Pencarian

Pendekar Cengeng 1

Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Scan djvu : "
Edited MCH, & nn dimhader
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
JILID I DARI dalam rumah ternbok model kuno terdengar suara tangis mengguguk, diselingi rintihan memanggil-manggil nama orang yang sudah sudah menjadi mayat. Sampai seakan suara orang yang menangis itu tak terdengar lagi karena sudah sehari semalam ia terus, menerus menaagis, tanpa rnemperdulikan orang yang melayat.
Semenjak jaman dulu, rakyat sudah mengenal kesadaran bergotong-royong sehingga ada pepatah.
"Tangis dan tawa lebih cepat terdengar oleh tetangga dekat daripada keluarga jauh."
Rumah itu tempat tinggal keluarga Yu dan yang meninggal dunia adalah kakek Yu. Bukan orang biasa melainkan pendekar tua Yu Tiang Sin yang selama puluhan tahun telah, terkenal di dunta silat, jagoan atau penjahat manakah tidak 1
mengenal nama julukan Yu kiam sian -(Dewa Pectang Yu)"
Bukan hanya terkenal sebagai seorang pendekat pedang yang selalu membela kebenaran dan keadilan, tetapi juga Yu Tiang Sin terkenal sebagai seorang yang anti kepada pemerintah penjajah.
Pada masa itu seluruh Tiongkok dikuasai bangsa Goan, yaitu kerajaan bangsa Mongol yang dipelopori Jenghis Khan yang terkenal sampai di Eropa. Akan tetapi setelah bangsa Mongol dipimpin Kaisar Kubilai Khan cucu Jenghis Khan. barulah dinasti Goan berdiri dan seluruh Tiongkok dikuasai.
Rakyat yang menderita akibat penyerbuan tentara Mongol, sampai puluhan tahun tertindas, menaruh dendam dan membenci kaum penjajah ini. Akan tetapi disamping orang-orang berjiwa pahlawan seperti pendekar tua Yu, banyak pula bermunculan penjahat pangkhianat bangsa yang tak segan-segan menjual negara dan tanah air demi kedudukan, kemuliaan dan kekayaan.
Puluhan tahun lamanya pendekar Yu tiada, hentinya berusaha untuk membela rakyat tertindas dengan caranya sendiri, yaitu memusubi para pembesar penjajah atau boneka-boneka penjajah, juga raja muda yang bermunculan di dusun-dusun.
Entah berapa banyaknya pengkhianat-pengkhianat yang setelah menjadi pembesar lalu menghina dan menindas bangsa sendiri dibunuh oleh 'Yu-kiam sian. tanyak pula hartawan-2
hartawan yang kikir dan jahat tewas di ujung pedang pendekar ini.
Hartawan-hartawan yang menjadi raja muda di dusun-dusun memang banyak sekali yang jahat.
Mereka mengandalkan kekayaannya, menindas si miskin dan si lemah, merampas anak bini orang, dan di samping mereka memelihara tukang tukang pukul, juga dengan jalan monyogok pembesar-pembesar seterapat mereka dapat memperalat para pembesar itu.
Sepak terjang Yu Tiang Sin ini tentu saja membuat ia dicintai rakyat yang tertindas dan disegani serta dihormati orang-orang gagah, akan tetapi ditakuti dan dibenci orang-orang dari golongan hitam, setelah berusia tujuh puluh tahun kakek Yu mengundurkan diri dan hidup tenang serta damai di dusun Ki-bun di lembah Sungai Huai.
Di sini ia hidup bersama tiga orang anak dan tujuh orang cucunya, karena semua mantu dan cucunya mernpelajari iltnu silat, maka keluarga Yu ini terkenal sebagai keluarga yang kuat dan disegani.
Ketika Dewa Pedang itu meninggal karena usia tua, semua keluarganya berkabung dan berduka.
Akan tetapi yang paling berduka dan tak hentinya menangis dan memanggil-manggil adalah cucunya yang paling bungsu.
Cucu ini bernama Yu Lee dan sejak kecil memang menjadi cucu kesayangan kakeknya.
Karena menurnpahkun kasih sayang ini, anak 3
itupun membalas cinta kasih yang melebihi ayah bundanya sendiri.
Di saat kakeknya rneninggal, Yu Lee baru berusia delapan tahun tahun dan biarpun semua orang menghiburnya, ia tidak mau berhenti menangisi mayat kakeknya.
Rurnah itu sudah diberi tanda berkabung dengan kertas dan kain putih. Jenazah kakek Yu telah dimasukkan peti mati dan ditaruh di ruargan depan.
Di meja sembahyang yang berdiri di depan peti mati, di samping lilin dan asap dupa serta hio mengebul mernenuhi ruangan. Tiga orang putera dan dua arang cucunya yang sudah berusia belasan tahun, menjaga peti mati untuk mewakili kakek Yu dalam membalas penghormatan pengunjung yang berlayat.
Keluarga perempuan setelah menjalankan
"upacara berkabung" dengan jarit tangis sedih depan peti mati, lalu masuk ke dalam untuk membantu di dapur mengeluarkan hidangan bagi mereka yang berlayat.
Yang amat mengharukan adalah Yu Lee. Ia tetap saja menjaga pwti mati, biarpun ia dihardik ayahnya sehingga tak bisa menangis keras, tetapi masih bercucuran air mata dan terisak-isak, matanya merah memandang peti mati, tangannya mengelus-elus peti dan bibirnya bergetak-gerak, seakan-akan berbicara dengan kakeknya yang berada di dalam peti !
4 Sebagai seorang bekas pendekar terkenal tentu saja banyak sahabat yang datang untuk mamberikan penghormatan terakhir pada jenazah kakek Yu. Hilir mudik orang yang datang dan yang pergi, sehingga putera-putera dan cucu menjadi sibuk sekali membalas penghormatan para tetamu.
Pada hari ketika, pagi pagi sekali telah tang seorang tetamu, Sepagi itu hanya Yu Lee yang sudah mendekam di dekat peti mati itu,. Ayah dan saudara-saudaranya segera keluar menyambut tamu itu.
Akan tetapi tamu yang datang kali ini sikapnya luar biasa dan tidak seperti tamu-tamu yang lain.
Dia sudah tua, sedikitnya enam puluh tahun usianya. Pakaiannya kasar dan sederhana, di punggungnya terdapat sebuah guci arak berbentuk bulat dengan leher panjang dan mulut tersurnbat kain kuning, di pinggang kiri tergantung sebatang pedang yang gagang dan sarungnya sudah tua dan buruk. Melihat pakaian pendeta dan rambutnya yang digelung dan diikat pita kuning, tentu dia seorang tosu (pendeta Agama To) pengembara.
Tubuhnya kurus kering, mukanya pucat kehijauran dan berbentuk panjang, matanya sipit sekali seakan selalu terpejam. Keadaannya sesungguhnya sangat menyelihkan, tidak sedikitpun membayangkan semangat dan keriangan hidup.
Akan tctapi anehnya mulut kecil yang ompong itu selalu tersenyum dan karena bagian lain dari mukanya tidak memancarkan keriangan maka 5
senyumnya ini tidak seperti senyum lagi, lebih patut kalau dikatakan menyeringai dan mengejek.
Begitu masuk pekarangan rumah keluarga Yu yang sedang berkabung terdengar ia bernyanyi-nyanyi diseling suara terkekeh-kekeh.
Lain tamu, setelah berhadapan dengan meja sembahyang dan peti mati lantas menyalakan hio dan bersembahyang sebagai penghormatan terakhir, namun tosu ini malah berdiri memandang peti mati dengan matanya yang sipit berkedip-kedip. Kemudian terdengar suara tertawanya bergelak.
'Ha-ha-ha, Yuloheng (kakak tua Yu). Kau benar-benar enak sekali pergi menuju kebebasan derita hidup. Tinggalkan julukan yang kosong melompong, terbebas urusan dunia yang serba palsu. Yu- loheng di waktu hidup berjuluk Dewa Pedang, Ha, ha, ha, bukankah itu nama kosong belaka" Kalau dewa tentunya tidak mengenal mati
- hidup, dan pedangmu ".. ha-ha ..ha, mana pedangmu," Biarpun masih ada, tak ada gunanya lagi. Kau senang Yulobeng sayangnya sebelum pergi tidak pamit lebih dahulu kepadaku Anak cucu kakek Yu memandang tosu itu dengan muka membayangkan kemarahan. Kakek yang mereka hormati telah meninggal, janazahnya masih berada di dalam. Bagaimana sekarang tosu ini berani terang-terangan rrenghina dengan kata-kata aneh " Hanya Yu Lee yang tidak merasa heran bahkan tangisnya makin menjadi. Ia seolah-olah membayangkan bahwa tosu itu bercakap-cakap dengan kakeknya, seolah-olah mendengar suara 6
dan ketawa kakeknya. Akan tetapi, kalau ia memandang peti mati, teringatlah ia bahwa kakeknya yang tercinta telah meninggalkannya.
"Hai bocah! Kau tentunya cucu Yu-loheng.
Kenapa menangis" Bocah cengeng kau! Masa dengan terbebas dari hukurnan kau sambut dengan tangis" Bodoh ! Cengeng!" Tosu itu mendelik memarahi Yu Lee kemudian memukul-mukulkan tongkat di atas lantai dan bersenandung. Yang ia nyanyikan sama sekali bukan doa untuk yang mati, dan lagunya malah bernada gembira.
Manusia hidup lunak dan lemas,
kalau mati menjadi kaku dan keras. Segala mahluk dan tanaman hidup
lunak dan lemas,
kalau mati menjadi kering dan getas ( mudah patah)
Kaku dan keras adalah kematian,
lunak dan lemas adalah teman kehidupan.
Tosu itu berhenti menyanyi dan tertawa lagi terbahak-bahak, menurunkan guci araknya.
berkata nyaring.
"Yu lobeng, silakan minum arak !" Dia menggerakkan guci araknya dan dari dalam guci yang mulutnya sudah terbuka itu memercik arak yang berbau harum. Kemudian tosu itu mendekatkan mulut guci itu ke rnulutnya dan 7
terdengar suara menggelogok ketika arak yang berwarna merah masuk ke mulutnya.
Kemudian ia menyimpan kembali guci araknya dan tanpa dipersilakan ia telah duduk di atas sebuah bangku,
Tiga orang putera kakek Yu ini memiliki kepandaian silat yang tinggi namun mereka belum pernah bertemu dengan tosu ini.
Dalam hati mereka marah sekali, namun karena sikap tosu ini tidak memusuhi jenazah ayah mereka, bahkan kata-katanyapun mernbayangkon bahwa ia adalah sahabat kakek Yu.
Mereka tidak rnengutarakan isi hatinya Hanya mereka tidak tahu bagaimana harus menyebut tamu aneh ini. Orang lain berlayat untuk berbela sungkawa, akan terapi tosu ini
datang seolah- oleh hendak memberi selarnat atas kematian kakek Yu bahkan 8 mengajak si peti untuk minum arak. Di dunia ini mana ada atutan macam ini. Namun tiba-tiba Yu Lee bangkit dari bawah peti mati di mana tadi ia berlutut, kemudian menghampiri tosu itu dan sambil terisaic-isak, "Orang tua, kakekku sudah tidak dapat menyambutmu ?". ia sudah mati."
Sampai di sini tak tahan lagi ia menangis terisak-isak.
"He, bocah menyebalkan! Bocah cengeng ! Siapa bilang Yu loheng mati" Apa kau tahu benar ?"
Yu Lee lupa akan kedukaannya, lupa akan tangisnya. Ia menengadah memandang wajah tosu yang duduk di kursi itu.
Sitosu terkejut. Anak ini wajahnva simpatik, berbentuk bulat seperti bulan purnama, putih bersih. Sepasang matanya yang kini merah karena terlalu banyak menangis itu lebar dan bening.
Sinarnya tajam penuh kejujuran dan kemurnian.
"Orang tua, kakekku sudah mati. Banar-benar mati. Ia tak menjawab pertanyaanku dan, tidak bernapas lagi. Kalau tidak mati masa dimasukkan peti mati?" Saking hetannya terhadap sikap dan ucapan tosu itu Yu Lee sampai lupa akan kesedihannya.
"Ha-ha "ha- bocah cengeng! Kau seperti yang tahu saja ! Apa itu mati " Apa itu hidup" Sebelum hidup dari mana" Sesudah mati ke mana ?"
Sudah tentu bocah berusia delapan tahun itu akan terlongo kebingungan mendengar pertanyaan yang tidak mungkin terjawab oleh orang pandai sekalipun.
9 "Locianpwe, harap maafkan puteraku yang bodoh ini berani bersikap kurang ajar. Mohon tanya, siapakah locianpwe yang terhormat?" Yu Kai, ayah Yu lee dan sambil menarik tangan puteranya ia menjura penuh hormat kepada tosu itu. Yu Kai adalah putera sulung kakek Yu, seorang berusia empat puluh lima tahun yang peadiam.
Tosu itu sejenak memandang Yu Kai, tiba-tiba tangannya bergerak ke depan, jari telunjuknya menotok ke arah jalan darah di dada Yu Kai.
Gerakan ini biarpun dilakukan sambil duduk, namun cepatnya hukan main dan sebelum jari itu menyentuh dada, angin pukulannya sudah menyambar dan Yu Kai merasakan dadanya dingin sekali. Sebagai putera pendekar, teutu saja Yu Kai berkepandaian cukup tinggi.
Karena ia maklum bahwa totokan ini mematikan dan tidak dapat ditangkis, ia cepat menekuk tubuh ke belakang tanpa merobah kedudukan kedua kakinya. Kalau meloncat ia takkan dapat menghindarkan totokan itu. Dengan menggerakkan tubuh melengkung ke belakang, barulah ia dapat menghindarkan bahaya.
Setelah tubuh atasnya terhindar dari serangan, baru kedua kakinya menekan lantai dan tubuhnva mencelat ke belakang berjungkir balik membuat salto dua kali dan kakinya menginjak lantai 1agi dengan ringan.
"Ha, ha, ha, tua bangka Yu, a1angkah kikirnya.
Mempunyai kepandaian kalau tidak ditinggalkan kepada anak cucu atau murid, untuk apa kau bawa pergi ke lubang kubur " Kau terkenal sebagai 10
Dewa Padang, namun puteramu hanya begini saja kepandaiannya, sungguh memalukan.......
memalukan !"
Sementara itu Yu Kai marah bukan main mendengar ejekan ini namun ia maklum bahwa tosu ini mengejek bukan untuk menyombong.
Dalam segebrakan tadi, kalau tosu ini menghendaki, nyawanva pasti sudah menyusul ayahnya. Biarpun ia sudah mengelak dengan gerak Siluman Naga Berjungkir Balik, sebuah gerakan yang sukar dari hebat, namun masih kalah cepat oleh si tosu aneh.
Buktinya baju bagian dadanya, tepat di jalan darah yan-goat-hiat telah berlubang sebesar ujung jari. Jelas bahwa tosu itu hanya mengujinya.
Namun sungguh keterlaluan tosu itu, menguji sambil menghina.
Sesabar-sabarnya Yu Kai, karena baru berduka dan berkabung, kini dihina orang, darahnya mendidih dan memberi tanda dengan matanya pada dua orang adiknya untuk mengusir tosu ini.
Para tetangga yang sudah berdatangan melihat pula kejadian tadi. Mereka menjadi gelisah dan makin banyaklah tetangga yang berdatangan sambil berbisik-bisik.
"Hei, kakek tua!" Tiba tiba Yu Lee sebelum dapat dieegah ayahnya sudah meloncat maju dan membusungkan dada di depan tosu ini.
"Kau berani menghina ayahku" Orang gagah macam apa kau ini" Setelah kakekku tak ada, baru kau berani bikin ribut. Kalau kakekku masih 11
hidup, sekali bergerak kau tentu roboh........ " Tiba tiba anak itu menangis, karena kalimatnya yang terakhir ini mengingatkan ia kembali bahwa kakeknya sudah mati!
Tosu itu sejenak memandang kagum, lalu tertawa. "Ha-ha ha, engkau mewarisi kegagahan kakekmu, sayang kau cengeng ! Yu-kiam Sian mana mau bertanding denganku " Siauw-bin-mo (Setan Tertawa) Hap Tojin adalah sahabat baiknya, ha-ha-ha !"
Mendengar disebutnya nama Hap Tojin yang berjuluk Siauw-bin-mo, Yu Kai dan adik-adiknya terkejut sekali.
Nama ini adalah nama seorang tokoh di dunia kangouw. Ayah mereka pernah bercerita bahwa Sianw-bin-mo Hap Tojin adalah teman seperjuangannya. Seorang pendekar yang lihai.
Dan karena sepak terjangnya rnembasmi orang-orang jahat selalu dilakukan dengan tertawa-tawa kaum penjahat rnemberinya julukan Siauw-bin-mo atau Setan Tertawa.'
Pada saat itu terdengar suara ketukan keras.
Ketukan berirama yang datang dari luar pekarangan. Keras sekali ketukan itu seperti ketukan sebuah martil besar pada besi landasan.
Semua orang menengok keluar dan tampak-lah seorang hwesio (rendeta Buddha) bertubuh pendek gemuk, perutnya bulat seperti gentong, kepalanya yang bundar itu gundul kelimis. Tubuh atasnya telanjang bingga tampak sebagian perutnya yang besar dan buah dadanya yang bergantung. Tubuh bawahnya terbungkus kain yang berwarna kuning.
12 Hwesio ini mcmegang sebatang tongkat dan suara ketukan nyaring itu adalah suara tongkat yang memukul tanah berbatu. Begitu masuk pekarangan hwesio itu menggerutu tetapi suaranya nyaring dan parau.
"Mengapa ada suara gelak tawa, mengapa orang dapat bergembira sedangkan dunia ini selalu terbakar " Kenapa kau tidak cari pelita, wahai engkau yang berselubung kegelapan ?" Apa yang ia ucapkan dengan nada nyanyian itu adalah sebuah ayat dari kitab suci "Dhamma Pada" kitab Agana Buddha.
"Ha-ha-ha, Tho- tee-kong (Malaikat Bumi)!
Kalau semua manusia ini pemurung seperti engkau, matahari dan bulan menjadi gelap sinarnya ! Ha-ha-ha !" sitosu mengejek. Kembali Yu Kai dan adik-adiknya terkejut memandang hwesio gundul itu.
Nama julukan Tho tee- kong sudah lama mereka dengar dan baru kali ini melihat orangnya.
Menurut penuturan mendiang ayahnya. Tho-tee kong ini bernama Liong Losu, hwesio perantau yang berilmu tinggi.
Karena bentuk tubuh dan kelihaiannya maka dunia persilatan memberi julukan Malaikat Bumi.
Seperti juga Siauw-bin-mo, Hap Tojin hwesio ini adalah bekas teman seperjuangannya ayah mereka.
Hwesio itu memandang kepada sitosu !alu menggeleng-gelengkan kepala dan keningnya berkerut. Kemudian ia berkata.
13 "Omitohud ! Hap- to-yu (sababat Hap) sejak..dahulu masih juga belum mendapatkan jaIan teraug !" Setelah berkata hwesio ini lalu menghampiri meja sernbahyang dan menjura dengan hormat ke arah peti mati. Perbuatan ini segera, dibalas oleh Yu Kai dan adik-adiknya.
Dengan suara nyaring tapi parau hwesto ini berkata,
'"Yu ticu (orang gagah Yu), sungguh menyedihkan sekali orang gagah dan baik seperti sicu meninggalkan dunia yang masih sangat membutuhkannya. Terlalu banyak orang jahat di dunia ini sampai penuh berdesak-desakan.
Alangkah sukarnya mencari orang baik seperti sicu. Dunia amat kehilangan dengan meninggalnya sicu ...... omitohud!"
Mendengar ucapan hwasio ini Yu Lee kembali menangis mengguguk sambil memeluk peti mati kongkongnya. "Kongkong ! Kenapa kongkong mati sebelum aku kuat menggantikan kongkong menjadi orang yang berguna ?" demikian anak ini berkata sambil menangis.
Liong Losu mengangkat muka memandang.
Matanya bersinar kagum memandang kepada Yu Lee. Ia mengangguk. "Siauw kongcu (tuan kecil) ini betulkah cucu Yu sicu ?"
Yu Kai maju memberi hormat, "Betul dugaan losuhu, Lee-ji (anak Lee) ini adalah cucu yang bungsu. Dan putera tecu (saya-murid) yang bungsu."
Liong Losu mengangguk-angguk.
14 "Siauw-kongcu anak baik, kecil-kecil sudah mengenal kebaktian dan kegagahan."
"Gagah berbakti apa ?" Tiba-tiba Siauwbin. ma Hap Tojin tertawa mengejek. "Dia bocah cengeng, dengan yang tua bangka Tho-teekong Liong Losu bocah ini benar-besar cocok. Keduanya tukang mengeluh dan menangis, menjemukan benar" Di dunia ini mana ada-orang jahat" Semua orang baik, hanya karena bodoh maka menyeleweng dari kebenaran. Kalau sudah sadar tentu kembali ke jalan yang benar. Yang jahat bukan orangnya tetapi penggodanya. Lempar semua penggodanya maka manusia takkan tergoda, takkan ada kejahatan. Buang semua emas, takkan ada lagi maling emas. Setelah hidup, mengapa banyak mengeluh" Kalau dengan menangis atau tertawa keadaan tidak bisa berubah, mengapa tidak memilih tertawa. Dengan tertawa menyambut yang baik tentu akan terasa lebih nikmat. Dan dengan tertawa menyambut yang jelek; tentu akan berkurang penderitaannya. Bagi seorang laki-laki air mata lebih mahal daripada darah. Kau mau apa lagi Tao-teekong tua bangka gundul" Ha-ha-ha!"
"Omitohud! To-yu (sahabat) tersesat jauh sekali.
Sayang, sungguh sayang. Siapa bilang hidup adalah kesenangan" Hidup adalah sengsara, karena siapa terlahir, tentu akan mengalami segala macam penderitaan, kepahitan hidup, kekecewaan, kedukaan, sakit dan mati. Yang dapat mengatasi kematian dan kelahiran barulah bahagia. To yu tertawa, hal itu hanyalah palsu belaka sebagai kedok untuk menyarnbunyikan penderitaan yang 15
sebenarnya. Mengapa berpura-pura tertawa kalau bathin menangis?"
Perdebatan antara dua orang aneh ini makin menjadi. Karena yang mereka bicarakan adalah urusan kematian dan amat mendalam maka Yu Kai dan adik adiknya tak berani mencarnpuri percakapan mereka.
Karena itu mereka menabiarkan saja dua orang tua itu berbantahan. Dan mereka sibuk menyambut tamu-tamu lain yang berdatangan untuk memberi penghormatan terakhir kepada jenazah Yu Tiang Sin.
Ketika melihat datangnya seorang pengemis tua di antara para tamu, Yu Kai segera menyambutnya sebab rnengira pengemis ini seorang tokoh besar persilatan yang mengenal ayahnya. Akan tetapi kakek pengemis ini tidak menghampiri meja sembahyang melainkan segera duduk di atas tanah dan menundukkan muka sambil menggaruk-garuk punggungnya.
Kepala pengemis itu tertutup sebuah topi lebar yang butut sehingga mukanya tersembunyi di baik topi lobar itu.
Rambutnya sudah putih semua, tubuhnya kurus kering dan pakaiannya penuh tambalan sobekan di sana-sini memperlihatkan kulit yang keriput dan tulang yang menonjol. Sepatu rumput yang menutupi kedua kakinya juga sudah butut.
Sewaktu berja1an masuk tadi ia dibantu oleh tongkatnya yang terbuat dari bambu dan kini tongkatnya melintang di pangkuannya.
16 Keadaannya jelas membayangkan bahwa ia seorang pengemis yang hidupnya sangat sengsara dan agaknya sering menderita kelaparan. Tak ada hal yang aneh dan rnencurigakan pada diri kakek ini hingga para tamu tidak ada yang memperhatikannya. Melihat sikap pengemis itu Yu Kai pun akhirnya menganggap dia bukan tamu melainkan seorang pengemis biasa, maka dia tak memperhatikannya lagi.
Tidak demikian dengan Siauw bin-mo Hap Tojin dan Liong Losu. Karena pengemis itu berjongkok di dekat meja mereka, keduanya memandangnya dan menghentikan perbantahan mereka lalu Hap Tojin rnenegurnya.
"Eh, lokai (pengemis tua), orang mengemis sepatutnya mendatangi orang yang sedang merayakan perkawinan dan bukan orang yang berkabung! Di tempat kematian ini mana ada makanan lebih?" Tosu itu tertawa-tawa sehingga banyak tamu yang mungerutkan kening. Tertawa tawa di waktu melayat benar-benar merupakan perbuatan yang tak sopan.
Sebaliknya Liong Losu melihat pengemis ini seraya berkata,
"Nah kau lihatlah baik-baik, to yu. Seperti pengemis ini, bukankah ia rnenderita dalam hidup" Sudah tua bangka dan berpenyakitan, masih menderita kelaparan dan hidup terhina sebagai pengemis. Tidak kasihankah kau melihat penderitaan manusia ini?"
"Menderita apa " Dia senang ! Lebih senang dari orang lain. Dia tua, apa kau kira orang muda lebih 17
senang dari pada orang tua. Dia miskin, apa kau kira orang kaya lebih senang dari pada orang miskin" Dia kurus, apa kau kira orang gemuk seperti kau ini lebih senang dari pada orang kurus
?" Kembali dua orang ini berbantahan, tanpa menghiraukan lagi kepada sipengemis tua itu.Tiba-tiba pengemis itu menarik napas panjang dan berkata.
"Apakah itu baik" Apakah itu jehat" Manusia tidak baik, juga tidak jahat. Kebaikan yang dipuji orang bukan kebaikan lagi. Kejahatan yang dicela orang belum tentu kejahatan. Siapa menciptakan baik dan jahat" Orang! Siapa menciptakan susah dan senang" Orang. Semua itu sebetulnya tidak ada. Adanya karena dipaksakan orang, oleh orang yang memang suka mengada-ada! Semua kosong kelihatannya berisi akan tetapi kosong. Yang kosong sebetulnya penuh isi. Aneh tapi tidak aneh.
Benar tapi salah juga! Heh ........ ... " pengemis itu menghela napas lagi. Lalu bangkit dan jalan perlahan dibantu tongkatnya. Setelah berdiri baru tampak mukanya. Muka tua yang keriputan, muka yang terlalu tua untuk hidup, Usianya sudah seratus tahun lebih.
Tosu dan hwesio itu saling pandang. Sebagai dua orang ahli kebatinan, mereka mendengar ucapan pengemis tadi seperti halilintar menggelegar di angkasa. Mereka sekaligus tunduk, takluk merasa terkalahkan. Keduanya segera berdiri hendak menyusul, akan tetapi ketika memandang keluar kakek itu sudah lenyap, 18
seakan-akan ditelan bumi. Keduanya menghela napas. Siauw-bin-mo yang sadar lebih dahulu berkata sambil tertawa.
"Dalam segebrakan kita runtuh, ha-ha-ha!
Dapatkah kau menduga, siapa dia?"
Hwesio gendut itu menggelengkan kepala.
"Pinceng (aku) tidak tahu. Akan tetapi sinar matanya........ hebat !"
Makin siang makin banyak tamu yang datang berlayat kepada jenazah kakek Yu. Akan tetapi setelah lewat tengah hari tamu-tamu mulai meninggalkan tempat itu dan setelah senja rumah itu menjadi sepi.
Anehnya tosu dan hwesio itu masih saja bercakap-cakap. Diam-diam para pelayan merasa mendongkol. Sudah dua kali mereka menyuguhkan hidangan pada dua pendeta ini.
Yang paling menjemukan adalah si hwesio yang tidak pantang makan daging dan arak. Tetapi Yu Kai dan adik-adiknya maklum bahwa kedua pendeta ini adalah orang yang ber-ilmu, mereka tetap bersikap hormat sambil menduga-duga mengapa kedua orang ini tetap berada di situ "
Mereka mulai gelisah dan menduga pasti akan terjadi sesuatu, maka mereka bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Orang-orang mulai menyalakan lampu, malam itu malam terakhir menjaga peti mati, karena besok pagi peti mati itu akan diberangkatkan ke kubur. Setelah melakukan upacara sembahyang Yu Kai dan adik-adiknya menjaga peti mati. Karena 19
khawatir kalau anak anak mereka sakit, Yu Kai memaksa anak-anak masuk dan mengaso di dalam rumah.
Yu Lee yang takut kepada ayahnya terpaksa juga meninggalkan peti mati sambil menengok peti mati itu beberapa kali. Kini yang menjaga peti mati hanya Yu Kai dan adik-adiknya serta tosu dan hwesio yang duduk menghadapi meja hidangan dan arak.
Tak lama kemudian berkelebat bayangan hitam dan tahu-tahu di depan peti mati telah berdiri dua orang. Yang seorang berumur lima puluhan, bermuka kuning bertubuh tinggi besar. Di punggungnya tampak sebatang golok besar, Orang kedua seorang wanita, usianya empat puluh tahun, dimukanya yang putih dan cantik itu tampak goresan pedang, dari pipi kanan sampai ke dagu sehingga muka yang cantik itu tampak menyeramkan.
Wanita cantik ini membawa sebatang pedang di pinggang kirinya. Begitu tiba di depan peti, kedua orang ini memandang peti mati dengan mata beringas. Yang lelaki berkata, suaranya menyeramkan.
"Yu Tsang Sin, kami berjanji sepuluh tahun akan mengadakan perhitungan. Malam ini tepat sepuluh tahun. Siapa kira kau tidak menepati janji dan telah mati. Hendak kulihat apakah kau benar-benar mampus ataukah hanya berpura-pura mati karena takut akan pembalasan kami?"
20 Setelah berkata demikian laki-laki muka kuning ini melangkah maju. Tangan kanannya bergerak hendak memegang peti mati.
Yu Kai dan adik-adiknya yang menjaga peti mati dan tadinya sudah bersiap.siap hendak membalas penghormatan orang mendadak menjadi terkejut mendengar ucapan itu. Yu Kai segera melompat berdiri diikuti kedua orang adiknya dan berkata,
"Tahan dulu ! Siapapun tidak boleh mengganggu peti ayahku!"
Laki laki muka kuning ini menahan tangannya lalu memandang kepada Yu Kai dan adik-adiknya.
Dua orang adik Yo Kai bernama Yu Liang berusia empat puluh tahun dan Yu Goan tiga puluh tahun.
Seperti Yu Kai mereka juga telah menerima gemblengan ilmu silat tinggi dari ayahnya. Akan tetapi', karena kurang berbakat, maka ilmu silatnya tidak sebaik Yu Kai yang berwatak pendiam.
"Hemm, kalian ini tentunya putera situa Yu bukan" Bagus, ayah harimau anaknya harimau pula. Tetapi kami bukan orang yang suka menggangau harimau, kecuali harimau yang pernah mencakar kami. Aku mau melihat muka Yu Tiang Sin tidak perduli kau membolehkan atau tidak!"
Setelah berkata si muka kuning melanjutkan gerakan tangannya ke arah peti mati.
"Manusia jahat jangan kurang ajar!" tiba-tiba Yu Goan tidak dapat menahan sabarnya lagi. Ia 21
menerjang ke arah lambung kiri si muka kuning itu. Hebat sekali pukulan ini dilakukan dengan pengerahan tenaga dalam yang dahsyat. mengarah bagian lemah tubuh lawan.
"Bagus Yu Liang Sin, bukan aku yang menghina orang muda, tapi anakmu yang menyerangku!" si muka kuning berkata sambil menangkis dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya tergerak terus ke arah peti mati.
Terdengar suara keras, dan berbareng dengan terbongkarnya tutup peti mati, tubuh Yu Goan terlempar sampai tiga meter dan roboh di atas lantai.
Yu Kai terkejut. Kemarahannya meluap. Orang telah menghina ayahnya. Jenazah yang sudah tiga hari tiga malam itu tercium bau tidak sedap. Dia maklum betapa lihai lawan ketika menangkis serangan Yu Goan, dengan gerakan sedikit membetot, Yu Goan sudah terlempar jauh, dan berbareng dengan itu tangan kanan si muka kuning itu sekali memukul dengan jari terbuka sudah dapat membongkar tutup peti mati yang rapat dan amat kokoh kuat itu. Dapat dibayangkan berapa hebat tenaga dalam si muka kuning ini.
Namun Yu Kai tidak sembrono seperti adiknya.
Ia cepat melangkah maju dan bertanya, "Siapakah tuan berdua yang tidak berpribudi ini " Dan apa dosa mendiang ayah kami sehingga setelah meninggal dunia masih mengalami penghinaan tuan?"
Si muka. kuning mendengus. Sikap Yu Kai membuat ia tidak berani memandang rendah.
22 Setetah memandang dengan penuh selidik, lalu berkata. "Aku adalah Kim to (Golok Emaa) Cia Koan Hok, dan dia isteriku Bi-kiam (Padang Cantik) Souw Kwat Si. Sepuluh tahun yang lalu ayahmu telah mencampari urusan kami yang tidak ada sangkut pautnya dengan dia, sehingga melukai kami berdua. Sayang. kiranya ayahmu telah benar-benar mampus dan rnenyiarkan bau busuk!"
"Keparat ! Tutup mulutmu bentak Yu Liang yang marah sekali. Tetapi tiba-tiba terdengar desir angin menyambar, Yu Liang cepat mengelak. Dan sebatang piauw (pisau rahasia) menyambar di atas kepalanya.
"Perempuan keparat! Ia memaki sambil menerjang penyerangnya tadi.
Bi-kiam Souw Kwat Si tersenyum mengejek dan menangkis. Begitu kedua tangan bertemu secara aneh jari tangan nyonya itu sudah menotok jalan darah di pergelangan tangan. Yu Liang terkejut, ia berusaha mengelak dan menarik kembali lengannya.
Untung ia bisa bergerak cepat sehingga lengannya tidak tertotok secara tepat, hanya kesemutan saja. Terlambat sedikit saja tentu tangannya akan lumpuh.
"Hi-hi-hi, kau terkejut ?" tanya si nyonya sambil tersenyum lebar. Kalau saja tidak ada guratan bekas luka dari pipi ke dagu tentu senyum itu akan kelihatan manis. Pandangannya tajam penuh arti, mata seorang perempuan genit !
23 Memang diantaaa saudara-saudaranya, Yu Liang adalah yang paling tampan. Mukanya bundar, alisnya tebal, hidungnya mancung. Jauh lebih tampan dibanding dengan si muka kuning.
*Sayang ayah dulu tidak menggurat lehermu sampai putus !" bentak Yu Liang marah. Ia mulai dapat menduga mengapa wanita ini bermusuhan dengan ayahnya. Jelas wanita ini bukan orang baik-baik. Sambil membentak ia menerjang dengan pukulan bertubi-tubi, namun sambil tertawa perempuan ini rnengelak dengan gerakan lincah sekali.
Melihat adiknya sudah bertanding melawan musuh, Yu Kai juga tidak tinggal diam dan berseru. "Ayah sudah meninggal tetapi masih ada puteranya yang tidak akan mundur melawan penjahat !"
"Bagus !' Kim-to Cia Koan Hok miringkan tubuh menghindarkan pukulan Yu Kai yang meluncur ke arah dadanya dan pada detik berikutnya ia balas menusuk ke arah iga lawan.
Yu Kai terkejut, sodokan jari itu bukan main-main, karena itu adalah jurus (Dewa Menunjuk Jalan) yaitu menggunakan dua buah jari menutuk jalan darah yan-goat-biat di bawah ketiaknya.
Cepat-cepat dia menurunkan pangkal lengannya, rnenggunakan siku memapaki tangan lawan sambil memukulkan tangan kiri ke pelipis kanan lawan.
"Eh, kau boleh juga !" Si muka kuning berseru merendahkan tubuh lalu mengirim tendangan secara tiba-tiba.
24 Diserang seperti ini, Yu Kai meloncat mundur, namun lawannya mendesak terus dengan gerakan Lian-hoan-twi yaitu ilmu tendangan bertubi-tubi dengan kedua kaki bergantian. Ia segera mundur dengan langkah Tui-po-lian-hoan (Mengundurkan Kaki Bcrantai ) sambil menungkis dan berusaha menangkap kaki lawan. Dengan demikian keadaan menjadi berbalik.
Biarpun kelihatannya menyerang namun bahaya berada di pihak si penyerang. Karena sekali saja kakinya tertangkap, celakalah ia. Si Golok Emas ternyata lihai sekali karena ia segera merobah gerakan kakinya dengan serangan pukulan sehingga Yu Kai repot untuk menangkisnya. Setiap kali lengannya menangkis, ia merasa tubuhnya tergetar dan lengannya nyeri, pertanda bahwa ia masih kalah tenaga.
Sementara Yu Liang yang melawan nyonya itu segera terdesak setelah wanita itu melakukan pertyerangan cepat. Gerakannya benar-benar cepat seperti burung walet menyambar-nyambar.
Baru belasan jurus saja Yu Liang sudah kena terpukul membuat ia terhuyung-huyung.
Namun Yu Liang tidak gentar. Ia lalu menyerang lagi penuh kemarahan. Yu Goan yang tadi terbanting roboh, kini bangun dan menerjang membantu adiknya. Namun biar dikeroyok dua, Souw Kwat Si masih tertawa-tawa mengejek dan tubuhnya berkelebatan menyerang kepada kakak beradik itu.
Keributan di ruang depan ini agaknya menimbulkan panik di dalam rumah. Semua 25
pelayan dan anak isteri tiga saudara Yu bersembunyi di dalam kamar. Biarpun mereka ini keluarga pendekar, namun mereka ini hidup tenteram dan baru kali ini mereka melawan musuh yang datang menyerang.
Tetapi Yu Lee menyelinap keluar dan berlari ke ruangan depan. Melihat peti mati terbuka ia lari mendekati dan menjenguk ke dalam peti mati.
"Kong- kong, ah, kong-kong ........ ada orang
........ yang mengganggu tempat tidurmu, kenapa kau tidak pukul mereka" Kong-kong, kau ........
sudah ..... kau sudah mati ...... " anak itu menangis keras. Kemudian ia menengok ke arah mereka yang berkelahi.
Ia baru mempelajari dasar-dasar ilmu silat maka tidak tahu bagaimana keadaan ayah dan kedua pamannya. Hatinya ingin membantu namun ia dimarahi ayahnya. Kemudian ia berlari masuk dan tak lama kemudian kembali sambil membawa tiga batang pedang.
"Ayah,Paman! Mari gunakan pedang memukul penjahat !" teriaknya.
Memang Yu Kai den kedua adiknya sudah terdesak, rnaka teriakan ini mengingatkan mereka.
Juga teriakan anak itu menarik perhatian kedua orang lawan sehingga ketiganya mendapat kesempatan mundur.
"Lee-masuklah!" seru Yu Kai setelah menerima pedangnya. Kemudian bersama adik-adiknya ia sudah meloncat maju lagi menghadapi lawan. Kim-to Cia Koan Hok tertawa lalu menghunus goloknya 26
yang mengeluarkan sinar menyilaukan. Itulah Kim-to golok emas yang membuat namanya terkenal.
Sepuluh tahun yang lalu Kim-to Cia Koan Hok terkenal sebagai seorang perampok yang ganas, disamping isterinya Bi-kiam Souw Kwat Si yang memiliki ilmu kepandaian setingkat dengan suaminya. Akan tetapi semenjak suami isteri ini roboh di tangan Yu kiam-sian, mereka menghilang dari dunia kang ouw tidak mendengar lagi nama mereka.
Melihat suaminya menghunus golok emasnya, Bi-kiarn Souw Kwat Si tertawa. Suara ketawanya merdu.
"Eh-eh, untuk menghajar anak.anak ini perlukah menggunakan senjata?"
Akan tetapi tiba-tiba wanita ini meloncat ke samping, menghindarkan diri dari serangan pedang yang gerakannya cepat dan kuat. Ia terkejut melihat serangan Yu Kai ini dan ia tahu bahwa menghadapi pedang lawan ini, ia tidak boleh main main, cepat tangan kanan.nya tergerak dan "sring
!" sebatang pedang sudah berada di tangannya.
Mendiang Yu Tiang Sin terkenal karena ilmu pedangnya sehingga ia mendapat julukan Dewa Pedang. Sayang bahwa ketiga puteranya kurang berbakat hingga belum dapat mewarisi seluruh kepandaiannya. Apa lagi ilmu pedangnya yang luar biasa amat sukar dipelajari, putera-puteranya belum dapat menguasai sepersepuluh bagian ilmu ini. Ilmu pedang yang mengangkat nama Yu Tiang Sin ini disebut Ngo-heng-lian-hoan.kiam.
27 Ilmu pedang ini berdasarkan Ngo-heng yaitu lima unsur yang saling menghidupkan dan saling mematikan (api-air-kayu-logam-tanah) maka di datamnya mengandung perobaban.perobanan yang tidak terduga, dan penggunaan tenagapun berselang-saling tenaga Yang-kang (tenaga kasar) dan Im-kang (tenaga lemas).
Sipat inilah yang membuat Ngo-heng lian hoan kiam sukar dipelajari, dan hanya dapat dipelajari oleh orang yang sudah tinggi tenaga lweekangnya, semua terdiri dari seratus tujuh puluh duajurus, dibagi dalam tiga tingkat.
Tiga orang putera Dewa Padang itu hanya menguasai dua puluh jurus saja, tingkat pertamapun belum habis.
Namun setelah mereka memegang pedang ternyata keampuhan ilmu pedang Ngo-heng-tian hoan-kiam mengagumkan. Tiga batang pedang itu mengeluarkan angin yang keras dan begitu menerjang maju, suami isteri itu terhuyung ke belakang ! Sayang sekali ketiga saudara yang mempunyai ilmu pedang hebat itu belum mempunyai tingkat selanjutnya, hingga mereka hanya mampu mendesak tanpa mampu
memperoleh kemenangan. Karena pada dasarnya mereka memang kalah tenaga dan kalah pangalaman. Setelah suami itu bertahan puluhan jurus, mereka bertiga mulai terdesak!
"Ha ha ha ! Begitu sajakah ilmu pedang anak-anaknya si Dewa Pedang" Kalau sungguh tak tahu malu si tua bangka she Yu berani menggunakan juIukan Dewa Pedang !" seru Kim-to Cia Koan Hok 28
yang telah menyelami tingkat kepandaian lawan.
Iapun lalu menggelakkan kim-to sambil mengerahkan tenaga, membabat pedang Yu Liang.
"Trang!" Pedang Yu Liang terlempar dan berbareng dengan itu pedang Yu Goanpun terlempar oleh pedang Bi-kiam Souw Kwat Si, Tidak hanya di situ gerakan suami isteri ini. Golok dan pedang berkelebat dan Yu Liang bersama adiknya roboh dengan pundak dan paha terluka.
Untung mereka masih bisa berkelit, kalau tidak tentu binasa. Lukanya tidak berat namun cukup membuat mereka tidak bisa melawan lagi.
Yu Kai menggigit bibir dan memutar pedang cepat sekali. Sedikitpun ia tidak mundur meskipun suami isteri itu bukan tandingannya. Ketika pedangnya meluncur dengan lingkaran besar, dari kanan kini golok emas dan pedang lawannya mengurung kemudian menjepit. Ia masih berusaha mengerahkan tenaga ke tangannya lalu menggetarkan pedang supaya ter]epas, namun sia-sia bahkan terdengar suara "krek!" dan tahu tahu pedangnya patah menjadi dua, ia hendak meloncat mundur namun terlambat, karena pedang wanita itu telah menyambarnya, sehingga pakaian dan kulit di pangkal lengan kirinya terbabat sedikit.
Darah keluar dan tubuh Yu Kai terhuyung-huyung ke belakang.
"Ayah!" Sesosok bayangan kecil berkelebat dan tahu-tahu Yu Lee sudah berdiri di depan orangtuaya melindurigi ayahnya dan menantang suami isteti itu dengan air mata bercucuran, tetapi muka dan dadanya diangkat, sedtkitpun tidak 29
takut. "Jangan bunuh ayahku ! Hayo, kalau kau betul-betul gagah, boleh bunuh aku !" teriaknya dengan nyaring.
"Huh !" Kim-to Cia Koan Hok mendengus. "Aku tak butuh kepala kecilmu, yang aku butuhkan kepala Yu Tiang Sin." Ia tidak memperdulikan Yu Lee dan melangkah ke arah peti mati dengan golok di tangan. Ia agaknya hendak momenggal kepala jenazah Yu Tiang Sin dan hendak membawanya pergi.


Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak boleh ganggu kongkong !" Yu Lee berteriak sarnbil maju, lalu memukul perut Kim.to Cia Koan Hok.
"Lee jie mundur !" teriak Yu Kai kaget. Namun terlambat, karena tahu-tahu kaki bekas perampok ini menendang.
Tubuh Yu Lee terlempar ke atas dan masih bagus baginya, karena Kim to Cia Koan Hok yang merasa kagum melihat keberanian bocah ini tidak mau menendang untuk membunuhnya, melainkan hanya melontarkan tubuh anak itu dengan kaki.
"Omitohud!" Tiba-tiba terdengar suara menyebut nama Buddha dan sebatang tongkat bergerak menerima tubub Yu Lee, menahannya hingga tidak sampai terbanting keras di tanah.
Ternyata Tho-tee.kong tiong Losu yang menolongnya itu.
Adapun si Golok Emas dengan beringas terus membacokkan goloknya ke arah leher jenazah Yu Tiang Sin.
"Trang !"
30 Si Golok Emas terkejut sekali karena goloknya tertahan dan hampir saja terlepas dari pegangannya. Ketika melihat bahwa yang menangkis goloknya adalah seorang tosu yang memegang pedang buruk, ia cepat mundur sambit menjura dengan hormat dan berkata, "Mohon tanya, siapakah totiang dan mengapa mencegah aku membalas sakit hati yang sudah terpendam sepuluh tahun lamanya ?"
Penangkis golok itu ternyata Siauw bin-mo Hap Tojin. Mendengar pertanyaan itu ia tertawa bergelak.
"Ha- ha- ha, bocah sombong sungguh tidak tahu diri. Dengan kepandaianmu yang cetek ini bagaimana kau berani menghina jenazsh Yu Tiang Sin" Sedangkan pedang bututku inipun belum dapat menandingi Dewa Pcdang. Apa lagi golokmu pemotong babi itu! Aku Siauw-bin.mo paling tidak suka melihat bocah sombong!"
Kim-to Cia Koan Hok tentu saja pernah mendengar nama ini, diam diam ia terkejut.
Tapi ia tidak takut. Karena tahu bahwa tosu ini membela musuh besarnya. Ia lalu
memutar 31 goloknya, rnenyerang dengan dahsyat,
"Ha-ha ha . ... . manusia tidak tahu diri!"
Hap Tojin tertawa, pedangnya berkelebat dan sekali lagi terdengar suara beradunya senjata, disusul seruan kaget Kim to Cia Koan Hok karena goloknya terlepas dari tangannya. Dengan muka merah saking geram dan mainnya ia mengambil goloknya- Dan tanpa perdulikan lawan yang mentertawakan ia kemudian menerjang lagi dengan hati-hati. Melihat lihainya tosu yang bertanding melawan suaminya. Souw Kwat Si segera meIoncat maju hendak membantu.
Akan tetapi tiba-tiba sebatang tongkat telah meluncur ke depan kakinya. Bi-kiam Souw Kwat Si memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi, namun karena tidak rnenyangka sama sekali, kakinya terjegal dan ia terhuyung-huyung hampir jatuh. Baiknya ia cepat mematahkan dorongan ini dengan meloncat ke alas hingga dapat menguasai kembali keeimbangan tubuhnya.. Cepat ia memutar tubuh sambil rnenyabetkan pedang.
Kiranya di belakangnya berdiri seorang hvvesio gendut yang tengah memandangnya. Hwesio ini menggeleng-gelengkan kepala, menarik napas panjang dan berkata.
*Orang sudah mati masih dicari hendak diganggu. Sungguh merupakan dosa besar.
Sebelum terlambat mengapa tidak insaf dan pergi agar tidak menumpuk dosa ?"
Bi kiam Souw Kwat Si tahu bahwa hwesio gundul inipun yang tadi menghalanginya dengan 32
tongkat panjang itu. Ia marah sekali, "Hwesio gundul! Tugasmu hanya menyembabyangkan si mati agar rohnya dapat pengampunan di akherat.
Sekarang mengapa engkau ikut campur urusan kami?"
"Omitohud! Pinceng tidak mencampuri urusan kalian, hanya memberi nasehat kepada toanio (nyonya) agar jangan tersesat. Orang berdosa yang insyaf akan dosanya kemudian bertobat, itulah jalan yang baik. Akan tetapi apa bila orang berdosa itu seakan-akan tidak tahu dosanya dan melanjutkan kesalahannya yang dikiranya benar, aduh sangat kasihan sekali orang semacam itu."
"Ha-ha-ha Tho-tee-kong, apa kau mau berkhothah?" tiba tiba Hap Tojin yang masih melawan si Golok Emas tertawa seenaknya.
Mendengar disebutnya julukan hwesio ini nyonya itu kaget dan tahu bahwa hwesio itu bukan orang sembarangan dan rnenjadi musuh para penjahat. Maka tanpa banyak cakap lagi pedangnya berkelebat menusuk ke arah tenggorokan hwesio itu.
Tho-tet-tong tidak mengelak, dan begitu pedang sudah dekat dengan lehernya, tongkatnya menotok ke depan dengan gerakan cepat sekali.
Bi- kiam Souw Kwat Si terkejut. Kalau ia meneruskan serangannya, tongkat lawan tentu akan lebih dulu menghantam pangkal lengannya yang memegang pedang. Terpaksa ia mengelak sambil menarik lengannya dan dari samping ia membabatkan pedangnya ke arah pinggang lawan.
Gerakan ini selain indah juga dahsyat dan 33
berbahaya. Inilah yang disebut jurus Sin-liong-tianw-wi (Naga Sakti Menyabatkan Ekor) cepat dan kuat gerakannya.
"Omitohud ........ pedangmu ganas sekali!" Seru si hwesio kagum. Dari gerakan ini terbukti bahwa nyonya ini benar-benar memiliki kepandaian yang tinggi.
Tidak heran kalau putera-putera kakek Yu bukan lawan suami isteri ini. Karena sambaran pedang itu berbahaya. Tho-tee.kong lalu menekan tongkat ke lantai dan tubuhnya loncat ke atas, di belakang tongkat.
"Trang !" pedangnya itu menghantam tongkat dan membalik. Nyonya itu kaget, telapak tangannya serasa diiris pisau. Celakanya pada saat itu, tongkat lawan menyambar ke arah kepalanya.
Tongkat itu mempunyai hiasan kepala naga yang kini akan menyarnbar batok kepala. Nyonya muda itu mengeluarkan keringat dingin, terpaksa ia membuang diri ke atas lantai terus bergulingan.
Celaka baginya, tongkat itu terus membayangi kepalanya, hanya terpisah satu kaki jauhnya. Bi-kiam Souw Kwat Si menggigit bibir mengerahkan tenaga lain membabatkan pedang ke kepala tongkat. Terdengar suara keras dan tubuhnya mencelat ke belakang.
Kiranya pedangnya telah patah dua, dan bersamaan pula pada saat itu terdengar suara Siauw bin-mo Hap Tojin tertawa bergelak dan berkata.
'Pergilah !"
34 Tahu-tahu tubuh Kim-to Cia Koan Hok melayang dan hampir saja menimpa tubuh isterinya yang baru saja dapat menguasai keseimbangan badannya.
Seperti isterinya, si golok emas tak berdaya menghadapi lawan. Goloknya dibikin terpental oleh Siauw-bin-mo dan lenyap entah ke mana. Kini suarni isteri itu berdiri dengan pucat Rasa marah, malu dan duka bercampur aduk menjadi satu.
Sepuluh tahun lebih mereka melatih diri dengan tekun sehingga memperoleh kemajuan pesat. Rasa dendam disimpan di dalam hati selama sepuluh tahun. Kini mereka hanya bertemu dengan peti mati musuh besarnya, kekecewaan ini saja sudah hebat. Sekarang ditambah lagi kenyataan bahwa jerih payah mereka ini sia-sia belaka.
Menghadapi dua orang sahabat musuh besarnya, mereka tidak mampu berkutik ! Hati siapa takkan menjadi malu, penasaran dan berduka "
"Sudahlah !" Kim to Cia Koan Hok membanting kakinya, lalu mengajak pergi isterinya. Mereka meloncat dan lenyap dalam kegelapan malam, Setelah mengobati luka-lukanya. Yu Kai dan adik-adiknya lalu membetulkan penutup peti mati memasang paku baru. Isteri dan anak anak mereka baru berani keluar setelah musuh terusir pergi. Kemudian dipimpin oleh Yu Kai mereka berlutut di depan tosu dan hwesio itu untuk menghaturkan terima kasih.
"Maafkan bahwa teecu menyambut jiwi locianpwe (dua orang gagah) kurang hormat kiranya jiwi adalah dua orang penolong besar yang 35
tidak saja sudah melindungi kehormatan keluarga teecu sekalian juga menolong keselamatan teecu bertiga."
"Ornitohud ........ tidak ada urusan tolong-menolong. Yu sicu yang sudah meninggal dunia adalah sahabat baik pinceng, sehingga keluarganya sama dengan keluarga pinceng sendiri. Disamping itu perbuatan jahat memang harus dicegah.
Pinceng hanya memenuhi kewajiban belaka," jawab Tho-tee kong Liong Losu yang segera mengangkat bangun tubuh Yu Kai.
"Ha-ha-ha........ dua ekor anjing itu apa artinya"
Dikhawatirkan datangnya srigala yang lebih berbahaya. Siapa tahu " Yu Loheng dahulu di waktu hidupnya terkenal seorang yang usil tangannya, suka sekali mencampuri urusan orang lain, sehingga musuh-musuhnya tidak terhitung berapa orang banyaknya. Betapapun juga karena pinto (saya) yakin dan percaya dia berada di fihak yang benar, maka pinto tidak akan tinggal diam kalau ada orang yang berani mengganggu jenazahnya."
Yu Kai kembali menghaturkan terima kasih.
Setelah peti mati ditutup rapat, kembali mereka menjaga peti mati. Yu Lee menambah dupa di perapian lalu terdengar suaranya berkata perlahan,
"Kongkong, sayang orang-orang jahat dapat datang setelah kau pergi ! Kalau kau masih hidup dan menghajar mereka, alangkah akan senangnya aku menonton." Bicara sampai di situ Yu Lee teriugat lagi kepada kakeknya yang setiap hari.
mengajaknya jalan di waktu fajar menyingsing, 36
kakek yang amat sayang kepadanya dan yang menjadi teman bermain-main baginya. Tidak tertahankan lagi iapun lalu menangis.
"Heh-heh, cengeeeeng !" Hap Tojin mengejek.
"Bocah cengeng, kau sepatutnya menjadi murid Tho-tee kong. Sama.sama cengengnya, cocok benar!"
"Siauw kongcu ini berbakti dan mengenal kasih sayang. Mengapa kau rnencela to-yu?" kata si hwesio yang sudah duduk kembali menghadapi meja, menyandarkan tongkatnya yang berat di pundaknya.
"Lee-jie diamlah! Kau menangis saja tiada hentinya !" Bentak Yu Kai kepada puteranya.
Yu Lee memandang ayahnya dengan sinar mata sedih. "Ayah, kalau kongkong hidup lagi aku tidak akan menangis....... "
Pada saat itu, terdengar suara melengking di udara, suara yang bernada tinggi. Seakan-akan ada sesuatu terbang di angkasa lalu perlahan-lahan turun dan mengitari tempat itu. Suara melengking makin nyaring seperti rintthan, Yu Lee menangis makin mengguguk seakan akan terdorong oleh suara lengking yang menyeramkan itu.
Yu Kai dan kedua adiknya saling pandang, kemudian bulu tengkuk mereka meremang karena lengkingan nyaring itu mengguncang jantungnya.
Ketika mereka melirik ke arah berdirinya dua orang pendeta, keduanya sudah berhenti bercakap-cakap, bahkan kini sudah duduk diam dan 37
mengatur pernapasannya seperti orang sedang mengerahkan lweekang.
"Celaka !" Bawa masuk anak-anak !" teriak Yu Kai. Dan saat itu anak anak mereka telah roboh terguling, setelah tadi menutup telinga yang terasa ditusuk mendengar bunyi yang melengking itu.
Yu Liang dan Yu Goan sudah tidak kuat lagi mengangkat anak anaknya yang roboh terguling karena dirinya sendiri sudah menggigil.
Cepat-cepat mereka rneniru perbuatan Yu Kai, duduk bersila sambil mengatur napas dan mengerahkan tenaga lweekangnva untuk menahan serangan hebat yang timbul dari getaran suara itu.
Namun, hampir saja mereka tidak kuat menahan dan kini mata mereka sudah bercucuran air mata, terbawa oleh lengking yang mengerikan itu.
Tubuh mereka sudah bergoyang goyang dan hampir roboh.
?mitohud!" Tho tee-kong Liong Losu memuji nama Buddha dan kakek inipun sudah bersila sambil memeramkan mata dan mulutnya berkemak-kemik membaca doa.
"Siancai!" Sauw-bin-mo Hap Tojin juga sudah bersila dan mengatur pernapasan, kemudian ia mengetuk-ngetukkan guci araknya untuk menimbulkan suara nyaring melawan lengking tangis itu.
Tapi yang mengherankan adalah Yu Lee. Bocah ini masih saja menangis dan tangisnya amat hebat 38
tersedu-sedu dan sesenggukan. Akan tetapi ia tidak segera roboh pingsan seperti saudara saudaranya yang lain. Apa sebabnya bisa demikian
" Seperti diketahui, Yu Lee tiada hentinya menangis setelah kakek yang disayangnya itu wafat. Dia merasakan hatinya sedih bukan main dan tangisnya itu memang sudah sewajarnya.
Adapun lengkingan tangis yang terdengar itu mengandung pengaruh luar biasa dan menyedihkan sekali.
Bagi mereka yang mendengartan suara lengkingan ini, langsung terserang perasaannya hingga jantungnya terasa ditusuk-tusuk. Akan tetapi kesedihan Yu Lee juga merupakan kesedihan luar biasa, tidak sama dengan kesedihan manusia yang hanya lumrah. Kesedihannya ini membuat anak itu lupa akan segala-galanya.
Seluruh perasaannya tercurah di dalam kedukaan sehingga hal-hal yang lain tidaklah begitu dirasakannya.
Inilah sebabnya mengapa lengkingan tangis itu tidak mempeagaruhi dirinya secara hebat, makin sedih hatinya serta keras tangisnya makin membuat dia terbebas dari pada pengaruh suara lengkingan yang sangat mengerikan itu.
Tiga orang saudara Yu sudah hampir tak kuat bertahan lagi. Wajah mereka sudah pucat dan berkeringat. Tiba-tiba suara lengkingan itu berhenti, suasana di tempat itu menjadi sunyi sekali. Hanya terdengar tangis Yu Lee yang mengguguk.
39 Sewaktu Yu Kai mau menegur puteranya tiba-tiba terdengar suara gedubrakan ketika dua tubuh manusia dilempar dari luar menimpa meja sembahyang.
Ketika semua orang melihat, ternyata itu adalah si golok emas Kim.to Cia Koan Hok dan isterinya, tubuhnya kini telah menjadi mayat ! Kemudian terdengar sebuah suara dari kegelapan,
"Yu Tiang Sin, aku datang akan menagih hutang ! Seluruh keluarga Yu harus aku tumpas habis, Semua anjing dan kucingnya, semua pelayan dan tamu-tamunya tak satupun boleh lolos.
Itulah suara seorang wanita yang sangat merdu namun membuat bulu tengkuk berdiri. Yu Kai dan kedua adiknya sudah melompat bangun menyambar pedang dan mencelat, kedepan pintu untuk menyambut musuh yang mengerikan ini.
Musuh yang datang kali ini benar-benar luar biasa dan agaknya hendak membuktikan ancamannya, yaitu menumpas habis seluruh isi rumah keluarga Yu. Sebagai bukti Kim-to Cia Koan Hok dan Bi-kiam Souw Kwat Si yang baru saja keluar telah terbunuh dan mayatnya dilemparkan kembali masuk ke rumah keluarga Yu !
Dapat membunuh suami isteri bekas perampok itu dalam sekejap dan tanpa menimbulkan suara benar-benar membuktikan kehebatan tamu aneh itu. Namun untuk melindungi keluarganya, Yu Kai dan adik-adiknya tidak merasa takut dan bersiap-siap untuk melawan dengan taruhan nyawa.
"Sicu, hati.hatilah !"
40 Tampak dua bayangan berkelebat, ternyata kedua orang hwesio itu telah berdiri di samping tiga orang she Yu itu untuk membantu mereka.
Dua orang tokoh tua itu adalah orang. orang sakti akan tetapi kali ini wajah mereka diliputi ketegangan karena mereka maklum bahwa yang datang kali ini benar-benar merupakan lawan yang berat !
Tiba-tiba terdengar jeritan-jeritan ngeri dari dalam rumah. Tiga saudara Yu rnenjadi pucat.
Cepat mereka menengok dan saat itu dari pintu dalam muncul pelayan wanita yang tubuhnya berlumuran darah. Pelayan itu terhuyung-huyung ke depan, lalu serunya.
"Toaya (tuan)........ celaka, aemua ..... semua dibunuh........ " sampai di situ ia terguling dan putus nyawanya.
"Celaka ! Musuh menggunakan memancing harimau keluar dari sarang !" teriak Tho-te-kong Liong Losu.
Yang disebut siasat memancing harimau keluar dari sarang adalah siasat perang yang maksudnya memancing keluar penghuni atau pun penjaga kota, sehingga kotanya sendiri menjadi tidak terjaga dan mudah diserang dari lain jurusan.
Agaknya tamu aneh yang datangnya ditandai dengan lengking tangis ini sengaja memancing perhatian mereka dari depan, lalu diam-diam mengambil jalan memutar terus masuk ke belakang rumah dan begitu masuk terus melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap wanita, anak-anak dan semua pelayan yang berada 41
di bagian belakang daIam rumah itu. Tidak hanya keluarga dan pelayan, tetapi bahkan segala macam binatang peliharaan seperti ayam, burung, anjing dan kucing yang berada di belakang rumah ini, semuanya dibunuh tanpa ampun lagi.
Mendengar teriakan Tho-tee-kong Liong Losu, tiga orang saudara Yu seperti berlomba lari ke dalam. Akan tetapi, mereka berhenti dan terbeliak memandang orang yang keluar dari pintu dalam.
Dia seorang wanita. Usianya kurang lebih empat puluh tahun. Wajahnya masih cantik dan kulit mukanya putih sekali sampai seperti tidak ada darahnya. Pakaiannya serba hitam dari sutera tipis sehingga tersorot lampu tampak membayang pakaian dalamnya yang serba putih.
Tangan kirinya memegang sebatang suling hitam. Wanita ini berjalan keluar dari dalam rumah dengan langkahnya perlahan, namun langkah dan lenggang-lenggoknya seperti seorang wanita, yang genit sekali. Melihat tiga orang saudara yang datang dengan membawa pedang di tangan, wanita itu segera tertawa, akan tetapi betapa aneh suara ketawanya seperti anak menangis !
"Huh Huh huh, tua bangka. Yu Tiang Sin !
Biarpun sudah menjadi mayat tetapi tentu arwahmu dapat melihat betapa malam ini aku berhasil membasmi seluruh isi rumahmu termasuk juga para tamu-tamumu, hik-hik, hu. hu-hu !"
Tadinya ketika melihat munculnya wanita ini, Yu Kai dan adik-adiknya masih ragu apakah benar wanita ini yang muncul dengan lengking tangis 42
yang mengerikan dan kemudian membunuhi seluruh isi rumah dari belakang. Akan tetapi setelah mendengar kata-kata wanita ini, mereka membentak marah dan seperti orang-orang gila, saking marahnya mereka menerjang dan menyerang dengan senjatanya masing-masing.
"jangan sembrono !" seru Tho-tee-tong Liong Losu.
"Awas mundur kalian !" berteriak pula Hap Tojin.
Namun teriakan dua orang ini terlambat. Yang nampak hanyalah gulungan sinar hitam yang mengeluarkan bunyi melengking nyaring. Dan .......
tubuh tiga orang saudara Yu itu terlempar ke belakang lalu terbanting dalam keadaan tak bernyawa.
"Omitohud ...... kejarn sekali..!"berseru Liong Losu.
"Celaka !" teriak Hap Tojin.
"Hi-hi hik! Memang kalian akan celaka. Salah kalian sendiri berada di dalam rumah celaka ini, yang sudah terkutuk akan kematian semua penghuninya!" dengan genit wanita itu berkata.
"Ah, wanita sesat ! Betapapun besarnya dendam yang kau kandung, tidak semestinya kau melakukan pembunuhan-pembunuhan yang keji seperti ini. Apakah kau tidak takut dosa?"' To-tee-kung Lions Losu dengan suara keren menegur, tongkatnya sudah melintang di dada.
43 "Tho-tee-kong, kalau iblis ini betul seperti yang aku duga, kau percuma saja bicara tentang dosa dengan dia. Eh, iblis betina yang keji dan ganas !
Betulkah engkau ini berjuluk Hek-siauw Kui-bo (Iblis Betina Suling Hitam)?"
Wanita yang mengerikan ini memang benar Hek-siauw Kui-bo. Dua puluh tahun yang lalu sebagai seorang kang-ouw yang berilmu tinggi, cantik dan berwatak cabul, dia berhasil memikat hati seorang pangeran kerajaan Goan-tiauw yang menjadi tergila-gila kepadanya dan terjalin hubungan gelap di antara mereka berdua. Dalam memikat hati pangeran ini, dia mempunyai cita-cita, yaitu hendak membantu kekasihnya mencapai kekuasaan sebesar.besarnya kelak kalau kekasihnya mencapai tingkat tertinggi, ia isendiri akan terangkat dalam kedudukan mulia dan tinggi!
Dia mencita-citakan agar supaya pangeran kekasihnya itu kelak menjadi kaisar dan dia sendiri menjadi seorang permaisuri.
Akan tetapi semua mimpi muluk ini menjadi buyar dan hancur ketika pada suatu malam sang pangeran penindas rakyat jelata ini tahu tahu telah tewas dengan leher putus di dalam kamarnya.
Seperti biasa terjadi di waktu itu pembunuhnya adalah Si Dewa Pedang Yu Tiang Sin yang pada waktu itu masih sangat aktip dan bersemangat dalam membasmi pembesar- pembesar Mongol yang berbuat sewenang- wenang terhadap rakyat.
Hek-siauw Kui-bo menjadi marah sekali.
Berkali-kali ia berusaha membalas dendam dan 44
melawan si Dewa Pedang, namun selalu mengalarni kegagalan.
Pedang di tangan Yu kiam-sian benar-benar hebat dan tak terlawan oleh suling hitamnya.
Belasan kali ia kalah dan ia tidak sampai tewas oleh karena selalu Si Dewa Pedang melepaskannya dan menganggapnya hanya seorang perempuan cabul yang merasa kecewa karena kekasihnya terbunuh.
Sama sekali Yu Tiang Sin tak pernah bermimpi bahwa bukan hanya itu saja yang menjadi sebab, melainkan lebih dalam lagi. Ia telah menghancurkan cita-cita muluk si iblis betina !
Hek-siauw kui-bo lebih memperdalam ilmunya dan di dunia persilatan namanya terkenal sebagat iblis betina yang kejam sekali dan amat ganas.
Namun sudah bertahnn-tahun iblis betina ini tidak menantang Yu-kiam-sian. Ia menjadi lebih hati-hati dan menggembleng diri untuk pembalasan-pembalasan dendam. Dan akhirnya ia mendengar kematian musuh besarnya. Dapat dibayangkan betapa kecewa hatinya mendengar hal itu. Ia segera mengunjungi dusun Ki-bun dan mengambil keputusan untuk membasmi semua keluarga musuh besarnya untuk melampiaskan dendam hatinya.
Ketika iblis wartita ini mendengar kata- kata dua orang tamu musuh besarnya dan mendengar Siauw-bin-mo Hap Tojin menyebut namanya, dia memandang lebih tajam dan penuh perhatian.
45 Tadi ketika ia datang, ia sudah menyaksikan betapa suami isteri yang agaknya juga hendak membalas dendam dikalahkan oleh dua orang pendeta ini. Untuk mamenuhi keputusan hatinya, karena suami-isteri itu jaga pada saat ia datang telah menjadi tamu pula, maka untuk menarnbah keangkerannya. dia menyambut mereka di luar, dan hanya dengan sekali menggerakkan sulingnya saja ia telah berhasil membunuh suami-isteri yang bernasib sial itu, kemudian melernparkan mayat-mayat itu ke pekarangan depan.
'Hemm, tosu bau ! Tahu dari manakah kau telah mengenal nyonya besarmu?" bentak wanita itu.
"Ha-ha-ha-ha, nama buruk dan kotor itu siapakah yang tidak pernah mendengarnya " Hek-siauw Kui-bo ! Boleh jadi dunia kang-ouw menggigil mendengar namamu, akan tetapi pinto, Siauw-bin-mo Hap Tojin selamanya paling benci kepada wanita kejam ! Kau telah membunuh orang-orang yang tidak berdosa, hanya karena kau merasa penasaran dahulu berkali-kali dihajar setengah mampus oleh Yu Tiang Sin. Hayo sekarang kau coba bunuh kami berdua Tho teekong Liong Losu dan Siauw-bin-mo Hap Tojin, dua orang sahabat baik Yu Tiang Sin !"
"Hu-hu-hu-hu ! Kiranya kalian dua orang keledai yang sedikit terkenal namanya. Tidak usah kau minta, memang nyonya besarmu bermaksud akan membunuh kalian berdua !" Baru saja habis ucapan ini, sudah tampak gulungan sinar hitam 46
menyambar ke depan, langsung menyerang ke arah ulu hati si hwesio dan tenggorokan si tosu.
Dua orang pendeta yang berilmu tinggi ini terkejut sekali. Biasanya, betapapun ringan senjata lawan. kalau dipergunakan untuk menyerang, tentu menimbulkan kesiuran angin.
Akan tetapi serangan wanita ini sarna sekali tidak menimbulkan angin, juga tidak mengeluarkan suara dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah mencapai ilmu lweekang yang luar biasa tingginya. Namun mereka bukan orang lemah, diserang sehebat dan secepat itu mereka masih dapat menggerakkan senjata masing-masing untuk melindungi tubuh.
Hebatnya, suling itu tidak jadi menyerang ke sasaran semula, melainkan menyeleweng dan kini secara langsung tanpa gerakan memutar telah menotok ke arah pusar si tosu dan ke lambung si hwesio!
Kembali dua orang ini terkejut setengah mati, ia lalu melompat ke belakang untuk mengelak sambil memutar senjata.
Sementara itu Yu Lee yang tadinya menangis menggerung-gerung dan makin mengguguk oleh pengaruh suara suling melengking seperti tangis, begitu suara lengking berhenti tadi, tangisnyapun berkurang dan mulailah ia memperhatikan keadaan sekeliling.
Ketika ayahnya dan kedua orang pamannya menyerbu iblis betina itu, ia sudah menyelinap dan lari ke dalam rumah karena ia melihat si pelayan yang mengatakan sebelum roboh bahwa semua 47
telah dibunuh iblis. Yu Lee rnenghawatirkan nasib ibunya maka ia lari ke dalam.
Dapat dibayangkan betapa ngeri dan seperti disayat-sayat pisau rasa hatinya ketika ia melihat keadaan di dalam dan di belakang rumah orang tuanya, ibunya. Para bibinya, saudara-saudara misannya, para pelayan, ayam, burung, kucing, dan anjing semuanya mati. Semua mati dalam keadaan menyeramkan, mandi darah yang bercucuran dari mulut dan muka mereka semua berubah menjadi hitam.
Yu Lee menubruk ibunya, menjerit-jerit menangis, lari sana lari sini, menubruk sana menubruk sini, menangisi semua yang mati, tidak sadar bahwa muka dan bajunya sudah mandi darah mereka.
Mengerikan sekali keadaan di dalam rumah maut itu. Ayah bundanya, dua orang sandaranya, dua orang pamannya, dua orang bibinya, tujuh orang saudara misannya, empat orang pelayan berikut semua kucing, anjing, ayam, burung, semua mati ! Yu Lee setelah memeluk mayat ibunya lalu bangkit berdiri dan dengan langkah terhuynng-huyung ia berjalan keluar sambil menangis.
"Iblis jahat, kau harus mengganti nyawa ........
uhuu........ uhu......!" Yu Lee berjalan terus sampai di ruangan depan.
Pada saat itu pertandingan masih berjalan dengan seru dan tegang Tho-tee-kong Liong Losu memutar tongkatnya sampai terdengar angin menderu-deru, sedangkan Sianw-bin-mo Hap Tojin 48
pedangnya berkelebatan seperti halilintar menyambar.
Namun, mereka berdua yang memiliki ilmu kepandaian yang tinggi ini ternyata tidak mampu menahan desakan dan tindasan segulung sinar hitam yang melayang-layang bergulung-gulung membuat Iingkaran lingkaran aneh sambil mengeluarkan bunyi melengking nyaring.
Suara inilah yang amat mengganggu kedua orang pendeta itu dan mengacaukan permainan senjata mereka. Maklum bahwa iblis itu bertanding dengan maksud membunuh, Liong Losu dan Hap Tojin mengerahkan seluruh tenaga mengeluarkan seluruh kepandaian mereka. Setelah keduanya bergabung dan membentuk benteng pertahanan barulah sinar hitam dapat dibendung bahkan kini mereka mendapat kesempatan untuk
menggunakan waktu membalas satu dua kali serangan.
Kiranya letak rahasia kelihaian ilmu silat iblis betina itu adalah jika ia diserang, karena ia menghadapi setiap serangan lawan dengan balasan serangan yang lebih cepat sehingga ia mendahului lawan yang sudah terlanjur manyerang sehingga pertahanannya lemah.
Setelah kini kedua lawannya mempertahankan iblis betina itu sukar untuk menembus benteng pertahanan lawan, malah ia menjadi agak repot karena kedua orang panderi itu kini menghadapinya dengan bekerja sama.
Jika Liong Losu, menyerang dengan tongkatnya Hap Tojin yang melakukan pertahanan dan 49
sebaliknya. Jika iblis betina itu tertalu hebat serangannya mereka berdua melakukan pertahanan bersama.
'Pada saat yang tak terduga-duga, terdengar jerit kemarahan dan tahu-tahu Yu Lee sudah meloncat dan menubruk iblis betina itu dari belakang merangkul leher dan tengkuknya.
"Aduh...... ! Eh, monyet kau minta mampus ?""
Hek-siauw Kui-bo berteriak dan semua bulu di tubuhnya berdiri saking geli dan jengah.
Akan tetapi ketika ia hendak menggunakan suling atau tangan kiri untuk menghantam anak yang menggemblok di punggung merangkul leher dan menggigit tengkuknya dua orang pendeta itu sudah mendesaknya dengan hebat.
Liong Losu dan Hap Tojin yang melihat kenekatan Yu Lee. menjadi khawatir sekali setelah seluruh keluarga sahabat mereka dibasmi habis dan kebetulan sekali Yu Lee terlewat dan masih hidup, mereka berdua harus berusaha sedapat mungkin untuk menolong.
Keturunan Yu Tiang Sin yang tinggal seorang ini harus diselamatkan. Mereka tahu bahwa sekali anak itu terkena hantaman tangan kiri atau suling iblis betina itu, tentu nyawanya takkan dapat ditolong lagi. Olehkarena tanpa mempedulikan keselamatan sendiri, kedua orang pendeta itu melupakan pertahanan bersama, kini melakukan serangan bersama dengan dahsyat sekali.
Iblis betina itu benar benar hebat. Selain ilmunya amat tinggi, juga ia cerdik luar biasa.
50 Perhatianuya tadi telah terpecah kepada anak yang menggigit tengkuknya sehingga serangan dua orang lawannya itu kini benar-benar amat berbabaya.
Secepat kilat ia lalu membalikkan tubuhnya sehingga tubuh itu kini terlindung oleh tubuh Yu Lee yang menggemblok di punggung! Tentu saja Hip Tojin dan Liong Losu kaget sekali dan menarik senjata masing-masing agar jangan mencelakakan Yu Lee.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Hek-siauw Kui-bo untuk mengerahkan tenaga menggerakkan pinggulnya keras-keras dan...... tubuh Yu Lee mental terlempar cepat ke arah dinding dekat pintu depan. Dapat dibayangkan betapa tubuh itu tentu akan hancur dan setidak-tidaknya remuk tulang-tulangnya terbentur begitu kerasnya pada dinding.
"Celaka........ !" seru Hap Tojin yang tak keburu menangkis lagi. Ia merendahkan diri mengelak.
Juga Liong Losu berusana menyelamatkan diri dengan sebuah loncatan ke samping. Namun gerakan mereka tak dapat mengatasi kecepatan sambaran suling hitam. Hap Tojin yang merendahkan tubuh, terkena totokan pada pundaknya, sedangkan pada detik berikutnya, Liong Losu yang meloncat ke samping telah tertotok pinggiran pinggulnya.
Memang totokan itu tidak mengenai sasaran yang tepat, namun kehebatannya cukup membuat dua orang jago tua itu roboh pingsan!
51 Tubuh Yu Lee melayang dan tentu kepalanya bisa pecah karena ia meluncur dengan kepala di depan menuju ke pintu.
Akan tetapi pada saat anak ini sudah memejamkan mata menanti maut tiba-tiba sebuah lengan kurus terulur dan di lain saat tubuh Yu Lee telah diturunkan dengan selamat ke atas lantai.
'Kau duduklah di sini dan lihat aku menghajar iblis itu!" Kata seseorang yang bukan lain adalah si kakek pengemis bertopi lebar yang sore harinya baru saja datang berkunjung sebentar bukan untuk berkabung atau mangernis, kemudian mencela perdebatan antara Hap Tojin dan Liong Losu lalu pergi lagi. Dari bawah topi lebar itu Yu Lee melihat sepasang mata yang memandangnya dengan tajam, penuh pengaruh luar biasa sehingga sebelum ia tahu apa yang harus ia lakukan, tubuhnya sudah mendeprok ke bawah dan duduk di atas lantai seakan-akan tubuhnya itu tidak dapat ia kuasai lagi, melainkan tunduk akan perintah kakek pengemis ini.
Kini kakek pengemis itu dibantu tongkatnya yang butut terseok-seok maju menghampiri iblis betina yang sibuk menggosok-golok tengkuknya.
Tengkuk yang berkulit putih halus itu robek dan berdarah oleh gigitan Yu Lee.
Begitu banyak darahnya mengucur keluar sampai membasahi baju hitam di bagian leher dan punggung. Melihat ini Hek-siauw Kui-bo menjadi marah sekali.
"Hemnam, masih terlewat seorang cucu tua bangka Yu yang ganas seperti monyet " Tua 52
bangka Yu agaknya arwahmu yang menuntun cucumu itu untuk melawan dan menghinaku.
Akan tetapi, dia ini akan mampus dalam keadaan lebih mengerikan dari pada yang lain-lain !" Setelah berkata_ demikian, perlahan-lahan Hek-siauw Kut.bo memasukkau belasan batang jarum yang halus sekali ke dalam suling hitamnya mendekatkan suling ke mulut lalu meniupnya ke arah Yu Lee yang masih duduk bersila di sudut ruangan itu.
"Siuuttt !" Dari lubang suling itu tampak sinar hijau berkelebat ke arah Yu-Lee. Akan tetapi sebelum mengenai Yu Lee, sinar itu tiba-tiba menyeleweng ke kiri dan semua jarum menancap lenyap masuk ke dalam dinding sebelah kiri!
Hek-Siauw Kui-bo marah sekali, ia mengalihkan pandang kepada kakek pengemis yang dengan dorongan tangan berhasil menyelewengkan jarum-jarumnya. Hek-siauw Kui-bo adalah seorang tokoh kang-ouw kenamaan ditakuti semua orang, karena kelihaiannya maka ia menjadi sombong sekali.
Tadi ia tentu saja sudah melihat betapa anak yang sudah menggigit itu ditolong oleh si kakek pengemis ketika akan terbanting ke dinding. Akan tetapi, ia sama sekali tidak memandang mata kepada kakek itu dan barsikap seolah-olah kakek pengemis itu tidak berada di situ.
JILID II TADINYA ia mengira bahwa kakek itu menolong Yu Lee karena kasihan, bukan bermaksud 53
memusuhinya. Akan tetapi setelah jarum-jarumnya dipunahkan, baru ia maklum bahwa kembali ada orang berani berlancang tangan dan mencari mampus !
"'Hemmm jembel tua bangka yang busuk!
Untuk menyambung hidupmu, engkau rela mengemis ke mana mana. Setelah hidupmu tersambung mengapa sekarang menjadi bosan hidup dan mencari mampus " Tidak tahukah, engkau dengan siapa engkau berhadapan ?"
Sikap wanita berwatak iblis ini angkuh sekali dan ia tidak segera turun tangan memhunuh karena ia merasa terlalu rendah dan memalukan kalau harus membunuh seorang kakek yang saking tuanya sudah mau mati ini.
Kakek pengemis itu memandang dari bawah topinya yang tebar dan Hek-siauw Kui-bo bergidik menyaksikan sinar mata yang begitu tajam dan yang seakan-akan dapat menembusi mataya dan menjenguk isi hatinya. Untuk mengusir rasa seram ini ia segera menghardik.
"Tua bangka! Lekas mengaku siapa engkau dan apa hubunganmu sama tua bangka she Yu, agar aku dapat mengambil keputusan dahulu, setelah mempertimbangkan apakah engkau layak dibunuh atau tidak !" Benar-henar sombong kata-kata ini.
Akan tetapi kakek itu sama sekali tidak menjawab, bahkan segera mendekat dan menoleh kepada Yu Lee sambil berkata.
"Bocah tahukah kau siapa dia yang membasmi semua keluargamu ini"'
54 Yu Lae mengangkat muka memandang kepada si iblis betina dengan sinar mata menyala-nyala penuh kebencian, "Siapa lagi kalau bukan iblis betina yang tadi namanya disebut Hek-siauw Kui ho ini, locianpwe (orang tua gagah)?"
'Engkau betul. Dia ini si iblis betina yang ganas dan keji lagi pula pengecut dan hanya berani membunuh orang-orang yang bukan lawannya.
Kebetulan sekali aku si tua bangka paling benci segala macam iblis, maka telah menciptakan ilmu tongkat Ta-kui-tung-hwat (Ilmu Tongkat Pamukul Iblis)
Sejak tadi, dada Hak-siauw Kuibo serasa dibakar saking panas dan marah. Ia tidak mamandang sabelah mata kepada kakek jembel itu, sekarang siapa kira, mendengar namanya kakek ini bukannya takut, bahkan lebih-lebih tidak memandang mata kepadanya, malah berani menghina dan mcmakinya iblis cilik segala! Ia seorang yang sombong dan angkuh, siapa kira di tempat ini bertemu batunya. Kakek pengemis itu agaknya lebih angkuh dan lebih sombong darinya !
"Jembel tua bangka buruk ! Engkau membuka mulut lebar-Iebar" Engkau tidak melihat Siauwbin-mo Hap Tojin dan Tho-tee-kong Liong Locu itu.
Mereka adalah tokoh besar, akan tetapi karena berani menentang kau lihat buktinya. Engkau ini tua bangka jambel lekas sebutkan nama agar aku tahu siapa yang kubunuh kali ini !"
Namun si kakek ini sama sekali tidak meladeninya melainkan terus berkata pula kepada Yu Lee dengan sikap sama sekali tak 55
menghiraukan si iblis yang kini sudah makin dekat. "Eh, bocah baik, siapakah namamu ?"
"Locianpwe, boanpwe (saya yang rendah) bernama Yu Lee."
"Engkau masih kecil sudah tahu aturan, itu bagus. Tidak seperti iblis cilik ini yang kurang ajar, terhadap seorang kakek seperti aku Han It Kong masih banyak lagak!" Kakek Itu lalu membuang ludah ke bawah, akan tetapi menuju ke arah Hek-siauw Kui-bo dan tepat jatuh ke atas lantai di depan kakinya.
Hampir meledak rasa dada iblis betina itu saking marahnya. Baru kali ini selamanya ia merasa dihina dan tidak dipandang sebelah mata secara keterlaluan sekali. Ia mengingat-ingat namun tidak merasa kenal dengan. nama Han It Kong.
"Jembel buruk. aku akan membuat kau mati dengan tubuh hancur !" Bentaknya dan sambil berteriak yang menyerupai bunyi lengking atau lolong srigala. Hek-siauw Kuibo menerjang maju.
Sulingnya berkelebat menjadi sinar hitam, mengeluarkan bunyi mengerikan sebagai imbangan teriakaunya tadi.
Saking marahnya, ia telah mengeluarkan pukulan maut yang paling berbahaya terhadap diri kakek tadi.
Namun kakek yang mengaku bernama Han It Kong itu dengan sikap tenang sekali menyambut terjangan dahsyat itu. Tubuhnya tak tampak berkisar dari tempatnya, juga kedua kakinya tetap 56
berdiri tegak. Hanya tangan kanannya yang memegang tongkat itu betgerak membuat lingkaran-lingkaran beberapa kali di depan tubuhnya dan ......suling hitam Hek-siauw Kui-bo tidak dapat maju lagi.
Iblis betina ini berseru keras karena merasa seakan-akan suling hitamnya terbetot dan dikuasai gerakan lawan karena di luar kehendaknya, tangannya yang memegang suling itu sudah ikut membuat lingkaran-lingkaran meniru gerakan kakek itu.
Hek-siauw Kui-bo mengeluarkan pekik kaget sambil mengerahkan tenaga membetot sulingnya.
Kali ini ia berhasil menghendaki gerakannya yang otomatis itu akan tetapi sebelum ia sempat melompat mundur, terdengar suara, "plak" dan pinggulnya yang besar telah kena dihajar oleh tongkar si kakek itu sampai terasa pedas dan panas!
"Yu Lee, kau lihat iblis kecil telah kena dihajar satu kali oleh Ilmu tongkat penukul iblis !"
"Bagus ! Harap hajar lagi sampai mampus locianpwe!" Yu Lee bersorak lupa akan kedukaannya dan bergembira menyaksikan musuh besar ini pantatnya dipukul sampai mengeluarkan bunyi nyaring.
Hek-siauw Kui-bo memuncak kemarahannya, namun ia berhati-hati Tongkat itu menghantam dari depan bagaimana bisa mengenai pantatnya yang berada di belakangnya" Benar-benar ilmu tongkat yang luar biasa sekali. Akan tetapi karena sedikitpun ia tidak terluka oleh pukulan itu, 57
hatinya menjadi besar dan menganggap bahwa kakek aneh ini hanya memiliki ilmu silat yang lihai, akan tetapi tidak memiliki tenaga yang besar.
Sambii berteriak menyeramkan ia menerjang lagi, kini sulingnya membuat gerakan aneh dan cepat sekali sehingga dalam sekali serangan itu ia telah melakukan totokan terhadap semua jalan darah di tubuh lawan. Bukan sembarang totokan, melainkan lolokan maut.
Satu saja di antara totokan bertubi ini mengenai sasaran, berarti nyawa lawan tercabut.
"Ilmu yang keji dan rendah!" Kakek itu berseru akan tetapi tidak bergerak dari tempatnya. Hanya tongkat bambunya yang kini menyambar-nyamhar ke depan dan terdengar suara.... "tak, tok, tak, tok," tujuh balas kali dan semua totokan Hak-siauw Kuibo yang amat lihai itu dapat ditangkis.
Pada totokan terakhir, samhil menangkis, tongkat itu mendadak melanjutkan dengan gerakan mengait dan ..... suling itu telah kena terkait dan terlepas dari tangan Hek-siauw Kui-bo karena ketika mengait ujung tongkat menotok telapak tangan yang memegang suling sehingga iblis betina itu terpaksa melepaskan sulingnya.
Hek-siauw Kui-bo mengeluarkan jerit keras dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak menyambar dan mencengkeram ke arah anggauta kemaluan kakek itu.
"Rendah tak tahu malu !" Kakek itu terkejut juga dan cepat menangkis dengan tangan kiri.
Kiranya Hek-siauw kui-bo. melakukan serangan 58
ganst dan randah ini dengan maksud mengalihkan perhatian karena di detik berikutnya, tangan kanannya sudah dapat merampas kembali, sulingnya yang tadi menempel pada ujung tongkat lawan.
"Pintar juga kau !" Kata si kakek, akan tetapi sambil berkata demikian, tongkatnya bergerak aneh dan, "plokk!" Sekali lagi pantat yang besar itu sudah dihajar tongkat lagi. Padahal si iblis betina sudah melompat cepat untuk menghindar, namun sia-sia, tetap saja ia mengalami penghinaan ini.
"Huah, ha, ha, ha ! Pantatnya tidak kalah tebal dengan mukanya ! "Gaplok yang keras lokai (jembel tua) !" tiba-tiba terdengar suara tertawa-tawa dan ternyata itu adalah suara Siatiw-bin-mo Hap Tojin yang sudah sadar dari pingsannya dan kini masih rebah sambil menonton pertandingan yang aneh itu.
Dapat dibayangkan betapa marahnya Hek siauw Kui-bo. Akan tetapi disamping rasa marah dan penasaran iapun terheran-heran akan kesaktian kakek ini.
Mendengar ejekan si tosu, kemarahannya meluap-luap dan diam-diam ia memasukkan jarum-jarum beracun ke dalam sulingnya, lain untuk ketiga kalinya ia menyerang lagi dengan gerakan sulingaya yang melenggak-lenggok sepetti ular, sukar sekali diduga ke mana suling itu hendak menyerang.
Mendadak terdengar suara mendesis halus dan sinar hijau menyambar dari lubang suling meluncur ke arah sembilan jalan darah terpenting 59
dari tubuh Han It Kong sedangkan suling hitam itu sendiri berperak-gerak menutup jalan keluar di sekitar tempat kakek itu berdiri.
Dengan demikian maka kakek ini diserang oieh jarum-jarum berbisa tanpa dapat mangelak karena tak ada lubang lagi untuk jalan keluar.
Akan tetapi Han It Kong memang tidak mau mengelak, bahkan kini tongkatnya bergerak secara aneh mengejar bayangan suling dan ia sama sekali tidak perduli akan sinar bijau yang menyerbu ke arah sembilan pusat jalan darah di tubuh depan.
"Tua bangka sombong, mampus kau?" teriak si iblis betina kegirangan ketika ia melihat betapa semua jarum rahasianya mengenai sasaran secara tepat sekali.
"Praakkk?". Plookkk!" Suara ini adalah suara pecahnya suling hitam disusul pukulan ketiga kalinya pada pinggul yang penuh daging, sehingga saking kaget dan nyeri si wanita iblis menjerit dan loncat jauh ke belakang.
Dengan mata terbelalak dan muka pucat ia memandang. Kaket itu sama sekali tidak apa apa dan sembilan batang jarumnya semua runtuh ke tanah begitu mengenai tubuh Han It Kong.
Sebaliknya suling hitamnya kena dipukul pecah berantakan dan pinggulnya kembali kena dihajar.
"Tua bangka nusak, engkau telah menghina orang ! Biar aku mengadu nyawa denganmu hari ini !" Setelah mengeluarkan seruan bercampur isak ini Hek-siauw Kui-bo menubruk ke depan, 60
mengembangkan kedua tangannya seperti harimau menerkam.


Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Perempuan keji. Engkau masih berani bertingkah di depan Ong-ya?" Suara kakek itu menjadi keren dan galak, tangan kirinya bergerak ke depan dan ..... tubuh iblis betina itu seperti terbanting oleh tenaga dahsyat ke kiri, jatuh bergulingan di atas tanah! Ketika ia bangun sambil mengeluarkan rintilaan perlahan. Wanita itu memandang dengan mata terbelalak.
"Apa ...... apakah saya berhadapan dengan"..
Siauw-ong-ya (Raja Muda) Han It Kong yang berjuluk Sin-kong-ciang (Tangan Sinar Sakti)"'
*Tidak ada raja muda, yang ada sekarang hanya sijembel Han It Kong," jawab kakek itu. "Engkau tidak lekas pergi dari sini?"
Hek-siauw Kui-bo menjura dan berkata. "Kali ini aku mengaku kalah, kelak masih ada waktu untuk mengadakan perhitungan lagi." Setelah berkata demikian, iblis betina itu melompat dan terus menghilang ke dalam kesuraman fajar yang mulal menyingsing. Dari kejauhan terdengar lengking tangis yang makin lama makin menjauh dan akhirnya menghilang.
Siauw-bin-mo Hap Tojin dan Tho-tee-kong Liong Losu yang telah sadar pula dari pingsannya, kini melangkah maju dan memberi hormat kepada kakek jembel itu.
"Sudah sejak muda pinto mendengar nama besar Sin-kong-ciang Han-siauw-ong-ya, baru sekarang dapat melihat orangnya dan 61
menyaksitcan kesaktiannya. Sungguh pinto merasa takluk dan terimalah hormat dari Siauw-bin-mo Hap Tojin, Ong-ya !" Kata si tosu.
"Omitobud! Sebelum mati. dapat bertemu muka dengan patriot besar Han tayhiap, sungguh merupakan kebahagiaan hidup!" Tho-teekong Liong Losu juga berseru memberi hormat.
Kakek jambel itu menghela napas panjang, mukanya tersembunyi di bawah topi yang lebar itu.
Kemudian terdengar suaranya bernada sedih.
?Biarpun baru sekarang bertemu jiwi (tuan berdua) namun sepak terjang jiwi disamping Yu sicu sudah lama saya dengar, perjuangan kita boleh gagal seperti sudah ditakdirkan Tuhan, namun selama semangat kita, masih hidup menurun kepada anak cucu dan murid, pada suatu hari akan tiba saatnya kaum penjajah Mongol dapat terusir dari tanah air !'
Ia menghela napas lagi dan memandang ke arah peti mati Yu Tiang Sin.
"Yu sicu banyak jasanya terhadap rakyat dan negara, sayang ia terlampau banyak menanam permusuhan pribadi. Jiwi sudah berusaha sekuat tenaga menyelamatkan keluarganya, tidak percuma Yu sicu bersababat dengan jiwi. Sayang sekali kedatangan saya terlambat sehingga tidak dapat mencegah terjadinya pembunuhan-pembunuhan ini. Sungguh saya merasa tidak enak terhadap arwah Yu sicu. Untuk menebus kelalaian, biarlah saya menghabiskan sisa usia yang tak seberapa lama lagi ini untuk memberi bimbingan cucunya yang tinggal seorang ini. Yu Lee hayo ikut 62
bersamaku !" -kakek ini mengulurkaa tangan kiri dan entah bagaimana, tubuh Yu Lee tahu-tahu sudah melayang dan berada dalam pondongannya.
Kemudian, sekali kakek itu menggerakkan kakinya tubuhnya sudah leyap dari depan Siauwbin-mo Hap Tojin dan Tho-tee kong Liong Losu!
"Ha, ba, ha ! Tua bangka Yu Tiang Sin biarpun kehilangan semua keluarganya namun benar-benar masih bernasib baik. Seorang cucunya, yang tinggal satu-satunya telah menjadi murid Sin-kong-ciang !"
"Toyu (sabahat), bagaimana kau masih bisa mengatakan sahabat kita Yu Tiang Sin bernasib baik kalau semua anak cucunya dibasmi seperti ini?"
Tho Tee-kong Liong Losu mencela sambil mengeluarkan obat untuk ditelan dan memunahkan hawa beracun akibat totokan suling hitam itu, juga kepada sitosu ia memberi sebutir obat pulung yang diterima oleh temannya tanpa berterima kasih lagi.
"Liong Losu betapa dia tidak bahagia"
Bandingkan saja dengan kau atau pinto. Secuil daging setetes darahpun diluar tuhuh kita tidak punya. Sedangkan tua bangka Yu masih mempunyai saorang cucu yang biarpun cengeng akan tetapi menjadi murid Sin kong ciang !
"Ha, ha, ha, belasan tahun lagi kalau kita tidak sudah mampu!, tentu akan. terbuka mata kita menyaksikan sepak terjang seorang pendekar muda yang sakti akan tetapi cengeng !"
63 "Omitohud ! Toyu, engkau terlalu memandang rendah anak itu. Tidakkah jelas nampak sipat-sipat baik kepadanya" Sinar matanya tajam berpengaruh, nyalinya lebih besar dari pada kita, berani dia menyerang Hek-siauw Kui-bo! Kelak tentu Hek-siauw Kui- bo takkan dapat banyak tingkah lagi di depannya."
"Ah, dasar Sin-kong-ciang Han It Kong yang bekerja kepalang tanggung. Iblis macam itu.
kenapa tidak diburiuh saja ?"
"Toyu, hal begitu saja mengapa kau masih mangherankan" Han taihiap adalah seorang cianpwe yang tingkatnya sudah amat tinggi. Mana dia sudi mengotorkan tangan dengan pembunuhan, apalagi membunuh seorang yang dia anggap hanya seorang iblis cilik seperti Hek.siauw Kui-bo" Disamping Han it Kong taihiap terkenal sebagai patriot sejati dan hanya terhadap kaum penjajah ia mau membunuh tanpa perhitungan lagi.
Sedangkan Hek-siauw Kui-bo adalah bangsa sendiri, biarpun jahat akan tetapi urusannya dengan Yu-kiam-sian adalah arusan prihadi. Tentu saja akan dianggap tidak adil kalau Han it Kong taihiap mencampuri dan menurunkan tangan maut."'
"Ha, ha, ha. ha ! Engkau dan dia terlalu banyak pakai aturan, Liong Losu. Hari ini kita berdua mendapat kenyataan bahwa kepandaian kita sama sekali tidak ada harga. Akan tetapi kalau seorang berilmu seperti Han It Kong masih ingin meninggalkan kepandaiannya kepada seorang 64
murid apakah kita harus bersikap kikir dan memhawa kepandaian kita yang tidak seberapa ini bersama ke dalam neraka ?"
"Omitohud! Harap Toyu jangan bicara tentang neraka. Mengerikan ! Akan tetapi pendapatmu itu benar. Pinceng juga pikir lebih baik mengundurkan diri dan, memilih murid-murid yang baik."
Dua orang pandeta itu lalu pergi dari situ menjelang pagi. Sunyi sepi di rumah keluarga Yu itu. Sunyi yang niengerikan. Mayat-mayat orang berserakan dari ruangan depan sampai tengah dan belakang darah berceceran. Ngeri menyeramkan Peristiwa yang akan menggegerkan dusun Ki-bun, akan tetapi yang akan membuat para penduduk Ki bun selalu berada dalam keheranan dan dugaan-dugaan yang tak pernah akan dapat dibuktikan kehenarannya.
Akan tetapi mereka semua tahu bahwa ada seorang cucu kakek Yu yang tidak diketemulcan mayatnya bersama anggauta keluarga lain, yaitu Yu Lee.
Namun tak seoranapun di antara mereka dapat menduga ke mana perginya anak berusia delapan tahun itu, sepetti juga mereka tak dapat menduga siapa yang melakukan pembunuhan dan pembasmian keji terhadap seisi rumah keluarga Yu.
Lima belas tahun kemudian!
Pagi hari itu amat ramai di dalam rumah makan "Lok-nam" di kota Hopak yang besar dan banyak dikunjungi pedagang dari luar kota. Lok-65
nam adalah rumah makan terbesar di kota Hopak, terkenal dengan masakan-masakannya yang lezat dan beraneka macam.
Banyak masakan yang tak ada di rumah makan lain, dapat dipesan di Lok-nam, diantaranya sop buntut menjangan, kuwah daging ular goreng, kodok gulai, yang besarnya seperti ayam. tidak lupa tim cakar bebek yang lezat, gurih dan kanyil-kenyil.
Semua itu kalau dimakan dengan dorongan arak Hang-ciu yang harum dan keras, dapat membuat orang jadi lupa segala.
Bahkan ada yang bergurau mengatakan bahwa walaupun ada mertua lewat lupa untuk ditawari !
Baru setelah perut jadi gendut, orang akan menjadi
"sakit gigi" karena rekening yang bisa menguras isi kantung, ditambah lagi oleh bahaya sakit perut !
Memang biasanya rumah makan Lok-nam selalu ramai, karena pemiliknya pandai berusaha.
Di sebelah rumah makan ini pemiliknya membuka sebuah pokoan (rumah judi) dan inilah yang membuat rumah makan itu selalu jadi ramai.
Mereka yang menang berjudi biasanya amat royal menghamburkan uang.
Di pagi hari itu sudah banyak orang makan di dalam restoran Lok-nam. Karena belasan orang yang manjadi tamu restoran itu kesemuanya adalah laki-laki juga para pelayan dan pengurus semuanya laki.laki, riuh rendah suara orang bergurau di situ.
66 0mongan-omongan kotor dan cabul diselingi gelak tawa mengotori hawa bersih yang masuk dari luar. Apalagi pada saat itu terdapat lima orang jagoan atau tukang pukul rumah judi yang sedang dijamu oleh seorang tamu yang malam tadi berhasil mendapat kemenangan besar dalam, perjudiaan.
Mereka berlima ini bicara riuh rendah tentang palacur-pelacur di kota Hopak seperti orang membicarakan kelezatan bermecam-macam masakan saja. Tanpa ditutup-tutupi blak-blakan dan tidak ada rahasia sehingga para tamu lain yang mendengarkannya ikut-ikutan tersenyum.
Telinga laki-laki memang paling suka mendengarkan percakapan semacam itu.
Derap kaki kuda yang berhenti di depan rumah makan tidak menarik perhatian mereka yang tengah bergurau.
Akan tetapi ketika penunggangnya melompat turun dari atas kuda, menyerahkan kuda kepada penjaga di luar kemudian melangkah masuk ke dalam restoran, serentak semua percakapan berhenti dan semua mata, termasuk mata pelayan dan pengurus restoran, memandang ke arah orang yang baru masuk itu dengan pandang meta kagum dan penuh gairah.
Wanita itu masih muda, kiranya tidak lebih dari dua puluh lima tahun usianya. Pakaiannya serba merah, merah muda. Dan tali rambutnya sampai pakaiannya dari sutera tipis sehingga terbayang pakaian dalam merah tua, dan sepatunya yang kectl, semuanya berwarna merah muda.
67 Hanya pakaiannya karena membayangkan pakaian dalam merah itu. tampak lebih terang warnanya. Rambutnya hitam panjang, wajahnya berbentuk bulat telur dengan kulit muka yang sudah halus putih itu menjadi lebih menarik karena bedak dan gincu (pemerah) tipis-tipis.
Sepasang matanya lebar amat tajam pandang matanya, hidung kecil mancung dan mulut yang berbentuk indah dan selalu mengulum senyum.
Dari sudut mata yang meruncing disertai kerling tajam dan sudut bibir yang mengulum senyum penuh daya tariknya inilah terbayang sifat wanita yang berdarah panas, bernafsu dan romantis.
Pandeknya seorang wanita yang muda belia yang cantik jelita dan manis dengan bentuk tubuh yang menggairahkan.
Scorang pelayan muda agaknya lebih cepat sadar daripada teman-temannya yang masih terlongong. Ia cepat lari menghampiri wanita ini dan sambil membungkuk-bungkuk berkata.
'Selamat pagi, nona. Silakan duduk, di sebelah kiri itu masih banyak meja kosong, silakan .... !"
Gadis cantik itu mengangkat muka, menyapu ruangan restoran dengan pandang matanya yang tajam kemudian mengebut-ngebut pakaiannya di bagian paha dan pinggang untuk membersihkan debu, dan mengikuti pelayan itu ke sudut ruangan sebelah kiri di mana terdapat beberapa meja yang masih kosong. Sapuan pandang matanya tadi membuat ia tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian semua orang, akan tetapi ia tidak 68
mengacuhkan hal ini dan bersikap seolah-olah di tempat itu tidak ada orang yang memandangnya.
Ia berkata kepada pelayan yang sambil tersenyum-senyum membersihkan meja di depan nona itu dengan sehelai kain yang selalu tersampir di pandaknya. "Keluarkan arak hangat yang paling baik lebih dulu." Suaranya nyaring namun merdu, dan bening. Sipelayan cepat pergi untuk melayani permintaannya.
ketika pelayan datang membawa arak hangat, nona itu memesan beberapa masakan kemudian setelah pelayan pergi mulai minum arak dari guci arak. Berturut-turut ia minum tiga cawan arak penuh dan caranya minum jelas membuktikan bahwa nona ini kuat minum dan sudah biasa.
Hal ini tentu saja membuat semua orang menjadi heran. Nona itu kelihatannya bukan seorang nona kang-ouw (dunia persilatan) yang biasa merantau dan biasa pula hidup menghadapi kekerasan dan kesukaran, biasa pula minum arak.
Pakaiannya begitu mewah, tak tampak membawa senjata. Satu-satunya hal yang membayangkan bahwa dia seorang nona perantau adalah kedatangannya yang menunggang kuda dan kenyataan bahwa ia seorang nona yang asing suaranya, bicara seperti orang utara.
Melihat nona cantik jelita memasuki restoran seorang diri, kumatlah perangai gila-gilaan lima orang jagoan dari Lok-nam po-koan (rumah judi Lok-nam) yang sudah setengah mabok itu.
69 Kalau tadi mereka bercakap-cakap tentang pelacur-pelacur tanpa memperdulikan tata susila, sekarang malah mereka sengaja memperkuat suara mereka. bicara tentang hal-hal yang cabul dan mesum ! Para tamu lainnya yang masih mengenal kesopanan, merasa tidak enak hati dan malu kepada wanita muda itu. Diam-diam mereka memikir dan memperhatikan.
Akan tetapi aneh sekali, sinona pakaian merah itu enak-enak saja minum dan makan masakan yang dihidangkan. Seakan-akan semua percakapan cabul itu tidak terdengar olehnya atau seperti terdengar sebagai percakapan lumrah saja.
Sudah lajimnya laki-laki yang berwatak kasar, ketika lima orang jagoan melihat nona itu masih makan minum sambil berseri wajahnya seakan-akan tidak terjadi apa-apa, mereka menjadi makin berani dalam usaha mereka membangkitkan reaksi pada wanita muda belia yang cantik itu.
"Ah, Acong," terdengar seorang di antara mereka yang mukanya berlubang-lubang bekas penyakit cacar mencela kawannya yang bermuka kuning, "semua ceritamu tentang pelacur-pelacur itu tidak ada gunanya. Betapapun cantik manis wajah mereka, namun mereka itu tiada lain hanyalah bunga-bunga layu yang tak menarik lagi, bunga-bunga yang sudah dipetik dari tangkainya.
Berilah aku setangkai bunga segar yang masih berada di pohonnya, hemmm. ...... bunga merah yang masih mekar di hutan bermandikan embun pagi?".. ambooii, akan kacampakkan bunga-bunga layu yang tak berharga itu !"
70 "Ha-ba-ha, Lui-heng (kakak Lui), pagi ini tiba-tiba kau menjadi pintar bicara yang muluk-muluk !
Awas, Lui heng, mawar merah banyak durinya !"
Lima orang itu tertawa-tawa sambil memandang ke arah nona itu secara terang-terangan.
Si muka bopeng she Lui itu lalu bangkit berdiri, mengebut-ngebutkan jubahnya dan tertawa,
-Ha-ha-ha-ha, oleh sebab berduri itu maka semakin menarik. Tiada bunga yang tak merindukan kumbang ! Makin banyak kumbang mendekatinya, makin bangga hatinya. Aku rasa bunga merah ini tak terkecuali. Biarlah aku menjadi kumbang pertama menghampirinya, kalau perlu boleh tertusuk duri asal kemudian mendapatkan hadiah madu. Ha-ha. ha !"
Dengan langkah, tidak tetap karena terlalu banyak minum arak, si muka bopeng ini menghampiri meja nona itu, kemudian dengan sikap dibuat-buat ia menjura dan berkata, "Nona yang cantik seperti dewi, bolehkah saya menemani nona minum arak ?"
Para tamu mulai merasa khawatir dan sebagian dari pada mereka sudah cepat-cepat membayar dan meninggalkan tempat itu. Namun ada pula yang sengaja hendak menonton keributan dengan hati berdebar tegang.
Pada masa itu, teguran yang dilakukan seperti si muka bopeng itu adalah pelanggaran tata susila yang besar dan setiap orang wanita yang ditegur laki-laki asing seperti itu. tentu akan menjadi 71
marah. Kalau tidak memaki tentu segera meninggalkan penegur itu tanpa mengacuhkannya.
Dan mereka ingin sekali melihat sikap bagaimana yang akan diambil nona yang cantik itu. Akan tetapi mereka kecelik.
Nona itu memoleh dan tersenyum lebar "Mau menemani aku minum" Boleh, duduklah asal engkau sanggup menghabiskan seguci arak wangi sekali minum !"
Sikap dan sambutan kata-kata nona tidak hanya mengherankan semua tamu, bahkan si muka bopeng sendiri melongo keheranan. Tadinya ia mengira kalau wanita itu akan marah-marah serta memakinya dan ia akan menggodanya. Siapa kira, nona ini menerimanya baik-baik bahkan menyuruhnya duduk dengan syarat supaya ia menghabiskan seguci arak sekali minum ! Ia menoleh ke arah kawan-kawannya yang manyeringai lebar lalu tertawa,
"Ha-ha-ha-ha, nona manis. Seguci arak bagi aku orang she Lui bukan apa-apa dan sanggup menghahiskannya sekali minum asal ?"". nona menemani aku minum dan menghabiskan seguci juga. Jadi sama-sama itu namanya rukun dan serasi. Bukankah begitu ?" Sambil tertawa si muka bopeng ini mengira bahwa ia telah mengalahkan si nona dengan tantangannya.
Tentu sekarang nona itu akan menolak dan marah-marah, baru ia akan menggodanya. Akan tetapi kembali ia melongo. Dengan sikap tenang nona itu menggapai memanggil pelayan.
72 "Pelayan bawa ke sini dua guci penuh arak yang paling tua dan harum serta paling keras. Biar mahal asal keras dan awas, jangan memhohongi aku, aku mengenal arak baik !"
Pelayan itu yang menganggap semua ini sebagai lelucon yang menguntungkan restoran, segera lari menuju ke gudang dan mengambii dua guci arak simpanan.
"Duduktah, hopeng. Aku terima tantanganmu, kita masing-masing minum seguci arak!" kata nona itu. Ucapannya begitu wajar sehinga ga orang she Lui yang dipanggil 'hopeng" ini tidak menjadi tersinggung, apalagi ia sudah mulai terheran-heran.
Sementara itu, empat orang jagoan lainnya menjadi gembira menyaksikan perkembangan ini.
"Wah, Lui-heng benar-benar-bernasib baik sekali pagi hari ini !" teriak seorang.
"Tentu malam tadi bermimpi mamangku bulan purnama !" teriak yang lain.
Juga para tamu, para pelayan lain bahkan para pengurus restoran kini semua menonton dua orang yang duduk berhadapan dan hendak mengadu kekuatan minum arak, seorang nona muda belia yang cantik jelita dan seorang laki-laki yang terkenal jagoan, tukang pukul dan penjaga keamanan di Lok-nam Po-koan, sungguh lawan yang sama sekali tak seimbang! Dan tantangan nona itu benar luar biasa sekali.
Meminum seguci arak sekali tenggak bukanlah hal yang mudah dilakukan setiap orang biasa.
73 Bahkan si muka hopeng sendiri tidak sanggup malakukan hal ini. Dikarenakan saja si nona juga mau menemani minum seguci, maka ia menjadi malu untuk mundur dan menduga bahwa nona ini tak bakal dapat menghabiskan seguci arak sekali minum !
Ketika dua guci arak datang dan dibuka, baunya keras menyerang hidung. Arak tua yang keras bukan main !
Nona itu mengembang-kempiskan hidungnya dan berkata sambil tersenyum lebar sehingga tampaklah deretan gigi- putih hersih seperti mutiara.
"Arak baik........ ! Nah, kau bilang hendak menemani aku minum, bukan " Hayo kita minum
!" Sambil berkata begitu si nona terus mengambil seguci arak dan membawa ke mulutnya sambil melirik si muka bopeng.
Orang she Lui itu mulai kaget. Iapun mengambil arak di depannya, akan tetapi tidak segera membawa ke mulutnya.
"Nona, betulkah kau bisa mengbabiskan arak seguci itu sekali minum ?"
"Mengapa tidak ?"
"Ah, mana bisa aku percaya.......?"
"Hemmm, kau mau menemaniku atau tidak"
Kalau tidak sanggup, bilang saja dan lekas pergi dari sini !"
74 Tentu saja si muka bopeng tidak mau menjadi bahan ejekan orang. Ia membasungkan dada dan berkata,
"Siapa bilang aku tidak sanggup, hanya aku tak percaya engkau mampu melakukannya. Kalau engkau sekali minum dapat menghabiskan seguci arak itu, barulan aku percaya dan arak itu pun akan kuminum habis sekali tengggak."
Wanita itu tersenyum dingin. "Biarlah, betapapun juga kau takkan mampu menarik kembali janjimu." Setelah berkata demikian, nona baju merah itu lalu mulai minum araknya..
Lehernya panjang dan berkulit putih halus. Kini leher itu bergerak-gerak naik turun ketika terdengar suara menggelogok-gelogok dan arak dari dalam guci tertuang masuk melalui
kerongkongannya, semua orang memandang dengan mata terbelalak.
Tak seorangpun di antara semua laki-laki yang hadir sanggup melakukan hal itu. Seguci arak itu paling sedikit ada dua puluh cawan, cukup untuk diminum lima orang. Biarpun banyak orang mampu menghabiskan seguci arak akan tetapi diminum secawan demi secawan bukannya langsung menenggak dari guci sampai habis tanpa berhenti.
"Hayo minumlah arakmu !" kata nona itu setelah menaruh guci kosong di atas meja dan menggunakan sehelai saputangan sutera merah menghapus bibirnya. Mukanya tetap tenang, tetap kemerahan kedua pipinya, sama sekali tidak 75
memperlihatkan pengaruh arak yang sekian banyaknya itu.
Si muka bopeng mulai menoleh kanan kiri.
Melihat wajah-wajah orang tersenyum memandang ke arahnya. Ia merasa malu kalau sama sekali tidak meminum araknya.
Biarlah ia minum sekuatnya, seperempat atau sepertiga guci kemudian berbenti dan melayani tuntutan nona ini dengan godaan, demikian pikirnya, dengan lagak dibuat-buat si muka bopeng itu lalu mengangkat guci araknya dan mulailah ia menggelogok.
Nampak lehernya bergerak- gerak. Akan tetapi ini cuma sebentar. Belum ada seperempat' guci memasuki perutnya ia sudah merasa tidak kuat lagi. Lehernya serasa tercekik, kepalanya pening dan tubuhnya gemetar.
Si muka bopeng maklum kalau dipaksakan terus ia akan roboh terguling. Akan tetapi alangkah kagetnya dia ketika Hendak menurunkan guci itu dari mulutnya, ia tidak mampu menggerakkan tangan yang memegang guci.
Lengan itu kini menjadi kaku sehingga guci itu tetap menempel dan isinya tertuang terus. Ketika ia mau menggerakkan tubuh serta melepaskan tahu-tahu tubuhnya tak bisa pula ia gerakkan.
Sementara itu arak mengalir terus, si muka bopeng hendak menutup kerongkongannya serta membiarkan lagi arak mengalir keluar dari mulut, akan tetapi tiba2 ia merasa lehernya nyeri sekali, membuat ia jadi megap-megap dan arak terus 76
turun memasuki perutnya melewati kerongkongan.
Si muka bopeng terkejut sekali dan menjadi ketakutan. Akan tetapi karena ia tidak mampu bergerak terpaksa semua arak memasuki perutnya dan ia tersedak-sedak dan terbatuk-batuk.
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 9 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Pendekar Kidal 7
^