Pencarian

Playboy Dari Nanking 13

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 13


"Hm-hm, aku belum mengerti benar. Bolehkah kupotong sebentar, locianpwe?" Fang Fang berdebar, melancarkan pertanyaan. Dan ketika si kakek mengangguk dan tersenyum lebar, bersinar-sinar, maka Fang Fang melanjutkan pertanyaannya yang dirasa mengganjal.
"Kau mau bertanya apakah?"
"Kata-katamu tadi, tentang larangan Tuhan atau tata-krama agama. Hal apakah yang membuat aku dituduh begitu" Kesalahan apakah yang kulakukan dalam hal ini" Maaf, aku bercinta dengan mereka atas dasar suka sama suka, locianpwe. Dan akupun tidak memaksa mereka atau memperkosanya! Mereka adalah pemberian kaisar. Aku mendapatkannya secara sah dan benar, bukan menculik atau melarikan wanita-wanita cantik. Maka aku sungguh heran bahwa kau mengatakan seperti itu seolah aku tidak berhak menikmati pemberian kaisar dan bermain cinta dengan mereka!"
"Hm, baiklah, sudah kuduga. Aku memang tahu bahwa kau pasti akan melancarkan pertanyaan ini. Dengarkan?" si kakek berseri-seri, tidak marah. "Sudah kukatakan tadi bahwa sebatas kau menerima dan tidak menolak pemberian kaisar maka kau adalah tidak bersalah, Fang Fang. Tapi begitu kau menikmati dan bermain cinta dengan mereka maka di sini kau tergelincir, salah! Kau belum terikat perkawinan, belum menjadi suami isteri. Bagaimana kau melakukan perbuatan itu dan enak saja menenggelamkan diri dalam nikmatnya nafsu berahi" Bukankah sudah dikatakan bahwa berdosalah orang yang melakukan perbuatan itu bila belum terikat oleh tali perkawinan" Nah, inilah tata-krama agama, Fang Fang. Bahwa dianggap zinalah laki-laki dan perempuan kalau melakukan itu, padahal mereka bukan suami isteri. Dan karena kau melanggar ini dan tidak menghiraukan tata-krama agama, padahal agama adalah dari Tuhan untuk kebahagiaan manusia maka kau tersesat dan akhirnya menderita ketidakbahagiaan ini begitu kesenangan terasa membosankan dan akhirnya membuat jemu!"
Fang Fang tertegun, tersentak.
"Kau mengerti?"
Pemuda ini pucat. "Locianpwe, aku selama ini tak pernah mempelajari kitab-kitab agama. Aku hanya mempelajari ilmu silat atau kepandaian-kepandaian lain. Kalau kau bicara tentang ini, tentang agama terus terang kukatakan bahwa aku tidak mengetahui!"
"Hm, kalau begitu gurumu tetap saja seperti itu. Mendidik murid hanya melulu ilmu silat dan bukannya moral. Ah, aku lupa bahwa kau adalah murid si Dewa Mata Keranjang!"
"Maaf," Fang Fang terpukul. "Guruku memang Dewa Mata Keranjang, locianpwe. Tapi sepak terjang guruku tak pernah merugikan orang lain. Guruku selalu bertanggung jawab akan apa yang dia lakukan!"
"Ha-ha, seperti dirimu ini umpamanya" Bertanggung jawab sebatas dan seberapa jauh" Dan tentang yang tidak ada dirugikan. Eh! Jangan begitu, anak muda. Tak ada tindak-tanduk gurumu ataupun kau yang tidak merugikan orang lain! Lihat contohmu ini misalnya, kekasihmu Ming Ming atau Eng Eng dan bahkan Ceng Ceng! Tidak rugikah mereka menerima sepak terjangmu" Tidak rugikah mereka oleh tindak-tandukmu" Benar bahwa merekapun bersalah karena menerima bujukanmu, Fang Fang. Tapi kau juga bersalah karena melakukan apa yang seharusnya tak boleh dilakukan oleh dua manusia yang belum diikat tali perkawinan!"
"Locianpwe"!" Fang Fang terpekik. "Kau" kau mengetahui segala urusan pribadiku" Kau mengintai gerak-gerikku?"
"Hm, duduklah," sang kakek tertawa getir. "Aku tak mengintai atau mencampuri urusan pribadimu, Fang Fang. Melainkan gadis-gadis itulah yang datang dan menemui aku. Merekalah yang menceritakan dan menangis tersedu-sedu. Merekalah yang bicara dan kini merasa dirugikan!"
Fang Fang pucat. "Tapi" tapi". di mana mereka itu sekarang" Dan apakah Ceng Ceng juga bertemu denganmu?"
"Hm, itu urusan pribadimu, aku tak ingin turut campur. Tapi karena benar ketiga gadis itu bertemu denganku dan telah menceritakan semuanya maka Ceng Ceng juga begitu dan bertemu aku."
Fang Fang pucat.
"Kau terkejut, bukan?"
"Ya."
"Dan kau tahu bahwa sepak terjangmu ternyata merugikan orang lain. Jangan bilang bahwa kaupun akan bertanggung jawab atau apa seperti gurumu itu. Jangan bilang bahwa kau akan menebus dosa atau bertobat untuk hal-hal yang sudah kaulakukan. Itu terlambat, bocah, sudah kasep. Kejadian itu sudah terjadi, tak dapat diperbaiki. Dan karena semua ini karena nafsu atau berahimu itu maka sesungguhnya inilah yang menyeret dirimu ke dalam ketidakbahagiaan!"
"Aku mulai mendengar," Fang Fang gemetar. "Tapi coba ceritakan bagaimana mereka-mereka itu datang padamu, locianpwe. Bagaimana mereka bisa menceritakan itu!"
"Aku tak menghendaki atau menyuruh mereka datang. Mereka datang secara kebetulan saja, mungkin sudah diatur oleh Yang Mahakuasa. Dan tentang cerita yang mereka ceritakan bukanlah soal bagimu, Fang Fang, kecuali apa yang mereka derita, hasil perbuatanmu!"
"Maaf," Fang Fang menggigil. "Aku tahu, locianpwe, aku mengerti. Tapi coba terangkan padaku tentang sebab-sebab semua ini."
"Kau terlalu menurutkan kesenangan, kau terlalu menurutkan berahi. Dan karena berahi seperti nafsu-nafsu lain yang tidak sehat dan buruk seperti marah a-tau benci maka nafsu-nafsu inilah yang menyeretmu ke dalam ketidakbahagiaan. Bahagia bukanlah kesenangan, dan kesenangan bukanlah bahagia. Kalau orang mengira bahagia itu adalah kesenangan maka orang telah keliru!"
"Hm, aku tak mengerti," Fang Fang bingung dan masih gemetar, menahan perasaannya tentang Eng Eng dan lain-lainnya tadi. "Apakah maksudmu itu, locianpwe" Bagaimana kesenangan bukan kebahagiaan?"
"Jelas, kesenangan urusan otak, Fang Fang, berkaitan dengan ego, si aku. Tapi kebahagiaan adalah urusan hati, bersumber dari cinta kasih!"
"Aku mohon penjelasan lagi?"
"Aku memang akan menjelaskan!" dan ketika kakek itu berdehem dan batuk-batuk kecil, menukas pembicaraan Fang Fang maka Sin-kun Bu-tek si Malaikat Tanpa Tanding ini bicara, "Kebahagiaan harus diperoleh dengan hati yang bersih, kesenangan tidak. Kebahagiaan selalu berkaitan erat dengan kesucian, sementara kesenangan tak memperdulikan itu. Nah, karena dua hal ini berbeda dan kesenangan berbeda dengan kebahagiaan maka kesenangan bukanlah kebahagiaan, Fang Fang, karena kebahagiaan selamanya tak pernah mengorbankan orang lain! Kebahagiaan lebih banyak mengorbankan diri sendiri. Kebahagiaan lebih banyak bersifat memberi daripada diberi. Lain daripada kesenangan yang lebih bersifat menuntut daripada dituntut!"
"Hm, aku mulai mengerti," Fang Fang pucat. "Tapi salahkah orang yang mencari kesenangan, locianpwe" Bukankah kesenangan adalah hak yang dituntut manusia" Bukankah setiap orang pada dasarnya mencari senang?"
"Selama kesenangan itu tidak merugikan orang lain pada hakekatnya tak salah, Fang Fang. Tapi karena kesenangan begitu membius dan biasanya menjerat maka manusia sering terkecoh di sini dan lupa daratan!"
"Maksudmu?"
"Ambil contoh dirimu ini. Bukankah seks adalah kesenangan yang amat membius" Bukankah seks adalah kesenangan yang sebenarnya penuh jerat" Sekali manusia terperangkap dan lupa daratan maka apapun akan dijalankannya, Fang Fang. Untuk mengejar atau mendapatkan kenikmatan seks itu. Dan hal ini sudah terbukti denganmu. Kau tak puas dengan satu wanita saja. Kau menghendaki lebih. Dan sekali kau menuruti nafsu ini dan mabok bersamanya maka seks tiba-tiba merupakan kebutuhan pokok yang agaknya tak dapat disingkirkan begitu saja. Padahal, ini adalah jebakan untuk manusia agar tidak memperoleh kebahagiaan sejati!"
"Jadi seks tak boleh dinikmati Seks tak boleh dikejar-kejar?"
"Hm, menikmati seks bukanlah larangan, Fang Fang. Aku tak mengatakan begitu. Tapi kalau sudah dikejar-kejar, tenggelam dan membiarkan diri menjadi hamba nafsu berahinya maka ini adalah salah. Itu yang kumaksud!"
"Hm, coba ulangi sekali lagi."
"Baiklah, dengar, dan ambil saja contoh dirimu ini. Lihat apa yang terjadi denganmu. Mula-mula, ketika kau berkenalan dengan Eng Eng dan akhirnya menikmati hubungan seks, kau merasa begitu nikmat dan terbius. Kau mabok, tergila-gila. Kau kehilangan kontrol diri dan lupa bahwa itu seharusnya tak boleh kaulakukan. Bukankah kau masih belum melamar dan menjadikan gadis itu isterimu" Bukankah kalian masih belum terikat tali perkawinan" Tapi kau tak perduli, kau tak menghiraukan. Saat itu yang kau tuju dan kau pikir ialah kenikmatan seks itu, kesenangannya. Dan karena seks memang membius dan amat memabokkan maka Eng Eng pun tergelincir dan ikut-ikutan bersamamu melakukan hal terlarang. Lalu, apa selanjutnya" Kalian tenggelam. Kalian sama-sama terbawa nafsu berahi dan nafsu itu memang menjanjikan kepada kalian kenikmatan-kenikmatan pada pertama kalinya tapi sekaligus juga ketidakenakannya setelah semuanya itu nanti berakhir!"
"Tapi locianpwe," Fang Fang tiba-tiba memotong marah. "Aku melakukan itu karena cintaku kepada Eng Eng. Aku bukan semata melakukan hubungan seks atas dasar berahi belaka!"
"Ha-ha, itulah cerdiknya berahi. Kau boleh bilang bahwa pada mulanya kau mencintai gadis itu, Fang Fang. Tapi kenyataan menunjukkan lain karena berahi dan cinta tidak sama!"
"Maksud locianpwe?"
"Aku tak meragukan bahwa pada mulanya memang kau benar-benar mencinta gadis itu, cinta yang baik. Tapi karena cinta antara lelaki dan perempuan pasti berbaur dengan nafsu berahi maka akhirnya nafsu inilah yang menonjol ke depan dan cinta seperti yang kaukatakan itu akhirnya tak ada!"
"Aku protes! Sampai sekarangpun aku masih mencintai Eng Eng!"
"Hm, dan juga Ming Ming serta Ceng Ceng?"
"Ya!" Fang Fang tak ragu-ragu, menjawab dengan kepala terangkat. "Barangkali aku memang mata keranjang, locianpwe. Tapi kukatakan bahwa sesungguhnya aku masih mencinta kekasih-kekasihku itu!"
"Tapi sayang," sang kakek tiba-tiba menarik napas dalam-dalam. "Mereka sekarang justeru tak mencintaimu lagi, Fang Fang. Eng Eng telah mendapatkan jodohnya dan pergi bersama seorang pemuda sementara Ming Ming juga begitu. Dua pemuda dari utara telah membawa mereka, kasihan dan jatuh iba melihat nasib mereka yang malang, perbuatanmu itu. Dan karena Eng Eng maupun Ming Ming akhirnya menerima dua pemuda itu maka mereka akhirnya pergi dan merencanakan untuk menikah beberapa bulan lagi."
"Apa?" Fang Fang melonjak. "Mereka ".. mereka bersama pemuda lain" Eng Eng dan Ming Ming"."
"Duduklah," sang kakek tersenyum pahit. "Ada apa dengan semuanya ini, Fang Fang" Kenapa kau marah-marah?"
"Keparat!" Fang Fang tiba-tiba bangkit berdiri. "Akan kubunuh mereka itu, locianpwe. Katakan siapa mereka dan di mana sekarang!"
"Hm, inikah bukti cintamu itu" Inikah yang namanya kasih sayang" Kalau kau , mencinta atau mengasihi mereka justeru kau seharusnya bahagia dan senang mendengar ini, Fang Fang. Bukan marah-marah dan bermaksud membunuh mereka. Kau tak adil, mau menangnya sendiri. Apa yang kautunjukkan ini bukan cinta melainkan nafsu. Dan nafsu di mana-mana sama, bersumber pada ego, aku. Aku juga protes!"
Fang Fang terkejut.
"Duduklah," sang kakek mengulangi. "Sekarang kau lihat bagaimana ujud cintamu itu, Fang Fang. Sekarang kau lihat bahwa apa yang kukatakan adalah benar. Cinta dan berahi tidak sama, seperti halnya kesenangan dan kebahagiaan. Kesenangan bersumber pada diri sendiri, sedang kebahagiaan selalu memikirkan dan mementingkan orang lain!"
Fang Fang gemetar. "Tapi"."
"Nanti dulu, tak ada tapi," sang kakek memotong. "Sekarang kau dapat merasakan apa yang dirasakan kekasih-kekasihmu itu, Fang Fang. Betapa luka dan sakitnya hati kalau melihat atau mendengar orang yang dicinta sudah berbalik dan galang-gulung dengan orang lain. Kau dulu tak menghiraukan perasaan Eng Eng atau Ming Ming. Kau dulu tak menghiraukan itu karena kau sendiri belum pernah merasakannya. Tapi begitu kau sekarang tahu dan marah-marah, sakit, maka kau harus bersikap adil kalau kau benar-benar bukan orang yang mau menangnya sendiri saja, orang yang mau senangnya sendiri!"
Fang Fang tertegun.
"Kau melihat sekarang," Bu-tek Sin-kun melanjutkan. "Cinta dan berahi memang berbeda, Fang Fang, seperti halnya kemarahan dan kasih sayang. Nafsu-nafsu itu, marah dan benci atau berahi, sumbernya pada otak, aku, si ego. Tapi kasih sayang dan cinta bersumber pada hati, jiwa yang luhur. Dan karena dua ini jelas berbeda dan masing-masing menghasilkan yang berbeda pula maka nafsu menciptakan ketidakbahagiaan sedang cinta kasih adalah sebaliknya!"
Fang Fang tak menjawab, menggigil.
"Kau mulai dapat menangkap?"
"Sebagian"."
"Bagus, itu permulaan yang baik. Berahi, seperti yang kukatakan tadi, selalu bersumber pada kesenangan diri sendiri. Berahi tak pernah memikirkan orang lain karena nafsu itu mengajak manusia untuk menyenangkan diri sendiri. Tapi cinta kasih, kasih sayang, tidak. Cinta kasih selalu memikirkan orang lain dan karena itu tak bersumber pada aku. Dan karena cinta kasih dan berahi adalah dua hal yang berbeda maka jangan bilang bahwa kau mencintai gadis-gadis itu karena buktinya kau marah mendengar mereka sudah bersama orang lain! Aku tahu bahwa hatimu sakit, Fang Fang. Tapi itulah resiko berahi, nafsu yang selalu mementingkan diri sendiri. Dan kalau kau sadar akan ini maka permulaan yang baik akan kauperoleh bila kau memulainya juga dengan yang baik! Paham?"
Fang Fang menggigil, masih juga tak menjawab.
"Hm, rupanya kau masih belum terbiasa mendengar wejangan-wejangan seperti ini. Baiklah, kusingkat saja, Fang Fang. . Ada dua ciri-ciri menyolok antara berahi dan cinta. Kau ingin dengar?"
"Ya."
"Berahi, seperti yang kukatakan tadi, bersumber dan berpusat pada ego, yang ingin menyenangkan diri sendiri. Sedang cinta, yang bersumber dan berpusat pada hati, jiwa luhur, justeru sebaliknya. Cinta selalu ingin menyenangkan orang lain. Dan karena cinta selalu ingin menyenangkan orang lain maka pada hakekatnya orang yang mencinta ini ingin membahagiakan orang lain, bukan diri sendiri! Paham?"
Fang Fang tersentak. "Ap". apa" Bagaimana itu tadi, locianpwe" Maaf, tolong diulangi lagi!"
"Hm, kau seperti kucing yang diguyur air dingin. Kau tersentak. Baiklah, dengar ini, Fang Fang. Cinta, seperti yang kukatakan tadi, adalah keinginan untuk membahagiakan orang lain. Cinta tak bersumber pada kesenangan diri sendiri. Cinta bukan nafsu. Dan karena cinta bukan nafsu maka orang yang mencinta orang lain seharusnya orang yang mencinta ini ingin membahagiakan orang lain itu. Tapi berahi tidak. Berahi sepenuhnya berpusat pada ego, keinginan diri sendiri. Dan karena berahi bersumber pada ego maka orang yang dikuasai berahi tuntutannya adalah kesenangan diri sendiri, bukan orang lain. Berbeda dengan cinta yang justeru ingin menyenangkan orang lain! Kau paham?"
Fang Fang mangar-mangar. "Jadi" jadi kalau begitu?"
"Benar," Bu-tek Sin-kun mengangguk. "Kalau kau menyatakan kau mencintai gadis-gadis itu maka pada hakekatnya kau mencinta dalam arti berahi, Fang Fang, bukan cinta yang luhur. Karena kalau cinta yang luhur maka kau akan berpikir seribu kali untuk membuat orang-orang yang kau cinta itu menderita!"
"Jadi". jadi aku salah" Aku" aku tak boleh timbul berahiku?"
"Hm, berahi sudah ada di tubuh setiap manusia normal, Fang Fang. Berahi sudah ada di situ dan tentu saja dapat timbul sewaktu-waktu. Kau tak perlu mem bunuh berahimu karena bukan itu yang kumaksud!"
"Jadi bagaimana?"
"Berahi, menuruti berahi, dapat berakibat fatal bagi manusia, Fang Fang. Hanyut dan tenggelam dalam nafsu berahi hanya membuat manusia jauh dari kebahagiaan saja. Berahi itu seperti seekor kuda liar, ia harus dikendalikan dan dikemudikan secara benar. Dan inilah yang kumaksud! Kau boleh saja timbul berahimu, boleh saja dirangsang oleh sesuatu. Tapi jangan menurutkan hawa nafsu itu begitu saja, Fang Fang. Karena kenyataan menunjukkan bahwa selesai semuanya itu maka kedukaanlah yang bakal datang. Berahi hanya membawa nikmat sekejap, tapi ekor atau buntutnya yang panjang dari ketidakwaspadaan akan ini sungguh jauh lebih lama dari kenikmatan yang didapat itu. Karena itu waspada akan ini adalah sebuah langkah kebijaksanaan yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan!"
Fang Fang tertegun, termangu-mangu. Tiba-tiba mukanya merah dan terkejut oleh semua kata-kata kakek itu. Tiba-tiba dia sadar bahwa apa yang dikata si kakek adalah benar. Tapi belum puas oleh semuanya itu tiba-tiba Fang Fang bertanya, menggigil, "Locianpwe, mungkinkah mencinta orang lain dengan tidak dikuasai berahi" Mungkinkah mencinta orang lain dengan, tidak diikuti berahi ini?"
"Tak mungkin," si kakek menjawab. "Cinta manusia berlawanan jenis pasti terdiri dari dua jenis itu, Fang Fang. Karena tanpa cinta berahi maka manusia tak dapat berkembang. Tapi ingat, cinta berahi tak boleh menguasai keadaan. Cinta berahi harus ditempatkan nomor dua karena cinta yang baik yang timbul dari kasih sayang dan jiwa luhur itulah yang harus diutamakan. Didudukkan pada porsi tertinggi!"
"Hm," Fang Fang tak jadi membantah "Kalau begitu aku tak bertanya lagi. Aku mengerti. Tapi kenapa berahi sering mengalahkan cinta sejati yang harusnya di a-tas itu!"
"Sederhana," si kakek tertawa. "Hal itu terjadi karena manusia terlalu besar e-gonya, Fang Fang. Terlalu besar keinginannya untuk menyenangkan diri sendiri. Manusia tak berlatih untuk coba menyenangkan orang lain, pasangannya. Dan karena manusia selalu dan selalu memikirkan kepentingan dirinya saja maka itulah yang terjadi karena berahi adalah satu di antara sekian nafsu manusia yang menjanjikan kenikmatan amat besar!"
"Hm, begitukah?"
"Ya, dan sekarang lihat dirimu sendiri itu. Bukankah kau ingin dan selalu ingin disenangkan oleh wanita-wanita penghiburmu di istana itu" Bukankah rasanya tak puas hanya berpindah dari satu wanita ke wanita yang lain" Tapi karena berahi hanya berkisar yang itu-itu saja, tak ada yang baru maka akhirnya kebosanan-lah yang timbul ketika manusia tak menemukan yang lebih enak, mulai merasakan kekosongan dan digerogoti kehampaan itu, seperti yang kaualami sekarang!"
Fang Fang terkejut. "Locianpwe tahu persis?"
"Tentu saja!"
"Kalau begitu dapatkah locianpwe mencarikan jalan keluarnya" Dapatkah locianpwe memberi tahu aku bagaimana supaya aku bahagia?"
-o~dewikz~abu~-o"
Jilid : XXIII "HA-HA!" kakek itu tertawa bergelak. "Kau sama seperti manusia-manusia lainnya, Fang Fang. Kau ingin mencari bahagia setelah tidak menemukan itu. Sungguh jauh bedanya ketika kau begitu lahap dan rakus menerima kesenangan! Ah, inilah manusia. Setelah gagal tak menemukan yang baru bertanyalah dia bagaimana supaya bahagia. Padahal, kalau bahagia diidentikkan dengan kesenangan maka manusia akan gagal lagi karena mencari kebahagiaan sungguh harus dimulai dengan sesuatu yang berat. Dan itu adalah menjauhi kesenangan, menyingkirkannya! Sanggupkah manusia melakukan ini" Sanggupkah kau menolak kesenangan dan tidak berhanyut-hanyut lagi?"
"Maksudmu?" Fang Fang terkejut. "AKU tak boleh menikmati kesenangan, locianpwe" Aku harus menjauhinya dan tak boleh berdekatan?"
"Untuk sementara ini, ya! Untuk sementara ini memang begitu. Atau kau a-kan gagal lagi karena sesungguhnya bahagia itu bukan kesenangan!"
"Hm, jelaskan padaku. Aku ingin tahu!"
"Aku memang akan memberitahumu, a-kan menerangkannya. Tapi karena kau sudah terbiasa dengan kesenangan dan belum terbiasa untuk tidak mendekati kesenangan maka aku sangsi apakah kau dapat menemukan bahagia, sang kebahagiaan!"
"Aku akan melakukannya, locianpwe. Aku akan berusaha!"
"Ha-ha, kebiasaan sudah membius manusia. Kebiasaan sudah melekat kuat di setiap tindak-tandukmu. Mampukah kau melakukan ini" Hm, aku tak percaya, Fang Fang, terus terang aku sangsi. Tapi baiklah, itu urusanmu. Yang jelas kita a-kan kembali lagi pada pembicaraan semula yang menyangkut dirimu ini," lalu menarik napas tajam bersinar-sinar memandang si pemuda kakek ini meneruskan, "Fang Fang, fokus pembicaraan kita adalah bahagia dan tidak bahagia. Bahagia dan kesenangan. Dan karena selama ini kau tenggelam dan mabok menikmati kesenangan, dalam hal ini adalah berahi, seks, maka kukatakan kepadamu bahwa seks itulah yang sementara ini harus kau jauhi. Nafsu itu harus kaukendalikan. Jangan biarkan diri hanyut dan tenggelam. Dan membiarkan seks membinal seenaknya jelas akan membuat dirimu mabok dan lupa diri maka nafsu ini harus kaukendalikan atau sama sekali kau gagal mencari bahagia. Bahagia pada hakekatnya harus dicari melalui kebersihan atau kesucian batin. Mencari bahagia berarti harus menjauhkan diri dari segala nafsu-nafsu. Dan karena seks adalah nafsu rendah yang bernaluri hewani maka untuk mencari atau menemukan kebahagiaan sementara ini kau harus mengekang diri dan tidak berhubungan seks! Sanggupkah itu?"
Fang Fang tertegun. Untuk pertanyaan ini dia harus berpikir keras. Bukan main, dia harus menjauhi seks, tak boleh melakukannya. Padahal, seks adalah sesuatu yang demikian nikmat dan memabokkan! Ah, mana mungkin itu" Meskipun dia merasa bosan dan jemu dengan kehidupan di istana, pelayanan Hong Hong dan lain-lainnya itu tapi itu bukanlah berarti dia jemu dan bosan akan kenikmatan seks. Tidak, bukan begitu. Justeru dia ingin mencari kebahagiaan melalui ini, seks! Fang Fang ingin mendapatkan seseorang yang cocok dan pasangan itulah yang dimaksudkannya. Dia bosan dengan pelayanan Hong Hong dan lain-lainnya i-tu karena lama-lama mereka dirasa sebagai robot. Apa yang mereka lakukan sepertinya bukan didorong oleh cinta kasih melainkan semata atas perintah kaisar belaka. Jadi Hong Hong ingin menyenangkannya karena takut kepada kaisar, bukan karena gadis itu atau wanita-wanita lain di istana mencintainya. Fang Fang akhirnya merasa bahwa tiada cinta kasih di situ. Hong Hong dan lain-lainnya itu ternyata memang gadis-gadis penghibur yang dilatih di istana untuk melayani laki-laki, kaisar atau orang-orang yang disenangi kaisar di mana semuanya itu bersifat fisik, penyenangan lahiriah. Dan karena ini tak didasari rasa cinta kecuali o-leh nafsu dan kesenangan saja, kesenangan berahi maka lama-lama Fang Fang merasa "kosong" dan kekosongan itulah yang dirasanya sebagai tidak bahagia! Fang Fang sekarang dapat merasakan bahwa sesungguhnya masih lebih nikmat waktu dulu dia menggauli Eng Eng atau Ming Ming, begitu juga Ceng Ceng. Dulu permainan cintanya dengan gadis-gadis itu masih dilambari oleh kasih sayang, bukan nafsu semata, meskipun tak dapat disangkal bahwa akhirnya nafsulah yang mendominir mereka, karena berahi memang memabokkan. Tapi begitu Eng Eng dan lain-lainnya itu marah dan meninggalkannya, karena dia bermain cinta dengan kekasih-kekasih barunya maka Fang Fang merasa menyesal tapi penyesalan i-tu sudah cepat diisinya dengan gadis-gadis lain lagi. Terakhir mendapat Hong Hong yang servisnya selangit tapi sayang tak ada cinta kasih di situ. Hong Hong melakukannya semata atas perintah kaisar, jadi karena takut atau tunduk kepada kaisar. Dan meskipun Hong Hong tentu saja lebih senang melayaninya daripada kaisar yang sudah berumur tapi pelayanan gadis itu yang sama sekali tak dilambari cinta kasih membuat Fang Fang" kecewa. Memang, tak dapat disangkal bahwa dia mabok dan tergila-gila pada pelayanan si cantik itu. Dia serasa terbang ke langit dan mabok tinggi kalau sudah diservis. Tapi begitu semuanya itu selesai dan Hong Hong meninggalkannya, eh" tiba-tiba dia merasa kosong dan hambar. Fang Fang dapat merasakan bahwa semuanya itu benar-benar dilakukan" karena nafsu semata. Tak ada cinta kasih di situ, tak ada bahagia. Senyum Hong Hong pun adalah senyum buatan di mana gadis itu semata melayaninya karena disuruh kaisar. Dan ketika yang lain-lain juga begitu dan hal inilah yang membuat Fang Fang tak puas, kosong, maka Fang Fang mulai menderita dan itu ditambah lagi ketika secara diam-diam Hong Hong pun masih "dipakai" kaisar!
Fang Fang merasa nyeri. Ada rasa sakit di hatinya, ada rasa kecewa. Tapi karena kaisar juga berhak dan itu tak dapat dilawan maka Fang Fang mulai tidak puas dan diganggu kekosongannya itu. Dan yang lain-lain ternyata sama saja. Gadis-gadis penghibur yang semula dipakai dirinya ternyata satu dua melayani pula para pangeran atau beberapa bangsawan tinggi, yakni ketika mereka sedang nganggur dan tidak dipakai Fang Fang. Gadis-gadis itu, teman-teman Hong Hong, juga sama saja dan mengecewakan. Fang Fang akhirnya tahu bahwa mereka mendapat imbalan uang atau emas dan gelang permata setiap melayani lelaki, kerabat istana sendiri karena tentu saja yang bukan penghuni istana tak berani mengajak mereka. Hong Hong dan lain-lainnya itu merupakan gadis-gadis "kelas tinggi" yang taripnya mahal, bukan pelacur tapi apa yang dilakukan sama saja dengan pelacur, memberikan pelayanan seks. Dan ketika Fang Fang tahu itu dan kecewa, digerogoti rasa tidak puasnya maka dia merasa tidak bahagia dan merana!
"Eh, bagaimana jawabanmu?"
Fang Fang terkejut. Bu-tek Sin-kun tiba-tiba menegurnya, tak sabar menunggu dia melamun ke awang-awang. Fang Fang sebenarnya sedang merenung dan bingung menjawab. Maklumlah, menjauhi seks bukanlah hal yang pernah dibayangkannya. Apalagi, dia masih muda! Mana kuat" Tapi ketika si kakek bertanya lagi dan dia semburat, mendengar kakek itu tertawa maka Fang Fang mengeraskan hati.
"Baiklah," katanya. "Aku mencoba, locianpwe. Aku akan mencari bahagia dan menjauhi kesenangan?"
"Ha-ha, sebenarnya kesenangan bukanlah hal yang harus dijauhi manusia. Kesenangan adalah sesuatu yang patut dinikmati dan disyukuri. Tapi kalau kesenangan sudah membius dan memabokkan manusia maka inilah yang harus dijauhi, a-nak muda. Aku hanya memberikan nasihat kalau kau ingin mencari bahagia!"
"Aku akan mencobanya," Fang Fang sekali lagi mengangguk. "Dan aku akan berperang melawan hawa nafsuku, locianpwe. Aku akan mencoba mengendalikan berahiku!"
"Ha-ha, satu pernyataan keras. Satu tekad yang patut diacungi jempol. Tapi, ha-ha". aku sangsi kau berhasil, Fang Fang. Kau sudah terbiasa dan lekat dengan kebiasaanmu itu. Kau tak mungkin berhasil, kecuali kalau api itu padam!"
"Api" Api apa?"
"Hm," sang kakek mengebut-ngebutkan ujung lengan bajunya. "Di dalam tubuh setiap manusia ada api hawa nafsu, Fang Fang. Dan api itu adalah semangat, pemancar tenaga. Kalau kau belum kakek-kakek dan masih tegar begini barangkali api itu masih terlalu kuat dan selalu mencekammu!"
"Maksud locianpwe?"
"Anak muda masih penuh dengan api hawa nafsu ini, kecuali orang-orang yang sudah setua aku ini. Dan karena mengendalikan api itu ibarat orang mengendalikan gunung yang bergemuruh maka biasanya tak berhasil kalau api itu sendiri tidak padam, atau setidak-setidaknya mengecil"
"Locianpwe mengecilkan arti perjuanganku!"
"Tidak, bukan begitu. Justeru aku memberitahumu agar kau waspada, Fang Fang. Agar kau membuktikan kata-kataku ini benar ataukah tidak. Api hawa nafsu amatlah kuatnya, apalagi kalau melanda orang-orang muda seusiamu. Hanya dengan kekuatan batin dan kemauan keraslah api itu dapat dikekang, atau api itu bahkan akan membakar dan semakin menyala melahap tubuh manusia!"
"Hm, aku akan berusaha, aku akan mengendalikannya. Kita sama-sama belum tahu apakah aku gagal atau tidak, locianpwe. Dan kuharap kau tidak mengecilkan maksud atau keinginanku ini!"
"Aku tidak mengecilkan keinginanmu, aku hanya memberi tahu. Kalau aku salah boleh kaumaki-maki aku kelak. Tapi kalau aku benar, hm". tak perlu kau minta maaf padaku. Sudahlah, sekait lagi kuberi tahu padamu, Fang Fang. Bahwa kebahagiaan harus diperoleh dengan kebersihan atau kesucian batin. Orang yang ingin bahagia harus menjauhkan diri dari nafsu-nafsu kotor, dan satu di antara itu adalah berahi! Maaf, aku tidak berkata bahwa berahi harus dibunuh, dilenyapkan. Melainkan berahi harus ditundukkan dan dikendalikan. Karena berahi banyak menjerumuskan manusia pada hal-hal yang t"i-" dak baik. Kau mengerti, bukan?"
Fang Fang mengangguk.
"Dan kuulangi sekali lagi bahwa kebahagiaan bukanlah kesenangan. Kebahagiaan terbit dari cinta kasih, bukan seperti kesenangan yang terbit atau lahir dari si-aku, ego. Dan karena kebahagiaan baru muncul kalau kita sering memperhatikan orang lain, bukan diri sendiri maka kepentingan atau kesenangan-kesenangan yang v bersifat menuntut diri sendiri harus dijauhi. Dengan lain kata, kebahagiaan harus diperoleh dengan jalan memperhatikan sesamanya. Karena hanya dengan memperhatikan sesamanya itulah baru timbul kebahagiaan yang bukan kesenangan, seperti kesenangan menikmati seks atau hal-hal lain yang bersumber pada keinginan menyenangkan diri sendiri!"
Fang Fang mengangguk-angguk. Setelah kakek ini bicara panjang lebar tentang kebahagiaan dan kesenangan, hal yang mulai dapat dimengertinya meskipun tidak penuh maka Fang Fang mulai dapat menangkap apa yang tersirat di situ. Memang kesenangan dan kebahagiaan tidak sama. Tipis dan samar-samar ia dapat merasakan itu. Fang Fang masih belum dapat menembus jauh karena kebersihan batinnya belum memungkinkan. Ia hanya dapat menangkap luarnya tapi itu sudah cukup. Dan ketika ia mengangguk-angguk dan kagum memandang kakek ini, yang dirasa membawa kebenaran maka kakek itu menutup tentang cinta kasih antara pria dan wanita.
"Ingat, sudah kukatakan tadi beda antara cinta kasih dan cinta berahi, Fang Fang. Cinta berahi menuntut kesenangan diri sendiri, bukan pasangannya. Tapi cinta kasih justeru cenderung untuk selalu menyenangkan dan membahagiakan pasang annya. Kalau kau mencinta seorang gadis harap diuji cinta yang manakah itu, cinta berahi ataukah cinta kasih!"
"Aku paham," Fang Fang bersinar-sinar. "Sekarang aku dapat mengerti, locianpwe. Dan sungguh nasihatmu ini berharga sekali. Aku merasa mendapat makanan rohani yang tepat!"
"Ha-ha, mengerti tanpa penghayatan tiadalah gunanya. Mengerti tanpa menjalani tiadalah faedahnya Seharusnya gurumu yang memberi petuah-petuah begini, Fang Fang, bukan aku. Sampaikan maafku kalau gurumu itu menegur!"
"Tidak," Fang Fang terkejut, melihat kakek itu tiba-tiba bangkit berdiri. "Aku berterima kasih untuk semua nasihat-nasihatmu ini, locianpwe. Dan suhu tak mungkin menegur!"
"Hm, aku tak mau berpanjang lebar lagi. Cucuku sudah menanti. Kau lihat, bayangannya sudah memanggilku, Fang Fang. Kita harus berpisah dan mudah-mudahan bertemu dalam suasana yang lebih baik lagi. Selamat tinggal!" tapi ketika si kakek berkelebat dan lenyap dengan kecepatan setan tiba-tiba Nagi, gadis bermata biru itu berseru,
"Tunggu, beri tahu padanya akan sepak terjang Cun-ongya, kong-kong. Beri tahu pemuda itu agar dia tidak terkecoh dan dibodohi!"
"Hm, benar," si kakek tiba-tiba muncul lagi, mengejutkan Fang Fang. "Aku lupa ini, Fang Fang. Tapi tak apalah, aku ingin memberi tahu sedikit." dan ketika Fang Fang terbelalak dan kaget, kaget karena kecepatan dan gerak kakek itu sungguh mirip siluman saja, jauh di atas dirinya maka Bu-tek Sin-kun tertawa masam. "Kau jangan percaya begitu saja kepada Cun-ongya itu. Sebaiknya kaujauhi dia dan jangan dekat-dekat. Nah, cukup, Fang Fang. Selebihnya kau akan mengerti sendiri!"
"Tunggu!" Fang Fang bergerak, tiba-tiba berkelebat dan menghadang di depan kakek itu. "Bicara aneh dan tidak kumengerti sama sekali, locianpwe. Tolong tanya apa sesungguhnya yang kau maksud!"
"Ha-ha, anak muda selalu begini. Diberi sedikit minta banyak. Diberi banyak masih juga menuntut yang lebih banyak lagi. Maaf, aku tak dapat memberi tahu lebih jauh, Fang Fang. Tapi barangkali cukup kalau kuterangkan padamu bahwa kelak Cun-ongya itu hanya akan merepotkanmu saja!"
"Heii..!" Fang Fang terkejut, melihat si kakek berkelebat lenyap. "Tunggu, locianpwe. Aku masih tak mengerti!" namun ketika suara si kakek terdengar di kejauhan sana dan bayangannya lenyap di balik bukit maka Fang Fang tergetar dan pucat mukanya karena ia tak sanggup mengejar kakek itu. Dia sudah mengeluarkan semua ilmu kepandaiannya namun Sin-kun Bu-tek yang sakti itu terbang secepat setan, disusul namun tak sanggup. Dan ketika Fang Fang termangu-mangu dan tak mendengar lagi suara kakek itu maka Fang Fang menarik napas dalam-dalam teringat semua wejangan kakek itu, juga kata-katanya yang terakhir bahwa Cun-ongya hanya akan merepotkannya saja di belakang hari. Bahwa dia akan dibodohi dan dikecoh. Dan karena kakek itu tak mungkin mainmain dan dapat dipercaya, hal yang juga agak membingungkan karena selama ini pangeran Cun tak pernah berbuat salah maka Fang Fang melanjutkan langkahnya dan memang tak berpikir untuk kembali ke kota raja karena ia sedang mencari bahagia!
-o~dewikz~abu~-o-
"Turunkan Tong-taijin. Seret pembesar itu dan depak dia dari rumahnya!"
Ratusan orang ribut-ribut di depan sebuah gedung indah bertingkat dua. Fang Fang memasuki kota Se-wai ketika dia tertarik oleh teriakan dan pekik marah. Ratusan orang berkumpul di depan gedung itu dan puluhan pengawal tampak bergegas menghalau dan membentak-bentak, terjadi perang mulut dan melayanglah pentungan atau tongkat-tongkat karet dari para pengawal itu, menghajar a-tau menggebuk orang-orang yang tak mau disuruh mundur. Dan ketika kekalutan terjadi dan perang mulut disusul perang sungguhan, perkelahian atau teriakan orang-orang itu yang membalas pengawal atau penjaga gedung maka ribut-ribut di luar ini menjadi arena baku hantam antara petugas dan rakyat!
"Berhenti, atau semua kutembak" dor-dor!" dua letusan memecah perkelahian massal itu, menyibak kerumunan orang-orang ini yang tadi saling baku hantam. Seorang bertubuh tinggi tegap dengan kudanya berbulu hitam muncul dari samping gedung, melepas tembakan dan dialah yang membentak orang-orang itu, rakyat atau kaum demonstran yang entah sebab apa pagi-pagi itu mengamuk di gedung Tong-taijin. Itu adalah tempat tinggal sekaligus tempat dinas bagi pembesar Tong, bupati atau kepala daerah yang menjadi pimpinan kota Se-wai. Dan ketika semua ribut-ribut berhasil dihentikan sejenak dan Fang Fang menyeruak di kerumunan orang-orang itu, memandang bersinar-sinar maka laki-laki di atas kuda yang melepaskan tembakan itu berseru, gagah dan mengancam.
"Urusan ini tak boleh diselesaikan dengan kasar. Siapa yang tak puas dengan kepemimpinan Tong-taijin boleh maju bicara menyatakan masalahnya. Siapa yang membuat kacau dan keributan akan kutembak. Nah, majulah seorang dua di antara kalian dan mari menghadap Tong-taijin!"
Semua tiba-tiba diam. Ratusan orang yang semula garang dan beringas itu mendadak terpaku ketika ditantang menghadap Tong-taijin. Pembesar itu ada di dalam gedung dan tak satupun dari mereka ada yang beranjak. Rupanya, penawaran itu membuat jerih. Dan ketika semua diam dan saling menunggu siapakah kiranya yang akan maju, menjadi pemimpin atau mewakili mereka mendadak seorang pemuda menyeruak gagah mengacungkan tangan nya.
"Jim-ciangkun, rasanya tak adil kalau kau membawa seorang atau dua orang di antara kami. Tong-taijin ada di dalam, juga dilindungi orang-orangnya yang banyak. Siapa menjamin keselamatan kami kalau ada apa-apa di sana" Kami rakyat kecil sudah bosan dengan cara kepemimpinannya yang sewenang-wenang dan tidak berperikemanusiaan. Kalau kau ingin kami bicara dengannya silahkan saja dia disuruh keluar dan menghadapi kami. Dua orang menghadapi puluhan orang tentu tak ada yang berani!"
"Benar!" rakyat tiba-tiba berteriak. "Kaupun pasti melindungi dan membela Tong-taijin itu, Jim-ciangkun. Kau bakal menghajar utusan kami kalau hanya berjumlah dua orang!"
"Hm, kalian terlalu berprasangka. Kalian tak tahu aturan. Siapa akan menghajar dan menyakiti utusan" Aku adalah komandan keamanan kota ini, dan aku pasti menjaga wargaku kalau ada tindakan sewenang-wenang!"
"Kau bohong! Buktinya Tong-taijin yang menaikkan pajak dan bersikap sewenang-wenang tidak pernah kau tegur, apalagi kau hajar. Mana itu buktinya kau mengamankan kota, ciangkun" Kaupun setali tiga uang dengan Tong-taijin itu. Kau menerima suap dan penjilat"dor!" orang yang berteriak itu tiba-tiba menjerit, roboh dan terkapar karena Jim-ciangkun tiba-tiba menembaknya. Peluru menyambar dan panik serta gaduhlah orang-orang itu melihat Jim-ciangkun mulai mengumbar marahnya. Tapi ketika semua ribut-ribut dan komandan itu merah padam maka laki-laki ini menghardik bahwa semua itu bohong.
"Orang ini memfitnah, dan dia harus kuperiksa. Siapa coba-coba ingin menghina aku lagi dan kutembak!"
Orang-orang itupun mundur. Fang Fang akhirnya bertanya pada seorang kakek di sebelahnya apakah kira-kira yang telah menyebabkan keributan itu. Kenapa pagi-pagi hari ratusan orang meluruk dan marah-marah kepada walikota mereka. Dan ketika kakek itu tertegun dan sejenak tak menjawab, heran dan curiga karena Fang Fang pastilah pendatang baru maka pemuda ini tersenyum menepuk pundak si kakek.
"Aku baru datang, sungguh-sungguh tak tahu apa-apa tentang ini. Ceritakan kepadaku, lopek. Siapa tahu aku dapat membantu."
"Kau siapa" Bukan antek Tong-taijin yang menyamar?"
"Ah, aku seorang perantau, bukan penyamar. Tak perlu kau takut dan ceritakan padaku apa yang menjadi sebab semua nya ini."
"Tong-taijin menaikkan pajak?"
"Hm, itu sudah kudengar. Lainnya maksudku."
"Lainnya". lainnya?" kakek itu terbelalak, ragu-ragu. "Percuma kuberitahukan padamu, anak muda. Tak mungkin kau dapat menolong!"
"Hm, jangan memandang rendah. Kenapa lopek bicara begitu?"
"Ah, kau tahu, anak muda. Kami yang ratusan orang ini saja sudah gentar begitu seorang teman Tong-taijin membawa senjata api, seperti Jim-ciangkun itu. Ma-na mungkin kau mampu menghadapi mereka" Aku tidak memandang rendah, tapi percuma kau kuberi tahu!"
"Hm!" Fang Fang tersenyum. "Apakah - orang-orang Tong-taijin itu sehebat setan" Apakah mereka kira-kira lebih hebat dari ini" Lihat, sedikit pertunjukan ini barangkali perlu untukmu, lopek. Coba kau tusuk dan hunjam-hunjam tubuhku dengan pisau ini!" Fang Fang mengeluarkan sebuah pisau belati, menusuk dan mengerat-ngerat kulitnya dan kakek itu terbelalak melihat pemuda ini sama sekali tidak apa-apa. Jangankan terluka, terbarut sedikit saja tidak! Dan ketika kakek itu ternganga dan heran serta takjub, Fang Fang mengerahkan sinkangnya hingga tubuh kebal maka Fang Fang berkata lagi bahwa jangankan pisau, pelurupun sanggup dia hadapi.
"Bukan aku sombong, tapi mainan di tangan Jim-ciangkun itupun tak dapat melukai tubuhku. Nah, ceritakan padaku, lo-pek. Apa saja yang diperbuat Tong-taijin hingga rakyat marah!"
"Mereka". mereka mulai menaikkan kebutuhan hidup sehari-hari. Tong-taijin mengharuskan setiap petani yang panen menyetor beras kepadanya dan dijual lagi kepada rakyat dengan harga dua kali lipat!"
"Hm!" Fang Fang berkerut kening. "Pembesar itu mainmain dengan kebutuhan hidup rakyat" Dan apalagi yang diperbuatnya?"
"Tong-taijin menyuruh rakyat hidup sederhana, anak muda. Tapi dia sendiri hidup berfoya-foya. Baru-baru ini mengambil sepuluh wanita cantik untuk menjadi isteri barunya!"
Hm, Fang Fang semburat. Kalau sudah bicara tentang perempuan atau wanita maka mau tak mau diapun terkena. Kakek ini menamparnya meskipun tak tahu. Laki-laki memang biasanya begitu, kalau tidak puas dengan seorang atau dua wanita maka akan mencari dan mengambil yang lain untuk pemuas hawa nafsunya. Omong kosong kalau bicara tentang cinta. Mereka itu hanya ingin melampiaskan berahi dan cinta-berahi itulah yang dikejar-kejar. Namun ketika Fang Fang tersenyum dan mengangguk-angguk, menekan perasaannya sendiri yang terpukul maka dia bertanya lagi apa yang diperbuat Tong-taijin selain itu.
"Tak ada, hanya itu. Tapi, eh" ada lagi, anak muda. Seorang gadis cantik baru-baru ini meninggal ketika tak mau dipaksa pembesar Itu menjadi isterinya!"
"Hm, itu saja?"
"Ya, sementara ini itu saja, anak muda. Tapi lain kali mungkin akan ditambahi dengan perbuatan-perbuatan lain yang semakin merugikan rakyat!"
"Baik, dan Jim-ciangkun itu?"
"Dia pelindung dan pembela Tong-taijin. Kau lihat bahwa dia telah melukai seorang di antara kita!"
"Baiklah, cukup!" dan ketika Fang Fang berkelebat dan lenyap dari depan kakek itu, seperti siluman, maka si kakek berteriak dan suara teriakannya ini mengejutkan yang lain-lain. Kakek itu tertegun dan pucat karena lawan bicaranya tiba-tiba menghilang seperti iblis, itulah berkat kepandaian ginkang yang dimiliki pemuda ini, ilmu meringankan tubuh yang sengaja diperlihatkan kepada kakek itu untuk menarik perhatiannya, juga perhatian orang-orang lain karena tentu semua akan terkejut mendengar teriakan kakek itu, hal yang sudah diketahui Fang Fang. Dan ketika kakek itu bengong dan tak dapat menjawab ketika teman-temannya bertanya ada apa maka Jim-ciangkun, yang baru menembak dan melukai seorang pembicara tiba-tiba tertegun ketika di depannya muncul seorang pemuda berpistol dan berikat pinggang ala cow-boy.
"Kau, siapa..?" sang komandan terkejut, mundur dan membelalakkan matanya lebar-lebar. "Siluman atau manusia biasa?" "Ha-ha!" pemuda itu, yang muncul dan tertawa di depan Jim-ciangkun memang pantas membuat komandan ini terkejut. Bagaimana tidak kalau tiba-tiba saja sementara orang lain tersentak oleh teriakan si kakek mendadak dia muncui di depan komandan ini" Tanpa gerakan atau tanpa tanda-tanda tiba-tiba saja dia sudah berada di hadapan Jim-ciangkun ini. Rasanya, seperti baru muncul dari dalam bumi atau siluman yang sedang menakut-nakuti Jim-ciangkun. Pemuda itu mengenakan topeng karet yang menutupi kedua matanya, kecil dan hanya di bagian matanya itulah terlihat bola mata yang bersinar-sinar mengejutkan, mirip iblis atau manusia kelelawar yang sedang kesiangan. Tapi ketika pemuda itu tertawa dan Jim-ciangkun dapat menangkap bahwa itulah manusia, bukan siluman atau iblis maka komandan ini membentak dan marah sekali.
"He, kau, orang gila. Apa yang kaulakukan di sini dan kenapa tertawa!"
"Ha-ha!" pemuda itu, yang bukan lain Fang Fang, bahkan semakin terbahak-bahak. "Aku siluman atau manusia apakah bedanya bagimu, Jim-ciangkun" Yang jelas, aku tidak atau bukan orang gila. A-ku datang ingin mewakili orang-orang ini menghadap Tong-taijin. Nah, bawalah aku kepadanya dan boleh pemuda itu atau seorang dua orang lagi turut serta bersamaku!"
"Gila, keparat!" Jim-ciangkun tiba-tiba berteriak garang. "Aku tak kenal padamu, anak muda. Dan tak pantas kau menyembunyikan muka. Hayo buka topeng karetmu itu dan tunjukkan siapa kau. Juga dari mana kau mendapatkan senjata api itu, mencuri di mana!"
"Ha-ha!" Fang Fang semakin terpingkal, tertawa terbahak-bahak. "Justeru akulah yang harus bertanya kepadamu dari mana kaudapatkan senjata api itu, Jim-ciangkun. Karena seperti yang kauketahui mestinya tak berhak kau menggantung pistolmu itu. Kaisar telah melarang dan kau malah melanggar!"
"Kau"!" sang komandan pucat. "Tahu tentang ini dan dari kota raja" Kau" kau siapa?"
Fang Fang menghentikan tawanya. Tersenyum mengejek memandang Jim-ciangkun ini dia melihat muka orang sudah pucat dan gemetar. Memang, hanya orang-orang dari kota raja sajalah yang tahu bahwa senjata api dilarang dipergunakan. Kaisar telah menetapkan bahwa semua pembantunya maupun pasukan atau pengawal tak boleh bersenjata api. Kasak-kusuk perdagangan senjata gelap telah menimbulkan ancaman pemberontakan di bawah tanah. Thaitaijin dan Lauwtaijin yang telah memberikan contohnya itu memang pantas membuat kaisar khawatir, tegas dan menurunkan peraturan bahwa tak boleh rakyatnya bersenjata a-pi. Perdagangan senjata itu resminya telah ditutup namun orang-orang kulit putih terlibat memperdagangkan senjata itu secara gelap-gelapan dengan beberapa o-rang sebagai pemasok. Mereka sengaja membuat rusuh dengan memperjualbeli-kan senjata api kepada orang-orang tertentu, beberapa pembesar negeri karena rakyat biasa tentu saja tak kuat membeli senjata api itu, barang menarik yang memang mudah memikat beberapa pembesar seperti Lauwtaijin maupun Thaitaijin untuk mengumpulkan kekuatan sendiri, mem-v berontak dan ingin melawan kaisar. Dan karena Se-wai jauh dari kota raja dan rakyat tak mengetahui bahwa senjata api dilarang dipertunjukkan maka Jim-ciangkun langsung dapat menduga bahwa pemuda di depannya itu pastilah dari kota raja. Dan komandan ini gemetar. Kalau lawan utusan kaisar bakal celakalah dia. Tentu dia tak akan diampuni dan hukuman matilah yang didapat. Namun karena di kota raja juga terdapat beberapa orang yang menjadi pemasoknya, pelindung atau pembela kalau dia diancam orang lain maka komandan ini bertanya dulu sebelum diam-diam jari-jarinya bergerak di pelatuk. Dia segera akan menembak begitu lawan berkata bahwa dia utusan kaisar, jadi musuh yang tentu saja harus segera dilenyapkan, dibasmi. Tapi ketika Fang Fang tersenyum dan senyumnya itu sukar ditebak maka komandan ini bersikap menunggu sementara di dalam gedung bergerak bayangan-bayangan orang yang mengintai a-tau bersembunyi di balik daun-daun jendela.
"Aku dari kota raja, tapi hanya sebagai perantau. Kenapa kau tanya dan tampak ketakutan" Ha-ha, orang tak bersalah tak perlu takut, Jim-ciangkun. Tenang-tenang sajalah karena aku tak akan melapor kaisar!"
Jim-ciangkun menggigil. "Kau," katanya. "Sebutkan namamu dan buka topengmu itu, anak muda. Tak usah mainmain dan apa maksudmu datang ke mari!"
"Hm, sudah kukatakan tadi, aku ingin menghadap Tong-taijin. Kau menakut-nakuti orang-orang ini dengan pistolmu, dan kau telah melukai seorang di antara mereka. Begitukah sikap seorang aparat keamanan yang main tembak dan menyerang orang lain" Hm, sikapmu bertolak belakang dengan jabatanmu, Jim-ciangkun. A-ku datang justeru untuk meluruskan hal-hal yang begini. Bawalah aku kepada Tong taijin dan biarkan pemuda itu bersamaku!"
"Kau siapa dulu," Jim-ciangkun menahan marah. "Sebutkan namamu dan baru kuantar menghadap!"
"Dia pemuda yang tadi ada di sini itu!" sang komandan terkejut mendengar teriakan seorang kakek, yang tiba-tiba nyelonong maju. "Benar, kau kiranya, anak muda. Ah, kau memiliki ilmu siluman dan dapat menghilang!" kakek itu lalu berseru terkagum-kagum, menceritakan kepada orang-orang lain bahwa pemuda itulah yang tadi membuatnya berteriak tak keruan. Kakek ini menceritakan pula bahwa pemuda itu kebal ditusuk-tusuk pisau, bermaksud membantu mereka dan se baiknya mereka setuju. Dan ketika semua orang menjadi ribut mendengarkan cerita kakek ini maka pemuda pertama yang tadi berhadapan dengan Jim-ciangkun sudah meloncat dan menggenggam tangan Fang Fang.
"Aku ikut denganmu!"
"Benar," si kakek berseru. "Akupun ikut denganmu, anak muda. Aku tak takut kalau kau melindungiku!" dan si kakek yang menghambur dan berlari ke depan lalu mencengkeram dan menggenggam tangan Fang Fang pula, membuat orang-orang di situ tertegun dan Jim-ciang kun berobah mukanya. Cerita si kakek yang menyebut pemuda ini kebal membuat dia terbelalak. Kalau begitu dia berhadapan dengan seorang pemuda kang-ouw! Namun karena bukti itu belum dilihat dan keributan tiba-tiba muncul kembali maka Jim-ciangkun membentak agar sekali lagi Fang Fang memperkenalkan nama.
"Sebutkan, atau aku terpaksa membuatmu menggelepar!" dan ketika komandan itu mencabut pistolnya dan mengancam beringas, mengejutkan si kakek dan pemuda yang di samping Fang Fang maka aneh sekali tiba-tiba Fang Fang malah tertawa.
"Jim-ciangkun, kau tampak semakin ketakutan sekali. Apakah kaukira mainan di tanganmu itu mampu membunuhku" Lihat, aku siap beradu cepat denganmu" dor!" dan Fang Fang yang secepat kilat mencabut dan menembakkan pistolnya tiba-tiba membuat sang komandan menjerit dan roboh terguling-guling. Pistol di tangannya terlempar karena secepat kilat Fang Fang telah melukai pergelangan tangannya itu, padahal dia sudah terlebih dahulu mencabut dan menodongkan pistolnya. Dan ketika komandan itu berteriak dan anak buahnya bergerak mencabut senjata api, yang tadi disembunyikan di pinggang maka secepat kilat Fang Fang melepaskan tembakan-tembakan lagi ke arah mereka.
"Dor-dor-dorr"!"
Teriakan dan jerit kaget melengking di sana-sini. Sebelas orang pembantu Jim-ciangkun itu roboh mengaduh-aduh karena pergelangan tangan merekapun luka. Fang Fang telah mendahuiui mereka dengan gaya seorang jago tembak mahir. Itulah ilmu yang dulu didapat atau diperolehnya dari Sylvia, gadis cantik puteri Tuan Smith itu. Dan ketika teriakan dan jerit kagum juga meluncur dari orang-orang yang berkerumun itu, kaum "demonstran" maka Fang Fang sudah berdiri tegak dan tersenyum simpul menyimpan senjata apinya, seolah tak pernah ada kejadian apaapa!
"Hebat, pemuda luar biasa! Ah, kata-kata Cin-lopek benar!" dan ketika semua orang berteriak dan kagum melonjak-lonjak maka di balik gedung terdengar teriakan bahwa pemuda itu boleh masuk.
"Jim-ciangkun, jangan serang pemuda itu. Kita rupanya kedatangan tamu terhormat!"
Jim-ciangkun merintih membelalakkan mata. Dia kaget bukan main ketika dalam waktu sesingkat itu sebelas anak buahnya dibuat jatuh bangun, dan dia sendiripun juga ditembak secepat kilat padahal diapun menggenggam senjata api, kalah cepat. Dan ketika komandan itu bangkit berdiri sementara Fang Fang sudah melenggang di depannya, berhenti dan menendang pistol yang akan disambar lagi maka pemuda itu tertawa berkata padanya.
"Dengar, tuan rumah sendiri sudah mengundangku secara baik-baik, ciangkun. Agaknya tak ada alasan lagi bagimu untuk menolak aku. Antarkan, atau aku akan melubangi dadamu!"
Jim-ciangkun menggigil. Setelah dia dikalahkan begitu mudah dan pemuda ini jelas menunjukkan diri sebagai seorang jago tembak lihai tiba-tiba saja komandan itu pucat. Kalau saja bukti itu tak tampak di depan matanya barangkali dia akan nekat dan coba menyerang lagi. Namun melihat bahwa pemuda ini betul-betul jagoan dan cara menembaknya tadi begitu luar biasa maka komandan ini merintih dan mengangguk.
"Ba". baik. Kau seorang pemuda luar biasa, anak muda. Entah kau ini seorang pemuda kang-ouw ataukah komplotan orang Barat!"
"Hm, aku pemuda Han juga, tak usah banyak omong. Mari antarkan aku menghadap Tong-taijin dan jangan coba-coba melukai atau menembak teman-temanku ini!" Fang Fang mengancam, tadi terpaksa menembak sebelas pengawal itu karena dia harus melindungi pemuda dan kakek ini, yang tentu akan menjadi korban kalau dia tidak cepat-cepat bergerak. Dan karena dua orang itu dinilai memiliki keberanian mengagumkan karena berani bersamanya maka Fang Fang yang merasa perlu didampingi seorang yang tahu permasalahan itu lalu minta Jim-ciangkun mengantarnya. Fang Fang menggertak dan mengancam komandan ini agar anak buahnya mundur menjauh. Mereka itu dilihat Fang Fang siap mendekat dengan senjata di tangan, bukan senjata api melainkan pedang dan golok. Yang bersenjata a-pi hanyalah sebelas orang itu dan Fang Fang diam-diam mengerutkan alis bahwa di kota ini ada pengawal yang memiliki pistol, laporan yang tentu akan membuat kaisar marah karena sudah dilarangnya senjata api itu. Dan ketika Jim-ciangkun tertatih dan menyuruh anak buahnya menjauh maka ganti rakyat kecil yang ada di belakang Fang Fang bersorak-sorai dan ikut masuk.
"Eh, Tong-taijin tak menghendaki mereka. Harap kau suruh mereka mundur dan biar kalian bertiga saja yang mewakili!"
"Hm!" Fang Fang mengangguk, merasa benar. "Boleh juga omonganmu, ciangkun. Tapi jangan coba-coba menjebak atau mempermainkan kami di dalam!"
"Tidak" tidak. Aku tentu tak berani mainmain!" dan ketika Fang Fang menoleh dan berhenti sejenak, mengangkat tangannya, maka pemuda itu berseru agar orang-orang itu berjaga di luar.
"Aku akan memperjuangkan keinginan kalian, harap bersabar di luar saja. Jangan kalian masuk karena ini menunjukkan sikap yang liar, dan kita bukan gerom bolan perampok!"
"Tapi Tong-taijin dan Jim-ciangkun itu tak dapat dipercaya, inkong (tuan penolong) yang luar biasa. Mereka itu licik dan amat curang!"
"Hm, aku dapat menghadapi. Kalau mereka betul begitu tentu aku mampu melindungi diriku. Jangan takut, kalian mundurlah dan biarkan aku bersama Cin-lopek ini ke dalam!"
Orang-orang itu ribut sejenak. Tapi ketika mereka percaya dan kepandaian Fang Fang tadi memang mentakjubkan semua orang maka mereka mundur dan berjaga di luar sementara teriakan atau seruan di sana-sini menunjukkan kegemasan mereka untuk membalas kalau Fang Fang atau dua temannya itu dijebak.
"Baiklah, kami akan mundur tapi akan menyerbu lagi kalau sampai ada apa-apa di antara kalian bertiga!"
Fang Fang tersenyum. Ini sudah menggembirakan hatinya karena kiranya orang-orang itu bukan orang-orang yang tak tahu membalas budi. Mereka akan marah menyerbu ke dalam kalau dia dan Cin-lo-pek itu diganggu. Dan ketika Jim-ciangkun tampak melotot tapi menunduk seperti singa kehilangan kumisnya maka masuklah Fang Fang ke gedung yang menjadi tempat tinggal Tong-taijin itu.
Ternyata gedung ini besar dan luas. Fang Fang harus kagum oleh lampu-lampu hias yang bergelantungan di tengah-tengah ruangan. Banyak di antaranya disisipkan mutiara-mutiara hidup yang berkilau-kilauan. Hm, satu lampu hias saja tentu harganya tak kurang dari delapan ribu tail emas, padahal jumlahnya ada puluhan, besar kecil. Dan ketika Cin-lopek berbisik bahwa itulah hasil Tong-taijin memeras rakyat maka Fang Fang menjadi gemas dan diam-diam memutuskan akan menghajar pembesar itu, kalau benar.
"Aku dengar katanya Tong-taijin juga menyimpan harta karun. Entahlah, di mana itu dan untuk apa!"
"Hm, begitu" Baik, kau tunggu saja, lopek. Akan kuhadapi dan kuhukum pembesar itu nanti. Tapi kau harap bersiap-siap, jangan jauh dariku karena sukar bagiku melindungimu kalau orang-orang Tong taijin itu menyerang kita!"
"Baik, tentu, inkong. Dan itulah Tong-taijin!"
Fang Fang menyambar ke kanan. Mereka sudah berada di ruangan dalam yang cukup luas, lebar dan tinggi dan di sini duduk seorang laki-laki pendek gendut di dekat sebuah meja batu pualam. Cin-lo-pek mendecak melihat batu pualam itu, bukan main, bersinar-sinar dan tembus pan dang, jelas sebuah meja yang mahal harganya dan berkesan mewah! Dan ketika Fang Fang juga tertegun karena itulah meja yang biasanya hanya terdapat di istana kaisar maka Jim-ciangkun yang membungkuk dan menjura di depan laki-laki itu berseru, mata memberi isyarat ke kiri kanan, ke arah para pengawal,
"Taijin, inilah pemuda yang mengacau di luar tadi. Kau memperkenankannya masuk, tentu maklum apa yang harus kaulakukan dan maaf sampai saat ini aku belum mengenal namanya!"
"Hm!" Tong-taijin, laki-laki pendek gendut itu menyeringai, tiba-tiba bangkit berdiri. "Kau gagah dan hebat sekali, anak muda. Telah kulihat kepandaianmu menembak dan sungguh aku butuh pemuda-pemuda macam dirimu ini. Siapakah kau dan kenapa membela tikus-tikus busuk di luar itu" Mereka orang-orang tiada guna, tak tahu terima kasih dan hanya biang penyakit saja. Heran bahwa kau terpengaruh oleh mereka padahal tidak mendapat apa-apa!"
"Hm," Fang Fang tersenyum, mengejek. "Kaukah pembesar Tong" Kau Tong-taijin?"
"Benar, akulah itu, anak muda. Dan siapa kau serta hebat benar caramu mempergunakan senjata api. Aku menaruh kagum dan terus terang ingin menawarkan sesuatu yang menarik padamu, yakni bagaimana kalau kau menjadi kepala pengawal di sini!" berkata begitu, Tong-taijin ini tiba-tiba melempar sepundi-pundi uang emas di atas meja. Laki-laki pendek gendut ini sudah menghampiri Fang Fang dan tersenyum-senyum. Dia menunjuk dan menuding uang di atas meja itu, barangkali, jumlahnya ada selaksa! Tapi ketika Fang Fang tertawa dan mengherankan lawannya itu maka pemuda ini berseru mengejek,
"Taijin, aku datang bukan untuk menerima suap. Kalau kau dapat memberiku sepundi-pundi uang tentu kekayaan atau hartamu jauh lebih banyak daripada itu. Hm, tidak. Aku datang untuk mewakili saudara-saudaraku di luar, menuntut apa yang seharusnya mereka tuntut. Benarkah kau bersikap sewenang-wenang dan menaikkan pajak serta kebutuhan pangan" Benarkah kau menyuruh para petani menyetorkan beras dan kau melemparnya lagi dengan harga dua kali lipat?"
Pembesar itu mendelik. Tak menyangka jawaban Fang Fang yang demikian tajam dan tidak halus maka muka Tong-taijin ini tiba-tiba merah. Dia melotot tapi tertawa lebar, aneh sekali. Dan ketika Fang Fang heran bahwa lawan bicaranya itu tidak marah maka Tong-taijin mengebutkan baju dan seorang pengawalnya tiba-tiba menarik sebuah kursi.
"Mari duduk," pembesar itu menawari, ramah. "Bicara sambil berdiri sungguh tidak enak sekali, anak muda. Aku dapat bicara tentang ini dan akan kujelaskan padamu bahwa semuanya itu tidak benar?
"Bohong!" Cin-lopek tiba-tiba berseru. "Kau jelas menaikkan pajak dan mencekik kami dengan harga kebutuhan pokok yang selangit, Tong-taijin. Dan kau mengumbar kesenangan diri sendiri sementara rakyat kecil kau suruh mengencangkan i-kat pinggang!"
"Hm, itu tidak betul," sang pembesar mengerling sekejap. "Kau Cin-lopek, bukan" Petani yang gandumnya dulu kurang"
"Benar, itulah aku," sang kakek bicara gagah. "Tapi bukan kurang, taijin, melainkan anak buahmu yang membuangnya dan menumpahkannya di jalan!"
"Dan kau, siapa?" sang pembesar memandang pemuda di sebelah kiri Fang Fang, tak memperdulikan kakek itu lagi. "Apakah ada sesuatu yang merugikan dirimu hingga kau datang ke sini?"
"Aku" aku Thi Bun. Aku" aku tak ada sesuatu yang kualami. Aku hanya ikut teman-teman di luar sebagai perwujudan setia kawan!"
Tong-taijin tertawa. Melihat pemuda itu melirik sepundi-pundi uang emas di atas meja tiba-tiba pembesar ini geli. Fang Fang mengerutkan kening karena tiba-tiba pemuda yang tadi berani dan gagah itu mendadak bersikap lain ketika melihat sepundi-pundi uang. Dan karena uang itu ada yang tercecer di atas meja karena pundi-pundi itu tak rapat maka Thi Bun yang meliar matanya dan tergerak oleh setumpuk uang demikian banyak tiba-tiba hilang "kepahlawanannya" terganti oleh rasa keinginan disogok uang sebegitu jumlahnya, yang tadi ditolak mentah-mentah oleh Fang Fang.
"Kau ingin uang itu?" sang pembesar meraup, menyambar pundi-pundi. "Apakah kau ingin menjadi pembantuku dan tidak memusuhiku?"
"Aku" aku mau!" sang pemuda tiba-tiba bergerak. "Aku memang tak memusuhi mu secara serius, taijin. Aku hanya coba-coba menguji kebijaksanaanmu belaka. Kalau kau mau memberikan uang itu tentu saja aku akan berdiri di belakangmu!"
"Ha-ha, dan dua orang ini?" Tong-taijin menunjuk Fang Fang dan Cin-lopek. "Apakah balik akan kaumusuhi?"
"Ah, mereka orang-orang bodoh. Diberi sekantung uang tak mau dan coba-coba bersikap pahlawan. Kalau aku tentu saja tak seperti mereka, persetan dengan orang-orang di luar itu dan biarkan saja anjing menggonggong!"
"Ha-ha, kalau begitu bawalah uang ini, Thi Bun. Nikmati dan jadilah kau sebagai pembantuku. Pergilah ke belakang dan berjaga-jagalah bersama pengawalku!"
Thi Bun girang bukan main. Melihat Tong-taijin melempar dan memberikan liangnya tiba-tiba dia girang menyambar i-tu, menerima dan menjatuhkan diri berlutut seraya berulang-ulang mengucap terima kasih. Tak disangkanya bahwa sedemikian mudah ia mendapatkan hadiah. Ia menjadi orang kaya baru! Dan ketika Tong taijin tertawa dan menyuruh dia ke belakang, diantar seorang pengawal maka Fang Fang melihat kilatan keji di pandang mata pembesar itu, tak jadi mencegah karena tiba-tiba ia menjadi muak dengan pemuda yang tadi bersamanya itu. "Thi Bun, kau manusia tak tahu malu. Begitu cepat dan enak kau meninggalkan kawan-kawanmu!"
"Ha-ha, tak usah iri, inkong. Kalau kau menerimanya juga bukankah Tong-taijin tak akan memberikannya kepadaku" Sudahlah, kau yang tolol dan jangan salahkan aku!"
Fang Fang gemas. Ia marah namun menahan kemarahannya itu, membiarkan saja pemuda itu dibawa ke belakang tapi tiba-tiba terdengar suara berdebuk. Sesuatu tampak jatuh dan sejenak terdengar erangan pendek. Dan ketika pengawal itu muncul dan Thi Bun tak bersamanya lagi maka pengawal itu berkata bahwa Thi Bun sakit perut di belakang, jatuh dan diistirahatkan di kamar.
"Ha-ha, pemuda itu sakit perut" Ah, terlalu sekali. Agaknya kekenyangan menerima sepundi-pundi uang!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba dia ingin bergerak dan menyambar pengawal itu, tahu bahwa sesuatu telah terjadi dan Thi Bun diserang, mungkin malah dibunuh. Tapi ketika dia ingat bahwa kejadian itu pantas diterima si pemuda, karena Thi Bun adalah seorang pengkhianat maka Cin-lopekpun bergetar menyerukan bisikannya.
"Thi Bun diserang, barangkali pemuda itu malah dibunuh!"
"Hm, bagaimana pendapatmu" Apakah aku perlu menolongnya, lopek?"
"Tak usah, dia pengkhianat!" dan ketika Fang Fang mengangguk dan merasa sependapat maka Tong-taijin memandangnya lagi dan menyuruhnya duduk, kini bersama Jim-ciangkun dan Cin-lopek.
"Mari" mari" duduklah. Kita dapat bercakap-cakap lebih leluasa, anak muda. Dan bagaimana aku harus memanggilmu, maksudku, siapa namamu!"
"Panggil saja aku Giam-ong (Dewa Maut)," Fang Fang tertawa mengejek. "Aku tak perlu memperkenalkan diri kepada o-rang-orang yang licik dan curang, Tong-taijin. Kalau kau tak tahu siapa aku malah kebetulan, aku dapat bergerak lebih leluasa!" Fang Fang duduk, menyeret kursi yang diberikannya itu dan Tong-taijin-pun merah kembali. Kalau saja pemuda itu tidak dikenalnya sebagai pemuda yang luar biasa dan hebat tentu pembesar ini sudah membentak dan menyuruh orang-orangnya menyerang. Namun karena Fang Fang dapat melepaskan sebelas tembakan dalam satu gerakan saja maka pembesar ini berhati-hati dan melotot saja.
"Hm, kau anak muda yang jumawa," katanya. "Baiklah, aku akan menyebutmu sebagaimana adanya saja, anak muda. Dan sekarang apa yang hendak kaurunding-kan!"
"Aku tidak hendak merundingkan apa-apa," Fang Fang tertawa. "Melainkan hendak berkata padamu bahwa kembalilah sebagai pembesar yang jujur dan adil terhadap rakyat. Kau sewenang-wenang, kau penjahat berkedok domba. Aku tak suka ini dan hendak bertanya kenapa kau menindas dan mempermainkan rakyat?"
"Brakk!" meja itu digebrak, tiba-tiba Tong-taijin tak dapat menahan marahnya lagi. "Keparat jahanam kau, anak muda. Kalau begitu mampuslah dan terima ini!" Tong-taijin memberi tanda, puluhan pengawal yang ada di situ tiba-tiba membentak dan menerjang Fang Fang. Pemuda i-ni membelakangi mereka dan golok serta tombak berhamburan menyambar punggung, ada di antaranya yang menyambar Cin-lopek pula. Tapi ketika Fang Fang menjentik dan tanpa menoleh ke belakang ia mampu membuat semua senjata itu terpental, hanya dengan sentilan kuku jarinya belaka maka pengawal kaget dan Tong-taijinpun terbelalak lebar-lebar.
"Ting-ting-crangg!"
Fang Fang membuat orang-orang itu jatuh bangun. Para pengawal yang membentak dan menerjang ini bukan saja terpental senjatanya melainkan juga berpelantingan ke sana ke mari. Mereka berteriak dan berseru kaget karena tangkisan Fang Fang tadi menjalar sampai ke tubuh mereka, bagai disengat listrik karena Fang Fang mengerahkan sinkangnya yang berhawa panas, jadi tentu saja mengejutkan orang-orang itu. Dan ketika orang-orang itu berteriak dan kaget serta pucat tiba-tiba Tong-taijin yang ada di depan Fang Fang mengeluarkan senjata api dan menembak pemuda itu, dari jarak dekat.
"Awas".. dor!"
Teriakan Cin-lopek tak berguna. Tong-taijin telah meletuskan senjatanya dan menyambarlah sebutir peluru dengan kecepatan luar biasa ke arah Fang Fang, dielak-pun tak mungkin Fang Fang mampu. Tapi ketika Cin-lopek berteriak dan Fang Fang tersenyum menyeringai, aneh sekali, maka kakek itu melongo melihat peluru itu mental bertemu dada Fang Fang.
"Tang!"
Peluru seperti menghantam tembok baja. Sang kakek membelalakkan mata lebar-lebar sementara Tong-taijinpun seakan tak percaya. Fang Fang kebal dari senjata api! Tapi ketika Tong-taijin membentak dan melepas tembakan lagi, dua kali berturut-turut maka Jim-ciangkun yang duduk di sebelah dan cepat melempar tubuh bergulingan tiba-tiba juga menembak Fang Fang dari samping.
"Dor-dor-dorr"!"
Fang Fang mengebutkan ujung lengan bajunya. Empat tembakan berturut-turut yang menyambar pemuda ini tiba-tiba dikebut dan peluru-peluru ltupun mental. Tong-taijin terpekik sementara Jim-ciang-kunpun terbelalak lebar-lebar, pucat. Tapi ketika Tong-taijin teringat sesuatu dan pembesar itu tampaknya terkejut tiba-tiba dia berteriak, kabur dan melarikan diri.
"Dia Fang Fang, murid Si Dewa Mata Keranjang!" dan ketika pembesar itu lari terbirit-birit sementara Fang Fang sudah diserang atas aba-aba Jim-ciangkun maka komandan Jim yang terkejut oleh teriakan itu tiba-tiba juga membalik dan kabur, membiarkan saja puluhan orangnya mengeroyok Fang Fang, apalagi ketika dari luar terdengar bentakan-bentakan dan seruan riuh-rendah dari rakyat di luar yang rupanya tiba-tiba menyerbu masuk, mendengar tembakan dan letusan-letusan tadi.
"Masuk, serbu! Tuan penolong kita dicurangi!"
Fang Fang membelalakkan mata. Dia melihat ratusan orang tiba-tiba menyerang dan memasuki gedung Tong-taijin itu, berteriak-teriak, menghantam dan memecahkan kaca jendela serta mengobrak-abrik tempat itu. Gegerlah suasana ketika dari kamar-kamar yang didobrak terdengar jeritan dan pekik wanita-wanita muda, selir atau isteri-isteri Tong-taijin itu. Dan ketika semuanya menjadi hiruk-pikuk dan Fang Fang menangkis hujan serangan, yang dilancarkan para perajurit atau pengawal itu maka dia menjadi gemas dan marah karena Tong-taijin, biang penyakit itu merat bersama Jim-ciangkun. "Keparat!" Fang Fang mendorong dan mengibas orang-orang itu. "Enyahlah kalian, tikus-tikus bodoh. Dan menghadaplah ke Dewa Keadilan!" Fang Fang merobohkan dan melempar orang-orang ini, berkelebat dan menyelinap ke sana ke mari karena tiba-tiba dia ingin mengejar dan menangkap Tong-taijin itu. Cin-lopek disambarnya dan dibawanya menjauh dari semua keributan itu. Kakek ini tadi dikempit ketika Fang Fang menghadapi hujan serangan. Dan ketika Fang Fang menurunkannya dan sudah berada di luar, menepuk dan menyuruh kakek itu meredakan teman-temannya maka kakek ini bengong melihat Fang Fang berkelebat menghilang.
"Lopek, suruh teman-temanmu itu menahan diri. Jangan merusaki gedung. Aku mengejar Tong-taijin dan cegah mereka berbuat semaunya!"
Kakek ini melongo. Untuk kesekian kalinya lagi dia melihat sesuatu yang tak masuk di akalnya. Tadi pemuda itu mampu menerima peluru-peluru panas dan kini terbang mengejar Tong-taijin. Sebuah kereta berdepan di sana dan Tong-taijin lewat belakang. Rupanya, pembesar itu tahu diri dan ketakutan, gentar melarikan diri dan Fang Fang tentu saja geram. Tong-taijin itu tiada ubahnya pembesar-pembesar lain yang selalu ketakutan dan pengecut kalau menerima bahaya. Mau enaknya tapi tak mau getahnya! Maka ketika Fang Fang membentak dan terbang mengejar, dipandang dan disaksikan Cin-lopek yang ah-oh-ah-oh ternganga di sana maka Fang Fang meluncur secepat setan mendahului kuda yang berlari kencang.
"Berhenti!" kuda meringkik panjang. ?"Keluar dan terima hukumanmu, Tong-taijin. Atau aku menyeretmu dan kau kuserahkan kepada rakyat!"
Namun tembakan membabi-buta tiba-tiba menyambutnya. Fang Fang telah berjungkir balik dan menahan kuda yang sedang berlari kencang itu. Empat ekor kuda ditahannya dengan kedua lengan terangkat dan kuda tak mampu melawannya. Hebat sekali pemuda ini. Tapi ketika tembakan meluncur membabi-buta dan Fang Fang kaget serta marah maka kereta itu diangkat dan kuda serta segala isinya terbanting berhamburan.
"Bedebah, kubunuh kau!"
Jerit dan pekik meluncur tumpang-tindih. Fang Fang telah membanting dan membalik seisi kereta. Empat ekor kuda itu tak mampu melawannya dan merekapun terguling menggelepar-gelepar. Empat penghuni kereta mencelat terlempar dan mereka itulah yang menjerit dan memekik, campuraduk dengan ringkik kuda. Tapi ketika tak satupun adalah Tong-taijin dan Fang Fang terbelalak karena mereka itu hanya kusir dan tiga pengawal maka Fang Fang tertegun namun sudah menyambar seorang di antara mereka, mencekik lehernya.
"Di mana Tong-taijin, dan juga Jim-ciangkun!"
"Ak" aku tak tahu. Ta" tanya pemimpin kami, siauwhiap (pendekar muda). A". aku sungguh tak tahu". bruk!" Fang Fang membanting orang itu, berkelebat dan sudah menyambar yang ditunjuk. "Kau juga tak tahu" Minta kubanting mampus?"
"Am" ampun. Tong-taijin ke selatan, siauwhiap. Ka" kami memang disuruh mengecohmu". bruk!" orang itupun dilempar, menguik dan terbanting pingsan di sana. Fang Fang menjadi marah karena dia ternyata ditipu. Sang biang keladi a-da di tempat lain. Dan ketika dia berkelebat dan menendangi orang-orang itu, yang seketika mencelat dan terbanting pingsan maka Fang Fang sudah bergerak dan terbang ke selatan.
"Terkutuk, jahanam keparat. Awas kau, orang she Tong. Kujantur dan kupelintir lehermu nanti!"
Fang Fang mengepal-ngepal tinju. Dia memang naik darah dan gusar bahwa untuk pertama kali ini dia ditipu mentah-mentah. Babi yang dicari ternyata kabur ke arah lain sementara yang didapatnya hanya empat ekor kucing kurus. Bedebah, terkutuk! Dan ketika Fang Fang mengerah kan ginkangnya dan kembali ke selatan, melewati lagi gedung itu maka dilihatnya orang-orang di dalam gedung sudah agak reda. Jeritan dan bentakan tak terdengar lagi dan rupanya rakyat sudah berhasil menundukkan orang-orangnya Tong-taijin itu, para pengawal yang kejatuhan sial. Tapi karena dia harus mengejar lawan dan Tong-taijin tentu semakin jauh maka Fang Fang melewati saja dan orang-orang di dalam gedung terpekik melihat bayangannya yang meluncur secepat setan.
"Heii, itu tuan penolong kita!"
"Dan dia terbang seperti burung, ah!" dan ketika seruan atau pekik kagum terdengar di sana-sini, karena Fang Fang berkelebat dan meluncur seperti burung rajawali maka pemuda itu melambaikan tangan dan lenyap ke selatan. Fang Fang tak mau memasuki gedung itu karena tak ingin kehilangan jejak Tong-taijin. Di gedung itu sudah ada Cin-lopek dan dia percaya kakek itu pasti dapat mengendalikan teman-temannya, karena rakyat melihat bahwa kakek inilah yang paling dekat dan mengenal Fang Fang. Maka ketika dia terbang dan mengerahkan kepandaian lari cepatnya maka Fang Fang sudah keluar kota dan benar saja melihat larinya sebuah kereta yang dipacu kencang, mirip diburu hantu.
"Berhenti!" Fang Fang membentak dari belakang. "Aku telah menangkapmu, Tong-taijin. Jangan lari dan siaplah menerima hukuman!"
Namun, mana kereta itu mau berhenti" Justeru mendengar suara Fang Fang tiba-tiba kusirnya membentak sang kuda. Kusir ini ketakutan dan kuda mencongklang lebih cepat lagi. Mereka meringkik panjang dan laripun seolah terbang. Tapi " ketika Fang Fang membentak dan menarik besi di belakang, yakni sambungan kereta kalau ingin digandeng dengan kereta yang lain maka kuda terkejut ketika tiba-tiba tertahan dari belakang, seolah diganduli atau dicengkeram sebuah tangan raksasa.
"Riiitttt".!"
Roda kereta berderit panjang ketika bergesek dengan batu-batu yang keras di jalanan. Lelatu api bahkan sampai berpijar dan keempat ekor kuda yang ada di depan sampai meringkik dengan kedua kaki terangkat tinggi-tinggi. Bukan main hebatnya tenaga Fang Fang. Tapi ketika pemuda itu menghentikan kereta dan kusir di depan terpelanting kaget, karena tak mampu menguasai kendaraannya lagi maka tiba-tiba letusan senjata api berhamburan dari dalam.
"Dor-dor-dorr!"
Fang Fang mengumpat. Lagi-lagi dia ditembak dari dalam namun dengan sigap pemuda ini melejit ke kanan. Di situ ada pintu kereta dan Tong-taijin serta orang-orangnya menembak ke belakang, karena memang dia ada di belakang. Tapi begitu dia sudah di sisi kereta dan pintu itu ditendang dan dijebol maka para penembak tampak terkejut namun tak mampu menge lak ketika Fang Fang berkelebat dan menotok roboh mereka.
"Tuk-tuk-tuk!"
Fang Fang marah dan geram. Di dalam kereta samar-samar tampak seorang pendek gendut yang dikira Tong-taijin. Fang Fang merobohkan terlebih dahulu orang ini dan menendangnya keluar, baru yang lain. Tapi ketika semua menggelinding dan merintih-rintih di luar, minta ampun, maka Fang Fang tertegun karena si gendut itu ternyata bukan Tong-taijin!


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heh, mana jahanam keparat itu" Kalian mempermainkan aku?" Fang Fang r menyambar dan mencengkeram si pendek gemuk ini, yang kontan menjerit dan mengaduh-aduh. "Mana Tong-taijin dan Jim-ciangkun?"
"Am" ampun!" si gendut itu mengelepar-gelepar. "A" aku tak tahu, siauwhiap. Dia" dia tak kuketahui ke mana?"
"Bohong!" Fang Fang menjepit jalan darah di belakang tengkuk, yang membuat orang seperti digigit semut api. "Kau tak mau memberi tahu dan sengaja melindungi jahanam she Tong itu" Kau minta mampus" Baik, rasakan itu dan jangan mengaku sampai kau benar-benar tobat!" dan si gendut yang kontan saja berteriak-teriak tak tahan tiba-tiba mengiba dan berkata bahwa Tong-taijin ke kota Chang-sha, ibu kota propinsi. . "Dia" dia menghadap gubernur Gak. Minta tolong dan perlindungan!"
"Hm, Gak-taijin" Mau bersembunyi dan berlindung di sana" Bedebah, biarpun berlindung di sarang siluman tetap akan kucari, babi gemuk. Kalau begitu tidurlah dan tenang-tenang di sini". plak!" Fang Fang menampar, menepuk atau memukul dahi si gemuk itu dan kontan "babi" ini mengeluh. Dia terlempar dan pingsan tak sadarkan diri. Dan ketika yang lain-lain pucat dan menggigil minta ampun, Fang Fang mendepak dan tak perduli maka orang-orang itu terlempar dan terbanting pingsan pula di sana.
Selanjutnya Fang Fang berkelebat dan langsung ke Chang-sha. Dia belum pernah ke kota itu dan Gak-taijinpun belum pernah dikenalnya. Tapi karena gubernur itu bawahan Cun-ongya dan dia sudah mengenal nama maka Fang Fang menggerakkan tubuhnya dan terbang ke sana. Ada beberapa jalan ke ibu kota propinsi itu dan Fang Fang diam-diam bingung. Jalan manakah kiranya yang diambil Tong-taijin" Kalau dia mampu menangkap pembesar itu tidak di rumah Gak-taijin tentu lebih baik. Dia tak usah berurusan dengan gubernur dan membawa kembali pembesar itu kepada rakyat. Rakyat Se-wailah yang akan mengadili, karena dikhwatir-kan atasan Tong-taijin itu akan membela atau sedikitnya melindungi bawahan. Tapi ketika Fang Fang tiba di Chang-sha, melakukan perjalanan cepat dan tak berhasil menangkap pembesar itu di tengah jalan maka yang dihadapi pertama kali adalah seraut wajah manis dari seorang gadis cantik!
"Selamat datang, ini tentu Fang Fang siauwhiap si Playboy Dari Nanking. Silahkan masuk. Mari" mari, Fang-kongcu" Kau tentu mencari Gak-taijin. Kebetulan, ada di dalam!"
Fang Fang tertegun. Si cantik nan manis yang tiba-tiba membuat hatinya berdetak itu sudah menyambut dan menyapanya di depan pintu. Tadi dia melewati pen jagaan beberapa orang pengawal dan entah bagaimana gadis cantik ini tiba-tiba tahu kedatangannya, dan lebih lagi, namanya! Tapi mendengar orang menyebutnya sebagai "playboy" maka Fang Fang berkerut dan tidak senang. "Maaf, kau siapa?"
"Hi-hik, akan kauketahui nanti di dalam, kongcu. Yang jelas, tolong lepas dulu topeng karetmu itu karena aku ngeri!"
-o~dewikz~abu~-o"
Jilid : XXIV FANG FANG terkejut. Tiba-tiba dia sadar bahwa dia masih mengenakan topeng nya itu, topeng karet di mana kedua bola matanya kelihatan sedikit. Tapi karena dia tak mengenal siapa gadis ini sementara gadis itu mengenalnya maka dia ragu membuka topengnya itu.
"Kenapa tidak segera dibuka" Kau takut dikenal orang" Hi-hik, lucu. Kau sudah kukenal, Fang-kongcu. Dan percuma kau menyembunyikan wajahmu itu. Kalau kau masuk dengan cara begini salah-salah Gak-taijin tak mau menemuimu!"
Terpaksa, karena itu dirasa benar maka Fang Fang membuka dan melepas topengnya itu. Dan begitu dia memperlihatkan wajah maka yang pertama adalah seruan kagum yang keluar, seruan dari mulut mungil itu,
"Ah, tampan. Gagah dan tampan!"
Fang Fang semburat. Biasanya, laki-lakilah yang memuji wanita, bukan wanita yang memuji laki-laki, apalagi begitu terang-terangan. Tapi Fang Fang yang menyeringai dan berdegup jantungnya sudah dibuat dag-dig-dug, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang wanita yang bukan "mentah" lagi.
"Apakah begini caramu mempersilahkan tamu?" Fang Fang tertawa menekan debaran jantungnya. "Apakah Gak-taijin menyuruhmu untuk melancarkan pujian-pujian sebelum menghantam aku dari belakang?"
"Ah, hi-hik. Kau terlalu berprasangka buruk, kongcu. Kau tampaknya seperti orang ketakutan. Apakah begini murid Dewa Mata Keranjang yang lihai dan sakti" Apakah begini kau mencurigai tuan rumah?"
"Hm, aku tidak curiga, juga tidak takut. Tapi hati-hati kukira adalah watak semua orang! Eh, aku tak mau ngobrol lagi denganmu, nona. Kupikir cukup dan antarkan aku!"
Si gadis tertawa. Akhirnya Fang Fang diajak ke dalam dan masuklah pemuda itu menemui Gak-taijin. Di beberapa ruangan Fang Fang bertemu dengan pengawal-pengawal lagi namun mereka itu tak mengganggunya. Mereka bahkan mengangguk dan memberi hormat di depan gadis itu, menyebutnya "Leng-siocia" (nona Leng). Dan ketika Fang Fang mulai tahu nama orang sementara gadis itu tersenyum-senyum dan terus melangkah ke dalam akhirnya Fang Fang disuruh menunggu dan duduk di ruangan hijau.
"Aku akan memanggil taijin. Silahkan duduk dan tunggu dulu sebentar di sini."
"Hm," Fang Fang berdebar. "Kau tak akan lama-lama, bukan?"
"Hi-hik, memangnya kenapa" Kau tak dapat jauh dariku?"
Fang Fang terkejut. Si gadis tertawa namun sudah membalikkan tubuhnya. Kata-katanya tadi jelas "tantangan" dan Fang Fang membelalakkan mata melihat pinggul si gadis menari-nari. Amboi, betapa indah dan hebatnya. Dan ketika pinggul itu malah sengaja digoyang-goyang dan jakun Fang Fang naik turun maka birahi atau nafsu Fang Fang tiba-tiba mulai bergolak.
Entah kenapa mendadak Fang Fang merasa "syur". Dia tertarik dan mau tak mau terpikat kepada Leng-siocia ini. Dan karena sikap serta kata-kata orang begitu menantang dan menarik hatinya maka meskipun di luarnya dia bersikap dingin dan acuh namun di dalam sebenarnya Fang Fang sudah mulai panas!
Tapi tak lama kemudian Fang Fang menghentikan lamunannya itu. Bayangan Leng-siocia yang begitu memikat dan aduhai, terutama pinggulnya yang naik turun begitu berirama mendadak terganti oleh masuknya seorang laki-laki tinggi kurus berwajah segar. Laki-laki ini diiring Leng-siocia, datang dan belum apa-apa sudah melambaikan tangan kepadanya, tertawa, seolah seruan sahabat yang lama tidak jumpa. Dan ketika Fang Fang bangkit berdiri dan dapat menduga itulah tentunya Gak-taijin maka laki-laki ini sudah menyapanya dari jauh,
"Hai, sudah lama menunggu aku, Fang-kongcu" Ha-ha, maaf. Aku baru saja mandi dan diberi tahu Ci Leng ini. Selamat datang, sebuah kehormatan besar bagiku bahwa kau mengunjungi aku. Ada pesan dari Cun-ongyakah?"
Fang Fang tertegun. Gak-taijin kiranya seorang gubernur ramah yang begitu simpatik. Sikap dan kata-katanya penuh persahabatan dan lembut. Fang Fang cepat membalas hormat orang ketika Gak-taijin sudah berdiri di depannya, tertawa dan seharusnya dialah yang terlebih dulu memberi hormat tuan rumah. Dan ketika dia terbelalak dan menggeleng, bukan sebagai urusan Cun-ongya maka dia bertanya bagaimana Gak-taijin dapat menduganya begitu.
"Gampang, kau terkenal sekali di kota raja. Gurumu adalah sahabat Cun-ongya. Kalau bukan suruhan Cun-ongya apa lagi maksudmu datang ke mari" Benarkah begitu, kongcu?"
"Tidak," Fang Fang menggeleng, melihat Leng-siocia tersenyum padanya, mata memain, lincah berkelak-kelok. "Aku., aku datang sebagai utusan diriku sendiri, taijin. Maksudku, hm" aku mau mencari Tong-taijin, bupati Se-wai!"
"Ah, ada apakah" Dan kau membawa senjata api! Aduh, ngeri aku melihat dandananmu ini, kongcu. Kau bukan lagi seperti pemuda Han melainkan koboi yang mau ngamuk! Ah-ah, lepaskan pistolmu itu dan jangan menakut-nakuti aku. Kaisar sudah melarang senjata api dan penduduk tak boleh memilikinya!"
"Itulah," Fang Fang mulai gugup, melihat Ci Leng atau Leng-siocia itu mengganggunya dengan bola mata yang terus memain. "Aku justeru melihat ini pada diri bupati Tong itu, taijin. Dan aku mau menangkapnya karena dia membuat onar dan kekacauan di Se-wai!"
"Hm, benarkah" Masa seorang bupati malah mengacau dan membuat onar di daerahnya sendiri" Omongan apa ini, Fang-kongcu ?"
"Kau boleh membuktikannya kepada rakyat, taijin. Aku melihat dan membuktikannya sendiri. Aku datang memang untuk urusan itu!" dan ketika Fang Fang disuruh duduk dan tenang, karena pemuda ini tampak gugup maka Gak-taijin bertanya apa saja yang terjadi, ada apa di kota Se-wai.
"Selama ini aku tak mendengar apa-apa, semuanya beres. Bagaimana tiba-tiba bisa begitu" Dan kenapa kau mencari bupati itu ke sini" Apakah dia lari ke sini?"
"Benar, rakyat mengamuk dan mengobrak-abrik gedungnya, taijin. Dan aku mengejar serta mau membekuk bupati itu. Dia menyerangku dan menembakku berkali-kali. Lihat, bajuku berlubang-lubang oleh kecurangan Tong-taijin itu!" dan ketika Fang Fang memperlihatkan dan menunjukkan bajunya yang berlubang-lubang, tembus peluru maka Gak-taijin membelalakkan mata dan tampak takjub.
"Luar biasa, dan kau tak apa-apa. Ah, betul kata orang bahwa kau kebal senjata api. Hebat, kau mengagumkan sekali sebagjai murid gurumu itu. kongcu. Aku benar-benar merasa takjub dan kagum akan ini!"
"Maaf," Fang Fang tersipu. "Aku bukan mau pamer kepandaian, taijin, melainkan mau melapor dan memberi tahu sepak terjang bupati itu. Dia kurang ajar, patut dihukum!"
"Hm-hm, tentu". tentu. Dia anak buahku, kongcu. Dan aku tentu akan memeriksanya. Kalau betul dia melakukan tindakan-tindakan itu tentu dia kuperingatkan keras. Tapi aku harus mendapatkan bukti-bukti. Aku tak boleh gegabah!"
?Taijin tak percaya kepadaku?"
"Bukan" bukan begitu!" sang gubernur tertawa menggoyang lengan. "Hanya sebagai atasan yang baik tentu aku harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, kong-cu. Jangan sampai menjatuhkan hukuman terlalu ringan kalau tidak mencari bukti dari orang-orang lain lagi. Bukankah aku harus ke Se-wai dan mencari keterangan di sana" Dengan demikian bisa adil menjatuhkan hukuman, jangan sampai kurang!"
"Dan kongcu tak perlu khawatir," Ci Leng tiba-tiba berkata. "Gak-taijin adalah orang jujur dan bijaksana, tak mungkin membela atau melindungi bawahan sendiri kalau terbukti bersalah, apalagi berat!"
"Hm," Fang Fang tiba-tiba teringat. "Siapakah Leng-siocia ini, taijin" Bolehkah aku tahu?"
"Ah, dia tak memberitahukannya kepadamu?"
"Tidak."
"Ha-ha, terlalu. Ini adalah kepala pengawal di sini. Dia pembantuku terpercaya!" dan ketika Fang Fang tertegun dan membelalakkan mata, karena gadis atau wanita itu ternyata adalah kepala pengawal, berarti seorang yang berkepandaian maka tiba-tiba dia mendesah dan bangkit berdiri.
"Ah, kiranya kau adalah kepala pengawal. Pantas, semua tunduk padamu dan begitu hormat. Ah, aku yang tak menyangkanya, nona. Maaf kalau tadi aku bersikap kurang hormat!" dan Fang Fang yang buru-buru menjura di depan si gadis tiba-tiba gembira dan ingin menjajal kepandaian lawannya ini. Kalau lawan sudah disebut sebagai kepala pengawal tentu hebat kepandaiannya. Maka begitu memberi hormat dan gembira merangkapkan lengan tiba-tiba Fang Fang sudah mengerahkan sinkangnya dan ingin tahu sampai di mana kekuatan gadis itu.
"Plak!" Fang Fang melihat Leng-siocia tertawa, cepat mengebutkan lengan baju. "Aku tak berani menerima hormatmu, kongcu. Terlalu tinggi!" dan ketika Fang Fang tergetar dan cepat menambah tenaga, karena lawan memukulnya balik maka kedua orang itu bergoyang-goyang sejenak tapi Ci Leng akhirnya terhuyung mundur dengan muka pucat. Fang Fang segera tahu bahwa gadis ini cukup hebat, meskipun masih kalah olehnya. Dan ketika dia girang bahwa gadis ini lumayan juga maka cepat dia menarik tenaganya dan buru-buru menahan pundak gadis itu yang otomatis tertarik ke depan.
"Maaf". maaf, aku kagum kepadamu, Leng-siocia. Kiranya kau memang benar-benar hebat!" dan ketika gadis itu semburat karena kalah kuat, mendongkol tapi lega bahwa Fang Fang tak sombong, karena pemuda itu menarik kembali tenaganya dan menahan pundaknya maka gadis ini tersipu malu namun juga kagum.
"Kau hebat, Fang-kongcu. Tapi akulah yang seharusnya kagum. Aku belum apa-apa dibanding denganmu dan kepandaianmu benar-benar tinggi sekali!"
Fang Fang tersenyum. Gak-taijin sudah tertawa karena dia maklum akan adu tenaga tadi, hal yang biasa dilakukan orang-orang kang-ouw karena begitulah biasanya mereka. Dan ketika Fang Fang disuruh duduk kembali dan Ci Leng berdiri di belakang sang gubernur maka Gak-taijin berjanji bahwa urusan itu akan diselesaikannya.
"Aku belum menerima kedatangan bawahanku itu, tapi kalau kongcu tak percaya boleh saja menyelidiki rumah ini-. Kuberi kebebasan!"
"Tidak," Fang Fang mulai malu, melihat pembesar ini rupanya jujur dan sungguh-sungguh. "Kalau dia belum datang biarlah aku menunggunya juga, taijin. Toh aku harus membalas padanya untuk hutang beberapa peluru-peluru itu."
"Hm, harap kongcu tidak main hakim sendiri. Kalau kau sudah melaporkannya kepadaku maka akulah yang bertindak, kongcu. Kau sebagai saksi kalau bawahanku itu menyangkal. Kongcu tentu tak akan menghilangkan mukaku, bukan?"
Fang Fang sadar, merasa di rumah o-rang, mengangguk dan menyatakan baiklah dia menyerahkan persoalan itu kepada Gak-taijin. Dan ketika sang gubernur tersenyum dan bangkit berdiri maka Gak-taijin berkata akan mengutus orang-orangnya ke Se-wai, mencari bukti.
"Biarlah kongcu ditemani Ci Leng ini dulu. Kalau ada apa-apa tentu pembantuku ini dapat menolong dan silahkan beristirahat."
Fang Fang tak berkutik. Setelah dia berhadapan dengan Gak-taijin dan melihat bahwa pembesar itu begitu simpatik dan ramah maka dia merasa mati kutu, apalagi semua menyambut baik dan Gak-taijin sendiri berjanji akan menangani bawahannya. Maka ketika sang pembesar meninggalkannya dan Ci Leng menyambar lengannya, hal yang mula-mula mengejutkan maka Fang Fang malah gembira dan bangkit gairahnya ketika gadis itu mengajaknya berdua.
"Aku memiliki kamar di belakang, kebetulan kamar sebelah kosong. Nah, itu untukmu, Fang-kongcu. Kita dapat bercakap-cakap dan bebas melakukan apa saja. Mari, kuantar dan kita ngobrol di sana!"
Fang Fang Ci Leng tak malu-malu memegang lengannya dan dia-pun juga tak sungkan-sungkan memegang lengan orang. Dan karena Fang Fang pada dasarnya suka kepada wanita cantik dan dia persis gurunya maka begitu diajak ke belakang dan diberi kamar di sebelah kamar Ci Leng tiba-tiba Fang Fang lupa kepada "perjanjiannya" dengan kakek lihai Bu-tek Sin-kun tentang mengendalikan hawa nafsu berahi.
"Aku tak akan bermain sex. Aku akan mengekangnya. Boleh kita sama-sama lihat, locianpwe. Dan jangan buru-buru men tertawakan aku!"
Itulah janji Fang Fang dulu. Tapi apa yang terlihat sekarang" Fang Fang sudah terlanjur dibetot dan tertarik semangatnya oleh si cantik ini. Ci Leng bukanlah gadis biasa saja yang tak tahu gerak-gerik lelaki. Gadis itu mampu menaikkan tekanan darah seseorang dengan tingkah dan lakunya, juga lenggang atau langkah kakinya itu. Dan karena Fang Fang tertarik dan kagum akan sepasang pinggul o-rang yang indah menari-nari maka tak lama kemudian diapun sudah menyentuh dan meraba pinggul ini. Dan ketika Ci Leng tak menolak dan bahkan terkekeh, Fang Fang semakin berani maka belum satu jam saja Fang Fang sudah menjadi pemuda yang "ramah", alias: rajin menjamah!
-o~dewikz~abu~-o-
"Nah, ini kamarmu," si gadis membuka pintu kamar dan masuk. "Pengap dan agak berbau, Fang Fang. Tapi dapat kusemprot dan kusiram wangi-wangian!"
Fang Fang tertawa. Akhirnya dia menyuruh gadis itu memanggil namanya begitu saja sementara diapun memanggil Ci Leng tanpa embel-embel siocia. Mereka sekarang akrab dan satu sama lain sudah menyebut nama. Ci Leng tertawa dan Fang Fang pun tertawa. Dan ketika gadis itu menyemprot wangi-wangian sementara Fang Fang melepas topeng karetnya, menyimpan tapi masih menggantung dan melekatkan pistol tak jauh dari pinggang maka Ci Leng geli menarik kursi.
"Lucu, kau ini seolah bukan pemuda Han saja. Kenapa membawa-bawa pistol dan tidak melepaskannya, Fang Fang" Memangnya kau takut bahaya?"
"Ha-ha, siapa takut" Aku hanya ingin bergaya, maksudku, tentu lebih gagah begini ketimbang tidak!"
"Hra, kepandaianmu tinggi, sinkangmu pun hebat. Untuk apalagi senjata api" Kau tak merasa kikuk membawanya di dalam kamar?"
"Maksudmu, kau ingin aku membuangnya" Baiklah?" Fang Fang tertawa. "Kulepas sejenak, Ci Leng. Dan mari bercakap-cakap apa yang ingin kauperbincang-kan!"
"Hm, aku ingin bercakap-cakap apa saja, kecuali pertikaian?"
"Wah, siapa mau bicara pertikaian" Aku tidak bertikai denganmu!"
"Betul, tapi bukan itu maksudku. Yang kumaksud adalah jangan kita bicara tentang Tong-taijin, itu?"
"Hm!" Fang Fang menarik napas, gemas. "Kau sudah memintanya, Ci Leng. Baiklah aku memenuhinya. Sekarang, apa yang ingin kaubicarakan?"
Gadis itu tersenyum manis, bangkit berdiri. "Kau sendiri?" katanya. "Apa yang ingin kaubicarakan" Sudah kuberi tahu bahwa sebaiknya kita bicara yang bukan masalah itu, kita bercakap-cakap dan kuambilkan dulu minuman untukmu." si cantik melenggang, mengayun langkahnya yang aduhai itu dan Fang Fang menahan napas. Kalau sudah begini, kalau sudah melihat pinggul yang menari-nari itu maka selamanya hatinya berdebur kencang. Entahlah, daya tarik gadis itu justeru di pinggulnya. Pinggul itu begitu bulat dan kalau sudah menari-nari, wow" naik turun jakun lelaki. Itu pasti! Maka ketika Fang Fang tertegun dan matanya bersinar-sinar memandang pinggul si nona, yang begitu memikat dan penuh daya pesona maka Fang Fang kaget tersipu ketika mendadak si empunya pinggul membalik, berseru,
"Heii, kau tidak dengar pertanyaanku, Fang Fang" Kau mau arak atau kopi!"
"Hm-hm!" Fang Fang tergagap. "Apa-apa boleh, Ci Leng. Tapi rasanya yang ternikmatlah yang kumau!"
"Maksudmu?"
"Ah, kau tak tahu" Sudahlah, bawa apa saja dan nanti tentu tahu!" dan ketika Fang Fang tertawa memandang bagian tubuh si nona yang paling menarik hatinya maka Ci Leng sadar dan tertawa, genit.
"Dasar mata keranjang, di mana-mana saja sama!"
"Hm, tidak!" Fang Fang bergairah. "Di sini aku lebih merasa senang, Ci Leng. Maksudku, aku lebih merasa bahagia!"
"Gombal!" dan ketika si gadis terkekeh dan membawa arak, meletakkannya di meja kecil maka Ci Leng tertawa berkata, "Fang Fang, kau benar-benar mewarisi watak gurumu. Kau pantas menjadi murid Dewa Mata Keranjang. Apalagi yang kauperoleh dari gurumu itu ilmu-ilmu merayu wanita" Kau pandai memuji, dan pasti juga pandai berdusta!"
"Hm, berdusta tentang apa" Untuk a-pa" Aku selamanya memuji setulus hatiku, Ci Leng. Dan kalau aku bilang kau cantik maka itu bukan rayuan melainkan pujian yang benar-benar tulus dari hatiku. Ah, dan kau hari ini begitu mempesona. Lenggangmu begitu aduhai dan terus terang saja aku tertarik!"
"Hush, ceriwis kau!"
"Ceriwis" Ha-ha, kalau ini dikatakan ceriwis maka aku tetap ingin ceriwis, Ci Leng. Tanyalah setiap lelaki apakah kata-kataku salah. Uh, kau menggairahkan, entah kenapa aku mendadak jatuh cinta padamu!"
"Sorry," si gadis berkelit, Fang Fang mau mencium. "I don"t like it (aku tak menyukai ini), Fang Fang. Jangan main tubruk kalau ingin memikat seorang gadis!"
Fang Fang terkejut. "Kau dapat berbahasa asing?"
"Hm, sedikit-sedikit. Tentu bukan kau saja yang bisa!" dan ketika gadis itu terkekeh sedangkan Fang Fang melongo, karena tak menyangka lawan bicaranya demikian lincah maka dia sudah tersenyum tapi tiba-tiba gelap ketika ditanya tentang hubungannya dengan Sylvia, gadis yang tak dapat dilupakannya seumur hidup.
"Aku mendengar bahwa kau jatuh cinta berat kepada puteri Tuan Smith itu. Benarkah?"
"Hm, dari mana kau tahu?"
"Eh, aku pembantu Gak-taijin, Fang Fang. Dan Gak-taijin sering ke kota raja. Apa yang terjadi di sana tentu diceritakannya kepadaku. Sayang, waktu aku mengawalnya ke sana kau sedang pergi!"
"Hm-hm!" Fang Fang mendengar gadis ini berceloteh tentang perbuatannya di kota raja. "Kau menggegerkan istana, Fang Fang. Dan kau hampir saja memaksa sri baginda kaisar. Ampun, kalau bukan cintamu yang demikian berat mana mungkin kau melakukan itu" Kau lupa segala, seperti orang gila!"
"Ya, aku seperti gila," Fang Fang terkenang itu. "Tapi sudahlah jangan bicarakan ini. Kau tentu tak ingin melukai hatiku, bukan" Kau tentu tak akan mengajak aku ke kenangan yang pahit?"
"Sorry," si gadis tersenyum. "Aku tak sengaja, Fang Fang. Tapi kudengar kau belajar bahasa asing dari gadis cantik i-tu. Dan barangkali inilah permulaannya hingga kau dapat bercakap-cakap seperti mereka."
"Not much (tak banyak)," Fang Fang sedikit pamer. "Aku hanya tahu sepatah dua patah, Ci Leng. Agaknya tak seperti kau yang kelihatannya sudah begitu pandai. Aku hanya pandai bilang 1 love you atau you love me (kau cinta padaku)?"
"Cih!" si gadis terkekeh. "Beginilah watak aslimu, Fang Fang. Selalu berkata cinta setiap melihat gadis cantik. Tapi tak apalah, akupun suka padamu!"
"Hm," Fang Fang menyambar lengan itu, mengusapnya. "Kau betul-betul suka kepadaku" Kau tak menolak kalau kuajak".?
"Eh, nanti dulu!" si nona meloncat.
"Ada uang abang sayang, Fang Fang. Tak ada uang lu gua tendang, hi-hik!"
Fang Fang tertegun. "Kau sungguh-sungguh" Kau butuh uang?"
"Ah, lelaki bodoh. Siapa butuh uang sepertimu ini" Hm, tidak. Aku tak butuh uang, Fang Fang. Aku mempunyai uang banyak dan cukup. Bukan, bukan itu. Maksudku, hmm" kalau kau benar-benar suka kepadaku tentu kau tak akan begitu saja bersahabat denganku. Maksudku, hm " aku penasaran dengan ilmu silatmu tadi dan ingin belajar darimu!"
Fang Fang terkejut, tiba-tiba tertawa. "Ci Leng," katanya. "Ilmu kepandaianmu kurasa tinggi dan cukup. Apa maksudmu dengan belajar tadi" Kau penasaran kubuat terhuyung di depan tadi?"
"Benar," gadis itu tersenyum, pahit. "Aku penasaran olehmu, Fang Fang. Dan terus terang aku ingin menjajal lagi di sini". haiittt!" Ci Leng tiba-tiba mencabut pedang, mundur dan meloncat di sudut. "Sekarang tak ada Gak-taijin lagi, Fang Fang. Aku tak perlu sungkan padanya kalau mencoba lagi ilmu silatmu. Ayolah, kita bertanding dan akan kuserahkan segala-galanya kalau kau dapat mengalahkan aku selama seratus jurus!"
Fang Fang tertawa, tiba-tiba merasa geli. "Ci Leng, kau aneh. Kita baru saja ngobrol, masa harus berbaku hantam" Ah masalah belajar tentu saja aku mau memenuhi permintaanmu, tak usah bertan=-ding. Baiklah, simpan pedangmu dan aku sudah tertarik oleh penawaranmu tadi!" Fang Fang maju melangkah, pura-pura membujuk si nona tapi tiba-tiba secepat kilat tangannya bergerak, menotok dan melepaskan pedang di tangan gadis itu. Dan ketika Ci Leng terkejut dan memekik tertahan, kaget, maka pedang itu sudah berpindah tangan dan Fang Fang tertawa bergelak. "Bagaimana, tak perlu seratus jurus, kan" Nah, ayolah. Kita ngobrol-ngobrol lagi dan jangan buat aku takut melihat pedang!"
Fang Fang membalik dua jarinya, melontar dan tiba-tiba pedang sudah masuk kembali ke sarungnya di belakang punggung Ci Leng. Gadis itu tadi tertotok dan terkejut karena tangannya tiba-tibatak dapat digerakkan, kaku. Dia terkejut dan membelalakkan mata karena Fang Fang secara lihai menipunya, dia lengah. Tapi ketika gadis itu tertawa dan bebas kembali, Fang Fang tak menotoknya lama maka Ci Leng menubruk dan gemas memukul dada pemuda ini.
"Fang Fang, kau licik, curang. Tapi, ah" aku suka padamu!" dan ketika Fang Fang menyambut dan tertawa mengembangkan lengan maka Ci Leng sudah berada di dekapannya dan tiba-tiba dia mencium.
"Ci Leng, aku cinta padamu!"
Sang gadis tak berontak. Ci Leng hanya mengeluarkan keluhan panjang ketika dicium, persis seekor kucing dibelai majikannya, manja tapi minta. Dan ketika Fang Fang tentu saja gembira dan segera meraba pakaian si nona maka diapun melepas itu dan membantingnya ke tempat tidur.
"Hi-hik, kau rajin sekali, Fang Fang. Seperti seekor kuda lapar!"
"Ah, bagaimana tak lapar melihat tubuh begini denok" Kau menggairahkan, Ci Leng. Kau manis dan cantik sekali. Ah, mari kita bersenang-senang!" dan ketika Fang Fang melumat dan mencium si gadis, menggebu dan melancarkan ciuman-ciuman panas akhirnya Ci Leng tak tahan dan mengerang panjang pendek, membalas dan segera mereka bergulingan melepas gairah. Fang Fang tak ingat lagi akan janjinya kepada Sin-kun Bu-tek. Fang Fang tak ingat lagi akan keadaan sekelilingnya, nafsu telah menguasainya sedemikian dalam. Tapi ketika masing-masing sudah tak berpakaian lagi dan Fang Fang kagum akan tubuh si nona mendadak Ci Leng menahan, mencegah.
"Stop, nanti dulu, Fang Fang. Benarkah kau akan memberiku pelajaran-pelajaran silatmu yang lihai!"
"Hm, tentu saja, Ci Leng. Bukankah aku sudah berjanji?"
"Kau tak menipu?"
"Asal kau tetap menjadi kekasihku!" dan ketika Fang Fang mendengus dan menubruk si nona, yang tak dapat mengelak lagi maka Fang Fang sudah berbisik bahwa semua itu akan diberikannya. Ci Leng gembira dan menyambut lawannya, terkekeh karena Fang Fang menciumi buah dadanya hingga geli. Dan ketika gadis itu membalas dan ganti menciumi Fang Fang maka murid Dewa Mata Keranjang ini dibuat mabok dan lupa daratan. Apa yang belum pernah dialami Fang Fang telah diberikan gadis itu. Apa yang belum pernah diberikan Hong Hong telah diberikan oleh kepala pengawal Gak-taijin ini. Dan ketika Fang Fang terkejut tapi juga menggelinjang kenikmatan maka diam-diam Fang Fang kaget bahwa Ci Leng ternyata gadis yang luar biasa dalam bermain cinta. Sampai akhirnya, ketika dua jam kemudian dia dibuat terkapar maka Fang Fang mendengus-dengus seperti seekor kuda kelelahan, mandi keringat.
"Cukup, ah" cukup. Kau luar biasa dan hebat sekali. Sudah, ah" sudah, Ci Leng. Nanti lagi!"
Ci Leng terkekeh. Fang Fang dibuatnya lupa daratan karena permainannya begitu melangit. Fang Fang belum pernah merasakan apa yang seperti ini. Pemuda itu puas, puas sekali. Maka ketika Ci Leng menubruk dan memeluknya, manja, Fang Fang tersenyum bahagia mendapatkan a-pa yang dicari.
"Kau luar biasa sekali, hebat. Tapi dari mana kau bisa mendapatkan semuanya itu" Hm, kau ternyata bukan gadis sembarang gadis, Ci Leng. Kau rupanya sudah banyak bergaul dengan lelaki!"
Ci Leng tiba-tiba marah, mengerutkan kening. "Fang Fang, perlukah bicara seperti ini" Perlukah kuingatkan bahwa kau-pun bukan pemuda hijau yang masih mentah" Bukankah kau juga banyak bermain cinta dengan wanita-wanita cantik hingga kau dijuluki Playboy Dari Nanking?"
"Maaf" maaf"!" Fang Fang tertawa. "Aku hanya heran dan kagum akan permainanmu itu, Ci Leng. Bahwa sesungguhnya belum pernah aku diservis begitu selangit. Aku sebenarnya hendak memujimu, bukan membuatmu marah!"
"Kalau begitu ajari aku ilmu-ilmu silatmu itu. Aku ingin selihai dirimu!"
"Ha-ha, masa begitu gampang" Ilmu dilatih bertahun-tahun, Ci Leng, tak dapat sebulan dua. Ah, aku tak akan. mengingkari janjiku, pasti kuberi. Tapi jangan sekarang karena aku lelah!"
"Baik," Ci Leng tersenyum, tak marah lagi. "Kalau kau menepati janjimu maka setiap ilmu akan kubayar dengan setiap pelayananku, Fang Fang. Kutanggung kau akan mabok lupa daratan dan tak ingin jauh dariku!"
"Ha-ha, tanpa itupun aku merasa tak dapat jauh darimu, Ci Leng. Kau manis dan penurut sekali. Ah, sudahlah, mari ke sini dan kita tidur!"
Fang Fang meraih, mencium dan merayu si gadis hingga Ci Leng tertawa lagi. Suasana yang hampir buruk dapat berubah sekejap dalam kegembiraan lagi. Ci Leng lega dan mencium Fang Fang. Dan ketika hari-hari berikut dilewatkan penuh kegembiraan dan Fang Fang merasa bahwa agaknya dengan Ci Leng inilah dia akan menemukan kebahagiaannya maka tak terasa seminggu sudah dia berada di situ dan lupa kepada Tong-taijin!
Ini berkat kepandaian Ci Leng. Fang Fang tak merasa bahwa setiap dia mau membicarakan bupati itu maka buru-buru
Ci Leng membelokkan arah percakapan. Ada-ada saja cara gadis itu menarik Fang Fang ke perhatian lain. Tapi ketika dua minggu kemudian Fang Fang jemu di situ lagi dan teringat Tong-taijin maka dia tergugah dari kenikmatannya karena tiba-tiba Cin-lopek datang, menyusul dirinya!
Waktu itu, Fang Fang kelelahan setelah semalam dikuras Ci Leng. Nyaris tenaganya habis dan Fang Fang serasa dicopoti tulang-belulangnya. Tapi ketika pagi itu dia mendengar ribut-ribut dan telinganya yang tajam menarik semua kesadarannya maka Ci Leng yang tergeletak di sampingnya dilompati begitu saja karena ada seseorang berteriak-teriak memanggil namanya. Fang Fang berkelebat dan langsung keluar, melihat seorang kakek dikejar-kejar beberapa pengawal dan kakek itu berteriak-teriak memanggil namanya. Fang Fang tertegun karena itulah Cin-lopek, kakek dari Se-wai! Dan ketika dia ingat bahwa urusannya dengan Tong-taijin belum beres dan aneh sekali bahwa berminggu-minggu bupati itu juga tak mun cul maka Fang Fang membentak dan bergerak mendorong pengawal, yang hampir saja menangkap atau menusukkan tombaknya ke punggung Cin-lopek.
"Berhenti, dan jangan serang kakek ini!"
Empat pengawal menjerit. Mereka terlempar karena Fang Fang menampar dan menendang, Cin-lopek disambar dan sudah diselamatkannya dari sergapan empat pengawal ini. Dan ketika kakek itu terkejut tapi girang sekali bertemu tuan penolongnya maka dia tergagap dan tergopoh berseru tertahan, menjatuhkan diri berlutut.
"Ah, aku mencari-carimu, inkong. Ada kabar buruk. Teman-teman kita dibunuh oleh pengawal-pengawal bersenjata api. Mereka" mereka dikuasai oleh teman-teman Tong-taijin!"
Fang Fang terkejut. "Apa maksudmu?"
"Aku, ah" aku tak dapat bicara banyak, in-kong. Bawa saja aku ke kuil Hek-thian. Di sana ada penjahat-penjahat yang mengatur semuanya ini. Aku" ough!" si kakek tiba-tiba menjerit, sebuah pisau menancap di punggungnya dan Fang Fang terkejut karena itulah serangan Ci Leng. Gadis itu muncul dan menyerang si kakek, di saat Fang Fang lengah karena mendengarkan kata-kata itu. Dan ketika Fang Fang terkejut dan tentu saja berteriak, si kakek sudah roboh dan tersungkur maka pemuda itu menyambar dan melotot kepada Ci Leng, kekasihnya yang baru datang dengan rambut awut-awutan, cantik dan sebenarnya menggairahkan tapi Fang Fang tak tergerak oleh semuanya ini.
Istana Pulau Es 19 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Pendekar Bayangan Setan 5
^