Pencarian

Pendekar Cengeng 2

Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


Begitu guci itu habis isinya, si muka bopeng tiba-tiba merasa dapat bergerak lagi. Ia terhuyung-huyung dan jatuh ke bawah seperti sehelai kain basah, tiada tenaga sama sekali dan rebah tertelungkup mengeluarkan suara mengorok seperti seekor babi disembelih. Dari mulutnya menetes-netes keluar arak bercampur buih.
Riuh-rendah empat orang teman si muka bopeng dan para tamu lain tertawa-tawa mentertawakan si muka bopeng yang demikian mabuknya sampai tidak ingat orang lagi.
Juga nona baju merah itu tertawa sedikit pun tidak tampak mabuk. Malah ia memanggil pelayan untuk membayar harga makanan dan arak.
Ketika ia mengeluarkan sebuah kantung dari bungkusan di pundaknya dan membuka kantung itu semua orang melongo. Kantung itu penuh dengan emas dan perak. Secara royal sekali ia membayar pelayan dan memberi persen. Kemudian nona itu bertanya kepada empat orang jagoan yang sambil tertawa-tawa berusaha membangunkan si muka bopeng yang masih ngorok.
"Aku mendengar di sini ada sebuah po- koan yang besar, betulkah itu dan di manakah tempatnya ?"
77 Para tukang pukul itu bukanlah orang baik-baik. Tadinya mereka hendak mempermainkan nona itu karena cantik jelitanya akan tetapi setelah menyaksikan kekuatannya minum arak tadi, lalu menduga bahwa si nona bukan orang
sembarangan. Kemudian mereka melihat adanya kantong uang terisi penuh emas dan perak, maka timbul niat buruk di hati mereka.
"Betul sekali, nona. Bahkan kami berlima adalah penjaga-peniaga po-koan. Apakah nona suka berjudi " Marilah, kami antatkan. Kebetulan sekali tidak begitu ramai keadaan di po-koan sepagi ini."
Dengan langkah tenang nona itu lalu mengikuti mereka menuju ke rumah judi yang letaknya di sebetah restoran itu. Si muka bopeng terpaksa digotong ke rumah judi karena tak dapat disadarkan.
Ruangan judi itu cukup lebar, di dalamnya terdapat lima buah meja judi yang masing-masing dijaga oleh seorang pengawal. Memang sepagi itu belum banyak tamu, hanya ada belasan orang.
Semua orang memandang dengan heran ketika melihat nona itu masuk bersama empat orang tukang pukul dan seorang jagoan yang mabuk keras.
Setelah para tukang pukul itu menyatakan bahwa nona itu hendak berjudi, makin besar keheranan mereka semua. Akan tetapi karena tukang pukulnya memberi tahu dalam bahasa 78
rahasia mereka, bahwa nona itu adalah seorang yang membawa uang emas dan perak banyak sekali, bandit-bandit judi itu jadi kegirangan.
"Silakan, nona." kata seorang yang bertubuh gemuk dan menjadi bandar kepala di situ. "Nona hendak bermain apakah?"
Nona itu menyapu ruangan dengan pandang matanya yang tajam, kemudian menghampiri sebuah meja judi yang di atasnya terdapat sebuah mangkok dan dadu. "Aku suka main dadu."
katanya. Semua tamu mendekati meja itu. Bahkan para tamu ikut pula menonton, karena baru pertama kali ini melihat seorang nona cantik hendak main judi dalam sebuah po-koan.
"Baiktah nona. Biar saya sendiri yang melayani nona," kata si bandar gemuk sambil memberi isyarat agar pegawai di belakang meja itu mundur.
Setelah berkata, lalu si gendut itu mengambil dadu terus memasukannya ke dalam mangkok dan dengan gerakan seorang ahli ia memutar-mutar dadu di dalam mangkok itu secara cepat sekali.
Suara nyaring terdengar ketika dadu itu berputaran di dalam mangkok kemudian secepat kilat bandar itu menumpahkan mangkok ke atas meja dengan biji dadu terdapat di dalamnya. Ketika menutupkan mangkok tadi kedua tangannya bergerak cepat sekali sehingga dadu itu tidak tampak sama sekali ketika mangkok dibalikkan. Ini semua membuktikan keahlian bandar judi yang sudah masak.
79 "Silakan, nona?"" Si bandar judi yang gemuk itu berkata sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi yang kecil-kecil serta renggang.
Nona itupun tersenyum manis sambil melihat ke seputarnya. Semua muka menatapnya dengan pandang mata heran, kagum serta tegang. Ia lalu mengeluarkan kantungnya dan membuka tali kantung. Dengan tenang sekali ia mengeluarkan sepuluh tail perak, menaruhnya di atas gambar tulisan "ganjil" di atas meja.
Dada itu segi empat dan pada enam permukaan diberi angka satu sampai dengan angka enam.
Angka ganjil adalah satu tiga lima. sedangkan angka dua empat enam adalah angka genap.
Apabila memasang ganjil atau genap, jika kena menerima jumlah pasangan. Tetapi apabila memasang pada sebuah angka tertentu apabila menang akan menerima jumlah empat kali lipat pasangan.
Melihat nona itu sudah memasang, sekali pasang sepuluh tail-perak. Para tamu ramai-ramai mulai pasang pula. Ada yang pasang ganjil, pasang genap, ada pula yang memasang nomer-nomer tertentu.
Setelah semua orang menaruh pasangan di atas meja, si bandar gemuk yang tadi terseyum dengan gerakan kilat dan sambil mengeluarkan seruan nyaring, membuka mangkok itu.
Dan jelas tampak dadu itu menggeletak di atas meja dengan nomor empat di atasnya. Bandar 80
menggaruk semua uang pasangan, kecuali pasangan pada angka genap dan pasangan pada angka empat yang mendapat hadiah sebagaimana mestinya.
Nona yang kehilangan pasangannya itu masih tenang saja, bahkan memperbesar pasangannya lagi sampai menjadi lima puluh tail perak sekali pasang.
Semua melongo. Inilah main judi besar-besaran. Sekali dua kali gadis itu menarik kemenangan. akan tetapi setelah ia mulai inemasang dengan taruhan besar sampai seratus tail perak sekali pasang, ia selalu kalah sampai akhirnya habislah- semua peraknya.
Namun dengan sikap tenang nona itu masih terus memasang kini malah mulai menggunakan uang emas!
Para tamu menjadi tegang. Ada yang merasa kasihan kepada gadis cantik ini. Ada yang diam-diam memakinya bodoh. Akan tetapi yang lebih tegang adalah si bandar judi yang gemuk, juga para bandar lain yang menonton.
Bayangkan saja! Nona itu sekarang
memasangkan semua sisa uangnya pada nomor lima. Taruhan yang dipasangkan adalah dua puluh lima tail emas! Kalau menang, berarti bandar harus membayar empat kali jadi seratus tail emas dan hal ini berarti pula bahwa semua kekalahan nona itu akan dapat ditebus.
Melihat bahwa para tamu lain kehilangan nafsunya memasang melainkan lambih suka 81
menonton gadis yang luar biasa itu berjudi dengan tambah gila-gilaan, bandar menjadi makin gelisah.
Kalau hanya melayani nona ini, sekali bintang nona ini menjadi terang dengan taruhan sebesar itu bandar akan menjadi bangkrut! Dengan teriakan nyaring ia membuka mangkok penutup dan........ dadu meperlihatkan angka lima!
Di antara para tamu ada yang bersorak, dan ributlah mereka membicarakan kemenangan ini.
Bandar gendut menghatus peluh dengan saputangannya dan para pembantunya menghitung uang pembayaran kepada yang menang.
Nona itu tetap tersenyum tenang, kemudian memasang lagi dengan taruhan yang membuat semua orang membelalakkan mata. Berapakah yang ia pasangkan" Seluruh uang dan kemenangannya, berjumlah seratus dua puluh lima tail emas
"Gila ......!"
'Sekali kalah, habis dia........ !"
"Masa sebegitu banyak dipasangkan semua ?"
Bermacam-macam komentar orang, akan tetapi gadis itu tersenyum lebar dan menoleh ke belakang ke arah para tamu yang menonton sambil berkata suaranya halus serta merdu menarik.
'Namanya juga berjudi. Akibatnya hanya dua macam. Menang atau kalah. Kecil besar sama !"
Bandar gendut itu menatap jumlah uang yang dipertaruhkan pada tulisan "ganjil" dengan mata 82
melotot dan ia tidak segera memutar dadunya.
Agaknya ia merasa jerih dan ragu-ragu.
"Hayo lekas putar. Mengapa ragu-ragu! Apakah bandar takut kalah?" tanya si nona dengan suara mengejek dan semua tamu tertawa karena memang lucu kalau ada
bandar jadi takut kalah. "Eh, Agong
gendut. Kau kenapa" Kalau
ragu-ragu jangan main, biar aku melayani nona ini!" terdengar
suara parau. Semua arang menengok. Kiranya dia seorang laki-laki
usia lima puluh
tahun bertubuh tinggi besar bermuka hitam, pakaiannya mewah dan matanya buta yang sebelah kiri.
Melihat orang ini, si gendut cepat-cepat mengundurkan diri dan berkata kepada nona itu,
"Maafkan, nona. Karena taruhanmu luar biasa besar, maka saya menjadi ragu- ragu dan gugup.
83 Majikan kami datang, biarlah majikan kami sendiri yang menjadi bandar !"
Nona itu memandang tajam dan kini semua tamu juga mengenal si muka hitam yang buta sebelah matanya itu. Dia seorang she Lauw yang dijuluki It-gan Hek-hauw (Macan Hitam Bermata Satu), seorang tokoh besar dunia pejahat di kota Hopak, bahkan terkenal di seluruh Propinsi An-hwa dan kini setelah banyak mengumpulkan harta lalu hidup sebagai orang kayaraya di kota Hopak.
Losmen serta rumah judi Lok-nam adalah miliknya.
Tadi memang ada pegawai secara diam-diam memberi laporan perihal nona . yang berjudi dengan taruhan luar biasa itu, maka ia lalu datang sendiri buat melihatnya khawatir kalau-kalau yang datang itu adalah seorang musuh serta sengaja mau mencari gara-gara.
Hatiaya lega ketika melihat seorang nona yang tidak ia kenal juga sikapnya tidak seperti seorang nona kang-ouw, akan tetapi melihat caranya bertaruh, timbul kekhawatirannya kalau-kalau rumah judinya akan bangkrut maka cepat-cepat menyuruh si gendut mundur dan maju sendiri sebagai bandar.
"Nona memasang ganjil dengan taruhan semua uang nona" Ingat, kalau nona kalah berarti nona takkan dapat melanjutkan perjudian ini lagi," kata orang she Lauw itu dengan suaranya yang parau, akan tetapi dengan sikap tenang.
Nona itu tersenyum mengejek. 'Kalau aku kalah, ambil semua uang ini, mengapa banyak 84
komentar lagi " Uangku boleh habis, tetapi apakah perhiasan-perhiasanku ini tidak laku untuk dipasangkan ?"
Ia membuka buntalan dan terdengar orang berseru kagum ketika terlihat perhiasan-perhiasan emas permata yang indah-indah dalam sebuah bungkusan.
"Ha-ha-ha, nona benar-benar seorang penjudi ulung yang tabah. Bagus hari ini kami menerima kunjungan seorang tamu terhormat. He, pelayan, lekas bawa ke sini arak yang paling baik untuk nona !"
Setelah menuangkan arak dan mempersilakan nona itu minum, It-gan Hek-hauw lalu berkata,
"Sekarang kita mulai, nona memasangkan semua uang itu untuk angka ganjil ?"
"Betul dan harap lekas patar dadunya !" jawab nona itu sambil tersenyum dan memandang tenang. Ia melihat betapa orang tinggi besar yang bermuka hitam itu menggulung lengan bajunya ke atas, kemudian tangan kanannya memegang mangkok, memasukkan dadu dengan tangan kiri ke dalam mangkok itu dan matanya yang tinggal satu memandang tajam ke arah dadu yang mulai ia putar-putar di dalam mangkok.
Makin lama makIn cepat dadu terputar dan dengan telapak tangan kirinya dia menutupi mulut mangkok sambil memutar terus. Gerakan kedua tangannya sedemikian cepat sehingga bagi mata para tamu, kedua lengan yang besar dan berotot itu telah berubah menjadi banyak demikian pula 85
mangkoknya membuat para penonton menjadi pening kepala.
Namun nona itu memandang dengan mulut masih tersenyum, namun kini senyumnya seperti orang mengejek. Bagaikan kilat cepatnya. It-gan Hek.hauw kini membentak keras dan mangkoknya sudah tertelungkup di atas meja dengan biji dadu di dalamnya. Ia mengangkat mukanya memandang gadis itu dengan peluh dikeningnya.
"Nona, menurut aturan, baru setelah dadu diputar, orang mulai memasang taruhannya.
Apakah nona tetap memasang angka ganjil " tidak dirabah lagi ?"
Nona itu menggelengkan kepala sambil menatap tajam wajah orang pemilik rumah judi itu yang mengangkat muka memandang para tamu lainnya.
"Karena nona ini memasang angka ganjil berarti bertaruh langsung dengan aku, maka harap cuwi (tuan sekalian) untuk kali ini berhenti dulu dengan pasangan cuwi." kemudian tanpa menanti jawaban orang.orang itu ia telah mendekati mangkok, kedua tangannya dipentang dan kini tangan itu menggetar. Melihat ini nona itupun bangkit berdiri, kedua tangannya terletak di atas meja.
*Awas, lihat baik-baik ! Mangkok dibuka dua........ tiga........ !!"
Dengan tangan kanannya It-gan Hek-houw mengangkat mangkok dan tangan kirinya menekan meja. Semua mata melibat ke alas meja dan........
mereka semua melongo.
86 Jelas tampak betapa biji dadu itu
mcmperiihatkan angka tiga, jadi angka ganjil. Akan tetapi secara aneh sekali biji dadu itu bergerak dan menggelimpang ke samping sehingga kini angka empat yang berada di atas. Namun hanya sebentar saja karena kembali biji dadu menggelimpang ke angka tiga, lalu bergerak-gerak sedikit, hampir terbalik ke angka empat tetapi seolah-olah tidak kuat dan miring lagi kembali ke angka tiga terus tidak bergerak-gerak lagi.
Nona itu beradu pandang dengan bandar yang kini sudah menaruh kedua tangan di atas meja pula. Mukanya yang hitam menjadi makin hitam, matanya yang tinggal satu melotot serta muka itu kini penuh keringat.
"Hemm, angka tiga adalah angka ganjil, bukan"
Aku menang lagi!" kata si nona, suaranya nyaring.
Kini para tukang pukul yang jumlahnya belasan orang saling pandang dan semua memandang kepada It-gan Hek houw sambil meraba gagang golok, menanti perintah. Namun It gan-hek-houw tidak memberi isyarat apa-apa, hanya menghapus peluhnya kemudian tertawa bergelak dan berkata,
"Ha ha ha, nona benar hebat ! Hayo bayar seratus dua puluh lima tail emas kepada nona ini
!" para pembantunya tersipu-sipu mengambil uang dari dalam karena persediaan di depan tidak cukup untuk membayar kekalahan yang begitu banyak.
Para tamu menjadi berisik membicarakan pertaruhan yang besar-besaran dan keadaan biji dadu yang amat aneh tadi. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa tadi telah turjadi adu tenaga 87
lwee-kang (tenaga dalam) yang seru antara It-gan Hek-houw dan nona baju merah itu melalui tekanan tangan mereka pada permukaan meja.
Setelah uang pembayaran selesai dihitung dan ditumpuk di atas meja di depan nono itu, It-gan Hek-houw berkata, "Apakah nona masih berani untuk melanjutkan perjudian ini?"
Kembali senyum mengejek itu membayang di mulut yang amat indah bentuknya dan berbibir merah. "Mengapa tidak berani "
"Awas, kali ini kau bisa kalah, nona."
'Kalau tidak menang, tentu kalah. Apa bedanya" Lakas putar, aku akan mempetaruhkan semua uangku ini, dua ratus lima puluh tail emas Diantara para tamu ada yang menjadi pucat mukanyta. Ini sudah gila, pikirnya. Mana ada taruhan sekali pasang dua ratus lima puluh tail emas" Kekayaan ini cukup untuk dipakai modal berdagang besar. Ini tentu tidak sewajarnya dan ada apa-apa di balik taruhan ini. Ia menjadi tegang dan takut. Akan tetapi karena hatinya tertarik ingin melihat perkembangan selanjutnya, ia berdiri seperti terpaku pada lantai dan melihat sambil menahan napas.
Kini It-gan Hek.hauw meaggerakkan kedua lengannya secara aneh sekali, seperti orang bersilat. Kedua tangan itu bergerak ke sana ke mari dengan amat cepatnya sehingga orang-orang tidak bisa melihatnya lagi sewaktu ia mengambil mangkok dan kemudian dengan cara bagaimana pula ia menaruh dadu ke dalamnya, tahu-tahu 88
sudah diputarnya mangkok itu dengan gerakan-gerakan cepat dan aneh.
Nona itu hanya memandang dengan senyum tetap mengejek dan senyumannya melebar ketika tiba-tiba It-gan Hek-hauw menurunkan mangkok di atas meja dengan mulut di bawah.
Ketika mangkok menyentuh meja, meja itu sampai tergetar dan mengeluarkan suara nyaring.
Dengan mata berkilat kilat dia mandang nona itu dan berkata nyaring.
"Nona, kau pasanglah !"
Nona itu dengan gerakan sembarangan mendorong semua uangnya ke angka enam sambil berkata, "Aku mempertaruhkan semua ini atas angka enam!"
Kembali para tamu menjadi berisik. Bukan main beraninya nona itu mempertaruhkan atas angka enam, tentu saja kesempatan menang jauh lebih kecil dari pada kalau memasang angka ganjil atau genap. Akan tetapi kalau ia menang bandar harus membayar empat kali lipat, berarti akan membayarnya seribu tail emas! Bisa bangkrut kali ini rumah judi Lak-nam kalau pasangan itu kena.
Wajah yang hitam itu kini menjadi agak hijau, mata yang tinggal satu menjadi agak merah.
"Memasang atas angka enam" Bagus! Sekali ini engkau kalah, nona. Lihatlah!" la menggerakkan tangannya cepat sekali membuka mangkok itu.
"Ah, terlalu banyak engkau mengerahkan tenaga sampai dadunya terbawa ke atas!" Nona itu berseru berbareng dengan diangkatnya mangkok.
89 Semua orang memandang dan......... berseru heran karena di bawah mangkok itu tidak ada apa-apanya ! Akan tetapi si muka hitam yang kini mengeluarkan gerengan hebat dan nona itu yang tersenyum-senyum keduanya berdongak memandang ke atas. Semua orang juga ikut memandang ke atas dan.. . .... di langit-langit ruangan itu, tepat di atas meja judi, dadu itu telah menempel di langit-langit dan memperlihatkan angka........ enam.
"Aneh........ ......
"Angka enam .....
"Ilmu situ man ...... .!"
Nona itu tidak memnerdulikan teriakan-teriakan ini lalu berkata, suaranya tegas dan nyaring.
"It-gan Hek-hauw, lekas bayar kekalahanmu seribu tail emas !"
Diam-diam lt-gan Hek-hauw terkejut sekali dan maklum bahwa nona ini meskipun kelihatannya lemah, agaknya memiliki kepandaian hebat.
Dan ia sangat kagum kepada nona itu karena ilmunya, meskipun ia sendiri pernah bertempur dengan orang-orang sakti.
Tadi ia sudah mengadu lweekang dengan menekan meja dan ternyata kalah. Sekali ini dengan kecepatannya ia sudah mengantongi dadu pertama dan ketika hendak membuka mangkok, ia sengaja menaruh dadu lain dengan angka satu di atas. Siapa kira, dengan kepandaian yang luar 90
biasa, entah secara bagaimana ia tidak tahu, dadu itu telah diterbangkan oleh nona itu ke atas, menempel langit-langit dan memperlihatkan angka enam yang dipasangnya!
Pada saat itu, seorang tukang pukulnya berlari-lari ke dalam dari luar dengan muka pucat serta berteriak di depan It-gan Hek-hauw. "Celaka, Lauw taiya ....... , dia sekarang mati........ seluruh tubuh dan mukanya menjadi hitam........! Nona itu pasti yang melukainya !"
Nona baju merah itu yang sejak tadi sudah berdiri, kini bertolak pinggang dan tersenyum lebar lalu berkata, 'Anjing muka bopeng itu dibunuh sepuluh kalipun masih belum dapat menebus kekurang-ajarannya kepadaku. Lalu kalian ribut-ribut mau apa" Hayo lekas bayar uangku !"
"Tangkap perempuan pengacau ini!" It-gan-Hek-hauw berteriak marah.
Lima belas jagoan yang menjadi tukang tukang pukul dan pegawainya segera mencabut golok serta mengurungnya. Akan tetapi gadis ini tersenyum sabar, berbeda dengan para tamu yang kini berlarian keluar serta ada pula yang mepet di sudut dengan muka pucat dan tubuh menggigil.
"Eh, apakah kalian semua ini sudah tidak mau hidup lagi ?" Ia menegur dan menyindir. Belasan orang jagoan itu sudah biasa melakukan pertempuran serta melawan musuh lihai, mendengar ancaman nona itu, mana mereka takut, apa lagi ia tak bersenjata !
91 Sambil berseru keras, mereka menyerang maju seolah-olah berebut dan berlomba. Akan tetapi, tampak tiba-tiba benda merah berkelebat disusul suara melengking tinggi tubuh nona itu bergerak lalu sinar merah menyambar-nyambar dan?""
terdengar suara nyaring di susul golok-golok terbang semua dan jerit mengerikan ketika tubuh belasan jagoan itu roboh susul menyusul dalam keadaan tidak bernyawa lagi.
Nona baju merah itu kini berdlri tegak, tangan kiri bertolak pinggang serta tangan kanan memegang sebuah suling merah yang kecil mungil entah sejak kapan dikeluarkan. Sepasang mata yang bening seperti burung Hong itu lalu menatap kepada It-gan Hek-houw, bibirnya yang merah basah tersenyum dan deretan gigi yang putih bersih seperti mutiara berkilat ketika ia bertanya,
"Bagaimana sekarang" Masih hendak coba-coba lagi atau lekas bayar uang kemenanganku?"
Tangan kanan itu menggerak-gerakkan suling seperti gerakan seorang penari.
Biarpun digerakkan perlahan, namun suling itu dapat mengeluarkan suara melengking lirih seperti suara kucing atau bayi menangis. Kemudian tanpa memperdulikan orang disekitarnya seakan-akan di situ tidak ada orang lain, bibirnya diruncingkan dan terdengarlah tiupan suling mengalun merdu!
"Cui-siauw-kwi?"!" teriak seorang diantara para pembantu It-gan Hek-hauw ketika melihat sikap nona baju merah itu, semua orang terkejut dan teringat. Tak salah lagi, inilah Cui-siauw-kwi (Setan Peniup Suling) yang pada waktu dua tahun 92
ini amat menggemparkan dengan perbuatan-perbuatannya yang mengerikan.
Seorang iblis betina yang cantik jelita, namun amat kejam sepak terjangnya. Entah berapa banyak jumlahnya orang yang telah dibunuhnya dan yang terbanyak adalah, laki-laki muda belia yang tampan. Sudah terkenal betapa Cui-sianw-kwi gila laki-laki tampan.
Setiap kali ia melihat laki-laki tampan dan muda lalu dipikat dan dibujuk menggunakan kecantikannya atau kalau bujukan ini tidak berhasil lalu memakai kepandaian untuk menculik laki-laki itu dipaksa menjadi kekasihnya.
Celakanya laki-laki muda itu setelah jadi kekasibuya tidak akan lebih umurnya dari lima hari.
Mendengar ada orang mengetahui julukannya itu, ia lalu melirik ke kiri dan -melihat bahwa yang menyebut nama poyokannya tadi adalah seorang laki-laki setengah tua yang menjadi pelayan rumah judi.
Tangan kanannya masih mamegang suling sambil meniup menyanyikan lagu asmara yang merdu, akan tetapi tiba-tiba tangan kirinya bergerak ke depan, dan........ orang yang tadi menyebut nama poyokannya itu menjerit terus roboh terguling, lalu putus napasnya.
Nona itu mengbentikan tiupan sulingnya, melihat ke sekeliling lalu bertanya, suaranya masih halus merdu senyumnya masih mengembang di bibirnya.
93 "Siapa lagi yang berani menyebutku setan?"
Para tamu dan pegawai Lok-nam Po-koan menjadi pucat dan mundur ketakutan.
"It-gan Hek-hauw, kau tidak lekas mambayar uangku" Apakah aku harus memaksamu?"
It-gan Hek-hauw adalah seorang bekas penjahat kawakan, akan tetapi semenjak lama mengundurkan diri dari dunia kejahatan karena sudah menjadi seorang kayaraya. Kini karena terancam kerugian besar sekali ia memutar otak. Ia maklum bahwa kalau melawan dengan kekerasan ia akan kalah dan tentu nona yang seperti iblis ini takkan segan-segan membunuhnya, maka ia cepat-cepat tersenyum lebar dan maju selangkah, memberi hormat dengan menjura dan
membungkuk, "Ah, kiranya Cui-siauw Sianli ( Dewi Peniup Suling) Ma-konwnio (nona Ma) yang datang berkunjung. Maaf........ maaf........ karena belum pernah jumpa biarpun sudah bertahun-tahun mendengar nama besar Kouwnio yang menjulang tinggi di angkasa, maka kami menyambut Kouwnio kurang hormat. Kalau tahu bahwa Kouwnio adalah Cui-siauw Sianti, tentu tidak akan sampai terjadi kesalah-pahaman ini"..."
Senyum manis itu makin melebar akan tetapi pandang mata nona itu berobah dingin dan penuh ancaman, "It-gan Hek hauw, tak perlu engkau memulas bibir dengan madu. Akupun tidak sudi berkenalan dan berhubungan dengan kau dan orang-orangmu, maka tak perlu banyak cakap lagi.
Lekas bayar kemenanganku seribu tail emas!'
94 Muka yang hitam itu menjadi pucat sekali dan cepat-cepat It-gan Hek-hauw menjura sampai jidatnya hampir menyentuh tanah, semua anak buahnya terheran-heran.
Biasanya, majikan mereka ini amat galak, setanpun takkan ditakutinya, mengapa kini bersikap demikian merendah terhadap nona baju merah itu. Sedangkan mereka itu tahu bahwa majikan mereka adalah seorang berkepandaian tinggi.
''Tentu, tentu akan saya bayar lunas, Kouw nio.
Akan tetapi, seribu tail emas bukan jumlah sedikit.
Tak mungkin saya dapat membayar sekarang karena tidak ada uang tunai sebanyak itu. Harap kouw-nio sudi memberi waktu tiga hari, saya akan kumpul-kumpulkan dan tukar-tukarkan perak menjadi emas, setelah tiga hari, seribu tail emas itu akan tersedia di sini harap saja kouw-nio mempertimbangkan."
Nona itu menyipitkan kedua matanya. "Hemm, kalau menurut patut, setelah kalah berjudi tidak mampu bayar, seharusnya aku turun tangan memburtuhmu ! Akan tetapi, biarlah kuberi waktu tiga hari, kau takkan dapat lari dariku setelah tiga hari, malamnya aku akan datang untuk mengambil uang atau kepalamu !"
Setelah berkata demikian, nona baju merah ini dengan tenang mengambil uangnya dua ratus lima puluh tail emas dari atas meja, memasukkannya dalam buntalan, menggendong buntalannya, kemudian dengan langkah lemah gemulai sehingga sepasang pinggulnya menari-nari di belakangnya ia 95
keluar dari rumah judi itu sambil meniup sulingnya perlahan-lahan.
Semua orang mengikutinya dengan pandang mata terbelalak dan napas tertahan, dan belum berani bergerak sebelum suara suling yang makin lama makin lirih itu lenyap.
Barulah tampak kesibukan luar biasa, para tamu-tamu cepat pergi meninggalkan ruangan dan para pelayan sibuk merawat taman-temannya yang tewas. Adapun It-gan Hek-hauw sendiri cepat menyuruh sediakan seekor kuda dan tak lama kemudian tampak pemilik rumah jadi ini sudah menunggang kuda, membalapkan kudanya keluar dari kota Hopak menuju ke selatan.
Biarpun hampir semua penduduk Hopak menjadi. gelisah mendengar bahwa kota mereka kedatangan seorang tokoh mengerikan seperti Cui-siauw-kwi, namun sama sekali tidak mengganggu kegembiraan besar yang terdapat di rumah dua keluarga, yaitu keluarga Bhok dan keluarga Souw yang sedang merayakan hari pernikahan putera dan pateri mereka.
Pemuda she Bhok seorang sasterawan muda yang tampan, pada hari itu dinikahkan dengan gadis she Souw yang cantik rupawan dan kaya raya.
Pemuda Bbok yang tidak kaya dipilih mantu oleh hartawan Souw dan pada malam hari itu para tamu memenuhi ruangan tamu rumah gedung keluarga hartawan Souw, serombongan pemain musik meramaikan suasona dengan bunyi-bunyian 96
merdu dan mengiringi uyanyian wanita-wanita cantik,
Banjir arak dan masakan lezat membuat para tamu menjadi makin gembira sehingga makin jauh malam, suara ketawa para tamu makin bebas terlempar.
Biarpun siang hari tadi terjadi pembunuhan belasan orang dan kekacauan di rumah judi Lok-nam, namun malam hari itu tak seorangpun diantara auggauta keluarga hartawan Soaw mengingat akan hal itu. Hanya para tamu yang kadang-kadang terdengar membicarakan si nona baju merah yang cantik seperti bidadari, namun kejam seperti iblis.
Mereka bicara sambil tidak berani bicara karas-keras, apalagi menyebut nama Dewi Suling dengan nama poyokan, sama sekali mereka tidak berani!
Kalau terpaksa menyebut, juga mereka menyebut Cui-siauw-sianli. Setelah mendengar betapa seorang yang menyebutnya Satan Suling dibunuh, semua bibir menyebut wanita aneh itu Dewi Suling
! Menjelang tengah malam, sebagian besar para tamu sudah mulai mabok dan permain musik yang juga tidak sedikit minum arak, kini mainkan musik makin ramai penuh gairah. Suara suling mengalun merdu diseling suara yang-kim dan gitar, saling susul dalam paduan suara yang harmonis.
Tiba-tiba terdengar suara melengking yang merdu, juga tinggi mengalahkan paduan suara itu.
Suara melengking tinggi itu terdengar jelas seperti suara suling tetapi bukan keluar dari suara pemain 97
musik. Suara melengking tinggi ini datangnya dari atas!"
"Dewi Suling........ !!!"
Entah siapa orangnya yang berteriak menyebut nama itu. Agaknya ia tadi terpengaruh oleh percakapan mengenai tokoh itu, maka begitu mendengar lengking ini tanpa disadarinya ia menyebut nama Dewi Suling.
Akan tetapi akibatnya luar biasa sekali.
Para tamu menjadi pucat mukanya dan ada pula satu dua orang yang menyelinap turun bersembunyi di bawah meja, semua tamu menjadi panik, ada yang cepat-cepat menyelinap keluar dari ruangan itu terus melarikan diri.
Dalam keadaan panik itu suara melengking terus terdengar tetapi kian menurun ke bawah tetapi tiba-tiba terdengar jerit mengerikan, jerit seorang wanita yang keluar dari dalam kamar pengantin menembus kegelapan malam di luar rumah.
Mendengar jeritan ini, para tamu yang sembunyi di bawah meja menggigil seluruh tubuhnya, bahkan yang terlalu penakut sampai terkencing-kencing, membasahi celananya dan lantai. Yang sudah berlari keluar terus mempercepat larinya sampai ada yang tersanduag jatuh bangun mengaduh-aduh.
Keluarga Souw tadinya juga panik, akan tetapi begitu mendengar jerit mengerikan dari kamar pengantin, hartawan Souw menjadi gelisah sekali.
98 Teringat nasib puterinya, ia memberanikan diri serta mengajak beberapa orang pengawal, lalu menggedor pibtu kamar pangantin. Kamar ini semenjak tadi menjadi bahan senda gurau para tamu muda setiap kali mereka memandang pintu kamar yang dicat merah, mereka tersenyum-senyum dan memandang dengan mata penuh arti.
Kini pintu itu digedor-gedor oleh Souw wangwe (hartawan Souw) yang memanggil-manggil puterinya.
Namun suara saja tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara suling melengking itu kini makin lama makin lirih dan akhirnya lenyap.
Hartawan Souw tak dapat menahan
kegelisahannya lebih lama lagi. Ia lalu menyuruh para pengawal untuk membongkar saja pintu kamar itu. Begitu daun pintu dibuka, hartawan Souw dan isterinya lari memasuki kamar pengantin yang dihias indah dan berbau harum sekali.
Tadi para tamu muda yang bersenda gurau saling bicara tentang sikap sepasang pengantin itu dengan bermacam-macam dugaan yang lucu-lucu.
Ada yang bilang betapa pengantin wanita dengan malu-malu menolak pendekatan pengantin pria, ada yang bilang pengantin wanita mengajak bergelut lebih dulu sebelum menyerah, dan masih banyak macam lagi. Sepantasnya pada saat seperti itu sepasang pengantin tentu setidaknya sedang berpelukan mesra. Akan tetapi ketika mereka memandang ke atas pemharingan tampak darah berlepotan dan tubuh pengantin wanita dengan pakaian masih lengkap rebah terlentang tak 99
bernyawa. Pengantin wanita yang cantik dan muda belia itu mati di atas ranjang pengantin, menggeletak di atas gelimangan darahnya sendiri, sedangkan pengantin pria tidak nampak bayangannya lagi di dalam kamar itu.
Jendela kamar masih tertutup rapat, akan tetapi langit-langit kamar itu robek lebar berikut gentengnya yang terbuka.
Jerit tangis terdengar memenuhi malam sunyi, tawa gembira seketika berubah menjadi tangis duka. Perayaan pestapora berubah menjadi perkabungan yang menyedihkan.
Para tamu segera pulang tanpa pamit, nama Dewi Suling dibisikkan oleh bibir dan hati penuh rasa takut.
Apakah yang sebenarnya telah terjadi di dalam kamar pengantin itu " Kedua orang muda yang baru sekali itu mengalami tidur sekamar dengan seorang lawan jenis menjadi jengah dan malu.
Ketika para sanak dan kerabat, seperti sudah menjadi kebiasaan, mengantar pengantin pria memasuki kamar pengantin sambil menggoda dengan berbagai kata-kata kemudian menutup pintu kamar pengantin, suara ketawa mereka itu masih bergema dan terdengar dari dalam kamar pengantin.
Pengantin pria, pemuda she Bhok itu semenjak kecil hanya tekun membaca kitab mempelajari sastera.
Mimpipun belum pernah berdekatan dengan seorang wanita apalagi berduaan sekamar. Kini ia 100
melangkah maju, langkah-langkah kecil dengan kedua kaki menggigil dan jantung berdebar seperti hampir pecah rasanya, pengantin wanita duduk di atas pembaringan sambil menundukkan mukanya.
Mengerlingpun ia tidak berani sungguhpun ia tahu bahwa ia kini sudah berduaan sekamar dengan calon suaminya. Ia tahu betapa suaminya seorang pemuda yang halus dan tampan sekali dan sebetulnya ia merasa bahagia di dalam hati akan menjadi isteri pemuda itu.
Akan tetapi rasa malu membuat ia tidak berani berkutik. Hanya kedua telinganya saja yang pada saat itu hidup, mendengarkan penuh perhatian ke arah suaminya bergerak. Sampai suaminya itu duduk di atas pembaringan di sebelahnya, Ia tidak berani mengerling apalagi menengok.
Mungkin ada satu jam lebih kedua orang muda remaja yang usianya baru antara enam belas sampai delapan belas tahun ini sudah duduk bersanding tak bergerak-gerak seperti dua buah arca yang amat bagus buatannya.
Siwanita duduk menunduk sampai
punggungnya melengkung dan dagunya menyentuh dada, mata setengah terpejam dan mukanya tertutup untaian mutiara yang semacam kerudung.
Yang pria, masih dalam pakaian pengantin yang indah, mukanya yang tampan itu kemerahan, sepasang pipinya yang putih halus menjadi merah karena tadi ia dipaksa minum arak pengantin oleh para handaitolan yang memberinya selamat, 101
sepasang mata yang lebar bening itu berkilauan akan tetapi mulutnya tersenyum-senyum malu.
Beberapa kali ia mengerling ke kanan, beberapa kali ia menengok, beberapa kali bibirnya bergerak-gerak hendak mengeluarkan suara, Namun. semua itu sia-sia belaka, tak dapat ia mengeluarkan suara karena setiap kali jantungnya melonjak-lonjak seperti mau meloncat keluar dari mulut melalui kerongkongannya.
Ia sudah berusaha untuk menggerakkan tangan kanan buat menyentuh jari-jari tangan halus isterinya yang berada di atas pangkuan, namun tangannya gemetaran dan hilang tenaganya.
Tiba-tiba perigantin wanita menarik napas panjang dan terdengar isak tertahan satu kali. Ia sudah lelah menanti, hampir tak kuat menahan getaran jantungnya saking tegang, namun suaminya tetap diam saja. Hal ini benar-benar menjadi godaan yang tak dapat ditahan lagi hampir ia menangts. Ingin ia menjatuhkan diri terlungkup di atas pembaringan sambil menangis tersedu-sedu.
"Moi-moi"....! Akhirnya suara yang dinanti-nantinya itu terdengar juga, suara suaminya yang menggetar-getar. Suara yang menembus dadanya, terus menyentuh jtungnya, membuat ia sesak bernapas lalu menoleh sedikit, melirik kemudian tersenyum malu-malu membuang muka lagi melihat ke bawah.
Tangan pengantin pria itu tiba tiba berada di tangan pengantin wanita, sentuhan perlahan namun merupakan sentuhan pertama yang terasa 102
sampai ke tulang sumsum membuat tangan pengantin wanita yang kecil itu menggigil seperti seekor burung kecil digenggam orang. "Kenapa tanganmu dingin sekali, moi. moi?"
"Tidak ?". Apa-apa."
Kalimat pertama ini membuka pintu
kecanggungan yang tadi memisahkan mereka tetapi tak lama kemudian, ketika dengan jari gemetar sipengantin pria membuka kerudung penutup muka pengantin wanita lalu terpesona oleh kecantikan wajah isterinya, wanita muda belia itu dengan malu-malu menahan ketawa lalu menyandarkan kepala di dada suaminya.
Dalam keadaan mesra itu, keduanya lalu saling menuturkan keadaan diri masing- masing.
Pada saat itulah mereka terkejut oleh suara lengkingan yang terdengar di atas rumah, suara yang makin lama makin nyaring dan dekat, setelah itu terdengar suara genteng terbuka bersamaan pecahnya langit-langit kamar pengantin melayang turun sesosok tubuh manusia ke dalam kamar itu lalu seperti seekor burung bayangan itu telah berdiri di atas lantai tersenyum-senyum.
Sepasang pengantin itu terkejut bukan main.
Akan tetapi hati mereka agak lega ketika melihat bahwa orang yang melayang turun dari atas ini ternyata adalah seorang wanita muda yang cantik sekali berpakaian serba marah dari sutera tipis.
Seorang wanita cantik yang tersenyum-senyum dan sama sekali tidak menakutkan.
103 Tentu saja sepasang pengantin ini belum mendengar tentang Dewi Suling yang telah menyebar maut siang tadi di rumah judi Lok-nam.
Pengantin pria yang masih merangkul pinggang isterinya, segera menegur, "Kau siapakah dan apa perlumu memasuki kamar kami seperti ini......?"
Dewi Suling tersenyum, manis sekali dan sepasang matanya menatap wajah pengantin pria terus ke bawah seperti orang menaksir serta memeriksa. Agaknya ia merasa puas dengan hasil pemeriksaannya itu, lalu tertawa sehingga bibir yang merah itu terbuka memperlihatkan rongga mulut yang lebih merah lagi di balik deretan gigi putih.
"Ah, benar.benar tampan pengantin pria !
Sayang jejaka setampan ini ditemani seorang wanita yang lemah !" Ia melangkah maju dan jari-jari tangannya mengusap dagu dan pipi si pengantin pria dengan gerakan mesra. Saking kaget dan herannya, pengantin pria itu membelalakkan mata tak mampu mengeluarkan suara dan mukanya yang putih menjadi amat merah.
Akan tetapi pengantin wanita yang melihat bahwa pengunjungnya, itupun hanya seorang wanita sudah dapat menguasai kekagetannya dan membentak.
"Dari mana datangnya perempuan rendah dan gila ini " Hayo pergi.......!"
Akan tetapt kata-katanya ini segera disusul jeritannya yang mengerikan karena Dewi Suling 104
sudah menggerakkan tangan kiri dengan jari-jari terbuka menusuk ke depan dan ........ jari-jari yang kecil halus itu bagaikan ujung lima batang pedang yang telah amblas memasuki ulu hati si pengantin wanita, menembus pakaian kulit dan daging.
Si pengantin wanita roboh di atas pembaringan dan darah mengucur keluar dari dadanya. Di lain saat pengantin pria yang hendak bergerak tiba-tiba menjadi lemas dan tak dapat bergerak ketika tubuhnya direnggut kemudian dipanggul di atas pundak. Dewi Saling sekali meloncat sudah malayang naik dan ke luar melalui langit-langit kamar yang sudah bobol itu.
Tak lama kemudian pemuda belia she Bhok yang tadi masih jadi pengantin, kini telah menjadi seorang tawanan yang dibiwa berlari-lari cepat sekali dalam malam gelap.
Malam itu pemuda remaja she Bhok memang masih jadi pengantin pria, akan tetapi ia bukan berpengantin dengan isterinya di dalam kamar pengantin melainkan berpengantinan dengan Dewi Suling seorang wanita yang penuh nafsu dan pengalaman dan bertempat di pinggir sebuah sungai kecil dalam hutan di luar kola Ho-pak.
Bukan di ranjang pengantin yang berhiasan sutera berwarna, melainkan di atas tanah bertilamkan rumpnt hijau tebal dihias bunga yang tumbuh di sekitar tempat itu.
Muda belia she Bhok ini bukanlah seorang mata keranjang. bukan pula seorang hamba nafsu dan betapa cantik menggairahkan sekali pun Dewi Suling itu, ia tidak akan tunduk dan menuruti 105


Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hasrat kotor dari hina si iblis betina, kalau saja ia tidak dipaksa menelan dua butir obat yang membuat pemuda she Bhok menjadi seperti mabok dan gila karena pengaruh obat itu, dia berubah menjadi seperti setan kelaparan dan melayani hasrat Dewi Suling dengan nafsu yang sama besarnya.
Akan tetapi pada keesokan harinya, menjelang siang pengantin pria she Bhok ini sudah terkapar mati di tepi sungai dengan tubuh utuh, tanpa pakaian, sama sekali tidak tertuka dan mukanya pucat tak berdarah lagi itu membayangkan kepuasan dengan mulut tersenyum. Akan tetapi dari semua lubang di tubuh menetes-netes keluar darah!
Siapakah wanita sekeji iblis yang disebut Dewi Suling itu" Dia ini bernama Ma Ji Nio dan orang-orang kang-ouw yang membenci sepak terjangnya memberi jutukan Cui-siauw-kwi Setan Peniup Suling) sedangkan orang-orang yang takut menyebut Cui-siauw Sianli (Dewi Peniup Suting).
# MAAF JILID III ENGGA KEBACA TEKS DJVU-NYA
JILID IV AKAN tetapi, demikian pesan gurunya. Ia harus berhati hati betul kalau bertemu dengan seorang kakek aneh yang bernama Han It Kong berjuluk Sin kong ciang.
106 "Kalau bertemu orang ini," demikian papar gurunya, "jangan kau sembaragan turun tangan.
Dia ini musuh besarku, tetapi ilmu silatnya hebat bukan main. Kau bukan tandingannya muridku.
Kalau kau tahu di mana Han It Kong itu berada, lekas beritahukan padaku dan kita lalu bersama sama mengerubuti. Dengan cara ini kita bisa berharap mampu mengalahkan serta
membunuhnya."
Dan tidak diduga duganya ia lelah bertemu dengan dua orang murid Hap Tojin. Betul saja, dengan ilmu silatnya ia dapat mengatasi kedua orang itu. Tetapi bayangan putih itu, siapakah dia"
Kepandaiannya seperti setan.
Dewi Suling telah melupakan bayangan putih itu yang betul betul ditakutinya ketika tiga hari kemudian ia tiba di kota Ang keng. Kota ini amat besar serta ramai sebab letaknya di tepi lembab Sungai Yang ce. Ramai didatangi kaum pedagang karena sungai besar ini merupakan alat penghubung air yang lancar serta murah.
Begitu memasuki kota ini, empat orang tinggi besar telah menyambutnya di pintu gerbang serta terus langsung menuju ke pelabuhan di mana terdapat sebuah perahu bercat Hitam yang besar.
Mereka memasuki perahu ini dan duduk mengelilingi meja.
Empat orang ini adalah pembantu pembantu Dewi Suling yang berhasil membawa lari seribu tail emas dari kota Hopak tiga hari yang lalu. Peti hitam berisi emas itu dapat mereka selamatkan 107
sampai ke An keng dan kini mereka simpan dalam perahu.
Mereka ini bukanlah orang orang biasa karena sebelum menjadi kaki tangan Hek siauw Kui bo guru Dewi Suling, mereka dahulu terkenal sebagai bajak sungai Yang ce Su go (Empat Buaya Sungai Yang ce). Beberapa tahun yang lalu, mereka kesalahan tangan membajak Dewi Suling dan gurunya.
Tentu saja dengan mudah mereka ditundukkan dan semenjak itu mereka berempat menjadi kaki tengan Dewi Suling dan gurunya yang bersembunyi di dalam bukit bukit guha guha sepanjang Sungai Yang ce, tak jauh di sebelah timur An keng.
"Nona, mengapa agak lambat sehingga kami berempat merasa bimbang dan tak enak kami menanti di sini?" Tanya seorang diantara Yang ce Su go yaug paling tua, bernama Song Kai.
Dewi Suling tersenyum dan memainkan kerling matanya. Empat orang tinggi besar itu adalah orang orang kasar berusia empat puluh tahun lebih dan sudah banyak mereka mempermainkan wanita.
Akan tetapi menghadapi Dewi Suling mereka berempat ini merasa kagum dan tergila gila tentu saja hanya di dalam hati karena mereka sama sekali tidak berani bersikap kurang ajar. Setiap kali Dewi Suling tersenyun manis dan mengerling genit seperti itu, hati mereka seperti dikutik kutik dan mereka hanya memandang dan menelan ludah. Sebagai seorang wanita yang hampir setiap malam mempermainkan pria, tentu saja Dewi 108
Suling maklum apa makna pendang mata mereka itu. Akan tetapi mereka itu orang orang kesar dan buruk lagi pula sudah setengah tua. Mana dia mau memperdulikan mereka"
"Paman Seng Kei, mengapa mereka tak enak hati" Apakah tidak percaya kepadaku?"
"Eh.... ah"! bukan begitu. Tidak sekali kali nona. Akan tetapi, emas ini" begini banyak sehingga kami merasa tidak aman di jalan.
Bagaimana kalau ada yang mengetahui nya" Tentu akan banyak gangguan dan keributan."
"Hemm ! Kalau ada yang tahu, katakan ini milik Dewi Suling. Siapa berani ganggu?"
Song Kai menundukkan mukanya "Nona benar, hanya kami ingin lekas lekas membawa emas ini ke istana air sehingga selesailah tugas kami."
Dewi Suling melirik kearah peti hitam di sudut ruangan perahu. "Kenapa kalian menantiku"
Kenapa tidak langsung saja membawa emas itu ke sana?"
"Kami menanti nona, karena dari pada nona susah susah mencari perahu dan berlayar sendiri"."
"Sudahlah, sekarang kalian lekas pergi, bawa emas itu pulang dan serahkan kepada guruku dan stttt....... !" Tiba tiba Dewi Suling memberi tanda dengan telunjuk di depan mulut karena mendadak perahu besar itu agak bergoyang sedikit. Dengan cepat ia melompat keluar dari pintu ruangan perahu. Tidak ada apa apa di luar kamar perahu hanya jauh di seberang ia melihat bayangan 109
berkelebat lenyap menyelinap diantara perahu perahu lain. Seketika muka Dewi Suling menjadi pucat. Ketika empat orang pembantunya itu menyusul keluar dari dalam bilik ia cepat berkata,
"Lekas, lekas kalian berangkat sekarang juga ! Aku akan pergi lebih dulu!"
"Nona....... tidak ikut bersama kami" Nona hendak ke mana pula......,?"
Dewi Suling melotot. "Perlu apa kau bertanya tanya ke mana aku hendak pergi?"
"Eh" bukan apa apa, nona. Hanya menjaga kalau kalau Toanio (Nyonya Besar) menanyakan nona."
"Tak usah cerewet, pergilah dan jaga baik baik peti itu." Setelah berkata demikian, Dewi Suling meninggalkan perahu hitam dengan tergesa gesa.
Empat orang itu saling pandang dan mengangkat pundak. Seorang diantara mereka mengomel. "Mana dia mau menghargai jasa jasa kita" Yang dicarinya tentu orang orang muda yang tampan, Hemm, tak tuhu"."
"Ssttt, sam te (adik ketiga), jangan mengomel."
Song Kai menegur adiknya dan mereka berempat lalu sibuk bersiap siap, lalu berangkat berlayar menurutkan aliran sungai menuju ke timur.
Apa yang diomelkan Yang ce Su go paling muda tadi memang tidak meleset daripada kenyataan.
Terhadap empat orang pembantunya itu, biarpun ia tahu akan perasaan dan kekaguman mereka, tentu Dewi Suling sama sekuli tidak mau perduli.
Yang dibutuhkan hanya pria pria muda belia yang 110
tampan, bukan laki laki setengah tua dan kasar seperti bekas empat orang bajak sungai itu !
Setelah keluar dari perahu, Dewi Suling lalu memasuki kota, berkeliling sambil memasang mata. Sudah tiga hari tiga malam ia tak pernah ditemani seorang pria tampan.
Kota An keng yang besar itu tidak kurang pria pria tampan, tinggal memilih saja. Setelah berputar putar setengah harian sudah ada sepuluh orang pemuda jang diam diam dipilihnya. Malam ini ia akan mulai dengan seorang pemuda putera pemilik toko obat di sebelah barat jalan simpang empat.
Ia adalah seorang pemuda berusia tujuh belas tahun, bermata lebar serta muka bundar putih bibirnya berwarna merah tanda berbadan sehat sekali, ia akan besenang senang dengan kesepuluh pemuda pilihannya itu, lalu setelah puas, barulah ia menyusul empat orang pembantunya dan juga menemui gurunya. Tempat untuk bersenang senang itu sudah dipilihnya yaitu sebuah Kuil yang hanya dihuni oleh lima orang nikouw (pendeta wanita).
Setelah hari berganti malam, sebelum menemui putera pemilik toko obat, lebih dahulu Dewi Suling hendak mempersiapkan tempatnya, maka ia terus mendatangi kuil itu. Lima orang nikouw yang mengira bahwa tamu ini adalah seorang gadis yang akan bersembahyang, menyambutnya dengan ramah serta penuh rasa sayang.
"Omitohud". malam malam begini siocia (nona) mau sembahyang" Ah, tentu banyak kesusahan yang siocia dertia....."
111 Nikouw kepala yang sudah tua itu tiba tiba berdiam diri serta terkejut sewaktu tamu wanita itu yang dikiranya mau bersembahyang menolong berkah dari Sang Buddha itu tiba tiba membentak.
"Siapa mau sembahyang" Aku akan memakai kuil kalian ini selama lima sampai sepuluh hari!
Aku membutuhkan kamar yang terbesar serta terbaik, dan nanti kubayar mahal Tetapi asalkan tak ada seorangpun yang boleh tahu bahwa kami berada di tempat ini !"
Nikouw tua itu membelalakkan matanya, merasa amat heran. Akan tetapi iu masih menjura serta berkata ramah.
"Nona, pinni (aku) berlima akan merasa gembira sekali kalau dapat menolongmu. Kalau nona membutuhkan tempat beristirahat, kami persilakan memakai tempat kami. Tapi kenapa bicara soal pembayaran" Pinni berlima tidak mau menerima uang sewa, pakai sajalah kamar kami, boleh nona pilih."
"Dan kalian bersumpah tidak akan bicara kepada orang lain bahwa aku berada d sini?"
"Kalau nona berpesan begitu, tentu saja pinni berlima tidak akan berkata kepada siapapun juga mengenai diri nona."
"Baik, kalau begitu sebentar aku kembali lagi bersama.....eh, bersama ...... suamiku."
Lima orang nikoaw itu serentak mengeluarkan seruan kaget dan muka mereka pucat.
"Omitohud.....!" Nikouw tertua mengeluh.
112 "Hal itu sama sekali tidak bisa ......! Nona tentu mengerti sendiri, kuil ini adalah tempat para pendeta wanita. Seorang laki laki tidak diperkenakan, apalagi bermalam di ini!"
Tiba tiba kalima orang nikouw itu
mengeluarkan jeritan tertahan ketika berkelebat sinar merah dan tahu tahu tubuh mereka telan menjadi kaku di tempat mereka masing masing tadi berdiri, sama sekali tak dapat digerakkan lagi.
Dan wanita cantik berpakaian merah itu kini telah mencekal sebatang suling warna merah pula yang tadi dengan kecepatan kilat telah menyambar dan menotok jalan darah mereka berlima
"Kalian mau membantah lagi ?" Dewi Suling bertanya, dengan tersenyum dingin mengejek.
Nikouw yang telah tua itu bersama keempat temannya terkejut tetapi karena mereka masih bisa bicara, maka mereka hanya bisa membaca doa saja. Kini nikouw tua itu berkata. "Sebetulnya tidak boleh..... akan tetapi pinni berlima mengenal Cui siauw Sian li...... pinni tak berdaya, terserah nona..."
Lalu sinar merah berkelebat pula dan kini kelima nikouw itu sudah terbebas dari totokan.
"Nah, kau telah mengenalku itu bagus. Aku tidak mau membunuh nikouw nikouw, juga tidak mau merampok kuil butut ini. Aku cuma mau beristirahat satu dua pekan di sini tanpa godaan.
Kalian boleh berkerja seperti biasa lalu melayani aku dan" suamiku, tetapi ngat jangan sampai seorangpun tahu aka berada di sini, mengerti?"
113 Lima orang nikouw itu mengangguk angguk dengan muka pucat serta kedua tangan terangkap di depan dada mereka.
"Omitohud" semoga dosa kami diampuni."
Nikouw tua itu berdoa dengan penuh kedukaan.
Nama Dewi Suling sudah terkenal di kota An keng bahkan telah menerobos dinding kuil serta terdengar oleh para nikouw ini. Sebab mereka sudah tahu akan halnya sepak terjang iblis betina itu, maka kini para nikouw itu telah tahu pula bahwa kuil ini mau dijadikan tempat penyembelihan bagi pemuda pemuda tampan.
Tentu saja mereka merasa ngeri sekali serta ketakutan sebab mereka maklum bahwa sekali saja mereka cerita di luaran, jiwa mereka pasti melayang !
==oo00oo== Perahu hitam besar itu berlayar cepat di sepanjang Sungai Yang ce kiang. Empat orang bekas kepala bajak Yang ce Su go (Empat Buaya Sungai Yang ce) duduk di dalam perahu, membiarkan anak buah mereka yang mengurus pelayanan perahu, sambil bercakap cakap dan makan minum serta membicarakan keadaan Dewi Suling dengan wajah bersungut sungut.
Mereka itu tidak tahu dan tidak menduga sama sekali bahwa tak jauh dari mereka, sebuah perahu kecil didayung seorang pemuda mengikuti perahu besar mereka.
114 Biarpun hanya satu orang yang mendayung, namun perahu kecil ini meluncur cepat sekali, tidak pernah ketinggalan oleh perahu hitam besar yang berlayar cepat.
Pemuda ini bertubuh tinggi besar, berwajah tampan sekali dengan bentuk muka bundar, sepasang matanya bersinar tajam, namun tarikan mulut dan bentuk matanya membayangkan penderitaan hidup yang membuat wajahnya tidak bergembira. Tersalip di pingang, tertutup jubahnya tampak menyembul gagang pedang, dan menggeletak didekatnya dalam perahu terdapat sebatang tongkat rotan sebesar ibu jari kaki sepanjang satu meter.
Pemuda ini pakaiannya serba putih, kepalanya memakai topi bambu lebar sehingga mukanya selalu tertutup sebagian.
Siapakah dia ini" Pemuda inilah yang merupakan bayangan putih, yang beberapa kali muncul secara diam diam dan yang telah membikin serem dan takut dari Dewi Suling yang biasanya tak megenal takut itu. Dan pemuda ini bukan lain adalah Yu Lee!
Seperti telah kita ketahui, Yu Lee merupakan satu satunya anggauta keluarga Dewa Pedang Yu atau Ye Tiang Sin yang terbasmi habis oleh musuh besarnya, Hek siauw Kui bo si iblis betina yang amat kejam dan ganas. Telah diceritakan di bagian depan Yu Lee dibawa oleh kakek sakti Han It Kong dan diambi sebagai muridnya.
Lima belas tahun lamanya semenjak ia berusia delapan tahun ia digembleng oleh kakek yang 115
berjuluk Sin kong ciang ( Tiga Sinar Sakti), dan karena anak ini memang keturunan pendekar dan bertulang baik berdarah bersih bakatnya luar biasa sekali sehingga setelah berlatih siang malam selama belasan tahun, ia telah mewarisi semua ilmu kesaktian gurunya, bahkan telah berhasil pula menguasai dari ilmu simpanan gurunya yang membuat nama kakek ini menjulang tinggi diantara nama tokoh tokoh dunia persilatan yaitu ilmu pukulan Sin kong ciang hoat (Ilmu Pukulan Sinar Sakti ) dan ilmu tongkat Ta kui tung (Ilmu Tongkat Pemukul Setan ).
"Dengan Sin kong ciang kau tak perlu gentar menghadapi lawan betangan kosong yang bagaimanapun juga, muridku. Juga dengan Ta kui tung hoat setiap potong ramting kayu dapat kau pergunakan menghadapi senjata lawan yang bagaimanapun juga. Akan tetapi karena kau adalah cucu tunggal Dewa Pedang Yu Tiang Sin, sudah sepatutnya kalau kau dapat bermain pedang untuk menjunjung nama baik kakekmu. Pedangku ini sudah tua dan berkarat kau pakailah dan kau harus dapat melatih diri, menyesuaikan pedang dengan Ta kui tung haot. Terserah kepadamu dan tergantung dari pada ketekunan serta bakatmu apakah kau akan berhasil ataukah tidak"
Demikian kata kakek sakti itu.
Yu Lee adalah orang yang semenjak kecil sudah memiliki kekerasan hati yang luar biasa berkerasnya, sehingga apa yang ada dihati nya, ia akan berusaha dengan
. 116 Mendengar kata gurunya ini ia lalu dan sehingga akhirnya ia berhasil
menciptakan ilmu tongkat Ta kui Tung hoat.
Lima belas tahun telah lewat dan kini Han It Kong telah berusia seratus tahun lebih ! Ia sudah tua tetapi masih sehat dan masih kuat belum pikun, namun hatinya sudah tawar terhadup urusan dunia.
Karera ia maklum bahwa muridnya harus pergi mencari Hek siauw Kui bo, bukan hanya menuntut balas atas kematian seluruh keluarga, tapi terutama sekali untuk membasmi Iblis ganas itu agar tidak melakukan kejahatan lagi di dunia, maka pada hari itu ia memanggil muridnya.
Yu Lee yang dapat melihat sikap gurunya bersungguh sunnguh tidak seperti biasa, lalu berlutut di depan suhunya, siap mendengar hal hal yang paling
tidak menyenangkan. "Yu Lee muridku, kini sudah tiba saatnya kau pergi meninggalkan aku. Kau harus turun gunung dan melaksanakan tugasmu" Tak
perlu lagi 117 kujelaskan karena sudah sering kau mendengar tentang tugas seorang manusia hidup harus berusaha dan mengrjakan sesuatu demi kebaikan sesama hidup berdasarkan kebenaran. Dan sesuatu yang dikerjakan itu harus sesuai dengan kepandaian. Seorang petani takkan dapat mengemudikan perahu dengan baik dan perahu itu akan tenggelam, sebalik nya seorang nelayan takkan dapat mengayunkan cangkul dengan baik dan sawah ladang tak mendapatkan tanaman subur. Engkau sejak kecil tekun belajar ilmu silat maka sudah menjadi kewajibanmu untuk menyesuaikan kepandaianmu guna kebaikan masyarakat. Engkau harus selalu mempergunakan kepandaianmu untuk menentang si jahat dan melindungi si lemah. Tentang Hek siauw Kui bo, engkau engkau sudah cukup mengerti bagaimana harus menghadapinya. Ingat yang membasmi keluargamu hanya Hek siauw Kui bo seorang kalau dia punya murid atau kawan kawan mereka tidak ikut ikut dan kau tidak boleh turun tangan membunuh secara serampangan saja.
Kewajibanmu menentang kejahatan, bukan membunuh orang seperti algojo ! Mengertikah"!"
"Teecu mengerti, dan bersumpah akan mentaati semua pesan suhu."
"Nah, baiklah kalau begitu. Kau pergilah, dan aku melarangmu naik ke puncak ini mencariku lagi karena aku tidak mau lagi bertemu dengan manusia."
118 "Tapi, suhu......!" Y u Lee memprotes dan tanpa disengaja kedua matanya mengucurkan air mata yang menitik nitik turun melalui kedua pipinya.
Han It Kong yang duduk bersila di atas batu itu jadi menarik napas panjang dan memejamkan matanya. "Aaahhh kau masih saja cengeng tak pernah lenyap sejak kecil. Yu Lee, kehalusan perasaanmu yang membuat mu cengeng inilah agaknya yang kelak akan mengombang ambingkan engkau antara suka dan duka. Baiklah, kau boleh naik ke puncak ini menghadapku pada saat engkau sudah bosan hidup, boleh kau datang ke sini. Pergilah!"
Yu Lee masih bercucuran air mata ketika ia berlutut dan mengangguk anggukkan kepala sampai delapan kali di depan kaki gurunya.
Kemudian sambil menyusuti air matanya, pemuda ini meninggalkan guha di puncak Tapie san di mana ia hidup selama lima belas tahun itu.
Tangan kanannya memegang sebatang rotan yang biasa ia pakai berlatih, pedang pemberian gurunya terselip di pinggang dan buntalan pakaiannya menempel di punggung.
Pada waktu ia turun gunung dan sampai di kota Hopak, secara kebetulan sekali ia menyaksikan Dewi Suling yang dikeroyok oleh jagoan jagoan anak buah Gak Taijin.
Yu Lee tidak tahu apa yang menyebabkan gadis cantik pakaian merah itu dikeroyok banyak orang akan tetapi diam-diam ia merasa kagum akan kepandaian wanita muda itu. Juga ia merasa ngeri 119
menyaksikan sepak terjang wanita itu yang merobohkan banyak orang.
Ia dapat memperhitungkan dengan melihat jalannya pertandingan bahwa kalau pengeroyokan itu dilanjutkan akan lebih banyak lagi jatuh korban di antara para pengeroyok sungguhpun wanita itu belum tentu akan dapat menyelamatkan diri.
Karena inilah maka untuk mencegah agar jangan sampai jatuh lebih banyak korban lagi. Yu Lee lalu menggunakan tenaga sinkang di tangannya, mendorong ke arah pohon besar di dekat situ sehingga daun daun itu rontok menggelapkan gelanggang pertandingan dan karena ini maka Dewi Suling mendapat kesempatan melarikan diri bebas daripada kepungan yang ketat.
Yu Lee adalah seorang yang amat berhati hati dan selalu ia teringat akan nasihat gurunya agar ia jangan terlalu sembrono dalam segala tindakannya.
Kalau tadi ia lancang turun tangan, tidak lain maksudnya hanya untuk membubarkan
pertandingan itu, sama sekail hatinya tidak berfihak siapapun juga karena ia tidak tahu akan urusannya ! Akan tetapi setelah ia berhasil menghentikan pertandingan matanya yang tajam dapat melihat berkelebatnya dua bayangan orang muda yang diam diam membayangi gadis muda pakaian merah itu. Timbul kecurigaannya dan diam diam iapun membayangi mereka !
Dapat dibayangkan betapa kaget hati Yu Lee ketika ia menyaksikan adegan antara Dewi Suling 120
dan dua orang muda murid Hap Tojin yang gagah perkasa.
Ia merasa kecelik dan merasa menyesal sekali telah membantu wanita yang amat cabul dan jahat itu, dan berbareng ia merasa kagum sekali kepada Ouw yang Tok dan Gui Siong. Ia pernah mendengar dari suhunya bahwa sekarang amat sukar dicari orang orang yang semulut sehati membela kebenaran dan keadilan, yang benar benar berjiwa pendekar dan kesatria.
Aku tetapi kini ia benar benar menyaksikan sikap yang amat mengagumkan dari dua orang pemuda perkasa itu. Terbayanglah dalam ingatannya wajah Siauw bin mo Hap Tojin, tosu yang selalu tertawa tawa, siauw bin mo Hap Tojin adalah sahabat baik mendiang kakeknya, bahkan Siauw bin mo Hap Tojin bersama Tho tee kong Liong Losu telah membantu keluarganya ketika muncul Hek siauw Kui bo. Sungguhpun kedua orang Kakek itu akhirnya kalah namun ia tidak dapat melup?kan budi mereka yang amat besar terhadap keluarganya.
Tentu saja ia tidak dapat membiarkan Dewi Suling membunuh dua orang muda perkasa itu maka ia pun cepat turun tangan mempergunakan kerikil untuk memukul mundur Dewi Suling dan untuk membebaskan Ouw yang Tek dan Gui Siong dari pada totokan.
Ia terus membayangi Dewi Suling dari jauh dan ia melihat pula betapa Dewi Suling menghubungi Yang ce Su go. Sementara itu di kota An keng ia segera melakukan penyelidikan tantang Dewi 121
Saling. Tidak mudah bagi pemuda ini untuk mencari keterangan perihal Dewi S?ling karena semua orang takut belaka untuk menyebut nama ini. Akan tetapi akhirnya ada pula yang bercerita kepadanya. Bukan main kaget hanya mendengar berita tentang diri Dewi Suling yang cabul dan jahat, pembunuh pemuda pemuda tampan yang telah dipermainkannya.
Lebih kaget lagi dan juga girang hatinya ketika mendengar gadis cabul itu adalah murid dari Hek siauw K?i bo!
Karena tidak seorangpun dapat menerangkan di mana adanya Hek siauw Kui bo, maka Yu Lee lalu mengambil keputusan untuk membayangi pelayanan, Yang ce Su go, pembantu pembantu Dewi Suling yang pergi membawa peti hitam berisi uang kemenangan berjudi di Hopak. Ia tak memperdulikan lagi Dewi Suling karena bukan gadis cabul itulah yang dicarinya.
Ia hanya akan mencari Hek siuw Kui ho, musuh besar, iblis betina yang telah membunuh sekeluarganya secara keji sekali.
Teringat akan peristiwa lima belas tahun yang lalu. Yu Lee menangis tersedu sedu di atas perahunya ketika malam hari itu ia mengikuti pelayaran perahu besar hitam yang di tumpangi oleh Yang ce Su go dan anak buahnya.
Merjelang pagi, ketika cahaya matahari yang kemerahan telah muncul mendahului sang surya, menerangi udara di sebelah timur, perahu hitam itu berhenti di tepi sungai sebelah kanan. Tempat itu adalah sebuah hutan yang tanahnya amat 122
subur. Dari jauh saja sudah tampak gerombolan pohon pohon raksasa memenuhi lembah sungai, dan tampak pula pohon pohon kembang beraneka warna. Sungai di bagian ini amat lebar dan agaknya amat dalam, terbukti dari adanya pusaran air di pinggir sebelah selatan atau sebelah kanan ada banyak bunga teratai.
Di bagian ini sungai mengalir perlahan sekali hampir tidak terlihat alirannya, seperti air telaca.
Dan di antara pohon pohon raksasa itu, samar samar tampak tembok genteng sebuah bangunan besar dan indah seperti istana!
Bangunan itulah yang disebut Istana Air, sebuah bangunan besar mewah semacam istana.
Di tempat inilah selama belasan tahun Hek siauw Kui bo mengundurkan diri lalu mendidik Cui siauw Sian li Ma Ji Nio dengan ilmu ilmu silat yang tinggi.
Agaknya karena cita citanya di waktu muda untuk menjadi seorang berpengaruh serta berkedudukan tinggi disamping suami pangeran tidak tercapai, kini Hek siauw Kui bo ingin bermimpi menjadi "ratu" di dalam istana itu, dilayani oleh banyak pelayan wanita wanita cantik dan pemuda pemuda tampan.
Bagi seorang berilmu tinggi seperti Hek siauw Kui bo, bukanlah hal yang sulit untuk membiayai semua kehidupan royal ini, karena dengan kepandaiannya itu mudah baginya untuk mengangkuti harta benda orang orang kaya Sebagai pencuri atau merampok barang kiriman.
123 Tidak ada perbuatan maksiat yang diharamkan oleh iblis betina ini.
Yu Lee yang membayangi perahu hitam dari jauh melihat betapa perahu hitam itu berhenti di tepi sungai sebelah selatan, iapun cepat minggirkan perahu kecilnya, kemudian meloncat ke darat dan mengikat perahu kecil pada sebatang pohon di tepi sungai itu sudah melihat samar samar bangunan besar indah di tengah hutan di tepi sungai itu, dan dapat menduga bahwa musuh besar yang membasmi keluarganya tentu berada di tempat itu. Dengan cepat namun hati hati ia lalu menyelinap di antara pohon pohon menghampiri Istana Air.
Gerakan pemuda ini amat cepat sehingga andaikata ada orang melihatnya pada saat itu yang tampak hanya berkelebat bayang bayang putih saja.
Apalagi pada saat itu matahari belum menampakkan diri, baru cahaya kemerahan sebagai utusan atau pelapor sang raja siang, sehingga keadaan di dalam hutan yang terlindung daun daun lebat itu masih gelap.
Sementara itu keempat Yang ce Su go tudeh mendarat dan mengangkut peti hitam terisi emas masuk ke dalam gedung istana. Para penjaga pintu depan dan tengah yang sudah mengenal baik empat orang kepala bajak ini, memberi hormat dan mempersilakan mereka masuk.
"Toanio masih tidur silakan cuwi menanti di ruang tengah," kata pelayan kepala, seorang laki laki tua berjenggot putih. Empat orang kepala 124
bajak itu mengenal pula kepada pelayan ini yang bukan orang sembarangan, melainkan seorang bekas tokoh kang ouw yang berilmu tinggi dan dipercaya menjadi pelayan kepala oleh Hek siauw Kui bo.
Mereka mengucapkan terima kasih lalu menanti di ruang tamu dimana keadaannya amat meyenangkan ruangannya lebar, terdapat bangku bangku bertilam kasur, terhias lukisan lukisan indah dan bau kembang semerbak harum memasuki ruangan itu dari jendela jendela besar berhentuk bulan purnama.
Setelah menanti agak lama dan cukup beristirahat di ruang tamu itu, akhirnya Yang ce Su go bangkit dan cepat cepat duduk dengan sopan ketika didengar pelayan kepala memberitahu bahwa Toanio (nyonya besar) sudah siap menerima mereka. Dua diantara mereka menggotong peti hitam dan yang dua orang lagi berjalan di belakang mereka, lalu berempat memasuki ruangan dalam.
Seorang wanita berpakaian serba hitam duduk di ruangan dalam yang keadaannya lebih mewah daripada ruangan tamu. Kursi yang diduduki wanita itu terbuat daripada perak sehingga pakaiannya yang terbuat dari sutera hitam itu kelihatan menyolok sekali. Wanita ini sukar ditaksir usianya.
Rambutnya sudah berwarna dua, namun di gelung rapih dan bagus, berkilat karena minyak.
Wajahnya tidak setua rambutnya, masih kemerahan dan halus kulitnya, dan amat cantik.
Matanya tajam dan bengis, hidungnya mancung 125
dan mulutnya membayangkan pengabdi nafsu birahi. Pakaian sutera itu tipis sekali, membayangkan bentuk tubuh yang masih padat berisi.
Kalau orang mengerti bahwa Hek siauw Kui bo ini sudah berusia enam puluh tahun, tentu ia akan terheran heran karena wanita yang menurut usianya sudah harus nenek nenek ini masih memiliki daya tarik dan daya rangsang yang cukup kuat untuk merobohkan hati seorang pria muda !
Yang ce Su go serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan wanita itu. Seorang diantara mereka yang tertua berkata, "Kami empat saudara Song memenuhi perintah Ma siocia (nona Ma) untuk mengantarkan emas ini dan
menghaturkannya kepada Toanio." Setelah berkata demikian, Song Kai, orang tertua dari Yang ce Su go lalu membuka peti hitam. Tampaklah uang emas berkilauan tertimpa sinar lampu yang menerangi ruangan itu.
Melihat peti hitam yang berisi penuh uang emas itu, bibir Hek siauw Kui bo terbuka sedikit tersenyum dan tampillah giginya yang putih dan masih utuh, berderet rata. Benar benar mengherankan sekali keadaan jasmani wanita ini, sudah tua masih cantik dan gigi mata telinganya masih dalam keadaan baik dan kuat.
"Eh darimana Ji Nio bisa mendapatkan semua ini" Tentu tidak kurang dari seribu tail ......"
"Tepat seribu tail tidak kurang sedikitpun, Toanio." kata Song Kai yang lalu menceritakan kemenangan Ma Ji Nio atau Dewi Suling dalam 126
perjudian di Hopak melawan. It gan Hek houw, kemudian betapa Dewi Suling dikeroyok dan selain berhasil menewaskan It gan Hek houw dan banyak orang, juga berhasil lolos.
"Ma Siocia sudah menyusul kami di An keng akan tetapi menyuruh kami menghadap Toanio lebih dulu membawa peti ini, sedangkan siocia sendiri katanya hendak berpesiar di An Keng beberapa hari."
Kembali Hek siauw Kui bo tertawa, "Ah, muridku itu benar benar terlalu berani dan gegabah. Untung ia tidak mengalami cedera dalam keributan itu dan hasilnya lumayan. Dan ia terlalu mengejar kesenangan?" ia berhenti sebentar kemudian menarik napas panjang dan menyambung, ?"ah, begitulah kalau masih muda.......!"
Ia termenung dan teringat akan masa mudanya.
Seperti juga muridnya, ia selalu menuruti dorongan nafsunya, tiada yang menghalangi tiada yang merintangi, berenang dalam lautan kesenangan. Sekarang ia masih tak dapat menghentikan kesenangan yang sudah mencandu di darah dagingnya, namun semangatnya sudah berkurang tidak sepenuh di masa mudanya.
Kembali ia menarik napas panjang dan diam diam ia mengiri kepada muridnya yang muda dan cantik sehingga tidak sukar mendapatkan pria pria tampan dan gagah yang akan datang dengan sukarela dan cintakasih. Diapun dapat menaklukan pria muda yang bagaimanapun, 127
namun untuk mendapatkan cintakasih mereka tidak akan semudah ketika ia masih muda dahulu.
"He, Cun Sam".! Cun Sam....... !!"
Wanita itu bertepuk tangan dan memanggil pelayan kepala.
Muncullah pelayan kepala yang jenggotnya panjang putih itu. Agak janggal dan aneh melihat wanita yang masih cantik dan mada itu memanggil seorang kakek berjenggot panjang putih seperti itu.
Akan tetapi sesungguhnya Hek siauw Kui bo tidaklah lebih muda dari pada pelayan kepala itu.
Dia ini bernama Ngo Cun Sam, seorang ahli ilmu silat dan gulat dari barat. Di masa mudanya Ngo Cun Sam ini adalah seorang yang tampan dan gagah juga, maka pernah ia mendapat kehormatan dipilih oleh Hek siauw Kui bo sebagai kekasih untuk beberapa malam. Dan agaknya mengingat akan hubungan yang pernah ada ini, juga mengingat bahwa ilmu kepandaian Ngo Cun Sam boleh diandalkan maka ketika Hek siauw Kui bo menjadi "ratu" di Istana Air, ia memanggil bekas kekasih ini untuk menjadi pelayan kepala merangkap pengawal pribadi.
"Cun Sam, kau bawa dan simpan peti hitam ini ke dalam kamar !" kata pula Hek siauw Kui bo.
Ngo Cun Sam mengangguk dan melangkah lebar menghampiri peti hitam, kemudian sekali kakinya bergerak, peti hitam itu sudah mencelat ke atas dan tangan kirinya menerima peti itu dengan telapak tangan di atas, menyangga dengan sikap ringan sekali.
128 Diam diam keempat Yang ce Su go kagum bukan main. Memang setiap orang diantara mereka berempat akan sanggup mengangkat peti hitam itu akan tetapi tidak secara yang dilakukan Ngo Cun Sam. Jelas bahwa lweekang yang dimiliki Ngo Cun Sam jauh lebih kuat daripada mereka.
Pada saat Ngo Cun Sam hendak melangkah keluar dari ruangaa itu, tiba tiba berkelebat bayangan putih telah berdiri di ambang pintu sikapnya keren dan gagah. Sepasang matanya menatap wajah Hek siauw Kui bo dengsn sinar berapi.
"Hek siauw Kui bo ! Masih ingatkah engkau kepadaku?" Suara pemuda yang bukan lain orang adalah Yu Lee itu halus dan tergetar penuh keharuan melihat musuh besarnya ternyata masih hidup dan saat pembalasan yang diidam idamkan selama lima belas tahun itu sudah berada di depan mata.
Ngo Cun Sam dan Yang ce Su go terkejut dan marah sekali menganggap betapa sikap pemuda ini kurang ajar dan tidak hormat kepada junjungan mereka.
Akan tetapi Hek siauw Kui bo scendiri tidak menjadi marah, melainkan tersenyum dan wajahnya menjadi makin muda kalau ia tersenyum lebar seperti itu. Sinar matanya lembut dan keningnya berkerut ketika ia mengingat ingat.
Sebagai seorang tokoh besar yang sudah banyak pengalaman dan berpandangan tajam, Hek siauw Kui bo dapat mengenal orang pandai.
129 Pemuda tampan ini biarpun masih muda, namun memiliki sinar mata yang tajam, dan sikap yang begitu tenang seperti air telaga dalam.
Pemuda macam ini bukanlah pemuda
sembarangan. "Orang muda, terlalu banyak pemuda tampan dan orang gagah yang kukenal dalam hidupku, maka maafkan kalau aku lupa lagi siapa engkau ini?"
Yu Lee tersenyum pahit, "Jawabanmu tepat sekali dengan dugananku. Hek siauw Kui bo.
Belasan tahun lewat dan kau tidak berubah !
Hanya rambutmu yang sudah berubah putih akan tetapi hatimu makin hitam iblis betina, kau rabalah tengkukmu dan engkau akan teringat kepadaku."
"Jahanam muda, lancang mulutmu !" Bentakan ini keluar dari mulut Ngo Cun Sam yang sudah tak dapat menahan kemarahannya lagi. Hek siauw Kui bo adalah bekas kekasih nya yang masih dicintainya, juga majikan dan junjungannya yang dihormati dan dikagumi kepandaiannya. Sekarang bocah ini datang datang mengeluarkan ucapan dan makian yang sangat menghina ! Setelah mengeluarkan bentakkan itu, peti hitam yang masih tersimpan di tangan kirinya, ia lontarkan dengan tenaga sekuatnya ke arah tubuh Yu Lee!
"Wuuuutttt !!" Peti hitam itu meluncur cepat ke arah kepala Yu Lee. Isi peti itu beratnya seratus dua puluh lima kati ditambah berat peti itu sendiri tentu tidak kurang dari seratus lima puluh kati.
Kini dilontarkan dengan seorang ahli lweekeh 130
seperti Ngo Cun Sam, benar benar merupakan serangan dahsyat dan berbahaya. Dinding bata sekalipun akan ambruk dihantam lontaran peti ini, apalagi kepala dan tubuh manusia biasa !
Yu Lee juga maklum akan bahayanya serangan ini namun dengan amat tenang ia menggerakkan tongkat rotan di tangan kanannya, menyambut datangnya peti yang sudah menjadi bayangan hitam menyambarnya itu.
Begitu ujung rotan menyentuh tengah peti, ia mengerahkan ginkang dengan tiba tiba menyentakkan tongkatnya berjungkir ke atas dan
..... peti hitam itu terbawa melayang ke atas dan kini berputaran cepat di atas ujung rotan ! Rotan yang hanya sebesar ibu jari kaki itu membal membal seperti mau patah, namun ternyata tidak patah dan gerakan pergelangan tangau Yu Lee itulah yang penuh tenaga sinkang menyebabkan peti itu seperti permainan seorang akrobat.
Kemudian ia berseru halus.
"Terimalah kembali !" Ia menggerakkan tangan dan peti hitam itu melayang ke arah Ngo Cun Sam dalam keadaan masih berputaran ! "Cun Sam jangan terima .... ! Hek siauw Kui bo berseru kaget karena maklum akan bahayanya menerima lontaran peti hitam yang berputar seperti itu.
Namun terlambat karena dalam kemarahannya Ngo Cun Sam kurang perhitungan dan sambil mengarahkan lweekang, ia menyambut peti hitam yang melayang ke arahnya itu. Begitu peti berada dikedua tangannya ia kaget sekali karena tubuhnya ikut terseret berputaran ! Ia tentu bisa 131
roboh dan terancam bahaya tertimpa peti. Tetapi untung baginya sewaktu ia berputaran tubuhnya lewat di dekat Yang ce Su go. Melihat tubuh pelayan kepala itu berputaran, Song Kai serta Song Leng pun maju menahan dengan memegangi lengan Ngo cun Sim dari kanan kiri. Akibatnya, tubuh tiga orang itu terhuyung dan hampir roboh, tetapi tenaga putaran yang tadi menyeret tubuh Ngo Cun Sam bisa tertahan.
Keringat dingin mengucur di tubuh Ngo Cun Sam ketika ia menaruh peti hitam ke atas lantai.
Yang ce Su go yang tidak mau kalah dalam hal mencari muka di depan Hek siauw Kui Bo, telah mencabut golok masing masing terus meloncat maju mengurung Yu Lee.
Melihat gerakan empat orang anak buahnya ini, Hek siauw Kui bo tidak mencegah. Tadi ketika ia mendengar ucapan Yu Lee, tanpa disadari lagi tangannya meraba raba tengkuknya dan kebetulan jari jarinya itu yang berkulit halus meraba bekas luka kecil di tengkuk itu.
Mukanye seketika itu berubah pucat. Sebab luka kecil ini mengingatkan ia kepada semua peristiwa yang terjadi lima belas tahun yang lalu.
Kini teringatlah ia wajah seorang anak laki laki berusia delapan tahun yang dulu pernah merangkul leher serta menggigit tengkuknya, yaitu cucu Dewa Pedang Yu Tiang Sin ! Satu satu nya keturunan Yu Tiang Sin yang lolos dari tangan mautnya ! Anak yang ditolong oleh Sin kong ciang Han It Kong. Dan ternyata anak ini setelah menjadi seorang pemuda perkasa, datang mencarinya.
132 Mudah di duga apa kehendaknya, tentu mau membalas dendam, Hek siauw Koi bo jadi bengong, biarpun ia tidak merasa takut, namun teringat kepada Han It Kong ia merasa ngeri juga.
Itulah sebabnya mengapa Hek siauw Kui bo yang biasanya tidak suka mengandalkan bantuan anak buahnya dalam menghadapi musuh, kini membiarkan saja Yang ce Su go mewakilinya melawan pemuda itu karena mau mengukur sampai di mana ilmu silat cucu Yu Tiang Sin yang ia tahu pasti tak akan mau hidup bersama dia di atas bumi ini.
Yang ce Su go juga bukan orang orang sembarangan. Mereka adalah bekas kepala kepala bajak sungai yang sudah mempunyai pengalaman bertempur puluhan tahun. Golok yang mereka pegang seolah olah sudah mendarah daging di tangan mereka serta telah minum darah beberapa ratus musuh.
Mereka telah dapat menduga bahwa pemuda berpakaian putih itu bukan orang sembarangan dan tentu murid orang pandai, namun tentu saja mereka tidak takut, bahkan dapat memastikan kalau mereka berempat maju berbareng sudah sudah pasti akan dapat merobohkan pemuda ini.
Merasa bukan orang bodoh dan tanpa adanya keyakinan ini, mereka pun tidak akan mau mengorbankan diri.
Betapapun juga, Seng Kai yang dapat menduga bahwa lawannya yang muda itu cukup lihai, segera memberi tanda rahasia kepada adik adiknya dan serentak mereka melakukan serangan secara 133
berbareng, atau setidaknya, serangan mereka itu sambung menyambung secara otomatis sehingga andaikata lawan mengelak dari serangan golok pertama tentu ia akan disambut golok kedua dan seterusnya.
Betapapun pandai dan gesit gerakan lawan, menghadapi sambaran golok dari empat jurusan yang sambung menyambang dan menutup "pintu"
di empat penjuru ini, kiranya tidak akan mudah membebaskan diri.
Namun Yu Lee sama sekali tidak mengelak ketika menghadapi serangan ganda yang serentak datangnya ini. Hanya nampak tangannya yang memegang tongkat rotan bergerak cepat sekali sehingga sukar diikuti pandangan mata, begitu cepatnya sehingga mata keempat orang pengeroyoknya menjadi silau tertutup sinar kuning yang bergulung gulung.
Trang trang trang ! Tahu tahu empat batang golok itu telah terlepas dari tangan, lalu mencelat dan jatuh berkerontengan di atas lantai.
Keempat orang Yang ce Su go yang selama hidupnya belum pernah mengalami hal seperti ini, mencekali tangan kanannya yang tertotok lumpuh, lalu sebelum mereka tahu apa yang terjadi, mereka berteriak susul menyusul terus jatuh berlutut karena tahu tahu lutut merekapun lumpuh !
Hek siauw Kui bo terkejut bukan main.
Memang ia tahu bahwa ilmu silat Yang ce Su go tidaklah bisa diandalkan, namun mereka itu adalah jago jago tua berpengalaman luas.
134 Dengan cara bagaimana bisa dirobohkan begitu mudahnya oleh pemuda itu" Ia bisa melihat gerakan tongkat rotan yang bergetar menjadi banyak sekali, lalu secara berturut turut telah menyambar secepat kilat mendahului gerakan Yang ce Su go, menotok pergelangan tangan keempat orang itu yang memegang golok sehingga terlepas, kemudian memakai kesempatan selagi keempat orang itu kaget memegangi tangan kanan, ujung rotan dudah menotok jalan darah di dekat lutut sehingga tak dapat dicegah Yang ce Su go jatuh berlutut di depan si pemuda sakti !
Akan tetapi ternyata totokan totokan itu hanya membuat empat orang jago bajak sungai itu lumpuh buat beberapa detik saja. Mereka kini sadar akan situasi dan cepat melompat bangun dengan muka merah saking malu dan marahnya.
"Setan cilik, kau sudah bosan hidup ..... !"
Bentak Song Kai yang sudah maju lagi siap bertempur
"Cuwi harap mundur, biarkan aku menghadapi bocah ini !" Suara ini keluar dari mulut Ngo Cun Sam dan karena maklum akan kelihaian si pelayan kepala, serta takut kepada Hek siauw Kui bo yang rupanya membenarkan permintaan Ngo Cun Sam sebab diam saja, lalu empat orang bekas kepala bajak itu mundur dan berdiri di pinggir dengan muka keruh. Kali ini mereka benar benar kehilangan muka di depan majikan mereka, ini membuktikan bahwa mereka kurang bisa diandalkan.
135 Ngo Cun Sam memiliki ilmu silat yang melebihi Yang ce Su go tingkatnya. Biarpun pertandingan tadi cuma segebrakan saja, namun dia mengerti bahwa pemuda itu memiliki ilmu tongkat yang amat luar biasa serta sukar dilawan. Sebab itu, dengan licik ia lalu berkata sambil tersenyum mengejek, "Anak muda, kepandaian mu boleh juga Akan tetapi rupanya masih belum pantas untuk dilayani oleh majikanku, sebelum engkau bisa mengalahkan aku, pelayan kepala dalam istana ini.
Di dalam pertempuran aku tidak biasa memakai senjata, aku Ngo Cun Sam kemana mana cukup mengandalkan kedua tangan serta kedua kaki.
Engkau telah menantang toanio, beranikah melawn aku tanpa senjata?" sambil berkata demikian Ngo Cun Sam melangkah maju.
Waktu mendekati Yu Lee, Ngo Cun Sam melalui empat batang golok yang tergeletak di atas lantai.
Lalu sengaja ia menginjak golok golok itu dan terdengarlah suara "tak tak tak !" ketika empat batang golok itu terinjak, ternyata empat batang golok itu telah patah patah oleh injakan kedua kakinya !
Ngo Cun Sam memang cerdik. Ia sengaja mendemonstrasikan tenaga lweekangnya yang hebat. Jika orang muda itu menjadi gentar bertanding melawannya dengan tangan kosong setelah menyaksikan demonstrasinya, maka hal itu tentu akan merendahkan dan memalukan pemuda itu dan dengan demikian berarti satu kemenangan bagi fthaknya.
136 Sebaliknya kalau pemuda itu menerima tantangannya, ia yakin bahwa biarpun dalam ilmu silat belum tentu ia dapat menangkan si pemuda lihai, namun ia dapat mengandalkan ilmu gulatnya yang hehat untuk mengalahkan lawannya.
Biarpun belum berpengalaman, namun sebagai murid seorang sakti yang berpandangan luas seperti Sin kong ciang Han It Kong yang tidak hanya mendidik Yu Lee dengan ilmu silat, melainkan juga dengan nasehat nasehat dan kebatinan. Yu Lee dapat menduga bahwa lawannya sengaja memancingnya mengadakan pertandingan tanpa sengaja.
Ia menduga bahwa lawannya yang berjenggot putih ini tahu akan kelihaian ilmu tongkatnya dan menjadi gentar, maka sengaja menantang bertanding dengan tangan kosong. Melihat cara kakek ini tadi melontarkan peti hitam, kemudian sekarang sekali injak mematahkan golok di lantai jelas menunjukan bahwa orang ini memiliki lweekang yang amat kuat.
Sambil tersenyum Yu Lee mengangkat rotannya dengan menerjang depan.


Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia menoleh ke arah Hek siauw Kui bo lalu berkata, "Hek siauw Kui bo engkau tahu bahwa kedatanganku ini. Aku bukanlah iblis macam engkau yang dalam urusan dendam terhadap kakekku lalu membasmi semua keluargaku. Tidak, aku tidak bermaksud memusuhi lain orang, baik anak buahmu, murid muridmu maupun
keluargamu. Aku hanya datang untuk menandingimu seorang. Akan tetapi kalau engkau 137
begini pengecut untuk mengajukan orang orangmu, jangan mengira aku akan mundur dan takut. Ngo Cun Sam aku tidak mengenalmu, tidak punya urusan denganmu akan tetapi karena engkau hendak maju mewakili nyonya besarmu, silakan. Lihat, akupun bertangan kosong !"
Sikap pemuda itu yang tenang membuat Ngo Cun Sam gentar juga. Kalau tidak memiliki ilmu kepandaian amat tinggi tak mungkin pemuda itu dapat bersikap begitu tenang menghadapinya selelah ia mendemonstrasikan tenaganya, ia menjadi hati hati dan berkata, "Orang muda, kau sebagai tamu dan lebih muda, kau buka seranganmu !"
Yu Lee juga maklum bahwa jika dua orang ahli silat tinggi sudah saling berhadapan dan siap sedia, maka dia yang menyerang duluan menjadi lemah kedudukannya. Namun ia tak perduli karena dari lontaran peti hitam tadi, sedikit banyak ia sudah bisa mengukur tenaga lawan serta tidak perlu khawatir. Lalu ia berseru.
"Kau sambutlah !" ia melangkah maju lalu memukul dada dengan tinju kanannya. Jurus yang ia pergunakan biasa saja, pukulannya tidak terlalu keras namun mengandung hawa pukulan yang antep. Ia hanya mengisi lengannya dengan sinkang untuk menjaga tangkisan lawan.
Benar saja seperti dugaannya, kakek itu menangkis dan Yu Lee telah memusatkan tenaga agar dalam benturan dua tenaga raksasa ini tak akan merugikannya. Tetapi alangkah kagetnya ketika tiba tiba lengan kakek itu setelah bertemu 138
dengan lengannya, menjadi licin dan tahu tahu berbalik cepat menangkap lengan nya.#
Sewaktu Yu Lee mau menarik pulang
tangannya, tiba tiba tubuh kakek itu membalik dan membungkuk lalu sebuah tenaga "..tak tertahankan lagi "..mencelat keatas seperti?".
pemuda itu melayang ke?"". terbanting pada langit langit ".. sekali dan cepat ?"?".. ia menumbuk ?"?"..di depan.
Ia menggunakan ?"".. tangan kaki pada langit langit seperti seekor cecak, kemudian mendorong langit langit sambil berjungkir balik ke bawah, ginkang atau ilmu meringankan tubuh yang ia perlihatkan ini amat indah dan hebat sehingga Ngo Cen Sam yang tadinya girang kini menjadi kecewa.
Mereka sudah berhadapan lagi. Yu Lee mengerutkan kening. Kakek ini mempunyai ilmu yang aneh. Ilmu menangkap itu adalah semacam Eng jiauw kang (Ilmu Cakar Garuda), akan tetapi ilmu melontarkan itu benar benar hebat dan aneh.
Belum pernah ia mendengar ilmu seperti itu.
Saking herannya Yu Lee menjadi tertarik sekali.
Dalam gebrakan pertama tadi, hampir saja ia celaka. Kalau tidak memiliki ginkang tinggi tentu tubuhnya tadi sudah terluka.
Ia kagum akan ilmu tangkap dan lontar yang aneh ini, semacam ilmu gulat yang belum pernah dilihat maka ia ingin mencoba lagi. Betapapun juga ia sudah yakin bahwa dalam hal tenaga dan ginkang, ia masih memang, maka kalaupun ia 139
mencoba lagi dan tertangkap terlempar, hal itu takkan membahayakan keselamatannya.
"Kakek she Ngo, kepaadaianmu hebat !" ia memuji dan kembali ia menyerang dengan pukulan tangan kiri. Kembali kakek itu menangkis dan dalam sekejap mata tanpa dapat di cegah lagi oleh Yu Les lengannya tertangkap dan tak mungkin terlepas karena sambil menangkap kakek itu membalikkan tubuh dan kembali kaki Yu Lee terangkat dan kini tubuhnya tidak terlempar ke atas seperti yang disangkanya melainkan terbanting ke atas lantai ! inilah berbahaya sekali.
Secepat kilat, ketika merasa betapa tubuhnya terbanting. Yu Lee mengerahkan tenaga terkumpul di pinggang dan ia membuat gerakan Kucing Sakti Memutar Pinggang.
Keadaan tubuhnya yang terbanting keras itu tiada ubahnya seperti tubuh seekor kucing yang ketika terbanting jatuh menggerakkan pinggangnya sedemikian rupa sehingga kalau tadinya Yu Lee terbanting dengan kepala di bawah, kini tubuhnya jungkir balik dan". tubuh itu terbanting, bukan kepalanya yang di bawah melainkan kedua kakinya.
"Bress"." Hebat sekali bantingan itu dan betapapun lihainya Yu Lee kalau saja ia tadi tidak cepat cepat membalikan tubuh dan kepalanya yang?" ia akan terancam bahaya ?"?".. kedua kakinya sampai?"?"?"?"" sampai
disana?"?"?"?" kan betapa?"".
Kalau Yu Lee?" lah Ngo Cun Sam yang terkejut dan gentar sekali hatinya. Ia memang 140
berhasil dengan ilmu gulatnya sehingga dua kali ia berbasil melontarkan dan membanting lawan. Akan tetapi hasilnya benar benar mentakjubkan dan jelaslah kini bahwa lawannya yang masih muda ini benar benar hebat bukan main.
Maka ia segera mengambil keputusan untuk melakukan serangan terakhir dan mematikan, ia maklum bahwa pemuda ini memiliki ginkaug yang amat mahir sehingga setiap kali terancam maut, dapat menyelamatkan diri.
Kalau saja bantingannya itu dilakukan dengan kedua tangannya masih memegangi lawan, agaknya pemuda itu takkan mungkin
membebaskan diri daripada maut tadi.
Di waktu membanting tadi, kalau ia tidak melepaskan tangan si pemuda, biarpun dengan cara demikian bantingannya kurang keras, tentu pemuda itu sukar membalikkan tubuh.
Yu Lee yang merasa kagum kini telah mengetahui gerakan inti lawan. Kiranya kakek jenggot putih itu menggunakan gerakan gerakan mendadak dengan meminjam tenaga lawan serta juga ganjalan tubuhnya, yaitu secara membalikkan tubuh sehingra posisi lawan menjadi lemah, kemudian dengan ganjalan kaki yang memasang kuda kuda kuat dan gentakan tangan yang penuh tenaga lweekang, melemparkan atau membanting tubuh lawan sebelum lawan tahu apa yang akan terjadi. Ia segera maju lagi menyerang, sengaja ia melakukan gerakan memukul seperti tadi sambil berseru, "Hendak kulihat apakah kau masih mampu membantingku?"
141 Ngo Cun Sam secepat kilat menangkap tangan kanan Yu Lee yang memukulnya itu, kini menangkap dengan kedua tangannya, memutar tubuh dan mengerahkan semua tenaga lweekangnya mengangkat tubuh pemuda itu dari belakang tubuhnya.
Namun alangkah kaget dan herannya ketika tubuh itu sama sekail tak dapat ia angkat. Ia mengerahkan tenaga lagi. Tidak mungkin ia tidak kuat mengangkat pemuda itu. Dengan gerakan seperti ini, ia akan mampu menarik jebol sebatang pohon berikut akar akarnya.
Masa pemuda ini tak mampu ia rubuhkan !
Mulutnya mengeluarkan suara".. ketika ia menahan dan bernapas tiba tiba Ngo Cun Sam berteriak keras, kemudian tanpa ia dapat mencegahnya , tubuhnya itu melayang ke arah Hek siauw Kui Bo.
Kiranya menggunakan kesempatan selagi si kakek
itu melepaskan tenaga untuk bernapas, Yu Lee yang tadi menggunakan ilmu memberatkan tubuh segera menyerang kakek itu dan 142 melemparkannya ke arah iblis betina Hek siauw Kui bo yang menonton jalannya pertandingan dengan hati gentar.
Melihat datangnya tubuh pelayan kepala ke arahnya, Hek siauw Kui bo menggerakkan tangan kiri dengan jari jari tangan terbuka ia mendorong ke depan dan". sebelum jari jari tangannya menyentuh tubuh yang melayang itu hawa pukulannya saja sudah cukup membuat lontaran Yu Lee kehilangan tenaga dan tubuh Ngo Cun Sam terdorong ke samping, jatuh berdiri dan agak terhuyung.
Keringat dingin membasahi tubub kakek itu, ia bukan orang orang kasar macam Yeng ce Su go, maka mengertilah ia bahwa pemuda baju putih yang amai lihai itu telah membuktikan kata katanya ketika tadi menyatakan bahwa ia datang hanya untuk membalas dendam kepada Hek siauw Kui bo dan ia tidak ingin mencelakakan orang lain.
Buktinya, kalau pemuda itu menghendaki, bukan banya Yang ce Su go yang tadi dengan mudah dapat dirobohkannya itu akan dapat dibunuhnya, juga ia ia sendiri kalau pemuda itu menghendaki, tentu sekarang sudah roboh tak bernyawa lagi.
Maka kakek ini tahu diri dan tanpa berkata sesuatu melangkah mundur, merasa bahwa ilmu kepandaiannya masih jauh untuk dapat menandingi pemuda itu.
Hek siauw Kui bo kini bangkit dari tempat duduknya. Sejenak keadaan sunyi senyap. Yang ce Su go yang berdiri di sudut memandang dengan 143
jantung berdebar, juga Ngo Cun Sam berdiri dengan pandang mata penuh ketegangan.
Sepasang mata wanita iblis itu seperti mengeluarkan cahaya berapi api akan tetapi mulutnya tersenyum manis.
Kini ia mengerti bahwa ia tak dapat lagi menghindari pertandingan maut melawan pemuda ini. Pemuda yang pernah menggigit tengkuknya sampai terluka.
Satu satunya keturunan Yu Tiang Sin yang Terlepas dari tangan mautnya. Ia tahu bahwa sekali ini ia harus bertanding mengadu nyawa dengan pemuda ini, pemuda yang tampan dan gagah.
"Orang muda engkau cucu Yu Tiang Sin, bukan?" tanyanya, suara melengking, mengandung kemarahan, namun hanya matanya yang membayangkan kemarahan disamping suaranya, mulutnya masih tersenyum manis dan wajahnya berseri, sikapnya tenang.
"Bagus sekali, engkau masih ingat kepadaku, Hek siauw Kui bo !" jawab Yu Lee sambil melangkah maju dan mencabut tongkat rotan nya.
"Hmm, siapakah namamu?"
"Namaku Yu Lee. Kau dengar baik baik, Lee artinya aturan dan aku selain menjunjung tinggi arti namaku ini. Aku tidak akan menyimpang daripada aturan dan keadilan. Engkau telah membasmi semua keluargaku, sungguhpun yang bermusuhan denganmu hanyalah mendiang kakekku. Karena itu aku datang untuk 144
menghukummu atau kalau aku tidak mampu, biarlah aku sempurnakan kejahatanmu dahulu dengan membunuh pula aku, satu satunya warga yang lolos dari kekejamanmu. Aku tidak mau menyangkutkan lain orang, hanya engkau yang harus binasa di tangan ku, atau aku yang akan mati di tangan mu. Bersiaplah, Hek siauw Kui bo !"
Dengan gerakan perlahan Hek siauw Kui bo meraba pinggangnya dan dirasakan sebatarg suling berada di pinggangnya, ia mengangkat suling itu kemudian terdengar suaranya yang begitu nyaring.
"Yu Lee, kau bocah?". ! Lihat semenjak dahulu sampai sekarang, senjataku masih tetap suling hitam. Akan tetapi kulihat Yu Tiang Sin yang mengaku sebagai Dewa Pedang ternyata mempunyai cucu yang rendah sekali, senjatanya bukan pedang kebanggaan kakeknya melainkan sebatang tongkat pengemis !" Ucapan ini saja membuktikan kecerdikan Hek siauw Kui bo.
Ia mengarti bahwa cucu Yu Tiang Sin ini dahulu ditolong oleh Sin kong ciang Han It Kong dan mungkin menjadi muridnya. Ia gentar melawan Han It Kong karena ilmu tongkat kakek itu luar biasa sekali. Ia pernah menderita kekalahan pahit oleh ilmu tongkat kakek itu, maka sampai sekarangpun ia takut justeru kalau pemuda ini yang menjadi musuh besarnya menggunakan tongkat pula untuk memainkan ilmu tongkat Han It Kong yang ia takuti itu.
Sungguhpun ia tidak percaya apakah seorang pemuda seperti ini bisa mainkan ilmu tongkat sehebat permainan Han It Kong, namun hatinya 145
akan lebih tenteram kalau pemuda itu tidak mempergunakan tongkat.
Yu Lee tersenyum lalu menyimpan tongkatnya kembali di pinggang, kemudian ia membuka bajunya sehingga gagang pedang yang tertutup baju itu nampak lalu ia berkata.
"Hek siauw Kui bo, kau tak usah khawatir.
Kalau kau masih menantang mendiang kakekku Si Dewa Pedang yang belum pernah bisa kau kalahkan, akulah sekarang menjadi wakilnya. Dan aku sebagai cucunya akan menghadapimu memakai pedang untuk membuktikan bahwa kalau kakeknya Dewa Pedang tentu cucunya tidak asing bermain pedang pula."
"Hem, hendak kulihat kepandaianmu !" Setelah berkata demikian, Hek siauw Kui bo mendekatkan ujung suling hitam ke mulutnya dan meniupnya.
Sinar hitam kehijauan menyambar keluar dari suling, itulah jarum jarum yang amat berbahaya.
Dahulu lima belas tahun yang lalu ia hampir binasa karena serangan jarum jarum hijau ini kalau saja ia tidak ditolong olah suhunya, Han It Kong.
Kini melihat sinar kehijauan itu, ia cepat mengerahkan tenaga dan menggerakkan kedua tangannya, digerakkan seperti orang digerakkan seperti orang mengebut ngebut lalat dan.... jarum jarum itu semua runtuh di atas lantai, menancap di lantai dan ada yang menancap di tembok. Itulah gerakan dari ilmu pukulan Sin kong ciang yang amat hebat. Hawa pukulannya saja sudah cukup membuat jarum jarum itu terpukul runtuh.
146 Hek siau Kui bo kaget. Tak salah apa yang ia khawatirkan bahwa pemuda ini telah mewarisi kepandaian Han it Kong. Andaikata Dewa Pedang masih hidup kiranya masih tidak sehebat pemuda cucunya ini dan Hek siauw Kui bo tentu akan memilih Dewa Pedang sebagai lawan daripada murid Han It Kong ini. Akan tetapi hanya sebentar ia meragu, kemudian ia mengambil cawan berisi arak yang terletak di atas meja di depannya lalu tertawa dan berkata.
"Hai, kiranya cucu Yu Tiang Sin bukan orang sembarangan. Orang muda, saat ini engkau menjadi tamu agung, biarpun tamu yang hendak menantang bertanding, selayaknya disambut dengan arak. Terimalah ini !"
Sambil mengerahkan sin kang di tangannya, Hek siauw Kui bo melontarkan cawan arak itu ke arah Yu Lee. Cawan berisi arak itn terputar putar seperti gasing di udara.
Hebatnya araknya sama sekali tidak tumpah.
Dan terdengarlah suara berdesing, menandakan bahwa cawan itu terputar amat cepatnya.
Seperti dipegang tangan yang tak tampak cawan itu bergerak gerak dan selama berputar cepat, juga membuat gerak lingkaran di udara seperti ragu ragu hendak turun. Luar biasa sekali tenaga tak tampak yang mengusai cawan ini, padahal Hek siauw Kui bo hanya mengulurkan tangan kanan ke arah cawan. Seakan akan dari jari jari tangannya yang terbuka itu keluar hawa yang mengusai cawan arak.
147 Yu Lee dam diam merjadi kagum pula. Sinkang yang didemonstrasikan lawannya itu banar benar membuktikan betapa tinggi tingkat kepandaian Hek siauw Kui bo.
Akan tetapi sebagai murid tunggal terkasih dari kakek sakti Han It Kong, ia tidak menjadi gentar karena mengenal ilmu ilmu apa yang dipergunakan Hek siauw Kui bo itu.
Ia tahu benar bahwa pada akhirnya lawan akan membuat cawan itu meluncur menyerangnya dan kalan hal ini terjadi ia akan dapat menangkap cawan, menangkis atau mengelak. Akan tetapi kalau secara demikian ia menyambutnya, tentu ia mendapat malu, apa la'gi kalau araknya sampai tumpah dari dalam cawan berarti ia tidak menerima penghormatan nyonya rumah !
Maka iapun mengeluarkan seruan nyaring, tangan kanan nya didorongkan ke depan dan cawan arak itu seketika berhenti bergerak di tengah udara seakan akan terhimpit oleh dua tenaga raksasa yang tak terlihat.
"Hek siauw Kui bo, jarum jarummu beracun, arakmu tentu beracun pula seperti hatimu. Aku tak sudi menerima penghormatanmu, terimalah kembali !" setelah berkata Yu Lee menambah tenaga dalam dorongannya.
Hek siauw Kui bo terkejut bukan main.
Kenyataan bahwa pemuda itu masih bisa mempergunakan seluruh tenaganya, saat ini mulai terasalah olehnya betapa tenaga dorongannya membalik, cawan itu terdorong mundur sampai beberapa jengkal.
148 Ia menjadi marah dan penasaran, lalu mengerahkan semua tenaganya buat mendorong kembali cawan itu. Tetapi sia sia, cawan itu tak bergeming, bahkan makin lama makin doyong kepadanya.
Harus diakui bahwa seorang tokoh seperti Hek siauw Kui bo yang sudah malang melintang di dunia kang ouw selama puluhan tahun, tentu saja selain lebih berpengalaman, juga memiliki latihan yang lebih matang daripada Yu Lee, seorang pemuda berusia dua pulah tiga tahun.
Akan tetapi kenyataan lain yang
menguntungkan buat Yu Lee adalah bahwa dia seorang pemuda yang masih bersih, belum di perhamba nafsu nafsunya sehingga darahnya masih bersih, hawa murni di badannya masih amat kuat.
Sebaliknya, Hek siauw Kui bo sampai sekarangpun menjadi hamba nafsu nafsunya, telah terlalu mengumbar nafsu sehingga tanpa ia sadari, hawa murni di tubuhnya menipis dan melemah.
Inilah sebabnya mengapa dalam pertandingan adu tenaga sinking ini segera tampak betapa Hek siauw Kui bo tak dapat bertahan lama.
Kekuatannya memang masih hebat, namun ia tak dapat bertahan lama, napasnya mulai memburu, wajahnya pucat dan dahinya penuh keringat.
Ia tahu bahwa kalau dilanjutkan ia akan celaka maka untuk penghabisan kali ia mengerahkan tenaga lalu menyusul tangan kirinya bergerak mendorong atau memukul dari samping ke arah cawan arak yang terhimpit di udara.
149 "Braakk...!" Cawan itu pecah dan arak nya berhamburan seperti air hujan, membasahi lantai.
Karena benda yang menjadi pegangan kini telah tiada, otomatis pertandingan adu tenaga itupnn terhenti dan masing masing menurunkan lengan yang tadi memanjang dilonjorkan lurus ke depan.
Walaupun Yu Lee biasa saja, hanya di dahi nya
?" peluh, akan tetapi wajah Hek siauw Kui bo pucat, napasnya agak ?" nampak lemas.
"Yu Lee bocah sombong ?".. menerima penghormatan"..Kalau begitu ". Dalam mengampuni ".. kita harus bertanding sampai mati. Engkau bukan musuh biasa, melainkan musuh besar, maka petandingan inipun harus diadakan di tempat yang sesuai. Marilah, cabut pedangmu dan turuti caraku dengan bermain silat agar darahmu nanti tidak mengotori ruangan tamu ini!" Setelah berkata demikian dengan gerakan gesit wanita tua yang cantik itu meloncat, memasuki sebuah pintu yang berada di sudut sebelah kiri.
Yu Lee maklum bahwa di sana bukan tidak ada bahaya menanti untuk menjebaknya.
Namun ia bersikap waspada dan dengan hati hati iapun meloncat ke depan, sengaja ia meloncat dan selalu ia menginjak lantai di mana tadi Hek siauw Kui bo lewat, ia tidak mau terperosok ke dalam perangkap karena sangat boleh jadi wanita iblis itu menggunakan akal muslihat. Juga ia waspada terhadap sekelilingnya kalau kalau anak buah wanita itu bergerak.
150 Akan tetapi ia melihat Yang ce Su go dan Ngo Cun Sam tidak bergerak dari tempatnya, juga bayangan para penjaga di luar ruangan itu tidak ada yang bergerak.
Ruangan silat yang dimasuki Hek siauw Kui bo ini merupakan raungan yang bentuknya bundar, luasnya cukup untuk bertanding silat dengan garis tengah tidak kurang dari lima meter, begitu Yu Lee memasuki ruangan ini tepat di belakang Hek siauw Kui bo pintu dari mana ia masuk itu tertutup. Hek siauw Kui bo tertawa dan berdiri di sebelah kiri. Yu Lee berdiri menghadapinya.
Pemuda ini memandang ke sekelilingnya.
Ruangan ini enak benar untuk berlatih silat atau untuk samedhi, amat bersih dan tak tampak sebuah pun perabot yang dapat menjadi penghalang. Anehnya ruangan yang bundar ini tidak mempunyai jendela bahkan pintunyapun hanya sebuah, yaitu pintu yang mereka masuki tadi dan yang kini sudah tertutup rapat.
Yu Lee menjadi curiga, menduga bahwa dia memasuki mangan yang penuh perangkap. Akan tetapi karena ia melihat lawannya juga berada di situ di depannya, maka ia tidak menjadi khawatir dan mengikuti setiap gerak gerik iblis betina itu penuh perhatian.
"Hi, hi hi Yu Lee, sekarang kita saling berhadapan, tidak ada seorangpun menjadi penghalang. Hanya dinding putih menjadi saksi akan kematianmu. Hi, hi, sayang kau pemuda yang tampan!" Berbareng dengan ucapan ini, Hek siauw Kui bo menggerakkan sulingnya, menerjang 151
sampai mengeluarkan suara melengking yang
?"?"".. memekik telinga dan keras. Mendengar lengking ini terbayanglah di pelupuk mata Yu Lee peristiwa lima belas tahun yang lalu. Teringatlah ia akan ayah bundanya, paman pamannya, saudara saudara misannya yang semua terbunuh oleh wanita iblis ini. Suara lengking itu makin menusuk perasaan nya dan tak tertahankan lagi air mata bercucuran keluar dari kedua mata Yu Lee.
Pendekar Kelana 7 Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong Menjenguk Cakrawala 6
^