai yang tampak di bawah itu, melainkan
menghilang ke sebuah celah di antara dinding-dinding cu-ram
tinggi menjulang, sehingga keberadaan pemandangan di tepi
jurang itu menjadi sesuatu yang penting.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah orang-orang yang kini telah membuka
capingnya itu duduk minum arak sambil menghadap jendela
terbuka memperlihatkan lembah dan sungai berkelak-kelok
mengalir dengan perahu-pe-rahu yang mengarunginya. Itu se-
buah sungai yang besar dan perahu-perahu tak hanya
berlayar menga-runginya melainkan juga menyeberanginya
dari tepi yang satu ke tepi yang lain. Namun dari puncak ini
tentu saja sungai besar itu tampak kecil meski tetap terlihat
titik-titik kecil manusia berjalan di tepiannya atau berdiri di
atas rakit atau perahu.
Sungai yang berkelak-kelok pada lembah yang bertebing
landai itu berkilauan memantulkan cahaya matahari, tetapi
kedai ini berada di puncak berkabut dan hanya ketika kabut
berpendar cukup lama pada saat-saat tertentu maka
pemandangan membentang di depan jendela terbuka dan
orang-orang itu duduk memandang keluar sambil minum arak
dan bercakap-cakap sambil tertawa-tawa.
Aku duduk di bangku yang lain karena mereka semua
menguasai tempat di depan jendela. Bapak kedainya seorang
tua yang tampak kukuh tubuhnya, seperti biasanya penduduk
yang hidup di wilayah pegunungan, apalagi pegunungan
hanya dengan jalan setapak berdinding curam dan puncak-
puncak batunya tinggi menjulang yang dari celah ke celah
penuh dengan penyamun.
Bapak kedai itu mengawasiku semenjak aku masuk dan aku
pun menatapnya pula. Segera kuketahui bahwa bapak kedai
itu termasuk ke dalam orang-orang yang menyoren pedang,
orang-orang rimba hijau, orang-orang sungai telaga dunia
persilatan. Hanyalah karena suatu alasan tentunya maka ia
mengasingkan diri di sini, berlindung di balik kehidupan
sebagai bapak kedai, yang hanya kadang-kadang saja
bertemu manusia yang memberanikan diri mengarungi lautan
kelabu gunung batu ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia masih menatapku, terlihat senyum tipis di bibirnya. Ram-
butnya yang seluruhnya sudah putih terikat dan tergelung
rapi. Kain pengikatnya sutera biru yang membentuk ekor
melambai, seperti juga ikatan pada rambut orang-orang yang
sedang minum arak sambil tertawa-tawa itu.
Aku hanya membalas tatapannya selintas. Adakah ia
sedang menilai segenap langkah dan gerakanku juga" Aku
menundukkan kepala bagaikan orang awam yang rendah diri.
Ia menyapaku dengan bahasa Negeri Atap Langit yang
kukenal karena pernah kupelajari di Kuil Pengabdian Sejati.
''Silakan masuk Tuan, silakan duduk. Apakah yang bisa
sahaya sediakan untuk Tuan setelah perjalanan panjang"
Apakah dapat sahaya sediakan arak, daging kambing bakar,
dan sup kacang polong dengan kuah kaldu ayam hutan"'' Apa
yang ditawarkannya membuat aku lapar setelah selama ini
hanya bisa makan seadanya. Namun aku juga ingin menguji
kemampuan bahasa Negeri Atap Langit yang pernah
kupelajari. Jika aku tidak mulai menggunakannya, aku hanya
akan menjadi orang bisu di negeri orang yang selalu kudengar
berbicara seperti burung. Maka aku pun mengangguk atas
usulnya itu sambil menanyakan sesuatu pula.
''Pak, Bapak, masih berapa la-makah kiranya dapat sahaya
capai Celah Dinding Berlian"''
'TIDAK lama lagi T uan, jika tiada aral melintang, dalam dua
hari dua malam Tuan juga sudah akan mencapainya,''
katanya, dan setelah melihat kudaku di luar ia pun
melanjutkan, ''apakah itu kuda T uan"''
''Ya, Bapak.'' ''Kuda orang Uighur seperti itu sangat mengenal jalan yang
pernah dilaluinya, dan jika tiada aral melintang Tuan bahkan
bisa tiba lebih cepat.''
Kuperhatikan tekanan kata-katanya ketika berkata jika
tiada aral melintang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Dan apakah kiranya aral melintang yang mungkin
menghalangi itu Bapak"''
Bapak kedai itu tersenyum dan menjawab dengan dingin.
''Jika Tuan terbunuh oleh para penyamun, tentu Tuan
bahkan tidak akan pernah mencapainya, kecuali Tuan
membunuh mereka lebih dulu, tetapi dengan begitu pun
bukankah perjalanan kita sudah terganggu bukan"''
Aku menatapnya. Adakah sesuatu yang telah diketahuinya"
Ia beranjak ke ruang masaknya. Tentu di situ-situ juga. Ia
meya-kinkan sebagai bapak kedai, seperti memang mencintai
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pekerjaan itu, meski aku masih juga bertanya-tanya. Apakah
kiranya yang membuat seorang pendekar pengembara suatu
hari merasa harus berhenti di tempat terpencil seperti ini, dan
memutuskan untuk melanjutkan hidup dengan membuka
kedai" Wilayah ini bukanlah tempat yang menguntungkan jika
berjualan makanan dan minuman menjadi tujuannya. Lagipula
jika ia mengharapkan sekadar uang, maka uang bukanlah
sesuatu yang kiranya akan dapat berguna di tempat seperti
ini. Orang-orang yang duduk menghadapi jendela terbuka di
kedai bambu itu masih minum arak sambil menikmati
pemandangan dan tertawa-tawa. Kucoba ikuti perbincangan
mereka, maka sedikit-sedikit dapat kuikuti bahwa mereka
rupa-rupanya sedang membicarakan penyair Li Bai, yang
perilakunya memang tidak seperti orang kebanyakan tersebut.
''Hahahahaha! Kalau maharaja memanggilnya, dan dia
masih tergeletak karena mabuk, dia harus diguyur air supaya
bangun! Hahahahahaha!''
''Begitu sadar langsung bisa menulis puisi! Hahahahahaha!''
''Puisi buatan orang mabuk! Hahahahahaha!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seorang pendeta di Kuil Pengabdian Sejati menulis catatan
yang pernah kubaca tentang Li Bai. Dia adalah penyair yang
dikenal suka mabuk, selalu memegang secawan arak di kedai
minuman, tetapi yang kadang-kadang setelah meninggalnya
tiga puluh lima tahun lalu, perilakunya itu dilebih-lebihkan
dalam berbagai percakapan dari mulut ke mulut dari kedai ke
kedai. Tentang kematiannya itu sendiri misalnya, seperti
dipercakapkan orang-orang ini.
''Dia minum terlalu banyak dan berdiri di tepi kolam!''
''Karena mabuk dia pikir rembulan mengambang di kolam!''
''Padahal itu hanya bayangan rembulan!''
''Ia terjun ke kolam, berusaha memeluknya!''
''Ia tenggelam! Hahahahaha!''
''Dasar pemabuk! Hahahahaha!''
Dalam beberapa perilaku Li Bai, seperti yang dibicarakan
orang dari kedai ke kedai, memang seperti ditunjukkan puisi-
puisinya, yang sejauh kuingat tertulis seperti ini.
di antara bunga-bunga aku
sendirian bersama guci anggurku
minum sendirian; dan mengangkat
cawan kuajak rembulan
minum bersamaku, bayangannya
dan bayanganku di dalam cawan anggur, hanya
kami bertiga; lantas aku mengeluh
bagi rembulan yang takbisa minum
dan bayanganku yang mengosong
bersamaku yang takpernah ngomong;
tanpa kawan lain, aku bisa
ditemani yang dua ini;
dalam saat-saat membahagiakan, aku
pun mesti bahagia dengan segalanya
di sekitarku; aku duduk dan menyanyi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan seperti rembulan
menemaniku; tetapi jika aku
menari, adalah bayanganku
menari bersamaku; sementara
belum mabuk, aku senang
membuat bulan dan bayanganku
menjadi kawan, tetapi lantas ketika
aku terlalu mabuk, kami
semua berpisah; betapapun merekalah
kawan-kawan yang selalu bisa kuandalkan
yang takkan marah
apapun yang terjadi; kuharap suatu hari
kami bertiga akan berjumpa lagi
di kedalaman Bima Sakti
KADANG-KADANG delapan orang ini pun bernyanyi-nyanyi
setengah mabuk, sambil mengutip puisi-puisi Li Bai yang
seperti ini. Padahal sejauh dapat kutafsirkan, Li Bai bukanlah
seorang pemabuk seperti orang-orang yang sudah putus asa
karena tidak mampu mengatasi kenyataan, melainkan ia yang
minum anggur untuk menikmati kehidupan. Itulah pendapatku
tentang Li Bai, yang kematiannya sama sekali bukanlah karena
mabuk dan tenggelam karena terjun ke kolam untuk memeluk
rembulan, melainkan karena sakit pada 762, ketika usianya 61
tahun, saat menjadi tamu Li Yang-bing, seorang hakim di
wilayah itu. Ia meninggal tepat di Tsai Shih Chai setelah
terbaring sakit enam hari di T angdu.
''Aku ingin menjadi Li Bai!'' salah seorang berteriak sambil
mengangkat gelasnya.
''Aku juga!'' ''Aku juga!'' ''Aku juga!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka mengangkat gelas dan minum sampai arak itu
berleleran pada jenggot dan kumis mereka. Apakah mereka
juga menulis puisi" Jika mereka bukan pegawai kerajaan,
tentu sebabnya antara lain karena tidak bisa menulis, apalagi
menulis puisi. Apakah mereka hanya suka dengan mabuknya"
Bahwa kalau penyair boleh mabuk, maka mereka juga boleh
mabuk" Ataukah jika seorang penyair bisa menulis karena
mabuk, maka mereka merasa akan bisa menulis kalau sudah
mabuk" Li Bai dilahirkan di wilayah tengah benua di utara Negeri
Atap Langit, puisi-puisinya ditulis dengan bahasa sehari-hari
sehingga dimengerti dan disukai orang banyak, dan puisi-
puisinya juga menunjukkan kecintaan kepada alam. Terhadap
alam ia tidak tampak seperti ingin menguasainya, melainkan
bahagia menjadi bagian daripadanya, seperti kanak-kanak
abadi yang suka berbaring telanjang bulat di pegunungan
dalam belaian angin. Ia mencintai dan menghargai sahabat-
sahabatnya, ia sangat membenci ketidakadilan, dan
mendapatkan kekuatan dari perbukitan dan sungai-sungainya.
Bahwa riwayat Li Bai sebagai pemabuk dilebih-lebihkan,
kuketahui dari catatan seorang rahib di Kuil Pengabdian Sejati
yang memeriksa juga bahwa sampai tiga puluh lima tahun
lalu, anggur semasa hidupnya itu hanya anggur buatan rumah
saja, sedangkan di selatan, juga hanyalah peragian beras
seperti arak panas yang diminum orang-orang itu sekarang.
Meskipun bahan yang akan disebut air api sudah disuling
sebelum masa Wangsa Tang, orang-orang hanya mabuk
dalam lingkungan terbatas. Betapapun anggur yang mungkin
ditenggak Li Bai tidaklah memiliki isi air api yang tinggi.
Namun tentu wajar menghubungkan anggur dengan penyair
semasa Li Bai, bahkan kukira juga sekarang ini, karena masa
Wangsa Tang bukanlah sepenuhnya masa kejayaan filsafat
Kong Fuzi, sehingga anggur dan perempuan, agaknya,
terdengar lebih sering mendapatkan pemujaan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Makanan dan minuman yang kupesan datang. Apakah yang
bisa lebih nikmat dalam udara dingin selain sup kacang polong
dengan kuah kaldu ayam hutan yang panas" Daging kambing
bakar itu pun masih berkepul ketika tiba di mejaku. Aku
makan sangat lahap dengan mulut berbunyi. Sampai orang-
orang itu menoleh kepadaku sebentar, tapi lantas segera
tertawa-tawa lagi. Aku tidak peduli. Setelah semua makanan
itu habis tandas, segera datang pula arak panasku. Hmm.
Apakah arak seperti ini juga yang melahirkan puisi-puisi Li Ba i"
Tidak. Aku tidak boleh percaya bahwa puisi-puisi dilahirkan
oleh arak dan anggur. Seperti juga para pendekar yang
minum arak sebelum bersilat tidak akan pernah menang
dalam pertarungannya jika memang mabuk.
Bahkan Li Bai pun menulis puisi berjudul ''Tentang Minum
Terlalu Banyak''.
kemarin aku terlalu banyak minum
di Menara Timur, lantas
ketika pulang topiku kupasang
terbalik-balik; yang
menolongku jalan ke rumah; yang
membantuku turun dari menara,
aku tak tahu JADI, Li Bai memang suka minum, tetapi ia tidak
menganjurkan siapa pun untuk minum terlalu banyak. Namun
kurasa orang-orang yang sedang memperbincangkan Li Bai ini
agak sedikit mabuk, meski kutipan mereka atas puisi-puisi Li
Bai seperti tepat.
kusaksikan cahaya bulan bersinar di tempat tidurku.
barangkali salju lembut telah melayang jatuh"
kuangkat kepalaku menatap bulan di bukit,
kemudian tertunduk kembali, merenungi bumi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perbincangan mereka pun bagiku sebetulnya bukanlah
sembarang perbincangan.
"Itulah akibatnya jika terlalu percaya kepada Kong Fuzi,"
kata yang satu, "orang-orang hanya peduli dengan urusan
kekhalayakan, urusan antarmanusia, dan melupakan alam."
"Ya, kekuasaan mencari pembenaran, peraturan mencari
pembenaran, dan juga perdagangan mencari pembenaran.
Tidak ada satu pun yang berbi-cara tentang alam."
"Perebutan kekuasaan hanya mengundang kekacauan. Para
pejabat dibunuh, cendekiawan dikucilkan, dan pemberontakan
berkobar, hanya bisa dipadamkan oleh perang berkepan-jang-
an." "Lupakanlah dahulu Kong Fuze! Kita kembali kepada Dao!"
Tentu aku pun mempelajari, meski-pun Kong Fuze sangat
dihormati dalam membangun peradaban, seperti adat yang
menekankan bahwa cita-cita kekuasaan yang paling dasar
adalah pemerintahan yang dilaksanakan melalui kekuatan
Dao. Adapun Dao di sini maksudnya jalan menuju kebajikan
dalam tiga pengertian, pertama sebagai tata cara alam atau
tata cara semesta, yang menyatakan he atau keserasian;
kedua sebagai tata cara kehidupan manusia sesuai dengan
susunan alam; ketiga sebagai tata cara yang diikuti manusia
karena keputusannya sendiri, sehingga meski berakar dalam
diri, Dao harus tetap dicari dan dikejar.
Namun dalam adat yang menuruti ajaran Kong Fuze, puisi
hanya mencatat dan memuji-muji
kemakmuran dan kedamaian, serta anjuran untuk mengikuti jejak orang-orang
bijak untuk mencapai keluhuran dan keabadian sebagai
puncak cita-cita manusia. Ini berbeda dengan penganut aliran
Kaum Dao, yang lebih menekankan puisi sebagai pernyataan
pribadi, de-ngan bahasa yang paling pribadi pula, sehingga
memberi tempat yang lapang kepada nurani dan kepekaan.
Maka dengan terganggunya cita-cita peradaban karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kekacauan yang silih berganti, para penyair mencari
perlindungan dalam kedamaian alam dan kegemaran pada
arak dan bunyi-bunyian. Pengungkapan perasaan yang luhur
dan perenungan yang dalam tentang kehidupan dan alam
adalah untuk mencapai keabadian. Maka begitulah keabadian
memiliki pengertian sebagai pembebasan dan pemurnian diri
dari pencemaran oleh peradaban, melalui peleburan ke dalam
Dao. Mereka masih mabuk sambil mengutip puisi-puisi Li Bai.
hidup kita di dunia ini hanya impian belaka
untuk apa aku harus kerja keras"
biar saja aku mabok seharian
biar saja aku tergeletak dekat pintu pagar
waktu sadar kukejapkan mata ke pepohonan:
seekor burung kesepian bernyanyi di sela bunga-bunga
kutanyakan kepadanya ini musim apa:
jawabnya: "Angin musim semilah
yang membuat burung bernyanyi di pohon mangga."
terharu mendengar nyanyinya aku pun menarik napas
panjang lalu menuangkan anggur ke mulutku lagi
aku pun bernyanyi sepuas-puasnya sampai bulan bersinar
terang waktu laguku selesai, semua inderaku terasa kaku
BAGIKU yang paling menarik dari Li Bai sebagai penyair
adalah keberadaannya sebagai seorang pengembara, yang
telah menjelajahi Negeri Atap Langit. Ia yang dilahirkan di
Sujab pada 701 di dekat Danau Balkash, di sebuah keluarga
dengan darah pinggiran wilayah tengah benua, dibawa dari
sana ke Sichuan waktu masih berusia lima tahun. Ia selalu
merasa bahwa seluruh Negeri Atap Langit adalah rumahnya,
yang tentu saja disebabkan oleh perjalanannya luas dan tidak
kunjung berhenti. Ia bisa menulis tentang pasir Gurun Gobi
maupun keelokan wilayah selatan Negeri Atap Langit. Ia tahu
seperti apa rasanya tidur di padang pasir dengan angin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyakitkan di sekitarnya, dan karena itu dapat dihargainya
bunga-bunga dan keindahan bagian selatan negeri.
Banyak orang mengagumi betapa begitu beragam gagasan
dapat ditulisnya, termasuk entah gagasan apa yang setelah
dibacakannya seusai makan malam bersama sahabat-
sahabatnya, karena segera dibakar dan dihanyut-kannya ke
sungai sampai hilang ditelan arus. Kemungkinan karena
semasa hidupnya pun terdapat pokok perbincangan yang
terlalu berbahaya untuk diucapkan, apalagi tertulis di atas
kertas sebagai puisi. Maka puisi pun dibakar jika keselamatan
jiwa seseorang menjadi taruhannya.
Ia bisa menulis puisi tentang rambutnya sendiri yang mulai
memutih, kerinduannya akan lebih banyak anggur, seperti
gagasan umum pada masanya, maupun yang tak terpikirkan
seperti tentang pekerjaan tukang pencair logam, tentang
seorang kawan Jepun, maupun seorang pejabat dari
Jambhudvipa, yakni kepala pasukan di Huchow yang disebut
Chia-yeh. Ia juga disebut menulis puisi tentang dunia lain
yang nilai penghargaannya berbeda, seperti tentang penelitian
dalam ilmu pengetahuan, keadaan kimiawi tubuh seusianya,
maupun pemikiran betapa dirinya adalah bagian dari adat
lama Tao Yuan-ming yang hidup empat abad sebelumnya.
Ketika Li Bai baru setahun dilahirkan, pemikiran Kaum Dao
sedang menyalip pengaruh pemikiran Kong Fuze, sehingga
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menumbuhkan kesenian dan kesusastraan. Namun Li Bai
mempelajari ajaran Buddha dengan sama mendalamnya
dengan ajaran Kaum Dao, menghabiskan waktunya bertahun-
tahun dalam kesunyian pegunungan untuk belajar dari guru ke
guru. Tentu ia juga menulis banyak puisi yang dipersembahkan kepada kuil-kuil Buddha, tetapi yang
kemungkinan besar telah hilang ketika kuil-kuil mendapat
tekanan istana suatu ketika, dalam permainan kekuasaan yang
semakin memudarkan kepercayaan banyak orang akan
jaminan keamanannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perubahan besar dalam penulisan puisi Li Bai tercatat
disebabkan antara lain oleh kematian sahabatnya, penyair dan
cendekiawan Li Y ung, yang difitnah dan dituduh berse-kongkol
melakukan pengkhianatan serta dihukum oleh Perdana
Menteri Li Lin-fu yang terkenal licik. Pejabat tinggi itu
berkuasa penuh antara 745 sampai 752, dan perbuatannya itu
hanyalah satu perkara dari banyak kepahitan yang melukai
perasaan Li Bai yang peka. Maka dari kisah-kisah manusia, Li
Bai mengalihkan pokok-pokok gagasan puisinya kepada
keagungan alam yang memiliki daya tarik luar biasa baginya.
Bukankah puisi-puisi seperti ''Nyanyian Air Biru'' ini
menunjukkan kepekaannya terhadap alam itu"
bulan cemerlang membakar air kebiruan
di telaga selatan lelaki itu mengumpulkan bunga leli putih
bunga-bunga teratai berbisik lirih:
si tukang perahu menghela napas panjang
BEGITU pula kukira dengan puisi Li Ba i yang ini, yang juga
sedang dikutip-kutip oleh mereka yang sedang minum arak
sambil menghadapi pemandangan terbentang itu:
malam pun sampai: aku bermalam di kelenteng Puncak
di s ini bisa kusentuh bintang-bintang dengan tanganku
aku tak berani bicara keras dalam keheningan ini
takut mengusik ketenteraman penghuni Langit
Maupun yang pernah kubaca terjemahannya ini:
angin musim gugur betapa hening
bulan jelita daunan yang tertiup mengonggok dan tersebar-sebar
burung gagak yang istirah tersentak dari tidurnya
aku pun bermimpi tentangmu --kapan bisa kutemui kau
kembali" malam ini: ngilu hatiku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kemudian mereka berbicara tentang bagaimana Li Bai
membawa urusan antarmanusia ke dalam puisinya. Benar
juga, sebetulnya belum ada minuman di Negeri Atap Langit
yang bisa membuat seseorang mabuk dalam pengertian hilang
seluruh kesadarannya. Bukankah delapan orang pembawa
keledai-keledai beban itu meski sambil tertawa-tawa masih
juga dapat mengutip puisi Li Bai di luar kepala dengan
tepatnya, sementara aku yang mulai merasakan kehangatan
menjalar ke kepalaku, dengan pengetahuan bahasa-bahasa
Negeri Atap Langit yang terbatas masih juga dapat mengikuti
puisi yang mereka maksudkan itu"
bulan terang memuncak di bukit Sorga
berlayar di samudera awan
angin melengking sejauh sepuluhribu li
terdengar suara siul dari celah bukit Y u-men
tentara kerajaan menuruni Jalan Tanggul Putih
bangsa Tartar menyusur sepanjang pantai Laut Biru
perajurit-perajurit menoleh ke arah rumah mereka:
belum pernah ada yang bisa pulang kembali
malam ini perempuan itu menanti di menara tinggi
yang ada tinggal duka dan hisak berkepanjangan
Kehidupan Li Bai bertolak belakang dengan penyair lain
yang juga sangat terkenal dari masanya sampai hari ini, yang
juga adalah sahabatnya nan rendah hati, yakni Du Fu. Semasa
muda mereka hidup bersama-sama di Chang'an dan jika puisi-
puisi keduanya diperiksa, terbaca betapa mereka tak dapat
saling me lupakan satu sama lain. Namun jika Du Fu hidup
berpindah-pindah dalam kemiskinan bersama keluarganya,
maka Li Bai menikah beberapa kali, punya anak-anak yang
mesti dibiayainya, dan suatu kali melakukan perjalanan diiringi
dua gadis penyanyi dan seorang bocah pelayan, sementara di
setiap wilayah para pejabat menyambutnya. Pada masa
Wangsa Tang ini ketika puisi sangat dihargai dan para penyair
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dihormati, Li Bai sebagai penyair cemerlang memang
mendapatkan kemewahan seperti pangeran karena bakatnya.
Meski pernah sangat dicintai oleh seisi istana, Li Bai tidak
pernah secara resmi menjadi bagian daripadanya, karena ia
melihat bagaimana kehidupan di dalamnya adalah semu.
Namun tetap saja Li Bai mencintai segala sesuatu yang baik
dalam hidup, walaupun tidak selalu dapat mencapainya. Ia
menyukai orang-orang di sekitarnya sebagai bagian dari
mereka, daripada hanya melihat mereka dari luar. Pada
masanya Li Bai memiliki keanggunan, pemikiran yang tajam,
serta kepribadian memikat, dan sebagai penyair ia memimpin
dengan bahasa yang di Negeri Atap Langit susah ditampik.
Puisi-puisinya bagaikan bebunyian dan termasuk di antara
yang terbesar dalam riwayat pencapaian manusia. Di seluruh
Negeri Atap Langit puisi-puisinya dicetak dengan cukilan kayu
pada kertas-kertas menguning yang disimpan dengan sangar
baik dari masa ke masa.
JADI aku pun tersenyum saja karena bapak kedai tentunya
sudah mengerti.
''Sudah tiga puluh lima tahun,'' ujarnya, lagi, ''puisi-puisi Li
Bai makin banyak dikutip orang, tetapi begitu pula Wang Wei
dan Du Fu.'' Aku merasa beruntung bahwa selama enam bulan
berkubang di bilik pustaka Kuil Pengabdian Sejati, tak hanya
filsafat Nagarjuna yang kupelajari me lainkan juga terbaca
olehku catatan para rahib tentang para penyair Wangsa Tang
yang mengagumkan. Tentu saja Wang Wei dan Du Fu sama
besarnya dengan Li Bai, tetapi kehidupan mereka pribadi
tidaklah penuh dongeng seperti Li Bai.
Wang Wei hidup dari 699 sampai 759. Ia seorang tabib,
tetapi agaknya lebih banyak menulis puisi, sedangkan semasa
hidupnya lebih dikenal sebagai pelukis. Maka puisi-puisinya
dikenal mengandung lukisan, dan lukisan-lukisannya
mengandung puisi. Pada usia dua puluh satu tahun ia sudah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diangkat sebagai chin-shih, yakni seseorang yang sangat
tinggi kadar kepandaiannya, sehingga dapat lulus ujian
negara. Namun Wang Wei pernah ditawan pemberontak
sampai bertahun-tahun lamanya, dan baru dilepaskan setelah
pemberontak itu mati; tetapi kemudian Wang Wei dianggap
sebagai pengkhianat karena selama dalam tawanan ia hidup
tanpa kekurangan. Rupanya memang ia tidak begitu peduli
siapa yang berkuasa.
Saudaranya yang menjadi rahib Buddha berhasil mengusahakan Wang Wei menduduki jabatan penting di
istana, meski tidak berlangsung lama. Setelah istrinya
meninggal, Wang Wei sering bersedih. Akhirnya
ia mengundurkan diri dan pergi ke bukit, tinggal di sana sampai
meninggal sebagai pendeta Buddha. Wang Wei terkenal
sebagai penyair yang mampu menampilkan pemandangan
dalam satu baris puisi saja. Bapak kedai di hadapanku
mengutip salah satu puisi Wang Wei:
kerikil-kerikil putih berloncatan di arus sungai
satu-dua lembar daun memerah di musim gugur yang
dingin tak gugur hujan di jalan perbukitan
namun bajuku basah di udara hijau segar
Aku terperangah. Belum lagi kumasuki Negeri Atap Langit,
tetapi alam maupun orang-orang yang kujumpai di perbatasan
lautan kelabu gunung batu yang dalam dirinya sendiri sudah
bagaikan puisi ini begitu penuh dengan pesona. Jika seorang
pemilik kedai di pegunungan terpencil seperti ini, yang dari
gerak-geriknya kuyakini mampu bersilat, pun begitu hafal dan
menguasai perbincangan tentang puisi, tidakkah aku memiliki
banyak alasan untuk menjadi rendah diri"
Namun untuk apa merasa rendah diri bukan" Setiap orang
pasti akan mampu mengatasi kekurangannya jika mau belajar,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sedangkan bagiku tiada yang lebih menarik dalam kehidupan
ini selain belajar.
''Luar biasa sekali puisi seperti itu Bapak,'' kataku,
''bagaimana caranya kita dapat memiliki pula kepekaan
semacam itu"''
Bapak kedai kemudian bahkan duduk di hadapanku.
''Segalanya adalah masalah sudut pandang, Tuan, dan juga
latihan,'' katanya, ''jika kita berada di tengah alam, tetapi tidak
berpikir tentang alam, maka alam itu tidak akan kelihatan.
Namun seandainya kita berada dalam tahanan, tetapi berada
dalam sudut pandang yang menempatkan diri sebagai bagian
dari alam, maka sebaris lumut, sekuntum bunga rumput,
seberkas cahaya matahari, maupun capung melayang lewat
jendela pun dengan caranya sendiri akan menjelmakan
pengalaman alam untuk kita, menjelmakan suatu kealaman...''
Sebetulnya bahasa Negeri Atap Langit yang kukuasa i
sungguh-sungguh amat terbatas, tetapi karena persoalan yang
diungkapnya bagiku sangat penting, maka dengan segala
kekurangan pemahaman aku merasa sedikit demi sedikit bisa
mengerti juga. Bapak kedai itu mengutip sebuah puisi Wang
Wei lagi: kau yang baru tiba dari desa tua
katakan padaku apa yang terjadi di sana"
tatkala kau tinggalkan, adakah bunga-bunga
sedang mengembang di bawah jendela putih itu, Saudara"
DAN satu lagi: gerimis pagi kota Wei membasahi debu putih
warung-warung menghijau, pohon-pohon wu-tung berbunga sebaiknya kau habiskan segelas anggur lagi
di s isi barat bukit Y uan Kuan tak ada teman akan kau temui
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku merasa tubuhku melayang, bu-kan karena arak beras
sederhana ini, te-tapi karena merasa berada dalam sebuah
dunia yang membahagiakan. Aku terpesona oleh kenyataan,
bahwa segala se-suatu yang sederhana dan tampaknya tidak
penting, ternyata bisa menjadi in-dah tanpa kita harus
memoles atau meng-agung-agungkannya, melainkan cukup
dengan menyadari keberadaannya.
Kesederhanaan menjadi cemerlang, tentu karena itu adalah
puisi. Bahkan Du Fu dalam puisi yang ditujukan kepada Li Bai
sampai menyebutkan istilah dewa puisi:
ketika angin dingin mengunjungimu dari sudut-sudut bumi
apa kabar, sahabatku, apa yang kau impikan"
kapan angsa liar terbang membawa suratmu ke mari"
sungai dan telaga musim panas menjadi dalam
dan membuatku terkenang padamu
dewa puisi membenci mereka yang beruntung hidupnya
setan tertawa keras kalau ada lelaki yang berdiri di
sampingnya dunia ini padang pasir!
kalau saja kita bisa melemparkan puisi ke Sungai M ilo
dan berbicara kepada sang jiwa agung
korban bagi kesetiaan dan puisi
Sejauh kuketahui dari riwayat hidup para penyair, mereka
sedikit banyak adalah pengembara. Mengembara di tengah
alam yang mampu mereka pandang sebagai sesuatu yang
indah, apakah yang bisa lebih bermakna dari ini" Kalau
seorang penyair bunuh diri, aku tidak yakin mereka mati
karena menderita, melainkan karena menghendaki kebahagiaannya menjadi abadi.
Arakku sudah habis, aku menggeleng ketika bapak kedai
menawarkan untuk tambah. Kubayar apa yang ku-makan dan
kuminum, lantas beranjak. Namun pada saat yang sama pun
ternyata delapan orang yang sejak tadi ber-bicara tentang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
puisi itu juga beranjak keluar, jadi aku duduk kembali
menunggu mereka keluar semua.
Di luar, agaknya karena melihat kudaku mereka menjadi
ribut sendiri. Perbincangan mereka berlangsung sangat cepat
sehingga hanya terdengar olehku sebagai bahasa burung.
Apakah yang telah terjadi"
(Oo-dwkz-oO) Episode 152: [Tanda Tanya Kuda Uighur]
Waktu aku keluar, mereka semua sudah mencabut pedang
yang entah disimpan di mana sebelumnya karena aku tak
pernah melihatnya. Menjadi jelas betapa arak itu tiada
pengaruhnya, bagi mereka maupun bagiku, karena aku pun
menjadi sangat siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Seorang di antaranya berujar kepa-daku. "Kuda itu," ia
menunjuk kudaku dengan goloknya, "di manakah seka-rang
pemiliknya?"
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata aku memahami perta-nyaannya dengan jelas,
karena ia me-mang memberi tekanan kepada setiap kata.
Pertanyaannya memang jelas, tetapi aku merasa tidak akan
dapat menjawabnya dengan mudah.
Kuda orang Uighur ini kudapatkan dari istal kuda istana
milik Pemerintah Daerah Perlindungan An Nam. Jika ku-da ini
diternakkan orang-orang Uighur, berarti telah melewati
perjalanan yang panjang untuk sampai ke Thang-long. Bukan
sekadar perjalanan panjang menyeberangi gurun, menyusuri
sungai, dan mendaki gunung gemunung yang kumaksudkan,
melainkan perja-lanan perma inan kekuasaan yang membuat
kuda orang Uighur itu sekarang kutunggangi kembali melewati
jalan yang sama.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka bertanya tentang pemilik kuda itu. Mungkinkah
kuda itu dimiliki seseorang" Kuda-kuda orang Uighur secara
berombongan dibawa ke Negeri Atap Langit sebagai bagian
kerjasama Wangsa Tang dengan suku-suku pe-ngembara di
luar batas negerinya, karena telah membantu Maharaja Tang
Dezong. Apakah yang telah terjadi sehingga penunggang kuda
ini dicari-cari" Ada dua kemungkinan, penunggang kuda ini
musuh mereka, atau penunggang kuda ini adalah kawan
mereka; dan aku tidak dapat menduga apapun jika tak tahu
siapa mereka. Menilik bahasa, busana, maupun pe-dang yang mereka
pegang, jelas mereka warga Negeri Atap Langit. Namun
bagian mana dari Negeri Atap Langit yang luas itu menjadi
tempat asal mereka aku taktahu.
Aku tahu sedang memasuki wilayah Guangxi yang
berbatasan dengan Daerah Perlindungan An Nam dan
berbahasa Tai, justru bahasa yang sama sekali tidak
kumengerti, tetapi sejauh telah kupelajari, bahasa Tai meliputi
wilayah Guangxi saja, sementara di luar wilayahnya, yakni di
wilayah Guang-dong, Hunan, Fujian, Jiangxi, Guizhou,
Yunnan, di selatan; Hubei, Anhui, Henan, di tengah; Zheijiang,
Jiangsu, Shandong, di timur; Gansu, Shaanxi, Hebei, Liaoning,
Jijin, dan Hedongjiang di utara dan timur laut; juga sampai
Sichuan dan Xinjiang di barat, semua-nya berbahasa Negeri
Atap Langit, meski dengan tekanan yang berbeda-beda.
DI Qinghai dan Sichuan, karena berbatasan dengan Tibet di
barat, maka bahasa Tibet juga diucapkan oleh penduduk yang
berada pada separo wilayah masing-masing. Di Yunnan,
bahasa cukup campur aduk karena masih masuk dari selatan
mereka yang berbahasa Mon-Khmer, Miao-Yao, Tai, dan juga
sebagian yang berbahasa Tibet. Jika aku menembus
perbatasan Negeri Atap Langit di barat laut dan utara, maka
tentu kujumpai mereka yang berbahasa Korea, Turkic, Manchu
Tungus, Mongolia, maupun Tajik.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tak mungkin tahu mereka berasal dari bagian wilayah
mana, karena aku tidak memiliki pengetahuan tentang
perbedaan tekanan berbagai wilayah atas kesatuan berbahasa
Negeri Atap Langit itu. Namun aku dapat memiliki dasar demi
suatu dugaan lain, jika sempat mempertimbangkan kedudukan
suku Uighur atau Huihe ini dalam perimbangan kekuasaan
yang dimainkan Maharaja Tang Dezong di wilayah tengah
benua. "Katakan di mana?"
Delapan orang itu serentak bergerak mengepungku.
"Daku tak tahu," jawabku sambil terus menuju kuda yang
menjadi masalah itu, "kudaku ini pemberian seorang teman."
"Pemberian" Hmmh! Tak mungkin!"
"Mengapa tak mungkin" Apa untungnya daku berbohong?"
Meski delapan orang itu menghunus pedangnya, aku
merasa senang sedikit karena dapat mengucapkan bahasa
Negeri Atap Langit meski dengan agak terbata-bata.
"Karena dikau telah membunuh pemiliknya!"
Bersama dengan habisnya kalimat ini delapan orang itu
berkelebat menyerang diriku. Mereka menyerangku dengan
jurus berpasangan bagi delapan orang, sehingga aku
sebenarnya berada dalam kedudukan terkunci. Ke mana pun
aku berkelit, sebilah pedang tetap akan menembus tubuhku.
Namun siapakah kiranya manusia yang sudi mati di tanah
sejauh ini jika ia dapat menghindarinya" Maka aku pun
berkelebat ke suatu titik, seperti sengaja membiarkan diriku
ditembus salah satu dari delapan pedang yang bergerak
serentak itu. Sllpp! Pedang itu terjepit di ketiakku, dan kudorong pemiliknya
dengan ke depan dengan pukulan Telapak Darah. Orang itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terpental dengan darah mengalir di sudut-sudut bibirnya.
Tujuh orang yang lain berloncatan mundur. Kuambil pedang
yang masih terjepit pada ketiakku dan kulemparkan ke
samping lelaki yang terpental itu. Aku hanya memberikan
sentuhan saja ke dadanya, dan ilmu silatnya sudah jelas cukup
tinggi, sehingga aku tahu ia tidak akan mati.
Namun dalam dunia persilatan, tidak membunuh lawan
yang kalah sering ditafsirkan sebagai penghinaan.
Benarkah harus begitu" Bukankah aku juga terkalahkan
oleh pendeta tua yang mendorongku jatuh melayang dari atas
tebing di Desa Balinawang waktu itu" Ia yang menyerang
seperti melatihku, bukankah jika mau ia dapat membunuhku
setiap waktu"
Dengan susah payah ia mencoba berdiri dan tidak berhasil,
tetapi ia dapat meraih pedangnya. Lantas, tanpa dapat
kucegah, dengan kedua tangan ia tusukkan pedang itu ke
lambungnya sendiri sampai tembus ke belakang!
Ah! Sebegitu mahalkah harga kehormatan"
Ketujuh orang sisanya mengangkat pedang, tentunya
dalam suatu jurus berpasangan tertentu. Mata mereka
menyala-nyala penuh dendam atas cara kematian saudara
seperguruan mereka itu. Salah seorang dari mereka berujar
dengan penuh geram.
"Seorang pendekar menumpah-kan darah ketika mengalahkan lawan, tetapi ia tidak menghinanya!"
"Kenapa harus kehilangan nyawa karena tak percaya" Kuda
itu memang pemberian! Tiada seorang pun kuhilangkan
nyawanya untuk mendapatkannya! Seorang pendekar tidak
gegabah membunuh seseorang untuk sesuatu yang belum
diketahui kepastiannya."
Mereka saling berpandangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bicaralah yang jelas," kataku lagi, "daku hanya seorang
pengembara dari tempat yang jauh. Tidaklah daku pahami
segenap persoalan kalian."
Namun aku mencoba mengingat kembali segala sesuatu
yang berhubungan dengan kuda Uighur itu, sejauh yang
pernah kupelajari di bilik pustaka Kuil Pengabdian Sejati.
Hubungan segitiga antara Wangsa Tang, Kerajaan Tibet
atau Tubo, dan Kerajaan Uighur atau Huihe disebabkan oleh
Pem-berontakan An Lushan antara 755 sampai 762, ketika
lemahnya pengaruh istana membuat sang maharaja berpaling
kepada negeri-negeri tetangga di bagian timur dan utara
untuk meminta bantuannya.
SUKU Uighur segera memberi bantuan pasukan kepada
balatentara kemaharajaan untuk menekan pemberontak-an,
dan sejak saat itulah para penguasa suku pengembara
tersebut terlibat selamanya dengan permainan kekuasaan di
bagian dalam Negeri Atap Langit. Se-jak saat itu, bukan
sekadar ketenangan di perbatasan yang menjadi tujuan
kebijakan, melainkan pemeliharaan dukungan agar bantuan
untuk mempertahan-kan kekuasaan dapat terus diandalkan.
Sebagai hasilnya, hubungan dagang antara Negeri Atap
Langit dan Ke-raja-an Uighur berkembang, seperti pernah
kuceritakan, ketika berlangsung pertukaran kain sutera untuk
kuda-kuda Uighur sebagai bentuk pembayaran bagi jasa-jasa
suku Uighur. Saat itu di-manfaatkan oleh Kerajaan Tibet untuk
memperluas wilayahnya dengan me-ngambil wilayah Negeri
Atap Langit. Serbuan mereka ke timur dari sebelah barat
Negeri Atap Langit mencapai puncaknya pada bulan kesepuluh
tahun 763, ketika berhasil merebut dan me-nguasai kotaraja
Chang'an selama beberapa minggu. Peristiwa yang ber-
langsung seusai Pemberontakan An Lushan itu, membuat
Wangsa Tang yang telah menjadi lemah perdagangan maupun
ketentaraannya lebih yakin bahwa mereka harus merawat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dukungan negeri-negeri tetangganya itu agar tetap dapat
bertahan. Akibat kerusuhan tak kunjung berhenti itu, pajak tak
pernah dipungut dalam jumlah yang cukup selama waktu yang
lama. Setidaknya pajak itu tidak cukup untuk tetap
mempertahankan pasukan dalam jumlah tertentu, selain
mempertahankan para perwiranya pula. Hubungan Negeri
Atap Langit dengan suku Uighur dan orang-orang Tibet
semakin rumit selama pemberontakan Pugu Huai'en, seorang
jiedu shi atau pejabat tinggi ketentaraan dari Shuofang, yang
baru berakhir 765. Orang-orang Tibet, se-perti juga suku
Uighur semula ber-ga-bung dengan pemberontak, tetapi se-
menjak kematian Pugu Huiai'en, panglima Guo Ziy i dari Negeri
Atap Langit antara 697-781, mengambil kebijakan bersekutu
dengan suku Uighur untuk mengalahkan para pemberontak
dan orang-orang Tibet.
Sampai kematian Maharaja Dai-zong yang bertakhta antara
762 sampai 779, suku Uighur terbukti merupakan sekutu setia,
setidaknya lebih setia dari orang-orang Tibet yang menyerbu
wilayah barat laut Negeri Atap Langit, meski ini juga
disebabkan karena persekutuan suku Uighur dan Negeri Atap
Langit memang sudah tak bisa mempertahankan sebagian
besar wilayah Wangsa Tang. Maka, semenjak penerusnya,
Maharaja Dezong, naik takhta dengan gelar Putra Surga pada
779, hubungan segitiga itu memasuki tahap baru.
Dalam paruh pemerintahan Maha-raja Dezong, hubungan
Negeri Atap La-ngit dengan orang-orang Tibet cukup kacau.
Sejak mewarisi tahta, Dezong memiliki kebijakan yang jelas
menghadapi negeri-negeri di wilayah tengah benua. Ia
menolak siasat untuk bersekutu dengan Uighur tetapi me-
musuhi, tetapi menawarkan kebijakan untuk bersekutu
dengan orang-orang Tibet dan mengendalikan suku Uighur.
Kedudukan Dezong disebabkan karena pengalaman pribadinya. Pada bulan kesebelas 762, Dezong yang saat itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masih bersama putra mahkota Pa-nge-ran Yong, memimpin
suatu penugasan yang mempertemukannya dengan khaghan
atau pe-mimpin Uighur yang bernama Mouyu, penguasa dari
tahun 759 sampai 779, yang berkemah dengan pasukannya di
Shanzhou. Pada titik rawan Wangsa Tang ini, Mouyu
sebenarnya bermaksud untuk bekerja sama dengan para
pemberontak. Tugas Pangeran Yong adalah memengaruhi
kekuatan Uighur ini untuk bersekutu dengan pemerintahan
Wangsa Tang yang sedang ber-juang melawan pemimpin
pembe-rontak Shi Chaoyi, dan menekan Pemberontakan An
Lushan. Namun berbeda dari ayahnya, Maharaja Daizong yang
sangat pandai membuat perjanjian dengan suku-suku
pengembara, Li Kua yang kelak menjadi Daezong ini terbukti
keras kepala, dan mengundang masalah ketika menolak untuk
menghormati khaghan dan melibatkan diri dalam pertentangan ketika berlangsung tarian upacara bagi
pemimpin Uighur itu. Dengan kerangka bahwa kekuasaan
langit adalah milik mereka, khaghan Uighur tentu ber-ha-rap
agar warganya maupun orang asing menghormati pula
dengan suatu sikap dalam upacara. Tarian upacara ini di-
anggap oleh suku Uighur sebagai tanda penghormartan
terhadap kha-ghan. Empat penasihat Dezong dihu-kum
pukulan karena perilakunya, tetapi ban-tuan Uighur berhasil
didapatkan juga.
Peristiwa ini, betapapun, tetap berada dalam benak Dezong
untuk waktu lama dan itulah sebabnya, kemudian hari sebagai
Maharaja Negeri Atap Langit, ia lebih suka kebijakan
perdamaian dengan orang-orang Tibet, de-ngan kemungkinan
bersekutu dan menyerang suku Uighur pada masa depan.
NAMUN bagaimanakah kiranya aku menghubungkan
pengetahuanku yang terbatas dengan telaah masalah kuda
Uighur ini" Bukankah kuda ini justru bukti persekutuan antara
Negeri Atap Langit dengan suku Uighur"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Bicaralah yang jelas,'' kataku lagi menuntut penjelasan,
''supaya tidak ada yang tewas dan terkorbankan karena
kesalahpahaman.''
Mereka saling bertatapan. Adakah masalah ini juga
berhubungan dengan suatu tugas rahasia" Aku jadi bertanya-
tanya tentang kuda yang diberikan Iblis Suci Peremuk Tulang
itu kepadaku. Benarkah ia sekadar mengambil salah satu kuda
dari puluhan kuda yang dirawatnya ketika menyamar sebagai
tukang kuda; ataukah ia te lah dengan sengaja memilihkannya
untukku dari luar kelompok kuda di istal itu"
''Saudara seperguruan kami adalah pemilik kuda itu
sebelumnya, seseorang dari suku Uighur telah memberikan
kuda itu kepadanya sebagai hadiah, dan begitu dekatnya ia
dengan kuda itu, sehingga tidak akan melepaskannya tanpa
kehilangan nyawa. Ia telah pergi ke Daerah Perlindungan An
Nam demi suatu tugas, dan kini kami bermaksud
menyusulnya.'' ''Dan kapankah kiranya saudara seperguruan kalian itu
pergi ke Daerah Perlindungan An Nam"''
''Sekitar setahun yang lalu.''
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Hmm. Setahun yang lalu aku masih berada di tanah
orang-orang Khmer. Enam bulan terakhir aku tidak keluar dari
Kuil Pengabdian Sejati di Thang-long. Bukan tak ada orang
bertarung selama itu, tetapi kuyakinkan kalian bahwa siapa
pun yang terbunuh olehku, ia tidak sedang menunggang kuda
ini.'' Mereka saling berpandangan lagi. Aku belum bisa
menghubungkan kedelapan orang yang satunya sudah mati
tersebut dengan riwayat hubungan Negeri Atap Langit dengan
suku Uighur maupun orang-orang T ibet. Barangkali aku masih
harus mengingatnya lebih jauh lagi. Di samping itu,
penerimaan atas cerita mereka pun harus kutunda, karena aku
memang tidak punya dasar untuk percaya atau tidak percaya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku harus menginngat secepat kilat sejauh-jauhnya,
padahal catatan para bhiksu kubaca dengan kemampuan
bahasa terbata-bata.
Setelah perjanjian itu diwujudkannya, Maharaja Dezong
dengan segera menyatakan, bahwa tujuannya adalah
menggunakan kebajikan kerajaan untuk menundukkan empat
jurusan dan ia memusatkan perhatiannya terutama kepada
Kerajaan Tibet. Demi memperlihatkan niat baik dan
keanggunannya, ia memerintahkan seluruh tawanan Tibet
dikumpulkan, sampai 500 orang banyaknya, dan dikembalikan
ke negaranya. Dalam bulan kedelapan tahun 779 ditunjuknya
Wei Lun sebagai tai chang shao qing atau pengurus
rumahtangga istana untuk upacara, dan mengutusnya untuk
suatu tugas ke Tibet. Adapun untuk tugas Wei Lun adalah
memanfaatkan peluang ini dan membicarakan kemungkinan
perjanjian dua pihak dengan Khri-sron lde-btsan, raja Tibet
yang sampai hari ini telah memerintah 23 tahun sejak 754.
Meskipun pihak Tibet semula curiga dan tidak percaya bahwa
sang maharaja akan menengok kembali, Wei Lun akhirnya
mencapai Tibet dan bersepakat dengan raja Tibet tentang
penetapan suatu hubungan damai. Khri-sron lde-btsan setuju
dengan usulannya dan mengirimkan seorang duta bersama
Wei Lun. Namun usaha-usaha perjanjian tanpa kekerasan Maharaja
Dezong ini tidak disetujui para panglima balatentara Negeri
Atap Langit. Pada umumnya para panglima yang ditempatkan
di wilayah Shu menggugat cara-cara maharaja menangani
masalah tawanan Tibet, dan menyatakan bahwa orang-orang
Tibet itu ganas serta takbisa dikembalikan selain diperlakukan
sebagai budak, seperti yang selama ini diberlangsungkan adat.
Meskipun begitu, sang maharaja dengan siasat perdamaian
jangka panjang dalam kepalanya, menolak untuk menerima
telaah gugatan tersebut dan terus menekan melalui
kebijakannya itu. Kegiatan pasukan Tibet di perbatasan tidak
segera menyurut, tetapi maksud yang diarahkan kepada pihak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tibet pun hanyalah untuk melonggarkan tekanan dan
menyiapkan ke keadaan yang akan membuatnya menandatangani perjanjian secara resmi.
Saat pada bulan ketiga tahun 780 panglima Liu Wenxi
merebut kekuasaan di Jingzhou dan mengirim anaknya ke
Tibet untuk minta bantuan pasukan, orang-orang Tibet
memutuskan untuk tidak melanggar perjanjian dengan
Maharaja Dezong dan tidak mencampuri masalah dalam
negeri Wangsa Tang. Akibatnya, hanya dalam beberapa
minggu saja Liu Wenxi terbunuh. Hubungan kedutaan antara
kedua negara berlanjut dan utusan masing-masing sibuk
melakukan perjalanan antara Changian dan Lhasa.
SELAMA masa perundingan, suatu kejadian berlangsung
akhir 781, ketika dian zhong shao jian atau wakil kepala istana
Negeri Atap Langit yang bernama Cui Hanheng tiba di Tibet
sebagai utusan. Bagi pihak istana Ne-geri Atap Langit, dalam
hal hubungan dengan pihak di luar batas wilayah yang selalu
mereka anggap sebagai suku-suku takberadab, masalah
upacara selalu ditekankan dalam hubungan kedua negara.
Bukan hanya dalam bentuknya sebagai upacara, tetapi dalam
hubungannya dengan kata-kata yang diucapkan dalam tukar
menukar pernyataan antara Maharaja Negeri Atap Langit
dengan pihak di luarnya, yang tentunya, seperti diucapkannya,
adalah bawahannya.
Penggunaan kata-kata jelas me-nun-jukkan, apakah
hubungan antar ne-gara itu antara atas dan bawah ataukah
setara. Sejak lama, seperti 714 dan 727, orang-orang Tibet
berulang-ulang sudah mempertanyakan bentuk upacara yang
mereka sebut bagaikan antara dua negara yang bermusuhan,
tempat terdapatnya bahasa kasar di dalamnya. Agaknya
memang sudah terdapat suatu adat bahwa pemerintah Tibet
meminta kesetaraan pijakan de-ngan maharaja, yang
kemudian diper-kuat oleh perkawinan dua puteri Wang-sa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tang, Wencheng pada 641, dan Jincheng pada 710 dengan
raja-raja Tibet.
Maka pada 781, setelah membaca surat pernyataan dari
Dezong, raja Tibet menggugat kepada Cui Han-heng atas
penggunaan kata-kata yang merendahkan kedudukan Tibet
dalam hubungannya dengan Negeri Atap Langit. Raja Tibet
Khri-sron lde-btsan berkata, ''Bagaimana mungkin dikau
memperlakukan kami dengan upa-cara bagi bawahan." Pihak
Negeri Atap Langit segera menyadari betapa ini bukanlah saat
yang pantas untuk berdebat mengenai masalah sepele dalam
kepentingan siasat Wangsa Tang, dan atas permintaan raja
Tibet mengubah kalimat gong xian atau untuk menawarkan
sebagai persembahan menjadi jin atau mempersembahkan,
dan ci atau melimpahkan menjadi ji atau mengirim. Pihak
Negeri Atap Langit bahkan bersedia menerima permintaan
pihak Tibet untuk memindahkan perbatasan, yang semula
diusulkan dari wilayah Ling-zhou menjadi ke pegunungan
Helan, yang lebih menguntungkan pertahanan Tibet.
Masalah ini tidak menghentikan kegiatan tanpa kekerasan
tetapi penuh siasat semasa damai antarnegara, yang
menghasilkan persekutuan antara Negeri Atap Langit dan
Tibet pada hari kelimabelas bulan pertama tahun 783 yang
diresmikan di Qing-shui. Upacara peresmian kesepakatan ini
ditunda sampai tiga kali. Semula direncanakan di perbatasan
Negeri Atap Langit dan Tibet, kemudian di kotaraja masing-
masing negara. Perjanjian itu menetapkan batas baru antara
kedua kerajaan. Bahaya lama dipindahkan dari wilayah
baratlaut Negeri Atap Langit dan peristiwa ini memungkinkan
orang-orang Tibet untuk mengamankan wilayah yang telah
direbut, sebagian besar paruh abad kedelapan ini, me lalui
perjanjian kedua negara.
Perjanjian itu menegaskan
penguasaan Tibet atas Turkeshtan Timur, Kansu, dan
sebagian besar Szechwan atau Sichuan. Maharaja Dezong,
yang berperan besar di balik surat perjanjian ini, telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mencapai tujuan pertama dari kebijakannya di wilayah tengah
benua, yakni perdamaian dengan Tibet.
Masih banyak yang harus kuingat kembali ketika ketujuh
penyoren pe-dang bercaping itu menyerang serentak dengan
jurus berpasangan yang me-matikan. Aku pun berkelebat
menghindar, tetapi mereka terus mendesakku sampai ke tepi
jurang. Jurus berpasangan ini tak kukenal, tetapi jika jurus
sebelumnya memang berpasangan un-tuk delapan pemain
pedang, maka sekarang mereka me-mainkan jurus ber-
pasangan untuk tujuh pemain pe-dang. Agaknya mereka
memang ber-asal suatu perguruan ilmu pedang, yang jika
bermurid cukup banyak biasanya mengajarkan jurus-jurus
berpasangan selain jurus tunggal dengan satu pedang atau
dua pedang. Bisa pasangan dua orang, bisa pula pasangan
delapan, sepuluh, dua puluh, dua puluh lima, bahkan sampai
lima pu-luh dan seratus orang. Bagi per-guruan silat yang
sudah berumur ra-tus-an tahun, jurus-jurus mereka terja-min
ketangguhannya. Jika negara membutuhkan tenaga pasukan
dari perguruan silat, maka barisan seratus orang dari
perguruan ilmu pedang mi-salnya, akan sangat berguna dalam
membuat pasukan lawan porak poranda.
Agaknya ketujuh orang yang saudara seperguruannya
bunuh diri demi kehormatannya itu berasal dari perguruan
semacam ini. Serangan mereka sungguh dahsyat seperti angin
puting beliung. Kini mereka tidak pernah menyerang serentak
seperti ketika masih berdelapan, melainkan satu per satu silih
berganti tetapi dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga
tidak dapat diikuti mata.
BAHKAN aku pun tidak dapat mengandalkan pandangan
mataku, dan hanya bergerak berdasarkan naluri saja, tentu
dengan kecepatan yang tidak boleh rendah dari kecepatan
mereka. Demikianlah hanya kurasakan desir angin dari
gerakan mereka itu yang menyerangku, tetapi tidak ada satu
pun yang dapat melukaiku. Di tepi jurang mereka masih terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendesakku, seperti mengharapkan aku terpeleset dan tak
berhasil memijak apa pun, sebelum akhirnya melayang jatuh
ke dalam jurang. Namun mereka kubikin terpana ketika
tubuhku yang terlontar ke udara di atas jurang, ternyata dapat
meluncur kembali ke arah mereka dengan serangan sekaligus
kepada tujuh orang.
Mereka terpaksa menghindar berlompatan sebelum
akhirnya tersebar kembali dalam kedudukan mengepung. Kuisi
jeda ini dengan kesempatan berbicara.
"Kini apa alasan kalian menyerang seorang pengembara,
wahai tujuh pemain pedang unggulan. Tiada untungnya sama
sekali membunuhku, dan tiada alasannya sama sekali pula
untuk menghilangkan nyawaku. Aku tidak membunuh pemilik
kuda Uighur itu, dan saudara seperguruan kalian itu
membunuh dirinya atas keputusan sendiri yang seharusnya
dihormati."
Mereka sekali lagi saling berpandangan. Terpancar sedikit
keraguan. Saat itu sebetulnya aku dapat bergerak lebih cepat
dari kilat untuk merobohkan mereka, tetapi sungguh ingin
kudengar suatu jawaban yang memberi gambaran jelas.
Sangat membingungkan bagiku bahwa ketujuh orang bersama
saudara seperguruannya yang sudah mati itu semula tampak
seperti para pedagang keliling dengan keledai-keledai beban
mereka, sebelum akhirnya kudengar bercakap-cakap dengan
fasih tentang puisi-puisi Li Bai, dan akhirnya memperlihatkan
diri mereka sebagai penyoren pedang.
Kini juga menjadi pertanyaan bagiku, apakah kiranya isi
keranjang-keranjang beban berisi karung tertutup itu. Apakah
mereka membawa barang dagangan" Barang dagangan
apakah kiranya yang harus dibawa melalui lautan kelabu
gunung batu yang penuh penyamun bekas pemberontak yang
tiada tahu cara lain menjalani hidup, dan bukannya dengan
kapal me lalui lautan yang lebih cepat dan aman" Siapakah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka yang mendadak saja mengancam jiwaku karena
melihat kudaku yang berasal dari peternakan suku Uighur itu"
(Oo-dwkz-oO) Episode 153: [Tujuh Penyoren Pedang]
Perdamaian antara Negeri Atap Langit dan Kerajaan Tibet
tidak berlangsung lama. Hubungan yang semula tampak serasi
kemudian sangat dipengaruhi perkembangan permainan
kekuasaan yang berada di luar kendali keduanya. Pada bulan
kesepuluh tahun 783, panglima pasukan yang ditempatkan di
Jingyuan, yakni Zhu Ci, yang dianugerahi pangkat ta i wei atau
kepala pertahanan, memberontak setelah sebelumnya begitu
setia kepada Maharaja Dezong. Ia merebut kendali Chang'an
dan menyatakan dirinya sendiri sebagai maharaja baru. Pada
saat rawan ini bagi pemerintahan Dezong ini, sekutu lama
Wangsa Tang, suku Uighur, ternyata berpihak kepada
pemberontak dalam usaha menggulingkan wangsa yang
melemah. Pihak istana yang berada di Fengtian segera mengutus Cui
Hanheng, yang memainkan peran penting dalam perundingan
untuk perjanjian tahun 783 di Qingshui, dengan permintaan
bantuan pasukan untuk me lawan para pemberontak. Orang-
orang Tibet siap memberi bantuan kepada pihak istana, yang
baru saja membuat perjanjian dengan mereka beberapa bulan
sebelumnya. Negeri Atap Langit dan Kerajaan Tibet
sebelumnya telah menyepakati perjanjian terpisah ketika
pasukan Tibet membantu pembasmian pemberontakan Zhu Ci.
Pihak Negeri Atap Langit menyetujui bahwa pada saat
Changian dapat direbut kembali, maka wilayah Lingzhou,
Jingzhou, Anxi, dan Beiting atau Beshbalik , akan dimasukkan
ke dalam kekuasaan Tibet. Dengan persyaratan ini orang-
orang Tibet setuju untuk memberi bantuan ketentaraan
lengkap dengan para panglimanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pada bulan kedua tahun 784, negarawan Tibet Zan Jiezan
atau Zan Rgyal-btsan bertemu dengan Cui Hanheng, tetapi
menolak untuk memimpin balatentaranya ke Negeri Atap
Langit karena surat yang meminta bantuan pasukan tidak
ditandatangani juga oleh panglima Li Huaiguang, yang
memang sangat menentang penggunaan pasukan Tibet untuk
mengatasi pemberontakan di dalam negeri.
ADAPUN Li Huaiguang memiliki tiga alasan yang
mendukung pendapatnya: pada saat pasukan Tibet membantu
pembebasan Changian, mereka akan menjarah kota; menurut
ketentuan istana, setiap prajurit yang membantu pembebasan
Chang'an akan mendapat 100 keping mata uang kontan, te-
tapi akan sulit mendapatkan uang se-banyak itu untuk
membalas jasa orang-orang Tibet; dan mereka tak bisa
dipercaya karena mereka tidak akan ber-perang di garis depan
tetapi menunggu di samping dan mengamati hasilnya, lantas
akan mengakui hasil pasukan Ne-geri Atap Langit atau
melanggar perjanjian dan menyerang. Li Huaiguang menoleh
menandatangani surat dan kemudian ia sendiri pada 784
memberontak terhadap maharaja.
Lu Zhi yang menjabat sebagai nei xiang atau menteri dalam
negeri, juga membicarakan masalah tersebut de-ngan Li
Huaiguang dan tidak setuju pula pasukan Tibet ikut campur
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
urusan dalam negeri. Adapun orang-orang Tibet terus dibujuk
oleh Cui Hanheng dan baru pada bulan keempat tahun 784
akhirnya mereka mengirim pa-sukan 20.000 orang ke Negeri
Atap Langit di bawah pimpinan Shang Jie-zan. Mereka
bergabung dengan pa-su-kan istana dan bersama-sama me-
nye-rang pemberontak. Orang-orang Tibet menggasak
pasukan pembe-rontak di Sungai Wuting yang terletak di
dekat Wugong. Pertem-puran ini terbukti menentukan, karena
membuat pasukan istana berhasil merebut kembali Changian
dari tangan pemberontak. Betapapun, orang-orang Tibet tidak
ikut dalam pembebasan Chang'an.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Meskipun pihak Negeri Atap La-ngit mengakui peran
penting mereka dalam menekan pemberontakan, mereka
menuduh orang-orang Tibet menerima suap dari pemberontak
dan karena itu mereka pun mundur. Ma-haraja Dezong yang
merupakan perancang persekutuan khawatir atas perkembangan terakhir. Ia membicara-kannya dengan Lu Zhi,
yang kemudian menjelaskan bahwa orang-orang Tibet ini
rakus dan licik. Diya-kinkannya maharaja betapa beruntungnya ia karena orang-orang Tibet mundur. Me-nurut
Lu Zhi, setiap orang menentang gagasan bahwa pasukan Tibet
akan membantu Negeri Atap Langit. Para panglima dan
prajurit yang setia kepada maharaja, cemas bah-wa orang-
orang asing ini akan mengambil hak atas penghargaan dan
pembayaran, sedangkan pemberontak cemas juga bahwa
orang-orang Tibet akan me-nangkap dan menjadikan mereka
bu-dak, sedangkan rakyat men-ce-maskan kenyataan bahwa
pa-sukan Tibet akan menjarah sega-lanya.
Lu Zhi bahkan memperingatkan maharaja, bahwa beliau
tidak boleh bersikap cengeng kepada sekelompok anjing dan
domba. Lu Zhi mendukung gagasan bahwa Changian mesti
direbut menggunakan pasukan Negeri Atap Langit. Pada bulan
ke-enam tahun 784 para pemberontak melarikan diri dari
Chang'an dan Zhu Ci segera dibunuh oleh salah satu pang-
limanya. ''Daku datang dari jauh,'' kataku sambil masih terus
mengingat-ingat ulasan yang kubaca di Kuil Pengab-dian
Sejati itu, ''terlalu jauh untuk da-pat terlibat persoalan kalian.
Daku bah-kan tak paham, bagaimanakah se-orang warga
Negeri Atap Langit, suku Uighur, atau berasal dari Tibet dapat
dibedakan. Daku taktahu me-nahu siapa kalian, tetapi kalian
me-nyerang, dan bukanlah kesalahanku saudara seperguruan
kalian membunuh dirinya sendiri atas nama kehormatan.
Sekarang jelaskanlah duduk persoalan kalian, karena...''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun kata-kataku belum lagi selesai ketujuh bayangan
telah ber-kelebat serentak menyambarku dalam serangan
berpasangan mematikan. Persoalan yang rumit adalah jika
sebenarnya mereka bisa berdamai, tetapi takdapat mundur
kembali karena ke-matian saudara seperguruannya de-ngan
cara begitu rupa, yakni membu-nuh dirinya demi kehormatan,
karena ketika aku takmembunuhnya diterima sebagai
penghinaan. Penghinaan harus dibayar dengan kematian,
tetapi karena mengetahui tidak akan mampu membunuhku
maka terkorbankanlah dirinya sendiri.
BEGITULAH caranya kita harus memandang kehormatan"
Ketujuh bayangan berkelebat me-nuntut kematian. Ada
kalanya ujung pedang mereka hanya terpaut serambut dari
titik-titik lemah di seluruh tubuhku, dan hanya karena
mengandalkan kecepatan kilat, bahkan lebih cepat dari kilat
sajalah maka dapat kuhindari maut yang bagaikan begitu tak
sabar untuk segera menjemput.
Samar-samar kukenali jurus berpasangan mereka itu dari
suatu bacaan, yakni Kitab Seribu Jurus Ilmu Pedang Negeri
Atap Langit yang juga terdapat dalam peti kayu pasangan
pendekar yang mengasuhku. Bahkan kurasa kitab yang hanya
berisi gambar-gambar itu menjadi salah satu bahan bacaan
mereka ketika mengolah Ilmu Pedang Naga Kembar, termasuk
Jurus Penjerat Naga yang merupakan kelanjutannya. Maka
kukenali juga bahwa jurus berpasangan tujuh orang itu
disebut Jurus T ujuh Pedang Satu Kibasan, yang berarti bahwa
serangan yang satu adalah bagian dari enam serangan yang
lain. Jika pasangan pendekar yang mengasuhku telah
menggunakan kitab tersebut untuk mengolah ilmu pedang
ciptaan mereka, pantas dipastikan mereka berusaha
memusnahkan pula setiap jurus serangan yang ada di sana.
Jurus-jurus itulah ternyata yang telah tertanam dalam diriku
tanpa aku harus sengaja dengan sadar menggunakannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah maka serangan ketujuh penyoren pedang ini
tidak pernah mengena, justru pada saat-saat ketika aku
tampak begitu terdesak dan tiada berdaya. Sembari melenting
di udara yang semakin dingin dan kembali berkabut itu,
kulihat di bapak kedai me lipat tangan memperhatikan. Apa
pula yang sedang dipikirkannya"
Kupercepat gerakanku begitu rupa tanpa bermaksud
menyerang apalagi melumpuhkan, selain agar mendapat
ruang dalam waktu untuk sekadar menuntaskan ingatan ketika
segalanya menjadi amat lamban, karena hanya dengan begitu
aku mendapat dasar ketepatan untuk mempertimbangkan
suatu dugaan, apakah kiranya yang menghubungkan kuda
Uighur itu dengan persoalan ketujuh penyoren pedang ini.
Setelah Zhu Ci terbunuh, akhir pemberontakan itu
menyakitkan hati para panglima Tibet dan menandai akhir
mendadak suatu masa damai singkat dalam hubungan Negeri
Atap Langit dan Kerajaan Tibet. Setelah tuduhan masalah
suap itu, seorang perwira tinggi penentang persekutuan
dengan Tibet bernama Li Bi, yang pada akhir 787 ditunjuk
menjadi zaixiang atau kepala menteri, menyarankan kepada
maharaja bahwa ia tidak perlu menyerahkan wilayah Anxi dan
Beiting kepada orang-orang Tibet, karena wilayah barat
sangat penting bagi kedudukan Wangsa Tang. Ke-hadiran
pasukan Negeri Atap Langit akan mengikat suatu bagian dari
kesatuan Tibet di batas barat Kerajaan Tibet dan akan
mencegah orang-orang Tibet menyatukan kekuatan pasukan
untuk menyerang Negeri Atap Langit. Maharaja Dezong
akhirnya memutuskan untuk tidak menyerahkan wilayah
kepada Tibet dan membayar kembali bantuan pasukan Tibet
dengan sutera, yang tentu saja meruntuhkan kecenderungan
menjanjikan hubungan Negeri Atap Langit dan Tibet, yang
telah diawali saat naiknya sang maharaja di singgasana.
Maka serangan orang-orang Tibet ke wilayah perbatasan
Negeri Atap Langit pun dimulai lagi. Para negarawan Tibet
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak melupakan perlakuan tidak adil yang mereka terima dari
pihak istana dan mempersiapkan pembalasan dendam. Mereka
ingin menangkap sejumlah perwira tinggi Negeri Atap Langit
yang mereka ang-gap bertanggung jawab atas penolakan
untuk menyerahkan wilayah pada 784.
Ketujuh penyoren pedang itu memutar senjatanya seperti
baling-baling. Tujuh baling-baling menyambar dari kiri kanan
atas bawah, takdapat kubayangkan apa yang telah terjadi
dengan lawan-lawan mereka sebelum ini. Benarkah lawan-
lawannya terca-cah tanpa bentuk"
"Para pecinta puisi-puisi Li Bai," seruku sembari me lesat
berjumpalitan ke udara, "betapa tinggi semangat pembunuhan
kalian!" "Pendekar yang tidak menyebutkan nama," sahut salah
seorang, "setidaknya jujurlah tentang sesuatu. Dikau
membunuh saudara seperguruan kami bukan" Barangkali saja
dikau juga te lah membuatnya bunuh diri seperti nasib saudara
seperguruan kami!"
"Janganlah kesedihan dan kemarahan membutakan
kebijakan, wahai ketujuh penyoren pedang. Seseorang yang
seolah datang dari tempat terjauh di dunia seperti Jawadwipa
tidak akan membunuh seorang anggota perguruan ilmu
pedang, karena hal itu diketa-huinya hanya akan membuatnya
celaka. Izinkanlah daku lewat, Tuan-tuan, tiadalah ingin
kutambahkan darah yang tumpah selama perjalanan."
"Jawadwipa. Hmm. Kudengar Wang-sa Syailendra penyerbu
Kam-buja yang ganas itu berasal dari sana. Adakah dikau
termasuk yang telah ditinggalkannya untuk menjadi mata-
mata?" "TIDAK semua orang dari Jawadwipa haus darah, Tuan,
daku tiba dengan kapal-kapal Sriv ijaya dan mengabdi kepada
Puteri Amrita yang telah gugur ketika menembus pertahanan
kota Thang-long."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Panglima Amrita" Perempuan perkasa yang tiada duanya?"
Namun sambil bercakap seperti ini mereka terus
menyerang dan berkelebat me-nyambar-nyambar. Aku
menjadi ragu dan curiga, bahwa percakapan diterus-te-ruskan
hanya untuk menanti saat-saat ke-lemahan. Meski begitu
tanggapan mereka se-betulnya tidaklah asal-asalan. Kuper-ce-
pat lagi gerakanku agar mendapat ruang da--lam permainan
waktu, karena aku masih ha--rus terus memeras sesuatu dari
ingatanku atas ulasan tentang hubungan segitiga orang-orang
Tibet, Negeri Atap Langit, dan suku Uighur yang menjadi asal
kudaku itu. Pada bulan ketiga tahun 787, pasukan Tibet yang dipimpin
Shang Jiezan menguasai Yanzhou dan Xiazhou, serta mulai
sering mengirim utusan ke istana Negeri Atap Langit untuk
meminta perjanjian damai yang baru. Semula maharaja tidak
setuju dengan rencana seperti itu. Setelah itu orang-orang
Tibet menghubungi Ma Sui, seorang panglima tinggi Negeri
Atap Langit, dengan memperlihatkan sebuah rencana
perjanjian yang dapat disetujui bersama. Mereka bahkan
menjanjikan bahwa setelah perjanjian ditandatangani, dua
wilayah yang baru saja direbut itu akan dikembalikan.
Ma Sui mempercayainya dan bersama perwira tinggi lain,
Zhang Y anshang, menawar-nawarkan gagasan ini dalam tukar
pikiran dengan maharaja. Betapapun, terdapat kelompok yang
amat sangat menentang Tibet, yang melihat perkembangan ini
dengan penuh kecurigaan. Panglima Li Sheng berdalih bahwa
tidak seorang pun dapat mempercayai orang-orang liar, tidak
ada yang lebih baik selain menyerangnya. Panglima Han
Youxiang terheran-heran, "Ketika orang-orang Tibet dalam
keadaan lemah, mereka meminta persekutuan, ketika sudah
kuat kembali, mereka menyerang; sekarang mereka telah
masuk begitu jauh ke dalam wilayah kita, dan mereka
meminta perjanjian, sudah jelas
mereka bermaksud
mengelabui kita. i Panglima Han Huang juga tidak mendu-kung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gagasan bersekutu dengan Tibet dan mengusulkan rencana
untuk membangun benteng pada empat daerah, yakni di
Yuan, Shan, Tao, dan Wei, mengi-rimkan pasukan ke sana dan
dengan begitu memperkuat pertahanan. Adapun per-kara
dibutuhkan sumber dana demi pelak-sanaannya, ia siap
bertanggung jawab.
Maharaja menolak lagi tawaran perjanjian damai Tibet itu,
dan bermaksud memenuhi rencana Han Huang. Namun
ternyata Han Huang kemudian meninggal, dan Ma Sui, Zhang
Yanshang, bersama dengan utusan T ibet, Lun Jiare, berusaha
mempengaruhi Maharaja Dezong, yang masih berpikir bahwa
musuh terbesarnya adalah suku Uighur, agar bersekutu
dengan orang-orang Tibet dan menyerbu suku Uighur itu.
Kerja persiapan bagi perjanjian ini ditandai dengan kecurigaan
dari kelompok para panglima dan perwira tinggi yang tidak
percaya kepada ketulusan maksud orang-orang Tibet, yang
semula menawarkan Qingshui sebagai tempat perjanjian,
tetapi kemudian berganti ke Tulishu yang lebih dekat
perbatasan Tibet. Para panglima Negeri Atap Langit tidak
setuju dengan tempat berbahaya dan keduanya pun bersetuju
pindah ke Pingliang, yang berada di dataran rata dan lebih
kurang bahayanya.
Li Sheng, yang tidak mempercayai orang-orang T ibet, ingin
melakukan suatu persiapan rahasia dan membuka perkemahan pasukan yang dapat bertindak dalam keadaan
darurat, tetapi Zhang Y anshang mencurigainya bahwa ia ingin
memastikan kesimpulan perjanjian damai.
Pada hari keduapuluhempat bulan kelima tahun 787, wakil kedua belah
pihak bertemu di Pingliang. Pertemuan berakhir buruk karena
orang-orang Tibet menyerang para wakil Negeri Atap Langit.
Banyak sekali panglima dan perwira tinggi Negeri Atap Langit
yang terbunuh atau tertawan dalam serangan ini. Peristiwa ini
menandai akhir kebijakan dan siasat perdamaian Dezong
terhadap Tibet. Delapan tahun pertama pemerintahannya,
ketika ia berusaha dan takselalu berhasil mencapai hasil yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
baik dengan Tibet, dalam penentangan sejumlah perwira
tinggi pula, telah berlalu. Kebijakan Negeri Atap Langit
terhadap wilayah tengah benua harus diubah.
PADA 787 diangkatlah Li Bi menjadi kepala menteri dengan
kekuasaan penuh. Sejak awal ia memang sudah keberatan
atas persekutuan Negeri Atap Langit dengan Tibet. Li Bi
menyebutkan bahwa Persekutuan Besar yang direncanakannya bertujuan mengurung Tibet, dengan
membentuk persekutuan bersama suku Uighur, Dashi atau
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Arab, kerajaan Nanzhao, dan Negeri Atap Langit. Dengan
keengganan Maharaja De-zong yang belum lupa pengalaman
sebelumnya dengan suku Uighur, usahanya tidak menjadi
mudah. Ketika membahasnya bersama maharaja pada bulan
ketujuh tahun 787, Li Bi belum berani mengungkap apa yang
berada di belakang kalimatnya, ''Tanpa menggunakan pasukan
Negeri Atap Langit, aku bisa mengacaukan orang-orang
Tibet.'' Betapapun, pada bulan berikutnya, suku Uighur
mengirim rombongan kedutaan ke istana, meminta
persekutuan atas dasar pernikahan dan memohon perdamaian. Saat Li Bi mengajukan tawaran perjanjian, sebetulnya
Maharaja Dezong mendukung gagasannya, tetapi keberatan
atas ikut sertanya suku Uighur da-lam perjanjian seperti itu.
Bagi Li B i, su-dah jelas bahwa suku Uighur me-main-kan peran
penting dalam rencana ini, dan akhirnya ia berusaha meya-
kinkan ma-haraja. Maka maharaja pun pada 788 menghadiahkan putrinya, yakni Putri Xian'an kepada khaghan
Uighur yang baru, Mohe, dan setelah itu para pejabat Ne-geri
Atap Langit, terutama perwira ting-gi wilayah Jiannan, Wei
Gao, ''Un-tuk membangun jalan ke Qingxi, guna membuat
perdamaian dengan ma-nusia-manusia buas,'' yakni memba-
ngun kembali hubungan dengan Nan-zhao pada 793-794. Para
negarawan Ne-geri Atap Langit agar serangan menda-dak
Tibet dapat dijauhkan dan me-me-nuhi sebagian dari siasat
dan kepentingan Wangsa Tang di perbatasan barat laut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seringnya penyerbuan T ibet ke wilayah Negeri Atap Langit
setelah Pemberontakan An Lushan adalah bahan perbincangan
di antara para pejabat tinggi untuk waktu yang lama. Misalnya
Lu Zhi, sebagai kepala menteri, dalam catatan riwayat
hidupnya antara bulan kedelapan tahun 792 dan bulan kelima
tahun 793, ketika membicarakan masalah pertahanan di
perbatasan, telah menyimpulkan ber-dasarkan pengalaman
dari serangan-serangan Tibet, yang mengungkap sejumlah
kesalahan dalam pengaturan pertahanan Negeri Atap Langit.
Pertama, menurut Lu Zhi, masalahnya adalah soal
pengambilan keputusan. Para panglima pasukan di perbatasan
mesti menunggu perintah dari istana, sementara panglima
Tibet mendapat hak untuk memberi perintah segera, sehingga
pasukannya dapat bergerak lebih lincah dan lebih cepat.
Dalam catatannya yang pertama, yang dari bulan kedelapan
792, Lu Zhi melihat ini sebagai masalah utama kebijakan
pertahanan Negeri Atap Langit.
Catatan kedua tercurahkan kembali kepada masalah
kebijakan perbatasan, dengan tujuan mengurangi biaya pe-
meliharaan pasukan. Ia menyarankan agar pasukan
perbatasan ditempatkan bersama keluarganya, di tanah yang
menjadi milik mereka sendiri, dan membuat mereka berada
dalam cara tuntian atau mencukupi dirinya sendiri. Lu Zhi
mengagumi kepatuhan pasukan Tibet, yang menurutnya,
merupakan jawaban mengapa mereka sangat mangkus dan
sangkil. Lu Zhi menyatakan, meskipun seluruh pasukan Tibet
setara dengan pasukan Negeri Atap Langit sebanyak yang
dipimpin sepuluh panglima, ber-dasarkan kepatuhan dan cara
turunnya perintah yang langsung berhak dila-kukan panglima
di medan tempur, mereka menjadi kuat dan berbahaya. Ma-
salah utama pertahanan Negeri Atap Langit, menurut Lu Zhi,
adalah tersebarnya pasukan di wilayah yang sangat luas, dan
kekuasaannya terbagi-bagi antara terlalu banyak panglima.
Juga bahwa perintah-perintahnya terkadang bertentangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sehingga kekuatan pa-sukan Negeri Atap Langit tidak dapat
diberdayakan sepenuhnya.
Tujuh bayangan berkelebat me-nyam-bar, aku melepaskan
diri dari ke-pungan dan memancing ketujuh pe-nyoren pedang
itu agar mengejarku da-lam satu garis lurus memanjang.
Begitu garis itu terbentuk aku berbalik dan me-nyerang
mereka satu persatu dalam satu tarikan napas dengan ke-
cepatan seperti pikiran. Kuketok tangan mereka ma-sing-
masing yang meme-gang pedang sehingga terpental ke udara.
Kemudian kutangkap ketujuh pedang sebelum ja-tuh ke bumi.
Saat mereka kembali menge-pung-ku, ketujuh pedang itu
sudah berada di ta-nganku dan kulemparkan kepada
pemiliknya masing-masing tanpa berniat membunuhnya. Aku
tahu betapa tindakan semacam ini dapat diterima sebagai
penghinaan, tetapi kuharap mereka tidak bunuh diri mengikuti
sau-dara seperguruannya demi kehormatan. Kuharap mereka
berpikir sebaliknya, yakni merasa harus berguru lebih tekun
lagi dem i mencapai kesempurnaan. Tidak semua penyoren pe-
dang kuharap akan berpikir bahwa ha-nya kematianlah jalan
menuju kesempurnaan.
Aku telah mendapat gambaran tentang kemungkinan yang
menghu-bung-kan kuda Uighur itu dengan me-reka. Namun
aku masih harus melengkapi ingatanku demi kepastian.
HUBUNGAN antara Negeri Atap Langit, Kerajaan Tibet, dan
suku Uighur pada masa ini didasarkan kepada daya permainan
kekuasaan dan kepentingan kesejahteraan. Keberbedaan
dalam hubungan ketiga pihak ini membawa masalah
tersendiri. Dalam hubungan Negara Atap Langit dan suku
Uighur, masalah kesejahteraan memainkan peranan penting.
Disebabkan oleh ketergantungan Negeri Atap Langit terhadap
bantuan pasukannya, suku Uighur berada dalam kedudukan
untuk menentukan kehendaknya kepada maharaja Negeri
Atap Langit, dan beberapa penguasanya memanfaatkan ini
secara penuh. Para negarawan Negeri Atap Langit lebih suka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahwa dalam jangka panjang siasat persekutuan dengan
Uighur akan menahan orang-orang Tibet, mungkin sebetulnya
lebih karena orang-orang Turk, istilah lain bagi orang Uighur,
tidak terlalu berbahaya bagi kesatuan Negeri Atap Langit.
Mereka tidak pernah bisa masuk terlalu dalam ke wilayah
pedalaman, ataupun menduduki wilayah manapun, antara lain
karena terpisahkan dari Negeri Atap Langit oleh Gurun Gobi.
Pada sisi lain, hubungan antarpenguasa Tibet dan Negeri
Atap Langit ditandai usaha keduanya untuk memperkuat siasat
bagi kepentingan masing-masing di wilayah perbatasan. Para
negarawan Negeri Atap Langit selama masa ini tidak tertarik
dengan pembahasan dalam dugaan tentang sifat hubungan
Negeri Atap Langit dan suku-suku pengembara di luar
perbatasan, yang mereka sebut sebagai orang-orang liar
maupun orang-orang buas. Pernyataan-pernyataan mereka
terhubungkan dengan segala sesuatu yang berlangsung
sehari-hari. Siasat perdamaian yang dirancang oleh Dezong
hanya bekerja dalam masa yang singkat. Alasan bagi
kegagalannya bermacam-macam, tetapi masalah utamanya
adalah bahwa kepentingan dalam siasat jangka panjang pihak-
pihak yang terlibat ternyata bertentangan. Pihak istana Negeri
Atap Langit tidak memiliki kebijakan jangka panjang terhadap
wilayah tengah benua dan siasat mereka terbentuk kebutuhan
untuk mencegah bahaya mendadak, yang datang dari
pemberontakan di dalam negeri maupun dari luar perbatasan,
yakni suku Uighur maupun orang-orang Tibet.
Para negarawan Negeri Atap Langit hanya memiliki pilihan
terbatas bagi gerakan-gerakan kedutaan, karena mereka
ditekan oleh keadaan yang timbul setelah Pemberontakan An
Lushan untuk membuat persekutuan dengan salah satu dari
dua musuh itu. Mengikuti perkembangan, pihak istana Negeri
Atap Langit secara luwes berganti-ganti sekutu dan dengan
begitu membuat sekutu masa lalu dan masa depannya merasa
sangat terganggu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang, pada bulan ketujuh 797, sisa persoalan apakah
kiranya yang terhubungkan dengan kudaku" Baiklah kuanggap
saja, kuda itu adalah bagian saja dari pertukaran dengan
sutera seperti yang telah diterakan dalam perjanjian, tetapi
setelah maharaja melepaskan perjanjiannya dengan Tibet,
sedangkan ketika bersekutu dengan Tibet, mereka lepaskan
perjanjian dengan suku-suku pengembara di seberang Gurun
Gobi, terutama dengan suku Uighur ini.
Setiap suku di wilayah tengah benua tahu belaka tentang
mutu seekor kuda. Jadi meskipun perjanjian dengan Wangsa
Tang sempat melukai hati mereka, tetaplah kuda yang akan
mereka pertukarkan adalah kuda yang dapat memenuhi
kebanggaan mereka. Di Negeri Atap Langit, kuda-kuda U ighur
dianggap lebih baik dari kuda-kuda biasa, termasuk lebih baik
dari kuda yang digunakan pasukan tempur. Kuda-kuda Uighur,
demikianlah disebutkan, dianggap sangat baik dan berguna,
terutama untuk perjalanan jarak jauh.
Kukira aku boleh menduga bahwa kudaku dapat berada di
Daerah Perlindungan An Nam, karena semula ditunggangi oleh
seseorang yang datang atau ditugaskan dalam hubungannya
dengan kepentingan pengintaian, yakni seorang mata-mata.
Simpulan ini kuambil karena kuda-kuda Uighur terbaik dapat
sampai di Daerah Perlindingan An Nam hanya karena
ditunggangi orang pilihan, dengan tugas sangat amat penting
dan tiada tugas lain yang bisa sangat penting dalam keadaan
seperti sekarang, selain tugas-tugas rahasia.
Kuda-kuda Uighur digunakan terutama untuk pasukan
berkuda di perbatasan, baik di perbatasan dengan Tibet
maupun perbatasan tempat terdapatnya suku-suku pengembara di luarnya. Namun kuda-kuda yang terbaik akan
digunakan pasukan pengawal raja di istana, dan dari sini
dipilih lagi untuk para pengawal rahasia istana. Jika di antara
pengawal rahasia istana ini dikirim seseorang yang terpilih
untuk tugas rahasia sejauh Daerah Perlindungan An Nam,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maka kuda terbaik di antara yang terbaiklah kiranya yang
akan diberikan kepada petugasnya.
KUDUGA kemungkinan besar ia memang terbunuh, tentu
karena dengan sua-tu cara rahasianya terbuka. Mung-kin-kah
kiranya ketujuh penyoren pedang ini juga merupakan
rombongan petugas rahasia yang seharusnya berhubungan
dengan saudara seperguruan mereka itu" Kuper-hatikan
beban keranjang pada keledai-keledai itu. Apakah isinya"
Namun kuda-kuda mereka adalah juga kuda-kuda Uighur.
Apakah kiranya tugas rahasia yang mungkin berlangsung
sekarang ini" Mengingat apa yang telah kubaca, maka kiranya
tugas-tugas rahasia tiada lebih dan tiada kurang juga
berhubungan dengan pemberontakan. Negeri Atap Langit
menghadapi orang-orang Tibet di timur, suku-suku pengembara di utara, dan orang-orang Viet di tenggara. Mata-
mata ditanam di antara pemerintah pendudukan untuk
mengetahui ada tidaknya di antara para panglima Negeri Atap
Langit yang ber-khia-nat dan berniat memberontak.
Memberontak kepada Negeri Atap Langit artinya menguntungkan para pemberontak di Daerah Perlindungan An
Nam, meski para panglima ini bukannya berniat memberi
mereka kemerdekaan pula. Be-ta-papun, jika ada panglima
yang berniat mem-berontak maka bagi para pembe-rontak
niat itu sebaiknya tidak diketahui oleh pihak istana Negeri Atap
Langit. Se-orang mata-mata
yang ditugaskan untuk
mengetahui ada tidaknya niat itu tentunya harus segera
dilenyapkan, atau dibiarkan hidup tetapi disuguhi keterangan
yang ke-liru. Apabila yang terakhir ini gagal dila-ku-kan dan
sebaliknya bahkan mengundang kecurigaan, maka pada
akhirnya ia tetap saja harus dilenyapkan. Masalahnya, be-nar-
kah kiranya memang ada kemungkinan bahwa para panglima
Negeri Atap Langit yang ditempatkan di Daerah Perlindungan
An Nam akan memberontak" Mengingat kekecewaan para
perwira tinggi balatentara Negeri Atap Langit terhadap
kebijakan perdamaian negara, baik dengan pihak Tibet
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maupun Uighur, kemungkinan ini memang bisa dipertimbangkan.
Di lain pihak, betapapun para panglima Negeri Atap Langit
yang ditempatkan di Daerah Perlindungan An Nam dianggap
telah berjasa kepada negara karena dianggap telah berhasil
memadamkan pemberontakan. Mereka yang berhasil mere-
dam pemberontakan orang-orang Viet, mungkin juga akan
berhasil meredam ke-ganasan orang-orang Tibet. Namun ba-
gai-mana jadinya jika para panglima yang berjasa ini justru
berniat memberontak, meng-ingat kecenderungan terakhir
bahwa para pang-lima yang merasa dirinya memba-wah-kan
pasukan yang kuat akan memberontak. Jika mata-mata yang
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah diki-rim untuk mengetahuinya terbunuh, sebetulnya apa
yang telah diketahuinya" Pang-li-ma yang memberontak
maupun pemberontakan orang-orang Viet itu sendiri, ketika
permainan kekuasaan menyangkut keberimbangan kedudukan
dengan pihak Tibet dan suku-suku pengembara tiada ha-bis-
nya, akan sangat menyulitkan dan meng-ganggu pihak istana
Negeri Atap Langit.
Waktu sangat sempit, ketujuh orang itu bisa mengambil
pedang dan menyerangku kembali, tetapi bisa juga mengambil
pe-dang dan bunuh diri! Keduanya sama sekali tidak
kuinginkan. Aku berpikir cepat sekali, tetapi aku ti-dak dapat
menceritakannya kembali se-ce-pat itu. Tinggal sedikit
kemungkinan dari dugaanku kini, apakah memang ada pang-
lima yang berniat memberontak dan me-ngetahui keberadaan
seorang mata-mata dan lantas membunuhnya; ataukah pihak
pemberontak di Daerah Perlindungan An Nam yang
membunuh mata-mata itu, karena pemberontakan para
panglima terhadap negaranya sendiri itu tentu sangat
menguntungkan bagi orang-orang Viet.
Tanganku bergerak cepat. Telah ku-sam-bar sejumlah
kerikil yang melesat ke tujuh jurusan yang membuat pedang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka terpental. Pedang mereka melayang ke udara dan
mereka hanya bisa meman-dangi-nya ketika aku melontarkan
tujuh kerikil lagi ke arah tujuh pedang itu sehingga
membuatnya terpental sekali lagi de-ngan semakin jauh.
Sebelum pedang itu jatuh berdentang di bebatuan, ketujuh
penyoren pedang yang telah kehilangan pedangnya itu
bersujud sambil berkata serentak. ''Tuan Pendekar, terima lah
kami sebagai murid! Akan kami lakukan segala perintah Guru!''
Guru" Aku baru berumur 26 tahun dan aku sendiri masih
selalu berusaha mencari guru. T idak akan kuhabiskan waktuku
un-tuk menjadi guru ketujuh penyoren pedang yang
tampaknya mempunyai tugas rahasia itu di tengah lautan
kelabu gunung batu.
''Bangunlah kalian,'' kataku, ''jangan bersujud seperti itu,
aku seorang pengembara yang tidak akan berhenti di sini
menerima tujuh orang murid.''
Salah seorang mengangkat wajahnya.
''Terima lah kami Guru! Terimalah!''
Lantas ia bersujud kembali.
Kupandang pemilik kedai yang tersenyum simpul dan
segera masuk kembali ke kedainya seperti pura-pura tidak
mengerti. Aku pun tidak ingin mengerti, tetapi aku sekarang
dengan keberadaan kuda Uighur ini.
"JANGAN panggil aku Guru! Kalian semula sangat
bersemangat ingin membunuhku, sekarang kalian mengaku
ingin menjadi murid. Percayakah kalian sekarang bahwa aku
tidak membunuh saudara seperguruanmu?"
"Kami percaya! Tuan tidak perlu membunuh seseorang
untuk mendapatkan kudanya!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Coba katakan kepadaku sekarang, apakah saudara
seperguruan kalian seorang anggota pengawal rahasia istana
Negeri Atap Langit?"
"Benar Tuan Pendekar!"
"Sedangkan dia adalah mata-mata suku Uighur?"
Ketujuh orang itu mengangkat wajahnya serentak dan
ketujuh-tujuhnya bicara berbarengan.
"Hah"! Bagaimana Tuan Pendekar bisa tahu?"
Aku tersenyum dan merasa puas dengan hasil penyelidikanku ke dalam kepalaku sendiri. Pihak istana Negeri
Atap Langit tentu memiliki jaringan rahasia yang sangat ketat.
Saudara seperguruan mereka dikirim oleh khaghan tentunya
sudah menunggangi kuda yang terbaik itu, dan bukannya
kuda di antara begitu banyak kuda yang dipertukarkan dengan
sutera. Betapapun bangga orang-orang Uighur dengan
peternakan kudanya, mereka menyimpan kuda yang paling
terlatih untuk diri mereka sendiri. Kuda yang dipertukarkan
dengan sutera tentulah kuda yang baik pula, tetapi sebagai
suku pengembara yang menganggap kuda sangat berharga,
mereka harus membuat diri mereka tetap lebih unggul dalam
kepemilikan kuda. Maka betapapun hebatnya segenap kuda
yang diserahkan kepada pihak istana Negeri Atap Langit, kuda
yang mereka miliki tetaplah harus lebih baik lagi. Meskipun
Negeri Atap Langit sedang berdamai dengan suku Uighur,
sejarah menunjukkan betapa kedua belah pihak secara diam-
diam sebetulnya selalu berperang juga. Jika perdamaian rusak
dan mereka bertempur lagi, suku U ighur itu ingin memastikan
betapa keunggulan kuda akan menentukan keberimbangan
kekuatan pasukan.
Demikianlah kuda terbaik tidak akan ikut diserahkan, dan
jika kuda terbaik itu tampak ditunggangi seseorang yang
melamar sebagai pengawal istana, pantaslah jika mengundang
kecurigaan. Hanya seorang Uighur terpilih atau warga Negeri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Atap Langit yang bekerja bagi kepentingan Uighur akan
dianggap layak mendapat kuda terbaik, dan tiada pekerjaan
lebih penting dalam masa pertempuran berkobar di mana-
mana ini selain pekerjaan sebagai mata-mata di dalam istana
Negeri Atap Langit. Maka ia dibiarkan masuk dan diterima
sebagai pengawal istana, bahkan diangkat pula sebagai
seorang pengawal rahasia.
Selama itu pihak istana mengatur agar pengawal rahasia
istana yang sebenarnya bekerja untuk suku Uighur ini
mendapatkan keterangan-keterangan yang menyesatkan.
Negeri Atap Langit membutuhkan perdamaian dengan suku
Uighur agar bisa memusatkan perhatian menghadapi orang-
orang Tibet. Jika kepentingan ini diketahui, suku Uighur bisa
memeras Negeri Atap Langit sesukanya selagi masih bisa,
karena permusuhan dengan suku Uighur akan sangat besar
ongkosnya, apalagi kuda-kuda mereka dipastikan dapat
bergerak lebih cepat pula. Demikianlah mata-mata Uighur ini
diberi makan keterangan palsu tanpa diketahuinya, yang
tujuannya mengarah kepada kepentingan agar perdamaian
dengan Uighur tetap bertahan, setidaknya sampai Tibet tidak
lagi menjadi ancaman.
Siasat seperti ini tidak dapat berlangsung selama-lamanya,
karena dalam kegiatan mata-mata, kesalahan kecil saja
mengundang kecurigaan dan membongkar kerahasiaan.
(Oo-dwkz-oO) Episode 154: [Matinya Seorang Mata-mata]
KABUT kembali turun di seluruh lautan kelabu gunung batu.
Bahkan kedai itu pun tidak dapat kulihat dari tepi jurang ini,
seperti juga jurang
ini sendiri yang sudah tidak
memperlihatkan apa-apa lagi. Tidak kulihat ketujuh penyoren
pedang yang masih bersujud memohonku jadi guru itu.
Namun isi kepalaku berada di sebuah dunia tempat seorang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mata-mata suatu ketika tewas tanpa mengetahui siapa yang
telah membunuhnya. Bukankah begitu rawan menjalani
kehidupan sebagai mata-mata"
Siapakah ia kiranya yang tewas dalam kegelapan di sebuah
istal kuda-kuda terbaik istana di kotaraja Thang-long itu,
meninggalkan kudanya yang perkasa di antara kuda-kuda
lainnya, sebelum seseorang yang lain datang mengendap-
endap dan membawa mayatnya pergi entah ke mana"
IA bukan seorang Uighur, tetapi kuda itu semenjak
kemunculannya di Chang'an untuk melamar pekerjaan sebagai
anggota pengawal istana, dengan terlalu mudah telah
menghubungkannya dengan kegiatan mata-mata Uighur. Bagi
suku pengembara yang hidup mengembara sepanjang tundra
membawa tenda-tendanya itu, kegiatan mata-mata mungkin
masih dianggap sebagai tindakan yang terlalu sederhana,
seperti hanya tinggal datang, melihat, mendengar, dan
melaporkan. Tidak seperti kegiatan rahasia istana yang sudah
amat canggih jaringannya, kegiatan mata-mata yang diniatkan
orang-orang Uighur seolah-olah dapat dilakukan dengan
penyamaran seadanya tanpa jaringan apa pun yang mendu-
kungnya. Maka alih-alih diketahuinya segala sesuatu yang rahasia,
sebaliknya ia menjadi sasaran kegiatan rahasia tanpa
disadarinya. Pesan-pesan rahasia yang disampaikannya
kepada seorang penghubung dari Uighur adalah pesan yang
sengaja diumpankan untuknya, agar ketika semuanya sampai
ke telinga khaghan akan memberi kesan bahwa menerima
perjanjian perdamaian adalah yang terbaik bagi mereka. Salah
satu umpan yang menyesatkan adalah pesan bahwa Negeri
Atap Langit akan menempatkan pasukan pilihan Uighur
sebagai pasukan pengawal istana. Betapapun kedudukan
Wangsa Tang sedang berada dalam keadaan lemah, tidaklah
akan mungkin keselamatan seorang maharaja diserahkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada pasukan yang semula merupakan musuhnya. Tidak
mungkin dan tidak akan pernah.
Namun karena pesan ini disampaikan oleh satu-satunya
mata-mata di dalam jaringan rahasia istana di Chang'an, pihak
Uighur mengira bahwa Wangsa Tang memang telah menjadi
begitu lemah oleh pemberontakan para panglimanya sendiri,
sehingga tidak seorang pun dipercayai Maharaja Dezong untuk
menjaga istana, karena membuat dirinya terlalu mudah
disandera. Pihak Uighur memang tak sembarang percaya.
Mereka menguji dengan sejumlah permintaan kepada Wangsa
Tang, mulai dari perkawinan dengan putri raja sampai
penyerahan sejumlah wilayah, yang ternyata berusaha
dipenuhi demi kelancaran jebakan. Tidak ada yang
mengetahui serba-serbi tersembunyi di balik perjanjian
perdamaian kecuali mereka yang terlibat kegiatan rahasia.
Saat perjanjian perdamaian ditandatangani barangkali pihak
Uighur sudah sangat siap untuk mengambil alih istana,
menangkap dan membunuh maharaja, sementara burung
merpati yang mereka kirim membawa pesan ke Gurun Gobi
akan memberi perintah serbuan bergelombang dari perbatasan. Perhatian para panglima Negeri Atap Langit akan
terpecah dan karena itu menjadi lemah dan pasukannya
mudah dikalahkan.
Namun bukan saja tidak pernah ada permintaan kepada
pasukan Uighur untuk menjaga istana, tetapi juga mata-mata
yang kepadanya akan mereka minta pertanggungjawaban
hilang lenyap taktentu rimbanya. Memang benar bahwa murid
perguruan ilmu pedang yang telah menyediakan dirinya
menjadi mata-mata bagi kepentingan suku Uighur itu, karena
sebab-sebab yang belum dapat diduga, telah dikirim secara
mendadak ke Daerah Perlindungan An Nam dengan
pengawalan ketat. Mungkin ia mengira betapa pengawalan itu
adalah demi kepentingan atas keselamatan dirinya. Siapa
mengira justru tujuannya adalah supaya ia tidak dapat
menyelamatkan diri ke mana-mana.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setiba di Kota Thang-long yang sedang dikepung oleh
pasukan gabungan para pemberontak, mungkin ia masih
dipekerjakan dalam kegiatan rahasia seolah tiada kecurigaan
apapun jua, dan hanya setelah pertempuran usai dan suasana
lebih tenang, maka suatu ketika di istal kuda di depan kuda
kesayangannya sebilah pisau melengkung menyobek dadanya
dari belakang tanpa tertahankan. Pandangannya menjadi
gelap sebelum ambruk dan tidaklah pernah ia ketahui siapa
pembunuh itu, karena pembunuhan gelap niscaya dilakukan
per-kumpulan rahasia yang menyediakan jasa pembunuhan
demi bayaran. Per-kumpulan rahasia para pembunuh bayaran
ini telah menjadi sangat mahir dan terampil dalam seni
pembunuhan gelap, sehingga sebisa mungkin tiada jejak yang
ditinggalkan, tetapi kutahu hanya ada satu perkumpulan
rahasia semacam itu di Thang-long, yakni yang menamakan
dirinya sebagai Kalakuta karena keahlian mereka dengan
racun. Ketika kabut berpendar, segalanya tampak kembali dengan
jelas, seperti sebuah puisi Wang Wei yang terbaca olehku di
Kuil Pengabdian Sejati:
bukit yang dingin menjelma hijau tua
gemercik sungai musim gugur bergumam suaranya
bertelekan tongkat, di ambang pintu pagar
kudengar jerit cengkerik terbawa angin
MEMANG benar ini menjelang musim gugur dan meski tak
kudengar jerik cengkerik, kudengar segala macam suara
terbawa angin yang justru semakin menekankan kesunyian
pegunungan. Aku terkesiap, ketujuh penyoren pedang itu
terkapar sebagai mayat di tempatnya masing-masing.
Aku merasa sangat bersalah. Bu-kankah mereka semua
sedang bersujud memohon kesudianku menjadi guru" Mereka
yang mengarungi su-ngai telaga persilatan, jika sudah berniat
untuk berguru seperti itu, tidak akan pernah mengangkat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
wajahnya sebe-lum guru yang dimaksud mengabul-kan
permintaannya, yakni menerima-nya sebagai murid. Sang
guru pun ka-dang menguji kekerasan hati calon mu-ridnya
dengan cara seperti itu. Se-orang calon murid bersimpuh atau
bersujud siang malam dalam hujan dan panas di muka pintu
perguruan atau ru-mah gurunya, sampai sang guru sendiri
menyuruhnya berdiri; takjarang sang guru pergi lebih dahulu
berhari-hari dan baru ketika kembali dan dilihatnya calon
murid itu masih bersujud atau ber-simpuh di situ, maka saat
itulah ia akan merasa wajib menghargai ke-kerasan hati ca lon
murid tersebut.
Jika ternyata ketujuh orang yang bermaksud berguru
kepadaku itu telah dibunuh saat bersujud, kurasa aku ha-rus
menganggapnya sebagai
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penghinaan yang ditujukan kepadaku. Te-patnya seseorang bukan hanya ber-maksud
menguji, melainkan dengan jelas, terang-terangan, dan
kurang ajar telah menantangku!
Aku menghela napas panjang. Sulit sekali menghindarkan
diri dari pertarungan belakangan ini. Meskipun aku tak pernah
berniat menerima mu-rid, tetapi aku merasa harus
menghormati kematian tujuh penyoren pedang yang dibunuh
ketika sedang bersujud kepadaku itu. Jika mereka tidak
sedang bersujud dan pedangnya tidak ku-pentalkan dengan
kerikil jauh-jauh dari mereka, belum tentu mereka akan dapat
terbunuh semudah itu.
Malang benar nasib ketujuh penyo-ren pedang itu. Aku
belum tahu apakah tujuan mereka membawa keledai-keledai
beban mengarungi lautan kelabu gunung batu ini. Apakah ber-
hubungan dengan tugas rahasia sau-dara seperguruan mereka
yang telah terbongkar begitu ia muncul. Mungkin jika
keranjang beban di atas keledai-keledai itu dibongkar akan
terdapat suatu jawaban. Namun bisa pula ke-matian mereka
hanya berhubungan dengan diriku, seperti yang telah ku-
duga, bahwa seseorang bermaksud mengajakku bertarung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan cara membunuh ketujuh penyoren pedang yang
sedang bersujud memohon ke-padaku agar menjadi gurunya
itu. Kutelusuri satu persatu ketujuh ma-yat yang tergeletak itu.
Hatiku bersedih dua kali untuk mereka. Pertama karena
kuketahui betapa diriku tidak akan menerima mereka sebagai
murid; ke-dua, karena bersujud itulah mereka terbunuh
dengan terlalu mudah. Aku tak tahu menahu siapa mereka,
tetapi ra-sanya pantas jika kematian mereka kubalaskan. Maka
setelah memeriksa satu per satu bekas luka mereka, ku-
pungut pula ketujuh pedang mereka yang telah kubuat
terpental sehingga mereka tak bisa membela diri itu, de-ngan
pikiran bahwa siapa pun yang telah membunuh mereka demi
sebuah pertarungan denganku harus mati oleh ketujuh
pedang itu. Demikianlah ketujuh pedang itu kumasukkan ke dalam
sarung pedang yang kuambil dari tubuh mereka ma-sing-
masing. Kemudian aku me-langkah ke arah kedai dengan
tujuh pedang tersoren di punggungku. Se-genap pemandangan hilang dari pandangan karena sedang
kunantikan serangan paling berbahaya dalam perjalananku di
sungai telaga dan rimba hijau dunia persilatan. Siapa pun ia
yang mampu membunuh tujuh manusia di sekitarku,
meskipun saat itu diriku dilingkungi kabut, tentulah ilmu
silatnya tidak berada di bawah diriku, dan syukurlah betapa
diriku tidak usah menanti terlalu lama...
Di arah kedai, kulihat bapak kedai itu sedang membereskan
warungnya seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Mengapa ia
harus bersikap seperti itu jika sebetulnya betapa ia
mengetahui semuanya"
(Oo-dwkz-oO) MATAHARI mendadak saja semburat dari balik kabut yang
tiba-tiba saja seperti menyingkir. Rerumputan yang basah
seperti bersemu kuning, daun rumput yang basah berkilauan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
warna-warni bunga menjadi jelas dalam keterangbenderangan
dunia yang menjadi riang seketika.
Kuhentikan langkahku dan kutarik satu dari ketujuh pedang
yang tersoren di punggungku. Sebentar kemudian dari segala
arah muncullah kupu-kupu beterbangan ke arahku. Kupu-kupu
yang indah, kupu-kupu aneka warna dengan sayap terindah di
dunia. Ke-indahan yang sungguh tak tergambar-kan dengan
kata-kata. Seandainya aku seorang penulis, mungkin aku bisa
ber-cerita lebih baik, tetapi aku hanyalah salah seorang
penyoren pedang yang mencari arti di dunia persilatan dari
pertarungan satu ke pertarungan lainnya. Aku tidak mengerti
bahasa sastra, aku hanya memahami bahasa pedang, dan kini
harus kuhadapi segala kein-dahan ini dengan ayunan pedang
pula. Pukulan Naga Sakti 16 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Pedang Asmara 10