Pencarian

Playboy Dari Nanking 12

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 12


Han-kongcu mundur. Pemuda ini melompat menjauh dan tiba-tiba tanpa banyak cakap dia mencabut sesuatu di saku celananya itu. Hampir serentak sang ayah juga mencabut pistol bersamaan dengan Lucker, si bule yang sudah mendapat isyarat itu. Dan begitu mereka bergerak dan menyerang Bu-goanswe maka jenderal itu mendapat tiga kali tembakan namun secepat setan Fang Fang menangkis.
"Dor-dor-dor..!"
Semua terbelalak. Dengan tangannya telanjang Fang Fang menghalau tiga butir peluru itu. Dan ketika peluru mental sementara Bu-goanswe sudah ditendang mencelat maka Fang Fang bergerak dan menyambar pemuda itu.
"Nah, ketahuan belangmu!" Fang Fang berseru. "Kaulah yang dusta dan bohong, bocah she Hari. Kau tak berani ke istana dan menyangkal perbuatanmu". des!" Fang Fang yang menendang pemuda ini menghajar gemas tiba-tiba mau mengejar lagi ketika dua tembakan berdesing di telinganya, disusul oleh teriakan atau bentakan orang-orang berkuda yang sekonyong konyong maju meluruk. Mereka sudah mendapat aba-aba namun Fang Fang berjungkir balik, turun dan menendangi mereka dengan cepat sehingga sebelas tubuh terlempar dari kudanya, terbanting dan menjerit di sana dan seketika keadaan menjadi geger. Fang Fang berkelebatan dan selanjutnya orang-orang itulah yang dihajar atau dijatuhbangunkannya, karena mereka melindungi Han-kongcu yang segera lari dan memasuki keretanya. Tapi ketika Bu-goanswe juga bergerak di sana dan meskipun terpincang jenderal itu mampu melepas pukulan Im-kangnya maka pemuda itu mencelat dan kereta yang sudah ditumpangi mendadak roboh dan terguling telentang, keempat ekor kudanya meringkik keras, kaget!
"Kau jangan lari, hayo ikut aku!"
Han-kongcu pucat. Menghadapi jenderal ini tentu saja dia gentar. Bu-goanswe menubruk tapi pistolnya meletus, sang jenderal melempar tubuh dan selamatlah pemuda itu menggulingkan tubuh, meloncat bangun. Dan ketika Bu-goanswe menggeram dan kembali menyerangnya maka empat kali peluru meletus namun empat kali pula meleset, karena Han-kongcu gugup!
"Ha-ha, habis pelurumu, anak muda. Sekarang kau tak dapat menembak!"
Han-kongcu pias. Pada tarikan terakhir ternyata picunya mengeluarkan suara "klik", peluru habis. Dan ketika sang jenderal menerkam dan tak memperdulikan rasa sakitnya maka pemuda ini melem par tubuh bergulingan namun baju pundaknya tersambar robek, mengeluh dan untuk berikutnya Bu-goanswe menyerang bertubi-tubi. Han-kongcu mengelak sana-sini namun akhirnya terdesak hebat, berteriak minta tolong dan saat itulah ayahnya datang. Dan ketika Han-ciangkun membentak dan melepas tembakan pada pundak sang jenderal terluka namun saat itu muncullah Hu-ciangbu dan sisa pasukannya yang lain.
"Tangkap pemberontak, kita tolong Bu-goanswe!"
Lawan menjadi kaget. Di sana Fang Fang berkelebatan seperti setan yang menyambar-nyambar. Setiap kali dia bergerak setiap kali itu pula lawan terpelanting roboh. Sekejap saja tigapuluh orang itu jatuh dari atas kuda dan merintih-rin-tih. Fang Fang gemas kepada mereka karena orang-orang ini nekat sekali melindungi Han-kongcu, yang setiap akan diserang tentu dihalangi orang-orang ini. Maka ketika mereka diroboh-robohkan dan Fang Fang cemas tapi lega melihat Hu-ciangbu dan kawan-kawannya muncul maka si bule anak buah Tuan Smith itu dirobohkan terakhir kali ketika pelurunya habis dan tujuh kali menembak tapi tujuh kali itu pula peluru mental mengenai tubuh Fang Fang yang kebal!
"Nah, kau sekarang pucat. Senjata apimu tak berguna. Robohlah, dan tunggu hukuman di sana". dess!" Fang Fang menendang laki-laki ini, tepat mengenai bawah dagu" dan si bule kontan menjerit. Dia terpental dan terbanting roboh, seketika kelengar, pingsan! Dan ketika Fang Fang berkelebat ke tempat lain dan Han-kongcu pucat melihat anak buahnya hancur berantakan tiba-tiba pemuda itu meloncat ke kereta dan menegakkan kereta yang terguling ini. Lalu begitu berdiri dan tidak menghiraukan sekeliling lagi tiba-tiba pemuda itu mencengklak dan melarikan kudanya.
"Heii"!" sang ayah terkejut. "Tunggu aku, Han Kian. Jangan ditinggal"!"
Namun sang anak sudah terlampau gentar. Entah bagaimana Han-kongcu itu malah mempercepat lari kereta, ayahnya berteriak-teriak tapi seolah tak didengar. Namun ketika Fang Fang berkelebat dan berjungkir balik melewati kereta maka Han-kongcu terkejut karena Fang Fang meluncur turun di tempat duduknya dan memberi sebuah tendangan.
"Kau berhentilah!"
Han-kongcu menjerit. Dia kaget dan panik begitu melihat Fang Fang. Berhadapan dengan Bu-goanswe saja dia sudah pucat, apalagi pemuda lihai ini. Maka begitu dia terlempar dan terguling-guling dari keretanya seketika pemuda itu mengeluh dan ngeri serta minta ampun. Tigapuluh orang anak buahnya sudah tumpang-tindih di sekitarnya tanpa dapat menolong. Han-kongcu benar-benar tinggal sendiri karena ayahnya saat itu sedang serang-menyerang dengan Bu-goanswe, dengan goloknya, karena senjata api sang ayahpun sudah habis pelurunya dan tak sempat diisi lagi. Han-kongcu benar-benar sendiri dan pemuda itu terbang semangatnya, mau meloncat bangun tapi apa daya tendangan Fang Fang tadi demikian keras. Pemuda ini tak dapat bangun dan roboh lagi karena seluruh tubuhnya seakan remuk, dadanya sesak. Maka ketika Fang Fang berkelebat dan menotoknya dengan sebuah telunjuk jari seketika pemuda itu terjungkal dan Han-ciangkun yang melihat itu tiba-tiba berteriak dan meninggalkan Bu-goanswe.
"Berikan anak terkutuk itu kepadaku!"
Fang Fang terkejut. Han-ciangkun melompat ke arahnya dan golok di tangan tiba-tiba dibuang, hal yang membuat Fang Fang tertegun, lega, menganggap Han-ciangkun itu tak akan menyerang dan dia mundur. Tapi begitu Han-kongcu didekati dan sang ayah mencabut sesuatu, pistol cadangan, tiba-tiba saja pistol itu diarahkan ke kepala Han-kongcu dan : anaknya itu ditembaknya dengan keji.
"Dor!" Kejadian berlangsung cepat. Fang Fang sendiri tak mengira kejadian itu dan berteriaklah sang anak ditembak dari dekat. Kepala Han-kongcu berlubang dan tentu saja pemuda itu tewas seketika, menggelepar dan tidak bergerak-gerak lagi, nyawanya terbang ke langit.
Dan ketika Fang Fang membentak dan siap menghadapi kejadian berikut, karena Han-ciangkun diduga akan menyerang dan kalap ternyata laki-laki itu membuang senjata apinya dan tersedu, berlutut. "Aku menyerah, tapi anakku sudah kuhukum. Semua terserah Bu-goanswe atau Fang-siauwhiap (pendekar muda Fang) untuk memperlakukan aku!"
Bu-goanswe dan Fang Fang membelalakkan mata. Mereka tak mengira atau menduga kejadian cepat itu. Han-ciangkun menembak anaknya! Tapi ketika Bu-goanswe sadar dan membentak maju maka jenderal ini menendang dan memaki lawannya itu.
-o~dewikz~abu~-o"
Jilid : XXI "KAU manusia biadab. Tak kenal kasihan!"
Han-ciangkun menangis. "Maaf, aku terpaksa melakukan itu, goanswe. Anakku memang berdosa dan hanya kematianlah yang pantas untuknya. Aku tak menduga bahwa ia terlibat dalam perdagangan senjata gelap. Aku malu dan lebih baik kubunuh daripada dibunuh orang lain!"
Bu-goanswe melotot. "Kau sangka dirimu juga bersih" Kau menganggap diri sendiri tak terlibat dalam perdagangan ini" Bah, aku tahu semuanya, Han-ciangkun. Dan kau juga tak luput dari dosa. Hayo ikut ke kota raja dan pertanggungjawabkan semua ini ditambah lagi kematian anakmu yang kaubunuh!"
"Aku tak melakukan jual beli senjata gelap," Han-ciangkun terbata. "Yang bersalah adalah anakku, goanswe. Yang berdosa adalah anakku. Aku tak tahu dan sudah berulang kali menasihatinya untuk tidak melakukan yang tidak-tidak namun dia melanggar!"
"Hm, tak usah banyak omong. Di sana ada kusir Tek dan dialah yang akan menceritakan sepak terjangmu pula. Hayo, kau kutangkap. Menyerah baik-baik atau terpaksa aku menghabisi nyawamu!"
"Aku memang sudah menyerah," si panglima menunduk. "Mau dibunuh atau tidak adalah urusanmu, goanswe. Tapi tentang tuduhan ini aku dapat membela diri di istana. Baiklah, boleh kau ikat aku dan mari kita lihat."
Bu-goanswe mendengus. Dia menyuruh Hu-ciangbu mengikat dan selesailah pertempuran di situ. Orang-orang yang roboh malang-melintang juga diikat, akhirnya diseret dan dibawa ke kota raja. Mayat Han Kian atau Han-kongcu itu dikubur. Semua diam-diam bergidik melihat kekejaman Han-ciangkun ini. Betapa teganya. Anak sendiri dibunuh! Tapi ketika Han-ciangkun ditawan dan menyerahkan diri baik-baik ternyata di kota raja terjadi suatu kejadian yang tak diduga.
A-tek, kusir kereta yang diselamatkan Bu-goanswe dari pembunuhan Han-kongcu ternyata meninggal. Laki-laki itu kedapatan menggantung diri di atas pohon. Tak ada bekas-bekas siksaan, tak ada bekas-bekas penganiayaan. Dan ketika Bu-goanswe memeriksa dan mendapatkan sepucuk surat tinggalan, yang digenggam di tangan laki-laki itu ternyata A-tek bunuh diri karena takut pembalasan Han-kongcu.
"Aku tak mau menjadi saksi. Aku takut. Aku hanyalah orang kecil. Biarlah Bu-goanswe urus sendiri persoalan itu dan lebih baik aku ke alam baka."
Sang jenderal tertegun. Fang Fang i-kut membaca dan terkejut. Kusir itu, seorang laki-laki muda berperawakan kurus rupanya memang dilanda ketakutan bertubi-tubi, setelah akan dibunuh Han-kongcu yang akhirnya juga tewas. Laki-laki itu rupanya gelisah dan kelihatan bingung, mengambil jalan pendek dan rupanya dia memilih bunuh diri daripada disuruh menjadi saksi oleh Bu-goanswe, jenderal yang garang dan keras. Dan ketika Fang Fang membelalakkan mata sementara sang jenderal membanting kakinya, kecewa, maka mayat laki-laki itu diturunkan namun Bu-goanswe tetap menghadapkan Han-ciang-kun dalam tuduhan terlibat perdagangan senjata api, di depan kaisar.
Namun Bu-goanswe kalah bukti. Semua tawanan yang ditangkap rata-rata memberikan keterangan bahwa mereka tak berhubungan dengan panglima she Han itu. Yang mereka hubungi adalah Han-kongcu, puteranya. Dan karena saksi satu-satunya tiada lagi karena hanya kusir Tek itulah yang tahu segalanya ma-ka Han-ciangkun dibebaskan dari tuduhan dan Bu-goanswe malah disuruh minta maaf!
"Gila!" sang jenderal melotot gusar. "Aku tahu bahwa Han-ciangkun inilah yang membawahi anaknya, Fang Fang. Dialah yang bersembunyi di balik layar dengan mengatur perdagangan senjata gelap. A-tek telah menceritakan kepadaku karena kusir itulah yang telah berkali-kali disuruh mengantar dan memberikan senjata api kepada orang-orang tertentu, calon pemberontak!"
"Hm, tapi kau tak mempunyai bukti lagi," Fang Fang mengerutkan alis. "Di sini kau lemah, goanswe. Dan tanpa bukti memang tak mungkin kau menuduh membabi-buta kepada Han-ciangkun. Panglima itu ternyata bersih. Kaisar dapat membedakan kesalahan anaknya dan sang ayah. Kau tak boleh melepaskan kebencian."
"Keparat, kebencian bagaimana" Aku tahu Han-ciangkun itulah yang berdiri di balik layar, Fang Fang. Dialah yang mengatur semuanya ini dan memasang sang a-nak di depan!"
"Tapi kau tak dapat membuktikannya."
"Ya, karena bocah she Tek itu telah mati. Tapi aku curiga. Jangan-jangan kusir itu bukan menggantung diri melainkan digantung orang lain!"
"Hm," Fang Fang tersenyum hambar. "Menurutkan emosi dan bicara dalam keadaan panas begini dapat menduga yang tidak-tidak, goanswe. Akan semakin melantur saja. Sebaiknya kautenangkan diri dan beristirahatlah. Aku mau pergi."
Sang jenderal melompat. "Tidak," serunya menggigil. "Enam bulan ini terjadi gerakan-gerakan serius, Fang Fang. Sejak kau pergi mencari anakmu itu diam-diam di kota raja timbul persekongkolan tidak sehat. Kuminta jangan kau pergi dulu dan tolonglah negara mengatasi kesulitan!"
"Hm," Fang Fang mengerutkan kening. "Aku punya urusan, goanswe. Dan kau tahu itu. Aku tak mau diganggu dan tak kulihat gejala-gejala seperti yang kaukatakan itu."
"Goblok, kau memang orang awam! Kau tak tahu bencana yang akan terjadi! Ah, dengar kata-kataku, Fang Fang. Sejak kau dan gurumu pergi dari sini maka di kota raja terjadi kasak-kusuk dan jual beli senjata api. Masing-masing panglima mau berkomplot dan mengadakan pemberontakan. Mereka dihasut seseorang dan orang inilah yang hendak kucari. Jangan kau pergi!"
Fang Fang terkejut. "Kau serius?"
"Setan, pernahkah aku bicara mainmain" Eh, jangan memandang aku seperti itu, Fang Fang. Aku serius dan kau tahu aku tak pernah bohong! Nah, dengarkan. Di sini ada gerakan-gerakan kuat yang bertendens jual beli senjata api. Dan karena senjata api adalah alat untuk memberontak maka negara sesungguhnya berada dalam bahaya dan perang. Kaudengarkan ini!" sang jenderal mencengkeram lengan si pemuda, tak mau Fang Fang pergi dan pemuda yang sudah bangkit berdiri itu disuruhnya duduk kembali. Sang jenderal tampak serius, gemetar. Dan ketika Fang Fang duduk dan mendengarkan dengan mata terbelalak maka satu demi satu pemuda itu mulai mengetahui apa yang semula tidak diketahui.
Ternyata, sejak kepergiannya enam bulan yang lalu tiba-tiba saja gerakan itu muncul. Jual beli senjata api menderas dan hanya Bu-goanswe serta beberapa o-rang tertentu sajalah yang tahu. Semua i-tu terjadi secara diam-diam dan Bu-goanswe tentu saja terkejut. Senjata api dilarang di Tiongkok. Siapa yang melakukan akan dirampas dan pelakunya dihukum. Paling ringan penjara seumur hidup, selebihnya adalah hukuman mati! Tapi ketika semua itu tak menjadikan pelakunya jera dan perdagangan demikian santer di dalam istana maka Bu-goanswe marah dan mulai bertindak
Tapi mereka adalah orang-orang licin. Bu-goanswe menghadapi sindikat yang rapi dan teratur, juga cerdik. Setiap gerakan itu terlihat dan akan ditangkap tiba-tiba saja mereka menghilang. Bukti-bukti lenyap, seperti hilangnya kereta yang ditumpangi Han-kongcu itu. Kejadian yang membuat jenderal Bu melotot lebar dan menggeram membanting-banting kaki. O-rang yang dihadapi ternyata manusia-manusia licin di mana berkali-kali dia gagal dan menemui kehampaan. Namun karena gerakan itu deras arusnya dan betapapun tercium juga maka pagi itu Bu-goanswe mencegat Han-kongcu tapi si pemuda sudah keburu kabur.
"Gerakan ini menjadi-jadi. Mereka demikian berani dan akan melakukan apa saja sejak kau dan gurumu tak ada di sini. Nah, ini mungkin alasan yang menjadikan mereka kurang ajar dan berani, Fang Fang. Sampai tadi pagi aku menerima informasi akan gerak-gerik Han-kongcu itu. Kusirnya, A-tek, disiksa dan dijebloskan ke sumur maut. Aku kebetulan mendengar rintihannya dan menolong. Dan ketika kusir itu kunaikkan dan kutanya maka semua perbuatan Han-kongcu diceritakan dan aku sempat memeriksa kereta beratap hitam itu. Tapi sayang, bocah itu terlalu licin dan kereta yang kumaksud sudah ditukar dan kini entah berada di mana!"
"Hm-hm, agaknya cukup serius," Fang Fang mengangguk-angguk. "Tapi kau baru mendapatkan seorang bocah she Han itu saja, tidak lain-lainnya. Barangkali memang hanya Han-kongcu ini saja yang terlibat, goanswe. Selebihnya bukan!"
"Tidak, bukan begitu!" sang jenderal melotot. "Aku mendengar lagi tiga empat perwira melakukan hal yang sama, Fang Fang. Tapi aku seorang diri tentu saja tak sanggup menyelidiki berbareng. Aku dan Koktaijin coba membagi tugas dan kebetulan aku yang lebih dulu mengejar Han-kongcu itu tapi sayang si bocah sudah ditembak ayahnya sendiri!"
"Dan A-tek itu, kenapa dia disiksa dan hendak dibunuh?"
"Kusir itu ketakutan, Fang Fang. Katanya dia sudah diawasi Koktaijin dan takut keluar membawa senjata kiriman. Kiranya Koktaijin juga sudah mengendus gerak-gerik Han-kongcu itu tapi aku yang lebih dulu mengejarnya!"
"Dan A-tek dibunuh, karena tak mau mengantar senjata?"
"Benar."
"Dan siapa perwira-perwira lain yang kaucurigai itu?"
"Lieciangkun dan Gokciangkun serta panglima Coa dan Bing!"
"Hm, nama-nama yang belum kukenal, tapi sudah pernah kudengar. Bukankah mereka adalah komandan-komandan perbatasan yang sering berganti tugas?"
"Itulah, tapi aku tak mendapat bukti, Fang Fang. Mereka orang-orang licin bagai belut yang tak mudah ditangkap!"
"Dan aku hendak kau minta menjebak orang-orang ini, begitukah?"
"Betul, aku sendiri dan Koktaijin kurang tenaganya, Fang Fang. Tak mungkin kami berdua harus menangkap sindikat penjualan senjata api itu tanpa bantuan tenaga yang lihai. Dan kebetulan kau datang. Aku sudah mengutus orang untuk mencarimu tapi kau tak tentu rimbanya!"
"Hm, aku pergi ke mana-mana, mencari anakku yang hilang itu. Masa tinggal di suatu tempat hingga mudah ditemukan?"
"Baiklah, aku mengerti, Fang Fang. Dan aku prihatin bahwa kau belum juga menemukan anakmu itu. Aku berjanji a-kan menyebar orang-orangku untuk menemukan anakmu yang hilang itu, sementara kau bantulah aku menjebak dan membekuk orang-orang yang menjualbelikan senjata api ini. Kau tidak keberatan, bukan?"
"Hm," Fang Fang menarik napas. "Sebenarnya berat aku melaksanakan permintaanmu ini, goanswe. Tapi karena ini menyangkut calon-calon pemberontak biarlah kulakukan. Tapi kau berjanjilah sungguh-sungguh bahwa kaupun menyebarkan orang-orangmu untuk mencari anakku yang hilang itu!"
"Tentu, aku berjanji, Fang Fang. Dan aku siap menyebar seratus anak buahku mencari anakmu itu!"
Fang Fang mengangguk. Dia percaya dan akhirnya mau juga menerima permintaan ini. Bu-goanswe memang patut ditolong. Tapi ketika dia siap melaksanakan tugas mendadak sebuah panggilan dari kaisar didapatnya.
"Siauwhiap diminta datang menghadap. Sri baginda ingin menemui siauwhiap."
"Ada apa?" Fang Fang tertegun.
"Kami tak mengerti, tapi harap siauwhiap datang dan kami siap mengiring."
"Hm, tak usahlah," Bu-goanswe tiba-tiba berseru, juga merasa aneh. "Biar aku yang membawa pemuda ini ke sana, pengawal. Pergi dan sampaikan kepada sri baginda bahwa sebentar lagi kami datang!"
Pengawal pergi, dan Fang Fang memandang tuan rumah. "Ada apa, goanswe" Sesuatu yang seriuskah?"
"Entahlah, tapi aku agak berdebar juga, Fang Fang. Tapi mari kuantar dan kita sama-sama menghadap sri baginda. Tapi berjanjilah, jangan macam-macam kepada sri baginda!"
Ternyata sang jenderal takut Fang Fang mengamuk. Bu-goanswe tak tahu apa maksud undangan itu. Tak biasa sri baginda memanggil Fang Fang, orang yang termasuk sipil di istana, tak ada hubungan kerabat atau jabatan. Maka menyuruh pengawal pergi dan diri sendiri menemani pemuda itu, yang berarti juga mengawal maka jenderal Bu mengajak Fang Fang ke istana. Dan apa yang diperoleh sungguh di luar dugaan!
Fang Fang yang disambut sri baginda malah mendapat tepukan dan tawa ramah yang luar biasa. Sri baginda turun dari singgasananya dan menyambut pemuda i-tu sendiri, menuntun dan meminta pemuda itu duduk di sebelahnya, bukan main. Dan ketika Fang Fang melenggong dan Bu-goanswe sendiri juga bengong maka sri baginda menunjuk seorang wanita muda yang cantik dan bersemu dadu.
"Aku hendak menyatakan terima kasih, juga sekaligus hadiah. Bantuanmu meringkus kawanan perusuh membuat aku senang, Fang Fang. Terimalah ini sebagai hadiah dariku dan itulah Hong Hong yang akan menemanimu selama kau suka!"
"Ap". apa?" Fang Fang terkejut, merah dan tiba-tiba gugup menerima pemberian itu, seorang wanita cantik! "Hamba., hamba tak mengerti, sri baginda. Hamba kurang jelas!" "Ha-ha, aku hendak berterima kasih. Aku hendak menyatakan terima kasihku dengan hadiah untukmu. Kau telah menolong istana, Fang Fang. Meskipun Han-ciangkun tak terbukti namun tindak-tanduk puteranya memang sudah jelas. Aku hendak menyatakan syukur dan terima kasihku ini sebagai hadiah. Kau murid si Dewa Mata Keranjang, tentu tak akan menolak hadiah ini dan untuk berikut setiap kau membekuk seorang pengacau yang memperjualbelikan senjata api tentu aku akan memberimu seorang wanita cantik!"
Fang Fang melenggong. Tiba-tiba saja dia merah padam dan terkejut. Hadiah itu, ah, betapa menariknya! Dan si cantik yang tersipu-sipu di sudut tampak mengerling padanya dengan senyum dikulum, malu-malu tapi mau. Ah, Fang Fang terbuai! Dan ketika pemuda itu tertegun sementara Bu-goanswe yang tampak juga tak menduga kelihatan bengong namun berseri-seri, gembira, tiba-tiba sri baginda memanggil si cantik itu menggapaikan lengannya.
"Ke marilah, ini Fang Fang. Kau boleh layani pemuda ini dengan baik dan awas jangan membuatnya kecewa!"
"Hamba menurut"!" suara merdu itu lirih terdengar, disusul gerak dan lenggok memikat. "Hamba akan patuh kepada segala titah paduka, sri baginda. Hamba akan menemani Fang-siauwhiap ini sebaik hamba melayani paduka!"
"Nah," kaisar tertawa bergelak. "Dengar itu kata-katanya, Fang Fang. Mulai sekarang kau tinggal saja di samping istana dan bawalah Hong Hong bersamamu!"
Fang Fang mendelong sadar. Akhirnya pemuda ini bangkit karena Hong Hong menghampirinya. Lengan dan jari-jari halus itu menyentuhnya, lembut. Dan ketika sang pemuda tergetar dan berdegup, darah berdesir, maka Hong Hong si cantik celah mengajaknya berlutut di depan sri baginda dan minta diri.
"Baginda, hamba akan menemani Fang-siauwhiap. Sudilah paduka mengijinkan kami mundur dan biarkan hamba melayani Fang-siauwhiap."
"Boleh, ha-ha". boleh! Tentu saja kau harus melayani pemuda itu baik-baik, Hong Hong. Atau aku akan menghukummu dan jangan minta dijebloskan penjara!"
Fang Fang sadar. Akhirnya dia tersentak dan berlutut pula di depan sri baginda, minta diri. Tubuhnya sudah panas dingin karena pegangan si jelita itu begitu lembut dan menggetarkan. Entahlah, meng hadapi wajah cantik tiba-tiba Fang Fang seakan mati kutu. Kejelitaan dan daya tarik Hong Hong begitu besar. Dia seakan lumpuh. Dan karena pemberian itu memang tidak diduga dan semua terjadi dengan amat mendadak maka Fang Fang tak mampu menguasai guncangan hatinya ketika si cantik ini membawanya ke samping istana. Fang Fang tidak lagi di tempatnya dulu melainkan di sebuah gedung sendiri yang lebih besar. Kamarnya di belakang kamar sri baginda dan tentu saja itu kehormatan baginya. Bayangkan, dia hampir bersebelahan dengan kamar kaisar, maharaja Tiongkok! Dan ketika Hong Hong menutup pintu kamar sementara pemuda itu masih berdegup dan mendelong maka lembut dan halus sekali si cantik ini melepas sepatunya.
"Siauwhiap terlalu capai. Kaum perusuh memang menguras pikiran dan tenaga. Mari, kulepas sepatumu, siauwhiap. Biar kuganti dengan kaos baru dan siauwhiap kuiring mandi."
"Apa?" Fang Fang seakan mendengar suara bidadari, sayup-sayup sampai. "Mandi" Aku harus mandi?"
"Ya, tubuhmu berkeringat, siauwhiap. Mari kuantar dan itulah kamar mandinya."
Fang Fang berdetak. Hong Hong bangkit berdiri dan dengan langkahnya yang lemah gemulai si cantik itu membuka pintu kamar mandi. Ternyata kamar mandi menjadi satu dengan kamar besar ini, hanya terpisah tembok. Selanjutnya bau harum menguar keras dan air pancuranpun dibuka. Suara gemercik disusul senyum dan kekeh ditahan sungguh membuat Fang Fang tak kuat. Luar biasa, dia sudah didorong masuk dan tahu-tahu Hong Hong telah membuka pakaiannya, satu per satu, lembut dan lemas seolah wanita itu sudah biasa menjalankan pekerjaannya! Tapi ketika Fang Fang terkejut karena jari-jari itu sudah di ritsluiting celananya, siap membuka, maka Fang Fang tersentak dan kaget menolak mundur, tak biasa mendapat pelayanan istimewa ini.
"Eiitt, nanti dulu"!" si pemuda gugup, jengah menolak. "Jangan" jangan buka itu, Hong Hong. Aku" aku dapat sendiri!"
"Tapi siauwhiap bengong melulu. Apakah aku tak boleh membantumu?"
"Tidak". tidak". tapi, ah, coba keluar dulu, Hong Hong. Aku kikuk dan belum biasa dilayani seperti ini!"
"Kalau begitu silahkan siauwhiap mandi, aku menjaga di luar." dan Hong Hong yang lemah mengayun langkah lalu pergi dan meninggalkan si pemuda memandang bengong, bukan apa-apa melainkan melotot pada sepasang pinggul yang naik turun itu. Hong Hong membelakangi namun justeru ini yang lebih merangsang. Tenggorokan Fang Fang terasa kering! Tapi ketika wanita itu menutup pintu kamar mandi dan tersenyum padanya, manis luar biasa maka Fang Fang terkejut dan merah padam. Dia seakan anak kecil ketika berhadapan dengan si cantik ini. Dia seolah bocah ingusan begitu berhadapan dengan Hong Hong. Padahal dia adalah murid si Dewa Mata Keranjang, pemuda yang suka dan senang menggoda wanita! Tapi begitu pintu ditutup dan Hong Hong menjaga di luar, tersenyum, Fang Fang tiba-tiba sadar dan cepat-cepat melepas sisa pakaiannya itu. Berada di kamar man di bersama wanita secantik Hong Hong tiba-tiba membuat Fang Fang mandi keringat. Belum apa-apa sudah gembrobyos, lucu! Dan ketika Fang Fang menyambar gavung dan mandi jebar-jebur, sengaja menghilangkan kegugupannya dengan suara-suara keras maka di sana Hong Hong menahan tawanya melihat kecelingusan pemuda ini. Fang Fang sabar ditunggu dan akhirnya selesailah juga pemuda itu mandi. Hong Hong tetap di muka pintu dan sudah mengulurkan handuk, tahu bahwa di dalam tak ada handuk. Fang Fang melap tubuhnya begitu saja dan memang kebingungan mencari handuk, yang belum dimasukkan. Tapi begitu si cantik memberikan dan pemuda ini lagi-lagi merah mukanya, gugup, maka Hong Hong sudah menunjuk secangkir teh manis di atas meja.
"Kusiapkan minuman dan roti di situ. Kalau ada yang kurang silahkan siauwhiap beri tahu."
"Hm-hm, terima kasih!" Fang Fang menyelinap di samping wanita ini, secara tak sengaja bersenggolan. "Cukup semuanya itu, Hong Hong. Kau melayaniku cukup baik!"
"Dan siauwhiap minta dipijat?"
"Apa?"
"Pijat, siauwhiap, melemaskan urat-urat kencang dan mengencangkan urat-urat lemas, agar sehat!"
Fang Fang tertegun. Si cantik ini sudah menghampirinya dan dengan lembut menyuruh dia duduk, tak likat-likat. Dan ketika dia duduk dan Hong Hong memijat kakinya, halus dan hangat maka Fang Fang seakan dialiri listrik tegangan tinggi ketika secara perlahan-lahan tetapi pasti jari si cantik itu merayap ke pahanya.
"Ah, benar-benar kelelahan. Seharusnya siauwhiap dipijat setiap hari. Oto-otot kakimu terlalu tegang, kau habis melakukan perjalanan jauh!"
Fang Fang terbelalak matanya. Dia seolah tak mendengar kata-kata ini karena matanya melekat pada baju bagian a-tas Hong Hong. Disengaja atau tidak, Hong Hong memperlihatkan belahan dadanya yang berombak. Dada itu naik turun ketika pemiliknya bernapas panjang pendek. Fang Fang terpukau. Benda itu, bukan main. Montok dan segar, seperti apel masak! Tapi ketika Fang Fang berdesir dan pikirannya tak keruan jadinya tiba-tiba si empunya barang mengangkat kepalanya berseru tertahan,
"Hei, apa yang kaulamunkan, siauwhiap. Aku bertanya apakah bajumu perlu kulepas!"
"Eh-oh"!" Fang Fang terkejut. "Ap" apa, Hong Hong" Baju" Kenapa" Dilepas" Eh, betul. Aku gerah. Tapi, ah" kau manis sekali"!" dan Fang Fang yang terengah melihat si cantik merangkul lehernya, melepas baju tiba-tiba sudah terguling dan saling tindih di tempat tidur.
"Hong Hong, kau cantik sekali. Apakah" apakah aku boleh menyukaimu?"
"Ih!" si cantik menggeliat, terkejut dan bersemu dadu ketika tiba-tiba mereka terguling tanpa sengaja. "Aku di sini memang ditugaskan melayanimu, Fang-siauwhiap. Kalau kau suka kepadaku tentu saja aku gembira. Tapi aku wanita bodoh. Aku wanita lemah. Aku tak dapat membantumu membekuk penjahat kalau kau minta."
"Ah, tidak. Bukan itu. Aku, hmm" a-ku senang kau berada di sini. Tapi". tapi"." Fang Fang gugup. "Aku jadi berkeringat begitu kau berada di kamar ini, Hong Hong. Aku bingung".!"
"Hi-hik, siauwhiap rupanya gelisah, belum pernah dipijit atau dilayani wanita. Apakah siauwhiap selama ini tak pernah bergaul dengan wanita" Bukankah siauwhiap murid si Dewa Mata Keranjang yang lihai?"
"Benar, tapi, ah, sudahlah. Kau lepas bajuku dan gosok tubuhku, Hong Hong. Aku kepanasan!"
Hong Hong bangkit. Fang Fang sudah dilepas bajunya dan si cantik ini tersenyum. Heran dia. Kenapa Fang Fang ke-blingsatan dan gugup berduaan dengannya" Bukankah sebagai murid si Dewa Mata Keranjang yang banyak berhubungan dengan wanita seharusnya pemuda ini tak perlu jengah atau malu-malu" Tapi Hong Hong yang tak banyak berpikir tentang itu sudah memutar tubuhnya. Dia mengambil minyak gosok dan dengan gemulai serta lembut dia kembali lagi ke tempat si pemuda. Fang Fang sudah tengkurap, lucu. Seolah anak kecil yang siap kerokan! Tapi Hong Hong yang berlutut dan menggosok tubuh pemuda ini lalu menjalankan pekerjaannya seperti keinginan si pemuda. Jari-jari lembut itu mengurut dan menggosok. Fang Fang diajaknya bicara ini-itu. Tak terasa, panas tubuh pemuda itu menurun. Fang Fang sudah mulai biasa. Tapi ketika Hong Hong berdiri sebentar untuk mengganti baju, karena wanita itu juga kegerahan maka Fang Fang terkejut ketika tiba-tiba si cantik sudah berlutut lagi dan menyuruh dia telentang, melihat Hong Hong mengenakan baju tipis yang tembus pandang!
"Ah..!" Fang Fang berdetak cepat, panas tubuhnya tiba-tiba meningkat lagi. "Kau". kenapa mengenakan pakaian seperti itu, Hong Hong" Kau juga gerah?"
"Benar," Hong Hong tersenyum manis. "Aku gerah, siauwhiap. Kamar ini tiba-tiba juga terasa pengap bagiku. Apakah jelek dengan pakaian begini?"
"Tidak, kau" kau cantik sekali. Aku, ah".!" dan Hong Hong yang terkekeh menubruk lembut tiba-tiba telah menjatuhkan dirinya di atas tubuh pemuda ini, dadanya persis di puncak hidung Fang Fang dan tentu saja pemuda itu disengat aliran listrik bertegangan tinggi. Buah "apel" yang masak itu jatuh persis di ujung hidungnya. Fang Fang sesak! Tapi ketika dia tahu bahwa semuanya itu disengaja, Hong Hong hendak menghiburnya maka Fang Fang mendengus dan kontan jarinya meremas tubuh si cantik ini, selanjutnya sudah saling mencium dan siapa yang lebih dulu tak diketahui pasti. Yang jelas Fang Fang sudah bertanya apakah Hong Hong suka kepadanya, dijawab bahwa wanita itu memang suka kepadanya, bahkan ingin menghiburnya luar dalam, dengan tubuh dan jiwa! Dan karena Fang Fang sudah mendapat kepastian dan pantang baginya untuk memaksa wanita yang tidak suka kepadanya maka begitu jawaban diterima segera saja Fang Fang bergulingan dengan si cantik ini. Pakaian Hong Hong malah sudah lepas sendiri. Si cantik mengenakan pakaian itu tanpa kancing yang kuat, Fang Fang merenggut dan Hong Hong pun merenggut sisa pakaian Fang Fang. Dan ketika keduanya bergumul dan terkekeh-kekeh, disusul dengus atau lenguhan Fang Fang maka untuk selanjutnya Fang Fang mendapat pelayanan istimewa dari Hong Hong ini. Fang Fang mabok dan lupa daratan. Dia mendapatkan apa yang belum pernah didapatkannya dari Eng Eng ataupun Ming Ming, juga Ceng Ceng. Hong Hong benar-benar memabokkannya dan membuat Fang Fang dewasa dengan cepat. Apa yang dilakukan Hong Hong memang belum pernah dilakukan bekas kekasih-kekasih pemuda ini, karena Eng Eng maupun Ming Ming adalah gadis-gadis hijau yang belum banyak berpengalaman melayani pria. Mereka itu "ortodoks" bila dibandingkan Hong Hong, jauh". jauh sekali. Maka ketika hari itu Fang Fang dibuat jatuh bangun dan permainan Hong Hong sungguh luar biasa maka untuk seminggu penuh Fang Fang tak melepaskan sedetik jua pun si cantik ini.
Fang Fang benar-benar mabok. Fang Fang tiba-tiba menjadi lelaki dewasa yang tulen. Kejantanannya telah "dilatih" Hong Hong. Hebat wanita itu. Fang Fang akhirnya jatuh cinta! Tapi ketika pemuda itu lagi mabok-maboknya dan setiap hari hanya mengeloni Hong Hong tiba-tiba saja Bu-goanswe muncul.
"Hm!" jenderal itu merah mukanya, melihat Fang Fang berciuman mesra. "Maaf, Fang Fang. Kau melupakan janjimu!"
Fang Fang terkejut, menoleh ke belakang. "Kau?" pemuda ini tertegun, tiba-tiba mendorong kekasihnya. "Ada apa, goanswe" Janji apa?"
"Terlalu!" sang jenderal geli, tapi juga mendongkol. "Kau berjanji untuk membekuk calon-calon pemberontak, Fang Fang. Tapi begitu mendapat Hong Hong tiba-tiba saja kau tak pernah menjenguk aku, sekejap pun tidak!"
"Maaf," Fang Fang teringat, menyeringai tersipu. "Aku jatuh cinta kepada kekasihku ini, goanswe. Dan kau tentu maklum bagaimana rasanya orang jatuh cinta. Ah, kau benar. Aku lupa. Tapi katakan sekarang apa yang harus kulakukan!"
"Aku tak leluasa bicara di sini. Marilah ke gedungku," si jenderal mengajak. "Maaf, Hong Hong. Fang Fang kupinjam sebentar untuk membantu negara."
Hong Hong mengangguk. Dia juga terkejut ketika tiba-tiba Bu-goanswe itu datang. Tapi karena jenderal Bu adalah o-rang yang sudah dikenal dan Fang Fang pun tak menolak maka si cantik tersenyum saja ketika Fang Fang diajak pergi.
"Aku pergi sebentar," Fang Fang menyesal meninggalkan kekasihnya ini. "Nanti aku kembali lagi, moi-moi. Kau tunggulah di sini."
Sang kekasih mengerti. Bu-goanswe tersenyum mendengar Fang Fang sudah menyebut Hong Hong dengan "moi-moi" (dinda), sebutan yang menunjukkan betapa dalam dan beratnya pemuda ini jatuh cinta. Panggilannya lembut, juga mesra. Persis dua muda-mudi yang sudah lengket tak mungkin dipisahkan! Tapi begitu Fang Fang sudah di gedungnya dan duduk berhadapan maka jenderal itu menegur Fang Fang untuk tidak bersenang-senang saja.
"Empat orang yang kucurigai sudah mulai ada yang bergerak. Lieciangkun dan Cok-ciangkun malam nanti mau keluar dengan sebuah kereta penuh berisi senjata api!"
"Kau sudah pasti?"
"Setan! Kalau tidak pasti tak mungkin memanggilmu, Fang Fang. Aku justeru ingin membuktikan padamu dan periksalah sendiri!"
"Kapan mereka bergerak?"
"Tepat tengah malan. Sebuah kereta akan keluar dari pintu gerbang selatan dan kau selidikilah sendiri!"
Fang Fang membelalakkan mata. Bu-goanswe akhirnya memberi informasi-informasi lebih lengkap dan disebutnya pula ciri-ciri dua orang itu. Mereka akan bertugas di perbatasan dan secara diam-diam akan membawa sebuah kereta penuh senjata api. Ke mana senjata itu a-kan diserahkan Bu-goanswe tak tahu. Pokoknya dua orang itu harus segera ditangkap, atau jejak bakal kabur lagi kalau terlalu lama, membiarkan mereka sudah jauh meninggalkan kota raja umpamanya. Dan ketika Fang Fang mengangguk-angguk menyatakan mengerti, alis berkerut dan ganti-berganti bayangan Hong Hong dan kereta bermunculan di benaknya maka pemuda ini berhasil menindas bayangan Hong Hong untuk dikalahkan dengan bayangan kereta penuh senjata api itu.
"Baiklah, tengah malam nanti aku bersiap, goanswe. Aku akan membekuk dua panglima itu!"
"Dan sekarang tak perlu kau kembali ke kekasihmu itu. Langsung saja berangkat dan lihat isi kereta!"
"Hah?"
"Hm, sekarang sudah gelap. Beberapa jam lagi mereka bisa menukar kereta, Fang Fang. Kau tak akan tahu. Lekaslah berangkat dan selidiki gedung Lieciang-kun. Kereta itu di samping rumahnya dan tepat tengah malam akan berangkat!"
Fang Fang terkejut. Bu-goanswe memerintahkannya tanpa boleh kembali lagi ke Hong Hong. Ah, dia kecewa. Tapi ketika dijelaskan bahwa kereta bisa ditukar, dia akan kehilangan bukti maka Fang Fang mengangguk dan menarik napas dongkol.
"Kalau begitu daripada mencegat di luar pintu gerbang sebaiknya kucegat di rumahnya sendiri, goanswe. Aku dapat langsung bertindak dan menangkapnya!"
"Jangan!" Bu-goanswe terkejut. "Lima ratus pengawal Lieciangkun akan bergerak, Fang Fang. Lieciangkun dapat memanggil anak buahnya dan menyelamatkan diri. Kalau hal itu boleh dilakukan tentu sudah kulakukan sendiri. Tapi aku tak ingin para pengawal bentrok, aku tak ingin ada keributan di istana. Boleh ribut tapi harus di luar!"
"Hm, begitukah?" Fang Fang mengerutkan kening. "Baiklah, kuturuti permintaanmu, goanswe. Sekarang juga aku menyelidiki dan mudah-mudahan berhasil!"
"Dan aku akan mengawasimu dari jauh. Aku akan menyiapkan pasukah diam-diam. Kalau kau kewalahan aku akan membantumu. Tapi ingat, jangan dua orang itu dibunuh!"
Fang Fang mengerti. Akhirnya dengan menyesal terpaksa ia tak kembali ke Hong Hong. Bu-goanswe mencegahnya karena takut kekasihnya itu membocorkan rahasia, hal yang membuat alis pemuda i-ni berkerut, dalam. Tapi ketika Bu-goanswe bersungguh-sungguh dan menyatakan bahwa di istana banyak mata-mata maka pemuda ini melepas dongkol dengan mengumpat.
"Baiklah, Hong Hong kudapatkan atas jasa peristiwa ini, goanswe. Sekali dikecewakan biarlah tak apa. Aku akan membekuk perusuh-perusuh itu!"
Fang Fang berkelebat. Akhirnya dia tak jadi kembali dan menuju ke gedung Lieciangkun. Di sana ada sebuah kereta dan cepat pemuda ini memeriksa. Benar saja, tumpukan senjata api ada di belakang, di bawah kereta! Dan ketika Fang Fang geram dan membuktikan omongan Bu-goanswe maka tepat tengah malam kereta itupun bergerak dan Lieciangkun, panglima tinggi kurus bermuka sempit sudah duduk di dalam keretanya.
Tapi kereta ini tak langsung keluar, berbelok dan menuju ke gedung Gokciang-kun, perwira pendek yang mukanya penuh cambang, matanya bulat lebar. Dan ketika Fang Fang mengikuti semua itu karena dia melekat di bawah kereta, menempel seperti lintah maka barulah kereta dibedal dan keluar lewat pintu gerbang selatan. Dan di sinilah Fang Fang bekerja.
Pemuda itu habis sabar ketika dua orang di atas kereta tertawa-tawa dan bicara masalah itu. Fang Fang coba mendengarkan kepada siapa senjata-senjata api ini akan dibawa tapi tak juga dua orang itu menyebut-nyebut. Mereka hanya mengatakan bahwa keuntungan besar akan diraih. Mereka akan hidup senang dan siap membangun istana atau kebun yang luas. Dan ketika dua orang itu membedal keretanya menyuruh kusir mempercepat larinya maka Fang Fang mengerahkan ilmunya Ban-kin-kang (Tenaga Pemberat Sepuluh Ribu Kati) di mana empat ekor kuda yang menarik mendadak meringkik dan tertahan, tak kuat berjalan"
"Eh, ada apa?" Lieciangkun melongok, kaget. "Kenapa berhenti, A-tong" Siapa suruh menghentikan kereta?"
"Hamba". hamba tak tahu. Kereta tiba-tiba menjadi berat. Empat ekor kuda tak mampu menarik!"
"Bodoh, tak ada apa-apa di sini. Hayo jalan!" dan ketika Lieciangkun membentak dan bertepuk tangan tiba-tiba dari belakang berderap puluhan ekor kuda disusul pertanyaan atau seruan nyaring,
"Ciangkun, ada apa?"
Fang Fang tertegun. Dia sudah mau keluar ketika mendadak puluhan orang berkuda itu muncul. Mereka ternyata pengawal atau pengiring rahasia Lieciangkun, bergerak di belakang dan tiba-tiba dari depan juga muncul kuda-kuda yang lain, jumlahnya tak kurang limapuluh o-rang juga dan terkejutlah Fang Fang karena itu berarti seratus pengawal. Keparat, kiranya Lieciangkun telah berjaga-jaga dengan melindungi diri di balik pengawal rahasia. Dia tak memperhatikan itu tadi karena telinganya dipakai untuk menangkap percakapan di kereta, yang sialnya tak mendengarkan sesuatu yang cukup penting kecuali disebut-sebutnya nama Bu-goanswe, juga dirinya. Maka begitu seratus pengawal muncul dan Lieciangkun memberi tahu bahwa kereta tiba-tiba tak mau jalan, seolah dibebani sesuatu yang berat maka Gokciangkun yang ada di dalam tiba-tiba meloncat keluar.
"Coba periksa kereta ini. Aku juga merasa sesuatu yang berat nggandul di bawah!"
Fang Fang tertawa. Melihat dirinya a-kan diperiksa dan dua panglima itu sudah keluar dari keretanya maka tak mau lagi pemuda ini bersembunyi. Fang Fang cepat berkelebat dan sekali dia mendorong kereta tiba-tiba empat ekor kuda itu meringkik. Mereka terdorong dan menabrak tujuh pengawal yang mau memeriksa. Dan ketika Fang Fang bergerak dan cepat seperti siluman tahu-tahu ia telah menangkap Lieciangkun, yang kaget dan mau melompat menghindar namun tidak sempat maka Fang Fang sudah berseru menyuruh yang lain mundur.
"Haii, ini aku. Lieciangkun dan Cok-ciangkun menyembunyikan senjata api di keretanya. Kalian mundur, dan jangan menyerang kalau ingin selamat!"
"Keparat!" Cok-ciangkun, panglima bertubuh pendek itu pucat pias. "Bocah i-ni ada di sini, Lieciangkun. Celaka, terkutuk dia. Serang, dan bunuh dia!" dan Cok-ciangkun yang menyambar goloknya membabat Fang Fang tiba-tiba gentar namun marah menyerang pemuda itu, membentak para pengawalnya agar maju menyerang. Pemuda yang ditakuti itu ternyata ada di situ, bersembunyi di bawah kereta! Namun ketika Fang Fang berkelebat dan tertawa mengejek, menghindari bacokan maka pemuda itu menendang golok di tangan Cok-ciangkun yang seketika mencelat.
"Orang she Gok, jangan suruh pembantumu menerima dosa. Semua mundur, karena Bu-goanswe ada di sini!" dan para pengawal yang terkejut serta menghentikan serangan karena mendengar seruan dan bentakan mengguntur tiba-tiba tertegun karena Bu-goanswe muncul di situ, diiring seratus pasukannya pula dan para pengawal Lieciangkun pucat. Mereka tak tahu apa yang dilakukan Lieciangkun namun tuduhan bahwa Lieciangkun membawa senjata api sungguh mengejutkan. Dan ketika mereka bengong dan tak menyerang Fang Fang, yang menjepit dan memiting leher lawan maka Cok-ciangkun yang pucat serta kaget melihat kehadiran Bu-goanswe tiba-tiba lari ke kereta dan menyambar dua senjata api di mana dengan membabi-buta dan penuh ketakutan panglima itu menembak siapa saja. "Dor-dor-dorr"!"
Fang Fang tersentak. Hamburan senjata api itu menyerang dirinya dan Bu-goan swe, juga pengawal di belakang jenderal tinggi besar itu. Dan karena mereka tidak menduga dan tembakan membabi-buta itu dilancarkan dalam panik dan marah maka tujuh di antara pengawal atu pasukan Bu-goanswe roboh.
"Awas, menyingkir"!"
Fang Fang bergerak cepat. Dia menendang sebutir batu tepat mengenai pergelangan tangan Cok-ciangkun. Panglima she Cok itu menjerit dan terlepaslah senjata api di tangannya. Dan ketika Fang Fang berkelebat dan menotoknya dari jauh maka panglima itu berdebuk dan terbanting merintih.
"Kau tak berperikemanusiaan!" Fang Fang gemas menginjak panglima ini, disusul bayangan Bu-goanswe yang menggeram dan memaki lawan. Dan ketika Gokciangkun pucat dan mengeluh tak keruan, ketakutan, maka jenderal Bu itu menendang kepalanya berseru marah,
"Orang she Gok, kau tak berjantung. Disuruh menyerah baik-baik malah menghamburkan senjata api. Nah, tahu rasa kau sekarang. Dosamu bertumpuk, bukti-bukti tak dapat kausangkal lagi dan hayo ikut kami ke istana!" lalu membalik dan membentak seratus pengawal Cok-ciangkun atau Lieciangkun yang pucat menyaksikan Fang Fang, pemuda yang sudah diketahui kelihaiannya itu jenderal ini mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Kalian yang menyerah baik-baik harap lepaskan senjata, jangan melawan. Aku akan memeriksa kalian nanti di kota raja dan siapa yang benar-benar tidak bersalah akan -mendapat kebebasan!"
Semua orang berseri. Mereka rupanya lega mendengar kata-kata Bu-goanswe itu karena kata-kata itu serupa janji. Mereka hanya pengikut, pelaksana perintah. Dan karena majikan atau tuan mereka sudah ditangkap dan Lieciangkun serta Gokciangkun itulah yang bersalah maka semua membuang senjata dan berlutut. Bu-goanswe melirik Fang Fang karena sesungguhnya pemuda itulah yang amat ditakuti orang-orang ini. Kalau tidak, mungkin mereka akan mendapat perintah Lieciangkun atau Gokciangkun untuk melawan, karena jumlah mereka cukup. Tapi karena Fang Fang ada di situ dan kehebatan atau kelihaian pemuda ini sudah diketahui semua orang maka Fang Fang tersenyum saja mendapat lirikan jenderal itu, yang diketahui artinya.
"Sekarang kita pulang," jenderal Bu mengajak kembali. "Dan ikat dua orang ini sebagai tertuduh utama. Nah, bergeraklah, pengawal. Jaga kereta baik-baik dan keluarkan isinya nanti di depan istana!"
Gokciangkun dan Lieciangkun menggigil. Mereka habis harapan dan Lieciangkun akhirnya pingsan. Mereka dibawa ke kota raja dan langsung menghadap kaisar. Mereka ditelanjangi. Dan ketika malam itu juga sri baginda diberi tahu dan keluar maka sri baginda marah sekali melihat semuanya ini.
Gokciangkun dan Lieciangkun dihukum seumur hidup. Mereka dipersalahkan tapi masih mendapat keringanan mengingat jasa-jasa mereka. Dan ketika hukuman sudah dijatuhkan dan dua orang itu menangis maka kaisar menghadapi Fang Fang yang untuk kedua kalinya membekuk komplotan penjual senjata api.
"Aku gembira, dan sekali lagi berterima kasih. Baiklah, menepati janjiku sendiri maka ambillah dua di antara empat orang wanita itu, Fang Fang. Kuberikan mereka kepadamu sebagai pelayan atau penghiburmu!"
"Apa?" Fang Fang terbelalak. "Dua" dua lagi untuk hamba?"
"Ya, kau memberikan dua panglima kepadaku, Fang Fang. Dan karena aku sudah berjanji bahwa untuk setiap orang pengacau kau mendapat seorang wanita cantik maka itulah untukmu dan pilih dua di antara mereka!"
Fang Fang tertegun. Dia berdetak melihat empat wanita cantik yang berlutut di situ. Usianya rata-rata duapuluhan tahun dan cantik-cantik, tubuh mereka juga padat berisi dan Fang Fang menekan guncangan hatinya. Teringatlah dia kepada Hong Hong yang mampu membuatnya tergila-gila. Apakah wanita-wanita ini juga pandai dan mampu membuatnya tergila-gila" Bagaimana kalau dia mabok tak keruan dan jatuh bangun dilayani tiga wanita seperti ini" Dan ketika Fang Fang bi ngung tapi juga menelan ludah, tergetar, maka kaisar tertawa berkata padanva,
"Fang Fang, jangan khawatir. Mereka tak di bawah Hong Hong. Dati Hong Hong juga tak akan cemburu. Kaubawalah mereka, dan bersenang-senangan!"
"Sst," Bu-goanswe berbisik. "Itu rejeki yang harus kausyukuri, Fang Fang. Terimalah dan kita mundur?"
Fang Fang menganggur. Akhirnya dia menerima dan memilih dua di antara mereka. Sebenarnya dia bingung karena mereka cantik-cantik, berimbang. Tapi ketika dia memilih juga pilihannya dan malam itu mendapatkan dua wanita penghibur lagi, agak berdebar dan takut-takut bagaimana sambutan Hong Hong nanti ternyata kekasihnya itu tertawa kecil melihat dua hadiah ini.
"Ih, kiranya Kim Lan dan Kim Swat. Selamat, kalian tentu diperintahkan sri baginda ke mari, Kim Lan. Masuklah, dan kita layani Fang-siauwhiap!"
Fang Fang tertegun. "Kau mengenalnya?"
"Hi-hik, kami bertiga adalah dayang-dayang khusus di istana, siauwhiap, tentu saja kenal! Sudahlah, ajak mereka ke kamar dan kau tentu lelah setelah setengah malam menyergap Lieciangkun!"
Fang Fang bengong. Hong Hong, kekasihnya itu, ternyata tidak cemburu atau marah melihat dia bersama Kim Lan dan Kim Swat. Mereka memang kakak beradik dan justeru itulah dipilih Fang Fang. Pemuda ini tertarik karena mereka hampir mirip satu sama lain, kecuali pakaian mereka yang berbeda. Dan ketika Hong Hong mengajak dua gadis itu ke kamarnya dan langsung melayaninya seperti biasa maka Hong Hong berkata,
"Kami adalah pelayanmu, meskipun sebuah kehormatan besar bila kau menganggap kami sebagai kekasih. Tidurlah, dan biar kami pijit seluruh tubuhmu yang pegal-pegal, siauwhiap. Setelah itu kau tentu akan tidur dengan nyenyak!"
Fang Fang terbelalak. Hong Hong memijitnya dengan lembut sementara Kim Lan dan adiknya juga begitu. Mereka mulai tersenyum. Dan ketika tiga gadis atau wanita itu memijitnya tertawa-tawa dan agaknya geli melihat Fang Fang yang terlihat kikuk, canggung, maka Hong Hong memberi contoh agar Kim Lan menciumnya.
"Jangan takut, aku tak marah. Lihat kusuruh Kim Lan menciummu!"
Fang Fang terkejut. Kim Lan tahu-tahu terkekeh kecil dan menciumnya, bukan mulut melainkan pipi. Dan ketika Hong Hong berseru agar Kim Lan mencium mulut, mengulang, maka hampir saja Fang Fang terjungkal ketika Kim Swat juga disuruh Hong Hong melakukan hal yang sama.
"Nah, kami semua adalah kekasihmu. Biarkan kami menyenangkan hatimu karena inilah tugas kami?"
Selanjutnya Fang Fang panas dingin. Hong Hong sungguh tak cemburu atau marah melihat dirinya bersama Kim Lan atau Kim Swat itu. Sungguh jauh bedanya dengan Eng Eng atau Ming Ming dulu, juga Ceng Ceng, atau gadis-gadis lain yang pernah menjadi kekasihnya. Dan ketika Hong Hong malah menyuruh temannya untuk mencium atau memeluknya mesra maka Fang Fang serasa terbang ke langit ketika tiga gadis itu bergantian melepas pakaiannya, tak malu-malu.
"Kami diperintahkan sri baginda melayanimu. Nah, inilah kami, siauwhiap. Terimalah dan semoga kau senang!"
Fang Fang tak tahan lagi. Dia sebelumnya sudah menggigil menerima rabaan atau pijitan-pijitan lembut itu. Hong Hong memimpin teman-temannya untuk bersikap berani, dengan mula-mula membuka celana pemuda itu hingga Fang Fang tinggal mengenakan celana dalam saja. Dan ketika Kim Lan mengikuti dan dua enci adik itu tertawa, lembut mengecupnya maka Fang Fang sudah menyambar dan berturut-turut tiga gadis cantik itu roboh di atas tubuhnya.
Selanjutnya Fang Fang mengalami apa yang sebelumnve tak pernah dialami. Hong Hong mengatakan bahwa kejadian seperti itu adalah biasa di istana. Para pangeran atau bangsawan-bangsawan tinggi sudah biasa dilayani tiga atau empat wanita cantik, bahkan seringkali lebih. Dan ketika Fang Fang mabok dan baru selama itu dalam hidupnya bercumbu dengan tiga wanita sekaligus, hal yang tak terbayangkan, maka selanjutnya setiap ada penyelundup yang memperdagangkan senjata api dan ditangkap pemuda ini mendapat lagi hadiah wanita-wanita cantik dari kaisar. Fang Fang menjadi bersemangat dan tentu saja dia gembira menangkapi orang-orang itu. Coa-ciangkun dan Bing-ciangkun akhirnya tertangkap juga. Fang Fang kini dikerumuni bukan hanya oleh tiga atau empat wanita cantik melainkan hampir duapuluh orang. Luar biasa. Pemuda ini hampir setiap hari selalu bergumul dengan kekasih-kekasih barunya itu. Rata-rata mereka setingkat Hong Hong dan tentu saja itu membuat Fang Fang tergila-gila, meskipun kewalahan! Dan ketika sebentar kemudian kaisar mengangkatnya sebagai pangeran muda, satu kedudukan atau pangkat yang terhormat bagi orang biasa maka Fang Fang sudah mendapat gedung sendiri dan bukan lagi pinjaman.
"Kau berhak atas gedung itu, juga segala isinya baik yang hidup atau mati. Nah, tinggallah di sini sepuasmu, Fang Fang. Dan jagalah keamanan istana seperti kau menjaga gedungmu sendiri!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba dia sudah diikat tanpa sadar. Kedudukan dan wanita-wanita cantik diperolehnya, begitu gampang. Tapi karena keberadaannya di situ membuat calon-calon pemberontak jerih, gentar, maka dua bulan tinggal di istana sudah tak ada lagi peristiwa penjualan senjata api di mana pemuda itu akhirnya nganggur dan teringat kembali pada anaknya, Kiok Eng.
"Belum juga ditemukan, goanswe" Tak ada kabar?"
"Hm, maaf," sang jenderal tersenyum puas, Fang Fang berhasil menyapu bersih pedagang-pedagang gelap seperti Lieciangkun dan lain-lainnya itu. "Anakmu belum diketemukan pembantu-pernbantu-ku, Fang Fang. Aku menyesal dan terserah kau mau melakukan apa."
Fang Fang mengerutkan kening. "Apakah sama sekali tidak ada jejak?"
"Tidak."
"Kalau begitu terpaksa aku pergi. Hm, tak dapat aku bersenang-senang kalau anakku belum ditemukan, goanswe. Aku harus mencarinya dan menemukannya!"
"Tapi kau diminta menjaga istana?"
"Sekarang sudah aman!" Fang Fang memotong. "Aku tak melihat lagi calon-calon perusuh yang menjual senjata api, goanswe. Kau tahu itu. Sri baginda atau pun kau tak boleh menahanku di sini!"
"Hm, baiklah," sang jenderal mengangguk. "Aku mengerti, Fang Fang. Tapi sekarang kau adalah seorang pangeran muda. Pergi dan datang harus memberi tahu kaisar."
"Aku akan melakukannya," Fang Fang tiba-tiba merasa tak bebas, terikat. "Aku akan menghadap sri baginda, goanswe. Dan besok aku pergi!"
Jenderal Bu menarik napas dalam. Ia tak dapat mencegah kemauan pemuda itu dan itu memang hak Fang Fang. Pemuda ini belum menemukan anaknya dan ia sendiri menyesal kenapa anak perempuan itu tak dapat diketemukan pembantunya. Kalau tidak tentu Fang Fang dapat diikat di istana dan kehadiran pemuda itu sesungguhnya menenteramkan hatinya. Diam-diam ia girang bahwa Fang Fang sudah betah di istana, tak mengira bahwa akhirnya kebosanan muncul juga, teringat a-nak perempuannya yang hilang. Dan ketika Fang Fang berkelebat dan melapor sri baginda maka keesokannya pemuda ini sudah pergi meninggalkan gedungnya.
Tak banyak yang dipikirkan Fang Fang. Kesenangan yang didapatnya di istana akhirnya menumbuhkan juga kebosanan. Hong Hong yang semula dianggapnya hebat tiba-tiba saja menjadi biasa setelah Kim Lan dan lain-lainnya itu muncul. Ah, dia menjadi matang dan masak. Permainan sex direguknya sepuas-puasnya seperti halnya para pangeran atau kaisar sendiri. Fang Fang tak kikuk dilayani belasan wanita sekaligus kalau dia sudah di kamarnya. Kemajuan besar diperoleh pemuda ini, kemajuan sex! Tapi karena sex lama-lama membuahkan kejenuhan dan Fang Fang merasa ada sesuatu yang kosong, entah apa itu, maka dia merasa bahwa sex bukanlah alat menuju kebahagiaan.
Eh!, tiba-tiba Fang Fang terkejut. Kebahagiaan" Kenapa dia mendadak sontak menyebut-nyebut kebahagiaan" Tidak bahagiakah dia" Tidak senangkah dia" Hm, Fang Fang mengerutkan kening. Soal kebahagiaan memang dia merasa tidak bahagia. Tapi soal senang" jelas, dia sudah mendapatkan kesenangan. Hidup dikelilingi wanita-wanita cantik bukanlah hal yang tidak menyenangkan. Tidak. Dia harus mengakui bahwa hal itu sungguh menyenangkan. Teringatlah dia akan pelayanan atau servis Hong Hong. Teringatlah dia akan pelayanan atau servis Kim Lan, juga Kim Swat dan lain-lainnya itu. Tak dapat disangkal bahwa dia merasa mabok dan tergila-gila kepada pelayanan kekasih-kekasihnya yang cantik-cantik itu. Mereka seakan berlomba dan dia semula jatuh cinta berat kepada Hong Hong. Tapi ketika Kim Lan melakukan hal yang sama dan diapun jatuh cinta kepada gadis ini, eh" tiba-tiba dia juga merasa jatuh cinta dan suka kepada Kim Swat maupun yang lain-lainnya. Semula dia mengira cintanya itu abadi, kekal, paling tidak a-kan berumur panjang dan lama. Tapi ketika cintanya dapat berpindah-pindah dan tidak menetap di satu tempat yang tetap, seperti halnya dulu dia mencinta Sylvia tiba-tiba Fang Fang kecewa karena ada semacam kekosongan di jiwanya pada saat itu.
Aneh, perasaan apakah ini" Apa yang melandanya saat itu" Mula-mula, memang dia mabok dan tergila-gila sampai melupakan segalanya ketika dilayani Hong Hong dan lain-lainnya itu. Servis mereka begitu memabokkan hingga dia hanyut, bahkan tenggelam! Tapi ketika semuanya itu dirasanya tak ada yang baru dan selalu mengulang-ulang tiba-tiba dia menjadi bosan dan jenuh. Dan Fang Fang mulai tak kerasan! Dia ingin meninggalkan istana. Dia ingin bebas lagi seperti dulu dan tidak terkurung. Fang Fang mulai berkerut kening ketika tiba-tiba dia harus mengikuti kegiatan ini-itu di istana: rapat, sidang, atau apa-apa lagi sejenisnya. Tiba-tiba dia merasa terikat dan kebebasannya di masa lampau terbelenggu. Dan ketika semua itu bertumpu pada anaknya yang belum diketemukan, Kiok Eng, tiba-tiba Fang Fang i-ngin membebaskan diri dan keluar dari semuanya itu.
Rutinitas yang dialami akhirnya menimbulkan bosan. Dia jemu. Petualangan sexnya di istana sudah tak semenarik dulu. Dia sudah tahu itu. Dan karena manusia cenderung untuk mencari yang belum diketahui, yang baru, maka Fang Fang terjebak pola ini dan dengan alasan mencari anaknya yang hilang dia ingin keluar dari suasana rutin ke suasana yang segar, suasana lain. Dan Fang Fang tiba-tiba mendapatkan itu.
Suara suling mendadak memecah keheningan pagi. Kicau burung dan cecowetan monyet di hutan yang baru dimasukinya mendadak menggugah kesadarannya yang terombang-ambing oleh ketidakpastian, rasa jenuh itu, bosan. Dan ketika Fang Fang menoleh dan melihat seorang kakek duduk di bawah pohon besar meniup sulingnya, lembut dan merdu tiba-tiba Fang Fang tergerak untuk mendekati kakek ini.
Sang kakek tak menghiraukan. Dia bahkan menutup matanya ketika Fang Fang datang, bukan tak acuh melainkan justeru untuk berkonsentrasi meniup sulingnya dengan lebih berperasaan lagi. Lagu yang aneh meliuk naik turun, iramanya lincah dan bersemangat. Tapi ketika tiba-tiba menukik dan turun dengan tajam, seolah mendesah, tiba-tiba Fang Fang merasa bahwa lagu yang ditiup itu seperti menggambarkan keadaan dirinya, yang mula-mula bersemangat dan penuh senang di istana tapi tiba-tiba dibuat bosan oleh rutinitas yang menjemukan, aneh. Dan si kakek tiba-tiba menembangkan lagu yang mirip keadaannya!
Ha-ha, bahagia! Apakah itu" Ha-ha, bosan! Kenapakah begitu" Aku terjebak dan terikat, tapi aku tak sadar Aku terbelenggu dan terkurung, tapi aku tetap juga bodoh!
Bahagia, aku mencari dirimu
datanglah, dan tengok aku
Aku tak mau begini
aku ingin berobah
tapi aku tak tahu bagaimana dan
dengan cara apa, ha-ha!
Fang Fang merasa tersindir. Melihat si kakek kini membuka mata dan melirik padanya, tertawa, Fang Fang merasa bahwa dialah yang dijadikan bahan olokan. Dia terkejut melihat sinar mata si kakek yang jernih namun tajam. Sinar mata itu seolah menembus hatinya, langsung dan menguak seperti pisau belati! Dan ketika
Fang Fang mendekat dan duduk di dekat kakek itu, tanpa ijin, maka si kakek menghentikan tiupan sulingnya dan menyimpan benda itu.
"Hai, siapa kau, anak muda" Mau duduk dan menemani aku si tua bangka i-ni?"
Fang Fang tersenyum, mengangguk. "Aku Fang Fang, tertarik dan mendengar bunyi sulingmu tadi. Tapi yang lebih lagi, aku penasaran dan ingin tahu tentang syair atau isi lagumu!"
"Ha-ha, anak muda bersemangat. Dan namamu Fang Fang. Ha, tentu kau murid, si Dewa Mata Keranjang yang lihai itu, pemuda yang menangkapi dan membekuk pedagang-pedagang senjata gelap yang merupakan calon pemberontak!"
Fang Fang terkejut. "Kau tahu?"
"Ha-ha, aku si tua bangka ini tahu karena memiliki mata dan telinga, anak muda. Dan aku juga tahu bahwa kau mencari bahagia!"
"Hm, aku penasaran!" Fang Fang terkejut. "Kau kiranya seorang kakek lihai yang hebat. Maaf, siapakah kau, locianpwe" Bolehkah kita berterus terang saja" Dan sedang apa kau di sini?"
"Pertanyaan yang lengkap," si kakek tertawa. "Aku menunggu cucuku, anak muda. Dan siapa aku barangkali tak perlu kau tahu. Aku orang biasa-biasa saja, kakek yang mau mampus. Lain dengan kau yang cepat terkenal dan ditakuti orang-orang jahat!"
"Hm, terlalu berlebihan. Akupun orang biasa saja, locianpwe, seperti kau. Atau mungkin malah kau yang lebih menonjol daripada aku. Maaf, kau tak memperkenalkan nama, aku semakin penasaran. A-pakah tak boleh aku tahu?"
"Hm, aku lupa namaku. Tapi orang memanggilku Sin-kun Lo-jin (Malaikat Tua Bangka). Ha-ha, sebutan pertama tak tepat, anak muda. Tapi Lo-jin atau Tua Bangka sungguh cocok dengan keadaanku. Nah, panggillah aku Lo-jin dan kita boleh bercakap-cakap!"
"Sin-kun Lo-jin?" Fang Fang mengerutkan kening. "Aku tak mendengar nama ini. Tapi kalau kau mengenal guruku tentu kau bukan orang sembarangan. Baiklah, aku senang berjumpa denganmu, locianpwe. Dan sebagai orang muda yang tahu diri haruslah aku memberi hormat. Terimalah salamku!" Fang Fang bangkit berdiri, tersenyum dan cepat menggerakkan kedua tangan ke depan dalam sikap menyoja. Kedua tangan dibentuk kepalan tinju dan Fang Fang meletakkannya di atas kepala. Itulah hormat atau pengakuan terhadap yang tinggi. Tapi begitu Fang Fang menggerakkan kedua tangan di atas kepala, menghormat, maka dari kedua kepalan itu pula meluncur suatu tenaga dahsyat untuk mencoba si tua! "Wherr!"
Fang Fang menguji mengerahkan setengah bagian tenaganya. Dia tahu bahwa si kakek adalah seorang tokoh hebat, sorot matanya itu sudah menunjukkan jelas. Tapi ketika si kakek menggoyang-goyang lengan dan berseru tertawa, mencegah, maka Fang Fang kaget setengah mati karena tenaganya lenyap dan amblas entah ke mana.
"Ha-ha, tak usah sungkan, anak muda. Duduklah" duduklah"!"
Fang Fang tersentak. Si tua menggoyang-goyangkan lengan dan tiba-tiba ia-pun ikut bergoyang-goyang. Celaka, dia terpengaruh! Dan ketika Fang Fang merasa betapa sebuah balasan dari depan menghisap dan hendak menekannya maka Fang Fang kaget sekali dan cepat dia mendorong membentak perlahan.
"Dess"!" dan". Fang Fang terbanting! Pemuda itu bergulingan meloncat bangun dan si tua tampak terkejut, berteriak dan memburu pemuda ini untuk diangkat bangun. Dan ketika Fang Fang terbelalak dan pucat mukanya maka kakek itu berseru seolah bodoh kenapa Fang Fang membanting tubuhnya sendiri.
"Celaka, amit-amit. Aneh kau ini, anak muda. Tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba melempar tubuh seperti itu. Ada apa" Lihat, pakaianmu kotor!"
Fang Fang tertegun. Si tua membersihkan bajunya dan diam-diam dia terkejut sekali. Luar biasa, pukulannya tadi diterima dan akhirnya ditolak balik. Dia sudah mengerahkan sebagian besar tenaganya namun tetap kalah. Dari kedua tangan kakek yang digoyang-goyang itu meluncur sebuah kekuatan luar biasa di mana ia tak mampu mempertahankan diri, terjengkang dan akhirnya terbanting. Dan ketika Fang Fang tersentak dan berubah mukanya, kaget, maka si kakek tertawa ha-ha-he-he tapi tiba-tiba sebuah bayangan ramping membentak dari samping, berkelebat muncul.
"Kong-kong (kakek), ada orang menghinamu" Kurang ajar, jangan khawatir. Aku membalas perbuatannya dan lihat betapa aku menghajarnya!"
Fang Fang terkejut ulang. Dia terkejut karena tiba-tiba dari sebelah kiri muncul seruan nyaring itu. Seruan ini merdu dan Fang Fang melihat berkelebatnya bayangan seorang gadis cantik. Gadis ini berkulit putih, mukanya bersemu dadu, matanya kebiruan. Dan ketika Fang Fang terkejut karena gadis itu jelas bukan gadis Han, bangsanya, maka pukulan keras menyambarnya dari kiri dan tentu saja dia berteriak menangkis sambil menggerakkan lengan.
"Heii". nanti dulu, dess!" dan" Fang Fangpun terpental bergulingan. Gadis yang menyerang itu juga mengeluarkan pekik tertahan dan terlempar tapi berjungkir balik indah di udara lalu turun dengan mata terbelalak lebar. Fang Fang yang sudah melompat bangun harus menahan guncangan hatinya yang seakan dibetot oleh mata indah itu. Mata itu melotot tapi bagi Fang Fang justeru merupakan daya tarik yang kuat. Begitu kuatnya hingga ia terbetot, maju terhuyung. Tapi ketika gadis itu melengking dan mengayun kan lengannya lagi, menyerang, maka Fang Fang terkejut dan melempar tubuh sambil membentak.
"Blarr!"
Pukulan si gadis menghajar tanah. Fang Fang terbeliak karena tanah yang dihajar amblong, kerikil dan batu berhamburan ke atas tapi si gadis juga terkejut karena dua kali Fang Fang dapat menyelamatkan diri. Namun ketika dia hendak menyerang lagi dan melengking gusar tiba-tiba si kakek bergerak ke depan dan terkekeh memisah mereka.
"Eiitt, ha-ha". nanti dulu. Sabar, Nagi, sabar. Pemuda ini bukan musuh dan dia adalah teman baru kita!"
"Hm, siapa dia?" Nagi, gadis bermata kebiruan itu membentak. "Kenapa dia menyerangmu dan tak boleh dianggap musuh" Aku tadi melihatnya, kong-kong. Secara licik dan diam-diam dia melepas pukulan kepadamu!"
"Ha-ha, aku tak tahu itu, tak merasa. Kau mungkin mabok perjalanan. Ini adalah Fang Fang, Nagi, murid si Dewa Mata Keranjang. Dialah yang kita dengar namanya membekuk calon-calon pemberontak di kota raja itu. Pemuda ini sahabat, bukan musuh!"
"Hm, Fang Fang" Playboy dari Nanking itu?"
Fang Fang terkejut. "Apa" Playboy?"
"Ya, bukankah kau murid si Dewa Mata Keranjang" Bukankah kesukaanmu melihat wanita-wanita cantik dan bermain cinta" Cis, pemuda macam ini tak perlu menjadi sahabat kita, kong-kong. Pemuda macam ini hanya mereguk nafsu berahi saja! Kita dengar tingkah lakunya di istana itu. Kita dengar sepak terjangnya yang tiap hari hanya bercinta dan bercinta melulu! Ah, pemuda macam begini tak perlu kita dekati dan mari pergi!" Nagi tiba-tiba menarik kakeknya, meloncat dan marah-marah begitu mendengar bahwa inilah Fang Fang, pemuda yang cepat terkenal karena menangkapi orang-orang seperti Lieciangkun dan lain-lainnya itu. Dan ketika Fang Fang terkejut dan merah padam, tentu saja gusar maka si nona sudah lenyap dan gerakannya yang secepat setan membuat Fang Fang terkesiap.
-o~dewikz~abu~-o"
Jilid : XXII "HEI"!" Fang Fang tentu saja tak mau sudah. "Tunggu, bocah keparat. Berhenti dan lancang sekali mulutmu!"
Namun si nona terbang di depan. Gadis itu mendengus dan Fang Fang yang akhirnya melihat lagi gadis ini sudah mengerahkan ilmu lari cepatnya mengejar, siap menyusul tapi tiba-tiba lawan bergerak lebih cepat dan Fang Fang tertinggal. Kaget pemuda ini. Namun ketika Fang Fang berseru keras dan mengeluarkan Sin-bian Ginkangnya (Ginkang Kapas Sakti) maka ganti gadis di depan itu terkejut, karena tiba-tiba ia tersusul.
"Keparat!" gadis itu melengking. "Mari berlomba cepat, pemuda tak tahu malu. Boleh kejar aku dan tangkap kalau bisa!"
Fang Fang terbelalak. Sekarang jarak mereka merenggang lagi dan gadis itu mampu berlari lebih cepat, Fang Fang kian lama kian tertinggal jauh kalau tidak menambah kecepatan larinya. Dan ketika pemuda itu juga melengking dan membentak marah, mengeluarkan segenap tenaganya tiba-tiba Fang Fang dapat menyusul lagi dan jarak mereka menjadi semula, hal yang lagi-lagi membuat gadis bermata biru itu kaget, juga penasaran, la menambah kecepatan larinya lagi namun ternyata sudah penuh. Seluruh "gas" sudah dipancal namun tetap sebegitu juga. Dan ketika jarak di antara mereka tetap terjaga dan gadis itu memaki-maki, sementara Fang Fang juga tak dapat menyusul atau menyentuhnya maka Fang Fang sendiri diam-diam kaget karena baru kali inilah dia bertemu lawan setanding yang tingkat ilmu meringankan tubuhnya sama!
"Jahanam!" Fang Fang memaki. "Kau hebat dan mengagumkan, siluman betina. Tapi sekarang kita uji siapa yang lebih memiliki daya tahan prima!"
Gadis di depan itupun juga memaki. Ia sama-sama marah dan berpikiran pula seperti Fang Fang, yakni hendak menguji "ausdauer" lawan. Fang Fang tak dapat memperpendek jarak sementara iapun juga tak mampu menjauhkan diri. Dua jam mereka berlari dan tetap itu-itu juga jarak di antara mereka, kurang lebih setombak. Dan karena hanya kekuatan daya tahan saja yang bakal menentukan mereka sebagai pemenang maka hal itupun dilakukan gadis ini. Dia tancap gas sepenuh kekuatan sementara Fang Fang sendiri juga tancap pedal tanpa ampun. Masing-masing sama cepat. Dan ketika enam jam berlalu tanpa disadari dan Fang Fang maupun lawannya sama-sama mandi keringat, basah kuyup, maka ternyata keduanya sudah memburu napasnya dan lututpun gemetar namun keduanya sama-sama nekat untuk memenangkan pertandingan ini.
"Ha-ha!" si kakek tertawa bergelak. "Kalian sama-sama kuat, anak-anak. Tapi aku si tua bangka ini sudah keropos lututku. Ayolah, berhenti dan sudahi saja!"
"Tidak!" si gadis membentak. "Dia atau aku yang kalah, kong-kong. Aku tak mau berhenti kalau dia belum menyatakan kalah!"
"Keparat, siapa mengaku kalah?" Fang Fang berseru, marah dan memaki gadis itu. "Kau tak dapat menjauhkan diri biarpun aku tak dapat menyusulmu, nona. Kita masih sama-sama berimbang dan hanya daya tahan kitalah yang akan menentukan semuanya ini!"
"Hm, dan kau sudah gemetar!"
"Kaupun juga!"
"Tapi kau dua jam lagi pasti tak tahan!"
"Siapa bilang" Kaulah yang dua jam lagi menyerah, nona. Dan aku akan menangkap serta membekukmu untuk kelancangan mulutmu tadi!"
"Omong kosong! Mari kita buktikan siapa yang dua jam lagi roboh!" dan si gadis yang terus mempercepat larinya namun mulai agak goyah akhirnya diketaawai Fang Fang namun tiba-tiba si pemudapun terkejut, berseru tertahan karena iapun hampir terhuyung dan jatuh mempertahankan diri. Si kakek berseri-seri dan gadis itu ganti mengejek. Fang Fang mengejar lagi dan mereka berduapun terus berlomba, dua jam akhirnya lewat namun, masing-masing tak ada yang roboh. Fang Fang kaget dan kagum. Gadis di depan juga diam-diam kaget dan kagum. Itulah lawan yang seumur hidup baru mereka temui! Tapi karena masing-masing sama-sama memiliki watak keras dan tak terasa kemudian mataharipun condong ke barat dan malam tiba, hal yang membuat Fang Fang berdebar karena mengharap gadis itu menyerah ternyata lawannya ini meneruskan lari dan tetap teguh meskipun mulai jatuh bangun.
"Berhenti". berhenti"!" si kakek tak tertawa-tawa lagi, mulai khawatir. "Aku sudah mulai tak kuat, Nagi. Kakiku serasa patah-patah dan lututku bengkok!"
"Tak perlu bohong!" si gadis berseru. "Kau jauh lebih pandai daripada aku, kong kong. Kalau kau ingin menghentikan aku untuk menyerah pada pemuda itu maka jangan harap. Aku tetap akan meneruskan lariku atau kau berhenti sendiri!"


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heii..!" si kakek terkejut. "Bukan begitu, Nagi. Tapi murid Dewa Mata Keranjang ini betul-betul setanding denganmu. Tak ada yang kalah atau menang di antara kalian. Lebih baik berhenti, dan kita selesaikan baik-baik!"
"Aku mau berhenti kalau pemuda itu menyatakan kalah. Atau aku meneruskan lariku dan kuuji dia sampai titik darah penghabisan!"
"Wah-wah"!" si kakek kewalahan. "Kalau begini susah, Nagi. Pemuda itu tak bakalan mau kalah dan kalian akan sama-sama menderita. Celaka, aku bertemu anak-anak muda yang berkepala batu!"
Fang Fang mandi keringat di sana. Tentu saja dia mendengar percakapan itu dan melotot geram. Enaknya! Siapa mau kalah kalau lawanpun tidak berhasil menjauhkan diri" Kakek itu benar, mereka berimbang. Tapi karena dia laki-laki dan tak mungkin sudi menerima kekalahan, yang belum benar, maka Fang Fang membentak dan berkata bahwa gadis itulah yang harus tahu diri.
"Kau mulai menangis, tanda kehabisan tenaga. Ayolah, menyerah dan jangan malu-malu?"
"Apa" Menyerah" Hidungmu itu! Aku tak mungkin menyerah dan biar sampai pagi aku akan tetap berlari!" dan ketika benar saja gadis itu melanjutkan larinya dan marah memaki-maki Fang Fang maka Fang Fang sendiri menjadi gemas dan mendongkol. Selamanya baru kali ini dia bertemu lawan setanding. Hebat, Sin-bian Ginkangnya bertemu ginkang yang amat hebat dan lihai. Dia tak dapat memperpendek jarak sementara lawanpun tak mampu menjauh. Mereka tetap sama dan saling kejar dengan ketat. Dan ketika malam berganti pagi dan Fang Fang nyaris menyerah karena napasnya memburu mendadak gadis di depan itu berteriak kaget dan roboh terguling. "Aduh"!"
Fang Fang terkejut. Nagi, gadis bermata biru itu jatuh. Si kakek terlepas dan gadis ini terguling-guling. Kiranya sebatang akar tersandung kakinya dan lelah serta capai akhirnya membuat gadis itu kehilangan kontrol dirinya. Fang Fang tertawa tapi tiba-tiba diapun terpelanting roboh, juga oleh sebatang akar besar yang entah bagaimana tahu-tahu sudah ada di depannya, kaget pemuda itu. Dan ketika Fang Fang bergulingan meloncat bangun dan tentu saja menghentikan tawanya, tak tahu atau melihat bahwa itulah perbuatan si kakek bersuling, yang tadi secara lihai dan cepat menendang akar ke kaki cucunya dan Fang Fang maka gadis bermata biru yang marah oleh ejekan Fang Fang tiba-tiba membalik dan menghantam pemuda ini.
"Tak perlu tertawa, kaupun roboh"..dess!" dan Fang Fang yang mencelat lagi oleh pukulan lawan tiba-tiba mengeluh karena harus sarapan gebuk. Belum apa-apa sudah dipukul dan tentu saja pemuda ini marah. Dia memaki, melompat bangun. Dan ketika gadis itu menerjang lagi dan melepas tamparan miring, gemetar, maka Fang Fang menyambut dan kali ini ingin beradu tenaga.
"Dukk!"
Dan dua-duanya terpental. Sekarang Fang Fang tahu bahwa dalam soal tenaga pun gadis ini hebat. Dia terpental sementara gadis itupun terpelanting. Tapi ketika si gadis berteriak marah dan menyerang lagi maka Fang Fang sudah mendapat pukulan dan tamparan yang tiada hentinya, apa boleh buat harus dibalas dan segera keduanya terlibat pertempuran seru. Fang Fang juga marah dan memaki-maki lawannya ini. Pagi-pagi sudah harus bergebrak dan cekcok mulut. Dan ketika keduanya bertanding dan saling melepas pukulan maka si kakek terduduk dan tampak terengah-engah namun sepasang matanya berseri-seri gembira!
"Ha-ha, bagus. Begini baru baik. Menarik untuk ditonton! Ha-ha, hajar lawanmu itu, Nagi. Pukul dan serang dia!"
Fang Fang melotot. Dia gemetar melayani lawan sementara lawanpun juga menggigil melayani dirinya. Bukan apa-apa, melainkan semata oleh kelelahan dan rasa capai yang sangat. Maklumlah, sehari semalam mereka telah menguras tenaga dengan berlari cepat. Baik disengaja atau tidak keduanya telah mengeluarkan segenap kekuatan untuk memenangkan adu cepat itu, yang ternyata gagal. Dan ketika pagi itu lari cepat sudah diganti adu pukulan atau serang-menyerang maka si kakek yang menonton terdengar tertawa-tawa atau terkekeh geli.
Fang Fang marah. Sebenarnya, dia kagum dan tak habis kaget melihat lawannya yang luar biasa ini. Dalam pertemuannya dengan gadis-gadis cantik seperti Eng Eng atau Ming Ming dan bahkan Ceng Ceng dia selalu dapat mengungguli lawan-lawannya itu. Ceng Ceng maupun yang lain-lain masih di bawah tingkatnya. Bahkan, guru merekapun seperti nenek May-may atau Lin Lin dapat dilayani, dan ini membuat Fang Fang bersombong bahwa dia adalah pemuda yang pilih tanding. Gurunya si Dewa Mata Keranjang benar-benar merupakan orang yang hebat dan sakti, dia sudah menganggap tak akan ada yang dapat melebihi gurunya itu. Tapi ketika hari ini dia bertemu si gadis luar biasa dan Nagi gadis bermata biru itu begitu lihai dan cepat dengan pukulan-pukulannya yang ganas berbahaya maka Fang Fang terbelalak karena sadar bahwa di antara semua orang dia masih mempunyai tandingan!
"Keparat, sungguh luar biasa. Kalau tidak kubuktikan sendiri tak bakal aku percaya bahwa gadis ini hebat sekali!"
Fang Fang penasaran. Dia akhirnya mengakui bahwa di antara semua lawan-lawannya maka gadis ini adalah yang terhebat. Pukulan-pukulan gadis itu menyambar bagai kilat menyambar-nyambar dan berkat lm-bian-kun atau Silat Kapas Dingin dia dapat meredam. Tapi ketika si gadis melengking tinggi dan tiba-tiba mencabut seruling, senjata yang kiranya disisipkan di balik pinggang maka Fang Fang terdesak ketika seruling itu mematuk dan menyambar-nyambarnya bagai patuk burung garuda.
"Keparat, mengajak bersenjata!" Fang Fang berseru keras. "Aku tak takut serulingmu, nona. Dan lihat akupun dapat melayanimu dengan tongkat!" Fang Fang mengeluarkan senjatanya itu, cepat dan luar biasa lalu membendung serangan-serangan si nona dan gadis itu terkejut. Benda hitam menyambar-nyambar di sekelilingnya dan aneh serta luar biasa tiba-tiba Fang Fang tersenyum. Ah, senyum itu! Si gadis kaget. Fang Fang tersenyum dengan lembut dan penuh kemesraan. Pemuda yang tadi marah dan gusar itu sekonyong-konyong lenyap kemarahannya berganti dengan senyum yang memikat. Bola mata Fang Fang pun memain dengan tawa dan si gadis tertegun. Tapi begitu dia tertegun dan kaget seolah disihir, karena Fang Fang mengeluarkan ilmu tongkatnya Naga Merayu Dewi maka tiba-tiba gadis itu menjerit ketika tongkat Fang Fang menyambar pundaknya. "Awas!"
Si gadis terpelanting. Nagi tak tahu dan tersentak bagai diguyur air dingin. Kakeknya berseru namun terlambat, pundaknya sudah disambar dan selanjutnya Fang Fang mengejar dengan tongkat hitamnya itu, tertawa-tawa, tersenyum dan memainkan matanya dengan nakal. Desir lembut dan halus dikeluarkan pemuda ini lewat permainan tongkatnya, juga mulut yang selalu tersenyum-senyum penuh arti, menggetarkan, karena senyum itu adalah cinta kasih. Senyum yang diajarkan Dewa Mata Keranjang untuk mengelabuhi sekaligus merobohkan lawan! Maka ketika gadis itu terkejut dan terguling-guling, mengeluh menerima pukulan tongkat maka selanjutnya Fang Fang mengejar dan sudah mendesaknya. Fang Fang girang karena tiba-tiba ilmu silatnya yang baru ini berhasil. Dia jarang mengeluarkan kalau tidak terpaksa, seperti pesan gurunya pula. Dan ketika lawan berhasil didesak dan si gadis bingung karena tongkat dan senyum di bibir Fang Fang sungguh lain satu sama lain maka si gadis berteriak Jagi ketika mendapat dua pukulan telak. Fang Fang terpaksa mengurangi tenaganya ketika tongkat di tangannya menyambar dada, apa boleh buat diturunkan sedikit dan menghantam lambung. Dan ketika si gadis dua kali mengeluh namun dua kali itu pula dapat melompat bangun dan tidak apa-apa, tanda sinkang di tubuhnya dapat melindungi baik maka Fang Fang tertegun dan saat itulah tiba-tiba si gadis membalas.
"Plak!"
Seruling menyambar tak diduga. Fang Fang ganti terguling-guling dan roboh terbanting, kaget berseru keras dan gugup lah dia ketika seruling berkelebat dua kali. Benda kecil itu seolah dua ekor ular yang berseliweran naik turun, mematuk dan menyambar mukanya namun ketika ditangkis tiba-tiba melejit. Dan karena Fang Fang sedang bergulingan dan sedetik serangan tongkatnya kacau maka dua kali itulah si gadis membalas pukulannya dengan suling yang mengenai telak.
"Buk-buk!"
Fang Fang menyeringai. Si gadis tak-sungkan-sungkan dan lain dia lain si nona. Kalau tadi dia mengurangi tenaganya dalam memukul adalah gadis ini tak mau begitu. Dua kali sambaran sulingnya membuat Fang Fang pedih. Perut dan selangkangannya korban. Untung, daerah selangkangan tidak tepat ke daerah "berbahaya", rupanya si gadis tahu atau menurunkan sedikit sambaran sulingnya tadi. Na-mun karena ini sudah cukup membuat Fang Fang kesakitan karena tenaga itu dilancarkan sepenuhnya maka pemuda ini gusar dan Fang Fang membentak meloncat bangun, mainkan lagi silat tongkatnya itu tapi celaka senyumnya lenyap. Silat Naga Merayu Dewi haruslah diiringi senyum, Fang Fang lupa itu. Maka ketika dia digebuk lagi dan kelihaian tongkatnya lenyap maka Fang Fang jatuh bangun mendengar si gadis mengejek.
?Hi-hik, lihat sekarang. Kau akan roboh dan tak dapat bangun lagi!?
Fang Fang kaget. Cepat dia memutar tongkatnya ketika seruling menyambar ke sekian kali, menuju dada dan perutnya namun tiba-tiba dia tersenyum. Kegagalannya tadi mengingatkan itu dan tertawalah Fang Fang menangkis suling. Dan ketika suling terpental dan Fang Fang balik mendesak, senyum itu mengembang lagi maka si gadis terpengaruh dan tongkat kini menyerangnya bertubi-tubi, masuk dan menyelinap ke dalam lingkaran serulingnya dan gadis itu terkejut. Sekarang Fang Fang tertawa, ganti mengejek. Dan karena Fang Fang menemukan bentuk serangannya lagi dan tongkat di tangannya berputaran mengikuti senyum maka lawan kelabakan dan gadis itu terdesak.
"Siluman!" kakek di sana berseru keheranan. "Ilmu silat apalagi yang diciptakan Si Dewa Mata Keranjang ini" Kenapa cucuku tak berdaya?" lalu ketika cucunya terpelanting dan mengaduh dua kali maka si kakek memberi petunjuk dan tiba-tiba. gadis itu bangkit semangatnya, mengelak sana-sini dan tongkatpun luput menyambar. Fang Fang melengak. Kurang ajar, kakek itu curang. Dan ketika si kakek balik tertawa dan menyuruh gadis itu menyerang Fang Fang maka sulingnya mampu bertahan lagi tapi tongkat tetap menghalangi dengan senyum Fang Fang yang aduhai.
"Aku tak mampu mendesaknya. Entahlah, bocah siluman ini menyihirku!"
"Apa?" si kakek terkejut. "Menyihir" Eh, bocah itu tak melakukan apa-apa, Nagi. Aku tak merasa pengaruh hitam atau tenaga sihir!"
"Senyumnya itu!" gadis ini berteriak. "Bocah ini tersenyum-senyum seperti orang gila, kong-kong. Aku terpengaruh oleh senyumnya itu. Iblis!"
Si kakek tercengang. Dia melihat senyum Fang Fang dan merasakan adanya sesuatu yang aneh juga. Namun karena kakek ini laki-laki dan senyum itu khusus ditujukan kepada lawan jenis maka si kakek tak mampu mengerti dan akhirnya dia berseru agar cucunya itu tak usah memperhatikan senyum Fang Fang.
"Kalau begitu cuek saja. Tak usah dihiraukan!"
Si gadis terkejut. Tiba-tiba dia sadar dan tergerak oleh sesuatu. Benar, kalau dia tak memperhatikan senyum pemuda itu dan tetap bertahan dengan sulingnya , bukankah dia tak bakal terdesak" Maka membentak dan mengalihkan pandangan tiba-tiba gadis itu menangkis dan tak melihat senyum Fang Fang. Namun, mana mungkin itu" Sekali dua memang dapat, tapi kalau mereka terus bergerak dan serang-menyerang tentu dia tak akan berhasil. Dan ketika benar saja Fang Fang tertawa dan senyum mautnya itu dikembangkan lebih hebat maka si gadis tertarik dan tersedot lagi perhatiannya ke sini.
"Des-dess?"
Dan gadis itupun menjerit. Fang Fang dengan cepat berhasil menguak gulungan sinar suling, masuk dan menghantam gadis itu dengan dua kali pukulan tongkat. Dan ketika si gadis terguling-guling namun dapat meloncat bangun lagj, tak apa-apa, maka Fang Fang penasaran dan ka- . gum tapi gemas juga.
"Hebat, kau lihai. Tapi kau akan tetap menerima pukulan-pukulan tongkatku!"
"Lakukanlah!" si gadis melengking. "Aku masih mempunyai ilmu mempertahankan diri, bocah. Lihat dan buktikan ini!"
Fang Fang terkejut. Si gadis memutar sulingnya dan tiba-tiba memejamkan mata. Luar biasa, suling tiba-tiba melengking mirip tawon keluar dari sarang dan Fang Fang terguncang oleh suara suling ini. Entah kenapa hatinya seperti disayat-sayat dan rasa iba yang besar melandanya saat itu. Gerakan tongkatnya lemah dan tiba-tiba senyumnya tak berguna. Lawan memejamkan mata dan tentu saja daya lumpuhnya itu buyar, pengaruh senyumnya tak bekerja. Dan ketika tongkat mengendor sementara gadis itu hanya memutar-mutar sulingnya mempertahankan diri, tak menyerang, maka kedua belah pihak tiba-tiba menjauh sendiri dan Fang Fang berusaha melawan pengaruh suara suling yang kian melengking-lengking. Terkejutlah pemuda itu karena lawan hendak merobohkannya dengan pengaruh khikang, kekuatan suara. Dan ketika dia gemetar dan jatuh terduduk, tongkat akhirnya me-lunglai dan lemah di tangan maka gadis itu pucat pasi mengerahkan seluruh kekuatan khikangnya untuk merobohkan Fang Fang.
Dan Fang Fang juga pucat pasi. Pemuda ini bersila dan akhirnya mengerahkan seluruh sinkangnya menutup lubang telinga. Hanya itulah satu-satunya jalan untuk bertahan. Dan karena sekarang masing-masing tak mempergunakan senjata lagi untuk menyerang lawan maka aneh bin ajaib ketika gadis itu juga jatuh terduduk.
"Cukup!" si kakek tiba-tiba membentak. "Hentikan pengaruh It-ho-kai-san (Suara Menggugurkan Gunung), Nagi. Pemuda ini menutup seluruh panca indranya melawan sulingmu. Kalian tak ada yang kalah atau menang!" dan berkelebat merampas suling tiba-tiba kakek itu membuat si gadis mengeluh, roboh dan kehabisan tenaga sementara Fang Fang sendiri juga ambruk. Akhirnya pemuda ini tak kuat juga dan seluruh tulang serasa dilolosi. Fang Fang mandi keringat dan mengeluh di sana, setengah pingsan. Tapi ketika si kakek berkelebat ke arahnya dan menotok punggung, memberikan pertolongan tiba-tiba Fang Fang dapat membuka mata dan terbeliak kaget.
"Luar biasa, sungguh luar biasa. Cucumu itu hebat sekali!"
"Hm!" si kakek sudah menolong cucunya pula. "Kalian dua muda-mudi yang nekat, anak-anak. Sudah tahu tak ada yang kalah atau menang masih juga meneruskan pertandingan. Kau hebat dengan silat tongkatmu tadi, tapi cucuku hebat dengan suara It-ho-kai-sannya1"
Fang Fang gemetar, tiba-tiba bangkit terhuyung. Dan ketika di sana bekas lawannya juga bangkit terhuyung dan memandangnya melotot, marah, maka Fang Fang tersenyum getir dan maklum bahwa dia berhadapan dengan orang-orang yang bukan tergolong orang jahat, terutama kakek itu yang tadi menolongnya dan tidak membiarkan dia terguling pingsan.
"Maaf," pemuda ini maju memberi hormat, masih gemetar. "Kau dan cucumu ternyata orang-orang yang membunuh kesombonganku, locianpwe. Aku terus terang kagum dan mengakui bahwa di atas langit masih ada langit!"
"Hm, sudahlah," kakek itu tertawa. "Aku dan cucuku juga kagum kepadamu, anak muda, meskipun cucuku menyerangmu habis-habisan dan kelihatan penuh benci. Tapi tidak. Aku dan cucuku bukan manusia-manusia pendendam. Dan aku menaruh kagum padamu sebagai murid si Dewa Mata Keranjang. Gurumu patut diacungi jempol!"
"Hm, siapa bilang?" Nagi, gadis bermata biru menyemprot. "Aku tidak kagum kepadanya, kong-kong, meskipun harus kuakui ilmu kepandaiannya hebat. Dia pemuda playboy, mata keranjang. Apanya yang perlu dikagumi" Cis, aku tidak kagum, bahkan muak!"
"Hm!" si kakek buru-buru melerai, tertawa. "Mata keranjang atau tidak bukanlah urusan kita, Nagi. Tapi harus kauakui bahwa pemuda ini tidak seperti pemuda-pemuda mata keranjang lainnya. Lihat ketika dia memukul dadamu tadi, bukankah tongkatnya diturunkan dan menyerang lambung" Dan tenaganyapun dikurangi. Pemuda ini tergolong sportip, sopan. Kau tentu tahu itu dan harus mengakui!"
"Cis, tapi akupun". ih!" si gadis melerok, tak jadi meneruskan kata-katanya karena diapun hendak berkata bahwa tadi-pun dia melakukan hal yang sama. Anggauta rahasia Fang Fang tidak dipukulnya sepenuhnya karena suling diturunkan sedikit, meskipun tenaganya tetap keras! Dan ketika kakek itu tertawa dan tahu apa yang dimaksud maka Fang Fang juga menyeringai dan tiba-tiba tertarik pada cucu kakek yang lihai ini.
"Maaf," katanya. "Kau benar, nona. Kaupun tidak salah. Aku memang mata keranjang, playboy. Tapi ketahuilah bahwa aku tak pernah memaksa wanita dan meskipun aku mata keranjang namun mereka-mereka itu suka dan menerima cintaku!"
"Cis, itulah karena mereka-mereka itu orang-orang tak tahu malu. Kalau wanita baik-baik tak mungkin menerima dan suka kepadamu. Dan di sini aku memberi contoh!"
"Ha-ha, sudahlah," si kakek tertawa melerai, lagi-lagi melihat cucunya menunjukkan sikap bermusuhan. "Tak suka ya tak suka, Nagi. Tak perlu memaki-maki lawan. Pemuda ini jujur, meskipun mata keranjang. Dan memang kudengar ia sebagai pemuda yang tak pernah memaksa wanita untuk menerima cintanya. Sudahlah, kau boleh pergi kalau tak suka kepada pemuda ini. Fang Fang rupanya hendak mengajak aku bercakap-cakap!"
Fang Fang semburat merah. Si gadis mendengus dan benar-benar melompat pergi, si kakek menghadapinya dan tertawa sareh. Fang Fang terkejut karena kakek itu menebaknya tepat. Memang ia ingin bercakap-cakap, ingin banyak tahu tentang siapa kakek ini dan lebih lagi ia ingin tahu dan mendekati si gadis, cucu kakek yang lihai itu. Fang Fang tergetar sukmanya! Tapi ketika si gadis melompat pergi dan tinggallah ia berdua dengan kakek itu maka Fang Fang menekan kecewanya dan apa boleh buat bercakap-cakap saja dengan kakek ini, orang yang juga menarik perhatiannya meskipun tentu saja ia lebih tertarik dan ingin berduaan serta bercakap-cakap dengan si cantik!
"Hm, kau benar," Fang Fang menghela napas. "Aku ingin bercakap-cakap denganmu, locianpwe. Dan yang ingin kutanyakan ialah tentang syair lagumu tadi. Kau menyebut tentang bahagia, kau menyebut tentang bosan. Aku merasa kau menyindirku dan lagu tadi kautujukan kepadaku!"
"Ha-ha, perasa sekali!" si kakek tertawa geli. "Maaf kalau laguku itu menusuk perasaanmu, anak muda. Tapi sesungguhnya aku bernyanyi karena aku suka akan syair itu."
"Hm, dan katakan bagaimana sekarang dengan itu. Aku tertarik dan ingin tahu!"
Si kakek mengangguk-angguk. "Apa saja yang ingin kauketahui?"
"Banyak, tentang bahagia dan tidak bahagia!"
"Wah, pertanyaan pendek, tapi jawabannya tak sependek itu. Ha-ha, apakah gurumu tak pernah menceritakan ini, anak muda" Apakah Dewa Mata Keranjang tak pernah bicara akan filsafat" Syair itu cenderung berfilsafat, barangkali berat bagimu kalau gurumu sama sekali tak pernah bicara tentang filsafat!"
"Suhu hanya mengajariku tentang ilmu silat, selain itu tak ada."
"Hm, duduklah. Mari kita bercakap-cakap santai, serius tapi santai," dan ketika si kakek mempersilahkan duduk dan Fang Fang berdebar memandang kakek itu, yang kini setelah dekat ternyata memiliki perbawa dan sorot mata yang jauh lebih tajam daripada yang disangkanya semula maka kakek itu mulai bicara tapi sebelumnya tiba-tiba mengeluarkan roti kering dan arak. "Kau suka ini?"
Fang Fang tertegun. "Suka.."
"Kalau begitu terimalah, dan makan dulu."
Fang Fang terkejut. Si kakek tiba-tiba tertawa dan mendahului menyantap roti keringnya itu, disusul oleh seteguk dua teguk arak di mana roti meluncur ke dalam perut. Dan ketika Fang Fang mengikuti namun roti menyangkut di kerongkongan, tak mau turun, maka si kakek tertawa memberikan araknya.
"Nih, jangan sungkan-sungkan. Dorong dan suruh roti keringmu itu turun!"
"Tapi locianpwe"."
"Ha-ha, aku masih mempunyai sebotol lagi, anak muda. Lihatlah dan mari kita minum!"
Fang Fang tersipu. Ternyata si kakek mengambil arak baru lagi dan arak lama diberikan kepadanya. Fang Fang mengerutkan kening tapi menerima, diam-diam agak mengumpat karena bekas si kakek diberikan kepadanya, bukan yang baru i-tu! Namun ketika pikirannya rupanya dapat terbaca dan si kakek terkekeh, menukarkan araknya yang baru maka Fang Fang tersentak buru-buru menolak.
"Tidak, tidak". ini cukup!" dan ketika si kakek terbahak dan Fang Fang menenggak araknya maka kakek itu berseru mengusap bibir,
"Ha-ha, tak usah takut, anak muda. Meskipun bekas mulutku namun tak ada kuman penyakit di situ, percayalah!"
Fang Fang semburat. Akhirnya dia berhati-hati karena kakek lihai ini dapat membaca pikiran segala, dia terbatuk dan buru-buru menenggak araknya lagi, karena roti itu masih belum mau turun saking gugupnya. Tapi ketika roti meluncur ke perut dan Fang Fang dapat menguasai diri maka dia meletakkan botol araknya mendengarkan kakek itu bicara.
"Pertama adalah kuharap kau tidak tersinggung. Kedua kau jangan marah dan gusar kalau nanti aku bercerita tentang hal-hal yang mungkin sangkamu menyindir. Sanggupkah kau berjanji, anak muda?"
"Locianpwe bukan seorang jahat, dan aku tentu percaya bahwa apa yang hendak locianpwe katakan tentu demi kebaikanku juga."
"Ha-ha, senang memuji, persis gurumu. Kau-anak muda yang pintar, bocah. Dan patut kau sebagai murid si Dewa Mata Keranjang!"
"Hm, aku tak apa-apa dibanding locianpwe yang hebat. Untuk apa memujimu kalau kenyataannya kau lihai, locianpwe"
?Aku tidak memuji, tapi bicara apa adanya!"
"Ha-ha, baiklah. Kau benar, tapi mungkin juga tidak. Eh, apa yang hendak kita bicarakan ini, bocah" Apa yang ingin kau ketahui" Aku lupa!"
"Locianpwe bicara tentang syair lagu itu, tentang kebahagiaan dan kebosanan!"
"Ha-ha, benar. Aku pelupa. Hm, apa yang hendak kita bicarakan di sini" Kupikir kau tahu, aku paling-paling hanya bersifat menambahi?"
"Tidak!" Fang Fang memotong. "Aku tak tahu dan tak mengerti apa-apa, locianpwe. Aku ingin tahu karena syair lagumu itu persis keadaanku!"
"Hm, keadaan bagaimana?"
"Kebosanan, kejemuan. Aku tiba-tiba merasa kosong dan hampa, tidak bahagia!"
Si kakek tiba-tiba tertawa. "Bocah," serunya. "Kau persis sebagian besar manusia di dunia ini. Tidak bahagia, hampa! Ah, apa artinya itu dan kenapa begitu" Bagaimana kau bisa diserang perasaan macam itu?"
"Inilah yang ingin kutanyakan. Aku ingin menyelidiki!"
"Dan penyelidikan adalah permulaan , belajar. Dan belajar adalah satu-satunya cara untuk membuat manusia lebih pandai. Wah, lumayan kau ini, bocah. Rupanya kau tidak seperti gurumu?"
"Hm, apa maksud locianpwe?"
"Maksudku adalah bahwa gurumu itu membiarkan diri terseret dan terhanyut o-leh ketidakbahagiaannya itu, sedang kau tidak. Baiklah, aku mau bicara ini tapi sebelumnya kutanya dulu kau apa yang selama ini kaukerjakan."
Fang Fang berkerut kening. "Aku tidak mengerjakan apa-apa?"
"Bodoh, apakah kau hanya tidur dan minum melulu di istana?"
"Hm," Fang Fang semburat. "Aku menangkap penjual senjata-senjata api, locianpwe, kalau itu yang kau maksud?"
"Ha-ha, aku tahu. Tapi apakah hanya itu?"
"Maksud locianpwe?"
"Apakah tidak ada yang lain" Hal-hal menyenangkan yang selama ini kaulakukan?"
Fang Fang berdebar. "Barangkali locianpwe hendak maksudkan pekerjaanku bersenang-senang dengan wanita-wanita cantik di istana. Apakah itu?"
"Ha-ha, benar, dan kau tidak berusaha mungkir. Bagus, kau jujur, anak muda. Dan apa yang kuamati ternyata benar. Kau jujur dan tidak menyembunyikan apa yang sebenarnya orang lain sembunyikan. Ah, kau memang lain dari pemuda-pemuda lain yang sama-sama suka paras cantik!"
"Maaf," Fang Fang agak merah mukanya. "Wanita-wanita yang ada di gedungku itu adalah pemberian kaisar, locianpwe. Bukan kucari-cari atau sengaja kucari-cari!"
"Bagus, dan aku tahu itu. Tapi kau tidak menolak apa yang seharusnya perlu ditolak. Kau menerima itu dan terjebak dalam kesenangan. Kau tak tahu bahwa di balik kesenangan terdapat penderitaan. Dan karena penderitaan sudah muncul dan kini kau merasa tidak senang, tidak bahagia, maka kau bertanya kenapa kau tidak bahagia! Ha-ha, kau seperti kucing lapar menyergap ikan segar, bocah. Kau tak tahu bahwa di tubuh ikan segar itu terlumuri racun!"
"Apa?" Fang Fang terkejut. "Racun" Locianpwe maksudkan bahwa di balik semua kesenangan-kesenangan yang kuperoleh ada racunnya" Locianpwe hendak berkata bahwa"."
"Nanti dulu". nanti dulu!" sang kakek terbahak-bahak, memotong sambil menggoyang lengan. "Bicara dengan emosi tak bakal mendapatkan sesuatu yang jernih, anak muda. Kalau kau hendak marah-marah dan belum apa-apa sudah mau menggusari aku maka kau melanggar janjimu!"
Fang Fang terkejut. Memang dia mulai marah ketika kakek itu bicara yang tidak betul. Bagaimana mungkin di balik kesenangan ada penderitaan" Bagaimana mungkin dia diibaratkan kucing lapar yang menyergap ikan segar" Salahkah dia menerima wanita-wanita cantik itu" Salahkah dia menikmati dan bercinta dengan mereka" Hong Hong dan lain-lainnya itu bukanlah dia yang mencari, melainkan kaisar yang datang dan memberikannya. Dan dia diibaratkan kucing lapar .yang menyergap ikan segar. Ah, dia tak terima itu. Si kakek terlalu tajam! Tapi ketika kakek itu tertawa padanya dan mengingatkan janjinya untuk tidak tersinggung dan marah, hal yang sudah disanggupi maka pemuda ini tertegun dan tiba-tiba pandang mata si kakek yang penuh tawa dan lembut mendinginkan perasaannya, yang mulai terbakar.
"Maaf, aku lupa, locianpwe. Tapi jelaskanlah kepadaku bagaimana aku kau ibaratkan begitu. Terus terang aku tak dapat menerima ini karena aku tak melihat racun dalam ikan segar yang kumakan tadi!"
"Ha-ha, anak muda yang bersemangat, pemberani dan mudah marah. Bagus" bagus. Kau telah jujur menyatakan ketidaksenanganmu, bocah. Dan ini jauh lebih bagus daripada berpura-pura dan bersikap lain. Baiklah, aku akan menjelaskan tapi semua ini tergantung penangkapanmu nanti. Kalau kau cerdas, jernih, tentu kau akan melihatnya. Tapi kalau kau masih diamuk hawa nafsu dan mudah hanyut oleh keinginan rasa senang yang selalu meninabobok manusia maka kau akan gagal lagi dan ketidakbahagiaan itu akan menyerangmu lagi. Baiklah, dengarkan ini?" dan duduk berseri-seri melipat kakinya kakek itu memandang Fang Fang, bertanya, "Adakah yang salah dalam penerimaanmu mengenai pemberian kaisar itu" Adakah yang tidak benar menurut jalan pikiranmu mengenai kesenang-senanganmu dengan wanita-wanita cantik itu?"
"Maaf," Fang Fang mengerutkan kening, agak bingung. "Aku tak tahu ke mana arah pertanyaanmu nanti, locianpwe. Apakah kau hendak menjebakku dalam satu pertanyaan licik yang akan menggiringku dalam kesulitan menjawab!"
"Ah, kau sudah ketakutan!" kakek ini tertawa. "Kenapa bertanya macam-macam kalau jawabannya ada atau tidak" Kenapa mesti mencurigaiku bakal menyudutkanmu dalam sebuah jawaban yang sulit" Orang yang benar tak perlu takut menjawab apa adanya, bocah. Tapi orang yang tidak benar memang selalu akan kebingungan dalam mencari jawaban yang dibenar-benarkan!"
"Hm, kau menusuk jauh," Fang Fang terkejut. "Kau ceplas-ceplos tak tedeng aling-aling, locianpwe. Tapi kau salah kalau mengira aku takut! Aku tidak takut, aku hanya berhati-hati. Siapa tahu kau akan licik menggiringku dalam sebuah tanya jawab yang menyukarkan aku sendiri!"
"Ha-ha, sukar atau tidak tergantung permasalahannya. Kalau permasalahannya benar, lurus, kenapa sukar" Eh, tak perlu takut, anak muda. Aku bukan orang tua yang suka berbuat curang. Aku hendak mengajakmu bicara jujur dan apa adanya, tanpa taktik atau strategi licik! Kau bisa merasakan ini?"
"Hm," Fang Fang mengangguk, percaya. "Aku percava padamu, locianpwe. Baiklah kita teruskan percakapan ini."
"Nah, kutanya lagi, kuulangi. Adakah sesuatu yang salah yang kaurasakan ketika kau menerima pemberian kaisar itu" Adakah sesuatu yang tidak benar dalam konteks pembicaraan ini?"
"Aku rasa tidak," Fang Fang bersinar-sinar dan gagah menjawab, mengedikkan kepala. "Aku tidak merasa salah atau dosa menerima pemberian kaisar itu, locianpwe. Dan justeru aku merasa janggal kenapa kau meluncurkan pertanyaan ini, pertanyaan yang sebetulnya kau sendiri tahu jawabannya!"
"Ha-ha, kau tidak merasa salah" Kau tidak merasa dosa?"
"Tidak, dan justeru aku ingin bertanya kenapa locianpwe menanyakan itu!"
"Ha-ha, inilah kepandiran manusia yang sudah tertutup oleh nafsu kesenangannya sendiri. Jawabanmu menunjukkan bahwa kau terjebak demikian dalam oleh ketidaksadaranmu. Dan karena kau tidak sadar maka kau tidak menyatakan salah!"
"Tentu saja!" Fang Fang ngotot, ingin membalas. "Aku tak merasakan salah menerima wanita-wanita itu, locianpwe. Mereka diberikan kepadaku atas jasa-jasaku menangkap penjual senjata-senjata api gelap. Dan kaisarlah yang memberikan itu kepadaku, bukan aku menculik atau mencurinya. Apakah salah jika aku menerimanya" Apakah salah jika aku menikmati pemberian kaisar itu" Ah, kupikir kaulah yang salah melancarkan pertanyaan, locianpwe. Kupikir barangkali kau cemburu atau iri hati atas keberuntunganku!"
"Ha-ha!" kakek ini meledak dalam tawa yang menggetarkan hutan. "Sungguh tak kusangka jawabanmu berbalik tuduhan, bocah. Sungguh tak kusangka semangatmu yang menggebu-gebu justeru mengira aku cemburu atau iri kepada keberuntunganmu yang besar itu! Ha-ha, justeru keberuntungan inilah yang sekarang mencelakakan dirimu itu. Dan justeru keberuntungan macam beginilah yang akan kujauhi secepat-cepatnya karena keberuntungan begini biasanya bakal membuat manusia mabok dan lupa daratan. Dan kau adalah contohnya. Ha-ha, bakal terpingkal lawan-lawan Sin-kun Bu-tek mendengar dirinya disangka mencemburui seorang pemuda!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba si kakek tertawa begitu dahsyatnya dan isi hutan seolah diguncang-guncang. Rupanya tanpa sadar kakek ini telah mengeluarkan kesaktiannya dan tawanya yang penuh mengandung khikang itu terasa begitu dahsyat menggetarkan Fang Fang. Jantung pemuda ini seolah digedor palu raksasa dan Fang Fang pucat. Tiba-tiba tubuhnya menggigil hebat dan cepat dia mengerahkan sinkang. Tapi ketika tawa si kakek masih bergema dan gemanya itu membuat harimau atau binatang-binatang lain mengaum ketakutan, lari tunggang-langgang maka Fang Fang sendiri hampir roboh terguling dan cepat menekan tanah untuk menyangga tubuhnya. Dan Fang Fang mengeluarkan keringat dingin. Si kakek juga tanpa sadar telah menyebut nama julukannya: Sin-kun Bu-tek, atau si Malaikat Tanpa Tanding! Dan ketika Fang Fang terkesiap dan tiba-tiba teringat cerita gurunya akan tokoh yang luar biasa ini, tokoh yang dikagumi dan katanya setingkat dengan gurunya itu maka si kakek menghentikan tawanya dan rupanya sadar bahwa dia telah membuat terkejut si pemuda.
"Aih, maaf," si kakek tertawa biasa. "Aku tak sadar, anak muda. Aku membuatmu terkejut. Tapi tak apalah, aku terkejut karena kaulah yang membuat aku terkejut, ha-ha!" dan ketika suara itu hilang terganti suara yang biasa lagi maka Fang Fang membuka mata dan kakek itu menepuk bahunya.
"Kau tak apa-apa, bukan?"
"Tak apa-apa, tapi". tapi locianpwe kiranya adalah Sin-kun Bu-tek si Malaikat Tanpa Tanding yang katanya sudah tigapuluh tahun tak pernah menampakkan diri?"
"Ah, aku kelepasan omong," si kakek tersenyum lebar. "Lupakan itu, bocah. Aku adalah si tua bangka yang sederhana "kdan biasa-biasa seperti ini. Sudahlah, mari kita lanjutkan lagi dan aku akan menjawab tuduhanmu tadi," dan tertawa melepas senyum pahit kakek ini batuk-batuk sebelum melanjutkan. "Aku tak cemburu, aku tak iri. Bahkan sebenarnya terus terang saja kukatakan kepadamu bahwa aku kasihan melihat kau menerima wanita-wanita cantik itu. Kenapa" Bukan lain karena kau tentu bakal terhanyut dan tenggelam dalam nafsu berahi. Dan sekali nafsu ini bekerja maka biasanya manusia tak ingat apa-apa lagi sampai akhirnya dia merasa jemu dan bosan akan pengulangan yang itu-itu juga, tak melihat sesuatu yang baru karena nafsu berahi adalah alat untuk mengajak manusia ke tempat yang dangkal!"
"Maaf," Fang Fang terkejut. "Ulasanmu gegabah, locianpwe. Ulasanmu sembrono! Kau tak boleh mengatakan nafsu itu membawa manusia ke tempat yang dangkal. Sebab, tanpa adanya nafsu itu maka manusia tak akan ada dan bakal lenyap dari muka bumi!"
"Hm, ini satu sudut dari sisi pandangan yang lain. Yang kumaksudkan bukanlah begitu, melainkan berkisar pada apa kaulakukan, bukan salah atau tidak salahnya nafsu itu sendiri!"
?Maksud locianpwe?"
"Kau tak paham?"
"Tidak."
"Begini," sang kakek menarik napas dalam-dalam. "Pembicaraan ini difokuskan pada sepak terjangmu, Fang Fang, bukan sepak terjang atau perbuatan manusia lain. Aku hendak bicara tentang apa yang telah kaulakukan. Dan karena ini ada kaitannya dengan kenapa kau merasa tidak bahagia maka kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kesenangan-kesenangan yang telah kauperoleh di istana itulah yang telah menjauhkan dirimu dari kebahagiaan. Kau terbius, kau terlelap. Dan karena kesenangan memang selamanya membawa manusia pada ketidaksadaran akan sesuatu maka sesuatu itu akhirnya menjauh dan pergi meninggalkan manusia!"
"Aku bingung"."
"Nanti dulu, aku belum habis bicara!" sang kakek menegur. "Dengarkan dulu apa yang kukatakan ini, anak muda. Dan renungkan serta pahami baik-baik. Kau masih muda, kurang pengalaman. Dan karena anak muda sering tergelincir dan hanyut oleh kesenangan-kesenangan yang membawa kebahagiaan semu maka yang sejati, kebahagiaan yang benar akhirnya menjauh dan terbang meninggalkan dirimu!"
"Aku tak mengerti?"
"Kau akan mengerti!" si kakek memotong. "Sudah kukatakan dengar dan jangan bertanya dulu, bocah. Aku akan menjelaskan ini secara panjang lebar. Kau, yang menerima dan tidak menolak pemberian kaisar memang tidak salah. Mula-mulanya begitu. Tapi karena kelanjutannya adalah kau lalu menikmati dan mabok dalam permainan cinta dengan wanita-wanita itu maka di sinilah kekosongan jiwamu mulai muncul. Kau tidak menghiraukan larangan Tuhan, kau tidak memperdulikan tata-krama agama. Dan karena hal ini kaulewati begitu saja dan mabok dalam kesenangan sendiri maka ketidaksenangan atau ketidakbahagiaan itu terasa ketika tiba-tiba kau merasa bosan dan jemu akan rutinitas yang terjadi sehari-hari itu. Dan inilah sumber derita yang kaurasakan sekarang ini!"
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 8 Amanat Marga Karya Khu Lung Cinta Bernoda Darah 13
^