Buddha Pedang Dan Penyamun 20
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Bagian 20
sudah ditipu, yang belum kuketahui bagaimana caranya.
Meski belum jelas bagaimana bisa dihubungkan, jejak
pertama bagai memunculkan dirinya sendiri, tetapi betapa
mengerikan! Kuda Yan Zi yang berjalan paling depan mendadak
berhenti. Di depannya, seorang bhiksu Shaolin tergantung
pada pohon yangliu dengan tali perlengkapan busana silatnya
sendiri. Rupanya satu dari sepuluh bhiksu yang telah
diperintahkan Penjaga Langit untuk mengejar Harimau Perang
itu. Dari bawah pun sudah terlihat dengan jelas, dadanya
merekah merah oleh sayatan bersilang, yang tentunya berasal
dari sabetan dua pedang menyilang dengan kecepatan setan.
Sudah jelas Harimau Perang ilmu s ilatnya tinggi sekali. Bahkan
bhiksu terpilih ini belum memegang senjata ruyungnya sama
sekali. Memang tidak mudah mengejar seseorang dari ke balik
kelam seseorang siap menyergap siapapun yang mengejarnya
dan belum siap sama sekali.
Para bhiksu Shaolin itu agaknya masih terlalu lugu
menghadapi ilmu halimunan yang digemari golongan hitam
dan kaum penyusup seperti ini. Ketika kami melanjutkan
perjalanan tanpa harus menurunkan mayat bhiksu itu,
ternyata memang satu persatu kami jumpai mayat bhiksu
Shaolin tergantung pada pohon yangliu. Tergantung dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bergoyang-goyang karena angin yang menderu dari celah-
celah gunung batu, memperdengarkan suara bersiut-siut yang
terasa pedih mengiringi nasib para bhiksu itu. Dada mereka
semuanya tersayat sabetan pedang menyilang, merekah
merah dan menetes-neteskan darah.
(Oo-dwkz-oO) Episode 191: [Peti Mati yang Digantungkan]
"APA perlunya mereka digantung" Tidakkah cukup
membunuhnya dan meninggalkannya pergi jika ia ingin
menghindari orang-orang ini" Mengapa harus menggantungnya?" Yan Zi Si Walet bertanya-tanya.
Dapat kubayangkan bagaimana menggantung masing-
masing dari sepuluh bhiksu itu merupakan pekerjaan
tambahan. Namun kukira Harimau Perang me lakukannya
karena bermaksud mengirim suatu pesan.
"Sepuluh bhiksu itu mungkin menyerangnya satu persatu,
karena mencarinya ke dalam kelam secara tersebar, dan
setiap kali berhasil membunuhnya ia menggantung mayatnya,
mungkin untuk memperingatkan yang lain," ujar Elang Merah,
"tetapi bukannya para bhiksu menjadi takut, melainkan justru
maju karena yang dicari oleh masing-masingnya telah
ditemukan."
Semula aku berpikir bahwa Elang Merah akan mengatakan
para bhiksu bukannya mundur, melainkan maju untuk
membalaskan dendam, tetapi rupanya sudah diterima sebagai
kenyataan betapa seorang bhiksu tidak akan melakukan
tindakan karena dendam. Maka Elang Merah menyebutkan,
bahwa mayat-mayat para bhiksu yang tergantung bagi yang
belum tewas dan menemukannya dimaknai sebagai jejak ke
arah sang buronan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KUKIRA Harimau Perang pun tahu, para bhiksu tidak akan
mundur menyaksikan mayat-mayat kawannya yang tergantung, melainkan terpancing maju ke suatu arah, bukan
karena dendam membara, melainkan sekadar sebagai
petunjuk. Di sinilah justru dapat dikenali kecerdikan Harimau Perang
yang mengesankan! Ia tidak bermaksud mengancam atau
menakut-nakuti. Dari mayat ke mayat yang tergantung dari
pohon yangliu yang satu ke pohon yangliu yang lain ia
bermaksud menunjukkan arah, justru agar diikuti, padahal ia
tentu sudah tidak berada di arah itu! Artinya para bhiksu
Shaolin yang mengejarnya susul menyusul itu, bukanlah
sasaran utama pesannya yang menyesatkan sebagai mayat-
mayat yang tergantung, melainkan siapa pun yang telah
berusaha membuntutinya, agar ia mengira berada di arah
yang tertunjukkan oleh urutan sepuluh penggantungan
tersebut. Ia telah pergi ke arah lain! Ke mana"
''Jika memang pergi ke Chang'an, kita bisa mendahuluinya,''
kata Yan Zi setelah kusampaikan pendapatku, ''tapi siapa
sekarang yang bertanggung jawab atas tubuh Yang Mulia
Kepala Bhiksu Penyangga Langit"''
Aku telah mengambil simpulan, tubuh Penyangga Langit
dilenyapkan untuk menghilangkan jejak racun di tubuhnya,
yang akan menunjukkan kemungkinan segala cara dan asal-
usul pembunuhannya. Disebutkan bahwa kematiannya
disebabkan oleh asap beracun dari hio yang dipegangnya
ketika memimpin upacara, dan kejadian itu telah mengorbankan pula sejumlah bhiksu yang berdiri di dekatnya,
setidaknya bhiksu-bhiksu baris terdepanlah yang bergelimpangan ketika melakukan pradhaksina. Namun Yang
Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit seorang yang tewas.
Karena hio diambil dari gudang perbekalan alat-alat
sembahyang, tentu hio berasap racun yang dipegangnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diselundupkan dari luar, dan itu berarti terdapat kerja sama
orang dalam, yang berarti juga terdapatnya suatu komplotan.
Setelah mendengar cerita Yan Zi, kedudukannya mungkin
terbalik, bukannya terdapat komplotan yang bekerja secara
rahasia, melainkan terdapat sejumlah bhiksu saja yang tidak
menyetujui pembunuhan bersama itu. Setidaknya terdapat
para bhiksu yang pendapatnya tidak diketahui atau tidak
terlalu jelas atau cukup meragukan, dan karenanya harus
dilenyapkan. Sepasang Cadas Kembar yang lugu mungkin
berterus terang, dan itulah sebetulnya alasan mereka
ditempatkan di luar, bukan karena berewoknya. Sedangkan
sepuluh bhiksu yang ditugaskan memburu Harimau Perang
adalah mereka yang kemungkinan diragukan ketegasannya
untuk mendukung rencana Penjaga Langit.
Sepuluh bhiksu itu memang tinggi ilmu silatnya, yang tentu
saja mendukung nyali yang mereka miliki untuk menghadapi
barisan bhiksu di belakang Penjaga Langit, tetapi mereka
terjebak oleh kesetiaan terhadap Yang Mulia Bhiksu Kepala
Penyangga Langit. Tentu mereka segera berangkat tanpa
berpikir dua kali ketika diperintahkan memburu pencuri tubuh
tersebut, tidak tahu betapa tujuannya justru untuk
melenyapkan diri mereka sendiri. Kubayangkan dengan
ilmunya yang tinggi mereka menembus ke balik tabir dan
memasuki dunia yang kelam, tetapi mereka belum paham
betapa bisa licik dan curangnya ilmu-ilmu hitam dan itulah
penyebab tumbangnya mereka satu persatu tanpa sempat
mencabut senjata untuk menyerang dan memberikan
perlawanan. ''Tubuh itu tidak akan dibawa tentunya,'' kataku, ''ia masih
harus naik kuda ke Chang'an dengan segala urusannya.''
''Apakah itu berarti dibuangnya begitu saja ke dalam
jurang"'' Elang Merah menatapku.
''Daku tidak bisa memastikan, benarkah kalian lihat ia
membawa tubuh keluar perguruan"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Itu pasti!'' Yan Zi yang menjawab sambil menghentakkan
kaki, ''Menyesal juga daku, kenapa tidak sempat kita
mencegatnya sebelum menghilang!''
''Kalian beruntung tidak terus mengejarnya,'' kataku,
''karena ilmu halimunan memang sangat membingungkan.''
''Jadi di manakah tubuh Penyangga Langit itu sekarang"''
Yan Zi bertanya-tanya sendiri.
Seperti dikatakan Angin Mendesau Berwajah Hijau
kepadaku, ia belum pernah pergi keluar dari Kampung
Jembatan Gantung lebih jauh daripada Perguruan Shaolin. Jadi
jalan ini pun tentu belum diketahuinya. Sementara Elang
Merah datang dari Tibet dan juga belum pernah ke Chang'an.
Artinya ia juga belum pernah melalui jalan ini. Adapun tentang
diriku, sejak awal perjalanan telah diperhitungkan akan dapat
mengandalkan Harimau Perang untuk dibuntuti, sebagai
tujuan perjalananku ini sendiri.
KINI terdapat dua pilihan, jika tidak tahu ke mana harus
mencari Harimau Perang yang telah mencuri tubuh itu, kami
kemungkinan akan menjumpainya lagi di Chang'an, yang
menurut jaringan mata-mata para bhiksu di Thang-long,
menjadi tujuan perjalanan rahasia Harimau Perang. Namun
lantas bagaimanakah nasib tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala
Penyangga Langit, yang jika diperiksa secara langsung
mungkin saja memberikan beberapa petunjuk yang bisa
mengungkap siapa pembunuhnya"
Saat itulah di ujung jalan di belakang kami muncul seorang
lelaki tua dengan setumpuk ranting dan dahan kayu di
punggungnya. Ia menuruni jalan setapak pada tebing di atas
kami yang sangat curam dan sangat sempit bagaikan
melangkah di jalan mendatar, padahal kecuramannya
membuat ia nyaris menapak dengan tumit sahaja. Jika lelaki
tua itu tidak berjalan dengan cara seperti itu di sana, kukira
aku pun tidak akan pernah tahu apakah di sana ada jalan
setapak, karena bagi mataku dinding itu sungguh hanya licin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saja, licin dan hitam agak keabu-abuan dan hanya makhluk
yang lahir dan hidup di gunung saja akan bisa
menganggapnya sebagai jalan setapak. Sama seperti
kambing-kambing gunung yang bisa lari dalam kecuraman
dengan badan sejajar tebing itu sendiri. Manusia yang lahir
dan hidup di gunung, tentunya bisa juga hidup sebagai
makhluk gunung bukan"
"Permisi," katanya seperti tidak terjadi sesuatu yang luar
biasa dengan caranya menuruni tebing, "bolehkah kiranya
orang tua ini lewat?"
Masih di atas kuda, di jalan sesempit itu kami memang
memenuhi jalanan, dan kami semua segera melompat turun,
membiarkannya lewat dengan kayu bakar di punggungnya.
Busananya bertambal-tambal dan sudah usang, bahkan alas
kakinya yang disebut sepatu pun bertambal-tambal meski
tampak kuat sekali. Ia tidak mengenakan fu tou di kepalanya,
rambut putihnya digelung dan diikat di atas serta kumis dan
janggutnya sudah putih. Sebagai orang tua, ia tampak tegap
dan lincah. Kami saling berpandangan dengan pengertian yang sama.
Di dekat tempat ini terdapat sebuah permukiman.
Lelaki tua itu tertegun melihat bhiksu tergantung dalam
tiupan angin. "Hah" Siapa yang tergantung ini?"
"Itu para bhiksu dari Perguruan Shaolin, apakah Bapak
berasal dari sekitar ini?"
"Hah! Satu lagi?" Ia tidak langsung menjawab, "Beberapa
hari yang lalu seseorang juga menyerahkan tubuh seorang
bhiksu kepada kami, meminta kami menguburkannya sesuai
adat di kampung kami."
Tentu kami saling berpandangan lagi.
"Di mana?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kampung kami, Kampung Orang Bo yang tak seberapa
jauh lagi," katanya.
"Orang Bo?" Yan Zi menyela, "Orang Bo yang
menggantungkan peti mati di dinding tebing?"
"Ya, dia juga meminta agar tubuh bhiksu yang dibawanya
diletakkan di dalam peti seperti Orang Bo dan digantungkan di
tempat yang tertinggi."
Yan Zi mengangguk-angguk.
"Kami diutus Perguruan Shaolin untuk mencari tubuh itu
Bapak, kami harus membawanya kembali,"
katanya, "bersediakah Bapak menunjukkan tempatnya?"
"Tapi tubuh bhiksu itu tabu untuk diambil kembali," jawab
orang tua itu, "kami sudah mengadakan upacara untuk
menguburkannya, dan mengambilnya kembali bisa dianggap
menghina adat dan menimbulkan pertumpahan darah.'
Aku tidak mengerti arah perbincangan ini. Namun Yan Zi
terus mendesak.
"Kami setidak-tidaknya harus memeriksa tubuh bhiksu itu,
bahkan kami sebenarnya akan minta tolong untuk
menyempurnakan tubuh yang tergantung ini bersama dengan
sembilan tubuh lain sepanjang jalan ini. Bisakah?"
Orang tua itu memandang Yan Zi, lantas Elang Merah,
lantas diriku. Ketika memandangku matanya naik turun dari
atas ke bawah. "Darimanakah asal Anak?"
Aku tentu sebaiknya memberi jawaban singkat, sesingkat-
singkatnya. "Dari Huang-tse, Bapak."
"Itu hanya suatu arah, Anak."
"Mungkinkah K'oun-loun lebih jelas?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Itu wilayah yang luas, Anak."
"Bagaimana kalau Ho-ling?"
"Ah! Ho-ling!"
SEBENARNYA dia juga akan tahu jika kusebut Ho-ling
sebagai Ka-ling. Antara 766 dan 779 catatan Wangsa Tang
menyebutkan setidak-tidaknya tiga kali utusan dari Ka-ling tiba
di Negeri Atap Langit. Namun aku tidak mengetahui apakah
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu berarti sebagai utusan Rakai Panangkaran yang berkuasa
di Mataram dari 746 sampai 784, dan sekarang telah
digantikan oleh Rakai Panunggalan.
''Kami orang-orang Bo memang terasing dan terpencil,''
kata orang tua itu, ''tapi bukan berarti kami tidak mengikuti
perkembangan.''
Orang-orang Bo" Siapakah mereka" Dari perbincangan Y an
Zi dengan orang tua itu setidaknya aku mengetahui
terdapatnya adat mereka untuk menggantung peti mati di
dinding-dinding tebing. Agaknya betapapun Harimau Perang
masih menghormati Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga
Langit dan karena itu tidak sembarang membuang tubuhnya
agar dimakan binatang buas. Jika Yan Zi bisa mendapat
perkenan kepala adat mereka untuk membuka peti dan
menengok tubuh Penyangga Langit, barangkali kami bisa
mendapatkan sesuatu, yang juga akan memutuskan kami
tetap mencari jejak Harimau Perang atau langsung menuju
Chang'an. ''Ikutilah saja Bapak,'' kata orang tua itu, ''kampung kami
hanyalah beberapa gunung lagi. Nanti Bapak minta mereka
yang masih muda mengambil tubuh tergantung para bhiksu ini
kemari.'' Kami saling berpandangan. Beberapa gunung lagi" Apakah
tidak terlalu jauh bagi seorang tua seperti itu mencari kayu
bakar sampai ke tempat ini"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika ia mulai melangkah, aku pun berkata.
''Naiklah kudaku saja Bapak, supaya lebih cepat.''
''Biarlah Bapak berjalan kaki saja, Anak, mudah-mudahan
tidak akan terlalu menghambat.''
Lelaki tua yang memang tampak masih sigap itu segera
berjalan dan kuda-kuda kami tanpa disuruh pun mengikutinya.
Meskipun gunung-gunung batu telah menjadi lebih hijau, lebih
banyak dataran berumput, banyak pepohonan, dan hutan-
hutan kecil, jalan sempit yang naik dan turun di tepi jurang
nan curam masih juga tiada habisnya. Namun ternyata orang
tua itu melangkah tidaklah selambat tampaknya. Bagi kakek
tua dari Kampung Orang Bo itu jalan mendaki, menurun,
maupun mendatar sama saja, dengan kecepatan yang
membuat kamilah yang justru menghambat perjalanannya.
Berkali-kali ia tampak dengan penuh pengertian harus menanti
di berbagai tikungan, seperti takut kami tersesat dalam
perjalanan. Bahkan juga di jalan mendatar, ketika kuda bisa dipacu
laju, ia hanya tampak melangkah pelahan saja, agak
terbungkuk karena beban kayu bakar di punggungnya, tetapi
betapa tiada pernah kuda-kuda kami bisa menyusulnya. Kami
saling berpandangan sekilas dan tahu bahwa tentu orang tua
ini bukanlah sembarang orang tua dari sebuah kampung
terasing yang menghabiskan sisa hidupnya dengan mencari
kayu bakar. Apakah orang tua itu tertawa dalam hati" Sudah
jelas ilmu meringankan tubuh yang dikuasainya sangat tinggi,
karena dengan langkahnya yang pelan tetapi lebih cepat dari
laju terpacu kuda kami, sebenarnya ia telah melangkah
bagaikan tidak menginjak tanah sama sekali. Dalam dunia
persilatan, memang sangat dimungkinkan seorang pendekar
dari peringkat para suhu, muncul dari berbagai sudut yang
tiada terduga. Betapapun, bagiku sudah bagus ia bersedia
menunjukkan kampungnya untuk memeriksa tubuh Yang
Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apabila kemudian kecepatan harus diturunkan karena jalan
menyempit di tepi jurang curam, Yan Zi bercerita dengan
ringkas tentang Orang-orang Bo, seperti yang pernah
didengarnya ketika menjadi murid Perguruan Shaolin.
''Orang-orang Bo sebetulnya berasal dari wilayah Sichuan,
dan hanya sampai ke daerah lautan kelabu gunung batu di
wilayah Yunnan ini nyaris sama seperti yang lain, yakni
sebagai pelarian yang dikejar-kejar untuk dimusnahkan hanya
karena perbedaan. Dahulu kala para leluhurnya mendukung
Wangsa Zhou Barat menggulingkan Wangsa Shang hampir
1800 tahun yang lalu.
MEREKA telah mengembara dan berpindah-pindah tempat
di Negeri Atap Langit ini, sejak sekitar 1500 tahun lalu di
wilayah Tiga Ngarai yang terkenal semasa pemerintahan
Wangsa Zhou Masa Musim Semi dan Musim Gugur.
"Orang-orang Bo terutama berbeda dari suku lain dalam
adat penguburan. Mereka menempatkan orang mati dalam
peti mati kayu. Pada zaman purba cara seperti itu tersebar di
seluruh barat lau Negeri Atap Langit yang memang
takbertanah dan hanya bergunung batu, tetapi kini hanya
dilakukan Orang-orang Bo saja yang rupa-rupanya memang
memiliki alasannya sendiri. Peti mati yang digantungkan
tinggi-tinggi dianggap mendatangkan tuah. Semakin tinggi
peti mati itu semakin menguntungkan bagi yang mati. Adapun
siapa pun yang peti matinya segera jatuh ke bawah dianggap
lebih beruntung lagi.
"Orang-orang Bo, meskipun masih bisa ditemukan sekarang
ini, sebetulnya makin lama sudah semakin sedikit, karena bagi
mereka yang berminat hidup berdampingan dengan suku lain
akan pindah dari kampungnya, bahkan melebur antara lain
dengan cara berganti nama. Jumlah mereka telah semakin
berkurang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yan Zi bicara tanpa merasa harus memelankan suaranya,
sehingga kurasa Orang Bo tua yang membawa kayu bakar itu
mendengarnya. "Itulah yang menjadi masalah dengan kekuasaan, Anak,"
katanya, "segala sesuatu yang tidak sesuai dengan seleranya
mesti dihapuskan, seperti dunia ini menjadi miliknya sendiri
saja." Bagiku tidak menjadi aneh jika sejarah kekuasaan itu juga
selalu berarti sejarah perlawanan terhadap kekuasaan itu,
siapapun yang berkuasa dan apapun bentuk kekuasaannya.
Bahkan juga jika kekuasaan itu begitu adil dan begitu berhasil
memakmurkan penduduknya, karena betapapun perbedaan
akan tetap ada. Dalam bentuknya yang purba perlawanan
menjadi pemberontakan dan penindasan menjadi pembantaian. Meski berlangsung di kalangan beradab,
menjadi biadab dalam tindakan bukanlah tabu dalam
permainan kekuasaan. Apakah lagi yang bisa
lebih mengerikan, jika pembunuhan hanyalah bagian dari suatu
permainan, meskipun itu permainan kekuasaan"
Kuselusuri lagi mayat-mayat bergelimpangan dalam
permainan kekuasaan itu. Para pengawal rahasia istana yang
dibunuh Harimau Perang, orang-orang kebiri termasuk yang
terpotong-potong, pasukan kerajaan yang menyamar jadi
penyamun, dan para anggota Golongan Murni yang melayang
jatuh ke dalam jurang untuk ditelan gemuruh air terjun
bergulung mengerikan. Bahkan para penyamun yang
merupakan orang-orang tersingkir yang harus bersembunyi
tujuh turunan, sebagai pihak yang kalah dalam pemberontakan. Tidakkah mereka semua hanyalah dikorbankan"
Benarkah begitu" Aku tahu betapa diriku bukanlah orang
yang terlalu layak untuk mengerti masalah ini, betapapun
dalam kebisuan perjalanan aku mencoba merenungkannya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan teringat ujaran Nagarjuna dalam suratnya kepada Raja
Gautamiputra : janganlah berbuat dosa
demi kepentingan
brahmana, bhiksu, dewa,
tamu, orangtua, anak,
ratu, atau anakbuah
karena takseorang pun
akan berbagi hasil
dari neraka ADA di manakah kami" Tempat-tempat tersembunyi seperti
Kampung Jembatan Gantung maupun yang tidak terlalu
disembunyikan, tetapi cukup terasing seperti Kampung Orang-
orang Bo boleh diandaikan tidak terdapat dalam peta mana
pun. Bahkan seluruh lautan kelabu gunung batu yang penuh
dengan sarang penyamun, permukiman tersembunyi, serta
jalan-jalan rahasia, niscaya terhampar dalam gambar tanpa
rincian apa pun jua.
Namun kucoba mengurutkan kembali jalan
resmi pemerintah yang hanya satu jalur dari Thang-long sampai
Celah Dinding Berlian, untuk bercabang menjadi dua belas dan
kutempuh salah satu lorong yang dimasuki Harimau Perang,
yang kembali muncul di jurusan menuju Perguruan Shaolin
setelah melewati wilayah Seribu Air Terjun. Dengan catatan
Kampung Jembatan Gantung dirahasiakan, maka percabangan
memang terdapat setelah Perguruan Shaolin dan ternyata
Harimau Perang menuju Kampung Orang-orang Bo untuk
menyerahkan tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga
Langit agar dimasukkan dalam peti mati dan digantungkan
setinggi-tingginya di dinding tebing.
Ini berarti kami berada di dekat Yuxi, tempat terdapat dua
danau, yang tidak jauh lagi dari Kunming. Dari Kunming,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meski sudah jelas, tetapi masih panjang jalan ke Chang'an.
Masalahnya, selain Harimau Perang bisa menghilang dalam
penyamaran, itu pun melalui jalan mana pun, tentu saja kami
masih harus menentukan ke mana kami akan me langkah,
hanya setelah memeriksa tubuh, tepatnya penyebab kematian
Penyangga Langit.
Lelaki tua dengan kayu bakar di punggungnya itu ternyata
berjalan sangat cepat, sehingga bahkan di tempat yang datar
pun kuda-kuda kami takpernah bisa menyusulnya. Kami
bertiga hanya bisa saling melirik tanpa kata-kata. Lelaki tua
yang seolah-olah berjalan sangat lambat tetapi dalam
kenyataanya cepat sekali itu seperti sedang mempermainkan
kami, tetapi kami harus bertahan mengikutinya sampai
Kampung Orang-orang Bo. Pemandangan sedikit berubah,
tidak lagi begitu tandus dan kelabu, melainkan sudah semakin
banyak pepohonan, bahkan hutan cemara, yang kami rayapi
naik turun tanpa terlalu banyak lagi jurang.
Dengan langkahnya yang cepat, aku takterlalu sempat
menikmati pemandangan. Namun aku merasa puisi Li Bai
tentang Puncak Xianglu di Gunung Lu di Jiangx i Utara, yang
pernah kubaca di Kuil Pengabdian Sejati, meski tentang
tempat lain, seperti menggambarkannya juga:
matahari bersinar di Puncak Xianglu
lantas mengendap kabut ungu
dari jauh kami saksikan air terjun
seperti sungai yang tergantung
di tengah angkasa
melayang tigaribu kaki
sehingga daku ternganga
tidakkah ini sungai semesta
yang turun dari surga"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Memang tampak air terjun semacam itu, di kejauhan dan
mungkin bukan arah yang akan kami lewati, karena mendekati
Kampung Orang-orang Bo, jalanan kembali menjadi amat
sangat sempit, bahkan segala pemandangan menghilang
karena setelah mendaki suatu bukit, begitu menurun kami
segera ditelan celah dengan dinding batu menjulang di kiri dan
kanan yang hanya cukup untuk satu penunggang kuda, itu
pun berakhir di sebuah terowongan yang gelap. Justru karena
terowongan ini tidak terlalu panjang, siapa pun belum akan
sempat menyesuaikan matanya ketika keluar lagi. Sebagai
jalan masuk satu-satunya ke Kampung Orang-orang Bo, pihak
manapun yang berusaha masuk dan menyerbu, akan terlalu
mudah dibantai di terowongan tersebut.
"Selamat datang di Kampung Orang-orang Bo!"
Lelaki tua itu berbalik menghadap kami yang terpaksa
turun dari kuda ketika merayap ke atas untuk keluar dari
terowongan. Di belakangnya, di balik batu-batu besar sudah
siap sekitar dua puluh orang muda, lelaki maupun perempuan,
yang membidikkan panah dengan busur silangnya masing-
masing. Aku telah mengenal kedahsyatan busur-busur silang
itu ketika terlibat berbagai pertempuran di Daerah
Perlindungan An Nam.
JIKA panah yang dilepaskan busur biasa memang mampu
menancap dalam-dalam di tempat yang tepat, maka panah
yang dilepaskan busur silang takhanya akan menancap dalam-
dalam melainkan juga mematahkan tulang. Penunggang kuda
yang berlari menjauh bisa patah tulang punggungnya apabila
panah yang menancapnya diluncurkan oleh busur silang dari
belakang. "Kakek! Darimana saja, Kakek" Seseorang telah mencuri
tubuh bhiksu yang diserahkan kepada kita waktu itu!"
Tentu saja ucapan itu seperti membuat kepala kami
meledak. Apakah Harimau Perang yang kami sangka sudah
pergi jauh ternyata kembali, dan mencuri lagi tubuh Yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit" Mungkinkah ternyata
ia belum pergi ke mana pun dan membayangi kami sehingga
didengarnya rencana kami untuk memeriksa tubuh bhiksu
kepala itu"
Kami semua telah berada di luar terowongan, dan segera
kulihat ratusan peti mati yang bergelantungan pada dinding
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tebing. Belum kulihat sesuatu yang tampak seperti
pemukiman, yang menandakan tempat ratusan peti mati yang
tergantung adalah bagian terluar dari Kampung Orang-orang
Bo tersebut. "Seseorang?"
Orang tua yang dipanggil Kakek itu bertanya dengan
kening berkerut.
"Sebetulnya enam orang, Kek, tetapi yang lima orang
berhasil kami bunuh."
"Bunuh?"
"Sebetulnya kami juga tidak ingin membunuhnya Kek,
tetapi mereka ini sangat berbahaya, karena seperti bermaksud
pula membunuh perempuan dan kanak-kanak. Mereka
melesat dan melayang dari rumah ke rumah dengan cepat
sekali. Kami harus membunuhnya sebelum mereka membacok
bayi-bayi."
Kakek tua itu manggut-manggut sambil mengelus janggut
putihnya. Ia segera memberi perintah agar kuda-kuda kami
diurus, dan juga menugaskan sepuluh orang untuk mengambil
tubuh-tubuh para bhiksu Shaolin yang masih tergantung di
pohon-pohon itu.
(Oo-dwkz-oO) Episode 192: [Pengejaran dan Pertarungan]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Langit mulai temaram. Dinding-dinding curam menjadi
bayangan hitam yang muram. Ratusan peti mati bergelantungan di dinding curam, mulai dari yang paling
rendah, yang tingginya pun sudah sepuluh kali ukuran
tubuhku, sampai yang tertinggi, yakni sepuluh kali ukuran
tubuhku tadi diperpanjang sampai sebelas kali. Peti mati yang
semula berisi tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga
Langit terletak di tempat teratas, dan berarti talinya paling
pendek, karena peti mati ini memang diturunkan dari atas.
Kami melenting-lenting di antara ratusan peti mati itu
menuju ke atas, nyaris hanya dengan sentuhan tangan
sekadarnya pada peti maupun tali, karena jika menjadikan peti
mati itu sebagai injakan, tentu bisa dianggap sebagai
penghinaan. Siapa pun cenderung lebih dihormati sete lah
mati, kecuali jika selama hidupnya ia menyusahkan banyak
orang. Kakek itu sudah tidak lagi membawa kayu bakar di
punggungnya, dengan ilmu meringankan tubuhnya naik ke
atas dengan langkah kaki seperti berjalan ke depan, padahal
tubuhnya tidak maju ke depan melainkan naik ke atas. Itulah
ilmu yang disebut Berjalan di Atas Rumput Sambil Mendaki
Langit, yang sudah kutengarai sejak ia berjalan seperti
melangkah pelan, tetapi bahkan kuda yang dipacu laju pun
tiada pernah bisa menyusulnya.
Yan Zi dan Elang Merah juga memiliki ilmu meringankan
tubuh yang sangat berbeda wataknya. Sesuai namanya,
gerakan Yan Zi seperti walet yang berkelebat lincah nyaris
takterlihat, cukup mengandalkan sentuhan-sentuhan sekejap
pada dinding, seperti juga burung-burung walet yang
membangun sarang di tebing-tebing curam. Hampir seluruh
Ilmu Silat Aliran Wa let pada dasarnya lebih mengandalkan
ilmu meringankan tubuh daripada tenaga dalam, meski untuk
meringankan tubuh itu sendiri pun sudah dibutuhkan tenaga
dalam dari tingkatan yang sangat tinggi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara Elang Merah, sebaliknya dari Yan Zi, seperti
pernah kusaksikan ketika untuk pertama kalinya mengarungi
lautan kelabu gunung batu, melayang ke atas dengan anggun,
nyaris tanpa gerak sama sekali. Tenaga dalamnya dihela oleh
tujuan dalam pemusatan perhatiannya, seperti meluncur tapi
bukan meluncur, seperti terbang tetapi bukan terbang, hanya
tangannya seperti mengepak pelan, tetapi bukan mengepak,
hanya sedikit bergerak, dan setiap kali tangannya bergerak
tubuhnya membubung seperti terbangnya elang
AKU sendiri, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
keadaan, meluncur ke atas dengan meliuk-liuk seperti berada
di dalam air menuju ke permukaan, mencoba ilmu
meringankan tubuh Naga Me liuk Menembus Awan, tempat
liukan badan menjadi dorongan tenaga dalam untuk meluncur
ke atas. Kami tiba di atas tebing dalam waktu bersamaan.
Kejadiannya ternyata belum lama. Di sana masih tertelungkup
lima mayat dengan panah-panah yang menembus tubuh dari
belakang. Orang-orang yang berjaga di sana menyalakan obor
agar kami bisa mengamati.
Mereka mengatakan tidak mengira betapa tubuh bhiksu
kepala itulah yang menjadi tujuannya, karena semula mereka
memang seperti musuh yang menyerbu saja, yang meski
belum jelas dari mana tetapi justru terhadap serbuan
semacam itulah Orang-orang Bo selalu mempersiapkan
dirinya. Maka ketika mereka melenting dari rumah ke rumah
siap membantai siapapun yang tampak di luar rumah, suatu
cara menangkal serangan yang paling mendadak pun sudah
lama dilatih oleh Orang-orang Bo.
Para penyerbu itu segera tersudut bagaikan ikan dalam
bubu. Saat mereka terkepung, mereka sambar bayi dan
perempuan untuk dijadikan sandera. Berbagai macam senjata
mereka terhunus siap menggorok leher sandera-sandera tak
berdosa. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Pencuri mayat! Tolong! Pencuri mayat!"
Terdengar teriakan seseorang dari tepi tebing di atas peti
mati yang bergelantungan tersebut. Perhatian semua orang
terpecah. Betapapun dengan cara penguburan yang susah
payah seperti itu, bagi Orang-orang Bo agaknya orang mati
sangat dihormati. Namun ternyata para penyerbu itulah yang
melesat lebih dulu dengan sandera-sandera mereka, agaknya
dengan maksud melindungi kawan mereka yang mencuri
mayat tersebut.
Mereka ini segera tewas oleh sambaran anak panah yang
dilepaskan busur silang, tetapi pencuri mayat itu sudah
berkelebat menghilang, setelah membungkam perempuan
yang berteriak-teriak karena kebetulan me lihatnya itu dengan
pisau terbang. Perempuan itu belum mati. Ketika Kakek tiba tangannya
meraih-raih ke udara. Kakek mendekatkan telinganya.
Perempuan berbisik sebentar lantas tewas.
Kakek itu membalikkan tubuh dan menyingkap wajah
mereka yang tertutup. Ia juga menyibak busana hitam para
penyusup, dan terlihatlah rajah dua pedang bersilang.
"Golongan Murni," kami mendesis hampir bersamaan.
Kakek itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Akhirnya mereka temukan juga tempat ini," katanya,
"apakah itu berarti kami harus berpindah lagi" Sudah ratusan
tahun kami Orang-orang Bo selalu diburu seperti makhluk
yang harus dimusnahkan. Kami tidak mengerti apakah yang
bisa dianggap sebagai kesalahan kami. Orang-orang Bo selalu
membantu pemerintah dari wangsa yang berkuasa, tetapi
selalu saja ada orang-orang yang merasa dunia ini terlalu
sempit dengan keberadaan kami, meskipun kam i memencilkan
diri kami sejauh ini..."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tercekat. Di Negeri Atap Langit yang peradabannya
tinggi dan cahayanya gemilang memancar ke seantero bumi,
masih terdapat pemikiran sepicik Golongan Murni.
Kakek itu meminta kami bertiga mendekat.
"Tahukah Anak bertiga apa yang dikatakan perempuan
malang itu, satu-satunya pencurian tubuh bhiksu tersebut"'
Hanya lelaki tua itu yang mendengar bisikannya, jadi kami
diam saja. "Pencurinya berkepala gundul, seorang bhiksu," katanya,
"karena anak bertiga datang dari Perguruan Shaolin, mungkin
mengerti siapa yang melakukannya. Kejarlah sekarang juga,
cepat! Dia tentunya belum jauh dari s ini dan Anak bertiga bisa
mengejarnya!"
Kami bertiga segera menjura.
"Baiklah jika ini merupakan tugas Bapak yang bijak, kami
segera mengejarnya," kataku.
Kami langsung melesat ke dalam kelam. Kali ini aku
menggunakan Jurus Naga Berlari di Atas Langit yang hanya
dengan beberapa sentuhan pada dinding tebing-tebing
raksasa membuat dua tiga gunung segera terlampaui. Hari
sudah gelap dan udara begitu dingin, aku melaju melawan
angin dengan kecepatan sangat amat tinggi sehingga setiap
kali terdengar ledakan demi ledakan sebelum akhirnya
kutingkatkan kecepatanku yang sudah melebihi kecepatan
suara itu menjadi lebih cepat dari cahaya.
MENGARUNGI kegelapan yang terus berkelebat ke
belakang, aku merasa lelaki tua tokoh Orang-orang Bo yang
seperti ingin selalu berpura-pura bodoh itu sudah mengetahui
siapakah kiranya pencuri mayat tersebut. Bukan tanpa alasan
tentunya ia meminta kami bertiga mengejar pencuri tubuh
Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit itu. Ia telah bisa
membaca tingkat ilmu silat kami dari cara kami mengikutinya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ke atas tebing. Ia lebih tua, lebih berpengalaman, dan tinggi
pula ilmunya, aku percaya saja atas keputusannya.
Aku berlari pelan dan tenang menembus kelam, tetapi
dengan kecepatan cahaya yang bahkan menghilangkanku dari
segala pandangan. Melangkah di udara di atas hutan, dalam
sekejap sepuluh gunung terlampaui. Aku melangkah pelahan
tetapi dengan kecepatan luar biasa yang sudah begitu sulit
diungkapkan. Melaju dengan kecepatan lebih cepat dari cepat
membuat kekelaman lebih kelam dari kelam sehingga gunung
hilang rimba hilang bintang hilang rembulan hilang langit
hanya kegelapan meski bukan kegelapan yang hitam
melainkan kegelapan yang meruang sesuai kecepatan tempat
segala sesuatu dalam ruang terlihat jelas tanpa cahaya dan
tetaplah akan selalu jelas sejelas-jelasnya kejelasan.
Maka segera terlihatlah kepala gundul itu dari belakang
membawa tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit,
tetapi yang tepat pada saat kulihat langsung berbalik arah dan
melesat ke arahku setelah melepaskan tubuh itu!
Sepintas kulihat tubuh itu melayang mengambang bagaikan
berada di ruang hampa. Ataukah udara telah menjadi hampa"
Dalam ruang pikiran, udara dan benda-benda mengada
dengan cara berbeda.
Namun aku taksempat berpikir lagi, hanya memiringkan
tubuh dan cahaya melesat hanya berjarak satu jari dari kulitku
yang berarti terbakarlah kain bajuku yang sudah kumuh itu.
Aku berputar-putar sejenak menjauhkan diri dengan Jurus
Naga Meringkuk di Dalam Telur, tetapi yang segera berhenti
untuk menerima serangan cahaya-cahaya berkilatan, dan
hanya dengan melepaskan kepadatan tubuhku menjadi hanya
bayangan yang sangat dimungkinkan oleh permainan
kecepatan, maka cahaya-cahaya itu menembusinya tanpa
menimbulkan akibat apapun.
Namun ketika datang lagi suatu serangan cahaya,
kukibaskan capingku yang telah menjadi lebih keras dari besi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk mengembalikannya, yang rupanya ditangkisnya pula
yang mengakibatkan terjadinya ledakan nan amat membahana mementalkan kami dengan jauhnya. Ia
takmenunggu daya dorong ledakan itu selesai untuk segera
melesat menyerang kembali. Ia berkelebat menyambar tanpa
sempat kulihat sosok maupun wajahnya dengan tegas, karena
kecepatan cahaya membuatnya menjadi cahaya, dan hanya
kecepatan melebihi cahaya memungkinkan diriku sekadar
melihatnya. Aku melesat menyambut serangannya. Dengan kecepatan
takterkatakan kami bertukar pukulan beberapa kali. Dalam
langit yang kelam cahaya berpijar-pijar dan meledak-ledak
dalam kelebat pertarungan yang lebih cepat dari kilat. Setiap
kali serangan kami saling berbenturan, kami terpental dan
terpisah sampai ke ujung timur dan ujung barat tetapi tidak
pernah menunggu titik henti untuk segera melesat dan saling
menyerang kembali. Kecepatan dilawan dengan kecepatan,
cahaya dilawan dengan cahaya, kejar mengejar berlangsung
mengitari segenap semesta kegelapan, melesat-lesat,
berkeredap, dan setiap kali peluang terbuka ia melepaskan
senjata rahasia bola yang meledak dan mengembuskan bubuk
beracun menerbangkan nyawa seketika. Namun aku melesat
begitu cepat seperti pikiran sehingga bubuk beracun itu
beterbangan di udara tanpa menelan korban.
Di antara berbagai ledakan ia terus menerus menyerang
dan melemparkan senjata rahasianya itu yang suatu kali
kusapu dengan capingku diiringi pengerahan chii tingkat tinggi
sehingga berbalik menyambarnya seketika itu juga. Duabelas
bola peledak menancap di tubuhnya dan meledak sembari
membakar tubuhnya dengan racun dan api, membuat
tubuhnya itu berhamburan tidak kelihatan ujudnya lagi.
Saat itulah Yan Zi dan Elang Merah tiba dan hanya melihat
serpihan-serpihan daging tersebar dalam kegelapan dengan
sisa api yang masih menyala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lihat!"
Elang Merah menunjuk langit malam. Tabir kegelapan telah
tersibak dan cahaya rembulan memperlihatkan lekuk pohon
siong di puncak bukit batu. Melewati pohon siong itulah tubuh
Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit yang tadi
mengambang ternyata telah melayang semakin tinggi.
ELANG Merah melesat ke atas bagaikan elang membubung,
tetapi seperti tahu sedang diburu tubuh itu membubung lebih
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tinggi lagi dan tidak pernah berhenti. Ketika Elang Merah
hinggap di puncak bukit batu, tubuh yang seperti tidur dengan
tenang itu, dengan tangan saling menangkup di atas perut,
masih terus membubung semakin tinggi, seperti mendekati
rembulan, dan kemudian hilang di langit malam.
Saat Elang Merah mengejar tubuh yang mengambang dan
membubung itu, aku pun sudah tahu betapa memang tidak
perlu dilakukan pengejaran, karena bhiksu itu telah
menentukan sendiri ke mana ia mau pergi.
Dalam Dhammapada dikatakan:
ia yang sungguh kusebut brahmana
yang dalam dunia
telah melepaskan segala hasrat
mengembara ke mana-mana
tanpa rumah yang dalam dirinya
segenap keinginan punah
YANG Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit telah
membuktikan kesuciannya. Ia moksa, pergi bersama
tubuhnya. Tinggal kami di dunia ini, me lanjutkan perjalanan
setelah menginap semalam di Kampung Orang-orang Bo.
Yan Zi telah menandai bahwa bhiksu yang tubuhnya
meledak oleh senjata rahasianya sendiri itu adalah Penjaga
Langit, bukan hanya dari sisa kain jubah kuning yang lengket
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pada serpihan daging itu, melainkan dari sisa serbuk racun
berdasarkan pelajaran yang didapatkannya dari Angin
Mendesau Berwajah Hijau.
"Racun ini berasal dari jamur yang telah membunuh
Siddharta Gautama, sang Buddha, sehingga disebut Racun
Pembunuh Buddha, tetapi juga disebut Racun Jamur Cunda,
karena kejadiannya berlangsung di rumah Cunda Si Pandai
Besi," kata Yan Zi.
Aku pernah mendengar cerita itu dari masa kecil. Buddha
yang telah mengabdi selama 45 tahun, dalam usia 80 tahun
makan di rumah Cunda, pandai besi tersebut. Tanpa sengaja
jamur beracun masuk ke dalam makanannya. Diriwayatkan
betapa di ranjang kematiannya pun ia masih memikirkan
Cunda yang merasa bersalah.
"Sampaikanlah kepada Cunda," ujar Buddha sekitar 1246
tahun lalu itu, "hanya dua kali sepanjang hidupku makanan
menjadi bertuah; yang pertama, makanan yang telah
mencerahkan di bawah pohon Bo; yang kedua, makanan yang
telah membukakan kepadaku pintu gerbang terakhir Nirvana."
Namun dalam dunia persilatan, racun dari jamur itu
dikembangkan sebagai senjata pembunuh yang mematikan,
terutama di kalangan Partai Pengemis. Tidak jelas apakah ini
ada hubungannya dengan kenyataan, bahwa para anggota
Partai Pengemis biasanya menolak untuk beragama, tetapi
untuk menghormati Buddha, racun dari jamur yang tanpa
sengaja masuk ke dalam makanan yang disuguhkan Cunda itu
merupakan tabu untuk digunakan sebagai racun senjata.
"Maka para bhiksu Shaolin, yang hanya menggunakan
racun sebagai pengobatan, tidak mungkin menggunakannya,
kecuali mereka yang mengenalnya karena pergaulan erat
dengan Partai Pengemis," ujar Yan Zi, lagi.
Aku pun tidak bisa berpikir lain bahwa bhiksu itu memang
Penjaga Langit. Satu-satunya bhiksu di Perguruan Shaolin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
selain bhiksu kepala yang bisa masuk ke semua ruangan,
termasuk ke dalam ruangan-ruangan yang paling terlarang
dan dirahasiakan. Selain itu, memang Penjaga Langit itulah
yang bertanggungjawab untuk mengawasi setiap persiapan
upacara dan perlengkapannya.
"Kita belum tahu, bagaimana Penjaga Langit bisa bekerja
sama dengan Harimau Perang," kataku, "tetapi jika Harimau
Perang dengan menggantung sepuluh bhiksu secara berurutan
bermaksud menjauhkan kita darinya, Penjaga Langit mungkin
tidak bermaksud seperti itu..."
"Rencana semula mungkin saja seperti itu," sahut Elang
Merah, "bahwa yang disebut Harimau Perang itu akan
membunuh sepuluh bhiksu yang mengejarnya, lantas
menyerahkan tubuh Penyangga Langit ke Kampung Orang-
orang Bo yang sangat menghormati orang mati itu, dan tidak
kembali lagi."
"Tapi kemunculan kita merusak rencana," sambung Yan Zi
Si Walet, "Harimau Perang merasa harus menghindari
pengejaran dikau, maka justru digunakannya tubuh sepuluh
bhiksu itu untuk mengarahkan kita ke Kampung Orang-orang
Bo, dengan pertimbangan adat menggantung peti mati itu
sudah dikenal, sehingga kita akan terbawa juga ke sana.
Penjaga Langit jelas minta Harimau Perang membunuh
sepuluh bhiksu yang tidak akan mendukungnya itu, tetapi juga
tanpa perkiraan bahwa pengejaran kita akan membuat
Harimau Perang akan memperlakukan tubuh-tubuhnya seperti
itu." "Namun ia khawatir kita akan tetap mencari tubuh itu
sebelum mengejar Harimau Perang, sehingga diarahkannya
Golongan Murni ke Kampung Orang-orang Bo untuk membuat
kekacauan, sementara ia mengambil lagi tubuh itu," kataku,
"dan karena tidak segera tahu peti mana yang baru,
perempuan itu sempat memergokinya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kami telah berada di atas kuda kami dan langsung me laju
ke arah Yuxi. Jalan sempit dan jalan setapak masih
bercabang-cabang dengan begitu luar biasa, sehingga
mestinya mustahil mengikuti Harimau Perang tanpa langsung
membuntutinya. Namun untunglah jalan tidak lagi selalu
berbatu, dan semakin lama semakin kurang berbatu, dan tak
banyak orang berkuda melewati daerah ini, yang membuat
jejak kuda Harimau Perang terlihat dengan jelas. Elang Merah
sebagai petugas rahasia Kerajaan Tibet mampu membaca
jejak seperti membaca kitab.
"Dia sebetulnya bisa melangkah agak lebih hati-hati di atas
batu-batu," katanya, "tetapi, rupanya seperti sudah kehabisan
waktu." Aku teringat kuda Uighur yang ditungganginya, yang
sebetulnya dicuri dariku. Kuda secerdas itu mestinya tanpa
disuruh akan memilih untuk menapak di jalan berbatu agar tak
meninggalkan jejak, setidak-tidaknya menguranginya jika
terpaksa kelihatan juga. Namun di sini kuda itu justru seperti
sengaja meninggalkan jejak!
Mungkinkah kuda itu sempat mengetahui keberadaanku,
atau mencium bau kehadiranku, ketika dalam seluruh
perjalanan di wilayah lautan kelabu gunung batu ini ternyata
memang takselalu kami berada di belakang dalam kedudukan
membuntuti, melainkan justru Harimau Perang itu tampaknya
pernah mengamati kami. Dalam peristiwa di Perguruan
Shaolin misalnya, ketika mencuri tubuh Yang Mulia Bhiksu
Kepala Penyangga Langit, tentu ia melihat kami ketika harus
menghadapi serbuan Partai Pengemis, sementara para bhiksu
hanya sibuk mengambang itu. Mungkin saja ia menambatkan
kudanya di suatu tempat agar lebih leluasa berkelebat. Tentu
pernah kujelaskan betapa para pendekar itu meski mampu
berkelebat menghilang dan terbang, tidak akan mungkin
melakukannya setiap saat, karena meskipun tubuh bisa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diringankannya seperti kapas, daya yang dibutuhkan untuk
haruslah menggunakan tenaga dalam.
Jejak-jejak itu memang membawa kami ke arah Yuxi.
Sebagai petugas rahasia yang telah menguasai keadaan, dan
memang pernah melalui sehingga mengenal wilayah ini, Elang
Merah bahkan kadang-kadang bisa mengambil jalan tembus di
dalam hutan dan ketika bersambung kembali masih
menemukan kembali jejak-jejak kuda Uighur yang ditunggangi
Harimau Perang itu.
(Oo-dwkz-oO) PEREMPUAN dari Tibet ini baru berumur 30 tahun. Belajar
ilmu silat dari seorang mahaguru yang menurunkan Ilmu
Pedang Cakar Elang, tetapi bersama mahaguru itu Elang
Merah mendapat perlakuan yang buruk. Sebagai perempuan
remaja ia diserahkan orangtuanya pada usia 15, sebetulnya
sekadar untuk belajar ilmu beladiri seperti yang dibutuhkan
perempuan untuk menghadapi usaha pemerkosaan. Dengan
tujuan ini ia pun tentu tidak diserahkan langsung kepada sang
mahaguru, yang memang tidak sembarang manusia dapat
menemuinya, melainkan kepada seorang guru atau pelatih,
seperti biasanya yang berlaku jika murid datang dari kalangan
awam dengan kebutuhan yang juga awam.
Adapun pelatih bagi murid-murid perempuan remaja ini
juga masih muda, sekitar 20 tahun, yang ternyata kemudian
saling jatuh cinta dengan murid perempuan remaja berusia 15
tahun itu. Namun kecantikan dan sinar mata yang memancar
bagai bintang kejora ini ternyata tanpa sengaja menjerat
birahi sang mahaguru, yang dalam usia 50 tahun bagaikan
sedang berada di puncak kemasyhuran sebagai pemegang
Ilmu Pedang Cakar Elang yang tidak terkalahkan.
Dalam kedudukan seperti itu, Mahaguru Cakar Elang
Perkasa, demikianlah gelarnya, merasa sangat berkuasa dan
merasa berhak mengambil dan memiliki segala sesuatu di
bawah kekuasaannya, termasuk perempuan remaja bermata
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bintang kejora itu, untuk dipetiknya sebagai bunga terindah
yang telah melumpuhkan segala penalarannya.
TENTU ia bukan tak tahu betapa Elang Muda, muridnya
yang berbakat menjadi pendekar besar, telah saling memadu
kasih dengan perempuan remaja tersebut. Maka dengan
liciknya, ketika suatu tantangan bertarung dari seorang
pendekar tiba, ditugaskannya Elang Muda untuk menghadapi
lawan tangguh itu, yang diketahuinya pasti akan berhasil
menewaskan sang murid.
Pada saat Elang Muda tewas mengenaskan dalam
pembantaian lawan yang hanya bisa dikalahkan oleh gurunya
itu, perempuan remaja kekasihnya diundang Mahaguru Cakar
Elang Perkasa tersebut untuk menghadap; dan dengan
segenap pengawal yang berjaga di luar, perempuan remaja
yang masih 15 tahun usianya itu diperkosa. Masih belum
cukup, perempuan remaja ini harus melayani birahi sang guru
yang selalu berhasil menguasainya itu sampai lima tahun
berikutnya. Semula perempuan remaja itu dengan hati hancur hanya
bermaksud pulang ke rumah orangtuanya setelah mengalami
pemerkosaan tersebut. Namun serentak didengarnya bagaimana Elang Muda telah bertarung pada hari yang sama
dan ditewaskan, tahulah ia tentang akal bulus mahaguru yang
licik itu. Seketika itu juga hilanglah cahaya kemurnian perawan
dari matanya yang bersinar bagaikan bintang kejora itu,
berubah menjadi ketajaman mata seorang pembalas dendam.
Apalagi ternyata Elang Muda dibunuh dengan cara yang
sangat amat kejam, yakni dengan tubuh yang penuh pisau
terbang, sampai 50 jumlahnya, bahkan kepalanya dipenggal
dan dikirim dalam keranjang kepada mahaguru itu, untuk
menunjukkan betapa Mahaguru Cakar Elang Perkasa dengan
hanya mengirimkan murid mudanya itu untuk melayani
tantangan, telah bertindak gegabah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perempuan remaja itu berhasil menyembunyikan kilatan
dendam dari matanya, tetapi tidak sanggup mengembalikan
cahaya kemurniannya sebagai remaja; sebaliknya, untuk
menjebak mahaguru itu dilayaninya segala kehendak birahi
dengan tatapan tajam mengundang. Mahaguru itu terjebak.
Dalam waktu singkat perempuan remaja itu telah menjadi
perempuan yang tahu benar bagaimana harus menggunakan
tubuhnya untuk menguasai lelaki; dan dalam hal lelaki itu
adalah Mahaguru Cakar Elang Perkasa, diserapnya Ilmu
Pedang Cakar Elang yang diajarkan dengan lengkap
kepadanya, termasuk jurus-jurus rahasia yang sebetulnya tabu
diajarkan seorang guru silat untuk murid yang mana pun juga.
Setelah lima tahun, pada usianya yang ke-20, ditantangnya
mahaguru itu di hadapan seluruh murid perguruan untuk
bertarung. Diungkapnya segenap rahasia memalukan, bahwa
mahaguru itu telah memperkosanya, setelah dengan sengaja
mengirim kekasihnya untuk mati. Diungkapnya juga siapa saja
pengawal pribadi mahaguru itu yang berjaga di luar ketika
pemerkosaan berlangsung, dan dikatakannya bahwa setelah
usai dirinya membunuh mahaguru itu, ia juga akan bertarung
melawan enam orang pengawal pribadi itu sekaligus, dan
karena itu segenap murid perguruan harus mengepung
mereka supaya tidak kabur.
"Apa yang dikau lakukan dengan mahaguru cabul itu?"
Yan Zi bertanya dengan geram, seolah peristiwa itu baru
berlangsung kemarin saja. Namun Elang Merah memberi
tanda agar kami yang sedang beristirahat di tepi sungai yang
jernih dan kelihatan dasarnya diam dahulu, dan mendengarkan sesuatu di balik angin yang berdesir.
(Oo-dwkz-oO) Episode 193: [Mahaguru Kupu-Kupu]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
PENDENGARAN Elang Merah sungguh tajam. Kami berada
di tepi sungai tiada jauh dari hutan cemara ketika matahari
bersinar cerah. Angin berembus dari dalam hutan cemara itu
dan bersama angin itulah agaknya Elang Merah telah
menangkap gerakan seseorang yang melangkah dan melesat
di dalam angin. Ini membuatku teringat kata-kata Zhuangzi:
di antara mereka
yang mencapai kebahagiaan
orang seperti ini langka
meskipun ia bisa berjalan tanpa kaki
ia tetap harus tergantung kepada sesuatu
sesuatu ini adalah angin
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan karena tergantung kepada angin
kebahagiaannya serba tergantung
ADAPUN ingatan kepada Zhuangzi dengan filsafat kupu-
kupunya membuatku teringat Pendekar Kupu-Kupu, dengan
Jurus Impian Kupu-Kupu yang nyaris membunuhku jika tidak
kukeluarkan Jurus Naga Kembar Tujuh waktu itu.
Seseorang yang berjalan di dalam angin itu tiba tanpa
terlihat sosoknya, karena telah meleburkan tubuhnya ke dalam
angin itu sendiri. Terdengar suatu suara di balik angin. Y an Zi
dan Elang Merah serentak mencabut pedangnya karena meski
belum terlihat kepekaan mereka merasakan datangnya
bahaya! Seolah datang dari balik angin berhamburanlah ratusan
kupu-kupu, ribuan kupu-kupu, ratusanribu kupu-kupu beracun
yang menyerang dengan cepat dan tajam ke arah kami, mirip
seperti pemberitahuan datangnya Pendekar Kupu-Kupu
dahulu, tetapi jelas digerakkan daya batin yang jauh lebih
besar dan lebih matang. Kupu-kupu berwarna-warni yang
sebetulnya indah itu sebenarnyalah merupakan bahaya yang
besar, karena dalam tingkat ilmu yang digunakan untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyerang sekarang, cukup setitik dari serbuk racun yang
dihamburkan sayap ratusanribu kupu-kupu yang kini telah jadi
selaksa itu sudah cukup untuk menerbangkan nyawa!
Selaksa kupu-kupu aneka warna berhamburan menyergap
kami, tetapi bersama itu pula Yan Zi telah me lenting dengan
Ilmu Pedang Mata Cahaya yang tidak kalah ajaibnya itu. Ia
berguling-guling di udara dengan lingkaran cahaya pantulan
pedang yang melindunginya, karena cahaya yang kemudian
memadat terarah untuk membelah segala kupu-kupu itu tepat
menjadi dua. Rupanya Yan Zi juga telah membaca Kitab
Perbendaharaan Ilmu-ilmu Silat Ajaib dari Negeri Atap Langit
yang tidak setiap perguruan memilikinya. Sementara itu dalam
waktu yang sama Elang Merah pun telah berkelebat lebih
cepat dari kilat, dan berada di atas semua kupu-kupu yang
berhamburan itu, bahkan tanpa harus turun kembali dengan
Ilmu Pedang Cakar Elang yang mengubah pedangnya menjadi
selaksa dibasminya kupu-kupu itu dalam waktu s ingkat.
Namun tanpa ampun dari dalam angin kupu-kupu itu
berhamburan, berhamburan, dan berhamburan lagi. Bahkan
kemudian warna kupu-kupu itu tidak lagi berwarna-warni
melainkan hanya hitam! Segalanya menjadi hitam mengerikan
dengan bunyi desis sayap-sayap tipisnya yang kini hanya
terasa sebagai desis ular senduk yang amat sangat berbisa!
Yan Zi dan Elang Merah belum melepaskan jurus-jurusnya
ilmu pedangnya. Sungai yang mengalir menghanyutkan
ratusan ribu kupu-kupu warna-warni yang sudah terbelah dua.
Jurus Kupu-Kupu Hitam ini tidak terdapat dalam Kitab
Perbendaharaan Ilmu-ilmu Silat Ajaib dari Negeri Atap Langit,
tetapi pernah kudengar diperbincangkan di sebuah kedai,
bahwa kupu-kupu hitam itu, meskipun merupakan bayangan
yang menipu, tetap saja beracun dan keberacunannya
sungguh berlipat ganda dibanding kupu-kupu warna-warni.
Meskipun perbincangan kedai tiada bisa dijadikan
pegangan, aku tidak mungkin berjudi dengan nyawa kami.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bagiku, jika kupu-kupu hitam hanya merupakan bayangan,
berarti terdapat sesuatu yang lain, yang tentunya jauh lebih
mengancam! Secepat pikiran aku masuk ke dalam angin
dengan membuat tubuhku berputar seperti pusaran dalam
kedudukan mendatar, begitu cepatnya sehingga dari tubuhku
muncul udara panas yang segera berubah menjadi api, yang
dengan begitu sembari menembus masuk ke dalam angin
membakar segenap kupu-kupu hitam itu menjadi abu. Bahkan
kemudian angin itu sendiri menyala dan nyaris membakar
hutan cemara. Inilah Jurus Naga Mandi Api yang meskipun
sudah pernah kucoba dalam latihan, baru kali ini kuterapkan
menghadapi lawan dalam pertarungan.
Dengan Jurus Naga Mandi Api siapa pun yang berada di
dalam lorong angin ini akan tewas tertambus menjadi arang.
Namun lawan yang kuhadapi kali ini ternyata memang tingkat
ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari lawan manapun yang
pernah kuhadapi. Segala kupu-kupu sudah habis kuperabukan,
tetapi bersama daya dorong angin yang sangat amat dahsyat
melesatlah suatu serangan tangan kosong yang juga kupapak
dengan tangan kosong, artinya yang menjadi merah karena
kusalurkan ch'i yang menjadikannya sebagai Telapak Darah.
Sepintas kulihat wajah seorang tua gagah berambut putih
dengan berewok yang juga serba putih, tetapi hanya itu yang
sempat kuingat, karena setelah itu suatu ledakan dahsyat
mementalkan kami masing-masing begitu jauhnya sampai
saling takbisa melihat lagi. Aku terpental begitu jauh, sampai
ke jurang yang bahkan takterlihat dari sungai itu. Tubuhku
melayang jatuh ke bawah bagai takbisa dihentikan lagi, tetapi
aku membentangkan tangan, dan menegakkan tubuh dengan
kaki ke bawah, maka laju jatuhku pun berkurang
kecepatannya, sebelum akhirnya berhenti sama sekali. Untuk
naik lagi kugerakkan kakiku dengan gerakan mendaki, tetapi
dengan gerakan seperti ini sekali sebelah kaki melangkah aku
melesat sepuluhribu kaki ke atas. Hanya dengan tiga kali
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gerakan kaki maka aku pun sudah muncul melampaui
permukaan jurang.
KURANG dari sekejap, aku telah kembali ke sungai yang
kelihatan dasarnya itu dengan kecepatan serangan, tetapi
tidak kulihat lagi Y an Zi dan Elang Merah!
Apakah yang telah terjadi"
Sungai itu telah menghanyutkan seluruh kupu-kupu yang
terbelah dua dan jatuh di atasnya, sementara di lapangan
rumput yang tidak lagi hijau warnanya masih berserakan s isa-
sisa sayap yang hitam maupun warna-warni, setelah hampir
semuanya diterbangkan angin yang kencang.
Ke mana mereka"
"Dikau mencari kedua temanmu, wahai pendekar yang
disebut tidak memiliki nama, tetapi menguasai jurus-jurus
naga yang tiada duanya?"
Aku menoleh ke belakang. Kulihat lelaki tua gagah yang
berewok dan kumisnya serba putih memenuhi wajah itu, yang
rambutnya juga putih, tebal dan panjang, tetapi jubahnya
hitam legam, sedang muncul ke atas hutan dari bawah sambil
bersila. Ia berhenti di atas pucuk-pucuk cemara.
Aku tidak segera menjawab. Ia mengetahui perihal jurus-
jurus naga. Padahal tidak setiap pendekar dalam dunia
persilatan dapat mengenali, apalagi mempelajari dan
menguasainya. Aku pun mendapatkannya tentu hanya karena
ilmu silatku bersumber dari Sepasang Naga dari Celah
Kledung, yang karena tingkat ilmu silatnya telah diminta
bergabung dengan Pahoman Sembilan Naga di Javadvipa
sebagai naga kesepuluh, tetapi mereka menolaknya. Meskipun
ilmu silat dari pasangan pendekar yang mengasuhku itu telah
melebur ke dalam berbagai jurus yang kukembangkan sendiri,
rupanya masih terbaca juga, terutama oleh mereka yang
mengetahui keberadaannya, atau penguasaan ilmu silatnya
memang berada pada tingkat naga itu sendiri!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Di mana mereka?"
Tentu saja dengan ilmu silat setinggi yang dimiliki Yan Zi Si
Walet dan Elang Merah, aku tidak berharap sesuatu yang
buruk telah terjadi dengan keduanya. Namun terbukti betapa
dugaanku keliru.
"Mereka berada di belakangmu," kata orang tua gagah
yang bersila sembari mengambang di udara itu.
Aku melihat ke belakang. Kedua perempuan pendekar itu
tergeletak di atas tanah tanpa sadarkan diri dengan tangan,
kaki, dan mulut terikat! Kedua pedang mereka tergeletak di
sisunya masing-masing. Berarti orang tua gagah ini telah
menyerang ketika mereka masih memegang pedangnya, dan
itu berarti dalam suatu pertarungan terbuka yang adil, kecuali
betapapun orang tua berambut putih sekali tetapi berjubah
hitam legam itu telah menggunakan jurus yang mendekati
sihir... Apakah akan kuserang orang tua itu untuk membebaskan
mereka berdua"
Barangkali dikau bisa membunuhku sekarang juga,i ujarnya
seperti bisa membaca pikiranku, itetapi jika aku mati dikau
tidak akan pernah bisa menyelamatkan kedua kekasihmu itu.
Mantra yang mengikat mereka telah kukunci, dan hanya diriku
seorang yang bisa membukanya.i
Kuperhatikan lagi kedua perempuan pendekar yang
tergeletak tanpa daya itu. Mereka memang tidak terikat oleh
tali, me lainkan oleh ular hitam legam yang tentunya sangat
amat berbisa. Ular-ular yang membelit kaki, tangan, dan mulut
kedua perempuan itu hidup, tetapi daya cengkeram maupun
nalurinya berada di bawah pengaruh orang tua tersebut.
Namun mengapa ia menyebutkan keduanya sebagai dua
kekasih" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hahahahahahaha! Daku telah mengamati kalian se lama ini
tanpa kalian ketahui! Perempuan berbaju putih itu memang
mendua hatinya, jiwanya menantikan cintamu, tetapi
tubuhnya menghendaki perempuan yang berbaju merah;
sedangkan perempuan yang berbaju merah itu jiwanya
sungguh ingin menerkam dirimu, tetapi tubuhnya bisa juga
melayani perempuan berbaju putih; keduanya mencintaimu
wahai pendekar yang mengaku takbernama dari Ka-ling, tetapi
rupanya dikau menahan diri untuk tidak mengucapkan apapun
yang berhubungan dengan cinta, bukan sekadar karena dikau
tidak mengetahui siapa di antara kedua perempuan ini yang
lebih dikau cintai, tetapi karena ada sesuatu dalam dirimu
yang menghalangimu, dan itulah yang tidak dan memang
tidak perlu kuketahui!"
Apa yang dikatakannya seperti mengungkapkan apa yang
kupikirkan selama ini.
"Bapak yang Terhormat, siapakah kiranya dikau yang
begitu perkasa, dan mengapa pula masih merasa perlu
memperlakukan dua perempuan dengan cara seperti itu?"
"Hahahahahahaha!
Tidak segala kupu-kupu itu mengingatkan dikau kepada sesuatu, wahai Pendekar Tanpa
Nama dari Javadvipa?"
ITULAH yang kupikirkan juga sejak tadi. Aku telah
membunuh Pendekar Kupu-kupu, dan aku juga telah
membunuh seribu murid Perguruan Kupu-kupu yang
menyerbuku dengan kecepatan cahaya itu.
"Diriku memang tidak berada di tempat saat itu, jika dikau
sudah ingat kembali," katanya dengan yakin betapa aku
memang sudah ingat kembali.
Aku tidak menjawab, memikirkan cara membebaskan Elang
Merah dan Yan Zi, tetapi belum juga bisa memecahkannya.
Aku tidak menyesal telah melepaskan segenap daya sihir yang
diwariskan kepadaku oleh Raja Pembantai dari Selatan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebagai ganti pemahaman filsafat Nagarjuna, karena
pengetahuan tentang sihir itu sendiri tidak akan hilang sampai
aku mati. Makanya aku pun tahu, betapa mantra yang telah
membuat ular-ular hitam legam itu dapat mengikat Yan Zi dan
Elang Merah hanya dapat ditawar oleh mantra kunci pembuka,
sehingga jika kupaksakan mengambil atau membunuh ular-
ular itu, bukannya mereka akan lepas melainkan mencengkeram semakin erat, begitu rupa eratnya seperti
lintah, bahkan masuk menembus kulit sambil merembeskan
segenap bisa. "Daku berada jauh dari sini, ketika angin yang berembus
menyampaikan jeritan kematian murid-muridku yang dikau
bantai sampai habis tuntas tanpa sisa. Daku memang berada
di tempat yang jauh, dan meskipun segera kutinggalkan apa
yang seharusnya kulakukan, segalanya sudah terlambat.
Rumah perguruanku tinggal bangunan dan tanah yang kosong
tempat angin lewat tanpa seorangpun menghayatinya lagi,
menimbulkan kekosongan luar biasa yang tidak akan pernah
bisa dikau bayangkan. Melihat umur dikau, kiranya dikau
belum memiliki murid, jadi tidaklah dikau dapat rasakan
bagaimana keadaanku saat itu, setelah membangunnya
dengan susah payah selama berpuluh-puluh tahun..."
Kiranya inilah mahaguru Perguruan Kupu-kupu yang pernah
juga kupikirkan itu. Namun apalah yang bisa kulakukan jika
Pendekar Kupu-kupu yang merupakan murid utamanya
memperkenalkan diri kepadaku, dengan cara membantai tujuh
penyoren pedang yang sedang menyembahku agar diriku sudi
menjadi guru" Cara kematiannya pun kukira setimpal dengan
penghinaan yang dilakukannya untuk memancing pertarungan. Sedangkan seribu murid Perguruan Kupu-Kupu
yang menyerangku dengan kecepatan cahaya dan bermacam-
macam senjata itu, apalagikah yang bisa diharapkan dalam
dunia persilatan jika seseorang sudah menyerang dengan
jurus-jurus mematikan" Betapapun kepada mereka semua
telah kuberikan kematian pada puncak kesempurnaan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apalagikah yang sekarang diharapkan sang mahaguru
Perguruan Kupu-Kupu, yang tentunya lebih dari mengerti
tatacara dunia persilatan ini"
Adapun Yan Zi dan Elang Merah telah dijadikan sandera!
Kedua perempuan pendekar itu kini telah sadar kembali dan
tidak bisa berkutik. Hanya mata mereka menatapku,
sementara ular-ular hitam legam itu, begitu merasakan
terdapatnya gerakan, langsung mempererat belitannya pada
kaki, tangan, maupun mulut itu. Meskipun ketabahan kedua
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perempuan pendekar itu kupercaya, betapapun melihat
keadaan mereka yang seperti itu, diriku tidaklah tega! Apalagi
mereka berdua setiap saat bisa dibunuh oleh sang mahaguru
tua itu! "Mahaguru Kupu-kupu, begitulah dunia persilatan di Negeri
Atap Langit menyebutku karena Jurus Impian Kupu-Kupu yang
sulit ditandingi itu," katanya lagi, "kini bahwa dirimu telah
mengatasi jurus itu, tidak ada gunanya juga menantangmu
bertarung hari ini, karena bahkan diriku yang sebetulnya telah
mengundurkan diri dari dunia persilatan kiranya memang
masih harus belajar lagi."
Ia masih mengambang di udara sambil bersila,
menandakan tingkat ilmu silat yang sangat tinggi, tetapi
dikatakannya betapa dirinya masih mau belajar kembali!
"Apakah yang Bapak inginkan dari sahaya agar kedua
teman sahaya itu dapat Bapak bebaskan kembali?"
Mahaguru Kupu-kupu itu terkekeh-kekeh mendengar
jawabanku. "Daku tahu dikau akan mengatakan itu Pendekar Tanpa
Nama! Meskipun dikau tampaknya telah membunuh
ratusanribu orang tanpa perasaan, dikau tampak terlalu
menyayangi kedua perempuan pendekar teman seperjalananmu ini. Bagaimana rasanya melakukan perjalanan
ditemani dua perempuan cantik jelita seperti ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tidak menjawab. Mahaguru Kupu-kupu tertawa
terbahak-bahak.
"Dikau tidak berselibat bukan" Huahahahahahaha!"
Kiranya aku harus bersabar, mengingat Yan Zi dan Elang
Merah yang kini dapat dibunuhnya setiap saat. Kuingat
bagaimana Elang Merah yang telah menyerahkan hidupnya
untuk mengikuti perjalananku, dan belum kulupakan pula
betapa Angin Mendesau Berwajah Hijau telah menyerahkan
Yan Zi Si Walet dalam pengawalanku. Tidaklah mungkin
bagiku meninggalkan mereka berdua begitu saja dalam
cengkeraman maut.
SEANDAINYA pun Mahaguru Kupu-kupu ini mampu
kutempur sampai mati, mantra yang telah dirapalnya untuk
mengunci ular-ular hitam legam yang menjerat kedua
perempuan itu akan tetap hidup, tetapi kali ini tanpa mantra
kunci pembukanya lagi, sehingga pasti akan tewaslah Yan Zi
dan Elang Merah.
Dalam hati aku menghela napas panjang, apakah yang
diinginkannya" Meskipun sekarang aku sangat
ingin membunuhnya, betapapun kelanjutan hidup Yan Zi dan Elang
Merah sekarang jauh lebih penting.
Setelah tawanya usai, wajah Mahaguru Kupu-kupu itu
sekarang lebih bersungguh-sungguh.
''Pendekar Tanpa Nama, dengarkanlah baik-baik apa yang
akan daku katakan ini, karena jiwa kedua perempuan
pendekar ini sekarang tergangtung di tanganmu. Saat dikau
membantai murid-muridku sebetulnya sedang berada di suatu
tempat yang jauh dari sini dan disebut Shangri-La. Tujuanku
pergi ke sana adalah merebut kembali Kitab Ilmu Silat Kupu-
kupu Hitam yang diwariskan guruku Mahaguru Kupu-kupu
Hitam kepadaku, tetapi kemudian dicuri oleh adik
seperguruanku, yang kemudian menghilang taktentu rimbanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Sebetulnya ketika mewariskan kitab itu, guruku juga
menyertakan Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum
mempelajari K itab I lmu Silat Kupu-kupu Hitam itu sendiri. Jika
tidak, kitab itu tidak akan bisa dimengerti, dan jika dipaksakan
juga, maka orang yang tetap mempelajarinya akan tersesat
dalam berbagai jebakan dalam kitab tersebut, yang rupanya
memang dibuat untuk menghadapi pencurian kitab-kitab ilmu
silat yang semakin merajalela. Adik seperguruanku, yang
sebetulnya juga adik kandungku sendiri, tidak mengetahui
terdapatnya Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam tersebut, karena keberadaannya memang
dirahasiakan. ''Daku baru sempat mempelajari bagian awal saja dari kitab
tersebut, ketika adikku yang memang ingin segera menguasai
dunia persilatan, tidak bisa menahan kehendak untuk segera
mempelajarinya. Guruku pernah berkata bahwa adikku
sebenarnya jauh lebih berbakat daripada diriku untuk
menerima dan mengembangkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam,
tetapi katanya pula terdapat masalah kematangan dalam diri
adikku, yang membuat guruku merasa sebaiknya adikku itu
mendapatkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam dariku saja, tentu
setelah daku mempelajari dan menguasainya dari kedua kitab
itu secara tuntas.
''Namun begitulah kejadiannya. Setelah menghilang sampai
30 tahun lamanya, terdengar lagi nama Mahaguru Kupu-kupu
Hitam dari Shangri-la, padahal guruku itu sudah lama
meninggal dunia. Setelah kupelajari dari berbagai cerita yang
sampai ke telingaku, tidak salah lagi pastilah adikku itu, yang
menggunakan nama guruku setelah mempelajari Kitab Ilmu
Silat Kupu-kupu Hitam tanpa kitab pengantar dan cara
membacanya, yang membuatnya tersesat dalam pembelajaran, dan akhirnya merusak jiwanya. Disebutkan
betapa dengan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam ia membunuh
orang semaunya, dengan cara sekejam-kejamnya, tidak peduli
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berasal dari golongan putih, golongan hitam, atau golongan
merdeka. Kadang-kadang bahkan pasukan kerajaan pun tanpa
sebab diserangnya begitu rupa sehingga menimbulkan
kekacauan luar biasa.
''Untuk membersihkan nama guruku Mahaguru Kupu-kupu
Hitam aku menuju Shangri-La, dan aku sudah hampir berhasil
mendapatkan kitab itu tanpa harus menempurnya, ketika
angin membawa kabar kematian murid-muridku, dan
ketertegunan sejenak itu lebih dari cukup untuk membuat
pintu rahasia tempat penyimpanan Kitab I lmu Silat Kupu-kupu
Hitam itu tertutup kembali. Kini tempat itu tentu dijaga
dengan ketat, dan kuragukan diriku akan dapat mencurinya
kembali, kecuali jika dapat menempurnya dan menang.
Persoalannya, aku ingin mendapatkan kembali kitab itu secara
utuh. Sedangkan ketika ia sempat melihatku berkelebat
menghilang, ia berteriak dan menyampaikan lewat angin,
bahwa jika dilihatnya diriku kembali ke tempat itu lagi, kitab
itu akan dihancurkannya menjadi abu agar bisa dikuasainya
sendiri. ''Jadi dikaulah, Pendekar Tanpa Nama, yang harus
mencurinya ke Shangri-La, sanggupkah" Jika tidak, kedua
teman perempuanmu ini kubunuh di sini sekarang juga!''
(Oo-dwkz-oO) Episode 194: [Menuju Shangri-La]
AKU tidak mempunyai pilihan lain selain memenuhi
tuntutan Mahaguru Kupu-kupu untuk mencuri Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam nun jauh di Shangri-La sana, karena Yan Zi
Si Walet maupun Elang Merah telah dijadikannya sandera.
"TEMPAT itu memang sangat jauh dari sini, itulah yang
membuat diriku tetap saja terlambat menghambat pembantaian yang dikau lakukan terhadap murid-muridku,
dan kini dikaulah yang harus menanggungnya, supaya setidak-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidaknya dikau alami perasaan semacam itu, yakni perasaan
membiarkan seseorang yang telah memberikan hidupnya
kepadamu tewas teraniaya begitu saja
tanpa bisa menolongnya. Saat aku berkelebat secepat kilat air mataku
tumpah membayangkan nasib murid-muridku sampai air mata
itu membeku di pipiku ketika me lewati gunung-gunung salju,
hanya untuk pecah berhamburan kemudian sebab panas yang
timbul dari gesekan. Kini rasakanlah betapa kedua perempuan
ini hidup dan matinya tergantung dari dirimu saja, wahai
Pendekar Tanpa Nama, yang jika tidak berhasil dikau penuhi
tuntutanku, maka bolehlah dikau menganggap bahwa dikaulah
yang membunuh mereka berdua!"
Tentu saja ini siasat yang cukup licik, yang mungkin saja
timbul dari dendam, tetapi kurasakan padanya terdapat
sesuatu yang disembunyikan.
"Daku tidak bisa memberi dikau waktu lebih lama dari tiga
puluh hari," kata Mahaguru Kupu-kupu itu, "jika pada hari
ketiga puluh dikau belum datang membawa Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam, mungkin dikau tidak perlu datang
seterusnya. Pada hari ketig apuluh itu kutunggu dikau sampai
senja tiba. Begitu matahari tenggelam di balik gunung, saat
itulah ular-ular yang mengikatnya sekarang akan melibat
dengan begitu eratnya, sambil merembeskan racun ke dalam
pori-pori kulitnya, dan jika sudah begitu maka tiada satu
kekuasaan akan bisa menolongnya lagi. Mantraku telah
menguncinya seperti itu, dan hanya jika dirimu muncul akan
kurapal mantra pembuka kuncinya.
"Jadi pergilah Pendekar Tanpa Nama, dan segeralah
kembali!" Aku melesat tanpa menunggangi kudaku, karena setelah
kuminta agar belitan ular pada mulut Elang Merah dibuka
sebentar untuk menanyakan jalan, dikatakan bahwa jika
mengandalkan kuda belum tentu aku akan dapat kembali lagi
dalam empat bulan. Shangri-La memang jauh sekali. Seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dijelaskan Elang Merah, aku tidak perlu turun melewati Y uxi ke
utara lagi, melainkan berbelok saja melewati puncak-puncak
Pegunungan Hengduan, jadi ke barat menuju Baoshan, lantas
menyusuri Sungai Nu ke utara melewati Lluku, Lushui,
Chenggah, Fugong, dan Gongshan, untuk berakhir di Gunung
Gaoligong. Dari sini terdapat semacam batu loncatan untuk mencapai
Shangri-La, yakni melalui setidak-tidaknya tiga puncak gunung
batu, yang sebetulnya telah secara berdampingan dan
memanjang dibentuk oleh tiga sungai, yakni Sungai Nu,
Sungai Lancang, dan Sungai Jinsha, menjadi tiga puncak yang
tinggi masing-masingnya mencapai 10.000 kaki. Di sini, aku
harus melenting-lenting dari satu puncak ke puncak lain dari
barat ke timur melalui daerah bersalju di Gunung Salju Ba ima-
Melli, dan barulah turun ke selatan menuju Kuil Kupu-kupu
Hitam di Shangri-La yang terletak di bawah di antara Gunung
Merah, Danau Bita, Gunung Salju Haba, dan Gunung Qianhu.
Bukan hanya jarak saja yang diperhitungkan Elang Merah,
melainkan juga segala halangan di jalan, berangkat maupun
kembalinya, terutama bahwa mengambil Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam dari tangan yang menguasainya, yakni
Mahaguru Kupu-kupu tentu tidaklah menjadi mudah. Adapun
jika berhasil, aku tidak perlu kembali ke tempat yang
kutinggalkan ini, karena Mahaguru Kupu-kupu mengatakan
bahwa dirinya akan mengirimkan pesan, ke manakah kiranya
kitab itu harus kuantar.
"Karena daku tidak mungkin menunggu dikau selama tiga
puluh bersama kedua perempuan ini," katanya lagi.
"Jadi di mana?" tanyaku waktu itu.
Mahaguru Kupu-kupu hanya tersenyum.
"Berangkatlah segera Pendekar Tanpa Nama," katanya
pula, "tiga puluh hari tersebut dimulai hari ini!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melirik kedua perempuan kawan seperjalananku itu
sebentar, dan tahu betapa aku akan tersiksa oleh rasa
bersalah selamanya jika tidak bisa membebaskan mereka.
Keduanya jelas terdidik sebagai seorang pendekar, dan karena
itu ketika belitan ular di mulutnya direnggangkan sementara
agar bisa berbicara kepadaku, Elang Merah bahkan berkata,
"Jangan pedulikan diriku! Bunuh saja jahanam licik ini! Daku
tidak takut mati!" Sementara Yan Zi tampak mengangguk-
angguk menyetujuinya pula. Namun bertemu tatapan kedua
pasang mata cerlang cemerlang seperti itu, yang betapapun
mengingatkan kepada suara tawa ceria yang telah mengisi
kesunyian gunung-gunung batu selama ini, kutahu betapa
diriku memang tidak punya pilihan lain.
Mahaguru Kupu-kupu sebetulnya juga menuntut satu hal
lagi. "Jika dikau berhasil membawa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu
Hitam, wahai Pendekar Tanpa Nama, daku baru akan
membebaskan kedua perempuan dengan satu syarat lagi."
ITU dikatakan sebelum mempersilakan diriku berangkat.
"Syarat apakah itu Yang Mulia Mahaguru Kupu-kupu?"
Dengan cara menyebut namanya yang seperti itu, dengan
tekanan nada yang tentunya tidak dapat diperdengarkan di
sini, sebenarnya itu berarti aku sudah tidak menghargainya
lagi. "Bahwa dikau harus bertarung denganku dahulu, seminggu
sejak dikau serahkan kitab itu kepadaku," katanya, "kalah
maupun menang, mati maupun hidup, keduanya pasti daku
bebaskan."
"Dan sebelum kita bertarung, keduanya masih berada di
tangan Yang Mulia Mahaguru?"
Kuingat lagi saat itu pun ia hanya tersenyum.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia memang tak perlu mengatakan itu. Dalam hati aku
sudah berjanji akan membunuhnya meskipun ia tidak
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menantangku bertarung dan membebaskan keduanya. Apalagi
jika terjadi sesuatu pada diri mereka.
Janganlah khawatir Mahaguru Kupu-kupu, aku menjawab
dalam hati, meskipun dikau menggunakan waktu seminggu
untuk menamatkan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, aku
akan tetap membunuhmu!
(Oo-dwkz-oO) NAMUN kini bukanlah Mahaguru Kupu-kupu yang akan
kuhadapi, melainkan Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Namun
jangankan berhadapan dengan kitab atau Mahaguru Kupu-
kupu Hitam, karena menemukan Shangri-La itu sendiri, bagi
orang asing seperti diriku, adalah juga suatu persoalan.
Memang benar, Elang Merah telah memberikan urutan
nama-nama tempat yang tidak bisa lebih tepat lagi, karena
semua wilayah itu telah dikenalnya, sebagai pendekar asal
Tibet yang selalu mengembara ke mana-mana. Betapapun,
Elang Merah juga mengetahui betapa perjalanan melalui darat
amatlah sulit dan beratnya, sehingga tampaklah mustahil
untuk berangkat berkuda ke Shangri-La melalui puncak-
puncak gunung bersalju dan kembali ke tempat yang belum
ditentukan sekarang itu dalam tiga puluh hari. Maka Elang
Merah pun menyebutkan terdapatnya suatu keadaan alam
yang mungkin saja dapat kupertimbangkan sebagai semacam
jalan pintas. Itulah kenyataan bahwa terbentuknya Tiga Sungai Sejajar
tadi oleh gerusan angin musim menjadikan terdapatnya
puncak-puncak tebing menjulang ke langit antara 10.000
sampai 16.000 kaki. Begitu tingginya sehingga perbedaan
cuaca dari bawah ke atas bisa sangat jauh, dari sekadar dingin
seperti di gunung sampai membekukan tulang seperti di
puncak bersalju. Barulah aku sadar, Elang Merah dapat
menceritakannya dengan jelas karena wilayah itu berada di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tepi wilayah Kerajaan Tibet, dekat dengan tempat para bhiksu
melaksanakan upacara mengitari kaki Gunung Kawagebo
sebagai bagian dari kaki Hima laya.
Begitulah para bhiksu Tibet dengan jubahnya yang merah
menganggap Shangri-La sebagai perwujudan Shambala,
sebuah surga di dunia tempat tidak terdapat perang, tidak ada
penderitaan, tempat orang-orang hidup dengan damai dan
serasi, dalam dhyana dan latihan diri yang keras. Dalam kitab-
kitab Buddha disebutkan betapa Shambala itu berada di balik
Hima laya di bawah suatu gunung kristal yang penghuninya tak
terpengaruh godaan apa pun dari dunia di luarnya.
Mengapakah pula kini terdapat orang seperti Mahaguru Kupu-
kupu Hitam yang telah membunuh begitu banyak orang itu di
sana" Aku melesat dan melesat, berkelebat semakin cepat. Kukira
Elang Merah, dengan segala petunjuknya untuk menemukan
Shangri-La, memang tidak bermaksud menganjurkan diriku
menuju ke tempat yang terpencil itu melalui segala jalan
sempit dengan mengikuti sungai, maupun berkelak-kelok
melalui gunung-gunung batu yang serba tinggi dan curam.
Melainkan justru melalui angin, angin musim itu, yang telah
membuat celah-celah di atas Tiga Sungai Sejajar sebagai
dinding-dinding batu tinggi menjulang. Aku akan bisa tiba
dengan segera ke puncak-puncak gunung batu yang
memisahkan T iga Sungai Sejajar itu melalui jalan angin!
Barulah kusadari betapa Elang Merah memang tak mungkin
tidak mengenal wilayah itu, sebagai perempuan pendekar
Elang Merah yang dari puncak di ketinggian tinggal melenting
dan membentangkan tangannya, seperti elang membentangkan sayapnya melayang dalam diam, dengan
keterarahan tujuan yang dihela pemusatan batin dan pikiran.
KEMAMPUAN melayang dari puncak ke puncak di ketinggian
dalam berbagai perjalanan, membuat Elang Merah pun
sempat memperingatkan diriku akan terdapatnya pula para
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penyamun terbang, yang berasal dari berbagai suku kecil di
wilayah yang bagaikan tak bertuan, yang membuat setiap
suku ingin berkuasa di wilayahnya masing-masing, bahkan
pada gilirannya tidak jarang jika kemudian saling menyerang.
''Berhati-hatilah dalam perjalanan di udara, duhai Pendekar
Tanpa Nama,'' ujar Elang Merah penuh rasa khawatir, ''sering
terjadi pertempuran di udara antara pasukan terbang berbagai
suku di s itu, dan pertarungannya berlangsung amat kejam.''
Di luar orang-orang Tibet, juga tinggal di sana suku-suku
Yi, Han, Naxi, dan Lisu. Disebutkan karena alam Tiga Sungai
Sejajar memang sangat berat, maka suku-suku yang hidup di
sekitarnya memang telah mengembangkan keterampilan yang
luar biasa dalam perjalanan melalui udara. Bukan sekadar
betapa untuk menyeberang dari puncak gunung batu yang
satu ke puncak gunung batu yang lain digunakan hanya
sepotong tali, tetapi dengan semacam roda pada tali itu yang
dibebani tali-temali juga untuk membawa orang, keledai, bayi,
maupun barang-barang yang diseberangkan, sementara nun
jauh di bawahnya dari puncak ke puncak terdengar tiga sungai
mengaum; melainkan juga bahwa mereka ciptakan sejumlah
alat terbang, yang sedikit banyak bisa membawa setiap orang
yang mampu mengendalikannya untuk meluncur, melayang,
bahkan berselancar, semuanya seperti terbang, dari tempat
satu ke tempat lain di wilayah Tiga Sungai Sejajar. Wilayah
yang harus kulalui jika ingin sampai ke Shangri-La secepatnya.
Penduduk wilayah itu, bahkan juga kanak-kanak, sudah
biasa terlihat berdiri di tepi jurang, lantas meloncat seperti
mau bunuh diri, padahal tidak, karena mereka sebetulnya
meloncat untuk me lakukan perjalanan di udara. Setelah
meloncat, kaki yang semula di bawah itu akan naik ke
belakang sementara tubuh bagian atas merendah sampai
seluruh tubuhnya mendatar, lantas melayang maju ke depan,
karena ternyata tubuh manusia yang melayang itu sebetulnya
tengkurap pada suatu pentangan kulit yang dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dikendalikan ke arah mana pun, selama daya dorong angin
kencang yang selalu bertiup di Tiga Sungai Sejajar itu
digunakan dengan baik.
Namun di antara penduduk yang melayang dari kampung
ke kampung, yang di berbagai celah puncak-puncak
menjulang itu bertebaran seperti sarang burung walet,
terdapat juga yang mengenakan perangkat seperti sayap,
yang bukannya mengepak, melainkan bagaikan membentang,
sementara kedua tangan yang bebas dapat mengerjakan
sesuatu yang lain, seperti memanah atau melemparkan
tombak. Diriwayatkan suatu ketika sepasukan penyerbu
mengitari sebuah kampung yang rumah-rumahnya menempel
dan bertebaran seperti sarang burung walet di sekeliling
puncak tiang menjulang itu. Sembari terbang berputar-putar
mengitari puncak gunung batu, para penyerbu melepaskan
anak-anak panah berapi yang segera membuat rumah-rumah
itu menyala. Para penyerbu bersayap itu lantas melemparkan
pula tombaknya kepada mereka yang berlarian di jalan-jalan
sempit atau bergelantungan dari ke tali, sampai penduduknya
nyaris musnah. Pada saat itulah pasukan penjaga keamanan kampung
yang gagah berani berloncatan dari tempat-tempat tersembunyi, langsung mendarat pada punggung para
penyerbu itu, untuk langsung menggorok dan menikamnya,
sehingga ketika para manusia terbang itu menjadi oleng dan
meluncur jatuh ke bawah, yang berada di punggungnya pun
tentu ikut me layang jatuh, bahkan seperti sengaja melekat
erat untuk memastikan betapa para penyerbu itu betul-betul
telah perlaya. Diceritakan bagaimana darah dari para
penyerbu yang digorok dan ditikam itu menggerojok jatuh ke
bawah seperti air keluar dari mulut makara. Dengan latar
belakang seperti itu, tentulah hanya soal waktu untuk sampai
kepada cerita munculnya para penyamun terbang, yang dari
atas bisa menyambar seperti elang. Para penyamun terbang
ini bahkan cukup kejam untuk menyambar jiwa maupun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
barang orang-orang awam yang sedang susah payah
menyeberang di atas sungai dengan bergantung hanya pada
tali. Aku melesat dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit, dan
meski belum sampai ke wilayah Tiga Sungai Sejajar, segala
cerita yang telanjur kudengar, ada atau tidak dalam
kenyataan, muncul dalam bayanganku dengan sangat amat
terlalu jelas. Orang-orang yang berselancar di udara dengan
pentangan kulit binatang itu misalnya, ternyata sudah tidak
lagi tengkurap di atasnya, melainkan justru berdiri di atas
pentangan kulit, yang telah menjadi semakin sempit dengan
tonjolan pengendali di bawahnya. Para peselancar udara pergi
dari kampung satu ke kampung lain antarpuncak gunung batu
sambil menggunakan pentangan kulit itu, padahal mereka
sungguh-sungguh awam!
SAYAP-SAYAPNYA pun telah semakin sempurna, sehingga
tidak lagi tampak sebagai alat atau perlengkapan terbang,
melainkan nyaris seperti bagian tubuh manusia, yakni seperti
manusia terbang itu sendiri. Tentu saja aku lantas teringat
kepada Pangeran Kelelawar dalam pertempuran di bawah
Puncak Tiga Rembulan di Tanah Khmer. Barangkali dialah
manusia terbang pertama yang kusaksikan melenting-lenting
di udara tanpa pernah menyentuh tanah sama sekali, karena
dari pergelangan tangan sampai pinggangnya tumbuh selaput
kulit yang membuatnya mampu bergerak di udara seperti
kelelewar. Namun jika Pangeran Kelelawar adalah seorang
pendekar, yang mendapatkan kemampuannya dari pendalaman ilmu s ilat dan samadhi bergantung dengan kepala
di bawah seperti kelelawar, maka suku-suku yang bermukim di
sekitar Tiga Sungai Sejajar ini adalah orang-orang awam
sahaja, tetapi yang menggunakan otaknya untuk mengatasi
lingkungan alam yang sangat keras. Apakah jadinya jika
kemudian orang-orang awam ini juga belajar ilmu s ilat"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melaju dalam angin, mula-mula memang seperti berlari
di atas langit, tetapi kemudian meluncur seperti ikan lumba-
lumba, karena hanya angin yang dapat kuandalkan bagaikan
suatu aliran sungai bagi pergerakan ikan. Puncak-puncak
gunung, dinding-dinding tebing, hutan, lembah, serta jurang
yang dalam berkelebat ke belakang seperti bayangan dan
hanya bayangan karena tiada lain yang lebih bayangan
daripada bayangan, yang sesungguhnyalah, setidaknya,
merupakan bayangan dari kenyataan!
Tentu aku telah bergerak amat sangat cepat, bahkan lebih
cepat dari cepat, tetapi justru karena mengira akan terlalu
cepat sampai ke Sungai T iga Sejajar, aku pun turun ke bawah,
ke arah Sungai Nu, dan kembali berlari di atas sungai yang
kini meruapkan kabut yang amat tipis di permukaannya,
sekadar menghindari pertemuan dengan para manusia
terbang, dan kekhawatiranku itu pun ternyata terbukti.
Begitu aku turun di atasku kulihat melesat dua sosok
bersayap. Mengepak
seperti burung raksasa, lantas menghilang, tetapi sempat kudengar mereka bercakap-cakap.
Aku tidak mengerti sepatah kata pun kata-kata mereka!
Mungkinkah mereka ini para penyamun terbang" Namun
tidakkah jika penyamun tentunya mencegat dan menyambarku, dan bukannya aku mengintai mereka dari
dalam kabut tanpa terlihat seperti ini"
Kabut di atas sungai ini selalu bergerak seperti gumpalan
asap, sementara di tepi sungai segala ranting dan dahan
diselaputi air membeku yang disebut es. Segala pemandangan
memutih, tetapi gema suara sungai bagaikan mengaum
dipantulkan dinding-dinding batu.
Mendadak kurasakan desiran!
Satu, dua, tiga, berpuluh-puluh desiran anak panah melesat
ke arahku! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku pun melenting ke atas dan panah-panah itu tidak
mengenai apa pun. Aku melenting sampai berada di atas
kabut, dan tidak turun kembali sebelum memastikan betapa
aku tidak melihat apa pun kecuali segala tanaman di tepi
sungai yang diselimuti air membeku yang disebut es itu. Jadi
mereka tentunya berada di dalam kabut, maka ketika turun
aku hinggap dan berdiam di atas batu. Kabut di atas sungai itu
masih dan terus menerus mengalir seperti sungai, membuat
diriku serasa melayang. Kucelupkan tanganku ke dalam air di
bawahku dan segera kutarik kembali karena sangat amat
dingin! Aku diam dan menanti. Mereka tadi mungkin saja
memanahku hanya karena melihat sesuatu yang bergerak.
Jika aku diam saja, tentunya mereka tidak akan melihat apa
pun, bahkan dirikulah yang kuharap akan bisa melihat mereka.
Pepatah tua Negeri Atap Langit menyatakan:
bencana datang dari mulut
bukan ke dalamnya
Barangkali itu bisa berlaku sekarang, bahwa jika aku diam
saja, tidak bergerak dan tidak mengeluarkan suara, maka
diriku akan selamat
Aku masih terus menanti di dalam kabut yang masih terus
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengalir itu, dan tiba-tiba saja merasakan betapa sendiri
diriku di sini.
Di tengah suatu wilayah asing dalam ancaman bahaya,
tanpa seorang pun yang mengenal tetapi mengancam jiwaku
dengan puluhan anak panah yang dimaksudkan merajamku,
membuat diriku semakin merasa terasing.
Hanya gema pantulan sungai menemani keterasinganku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sampai di depanku mendadak berkelebat seseorang yang
mengendap dan melompat dari batu ke batu.
Aku terkesiap. Ia tidak melihatku yang berada di atas batu!
(Oo-dwkz-oO) Episode 195: [Para Manusia Terbang]
Lelaki itu memegang dua buah golok, fu tou yang
dikenakan terbuat dari kain yang buruk dan warnanya tidak
terlalu jelas lagi, sedangkan sepatunya di sana-sini sudah
bertambal, apakah itu tambalan dari kain dan apakah itu
tambalan dari kulit. Segala tanda kemiskinan ini menandakannya sebagai orang yang kehidupannya berada di
tempat terpencil, seperti kampung yang rumah-rumahnya
menempel bagaikan sarang burung walet di selingkar puncak-
puncak gunung batu. Begitu rupa terpencilnya, sehingga
untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain, orang harus
berselancar di atas angin, mengepak dengan perlengkapan
sayap seadanya, sementara yang tidak mampu melakukan
keduanya tentulah masih harus menempuh bahaya menyeberang melalui tali.
Namun sempat kudengar desiran itu!
Dua puluh anak panah menancap seketika di tubuhnya!
Orang itu langsung jatuh terkapar, kedua goloknya
terlepas, matanya tampak bertanya-tanya melihatku yang
baru terlihat olehnya berdiri di atas batu. Ia sempat
menggulingkan diri dari atas batu sebelum nyawanya pergi.
Tubuhnya yang tertembusi duapuluh anak panah jatuh ke
Sungai Nu dan diseret arusnya, yang meskipun sepertinya
diam di permukaan tetapi di bawahnya sangatlah deras,
sehingga tubuh penuh panah itu dengan segera setelah hanya
timbul satu kali lantas hilang lenyap untuk selama-lamanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku segera bertiarap dan dengan ilmu bunglon menyatulah
sudah diriku dengan batu. Tidak lama kemudian berdatangan
sejumlah orang yang mengejutkan aku karena busur dan
panah mereka yang sederhana, dan jelas semuanya adalah
buatan sendiri. Busurnya seperti dahan yang begitu saja
dipotong dan anak panahnya adalah bambu yang diserut dan
ujungnya dicelup ke dalam racun.
Mereka berkumpul di atas batu besar tempat lelaki tadi
ambruk dan segera mengeluarkan bermacam-macam suara.
Ah! Aku baru sadar mereka adalah suku-suku terasing! Jika
bahasa yang tidak kukuasai biasanya tampil sebagai bahasa
burung, sungguh inilah suara bermacam-macam makhluk
yang hampir semuanya tidak kukenal. Tiada jalan apapun
bagiku untuk dapat mengetahui segala kata-katanya dengan
tepat, kecuali menebaknya dari nada suara mereka dengan
agak sedikit nekad.
Betapapun, kukira aku tidak akan terlalu keliru jika
menganggap betapa sepuluh orang di atas batu besar itu
sedang bertengkar. Apakah yang telah terjadi"
Setidak-tidaknya ini berarti masih ada sepuluh orang lagi,
yang belum kuketahui berada di mana di tempat ini. Mereka
semua tadi memanahku, lantas juga memanah lelaki itu. Uap
yang membentuk kabut di atas sungai itu kadang menebal
dan kadang menipis, karena angin selalu berusaha
membawanya pergi, meski uap yang terbentuk karena cahaya
matahari terus menerus memberikan ganti, sehingga siapapun
yang berjalan di dalam kabut akan sebentar kelihatan dan
sebentar hilang kembali.
Aku tadi menghindar dan menghilang, lantas mereka panah
lelaki itu, tidakkah mereka telah membunuh orang yang
keliru" Mereka bertengkar luar biasa keras, bahkan terlihat sudah
saling dorong mendorong. Lelaki yang tewas itu sempat
berguling dan menghanyutkan diri ke dalam arus sungai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tentu aku pun tidak dapat memastikan, apakah dia memang
sengaja menghanyutkan diri, ataukah sebetulnya tidak
sengaja tetapi tampaknya seperti sengaja"
Jika sengaja, berarti memang dialah sasaran yang diburu,
dan dia tidak ingin dirinya, meski hanya mayatnya, jatuh ke
tangan musuh-musuhnya; jika tidak sengaja, barangkali bukan
dialah yang sebetulnya menjadi sasaran duapuluh anak panah
itu, melainkan diriku!
Aku sendiri berpikir, barangkali diriku telah disangka
seseorang yang lain, dan ketika lelaki itu disangka diriku dan
terbunuh, sebetulnya masih juga merupakan sasaran yang
keliru! Sayang sekali bagiku mereka semua hanya bicara dengan
bahasa makhluk lain, sampai akhirnya mereka semua pergi
dengan masih seperti menyisakan sisa-sisa kemarahan dan
pertengkaran, dan hanya tinggal dua orang yang masih
berada di atas batu besar itu.
Mereka diam sejenak, seperti mendengarkan dan
memastikan bahwa semua orang, termasuk sepuluh pemanah
lagi yang tidak terlihat sudah pergi.
Aku menahan napas, tapi kemudian mereka berbicara,
ternyata dalam bahasa Negeri Atap Langit!
"Apakah mereka sudah pergi, Adik, jangan sampai satu
orang pun mendengarkan perbincangan kita ini."
"Daku rasa mereka sudah pergi semua,
Kakak, berbicaralah, tidak ada yang akan mendengarkan kita kecuali
manusia mampu membaca angin yang membawa kata-kata
kita." "Baiklah, dengarkan, sebetulnya daku mengetahui bayangan yang berkelebat dan luput dari sasaran, bukanlah
orang yang sedang kita cari-cari; sedangkan ketika anak
kepala Suku Lisu itu tiba-tiba datang aku pun tahu dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membiarkannya saja orang-orang Suku Naxi ini membantainya, karena ini akan mempercepat tujuan kita."
"Kalau begitu siapakah orang yang kita cari-cari sejak dari
kampung orang Naxi ini, Kakak?"
Orang yang dipanggil Kakak itu tidak langsung menjawab,
barangkali ia tersenyum. Bahkan yang dipanggil Adik itulah
yang menjawab sendiri.
"Ah, jadi Kakak yang melakukannya?"
Kakak itu masih belum menjawab, mungkin saja ia masih
tersenyum. Aku tidak merasa bisa menebak, tetapi yang
disebut Adik itu seperti berusaha menjelaskan.
"Kakak tadi mengejar para penyusup bukan" Hanya Kakak
yang berada di belakang kepala suku Naxi itu ketika mengejar
para penyusup. Rupa-rupanya Kakak yang telah membacoknya, dan Kakak katakan anak kepala suku Lisu
itulah yang membunuhnya. Sekarang Suku Lisu itu pasti akan
berperang melawan Suku Nax i! Kakak telah berhasil mengadu
domba para manusia terbang ini!"
Namun agaknya yang dipanggil Kakak itu tidak ingin terlalu
menerima pujian.
"Sebetulnya jauh lebih baik jika anak suku Lisu itu cukup
dilukai saja dan dibiarkan hidup sampai ke kampungnya,"
katanya, "karena itu berarti ia akan mengatakan dirinya tidak
bersalah, yang akan membuat orang-orang Lisu semakin
mengamuk."
"Padahal orang-orang Naxi mengira anak kepala suku Lisu
itulah yang membunuh kepala sukunya, tidakkah itu yang
menjadi sumber pertengkaran tadi?"
"Ya, kepala keamanan kampung tidak yakin anak kepala
suku itulah yang membunuhnya dan ingin menanyainya lebih
dulu, tetapi yang kupikir justru jangan-jangan anak kepala
suku Lisu itu tahu akulah yang membunuh kepala suku Naxi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ini kebetulan yang sudah menguntungkan kita," sahut
yang disebut Adik, "Kakak tidak usah mengharap yang paling
sempurna, karena jika ia masih hidup sesampai di
kampungnya, bisa jadi ia membongkar perbuatan Kakak itu.
Betapapun bagus sekali Kakak sudah menghabisi kepala suku
itu. T ugas kita bisa selesai lebih cepat."
"Ya, daku juga sudah ingin pergi dari tempat terpencil ini,
para kekasihku di Changian tentu sudah lama merindukan
daku." "Ah, Kakak selalu memikirkan kekasih," tukas Adik itu,
"jangan lupa Golongan Murni selalu mengawasi kehidupan
pribadi kita."
"Hmmmhh! Golongan Murni!" Kakak itu mendengus
sembari beranjak menghilang disusul Adik, "mereka pikir kalau
sudah membayar kita lantas boleh memiliki hidup kita!"
Hanya uap yang mengepul dari permukaan sungai itu kini,
ketika aku tinggal sendiri, dan berpikir tentang permainan
kekuasaan Golongan Murni, yang sungguh jitu, tetapi jahat
itu, dalam caranya mengadu domba suku-suku terasing yang
selalu menolak ditundukkan. Seberapa besar pun kekuasaan
para maharaja Negeri Atap Langit, bagi suku-suku di
perbatasan baik maharaja maupun para panglima dan
balatentaranya hanyalah sesuatu yang tidak mereka kenal.
Suku-suku ini tidak pernah dan memang tidak merasa perlu
menjadi bagian dari Negeri Atap Langit, apalagi sebagai
daerah terbawahkan atau jajahan yang merendahkan
kehormatan itu. Mereka lebih bangga menghadapi Negeri Atap
Langit sebagai musuh dan bertempur melawannya, daripada
hidup berdampingan sebagai negeri terjajah yang wajib
memberikan upeti.
Tidak keliru jika antara lain disebabkan karena wilayah ini
berkali-kali menjadi bagian Kerajaan Tibet, yang terlibat
maupun sengaja melibatkan diri dalam sengketa perbatasan
dengan Negeri Atap Langit. Betapapun ajaran Buddha yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dipahami mereka yang bermukim di Tiga Sungai Sejajar
adalah aliran Tibet yang bhiksu-bhiksunya berjubah merah
tanah. Artinya bahwa suara-suara perlawanan terhadap Negeri
Atap Langit tentulah terlalu sering mereka dengar. Dengan
keadaan alam seperti itu, bahwa penduduk merasa lebih baik
melatih dirinya terbang daripada merayapi jalan sempit serba
curam yang melingkar-lingkar di puncak menjulang, tiadalah
cara bagi balatentara Negeri Atap Langit, seberapa banyak
pun, untuk dapat menaklukkannya.
MESKIPUN suku-suku ini sedikit banyak tidak terlalu akrab,
tetapi menghadapi kepungan balatentara yang menyemut di
kaki gunung, mereka bisa bersatu dan mampu menggalang
kekuatan dengan berbagai siasat yang tidak bisa lebih tepat
lagi. Selain keadaan alam yang tanpa pertempuran pun bisa
membunuh, apalagi jika dalam dingin malam yang
membekukan itu pasukan yang sudah kelelahan dalam
perjalanan panjang terus-menerus diserang oleh manusia-
manusia terbang ini dari balik kegelapan dan dari udara.
Mereka memang harus mundur teratur jika tidak ingin
dihabiskan tanpa sisa. Mengirimkan para penyusup jauh lebih
berguna, tetapi semenjak para cendekiawan maupun
pengawal rahasia merasa sebaiknya suku-suku terasing ini
dibiarkan hidup bebas, para tokoh Golongan Murni yang
tersembunyi merasa sudah waktunya bertindak sendiri.
Namun orang-orang yang menyebut dirinya Golongan
Murni ini, yang merasa hanya satu bangsa saja boleh hidup
dan bermukim di Negeri Atap Langit, kecuali jika bangsa-
bangsa lain menjadi budak, karena merasa dirinya bangsa
terunggul di muka bumi, ternyata tidak selalu bisa bekerja
sendiri. Terutama untuk tujuan yang mutlak menuntut ilmu
silat tingkat tinggi, mereka mengandalkan orang-orang
bayaran yang dengan uang bersedia menerima tugas rahasia
apa pun, termasuk menyusup, membunuh, dan mengadu
domba. Sebetulnya Golongan Murni sendiri tidak menghendaki
keadaan seperti itu, karena menurut mereka kesetiaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terhadap gagasan dan tujuan berada di atas segalanya,
termasuk uang, tetapi kebutuhan mendesak membuatnya
terpaksa mengandalkan orang-orang bayaran tersebut.
Bahkan juga jika orang-orang bayaran ini bukan warga dan
tidak termasuk bangsa Negeri Atap Langit.
''Jadi apakah yang harus kita lakukan sekarang, Kakak"''
''Tentu kita harus segera bergabung dengan mereka
kembali, Adik, jika tidak mereka akan curiga, tetapi pikiranku
masih terganggu oleh bayangan yang berkelebat itu.''
''Mengapa begitu, Kakak, mungkinkah dia sebenarnya
memang anak kepala suku Lisu yang mati itu. Semula dia
masih beruntung, tapi kemudian panah-panah kita tidak bisa
dihindarinya lagi.''
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Bukan begitu Adik, jika mampu menghindari serangan
yang pertama, tentu mampu menghindari yang kedua, dan
terus terang daku belum pernah melihat seseorang bisa
berkekebat secepat itu kecuali Mahaguru Kupu-kupu Hitam di
Shangri-La itu.''
''Maksud Kakak"''
''Dia pasti tahu dirinya bukan orang yang kita buru, bahkan
mungkin saja dia berjumpa dengan kedua orang Suku Yi dan
Suku Han yang kini bersekutu itu.''
''Jadi mungkin dia tahu penyusupan yang berhasil dipergoki
itu tidak dilakukan anak kepala suku Lisu itu"''
''Daku kira tidak, Adik, kedua orang Yi dan Han yang
menggunakan perlengkapan sayap itu sudah jauh jika ia
bertemu mereka, dan anak kepala suku Lisu itu hanya
kebetulan saja berada pada ruang dan waktu yang salah.''
Namun tentu saja sekarang diriku mengetahuinya. Untung
mereka bicara dengan bahasa Negeri Atap Langit, karena jika
tidak aku akan masih berada dalam kegelapan. Kedua orang
yang lewat mengepak, dan bercakap-cakap dengan bahasa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang asing bagiku itu, mungkin sedang asyik membicarakan
penyusupan itu!
Betapapun tersusun dalam kepalaku suatu gambaran atas
kedudukan suku-suku yang saling bermusuhan dan bermukim
di sekitar Tiga Sungai Sejajar itu. Agaknya Suku Yi dan Suku
Han telah memutuskan untuk bersekutu, karena meskipun
Suku Lisu dan Suku Naxi saling bermusuhan, masing-
masingnya juga memusuhi baik Suku Y i dan Suku Han. Kedua
suku yang terakhir ini kukira telah mengubah kedudukan
dengan cerdik, mungkin karena pemukiman keduanya selain
berdekatan juga terletak di tengah antara pemukiman Suku
Lisu dan Suku Naxi. Maka mereka sadari betapa daripada
saling berbunuhan dan menghadapi musuh dari kiri dan
kanan, lebih baik bersekutu dan menghadapi musuh masing-
masing hanya dari satu arah saja.
Dalam ilmu siasat tempur ini bagian dari Siasat-Siasat
untuk Keadaan Meragukan. Ketika menyerang dan bertahan
terus berlangsung ibarat maju selangkah tapi segera mundur
lagi selangkah, dan gelombang pertempuran tidak dapat
diramalkan, harus diterapkan siasat baru untuk mencapai
kemenangan. Dalam keadaan itu, s iasat menyambut serangan
keras dengan lembut adalah cara terbaik untuk menjungkir
balikkan lawan.
Siasat itu disebut Siasat Jengkerik Emas Membuka
Sarangnya: Jika dikau mempertahankan bentuk dan sikap,
sekutu dikau tiada akan ragu,
dan musuh dikau tidak akan bergerak.
Ini mengikuti arti "menghentikan",
yakni, "Dari yang berhenti datang yang baru".
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Adapun maksud siasat itu adalah mempertahankan
kedudukan kubu, dan jangan diubah sampai saat terakhir.
Dengan cara ini, sekutu akan tetap setia dan musuh tidak
akan maju menyerang. Sementara bertahan seperti itu, secara
rahasia pasukan utama digerakkan.
Di tempat terpencil pun akan selalu bisa didapatkan
seorang empu, seorang kawi, seseorang yang diandalkan
untuk memberikan segala jawaban. T idak terkecuali di tempat
terpencil seperti kampung suku terasing, yang rumah-
rumahnya menempel seperti sarang burung walet, dan
tersebar pada puncak-puncak tebing yang menjulang di
wilayah Tiga Sungai Sejajar ini. Maka meskipun cara
bertempur mereka disebut-sebut buas, itu bukan berarti tanpa
siasat sama sekali.
Kedua orang bayaran Golongan Murni itu sudah berkelebat
menghilang. Aku belum tahu apa yang harus kulakukan ketika
melepaskan ilmu bunglonku dan berdiri di atas batu lagi. Aku
sedang memikirkan keadaanku sendiri yang terlempar begitu
jauh ke tempat terpencil ini. Tujuan mengikuti Harimau Perang
demi pembongkaran rahasia kematian Amrita belum lagi jelas,
sekarang aku harus melakukan sesuatu yang nyaris mustahil,
yakni mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sebagai ganti
pembebasan Y an Zi dan Elang Merah, itu pun dengan syarat
tambahan bertarung melawan Mahaguru Kupu-kupu setelah ia
menamatkan kitab ilmu silat tersebut.
Aku masih memikirkan bagaimana caranya sekadar mencari
keterangan tentang keberadaan kitab itu, jika memang diriku
harus mencurinya, ketika kutangkap sebuah gerakan di bawah
batu tempatku berdiri, yang jelas berada di bawah permukaan
air. Seseorang ternyata sejak tadi bersembunyi di bawah
permukaan Sungai Nu ini. Mengingat derasnya arus di bawah
permukaan, kemampuannya berada di bawah sana dengan
dingin air yang membuat tubuh mati rasa, menunjukkan
kemampuan penyusupan yang luar biasa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah yang harus kulakukan" Jika aku berkelebat dan
melepaskan diri dari urusan sengketa antarsuku ini, pastilah
pengintai di bawah air ini akan berkelebat juga mengikutiku ke
mana pun aku pergi dan aku belum tahu manakah yang lebih
baik antara membiarkannya membuntutiku ataukah membunuhnya. Aku masih berdiri di atas batu. Bersikap tidak tahu menahu
betapa seseorang sejak tadi mengintaiku. Kabut yang
terbentuk dari uap yang kadang datang dan kadang pergi
membuat diriku juga kadang-kadang bisa menatap lebih jelas
lingkungan ini. Berbeda dari lautan kelabu gunung batu yang
tenggelam dalam dunia abu-abu, maka matahari bersinar lebih
terang di sini, padahal cuacanya bagaikan seratus kali lebih
dingin. Di sebuah lereng sempat kulihat yak yang bertanduk
seperti sapi tetapi seluruh tubuhnya tertutup bulu tebal sekali.
Sekarang ini sudah musim panas, tetapi suhu sedingin ini
tampaknya sudah menjadi yang terpanas, pun tanpa
kehangatan sama sekali.
Kuingat orang-orang yang melewati tempat ini tadi,
betapapun ringkas busana mereka sebagai orang-orang yang
siap tempur, masihlah merupakan busana daerah dingin yang
terbuat dari kulit tebal. Maka tidak dapat kubayangkan,
bagaimana seseorang dapat menahan dingin begitu lama di
dalam air, jika tidak mengalirkan ch'i ke seluruh tubuhnya,
yang tentu hanya bisa dilakukan mereka yang tingkat tenaga
dalamnya sudah sangat tinggi sekali.
Aku masih bertahan dan orang itu juga masih bertahan.
Betapapun aku harus menunjukkan sikap tidak sadar sedang
diikuti, tetapi pada saat yang sama aku ingin melepaskan diri
dari pengintaian orang ini. Jadi aku pun tetap tinggal bertahan
Pendekar Panji Sakti 4 Pukulan Si Kuda Binal Karya Gu Long Pendekar Bayangan Setan 9
sudah ditipu, yang belum kuketahui bagaimana caranya.
Meski belum jelas bagaimana bisa dihubungkan, jejak
pertama bagai memunculkan dirinya sendiri, tetapi betapa
mengerikan! Kuda Yan Zi yang berjalan paling depan mendadak
berhenti. Di depannya, seorang bhiksu Shaolin tergantung
pada pohon yangliu dengan tali perlengkapan busana silatnya
sendiri. Rupanya satu dari sepuluh bhiksu yang telah
diperintahkan Penjaga Langit untuk mengejar Harimau Perang
itu. Dari bawah pun sudah terlihat dengan jelas, dadanya
merekah merah oleh sayatan bersilang, yang tentunya berasal
dari sabetan dua pedang menyilang dengan kecepatan setan.
Sudah jelas Harimau Perang ilmu s ilatnya tinggi sekali. Bahkan
bhiksu terpilih ini belum memegang senjata ruyungnya sama
sekali. Memang tidak mudah mengejar seseorang dari ke balik
kelam seseorang siap menyergap siapapun yang mengejarnya
dan belum siap sama sekali.
Para bhiksu Shaolin itu agaknya masih terlalu lugu
menghadapi ilmu halimunan yang digemari golongan hitam
dan kaum penyusup seperti ini. Ketika kami melanjutkan
perjalanan tanpa harus menurunkan mayat bhiksu itu,
ternyata memang satu persatu kami jumpai mayat bhiksu
Shaolin tergantung pada pohon yangliu. Tergantung dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bergoyang-goyang karena angin yang menderu dari celah-
celah gunung batu, memperdengarkan suara bersiut-siut yang
terasa pedih mengiringi nasib para bhiksu itu. Dada mereka
semuanya tersayat sabetan pedang menyilang, merekah
merah dan menetes-neteskan darah.
(Oo-dwkz-oO) Episode 191: [Peti Mati yang Digantungkan]
"APA perlunya mereka digantung" Tidakkah cukup
membunuhnya dan meninggalkannya pergi jika ia ingin
menghindari orang-orang ini" Mengapa harus menggantungnya?" Yan Zi Si Walet bertanya-tanya.
Dapat kubayangkan bagaimana menggantung masing-
masing dari sepuluh bhiksu itu merupakan pekerjaan
tambahan. Namun kukira Harimau Perang me lakukannya
karena bermaksud mengirim suatu pesan.
"Sepuluh bhiksu itu mungkin menyerangnya satu persatu,
karena mencarinya ke dalam kelam secara tersebar, dan
setiap kali berhasil membunuhnya ia menggantung mayatnya,
mungkin untuk memperingatkan yang lain," ujar Elang Merah,
"tetapi bukannya para bhiksu menjadi takut, melainkan justru
maju karena yang dicari oleh masing-masingnya telah
ditemukan."
Semula aku berpikir bahwa Elang Merah akan mengatakan
para bhiksu bukannya mundur, melainkan maju untuk
membalaskan dendam, tetapi rupanya sudah diterima sebagai
kenyataan betapa seorang bhiksu tidak akan melakukan
tindakan karena dendam. Maka Elang Merah menyebutkan,
bahwa mayat-mayat para bhiksu yang tergantung bagi yang
belum tewas dan menemukannya dimaknai sebagai jejak ke
arah sang buronan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KUKIRA Harimau Perang pun tahu, para bhiksu tidak akan
mundur menyaksikan mayat-mayat kawannya yang tergantung, melainkan terpancing maju ke suatu arah, bukan
karena dendam membara, melainkan sekadar sebagai
petunjuk. Di sinilah justru dapat dikenali kecerdikan Harimau Perang
yang mengesankan! Ia tidak bermaksud mengancam atau
menakut-nakuti. Dari mayat ke mayat yang tergantung dari
pohon yangliu yang satu ke pohon yangliu yang lain ia
bermaksud menunjukkan arah, justru agar diikuti, padahal ia
tentu sudah tidak berada di arah itu! Artinya para bhiksu
Shaolin yang mengejarnya susul menyusul itu, bukanlah
sasaran utama pesannya yang menyesatkan sebagai mayat-
mayat yang tergantung, melainkan siapa pun yang telah
berusaha membuntutinya, agar ia mengira berada di arah
yang tertunjukkan oleh urutan sepuluh penggantungan
tersebut. Ia telah pergi ke arah lain! Ke mana"
''Jika memang pergi ke Chang'an, kita bisa mendahuluinya,''
kata Yan Zi setelah kusampaikan pendapatku, ''tapi siapa
sekarang yang bertanggung jawab atas tubuh Yang Mulia
Kepala Bhiksu Penyangga Langit"''
Aku telah mengambil simpulan, tubuh Penyangga Langit
dilenyapkan untuk menghilangkan jejak racun di tubuhnya,
yang akan menunjukkan kemungkinan segala cara dan asal-
usul pembunuhannya. Disebutkan bahwa kematiannya
disebabkan oleh asap beracun dari hio yang dipegangnya
ketika memimpin upacara, dan kejadian itu telah mengorbankan pula sejumlah bhiksu yang berdiri di dekatnya,
setidaknya bhiksu-bhiksu baris terdepanlah yang bergelimpangan ketika melakukan pradhaksina. Namun Yang
Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit seorang yang tewas.
Karena hio diambil dari gudang perbekalan alat-alat
sembahyang, tentu hio berasap racun yang dipegangnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diselundupkan dari luar, dan itu berarti terdapat kerja sama
orang dalam, yang berarti juga terdapatnya suatu komplotan.
Setelah mendengar cerita Yan Zi, kedudukannya mungkin
terbalik, bukannya terdapat komplotan yang bekerja secara
rahasia, melainkan terdapat sejumlah bhiksu saja yang tidak
menyetujui pembunuhan bersama itu. Setidaknya terdapat
para bhiksu yang pendapatnya tidak diketahui atau tidak
terlalu jelas atau cukup meragukan, dan karenanya harus
dilenyapkan. Sepasang Cadas Kembar yang lugu mungkin
berterus terang, dan itulah sebetulnya alasan mereka
ditempatkan di luar, bukan karena berewoknya. Sedangkan
sepuluh bhiksu yang ditugaskan memburu Harimau Perang
adalah mereka yang kemungkinan diragukan ketegasannya
untuk mendukung rencana Penjaga Langit.
Sepuluh bhiksu itu memang tinggi ilmu silatnya, yang tentu
saja mendukung nyali yang mereka miliki untuk menghadapi
barisan bhiksu di belakang Penjaga Langit, tetapi mereka
terjebak oleh kesetiaan terhadap Yang Mulia Bhiksu Kepala
Penyangga Langit. Tentu mereka segera berangkat tanpa
berpikir dua kali ketika diperintahkan memburu pencuri tubuh
tersebut, tidak tahu betapa tujuannya justru untuk
melenyapkan diri mereka sendiri. Kubayangkan dengan
ilmunya yang tinggi mereka menembus ke balik tabir dan
memasuki dunia yang kelam, tetapi mereka belum paham
betapa bisa licik dan curangnya ilmu-ilmu hitam dan itulah
penyebab tumbangnya mereka satu persatu tanpa sempat
mencabut senjata untuk menyerang dan memberikan
perlawanan. ''Tubuh itu tidak akan dibawa tentunya,'' kataku, ''ia masih
harus naik kuda ke Chang'an dengan segala urusannya.''
''Apakah itu berarti dibuangnya begitu saja ke dalam
jurang"'' Elang Merah menatapku.
''Daku tidak bisa memastikan, benarkah kalian lihat ia
membawa tubuh keluar perguruan"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Itu pasti!'' Yan Zi yang menjawab sambil menghentakkan
kaki, ''Menyesal juga daku, kenapa tidak sempat kita
mencegatnya sebelum menghilang!''
''Kalian beruntung tidak terus mengejarnya,'' kataku,
''karena ilmu halimunan memang sangat membingungkan.''
''Jadi di manakah tubuh Penyangga Langit itu sekarang"''
Yan Zi bertanya-tanya sendiri.
Seperti dikatakan Angin Mendesau Berwajah Hijau
kepadaku, ia belum pernah pergi keluar dari Kampung
Jembatan Gantung lebih jauh daripada Perguruan Shaolin. Jadi
jalan ini pun tentu belum diketahuinya. Sementara Elang
Merah datang dari Tibet dan juga belum pernah ke Chang'an.
Artinya ia juga belum pernah melalui jalan ini. Adapun tentang
diriku, sejak awal perjalanan telah diperhitungkan akan dapat
mengandalkan Harimau Perang untuk dibuntuti, sebagai
tujuan perjalananku ini sendiri.
KINI terdapat dua pilihan, jika tidak tahu ke mana harus
mencari Harimau Perang yang telah mencuri tubuh itu, kami
kemungkinan akan menjumpainya lagi di Chang'an, yang
menurut jaringan mata-mata para bhiksu di Thang-long,
menjadi tujuan perjalanan rahasia Harimau Perang. Namun
lantas bagaimanakah nasib tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala
Penyangga Langit, yang jika diperiksa secara langsung
mungkin saja memberikan beberapa petunjuk yang bisa
mengungkap siapa pembunuhnya"
Saat itulah di ujung jalan di belakang kami muncul seorang
lelaki tua dengan setumpuk ranting dan dahan kayu di
punggungnya. Ia menuruni jalan setapak pada tebing di atas
kami yang sangat curam dan sangat sempit bagaikan
melangkah di jalan mendatar, padahal kecuramannya
membuat ia nyaris menapak dengan tumit sahaja. Jika lelaki
tua itu tidak berjalan dengan cara seperti itu di sana, kukira
aku pun tidak akan pernah tahu apakah di sana ada jalan
setapak, karena bagi mataku dinding itu sungguh hanya licin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saja, licin dan hitam agak keabu-abuan dan hanya makhluk
yang lahir dan hidup di gunung saja akan bisa
menganggapnya sebagai jalan setapak. Sama seperti
kambing-kambing gunung yang bisa lari dalam kecuraman
dengan badan sejajar tebing itu sendiri. Manusia yang lahir
dan hidup di gunung, tentunya bisa juga hidup sebagai
makhluk gunung bukan"
"Permisi," katanya seperti tidak terjadi sesuatu yang luar
biasa dengan caranya menuruni tebing, "bolehkah kiranya
orang tua ini lewat?"
Masih di atas kuda, di jalan sesempit itu kami memang
memenuhi jalanan, dan kami semua segera melompat turun,
membiarkannya lewat dengan kayu bakar di punggungnya.
Busananya bertambal-tambal dan sudah usang, bahkan alas
kakinya yang disebut sepatu pun bertambal-tambal meski
tampak kuat sekali. Ia tidak mengenakan fu tou di kepalanya,
rambut putihnya digelung dan diikat di atas serta kumis dan
janggutnya sudah putih. Sebagai orang tua, ia tampak tegap
dan lincah. Kami saling berpandangan dengan pengertian yang sama.
Di dekat tempat ini terdapat sebuah permukiman.
Lelaki tua itu tertegun melihat bhiksu tergantung dalam
tiupan angin. "Hah" Siapa yang tergantung ini?"
"Itu para bhiksu dari Perguruan Shaolin, apakah Bapak
berasal dari sekitar ini?"
"Hah! Satu lagi?" Ia tidak langsung menjawab, "Beberapa
hari yang lalu seseorang juga menyerahkan tubuh seorang
bhiksu kepada kami, meminta kami menguburkannya sesuai
adat di kampung kami."
Tentu kami saling berpandangan lagi.
"Di mana?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kampung kami, Kampung Orang Bo yang tak seberapa
jauh lagi," katanya.
"Orang Bo?" Yan Zi menyela, "Orang Bo yang
menggantungkan peti mati di dinding tebing?"
"Ya, dia juga meminta agar tubuh bhiksu yang dibawanya
diletakkan di dalam peti seperti Orang Bo dan digantungkan di
tempat yang tertinggi."
Yan Zi mengangguk-angguk.
"Kami diutus Perguruan Shaolin untuk mencari tubuh itu
Bapak, kami harus membawanya kembali,"
katanya, "bersediakah Bapak menunjukkan tempatnya?"
"Tapi tubuh bhiksu itu tabu untuk diambil kembali," jawab
orang tua itu, "kami sudah mengadakan upacara untuk
menguburkannya, dan mengambilnya kembali bisa dianggap
menghina adat dan menimbulkan pertumpahan darah.'
Aku tidak mengerti arah perbincangan ini. Namun Yan Zi
terus mendesak.
"Kami setidak-tidaknya harus memeriksa tubuh bhiksu itu,
bahkan kami sebenarnya akan minta tolong untuk
menyempurnakan tubuh yang tergantung ini bersama dengan
sembilan tubuh lain sepanjang jalan ini. Bisakah?"
Orang tua itu memandang Yan Zi, lantas Elang Merah,
lantas diriku. Ketika memandangku matanya naik turun dari
atas ke bawah. "Darimanakah asal Anak?"
Aku tentu sebaiknya memberi jawaban singkat, sesingkat-
singkatnya. "Dari Huang-tse, Bapak."
"Itu hanya suatu arah, Anak."
"Mungkinkah K'oun-loun lebih jelas?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Itu wilayah yang luas, Anak."
"Bagaimana kalau Ho-ling?"
"Ah! Ho-ling!"
SEBENARNYA dia juga akan tahu jika kusebut Ho-ling
sebagai Ka-ling. Antara 766 dan 779 catatan Wangsa Tang
menyebutkan setidak-tidaknya tiga kali utusan dari Ka-ling tiba
di Negeri Atap Langit. Namun aku tidak mengetahui apakah
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu berarti sebagai utusan Rakai Panangkaran yang berkuasa
di Mataram dari 746 sampai 784, dan sekarang telah
digantikan oleh Rakai Panunggalan.
''Kami orang-orang Bo memang terasing dan terpencil,''
kata orang tua itu, ''tapi bukan berarti kami tidak mengikuti
perkembangan.''
Orang-orang Bo" Siapakah mereka" Dari perbincangan Y an
Zi dengan orang tua itu setidaknya aku mengetahui
terdapatnya adat mereka untuk menggantung peti mati di
dinding-dinding tebing. Agaknya betapapun Harimau Perang
masih menghormati Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga
Langit dan karena itu tidak sembarang membuang tubuhnya
agar dimakan binatang buas. Jika Yan Zi bisa mendapat
perkenan kepala adat mereka untuk membuka peti dan
menengok tubuh Penyangga Langit, barangkali kami bisa
mendapatkan sesuatu, yang juga akan memutuskan kami
tetap mencari jejak Harimau Perang atau langsung menuju
Chang'an. ''Ikutilah saja Bapak,'' kata orang tua itu, ''kampung kami
hanyalah beberapa gunung lagi. Nanti Bapak minta mereka
yang masih muda mengambil tubuh tergantung para bhiksu ini
kemari.'' Kami saling berpandangan. Beberapa gunung lagi" Apakah
tidak terlalu jauh bagi seorang tua seperti itu mencari kayu
bakar sampai ke tempat ini"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika ia mulai melangkah, aku pun berkata.
''Naiklah kudaku saja Bapak, supaya lebih cepat.''
''Biarlah Bapak berjalan kaki saja, Anak, mudah-mudahan
tidak akan terlalu menghambat.''
Lelaki tua yang memang tampak masih sigap itu segera
berjalan dan kuda-kuda kami tanpa disuruh pun mengikutinya.
Meskipun gunung-gunung batu telah menjadi lebih hijau, lebih
banyak dataran berumput, banyak pepohonan, dan hutan-
hutan kecil, jalan sempit yang naik dan turun di tepi jurang
nan curam masih juga tiada habisnya. Namun ternyata orang
tua itu melangkah tidaklah selambat tampaknya. Bagi kakek
tua dari Kampung Orang Bo itu jalan mendaki, menurun,
maupun mendatar sama saja, dengan kecepatan yang
membuat kamilah yang justru menghambat perjalanannya.
Berkali-kali ia tampak dengan penuh pengertian harus menanti
di berbagai tikungan, seperti takut kami tersesat dalam
perjalanan. Bahkan juga di jalan mendatar, ketika kuda bisa dipacu
laju, ia hanya tampak melangkah pelahan saja, agak
terbungkuk karena beban kayu bakar di punggungnya, tetapi
betapa tiada pernah kuda-kuda kami bisa menyusulnya. Kami
saling berpandangan sekilas dan tahu bahwa tentu orang tua
ini bukanlah sembarang orang tua dari sebuah kampung
terasing yang menghabiskan sisa hidupnya dengan mencari
kayu bakar. Apakah orang tua itu tertawa dalam hati" Sudah
jelas ilmu meringankan tubuh yang dikuasainya sangat tinggi,
karena dengan langkahnya yang pelan tetapi lebih cepat dari
laju terpacu kuda kami, sebenarnya ia telah melangkah
bagaikan tidak menginjak tanah sama sekali. Dalam dunia
persilatan, memang sangat dimungkinkan seorang pendekar
dari peringkat para suhu, muncul dari berbagai sudut yang
tiada terduga. Betapapun, bagiku sudah bagus ia bersedia
menunjukkan kampungnya untuk memeriksa tubuh Yang
Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apabila kemudian kecepatan harus diturunkan karena jalan
menyempit di tepi jurang curam, Yan Zi bercerita dengan
ringkas tentang Orang-orang Bo, seperti yang pernah
didengarnya ketika menjadi murid Perguruan Shaolin.
''Orang-orang Bo sebetulnya berasal dari wilayah Sichuan,
dan hanya sampai ke daerah lautan kelabu gunung batu di
wilayah Yunnan ini nyaris sama seperti yang lain, yakni
sebagai pelarian yang dikejar-kejar untuk dimusnahkan hanya
karena perbedaan. Dahulu kala para leluhurnya mendukung
Wangsa Zhou Barat menggulingkan Wangsa Shang hampir
1800 tahun yang lalu.
MEREKA telah mengembara dan berpindah-pindah tempat
di Negeri Atap Langit ini, sejak sekitar 1500 tahun lalu di
wilayah Tiga Ngarai yang terkenal semasa pemerintahan
Wangsa Zhou Masa Musim Semi dan Musim Gugur.
"Orang-orang Bo terutama berbeda dari suku lain dalam
adat penguburan. Mereka menempatkan orang mati dalam
peti mati kayu. Pada zaman purba cara seperti itu tersebar di
seluruh barat lau Negeri Atap Langit yang memang
takbertanah dan hanya bergunung batu, tetapi kini hanya
dilakukan Orang-orang Bo saja yang rupa-rupanya memang
memiliki alasannya sendiri. Peti mati yang digantungkan
tinggi-tinggi dianggap mendatangkan tuah. Semakin tinggi
peti mati itu semakin menguntungkan bagi yang mati. Adapun
siapa pun yang peti matinya segera jatuh ke bawah dianggap
lebih beruntung lagi.
"Orang-orang Bo, meskipun masih bisa ditemukan sekarang
ini, sebetulnya makin lama sudah semakin sedikit, karena bagi
mereka yang berminat hidup berdampingan dengan suku lain
akan pindah dari kampungnya, bahkan melebur antara lain
dengan cara berganti nama. Jumlah mereka telah semakin
berkurang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yan Zi bicara tanpa merasa harus memelankan suaranya,
sehingga kurasa Orang Bo tua yang membawa kayu bakar itu
mendengarnya. "Itulah yang menjadi masalah dengan kekuasaan, Anak,"
katanya, "segala sesuatu yang tidak sesuai dengan seleranya
mesti dihapuskan, seperti dunia ini menjadi miliknya sendiri
saja." Bagiku tidak menjadi aneh jika sejarah kekuasaan itu juga
selalu berarti sejarah perlawanan terhadap kekuasaan itu,
siapapun yang berkuasa dan apapun bentuk kekuasaannya.
Bahkan juga jika kekuasaan itu begitu adil dan begitu berhasil
memakmurkan penduduknya, karena betapapun perbedaan
akan tetap ada. Dalam bentuknya yang purba perlawanan
menjadi pemberontakan dan penindasan menjadi pembantaian. Meski berlangsung di kalangan beradab,
menjadi biadab dalam tindakan bukanlah tabu dalam
permainan kekuasaan. Apakah lagi yang bisa
lebih mengerikan, jika pembunuhan hanyalah bagian dari suatu
permainan, meskipun itu permainan kekuasaan"
Kuselusuri lagi mayat-mayat bergelimpangan dalam
permainan kekuasaan itu. Para pengawal rahasia istana yang
dibunuh Harimau Perang, orang-orang kebiri termasuk yang
terpotong-potong, pasukan kerajaan yang menyamar jadi
penyamun, dan para anggota Golongan Murni yang melayang
jatuh ke dalam jurang untuk ditelan gemuruh air terjun
bergulung mengerikan. Bahkan para penyamun yang
merupakan orang-orang tersingkir yang harus bersembunyi
tujuh turunan, sebagai pihak yang kalah dalam pemberontakan. Tidakkah mereka semua hanyalah dikorbankan"
Benarkah begitu" Aku tahu betapa diriku bukanlah orang
yang terlalu layak untuk mengerti masalah ini, betapapun
dalam kebisuan perjalanan aku mencoba merenungkannya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan teringat ujaran Nagarjuna dalam suratnya kepada Raja
Gautamiputra : janganlah berbuat dosa
demi kepentingan
brahmana, bhiksu, dewa,
tamu, orangtua, anak,
ratu, atau anakbuah
karena takseorang pun
akan berbagi hasil
dari neraka ADA di manakah kami" Tempat-tempat tersembunyi seperti
Kampung Jembatan Gantung maupun yang tidak terlalu
disembunyikan, tetapi cukup terasing seperti Kampung Orang-
orang Bo boleh diandaikan tidak terdapat dalam peta mana
pun. Bahkan seluruh lautan kelabu gunung batu yang penuh
dengan sarang penyamun, permukiman tersembunyi, serta
jalan-jalan rahasia, niscaya terhampar dalam gambar tanpa
rincian apa pun jua.
Namun kucoba mengurutkan kembali jalan
resmi pemerintah yang hanya satu jalur dari Thang-long sampai
Celah Dinding Berlian, untuk bercabang menjadi dua belas dan
kutempuh salah satu lorong yang dimasuki Harimau Perang,
yang kembali muncul di jurusan menuju Perguruan Shaolin
setelah melewati wilayah Seribu Air Terjun. Dengan catatan
Kampung Jembatan Gantung dirahasiakan, maka percabangan
memang terdapat setelah Perguruan Shaolin dan ternyata
Harimau Perang menuju Kampung Orang-orang Bo untuk
menyerahkan tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga
Langit agar dimasukkan dalam peti mati dan digantungkan
setinggi-tingginya di dinding tebing.
Ini berarti kami berada di dekat Yuxi, tempat terdapat dua
danau, yang tidak jauh lagi dari Kunming. Dari Kunming,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meski sudah jelas, tetapi masih panjang jalan ke Chang'an.
Masalahnya, selain Harimau Perang bisa menghilang dalam
penyamaran, itu pun melalui jalan mana pun, tentu saja kami
masih harus menentukan ke mana kami akan me langkah,
hanya setelah memeriksa tubuh, tepatnya penyebab kematian
Penyangga Langit.
Lelaki tua dengan kayu bakar di punggungnya itu ternyata
berjalan sangat cepat, sehingga bahkan di tempat yang datar
pun kuda-kuda kami takpernah bisa menyusulnya. Kami
bertiga hanya bisa saling melirik tanpa kata-kata. Lelaki tua
yang seolah-olah berjalan sangat lambat tetapi dalam
kenyataanya cepat sekali itu seperti sedang mempermainkan
kami, tetapi kami harus bertahan mengikutinya sampai
Kampung Orang-orang Bo. Pemandangan sedikit berubah,
tidak lagi begitu tandus dan kelabu, melainkan sudah semakin
banyak pepohonan, bahkan hutan cemara, yang kami rayapi
naik turun tanpa terlalu banyak lagi jurang.
Dengan langkahnya yang cepat, aku takterlalu sempat
menikmati pemandangan. Namun aku merasa puisi Li Bai
tentang Puncak Xianglu di Gunung Lu di Jiangx i Utara, yang
pernah kubaca di Kuil Pengabdian Sejati, meski tentang
tempat lain, seperti menggambarkannya juga:
matahari bersinar di Puncak Xianglu
lantas mengendap kabut ungu
dari jauh kami saksikan air terjun
seperti sungai yang tergantung
di tengah angkasa
melayang tigaribu kaki
sehingga daku ternganga
tidakkah ini sungai semesta
yang turun dari surga"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Memang tampak air terjun semacam itu, di kejauhan dan
mungkin bukan arah yang akan kami lewati, karena mendekati
Kampung Orang-orang Bo, jalanan kembali menjadi amat
sangat sempit, bahkan segala pemandangan menghilang
karena setelah mendaki suatu bukit, begitu menurun kami
segera ditelan celah dengan dinding batu menjulang di kiri dan
kanan yang hanya cukup untuk satu penunggang kuda, itu
pun berakhir di sebuah terowongan yang gelap. Justru karena
terowongan ini tidak terlalu panjang, siapa pun belum akan
sempat menyesuaikan matanya ketika keluar lagi. Sebagai
jalan masuk satu-satunya ke Kampung Orang-orang Bo, pihak
manapun yang berusaha masuk dan menyerbu, akan terlalu
mudah dibantai di terowongan tersebut.
"Selamat datang di Kampung Orang-orang Bo!"
Lelaki tua itu berbalik menghadap kami yang terpaksa
turun dari kuda ketika merayap ke atas untuk keluar dari
terowongan. Di belakangnya, di balik batu-batu besar sudah
siap sekitar dua puluh orang muda, lelaki maupun perempuan,
yang membidikkan panah dengan busur silangnya masing-
masing. Aku telah mengenal kedahsyatan busur-busur silang
itu ketika terlibat berbagai pertempuran di Daerah
Perlindungan An Nam.
JIKA panah yang dilepaskan busur biasa memang mampu
menancap dalam-dalam di tempat yang tepat, maka panah
yang dilepaskan busur silang takhanya akan menancap dalam-
dalam melainkan juga mematahkan tulang. Penunggang kuda
yang berlari menjauh bisa patah tulang punggungnya apabila
panah yang menancapnya diluncurkan oleh busur silang dari
belakang. "Kakek! Darimana saja, Kakek" Seseorang telah mencuri
tubuh bhiksu yang diserahkan kepada kita waktu itu!"
Tentu saja ucapan itu seperti membuat kepala kami
meledak. Apakah Harimau Perang yang kami sangka sudah
pergi jauh ternyata kembali, dan mencuri lagi tubuh Yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit" Mungkinkah ternyata
ia belum pergi ke mana pun dan membayangi kami sehingga
didengarnya rencana kami untuk memeriksa tubuh bhiksu
kepala itu"
Kami semua telah berada di luar terowongan, dan segera
kulihat ratusan peti mati yang bergelantungan pada dinding
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tebing. Belum kulihat sesuatu yang tampak seperti
pemukiman, yang menandakan tempat ratusan peti mati yang
tergantung adalah bagian terluar dari Kampung Orang-orang
Bo tersebut. "Seseorang?"
Orang tua yang dipanggil Kakek itu bertanya dengan
kening berkerut.
"Sebetulnya enam orang, Kek, tetapi yang lima orang
berhasil kami bunuh."
"Bunuh?"
"Sebetulnya kami juga tidak ingin membunuhnya Kek,
tetapi mereka ini sangat berbahaya, karena seperti bermaksud
pula membunuh perempuan dan kanak-kanak. Mereka
melesat dan melayang dari rumah ke rumah dengan cepat
sekali. Kami harus membunuhnya sebelum mereka membacok
bayi-bayi."
Kakek tua itu manggut-manggut sambil mengelus janggut
putihnya. Ia segera memberi perintah agar kuda-kuda kami
diurus, dan juga menugaskan sepuluh orang untuk mengambil
tubuh-tubuh para bhiksu Shaolin yang masih tergantung di
pohon-pohon itu.
(Oo-dwkz-oO) Episode 192: [Pengejaran dan Pertarungan]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Langit mulai temaram. Dinding-dinding curam menjadi
bayangan hitam yang muram. Ratusan peti mati bergelantungan di dinding curam, mulai dari yang paling
rendah, yang tingginya pun sudah sepuluh kali ukuran
tubuhku, sampai yang tertinggi, yakni sepuluh kali ukuran
tubuhku tadi diperpanjang sampai sebelas kali. Peti mati yang
semula berisi tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga
Langit terletak di tempat teratas, dan berarti talinya paling
pendek, karena peti mati ini memang diturunkan dari atas.
Kami melenting-lenting di antara ratusan peti mati itu
menuju ke atas, nyaris hanya dengan sentuhan tangan
sekadarnya pada peti maupun tali, karena jika menjadikan peti
mati itu sebagai injakan, tentu bisa dianggap sebagai
penghinaan. Siapa pun cenderung lebih dihormati sete lah
mati, kecuali jika selama hidupnya ia menyusahkan banyak
orang. Kakek itu sudah tidak lagi membawa kayu bakar di
punggungnya, dengan ilmu meringankan tubuhnya naik ke
atas dengan langkah kaki seperti berjalan ke depan, padahal
tubuhnya tidak maju ke depan melainkan naik ke atas. Itulah
ilmu yang disebut Berjalan di Atas Rumput Sambil Mendaki
Langit, yang sudah kutengarai sejak ia berjalan seperti
melangkah pelan, tetapi bahkan kuda yang dipacu laju pun
tiada pernah bisa menyusulnya.
Yan Zi dan Elang Merah juga memiliki ilmu meringankan
tubuh yang sangat berbeda wataknya. Sesuai namanya,
gerakan Yan Zi seperti walet yang berkelebat lincah nyaris
takterlihat, cukup mengandalkan sentuhan-sentuhan sekejap
pada dinding, seperti juga burung-burung walet yang
membangun sarang di tebing-tebing curam. Hampir seluruh
Ilmu Silat Aliran Wa let pada dasarnya lebih mengandalkan
ilmu meringankan tubuh daripada tenaga dalam, meski untuk
meringankan tubuh itu sendiri pun sudah dibutuhkan tenaga
dalam dari tingkatan yang sangat tinggi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara Elang Merah, sebaliknya dari Yan Zi, seperti
pernah kusaksikan ketika untuk pertama kalinya mengarungi
lautan kelabu gunung batu, melayang ke atas dengan anggun,
nyaris tanpa gerak sama sekali. Tenaga dalamnya dihela oleh
tujuan dalam pemusatan perhatiannya, seperti meluncur tapi
bukan meluncur, seperti terbang tetapi bukan terbang, hanya
tangannya seperti mengepak pelan, tetapi bukan mengepak,
hanya sedikit bergerak, dan setiap kali tangannya bergerak
tubuhnya membubung seperti terbangnya elang
AKU sendiri, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
keadaan, meluncur ke atas dengan meliuk-liuk seperti berada
di dalam air menuju ke permukaan, mencoba ilmu
meringankan tubuh Naga Me liuk Menembus Awan, tempat
liukan badan menjadi dorongan tenaga dalam untuk meluncur
ke atas. Kami tiba di atas tebing dalam waktu bersamaan.
Kejadiannya ternyata belum lama. Di sana masih tertelungkup
lima mayat dengan panah-panah yang menembus tubuh dari
belakang. Orang-orang yang berjaga di sana menyalakan obor
agar kami bisa mengamati.
Mereka mengatakan tidak mengira betapa tubuh bhiksu
kepala itulah yang menjadi tujuannya, karena semula mereka
memang seperti musuh yang menyerbu saja, yang meski
belum jelas dari mana tetapi justru terhadap serbuan
semacam itulah Orang-orang Bo selalu mempersiapkan
dirinya. Maka ketika mereka melenting dari rumah ke rumah
siap membantai siapapun yang tampak di luar rumah, suatu
cara menangkal serangan yang paling mendadak pun sudah
lama dilatih oleh Orang-orang Bo.
Para penyerbu itu segera tersudut bagaikan ikan dalam
bubu. Saat mereka terkepung, mereka sambar bayi dan
perempuan untuk dijadikan sandera. Berbagai macam senjata
mereka terhunus siap menggorok leher sandera-sandera tak
berdosa. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Pencuri mayat! Tolong! Pencuri mayat!"
Terdengar teriakan seseorang dari tepi tebing di atas peti
mati yang bergelantungan tersebut. Perhatian semua orang
terpecah. Betapapun dengan cara penguburan yang susah
payah seperti itu, bagi Orang-orang Bo agaknya orang mati
sangat dihormati. Namun ternyata para penyerbu itulah yang
melesat lebih dulu dengan sandera-sandera mereka, agaknya
dengan maksud melindungi kawan mereka yang mencuri
mayat tersebut.
Mereka ini segera tewas oleh sambaran anak panah yang
dilepaskan busur silang, tetapi pencuri mayat itu sudah
berkelebat menghilang, setelah membungkam perempuan
yang berteriak-teriak karena kebetulan me lihatnya itu dengan
pisau terbang. Perempuan itu belum mati. Ketika Kakek tiba tangannya
meraih-raih ke udara. Kakek mendekatkan telinganya.
Perempuan berbisik sebentar lantas tewas.
Kakek itu membalikkan tubuh dan menyingkap wajah
mereka yang tertutup. Ia juga menyibak busana hitam para
penyusup, dan terlihatlah rajah dua pedang bersilang.
"Golongan Murni," kami mendesis hampir bersamaan.
Kakek itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Akhirnya mereka temukan juga tempat ini," katanya,
"apakah itu berarti kami harus berpindah lagi" Sudah ratusan
tahun kami Orang-orang Bo selalu diburu seperti makhluk
yang harus dimusnahkan. Kami tidak mengerti apakah yang
bisa dianggap sebagai kesalahan kami. Orang-orang Bo selalu
membantu pemerintah dari wangsa yang berkuasa, tetapi
selalu saja ada orang-orang yang merasa dunia ini terlalu
sempit dengan keberadaan kami, meskipun kam i memencilkan
diri kami sejauh ini..."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tercekat. Di Negeri Atap Langit yang peradabannya
tinggi dan cahayanya gemilang memancar ke seantero bumi,
masih terdapat pemikiran sepicik Golongan Murni.
Kakek itu meminta kami bertiga mendekat.
"Tahukah Anak bertiga apa yang dikatakan perempuan
malang itu, satu-satunya pencurian tubuh bhiksu tersebut"'
Hanya lelaki tua itu yang mendengar bisikannya, jadi kami
diam saja. "Pencurinya berkepala gundul, seorang bhiksu," katanya,
"karena anak bertiga datang dari Perguruan Shaolin, mungkin
mengerti siapa yang melakukannya. Kejarlah sekarang juga,
cepat! Dia tentunya belum jauh dari s ini dan Anak bertiga bisa
mengejarnya!"
Kami bertiga segera menjura.
"Baiklah jika ini merupakan tugas Bapak yang bijak, kami
segera mengejarnya," kataku.
Kami langsung melesat ke dalam kelam. Kali ini aku
menggunakan Jurus Naga Berlari di Atas Langit yang hanya
dengan beberapa sentuhan pada dinding tebing-tebing
raksasa membuat dua tiga gunung segera terlampaui. Hari
sudah gelap dan udara begitu dingin, aku melaju melawan
angin dengan kecepatan sangat amat tinggi sehingga setiap
kali terdengar ledakan demi ledakan sebelum akhirnya
kutingkatkan kecepatanku yang sudah melebihi kecepatan
suara itu menjadi lebih cepat dari cahaya.
MENGARUNGI kegelapan yang terus berkelebat ke
belakang, aku merasa lelaki tua tokoh Orang-orang Bo yang
seperti ingin selalu berpura-pura bodoh itu sudah mengetahui
siapakah kiranya pencuri mayat tersebut. Bukan tanpa alasan
tentunya ia meminta kami bertiga mengejar pencuri tubuh
Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit itu. Ia telah bisa
membaca tingkat ilmu silat kami dari cara kami mengikutinya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ke atas tebing. Ia lebih tua, lebih berpengalaman, dan tinggi
pula ilmunya, aku percaya saja atas keputusannya.
Aku berlari pelan dan tenang menembus kelam, tetapi
dengan kecepatan cahaya yang bahkan menghilangkanku dari
segala pandangan. Melangkah di udara di atas hutan, dalam
sekejap sepuluh gunung terlampaui. Aku melangkah pelahan
tetapi dengan kecepatan luar biasa yang sudah begitu sulit
diungkapkan. Melaju dengan kecepatan lebih cepat dari cepat
membuat kekelaman lebih kelam dari kelam sehingga gunung
hilang rimba hilang bintang hilang rembulan hilang langit
hanya kegelapan meski bukan kegelapan yang hitam
melainkan kegelapan yang meruang sesuai kecepatan tempat
segala sesuatu dalam ruang terlihat jelas tanpa cahaya dan
tetaplah akan selalu jelas sejelas-jelasnya kejelasan.
Maka segera terlihatlah kepala gundul itu dari belakang
membawa tubuh Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit,
tetapi yang tepat pada saat kulihat langsung berbalik arah dan
melesat ke arahku setelah melepaskan tubuh itu!
Sepintas kulihat tubuh itu melayang mengambang bagaikan
berada di ruang hampa. Ataukah udara telah menjadi hampa"
Dalam ruang pikiran, udara dan benda-benda mengada
dengan cara berbeda.
Namun aku taksempat berpikir lagi, hanya memiringkan
tubuh dan cahaya melesat hanya berjarak satu jari dari kulitku
yang berarti terbakarlah kain bajuku yang sudah kumuh itu.
Aku berputar-putar sejenak menjauhkan diri dengan Jurus
Naga Meringkuk di Dalam Telur, tetapi yang segera berhenti
untuk menerima serangan cahaya-cahaya berkilatan, dan
hanya dengan melepaskan kepadatan tubuhku menjadi hanya
bayangan yang sangat dimungkinkan oleh permainan
kecepatan, maka cahaya-cahaya itu menembusinya tanpa
menimbulkan akibat apapun.
Namun ketika datang lagi suatu serangan cahaya,
kukibaskan capingku yang telah menjadi lebih keras dari besi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk mengembalikannya, yang rupanya ditangkisnya pula
yang mengakibatkan terjadinya ledakan nan amat membahana mementalkan kami dengan jauhnya. Ia
takmenunggu daya dorong ledakan itu selesai untuk segera
melesat menyerang kembali. Ia berkelebat menyambar tanpa
sempat kulihat sosok maupun wajahnya dengan tegas, karena
kecepatan cahaya membuatnya menjadi cahaya, dan hanya
kecepatan melebihi cahaya memungkinkan diriku sekadar
melihatnya. Aku melesat menyambut serangannya. Dengan kecepatan
takterkatakan kami bertukar pukulan beberapa kali. Dalam
langit yang kelam cahaya berpijar-pijar dan meledak-ledak
dalam kelebat pertarungan yang lebih cepat dari kilat. Setiap
kali serangan kami saling berbenturan, kami terpental dan
terpisah sampai ke ujung timur dan ujung barat tetapi tidak
pernah menunggu titik henti untuk segera melesat dan saling
menyerang kembali. Kecepatan dilawan dengan kecepatan,
cahaya dilawan dengan cahaya, kejar mengejar berlangsung
mengitari segenap semesta kegelapan, melesat-lesat,
berkeredap, dan setiap kali peluang terbuka ia melepaskan
senjata rahasia bola yang meledak dan mengembuskan bubuk
beracun menerbangkan nyawa seketika. Namun aku melesat
begitu cepat seperti pikiran sehingga bubuk beracun itu
beterbangan di udara tanpa menelan korban.
Di antara berbagai ledakan ia terus menerus menyerang
dan melemparkan senjata rahasianya itu yang suatu kali
kusapu dengan capingku diiringi pengerahan chii tingkat tinggi
sehingga berbalik menyambarnya seketika itu juga. Duabelas
bola peledak menancap di tubuhnya dan meledak sembari
membakar tubuhnya dengan racun dan api, membuat
tubuhnya itu berhamburan tidak kelihatan ujudnya lagi.
Saat itulah Yan Zi dan Elang Merah tiba dan hanya melihat
serpihan-serpihan daging tersebar dalam kegelapan dengan
sisa api yang masih menyala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lihat!"
Elang Merah menunjuk langit malam. Tabir kegelapan telah
tersibak dan cahaya rembulan memperlihatkan lekuk pohon
siong di puncak bukit batu. Melewati pohon siong itulah tubuh
Yang Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit yang tadi
mengambang ternyata telah melayang semakin tinggi.
ELANG Merah melesat ke atas bagaikan elang membubung,
tetapi seperti tahu sedang diburu tubuh itu membubung lebih
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tinggi lagi dan tidak pernah berhenti. Ketika Elang Merah
hinggap di puncak bukit batu, tubuh yang seperti tidur dengan
tenang itu, dengan tangan saling menangkup di atas perut,
masih terus membubung semakin tinggi, seperti mendekati
rembulan, dan kemudian hilang di langit malam.
Saat Elang Merah mengejar tubuh yang mengambang dan
membubung itu, aku pun sudah tahu betapa memang tidak
perlu dilakukan pengejaran, karena bhiksu itu telah
menentukan sendiri ke mana ia mau pergi.
Dalam Dhammapada dikatakan:
ia yang sungguh kusebut brahmana
yang dalam dunia
telah melepaskan segala hasrat
mengembara ke mana-mana
tanpa rumah yang dalam dirinya
segenap keinginan punah
YANG Mulia Bhiksu Kepala Penyangga Langit telah
membuktikan kesuciannya. Ia moksa, pergi bersama
tubuhnya. Tinggal kami di dunia ini, me lanjutkan perjalanan
setelah menginap semalam di Kampung Orang-orang Bo.
Yan Zi telah menandai bahwa bhiksu yang tubuhnya
meledak oleh senjata rahasianya sendiri itu adalah Penjaga
Langit, bukan hanya dari sisa kain jubah kuning yang lengket
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pada serpihan daging itu, melainkan dari sisa serbuk racun
berdasarkan pelajaran yang didapatkannya dari Angin
Mendesau Berwajah Hijau.
"Racun ini berasal dari jamur yang telah membunuh
Siddharta Gautama, sang Buddha, sehingga disebut Racun
Pembunuh Buddha, tetapi juga disebut Racun Jamur Cunda,
karena kejadiannya berlangsung di rumah Cunda Si Pandai
Besi," kata Yan Zi.
Aku pernah mendengar cerita itu dari masa kecil. Buddha
yang telah mengabdi selama 45 tahun, dalam usia 80 tahun
makan di rumah Cunda, pandai besi tersebut. Tanpa sengaja
jamur beracun masuk ke dalam makanannya. Diriwayatkan
betapa di ranjang kematiannya pun ia masih memikirkan
Cunda yang merasa bersalah.
"Sampaikanlah kepada Cunda," ujar Buddha sekitar 1246
tahun lalu itu, "hanya dua kali sepanjang hidupku makanan
menjadi bertuah; yang pertama, makanan yang telah
mencerahkan di bawah pohon Bo; yang kedua, makanan yang
telah membukakan kepadaku pintu gerbang terakhir Nirvana."
Namun dalam dunia persilatan, racun dari jamur itu
dikembangkan sebagai senjata pembunuh yang mematikan,
terutama di kalangan Partai Pengemis. Tidak jelas apakah ini
ada hubungannya dengan kenyataan, bahwa para anggota
Partai Pengemis biasanya menolak untuk beragama, tetapi
untuk menghormati Buddha, racun dari jamur yang tanpa
sengaja masuk ke dalam makanan yang disuguhkan Cunda itu
merupakan tabu untuk digunakan sebagai racun senjata.
"Maka para bhiksu Shaolin, yang hanya menggunakan
racun sebagai pengobatan, tidak mungkin menggunakannya,
kecuali mereka yang mengenalnya karena pergaulan erat
dengan Partai Pengemis," ujar Yan Zi, lagi.
Aku pun tidak bisa berpikir lain bahwa bhiksu itu memang
Penjaga Langit. Satu-satunya bhiksu di Perguruan Shaolin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
selain bhiksu kepala yang bisa masuk ke semua ruangan,
termasuk ke dalam ruangan-ruangan yang paling terlarang
dan dirahasiakan. Selain itu, memang Penjaga Langit itulah
yang bertanggungjawab untuk mengawasi setiap persiapan
upacara dan perlengkapannya.
"Kita belum tahu, bagaimana Penjaga Langit bisa bekerja
sama dengan Harimau Perang," kataku, "tetapi jika Harimau
Perang dengan menggantung sepuluh bhiksu secara berurutan
bermaksud menjauhkan kita darinya, Penjaga Langit mungkin
tidak bermaksud seperti itu..."
"Rencana semula mungkin saja seperti itu," sahut Elang
Merah, "bahwa yang disebut Harimau Perang itu akan
membunuh sepuluh bhiksu yang mengejarnya, lantas
menyerahkan tubuh Penyangga Langit ke Kampung Orang-
orang Bo yang sangat menghormati orang mati itu, dan tidak
kembali lagi."
"Tapi kemunculan kita merusak rencana," sambung Yan Zi
Si Walet, "Harimau Perang merasa harus menghindari
pengejaran dikau, maka justru digunakannya tubuh sepuluh
bhiksu itu untuk mengarahkan kita ke Kampung Orang-orang
Bo, dengan pertimbangan adat menggantung peti mati itu
sudah dikenal, sehingga kita akan terbawa juga ke sana.
Penjaga Langit jelas minta Harimau Perang membunuh
sepuluh bhiksu yang tidak akan mendukungnya itu, tetapi juga
tanpa perkiraan bahwa pengejaran kita akan membuat
Harimau Perang akan memperlakukan tubuh-tubuhnya seperti
itu." "Namun ia khawatir kita akan tetap mencari tubuh itu
sebelum mengejar Harimau Perang, sehingga diarahkannya
Golongan Murni ke Kampung Orang-orang Bo untuk membuat
kekacauan, sementara ia mengambil lagi tubuh itu," kataku,
"dan karena tidak segera tahu peti mana yang baru,
perempuan itu sempat memergokinya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kami telah berada di atas kuda kami dan langsung me laju
ke arah Yuxi. Jalan sempit dan jalan setapak masih
bercabang-cabang dengan begitu luar biasa, sehingga
mestinya mustahil mengikuti Harimau Perang tanpa langsung
membuntutinya. Namun untunglah jalan tidak lagi selalu
berbatu, dan semakin lama semakin kurang berbatu, dan tak
banyak orang berkuda melewati daerah ini, yang membuat
jejak kuda Harimau Perang terlihat dengan jelas. Elang Merah
sebagai petugas rahasia Kerajaan Tibet mampu membaca
jejak seperti membaca kitab.
"Dia sebetulnya bisa melangkah agak lebih hati-hati di atas
batu-batu," katanya, "tetapi, rupanya seperti sudah kehabisan
waktu." Aku teringat kuda Uighur yang ditungganginya, yang
sebetulnya dicuri dariku. Kuda secerdas itu mestinya tanpa
disuruh akan memilih untuk menapak di jalan berbatu agar tak
meninggalkan jejak, setidak-tidaknya menguranginya jika
terpaksa kelihatan juga. Namun di sini kuda itu justru seperti
sengaja meninggalkan jejak!
Mungkinkah kuda itu sempat mengetahui keberadaanku,
atau mencium bau kehadiranku, ketika dalam seluruh
perjalanan di wilayah lautan kelabu gunung batu ini ternyata
memang takselalu kami berada di belakang dalam kedudukan
membuntuti, melainkan justru Harimau Perang itu tampaknya
pernah mengamati kami. Dalam peristiwa di Perguruan
Shaolin misalnya, ketika mencuri tubuh Yang Mulia Bhiksu
Kepala Penyangga Langit, tentu ia melihat kami ketika harus
menghadapi serbuan Partai Pengemis, sementara para bhiksu
hanya sibuk mengambang itu. Mungkin saja ia menambatkan
kudanya di suatu tempat agar lebih leluasa berkelebat. Tentu
pernah kujelaskan betapa para pendekar itu meski mampu
berkelebat menghilang dan terbang, tidak akan mungkin
melakukannya setiap saat, karena meskipun tubuh bisa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diringankannya seperti kapas, daya yang dibutuhkan untuk
haruslah menggunakan tenaga dalam.
Jejak-jejak itu memang membawa kami ke arah Yuxi.
Sebagai petugas rahasia yang telah menguasai keadaan, dan
memang pernah melalui sehingga mengenal wilayah ini, Elang
Merah bahkan kadang-kadang bisa mengambil jalan tembus di
dalam hutan dan ketika bersambung kembali masih
menemukan kembali jejak-jejak kuda Uighur yang ditunggangi
Harimau Perang itu.
(Oo-dwkz-oO) PEREMPUAN dari Tibet ini baru berumur 30 tahun. Belajar
ilmu silat dari seorang mahaguru yang menurunkan Ilmu
Pedang Cakar Elang, tetapi bersama mahaguru itu Elang
Merah mendapat perlakuan yang buruk. Sebagai perempuan
remaja ia diserahkan orangtuanya pada usia 15, sebetulnya
sekadar untuk belajar ilmu beladiri seperti yang dibutuhkan
perempuan untuk menghadapi usaha pemerkosaan. Dengan
tujuan ini ia pun tentu tidak diserahkan langsung kepada sang
mahaguru, yang memang tidak sembarang manusia dapat
menemuinya, melainkan kepada seorang guru atau pelatih,
seperti biasanya yang berlaku jika murid datang dari kalangan
awam dengan kebutuhan yang juga awam.
Adapun pelatih bagi murid-murid perempuan remaja ini
juga masih muda, sekitar 20 tahun, yang ternyata kemudian
saling jatuh cinta dengan murid perempuan remaja berusia 15
tahun itu. Namun kecantikan dan sinar mata yang memancar
bagai bintang kejora ini ternyata tanpa sengaja menjerat
birahi sang mahaguru, yang dalam usia 50 tahun bagaikan
sedang berada di puncak kemasyhuran sebagai pemegang
Ilmu Pedang Cakar Elang yang tidak terkalahkan.
Dalam kedudukan seperti itu, Mahaguru Cakar Elang
Perkasa, demikianlah gelarnya, merasa sangat berkuasa dan
merasa berhak mengambil dan memiliki segala sesuatu di
bawah kekuasaannya, termasuk perempuan remaja bermata
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bintang kejora itu, untuk dipetiknya sebagai bunga terindah
yang telah melumpuhkan segala penalarannya.
TENTU ia bukan tak tahu betapa Elang Muda, muridnya
yang berbakat menjadi pendekar besar, telah saling memadu
kasih dengan perempuan remaja tersebut. Maka dengan
liciknya, ketika suatu tantangan bertarung dari seorang
pendekar tiba, ditugaskannya Elang Muda untuk menghadapi
lawan tangguh itu, yang diketahuinya pasti akan berhasil
menewaskan sang murid.
Pada saat Elang Muda tewas mengenaskan dalam
pembantaian lawan yang hanya bisa dikalahkan oleh gurunya
itu, perempuan remaja kekasihnya diundang Mahaguru Cakar
Elang Perkasa tersebut untuk menghadap; dan dengan
segenap pengawal yang berjaga di luar, perempuan remaja
yang masih 15 tahun usianya itu diperkosa. Masih belum
cukup, perempuan remaja ini harus melayani birahi sang guru
yang selalu berhasil menguasainya itu sampai lima tahun
berikutnya. Semula perempuan remaja itu dengan hati hancur hanya
bermaksud pulang ke rumah orangtuanya setelah mengalami
pemerkosaan tersebut. Namun serentak didengarnya bagaimana Elang Muda telah bertarung pada hari yang sama
dan ditewaskan, tahulah ia tentang akal bulus mahaguru yang
licik itu. Seketika itu juga hilanglah cahaya kemurnian perawan
dari matanya yang bersinar bagaikan bintang kejora itu,
berubah menjadi ketajaman mata seorang pembalas dendam.
Apalagi ternyata Elang Muda dibunuh dengan cara yang
sangat amat kejam, yakni dengan tubuh yang penuh pisau
terbang, sampai 50 jumlahnya, bahkan kepalanya dipenggal
dan dikirim dalam keranjang kepada mahaguru itu, untuk
menunjukkan betapa Mahaguru Cakar Elang Perkasa dengan
hanya mengirimkan murid mudanya itu untuk melayani
tantangan, telah bertindak gegabah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perempuan remaja itu berhasil menyembunyikan kilatan
dendam dari matanya, tetapi tidak sanggup mengembalikan
cahaya kemurniannya sebagai remaja; sebaliknya, untuk
menjebak mahaguru itu dilayaninya segala kehendak birahi
dengan tatapan tajam mengundang. Mahaguru itu terjebak.
Dalam waktu singkat perempuan remaja itu telah menjadi
perempuan yang tahu benar bagaimana harus menggunakan
tubuhnya untuk menguasai lelaki; dan dalam hal lelaki itu
adalah Mahaguru Cakar Elang Perkasa, diserapnya Ilmu
Pedang Cakar Elang yang diajarkan dengan lengkap
kepadanya, termasuk jurus-jurus rahasia yang sebetulnya tabu
diajarkan seorang guru silat untuk murid yang mana pun juga.
Setelah lima tahun, pada usianya yang ke-20, ditantangnya
mahaguru itu di hadapan seluruh murid perguruan untuk
bertarung. Diungkapnya segenap rahasia memalukan, bahwa
mahaguru itu telah memperkosanya, setelah dengan sengaja
mengirim kekasihnya untuk mati. Diungkapnya juga siapa saja
pengawal pribadi mahaguru itu yang berjaga di luar ketika
pemerkosaan berlangsung, dan dikatakannya bahwa setelah
usai dirinya membunuh mahaguru itu, ia juga akan bertarung
melawan enam orang pengawal pribadi itu sekaligus, dan
karena itu segenap murid perguruan harus mengepung
mereka supaya tidak kabur.
"Apa yang dikau lakukan dengan mahaguru cabul itu?"
Yan Zi bertanya dengan geram, seolah peristiwa itu baru
berlangsung kemarin saja. Namun Elang Merah memberi
tanda agar kami yang sedang beristirahat di tepi sungai yang
jernih dan kelihatan dasarnya diam dahulu, dan mendengarkan sesuatu di balik angin yang berdesir.
(Oo-dwkz-oO) Episode 193: [Mahaguru Kupu-Kupu]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
PENDENGARAN Elang Merah sungguh tajam. Kami berada
di tepi sungai tiada jauh dari hutan cemara ketika matahari
bersinar cerah. Angin berembus dari dalam hutan cemara itu
dan bersama angin itulah agaknya Elang Merah telah
menangkap gerakan seseorang yang melangkah dan melesat
di dalam angin. Ini membuatku teringat kata-kata Zhuangzi:
di antara mereka
yang mencapai kebahagiaan
orang seperti ini langka
meskipun ia bisa berjalan tanpa kaki
ia tetap harus tergantung kepada sesuatu
sesuatu ini adalah angin
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan karena tergantung kepada angin
kebahagiaannya serba tergantung
ADAPUN ingatan kepada Zhuangzi dengan filsafat kupu-
kupunya membuatku teringat Pendekar Kupu-Kupu, dengan
Jurus Impian Kupu-Kupu yang nyaris membunuhku jika tidak
kukeluarkan Jurus Naga Kembar Tujuh waktu itu.
Seseorang yang berjalan di dalam angin itu tiba tanpa
terlihat sosoknya, karena telah meleburkan tubuhnya ke dalam
angin itu sendiri. Terdengar suatu suara di balik angin. Y an Zi
dan Elang Merah serentak mencabut pedangnya karena meski
belum terlihat kepekaan mereka merasakan datangnya
bahaya! Seolah datang dari balik angin berhamburanlah ratusan
kupu-kupu, ribuan kupu-kupu, ratusanribu kupu-kupu beracun
yang menyerang dengan cepat dan tajam ke arah kami, mirip
seperti pemberitahuan datangnya Pendekar Kupu-Kupu
dahulu, tetapi jelas digerakkan daya batin yang jauh lebih
besar dan lebih matang. Kupu-kupu berwarna-warni yang
sebetulnya indah itu sebenarnyalah merupakan bahaya yang
besar, karena dalam tingkat ilmu yang digunakan untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyerang sekarang, cukup setitik dari serbuk racun yang
dihamburkan sayap ratusanribu kupu-kupu yang kini telah jadi
selaksa itu sudah cukup untuk menerbangkan nyawa!
Selaksa kupu-kupu aneka warna berhamburan menyergap
kami, tetapi bersama itu pula Yan Zi telah me lenting dengan
Ilmu Pedang Mata Cahaya yang tidak kalah ajaibnya itu. Ia
berguling-guling di udara dengan lingkaran cahaya pantulan
pedang yang melindunginya, karena cahaya yang kemudian
memadat terarah untuk membelah segala kupu-kupu itu tepat
menjadi dua. Rupanya Yan Zi juga telah membaca Kitab
Perbendaharaan Ilmu-ilmu Silat Ajaib dari Negeri Atap Langit
yang tidak setiap perguruan memilikinya. Sementara itu dalam
waktu yang sama Elang Merah pun telah berkelebat lebih
cepat dari kilat, dan berada di atas semua kupu-kupu yang
berhamburan itu, bahkan tanpa harus turun kembali dengan
Ilmu Pedang Cakar Elang yang mengubah pedangnya menjadi
selaksa dibasminya kupu-kupu itu dalam waktu s ingkat.
Namun tanpa ampun dari dalam angin kupu-kupu itu
berhamburan, berhamburan, dan berhamburan lagi. Bahkan
kemudian warna kupu-kupu itu tidak lagi berwarna-warni
melainkan hanya hitam! Segalanya menjadi hitam mengerikan
dengan bunyi desis sayap-sayap tipisnya yang kini hanya
terasa sebagai desis ular senduk yang amat sangat berbisa!
Yan Zi dan Elang Merah belum melepaskan jurus-jurusnya
ilmu pedangnya. Sungai yang mengalir menghanyutkan
ratusan ribu kupu-kupu warna-warni yang sudah terbelah dua.
Jurus Kupu-Kupu Hitam ini tidak terdapat dalam Kitab
Perbendaharaan Ilmu-ilmu Silat Ajaib dari Negeri Atap Langit,
tetapi pernah kudengar diperbincangkan di sebuah kedai,
bahwa kupu-kupu hitam itu, meskipun merupakan bayangan
yang menipu, tetap saja beracun dan keberacunannya
sungguh berlipat ganda dibanding kupu-kupu warna-warni.
Meskipun perbincangan kedai tiada bisa dijadikan
pegangan, aku tidak mungkin berjudi dengan nyawa kami.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bagiku, jika kupu-kupu hitam hanya merupakan bayangan,
berarti terdapat sesuatu yang lain, yang tentunya jauh lebih
mengancam! Secepat pikiran aku masuk ke dalam angin
dengan membuat tubuhku berputar seperti pusaran dalam
kedudukan mendatar, begitu cepatnya sehingga dari tubuhku
muncul udara panas yang segera berubah menjadi api, yang
dengan begitu sembari menembus masuk ke dalam angin
membakar segenap kupu-kupu hitam itu menjadi abu. Bahkan
kemudian angin itu sendiri menyala dan nyaris membakar
hutan cemara. Inilah Jurus Naga Mandi Api yang meskipun
sudah pernah kucoba dalam latihan, baru kali ini kuterapkan
menghadapi lawan dalam pertarungan.
Dengan Jurus Naga Mandi Api siapa pun yang berada di
dalam lorong angin ini akan tewas tertambus menjadi arang.
Namun lawan yang kuhadapi kali ini ternyata memang tingkat
ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari lawan manapun yang
pernah kuhadapi. Segala kupu-kupu sudah habis kuperabukan,
tetapi bersama daya dorong angin yang sangat amat dahsyat
melesatlah suatu serangan tangan kosong yang juga kupapak
dengan tangan kosong, artinya yang menjadi merah karena
kusalurkan ch'i yang menjadikannya sebagai Telapak Darah.
Sepintas kulihat wajah seorang tua gagah berambut putih
dengan berewok yang juga serba putih, tetapi hanya itu yang
sempat kuingat, karena setelah itu suatu ledakan dahsyat
mementalkan kami masing-masing begitu jauhnya sampai
saling takbisa melihat lagi. Aku terpental begitu jauh, sampai
ke jurang yang bahkan takterlihat dari sungai itu. Tubuhku
melayang jatuh ke bawah bagai takbisa dihentikan lagi, tetapi
aku membentangkan tangan, dan menegakkan tubuh dengan
kaki ke bawah, maka laju jatuhku pun berkurang
kecepatannya, sebelum akhirnya berhenti sama sekali. Untuk
naik lagi kugerakkan kakiku dengan gerakan mendaki, tetapi
dengan gerakan seperti ini sekali sebelah kaki melangkah aku
melesat sepuluhribu kaki ke atas. Hanya dengan tiga kali
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gerakan kaki maka aku pun sudah muncul melampaui
permukaan jurang.
KURANG dari sekejap, aku telah kembali ke sungai yang
kelihatan dasarnya itu dengan kecepatan serangan, tetapi
tidak kulihat lagi Y an Zi dan Elang Merah!
Apakah yang telah terjadi"
Sungai itu telah menghanyutkan seluruh kupu-kupu yang
terbelah dua dan jatuh di atasnya, sementara di lapangan
rumput yang tidak lagi hijau warnanya masih berserakan s isa-
sisa sayap yang hitam maupun warna-warni, setelah hampir
semuanya diterbangkan angin yang kencang.
Ke mana mereka"
"Dikau mencari kedua temanmu, wahai pendekar yang
disebut tidak memiliki nama, tetapi menguasai jurus-jurus
naga yang tiada duanya?"
Aku menoleh ke belakang. Kulihat lelaki tua gagah yang
berewok dan kumisnya serba putih memenuhi wajah itu, yang
rambutnya juga putih, tebal dan panjang, tetapi jubahnya
hitam legam, sedang muncul ke atas hutan dari bawah sambil
bersila. Ia berhenti di atas pucuk-pucuk cemara.
Aku tidak segera menjawab. Ia mengetahui perihal jurus-
jurus naga. Padahal tidak setiap pendekar dalam dunia
persilatan dapat mengenali, apalagi mempelajari dan
menguasainya. Aku pun mendapatkannya tentu hanya karena
ilmu silatku bersumber dari Sepasang Naga dari Celah
Kledung, yang karena tingkat ilmu silatnya telah diminta
bergabung dengan Pahoman Sembilan Naga di Javadvipa
sebagai naga kesepuluh, tetapi mereka menolaknya. Meskipun
ilmu silat dari pasangan pendekar yang mengasuhku itu telah
melebur ke dalam berbagai jurus yang kukembangkan sendiri,
rupanya masih terbaca juga, terutama oleh mereka yang
mengetahui keberadaannya, atau penguasaan ilmu silatnya
memang berada pada tingkat naga itu sendiri!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Di mana mereka?"
Tentu saja dengan ilmu silat setinggi yang dimiliki Yan Zi Si
Walet dan Elang Merah, aku tidak berharap sesuatu yang
buruk telah terjadi dengan keduanya. Namun terbukti betapa
dugaanku keliru.
"Mereka berada di belakangmu," kata orang tua gagah
yang bersila sembari mengambang di udara itu.
Aku melihat ke belakang. Kedua perempuan pendekar itu
tergeletak di atas tanah tanpa sadarkan diri dengan tangan,
kaki, dan mulut terikat! Kedua pedang mereka tergeletak di
sisunya masing-masing. Berarti orang tua gagah ini telah
menyerang ketika mereka masih memegang pedangnya, dan
itu berarti dalam suatu pertarungan terbuka yang adil, kecuali
betapapun orang tua berambut putih sekali tetapi berjubah
hitam legam itu telah menggunakan jurus yang mendekati
sihir... Apakah akan kuserang orang tua itu untuk membebaskan
mereka berdua"
Barangkali dikau bisa membunuhku sekarang juga,i ujarnya
seperti bisa membaca pikiranku, itetapi jika aku mati dikau
tidak akan pernah bisa menyelamatkan kedua kekasihmu itu.
Mantra yang mengikat mereka telah kukunci, dan hanya diriku
seorang yang bisa membukanya.i
Kuperhatikan lagi kedua perempuan pendekar yang
tergeletak tanpa daya itu. Mereka memang tidak terikat oleh
tali, me lainkan oleh ular hitam legam yang tentunya sangat
amat berbisa. Ular-ular yang membelit kaki, tangan, dan mulut
kedua perempuan itu hidup, tetapi daya cengkeram maupun
nalurinya berada di bawah pengaruh orang tua tersebut.
Namun mengapa ia menyebutkan keduanya sebagai dua
kekasih" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hahahahahahaha! Daku telah mengamati kalian se lama ini
tanpa kalian ketahui! Perempuan berbaju putih itu memang
mendua hatinya, jiwanya menantikan cintamu, tetapi
tubuhnya menghendaki perempuan yang berbaju merah;
sedangkan perempuan yang berbaju merah itu jiwanya
sungguh ingin menerkam dirimu, tetapi tubuhnya bisa juga
melayani perempuan berbaju putih; keduanya mencintaimu
wahai pendekar yang mengaku takbernama dari Ka-ling, tetapi
rupanya dikau menahan diri untuk tidak mengucapkan apapun
yang berhubungan dengan cinta, bukan sekadar karena dikau
tidak mengetahui siapa di antara kedua perempuan ini yang
lebih dikau cintai, tetapi karena ada sesuatu dalam dirimu
yang menghalangimu, dan itulah yang tidak dan memang
tidak perlu kuketahui!"
Apa yang dikatakannya seperti mengungkapkan apa yang
kupikirkan selama ini.
"Bapak yang Terhormat, siapakah kiranya dikau yang
begitu perkasa, dan mengapa pula masih merasa perlu
memperlakukan dua perempuan dengan cara seperti itu?"
"Hahahahahahaha!
Tidak segala kupu-kupu itu mengingatkan dikau kepada sesuatu, wahai Pendekar Tanpa
Nama dari Javadvipa?"
ITULAH yang kupikirkan juga sejak tadi. Aku telah
membunuh Pendekar Kupu-kupu, dan aku juga telah
membunuh seribu murid Perguruan Kupu-kupu yang
menyerbuku dengan kecepatan cahaya itu.
"Diriku memang tidak berada di tempat saat itu, jika dikau
sudah ingat kembali," katanya dengan yakin betapa aku
memang sudah ingat kembali.
Aku tidak menjawab, memikirkan cara membebaskan Elang
Merah dan Yan Zi, tetapi belum juga bisa memecahkannya.
Aku tidak menyesal telah melepaskan segenap daya sihir yang
diwariskan kepadaku oleh Raja Pembantai dari Selatan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebagai ganti pemahaman filsafat Nagarjuna, karena
pengetahuan tentang sihir itu sendiri tidak akan hilang sampai
aku mati. Makanya aku pun tahu, betapa mantra yang telah
membuat ular-ular hitam legam itu dapat mengikat Yan Zi dan
Elang Merah hanya dapat ditawar oleh mantra kunci pembuka,
sehingga jika kupaksakan mengambil atau membunuh ular-
ular itu, bukannya mereka akan lepas melainkan mencengkeram semakin erat, begitu rupa eratnya seperti
lintah, bahkan masuk menembus kulit sambil merembeskan
segenap bisa. "Daku berada jauh dari sini, ketika angin yang berembus
menyampaikan jeritan kematian murid-muridku yang dikau
bantai sampai habis tuntas tanpa sisa. Daku memang berada
di tempat yang jauh, dan meskipun segera kutinggalkan apa
yang seharusnya kulakukan, segalanya sudah terlambat.
Rumah perguruanku tinggal bangunan dan tanah yang kosong
tempat angin lewat tanpa seorangpun menghayatinya lagi,
menimbulkan kekosongan luar biasa yang tidak akan pernah
bisa dikau bayangkan. Melihat umur dikau, kiranya dikau
belum memiliki murid, jadi tidaklah dikau dapat rasakan
bagaimana keadaanku saat itu, setelah membangunnya
dengan susah payah selama berpuluh-puluh tahun..."
Kiranya inilah mahaguru Perguruan Kupu-kupu yang pernah
juga kupikirkan itu. Namun apalah yang bisa kulakukan jika
Pendekar Kupu-kupu yang merupakan murid utamanya
memperkenalkan diri kepadaku, dengan cara membantai tujuh
penyoren pedang yang sedang menyembahku agar diriku sudi
menjadi guru" Cara kematiannya pun kukira setimpal dengan
penghinaan yang dilakukannya untuk memancing pertarungan. Sedangkan seribu murid Perguruan Kupu-Kupu
yang menyerangku dengan kecepatan cahaya dan bermacam-
macam senjata itu, apalagikah yang bisa diharapkan dalam
dunia persilatan jika seseorang sudah menyerang dengan
jurus-jurus mematikan" Betapapun kepada mereka semua
telah kuberikan kematian pada puncak kesempurnaan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apalagikah yang sekarang diharapkan sang mahaguru
Perguruan Kupu-Kupu, yang tentunya lebih dari mengerti
tatacara dunia persilatan ini"
Adapun Yan Zi dan Elang Merah telah dijadikan sandera!
Kedua perempuan pendekar itu kini telah sadar kembali dan
tidak bisa berkutik. Hanya mata mereka menatapku,
sementara ular-ular hitam legam itu, begitu merasakan
terdapatnya gerakan, langsung mempererat belitannya pada
kaki, tangan, maupun mulut itu. Meskipun ketabahan kedua
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perempuan pendekar itu kupercaya, betapapun melihat
keadaan mereka yang seperti itu, diriku tidaklah tega! Apalagi
mereka berdua setiap saat bisa dibunuh oleh sang mahaguru
tua itu! "Mahaguru Kupu-kupu, begitulah dunia persilatan di Negeri
Atap Langit menyebutku karena Jurus Impian Kupu-Kupu yang
sulit ditandingi itu," katanya lagi, "kini bahwa dirimu telah
mengatasi jurus itu, tidak ada gunanya juga menantangmu
bertarung hari ini, karena bahkan diriku yang sebetulnya telah
mengundurkan diri dari dunia persilatan kiranya memang
masih harus belajar lagi."
Ia masih mengambang di udara sambil bersila,
menandakan tingkat ilmu silat yang sangat tinggi, tetapi
dikatakannya betapa dirinya masih mau belajar kembali!
"Apakah yang Bapak inginkan dari sahaya agar kedua
teman sahaya itu dapat Bapak bebaskan kembali?"
Mahaguru Kupu-kupu itu terkekeh-kekeh mendengar
jawabanku. "Daku tahu dikau akan mengatakan itu Pendekar Tanpa
Nama! Meskipun dikau tampaknya telah membunuh
ratusanribu orang tanpa perasaan, dikau tampak terlalu
menyayangi kedua perempuan pendekar teman seperjalananmu ini. Bagaimana rasanya melakukan perjalanan
ditemani dua perempuan cantik jelita seperti ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tidak menjawab. Mahaguru Kupu-kupu tertawa
terbahak-bahak.
"Dikau tidak berselibat bukan" Huahahahahahaha!"
Kiranya aku harus bersabar, mengingat Yan Zi dan Elang
Merah yang kini dapat dibunuhnya setiap saat. Kuingat
bagaimana Elang Merah yang telah menyerahkan hidupnya
untuk mengikuti perjalananku, dan belum kulupakan pula
betapa Angin Mendesau Berwajah Hijau telah menyerahkan
Yan Zi Si Walet dalam pengawalanku. Tidaklah mungkin
bagiku meninggalkan mereka berdua begitu saja dalam
cengkeraman maut.
SEANDAINYA pun Mahaguru Kupu-kupu ini mampu
kutempur sampai mati, mantra yang telah dirapalnya untuk
mengunci ular-ular hitam legam yang menjerat kedua
perempuan itu akan tetap hidup, tetapi kali ini tanpa mantra
kunci pembukanya lagi, sehingga pasti akan tewaslah Yan Zi
dan Elang Merah.
Dalam hati aku menghela napas panjang, apakah yang
diinginkannya" Meskipun sekarang aku sangat
ingin membunuhnya, betapapun kelanjutan hidup Yan Zi dan Elang
Merah sekarang jauh lebih penting.
Setelah tawanya usai, wajah Mahaguru Kupu-kupu itu
sekarang lebih bersungguh-sungguh.
''Pendekar Tanpa Nama, dengarkanlah baik-baik apa yang
akan daku katakan ini, karena jiwa kedua perempuan
pendekar ini sekarang tergangtung di tanganmu. Saat dikau
membantai murid-muridku sebetulnya sedang berada di suatu
tempat yang jauh dari sini dan disebut Shangri-La. Tujuanku
pergi ke sana adalah merebut kembali Kitab Ilmu Silat Kupu-
kupu Hitam yang diwariskan guruku Mahaguru Kupu-kupu
Hitam kepadaku, tetapi kemudian dicuri oleh adik
seperguruanku, yang kemudian menghilang taktentu rimbanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Sebetulnya ketika mewariskan kitab itu, guruku juga
menyertakan Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum
mempelajari K itab I lmu Silat Kupu-kupu Hitam itu sendiri. Jika
tidak, kitab itu tidak akan bisa dimengerti, dan jika dipaksakan
juga, maka orang yang tetap mempelajarinya akan tersesat
dalam berbagai jebakan dalam kitab tersebut, yang rupanya
memang dibuat untuk menghadapi pencurian kitab-kitab ilmu
silat yang semakin merajalela. Adik seperguruanku, yang
sebetulnya juga adik kandungku sendiri, tidak mengetahui
terdapatnya Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam tersebut, karena keberadaannya memang
dirahasiakan. ''Daku baru sempat mempelajari bagian awal saja dari kitab
tersebut, ketika adikku yang memang ingin segera menguasai
dunia persilatan, tidak bisa menahan kehendak untuk segera
mempelajarinya. Guruku pernah berkata bahwa adikku
sebenarnya jauh lebih berbakat daripada diriku untuk
menerima dan mengembangkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam,
tetapi katanya pula terdapat masalah kematangan dalam diri
adikku, yang membuat guruku merasa sebaiknya adikku itu
mendapatkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam dariku saja, tentu
setelah daku mempelajari dan menguasainya dari kedua kitab
itu secara tuntas.
''Namun begitulah kejadiannya. Setelah menghilang sampai
30 tahun lamanya, terdengar lagi nama Mahaguru Kupu-kupu
Hitam dari Shangri-la, padahal guruku itu sudah lama
meninggal dunia. Setelah kupelajari dari berbagai cerita yang
sampai ke telingaku, tidak salah lagi pastilah adikku itu, yang
menggunakan nama guruku setelah mempelajari Kitab Ilmu
Silat Kupu-kupu Hitam tanpa kitab pengantar dan cara
membacanya, yang membuatnya tersesat dalam pembelajaran, dan akhirnya merusak jiwanya. Disebutkan
betapa dengan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam ia membunuh
orang semaunya, dengan cara sekejam-kejamnya, tidak peduli
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berasal dari golongan putih, golongan hitam, atau golongan
merdeka. Kadang-kadang bahkan pasukan kerajaan pun tanpa
sebab diserangnya begitu rupa sehingga menimbulkan
kekacauan luar biasa.
''Untuk membersihkan nama guruku Mahaguru Kupu-kupu
Hitam aku menuju Shangri-La, dan aku sudah hampir berhasil
mendapatkan kitab itu tanpa harus menempurnya, ketika
angin membawa kabar kematian murid-muridku, dan
ketertegunan sejenak itu lebih dari cukup untuk membuat
pintu rahasia tempat penyimpanan Kitab I lmu Silat Kupu-kupu
Hitam itu tertutup kembali. Kini tempat itu tentu dijaga
dengan ketat, dan kuragukan diriku akan dapat mencurinya
kembali, kecuali jika dapat menempurnya dan menang.
Persoalannya, aku ingin mendapatkan kembali kitab itu secara
utuh. Sedangkan ketika ia sempat melihatku berkelebat
menghilang, ia berteriak dan menyampaikan lewat angin,
bahwa jika dilihatnya diriku kembali ke tempat itu lagi, kitab
itu akan dihancurkannya menjadi abu agar bisa dikuasainya
sendiri. ''Jadi dikaulah, Pendekar Tanpa Nama, yang harus
mencurinya ke Shangri-La, sanggupkah" Jika tidak, kedua
teman perempuanmu ini kubunuh di sini sekarang juga!''
(Oo-dwkz-oO) Episode 194: [Menuju Shangri-La]
AKU tidak mempunyai pilihan lain selain memenuhi
tuntutan Mahaguru Kupu-kupu untuk mencuri Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam nun jauh di Shangri-La sana, karena Yan Zi
Si Walet maupun Elang Merah telah dijadikannya sandera.
"TEMPAT itu memang sangat jauh dari sini, itulah yang
membuat diriku tetap saja terlambat menghambat pembantaian yang dikau lakukan terhadap murid-muridku,
dan kini dikaulah yang harus menanggungnya, supaya setidak-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidaknya dikau alami perasaan semacam itu, yakni perasaan
membiarkan seseorang yang telah memberikan hidupnya
kepadamu tewas teraniaya begitu saja
tanpa bisa menolongnya. Saat aku berkelebat secepat kilat air mataku
tumpah membayangkan nasib murid-muridku sampai air mata
itu membeku di pipiku ketika me lewati gunung-gunung salju,
hanya untuk pecah berhamburan kemudian sebab panas yang
timbul dari gesekan. Kini rasakanlah betapa kedua perempuan
ini hidup dan matinya tergantung dari dirimu saja, wahai
Pendekar Tanpa Nama, yang jika tidak berhasil dikau penuhi
tuntutanku, maka bolehlah dikau menganggap bahwa dikaulah
yang membunuh mereka berdua!"
Tentu saja ini siasat yang cukup licik, yang mungkin saja
timbul dari dendam, tetapi kurasakan padanya terdapat
sesuatu yang disembunyikan.
"Daku tidak bisa memberi dikau waktu lebih lama dari tiga
puluh hari," kata Mahaguru Kupu-kupu itu, "jika pada hari
ketiga puluh dikau belum datang membawa Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam, mungkin dikau tidak perlu datang
seterusnya. Pada hari ketig apuluh itu kutunggu dikau sampai
senja tiba. Begitu matahari tenggelam di balik gunung, saat
itulah ular-ular yang mengikatnya sekarang akan melibat
dengan begitu eratnya, sambil merembeskan racun ke dalam
pori-pori kulitnya, dan jika sudah begitu maka tiada satu
kekuasaan akan bisa menolongnya lagi. Mantraku telah
menguncinya seperti itu, dan hanya jika dirimu muncul akan
kurapal mantra pembuka kuncinya.
"Jadi pergilah Pendekar Tanpa Nama, dan segeralah
kembali!" Aku melesat tanpa menunggangi kudaku, karena setelah
kuminta agar belitan ular pada mulut Elang Merah dibuka
sebentar untuk menanyakan jalan, dikatakan bahwa jika
mengandalkan kuda belum tentu aku akan dapat kembali lagi
dalam empat bulan. Shangri-La memang jauh sekali. Seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dijelaskan Elang Merah, aku tidak perlu turun melewati Y uxi ke
utara lagi, melainkan berbelok saja melewati puncak-puncak
Pegunungan Hengduan, jadi ke barat menuju Baoshan, lantas
menyusuri Sungai Nu ke utara melewati Lluku, Lushui,
Chenggah, Fugong, dan Gongshan, untuk berakhir di Gunung
Gaoligong. Dari sini terdapat semacam batu loncatan untuk mencapai
Shangri-La, yakni melalui setidak-tidaknya tiga puncak gunung
batu, yang sebetulnya telah secara berdampingan dan
memanjang dibentuk oleh tiga sungai, yakni Sungai Nu,
Sungai Lancang, dan Sungai Jinsha, menjadi tiga puncak yang
tinggi masing-masingnya mencapai 10.000 kaki. Di sini, aku
harus melenting-lenting dari satu puncak ke puncak lain dari
barat ke timur melalui daerah bersalju di Gunung Salju Ba ima-
Melli, dan barulah turun ke selatan menuju Kuil Kupu-kupu
Hitam di Shangri-La yang terletak di bawah di antara Gunung
Merah, Danau Bita, Gunung Salju Haba, dan Gunung Qianhu.
Bukan hanya jarak saja yang diperhitungkan Elang Merah,
melainkan juga segala halangan di jalan, berangkat maupun
kembalinya, terutama bahwa mengambil Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam dari tangan yang menguasainya, yakni
Mahaguru Kupu-kupu tentu tidaklah menjadi mudah. Adapun
jika berhasil, aku tidak perlu kembali ke tempat yang
kutinggalkan ini, karena Mahaguru Kupu-kupu mengatakan
bahwa dirinya akan mengirimkan pesan, ke manakah kiranya
kitab itu harus kuantar.
"Karena daku tidak mungkin menunggu dikau selama tiga
puluh bersama kedua perempuan ini," katanya lagi.
"Jadi di mana?" tanyaku waktu itu.
Mahaguru Kupu-kupu hanya tersenyum.
"Berangkatlah segera Pendekar Tanpa Nama," katanya
pula, "tiga puluh hari tersebut dimulai hari ini!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melirik kedua perempuan kawan seperjalananku itu
sebentar, dan tahu betapa aku akan tersiksa oleh rasa
bersalah selamanya jika tidak bisa membebaskan mereka.
Keduanya jelas terdidik sebagai seorang pendekar, dan karena
itu ketika belitan ular di mulutnya direnggangkan sementara
agar bisa berbicara kepadaku, Elang Merah bahkan berkata,
"Jangan pedulikan diriku! Bunuh saja jahanam licik ini! Daku
tidak takut mati!" Sementara Yan Zi tampak mengangguk-
angguk menyetujuinya pula. Namun bertemu tatapan kedua
pasang mata cerlang cemerlang seperti itu, yang betapapun
mengingatkan kepada suara tawa ceria yang telah mengisi
kesunyian gunung-gunung batu selama ini, kutahu betapa
diriku memang tidak punya pilihan lain.
Mahaguru Kupu-kupu sebetulnya juga menuntut satu hal
lagi. "Jika dikau berhasil membawa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu
Hitam, wahai Pendekar Tanpa Nama, daku baru akan
membebaskan kedua perempuan dengan satu syarat lagi."
ITU dikatakan sebelum mempersilakan diriku berangkat.
"Syarat apakah itu Yang Mulia Mahaguru Kupu-kupu?"
Dengan cara menyebut namanya yang seperti itu, dengan
tekanan nada yang tentunya tidak dapat diperdengarkan di
sini, sebenarnya itu berarti aku sudah tidak menghargainya
lagi. "Bahwa dikau harus bertarung denganku dahulu, seminggu
sejak dikau serahkan kitab itu kepadaku," katanya, "kalah
maupun menang, mati maupun hidup, keduanya pasti daku
bebaskan."
"Dan sebelum kita bertarung, keduanya masih berada di
tangan Yang Mulia Mahaguru?"
Kuingat lagi saat itu pun ia hanya tersenyum.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia memang tak perlu mengatakan itu. Dalam hati aku
sudah berjanji akan membunuhnya meskipun ia tidak
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menantangku bertarung dan membebaskan keduanya. Apalagi
jika terjadi sesuatu pada diri mereka.
Janganlah khawatir Mahaguru Kupu-kupu, aku menjawab
dalam hati, meskipun dikau menggunakan waktu seminggu
untuk menamatkan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, aku
akan tetap membunuhmu!
(Oo-dwkz-oO) NAMUN kini bukanlah Mahaguru Kupu-kupu yang akan
kuhadapi, melainkan Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Namun
jangankan berhadapan dengan kitab atau Mahaguru Kupu-
kupu Hitam, karena menemukan Shangri-La itu sendiri, bagi
orang asing seperti diriku, adalah juga suatu persoalan.
Memang benar, Elang Merah telah memberikan urutan
nama-nama tempat yang tidak bisa lebih tepat lagi, karena
semua wilayah itu telah dikenalnya, sebagai pendekar asal
Tibet yang selalu mengembara ke mana-mana. Betapapun,
Elang Merah juga mengetahui betapa perjalanan melalui darat
amatlah sulit dan beratnya, sehingga tampaklah mustahil
untuk berangkat berkuda ke Shangri-La melalui puncak-
puncak gunung bersalju dan kembali ke tempat yang belum
ditentukan sekarang itu dalam tiga puluh hari. Maka Elang
Merah pun menyebutkan terdapatnya suatu keadaan alam
yang mungkin saja dapat kupertimbangkan sebagai semacam
jalan pintas. Itulah kenyataan bahwa terbentuknya Tiga Sungai Sejajar
tadi oleh gerusan angin musim menjadikan terdapatnya
puncak-puncak tebing menjulang ke langit antara 10.000
sampai 16.000 kaki. Begitu tingginya sehingga perbedaan
cuaca dari bawah ke atas bisa sangat jauh, dari sekadar dingin
seperti di gunung sampai membekukan tulang seperti di
puncak bersalju. Barulah aku sadar, Elang Merah dapat
menceritakannya dengan jelas karena wilayah itu berada di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tepi wilayah Kerajaan Tibet, dekat dengan tempat para bhiksu
melaksanakan upacara mengitari kaki Gunung Kawagebo
sebagai bagian dari kaki Hima laya.
Begitulah para bhiksu Tibet dengan jubahnya yang merah
menganggap Shangri-La sebagai perwujudan Shambala,
sebuah surga di dunia tempat tidak terdapat perang, tidak ada
penderitaan, tempat orang-orang hidup dengan damai dan
serasi, dalam dhyana dan latihan diri yang keras. Dalam kitab-
kitab Buddha disebutkan betapa Shambala itu berada di balik
Hima laya di bawah suatu gunung kristal yang penghuninya tak
terpengaruh godaan apa pun dari dunia di luarnya.
Mengapakah pula kini terdapat orang seperti Mahaguru Kupu-
kupu Hitam yang telah membunuh begitu banyak orang itu di
sana" Aku melesat dan melesat, berkelebat semakin cepat. Kukira
Elang Merah, dengan segala petunjuknya untuk menemukan
Shangri-La, memang tidak bermaksud menganjurkan diriku
menuju ke tempat yang terpencil itu melalui segala jalan
sempit dengan mengikuti sungai, maupun berkelak-kelok
melalui gunung-gunung batu yang serba tinggi dan curam.
Melainkan justru melalui angin, angin musim itu, yang telah
membuat celah-celah di atas Tiga Sungai Sejajar sebagai
dinding-dinding batu tinggi menjulang. Aku akan bisa tiba
dengan segera ke puncak-puncak gunung batu yang
memisahkan T iga Sungai Sejajar itu melalui jalan angin!
Barulah kusadari betapa Elang Merah memang tak mungkin
tidak mengenal wilayah itu, sebagai perempuan pendekar
Elang Merah yang dari puncak di ketinggian tinggal melenting
dan membentangkan tangannya, seperti elang membentangkan sayapnya melayang dalam diam, dengan
keterarahan tujuan yang dihela pemusatan batin dan pikiran.
KEMAMPUAN melayang dari puncak ke puncak di ketinggian
dalam berbagai perjalanan, membuat Elang Merah pun
sempat memperingatkan diriku akan terdapatnya pula para
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penyamun terbang, yang berasal dari berbagai suku kecil di
wilayah yang bagaikan tak bertuan, yang membuat setiap
suku ingin berkuasa di wilayahnya masing-masing, bahkan
pada gilirannya tidak jarang jika kemudian saling menyerang.
''Berhati-hatilah dalam perjalanan di udara, duhai Pendekar
Tanpa Nama,'' ujar Elang Merah penuh rasa khawatir, ''sering
terjadi pertempuran di udara antara pasukan terbang berbagai
suku di s itu, dan pertarungannya berlangsung amat kejam.''
Di luar orang-orang Tibet, juga tinggal di sana suku-suku
Yi, Han, Naxi, dan Lisu. Disebutkan karena alam Tiga Sungai
Sejajar memang sangat berat, maka suku-suku yang hidup di
sekitarnya memang telah mengembangkan keterampilan yang
luar biasa dalam perjalanan melalui udara. Bukan sekadar
betapa untuk menyeberang dari puncak gunung batu yang
satu ke puncak gunung batu yang lain digunakan hanya
sepotong tali, tetapi dengan semacam roda pada tali itu yang
dibebani tali-temali juga untuk membawa orang, keledai, bayi,
maupun barang-barang yang diseberangkan, sementara nun
jauh di bawahnya dari puncak ke puncak terdengar tiga sungai
mengaum; melainkan juga bahwa mereka ciptakan sejumlah
alat terbang, yang sedikit banyak bisa membawa setiap orang
yang mampu mengendalikannya untuk meluncur, melayang,
bahkan berselancar, semuanya seperti terbang, dari tempat
satu ke tempat lain di wilayah Tiga Sungai Sejajar. Wilayah
yang harus kulalui jika ingin sampai ke Shangri-La secepatnya.
Penduduk wilayah itu, bahkan juga kanak-kanak, sudah
biasa terlihat berdiri di tepi jurang, lantas meloncat seperti
mau bunuh diri, padahal tidak, karena mereka sebetulnya
meloncat untuk me lakukan perjalanan di udara. Setelah
meloncat, kaki yang semula di bawah itu akan naik ke
belakang sementara tubuh bagian atas merendah sampai
seluruh tubuhnya mendatar, lantas melayang maju ke depan,
karena ternyata tubuh manusia yang melayang itu sebetulnya
tengkurap pada suatu pentangan kulit yang dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dikendalikan ke arah mana pun, selama daya dorong angin
kencang yang selalu bertiup di Tiga Sungai Sejajar itu
digunakan dengan baik.
Namun di antara penduduk yang melayang dari kampung
ke kampung, yang di berbagai celah puncak-puncak
menjulang itu bertebaran seperti sarang burung walet,
terdapat juga yang mengenakan perangkat seperti sayap,
yang bukannya mengepak, melainkan bagaikan membentang,
sementara kedua tangan yang bebas dapat mengerjakan
sesuatu yang lain, seperti memanah atau melemparkan
tombak. Diriwayatkan suatu ketika sepasukan penyerbu
mengitari sebuah kampung yang rumah-rumahnya menempel
dan bertebaran seperti sarang burung walet di sekeliling
puncak tiang menjulang itu. Sembari terbang berputar-putar
mengitari puncak gunung batu, para penyerbu melepaskan
anak-anak panah berapi yang segera membuat rumah-rumah
itu menyala. Para penyerbu bersayap itu lantas melemparkan
pula tombaknya kepada mereka yang berlarian di jalan-jalan
sempit atau bergelantungan dari ke tali, sampai penduduknya
nyaris musnah. Pada saat itulah pasukan penjaga keamanan kampung
yang gagah berani berloncatan dari tempat-tempat tersembunyi, langsung mendarat pada punggung para
penyerbu itu, untuk langsung menggorok dan menikamnya,
sehingga ketika para manusia terbang itu menjadi oleng dan
meluncur jatuh ke bawah, yang berada di punggungnya pun
tentu ikut me layang jatuh, bahkan seperti sengaja melekat
erat untuk memastikan betapa para penyerbu itu betul-betul
telah perlaya. Diceritakan bagaimana darah dari para
penyerbu yang digorok dan ditikam itu menggerojok jatuh ke
bawah seperti air keluar dari mulut makara. Dengan latar
belakang seperti itu, tentulah hanya soal waktu untuk sampai
kepada cerita munculnya para penyamun terbang, yang dari
atas bisa menyambar seperti elang. Para penyamun terbang
ini bahkan cukup kejam untuk menyambar jiwa maupun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
barang orang-orang awam yang sedang susah payah
menyeberang di atas sungai dengan bergantung hanya pada
tali. Aku melesat dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit, dan
meski belum sampai ke wilayah Tiga Sungai Sejajar, segala
cerita yang telanjur kudengar, ada atau tidak dalam
kenyataan, muncul dalam bayanganku dengan sangat amat
terlalu jelas. Orang-orang yang berselancar di udara dengan
pentangan kulit binatang itu misalnya, ternyata sudah tidak
lagi tengkurap di atasnya, melainkan justru berdiri di atas
pentangan kulit, yang telah menjadi semakin sempit dengan
tonjolan pengendali di bawahnya. Para peselancar udara pergi
dari kampung satu ke kampung lain antarpuncak gunung batu
sambil menggunakan pentangan kulit itu, padahal mereka
sungguh-sungguh awam!
SAYAP-SAYAPNYA pun telah semakin sempurna, sehingga
tidak lagi tampak sebagai alat atau perlengkapan terbang,
melainkan nyaris seperti bagian tubuh manusia, yakni seperti
manusia terbang itu sendiri. Tentu saja aku lantas teringat
kepada Pangeran Kelelawar dalam pertempuran di bawah
Puncak Tiga Rembulan di Tanah Khmer. Barangkali dialah
manusia terbang pertama yang kusaksikan melenting-lenting
di udara tanpa pernah menyentuh tanah sama sekali, karena
dari pergelangan tangan sampai pinggangnya tumbuh selaput
kulit yang membuatnya mampu bergerak di udara seperti
kelelewar. Namun jika Pangeran Kelelawar adalah seorang
pendekar, yang mendapatkan kemampuannya dari pendalaman ilmu s ilat dan samadhi bergantung dengan kepala
di bawah seperti kelelawar, maka suku-suku yang bermukim di
sekitar Tiga Sungai Sejajar ini adalah orang-orang awam
sahaja, tetapi yang menggunakan otaknya untuk mengatasi
lingkungan alam yang sangat keras. Apakah jadinya jika
kemudian orang-orang awam ini juga belajar ilmu s ilat"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melaju dalam angin, mula-mula memang seperti berlari
di atas langit, tetapi kemudian meluncur seperti ikan lumba-
lumba, karena hanya angin yang dapat kuandalkan bagaikan
suatu aliran sungai bagi pergerakan ikan. Puncak-puncak
gunung, dinding-dinding tebing, hutan, lembah, serta jurang
yang dalam berkelebat ke belakang seperti bayangan dan
hanya bayangan karena tiada lain yang lebih bayangan
daripada bayangan, yang sesungguhnyalah, setidaknya,
merupakan bayangan dari kenyataan!
Tentu aku telah bergerak amat sangat cepat, bahkan lebih
cepat dari cepat, tetapi justru karena mengira akan terlalu
cepat sampai ke Sungai T iga Sejajar, aku pun turun ke bawah,
ke arah Sungai Nu, dan kembali berlari di atas sungai yang
kini meruapkan kabut yang amat tipis di permukaannya,
sekadar menghindari pertemuan dengan para manusia
terbang, dan kekhawatiranku itu pun ternyata terbukti.
Begitu aku turun di atasku kulihat melesat dua sosok
bersayap. Mengepak
seperti burung raksasa, lantas menghilang, tetapi sempat kudengar mereka bercakap-cakap.
Aku tidak mengerti sepatah kata pun kata-kata mereka!
Mungkinkah mereka ini para penyamun terbang" Namun
tidakkah jika penyamun tentunya mencegat dan menyambarku, dan bukannya aku mengintai mereka dari
dalam kabut tanpa terlihat seperti ini"
Kabut di atas sungai ini selalu bergerak seperti gumpalan
asap, sementara di tepi sungai segala ranting dan dahan
diselaputi air membeku yang disebut es. Segala pemandangan
memutih, tetapi gema suara sungai bagaikan mengaum
dipantulkan dinding-dinding batu.
Mendadak kurasakan desiran!
Satu, dua, tiga, berpuluh-puluh desiran anak panah melesat
ke arahku! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku pun melenting ke atas dan panah-panah itu tidak
mengenai apa pun. Aku melenting sampai berada di atas
kabut, dan tidak turun kembali sebelum memastikan betapa
aku tidak melihat apa pun kecuali segala tanaman di tepi
sungai yang diselimuti air membeku yang disebut es itu. Jadi
mereka tentunya berada di dalam kabut, maka ketika turun
aku hinggap dan berdiam di atas batu. Kabut di atas sungai itu
masih dan terus menerus mengalir seperti sungai, membuat
diriku serasa melayang. Kucelupkan tanganku ke dalam air di
bawahku dan segera kutarik kembali karena sangat amat
dingin! Aku diam dan menanti. Mereka tadi mungkin saja
memanahku hanya karena melihat sesuatu yang bergerak.
Jika aku diam saja, tentunya mereka tidak akan melihat apa
pun, bahkan dirikulah yang kuharap akan bisa melihat mereka.
Pepatah tua Negeri Atap Langit menyatakan:
bencana datang dari mulut
bukan ke dalamnya
Barangkali itu bisa berlaku sekarang, bahwa jika aku diam
saja, tidak bergerak dan tidak mengeluarkan suara, maka
diriku akan selamat
Aku masih terus menanti di dalam kabut yang masih terus
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengalir itu, dan tiba-tiba saja merasakan betapa sendiri
diriku di sini.
Di tengah suatu wilayah asing dalam ancaman bahaya,
tanpa seorang pun yang mengenal tetapi mengancam jiwaku
dengan puluhan anak panah yang dimaksudkan merajamku,
membuat diriku semakin merasa terasing.
Hanya gema pantulan sungai menemani keterasinganku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sampai di depanku mendadak berkelebat seseorang yang
mengendap dan melompat dari batu ke batu.
Aku terkesiap. Ia tidak melihatku yang berada di atas batu!
(Oo-dwkz-oO) Episode 195: [Para Manusia Terbang]
Lelaki itu memegang dua buah golok, fu tou yang
dikenakan terbuat dari kain yang buruk dan warnanya tidak
terlalu jelas lagi, sedangkan sepatunya di sana-sini sudah
bertambal, apakah itu tambalan dari kain dan apakah itu
tambalan dari kulit. Segala tanda kemiskinan ini menandakannya sebagai orang yang kehidupannya berada di
tempat terpencil, seperti kampung yang rumah-rumahnya
menempel bagaikan sarang burung walet di selingkar puncak-
puncak gunung batu. Begitu rupa terpencilnya, sehingga
untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain, orang harus
berselancar di atas angin, mengepak dengan perlengkapan
sayap seadanya, sementara yang tidak mampu melakukan
keduanya tentulah masih harus menempuh bahaya menyeberang melalui tali.
Namun sempat kudengar desiran itu!
Dua puluh anak panah menancap seketika di tubuhnya!
Orang itu langsung jatuh terkapar, kedua goloknya
terlepas, matanya tampak bertanya-tanya melihatku yang
baru terlihat olehnya berdiri di atas batu. Ia sempat
menggulingkan diri dari atas batu sebelum nyawanya pergi.
Tubuhnya yang tertembusi duapuluh anak panah jatuh ke
Sungai Nu dan diseret arusnya, yang meskipun sepertinya
diam di permukaan tetapi di bawahnya sangatlah deras,
sehingga tubuh penuh panah itu dengan segera setelah hanya
timbul satu kali lantas hilang lenyap untuk selama-lamanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku segera bertiarap dan dengan ilmu bunglon menyatulah
sudah diriku dengan batu. Tidak lama kemudian berdatangan
sejumlah orang yang mengejutkan aku karena busur dan
panah mereka yang sederhana, dan jelas semuanya adalah
buatan sendiri. Busurnya seperti dahan yang begitu saja
dipotong dan anak panahnya adalah bambu yang diserut dan
ujungnya dicelup ke dalam racun.
Mereka berkumpul di atas batu besar tempat lelaki tadi
ambruk dan segera mengeluarkan bermacam-macam suara.
Ah! Aku baru sadar mereka adalah suku-suku terasing! Jika
bahasa yang tidak kukuasai biasanya tampil sebagai bahasa
burung, sungguh inilah suara bermacam-macam makhluk
yang hampir semuanya tidak kukenal. Tiada jalan apapun
bagiku untuk dapat mengetahui segala kata-katanya dengan
tepat, kecuali menebaknya dari nada suara mereka dengan
agak sedikit nekad.
Betapapun, kukira aku tidak akan terlalu keliru jika
menganggap betapa sepuluh orang di atas batu besar itu
sedang bertengkar. Apakah yang telah terjadi"
Setidak-tidaknya ini berarti masih ada sepuluh orang lagi,
yang belum kuketahui berada di mana di tempat ini. Mereka
semua tadi memanahku, lantas juga memanah lelaki itu. Uap
yang membentuk kabut di atas sungai itu kadang menebal
dan kadang menipis, karena angin selalu berusaha
membawanya pergi, meski uap yang terbentuk karena cahaya
matahari terus menerus memberikan ganti, sehingga siapapun
yang berjalan di dalam kabut akan sebentar kelihatan dan
sebentar hilang kembali.
Aku tadi menghindar dan menghilang, lantas mereka panah
lelaki itu, tidakkah mereka telah membunuh orang yang
keliru" Mereka bertengkar luar biasa keras, bahkan terlihat sudah
saling dorong mendorong. Lelaki yang tewas itu sempat
berguling dan menghanyutkan diri ke dalam arus sungai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tentu aku pun tidak dapat memastikan, apakah dia memang
sengaja menghanyutkan diri, ataukah sebetulnya tidak
sengaja tetapi tampaknya seperti sengaja"
Jika sengaja, berarti memang dialah sasaran yang diburu,
dan dia tidak ingin dirinya, meski hanya mayatnya, jatuh ke
tangan musuh-musuhnya; jika tidak sengaja, barangkali bukan
dialah yang sebetulnya menjadi sasaran duapuluh anak panah
itu, melainkan diriku!
Aku sendiri berpikir, barangkali diriku telah disangka
seseorang yang lain, dan ketika lelaki itu disangka diriku dan
terbunuh, sebetulnya masih juga merupakan sasaran yang
keliru! Sayang sekali bagiku mereka semua hanya bicara dengan
bahasa makhluk lain, sampai akhirnya mereka semua pergi
dengan masih seperti menyisakan sisa-sisa kemarahan dan
pertengkaran, dan hanya tinggal dua orang yang masih
berada di atas batu besar itu.
Mereka diam sejenak, seperti mendengarkan dan
memastikan bahwa semua orang, termasuk sepuluh pemanah
lagi yang tidak terlihat sudah pergi.
Aku menahan napas, tapi kemudian mereka berbicara,
ternyata dalam bahasa Negeri Atap Langit!
"Apakah mereka sudah pergi, Adik, jangan sampai satu
orang pun mendengarkan perbincangan kita ini."
"Daku rasa mereka sudah pergi semua,
Kakak, berbicaralah, tidak ada yang akan mendengarkan kita kecuali
manusia mampu membaca angin yang membawa kata-kata
kita." "Baiklah, dengarkan, sebetulnya daku mengetahui bayangan yang berkelebat dan luput dari sasaran, bukanlah
orang yang sedang kita cari-cari; sedangkan ketika anak
kepala Suku Lisu itu tiba-tiba datang aku pun tahu dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membiarkannya saja orang-orang Suku Naxi ini membantainya, karena ini akan mempercepat tujuan kita."
"Kalau begitu siapakah orang yang kita cari-cari sejak dari
kampung orang Naxi ini, Kakak?"
Orang yang dipanggil Kakak itu tidak langsung menjawab,
barangkali ia tersenyum. Bahkan yang dipanggil Adik itulah
yang menjawab sendiri.
"Ah, jadi Kakak yang melakukannya?"
Kakak itu masih belum menjawab, mungkin saja ia masih
tersenyum. Aku tidak merasa bisa menebak, tetapi yang
disebut Adik itu seperti berusaha menjelaskan.
"Kakak tadi mengejar para penyusup bukan" Hanya Kakak
yang berada di belakang kepala suku Naxi itu ketika mengejar
para penyusup. Rupa-rupanya Kakak yang telah membacoknya, dan Kakak katakan anak kepala suku Lisu
itulah yang membunuhnya. Sekarang Suku Lisu itu pasti akan
berperang melawan Suku Nax i! Kakak telah berhasil mengadu
domba para manusia terbang ini!"
Namun agaknya yang dipanggil Kakak itu tidak ingin terlalu
menerima pujian.
"Sebetulnya jauh lebih baik jika anak suku Lisu itu cukup
dilukai saja dan dibiarkan hidup sampai ke kampungnya,"
katanya, "karena itu berarti ia akan mengatakan dirinya tidak
bersalah, yang akan membuat orang-orang Lisu semakin
mengamuk."
"Padahal orang-orang Naxi mengira anak kepala suku Lisu
itulah yang membunuh kepala sukunya, tidakkah itu yang
menjadi sumber pertengkaran tadi?"
"Ya, kepala keamanan kampung tidak yakin anak kepala
suku itulah yang membunuhnya dan ingin menanyainya lebih
dulu, tetapi yang kupikir justru jangan-jangan anak kepala
suku Lisu itu tahu akulah yang membunuh kepala suku Naxi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ini kebetulan yang sudah menguntungkan kita," sahut
yang disebut Adik, "Kakak tidak usah mengharap yang paling
sempurna, karena jika ia masih hidup sesampai di
kampungnya, bisa jadi ia membongkar perbuatan Kakak itu.
Betapapun bagus sekali Kakak sudah menghabisi kepala suku
itu. T ugas kita bisa selesai lebih cepat."
"Ya, daku juga sudah ingin pergi dari tempat terpencil ini,
para kekasihku di Changian tentu sudah lama merindukan
daku." "Ah, Kakak selalu memikirkan kekasih," tukas Adik itu,
"jangan lupa Golongan Murni selalu mengawasi kehidupan
pribadi kita."
"Hmmmhh! Golongan Murni!" Kakak itu mendengus
sembari beranjak menghilang disusul Adik, "mereka pikir kalau
sudah membayar kita lantas boleh memiliki hidup kita!"
Hanya uap yang mengepul dari permukaan sungai itu kini,
ketika aku tinggal sendiri, dan berpikir tentang permainan
kekuasaan Golongan Murni, yang sungguh jitu, tetapi jahat
itu, dalam caranya mengadu domba suku-suku terasing yang
selalu menolak ditundukkan. Seberapa besar pun kekuasaan
para maharaja Negeri Atap Langit, bagi suku-suku di
perbatasan baik maharaja maupun para panglima dan
balatentaranya hanyalah sesuatu yang tidak mereka kenal.
Suku-suku ini tidak pernah dan memang tidak merasa perlu
menjadi bagian dari Negeri Atap Langit, apalagi sebagai
daerah terbawahkan atau jajahan yang merendahkan
kehormatan itu. Mereka lebih bangga menghadapi Negeri Atap
Langit sebagai musuh dan bertempur melawannya, daripada
hidup berdampingan sebagai negeri terjajah yang wajib
memberikan upeti.
Tidak keliru jika antara lain disebabkan karena wilayah ini
berkali-kali menjadi bagian Kerajaan Tibet, yang terlibat
maupun sengaja melibatkan diri dalam sengketa perbatasan
dengan Negeri Atap Langit. Betapapun ajaran Buddha yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dipahami mereka yang bermukim di Tiga Sungai Sejajar
adalah aliran Tibet yang bhiksu-bhiksunya berjubah merah
tanah. Artinya bahwa suara-suara perlawanan terhadap Negeri
Atap Langit tentulah terlalu sering mereka dengar. Dengan
keadaan alam seperti itu, bahwa penduduk merasa lebih baik
melatih dirinya terbang daripada merayapi jalan sempit serba
curam yang melingkar-lingkar di puncak menjulang, tiadalah
cara bagi balatentara Negeri Atap Langit, seberapa banyak
pun, untuk dapat menaklukkannya.
MESKIPUN suku-suku ini sedikit banyak tidak terlalu akrab,
tetapi menghadapi kepungan balatentara yang menyemut di
kaki gunung, mereka bisa bersatu dan mampu menggalang
kekuatan dengan berbagai siasat yang tidak bisa lebih tepat
lagi. Selain keadaan alam yang tanpa pertempuran pun bisa
membunuh, apalagi jika dalam dingin malam yang
membekukan itu pasukan yang sudah kelelahan dalam
perjalanan panjang terus-menerus diserang oleh manusia-
manusia terbang ini dari balik kegelapan dan dari udara.
Mereka memang harus mundur teratur jika tidak ingin
dihabiskan tanpa sisa. Mengirimkan para penyusup jauh lebih
berguna, tetapi semenjak para cendekiawan maupun
pengawal rahasia merasa sebaiknya suku-suku terasing ini
dibiarkan hidup bebas, para tokoh Golongan Murni yang
tersembunyi merasa sudah waktunya bertindak sendiri.
Namun orang-orang yang menyebut dirinya Golongan
Murni ini, yang merasa hanya satu bangsa saja boleh hidup
dan bermukim di Negeri Atap Langit, kecuali jika bangsa-
bangsa lain menjadi budak, karena merasa dirinya bangsa
terunggul di muka bumi, ternyata tidak selalu bisa bekerja
sendiri. Terutama untuk tujuan yang mutlak menuntut ilmu
silat tingkat tinggi, mereka mengandalkan orang-orang
bayaran yang dengan uang bersedia menerima tugas rahasia
apa pun, termasuk menyusup, membunuh, dan mengadu
domba. Sebetulnya Golongan Murni sendiri tidak menghendaki
keadaan seperti itu, karena menurut mereka kesetiaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terhadap gagasan dan tujuan berada di atas segalanya,
termasuk uang, tetapi kebutuhan mendesak membuatnya
terpaksa mengandalkan orang-orang bayaran tersebut.
Bahkan juga jika orang-orang bayaran ini bukan warga dan
tidak termasuk bangsa Negeri Atap Langit.
''Jadi apakah yang harus kita lakukan sekarang, Kakak"''
''Tentu kita harus segera bergabung dengan mereka
kembali, Adik, jika tidak mereka akan curiga, tetapi pikiranku
masih terganggu oleh bayangan yang berkelebat itu.''
''Mengapa begitu, Kakak, mungkinkah dia sebenarnya
memang anak kepala suku Lisu yang mati itu. Semula dia
masih beruntung, tapi kemudian panah-panah kita tidak bisa
dihindarinya lagi.''
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Bukan begitu Adik, jika mampu menghindari serangan
yang pertama, tentu mampu menghindari yang kedua, dan
terus terang daku belum pernah melihat seseorang bisa
berkekebat secepat itu kecuali Mahaguru Kupu-kupu Hitam di
Shangri-La itu.''
''Maksud Kakak"''
''Dia pasti tahu dirinya bukan orang yang kita buru, bahkan
mungkin saja dia berjumpa dengan kedua orang Suku Yi dan
Suku Han yang kini bersekutu itu.''
''Jadi mungkin dia tahu penyusupan yang berhasil dipergoki
itu tidak dilakukan anak kepala suku Lisu itu"''
''Daku kira tidak, Adik, kedua orang Yi dan Han yang
menggunakan perlengkapan sayap itu sudah jauh jika ia
bertemu mereka, dan anak kepala suku Lisu itu hanya
kebetulan saja berada pada ruang dan waktu yang salah.''
Namun tentu saja sekarang diriku mengetahuinya. Untung
mereka bicara dengan bahasa Negeri Atap Langit, karena jika
tidak aku akan masih berada dalam kegelapan. Kedua orang
yang lewat mengepak, dan bercakap-cakap dengan bahasa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang asing bagiku itu, mungkin sedang asyik membicarakan
penyusupan itu!
Betapapun tersusun dalam kepalaku suatu gambaran atas
kedudukan suku-suku yang saling bermusuhan dan bermukim
di sekitar Tiga Sungai Sejajar itu. Agaknya Suku Yi dan Suku
Han telah memutuskan untuk bersekutu, karena meskipun
Suku Lisu dan Suku Naxi saling bermusuhan, masing-
masingnya juga memusuhi baik Suku Y i dan Suku Han. Kedua
suku yang terakhir ini kukira telah mengubah kedudukan
dengan cerdik, mungkin karena pemukiman keduanya selain
berdekatan juga terletak di tengah antara pemukiman Suku
Lisu dan Suku Naxi. Maka mereka sadari betapa daripada
saling berbunuhan dan menghadapi musuh dari kiri dan
kanan, lebih baik bersekutu dan menghadapi musuh masing-
masing hanya dari satu arah saja.
Dalam ilmu siasat tempur ini bagian dari Siasat-Siasat
untuk Keadaan Meragukan. Ketika menyerang dan bertahan
terus berlangsung ibarat maju selangkah tapi segera mundur
lagi selangkah, dan gelombang pertempuran tidak dapat
diramalkan, harus diterapkan siasat baru untuk mencapai
kemenangan. Dalam keadaan itu, s iasat menyambut serangan
keras dengan lembut adalah cara terbaik untuk menjungkir
balikkan lawan.
Siasat itu disebut Siasat Jengkerik Emas Membuka
Sarangnya: Jika dikau mempertahankan bentuk dan sikap,
sekutu dikau tiada akan ragu,
dan musuh dikau tidak akan bergerak.
Ini mengikuti arti "menghentikan",
yakni, "Dari yang berhenti datang yang baru".
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Adapun maksud siasat itu adalah mempertahankan
kedudukan kubu, dan jangan diubah sampai saat terakhir.
Dengan cara ini, sekutu akan tetap setia dan musuh tidak
akan maju menyerang. Sementara bertahan seperti itu, secara
rahasia pasukan utama digerakkan.
Di tempat terpencil pun akan selalu bisa didapatkan
seorang empu, seorang kawi, seseorang yang diandalkan
untuk memberikan segala jawaban. T idak terkecuali di tempat
terpencil seperti kampung suku terasing, yang rumah-
rumahnya menempel seperti sarang burung walet, dan
tersebar pada puncak-puncak tebing yang menjulang di
wilayah Tiga Sungai Sejajar ini. Maka meskipun cara
bertempur mereka disebut-sebut buas, itu bukan berarti tanpa
siasat sama sekali.
Kedua orang bayaran Golongan Murni itu sudah berkelebat
menghilang. Aku belum tahu apa yang harus kulakukan ketika
melepaskan ilmu bunglonku dan berdiri di atas batu lagi. Aku
sedang memikirkan keadaanku sendiri yang terlempar begitu
jauh ke tempat terpencil ini. Tujuan mengikuti Harimau Perang
demi pembongkaran rahasia kematian Amrita belum lagi jelas,
sekarang aku harus melakukan sesuatu yang nyaris mustahil,
yakni mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sebagai ganti
pembebasan Y an Zi dan Elang Merah, itu pun dengan syarat
tambahan bertarung melawan Mahaguru Kupu-kupu setelah ia
menamatkan kitab ilmu silat tersebut.
Aku masih memikirkan bagaimana caranya sekadar mencari
keterangan tentang keberadaan kitab itu, jika memang diriku
harus mencurinya, ketika kutangkap sebuah gerakan di bawah
batu tempatku berdiri, yang jelas berada di bawah permukaan
air. Seseorang ternyata sejak tadi bersembunyi di bawah
permukaan Sungai Nu ini. Mengingat derasnya arus di bawah
permukaan, kemampuannya berada di bawah sana dengan
dingin air yang membuat tubuh mati rasa, menunjukkan
kemampuan penyusupan yang luar biasa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah yang harus kulakukan" Jika aku berkelebat dan
melepaskan diri dari urusan sengketa antarsuku ini, pastilah
pengintai di bawah air ini akan berkelebat juga mengikutiku ke
mana pun aku pergi dan aku belum tahu manakah yang lebih
baik antara membiarkannya membuntutiku ataukah membunuhnya. Aku masih berdiri di atas batu. Bersikap tidak tahu menahu
betapa seseorang sejak tadi mengintaiku. Kabut yang
terbentuk dari uap yang kadang datang dan kadang pergi
membuat diriku juga kadang-kadang bisa menatap lebih jelas
lingkungan ini. Berbeda dari lautan kelabu gunung batu yang
tenggelam dalam dunia abu-abu, maka matahari bersinar lebih
terang di sini, padahal cuacanya bagaikan seratus kali lebih
dingin. Di sebuah lereng sempat kulihat yak yang bertanduk
seperti sapi tetapi seluruh tubuhnya tertutup bulu tebal sekali.
Sekarang ini sudah musim panas, tetapi suhu sedingin ini
tampaknya sudah menjadi yang terpanas, pun tanpa
kehangatan sama sekali.
Kuingat orang-orang yang melewati tempat ini tadi,
betapapun ringkas busana mereka sebagai orang-orang yang
siap tempur, masihlah merupakan busana daerah dingin yang
terbuat dari kulit tebal. Maka tidak dapat kubayangkan,
bagaimana seseorang dapat menahan dingin begitu lama di
dalam air, jika tidak mengalirkan ch'i ke seluruh tubuhnya,
yang tentu hanya bisa dilakukan mereka yang tingkat tenaga
dalamnya sudah sangat tinggi sekali.
Aku masih bertahan dan orang itu juga masih bertahan.
Betapapun aku harus menunjukkan sikap tidak sadar sedang
diikuti, tetapi pada saat yang sama aku ingin melepaskan diri
dari pengintaian orang ini. Jadi aku pun tetap tinggal bertahan
Pendekar Panji Sakti 4 Pukulan Si Kuda Binal Karya Gu Long Pendekar Bayangan Setan 9